Anda di halaman 1dari 3

TUGAS BAHASA INDONESIA

CERITA INSPIRATIF

EQILA BANU AFKAR


IX-D

SMP HANGTUAH 5 SIDOARJO


Perum. TNI-AL Blok B XVI No. 18, Kedungkendo, Candi, Kayen, Kedungkendo, Kec.
Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur 61271
Kisah Kasih Sang Ibu
Tsani adalah anak yang tidak memiliki teman, Ia selalu dijauhi temannya karena
memiliki keluarga yang miskin. Teman-temannya selalu berkata “kamu mah ga asik, diajakin
ke mall selalu ngga mau.” Padahal itu semua dilakukan Tsani karena dia tidak memiliki
cukup uang untuk dihabiskan di sana. Karena semua itu, Tsani pun perlahan-lahan
menyalahkan Ibunya untuk semua keadaan yang Ia alami. “Ibu seharusnya bekerja dengan
lebih keras!!!” Bentak Tsani pada Ibunya, sesaat setelah Ia kembali dari sekolah.
“Maafkan Ibu, nak…”
“Aku tidak memiliki teman karenamu, hidupku hancur karena keberadaanmu!!” Sang
Ibu hanya terdiam mendengar kalimat itu terucap dari putri tersayangnya. Namun, Ia tak
merasa murka sama sekali, Sang Ibu terus memaafkan Tsani dengan rasa cinta dan kasih
sayangnya. Berusaha melupakan rasa sedih yang dialaminya, Sang Ibu pun memutuskan
untuk pergi ke dapur. Di sana Ia memasak makanan kesukaan putrinya.
Tok… Tok…
Suara Ibu mengetuk pintu kamar Sang Putri yang hatinya sedang bergejolak penuh
amarah. “Jangan ganggu aku,” jawab Tsani singkat.
Mendengar jawaban dari Sang Putri yang terdengar tidak tertarik dengan dirinya,
Sang Ibu pun memutuskan untuk memakan masakannya sendiri di ruang makan. Tak satupun
kata kasar pernah diucapkan Sang Ibu kepada anak tersayangnya itu, yang terucap hanyalah
do’a dan harapan dari Sang Ibu kepada putri kebanggaannya. Tak terasa satu demi satu air
mata menetes dari matanya. Namun Ia tak sanggup untuk mengucapkan sepatah kata pun
menasihati Tsani. Lagi-lagi kasih sayang sang Ibu lebih besar dari pada rasa kecewa yang Ia
dapatkan.
Perlakuan Tsani semakin buruk tiap harinya. Awalnya Ia hanya mengacuhkan Sang
Ibu. Namun sekarang, Tsani bahkan tak pernah mau pulang kerumahnya dan memutuskan
untuk bermain bersama sepupunya. Walaupun rumah milik sepupu terletak cukup jauh dari
sekolahnya, lebih jauh dari jarak sekolah ke rumah tua milik Sang Ayah yang kini ditinggali
Ibu dan Tsani. Sang Putri selalu pulang ke rumah larut malam, dan langsung tertidur karena
kelelahan bermain. Ia seperti tak tertarik lagi untuk berbicara, bahkan bertatap mata dengan
Ibunya.
Pada suatu malam, Sang Ibu tampak telah menunggu kepulangan Sang Anak di depan
rumah. “Tsani.., Ibu ingin berbicara denganmu sebentar…,” pinta Ibu kepadanya saat itu.
“Aku sibuk, mau mengerjakan tugas.”
“Ibu mohon Tsani…,” pinta Ibu yang kemudian dibalas dengan suara pintu kamar
yang ditutup sangat keras. Sang Ibu hanya termenung melihat sikap anak yang selalu bersikap
baik, kini berubah menjadi sangat kasar, namun lagi-lagi Ia hanya mendo’akan sang anak dan
berharap agar Tsani bisa menjadi seorang penulis berhati baik seperti impiannya sedari
menginjak bangku sekolah dasar.
Tsani sedang bekerja di luar kota saat itu. Ia memutuskan untuk merantau ke kota
besar demi mencapai cita-citanya. Sudah lima tahun Tsani bekerja di perusahaan besar itu.
Namun, tiba-tiba saja Tsani merasa rindu dengan Ibunya yang berada di Desa. Ia pun
memutuskan untuk meminta cuti dan pulang kerumah untuk pergi menemui Sang Ibu,
“sekalian juga buat pamer karya yang udah aku buat,” batin Tsani sembari terkekeh saat itu.
Rumah terlihat sangat kotor sesampainya Tsani disana. Banyak sarang laba-laba yang
di atap-atap rumah. Tsani terheran-heran melihat pemandangan yang asing itu, “biasanya Ibu
suka banget beres-beres rumah deh. Tumben banget rumah kotor begini.” Ia pun membuka
pintu rumah dengan kunci masih Ia simpan setelah lima tahun meninggalkan rumah tuanya
itu.
Kosong. Rumah itu nampak sudah ditinggalkan sangat lama. Tiba-tiba saja ada yang
menepuk bahu Tsani dari belakang. “Seorang Ibu-Ibu rupanya..,” batin Tsani kala itu.
“Loh!! Ini Dek Tsani tohh…,” ucap seorang Ibu padanya.
“Iya… Bu, Ibu tahu orang yang dulu tinggal di sini pindah kemana?,” tanya Tsani
sembari menunjuk foto keluarga yang masih terpajang di dinding.
“Ibu pean wis di kubur Dek… Wis suwi,” jawabnya. Tsani yang mendengar jawaban
itu pun segera berlari ke kamar Ibunya dan mengecek sendiri. Ternyata yang dikatakan Ibu
tersebut benar. Ia hanya melihat ruangan yang kosong yang penuh dengan debu. Tsani
terduduk lesu di depan lemari tua milik Ibunya. Ia melihat ada foto masa kecilnya bersama
dengan Ayah dan Ibu tersayang. Tsani menatap foto itu penuh dengan penyesalan, lalu
kemudian Tsani duduk di atas kasur yang dulu dipakai Ibunya untuk beristirahat. Ia
menyadari ada sepucuk surat yang telah menguning dimakan waktu. Tsani pun tertarik dan
membacanya, sungguh Ia menyesal karena telah bersikap sangat buruk pada Ibunya.

Untuk Putriku Tercinta,

Tsani…

Maafkan Ibu yang tak bisa memberikanmu kehidupan yang layak. Sungguh, Ibu sangat mencintaimu. Mungkin ini sudah saatnya
Ibu bercerita mengapa keluarga kita bisa menjadi seperti ini.

Sebenarnya dulu, Ibu memiliki banyak sekali uang. Namun, kamu dan Ayah mengalami kecelakaan yang sangat parah ketika
kamu masih sangat kecil, kemungkinan besar kamu sudah lupa dengan kisah ini. Semua uang yang Ibu punya digunakan untuk
mengoperasi salah satu ginjalmu yang terluka akibat kecelakaan itu. Tidak ada ginjal yang cocok denganmu, namun milik Ibu cocok. Jadi
Ibu memutuskan untuk memberikannya untuk mu, sayang. Akibatnya, mungkin Ibu tidak bisa melihatmu tumbuh besar hingga memiliki
keluarga sendiri.

Sudah lama sekali Ibu ingin menceritakan kisah ini padamu. Namun, melihatmu bekerja keras untuk mencapai cita-citamu dan
mungkin kini telah engkau capai, Ibu tidak tega membebani pikiranmu dengan semua kisah ini.

Ibu sudah memaafkan seluruh kesalahanmu sebelum engkau memintanya, Sayang. Jangan sedih karena kamu kehilangan Ibu.
Kamu harus terus melangkah maju demi masa depanmu. Sungguh Ibu mendukungmu untuk mengejar segala yang kau inginkan.

Dari Ibu yang menyayangimu,

Ratih..

Anda mungkin juga menyukai