Anda di halaman 1dari 8

SEPENGGAL KISAH HARU SEORANG IBU

Seorang ibu mengintip dari celah pintu di dekat dapur. Mencoba menahan
air matanya yang sudah terkumpul di matanya yang sudah mulai keriput.
Hatinya sakit, setetes air mata yang ia tahanpun akhirnya jatuh
membasahi pipi. Ia terharu melihat keberhasilan anaknya, yang baru saja
naik pangkat di Perusahaan tempat anaknya bekerja. Tapi layaknya
seorang ibu, ia seharusnya berada di samping anaknya untuk ikut
merasakan kebahagiaan.

Dalam hati Ia membatin, 'Selamat yaa Nak... Ibu juga bahagia jika
melihat kau bahagia."

Sebuah kalimat yang tulus dari lubuk hati paling dalam dari seorang Ibu.
Air matanya menyiratkan kebahagiaan, tapi miris melihat kenyataan yang
ada. Tiba-tiba ia teringat perkataan anaknya.

"Pokoknya, kalau teman-teman dan atasanku datang, Ibu tidak boleh ikut
merayakan bersama kami di ruangan itu dan jangan pernah bertemu
dengan teman atau atasanku." kata anaknya dengan lantang.

"Aku tidak mau mereka tahu kalau aku punya ibu dengan satu mata dan
penyakitan. Jadi Ibu lebih baik di dapur saja yaa." Anaknya mengucapkan
kata-kata itu dengan enteng, tanpa memikirkan perasaan ibunya.

"Iya Nak."Sebuah jawaban yang begitu tulus dari mulut seorang ibu.

Anaknya yang lupa diri itu menikmati semua masakan bersama teman-
temannya, semua makanan disiapkan oleh ibunya.

Kemudian salah satu atasannya bertanya, "masakan siapa ini ? enak


sekali."

"Itu masakan Ibu saya, Pak." jawab si anak itu.


"Wah,masakannya enak sekali. Sampaikan salamku untuk Ibumu ya,
katakan padanya bahwa saya menyukai masakannya yang lezat ini." tutur
atasannya terkagum-kagum.

"Baik pak!" jawab anak muda itu.

Beberapa waktu kemudian, si anak itu kembali naik jabatan, untuk


merayakannya ia kembali mengadakan acara makan-makan di rumah
bersama teman-teman dan atasannya. Dan seperti sebelumnya, sang Ibu
hanya ikut merayakan keberhasilan anaknya itu di dapur dan bersedih.

Teman-teman dan atasan si anak muda itu sangat menikmati masakan


lezat sang Ibu. Masakan yang benar-benar lezat.

Kemudian atasannya berkata, "pasti ini masakan ibumu, kan?"

"Iya, Pak."

"Di mana beliau sekarang ?"

Sang anak kebingungan menjawab pertanyaan atasannya itu, ia mencoba


mencari alasan agar mereka tidak tahu keadaan Ibunya.Tapi tiba-tiba
atasannya melihat seorang ibu-ibu tua berada di dapur.

Iapun segera menghampiri ibu itu dan berkata, "Ibu yang memasak
semua masakan ini,kan?"

Ibu itu sedikit ragu dan menjawab, "ii.iii...iiya, Pak."

"Wah masakan Ibu enak sekali. Saya sangat menikmatinya.Tapi mengapa


Ibu tidak ikut makan bersama kami?"

Pertanyaan atasan anak ibu itu membuat sang ibu terdiam. Tiba-tiba si
anak menghampiri Ibunya itu dengan menyeret ibunya ke belakang.
"Kan aku sudah bilang, Ibu tidak boleh bertemu dengan atasan atau
teman-temanku. Aku malu!" si anak sangat marah.

"Maafkan Ibu, Nak" Ibu itu mencoba meminta maaf kepada anaknya.

Lalu anak itu berkata, "cukup Bu !!! mulai sekarang Ibu tidak boleh
tinggal bersamaku lagi."

Sambil menangis, Ibu itu terus meminta maaf kepada anaknya. Tapi anak
itu seperti berusaha tidak memperdulikan ibunya.

Pada akhirnya, anak muda tersebut membelikan sebuah rumah kecil


untuk ditinggali ibunya. Hal itu ia lakukan agar tak ada yang tahu
keadaan ibunya. Kasihan sekali ibunya, sudah sakit-sakitan dan
dicampakan anaknya.

Kemudian sang anak kembali naik jabatan, kali ini adalah jabatan
tertinggi. Sebuah acara yang lebih besar telah ia persiapkan. Tanpa
Ibunya untuk menyiapkan hidangan seperti biasanya. Ibunya mengetahui
kabar suka cita itu dan si ibu menitipkan sebuah surat kepada seseorang
untuk di berikan kepada anaknya.

Dalam surat itu tertulis :

Untuk Anakku tersayang, ..


Selamat atas keberhasilanmu, Nak... Ibu sangat bahagia. Maaf Ibu tidak
bisa datang, karena Ibu tahu kamu tidak menginginkan kedatangan Ibu.
Ibu tahu kamu malu dengan keadaan Ibu, seorang Ibu yang hanya punya
satu mata dan penyakitan pula.

Tapi perlu kamu ketahui Nak! salah satu mata ini kuberikan padamu,
ketika kamu mengalami kecelakaan waktu kecil. Ibu rela Nak..Ibu
rela..Asalkan kamu bahagia.

Buat teman-teman,jangan pernah Sia-siakan Ibu kalian. Kalian mungkin


tidak pernah tahu seberapa besar pengorbanan seorang ibu untuk kita.
Ibu akan melakukan apapun bahkan mengorbankan harta serta nyawa
demi kebahagiaan kita.
Subhanallah

Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ....

kasih seorang ibu tak terhingga

Kisah ini adalah


kisah nyata sebuah keluarga yang sangat miskin, yang memiliki seorang anak
laki-laki. Ayahnya sudah meninggal dunia, tinggalah ibu dan anak
laki-lakinya untuk saling menopang.

Ibunya bersusah payah seorang membesarkan anaknya, saat itu kampung


tersebut belum memiliki listrik. Saat membaca buku, sang anak tersebut
diterangi sinar lampu minyak, sedangkan ibunya dengan penuh kasih
menjahitkan baju untuk sang anak.

Saat memasuki musim gugur, sang anak memasuki sekolah menengah atas.

Tetapi justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang parah
sehingga tidak bisa lagi bekerja disawah.

Saat itu setiap bulannya murid-murid diharuskan membawa tiga puluh kg beras untuk dibawa
kekantin sekolah. Sang anak mengerti bahwa ibuya tidak mungkin bisa memberikan tiga
puluh kg beras tersebut.

Dan kemudian berkata kepada ibunya: ” Ma, saya mau berhenti sekolah dan
membantu mama bekerja disawah”. Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata
: “Kamu memiliki niat seperti itu mama sudah senang sekali tetapi kamu
harus tetap sekolah. Jangan khawatir, kalau mama sudah melahirkan kamu,
pasti bisa merawat dan menjaga kamu. Cepatlah pergi daftarkan kesekolah
nanti berasnya mama yang akan bawa kesana”.

Karena sang anak tetap bersikeras tidak mau mendaftarkan kesekolah, mamanya menampar
sang anak tersebut. Dan ini adalah pertama kalinya sang anak ini dipukul oleh mamanya.

Sang anak akhirnya pergi juga kesekolah. Sang ibunya terus berpikir dan
merenung dalam hati sambil melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh.

Tak berapa lama, dengan terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa Ibunya


datang kekantin sekolah dan menurunkan sekantong beras dari bahunya.

pengawas yang bertanggung jawab menimbang beras dan membuka kantongnya dan
mengambil segenggam beras lalu menimbangnya dan berkata : ” Kalian para wali murid
selalu suka mengambil keuntungan kecil, kalian lihat, disini isinya campuran beras dan
gabah. Jadi kalian kira kantin saya ini tempat penampungan beras campuran”. Sang ibu ini
pun malu dan berkali-kali meminta maaf kepada ibu pengawas tersebut.

Awal Bulan berikutnya ibu memikul sekantong beras dan masuk kedalam kantin. Ibu
pengawas seperti biasanya mengambil sekantong beras dari kantong tersebut dan melihat.
Masih dengan alis yang mengerut dan berkata: “Masih dengan beras yang sama”. Pengawas
itupun berpikir, apakah kemarin itu dia belum berpesan dengan Ibu ini dan kemudian
berkata : “Tak perduli beras apapun yang Ibu berikan kami akan terima tapi jenisnya harus
dipisah jangan dicampur bersama, kalau tidak maka beras yang dimasak tidak bisa matang
sempurna.

Selanjutnya kalau begini lagi, maka saya tidak bisa menerimanya”.

Sang ibu sedikit takut dan berkata : “Ibu pengawas, beras dirumah kami
semuanya seperti ini jadi bagaimana? Pengawas itu pun tidak mau tahu dan
berkata : “Ibu punya berapa hektar tanah sehingga bisa menanam bermacam-
macam jenis beras”. Menerima pertanyaan seperti itu sang ibu tersebut
akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi.

Awal bulan ketiga, sang ibu datang kembali kesekolah. Sang pengawas kembali marah besar
dengan kata-kata kasar dan berkata: “Kamu sebagai mama kenapa begitu keras kepala,
kenapa masih tetap membawa beras yang sama. Bawa pulang saja berasmu itu !”.

Dengan berlinang air mata sang ibu pun berlutut di depan pengawas tersebut
dan berkata: “Maafkan saya bu, sebenarnya beras ini saya dapat dari
mengemis”. Setelah mendengar kata sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak
bisa berkata apa-apa lagi. Sang ibu tersebut akhirnya duduk diatas lantai,
menggulung celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan
membengkak.

Sang ibu tersebut menghapus air mata dan berkata: “Saya menderita rematik
stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun susah, apalagi untuk bercocok
tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku dan mau berhenti sekolah untuk
membantuku bekerja disawah. Tapi saya melarang dan menyuruhnya bersekolah lagi.”

Selama ini dia tidak memberi tahu sanak saudaranya yang ada dikampung
sebelah. Lebih-lebih takut melukai harga diri anaknya.

Setiap hari pagi-pagi buta dengan kantong kosong dan bantuan tongkat pergi
kekampung sebelah untuk mengemis. Sampai hari sudah gelap pelan-pelan
kembali kekampung sendiri. Sampai pada awal bulan semua beras yang
terkumpul diserahkan kesekolah.

Pada saat sang ibu bercerita, secara tidak sadar air mata Pengawas itupun
mulai mengalir, kemudian mengangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata:
“Bu sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa diberikan
sumbangan untuk keluarga ibu.” Sang ibu buru- buru menolak dan berkata:
“Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah anaknya,
maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan mengganggu
sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas, tetapi
tolong ibu bisa menjaga rahasia ini.”
Akhirnya masalah ini diketahui juga oleh kepala sekolah. Secara diam- diam
kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut
selama tiga tahun. Setelah Tiga tahun kemudian, sang anak tersebut lulus
masuk ke perguruan tinggi qing hua dengan nilai 627 point.

Dihari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari anak
ini duduk diatas tempat duduk utama. Ibu ini merasa aneh, begitu banyak
murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya ibu ini yang
diundang. Yang lebih aneh lagi disana masih terdapat tiga kantong beras.

Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju kedepan dan menceritakan kisah sang ibu ini yang
mengemis beras demi anaknya bersekolah.

Kepala sekolah pun menunjukkan tiga kantong beras itu dengan penuh haru dan berkata :
“Inilah sang ibu dalam cerita tadi.”

Dan mempersilakan sang ibu tersebut yang sangat luar biasa untuk naik
keatas mimbar.

Anak dari sang ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat kebelakang dan melihat
gurunya menuntun mamanya berjalan keatas mimbar. Sang ibu dan sang anakun
saling bertatapan. Pandangan mama yang hangat dan lembut kepada anaknya.
Akhirnya sang anak pun memeluk dan merangkul erat mamanya dan berkata: “Oh
Mamaku………………

Inti dari Cerita ini adalah:

Pepatah mengatakan: “Kasih ibu sepanjang masa, sepanjang jaman dan


sepanjang kenangan” Inilah kasih seorang mama yang terus dan terus memberi kepada
anaknya tak mengharapkan kembali dari sang anak. Hati mulia seorang mama demi
menghidupi sang anak berkerja tak kenal lelah dengan satu harapan sang anak mendapatkan
kebahagian serta sukses dimasa depannya. Mulai sekarang, katakanlah kepada mama
dimanapun mama kita berada dengan satu kalimat: ” Terimakasih Mama.. Aku Mencintaimu,
Aku Mengasihimu… selamanya”.

Sebuah kisah untuk dijadikan pengalaman dan pengajaran……Sebagai ibu kita patut juga
menghalangi perbuatan suami memukul. Khususnya pada anak-anak yang masih kecil dan
tak tahu apa-apa. Mengajar dgn cara memukul bukanlah cara terbaik, mungkin sudah sampai
waktunya untuk badan2 kebajikan educate org Malaysia untuk praktekkan konsep ‘time out”
jika anak2 buat salah.

Begini kisah nyatanya:


Sepasang suami isteri seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak untuk
diasuh pembantu rumah ketika mereka bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan
berusia tiga setengah tahun. Sendirian di rumah, dia sering dibiarkan pembantunya yang
sibuk bekerja.
Dia bermain diluar rumah. Dia bermain ayunan, berayun-ayun di atas ayunan yang dibeli
papanya, ataupun memetik bunga matahari, bunga kertas dan lain-lain di halaman rumahnya.

Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dia pun mencoret semen tempat mobil ayahnya
diparkirkan tetapi karena lantainya terbuat dari marmer, coretan tidak kelihatan. Dicobanya
pada mobil baru ayahnya. Ya… karena mobil itu bewarna gelap, coretannya tampak jelas.
Apa lagi kanak-kanak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.

Hari itu bapak dan ibunya mengendarai motor ke tempat kerja karena ada perayaan
Thaipusam sehingga jalanan macet. Setelah penuh coretan yg sebelah kanan dia beralih ke
sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam,
kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari
si pembantu rumah.

Pulang petang itu, terkejutlah ayah ibunya melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan
angsuran. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, “Kerjaan siapa
ini?” Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar.
Mukanya merah padam ketakutan lebih2 melihat wajah bengis tuannya.

Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ‘Tak tahu… !”
“Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?” hardik si isteri lagi.Si anak yang
mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia
berkata “Ita yg membuat itu papa…. cantik kan!” katanya sambil memeluk papanya ingin
bermanja seperti biasa. Si ayah yang hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari
pohon bunga raya di depannya, terus dipukulkannya berkali2 ke telapak tangan anaknya.

Si anak yang tak mengerti apa-apa terlolong-lolong kesakitan sekaligus ketakutan. Puas
memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Si ibu cuma
mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan.
Pembantu rumah terbengong, tdk tahu hrs berbuat apa?. Si bapak cukup rakus memukul-
mukul tangan kanan dan kemudian tangan kiri anaknya.

Setelah si bapak masuk ke rumah dituruti si ibu, pembantu rumah menggendong anak kecil
itu, membawanya ke kamar. Dilihatnya telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil
luka2 dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiram air
sambil dia ikut menangis. Anak kecil itu juga terjerit-jerit menahan kepedihan saat luka2nya
itu terkena air. Si pembantu rumah kemudian menidurkan anak kecil itu. Si bapak sengaja
membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah.

Keesokkan harinya, kedua-dua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu.
“Oleskan obat saja!” jawab tuannya, bapak si anak. Pulang dari kerja, dia tidak
memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si bapak konon
mau mengajar anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara
si ibu juga begitu tetapi setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. “Ita demam…
” jawap pembantunya ringkas.”Kasih minum panadol ,” jawab si ibu.

Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya
Ita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lg pintu kamar pembantunya. Masuk hari
keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Ita terlalu panas.
“Sore nanti kita bawa ke klinik. Pukul 5.00 siap” kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak
yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan ia dirujuk ke hospital karena
keadaannya serius. Setelah seminggu di rawat inap doktor memanggil bapak dan ibu anak itu.

“Tidak ada pilihan..” katanya yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena
gangren yang terjadi sudah terlalu parah.
“Ia sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya kedua tangannya perlu dipotong dari
siku ke bawah” kata doktor.

Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti
berputar, tapi apa yg dapat dikatakan. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati
dan lelehan air mata isterinya, si bapak terketar-ketar menandatangani surat persetujuan
pembedahan.

Keluar dari bilik pembedahan, selepas obat bius yang suntikkan habis, si anak menangis
kesakitan. Dia juga heran2 melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka
ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat
mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air
mata.

“Papa.. Mama… Ita tidak akan melakukannya lagi. Ita tak mau dipukul papa. Ita tak mau
jahat. Ita sayang papa.. sayang mama.” katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal
menahan rasa sedihnya.

“Ita juga sayang Kak Narti..” katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus
membuatkan gadis dari Surabaya itu meraung histeris.

“Papa.. kembalikan tangan Ita. Untuk apa ambil.. Ita janji tdk akan mengulanginya lagi!
Bagaimana caranya Ita mau makan nanti? Bagaimana Ita mau bermain nanti? Ita janji tdk
akan mencoret2 mobil lagi,” katanya berulang-ulang.

Serasa copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung2 dia sekuat hati namun
takdir yang sudah terjadi, tiada manusia dapat menahannya.

Anda mungkin juga menyukai