PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Tujuan umum widyawisata ini adalah untuk meningkatkan kemampuan
kognitif, efektif, dan psikomotor siswa. Selain itu juga kegiatan widyawisata ini
mempunyai tujuan khusus pada setiap pelajaran, yaitu :
- Bahasa Indonesia : Melatih kita untuk membuat laporan tentang objek
wisata bersejarah maupun objek wisata rekreasi yang
ada di Yogyakarta dan sekitarnya.
- PPKn : Mengetahui adat istiadat, toleransi antar umat
beragama masyarakat-masyarakat Yogyakarta.
- IPS : Mengetahui sejarah pembangunan Candi Borobudur
dan perjuangan-perjuangan masyarakat Yogyakarta
melawan penjajah, serta perekonomian masyarakat
Yogyakarta, dan macam-macam batu yang digunakan
untuk membuat candi tersebut.
- IPA : Mengetahui macam-macam hewan langka yang
dilindungi oleh Pemerintah.
- Seni Rupa : Mengetahui berabgai macam bentuk stupa, patung,
relief, dan lainnya.
1
BAB II
CANDI BOROBUDUR
2
- Tahap II + Th 790 (bersamaan dengan Kalasan II, Lumbung I, Sojiwan I).
- Tahap III + Th 810 (bersamaan dengan Kalasan III, Sewa III, Lumbung III
dan Sojiwan II)
- Tahap IV + Th 835 (bersamaan dengan Gedong Songo grup I, Sambi Sari,
Badut I, Kuning, Banon, Sari dan Plaosan)
(Sumber : The Temple of Java ; Jocques Dumarcay, 1989 : 27)
Setelah selesai dibangun, selama seratus lima puluh tahun, Borobudur
merupakan pusat ziarah megah bagi penganut Budha. Tetapi dengan runtuhnya
kerajaan Mataram sekitar tahun 930 M, pusat kekuasaan dan kebudayaan pindah
ke Jawa Timur dan Borobudurpun hilang terlupakan.
Karena gempa dan letusan Gunung Merapi, Candi itu melesak mempercepat
keruntuhannya. Sedangkan semak belukar tropis tumbuh menutupi Borobudur
dan pada abad-abad selanjutnya lenyap di telan sejarah.
(Yasir Marjuki & Toeti Herati, 1989)
3
2.3 Nama, Arti, dan Fungsi
Mengenai arti dari nama Candi Borobudur sampai sekarang memang
belum jelas. Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya, sebagai berikut :
Drs. Soediman mengemukakan bahwa nama Borobudur berasal dari
gabungan kata Boro dan Budur. Boro berasal dari bahasa Sansekerta “Vihara”
yang artinya komplek candi atau juga asrama. Sedangkan Budur dalam
bahasa Bali “Bedhuhur” yang artinya atas. Jadi nama Borobudur berarti
asrama atau kelompok candi yang terletak di atas bukit.
Casparis mengemukakan berdasarkan prasasti Sri Kahulunan (842 M). di
dalam prasasti tersebut terdapat nama sebuah kuil “Bhumisambhara” yang
menurutnya nama itu tidak lengkap. Agaknya masih ada lagi sepatah kata
untuk “gunung” dilakangnya, sehingga nama seluruhnya “Bhumisambhara
Budhara”.
Poerbatjaraka mengemukakan bahwa nama Borobudur berasal dari kata
“Boro” yang berarti biara, dengan demikian Borobudur berarti biara budur.
Selanjutnya jika dihubungkan dengan Kitab Negara Kertagama mengenai
“Budur” maka besar kemungkinan penafsiran Poertjaraka adalah benar dan
tepat.
Adapun fungsi dari Candi Borobudur adalah tempat untuk memuliakan
raja yang telah mangkat dan memperingari jasa-jasa Sang Raja semasa hidupnya.
4
Kamadhatu
Sama dengan alam bawah atau dunia hasrat. Dalam dunia ini manusia
terikat pada hasrat bahkan dikuasai oleh hasrat dan hawa nafsu. Relief-relief
ini terdapat pada bagian kaki candi asli yang menggambarkan adegan
Karmawibangga yaitu yang melukiskan tentang hukum sebab akibat.
Rupadhatu
Sama dengan alam antara atau dunia rupa. Dalam dunia ini manusia
telah meninggalkan segala urusan keduniawian dan meninggalkan hasrat
ataupun kemauan. Bagian ini terdapat pada lorong satu sampai lorong empat.
Arupadhatu
Sama dengan alam atas atau dunia tanpa rupa yaitu tempat para Dewa.
Dalam dunia ini manusia telah bebas sama sekali dan telah memutuskan
segala ikatan yang berhubungan dengan dunia fana. Bagian ini terdapat pada
teras bundar tingkat I, II, III dan stupa induk.
Di India bangunan yang berhubungan dengan ajara Budha disebut
stupa. Stupa ialah bangunan yang berbentuk kubah berdiri di atas sebuah lapik
dan diberi payung diatasnya. Adapun arti daripada stupa itu adalah :
- Sebagai tempat penyimpanan benda peninggalan yang dianggap suci.
- Sebagai tanda peringatan dan penghormatan Sang Budha.
- Sebagai lambang suci umat Budha.
Stupa yang terdapat di Candi Borobudur ada dua macam, yaitu :
- Stupa Induk
Stupa induk berukuran lebih besar dari stupa-stupa yang lainnya dan
teletak di puncak sebagai mahkota dari seluruh monumen bangunan Candi
Borobudur. Stupa induk ini mempunyai garis tengah 9,90 m dan tinggi stupa
sampai bagian bawah pinakel 7m.
Puncak yang tertinggi disebut pinakel atau Yasti Cikkara, terletak di
atas Padgamaganda dan juga terletak di atas Harmika. Di atas puncak
dahulunya diberi payung atau charta bertingkat tiga (sekarang tidak terdapat
lagi). Stupa induk ini tertutup rapat, sehingga orang tidak bisa melihat bagian
dalamnya. Di dalamnya terdapat ruangan yang sekarang tidak berisi.
- Stupa Berlubang
Stupa berlubang atau berterawang adalah stupa yang terdapat pada
teras I, II dan III dimana didalamnya terdapat patung Budha di Candi
Borobudur seluruh stupa berlubang berjumlah 72 buah.
5
- Stupa Kecil
Stupa kecil bentuknya hampir sama dengan stupa yang lainnya, hanya
saja perbedaannya yang menonjol adalah dalam ukurannya yang memang
lebih kecil dari stupa yang lainnya. Stupa ini seolah menjadi hiasan dari
seluruh bangunan candi. Keberadaan stupa ini menempati puncak dari
relung-relung pada langkan II sampai langkan V, sedangkan pada langkan I
sebagian berupa keben dan sebagian berupa stupa kecil. Jumlah stupa kecil
ada 1472 buah.
Patung Budha di Candi Borobudur berjumlah 504 buah, yang
ditempatkan di relung-relung yang tersusun berjajar pada sisir pagar langkan
pada teras bundar (Aprupadhatu). Patung Budha di tingkat Rupadhatu
ditempatkan dalam relung-relung yang tersusun berjajar pada sisi pagar
langkan. Sedangkan patung-patung di tingkat Arupadharu ditempatkan
dalam stupa-stupa berlubang dan tiga susunan lingkaran sepusat.
Sikap tangan Budha di Candi Borobudur disebut Mudra yang berjumlah
6 macam, tapi yang pokok ada 5 macam. Ke-lima mudra itu adalah :
Bhumispara – Mudra
Sikap tangan ini melambangkan sang Budha memanggil Dewi Bumi, sebagai
saksi ketika ia mengakis semua serangan iblis mara. Patung-patung ini
menghadap ke timur langkan I – IV.
Wara – Mudra
Sikap tangan ini melambangkan pemberian amal, anugerah atau berkah.
Mudra ini ciri khas bagi Dhyani Budha Ratnasambhawa sebagai penguasa
selatan. Patung-patung ini menghadap ke selatan langkan I – IV.
Dhyana – Mudra
Sikap tangan ini melambangkan sedang semedi atau mengheningkan cipta.
Mudra atau sikap tangan ini merupakan ciri khas bagi Dhayani Budha.
Patung-patung ini menghadap ke barat langkan I – IV.
Abhaya – Mudra
Sikap tangan ini melambangkan sedang memenangkan. Mudra atau sikap
tangan ini merupakan tanda khusus Dhayani Budha Amoghasidi patung-
patung ini menghadap ke utara langkan I – IV.
Dharma Cakra – Mudra
Sikap tangan ini melambangkan gerak memutar roda dharma. Mudra ini
menjadi ciri khas bagi Dhayani Budha Wairocana.
6
Candi Borobudur tidak saja menunjukkan kemegahan arsitekturnya,
tetapi juga mempunyai relief yang sangat menarik. Bidang relief seluruhnya ada
1460 panel yang jika diukur memanjang menjadi 2500 m. sdangkan jenis
reliefnya ada dua macam yaitu :
- Relief cerita yang menggambarkan cerita dari suatu teks dan naskah.
- Relief hiasan yang hanya merupakan hiasan pengisi bidang.
Relief pada dinding yang menghadap keluar harus dibaca dari kiri ke
kanan. Hal demikian disebabkan karena harus menelusuri lorong-lorong pada
Candi Borobudur menurut Pradaksina, yaitu berjalan mengitari bangunan Candi
Borobudur searah dengan jarum jam dan membuat posisi agar bangunan dan
stupa maupun dinding-dinding temboknya berada di sebelah kanan.
7
BAB III
MONUMEN YOGYA KEMBALI
3.1 Sejarah
Monumen Yogya Kembali dibangun pada tanggal 29 Juni 1985, dengan
uoacara tradisional penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama oleh
Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII.
Semula gagasan untuk mendirikan monumen yang berskala nasional ini
dilontarkan oleh Bapak Kolonel Soegiarto selaku Walikotamadya Yogyakarta,
dalam peringatan Yogya Kembali yang diselenggarakan Pemerintah Daerah
Tingkat II Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1983.
Dipilihnya nama “Yogya Kembali” dengan pengertian yang luas,
berfungsinya pemerintah Republik Indonesia dan sebagai penanda peristiwa
sejarah ditarik mundurnya tentara Belanda dari Ibu Kota Yogyakarta pada tanggal
29 Juni 1949 dan kembalinya Presiden Soekarno beserta Wakil Presiden pada
tanggal 6 Juli 1949 di Yogyakarta.
Dilihat dari bentuknya Monumen Yogya Kembali berbentuk kerucut /
gunungan dengan ketinggian 31,80 m. Monumen Yogya Kembali merupakan
sebuah gambaran “Gunung kecil” yang terletak disebuah lereng Gunung Merapi.
Menurut kepercayaan secara simbolik bersama Laut Selatan yang berfungsi
sebagai “Yoni” dan Gunung Merapi sebagai “Lingga”, apabila lingga dan yoni
bersatu akan menimbulkan kemakmuran di tempat ini.
3.2 Lokasi
Monumen Yogya Kembali terletak di jalan Lingkar Utara, Dusun
Jongkang, Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Didirikan di atas lahan seluas 49.920 m2.
Lokasi ini ditetapkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dengan
alternatif diantaranya terletak di garis poros antara Gunung Merapi - Monumen
Yogya Kembali – Tugu Pal Putih – Keraton – Panggung Krapyak – Laut Selatan,
merupakan “Sumbu Imajiner”.
8
3.3 Tujuan
Monumen ini diresmikan pembukaannya oleh Presiden Soeharto pada
tanggal 6 Juli 1989.
Adapun tujuan pembangunan Monumen Yogya Kembali adalah sebagai
berikut :
Mengabadikan peristiwa kembalinya ibu kota Yogyakarta ke tangan bangsa
Indonesia.
Memperingati kembalinya ibu kota Yogyakarta ke tangan bangsa Indonesia
sekaligus berakhirnya kolonialis Belanda di Indonesia.
Merupakan ungkapan penghargaan dan terima kasih kepada para pahlawan
yang telah mengorbankan jiwanya dalam merebut kembali Yogyakarta.
Mewariskan dan melestarikan jiwa patriotrisme perjuangan bangsa Indonesia
kepada generasi penerus dalam memperjuangkan cita-cita bangsa.
9
Ruang museum dua merupakan ruang pamer tetap dengan tema
“Perang Gerilya dengan Sistem Permesta”. Dalam ruang museum ini
disajikan benda-benda koleksi yang mendukung perjuangan bangsa
Indonesia, diantaranya :
- Dokumen foto suasana perundingan KTN dengan Indonesia di Hotel
Kaliurang pada tanggal 13 Januari 1948.
- Sebuah mesin ketik dan lampu petromak milik Wanita Pembantu
Perjuangan.
- Peta timbul Route Gerilya Jenderal Soedirman dari tanggal 19 Desember
1948 – 10 Juli 1949.
Ruang Museum III
Ruang museum tiga merupakan ruang pamer tetap dengan tema
“Seputar Pelaksanaan Serangan Umum 1 Maret 1949”. Dalam ruang
museum ini disajikan benda-benda koleksi yang merupakan bukti sejarah
perjuangan masyarakat Yogyakarta dan bangsa Indonesia, diantaranya :
- Peta timbul Serangan Umum 1 Maret 1949.
- Seperangkat alat kesehatan milik Kesatuan Wehrkreis III.
- Potret diri Perjuangan Soepanoto yang gugur melawan tentara Belanda.
Ruang Museum IV
Ruang museum empat merupakan ruang pamer tetap dengan tema
“Yogya Sebagai Ibu kota Negara RI”. Dalam ruang museum ini disajikan
benda-benda yang menggambarkan situasi dan kondisi Yogyakarta pada
masa revolusi fisik, diantaranya :
- Patung dada Ir. Soekarno
- Patung dada drs. Moh. Hatta
- Seperangkat tempat tidur milik Presiden Soekarno.
Selain ruang museum, pada lantai satu juga terdapat :
- Ruang Pengelola
- Ruang Perpustakaan
- Ruang Serbaguna
- Ruang Operasional
- Ruang Souvenir
- Mushola
10
3.5 Lantai Kedua
Koleksi Monumen Yogya Kembali pada lantai dua diwujudkan dalam
bentuk relief dan diorama. Episode sejarah kurun waktu tahun 1945 – 1949 ini
disusun menurut kronologi dan tematis.
Relief Monumen Yogya Kembali dipahatkan dengan menggunakan cor
berwarna batu andesit dengan teknik pahatan relief candi atau bas relief, di
dinding lapik pagar langkan lantai dua empat sisi yang melingkari tugu monumen
berukuran 1,6 x 4 x 80 m dengan adegan sebanyak 40 episode yang masing-
masing relief yang memiliki tinggi 130 cm, dengan bingkai 20 cm sebelah bawah
dan 10 cm sebelah atas.
Relief yang terdapat di Monumen Yogya Kembali berjumlah 40 buah,
beberapa diantaranya :
- Relief Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945 di
Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.
- Relief Kongres Pemuda di Balai Mataram, Yogyakarta pada tanggal 10
November 1945.
- Relief Yogyakarta menjadi ibu kota Negara RI pada tanggal 4 Januari 1946.
- Relief Serangan Umum 1 Maret 1949 di Kota Baru.
Diorama dibuat dengan ukuran besar sebanyak 10 diorama. Episode
perjuangan fisik dan diplomasi yang digambarkan dalam diorama dipilih dari
kurun waktu 19 desember 1948 hingga 17 Agustus 1949. sesuai dengan jalannya
arus pengunjung, diorama dapat dicermati dengan menyebelah kanankan
bangunan secara pradaksina. Berikut ini beberapa peristiwa yang digambarkan
dalam diorama, diantaranya :
- Diorama Penyerbuan Tentara Belanda terhadap lapangan terbang Maguwo
pada tanggal 19 desember 1948.
- Diorama Serangan Umum 1 Maret 1949.
- Diorama penandatanganan Roem-Roijen Statement pada tanggal 29 Juni
1949.
- Diorama penarikan tentara Belanda dari Yogyakarta pada tanggal 29 Juni
1949.
11
berbentuk kerucut terpancung dengan dua lapik (kulit) dengan kemiringan 450.
garis tengah ruangan 28,50 m. Bagian puncak yang tingginya 14 m dari lantai
terdapat lubang cahaya dengan garis tengah 1,40 m. sehingga membentuk mirip
kerucut terpacung. Untuk lantainya dibuat dari batu marmer dengan sistim
pencahayaan berasal dari alam, sedangkan lampu listrik hanya berfungsi sebagai
pencahayaan pendukung cat dinding yang berwarna redup hingga menimbulkan
suasana yang hening dan syahdu.
Disamping itu ruang Garbha Graha dilengkapi dengan sarana antara
lain:
- Unit Bendera Pusaka.
- Unit Relief Simbolik.
- Unit Kata Mutiara (Pesan Pelaku Pejuang).
12
BAB IV
CANDI PRAMBANAN
13
Berturut-turut luasnya :390 meter persegi, 222 meter persegi dan 110 meter
persegi. Latar bawah tak berisi apapun. Didalam latar tengah terdapat reruntuhan
candi-candi Perwara.
Apabila seluruhnya telah selesai dipugar, maka akan ada 224 buah candi
yang ukurannya semua sama yaitu luas dasar 6 meter persegi dan tingginya 14 m.
Latar pusat adalah latar terpenting diatasnya berdiri 16 buah candi besar dan kecil.
Candi-candi utama terdiri atas 2 deret yang saling berhadapan. Deret pertama
yaitu Candi Siwa, Candi Wisnu dan Candi Brahma. Deret kedua yaitu Candi
Nandi, Candi Angsa dan Candi Garuda.
14
yang lidahnya berwujud sepasang mitologi) dan makhluk surgawi lainnya. Atap
candi bertingkat-tingkat dengan susunan yang amat komplek masing-masing
dihiasi sejumlah "ratna" dan puncaknya terdapat "ratna" terbesar.
Arca Ganesha
Arca ini ber -wujud manusia berkepala gajah bertangan 4 yang sedang
duduk dengan perut gendut. Tangan-tangan belakangnya memegang tasbih dan
kampak sedangkan tangan-tangan depannya memegang patahan gadingnya
sendiri dan sebuah mangkuk. Ujung belalainya dimasukkan kedalam mangkuk
itu yang menggambarkan bahwa ia tak pernah puas meneguk ilmu pengetahuan,
penghalau segala kesulitan. Pada mahkotanya terdapat tengkorak dan bulan sabit
15
sebagai tanda ia anak Siwa dan Uma, istrinya. Area ini menggambarkan putra
mahkota sekaligus panglima perang Raja Balitung.
16
terpahat relief cerita Kresna sebagai "Afatara" atau penjelmaan Wisnu dan
Balarama (Baladewa) kakaknya.
Candi Nandi
Luas dasarnya 15 meter persegi dan tingginya 25 m. Didalam satu -
satunya ruangan yang ada terbaring arca seekor lembu jantan dalam sikap
merdeka dengan panjang kurang lebih 2 m. Disudut belakangnya terdapat arca
dewa Candra. Candra yang bermata tiga berdiri diatas kereta yang ditarik 10
ekor kuda. Surya berdiri diatas kereta yang ditarik oleh 7 ekor kuda. Candi ini
sudah runtuh.
17
BAB V
MALIOBORO
Malioboro adalah sebuah nama jalan yang merupakan pasar seni. Di sana
dijual berbagai cinderamata khas daerah Yogyakarta. Kebanyakan penjual di sana
adalah penduduk sekitar. Suasana Malioboro selalu ramai apalagi di hari libur.
Banyak wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara yang berkunjung ke
sana.
Di seberang alun-alun terdapat sebuah masjid yang bernama Masjid Agung
Yogyakarta. Masjid ini peninggalan Kerajaan Mataram Islam.
18
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Di Indonesia terdapat banyak tempat wisata yang mengandung unsur
budaya, sejarah dan seni yang tinggi seperti tempat wisata yang terdapat di
daerah D.I. Yogyakarta dan sekitarnya. Tempat wisata tersebut perlu dijaga
kelestariannya agar tidak tersisihkan dan termakan oleh perubahan jaman.
6.2. Saran
Saran yang bisa saya sampaikan dari pengalaman berwidya wisata ke
Yogyakarta dan sekitarnya adalah, bagi kita sebagai generasi penerus sudah
seharusnya kita menjaga dan melestarikan bangunan-bangunan dan kebudayaan
bersejarah yang bisa mengingatkan kembali kepada kita terhadap perjalanan
waktu yang telah berlalu, sehingga kita bisa menghormati jasa para pahlawan
dan melestarikan kebudayaan nenek moyang.
19
LAPORAN
KEGIATAN WIDYA WISATA
KE
D.I. YOGYAKARTA DAN SEKITARNYA
Disusun Oleh :
ANGGA ADIPRAJA
Kelas : VIII H
20
KATA PENGANTAR
Penyusun
i 21
DAFTAR ISI
ii
22