Anda di halaman 1dari 5

SPONGE CAKE FRIENDSHIP

SEKILAS INFO

Haloha...

Perkenalkan, namaku Raisa Luckcyta. Usiaku 12 tahun. Aku bersekolah di PERFECT HIGH
SCHOOL, sekolah yang cukup terkenal di daerahku. Kulitku putih bersih juga mulus,
rambutku panjang sepinggang dan bergelombang di bawah, bola mataku berwarna hitam
pekat, hidungku mancung, dan tinggiku sekitar 152 cm.

Hobiku bermain biola dan mendengar musik. Aku juga hobi bermain bola di lapangan dekat
kompleks perumahan kami. Aku keturunan Inggris – Indonesia. Papaku bernama Barnes dan
Mamaku bernama Anggisa. Mamaku asli orang Bali. Mamaku memang mahir berbahasa
indonesia namun dengan suara khas Bali yang dia punya.

Aku mempunyai seorang sahabat sejati. Dia bernama Amika. Amika adalah orang yang baik
juga cantik jelita. Wajah Amika seperti orang India. Tante Rashina, Mamanya Amika, adalah
orang India asli yang menetap di Indonesia bersama Paman Hendra, Papanya Amika. Amika
adalah anak tunggal sama sepertiku.

Aku juga mempunyai seorang musuh bebuyutan. Dia bernama Mara. Mara adalah orang yang
super – super centil dan jaim. Gayanya yang sok selebritis dan selalu cari perhatian, membuat
aku dan Amika muak. Dia sering meledek kami bersama sahabatnya, Yura.

Aku pecinta tumbuhan. Papa memberiku setengah luas tanah halaman belakang rumah kami
untuk kutanami tanaman apa saja yang kusuka. Sekarang, halaman belakang rumah kami
sudah sangat indah. Ada mawar merah, mawar merah muda, mawar putih, bunga matahari,
bougenville, bunga lily, dan ada juga pohon mangga. Mama juga sering mengajariku
merangkai bunga mawar.

Cita – citaku adalah pemain biola terkenal juga pemain bola. Aku juga ingin menjadi dokter
spesialis anak. Doakan ya supaya cita – citaku terwujud!

Sekian dulu infonya, selanjutnya baca terus kisahku!


KISAH KAKEK RISWAN

“ Raisa!” seseorang meneriakkan namaku dari belakang saat aku akan menaiki mobil
jemputanku.

“ sebentar ya, Pa!” ujarku dan menaruh tasku di kursi mobil. Papa yang sedang menelepon
rekan kerjanya mengangguk. Aku menoleh dan melihat Amika melambaikan tangannya
padaku.

Aku berlari kencang dan tak sengaja menubruk tubuh Amika yang membuat kami seketika
terjatuh. Aku menimpa badan mungil Amika.

“ aduh!” Amika menggerutu seraya merapikan pakaian sekolahnya yang kotor terkena pasir.
Aku mendengus pelan. Tanganku agak perih. Ada sedikit luka kecil.

“ sakit, Raisa. Tapi, ya udah deh. Gini, besok kan hari Minggu. Aku mau ajak kamu ke suatu
tempat. Pokoknya seru deh. Seru kalau menurut aku sih. Besok, jam sembilan pagi, aku
jemput kamu pakai sopir aku. Kita pergi bareng. Soalnya nih ya, letaknya agak jauh. Mau ya,
ya, ya?” Amika memelas.

“ hmm... mau nggak ya? Tapi, kamu kan tau kalau hari Minggu aku bangunnya agak lama.
Tapi, oke deh. Aku tunggu ya!” ujarku lalu kembali ke mobilku.

“ udah?” tanya Papa memastikan. Aku mengangguk dan mobilku pun melaju.

Sesampainya di rumah...

Aku turun dari mobil. Mobil kembali melaju menuju kantor Papa. Kubuka pagar rumahku
karena melihat Pak Seno, satpam sekaligus sopir keluarga kami, sedang tertidur di pos yang
berada dekat pagar.

Mendengar suara pagar dibuka, Pak Seno terbangun dan buru – buru berdiri meski masih
tersirat kantuk di matanya. “ maaf, Non. Saya ketiduran!” ujar Pak Seno dengan tatapan
merasa bersalah.

“ iya. Nggak masalah. Mama di rumah kan?” tanyaku.

“ iya, Non” jawab Pak Seno dan aku langsung berlari kecil menelusuri halaman ruamh kami
yang ditumbuhi bunga mawar merah dan mawar merah muda milik Mama. Di teras, kubuka
sepatu dan kaos kakiku lalu menekan bel pintu.

Ting tong!

Mbok Sita, asisten rumah tangga kami, pun membukakan pintu untukku. Mbok Sita
tersenyum melihat kedatanganku.

“ Mama mana, Mbok?” tanyaku sambil celingak – celinguk mencari sosok Mama yang tinggi
dan langsing.
“ Nyonya lagi di kamar, Non” jawab Mbok Sita. Aku langsung pergi ke kamarku yang
bernuansa biru muda. Kuganti pakaianku dengan pakaian biasa. Lalu, aku berlari kecil ke
ruang makan. Sudah terhidang nasi putih dan nugget ayam. Dengan rasa lapar, kulahap
semua makanannya sampai habis.

Selesai makan, kucuci mulut dan tanganku. Dengan cekatan, aku membuat jus jeruk dan
membawanya ke kamar Mama.

“ Mama!” sapaku. Mama yang sedang membaca majalah fashion melirikku dan tersenyum
manis. Kuletakkan jus jeruk di meja dan duduk di samping Mama.

“ jus jeruknya buat Mama?” tanya Mama.

“ bagi dua” aku nyengir kuda. Mama tersenyum simpul.

“ eh, Raisa, menurut kamu tas ini bagus nggak ya? Limited edition, lo!” Mama menunjuk
sebuah tas berwarna keemasan di majalah itu. Mamaku adalah penggila fashion tapi nggak
berlebihan juga. Mama juga nggak boros tapi super hemat dalam belanja.

“ memangnya tas Mama udah rusak?” tanyaku.

“ ya ampun, ya jelaslah udah rusak. Tas itu udah 5 tahun, sayang!” Mama membelai
rambutku.

“ menurut aku sih bagus. Nggak tau kalau menurut Mama” jawabku. Mama tersenyum tipis.

Malam harinya...

Kami sekeluarga menonton televisi di ruang tv. Aku memusatkan perhatianku pada tv sambil
sesekali mengunyah keripik kentang dan menyeruput teh bikinan Mama.

“ eh, Ma, ngomong – ngomong nih ya, besok pagi pukul sembilan Raisa mau pergi sama
Amika. Nggak tau kemana. Yang penting katanya tempat itu asyik!” ujarku.

“ terus?” tanya Mama.

“ boleh nggak, Ma?”

“ iya. Tapi, hati – hati!” aku bersorak girang. Setelah 2 jam menonton, aku mengantuk lalu
tidur. Zzz!

Keesokan harinya...

“ Rai, bangun! Katanya mau pergi. Ini udah jam tujuh pagi” Mama mengguncang – guncang
tubuh mungilku.

“ hoam!” aku menguap dan merentangkan tanganku. Kukucek – kucek mataku perlahan.

“ cepat mandi baru sarapan!” pinta Mama. Dengan malas, kusambar handuk pink bergambar
princess dari gantungan kamarku dan berlari ke kamar mandi.
Byur!

Aku keluar dari kamar mandi sambil menggigil. Dingin sekali. Kukeringkan tubuhku dan
berpakaian. Hari ini, aku memakai kaos lengan panjang berwarna abu – abu dan bergambar
seorang gadis tengah menunggang kuda coklat serta celana jeans panjang abu – abu muda.
Kukuncir rambut ikalku dan kurias sedikit wajahku.

Kuambil ponsel dan dompetku lalu pergi ke ruang makan. Disana, sudah terhidang bubur
ayam dan susu vanila. Segera kusantap sarapanku dan mencuci tangan juga mulut.

Aku berlari ke teras rumah dan mengambil sepatu kets milikku yang berwarna biru muda.
Lalu, aku duduk di kursi teras menunggu Amika.

Tintin!

Mobil Amika berhenti di depan pagar rumahku. Amika melambaikan tangannya dari kaca
mobil.

“ Ma, Raisa pamit, ya!” seruku dan masuk ke mobil Amika.

Setelah 1 jam perjalanan...

Mobil berhenti di depan sebuah gang sempit. Aku dan Amika turun dari mobil.

“ Pak, nanti pukul lima sore jemput ya!” pesan Amika pada sopirnya. Mobilnya pun kembali
pulang.

“ kita mau kemana?” tanyaku.

“ ikut aku” pintanya. Kami menelusuri gang yang sangat sempit itu. Setelah lama menelusuri
gang, kami sampai di depan bukit. Ada tangga – tangga yang terbuat dari tanah menuju ke
atas. Aku melihat ke atas. Hanya ada kayu dengan lampu teplok.

“ ayo naik” pinta Amika. Kami segera menaiki bukit yang agak licin tanahnya. Aku hampir
saja jatuh. Amika menolongku naik dan sampailah kami di puncak bukit. Ada sebuah rumah
kecil yang terbuat dari kayu disana. Rumah itu beratap rumbia. Ada sebuah kursi panjangdi
samping pohon mangga yang tertanamdi sebelah rumah itu. Teras rumah kayu itu berlantai
tanah namun ada balai bambu di terasnya.

“ rumah siapa ini? Kok sepi?” tanyaku heran. Amika langsung berlari ke depan pintu rumah
tersebut. Dia mengetuk pintunya perlahan. Tidak ada sahutan. Dia mengetuk pintunya lagi.
Lalu, keluarlah seorang Nenek tua dengan rambut putih. Aku sedikit ngeri melihatnya.

“ Raisa, kenalkan ini Nenek Riswan, istri dari Kakek Riswan. Nek, ini teman Amika,
namanya Raisa!” ujar Amika. Aku tersenyum memandang Nenek Riswan begitupun
sebaliknya.

“ ayo duduk dulu. Nenek buatkan teh” kami pun duduk di sebuah balai bambu.

“ Nenek ini siapa kamu?” tanyaku penasaran.


“ Nenek Riswan ini masih kerabat Papa aku. Dan satu lagi, Kakek Riswan itu veteran!” ujar
Amika.

“ veteran? Bekas pejuang gitu?” tanyaku. Amika mengangguk cepat.

“ aku ajak kamu kesini buat dengar kisah tentang perjuangan Kakek Riswan” ujar Amika.
Nenek Riswan pun datang dengan tiga cangkir teh dan sepiring keripik kentang. Seorang
Kakek tua dengan janggut panjang keluar. Dialah Kakek Riswan. Kami berkenalan.

Anda mungkin juga menyukai