Anda di halaman 1dari 228

Tiraikasih Website http://kangzusi.

com/

Judul Asli : Kiam Hoa Ie Lioe Kanglam


Karya: Khulung Saduran : Tjan ID
Masyarakat Tjersil 2005
Sumber Djvu : Dimhad Website
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ atau http://
http://dewikz.byethost22.com/

1
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

BUNGA PEDANG, EMBUN HUJAN, KANGLAM


LEBAH BUNGA THO BERWAJAH MANUSIA

I
Jian-jian menunduk rendah, melewati pintu gerbang,
berjalan di atas permadani merah. Rambutnya yang hitam
tersanggul rapi terselip sebatang tusuk konde emas, mutiara
di ujung tusuk konde bergoyang tiada hentinya. Langkah
kakinya selalu begitu ringan dan gemulai, tapi juga begitu
berat.
Mereka berdelapan masuk bersama-sama, namun sorot
mata semua yanghadir hanya tertuju pada dia seorang.
Ia tahu itu semua, tapi posisi dan ayunan kakinya takbeda
sedikit pun dengan langkahnya ketika berjalan sendirian di
tempat yang sepi.
Keseriusan dan kecantikan Jian-jian sama-sama mendapat
pujian serta rasa kagum setiap orang.
Lilin merah di atas meja bersinar terang, menyilaukan huruf
emas
"Siu" (panjang usia) yang tertera besar di tengah ruangan,
seterang kehidupan Lui Ki-hong, Lui lotaiya selama ini.
Kini, dengan wajah penuh senyuman ia awasi dayang
kesayangan istrinya ini datang mengucapkan selamat panjang
umur kepadanya. Delapan orang bersama-sama menyembah
hormat di hadapannya, tapi senyuman di ujung bibirnya
seolah-olah hanya tertuju pada Jian-jian seorang.
Bagaimanapun ia tetap seorang pria.
Sinar mata lelaki berusia 60 tahunan tak ada bedanya
dengan sinar mata pria berusia 16 tahunan.
Jian-jian tahu itu semua, namun dia tak membalas dengan
senyuman. Jarang ada orang melihatnya tersenyum apalagi
tertawa.
Ia selalu memahami status dirinya, perempuan semacam
dia tak mungkin ada kesenangan, dan tak boleh ada

2
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

penderitaan, sebab termasuk selembar nyawa miliknya yang


paling berharga pun sudah menjadi milik orang lain.
Oleh sebab itu mau tertawa atau pun melelehkan air mata,
ia selalu lakukan setelah berada di tempat yang sepi, di
tengah malam buta dan tak ada orang lain.
Jian-jian masih menunduk, melalui pintu gerbang,
menelusuri serambi samping. Hujan rintik musim semi sedang
berderai di luar serambi, hujan rintik musim semi dari daerah
Kanglam.
Hujan rintik memang gampang membuat hati gundah,
terlebih untuk gadis berusia 17-18an tahun yang belum
menikah, dalam musim seperti ini gampang muncul suatu
perasaan sedih, masgul dan muram yang tak terlukiskan
dengan kata-kata.
Jian-jian belurn pernah menikah, masih berusia 17-18an
tahun, namun baginya, mau di musim apa dan berada di
mana pun ia tetap harus bersikap tenang dan serius.
Setelah melalui serambi panjang, suara gaduh manusia tak
kedengaran lagi, bunga bunga yang mekar di luar halaman
kelihatan lebih indah dan segar di tengah terpaan hujan rintik.
Semua gadis mulai nampak lincah, mulai tertawa.
Biarpun mereka hanya berstatus dayang, bukan berarti tak
berhak menikmati kegembiraan masa remaja mereka, maka
lengan baju pun mulai digulung, menampilkan kulit lengan
yang putih dan halus, pergi memetik bunga segar di luar
pagar, pergi memetik masa remaja serta keceriaan mereka.
Hanya Jian-jian yang tak bergeming, melirik sekejap keluar
pagar pun tidak, kepalanya masih tertunduk, meneruskan
langkahnya dengan tenang.
Memandang bayangan tubuhnya yang gemulai makin
menjauh, mulai terdengar suara tertawa dingin dari kalangan
gadis-gadis itu, mulai ada yang menyindir dengan sinis:
"Dasar balok kayu, huhh... Dia bukan manusia!"
"Coba lihat dadanya yang rata, datar persis sebatang papan
kayu... Begitu dibilang cantik... ? Huuh, coba aku pria, tak sudi
memilih perempuan macam dia!"

3
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Memeluk gadis semacam dia, pasti rasanya seperti


memeluk sebatang kayu balok. ..”
Maka semua gadis pun mulai tertawa cekikikan, persis
seperti serombongan lebah yang sedang bergembira.

II
Dengan kepala tertunduk,pelan-pelan Jian-jian membuka
pintu kamarnya. Dia memiliki sebuah ruangan yang kecil,
sangat nyaman, sangat bersih. Di sinilah dunia bebas miliknya
seorang. Hanya di sini, tak seorang pun pernah datang
mengganggu atau mengusiknya.
Ia mengunci pintu kamarnya, pelan-pelan memutar badan,
bersandar di pintu dan memandang keluar jendela. Wajah
cantiknya yang semula pucat, tiba-tiba bersemu merah. Hanya
dalam sekejap, ia sama sekali telah berubah.
Dengan cepat dia melepas jubah luarnya yang tebal, di
balik jubah yang tersisa hanya pakaian yang tipis lagi ketat.
Tusuk konde emasnya dicabut lepas, rambutnya yang
hitam memanjang dibiarkan terurai di atas bahu, diliriknya
cermin di atas meja sekejap, lalu tangannya merogoh ke balik
pakaian ketat, melepaskan seuntai sabuk panjang berwarna
putih Kemudian... dadanya yang semula datar bagaikan
lapangan secara tiba-tiba menggelembung... meloncat
keluar... tahu-tahu muncul dua gundukan bola daging yang
montok
Sekarang dia baru menghembuskan napas lega, sambil
memandang cermin membuat muka setan, kembali ia
membuka lebar daun jendela, berlutut di atas ranjang sambil
memandang keluar sana, ketika yakin tak ada orang di
sekelilingnya, dengan sekali loncatan ringan, tahu-tahu ia
sudah keluar dari kamar.
Senja musim semi di bulan ketiga, burung nuri beterbangan
di atas rumput yang rimbun, tanah berumput nan hijau,

4
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

nampak begitu lembut dan halus bagai rambut seorang


kekasih di tengah rintikan hujan yang membasahi jagad.
Dengan sebelah tangan memegangi rambutnya yang
panjang, tangan yang lain menenteng sepatu, Jian-jian
dengan bertelanjang kaki berlarian di atas rerumputan yang
hijau.
Ia tak perduli butiran air hujan membasahi rambutnya, ia
pun tak perduli rumput hijau yang tajam menusuk telapak
kakinya yang indah dan mungil, walaupun semuanya
menimbulkan rasa geli dan kesemutan...
Kini, ia tak beda dengan seekor burung nuri yang baru
lepas dari sangkar, apapun yang terjadi ia tak perduli, dalam
hati kecilnya hanya terbayang satu... pergi menemui
kekasihmusim seminya.
Air sungai bening nan jernih, ketika titik air hujan jatuh di
atasnya, tercipta lingkaran-lingkaran riak yang menggelora,
persis seperti gelora perasaan gadis-gadis itu.
Ia berlarian menelusuri sungai, naik ke atas sebuah bukit,
di sana terhampar sebidang hutan bunga tho yang luas.
Di balik pepohonan yang lebat, bergelantung seorang
pemuda berbaju cerah, l<akinya mengait pada dahan pohon
dengan badan berayun ke bawah, ia sedang berusaha
menggigit sekuntum bunga tho yang berada di atas tanah.
Macam begitulah orang tersebut, tiap saat tiap waktu selalu
ingin bergerak dan berubah, tak pernah bisa tenang walau
sekejappun.
Wajahnya begitu cerah dan tampan, dari balik matanya
terpancar sinar kenakalan dan kepolosan seorang anak-anak.
Jian-jian tertawa, begitu manis tertawanya, begitu cantik.
Dia sudah meloncat turun dari pohon, bibirnya masih
menggigit tangkai bunga tho, ia berdiri di sana sambil
berkacak-pinggang.
Setiap kali bertemu dengannya, nona ini tak pernah bisa
menahan diri, ia tak dapat mengendalikan keinginannya untuk
tertawa...

5
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sambil melemparkan sepatunya, ia rentangkan lengannya


lebar lebar, lari menghampirinya, memeluknya erat-erat,
kemudian desisnya penuh kebahagiaan.
"Siau Lui... Oooh... Siau Lui..."
Tiap kali ia sedang memeluknya, ia merasa seolah-olah
sedang memeluk segumpal bara api, ia merasa dirinya seolah-
olah telah berubah menjadi segumpal kobaran bara api.
Mereka berdua sama-sama membara, saling membakar,
saling melumat, seakan-akan berusaha untuk melumat habis
lawannya.
Tapi kali ini sangat berbeda, tubuh yang dipeluknya amat
dingin, amat kaku, seakan-akan tiada reaksi sedikitpun.
Hari ini adalah ulang tahun ke enam-puluh ayahnya,
sepantasnya dia tetap tinggal di rumah.
Sesungguhnya dia amat senang bergaul, suka berteman,
suka akan keramaian, tapi kini ia lebih rela berada di tempat
yang basah oleh rintikan hujan, dia rela berada di situ demi
menanti gadis pujaannya.
Membayangkan semuanya itu, perasaan haru dan gejolak
hawa panasnya semakin membara, Jian-
jianmemeluknyakianerat,menggigit daun telinganya sambil
berdesis meluapkan semua kerinduaan serta keresahan
hatinya.
Dadanya yang montok dan empuk melekat rapat-rapat di
atas dadanya yang bidang. Dulu, setiap kali berada dalam
posisi macam ini, gejolak napsu mereka pasti akan kian
membara dan kian membakar.
Tapi hari ini...
Mendadak ia mendorong badannya. Jian-jian tertegun, bara
api yang berkobar di dadanya langsung membeku, kini dia
baru menyaksikan keanehan pada dirinya. Ceceran darah
nampak melekat di sekujur badannya.
Ceceran darah yang menodai pakaian berwarna cerah
memang susah diketahui... Hanya orang yang paling teliti baru
bisa menemukannya, hanya ketelitian seorang kekasih yang
dapat menangkapnya.

6
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Berubah air muka Jian-jian


"Lagi-lagi kau berkelahi dengan orang.. ."
Siau Lui menggeleng.
"Jangan coba menipuku!" desis Jian-jian sambil menggigit
bibir, "Pakaianmu penuh noda darah!"
Siau Lui tertawa, "Masih ingat, darahmu juga pernah
menodai pakaianku?"
Tertawanya begitu dingin,begitu tawar, tajam amat
menusuk hati, bagaikan sebilah pisau yang menghujam ke
dalam lubuk hatinya.
Tiba tiba sekujur tubuhnya terasa kaku, terasa membeku,
Jian-jian merasa badannya seolah-olah terperosok ke
kubangan salju.
"Kau... kau.. ."matanya melotot lebar, "Apa kau sudah
memiliki perempuan lain???"
"Kenapa aku tak boleh memiliki perempuan lain?" tawa
Siau Lui masih kedengaran tawar, sangat hambar.
Tubuh Jian-jian mulai gemetar keras, air matanya meleleh
membasahi pipinya, air mata terasa lebih dingin daripada
rintikan hujan di musim semi.
"Tapi... apa kau sudah lupa... aku sudah mempunyai anak
darimu...?"
"Plookk...!" tiba tiba Siau Lui meloncat ke depan dan
menampar pipinya keras-keras, makinya sambil tertawa
dingin.
"Darimana aku tahu anak siapakah itu? Hmmm, ketahuilah,
kau tak lebih hanya seorang dayang... Seorang babu!"
Tertawanya begitu seram, lebih seram dari lolongan
serigala liar.
Jian-jian melotot besar, selangkah demi selangkah ia
mundur ke belakang, tiba-tiba ia merasa seakan akan sedang
berhadapan dengan seorang yang amat asing, seorang asing
yang lebih tengik, lebih hina daripada seekor binatang. Air
matanya mengering secara tiba-tiba, darah pun ikut
mengering, Ia merasa dirinya saat ini hanya tinggal seonggok

7
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kerangka tubuh yang kosong, badan kasar yang tak memiliki


jiwa lagi.
"Aku rasa lebih baik kau cepat-cepat minggat dari sini!"
kembali Siau Lui merebahkan diri kemalas-malasan,
"Minggatlah yang jauh... Makin jauh makin baik! Jangan
ganggu janjiku dengan orang lain."
Kuku jari Jian-jian sudah menembus ke dalam daging
tubuhnya, tapi gadis itu sama sekali tidak merasa, tidak
merasa sakit biar sedikitpun, matanya masih melotot besar,
sepatah demi sepatah ujarnya.
"Aku pasti pergi dari sini! Jangan kuatir, sejak detik ini aku
tak akan datang menjumpaimu lagi! Tapi aku bersumpah,
suatu hari kelak kau pasti akan menyesal..."
Tiba-tiba ia membalik badannya dan lari meninggalkan
tempat itu.
Siau Lui tidak mendongak, melirik ke arahnya sekejappun
tidak, hanya dua deret air mata tiba-tiba meleleh keluar
membasahi pipinya. Air matakah? Atau hanya butiran air
hujan di musim semi ini??? Entahlah...

III
Cahaya lampu dalam gedung masih terang-benderang
menerangi seluruh sudut ruangan, hujan pun telah berhenti.
Dengan langkah perlahan Siau Lui berjalan melalui halaman
menuju ke dalam ruang gedung, sambil menyandarkan diri
pada sebuah tiang, dipandangnya para tetamu yang sedang
bermabukmabukan dengan pandangan dingin.
Akhirnya ada juga tetamu yang mengetahui kehadirannya.
"Aaah, tuan muda telah kembali, ayoh kita bersulang
untuknya."
"Hehehe... Kalian belum cukup minum?" dengus Siau Lui
sambil tertawa dingin, "Apakah kalianbaru rela pergi setelah
minum sampai modal kembali?"

8
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Semua orang tertegun, seolah-olah ditampar orang secara


keras... Entah siapa yang berdiri duluan, akhirnya semua
orang berdiri dan berlalu tanpa menoleh lagi.
"Lui Seng, buka pintu gerbang dan hantar tamu!" kembali
Siau Lui berseru dengan wajah dingin, membeku tanpa
perasaan.
Tak ada orang yang punya muka untuk tetap tinggal di
sana, mau tak mau setiap tamu harus angkat kaki dari sana.
Lui Lo-taiya yang baru saja beristirahat di ruang belakang,
buru-buru datang ke ruang tengah dengan wajah hijau
membesi.
Siau Lui segera datang menyambut, menarik ayahnya
menuju ke belakang ruangan.
"Kau ingin membuat aku malu?" teriak Lui Lo-taiya sambil
menghentakkan kakinya, suaranya gemetar menahan emosi.
"Tidak!" Siau Lui menggeleng.
"Kau sudah edan?" Lui Lo-taiya semakin gusar.
"Tidak!" kembali Siau Lui menggeleng.
"Kenapa kau lakukan perbuatan yang begitu memalukan?"
teriak Lo-taiya sambil mencengkeram pakaian putranya.
Menengok dari balik ruangan, tampak semua tamu yang
hadir dalam gedung telah bubar, tak tertinggal seorangpun.
Setelah lewat lama sekali, sepatah demi sepatah Siau Lui
baru berkata.
"Karena malam ini tak seorang pun boleh tinggal di sini,
mereka semua harus pergi dari tempat ini!"
"Kenapa???"
"Karena mereka telah datang!"
"Siapa yang kau maksud?" air muka Lui Ki-Hong tiba-tiba
berubah.
Siau Lui tidak menjawab, dari balik bajunya ia
mengeluarkan sepotong tangan. Sepotong lengan yang telah
terpotong putus mulai pergelangannya, darah telah membeku
di atas potongan lengan itu.
Di atas lengan yang telah mengering tertancap seekor
lebah, seekor lebah berwajah manusia.

9
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kulit lengan itu telah mengering, maka raut muka dari


lebah berwajah manusia itupun telah berubah jadi kaku
hingga nampak begitu misterius, begitu menyeramkan hingga
sulit dilukiskan dengan kata-kata.
Air muka Lui Ki-hong ikut berubah, berubah jadi kaku dan
berkerut, mendadak ia seperti kehilangan keseimbangan
hingga kemampuan untuk berdiri pun hampir tak sanggup.
Buru-buru Siau Lui membimbing ayahnya, cekalan
lengannya masih nampak tenang dan mantap.
"Yang mau datang, cepat atau lambat akhirnya harus
datang juga!" suaranya masih kedengaran tenang dan
mantap.
"Betul" dengan nada sedih Lui Ki-Hong mengangguk,
"Kalau toh harus datang, memang lebih baik datang lebih
awal!"
Dia memang berbicara dengan tulus, dengan sejujurnya,
sebab ia cukup menyadari bahwa menanti datangnya
pembalasan dendam merupakan saat penantian yang paling
menyiksa, paling menakutkan dan paling menderita
"Tigabelas tahun... yaaa... sudah tigabelas tahun... Mereka
berani datang kali ini berarti pasti sudah punya keyakinan
penuh!"
"Itulah sebabnya kecuali kita dari marga Lui, siapapun tak
boleh tetap tinggal di sini, semua orang kang-ouw tahu, di
mana mereka datang dan menyatroni,tak sebatang rumput
pun akan tersisakan!"
"Kalau begitu... kau pun harus pergi tinggalkan tempat ini,
yang mereka cari hanya aku seorang," seru Lui Ki-hong sambil
menggenggam lengan putranya erat erat.
Siau Lui tertawa, lolongan tertawanya sudah tak
menyerupai lolongan serigala, lolongan tertawanya lebih mirip
pekikan malaikat...
Di balik suara tertawanya terkandung rasa percaya diri
yang begitu kuat, semangat dan tekad yang begitu besar dan
kuat, tekad untuk mengorbankan segala-galanya, tekad yang

10
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tak segan-segan menerima semua penderitaan, semua


ganjaran dan semua cemoohan.
Tentunya Lui Ki-Hong, sang ayah, sangat memahami
perasaan putranya, maka ia genggam lengan putranya makin
erat.
"Paling tidak, marga Lui harus punya keturunan untuk
meneruskan generasi kita..." pintanya.
"Keluarga Lui sudah memiliki keturunan!"
"Di mana?"
"Di tempat Jian-jian!"
Lui Ki-Hong terperangah, terkejut tapi amat gembira,
namun setelah menghela napas kembali tanyanya.
'Tapi... di mana dia sekarang?"
"Aku telah menyuruhnya pergi"
"Dia mau pergi dari sini?"
Siau Lui mengangguk. Baru sekarang dari sorot matanya
terpancar penderitaan dan kesedihan yang amat mendalam.
Justru karena ia tahu bahwa Jian-jian tak bakal tega
meninggalkannya, maka ia tak segan menggunakan cara yang
paling keji untuk menghancurkan hatinya, meremukkan
perasaannya, agar ia patah hati.
Perasaan dia sendiripun sama remuknya. Ia telah menyakiti
hatinya, bahkan jauh lebih menderita ketimbang menyakiti diri
sendiri.
Lui Ki-hong mengawasi mata putranya, ia dapat merasakan
kepedihan serta penderitaannya. "Kau... mana boleh kau
biarkan ia pergi seorang diri?"
"Aku telah menyuruh Touw Hong melindunginya diam-
diam"
Touw Hong adalah sahabat karibnya, bahkan ia bisa
menyerahkan nyawa miliknya yang paling berharga kepada
sahabat semacam ini. Dan sekarang, ia telah serahkan
kehidupannya kepadanya!
Dia percaya asal dirinya tidak mati, pasti ada saat untuk
bertemu lagi dengan Jian-jian.

11
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Lui Ki-hong tarik napas panjang dan tidak berkata lagi, ia


sudah memahami keputusan yang diambil putranya, ia tahu
keputusan semacam ini tak mungkin bisa dirubah oleh
siapapun.
Semua pegawai dan pelayan telah dikumpulkan di ruang
tengah, setiap orang sudah memperoleh sejumlah uang untuk
menghidupi keluarganya. "Kalian cepat tinggalkan tempatini!
Malam ini juga tinggalkan tempat ini, tak seorangpun boleh
tetap tinggal di sini"
Lui Ki-hong tidak menjelaskan apa sebabnya mereka harus
pergi dari situ, tapi siapapun dapat merasakan, suatu
perubahan serius telah menimpa keluarga Lui.
Selama ini keluarga Lui bersikap sangat baik terhadap
mereka, maka ada beberapa orang yang setia tetap ingin
tinggal di situ, ingin sehidup semati dengan keluarga Lui.
Sedangkan mereka yang tidak setia, agak rikuh juga untuk
meninggalkan tempat itu kelewat cepat.
Nyonya Lui memandangi mereka dengan air mata
berlinang. Lui Hujin yang selama ini berdandan rapi dan
sopan, kini telah berganti dengan pakaian ketat, sebilah golok
Yan-ling-to terhunus di tangannya.
Dengan wajah pucat pias, ia berkata sepatah demi sepatah,
"Jika kalian masih tetap tinggal di sini, sekarang juga aku akan
mati di hadapan kalian!"
Perkataannya diucapkan tegas dan keras, sama sekali
tidakmemberi peluang untuk dirubah, juga tak seorang pun
yang menaruh curiga.
Sambil menggertak gigi Lui Sin jatuhkan diri berlutut lalu,
"Duk, duk, duk" ia pay-kui tiga kali kemudian putar badan,
tanpa mengucapkan sepatah katapun melangkah pergi
dengan langkah lebar. Cuma, ketika membalikkan badan, air
matanya telah jatuh bercucuran
Dia adalah pembantu terbaik keluarga Lui, dan hanya dia
seorang yang tahu bahwa apa yang telah dikatakan keluarga
Lui pasti akan dilaksanakan.

12
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Karena itu dia tak bisa tidak harus pergi, pun tak berani tak
pergi.
Suasana di luar pintu gelap gulita, malam yang kelam dan
berat tak berbeda dengan perasaan berat mereka semua.
Semua orang berpaling dan memandang kearahnya... asal
dia telah pergi berarti semua orang boleh pergi meninggalkan
tempat itu.
Memandang pembantunya yang paling setia pelan-pelan
berjalan menjauh, memasuki kegelapan, Lui hujin merasa
hatinya amat pilu dan pedih.
Pada saat itulah, tiba tiba sekilas cahaya menyambar lewat,
mendadak tubuh Lui Sin terbang kembali dari balik kegelapan.
"Bluukk!" tubuhnya roboh terlentang di atas lantai.
Percikan darah menyebar ke empat penjuru, tatkala
terjatuh ke lantai, tubuhnya sudah terpotong-potong jadi lima
bagian.
Darah yang merah kental pelahan-lahan meleleh dan
mengaliri ubin lantai berwarna hijau keabu-abuan, mengalir
hingga ke dasar kaki seseorang.
Orang tersebut seperti terkena sambaran panah secara
tiba-tiba, ia melompat bangun kemudian berlarian keluar
sambil berteriak histeris.
Kembali cahaya tajam yang menyilaukan mata menyambar
lewat, orang itu segera terpental balik ke dalam ruangan,
roboh terjengkang di lantai dan tubuhnya kembali terpotong
jadi lima bagian.
Darah yang berwarna merah dan segar, kembali mengalir
di atas ubin lantai yang hijau.
Suasana dalam ruangan menjadi sunyi senyap, begitu
hening hingga cuma terdengar suara darah yang mengalir di
lantai, semacam suara yang begitu mengerikan, begitu
menggidikkan hati dan membuat bulu roma pada berdiri.
Lui Ki-hong mengepal tinjunya kencang kencang, seakan-
akan dia sudah siap menyerbu keluar dan bertarung mati-
matian melawan iblis keji si pembunuh yang berada di balik

13
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kegelapan itu, tapi Siau Lui buru-buru menarik lengan


ayahnya.
Genggaman tangannya masih begitu kokoh dan tenang,
ujarnya pelan-pelan.
"Di mana Kiu-Yu-It-Wo-Hong (segerombol lebah dari
neraka) muncul, seikat rumput pun tidak dibiarkan hidup,
apalagi manusia!"
Tiba-tiba terdengar seseorang tertawa dari balik kegelapan,
suara tertawanya lebih mirip suara tangisan kuntilanak. Kalau
bukan setan dedemit yang datang dari neraka, mana mungkin
akan kedengaran suara tertawa yang begitu memilukan dan
mengerikan hati?
Di tengah suara gelak tertawa yang mengerikan, sesosok
bayangan manusia muncul dari balik pintu, di atas bajunya
yang berwarna kuning kecoklat-coklatan tampak sebuah
pergelangan tangan kanan dengan sulaman bunga berwarna
hitam terlilit selembar kain putih yang digantungkan di atas
tengkuknya. Percikan darah menodai kain putih tersebut,
sebatang lengan sudah terpapas kutung. Tak ada orang yang
dapat melihat wajahnya.
Ia mengenakan topeng tembaga pada wajahnya, topeng itu
tidak kelewat menakutkan, yang mengerikan justru sepasang
mata yang tampak terpancar keluar dari balik topeng tersebut.
Sepasang mata yang penuh dengan sorotan benci, dendam
dan keji. Pelan-pelan ia berjalan masuk, sorotan matanya tak
pernah berkedip dari wajah Siau Lui.
Kini semua orang sudah lari masuk ke sudut ruangan,
bergerombol jadi satu. Kini tinggal tiga orang dari keluarga Lui
yang masih berdiri di tengah ruangan, begitu sendiri, begitu
sepi hingga terkesan satu rombongan manusia yang
ditinggalkan, diasingkan tanpa bala bantuan.
Manusia berbaju coklat itu sudah masuk melewati ruang
lengah, berjalan ke hadapan Siau Lui, sorot matanya masih
menatap wajahnya lekat-lekat. Sampai lama sekali, kemudian
ia baru mengacungkan kurungan lengan tersebut sambil
pelan-pelan bertanya.

14
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kau???"
Siau Lui mengangguk.
"Bagus!" orang berbaju coklat itu mengangguk pula pelan-
pelan, "Kembalikan lenganku!"
Nada suaranya datar, hambar dan dingin, tapi kobaran api
yang terpancar dari balik matanya justru seakan-akan
semburan api yang datang dari neraka.
Siau Lui memperhatikan matanya sekejap, tiba-tiba ujarnya
sambil tertawa.
"Bagaimanapun, lengan ini toh sudah tak mampu dipakai
untuk membunuh orang lagi, jika kau mau, ambillah!"
Begitu tangannya diayunkan, kurungan lengan tersebut
sudah tiba di tangan orang berbaju coklat itu.
Dengan menggunakan tangan kirinya orang berbaju coklat
itu menopang tangan kanannya, kemudian setelah
diperhatikan sesaat mendadak ia gigit kurungan lengan
miliknya itu.
Setiap orang dapat mendengar suara gemerutuk yang
terpancar keluar dari katukan giginya yang sedang menggigit
kurungan lengan itu.
Ada orang mulai muntah, muntah karena mual, ada pula
yang sudah pingsan, bahkan Lui Hujin sendiripun tak tahan
untuk menunduk sambilmengawasi golok di dalam
genggamannya.
Golok Yan-Ling-to sebening air di musim gugur, namun
ujung golok tersebut kelihatan mulai gemetar.
Hanya Siau Lui seorang masih memandang dengan begitu
tenang, menyaksikan orang berbaju coklat itu menggertak
putus kutungan lengannya, mengunyah kemudian menelannya
bulat-bulat.
Sesaat kemudian ia baru mendongak, mengangkat
kepalanya memandang Siau Lui tajam-tajam, lalu katanya
sepatah demi sepatah kata.
"Sudah tak ada orang yang bisa membawa lari lengan itu
lagi!"
"Yaa, memang sudah tak ada," Siau Lui mengangguk.

15
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bagus!" kembali orang berbaju coklat itu mengangguk.


Ternyata ia tak mengucapkan perkataan lain lagi, dan
segera balik badan pelan pelan berjalan keluar. Ia berjalan
sangat lamban, namun tak ada yang berusaha mencegah atau
menghalanginya.
Walau ia berjalan sangat lamban, namun setiap langkahnya
seolah-olah menginjak di atas ruas tulang setiap orang yang
hadir di tempat itu.
Ada orang yang mulai roboh ke lantai, roboh persis di atas
bekas tumpahannya tadi, ruas-ruas tulang mereka serasa
lemas, serasa tak mampu untuk berdiri lagi.
Lui Ki-hong hanya mengawasi orang berbaju coklat itu
pergi meninggalkan ruangan, diapun tidak bermaksud
mencegah atau menghalanginya.
Penantian selama tigabelas tahun membuat ia sudah
terbiasa belajar sabar. Kesabaran yang ditempa selama
tigabelas tahun membuat ia tahu bagaimana harus
menantikan saat seperti ini
Walaupun kini ia sudah melihat kemunculan si ular berbisa,
namun belum menemukan titik kelemahan si ular berbisa itu,
maka ia harus menunggu, wajib menanti.
Jika dia harus menyerang, serangan tersebut harus tepat
mengenai titik kelemahan ular beracun tersebut, ia takboleh
memberi peluang kepada si ular beracun untuk balik
mematuknya.
Pada saat itulah mendadak terdengar...
"Took, toook, toook, toook...!"
Berbareng dengan menggemanya suara itu, dari atas
dinding tembok di seberang ruangan meluncur masuk empat
utas tali panjang yang langsung menyambar ke tengah
ruangan, golok lengkung di ujung tali langsung "Took!"
menancap di atas tiang belandar di tengah ruangan.
Menyusul kemudian ada empat sosok manusia meluncur
masuk melewati tali panjang itu, empat sosok mayat manusia.
Empat sosok mayat manusia yang sudah mati lama, mayat
itu sudah kaku, kering dan mengeras tapi masih nampak utuh

16
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dan sempurna seperti diberi obat pengawet, rambut yang


terurai di kepala mereka masih kelihatan hitam mengkilat.
Tak ada orang bisa melihat wajah mereka, untung tak ada
orang bisa memandang wajah mereka. Betapapun
menakutkannya empat sosok mayat, tak akan lebih
menakutkan daripada wajah-wajah mereka. Sudah tigabelas
tahun lamanya mereka mati.
Mati pada tigabelas tahun berselang, di suatu malam yang
gelap gulita tanpa cahaya rembulan dan berangin kencang.
Lui Ki-hong mengenali mereka, walau ia tidak sempat
melihat wajah-wajah mereka, tapi ia tetap dapat mengenali
mereka semua.
Biarpun dandanan pakaian serta topeng yang dikenakan
Kiu-Yu-It Wo-Hong kelihatannya serupa, namun
sesungguhnya pada tiap topeng yang mereka kenakan tertera
suatu pertanda atau lambang yang khas.
Dalam sekali pandangan saja Lui Ki-hong dapat mengenali
ciri khas mereka semua. Karena pada tigabelas tahun
berselang ia pernah mencopot topeng-topeng yang dikenakan
keempat orang itu dan mengamatinya sampai lama sekali.
Keempat orang itu sudah mati di tangannya. Bahkan
seorang di antara mereka adalah si ratu tawon dari
gerombolan tawon dari neraka ini. Pada topeng yang
dikenakan ratu tawon itu terukir sekuntum bunga tho kecil.

IV
Jin-bin-tho-hoa-hong, si Lebah Bunga Tho Berwajah
Manusia, penjahat nomor wahid dari dunia persilatan.
Lui Ki-hong telah melihat topeng bunga tho itu, sudah
melihat bunga tho di atas topeng tersebut. Lambungnya
mendadak mengerut kencang, nyaris isi perutnya menyembur
keluar.
Banyak orang dalam dunia persilatan tahu dia telah
membunuhnya, namun tak seorangpun yang tahu ia pernah

17
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

membayar dengan begitu banyak penderitaan dan


pengorbanan yang menyakitkan hati.
Hingga tigabelas tahun kemudian, setiap kali teringat akan
kejadian pada malam itu, ia masih merasa begitu mual
perutnya dan ingin muntah
Malam itu mereka berangkat bersebelas, bersama-sama
meluruk sarang lebah itu.
Dari sebelas orang jago lihay dunia persilatan, hanya dia
seorang yang masih tetap hidup hingga kini.
Begitu sengit dan dramatisnya pertempuran itu membuat ia
tak pernah berani membayangkannya kembali kendati
kejadian tersebut sudah lewat banyak tahun.
Untung saja si Ratu Lebah Berwajah Bunga Tho yang
berada di hadapannya sekarang, tak lebih hanya sesosok
mayat saja.
Betapapun sempurnanya mengawetkan sesosok mayat, ia
tak akan mampu membunuh orang lagi.
Lui Ki-hong menepuk pundak putranya dengan perasaan
amat bersyukur, karena nasib si anak muda itu ternyata jauh
lebih baik ketimbang dirinya, beruntung tidak bertemu
dengannya ketika ia masih dalam keadaan hidup.
Pada jaman Ratu Lebah Berwajah Bunga Tho masih hidup,
semua pemuda yang pernah berjumpa dengannya harus mati!
Bahkan harus mati dalam cara yang paling istimewa.
Asal kau telah mendengar suara tertawanya, sudah lebih
dari cukup untuk menjerumuskan dirimu ke dalam neraka
jahanam, dan tak pernah bisa ditiriskan kembali.
Tentu saja orang yang sudah mati tak sanggup tertawa.
Lui Ki-hong menghembuskan napas lega, tapi kemudian
aliran darah dalam sekujur tubuhnya mendadak berubah jadi
dingin dan membeku.
Tiba-tiba saja ia mendengar ada orang sedang tertawa,
begitu merdu dan manja suara tertawa itu, bagaikan bunga di
musin semi, lebah yang berterbangan di antara bebungahan.
Jin-bin-tho-hoa-hong telah tertawa.

18
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tak seorang pun dapat melukiskan suara tertawa itu. Jelas


tertawa itu bukan berasal dari sesosok mayat yang sudah mati
lama, lebih-lebih tak mungkin suara tertawa itu datang dari
dasar neraka jahanam... Seandainya hanya berada di dasar
neraka baru bisa mendengar suara tertawa semerdu, semanja
itu, pasti ada banyak orang yang rela datang ke neraka untuk
mencarinya.
"Siapa kau?" bentak Lui Ki-hong.
"Kau sudah tidak mengenali aku?" suara tertawa itu makin
manis dan merdu, "Tapi aku tak akan melupakan kau, tak
akan melupakan kejadian di tengah hutan pada tigabelas
tahun berselang"
"Kau bukan dia, kau tak akan bisa menipu diriku. Dia sudah
mampus tigabelas tahun berselang"
"Benar, tigabelas tahun berselang aku sudah mati, karena
itulah sekarang aku ingin kau mengembalikan nyawaku..."
Suara tertawanya bagaikan suara seorang dewi, seorang
malaikat, sedang suara dari ke tiga sosok mayat lainnya
menyerupai tangisan setan penasaran dari dasar neraka.
"Kembalikan nyawaku, kembalikan nyawaku..."
Angin malam berhembus lewat. Mayat-mayat kaku itu mulai
bergoyang di tengah hembusan angin.
Mendadak Siau Lui melangkah maju ke depan,
menghadang persis di depan tubuh ayahnya.
"Maaf!" suaranya masih begitu tenang dan mantap,
"Tangan boleh dikembalikan, tapi sayang nyawa tak bisa
dikembalikan."
Jin-bin-tho-hoa-hong tertawa makin merdu, makin manis,
sepatah demi sepatah ujarnya.
"Kalau begitu gunakan sembilanpuluh-tujuh lembar nyawa
yang berada dalam keluargamu untuk mengganti nyawa
kami!"
"Nyawa boleh saja dikembalikan kepadamu, cuma..." suara
Lui Hujin sangat dingin, sorot matanya pun setajam ujung
goloknya.
"Cuma kenapa?? “

19
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Aku masih ingin mengajukan satu pertanyaan lagi."


"Tanyakan!"
"Sebenarnya apa yang sedang kalian lakukan di dalam
hutan pada malam tigabelas tahun berselang?"
"Tentu saja perbuatan yang tak boleh diketahui orang lain,"
jawab Jin-bin-tho-hoa-hong sambil tertawa, "Sebagai seorang
istri yang pandai, seharusnya berpura-puralah bodoh sekalipun
sudah tahu dengan jelas, buat apa kau banyak bertanya lagi?"
Tiba-tiba Lui Hujin membalikkan badannya, menghadap ke
arah suaminya, dengan wajah pucat pias bagaikan mayat ia
berkata.
"Ternyata kau... selama ini kau membohongi aku, selalu
menutupi kejadian ini, rupanya kau sama sekali tidak
menghabisi nyawanya!"
"Kau lebih percaya kepadanya atau aku?" merah jengah
wajah Lui Ki-hong.
"Aku hanya ingin mengetahui kejadian yang sebenarnya!"
"Kita sudah tigapuluhan tahun hidup bersama sebagai
suami-istri, masa hingga sekarang kau masih sok cemburu?"
teriak Lui Ki-hong sambil menghentakkan kakinya saking
jengkelnya.
"Biarpun sudah puluhan tahun jadi suami-istri toh masih
bisa cemburu," jawaban Lui hujin dingin dengan wajah kaku.
"Sekalipun kau ingin menunjukkan cemburumu, tidak
seharusnya kau tunjukkan di saat seperti ini"
"Aku tak ambil perduli saat apakah sekarang ini, jika kau
enggan berterus terang, aku akan adu jiwa dulu denganmu!"
teriak Lui hujin makin sengit.
Kalau wanita sudah cemburu, urusan apapun memang tak
digubris lagi, betapa luasnya pengetahuan dan pengalaman
seorang wanita, jika mulai dilanda rasa cemburu, ia bisa
berubah jadi berangasan dan tak pakai aturan.
Lui Ki-hong menghembuskan napas panjang, setelah
tertawa getir ujarnya.
"Baik, baik, kuberitahu kepadamu, pada malam itu..."

20
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika berbicara sampai di situ, mendadak ia mengedipkan


matanya kepada sang istri memberi kode. Suami-istri yang
sudah hidup dan berjuang bersama puluhan tahun lamanya ini
tiba-tiba turun tangan melancarkan serangan secara serentak.
Dua bilah golok yang tajam langsung menusuk ke tubuh
Jin-bin-tho-hoa-hong itu.
Golok Yan-ling-to sebenarnya termasuk sejenis golok yang
amat ringan, tapi berada dalam genggaman suami-istri dari
keluarga Lui ini, kedahsyatannya ternyata luar biasa.
Ilmu golok Peng-hii-to-hoat (ilmu golok kilatan halilintar)
yang dimiliki Lui Ki-hong sudah diwariskan turun-temurun,
bukan saja cepat dalam gerakan, penuh dengan perubahan
bahkan kedahsyatannya luar biasa.
Bagaikan kilatan bianglala yang saling menggunting, dua
bilah golok itu menyambar kian-kemari. Perasaan mereka
berdua yang telah menyatu membuat kerja sama ilmu golok
yang mereka gunakan begitu rapat dan sempurna.
Tubuh Jin-bin-tho-hoa-hong bergelantungan di atas tali
panjang, nampaknya sulit baginya untuk menghindari
serangan golokitu, tapi pada saat yang bersamaan, tali
tersebut kelihatan bergetar kencang menyusul kemudian
empat sosok tubuh yang bergelantungan di atas tali panjang
tadi sudah melesat mundur dengan kecepatan bagaikan anak
panah yang terlepas dari busurnya.
Dalam waktu singkat, empat orang itu sudah lenyap di balik
pintu dan tertelan dalam kegelapan malam.
"Kejar!" bentak Lui Hujin nyaring.
"Jangan, jangan dikejar!" sahut Lui Ki-hong dan putranya
hampir berbarengan.
'Tak usah dikejar!"
Bayangan lilin bergoncang terhembus angin, dalam kilatan
cahaya keempat sosok mayat yang bergelantungan di atas tali
panjang tadi mendadak sudah meluncur masuk lagi ke dalam
ruangan bagaikan kilatan bintang.

21
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tubuh mereka masih tetap bergelantungan seperti orang


bermain ayunan, tapi kecepatannya bergerak kian-kemari tak
beda dengan kelebatan bayangan setan.
Sambil tertawa dingin Lui Hujin mengayunkan goloknya,
babatan ini lebih kencang dan cepat, di antara kilauan cahaya
golok bagaikan bianglala di angkasa, ia songsong tubuh Jin-
bin-tho-hoa-hong itu dengan sebuah bacokan ganas.
Kali ini Jin-bin-tho-hoa-hong tidak mundur.
"Bluuk!" mata golokmembelah persis di atas tubuhnya
seperti membacok seikat rumput kering, tubuh si lebah
tersebut terbelah jadi dua dan roboh ke tanah.
Gumpalan asap berwarna merah segera menyembur keluar
dari belahan tubuh itu, tatkala Lui Hujin sadar kalau dirinya
terjebak, keadaan sudah terlambat, tubuhnya langsung roboh
terjengkang ke belakang.
Jin-bin-tho-hoa-hong ini selain bukan manusia hidup, juga
bukan orang mati. Ketika tubuhnya meluncur mundur dari
ayunan tali panjang tadi, ternyata ia sudah bertukar diri di
balik kegelapan
Waktu itu, mata golok Lui Ki-hong hampir saja membabat
di atas sesosok mayat yang berada di hadapannya.
Menyaksikan perubahan yang tak terduga itu, dengan paksa ia
menarik kembali ayunan goloknya.
Tak disangka kali ini bukan saja orang itu tidak mati, pun
bukan orang palsu untuk menjebak Ketika Lui Ki-hong menarik
paksa ayunan goloknya, tahu-tahu pergelangan tangannya
sudah dicengkeram orang itu kencang-kencang, separuh
badannya kontan menjadi kesemutan dan kaku.
Siau Lui melompat ke depan dengan kecepatan tinggi, tapi
dalam waktu bersamaan dua sosok mayat lain yang masih
bergelantung di atas tali panjang itu sudah berayun mendekat,
empat buah kaki melancarkan serangkaian tendangan berantai
ke tubuhnya.
Dengan tubuh berputar setengah lingkaran, ia berkelit dari
tendangan berantai sepasang kaki itu, kemudian sambil

22
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

membalik telapak tangannya ia babat pergelangan kaki dua


kaki yang lain.
"Bluuk!" sebuah pergelangan kaki terbabat hingga hancur
berantakan, tapi lagi-lagi segumpal asap merah menyembur
keluar dari balik serpihan kaki yang hancur itu.
Ternyata kedua orang itu satu asli satu palsu, kaki si orang
palsu yang dipakai untuk menendang tadi dilancarkan dengan
meminjam kekuatan ayunan kaki orang yang asli.
Siau Lui berjumpalitan, bersalto beberapa kali di udara, lalu
melejit mundur sejauh tiga kaki dari posisi semula.
Walaupun ia berhasil menghindarkan diri dari semburan
asap beracun itu, tapi sayang ayahnya sudah jatuh ke dalam
cengkeraman lawan.
Gelak tawa menggema di udara bagaikan tangisan setan
penasaran, wajah Lui Ki-hong pucat pias bagaikan mayat,
goloknya sudah terlepas dari genggamannya dankini terjatuh
ke tanah, dengan pandangan tak berkedip ia pandang
lambang mata setan yang terukir di atas topeng tembaga itu.
Lebah Bermata Setan tertawa terkekeh-kekeh, teriaknya
menyeramkan, "Kembalikan nyawaku!"
Tubuhnya menyusut ke muka, nampaknya dia ingin
menyambar Lui Ki-hong dan berusaha membawanya pergi dari
situ, siapa tahu pada detik terakhir itulah mendadak tiga orang
pelayan berbaju hijau yang semula sudah roboh tergeletak di
tanah itu melompat bangun sambil mengayunkan tangannya
bersamaan waktu, puluhan titik cahaya bintang yang berhawa
amat dingin segera memancar ke muka bagaikan hujan
gerimis.
Tubuh si Lebah Bermata Setan seketika terhajar puluhan
senjata rahasia itu hingga berubah bagaikan landak, untuk
menjerit kesakitan pun tak sempat diutarakan.
Lui Ki-hong membalik pergelangan tangannya, secepat kilat
ia sambar golok yang pada saat bersamaan telah dilempar
Siau Lui ke arahnya.
Percikan darah segar menyembur ke empat penjuru
ruangan, dua batang kaki yang berlumuran darah jatuh rontok

23
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dari tengah udara, dua batang kaki yang berdaging dan penuh
berpelepotan darah segar.
Orang yang kehilangan kedua kakinya itu menjerit
kesakitan, cepat-cepat tubuhnya berayun pada tali dan
melompat mundur ke belakang, semburan darah segar ikut
menyembur keluar membasahi lantai, persis seperti kuntum
kuntum-bunga sakura yang rontok dari rantingnya dan
berguguran ke tanah.
Waktu itu Siau Lui sudah melompat ke depan, berjongkok
di samping ibunya. Paras muka Lui Hujin telah berubah pucat
pias bagaikan mayat.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Lui Ki-hong dengan nada
berat
Siau Lui menggertak giginya kencang kencang, otot-otot di
wajahnya menonjol keluar semua menahan emosi, ia marah
dan sangat mendendam.
Sementara itu ketiga orang pelayan berbaju hijau itu sudah
melompat bangun dan berdiri berjajar menghadang di muka
majikannya berdua, mereka bertiga telah menyingkap pakaian
luarnya hingga kelihatan kantung-kantung kulit yang terikat
rapi di pinggang mereka.
Tangan mereka bertiga siap merogoh ke dalam kantung-
kantung kulit itu, jari jemari yang kurus dan panjang nampak
runcing penuh tenaga, kuku mereka terpapas pendek.
Sebagian besar tangan jago-jago kenamaan dalam
penggunaan senjata am-gi, semuanya terawat bersih dan rapi.
"Boan-Thian-Hoa-Yu (hujan bunga memenuhi angkasa)..."
seru orang dari balik kegelapan sambil tertawa melengking,
suara tertawa yang amat memikat hati, "Tiga bersaudara
keluarga Peng, sejak kapan kalian jadi begundal orang lain?
Betul-betul sebuah kejadian yang tak disangka..."
Paras muka tiga bersaudara dari keluarga Peng tetap dingin
kaku, sama sekali tidak menunjukkan perubahan mimik
apapun.
Syarat utama untuk bisa melepaskan am-gi secara tepat
adalah harus memiliki sepasang tangan yang sangat tenang

24
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dan kokoh, untuk bisa memperoleh tangan yang tenang dan


kokoh harus dilatih syaraf dan semangat yang keras bagaikan
baja.
"Lui Ki-hong, kau memang si rase tua!" suara tertawa
Lebah Bunga Tho Berwajah Manusia tergetar tiada hentinya,
"Tak disangka kau dapat membeli tiga bersaudara dari
keluarga Peng secara rahasia dan menyembunyikan mereka di
dalam rumah. Aku kagum kepadamu!"
Suara tertawa perempuan itu meski merdu, sayang Lui Ki-
hong tidak mendengarnya. Baginya tak ada suara lain yang
lebih penting daripada dengus napas istrinya saat itu. Napas
Lui hujin sudah amat lirih amat lemah.
Siau Lui angkat wajahnya, memandang ke arah ayahnya.
Waktu itu Lui Ki-hong telah berlutut, berlutut di sisi istrinya,
sambil membungkuk ia berbisik.
"Lebah Bunga Tho Berwajah Manusia sudah mampus
tigabelas tahun berselang, yang datang kali ini pasti
gadungan!"
Paras muka Lui Hujin sudah kaku, sekaku batu, namun
sorot matanya masih lembut, halus bagaikan aliran air.
Ia memandang ke arahnya, dia bukan cuma suaminya, juga
merupakan sahabat sehidup-sematinya. Ia selalu memper-
cayainya, seperti dia percaya pada diri sendiri. Kini dia tahu,
sebentar lagi dia akan pergi meninggalkannya, namun tak
terpancar rasa takut sedikitpun dari sorot matanya.
Juga tak terpancar rasa sedih, apalagi rasa takut atau
ngeri. Kematian bukan sesuatu yang menakutkan.
Bagi seorang wanita, selama ia sudah mendapat seorang
suami yang sepanjang hidup selalu setia kepadanya, apalah
arti dari sebuah kematian???
Lui Ki-hong mengganggam tangannya dengan lembut, tapi
sinar mata istrinya sudah dialihkan ke wajah putranya.
Tiba tiba muncul setitik suara dari balik tenggorokannya...
sejenis kekuatan luar biasa yang mendorong dia dapat
mengeluarkan suara tersebut.

25
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Itulah kekuatan kasih-sayang seorang ibu terhadap


anaknya.
Dengan suara lirih Lui Hujin berbisik.
"Kau tak boleh mati... Kau harus temukan Jian-jian, dia
sangat baik... dia pasti bisa melahirkan seorang cucu yang
gagah untukku."
"Aku pasti dapat menemukannya" Siau Lui merebahkan
kepalanya di atas dada ibunya yang lemah, "Aku pasti dapat
membawa putra kami datang ke sini, menjumpai dirimu."
Di tengah sorotan mata Lui Hujin yang lembut, tersungging
secercah senyuman, dia seolah-olah ingin mengangkat
tangannya, menggerakkan lengannya untuk memeluk putra
tercintanya. Sayang ia tidak sempat menggerakkan lengannya,
sepanjang masa tak pernah dapat dilakukannya lagi.
Dada ibunya sudah lama menjadi dingin. Siau Lui masih
berlutut di sana, berlutut tanpa bergerak sedikitpun. Tatkala
dada ibunya mulai mendingin, perasaan hati putranya juga
ikut mendingin.
Titik air mata nampak bercucuran membasahi kelopak mata
tiga bersaudara dari keluarga Peng, namun tak seorangpun
yang berpaling. Mereka tidak bisa berpaling.
Kembali ada empat orang berjalan masuk dari atas tali
panjang, berjalan masuk dengan langkah sangat lambat.
Siapapun tak tahu keempat orang yang baru muncul itu
manusia sungguhan? Gadungan? Mayat hidup? Atau manusia
hidup?
Tiga bersaudara dari keluarga Peng memiliki senjata am-gi
yang sangat beracun, tapi sayang mereka tak bisa
memakainya untuk menyerang. Asap racun yang menyelimuti
ruangan itu sudah kelewat jenuh, kelewat pekat.
Mendadak Siau Lui menyambar golok milik ibunya,
berjumpalitan di udara dan melesat sejauh empat kaki lebih,
di antara kilatan cahaya golok, empat utas tali terbang itu
terpapas putus semua

26
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Empat sosok manusia itu jatuh hampir bersamaan...


"Blukk.." Semuanya terkapar di atas tanah tanpa bergerak
sedikitpun, rupanya empat sosok manusia gadungan.
Seandainya tiga bersaudara dari keluarga Peng melepaskan
am-gi mereka tadi, niscaya asap beracun yang menyelimuti
ruangan itu akan semakin menyesakkan napas.
Biarpun serbuk bunga dari segerombolan lebah itu sangat
harum, namun pantang tercium baunya... Biarpun serbuk
bunga dari sang lebah sangat beracun, yang paling beracun
justru sengatannya.
Setelah terjerembab ke tanah, keempat sosok manusia itu
tidak pernah bergerak lagi... mendadak cahaya lampu yang
menerangi ruangan dalam rumah itu padam, suasana jadi
gelap gulita.
Menyusul kemudian terdengar jeritan lengking yang
menyayat hati bergema dari balik kegelapan. Jeritan ngeri dari
begitu banyak orang yang belum pernah terdengar sebelum-
nya, jeritan tersebut sudah tak mirip suara dari manusia tapi
lolongan menyeramkan dari sekawanan binatang.
Lolongan ngeri sekawanan binatang yang sedang sekarat,
semacam irama suara yang membikin perut jadi mual, jeritan
yang membuat otot pada kaku, susul-menyusul tiada
hentinya.
Mungkin, hanya ada satu suasana yang lebih menakutkan
daripada suara tersebut... ketika semua suara mendadak
berhenti berbunyi... Ketika suasana tiba-tiba tercekam dalam
keheningan yang amat menyeramkan.
Bagaikan suara irama musik yang tiba-tiba terhenti karena
senarnya terbabat putus oleh bacokan golok, suara pisau yang
sedang membabat di atas daging manusia, suara tulang yang
sedang retak dan hancur... Suara tenggorokan yang
mendadak tercekik dan dipatahkan.
Namun seluruh suara tersebut tak pernah terdengar,
karena semua suara itu tak pernah bisa didengar secara jelas,
karena seluruh suara itu tenggelam oleh jeritan ngeri yang
menyayat hati.

27
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika jeritan ngeri itu terhenti, seluruh suara yang ada


dalam ruangan pun ikut terhenti. Tak seorang pun yang tahu
kenapa semua suara yang begitu menakutkan itu bisa berhenti
secara tiba-tiba.
Juga tak seorang pun yang tahu mengapa ruangan di
tempat itu bisa berubah begitu gelap gulita, begitu senyap.
Kenapa sampai suara napas manusia pun tak kedengaran?
Entah berapa lama sudah lewat... Setitik cahaya lampu
mendadak berkilat dari balik kegelapan
Cahaya lampu yang berwarnah hijau pucat pelan-pelan
melayang masuk dari luar pintu, seorang manusia bertubuh
langsing yang memegang lentera tersebut.
Ketika cahaya lentera baru saja menyinari pemandangan
dalam ruangan itu, lentera yang berada di tangannya
mendadak terjatuh ke lantai, terbakar di atas tanah, orang
yang membawa lentera itu mulai muntah-muntah.
Tak ada orang yang bisa menahan rasa mual bila menyak-
sikan pemandangan di tempat itu. Tak nampak seorang
manusia hidup pun di dalam gedung.

V
Cahaya api yang sedang berkobar, memancar di atas wajah
tiga bersaudara dari keluarga Peng, air muka mereka
menunjukkan mimik wajah yang sangat aneh, seakan-akan
mereka tak percaya bahwa dirinya bakal tewas di ujung
senjata rahasia orang lain.
Senjata rahasia itu berupa jarum beracun dari seekor lebah,
lebah yang datang dari neraka dan kini sudah balik kembali ke
dalam neraka.
Ketika tubuh Lui Ki-hong roboh ke tanah, tangannya masih
menggenggam golok Yan-ling-to miliknya, meski mata
goloknya telah gumpil.

28
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ia roboh persis di samping jenasah istrinya, seakan-akan


hingga detik terakhir hidupnya ia enggan meninggalkan sisi
istrinya walau setengah langkah pun.
Siau Lui sendiripun roboh di tengah genangan darah,
ceceran darah berwarna hitam, jelas darah yang mengandung
racun.
Empak sosok manusia yang meluncur turun dari atas tali
terakhir tadi, kini tidak berada di posisi semula.
Mereka bukan manusia gadungan, tapi sekarang telah
berubah menjadi orang mati. Masih berapa banyak orang yang
mati disitu?
Pada saat itulah terbesit setitik cahaya api di luar jendela,
api itu mulai membakar daun jendela, membakar bangunan
loteng dan gedung tersebut.
Tak ada yang tega saling memandang, karena memang tak
mungkin saling memandang lagi... lentera yang tadi terbakar
kini apinya telah padam,
"Tak sejengkal rumputpun yang tersisa!" Hanya kobaran
api yang tak berperasaan dapat mengubah tempat tersebut
menjadi tak tersisa walau hanya sejengkal rumputpun.
Entah berapa lama kembali berlalu, dari balik kilauan
cahaya api kembali muncul sesosok bayangan manusia.
Sesosok bayangan tubuh yang langsing dan indah,
wajahnya i nengenakan sebuah topeng, sebuah topeng
dengan sekuntum bunga tho... bunga tho yang nampak merah
menyala karena terpantul cahaya api.
la berdiri tenang di depan pintu, mengawasi tumpukan
mayat yang berserakan di hadapannya dengan tatapan dingin,
walau seluruh lantai berubah jadi lautan darah, ia tak
sedikitpun muntah, ia bahkan tidak merasa mual.
Mungkinkah ia bukan manusia? Mungkinkah ia benar-benar
setan iblis yang hidup kembali dari dalam neraka? Lambat laun
tempat tersebut berubah semakin panas, sepanas api jahanam
dari dalam neraka. Kejam dan menyeramkan seseram suasana
neraka, dan ternyata ia berjalan memasuki neraka itu.

29
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Perlahan-lahan ia berjalan masuk ke dalam ruangan, sepatu


yang dikenakan telah basah berpelepotan darah, golok dalam
genggamannya masih memancarkan cahaya yang
menyilaukan mata.
Sorot matanya berputar kesana-kemari seakan-akan
sedang mencari sesuatu. Akhirnya pandangan matanya
terhenti di atas batok kepala Lui Ki-hong. Itulah batok kepala
dari musuh besarnya, dia harus membawa pulang batok
kepala itu, untuk bersembahyang bagi arwah ibunya.
Dendam kesumat! Ketika rasa dendam mulai membakar
dalam lubuk hati seseorang, kobaran apinya akan lebih
dahsyat ketimbang kobaran api yang membakar gunung, lebih
menakutkan, lebih menyeramkan.
Kalau Thian telah menganugerahkan rasa cinta dalam alam
jagat ini, kenapa harus menebarkan pula bibit dendam
kesumat disitu?
Selangkah demi selangkah ia berjalan mendekati Lui Ki-
hong, tak ada lagi manusia di dunia ini yang bisa
menghalanginya. Tapi mungkin masih ada seseorang...
Yaaa, hanya satu orang yang bisa menghalanginya!
Mendadak muncul seseorang dari balik genangan darah,
menghadang persis di hadapannya, menghalangi jalan
perginya.
Tampaknya orang itu mengenakan pula sebuah topeng di
wajahnya, bukan topeng yang terbuat dari tembaga, tapi
topeng yang penuh berlumuran darah.
Darah segar bukan saja menyelimuti seluruh wajahnya,
juga mengelamkan air mukanya, menutupi semua
perasaannya, pikirannya.
Dia bagaikan sesosok mayat, mayat hidup yang berdiri
kaku di situ sambil mengawasi dirinya, meski tak dapat
melihat wajah asli perempuan itu, paling tidak ia masih dapat
melihat dengan jelas ukiran bunga tho yang terpampang di
atas topeng wajahnya.

30
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Lama sekali ia berdiri di situ mengawasi lawannya,


kemudian sambil tertawa seram yang menggidikkan bulu
roma, katanya.
"Rupanya kau belum mampus?"
Yaa, dia memang belum mati, karena ia tak boleh mati.
"Kedua orang-tuamu sudah pada mampus, apa artinya kau
tetap hidup seorang diri? Lebih baik pergilah mampus!"
Ia cukup tahu siapakah dia, tapi tidak cukup tahu manusia
macam apakah dirinya. Hanya sedikit orang yang tahu
manusia macam apakah dirinya, amat sedikit manusia yang
benar-benar bisa memahami dirinya.
Darah segar masih meleleh keluar membasahi wajahnya, di
atas wajahnya sudah tak ada air mata, yang ada tinggal
darah, cucuran darah segar.
Dalam tubuhnya juga tak punya darah lagi, karena semua
darah miliknya sudah mengalir keluar, yang ada dalam
nadinya sekarang tinggal aliran kekuatan yang besar, mungkin
saja semacam kekuatan yang terbawa dari dalam neraka,
kekuatan yang muncul dari kekuatan rasa dendamnya.
Kobaran api semakin membara, seluruh belandar dalam
gedung itu sudah terbakar, terjilat kobaran api yang makin
membara.
Akhirnya perempuan itu menghela napas panjang, ujarnya
pelan.
"Kalau kau tak ingin mampus, pergilah! Toh yang kucari
sebenarnya bukan dirimu. ..”
Yang dicari perempuan ini memang bukan dia, tapi sebelum
ucapannya selesai diutarakan, ia sudah turun tangan, sabatan
golok di genggamannya tak beda dengan sengatan beracun
seekor lebah.
Siau Lui tidak menghindar, juga tidak bergerak, ia biarkan
mata golok yang tajam menembusi tulang iganya, ketika mata
golok sudah terjepit di dalam tulangnya itulah tiba-tiba ia
balas melancarkan serangan.
"Krakkk....!"

31
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bersamaan dengan patahnya tulang iga yang ditembusi


mata golok pergelangan tangan perempuan itu ikut terhajar
patah.
Gerakannya bukan gerakan dari ilmu silat, di dunia ini tak
ada ilmu silat semacam ini.
Tindakan yang dilakukan olehnya saat itu tak ubahnya
dengan pertarungan seekor hewan liar, bahkan lebih
menakutkan dan lebih kejam daripada pertarungan hewan liar.
Sebab pertarungan seekor hewan masih dilandasi untuk
mempertahankan hidup, tapi baginya, ia sudah tidak
memikirkan keselamatan sendiri, tak memikirkan kehidupan
sendiri. Memang, kadangkala sifat manusia memang jauh
lebih kejam daripada sifat seekor hewan.
Hingga saat itulah sorot mata ngeri dan takut mulai
terpancar keluar dari sorot mata perempuan itu, tiba-tiba
teriaknya keras.
"Kau ingin membunuhku?"
"Betul!" jawaban Siau Lui amat singkat, sesingkat mata
golok yang meluntakkan tulang iganya.
"Kenapa? Ingin balaskan dendam ayah-ibumu? Kau boleh
membalaskan sakit hati orang-tuamu, kenapa aku tak boleh?
Bila kau anggap tindakanku keliru, kaupun telah melakukan
langkah yang salah!" Nada suaranya tinggi tajam seperti
sayatan sebilah mata golok
Makin kencang jari-jemari Siau Lui mencengkeram tulang
pergelangan tangannya yang telah hancur, seluruh tubuh
perempuan itu mulai gemetar, wajahnya mulai menampilkan
perasaan kesakitan dan ngeri yang amat mendalam.
Tapi ia masih dapat mempertahankan diri, sudah lama dia
terbiasa menahan rasa penderitaan dan rasa ngeri yang
dalam, katanya: "Lagipula aku toh tidak membunuh siapapun,
tanganku belum pernah ternoda oleh darah siapapun,
sebaliknya ibuku justru mati di tangan ayahmu, aku
menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana mata
goloknya menggorok leher ibuku, memenggal kepala ibuku..."
"Kau menyaksikan dengan mata kepala sendiri?"

32
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Perempuan itu mengangguk, dengan sorot mata penuh


kebencian dan rasa dendam yang dalam lanjutnya.
"Kau ingin melihat wajahku?" Tiba tiba ia lepaskan topeng
yang menutupi wajahnya, memperlihat raut muka aslinya.
Tak dipungkiri sebenarnya dia memiliki sebuah wajah yang
amat cantik, kecantikan wajahnya cukup membuat setiap
lelaki berlutut di hadapannya, membuat setiap lelaki
kehilangan sukma dan tergila-gila kepadanya.
Tapi sekarang, sebuah bekas bacokan golok yang sangat
dalam dan mengerikan membekas di wajah ayunya,
menggurat dari ujung matanya hingga ke ujung bibirnya.
Seperti sebuah lukisan wanita cantik yang ternoda oleh tinda
hitam...
Semua orang pasti akan merasa sayang bila melihat raut
muka seperti ini, guratan golok tersebut bukan hanya
menghancurkan paras mukanya yang cantik, meluluhlantakkan
juga kehidupannya.
Sambil menunjuk bekas bacokan golok di wajahnya dan
tertawa dingin, kembali ia berkata.
"Tahukah kau perbuatan biadab siapakah hasil karya ini?
Dia tak lain adalah ayahmu... Padahal aku masih berusia lima
tahun kala itu... Siapa yang mengira seorang pendekar besar
golok sakti ternyata begitu tega menghancurkan kehidupan
seorang gadis yang masih berumur lima tahun???"
Siau Lui tertegun memandang wajahnya, genggaman
tangannya yang semula kencang mulai mengendor, tiba tiba
saja ia pingin muntah, perutnya mulai terasa mual.
"Sekarang, apakah kau masih ingin membunuhku? Masih
ingin balaskan dendam bagi ayah-ibumu?" sepatah demi
sepatah kata ia bertanya.
Tiba tiba Siau Lui melengos, dia tak tega lagi memandangi
wajahnya. Seluruh semangat dan kekuatan rubuhnya
mendadak jadi runtuh.
"Aku sengaja mengatakan semuanya ini tak lebih hanya
ingin beritahu kepadamu bahwa Lui Ki-hong bukan seorang
malaikat," kembali ia bicara dengan suara dingin, sedingin es

33
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dari kutub, "la tidak sesuci dan sehebat apa yang kau
bayangkan, dia ingin membunuh ibuku karena tak lain ingin..."
"Enyah kau dari sini, cepat enyah dari sini!" teriak Siau Lui
tiba tiba, "Mulai detik ini aku tak ingin bertemu dirimu lagi!"
Kembali ia tertawa, bekas luka golok yang membekas di
ujung bibirnya membuat suara tertawanya seakan akan
mengandung sindiran yang tak terlukis dengan kata-kata,
ujarnya.
"Kalau toh kau tak berani mendengar lagi, baiklah, aku tak
usah lanjutkan perkataanku, sebab jika kuteruskan, perutku
pun mulai ikut mual, pingin muntah!"
Perlahan-lahan ia membalikkan tubuhnya, perlahan-lahan
pergi meninggalkan tempat itu, ia tak berpaling lagi walau
sekejap pun. Siau Lui juga tidak memandang ke arahnya,
apalagi menghalangi Kepergiannya.
Dia cuma berdiri termangu di situ seperti orang yang
kehilangan sukma, seluruh pikiran dan peredaran darahnya
seolah-olah jadi kosong dan hampa.
Api masih berkobar dengan hebatnya, semua tiang
belandar lelah terbakar patah, arang dan abu mulai
berguguran ke atas tanah, mengotori sekujur badannya.
Ia tidak berkelit juga tidak berusaha untuk menghindar,
maka tubuhnya ikut roboh keatas tanah.
Betapa hebatnya kobaran api yang membakar tempat itu,
pada akhirnya padam juga. Sebuah perkampungan yang
semula begitu kokoh dan angker kini sudah rata dengan
tanah.
Seluruh kehidupan, jenasah, tulang-belulang, ceceran
darah segar, kini sudah tersapu bersih oleh kobaran api. Tapi
hanya satu yang tak mungkin patah walau dibacok, tak habis
terbakar walau dijilat kobaran api yang begitu dahsyat. Itulah
perasaan manusia.
Hutang budi, dendam kesumat, cinta,benci... Selama
manusia masih hidup di dunia ini, semua perasaan itu tetap
akan hidup.

34
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Rasa marah, rasa sedih, keberanian... semuanya muncul


hanya dikarenakan perasaan tersebut.
Kini, walau kobaran api sudah padam, namun cerita
mengenai mereka justru baru saja dimulai.

VI
Matahari bersinar terik.
Bunga tho berwarna merah yang tumbuh di bawah terik
matahari kelihatan begitu merah bagaikan kobaran api.
Bunga Tho masih tetap berkembang seperti sedia kala, tapi
di manakah orang di bawah bunga itu?

JIAN-JIAN
I
Jian-jian menundukkan kepala memandangi kaki sendiri.
Noda darah membasahi kakinya yang mungil. Onak semak
belukar yang tajam dan kerikil batu gunung yang runcing
membuat ia amat tersiksa.
Tapi, betapa pun beratnya luka luar yang dideritanya
sekarang, jauh tak dapat menandingi kepedihan hatinya yang
terluka dan tersayat sayat.
Ia berlarian sampai di situ bagaikan kesetanan, lupa siang
lupa malam, bahkan lupa arah jalan yang di tuju. Kesemuanya
itu dapat ia lupakan, sayang ia susah melupakan diri Siau Lui.
Kini perasaan hatinya sudah tercabik-cabik menjadi ribuan
keping. Tapi dalam setiap kepingan yang hancur itu masih
tertera bayangan dari Siau Lui.
Bayangan yang begitu menarik tapi juga begitu
menggeramkan, rasa benci yang lebih mendalam ketimbang
rasa cinta.

35
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Mengapa ia bersikap begitu kepadaku? Kenapa secara


tiba-tiba ia begitu tega, begitu tak berperasaan kepadaku?" Ia
tidak tahu, benar benar tidak paham. Tapi dia ingin
mengetahui, ingin mencongkel keluar hatinya, agar bisa
ditanya sampai jelas.
Sayang ia tak punya kemampuan untuk berbuat begitu.
Apa boleh buat, sumpah sehidup-semati yang pernah
diucapkan dulu, cinta kasih yang lembut bagaikan buaian air,
sekarang telah berubah menjadi luka sayatan yang begitu
dalam menggores hatinya.
Bisikan-bisikan mesra tempo dulu, juga rangkulan dan
pelukan hangat di masa lalu, kini hanya tersisa kenangan yang
penuh kegetiran dan penderitaan.
Dia rela mengorbankan segalanya untuk ditukar dengan
kemesraan dan kegembiraan seperti di masa lalu, walau itu
hanya berlangsung sekejap pun.
Sayang semuanya sudah berlalu, semuanya tak mungkin
diulang kembali. Walau ia benturkan kepalanya ke atas
dinding, walau dibenturkan hingga seluruh tubuhnya hancur
lebur, semuanya tak mungkin terulang kembali.
Inilah yang dinamakan kesedihan, kepedihan yang
sesungguhnya, penderitaan yang sebenarnya.
Penderitaan semacam ini dapat meresap langsung ke
dalam peredarah darahmu, ke dalam tulang sumsummu.
Musim semi, hembusan angin pagi dimusim semi masih
terasa dingin.
Ia hanya mengenakan seperangkat pakaian yang amat
tipis, bertelanjang kaki. Pakaian tipis itu adalah seluruh harta
yang di milikinya saat itu.
Sisanya telah ia tinggalkan,
Tinggalkan untuknya. Kini mungkin hanya kematian
merupakan satu-satunya pelepasan baginya, tapi dia masih
tak pingin mati.
"Suatu hari nanti... Akan kubuat kau menyesal seumur
hidup."

36
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Cinta yang kelewat mendalam dapat berubah menjadi


kebencian dan dendam, semakin kau mencintai seseorang,
semakin dalam rasa bencimu kepadanya.
Oleh sebab itu dia harus tetap hiidup, dia harus membalas
dendam, tapi dengan cara apa dia mempertahankan
hidupnya? Dunia begitu luas, kemana ia harus pergi untuk
tinggal sementara waktu? Dia tak ingin menangis tapi air mata
jatuh berlinang tiada hentinya.
"Jian-jian..." Tiba-tiba ia mendengar ada orang memanggil
namanya dengan suara lirih.
"Jian-jian... Jian-jian..." ketika berada di depan bunga, di
bawah sinar rembulan, dalam pelukan mesranya Siau Lui
selalu memanggil namanya berulang-ulang.
Dalam sekejap mata ia seperti melupakan seluruh
kepedihan hatinya, semua rasa benci dan dendamnya, asal ia
mau balik kepadanya maka diapun akan segera memaafkan
seluruh kesalahan dan kesilafan yang telah dilakukan olehnya,
ia akan segera menjatuhkan diri ke dalam pelukan mesranya.
Tapi sayang dia kecewa, yang memanggil namanya bukan
Siau Lui, dia adalah Kim Cwan.
Kim Cwan seorang terpelajar juga seorang pendekar. Kim
Cwan adalah seorang pemuda yang halus, lembut dan penuh
sopan santun
Rambutnya selalu disisir hingga kelimis dan rajin, pakaian
yang di kenakan selalu bersih, modis dan ae suai dengan
perawakan tubuhnya
Dibandingkan dengan Siau Lui, mereka berdua sama sekali
berbeda dan bertolak belakang. Tapi dia justru sahabat
karibnya Siau Lui.
Tentu saja Jian-jian kenal dengannya, sebab pemuda inipun
tahu hubungan asmara antara dia dengan Siau Lui yang
berjalin secara rahasia.
"Jangan-jangan Siau Lui yang menyuruh dia datang
mencariku jantungnya berdebar keras, tak tahan serunya.
"Kenapa kau bisa muncul di sini?"

37
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Datang mencarimu," senyuman Kim Cwan lembut seperti


senyuman seorang perawan
"Mencari aku? Darimana kau tahu aku berada di sini?"
"Sepanjang jalan aku selalui melindungimu!"
Hati Jian-jian berdebar semakin kencang, iaberharap Kim
Cwan mau memberitahukan kepadanya bahwa Siau Lui lah
yang menyuruh dia melakukan semuanya itu. Tapi sayang
pemuda itu tidak berkata demikian.
"Apa kau melihat dia?" Sambil menggigit ujung bibir tak
tahan Jian-jian bertanya lagi.
Kim Cwan menggeleng.
"Kau tahu... kami telah berpisah?"
Kim Cwan tetap menggeleng.
Perasaan hati Jian-jian semakin tenggelam, lama sekali ia
menundukkan kepalanya sebelum diangkat kembali. Tiba tiba
ia menemukan Kim Cwan sedang mengawasi kakinya, kaki
mungilnya yang telanjang, putih mulus bagaikan pualam tapi
penuh dengan goresan luka dan darah itu, sepasang kaki yang
menimbulkan rasa iba bagi yang melihatnya.
Lelaki manapun yang menyaksikan sepasang kaki itu, tentu
tak akan bisa mengendalikan diri untuk mengamatinya lebih
lama... karena kaki perempuan yang putih mungil itu seolah-
olah mengandung suatu misteri yang menarik, semacam
hubungan perasaan yang amat aneh.
Ia ingin sekali menarik pakaiannya untuk menutupi kakinya
yang telanjang, tapi pada saat yang bersamaan tiba tiba
terpancar sinar kebencian yang luar biasa dari balik matanya.
"Aku pasti akan membuatnya menyesal... aku harus
membalas sakit hati ini..."
Hanya cinta yangkelewat dalam dapat berubah secara
mendadak jadi kebencian yang luar biasa, yang dapat
mengubah seorang gadis yang lemah-lembut dan berhati
mulia menjadi beracun dan jahat, sejahat ular berbisa.
"Kau tidak pulang?" kembali Kim Cwan bertanya dengan
suaranya yang merdu bagai seorang gadis.
Jian-jian menunduk rendah, sahutnya sedih.

38
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Aku tak punya rumah..."


"Lantas... kau ingin ke mana?"
Kepala Jian-jian menunduk semakin rendah, ia mengerti
antara rasa kasihan dan rasa cinta seringkah susah dipisahkan
satu dengan lainnya. Ia tahu dan mengerti bagaimana caranya
membangkitkan rasa iba dan kasihan seorang lelaki terhadap
dirinya.
Betul juga, rasa iba dan kasihan segera muncul di wajah
Kim Cwan, setelah menarik napas panjang katanya lagi
dengan lembut.
"Apapun akhirnya nanti, paling tidak aku harus temani kau
untuk berganti pakaian bersih dan makan sampai kenyang."
Ada satu hal yang tak boleh dilupakan kaum lelaki,
pembalasan yang datang dari seorang wanita seringkali
dilakukan dengan segala car dan menghalalkan cara apapun.

II
Bunga Tho di bawah terik matahari nampak merah
bagaikan bara api, Ketika Siau Lui membuka matanya,
terbentang bunga-bunga tho yang membara bagaikan kobaran
api di atas ranting pohon di hadapannya.
Seseorang berdiri bersandar di bawah pohon bunga tho,
seorang berbaju putih yang berbadan langsing, bersanggul
tinggi dan memakai sebuah cadar yang menutupi wajah
putihnya.
Merah bunga yang memenuhi seluruh hutan merangkul
tubuhnya vang putih bagaikan salju, Seorang bidadari kah dia?
Bidadari bunga tho?
Siau Lui meronta ingin bangun dan duduk. Pakaian yang di-
kenakan sudah basah oleh embun pagi, namun sekujur
badannya terasa panas bagai digarang di atas kobaran api
yang membara.

39
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dia ingin duduk, tapi rasa sakit yang luar biasa membuat
seluruh badannya kejang dan sakit, begitu sakitnya nyaris
membuat ia jatuh pingsan.
"Kau terluka sangat parah," ujar gadis berbaju putih itu
sambil memandangnya dengan mata yang bening, "lebih baik
berbaringlah dengan tenang jangan sembarangan bergerak."
Suaranya lembut, merdu tapi dingin dan hambar seakan-
akan berasal dari suatu tempat yang jauh.
Siau Lui coba pejamkan matanya, semua peristiwa yang
dialaminya semalam kembali terlintas di depan matanya.
Kilatan golok, bayangan darah, kobaran api...
Kejadian terakhir yang masih diingatnya adalah jilatan api
membara yang rontok ke arah tubuhnya, membuat sekujur
badannya serasa terbakar hebar, membuat ia serasa
terjerumus ke dalam neraka tingkat tujuhbelas.
Tapi kini, angin lembut musin semi berhembus
menggoyangkan rerumputan harum bunga semerbak mengalir
bagaikan alur air jernih di selokan.
Kicauan burung di antara dahan pohon merdu bagaikan
bisikan mesra seorang kekasih.
Sekali lagi Siau Lui membuka matanya: "Aku... bagaimana
aku sampai di sini? Kau yang menolongku?"
Gadis berbaju putih itu mengangguk.
"Siapa kau?"
Pelan-pelan gadis berbaju putih itu memutar badannya,
begitu ringan gerak tubuhnya bagaikan gerak awan di
kejauhan bukit sana.
Ia petik sekuntun bunga tho lalu disisipkan di atas
sanggulnya, bunga tho yang merah bagaikan darah, cadar
yang putih bagaikan salju membuat gadis itu seperti sekuntum
bunga merah yang sedang mengapung di tengah kabut.
"Jin-bin-tho-hoa!" tak tertahan Siau Lui menjerit, "Rupanya
kau!"
Gadis berbaju putih itu tertawa, suara tertawanya merdu
bagaikan keleningan perak yang berdenting di tengah

40
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

hembusan angin musim semi, "sudah kuduga, cepat atau


lambat kau pasti akan mengenaliku"
"Kau... mengapa kau menolongku?" tiba-tiba Siau Lui
merasa tubuhnya mengejang keras.
"Bunuh orang itu melanggar hukum, masa menolong orang
juga dianggap melanggar hukum?" gadis berbaju putih itu
tertawa.
Kembali ia membalikkan tubuhnya dan mengeluarkan
sebuah tangannya yang semenjak tadi disembunyikan di balik
baju, sebuah tangan yang dibalut kain putih, tangan yang
telah diremuk Siau Lui tadi malam.
Siau Lui segera tertawa: "Ooh... kau ingin aku
mengembalikan tanganmu itu? Ambillah!"
"Sebenarnya kau hanya berhutang sebuah tangan kepada-
ku, tapi sekarang kau berhutang pula selembar nyawa
kepadaku," sahut gadis berbaju putih itu hambar.
"Kalau mau, kau boleh ambil juga nyawaku!" jawab Siau
Lui dengan suara yang ringan dan datar, seakan-akan
menyuruh seseorang mengambil sebuah pakaian rombeng
saja.
Gadis berbaju putih itu memandangnya sampai lama sekali,
tiba tiba ia mengajukan satu pertanyaan yang sangat aneh.
"Kau benar benar putranya Lui Lo-hong?"
"Ehm!"
"Kau tahu ayahmu sudah mati?"
"Tahu!"
"Kau tahu rumahmu sudah terbakar habis dan rata dengan
tanah?"
"Tahu!"
Gadis berbaju putih itu menghela napas panjang.
"Heran, kenapa wajahmu sama sekali tidak mirip orang
sedih?"
"Bagaimana baru kau anggap mirip? Harus memukul dada
sambil menangis meraung-raung?"

41
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sekarang kau tak punya apa-apa lagi, yang kau miliki


tinggal selembar nyawa," kembali gadis itu berkata setelah
memandangnya mkuplama.
"Ooh..."
'Tahukah kau, bagi siapa pun yang tertinggal kini hanya
selembar nyawa?"
"Tahu!"
'Tahukah kau, setiap saat aku bisa mencabut nyawamu"
"Tahu!"
Kembali gadis berbaju putih itu menghela napas.
"Tapi keadaanmu nampak sama sekali tak mirip!"
"Pada dasarnya beginilah aku."
"Dalam menghadapi persoalan lain keadaan apapun kau
selalu demikian?"
"Bila kau tak suka dengan sikapku sekarang, kau boleh
tidak Melihatnya."
"Sebetulnya kau itu manusia bukan?"
"Rasanya manusia."
Kembali gadis berbaju putih itu menatapnya tajam-tajam,
kemudian setelah menghela napas, ia balikkan badan dan
pergi dari situ.
"Hey, tunggu sebentar," teriak Siau Lui.
"Tunggu apa? Masa kau suruh aku tetap tinggal di sini
menemanimu?"
"Kau bilang aku masih berhutang kepadamu, kenapa tidak
kau ambil kembali?"
Gadis berbaju putih itu segera tertawa.
"Kau sendiri tidak memandang berharga nyawa sendiri,
buat apa aku mesti mengambilnya?"
"Tapi..."
'Tunggu saja sampai hatiku lagi senang," potong gadis itu
cepat, "saat itu aku pasti akan mengambilnya kembali. Tunggu
saja!"
Selesai bicara ia betul-betul melangkah pergi tanpa
berpaling kembali.

42
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Siau Lui termangu-mangu mengawasi bayangan tubuhnya


yang ramping lenyap di balik pepohonan bunga tho. Dia masih
berbaring di situ, tanpa bergerak sedikitpun. Tapi kini yang
meleleh di atas wajahnya sudah bukan darah, melainkan air
mata.
Angin berhembus sepoi-sepoi, bunga tho berkuntum-
kuntum rontok di atas tubuhnya, wajahnya, la masih belum
bergeming. Air matanya sudah lama mengering.
"Kini kau tidak memiliki apa pun, yang tersisa tinggal
selembar nyawamu.”
Gadis itu benar-benar telah merampas seluruh yang
dimilikinya, tapi ia justru telah menyelamatkan nyawanya.
Mengapa ia harus berbuat begini? Apa menginginkan ia
hidup dalam penderitaan?
"Kau sendiri tidak memandang berharga nyawa sendiri,
buat apa aku mesti mengambilnya?"
Sesungguhnya dia memang sudah tidak memandang
berharga kehidupan sendiri.
Gadis itu bukan saja telah merampas seluruh yang
dimilikinya, dia juga telah menghancurkan idola paling suci
yang dimilikinya selama ini, ayahnya memang merupakan
idolanya selama ini.
Berdiri di atas genangan darah ayahnya sambil
mendengarkan gadis itu menguak rahasia masa lalunya, saat
itu dia hanya ingin melepaskan semua siksaan batin dan
penderitaannya dengan kematian.
Tapi sekarang, walaupun gejolak perasaannya belum
tenang kembali, paling tidak sudah tidak bergejolak seperti
tadi, tiba-tiba saja ia menyadari bahwa dirinya belum boleh
mati dalam keadaan demikian,
"Kau harus menemukan kembali Jian-jian, dia adalah gadis
baik, pasti dapat melahirkan bibit unggul bagi keluarga Lui
kami."
"Jian-jian... Jian-jian..." dalam hati kecilnya ia menjerit,
memanggil, hanya nama itulah satu-satunya pengharapan
yang dimilikinya...

43
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Seluruh pengharapan yang ada dan tertinggal kini.

III
Air sungai mengalir amat jernih, berkuntum-kuntum bunga
tho mengapung di atas permukaan air dan mengalir lambat
jauh ke ujung dunia.
Siau Lui menggertak gigi, bergulingan menuruni tebing
berlantai rumput hijau dan menceburkan diri ke dalam
selokan,
Air dingin yang menyengat bukan saja mengurangi siksaan
hawa panas yang menggerogoti sekujur tubuhnya, juga
membuat pikirannya lebih tenang dan sadar,
Ia berendam dalam air tanpa bergerak, dia berharap bisa
melupakan segalanya, tidak memikirkan persoalan apa pun,
tapi sayang ia tak mampu,
Semua peristiwa masa lalu, semua kejadian mengenaskan
yang telah dialaminya, tiba tiba melunak dan memenuhi
seluruh pikiran dan perasaan hatinya, begitu berat
menghimpitnya membuat hatinya nyaris hancur berantakan.
Dia seakan-akan sedang menghindari kejaran sejenis
makhluk jahat pembunuh manusia, melarikan diri terbirit-birit
dari dalam air.
Betapa dalamnya penderitaan yang dirasakan di tubuhnya
masih dapat ia tahan. Ia lari kencang menelusuri aliran sungai,
menembusi hutan bunga, kehijauan bukit tampak terbentang
jernih nun jauh didepan sana.
Di bawah bukit terdapat sebuah dusun kecil, dalam dusun
terdapat sebuah rumah makan kecil, di sana Irrsedia arak
wangi yang hijau hening bagaikan warna pegunungan nun
jauh di depan sana.
la pernah mengajak Jian-jian mengetuk pintu rumah makan
itu di tengah malam buta, menunggu kedatangan sahabat
karibnya Kim-Cwan.

44
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kemudian mereka bertiga akan mulai meneguk air kata-


kata bagai orang kesetanan, riang gembira seperti anak kecil,
karena saat itulah saat paling gembira bagi mereka bertiga.
Kekasih yang sehati, sahabat karib yang setia kawan, arak
wangi yang harum semerbak... Apa lagi yang dicari bila orang
hidup dalam keadaan demikian?
'Bawalah Jian-jian ke situ, tunggu aku walau harus menanti
berapa lama pun, kalian harus menunggu hingga
kedatanganku. Biar dia ingin pergi meninggalkan tempat
tersebut, kau harus berupaya untuk menahannya!" Itulah
pesan yang ia sampaikan kepada Kim-Cwan semalam.
Ia tidak berpesan banyak, tidak pula menjelaskan mengapa
harus berbuat demikian. Kim-Cwan juga tidak banyak
bertanya. Rasa saling percaya di antara mereka berdua
seakan-akan seperti percaya pada diri sendiri.
Bukit di depan mata terasa begitu jauh. Siau Lui berharap
bisa menemukan sekor kuda dengan sebuah pedati... sayang
tidak ada pedati... apalagi seekor kuda.
Darah segar bercucuran di wajahnya, bercampur dengan
peluh, sekujur tulang-belulang tubuhnya seolah-olah akan
hancur berantakan saking sakit dan menderitanya.
Betapa pun jauh dan menderitanya jalan raya yang harus
ditempuh, asal kau berniat menelusurinya, suatu ketika akan
tiba juga saatnya mencapai ujung jalan tersebut.
Pohon Yang-liu nan hijau bergoyang terhembus angin,
pada akhirnya ia dapat melihat sepucuk bendera hijau
bertuliskan "Ciu" berkibar di antara pepohonan liu nan lebat.
Cahaya matahari senja memancarkan cahayanya di atas
bendera yang tampaknya masih baru. Pagar yang terbuat dari
bambu membiaskan cahaya hijau pualam di bawah sorotan
matahari yang sendu.
Pagar itu mengelilingi tiga-lima buah tiang bangunan.
Ditinjau dari balik jendela kelihatan kalau tamu di rumah
makan itu tak banyak.
Tempat itu memang bukan jalan raya utama, bukan
termasuk dusun yang ramai dan makmur. Hanya tamu yang

45
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tertarik dengan kesohoran tempat tersebut yang datang


berkunjung.
Walaupun arak yang dibuat kakek Sin Hoa-ang tidak bisa
dibilang amat tersohor, paling tidak cukup untuk memabukkan
orang.
Kakek Sin Hoa-ang dengan rambutnya yang telah putih
beruban sedang duduk santai di pinggir rumah makannya,
memakai sebuah hud-tim ekor kuda mengusir lalat-lalat hijau
yang muncul dari balik pepohonan liu.
Di atas meja tersedia lima-enam macam sayur yang ditutup
dengan sebuah tudung saji terbuat dari kain kasa hijau, bukan
saja kelihatan lezat menggiurkan juga amat menyolok mata.
Tuan rumah yang santai, tamu yang santai... Tempat ini
sesungguhnya memang sebuah tempat santai yang amat sepi
dan hening.
Ketika Siau Lui melangkah masuk ke dalam, tuan rumah
dan tamu-tamu segera memandangnya dengan rasa kaget
dan terperana....
Melihat pandangan mata orang yang begitu terkejut, ia
segera sadar betapa menakutkan wajah dirinya saat ini,
betapa mengerikan dan kacaunya keadaan dia...
Tapi ia tak ambil perduli. Bagaimanapun pandangan orang
lain terhadap dirinya, ia tak perduli.
Yang dia perdulikan sekarang hanya, "Kenapa Kim-Cwan
dan Jian-jian tidak berada di situ? Ke mana mereka pergi?"
Ia menerjang ke tepi meja. Sebenarnya kakek SinHoa-ang
ingin memayangnya, tapi melihat betapa gerahnya anak muda
itu, ia segera menarik kembali tangannya sambil menjerit.
"Mengapa kau berubah jadi begini? Apa yang sebenarnya
telah terjadi?"
Tentu saja Siau Lui tidak menjawab, lebih banyak persoalan
yang dia ingin tanyakan. "Kau masih ingat dengan kedua
orang temanku yang datang mengetuk pintu di tengah malam
buta tempo hari?"
"Tentu saja masih ingat," sahut kakek Sin Hoa-ang sambil
tertawa pahit.

46
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Mereka tidak datang kemari hari ini?"


"Sudah, pagi tadi."
"Di mana mereka sekarang?"
"Telah pergi!"
"Ada orang yang memaksa mereka untuk pergi dari sini?"
Siau Lui menggenggam kencang tangan Sin Hoa-ang, nada
suaranya agak berubah
"Tidak ada! Mereka hanya makan bubur dua mangkuk, tak
sempat minum arak, mereka segera pergi."
"Mengapa mereka telah pergi? Mengapa tidak
menungguku?"
Sin Hoa-ang memandangnya dengan melongo, ia merasa
pertanyaan ini sangat aneh... kelewat aneh, kenapa sikap
anak muda ini macam orang sinting? Tidak waras otaknya?
"Kalau mereka tidak menerangkan, darimana aku bisa tahu
kenapa mereka pergi?"
’Kapan mereka pergi dari sini?" tanya Siau Lui sambil
melepaskan genggamannya dan melangkah mundur
’Sudah pergi lama sekali, mereka hanya beristirahat sejenak
lalu pergi."
”Pergi melalui jalan yang mana?"
Sin Hoa-ang berpikir sejenak, lalu menggeleng dengan
perasaan bimbang.
"Mereka tidak meninggalkan pesan untukku?" buru Siau
Lui.
"Tidak!" Jawaban Sin Hoa-ang tegas dan meyakinkan.
Daun pohon liu berkibar lembut terhembus angin sepoi-
sepoi, cahaya senja mulai memenuhi angkasa membuat
suasana semakin sendu, asap mulai mengepul dari balik
dusun, dari balik atap rumah.
Lamat-lamat terdengar suara gonggongan anjing, tangisan
bayi menggaung dari kejauhan, berbaur dengan suara istri
yang memanggil suaminya agar pulang...
Sebenarnya tempat ini merupakan sebuah tempat yang
tenang, sebenarnya merupakan sebuah dunia yang hening,

47
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tapi bagi Siau Lui ibarat sebuah medan pertempuran berdarah


yang penuh dengan jeritan tentara dan ringkikan kuda terluka.
Ia sudah menjatuhkan diri duduk di atas bangku yang
terbuat dari bambu, di hadapannya tersedia secawan air kata-
kata yang baru saja dituang kakek Sin Hoa-ang untuknya.
"Teguk dulu satu dua cawan air macan, siapa tahu mereka
akan balik kemari?"
Siau Lui tidak mendengar kata-kata itu, dia hanya
mendengar pertanyaan yang diajukan suara hatinya kepada
diri sendiri:
"Kenapa mereka tidak menunggu? Kenapa Kim Cwan tidak
berusaha menahannya? Ia sudah berjanji untuk melakukannya
untukku!!!"
Ia percaya dengan Kim Cwan, belum pernah Kim Cwan
ingkar janji. Arak hijau nan semerbak ditenggaknya hingga
habis, sayang rasanya getir, sepahit perasaaan hatinya kini.
Penantian jauh lebih getir daripada rasa arak. Matahari
senja sudah turun gunung, selimut kegelapan malam mulai
membentang menyelimuti angkasa, rembulan mulai muncul
dengan malu-malu dari balik ranting pohon liu yang ramping.
Mereka tidak datang! Sebaliknya Siau Lui sudah dibuat
mabuk oleh air kata-kata. Sayang mabuk tak bisa
menyelesaikan persoalan, tak bisa mengurai simpul mati
dalam hatinya, tak akan menyelesaikan masalah apapun.
Kakek Sin Hoa-ang memandangnya dengan masgul, lamat-
lamat terpancar rasa kasihan dan rasa iba dari balik sorot
matanya. Dengan pandangan matanya yang kenyang
pengalaman, secara samar ia sudah bisa menduga apa ge-
rangan yang sebenarnya telah terjadi.
"Perempuan... perempuan... kau selalu menjadi bibit
bencana, wahai anak muda, kenapa kau tak pernah paham
tentang ajaran tersebut? Mengapa kau selalu rela menderita
dan tersiksa batin hanya dikarenakan perempuan?"
Sambil menghela napas ia menghampirinya, duduk di
hadapan Siau Lui lalu bertanya lagi secara tiba-tiba.
"Temanmu itu dari marga Kim?"

48
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Siau Lui mengangguk. "Konon ia datang dari jauh, kemari


untuk belajar silat dan sastra dan selama ini tinggal di kebun
kecil belakang kuil Kwan-Im-bio?"
Kembali Siau Lui mengangguk. "Mungkin saja mereka telah
pulang, kenapa kau tidak ke situ mencari mereka?"
Siau Lui tertegun, seolah-olah baru mendusin dari tidurnya,
tiba-tiba ia lari keluar meninggalkan tempat itu.
Memandang bayangan tubuhnya yang semakin menjauh,
kakek Sin Hoa-ang menghela napas panjang, gumamnya.
"Dua lelaki dengan seorang gadis cantik... aaai...,
bagaimana tidak menimbulkan kerumitan dan kerepotan?"
Bunga yang tumbuh di balik kebun kecil itu rimbun dengan
air yang banyak, tapi semuanya sedang mekar memancarkan
bau semerbak. Kim Cwan adalah seorang sastrawan berbakat,
bukan saja ia pandai membuat syair bermain khim, dia pun
menguasai banyak pengetahuan tentang tumbuhan dan
tanaman.
Pintu pagar bambu tertutup tanpa dikunci, tapi pintu rumah
gubuk di baliknya terkunci rapat, ini menandakan tak mungkin
ada penghuninya.
Piikiran dan kesadaran Siau Lui sudah tak sempat melintas
sampai dii situ, ia mendobrak pintu rumah keras-keras,
dengan sekuat tenaga ia menerjang masuk ke dalam rumah,
ia pernah kemari berulang-kali.
Ruangan itu adalah sebuah kamar baca yang mungil tapi
amat bersih, seperti juga Kim Cwan, mendatangkan rasa
nyaman bagi yang memandang.
Di sudut ruangan terdapat sebuah ranjang, di depan
jendela ada sebuah meja, di atas meja berjajar buku, lukisan,
catur dan khim, sedang di atas dinding tergantung sebuah
pedang kuno.
Tapi sekarang, semua benda tersebut telah tiada, yang
tersisa hanya sebuah lentera, sebuah lentera yanlg tak ada
apinya.

49
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Siau Lui menerjang masuk ke dalam, terduduk lesu di atas


ranjang, memandangi dinding ruangan dengan pandangan
masgul.
Sinar rembulan memancar masuk dari luar jendela,
menyinari lentera di atas meja, menyinari manusia kesepian
yang duduk termenung di depan lentera.
"Kim Cwan telah pergi, pergi bersama Jian-jian..."
Ia tak percaya peristiwa ini menjadi kenyataan, terlebih tak
percaya peristiwa semacam ini dapat menimpa dirinya.
Tapi kini, mau tak mau dia harus mempercayainya, harus
percaya bahwa peristiwa ini adalah sebuah kenyataan.
Air mata membasahi kelopak matanya, terasa air mata itu
lebih dingin daripada sinar rembulan, ia merasakan air mata
itu tapi tidak membiarkannya meleleh keluar.
Ketika seseorang sedang betul-betul menderita dan sedih,
air mata jarang bisa meleleh keluar.
Sebenarnya ia memiliki sebuah keluarga yang hangat dan
hidup penuh kebahagiaan, memiliki orang tua yang saleh dan
lembut, kekasih yang amat mencintainya, teman yang amat
setia kepadanya...
Tapi kini, apa yang masih dimilikinya? Selembar nyawa,
yaa... Kini dia hanya memiliki selembar nyawa. Tapi, masih
patut dan berhargakah nyawa itu untuk tetap dipertahankan
hidup?
Cahaya rembulan memancar terang di balik jendela, pelan-
pelan ia membaringkan diri di atas ranjang milik temannya...
Seorang teman yang telah menghianatinya, sebuah
pembaringan yang dingin dan beku.
Angin masih berhembus sepoi, lentera tak pernah
dihidupkan, mungkin minyak dalam lentera itu telah lama
mengering...
Musim semi macam apakah ini? Bulan purnama macam
apakah ini? Kehidupan seperti apakah ini...?

IV

50
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pintu itu hanya dirapatkan, sewaktu angin berhembus lewat


pintu itu segera menimbulkan suara "Nyiitt. ." dan terbuka.
Sesosok bayangan manusia muncul dari balik pintu,
sesosok bayangan manusia yang ramping dan tinggi, memakai
baju berwarna putih, seputih salju dimusin dingin.
Siau Lui tidak bangkit dari tidurnya, juga tidak berniat
untuk berpaling dan memandang ke arahnya, tapi ia tahu ada
orang datang. Karena orang itu sudah melangkah masuk ke
dalam, berjalan menghampiri pembaringan persis di
hadapannya.
Cahaya rembulan menyoroti tubuhnya yang ramping,
menerangi kain cadar tipis yang menutup wajahnya, sorot
mata di balik kaini cadar itu nampak jeli dan indah bagaikan
sinar rembulan di malam yang hening.
Alam jagat terasa begitu damai, dan tenang, entah berapa
banyak perasaan orang yang melumer di tengah malam yang
hening ini, juga tak tahu berapa banyak perasaan gadis yang
melumer dalam pelukan hangat kekasihnya.
"Jian-jian, Jian-jian... di mana, kau? Berada di mana kau?
Di mana perasaanmu???"
Ia tak pernah menyalahkan dia. Sudah kelewat dalam luka
hati yang dideritanya, oleh karena itu apapun yang telah ia
lakukan, sudah sepantasnya bila dia memaafkan. Ia yang
teramat menderita mungkin tak pernah tahu mengapa dia
harus menyakiti perasaan hatinya. Mungkin selamanya ia tak
akan mengerti bahwa ia melakukan i semuanya itu
terhadapnya tak lain karena dia kelewat mencintai dirinya.
Seandainya ia bisa memahami hal tersebut, walau
penderitaan yang harus dialaminya jauh lebih hebat pun ia
tetap sanggup untuk menerimanya, bahkan termasuk
penderitaan karena dikhianati sahabat karib sendiri.
Gadis berbaju putih itu sudah duduk di tepi ranjang, jari-
jemarinya mash mempermainkan sekuntum bunga tho yang
baru saja dipetiknya, namun yang ia pandang saat itu bukan
bunga tho tersebut, ia sedang mengawasi anak muda itu.

51
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Lelaki macam kau pasti memiliki seorang kekasih. Siapa


dia?" tiba-tiba gadis itu bertanya.
Siau Lui memejamkan matanya, juga mengunci mulutnya
rapat-rapat.
Gadis itu tertawa. "Walau aku tak tahu siapakah gadis itu,
tapi aku tahu kau telah berjanji dengannya untuk bertemu di
dusun Sin-hoa-ang bukan?"
"Apa lagi yang kau ketahui?"
"Aku masih tahu kalau ia sama sekali tidak menunggumu di
situ Itu karena kau masih mempunyai seorang sahabat karib."
Setelah tersenyum lanjutnya, "Kini kekasihmu telah kabur
bersama sahabat karibmu, selama hidup kau tak bakal tahu
kemana mereka telah perg..i"
"Kau tahu?" tiba-tiba Siau Lui pentang matanya lebar-lebar.
"Aku juga tak tahu, seandainya lalui juga tak bakal
kuberitahu kepadamu."
"Tentu," pelan pelan Siau Lui mengangguk. "Tentu saja tak
akan kau beritahu kepadaku."
"Kini, kau masih memiliki apa lagi?"
"Selembar nyawaku!"
"Jangan lupa kalau nyawamu sudah menjadi milikku," tukas
gadis berbaju putih itu cepat. "Apalagi nyawa yang kau miliki
sekarang paling tinggal separuh lembar."
"Oh ya?"
"Tulang igamu ada dua yang telah patah, belum terhitung
berapa banyak luka bacokan dan luka bakar yang telah kau
derita, bisa hidup sampai sekarang pun sudah terhitung suatu
kemukjijatan."
"Oh ya...!"
"Bila aku jadi kau," kata gadis berbaju putih itu lagi dengan
suara yang lebih lembut, "Sekalipun ada satu juta orang yang
berlutut dan memohon kepadaku, aku tak bakal hidup lebih
lanjut."
"Kau bukan aku, dan akupun bukan kau."
"Oh, jadi kau masih ingin hidup terus?"
"Ehm!"

52
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Apakah hidupmu masih berarti?"


"Tidak, sama sekali tidak berarti."
"Kalau memang hidup tak berarti, apa yang hendak kau
lakukan jika hidup terus?"
"Tidak melakukan apa-apa."
"Lalu, kenapa kau harus hidup terus?"
"Karena aku masih hidup... Selama seseorang masih bisa
hidup maka ia harus hidup terus," nada suaranya masih begitu
tenang, rasa tenang yang mendirikan bulu kuduk orang, rasa
tenang yang begitu menakutkan.
Gadis berbaju putih itu memandangnya sekejap, kemudian
menghela napas panjang, kembali katanya.
"Ada sepatah kata ingin kutanyakan sekali lagi kepadamu,
boleh?"
"Tanya saja!"
"Sebetulnya kau ini manusia atau bukan? Apakah seorang
manusia yang masih hidup?"
"Kini sudah tidak!"
"Lalu kau adalah apa?"
"Semua bukan!" jawab Siau Lui sepatah demi sepatah
sambil memandang atap rumah dengan mata melotot lebar.
"Semuanya bukan?"
"Ehm!"
"Apa maksud ucapanmu itu?"
"Maksudnya, terserah apa pun yang kau katakan mengenai
aku."
"Kalau kukatakan kau adalah binatang?"
"Kalau begitu anggap saja aku memang binatang."
Mendadak ia tarik tangan gadis itu, sebuah tarikan yang
sangat kuat.
Gadis itu segera roboh, roboh ke dalam pelukannya.

53
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Angin malam terasa semakin i dingin, dingin sampai


menyayat tulang. Tapi tubuhnya justru lembut, hangat dan
halus.
Cahaya rembulan menerobos masuk lewat daun jendela,
menyoroti baju putih di ujung ranjang sana, baju putih
bagaikan hamparan salju, salju di musim semi. Musim semi
yang sangat indah, cahaya rembulan yang indah, berapa
orang yang tidak mabuk dibuatnya? Mungkin hanya satu
orang yang tidak bergeming.
Mendadak Siau Lui melompat bangun, berdiri di ujung
ranjang sambil memandang tubuhnya yang lembut, ramping
dan memancarkan cahaya itu.
Tidak seharusnya ia bangun berdiri pada saat seperti ini,
apalagi pergi meninggalkan tempat itu. Tapi secara tiba-tiba ia
membalikkan badan lalu pergi meninggalkan tempat itu
dengan langkah lebar.
Gadis itu terperangah, tertegun, seperti tak percaya,
serunya. "Kau akan pergi sekarang?"
"Benar!"
"Kenapa?"
Tanpa berpaling jawab Siau Lui sepatah demi sepatah.
"Karena aku teringat dengan codet di wajahmu, bekas
bacokan itu membuatku muak!"
Tubuhnya yang lembut, hangat dan halus itu mendadak
berubah jadi dingin membeku, dingin kaku. la terhenyak.
Waktu itu Siau Lui sudah keluar dari pintu ruangan dengan
langkah lebar, berjalan masuk ke balik cahaya rembulan yang
menyinari kegelapan, namun secara lamat-lamat dia masih
sempat mendengar sumpah serapahnya.
"Kau memang betul-betul bukan manusia, kau adalah
binatang!"
Siau Lui menyeringai sinis, suara tertawanya sangat
hambar, sahutnya, "Yaa, aku memang binatang!"

VI
54
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Angin bertiup di atas mulut luka di atas dadanya, rasanya


sakit dan perih seperti disayat dengan pisau. Tapi Siau Lui
masih bisa membusungkan dadanya.
Ternyata ia masih bisa hidup, ternyata masih bisa berjalan
sambil membusungkan dadanya, hal ini memang merupakan
suatu kemukjijatan. Kekuatan apa yang telah menciptakan
kemukjijatan ini? Apakah cinta? Atau dendam kesumat? Atau
kepedihan hati? Atau rasa marah yang membara? Paling tidak,
semua kekuatan tersebut telah berperan dalam penciptaan
kemukjijatan ini.
Dalam kuil Kwan-Im-bio masih tersisa cahaya lentera.
Dalam ruang suci Buddha memang selalu tergantung sebuah
lentera dengan cahaya api yang tak pernah padam.
Ia menerobos masuk ke dalam, memasuki hutan bambu di
depan kuil Kwan-Im, selamanya ia tak pernah percaya dengan
Buddha, hingga detik ini pun ia tak pernah mau percaya
dengan segala dewa, segala Sin-bin yang datang dari langit
maupun dari dalam bumi.
Tapi sekarang, ia sangat butuh dengan suatu kekuatan
mukjijat yang dapat menunjang dirinya, sebab kalau tidak ia
pasti sudah roboh ke tanah.
Di kala seseorang berada dalam kesendirian, dalam
keadaan sebatang kara tanpa bantuan, seringkali ia berusaha
mencari suatu topangan untuk menunjang dirinya, sebab
kalau tidak begitu, ada banyak orang sudah roboh terkulai di
tanah.
Di dalam halaman terbentang juga hutan bambu, lamat-
lamat ia dapat melihat cahaya lentera yang memancar dari
balik ruang Buddha. Ia menerobos halaman itu, masuk ke
dalam ruang utama.
Patung Kwan-im yang saleh dan anggun berdiri tepat di
tengah ruangan, patung yang bisa memberikan suasana
tenang dan damai bagi setiap orang yang memandangnya.

55
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ia maju ke depan altar dan menjatuhkan diri berlutut di


depan patung itu, selain terhadap orang tuanya, selama hidup
baru kali pertama ini ia berlutut di depan orang lain.
Ketika tubuhnya berlutut, tak tahan air matanya jatuh
berlinang, karena hanya dia sendiri yang tahu bahwa apa yang
didambakan dan diinginkannya selama ini mungkin tak pernah
bisa terwujud lagi untuk selamanya.
Sekalipun yang dia dambakan bukan harta kekayaan, juga
bukan keberuntungan, dia hanya berharap memperoleh
ketenangan batin saja.
Walaupun sesungguhnya hanya itu saja yang bisa
dipersembahkan para dewa untuk umat manusia, tapi
baginya... selama hidup tak mungkin bisa didapatkan lagi.
Sepasang mata Kwan-lm Pouw-sat yang berada di atas
meja altar seakan-akan sedang mengawasinya. .. ia merasa
seolah-olah bukan hanya sepasang mata itu saja yang sedang
mengawasinya di tempat tersebut.
Tiba-tiba ia mulai merasa bergidik, suatu perasaan hawa
dingin yang sangat aneh muncul secara mendadak dari tulang
belakangnya, bukan yang pertama kali dia merasakan
perasaan seperti ini.
Ketika masih berusia tujuh tahun, ia sudah pernah
merasakan perasaan seperti ini.
Waktu itu ada seekor ular berbisa yang merangkak secara
pelan-pelan dari balik semak di belakang tubuhnya, perlahan-
lahan merayap menghampirinya.
Waktu itu ia sama sekali tidak, melihat ular tersebut, juga
tidak mendengar setitik suarapun, tapi secara tiba-tiba ia
merasakan suatu perasaan ngeri yang sukan dilukiskan
dengan kata-kata, rasa! takut dan ngeri yang membuatnya!
hampir saja tak dapat menahan diril untuk berteriak dan
menangkis! keras-keras.
Tapi ia memaksakan diri untuk menahan gejolak perasaan
itu, meski sekujur badannya sudah membeku! dingin lantaran
ketakutan, tapi ia tetap menggigit bibir menahan diril dia
tunggu hingga ular tersebul merayap naik di atas kakinya,

56
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

baru dengan sekuat tenaga mencengkeram titik kelemahan


ular tersebul dan mencekiknya kuat-kuat
Sejak peristiwa tersebut, beberapa kali ia pernah
mengalami ancaman marabahaya serupa, setiap kali ancaman
bahaya mulai menghampirinya, dia selalu akan merasakan
perasaan yang sama seperti saat ini.
Itulah sebabnya hingga kini ia masih tetap hidup.
Yang muncul kali ini bukan seekor ular berbisa tapi tiga
orang manusia, satu di antaranya yang memakai baju warna
abu-abu, jauh lebih menakutkan ketimbang ular berbisa.
Pekerjaan mereka yang utama adalah membunuh manusia,
membunuh manusia di tengah kegelapan malam,
menggunakan segala cara yang tak pernah kau bayangkan
sebelumnya untuk membunuh korbannya.
Entah di mana pun mereka munculkan diri, di situ selalu
muncul dengan satu tujuan yang sama, lalu mengapa mereka
muncul diri sini pada saat seperti ini?
Tiga pasang mata yang dingin menggidikkan hati
mengawasinya lekat-lekat, dari sorot mata tersebut seolah-
olah mereka sudah menganggap dirinya hanya sesosok mayat,
sesosok bangkai yang kaku.
Siau Lui berusaha mengendurkan seluruh otot tubuhnya
berlagak santai, lalu sambil tertawa ia bertanya.
"Kedatangan kalian bertiga untuk membunuh aku?"
Dengan cepat manusia berbaju abu-abu itu bertukar
pandangan dengan rekan lainnya, lalu satu di antara mereka
menjawab. "Belum tentu!"
"Belum tentu?" Siau Lui mengernyitkan dahinya.
"Kami hanya minta kau balik."
"Minta aku balik? Balik ke mana?"
"Balik ke dalam ruangan di mana baru saja kau tinggalkan."
"Mau apa ke sana?"
"Menunggu seseorang."
"Siapa?"
"Seseorang yang telah memberi uang."
"Memberi uang kepada kalian?"

57
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ehm!"
"Buat apa aku menunggu kedatangannya?"
"Untuk membunuhmu!"
"Dia ingin membunuhku dengan tangannya sendiri?"
Kembali Siau Lui mengerdipkan matanya berulang-kali.
"Kalau bukan begitu, kini kau sudah menjadi sesosok
mayat" Siau Lui tertawa. "Tapi... kenapa aku harus menunggu
orang lain datang membunuhku?" katanya.
"Karena kami yang menyuruh kau menunggu."
"Selama ini kau yakin bisa melaksanakan keinginanmu?"
"Selamanya begitu, apalagi menghadapi manusia macam
kau."
"Kau tahu, manusia macam apa aku ini?"
"Semacam manusia yang satu tingkat lebih rendah
daripada diriku."
"Oh ya?"
Sorot mata manusia berbaju abu-abu itu makin dingin dan
menyeramkan, sepatah demi sepatah katanya lagi.
"Paling tidak aku tak pernah menghianati sahabat sendiri,
paling tidak aku tak pernah mencuri uang sebesar
delapanratus ribu tahil perak yang dititipkan sahabat karib
untuk dibawa kabur."
Tiba tiba Siau Lui tertawa terbahak-bahak, seakan-akan
baru saja ia mendengar satu cerita yang paling lucu di dunia
ini. Yaaa, kejadian ini memang teramat lucu.
Bukan yang pertama kali ini dia difitnah dan dituduh orang
secara semena-mena. Tapi ia tak pernah sudi memberi
penjelasan apapun di hadapan seseorang yang sama sekali
tak dipandang sebelah mata olehnya.
"Sekarang kau pasti sudah mengerti bukan, siapa yang
suruh kami datang mencarimu?" kembali manusia berbaju
abu-abu itu berkata dengan suara yang dingin dan menatap
wajahnya tajam-tajam.
Siau Lui menggeleng.
"Kau mau balik tidak?" kembali orang berbaju abu-abu itu
menegaskan.

58
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sekali lagi Siau Lui menggeleng.


"Jadi kau paksa kami untuk menggotong balik dirimu?"
hardik orang berbaju abu-abu itu.
Siau Lui masih terus mengeleng, hanya kali ini di kala ia
sedang menggeleng, secara tiba-hba badannya sudah melejit
ke depan, bagaikan anak panah yang baru terlepas dari
busurnya, dia meluncur ke arah manusia berbaju abu-abu
yang bicara paling banyak tadi.
Biasanya di kala seseorang sedang berbicara, titik
perhatiannya selalu akan terpencar, oleh sebab itu orang yang
berbicara paling banyak akan menjadi sasaran yang paling
baik bagi orang lain. Sebilah pedang tajam berada dalam
genggaman orang itu.
Entah dikarenakan ia sudah terbiasa mengasah lidahnya
kelewat tajam hingga pedang yang berada dalam
genggamannya menjadi lamban, ketika Siau Lui sudah
menerjang sampai di hadapannya, ia baru menggerakkan
senjatanya. Di saat cahaya pedang berkelebat lewat, Siau Lui
sudah menerjang masuk ke balik cahaya senjata.
Ia sama sekali tidak mengepal tinjunya, luka golok yang
menyayat dadanya telah membuat dia kehilangan tenaga
untuk mengepalkan kembali tinjunya.
Namun terjangan tubuhnya bagaikan sebuah martil besi
yang sangat berat, menumbuk persis di dada orang itu keras-
keras. Cahaya pedang berkilau, namun senjata itu malah
terlepas dari genggamannya dan mencelat ke udara.
Tubuh orang itu terlempar ke arah rekannya yang lain.
Ketika masih di tengah udara, darah segar telah menyembur
keluar dari mulutnya, hingga sewaktu tubuhnya sudah terjatuh
kembali ke lantai, semburan darah segar itu persis jatuh
berhamburan di tubuhnya sendiri bagai percikan hujan gerimis
membasahi dadanya yang sudah melengkung gara gara
tumbukan tersebut.
Darah segar membasahi juga tubuh Siau Lui. Gara-gara
tumbukan yang keras tadi, mulut luka di dadanya kembali
robek besar, tapi ia masih berusaha untuk berdiri tegak.

59
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dua bilah pedang telah menempel di tengkuknya, hawa


senjata yang dingin menggidikkan membuat bulu kuduknya
pada berdiri, rasa ngeri terlintas dipiikirannya.
Di kala kedua orang itu meluncur datang tadi, sebenarnya
ia mempunyai cukup waktu dan tenaga untuk berkelit,
melompat ke samping.
Tapi sayang kekuatan yang tersisa itu sudah ikut mengucur
keluar bersama kucuran darah dari mulut lukanya, bahkan
tengkuknya juga mulai melelehkan darah segar.
Bahkan sekarang ia sudah dapat merasakan rasa sakit
akibat tusukan benda tajam yang menempel di tengkuknya
itu, merasakan kekakuan akibat hawa dingin yang memancar
dari mata pedang yang sangat tajam.
Walau begitu, pinggangnya tetap berdiri lurus dan tegak,
biar sampai mati pun ia tak bakal membungkukkan
pinggangnya.
Manusia berbaju abu-abu yang terkapar di tengah
genangan darah itu kini sudah berhenti bernapas.
Tapi orang berbaju abu-abu yang berada di belakang
tubuhnya justru menghardik keras dengan nada yang dingin
menyeramkan.
"Kembali!"
Tidak seharusnya Siau Lui menggeleng sebab ia sudah tak
dapat menggelengkan kepalanya lagi. Asal dia menggeleng
maka kedua mata pedang yang menempel kuat di tengkuknya
akan menyayat kulitnya dan menusuk ke dalam badannya.
"Hrnm! Akan kulihat kau akan menggeleng atau
mengangguk kali ini..." Ejek orang berbaju abu-abu yang lain
sambil tertawa dingin.
Siau Lui tertawa terbahak-bahak. Di saat sedang tertawa ia
sudah menggelengkan kepalanya, di saat menggeleng, darah
segar pun segera bercucuran keluar, meleleh jatuh dari mata
pedang yang mengiris kulit tengkuknya.
"Aku selalu akan pergi ke mana aku senang pergi," katanya
sambil tertawa.

60
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Hmm... hmm... sayang sekali kali ini kedua kakimu sudah


tak bisa mengikuti perintah hatimu," kembali orang itu tertawa
dingin.
Siau Lui segera merasakan lekukan kakinya teramat sakit,
tahu-tahu ia sudah jatuhkan diri berlutut dengan kaki sebelah.
"Mau balik tidak?" mata pedang yang satunya lagi masih
menempel ketat di atas tengkuknya.
'Tidak!" jawaban Siau Lui tetap singkat.
"Tampaknya orang ini pingin mampus!" teriak orang
berbaju abu-abu itu sengit.
"Yaa, tampaknya dia memang jauh lebih enak mati di
tangan kita ketimbang mati ditangah Liong-su!"
''Hmmm, aku justru tak akan biarkan ia mampus secara
mudah, aku akan paksa dia untuk balik!"
Mata pedangnya mulai bergeser menekan dibelakang
punggung Siau Lui, menekannya hingga memaksa tubuh anak
muda itu melengkung ke bawah.
Hampir saja kepalanya menempel di atas tanah karena
tekanan mata pedang yang sangat kuat itu.
"Mau kembali tidak?" kembali orang itu menghardik.
"Tidak!" tiba tiba Siau Lui membuka mulutnya, menggigit
pasir bercampur kerikil yang berserak di hadapannya lalu
menyemburnya kuat kuat.
Jawabannya masih tetap mengulang kata-kata yang sama,
tak seorangpoun dapat memaksanya untuk mengubah
jawaban itu.
Sekalipun tubuhnya bakal dicincang hingga hancur
berkeping selama ia masih dapat bicara, jawabannya akan
tetap sama dan tak akan berubah.
Otot tangan orang berbaju abu-abu yang menggenggam
pedang itu sudah mulai menonjol keluar, mulai gemetar keras
menahan emosi yang meledak di dalam dadanya.
Ujung pedang yang menempel di punggung pemuda itu
pun ikut bergetar dan gemetar keras.
Tetesan darah segar mengalir keluar tiada hentinya
menelusuri mata pedang yang bergetar itu, ujung pedang

61
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yang tajam semakin menusuk ke dalam rubuhnya dan mulai


menembusi tulang punggungnya.
Menyaksikan kucuran darah yang meleleh keluar dari
punggung pemuda tersebut, tiba-tiba sorot mata manusia
berbaju abu-abu yang semula dingin kaku itu mulai membara.
"Kendorkan tanganmu!" mendadak orang berbaju abu-abu
yang lain berteriak. "Ingat, yang diminta si pemesan adalah
orang hidup!"
Manusia berbaju abu-abu itu tertawa dingin.
"Hmm, jangan kuatir, kalau hanya satu-dua jam tak
bakalan membuat dia kehilangan nyawa."
"Tapi kalau kau lanjutkan perbuatan itu, rasanya akan sulit
baginya untuk hidup lebih lanjut."
Manusia berbaju abu-abu itu tertawa seram.
"Aku justru akan buat dia..." Belum habis ucapan tersebut
tiba-tiba ia tutup mulut.
Saat itulah dari kejauhan terdengar suara derap kaki kuda
yang ramai, dua ekor kuda sedang berlari mendekati tempat
tersebut, satu di antaranya bahkan sudah berada enam kaki
dari situ dan mulai memperlambat larinya.
Sedang seekor kuda yang lain bergerak jauh lebih cepat, ia
lari sampai di luar tembok pekarangan baru menghentikan
geraknya.
Diiringi suara ringkikan kuda yang panjang, seekor kuda
besar berwarna hitam pekat telah melompati pakar tembok
setinggi delapan depa itu dan meluncur masuk bagaikan kuda
yang sedang terbang di angkasa.
Cahaya emas berkilauan dari atas kuda, memancarkan
sinar yang menyilaukan mata.
Kembali terdengar suara ringkikan kuda yang panjang,
kuda itu maju tiga langkah lagi ke depan lalu mengangkat
kakinya berdiri tegak.
Seorang kakek berambut putih duduk tegak lurus di atas
pelana kuda itu. Seiring dengan hilangnya cahaya emas,
terlihat sebuah tombak sepanjang satu koma empat kaki
berada di dalam genggamannya.

62
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Criiing!" tombak itu ditancapkan ke atas lantai, menancap


masuk sampai empat depa dalamnya.
Kuda jempolan bagaikan naga yang sedang terbang itu
segera berhenti pula gerakannya, seolah-olah ikut terpantek
oleh tancapan tombak di lantai itu.
Pita merah yang tergantung di ujung tombak berkibar oleh
hembusan angin, bila digabungkan dengan rambut putih milik
si kakek yang berwarna keperak-perakan membuat ia tampak
seperti seorang jenderal langit yang baru turun dari
kahyangan.
"Aaah, akhirnya tiba juga!" orang berbaju abu-abu itu
menghembuskan napas lega.
Baru selesai ia bicara, kembali berkelebat masuk sesosok
bayangan manusia dari luar dinding rumah, ketika masih
melayang di tengah udara, orang itu membentak keras.
"Di mana orangnya?"
"Ada di sini!" jawab orang berbaju abu-abu itu sambil
menekan semakin ketat cahaya pedangnya.
"Masih hidup atau sudah mati?" tanya kakek berambut
putih itu setelah menyaksikan kucuran darah yang membasahi
tubuh Siau Lui.
"Kalau pesananmu hidup, kami pun akan serahkan manusia
hidup untukmu," jawab orang berbaju abu-abu itu.
Sambil menarik kembali pedangnya ia layangkan sebuah
tendangan keras ke rusuk Siau Lui, seluruh badan anak muda
itu segera mencelat ke udara dan meluncur ke hadapan kakek
berambut putih itu.
Gerakan tubuh manusia yang sedang meluncur masuk dari
balik tembok itu bukan hanya cepat dan lincah, gerak tangan
pun amat cepat dan hebat. Orang ini tak lain adalah Piau-kek
(si pengawal barang) Ouyang Ci yang sudah tersohor karena
kecepatan gerak tubuhnya dan paling ulet cara kerjanya.
Tidak menanti sampai tubuh Siau Lui terjerembab ke lantai,
ia menerobos maju ke muka dan menyambar tubuh anak
muda itu dan mencengkeramnya kuat-kuat.

63
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mendadak paras mukanya berubah hebat, teriaknya


tertahan.
"Aduh celaka, keliru...!"
"Apanya yang keliru?" tanya kakek berambut putih itu
dengan wajah ikut berubah.
"Salah orang!" mencak Ouyang Ci sambil menghentakkan
kakinya dengan gemas.
"Tidak mungkin salah orang," seru manusia berbaju abu-
abu itu cepat, "hanya dia yang muncul dari dalam rumah itu,
di sana sudah tak ada pria lain kecuali dia seorang!"
Ouyang Ci membanting tubuh Siau Lui kuat-kuat ke atas
tanah sambil hardiknya,
"Siapa kau? Kenapa bisa berada dalam kamarnya Siau-kim?
Di mana dia sekarang?"
Siau Lui hanya memandang wajahnya dengan sorot mata
dingin, wajahnya yang penuh belepotan darah sama sekali
tidak menunjukkan perubahan mimik apa pun.
"Mau bicara tidak?" kembali Ouyang Ci menghardik dengan
gelisah.
Kembali Siau Lui memandang sekejap wajahnya, tiba-tiba
sahutnya sambil tertawa tergelak,
"Kalian sendiri yang salah menangkap orang, kenapa mesti
tanya aku?"
Ouyang Ci tertegun. Betul juga jawaban ini, meski saat ini
dia gelisah bercampur gusar, tapi jawaban tersebut betul-betul
membuatnya terbungkam dan tak mampu mengucapkan
sepatah katapun.
Daging dan otot ujung bibir Siau Lui kini sudah mengejang
keras saking menahan rasa sakitnya yang tak terhingga.
Darah juga masih bercucuran keluar dengan derasnya, tapi dia
masih sanggup tersenyum, kembali ujarnya,
"Jika sudah tahu salah tangkap, semestinya sikap kalian
harus lebih sungkan dan hormat kepadaku, masa lagakmu
masih begitu kurang ajar?"

64
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ouyang Ci termenung sambil mengawasi wajahnya,


cengkeraman juga telah mengendor, tapi secara mendadak ia
menghardik lagi.
"Bagaimana pun juga, kau toh tetap sahabatnya."
Siau Lui menghela napas panjang.
"Yaa, aku memang temannya, masa kau bukan
sahabatnya?"
Sekali lagi Ouyang Ci tertegun, kini ia sudah melepaskan
cengkeramannya dan tanpa sadar mundur dua langkah
dengan sempoyongan.
Saat itu manusia berbaju abu-abu itu justru maju ke depan
sambil menyodorkan tangan ke hadapannya seraya berseru,
"Bawa kemari."
"Apanya yang bawa kemari?"
"Sepuluh ribu tahil perak!"
"Sepuluh ribu tahil perak? Sudah salah tangkap sasaran
masih menuntut sepuluh ribu tahil?"
Manusia berbaju abu-abu itu tertawa dingin, katanya
hambar,
"Semuanya ini toh kesalahanmu, bukan salahku. Bukankah
yang kau minta adalah orang yang berada di rumah ini dan
harus diserahkan hidup-hidup. Kini telah kuserahkan dia
hidup-hidup kepadamu, berarti kami tidak salah."
"Tapi..."
"Bayar saja!" tukas kakek berambut putih itu tiba-tiba.
Merah padam paras muka Ouyang Ci saking gelisahnya,
kembali dia membantah.
"Tapi Siau-kim belum ditemukan, masa kita mesti serahkan
sepuluh ribu tahil perak..."
"Bayar mereka!" kembali kakek berambut putih itu
menghardik.
Ouyang Ci jengkel sekali, ia hentakkan kakinya berulang-
kali dengan perasaan mendongkol, meski begitu, ia lepaskan
juga sebuah buntalan yang nampaknya sangat berat dari ikat
pinggangnya.

65
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan jari tangannya yang kuat manusia berbaju abu-abu


itu menerima buntalan tadi, lalu setelah mengerling Siau Lui
sekejap katanya,
"Orang ini kah yang sedang kalian cari?'
"Bukan."
Manusia berbaju abu-abu itu manggut manggut.
"Kalau memang bukan," katanya, "biar kami bawa pergi or-
ang tersebut."
"Kenapa?"
"Dia telah membantai orangku, jadi dia mesti mampus di
ujung pedangku," sahut manusia berbaju abu-abu itu sambil
menyeringai seram.
"Tidak bisa!" mendadak kakek berambut putih
itumemotong. "Dia harus hidup terus!"
"Siapa yang bilang?" orang berbaju abu-abu itu angkat
kepalanya sambil melotot.
"Aku!"
Lama kemudian orang berbaju abu-abu itu baru manggut,
ujarnya,
"Tombak bagai kilatan petir, kuda bagaikan naga terbang,
setiap kata Liong Kong, Liong Suya memang selalu ditepati
dalam dunia persilatan."
"Hmm!"
"Tapi kenyataan dia telah membantai orang kami, jadi ia
mutlak harus mampus!"
"Siapa pula yang berkata demikian?" wajah Liong Su makin
suram.
"Loya yang bilang begitu, jadi apabila anda tidak serahkan
orang tersebut kepadaku, mungkin kami tak bisa memberi
pertanggungan-jawab di depan loya."
"Lalu bagaimana baru bisa mempertanggung-jawabkan?"
"Terpaksa..." belum selesai ia berkata, manusia berbaju
abu-abu itu telah menggetarkan pedangnya lalu sambil melejit
ke udara dan menerjang ke depan kakek tadi, teriaknya, "Aku
harus cabut nyawamu..."

66
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Liong Su sama sekali tak bergeming walaupun menyaksikan


cahaya pedang menyambar ke tubuhnya dengan kecepatan
bagai sambaran kilat. Ia tetap duduk tenang di atas
pelananya.
Tangan kanannya yang menggenggam tombak mendadak
membetot senjata tersebut ke belakang kemudian secara tiba-
tiba melepaskan genggamannya. Tombak itupun segera
memental balik dan meluncur ke muka dengan kekuatan
dahsyat.
Ujung tombak yang berkilauan terang ditambah pita merah
yang berkibar bagai perakan darah, persis menyongsong
datangnya manusia berbaju abu-abu yang sedang menerjang
tiba itu.
Cepat-cepat manusia berbaju abu-abu itu menarik
pinggang sembari melintangkan pedangnya ke depan.
"Criinggg...!" benturan keras menggelegar di angkasa
diiringi percikan bunga api ke empat penjuru.
Tahu-tahu pedang itu sudah terlepas dari genggaman,
telapak tangan manusia berbaju abu-abu itu robek merekah
lantaran getaran keras tadi, separuh badannya jadi lumpuh
terkena getaran dahsyat. Ketika roboh ke lantai, untuk berapa
saat lamanya tak sanggup berdiri kembali.
Ternyata tombak panjang seperti ular sanca ini sedari
ujung hingga gagang tombaknya terbuat dari baja murni yang
keras dan kuat
Ujung tombak masih bergetar tiada hentinya menimbulkan
suara dengungan yang memekik telinga, untaian pita merah
juga masih berkibar dengan gagahnya.
"Bagaimana?" bentak Liong Su dengan nada berat.
"Tentunya kau sekarang sudah bisa memberi pertanggungan-
jawab bukan?"
Orang berbaju abu-abu itu hanya menggertak gigi sembari
memandangi kucuran darah yang membasahi telapak
tangannya, ia seperti sudah tak mampu mengucapkan sepatah
kata pun.

67
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pedang itu meluncur jatuh dari tengah udara, kilatan


cahaya pedang yang berkilauan memancar ke atas wajahnya
yang sebentar memucat sebentar menghijau.
la menarik napas panjang panjang, mendadak sambil
membalikkan badan ia sambar pedang yang sedang jatuh dari
tengah udara itu.
Kali ini ia sama sekali tidak menyerang Liong Su, di antara
kilatan cahaya pedang, senjata tersebut ternyata menusuk
langsung ke tubuh Siau Lui.
Kondisi Siau Lui saat itu sudah teramat parah, badannya
lemas tak bertenaga, tak ada kemampuan sedikitpun baginya
untuk menghindari serangan maut itu.
Pada detik yang amat kritis inilah mendadak terdengar
suara bentakan keras menggelegar bagaikan suara guntur,
sekali lagi tombak Liong Su menyambar lewat bagaikan kilatan
petir.
"Braakk...!" Suara benturan keras mengiringi kilauan
cahaya yang menyambar lewat.
Ujung tombak yang kemilauan bermandi cahaya kini sudah
menusuk tembus tulang pi-pa-kut di bahu kanan orang
berbaju abu-abu itu, seluruh badannya kini sudah terangkat ke
udara.
Untaian pita merah di ujung tombak kembali menggelegar,
seluruh rubuh orang berbaju abu-abu itu segera terlempar
keluar, jatuh terjerembab jauh di luar dinding pekarangan, di
balik rimbunnya kebun bambu berwarna ungu.
"Duukk. ..” kembali tombak itu menancap di atas tanah,
menancap sedalam empat depa lebih.
Liong Su masih duduk tak bergeming di atas pelana
kudanya sambil memegangi tombak emasnya, kini dengan
mata melotot tegurnya kepada orang berbaju abu-abu yang
lain,
"Bagaimana? Sekarang sudah dapat mempertanggung-
jawabkan bukan?"
Pucat pias wajah orang itu bagaikan mayat, tanpa ba atau
bi, ia membalikkan tubuh dan segera ngeloyor pergi dari situ.

68
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ouyang Ci segera membalikkan badan, tampaknya dia ingin


mengejar kepergian orang itu.
"Tidak usah, biarkan dia pergi," cegah Liong Su tiba tiba.
"Mana boleh kita biarkan ia pergi?" seru Ouyang G gelisah.
"Yang pantas dibunuh harus kita bunuh, yang tak pantas
dibunuh biarkan saja pergi, ini menyangkut masalah hidup dan
mati maka kita tak boleh salah menafsirkan perbedaan yang
amat minim ini."
"Tapi... jika kita biarkan orang itu pergi, maka banyak
kerepotan dan kesulitan yang bakal kita hadapi," seru Ouyang
Ci sambil menghentakkan kaki sakingjengkel-nya.
Tiba-tiba Liong Su mendongakkan kepalanya sambil
tertawa terbahak-bahak.
"Sejak kapan kita sebagai dua bersaudara takut
menghadapi kerumitan, bahkan kesulitan sekalipun?"
Menggelegar suara tertawa itu bagaikan genta yang
dibunyikan bertalu-talu, namun dalam pendengaran Siau Lui
seolah-olah berasal dari tempat yang sangat jauh, sangat
buram, amat samar-samar.
Dia seolah-olah mendengar Liong Su sedang berpesan
kepada Ouyang Ci.
"Bawa pulang sahabat ini, dia tidak bersalah, jadi diapun
tak boleh dibiarkan mati."
Menyusul kemudian ia merasa ada orang sedang
memayangnya untuk bangun.
Ia ingin sekali meronta dari rangkulan orang itu, dia sangat
ingin bangkit dan berdiri sendiri.
Kalau mesti berdiri, dia harus lakukan sendiri. Kalau tidak,
lebih baik sepanjang masa tetap berbaring di lantai.
Ingin sekali ia berteriak, memberitahu kepada mereka
bahwa selama hidup ia tak pernah membiarkan orang lain
menolongnya, tak akan biarkan orang lain membantunya
dalam hal apapun.
Sayang sekali kondisinya saat ini sudah tak terkendali,
keempat anggota badan serta lidahnya sudah tidak berada
dalam kemampuan kontrol pribadi.

69
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bahkan termasuk sepasang matanya juga mengalami


kondisi yang sama.
Ingin sekali ia membuka matanya lebar-lebar, tapi
kegelapan yang amat pekat seolah-olah telah menyelubungi
seluruh badannya.
Di tengah kegelapan yang tak herujung dan tak bertepian,
seolah-olah ia melihat munculnya setitik cahaya, di balik
cahaya itu seakan-akan terdapat bayangan tubuh seseorang.
"Jian-jian... Jian-jian..."
Dia ingin meronta, ingin menggeliat dan menghambiri
bayangan tersebut... namun sayang setitik cahaya yang
terakhir pun tiba-tiba ikut hilang, lenyap tak berbekas.
Dia meronta, berteriak keras, menjerit... Sayang setitik
cahaya yang terakhir telah hilang lenyap tak berbekas.
Yang tersisa hanya kegelapan yang pekat, yang tak
berujung dan tak bertepi.
Tak seorangpun yang tahu sampai kapan cahaya terang
baru akan muncul kembali di sana.

VII
"Tak malu orang ini disebut seorang lelaki sejati."
"Tapi ia seperti menyimpan suatu penderitaan batin yang
tak terhingga..."
"Penderitaan batin seorang lelaki sejati biasanya akan lebih
banyak dibandingkan orang lain, cuma biasanya ia akan
menyimpan dalam dalam penderitaan tersebut hingga sulit
bagi orang lain untuk melihatnya."
Hanya kata-kata terakhir itu yang terdengar olehnya.
Kata terakhir itu diucapkan oleh Liong Su, tapi
kedengarannya begitu samar, begitu jauh... meski begitu,
kata-kata itu justru menimbulkan perasaan yang hangat dalam
lubuk hatinya, satu perasaan terharu dan rasa terima kasih
yang mendalam.

70
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ia sadar, paling tidak ia belum hancur dan musnah sama


sekali, masih ada orang di dunia ini yang bisa memahaminya.
Oleh sebab itu iapun amat yakin dan percaya, betapa
dalamnya kegelapan, betapa lamanya kepekatan menyelimuti
dirinya, cahaya terang pasti akan muncul pada akhirnya, entah
cepat atau lambat... Habis gelap pasti akan muncul terang.
Selama rasa hangat danberharu masih muncul dalam
perasaan seseorang, masa terang pasti akan muncul juga
pada akhirnya.

WANITA CANTIK BAGAI


PUALAM
I
Jian-jian menundukkan kepala-nya, mendengarkan detak
jantung dalam tubuh sendiri.
Detak jantung Kim Cwan juga berdebar, bahkan
detakannya jauh lebih cepat dari detak jantung gadis itu.
Ia tahu mengapa saat ini detak jantungnya berdebar begitu
cepat, diapun tahu apa yang sedang dipikirkan di dalam
hatinya.
Tempat ini adalah sebuah losmen kecil yang sepi dan
terpencil letaknya, walau sangat kecil namun semua
perabotnya indah, lagipula amat bersih.
Memandang keluar lewat jendela, kita dapat menyaksikan
kehijauan dari pegunungan nun jauh di sana, juga terendus
bau harum bunga yang terbawa hembusan angin.
Apalagi dalam suasana senja seperti saat ini, pegunungan
nan biru berdiri di balik cahaya senja yang merah membara,
langit nan biru yang muai meredup menyongsong datangnya
kegelapan malam. Kau dapat duduk di tepi jendela, menanti
kehadiran malam, menunggu munculnya bintang yang
bertaburan di angkasa.

71
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam suasana seperti ini, kau akan menyadari betapa


indahnya dunia ini.
Seorang lelaki perjaka membawa masuk seorang gadis ke
dalam tempat semacam ini, apa gerangan rencana yang
tersembunyi di dalam pikirannya?
"Tempat ini sangat tenang dan sepi, kau dapat beristirahat
baik-baik di sini."
"Aku akan tetap tinggal di sini, agar setiap saat dapat
merawat dan memperhatikan dirimu."
Perkataan yang diucapkan Kim Cwan selalu begitu lembut,
hangat dan penuh perhatian.
Jian-jian masih tertunduk, tapi ia menangkap semua
perkataan itu, sinar keharuan dan penuh rasa terima kasih
memancar dari balik sorot matanya. Namun di hati kecilnya
dia merasa sangat geli.
Kini, ia sudah bukan termasuk seorang bocah.
Mungkin dia jauh lebih mengerti dan paham tentang apa
yang sedang dipikirkan seorang pria terhadapnya,
dibandingkan perempuan-perempuan lain.
Kegelapan malam yang kelam telah menyelimuti seluruh
angkasa, api lentera juga telah disulut untuk menerangi
ruangan.
Kim Cwan membaca buku di bawah sinar lentera, ia
nampak sedang asyik menikrnati bukunya itu.
Tapi berani taruhan ia pasti tak tahu apa yang tertulis di
buku itu, malah mungkin tak sepatah tulisan pun yang terbaca
olehnya.
Dia memang sengaja berlagak serius macam begitu,
tujuannya tak lain sebagai alasan agar ia bisa tetap tinggal di
kamar itu. Selama dia masih dapat tinggal di sisi perempuan
itu, cepat atau lambat kesempatan emas pasti akan datang
juga.
Jian-jian tidak berminat membongkar kedok rahasianya, dia
pun tak punya maksud untuk mengusirnya pergi dari situ.
Sebab dia masih sangat membutuhkan dirinya kini, dia
masih ingin memperalatnya, menggunakan dia untuk balas

72
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dendam terhadap Siau Lui, memperalatnya sebagai perkakas


untuk melanjutkan hidupnya.
"Hei... siapa bilang mudah bagi seorang perempuan
sebatang kara untuk hidup tenteram seorang diri di dunia ini?"
Jian-jian masih menundukkan kepalanya, ia mulai
melanjutkan pekerjaannya, menjahit pakaian yang dikenakan.
Pakaian ini bukan miliknya, milik Kim Cwan.
Padahal baju itu sama sekali tidak robek, ketika membantu
mengemasi pakaiannya tadi, dia memang sengaja
merobeknya sedikit secara diam-diam.
Bila seorang wanita ingin tunjukkan perasaan cintanya
terhadap seorang lelaki, tindakan apa lagi yang jauh lebih
mudah ketimbang menjahitkan pakaian baginya?
Kim Cwan sedang menggunakan ujung matanya untuk
melirik perempuan itu secara diam-diam.
Jian-jian tahu hal itu. Memang sejak awal dia ingin
membantunya menciptakan kesempatan emas, memberinya
sedikit semangat dan keberanian dan kini kesempatan
tersebut nampaknya sudah tiba.
Cahaya lentera menyorot di atas wajahnya, pipi dan
bibirnya nampak semu merah karena tersipu-sipu.
Dia memang sengaja berbuat demikian, agar pemuda itu
tahu bahwa ia sudah mengetahui bahwa ia sedang curi-curi
melirik dan memandang ke arahnya. Itulah sebabnya
wajahnya berubah jadi semu merah, bukan wajahnya saja
yang merah, perasaan hatinya ikut kalut, maka karena kurang
hati-hati ujung jarum melukai ujung jarinya.
Betul juga, Kim Cwan segera membuang bukunya dan lari
mendekat, ia lari dengan terburu-buru, penuh perhatian dan
rasa kuatir.
Mungkin lantaran terlalu terburu napsu dan penuh rasa
kuatir, maka tak tahan lagi ia geng-gam tangannya erat-erat
seraya berseru,
"Coba lihat... kenapa kau tidak hati-hati? Sakit tidak?"

73
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Jian-jian menggeleng, paras mukanya semakin memerah


begitu merah hingga menyerupai cucuran darah yang meleleh
dari ujung jarinya.
Kim Cwan menggigit ujung bibirnya kuat-kuat, dia seperti
ingin melukai juga bibirnya agar ikut berdarah.
"Mana mungkin tidak sakit? Coba lihat begitu banyak darah
telah bercucuran keluar..."
"Hanya sedikit berdarah, tidak apa-apa," sahut Jian-jian
lirih.
Ia meronta pelahan, seakan-akan ingin meronta agar lepas
dari genggaman tangannya, tapi rontaan itu tidak terlalu
bertenaga.
Genggaman Kim Cwan semakin kencang, kembali katanya,
" Kau terluka demi aku, aku... mana mungkin hatiku tenang?"
Jian-jian tertunduk, pelan-pelan ia hisap darah yang
mengucur dari ujung jarinya itu.
Sekujur badannya seolah-olah jadi lemas secara mendadak,
ia mulai merintih lirih, dua titik air mata jatuh bercucuran
membasahi punggung tangannya.
"Kau... Kau menangis?" Kim Cwan mendongak dengan
wajah melengak, "Kenapa? Kenapa kau menangis?"
"Aku... Aku sedang berpikir..." Jian-jian menunduk semakin
rendah.
"Berpikir apa?"
"Aku sedang berpikir, sekalipun aku telah mengorbankan
sebuah lenganku deminya, belum tentu dia akan pikirkan di
dalam hati"
Kim Cwan menghela napas sedih, dia seolah-olah hendak
mencarikan kata yang pas untuk membelai "dia," tapi tak
ditemukan kata-kata yang cocok untuk itu.
Jian-jian ikut menggigit bibirnya kuat-kuat, dengan air mata
yang bercucuran kembali ujarnya, "Seandainya dia bisa sebaik
dirimu walau hanya setengahnya saja, aku rela mengorbankan
kedua tanganku deminya..."
"Aku tahu... aku mengerti..." Kim Cwan ikut berkaca-kaca
matanya, air mata seakan-akan ingin mengucur keluar, tiba-

74
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tiba katanya dengan suara meninggi, "Tapi... Tahukah kau...


asal kau bersedia baik kepadaku hanya setengahnya saja
dibandingkan dengan dia, aku... akupun rela mati demi kau."
Agaknya ia sudah tak sanggup mengendalikan dirinya lagi,
tiba-tiba ia jatuhkan diri berlutut di hadapannya, ia peluk
sepasang lutut perempuan itu kuat-kuat.
"Jangan..." Pinta Jian-jian dengan tubuh mulai gemetar,
"aku mohon... Jangan... jangan berbuat begitu..."
Kim Cwan semakin histeris, dia peluk perempuan itu
semakin kencang, bahkan suaranya ikut berubah jadi parau
karena luapan emosinya yang tak terkendali.
"Kenapa? Kenapa tak boleh... ? Apa kau masih teringat
dia...? Mengapa kita tak mencoba untuk melupakannya?
Kenapa kau rela menderita selama hidup hanya demi dirinya?"
Dalam hati kecil Jian-jian mestinya ingin menolak tubuh
pemuda itu, tapi ingatan lain tiba-tiba terlintas, kini ia justru
menjatuhkan diri bersandar di badannya dan mulai menangis
sesenggukan.
Dengan penuh kelembutan Kim Cwan membelai rambutnya
yang hitam lembut, lalu bisiknya dengan suara yang hangat
penuh kelembutan bagai angin musim semi yang berhembus
lewat.
"Asal kau mau, kita masih bisa hidup terus dengan penuh
kegembiraan, kita coba melupakan seluruh penderitaan yang
pernah dialami di masa lampau."
"Aku mau... aku mau..." sahut Jian-jian dengan mata yang
sembab merah. "Kita pasti dapat hidup dengan lebih bahagia."
Tak kuasa lagi ia peluk pemuda itu erat-erat, merangkul
dengan kedua belah tangannya.
Cahaya terang memancar dari balik mata Kim Cwan, ia
coba mengangkat wajahnya, menciumi butiran air mata yang
membasahi kelopak matanya, lalu berbisik.
"Aku bersumpah, akan kurawat dirimu baik-baik sepanjang
masa, aku tak pernah akan biarkan kau mengucurkan walau
sebutir air mata pun!"

75
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Wajah Jian-jian mulai membara, panas bagai kobaran api


yang bergelora.
Bibir Kim Cwan pelan-pelan mulai bergeser, bergeser seinci
demi seinci, mencari di mana letak bibir mungil perempuan
cantik itu.
Bibir Jian-jian yang mungil semakin membara, merah
merekah penuh tantangan. Tapi... Pada saat itulah tiba-tiba ia
melompat bangun lalu mendorong tubuh pemuda itu kuat-
kuat.
Kim Cwan nyaris jatuh terjerembab,sambilmemaksakandiri
untuk berdiri kembali, serunya dengan penuh rasa terperanjat,
"Kau... kau berubah pikiran lagi?"
"Tidak, aku tidak berubah pikiran," Jian-jian tertunduk
malu, "tapi... tapi jangan malam ini..."
"Kenapa?"
"Masih banyak waktu bagi kita untuk berkumpul di
kemudian hari, aku... aku tak ingin kau memandangku sebagai
wanita murahan, wanita gampangan," air matanya nyaris
bercucuran bagai hujan. "Jika kau... kau bersungguh hati
menyukai aku... mestinya paham bukan dengan maksudku
ini?"
Lama sekali Kim Cwan memandangnya dengan termangu,
tapi akhirnya dia mengangguk juga, sambil tertawa paksa
sahutnya, "Yaaa, aku paham maksudmu."
"Kau tidak marah bukan?"
"Kau berbuat demikian toh demi kebaikan kita bersama di
kemudian hari, masa aku harus marah padamu?"
Jian-jian tersenyum manis.
"Asal kau bisa memahami perasaan hatiku, cepat atau
lambat, tubuhku... akhirnya toh tetap menjadi milikmu,"
bisiknya.
Ia seperti tak dapat menahan diri untuk membungkukkan
badan dan menciumi rambut pemuda itu, tapi dengan cepat ia
berusaha mengendalikan diri, kembali ujarnya dengan lembut,
"Aku mau tidur, bagaimana kalau kau balik dulu ke kamarmu?
Besok, pagi sekali aku akan pergi mencarimu."

76
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kim Cwan manggut-mangut, digenggamnya sekali lagi


tangan perempuan itu lalu setelah menepuknya pelan, ia
segera ngeloyor pergi dari situ sekalian merapatkan pintu
kamar.
Kim Cwan tidak berniat memaksakan kehendaknya atas
perempuan itu.
Sebab dia tahu, jika kau ingin mendapatkan seorang wanita
seutuhnya, kadangkala memang diperlukan kesabaran yang
amat besar.
Bila tidak, walaupun dengan cara kekerasan kau berhasil
memperoleh tubuhnya, tapi selama hidup akan kehilangan
hatinya.
Hasil yang dapat di raihnya hari ini memang tidak terhitung
besar, tapi sudah lebih dari cukup baginya. Asal
perkembangan selanjutnya bisa semacam ini, cepat atau
lambat perempuan tersebut pasti akan menjadi miliknya.
Cahaya bintang berkerdipan di angkasa, malam semakin
kelam dan udara terasa makin dingin.
Malam ini adalah malam terindah yang pernah dialaminya
sepanjang hidup, malam musim semi yang amat indah.
Ia mulai tertawa, kilauan giginya yang putih memancarkan
biasan cahaya yang mengerikan di balik kegelapan malam,
menyeringai seperti deretan gigi serigala.
Jian-jian masih menundukkan kepalanya, mengawasi ia
pergi dari situ, mengawasi dia merapatkan pintu kamarnya.
la tahu, selangkah demi selangkah secara pasti lelaki itu
mulai masuk ke dalam jeratannya... ketika ia menganggap
perempuan tersebut telah berhasil ditaklukan, dia sendiri
justru sudah makin dalam terbelenggu oleh jeratannya.
Begitulah pikiran dan perasaan seorang lelaki.
Asal kau mengerti dan memahami kejiwaan seorang lelaki,
maka kau akan menemukan bahwa bukan suatu pekerjaan
yang terlalu sulit untuk mengendalikan dan menjeratnya.
Ia ingin sekali tertawa di dalam hati, tapi lambungnya
justru sangat mual, kepingin tumpah.

77
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ia benar-benar memandang rendah lelaki semacam ini,


memandang hina lelaki yang begitu tega menghianati sahabat
sendiri.
Namun ia harus hidup terus.
Dia harus hidup lebih layak, hidup lebih baik, hidup untuk
diperlihatkan di hadapan Siau Lui.
Dia yakin dirinya memiliki kemampuan seperti ini.
"Suatu hari nanti, aku akanbikin dia menyesal..."
Kembali ia tertawa, namun ketika tertawa, air matanya ikut
jatuh bercucuran.
Memang bukan suatu pekerjaan yang gampang bagi
seorang wanita yang harus hidup dan berjuang seorang diri di
dunia ini.

II
"Orang ini betul-betul seorang lelaki sejati!"
Tapi, siapa pula yang tahu, berapa banyak dan berapa
besar pengorbanan yang harus dibayar untuk menjadi seorang
lelaki sejati?
Siau Lui membuka matanya, cahaya matahari telah
memancar masuk lewat jendela, menerangi seluruh ruangan.
Akhirnya kegelapan malam telah sirna, cahaya terang
kembali muncul di hadapannya.
Rambut uban yang dimiliki Liong Su kelihatan bagai serat
perak yang berkilauan di bawah sinar matahari yang cerah.
Kerutan di bawah matanya kelihatan sangat dalam dan
panjang, ia nampak agak murung, agak kelelahan.
Namun ketika ia duduk di bawah cahaya matahari, kakek
itu terlihat seperti penuh tenaga, penuh kekuatan hidup,
seakan akan tak pernah akan jadi tua untuk selamanya.
Sorot matanya yang tajam sedang mengawasi wajah Siau
Lui lekat-lekat, mendadak ia berkata, "Sekarang kau sudah
bisa bicara?"
"Bisa"

78
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kau dari marga Lui?"


"Benar!"
"Kau tahu nama sebenarnya dari Kim Cwan?"
"Tidak!"
"Tapi bukankah kau sahabatnya?"
"Benar."
"Kau bahkan tidak tahu manusia macam apakah dia
sebenarnya, tapi masih menganggapnya sebagai sahabatmu?"
"Benar."
"Kenapa?"
"Aku berhubungan dengannya karena orangnya, bukan
asal-usulnya, apalagi nama aslinya."
"Kau juga tak perduli perbuatan-perbuatannya di masa
lampau?"
"Perbuatannya di masa lampau telah berlalu."
"Bagaimana sekarang? Dia masih tetap sahabatmu?"
"Benar"
"Meski dia telah menghianatimu, kau masih tetap
menganggapnya sebagai sahabat?"
"Benar."
"Kenapa?"
"Karena dia adalah sahabatku."
"Karena itu, apapun perbuatan yang telah ia lakukan, kau
tetap akan memaafkannya?"
"Mungkin dia memiliki suatu kesulitan atau rahasia yang
memaksanya berbuat begitu... setiap orang tentu memiliki
masalah yang memaksanya melakukan sesuatu."
"Termasuk dia menghianatimu, melarikan barang yang
paling kau cintai, kau tetap tak acuh?"
Pertanyaan ini lebih tajam daripada tombaknya, begitu
tajam dan telengas tanpa ampun.
Paras muka Siau Lui mulai berkerut, perasaan hatinya juga
mulai menyusut, sampai lama kemudian ia baru menjawab,
sepatah kata demi sepatah kata.
"Sesungguhnya aku tak perlu menjawab semua
pertanyanmu itu, walau sepatah kata pun!"

79
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Yaa, aku mengerti," Liong Su manggut-manggut.


"Aku bersedia menjawab semua pertanyaanmu bukan
lantaran aku takut kepadamu, juga bukan lantaran berterima-
kasih kepadamu karena telah menyelamatkan jiwaku."
"Karena apa kau berbuat begitu?"
"Karena aku merasa bahwa kau masih terhitung sebagai
seorang manusia."
Berkilat sepasang mata Liong Su-ya.
"Jadi sekarang kau sudah tak bersedia menjawab
pertanyaanku lagi?" tanyanya.
"Pertanyaanmu sudah terlampau banyak."
"Tahukah kau mengapa aku mengajukan begitu banyak
pertanyaan kepadamu?"
"Tidak!"
Tiba tiba Liong Su menghela napas panjang, katanya, "Aku
pun pernah merasakan dikhianati olehnya!"
"Oh ya?"
"Oleh sebab itu aku dapat menyelami betapa sakit dan
menderitanya seseorang yang telah dikhianati oleh sahabat
yang paling dipercaya olehnya."
"Ooh..."
"Aku sengaja mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut
lantaran aku ingin tahu, apakah kau pun sama-sama
merasakan sakit hati dan penderitaan semacam itu."
Setelah menatap Siau Lui sampai lama, kembali dia
menghela napas panjang sambil melanjutkan.
"Kini aku baru tahu, aku kalah darimu, juga kalah darinya...
sungguh beruntung dia bisa bersahabat dengan seorang
teman macam kau."
Siau Lui turut mengawasinya lekat-lekat, sementara cahaya
matahari masih bersinar terang di luar jendela.
Tapi sekarang ia nampak jauh lebih tua daripada
sebelumnya, kerutan-kerutan di ujung matanya nampak lebih
dalam dan gu-ratannya makin panjang.

80
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Arak tersedia di atas meja, Liong Su angkat cawannya dan


sekali teguk menghabiskan isinya, kembali katanya sembari
menghela napas panjang,
"Selama ini aku selalu menganggap diriku sebagai seorang
lelaki yang berlapang dada, tapi setelah bertemu kau, aku
baru sadar ternyata aku masih belum dapat memaafkan orang
lain, bahkan aku tak pernah berpikir mungkin saja dia
mempunyai kesulitan yang memaksanya berbuat demikian."
"Bagaimana sekarang?"
"Kini aku sudah tahu, bila kau rela memaafkan orang lain
maka perasaan hatimu akan menjadi lebih lega dan lapang,
seluruh kegundahan, penderitaan dan kepedihan akan segera
tersapu bersih hingga tak berbekas."
"Apakah kau merasa dulu telah melakukan kesalahan?"
tanya Siau Lui dengan sinar mata berkilat.
"Benar!"
"Sebetulnya kau tidak salah."
Liong Su termenung sedih.
"Sesungguhnya dikhianati oleh teman merupakan suatu
penderitaan yang tak mungkin terlupakan untuk selamanya,"
lanjut Siau Lui perlahan. "Tapi ada sementara orang yang
lebih suka sembunyikan semua perasaan hatinya itu di dalam
hati, biar sampai mati pun tak sudi diutarakan keluar."
Dengan perasaan terkejut bercampur heran Liong Su
memandang wajahnya tak berkedip, sampai lama sekali ia tak
sanggup mengucapkan sepatah kata pun.
Kembali Siau Lui menyambung, "Bukan suatu perbuatan
yang gampang untuk mengakui semua kesalahan dan
penderitaan yang dialaminya di hadapan orang lain, bukan
saja dibutuhkan jiwa yang lapang dan terbuka, juga harus
memiliki keberanian yang luar biasa."
Liong Su termenung lagi sampai lama, tiba-tiba katanya,
"Padahal kaupun tak perlu mengucapkan kata-kata seperti
itu."
"Yaaa,benar," sambil manggut-manggut Siau Lui menghela
napas. "Memang tak perlu kuucapkan perkataan tersebut."

81
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kecuali seseorang memiliki kebesaran jiwa dan keberanian


yang luar biasa... apa kata-kata itu pun tidak perlu diungkap?"
"Kau salah menilai aku," jawab Siau Lui hambar.
Tiba-tiba Liong Su melompat bangun, sambil tertawa keras
ujarnya, "Aku salah menilaimu? Mana mungkin aku salah me-
nilaimu. ..? Bisa bersahabat dengan seorang teman macam
kau, biar aku Liong Su harus mati pun tak akan menyesal!"
"Tapi kita bukan sahabat," potong Siau Lui dingin.
"Mungkin saat ini masih belum, tapi di kemudian hari..."
"Tak akan ada di kemudian hari," kembali Siau Lui menukas
dengan nada dingin.
"Kenapa?"
"Karena ada sementara orang yang tak memiliki masa di
kemudian hari."
Dengan langkah lebar mendadak Liong Su datang meng-
hampiri pemuda itu, digenggamnya lengan anak muda itu
kuat-kuat, katanya, "Saudara, kau masih begitu muda, kenapa
harus menghancurkan diri sendiri?"
"Aku bukan saudaramu," paras muka Siau Lui berubah
sangat hambar nyaris tanpa perasaan, dia meronta dan
seolah-olah akan segera pergi meninggalkan tempat itu.
Liong Su tertawa paksa, masih menahan bahu anak muda
itu ujarnya, "Sekalipun kau bukan saudaraku, apa salahnya
tinggal berapa saat lagi di sini?"
"Kalau toh akhirnya harus pergi, buat apa tinggal terlalu
lama di sini?"
"Sebab…aku…masih ada perkataan yang hendak kusampai-
kan kepadamu ”
Siau Liu termenung berpikir sebentar, akhirnya ia kembali
merebahkan diri katanya dengan suara hambar.
"Baik katakan aku siap mendengarkan "
Liong Su ikut termenung, agaknya ia berusaha mencari
persoalan yang, paling cocok untuk disampaikan,agar Siau Lui
bersedia mendengarkan lebih lanjut.
Lewat lama kemudian ia baru berkata, "Sebenarnya nama
Kim-cwan bukan nama aslinya, nama sebenannya adalah Kim

82
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Giok-ou, dia adalah putra tunggal samko-ku, semenjak samko


meninggal, aku..."
"Aku tahu sangat jelas hubungan kalian semua," tukas Siau
Lui tiba tiba.
"Oh ya?"
"Kau adalah congpiautau dari Tionggoan Su toa-piaukiok
(empat piaukiok terbesar di daratan Tionggoan). Dahulu, dia
bersama Ouyang Ci adalah tangan kanan dan tangan kirimu.
Suatu hari ia mendapat tugas mengawal harta sebesar
delapan ratus ribu tahil perak dari ibu kota menuju Kousiok. Di
tengah jalan bukan saja barang kawalannya hilang lenyap,
semua pengawal yang ikut dengannya juga kedapatan mati
terbunuh, karena dia merasa tak punya muka untuk bertemu
lagi denganmu maka ia hidup mengasingkan diri di sini."
Liong Su tidak komentar, dia cuma mendengarkan.
Kembali Siau Lui menyambung, "Tapi selama ini kau justru
menuduhnya telah menganglap barang kawalan tersebut, kau
menganggap dia telah mengkhinatimu, maka kau menyebar
berita ke seluruh penjuru dunia bahwa kau tak akan
melepaskan dirinya."
Liong Su tertawa getir.
Kembali Siau Lui berkata, "Kali ini, tampaknya secara tak
sengaja Ouyang Ci menemukan jejaknya di sini, maka ia
terburu-buru pulang memberi laporan kepadamu, takut ia
keburu kabur maka dengan membayar upah sebesar sepuluh
ribu tahil perak kau menyewa ketiga orang itu untuk
mendatangi kamar tidurnya. Siapa nyana karena ada suatu
kejadian di luar dugaan yang terjadi secara tiba tiba, ia telah
pergi meninggalkan tempat ini jauh sebelum kehadiran ketiga
orang itu."
Suaranya masih kedengaran begitu tenang, seakan-akan
sedang mengisahkan suatu kejadian yang sama sekali tak ada
hubungannya dengan mereka berdua, namun ketika
mengucapkan kata "kejadian di luar dugaan," pancaran sinar
pedih dan penderitaan yang mendalam mengalir keluar dari
balik sorot matanya.

83
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Dia yang menceritakan semua kejadian ini kepadamu?"


tanya Liong Su dengan sorot mata tajam
"Benar."
"Tak nyana ia mau membeberkan rahasia ini kepadamu,
tak heran kau menganggapnya sebagai sahabat karib."
Tidak memberi kesempatan Siau Lui untuk berbicara,
kembali ia melanjutkan, "Kalau begitu kau sudah tahu kalau
ketiga orang itu telah salah mencari orang semenjak
kehadiran mereka?"
"Benar."
"Kenapa kau tidak berusaha menjelaskan kesalahpahaman
ini?"
"Sebab mereka belum pantas untuk tahu," jawab Siau Lui
sambil tertawa dingin.
"Manusia macam apa yang pantas untuk tahu?"
"Mungkin ada sementara orang yang semenjak lahir sudah
punya watak keledai, rela disalahpahami orang lain sejuta kali
ketimbang memberi penjelasan satu kalipun."
Tiba-tiba terdengar seseorang berteriak dengan suara
keras, "Kalau begitu orang itu bukan keledai tapi seekor
keledai goblok!"
Belum habis perkataan itu diutarakan, Ouyang Ci sudah
menerjang masuk kedalam ruangan. Kedatangannya selalu
cepat bagaikan hembusan angin topan, begitu juga caranya
berbicara selalu bersambungan macam berondongan
tembakan yang bertubi-tubi, begitu hebatnya hingga ada
sepuluh orang bicara bersama pun tak sanggup memotong
pembicaraannya.
"Terang-terangan dia sudah menghianatimu, kenapa kau
masih tetap mempercayainya?"
"Semua anak buah dan pengikutnya sudah habis mati
terbantai, kenapa hanya dia seorang yang masih hidup segar-
bugar?"
"Liong Su selalu menganggap dia seperti anak kandung
sendiri, sekalipun ia benar-benar lalai dalam tugas hingga
kehilangan barang kawalannya, sepantasnya dia pulang ke

84
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

rumah untuk memberi penjelasan, kenapa ia justru kabur dan


menyembunyikan diri?"
"Tahukah kau apa sebabnya rambut Liong Su bisa berubah
jadi putih beruban? Gara-gara mesti ganti barang kawalan
milik orang sebesar delapanratus ribu tahil perak, biarpun
seluruh anggota piaukiok mati gantung diri juga belum
sanggup untuk melunasinya!"
Beruntun dia mengutarakan tujuh-delapan macam
persoalan sebelum akhirnya berhenti untuk tarik napas
panjang.
Siau Lui hanya mengawasinya dengan pandangan dingin,
menunggu hingga dia selesai bicara baru katanya, "Darimana
kau tahu kalau dia telah menghianatiku? Apa yang kau
saksikan?"
Sekali lagi Ouyang Ci tertegun.
Kembali Siau Lui melanjutkan, "Sekalipun kau telah
menyaksikan dengan mata-kepala sendiri, bukan berarti
semua yang kau katakan itu benar. Sekalipun dia benar-benar
telah menghianatiku kali ini, bukan berarti hal ini membuktikan
ia telah menganglap delapanratus ribu tahil perak barang
kawanannya."
Sekali lagi Ouyang Ci tertegun, lama kemudian ia baru
menghela napas panjang, gumamnya, "Kelihatannya di dunia
ini benar-benar terdapat manusia berwatak keledai..."

III
"Tempat apakah ini?"
"Losmen!"
"Kenapa lakon dalam kisahmu selalu tak bisa lari dari
rumah penginapan?"
"Karena sesungguhnya mereka adalah kaum pengembara."
"Mereka tak punya rumah?"
"Ada yang tak punya rumah, ada yang rumahnya telah
musnah, ada pula yang punya rumah tapi tak bisa pulang."

85
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bila kau termasuk orang yang sedang mengembara di


dunia jagat, maka kau pun tak dapat terlepas dari rumah
makan, losmen, dusun terpencil, losmen remang-remang,
biara, kuil... Terlebih tak dapat melepaskan diri dari segala
macam pertikaian dan perselisihan, tak bisa lari dari
kehampaan dan kesepian.
Di tengah halaman luas dalam rumah penginapan, di mana-
mana tampak kereta pengawal barang yang parkir memenuhi
ruangan, barang kawalan telah diturunkan dari kereta dan
teronggok dalam tiga buah bilik yang dijaga sangat ketat.
Tigapuluh tiga orang piausu dan tukang pukul yang sudah
kaya dengan pengalaman terbagi dalam tiga rombongan
secara bergilir menjaga ketiga ruangan itu secara bergantian.
Di luar pintu gerbang terpancang sebuah bendera yang
bersulamkan empat warna, di atasnya tersulam seekor naga
emas dengan kelima cakarnya. Ketika bendera itu berkibar
terhembus angin, lukisan naga itu nampak gagah perkasa
berkibar mengikuti hembusan angin.
Itulah bendera naga emas Hong-Im Kim-Liong-ki yang
sejak dulu telah menggetar sungai telaga baik dari kalangan
putih maupun dari kalangan hitam. Sayang secara beruntun
Hong-toa, Im-ji, Kim-sam telah berpulang ke alam baka. Kini
tinggal Liong-su yang masih tetap bertengger di sungai telaga.
Malam semakin kelam, pintu dan jendela ruang timur sudah
tertutup rapat, cahaya lampu pun ikut meredup. Kecuali suara
benturan golok yang tak sengaja, sama sekali tak kedengaran
suara lain. Biarpun malam ini malam musim semi, namun
suasana dalam halaman itu penuh diliputi keseriusan dan
ketegangan yang tinggi.
Tak ada yang tahu bagaimana cara hidup para orang gagah
yang sepanjang hari hidup di ujung golok yang penuh
belepotan darah dan saban hari diguyur air kata-kata itu. Tak
ada yang tahu setegang apa kehidupan mereka dan sesulit
apa perjuangan mereka.
Tak mudah menemukan satu-dua hari dalam kehidupan
sepanjang tahun suasana yang santai, yang dapat

86
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mengendorkan ketegangan, dan hidup tenang bersama anak-


istri di rumah.
Itulah sebabnya sebagian besar dari mereka tak punya
rumah, juga mustahil punya rumah. Perempuan yang cerdik
tak akan sudi kawin dengan pengembara yang tiap saat hidup
menyerempet maut, setiap saat siap hidup menjanda.
Namun ada kalanya kehidupan dalam dunia persilatan pun
penuh diwarnai dengan keaneka ragaman hiburan yang bikin
orang susah untuk melupakannya.
Itulah sebabnya masih ada banyak orang yang rela
mengorbankan kebahagiaan serta ketenangan hidupnya untuk
ditukar dengan secerca kebanggaan.
Di halaman gedung sebelah barat masih ada sebuah kamar
yang daun jendelanya tetap dibiarkan terbuka. Liong Su dan
Ouyang Ci sedang duduk minum arak di bawah jendela. Sudah
cukup banyak air kata-kata yang mereka tenggak, seolah-olah
mereka ingin menggunakan pengaruh air kata-kata untuk
menghilangkan semua kemasgulan, keruwetan dan kesedihan
yang menyelimuti perasaan mereka.
Mengawasi deretan kereta barang yang parkir memenuhi
halaman, tiba tiba Ouyang Ci berkata, "Perjalanan kita sudah
tertunda hampir empat hari di sini."
"Yaaa, empat hari," sahut Liong Su.
"Jika kita tunda terus perjalanan ini, mungkin saudara-
saudara lain akan mulai berjamur saking kesalnya."
Liong Su tertawa.
"Jangan kau sama-ratakan orang lain dengan watak
berangasanmu yang tak sabaran itu..."
"Tapi... Sehari barang hantaran ini tidak sampai di tempat
tujuan, berarti beban yang menekan bahu saudara semua
akan semakin berat. Dalam hati kecil mereka tentu sudah
terbayang kapan bisa minum air kata-kata sepuasnya sambil
membopong pipi licin yang bisa dijadikan guling sepanjang
malam. Aku tahu mereka tak berani mengutarakan niat
tersebut, tapi yang pasti perasaan mereka tentu jauh lebih
gelisah ketimbang aku."

87
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Makin berbicara kata-katanya semakin cepat, kemudian


setelah meneguk habis air kata-kata dari cawannya kembali ia
lanjutkan,
"Lagipula orang toh sudah menerangkan sejelas-jelasnya
bahwa barang hantaran mesti sudah sampai menjelang akhir
bulan, jika sampai terlambat sehari saja berarti kita kena
denda tigaribu tahil. Bila kita sampai tertunda dua-tiga hari
lagi, ditambah uang sepuluhribu tahil perak yang terbuang sia-
sia, bukankah berarti perjalanan kita kali ini cuma kerja bakti
belaka?"
"Aku paham dengan maksudmu, tapi..."
"Tapi luka yang diderita orang she-Lui itu belum sembuh,
jadi kita mesti tetap tinggal di sini menemaninya?" sambung
Ouyang Ci cepat.
Liong Su menghela napas panjang.
"Jangan lupa, orang bisa terluka separah itu bukankah
lantaran ulah kita juga?"
Ouyang Ci ikut menghela napas, ia bangkit berdiri dan
berjalan keliling berapa kali dalam ruangan, namun akhirnya
tak tahan ujarnya lagi, "Padahal menurut penilaianku luka
yang dideritanya sudah sembuh sebagian besar, kalau mau
pergi semestinya sudah bisa berangkat, kenapa..."
"Jangan kuatir!" potong Liong Su sambil tersenyum. "Dia
bukan termasuk orang yang dengan sengaja berbaring malas
di sini. Bila dia sudah berniat pergi, biar kita ingin
menahannya pun belum tentu bisa menahannya di sini."
"Lantas sampai kapan dia baru akan pergi?"
Perlahan-lahan Liong Su meneguk habis isi cawannya, lalu
katanya, "Hampir, bisa jadi sebelum malam nanti... Atau
bahkan sekarang juga."
Sinar matanya dialihkan keluar jendela, mimik mukanya
menunjukkan perubahan yang sangat aneh.
Buru buru Ouyang Ci berbalik sambil ikut menengok keluar
jendela, ia jumpai seseorang sedang berjalan keluar dan
sebuah kamar di bagian belakang, dengan langkah yang amat
lambat berjalan keluar dari halaman. Walau langkah kakinya

88
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

amat lambat tapi ia berjalan sambil membusungkan dada,


seolah-olah dalam situasi dan kondisi macam apa pun dia tak
sudi membungkukkan pinggangnya.
Mengawasi bayangan punggung orang itu kembali Liong Su
menghela napas panjang, gumamnya, "Dia betul-betul
seorang lelaki keras hati!"
Mendadak Ouyang Ci tertawa dingin, tubuhnya seakan-
akan hendak menerjang keluar dari ruangan.
Dengan sekali sambar Liong Su mencekal lengannya, lalu
tegurnya, "Mau apa kau? Masa ingin menahannya di sini?"
"Aku ingin mengajukan berapa pertanyaan kepadanya."
"Apa lagi yang mau ditanyakan?"
"Sikapmu begitu baik terhadapnya, jelek-jelek begini kau
sudah selamatkan jiwanya, masa tanpa permisi atau berterima
kasih atau bahkan ba atau bi sudah pergi meninggalkanmu
begitu saja? Teman macam apa dia?"
Kembali Liong Su menghela napas panjang, katanya sambil
tertawa getir, "Sejak awal dia memang tak pernah
menganggap kita sebagai sahabatnya..."
"Lantas buat apa kita bersikap begitu baik terhadapnya?"
teriak Ouyang Ci gusar.
Pelan-pelan Liong Su mengalihkan pandangan matanya ke
tempat kejauhan, setelah menarik napas sahutnya, "Mungkin
dikarenakan orang semacam dia sudah tak banyak lagi
dijumpai dalam dunia persilatan."
Tidak membiarkan Ouyang Ci berbicara, kembali ia
melanjutkan, "Lagipula, sesungguhnya ia bukannya tak mau
bersahabat dengan kita, ia sengaja berbuat begini agar tidak
menyusahkan kita dengan masalahnya."
"Ohh..."
"Bukan saja dia telah mengalami tragedi yang memilukan,
yang sangat menyayat perasaan hatinya, bahkan bisa jadi ia
mempunyai kepedihan yang sulit untuk diberitahukan ke
orang lain. Itulah sebabnya dia tak ingin bersahabat dengan
siapa pun!"

89
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kau bilang dia tak ingin menyusahkan dirimu, padahal


sejak awal dia sudah menyusahkan kau, masa ia tak sadar
akan hal ini?"
Liong Su geleng kepalanya.
"Ada sementara persoalan, aku justru tak ingin dia tahu."
"Demi dia, kau tak segan melukai para pendekar dari
perguruan Hiat-yu-bun (Perguruan Banjir Darah), masa dia tak
menyadarinya? Sekali Hiat-yu-bun bermusuhan dengan
seseorang, mereka pasti akan meluruk tak berkesudahan,
masa ia tak pernah mendengar perkataan ini?"
Lama sekali OongSu termenung, kemudian baru katanya,
"Jangan lagi dia, yang tak lebih cuma seorang pemuda yang
baru terjun ke sungai telaga, ada sementara masalah mungkin
kau sendiripun tidak tahu."
"Soal apa?"
Tiba tiba sorot mata Liong Su berubah jadi merah
membara, penuh sinar kebencian, kegusaran dan dendam
kesumat yang tak terhingga, sepatah demi sepatah katanya,
"Tahukah kau bagaimana kisah kebinasaan Hong-toako
sekalian?"
Bergidik seluruh bulu tubuh Ouyang Ci menyaksikan sorot
mata seseram itu, tiba-tiba serunya tertahan, "Jadi... jadi
mereka pun tewas di tangan Hiat-yu-bun?"
Liong Su tidak menjawab, "Prakkkk! "cawan arak yang
berada dalam genggaman tangannya tiba-tiba remuk dan
hancur berkeping-keping.
"Darimana kau tahu?" teriak Ouyang Ci sambil melompat
maju ke depan. "Kenapa baru hari ini kau beritahu aku?"
"Karena aku takut kau pergi mencari mereka dan menuntut
balas."
"Kenapa tak boleh balas dendam?"
"Brakkk!" kembali Liong Su menggebrak meja kuat-kuat,
serunya, "Kalau budi belum dibalas, mana mungkin kita boleh
balas dendam?"
Gemetar sekujur tubuh Ouyang Ci, terhuyung-huyung ia
mundur ke belakang hingga jatuh terduduk di bangku,

90
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

keringat sebesar kacang kedele jatuh bercucuran membasahi


wajahnya.
Pelan-pelan Liong Su membuka kepalan tangannya,
cucuran darah mengalir dari mulut lukanya yang panjang dan
membasahi kepingan cawan arak di atas lantai.
Mengawasi darah yang membasahi telapak tangannya,
sepatah demi sepatah kata kembali ujarnya, "Hutang darah
tetap harus dibayar dengan darah, tapi bukan berarti hutang
budi tak dibayar sama sekali. Bisa saja kita beradu nyawa
dengan Hiat-yu-bun hingga titik darah penghabisan, tapi siapa
pula yang akan membayar budi kita kepada mereka?"
" Aaah, mengerti aku sekarang," teriak Ouyang Ci sambil
bangkit berdiri. "Kita bayar dulu hutang budi itu kemudian
baru balas dendam!"
"Benar!" sahut Liong Su sambil gebrak meja dan tertawa
keras. "Begitulah tindakan nyata seorang lelaki sejati yang
sesungguhnya!"

IV
Tak ada kata perpisahan, tak ada pula ucapan terima kasih,
bahkan tak sepatah kata pun yang diucapkan Siau Lui. Ia
ngeloyor pergi begitu saja meninggalkan rumah penginapan.
Yang terbentang di hadapannya kini hanya selapis
kegelapan yang pekat. Tapi ketika tiba di kaki bukit, sinar fajar
kembali telah muncur di ufuk timur.
Kabut putih yang pekat bagai susu ibu menyelimuti seluruh
permukaan bumi, secerca sinar emas yang dipancarkan sang
matahari pelan-pelan mulai mengintip dari balik bukit.
Perlahan-lahan ia berjalan mendaki ke atas bukit. Masih
seperti saat meninggalkan rumah penginapan tadi, ia berjalan
sambil membusungkan dada.
Mulut luka bekas bacokan golok masih meninggalkan rasa
sakit dan pedih yang bukan alang kepalang. Seandainya dia

91
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mau sedikit membungkukkan badan sambil berjalan, mungkin


rasa sakit yang menyayat itu akan berkurang.
Tapi ia tak sudi berbuat begitu, ia masih berjalan dengan
membusungkan dada. Menelusuri selokan kecil masuk ke
dalam hutan bunga tho.
Pepohonan dengan bunga tho yang harum semerbak masih
berdiri utuh seperti sedia kala, tapi ke mana penghuninya?
Dibawah pohon bunga tho yang paling semerbak dan
rimbun itu seolah-olah masih terendus bau harum semerbak
yang dipancarkan tubuh Jian-jian. Tapi di manakah dia
sekarang?
Bunga yang rontok terbawa air selokan terhanyut ke kaki
bukit sana, tapi bunga akan tumbuh dan berkembang kembali.
Tapi Jian-jian... Ia telah pergi, mungkin selama hidup tak akan
muncul kembali di sana.
Siau Lui semakin membusungkan dadanya, ia menarik
dadanya makin keras, mulut luka pun semakin robek besar
dan mendatangkan rasa sakit yang luar biasa. Tapi ia tak
perduli.
Dia tak takut mengucurkan darah tapi sangat takut
mengalirkan air mata. Dengan langkah lebar ia tinggalkan
hutan bunga tho itu, tanpa berpaling sekejap pun. Di
hadapannya sekarang adalah kebun rumah tinggalnya.
Dahulu, tempat tersebut adalah tempat yang paling hangat
dan penuh kebahagiaan. Tapi kini telah berubah tinggal puing-
puing yang berserakan.
Dia tak tega balik ke situ, tak berani kembali ke sana. Tapi
mau tak mau dia harus kembali ke tempat tersebut.
Betapa menakutkan dan mengerikannya suatu kenyataan,
pada akhirnya pasti ada saat di mana kau harus menghadapi
dan menerimanya sebagai suatu kenyataan.
Melarikan diri dari kenyataan, bersembunyi dari kenyataan
bukan suatu penyelesaian yang betul dan lagi tak ada
gunanya. Lagipula tak ada persoalan di dunia ini yang tak bisa
diselesaikan untuk selamanya.

92
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Apalagi baginya yang benar-benar harus dihindari bukan


orang lain, melainkan dirinya sendiri.
Tak ada orang yang bisa menghindari diri sendiri. Sambil
menggertak gigi ia melanjutkan langkahnya menelusuri jalan.
Jalan setapak menuju ke rumahnya masih seperti sedia
kala, tapi jenasah orang tuanya mungkin sudah terbakar
hangus saat ini. Pasti susah untuk dikenali lagi. Dan
kedatangannya kali ini tak lain untuk menunjukkan rasa
baktinya sebagai seorang anak terhadap orang-tuanya.
Mungkin di masa lampau ayahnya sudah banyak melakukan
kesalahan, mungkin ia pernah merasa amat sedih dan pedih
setelah mengetahui kisah tersebut. Tapi kini, semuanya telah
berlalu...
Semuanya telah berlalu, kobaran api yang membakar
tempat tersebut telah membersihkan seluruh noda tersebut, di
atas perbukitan dengan hamparan rumput nan hijau kini telah
bertambah dengan beberapa gundukan tanah pekuburan
baru.
Seorang kakek bungkuk berambut putih sedang bersem-
bahyang di depan kuburan. Siau Lui tertegun menyaksikan
semuanya ini.
Siapa yang telah mewakilinya melakukan pekerjaan ini?
Bagaimana caranya ia membalas budi kebaikan setinggi bukit
ini?
Pelan-pelan kakek bungkuk itu berpaling, secerca
senyuman getir tersungging di wajahnya yang telah penuh
keriput itu.. Sin Hoa-ang! Ternyata orang yang punya rasa
setia kawan yang luar biasa ini tak lain adalah Sin Hoa-ang,
kakek pembuat arak yang memiliki gerai arak tersebut.
Termangu Siau Lui mengawasi wajahnya, ia merasa teng-
gorokannya seolah-olah tersumbat, tak sepatah kata pun yang
sanggup diucapkan.
Sin Hoa-ang berjalan menghampirinya dengan langkah per-
lahan, butiran air mata masih membasahi ujung matanya,
sambil tertawa paksa dan menepuk-nepuk bahunya ia berkata,

93
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ooh, rupanya kau sudah datang, bagus... bagus sekali...


akhirnya kau datang juga."
"Aku..." Siau Lui menggigit bibir.
"Aku paham dengan perasaanmu sekarang, jadi kau tak
perlu mengatakan apa pun, juga tak usah berterima kasih
kepadaku karena bukan aku yang melakukan semuanya ini."
"Bukan kau? Lantas siapa?" tak tahan Siau Lui bertanya.
"Dia tak ingin aku beritahu kepadamu juga tak ingin kau
berterima kasih kepadanya, tapi aku..."
Setelah menghela napas panjang, lanjutnya, "Sudah
puluhan tahun lamanya aku tak pernah berjumpa dengan
seorang hohan yang begitu setia-kawan dan begitu berjiwa
besar macam dia. Bila aku tidak mengatakan siapakah orang
itu dan menghilangkan kesempatan baik bagimu untuk
berkenalan dengannya, aku betul-betul merasa sangat tak
tenang!"
"Siapakah orang itu sebenarnya?" seru Siau Lui sambil
menggenggam bahunya.
"Liong Su!"
"Dia?" dengan wajah tertegun
Siau Lui mengendorkan genggamannya.
Sin Hoa-ang menghela napas panjang.
"Dari akulah dia mencari tahu asal-usulmu. Tapi bila aku
tetap merahasiakannya kepadamu maka selama hidup
mungkin kau tak akan tahu betapa besarnya perhatiannya
terhadap dirimu."
Siau Lui mendongakkan kepalanya memandang angkasa
sambil menarik napas panjang, gumamnya, "'Kenapa ia harus
berbuat begini? Kenapa..."
"Sebab dia anggap kau pun terhitung seorang lelaki sejati,
dia ingin berteman dengan orang gagah macam kau!"
Siau Lui menggenggam kepalannya kencang-kencang,
entah dengan cara apa ia mengendalikin gejolak perasaannya,
butiran air mata yang telah membasahi kelopak matanya tidak
dibiarkan meleleh keluar.

94
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Entah berapa lama sudah lewat... akhirnya perlahan-lahan


ia berjalan ke hadapan sederet kuburan baru itu dan jatuhkan
diri berlutut.
Di atas batu cadas berlumut hijau tertera beberapa huruf
yang kentara masih baru diukir, tapi ia tak melihat jelas apa
tulisan yang tertera di situ, matanya telah berkaca-kaca, telah
dibuat kabur...
Termangu-mangu Sin Hoa-ang mengawasi anak muda itu,
tiba tiba bisiknya, "Menangislah, kalau ingin menangis,
menangislah. Di dunia yang fana ini tak akan ada seorang
lelaki yang benar-benar bisa menahan gejolak hatinya.
Menangislah sepuas-puasnya!"
Siau Lui mengepal tinjunya semakin kencang, kuku jarinya
telah menembus ke dalam daging, mulut luka di dadanya
semakin merekah membuat darah semakin bercucuran deras.
Dadanya turun naik bergelombang, merahnya darah telah
membasahi hampir seluruh pakaian yang dikenakan, tapi air
matanya masih tertahan di dalam mata, tertinggal di dalam
hati, tertinggal di suatu tempat yang tak akan terlihat orang
lain. Baginya, lebih baik darah bercucuran daripada air mata
yang berlinang.
Ya, kejadian apa lagi yang bisa lebih mengenaskan
daripada air mata yang tidak terlihat meleleh keluar?
Angin berhembus sepoi-sepoi, udara tidak terasa kelewat
dingin. Diam-diam Sin Hoa-ang membesut air mata yang
membasahi pipinya sambil berpaling ke arah lain, mengawasi
puing-puing sisa kebakaran yang berserakan di sana-sini.
Bau harum bunga terbawa angin dari kejauhan sana, juga
membawa serta benih yang datang dari kejauhan.
Sin Hoa-ang termenung, kemudian gumamnya, "Haiii... Tak
akan menunggu terlalu lama, bila musim semi tahun depan
telah tiba, tanah gosong yang gersang ini pasti akan
menghijau kembali, berkuntum-kuntum bunga pasti akan
berserakan lagi di mana-mana. .."
Memang, selama tempat itu masih ada tanah dan angin,
maka selamanya umat manusia masih punya harapan.

95
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sekalipun ada suatu kekuatan yang begitu menakutkan


mengancam tempat tersebut, tak mungkin akan lenyap
takberbekas.

V
Malam semakin kelam, tiada manusia di atas bukit.
Lamat-lamat terdengar suara tangisan yang mendengung
dibawa angin malam, begitu pilu tangisan tersebut seperti
lolongan serigala yang saling bersahutan... seperti juga jeritan
monyet yang sedang berkejaran di pucuk pohon.
Sambil memegang tongkatnya Sin Hoa-ang berdiri
termangu di bawah kaki bukit, di tengah kegelapan malam,
kerutan memanjang menghiasi wajahnya yang penuh kerutan
itu.
Ia benar-benar tak paham dengan pemuda keras kepala ini.
Isak tangis masih bersambungan tak ada habisnya, seolah-
olah pemuda itu ingin menangis semalam suntuk di tempat
itu, ingin meluapkan seluruh kepedihan hatinya dan
menghabiskannya dalam semalaman saja.
Sin Hoa-ang tertunduk sedih, gumamnya, "Anak bodoh,
kenapa kau harus menunggu hingga tak ada orang baru mulai
menangis? Buat apa kau harus menyiksa diri sendiri...?"

PERSAHABATAN
I
Jian-jian dengan kepala tertunduk menghirup arak dalam
cawannya. Arak itu berwarna hijau pupus.
Cahaya lampu berwarna merah memancar keluar dari balik
kain cadar tipis menyinari di atas tangannya. Sebuah tangan
yang putih, mulus dan indah.
Sepasang mata Kim Cwan masih terpancang kaku di atas
tangannya yang lembut itu, mengawasinya tanpa berkedip.

96
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kini dia sudah tak perlu mengintipnya secara sembunyi-


sembunyi. Apapun yang ingin dia lihat, dia akan
memandangnya secara langsung.
Kini, waktu tinggalnya di kamar gadis tersebut makin lama
semakin panjang, sudah bukan pekerjaan yang gampang
untuk mengusir pemuda tersebut dari tempat itu. Lambat laun
gadis itu sudah dianggapnya sebagai barang milik pribadinya.
Jian-jian masih tertunduk mengawasi pakaian yang di-
kenakannya. Pakaian hijau muda yang bening bagai air telaga,
bordiran berwarna hijau menghiasi sisi pakaiannya. Bukan
cuma terbuat dari bahan yang mahal harganya, jahitannya
pun sangat rapi dan indah. Itulah pakaian pemberian Kim
Cwan kepadanya.
Selama berapa hari belakangan, apa yang dimakan, yang
dipakai, yang digunakan, semuanya berasal dari kocek di
pinggang pemuda itu. Kini ia semakin sadar, semakin tak
gampang baginya untuk menyingkirkan pemuda tersebut dari
hadapannya.
Apalagi pada malam ini, tampaknya ia sudah memutuskan
untuk tetap tinggal dalam kamar itu, ia sudah kelewat banyak
menenggak air kata-kata.
Entah siapa pun orangnya, bila ingin mendapatkan sesuatu
maka ia harus rela mengorbankan segala apa pun.
Khususnya bila kau membiarkan seorang pria rela me-
ngorbankan diri demi dirimu, maka kau pun wajib
mengorbankan sesuatu demi dirinya.
Dalam hati Jian-jian menghela napas, ia sudah siap
melakukan pengorbanan. Tapi... berhargakah pengorbanan
tersebut?
Sinar lampu menyoroti juga wajah Kim-cwan, terus terang
ia terhitung juga seorang lelaki tampan yang menarik hari,
selain ganteng dan lembut. Ia pun mengerti mengambil hati
seorang wanita, tahu bagaimana caranya membuat gembira
seorang perempuan.

97
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dia kelihatan seakan-akan selamanya bersih. Namun di


balik kerangka tubuhnya yang kelihatan bersih itu sebenarnya
tersembunyi sebuah hati macam apa?
Jian-jian tak berani membayangkan, ia kuatir jadi muak bila
memikirkan persoalan tersebut. Apa yang harus dipikirkan
sekarang adalah, bisa dipercayakah lelaki ini? Sungguh-
hatikah dia melindungi dirinya? Benarkah dia berasal dari
keluarga yang baik, yang bisa diandalkan?
Secara sembunyi-sembunyi ia coba melirik kantung goanpo
yang tergantung di pinggangnya. Selama berapa hari
belakangan boleh dibilang seluruh pengeluarannya berasal
dari dalam kantung kulit itu.
Kim Cwan bukan termasuk orang pelit, tapi kini masih
tersisa berapa banyak isi kantung goanpo tersebut?
Membayangkan hal semacam ini, ia mulai merasa muak
dan pingin tumpah, tapi bagaimana pun jua ia mesti
memikirkan masalah tersebut.
Boleh saja ia tidak memikirkan kepentingan pribadi, tapi ia
mesti berusaha mencarikan seorang ayah yang bisa dipercaya
bagi jabang bayi yang masih berada dalam rahimnya.
Tentu saja beda bila pengorbanan tersebut demi Siau Lui.
Demi dia, ia rela tidur dalam istal kuda, rela minum air putih
saja tiap hari, karena ia sangat mencintainya.
Demi lelaki yang dicintainya seorang perempuan memang
rela merasakan penderitaan macam apa pun. Entah berapa
besar siksaan yang harus mendera dirinya, berapa berat
beban yang harus dipikulnya, ia rela menerima semuanya itu
tanpa berkeluh kesah.
Tapi bila ia harus berkorban demi seorang lelaki yang sa
ma sekal i tak dicintainya, maka semuanya itu harus dibayar
dengan suatu imbalan yang setimpal.
Dalam situasi seperti ini, perempuan selalu berpikir lebih
cermat, lebih matang dan lebih jauh ketimbang seorang lelaki,
dan biasanya lebih berkepala dingin.
Jian-jian masih menunduk mengawasi cawan kosong di
hadapannya dengan termangu. Kim-cwan juga lagi

98
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mengawasinya, tiba-tiba tegurnya sambil tertawa, "Apa yang


sedang kau pikirkan? Ingin mengusir aku dari sini?"
"Mana berani aku mengusirmu?" sahut Jian-jian semakin
tertunduk rendah. "Tapi..."
"Tapi kenapa?"
"Aku... aku selalu merasa ... kita tak boleh gegabah dan
tergesa-gesa dalam memutuskan masalah sebesar ini, kau
seharusnya pulang dulu dan beritahu persoalan ini kepada
orang-tuamu."
Kim Cwan termenung.
"Aku mengerti, mungkin kau anggap aku kelewat bawel,
kelewat banyak urusan," sambung Jian-jian lagi. "Tapi... Aku
hanya seorang perempuan sebatang kara yang tak punya apa-
apa, tak punya teman, tak punya sanak, jika di kemudian
hari..."
Tiba tiba wajahnya berubah jadi merah padam, sambil
menggigit bibir terusnya, "Jika di kemudian hari kau jahat
padaku, membuat aku menderita... paling tidak aku masih
punya satu jaminan."
Perkataan itu diutarakan sangat lirih, amat mengenaskan,
tapi artinya sangat jelas, yaitu bila kau pingin dapatkan aku
maka orang-tuamu harus jadi jaminan, orang-tuamu harus
melamarku secara resmi dan menikah secara resmi pula.
Sesungguhnya prasyarat semacam ini tidak termasuk
berlebihan, siapapun itu orangnya, bila seorang wanita sudah
bersiap siap melakukan pengorbanan, mereka tentu akan
mengajukan juga syarat yang sama.
Kembali Kim Cwan termenung, sampai lama kemudian ia
baru menghela napas panjang, katanya, "Tampaknya aku
belum pernah bercerita tentang asal usulku selama ini?"
"Yaaa, belum pernah."
"Aku sama seperti kau, seorang yatim-piatu yang sudah
kehilangan ayah dan ibu, bahkan teman pun hanya ada satu
dua."
Jian-jian merasa hatinya seolah-olah tenggelam, bagai
seseorang yang tenggelam di tengah samudra luas, tiba-tiba

99
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

saja ia merasa balok kayu yang hendak dipegang sebagai


penopang hidupnya ternyata hanya balok kayu keropos yang
kosong dan nyaris hampir tenggelam pula di tengah laut.
Kim-cwan kembali memandang ke arahnya sambil
menyeringai, menampilkan sekulum senyuman yang amat
licik, tapi dengan nada suara yang tetap lembut ia berkata,
"Justru karena kita sama-sama orang yang terlunta dan
sebatang kara, maka kita wajib saling menopang, bukan
begitu?"
Jian-jian tidak menjawab, ia tak tahu harus berkata apa?
Saat itulah tiba-tiba terdengar suara derap kaki kuda dan
suara keleningan nyaring bergema dari kejauhan, irama
keleningan itu amat merdu bagaikan pualam.
Berdetak keras jantung Jian-jian mendengar suara
tersebut, ia tahu siapa yang telah datang.
Sore tadi sewaktu mereka sedang beristirahat minum teh,
ia sudah bersua dengan kelompok manusia tersebut. Padahal
hanya satu orang yang dilihatnya.
Usia orang itu belum terlalu banyak, dibandingkan dengan
yang lain malah kelihatan paling muda, tapi siapapun yang
memandang ke arahnya, dalam sekilas pandang saja pasti
akan tahu bahwa dia adalah majikan dari kelompok manusia
tersebut.
Ini bukan dikarenakan pakaian yang dikenakan lebih
mewah dan halus ketimbang orang lain, bukan disebabkan
keleningan emas yang tergantung di kudanya, juga bukan
lantaran pedang bertaburkan batu pualam yang tergantung di
atas pelananya.
Kesemuanya ini hanya disebabkan pancaran sinar matanya,
penampilannya dan gerak-geriknya. Ada sementara orang
yang seolah-olah selalu tampil lebih anggun dan berwibawa
ketimbang orang lain, dan dia termasuk manusia macam ini.
Perawakan tubuhnya tinggi, tatkala berdiri dalam kerumunan
manusia, ia seperti burung bangau berdiri di tengah
kerumunan ayam.

100
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Wajahnya termasuk tampan, gerak-gerik dan tindak-


tanduknya selalu pakai aturan dan tata krama, namun
pancaran sinar matanya menampilkan hawa kesombongan
yang tak terlukiskan dengan kata, seolah-olah ia tak pernah
pandang sebelah mata pun terhadap orang lain.
Namun sejak pandangan matanya yang pertama ditujukan
ke arah Jian-jian, sorot mata tersebut seakan-akan selalu
mengawasi gerak-gerik gadis itu, ia seperti tak perlu merasa
kuatir, tak perlu takut dan tak merasa harus berpantang
melakukan tindakan macam itu.
Biasanya bila seseorang sudah memandang orang lain
dangau pancaran mata semacam ini, bila dia ingin
mendapatkannya maka dengan cara apapun ia pasti akan
berusaha untuk mendapatkannya. Apakah dia ingin
mendapatkan Jian-jian?
Debaran jantung Jian-jian semakin keras. Tadi, secara jelas
ia menyaksikan gerombolan manusia itu bergerak menuju ke
arah yang berlawanan, mengapa sekarang bisa balik lagi
kemari?
Mungkinkah dia balik lantaran dirinya?
Kim Cwan juga telah mendengar suara keleningan yang
bergema dari luar kamar, tiba-tiba ia bangkit berdiri,
menurunkan tirai jendela dan mengunci pintu kamar rapat-
rapat. Paras mukanya kelihatan telah berubah jadi pucat
kehijau-hijauan.
Tiba tiba Jian-jian teringat kembali, sore tadi sewaktu ia
bertemu pemuda tersebut Kim-cwan juga menunjukkan
perubahan wajah semacam ini, malah dengan cepat ia tarik
tangannya, mengajaknya masuk ke dalam kereta.
Mungkinkah dia sangat takut dengan orang ini? Tapi
siapakah dia?
Waktu itu Jian-jian seperti mendengar orang lain memang-
gilnya sebagai "Siau Ho-ya," tapi secara lamat-lamat diapun
sempat membaca huruf "Tio" yang amat besar tersulam di
atas sarung golok para pengikut yang menyertainya.

101
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Waktu itu ia tidak mendengar terlalu jelas, juga tidak


melihat terlalu jelas, tak baik bagi seorang perempuan macam
dia untuk memperhatikan gerak-gerik pria lain secara berani
dan terang-terangan. Tapi, bila ia betul-betul tidak
mendengar, benar -benar tidak melihat, darimana bisa
mengetahui persoalan tersebut?
Kuda telah berhenti berlari, suasana di luar kamar sudah
mulai tenang kembali.
Paras muka Kim Cwan yang pucat pias kini sudah berubah
normal kembali. Sesudah meneguk beberapa cawan arak dan
terbatuk ringan, katanya, "Kenapa kau tidak menjawab
pertanyaanku tadi?"
"Tadi... Tadi... Kau bicara apa?"
"Manusia macam kita berdua sudah ditakdirkan untuk hidup
dan kumpul bersama, jika bukan aku yang baik kepadamu,
siapa lagi yang akan baik kepadamu...? Masa kau masih ragu
dan menguatirkan hal lain?"
Tiba-tiba Kim Cwan menggerakkan tangannya dan meng-
genggam tangan gadis itu erat-erat.
Jian-jian tidak meronta, ia biarkan tangannya digenggam
pemuda itu, bagaimana pun jua ia tak boleh bersikap kelewat
dingin dan hambar terhadapnya.
Tapi... ternyata gerak tangannya diikuti dengan gerakan
rubuhnya, dengan memakai tangannya yang lain Kim Cwan
merangkul pinggang Jian-jian kuat-kuat, bisiknya, "Jian-jian. ..
tahukah kau, sejak pandangan mata pertama dulu aku sudah
jatuh cinta kepadamu...? Aku sudah amat menyukaimu."
Dengan suara yang lebih lembut dan halus, kembali
lanjutnya, "Semenjak hari itu, aku tak pernah bisa melupakan
kau walau hanya sedetik pun... bahkan sampai waktu
bermimpi pun aku selalu memimpikan dirimu... aku sering
bayangkan seandainya kau..."
Di tengah malam yang dingin, dalam ruang kamar yang
sepi, dalam redup cahaya lampu yang remang-remang, berapa
banyak wanita yang bisa melawan bujuk rayu seorang lelaki
terhadapnya?

102
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi dengan sigap Jian-jian memotong rayuannya itu.


"Jadi kau selalu berharap aku bisa segera ribut dengan Siau
Lui? Segera berpisahan dengan Siau Lui agar kau mendapat
kesempatan untuk mendapatkan aku?"
Berubah hebat wajah Kim Cwan, tapi masih memaksakan
diri untuk tertawa sahutnya, "Kau kan sudah berjanji tak akan
mengungkitnya lagi selamanya, tak akan memikirkannya lagi
selama hidup?"
Paras muka Jian-jian yang semula lembut tiba-tiba ikut
berubah jadi dingin beku bagaikan salju, katanya,
"Sebenarnya aku memang tak ingin memikirkan dia lagi, tapi
setiap kali aku melihatmu secara otomatis akan teringat pula
dengannya, karena kalian berdua adalah sahabat karib, tidak
sepantasnya kau berbuat demikian terhadapku."
Kini paras muka Kim Cwan benar-benar berubah hebat, dia
merasa seolah-olah ditampar keras wajahnya secara tiba-tiba.
Jian-jian tertawa dingin, memandangnya dengan pandang-
an sinis.
Semestinya dia tak pantas mengucapkan kata-kata
semacam ini, seharusnya ia menahan diri, merelakan dirinya
sedikit tersiksa, sedikit menuruti kemauannya, demi
penghidupan. Demi masa depan jabang bayi yang
dikandungnya, seharusnya dia mau menerima semua
penderitaan termasuk mengorbankan tubuhnya uni u k
pemuda tersebut
Bukankah banyak perempuan di dunia ini yang rela
badannya diacak-acak lelaki hidung belang hanya disebabkan
demi kehidupan diri? Tapi sekarang tampaknya situasi telah
berubah secara tiba-tiba.
Timbul suatu perasaan yang aneh dalam hati Jian-jian
waklu itu, ia merasa mendapat kesempatan emas untuk
meraih sesuatu yang lebih tinggi, sesuatu yang lebih berharga
ketimbang yang sudah ada di depan mata sekarang.
Sejak kapan perasaan aneh semacam ini muncul dalam
hatinya? Ia sendiri juga tak jelas. Perempuan memang

103
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

seringkali bisa muncul perasaan aneh macam ini, semacam


naluri hewan buas atas buruannya.
Tanpa memiliki kelebihan semacam ini memang sulit bagi
kaum wanita untuk hidup tenang di dunia milik lelaki macam
ini.
Jian-jian sudah tidak menunduk, dia angkat kepalanya
tinggi-tinggi.
Kim Cwan sangat geram, dengan mata yang melotot besar
penuh garis-garis merah darah dia awasi gadis itu tanpa
berkedip, serunya, "Kau bilang tidak sepatutnya aku berbuat
demikian? Tahukah kau, kenapa aku bisa berbuat begini
kepadamu?"
"Kenapa?"
"Karena kau! Kaulah yang suruh aku berbuat demikian,
sejak awal hingga kini kau selalu merayuku, selalu
memancingku, menjebakku!"
Jian-jian tertawa, tertawa dingin... bila seorang wanita
sudah menjawab ucapanmu dengan tertawa dingin, jika kau
seorang lelaki cerdas, lebih baik cepatlah angkat kaki dan
tinggalkan dia jauh-jauh!
Sayang Kim Cwan sudah tidak merasakan hal itu, seolah-
olah dia tak mendengar tertawa dingin gadis itu, kembali
katanya, "Bila kau tidak menjebakku, tidak merayuku, kenapa
kau buatkan pakaian untukku? Kenapa secara diam-diam kau
robek bajuku dan kemudian pura-pura menambalkan?"
Jian-jian tertegun.
Tiba-tiba Kim Cwan tertawa keras, tertawa kalap, sambil
menuding gadis itu teriaknya, "Kau anggap aku tak tahu apa-
apa? Kau kira aku goblok? Seorang lelaki dungu yang tak
punya otak? Kau anggap aku benar-benar sudah terpikat oleh
rayuan dan kemolekan tubuhmu?"
Jian-jian hanya memandangnya, dia merasa seperti lagi
memandang seorang asing yang belum pernah dijumpai
sebelumnya. Ia memang baru pertama kali ini melihat jelas
manusia macam apakah dia itu.

104
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ternyata hati yang tersembunyi di balik rongga tubuhnya


yang bersih dan rapi itu bukan saja jauh lebih memuakkan,
jauh lebih menyebalkan daripada yang dibayangkan semula,
hatinya juga lebih kejam dan sadis dari perkiraannya semula.
Apa yang menyebabkan semua kedok kemunafikan dan
kepura-puraannya terbongkar? Arakkah? Atau ia sudah sampai
pada taraf di mana mustahil untuk mendapatkannya lagi
dengan segala akal muslihat?
Bagaimana pun juga, belum termasuk kelewat terlambat
gadis itu mengetahui kedok kemunafikan serta
kebohongannya.
Dengan tenang Jian-jian berdiri di situ, kini hubungan
mereka sudah buntu, sudah tak mungkin untuk berbicara lagi,
sudah tiba saat baginya untuk pergi dari situ.
Walau ia tahu dengan pasti, begitu keluar dari situ berarti
sulit baginya untuk hidup terus, tapi ia tetap harus pergi dari
situ. Karena perasaan hatinya terhadap pemuda itu sudah
mati, sudah membeku.
"Kau masih ingin pergi?" tiba tiba Kim Cwan menghardik
sambil melotot.
Jian-jian tertawa, hambar sekali tawanya. Dalam kondisi
dan situasi semacam ini, suara tertawanya lebih banyak
mengandung nada kesal, menyesal dan mencemooh.
Ia melanjutkan langkahnya pergi meninggalkan ruangan,
tiba-tiba Kim Cwan melompat ke depan, menyambar
pinggangnya dan memeluk erat-erat.
Kini tangannya sudah mulai kurang-ajar, mulai tak pakai
aturan lagi. Dia mulai menggerayang, meraba sekujur tubuh
gadis itu, dengan napas terengah-engah dan menyeringai
seram katanya, "Kau memang seharusnya menjadi milikku,
jangan salahkan kalau aku akan berbuat kasar... Aku harus
menikmati tubuhmu..."
Jian-jian meronta keras, tapi pelukan itu terlalu kuat, ia tak
sanggup melepaskan diri. Akhirnya tak tahan ia mulai
berteriak keras, "Lepaskan aku... biarkan aku pergi..."
Pada saat itulah tiba-tiba pintu kamar dibuka orang.

105
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Padahal pintu itu sudah terkunci dari dalam, tapi saat ini,
entah karena apa ternyata kunci itu seperti lapuk, sama sekali
tak berguna.
Cahaya lentera menyorot keluar dari balik pintu, menyinari
tubuh seseorang.
Orang itu berperawakan jangkung, bajunya putih bersih
bagai salju, sebuah ikat pinggang pulih kemala yang lebar
melilit di alas pinggangnya,kecuali itu tak nampak perhiasan
lain di tubuhnya. Ia memang tak butuh perhiasan apa pun
untuk menghiasi tubuhnya.
Sambil bergendong tangan ia berdiri tenang di luar pintu,
mengawasi Kim Cwan dengan sinis, sinar matanya
memancarkan tigapuluh persen perasaan menghina dan
tujuhpuluh persen rasa muak dan sebal, katanya hambar,
"Sudah kau dengar perkataannya?"
Berubah hebat paras muka Kim Cwan setelah menyaksikan
kehadiran orang itu, sekujur tubuhnya seolah-olah berubah
jadi kaku secara tiba-tiba, sampai lama kemudian ia baru
mengangguk dengan terpaksa.
Jantung Jian-jian ikut berdebar keras, ternyata
perhitungannya tidak meleset, ia betul-betul balik ke situ
mencarinya, dan ternyata muncul tepat waktu. Dia pun sadar,
setelah kemunculannya kembali di situ, ia tak mungkin
melepaskan dirinya begitu saja.
Tuan "Siau Ho-ya," tiga huruf kata yang penuh rangsangan,
penuh godaan, cukup bikin bergetar perasaan anak gadis
manapun.
Apalagi ia masih terhitung seorang lelaki tampan yang
gagah dan menarik hati.
Jian-jian pejamkan matanya, apa yang didoakan, yang
diharapkan kini sudah muncul di depan mata, belum pernah
sedekat ini pada masa yang silam.
Kehidupan yang serba mewah, serba terhormat, sandang-
pangan yang berlimpah, harta kekayaan yang menumpuk
setinggi bukit... gemerlapan cahaya intan berlian mutu-

106
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

manikam... dia seolah-olah sudah melihatnya di depan mata,


seolah-olah sudah dapat menyentuh dan merasakannya.
Tapi entah kenapa, tiap kali ia pejamkan matanya, yang
muncul dalam perasaan hatinya hanya bayangan seseorang.
Seorang lelaki yang keras kepala, terasing, sombong, tak
mau tunduk dan menyerah kepada siapa pun... Siau Lui!
Dia telah mendapatkan semua yang ada di dunia ini. Tapi,
asal Siau Lui menggapai ke arahnya maka dia rela
meninggalkan semuanya itu, rela hidup berkelana bersamanya
hingga ke ujung dunia.
Semakin dendam perasaan seseorang, semakin dalam pula
perasaan cinta terhadapnya. Bagaimana cara ia menerima
semua siksaan ini bila cinta dan dendam telah menggurat
dalam dalam di hatinya?
"Aku tak boleh memikirkannya lagi, saat ini bukan saat
yang tepat untuk memikirkan dia!"
Yaaa, kesempatan emas telah tiba, dia harus pandai pandai
memegang dan memanfaatkannya.
Kim Cwan telah melepaskan genggamannya, cepat-cepat
Jian-jian lari ke depan, bersembunyi di belakang Siau Ho-ya,
lalu sambil merangkul kencang lengannya ia berbisik dengan
suara gemetar:
"Suruh dia pergi, suruh dia cepat-cepat pergi..."
"Sudah kau dengar perkataannya?" tegur Siau Ho-ya
dingin, ia mengawasi Kim Cwan dengan pandangan sinis.
Kim Cwan menggertak gigi kencang-kencang, perasaan
marah, benci dan dendam terpancar keluar dari sorot
matanya, tetapi ia tak berani membantah. Akhirnya dengan
terpaksa ia mengangguk.
"Apa yang dia katakan?" kembali Siau Ho-ya bertanya.
"Dia... dia suruh aku pergi dari sini..."
Ketika selesai mengucapkan perkataan tersebut, sekujur
badannya telah gemetar keras karena menahan perasaan
marah, benci dan penderitaan yang luar biasa. Begitu keras ia
gemetar persis seperti seekor anjing yang baru ditarik keluar
dari kubangan salju.

107
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sekarang ia dapat mencicipi bagaimana rasanya dikhianati


orang, akhirnya dapat ia sadari betapa sakit dan menderitanya
perasaan tersebut.
"Kalau toh sudah tahu harus segera pergi dari sini, kenapa
kau tidak segera menggelinding pergi?" kembali Siau Ho-ya
berkata.
Kim Cwan mengepal tinjunya kuat-kuat, kalau bisa dia ingin
sekali menjotos wajah pemuda yang sombong dan menghina
itu hingga babak belur.
Siau Ho-ya sama sekali tak ambil perduli kepadanya,
bahkan memandang sekejap pun tidak, ia berpaling dan mulai
mengamati wajah Jian-jian.
Mengawasi butiran air mata yang masih membasahi wajah
Jian-jian, sorot matanya yang dingin tiba-tiba berubah jadi
begitu halus dan hangat
Jian-jianmasih terus melelehkan air matanya, entah buat
siapa ia mencucurkan terus air matanya itu? Asal Siau Lui mau
memandangnya sekejap saja seperti pandangan pemuda ini,
asal... Perasaan hatinya makin tertusuk, semakin sakit
rasanya... Mendadak dia peluk kencang lengan anak muda itu
dan mulai menangis tersedu-sedu.
Siau Ho-ya tidak berkata apa-apa, dia ambil keluar sebuah
saputangan dan mulai mengusap bekas air mata di pipinya,
bagi mereka, seolah-olah dalam ruangan itu tak ada orang
ketiga selain mereka berdua.
Kim Cwan menggertak kencang bibirnya, melotot ke arah
mereka dengan sorot mata penuh kebencian, seluruh
badannya seperti mau meledak.
Tapi pada akhirnya ia dapat mengendalikan diri, pelan-
pelan mengendorkan kepalan tinjunya, lalu dengan kepala
tertunduk katanya, "Baiklah, aku pergi dari sini..."
Sedetik sebelum semua peristiwa ini terjadi, apa pun yang
berada dalam kamar itu masih menjadi miliknya seorang.
Tapi secara tiba-tiba segala sesuatunya telah berubah,
segals sesuatu yang berada dalam ruangan itu kini sudah tak
ada sangkut-paut dengan dirinya. Orang yang seharusnya

108
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bakal menjadi bini kesayangannya, kini memandangnya


dengan pandangan menghina, seakan-akan sedang
mengawasi seekor anjing... Seekor anjing yang sangat asing
baginya.
Bintang bertaburan di angkasa, dinginnya malam semakin
menusuk tulang.
Dengan kepala tertunduk Kim-cwanberjalan keluar dari situ
dengan langkah lambat... Berjalan melalui sisi tubuh mereka
berdua.
Tak ada yang menggubrisnya, juga tak seorang pun yang
memandangnya lagi, walau hanya sekejap saja.
Hanya angin malam yang berhembus dari kejauahan,
meniup di atas wajahnya, mendatangkan rasa dingin yang
membeku dan menusuk tulang. Dia seakan-akan sudah
ditinggalkan oleh dunia ini, ditinggalkan semua yang ada di
dunia fana ini.
Ternyata begini pedih, begini menderita dan begini sakit
bila dikhianati orang, ditinggalkan orang yang dikasihi.
Sekarang ia sudah paham, sudah mengerti, tapi tak setitik
perasaan menyesal pun yang muncul dalam hatinya. Yang
tinggal hanya kebencian, hanya rasa benci dan dendam. Dia
pun ikut balas dendam.
Kegelapan menyelimuti seluruh kota, mendekam semua
jalanan. Sekilas memandang, seolah-olah tak nampak setitik
cahaya lentera pun di sana.
Di pinggir jalan masih kelihatan sebuah kedai penjual teh,
dalam poci masih tersisa sedikit air teh, sayang airnya sudah
dingin.
Kim Cwan berjalan menghampiri, ia duduk di bangku
panjang dekat tiang tenda.
Angin berhembus menggoyangkan dedaunan pohon yang
tumbuh di tepi jalan, seekor anjing liar berjalan keluar dari
balik bayangan pohon sambil mengempit ekornya. Anjing itu
seperti mau menggonggong, tapi setelah memandang pemuda
itu berapa saat, kembali ia ngeloyor pergi.

109
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mengapa dunia begitu kejam terhadapnya? Siapa yang


menciptakan akibat seperti ini? Apakah dirinya sendiri?
Tentu saja dia tak akan berpikir begitu, hanya orang yang
paling pintar dan paling jujur yang akan mencoba introspeksi
diri setelah mengalami pukulan dan penderitaan hebat
semacam ini.
Mungkin saja ia termasuk anak muda pintar, tapi
sayangtidak jujur.
"Terserah bagaimana sikap orang lain terhadapku, paling
tidak aku toh masih memiliki..."
Berpikir sampai kesitu, tak tertahan sekulum senyuman
penuh rasa bangga dan puas tersungging di ujung bibirnya.
Tanpa sadar tangannya merogoh ke dalam kantung kulit yang
tergantung di pinggangnya.
Dalam saku kulit itu tersimpan butiran-butiran mutiara yang
memancarkan sinar tajam serta setumpuk kertas uang yang
masih baru.
Tangannya yang tengah merogoh ke dalam saku itu terasa
begitu enggan untuk ditarik keluar kembali, sebab semuanya
itu merupakan pengharapan terbesar yang dimilikinya saat ini,
satu satunya pengharapan yang dimilikinya.
Asal tangannya masih bisa menyentuh benda-benda
tersebut, perasaan hangat dan puas segera akan muncul
menyelimuti perasaan hatinya, dari ujung jari tersalur hingga
ke lubuk hatinya yang terdalam.
Perasaan semacam ini bahkan jauh lebih nikmat ketimbang
perasaan di kala jari-jemarinya meremas buah dada seorang
gadis cantik.
Ia betul-betul sudah terjerumus dalam perasaan tersebut,
benar-benar merasa mabuk... dia mulai berkhayal... seolah-
olah ada sepasang payudara yang montok dan bulat sedang
muncul di hadapannya dan mulai diremas...

II

110
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Siau Lui masih berbaring di atas lantai, dia tak tahu sudah
berapa lama menangis di situ. Ketika ia mulai mendengar
suara isak tangis sendiri tadi, bahkan dirinya pun ikut
terperanjat.
Mimpipun ia tak mengira dirinya bisa menangis hingga
bersuara, terlebih tak menyangka kalau suara tangisannya
bisa begitu menakutkan. Entah berapa tahun berselang ia
pernah mendengar suara yang sama seperti itu.
Ia menyaksikan ada tiga ekor serigala liar sedang dikejar
sekelompok pemburu, terkejar hingga ke tempat yang buntu
dan terpojok di mana hujan panah sedang terarah ke tubuh
binatang tersebut dengan derasnya.
Serigala jantan dan serigala betina berhasil bersembunyi di
dalam gua, terhindar dari kejaran maut.
Tapi seekor serigala muda yang telah kehabisan tenaga
agak terlambat menyelamatkan diri, hingga akhirnya
tertembus tiga batang anak panah.
Rupanya serigala betina itu adalah ibunya, tanpa
memperduli keselamatan jiwanya ia terobos keluar dari gua
ingin menarik putranya yang terluka itu ke tempat yang aman.
Tapi pada saat yang bersamaan pemburu itu telah melompat
ke hadapannya dan sekali tebas goloknya membabat persis di
punggungnya.
Walau tubuhnya sudah roboh bermandikan darah, namun
serigala betina itu masih coba meronta sambil tidak
melepaskan gigitan di tubuh putranya.
Sayang sekali tenaganya lenyap mengikuti kucuran darah
yang mengalir deras, walaupun tinggal dua depa dari mulut
gua, ia sudah tak sanggup melarikan diri lagi.
Ketika melihat bininya meronta kesakitan di tanah, serigala
jantan itu nampak sangat masgul, sepasang matanya yang
abu-abu memancarkan sinar keputusasaan.
Penderitaan serigala jantan itu semakin hebat, tubuhnya
mulai gemetar keras, tiba-tiba ia menerobos keluar dari dalam
gua dan sekali tubruk menggigit persis di leher serigala betina

111
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

itu, dia berniat membantu bininya melepaskan diri dari


penderitaan.
Tapi sayang para pemburu telah mengepung tempat
tersebut. Ketika memandang bangkai bininya tiba tiba saja
serigala itu melolong panjang, suaranya sangat mengerikan...
Begitu menyeramkan suara lolongan itu membuat kawanan
pemburu itu pun ikut terkesiap.
Kini Siau Lui merasa, suara tangisan yang muncul dari
dirinya tadi persis sama seperti suara lolongan sedih serigala
itu, membayangkan semuanya ini hampir-hampir saja dia
tumpah.
Air mata telah mengering, tapi darah justru mulai mengalir
kembali. Menangis, memang termasuk sejenis olah raga yang
membutuhkan banyak tenaga.
Jika seseorang benar-benar sedang menangis sedih, bukan
saja dia akan menangis dengan segenap perasaannya, bahkan
seluruh tenaga yang dimiliki pun ikut digunakan.
Siau Lui dapat merasakan bekas luka bacok di dadanya
yang semula sudah menutup, kini mulai robek dan berdarah
lagi, tapi dia tak ambil perduli.
Wajahnya yang tergesek batu dan pasir ketika dirinya
rebah di tanah tadi juga mulai berdarah, tapi dia tak perduli.
Kegelapan malam telah lewat, hari terang pun sudah
menjelang, ia tak tahu sudah berapa lama tidak makan
maupun minum, tapi dia tak perduli.
Benarkah ia tak perduli dengan semua persoalan
disekelilingnya? Lalu... Mengapa dia menangis?
Dia bukan binatang juga bukan sebatang balok kayu, dia
tak lebih hanya ingin memaksa diri agar bisa menerima nasib
yang lebih tragis daripada nasib seekor binatang, memaksa
diri agar orang lain menganggapnya sebagai sebuah balok
kayu walau semuanya ini tidakmudah.
Tiba-tiba terendus bau harum yang terbawa angin, bukan
harumnya pepohonan, juga bukan bau harum bunga dari bukit
di kejauhan sana.

112
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Cepat dia mendongak, tampaklah seorang gadis berbaju


putih bersih telah berdiri tegak persis di depan nisan kuburan,
gadis itu muncul dengan sikapnya semula, dingin, angkuh dan
hambar. Sorot matanya yang indah sama sekali tidak
memancarkan rasa iba atau kasihan, dia hanya mengawasinya
dengan pandangan dingin.
Ketika melihat ia angkat wajahnya, gadis itu baru menegur
dengan suara dingin, "Sudah cukup tangismu?"
Siau Lui tertegun, ia tak mampu menjawab apa pun,
tubuhnya kaku bagaikan sebuah balok kayu.
"Bila kau sudah cukup menangis, sekarang berdirilah!"
kembali gadis berbaju putih itu berkata.
Siau Lui bangkit berdiri. Sekujur badannya terasa amat
lemas bagai seorang bayi yang baru dilahirkan dari rahim
ibunya, tapi dia berdiri juga...
"Tak nyana hewan pun bisa menangis" kembali gadis
berbaju putih itu mengejek sambil tertawa dingin.
Pelan-pelan Siau Lui mengangguk.
"Yaaa, hewan bisa menangis, anjing betina pun bisa
menangis," sahutnya.
"Anjing betina?"
"Aku hewan dan kau anjing betina!"
Pucat pias wajah si gadis berbaju putih itu, namun ia tidak
marah, malah katanya sambil tertawa, "Bila semua perempuan
yang kau kenal adalah anjing betina, mungkin kau tak perlu
menangis sesedih ini."
Siau Lui hanya mengawasinya tanpa berkata, ia belum jelas
apa yang dimaksud perempuan itu.
Kembali gadis berbaju putih itu berkata, "Paling tidak anjing
betina masih tahu setia dengan tuannya, paling tidak dia tak
akan lari dengan orang lain."
Tiba-tiba Siau Lui melotot besar, dengan wajah yang
berubah jadi seram selangkah demi selangkah ia maju ke
depan lalu mencekik leher perempuan itu keras-keras.
Gadis berbaju putih itu tidak bergerak, menghindar pun
tidak.

113
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan senyuman dingin masih tersungging di ujung


bibirnya, kembali gadis itu berkata ketus, "Kau telah patahkan
sebelah lenganku, juga telah cukup menghina dan
mencemooh aku, memang tak keliru jika sekarang kau cekik
aku sampai mati!"
Kuku jari Siau Lui yang kotor karena lumpur dan pasir itu
sudah mulai menembus kulit tengkuk si gadis yang putih
mulus, tapi keringat dingin justru bercucuran membasahi jidat
sendiri.
Kembali gadis berbaju putih itu berkata, "Tahukah kau
mengapa kubiarkan kau patahkan lenganku, biarkan kau
mencemooh menghinaku, rela kau cekik hingga mampus?"
Siau Lui tak sanggup menjawab, tak ada orang yang bisa
menjawab. Sejujurnya dia memang mempunyai banyak
kesempatan untuk menghabisi nyawanya, tapi... mengapa ia
rela dihina olehnya? Mengapa ia berbuat begitu?
"Aku berbuat demikian karena aku kasihan kepadamu,"
terdengar gadis itu berkata lagi hambar. "Karena kau sudah
tak berharga lagi untuk kubunuh..."
Tiba tiba Siau Lui mengencangkan cekikkannya, gadis
berbaju putih itu segera tercekik hingga otot-otot wajahnya
pada menonjol keluar, napasnya kian lama kian bertambah
susah.
Walau begitu senyuman yang tersungging di ujung bibirnya
masih begitu mengejek dan menghina. Setelah tertawa dingin,
dengan suara yang agak dipaksa sepatah demi sepatah
katanya, "Kau sudah tak bernilai untuk dibunuh orang lain,
karena kau telah menghancurkan dirimu sendiri, ketika orang
lain sedang tertawa cekikikan di atas ranjang, kau justru
mengkaing-kaing bagai anjing budukan di tempat ini!"
"Krekkk... kreekk..." tenggorokan Siau Lui ikut berbunyi
keras, seolah-olah dia pun sedang dicekik sepasang tangan
yang tak terlihat dengan mata telanjang.
"Orang lain... siapa yang kau maksud?"
"Seharusnya kau tahu siapa yang dimaksud."
"Kau... kau telah melihat mereka?"

114
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sekarang yang kulihat hanya sepasang tanganmu yang


sedang mencekikku!" sahut gadis berbaju putih itu sambil
menggertak gigi dan napas tersengal-sengal.
Siau Lui memandang tangan sendiri, mengawasi lumpur
dan pasir yang masih melekat di kuku jari tangannya, akhirnya
dia kendorkan cekikan itu.
Ketika mengawasi tangan sendiri tadi ia merasa seperti lagi
mengawasi tangan milik seorang asing, hampir saja ia tak
percaya kalau tangan itu milik sendiri.
Seandainya ia dapat melihat diri sendiri, apakah dalam
hatinya akan timbul juga perasaan yang sama? Apakah dia
pun tak akan percaya kalau orang itu adalah diri sendiri?
Gadis berbaju putih itu duduk bersandar di atas kuburan
dengan napas tersengal, ia meraba pelan bekas jari tangan
yang membekas di tengkuk sendiri.
Lewat lama kemudian ia baru berkata lagi sambil tertawa,
"Aku telah melihat mereka, juga telah melihat dia... yaaa, dia
masih terhitung seekor anjing betina, seekor anjing betina
yang sudah amat kelaparan!"
Siau Lui angkat tangannya, tapi tangan itu tidak digunakan
untuk menampar wajah gadis itu. Tiba-tiba dia pergi
meninggalkan tempat itu.
Sewaktu menurunkan kembali tangannya, ia seperti sedang
membuang ingus dari hidungnya, kemudian balik badan dan
ngeloyor pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Tindakan semacam ini terasa jauh lebih kejam ketimbang
sebuah bacokan yang bersarang di wajah gadis itu. Melihat
Siau Lui pergi menjauh, tiba-tiba air mata jatuh berlinang
membasahi wajahnya.
"Sekalipun kau enggan menyentuhku, tak sudi bicara
denganku, paling tidak kau harus tanya namaku..."
"Mau anggap aku kekasihmu atau bahkan menganggapku
sebagai musuh besar pun tak soal, tapi... paling tidak kau
harus tanya siapa namaku..."
"Apakah dalam hatimu, aku hanya seorang yang sama
sekali tak ada nilainya?"

115
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Apakah kau benar-benar telah melupakan semua budi dan


dendam di antara kita berdua?"
Dalam hati dia menjerit, mengeluh dan berteriak sementara
air mata bercucuran makin deras.
Tiba-tiba dia angkat wajahnya. Terhadap awan yang
melayang di udara, terhadap angin gunung yang berhembus
dingin ia berteria k keras, "Aku juga manusia, aku punya
nama... Namaku Ting Jan-coat. ..”

III
Bendera Piaukiok berkibar terhembus angin, bendera yang
berkibar tertancap di atas batang sebuah pohon setinggi lima
kaki.
Kuda serta penunggangnya telah lama beristirahat di dalam
tenda di bawah pohon. Dalam tenda berjajar enam-tujuh buah
meja dan kini sudah penuh ditempati kawanan pengawal
barang itu.
Sekarang mereka sedang beristirahat melepaskan lelah
sambil minum-minum karena dalam tenda ini selain tersedia
air teh, tersedia juga air kata-kata dan aneka hidangan.
Liong Su duduk di bagian paling luar, bersandar pada tiang
bambu sambil mengawasi awan yangbergerak di angkasa,
entah apa yang sedang dipikirkan.
Ouyang Ci masih tetap berangasan dan tak sabaran seperti
semula, saat itu dia sedang merecoki pelayan kedai untuk
segera menghidangkan sayur dan arak.
Di kala sayur dan arak baru saja dihidangkan itulah mereka
melihat kehadiran Siau Lui.
Bekas darah yang telah membeku di wajah Siau Lui
ditambah pasir dan lumpur yang membekas di sekujur tubuh
pemuda itu membuat ia kelihatan seperti seorang
gelandangan.
Namun di dalam kelopak matanya justru terpancar sinar
teguh, ulet dan tak mau tunduk yang sangat kuat. Ia memang

116
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kelihatan sangat letih, sangat kusam dan sangat hancur


penampilannya. Namun keangkuhan dan keras kepalanya
sama sekali tidak berubah. Tak seorang pun dan persoalan
apa pun dapat merubah hal ini.
Liong Su segera berseri begitu melihat kehadirannya, cepat
dia melompat bangun dan menggapai seraya berteriak keras,
"Saudara...Saudara Lui... Liong Su ada disini!"
Tak perlu dipanggil pun Siau Lui sudah datang
menghampir, sahutnya dingin dari luar tenda kedai, "Aku
bukan saudaramu!"
"Aku tahu," jawab Liong Su masih tertawa, " kita bukan
teman juga bukan saudara, tapi mau kah masuk untuk minum
satu-dua cawan arak?"
"Boleh!"
Dengan langkah lebar ia masuk ke dalam tenda kedai,
duduk lalu katanya lagi tiba-tiba, "Aku memang datang untuk
mencarimu."
"Mencari aku?" Liong Su tertegun, sama sekali di luar
dugaannya, tapi ia segera tertawa, tertawa kegirangan.
Termangu-mangu Siau Lui mengawasi cawan di
hadapannya, lewat lama kemudiania baru berkata sepatah
demi sepatah, "Aku tak pernah mau hutang budi kepada siapa
pun."
"Kau tak berhutang kepadaku," tukas Liong Su cepat.
“Tidak, aku berhutang!"
Setelah angkat wajahnya mengawasi Liong Su lekat-lekat,
kembali dia menyambung, "Hanya saja, orang-orang keluarga
Lui yang telah mati tak perlu kau orang she Liong yang
menguburkan."
Liong Su gelengkan kepalanya berulang-kali, katanya
sambil tertawa getir, "Hai, sejak awal sudah kuduga si tua
bangka itu pasti banyak mulut... tampaknya makin lama
semakin sedikit orang di dunia ini yang betul-betul bisa
menyimpan rahasia!"
Belum selesai ucapan itu diutarakan, Ouyang Ci sudah
mencak-mencak kegusaran sambil berteriak keras,

117
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bagaimana pun juga masalah ini toh bukan suatu masalah


yang memalukan. Kalau seandainya ada orang yang mem-
bantu menguburkan keluargaku, aku pasti akan sangat
berterima kasih"
"Lain kali, seandainya ada anggota keluargamu yang mati
walau berapa banyak pun, aku pasti akan menguburkan
untukmu" sahut Siau Lui ketus, bahkan melirik sekejap ke
arahnya pun tidak.
Merah padam seluruh wajah Ouyang Ci, ia jadi salah
tingkah, mau duduk salah mau berdiri pun tak benar.
Kembali Siau Lui berkata:
"Sayang sekali aku bukan kau, selamanya aku tak punya
kebiasaan semacam ini."
"Kau... kau mau apa? Masa keluargaku benar-benar harus
mati berapa puluh orang agar bisa kau kuburkan mereka dan
membayar impas hutang ini?"
Siau Lui tidak menggubris, kembali ia menatap Liong Su
sambil ujarnya, "Aku telah berhutang budi kepadamu,
seandainya aku miliki berapa ratus tahil perak tentu akan
kubayarkan kepadamu. Tapi aku tak punya, maka aku datang
mencarimu"
Dengan suara yang keras dan tegas bagaikan paku baja,
sepatah demi sepatah kembali lanjutnya, "Apapun yang kau
inginkan pasli akan kulakukan, katakan saja tenis terang!"
Liong Su tertawa terbahakk-bahak.
"Mau anggap kau berhutang budi kepadaku juga boleh,
tidak berhutang juga tak apa-apa. Yang penting asal kau mau
menemani aku minum berapa teguk arak,aku Liong Su sudah
merasa puas sekali!"
Siau Lui mengawasi wajah orang itu dengan termangu,
sampai lama, lama sekali, ia baru menggebrak meja seraya
berseru, "Ambilkan arak!"
Arak itu pedas rasanya, Siau Lui penuhi terus cawan
besarnya dengan arak, tangannya tak pernah berhenti, arak
juga tak pernah berhenti, semangkuk demi semangkuk
sekaligus dia habiskan tigabelas mangkuk besar arak.

118
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dari tigabelas cawan arak itu paling tidak sudah ada enam-
tujuh kati arak yang mengalir masuk ke perutnya. Biarpun
enam-tujuh kati arak yang pedas dan panas telah masuk
perut, paras mukanya sama sekali tidak berubah.
Ouyang Ci mengawasi pemuda itu dengan pandangan
tertegun bercampur kagum, tiba-tiba ia menggebrak meja
sambil berteriak keras, "Hei orang gagah, dari takaran arak
yang kau miliki, aku Ouyang Ci patut menghormati kau
dengan tiga mangkuk arak!"
"Hahaha... Tak nyana ada juga saatnya kau takluk kepada
orang lain!" seru Liong Su sambil tergelak.
"Takluk yaaa takluk, tidak takluk yaaa tidak takluk!" seru
Ouyang Ci mendelik.
"Bagus! Memandang ucapanmu itu, aku juga patut
menghormati kau dengan tiga mangkuk arak!"
Kembali enam mangkuk arak mengalir masuk ke dalam
perut, paras muka Siau Lui masih tetap pucat pias bagai
mayat, namun sinar matanya tetap teguh dan keras.
Ia sudah bukan lagi minum arak tapi menenggak arak.
Semangkuk demi semangkuk arak yang pedas dan panas
bagaikan bara api dengan begitu saja mengalir masuk ke
dalam perutnya.
Memang begitulah macam orang gagah yang berkeliaran di
sungai telaga, kawanan pegawai pengawal barang sudah
mulai datang merubung, paras muka mereka rata-rata
menunjukkan perasaan kagum yang tak terhingga.
Mendadak ada seseorang menerobos masuk dari balik
kerumunan orang, ia merangsek masuk ke dalam kedai
tersebut, dia adalah seorang kakek pendek kurus-kering
berambut putih.
Ia menjinjing sebuah buntalan panjang berwarna kuning,
tampaknya di situ ia sembunyikan senjatanya.
Salah seorang anggota piaukiok segera menghampirinya
seraya menegur, "Sahabat, mau apa kau kemari?"
"Memangnya aku tak boleh kemari?" kata kakek itu sambil
menarik muka.

119
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Apa isi buntalanmu itu?"


"Apa kau bilang?" kakek itu tertawa dingin. "Paling tidak
seharusnya senjata yang pernah dipakai untuk bunuh orang!"
"Ooh, rupanya sahabat sengaja ingin cari gara-gara, kalau
begitu gampang sekali," kata anggota piaukiok itu sambil
tertawa dingin.
Ia merangsek maju ke depan lalu berusaha menyambar
buntalan yang berada di tubuh kakek itu.
Baru saja tangannya bergerak ke depan, tiba-tiba kakek itu
sudah menyodorkan buntalan tersebut ke arahnya seraya
berteriak, "Tak heran banyak orang bilang pengawal barang
tak bedanya dengan perampok, jika menginginkan barang
ini... Nih, kuhadiahkan kepadamu!"
Sambil berteriak, ia segera lari sipat kuping.
Pengawal itu seperti hendak mengejar, tapi Liong Su sudah
menghardik sambil berkerut dahi.
"Biarkan dia pergi, periksa saja apa isi buntalan itu?"
Isi buntalan itu hanya sebuah gulungan lukisan, di atas
gulungan lukisan itu dipenuhi banyak debu.
Pengawal itu segera membuka gulungan tersebut, tapi
sebelum melihat jelas isinya tiba tiba ia bersin berulang-kali,
mungkin ada debu yang telah masuk ke lubang hidungnya.
Liong Su terima gulungan lukisan tersebut, setelah me-
mandangnya sekejap, tiba-tiba paras mukanya berubah hebat.
Gulungan lukisan itu berisi lukisan seorang kakek berambut
putih yang memakai baju warna hijau, seorang diri ia sedang
berjalan di jalanan perbukitan, tangannya menenteng sebuah
payung kertas.
Mendung gelap terlihat menyelimuti udara, hujan rintik-
rintik muncul di balik awan, sebuah cakar naga tampak
muncul dari kegelapan diikuti sebuah ekor naga yang tinggal
sebelah, agaknya ekor itu sudah terbabat kutung hingga
mengucurkan darah, titik darah jatuh di atas payung kertas
yang berada di tangan si kakek. Dari balik hujan rintik
kelihatan juga bintik darah sehingga air hujan berubah
menjadi kemerah-merahan.

120
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kakek dalam lukisan itu kelihatan sangat santai, ia sedang


mendongak melihat langit sambil mengulumkan senyuman di
bibir.
Ketika wajahnya dilihat lebih teliti lagi, ternyata persis
seperti wajah si kakek kurus pendek yang muncul membawa
buntalan tadi.
Hijau membesi paras muka Liong Su, termangu mangu dia
awasi lukisan si kakek dalam gulungan lukisan tersebut.
Sorot mata Ouyang Ci juga ikut berubah memerah, hawa
membunuh sudah menyelimuti wajahnya, dengan kepalan
dikencangkan gumamnya seraya tertawa dingin, "Bagus,
akhirnya datang juga... awal juga kehadirannya..."
Belum selesai ia bergumam, pengawal tadi sudah menjerit
tertahan sambil roboh ke tanah, paras mukanya menampilkan
rasa takut dan ngeri yang luar biasa, ternyata ia tak mampu
lagi untuk menarik napas.
"Kenapa kau?" seru Ouyang Ci dengan wajah berubah.
"Kroook... krooook..." dari tenggorokan pengawal itu hanya
mengeluarkan suara aneh, tak sepatah kata pun sanggup
diucapkan keluar.
"Dia pasti kena angin duduk dalam perjalanan tadi," seru
Liong Su dengan wajah serius. "Cepat gotong pergi untuk
istirahat, sebentar juga akan baikan."
Ouyang Ci seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi Liong
Su serta berkedip memberi tanda agar tidak bicara.
Siau Lui masih meneguk arak semangkuk demi semangkuk,
dia seolah-olah tidak perduli dengan urusan orang lain.
Tiba tiba Liong Su tertawa tergelak, katanya, "Lui Kongcu,
takaran arakmu betul-betul hebat dan tiada tandingan. Sayang
cayhe sudah tak bisa menemani lagi!"
Walaupun bicara sambil tertawa namun panggilannya telah
berubah, sikapnya juga berubah lebih dingin dan hambar.
Siau Lui tidak menjawab, dia angkat gentong arak lalu
meneguknya hingga habis isinya, lalu... "brakkk!" dia banting
gentong itu hingga hancur berkeping, setelah itu sambil
bertepuk tangan dan bangkit berdiri serunya:

121
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Baik, kita boleh berangkat!"


"Silahkan Lui kongcu!"
"Apa maksudmu silahkan?"
Liong Su tertawa paksa.
"Antara Lui kongcu dengan cayhe tak ada hubungan apa-
apa, kita bukan berasal dari aliran yang sama, tak ada
perjamuan yang tak bubar, sekarang sudah waktunya buat
kita untuk berpisah."
Siau Lui menatapnya tajam-tajam, lama... lama kemudian
tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-
bahak.
"Bagus, sahabat sejati... Liong Kong, Liong Su, kau betul
betul seorang sahabat sejati" serunya.
"Kita bukan sahabat!" tukas Liong Su sambil menarik muka.
"Kita sahabat!"
"Bukan!"
"Perduli amat kita bersahabat atau bukan, pokoknya aku
sejalan dengan kau..."
"Tidak!"
"Ya!"
Liong Su menatapnya tak berkedip, sampai lama kemudian
ia baru menghela napas panjang, katanya, "Kenapa kau harus
memaksa untuk jalan sealiran denganku?"
"Karena sejak lahir watak keledaiku memang begini," sahut
Siau Lui, kemudian setelah menepuk bahu Ouyang Ci,
lanjutnya, "bukan begitu?"
"Bukan!"
"Yaa!"
"Tak ada manfaatnya jadi keledai..." sela Liong Su.
"Paling tidak masih ada sedikit kebaikan!"
"Oya...?"
"Paling tidak seekor keledai tak akan mengkhianati
sahabatnya. Bila sahabatnya menghadapi ancaman mara
bahaya, dia tak akan ngeloyor pergi menyelamatkan diri,
sekalipun kau cambuk dia dengan cambuk keledai, jika dia
bilang tak akan pergi, sampai mati pun tak bakal pergi!"

122
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Liong Su mengawasinya dengan mata berkaca-kaca,


kelopak matanya telah dipenuhi air mata hangat, tiba-tiba ia
menggenggam tangan Siau Lui dan dipegang erat-erat.
Mereka tidak berkata lagi.
Yaa, apa yang perlu dikatakan lagi terhadap sebuah tali
persahabatan yang begitu mulia dan murni?

DARAH DAN AIR MATA


I
Jian-jian menundukkan kepalanya, seakan-akan ia tak
berani memandang Siau Ho-ya yang sedang duduk persis di
hadapannya, ia hanya menjawab dengan suara lirih, "Aku dari
marga Cia."

II
Seorang kakek berambut putih yang memakai baju hijau
sedang berjalan sendirian di jalanan sebuah perbukitan,
sekulum senyuman yang licik dan penuh misterius tersungging
di ujung bibirnya.
Tiba-tiba halilintar membelah awan mendung yang
menyelimuti udara, cahaya petir yang menyambar turun dari
balik awan terang sekali bagaikan seekor naga emas.
Di tengah hiruk-pikuk ramainya suara ringkikan kuda,
rombongan pengawal barang itu segera menghentikan
perjalanannya.
Rambut Liong Su telah basah kuyup oleh guyuran air hujan,
butiran hujan setes demi setetes mengalir ke bawah

123
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

membasahi baju di balik jas hujannya. Tubuhnya sama sekali


tak bergerak, seolah-olah terpaku di atas pelana kudanya,
sementara sepasang mata yang tajam mengawasi si kakek
berbaju hijau yang sedang berjalan mendekat.
Orang tua itu seakan-akan sama sekali tidak melihat kalau
ada satu rombongan besar kereta kuda menghadang jalan
perginya, dia hanya menengadah ke atas memeriksa keadaan
cuaca lalu bergumam, "Aneh, katanya ada naga sedang
terbang di angkasa, kenapa aku tidak melihatnya? Masa hanya
seekor naga mampus yang ada di situ?"
"Naga itu belum mampus!" bentak Ouyang Ci keras keras.
Di tengah bentakan nyaring, cambuk kuda yang berada di
tangannya telah diayunkan ke tubuh kakek itu. Benar juga,
sambaran cambuknya persis seperti seekor naga berbisa yang
sedang terbang di angkasa.
Jarak antara mereka berdua masih selisih dua kaki lebih,
tapi cambuk hitam itu panjangnya justru empat kaki,
sambaran ujung cambuk tadi persis melilit di atas tengkuk
kakek tersebut.
Si kakek masih berjalan ke depan dengan langkah lambat,
ketika ujung cambuk tiba di hadapan mukanya tiba-tiba ia
tarik ke belakang payung kertasnya kemudian diputar ke
bawah, dengan tepat ia tahan sambaran cambuk tersebut.
Dalam waktu singkat ujung cambuk telah melilit tiga
lingkaran di atas payung kertas itu.
Tiba-tiba kakek itu merentangkan payungnya... "Blaaakk!"
diiringi suara nyaring tahu tahu cambuk lemas itu telah putus
menjadi tujuh-delapan bagian.
Berubah paras muka Ouyang Ci, begitu juga Liong Su.
Sambil memandang kutungan cambuk yang tersebar di
tanah dengan matanya yang sipit, gumamnya lirih, "Aku rasa
naga yang ini sudah waktunya untuk mampus!"
"Coba lihat yang ini..." hardik Ouyang Ci nyaring.
Seraya menjejakkan kakinya pada pelana, ia segera melejit
ke udara setinggi satu kaki, lalu setelah berjumpalitan
beberapa kali tangannya segera diayun ke depan, puluhan titik

124
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

cahaya bintang serentak memancar keluar dari balik


punggung, siku, tangan, ujung baju serta kakinya.
Jangan dilihat piausu nomor wahid dari perusahaan
Tionggoan Su Toa-piaukiok ini punya watak yang berangasan
dan kasar, ilmu silat yang dimiliki justru amat tinggi dan
sempurna, bahkan masih terhitung seorang jagoan dalam hal
senjata rahasia.
Memang bukan satu pekerjaan yang gampang bagi siapa
pun untuk melepaskan puluhan jenis senjata rahasia dalam
saat yang bersamaan.
Kakek berbaju hijau itu masih memandang lawannya
dengan mata yang sipit, dari ujung kaki hingga ujung
kepalanya ia sama sekali tak bergerak, namun payung kertas
yang berada dalam genggamannya justru diputar bagaikan
gangsingan. Terciptalah selapis lingkaran cahaya yang amat
menyilaukan mata.
"Cringg... criing... criing..." di antara serangkaian suara
denting yang nyaring, dalam sekejap mata puluhan titik
cahaya bintang itu sudah terpental balik ke empat penjuru
Ouyang Ci mempunyai banyak cara untuk melepaskan
senjata rahasianya, ada yang berputar bagai gangsingan, ada
yang terbang beriring, ada yang cepat, ada yang lambat, ada
yang duluan ada juga yang belakangan bahkan ada pula yang
saling membentur di angkasa.
Sebaliknya cara yang digunakan kakek berbaju hijau itu
untuk merontokkan senjata rahasia hanya ada satu, namun
cara yang tunggal itu justru paling manjur dan bermanfaat.
Tidak perduli dengan cara apapun kau lepaskan senjata
rahasia itu, asal terbentur dengan payung kertasnya, seluruh
senjata amgi itu akan terpental dan mencelat ke empat
penjuru.
Bahkan ada sebagian dari senjata rahasia itu yang berbalik
menyerang tubuh Ouyang Ci... Tentu saja tak akan benar
benar mengenai tubuh orang tersebut.
Buru buru Ouyang Ci melejit kembali ke atas pelana
kudanya sambil mengawasi payung kertas di tangan lawannya

125
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

itu dengan mata melotot, Kini siapa pun sudah dapat melihat
dengan jelas, payung tersebut tentu saja bukan terbuat dari
kertas.
Dengan wajah serius tiba tiba-Liong Su berseru, "Rupanya
anda adalah Giam lo-san, si payung dari neraka Tio Hui-liu,
Tio- losianseng!"
"Hmm, tak nyana Liong Su masih memiliki ketajaman mata
yang mengagumkan!" sahut kakek itu sambil tertawa ringan.
Liong Su tertawa dingin, kembali katanya, "Sungguh tak
disangka Tio losianseng sudah bergabung dengan Hiat-yu-
bun, benar-benar di luar dugaan!"
"Mungkin masih banyak lagi urusan yang tak kau duga,"
tukas Giam-lo-san cepat.
Tiba-tiba ia membalikan tangannya menunjuk ke arah
dinding bukit di tepi jalan sambil katanya;
"Coba kau perhatikan lagi siapakah dia?"
Dinding tebing itu tegak lurus lagi gersang, tak sedikitpun
tumbuhan yang tumbuh di situ.
Mana orangnya? Tapi baru saja perkataannya selesai
diucapkan, mendadak terdengar "Traaang!"
Percikan bunga api menyebar ke empatpenjuru.
Sejenis benda tiba-tiba meluncur datang dari samping dan
langsung menancap di atas batu karang yang keras bagaikan
baja itu, benda tersebut tak lain adalah sebuah kampak besar.
Menyusul kemudian dari atas tebing bukit di seberang sana
meluncur kembali sebuah cambuk panjang yang langsung
melilit di atas ujung kampak tadi hingga tertarik tegang, tali
panjang itu langsung menutup seluruh jalan tadi.
Cambuk panjang yang berwarna hitam itu berkilauan me-
mancarkan sinar di bawah curahan hujan gerimis, tidak jelas
terlihat cambuk itu terbuat dari bahan apa.
Empatsosok bayangan manusia pelan-pelan berjalan turun
melalui atas tali panjang tadi, mereka berjalan amat santai
seolah-olah sedang berjalan di tanah datar.
Orang pertama bermata besar dan berewokan, ia biarkan
pakaian bagian dadanya terbuka lebar hingga nampak bulu

126
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dadanya yang hitam lebat. Dia seolah olah memang sengaja


mempamerkan bulu dadanya itu agar tampilannya nampak
lebih jantan.
Orang kedua bertubuh jangkung dengan wajah yang putih
bersih tanpa kumis atau janggut, sebilah pedang tergantung di
pinggangnya, ia berjalan sedikit lengggak lenggok, persis
seperti seorang wanita.
Kalau dilihat wajahnya, ketika masih muda dulu pasti masih
terhitung seorang lelaki tampan, sayang kini telah berusia
empatpuluh lima tahun sehingga walau sebersih apapun kau
cukur kumis dan janggutnya, namun tak bisa menutupi
kerutan-kerutan di wajahnya yang menandakan ketuaan.
Orang ke tiga adalah seorang lelaki berwajah kuning yang
kurus lagi jangkung, sebilah golok berkepala setan tergembol
di punggungnya.
Orang ke empat bukan hanya jangkung sekali, tubuhnya
juga kurus kering tinggal kulit pembungkus tulang, dia tak
ubahnya seperti seorang setan beneran.
Melihat kehadiran ke empat orang itu, sambil tertawa
dingin Ouyang Ci segera berseru:
"Hmm, rupanya lima setan neraka dari lima istana (Ngo-
thian Giam-lo) telah bergabung semua dengan Hiat-yu-bun.
Selamat... selamat!"
Tio Lo-sianseng tertawa lirih, sahutnya, "Setelah melihat
kehadiran Giam-lo San si Payung neraka, semestinya kau bisa
menduga kalau Kampak neraka Giam-lo Pouw, Giam-lo Kiam si
Pedang neraka, Giam-lo To si Golok neraka dan si Pecut
neraka Giam-lo Pian juga telah hadir semua di sini"
"Tempat ini bukan neraka, buat apa begitu banyak raja
neraka yang berkunjung kemari?"
"Mau apa? Tentu saja untuk membegal kereta barang dan
bendera perusahaan kalian"
"Aaaah, tidak banyak, tidak banyak, kalian masih minta apa
lagi?"
"Asal semua kereta dan bendera perusahaan kalian
tinggalkan, lalu setiap orang meninggalkan sebelah tangan

127
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dan sebelah kakinya, hutang piutang kalian dengan Hiat-yu-


bun kami anggap lunas!"
"Kalau tidak?"
"Kalau tidak maka tiga puluh enam butir batok kepala milik
kalian harus ditahan di sini!"
Ouyang Ci segera mendongakkan kepalanyadantertawa
terbahak-bahak, serunya, "Baik, kalau begitu silahkan ambil
batok kepala kami yang masih menempel ini!"
"Hmm, apa sulitnya..." jengek Tio Lo-sianseng dingin.
Liong Su masih duduk tak berkutik di atas pelana kudanya,
ia duduk bagai sebuah arca, tiba-tiba saja ia julurkan
tangannya seraya menghardik, "Tombak!"
Sebuah tombak sepanjang satu koma empat kaki dengan
ujung tombak berwarna merah darah. "Toookkk!" senjata itu
ditancapkan ke tanah dalam-dalam.
Dengan suara nyaring Liong Su berseru, "Sudah lama aku
orang she Liong ingin menjajal sampai di mana kehebatan
ilmu silat yang dimiliki Ngo-thian Giam-lo! Ayoh, siapa yang
ingin maju duluan?"
"Kami berlima!" sahut Tio Losianseng cepat.
Lalu sambil menuangkan mata tersenyum licik, lanjutnya,
"Jangan kau anggap kejadian ini sebagai pertandingan ilmu
silat. Kami datang untuk menghadang dan merampok kalian,
jadi semua peraturan sungai telaga tidak berlaku di sini, toh
jumlah kalian masih delapan-sembilan kali lipat lebih banyak
ketimbang jumlah kami!"
Ketika kata terakhir baru meluncur keluar dari mulutnya,
Giam-lo Kiam yang berada di atas tali mendadak melayang ke
udara, di antara kilatan cahaya tahu-tahu ia sudah menyerbu
ke tengah rombongan kereta barang.
Di antara kilatan cahaya pedang, jeritan ngeri bergema
memecahkan keheningan. Di tengah muncratan darah segar
seorang pengawal telah roboh bersimbah darah.
Jangan dilihat cara berjalan orang ini terseok-seok macam
seorang banci, begitu turun tangan ternyata serangannya
begitu ganas, tajam dan cepat.

128
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bersamaan waktu, Giam-lo To si lelaki bermuka kuning


melejit juga ke tengah udara, goloknya langsung membacok
ke tubuh Ouyang Ci.
Giam-lo Pian segera menghentakkan tali panjangnya.
Kampak yang semula menancap di atas dinding karang segera
melejit ke tengah udara. Giam-lo Pouw melompat maju
menyambut senjatanya, lalu dengan sekali putaran badan ia
ayun mata kampaknya langsung membabat kepala kuda yang
ditunggangi Ouyang Ci.
Baru saja OuyangCi berkelit dari bacokan golok, kuda
tunggangannya sudah meringkik kesakitan lalu roboh terkapar
di tanah.
Dalam pada itu Giam-lo Pian telah menghentakkan
senjatanya langsung menyambar ke arah panji perusahaan
yang terpancang di atas kereta barang terdepan.
Di sisi lain Tio Lo-sianseng telah bertempur sengit melawan
tombak Liong Su. Biarpun gerakan tombak itu cepat bagaikan
seekor naga sakti, sayang kecepatan tersebut tak bisa
mengimbangi kegesitan dan kelincahan Tio Lo-sianseng. Dia
seolah-olah memang sangat ahli dalam mencari peluang
kosong hingga untuk sesaat ilmu tombak yang dimainkan
Liong Su tak sanggup dikerahkan semaksimal mungkin.
Apalagi selain harus melindungi anak buah sendiri, dia pun
harus selamatkan kuda tunggangannya dari bokongan musuh.
Sementara itu Giam-lo Pouw telah menyerbu ke tengah
rombongan piausu. Di satu sisi pedang menyambar, di sisi lain
kampak membacok, satu keras satu lunak... jeritan ngeri
bergema silih berganti, kembali ada lima orang roboh
bermandikan darah.
Pecut panjang dari Giam-lo Pian telah menyambar persis di
depan panji perusahaan. Seorang piausu segera menyongsong
kehadiran senjata itu, dengan tubuhnya ia melindungi panji
dari sergapan musuh, siapa sangka di detik terakhir itulah
mendadak pecut panjang itu mengait ke atas dan langsung
melilit tenggorokannya.

129
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kraaakkk!" terdengar suara gemerutuk keras, tahu-tahu


batok kepala itu sudah terkapar lemas ke samping, disusul
kemudian tubuhnya ikut roboh lemas ke atas tanah.
Ngo-thian Giam-lo (lima raja neraka dari lima istana) telah
maju dan menyerang bersama, kerja sama mereka betul-betul
luar biasa, serangannya fatal dan sangat mematikan.
Apalagi dalam pertempuran kali ini, waktu, tempat semua
adalah pilihan mereka. Setiap langkah setiap jengkal tanah
telah mereka rencanakan sebelumnya dengan sangat teliti.
Oleh sebab itu begitu turun tangan, posisi mereka segera
berada diatas angin.
Berbeda sekali dengan posisi Liong Su, pertarungan
semacam ini sangat sulit dan tidak menguntungkan pihaknya.
Siau Lui masih duduk tenang di atas pelana kudanya, ia
cuma menyaksikan pertarungan itu tanpa melakukan reaksi
apapun. Walaupun pertempuran berdarah sudah dimulai, tapi
entah kenapa ternyata tak sebuah senjata pun yang mampir di
tubuh atau ke arah kuda tunggangannya.
Atau mungkin hal ini dikarenakan dandanannya yang
kelewat kotor, kelewat rudin sehingga orang lain anggap dia
tak berharga untuk diserang?
Dia masih tetap duduk, mengikuti jalannya pertempuran
tanpa bergerak sedikit pun, biarpun kuda tunggangannya
meringkik terus dan melompat kesana-kemari, namuniamasih
belum juga bergerak, bahkan sepasang mata pun sama sekali
tak berkedip.
Kalau bukan otot dan syaraf di dalam tubuhnya terbuat dari
kawat baja, mungkin pemuda ini sudah dibuat kaku karena
kejadian ini. Jika memang tak mau melakukan apa-apa, buat
apa dia ikut datang ke situ?
Mungkinkah dia sedang menunggu kesempatan emas?
Cahaya pedang si Pedang neraka Giam-lo Kiam berkilauan
memancarkan sinar tajam ke seluruh angkasa, tiba-tiba ia
mundur tiga langkah kemudian sambil membalikkan tubuh,
senjata itu langsung menusuk ke iga Siau Lui.

130
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Akhirnya apa yang ditunggu tiba juga, ternyata mereka


memang tak akan lepaskan dirinya... tiga puluh enam lembar
jiwa semuanya harus ditahan di situ.
Siau Lui berkerut kening, belum sempat dia menghindar
tiba-tiba cahaya merah menyambar lewat, sebuah tombak
telah menyapu di hadapannya menangkis datangnya bacokan
pedang itu.
"Dia bukan anggota Piaukiok kami!" hardik Liong Su keras-
keras. "Kalian tak boleh melukainya..."
Belum selesai hardikan tersebut, darah segar telah
menyembur keluar dari kaki kirinya.
Walaupun ia berhasil menangkis serangan pedang yang
ditujukan ke tubuh Siau Lui, namun kaki kirinya justru telah
tersambar ketajaman payung sakti milik Giam-lo San sehingga
tergores mulut luka sepanjang tujuh inci. Seandainya kuda
tunggangannya tidak berpengalaman dalam pertempuran,
mungkin kaki itu sudah terpapas kutung.
Siau Lui menggigit bibir kencang kencang, air mata telah
membuat sepasang matanya berkaca-kaca.
Sementara itu si Kampak neraka telah terjerumus dalam
kepungan musuh. Melihat itu Giam-lo Kiam segera
menghentakkan tubuhnya menerjang ke depan, senjatanya
diayunkan ke kiri-kanan berusaha membuka sebuah jalan
berdarah.
Pecut yang berada di tangan Giam-lo Pian akhirnya sudah
berhasil melilit panji yang berada di atas kereta barang.
Dengan sekali hentakan, panji itu segera mencelat ke udara
mengikuti gerakan pecut yang mencengkeramnya.
Jika panji perusahaan ini sampai terjatuh ke tangan orang
lain, maka nama baik perusahaan boleh dibilang sudah hancur
setengahnya.
Merah membara sepasang mata piausu yang sedang
memburu panji tersebut, sambil berteriak keras sontak dia
meluruk ke arah jatuhnya panji perusahaan tersebut.

131
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Giam-lo Pian mendengus sinis, ia getar senjatanya ke


angkasa, lalu bagaikan seekor ular sanca yang besar langsung
melilit ke arah tenggorokannya.
Dengan satu balikan tangan, Giam-lo Pian mencengkeram
panji perusahaan itu dengan tangan kirinya, sementara tangan
kanannya membetot kuat-kuat, pecut yang telah melilit di
tenggorokan piausu itu segera mengangkat seluruh tubuh
korbannya ke udara kemudian membantingnya keras-keras ke
tanah. Lidah yang menjulur keluar membuat mayat piausu itu
nampak sangat menyeramkan.
Giam-lo Pian sama sekali tidak melirik ke arah korbannya,
tanpa berhenti sekejap pun kembali dia ayunkan pecut
panjang di tangan kanannya sementara matanya mengawasi
panji perusa-haan yang berhasil dirampasnya di tangan kiri
dengan pandangan penuh kepuasan. Senyum bangga meng-
hiasi ujung bibirnya.
Merah membara sepasang mata Ouyang Ci, sambil
meraung keras ia meluruk maju ke depan.
Giam-lo To tidak memberi kesempatan musuhnya berbuat
sekehendak sendiri, golok setannya membabat gencar ke
sekujur tubuh musuhnya, dalam waktu singkat ia telah
melancarkan tujuh-delapan bacokan maut.
Pada saat itulah di tengah kilatan caha golok dan bayangan
pedang tiba-tiba sesosok bayangan manusia meluruk maju ke
depan dengan kecepatan tinggi, dengan sekali ayunan tangan
ia cengkeram urat nadi pada pergelangan tangan Giam-lo
Pian.
Waktu itu Giam-lo Pian sedang merasa sangat bangga dan
gembira, tangan kirinya menggenggam panji perusahaan yang
berhasil direbutnya sementara tangan kanannya
menggenggam senjata pecut. Mimpi pun dia tak menyangka
dalam situasi seperti ini dari atas udara akan muncul serangan
maut dari seorang jagoan sakti.
Belum lagi dia melihat jelas wajah musuhnya, tahu-tahu
urat nadi pada pergelangan tangannya telah dicengkeram
kuat-kuat, dalam kagetnya cepat-cepat tangan kirinya

132
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berputar kencang lalu dengan tombak pendek di ujung panji


tersebut ia rusuk dada musuhnya.
Sayang sekali separuh badan sebelah kanannya terasa
kesemutan lalu jadi kaku, gerak tangan lorinya sudah tidak
selincah sebelumnya, baru saja ujung tombak panji menusuk
keluar, pergelangan tangan kirinya ikut tercengkeram kuat-
kuat bahkan secara tiba-tiba badannya terangkat ke tengah
udara Akhirnya Siau Lui berhasil mendapatkan kesempatan
emas yang dinanti-nantikan. Begitu berhasil menguasai Giam-
lo Pian, ia segera menghardik keras, "Coba kalian lihat, apa
yang berada di tanganku ini?"
Tio Lo-sianseng berpaling, begitu tahu apa yang terjadi,
paras mukanya segera berubah hebat. Ia bersalto beberapa
kali di udara dan mundur sejauh dua kaki dari medan
pertarungan.
Serangan golok, pedang dan kampak hampir serentak
berhenti gerakannya. Masing-masing mundur sejauh dua kaki
sementara paras muka mereka bertiga pun menampilkan rasa
kaget, heran dan tercengang yang tak terhingga
Siapapun tidak menyangka seorang pemuda rudin yang
sama sekali tak menyolok mata ternyata memiliki kepandaian
silat yang begitu hebat.
"Lepaskan dia!" bentak Tio Losianseng dengan wajah
serius. "Kami akan melepaskan juga dirimu!"
"Hmm, jika aku ingin pergi dari sini, aku sudah pergi sejak
tadi!" sahut Siau Lui hambar.
"Mau dilepas tidak?"
"Bila kau jadi aku, harus kulepas tidak?"
"Mau apa kau? Bila kau bebaskan dia, kami akan segera
pergi dari sini, bagaimana?"
"Baik!"
Bersamaan dengan bergemanya kata "baik,"tiba-tiba ia
melompat ke udara dan langsung menerjang ke arah Tio Lo-
sianseng.
Sesaat Tio Lo-sianseng termangu, melihat tubuh Giam-lo
Pian masih berada di cengkeraman lawan, dia tak tahu harus

133
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menyongsong kedatangannya atau lebih baik mundur dari


situ.
Belum habis dia mengambil keputusan, tiba-tiba Siau Lui
membalikkan badannya, dengan menggunakan tubuh Giam-lo
Pian sebagai senjata, dia tusuk tubuh Giam-lo To, si lelaki
berwajah kuning.
Terkesiap lelaki berwajah kuning itu, tanpa sadar dia
mengangkat goloknya untuk menangkis, dia lupa senjata yang
dipergunakan pihak lawan adalah saudara angkat sendiri.
Terdengar jerit kesakitan bergema memecahkan
keheningan, setengah dari bahu kanan Giam-lo Pian sudah
terbabat kutung oleh bacokan golok itu, darah segar segera
menyembur ke udara, mengotori seluruh wajah lelaki
berwajah kuning itu.
Giam-lo Tomeraung keras, tanpa perdulikan golok miliknya
lagi ia segera rentangkan tangannya untuk menyambut
kedatangan tubuh Giam-lo Pian seraya berseru, "Kau..."
Sepasang biji mata Giam-lo Pian sudah melotot keluar
bagaikan gundu, ia melototi saudaranya dengan perasaan
bercampur aduk, menangis bukan menangis, tertawa bukan
tertawa...
Kembali Giam-lo Totertegun,dia hanya sanggup
mengucapkan sepatah kata sementara kata ke dua tak
sanggup diutarakan lagi.
Di tengah bergemanya suara jerit kesakitan tadi, Siau Lui
telah melepaskan cengkeramnya atas tubuh Giam-lo Pian, kini
dia menyerbu ke hadapan Giam-lo Pouw.
Waktu itu mata golok yang diayunkan lelaki berwajah
kuning itu sedang menyambar bahu saudaranya hingga
menyemburkan banjir darah, tampaknya Giam-lo Pouw
sedang termangu saking kagetnya.
Menunggu sampai ia sadar kalau ada bayangan manusia
menerjang ke hadapannya, dengan buru-buru ia
mengayunkan senjata kampak untuk menghadang. Siau Lui
telah menerjang masuk ke hadapannya. Sementara sikut

134
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kirinya menyodok iga lawan, tangan kanannya langsung


mencengkeram pergelangan tangan Idrinya.
"Lepaskan!" bentak Giam-lo Kiam dengan wajah berubah
hebat.
Kilatan cahaya pedang membelah angkasa, ujung
pedangnya langsung menembus ke dalam bahu Siau Lui, dari
belakang langsung tembus ke depan.
Siau Lui sama sekali tak bergeming. Bukan menghentikan
serangannya, pemuda itu justru membentak keras, dalam
sekali hentakan ia patahkan lengan kiri Giam-lo Pouw lalu
dengan menggunakan tubuhnya sebagai senjata, ia tusuk
tubuh lawan dengan badan tersebut.
Pucat pias paras muka Giam-lo Kiam, ia berniat mencabut
senjatanya lalu melancarkan tusukan kembali.
Tak disangka ternyata Siau Lui menggunakan tubuh sendiri
untuk menerima tusukan pedang itu, ketika tubuhnya berputar
ke kiri, otomatis pedang yang berada di tangan Giam-lo Kiam
ikut berputar juga ke kiri.
Terdengar suara gesekan keras ujung pedang yang tajam
itu dengan tulang bahu Siau Lui, suaranya mengerikan
bagaikan sebuah golok yang sedang menggerus besi.
Bila tidak mendengar dengan telinga sendiri, siapapun tak
akan menyangka kalau suara tersebut begitu menakutkan.
Giam-lo Kiam segera merasakan mulutnya jadi kecut,
tangannya terasa ikut melemas. Mimpi pun dia tak percaya
kalau tusukannya itu sedang menusuk seorang manusia hidup.
Siau Lui memang manusia hidup. Baru saja Giam-lo Kiam
terkesiap oleh kenyataan itu, keadaan sudah terlambat.
Tiba tiba Siau Lui menggerakkan badannya mendorong ke
belakang, dengan menggunakan ujung pedang yang tembus
di tubuhnya ia balas menusuk tubuh lawan.
Sebenarnya hanya enam-tujuh inci mata pedang yang
tembus di atas bahunya, tapi kini pedang tajam sepanjang
tiga depa tujuh inci itu sudah tembus semua di atas bahunya
hingga tinggal gagang pedang yang tersisa.

135
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Melihat pedang sendiri menembus habis di tubuh orang,


Giam-lo Kiam justru kelihatan sangat terkesiap dan kaget.
Menyusul kemudian ia mendengar suara tulang dalam
tubuhnya hancur berantakan. Ketika tubuh mereka berdua
saling berdempetan, tinju Siau Lui langsung dihantamkan ke
atas dadanya kuat-kuat.
Tubuhnya secara tiba-tiba seperti berubah menjadi sebuah
karung goni yang sudah dituang habis isinya, dengan lemas
roboh terjungkal ke atas tanah.
Pada saat yang bersamaan secara kebetulan tubuh Giam-lo
Pouw juga sedang melayang turun dari tengah udara, wajah
mereka berdua langsung saling berdempetan satu dengan
lainnya.
Sebuah wajah berwarna putih dan sebuah wajah berwarna
hitam, kini sama-sama menampilkan perasaan terkesiap, ngeri
dan seram yang luar biasa.
Mimpi pun mereka tak percaya kalau di dunia ini terdapat
manusia semacam ini, sampai mati pun tidak percaya.
Semua gerakannya hampir dilakukan pada saat yang
bersamaan dan dalam waktu singkat... tiba-tiba semuanya
terjadi dan tiba-tiba semuanya telah berakhir.
Pedang panjang itu masih tertinggal di tubuh Siau Lui,
cucuran darah segar masih mengalir keluar melalui ujung
pedang.
Paras muka Siau Lui kini telah mengejang kencang saking
menahan rasa sakitnya, tapi tubuhnya masih tetap berdiri
tegak di atas lantai, tegak bagaikan sebuah senjata tombak.
Tio Lo-sianseng berdiri termangu bagaikan arca batu, ia
dibuat sangat terkesiap oleh semua peristiwa ini, begitu juga
dengan Ouyang Ci, dia pun berdiri tertegun.
Yang membuat mereka terkesiap bukan kecepatannya
dalam melancarkan serangan, tapi kenekatan serta
keberaniannya dalam menghadapi kematian.
Sorot mata Siau Lui makin menyusut, kini sinar matanya
berubah semakin menyeramkan, bagaikan dua batang paku

136
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

panjang yang memancarkan sinar tajam, mengawasi wajah


Tio Lo-sianseng tanpa berkedip.
"Kita sudah bicarakan baik-baik!" seru Tio Lo-sianseng
dengan suara keras. "Kau lepaskan dia lebih dulu, kami segera
akan pergi dari sini!"
"Sudah kulepaskan dia!"
Ia memang sudah melepaskan cengkeramannya atas diri
Giam-lo Pian, kini tubuh orang tersebut bersandar dalam
pangkuan lelaki berwajah kuning itu dengan darah segar
masih bercucuran deras.
"Kenapa kau harus turun tangan?" kembali Tio Lo-sianseng
bertanya, sepasang matanya mengawasi pemuda itu tanpa
berkedip.
"Hmm, kapan aku pernah berjanji tak akan turun tangan?"
Paras muka Tio Lo-sianseng berubah dari pucat jadi
menghijau, lalu dari hijau berubah jadi merah padam. Sambil
menggigit bibir katanya, "Bagus, kau bagus... bagus sekali..."
"Apakah sampai sekarang kau belum ingin pergi dari sini?"
Tio Lo-sianseng memandang sekejap mayat-mayat yang
bergelimpangan di atas genangan darah, lalu setelah melirik
Liong Su sekejap, katanya sambil tertawa, "Aku masih bisa
pergi?"
"Kalau dia mengatakan kau boleh pergi, maka kau boleh
pergi. Apa pun yang dia katakan, kami semua akan patuh!"
sambung Liong Su cepat, ketika mengucapkan kata-kata
tersebut, sepasang matanya telah memerah, butiran air mata
nyaris meleleh keluar dari balik kelopak matanya.
Tio Lo-sianseng memandang pemuda itu sekejap, tiba-tiba
ia menghentakkan kakinya berulang kali dengan perasaan
jengkel lalu serunya, "Baik, aku segera pergi."
"Hmm, paling bagus pergi yang jauh dari sini," sambung
Siau Lui dingin, "makin jauh semakin baik!"
Tio Lo-sianseng tertunduk lesu. "Yaa, aku tahu... Makin
jauh semakin baik..."

137
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba-tiba dia angkat kepalanya, mengawasi Siau Lui dengan


mata melotot, kemudian teriaknya, "Tapi... siapakah kau
sebenarnya?"
"Aku... aku juga bermarga Liong, namaku Liong Ngo!"
Tio Lo-sianseng mendongakkan kepalanya dan menghela
napas panjang.
"Liong Ngo... Nama Liong Ngo yang hebat... Liong Ngo
yang hebat... jika tahu sejak dini kalau di sini ada seorang
Liong Ngo, buat apa aku mesti susah susah mencari Liong
Su..."
Semakin berbicara suaranya semakin rendah, tiba-tiba ia
menghentakkan kakinya berulang kali kemudian baru ujarnya,
"Baik, aku segera pergi, pergi ke tempat yang sangat jauh,
makin jauh makin baik... jika di daerah Kanglam sudah muncul
seorang Liong Ngo macam kau, mana mungkin kami punya
jalan lain?"
Darah segar yang membasahi permukaan tanah belum lagi
mengering, tapi pertempuran berdarah telah berakhir.
Setelah melihat Tio lo-sianseng sekalian pergi jauh dari
tempat itu, Siau Lui baru mundur dengan sempoyongan,
agaknya ia sudah tak sanggup menahan diri lagi.
Bagaimana pun juga dia tetap seorang manusia, manusia
yang terbuat dari darah daging, bukan terbuat dari besi baja.
Cepat-cepat Liong Su membuang tombaknya ke tanah
sambil tergopoh-gopoh maju memayang-nya, airmata
bercucuran membasahi pipinya. Ia merasa sangat terharu dan
berterima kasih atas pertolongan pemuda itu, bisiknya dengan
suara gemetar, "Kau..."
Ia merasa tenggerokannya seperti tersumbat oleh benda
keras, kata-kata berikut tak sanggup lagi diucapkan.
Paras muka Siau Lui telah berubah semakin pucat, kini
wajahnya putih bagaikan mayat, keringat sebesar kacang
kedele jatuh bercucuran membasahi jidatnya, mendadak ia
berseru, "Berapa banyak hutangku kepadamu yang telah
terbayar...?"
"Kau... kau tak pernah berhutang kepadaku!"

138
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Hutang!" tukas Siau Lui sambil menggertak gigi.


Menyaksikan penderitaan hebat yang terpancar dari balik
wajah anak muda itu, Liong Su menghela napas panjang.
"Aiii... sekalipun pernah berhutang, tapi kini semuanya
sudah impas!"
"Baguslah kalau sudah impas!"
"Kita masih bersahabat?"
"Tidak!"
"Aku..." Paras muka Liong Su ikut menampilkan
penderitaan yang sangat.
Tiba tiba Siau Lui menukas, "Jangan lupa kau adalah Liong
Su, dan aku adalah Liong Ngo!"
Termangu Liong Su mengawasi pemuda itu, akhirnya air
mata jatuh bercucuran membasahi seluruh wajahnya, tiba-tiba
ia menengadah lalu tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha... Benar, kita bukan sahabat, kita adalah
saudara... Saudara yang sangat baik... saudara yang sangat
baik..."
Sekulum senyuman segera tersungging pula di ujung bibir
Siau Lui yang semakin kesakitan, gumamnya, "Aku belum
pernah punya saudara, tapi sekarang aku telah punya..."
Tiba-tiba badannya jatuh roboh, roboh persis di atas bahu
Liong Su.
Ouyang Ci mengawasi mereka berdua tanpa bicara, para
piausu dan kuli angkut sama-sama memandang ke arah
mereka tanpa bersuara, sementara mata setiap orang terasa
mulai basah, entah basah oleh air hujan? Atau basah karena
air mata?
Noda darah yang membasahi permukaan tanah semakin
sirna tapi air mata yang membasahi wajah belum lagi
mengering. Persahabatan mereka diperoleh dari tetesan darah
segar, pernahkah kau saksikan persahabatan macam ini? Ada
berapa banyak sahabat macam begini yang hidup di dunia ini?

III
139
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pedang sudah dicabut keluar, sudah tiga hari tercabut dari


mulut luka. Siau Lui masih berbaring dalam keadaan tak
sadarkan diri. Air matanya telah mengering begitu juga
dengan cucuran darah.
Dia telah melaksanakan apa yang harus dilakukan, telah
membayar hutang yang harus dibayar. Apakah dia sudah tak
ingin hidup terus?
Tiga hari... betul-betul tiga hari penuh, jiwa serta raganya
seakan akan hidup dalam kobaran bara api yang panas, dalam
ketidaksadarannya ia meraung tiada hentinya, memanggil
nama dua orang secara bergantian.
"Jian-jian... aku bersalah padamu, bagaimana pun sikapmu
terhadapku, aku tak pernah akan melupakan dikau..."
"Liong Su... aku pun berhutang kepadamu... hutang ini tak
pernah akan impas untuk selamanya!"
Kata-kata semacam ini diucapkannya berulang-ulang,
sambung-menyambung dan entah telah diulang berapa ratus
kali. Liong Su sendiripun tak tahu sudah berapa banyak ia
mendengar kata-kata tersebut.
Dia selalu berjaga di sisi pembaringan, saban kali selesai
mendengar ucapan itu, air matanya selalu tak tertahan untuk
meleleh keluar membasahi pipinya.
Kerut di atas wajahnya nampak semakin dalam, semakin
banyak, matanya telah cembung ke dalam, entah berapa
banyak rambut ubannya yang telah berguguran ke tanah. Tiga
hari... yaaa, selama tiga hari penuh ia tak pernah meme-
jamkan matanya.
Ouyang Ci duduk di tepi pembaringan dengan tenang,
entah sudah berapa banyak ia membujuk Liong Su agar mau
kembali ke kamarnya untuk beristirahat.
Kini dia sudah tak berniat membujuk lagi, sebab dia
mengerti, tak ada lagi tenaga macam apa pun di dunia ini
yang dapat menarik Liong Su meninggalkan tepi pembaringan
tersebut.

140
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sekalipun kau kutungi sepasang kakinya lalu


menggotongnya pergi dari situ, selama dia masih bisa
merangkak, dia akan berusaha untuk merangkak balik ke
ruangan itu.
Ouyang Ci hanya bisa memandangi mereka berdua dengan
perasaan kalut, dia tak tahu perasaannya kini. Sedang
terharukah? Sedihkah? Atau harus gembira?
Melihat seorang yang sangat dihormati dan dikaguminya
sepanjang hidup ternyata bisa berkenalan dengan seorang
sahabat macam ini, dia tak tahu bagaimana harus
menampilkan perasaan sendiri.
Yang satu telah terkapar dengan napas yang nyaris putus,
yang lain akan bisa bertahan berapa lama lagi?
Siau Lui yang belum lama bisa tertidur tenang, tiba-tiba
meronta kembali dengan kerasnya, seakan-akan ia sedang
berkelahi dengan seorang iblis jahat yang tak terlihat dengan
mata telanjang. Wajahnya yang pucat kini telah berubah jadi
merah membara karena panas tubuhnya yang meningkat,
dengan keringat dingin bercucuran teriaknya berulang-kali,
"Jian-jian... Jian-jian... juga putraku... kalian ada di mana? Di
mana...?"
Dia seperti ingin meronta dan meloncat bangun lalu
menenang keluar dari situ.
Sambil menggertak gigi Liong Su berusaha mencegahnya,
dia harus menggunakan segenap tenaga yang dimilikinya
untuk menahan agar pemuda itu tidak meronta bangun.
Mendadak Siau Lui membuka matanya, garis-garis merah
darah kelihatan menyelimuti sepasang matanya, sambil
meraung keras teriaknya, "Lepaskan aku... aku harus pergi
mencari mereka..."
"Berbaringlah dulu..." bujuk Liong Su masih menggigit bibir.
"Aku akan membantumu untuk menemukan mereka. Aku pasti
berhasil menemukan mereka!"
"Siapa kau?" teriak Siau Lui dengan mata melotot.
"Aku adalah Liong Su, kau Liong Ngo, masa kau sudah
lupa?"

141
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Lama sekali Siau Lui melotot besar, akhirnya dia seperti


sudah mengenali kembali orang di hadapannya, gumamnya:,
"Yaaa, betul... kau adalah Liong Su... aku adalah Liong Ngo...
aku masih berhutang kepadamu, mau dibayar juga tak pernah
bisa lunas!"
Perlahan-lahan dia pejamkan kembali matanya, tampaknya
pemuda itu kembali jatuh tak sadarkan diri.
Liong Su mendongakkan kepalanya sambil menghela napas
panjang, sambil menjatuhkan diri ke atas bangku, air matanya
kembali jatuh bercucuran.
Ouyang Ci tak sanggup menahan diri lagi, dia ikut
menghela napas panjang, ujarnya sedih, "Perkataanmu tak
salah, dalam hati kecilnya memang tersimpan banyak sekali
kepahitan dan kegetiran yang tak mungkin diucapkan dengan
perkataan, aku kuatir... aku kuatir..."
"Kuatir apa?" potong Liong Su sambil mengepal tinnjunya.
"Bila dia sendiri sudah segan hidup terus, aku kuatir tak
seorang pun di dunia ini yang dapat selamatkan jiwanya lagi!"
"Dia pasti dapat hidup terus.. dia pasti dapat hidup terus..."
teriak liong Su dengan nada keras. "Ia tak boleh mati..."
Ouyang Ci menghela napas sedih.
"Ketika kau telah melakukan banyak pekerjaan baginya, dia
bahkan pergi tanpa mengucapkan sedikit rasa terima kasih
pun, tapi ketika kau menghadapi ancaman bahaya, kau paksa
dia pergi pun dia malah bersikeras tetap tinggal... Aaai,
sahabat semacam ini sudah tak banyak lagi di dunia ini, dia
memang tak boleh mati. Cuma saja..."
"Cuma saja kenapa?"
"Kini darah yang beredar dalam tubuhnya sudah menipis,
daya tahannya juga telah mengering, mungkin hanya satu
orang yang dapat menolongnya saat ini."
"Siapa?"
"Jian-jian!"
Liong Su segera mencengkeram tangannya kencang
kencang, serunya, "Kau... kau tahu siapakah orang itu? Kau
bisa menemukan dia?"

142
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sambil menghela napas kembali Ouyang Ci menggeleng.


Liong Su melepaskan tangannya, wajahnya semakin
murung, bisiknya sedih, "Bila kita gagal menemukan Jian-jian,
masa dia..."
Tiba-tiba perkataannya terhenti di tengah jalan, bibirnya
terkatup rapat namun dari ujung bibir nampak setetes darah
segar mengalir keluar.
"Kau..." teriak Ouyang Ci terperanjat.
Liong Su mengayunkan tangannya memotong pembicaraan
yang belum selesai itu. la menunjuk ke arah Siau Lui yang
berbaring di atas ranjang itu, lalu menggelengkan kepalanya
berulang kali.
Pada saat itulah terdengar seseorang berkata dengan suara
dingin, "Jian-jian bukan seorang tabib kenamaan yang begitu
luar biasa, sekalipun tak berhasil menemukan dia, masih ada
satu orang yang dapat menyembuhkan manusia she Lui ini!"
"Siapa?" belum sempat Liong Su memandang wajah orang
itu, ia telah berseru keras.
"Aku!"
Tempat itu sebenarnya merupakan paviliun dari rumah
penginapan itu, pintu kamar berada dalam keadaan tertutup.
Kini pintu ruangan telah terbuka, seseorang berdiri di
depan pintu, ia mengenakan gaun panjang yang terurai
hingga ke lantai, bajunya berwarna putih bersih bagaikan
salju, wajahnya mengenakan sebuah cadar tipis, ternyata
orang itu adalah seorang gadis muda belia.
Apakah dia adalah gadis tercantik di dunia ini? Atau
bidadari dari kahyangan? Termangu Liong Su mengawasinya
kemudian perlahan-lahan bangkit berdiri.
"Siapa kau?" hardik Ouyang Ci cepat.
"Seseorang yang ingin menolong seseorang," jawab Ting
Jan-coat singkat.
"Kau dapat menyembuhkan dia?"
"Kalau tidak, buat apa aku datang kemari?"

143
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Rasa girang segera terbersit di wajah Liong Su, serunya tak


tahan, "Nona, jika kau benar-benar bisa menyembuhkan
lukanya, aku Liong Su..."
"Kenapa?" tukas Ting Jan-coat hambar, "mau
menghadiahkan sepuluh ribu tahil perak untukku?" Setelah
mendengus dingin, lanjutnya, "Bukankah dalam pandanganmu
menolong selembar nyawa dan membunuh satu nyawa,
nilainya sama saja?"
Berubah paras muka Liong Su, sahutnya sambil tertawa
getir, "Asal nona berhasil menyembuhkan lukanya, sekalipun
aku Liong Su harus melelang segenap harta kekayaan yang
kumilikipun,aku tak pernah akan menyesal!"
“Sungguh?"
'Sedikitpun tak bohong!"
"Tampaknya kau Liong Su memang tak malu menjadi
sahabat karibnya” ujar Ting Jan-coat hambar. "Cuma sayang
sedikit harta kekayaan yang kau miliki itu masih belum
berharga untuk kulihat"
"Apa yang nona kehendaki? Selembar nyawaku, Liong Su
ini?"
"Hmmm, selembar nyawa tua bangkotan macam kau laku
berapa tahil saja?" dengus Ting Jan-coat sambil tertawa
dingin.
"Jadi apa yang nona kehendaki?" seru Ouyang Ci dengan
otot pada menonjol keluar dari wajahnya.
"Katakan saja nona!" ujar Liong Su pula.
"Serahkan orang she Lui itu biar kubawa pergi. Kau tak
boleh tanya banyak dengan cara apa kusembuhkan dirinya."
"Kau... kau hendakmembawanya ke mana?" tanya Liong Su
dengan wajah berubah hebat.
"Itu urusanku!"
Liong Su mundur berapa langkah dengan sempoyongan
lalu jatuh terduduk di bangku, paras mukanya berubah
semakin gelap dan sedih.
Dengan pandangan dingin Ting Joan coat mengawasinya
sekejap, kemudian katanya lagi, ”Mau setuju boleh tidak

144
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

setujupun tak apa. Toh urusan ini tak ada sangkut pautnya
denganku. Tapi aku perlu beritahu, kini hawa darah orang
she Lui itu semakin mengering, jiwanya sudah berada di ujung
tanduk. Biarpun kau berhasil menemukan seorang tabib
kenamaan yang hebat pun, belum tentu ia mampu
menyembuhkan orang ini."
"Nona, siapa namamu?" tanya Liong Su setelah termenung
sejenak
"Aku dari marga Ting!"
"Nama lengkapmu?"
'Pokoknya aku bukan bernama Jian-jian!" tukas Ting Jan-
coat sambil tertawa dingin,
Kembali Liong Su angkat kepalanya mengawasi gadis itu
lekat-lekat, kemudian ujarnya,
"Nona Ting, kelihatannya kau tahu tentang persoalan yang
menyangkut saudaraku ini?"
"Termasuk urusanmu pun aku tahu banyak!"
Liong Su tertawa paksa, tanyanya lagi, "Apakah nona kenal
dia?"
"Aku juga kenal dengan dirimu, kau bernama Liong Kong."
"Nona, apakah antara kau dengannya punya... punya
perselisihan?" hardik Liong Su tiba-tiba dengan mata
memancarkan sinar tajam.
"Kau anggap aku punya dendam dengannya, maka sengaja
menipumu agar gampang memberesi nyawanya?" Ting jan-
coat balas menghardik dengan mata melotot.
"Aku..."
Ting Jan-coat tertawa dingin.
"Seandainya aku pingin memberesi jiwanya, setiap waktu
setiap saat bisa kulakukan dengan sangat mudah, buat apa
aku mesti bersusah payah membawanya pergi? Apalagi dia
toh sudah hampir mampus, buat apa aku mesti bersusah
payah turun tangan sendiri?"
Liong Su menoleh, memandang kembali wajah Siau Lui
yang masih tak sadarkan diri, kemudian batuk-batuk perlahan.

145
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sekali lagi aku mau bertanya," kembali Ting Jan-coat


berkata, "sebetulnya kau setuju tidak? Bila tak setuju, aku
akan segera angkat kaki dari sini."
"Kalau begitu silahkan nona pergi dari sini," ujar Liong Su
sambil menghela napas.
Berubah paras muka Ting Jan-coat mendengar perkataan
itu, serunya, "Kau suruh aku pergi? Kau lebih suka melihat dia
menunggu mampus di sini?"
"Aku sama sekali tak kenal nona, sebaliknya dia adalah
saudaraku, mana mungkin aku boleh menyerahkan dia ke
tangan seorang asing?"
"Baiklah" kata Ting Jan-coat sambil tertawa dingin, "kalau
begitu lebih baik mulailah bersiap-siap menyediakan semua
keperluan akhirnya."
Begitu selesai berkata, tanpa berpaling ia segera pergi me-
ninggalkan tempat itu.
Liong Su mengepal tinjunya kencang kencang, menunggu
gadis itu sudah melangkah pergi sejauh enam-tujuh langkah,
tiba tiba teriaknya keras, "Nona, harap tunggu sebentar!"
"Aku tak punya waktu menunggu!"
Walaupun ia menjawab begitu, namun langkah kakinya
segera berhenti.
"Nona, apakah kau baru mau menolongnya bila boleh
membawanya pergi dari sini?" tanya Liong Su.
"Sedari tadi aku toh sudah menerangkan sejelas-jelasnya"
jawab Ting Jan-coat tanpa berpaling.
Mengawasi bayangan punggungnya itu tiba-tiba Liong Su
mengerdipkan matanya ke arah Ouyang Ci memberi tanda,
dua orang itu sudah tiga puluhan tahun bertempur bersama,
perasaan batin mereka sudah saling berhubungan. Dalam
waktu yang hampir bersamaan kedua orang itu segera
menyerbu ke depan.
Ouyang Ci dengan kelima jari tangannya yang tajam bagai
cakar elang secepat sambaran kilat mengancam bahu kiri
gadis tersebut.

146
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Serangan dari Liong Su tak kalah cepatnya, dengan satu


gerakan secepat kilat ia totok jalan darah "sin-tong," "thian-
cong," serta "hun-bun" di tubuh si nona.
Ting Jan-coat memang sangat lihay, belakang
punggungnya seolah-olah tumbuh sepasang mata yang tajam,
belum lagi ancaman itu tiba, ia sudah kebaskan ujung bajunya
sembari melejit ke udara dan meluncur melalui atas kepala
kedua orang itu, lalu dengan satu gerakan yang sangat ringan
melayang turun persis di ujung ranjang di mana Siau Lui
berbaring.
Gagal dengan serangan pertamanya Liong Su segera
membalikkan tubuh seraya menerjang kembali ke depan.
Ting Jan-coat mendengus dingin, sambil mengancam jalan
darah "thian-to" yang berada di tenggorokan Siau Lui, dia
berkata ketus, "Bukankah sangat mudah bagiku kini untuk
menghabisi nyawanya?"
Pucat pias wajah Liong Su setelah melihat ancaman
tersebut, ia tak mampu berkata apa-apa lagi.
Sambil tertawa dingin kembali Ting Jan-coat berkata,
"Hanya mengandalkan kemampuan kalian berdua sudah ingin
memaksaku untuk menyembuhkan dia? Hmmm, kalian sedang
bermimpi di siang hari bolong!"
Habis berkata, kembali dia meluncur keluar dari pintu
ruanga n.
Paras muka Liong Su sebentar memucat sebentar
menghijau, tiba-tiba serunya keras, 'Nona, tunggu sebentar!"
Kali ini Ting Jan-coat sama sekali tidak menggubris,
menoleh pun tidak.
Buru buru Liong Su menyusul keluar dari ruang kamar,
teriaknya, "Nona, jangan pergi dulu! Baiklah, silahkannona
membawanya pergi."
Kali ini Ting Jan-coat memberikan reaksinya, ia berhenti
sambil membalikkan tubuhnya, setelah tertawa dingin ia
berkata, "Hmmm, semestinya kalian harus ijinkan sedari tadi."
Di luar pintu rumah penginapan berhenti sebuah kereta
kuda yang kelihatan sangat mewah. Seorang nona kecil

147
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berkuncir panjang telah membukakan pintu kereta bagi


mereka.
Liong Su membopong sendiri tubuh Siau Lui dan
membaringkannya ke dalam ruang kereta, ia merasa tubuh
Siau Lui yang semula panas menyengat kini telah berubah jadi
dingin membeku.
Ia membaringkan tubuh yang dingin kaku itu dengan
perlahan dan sangat berhati-hati, lalu digenggamnya sepasang
tangan yang dingin itu erat-erat, lama sekali belum juga dia
lepaskan genggaman itu.
"kau masih kuatir membiarkan aku membawanya pergi?"
tiba-tiba Ting Jan-coat menegur.
Liong Su menghela napas panjang, Akhirnya dia lepaskan
genggaman tersebut, setelah membalikkan tubuh katanya,
"Nona... Nona Ting..."
"Kalau ingin bicara, cepat katakan!"
"Aku... aku serahkan saudara¬ku ini kepada nona."
Menyaksikan paras muka Liong Su yang nampak begitu
risau bercampur duka, sekilas perasaan haru timbul dalam hati
kecil Ting jan-coat, sepasang matanya terasa agak membasah,
tapi sambil menggigit bibir segera katanya, "Jangan kuatir,
aku tak akan menyusahkan dia, asal luka yang dideritanya
telah membaik, kalian pasti dapat berjumpa kembali."
"Terima kasih nona..."
Suaranya terputus karena menahan sesenggukan, setelah
menghembuskan napas panjang ia baru melanjutkan, "Aku
tinggal di ibu-kota, distrik Thiat-say-cu Oh-tong. Tolong nona
sampaikan alamat ini kepada saudaraku, suruh dia..."
"Aku tahu, pasti akan kusuruh dia pergi mencarimu."
"Aku ingin titip sebuah benda, harap nona sampaikan
kepada saudaraku ini bila ia telah sembuh nanti."
"Barang apa?"
Liong Su membalikkan badan sambil memberi tanda,
seorang piausu segera muncul sambil menuntun seekor kuda
tinggi besar yang berbulu hitam mengkilat.
"Kuda bagus!" tak tahan Ting Jan-coat berseru memuji.

148
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Liong Su tertawa paksa, katanya, "Hanya seorang enghiong


macam saudaraku ini yang pantas menunggang kuda sebagus
ini."
Kini, nada suara Ting Jan-coat juga telah berubah makin
lunak dan halus, tanyanya, "Ooh, jadi kau sengaja
memberinya seekor kuda bagus agar dia lebih cepat datang
menjengukmu?"
"Dia lebih memerlukan kuda itu ketimbang aku, karena dia
masih harus pergi mencari..."
Mendadak dia menghentikan perkataannya karena lamat-
lamat ia sudah dapat merasakan kalau nona Ting ini rasanya
tidak terlalu suka orang lain menyinggung nama "Jian-jian" di
hadapannya.
Benar juga, nada suara Tingjan-coat segera berubah
kembali jadi ketus, dingin dan kaku, katanya, "Aku
membantuny menyembuhkan luka tersebut karena itu
kesenanganku. Asal dia sudah sembuh, mau pergi mencari
siapa pun bukan urusanku!"
Liong Su manggut-manggut, ia segera menjura dalam
dalam memberi hormat, katanya, "Kalau begitu... kuserahkan
saudaraku ini kepada nona."
Dia mengulangi kembali perkataan itu saru kali, setiap kata
diucapkan dengan nada suara yang begitu berat dan tegas,
kemudian setelah membalikkan tubuh, tanpa berpaling lagi dia
berjalan masuk ke dalam rumah penginapan.
Tiba tiba terdengar kuda hitam itu meringkik panjang,
suara ringkikan itu amat memilukan hati, seolah-olah dia tahu
bakal berpisah dengan majikannya.
Liong Su tidak berpaling, tidak melihat lagi, sementara dua
deret air mata telah jatuh berlinang membasahi pipinya...
Siau Lui berbaring lemah di dalam ruang kereta, bahkan
napasnya pun mulai melemah.
Si nona kecil yang berkuncir panjang itu sedang mengawaai
pemuda tersebut dengan matanya yang besar, tiba-tiba
ujarnya sambil tertawa, "Apakah orang ini mempunyai wajah
asli yang tampan?"

149
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ting Jan-coat bersandar kemalas-malasan di sudut kereta.


ia sedang memandang ke luar jendela dengan pandangan
kosong, entah apa yang sedang ia pikirkan.
Sampai lama kemudian ia baru mengangguk.
"Ya, dia memang berwajah sangat menarik!"
"Tapi luka yang dideritanya sangat parah," kata nona kecil
itu lagi sambil mengerutkan dahi. "Selama hidup, belum
pernah kulihat ada orang yang menderita luka sebanyak ini."
"Ini dikarenakan ia selalu senang beradu jiwa demi oiang
lain."
"Kenapa? Apa enaknya beradu jiwa? Kenapa dia begitu
suka beradu jiwa?"
Ting Jan-coat menghela napas panjang.
"Mungkin hanya setan yang tahu kenapa dia begitu,"
sahutnya.
"Nona, kau benar-benar yakin bisa sembuhkan lukanya
itu?" tiba-tiba nona kecil itu bertanya lagi dengan lirih.
"Tidak!"
Nona kecil itu terbelalak matanya lebar-lebar, serunya,
"Apakah luka yang dideritanya itu masih ada harapan untuk
disembuhkan?"
"Tidak"
"Kalau tak ada harapan lagi, kenapa nona membawanya
pulang?" tanya si nona dengan wajah mulai memucat.
Tiba-tiba cadar yang menutupi wajah Ting Jan-coat
bergetar keras, lewat lama kemudian keadaan baru mereda
kembali.
Suasana kembali tercekam dalam keheningan, sampai
lama, lama sekali, dia baru berkata pelan sepatah kata demi
sepatah
"Karena aku ingin melihatnya mati!"
"Melihatnya mati?"
Dengan tangan sebelah dia genggam ujung baju sendiri
kencang-kencang, begitu kencang genggamannya hingga
kuku jarinya pada memutih, bahkan mulai gemetar keras.

150
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengansuara yang ikut gemetar pula dia berkata, "Karena


aku tak rela membiarkan dia mati dalam pelukan orang lain.
Jika harus mati, dia harus mati di hadapanku!"

EMBUN HUJAN
I

Jian-jian menundukkan kepalanya mengawasi sepatu yang


dia kenakan. Sepatu itu muncul dari balik gaun, berwarna
merah muda dengan sebutir mutiara sebesar ujung jari
menghiasi ujung sepatu itu. Gaun itu berwarna kuning
keemas-emasan, di bawah sorot cahaya lentera memancarkan
sinar keemas-emasan yang lembut lagi indah, seindah cahaya
dari mutiara.
Cahaya indah semacam inilah yang selalu membuat
terbelalak mata para gadis di dunia ini.
Berapa orang gadis berbaju katun dengan kepala
tertunduk, tangan terjulai di depan dan bersikap amat
menghormat berdiri berjajar di sampingnya, secara sembunyi-
sembunyi mereka gunakan ujung matanya untuk melirik gadis
tersebut, sorot matanya penuh dengan pancaran rasa kagum
selain iri.
Jian-jian sangat memahami perasaan mereka, karena
mereka masih muda, karena status sosial clirinya dulu juga tak
jauh berbeda dengan mereka.
Tapi dalam waktu sekejap segala sesuatunya telah
berubah, si burung walet yang semula bersarang di bawah
wuwungan rumah, kini telah berubah menjadi burung hong.
Perubahan yang sangat drastis ini bagaikan dalam alam
impian bahkan sebelum ia sadar dari impian tersebut, segala
sesuatunya telah berubah, berubah menjadi seseorang yang
dengan status sosial yang begitu tinggi.

151
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tampaknya untuk membuktikan bahwa kesemuanya ini


bukan mimpi, pelan-pelan dia menggerakkan tangannya untuk
mengambil cawah air teh yang berada di meja.
Tapi sebelum tangannya sempal menyentuh cawan itu, ada
orang segera mengambilkan cawan tadi lalu dipersembahkan
ke hadapannya.
Jangan lagi hanya secawan air teh, dia tahu apapun yang
dia kehendaki sekarang, asal buka suara pasti ada orang yang
segera mempersembahkan ke hadapannya. Kesemuanya ini
bukan bermimpi, semuanya kenyataan.
Namun... entah kenapa, dia lebih suka kesemuanya ini
hanya sebuah impian, dia lebih suka kembali ke masa di mana
impian tersebut belum dimulai
Bulan tiga, di sebuah senja musim semi, hujan yang turun
di musim semi terutama di daerah Kanglam memang selalu
menawan hati. Hujan itu nampak begitu lembut, begitu halus,
seolah olah hanya selapis embun... Embun hujan...
Tanah rerumputan yang terbentang menghijau di kejauhan
sana, di bawah rintikan embun hujan yang begitu lembut
nampak seperti rambut seorang kekasih.
Terbayang kembali ketika ia berlarian di atas tanah
rerumputan, bertelanjang kaki, berlarian sambil menenteng
sepatu, membiarkan rambutnya yang terurai basah oleh air
hujan...
Rintikan air hujan telah membasahi rambutnya, rerumputan
telah menusuk telapak kakinya hingga terasa sakit dan geli,
tapi dia takperduli.
Karena dia ingin bertemu dengan kekasih hatinya, asal
dapat bertemu dengannya, dapat menjatuhkan diri berbaring
dalam pelukannya, apapun yang terjadi ia tak ambil per duli.
Inilah impian yang sesungguhnya, impian yang jauh lebih
indah dari impian sebelumnya. Setiap kali terbayang kembali
kehangatan suasana yang begitu romantis, dia merasa
seakan-akan dirinya jadi mabuk.

152
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Setiap kali teringat orang itu, terbayang sepasang matanya


yang bulat lagi berkilat, hatinya selalu terasa sakit bagaikan
ditusuk dengan beribu-ribu batang jarum.
"Suatu hari nanti, kau pasti akan menyesal!"
Seorang perempuan setengah baya duduk di hadapannya,
sedang mengawasinya dengan wajah sangat ramah, ia seperti
sedang menanti jawabannya.
"Nona, apakah kau telah mengambil keputusan?"
Tiada jawaban.
Dalam genggaman Jian-jian terlihat seikat bunga melati,
bunga itu sudah hancur diremasnya, tiba-tiba dia angkat
kepalanya sambil tertawa, katanya, "Kenapa kau tidak
mengundangnya kemari agar dia bicara sendiri denganku?
Persoalan apa pun yang hendak disampaikan, aku harap dia
bisa memberitahukan sendiri kepadaku."

II
Ouyang Ci dengan pakaian ringkas berwarna hijau,
mengenakan topi caping terbuat dari bambu, melarikan
kudanya sangat kencang. Akhirnya ia berhasil mengejar kereta
kuda berwarna hitam itu.
Kuda hitam milik Liong Su telah diikat orang di belakang
kereta dengan seutas tali panjang.
Kuda jempolan yangsudah lama ikut malang-melintang
dalam sungai telaga ini tampaknya dapat memahami perasaan
majikannya, ia sama sekalitidakmerasa tersinggung karena
harus mengintil di belakang sebuah kereta yang ditarik kuda
lain.
Melihat kesemuanya ini, Ouyang Ci menghela napas
panjang.
Dia paham, demi manusia macam Siau Lui, dia rela dan
merasa berharga untuk melakukan pekerjaan dan perbuatan
macam apa pun.
"Buntuti kereta itu, selidiki di mana tempat tinggal mereka!"

153
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kau masih kuatir?"


"Aku tahu, jika nona Ting berniat mencelakai Siau Lui, ia
sudah turun tangan sejak tadi..."
"Lalu, kenapa kau biarkan dia membawa pergi Siau Lui?"
"Aku hanya bisa berbuat begitu. Asal dia dapat sembuhkan
luka Siau Lui, jangan lagi soal lain, semisalnya dia
menghendaki batok kepalaku pun aku pasti kabulkan!"
Ouyang Ci menggigit bibir kencang-kencang, berusaha
keras mengendalikan diri. Dia takut air matanya tak
berbendung sehingga meleleh keluar.
Lelaki kekar yang membawa kereta telah turun dari kereta
kudanya, dia sedang minum teh, sedang orang yang berada
dalam kereta itu tak ada yang keluar. Karena itulah Ouyang Ci
menghentikan langkahnya di kejauhan.
Walaupun saat ini tak ada orang yang mengenalinya,
namun dia tetap harus bertindak dengan sangat berhati-hati.
"Kau harus bertindak sangat hati-hati, kelihatannya nona
Ting itu bukan manusia sembarangan. Walau sudah puluhan
tahun aku berkelana dalam sungai telaga, namun bukan saja
tak kuketahui asal-usulnya, bahkan aliran ilmu silat yang
dimiliki pun tidak kukenal."
"Aku mengerti!"
"Kedatangannya menolong Siau Lui pasti bukan
dikarenakan ingin menyenangkan diri. Dia pasti datang
dengan maksud tujuan tertentu, sebelum tahu apa maksud
tujuannya serta asal usulnya, mana kubisa lega?"
"Aku mengerti."
Tentu saja ia sangat paham dengan maksud Liong Su, tapi
ia sendiri juga tak habis mengerti apa tujuan nona itu datang
menolong Siau Lui
Lelaki kekar kusir kereta kuda itu telah menghabiskan tiga
mangkuk besar air teh, kemudian dia pun menghabiskan
setumpuk makanan yang dihidangkan di tenda tersebut.
Setelah itu ternyata ia mencari sebuah pohon besar,
merebahkan diri dan angkat kakinya bersantai...

154
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Melihat semua tindak-tanduknya Ouyang Ci semakin curiga,


ia merasa ada sesuatu yang tak beres. Dengan tabiat Ting
Jan-coat yang begitu keras, mana mungkin ia biarkan kusirnya
makan-minum seenak sendiri di luaran? Apalagi di dalam
kereta masih berbaring seseorang yang sedang terluka parah.
Ouyang Ci mencoba untuk menahan diri. Setengah harian
telah lewat, namun lelaki kekar itu belum juga berangkat,
bahkan dia mulai minum lagi tiga mangkuk air teh, bahkan kali
ini dia segera merebahkan diri di bawah pohon, menutupi
wajahnya dengan topi dan mulai tidur.
Satu kejadian yang sama sekali tak masuk akal. Ouyang Ci
dengan wataknya yang berangasan dan tak sabaran, kini tak
bisa mengendalikan diri lagi. Ia segera cemplak kudanya
mendekati kereta kuda itu, melongok ke dalam jendela kereta
dan... ternyata kereta itu kosong melompong! Ke mana
perginya orang-orang itu?
Ouyang Ci semakin gelisah, cepat dia loncat turun dari
kudanya dan menyerbu ke depan lelaki kekar tadi. Dengan
satu cengkeraman kilat dia cengkeram ujung baju lelaki itu
kemudian mengangkatnya ke atas.
Lelaki kekar itu mencoba memberikan perlawanan, tapi
sayang tubuhnya keburu terangkat keudara, semua
kekuatannya untuk melawan seketika sirna.
Sekalipun lebih dungu, ia juga tahu bahwa lelaki yang
berdandan sederhana ini bukan seorang manusia biasa.
"Ke mana orangnya?" hardik Ouyang Ci dengan mata
melotot.
"Si... Siapa?"
"Orang di dalam kereta!"
"Maksudmu kedua orang nona itu?"
"Dan seorang pemuda yang sakit parah!"
"Mereka menukar kereta ini dengan kereta milikku.
Kemudian dengan memakai keretaku mereka segera
berangkat melanjutkan perjalanan."
"Apa kau bilang?"

155
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sebetulnya kereta milikku tadi sudah bobrok dan kuno,


tapi nona itu memaksa untuk menukarnya dengan kereta
miliknya. Bahkan ditambah dengan kuda jempolan yang
terikat di belakangnya"
"Kentutmu!" teriak Ouyang Ci gusar. "Tak bakal ada
kejadian seenak ini!"
"Aku sendiri juga tak paham kenapa ada kejadian seenak
ini. Tapi kenyataannya hal ini memang terjadi, jika aku berani
berbohong biar tubuhku hangus disambar halilintar..."
Orang itu berwajah polos dan jujur, kelihatannya memang
bukan orang yang terbiasa berbohong.
Ouyang Ci termasuk seorang jagoan yang banyak
pengalaman dalam dunia persilatan, ia tahu orang itu tidak
bohong. Setelah menghentakkan kakinya ke tanah dengan
perasaan gemas, tanyanya lagi, "Di mana kalian saling tukar
kereta?"
"Di persimpangan jalan depan sana."
"Maksudmu pertigaan jalan itu?"
"Ya, benar. Di situ"
"Kau tahu arah jalan mana yang mereka ambil?"
"Waktu itu aku bingung bercampur girang tidak menyangka
aku bakal dapat keuntungan sebesar ini. Lantaran kuatir
mereka berubah pikiran maka begitu selesai bertukar kereta,
cepat-cepat aku ngeloyor pergi. Jadi... aku tidak perhatikan
dengan jelas."
Perkataan itu memang jujur dan masuk di akal. Barang
siapa berhasil mendapatkan keberuntungan sebesar ini, dia
pasti akan segera menyingkir secepatnya.
"Macam apa kereta kuda itu?" kembali Ouyang Ci bertanya.
"Sebuah kereta yang sudah bobrok, pintu kereta tertutup
dengan sebuah tirai berwarna biru. di atas kain biru itu masih
tertera merek dagangku."
"Apa merek dagangmu?"
"Semua temanku memanggil aku si Ayam jago, maka
lambang yang kugunakan adalah seekor ayam jago."

156
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Baik, kalau begitu aku akan memberi sedikit keuntungan


juga kepadamu, aku ingin bertukar kuda denganmu."
Tidak menunggu orang lain setuju atau tidak, cepat-cepat
dia lepaskan tali pengikat kuda hitam yang berada dibelakang
kereta, lalu melarikan kuda itu cepat cepat meninggalkan
tempat tersebut.
Lama sekali lelaki kekar itu tertegun, akhirnya sambil
memungut tali kuda yang tertinggal, gumamnya, "Waah, kali
ini aku rugi... Rugi besar!"
Memang perkataan itu sangat tepat. Kuda yang semula
ditunggangi Ouyang Ci meski termasuk kuda jempolan juga,
tapi masih ketinggalan jauh bila dibandingkan dengan kuda
berwarna hitam itu.
Tapi entah kenapa, walaupun orang ini telah menderita
kerugian besar, namun senyuman bangga justru tersungging
di ujung bibirnya.
Ouyang Ci tidak berhasil menemukan kereta bobrok itu.
Ketika tiba di pertigaan jalan itu, mendadak kuda hitam
tunggangannya terjerembab roboh ke tanah hingga membuat
tubuhnya ikut terlempar ke depan. Coba kalau bukan
pengalamannya menunggang kuda sangat mahir, mungkin ia
sudah jatuh terjungkal ke tanah.
Ouyang Ci sangat heran, kenapa kuda jempolan yang
sudah banyak pengalaman dalam pertempuran ini bisa tiba-
tiba terjerembab?
Menunggu dia telah bangkit berdiri dan menghampiri kuda
tersebut, tampaklah kuda hitam itu sudah roboh ke tanah,
buih putih meleleh keluar dari mulutnya.
Ouyang Ci merasa tangan dan kakinya jadi dingin
membeku, belum sempat ia mendekat, kembali kuda itu
meringkik panjang, lalu keempat kakinya mengejang keras,
buih putih yang keluar dari mulurnya tiba-tiba berubah jadi
hitam keungu-unguan, lalu setelah mengejang sesaat kuda itu
mati kaku.

157
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kuda jempolan yang sudah banyak tahun malang-


melintang dalam dunia persilatan ini, kini mati di pinggir jalan
bagaikan seekor anjing gelandangan.
Pekikan panjang yang memilukan hati itu seolah-olah ingin
memberitahu kepada Ouyang Ci akan sebuah rahasia. Sayang
dia hanya seekor kuda, ia tak mampu membongkar kelicikan
serta kekejian yang dilakukan manusia, hanya air mata
sempat bercucuran dari matanya.
Ouyang Ci benar-benar terkesiap. Kalau bisa, ingin sekali ia
temukan dengan segera perempuan yang lebih keji daripada
ular berbisa itu.
Tapi ia benar-benar gagal menemukan perempuan itu,
bahkan lelaki kekar yang kelihatan polos dan jujur itupun
secara tiba-tiba lenyap begitu saja dari muka bumi.
Liong Su belum tidur, matanya kelihatan memerah. Begitu
mendengar suara langkah dari Ouyang Ci, buru-buru ia
melompat turun dari ranjangnya sambil berseru, "Bagaimana?
Sudah kau temukan alamat mereka?"
"Belum!" jawab Ouyang Ci dengan kepala tertunduk.
"Kenapa bisa belum?"
Ouyang Ci menunduk semakin rendah, katanya, "Mereka
berhasil membongkar kedokku, Nona Ting telah suruh orang
menyuruhku menghadap, dia minta aku sampaikan kepadamu,
dia pasti dapat sembuhkan luka Siau Lui, tapi kita dilarang
mencarinya lagi, kalau tidak... kalau tidak ia tak mau
mencampuri urusan ini lagi."
Ketika mengucapkan perkataan tersebut, perasaan hatinya
terasa bagai ditusuk dengan beribu-ribu jarum. Baru pertama
kali ini dalam hidupnya ia berbohong, apalagi berbohong di
hadapan Liong Su. Tapi dia mau tak mau harus berbohong.
Liong Su sudah tua, bahkan sudah sangat lelah, dia sudah tak
mampu lagi menerima pukulan bathin yang lebih berat.
Seandainya dia mengetahui kejadian yang sebenarnya,
mungkin ia akan segera muntah darah dan sakit parah.
Kadangkala berbohong pun membawa niat baik, hanya saja
dalam keadan semacam ini, kadangkala perasaan hati orang

158
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yang sedang berbohong jauh lebih tertekan, jauh lebih


menderita ketimbang orang yang sedang dibohongi.
Liong Su menghela napas panjang, katanya, "Dia bilang
pasti dapat sembuhkan luka yang diderita Siau Lui?"
Ouyang Ci manggut-manggut, dia tak berani bentrok
pandangan mata dengan pandangan Liong Su.
"Hai, entah dia bisa tidak merawat baik-baik... ku... kudaku
itu?"
"Dia pasti bisa!"
Kalau tidak sekuat tenaga berusaha mengendalikan gejolak
emosinya, mungkin dia sudah berteriak dan menangis
tersedu-sedu.
Hanya dia seorang yang tahu kuda itu sudah mati, sedang
Siau Lui juga mungkin tak punya harapan lagi.
Terhadap seekor kuda pun perempuan kejam itu sanggup
tunin tangan sekeji ini, apalagi terhadap seorang manusia...
Tapi, mengapa dia harusberbuat begini? Kalau ingin
membunuh Siau Lui, seharusnya dia sudah memperoleh
kesempatan dalam ruangan itu, lagipula kondisi Siau Lui sudah
begitu parah, sesungguhnya tak perlu baginya untuk repot
repot turun tangan sendiri.
Ouyang Ci mengepal tinjunya kencang-kencang, ia benar-
benar tak paham dengan perasaan seorang wanita... yaa,
siapa yang bisa paham?

III
Tempat ini adalah sebuah lembah bukit, air yang jernih
mengalir turun dari sebuah air terjun membuat panorama
alam di sekeliling tempat itu kelihatan sangat indah.
Aneka bebungaan tumbuh subur di kaki bukit, mengelilingi
tiga-lima bilik rumah kedi yang dikelilingi dinding merah.
Seorang nona kecil berkuncir sedang membawa sebuah botol
berisi air berjalan masuk ke dalam halaman.

159
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ting-ting... Ting-ting.. .mana airnya?" kedengaran


seseorang berteriak dari dalam rumah.
"Airnya sudah datang," sahut Ting-ting sambil berlari
masuk, sepasang kuncirnya yang hitam bergerak kian-kemari
memainkan sepasang pita merah yang menghiasi ujung kuncir
itu.
Siau Lui sudah cuci muka.
Dengan memakai selembar kapas yang dibasahi air, Ting-
ting membasuh noda kotoran dan noda darah yang menempel
di wajah pemuda itu, kemudian setelah menghela napas
panjang katanya, "Orang ini memang benar-benar menawan
hati!"
Kain cadar yang dikenakan Ting Jan-coat sudah
ditanggalkan waktu itu. Dia kelihatan sangat murung dan
kucai wajahnya, mendengar perkataan tadi segera
sambungnya dengan dingin, "Kalau dia sudah mati, pasti akan
lebih menawan hati!"
"Menurutmu... menurutmu dia bakal mati?" tanya Ting-ting
sambil membelalakkan matanya.
Ting Jan-coat tidak menjawab, tapi dari balik sorot matanya
terpancar sinar kekuatiran, mungkin baru pertama kali ini
dalam hidupnya ia tunjukkan perasaan kuatir terhadap orang
lain.
Ting-ting menghela napas panjang.
"Aku sangat berharap lelaki ini tidak mati, dia sangat serasi
bila mendampingi nona."
Ting Jan-coat menggigit bibir sambil mengawasi Siau Lui
tanpa berkedip. Dia seperti terpesona dibuatnya, dia tak tahu
haruskah merasa murung? Atau gembira?
Siau Lui masih berbaring di atas pembaringan dengan
perasaan tak tenang, seakan-akan ada sepasang tangan iblis
yang tak kelihatan sedang mencekik lehernya
Napasnya yang semula lemah tiba-tiba berubah jadi cepat,
dengan napas tersengal-sengal teriaknya berulangkali, "Jian-
jian... Jian-jian... kau ada di mana?"

160
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Paras muka Ting Jan-coat segera berubah hebat, sebentar


memucat sebentar menghijau.
Ting-ting juga mengerutkan dahinya sambil bergumam,
"Siapa itu Jian-jian? Kenapa ia selalu memanggil namanya?"
Ting Jan-coat hanya melototi wajah Siau Lui tanpa
berkedip, dia seakan akan tidak mendengar apa yang
digumamkan nona kecil berkuncir itu.
"Jian-jian... Jian-jian..." Deru napas Siau Lui makin lama
semakin rendah, sekulum senyuman tersungging di ujung
bibirnya, dia seolah-olah telah bertemu dengan Jian-jian
dalam mimpinya.
Tiba tiba Ting Jan-coat menerjang ke muka lalu mela-
yangkan tangannya menggam-par wajah pucat itu keras-
keras, umpatnya, "Jian-jian sudah lama melupakan kau,
kenapa kau mesti berteriak terus memanggil namanya? Jika
kau berani memanggil namanya sekali lagi, aku... aku... Aku
akan membunuhmu!"
Bekas lima jari tangan yang merah membengkak tertinggal
di wajah Siau Lui yang pucat pias, tapi pemuda itu tidak
merasakan apa-apa.
Ting-ting tertegun saking kagetnya, jeritnya tertahan,
"Nona... dia sudah hampir mati, kau... kenapa kau masih
menamparnya juga?"
"Aku senang," sahut Ting Jan-coat sambil menggigit bibir.
"Siapa yang ingin kupukul akan segera kupukul.. .jika ia berani
memanggil nama anjing betina itu sekali lagi, akan kucincang
tubuhnya hingga hancur berkeping-keping!"
Siapapun yang sempat melihat mimik wajahnya saat ini
pasti tahu, ia bisa berkata bisa pula melaksanakan.
Sayang Siau Lui tidak dapat melihat, ia masih saja
memanggil,
"Jian-jian... Jian-jian..."
Pucat pias wajah Ting-ting saking kaget dan takutnya,
seluruh badan Ting Jan-coat juga nampak gemetar keras,
tiba-tiba tangannya merogoh ke arah pinggang dan mencabut
keluar sebilah golok melengkung dari sarungnya.

161
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Jangan nona!" teriak Ting-ting ketakutan. 'Jangan kau


lakukan itu... Aku mohon... Nona... jangan kau iris daging
tubuhnya..."
Ting Jan-coat menggenggam gagang goloknya makin
kencang, ia sama sekali tak ambil perduli teriakan nona kecil
itu, tiba-tiba goloknya diayunkan ke depan dan langsung
menusuk kebahu Siau Lui.
Tubuh Siau Lui yang semula berbaring di atas pembaringan
segera meronta bangun, sambil membuka matanya lebar-lebar
dia melotot sekejap ke arah gadis itu, tapi ia segera tak
sadarkan diri lagi.
Pelan-pelan Ting Jan-coat mencabut keluar goloknya,
mengawasi darah yang meleleh keluar melalui ujung goloknya,
dua deret air mata jatuh berlinang membasahi pipinya
"Kenapa kau memanggil namanya terus-menerus? Kenapa
kau tidak bertanya siapa namaku?"
Perasaan hatinya juga seperti diiris-iris dengan golok tajam.
Saking sedih bercampur sakit hati, mendadak goloknya dibalik
kemudian langsung ditusukkan ke atas bahu sendiri.
Seluruh tubuh Ting-ting ikut gemetar keras, air mata telah
membasahi seluruh wajahnya, dengan terisak katanya,
"Sekarang aku mengerti... Liong Su hadiahkan kudanya karena
dia ingin dia menunggang kuda itu pergi mencari Jian-jian,
maka kuda itupun kau bunuh... kau memang tak pernah ingin
dia hidup kembali!"
"Tutup mulut!" hardik Tingjan-coat sambil mencak-mencak
kegusaran. "Kau tak perlu mencampuri urusanku, cepat pergi
dari sini!"
"Baik, aku pergi, tapi nona... kenapa kau harus menyiksa
orang lain? Kenapa kau juga menyiksa diri sendiri?"
"Karena aku senang... karena aku senang... aku senang..."
jerit Ting Jan-coat sewot.
Ting-ting tertunduk lesu, dengan air mata masih berlinang
pelan-pelan ia tinggalkan ruangan itu, tapi belum sampai di
luar pintu, ia sudah mendengar suara isak-tangis dari gadis
tersebut.

162
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ting Jan-coat tidak mendengar suara isak-tangis sendiri,


sepasang matanya masih mengawasi golok dalam
genggamannya dengan termangu, di ujung golok masih
ternoda darahnya, juga darah pemuda itu.
Darah pemuda itu telah mengalir masuk ke dalam mulut
lukanya. Ia mulai menggerakkan tangannya membelai mulut
luka sendiri, makin dibelai makin keras dan makin bertenaga.
Rasa sakit yang bukan kepalang membuat seluruh
tubuhnya gemetar keras, keringat dingin mulai bercucuran
membasahi sekujur badan, tapi sorot matanya justru semakin
bersinar, begitu terang sinarnya bagaikan api yang sedang
membara...
Inikah yang dinamakan benci? Atau cinta? Mungkin ia
sendiri juga tak tahu, tidak jelas... yaaa, siapa yang bisa
membedakannya dalam keadaan seperti ini?
Kegelapan malam mulai menyelimuti seluruh jagad, duduk
di ujung pembaringan Ting Jan-coat mulai terkantuk-kantuk,
matanya terasa berat sekali, kepalanya juga mulai lunglai.
Berapa hari belakangan, ia memangtak pernah bisa
beristirahat dengan tenang.
Selama ini dia mengejar terus tiada hentinya, mencari,
menyelidiki, harus menahan siksaan rasa sakit yang
ditimbulkan dari pergelangan tangannya yang patah, menahan
rasa letih, rasa kesepian yang mendalam...
Untuk siapa yang melakukan semuanya ini? Ia benar-benar
tak habis mengerti, kenapa ia rela berbuat semuanya ini demi
seorang lelaki yang masih asing baginya, bagi seorang lelaki
yang telah mematahkan pergelangan tangannya, bagi putra
musuh besarnya yang begitu dicintai juga begitu dibenci
olehnya.
Tapi, bagaimana pun juga pada akhirnya ia sudah berada di
sisinya. Sekalipun pemuda itu harus mati, dia tak rela ia mati
dalam pelukan orang lain.
Ting Jan-coat tertunduk lemah, rasa mengantuk yang amat
sangat membuat ia tak tahan untuk pejamkan matanya...

163
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Jian-jian... Jian-jian..." Tiba tiba Siau Lui meronta


kembali,mulai berteriak keras.
Ting Jan-coat mendusin dari rasa mengantuknya dengan
perasaan terperanjat, ia meloncat bangun, tubuhnya gemetar
keras.
Paras muka Siau Lui yang pucat pias kembali berubah jadi
merah membara, panas tinggi mulai merasuk sekujur
badannya, kini kesadarannya sudah hilang, pikirannya sudah
kalut...
Dengan mata yang melotot besar kemerah-merahan dia
awasi bayangan manusia yang berdiri di ujung pembaringan
tanpa berkedip, mendadak teriaknya keras, "Jian-jian, kau
telah kembali, aku tahu kau pasti akan kembali!"
Ting Jan-coat menggertak gigi menahan emosi, dengan
penuh rasa gusar ia menerjang ke depan dan mencoba
menamparnya
Pada saat itulah tiba-tiba Siau Lui menarik tangannya kuat-
kuat.
Entah darimana munculnya kekuatan yang begitu besar,
tarikan itu sangat kencang, sangat kuat...
Belum sempat gadis itu meronta untuk melepaskan diri,
tahu-tahu badannya sudah tertarik hingga jatuh ke dalam
pelukannya.
Sambil memeluk kencang tubuh gadis itu, Siau Lui masih
saja berteriak keras, "Jian-jian... Kau jangan harap bisa pergi
lagi, kali ini aku tak akan membiarkan kau pergi dari sisiku."
"Lepaskan aku!" teriak Ting jan-coat sambil menggigit
lengan pemuda itu. "Jian-jian sudah mampus, jangan harap
kau bisa bertemu lagi dengannya!"
"Tidak, kau belum mati... kau tak bakal mati... asal kau
mau balik kemari, aku pasti tak akan biarkan kau mati."
Mulut lukanya kembali mengucurkan darah segar, tapi dia
seperti tidak merasakan, malahan pelukannya makin kencang.
Ting Jan-coat ingin mendorong tubuhnya, ingin melepaskan
diri dari pelukan itu, tapi... belum pernah ia dipeluk seperti ini

164
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

olehnya, belum pernah ada orang pernah memeluknya seperti


ini.
Tiba-tiba saja semua kekuatan di dalam tubuhnya hilang
lenyap tak berbekas, ia menggigit bibir kuat-kuat,
memejamkan matanya dan tak tahan mulai menangis tersedu-
sedu.
Air mata mengalir melalui bahunya bercampur dengan
darah pemuda itu, menetes masuk ke dalam mulut lukanya.
Sambil menangis tersedu-sedu, gumamnya, "Benar... aku
adalah Jian-jian... Aku telah kembali... kau... kenapa kau tidak
memelukku lebih kencang... ?"
Seseorang, bila dirinya sendiripun sudah tak ingin hidup
lebih lanjut, tak akan ada orang lain yang bisa menyelamatkan
jiwanya.
Di dunia ini pun tak akan ada obat yang jauh lebih manjur
daripada keinginan seseorang untuk meneruskan hidupnya.
Bila kau paham dengan teori ini, maka kau pun akan
mengerti mengapa Siau Lui tidak sampai mati.

IV
Siau Lui tidak mati, kejadian ini benar-benar merupakan
satu kemukjijatan, tapi... kemukjijatan tidak sering bisa terjadi
di dunia ini.
Selama umat manusia masih memiliki rasa percaya diri,
masihada niat, masih ada keberanian, kemukjijatan masih
seringkali akan bermunculan.
Ketika panas tubuhnya mulai mereda, pemuda itu mulai
mendusin dan sadar kembali, tapi hanya di saat sadar itulah
perasaan pedih dan sedih akan mulai dirasakan, hanya orang
yang pernah mengalami penderitaan yang akan mengerti teori
ini.
Siau Lui membuka matanya, memandang ruangan itu
dengan termangu-mangu, dari sudut ruangan sini ia
memandang hingga sudut ruangan yang lain.

165
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Garis memerah sudah tak nampak di matanya, yang tersisa


hanya penderitaan. Jian-jian ada di mana? Siapa bilang Jian-
jian telah kembali?
Suara langkah kaki manusia bergema dari luar pintu kamar,
Ting Jan-coat dengan membawa sebuah guci air berjalan
masuk ke dalam ruangan itu.
Melihat kemunculan gadis tersebut, Siau Lui segera berseru
kaget, "Rupanya kau? Kau... kenapa kau bisa berada di sini?"
Biarpun suaranya masih lemah namun sama sekali tidak
mengandung nada persahabatan.
Ting Jan-coat merasa hatinya seolah-olah tenggelam ke
dasar samudra luas, ia segera menarik wajahnya, bahkan
langkah kakinya pun kedengaran makin berat.
Ia membalikkan badan sambil meletakkan guci air itu ke
atas meja dekat jendela, kemudian sahutnya ketus, "Ini
rumahku, kenapa aku tak boleh kemari?"
"Ini rumahmu?" seru Siau Lui makin tercengang. "Kenapa
aku bisa sampai di sini?"
"Kau tidak ingat?" Kembali tangannya meremas ujung
bajunya kuat-kuat, begitu kuat remasan tersebut hingga kuku
jarinya nampak memutih.
Siau Lui miringkan kepalanya seperti berpikir, ia segera
menangkap bahunya yang penuh noda darah... Yaaa... banjir
darah.
Jalan perbukitan yang sempit dengan dinding karang
disekitarnya... Kakek yang memainkan senjata payungnya
dengan gencar, pecut panjang yang menyambar bagai
patukan ular berbisa... kampak raksasa yang membelah di
atas tubuh manusia... pedang yang menembusi tulang
bahunya... Dalam waktu singkat semua bayangan itu muncul
kembali dalam benaknya.
Tiba-tiba Ting Jan-coat membalikkan badannya, lalu sambil
memandangnya lekat-lekat ia bertanya lagi, "Sudah teringat
kembali?"
Siau Lui menghela napas panjang dan tertawa getir.
"Aku lebih suka melupakan semua itu untuk selamanya."

166
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

'Tapi apa yang harus teringat terus tak akan kau lupakan
bukan?" dari balik mata Ting Jan-coat terpancar keluar sinar
kesedihan dan kemurungan yang mendalam.
"Di mana Liong Su?" tiba tiba Siau Lui bertanya.
"Liong Su yang mana?"
"Liong Kong, Liong Su!"
"Aku tidak kenal orang itu."
"Kau tak pernah bertemu dengannya?"
"Aku tidak kenal dengan orang itu."
"Tapi... sewaktu aku tak sadarkan diri, ia masih berdiri di
depanku," ujar Siau Lui sambil berkerut kening.
"Tapi ketika kutemukan dirimu tadi, kau hanya sendirian."
"Kau temukan aku di mana?"
"Di balik tumpukan mayat, ada orang sedang bersiap-siap
memberesi mayat kalian."
"Siapa orang itu? Bukan Liong Su?"
"Bukan!"
"Aneh" gumam Siau Lui, keningnya makin berkerut, "masa
dia pergi begitu saja?"
"Kenapa tidak pergi?" Ting Jan-coat tertawa dingin. "Orang
yang telah mampus tak mungkin bisa mewakilinya berkelahi,
tak bisa adu nyawa buatnya, apa gunanya lagi buat dia?"
Siau Lui tidak berkata, ia bungkam dalam seribu bahasa.
Ting Jan-coat mengawasi wajahnya dengan pandangan
tajam, agaknya dia ingin sekali melihat pemuda itu
menampilkan perasaan kecewa dan gusarnya.
Tapi sayang mimik wajah Siau Lui tidak menunjukkan
perubahan perasaan apa pun, katanya hambar, "Dia sudah
tidak berhutang kepadaku, akupun sudah tidak berhutang
kepadanya, dia memang seharusnya pergi dari situ."
"Kelihatannya temanmu tidak banyak," ejek Ting Jan-coat
dingin.
"Yaa, memang tak banyak!"
'Tapi kenyataannya kau masih bisa hidup hingga kini, suatu
perjuangan yang tak gampang..."

167
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Mungkin karena ingin mati pun bukan satu pekerjaan yang


mudah," jawab Siau Lui hambar.
Berkilat sepasang mata Ting Jan-coat, tiba-tiba tanyanya,
"Apakah aku berhutang kepadamu?"
"Tidak!"
"Dan kau berhutang kepadaku?"
"Yaaa, hutang dua kalL"
"Dengan cara apa kau hendak membayar hutang itu
kepadaku?"
"Katakan saja."
"Sejak dulu aku telah berkata, nyawa yang dimiliki manusia
macam kau sama sekali tak ada harganya, bahkan kau
sendiripun tidak pandang serius. Buat apa aku
mengambilnya?"
"Kau memang pernah berkata begitu, karenanya kali ini kau
tak perlu mengulangi lagi perkataan tersebut."
Pelan-pelan ia membalikkan tubuhnya, dari dalam guci air
dia menuangnya sedikit ke dalam baskom kayu.
Siau Lui tidak memandang ke arahnya, sejak masuk hingga
sekarang tampaknya dia hanya memandangnya sekejap,
sekarang sorot matanya sedang memandang ke arah pintu
ruangan.
Rupanya secara tiba-tiba ia menemukan ada seorang nona
kecil yang rambutnya dikepang sedang bersembunyi di luar
pintu sambil mengintip ke arahnya dengan sembunyi-
sembunyi, wajahnya menampilkan suatu perasaan yang
sangat aneh.
Ketika mengetahui Siau Lui sedang mengawasinya, tiba-
tiba nona kecil itu mengerdipkan matanya memberi tanda.
Siau Lui pun balas mengerdipkan matanya - menjawab tanda
itu.
Sejak pandangan pertama dia sudah merasakan bahwa
nona kecil itu bukan saja berwajah menarik, lagipula sikapnya
sangat bersahabat.
Memang tak banyak orang yang benar-benar menunjukkan
sikap bersahabat kepadanya selama ini.

168
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Gadis cilik itu sedang menutupi bibirnya sambil sembunyi-


sembunyi tertawa geli.
Siau Lui menggapai memintanya untuk masuk ke dalam
ruangan, tapi secara sembunyi-sembunyi nona cilik itu
menuding ke arah punggung Ting Jan-coat lalu membuat
muka setan.
"Ting-ting!" mendadak Ting Jan-coat menghardik. "Lagi
apaan kamu di luar sana?"
Ting-ting terperanjat hingga wajahnya berubah memucat,
sahutnya agak tergagap, "Aku... tidak... Aku tidak apa apa..."
Obat yang berada dalam baskom air itu berwarna hitam
pekat, bentuknya mirip lumpur yang kotor namun
menampilkan bau harum yang semerbak.
Ting-ting memegangi baskom kayu itu erat-erat, matanya
memancarkan rasa takut dan ngeri yang amat sangat ketika
melihat campuran obat itu, bahkan sepasang tangannya
gemetar keras.
"Apa yang kau takuti?" tegur Siau Lui.
"Takut kau," jawab Ting-ting sambil menggigit bibir.
"Takut aku? Memangnya aku menyeramkan?"
Pandangan mata Ting-ting tak lagi berani memandang ke
arahnya, sahurnya, "Aku... belum pernah aku melihat orang
dengan luka bacokan sebanyak ini."
Malam... udara di malam hari selalu lebih dingin dan
nyaman ketimbang siang hari, namun Siau Lui merasa
kepanasan.
Ia mencoba meraba wajah sendiri, lagi-lagi suhu badannya
meningkat. Padahal ketika baru mendusin tadi, ia merasa
kondisi tubuhnya jauh lebih sehat dan segar, malah bisa
bicara banyak.
Ia bisa membayangkan, selama dirinya tidak sadarkan diri,
Ting Jan-coat pasti merawatnya dengan sangat baik, malahan
dia masih dapat merasakan bau obat-obatan dan kuah jinsom
yang masih tersisa dalam mulutnya
Tapi sekarang, ia merasa sekujur badannya makin tak
enak, semakin tersiksa rasanya, terutama dari mulut luka yang

169
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ada di sekujur badannya, saat ini seperti digigit oleh beribu-


ribu ekor nyamuk, selain sakit juga gatal sekali, kalau bisa dia
ingin menggaruk sepuasnya.
Ting jan-coat tidak berada dalam kamar, juga tak
kedengaran suaranya.
Perempuan yang dingin kaku, angkuh dan sendirian ini
memang amat kesepian, apakah dia pun seringkali menangis
secara diam-diam?
Siau Lui sangat memahami perasaan gadis ini, tapi dia
menampik untuk memahaminya, dia tak ingin memahaminya.
Dalam hati kecilnya dia pun merasa sangat berterima-kasih,
tapi menampik untuk mengakui. Mengapa ia selalu menampik
begitu banyak masalah yang menyangkut gadis itu?
Tiba-tiba pintu kamar dibuka orang pelan-pelan. Siau Lui
mengawasinya, tapi ia tak bergerak, tidak bersuara bahkan
kerlingan matanya pun sama sekali tidak bergerak. Sekalipun
ada harimau lapar yangsecara tiba-tiba menerkam ke dalam
ruangan, mimik mukanya sama sekali tak akan berubah.
Yang masuk ke dalam kamar bukan harimau kelaparan, dia
adalah seorang gadis cilik, Ting-ting.
Wajahnya kelihatan sangat tegang, begitu masuk ke dalam
kamar, cepat-cepat ia rapatkan kembali pintu itu,
memadamkan lampu lentera tapi membuka lebar daun jendela
dalam ruangan.
Cahaya bintang memancar masuk dari balik jendela,
menyinari wajahnya, dia nampak sangat tegang hingga
bibirnya pun kelihatan gemetar keras.
"Silahkan duduk," tiba-tiba Siau Lui berkata.
Ting-ting terkesiap, saking kagetnya kedua belah kakinya
jadi lemas dan nyaris jatuh terperosok ke lantai.
"Apa yang kau takuti?" kembali Siau Lui menegur sambil
tertawa.
Tiba-tiba Ting-ting melompat ke muka, mendekam
mulutnya lalu sambil menempelkan bibirnya di tepi telinga
pemuda itu, bisiknya, "Ssst, perlahan sedikit kalau bicara,
kalau tidak, nyawa kita berdua bakal melayang!"

170
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Seserius itu?"
"Ehm!"
"Urusan apa begitu serius?"
"Apakah kau masih bisa berdiri, masih bisa bergerak?"
"Mungkin!"
'Jika kau masih mampu berdiri, cepatlah pergi dari sini!"
"Pergi dari sini malam ini juga?"
"Yaaa, sekarang juga kau harus pergi!"
"Kenapa harus buru-buru?"
"Sebab jika kau tak pergi malam ini, maka selama hidup
jangan harap bisa pergi dari sini!"
"Kenapa?"
"Kau tahu tidak, obat apa yang telah ia gunakan untuk
mengobati lukamu hari ini?"
"Entahlah, tapi baunya harum sekali."
"Obat racun itu kalau tidak manis tentu harum baunya,
kalau tidak, mana ada orang yang mau menggunakannya?"
Jangan dilihat nona ini masih kecil, ternyata banyak sekali
urusan yang dipahami dan diketahui olehnya.
"Jadi itu racun?"
"Yaa, racun itu bernama rumput mata cangkul, bila lubang
luka yang ada di tubuhmu dipolesi sedikit saja dengan obat
ini, maka tak sampai lima hari akan mulai membusuk hingga
muncul sebuah lubang besar, bentuk lubang itu persis seperti
tanah yang dicangkul dengan mata cangkul!"
Tiba-tiba Siau Lui merasa tangan maupun dadanya berubah
jadi sangat dingin, bisiknya sambil tertawa getir, "Tak heran
kalau sekarang aku sudah mulai merasa tak beres."
"Siang tadi kau bertanya kepadaku, kenapa takut, yang
kutakuti adalah rumput itu tapi aku... aku tak berani
bersuara."
"Dia telah selamatkan jiwaku, telah mengobati lukaku
hingga sembuh, kenapa sekarang ingin mencelakai aku?"
"Karena dia tahu, begitu lukamu sembuh maka kau segera
akan pergi dari sini."

171
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Setelah menggigit bibir, dengan suara yang lebih lirih


lanjutnya, "Bila mulut lukamu mulai membusuk, dia baru
punya kesempatan untuk merawatmu, bila kau semaput lagi,
dia baru punya peluang untuk tinggal di sampingmu Meskipun
d ia sangat tidak berharap kau mati, tapi dia pun tidak
berharap lukamu segera sembuh."
Dengan termangu-mangu Siau Lui mengawasi dinding
kamar di hadapannya, perasaan harinya yang terpancar dari
balik matanya pun kelihatan sangat aneh.
Tiba-tiba Ting-ting berkata lagi, Ia berbuat begitu tentu
saja karena dia sangat menyukaimu, tapi bagaimanapun juga
kau harus pergi dari sini, kalau tidak... Cepat atau lambat kau
akan mati membusuk di atas pembaringan ini, membusuk
persis seperti segumpal lumpur!"
"Tidak seharusnya kau beritahu persoalan ini kepadaku,"
kata Siau Lui dengan perasaan berat.
"Kenapa?"
"Sebab aku tak bisa pergi!"
"Kenapa?"
"Bila aku pergi, apa dia akan lepaskan dirimu dengan
begitu saja?"
"Kau... kau sendiri sudah hampir mati, kau masih
memikirkan aku?"
"Tentu saja. Kau masih kecil, aku tak akan membiarkan kau
menderita lantaran aku!"
"Kalau memang begitu, kenapa kau tidak sekalian
membawaku pergi?"
"Membawamu pergi?"
"Aku pun tak bisa tinggal di sini lagi... dia sudah gila, bila
aku terus mengikuti dia, mungkin aku pun akan ikut gila!"
"Tapi... Jika kau ikut aku, mungkin kau bisa mati
kelaparan."
"Aku tidak takut... siapa tahu justru aku bisa bekerja untuk
mencari uang dan memelihara kau?"
"Aku masih belum bisa membawamu pergi..."

172
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kenapa?" saking gelisahnya, nada suara itu nyaris disertai


isak tangis.
Siau Lui menghela napas panjang.
"Sebab aku sendiri pun tak tahu ke mana harus pergi,"
sahurnya.
"Kita bisa pergi mencari Liong Su!"
Sekilas bayangan gelap melintas dalam pandangan mata
Siau Lui, pelan-pelan dia menggeleng.
"Tidak, aku tak tahu harus ke mana mencarinya?"
"Ia tinggal di ibu kota, distrik Thiat-say-cu Oh-tong."
"Darimana kau bisa tahu?"
"Dia sendiri yang mengatakan."
"Kau pernah bertemu dengannya?"
"Aku telah bertemu dengannya, nona juga telah bertemu
dengannya, apa yang dia katakan siang tadi semuanya
bohong!"
Kemudian setelah menghela napas, lanjutnya, "Aku dapat
merasakan sikap Liong Su terhadap kau jauh lebih mesra
ketimbang hubungan antar saudara, kalau bukan nona
berjanji pasti dapat menyembuhkan luka di tubuhmu, dia tak
akan membiarkan nona membawamu pergi."
Paras muka Siau Lui yang pucat pasi mulai terjadi
perubahan.
Kembali Ting-ting berkata, "Sebelum berangkat, bukan saja
dia berulang-kali berpesan agar kau segera pergi mencarinya
begitu lukamu sembuh, bahkan dia pun menghadiahkan kuda
mestika kesayangannya, dia minta nona menyampaikannya
kepadamu."
Siau Lui merasa darah panas bergolak keras di dalam
dadanya, ia cengkeram tangan Ting-ting dan serunya,
"Apakah kau maksudkan kuda mestika berbulu hitam itu?"
Ting-ting mengangguk.
"Dari sorot matanya aku pun dapat merasakan kalau dia
sedikit merasa sayang, tapi akhirnya toh tetap dihadiahkan
kepadamu. Dia bilang, kau lebih membutuhkan kuda itu
ketimbang dia karena kau harus pergi mencari seseorang."

173
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Siau Lui tertegun, kembali air mata hangat


menggelembung dalam kelopak matanya, sampai lama
kemudian ia baru bertanya, "Di mana kuda itu sekarang?"
"Sudah mati diracun nona," sahut Ting-ting sambil
menghela napas.
Tiba-tiba Siau Lui melompat bangun dari tidurnya, cahaya
yang sangat menakutkan memancar keluar dari balik matanya,
sekujur badannya gemetar keras.
Lagi-lagi Ting-ting menghela napas, terusnya, "Kadangkala
aku sendiripun tidak mengerti kenapa nona harus berbuat
begitu, tampaknya dia tak senang bila kau punya teman lain,
seolah-olah dia merasa hanya dia seorang yang pantas
menjadi sahabatmu."
"Baik," tiba-tiba Siau Lui berseru sambil menarik tangan
nona itu. "Sekarang juga kita pergi!"
Berkilat sepasang mata Tingting, katanya sambil melompat
bangun, "Aku tahu di belakang sana ada sebuah jalan setapak
yang tembus sampai di mulut sungai. Setelah tiba di sana kita
bisa menyewakereta untuk melanjutkan perjalanan."
Kemudian setelah memanda ng Siau Lui sekejap dengan
kening berkerut, lanjutnya, "Tapi... Benarkah kau dapat
berjalan?"
"Biarpun harus merangkak aku akan merangkak keluar dari
sini!"
Sorot mata yang terpancar keluar semakin menakutkan,
pelan-pelan lanjutnya, "Sekalipun harus merangkak, aku pasti
dapat merangkak sampai di mulut sungai, percaya kau?"
Ting-ting memandangnya termangu, sinar matanya
memancarkan rasa kagum, sayang dan keyakinan, sahutnya
lembut, "Aku percaya, apapun yang kau katakan aku pasti
percaya."
Baru selesai dia mengucapkan perkataan tersebut,
mendadak terdengar suara Ting Jan-coat menyambung,
"Sayang aku tak percaya!"

174
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

HIAT-YU-BUN (PERGURUAN
BANJIR DARAH)
I
Jian-jian duduk dengan kepala tertunduk, bahunya ditarik
ke belakang dengan pinggang ditegakkan. Sepasang
tangannya diletakkan di atas lutut dengan dua kaki merapat
serong ke samping, hanya ujung kakinya yang menempel
tanah.
Duduk dengan posisi semacam ini memang harus diakui
merupakan cara duduk yang indah, sangat anggun tapi juga
sangat melelahkan.
Bila seseorang duduk terlalu lama dalam posisi seperti ini,
tengkuknya pasti akan terasa linu, pinggangnya juga mulai
sakit malahan begitu sakit seperti mau patah rasanya.
Tapi ia sudah duduk dalam posisi begini hampir satu jam
lamanya, jangan lagi badannya, ujung kaki pun sama sekali
tak bergeser dari posisi semula, ia berbuat begini karena dia
tahu ada seseorang sedang mengawasinya dari luar jendela.
Dia tahu Siau Ho-ya telah muncul di situ.
Mimik mukanya memperlihatkan perasaan tak tenang, ada
sedikit rasa gelisah dan murung. Tentu saja dia berharap gadis
itu mau bangkit berdiri menyambut kedatangannya, paling
tidak seharusnya memandang dia sekejap, tertawa ke
arahnya.
Sayang Jian-jian tidak berbuat begitu.
Setelah mengitari meja bundar di tengah ruangan dua kali,
akhirnya dia menggerakkan tangannya memberi tanda.
Beberapa orang gadis yang selama ini berdiri berjajar di sisi
ruangan segera memberi hormat, lalu diam-diam
mengundurkan diri dari situ.
Kembali Siau Ho-ya berjalan mondar mandir beberapa kali
dalam ruangan, kemudian sambil menghentikan langkahnya ia
bertanya, "Aku boleh masuk?"

175
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Jian-jian mengangguk perlahan.


"Sekarang aku sudah masuk ke dalam kamar," kata Siau
Ho-ya lagi.
"Silahkan duduk!" kepala Jian-jian masih tertunduk.
Siau Ho-ya duduk persis di hadapannya, sikap maupun
mimik mukanya menunjukkan perasaan semakin tak tenang.
Padahal dia adalah seorang lelaki yang sangat tenang,
seorang yang pandai mengendalikan diri. Tapi entah kenapa,
hari ini perasaan hatinya selalu gundah, selalu merasa tak
tenang.
Ia tahu, asal dia mau buka mulut berbicara maka perasaan
hatinya yang gundah akan menjadi tenang kembali. Tapi
entah kenapa dia justru bingung, dia tak tahu apa yang harus
diucapkan.
Dia berharap Jian-jian mau bicara duluan, tapi Jian-jian
justru tidak melakukan itu, gadis itu tetap bungkam dalam
seribu bahasa.
Dia coba mengambil cawan air teh di meja untuk
menenteramkan hatinya, tapi cawan itu diletakkan kembali ke
meja. Sampai lama kemudian, akhirnya tak tahan tanyanya,
"Kenapa kau suruh aku datang kemari?"
Jian-jian tidak langsung menjawab, ia terdiam beberapa
saat kemudian sahutnya perlahan, "Tadi Sun hujin beritahu
aku, katanya kau minta aku tetap tinggal di sini?"
Siau Ho-ya mengangguk.
"Kenapa kau suruh aku tetap tinggal di sini?" kembali Jian-
jian bertanya.
"Sun toa-nio tidak beritahu kepadamu?"
"Aku ingin mendengar kau sendiri yang mengatakan
kepadaku."
Tiba-tiba paras muka Siau Ho-ya berubah jadi merah
jengah, sambil menutupi mulurnya ia terbatuk-batuk pelan.
Jian-jian tidak bertanya lagi, ia tahu laki-laki memang tak
bedanya dengan seekor anjing, jangan kelewat didesak. Dia
tahu kapan harus mengencangkan tali senarnya dan kapan
harus mengendurkan tali senar tersebut.

176
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kepalanya tertunduk semakin rendah, bisiknya, "Apakah


kau... kau ingin aku menjadi gundikmu?"
“……………..”
"Kau sudah beristri?"
"Belum!"
"Dankau masih tetap ingin aki i menjadi gundikmu?"
“……………”
"Kenapa?"
Pada dasarnya Siau Ho-ya adalah seorang lelaki pendiam
yang tak suka banyak bicara. Apalagi sekarang, pertanyaan
semacam itu memang sangat sulit untuk dijawab.
Setelah menghela napas panjang kembali Jian-jian berkata,
"Padahal sekalipun tidak kau jawab, aku pun sudah tahu
sangat jelas, buat seorang wanita tanpa identitas jelas, tanpa
diketahui asal-usul yang pasti macam aku, tentu saja tidak
pantas menjadi menantu resmi keluarga Ho."
Siau Ho-ya menggenggam tangan sendiri kuat-kuat,
bisiknya agak tergagap, "Tapi aku... aku..."
"Aku sangat berterima kasih sekali atas maksud baikmu
itu," tukas Jian-jian cepat. "Kau telah selamatkan aku,
memperhatikan aku, aku tak akan melupakan budi kebaikan
ini. Sekalipun tidak bisa kubalas pada penghidupan yang
sekarang, pada penirisan berikut aku..."
Ia sama sekali tidak menyelesaikan perkataan itu, tiba-tiba
sambil bangkit berdiri ia mulai melepaskan untaian perhiasan
yang menghiasi kepalanya, melepaskan gelang emas di
kakinya, bahkan mutiara yang berada di ujung sepatunya juga
ikut dilepas, satu demi satu, semuanya diletakkan ke atas
meja.
"Kau... hei, apa yang kau lakukan?" seru Siau Ho-ya
dengan perasaan terperanjat.
"Aku tak berani menerima barang-barang berharga seperti
ini, juga tak boleh menerimanya... sedang pakaian ini,
sementara akan kukenakan dulu, nanti selesai kucuci bersih
baru dikembalikan."

177
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tanpa menunggu lebih lama lagi ia segera pergi


meninggalkan tempat itu.
Tiba-tiba Siau Ho-ya melompat bangun, menghadang di
depan pintu sambil serunya, "Kau mau pergi dari sini?"
Jian-jian mengangguk. "Kenapa kau harus pergi secara
mendadak?" kembali Siau Ho-ya bertanya.
"Kenapa aku tak boleh pergi?" Jian-jian balik bertanya.
Kemudian dengan wajah membesi, lanjutnya dengan
dingin, "Biarpun aku hanya seorang perempuan yang tak jelas
identitasnya dan tak pasti asal usulnya, bukan berarti aku
adalah seorang wanita rendahan, lebih baik aku menikah
dengan seorang kusir kereta ketimbang jadi gundik orang
lain!"
Semua perkataan itu diutarakan dengan serius dan sangat
tegas, dia seolah-olah telah berubah menjadi seseorang yang
lain.
Siau Ho-ya mengawasinya dengan tertegun, ia benar-benar
kaget dan terkesiap dibuatnya.
Mimpipun dia tak menyangka seorang wanita yang
kelihatan begitu lemah-lembut, secara tiba-tiba bisa berubah
menjadi begitu teguh, begitu keras dan serius.
Sambil menarik wajahnya hingga nampak makin serius,
kembali Jian-jian berkata, "Sekarang, kau tentu sudah
mengerti maksudku bukan, bolehkah aku pergi kini?"
"Tidak!"
"Apa yang kau inginkan?" Berkilat sepasang mata Siau Ho-
ya:
"Asal kau bersedia, detik ini juga kuberi sepuluh ribu tahil
emas sebagai hadiah..."
Belum selesai perkataan itu diucapkan, Jian-jian sudah
mengayunkan tangannya menampar wajah lelaki itu.
Sepanjang hidup, mungkin baru pertama kali ini dia
ditampar orang, namun Siau Ho-ya sama sekali tidak
menghindar.
Sambil menggigit bibir dan air mata jatuh berlinang, seru
Jian-jian dengan sesenggukan, "Kau anggap dengan memberi

178
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

hadiah sepuluh ribu tahil emas lantas kau bisa membeli semua
wanita yang kau kehendaki...? Mau beli, pergilah membeli,
terserah kau mau beli seribu orang atau sepuluh ribu orang...
tapi ingat, biarpun kau berikan seluruh lantakan emas yang
kau miliki pun jangan harap bisa membeli aku!"
Kemudian dengan napas tersengal-sengal dia hapus air
mata yang membasahi pipinya, masih dengan suara keras
teriaknya, "Lepaskan aku... hei, kau akan lepaskan aku
tidak...? “
"Tidak!"
Kembali Jian-jian mengayunkan tangannya hendak
menampar, tapi kali ini tangannya telah ditangkap.
Sambil memegangi tangannya kuat kuat, Siau Ho-ya
mengawasi wajah Jian-jian tanpa berkedip, dari pancaran
sinar mata yang muncul dari balik pandangannya sama sekali
tak ada perasaan gusar atau benci, sebaliknya yang muncul
justru perasaan cinta dan sayang yang sangat lembut dan
hangat.
"Sebenarnya, mungkin saja aku akan biarkan kau pergi,"
katanya lembut sambil mengawasi terus wajah gadis itu. "Tapi
sekarang, aku tak akan biarkan kau pergi dari sini. Sebab baru
sekarang aku sadar, kau adalah seorang wanita yang paling
susah didapatkan, bila kau kubiarkan pergi maka aku bakal
menyesal sepanjang hidup!"
"Kau..."
"Aku akan menjadikan kau sebagai istriku... Satu-satunya
istri yang kumiliki!"
Jian-jian seperti terperanjat seperti juga kegirangan,
serunya gemetar, "Tapi aku... Aku tak pantas."
"Bila kau tak pantas, tak ada perempuan lain di dunia ini
yang lebih pantas lagi!"
"Tapi identitasku... Asal-usulku..."
"Aku tak perduli dengan segala identitas atau asal-usul...
yang ingin kukawini adalah seorang istri, bukan silsilah
keluarga!"

179
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Jian-jian kembali memandang pemuda itu, dua deret air


mata sekali lagi jatuh berlinang membasahi sepasang matanya
yang indah. Air mata yang bercucuran kali ini adalah air mata
kegirangan, akhirnya ia berhasil mengubah garis nasib sendiri.
Konon terdapat tigaratus macam cara yang bisa digunakan
seorang wanita untuk menaklukkan kaum lelaki, tapi cara
yang dipergunakannya kali ini jelas merupakan cara yang
paling jitu.
Karena dia mengerti kapan harus menarik kencang tali
senarnya, dan tahu pula kapan waktu yang tepat
untukmengendor-kan tali senar itu.

II
Lampu lentera.
Dengan langkah yang sangat lamban Ting Jan-coat masuk
ke dalam bilik, menyulut lentera yang berada di atas meja
kemudian baru memutar badan mengawasi mereka.
Siau Lui tidak memandang ke arahnya, dia seolah-olah
sudah tak sudi lagi untuk memandang ke arahnya walau
hanya sekejap pun.
Ting-ting bersembunyi di sudut pembaringan, ia sangat
ketakutan, badannya gemetar keras sakit ngerinya.
Ting Jan-coat berjalan menghampiri, langkahnya sangat
lambat, tegurnya sambil mentap gadis cilik itu dengan
pandangan tajam:
"Kau beritahu kepadanya, obat yang kububuhkan di
lukanya adalah rumput mata cangkul?"
Ting-ting mengangguk lirih, saking takutnya hampir saja ia
menangis tersedu.
"Dan kau percaya?" kata Ting Jan-coat sambil menoleh ke
arah Siau Lui.
Siau Lui tidak menjawab, ia menampik untuk menjawab.
"Apa yang dia katakan memang benar sekali," lanjut Ting
Jan-coat perlahan. "Aku memang tak rela membiarkan kau

180
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pergi, aku memang telah bertemu dengan Liong Su dan


akupun telah meracuni kuda itu sampai mati, apa yang dia
katakan sama sekali tidak bohong."
Siau Lui tertawa dingin.
"Tapi soal rumput mata cangkul itu..." mendadak
perempuan itu membuka pakaian sendiri hingga terlihat
sepasang bahunya yang putih bersih bagaikan susu, mulut
luka di bahunya yang ditusuk sendiri tempo hari tampak
dibungkus juga dengan kain perban.
Dengan sekuat tenaga dia robek perban yang membungkus
lukanya itu kemudian melemparkan perban tadi ke hadapan
Siau Lui, teriaknya, "Coba kau lihat, obat apa yang
kugunakan?"
Siau Lui tak perlu melihat, ia sudah mengendus bau obat
yang harum semerbak dan terasa sangat aneh itu. Ternyata
obat yang dibubuhkan di mulut luka gadis itu pun rumput
mata cangkul, Siau Lui tertegun.
Tiba-tiba Ting Jan-coat menghela napas panjang,
gumamnya, "Ting-ting, Ting-ting... di tempat mana aku telah
salah kepadamu? Kau... kau... mengapa kau harus
berbohong?"
Ting-ting menangis tersedu, tiba-tiba ia melompat ke depan
dan teriaknya, "Benar, aku memang sedang berbohong, aku
ingin merusak hubungan kalian, agar kau tidak mendapatkan
apa-apa, karena aku benci kau... aku benci kau!"
"Kau benci aku?"
"Yaa, aku benci, benci, benci setengah mati... aku benci
kau, aku ingin kau cepat mati, makin cepat makin baik..."
Tiba-tiba ia menutupi wajah sendiri sambil menangis
tersedu-sedu, lalu sambil berlarian keluar dari dalam bilik
teriaknya keras, "Aku tak mau tinggal di sini lagi, tiap hari
harus mendongkol karena kau... sekalipun aku telah
berbohong, kau juga yang mengajarkan kebohongan ini
kepadaku..."
Ting Jan-coat tidakmenghalangi kepergiannya, dia hanya
berdiri di situ dengan pandangan tertegun, seperti orang yang

181
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kehilangan ingatan, sementara air mata telah jatuh


bercucuran membasahi wajahnya.
Paras muka Siau Lui berubah makin pucat.
Dia sama sekali tak menduga kalau persoalan akan berubah
jadi begini, dia pun tidak menyangka gadis cilik yang
kelihatannya sangat polos dan sangat baik hati ternyata
pandai berbohong.
Ting Jan-coat menghela napas panjang, gumamnya, "Aku
tidak menyalahkan dia, ia sengaja berbuat begini mungkin
tujuannya hanya ingin pergi meninggalkan aku, pergi
meninggalkan tempat ini... dunia di luar sana sangat luas,
anak gadis mana yang tak ingin ke sana untuk melihatnya?"
"Kau benar-benar tidak membencinya?" tak tahan Siau Lui
bertanya.
"Dia masih seorang anak-anak!"
"Tapi dia sangat membencimu!"
Ting Jan-coat menghela napas sedih, "Banyak persoalan di
dunia ini sebenarnya memang begitu, belum tentu kau
membenci orang yang sangat membencimu, begitu juga
belum tentu kau mencintai orang yang sangat mencitaimu..."
Makin berkata nada suaranya semakin rendah dan lirih
hingga akhirnya sama sekali tak kedengaran apa-apa.
"Benar!" Siau Lui mengangguk. "Banyak kejadian di dunia
ini memang demikian."
Tiba-tiba ia merasa perasaan hatinya berubah jadi sangat
berat, seolah-olah ada batu seberat ribuan kati yang sedang
menindih di atas dadanya.
Lewat lama kemudian ia baru melanjutkan, "Tapi,
bagaimana pun juga kau telah menolongku."
"Aku tidak menolongmu!"
"Tidak?"
"Tidak, yang menolong kau adalah dirimu sendiri."
”Tapi aku..."
Ting Jan-coat segera menukas, katanya dingin, "Sekarang
kau boleh pergi dari sini, bila tak sanggup berjalan, lebih baik
pergilah dengan merangkak"

182
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ia berlalu lebih dahulu, pergi tanpa berpaling lagi.


Cahaya lampu makin lama terasa makin redup, angin yang
berhembus lewat pun makin lama terasa makin dingin, dari
kejauhan sana kedengaran suara air selokan yang mengalir
deras, seakan-akan suara tangisan seorang gadis yang sedang
bersedih hati.
Siau Lui hanya berbaring tak bergerak, dia tak ingin berpikir
apa pun, tak ingin membayangkan persoalan apapun, dia ingin
berbaring tenang di situ, menunggu hadirnya fajar di esok
hari...

III
Fajar telah menyingsing, cahaya matahari yang berwarna
kuning keemas-emasan memancarkan sinarnya menerangi
seluruh jagad dan setiap sudut kegelapan.
Di tengah hembusan angin fajar yang sepoi-sepoi, terendus
bau harum semerbak yang disebarkan aneka bunga, lamat-
lamat terendus juga bau harum nasi yang baru matang
ditanak.
Perlahan-lahan Siau Lui bangkit berdiri dan turun dari atas
pembaringan.
Luka baru maupun luka lama di sekujur tubuhnya masih
terasa sakit, demikian sakitnya hingga sukar ditahan siapa
pun, tapi dia tak ambil perduli.
Ia telah belajar bagaimana menikmati rasa sakit semacam
itu sebagai suatu kenikmatan tersendiri, sebab hanya tubuh
yang terdiri dari darah daging baru akan munculkan perasaan
sakit, dan rasa sakit di badan akan memperingan rasa sakit di
dalam hatinya.
Siapa yang sedang menanak nasi? Diakah? Atau Ting-ting?
Ia tak tahu dengan cara apa mereka lewatkan malam yang
kelam itu, tapi yang pasti malam tadi akan menjadi malam
yang paling panjang bagi mereka berdua.

183
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dapur letaknya di bagian belakang, tidak jauh dari kamar


itu.
Namun bagi Siau Lui, perjalanan ini terasa begitu jauh dan
sangat menyiksa, masih untung tak ada luka di kakinya.
Dengan susah payah akhirnya berhasil juga ia mencapai
pintu dapur, keringat dingin telah membasahi separuh
tubuhnya.
Seseorang kelihatan berdiri membelakangi pintu, gaun
panjang-nya terurai hingga ke lantai, seseorang yang
memakai baju berwarna putih bersih.
Siau Lui tak menyangka, ternyata perempuan itu masih
pandai juga menanak nasi.
Bila kau pernah melihat betapa garang dan sadisnya dia
berdiri di tengah genangan darah, pasti tak akan menyangka
kalau perempuan itu pun sanggup berdiri di dalam dapur.
Dengan bersandar di atas dinding, Siau Lui perlahan-lahan
berjalan masuk ke dalam ruang dapur.
Tentu saja dia pun mendengar suara langkah pemuda itu,
tapi bukan saja tidak menoleh, apakah dia pun menampik
untuk bicara dengannya?
Siau Lui coba menahan diri, tapi setelah lewat lama sekali
akhirnya dia tak tahan juga, tegurnya, "Di mana Ting-ting?"
Dia tidak menjawab.
"Bagaimana pun juga, dia hanya seorang bocah kecil,"
kembali Siau Lui berkata. "Sekalipun telah melakukan
kesalahan besar, tapi siapa yang menjamin bahwa setiap
orang tak pernah melakukan kesalahan? Jika kau bersedia
memaafkan, aku..."
"Hei, kau sedang bicara dengan siapa?" mendadak gadis itu
menukas dengan nada suara yang amat dingin.
"Kau!"
Tiba-tiba perempuan itu berpaling, katanya setelah
memandang Siau Lui sekejap, "Kau kenal aku? Aneh, kenapa
aku tak kenal kau?"

184
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Siau Lui tertegun, walaupun perempuan ini pun memakai


baju berwarna putih salju, tubuhnya juga tinggi semampai,
tapi wajahnya jelek sekali, sederhana dan lagi jelek rupa.
Dengan tangan sebelah dia memegang kuali, tangan yang
lain memegang sebuah sendok kayu yang sedang dipakai
untuk mengaduk nasi. Dia memang mempunyai dua buah
tangan saja.
Siau Lui menarik napas panjang, katanya setelah tertawa
paksa, "Rasanya aku memang tak kenal dengan kau."
"Kalau memang tidak kenal, mau apa datang kemari?"
"Datang mencari seseorang."
"Siapa?"
"Seorang nona, seorang nona berusia delapan-sembilan
belas tahunan."
Perempuan muda berbaju putih itu segera tertawa dingin,
"Aku rasa nona yang dicari seorang lelaki selalu usianya
berkisar delapan-sembilan belas tahunan, jadi tak usah kau
sebut pun aku sudah paham, tapi siapa namanya?"
"Agaknya dia dari marga Ting."
"Aku bukan bermarga Ting!" sahut perempuan berbaju
putih itu
"Kau... mengapa kau bisa ada di sini?"
"Ini rumahku, kalau aku tidak di sini lalu harus pergi ke
mana?"
"Ini rumahmu?" seru Siau Lui tercengang.
"Betul!"
"Dan kau selalu tinggal di sini?"
"Sekarang aku tinggal di sini, sekarang tempat ini adalah
rumahku."
"Dahulu?"
"Buat apa kau menanyakan urusan masa lalu?" potong
perempuan berbaju putih itu hambar.
Siau Lui tidak bertanya lagi. Sebab dia merasa apa yang
dikatakan perempuan muda berbaju putih itu memang sangat
masuk di akal. Urusan dimasa lalu memang sudah berlalu,
buat apa diungkit kembali? Dan buat apa ditanyakan lagi?

185
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Perempuan berbaju putih itu berpaling, sambil


menyodorkan semangkuk nasi tiba-tiba tanyanya, "Kau
merasa lapar?"
"Yaaa, lapar sekali."
"Kalau sudah lapar, makanlah nasi itu."
'Terima kasih."
Di atas meja sudah tersedia telur dadar, daging kukus,
malah tersedia pula rebung yang di masak minyak wijen,
rebung muda yang nampaknya masih segar.
Siau Lui segera ambil tempat duduk, dalam sekejap mata
nasi dalam mangkuk besar itu telah disantap hingga ludas.
"Waah, kelihatannya kau memang lapar sekali," seru
perempuan berbaju putih itu sambil tersenyum.
"Maka dari itu, kalau boleh aku ingin minta semangkuk
lagi."
Perempuan berbaju putih itu segera menyodorkan
mangkuk nasi di hadapannya ke depan pemuda itu, katanya,
"Makanlah, makan yang banyak, kalau kenyang tubuhmu baru
bertenaga."
Tiba-tiba perempuan itu tertawa, tertawanya sangat aneh,
kembali lanjutnya, "Tentunya kau tak akan makan gratis
nasiku bukan?"
Siau Lui melengak, nasi yang baru saja hendak ditelannya
mendadak terasa menyumbat dalam tenggorokan.
"Kalau sudah makan nasi milik orang lain, paling tidak kau
harus melakukan suatu pekerjaan bagi pemiliknya bukan,
masa kau tak paham aturan ini?" kembali perempuan itu
berkata.
Siau Lui mengangguk, tidak menjawab.
"Aku tahu, kau adalah seorang lelaki yang punya harga diri,
manusia macam kau tentunya tak akan makan gratis lantas
kabur bukan?"
Siau Lui tidak menjawab, dengan cepat dia habiskan isi
mangkuknya hingga ludas, kemudian setelah meletakkan
kembali sumpitnya ke meja iabaru bertanya, "Pekerjaan apa
yang harus kulakukan?"

186
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Apa saja yang bisa kau kerjakan?" perempuan berbaju


putih itu balik bertanya.
"Aku bisa melakukan banyak pekerjaan."
"Apa keahlianmu yang utama?" Siau Lui mengawasi
sepasang tangannya yang berada di atas meja dengan
pandangan termangu, sementara kelopak matanya kelihatan
semakin menyusut.
Sambil mengawasi anak muda itu, kembali perempuan
berbajupurjh itu berkata, "Setiap orang pasti memiliki suatu
keahlian khusus. Ada sementara orang punya keahlian main
kecapi, main catur, melukis atau menulis, ada pula sementara
orang yang ahli dalam pengobatan, ilmu nujum ataupun ilmu
perbintangan, bahkan ada juga sementara orang yang punya
keahlian membunuh orang... kau termasuk yang mana?"
Kembali Siau Lui termenung beberapa saat, kemudian baru
sahutnya sepatah demi sepatah, "Keahlianku adalah menerima
bacokan golok."
"Menerima bacokan golok? Menerima bacokan golok juga
termasuk satu keahlian?"
"Belum genap sepuluh hari aku sudah menerima tujuh-
delapan kali bacokan golok, paling tidak pengalamanku dalam
masalah ini cukup banyak," jawab Siau Lui hambar.
"Apa gunanya menerima bacokan golok?"
"Sangat berguna!"
"Coba kau jelaskan, apa gunanya?"
"Aku telah makan nasimu, apa salahnya jika kau
membacokku satu kali, jadi hutang piutang kita segera impas."
Perempuan berbaju putih itu segera tertawa.
"Kenapa aku mesti membacokmu? Apa keuntungannya
buatku?"
Setelah memutar biji matanya berulang kali, kembali ia
melanjutkan, "Hmmm... bisa menerima tujuh-delapan bacokan
senjata tanpa kehilangan nyawa, rasanya kemampuanmu ini
terhitung juga satu keahlian."
"Siapa bilang bukan satu keahlian?"

187
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Orang yang mampu menerima bacokan senjata, tentunya


mampu juga bukan untuk membunuh orang?"
"Oh..."
"Baik," kata perempuan berbaju putih itu tiba-tiba sambil
bertepuk tangan. "Bagaimana kalau kau membantuku
menghabisi nyawa dua orang? Asal kau berhasil, hutang-
piutang di antara kita kuanggap lunas?"
Perkataan itu sangat enteng dan wajar, seolah-olah karena
orang telah berhutang sebutir telur ayam maka wajar bila
orang lain harus membayar dengan dua butir telur.
"Apa kau tidak merasa nilai harga dari dua mangkuk
nasimu kelewat mahal?" ujar Siau Lui sambil tertawa.
"Tidak, sama sekali tidak mahal!"
"Tidak mahal?"
"Kedua mangkuk nasiku sangat istimewa, orang biasa tak
akan bisa mencicipinya!"
"Apa keistimewaannya?"
"Karena dalam nasi itu sudah kucampuri dengan sesuatu
benda yang sangat istimewa!"
"Apa itu?"
"Racun!"
Ia mengawasi Siau Lui tanpa berkedip, seolah-olah ingin
melihat Siau Lui terjatuh dari duduknya lantaran kaget dan
ketakutan.
Tapi Siau Lui tidak kaget, jangan lagi menggerakkan
badannya bahkan mata pun sama sekali tak berkedip
"Kau tidak percaya?" tanya perempuan berbaju putih itu
dengan kening berkerut.
"Kedua mangkuk nasi itu sudah habis kumakan. Sekarang,
percaya atau tidak percaya sudah bukan masalah yang
penting."
"Tidak penting? Tahukah kau orang yang telah makan
racun bakal mampus?"
"Tentu saja aku tahu."
"Kau pingin mati?"
"Tidak."

188
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kalau begitu bantulah aku membunuh kedua orang itu,"


kata perempuan berbaju putih itu sambil menghembuskan
napas lega. "Bagaimanapun kau toh tidak kenal dengan
mereka berdua, apalagi cuma dua orang, tidak termasuk
banyak!"
"Yaaa, memang tidak banyak." "Tunggulah sampai mereka
muncul di sini, setelah itu kau boleh segera turun tangan
menghabisi nyawa mereka berdua."
"Tidak, aku tak akan membunuh."
"Tidak mau? Kenapa tidak mau?" Berubah paras muka
perempuan muda berbaju putih itu.
"Kalau tidak mau yaaa tidak mau, tak ada kenapa-kenapa."
"Tahukah kau siapa yang ingin kubunuh?"
"justru karena tidak tahu, maka aku tak bisa membunuh
mereka berdua."
"Kau ingin tahu siapa mereka berdua?"
"Tidak, juga tak perlu."
"Bila kau tidak membunuh mereka, kau sendiri yang bakal
mampus!"
Tiba-tiba Siau Lui tidak bicara lagi, pelan-pelan dia bangkit
berdiri lalu berjalan keluar meninggalkan ruang dapur.
"Mau ke mana kau?" tegur perempuan berbaju putih itu.
"Menunggu saat mati."
"Kau lebih suka mati daripada melakukannya?"
Siau Lui malas untuk menggubris, berpaling pun tidak ia
pergi meninggalkan tempat itu.
Perempuan berbaju putih itu menggigit bibirnya kencang-
kencang, sambil mencak-mencak kegusaran, teriaknya keras,
"Kau sebetulnya manusia atau keledai?"
"Keledai!" terdengar suara Siau Lui bergema dari kejauhan.

IV
Siau Lui berbaring tanpa bergerak, ia merasa dirinya sangat
menggelikan. Sewaktu kawanan tawon datang mencari balas

189
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tempo hari, banyak sekali manusia yang mati terbunuh dalam


pertempuran itu. Genangan darah berceceran membasahi
seluruh lantai. Waktu itu dia tidak mati.
Kemudian algojo dari Perguruan Banjir Darah Hiat-yu-bun
menempelkan goloknya di atas leher sendiri, mata golok telah
merobek kulit badannya, dia juga tidak mati.
Lima raja neraka dari lima istana, gerombolan Ngo-thian
Giam-lo, termasuk jagoan-jagoan dunia persilatan yang
berilmu sangat tinggi. Selain kejam, mereka pun sangat
telengas. Tusukan pedangnya waktu itu jelas sekali telah
tembus di badannya, tapi dia pun tidak mati.
Tapi kini, hanya gara-gara menghabiskan dua mangkuk
nasi yang masih panas mengepul, dia harus menunggu ajal di
sini, bahkan mati secara mengenaskan. Apakah kejadian
semacam ini tidak sangat menggelikan?
Tentu saja jika mau dia bisa turun tangan menangkap
perempuan berbaju putih itu dan memaksanya untuk
menyerahkan obat penawar.
Tapi dia tidak berbuat begitu, bukan dikarekan dia takut
tenaga dalam tubuhnya belum pulih sehingga tak mampu
menandingi kemampuan orang... Kalau seseorang harus mati,
apa lagi yang mesti ditakuti? Dia tidak berbuat begini karena
dia merasa malas, merasa segan untuk melakukannya.
Kenapa perempuan berbaju putih itu dapat muncul di sana?
Siapa yang ingin dibunuhnya? Siapa pula perempuan itu?
Siau Lui tidak bertanya, dia malas bertanya. Kini, apapun
yang terjadi sudah tidak menarik minatnya lagi untuk
diketahui, dia tak ambil perduli.
Gejala semacam ini memang satu gejala yang sangat
menakutkan. Mengapa dia berubah jadi begini? Jangankan
orang lain, dia pribadi pun tidak habis mengerti.
Dia pun malas untuk memikirkan semuanya ini, perasaan
menunggu datangnya ajal dirasakan sebagai sesuatu
kenikmatan tersendiri, paling tidak mati akan membuat segala
urusan jadi beres, tak ada yang perlu dirisaukan dan dipikirkan
lagi.

190
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Tiing... tingg... toong... tongg..."


Dari luar kamar terdengar ada suara orang sedang
memukul sesuatu, entah apa yang sedang dipukul hingga
menimbulkan suara nyaring. Sampai lama kemudian suara itu
baru berhenti.
Menyusul kemudian dari luar kamar muncul orang, dua
lelaki kekar berbaju hijau berjalan masuk ke samping
pembaringannya sambil menggotong peti mati yang terbuat
dari papan tipis.
Rupanya suara ketukan yang terdengar di luar kamar tadi
berasal dari peti mati yang sedang dipaku.
Ia tak mengira orang-orang itu telah memikirkan secara
sempurna, sehingga urusan akhir dirinya pun telah
dipersiapkan lebih dulu.
Ketika memandang ke arahnya, kedua lelaki berbaju hijau
itu seperti sedang melihat sesosok mayat saja, tiba-tiba
mereka bungkukkan badan memberi hormat.
Orang hidup memang selalu bersikap lebih hormat
terhadap orang mati. Siau Lui malas menggubris, dia hanya
tiduran tanpa bergerak, keadaannya memang tak berbeda
dengan sesosok mayat.
Lelaki berbaju hijau itu berjalan keluar dari kamar, sesaat
kemudian ternyata mereka balik lagi ke dalam sambil
menggotong sebuah peti mati lagi, peti mati yang kedua itu
diletakkan persis di samping peti mati pertama.
Buat satu orang kenapa mesti disediakan dua buah peti
mati?
Siau Lui masih malas untuk bertanya... mau sebuah peti
mati atau dua buah peti mati bukan urusannya, buat dia mau
pakai peti mati atau sama sekali tak pakai bukan masalah, dia
tak perduli.
Berapa saat lewat dalam keheningan, tiba-tiba perempuan
muda berbaju putih itu muncul kembali dalam ruangan, ia
berdiri di ujung pembaringan sambil mengawasi anak muda
itu.
Siau Lui tidak perduli, ia masih pejamkan matanya.

191
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Peti mati sudah disediakan," kata perempuan berbaju


putih itu kemudian. "Hanya saja karena disiapkan secara
mendadak maka peti mati itu kurang mewah, tapi paling tidak
jauh lebih mendingan ketimbang tanpa peti mati sama sekali."
Siau Lui tidak menggubris.
Kembali perempuan berbaju putih itu berkata, "Tolong
tanya apakah kau masih bisa merangkak sendiri masuk ke
dalam peti mati itu? Daripada setelah kau mati nanti aku harus
panggil orang lagi untuk menggotong mayatmu."
Ia mengawasi Siau Lui tanpa berkedip, seolah-olah
berharap anak muda itu akan mencak-mencak kegusaran lalu
beradu jiwa dengannya.
Siau Lui tidak marah juga tidak menyerang, dia benar-
benar bangkit berdiri dan merangkak masuk ke dalam peti
mati lalu membaringkan diri secara santai, wajahnya tenang
tidak menunjukkan perubahan perasaan apa pun
Tertegun perempuan muda berbaju putih itu.
Sampai lama kemudian dia baru menghela napas dan
berkata lagi, "Kita belum pernah kenal sebelumnya, tak nyana
hari ini mesti mati bersama, inikah yang disebut jodoh?"
Perempuan itu berjalan mendekati peti mati kedua lalu
merangkak masuk dan membaringkan diri di situ.
Siau Lui benar-benar keheranan, tapi dia masih berusaha
menahan diri tidak mengajukan pertanyaan apa pun. Dia tak
tahu permainan busuk apa lagi yang sedang direncanakan
perempuan itu.
Perempuan berbaju putih itu tidak bicara, setelah
membaringkan diri di dalam peti mati, iapun pejamkan kedua
matanya, seolah-olah sedang menunggu datangnya ajal.
Kembali keheningan mencekam seluruh ruangan, lewat
berapa saat kemudian tiba-tiba perempuan itu menghela
napas, tanyanya, "Tahukah kau, apa yang sedang kupikirkan
sekarang?"
Tampaknya ia tahu Siau Lui tak bakal buka suara, maka
kembali lanjutnya, "Aku sedang berpikir,bila orang lain

192
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menjumpai kita berdua mati bersama, mungkinkah mereka


akan salah menduga bahwa kita mati karena cinta?"
Siau Lui tak dapat menahan diri lagi, mendadak tegurnya,
"Kenapa kau mesti mati bersamaku?"
"Karena kau telah mencelakai aku."
Dia sendiri yang telah mencelakai orang lain lebih dulu,
sekarang malah menuduh orang lain yang mencelakainya.
Siau Lui kembali tidak berbicara.
"Tahukah kau, kenapa aku mengatakan kau yang telah
mencelakaiku?" tanya perempuan berbaju putih itu lagi.
"Aku tak tahu."
"Sebab jika kau bersedia membantu aku membantai kedua
orang tersebut, maka aku tak usah mati."
"Jadi kedua orang itu mau membunuhmu?" tanya Siau Lui
dengan kening berkerut.
Perempuan muda berbaju putih itu menghela napas
panjang.
"Bukan hanya ingin membunuhku saja, besar kemungkinan
mereka akan mencincangku hingga hancur berkeping-keping,
sebab itu paling baik bagiku adalah mati duluan."
"Maka kau berbaring dulu ke dalam peti mati?"
"Yaaa, karena akupun sedang menunggu mati, bila mereka
muncul nanti maka aku akan mati duluan."
la tertawa, suara tertawanya sangat memilukan, terusnya,
"Sekalipun setelah kematianku nanti, mereka masih tetap me-
nyeretku keluar dari peti mati, paling tidak aku toh bisa mati
sewaktu masih berada dalam peti mati."
Walaupun dia melukiskan kejadian itu dengan kata-kata
yang sederhana, tapi dalam kata yang amat singkat itu dia
telah melukiskan betapa kejam dan sadisnya kedua orang
musuhnya, siapapun yang telah mendengar penuturan
tersebut, bisa dipastikan akan menaruh kesan jelek terhadap
kedua orang itu.
Siau Lui tidak menunjukkan simpatiknya, dengan suara
ketus ia menegur, "Masih banyak tempat yang bisa kau pakai
untuk mati, kenapa harus datang kemari dan mati di sini?"

193
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sebab sesungguhnya aku masih belum kepingin mati,


maka aku sengaja melarikan diri kemari."
"Kenapa?"
Perempuan muda berbaju putih itu kembali menghela
napas panjang.
"Sebab sebenarnya aku mengira disini bakal bertemu orang
yang bakal menolong aku!"
"Siapa?"
"Ting Jan-coat!"
"Ooh. ..” Siau Lui merasa nama tersebut seakan-akan
sangat dikenalnya, tapi dia pun merasa teramat asing.
Kembali perempuan berbaju putih itu berkata, "Sewaktu
tiba di sini, ternyata ia sudah pergi, maka aku mengira dia
telah meninggalkan pesan kepadamu sebelum pergi."
"Kau salah," sahut Siau Lui dengan nada sedih. "Aku sendiri
pun tidak tahu kalau dia benar-benar akan pergi."
Dia sengaja memperberat nadanya sewaktu menyebut kata
"benar-benar," seakan-akan dia hendak mempertegas
sesuatu, seolah-olah dia menganggap perempuan yang selalu
membayangi dirinya itu tak bakal pergi meninggalkan dirinya.
Tapi dalam hati kecilnya dia lebih berharap Ting Jan-coat
betul-betul telah pergi lantaran putus asa. Ke mana dia telah
pergi? Mungkin jawabannya tetap akan menjadi misteri
sepanjang masa...
Namun ada satu hal dia lebih percaya dan yakin, ke mana
pun Ting Jan-coat pergi, walau sampai ke ujung langit atau
dasar samudra pun, perempuan ini akan selalu berusaha
merawat dan menjaganya. Sebab di dalam pandangan serta
hati kecilnya, selain dirinya, di dunia ini sudah tak ada
kehidupan lain.
Tiba tiba perempuan muda berbaju putih itu bangun dan
duduk di dalam peti mati, tanyanya, "Sebetulnya apa
hubunganmu dengan Ting Jan-coat?"
"Aku tak punya hubungan apa-apa dengan orang itu."
"Ooh.. .? Lantas kenapa kau bisa berada di sini?"

194
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Siau Lui masih tetap berbaring tanpa gerak, sepasang


matanya dipejamkan erat-erat, keadaannya tak ubahnya
sesosok mayat.
Sekalipun begitu, paling tidak dia masih punya satu
kelebihan dibandingkan dengan orang mati, dia masih
bernapas.. Dia hanya menghela napas panjang, malas untuk
menjawab, sama sekali tak ingin menjawab.
Keheningan kembali mencekam seluruh ruangan, sampai
lama... lama sekali... belum juga kedengaran sesuatu
gerakan... tak kedengaran suara apa pun.
Tanpa harus menggigit ujung jari sendiri pun Siau Lui tahu
kalau dia masih tetap hidup, sebab ia masih dapat menangkap
suara napas sendiri, orang mati tak mungkin bisa bernapas.
Suara napas itu berasal dari suara napas sendiri, sedang
suasana di peti mati sebelah sangat hening, tak kedengaran
suara apa pun termasuk suara napas. Mungkinkah perempuan
itu sudah mati?
Siau Lui melompat bangun dengan perasaan penuh tanda
tanya, dia mencoba periksa peti mati sebelah, ternyata peti
mati itu kosong, tanpa penghuni...
0o0
Siau Ho-ya berjalan keluar dari Say-cu Oh-tiong. Tak jauh
dari Oh-tiong tampak sebuah kereta kuda yang amat mewah
parkir disitu.
Dengan langkah kaki yang berat ia berjalan mendekati
kereta itu, menyingkap tirai kereta dan masuk ke dalam
ruangan. Dalam ruang kereta itu duduk seorang perempuan,
dia adalahp erempuan muda berbaju putih itu.
"Kau telah bertemu dengan Liong Su?" dengan nada tak
sabaran perempuan berbaju putih itu bertanya.
Paras muka Siau Ho-ya nampak sangat berat dan serius,
dia mengangguk pelan.
Kereta kuda segera dilarikan kencang meninggalkan tempat
itu, begitu kencang larinya kuda membuat ruang kereta
tersebut bergoncang sangat keras.

195
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Di tengah keheningan, perempuan berbaaju putih itu


melirik Siau-hou-ya sekejap, tiba tiba katanya:
"Aku turun di sini saja!"
Siau Ho-ya tidak mencegah.
Baru saja perempuan berbaju putih itu hendak menyingkap
tirai untuk melompat turun dari kereta, tiba-tiba tangannya
dicengkeram seseorang, cengkeraman itu sangat kuat dan
kencang.
"Ohh...!" perempuan berbaju putih itu berseru tertahan.
"Beritahuaku!" ujar SiauHo-ya dengan nada marah.
"Kenapa kau tak tega turun tangan terhadap orang she Lui
itu?"
Perempuan berbaju putih itu tertawa.
"Jika kau betul-betul mencintai nona Jian-jian, seharusnya
kau biarkan orang dari marga Lui itu tetap hidup. Kalau tidak
kau bakal kehilangan perempuan itu!"
"Aku tidak percaya!" tukas Siau Ho-ya.
"Kau tak perlu percaya kepadaku, tapi harus percaya
dengan ucapan Kim Cwan!"
"Hmm! Apalagi orang itu, aku lebih tak percaya!" jawab
Siau Ho-ya dengan nada menghina.
Dia memang punya alasan untuk tidak percaya Kim-cwan,
orang yang gagal mencicipi buah anggur selalu akan
mengatakan kalau anggur itu kecut.
Konon, menurut Kim-cwan, Jian-jian hanya cinta satu orang
sepanjang hidupnya, orang itu adalah Siau Lui, tapi kemudian
Siau Lui juga yang telah meninggalkan dirinya.
Oleh sebab itu Jian-jian ingin balas dendam, ia tak segan
membiarkan dirinya jatuh ke dalam pulukan Siau Ho-ya,
tujuannya tak lain hanya ingin balas dendam terhadap Siau
Lui, membalas kekejaman hatinya, ketidaksetiaannya. Tapi
kalau bicara soal cinta, dia tetap mencintai Siau Lui.
Siau Ho-ya adalah seorang lelaki yang amat percaya diri,
dia tak percaya dengan mengandalkan asal-usul keluarganya,
wajah tampan yang dimilikinya serta kepandaian silat yang

196
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dikuasainya, ia tak berhasil menyingkirkan bayangan Siau Lui


dari dalam benak Jian-jian.
Tapi ada satu hal dia percaya sekali, yaitu apa yang
dikatakan perempuan berbaju putih itu setelah dia bertemu
Siau Lui. Orang itu sama sekali tak pandang penting nyawa
sendiri.
Masalah inikah yang membuat Jian-jian sangat merisaukan
Siau Lui? Siau Ho-ya tidak percaya, maka ia sengaja datang
sendiri berjumpa dengan Liong Su.
Mungkin, sesungguhnya dia tak perlu berbuat begitu. Tapi
untuk membuktikan kebenaran kata-kata Kim-cwan, dia
datang juga untuk bertemu LiongSu.
Sekarang dia mengerti, ia benar-benar paham, seorang
lelaki yang bisa membuat Liong Su begitu kagum, begitu
menaruh hormat, memang sangat pantas untuk dicintai
perempuan macam Jian-jian. Mencintainya dengan sepenuh
hati.
Perempuan muda berbaju putih itu belum pernah dicintai
lelaki, dia pun belum pernah mencintai lelaki. Yang bisa dia
lakukan hanya membunuh orang, baik lelaki atau perempuan,
semuanya dibunuh tanpa pandang bulu, maka orang
menyebutnya Leng-hiat Kwan-Im (Kwan-Im berdarah dingin).
Atas perintah dari Siau Ho-ya dan atas keterangan yang
berhasil dihimpunnya dari penuturan Liong Su, dia mengambil
kesimpulan. Kemungkinan besar orang yang telah berhasil
melarikan Siau Lui adalah Ting Jan-coat.
Ternyata dugaannya tidak meleset. Ketika ia datang
mencari mereka, Ting Jan-coat maupun Ting-ting telah pergi
meninggalkan tempat itu, tinggal Siau Lui seorang diri sedang
berbaring di atas pembaringan.
Waktu itu Siau Lui sedang tertidur nyenyak, satu
kesempatan yang sangat berharga baginya untuk turun
tangan menghabisi nyawanya. Tapi ia tidak berbuat demikian.
Selama hidup, Leng-hiat Kwan-Im tak pernah ragu atau
sangsi dalam menjalankan aksinya, dia tak kenal arti kata "tak

197
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tega." Tapi kenyataan bicara lain, dia telah membuang


peluang yang sangat baik itu dengan begitu saja.
Persoalan inilah yang membuat Siau Ho-ya risau bercampur
marah. Manusia semacam Leng-hiat Kwan-Im saja tak tega
membunuh Siau Lui, hal ini membuktikan posisi Siau Lui dalam
perasaan Jian-jian memang sangat istimewa.
Siau Ho-ya belum pernah merasakan risau atau gundah
pikirannya. Tapi sekarang dia mulai risau, mulai gundah
pikirannya.
Jian-jian sudah tidak menundukkan kepalanya. Paras
mukanya mulai bersinar, senyum manis bagai datangnya
musim semi selalu tersungging menghiasi bibirnya.
Kini, bukan saja dia akan mengubah nasib sendiri, juga
berusaha menguasahi nasib orang lain, tak dipungkiri
semuanya ini akan menjadi satu kenyataan.
Siau Ho-ya sudah berada dalam cengkeramannya.
0o0
Malam semakin kelam, keheningan mencekam seluruh
distrik Thiat-say-cu Oh-tong.
Di ruang tengah piaukiok, Liong Su dan Ouyang Ci sedang
duduk berhadapan sambil minum arak. Paras muka mereka
berdua kelihatan sangat serius, arak yang sedang diteguknya
sekarang entah dipakai untuk membangkitkan keberanian atau
justru untuk menghilangkan semua kemurungan hati.
Beberapa orang pengawal bertubuh kekar berdiri berjajar di
sisi ruangan, semuanya menggembol senjata. Barisan
pertempuran telah dipersiapkan, semuanya ini menambah
tegang dan seriusnya keadaan di situ.
Cho Piau, congkoan dari perusahaan ekspedisi itu berjalan
masuk ke dalam ruangan dengan langkah terburu-buru,
setelah memberi hormat katanya, "Cong-piautau, semua
perintahmu telah dilaksanakan!"
"Masih tersisa berapa orang di sini?" tanya Liong Su sambil
menundukkan kepalanya.
"Kecuali berapa puluh orang sanak-keluarga, yang lain rela
tetap tinggal di sini."

198
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sudah kau terangkan situasi yang sedang kita hadapi?"


"Sudah, dan mereka ikhlas mati-hidup bersama Cong-
piautau!" sahut Cho Piau penuh semangat.
"Bagus!"
Tiba-tiba dia bangkit diri, setelah menyapu sekejap wajah
semua yang hadir dalam ruang tengah, katanya sambil
menghela napas panjang, "Hei...! Walaupun aku tahu, saudara
sekalian tetap di sini karena dasar niat baik, tapi aku... aku tak
tega menyusahkan kalian semua..."
"Brakkk!" tiba tiba Ouyang Ci menggebrak meja dengan
penuh emosi. "Hiat-yu-bun telah muncul di depan pintu rumah
kita, paling-paling kita beradu nyawa dengan mereka! Malam
ini kita harus membuat satu penyelesaian yang tuntas!"
Liong Su mengerutkan dahi, setelah termenung sejenak
katanya lagi, "Malam ini Hiat-yu-bun datang menyerang
secara tiba-tiba, aku rasa Oui Hui Thiat Cing dan Gong Kong,
tiga piautau kita tak sempat balik kemari, dengan andalkan
kita berdua untuk mengatasi situasi pada malam ini, aku
rasa..."
Dia memang sudah tua, semua kegagahan dan
keberaniannya di masa lampau telah mulai surut.
Ouyang Ci sangat memahami maksudnya, ia berbicara
begitu bukan untuk menutupi kelemahan sendiri, tapi dia tak
tega membiarkan anak buahnya yang begitu setia mengalami
nasib yang sangat tragis.
Semua orang dalam sungai telaga cukup paham dengan
sepak terjang Hiat-yu-bun, Perguruan Banjir Darah itu. Tahu
betapa kejam dan telengasnya perbuatan mereka.
Ouyang Ci tidak bicara lagi, ia angkat cawannya dan
meneguk habis isinya.
Keheningan yang luar biasa kembali mencekam seluruh
gedung... tiba-tiba terdengar beberapa kali jeritan ngeri yang
menyayat hati berkumandang dari luar halaman.
"Mereka datang!" seru Liong Su dengan wajah berubah.
Seorang pengawal buru-buru berlari mendekat sambil
menyodorkan sebuah tombak sepanjang satu koma empat

199
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kaki. Baru saja ia menerima tombak tersebut, Ouyang Ci


sambil menggetarkan cambuk hitamnya telah meluncur keluar
dari ruangan.
"Ouyang..." Liong Su berteriak cemas.
Tapi dia tidak mencegahnya lebih lanjut.
Dengan satu gerakan yang sangat cepat Ouyang Ci
melompat ke dalam halaman. Di situ dua puluhan orang
pengawal telah terlibat dalam satu pertempuran sengit,
beberapa orang di antaranya telah terkapar bermandikan
darah. Tampaknya mereka sudah keteteran dan tak sanggup
membendung serbuan dua orang musuhnya
Kedua orang penyerang itu bukan lain adalah si Payung
dan si Golok dari Neraka, Giam-lo San dan Giam-loTo.
Mereka sedang menyerbu ke arah ruang tengah dengan
garangnya.
Ouyang Ci segera menghadang, ruyung hitamnya
digetarkan kuat kuat mengancam wajah Giam-lo To.
Bagaikan seekor ular berbisa, ruyung hitam itu langsung
menyambar ke depan dan berubah menusuk tubuh lawan.
Giam-lo To buru-buru mengayunkan senjatanya menangkis,
ketika kedua buah senjata itu saling membentur, segera
terdengarlah suara benturan yang amat nyaring.
Menggunakan peluang tersebut, Giam-lo San merangsek ke
depan, senjata payung bajanya dihantamkan ke atas kepala
Ouyang Ci.
Liong Su membentak keras, tombaknya digetarkan keras
langsung menangkis datangnya hantaman payung itu.
Di tengah suara bentakan, Liong Su melancarkan berapa
kali tusukan maut dengan tombaknya, serangan yang
dilancarkan secara bertubi-tubi ini memaksa Giam-lo San
harus berkelit ke samping, otomatis ancamannya terhadap
Ouyang Ci pun segera terpatahkan.
"Liong Su!" teriak Giam-lo San sambil tertawa seram.
"Malam ini kalian pasti mampus!"
Liong Su sangat paham, mustahil pihak lawan hanya
mengirim dua orang jago untuk menumpas mereka. Kehadiran

200
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

orang ini jelas hanya sebagai pembukaan. Jago-jago Hiat-yu-


bun yang lebih tangguh pasti sudah bersembunyi di tempat
kegelapan dan menunggu peluang untuk melancarkan
serangan mematikan.
Musuh yang bersembunyi di kegelapan selalu lebih
menakutkan ketimbang musuh yang telah tampil keluar,
karena bokongan adalah serangan yang sangat menakutkan.
Liong Su tidak takut menghadapi kedua orang itu, tapi dia
tak bisa menduga jagoan tangguh macam apa saja yang
masih bersembunyi dan belum tampil itu.
Tombaknya diputar semakin ketat, kali ini dia tusuk dada
Giam-loSansambilmenghardik, "Hmrnm, kalau cuma kalian
berdua mah masih ketinggalan jauh! Berapa banyak jago yang
kalian bawa kali ini, suruh mereka tampil semuanya!"
"Bunuh ayam tak perlu memakai golok penjagal kerbau,
rasakan dulu kehebatanku ini!" teriak Giam-lo San geram.
Biarpun payung baja itu kelihatan berat sekali, namun
dalam genggamannya kelihatan begitu enteng bagaikan
payung yang terbuat dari kertas biasa. Biarpun digunakan
untuk menusuk atau membabat, semua gerakan dilakukan
enteng sekali.
Pertempuran sengit segera berkobar...
Tiba-tiba terdengar suara tertawa seram bergema di
seluruh angkasa. Tidak diketahui berasal darimana suara itu,
tapi tertawanya begitu menyeramkan, membuat bulu kuduk
semua orang pada berdiri.
Bersamaan dengan selesainya suara tertawa itu, terdengar
seseorang dengan suara yang sangat parau dan berat berseru,
"Aku dengar, Ngo-thian Giam-lo lima raja neraka dari lima
istana sangat tersohor di dalam dunia persilatan! Heran,
kenapa makin lama kelihatan semakin tak becus..."
"Sangat tepat perkataanmu itu," sambung suara lain yang
keras, nyaring dan penuh tenaga. "Tempo hari sudah ada tiga
orang yang pecundang, dua yang tersisa memang semakin tak
becus!"

201
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Untung malam itu suasana sangat gelap sehingga wajah


Giam lo San dan Giam-lo To yang berubah jadi merah padam
bagaikan kepiting rebus tidak kelihatan jelas.
Seperti terangsang oleh ucapsn tersebut, serangan yang
dilancsrksn kedua orang itu makin gencar dan ketat. Dengan
mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya mereka
meneter Liong Su dan Ouy Ci habis-habisan.
Begitu sengit jalannya pertempuran itu membuat kawanan
piausu yang lain tak berpeluang untuk melibatkan diri dalam
pertempuran, mereka hanya bersorak-sorai di pinggir
kalangan sambil memberi semangat.
"Jangan cuma nonton keramaian," kembali suara yang
parau itu berkata. "Lebih baik kita selesaikan panggung
pertarungan ini secepatnya!"
"Baik, kau duluan? Atau aku duluan?" kata suara yang
nyaring kuat itu.
'Tua muda ada urutannya, tentu saja kau harus duluan,"
seru suara parau itu sambil tertawa keras.
"Baik!"
Bersamaan dengan seruan itu, tampak sesosok bayangan
hitam meluncur turun dari atas atap rumah, cepat bagaikan
sambaran seekor rajawali yang terjun dari angkasa.
Belum lagi mencapai permukaan tanah, kembali bayangan
hitam itu mengebaskan kedua ujung bajunya ke depan,
selapis cahaya tajam yang menyilaukan mata segera
berhamburan di angkasa.
"Mata uang pencabut nyawa..." teriak Liong Su dengan
perasaan amat kaget.
Sayang peringatannya kalah cepat dengan sambaran
cahaya tajam itu, jeritan ngeri yang memilukan hati bergema
silih berganti. Dalam waktu sekejap sudah puluhan orang
piausu yang termakan senjata rahasia itu dan roboh terkapar
di tanah.
Siapapun tidak mengira Hiat-yu-bun ternyata berhasil
mengundang dua tokoh senjata rahasia untuk mendukung
aksinya. Lam-chee Pak-sah (mata uang dari selatan pasir dari

202
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

utara) adalah dua jagoan yang sangat tangguh kepandaian-


nya.
Nama besar Toh-mia Kim-chee (mata uang pencabut
nyawa) Lamkiong Liong memang bukan nama kosong, ilmu
hujan bunga menyelimuti angkasa yang baru saja digunakan
sungguh mengerikan. Begitu mata uang emasnya disambit
keluar, dalam sekejap mata puluhan orang jago telah
kehilangan nyawa.
Liong Su teramat gusar, darah dalam tubuhnya serasa
mendidih, dengan satu tusukan keras dia paksa Giam-lo San
untuk minggir ke samping, kemudian dengan langkah lebar
dia mendekati Lamkiong Liong, bentaknya, "Membokong or-
ang dengan senjata rahasia bukan termasuk kepandaian
hebat, lihat tombakku!"
Dengan kekuatan yang maha dahsyat bagai sambaran
halilintar dia tusuk dada musuhnya.
Lamkiong Liong tidak melayani tusukan itu, dengan cekatan
dia berkelit kesamping kemudian melejit ke atas atap rumah.
"Liong Su!" ejeknya sambil tertawa. "Pengetahuanmu
benar-benar sangat cupat, aku tidak pernah menggunakan
amgi, yang kupakai adalah..."
Liong Su benar-benar amat gusar, ia tidak memberi
kesempatan kepada musuhnya untuk menyelesaikan
perkataan itu Dengan satu lompatan, ia mengejar ke atas atap
rumah sambil melancarkan sebuah serangan maut.
Baru saja telapak kakinya menempel di atas wuwungan
rumah, mendadak terasa ada segulung sambaran angin tajam
mengancam tiba dari samping, di tengah hembusan angin
yang sangat tajam itu terselip segumpal pasir besi yang
mengerikan.
Si mata uang dari selatan Lam-chee dan si pasir dari utara
Pak-sah benar-benar merupakan jagoan yang sangat tangguh.
Kerja sama mereka luar biasa bahkan saling menutupi
kelemahan lawan.
Orang yang baru saja melancarkan serangan maut itu tak
lain adalah Tok-sah-jiu (si tangan pasir beracun) Gui Ki.

203
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan perasaan terkesiap buru-buru Liong Su melompat


mundur ke belakang berusaha menghindarkan diri, sayang ke-
adaan sudah terlambat, tiba-tiba wajahnya terasa amat sakit
hingga merasuk ke tulang sumsum, belum sadar apa yang
terjadi, tubuhnya sudah roboh terjungkal ke bawah.
"Su-ya..." jerit Ouyang Ci dengan perasaan terkesiap.
Mengetahui saudara angkatnya terluka parah, buru-buru
Ouyang Ci bergeser ke samping dan berusaha memberi
pertolongan. Sayang tindakannya ini membuat perhatiannya
terpecah, menggunakan kesempatan yang sangat baik ini
Giam-lo To mengayunkan senjata cepat-cepat, dengan satu
tebasan kilat dia bacok lengan kanannya yang memegang
ruyung itu hingga terkurung menjadi dua bagian.
Ouyang Ci seperti tidak merasa kesakitan, bahkan ia tidak
sadar kalau lengannya telah terbabat kutung. Menunggu
sampai ia tiba di samping Liong Su dan berniat membopong
tubuhnya, ia baru terkesiap karena bukan saja tangannya tak
bisa digunakan lagi, bahkan badannya jadi sempoyongan.
Tak ampun kedua orang itu bertumbukan satu dengan
lainnya lalu jatuh berguling di atas tanali.
Lam-chee Pak-sah segera memanfaatkan peluang itu
dengan sebaik-baiknya, bagaikan sampiran kilat cepatnya
mereka berdua menyerbu ke tengah gerobolan manusia,
tanpa memberi ampun lagi mereka tebarkan mata uang
pencabut nyawa serta pasir beracunnya ke tengah kawanan
piausu itu.
Jeritan ngeri yang memilukan hati bergema silih berganti,
satu per satu kawanan piauwsu itu roboh bergelimpangan ke
atas tanah.
Giam-lo To tidak tidak diam, ia langsung menyerbu ke
tengah gedung, sementara Giam-lo San mendekati liong Su
dan Ouyang Ci, dengan gerakan cepat dia ayunkan payungnya
menghantam batok kepala kedua orang itu.
Di saat yang kritis itulah, mendadak tampak sesosok
bayangan manusia berkelebat lewat dari luar tembok
pekarangan dan langsung mendekati arena pertempuran.

204
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Gerakan orang itu sudah bukan nekad lagi, lebih tepat


kalau dibilang sudah tak menggubris keselamatan jiwa sendiri.
Tanpa ambil perduli ancaman maut yang datang dari payung
maut tersebut, ia menerkam Giam-lo San dengan satu
terjangan keras.
Giam-lo San jadi gelagapan, dia tak mengira musuhnya
begitu nekad. Dalam kaget danbingungnya ia tak sanggup
menghindarkan diri, badannya segera tertumbuk secara telak
Benturan itu betul-betul sangat keras, kedua orang itu
segera terpental dan mundur sempoyongan. Begitu
mendadaknya kejadian ini, Giam-lo San sampai tak sempat
melihat jelas wajah lawannya, meski begitu, ia bisa menebak
siapa gerangan orang itu.
Seumur hidup, Giam-lo San hanya pernah satu kali bertemu
dengan orang senekad ini, orang itu tak lain adalah Siau Lui.
Dugaannya memang tak meleset, orang itu adalah Siau Lui.
Ketika berhasil menerjang tubuh Giam-lo San hingga terpental
mundur, kembali ia menyelinap maju dua langkah, lalu dengan
kecepatan bagai kilat ia cengkeram pergelangan tangan
lawan.
Dengan perasaan ngeri bercampur seram buru-buru Giam-
lo San melompat mundur melepaskan diri dari ancaman,
teriaknya keras, "Dia adalah Liong Ngo!"
Buru-buru Lamkiong Liong dan Gui Ki membalikkan
tubuhnya hingga bersama Giam-lo San berbentuk posisi
segitiga dan mengepung Siau Lui di tengah arena.
Tahu kalau kedua orang rekannya sudah mulai bertindak,
keberanian Giam-lo San tumbuh kembali. Ia tarik napas
panjang lalu sambil tertawa seram teriaknya, "Liong Ngo,
tepat sekali kedatanganmu kali ini! Kami jadi tak perlu repot-
repot pergi mencarimu!"
Sementara itu Siau Lui sudah mengetahui kondisi Liong Su
serta Ouyang Ci yang terluka parah dan roboh terkapar di
tanah, hatinya terasa amat sakit bagaikan diiris-iris. Apa mau
dikata ia tak punya kesempatan lagi untuk menolong mereka.

205
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kini, musuh tangguh berada didepan mata. Kecuali beradu


jiwa, dia sudah tak punya pilihan lain.
Untung saja selembar jiwa yang dimilikinya sekarang sudah
bukan menjadi miliknya lagi, bisa mati demi membela Liong Su
rasanya jauh lebih bernilai ketimbang harus mati gara-gara
salah makan dua mangkuk nasi dari si perempuan berbaju
putih itu.
Nyawa adalah sesuatu yang sangat berharga, jika
seseorang sudah tak takut mati, maka tak ada kejadian
apapun yang lebih menakutkan lagi di dunia ini.
Siau Lui tertawa hambar, sahutnya, "Betul, mungkin
kedatanganku sedikit agak terlambat, tapi bagaimana pun
juga aku telah datang!"
Giam-lo San tidak melancarkan serangan,
iamengerdipkanmatanya ke arah Lamkiong Liong dan Gui Ki
memberi tanda, kemudian sambil melompat mundur serunya,
"Kuserahkan bocah tengik itu kepada kalian berdua!"
Gui Ki tertawa terkekeh-kekeh, katanya dengan suara
parau, "Saudara Lamkiong, kelihatannya kali ini aku harus
turun tangan duluan."
"Baik!" sahut Lamkiong Liong tertawa
Gui Ki menggerakkan bahunya siap melancarkan serangan.
Tapi belum sempat serangan dilepaskan tiba-tiba ia menjerit
kesakitan, sambil menutupi wajahnya dengan kedua belah
tangan, ia berguling guling dilantai sambil berteriak ngeri,
"Aduh mataku.... Mataku..."
Perubahan ini terjadi sangat mendadak dan sama sekali di
luar dugaan siapapun. Lamkiong Liong maupun Giam-lo San
terkesiap, untuk sesaat mereka hanya bisa saling
berpandangan dengan perasaan bingung.
Belum lagi perasaanhati mereka jadi tenang, tiba-tiba dari
atas dinding pekarangan kembali muncul sesosok bayangan
manuisia. Di tengah kegelapan malam yang mencekam
seluruh jagat tampak orang itu berbaju putih salju dia tak lain
adalah Perempuan muda berbaju putih, si Kwan Im berdarah

206
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dmgm Leng-hiat Kwan Im "Apakah Leng-hiat Kwan Im yang


datang?" tegur Lamkiong Liong dengan nada terkejut.
"Tajam juga penglihatanmu'" sahut Leng-hiat Kwan-im
dengan suara menyeramkan. "Jadi kau tidak menganggapku
sebagai Ting Jan coat bukan?"
Dalam sungai telaga terdapat dua orang wanita yang
paling sulit dihadapi, mereka adalah si Leng hiat Kwan-im
serta Ting jan-coat, dan kebetulan mereka berdua sama-sama
gemar mengenakan pakaian berwarna putih.
Ketika untuk pertama kalinya Siau Lui melihat bayangan
punggung Leng-hiat Kwan-im, ia sempat mengiranya sebagai
Tingjan-coat.
Tampaknya Lamkiong Liong agak segan bercampur takut
terhadap Leng-hiat Kwan-Im, tapi ia menegur juga, "Di antara
kita berdua tak pernah air sumur mengganggu air sungai,
kenapa kau turun tangan begitu keji terhadap Gui Ki?"
"Tapi kalian telah mengganggunya!" jawab Leng-hiat Kwan-
Im sambil menuding ke arah Siau Lui.
"Apa hubungannya dengan kau?"
"Hrnmm, besar sekali hubungan kami!" dengus Leng-hiat
Kwan-Im.
Siau Lui tak ingin menerima kebaikan hatinya, bahkan tak
berani menerima kebaikan perempuan semacam ini. Ting Jan-
coat yang pernah dijumpai sudah cukup membuatnya pusing
kepala, dia tak ingin berjumpa lagi dengan Ting Jan-coat
kedua.
Tak tahan Siau Lui menghela napas panjang, katanya,
"Kenapa sih kau terus menerus membuntutiku...?"
Dalam pada itu Giam-lo San sudah tak bisa menahan diri
lagi, menggunakan kesempatan di saat Leng-hiat Kwan-Im
sedang berbicara dan bercabang perhatiannya, mendadak ia
menerjang ke muka sambil melancarkan sebuah serangan
maut dengan senjatanya.
Leng-hiat Kwan-Im sama sekali tidak bergerak, dia cuma
me-nyentilkan jari tangannya ke depan, dua titik cahaya tajam
segera meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa.

207
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Senjata payung baja milik Giam-lo San ini memang khusus


dibuat untuk mematahkan pelbagai serangan senjata rahasia.
Sayang musuh yang dihadapinya malam ini adalah seorang
jagoan yang sangat tangguh macam Leng-hiat Kwan-Im,
senjata andalannya jadi sama sekali tak berfaedah.
Seandainya dia tidak terburu napsu ingin memetik
keuntungan dari keteledoran lawannya, mungkin nasib tragis
tak akan menimpa dirinya. Belum sempat ia melihat jelas
datangnya cahaya berkilauan itu, tahu-tahu serangan telah
tiba di depan mata, mau berkelitpun sudah tak sempat lagi.
Terdengar ia menjerit kesakitan, tak berbeda dengan
keadaan Gui Ki, dia roboh berguling juga di atas tanah sambil
meraung-raung seperti orang gila.
Giam-lo To sangat terperanjat melihat kejadian itu,
bentaknya penuh kegusaran, "Saudara Lamkiong, apa kau
cuma datang untuk menonton keramaian?"
Di tengah bentakan nyaring, goloknya langsung diayunkan
ke tubuh Leng-hiat Kwan-Im.
Belum sempat Leng-hiat Kwan-Im melakukan sesuatu
tindakan, Siau Lui sudah turun tangan duluan, ia sambut
datangnya bacokan golok itu dengan terjangan kalap.
Biarpun cahaya golok berkilauan memenuhi angkasa, Siau
Lui sama sekali tak dibuat jeri, ia malah menyeruduk makin
nekad.
Sekalipun ia sudah tak memikirkan keselatan sendiri, bukan
berarti anak muda itu rela badannya dicincang semaunya oleh
pihak lawan. Dia berkelit ke samping meloloskan diri dari
ancaman itu kemudian sambil memutar tubuh, sepasang
tanganya direntangkan dan langsung memeluk tubuh Giam-lo
To erat-erat.
Apa yang dilakukannya sekarang sama-sekali tidak mirip
pertarungan antar jagoan tangguh, caranya bergulat tak
berbeda jauh dengan pertarungan dua orang kasar yang tak
punya kemampuan apa-apa.
Rangkulan Siau Lui makin lama semakin mengencang,
jepitan kedua lengannya tak berbeda dengan jepitan besi,

208
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

begitu kuat dan kencangnya dia memeluk sehingga nyaris


membuat Giam-lo To tak dapat bernapas.
Lamkiong Liong masih berdiri terpaku dengan pandangan
bodoh, diam-diam ia melirik terus ke arah Leng-hiat Kwan-Im,
agaknya kehadiran perempuan berbaju putih itu membuatnya
segan dan takut untuk berbuat seenak sendiri.
Siau Lui semakin mengencang kan pelukannya, kini paras
muka Giam-lo To telah berubah merah padam, otot wajahnya
sudah pula menonjol keluar, bagaimana pun ia coba untuk
meronta, usahanya selalu tidak membuahkan hasil.
Pada saat itulah tiba-tiba dan atas dinding pekarangan
muncul lagi belasan sosok bayangan manusia. Leng-hiat
Kwan-im segera berpaling tapi kemudian wajahnya nampak
sangat terkejut.
Siapapun tak akan menyangka dan percaya kalau seorang
wanita ganas macam Leng-hiat Kwan im berdarah dingin bisa
memperlihatkan rasa kaget dan terkesiap yang luar biasa
seperti saat ini.
Walaupun malam itu suasana amat gelap, namun dengan
ketajaman matanya, dalam sekilas pandang saja ia sudah
mengenal bahwa kawanan manusia berbaju tengkorak ini tak
lain adalah para pengawal dari Hiat-yu-bun.
Dandanan kawanan jago itu memang sangat aneh, selain
mengenakan pakaian ketat berwarna hitam yang ditempeli
lukisan tengkorak putih. Wajah mereka rata-rata mengenakan
juga topeng tengkorak manusia sehingga kalau dilihat dalam
kegelapan, kemunculan mereka tak ubahnya seperti
kemunculan kawanan tengkorak dari dalam liang kubur,
membuat siapa pun yang melihat jadi bergidik dan bulu
kuduknya pada bangun berdiri.
Tak ada yang menyangka kalau ketua dari Hiat-yu-bun,
Suto Ling bakal tampil sendiri pada malam ini.
Menggunakan kesempatan di saat perempuan itu terkesiap,
Lamkiong Liong segera mengebut-kan sepasang tangannya ke
depan. Duabelas batang mata uang pencabut nyawa dengan

209
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

memancarkan cahaya keemas-emasan langsung menyebar ke


depan.
Leng-hiat Kwan-im terkesiap. Menunggu ia sadar
datangnya ancaman dan berusaha menghindar ke samping,
keadaan sudah terlambat.
Di saat yang amat kritis itulah... tiba-tiba Siau Lui
melemparkan tubuh Giam-lo To yang berada dalam
cengkeramannya ke arah datangnya sambitan senjata rahasia
itu. Rupanya dia telah menggunakan tubuh lawannya sebagai
perisai untuk menahan datangnya ancaman.
Duabelas batang mata uang emas serentak menghajar
sekujur tubuh Giam-lo To.
Waktu itu Giam-lo To sudah berada dalam keadaan pingsan
lantaran kesakitan dicengkeram Siau Lui, maka meskipun
sekujur badannya sudah dihajar duabelas buah mata uang
emas, ia sama sekali tidak memperlihatkan rasa kesakitan,
bahkan tak sempat menjerit ngeri lagi tubuhnya roboh
terkapar di tanah dan menemui ajarnya. Satu cara kematian
yang sangat enak baginya.
Leng-hiat Kwan-im teramat gusar, walaupun rasa kaget
belum lenyap dari perasaan hatinya, dengan sorot mata yang
menggidikkan hati ia tatap wajah Lamkiong Liong lekat-lekat,
tegurnya dengan suara menyeramkan, "Kau mengerti aturan
tidak?"
Lamkiong Liong terkesiap, ia merasa hawa dingin yang
menggidikkan hati muncul dari atas kepalanya dan menjalar
hingga ke ujung kaki.
Sambil tertawa getir ia segera bersiap-sedia adu nyawa. Ia
tahu perempuan berbaju putih itu telah dibuat gusar oleh
bokongannya, serangan yang bakal dilancarkan sudah pasti
sangat mematikan.
Pada saat itulah, dari atas dinding pekarangan kembali
terdengar seseorang berteriak keras, "Apakah orang dari
marga Lui itu sudah mampus?"
"Aku masih segar bugar!" jawab Siau Lui sambil
mendengus.

210
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Lamkiong Liong!" terdengar orang di atas dinding


pekarangan itu berseru lagi, "Ketua ada perintah, lepaskan
orang she Lui itu!"
Pucuk dicinta ulam tiba, memang itulah yang diharapkan
Lamkiong Liong dalam kondisi seperti ini, cepat-cepat ia soja
ke hadapan Leng-hiat Kwan-im, lalu serunya, "Maaf kalau aku
tak akan melayani lagi!"
Begitu selesai berkata, tubuhnya segera melejit ke udara
dan kabur meninggalkan tempat itu.
"Hmm, tak segampang itu!" hardik Leng-hiat Kwan-Im.
Di tengah bentakan keras, dia ayunkan tangannya
berulang-kali melepaskan beberapa batang jarum beracun ke
tubuh lawan.
Lamkiong Liong terperanjat, merasa gelagat tidak
menguntungkan, buru-buru ia berusaha berkelit ke samping.
Sayang usahanya tidak membuahkan hasil, belum lagi
badannya menghindar dari ancaman tersebut, tahu-tahu
berapa batang jarum beracun itu sudah menghajar di atas
tubuhnya.
Diiringi jerit kesakitan yang memilukan hati, tubuhnya
langsung roboh terjungkal ke tanah dan jatuh di luar pagar
pekarangan.
Leng-hiat Kwan-Im tahu, belasan orang berpakaian
tengkorak itu pasti akan mengeroyok nya, cepat-cepat ia
memperkuat kuda-kudanya dan bersiap sedia.
Di luar dugaan, kawanan tengkorak itu sama sekali tidak
melakukan tindakan apapun, malahan mereka segera
membalikkan badan dan ngeloyor pergi dari arena
pertarungan.
Diluar gedung ThiatSay-cu Oh tong, di balik kegelapan
malam yang mencekam, tampak dua orang manusia berdiri
saling berhadapan Kedua orang itu berdiri dengan santai, tidak
memperlihatkan sesuatu gerakan pun.
Belasan orang berdandan tengkorak itu langsung berlari
menghampiri kedua orang itu, salah seorang di antara

211
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

rombongan tadi segera memberi hormat sambil berkata,


"Lapor ketua, orang dari marga Lui itu masih hidup!"
Ternyata salah seorang diantara dua orang dalam
kegelapan itu adalah Suto Ling, ketua dari Perguruan Hiat-yu-
bun.
"Bagus!" terdengar Suto Ling tertawa. "Berarti jual-beli ini
bisa dilanjutkan!"
"Baik," kata orang yang lain dalam kegelapan itu. "Dalam
tiga hari, aku akan mengutus orang untuk mempersembahkan
penggaris mestika Giok-ji-gi ke tanganmu."
"Baik, transaksi dilanjut!"
Tanpa memperdulikan nasib anak-buahnya lagi orang itu
segera membawa serta para pengawalnya berlalu
meninggalkan tempat itu. Dalam kegelapan, kini tinggal satu
orang yang masih berdiri menanti.
Tak lama kemudian Leng-hiat Kwan-Im muncul dari balik
gedung, orang itu segera menyambutnya dan bertanya
dengan tak sabar, "Orang she Lui itu benar-benar belum
mati?"
"Dia tak bakal mati," jawab Leng-hiat Kwan-im. "Tapi...
hingga kini aku masih tak habis mengerti, dengan cara apa
kau berhasil membujuk SutoLing...?"
"Kami telah melakukan satu transaksi jual-beli," jawab
orang itu santai.
"Transaksi apa?"
"Dengan Penggaris mestika Giok-ji-gi milik keluarga kami,
ditukar dengan selembar nyawa orang she Lui itu."
"Oh? Apa kau tidak menganggap nilai transaksi ini kelewat
mahal? Ehrnm... Rasanya dia sendiri pun tak akan mengira
kalau nilai dari selembar nyawanya ternyata begitu mahal!"
"Tapi tidak mahal bagiku!" tukas orang itu cepat.
Dari balik kegelapan malam muncul sebuah kereta mewah,
dua orang itu segera naik ke dalam kereta dan pergi
meninggalkan tempat itu.
Malam semakin kelam...suasana pun makin hening dan
sepi...

212
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Malam semakin hening... dua-tiga puluh sosok mayat


manusia roboh bergelimpangan memenuhi seluruh lantai
gedung perusahaan ekspedisi itu. Yang hidup tinggal tak
seberapa.
Kondisi Liong Su sudah amat parah, ia dalam keadaan
sekarat, napasnya sangat lirih dan tinggal satu-dua....
Ouyang Ci telah kehilangan sebelah lengannya, meski
begitu ia masih terhitung sangat beruntung karena nyawanya
tidak ikut lenyap. Kini ia sudah memaksakan diri untuk duduk
di lantai.
Dengan air mata bercucuran Siau Lui berjongkok di
samping Liong Su, bisiknya lirih, "Aku datang terlambat... aku
datang terlambat..."
Napas Liong Su sudah sangat lemah, tapi senyum kepuasan
menghiasi wajahnya, katanya perlahan, "Bagaimana pun juga,
kau telah datang kemari... Kehadiranmu sudah membuat
hatiku sangat puas!"
"Aku seharusnya datang sehari lebih awal," bisik Siau Lui
penuh rasa menyesal. "Seandainya aku datang sehari lebih
awal... Atau bahkan satu jam lebih awal..."
"Saudaraku," tukas Liong Su sambil tertawa getir, "asal kau
punya ingatan untuk datang mencariku, sekalipun kau baru
muncul setelah kematianku, kau tetap telah datang...
bukankah kita adalah dua bersaudara yang sejati?"
"Benar, benar..." Siau Lui mengangguk, "kau adalah Liong
Su, aku adalah Liong Ngo..."
Liong Su tertawa tergelak.
"Betul! Kita adalah dua bersaudara sejati, hahahaha..."
Gelak tertawanya makin lama semakin melemah dan
akhirnya berhenti, berhenti untuk selamanya.
Liong Su telah meninggal, ia mati dengan perasaan hati
yang sangat tenteram, sekulum senyuman masih sempat
tersungging di ujung bibirnya.
Siau Lui tak sanggup menahan diri lagi, ia peluk jenasah
Liong Su dan teriaknya penuh kesedihan, "Kakak..."

213
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ouyang Ci tidak malu menjadi seorang lelaki berhati baja,


tak setetes air mata pun yang membasahi matanya, dengan
suara yang sangat tenang katanya, "Saudara Lui, Suya tak
salah bersahabat dengan kau, sekarang ia sudah memiliki
saudara sejati macam dirimu, biar harus mati pun dia akan
mati dengan mata terpejam."
"Mereka adalah orang-orang Hiat-yu-bun?" tiba tiba Siau
Lui bertanya.
Ouyang Ci tidak menjawab, dia hanya mengangguk.
"Baik!" seru Siau Lui penuh emosi, "aku pasti akan mencari
mereka untuk membuat perhitungan!"
"Jangan!" sela Ouyang Ci gelisah. "Kau tak perlu mencari
mereka. Suya sudah banyak hari menunggu kedatanganmu,
dia berharap kau bisa datang segera karena dia ingin
memberitahukan berita tentang seseorang..."
"Siapa? Berita tentang Jian jian?" potong Siau Lui tak
sabaran.
Ouyang Ci menggeleng.
"Orang itu pernah datang kemari dan berusaha mencari
berita tentang kau, selain itu ada pula seorang wanita yang
melakukan hal yang sama, wanita itu tak lain adalah
perempuan berbaju putih itu."
"Dia?"
"Bukan dia yang diharapkan Suya untuk kau jumpai?"
"Lalu siapakah orang itu?"
"Siau Ho-ya!"
"Oh? Kenapa dia suruh aku bertemu dengan orang ini?"
Siau Lui bertanya keheranan, dia tak habis mengerti.
Kembali Ouyang Ci menggeleng. Dia cuma teringat sewaktu
Siau Ho-ya datang mengunjungi Liong Su, sebelum pergi
meninggalkan tempat ini, dia sempat berpesan, "Jika orang
she Lui itu datang kemari, jangan lupa sampaikan kepadanya,
suruh dia datang menemui aku!"
Kenapa Siau Ho-ya pingin bertemu dengan Siau Lui?
Jangankan orang lain, bahkan Liong Su sendiripun tidak tahu,
apalagi Ouyang Ci...

214
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi ada satu hal yang mereka ketahui dengan jelas, Siau
Ho-ya adalah orang yang pantas menjadi sahabat, tapi
teramat sulit untuk menjadi sahabatnya.
Dalam dunia ini, yang paling mahal dan paling berharga
bukanlah cinta kasih, melainkan persahabatan... persahabatan
yang tulus dan sejati.
Teman sejati tidak banyak jumlahnya, asal bisa mendapat
satu-dua orang saja, biar harus matipun akan mati dengan
mata terpejam. Oleh sebab itu Liong Su merasa sangat puas
karena dia dapat bersahabat dengan Siau Lui.
Sekarang, dia berharap Siau Lui dapa tberjumpa dengan
Siau Ho-ya. Mungkin dia anggap mereka pun bisa menjalin
hubungan persahabatan yang tulus dan sejati.
Dengan perasaan yang amat sedih dan duka Siau Lui
membantu Ouyang Ci membereskan semua persoalan yang
ada di perusahaan ekspedisi itu,sejak itu mereka berdua
menjadi sahabat yang sangat akrab.
Tiba-tiba Ouyang Ci teringat akan satu persoalan, mengapa
pada malam itu Suto Ling menarik kembali pasukannya di saat
yang paling kritis dan melepaskan Siau Lui?
Siau Lui sendiri tak tahu jawabannya.
Selama dua hari terakhir, kondisi perasaan mereka berdua
sangat buruk, mereka masih diliputi perasaan duka yang
sangat mendalam, karenanya pemuda itu tak ingin terburu-
buru menjumpai Siau Ho-ya.
Dalam kondisi seperti inilah tiba-tiba Siau Ho-ya mengutus
orang mengirim surat undangan, dia mengundang Siau Lui
untuk berkunjung ke rumahnya.
Untuk berapa saat Siau Lui merasa sangat bimbang dan tak
dapat mengambil keputusan, dia coba meminta pendapat
Ouyang Ci.
"Aku akan menemanimu kesana!" jawab Ouyang Ci segera.
Siau Lui takbisa menampik lagi. Walaupun dia segan untuk
berkenalan dengan Siau Ho-ya, tapi Liong Su sangat berharap
ia dapat menjumpai orang tersebut, karena itu mau tak mau
dia harus pergi juga.

215
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika mereka berdua muncul di depan gedung raja muda,


Siau Ho-ya yang mendapat laporan segera muncul sendiri
untuk menyambut kedatangan mereka.
Kesan pertama yang timbul dalam benak Siau Lui tentang
Siau Ho-ya adalah orang ini tidak sombong, tidak jumawa dan
tidak sok berkuasa.
Dalam bayangannya semula, Siau Ho-ya tentu seorang
lelaki yang congkak dan amat jumawa, dia pasti seorang mata
keranjang yang suka main perempuan. Ternyata apa yang
diduganya salah besar.
Siau Ho-ya memperlakukan dia bagaikan tamu agung,
malahan khusus menyiapkan pesta yang sangat mewah untuk
menyambut kedatangan mereka.
Setelah tiga putaran arak, tiba tiba Siau Ho-ya berkata,
"Besok adalah hari pernikahan siaute, apakah kalian berdua
sudi memberi muka untuk ikut hadir?"
Siau Lui saling bertukar pandangan dengan Ouyang Ci, lalu
jawabnya, "Malam ini juga aku harus pergi dari sini."
"Tidak bisa menginap dulu barang satu-dua hari?"
Kembali Siau Lui menggeleng.
Buru-buru Ouyang Ci menimpali, "Dia terburu-buru karena
harus mencari seseorang..."
"Masa tak bisa ditunda satu-dua hari saja?" tanya Siau Ho-
ya sambil tertawa.
Kembali Siau Lui menggeleng.
Ouyang Ci menyambung, "Jika sudah tahu jejaknya, biar
ditunda satu-dua jam pun dia tak mau."
"Kini, kalian toh belum lalui kabar beritanya, apa salahnya
jika ditunda satu-dua hari saja? Sam lara Lui, jika kau tak
keberatan, tolong beri muka kepadaku, pergilah setelah
menikmati arak kegeringan siaute esok."
Didesak secara berulang kali Siau Lui merasa sungkan
untuk menolak lagi, maka dia pun menyanggupi secara
terpaksa

216
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Siau Ho-ya tidak menunjukkan perubahan wajah apa pun,


sementara dihati kecilnya ia tertawa, inilah keputusan paling
penting yang telah ia lakukan
Walaupun dia sadar, tindakan yang diambilnya saat ini
merupakan keputusan yang bodoh, bah kan bisa-bisa pura-
pura jadi sungguhan tapi dia memerlukan percobaan semacam
ini, satu percobaan yang maha penting baginya.
Dia adalah seorang lelaki yang kelewat percaya diri, dia
perlu membuktikan satu hal, membukti kan kalau Jian-jian
akan menjadi miliknya untuk selamanya
0o0
Sejak pagi hari suasana sibuk telah mencekam setiap
anggota gedung raja muda itu, hiasan-hiasan mulai
bermunculan disana sini dari jarak berapa li suasana
kegembiraan pun menyelimuti wajah setiap orang.
Jian-jian masih menundukkan kepalanya. Dia tak bisa
menjawab perasaan hatinya saat ini sedang gembira atau
risau, tapi yang pasti banyak permasalahan yang menindih
pikirannya. Akhirnya dia telah mengambil keputusan untuk
merubah nasib hidupnya, apa yang diinginkan dan diharapkan
dalam waktu singkat akan menjadi kenyataan.
Hari ini, dia akan menjadi istrinya Siau Ho-ya, tapi perasaan
bimbang masih menyelimuti pikirannya. Apa yang dikatakan
Kim-cwan sangat tepat, dalam hidupnya kini hanya satu orang
yang benar-benar dicintai, orang itu adalah Siau Lui.
Siau Ho-ya mengawasi gadis itu lama sekali, kemudian baru
panggilnya, 'Jian-jian!"
Jian-jian terkejut, dia angkat kepalanya dan tersenyum,
tanyanya, "Sejak kapan kau masuk kemari?"
"Jian-jian!" tanya Siau Ho-ya sambil menepuk bahunya
perlahan, "apa yang sedang kau pikirkan? Apakah sedang
membayangkan orang she Lui itu?"
Agak berubah paras muka Jian-jian. Tapi segera jawabnya,
"Aku toh sudah beritahu kepadamu, sudah lama aku
melupakan orang ini!"
"Sungguh?"

217
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kalau aku belum mengambil keputusan tersebut, tak


mungkin kuceritakan semua kisahku kepadamu."
"Aku percaya kepadamu," kata SiauHo-ya tertawa, "aku
hanya ingin tahu, seandainya suatu hari kau bertemu lagi
dengannya, apa yang akan kau lakukan?"
"Selama hidup aku tak ingin berjumpa lagi dengannya,"
tegas Jian-jian penuh rasa dendam.
"Bagaimana kalu seandainya benar-benar bertatap muka?"
Siau Ho-ya mendesak lebih jauh.
"Aku akan menganggapnya sebagai orang asing, orang
yang tidak kukenal!" jawaban Jian-jian sangat tegas, sama
sekali tidak ragu.
Siau Ho-ya tersenyum puas, senyum puas yang benar-
benar timbul dari lubuk harinya.
"Mengapa secara tiba-tiba kau ajukan pertanyaan ini
kepadaku?" tiba-tiba Jian-jian bertanya.
"Mungkin aku hanya ingin tahu saja..."
Jian-jian tersenyum, kembali ia tundukkan kepalanya.
Setengah tahun berselang, Tuan Ho mendapat perintah
dari kaisar untuk berangkat ke kota raja memangku jabatan
tinggi, kini Siau Ho-ya adalah tuan rumah ditempat ini.
Tanpa menunggu kehadiran kedua orang tuanya, Siau Ho-
ya sudah buru-buru melangsungkan pernikahannya, tentu saja
dia berbuat begini karena ada kesulitan yang tak mungkin
dijelaskan kepada orang. Masih untung dia adalah anak
tunggal sehingga apapun yang dia lakukan, dikemudian hari
masih cukup waktu baginya untuk memberi penjelasan.
Hari ini, dia tidak mengundang sanak-keluarga serta
kerabat dekatnya, yang diundang hampir semuanya adalah
jagoan dari dunia persilatan dan tokoh-tokoh sungai telaga.
Baru hari ini surat undangan disebar, tapi kawanan jago itu
sudah berdatangan secara berduyun-duyun
Siau Ho-ya memang punya hobi berkenalan dengan orang-
orang persilatan, persis seperti kesenangan orang lain dalam
bermain judi, minum arak atau bahkan bermain perempuan.

218
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Siau Lui tak pernah mau ingkar janji, karena ia sudah


menyanggupi Siau Ho-ya untuk menghadiri pernikahanya,
maka dia ikut muncul di situ.
Ouyang Ci tidak ikut hadir, sedikit banyak dia termasuk
seorang piauwsu kenamaan, tentu saja dia tak ingin
kehilangan muka di depan para jagoan dari sungai telaga, dia
tak ingin orang lain tahu kalau sekarang dia telah menjadi
seorang panglima perang berlengan satu.
Tamu undangan datang secara berduyun-duyun, banyak
sekali yang telah hadir di gedung itu, suasana tampak sangat
ramai dan meriah.
Siau Lui tidak kenal dengan mereka, dia pun enggan
berkenalan dengan orang-orang persilatan, seorang diri ia
duduk di sudut ruangan sambil minum arak. Dia berencana
selesai minum dia akan segera pergi dari situ.
Waktu itu Siau Ho-ya sedang sibuk melayani tamu-
tamunya, tampaknya dia belum tahu kalau Siau Lui telah hadir
di dalam gedung.
Di tengah suasana yang hiruk pikuk dan ramai itulah, tiba-
tiba muncul seorang dayang menghampiri Siau Lui, kemudian
katanya, "Tuan, Siau Ho-ya mengundang anda ke halaman
belakang, dia berharap bisa bertemu empat mata dengan
tuan."
Siau Lui tidak banyak bicara, dia mengangguk dan segera
membuntuti dayang itu menuju ke halaman belakang.
Dayang itu mengantar Siau Lui sampai di muka pintu
sebuah bangunan, lalu katanya:
"Lui kongcu, harap tunggu sebentar, Siau Ho-ya segera
akan datang."
Siau Lui meneruskan langkahnya masuk ke dalam ruangan,
ternyata dia berada di dalam kamar pengantin, di atas
pembaringan duduk seorang wanita yang berdandan sebagai
pengantin, ia duduk dengan kepala tertunduk.
Siau Lui tertegun, cepat-cepat dia berusaha keluar dari
kamar itu.

219
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Saat itulah tiba-tiba perempuan itu mendongakkan


kepalanya, ia masih mengenakan cadar pengantinnya.
Walau hanya samar-samar tapi Siau Lui segera merasa
bahwa wajah itu sangat dikenalnya, wajah itu adalah wajah
Jian-jian... perempuan yang mimpi pun tak pernah dilupakan
olehnya.
Tentu saja Jian-jian pun mengenalnya, mengenali orang
yang sedang berdiri termangu di hadapannya adalah Siau Lui.
Mereka berdua sama-sama tertegun, melongo.
'Jian-jian.. ."dengan emosi yang meluap dan tak tertahan
Siau Lui berteriak keras.
"Kau..." Jian-jian tidak melanjutkan perkataannya, kembali
ia tertunduk, sementara air mata jatuh bercucuran.
Mendadak terdengar suara batuk ringan menyadarkan
mereka berdua dari lamunan, serentak mereka berpaling ke
arah pintu ruangan, ternyata yang muncul adalah Siau Ho-ya.
"Apakah orang ini yang sedang kau cari?" tegur Siau Ho-ya
tanpa menunjukkan perubahan wajah apapun.
Siau Lui tidak berkata, dia tak tahu apa yang harus
dikatakan, sementara Jian-jian menundukkan kepalanya makin
rendah.
Terdengar Siau Ho-ya berkata lagi, "Sekarang kau telah
berjumpa dengannya, apa yang hendak kau ucapkan
kepadanya?"
Siau Lui menggeleng. Ia masih terbungkam, tak tahu apa
yang harus dikatakan.
Ketika ia membalikkan badan hendak pergi dari situ, tiba-
tiba terdengar Jian-jian berteriak, "Siau Ho-ya, kenapa kau
membawanya kemari untuk bertemu denganku?"
"Aku harus membuktikan satu hal, setelah berjumpa
dengannya apakah kau akan berubah pikiran?"
"Perasaanku terhadapnya sudah mati!" tukas Jian-jian
tegas.
"Dan dia?" Siau Ho-ya menatap gadis itu tajam-tajam.
"Di dalam hatinya sama sekali tak ada aku," sahut Jian-jian
penuh rasa dendam.

220
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Siau Lui menggigit bibirnya kuat-kuat, rasa sakit tidak


dirasakan pada bibirnya tapi sakit di dalam hatinya. Ia masih
membungkam dalam seribu bahasa, tetap berdiri dengan
mulut terkunci.
"Sekarang kau boleh pergi," tiba tiba Siau Ho-ya berkata.
Siau Lui mengangguk, tanpa bicara ia membalikkan badan
dan berjalan keluar meninggalkan pintu kamar.
Tiba-tiba Jian-jian bangkit diri, tak tahan serunya, "Lui...
aku ingin bertanya satu hal kepadamu."
Siau Lui berhenti, tapi ia tidak berpaling.
"Mengapa kau datang mencariku?" tanya Jian-jian lagi
sambil memburu ke belakang tubuhnya.
Kali ini Siau Lui tidak berdiam diri, sahutnya, "Aku hanya
ingin beritahu satu hal kepadamu. Jika kau tidak pergi malam
itu, kau akan mengalami nasib yang sama seperti anggota
keluargaku, mati dibantai orang!"
"Apa kau bilang?" seru Jian-jian terperanjat.
"Kau hanya mengajukan satu pertanyaan kepadaku, dan
kini sudah kujawab. Persoalan yang lain buat apa ditanyakan
lagi..."
Baru saja dia hendak berlalu dari situ, tiba-tiba Siau Ho-ya
berkata, "Jadi kau tergesa-gesa ingin menemukan dia,
lantaran kau ingin memberitahukan perkara ini kepadanya?"
Siau Lui mengangguk.
"Aaah, belum tentu begitu" kembali Siau Ho-ya berkata,
"seandainya dia bukan akan menikah denganku pada malam
ini, apa yang kau perbuat setelah menemukan dia?"
"Aku tetap akan memberitahukan persoalan itu kepadanya,
perkataan yang tak beda dengan ucapanku sekarang."
"Oh? Kau bilang seluruh anggota keluargamu telah dibantai
habis, kenapa kau masih hidup?"
"Mungkin aku masih hidup karena ingin menemukan dia,
dan memberitahukan persoalan itu kepadanya."
Tiba-tiba Siau Ho-ya mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak-bahak.

221
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Semua ini harus salahkan dirimu sendiri, salahkan dirimu


kenapa salah memilih teman. Seandainya aku kenal denganmu
lebih dulu ketimbang perkenalanmu dengan Kim-cwan,
mungkin sampai sekarang kita masih merupakan sahabat
karib!"
"Aku cuma punya seorang sahabat.. tapi dia sudah mati. Di
kemudian hari aku tak akan bersahabat dengan siapa pun,
maka kau tak usah kuatir aku bakal salah memilih sahabat
lagi"
"Liong Su adalah sahabatmu?"
Siau Lui mengangguk, matanya berkaca-kaca.
Siau Ho-ya tertawa, kembali ujarnya, "Selain dia, apakah
orang yang pernah menyelamatkan jiwamu juga tak kau
anggap sebagai sahabat?"
"Nyawaku sama sekali tak ada nilainya, lagipula sejak dulu
sudah bukan menjadi milikku."
"Sama sekali takberharga? Tahu begini aku tak perlu
bersedih hati dengan mengorbankan barang pusaka milik
keluargaku, keenakan Suto Ling..."
"Apa kau bilang?" tiba tiba Siau Lui berpaling dan bertanya
dengan perasaan tercengang.
"Baik, aku akan bicara sejujurnya. Malam itu, ketika Hiat-
yu-bun mencari Liong Su untuk membuat perhitungan, akulah
yang telah menukar selembar nyawamu dari tangan Suto Ling
dengan senjata penggaris Giok-ji-gi milik keluarga kami."
"Heran..." gumam Siau Lui sambil tertawa getir, "aku
sendiri sudah tidak terlalu ingin hidup terus, kenapa justru
banyak orang yang tidak membiarkan aku mati?"
"Kalau begitu pergilah mampus!" teriak Jian-jian gusar.
Siau Lui tidak berkata, dia membalikkan badan dan berjalan
keluar dari situ.
Sewaktu bertemu Jian-jian tadi, sebenarnya dia ingin
menjelaskan kalau pada malam itu dia memang sengaja
mengusirnya agar gadis itu lolos dari pembantaian. Tapi
sekarang dia merasa sudah tak penting lagi untuk berbuat
begini.

222
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Baru saja beranda samping dilewati, mendadak Siau Ho-ya


telah menyusul keluar dengan langkah cepat, maka dia pun
menghentikan langkahnya.
"Apakah kau hendak pergi begitu saja?" tanya Siau Ho-ya
sambil menahan bahunya.
"Ehmm!"
"Tahu kalau nyawamu sama sekali tak ada harganya, aku
pun merasa tak perlu memakai senjata penggaris Giok-ji-gi
untuk ditukar denganmu..."
"Memang sama sekali tak perlu..." Siau Lui tertawa paksa.
Siau Ho-ya mendengus dingin.
"Hmm, untung saja Giok-ji-gi belum dihantar. Tapi aku juga
tak ingin ingkar janji, maka aku terpaksa menggunakan
nyawamu untuk dikembalikan kepadanya."
"Soal ini tak perlu kau risaukan, aku bisa menghantar diriku
sendiri."
Siau Ho-ya tertawa dingin, mendadak dari balik sakunya dia
cabut keluar sebilah pisau belati, kemudian dengan garang
ditusukkan ke pinggang Siau Lui.
Cepat-cepat Siau Lui mengegos ke samping, mata pisau
yang tajam segera menyambar lewat dari sisi pinggangnya,
kulit bercampur pakaiannya segera robek memanjang dan
mengucurkan darah segar.
"Kau..." teriak pemuda itu sambil menahan pergelangan
tangan lawan.
Karena tangannya dicengkeram lawan, Siau Ho-ya tak
mampu melancarkan tusukan ke dua, secepat kilat dia
menggerakkan jari tangan kirinya dan langsung mengancam
tiga buah jalan darah penting di dada lawan. Serangannya
cepat lagipula telengas, sama sekali tak berbelas kasihan.
Dengan gerakan yang enteng Siau Lui berkelit ke samping
kemudian melepaskan diri dari jangkauan lawannya dan
langsung lari menuju ke tengah halaman.
Siau Ho-ya tak ingin melepaskan lawannya begitu saja, dia
turut melompat dan mengejar masuk ke tengah halaman

223
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sambil bentaknya, "Hei orang she Lui, aku dengar kau tidak
takut mati. Kenapa kau melarian diri sekarang?"
"Karena aku tak ingin mati ditanganmu, aku pun tak ingin
membunuhmu!"
"Oh ya?" Siau Ho-ya tertawa tergelak sambil mendesak
maju dua langkah. "Kau tak ingin membunuhku?"
"Sudah banyak kesalahan yang telah kulakukan, aku tak
ingin melakukan kesalahan sekali lagi."
"Oh ya? Kau maksudkan terhadap Jian-jian?"
Siau Lui tidak menjawab.
Dengan hawa napsu membunuh menyelimuti seluruh
wajahnya, kembali Siau Ho-ya berseru, "Kalau begitu, aku
perlu beritahu kepadamu, aku tak bisa membiarkan kau hidup
karena aku berbuat demikian juga lantaran dia!"
"Sungguh?" perasaan ragu bercampur heran menyelinap
dalam hati Siau Lui.
"Malam ini, aku memang sengaja mengatur pertemuan bagi
kalian berdua, aku berbuat begini karena ingin membuktikan
sesuatu, dan sekarang aku tahu, selama kau masih hidup
maka hatinya tak bakal menjadi milikku!"
"Jika aku mati?" tanya Siau Lui setelah termenung sejenak.
"Saat itulah dia akan benar benar menjadi milikku!"
"Dan kau?"
"Aku pun akan mencintainya dengan segenap jiwa ragaku!"
"Baik!" seru Siau Lui tanpa ragu lagi. "Kau boleh segera
turun tangan!"
Tiba-tiba Siau Ho-ya merangsek maju ke depan, secepat
sambaran kilat ia lancarkan sebuah tusukan ke tubuh lawan.
Dalam perkiraannya, pihak lawan pasti akan berkelit dari
serangan tersebut, maka dia sengaja melancarkan serangan
tipuan dengan menusuk dada lawan
Siau Lui sama sekali tak berkelit, bergerakpun tidak, dia
biarkan pisau itu menembus dada kirinya, mata pisau hingga
tinggal gagangnya menembus ke dalam dadanya...
Secepat kilat Siau Ho-ya mencabut keluar pisaunya, darah
segar segera menyembur keluar bagaikan pancuran,

224
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

membasahi bajunya... menggenangi seluruh lantai... Tapi Siau


Lui tetap tak bergeming, ia berdiri kaku di tempat.
Waktu itu Siau Ho-ya sudah mempersiapkan serangan
kedua, tapi sikap lawannya segera membuat dia melengak,
tertegun dan keheran-heranan.
"Kau benar-benar tak takut mati?" serunya.
"Bisa hidup hingga hari ini sudah merupakan satu mukjijat
bagiku!" jawab Siau Lui hambar.
Siau Ho-ya telah melancarkan serangan kedua, ujung
pisaunya sedang menusuk ke atas ulu hati Siau Lui...
Saat itulah, tiba-tiba terdengar seseorang menjerit keras,
"Jangan kau bunuh dia..."
Siau Ho-ya segera menghentikan serangan, ujung pisau
masih menempel di atas ulu hati pemuda itu.
Dengan air mata bercucuran Jian-jian berlarian mendekat,
sambil berlari kembali teriaknya, "Siau Ho-ya, tolong lepaskan
dia..."
"Kau tak ingin dia mati?" tegur Siau Ho-ya tanpa
menunjukkan perubahan perasaan apa pun.
"Semua masalahku telah kubeberkan kepadamu... tapi
aku... aku masih merahasiakan satu hal..." kembali Jian-jian
berseru.
"Rahasia apa?"
Jian-jian menunduk, setelah ragu sesaat dia baru angkat
wajahnya, agaknya gadis ini telah mengambil satu keputusan.
Setelah menarik napas panjang, katanya, "Aku... Aku telah
hamil..."
"Miliknya?" tanya Siau Ho-ya sambil mengerling ke arah
Siau Lui.
Jian-jian mengangguk, lagi-lagi dia menundukkan
kepalanya.
Siau Ho-ya merasa sekujur badannya bergetar keras, tapi
mimik mukanya tidak menunjukkan perubahan apa pun.
Setelah tertawa hambar katanya, "Seharusnya kau ceritakan
rahasia ini sejak dulu, kenapa baru sekarang kau
mengungkapnya?"

225
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Aku... aku takut kau menolakku..."


"Lantas kenapa kau beberkan rahasia itu kepadaku
sekarang?" desak Siau Ho-ya.
Jian-jian hanya tertunduk tanpa menjawab.
"Jadi sekarang kau sudah tak ambil perduli?" teriak Siau
Ho-ya penuh emosi.
Tiba-tiba Jian-jian menutupi wajahnya dan mulai menangis
tersedu-sedu.
Lama... lama sekali... Akhirnya Siau Ho-ya dapat
mengendalikan diri, dia manggut-manggut sambil bergumam,
"Yaaa, mengerti aku sekarang... aku seharusnya percaya
dengan apa yang dikatakan Kim Cwan..."
Menurut Kim Cwan, sepanjang hidupnya Jian-jian hanya
mencintai satu orang dan orang itu adalah Siau Lui, tapi
kemudian ia ditinggal Siau Lui
Oleh sebab itu Jian-jian ingin balas dendam, dia tak segan
membiarkan dirinya jatuh ke dalam pelukan Siau Ho-ya,
tujuannya tak lain adalah untuk membalas sakit hati atas
kekejaman dan ketidaksetiaan Siau Lui.
Sekalipun begitu, dia masih mencintai Siau Lui, hanya Siau
Lui yang menjadi idaman hatinya.
Dulu, Siau Ho-ya tak akan percaya. Tapi sekarang, akhirnya
dia percaya juga.
Setelah menarik napas panjang mendadak katanya,”
Bawalah Jian-jian dan pergilah dari sini!"
"Aku sudah tak punya hak untuk berbuat begitu..." sahut
Siau Lui sambil memandang Jian-jian sekejap.
"Tapi aku berhak untuk bertanya kepadamu sampai jelas,"
sambung Jian-jian sambil mendongakkan kepalanya,"
sebenarnya kenapa kau bersikap begitu jahat kepadaku?"
"Aku percaya dia pasti mempunyai sebuah alasan yang
sangat baik," sambung Siau Ho-ya, "dan aku merasa tak
berkepentingan untuk mengetahuinya. Lebih baik biar dia
memberi penjelasan kepadamu di kemudian hari."
Jian-jian dan Siau Lui saling berpandangan, mereka sama-
sama membungkam.

226
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Terdengar Siau Ho-ya berkata lagi, "Sekarang kalian boleh


pergi, paling baik kalau pergi lewat pintu belakang!"
Siau Lui tidak mengucapkan sepatah kata pun, dia cuma
memandang Jian-jian sekejap kemudian secara tiba-tiba
membalikkan badan dan berjalan menuju pintu belakang
Jian-jian kelihatan sedikit agak ragu, dipandangnya Siau
Ho-yaa sekejap dengan perasaan bimbang,
Siau Ho-ya tidak mengatakan apa-apa, dia hanya tertawa.
Akhirnya Jian-jian mengintai di belakang Siau Lui, berjalan
menuju ke pintu belakang.
Lama sekali Siau Ho-ya berdiri termangu di situ, mengawasi
bayangan tubuh kedua orang itu hingga lenyap di balik pintu
belakang.
Mendadak dari belakang tubuhnya kedengaran suara
seorang wanita menegur, "Sekarang, tentunya kau sudah
percaya bukan?"
"Yaaa, aku percaya!" Siau Ho-ya tidak berpaling, dia
menjawab dengan sangat tenang.
"Kau membiarkan dia pergi dari sini, bagaimana dengan
pesta perkawinanmu malam ini..."
"Pesta perkawinan tetap dilangsungkan!"
"Tapi pengantin wanitanya..."
"Kau!" tukas Siau Ho-ya sambil membalikkan badan.
Perempuan yang berdiri di belakang tubuhnya adalah si
perempuan berbaju putih itu, Leng-hiat Kwan-Im
"Aku?" dengan perasaan girang bercampur kaget
perempuan itu berseru.
"Yaaa, betul!" Siau Ho-ya mengangguk. "Sudah kuputuskan
kau yang akan kukawini, toh orang lain tak ada yang tahu
siapa pengantin wanitanya. Atau kau tidak setuju?"
"Tapi aku... aku..." Leng-hiat Kwan-im gelagapan.
Siau Ho-ya tertawa terbahak-bahak.
"Hahahaha... kau malu karena wajahmu jelek? Hahahaha...
Istri yang pantas mendampingiku kalau bukan seorang wanita
cantik yang amat sempurna, dia harus seorang wanita yang
amat jelek wajahnya!"

227
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Merah jengah wajah Leng-hiat Kwan-im, sepanjang


hidupnya ia tak pernah merasa sejengah saat ini, sekalipun di
kala dia membunuh orang.
Sekarang wajahnya benar-benar memerah, tapi sekulum
senyuman telah menghiasi ujung bibirnya.
Betapapun jeleknya wajah yang dia miliki, paling tidak ia
nampak begitu cantik dan menawan hati di dalam pandangan
Siau Ho-ya saat ini.
TAMAT

228

Anda mungkin juga menyukai