Anda di halaman 1dari 10

“ra, kamu yang tenang ya disana.

Karena aku sudah nggak bisa ganggu kamu lagi, pasti kamu bisa
bahagia disana”seorang anak perempuan menahan tangis di sebelah tubuh temannya yang sedang
terbaring di tempat tidur pasien.

“walaupun, nanti aku yang akan kesepian karena nggak ada kamu, tapi itu nggak penting bagiku. Yang
paling penting itu kamu,ra.Kamu sudah nggak perlu lagi peduli tentang apa yang orang lain katakan
tentangmu.”ucapnya sambil sedikit tersenyum menahan air mata.

Setelah beberapa saat berlalu, terdengar suara seserorang membuka pintu kamar pasien.

“nak Asha, makasih ya. Sudah mau datang buat ngunjungin Ara. Nanti saat pemakamannya Ara kamu
juga akan ikut kan, nak ?”tanyanya sambil memegang bahu dengan lembut.

“iya, te.Insya Allah, Asha akan datang ke pemakamannya Ara. Nanti, saat Ara mau dimakamin tante
bilang aja ke Asha”balasnya dengan sebuah senyuman kecil di wajahnya yang menutupi kesedihannya.

“iya, nanti tante kabarin kalau Ara sudah mau dimakamkan ya,nak” balasnya sambil mengelus bahu
Asha.

“iya, tante. Maaf tante, Asha pamit pulang dulu ya, nanti saat pemakamannya Asha datang kok. Asha
baru ingat kalau ada urusan”ucapnya sambil memegang tangan ibu Ara dan mencium punggung
tangannya.

“iya, nak.nanti tante kabarin”balasnya sambil mengelus bahu Asha.

“iya tante. Assalamu’alaikum, tan”ucap Asha sambil berjalan ke pintu kamar.

“wa’alaikumsalam, hati-hati ya nak”balas Ibu Ara yang melihat Asha keluar dari kamar rumah sakit
anaknya.

Setelah Asha keluar dari pintu kamar temannya, ia mendengar suara tangisan yang pelan dari ibu
temannya tersebut. Setelah mendengarnya, ia menghela napas kecil dan perlahan berjalan menjauh dari
kamar temannya. Ia, berjalan keluar dari rumah sakit dan melangkah pergi ke rumahnya.

Setelah beberapa menit perjalanannya untuk sampai ke rumahnya. saat didepan rumahnya, ia
mengetuk pintu rumah beberapa kali.

“Assalamu’alaikum, Ayah ini Asha. Tok tok tok”ucap Asha sambil mengetok pintu rumahnya.

Setelah beberapa saat, terdengar langkah kaki seseorang dari balik pintu rumah yang diketuk. Seorang
pria paruh baya muncul dan membukakan pintu untuk Asha. “wa’alaikumsalam, nak”jawab ayahnya.

Asha mencium tangan ayahnya lalu, pergi melangkahkan kakinya menuju ke kamarnya. Didalam
kamarnya, ia menangis diam diam tanpa mengeluarkan suara. Selang beberapa menit, ayahnya
mengetuk pintu kamarnya dan bertanya “sha, ayo makan siang dulu. Ayah sudah buatkan kamu makan
siang di meja”.
“iya, ayah. Asha bentar lagi keluar” jawabnya setelah mengelap air mata yang ada di pipinya dan bangun
dari tempat tidurnya. Lalu, melangkahkan kakinya keluar dari pintu kamarnya.

Setelah beberapa menit perlatan makan beserta lauknya tertata rapi di meja makan. Asha dan ayahnya
mulai makan bersama di meja makan tersebut. Disela-sela waktu mereka makan, sang ayah
mengajaknya mengobrol.

“nak, apa boleh ayah juga ikut berunjung ke pemakaman Ara nanti ?”tanya Ayah dengan hati-hati.

“ayah, tau darimana kalau Ara meninggal?”tanyanya sambil menatap wajah Ayahnya.

“orang tua Ara itu temannya ayah juga, jadi mereka ngabarin Ayah kalau nanti Ara mau
dimakamin”jawab Ayah sambil menatap wajah Asha balik.

“oh, iya Ayah boleh ikut ikut”jawab Asha.

Setelah mereka menghabiskan makanan mereka. Ponsel pintar milik Asha yang berada di meja makan
bergetar dan dilayarnya tertulis Ibu Ara. Ia, segera mengangkatnya dan menjawab telfonnya.

“Assalamu’alaikum, te. Ada apa ya telfon Asha?”jawab Asha.

“wa’alaikumsalam, sha. Nanti Ara dimakamin siang ini, kamu jangan lupa ke rumah dulu ya. Soalnya
Ara mau disholatin dulu”jawab Ibu Ara di telfon.

“iya te. Oh iya te, apa Asha boleh ngajak Ayah kesana, te ?”tanya Asha sambil melihat sekilas ke arah
Ayahnya.

“boleh, Sha. Ajak aja ayah kamu”jawab ibu Ara di telfon.

“iya, te. Nanti Asha kesana bareng Ayah. Makasih ya te sudah ngabarin Asha”balas Asha.

“iya, sha. Sudah ya tante mau ngurusin acaranya Ara dulu. Assalamu’alaikum, Sha”Ucap Ibu Asha di
telfon.

“wa’alaikumsalam, te”balas Asha sambil mematikan telfonnya. Setelah percakapannya dengan Ibu Ara,
Asha meletakkan ponsel pintarnya di meja makan kembali.

“Yah, tadi Asha ditelfon sama Ibunya Ara. Katanya, Ara mau dimakamin siang ini. Tapi, kita harus datang
ke rumahnya dulu. Soalnya Ara mau di sholatin dulu sama keluarganya”ucap Asha menjelaskan yang
baru saja diberitahu oleh Ibu Ara tadi.

“oh iya, nanti Ayah anterin kamu ke rumahnya Ara. Sekalian Ayah juga mau ikut nyolatin Ara”balas
Ayahnya.

“iya, ya. Sekarang udah jam berapa yah?”tanya Asha saat menyadari jika mereka sudah makan siang.
“oh iya, sekarang udah jam 11 siang. Kamu siap siap dulu aja, kita Nggak boleh terlambat dateng
kesana?”balas Ayahnya.
“Ayah aja yang siap siap dulu. Asha mau nyuci piringnya”ucap Asha sambil merapikan peralatan makan
dan kursinya. “oh gitu, yaudah makasih ya, Nak. Ayah mau siap siap dulu”balas Ayahnya. Setelah
merapikan kursinya, Ayah pergi ke kamarnya dan bersiap-siap.

Asha meletakkan piring piring kotor di tempat cuci piring dam mencucinya satu persatu. Setelah
beberapa menit Asha menghabiskan waktunya untuk mencuci piring. Ayahnya muncul dan
menghampirinya. “sha, sana gantian kamu yang siap-siap, Ayah mau nyiapin barang yang nanti kita
bawa dulu”ucap Ayahnya.

Setelah mendengar ucapan Ayahnya Asha pergi melangkahkan kakinya ke kamar. Ia, mempersiapkan
dirinya dan membawa barang barang yang nanti ia butuhkan. Sementar, Ayahnya mencaris esuatu di
dapur untuk dibawa ke rumah Ara. Setelah beberapa saat, Asha akhirnya keluar dari kamarnya dan
menghampiri Ayahnya yang sudah berada di ruang tamu. “yah, ayo kita berangkat, Asha sudah
siap”ucap Asha kepada Ayahnya.

“iya, ayo. Ayah nyalakan dulu mobilnya”balas Ayahnya.

Setelah Ayahnya menghidupkan mobilnya, ia turun dari mobil dan menghampiri Asha yang
menunggunya di ruang tamu.”Ayo kita berangkat, jangan lupa kunci pintu rumahnya ya”ucap Ayahnya.

“iya, yah”jawabnya sambil mengikuti Ayahnya dari belakang. Asha mengunci pintu rumahnya dan
melangkahkan kakinya menuju ke mobil.

setelah semua masuk ke dalam mobil.Ayahnya mengendarai mobilnya menuju ke rumah Ara. Setelah
beberapa saat kemudian, mereka tiba di rumahnya dengan memakai pakaian yang sopan. Saat sampai di
rumahnya, terlihat beberapa orang yang berkunjung dengan memakai pakaian yang sopan. Ayah Asha
bergabung dengan beberapa kerabat dari keluarga Ara. Saat dirasa lumayan ramai, mereka mulai
menyolatkan Ara.

Setelah selesai menyolatkan Ara mereka membawanya ke tempat pemakaman muslim yang ada di
dekat sana. Asha dan keluarga Ara juga ikut pergi ke tempat Ara akan dimakamkan. Mereka pergi
dengan berjalan kaki karena lokasinya deket dengan rumah Ara. Setibanya disana Ara dimakamkan
selayaknya orang muslim yang meninggal. Keluarga, kerabat, serta Asha ikut menangis saat tubuh Ara
dimasukkan ke dalam tanah. Setelah semuanya selesai mereka mulai pergi meninggalkan makam Ara
dan kembali kerumah Ara untuk melaksanakan pengajian.

Setelah semua proses selesai, Asha dan Ayahnya pergi meninggalkan rumah Ara dengan berpamitan
dulu pada keluarga Ara.

“Bu, saya sama Ara pamit puang dulu ya. Ini ada sedikit barang, mungkin mbak juga membutuhkan
ini”ucap Ayahnya sambil menyodorkan tas plastik yang berisi 5kg gula dan amplop.

“loh, pak. bapak nggak usah repot repot memberi saya ini”balas Ibu Ara.
“Nggak papa mbak, Ara kan temannya Asha jadi dia sudah saya anggap seperti anak saya sendiri. sudah
terima saja mbak”balas Ayahnya sambil menyodorkannya lagi.

“waduh, terima kasih banyak ya pak. saya jadi nggak enak”balas Ibu Ara.

“Sudah ya Bu, saya sama Ara mau pamitan dulu. Mari Mbak, Assalamu’alaikum”ucap Ayahnya, lalu
melangkahkan kakinya keluar dari rumah Ara. Asha menyalami tangan Ibu Ara ketika melihat Ayahanya
berpamitan.

“hati-hati ya sha, Wa’alaikumsalam”balas Ibu Ara sambil melihat mereka pergi menjauh dengan menaiki
mobil yang mereka gunakan tadi.

Asha hanya tinggal dengan Ayahnya karena Ibunya sudah tiada karena suatu penyakit. Oleh karena itu,
satu- satunya keluarga yang masih ada dan dekat dengan Asha kini hanyalah Ayahnya seorang.

Setelah beberapa lama mereka berkendara dengan menggunakan mobil. Akhirnya mereka sampai di
rumah mereka. Mereka turun dari mobil dan berjalan menuju ke pintu rumah. Sang Ayah membuka
pintu dengan sebuah kunci yang sudah dipegangnya, lalu masuk ke dalam rumah.

“nah, kamu mandi dulu ya soalnya kita habis dari pemakaman”ucap Ayahnya.

“iya ayah”balas Asha.

Setelah mereka berdua selesai, tak terasa sudah malam hari dan Ayahnya mulai memasak makanan
untuk makan malam.

“yah, kalau ayah butuh bantuan Asha. Asha ada di ruang keluarga ya, panggil aja yah”ucapnya ketika
melihat Ayahnya mulai menyiapkan bahan-bahan untuk memasak.

“iya”jawab ayahnya sambil melihat bahan apa saja yang kurang.

Setelah beberapa menit berlalu, ayahnya memanggilnya ke dapur untuk makan malam.

“sha, ayo makan dulu. Makanannya sudah jadi”panggil Ayahnya dari dapur dengan suara sedikit
dikeraskan. Asha yang mendengar Ayahnya memanggilnya, mulai beranjak dari sofa nyamannya dan
melangkahkan kakinya menuju ke dapur.

“wah, Ayah pinter masak juga nih. Hehehe, makanannya keiatan enak, yah”ucap Asha saat melihat
beberapa lauk yang tadi dimasak sudah berada di meja makan.

“bukan keliatannya aja, rasanya juga enak kok. Ayo makan yang banyak”balas Ayahnya seraya
tersenyum tipis saat melihat wajah anaknya.

Asha memegang sendoknya dan mengambil sau persatu lauk yang ada di meja makan.

“heem, enak semua masakannya ayah. Asha suka”ucap Asha saat sudah mencoba sedikit semua lauk
yang ada di meja.
“kalau enak, makan yang banyak ya, sha”balas Ayahnya.

Sang Ayah memang bisa dibilang ahli dalam memasak karena saat merantau jauh dari rumahnya, ia
berada di luar negeri dan harus bisa memasak makanannya sendiri. Selain dalam bidang memasak
Ayahnya juga dapat memanfaatkan beberapa barang yang sudah tidak digunakan menjadi barang yang
bisa digunakan kembali. Saat Istrinya meninggal beberapa tahun lalu, Ayahnya memilih untuk
membesarkan putrinya sendiri di luar negeri karena menurutnya putrinya masih membutuhkan
sosoknya agar bisa tumbuh dengan baik. Walaupun tidak terlihat, Ayahnya masih merindukan sosok
istrinya secara diam-diam agar putrinya tidak sedih ketika melihatnya seperti itu.

Setelah beberapa saat mereka menghabiskan makanan mereka. Ayahnya menyuruhnya untuk segera
tidur.

“sha, kamu tidur dulu ya. Biar Ayah membersihkan piring-piringnya”ucap sang Ayah.

“perlu Asha bantuin cuci piringnya nggak, Yah ?”tanyanya memastikan.

“nggak usah, Asha. Kamu pergi tidur dulu aja sana. Ini sudah malam”balas sang Ayah dengan nada tegas
khas seorang Ayah.

“yaudah, Asha tidur duluan ya, ayah. Ayah jangan tidur terlalu malam, nggak bai buat Ayah”ucap Asha
sambil melihat Ayahnya , lalu melangkahkan kakinya perlahan menjauhi sang Ayah.

Setelah Asha pergi menjauh dari dapur, ayahnya mulai mencuci piring-piring yang tadi digunakan
mereka untuk makan. Setelah menyelesaikannya, ayahnya pergi melngakahkan kakinya ke kamarnya
yang berada tidak jauh dari kamar putrinya.

Satu hari kemudian, mereka melakukan keiatan sehari-hari mereka seperti biasanya. Mungkin perasaan
Asha yang sedikit tidak baik-baik saja karena baru ditinggal oleh sahabatnya. Tetapi, dengan adanya sang
Ayah perasaan itu tidak begitu mempengaruhinya. Sampai suatu hari, Ayah Asha tiba-tiba terjatuh dan
tak sadarkan diri. Asha yang mneyaksikan kejadia itu, segera menelfon ke rumah sakit.

“i need an ambulance immediately!1”ucap Asha.

“ma’am, is everything alright?2”tanya operator rumah sakit.

“my father just collapsed on the floor!3”balas Asha

“ma’am i need you to calm down. Take deep breaths4”ucap sang operator.

“i am sorry. It’s just that my father. I need the emergency room5”balas Asha.

“ma’am, i’m dealing 911 on another line6"jawab pihak operator.

“time is critical. hurry up!”balas Asha.

“i hope everything turns well, ma’am. Here’s 911. Please talk clearly7”balas operator.
Setelah Asha terhubung dengan pihak 911, ia meminta pada mereka untuk mendatangkan sebuah mobil
ambulan ke rumah mereka. Sambil menunggu mobil ambulan datang, Asha berusaha untuk
membangunkan Ayahnya.

“yah, ayo bangun. Kok ayah tiba tiba pingsan gini. Asha kan khawatir. AYAH, ayo bangun”Asha
menggerakkan tubuh ayahnya sambil memanggil manggil Ayahnya. Tidak ada orang lain di rumahnya
selain dia dan ayahnya. Tetangganya tidak mungkin peduli dan mendengar teriakan dari Asha.

Beberapa saat kemudia mobil ambulan datang ke rumahnya. 2 orang petugas ambulan turun dari mobil
dengan membawa tandu untuk mengangkat tubuh Ayah Asha. Mereka berjalan melewati pintu masuk,
lalu mendekati tubuh Ayahnya yang terbaring di lantai rumahnya.

“hey, sir, sir, can you hear me?”ucap salah seorang pertugas ambulan tersebut.

“i don’t think he can hear you. We have to get him to the ambulance using this 8”balas petugas lain yang
berada di sampingnya sambil membuka tandu yang tadi dibawa olehnya.

Mereka bekerja sama untuk mengangkat tubuh Ayah Asha yang masih tidak sadarkan diri. Asha yang
melihat Ayahnya diangkat oleh kedua orang tersebut berusaha membantu semampunya. Setelah
mereka membawa tubuh Ayahnya, mereka memasukkannya ke dalam mobil ambulan. Asha masuk ikut
masuk ke dalam mobil ambulan tersebut. Sebelum Asha menaiki ambulan, ia memastikan bahwa pintu
rumahnya sudah terkunci.

Selama beberapa menit perjalanan ambulan yang mengantar asha dan ayahnya sampai di rumah sakit
yang bernama Zien Hospital. mereka turun satu persatu dari mobil. Saat semuanya sudah turun dari
mobil giliran Ayah Asha yang diturunkan menggunakan tandu yang tadi digunakan untuk mengangkat
tubuhnya. Lalu, mereka membawa tubuhnya denga kasur beroda 4 untuk dibawa ke emergency room di
rumah sakit itu.

Beberapa perawat serta dokter di rumah sakit itu mengikuti ayah Asha yang akan memasuki Emergency
Room. Tetapi, Asha tidak diperbolehkan masuk ke Emergency Room.jado, dia hanya bisa menunggu di
luar Emergency Room. Saat menunggu dokter menyelamatkan Ayahnya. Dia menunggu dengan gelisah
berjalan bolak balik di koridor depan Emergency Room. Selama menunggu Asha terlihat sangat cemas
dengan keadaan Ayahnya.

Setelah beberapa menit, ia menunggu sang dokter keluar dari emergency room . Akhirnya, seorang
dokter keluar dan menghampiri Asha yang masih berdiri di depan Emergency Room.

Ini ditranslate semua yang ke bawah

”permisi mbak, bisa minta waktunya sebentar nggak mbak ?”kata si dokter.

“iya, tentu. Bagaimana keadaan ayah saya dok?”

“keadaan ayah mbak lumayan kritis dan sepertinya ayah mbak tidak akan bis abertahan lama”
Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh sang dokter membuat Asha melemah.

“apakah tidak ada cara untuk menyembuhkan ayah saya dok ?”tanyanya mencoba untuk memastikan
ada beberapa cara untuk menyelamatkan sang ayah.

“tidak ada cara lain mbak. ayah anda mungkin hanya bisa bertahan selama beberapa jam saja”jawab
dokter tersebut.

“baik dokter, terima kasih karena anda sudah berusaha”balas Asha.

“iya, sama sama. Saya permisi dulu mbak”jawab sang dokter, lalu pergi menjauh untuk memeriksa
pasien lainnya.

“mbak, kalau mbak mau menjenguk ayah mbak. mbak bisa mengikuti saya untuk pergi ke kamar
beliau”ucap seorang perawat yang sedang menggeret kasur yang Ayahnya tempati.

Setelah sang perawat bilang seperti itu, Asha mengikutinya sampai ke kamar sang Ayahnya akan
ditempatkan. Sang perawat tersebut, mengatur posisi tempat tidur ayahnya dengan sangat baik, agar
sang ayah bisa istirahat dengan nyaman. Setelah beberapa menit, sang perawat meninggalkan Asha dan
Ayahnya sendiri di kamar tersebut.

Ia, mengambil sebuah kursi dan menempatkannya di dekat Ayahnya. Ia, duduk di kursi itu sambil
menggenggam tangan kiri Ayahnya dengan erat.

“Ayah”ucapnya, ia menahan airmatanya agar tidak jatuh. “Ayah itu bikin Asha khawatir tau”ucapnya, ia
mulai menangis sambil terus memegang tangan ayahnya. Sesaat kemudian, tangan kanan Ayahnya
bergerak perlahan dan mengusap kepala Asha dengan perlahan. Saat menyadari hal tersebut Asha
langsung menoleh ke arah Ayahnya.

“Ayah”ucapnya dengan nada yang lembut.

“Nak, tolong kamu suruh Orangtua Ara buat dateng kesini Ayah mau ngomong sama mereka” ucap
Ayahnya dengan nada yang lemah dan perlahan.

“iya, Ayah sebentar”Balas Asha sambil mengambil posel pintarnya dan menelfon Ibu Ara.

“Assalamu’alaikum, tante. Sekarang tante ada dimana?”tanya Asha

“wa’alaikumsalam, sha. Tante ada di rumah. Kenapa sha?”Balas Ibu Ara.

“ini, Ayah ada perlu sama Tante, katanya mau ngomongin sesuatu”Jawab Asha.

“oh gitu, kamu sekarang ada dimana sha ?”tanya Ibu Ara.

“di Zien Hospital, te”balas Asha.

“oke, tante sebentar lagi kesana”jawab Ibu Ara.


“sudah dulu ya te, Asha mau liat Ayah. Assalamu’alaikum, te”ucap Asha.

“iya sha, wa’alaikumsalam”balas Ibu Ara dan langsung mematikan Panggilan telfonnya.

Setelah menelfon Ibu Ara, Asha lnangsung menghampiri Ayahnya yang terbaring lemah di kasur.

“yah, aku sudah menelfon Ibunya Ara. Katanya, beliau akan kesini sebentar lagi”ucap Asha kepada
Ayahnya. Dia duduk di kursi samping Ayahnya dan memegang tangan kiri Ayahnya dengan lembut.

“ayah, kok nggak pernah cerita ke Asha kalau Ayah punya penyakit jantung”ucap Asha dengan perlahan.
Setelah mengucapakan kalimat itu, ia melihat ke wajah Ayahnya. Ayahnya tidak menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh Asha. Ayah hanya menatap raut wajah Asha yang ingin menangis.

“kamu akrab sama orang tuanya Ara kan, nak?”Ucap Ayahnya.

“iya, aku akrab sama mereka. Kenapa, yah?”tanya Asha.

“gini, sha. Ayah tau kalau Ayah nggak bisa bertahan lama. Jadi, Ayah mau nitipin kamu sama mereka.
Nggak papa kan, sha?”Jawab Ayahnya sambil melihat wajah anaknya, yang sepertinya ingin menangis
lagi.

“kenapa aku nggak di pulangin ke Indonesia aja, yah?”ucap Asha sambil menyeka air matanya yang
sudah keluar.

“karena ayah lebih percaya ke orangtuanya Ara daripada ke keluarga kita sendiri, sha. Nggak papa kan
kalau gitu?”jawab Ayahnya dengan nada yang lembut.

“iya, Asha nggak papa. Asha percaya sama Ayah kok”ucap Asha sambil memegang tangan kiri Ayahnya.

Setelah beberapa menit berlalu, terdengar sura orang yang membuka pintu kamar Ayah Asha dan
terdengar suara langkah kaki beberapa orang yang masuk ke dalam.

“Assalamu’alaikum”Ucap Ibu Ara sambil mengetuk pintu kamarAyah Asha.

“wa’alaikumsalam, silahkan masuk”jawab Asha dan Ayahnya juga menjawab salam dari Ibu Ara dengan
pelan. Setelah mempersilahkan mereka masuk.

“permisi”ucapnya sambil melangkahkan kakinya masuk.

“halo, tante. Saya tinggal, beli minum dulu ya. Tante silahkan duduk disini. Permisi om, tante”ucapnya
sambil berdiri dari kursinya dan mempersilahkan Ibu Ara duduk disana. Kemudia, ia melangkahkan
kakinya keluar kamar dan menutup kembali pintunya.

Ibu Ara melangkahakan kakinya ke kursi di dekat Ayah Asha dan duduk disana. Sementara, Ayah Ara
duduk di sofa yang berada agak jauh dari kasur Ayah Asha.
“jadi, gini bu. Saya tau kalau kondisi saya sekarang sangat tidak memungkinkan saya untuk bertahan
lebih lama lagi. Jadi, saya mau minta tolong kepada kalian untuk merawat Asha saat saya sudah pergi
nanti”ucap Ayahnya memulai pembicaraan.

“sampean udah bilang bilang ke anaknya belum, pak ?”tanya Ayah Ara.

“sudah, pak. katanya dia nggak papa kalau dirawat sama kalian”jawab Ayah Asha.

“kami sih nggak masalah, kalau Asha jadi kami rawat”ucap Ibu Ara.

“saya minta tolong ya pak, bu. Tolong rawat anak saya seperti kalian merawat anak kalian sendiri”Ucap
Ayah Asha.

Setelah beberapa menit percakapan tersebut berlangsung, Asha datang dengan sebuah kantong plastik
yang berisi 4 botol plastik air mineral.

“Assalamu’alaikum”ucap Asha saat memasuki kamar Ayahnya.

“wa’alaikumsalam”jawab semua orang yang ada di kamar Ayahnya.

“Ini, Asha beli beberapa botol air Mineral buat Om sama Tante juga”ucapnya sambil mengambil 2 buat
botol mineral yang ada di dalam kantong plastik yang dibawanya.

“Oh, kirain tante sama om nggak bakalan di belikan sama kamu. Makasih loh, nak”jawab Ibu Ara yang
diselingi dengan candaan.

“ahahaha, iya te. Sama-sama”balas Asha.

Setelah beberapa jam mereka mengobrol, terdengar bunyi dari elektrokardiogram yang tersambung ke
tubuh Ayahnya.

“pip pip pippppp”

“nak, cepat panggil suster kesini. Ayah kamu ada di kondisi yang darurat”ucap Ibu Ara.

“iya, te”setelah menjawab ucapan dari Ibu Ara. Asha segera pergi berlari ke meja administrator dan
meminta bantuan untuk memanggilkan dokter yang bisa memeriksa Ayahnya.

Akhirnya seorang perawat dan seorang dokter mengikuti Asha pergi ke kamar Ayahnya. Mereka
mengecek alat elektrokardiogram milik Ayahnya dan memeriksa denyut jantungnya. Sang dokter
menggunakan alat kejut jantung utntukk menyelamatkan Ayahnya. Namun, setelah beberapa kali
percobaaan denyut jantung sang Ayah tidak bisa kembali berdegup. Asha yang melihat semuanya mulai
meneteskan air matanya tak tahan harus melihat keadaan Ayahnya yang menjadi seperti itu. Ibu Ara
yang melihat Asha menangis mendekatkan tubuhnya dan memeuk tubuh Ara dengan erat.

Dia, menepuk nepuk punggung Asha dan menenangkannya dengan beberapa kata yang diucapkan
seorang Ibu untuk menenangkan anaknya. Asha yang sudah berada dalam pelukannya semakin
menangis dengan keras. Tetapi, ia masih mencoba untuk meredam suaranya agar suara tangisnya tak
terlalu terdengar oleh beberapa orang. Setelah beberapa menit kemudian, sang dokter
menginformasikan kepada Orangtua Ara dan juga Asha bahwa, ia sudah melakukan segala cara untuk
menyelamatkan Ayahnya. Sang dokter juga meminta maaf karena tidak bisa menyelamatkan nyawa
Ayah Asha. Setelah dokter berkata seperti itu, Asa berjalan perlahan mendekati tubuh sang Ayah. Asha
menangis di samping tubuh Ayahnya yang sudahtidak bernyawa lagi.

“AYAH”ucap Asha dengan nada seperti orang berteriak, ia semakin menangis setelah memanggil
Ayahnya berkali kali.

“sudah, nak. Sudah. Kamu pasti bisa mengikhlaskan Ayah kamu”ucap Ibu Ara yang berada di sampingnya
sambil mengelus perlahan pundak Asha.

Setelah menghabiskan beberapa jam menangis Ayahnya akhirnya Asha menjadi lebih tenang. Setelah
semua kembali tenang. Orangtua Ara berdiskusi soal pemakaman Ayahnya. Mereka berdiskusi panjang
lebar dan akhirnya menemukan titik temu untuk solusi yang mereka hadapi. Hasilnya adalah mereka
sepakat untuk memakamkan Ayahnya Asha di pemakaman dekat dengan Ibu Asha. Mereka
memutuskan untuk menyolatkan Ayah Asha di rumahnya seklaian mengambil barang barang milik Asha
untuk dipindahkan ke rumah Ara.

Beberapa menit setelah mereka tiba di rumah Asha. Mereka segera merencanakan pemakaman untuk
Ayahnya Asha. Setelah semua proses pemakaman Ayahnya selesai, Asha segera mengemasi barang
barangnya dan bersiap untuk pindah ke rumah Ara. Setelah beberapa jam, mereka sampai di rumahnya
Ara dan Ibu Ara mempersilahkan Asha untuk menempati kamar tidur Ara.

Meskipun Asha masih diselimuti oleh beberapa kesedihan, ia masih tetap bisa menjalani kehidupan
sehari harinya seperti biasa. Walaupun tidak akan ada lagi sosok Ayah disampingnya dan sahabatnya
yang selalu mendukungnya. Setelah beberapa tahun kemudian, Asha sudah bisa mendirikan
perusahaannya sendiri dengan usahanya dan dibantu oleh dukungan orangtua Ara.

Anda mungkin juga menyukai