Anda di halaman 1dari 10

IBU, AKU MENCINTAIMU

Aku punya seorang ibu, dalam usia yang muda, ia melahirkanku karena pernikahannya yang
muda. Ayah dan ibu hidup bahagia dan melahirkan aku yang manja dan serba hidup cukup.
Sampai umurku 7 tahun, aku selalu mendapatkan apapun yang aku inginkan. Untungnya aku
pintar sehingga selalu menjadi juara kelas. Kata guruku sih, aku ini jenius sehingga walaupun
tanpa belajar pun nilai ujian di kelasku selalu mendapatkan nilai A.

Kebahagiaan yang aku rasakan dan kemewahan yang aku rasakan semua tiba-tiba menjadi
sirna ketika ayah mengalami kecelakaan. Ia meninggal dan meninggalkan hutang yang begitu
besar. Aku tidak pernah siap miskin tapi tidak dengan ibu. Kami kehilangan rumah dan harus
tinggal dirumah susun murah yang hanya memiliki satu ruangan dengan satu kamar. Ibu tau,
aku pintar dan tidak seharusnya berhenti sekolah, karena penikahan yang muda dan ditentang
keluarga akhirnya ibu terusir dari keluarganya. Sedangkan orang tua ayah, sudah tak ada
siapapun yang mau membantu kehidupan kami. Setelah menjual segala perhiasan yang ia
miliki. Ibu memiliki ide untuk berjualan bakmi ayam. Saat itu umurku 13 tahun. Ia masih
harus menanggung hutang-hutang ayah yang harus ia bayar.

“Ibu akan berjualan bakmi untuk membantu kehidupan kita. Angel bantu-bantu.. ibu ya?”
Aku terdiam dan rasanya tidak menyukai ide ibu.

“Ibu akan jualan bakmi dimana? Memangnya ibu bisa buat bakmi?” tanyaku.
“ Loh dulu nenek ibu kan dagang bakmi, jadi ibu tau resepnya. lalu mungkin ibu berdagang
di depan jalan besar depan komplek. Disitu banyak orang yang kerja di pasar. Kali-kali saja
laris. Sehingga kamu bisa tetap sekolah.”

“Aku gak mau.. aku malu. Ibu saja yang jualan, aku gak mau bantu..”
“Iya Nak, kamu gak usah bantu ibu, kamu cukup belajar yang giat dan ibu yang nantinya
akan bekerja..besok ibu akan pergi ke sekolah kamu untuk mencoba meminta beasiswa..”

Aku senang ibu tidak mengharapkan aku berjualan bersamanya. Apa jadinya kata orang
tentangku. Ibu memiliki gerobak bakmi yang ia beli bekas dan setiap pagi ia akan mendorong
gerobak itu ke lapak tempatnya berjualan lalu sepagi mungkin sebelum matahari terbit ia
sudah tidak ada di rumah ketika aku bangun. Ia tidak pernah memintaku untuk berjualan tapi
terkadang aku membantunya untuk sekedar memotong bawang putih dan hanya tugas-tugas
mudah di dalam rumah yang terpenting aku tidak sudi ikut berdagang dengan ibu.

Teman-temanku, mungkin tau. Kalau ayahku telah meninggal. Tapi mereka tidak pernah tau
kalau keluargaku jatuh miskin. Ibu berhasil mendapatkan beasiswa untukku sehingga aku
tidak perlu membayar uang sekolah sampai aku lulus SMP nanti. Tapi kehidupan sekolah
yang aku rasakan berbeda dengan saat ayah ada dulu. Kini aku jarang sekali makan di kantin.
Aku membawa bakmi buatan ibu setiap hari yang membuatku bosan, ketika teman-teman
mengajakku makan. Aku selalu berkata.
“Aku lagi gak mau makan di kantin, gak mood” atau “ aku sedang diet” padahal aku tidak
mempunyai uang. Tapi, kalau aku lagi beruntung, bila seorang teman yang sedang ulang
tahun, maka tanpa ragu aku akan membuang bakmi buatan ibuku dengan makanan kantin
traktiran. Karena aku juga pintar, aku tau bagaimana memanfaatkan teman-temanku yang
bodoh. Sekedar untuk membuatkan atau mengerjakan PR Sekolah, itu bisa membuatku
memiliki uang saku. Ibu tidak akan memberikan uang jajan lebih padaku. Ia hanya
menjatahku 5000 sehari dan bisa dibayangkan bagaimana aku hidup dengan uang sekecil itu.
Agar teman-temanku tidak pernah tau ibuku berjualan bakmi. Aku selalu menghindar saat
melihat ibu berdagang di jalanan pasar. Aku mencari jarak yang lebih jauh untuk berputar
sampai ke belakang jalan rumah susunku yang jelek. Karena daerah kumuh, tentu saja teman-
temanku tidak akan selevel untuk menuju ke sana. Kalaupun ingin mengerjakan tugas rumah.
Ya aku menuju rumah mereka, setelah puas tidur di ranjang empuk sahabatku. Aku pulang
dan menderita bersama kasur keras rumahku.

Ibu walau bekerja dari pagi hingga sore hari. Ia tidak pernah berhenti untuk bertanya tentang
pekerjaan sekolahku. Ia tetap memperhatikan diriku dan entah mengapa sejak menjadi miskin
seperti ini hubungan kami menjadi dingin, aku tetap berpendapat kematian ayah dikarenakan
oleh ibu atas kesalahan ini. kalau saja saat itu, ia tidak meminta ayah menjemputnya di salon.
Ayah tidak akan mengalami kecelakaan. Jadi sejak miskin seperti ini, aku hanya selalu
menjawab sepatah kata ketika ia bertanya.

Kemiskinan kami berjalan sampai akhirnya aku duduk bangku sekolah menengah umum dan
lulus dengan nilai yang baik sehingga mendapatkan beasiswa di sekolah SMA favorit. Untuk
membeli baju sekolah baru saja ibu tidak mampu karena masih harus membayar hutang ayah.
Ia malah menerima sumbangan dari tetangga kami yang kebetulan sudah lulus SMA dan
memberikan pakaian itu padaku.

“Aku gak mau pakai baju bekas. Mending aku gak usah sekolah.”
“Angel, kamu harus paham keadaan kita. Pakailah baju ini untuk sekolah, untuk sementara
sampai ibu bisa memberikan yang baru.”

“Dari dulu juga ibu selalu bilang ingin beli ini itu?, tapi ujung-ujungnya bohong. Kenapa sih
Bu? kita jadi semiskin ini, kalau ayah masih ada! Ia ga mungkin kasih aku baju bekas kayak
gini” teriak aku kasar dan meninggalkan rumah.

“Angel mau kemana?”

“Mau cari angin. Bosen sama keadaan rumah yang miskin kayak gini!
Jika aku marah, ibu tidak akan marah padaku. Entah berapa banyak keluhan dan kemarahan
yang aku lakukan untuknya. Yang aku tau, aku hanya ingin hidup kami seperti dulu. Tidak
sesulit dan semiskin ini. Tuhan rasanya tidak pernah adil dengan hidupku, ia seperti
mempermainkan aku.

***
Sekolah baruku ini lebih nyaman dengan keadaanku karena semua anak-anak di sekolahku
anak baru yang tidak tau latar belakangku, walaupun sekolah ini masih khusus bagi mereka
anak-anak mampu. Sebagian dari anak-anak di kelas mungkin menyukaiku tapi yang lainnya
terkadang memandangku dengan aneh. Terkadang aku mendengar bisikan yang cukup
membuat telingaku panas.

“Itu si Angel, orang tuanya mampu gak sih? kok bajunya dekil ya.. emangnya sekolah ini
terima anak kayak gitu ya“ kata Agnes kepada teman-temannya.

“Denger-denger sih dapat sekolah gini karena beasiswa” ujar teman agnes sengaja saat aku
lewat.

Aku ingin marah mendengar mereka bergosip tapi aku lebih berpikir cerdik untuk tidak
meladenin omongan mereka daripada apa yang mereka bicarakan semakin meluas karena aku
tanggapi. Sepulang sekolah, aku menangis. Tidak terima dengan kata-kata temanku. Ibu
kebetulan sedang pulang mengambil bakmi yang habis.

“Angel hari ini dagangan ibu habis loh,, ibu senang banget” kata ibu padaku dan ia tiba-tiba
melihatku menangis.

“Kenapa kamu nangis..”

“Emang ibu peduli? Ibu mana peduli sama hidup aku”

“Kenapa bilang begitu..”

“Aku malu Bu, semua orang ledekin baju dekil ini..aku gak mau sekolah lagi besok”

Ibu hanya menghela nafas. Kemudian pergi setelah mengambil bakmi di kulkas. Ia menutup
pintu dengan air mata. Ia berdagang tanpa semangat. Menghitung setiap uang yang ia
dapatkan dari semangkok bakmi yang terjual. Menyisakan sebagian untuk modal besok. Ia
bangun pagi sekali untuk membeli sayur dan kebutuhan berjualan bakmi. Bahkan aku rasa ia
hanya tidur 3 jam untuk sehari-harinya. Wajahnya yang cantik dulu kini menjadi tidak
terawat. Ia menjadi saat buruk dengan tambahan kantung hitam di bawah matanya.
Suatu malam saat aku tertidur, ibu pulang dengan keadaan pincang. Ia seperti kelelahan
membawa barang barang belajaan di pasar. Ia mengelus-ngelus kakinya. Aku
memperhatikannya.

“Ibu kenapa?”

“Jatuh saat ke pasar. Licin. Sakit sekali.. rasanya terseleo besok Ibu coba urut..”

“Kalau gitu gak usah lagi ke pasar. Uda tau licin dan jorok. Beli aja di supermarket”

“Kalau gak beli disana. Ibu ga ada untung Angel, disana lebih murah..”

“Terserah Ibu.”

“Besok bantu Ibu dorong grobak ya ke lapak..”


Aku tidak menjawab dan tertidur. Keesokan paginya, saat aku terbangun aku melihat ibu
mendorong gelobak dengan kaki yang kesakitan. Aku ingin membantu tapi tiba-tiba ada
Agnes dan kawan-kawan yang sedang berjalan. Karena tidak ingin malu, aku pun
memutuskan untuk langsung pergi ke sekolah. Saat di kelas. Agnes dan kawan-kawan
menikmati bakmi. Bakmi yang aku tau itu ia beli dari ibuku.
“Bakminya enak ya? besok beli lagi yuk. Ada yang mau nitip?”

“Beli dimana sih? “ Tanya teman yang lain.

“Tuh di ibu pincang.. di depan jalan rumah susun pasar.”

Aku jadi was-was kalau sampai tau mereka membeli bakmi itu dari ibuku. Ketika pulang aku
meminta ibu untuk tidak jualan besok. Tapi ibu menolak karena tidak memiliki alasan untuk
itu. Aku marah dan memutuskan pergi dari rumah malam itu. Di jalan aku bertemu dengan
seorang anak yang aku rasa tinggal di rumah susun. Ia bernama Aji. Ia manawarkan aku
botol aqua saat aku termenung di teras lantai rumah susun.

“Kok bengong, neh minum..” tawarnya dan aku terdiam.

“Masih di segel kok aman. Loe anaknya sini ya? Gua temannya tetangga loe. Kita satu
sekolah kok, Cuma bedanya gua uda kelas 3 loe masih kelas 1, kebetulan gua lagi ke rumah
saudara gua disini dan liat loe..”

Aku menerima minuman itu dan mulai merasa nyaman dengan Aji.

“Namanya siapa kalau boleh tau. Kok malam-malam gini di teras rumah susun sendirian?”

“Angel, gua kalau lagi BT ya di sini.. dan gua emang tinggal di sini gak masalah kan?“

“Nggak masalah lah? Emang kenapa kalau tinggal di sini?”

“kirain masalah..?”

“oh pasti ada masalah ya. Mau cerita?”

Aku tidak bercerita padanya tapi akhirnya memiliki sahabat baru yang bisa membuatku
nyaman malam itu. Keesokan paginya. Aku duduk di kelas sambil mengerjakan tugas teman-
teman sekolahku. Lumayan untuk membantu uang jajanku. Tiba-tiba Agnes berada di kelas
bersama teman-teman genknya, “Ngomong-ngomong, di sekolah ini yang namanya Angel itu
ada berapa ya? Katanya ibu bakmi itu punya anak sekolah di sini namanya Angel loh.. “

“Ibu bakmi yang mana?”

“Ibu bakmi yang tadi pagi kita makan, yang pincang itu..”

“Atau jangan-jangan Angel yang ibu pincang itu maksud si..” kata mereka meliriku.
Aku langsung meninggalkan kelas. Apa jadinya hidupku kalau anak-anak satu sekolah ini tau
kalau aku anak pedagang bakmi. Saat aku di taman, Aji tiba-tiba muncul. “Kenapa sih setiap
gua ketemu loe. Loe itu mukanya kok BT selalu?”

“Gua agak sebel sama teman-teman di kelas, suka banget gosip.. jadi ga mood aja”
“Gosiipin loe..?”..”Begitulah..” jawabku.

“Cuekin aja kalau gossip aja mah.. namanya gossip kan ga tentu benar. Bawa asyik aja. Eh
ngomong-ngomong, kalau mau pulang sekolah nonton gimana?”

“hm…?” kataku ragu. “Gua traktir.. tenang aja”

Dan akhirnya pulang sekolah kami pun berangkat nonton. Rasanya kehadiran Aji membuat
aku lebih memiliki banyak hal yang baik. Ia membuat aku merasa lebih dihargai kebanding
teman-temanku yang norak dan hobbynya bergosip. Aku pulang ke rumah dan saat itu ibu
melihatku bersama Aji saat ia menurunkan aku dari motornya. Ia mendekatiku.

“Siapa Angel?”

“Tante aku Aji, teman sekolah Angel..” kata Aji.

“Oh iya, aku ibu Angel..” kata ibu dan aku hanya terdiam, “Kalian lapar? Kalau lapar bisa
makan bakmi di tempat dagang tante…” kata ibu dan aku terkejut marah.

“Aku nggak lapar. Aku mau pulang aja..”

“Tante dagang bakmi..?” Tanya Aji pada ibu.

“Ia dekat depan sini, ayo dicoba siapa tau bisa promosi ke teman-teman..”

“Apa-apaan sih ibu. “ kataku dan meninggalkan mereka berdua. Aji dan ibu hanya saling
menatap. “maafin ya, si Angel sifatnya agak gampang marah, kalau kamu nggak sempat
makan bakmi buatan tante bisa besok atau kapan-kapan saja..”

“Iya tante..”

Aku merasa marah karena ibu menawarkan bakmi kepada Aji. Seharusnya Aji tidak perlu tau
ibu berdagang bakmi. Aku tidak bicara seharian dengan ibu aku jadi bingung bagaimana
sekarang menghadapi Aji yang pasti bertanya-tanya tentang ibuku.

Keesokan paginya sebelum sekolah, Agnes dan kawan-kawan sudah muncul di lapak bakmi
ibu. “Ibu aku mau Tanya. Anak ibu yang sekolah ditempat kami itu. Angel yang anak kelas 1
kan, itu yang mana sih orangnya?”

“Oh.. anak ibu yang tinggi dan rambutnya panjang. Tunggu sebentar. Di dompet ada
fotonya..siapa tau kalian kenal.”

Lalu ibu menunjukkan foto aku dan Agnes bersama kawan-kawannya langsung mendapatkan
berita headlines yang luar biasa membahagiakan. Mereka langsung ke sekolah. Saat itu aku
membaca komik yang aku pinjam dari temanku Hendra, ia bertubuh gemuk dan sedikit bodoh
tapi menjadi sahabat baik yang selalu banyak membantuku di kelas. Saat bel berbunyi. Guru
sekolahku belum masuk, tiba-tiba Agnes langsung berdiri di kelas.

“Teman-teman ada pengumumanan neh..” teriak Agnes.

Mereka semua langsung menatap Agnes dan aku pun begitu.


“Dengerin neh ye pada.. kalau semua di sini suka bakmi. Yang mau beli bakmi enak dan
yang biasa gua makan sama teman-teman bisa pesan ke gua. Bakminya enak loh. Kalau
kalian mau.. order di gue aja. Cuma 10.000 semangkok..lumayan itung-itung bantu ibu itu,
kasihan pincang dan anaknya juga kayaknya butuh biaya buat sekolah…”
Sepertinya anak-anak sangat tertarik dengan bakmi itu. Guru sekolah masuk. Agnes pun
duduk dengan senyum-senyum puas menatapku. Saat istirahat sekolah tiba-tiba ia
mendekatiku.
“Ngel, neh pesanan bakmi.. kasih ke nyokap loe..”

“Apa-apaan sih loe..”

Mereka saling menatap dan tiba-tiba tertawa sambil meledekku.


“Kok loe pura-pura bego gitu sih, bukannya ibu pincang yang jualan bakmi itu nyokap loe.
Tadi pagi dia cerita ke kita-kita kok. Malah minta bantuan promoin bakmi dia.. kita-kita kan
baik. Akhirnya bakmi nyokap loe gua promosiin dan pesanan banyak.. nek kasih ke nyokap
loe. Niat baik kok ditolak..” kata Agnes sambil memberikan kertas padaku.
Aku mengambilnya dan merobek lalu melempar kepadanya.

“Loe gak usah cari gara-gara ya..berengsek” kata Agnes dan kami pun berkelahi.
Setelah dipisahkan Agnes berteriak-teriak menghinaku dengan wajahnya yang lebam begitu
pula aku.

“Dasar loe orang miskin gak tau diuntung, uda bagus gua bantu jualin bakmi emak loe..
sekali miskin tetap miskin!!”

Aku pulang dengan perasaan marah. Mengapa ibu tega melakukan ini dan mempermalukan
aku. Saat itu aku menangis di rumah. Ibu sedang berdagang, ketika ia berjalan mengantar
mangkok ke pelanggan tiba-tiba ia terjatuh karena kakinya kesakitan. Pembeli itu mendekati
ibu.
“Ibu kenapa kakinya gak di urut aja sih atau bawa ke dokter..”

“Nggak papa, ini entar juga sembuh sendiri..“

Hari ini ibu pulang lebih pagi dari berdagang. Seorang pelanggan mendekat
“Kok pagi amet tutupnya, padahal saya mau makan?”

“Iya neh, anak saya ulang tahun.. saya mau ke pasar beli baju buat dia..”
Ibu sengaja menahan rasa sakit itu bukan karena ia tidak ingin pergi ke tukang urut untuk
mengobatinya. Tapi ia memiliki alasan lain karena ia ingin memberikan aku hadiah, hadiah
sebuah pakaian seragam sekolah baru untukku. Ia tampak puas dengan barang belajaan yang
ia beli. Saat itu pulang dengan gembira dan tiba-tiba terkejut melihat wajahku yang lebam.
“Kamu kenapa bisa kayak gini? Kamu jatuh kenapa Angel?”

“Ibu mau tau kenapa? Semua gara-gara ibu, buat apa ibu minta Agnes untuk bantuin jualan
bakmi di sekolah, ibu nggak tau semua orang jadi tau aku anaknya tukang jual bakmi pincang
itu!!”
Tiba-tiba ibu menamparku dan itulah tamparan pertama dia dalam hidupku. Aku marah dan
pergi dari rumah berlari di atas hujan lebat. Ibu menangis dan terduduk di kursi meja makan
dengan wajah lesuh. Aku tidak tau harus berlari kemana dan tanpa arah. Aku hanya terduduk
dan terdiam di antara hujan dan menangis. Merasa hidup ini tidak pernah adil, mengapa aku
harus mengalami kemiskinan. Aku tertidur di halte bus. Dan saat aku bangun hujan telah
hilang. Jam 11 malam saat itu.

Aku berjalan pulang dan tiba-tiba seorang tetangga memberitahu aku kalau ibu terjatuh dari
tangga. Kini ibu sedang dirawat di rumah sakit. Aku terkejut dan langsung menuju rumah
sakit. Melihat ibu dengan keadaan kakinya penuh bebat. Ia patah kaki karena terjatuh dari
tangga.
“Kenapa ibu bisa sampai begini?” tanyaku.

“Ibu ingin turun dan cari kamu tiba-tiba ibu terjatuh dari tangga, ibu minta maaf sudah
menampar kamu..”

Aku terdiam dan berusaha melupakan masalah itu. Dokter kemudian memeriksanya dan ia
berkata padaku ibu harus menginap beberapa hari.

“Kata dokter ibu gak boleh pulang dulu, ibu harus dirawat di sini.“

“Tapi biaya rumah sakit mahal, kita mana mampu Angel..”

“Mana aku tau.. siapa suruh ibu jadi begini. Angel mau pulang dulu. Ngantuk dan besok
harus sekolah.” Kataku kesal walaupun merasa kasihan terhadap ibu tapi harga diriku terlalu
tinggi untuk menunjukan rasa peduliku pada ibu. Saat aku pulang tiba-tiba aku melihat, kue
ulang tahun kecil dan baju seragam sekolah baru. Saat itulah aku sadar, ibu menyiapkan
ulang tahunku hari ini. aku terlalu sibuk karena stres memikirkan masalah sekolah sampai
tidak sadar. Seragam baru itu membuatku sedikit bisa pamer besok di sekolah. Ingin aku
mengucapkan terima kasih pada ibu tapi sayang ia tidak ada rumah. Minimal besok, aku bisa
katakan itu bila aku ingat!!

***
Ibu bisa keluar rumah sakit tiga hari kemudian dengan biaya uang yang sangat banyak dan
menghabiskan tabungan. Untuk sementara ia tidak berdagang bakmi dan itu bisa membuatku
selamat dari gosip Agnes yang sedang gencar- gencarnya meledekku dengan anak tukang
bakmi. Walau tanpa penghasilan, tapi aku bisa bertahan dengan uang tips mengerjakan pr
teman-teman sekelas. Aku tidak lagi butuh uang jajan dari ibu.

2 bulan kemudian ibu sudah mulai bisa berjalan dengan tongkat. Suatu malam aku tidak
mampu bangkit dari tempat tidur dan tubuhku panas dingin. Ibu cemas dan membawaku ke
dokter. Ternyata aku terjangkit virus demam berdarah dan masuk fase kritis. Biaya yang
sangat besar membuat ibu sangat bingung dengan keadaannya yang tidak lagi berdagang
bakmi. Tanpa memikirkan biaya ibu memaksakan aku dirawat. Saat itu ia hanya terdiam
lemas menatapku tak berdaya. Dan di rumah sakit itu ada seorang suami yang menangis
karena istrinya sekarat. Ia membutuhkan ginjal untuk istrinya. Tapi tidak ada donor yang
bersedia untuk menolong kelangsungan istrinya. Ibu mendekat dan tiba-tiba ia menawarkan
dirinya. Orang itu menawarkan sejumlah uang pada ibu. Demi aku, ibu pun rela
menyumbangkan satu ginjalnya.

Berkat ginjal yang ibu sumbangkan aku bertahan hidup karena ibu langsung memindahkan
aku ke perawatan yang terbaik di rumah sakit itu. Saat aku sembuh beberapa hari kemudian,
aku tidak melihat ibu. Aku hanya melihat Aji datang bersama Hendra sahabatku. Sampai
akhirnya aku keluar rumah sakit beberapa hari kemudian. Tidak ada yang menjemputku,
mereka bilang ibu sedang keluar kota untuk bertemu dengan keluarganya meminta bantuan
uang. Padahal yang aku tau biaya rumah sakit telah terlunasi. Ibu sengaja bilang ia keluar
kota agar aku tidak tau kalau ia dalam masa perawatan.

Tapi aku salah dan semakin menyadari kehilangan ibu. Sudah dua minggu aku tidak melihat
ibu dan akhirnya seorang tetangga memberitahu aku kalau ibu dirawat di rumah sakit yang
sama dengan anaknya sebab mereka tidak sengaja melihart ibu. Aku langsung menuju rumah
sakit. Ibu tergelatak lemas di tempat tidur. Ia melihatku dengan air mata.
“Kenapa ibu bisa dirawat di sini? Ibu sakit apa?”

“Ibu gapapa, sebentar lagi juga bisa keluar..”

“Ibu katakan pada Angel, ibu kenapa.. jujurlah ibu..”

“ibu nggak papa nak.. ibu cuma sakit..”

Aku tidak memaksa ibu untuk jujur lagi karena ia seperti kesakitan menahan perutnya.
Malam itu aku menjaganya. Tiba-tiba ibu mengajakku bicara. Aku jadi ingat seragam sekolah
dulu.
“Ibu.. terima kasih baju sekolahnya.. Angel belum sempat bilang kemarin..”

“Iya Nak, sama-sama. Angel maafkan ibu, bukan ibu selama ini tidak ingin membahagiakan
kamu. Ibu tau kamu marah karena kematian ayahmu. Ibu sudah berusaha untuk sebisa ibu
membahagiakan kamu seperti saat-saat kita dulu bersama ayah. Tapi ibu gagal, ibu hanya
bisa membuat kamu marah. Ibu benar-benar menyesal, maafkan ibu“

“Kenapa ibu bicara seperti ini, sudah tidak usah dibahas. Angel juga gak pernah berpikir
begitu”.
“Ibu, bukanlah ibu yang baik. Sampai tidak mampu membelikan kamu celana dalam ketika
kamu dewasa bahkan tidak tau bagaimana harus membelikan kamu baju baru, ibu menahan
rasa sakit di kaki ibu hanya untuk mengumpulkan uang agar kamu mendapatkan pakaian
yang layak, tapi sebanyak apapun ibu bekerja, hutang yang ayah kamu tinggalkan tidak
pernah habis.. bahkan hingga detik ini.” kata ibu menangis. “Sudah bu.. jangan teruskan..
Angel minta maaf. Angel nggak pernah ngerti perasaan itu. Angel egois dan tidak terima
pada kenyataan kalau kita memang sudah bukan yang dulu..” kataku memeluk ibu yang
menangis.
“Ibu hanya berharap. Ibu bisa mengubah keadaan seperti dulu lagi.. Cuma itu nak..”
Malam itu, aku baru tau betapa besar pengorbanan ibu padaku, rasa egois yang membuatku
sadar bahwa aku begitu durhaka tak pernah menghargai pengorbanan yang ia lakukan. Aku
memeluk ibu dan berjanji dalam hatiku ketika ia sembuh, aku akan membahagiakan dia
dengan cara apapun. Ibu tidak semakin baik dari hari ke hari. Sampai akhirnya, ia meninggal
malam setelah memelukku. Aku menangis kehilangan ibu dalam hidupku.

Dokter mengatakan ibu tidak mengalami hal baik setelah mendonorkan satu ginjalnya. Hal
yang membuatku begitu pilu dan sedih, ibu melakukan semua itu untuk membuat hidupku
terus ada. Ia rela menjual ginjalnya agar hutang ayah terlunasi. Agar masa depanku terjamin
dengan uang donor itu tapi ia sendiri harus pergi dengan keadaan tanpa pernah melihatku
dewasa seperti impiannya.

Hal terakhir yang ia katakan padaku, membuatku begitu berat untuk melupakan semua
kebaikannya.

“Bagaimanapun ibu marah padamu, kemarahan ibu adalah kasih sayang. Tidak ada ibu yang
akan marah tanpa alasan kepada anaknya. Kelak ketika kamu menjadi ibu, kamu akan
mengerti, ibu di dunia manapun selalu ingin anaknya bahagia. Walau dengan kemarahan
caranya..”
Andai saja ada penyesalan dan waktu yang berulang, aku tidak akan pernah melakukan
kebodohan terbesar dalam hidupku menyia-yiakan pengorbanan ibu. Tapi waktu adalah
tempat yang kejam bagi mereka yang tidak pernah bisa menghargainya, seperti aku yang
hanya bisa menangis menatap waktu-waktu indah yang seharusnya aku gunakan bersama ibu
tapi kini hanya bisa terkenang dalam kenangan.

BIOGRAFI AGNES DAVONAR

Agnes Davonar adalah nama penulis yang terdiri atas gabungan dari dua orang kakak
beradik yang sangat sukses dalam menggapai puncak keemasan melalui dunia sastra yang
sudah mereka ciptakan. Berbagai macam karyanya sudah sangat terkenal dan menjadi
fenomenal, bahkan juga menjadi best-seller sebagai bukti dari popularitasnya dalam dunia
sastra. Agnes mempunyai nama asli Agnes Li yang lahir pada tanggal 8 Oktober 1986,
sedangkan adiknya bernama Teddy Li yang lahir pada tanggal 7 Agustus 1989.
Agnes dan Teddy terlahir dari keluarga yang berprofesi sebagai penulis. Ayahnya
bernama Ng Bui Cui yang berprofesi sebagai penulis kaligrafi Cina sedangkan Ibunya
bernama Bong Nien Chin. Ayahnya meninggal dunia karena menderita penyakit kanker,
sejak ayahnya meninggal kehidupan keluarganya menjadi semakin merosot. Keahlian
ayahnya dalam menulis kaligrafi Cina menurun ke anak-anaknya sehingga mereka bisa
mewarisi usaha ayahnya untuk bisa bertahan hidup.
Setelah ayahnya meninggal, ibunya memutuskan untuk menjual kue sedangkan Agnes
dan Teddy mengantarkan kue sebelum berangkat ke sekolah. Setelah menyelesaikan
pendidikan sekolahnya, Agnes melanjutkan pendidikannya ke Universitas Bina Nusantara
dengan mengambil jurusan Sastra Cina, namun tidak berlangsung lama. Ia harus berhenti
kuliah karena alasan biaya kuliah yang sangat mahal.
Karena mengalmi kesusahan yang begitu sulit, ibunya kemudian memutuskan untuk
menjadi TKW di Taiwan, ibunya selalu mengirimkan uang setiap bulannya untuk kebutuhan
sehari-hari. Saat inilah, ia dan adiknya memutuskan untuk mulai menulis novel dan
menawarkan tulisannya ke sebuah penerbit, namun tulisannya itu ditolak oleh penerbit. Hal
ini membuat mereka begitu kecewa dan memutuskan untuk menuliskan cerita mereka di
Friendster sebagai jejaring sosial yang saat itu sedang nge-trend pada tahun 2007.
Tulisan yang mereka tulis di akun Friendster itu mengisahkan tentang pengalaman
pribadi dan pengalaman orang lain. Semakin hari, cerpen yang mereka tulis semakin banyak
disukai oleh banyak orang. Salah satu cerpen mereka adalah Ibu Aku Mencintaimu. Akun itu
semakin banyak dikunjungi sehingga membuat mereka semakin terkenal. Ketenaran mereka
semakin bertambah sejak ia menulis novel online yang berjudul Kisah Lirik Terakhir yang
mengisahkan tentang penulis lagu bernama Gaby yang mati bunuh diri.
Nama Agnes Davonar berasal dari nama Agnes sendiri dan nama Davonar berasal
dari inisial yang menggambarkan Teddy melalui orang terdekat Teddy. Dari tulisannya di
Friendster menjadi situs pertama yang paling banyak dikunjungi oleh orang banyak dalam
sebuah web. Popularitas mereka pun semakin menjulang tinggi semenjak mereka menulis
novel yang berjudul Surat Kecil Untuk Tuhan pada tahun 2008. Tidak hanya berhenti dalam
dua karya itu saja, mereka terus berkarya dalam menulis novel dan biografi, diantara lain
yang berjudul Biografi Denny Sumargo, Kumpulan Cerpen Love n’Life Chocolatos, My
Blackberry Girlfriend dan masih banyak lagi.

Anda mungkin juga menyukai