Anda di halaman 1dari 7

LABORATORIUM SOSIALKU

Disuatu Gedung bersudut 5, menjadi tempat menuntut ilmu bagi Asya. Puluhan kilometer jarak
Gedung tersebut dari tempat ia tinggal, rela ditempuh demi menggapai cita di Gedung bersudut lima
tersebut. Pada saat itu dengan didampingi seorang ibu yang hebat dan ayah yang kuat. Ia
memberanikan diri melangkah menuju Gedung bersudut 5 tersebut. Rasa takut yang menggebu dan
rasa sedih, kalah dengan rasa semangat yang ayah ibu berikan kepadanya.
Saat ia sampai di gerbang sekolah tersebut, Asya disambut dengan sebuah meja yang memang
disediakan untuk penyemprotan disinfektan untuk seluruh barang bawaan. Setelah barang bawaan
disterilkan, Asya dipersilahkan untuk mengisi kelengkapan data. Tentunya Asya selalu didampingi
oleh ibu dan ayahnya.
“beberapa menit lagi saya akan jauh dari mereka” lirih Asya dalam hati sambil melihat kearah ayah
dan ibunya yang sedang fokus memastikan tidak ada barang-barang yang kurang.
Setelah selesai memastikan barang-barang Asya cukup, ayah dan ibunya berpamitan untuk Kembali
ke rumah.
“Asya, ibu sama ayah mau pamit pulang kerumah ya… Asya disini semangat belajarnya ibu sama
ayah selalu doain Asya dari rumah”, kata ibu.
“iya bu”, balas Asya .
Hanya kata itu yang bisa ia keluarkan dari mulutnya, kelu rasa lidahnya untuk mengucapkan kata
pamit. Air mata yang ingin tumpah tertahan oleh rasa gengsinya. Yaa begitulah Asya sangat besar
rasa gengsi yang ada pada dirinya.
“semangat ya nak”, kata ayah.
“iya yah”
Lalu Asya segera mengulurkan tangannya untuk menyalami ayah dan ibunya.
Saat itu sangat berat bagi Asya untuk berpisah dengan ayah dan ibunya. Setelah 14 tahun bersama
mereka, akhirnya Asya harus berjauhan dengan ayah dan ibunya.
Setelah bersalaman, ibu mencium kedua pipi Asya Begitupun dengan ayah yang mencium kening
gadis perempuannya dengan penuh cinta dan harapan. Setelah itu, Asya hanya bisa memandangi
punggung mereka yang semakin menjauh, dan melihat lambaian tangan mereka.
“sekarang aku benar-benar jauh dari mereka, maka kehidupan baru akan aku lalui apakah aku
sanggup?” lirih Asya dalam hati disertai dengan air mata yang tumpah. Asya segera mengusap air
mata yang mengalir di pipinya dengan jilbabnya, berharap tidak ada yang melihat bahwa ia sedang
menangis. Lalu, la segera mengangkat barang-barangnya ke lantai 2 sekolah tersebut ke sebuah
kamar dengan dibantu oleh kak Iyah yaitu kakak kelasnya Asya.
“makasih kak”, ucap Asya setelah kak Iyah meletakkan barangnya di kamar.
“ sama-sama” balas kak Iyah ramah.
Kamar tersebut berisikan 4 keranjang tidur, dan dua buah lemari. Setelah memastikan barang Asya
tidak ada yang tertinggal di bawah, kak Iyah beranjak keluar kamar dan meninnggalkan Asya yang
memasukkan barang dan pakaiannya di dalam lemari. Walaupun Asya sudah berusaha menyibukan
dirinya dengan membereskan barang-barangnya ternyata tidak membuat rasa sedih yang Asya
rasakan mereda. Tanpa ia sadari ternyata air matanya Kembali mengalir di pipinya. Namun,
beberapa menit kemudian datang seorang perempuan. Kira-kira usianya lebih tua 2 tahun dari Asya,
dengan membawa bebarapa barang bawaanya seperti Asya tetapi lebih sedikit barangnya
dibandingkan dengan Asya.
“assalamualaikum” salam perempuan tersebut.
“waalaikumsalam” balas Asya .
“kenalin nama kakak, kak Cindi panggil kak Sin juga ga papa. Kakak juga tinggal dikamar ini, jadi kita
satu kamar. Oiyaa nama kamu siapa?”, tanya kak Cindi dengan lembut
“ halo kak, kenalin saya Asya kak”
“Asya kenapa tadi kakak liat nangis?”
“ga papa kak, cuman belum biasa jauh dari ayah ibu” jawab Asya dengan setegar mungkin.
“ owwh, wajar kok dek kak Sin juga dulu gitu kalau awal masuk sini. Tapi kalo udah lama pasti akan
terbiasa”, balas kak Sin dengan halus.
“iya kak” balas Asya dengan senyumnya.
Setelah perbincangan tesebut Laila dan kak Sin semakin akrab. Ternyata tidak hanya kak Sin yang
sekamar dengan Asya, ada kak Sari dan Putri. Kak Sari kini kelas 11 dan Putri sengakatan dengan
Asya. Jadi, mereka berempat dikamar tersebut. Tak terasa malam pun tiba, Asya segera merebahkan
badannya diatas Kasur yang sangat berbeda dengan Kasur dirumahnya. Tak lama kemudian, Asya
terlelap di dalam mimpinya.
Kriiingg kriiing!!!
Suara alarm menunjukkan tepat pukul 03.00, Laila segera beranjak dari tempat tidur untuk segera
mandi.
“kalau dirumah pasti saya masih tidur”, gumam Asya dalam hatinya.
Tapi kali ini kenyataannya ia tidak sedang berada dirumah. Kini Asya berada di Gedung bersudut lima
yang mengharuskannya untuk bangun pagi untuk bersiap-siap
Asya bergegas menuju kamar mandi. Disebelah kiri Asya membawa keranjang sabun dan disebelah
kiri tangannya membawa satu set baju seragam sekolah. Saat Asya keluar dari kamar, orang-orang
yang sedang mengantri memperhatikan Asya.
“apa ada yang salah dari aku?” gumam Asya dalam hati.
Lalu Asya segera mencari tempat duduk untuk mengantri, ia tidak menyangka bawa jam sepagi ini
sudah sangat banyak yang mengantri untuk mandi.
Asya duduk disamping kak Rani untuk mengantri, “dek, kalo mandi jam segini gak usah langsung
dibawa baju untuk sekolah sekarang, ganti baju sekolahnya nanti aja klo udah sarapan” kata Kak Rani
dengan Asya.
“owwh gitu ya kak”
“iya dek, nanti kusut lagi bajunya. Kalo udah mandi ga usah dulu ganti baju, pake aja baju yang
emang lagi dipake dek”
“iya kak, makasih kak”
Lalu Asya Kembali ke kamar menggantungkan baju seragam sekolahnya tadi. Setelah beberapa
menit mengantri mandi, akhirnya kini giliran Asya untuk mandi. Setelah mandi, Asya bersiap-siap
untuk solat subuh. Setelah itu, Asya mengikuti kegiatan asrama yaitu piket asrama. Awalnya Asya
bingung apa yang harus ia lakukan, tetapi banyak kakak kelasnya yang baik mengajarkan Asya
caranya.
Jam menunjukkan pukul 06. 25 pagi, Asya segera bergegas untuk mengganti pakaian sekolah dan
mempersiapkan alat-alat yang akan dibawanya ke sekolah. Tapi, ternyata Asya lupa merapikan
kasurnya. Asya pun pergi ke sekolah tanpa merapikan kasurnya terlebih dahulu.
Sesampainya di sekolah Asya membaca buku selama 30 menit sebelum memulai belajar, yang
memang rutinitas tersebut selalu di lakukan setiap hari oleh sekolah tersebut yang biasa disebut
School Culture.
Hari pertama SMA Asya pun dimulai, tidak ada satupun orang yang dikenal Asya pada saat itu. Asya
segera memasuki kelas Bahasa lalu mengikuti pelajaran seperti sekolah pada umumnya. Asya
bukanlah orang yang pintar tapi tidak juga dikatakan bodoh. Ia memiliki kemampuan yang standar.
Setelah menjalani hari pertama sekolah Asya pun Kembali ke asrama, dihari pertama sekolah Asya
berkenalan dengan banyak orang dari berbagai daerah.
Sesampainya di kamar tanpa mengetuk pintu Asya masuk kamar dan melihat ada kak Cindi yang
sedang membaca buku di atas kasurnya.
“ Sya, kalo masuk kamar tu ketuk dulu pintunya ucap salam jangan langsung masuk aja walaupun
kamar sendiri, apalagi kalo di kamar orang lain” tegur kak Cindi.
“iya kak, maaf ya kak”
“Asya tadi ga ngeberesin kasurnya ya waktu mau berangkat sekolah?”
“oiyaa kak, Asya lupa banget kak. Maaf ya kak..” kata Asya dengan rasa bersalah.
“ iya, ga papa. Lain kali jangan diulangin lagi ya” dengan lembut
“ iya kak, Makasi”
Beruntungnya Asya mendapat kakak kamar yang baik seperti kak Cindi.
Sore pun tiba, Asya ingin mandi dan ia melihat ada kak Rina yang juga ingin ke kamar mandi. Karena
Asya ingin buru-buru mandi ia pun menyalip kak Rina.
“ woii kakak duluan” tegur Kak rina dengan nada tinggi.
Lalu Asya langsung berhenti membiarkan kak Rina menduluinya.
“kalo ada orang ngomong tu di jawab” kata kak Rina sambil menutup pintu kamar mandi dengan
sedikit kencang.
Saat itu Asya ketakutan, karena baru kali itu ia di tegur dengan kakak kelas dengan nada tinggi. Asya
yang sebelumnya tidak pernah dibentak, ia merasa sangat sedih mendengar teguran tersebut. Asya
adalah orang yang selalu memikirkan kesalahannya, hingga sampai di kamar ia masih terus kepikiran
tentang kejadian tersebut.
Ketika Asya berjalan di balkon, ia tidak sadar kalau ada beberapa kakak kelas yang duduk disana.
Karena Asya masih kepikiran dengan masalah dengan kak Rina, Asya pun tidak tau bahwa ada orang
duduk di balkon. Asya pun lewat tanpa menunduk dan tidak mengucapkan permisi.
“ Permisi dek” kata salah satu kakak kelas dengan nada ketus.
“ sopan dikit dek” timpal kak Rina yang juga ternyata ada di sana.
“ maaf kak” ucap Asya dengan lirih.
Lalu Asya segera pergi dengan rasa bersalahnya.
Ia bingung dengan siapa ia harus bercerita, dengan siapa ia harus mengeluh, dengan siapa ia
mengadu.
“ ibu, Asya kangen ibu” lirih Asya dalam hati.
Malam pun tiba, jam menunjukkan waktu belajar malam, tepatnya pukul 20.00 WIB . Asya pun
segera memasuki ruang belajar untuk melakukan belajar malam. Akan tetapi pikirannya terus
berkecamuk tentang hari ini. karena Asya adalah tipikal orang yang mudah untuk overthinking dan
membuatnya selalu membuat spekulasi negative.
“ apa yang harus aku lakuin besok”
“gimana kalau aku pindah dari sini”
“ kak Rina pasti benci sama aku”
“ gimana cara aku minta maaf”
“ kayaknya aku harus pindah dari sini”
“ tapi masa aku harus nyerah sekarang”
Isi pikiran Asya terisi oleh kejadian hari ini. saat ia sedang memikirkannya tiba-tiba ia dihampiri oleh
Bia yaitu teman satu kelas Asya.
“ kenapa Sya, dari tadi aku perhatiin kamu ngelamun terus?”
“ engga kenapa kenapa Bia”
“ terus kenapa kamu keliatannya sedih Sya”
“ aku cuman kangen rumah aja kok” ucap Asya berbohong
“ owwh.. sama kok Sya, aku juga kangen rumah, tapi kita harus semangat dan kuat terus disini ya
Asya.” Kata Bia sambal memeluk Asya
“ iya Bia, makasih ya….”
Asya memang sedang rindu dengan keluarganya, tetapi yang membuatnya kepikiran saat ini adalah
kejadian dengan kak Rina. Tetapi, Asya tidak berani untuk bercerita dengan Bia.
Kriiiiiing!!!!!
Suara bel tanda jam belajar telah habis dan saatnya istirahat malam. Asya pun bergegas Kembali ke
kamar. Saat Asya ingin keluar pintu ruang belajar, tiba-tiba ia tidak sengaja menabrak kakak kelas.
Daaan lagi lagi kakak itu adalah kak Rina.
“ kamu lagiii, liat liat jalan” kata kak Rina dengan nada jutek
“ maaf kak” balas Asya dengan nada bersalah
Lalu Asya melanjutkan jalannya menuju kamarnya. Sesampai di kamar Asya tidak menemukan
siapapun di kamarnya dan Asya langsung merebahkan badannya di Kasur dan menutup matanya
dengan bantal hijaunya.
“ ibu.. Asya kangen sama ibu”
Lirih Asya pelan, lalu Asya menangis dengan ditemani bantal hijaunya.
Tak lama kemudian, kak Cindi masuk ke kamar, dan ia menyadari kalau Asya sedang menangis. Kak
Cindi pun menghampiri Asya yang sedang berada di kasurnya.
“ Asya, kenapa dek?” tanya kak Cindi dengan lembut.
Asya hanya diam saja.
“ Asya boleh cerita sama kak Cindi, siapa tau kakak bisa bantu”
“ Asya bingung kak “ jawab Asya
“ bingung kenapa Sya, kok sampe nangis?”
Akhirnya Asya memutuskan untuk bercerita dengan kak Cindi tentang apa yang ia rasakan, ia
ceritakan semua dari kejadian awal dengan kak Rina sampai dengan di depan pintu ruang belajar
tadi ia ceritakan semua dengan kak Cindi.
“ owwhh.. jadi gitu ya Sya..”
“ iya kak, Asya bingung harus gimana”
“ wajar kok kalau Asya bingung soalnya kan Asya baru di lingkungan sini. Asya ga usah sedih, kakak
juga dulu waktu baru disini banyak masalah yang kakak kira itu gak akan jadi masalah, ternyata disini
jadi permasalahan. Inilah disini Sya, kita belajar untuk bisa memahami orang, harus bisa belajar
memahami situasi dan kondisi, kita harus memahami semuanya. Karena memang ini yang akan kita
temui di kehidupan sebenarnya nanti. Walaupun kita tidak bisa memahami semuanya, setidaknya
kita paham tentang apa yang kita hadapi. Kayak Asya sama kak Rina misalnya, Asya ditegur sama kak
rina di kamar mandi itu buat ngajarin asya untuk ngantri dan jangan ngeduluin orang yang dating
lebih dulu dari kita, pasti ada alasan kak Rina negur asya, tapi mungkin cara kak Rina kurang tepat
untuk Asya”
“ terus kak asya harus gimana, asya takut kak Rina benci sama Asya”
“ Asya besok minta maaf aja ya sama kak Rina”
“ owwh.. gitu ya kak. Makasih ya Kak Cindi sarannya sangat membantu asya kak”
“ iya sya, jangan sedih lagi ya..”
“ iya kak Cindi, Asya tidur dulu ya kak”
“ iya Sya”
Akhirnya Asya bisa tidur dengan lumayan tenang dari sebelumnya. Dan keesokan paginya Asya
terbangun seperti pagi sebelumnya, dan melakukan rutinitas mengantri mandi. Setelah mandi Asya
solat subuh dan siap siap untuk berangkat sekolah. Setelah school culture Asya begegas menuju
kelasnya yaitu di ruang kimia. Tentunya dengan semangat Asya mengikutinya, karena itu adalah
mata pelajaran favorit bagi Asya saat ini. setelah kelas kimia selesai, ia pun lanjut ke kelas kelas
berikutnya sampai jam pulang. Saat waktu menunjukkan pukul 14. 30 bel berbunyi tanda sekolah
telash usai hari itu. Asya pun segera pulang ke kamarnya, dan ia berniatan menemui kak Rina untuk
meminta maaf. Tanpa mengulur ulur waktu Asya segera menuju kamar ka Rina.
“ assalamualaikum” kata Asya sambal mengetuk pintu dengan pelan
“ waalaikumsalam, masuk..” terdengar balasan dari dalam kamar tersebut
Asya langsung masuk kamar dengan perlahan membuka pintu kamar tersebut. Ia mendapati hanya
ada kak Rina di dalam kamar tersebut.
“ permisi kak Rina”
“ iyaa” balas kak rina dengan nada lembut
Di dalam hati asya bergumam
“ ini beneran kak Rina kan, kenapa ga seserem kemaren”
“ ada apa Asya, nama kamu bener Asya kan?” tanya kak Rina
“ iya kak Rina, nama aku Asya.”
“ owwh.. ada apa Asya?”
“ Asya mau minta maaf sama kak Rina karena kejadian kemaren kemaren kak” kata Asya dengan
nada bersalah
“ owwh.. yang itu, ga papa Sya. Kakak cuman negur kamu supaya kamu terbiasa dengan hal hal yang
memang seharusnya dilakukan, kakak juga ga ada benci sama kamu”
“ makasih banyak ya kak udah ngingetin Asya, sekali lagi Asya minta maaf ya kak”
“ iya, jangan diulangin lagi”
Setelah itu Asya berpamitan untuk Kembali ke kamarnya lagi, dan disana ia menemukan kak Cindi.
“ Assalamualaikum kak”
“ waalaikumsalam Sya, dari mana kok baru pulang?”
“ dari ke kamar kak Rina kak” kata Asya dengan ekspresi lega
“ owwh, Asya udah minta maaf”
“ udah kak, ternyata kak Rina ga seserem yang aku bayangin”
“ emang ga serem kok kak Rina itu Sya, udah lega kan?”
“ iya kak, alhamdulillah”
“ permasalahan Asya disini baru awalan Sya, kedepannya pasti aka nada lagi tapi Asya harus bisa
melewatinya nanti”
“ iya kak Cindi, makasih banyak ya kak”
Setelah bercerita dengan kak Cindi, Asya bersiap siap untuk mandi dengan hati yang sudah membaik.
5 tahun kemudian…
Sudah 2 tahun yang lalu Asya melepas masa putih abu abu. Ternyata kehidupan asramanya dulu
sangat membantu kehidupan sosialnya sekarang. Semua yang ia lalui di asrama ternyata memang itu
yang akan terjadi Sebagian dikehidupan nyata. Asrama adalah laboratorium sosial, segala macam
eksperimen sosial terjadi disana, berbagai macam campuran reaksi terjadi di sana.

Anda mungkin juga menyukai