1. Alun-alun :
Semenjak jaman Sunan Gunung Jati, alun-alun depan keraton dinamai Sangkala
Buwana; di tengah-tengahnya tumbuh sepasang bringin jenggot, namun semenjak
tahun 1930 bringin itu sudah tidak ada lagi.
Tanggal 6-11-1988 alun-alun diperindah disesuaikan dengan pola keindahan tata
kota oleh Pemda Kodya Cirebon dengan seijin Sultan Sepuh Kesepuhan.
Dahulu alun-alun fungsinya untuk rapat akbar atau apel besar dan baris berbaris
para prajurit atau latihan perang-perangan juga pentas perayaan negara.
2. Masjid Agung
Sebelah barat alun-alun berdiri bangunan masjid yang dibangun pada tahun
1422S atau 1500 M oleh Wali Sanga dan masjid itu dinamai Sang Cipta Rasa.
Artinya : bangunan besar ini dipergunakan untuk ibadah dan kegiatan
agama.
3. Panca Ratna
Sebelah selatan alun-alun sebelah barat jalan menuju keraton berdiri bangunan
tanpa dinding dinamai Panca Ratna. Panca Ratna fungsinya untuk tempat seba
atau menghadap para penggede desa atau kampung yang diterima oleh Demang
atau Wedana Keraton. Para penggede itu setiap hari sabtu pertama diharuskan
bermain sodor berkuda yaitu semacam perang rider, permainan itu disebut
Sabton; Sultan sangat suka sekali melihat permainan ini, biasanya melihat dari
Siti Inggil dengan para pengiringnya.
4. Panca Niti :
Sebelah timur jalan menuju Keraton berdiri bangunan tanpa dinding dinamai
Panca Niti.
a) Tempat Perwira yang sudah melatih perang-perangan pada prajurit.
b) Tempat istirahat setelah berbaris
c) Tempat jaksa yang akan menuntut hukuman mati terdakwa kepada Hukum,
dan apakah terdakwa itu dapat Grasi dari Raja.
d) Tempat petugas yang mengatur keramalan atau petasan yang diadakan
Negara.
5. Kali Sipadu :
Sebelah selatan Panca Ratna dan Panca Niti membentang selokan dari barat ke
timur yang dinamai kali Sipadu berfungsi sebagai pembatas antara umum dan
penghuni baluarti Keraton Kesepuhan.
6. Kreteg Pangrawit :
Di atas kali Sipadu ada jembatan menuju Keraton yang dinamai Kreteg
Pangrawit. Orang yang melintas jembatan ini diharapkan yang bermaksud baik-
baik saja yang telah diperiksa oleh kemitan Panca Ratna.
7. Lapangan Giyanti :
Setelah melewati jembatan Pangrawit sebelah barat jalan ada lapangan yang
dinamai Lapangan Giyanti, dahulunya Taman yang dibangun oleh P. Arya Carbon
Kararangen (P. Gayanti).
8. Siti Inggil :
Sebelah timur lapangan Giyanti berdiri bangunan dari bata merah berbentuk
podium dinamai Siti Inggil. Siti Inggil dikelilingi tembok bata merah berupa
Candi Bentar. Tiap pilar diatasnya ada Candi Laras. Artinya peraturan itu harus
sesuai dengan ketentuan hukum.
Di Siti Inggil berdiri lima buah bangunan tanpa dinding beratap sirap, deretan
depan dari barat ke timur : 1. Mande Pendawa Lima, bertiang lima
melambangkan rukun Islam fungsinya untuk duduk Pegawai Raja, 2. Mande
Malang Semirang atau Mande Jajar, tiang tengahnya (yang berukir) 6 buah
melambangkan rukun iman, seluruhnya ada 20 tiang ini melambangkan sifat 20
(sifat ketuhanan) Malang Semirang khusus untuk tempat duduk raja bila
melihat acara di alun-alun juga bila sedang mengadili terdakwa, 3. Mande
Semar Tinandu : bertiang 2 melambangkan dua kalimat syahadat, fungsinya untuk
tempat duduk Penghulu atau penasehat raja. Deretan belakang dari barat ke
timur : 4. Mande Karesmen : Mande = bangunan, Karesmen = kesenian,
fungsinya untuk tempat membunyikan gamelan sekaten pada tanggal 1 Syawal
dan 10 Dzulhijah waktunya ba’da shalat Id, jelasnya tempat membunyikan
gamelan yang dianggap sopan dan diperbolehkan oleh para Muthabiin dimasa
dahulu, 5. Mande Pengiring : untuk tempat duduk prajurit pengiring raja, juga
untuk tempat hakim menyidang terdakawa yang dituntut hukuman mati oleh
jaksa. Di sebelah selatan Mande Pengiring terdapat 2 buah batu yang diberi nama
Lingga dan Yoni, melambangkan Adam dan Hawa merupakan koleksi benda
bersejarah.
Di Siti Inggil Gapura depannya model Bali dinamai Gapura Adi, gapura
belakangnya dinamai Gapura Banteng, karena di kaki gapura terdapat gambar
banteng, ini melambangkan kekuatan dan keberanian daripada aparatur
negara.
Di Siti Inggil ditanam pohon Tanjung yaitu lambang Nanjung dalam bertahta. Ada
pepatah pawikon berbunyi : Nanjung Ratu Waskhita Swalaning Paranala = jadi
raja harus mengetahui penderitaan rakyatnya.
Di halaman depan Siti Inggil ditanam pohon sawo kecil yang kirata biasanya
kecik = becik atau baik, artinya diharapkan manusia itu berkelakuan baik dan
benar. Ada vakem sangkrit yang berbunyi : Satyam ewa jayatin artinya :
kebenaran adalah keunggulan.
Di halaman Siti Inggil juga terdapat meja batu dari Kalingga dan bangku batu dari
Gujarat yang dibawa oleh Dr. Raffles (orang Inggris yang hobi sejarah dunia)
yang kemudian menyusun Sejarah Indonesia, dan hasil penyusunannya kemudian
diajarkan di sekolah-sekolah masa Kolonial Belanda, kemudian ia menjadi
Gubernur Jenderal Van Java tahun 1813-1818.
Siti Inggil mengalami pemugaran oleh Dinas Heid Keunde Belanda di tahun
1934-1938 namun tidak merubah bentuk aslinya.
9. Pengada :
Sebelah selatan Siti Inggil berdiri bangunan tanpa dinding menghadap ke barat
dinamai Pengada atau Kubeng artinya keliling (stelincup). Pengada fungsinya
untuk tempat ; Panca Lima. Panca diartikan jalannya = gerakan, Lima yang
dimaksud unsur Aparat yaitu : Demang Dalem, Camat Dalem, Lurah Dalem,
Laskar Dalem, dan Kaum Dalem. Tepatnya Pengada itu tempat tugas kelima
unsur aparat itu. Didepan Pengada ditanami pohon Kepel. Kepel = genggam
artinya 5 orang petugas saling menggenggam atau bersatu (bertanggung jawab
bersama dalam menjalankan tugas).
Di depan pengada sebelah selatan ada pintu gerbang yang dinamai gerbang
Pengada, dahulunya berdaun pintu seroja kayu dan dijaga 2 orang laskar
bertombak. Sebelah timur gerbang Pengada ada gerbang bentar, disitu ada
penjaga lonceng maka gerbang itu disebut Gerbang Lonceng, sekarang
loncengnya sudah tidak ada lagi.
10. Kemandungan :
Masuk gerbang pengada kita akan sampai ke halaman yang dinamai
Kemandungan, dahulunya didekat gerbang lonceng ada bangunan dinamai
Genung Kemandungan = andalan (cagaran), gedung ini untuk penyimpanan
senjata (alat perang), sebelah selatannya ada sumur yang dinamai Sumur
Kemandungan untuk mencuci senjata (alat perang) pada setiap tanggal 1 s/d 10
Muharam. Sekarang gedung kemandungannya sudah tidak ada dan senjatanya
dipindahkan ke Gedung Musium.
17. Lunjuk :
Sebelah barat Tugu Manunggal berdiri bangunan yang disebut Lunjuk yang
artinya petunjuk fungsinya untuk tempat staf harian yang tugasnya melayani tamu
yang mau menghadap raja (mencatat dan melaporkan).
18. Sri Manganti :
Sebelah timur tugu Manunggal berdiri bangunan tanpa dinding yang disebut Sri
Maganti. Sri = raja, Maganti = menunggu, artinya : tempat menunggu keputusan
raja setelah melapor di Lunjuk.
28. Kabupaten:
Sebelah barat Relief terdapat pintu menuju ke bangunan yang dinamai Kaputren
yang fungsinya untuk tempat tinggal Putra Sultan yang Perempuan.
31. Pungkuran
Sebelah selatan Bangsal Agung Panembahan terdapat ruangan tanpa dinding
merupakan Serambi Belakang yang disebut Pungkuran atau Buritan karena
letaknya paling belakang, fungsinya untuk tempat sesaji sarana Maulud Nabi
SAW.
33. Pamburatan
Sebelah selatan Kaputren terdapat bangunan yang dinamai Pamburatan
(Pengguratan) untuk tempat menggurat (ngerik) kayu-kayu wangi bahan boreh
(param) pelengkap selamatan Maulud Nabi SAW.
Melihat dari kejadian-kejadian pembuatan bangunan Keraton Kesepuhan
(Pakungwati) bisa ditarik kesimpulan bahwa dahulunya berbentuk seperti Motel
kemudian Sultan-Sultan turun temurun berjasa menambah bangunan sehingga
bentuknya menyatu seperti yang terlihat sekarang ini.
Demikian apa yang tertuang dan tersaji dalam Buku Panduan ini semuanya disusun
kembali dari Buku Panduan yang ada (R. Saleh) dengan tidak menambah,
mengurangi ataupun merobah dari arti, maksud dan tujuannya.
Apabila ada keterangan yang kurang berkenan atau kurang dimengerti mohon maaf
sebesar-besarnya. Amin