Anda di halaman 1dari 4

BAB 1 - Hujan Turun Lagi

Bukan hujan yang salah, aku saja yang selalu membangun suasana sendu ketika hujan turun

***

“Sissy!! Bangunn!!”

Sissy membuka matanya dengan malas. Meraih bantal di bawah kepalanya lalu melempar ke
arah suara.

“Kenapa brisik banget sih, Sya! Aku masih ngantuk!!”

“Sudah siang Sissy, kamu harus kuliah!”

Mendengar kata kuliah, Sissy meraih ponselnya di meja kecil samping tempat tidurnya. Waktu
sudah menunjukkan pukul 10.30 wib.

“Hiyaaaa!!” teriak Sissy segera melompat dari tempat tidurnya bergegas masuk ke kamar mandi.

Lima menit kemudian ia keluar dengan mengenakan jeans dan kaos yang ditutupi dengan
kemeja flannel. Ia memasukkan buku di atas meja belajarnya ke dalam tas dengan tergesa.

“Kenapa kamu ga bangunan aku sih, Sya!” omel Sissy sambil mengenakan sepatunya.

“Aku sudah bangunkan kamu berulang kali Sissy! Tapi kamu tidak bangun-bangun. Sekarang
malah nyalahin aku. Sissy tidak baik”

“Sorry Syakia, aku berangkat dulu” ucap Sissy sembari menyambar topi di gantungan.

Syakia memanyunkan bibirnya cemberut dan berkacak pinggang kesal.

“Aku tidak mau ikut kamu hari ini. Biarkan saja kamu sendiri” ucap Syakia masih kesal.

Sissy tidak mendengarkan Syakia, Ia bergegas menuju kampus yang jaraknya hanya 10 menit jika
ditempuh dengan jalan kaki.

Sesampainya di kampus..

“Argggh! aku buru-buru, nanti yaa” ucap Sissy geram saat berada di dalam lift. Kondisi lift sedang
kosong bagi mata manusia. Tapi tidak bagi mata Sissy. Di dalam lift saat ini sangat penuh karena ada
yang mau berebut untuk bercerita degannya.

Sesampainya di lantai 8, Sissy langsung berlari menuju kelasnya. 15 menit lagi kelasnya akan
segera berakhir.

“Asalamualaikum, Pak. Maaf terlambat” ucap Sissy sembari menundukkan kepalanya malu
kaena sangat telat hari ini.

Mata kuliah Prosa Indonesia Lama benar-benar membuat anak sastra malas masuk ke kelas. Tapi
karena dosen pengampu cukup menakutkan saat memberi nilai, maka mau tidak mau semua harus
berangkat meski tidak paham dengan apa yang dipelajari. Hari ini adalah hari sial bagi Sissy karena
terlambat.

“Ada yang bisa saya bantu, Nona Frissilia Delaney?” sambutan Pak Mono membuat bulu kuduk
Sissy merinding.

“Maaf, Pak. Saya terlambat” ucap Sissy pelan.

“10.50, 10 menit lagi kelas akan berakhir. Jadi, apa yang harus saya berikan ke anda, Nona?”
ucap Pak Mono sembari menatap jam tangannya.

Sissy hanya bisa diam. Teman-temannya menahan tawa melihat drama yang ia buat hari ini.

“Buat makalah resensi prosa lama Era Pujangga Baru dan kumpulkan di meja saya besok pagi!”
perintah Pak Mono menatap Sissy dengan tajam “Hari ini cukup sampai di sini. Saya akhiri, selamat
siang”

“Siang, Pak” suara koor seisi kelas.

Pak Mono pergi keluar kelas menenteng tas laptopnya tanpa lagi menatap ke arah Sissy. Bahu
Sissy melorot saat pak Mono sudah keluar dari kelas.

Sissy turut keluar kelas untuk menuju perpustakaan. Tugas Pak Mono, ah salah bukan
maksudnya hukuman Pak Mono tak main-main, bagaimana bisa menyuruh Sissy membuat makalah
hanya karena Sissy terlambat? Masih jaman apa tahun 2020 hukum mahasiswa dengan makalah
berpuluh-puluh halaman!

Saat ini lift cukup sesak, pergantian jam kelas membuat mahasiswa yang hendak makan siang
dan menuju kelas memenuhi lift.

Sissy sudah cukup pusing memikirkan hukuman Pak Mono, ditambah suara-suara di dalam lift
masih menuntut meminta bercerita ke Sissy.

“Dieemm!!! Berisik!!!” teriak Sissy tiba-tiba membuat seisi lift kaget dan menatapnya tak suka.
Ada pula yang mencomoohnya.

Menyadari kebodohannya, Sissy menurunkan topi untuk menutupi wajahnya. Tak lama lift
terbuka dan Sissy bergegas menuju perpustakaan.

***

Di Perpustakaan…

“Satu Jam lagi perpustakaan tutup ya, jam istirahat. Buka lagi jam satu” ucap penjaga
perpustakaan.

Sissy mengangguk sembari menerima kunci loker. Usai menyimpan tasnya dengan baik. Sissy
bergegas ke lorong-lorong Sastra untuk menemukan karya-karya Pujangga Baru.

Setiap lorong yang dimasuki Sissy membuat ia menghela napas kesal. Penunggu perpus selalu
saja mengejarnya untuk bisa bercerita. Sissy berjalan sembari menutup telinga. Ia sedikit bersalah sudah
memarahi Syakia pagi ini. Akhirnya ia harus menanggung kebisingan seharian ini tanpa bantuan Syakia.
Lorong NS-80 penuh dengan buku-buku kumpulan karya era Pujangga Baru. Hampir satu rak
berisi karya sastra yang harus ia resensi satu persatu. Sissy berkacak pinggang kesal merutuki hukuman
Pak Mono yang nggak pernah main-main.

Satu persatu buku diambil Sissy. Ia berjalan ke arah meja dengan tumpukan buku di tangannya.
Untung saja buku-buku tersebut tidak berdebu. Universitas Gantari Yogyakarta atau disingkat UGY
memang salah satu universitas yang terkenal dengan melahirkan sastrawan terbaik di Indonesia bahkan
kancah internasional, meski bukan termasuk universitas seni. Sehingga, buku-buku sastra di
perpustakaan tak pernah berdebu karena selalu dijadikan rujukan.

***

Sore harinya …

Waktu sudah menunjukkan pukul 17.20 wib. Perpustakaan yang seharusnya tutup sejak pukul
16.00 wib masih dibuka karena Sissy masih berkutat dengan buku-buku dan laptop di hadapannya.
Sebuah keberuntungan Sissy karena mengenal dekat kepala perpustakaan UGY.

“Sutan Takdir Alisjahbana dengan karya yang berjudul Dian Tak Kunjung Padam” gumam Sissy
sembari mengetik di laptopnya menuliskan nama penulis dan judul karya sastra.

“Penulisan judul itu selalu diawali huruf kapital di setiap awal katanya” ucap seseorang
mengoreksi ketikan Sissy di laptop yang ternyata salah.

“Ah iya ding, benar juga” setelah mengucapkan kalimat tersebut Sissy baru sadar bahwa ada
orang lain selain dirinya di perpustakaan.

Dalam hati Sissy berharap ia bukan sosok menyeramkan. Tapi jika dia bukan manusia,
bagaimana bisa dia tahu tata bahasa Indonesia yang rumit ini?

Dengan hati-hati Sissy menoleh ke arah kanannya. Tiba-tiba suasana mencekam dan ceklek!
Terdengar bunyi saklar lampu yang membuat Sissy kaget bukan kepalang.

“Kenapa?” suara itu terdengar lagi.

Akhirnya Sissy benar-benar menoleh ke arah kanan. Pandangannya tepat pada perut seseorang
itu kemudian ia perlahan mendongak ke atas. Ia menghela napas. Ternyata itu orang, bukan hantu.

Laki-laki itu tampan dan berkulit putih bersih.

“Ahh maaf yaa. Aku kiraa…” hampir saja Sissy keceplosan menyebutkan kata yang tidak
seharusnya.

“Kamu kira saya apa? Hantu?” ucap laki-laki itu.

Sissy nyengir kuda meminta maaf.

“Sissy, sudah mau maghrib, Nak. Ibu harus segera pulang. Maaf yaa.” suara Ibu Tanti terdengar
tak jauh dari tempat Sissy berdiri.

“Ah iya, Bu. Maaf ya, Bu jadi menunggu. Sebentar Sissy beres-beres terlebih dahulu” ucap Sissy.
Ia bergegas membereskan buku-buku dan segera mengambil tasnya di dalam loker. Ia sekali lagi
mengucapkan terima kasih kepada Bu Tanti dan bergegas ke parkiran. Ternyata belasan telpon masuk
dari Alfad sejak tadi tidak terjawab.

***

Di parkiran..

“Maaf, aku tadi di perpustakaan. Ponsel aku di dalem tas” kata Sissy saat masuk ke dalam mobil.

“Kamu tu gimana sih! Kan udah janji mau ke pesta Aurel. Udah jam berapa ini. Udah telat!!”
ucap Alfad bernada tinggi karena kesal.

Sissy hanya mengangguk meminta maaf.

“Maaf terus maaf terus!!”

Brakk!! Alfad menggebrak setir mobilnya.

Sissy kaget dan meringkuk takut.

Tak lama mereka sampai di sebuah restaurant mewah. Mobil-mobil mewah berjajar rapi di
depannya.

“Buruan!!” sentak Alfad.

“Iya sayang, sebentar”

“Lama banget jadi cewek!”

Sissy hanya bisa menghela napas. sabar Si sabarrr.

Mereka berdua masuk ke dalam restaurant. Semua orang tampak berbahagia. Banyak yang
menggunakan dresscode black & white. Melihat hal itu Sissy menunduk malu karena menyadari
keadaannya yang saat ini tidak layak untuk datang ke pesta.

“Sayang, tau gitu tadi aku ganti baju dulu.” Bisiknya ke Alfad.

“Itu salah kamu sendiri! Udah diem aja, jangan tambah bikin malu!”

“Maaf!”

Anda mungkin juga menyukai