com/
1
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
I
Jian-jian menunduk rendah, melewati pintu gerbang,
berjalan di atas permadani merah. Rambutnya yang hitam
tersanggul rapi terselip sebatang tusuk konde emas, mutiara
di ujung tusuk konde bergoyang tiada hentinya. Langkah
kakinya selalu begitu ringan dan gemulai, tapi juga begitu
berat.
Mereka berdelapan masuk bersama-sama, namun sorot
mata semua yanghadir hanya tertuju pada dia seorang.
Ia tahu itu semua, tapi posisi dan ayunan kakinya takbeda
sedikit pun dengan langkahnya ketika berjalan sendirian di
tempat yang sepi.
Keseriusan dan kecantikan Jian-jian sama-sama mendapat
pujian serta rasa kagum setiap orang.
Lilin merah di atas meja bersinar terang, menyilaukan huruf
emas
"Siu" (panjang usia) yang tertera besar di tengah ruangan,
seterang kehidupan Lui Ki-hong, Lui lotaiya selama ini.
Kini, dengan wajah penuh senyuman ia awasi dayang
kesayangan istrinya ini datang mengucapkan selamat panjang
umur kepadanya. Delapan orang bersama-sama menyembah
hormat di hadapannya, tapi senyuman di ujung bibirnya
seolah-olah hanya tertuju pada Jian-jian seorang.
Bagaimanapun ia tetap seorang pria.
Sinar mata lelaki berusia 60 tahunan tak ada bedanya
dengan sinar mata pria berusia 16 tahunan.
Jian-jian tahu itu semua, namun dia tak membalas dengan
senyuman. Jarang ada orang melihatnya tersenyum apalagi
tertawa.
Ia selalu memahami status dirinya, perempuan semacam
dia tak mungkin ada kesenangan, dan tak boleh ada
2
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
3
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
II
Dengan kepala tertunduk,pelan-pelan Jian-jian membuka
pintu kamarnya. Dia memiliki sebuah ruangan yang kecil,
sangat nyaman, sangat bersih. Di sinilah dunia bebas miliknya
seorang. Hanya di sini, tak seorang pun pernah datang
mengganggu atau mengusiknya.
Ia mengunci pintu kamarnya, pelan-pelan memutar badan,
bersandar di pintu dan memandang keluar jendela. Wajah
cantiknya yang semula pucat, tiba-tiba bersemu merah. Hanya
dalam sekejap, ia sama sekali telah berubah.
Dengan cepat dia melepas jubah luarnya yang tebal, di
balik jubah yang tersisa hanya pakaian yang tipis lagi ketat.
Tusuk konde emasnya dicabut lepas, rambutnya yang
hitam memanjang dibiarkan terurai di atas bahu, diliriknya
cermin di atas meja sekejap, lalu tangannya merogoh ke balik
pakaian ketat, melepaskan seuntai sabuk panjang berwarna
putih Kemudian... dadanya yang semula datar bagaikan
lapangan secara tiba-tiba menggelembung... meloncat
keluar... tahu-tahu muncul dua gundukan bola daging yang
montok
Sekarang dia baru menghembuskan napas lega, sambil
memandang cermin membuat muka setan, kembali ia
membuka lebar daun jendela, berlutut di atas ranjang sambil
memandang keluar sana, ketika yakin tak ada orang di
sekelilingnya, dengan sekali loncatan ringan, tahu-tahu ia
sudah keluar dari kamar.
Senja musim semi di bulan ketiga, burung nuri beterbangan
di atas rumput yang rimbun, tanah berumput nan hijau,
4
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
5
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
6
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
7
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
III
Cahaya lampu dalam gedung masih terang-benderang
menerangi seluruh sudut ruangan, hujan pun telah berhenti.
Dengan langkah perlahan Siau Lui berjalan melalui halaman
menuju ke dalam ruang gedung, sambil menyandarkan diri
pada sebuah tiang, dipandangnya para tetamu yang sedang
bermabukmabukan dengan pandangan dingin.
Akhirnya ada juga tetamu yang mengetahui kehadirannya.
"Aaah, tuan muda telah kembali, ayoh kita bersulang
untuknya."
"Hehehe... Kalian belum cukup minum?" dengus Siau Lui
sambil tertawa dingin, "Apakah kalianbaru rela pergi setelah
minum sampai modal kembali?"
8
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
9
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
10
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
11
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
12
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena itu dia tak bisa tidak harus pergi, pun tak berani tak
pergi.
Suasana di luar pintu gelap gulita, malam yang kelam dan
berat tak berbeda dengan perasaan berat mereka semua.
Semua orang berpaling dan memandang kearahnya... asal
dia telah pergi berarti semua orang boleh pergi meninggalkan
tempat itu.
Memandang pembantunya yang paling setia pelan-pelan
berjalan menjauh, memasuki kegelapan, Lui hujin merasa
hatinya amat pilu dan pedih.
Pada saat itulah, tiba tiba sekilas cahaya menyambar lewat,
mendadak tubuh Lui Sin terbang kembali dari balik kegelapan.
"Bluukk!" tubuhnya roboh terlentang di atas lantai.
Percikan darah menyebar ke empat penjuru, tatkala
terjatuh ke lantai, tubuhnya sudah terpotong-potong jadi lima
bagian.
Darah yang merah kental pelahan-lahan meleleh dan
mengaliri ubin lantai berwarna hijau keabu-abuan, mengalir
hingga ke dasar kaki seseorang.
Orang tersebut seperti terkena sambaran panah secara
tiba-tiba, ia melompat bangun kemudian berlarian keluar
sambil berteriak histeris.
Kembali cahaya tajam yang menyilaukan mata menyambar
lewat, orang itu segera terpental balik ke dalam ruangan,
roboh terjengkang di lantai dan tubuhnya kembali terpotong
jadi lima bagian.
Darah yang berwarna merah dan segar, kembali mengalir
di atas ubin lantai yang hijau.
Suasana dalam ruangan menjadi sunyi senyap, begitu
hening hingga cuma terdengar suara darah yang mengalir di
lantai, semacam suara yang begitu mengerikan, begitu
menggidikkan hati dan membuat bulu roma pada berdiri.
Lui Ki-hong mengepal tinjunya kencang kencang, seakan-
akan dia sudah siap menyerbu keluar dan bertarung mati-
matian melawan iblis keji si pembunuh yang berada di balik
13
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
14
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau???"
Siau Lui mengangguk.
"Bagus!" orang berbaju coklat itu mengangguk pula pelan-
pelan, "Kembalikan lenganku!"
Nada suaranya datar, hambar dan dingin, tapi kobaran api
yang terpancar dari balik matanya justru seakan-akan
semburan api yang datang dari neraka.
Siau Lui memperhatikan matanya sekejap, tiba-tiba ujarnya
sambil tertawa.
"Bagaimanapun, lengan ini toh sudah tak mampu dipakai
untuk membunuh orang lagi, jika kau mau, ambillah!"
Begitu tangannya diayunkan, kurungan lengan tersebut
sudah tiba di tangan orang berbaju coklat itu.
Dengan menggunakan tangan kirinya orang berbaju coklat
itu menopang tangan kanannya, kemudian setelah
diperhatikan sesaat mendadak ia gigit kurungan lengan
miliknya itu.
Setiap orang dapat mendengar suara gemerutuk yang
terpancar keluar dari katukan giginya yang sedang menggigit
kurungan lengan itu.
Ada orang mulai muntah, muntah karena mual, ada pula
yang sudah pingsan, bahkan Lui Hujin sendiripun tak tahan
untuk menunduk sambilmengawasi golok di dalam
genggamannya.
Golok Yan-Ling-to sebening air di musim gugur, namun
ujung golok tersebut kelihatan mulai gemetar.
Hanya Siau Lui seorang masih memandang dengan begitu
tenang, menyaksikan orang berbaju coklat itu menggertak
putus kutungan lengannya, mengunyah kemudian menelannya
bulat-bulat.
Sesaat kemudian ia baru mendongak, mengangkat
kepalanya memandang Siau Lui tajam-tajam, lalu katanya
sepatah demi sepatah kata.
"Sudah tak ada orang yang bisa membawa lari lengan itu
lagi!"
"Yaa, memang sudah tak ada," Siau Lui mengangguk.
15
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
16
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
IV
Jin-bin-tho-hoa-hong, si Lebah Bunga Tho Berwajah
Manusia, penjahat nomor wahid dari dunia persilatan.
Lui Ki-hong telah melihat topeng bunga tho itu, sudah
melihat bunga tho di atas topeng tersebut. Lambungnya
mendadak mengerut kencang, nyaris isi perutnya menyembur
keluar.
Banyak orang dalam dunia persilatan tahu dia telah
membunuhnya, namun tak seorangpun yang tahu ia pernah
17
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
18
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
19
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
20
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
21
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
22
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
23
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari tengah udara, dua batang kaki yang berdaging dan penuh
berpelepotan darah segar.
Orang yang kehilangan kedua kakinya itu menjerit
kesakitan, cepat-cepat tubuhnya berayun pada tali dan
melompat mundur ke belakang, semburan darah segar ikut
menyembur keluar membasahi lantai, persis seperti kuntum
kuntum-bunga sakura yang rontok dari rantingnya dan
berguguran ke tanah.
Waktu itu Siau Lui sudah melompat ke depan, berjongkok
di samping ibunya. Paras muka Lui Hujin telah berubah pucat
pias bagaikan mayat.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Lui Ki-hong dengan nada
berat
Siau Lui menggertak giginya kencang kencang, otot-otot di
wajahnya menonjol keluar semua menahan emosi, ia marah
dan sangat mendendam.
Sementara itu ketiga orang pelayan berbaju hijau itu sudah
melompat bangun dan berdiri berjajar menghadang di muka
majikannya berdua, mereka bertiga telah menyingkap pakaian
luarnya hingga kelihatan kantung-kantung kulit yang terikat
rapi di pinggang mereka.
Tangan mereka bertiga siap merogoh ke dalam kantung-
kantung kulit itu, jari jemari yang kurus dan panjang nampak
runcing penuh tenaga, kuku mereka terpapas pendek.
Sebagian besar tangan jago-jago kenamaan dalam
penggunaan senjata am-gi, semuanya terawat bersih dan rapi.
"Boan-Thian-Hoa-Yu (hujan bunga memenuhi angkasa)..."
seru orang dari balik kegelapan sambil tertawa melengking,
suara tertawa yang amat memikat hati, "Tiga bersaudara
keluarga Peng, sejak kapan kalian jadi begundal orang lain?
Betul-betul sebuah kejadian yang tak disangka..."
Paras muka tiga bersaudara dari keluarga Peng tetap dingin
kaku, sama sekali tidak menunjukkan perubahan mimik
apapun.
Syarat utama untuk bisa melepaskan am-gi secara tepat
adalah harus memiliki sepasang tangan yang sangat tenang
24
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
25
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
26
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
27
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
V
Cahaya api yang sedang berkobar, memancar di atas wajah
tiga bersaudara dari keluarga Peng, air muka mereka
menunjukkan mimik wajah yang sangat aneh, seakan-akan
mereka tak percaya bahwa dirinya bakal tewas di ujung
senjata rahasia orang lain.
Senjata rahasia itu berupa jarum beracun dari seekor lebah,
lebah yang datang dari neraka dan kini sudah balik kembali ke
dalam neraka.
Ketika tubuh Lui Ki-hong roboh ke tanah, tangannya masih
menggenggam golok Yan-ling-to miliknya, meski mata
goloknya telah gumpil.
28
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
29
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
30
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
31
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
32
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
33
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari kutub, "la tidak sesuci dan sehebat apa yang kau
bayangkan, dia ingin membunuh ibuku karena tak lain ingin..."
"Enyah kau dari sini, cepat enyah dari sini!" teriak Siau Lui
tiba tiba, "Mulai detik ini aku tak ingin bertemu dirimu lagi!"
Kembali ia tertawa, bekas luka golok yang membekas di
ujung bibirnya membuat suara tertawanya seakan akan
mengandung sindiran yang tak terlukis dengan kata-kata,
ujarnya.
"Kalau toh kau tak berani mendengar lagi, baiklah, aku tak
usah lanjutkan perkataanku, sebab jika kuteruskan, perutku
pun mulai ikut mual, pingin muntah!"
Perlahan-lahan ia membalikkan tubuhnya, perlahan-lahan
pergi meninggalkan tempat itu, ia tak berpaling lagi walau
sekejap pun. Siau Lui juga tidak memandang ke arahnya,
apalagi menghalangi Kepergiannya.
Dia cuma berdiri termangu di situ seperti orang yang
kehilangan sukma, seluruh pikiran dan peredaran darahnya
seolah-olah jadi kosong dan hampa.
Api masih berkobar dengan hebatnya, semua tiang
belandar lelah terbakar patah, arang dan abu mulai
berguguran ke atas tanah, mengotori sekujur badannya.
Ia tidak berkelit juga tidak berusaha untuk menghindar,
maka tubuhnya ikut roboh keatas tanah.
Betapa hebatnya kobaran api yang membakar tempat itu,
pada akhirnya padam juga. Sebuah perkampungan yang
semula begitu kokoh dan angker kini sudah rata dengan
tanah.
Seluruh kehidupan, jenasah, tulang-belulang, ceceran
darah segar, kini sudah tersapu bersih oleh kobaran api. Tapi
hanya satu yang tak mungkin patah walau dibacok, tak habis
terbakar walau dijilat kobaran api yang begitu dahsyat. Itulah
perasaan manusia.
Hutang budi, dendam kesumat, cinta,benci... Selama
manusia masih hidup di dunia ini, semua perasaan itu tetap
akan hidup.
34
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
VI
Matahari bersinar terik.
Bunga tho berwarna merah yang tumbuh di bawah terik
matahari kelihatan begitu merah bagaikan kobaran api.
Bunga Tho masih tetap berkembang seperti sedia kala, tapi
di manakah orang di bawah bunga itu?
JIAN-JIAN
I
Jian-jian menundukkan kepala memandangi kaki sendiri.
Noda darah membasahi kakinya yang mungil. Onak semak
belukar yang tajam dan kerikil batu gunung yang runcing
membuat ia amat tersiksa.
Tapi, betapa pun beratnya luka luar yang dideritanya
sekarang, jauh tak dapat menandingi kepedihan hatinya yang
terluka dan tersayat sayat.
Ia berlarian sampai di situ bagaikan kesetanan, lupa siang
lupa malam, bahkan lupa arah jalan yang di tuju. Kesemuanya
itu dapat ia lupakan, sayang ia susah melupakan diri Siau Lui.
Kini perasaan hatinya sudah tercabik-cabik menjadi ribuan
keping. Tapi dalam setiap kepingan yang hancur itu masih
tertera bayangan dari Siau Lui.
Bayangan yang begitu menarik tapi juga begitu
menggeramkan, rasa benci yang lebih mendalam ketimbang
rasa cinta.
35
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
36
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
37
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
38
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
II
Bunga Tho di bawah terik matahari nampak merah
bagaikan bara api, Ketika Siau Lui membuka matanya,
terbentang bunga-bunga tho yang membara bagaikan kobaran
api di atas ranting pohon di hadapannya.
Seseorang berdiri bersandar di bawah pohon bunga tho,
seorang berbaju putih yang berbadan langsing, bersanggul
tinggi dan memakai sebuah cadar yang menutupi wajah
putihnya.
Merah bunga yang memenuhi seluruh hutan merangkul
tubuhnya vang putih bagaikan salju, Seorang bidadari kah dia?
Bidadari bunga tho?
Siau Lui meronta ingin bangun dan duduk. Pakaian yang di-
kenakan sudah basah oleh embun pagi, namun sekujur
badannya terasa panas bagai digarang di atas kobaran api
yang membara.
39
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dia ingin duduk, tapi rasa sakit yang luar biasa membuat
seluruh badannya kejang dan sakit, begitu sakitnya nyaris
membuat ia jatuh pingsan.
"Kau terluka sangat parah," ujar gadis berbaju putih itu
sambil memandangnya dengan mata yang bening, "lebih baik
berbaringlah dengan tenang jangan sembarangan bergerak."
Suaranya lembut, merdu tapi dingin dan hambar seakan-
akan berasal dari suatu tempat yang jauh.
Siau Lui coba pejamkan matanya, semua peristiwa yang
dialaminya semalam kembali terlintas di depan matanya.
Kilatan golok, bayangan darah, kobaran api...
Kejadian terakhir yang masih diingatnya adalah jilatan api
membara yang rontok ke arah tubuhnya, membuat sekujur
badannya serasa terbakar hebar, membuat ia serasa
terjerumus ke dalam neraka tingkat tujuhbelas.
Tapi kini, angin lembut musin semi berhembus
menggoyangkan rerumputan harum bunga semerbak mengalir
bagaikan alur air jernih di selokan.
Kicauan burung di antara dahan pohon merdu bagaikan
bisikan mesra seorang kekasih.
Sekali lagi Siau Lui membuka matanya: "Aku... bagaimana
aku sampai di sini? Kau yang menolongku?"
Gadis berbaju putih itu mengangguk.
"Siapa kau?"
Pelan-pelan gadis berbaju putih itu memutar badannya,
begitu ringan gerak tubuhnya bagaikan gerak awan di
kejauhan bukit sana.
Ia petik sekuntun bunga tho lalu disisipkan di atas
sanggulnya, bunga tho yang merah bagaikan darah, cadar
yang putih bagaikan salju membuat gadis itu seperti sekuntum
bunga merah yang sedang mengapung di tengah kabut.
"Jin-bin-tho-hoa!" tak tertahan Siau Lui menjerit, "Rupanya
kau!"
Gadis berbaju putih itu tertawa, suara tertawanya merdu
bagaikan keleningan perak yang berdenting di tengah
40
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
41
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
42
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
43
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
III
Air sungai mengalir amat jernih, berkuntum-kuntum bunga
tho mengapung di atas permukaan air dan mengalir lambat
jauh ke ujung dunia.
Siau Lui menggertak gigi, bergulingan menuruni tebing
berlantai rumput hijau dan menceburkan diri ke dalam
selokan,
Air dingin yang menyengat bukan saja mengurangi siksaan
hawa panas yang menggerogoti sekujur tubuhnya, juga
membuat pikirannya lebih tenang dan sadar,
Ia berendam dalam air tanpa bergerak, dia berharap bisa
melupakan segalanya, tidak memikirkan persoalan apa pun,
tapi sayang ia tak mampu,
Semua peristiwa masa lalu, semua kejadian mengenaskan
yang telah dialaminya, tiba tiba melunak dan memenuhi
seluruh pikiran dan perasaan hatinya, begitu berat
menghimpitnya membuat hatinya nyaris hancur berantakan.
Dia seakan-akan sedang menghindari kejaran sejenis
makhluk jahat pembunuh manusia, melarikan diri terbirit-birit
dari dalam air.
Betapa dalamnya penderitaan yang dirasakan di tubuhnya
masih dapat ia tahan. Ia lari kencang menelusuri aliran sungai,
menembusi hutan bunga, kehijauan bukit tampak terbentang
jernih nun jauh didepan sana.
Di bawah bukit terdapat sebuah dusun kecil, dalam dusun
terdapat sebuah rumah makan kecil, di sana Irrsedia arak
wangi yang hijau hening bagaikan warna pegunungan nun
jauh di depan sana.
la pernah mengajak Jian-jian mengetuk pintu rumah makan
itu di tengah malam buta, menunggu kedatangan sahabat
karibnya Kim-Cwan.
44
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
45
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
46
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
47
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
48
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
49
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
IV
50
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
51
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
52
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
53
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
VI
54
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
55
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
56
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
57
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ehm!"
"Buat apa aku menunggu kedatangannya?"
"Untuk membunuhmu!"
"Dia ingin membunuhku dengan tangannya sendiri?"
Kembali Siau Lui mengerdipkan matanya berulang-kali.
"Kalau bukan begitu, kini kau sudah menjadi sesosok
mayat" Siau Lui tertawa. "Tapi... kenapa aku harus menunggu
orang lain datang membunuhku?" katanya.
"Karena kami yang menyuruh kau menunggu."
"Selama ini kau yakin bisa melaksanakan keinginanmu?"
"Selamanya begitu, apalagi menghadapi manusia macam
kau."
"Kau tahu, manusia macam apa aku ini?"
"Semacam manusia yang satu tingkat lebih rendah
daripada diriku."
"Oh ya?"
Sorot mata manusia berbaju abu-abu itu makin dingin dan
menyeramkan, sepatah demi sepatah katanya lagi.
"Paling tidak aku tak pernah menghianati sahabat sendiri,
paling tidak aku tak pernah mencuri uang sebesar
delapanratus ribu tahil perak yang dititipkan sahabat karib
untuk dibawa kabur."
Tiba tiba Siau Lui tertawa terbahak-bahak, seakan-akan
baru saja ia mendengar satu cerita yang paling lucu di dunia
ini. Yaaa, kejadian ini memang teramat lucu.
Bukan yang pertama kali ini dia difitnah dan dituduh orang
secara semena-mena. Tapi ia tak pernah sudi memberi
penjelasan apapun di hadapan seseorang yang sama sekali
tak dipandang sebelah mata olehnya.
"Sekarang kau pasti sudah mengerti bukan, siapa yang
suruh kami datang mencarimu?" kembali manusia berbaju
abu-abu itu berkata dengan suara yang dingin dan menatap
wajahnya tajam-tajam.
Siau Lui menggeleng.
"Kau mau balik tidak?" kembali orang berbaju abu-abu itu
menegaskan.
58
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
59
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
60
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
61
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
62
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
63
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
64
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
65
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
66
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
67
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
68
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
69
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
VII
"Tak malu orang ini disebut seorang lelaki sejati."
"Tapi ia seperti menyimpan suatu penderitaan batin yang
tak terhingga..."
"Penderitaan batin seorang lelaki sejati biasanya akan lebih
banyak dibandingkan orang lain, cuma biasanya ia akan
menyimpan dalam dalam penderitaan tersebut hingga sulit
bagi orang lain untuk melihatnya."
Hanya kata-kata terakhir itu yang terdengar olehnya.
Kata terakhir itu diucapkan oleh Liong Su, tapi
kedengarannya begitu samar, begitu jauh... meski begitu,
kata-kata itu justru menimbulkan perasaan yang hangat dalam
lubuk hatinya, satu perasaan terharu dan rasa terima kasih
yang mendalam.
70
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
71
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
72
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
73
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
74
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
75
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
76
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
77
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
II
"Orang ini betul-betul seorang lelaki sejati!"
Tapi, siapa pula yang tahu, berapa banyak dan berapa
besar pengorbanan yang harus dibayar untuk menjadi seorang
lelaki sejati?
Siau Lui membuka matanya, cahaya matahari telah
memancar masuk lewat jendela, menerangi seluruh ruangan.
Akhirnya kegelapan malam telah sirna, cahaya terang
kembali muncul di hadapannya.
Rambut uban yang dimiliki Liong Su kelihatan bagai serat
perak yang berkilauan di bawah sinar matahari yang cerah.
Kerutan di bawah matanya kelihatan sangat dalam dan
panjang, ia nampak agak murung, agak kelelahan.
Namun ketika ia duduk di bawah cahaya matahari, kakek
itu terlihat seperti penuh tenaga, penuh kekuatan hidup,
seakan akan tak pernah akan jadi tua untuk selamanya.
Sorot matanya yang tajam sedang mengawasi wajah Siau
Lui lekat-lekat, mendadak ia berkata, "Sekarang kau sudah
bisa bicara?"
"Bisa"
78
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
79
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
80
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
81
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
82
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
83
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
84
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
III
"Tempat apakah ini?"
"Losmen!"
"Kenapa lakon dalam kisahmu selalu tak bisa lari dari
rumah penginapan?"
"Karena sesungguhnya mereka adalah kaum pengembara."
"Mereka tak punya rumah?"
"Ada yang tak punya rumah, ada yang rumahnya telah
musnah, ada pula yang punya rumah tapi tak bisa pulang."
85
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
86
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
87
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
88
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
89
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
90
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
IV
Tak ada kata perpisahan, tak ada pula ucapan terima kasih,
bahkan tak sepatah kata pun yang diucapkan Siau Lui. Ia
ngeloyor pergi begitu saja meninggalkan rumah penginapan.
Yang terbentang di hadapannya kini hanya selapis
kegelapan yang pekat. Tapi ketika tiba di kaki bukit, sinar fajar
kembali telah muncur di ufuk timur.
Kabut putih yang pekat bagai susu ibu menyelimuti seluruh
permukaan bumi, secerca sinar emas yang dipancarkan sang
matahari pelan-pelan mulai mengintip dari balik bukit.
Perlahan-lahan ia berjalan mendaki ke atas bukit. Masih
seperti saat meninggalkan rumah penginapan tadi, ia berjalan
sambil membusungkan dada.
Mulut luka bekas bacokan golok masih meninggalkan rasa
sakit dan pedih yang bukan alang kepalang. Seandainya dia
91
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
92
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
93
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
94
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
95
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
V
Malam semakin kelam, tiada manusia di atas bukit.
Lamat-lamat terdengar suara tangisan yang mendengung
dibawa angin malam, begitu pilu tangisan tersebut seperti
lolongan serigala yang saling bersahutan... seperti juga jeritan
monyet yang sedang berkejaran di pucuk pohon.
Sambil memegang tongkatnya Sin Hoa-ang berdiri
termangu di bawah kaki bukit, di tengah kegelapan malam,
kerutan memanjang menghiasi wajahnya yang penuh kerutan
itu.
Ia benar-benar tak paham dengan pemuda keras kepala ini.
Isak tangis masih bersambungan tak ada habisnya, seolah-
olah pemuda itu ingin menangis semalam suntuk di tempat
itu, ingin meluapkan seluruh kepedihan hatinya dan
menghabiskannya dalam semalaman saja.
Sin Hoa-ang tertunduk sedih, gumamnya, "Anak bodoh,
kenapa kau harus menunggu hingga tak ada orang baru mulai
menangis? Buat apa kau harus menyiksa diri sendiri...?"
PERSAHABATAN
I
Jian-jian dengan kepala tertunduk menghirup arak dalam
cawannya. Arak itu berwarna hijau pupus.
Cahaya lampu berwarna merah memancar keluar dari balik
kain cadar tipis menyinari di atas tangannya. Sebuah tangan
yang putih, mulus dan indah.
Sepasang mata Kim Cwan masih terpancang kaku di atas
tangannya yang lembut itu, mengawasinya tanpa berkedip.
96
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
97
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
98
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
99
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
100
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
101
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
102
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
103
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
104
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
105
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Padahal pintu itu sudah terkunci dari dalam, tapi saat ini,
entah karena apa ternyata kunci itu seperti lapuk, sama sekali
tak berguna.
Cahaya lentera menyorot keluar dari balik pintu, menyinari
tubuh seseorang.
Orang itu berperawakan jangkung, bajunya putih bersih
bagai salju, sebuah ikat pinggang pulih kemala yang lebar
melilit di alas pinggangnya,kecuali itu tak nampak perhiasan
lain di tubuhnya. Ia memang tak butuh perhiasan apa pun
untuk menghiasi tubuhnya.
Sambil bergendong tangan ia berdiri tenang di luar pintu,
mengawasi Kim Cwan dengan sinis, sinar matanya
memancarkan tigapuluh persen perasaan menghina dan
tujuhpuluh persen rasa muak dan sebal, katanya hambar,
"Sudah kau dengar perkataannya?"
Berubah hebat paras muka Kim Cwan setelah menyaksikan
kehadiran orang itu, sekujur tubuhnya seolah-olah berubah
jadi kaku secara tiba-tiba, sampai lama kemudian ia baru
mengangguk dengan terpaksa.
Jantung Jian-jian ikut berdebar keras, ternyata
perhitungannya tidak meleset, ia betul-betul balik ke situ
mencarinya, dan ternyata muncul tepat waktu. Dia pun sadar,
setelah kemunculannya kembali di situ, ia tak mungkin
melepaskan dirinya begitu saja.
Tuan "Siau Ho-ya," tiga huruf kata yang penuh rangsangan,
penuh godaan, cukup bikin bergetar perasaan anak gadis
manapun.
Apalagi ia masih terhitung seorang lelaki tampan yang
gagah dan menarik hati.
Jian-jian pejamkan matanya, apa yang didoakan, yang
diharapkan kini sudah muncul di depan mata, belum pernah
sedekat ini pada masa yang silam.
Kehidupan yang serba mewah, serba terhormat, sandang-
pangan yang berlimpah, harta kekayaan yang menumpuk
setinggi bukit... gemerlapan cahaya intan berlian mutu-
106
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
107
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
108
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
109
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
II
110
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siau Lui masih berbaring di atas lantai, dia tak tahu sudah
berapa lama menangis di situ. Ketika ia mulai mendengar
suara isak tangis sendiri tadi, bahkan dirinya pun ikut
terperanjat.
Mimpipun ia tak mengira dirinya bisa menangis hingga
bersuara, terlebih tak menyangka kalau suara tangisannya
bisa begitu menakutkan. Entah berapa tahun berselang ia
pernah mendengar suara yang sama seperti itu.
Ia menyaksikan ada tiga ekor serigala liar sedang dikejar
sekelompok pemburu, terkejar hingga ke tempat yang buntu
dan terpojok di mana hujan panah sedang terarah ke tubuh
binatang tersebut dengan derasnya.
Serigala jantan dan serigala betina berhasil bersembunyi di
dalam gua, terhindar dari kejaran maut.
Tapi seekor serigala muda yang telah kehabisan tenaga
agak terlambat menyelamatkan diri, hingga akhirnya
tertembus tiga batang anak panah.
Rupanya serigala betina itu adalah ibunya, tanpa
memperduli keselamatan jiwanya ia terobos keluar dari gua
ingin menarik putranya yang terluka itu ke tempat yang aman.
Tapi pada saat yang bersamaan pemburu itu telah melompat
ke hadapannya dan sekali tebas goloknya membabat persis di
punggungnya.
Walau tubuhnya sudah roboh bermandikan darah, namun
serigala betina itu masih coba meronta sambil tidak
melepaskan gigitan di tubuh putranya.
Sayang sekali tenaganya lenyap mengikuti kucuran darah
yang mengalir deras, walaupun tinggal dua depa dari mulut
gua, ia sudah tak sanggup melarikan diri lagi.
Ketika melihat bininya meronta kesakitan di tanah, serigala
jantan itu nampak sangat masgul, sepasang matanya yang
abu-abu memancarkan sinar keputusasaan.
Penderitaan serigala jantan itu semakin hebat, tubuhnya
mulai gemetar keras, tiba-tiba ia menerobos keluar dari dalam
gua dan sekali tubruk menggigit persis di leher serigala betina
111
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
112
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
113
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
114
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
115
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
III
Bendera Piaukiok berkibar terhembus angin, bendera yang
berkibar tertancap di atas batang sebuah pohon setinggi lima
kaki.
Kuda serta penunggangnya telah lama beristirahat di dalam
tenda di bawah pohon. Dalam tenda berjajar enam-tujuh buah
meja dan kini sudah penuh ditempati kawanan pengawal
barang itu.
Sekarang mereka sedang beristirahat melepaskan lelah
sambil minum-minum karena dalam tenda ini selain tersedia
air teh, tersedia juga air kata-kata dan aneka hidangan.
Liong Su duduk di bagian paling luar, bersandar pada tiang
bambu sambil mengawasi awan yangbergerak di angkasa,
entah apa yang sedang dipikirkan.
Ouyang Ci masih tetap berangasan dan tak sabaran seperti
semula, saat itu dia sedang merecoki pelayan kedai untuk
segera menghidangkan sayur dan arak.
Di kala sayur dan arak baru saja dihidangkan itulah mereka
melihat kehadiran Siau Lui.
Bekas darah yang telah membeku di wajah Siau Lui
ditambah pasir dan lumpur yang membekas di sekujur tubuh
pemuda itu membuat ia kelihatan seperti seorang
gelandangan.
Namun di dalam kelopak matanya justru terpancar sinar
teguh, ulet dan tak mau tunduk yang sangat kuat. Ia memang
116
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
117
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
118
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dari tigabelas cawan arak itu paling tidak sudah ada enam-
tujuh kati arak yang mengalir masuk ke perutnya. Biarpun
enam-tujuh kati arak yang pedas dan panas telah masuk
perut, paras mukanya sama sekali tidak berubah.
Ouyang Ci mengawasi pemuda itu dengan pandangan
tertegun bercampur kagum, tiba-tiba ia menggebrak meja
sambil berteriak keras, "Hei orang gagah, dari takaran arak
yang kau miliki, aku Ouyang Ci patut menghormati kau
dengan tiga mangkuk arak!"
"Hahaha... Tak nyana ada juga saatnya kau takluk kepada
orang lain!" seru Liong Su sambil tergelak.
"Takluk yaaa takluk, tidak takluk yaaa tidak takluk!" seru
Ouyang Ci mendelik.
"Bagus! Memandang ucapanmu itu, aku juga patut
menghormati kau dengan tiga mangkuk arak!"
Kembali enam mangkuk arak mengalir masuk ke dalam
perut, paras muka Siau Lui masih tetap pucat pias bagai
mayat, namun sinar matanya tetap teguh dan keras.
Ia sudah bukan lagi minum arak tapi menenggak arak.
Semangkuk demi semangkuk arak yang pedas dan panas
bagaikan bara api dengan begitu saja mengalir masuk ke
dalam perutnya.
Memang begitulah macam orang gagah yang berkeliaran di
sungai telaga, kawanan pegawai pengawal barang sudah
mulai datang merubung, paras muka mereka rata-rata
menunjukkan perasaan kagum yang tak terhingga.
Mendadak ada seseorang menerobos masuk dari balik
kerumunan orang, ia merangsek masuk ke dalam kedai
tersebut, dia adalah seorang kakek pendek kurus-kering
berambut putih.
Ia menjinjing sebuah buntalan panjang berwarna kuning,
tampaknya di situ ia sembunyikan senjatanya.
Salah seorang anggota piaukiok segera menghampirinya
seraya menegur, "Sahabat, mau apa kau kemari?"
"Memangnya aku tak boleh kemari?" kata kakek itu sambil
menarik muka.
119
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
120
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
121
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
122
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
II
Seorang kakek berambut putih yang memakai baju hijau
sedang berjalan sendirian di jalanan sebuah perbukitan,
sekulum senyuman yang licik dan penuh misterius tersungging
di ujung bibirnya.
Tiba-tiba halilintar membelah awan mendung yang
menyelimuti udara, cahaya petir yang menyambar turun dari
balik awan terang sekali bagaikan seekor naga emas.
Di tengah hiruk-pikuk ramainya suara ringkikan kuda,
rombongan pengawal barang itu segera menghentikan
perjalanannya.
Rambut Liong Su telah basah kuyup oleh guyuran air hujan,
butiran hujan setes demi setetes mengalir ke bawah
123
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
124
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
125
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu dengan mata melotot, Kini siapa pun sudah dapat melihat
dengan jelas, payung tersebut tentu saja bukan terbuat dari
kertas.
Dengan wajah serius tiba tiba-Liong Su berseru, "Rupanya
anda adalah Giam lo-san, si payung dari neraka Tio Hui-liu,
Tio- losianseng!"
"Hmm, tak nyana Liong Su masih memiliki ketajaman mata
yang mengagumkan!" sahut kakek itu sambil tertawa ringan.
Liong Su tertawa dingin, kembali katanya, "Sungguh tak
disangka Tio losianseng sudah bergabung dengan Hiat-yu-
bun, benar-benar di luar dugaan!"
"Mungkin masih banyak lagi urusan yang tak kau duga,"
tukas Giam-lo-san cepat.
Tiba-tiba ia membalikan tangannya menunjuk ke arah
dinding bukit di tepi jalan sambil katanya;
"Coba kau perhatikan lagi siapakah dia?"
Dinding tebing itu tegak lurus lagi gersang, tak sedikitpun
tumbuhan yang tumbuh di situ.
Mana orangnya? Tapi baru saja perkataannya selesai
diucapkan, mendadak terdengar "Traaang!"
Percikan bunga api menyebar ke empatpenjuru.
Sejenis benda tiba-tiba meluncur datang dari samping dan
langsung menancap di atas batu karang yang keras bagaikan
baja itu, benda tersebut tak lain adalah sebuah kampak besar.
Menyusul kemudian dari atas tebing bukit di seberang sana
meluncur kembali sebuah cambuk panjang yang langsung
melilit di atas ujung kampak tadi hingga tertarik tegang, tali
panjang itu langsung menutup seluruh jalan tadi.
Cambuk panjang yang berwarna hitam itu berkilauan me-
mancarkan sinar di bawah curahan hujan gerimis, tidak jelas
terlihat cambuk itu terbuat dari bahan apa.
Empatsosok bayangan manusia pelan-pelan berjalan turun
melalui atas tali panjang tadi, mereka berjalan amat santai
seolah-olah sedang berjalan di tanah datar.
Orang pertama bermata besar dan berewokan, ia biarkan
pakaian bagian dadanya terbuka lebar hingga nampak bulu
126
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
127
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
128
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
129
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
130
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
131
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
132
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
133
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
134
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
135
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
136
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
137
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
138
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
III
139
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
140
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
141
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
142
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
143
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
144
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
setujupun tak apa. Toh urusan ini tak ada sangkut pautnya
denganku. Tapi aku perlu beritahu, kini hawa darah orang
she Lui itu semakin mengering, jiwanya sudah berada di ujung
tanduk. Biarpun kau berhasil menemukan seorang tabib
kenamaan yang hebat pun, belum tentu ia mampu
menyembuhkan orang ini."
"Nona, siapa namamu?" tanya Liong Su setelah termenung
sejenak
"Aku dari marga Ting!"
"Nama lengkapmu?"
'Pokoknya aku bukan bernama Jian-jian!" tukas Ting Jan-
coat sambil tertawa dingin,
Kembali Liong Su angkat kepalanya mengawasi gadis itu
lekat-lekat, kemudian ujarnya,
"Nona Ting, kelihatannya kau tahu tentang persoalan yang
menyangkut saudaraku ini?"
"Termasuk urusanmu pun aku tahu banyak!"
Liong Su tertawa paksa, tanyanya lagi, "Apakah nona kenal
dia?"
"Aku juga kenal dengan dirimu, kau bernama Liong Kong."
"Nona, apakah antara kau dengannya punya... punya
perselisihan?" hardik Liong Su tiba-tiba dengan mata
memancarkan sinar tajam.
"Kau anggap aku punya dendam dengannya, maka sengaja
menipumu agar gampang memberesi nyawanya?" Ting jan-
coat balas menghardik dengan mata melotot.
"Aku..."
Ting Jan-coat tertawa dingin.
"Seandainya aku pingin memberesi jiwanya, setiap waktu
setiap saat bisa kulakukan dengan sangat mudah, buat apa
aku mesti bersusah payah membawanya pergi? Apalagi dia
toh sudah hampir mampus, buat apa aku mesti bersusah
payah turun tangan sendiri?"
Liong Su menoleh, memandang kembali wajah Siau Lui
yang masih tak sadarkan diri, kemudian batuk-batuk perlahan.
145
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
146
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
147
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
148
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
149
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
150
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
EMBUN HUJAN
I
151
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
152
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
II
Ouyang Ci dengan pakaian ringkas berwarna hijau,
mengenakan topi caping terbuat dari bambu, melarikan
kudanya sangat kencang. Akhirnya ia berhasil mengejar kereta
kuda berwarna hitam itu.
Kuda hitam milik Liong Su telah diikat orang di belakang
kereta dengan seutas tali panjang.
Kuda jempolan yangsudah lama ikut malang-melintang
dalam sungai telaga ini tampaknya dapat memahami perasaan
majikannya, ia sama sekalitidakmerasa tersinggung karena
harus mengintil di belakang sebuah kereta yang ditarik kuda
lain.
Melihat kesemuanya ini, Ouyang Ci menghela napas
panjang.
Dia paham, demi manusia macam Siau Lui, dia rela dan
merasa berharga untuk melakukan pekerjaan dan perbuatan
macam apa pun.
"Buntuti kereta itu, selidiki di mana tempat tinggal mereka!"
153
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
154
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
155
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
156
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
157
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
158
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
III
Tempat ini adalah sebuah lembah bukit, air yang jernih
mengalir turun dari sebuah air terjun membuat panorama
alam di sekeliling tempat itu kelihatan sangat indah.
Aneka bebungaan tumbuh subur di kaki bukit, mengelilingi
tiga-lima bilik rumah kedi yang dikelilingi dinding merah.
Seorang nona kecil berkuncir sedang membawa sebuah botol
berisi air berjalan masuk ke dalam halaman.
159
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
160
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
161
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
162
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
163
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
164
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
IV
Siau Lui tidak mati, kejadian ini benar-benar merupakan
satu kemukjijatan, tapi... kemukjijatan tidak sering bisa terjadi
di dunia ini.
Selama umat manusia masih memiliki rasa percaya diri,
masihada niat, masih ada keberanian, kemukjijatan masih
seringkali akan bermunculan.
Ketika panas tubuhnya mulai mereda, pemuda itu mulai
mendusin dan sadar kembali, tapi hanya di saat sadar itulah
perasaan pedih dan sedih akan mulai dirasakan, hanya orang
yang pernah mengalami penderitaan yang akan mengerti teori
ini.
Siau Lui membuka matanya, memandang ruangan itu
dengan termangu-mangu, dari sudut ruangan sini ia
memandang hingga sudut ruangan yang lain.
165
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
166
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
'Tapi apa yang harus teringat terus tak akan kau lupakan
bukan?" dari balik mata Ting Jan-coat terpancar keluar sinar
kesedihan dan kemurungan yang mendalam.
"Di mana Liong Su?" tiba tiba Siau Lui bertanya.
"Liong Su yang mana?"
"Liong Kong, Liong Su!"
"Aku tidak kenal orang itu."
"Kau tak pernah bertemu dengannya?"
"Aku tidak kenal dengan orang itu."
"Tapi... sewaktu aku tak sadarkan diri, ia masih berdiri di
depanku," ujar Siau Lui sambil berkerut kening.
"Tapi ketika kutemukan dirimu tadi, kau hanya sendirian."
"Kau temukan aku di mana?"
"Di balik tumpukan mayat, ada orang sedang bersiap-siap
memberesi mayat kalian."
"Siapa orang itu? Bukan Liong Su?"
"Bukan!"
"Aneh" gumam Siau Lui, keningnya makin berkerut, "masa
dia pergi begitu saja?"
"Kenapa tidak pergi?" Ting Jan-coat tertawa dingin. "Orang
yang telah mampus tak mungkin bisa mewakilinya berkelahi,
tak bisa adu nyawa buatnya, apa gunanya lagi buat dia?"
Siau Lui tidak berkata, ia bungkam dalam seribu bahasa.
Ting Jan-coat mengawasi wajahnya dengan pandangan
tajam, agaknya dia ingin sekali melihat pemuda itu
menampilkan perasaan kecewa dan gusarnya.
Tapi sayang mimik wajah Siau Lui tidak menunjukkan
perubahan perasaan apa pun, katanya hambar, "Dia sudah
tidak berhutang kepadaku, akupun sudah tidak berhutang
kepadanya, dia memang seharusnya pergi dari situ."
"Kelihatannya temanmu tidak banyak," ejek Ting Jan-coat
dingin.
"Yaa, memang tak banyak!"
'Tapi kenyataannya kau masih bisa hidup hingga kini, suatu
perjuangan yang tak gampang..."
167
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
168
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
169
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
170
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Seserius itu?"
"Ehm!"
"Urusan apa begitu serius?"
"Apakah kau masih bisa berdiri, masih bisa bergerak?"
"Mungkin!"
'Jika kau masih mampu berdiri, cepatlah pergi dari sini!"
"Pergi dari sini malam ini juga?"
"Yaaa, sekarang juga kau harus pergi!"
"Kenapa harus buru-buru?"
"Sebab jika kau tak pergi malam ini, maka selama hidup
jangan harap bisa pergi dari sini!"
"Kenapa?"
"Kau tahu tidak, obat apa yang telah ia gunakan untuk
mengobati lukamu hari ini?"
"Entahlah, tapi baunya harum sekali."
"Obat racun itu kalau tidak manis tentu harum baunya,
kalau tidak, mana ada orang yang mau menggunakannya?"
Jangan dilihat nona ini masih kecil, ternyata banyak sekali
urusan yang dipahami dan diketahui olehnya.
"Jadi itu racun?"
"Yaa, racun itu bernama rumput mata cangkul, bila lubang
luka yang ada di tubuhmu dipolesi sedikit saja dengan obat
ini, maka tak sampai lima hari akan mulai membusuk hingga
muncul sebuah lubang besar, bentuk lubang itu persis seperti
tanah yang dicangkul dengan mata cangkul!"
Tiba-tiba Siau Lui merasa tangan maupun dadanya berubah
jadi sangat dingin, bisiknya sambil tertawa getir, "Tak heran
kalau sekarang aku sudah mulai merasa tak beres."
"Siang tadi kau bertanya kepadaku, kenapa takut, yang
kutakuti adalah rumput itu tapi aku... aku tak berani
bersuara."
"Dia telah selamatkan jiwaku, telah mengobati lukaku
hingga sembuh, kenapa sekarang ingin mencelakai aku?"
"Karena dia tahu, begitu lukamu sembuh maka kau segera
akan pergi dari sini."
171
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
172
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
173
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
174
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
HIAT-YU-BUN (PERGURUAN
BANJIR DARAH)
I
Jian-jian duduk dengan kepala tertunduk, bahunya ditarik
ke belakang dengan pinggang ditegakkan. Sepasang
tangannya diletakkan di atas lutut dengan dua kaki merapat
serong ke samping, hanya ujung kakinya yang menempel
tanah.
Duduk dengan posisi semacam ini memang harus diakui
merupakan cara duduk yang indah, sangat anggun tapi juga
sangat melelahkan.
Bila seseorang duduk terlalu lama dalam posisi seperti ini,
tengkuknya pasti akan terasa linu, pinggangnya juga mulai
sakit malahan begitu sakit seperti mau patah rasanya.
Tapi ia sudah duduk dalam posisi begini hampir satu jam
lamanya, jangan lagi badannya, ujung kaki pun sama sekali
tak bergeser dari posisi semula, ia berbuat begini karena dia
tahu ada seseorang sedang mengawasinya dari luar jendela.
Dia tahu Siau Ho-ya telah muncul di situ.
Mimik mukanya memperlihatkan perasaan tak tenang, ada
sedikit rasa gelisah dan murung. Tentu saja dia berharap gadis
itu mau bangkit berdiri menyambut kedatangannya, paling
tidak seharusnya memandang dia sekejap, tertawa ke
arahnya.
Sayang Jian-jian tidak berbuat begitu.
Setelah mengitari meja bundar di tengah ruangan dua kali,
akhirnya dia menggerakkan tangannya memberi tanda.
Beberapa orang gadis yang selama ini berdiri berjajar di sisi
ruangan segera memberi hormat, lalu diam-diam
mengundurkan diri dari situ.
Kembali Siau Ho-ya berjalan mondar mandir beberapa kali
dalam ruangan, kemudian sambil menghentikan langkahnya ia
bertanya, "Aku boleh masuk?"
175
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
176
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
177
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
178
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hadiah sepuluh ribu tahil emas lantas kau bisa membeli semua
wanita yang kau kehendaki...? Mau beli, pergilah membeli,
terserah kau mau beli seribu orang atau sepuluh ribu orang...
tapi ingat, biarpun kau berikan seluruh lantakan emas yang
kau miliki pun jangan harap bisa membeli aku!"
Kemudian dengan napas tersengal-sengal dia hapus air
mata yang membasahi pipinya, masih dengan suara keras
teriaknya, "Lepaskan aku... hei, kau akan lepaskan aku
tidak...? “
"Tidak!"
Kembali Jian-jian mengayunkan tangannya hendak
menampar, tapi kali ini tangannya telah ditangkap.
Sambil memegangi tangannya kuat kuat, Siau Ho-ya
mengawasi wajah Jian-jian tanpa berkedip, dari pancaran
sinar mata yang muncul dari balik pandangannya sama sekali
tak ada perasaan gusar atau benci, sebaliknya yang muncul
justru perasaan cinta dan sayang yang sangat lembut dan
hangat.
"Sebenarnya, mungkin saja aku akan biarkan kau pergi,"
katanya lembut sambil mengawasi terus wajah gadis itu. "Tapi
sekarang, aku tak akan biarkan kau pergi dari sini. Sebab baru
sekarang aku sadar, kau adalah seorang wanita yang paling
susah didapatkan, bila kau kubiarkan pergi maka aku bakal
menyesal sepanjang hidup!"
"Kau..."
"Aku akan menjadikan kau sebagai istriku... Satu-satunya
istri yang kumiliki!"
Jian-jian seperti terperanjat seperti juga kegirangan,
serunya gemetar, "Tapi aku... Aku tak pantas."
"Bila kau tak pantas, tak ada perempuan lain di dunia ini
yang lebih pantas lagi!"
"Tapi identitasku... Asal-usulku..."
"Aku tak perduli dengan segala identitas atau asal-usul...
yang ingin kukawini adalah seorang istri, bukan silsilah
keluarga!"
179
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
II
Lampu lentera.
Dengan langkah yang sangat lamban Ting Jan-coat masuk
ke dalam bilik, menyulut lentera yang berada di atas meja
kemudian baru memutar badan mengawasi mereka.
Siau Lui tidak memandang ke arahnya, dia seolah-olah
sudah tak sudi lagi untuk memandang ke arahnya walau
hanya sekejap pun.
Ting-ting bersembunyi di sudut pembaringan, ia sangat
ketakutan, badannya gemetar keras sakit ngerinya.
Ting Jan-coat berjalan menghampiri, langkahnya sangat
lambat, tegurnya sambil mentap gadis cilik itu dengan
pandangan tajam:
"Kau beritahu kepadanya, obat yang kububuhkan di
lukanya adalah rumput mata cangkul?"
Ting-ting mengangguk lirih, saking takutnya hampir saja ia
menangis tersedu.
"Dan kau percaya?" kata Ting Jan-coat sambil menoleh ke
arah Siau Lui.
Siau Lui tidak menjawab, ia menampik untuk menjawab.
"Apa yang dia katakan memang benar sekali," lanjut Ting
Jan-coat perlahan. "Aku memang tak rela membiarkan kau
180
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
181
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
182
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
III
Fajar telah menyingsing, cahaya matahari yang berwarna
kuning keemas-emasan memancarkan sinarnya menerangi
seluruh jagad dan setiap sudut kegelapan.
Di tengah hembusan angin fajar yang sepoi-sepoi, terendus
bau harum semerbak yang disebarkan aneka bunga, lamat-
lamat terendus juga bau harum nasi yang baru matang
ditanak.
Perlahan-lahan Siau Lui bangkit berdiri dan turun dari atas
pembaringan.
Luka baru maupun luka lama di sekujur tubuhnya masih
terasa sakit, demikian sakitnya hingga sukar ditahan siapa
pun, tapi dia tak ambil perduli.
Ia telah belajar bagaimana menikmati rasa sakit semacam
itu sebagai suatu kenikmatan tersendiri, sebab hanya tubuh
yang terdiri dari darah daging baru akan munculkan perasaan
sakit, dan rasa sakit di badan akan memperingan rasa sakit di
dalam hatinya.
Siapa yang sedang menanak nasi? Diakah? Atau Ting-ting?
Ia tak tahu dengan cara apa mereka lewatkan malam yang
kelam itu, tapi yang pasti malam tadi akan menjadi malam
yang paling panjang bagi mereka berdua.
183
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
184
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
185
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
186
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
187
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
188
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
IV
Siau Lui berbaring tanpa bergerak, ia merasa dirinya sangat
menggelikan. Sewaktu kawanan tawon datang mencari balas
189
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
190
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
191
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
192
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
193
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
194
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
195
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
196
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
197
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
198
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
199
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
200
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
201
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
202
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
203
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
204
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
205
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
206
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
207
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
208
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
209
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
210
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
211
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
212
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
213
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
214
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi ada satu hal yang mereka ketahui dengan jelas, Siau
Ho-ya adalah orang yang pantas menjadi sahabat, tapi
teramat sulit untuk menjadi sahabatnya.
Dalam dunia ini, yang paling mahal dan paling berharga
bukanlah cinta kasih, melainkan persahabatan... persahabatan
yang tulus dan sejati.
Teman sejati tidak banyak jumlahnya, asal bisa mendapat
satu-dua orang saja, biar harus matipun akan mati dengan
mata terpejam. Oleh sebab itu Liong Su merasa sangat puas
karena dia dapat bersahabat dengan Siau Lui.
Sekarang, dia berharap Siau Lui dapa tberjumpa dengan
Siau Ho-ya. Mungkin dia anggap mereka pun bisa menjalin
hubungan persahabatan yang tulus dan sejati.
Dengan perasaan yang amat sedih dan duka Siau Lui
membantu Ouyang Ci membereskan semua persoalan yang
ada di perusahaan ekspedisi itu,sejak itu mereka berdua
menjadi sahabat yang sangat akrab.
Tiba-tiba Ouyang Ci teringat akan satu persoalan, mengapa
pada malam itu Suto Ling menarik kembali pasukannya di saat
yang paling kritis dan melepaskan Siau Lui?
Siau Lui sendiri tak tahu jawabannya.
Selama dua hari terakhir, kondisi perasaan mereka berdua
sangat buruk, mereka masih diliputi perasaan duka yang
sangat mendalam, karenanya pemuda itu tak ingin terburu-
buru menjumpai Siau Ho-ya.
Dalam kondisi seperti inilah tiba-tiba Siau Ho-ya mengutus
orang mengirim surat undangan, dia mengundang Siau Lui
untuk berkunjung ke rumahnya.
Untuk berapa saat Siau Lui merasa sangat bimbang dan tak
dapat mengambil keputusan, dia coba meminta pendapat
Ouyang Ci.
"Aku akan menemanimu kesana!" jawab Ouyang Ci segera.
Siau Lui takbisa menampik lagi. Walaupun dia segan untuk
berkenalan dengan Siau Ho-ya, tapi Liong Su sangat berharap
ia dapat menjumpai orang tersebut, karena itu mau tak mau
dia harus pergi juga.
215
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
216
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
217
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
218
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
219
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
220
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
221
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
222
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
223
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sambil bentaknya, "Hei orang she Lui, aku dengar kau tidak
takut mati. Kenapa kau melarian diri sekarang?"
"Karena aku tak ingin mati ditanganmu, aku pun tak ingin
membunuhmu!"
"Oh ya?" Siau Ho-ya tertawa tergelak sambil mendesak
maju dua langkah. "Kau tak ingin membunuhku?"
"Sudah banyak kesalahan yang telah kulakukan, aku tak
ingin melakukan kesalahan sekali lagi."
"Oh ya? Kau maksudkan terhadap Jian-jian?"
Siau Lui tidak menjawab.
Dengan hawa napsu membunuh menyelimuti seluruh
wajahnya, kembali Siau Ho-ya berseru, "Kalau begitu, aku
perlu beritahu kepadamu, aku tak bisa membiarkan kau hidup
karena aku berbuat demikian juga lantaran dia!"
"Sungguh?" perasaan ragu bercampur heran menyelinap
dalam hati Siau Lui.
"Malam ini, aku memang sengaja mengatur pertemuan bagi
kalian berdua, aku berbuat begini karena ingin membuktikan
sesuatu, dan sekarang aku tahu, selama kau masih hidup
maka hatinya tak bakal menjadi milikku!"
"Jika aku mati?" tanya Siau Lui setelah termenung sejenak.
"Saat itulah dia akan benar benar menjadi milikku!"
"Dan kau?"
"Aku pun akan mencintainya dengan segenap jiwa ragaku!"
"Baik!" seru Siau Lui tanpa ragu lagi. "Kau boleh segera
turun tangan!"
Tiba-tiba Siau Ho-ya merangsek maju ke depan, secepat
sambaran kilat ia lancarkan sebuah tusukan ke tubuh lawan.
Dalam perkiraannya, pihak lawan pasti akan berkelit dari
serangan tersebut, maka dia sengaja melancarkan serangan
tipuan dengan menusuk dada lawan
Siau Lui sama sekali tak berkelit, bergerakpun tidak, dia
biarkan pisau itu menembus dada kirinya, mata pisau hingga
tinggal gagangnya menembus ke dalam dadanya...
Secepat kilat Siau Ho-ya mencabut keluar pisaunya, darah
segar segera menyembur keluar bagaikan pancuran,
224
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
225
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
226
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
227
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
228