Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Laporan kegiatan widyawisata ini dapat dijadikan sumber ilmu
pengetahuan tentang budaya dan sejarah yang ada di Indonesia, khususnya di
sekitar D.I. Yogyakarta. Oleh karena itu, seluruh siswa kelas dua SMP Negeri 1
Plumbon mengadakan kegiatan widyawisata ke daerah Yogyakarta dan
sekitarnya. Kegiatan ini tidak hanya untuk bersenang-senang tetapi dijadikan
sebagao sumber belajar yang nyata. Dalam widyawisata ini siswa mampu belajar
dengan kondisi dan bentuk yang ada tidak hanya dengan teori-teori saja. Selain
siswa dapat mengenal ragam budaya dan sejarah di Indonesia, seperti di Candi
Borobudur siswa dapat mengetahui sejarah pembangunan Candi Borobudur.
Tetapi akhir-akhir ini budaya bangsa Indonesia hampir punah dan perlu
dilestarikan agar budaya bangsa Indonesia tidak hilang begitu saja dimakan oleh
perkembangan jaman.

1.2. Tujuan
Tujuan umum widyawisata ini adalah untuk meningkatkan kemampuan
kognitif, efektif, dan psikomotor siswa. Selain itu juga kegiatan widyawisata ini
mempunyai tujuan khusus pada setiap pelajaran, yaitu :
- Bahasa Indonesia : Melatih kita untuk membuat laporan tentang objek
wisata bersejarah maupun objek wisata rekreasi yang
ada di Yogyakarta dan sekitarnya.
- PPKn : Mengetahui adat istiadat, toleransi antar umat
beragama masyarakat-masyarakat Yogyakarta.
- IPS : Mengetahui sejarah pembangunan Candi Borobudur
dan perjuangan-perjuangan masyarakat Yogyakarta
melawan penjajah, serta perekonomian masyarakat
Yogyakarta, dan macam-macam batu yang digunakan
untuk membuat candi tersebut.
- IPA : Mengetahui macam-macam hewan langka yang
dilindungi oleh Pemerintah.
- Seni Rupa : Mengetahui berabgai macam bentuk stupa, patung,
relief, dan lainnya.

1
BAB II
CANDI BOROBUDUR

2.1 Sejarah Candi Borobudur


Sampai saat ini, secara pasti belum diketahui kapan Candi Borobudur
didirikan, demikian juga pendirinya. Menurut Prof. Dr. Soekmono dalam
bukunya “Chandi Borobudur a Monument of Mainkind (UNESCO 1976)”,
menyebutkan bahwa tulisan singkat yang dipahatkan di atas pigura-pigura relief
kaki candi (Karmawibhangga) mewujudkan suatu garis huruf yang bisa
diketemukan pada berbagao prasasti dari akhir abad 8 sampai abad 9. dimana
pada abad itu di Jawa Tengah berkuasa raja-raja dari Wangsa Dinasti Syailendra
yang menganut agama Budha Mahayana.
Sebuah prasasti yang berasal dari abad sembilan yang diteliti oleh Prof.
Dr. J.G. Casparis, menyingkapkan selisih tiga wangsa Syailendra yang berturut-
turut memgang pemerintahan yaitu Raja Indra, putranya Samaratungga,
kemudian putri Samaratungga Pramoda Wardani. Pada waktu Raja Samaratungga
berkuasa mulailah dibangun candi yang bernama : Bhumi Sham – Bharabudhara,
yang dapat ditafsirkan sebagai bukit peningkatan kebajikan, setelah melampaui
sepuluh tingkat Bodhisatwa. Karena penyesuaian pada bahasa jawa agaknya,
kahirnya Bhara Budhara menjadi Borobudur.
Dari tokoh Jacques Dumarcay seorang arsitek Prancis memperkirakan
bahwa Candi Borobudur berdiri pada zaman keemasan dinasti Syailendra yaitu
pada tahun 750 – 850 M. kebershasilan yang luas biasa disamping pendirian
Candi Borobudur, juga berhasil menjalankan kekaisaran Khmer di Kamboja yang
pada saat itu merupakan kerajaan yang besar. Setelah menjalankan kerajaan
Khmer, putra mahkota dibawa ke Indonesia (jawa) dan setelah cukup dewasa
dikembalikan ke Kamboja, yang kemudian menjadi raja bergelar Jayawarman II
pada tahun 802. para pedagang Arab berpendapat bahwa keberhasilan tersebut
luar biasa mengingat ibu kota kekaisaran Khmer berada didataran yang jauh dari
garis pantai, sehingga untuk menaklukkannya harus melalui sungai dan danau
Tonle Sap sepanjang 500 km (A Guide to, Angkar, Down F Rooney, 1994 : 25).
Lebih lanjut Dumarcay merinci bahwa candi Borobudur dibangun
dalam 5 tahap dengan perkiraan sebagai berikut :
- Tahap I + Th 775

2
- Tahap II + Th 790 (bersamaan dengan Kalasan II, Lumbung I, Sojiwan I).
- Tahap III + Th 810 (bersamaan dengan Kalasan III, Sewa III, Lumbung III
dan Sojiwan II)
- Tahap IV + Th 835 (bersamaan dengan Gedong Songo grup I, Sambi Sari,
Badut I, Kuning, Banon, Sari dan Plaosan)
(Sumber : The Temple of Java ; Jocques Dumarcay, 1989 : 27)
Setelah selesai dibangun, selama seratus lima puluh tahun, Borobudur
merupakan pusat ziarah megah bagi penganut Budha. Tetapi dengan runtuhnya
kerajaan Mataram sekitar tahun 930 M, pusat kekuasaan dan kebudayaan pindah
ke Jawa Timur dan Borobudurpun hilang terlupakan.
Karena gempa dan letusan Gunung Merapi, Candi itu melesak mempercepat
keruntuhannya. Sedangkan semak belukar tropis tumbuh menutupi Borobudur
dan pada abad-abad selanjutnya lenyap di telan sejarah.
(Yasir Marjuki & Toeti Herati, 1989)

2.2 Lokasi Candi Borobudur


Candi yang terletak di Desa Borobudur Kecamatan Borobudur,
Kabupaten Magelang ini merupakan salah satu keajaiban dunia yang dimiliki
Indonesia.
Candi Borobudur merupakan jelmaan dari sebuah kuil yang terdapat di
India. Kuil itu bernama “Kunjara Kunjadhita” yang dikelilingi oleh Pegunungan
Himalaya, Sungai Gangga, Sungai Yamona, dan sebuah danau. Begitu juga
dengan Candi Borobudur yang berada di bukit dengan batas-batas sebagai
berikut:
 Sebelah timur : Gunung Merbabu dan Gunung Merapi
 Sebelah barat : Gunung Sumbing dan Gunung Sindore
 Sebelah utara : Gunung Tidar
 Sebelah selatan : Gunung Menoreh
Bila dilihat dari Candi Borobudur, puncak-puncak yang menjulang
tinggi, nampak serupa dengan seseorang yang sedang tidur terlentan membujur
dari timur ke barat. Karena keadaan seperti itulah maka berkembang cerita rakyat
bahwa yang sedang tidur terlentang itu adalah “Ghunadharma”, yaitu ahli
bangunan yang menurut kepercayaan telah berhasil membangun Candi
Borobudur dan menjaganya sambil mengawasi ciptaannya dari masa ke masa.

3
2.3 Nama, Arti, dan Fungsi
Mengenai arti dari nama Candi Borobudur sampai sekarang memang
belum jelas. Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya, sebagai berikut :
 Drs. Soediman mengemukakan bahwa nama Borobudur berasal dari
gabungan kata Boro dan Budur. Boro berasal dari bahasa Sansekerta “Vihara”
yang artinya komplek candi atau juga asrama. Sedangkan Budur dalam
bahasa Bali “Bedhuhur” yang artinya atas. Jadi nama Borobudur berarti
asrama atau kelompok candi yang terletak di atas bukit.
 Casparis mengemukakan berdasarkan prasasti Sri Kahulunan (842 M). di
dalam prasasti tersebut terdapat nama sebuah kuil “Bhumisambhara” yang
menurutnya nama itu tidak lengkap. Agaknya masih ada lagi sepatah kata
untuk “gunung” dilakangnya, sehingga nama seluruhnya “Bhumisambhara
Budhara”.
 Poerbatjaraka mengemukakan bahwa nama Borobudur berasal dari kata
“Boro” yang berarti biara, dengan demikian Borobudur berarti biara budur.
Selanjutnya jika dihubungkan dengan Kitab Negara Kertagama mengenai
“Budur” maka besar kemungkinan penafsiran Poertjaraka adalah benar dan
tepat.
Adapun fungsi dari Candi Borobudur adalah tempat untuk memuliakan
raja yang telah mangkat dan memperingari jasa-jasa Sang Raja semasa hidupnya.

2.4 Bangunan Candi


Bangunan Candi Borobudur berbentuk limas yang berundak-undak
dengan tangga naik pada keempat sisinya. Pada Candi Borobudur, tidak ada
ruangan dimana orang bisa masuk, melainkan hanya bisa naik samapai terasnya.
Candi Borobudur dibangun menggunakan batu andesit sebanyak 55.000 balok.
Uraian bangunan candi dapat dirinci sebagai berikut :
Panjang candi : 123 m
Lebar candi : 123 m
Tinggi candi : 34,5 m setelah restorasi
Candi Borobudur merupakan tiruan dari kehidupan pada alam semesta,
yang terbagi dalam tiga bagian besar, yaitu Kamadhatu, Rupadhatu, dan
Arupadhatu yang masing-masing mempunyai pengertian sebagai berikut :

4
 Kamadhatu
Sama dengan alam bawah atau dunia hasrat. Dalam dunia ini manusia
terikat pada hasrat bahkan dikuasai oleh hasrat dan hawa nafsu. Relief-relief
ini terdapat pada bagian kaki candi asli yang menggambarkan adegan
Karmawibangga yaitu yang melukiskan tentang hukum sebab akibat.
 Rupadhatu
Sama dengan alam antara atau dunia rupa. Dalam dunia ini manusia
telah meninggalkan segala urusan keduniawian dan meninggalkan hasrat
ataupun kemauan. Bagian ini terdapat pada lorong satu sampai lorong empat.
 Arupadhatu
Sama dengan alam atas atau dunia tanpa rupa yaitu tempat para Dewa.
Dalam dunia ini manusia telah bebas sama sekali dan telah memutuskan
segala ikatan yang berhubungan dengan dunia fana. Bagian ini terdapat pada
teras bundar tingkat I, II, III dan stupa induk.
Di India bangunan yang berhubungan dengan ajara Budha disebut
stupa. Stupa ialah bangunan yang berbentuk kubah berdiri di atas sebuah lapik
dan diberi payung diatasnya. Adapun arti daripada stupa itu adalah :
- Sebagai tempat penyimpanan benda peninggalan yang dianggap suci.
- Sebagai tanda peringatan dan penghormatan Sang Budha.
- Sebagai lambang suci umat Budha.
Stupa yang terdapat di Candi Borobudur ada dua macam, yaitu :
- Stupa Induk
Stupa induk berukuran lebih besar dari stupa-stupa yang lainnya dan
teletak di puncak sebagai mahkota dari seluruh monumen bangunan Candi
Borobudur. Stupa induk ini mempunyai garis tengah 9,90 m dan tinggi stupa
sampai bagian bawah pinakel 7m.
Puncak yang tertinggi disebut pinakel atau Yasti Cikkara, terletak di
atas Padgamaganda dan juga terletak di atas Harmika. Di atas puncak
dahulunya diberi payung atau charta bertingkat tiga (sekarang tidak terdapat
lagi). Stupa induk ini tertutup rapat, sehingga orang tidak bisa melihat bagian
dalamnya. Di dalamnya terdapat ruangan yang sekarang tidak berisi.
- Stupa Berlubang
Stupa berlubang atau berterawang adalah stupa yang terdapat pada
teras I, II dan III dimana didalamnya terdapat patung Budha di Candi
Borobudur seluruh stupa berlubang berjumlah 72 buah.

5
- Stupa Kecil
Stupa kecil bentuknya hampir sama dengan stupa yang lainnya, hanya
saja perbedaannya yang menonjol adalah dalam ukurannya yang memang
lebih kecil dari stupa yang lainnya. Stupa ini seolah menjadi hiasan dari
seluruh bangunan candi. Keberadaan stupa ini menempati puncak dari
relung-relung pada langkan II sampai langkan V, sedangkan pada langkan I
sebagian berupa keben dan sebagian berupa stupa kecil. Jumlah stupa kecil
ada 1472 buah.
Patung Budha di Candi Borobudur berjumlah 504 buah, yang
ditempatkan di relung-relung yang tersusun berjajar pada sisir pagar langkan
pada teras bundar (Aprupadhatu). Patung Budha di tingkat Rupadhatu
ditempatkan dalam relung-relung yang tersusun berjajar pada sisi pagar
langkan. Sedangkan patung-patung di tingkat Arupadharu ditempatkan
dalam stupa-stupa berlubang dan tiga susunan lingkaran sepusat.
Sikap tangan Budha di Candi Borobudur disebut Mudra yang berjumlah
6 macam, tapi yang pokok ada 5 macam. Ke-lima mudra itu adalah :
 Bhumispara – Mudra
Sikap tangan ini melambangkan sang Budha memanggil Dewi Bumi, sebagai
saksi ketika ia mengakis semua serangan iblis mara. Patung-patung ini
menghadap ke timur langkan I – IV.
 Wara – Mudra
Sikap tangan ini melambangkan pemberian amal, anugerah atau berkah.
Mudra ini ciri khas bagi Dhyani Budha Ratnasambhawa sebagai penguasa
selatan. Patung-patung ini menghadap ke selatan langkan I – IV.
 Dhyana – Mudra
Sikap tangan ini melambangkan sedang semedi atau mengheningkan cipta.
Mudra atau sikap tangan ini merupakan ciri khas bagi Dhayani Budha.
Patung-patung ini menghadap ke barat langkan I – IV.
 Abhaya – Mudra
Sikap tangan ini melambangkan sedang memenangkan. Mudra atau sikap
tangan ini merupakan tanda khusus Dhayani Budha Amoghasidi patung-
patung ini menghadap ke utara langkan I – IV.
 Dharma Cakra – Mudra
Sikap tangan ini melambangkan gerak memutar roda dharma. Mudra ini
menjadi ciri khas bagi Dhayani Budha Wairocana.

6
Candi Borobudur tidak saja menunjukkan kemegahan arsitekturnya,
tetapi juga mempunyai relief yang sangat menarik. Bidang relief seluruhnya ada
1460 panel yang jika diukur memanjang menjadi 2500 m. sdangkan jenis
reliefnya ada dua macam yaitu :
- Relief cerita yang menggambarkan cerita dari suatu teks dan naskah.
- Relief hiasan yang hanya merupakan hiasan pengisi bidang.
Relief pada dinding yang menghadap keluar harus dibaca dari kiri ke
kanan. Hal demikian disebabkan karena harus menelusuri lorong-lorong pada
Candi Borobudur menurut Pradaksina, yaitu berjalan mengitari bangunan Candi
Borobudur searah dengan jarum jam dan membuat posisi agar bangunan dan
stupa maupun dinding-dinding temboknya berada di sebelah kanan.

7
BAB III
MONUMEN YOGYA KEMBALI

3.1 Sejarah
Monumen Yogya Kembali dibangun pada tanggal 29 Juni 1985, dengan
uoacara tradisional penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama oleh
Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII.
Semula gagasan untuk mendirikan monumen yang berskala nasional ini
dilontarkan oleh Bapak Kolonel Soegiarto selaku Walikotamadya Yogyakarta,
dalam peringatan Yogya Kembali yang diselenggarakan Pemerintah Daerah
Tingkat II Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1983.
Dipilihnya nama “Yogya Kembali” dengan pengertian yang luas,
berfungsinya pemerintah Republik Indonesia dan sebagai penanda peristiwa
sejarah ditarik mundurnya tentara Belanda dari Ibu Kota Yogyakarta pada tanggal
29 Juni 1949 dan kembalinya Presiden Soekarno beserta Wakil Presiden pada
tanggal 6 Juli 1949 di Yogyakarta.
Dilihat dari bentuknya Monumen Yogya Kembali berbentuk kerucut /
gunungan dengan ketinggian 31,80 m. Monumen Yogya Kembali merupakan
sebuah gambaran “Gunung kecil” yang terletak disebuah lereng Gunung Merapi.
Menurut kepercayaan secara simbolik bersama Laut Selatan yang berfungsi
sebagai “Yoni” dan Gunung Merapi sebagai “Lingga”, apabila lingga dan yoni
bersatu akan menimbulkan kemakmuran di tempat ini.

3.2 Lokasi
Monumen Yogya Kembali terletak di jalan Lingkar Utara, Dusun
Jongkang, Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Didirikan di atas lahan seluas 49.920 m2.
Lokasi ini ditetapkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dengan
alternatif diantaranya terletak di garis poros antara Gunung Merapi - Monumen
Yogya Kembali – Tugu Pal Putih – Keraton – Panggung Krapyak – Laut Selatan,
merupakan “Sumbu Imajiner”.

8
3.3 Tujuan
Monumen ini diresmikan pembukaannya oleh Presiden Soeharto pada
tanggal 6 Juli 1989.
Adapun tujuan pembangunan Monumen Yogya Kembali adalah sebagai
berikut :
 Mengabadikan peristiwa kembalinya ibu kota Yogyakarta ke tangan bangsa
Indonesia.
 Memperingati kembalinya ibu kota Yogyakarta ke tangan bangsa Indonesia
sekaligus berakhirnya kolonialis Belanda di Indonesia.
 Merupakan ungkapan penghargaan dan terima kasih kepada para pahlawan
yang telah mengorbankan jiwanya dalam merebut kembali Yogyakarta.
 Mewariskan dan melestarikan jiwa patriotrisme perjuangan bangsa Indonesia
kepada generasi penerus dalam memperjuangkan cita-cita bangsa.

3.4 Lantai Pertama


Pada lantai pertama Monumen Yogya Kembali terdapat 4 ruang
museum yang merupakan museum khusus dalam ketegori museum sejarah
perjuangan bangsa Indonesia kurun waktu perang kemerdekaan tahun 1945 –
1949. masing-masing ruang museum berukuran 146 m2.
Adapun koleksi yang terdapat dalam ruang museum ini adalah benda-
benda visual, korporil, replika, dan struktur organisasi yang tata pamerannya
disusun secara kronologis dan tipelogis.
Berikut ini kami sajikan masing-masing ruang museum beserta
koleksinya, diantaranya :
 Ruang Museum I
Ruang museum I merupakan ruang apmer tetap dengan tema “Sekitar
Proklamasi Kemerdekaan”. Dalam ruang museum ini disajikan benda-benda
koleksi yang mendukung perjuangan bangsa Indonesia, diantaranya :
- Dokumen foto pembacaan teks proklamasi oleh Ir. Soekarno pada tanggal
17 Agustus 1945,
- Replika pakaian seragam Heiho, PETA, LASWI, Polisi istimewa, dan
Tentara Pelajar.
- Peta timbul wilayah RI setelah perjanjian Renville.
 Ruang Museum II

9
Ruang museum dua merupakan ruang pamer tetap dengan tema
“Perang Gerilya dengan Sistem Permesta”. Dalam ruang museum ini
disajikan benda-benda koleksi yang mendukung perjuangan bangsa
Indonesia, diantaranya :
- Dokumen foto suasana perundingan KTN dengan Indonesia di Hotel
Kaliurang pada tanggal 13 Januari 1948.
- Sebuah mesin ketik dan lampu petromak milik Wanita Pembantu
Perjuangan.
- Peta timbul Route Gerilya Jenderal Soedirman dari tanggal 19 Desember
1948 – 10 Juli 1949.
 Ruang Museum III
Ruang museum tiga merupakan ruang pamer tetap dengan tema
“Seputar Pelaksanaan Serangan Umum 1 Maret 1949”. Dalam ruang
museum ini disajikan benda-benda koleksi yang merupakan bukti sejarah
perjuangan masyarakat Yogyakarta dan bangsa Indonesia, diantaranya :
- Peta timbul Serangan Umum 1 Maret 1949.
- Seperangkat alat kesehatan milik Kesatuan Wehrkreis III.
- Potret diri Perjuangan Soepanoto yang gugur melawan tentara Belanda.
 Ruang Museum IV
Ruang museum empat merupakan ruang pamer tetap dengan tema
“Yogya Sebagai Ibu kota Negara RI”. Dalam ruang museum ini disajikan
benda-benda yang menggambarkan situasi dan kondisi Yogyakarta pada
masa revolusi fisik, diantaranya :
- Patung dada Ir. Soekarno
- Patung dada drs. Moh. Hatta
- Seperangkat tempat tidur milik Presiden Soekarno.
Selain ruang museum, pada lantai satu juga terdapat :
- Ruang Pengelola
- Ruang Perpustakaan
- Ruang Serbaguna
- Ruang Operasional
- Ruang Souvenir
- Mushola

10
3.5 Lantai Kedua
Koleksi Monumen Yogya Kembali pada lantai dua diwujudkan dalam
bentuk relief dan diorama. Episode sejarah kurun waktu tahun 1945 – 1949 ini
disusun menurut kronologi dan tematis.
Relief Monumen Yogya Kembali dipahatkan dengan menggunakan cor
berwarna batu andesit dengan teknik pahatan relief candi atau bas relief, di
dinding lapik pagar langkan lantai dua empat sisi yang melingkari tugu monumen
berukuran 1,6 x 4 x 80 m dengan adegan sebanyak 40 episode yang masing-
masing relief yang memiliki tinggi 130 cm, dengan bingkai 20 cm sebelah bawah
dan 10 cm sebelah atas.
Relief yang terdapat di Monumen Yogya Kembali berjumlah 40 buah,
beberapa diantaranya :
- Relief Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945 di
Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.
- Relief Kongres Pemuda di Balai Mataram, Yogyakarta pada tanggal 10
November 1945.
- Relief Yogyakarta menjadi ibu kota Negara RI pada tanggal 4 Januari 1946.
- Relief Serangan Umum 1 Maret 1949 di Kota Baru.
Diorama dibuat dengan ukuran besar sebanyak 10 diorama. Episode
perjuangan fisik dan diplomasi yang digambarkan dalam diorama dipilih dari
kurun waktu 19 desember 1948 hingga 17 Agustus 1949. sesuai dengan jalannya
arus pengunjung, diorama dapat dicermati dengan menyebelah kanankan
bangunan secara pradaksina. Berikut ini beberapa peristiwa yang digambarkan
dalam diorama, diantaranya :
- Diorama Penyerbuan Tentara Belanda terhadap lapangan terbang Maguwo
pada tanggal 19 desember 1948.
- Diorama Serangan Umum 1 Maret 1949.
- Diorama penandatanganan Roem-Roijen Statement pada tanggal 29 Juni
1949.
- Diorama penarikan tentara Belanda dari Yogyakarta pada tanggal 29 Juni
1949.

3.6 Lantai Ketiga


Pada lantai tiga merupakan puncak dari bangunan induk yang disebut
dengan “Garbha Graha” atau ruang hening. Dengan luas ruang 1.121 m2, yang

11
berbentuk kerucut terpancung dengan dua lapik (kulit) dengan kemiringan 450.
garis tengah ruangan 28,50 m. Bagian puncak yang tingginya 14 m dari lantai
terdapat lubang cahaya dengan garis tengah 1,40 m. sehingga membentuk mirip
kerucut terpacung. Untuk lantainya dibuat dari batu marmer dengan sistim
pencahayaan berasal dari alam, sedangkan lampu listrik hanya berfungsi sebagai
pencahayaan pendukung cat dinding yang berwarna redup hingga menimbulkan
suasana yang hening dan syahdu.
Disamping itu ruang Garbha Graha dilengkapi dengan sarana antara
lain:
- Unit Bendera Pusaka.
- Unit Relief Simbolik.
- Unit Kata Mutiara (Pesan Pelaku Pejuang).

12
BAB IV
CANDI PRAMBANAN

4.1 Lokasi Candi Prambanan


Candi loro jonggrang yang sering disebut Candi Prambanan terletak persis
diperbatasan Propinsi Daerah Istimewa yogyakarta dan Propinsi Jawa Tengah.
Komplek percandian ini masuk kedalam 2 wilayah yakni klompek bagian Barat
masuk wilayah Propinsi Jawa Tengah. Percandian prambanan berdiri disebelah
Timur sungai opac kurang lebih 200 m sebelah Utara J1. Raya Yogya-Solo.

4.2 Asal UsuI Nama Candi Prambanan


Gugusan candi ini di namakan "prambanan" karena terletak di daerah
prambanan. Nama loro jonggrang berkaitan dengan legenda yang menceritakan
tentang seorang dara yang jonggrang atau gadis jangkung putri Prabu Boko.

4.3 Sejarah Candi Prambanan


Candi Prambanan adalah kelompok percandian Hindu yang di bangun oleh
raja-raja dinasti Sanjaya pada abad IX. Ditemukan tulisan pakitan pada candi ini
menimbulkan pendapat bahwa candi ini dibangun oleh Rakai Pakitan yang
kemudian dilanjutkan oleh Rakai Balitung berdasarkan prasasti berangka tahun
856 M "prasasti Siwargrha" sebagai manifest politik untuk meneguhkan
kedudukanya sebagai raja yang besar. Terjadinya perpindahan pusat kerajaan
Mataram ke Jawa Timur berakibat tidak terawatnya candi-candi didaerah ini
ditambah terjadinya peristiwa gempa bumi serta beberapa kali meletusnya gunung
merapi mejadikan candi prambanan runtuh tinggal puing-puing yang berserakan.
Pada tanggal 20 Desember 1953 pemugaran candi induk secara resmi
dinyatakan selesai oleh Ir. Sukarno sebagai Presiden RI yang pertama. Sampai
sekarang usaha pemugaran dilanjutkan, yaitu pemugaran candi Brahma, dan candi
Wisnu mulai dipugar pada tahun 1982, selesai dan diresmikan oleh presiden
Soeharto pada tanggal 27 April 1991.

4.4 Deskrpsi Bangunan


Komplek percandian Prambanan terdiri atas latar bawah, latar tengah dan
latar atas (latar pusat) yang semakin ke arah dalam makin tinggi letaknya.

13
Berturut-turut luasnya :390 meter persegi, 222 meter persegi dan 110 meter
persegi. Latar bawah tak berisi apapun. Didalam latar tengah terdapat reruntuhan
candi-candi Perwara.
Apabila seluruhnya telah selesai dipugar, maka akan ada 224 buah candi
yang ukurannya semua sama yaitu luas dasar 6 meter persegi dan tingginya 14 m.
Latar pusat adalah latar terpenting diatasnya berdiri 16 buah candi besar dan kecil.
Candi-candi utama terdiri atas 2 deret yang saling berhadapan. Deret pertama
yaitu Candi Siwa, Candi Wisnu dan Candi Brahma. Deret kedua yaitu Candi
Nandi, Candi Angsa dan Candi Garuda.

4.5 Candi Siwa


Candi dengan luas dasar 34 meter persegi dan tinggi 47 meter persegi
adalah terbesar dan terpenting. Dinamakan candi Siwa karena didalamnya
terdapat area SIWA MAHADEWA yang merupakan arca terbesar. Bangunan ini
dibagi atas 3 bagian secara vertikal kaki, tubuh dan kepala/atap, kaki candi
menggambarkan "dunia bawah" tempat manusia yang masih diliputi hawa nafsu,
tubuh candi menggambarkan "dunia tengah" tempat manusia yang telah
meninggalkan keduniawian dan atap melukiskan "dunia atas" tempat para dewa.
Gambar kosmos nampak pula dengan adanya arca dewa-dewa dan makhluk-
makhluk surgawi yang menggambarkan Gunung Mahameru (G. Everest di India)
tempat para dewa. Percandian Prambanan merupakan replika gunung itu terbukti
dengan adanya arca-arca dewa Lokapala yang terpahat pada kaki candi Siwa.
Empat pintu masuk pada candi itu sesuai dengan keempat arah mata angin.
Pintu utama menghadap ketimur dengan tangga masuknya yang terbesar.
Dikanan-kirinya berdiri 2 arca raksasa penjaga dengan membawa gadah yang
merupakan manisfestasi dari Siwa.
Didalam candi terdapat empat ruangan yang menghadap keempat arah
mata angin dan mengelilingi ruangan terbesar yang ada ditengah-tengah. Kamar
terdepan kosong, sedangkan ketiga kamar lainnya masingmasing berisi arca-arca
: Siwa Maha Guru, Ganesa dan Durga. Dasar kaki candi dikelilingi selasar yang
dibatasi oleh pagar langkan.
Pada dinding langkan sebelah dalam terdapat relief cerita Ramayana yang
dapat diikuti dengan cara "pradaksina" (berjalan searah jarum jam) mulai dari
pintu utama, hiasan-hiasan pada dinding sebelah luar berupa "kinari-kinari"
(makhluk bertubuh burung berkepala. manusia), "kalamakara" (kepala raksasa

14
yang lidahnya berwujud sepasang mitologi) dan makhluk surgawi lainnya. Atap
candi bertingkat-tingkat dengan susunan yang amat komplek masing-masing
dihiasi sejumlah "ratna" dan puncaknya terdapat "ratna" terbesar.

 Arca Siwa Mahadewa


Menurut ajaran Trimurti-Hindu, yang paling dihormati adalah Dewa
Brahma sebagai pencipta alam, kemudian Dewa Wisnu sebagai pemelihara dan
Dewa Siwa sebagai perusak alam. Tetapi di India maupun di Indonesia, Siwa
adalah yang paling terkenal. Di Jawa, la dianggap yang tertinggi, karenanya ada
yang menghormatinya sebagai Mahadewa. Arca ini mempunyai tinggi 3 m
berdiri diatas landasan batu setinggi 1 m.
Diantara kaki area dan landasannya terdapat batu bundar berbentuk bunga
teratai. Arca ini menggambarkan raja Balitung. Tanda- tanda sebagai Siwa
adalah tengkorak diatas bulan sabit pada mahkotanya, mata ketiga pada dahinya,
bertangan 4 berselempangan ular, kulit harimau dipinggangnya serta senjata
Trisula pada sandaran arcanya. Tangannya memegang kipas, tasbih, tunas bunga
teratai dan benda bulat sebagai benih alam semesta. Raja Balitung dipandang
sebagai penjelmaan Siwa oleh keturunan dan rakyatnya.

 Arca Siwa Maha Guru


Area ini berwujud seorang tua berjanggut yang berdiri dengan perut
gendut. Tangan kanannya memegang tasbih, tangan kiri memegang kendi dan
bahunya terdapat kipas. Semuanya adalah tanda-tanda seorang pertapa. Trisula
yang terletak disebelah kanan belakangnya menandakan senjata khas Siwa. Area
ini menggambarkan seorang pendeta alam dalam istana Raja Balitung sekaligus
seorang penasehat dan guru. Karena besar jasanya dalam menyebarkan agama
Hindu Siwa, maka ia dianggap sebagai salah satu aspek (bentuk) dari Siwa.

 Arca Ganesha
Arca ini ber -wujud manusia berkepala gajah bertangan 4 yang sedang
duduk dengan perut gendut. Tangan-tangan belakangnya memegang tasbih dan
kampak sedangkan tangan-tangan depannya memegang patahan gadingnya
sendiri dan sebuah mangkuk. Ujung belalainya dimasukkan kedalam mangkuk
itu yang menggambarkan bahwa ia tak pernah puas meneguk ilmu pengetahuan,
penghalau segala kesulitan. Pada mahkotanya terdapat tengkorak dan bulan sabit

15
sebagai tanda ia anak Siwa dan Uma, istrinya. Area ini menggambarkan putra
mahkota sekaligus panglima perang Raja Balitung.

 Arca Durga atau Loro Jonggrang


Arca ini berwujud seorang wanita bertangan 8 yang memegang beraneka
ragam senjata : Cakra, Gadah, anak panah, ekor banteng, Sankha, perisai, busur,
panah dan rambut berkepala raksa Asura. Ia berdiri diatas banteng Nandi dalam
sikap "tribangga" (3 gaya gerak yang membentuk 3 lekukan tubuh). Banteng
Nandi sebenarnya penjelmaan daru Asura yang menyamar. Durga berhasil
mengalahkannya dan menginjaknya sehingga dari mulutnya keluarlah Asura
yang lalu ditangkapnya. Ia adalah salah satu aspek dari sakti (isteri) Siwa.
Menurut mitologi ia tercipta dari lidah-lidah api yang keluar dari tubuh
para dewa. Durga adalah dewi kematian, karenanya arca ini menghadap ke utara
yang merupakan mata angin kematian. Sebenarnya arca ini sangat indah bila di
lihat dari kejauhan nampak seperti hidup dan tersenyum namun hidungnya telah
dirusak oleh tangan-tangan jahil. Arca ini menggambarkan permaisuri Raja
Balitung.

4.6 Candi Brahma


Luas dasarnya 20 meter persegi dan tingginya 37 m. Didalam satu-
satunya ruangan berdirilah area Brahma berkepala 4 dan berlengan 4. Arca ini
sebenarnya sanrngat indah tetapi sudah rusak. Salah satu tangannya memegang
tasbih yang satunya memegang "kmandalu" tempat air keempat wajahnya
menggambarkan keempat kitab suci Weda masing-masing menghadap keempat
arah mata angin. Sebagai Pencipta ia membawa air karena seluruh alam keluar
dari air. Tasbih menggambarkan waktu. Dasar kaki candi juga dikelilingi oleh
selasar yang dibatasi pagar langkan dimana pada dinding langkan sebelah dalam
terpahat relief lanjutan cerita Ramayanan dan relief serupa pada candi Siwa
hingga tamat.

4.7 Candi Wisnu


Bentuk, ukuran relief dan hiasan dinding luarnya sama dengan Candi
Brahma. Didalam satu-satunya ruangan yang ada berdirilah arca wisnu bertangan
4 yang memegang Gada, Cakra, Tiram. Pada dindinglangkan sebelah dalam

16
terpahat relief cerita Kresna sebagai "Afatara" atau penjelmaan Wisnu dan
Balarama (Baladewa) kakaknya.

 Candi Nandi
Luas dasarnya 15 meter persegi dan tingginya 25 m. Didalam satu -
satunya ruangan yang ada terbaring arca seekor lembu jantan dalam sikap
merdeka dengan panjang kurang lebih 2 m. Disudut belakangnya terdapat arca
dewa Candra. Candra yang bermata tiga berdiri diatas kereta yang ditarik 10
ekor kuda. Surya berdiri diatas kereta yang ditarik oleh 7 ekor kuda. Candi ini
sudah runtuh.

4.8 Candi Angsa


Candi ini mempunyai satu ruangan yang tak berisi apapun. Luas dasarnya
13 meter persegi dan tingginya 22 m. Mungkin ruangan ini hanya dipakai untuk
kandang angsa hewan yang biasa dikendarai oleh Brahma.

4.9 Candi Garuda


Bentuk ukuran serta hiasan dindingnya sama dengan candi Angsa.
Didalam sutu-satunya ruangan yang ada terdapat arca kecil yang berwujud naga.
Garuda adalah kendaraan Wisnu.

4.10 Candi Apit


Luas dasarnya 6 meter persegi dengan tinggi 16 m. Ruangannya kosong.
Mungkin candi ini dipergunakan untuk bersemedi sebelum memasuki candi-
candi induk. Karena keindahanya ia mungkin digunakan untuk menanamkan
estetika dalam komplek percandian Prambanan.

4.11 Candi Kelir


Luas dasarnya 1,55 meter persegi dengan tinggi 4,10 m. Candi ini tidak
mempunyai tangga masuk. Fungsinya sebagai penolak bala.

4.12 Candi Sudut


Ukuran candi-candi ini sama dengan candi kelir.

17
BAB V
MALIOBORO

Malioboro adalah sebuah nama jalan yang merupakan pasar seni. Di sana
dijual berbagai cinderamata khas daerah Yogyakarta. Kebanyakan penjual di sana
adalah penduduk sekitar. Suasana Malioboro selalu ramai apalagi di hari libur.
Banyak wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara yang berkunjung ke
sana.
Di seberang alun-alun terdapat sebuah masjid yang bernama Masjid Agung
Yogyakarta. Masjid ini peninggalan Kerajaan Mataram Islam.

18
BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Di Indonesia terdapat banyak tempat wisata yang mengandung unsur
budaya, sejarah dan seni yang tinggi seperti tempat wisata yang terdapat di
daerah D.I. Yogyakarta dan sekitarnya. Tempat wisata tersebut perlu dijaga
kelestariannya agar tidak tersisihkan dan termakan oleh perubahan jaman.

6.2. Saran
Saran yang bisa saya sampaikan dari pengalaman berwidya wisata ke
Yogyakarta dan sekitarnya adalah, bagi kita sebagai generasi penerus sudah
seharusnya kita menjaga dan melestarikan bangunan-bangunan dan kebudayaan
bersejarah yang bisa mengingatkan kembali kepada kita terhadap perjalanan
waktu yang telah berlalu, sehingga kita bisa menghormati jasa para pahlawan
dan melestarikan kebudayaan nenek moyang.

19
LAPORAN
KEGIATAN WIDYA WISATA
KE
D.I. YOGYAKARTA DAN SEKITARNYA

Disusun Oleh :
ANGGA ADIPRAJA
Kelas : VIII H

SMP NEGERI 1 PLUMBON


Jalan Pangeran Antasari No.8 Telp. (0231) 321769
Plumbon – Cirebon

20
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam tidak lupa kami panjatkan
kepada junjungan nabi besar kita Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat,
keluarga dan para pengikutnya.
Kami selaku penyusun mengucapkan terima kasih kepada guru pembimbing
yang telah membantu kami dalam menyelesaikan laporan ini.
Laporan kegiatan widyawisata ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang
diberikan kepada para siswa kelas dua yang mengikuti kegiatan widyawisata ke D.I.
Yogyakarta dan sekitarnya.
Harapan kami dalam pembuatan laporan ini semoga bermanfaat bagi pembaca
umumnya dan khususnya kami yang menyusun laporan kegiatan ini.
Kami mohon maaf apabila ada kekurangan dalam penyusunan laporan
kegiatan ini. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Plumbon, Maret 2009

Penyusun

i 21
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................i


DAFTAR ISI .............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................1
1.2 Tujuan ..............................................................................................1
BAB II CANDI BOROBUDUR ........................................................................2
2.1 Sejarah Candi Borobudur ................................................................2
2.2 Lokasi Candi Borobudur .................................................................3
2.3 Nama, Arti, dan Fungsi ....................................................................4
2.4 Bangunan Candi ..............................................................................4
BAB III MONUMEN YOGYA KEMBALI .........................................................8
3.1 Sejarah .............................................................................................8
3.2 Lokasi ..............................................................................................8
3.3 Tujuan ..............................................................................................9
3.4 Lantai Pertama .................................................................................9
3.5 Lantai Kedua ...................................................................................11
3.6 Lantai Ketiga ...................................................................................11
BAB IV CANDI PRAMBANAN .........................................................................13
4.1 Lokasi Candi Prambanan .................................................................13
4.2 Asal Usul Nama Candi Prambanan ..................................................13
4.3 Sejarah Candi Prambanan .................................................................13
4.4 Deskripsi Bangunan...........................................................................13
4.5 Candi Siwa.........................................................................................14
4.6 Candi Brahma....................................................................................16
4.7 Candi Wisnu......................................................................................16
4.8 Candi Angsa.......................................................................................17
4.9 Candi Garuda.....................................................................................17
4.10 Candi Apit......................................................................................17
4.11 Candi Kelir.....................................................................................17
4.12 Candi Sudut....................................................................................17
BAB V MALIOBORO ........................................................................................18
BAB VI PENUTUP...............................................................................................19
6.1 Kesimpulan .....................................................................................19
6.2 Saran ................................................................................................19

ii
22

Anda mungkin juga menyukai