Saat jam makan siang, kami sekeluarga makan di Sears. Aku memesan choco
latto ico creamo. Ayah bercerita tentang para peselancar yang mengajari Resya
berselancar secara Cuma-Cuma. Lagi-lagi, Resya!
Pesanan kami datang. Resya tidak makan apa-apa. Dia hanya makan es krim;
greeney soda sparkle ice cream. Tapi…., saat aku ingin memakan es krimku….Resya
merebut es krimku!
“Resya! Kembalikan!” bentakku
“Aku nggak mau! Aku mau makan dua! Aku belum pernah merasakan choco
latto ico creamo. Ini buatku,” kata Resya.
“Resya ! kembalikan atau…” kataku sambil bersiap mencubit tangan Resya.
“Stop, Iren! Buat apa makan es krim? Kamu punya amandel! Nanti kalau
bengkak, sakit…” kata Ibu membela Resya.
“Stop, Ibu! Setiap kali aku meminta operasi amandel, Ibu bilang, amandel itu
antibodiku. Sekarang Ibu bilang aku nggak boleh makan es krim. Ibu sengaja agar
jatah es krimku selalu dinikmati oleh Resya? Aku pulang duluan!” kataku dengan
emosional.
Sebelum beranjak, aku bertanya kepada Ibu. “Ibu, kenapa sih, selalu membela
Resya?!” tanyaku sambil beranjak pergi.
Sedetik kemudian, aku mendengar suara lengkingan Resya yang tertawa.
Lalu, aku melihat Rahma sedih dan memandangi es krimku yang direbut Resya. Aku
sudah cukup kesal oleh Resya.
Saat di kamar, aku berbaring sambil menatap langit-langit kamar. Aku baru
menyadari, aku kan lebih dewasa daripada Resya. Jadi, aku seharusnya bisa
membedakan, dong, di mana aku harus emosi dan di mana aku harus tidak emosi?