Anda di halaman 1dari 393

Saduran : Chung Sin

Di upload TAH di Indozone


Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://cerita-silat.co.cc/
BAGIAN 1
EMPAT MANUSIA DENGAN WAJAH TAK BERKULIT

HUJAN turun kian hebat, butiran air berjatuhan, petir


menggelegar, seluruh jagat telah menjadi gelap pekat.
Jalan disekitar daerah Sucoan sangat licin, setelah ditimpa hujan,
semakin sukar mengadakan perjalanan.
Seseorang dengan tudung lebar menempuh perjalanan, ia harus
menanggung resiko besar, bila ia salah kaki dan terpeleset jatuh,
maka ia akan jatuh kejurang.
Air hujan membasahi dirinya, tetapi tidak dihiraukan oleh orang
itu, ia mendapat tugas penting untuk melaksanakan sesuatu dengan
segera.
Ia menengadahkan kepalanya, butiran air hujan membasahi
muka, tampaklah wajah yang masih muda.
„Wah, telah terlambat." Demikian ia bergumam.
la berlari lagi, lakunya sangat tergesa-gesa sekali, Jauh tampak
sinar terang. la mengayunkan langkahnya ketempat itu.
„Sudah terlambat, biar aku meneduh saja." pikirnya.
Pemuda ini mengayunkan langkahnya ketempat sinar terang itu.
Tidak Iama, ia telah berada disana, ternyata tempat itu adalah
sebuah kelenteng tua.
Sinar terang keluar dari kelenteng ini, menandakan bahwa
kelenteng bukan tidak ada penghuninya.
Sipemuda tiba didepan pintu kelenteng, keadaan pintu telah
rusak, kayunya telah lapuk, sungguh lama tidak terurus.
la mendorong pintu kelenteng yang lapuk itu, maka cahaya
terang semakin jelas, ternyata ada tiga orang yang memasang api
unggun, mereka sadang menghangatkan tubuh disekitar api unggun
itu.
Masuknya sipemuda kedalam kelenteng menimbulkan suara agak
berisik, tetapi tiga orang itu tidak menolehkan kepalanya. Mungkin
tidak mendengar, karena suara hujan yang masih dituang dari
langit. Mungkin juga tidak ambil perduli dengan apa yang terjadi.
„Se!amat malam'' Berkata pemuda itu kepada tiga orang yang
sedang menghangatkan diri diapi unggun. „Aku seorang yang kena
hujan, ingin menumpang sebentar."
Ketiga orang itu masih tetap tidak membuka suara, menolehpun
tidak. Kaku sekali sikapnya.
Pemuda itu bukan untuk pertama melakukan perjalanan jauh, ia
cukup paham bahwa tidak sedikit tokoh2 pandai yang bertabiat
aneh, mereka tidak boleh diganggu, terlebih-lebih lagi tidak boleh
menyinggung mengenai pantangan2nya.
Tiga orang yang menghangatkan diri belum tentu mengijinkan ia
turut menghangatkan diri, merekapun tidak me larang ia turut hadir
ditempat itu. Maka untuk menjaga keamanannya, iapun tidak
mengganggu mereka, ia menempatkan diri dipojok lain,
menghindari diri dari hujan keras.
Keadaan diluar kelenteng gelap, tetapi disana telah dinyalakan
api unggun, tampak juga ruangan kelenteng itu.
Tidak jauh dari mana sipemuda menempatkan dirinya, berdiri
sebuah patung, arca, sinar api unggun menerangi sebagian wajah
patung ini.
Hampir sipemuda berjingkrak lompat menyaksikannya. Kulit
tangan sipatung luar biasa hidupnya, persis seorang manusia saja.
Tidak terlihat muka dari wajahnya, karena gelap.
Ia mengucek-ucek mata, diperhatikan semakin jelas, sungguh
hebat sipembuat patung ini. Sukar untuk dibedakan dengan
manusia biasa.
lngin sekali sipemuda mengusap tangan patung itu, ingin sekali
diketahui dengan pasti apakah patung atau manusiakah yang berdiri
disini?
Dibilang patung, ia mirip manusia hidup. Dikatakan seorang
manusia, ia kaku tidak bergerak sama sekali.
la me lukiskan patung itu sebagai seorang lelaki setengah tua,
pada pinggangnya tergantung sarung golok yang luar biasa
besarnya, dengan sarung golok yang sudah lapuk dan buruk,
tentunya telah lama tidak dirawat.
Sipemuda memperhatikan sekian lama, maka putusannya
terhadap apa yang dilihatnya itu adalah sebuah patung arca. Para
panghuni kelenteng telah lama tidak merawatnya, maka sarung
golok yang tergantung dipinggang sipatung itupun telah rusak,
entah bagaimana karena golok yang seharusnya berada pada dalam
sarungnya itupun telah tiada.
Sipemuda telah puas menyaksikan patung pada kelenteng itu.
Kini ia memandang kepada tiga orang yang menghangatkan diri
pada api unggun mereka.
Tiga, orang itu masih saja membisu, hampir2 dianggapnya
patung juga.
Hujan masih belum mau berhenti, suara air diemperan kelenteng
terdengar jelas sekali.
Lidah api memain keras, menyala terang, dan tiba2 surut
kembali. Ternyata kayunya telah habis menjadi arang, tidak
sanggup lagi memberikan penerangan. Semakin lama semakin
surut.
Hanya pemuda itu yang sukar disuruh diam, dikanannya berdiri
sebuah patung yang hampir menyerupai orang hidup, disebelah
kirinya juga tiga orang yang mematung, mereka sama sekali tidak
bergerak. Kejadian yang tidak menyenangkan dirinya.
„Permisi......” Pemuda itu membuka suara kepada tiga orang
yang menghangatkan diri pada api unggun itu. „Aku yang menepi
untuk berteduh ini bernama To It Peng, kemenakan Ban Kim Sen
dari perkampungan Ban-kee-chung."
To It Peng membuka suara menampilkan nama pamannya Ban
Kim Sen yang ternama, didalam dugaannya, tiga orang itu pasti
akan memuji dan menaruh hormat kepada dirinya.
Masih saja tiga orang yang menghangatkan diri itu tidak
bergerak, tidak menoleh dan juga tidak membuka suara. Mematung
dengan kaki tidak bergerak sedikitpun.
To It Peng mengeluarkan batuk kering.
„Aku mendapat tugas dari pamanku untuk mengurus sesuatu.
Tetapi nasib tidak beruntung, aku ditimpa hujan, maka tidak dapat
selesai tugasku. Pulang kerumah, tentu aku dimaki sidungu lagi
olehnya. Kalian bertiga janganlah mentertawakan diriku." Mulut To
It Pang tidak mau berhenti.
Manusia2 mematung itu masih saja tidak mau memberikan
sahutan suara mereka.
„Mungkinkah enggan kepadaku?" Pikir T o It Peng didalam hati.
la suka bicara, suka keramaian. Tidak betah dibiarkan seperti itu.
Maka ia harus berusaha menarik perhatian tiga orang aneh itu.
Dilihat api yang sudah hampir padam, maka ia mendapat
kesempatan baru untuk mendekati tiga manusia-manusia aneh itu.
„Hai, api sudah hampir padam!" T eriaknya. „Biar kutolong kalian
menambah kayu."
Kaki T o It Peng bergerak maju, niatnya membenarkan letak kayu,
dengan demikian, ia akan dapat melihat lebih jelas wajah2 tiga
manusia2 kaku itu.
To It Peng memungut kayu, dipatahkan dan dilempar ketempat
api unggun yang hampir padam.
”Aaaaa ......” Tiba2 mulut To It Peng berteriak, wayahnya
menunjukkan ketakutan, badannya menggigil dingin, matanya tidak
dapat lepas dari wajah2 ke-tiga orang yang sedang menghangatkan
diri itu.
Tiga orang itu tidak bergerak karena ..,. memang sudah tidak
bernyawa. Kulit wajah mereka belum lama dikupas orang, maka
tampak daging yang memuakkan, dengan darah masih me lekat
sebagian.
Pada pinggang ketiga orang yang telah menjadi korban
kekejaman manusia kejam itu tampak tali emas sutera, itulah ciri2
yang khas dari jago perkampungan Ban-kee-thung, kampung
halaman To It Peng juga.
To It Peng segera mengenali akan tanda itu, tidak di sangka jago
perkampungannya telah mati teraniaya ditempat sesunyi ini, dalam
keadaan yang sangat menyedihkan sekali.
To It Peng berfikir, bahwa ia wajib memberitahukan kejadian ini
kepada pamannya, maka setelah terkesiap sejenak, iapun
membalikkan diri, menerjang keluar dari pintu kelenteng yang
menyeramkan itu.
Karena bingung dan gugup, To It Peng tidak melihat arah lagi,
tiba2 badannya membentur sesuatu, ia jatuh terjengkang, lumpur
membasahi dan mengotori pakaiannya.
„Kurang ajar!" la menggerutu. „Siapakah yang manggganggu
diriku?"
la memandang kearah depannya, maka disana tampak seorang
wanita dengan rambut panjang terurai menghadang ditengah jalan.
Ternyata wanita dengan rambut terurai panjang inilah yang
menjatuhkan dirinya.
”Aaaa !" .......... Lagi2 ia mengaluarkan suara jeritan kaget.
Wanita berambut panjang inipun tak mempunyai kulit muka,
sungguh mengerikan sekali.
Berbeda dengan tiga korban didalam kelenteng, wanita berambut
panjang masih dapat meng-gerak2-kan tangannya, ia mengusap
rambutnya yang basah dengan air hujan,
To It Peng tidak berani menatap terlalu lama, ia membalikkan
badan dan melarikan diri kearah lain.
Kini ia harus berhati-hati, dan harus meneliti dalam mengambil
arah lari yang benar, agar ditengah jalan tidak bertemu dengan
sihantu berkulit lepas lagi.
To It Peng sedang mengalami hari naas, dihadapannya tampak
sebuah bayangan putih melayang datang, kakinya tidak menyentuh
tanah, bayangan outih itu sedang menuju kearahnya. Semakin
dekat,....... semakin dekat, ...... dan kini tampak jelas, bayangan
putih inipun berupa hantu berkulit lepas pula. Pada wajahnya, hanya
nampak daging, kedua baris giginya tampak jelas, hidungnya
berlobang dan bola matanya hampir mau jatuh karena tiada kulit
kelopak yang menahannya.
Sekali lagi To It Peng berganti arah haluan, ...... kemana saja ia
pergi, tak urung harus berhadapan dengan para hantu berkulit
wajah lepas itu.
Kali ini, To It Peng belum mendapat kesempatan me!ihat jelas,
tiba2 badannya menjadi enteng, kakinya meninggalkan tanah, ia
telah berada dibawah cengkeraman salah satu dari pada hantu2 tak
berwajah itu.
Terasa tangan yang dingin mencekek leher, semakin karas
tangan ini mencengkeramnya.
„Jangan dibinasakan dirinya." Tiba2 terdengar satu suara
peringatan. „Dia keponakan Ban Kim Sen. Beri kesempatan hidup
untuknya, agar ia dapat memberitahukan kedatangan kita EMPAT
WAJAH YANG TAK BERKULIT kepada pamannya."

---oo0dw0oo---
To it Peng merasakan dirinya jatuh ketanah, tidak berani, ia
menengok kebelakang. Dengan mengambil langkah seribu, ia cepat
menuju kearah perkampungan Ban-kee-chung.
Hujan telah mulai mereda, kejadian yang banyak membantu T o
It Peng. Maka selamatlah ia tiba dimuka perkampungan Ban-kee-
chung.
Pada Pos Penjagaan perkampungan Ban-kee-chung terlihat dua
orang, segera mereka membentak : „Berhenti ! Siapa yang datang
?"
To It Peng menghentikan langkahnya yang masih memburu.
Jawabnya terburu-buru.
Kedua orang itu segera mengenali kemenakan ketua kampung
mereka.
„Ohh... tuan muda." kata mereka hampir berbarengan, sebutan
'Tuan muda' itu sungguh tidak enak didengar.
To It Peng tidak menaruh didalam hati, perangainya cukup sabar
dan halus.
„Betul." Sahutnya segera. „Lekas panggil pamanku, dimana kini
ia berada?"
„Ha ... ha ... ha .....!" Dua orang itu tertawa sambil menunjuk
pakaian To It Peng yang penuh dengan lumpur. Kedudukan To It
Peng didalam perkampungan Ban-kee-chung hanya kalah setingkat
dari pamannya, tetapi ilmu kepandaian pemuda ini biasa saja,
sikapnyapun ketolol-tololan. Sebagian besar orang2 di
perkampungan Ban-kee-chung tidak memandang mata kepadanya.
„He!, lekas panggil paman! Bencana akan segera melanda
perkampungan Ban-kee-chung!" T eriak To It Peng nyaring.
Dua orang yang mendapat tugas jaga itu terdiri dari dua saudara,
Oey Tiang Hong dan Oay Tiang In namanya. Mereka dapat
menyaksikan wajah To It Peng yang tegang, tentunya telah terjadi
sesuatu atas dirinya. Maka mereka manghabiskan tertawanya.
Sebenarnya, mereka adalah anak murid Kun-lun-pay. Suatu hari
mengalami kecelakaan dan berhasil mendapat pertolongan ketua
perkampungan Ban-ke-chung Ban Kim Sen. Mereka berterima kasih,
maka bersedia mangabdikan dirinya menjadi pengawal
perkampungan itu.
„Hei, apakah yang telah terjadi?” tanya mereka serentak.
„EMPAT WAJAH TAK BERKULIT telah tiba. Mereka telah
mernbunuh 3 orang kita, mereka membeset pula wajah ketiga
orang kita itu.” To It peng memberi keterangan dengan napas
terengah-engah.
„Hei, EMPAT WAJAH TAK BERKULIT dari daerah Kiong-lay kau
maksudkan ?” tanya Oey Tiang Hong keras.
„Mereka menyebut diri seperti itu." To It Peng memberi
keterangan, „Mana kutahu dari mana mereka datang?"
Oey Tiang Hong dan Oey Tiang In saling pandang sebentar, tiba2
saja mereka tertawa besar.
„Ha, ha ... ha ... ha .......”
„Tidak kusangka, kau inipun pandai berkelakar." kata Oey T iang
Hong sambil menepuk pundak To It Peng.
To It Peng merasa penasaran.
„Bzrkelakar? Bilakah aku berkelakar dengan kalian?" Tanyanya.
Masih saja Oey Tiang Hong tertawa.
„Bila kau menyebut nama lain, mungkin kami percaya." katanya.
”Tetapi, EMPAT WAJAH TAK BERKULIT itu telah mati lama!.... Ha ....
ha ... ha .... !"
„Mati lama? Sebentar lagi mereka akan menyatroni kampung
kita." To It Peng masih mencoba menerangkan.
„EMPAT WAJAH TAK BERKULIT dari Kiong-lay adalah murid Siu
Jin Mo Say, setelah Siu Jin Mo Say terjatuh dari tebing curam
dengan tiada kabar ceritanya, ke empat murid jahatnya inipun turut
dikoroyok oleh para pendekar rimba persilatan, mereka telah
terbinasa belasan tahun, mungkinkah kau belum pernah dengar
akan cerita ini?" Oey Tiang In tidak tertawa lagi, ia memberi
keterangan tentang kata2 To It Peng yang dianggap bohong
olehnya.
To It Peng masih belum dapat diyakinkan.
„Mungkin....... Mungkinkah mereka belum binasa?" la mencari
jalan untuk dapat memuaskan hatinya.
„Guru mereka Siu Jin Mo Say jatuh kedasar jurang curam dengan
tiada orang yang dapat memastikan kebenarannya. Mungkin ia
belum mati. Tetapi 4 murid Siu Jin Mo Say telah dikeroyok banyak
orang, mereka telah membeset wajah yang dibangga banggakan
itu."
„Betul! mereka tiada berwajah." Potong To It Peng. „Merekapun
telah membeset wajah tiga orang kita."
„Tidakkah kau salah lihat?"
„Bagaimana bisa salah lihat? Kejadian ini bukanlah kejadian
sembarangan yang boleh diperjual belikan." To It Peng ngotot.
Oey Tiang Hong dan Oey Tiang In saling pandang, mereka
segera dapat mengambil keputusan.
„Biar aku yang melaporkan kejadian ini kepada chungcu." kata
Oey Tiang Hong. „Kalian berdua-jaga disini!”
„Baik." Oey Tiang In taat kepada perintah saudaranya. Ucapan
'baik'-nya Oey Tiang In dibarengi oleh satu suara dingin yang cukup
membangunkan bulu roma.
„Tidak perlu berjaga-jaga lagi. Aku telah tiba." demikian kata
suara ini.
Disana, tidak jauh dari mereka, melayang turun seorang wanita,
ber-rambut panjang terurai mengeriap, sebagian besar rambut
hitam ini mentupi wajahnya, maka Oey T iang Hong dan Oey T iang
In tidak dapat menyaksikan wajahnya yang tiada berkulit.
„Kau ..... kau siapa?" tanya Oey Tiang Hong dan Oey Tiang In
berbareng.
„Satu dari EMPAT WAJAH TAK BERKULIT." Wanita berambut
panjang itu memberi ketegasan.
Oey Tiang Hong din Oey Tiang In mengamat-amati wajah dibalik
rambut yang terurai itu, samar2 masih terlihat oleh mereka dua
baris gigi yang tiada ber-bibir, sinar mata yang kehijau-hijuan itu
luar biasa besarnya, hal ini dikarenakan tiadanya kelopak kulit yang
menahan kedua bola mata tersebut.
„Hm...." Oey Tiang Hong mengeluarkan suara dari hidung.
„EMPAT WAJAH TAK BERKULIT telah mati lama, dengan alasan apa
kau menggunakan nama mereka?”
Wanita berambut panjang itu melayang dekat.
„Maunya tidak kubunuh kalian agar dapat memberi tahukan
kepada situa bangka Ban Kim Sen. Tetapi kalian kurang ajar,
akupun tidak segan2 pula untuk membeset kulit wajahmu." la
mengeluarkan suara ancaman.
Dua saudara Oey merapatkan diri mereka, berbareng pada
tangan masing2 telah memegang cambuk lemas, yang pada
sebelumnya terlibat dipinggang mereka, cambuk ini diayun
sedemikian rupa, lurus keras mengarah jalan darah Hoa-kai dan
Wan-tie.
Ilmu kepandaian To It Peng tidaklah tinggi, sehingga untuk
menikmati gerakan2 yang indah terlalu sukar baginya, dilihat Oey
Tiang Hong dan Oey Tiang In mengadakan serangan mnereka,
tarlalu cepat untuk diceritakan, ujung cambuk telah berada dekat
dengan tubuh wanita berambut panjang itu. la mengeluarkan
keluhan napas panjang, yang menandakan kelegaan hatinya.
Ternyata ilmu dua saudara itu hebat, pasti hantu tidak berkulit
wajah itu akan mengalami kenaasan.
To It Peng masih mambayangkan bagaimana Hantu wanita
dengan wajah tak berkulit itu terbinasakan. Matanya seperti
berkunang-kunang, orang yang dipikirkan telah tidak pada
tempatnya. Wanita berambut panjang itu me layang tinggi, maka
cambuk Oey Tiang Hong dan Oey Tiang In mengenai tempat
kosong.
Tubuh wanita itu mulai melayang turun, kedua kakinya
dipentangkan, masing2 mengarah batok kepala Oey Tiang Hong dan
Oey Tiang In.
Dua saudara telah berkelana lama, belum pernah mereka
menyaksikan ada orang yang menggunakan siasat tempur seperti
ini. Mereka tertawa dalam hati, dianggapnya wanita itu terlalu
mengagulkan diri.
„Kau mencari mati." Pikir mereka yang segera mempedut cambuk
naik keatas..... nah, cambuk mereka mengarah kedua kaki lawan.
Tubuh wanita itu berada ditengah udara bebas, sukar untuk
mengelitkan diri dari dua cambuk lemas itu, kedua kakinya telah
terlibat oleh cambuk OeyTiang Hong dan Oey Tiang in.
Dua saudara girang luar biasa, gerak mereka berhasil sempurna,
kini ditariknya cambuk yang telah melilit kaki lawan mereka, bila
berhasil, tentu tubuh wanita seperti hantu yang tak berwajah itu
akan terbeset dua.
Perkembangan berikutnya sungguh diluar dugaan, kedua saudara
Oey tidak berhasil menarik cambuk mereka. Tubuh wanita berambut
panjang itupun mengaku ditengah udara, tidak turun lagi.
Dengan kedua kaki masih terlibat oleh cambtuk, wanita itu
menjatuhkan badannya, maka ia terjun dengan kepala dibawah,
dengan membiarkan kedua kaki yang terikat itu diatas.
Rambut yang terurai panjang bebas menutupi wajahnya, tampak
suatu pemandangan yang menyeramkan, bola mata yang besar
bergerak-gerak, dua baris giginya menyeringai, tak selembar
kulitpun yang melekat pada wajahnya, tiada ubahnya sebagai
seorang hantu penasaran.
Cepat kepalanya jatuh, disaat hampir membentur tanah, kedua
tangannya digerakkan cepat, maka kedua tangan itu mengaluarkan
tenaga pantulan yang keras, ia mundur kebelakang dengan cepat.
Dua saudara Oey tidak berhasil menarik korbannya, kini mereka
tertarik oleh kekuatan yang hebat. Apa boleh buat, dilepaskannya
dua cambuk itu. T idak urung telah tarlambat, kedua tubuhnya jatuh
ngusruk kedepan.
Gerakan hantu wanita itu gesit luar biasa, tangannya telah
menggunakan cambuk2 lemas yang belum lama menjerat kedua
kakinya, dengan kedua cambuk ini ia mengadakan serangan
balasan. Tar... Tar.... kepala Oey Tiang Hong dan Oey Tiang In
pecah sebagian.
To It Peng belum sempat berseru girang, disaat melihat jatuhnya
kepala hantu wanita yang hampir membentur tanah itu. Kini tiba2
saja terjadi perubahan. Bukan wanita itu yang terbinasa, tetapi dua
saudara Oey sendiri.
Hantu wanita itu melemparkan cambuk ditangan, dihadapinya To
It Peng dengan perlahan.
To It Peng ingin melarikan diri, apa mau dikata, kakinya tidak
mau bergerak, ia telah terpaku ditanah dan tidak dapat dikuasai
sama sekali.
Rambut wanita itu tarurai panjang, kembali wajahnya tertutup,
tidak tampak wajah yang manakutkan itu.
Ia memandang To It Peng sebentar, disaat melewati kedua
jenazah yang terlentang ditanah, ia mengulurkan kedua tangannya
dengan kuku2 yang panjang, Breettt.... Breettt.... dua lembar kulit
telah berada ditangannya. Ternyata ia membeset wajah Oey T iang
Hong dan Oey Tiang In.
„Aaaa....." To It Peng menutup matanya dengan tangan.
“Ha .... ha ... ha ....'' Hantu wanita itu tertawa puas.
To It Peng membuka tutupan tangan yang menutup mata, dilihat
wanita itu mendekati dirinya.
„Kau .... kau .... kau ...." Katanya gugup.
Wanita berambut panjang itu semakin mendekat... semakin
mendekat....
---oo0dw0oo---

BAGIAN 2
MALAPETAKA YANG MENGANCAM PERKAMPUNGAN BAN-
KEE-CHUNG

WANITA itu berhenti tepat dihadapan To It Peng.


„Inikah perkampungan Ban-Kee-chung?” tangannya menunjuk
kearah barisan rumah, lampu2 penerangan berkelap kelip.
To It Peng memandang jauh kedalam perkampungan, saat ini
masih berada didalam kegelapan. Hanya lampu2 penerangan saja
yang tampak.
„Betul.” la memberikan jawaban. „Kau... kau... ingin memasuki
perkampungan?"
„Sebenarnya ingin aku memasuki perkampungan menyampaikan
sesuatu. Tetapi, apa gunanya ada kau disini? Aku harus
membunuhmu dahulu, agar tidak mengganggu urusan." Kata
sihantu wanita itu dengan dingin.
„Ja.... jangan... jangan kau bunuh aku,” To It Peng memohon
dengan suara ter-putus2.
„Baik kau boleh masuk kedalam kampung dan beritahukan
kepada Ban Kim Sen, katakan bahwa : EMPAT WAJAH TAK
BERKULIT akan menghancurkan perkampungannya sebelum
matahari terbit diesok hari."
„Kalian... kalian yang akan menghancurkan?" To It Peng
bertanya.
„Ha.... ha.... ha.... ha.... Kau sungguh manyenangkan." Berkata
wanita rambut panjang itu. la membungkus kulit wajah Oey Tiang
Hong dan 0ey Tiang In, diserahkan bungkusan itu kepada To It
Peng. „Bungkusan ini berisikan lima lembar kulit muka para yago
Ban-kee-chung. Berikanlah kepada pamanmu itu untuk dijadikan
bukti."
Setelah meninggalkaan pesan, wanita itu melayang pergi. Dalam
sekejap mata saja, tak tampaklah bayangan2nya.
To it Peng menggigil. Kata2 menghancurkan perkampungan,
masih mendengung ditelinganya. la memandang mayat2 Oey Tiang
Hong den Oey Tiang In yang telah hancur wajahnya itu. Lebih2
membangunkan bulu romanya.
Segera ia lari menuju kearah kampung Ban-kee-chung. Berlari
beberapa langkah, teringat akan pesan bungkusan ia balik kembali,
dengan membawa bangkusan berisi lima kulit muka para jago Ban-
kee-chung, itu siap menemui pamannya.
Kini To It Peng telah berada didalam perkampungan Ban-kee-
chung, agaknya ada sesuatu yang telah terjadi.
Malam semangkin senyap, tetapi beberapa diantara orang2
kampung belum tertidur, mereka membawa obor membikin
perondaan.
Mereka melihat kedatangan To It Peng, tetapi tidak satupun yang
menegurnya.
Dari depan mendatangi dua orang, yang dikanan bertubuh
gemuk dan yang dikiri bertubuh kurus, itulah dua murid Ban Kim
Sen yang bernama Beng Hui dan To Ko Keng.
„Saudara Beng Hui," To It Peng menghampiri dan menarik
tangan orang yang gemuk itu „Ada orang ... Ada orang yang mau
menghancurkan kampung Ban-kee-chung."
To Ko Keng mendelikkan mata, pada kampung Ban-kee-chung,
tidak seorangpun yang menaruh hormat kepada To It Peng, sikap
pemuda ini ketolol-tololan. Diantara demikian banyaknya orang, To
Ko Keng tidak terkecuali. la tidak puas dengan sikap To It Peng.
Beng Hui mengibaskan tangannya, maka terlepaslah pegangan
To It Peng.
„Hei,.... apa yang kau ributkan?" tanyanya gemas.
„Lekas beri tahu kepada paman, bahwa ada orang yang mau....
mau menghancurkan kampung Ban-kee-chung."
Beng Hui mengeluarkan tangan, kali ini ia mengangkat badan
orang, tenaga Beng Hui sungguh besar, bagaikan menenteng anak
ayam, ia menjemput tubuh To It Peng.
„Hei.....kau telah banyak menenggak arak? Mabuk? Mengapa
berteriak-teriak kalang kabut?" Sentaknya dengan garang, sikapnya
sangat galak.
To It Peng meronta-ronta, tetapi tidak berhasil.
„Tidak.... Tidak.... Aku tidak mabuk." Katanya menggoyang-
goyangkan tangan.
To It Peng tidak berhasil melepaskan diri dari cengkraman tangan
Beng Hui, tetapi bungkusan yang berisi 5 lembar kulit muka jago2
Ban-kee-chung itu telah jatuh ketanah.
„Saksikanlah bungkusan itu." To It Peng menunjuknya. „Maka
kalian akan percaya kepada kata2ku. Aku tidak mabuk, aku tidak
pernah menenggak arak."
To Ko Keng telah membuka bungkusan itu, maka terpapar 5
lembar kulit wajah bagian muka dari orang2 yang tidak asing
baginya.
„Aaaaaaa ....” la menutup kembali bungkusan itu.
Beng Hui turut melihat apa yang terbentang dihadapan mereka,
ia sangat terkejut, 5 jago Ban-kee-chung yang berkepandaian tinggi,
mengapa mereka dapat terbunuh?
Melihat kejadian ini, pegangan tangannya yang menenteng To It
Peng mengendur, tubuh To It Peng jatuh ketanah.
To Ko Keng membawa bungkusan berisi lambang maut itu. ia
memandang saudara perguruannya dan berkata : „Mari kita
beritahukan hal ini kepada suhu."
Beng Hui mempunyai pikiran sepaham dangan saudara
seperguruan itu, telah lama sekali mereka bekerja sama, Maka
jarang menemukan pandangan yang tidak sama.
„Mari kita kesana." lapun mengajak To It Peng untuk manemui
ketua kampung Ban-kee-chung.
To It Peng mengikuti To Ko Keng dan Beng Hui, tersungkur-
sungkur ia mengikuti dibelakang mereka.
„Hancurkan kampung Ban-kee-chung.... Hancurkan kampung
Ban-kee-thung....” mulut To It Peng yang tolol ini tidak dapat
ditutup.
Dima lam sunyi, suara To it Peng berkumandang jauh.
Beng Hui dan To Ko Keng merasa sebal dengan teriakan2 To It
Peng. Bila dibiarkan pemuda tolol itu berteriak-teriak tiada hentinya,
tentu seluruh isi kampung menjadi gaduh. Terlihat Beng Hui
menghentikan langkahnya, ia menyeret tangan orang yang segera
dijorokkan kedepan.
„Tutup mulut." Bentaknya.
To Ko Keng menyegah tubuh To It Peng yang hampir jatuh,
diseretnya kearah tempat kediaman Ban Kim Seng.
„Hancurkan... kampung........ Ban-kee-chung," Masih saja
sidungu berteriak.
„Kau membuka mulutmu lagi, akan kubanting mati disini." To Ko
Keng mengancam.
Mulut To It Peng terkatup rapat
Sebenarnya kata2 To Ko Keng hanya untuk menutup mulut To It
Peng yang kurang pikiran itu, tidak dipikir terlebih dahulu apa
akibatnya bila seluruh isi kampung mendengar teriakan Hancurkan
kampung ‘Ban-kee-tiung' itu. Bila To It Peng tidak menghentikan
teriakannya, T o Ko Keng pun tidak berdaya, biar bagai mana, To It
Peng masih pernah kemenakan dari guru mereka. Ban Kim Sen
tidak suka kepada To It Peng. Tetapi hubungan famili tidak dapat
dilepas begitu saja.
Beruntung To It Peng tidak berteriak lagi, tiga orang ini berjalan
cepat untuk memberi laporan mereka kepada Ban Kim Sen.
Teriakan To It Peng telah menimbulkain datangnya beberapa
orang, mereka ingin mengetahui keadaan yang lebih jelas. Tetapi To
It Peng telah digiring olah Beng Hui berdua, meraka tidak memberi
kesempatan untuk sidungu bicara.
Mereka tiba ditempat kediaman ketua kampung Ban-kee-chung,
tampak Ban Kim Sen sedang menjamu dua orang tamu ditaman
Buritan, orang yang duduk didepan ialah seorang lelaki setengah tua
dengan pakaian pelajar, seorang lagi berbadan kecil dan kurus,
entah apa yang mereka sedang rundingkan.
Mengetahui kedatangan murid dan kemenakannya, Ban Kim Sen
mamandang tajam.
„Ada apa ?" Tanyanya.
„Paman... celaka.... Paman, mereka ingin menghancurkan Ban-
kee-chung." Suara To It Peng berteriak keras.
Lelaki berpakaian sastrawan itu memandang To It Peng yang
berteriak, matanya bersinar terang.
„Siapa dia?" Sastrawan ini bertanya kepada Ban Kim Sen.
Ban Kim Sen bertubuh besar, gagah dan penuh wibawa. la tidak
puas dengan sikap T o It Peng yang dianggap tidak tahu diri.
„Dia adalah kemenakanku yang tidak berguna." Menjawab
pertanyaan sisastrawan, ia berkata.
”Suaranya berdengung lama, menandakan bakatnya yang bagus
untuk mendapat didikan ilmu silat. Tentunya ia berkepandaian
tinggi." Sisastrawan mengeluarkan suara memuji.
Ban Kim Seng tertawa getir. Seluruh kampung menyebut To It
Peng sebagai 'Sidungu', dapat dibayangkan bagaimana ilmu
kepandaianya
„Akh.....dia hanya pandai berteriak-teriak saja. Sejuruspun
pukulan Ban-kee-chung tidak berhasil diyakinkan olehnya." ketua
Ban-kee-chung ini berkata.
Beng Hui dan To Ko Keng telah lama mengikuti guru mereka,
tetapi mereka belum pernah melihat dua tamu yang sedang duduk
dengan Ban Kim Sen itu, entah siapa dua manusia aneh ini? Dilihat
dari, keadaan, mereka mendapat kehormatan tinggi sekali, mereka
memandangnya dergan penuh tanda tanya.
Menyaksikan dua muridnya seperti itu, Ban Kim Sen segera
memberi penjelasan : „Beng Hui, To Ko Keng lekas memberi hormat
kepada kedua paman ini. Mereka adalah pendekar Coa Thian Yan
dari daerah Uni Sueng dan Ie Seng Coan dari Ngo-bie-pay."
Beng Hui dan To Ko Keng memberi hormat 'kepada Ielaki
berpakaian sastrawan Coa Thian Yan dan Ielaki berbadan kurus
kecil Ie Seng Coan. Mereka sagera teringat akan tutur gurunya,
bahwa Coa Thian Yan itu adalah salah satu dari 4 pendekar dari
daerah Uni Sueng. ilmu kepandaiannya sangat tinggi. Dan le Seng
Coan itu adalah adik seperguruan dari ketua Ngo-bie-pay,
kedudukannya hanya kalah setingkat dari ketua partay, dapat
dibayangkan betapa tinggi ilmu yang dimilikinya.
Disaat Beng Hui dan To Ko Keng melihat 5 lembar kulit muka
yang terbeset oleh EMPAT WAJAH TAK BERKULIT, mereka
menguatirkan kedudukan kampungnya. Tokoh kuat mana lagi yang
dapat diharapkan membantu? Kini menyaksikan Coa T hian Yan dan
le Seng Coan berada disini, hatinya terhibur.
„Paman, mereka mau menghancurkan kampung Ban-kee-chung."
Sekali lagi T o It Peng memberi laporan.
“Tutup mulut." Bentak Ban Kim Sen kepada kemenakkannya,
„Sekali lagi kau bersuara, akan kuusir segera dari kampung Ban-
kee-chung."
To It Peng menutup mulutnya rapat2, badannya mengkeret.
Setelah itu, Ban Kim-Sen memandang Beng Hui dan bertanya
kepadanya : „Apa yang telah terjadi?”
„Saudara To It Peng membawa sebuah bungkusan ini." Berkata
Beng Hui yang meletakkan bungkusan itu ditanah. „Dikatakan
EMPAT WAJAH TAK BER KULIT yang melakukannya. Dikatakan juga
mereka akan menghancurkan kampung Ban-kee-chung kita."
„Bukankah 4 manusia jahat itu telah mati ?" Bertanya Ban Kim
Sen dengan dahi-berkerinyut.
Beng Hui membuka bungkusan.
„Silahkan suhu saksikan, 5 jago kita telah dianiaya oleh mereka."
Katanya dengan singkat.
Ban Kim Sen segera dapat mengenali kulit wajah Oey Tiang Hong
sekalian, wajahnya berubah. „Bagai manakah wajah dan potongan
orang yang menganiaya mereka?" Tanyanya.
„Hal ini hanya saudara To It Peng yang dapat menerangkan."
Beng Hui menunjuk kearah si dungu.
„Katakan! Apa yang telah terjadi?" Bentak Ban Kim Sen kepada
To It Peng.
To It Peng ragu2, badannya menggigil ketakutan.
„Kau.... kau akan mengusirku keluar kampung?” la masih ingat
akan ancaman sang paman yang tidak memperbolehkannya ia
bicara lagi, atau ia akan diusir keluar dari kanpung Ban-kee-chung.
„Lekas katakan, bagaimana roman dan potongan badan keempat
orang yang menyebut dirinya sabagai ‘Empat wajah tak berkulit’
itu?" Ban Kim Sen membentak, ia cukup paham sampai dimana
kedunguan pemuda ini.
„Yang jelas hanya seorang ......” To It Peng memberi keterangan.
“Orang inilah yang membunuh dua saudaranya Oey. Wajahnya
menakutkan, rambutnya panjang, ia seorang wanita, bila rambutnya
terurai, maka tampak kedua baris gigi yang tiada berbibir, bola2
matanya yang bergantungan bulat besar dan hidung berlubang yang
langsung ketenggorokan."
„Tiga lainnya?”
„Tiga lainnya seperti mengenakan pakaian putih, tapi aku tidak
melihat jelas. Gerakan mereka melayang seperti terbang, 3 seperti
lelaki, hanya satu yang wanita itu yang agak baik hati, ia tidak
membunuh diri ku, ia hanya menandingi Oey T iang Hong dan Oey
Tiang In yang menggunakan dua cambuk mereka, dililitnya kaki
wanita berambut panjang itu, tetapi mereka tidak berhasil. Siwanita
menjatuhkan kepalanya, hampir menyentuh tanah dan setelah
itu....”
„Cukup.” Potong Ban Kim Sen keras. „Apa yang mereka
katakan?"
„Setelah membeset kulit wajah dua saudara Oey, mereka
menyuruh aku mengatakan kepadamu bahwa kampung Ban-kee-
chung akan dimusnakan olehnya. Maka setelah Ban-kee-chung
termusna .......”
„Tutup mulut." Ban Kim Sen membentak,
To It Peng menceritakan segala sesuatu yang telah disaksikan
dengan menundukkan kepala, Mendengar bentakan sang paman, ia
mendongakkannya, ditatapnya wajah Ban Kim Sen dengan penuh
rasa bingung, ia tidak mengerti bahwa kata2-nya telah menusuk
hati paman itu.
„Bukankah paman yang menyuruh aku bicara?" la masih
mancoba membikin pembalasan atas bentakan2 yang diterimanya.
Ban Kim Sen menyeringai, disana ia sedang manjamu dua tamu,
mereka tentu menyaksikan apa yang telah terjadi.
Sedari pertama kali T o It Peng masuk dan menghadap, mata Coa
Thian Yan belum pernah meninggalkan sipemuda, sehingga kinipun
ia masih menatapnya.
Ban Kim Sen dapat mengetahui hal ini.
„Saudara Coa, jangan kau mentertawakan akan ketololannya." la
berkata kepada sastra wan itu.
„la tidak tolol." Wajah sisastrawan Coa Than Yan bersungguh-
sungguh. Pendekar ini mempunyai penilaian lain terhadap
sipemuda. „Kulihat ia mempunyai bakat yang cukup bagus."
Didekatinya To It Peng yang mendapat penilaian bagus itu.
„Saudara kecil, inginkah kau berguru?" Sisastrawan bertanya.
„Berguru?” To It Peng memandang dengan keheran-heranan.
„Seorang hwesio berpesan kepadaku untuk memilih seorang
yang berbakat untuk dijadikan muridnya. Aku pernah
menjanjikannya untuk memilih seorang........”
„Berguru kepada seorang hwesio?" To It Peng mengkerenyit.
„Aku tidak mau. Aku tidak mau dijadikan Hwesio gundul."
Ban Kim Sen siap membentak, tetapi Coa Thian Yan telah
menyelak ditengah To It Peng dan dirinya, la tidak mempunyai
kesempatan luas.
„Hwesio itu berkepandaian tinggi, belum tentu akan memaksa
muridnya mengikuti jejak yang telah ditempuh, mencukur diri
menjadi hwesio juga. Kau boleh bebas memilih kesukaanmu,"
To It Peng terdiam.
Coa Thian Yan mengalihkan pandangan matanya kepada ketua
kampung Ban-kee-chung, Ban Kim Sen. „Saudara Ban," katanya.
„Tokoh itu sangat mementingkan bakat, dan kulihat kemenakanmu
ini cukup dengan syarat2 yang diingini.”
„Bila betul ia dapat dididik menjadi seorang pandai, Tentu aku
bersyukur. Hanya disayangkan kemenakanku ini tolol sekali. Kurasa
akan banyak membikin sulit kalian saja,"
„Kukira tidak,” Coa T hian Yan tidak sependapat dengan penilaian
Ban Kim Sen yang memandang rendah kemenakannya sendiri.
„Suhu, bagaimana dengan perkara Empat wajah tak berkulit?" To
Ko Kong memberi peringatan.
„Biar mereka datang." Ban Kim Sen berkata marah, „Hanya
empat orang semrawut, apa yang harus ditakuti?"
„Tentang lima lembar kulit kawan2 kita ini...." Beng Hui berkata
kepada gurunya dengan menunjuk kulit2 berwajah muka setan Oey
Tiang Hong sekalian,
”Buang saja, beres." Ban Kim Sen masih uring2an.
Beng Hui membungkus kulit2 itu, ia tidak dapat menyetujui
pandangan gurunya yang menyebut 'Empat wajah tak berkulit'
sebagai ‘empat manusia semrawut’ biasa. Diketahui sampai dimana
ilmu kepandaian Oey Tiang Hong dan Oey Tiang In, sampai dua
jago inipun terbinasa, siapakah diantara mereka, kecuali gurunya,
yang dapat menghadapi manusia2 itu?
Hanya saja perintah guru itu tidak boleh dibantah.
Beng Hui pribadipun bukan orang yang suka membantah, maka
ia diam, tidak bicara dan melaksanakan semua perintah gurunya.
To Tit Peng mempunyai pikiran yang lain dari orang lain,
mengetahui sang paman tidak takut kepada „Empat wajah tidak
berkulit”, ia segera menaruh kepercayaan besar.
„Saudara To" katanya kepada To Ko Keng. „Bila keempat orang
itu datang, tentunya paman tidak takut, bukan?"
„Tentunya demikian,” jawab To Ko Keng singkat.
„Paman, perintahmu untuk mengantarkan surat ke ‘Thian-siong-
pheng’ telah kulaksanakan.” Kata To It Peng, kepada Ban Kim Sen.
”Bila bukan hujan dan kejadian itu yang menggangguku, tentu telah
kembali lama.”
„Pergi..... pergi......” Ban Kim Sen mengusir kemenakannya, yang
sangat tidak disukainya itu.
To It Peng merasa penasaran, dirinya merasa tertekan tetapi ia
tidak berdaya, ia membalikkan badannya dan meningalkan paman
yang selalu mem-bentak2nya itu.
Beng Hui, To Ko Keng dan To It Peng telah berlalu.
Kini, Ban Kim Sen menghadapi dua tamunya. Pendekar dari
daerah Uni Su-eng Coa Thian Yan dan Sikurus kecil Ie Seng Coan.
„Bagaimana? Diberitahukan tidak salah, bukan?" Ie Seng Coan
yang sedari tadi, belum pernah membuka suara memandang Ban
Kim Sen dan Coa Thian Yan bergantian.
„Mengapa mereka ingin menghancurkan Ban-kee-chung?"
Bertanya Ban Kim Sen.
„Kecuali Ban-kee-chung, kampung2 lainpun akan mendapat
giliran." Berkata le Seng Coan. „Hanya mereka memilih Ban-kee-
chung karena kampungmu inilah yang terbesar dan terkuat."
„Diketahui guru mereka Siu Jin Mo Say telah jatuh dari tebing
curam dengan tiada kabar cerita, dan 4 muridnya itupun telah
terbinasa. Mengapa muncul lain 'Empat wajah tak berkulit' lagi?"
”Mungkin Siu Jin Mo Say belum binasa dan menerima 4 murid
lagi. Tentu mereka akan tetap menggunakan nama 'Empat wajah
tak berkulit' itu." le Seng Coan mengetengahkan apa yang pernah
diketahui.
Ban Kim Sen terdiam, ia termenung memikirkan main petaka
yang mengancam kampung Ban-kee-chung
---oo0dw0oo---

BAGIAN 3
MANUSIA YANG MEMPUNYAI UKURAN KEPALA BESAR

DICERITAKAN, setelah To It Peng meninggalkan Ban Kim Sen,


Coa T hian Yan dan Ie Seng Coan, ia kembali ketempat tinggalnya.
Ia sangat lelah, ia ingin jatuhkan dirinya ditempat tidur dan segera
mangeluarkan suara gerosan yang keras, sangat nyenyak sekali
tidurnya.
Entah berapa lama ia tertidur, ia dikejutkan oleh suara yang
sangat gaduh.
Ia mengucek-ucek kedua matanya, tampak sinar api yang
menyala-nya!a, suara orang yang berlari-larian memberi
pertolongan sangat berisik sekali, diantaranya tidak sedikit yang
me!arikan diri menjauhi api,
To It Peng sangat terkejut, ia lari keluar.
„Api..... Api ..... Api .........” Teriaknya keras.
Tidak ada orang yang melayaninya, api telah berkobar lama.
Hampir seluruh kampung telah menjadi lautan api, lidah api tersebar
luas, bukan hanya disatu tempat saja yang terjadi kebakaran.
Setiap orang telah tahu akan terjadinya kebakaran, hanya T o It
Peng seorang yang belum tahu, dan kini ia baru tersadar serta
mengetahuinya,
Ia terbatuk-batuk mendapat serangan asap yang mengulak naik,
air matanya mengalir keluar karena tidak tahan serangan asap yang
pedas.
Beberapa orang lewat disamping s isinya.
"Hei, apa yang telah terjadi?" ia bertanya kepada mereka.
Tidak seorangpun yang memberi penyahutan, diantaranya ada
juga yang memandangnya sebentar, tetapi mereka sibuk, tidak
sempat memberi penjelasan kepada To It Peng yang terkenal akan
ketololannya.
Api mengulak semakin hebat, kini sukar untuk melihat sesuatu
dengan jelas, perkampungan Ban-kee-chung te!ah dilanda api yang
besar.
To it Peng berlari-larian kian kemari. Hanya kesibukan orang
yang dijumpai, mereka berlari-lari dengan menggondol harta benda
yang dapat dibawa.
„Jangan lari ......., jangan lari......., Padamkan dahulu api.....”
Terdengar suara yang tidak asing, itulah suara sang paman Ban Kim
Sen.
Tidak ada orang yang menyahutnya, api berkobar luas, tak
mungkin mereka memberikan pertolongannya.
To It Peng dapat mendengar suara sang paman, tetapi ia tidak
dapat melihat dimana Ban Kim Sen bearada. Api dan asap telah
memisahkan segala sesuatu yang ada.
Hiruk pikuk keadaan dikampung Ban-kee-chung.
„Lari kearah timur." To It Peng dapat mendengar satu suara.
entah suara siapa yang bicara.
„Hanya dimulut lembah yang tidak ada api.” Lain suara seperti
memberi jalan hidup bagi mereka yang kalang kabut itu.
“Larilah kemulut lembah."
Dan banyak lagi yang berteriak teriak kalang kabut.
To It Peng baru tersadar bahwa seluruh kampung telah dilanda
api, termasuk kediamannya sendiri.
Mengikuti arus manusia, To It Peng menuju kearah Timur,
Disana, dimulut lembah tiada api, tempat inilah yang teraman untuk
manyelamatkan diri.
To It Peng memandang keadaan disekitar kampung mereka.
Dilereng gunung, tampak ada orang yang melempar-lemparkan
obor, inilah sumber api, ternyata perkampungan Ban-kee-chung
dibakar oleh orang2 ini.
Satu bayangan tinggi besar melesat, ia menuju kearah orang2
yang melempar api. Inilah ketua kampung Ban-kee-chung.
„Keparat, manusia2 dari mana yang berani membakar
kampungku?" Ban-Kim-Sen menggeram keras.
Menyaksikan hal tadi, To It Peng bergumam : „Wah, betul2
mereka menghancurkan Ban-kee-chung.”
Dari arah lautan api, masih saja bermunculan orang. Mereka
harus segera menyelamatkan diri
Dua murid Ban Kim Sen, To Ko Keng dan Beng Hui memimpin
rombongan orang untuk menempatkan diri mereka pada posisi yang
aman.
To It Peng menganyak ini, tidak seorangpun yang
memperhatikan dirinya.
Setelah berjalan beberapa saat, tiba2 dia teringat akan sang
Paman yang berada dilain bagian, tentunya sang Paman sedang
menempur si penyulut api yang jahat. Timbul niatnya untuk
mengetahui keadaan mereka.
Disini letak ketololannya To It Peng, tidak terpikir olehnya,
berapa banyakkah kepandaian silat yang dimilikinya? ... sehingga
berani melihat jalannya pertempuran.
To It Peng memisahkan diri dari rombongan orang yang sedang
mencari selamat ketempat aman. Ia menuju kelereng gunung,
rupanya dari sinilah obor2 api dilemparkan kedaerah
perkampungan.
Sebentar ia telah jauh dari rombongan orang, jelas terlihat
olehnya wanita dengan rambut panjang terurai itu sedang
menempur Pamannya. Dilihat sepintas lalu, sang Paman sedang
berada diatas angin.
Ban Kim Sen mendesak lawannya dengan hebat, memang ilmu
kepandaian ketua kampung Ban-kee-chung hebat, ia berhasil
mendesak wanita berambut panjang itu.
Wanita berambut panjang menempur dengan rapi dan teratur,
hanya ia ter-mundur2, agaknya kewalahan menghadapi tokoh silat
seperti Ban Kim Sen.
To It Peng menonton jalan pertempuran dengan melupakan
bahaya. Tiba2 tarasa pundaknya ada yang menepuk.
„Pinggir." Dikesampingkannya tangan ini, dikira orang kampung
yang mengajak ia menyingkir ketempat aman.
Tangan yang menyentuh To It Peng itu terlepas tetapi ia
memegang lagi, kali ini sungguh keras, dan dengan satu dorongan,
To It Peng telah dibuat terjengkang.
To It Peng belum pernah dimanja. la selalu dihina. Hal ini sudah
sangat lumrah. Maka ia terjatuh, tetapi tidak manjadi marah.
Disaat ia tertatih-tatih bangun, tampak dihadapannya bercokol
seorang dengan ukuran kepala tidak normal, orang mempunyai
ukuran kepala yang tidak normal, besarnya melebihi labu semangka.
Ukuran badannyapun kurang dari pada normal, lebih pendek dua
pertiga bagian manusia biasa.
Orang itu menyengir, kepalanya yang besar digoyang-goyangkan,
sungguh lucu sekali.
To It Peng memandang jelas, orang ini berambut pirang,
bergulung-gulung sehingga menutupi sebagian wajahnya, mulutnya
agak lebar, kumis dan jenggotnya pun berwarna kuning, sungguh
tidak mudah untuk menemukan orang yang sepertinya.
„Eh, siapa kau ?" Bertanya To It Peng kepada manusia aneh ini,
Manusia berkepala dan berbadan aneh itu menggoyang-
goyangkan kepalanya, tak ubahnya sebagai gentong goyang, denan
mulutnya melowek lebar, sungguh lucu sekali.
Pertempuran diantara Ban Kim Sen dan wanita berambut
panjang itu telah tiba pada saatnya yang menentukan. Wanita
berambut panjang telah membalikkan badan, ia berlari kearah kiri,
arah yang ditempuh ialah dimana To It Peng dan manusia berambut
kuning itu berada.
Ban Kim Sen mengejar dibelakangnya.
Manusia aneh berambut, kumis dan jenggot kuning, berkepala
seperti gentong dan berbadan pendek itu bergerak, didorongnya T o
It Peng, segera sipemuda jatuh masuk kedalam semak2 rumput.
Manusia aneh itupun bergerak, ia lompat maju dan merendengi
sipemuda.
To It Peng ingin berteriak, tapi tiba2 saja mulutnya terkatup,
jalan darah pembicaranya telah ditotok oleh orang yang berada
disebelahnya.
Bentakan2 Ban Kim Sen masih saja terdengar, semakin lama
semakin, jelas.
Wanita itu melarikan diri, kadang2 ia terhenti dan memberikan
beberapa jurus perlawanan. Ilmu kepandaian sihantu wanita hanya
terpaut seutas ujung rambut dari lawannya, maka tidak mudah Ban
Kim Sen mengalahkannya, apalagi menangkap.
Jalan darah To It Peng telah ditotok, tetapi masih dapat
menggunakan matanya menyaksikan jalannya pertempuran. Hantu
wanita itu melarikan diri kearahnya, semakin dekat saya,
Ban Kim Sen belum pernah lengah, ia mengejar keras. Badannya
melesat tinggi, kedua tangannya di rentangkan, maka disaat ia
menukik turun, tangan2 itu dikerahkan memukul kearah punggung
lawan.
Si hantu wanita terkejut, cepat ia menambah derap kakinya,
meluncur maju.
Bbuuuummmmm ........
Tanah dimana hantu wanita tadi berada terkena gempuran Ban
Kim Sen, segera batu beterbangan, debu berhamburan, tanah itu
telah berlubang.
Hantu wanita itu mengucurkan keringat dingin, ia membalikkan
kepala, ditengoknya Ban Kim Sen belum sempat membuat posisi
baru, menggunakan kesempatan ini, ia harus cepat melarikan diri.
Badannya diempos, mengerahkan semua sisa tenaganya yang
ada, mencelat lewat diatas kepala To It Peng dan manusia
berambut kuning itu.
Ban Kim Sen belum sempat mengajar lagi, dilihat ia akan
kehilangan jejak hantu wanita itu, ia mengeluarkan suara keluhan
panjang, sangat menyesal.
Manakala hantu wanita itu meletakkan kakinya diatas tanah, siap
melarikan diri, badannya dirasakan menjadi kaku, ia terpantek
ditempat itu, tidak dapat bergerak, terbokong oleh totokan orang
yang tak terlihat.
Ban Kim Sen dapat melihat gerakan hantu wanita berambut
panjang itu melesat naik, turun kembali diatas tanah, dan mengaku
disana, ia heran atas kejadian berikutnya. Mudah diduga, ada
seseorang kuat yang membantu, tetapi ia tidak tahu, bila bantuan
itu diberikan kepadanya.
Hantu wanita berambut panjang itu, telah terpaku berdiri,
seharusnya Ban Kim Sen girang, hal ini sangat lumrah karena
dengan mudah ia dapat mencekuk bateng leher orang yang
membakar kampung halamannya.
Tapi, Ban Kim Sen tidak girang, segera diketahui ada seseorang
berkepandaian tinggi yang bersembunyi disekitar dirinya dengan
tidak sepengetahuannya, Orang ini menotok jalan darah hantu
wanita itu, yang seharusnya bukan lawannya, tetapi diketahui jika
bukan kawan, karena tidak mungkin seorang kawan membantu
dengan bersembunyi.
Ban Kim Sen menjura keempat penjuru memberi hormat.
„Cianpwe darimana yang membantu, dapatkah menampilkan
diri?"
Tidak ada jawaban.
Berulang kali Ban Kim Sen mengharapkan munculnya orang yang
membantu, harapannya tidak dikabulkan.
Mengetahui tidak berdaya, Ban Kim Sen menghampiri Hantu
wanita itu, ditengtengnya pulang kedalam kampung untuk
mengadakan pemeriksaan.
Bayangan badan Ban Kim Sen yang tinggi besar telah lenyap. To
It Peng menyaksikan hal itu dengan hati berdebar-debar.
Beberapa saat kemudian, orang berkepa!a seperti gentong
berambut kuning itu me luruskan badannya, ia bangkit berdiri,
dihadapan To It Peng dan menyepak pentat si pemuda.
„Aaaa......” To It Peng jatuh terjengkang.
Tetapi barbareng dengan itu suaranya yang hilang dan tidak
dapat digunakan tadi berhasil dipulihkan, totokan yang
mengakangnginya telah dibebaskan, sehingga ia dapat berteriak
seperti itu.
To It Peng bangun, la mamandang kepada orang aneh itu. Entah
apa yang harus dilakukan o!ehnya. la tidak takut. T etapi iapun tidak
membuka suara.
Manusia aneh itu tertawa melowak, tampaklah mulutnya yang
lebar dan besar, jenggot dan kumis yang berwarna kuning itu
menyamping semua.
“Eh!......., kau tidak takut kepadaku?" Tanyanya menoel pipi T o It
Peng.
To It Peng mengusap pipi yang ditoel tadi, iapun menggaruk-
garuk kepala.
„Secara jujur harus kukatakan bahwa akupun takut." Katanya.
„Tetapi setelah dipikir masak2, rasa takut itupun telah lenyap."
„Mengapa segera lenyap cepat? Tidak tahukah kau, bahwa
jiwamu telah berada ditelapak tanganku?" tanya manusia berambut
dan berbulu kuning itu.
Bila bukan To It Peng yang berhadapan dengan orang tersebut,
tentunya akan menjadi takut. Tetapi To It Peng berperangai lain
dari pada orang lain. Satu perasaan anti pati menyerang kepadanya,
ia suka kepada manusia ini, mengikuti gerak orang, iapun tertawa.
Kejadian yang berada diluar dugaan orang yang bersangkutan.
„Eh, mengapa kau tertawa?" Bertanya manusia berambut dan
berbulu kuning itu.
”Aku mentertawakan sikapmu yang ketolol-tololan itu. Mati
hidupnya seseorang telah ditakdirkan. Dewakah dirimu sehingga
berani mengatakan bahwa jiwaku telah berada pada tanganmu?"
„Hm......" Orang aneh itu mendengus mengeluarkan suara dingin.
„Saksikanlah pohon itu."
Tangannya menuding kearah pohon yang ditunjukkan maka
terdengar suara gemuruh, pohon tersebut teIah roboh tumbang.
To It Peng dapat menyaksikan apa yag telah terjadi, letak pohon
itu jauh dari mereka berada, ukurannya 3 atau 4 kali tubuh
manusia. Namun berhasil ditumbangkan dengan mudah. Sungguh
hebat ilmu kepandaian manusia berkepala saperti gentong ini.
Si pemuda membela!akkan mata, bukan sedikit jago2 silat
dikampung Ban-kee-chung dahulu mempertontonkan ilmu
kepandaian mereka, termasuk sang paman - Ban Kim Sen yang
berkepandaian tinggi. Tetapi terpaut jauhlah ilmu kepandaian
mereka, bila dibandingkan dengan manusia berambut dan berbulu
serba kuning ini,
„Telah kau saksikan, bukan?" Kembali orang itu melowekkan
mulutnya yang lebar besar.
„Kau.....kau .....ilmu kepandaianmu hebat sekali." Tidak tahu
bagaimana To It Peng harus mangeluarkan pujiannya.
„Nah. Inilah yang kuartikan bahwa jiwamu telah berada diatas
telapakku. Sama mudahnya dengan mernbunuh seekor semut,
tahu?"
To It Peng dapat mengeluarkan pujian, tetapi hatinya tidak takut.
la semakin gembira mendapat kawan yang berkependaian tinggi,
maka ia tertawa.
„Eh, mengapa kau tertawa." Orang itupun heran. „Apa yang kau
tertawakan ?"
„Sudah kukatakan bahwa sikapmu itu ketolol-tololan. Ternyata
lebih dari pada itu. Kau lebih dari pada tolol. Ketahuilah bahwa aku
belum pernah mengganggui-mu, mengapa kau dapat membunuh
tanpa sebab? Mengapa kau masih kukuh mengatakan jiwaku berada
pada telapak tanganmu?"
Orang itu menatap To It Peng tajam. Lama sekali dia memaku
seperti itu. la menarik napas dalam2, dan dihembuskannya panjang.
To It Peng tidak tahu mengapa manusia berkepala gentong ini
dapat mengeluarkan suara keluhan panjang. Diduganya orang
tersinggung karena dikatakan tolol sampai berulang kali. Ia
menyesal atas kesalahannya yang dianggap betul itu.
„Ah, jangan kau bersedih hati. Ketahuilah bahwa masih banyak
manusia yang lebih tolol beberapa kali lipat darimu. Aku belum
mengatakan kau sebagai manusia yang tertolol didalam dunia,
bukan?" To It Peng mendekati orang itu, agaknya ia ingin memberi
hiburan.
Orang berambut dan berbulu serba kuning itu tertawa lagi, maka
tampak mulutnya yang lebar dan besar. la tidak marah.
Ini yang dinamakan manusia aneh bertemu dengan manusia
ajaib.
„Ha....ha.... ha..... ha...." Dengan suara tertawanya tubuh To It
Peng terdorong kebelakang.
Bagaikan gumpalan bola yang menggelinding, manusia aneh itu
melenyapkan diri.
---oo0dw0oo---

BAGIAN 4
KEAJAIBAN TERJADI

API masih melanda kampung Ban-kee-chung.


To It Peng tiermenung seorang diri. Ia mamandang kearah api
yang masih menya!a. Entah apa yang sedang dipikirkan olehnya.
Matahari mulai menampakkan dirinya, hari telah menjadi pagi.
Seperti apa yang 'Empat wajah tak berkulit' katakan, mereka akan
memusnahkan kampung Ban-kee-chung sebelum fajar menyingsing.
Teringat akan kampungnya, To It Peng segera berjalan balik.
Disana tentu masih kacau, ia wajib memberi bantuan sesuatu.
Tak suatu kemampuanpun yang melekat pada diri To It Peng,
segala sesuatu akan menjadi kacau bila turut sertanya si Manusia
dungu ini. Tetapi lain lagi pendapat sipemuda, dianggap dirinialah
yang paling pandai, segala sesuatu tentu membutuhkan tenaganya.
Memikir seperti itu, To It Peng menuju kearah kampung yang
telah menjadi lautan api itu.
Hanya berjalan setergah lie, dari samping semak2 muncul
seorang, yang larinya cepat sekali, pada kedua ketiaknya terkepit
dua orang.
To It Peng bersampokan dengan orang ini, segera dikenalinya
orang itu adalah pendekar dari daerah Uni Su-eng Coa Thian Yan,
Dan dua manusia yang berada didalam kepitan Coa Thian Yan
itupun tidak asing baginya, itulah dua manusia berjubah putih yang
pernah dijumpai diluar kelenteng rusak, dua dari 'Empat wajah tak
berkulit'.
”Coa tayhiap, kau telah berhasil menangkap 'Empat wajah tak
berkulit'? Sungguh hebat." To It Peng mengeluarkan pujian.
Sipemuda pernah menyaksikan bagaimana Ban Kim Sen sang
paman terus berkutat lama menghadapi salah satu dari 'Empat
wajah tak berkulit' hantu wanita berambut panjang itu. Dengan
kesudahan hampir sang paman kehilangan jejak sihantu wanita, bila
tiada bantuannya manusia berambut dan berbulu kuning yang
mempunyai ukuran kepala tidak normal itu.
Kini, seorang diri Coa Thian Yan berhasil menangkap dua oreng.
Tentu kepandaian Coa Thian Yan berada diatas pamannya.
To It Peng menghampiri Coa Thian Yan, maka tampak pada
pundak pendekar ini terdapat luka yang agak parah, tentunya luka
yang didapat dari pertempuran saat menangkap kedua orang
'tawanannya yang mengenakan pakaian putih' itu.
Coa Thian Yan tidak menunjukkan wajah girang, ia berhasil
menangkap dua penjahat itu karena bantuan seseorang yang tidak
dikenal, bukan atas jasa dan ilmu kepandaiannya sendiri.
„Saudara T o," kata Coa Thian Yan kepada sipemuda. „Aku telah
dilukai oleh mereka, agaknya mengandung racun yang jahat. Aku
harus segara menyembuhkan racun dari tangan jahatnya."
“Oooooo...." To It Peng tidak dapat mengucapkan sesuatu kata.
Coa Thian Yan mangendurkan kempitannya, maka buk .... buk
.... terdengar dua kali suara benda jatuh. Dua tawanannya yang
mengenakan pakaian putih itu jatuh ditanah.
„Tolong kau bawa mereka kepada pamanmu." Kata Coa Thian
Yan sambil menunjuk kearah dua tawanan tersebut. Dan katakan
kepada pamanmu itu bahwa aku tidak sempat menghadapnya lagi,
aku harus segera menyembuhkan luka2 ku, aku terluka dibawah
tangan mereka. Bila tiada seseorang yang membantu pasti diriku
telah terbinasa lama."
To It Peng menjadi girang. Yang digirangkannya ialah ia merasa
bangga mendapat tugas menggiring dua tawanan itu. T entang luka
yang diderita Coa Thian Yan, telah terlupakan olehnya.
„Coa tayhiap ......"
Tetapi Coa Thian Yan telah melesat jauh, setelah meninggalkan
pesannya, pendekar ini harus segera berusaha menyembuhkan
luka2nya.
To It Peng hanya dapat menyaksikan bayangan beIakangnya Coa
Thian Yan, ia tidak mendapat kesempatan untuk bertanya.
Dilongoknya dua lelaki berpakaian putih dibawah itu, inilah dua
dari 'Empat wajah tak berkulit'.
„Hei” To It Peng membentak. „Kalian tidak mempunyai rasa
prikemanusiaan, seluruh kampung telah kalian bakarr sehingga rata
dengan tanah. Kalian sungguh jahat, wajib dibunuh..... wajib
dibunuh ......"
To It Peng mempunyai hati yang baik. Sebenarnya ia belum
pernah memaki orang. la jengkel kepada 'Empat wajah tak berkulit'.
Maka memaki mereka 'wajib diusir' dan 'Wajib dibunuh'. Setelah
dipikir kembali, maka ucapan 'wajib dibunuh,' itu tidak pada
tempatnya. Segera ia membenarkan kata2 ini.
„Bila sampai terjadi ada orang dari kampung kami yang terbakar
mati, maka kalian wajib dibunuh. Tetapi bila tidak ada yang mati
karena api yang kalian Iepaskan, maka hukuman tentu tidak seberat
itu." Mulut To It Peng masih saja memain, susah berhenti
Dua berpakaian putih itu menggeletak terlentang ditanah,
mereka tidak bergerak, tidak menjawab.
„Hayo, katakan. Dengan alasan apa kalian membakar kampung
Ban-kee-chung?" Bentak To It Peng kepada dua orang itu.
Maksud Coa Thian Yan menyerahkan kedua tewanannya kepada
To It Peng, agar pemuda ini segera membawa dan menyerahkan
kepada sang Paman Ban Kim Sen tentu dapat mengompes dan
menanyakan asal usul mereka.
To It Peng menganggap dirinya sangat pintar, maka ia
membentak dan ingin mengetahui sebab musabab dari permusuhan
‘Empat wajah tak berkulit' dengan Ban-kee-chung.’
Tidak perduli berapa kali To It Peng mangajukan pertanyaan.
Dua lelaki berpakaian putih itu menutup mulut tidak menjawab.
Semakin lama, suara To It Peng semakin keras. Hampir ia
menjerit-jerit seperti orang gila.
Dua lelaki itu telah ditotok jalan darahnya, tentu saja tidak-
berdaya. Mereka dapat mendengar, tetapi tidak dapat msmbuka
mulut, terlebih lagi tidak dapat bergerak sama sekali.
Tiba2 To It Peng tersedar akan kelengahannya, ia menepuk
kepala.
„Sungguh tolol." Gumamnya. „Aku lupa bahwa mereka tidak
dapat bicara karena ditutup jalan darahnya.”
To It Peng bertindak maju, ia siap membuka jaIan darah yang
tertutup dari kedua tawanan itu. Tetapi ia terhenti ditengah jalan,
ilmu kepandaiannya sungguh minim sakali, mana mungkin ia
menolong yang tertotok jalan darahnya?
la masih mencoba, dihampiri salah satu dari dua orang berbaju
putih itu, tangannya bergerak, menotok sana menotok sini, pencet
sana pencet sini.
Lelaki berbaju putih itu masih terbaring ditanah, tiada tanda2
yang dapat manyehatlkannya. Usaha To It Peng tiada membawa
hasil.
Sipemuda tidak menialahkan diri sendiri yang tiadak berguna, ia
menjatuhkan semua kesalahan2 kepada dua lalaki itu.
„Hei, mengapa kalian tidak berusaha menghidupkan jalan
darahmu yang tertotok?" bentaknya. „Berpura-pura mati? Ingin
mengalakkan diri? Berani kau mempermainkan aku?"
Dengan keras, ia menudingkan tangan sehingga tepat mengenai
pucuk hidung sang tawanan.
Tawanan ini dibawa oleh Coa Thian Yan tetapi bukan berarti Coa
Thian Yan berkepandaian sangat tinggi dan berhasil menaklukkan
kedua orang berbaju putih ini. Seperti juga keadaan Ban Kim Sen
yang membawa hantu wanita itu pulang, Coa Thian Yan mendapat
bantuan seseorang yang berkepandaian hebat, hanya saja orang itu
tidak mau menampilkan diri. Tidak diketahui s iapa adanya.
Ilmu tokoh si!at itu. luar biasa tingqinya, ilmu menotok jalan
darahnya pun tiada dapat disamakan dengan totokan2 biasa, ilmu
totokan yang ini sangat luar biasa istimewa. Sekalipun Coa Thian
Yan dan Ban Kim Sen, dua tokoh Itu belum tentu dapat mengetahui
cara2 untuk memecahkannya, apa lagi To It Peng. Mana mungkin
pemuda ini berhasil ?
Segala sesuatu tidak lepas dari nasib, sungguh kebetulan, jari T o
It Peng yang menyentuh hidung tawanan itulah yang menjadi kunci
pembebasan. Lelaki berbaju putih menggeliat dan „Auuuh....."
mengeluarkan suara napas.
Sungguh To It Peng tiada tahu diri, tidaklah diketahui bahwa
maut telah membayanginya. la masih menuding-nuding dan
tertawa.
“He ha Ternyata kau berpura-pura mati? Setelah kubentak, maka
kau Lalu terbangun...."
Lelaki itu mendapat kebebasannya yang telah lama terkekang, ia
mengebutkan lengan bajunya, maka dari situ mengalir suatu
tekanan tenaga yang hebat, angin manderu keras. Inilah ilmu
pukulan dengan lengan baju yang luar biasa.
Aliran tenaga ini mendorong To It Peng, tidak ampun lagi, tubuh
sipemuda melayang jatuh, ia terjengkang tidak dapat bangun lagi.
Lelaki itupun tidak menyangka, dengan mudah ia dapat
menjatuhkan sipemuda. la segera manghampiri lelaki berbaju putih
satunya yang masih terbaring di tanah, itulah saudaranya, ia harus
berusaha menolong sang saudara.
la menotok-notok dengan pelajaran alirannya, tetapi ia tidak
berhasil. Totokan yang dijatuhkan kapada saudaranya bukanlah
totokan biasa, ia belum dapat meyakinkan ilmu kepandaian yang
setinggi itu.
la tercengang dan heran, mangapa ilmu totokan ini lain dari pada
yang lain? Sekali lagi diusahakan untuk menolong, saudara itu dari
kesusahan. Tetapi masih saja ia tidak berhasil.
Matanya memandang To It Peng, bola mata yang tidak berkulit
itu sungguh menakutkan.
To It Peng bangun berdiri. Niatnya ingin melarikan diri
Wajah tak berkulit baju putih itu gesit sekali, hanya dua kali
lompatan, ia berhasil menangkap To It Peng. Ditentengnya
ketempat semula, pemuda ini dapat memberi kebebasan kepada
dirinya. Tentu dapat meno!ong sang saudara.
„Hayo babaskan totokan yang membekukannya." Peritah
manusia tidak berkulit wajah ini.
„Bagaimana aku dapat membebaskannya, bila kau tidak diberi
kebebasan kepadaku?" To It Peng meronta ronta.
Tubuh To It Pang dibanting.
To It Peng tidak puas, mulutnya mengoceh: „Kau membutuhkan
tenagaku, tapi kau membentakku secara kasar, membanting diriku
galak. Kau bukan orang baik..... kau bukan orang baik."
Tangan To It Peng tidak tinggal diam, ia menghampiri tubuh
seorang manusia tak berwajah yang terlentang ditanah. ketok sana
ketok sini, ingin memberi kebebasan.
Beberapa saat To It Peng melakukan hal itu, tetap ia tidak
berhasil.
„Hai, manusia tolol, bila tidak segara kau bebaskan saudaraku.
Akan kubeset dirimu menjadi dua potong, tahu?" 'Seorang wajah'
tak berkulit, mengancam.
„Jangan .... Jangan.... Entah bagaimana .... aku tidak dapat
membebaskannya."
„Jangan kau mencoba mempermainkan orang. Bagaimana kau
membebaskan totokanku tadi, kerjakan pula terhadap saudaraku."
Wajah tak berkulit, ini menjadi panas.
„Kumaki.... maki kau berpura-pura mati. Disaat itulah kau bangun
berdiri." To It peng memberi keterangan.
„Bohong...."
„Tidak”
„Bohong, mana mungkin itu dapat terjadi?”
„Kau tidak percaya?" To It Peng mempertahankan
keterangannya.
„Saksikan. Aku akan segara memaki saudaramu yang berpura-
pura mati ini."
'Wajah tak berkulit' belum pernah dengar akan adanya semacam
ilmu yang 'Memaki' dapat membebas kan tenaga totokan, tetapi
dilihat sikap sipemuda yang bersungguh-sungguh, seolah-olah apa
yang dikatakannya itu benar, la ragu2.
la manutup mulut dan memperhatikan apa yang akan dikerjakan
oleh sipemuda.
To It peng telah menuding tepat dihidung 'Wajah tak berkulit'
yang belun sadarkan diri itu.
„Hei, masih kau belum mau bangun? Masih kau berpura-pura
mati? Saudaramu telah mengeluarkan ancaman, dikatakan ia akan
membeset tubuhku menjadi dua potong, bila kau tetap mengambil
posisi seperti ini. Seorang yang telah dibeset menjadi dua potong,
mana mungkin dapat menyuap nasi, bila aku tidak dapat menyuap
nasi, bagaimana aku dapat hidup abadi? Itu waktu, seluruh isi
perutku akan berceceran ditengah jalan. Hayo, lekes bangun!”
To It Peng menuding-nuding hidung orang dan tiada henti2nya
memaki.
Dan ajaib! Orang yang tidak dapat bergerak itupun menggeliat,
matanya yang besar hampir mau copot itu bergerak, ternyata
hidung yang telah berlubang itu tidak boleh ditusuk, bila ditusuk,
maka bebaslah totokan yang mangekang dirinya.
To It Peng girang luar biasa.
„Lihat, setelah kumaki-maki, iapun hidup kembali." Kutanya.
Saudara 'wajah tak berkulit' yang pertama meIihat tiada gunanya
memelihara sipemuda, ia menggunakan kakinya menyepak, maka
sipemuda terpental tinggi.
„Aaaah........” Terdengar jeritan sidungu yang tidak tahu bahwa
sikapnya itu telah disalah gunakan. Badannya telah terapung
diudara.
,Dua Wajah tak berkulit' adalah dua saudara kembar yang
mempunyai alam pikiran dekat, disaat To It Peng melayang turun,
masing2 mengulurkan tangan memegang kaki sipemuda, maka bila
menarik tangannya, To It Peng akan terbeset menjadi dua bagian.
Keamannan To It Peng mulai terjam in. Tiba2 saja berdesir dua
buah aliran dingin. Dua wajah tak berkulit, merasakan sesuatu yang
menyengat, lagi2 mereka tertotok, kaku tak bergerak.
Tubuh To It Peng berhasil sampai ditanah, ia mengeluarkan
suara lega.
„Sukur kalian baik hati, memegang kedua kakiku. Sehingga aku
tidak jatuh terlalu sakit." Kata sipemuda dungu itu.
Mana ia tahu, bahwa jiwanya telah berada diambang pintu
kematian.
Dua wajah tak berkulit, diam tak bergerak. To It Peng dibuat
heran.
„Hei, kalian berpura-pura mati lagi ?" Teriaknya ketolol-tololan.
Didorongnya dua tubuh itu, dan mereka jatuh ditanah.
„Ha, kalian menyerah untuk menerima hukuman?” To It Peng
telah menggunakan tangannya manuding-nuding, hampir ia
manusuk hidung orang yang bolong. Tetapi segera ditarik kembali
tanganya itu, teringat akan kejadian2 yang belum lama dialami, bila
jarinya mengenai hidung tak berkulit itu, maka dua manusia jahat
itupun akan mendapat kebebasan kembali.
la telah mendapat pelajaran yang Sepetti tadi, kini tidak berani
menyentuh hidung yang sudah tiada berkulit itu, ditentengnya dua
lelaki baju putih tersebut untuk disidangkan kepada pamannya.
Kampung Ban-kee-chung terletak dilereng gunung, api telah
mengecil, tetapi perkampungan itupun telah menyamakan diri
dengan tanah, rata dengan bumi. Kebakaran telah menamatkan
tiwayatnya.
To It Peng tidak balik kekampung, tetapi mengarah kelereng
gunung, disana orang2 Ban-kee-chung berkumpul.
Disini, mereka masih bingung, rumah tangga telah hancur
berantakan, harta benda telah musna, apa yang harus mereka
lakukan?
Disaat To It Peng tiba, tidak seorangpun yang menegurnya.
”Paman .... Paman..... Dimana kau berada?" Teriak To It Peng.
Beberapa orang mamandang pemuda ini, mereka segera
mengenali sidungu, tidak seorangpun yang menaruh perhatian
kapadanya.
Masih To It Peng berteriak-teriak.
„Paman.... Paman .....”
Dua orang memaki. „Hai......” Dan mereka segera melihat To It
Peng dengan tangan mengempit dua orang lelaki berbaju putih.
Dilihat wajahnya sungguh menyeramkan, menakutkan. Tetapi
diketahui To It Peng berkepandaian biasa, aneh sekali kajadian itu
dapat menimpa pada sidungu.
„Siapakah yang kau tenteng itu?" Bertanya kedua orang.
„Bukan menakut-nakuti kalian, inilah dua 'Wajah tak berkulit'."
Dengan sombong To It Peng mamperkenalkan dua tawanannya.
Dua orang itu tertawa besar. „Ha, ha, ha,....”
Banyak orang tertarik akan suara ini, mereka berkumpul untuk
menyaksikan apa yang telah terjadi.
„Eh, apa yang kalian tertawakan?"
„Tidak guna kau membual." Salah satu dari dua orang itu
berkata, la adalah jago Ban-kaee-khung yang bernama Bong Tay.
„Baru saja. pamanmu menangkap seorang 'Wajah tak berkulit'.
Kini kau berhasil menangkap dua orang?” kata seseorang lagi yang
bernama Thio Ya. „Ilmu kepandaianmu bukankah akan menjadi
lebih tinggi dari pamanmu?"
„Ha. kalian tidak percaya?" To It Peng mempelototkan mata
kearah Bong Tay dan Thio Y a.
Bong T ay melirik kepada Thio Ya. Thio Pa mengerti, ia bergerak
cepat, kakinya dikaitkan kearah kaki To It Peng. Tentu saja
sipemuda tidak dapat mangelakkan diri, ilmu kepandaian ya
sungguh terbatas, keseimbangan badannya hilang dan terjatuh,
mulutnya menbentur lumpur.
Orang2 yang menonton tentu tidak percaya kepada To It Peng,
mana mungkin pemuda ini manangkap dua 'Wajah tak berkulit'?
Tentu orang lain yang menangkap dan diserahkan kepadanya. la
getol mencari pahala, maka dikatakan dia sendiri yang menangkap.
Bukankah terbukti bahwa ia tidak berhasil mengelakkan diri dari
kaitan kaki T hio Pa tadi?
Mereka mantertawakan To It Peng. Yang paling senang tentunya
Thio Ya den Bong Tay berdua. Mereka tertawa dengan terpingkal-
pingkal.
Perubahan terjadi didalam waktu singkat. Karena jatuhnya T o It
Peng, maka dua 'wajah tak berkulit' itupun turut jatuh, sungguh
kebetulan, mereka jatuh tengkurap dengan wajah muka membentur
tanah, batu dengan lumpur masuk kedalam hidung mereka,
disitulah letak kunci hidupnya, tangan dan kaki mereka mendapat
kebebasan.
Sifat dari para 'Wajah tak berkulit' sangatlah kejam, termasuk
dua lelaki berbaju putih ini, begitu mendapat kebebasan, segera
mereka bergerak, seorang mengulurkan tangan menarik kaki Thio
Ya, dan satunya menyeret kaki Bong Tay, serentak mereka
mengayun dua korban ini.
Thio Y a den Bong Tay sedang tertawa terpingkal pingkal karena
geli, Tahu2 dua tubuh dibawah kaki mereka telah bergerak,
badannya dirasakan menjadi enteng, due 'wajah tak berkulit' telah
mengayunkan dirinya.
Hanya terdengar suara benturan yang keras, dua buah batok
kepala Thio Ya dun Bong Tay telah diadukan, tentu saja batok
kepala itu manjadi pecah, isi berceceran, muncrat kemana-mana.
Banyak orang yang tertawa membelalakkan mata, suara tertawa
itu segera tersirap menyaksikan perubahan yang sangat mendadak
tadi.
Thio Y a den Bong Tay adalah dua dari sekian banyak jago yang
menetap di Ban-kee-chung. Mereka terlalu lengah, maka hanya
didatam waktu yang singkat, mereka telah kehilangan jiwanya,
dengan batok kapala sempoak sabagian, dan isi kepala berceceran.
Tidak sampai disitu saja, dua 'Wajah tak..berkulit' mengganas,
mereka segera menerjang keluar dari kepungan orang banyak.
Maka tardangar suara jeritan yang kaget, 4 orang telah diterjang
jatuh, dengan keadaan luka parah.
Reaksi To It Peng terhadap segaia hal sangat lamban, disaat
tersadar akan apa yang telah terjadi, Thio Ya dan Bong Tay telah
terbinasa, 4 orang kampung telah terluka, dua baju putih telah
malarikan diri.
„Hei .... Kembali." Teriak To It Peng kepada mereka.
Dua Baju Putih cukup paham, disitu tidak ada tokoh silat tinggi,
dengan ilmu kepandaian yang mereka miliki, tidak guna takut
kepada mereka. Dihentikan langkahnya menantang To It Peng.
Semua orang yang menonton keramaian mundur taratur, mereka
paham, To It Peng tidak dapat diandalkan, sampai dimana ilmu
kapendaian sipemuda dungu, tentu mereka mempunyai gambaran
yang lebih jelas, takut bila menerima segala akibat, lebih jauh
nonton dari tempat jauh.
Di tengah 1apangan, To It Peng berhadap-hadapan dengan dua
Baju Putih.
„Hei, masih belum cukupkah kalian mengganas?" Bentak To It
Peng seolah-olah tokoh silat berkepandaian tinggi. „Setelah
membakar kampung, masih kalian berani mengadakan
pembunuhan2, membeset saudara Thio Y a dan Bong Tay?"
„Hm ...... “
„Hung "
Dua hidung bolong dari dua manusia wajah tak berkulit itu
mangeluarkan suara dengusan.
„Hayo ikut padaku." Masih To It Peng membentak, „Hayo ikut
padaku untuk manghadap kepada pamanku.”
„Hm, pamanmu yang mana?" Si Baju Putih itu bertanya dingin.
“Pamanku? Siapakah yang tidak kenal dengannya? Ketua
kampung Ban-kee-chung Ban Kim Sen yang ternama?"
Dua 'Wajah', tak berkulit' saling pandang, bergerak maju, satu
mencengkeram kearah kanan dan lainnya pada pundak kiri
sipemuda.
To It Peng turut mengeluarkan tangannya.
Kini mereka berhadap-hadapan. Tiba2 saja dua 'Wajah tak
berkulit' merasakan sesuatu yang kurang beres, badan mereka lagi2
mengaku. Luar biasa tinggi orang yang menotok jalan darah
mereka. Tidak sanggup memberikan perlawanan yang semestinya.
Sebenarnya, manakala tangan To It Peng bergerak maju, kedua
pundak sipemuda telah berada dibawah kekuasaan tangan dua baju
putih. Tetapi tiba2 saja keajaiban terjadi, dua tubuh manusia
tersebut telah kaku karena totokan yang datangnya tidak terlihat,
mereka kaku tidak bergerak dan tidak dapat meneruskan usahanya.
To It Peng dengan kedua pundaknya yang sakit.
„Kalian ......" ia berteriak. Dan kata ini terpotong sehingga disini.
Dirasakan tangan yang menekan pundak itu tidak ada reaksi
baru, hatinya gembira, tangan diteruskan dan menarik baju depan
dua Iawan.
„Hayo, masih kalian berani melarikan diri ?" Geramnya.
Dua Baju Putih teIah dikakukan oleh totokan yang tidak terlihat,
tentu mudah untuk menangkap mereka. To It Peng berhasil
menyeret kedua tawanan yang belum lama lepas itu.
Semua orang yang manonton ke-heran2an manyaksikan apa
yang telah terjadi, siapapun tidak akan menyangka pemuda yang
kedungu-dunguan itu dapat menangkap dua 'Wajah tak berkulit'
sekali gus, sedangkah ketua kampung mereka Ban Kim Sen hanya
dapat menangkap seorang saja. Sungguh hebat ilmu kepandaian
pemuda itu.
„Dimana pamanku kini berada ?" Dengan masih membawa Dua
Baju Putih, T o It Peng bertanya kepada orang banyak.
Mereka tidak menyangsikan lagi akan ilmu kepandaian sipemuda,
dua 'Wajah tak berkulit' itu belum lama mengganas, membunuh
Thio Y a dan Bong Tay, serta melukai 4 orang jago mereka. Kini To
It Peng dapat menangkap hidup2, bukakah ilmu kepandaian
sipemnuda berada diatas segala apa?
„Ha, ha'.. To kongcu, ilmu kepandaianmu hebat." Baberapa orang
maju mengeluarkan pujian.
To It Peng manoleh kebelakang, dikiranya mereka memanggil
seorang yang baru datang. Belum pernah ia manerima panggilan
'kongcu'.
„Eh, siapa yang kalian panggil?" Tanya sipemuda, setelah
diketahui tidak ada orang dibelakangnya. „Ha, kongcu pandai
berkelakar. Pandai menyembunyikan, ilmu kepadaian. Bebarapa
tahun kita hidup bersama, siapapun tidak menyangka bahwa ilmu
kepandaian kongcu luar biasa tinggi.” mereka memuuji.
„Eh, siapa yang kalian maksudkan?" Masih To It Peng tidak
mengerti.
„Siapa lagi? Bila bukan dirimu."
„Aku?"
“Kongcu, kau adalah kemenakan ketua kampung kami. Sudah
selayaknya bila sebutan ini jatuh pada dirimu.”
Perubahan seratus delapan puluh derajat terjadi, dari seorang
yang terhina naik manjadi saorang 'kongcu' yang dimanja-manjakan
oleh mereka.
Sedari kecil, To It Peng mendapat panggilan 'bocah tolol', 'bocah
goblok' kan 'bocah dungu', kecuali itu, setelah ia meningkat dewasa,
panggilan kepadanya, berubah menjadi 'pemuda tolol', 'pemuda
dungu' dan 'pemuda goblok', belum pernah ia menerima perlakuan
yang layak.
Kini ia telah menjadi manusia teragung, betapa gembira dan
bangga rasa hatinya.
---oo0dw0oo---

BAGIAN 5
TEKA TEKI ASAL USULNYA TO IT PENG

DIKAWAL oleh banyak orang, To It Peng menuju ketempat


dimana Ban Kim Sen berada.
„Paman ....... Paman, Aku kembali." To It Peng berteriak girang
Ban Kim Sen tidak menaruh simpatik kepada kemenakan itu, ia
segera membentak : „Mengapa kau datang? Hayo pergi."
„Coa tayhiap menyuruhku membawa dua tawanan ini kepadamu.
Mereka adalah komplotan `Empat Wajah tak berkulit'."
Ban Kim Sen memperhatikan sipemuda dan betul saja dilihat dua
manusia dengan wajah tak berkulit berada padanya. la menerima
kedua tawanan itu segera.
„Dimana Coa tayhiap kini berada ?" Tanyanya.
„Coa tayhiap harus segera menyembuhkan luka2nya, maka ia
telah meminta diri,"
„Cukup. Kau boleh pergi." Ban Kim Sen mengusir.
„Dan... dan... dua orang ini?" To It Peng menunjuk kearah dua
Baju Putih.
„Goblok. Disini sudah tiada urusanmu. Tahu?"
To It Peng menanggung derita penasaran, jauh2 ia membawa
dua tawanan itu kepada pamannya. Setelah tiba ditempat, ia diusir
sedemikian rupa. la mengundurkan diri.
To It Peng memandang pamannya, tidak jauh dari paman itu
terpancang seorang wanita berambut panjang, rambut tersebut
menutup wajahnya, itulah hantu wanita yang membakar kampung
Ban-kee-chung, orang yang telah membeset beberapa jago Ban-
keechung.
Dua Baju putih diletakkan pada sisi Hantu Wanita itu.
„Hei, siapa diantara kalian bertiga yang mulai bicara. Hayo
katakan, dengan alasan apa kalian membakar kampung Ban-kee-
chung?" Terdengar suara Ban Kim Sen membentak galak.
Tiga 'Wajah tak berkulit' tidak memberikan jawaban. Mereka
terdiam. Hal ini dapatlah dimaklumi, karena ketiga orang itu telah
ditotok jalan darah dan jalan gagunya oleh seseorang tokoh silat
berkepandaian silat maha tinggi.
„Hayo, katakan." Masih Ban Kim Sen mambentak bentak. „Akan
kukubur hidup2 kalian, bila kalian membandel tidak mau buka
mulut."
To It Peng dapat menyaksikan adegan itu, ia segera berteriak :
„Tak mungkin mereka dapat bicara, jalan gagu mereka masih
tertutupi."
Ban Kim Sen mengalihkan pandangan mata kearah To It Peng, ia
memplototkan matanya yang galak.
„Bagaimana kau tahu?" Geramnya.
To It Peng paling takut kepada paman galak ini, apa lagi
dipelototi sedemikian rupa, ia mengkeret dan diam, tidak berani
bicara.
„Hayo, katakan. Bagaimana kau dapat tahu?" Ban Kim Sen
mendesak kemenakan dungu itu.
„Untuk membuka jalan2 darah mereka yang ditotok, haruslah
menusuk hidung2 mereka yang berlubang itu." To It Peng
memberikan keterangan. Hal ini pernah dipraktekkan sehingga dua
kali.
„Babi...." Ban Kim Sen menduga bahwa kemenakan itu berolok-
olok.
„Bukan babi." To It Peng menggoyangkan kepala : „Tetapi tiga
manusia 'Wajah tak berkulit' itu."
Sikapnya bersungguh-sungguh. Hal ini membuat Ban Kim Sen
harus memberi penilaian baru.
„HaI ini pernah kulakukannya," Berkata To It Peng lagi. Ia takut
sang Paman tidak percaya keterangannya.
Ban Kim Sen sedang menghadapi kerumitan2 yang tiada taranya,
karena ia rasakan banyak keanehan2 yang dirasakannya, seperti :
Keanehan pertama ialah dari mana munculnya lagi ‘Empat wajah
tak berkulit'? Sebab diketahui bahwa 'Empat wajah tak berkulit'
telah lama mati.
Keanehan kedua ialah, dengan alasan apa mereka membakar
kampung Ban-kee-chung? Tokh tidak ada permusuhan yang pernah
terjadi.
Keanehan ketiga ialah siapa yang membantu dirinya menangkap
Hantu Wanita itu? Ilmunya menang sedikit, tetapi bila disuruh
menangkap hidup2, belumlah Ban Kim Sen mampu.
Keanehan keempat ialah tentang kemenakannya ini, segala yang
telah diperlihatkannya selalu hal2 yang tak terduga sebelumnya.
„Coba kau buka totokannya”, Ban Kim Sen, memandang To It
Peng memberi perintah.
„Mana kuberani? Belum lama mereka telah kubebaskan. Tetapi
mereka masih mengganas, dua saudara kita Bong Tay dan T hio Ya
telah terbunuh mati, bahkan 4 kawan Iainnya terluka parah."
Bin Kim Seng mengerutkan dahi.
„Bila hal itu terjadi?” Tanyanya memandang sambil memandang
To It Peng dengan tajam.
„Belum lama.”
„Dan siapa pula yang menotoknya kembali?"'
„Kukejar mereka dan berhasiI kubawa kemari." To It Peng
berkata sambil tertawa bangga.
Ban Kim Sen agak geli. Tentu ia tidak percaya. Ia
menggoyangkan kepala, bohhoat kepada kemenakannya itu.
„Kau ini biasanya jujur, kali ini mengapa berani membohong
kepadaku?" Tanyanya.
„Aku tiada bohong."
Masih Ban Kim Seng menggoyangkan kepala tidak percaya.
To It Peng hilang kesabarannya. la menunjuk kapada dua Baju
putih, membentak : „Hei, coba kalian katakan. Bukankah aku yang
menotokmu lagi?"
Jari s ipemuda tetap mengenai hidung, dan masuk agak dalam.
Baju putih ini cepat melesat bangun, ia mendapat kebebasannya
kembali. Suatu hal yang dianggap perlakuan yang paling kurang ajar
terhadapnya adalah mereka orang2 yang menyebut dirinya sebagai
Empat wajah tak berkulit.
Ban Kim Sen terkejut, tetapi kepandaian ketua kampung Ban-
kee-chung ini tidak dapat disamakan dengan To It Peng. Gesit sekali
ia turut me lesat dan sebentar saja sudah berhasil mencekik batang
leherya satu Baju putih yang lepas itu. Ditekannya ketanah, dengan
sebelah kakinya ia menginjak jalan darah Leng-tay hiat.
„Penjahat kurang ajar." Bentaknya. „Berani kau melarikan diri?
Hayo, katakan siapa yang menyuruh kalian membakar kampung
Ban-kee-chung?"
Baju putih ini telah berada dibawah telapak kaki Ban Kim Sen,
tetapi ia tidak menjadi takut.
„Lupakah kau bahwa kami adalah Empat wajah tak berkulit?"
Ejeknya dengan sikap yang sangat menantang.
„Empat wajah tak berkulit, telah tiada didalam dunia. Dari mana
pula kalian mengaku sebagai Empat wajah tak berkulit?"
„Yang mati boleh dikubur, tetapi tahukah kau bahwa Empat
wajah tak berkulit baru lebih pandai dari pada Empat wajah tak
berkulit lama yang telah mati itu?"
„Hmm...... Betapapun Ilmu kepandaian kalian, tokh berhasil jatuh
kedalam tangan kami."
„Kau sanggup menangkap Empat wajah tak berkuIit?" Orang itu
mengejek, Ban Kim Sen kalah debat.
„Segera lepaskan kam i bertiga." Berkata lagi Baju putih itu. ”Dan
bila sampai terjadi guru kami mengetahui hal ini, tentu kau dan
sekalian begundalmu itu akan mengalam i nasib yang paling
mengenaskan."
„Siapa guru yang kalian maksudkan?" Ban Kim Sen ingin
mengetahui siapa yang dapat memberi pelajaran kepada Empat
wajah tak berkulit, baru ini.
„Ban Kim Sen, kau bukan saorang manusia yang tidak
mempunyai nama. Telah lama kau berkelana didalam rimba
persilatan. Mungkinkah belum pernah dengar seseorang yang
menjadi guru dari Empat wajah tak berkulit?"
„Singa Kuning Siu Jin Mo Say yang kau artikan?"
„Hmm....” Orang itu mengeluarkan suara dari hidungnya yang
bolong.
„Masihkah ia hidup didalam dunia?"
„Bila ia te lah tiada, mungkinkah dapat mendidik Empat wajah tak
berkulit, baru?"
Bulu2 sekujur badan Ban Kim Sen dirasakan bangun berdiri,
meriding dengan tidak tertahankan lagi. Diketahui bahwa Singa
Kuning Siu Jin Mo Say itu ganas dan kejam. Kini ia telah menangkap
tiga muridnya yang baru, bagaimana kalau iblis itu membikin
pembalasan ?
„Ketahuilah bahwa suhu kami Siu Jin Mo Say telah berhasil
meyakinkan ilmu Kiu-thian-to-li-kang ....."
„Kiu-thian-to-li-kang?" Hampir Ban Kim Sen menjerit. „Bukankah
iImu terpendam itu telah lama lenyap?”
”Percaya atau tidaknya terserah kepadamu. Baju putih itu
mengancam semangkin hebat.
„Paman mereka telah membunuh banyak orang kita, bila
dibiarkan bebas kembali. Mungkin tiada satupun orang kampung
yang hidup...” To it pang seolah-olah telah naik pangkat nienjadi
penasehat.
Ban Kim Sen telah berpikir cepat, apa yang dikatakan oleh To It
Peng tepat masuk kadalam lubuk hatinya.
„Benar." la menganggukkan kepala.
Belum pernah To It Peng mendapat perlakuan yang layak dari
orang, ter-lebih2 dari pamannya ini. Disini ia baru merasakan
kehangatan menjadi seorang menusia, hatinya menjadi bangga
sekali dan penuh dengan ambisi.
Hampir To It Peng menari-nari dihadapan orang banyak, bila saja
tidak terdengar suatu derap langkah kaki yang berat. Dibelakang
sipemuda telah berjalan seseorang.
Cepat To It Peng membalikkan kepala, maka dilihatnya seorang
lelaki berjalan masuk gelanggang. Yang mengejutkan ialah wajah
lelaki inipun tidak berkulit.
WAJAH TAK BERKULIT !
'wajah tak berkulit’ ini berjalan dengan langkah berat, maka
terdengar jelas sekali. Pada punggungnya tersoren sarung golok
yang mempunyai ukuran besar, yang aneh, tidak nampak golok
pada sarung itu.
„Si Patung Arca!" T o It Peng berseru. Ia pernah melihat lelaki ini
dikelenteng, pada saat malam hujan itu. Pertama kali ia menemukan
'Empat wajah tak berkulit'. Itu waktu dikiranya patung biasa, karena
ia mengaku tidak bergerak, tiada tahunya salah satu dari 'Empat
wajah tak berkulit'.
Urutan 'wajah tak berkulit' ialah si Patung Arca, hantu wanita,
dan dua Baju Putih.
Ban Kim Sen segera menyuruh orang2nya meringkus Baju Putih
yang lepas itu. Dihadapannya Patung Arca membentak :
„Hei, siapa kau ?"
„Ha, ha...." Patung Arca itu tertawa. „Aku adalah kawan2
mereka."
„Maksudmu ?"
„Meminta kebebasannya." Berkata orang itu rendah. „Kuharap
permintaan ini tidak ditolak."
„Ooooo ... Kau tentunya yang menyuruh mereka membakar
kampung ?"
„Tidak salah."
„Bagus." Ban Kim Sen berkata dengan rambut berdiri. „Setelah
mengganas membakar kampung, kalian masih mengharapkan
kebebasan ?"
„Pendapatmu tidak dapat dibenarkan." Berkata kepala dari
'Empat wajah tak berkulit' itu. ”Kampungmu telah musnah, tetapi
kau dan sekalian orang ini masih ada. Mungkinkah kalian tidak
dapat menempuh hidup baru?"
Ban Kim Sen tidak dapat menahan rasa kamarahannya, kedua
tangan dikedepankan, keras luar biasa, ia memukul kepada orang
tadi.
Si Patung Arca telah siap sedia, iapun mempaparkan kedua
tangannya. kadapan, menyambuti serangan yang dilontarkan
kepadanya.
Dua kakuatan tenaga beradu, mereka sangat kuat. Tidak satupun
yang berhasil menjatuhkan lawannya.
Serangan Ban Kim Sen dapat dilontarkan secara bergelombang,
gagal dangan serangan percobaan, ia mulai menyalurkan
gelombang kedua.
Orang itu hebat, serangan inipun dapat digagalkan olehnya.
Ban Kim Sen menambah tenaga, gelombang ketiga adalah
gelombang yang terhebat, gelombang kekuatan ini merupakan
seluruh kekuatan yang dimiliki olehnya, gelombang inilah yang
diharapkan dapat menjatuhkan lawan.
Orang itu dapat mangetahui sampai dimana ilmu kepandaian
Ban- Kim Sen. iapun berkepandaian tinggi, sebelum mangadakan
serangan pada kampung Ban-kee-chung telah diselidiki secara teliti,
sampai dimana kekuatan2 yang ada pada kampung itu.
Setelah menerima dua gelombang serangan Ban Kim Sen, ia
telah siap2 dengan serangan berikutnya, mendapat serangan yang
maha dahsyat tadi, iapun mengerahkan kekuatannya.
Maka..... Bu...uummmm
Dua gelombang arus tenaga yang maha hebat itu membentur
dan mengeluarkan suara yang menggelegar.
Celaka To It Peng yang tidak tau diri, la berdiri terlalu dekat
dengan mereka. Dirinyapun tiada bersiap siaga, ditambah ilmu
kepandaian yang dimiliki oleh pemuda ini sangat minim sekali, mana
mungkin ia menerirna dua pukulan yang menjadi satu itu, terdengar
suara jeritan, tubuh sipemuda terpental tinggi, melayang turun
kelereng gunung.
Badan sipemuda semakin lama semakin jauh.......
Ban Kim Sen dan si Patung Arca meneruskan pertempuran
mereka.
Kita tinggalkan pertempuran ini, selanyutnya kita lihat bagaimana
nasib To It Peng yang jatuh kelereng gunung.
---oo0dw0oo---
Menyusul T o It Peng yang jatuh kelereng gunung.
Badan sipemuda melayang-layang, tidak tahu sampai dimana ia
akan tarjatuh.
Ia memejamkan mata, mempasrahkan diri kepada takdir alam.
Tubuh sipemuda melayang kearah sebuah gua, gelap sekali gua
itu. To It Peng telah memejamkan mata, tidak tahu bahwa dirinya
telah hampir jatuh hancur.
Nasib bagus membayangi pemuda ini, tiba2 terasa satu aliran
tenaga yang menyanggahnya. Terasa tangan yang halus
menyentuh, dan diletakkannya tubuh To It Peng ditanah.
„Ha.....Duren besar yang jatuh." Terdengar suara yang nyaring
merdu.
To It Peng membuka kedua matanya, dilihat ia berada pada
sebuah gua yang gelap. Didengar ada suara merdu yang
memperolok-oloknya.
„Untung aku tidak luka." Gumamnya sendiri.
„Tentu saja kau tiada terluka. Karena kami telah menyanggah
dan menolongmu." Suara nyaring merdu itu berkata.
To It Peng tidak dapat melihat wajah orang itu, tetapi didalam
alam pikirannya terbayang seorang gadis yang cantik, menarik dan
menggiurkan.
„Kami?" Gumamnya.
”Ada orang lain ditempat ini ?" Suara yang nyaring merdu itu
terpingkal-pingkal.
„Suko, ia sungguh lucu sekali. Dikiranya jatuh dari tempat tinggi
tidak akan mati." Katanya, ia mengucapkan kata ini bukan kepada
To It Peng. Panggilan 'suko' itu berarti saudara seperguruan yang
Iebih tua.
„Manusia yang tolol sepertinya tentu saja lucu." Berkata seorang
pemuda dengan dingin adem.
„Hei, siapa kalian berdua? Mengapa menyembunyikan diri
didalam goa ini?" tanya To It Peng kepada dua muda-mudi itu.
Goa gelap, To It peng merayap keluar.
Tiba2 dirasakan kakinya diseret kembali, ia jatuh tersungkur.
„Eh, suko. Mengapa kau menyeret dirinya lagi ?" T erdengar suara
sipemudi.
„Hm....." Suara sipemuda tidak enak didengar. „Kita bersembunyi
disini dengan tidak ada yang tahu. In ingin keluar, bagaimana bila ia
manguwarkan cerita, menyebut tempat persembunyian kita?"
Ternyata sepasong muda-mudi ini sedang menyembunyikan diri
didalam goa dengan maksud tertentu? Entah maksud apa yang
sedang dikandung oleh mereka?
To It Peng segera menduga kepada orang jahat yang mempunyai
maksud tidak baik.
„Kulihat orang ini sangat jujur." Terdengar suara sipemudi yang
sangat girang dan merdu. „Biar saja ia pergi dengan berjanji tidak
memberi tahu kedatangan kita ditempat ini."
To It Peng merasa terhibur. Ternyata masih ada orang yang
menaruh perhatian dan percaya kapadanya. Ingin sekali ia
berkenalan dengan sipemudi, perasaan ini baru partana kali tumbuh
didalam parasaan hatinya. Tidak terasa, hatinya memukul keras,
berdebar-debar.
„Mana kau tahu?" Terdengar suara sipemuda yang tidak disukai.
„Tidak seorang manusiapun yang baik.”
„Kepalsuan2 adalah, ciri2 yang khas dari para penghuni dunia."
To It Peng benci sekali kepada pemuda ini. Mengapa dikatakan
dirinya mampunyai ciri2 yang khas dari para manusia?
Crat
Seluruh ruang goa menjadi terang benderang, ternyata sipemuda
telah menyalakan api. Dihadapan To It Peng tampak sepasang
muda mudi. Sipemuda berwajah tampan, sayang wajah ini terlalu
galak memandang. Pada pinggangnya tergantung sebuah pedang
tentunya seorang akhli pedang. Disebelahnya berdiri seorang
pemudi dengan rambut disanggul dua, wajahnya bulat bundar,
matanya bersinar. Pada tangannya memegang obor.
To It Peng dibuat terpesona oleh kecantikan gadis itu, matanya
tidak lepas dari wajah yang baru, yang menarik.
„Sumoay, mangapa memuji. Lihat, kedua matanya yang saperti
mata maling itu tidak lepas dari dirimu." kata sipamuda.
Sipemudi tertawa, semakin menarik dan menggiurikan.
“Suko, kau yang salah." Katanya, „Jalan darahnya sudah kau
tutup, ia tidak daoat bergerak, kecuali hanya dapat menggunakan
mata memandang. Apa yang dapat dilakukan olehnya?"
„Hm...." Dengus sipemuda. Tangannya bergerak cepat.
melepaskan totokan yang mangakang To It Peng.
To It Peng bersukur kepada sipemudi, setelah menggerak-
gerakan kedua tangannya, terdengar ia berkata : „Bukan....
Bukan.... Di misalkan totokan tadi telah dibuka. Akupun dapat
memandangmu seperti itu. Aku tidak bohong.... Ucapanku ini
sungguh2..."
Mengetahui sipemuda mencari-cari alasan untuknya, cepat ia
memperbaiki kebohongannya.
Sipemudi tarbelalak.
„Sungguh tolol sekali pemuda ini."..... Pikirnya..... „Mengapa
harus dikatakan keadaan yang sebenarnya?"
Ia tertawa manis.
„Mengapa selalu, kau memandangku?" Tanyanya tersenyum.
Hati To It Peng semakin berdegup. Memukul keras, sukar untuk
menguasai ketenangannya.
„Aku...." ia tidak dapat memberikan alasan.
Sipemuda mendorong kawannya, dengan demikian ia
mangenyampingkan pemudi itu, dihadapinya To It Peng membentak
: „Hei, kau dari mana?"
Hampir sigadis jatuh oleh dorongan sang kawan tadi, beruntung
ilmu kepandaiannya tinggi, ia berhasil membenarkan posisi keadan
dirinya.
Hal ini tidak lepas dari pandangan To It Peng. la tidak puas.
Dilihat sipemuda membentak kepadanya. Semakin tidak puas lagi.
„Hei, mengapa kau medorongnya?" Tidak kalah keras ia berkata.
„Ada hubungan apa denganmu?" Pemuda itu menjebik.
„Tidak boleh" teriak To It Peng. Entah, bagaimana, ia wajib
membela.
Pemuda itu mengulurkan tangan, dengan mudah ia mandekati
dada To It Peng. To It Peng ingin mengadakan perlawanan.
Tanganya berusaha menangkis, tetapi mana mungkin? Sebentar
saja, dadanya telah tercengkeram.
„Suko" Terdengar suara yang nyaring merdu itu. „Janganlah kau
mamukulnya lagi."
Sipemuda mendorong tubuh To It Peng. Maka orang yang kita
sebut balakangan terdorong. Tubuhnya membentur batu. la
meringis kesakitan.
Pemuda itu belum puas, seharusnya To It Peng jatuh dengan
luka parah. Tetapi hal itu belum terjadi. Maka ia maju lagi, siap
menghajar To It Peng.
Sipemudi bergerak maju, ia menarik baju tangan kawannya dan
berkata :
„Suko, janganlah memukulnya lagi."
„Ia barani berlaku kurang ajar. Biar kuberi ajaran agar ia kapok."
Sipemuda berkata marah.
„Ia membela kapadaku. Tetapi kau memukulnya, bukankah
berarti kau memukulku juga?” Suara gadis ini sungguh enak sekali.
Kata2 yang berada diluar dugaan, sipemuda. ia melengak
sebentar dan setelah itu maruntuhkan pandangannya ketanah.
„Sumoay, agaknya kau telah berpihak kepadanya." ia berkata.
Sipemudi memandang kepada To It Peng. Agaknya ia kasihan
atas nasib yang diderita olahnya.
„Janganlah kau menentang sukoku lagi." Katanya „kau bukanlah
tandingannya."
To It Peng telah berusaha merayap keluar goal tetapi ia kurang
kuat. Godaan2 selama ini telah melemahkan kondisi badannya, ia
terjatuh.
Jarak mereka dekat. sigadis cepat mengulurkan tangan,
dipegangnya tubuh yang jatuh itu.
Wajah To It Peng merah jengah, baru pertama kali ini ia
mendapat perhatian. terlebih-lebih, yang memberi perhatian kepada
dirinya ialah sigadis bersuara merdu yang mendebarkan hatinya.
„Hati2 kau berjalan." Sigadis memberi peringatan.
„Terima kasih."
„Kau telah kuat berjalan?"
„Kuat.... kuat..." To It peng berkata cepat Sigadis melepaskan
pegangannya.
Tubuh To It Peng roboh lagi, ia jatuh emah. Sebenarnya ia belum
mempunyai cukup kekuatan, disaat mendapat partanyaan, mulutnya
hanya manjawab sipenanya. Maka disaat pegangan yang
menyanggahnya terlepas, iapun jatuh kembali.
la maringis.
„Salahku sendiri." Katanya. „Seharusnya aku barhati-hati. Kukira
dapat kuat berdiri, tapi belum kuat benar."
Sigadis terbelalak, disaat melihat To It Peng terjatuh. Tetapi tidak
lama, iapun tertawa terpingkal-pingkal. Geli sakali me lihat kelakuan
pemuda itu.
Pemuda tampan yang menjadi saudara seperguruan gadis itu
mengkerutkan alisnya. Ia tidak puas. Serta merta menjambret leher
baju To It Peng. Kuat sekali tenaganya.
„Katakan. Siapa kau?" Bentaknya marah.
„Akupun ingin bertanya. Siapa kalian berdua? Mengapa
menyembunyikan diri diluar kampung Ban-kee-chung?" To It Peng
tidak menjawab partanyaan yang diajukan. Sebaliknya menanyakan
asal usul orang.
„Apa arti kata2 mu?" tanya pemuda itu. la tidak puas kepada
sikap T o It Peng. „Apa kau orang kampung Ban kee-chung?"
„Tentu saja. Hanya harus disayangkan.... Ban-kee-chung telah
rata dengan tanah."
„Aeaaaa....." Sigadis memandang kepada sukonya. Pemuda
itupun memandangnya. Mereka saling pandang. „Ternyata kampung
Ban-kee-cung yang dimakan api ?"
Ternyata mereka telah dapat malihat api yang besar berkobar
tinggi, tetapi mereka tidak tahu bahwa yang dibakar itu adalah
kampung Ban-kee-chung.
„Biar aku yang menanyakan” Kata sipemuda menyoren pedang
yang tidak mau membiarkan sang surnoay terlalu dakat dengan To
It Peng.
„Kau orang dari Ban-kae chung?" Bortanya sipemuda kepada To
It Peng. „Sungguh kebatulan. Kami ditugas kan pergi ke Ban-kee-
chung untuk menemui seseorang!"
„Siapa yang kalian ingin temui ?"
„Orang itu adalah kemenakan ketua kampung Ban Kim Sen yang
bernama To It Peng."
„Aaaaaaaaaa...." T o It Peng tidak menyangka bahwa dua orang
yang menyembunyikan diri didalam goa ini ingin mencari dirinya.
Tetapi la tidak kenal dengan mereka. Apa yang harus dikatakan?
Apa maksud mereka? Lupa ia memberikan jawaban yang ditunggu
oleh sepasang mtda mudi itu.
„Hei, mengapa kau tidak bicara ?" Bentak sipemuda menyoren
pedang.
„Kemenakan katua Ban kee chung hanya seorang, betul, orang
ini bernama To It Peng. Tetapi kurasa kalian salah cari." To It Peng
berkata.
„Mengapa kau berkata seperti itu ?" Sigadis bertanya.
„Hal ini mudah dipikir, karena akulah yang bernama To It Peng."
Sipemuda dan pemudi itu saling pendang, sungguhkah begitu
kebetulan mereka dapat menemui orang yang ingin mereka cari?
„Ban Kim Sen tidak mempunyai kemenakan lainnya?" Bertanya
mereka.
„Tidak."
„Dapat kau menyebut nama ayahmu?" Timbul rasa sedih To It
Peng.
„Beliau telah tiada." Katanya dengan meruntuhkan pandangan
matanya ketanah.
„Bukankah pendekar dari daerah Liauw-tong, Kim-to Bu tie yang
barnama To Tong Sin?" bertanya sigadis.
“Eh, mengapa kau tahu?" To It Peng menengadah dan
memandang gadis itu, agaknya heran sekali.
„Nah Suheng, kita tidak salah mencari orang." Gadis ini tidak
menjawab pertanyaan To It Peng.
Tetapi barpaling kepada suhengnya dan berkata seperti itu.
„Oooooo.... Ternyata putra Kim-to Bu-tie T o Tong Sin seperti dia.
Sungguh mengecewakan orang." Pemuda itu mencemooh.
„Sumoay, mari kita pulang."
„Pulang kemana?" Gadis itu heran. „Tentu pulang kerumah."
Berkata sipemuda.
„Jauh2 kita meninggalkan Koan-gwa, dengan susah payah kita
berada didaerah Sucoan, maksud utama ialah mancari saudara To It
Peng ini. Mengapa tidak menyampaikan pesan padanya dan pulang
kembali?" Berkata sigadis yang tidak berpendapat sama dengan
suhengnya.
„Sumoay, lupakah pesan suhu, sebelum kita berangkat
meninggalkannya ?"
„Masa dapat kulupakan? Dikatakan bahwa bila s ifat2 putra Kim-to
Bu-tie T o Tong Sin tercela, kita tak usah menyapaikan diri."
„Kini terbukti, bahwa pemuda ini tidak berguna. Mengapa harus
bersusah payah?"
„Suheng, pesan suhu menitik beratkan kepada sifat2 nya. Bukan
kepandaian silatnya."
„Baguskah sifat2nya ?"
„Kulihat ia bersifat jujur”
Mendengar percakapan sepasang muda mudi yang tidak
dimengerti olehnya, T o It Peng garuk2 kepala. Kata2 yang terakhir
tentu di maksudkan dengan dirinya. la agak terhibur.
„Seseorang harus bersifat jujur. Aku tidak dapat melupakan
sendi2 hidup ini." Katanya kepada mereka.
„Sumoay, pesan suhu tidak boleh diabaikan. Hal ini bukan
kejadian biasa, seharusnya kau tunduk kepada perintahku, bukan?"
Berkata pemuda menyoren pedang Itu kepada sang sumoay.
Si gadis manjebirkan bibir.
„Kejadian memang bukan kejadian biasa." Katanya. „Tapi disini
tersimpan benda yang menjadi hak milik saudara To It Peng ini.
Kukatakan ia barsifat baik. Tetapi kau manantangnya. bagaimana
bila kita ajak dan temukan kepada suhu, biar suhu yang membari
penilaian?"
„Jarak tempat ini denga Koan-gwa bukan satu dua lie, siapa yang
kesudian mangadakan perjalanan bersama dengan manusia tolol
sepertinya?"
”Maka sampaikanlah pesan suhu kepadanya.”
Pemuda itu menarik nafas. la memandang To It Peng berkata :
”Bocah, belum tentu kau dapat merasakan faedahnya. Tetapi disini
kami wajib menyampaikan pesan. Maka aku akan berterus terang."
To It Peng tidak mengerti.
„Hei, apa yang kalian maksudkan? Aku tidak mengerti" Katanya.
„Ayahmu yang bernana Kim-to Bu-tie To Tong Sin yang berarti
'Golok emas tiada tandingan' ia masih pernah kawan dengan guru
kami' Sipemuda memberi keterangan. „Sebelum ayahmu terancam
bahaya, ia pernah meminta bantuan guru kami. Mengingat
hubungan baik yang pernah terjalin diantara kedua orang itu,
seharusnya guru kami mengulurkan tangan bantuannya. Sayang
ada sesuatu hal yang tidak memungkinkan ia berbuat seperti itu.
Maka ia tidak dapat mambantu.”
„Hm......" To It Peng mengeluarkan suara dari hidung. „Pada
saat2 yang nenentukan tidak dapat memberi bantuan. Bukankah
seorang manusia yang dapat dijadikan kawan. Kukatakan bahwa
guru kalian itu seorang manusia pengecut, seorang rendah, seorang
manusia yang hanya pandai membunglon."
Wajah sipemuda manyoren padang berubah. Terang2 gurunya
yang dihormati itu mendapat makian.
„Berani kau kurang ajar?" Geramnya.
„Pada saat ayahku menghadapi bahaya, para kawan2
pengecutnya itu tidak satupun yang bersedia mengulurkan tangan
membantu. Para manusia pengecut ini tidak patutkah dimaki? Para
manusia rendah, manusia bunglon yang hanya mementingkan
kesenangan dan keselamatannya sendiri."
Mulut To It Peng nyerocos terus. Wajah pemuda itu sebentar-
bentar barubah, ia marah, ia murka. Tetapi tidak berdaya. Sang
sumoy berpihak kepada pemuda tolol itu. la tidak dapat malakukan
sesuatu atas dirinya.
„Kau dengar sumoay?" Katanya kepada adik seperguruan itu.
„Apa yang dikatakan olehnya terhadap guru kita?"
Gadis itu hanya mengeluarkan hembusan napas yang luar biasa
dalam. la mampunyai pandapat kesan yang lain terhadap To It
Peng.
To It Peng menjunjung tinggi kehormatan gadis yang
menyayangnya itu, mengetahui kesukaran orang. Iapun
menghentikan makiannya terhadap guru sigadis.
„Mengapa kau manarik napas?" Tanyanya kepada gadis tersebut.
„Guru kalian adalah sahabat baik ayahku. Tetapi disaat-saat yang
menentukan, disaat ayahku manghadapi bahaya, mengapa ia
berpeluk tangan?"
„Sabar." Berkata sigadis menenangkan hati To It Peng yang
panas.
„Maukah kau mendengar keteranganku?,”
„Sumoay." Pemuda bersoren pedang itu membentak. „Mengapa
kau tidak mendengar perintahku?"
„Suko ....... Tugas kita ialah mencarinya agar tidak menarik
perhatian orang lain. Istirahat disiang hari dan melakukan
perja!anan malam. Bersembunyi-sembunyi mencarinya. Kini kita
telah berhasil, mengapa harus balik kembali dengan tiada putusan?"
Wajah To It Peng yang belum pernah marah menjadi beringas.
Diketahui bahwa ayahnya mempunyai banyak kawan. Tetapi disaat-
saat sang ayah hampir mendekati ajalnya. Tiada seorang kawanpun
yang membantu, tiada seorang kawanpun yang menengok, mereka
menyingkirkan diri jauh2, mereka takut urusan yang menyerempet.
Sehingga ayahnya mati, tiada seorangpun yang memperdulikannya,
maka ia terlantar, hanya Ban Kim Sen seorang yang memeliharanya.
Hal itupun kurang wajar, sering paman tersebut me-maki2nya.
Kurang perhatian, sampai2 ilmu pelajaran pun jarang diberikan
kapadanya. Maka ia berat tangan, kaku tidak dapat menggunakan
jurus2 yang istimewa.
„Mengapa kau memastikan aku tidak cukup kuat untuk menuntut
balas?" Geram To It Peng. Wajahnya galak, bengis, wajahnya merah
membara, agaknya ingin sekali ia menelan pemuda itu.
Sipemuda mundur. Hal ini sungguh janggal sekaii. To It Peng
yang ketolol-tolol ini dapat menjadi marah? Sungguh diluar
dugaannya.
„Katakan, siapa musuh yang membunuh ayahku? Katakan
dimana ia menetap? Aku akan segera mencarinya untuk mengadu
jiwa." Sambung To It Peng yang seperti telah berubah raga.
„Baik. Akan kuberi tahukan kepadamu." Berkata pemuda itu.
„Pembunuh ayahmu ialah....."
„Suko.... kau.... kau.... kau sudah gi...." Hampir gadis itu
menyebut gila, ucapan yang kurang pantas bagi saudara
seperguruannya.
„Katakan...." Masih To It Peng manuding-nuding. „Bila aku tidak
berani mengadu jiwa kepada musuh ayahku, aku bukan seorang
manusia, bukan seorang lelaki. Tetapi bila kau tidak berani
menyambutnya, kau bukan saorang manusia, kau bukan seorang
lelaki."
„Bagus. Kau sendiri yang ingin mencari mati. Hal ini tiada
sangkut pautnya dangan diriku. Musuh besarmu ialah tidak jauh dari
sini, dia berada di....."
„Suko, jangan kau katakan.... Suko, jangan kau katakan." Sigadis
sibuk, cepat ia mencegah.
„Bukan seorang manusia.... Kau bukan seorang manusia, bukan
seorang lelaki.... Yang tidak berani mengatakan bukan seorang
lelaki... Yang tidak berani mengatakan bukan seorang manusia...."
To It Pang telah berubah sikap2-nya yang belum pernah marah itu.
„Sumoay.... jangan kau perdulikan." Berkata pemuda itu.
Lalu dihadapi To It Peng dan berkata : „Bocah tolol!, bocah
goblok!, bila kau berani, kegunung Ngo-bie san. Dimana kau akan
segera mengetahui s iapa yang menjadi pembunuh ayahmu."
Goa itu tidaklah terlalu besar, disana berkumpul tiga orang.
Masing2 ber-teriak2 mengutarakan pendapatnya yang tidak sama.
Tentu luar biasa gaduhnya. T etapi setelah kata2 ini, keadaan tiba2
berubah menjadi sunyi, sunyi sekali. Tiada seorangpun dari ketiga
orang tadi yang bersuara. Mereka selesai memperdebatkan hal itu.
Mereka terdiam dengan napas tersengal.
Benak pikiran To It Peng telah dirasakan menjadi kosong, ia telah
mengetahui bahwa musuh besarnya berada digunung Ngo-bie-san,
ia harus manuntut balas, hanya tulisan 'Ngo bie-san' yang tercetak
padanya. la harus pergi kegunung itu mengadakan pembalasan.
Tentang betapa besarnya nama Ngo-bie-pay, tentang betapa
pandainya tokoh2 partay itu, tentang betul tidaknya keterangan
tadi, tidaklah terpikirkan oleh To It peng.
Sekian lama, keadaan sunyi dan sepi meliputi goa itu.
Terdengar suara teriakan napas gadis, ia mendekati To It Peng
dan menepuknya berkata : „Dan ber-sungguh2. Suhengku memang
suka berkelakar."
„Kau takut aku tidak perqi Ngo-bie-pay?" To It Peng memandang
pemuda itu. Semua kemarahan ditumpahkan kepadanya.
„Suheng, bagaimana bila suhu tahu akan kelancanganmu yang
membocorkan rahasia?" Bertanya sigadis memandang suhengnya.
Apa yang kita harus lakukan?"
„Mengapa bingung, yang mati bukanlah kita, bukan?" Berkata
sipemuda.
„Ah, kau hanya tahu kapentingan diri sendiri." gadis ini
mengeluarkan suara keluhan panjang.
To It Peng keluar goa, ia mengayun langkahnya yang berat.
Sigadis mengejar keluar, ia berteriak: “Hei, kemanakan kau akan
pergi ?"
„Ngo-bie-san." Jawab To It Peng singkat.
„Saudara T o It Peng, janganlah kau membawa adatmu." Berkata
sigadis. „Belum waktunya kau menuntut balas. Kau akan pergi
mengantarkan jiwa saja."
„Benar. Tetapi jiwaku tidak akan terbuang dengan percuna. Aku
dapat mengadu jiwa."
„Maksud tujuan mencarimu ialah untuk manyerah kan sesuatu,
kau tunggu sebentar."
Gadis itu memandang sipemuda yang menyoren pedang, ia
berkata : „Suheng coba kau serahkan benda itu kepadanya."
Sipemuda melemparkan suatu benda. Benda ini disambut oleh
sigadis yang segera menyerahkan kepada To It Peng.
„Simpanlah baik2." katanya. „Benda inilah yang harus kau
terima."
To It Peng menyambuti benda yang diberikan kepada nya, benda
ini berupa bambu kecil berukiran orang2 rimba persilatan.
„Apa artinya benda ini ?" ia bertanya. „Apa guna benda ini
padaku?"
„Sebelum ayahmu menghadapi musuh kuat, ia pernah menemui
guruku, diberikannya benda ini untuk diserahkan kepadamu,
dikemudian hari. Dikatakan degan benda inilah kau boleh pergi
kelembah Cang-cu-kok di Gunung Es."
To It Peng tidak tahu dimana letak Gunung Es. Tentu saja iapun
tidak mengsnal lembah Cang-cu-kok yang disebut.
„Aku tidak mau kelembah Cang-cu-kok, aku ingin pergi kegunung
Ngo-bie-san." Katanya sambil menggoyangkan kepala.
„Ini pesan terakhir ayahmu." Berkata sigadis.
„Baiklah. Tetapi aku akan pergi kegunung Ngo-bie-san dahulu.
Setelah itu baru pergi kelembah Cang-cu-kok digunung Es."
Setelah itu, iapun siap berjalan pergi.
„Baik2-lah kau menjaga diri." Berkata sigadis. „Aku dan suhengku
harus segera pulang ke-Koan-gwa. Maka tidak dapat melakukan
sesuatu yang membantumu."
„Kalian sudah banyak membantuku. Suhengmu itu tidak baik,
tetapi akupun berterima kasih kepadanya yang telah
memberitahukan tempat kediaman musuh besarku berada."
Sigadis terharu. Baru pertama kali ia menemukan manusia yang
jujur. Sayang ia akan segara membuang jiwa digunung Ngo-bie-san.
Apa yang harus dilakukan olahnya? Membantu? Tidak mungkin!
Mencegah? Telah diusahakan. Dan hal ini gagal. la termenung
belum mendapat cara untuk mencegah kepergian sipemuda.
Sang suheng sudah tidak sabar.
„Sumoay, belum siapkah kau berangkat?" Tanyanya.
To It Peng segera teringat, ia belum tahu nama orang. Segera ia
bertanya : „Bolehkah aku mengetahui, siapa nama nona?"
„Namaku Kang Yauw dan suhengku itu bernama Lim Cu Jin."
Gadis ini meninggalkan To It Peng. Mengikuti suhengnya kembali
kedaerah Koan-gwa.
Disitu hanya tinggal T o It Peng seorang, kesepian.
---oo0dw0oo---

BAGIAN 6
BAN KIM SEN TELAH TIADA.

BERAPA lama T o It Peng masih merenungkan wajah gadis cantik


serta baik hati itu, tidak tarasa ia berdiri mematung.
la tersadar disaat teringat akan kejadian dengan cara bagaimana
ia dapat bertemu dengannya, ia terpental jatuh karena beradunya
dua pukulan hebat, dua gelombang tanaga Ban Kim Sen dan Patung
Arca.
Sagera ia mendatangi ketempat dimana partempuran
berlangsung tadi.
Keadaan sama sunyinya dengan goa, tak seorangpun yang
tampak ditempat ini. To It Peng agak heran, kemanakah mereka
semua ?
Kemana larinya 'Empat wajah tak berkulit'? Kemana pula Ban Kim
Sen dan orang2 kampung?
To It Peng mencari orang2 itu.
Pada mulut lembah. To It Peng berhasil menemukan beberapa
orang.
„Nah, Itu dia telah datang." Terdengar salah satu dari orang
kampung yang melihat kedatangan sipemuda berkata.
„Syukur ia tidak menderita sesuatu apa” Lain orang kampung
berkata. „serahkan saja jenasah pamannya kepada dia."
To It Peng telah dekat, didengar ucapan2 mereka. Telinganya
mendengung-dengung. Mulutnya terbuka Iebar, tetapi tidak
sepatahpun kata2 yang keluar dari mulut ini.
Mungkinkah sang paman telah kalah? Mungkinkah ia binasa ?
„Hei, lekas kau datang." Lain orang mamanggil To It Peng.
Panggilan ini sungguh tidak enak didengar. „Uruslah jenasah
pamanmu itu."
„Betul. Sebagai satu2nya kemenakan Ban Kim Sen. Bila bukan
kau yang mengurus. Siapa lagi?" Lain suara mencoba menghibur
sipemuda.
To It Pang mendekat. Tampak sebuah peti telah terlentang
disana. Peti itulah tentunya yang berisikan jenasah sang Paman Ban
Kim Sen yang berlaku galak kepadanya, tidak pernah
memperlihatkan kasih sayangnya. Tetapi tidak dapat disangkal,
hanya dia inilah pamili dirinya, tetap harus diselesaikan urusan itu.
To It Peng memandang kesitu. Tak seberapa orang lagi yang
terlihat olahnya.
„Setelah kampung termusna, sebagian besar orang kampung
menyebarkan diri pergi mengembara. Yah! Tentunya mereka
terlunta-lunta." Seorang yang agak lanjut usia berkata kepada To It
Peng. Ia merasa kasihan sekali. „Chungcu dan beberapa anak murid
terbinasa, para jago2 banyak yang terluka, merekapun minta diri
pergi meninggalkan kampung."
Atas bantuan orang tua ini, To It Peng mengebumikan jenasah
sang paman. Hanya segumpal tanah yang tampak didepan mata.
Ketua kampung Ban-kee-chung yang ternama harus berkalang
tanah untuk selamanya. Tiada terdengar lagi suaranya berwibawa,
tiada akan tampak pula bayangannya yang tinggi besar itu.
To It Peng memberikan hormatnya yang terakhir kepada orang
tua itu. Tidak urung ia menangis tersengguk-sengguk. Semakin
lama semakin sedih pula tanya sipemuda. Ia hanya mempunyai
saorang pamili, kini paman ini telah tiada, siapa yang dapat
dijadikan sandaran hidup?
Kebakaran terjadi pada dini hari, dan disaat terjadinya
pertempuran antara Ban Kim Sen dan si Patung Arca, waktu telah
menjelang pagi. To It Peng terdorong oleh dua arus gelombang
tenaga yang hebat dan jatuh kedalam goa, dimana Kang Y auw dan
Lim Cu Jin bersembunyi tepat pada matahari ditengah. Sipemuda
selesai mengurus jenasah pamannya pada sore hari.
Matahari telah doyong diufuk Barat, seketika, jagat berubah
manjadi merah kekuning-kuningan. Tetapi tidak lama, gelappun
mendatang.
„Eh, apa yang telah terjadi?" Tiba2 terdengar satu suara
dibelakang To It Peng.
Hampir To It Peng lompat terkejut, diketahui bahwa orang
kampung dan rasa jago peliharaan Ban Kim Sen telah meninggalken
Ban-kee-chung. Dimalam gelap seperti ini, siapakah yang datang ?
la menolehkan kepala, tampak manusia aneh dengan rambut,
jenggot dan kumis kuning itu telah berada disana.
Manusia aneh tersebut tengok sana tengok sini, ia menunjukkan
wajah yang agak bingung.
„Eh, apa yang telah terjadi?" Tanyanya.
To It. Peng memandangnya dengan wajah sayu, matanya tidak
bersinar, kosong dan hampa.
„Dimana pamanmu berada?" Bertanya lagi s iorang aneh.
„Dia dia telah kutanam disini." Tunjuk To It Peng kearah makam
Ban Kim Sen.
„Aaaaaa " Sungguh diluar dugaan. Karena malam gelap, dan
terburu-buru ia tidak tahu bahwa disitu telah bertambah makam
baru. „Aku datang terlambat aku terlambat."
“Pamanku telah tiada. Tak mengapalah kau terlambat." Berkata
To It Peng yang tidak tahu makna arti kata2 orang.
„Setelah pamanmu tiada. Para jago yang dipelihara itupun tentu
mencari junjungan baru dilain tempat. Mereka pergi semua?"
To It Peng menganggukkan kepala.
„Dan bagaimana dengan penghidupanmu dikemudian hari?"
„Entahlah."
„Kau belum mengambil putusan?"
„Aku akan segera pergi kegunung Ngo-bie-san, menuntut atas
kematiannya ayahku.''
Manusia aneh itu agak terkejut.
„Kau bermusuhan dengan partay Ngo-bie-pay " tanyanya.
„Ayahku telah dibunuh oleh orang2 mereka. Aku wajib menuntut
balas."
„Siapakah ayahmu itu?"
„Kukira kau pernah mendengar namanya. beliau ialah Kim-to Bu-
tie atau Golok Mas Tiada Tandingan To Tong Sin."
Manusia aneh itu manganggukkan kepala. „Namanya lumayan."
la berkata. „Tetapi 'Golok Mas Tiada Tandingan' itu agak kurang
tepat. Biar ia tiada tandingan, mangapa dapat sampai terbunuh mati
ditangan orang?"
Mengetahui nama ayahnya dicemoohkan, To It Peng
mendelikkan mata. Tetapi apa yang orang katakan tidak dapat
disangkal. Iapun tidak sanggup membikin pembelaan.
„Sedangkan, ayahmu yang 'Tiada tandingan' itu dikalahkan
orang. Bagaimana kau dapat menuntut balas?" Bertanya manusia
berambut kuning itu. Kepalanya yang seperti gentong bergoyangan.
To It Peng membelalakkan kedua matanya lebar2.
„Kulihat, kau tiada harapan untuk menuntut balas."
„Kentut." To It Peng membentak. „Kau kira aku tidak dapat
mangadu jiwa? Jangan kau mencoba untuk menghalang-halanginya,
minggir, biar aku segera pergi."
To It Peng maningalkan makam pamannya.
Manusia berambut kuning yang aneh itu tidak mau mencegah.
„Baik." Katanya. „Ingin kusaksikan, dengan cara bagaimana kau
dapat mengadu jiwa dengan mereka?"
---oo0dw0oo---

BAGIAN 7
DIGUNUNG NGO BIE SAN

GUNUNG Ngo-bie San terletak didaereh Su coan. Kelenteng


berjejeran disekitar gunung, itulah kelenteng2 orang Ngo-bie-pay.
Manakala cerita berjalan, partay Ngo-bie-pay sedang mengalami
masa jayanya. Mereka berkuasa. Mereka sering me lakukan
kebajikan2, maka semakin gemilang dan bercahaya.
Setiap hari, belum pernah sepi, para pengikut dan anak murid
selalu berkunjung ke-kelenteng2 Ngo-bie-pay terdekat.
To It Peng mengikuti orang2 yang naik gunung, menuju
kepuncak Ngo-bie San.
Undakan batu2 saling tumpuk, tersusun rapi, jalan inilah yang
menuju kepuncak gunung. Bila mereka ku rang hati2 dan jatuh
terpeleset, tentu akan celaka orang itu. Maka, biarpun tidak sedikit
yang berkunjung, tidak seorangpun dari mereka yang tergesa-gesa,
tidak seorangpun yang berlari-lari naik gunung, mereka tertib, tidak
saling desak.
To It Peng tiba pada baris undakan batu yang partama, disana
tampak tersedia gardu2 istirahat.
Setelah me lakukan perjalanan naik diundak-undakan, batu yang
banyak tentu mereka lelah. Maka gardu2 itu disediakan untuk
mereka yang memerlukan mengembalikan tenaga.
Gardu istirahat banyak, tetapi diantaranya ada 4 buah yang
bagus dan megah, pada 4 gardu ini bertulisan Thian, Pie, Cu dan
Tin.
Tidak seorangpun dari para pengunjung istirahat disalah satu dari
keempat gardu istirahat besar itu. Mereka duduk2 pada lain gardu,
memang masih banyak gardu ditempat itu, sayang orang yang
berkunjungpun tidak sedikit, mereka terlalu berkumpul dan
berhimpit-himpitan.
Gardu istirahat seharusnya tidak terjaga. Tetapi pada keempat
gardu basar tadi tarsedia 2 orang pada setiap gardu, jumlah mereka
8 orang, mereka adalah para murid Ngo-bie-pay yang ditugaskan
menjaga agar tampat itu tiaak dikotori.
Disaat To It Peng tiba, gardu2 lainnya telah penuh. Hanya
keempat gardu besar itu yang kosong. Pikiran sipemuda sungguh
sempit, tidak pernah terbayong pada alam benaknya, mengapa
banak orang rela berhimpit-himpitan istirahat digardu-gardu kecil
dan tidak mau menampatkan dirinya pada keempat gardu besar
yang kosong.
Ia berjalan menuju kasalah satu dari empat gardu besar itu.
Pikirnya aku tidak mau berdesak desakan dengan banyak orang.
Biar aku istirahat disini saja.
Dua orang Ngo-bie pay maju menghadang.
„Saudara ini tentunya ada urusan, bolahkah kami mengetahui
urusan apa yang saudara butuhkan?" tanya mereka kepada To It
Peng.
„Aku ingin mencari orang diatas." kata To It Peng.
„Saudara telah duduk digardu besar ini, tentunya mempunyai
urusan penting, entah siapakah yang saudara ingin temukan?" Salah
satu dari dua orang itu bartanya.
„Aku ingin mancari seorang yang telah membunuh ayahku. Siapa
namanya aku tidak tahu. Yang kuketahui ialah ayahku terbunuh
ditangannya, salah seorang dari tokoh2 Ngo-bie-pay."
Apa yang To It Peng utarakan tidak salah. Tetapi dalam
anggapan mereka, bocah ini tentunya sakit ingatan atau kurang
pikiran. Mereka saling pandang sebentar, salah satu darinya telah
mengibaskan lengan baju dan mendorongnya.
To It Peng jatuh, ia tidak berdaya.
Hal ini menimbulkan suara tertawa yang riuh.
To It Peng ter-engah2 bangun. la sangat marah. Ditudingkan
tangannya kepada dua orang itu sambil membentak : „Hei, kurcaci
Ngo-bie-pay. Kalian telah membunuh orang. Masih berani
mengganas? Biar kuadu jiwa denganmu dahulu."
Betul saja, pemuda ini menyeruduk maju.
Dua orang itu mendapat tugas menjaga gardu, ilmu
kepandaiannya tentulah cukup lumayan. Biarpun tidak dapat
digolongkan kedalam kelas utama. Biar bagaimana cukup kuat
untuk menghadapi pengacau biasa. Mereka mendorongkan kedua
tangannya.
„Pergi!" bentaknya.
Tenaga dua orang itu besar. To It Peng terdorong mundur.
Celaka, kakinya tidak menginjak undakan batu, ia terjatuh kejurang.
Didalam waktu yang singkat, To It Peng tidak tahu apa yang
telah terjadi, badannya dirasakan menjadi enteng, angin menderu-
deru melewati daun kupingnya. Disaat ia tersadar bahwa ia bukan
diatas puncak lagi, hatinya sungguh terkejut.
„Tolong .... Tolong ...." la berteriak kaget.
Tidak sedikit tokoh2 rimba persilatan yang menyaksikan adegan
tadi, tetapi diketahui bahwa s ipemuda bentrok dengan Ngo-bie-pay,
tentunya bukan seorang pemuda baik, mereka berpeluk tangan, dan
tidak seorangpun yang mengulurkan tenaga bantuan.
Ada juga yang baik hati, bukan niat mereka membiarkan
sipemuda jatuh dengan badan hancur. Tetapi lain lagi penilaian
mereka, diketahui bahwa pemuda itu berani menantang partay Ngo-
bie-pay dengan seorang diri, tentunya berkepandaian tinggi,
mungkin ia ada niatan mempermainkan orang, maka sengaja
terjatuh untuk memamerkan ilmu kepandaiannya. Mereka ingin
melihat ilmu kepandaian apa yang telah dimilikinya?
Tubuh To It Pang semakin lama samakin jauh, maka tersadarlah
bahwa pikiran orang2 itu yang salah. Mereka ingin menolong, tetapi
telah terlambat.
Tubuh T o It Peng hampir membentur batu, tiba2 dirasakan ada
sesuatu kekuatan yang tak nampak menyanggahnya, maka
terapunglah tubuh sipemuda itu ditengah-tengah udara bebas.
„Ih... Eh....” Banyak orang yang menyaksikan pemandangan itu
mengeluarkan suara tertahan.
Tenaga kekuatan tak terlihat yang manyanggah To It Peng itu
hanya depat dirasakan oleh sipemuda seorang. Tidak tampak oleh
mereka yang menyaksikan dari atas gardu istirahat.
Bila bukan To It Peng yang mengalam kejadian itu, tentu orang
akan segera lompat bangun berdiri. Tetapi sipemuda dungu ini tidak
berbuat sedemikian. Dibiarkan saja ia terlentang, dengan kedua
tangan dan kaki terpapar. Bagi mereka yang manyaksikan dari atas,
nampak seperti sedang menonton demonstrasi kesaktian, menonton
orang yang terjatuh dari tempat tinggi dangan tiada terluka bahkan
dapat tidur tenang dengan kedua tangan dan kaki terpapar.
Enak saja To It Peng melayang turun perlahan-lahan, ia saksikan
bagai mana wajah orang2 itu terbelalak dengan mulut ternganga
keluar. la belum mengerti apa yang terjadi. Maka ditengoknya
kebawah, dilihat ia terapung seperti itu. Tentu saja sipemuda
kaget... „Aaaaa ..... ia mengeluarkan jeritan tertahan.
Tenaga tak terlihat yang menyanggah tubuh To It Peng bergerak
naik, maka badan sipemuda turut mumbul pula. Perlahan-Iahan,
tetapi tetap badan yang jatuh kejurang ini naik kembali keatas.
Bukan To It Peng saja yang kaget, tetapi para penontonpun turut
heran, permainan apakah ini?
Tenaga yang menyanggah itu mengantar tubuh T o It Peng naik,
Iewat ditangga-tangga undakan batu dengan perlahan tetapi tetap,
sehingga tubuhnya berada pada gardu istirahat diatas, disini barulah
tubuh T o It Peng itu jatuh per-lahan2.
Dua penjaga gardu yang menjatuhkan To It Peng tadi, segera
menghampiri, mereka memberi hormat sambil berkata : „Hebat ilmu
yang saudara perlihatkan. Tenaga dalam saudara tiada taranya, ilmu
mengentengkan tubuh saudara tiada bandingannya."
Ilmu Terapung diudara bebas, yang To It Peng perlihatkan tadi
belum pernah disaksikan orang. Maka mereka mengunakan kata2
‘Tenaga dalam yang tiada taranya, dan ilmu mengentengkan tubuh
yang tiada banding’ mereka memuji.
„Ilmu apa yang telah kuperlihatkan?" To It Peng tidak tahu akan
kejadian itu. Masih ia bergerak maju.
Kecuali dua penjaga gardu besar yang mendorong To It Peng,
enam orang penyaga lainnya telah menyatukan diri. Lawan yang
sedang dihadapi terlalu kuat, mereka siap mengunakan kekuatan
delapan orang menghadangnya.
To It Peng telah menarik suatu kesimpulan bahwa orang yang
membunuh ayahnya berada diantara orang2 Ngo-bie-pay, ia tidak
mau menyudahi saja perkara itu.
„Hayo, katakan. Siapa yang telah membunuh ayahku?"
Bentaknya kepada delapan orang itu.
Delapan penjaga gardu besar saling pandang, mereka belum
pernah melihat wajah pemuda ini. Siapakah yang membunuh
ayahnya?
„Siapa yang saudara maksudkan?" tanya salah satu dari delapan
orang tadi. „Kami Ngo-bie-pay bukan satu atau dua orang.
Saharusnya saudara sebutkan nama dan jabatan orang yang
dimaksud."
To It Peng mangetahui berita tentang sipembunuh ayahnya dari
mulut sepasang muda mudi Kang Yauw dan Lim Cu Jin yang
mangatakan bahwa digunung Ngo-bie-san ia akan mendapat tahu
nama tersebut. Maka ia naik gunung untuk menuntut balas, siapa
sebenarnya orang yang ingin dicari? lapun tidak tahu.
„Siapa diantara partay kalian, yang mempunyai ilmu kepandaian
tertinggi?" tanya To It Peng.
„Siapakah yang tidak tahu nama 4 pemimpin Ngo-bie-pay yang
berkepandaian tinggi?" kata mereka. „Kursi pertama diduduki oleh
ketua kami yang bernama Thian-sim Siang-jin, kursi kedua ialah Pie-
in Sian-cu, kursi ketiga Cu Hun Hui-liong-kiam-khek dan kursi
keempat Tin Touw."
To It Peng sagera mencatat ke-empat nama tadi.
„Dan diantara keempat orang ini, siapakah yang mempunyai ilmu
silat terhebat” tanyanya lagi.
„Tentu saja ketua partay kami T hian-sim Sian-jin."
„Baik, orang yang kucari ialah Thian-sim Siang jin."
Wajah ke-8 orang Ngo-bie-pay itu berubah.
„Kau ingin bertemu dengan ketua partay kami ?" Tanya salah
satu darinya.
„Betul. Aku harus menanyakan, siapa yang telah membunuh
ayahku" kata To It Peng mantap.
Delapan orang itu telah menyaksikan bagaimana To It Peng
memperlihatkan ilmu 'terapung' yang maha hebat itu saling
pandang. Apa yang dapat dilakukan?
Atas inisiatip salah satu dari mereka, setelah mengadakan
rembukan sekian lama, To It Peng diajak naik keatas gunung.
Batu undakan demi batu undakan dinaiki. Tibalah pada suatu
tempat. Disini tampak 4 buah lonceng tanda yang besar, agaknya
berat sekali.
Empat orang berdiri dibawah lonceng tanda itu. „Mau apa?"
Bentak mereka.
„Ada orang ingin bertemu dengan ketua partay." Lapor
sipengantar. Setelah memberi tahu kedatangan To It Peng.
Pengantar itupun meminta diri. Tugasnya ialah manjaga 4 gardu
istirahat dibawah.
Empat orang penjaga genta lonceng pertanda menatap To It
Peng sekian lama.
„Ketua partay kami sibuk dengan urusan2 bagaimana bila
saudara selesaikan perkara disini saja" kata mereka kepada To It
Peng. Maksud dari kata2 tadi ialah agar To It Peng menyelesaikan
urusan kepada mereka.
„Tidak dapatkah kalian memberi tahu kepadanya?" kata To It
peng.
„Loceng tanda tidak boleh sembarang digunakan, kecuali bagi
meraka yang mempunyai urusan penting."
„Kalian tidak berani membunyikan? Biar aku yang memukul
sendiri." Berkata To It Peng sambil menuding-nuding kearah 4
lonceng tanda kedatangan tamu itu.
Aneh!.... Tiba2 saja lonceng tanda itu berbunyi. Serentak ke-4
buah Ionceng tanda berbunyi semua. Suaranya menggema
keangkasa dengan keras berkumandang jauh.
Bukan saja To It Peng yang terkejut, tetapi ke-4 orang penjaga
lonceng tanda itupun heran. Mereka tidak memukulnya, hanya
sipemuda yang menggerak-gerakan tangan ....tetapi mungkinkah
dapat membunyikannya?
To It Peng tahu, bahwa orang yang membunyikan lonceng tanda
itu bukanlah dirinya. la belum mempunyai kemampuan itu.
Lain lagi pendapat ke-4 orang tadi, mereka melihat sipemuda
menggerak-gerakan tangan menuding-nuding, setelah itu Ionceng
berbunyi, kecuali sipemuda, siapa lagi yang membunyikan?
Tentunya pemuda ini berkepandaian tinggi, dengan menggerahkan
tenaga dalam, ia dapat memukul lonceng dari jauh.
Wajah mereka berubah.
„Baiklah" katanya, „setelah saudara membunyikan lonceng tanda
itu, tentu mereka akan menemui mu."
Empat orang itu membawa To It Peng kepuncak gunung, mereka
akan menghadapkannya kepada ketua partaynya.
Batu demi batu, mereka naiki. Pada suatu tempat yang tertentu.
Terdengar suara bebarapa orang : „Silahkan tamu naik"... „Silahkan
tamu naik".. „Silahkan tamu naik"... „Silahkan tamu naik."
Suara ini bukan keluar dari mulut satu orang, tetapi ada suara
yang tinggi, ada yang rendah, ada yang tajam dan ada yang serak.
Mereka adalah 4 jago Ngo-bie-pay.
Kuping To It Peng mandengung-dengung menerima suara itu.
Badannya bergoyang-goyang. Hampir ia jatuh ketebing d yurang.
Ternyata 4 jago Ngo-bie-pay, Thian-sim Siang jin, Pia-in Sian-cu,
Cu Hun Hui-liong Kim-khek dan Tin Touw tidak melihat siapa yang
datang. Mereka mendengar suara genta tanda dibunyikan, dari
suara itu dapat diketahui bahwa orang yang memukul genta
bertenaga dalam yang maha hebat. Maka dikerahkan pula tenaga
dalam mereka dengan mengucapkan kata2 dengan keras. Bila sang
tamu membuka suara, dari rendah tingginya nada suara sitamu,
mereka dapat tahu siapa yang tiba.
Mendengar suara yang hebat itu, hampir2 T o It Peng kehilangan
sukma. Mana mungkin ia memberi sahutan. Dimisalkan ia berteriak,
sampai suaranya pecahpun, tidak akan sampai ditelinga 4 jago Ngo-
bie-pay, karena letak mereka masih cukup jauh.
Menunggu sekian lama, tidak mendapat jawaban yang diharap.
ke-4 jago Ngo-bie-pay saling pandang. Mereka tidak tahu silat dari
mana yang sedang berkunjung kegunungnya.
To It Peng mendaki undakan batu yang berliku-liku, beberapa
lama kemudian, tibalah pada puncak tertinggi dari gunung itu.
Disana tampak sebuah dataran tinggi yang sangat tua. Pohon2
siong menjulang ke atas puncak langit, dibawah pohon2 sinona liu
terdapat bangku2 yang terbuat dari batu. Dan diantaranya ada 4
buah kursi batu yang terisi. Orang yang duduk paling kiri ialah
seorang tosu dengan rambut putih badannya tinggi, agak kurus,
tetapi cukup gagah dipandang. Disebelahnya duduk seorang wanita
tua, wajahnya kuning, galak dan tak terlihat keramah tamahannya.
Disebelahnya lagi duduk saorang gemuk, inilah Cu Hun Hui-liong
Kiam khek, dan yang terakhir inilah Tin Touw le Seng Coan.
Pengantar telah memberitahukan kedatangan To It Peng, setelah
itu, mereka, mengundurkan diri.
Melihat To It Peng, Thian-sim siang-jin agak heran, ia
memandang sipemuda. Diakah yang memukul genta tanda? Tidak
mungkin. Bocah ini tidak berkepandaian.
Dari cerita orang yang mengantar To It Peng. Pie-lie Sian-cu
mengetahui bahwa T o It Peng mempunyai semacam ilmu ‘terapung'
yang maha hebat, menggelengkan kepala tidak percaya.
„Hei, siapa diantara kalian berempat yang bernama, Thian-sim
Siang-jin?" tanya To It Peng lantang.
„Kau mencari aku?" tanya Thian-sim Siang-jin.
„Kau ....." To It Peng tidak dapat meneruskan ucapannya. Disaat
bicara, ia harus memandang tosu tua itu, tidak disangka matanya
kebentrok dengan sepasang mata yang memancarkan sinar tajam,
Tidak tahu ia menahan dan menantang sinar mata ini.
To It Peng termundur-mundur menghindari pandangan mata
tadi.
Thian-sim Siang-jin tertawa, katanya : „Ada urusan apa kau
mencari diriku?" To It Peng mundur semakin jauh.
„Jangan kau takut." kata Thian-sim Siang-jin. „Katakanlah, apa
yang kau mau?"
Wajah To It Peng membara, ia menguatkan imannya, maka ia
berhasil maju dua langkah.
„Kaukah yang membunuh ayahku?" Tanya ya tanpa tedeng
aling2.
„Eh, apa kata2-mu?" tanya Thian-sim Siang-jin.
Teringat akan nasib ayahnya yang mengenaskan, hati T o It Peng
besar kembali.
„Dikatakan ayahku terbunuh mati dibawah tangan orang2 dari
partay Ngo-bie-pay. Aku datang ingin mencari orang yang
membunuhnya dan siap menuntut balas."
„Siapakah nama ayahmu?"
To It Peng membusungkan dada, dengan keras berkata :
„Pendekar dari daerah Liauw-tong, dengan julukan Golok Mas Tiada
Tandingan' Kim-to Bu-tie T o Tong Sin."
Sebelum mulut To It Peng dapat terkatup rapat, tiba2 wanita tua
yang berada disebelah Thian-sim Siang-jin, sumoay dari ketua
partay Ngo bie-pay, yang bernama Pie-in Sian-cu membentak
nyaring.
Kepala To It Peng tiba2 dirasakan menjadi pening, dunia seperti
berputar.
Berbareng itu Thian-sim Siang-jin berseru : „Sumoay, jangan....."
Tapi terlambat, tubuh To It Peng telah dilemparkannya turun dari
dataran tinggi diatas puncak gunung Ngo-bie-san.
Disana, kecuali Thian-sim Siang-jin dan Pie-in Sian-cu dua orang
yang masih ada Cu Hun Hui-liong Kiam-khek dan Tin T ouw, le Seng
Coan. Dua yang kita sabut belakangan telah bergerak cepat,
seorang satu, mereka menjambret tangan To It Peng. Maka nyaris
pula pemuda itu terbinasa.
Diletakannya sipemuda diatas dataran tinggi itu lagi, To It Peng
tidak sadar bahwa dirinya telah hampir bertamasya dipulau Nirwana.
Masih saja ia menantang : „Katakan, siapa yang telah membunuh
ayahku?"
Pie-in Sian-cu pantang mendengar nama To Tong Sin,
amarahnya telah meluap-luap. Sungguh sukar untuk diredakan
kemarahan tadi.
„Anak haram, akulah yang membunuhnya! Apa yang kau mau?"
Suara Pie-in Sian-cu seperti menangis.
To It Peng menubruk wanita itu, tetapi ia tidak berhasil
mendekatinya. Seperti ada suatu tembok kaca yang tak terlihat, ia
tertahan tidak jauh didepan Pie-in Sian-cu.
Thian-sim Siang-jin menarik tangan sipemuda per-lahan2.
Katanya : „Saudara kecil, kematian ayahmu mengandung sesuatu
yang sulit diceritakan. Sebelum kau dapat mengetahui duduk
perkara yang jelas. Janganlah sembarang menuduh orang."
„Kalian menghinaku .... Kalian menghinaku...." To It Peng
berteriak keras sekali. „Nenek kerepot itu telah mengakui bahwa dia
yang telah membunuhnya. Mengapa kau masih berusaha untuk
menutup nutupi kejahatannya?"
„Diam !" T hian-sim Siang-jin, membentak keras.
„Hm' kau kira dengan membentak seperti itu dapat menakutkan
diriku ?" To It Peng berteriak dengan sekuat tenaga.
„Cukup. Dengan ilmu kepandaianmu yang seperti sekarang.
Mungkinkah kau dapat melakukan sesuatu kepada ku ini ? Lekaslah
kau turun gunung. Kami tidak akan menarik panjang perkara ini."
To It Peng marah. la tidak berhasil mendekati Pie-lie Sian-cu.
Maka dilihat tubuh Thian-sim Siang-jin ini dekat sekali dengan
mengerahkan semua tenaga yang ada, ia menyeruduk,
menggunakan kepala membentur nya.
Kali ini To It Peng berhasil, kepalanya dapat mengenai perut
orang. Tetapi aneh, seperti membentur batu keras, ia tidak dapat
menarik kembali kepalanya. Dirasakan, dunia terbalik, dan setelah
itu, hilang ingatannya. la jatuh dengan tidak sadarkan diri lagi.
---oo0dw0oo---
BAGIAN 8
JAGO NOMOR SATU DARI DAERAH LAUW TONG

BERAPA lama To It Peng tidak ingat diri. Disaat ia tersadar, ia


merasakan goncangan yang hebat. Dikiranya masih berada diatas
gunung Ngo-bie-san, tetapi dugaan ini ternyata salah.
Pada sebuah kereta yang dilarikan cepat, tampak seorang lelaki
pendek sebagai kusir, ia melarikan dan membedal keretanya capat
sekali. Dan isi kereta ialah sipemuda To It Peng yang baru sadar
dari pingsannya itu.
„Berhenti Berhenti " Teriak To It Peng. Ternyata ia telah sadar
dan diketahui dirinya sudah berada pada kereta itu.
Si Pendek tidak manggubris teriakannya, masih saja kereta
dibedal keras, derap kaki kuda menelan suara teriakan To It Peng.
„Hei, siapa kau!?" Tanya To It Peng.
Seperti pertama, pertanyaan inipun tidah mendapat jawaban.
„Hentikan kereta !" T o It Peng masih memberi perintah.
Kereta tetap dilarikan seperti setan kelaparan.
„Baik. Kau tidak mau manghentikan kereta. Tetapi kau kira aku
tidak berani loncat." Ancam sipemuda.
Dan betul saya To It Peng melaksanakan apa yang baru saja
diucapkan, ia meringkalkan seluruh badannya, kemudian melompat
dari atas kereta. Tidak diperdulikan apa akibatnya.! Maka babak
belur seluruh badannya, rasa sakit yang tidak terhingga menyerang,
ia berguling-guling beberapa kali, banyak batu yang mengenai
badannya, ia luka2 dengan darah bercucuran dan kulit pada lecet2.
Si Pendek dapat malihat kalakuan sipemuda yang nekat, ia
manarik les kereta, dengan susah payah manghentikannya.
la menoleh kebelakang, dilihatnya To It Peng sedang merayap
bangun dengan mulut tertatih-tatih.
To It Peng dapat melihat jelas wajah si Pendek ini, ia belum
pernah melihat wajah yang asing baginya. Dengan menudingkan
tangan, ia membentak : „Kalian tikus Ngo-bie-pay sungguh
keterlaluan."
Si Pendek menatapnya tajam. Dengan suara dingin ia berkata :
„Lekas naik keatas kereta lagi. Aku bukan orang dari Ngo-bie-pay."
„Kau bukan orang Ngo-bie-pay?" To It Peng mengkerutkan alis.
„Oh, tidak seharusnya aku memakimu. Kau dari mana? Dan
mengapa ingin membawa diriku?"
„Lekaslah kau naik keatas kereta." Bentak orang Itu.
„Ingin dibawa kemana ?"
”Naiklah cepat."
“Berapa jauh tempat ini dengan gunung Ngo-bie san ?"
„Kau membandel " Bentak orang pendek itu. „Ingin kutotok jalan
darahmu dan kulemparkan keatas kereta?"
„Kentut. Siapa kau? Mengapa ....”
Orang itu telah mengeluarkan tangannya, dengan mudah berhasil
menangkap To It Peng. Bagaikan menenteng anak ayam,
dilemparkannya tubuh sipemuda keatas kereta.
To It Peng meringis, sakitnya bertambah tambah.
„Tikus Ngo-bie-pay, anjing Ngo-bie-pay, babi Ngobie-pay Awas
pembalasanku nanti." Ancaman To It Peng sambil mengepalkan
tangan kepada lelaki pendek itu.
Orang yang dimaki tertawa terkekeh-kekeh.
„Bagus....Bagus” Katanya : “Makilah sebanyak mungkin."
Disaat orang itu menyangkal akan tuduhannya, To It Peng masih
kurang percaya. Kini dimaki seperti tadi, tatap ia tidak marah. Maka
dapat dipastikan bahwra lelaki pendek ini bukanlah orang dari
partay Ngo-bie-pay.
„Kau siapa?" tanya To It Peng.
Orang itu telah melesat naik keatas keretanya, cambuk diangkat
dan 'tar', kereta dijalankan lagi.
Setelah kereta berjalan jauh, derap kaki kuda masih saja tidak
dikendurkan olehnya.
„Tidak guna memberi penjeIasan kepadamu." katanya
„Bagaimana kau menemukan diriku. Dan ingin kemana pula
tujuanmu?" Berkata To It Peng.
„Kau tarkena getaran tenaga dalamnya Thian-im Siang-jin
sehingga luka jatuh pingsan, akulah yang menyeretmu keatas
kereta dan kini sedang membawamu untuk bertemu dangan nenek
tua."
“Nenek tua ? Dari mana datangnya nenek? Dari mana pula
datangnya nenek tua?"
Orang itu tertawa besar. „Ha.., ha ... ha ... ha ..."
”Apa yang kau tertawakan?"
„Mereka memanggiku sebagai si dungu. Tidak berIebih-
Iebihanlah panggilan itu. Kau memang dungu."
“Hei, belum lama kau mangatakan ingin mengajakku bertemu
dengan nanek tua, mengapa kau mentertawakan aku sidungu?" To
It Peng tidak puas.
Orang itu masih saja tertawa.
„Sudah kukatakan kuajak kau bertemu dengan nenek tuamu.
Mengapa kau tidak percaya?"
„Kulihat kau sendirilah yang dungu. Dari mana aku mempunyai
nenek tua?" Berkata To It Peng.
Orang itu marah, terdengar geramannya : „Kurang ajar. Namaku
Teng Sam. Saharusnya kau memanggil paman Teng Sam. Mengapa
kau berlaku kurang ajar padaku, menyebut dungu?"
„Bila kau tidak dungu. Mengapa mengatakan aku mempunyai
nenek tua? Nenek tua siapakah yang harus kuakui ?” Debat To It
Peng.
„Ingin kubartanya, darimanakah kau? Tentu dari ibu mu bukan?
darimanah pula ibumu? Tentu dari nenek mu juga. mengapa kau
mangatakan tidak bernenek?"
To It Peng bungkam. Didalam kenangannya, tiadalah kesan
tentang ibu, ayah, dan nenek segala.
„Nenek tua ini adalah ibu dan ibumu." Berkata Iagi orang yang
mangaku barnama Teng Sam itu.
„Ibu dari pamanku Ban Kim Sen?"
”Ya. Ibu dari paman dan ibumu."
„Pamanku telah tiada.Tahukah kau akan hal ini?" To It Peng
memandang! lagi T eng Sam itu.
Teng Sam menundukan kepela ketanah, hampir tali kereta lepas
dari tangannya. Cepat ditariknya lagi, kuda kereta lari terlalu cepat
sekali. Dan ia agaknya mengejar waktu untuk dapat segera tiba
ditempat tujuan.
„Aku tahu." Katanya lemah. „Tempat pertama yang kudatangi
ialah Ban-kee-chung. Disana hanya tinggal runtuhan dan puing dari
kampung itu. Bila tidak bertemu dengan muridnya si Rambut
Panjang Tiang-pek Sian-ong, tak mungkin kutahu bahwa kau telah
pergi kequnung Ngo-bie-san."
“Dua murid Tiang-Pek Sian-ong?" To It Peng segera teringat
kepada Kang Yauw yang cantik dan baik serta Lim Cu Jin yang
galak.
Maka lupalah se-gala2nya, ucapan dan pertanyaan Teng Sam
yang diajukan kepadanya tidak terdengar legi.
To It Peng terkejut, setelah mendengar suara bentakan Teng
Sam yang keras.
„Betul .... Betul . . . ." Berkata To It Peng. „Si Rambut panjang
Tiang-pek Siang-ong adalah jago nomor satu dari daerah Liauw-
tong di Koan-gwa."
„Salah." Berkata si Pendek Teng Sam. "Tiang-pek Siang-ong
hanya jago nomor dua deri daerah Liauwtong."
To It Peng menganggukkan kepala. Seperti telah mengerti akan
se-gala2nya.
„Ya. jago nomor satu dari daerah Liauwtong, tantunya ayahku
dengan gelar 'Golok mas tiada tandingan' Kim-to Bu-tie To Tong
Sin."
Teng Sam tertawa lebar.
„Ayahmu?" la mulai memperlambat jalanannya kareta. „la hanya
dapat menduduki jago nomor tiga dari daerah Liauw-tong."
To It Peng tidak puas.
„Lalu siapa jago nomor satu darl daarah Liauwtong ?" Tan yan ya
serta menatap wad yah orang i tu dengan tajam.
„Jago nomor satu dari daerah Liauw-tong ialah pamanmu Tang
Sam ini." la berkata jumawa.
To It Peng membalaskan mata sungguh diluar dugaan.
Mengetahui kesangsian orang, tiba2 Teng Sam membentak
keras, cambuk ditangan digentak, dilemparkan saya kearah salah
satu pohon.
„Lihat." Ujarnya.
Cambuk yang sebenarnya lemas itu lurus menuju kepohon yang
diarah, tiba2 'clep', bagaikan tombak tajam terpaku dipohon itu.
Lama sekali keadaan tersebut dapat disaksikan, setelah itu, baru
cambuk jatuh lunglai dan bergoyangan dipohon.
To It Peng meleletkan lidah.
„Telah kau saksikan?" Berkata jago nomor satu deri da>rah
Liauw-tong yang bernama Teng Sam itu. „Dapatkah ayahmu
memiliki kepandaian seperti ini?"
Cambuk berupa benda lemas, tetapi Teng Sam dapat
menggunakannya sehingga menusuk pohon, mudah dibayangkan,
betapa lihaynya ilmu kepandaian jago nomor satu dari daerah
Liauw-tong ini.
„Bagaimana?'' tanya Teng San. „Pernah kau bayangkan ilmu ini
?"
„Belum." kata To It Peng yang segara disadarkan. „Eh, kau jago
nomor satu dari daerah Liauw-tong, tentunya kenal dengan
ayahku."
„Mengapa tidak? Kami ini sahabat baik."
„Kau dan ayahku bersahabat baik. Tetapi disaat ayahku
menghadapi bahaya, mengapa kau berpeluk tangan? T idak memberi
bantuan ?"
Teng San tidak dapat memberi jawaban yang memuaskan. Tidak
disangka, seorang pemuda dungu yang ketolol-tololan dapat
mengajukan pertanyaan itu.
Belum lama To It Peng menjungjung tinggi kepandaian yang
Teng Sam miliki. Kini dilihatnya orang yang tergagap gugup tidak
dapat memberi jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Timbul rasa
muaknya.
„Hmmm...." To It Peng mengeluarkan suara dari hidung, la
menghina.
”Aa... kuu.. waktu Itu aku sedang bepergian jauh." Teng Sam
mencoba memberi alasan tentang mengapa ia tidak dapat
membantu ayah To It Peng yang itu waktu berada didalam mara
bahaya. „Disaat aku kembali, kejadian telah terjadi. Apa yang dapat
kulakukan?"
Nah To It Peng mengluarkan suara dari hidung.
„Maka kubawa dirimu untuk menghadap nenek tuamu. Aku
datarig atas perintah nenek tuamu itu." Berkata Teng Sam lagi.
To It Peng tertegun.
„Kau disuruh oleh nenek tuaku?" Bertanya sipemuda. Tidak
disangka bahwa seorang jago nomor satu ini masih berada dibawah
perintah orang. „Sangat tinggikah ilmu kepandaian nenek tuaku
itu?"
„Tentu saja.”
„Dimanakah ia menetap?"
Teng Sam tidak memberi jawaban. la membedal kereta yang kini
dilarikan cepat lagi.
Perjalanan dilanjutkan, To It Peng tidak mengetahui arah
tujuannya.
Satu hari telah mereka lewatkan.
Dua hari tetap masih berada didalam perjalanan.
Berhari-hari mereka melewatkan waktu diatas kereta. T eng Sam
telah manyediakan ransum kering, maka mereka tidak perlu istirahat
dirumah makan, maupun bermalam dirumah penginapan. Kondisi
baden T eng Sam hebat, kecuali istirahat sebentar, belum pernah ia
tertidur. Perjalanan itu sungguh lama sekali.
Perjalanan dilanjutkan kearah Utara. Sermakin lama semakin
dingin.
Hari ini, mulai tampak salju tipis yang bertaburan, bunga2 salju
membuat suatu pemandangan yang menarik.
Hampir satu bulan mereka mengadakan perjalanan seperti itu,
sering mamasuki rimba, sering pula melewati padang pasir. Dan kini
mulai hujan salju. Jalanan memutih tertutup salju.
Demikian juga Seluruh kereta telah tertutup salju, nampak Teng
Sam seperti melamun.
„Disaat seperti inilah, kau terbinasa.... Disaat seperti inilah kau
binasa ........” Gumamnya seorang diri.
To It Peng tidak tahu siapa yang dimaksudkan. Maka ia bertanya:
„Paman Teng Sam ....."
Teng Sam tidak mendengar, ia masih bergumam : „Saudara To
Tong Sin, sungguh kau mati penasaran.......”
Hati T o It Peng tergetar terbayang gerak gerik ayahnya, si 'Golok
Mas Tiada Tandingan' Kim-to Butie To Tong Sin dengan golok
menangkis setiap penyerangnya, ia dikeroyok, salju beterbangan,
tetapi tidak selembarpun yang mendekatinya. Pertempuran semakin
hebat, sayang ia seorang diri, lawannya terlalu banyak, tiba2....
darah beterbangan..... maka saiju menjadi nerah
To It Peng terkejut, setelah dirasakan pundaknya menjadi sakit,
ternyata Teng San mencengkeremnya.
„Paman Teng Sam, kau mengapa ?" la bertanya kaget.
Teng Sam tersadar, ia berkata keras :
„Aku bohong..... Aku telah membohong kepadamu. Disaat
ayahmu hampir menemui ajalnya..... aku bukan berada dilain
tempat.... tetapi dekat sekali dengan ayahmu itu..... dekat
sekali......"
To It Peng tidak mananyakan kepada sijago nomor satu dari
daerah Liauw-tong, katanya: „Paman Teng Sam, aku tidak
menyalahkan. Kawan2 ayah bukan kau seorang. Mereka tidak
satupun yang menampilkan diri. Hanya mengandalkan tenagamu
seorang, tentunya akan membuang jiwa saja."
Hujan salju semakin keras, jalan telah membeku menjadi es,
pohon telah memutih diliputi es, langit beterbaran dengan
lembaran2 es, dunia es telah berkuasa.
Pada hawa yang sedingin itu, tampak keringat ada didahi Teng
Sam. Sebentar saja keringat ini membeku.
Tangannya memegang To It Peng keras, goyangan kereta
menjadikan mereka tergoncang-goncang.
„Paman Teng Sam," Sipemuda berkata. „Jangan kau berduka,
orang yang tidak mengulurkan bantuan, bukan hanya kau seorang
saja."
„Tetapi orang yang menyaksikan bagaimana ia berkutat dengan
maut, melawan keroyokan2 lawannya dihujan salju, hanyalah aku
seorang." Napas Teng Sam mamburu keras. „Aku tidak berani
membantu ayahmu, aku tidak berani membantu ayahmu..... aku
sungguh pangecut nomar satu dari Liauw-tong."
To It Peng menarik napas panjang, katanya : „Mengapa? Dengan
ilmu kepandaian yang kau miliki, 4 jago Ngo-Bie-pay maju
berbarenganpun tidak perlu kau takuti."
Teng San memancarkan sinar mitanya yang bercahaya, tapi
hanya sekejap mata, ia menarik napas legi :
„Empat jago dari Ngo-bie-pay itu?"
„Betul. Sudah kuketahui bahwa orang yang membunuh ayah
ialah Pie-lie Sian-cu. Tentunya hanya mereka berempat saja."
„Ha.... ha... ha..." Teng Sam tertawa ngakak. „Betul aku seorang
pengecut. Tetapi belum waktunya kau mamandang se-rendah itu.
Bila orang sebangsa 4 jago Ngo-bie-pay itu yang turun tangan,
mungkinkah aku tidak berani melawan? Sehingga harus tengkurap
menyembunyikan diri didaratan es yang dingin?"
„Mungkinkah mereka berempat mengundang banyak orang
kosen?"
„Bukan mereka. Perkara urusan ayahmu tidak ada hubungan
dengan 4 jago Ngo-bie-pay." Teng Sam memandang To It Peng. la
tidak msngerti, mengapa sipemuda bertendensius seperti itu.
„Eh, apa yang kau katakan?" To It Peng agak ragu2 mendapat
keterangan ini.
„Bukan 4 jago Ngo-bie-pai yang membunuh ayahmu."
„Aku tidak percaya. Pie-lie Sian-cu telah mengakui akan hal ini."
„Duduknya perkara yang jelas tidak mudah dimengerti olehmu "
kata Teng Sam, ia menatap sipemuda. „Sebenarnya....."
Jago nomor satu dari daerah Liauw-tong itu menghentikan
keterangannya, tiba2 saja wajahnya berubah cepat, pucat dan rasa
takut tampak jelas pada wajah ini, la menatap tajam kearah
belakang sipemuda:
„Kau bohong..... Kau bohong...... Pia-lie Sian-cu telah
mengaku..... Kau bohong..... Kau takut kepada 4 jago Ngo-bie-pay
itu...." To It Peng tidak henti2nya bicara.
Gerakan Teng Sam aneh, cepat ia membalikkan badan, dibedal
kereta semakin keras, setelah itu, ia memutuskan tali hubungan
kuda dan kereta, badannya melesat maju, jatuh pada punggung
kuda, maka kuda tersebutpun lari meninggalkan kereta, gerakan2
ini hanya terjadi didalam waktu yang singkat.
Disaat To It Pang tersadar apa yang Teng Sam telah lakukan,
kuda jago nomor satu dari Liauw-Tong itu telah lenyap dibalik
tikungan, kereta masih menggelinding perlahan dan akhirnya
berhenti.
„Paman Teng Sam, kemana kau pergi ?" teriak To It Peng.
Kereta telah tidak bergerak, kereta ini ditinggalkan oleh Teng
Sam secara mendadak sekali. Apa yang telah menyebabkan jago
nomor satu dari deerah Liauw-tong itu mangambil langkah
mendadak? To It Peng tidak tahu.
Salju turun dari langit, mambasahi kepala sipemuda.
Jago nomor satu dari daerah Liauw-tong Teng Sam telah
melenyapkan diri mendadak. Ditinggalkan kereta begitu saja,
terlantar dengan pemuda To It Peng.
To It Peng tidak habis mengerti, diketahui Teng Sam ingin
membawanya bertemu dengan sinenek. Mengapa ditinggalkan
begitu saja ?
Keadaan mulai gelap, ia memandang kesekitarnya.
Seseorang, bagaikan hantu gentayangan telah berada
dibelakangnya, entah kapan kedatangan orang ini.
To It Peng mingucek-ucek matanya, salju masih turun hebat,
mangapa orang ini dapat datang mendadak? Betul. Dihadapannya
telah berdiri seorang wanita tua, rambutnya telah putih, ia
mengenakan pakaian hitam, maka terlihat jelas pada salju yang
putih meletak.
“Kau ... Kau siapa?" To It Peng membuka suara.
„Kau yang dikatakan sebagai putra To Tong Sin?" Nenek tua itu
tidak memberi jawaban. Tetapi balik bertanya.
Teng Sam pernah menjanjikannya untuk membawa ie bartamu
dengan sang nenek ? Mungkinkah telah tlba ?
“Betul. Namaku bernama To It Peng." Maka sipemuda memberi
jawaban.
Wanita tua itu menatapnya kian kemari, dipandang sekujur
badan To It Peng, setelah puas, baru bartanya :
”Kemana kini kau ingin pergi ? Orang yang belum lama melarikan
diri itu bukankah Teng Sam, sikunyil?"
„Betul" To It Peng heran, mengapa nenek tua ini menyebut
Paman Teng Sam sijago nomor satu dari daerah Liauw-tong dengan
sebutan seperti itu.
Maka mangertilah, mangapa Teng Sam melarikan diri mendadak,
ternyata ia membelakangi kereta, berarti tidak melihat kedatangan
wanita tua ini, tetapi Teng Sam melihat, ada suatu yang ditakuti,
maka melarikan diri. Dari sini To It Peng mengerti, nenek tua ini
bukanlah neneknya.
„Kau tentu bukan nenekku." To It Peng segara berkata.
Senyum nenek tua itu semakin menarik.
„Ternyata kau pergi untuk menjumpai nenekmu?" la bertanya.
„Eh, mengapa kau tahu?" To It Pang sungguh heran. “Aku tidak
memberi tahu kepadamu, dari sapa kau tahu!"
To It Peng agak tolol, tetapi orang tidak semua sepertinya, mana
mungkin tidak dapat menduga. Pertanyaan sipemuda yang pertama
telah membocorkan rahasia.
Nenek tua itu menggapaikan tangan dan memanggil: „Kemarilah.
Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu."
To It Peng tidak mempunyai arah tujuan, mendapat tawaran tadi,
sagera ia menyanggupinya, ia belum tahu akan nama dan alamat
orang.
„Dimana kau tinggal?" Tanyanya.
“Nah.... Tidak jauh dari sini."
Sinenek bicara, tangannya menarik sipemuda, dengan
mengunakan ilmu meringankan tubuhnya yang hebat, ia malayang
cepat. Terasa salju2 yang menyambari mukanya, baru To It Pang
mengetahui bahwa nenek ini berkepandaian tinggi.
Mata sipemuda dipicingkan, sukar untuk membedakan arah
tujuan, salju2 memukul keras kewajahnya, lebih baik ia meramkan
mata.
Beberapa lama kemudian
To It Peng dapat merasakn, tubuhnya telah berhenti, ternyata
mereka telah tiba ditempat tujuan, dibuka kedua matanya, maka
tampak mereka telah berada pada sebuah rumah yang terbuat dari
batu.
Nenek itu membawa sipemuda masuk kedalan rumah batu, disitu
hanya terdapat beberapa buah bangku yang terbuat dari batu, dan
segala perabot sederhana yang terbuat dari batu semua.
Pada dua bangku batu duduk dua orang, To It Peng yang
meperhatikan dua orang itu terkejut. Ia segera mengenali bahwa
mereka adalah anak muridnya T iang-pek Sian-ong, sepasang muda
mudi yang menyembunyikan diri didalam goa dekat Ban-kee-chung.
Sipemuda Lim Cu Jin duduk dikanan, dan sipemudi yang baik hati
Kang Yauw duduk dikirinya. Mereka melihat kedatangan T o It Peng
dan menunjukan senyum getir.
„Nona Kang, mengapa kau berada ditempat ini?" tanya To It
Peng. „Bukahkah kau katakan ingin kembali ke Koan-gwa?”
Kang Yauw tidak menyahut, ia hanya mengerlap-ngerlipkan
matanya, entah apa yang diisyaratkan olehnya. To It Peng tidak
mengerti.
Nenek tua yang membawa sipemuda kerumah batu berkata :
„Duduklah."
Dan iapun memilih sebuah kursi batu dan duduk ditempat itu,
sikapnya sangat tenang.
To It Peng tidak mempunyai kesan buruk, ia duduk ditempat
yang tersedia untuknya.
Setelah nenek tua itu duduk, ia menggerakkan tanganya,
terdengar ser.. ser... dua kali, maka Lim Cu Jin dan Kang Yauw
dapat bernapas lagi dengan lega.
„Oooo... Kalian ditotok olehnya?" To It Peng membelalakkan
mata.
„Semua ini gara2mu." Lim Cu Jin melototkan mata dan
membentak kearah To It Peng. „Bila tiada urusanmu, tak nanti kita
tersiksa."
To It Peng memandang Kang Yauw dan bertanya : „Nona Kang,
apa yang telah terjadi dengan kalian?"
Kang Yauw menghela napas panjang, ia menutup mulut tidak
bicara.
Nenek tua itu memandang tiga muda-mudi dihadapannya,
dengan keras ia membentak : „kalian dua murid Tiang-pek Sian-ong
mencarimu, mereka menyerahkan sesuatu kepadamu, bukan?"
Kang Yauw mengerlap-ngerlipkan mata, tetapi To It Peng tidak
dapat melihat, maka sipemuda memberikan jawaban terus terang :
„Betul.”
„Bagus! Serahkanlah benda itu kepadaku." kata sinenek itu
menyodorkan tangan.
Kang Yauw dan Lim Cu Jin pernah menyerahkan sebuah kotak
batu pualam kepada sipemuda, dan dikatakan kepada mereka
bahwa benda itu mengandung arti penuh, bila membawa benda ini
kelembah Cang-cu-kok digunung es, maka ia akan diterima.
Terhadap benda pusaka, To It Peng tidak mempunyai angan-angan
muluk, tetapi benda ini adalah benda peninggalan ayahnya, tidak
mau ia menyerahkan kepada orang lain.
„Benda ini sebagai tanda mata ayahku. Tak dapat kuserahkan
kepadamu." la menolak permintaan sinenek tua.
Wajah nenek itu berubah, lenyaplah wajah ramah tamah.
Lim Cu Jin tiba2 turut bicara : „Cianpwee, benda itu berada
padanya. Bila ia tidak bersedia menyerahkan, berilah sedikit
hajaran, tentunya ia akan tunduk kepada kekerasan."
Terhadap sikap Lim Cu Jin seperti ini, Kang Yauw tidak puas,
serta merta ia mancela : „Suko, apa arti kata2 mu ini?"
„Bukan urusan kalian." Nenek tua itu membentak. Dihadapi T o It
Peng dan berkata ramah. „Betul. Barang itu adalah barang
peninggalan ayahmu, tetapi tahukah kau, bahwa ayahmu binasa
gara2 benda tersebut?"
Disaat ayahnya binasa, umur To It Peng terlalu kecil, ia tidak
mempunyai-kesan terhadap ayahnya itu, ingin sekali mengetahui
kejadian yang sebenarnya. la membekap peti batu pualan disaku
baju dan bertanya : „Ayahku binasa karena ini?"
„Betul. Serahkanlah kepadaku."
„Tidak." To It Peng manggoyangkan kepala.
„Kau tidak mau menyerahkannya?" Wajah nenek tua itu berubah
jahat lagi.
Tiba2 Kang Yauw berteriak, wajahnya menunjukkan rasa takut
luar biasa: „Saudara To, serahkanlah kepadanya."
”Tidak." To It Peng menggoyangkan kepala.
Terdengar suara geraman nenek tua itu, tiba-tiba tangannya
bergerak cepat. To It Peng merasa sambaran angin yang hebat
dibarengi oleh suara gemuruh. la mamejamkan matanya sebentar
dan dikala membuka kembali matanya, tampak bangku batu
disebelahnya telah hancur berkeping-keping.
„Telah kau saksikan kehebatan tanganku?" kata nenek tua itu
dingin. „Serahkanlah peti batu pualam itu kepadaku."
To It Peng kesima atas ilmu kepandaian dipertontonkan sinenek
tua itu, ia memandang bangku batu yang telah hancur berkeping-
keping, tak terdengar apa yang sinenek katakan. Tentu saja tidak
memberi jawaban. la sedang berpikir, pada suatu hari, setelah ilmu
kepandaiannya dapat seperti apa yang disaksikan, maka ia tidak
perlu takut kepada empat jago Ngo-bie-pay.
Tapi, mungkinkah ia meyakinkan ilmu kepandaian seperti itu? la
goyangkan kepala tanda putus asa. Tak mungkin.
Pada saat itulah sinenek bertanya, dilihat sipemuda
menggoyangkan kepala. Dianggapnya tidak mau menyarahkan
barang yang diminta, hal ini sungguh mengherankan. Tentu saja,
betapa pandai sinenek, tak mungkin dapat menyelami hati orang.
Sungguh ia tidak mengerti, mengapa pemuda dungu ini berkepala
batu?
Lim Cu Jin dan Kang Yauw turut menyaksikan, mereka mengira
sipemuda dapat menyerahkan benda yang diminta, atau kepalanya
akan menjadi hancur berkeping-keping seperti bangku batu itu.
Goyangan kepala To It Peng telah disalah artikan, wajah mereka
berubah pucat.
Diluar dugaan, nenek tua tidak marah, ia mengeluarkah suara
dingin : „Sikapmu ini mirip dengan ayahmu yang mati itu."
„Kau.... kau... kenal dengan ayahku?" To It Peng bertanya.
„Lebih dari kenal.” Tetapi sinenek tidak meneruskan
pembicaraannya. „Bila ayahmu mau menyerahkan peti batu pualam
itu, tentunya ia tidak akan binasa."
“Orang yang meminta peti pualam itu bukankah 4 jago dari Ngo-
bie-pay"
„Yang penting, mau atau tidak kau menyerahkan peti batu
pualam itu kepadaku." Bentak sinenek keras.
Diketahui bahwa peti itu berada padanya, ilmu kepandaian
sinenek hebat sakali, ia bukan tandingannya, mengapa ia tidak
merebutnya? .... Mengapa harus membentak-bentak meminta
padanya?.... To It Peng tidak habis mengerti.
„peti ini adalah warisan ayaku, tidak mungkin dapat kuserahkan
kepadamu." To It Peng membandel.
Wajah sinenek berubah, semakin kejam.... dan..... semakin
kejam.
Lim Cu Jin bangkit dari tempat duduknya, ia angkat bicara:
„Cianpwe, apa yang kau perlu tahu telah kami beri tahu kapada mu.
Bolehkah kami m inta diri?"
Sinenek tua menolehkan pandangannya, kata2 Lim Cu Jin telah
menimbulkan ilham baik, segera ya berkata.
„Tentunya kau tidak betah tinggal disini. Baiklah. Kau bolah pergi
bila dapat manjalankan parintahku."
„Boanpwae akan berusaha."
„Coba kau ambil peti batu pualam dari badan sibocah bandel ini
dan serahkanlah padaku." kata nenek.
„Baik" Lim Cu Jin segera menghampiri To It Peng. Ia siap
merebut peti batu pualam itu dari s ipemuda.
Kang Yauw menghadang, ia menggoyangkan kepala berkata :
„Suko, kau lupa bahwa peti batu pualan itu telah diserahkan
kepadanya. Mana boleh direbut kembali?"
„Kau mempunyai cara untuk meninggalkan tempat ini?" Lim Cu
Jin mamandang sumoay itu.
Kang Yauw menggoyangkan kepala.
„Itulah. Setelah kuserahkan batu itu kepadanya. Kita akan bebas,
bukan ?".
„Aku tak setuju dengan tindakanmu." Masih Kang Yauw
menggoyangkan kepala.
Lim Cu Jin mendorong tubuh sumoaynya, hampir Kang Yauw
terjatuh. Sungguh tak pernah terbayang pada ingatannya, suko ini
dapat berlaku kasar kepada dirinya.
„Lupakah kau kepada pesan suhu, segala sesuatu harus tunduk
kepadaku, tahu?" Berkata Lin Cu Jin marah.
„Beliau tak tahu akan s ifat2mu yang hanya tahu kepentingan diri
sendiri." Kang Yauw mengadakan bantahan.
To It Peng dapat manyaksikan kejadian itu, ia mempunyai kesan
baik pada Kang Yauw, bukan sekali ini sigadis membela dirinya. la
barlaku baik, tidak seharusnya aku membuat kesusahan. Demikian
To It Peng membuat putusan.
Dikeluarkannya peti batu pualam yang segera diletakkan pada
media batu, ia berkata kapada Kang Yauw : „Nona Kang, terima
kasih atas perhatianmu. Tetapi kalian tak dapat pergi bila tidak
menyerahkan batu pualam ini. Ambillah dan serahkan kepadanya."
Bayangan sang ayah mungkin dapat terkenang bila mengingat
batu Pualam peninggalannya. Tetapi untuk menolong orang, To It
Peng rela menyarahkannya. Di letakan diatas meja batu.
Kim Cu Jin menyerahkan peti batu pualam itu ke pada sinenek,
selesai menunaikan tugasnya, ia menarik tangan Kang Yauw yang
segera meninggalkan rumah itu.
„Cianpwee, kami meminta diri." Katanya.
Sinenek membiarkan kedua muda-mudi itu meninggalkan
ruangan batunya, la tertawa puas sambil membolak-balik peti batu
pulam yang baru diterima.
Kang Yauw sampai diluar pintu, mulutnya berteriak : „Saudara
To, kami berterima kasih atas kerelaanmu yang menyerahkan peti
batu pualam itu. Tetapi tak mungkin kau dapat pergi kelembah
Cang-cu-kok digunung es tanpa benda tersebut."
Nenek tua tertawa berkakakan, luar biasa puasnya atas hasil
yang telah dicapai.
„Ha, ha, ha, ha.... Benda ini telah jatuh kedaIam tanganku.
Thian-sim Siang-jin, Siu-jin Mo-say, Biauw-kiang Pat-koay, Thong-
thian Siang mo..... apa yang kalian dapat lakukan?. ... Ha, ha, ha,
ha.......”
Nama2 yang keluar dari mulut nenek itu tentunya nama2 dari
para tokoh silat kenamaan. To It Peng tidak kenal dengan mereka,
tetapi dapat dibayangkan peti batu pualamnya mengandug arti yang
luar biasa.
Tiba2 terdengar suara 'Prak’ yang keras, ternyata sinenek
manekan peti batu pualam pada meja, maka peti itu terpendam
didalam meja batu.
„Akan kulihat, siapa yang dapat merebutnya lagi?..... Siapa yang
dapat merebutnya lagi?" Demikian nenek itu mengoceh.
la tertawa, hanya sakejap mata. Tampak wajahnya berubah.
„Tak mungkin.....Tak mungkin....." Katanya seorang diri.
Tangan yang telah berkeriput diketukkan diatas meja batu, maka
timbul pula peti pualam itu, lompat naik sedikit, disambutnya
dengan tangan, mukanya celingukan2 kian kemari, takut ada orang
yang melihatnya. Agak bingung ia menyimpan peti batu pualam itu.
Menyaksikan segala itu, To It Peng agak geli, tak sanggup ia
menahannya didalam hati, maka mentertawakannya : „Makan dan
masukanlah kedalam mulutmu. Tentu tidak ada orang yang tahu."
Nenek itu sedang terpengaruh ia meletakkan peti pualam kearah
mulutnya, ingin dimakannya, tetapi tidak berhasil masuk kedalam.
Segera ia tersadar akan kesalahannya. T ak mungkin menelan batu
pualam itu ke dalam perut.
To It Peng tertawa geli. “Ha, ha, ha, ha.......
„Apa yang kau tartawakan?" Bentak sinenek. ,Masih kau tidak
mau enyah?"
„Akupun sedang mamikirkan untuk pergi dari rumah batumu ini."
Berkata To It Peng yang segera barjaIan keluar.
Hujan salju mulai mereda, keadaan diluar rumah batu dan
didalam sungguh mempunyai perbedaan yang kontras. To It Peng
menggigil dingin.
Suatu waktu, nenek tua itu dapat bersikap ramah, tetapi lain
saat, sikapnya manjadi galak dan ganas, sukar untuk berkawan
dengan manusia sepertinya. Mengingat hal ini, To It Peng
membatalkan niatnya yang ingin balik kembali kerumah batu. la
menerjang salju meninggalkannya.
Baberapa lama ia berjalan, tiba2 terdengar suara2 teriakan aneh
yang melengking panjang, itulah suara sinenek dirumah batu tadi.
Tentunya ada sesuatu yang terjadi, To It Peng membalikkan
badan, ingin diketahui apa yang menyebabkan nenek tersebut
mangeluarkan suara yang dapat membangunkan bulu roma itu.
Terlihat sebuah gumpalan awan hitam yang bergulung.gulung
datang, sebentar saja bayangan ini, telah tiba, terasa badannya
menjadi ringan, ternyata bayangan hitam yang bergulung-gulung
datang itu ialah bayangan sinenek tua, tangannya telah
mencengkeram To It Peng yang segera dilemparkan keatas udara.
To It Peng mangeluarkan suara jeritan kaget, disaat iru tubuhnya
telah terapung tinggi, ia membuka kedua matanya, tampak sebutir
titik hitam meletak pada saIju putih, itulah sinenek tua yang
melemparkan dirinya. Hebat sekali tenaga nenek tersebut, ia
terlempar luar biasa tingginya.
„Celaka, matilah aku." Kembali sipemuda menutup rapat kedua
mata, tidak mau ia me!ihat kebawah, tergetar jantungnya memukul
keras, kepala dirasakan tujuh keliling.
Disaat tubuh To It Peng hampir menyentuh tanah, terasa ada
sasuatu puku!an yang memukul lambung dirinya, tulang2 dirasakan
hampir patah, luar biasa sakitnya. T etapi karena datangnya tenaga
ini, terhindarlah dirinya dari maut yang mengintai.
la jatuh ditanah bersalju, tertatih-tatih meringis sakit, ia berusaha
bangun berdiri.
„Bagus, berani kau mempermainkan diriku?" Terdengar
bentakannya nenek galak itu.
„Permainan apa yang telah kulakukan?" tanya To It Pang
menyengir. la manyusut saIju yang menutupi muka dan sekujur
badannya.
„Bagus, sungguh kau seorang anak bajingan. Dimana kau simpan
isi yang tersimpan didalam kotak pualam ini?" Sinenek melemparkan
kotak batu pualam kehadapannya. Tampak ukiran2 pemandangan
alam yang indah terukir pada isi kotak pualam itu.
„Isi apa?" To It Peng menolak tuduhan yang dijatuhkan
kepadanya. „Bila kau tidak sudi, biar kuambil kembali. Kotak ini
adalah peninggalan ayahku almarhum."
Sipemuda mangulurkan tangan siap mengambil kotak pualam itu.
Tetapi sinenek lebih cepat, hanya satu kali sawut, kotak batu
pualam terjatuh kedelam tangannya yang keriput.
„Lekas katakan, dimana kau simpan isi kotak ini?" Sinenek masih
mendesak.
„Sudah kukatakan, aku tidak tahu. Orang yang mengambil isi
kotak adalah bajingan, bangsat dan binatang. Manusia yang akan
dikutuk seumur hidupnya."
Sinenek menatap wajah To It Peng yang bersungguh-sungguh,
maka iapun percaya akan keterangannya.
„Siapa yang memberi kotak ini kepadamu?" Bertanya sinenek
lagi.
„Saudara Lim Cu Jin dan Kong Yauw tadi."
„Salah satu tentunya, bukan? Siapa diantara dua orang itu?"
To It Peng telah melupakan hal lama, tak teringat siapa yang
memberi kotak batu pualam itu kepadanya, entah Lim Cu Jin, entah
Kang Yauw. la lupa, maka tidak dapat memberi jawaban.
„Aku lupa." Katanya.
„Hem..... Manusia tak guna, lekas kejar mereka."
To It Peng bangun berdiri, tetapi rasa sakit masih menyelubungi
sekujur tubuhnya, ia terjatuh kembali.
„Kau sendirilah yang mengejar mereka." memandang nenek tua.
„Aku tak kuasa bergerak."
Sinenek melesatkan diri, ia mengejar Lim Cu Jin dan Kang Y auw.
Sepasang muda mudi itu yang dituduh menyembunyikan isi dari
kotak batu pualam yang mengandung arti istimewa.
---oo0dw0oo---

BAGIAN 9
TO IT PENG SI JAGO NOMOR SATU ?
SALJU masih turun dengan hebat, tak henti2nya To It Peng
menyusut salju yang menutupi wajahnya.
Sebentar seja, bayangan hitam dari nenek tua itu telah lenyap, ia
mengejar Lim Cu Jin dan Kang Yauw.
To It Peng menarik napas panjang.
Tiba2 sebuah bayangan hitam balik kembali, cepat sekali, nenek
tua itu telah berada dihadapannya, ia menarik tangan To It Peng
dan membentak: „Lekas ikut aku. "
„Kemana ?" To It Peng bertanya.
„Lembah Ceng-cu-kok digunung es”
„Me .... mengapa ?"
Sinenek melemparkan tubuh sipemuda, terdengar 'ser' 'ser'
beberapa kali, ia menggerakkan tangan menotok beberapa jalan
darah si-pemuda dungu ini.
Sebelumnya, To It Peng me-ringis2 karena menanggung sakit,
tetapi setelah manerima beberapa totokan tadi, lenyaplah semua
rasa sakit itu, ia jatuh ditanah salju dengan keadaan segar.
„Coba kau totok bebarapa kali lagi." To It Peng ketagihan.
Sinenek mengeluarkan suara dingin : „K ini! kau tahu kelihayanku
heh !?. Dengarlah perintahku baik2. Tentu bukan sedikit yang akan
kau dapat."
„Dapatkah aku berkepandaien tinggi seperti dirimu?" To It Peng
bertanya penuh harapan.
„Mengapa tidak?" Nenek itu mengetahui kedunguan To It Peng.
Maka ia memberi jawaban yang sebenarnya.
To It Peng me-lompat2 kegirangan. Sedianya Teng Sam ingin
mengajak kelembah Cang-cu-kok digunung Es menemui neneknya.
Tetapi jago nomor satu dari daerah Liauw-tong itu melarikan diri,
ngiprit pergi, setelah melihat kehadiran nenek tua ini. Mudah
dibayangkan, betapa tinggi ilmu sinenek. Kini dikatakan ia dapat
memiliki ilmu seperti apa yang dipunyai, mana mungkin tak gembira
? Apa lagi mengingat ia tak tahu jalan. Ada sinenek ingin mengajak
kelembah Cang-cu-kok digunug Es. Sejalan satu tujuan. Tak perlu ia
manyusahkan diri lagi.
“Baik. Kini berilah pelajaran bagaimana memecahkkan bangku
batu seperti apa yang telah kau lakukan itu." To it Peng memohon
dengan rasa bengga sekali,
Mendengar ucapan To It Peng seperti itu sinenek tertegun.
Sungguh diluar dugaan. Tetapi hanya sakejap mata. Tidak lama,
iapun tertawa.
“Oh, mudah." Katanya. „Mari kau ikut padaku." To It Peng
mengikuti dibelakang orang tua itu.
Sinenek telah tiba pada sebuah pohon besar, disana ia
menepuk.... nepuk sekujur badan sipemuda. Maka To It Peng dapat
merasakan tenaga2 besar yang masuk kedalam tubuhnya. Ia
menjerit-jerit dan berteriak-teriak.
Selesa i menepuk-nepuk, terdengar sinenek berkata: „Pukullah
pohon itu."
„Memukul pohon yang berukuran tiga kali badanku?" To It Peng
tercengang.
„Pukul pohon itu! Inilah perintahku." Bentak sinenek.
Benar, To It Peng segera membayangkan ia dapat memukul
hancur pohon yang ditunjuk. Seperti sinenek memukul hancur
bangku batu yang dibuat berkeping-keping. Dengan gerakan kaku,
ia muiai mendorongkan tangan memukul pohon.
Terdengarlah suara dentuman yang hebat, pohon tersebut
berhasil ditumbangkan.
„Bagaimana ?" Tanya sinenek tersenyum.
“Aku...... Aku yang merobohkan pohon?" Suaranya agak
gemetar, saking girang menyaksikan hasil yang dicapainya.
„Tentu saja. Aku telah membuka semua jalan2 darahmu yang
tersumbat, telah kuperlebar otot2 kekuatan. Maka mulai hari ini, kau
adalah seorang jago kelas satu."
Dikampung Ban-kee-chung, berhari-hari bahkan sampai
berbulan-bulan To It Peng melatih diri, hasilnya hanya seperseribu
dari apa yang kini disaksikan, memang hebat ilmu kepandaian
nenek ini.
„Suhu, terimalah sembahku." la memberi hormat.
Sinenek menggoyangkan tangan, ia mencegah : “Aku bukan
gurumu."
To It Peng membelalakan mata memandang, ia bingung tidak
mengerti.
„Ilmu kepandaianmu telah berimbang denganku, mana mungkin
dapat menjadi muridku?" Sinenek tertawa.
To It Peng melowekkan mulut, ia tertawa lebar, puas dan
bangga.
„Biar kucoba sekali lagi." la berkata.
Tangannya dikedepankan, ia siap memukul lain pohon. Pada
anggapan dirinya, kata2 sinenek itu tak mungkin salah lagi, ia te lah
diciptakan sebagai jago nomor satu. Maka wajib mendemontrasikan
kehebatannya.
Manakala To It Peng mengerahkan tenaga, cepat sinenek
mencegah.
„Jangan." Katanya. „Kau telah menjadi salah satu jago nomor
satu. Tak boleh sembarang mengerahkan, tenaga. Kecuali didalam
keadaan terpaksa, tahu?"
To It Peng batal meneruskan usahanya, ia menganggukkan
kepala sampai berulang kali. la sangat patuh dan taat pada nenek
hebat itu.
Maka diingat-nya baik2 pesan sinenek : „Kau telah menjadi salah
satu jago nomor satu. Tak boleh sembarangan mengerahkan
tenaga, kecuali dalam keadaan, terpaksa."
Untuk menciptakan seorang berbakat menjadi seorang jago
nomor satu bukanlah tak mungkin sama sekali. Akan tetapi waktu
yang diperlukan untuk itu cukup lama, tidaklah ada kemungkinan
hanya dengan menepuk-nepuk badan beberapa kali lalu sudah
menjadi seorang jago tanpa tandingan.
Bagaimana To It Peng dapat memukul tumbang pohon besar
dihadapannya, hal tersebut karena sinenek telah menyimpan
tenaga2-nya melalui tepukan2 tangan. Maka tersimpanlah tenaga
hebat dan kuat, terasa segar dan sehat, T o It Peng -mengerahkan
tenaga itu memukul pohon, tentu saja pohon segera tumbang tak
dapat ditawar. Tetapi setelah tenaga simpanan keluar, kembali ia
menjadi manusia biasa. Maka sinenek mencegah sidungu memukul
untuk kedua kalinya. Tenaga yang tersimpan hanya dapat
dikerahkan sekali, tak mungkin dua kali.
To It Peng percaya bahwa ilmu kependaiannya telah setaraf
denagan tokoh2 kenamaan seperti sinenek, ia telah menjadi
seorang jago kelas satu. Luar biasa dan tak terlukiskan rasa
girangnya, maka semua orang telah dianggap berada dibawah
dirinya, dengan membusungkan dada ia berkata kepada nenek itu :
„Maukah kau menjadi kawanku?"
„tentu, aku berumur lebih tua darimu, maukah kau memanggilku
sabagai popo?" Sinsnek tua berkata.
Yang diartikan dengan po-po ialah nenek tua.
„Tentu. Hian-u Po-po kan baik sekali." To It Peng memanggil
'Hian-u Po-po’ yang berarti nenek tua berbaju hitam.
“Kau ada niatan untuk berkunjung kelembah Cangcu-kok
digunung Es, bukan?" Bertanya Hian-u Po-po.
“Bukan niatanku. Tetapi paman Teng Sam yang ingin mengajak
bertemu dengan nenek tuaku "
„Nenek tuamu? Siapakah nenek tuamu itu?"
„Aku tidak tahu. Semua keterangan paman Teng Sebelum dapat
kubuktikan."
„Siapa ibumu?" Hian-u Po-po bertanya lagi.
„Kau katakan kenal baik dengan ayahku. Mengapa tidak kenal
ibu? Sudah lama ibuku meninggal dunia. Beliau ialah adik
perempuan ketua Ban-kee-chung Ban Kim Sen."
Wajah sinenek berubah.
„Jadi.... nenek tua yang ingin kau temui itu adalah ibunya Ban
Kim Sen” tanyanya.
„Eh....Eh.... Kau kenal dengan beliau?'' Hian-u Po-po
manggoyangkan kepala dan berkata : „Nenekmu itu aku sendiri
tidak kenal dengannya. Bagaimana aku bisa kenal?"
„Oooooh....."
„Jadi, bukan maksud tujuanmu kelembah Cang-cu-kok digunung
Es, bukan?"
„Aku tidak bertempat tinggal lagi. Kemanapun boleh” To It Peng
memberi jawaban.
„Kini bersediakah kau pergi kelembah Cang-cu-kok denganku ?"
To It Peng menganggukkan kepala.
„Tetapi tidak me lakukan perjalanan bersama. Kau memilih
jalanmu dan aku memilih jalanku. Kita berkumpul dimulut lembah
Cang-cu-kok." Berkata nenek tua berpakaian hitam itu.
„Mengapa?" To-It Peng memandang bingung. „Aku tidak kenal
jalan."
„Mengadakan perjalanan terpisah bukan berarti
meninggalkanmu. Setiap waktu aku dapat memberi petunjuk. Hanya
tidak terus menerus denganmu tahu?”
Sungguh. T o It Peng tidak mengerti, baik2 melakukan perjalanan
bersama, mengapa harus terpisah, siapakah yang ditakutinya? Ilmu
kepandaian sinenek tinggi, iapun telah diciptakan sebagai 'jaqo
nomor satu', apa yang harus ditakuti?
„Baiklah." lapun menyanggupi. la te lah berjanji untuk mendengar
kata perintahnya. Maka tiada banyak bertanya.
„Nah, terimelah kembali petimu ini." Hian-u Po-po melemparkan
peti batu pualam yang dianggap sebagai pusaka dunia itu.
To It Peng menyambutnya.
„Kau mengembalikan padaku?" Benda peninggalan sang ayah
wajib dipelihara, tentu sipemuda gembira.
„Tentu saja harus dikembalikan kepadamu. Peti itu adalah barang
kepunyaanmu, bukan ?"
„Mengapa kau berusaha merebutnya?"
„Tadi aku hanya memperolok-olokmu saja."
„Nah mari kita mulai.”
To It Peng menyimpan peti batu pualam dan menggerakkan
langkahnya. hati sipemuda sedang senang, maka terasa langkah
tersebut sengat enteng sekali, dikiranya hasil pemberian sinenek
yang menciptakan dirinya sebagai 'jago nomor satu'.
„Mengembil jalan lurus." Hian-u Po-po memberi perintah.
To it Peng mengambil jalan lurus, diketahui nenek tua malu
berjalan ber-sama2 dirinya, tentunya berada dibelakang memberi
petunjuk2 , bila mana perlu. Maka iapun berjalan dengan lenggang.
Beberapa saat ia berjalan, tidak terdengar suara langkah derap
kaki dibelakangnya, ia menoleh dan tak tampak nenek berpakaian
hitam itu.
„Hian-u Po-po..... Kau dimana?" la berteriak. Suaranya
berkumandang ditanah salju yang putih.
„Tolol!" bentak satu suara. „Bila tidak ada perintahku. Jalanlah
lurus kedepan."
Inilah suara sinenek berpakaian hitam.
To It Peng mendengar suara orang, tetapi tak tampak bayangan2
nenek tersebut. Memang hebat dan aneh sifat2 nenek yang kurang
jelas asal usulnya i tu.
To It Peng masih tetap menempuh perjalanan ditanah salju ,
semakin jauh kearah utara, semakin dingin keadaan hawanya.
Perjalanan belasan lie lagi, tampak pada permukaan salju ada
titik2 hitam yang bergerak, semakin dekat semakin jelas terlihat,
ternyata seorang wanita dengan membokong sesuatu sedang
dikejar oleh kereta yang ditarik oleh beberapa anjing ajak.
Suara anjing melolong dan menggonggong terdengar santer, To
It Peng dapat menyaksikan bahwa wanita itu telah berada didalam
keadaan terluka.
”Tangkap wanita jalang......"
„Tangkap wanita itu "
Demikian terdengar teriakan2 dari kereta yang ditarik oleh anjing
ajak itu.
Wanita yang sedang dikejar ternyata menggendong bayi,
dilemparkan bayi itu kearah To It Peng sambil berteriak :
„Tayhiap...... kau..... lekas melarikan diri .... dengan anak itu
dan....... dan barang yang ada padanya boleh kau terima sebagai
tanda jasa."
To It Peng gugup menyambuti bayi yang masih kecil itu,
terdengar tangisnya yang memilukam. la gugup, entah bagaimana
harus mendiamkannya. Tetapi sang bayi pandai membawa diri,
entah mengapa, tangisnya hanya sekejap mata, setelah ditimang-
timang oleh To It Peng, iapun terdiam.
“Tayhiap Tolonglah kuserahkan kepadamu." Berkata lagi wanita
itu memohon.
Dua kali To It deng dipanggil 'tayhiap’ yang berarti 'pendekar
besar', sungguh bangga hatinya, hal ini tentunya diketahui ia
berkepandaian tinggi, diketahui ia telah menjadi satu jago nomor
istimewa, maka keluarlah sebutan itu. Demikian pikirnya didalam
hati.
„Mereka mau menangkapmu?" tanya To It Peng kepada wanita
yang telah penuh luka pada sekujur badannya. Wanita itu
mempunyai potongan badan yang menarik, raut wajah yang cantik,
sayang bukan sedikit luka yang diderita. Setelah menyerahkan
bayinya ia menyembunyikan diri dibelakang To It Peng.
To It Peng membusungkan dada, ia menghadapi para pengejar
siwanita muda. Apa guna ia berkepandaian 'jago nomor satu, bila
tidak dapat membela keadilan dan kebenaran, menumpas kejahatan
dan kedurjanaan, menegakkan hukum yang mulai di pijak2 ?
Dua lelaki tegap dengan pakaian kulit rase yang bagus telah
lompat turun dari kereta salju, umur mereka diperkirakan berkisar
diantara 30-40 an. Mereka melihat kehadiran To It Peng, maka
memberi hormat berkata : “Bolehkah kawan ini menyingkir, agar
tidak mengganggu urusan kami ?"
Ilmu kependaian To It Peng hanya berupa ilmu kepandaian silat
kampungan, belum pernah ia melakukan sesuatu yang dapat
membela diri sendiri, apa lagi membela orang lain. Hari untuk
pertama kalinya ia mau menegakan keadilan dan kebenaran, entah
bagaimana ia harus menghadapi dua lelaki itu.
„Apa yang kalian mau lakukan?" Hanya kata2 ini yang dapat
keluar dari mulutnya.
„Wanita jahat ini mencuri sesuatu dari kampung kami” Salah satu
dari dua lelaki tersebut menunjuk kearah wanita yang
menyembunyikan diri dibelakang To It Peng berkata. „Kami
diperintahkan oleh chungcu untuk menangkapnya. Kuminta lebih
baik saudara tidak ikut campur didalam urusan ini."
Bila bukan To It Peng sidungu yang menghadapi kejadian ini,
tentunya ditanyakan dahulu sebab musabab perselisihan, tetapi To
It Peng tidak demikian. Dianggap dirinya telah berkepandaian tinggi,
telah diciptakan menjadi seorang jago nomor satu. Tidak
seharusnya mereka tidak mamandang mata, wajiblah rasanya untuk
menjunjung tinggi dirinya.
„Hm ......" Jago nomor satu kita mengeluarkan suara dari hidung.
„Mengapa kalian tahu ia mencuri? Dari kampung mana kalian ?"
Dua lelaki itu saling pandang.
Salah satu sebaqai wakil memberi jawaban : “Disekitar tempat
ini, kecuali Seng-po-chung, mungkinkah ada lain kampung?"
To It Peng mengkerutkan alisnya, belum pernah didengar nama
kampung Seng-po-chung.
“Pernah dengar nama Seng-po-chung ?" tanya lain lelaki yang
berada disebelah kiri.
„Belum." To It Peng menggoyangkan kepala.
„Bagaimanakah sebutan saudara yang mulia?" tanya dua orang
hampir berbareng.
“Aku adalah jago golongan kelas satu, tak mungkin kalian dapat
melawanku. Kembalilah kekampung kalian dan katakan kepada
ketua kampung, jangan sekali-kali manghina kaum wanita, apa lagi
mengingat wanita ini mempunyai seorang bayi." To It Peng mulai
pasang aksi.
„Terus terang kukatakan," kata salah satu dari dua lelaki itu,
„wanita ini adalah putri wanita Lembah Beracun Kat Sam Nio."
Pengetahuan umum To It Peng sangat minim sekali, kecuali
pamannya dan beberapa tokoh silat yang pernah dijumpai, tak ada
ingatan untuk mencatat para jago2 kenamaan dari luar daerahnya.
la, tidak tahu siapa yang diartikan dangan Wanita Lembah Baracun
Kat-Sam Nio. Tetapi dari lagu kata, wanita itu seperti seorang yang
tidak baik dan disegani.
To It Peng menggoyangkan kepala.
„Aku tidak kenal dengan siapa Wanita Lembah Beracun Kat Sam
Nio." Katanya. „Tetapi dapat kuketahui anak dari seorang jahat
belum tentu jahat. Mengapa kalian mendakwanya jahat ?"
To It Peng menunjuk kearah wanita yang telah bermandikan luka
dibelakang dirinya.
Dua lelaki setengah umur itu telah bertindak maju, kaki mereka
bergerak tegap. Agaknya siap menyergap sipemuda.
“Jangan bergerak." Tiba2 To It Peng membentak, suaranya
menggelugur. Seperti siap mengajak bertempur. la memasang
kuda2, mengambil posisi diarah kanan,
Dua orang dari kampung Seng-po-chung saling pandang, melihat
pasangan style bertempur orang, tentunya tidak berkepandaian
tinggi, mengapa berani menghadang dan bentrok dengan kampung
mereka? Tentunya ada sesuatu dibalik keanehan ini.
Melihat dua lawannya dapat digertak, semakin tebal
kepercayaannya terhadap diri sendiri, terlalu cepat To It Peng
mangkultus indiv idukan diri sendiri.
“Ilmu kepandaianku sangat tinggi. Tetapi tak akan sembarang
menyerang Orang." To It Pang membual diluar pengetahuan diri
sendiri. „Maka janganlah kalian memaksakan aku turun tangan.
Wanita ini telah terluka, apa guna kalian berlaku kejam padanya?"
“Dia terluka?"
“Mengapa tidak?
„Lihatlah. Darah yang membasahi pekaian dan sekujur badannya
itu darah siapa?" Berkata dua orang Seng-po-chung dingin.
To It Peng membalikkan kepala dan memperhatikan wanita muda
itu, dan betul saja, darah2 itu bukan keluar dari kulit s iwanita muda.
Entah dari mana keluarnya, wanita yang disangka luka parah itu
ternyata tidak ada tanda2 bekas bacokan atau tusukan pedang.
„Itulah darah2 orang kampung kami” Dua orang tadi memberi
keterangan.
Wanita yang mereka katakan sebagai anak si Wanita Lebah
Beracun Kat Sam Nio itu mendekati To It Peng tiba2 ia merebut
anak bayi didalam tangan sipemuda, dengan lain tangan telah
mengeluarkan senjatanya yang berupa pedang berduri.
Dua orang kampung Seng-po-chung yang siap mendesak
termundur kembali, setelah dilihat senjata yang berupa pedang
berduri itu.
To It Peng tidak tahu bahwa pedang berduri yang dinamakan
Tok-hong ji, sangat jahat karena racunnya. Bila golongan pandekar
sejati, tak mau menggunakan senjata dengan racun. Maka
seharusnya dapat diketahui bahwa wanita muda ini bukan dari
golongan pendekat sejati.
Ketegangan belum mereda, tiba2 terdengar suara lain, suara ini
berupa suara siulan panjang yang seperti orang memberi aba2.
Wajah wanita muda itu berubah.
“Tayhiap, tolonglah bantu kami ibu dan anak. Setelah orang itu
datang, tak mungkin kami dapat melarikan diri." la mulai memohon
pada To It Peng.
To It Peng membalikkan telapak tangan, maka didorongkan kuat,
maksudnya mendesak dua lelaki kekar dari kampung Seng-po-
chung.
Mana tahu, jago nomor satu kita hanya jago gelaran dimulut,
terlihat dua orang yang diserang mangeluarkan senjata mereka. Tak
terasa ada angin pukulan yang menyerang. Maka terbukalah kedok
sipemuda yang tidak berkepandaian. Dua lelaki kekar itu menyerang
siwanita muda dan membiarkan To It Peng yang masih bingung
karena tak melihat hasil dari ilmu pukulan golongan kelas satunya.
„Tayhiap, masih kau tidak mau turun tangan?" Wanita muda itu
semakin gugup, ia harus melawan dua orang kuat. Dan masih ada
seorang yang lebih kuat lagi akan menyusul tiba.
Berulang-ulang To It Peng mengerahkan tanaganya, memukul
dan mendorong, tetapi tiada guna. Tak dimengerti, mengapa
tenaganya 'Ienyap'. mendadak.
Wanita muda dengan bayi ditangan siap menerjang kepungan,
tetapi ia tidak berdaya, dua lelaki kekar telah menutup jalan larinya.
Dari jauh terlihat gulungan hijau yang bergumpal menggelinding,
cepat sekali bayangan ini bargerak, tiba dihadapan mereka seorang
tua dengan pakaian hijau, ia mengeluarkan suara bentakan keras:
„Tahan."
Wanita muda, dan lelaki dari Seng-po-chung serta To It Peng
memandangnya,
“Liok Tianglo, mengapa kau turut mengajar?" Terdengar suara
wanita muda itu yang melengking dengan jeritan panjang.
Orang tua berpakaian hijau itu membungkukkan badan memberi
hormat.
„Liok Tianglo memberi hormat kepada nyonya ketua." Katanya
tidak kurang ajar.
„Cis ......" Wanita muda itu meludah. „Setelah aku meninggalkan
kampung Seng-po-chung. Dengan sendirinya bukan orang kampung
kalian lagi. Tak guna kau manggunakan sebutan 'nyonya ketua' itu."
Mendengar percakapan mereka, To It Peng bingung, ia tidak
mengerti, dilihat dari keadaan ini, wanita muda itu adalah nyonya
ketua dari kampung Seng-po-chung. Mengapa dikejar-kejar oleh
orang2nya ?
„Kau ingin manangkap diriku bukan?" kata sinyonya muda,
„Mengapa belum bergerak?"
Kakek berpakaian warna hijau Liok Tianglo tidak mengeluarkan
senjata, dengan sabar ia berkata :
„Mana berani? Kami hanya ditugaskan untuk meminta nyonya
ketua kembali"'
„Liok Tianglo, dia telah mambunuh-bunuhi banyak kawan kita."
kata dua lelaki yang menunggang kereta salju.
„Hus!, perintah ketua hanya menugaskan kalian untuk mengajak
pulang, bukan? Mengapa menempurnya?" Perbedaan yang sangat
menyolok mata. Menghadapi wanita muda itu, Liok Tianglo berlaku
hormat dan rendah, tetapi kepada dua orang lelaki kekar, ia
berwibawa dan membentak-bentaknya.
„Bila aku tidak mau kembali kekampung, bagaimana?" Siwanita
muda menantang.
„Perintah cungcu ialah mengajak nyonya ketua kembali, tetapi
bila kukuh tidak mau "
“Kau ingin menggunakan kekerasan menangkapku ?" Potong
nyonya ketua yang meninggallwn kampung itu.
“Bukan." Kata berpakaian hijau Liok Tianglo menggoyangkan
kepala. „Chungcu hanya mengharapkan nyonya ketua dapat
mengembalikan benda yang dibawa lari itu."
„Menyerahkan barang yang kubawa lari ini?" Wanita muda itu
tidak setuju. “Kau tahu, apa maksudku menyerahkan diri kepada
ketuamu yang sudah tua itu? Bukankah hanya benda ini? Aku lebih
rela mati bersama-sama dengan benda yang kurebut. Bila ia tidak
mau kehilangan darah dagingnya, tidak memaksaku membunuh
anaknya. Menyingkirlah kalian semua."
Disimpan senjata berduri, dari samping bayi yang di gendong
dikeluarkan pedang tua, dengan pedang ini si wanita muda
mengancam bayi yang dibawa olehnya.
Lagi2 kejadian yang sukar dimengerti oleh To It Peng.
Bayi itu sungguh lucu, ia memutar-mutarkan bola matanya
memandang pedang yang diarahkan kepada dirinya, dan diketahui
bahwa yang mengarah itu adalah ibu kandungnya. Maka ia tidak
takut.
„Masih kalian tidak membiarkan aku pergi ?" Bentak wanita muda
kepada Liok T ianglo sekalian.
„Eh.....Eh ....." T o It Peng sidungu berteriak. „Mengapa kau mau
manikam anak sendiri?"
„Bila mereka tidak menakuti dibelakangku. Tentu aku tidak akan
membunuhnya. Percayalah padaku, tiga bulan kemudian, setelah
aku tiba ditempat yang akan. Anak ini akan kukirim kembali
kekampung Seng-po-chung" Kata aanita muda itu.
„Dan bagaimana dengan...... dengan itu pedang Hui ie?" tanya
Liok T ianglo.
„Diusut pulang pergi. Maksud tuyuanku ialah pedang ini.
Janganlah menyebutnya lagi." Wanita muda itu berkata sedih.
Kakek berpakaian warna hijau Liok Tianglo menghela napas, ia
berkata: „Nyonya ketua,.... kuharap kau dapat memegang janji."
„Legakanlah hatimu" jawab siwanita muda. „Anaknya adalah
anakku juga. Bila kalian terlalu mendesak, mungkinkah aku
mancelakakan anak sendiri?"
„Tentu saja tidak." Tiba2 To It Peng turut campur perkara. „Liok
Tianglo, percayalah kepada keterangannya."
Liok T ianglok tidak melayani T o It Peng. la menatap wanita muda
itu berkata : „Siapa yang akan ditugaskan mengirim pulang anak
ketua?"
„Nah, disinilah orangnya." Wanita muda itu menunjuk kearah To
It Peng.
„Aku?" Sipemuda 'menunjuk kehidung sendiri. la bingung. Tidak
mengerti apa yang menyebabkan mereka menunjuk dirinya.
„Tayhiap," kata wanita muda itu halus. „Hal ini tidak terlalu sulit.
Aku percaya, kau dapat melakukan dan bersedia menerimanya."
„Oh .... Tentu ....Oh .....Tentu ....." To It Peng menjadi lunak bila
mendengar panggilan sura 'tayhiap' yang berarti ‘pendekar besar'.
Maka lupalah segala-galanya.
„Akan kujamin anak itu pulang kekampung Seng-po-chung."
Liok T ianglo memandang To It Peng bertanya : „Siapa saudara ?
Dari golongan mana dan siapa yang manjadi guru saudara ?"
„Namaku To It Peng. Tak diketahui aku harus masuk kegolongan
apa. Tetapi aku mempunyai seorang kawan, seorang nenek tua
berpakaian hitam Hian-u Po-po."
Wajah sikakek hijau Liok Tianglo barubah sebentar. Tetapi ia
segera memberi jawaban : „Baiklah, Tetapi ingat, anak ini adalah
putra tunggal dari ketua kampung kami. Kuharap kau dapat
melakukan tugas dengan baik. Ketua kami tentu tidak akan
melupakan budimu."
„Tentu saja. Hal ini sudah kujanjikan, bukan?"
Liok Tianglo mamandang kearah dua lelaki kekar, ia memberi
perintah untuk pulang.
Dua lelaki itu penasaran, tetapi mereka tidak berani me lawan
Tianglo, mereka menuju keareh kereta dengan ogah2an,
maksudnya ingin pulang.
„Tunggu dulu." terdengar suara teriakan2 siwanita muda.
„Tinggalkan kereta salju itu, aku membutuhkan untuk perjalanan
jauh."
Liok Tianglo tidak banyak debat, ia melulusi permintaannya.
Maka dengan mengajak dua orang kampung Seng-po-chung. Liok
Tianglo meninggalkan T o It Peng dan sinyonya ketua.
---oo0dw0oo---

BAGIAN 10
SINYONYA MUDA KAT SIAUW HOAN
SALJU belum berhenti, hawa agak dingin. Wanita muda itu
membungkus anak bayinya, ia menunjuk kereta salju dan naik
keatas kereta tersebut. la menggapekan tangan kepada T o It Peng
dan berkata: „Mari."
„Aku....." Maksud kata2 To It Peng ialah 'Aku tidak dapat turut
denganmu. Aku ingin pergi kelembah cang-cu-kok'. Tetapi ia tidak
menolak ajakan itu, maka tidak meneruskan ucapannya.
Bagai kena hypnotis. T o It Peng mendekati kereta salju. Tiba2 ia
terkejut, terasa ada sesuatu yang menyentuh tangannya. Ternyata
tangan wanita muda itu telah memegangnya.
„Lekas naik." Suara itu sungguh merdu.
Seumur hidupnya, baru pertama kali ini ia ditarik oleh tangan
yang halus. Hatinya memukul keras, berdebar2 atas apa yang belum
lama dirasakan.
Terdengar suara tertawa cekikikan wanita muda itu. To It Peng
telah ditarik naik keatas kereta salju.
„Oh.... Oh..... tanganmu ini sungguh cantik sekali." Mulut To It
Peng mengoceh.
Wanita muda menarik kembali tangannya, ia melepas kan
pegangan berkata : „Kendarailah kereta salju ini."
To It Peng tersadar. la menarik les kereta, maka anjing2 ajak
bergerak, lurus maju kedepan. Luar biasa kecepatan mereka.
Maka, dikala hari mulai menjelang malam. Mereka telah
melakukan perjalanan lebih dari 70 lie.
„Hentikan..... hentikan......" Wanita muda itu memberi perintah.
To It Peng menarik tali les keras. Maka kereta salju terhenti. la
memandang siwanita muda, entah apa yang diinginkan.
„Jangan kau memandangku." Berkata wanita muda itu dengan
wajah memerah. "Anak ini sudah waktunya makan."
„Makan ?..... Oh..... ya..... Aku lupa." Berkata T o It Peng gugup.
„Anak bayi harus minum ........."
To It Peng menunjuk dada orang, kelakuan ini sungguh ceriwis
sekali. Segera teringat tidak patut ia menunjuk-nunjuk seperti tadi.
Tangannya ditarik cepat. Wajahnya merah malu, dan untuk
menghilangkan rasa canggunya ini, ia memukul tangan yang kurang
ajar tadi.
To It Peng memalingkan arah mukanya ketempat Iain.
Beberapa saat kemudian, baru terdangar suara siwanita muda
yang memanggil: „To Tayhiap, kau boleh membalikkan badan."
To It Peng memandang wanita muda itu, bayi telah selasai
disusuinya, dan dibungkusnya dengan kain lagi.
„To tayhiap, aku berterima kasih atas pertolonganmu." kata
wanita itu.
„Aku .....aku hanya melakukan sesuatu yang wajib. Sebenarnya
aku telah digolongkan kedalam para jago nomor satu, tetapi entah
mengapa tenagaku tak dapat digunakan."
Wanita muda tersenyum, ia tidak membongkar rahasia. „Namaku
Kat Siauw Hoan." la memperkenalkan diri.
„Nona Kat......."
„Beruntung aku menjumpaimu." Kat Siauw Hoan mengeluarkan
pedang pusaka yang dimain-mainkan olehnya. „To tayhlap, kau
seorang jujur, bukan?"
„Apa maksudmu ?"
„Aku percaya kepadamu. Aku ingin meminta pertolonganmu."
„Untuk kepentinganmu. Aku siap ingin melakukan.
„Baik Kini akan kuserahkan anak kepadamu”
„A..... Anak ? ...... Aku tak dapat memelihara anak." Berkata To It
Peng gugup.
„Bukan menyuruh mu memelihara sendiri." Kat Siauw Hoan
berkata. „Pada bungkusan sianak tersedia bekalan emas yang
cukup. Bila kau menuju kearah barat 10 Lie lagi disana terdapat
sebuah desa, dengan uang bekalan yang tersedia, kau boleh
membeli rumah dan memelihara seorang. pangasuh. Tiga bulan
kemudian, kau boleh bawa anak ini kekampung Seng-po-khung."
„Dimanakah letak Seng-po-khung?"
„Pada tempat pertemuan kita tadi, berjalan tidak lebih dari 7 Lie,
kau akan bertemu orang, meraka akan memberi tahu dimana letak
Seng-po-khung."
Kat Siauw Hoang menyerahkan anak bayinya kepada sipemuda.
To It Peng manya.nbuti dengan ragu2, baru pertarna kali ini ia
menggendong seorang anek bayi, sangat ber-hat,2 ia
ms•nimang2nya.
„Dan . . . . Dan kau ingin kemana?" To It Peng bertanya.
Kat Siauw Hoan tidak memberi jawaban. Tiba2 saja ia memeluk
tubuh dan merangkulnya, dikecupnya perlahan dan melesat pergi,
meninggalkan T o It Peng, meninggalkan anak bayinya.
Kejadian berlangsung hanya beberapa detik, bagi T o It Peng, tak
akan dilupakan untuk seumur hidupnya. Lama sekali ia terpatung
ditanah salju.
Disaat sipemuda tersadar, tak terlihat bayangan2 Kat Siauw
Hoan. Hanya kenangan mesra yang ditinggal kan olehnya.
Pada tangan To It Peng masih tergendong anak bayi Kat Siauw
Hoan. Menurut petunjuk2nya, ia naik kereta salju dan melanjutkan
perjalanan sehingga tiba didesa yang dimaksud.
la turun dari keretanya, memperhatikan anak didalam
gendongannya, anak ini telah tersadar, ia tartawa manis.
To It Peng menundukkan kepala, ia terbayang kepada wajah Kat
Siauw Hoan, wajah itu terbayang kembali kepada anak yang berada
padanya, ia mencium.
Mencium seorang anak kecil adalah hal yang sangat lumrah,
tetapi karena a lam pikiran sipemuda penuh khayalan2 muluk, disaat
mulutnya mengenai kepala kecil s ianak bay i, hampir hatinya lompat
keluar.
Anak yang Kat Siauw Hoan tinggalkan disertai uang emas yang
cukup, hanya dengan uang, manusia dapat bekerja bebas. To It
Peng tak dapat mengurus seseorang bayi, tetapi uang dapat
mewakilinya, ia membeli rumah, memanggil pengasuh untuk
membesarkan anak bayi peninggalan wanita yang pernah memberi
ciuman kepada dirinya.
Hari berganti hari, bulan ketemu bulan
Tiga bulan kemudian. Anak bayi peninggalan Kat Siauw Hoan
telah membesar. cukup waktu untuk To It Peng mengembalikan
anak ini kepada ayahnya.
Setiap hari, To It Peng melamun, mengharapkan kedatangan Kat
Siauw Hoan, karena la mengerti bahwa wanita muda itu tahu
mereka menetap didesa Ini, seharusnya datang menjenguk anak
yang ditinggalkan.
Tetapi To It Peng kecewa, Kat Siauw Hoan pergi, bagaikan
tertiup angin lewat, tak pernah memunculkan dirinya kembali.
Hari ini, telah genap tiga bulan. Dangan mangajak sipengasuh
dan anak bayi itu, To It Peng menyewa kereta untuk menuju
perkampungan Seng-po-khung.
Musim telah berganti, tak terlihat tanda2 salju lagi, bunga2
bersemi, burung2 berkicauan girang menyambut kedatangan jaman
bahagia mereka.
Kereta To It Peng meninggalkan tempat dimana mereka
menetap.
Maka beban berat ini akan segera lewat. Pada saat ini to It Peng
teringat akan perjanjiannya dengan s inenek berpakaian hitam Hian-
u Po-po, tentunya ia telah menunggu lama dilembah cang-cu-kok.
Marahkah bila tidak menemui dirinya berada ditempat itu?
To It Peng melakukan perjalanan dengan tidak mengenal
waktunya, maka jarak 200 lie telah dapot di lewatkan. Pada hari
berikutnya, ia telah mulai memasuki daerah perkampungan Seng-
po-khung.
Jalan kereta mulai diperlambat, tiba2 terdengar suara derap kaki
kuda yang manyusul dari belakang. Tiga penunggang kuda yang
terdiri dari laki2 berbadan kekar telah berhasil melewati kereta To It
Peng. Mereka menghentikan kuda dan menghadang kereta.
Kereta terhenti, To It Peng segera sadar akan bahaya. Tetapi ia
tidak takut, dikatakan oleh Hian-u Po po bahwa ia telah diciptakan
sebagai jago nomor satu, apa yang harus ditakuti?
Tiga lelaki berbadan kekar lompat turun dari kuda masing2,
mereka memberi hormat.
„To tayhiapkah yang datang?" Mereka bertanya.
To It Peng mengkerutkan dahi, mengapa ketiga orang yang tidak
dikenal ini dapat menyebut dirinya? Tetapi segera ia memberi
jawaban yang dianggapnya sangat masuk akal, diketahui bahwa
dirinya telah menjadi jago nomor satu, tentunya telah terkenal dan
termasyhur, gambarnya teringat oleh mereka, maka tidak terlalu
sukar dikenal. Sudah selayaknya seorang jago nomor satu dijunjung
orang.
„Betul. Aku To It Peng." Katanya. „Ada urusankah kaIian?"
„Kami bertiga adalah orang utusan Seng-po-khung, telah lama
menunggu kedatangan To Tayhiap. Didalam kereta tentunya turut
serta anak ketua kami, bukan?" „Betul."
„Nah, rasanya To Tayhiap tak perlu manyusahkan diri lagi.
Serahkanlah kepada kami disini.
To It Peng tak pernah membayangkan segala rangkaian kejadian
yang akan dihadapi, seharusnya ia menyerahkan anak ketua Seng-
po-khung itu kepada tiga lelaki yang minta. Tetapi didalam hal ini
tersangkut Kat Siauw Hoan yang parnah memberi sesuatu
kepadanya. Mengapa ia menggoyangkaa kepala.
„Tidak, anak ini akan langsung kuserahkan kepada ayahnya....
Demikian ia berkata:
„ya." Berkata tiga orang tadi hormat. „Bolehkah kami melihat
anak itu?"
„Tentu saja." To It Peng segera memberi perintah kepada
sipengasuh untuk membawa anak itu keluar dari kereta.
Sipengasuh adalah seorang wanita setengah umur dengan badan
kekar, digendongnya anak Kat Siauw Hoan keluar dari kereta.
Tiga lelaki berbadan kekar depat menyaksikan wajah sianak yang
sedikit banyak membawa wajah ke tua mereka, luar biasa sekali
girangnya. Satu yang berada dimuka berkata :
„To tayhiap, kau hebat. Ketua kami tentunya akan gembira
menerima anak ini."
To It Peng bukanlah seorang yang kemaruk denqan harta, ia
menjalankan tugas itu hanya karena wajah Kat Siauw Hoan iang
cantik menarik. Sebenarnya, ingin sekali dapat bertemu kembali,
sayang Kat Siauw Hoan tidak pernah menemui anaknya, berikut
juga dirinya. Kini anak ini akan diberikan kepada ayah kandung yang
berhak, maka lenyaplah semua harapan untuk bertemu dengan Kat
Siauw Hoan. la menarik napas panyang.
„Biar kami bertiga mengiring ke Seng-po-khung." Barkata satu
dari tiga lelaki berbadan kekar itu. „Maka bila sampai terjadi sesuatu
apa dijalan, kami dapat membantu."
„Eh, mungkinkah ada orang yang berniat mengganggu?" To It
Peng heran.
„Siapa tahu kejadian berikutnya."
„Baiklah. Kalian bertiga boleh turut serta."
Maka To It Peng dan ketiga orang tadi melanjutkan perjalanan.
Tiga orang itu sebagai orang2 Seng-po-khung, tentu mengerti jalan,
tak perlu To It Peng menyusahkan hati bertanya-tanya lagi.
Hanya beberapa saat, didepan mereka tampak gulungan hijau
yang mendatang cepat. Tiba dihadapan mereka, ternyata seorang
tua dengan pakaian hijau, inilah Liok Tianglo dari Seng-po-khung.
To It Peng tak dapat dikatakan pintar, tetapi ia tahu belum tentu
ketiga orang yang berjalan dengannya itu orang dari Seng-po-
khung. Kedatangan Liok Tiang-lo segera melenyapkan keragu-
raguannya.
„Nah, Liok T ianglo telah tiba." Tiga orang itu berseru girang.
Liok T ianglo memberi hormat kepada To It Peng dan berkata :
„To tayhiap sungguh memegang janji. Tentunya dengan anak
ketua kami."
„Betul." To It Peng membalas hormat orang. „Anak ketua kalian
berada didalam kereta."
„Setelah mengalami perjalanan jauh, tentunya To tayhiap capai
dan Ielah. Ketua kami sangat kangen dengan anaknya itu.
Perpisahan tiga bulan semakin merindukannya. Biar kubawa dahulu
anak tersebut, dan kalian berjalan per-lahan2,"
„Ng...... Ng..... Kurasa tidak tepat." Tolak To It Peng. Nyonya
ketua kalian memberi perintah agar menyerahkan anaknya langsung
kepada ketua kampung.
„Ha, ha...... To tayhiap hebat." Liok T ianglo tertawa. „Aku adalah
salah satu dari lima tianglo dari lima warna dari Seng-po-khung.
Mungkinkah tidak percaya?"
Masih To It Peng menggoyangkan kepala.
„Tak depat kuserahkan kepaka kalian." Ketanya.
„Baiklah." Agaknya Liok Tianglo seperti mengalah. „Tetapi
bolehkah kulihat sebentar?"
Liok Tianglo memandang kepada lelaki berbadan kekar, la
memberi isyarat mata kepada mareka. Tanpa menunggu jewaban
lagi, Liok Tianglo membuka kereta, diseretnya sipengasuh, maka
terdengar suara jeritannya yang mangerikan. Liok Tionglo Tidak
perduli, ia merebut sianak dari tangan pengasuh dan menentanq
wanita apes itu. Setelah mana, dengan membawa anak Kat Siauw
Hoan, Liok T ianglo melarikan diri.
Gerakan ini diusul olah tiga lelaki berbadan kekar yang ternyata
satu komplotan dengan tianglo berpakaian hijau itu.
Manakala Liok Tianglo me longok kereta, To It Peng menyangka
hanya bersifat melihat anak ketuanya. Tidak tahu terjadi perubahan
yang cepat. Disaat ia tersadar. Wanita pengasuhnya telah ditendang
kaluar dari kereta dan tewas disaat itu juga, Liok Tianglo telah
melarikan anak Kat Siauw Hoan, disertai oleh tiga lelaki Sang-po-t
yhung.
„Hei, ...." To It Peng berteriak. „jangan kalian larikan."
Liok Tianglo dan tiga kawannya tidak memberi sahutan, mereka
melarikan diri cepat, sebentar saja hanya tinggal 4 buah titik
bayangan, dan tidak lama, bayangan2 itupun lenyap.
To It Peng mengejar.
„Hai, kalian orang2 dari Seng-po-khung mangapa
tidak tahu aturan ?" la masih berteriak-teriak.
To It Peng tidak berhasil mengejar. Maka anak Kat Siauw Hoan
yang diserahkan kepadanya turut lenyap, la berdiri bingung,
diketahui bahwa Liok Tiang-lo itu orang dari Seng-po-khung.
Mengapa harus meIarikan anak ketuanya?"
Bahkan membunuh mati sipengasuh anak yanq susah payah
membesarkannya?
To It Peng berdiri menjublak, apa artinya langkah Liok tianglo?
Dua ekor kuda lari manyusulnya, sebentar mereka tiba dihadapan
To It Peng. Kuda dihentikan mendadak, menimbulkan debu yang
mengulak naik, beberapa batu memukul T o It Peng, sehingga terasa
sangat sakit sekali.
„Saudara To It Peng kah?" tanya dua penunggang kuda yang
segera lompat turun dari kuda tunggangannya. Mereka terdiri dari
dua kakek yang msenggunakan pakaian hitam dan kuning.
„Benar." To It Peng tidak puas atas sikap mereka yang menyebut
dirinya 'saudara' dan tidak menggunakan istilah 'tayhiap' lagi,
ternyata bahasa itu telah turut lenyap juga.
„Dimanakah anak ketua kami?" tanya sikakek baju hitam.
To It Peng segera tahu, lagi2 orang Seng-po-khung yang kurang
ajar.
„Hmm...., kalian sungguh kurang ajar." Berkata To It Peng.
„Kalian kurang ajar."
Orang tua yang berpakaian kuning mengulurkan tangan, maka
tercengkeramlah pundak To It Peng. „Aduh" jerit To It Peng
kesakitan.
„Lekas, katakan, dimana anak ketua kami?" Bentak orang itu
keras.
„Aduh. Lepaskanlah tanganmu." To It Peng tidak berdaya untuk
menghadapi orang ini. Id lupa bahwa dirinya telah menjadi jago
nomor satu yang tak seharusnya dikalahkan orang secara mudah.
„Aku segera melepaskan dirimu, setelah kau membawa anak
ketua kami."
„Kalian kurang ajar. Belum lama telah menyuruh orang
merebutnya. Kini masih membentak bentak lagi."
Wajah dua orang tua itu berubah.
„Siapa yang merebut anak ketua kami dari tanganmu?" suara
orang ini agak gemetar.
"Orang kalian. Liok Tianglo." To It Peng memberi keterangan.
„Lepaskan tanganmu."
„Kemana larinya?"
„Tuh"
„Dua orang itu saling pandang. Maka tangan yang memegang To
It Peng terlepas. cepat sekali mereka lompat naik keatas kuda
tunggangannya, les ditarik dan kuda2 itu lari menuju kearah yang
To It Peng tunjuk.
„Gila.... Gila...." To It Peng jatuh terduduk. „Aku menemukan
orang2 yang sudah mulai gila."
Disaat ini ia tengkurep, maka menengadahkan kepalanya, ia
membuka kedua mata yang tertutup, takut kena abu. Disaat
membuka kembali, berdiri dihadapannya seseorang yang berpakaian
putih, orang ini telah berumur lebih dari 40 tahun, sikapnya dingin
dan kaku, dengan pakaiannya yang serba putih, tak beda dengan
seorang mayat yang baru bangun dari kuburan.
„Kau.... kau.... bila berada dihadapanku?" Bertanya To It Peng
gugup.
Orang tua berpakaian serba putih itu menyeringai,
„Kau To It Peng, bukan?" ia bertanya singkat. Tak ada tanda2
yang menyatakan manusia biasa.
„Betul." kata To It Peng. „semua orang telah kenal denganku."
„Mungkinkah telah terjadi sesuatu dengan anak ke, tua kami?"
tanya lagi orang tua berpakaian putih itu dengan kaku.
„Ouw.... Kau juga dari Seng-po-khung?" To It Peng tidak takut
lagi. „Hal yang sangat lumrah. Anak ketua kalian dibawa oleh Liok
Tianglo."
Orang tua berpakaian serba putih itu seperti telah mengetahui
sesuatu apa ia tidak ter-gesa2.
„Sayang Liok Tianglo itu terburu nafsu." kata laqi To It Peng.
Hatinya pun tidak baik. Bukan saja telah me larikan anak ketua
kalian, lapun membunuh sipangasuh yang tidak berdosa."
Orang tua itu menganggukkan kepala.
„Kau melihat tiga penunggang kuda?" Tanyanya.
„Betul. Orang2 itu turut sarta Liok Tianglo." „Dan dua
penungganq kuda lainnya, salah satu dari dua orang ini berpakaian
lurik ."
„Dua orang yang belakangan mengejar Liok T ianglo sekaIian. "
„Ng......" Orang tua berpakaian serba putih ini ternyata
mempunyai kesabaran yang luar biasa. „Baiklah. Kini kau boleh
turut ke Seng-po-khung."
„Bagus. Aku ingin berjumpa dengan ketua kalian." To It Peng
berseru. „Akan kutanyakan kepadanya, mangapa mangutus manusia
yang sebangsa Liok T ianglo? Siapakah namamu?"
„Kau panggil saja Pek Tianglo."
„Oooo.... ternyata derajatmu sama dengan Liok Tianglo. Salah
satu dari lima T ianglo dari Seng-po-khung?"
„Kau memang pintar." Pek Tianglo memuji.
Belum pernah To It Peng dipuji orang 'pintar', sungguh enak
didengar kata2 pujian Pek Tianglo tadi. Bagaikan menunggang
awan, kenangannya melayang layang tenang.
„Pek Tianglo," Panggilnya. „Aku....... aku ingin menanyakan
sesuatu."
„Silahkan:' Berkata Pek Tianglo.
„Nyonya ketua kalian....... setelah meninggalkan Seng-po-khunq,
pernah kembali lagi ?"
Wajah Pek Tianglo yang dingin adem semakin menakutkan.
„Tak pernah." la memberi jawaban singkat. „Tahukah kau...... Di
mana ia menetap?" Sidungu tidak tahu malu.
„Tidak tahu." Wajah Pek Tianglo semakin tak enak diIihat.
„Sekiranya.......”
Belum selesai To It Peng mengajukan pertanyaan, tangan Pek
Tianglo telah bergerak, sebelum sipemuda tahu apa yang terjadi, ia
jatuh tengkurap, badannya mengaku, ternyata Pek Tianglo telah
menotok dirinya.
Selesa i merobohkan sibawel, Pek Tiarglo me lesat, ia m=ngejar
dua kawannya. Ternyata Liok Tianglo telah berhianat, dan Oey
Tianglo serta Hek Tianglo sedang membikin pengejaran, ia harus
cepat2 membantu.
To It Peng tak mengerti apa yaig terjadi, jalan darahnya telah
ditotok, tak dapat ia bicara.
To It Pang mengeluh didalam hati. Tetapi tldak berdaya. Apa
long dapat dilakukan olehnya? Kcec'dali tarbaring dongan
tengkurep.
la terbaring untuk waktu yanq cukup lama. Suatu waktu
terdengar derap Iangkeh seseorang. Orang ini menuju ketempat
dtmana to It Peng terbaring.
Sipemuda segera mengambil putusan, tak perduli s iapa, bila jalan
darahnya telah mendapat kebebasan, ia akan memukulnya.
Manakala ia berpikir seperti itu, terdengar suara orang terkejut
„Aaaa....." maka jalan darah terasa mendapat getaran dan To It
Peng dapat bebas.
la lompat cepat, 'Hait' memukul dengan sekuat tenaga. Didalam
pernilaiannya, tenaqa yang dikeluarkan penuh ini tentu dapat
menggempur sang Iawan, karena la jago nomor satu.
Orang itu menyingkir, maka To It Peng ngusruk hampir jatuh.
cepat dibenarkan posisi kedudukannya, segera ia membentak :
„Siapa kau?"
Seorang gadis kecil yang berumur 13 tahun atau 14 tahun berdiri
dihadapannya denqan wajah terheran2.
„Eh, kau juqa dari Seng-po-khunq?" Bertanya To It Peng heran.
Gadis kecil itu tidak membari jawaban. Sebaliknya bertanya:
„Kau yang bernama To It Peng? cicie Kat Siauw Hoan pernah
mengatakan tentang dirimu. Dikatakan bahwa kau seorong yang
baik hati. Mengapa memukulku setelah kubebaskan totokan yang
mengekang dirimu?"
„Ooooo ... Ooooo .... Nona Kat yang menyuruh menjumpaiku?"
Bertanya To It Pang cepat. Sudah la na ia rindu kepada nyonya
muda itu.
„Betul. Mengapa kau ingin memukulku ?" tanya sigadis kecil.
„Maafkanlah kesalahanku. Dimanakah nona Kat berada?" tanya
To It Peng lagi.
„Mari kau ikut aku." kata gadis kecil tersebut. la membalikkan
badan dan melesat cepat.
To It Peng pernah merasakan sesuatu, Kat Siauw Hoan sangat
berkesan didalam lubuk hatinya. Segara ia menyusul dibelakang
gadis kecil yang mengajak dirinya.
Berjalan sekian lama, belum juga mereka tiba, To It Peng hilang
sabar.
„E, dimanakah nona Kat berada?" tanya To ItPeng.
„Tak jauh lagi."
Berjalan beberapa lie lagi, hari telah menjadi ma lam. Mangikuti
sigayis kecil, To It Peng telah tiba pada sebuah tempat yang
ditumbuhi banyak pepohonai.
Lewat dari pohon2 itu, mereka tiba disuatu tempat yang
berbentuk huruf T, pada kedua tepinya berupa tebing tinggi, hanya
tengah2 tebing itu yang berupa d yalan.
Sigadis kecil berjalan setengah bagian, setelah itu, tiba2 ia
menarik oyot2 pohon merambat dan naik keatas tebing. Luar biasa
cepatnya.
Untuk kepandaiaFl lainnya, mungkin To It Peng tidak becus,
betapi didalam kepandaian msrambat pohon atau tebing tinggi,
karena sering ia melakukan pekerjaan semacam ini, tak kalah
cepatnya, ia mangikuti dibelakang sigadis itu.
Mereka tiba dipuncak tebing menjelang hampir tengah malam.
Keadaan ditempat ini ternyata cukup luas dan lebar. Pada penataran
diatas tebing itu terdapet sebuah rumah. Sigadis kecil mangajak To
It Peng masuk kedalam rumah tersebut.
„cicie Kat, eku teleh membawa orang yang lngin kau temui." kata
sigadis kecil kedalam rumah.
Hati To It Peng memukul keras, berdebar-debar dan tak dapat
ditenangkan.
„To tayhiap.... kau.... kau telah datang?" Terdengar satu suara
yang sudah lama dikenang. To It Peng cepat2 masuk:
„Betul, aku telah datang." Katanya. Suara Kat Siauw Hoan telah
membuat getaran jiwa yang hebat.
„To tayhiap, datanglah kemari." Terdengar suara Kat Siauw Hoan
lagi.
Mengikuti arah datangnya suara, To It Peng dapat melihat
sesosok tubuh yang terbaring dipembaringan. Disana hanya
terdapat sebuah penerangan kecil, sinarnya sangat suram, sukar
untuk menyaksikan keadaan yang sebenarnya.
To It Peng menghampiri pembaringan. la terkejut, seorang
wanita cantik terbarinq dengan lemah, keadaannya mengenaskan,
ia sangat kurus, inilah Kat Siauw Hoan, hampir sukar dikenali,
perubahan selama tiga bulan sungguh hebat luar biasa.
„Nona Kat, kau sakit?" tenya To It Peng.
Kat Siouw Hoan mengulurkan tangan, maka dipegangnya tangan
To It Peng keras.
„To tayhiap, bagaimana dangan keadaan anak. Baik2 sajakah
dia?" Ucapan pertama yalah menanyakan kesalamatan anaknya.
„Baik” To It Peng memberi jawaban. „le berada didalam keadaan
segar."
„Tentunya telah kau antar pulang ke Seng-po-cung?" Kei Siauw
Hoan bertanya lagi.
„ya ...... To It Peng Ingin memberi keerangan tentang Liok
Tianglo yang merebut anak itu. Tetapi ia batal bicara. Diketahui Liok
Tianglo edalah orang Song po-khunq. Same saja menyerahkan
kepeda Seng-po-khunq. Agaknya tak mungkin terjadi sesuatu. Apa
lagi mengingat keadaan Kat Siauw Hoan yang berada didalam
penyakitan, tak baik melukai hati seorag yang lagi berada didalam
keadaan sakit.
„Sukurlah” Kat Siauw Hoan mengeluarkan suara keluhan napas
lega.
„Bagaimana dengan keadaanmu?" To It Peng bertanya. „Kau
seperti sedang menderita sakit. Hebatkah penyakitmu?"
„Tak mengapa." Barkata Kat Siauw Hoan. „Setalah melihatmu.
Maka aku seperti telah melewatkan waktu selama tiga bulan seperti
mengimpi.
To It Peng marasakan kehangatan long tak tarhingqa. la
mambiarkan tangannya berada didalarn pegangan tangan Kat Siauw
Hoan.
„To tayhiap" Panggil. Kat Siauw Hoan. „Aku ingin mangajukan
suatu permintaan kepadamu. Dapatkah kau melulusi ?"
„Nona Kat, aku bersedia melulusi segela permintaanmu." kata To
It Peng gembira.
Kat Siaw Hoan memandang lama, dengan perlehan i-i berkata:
„Permintaanku ini tak mudah dilaksanakan. la harus memakan
waktu lama."
"Berapa lama permintaanmu akan kululusi." jawaban To It Peng
sangat tegas.
„Kau akan diganggu selama belasan tahun:
Permintaan yang harus memakan waktu belasan tahun?
Permintaan apakah yang memakan waktu selama ini?
---oo0oo---

BAGIAN 11
PERMINTAAN YANG MEMAKAN WAKTU

TO IT PENG bengong terlongong. Tak pernah terpikir didalam


otaknya, permintaan apa yang Kat Siauw Hoan akan ajukan.
„Kau…... kau tak bersedia?" tanya Kat Siauw Hoan putus
harapan. Melihat sikap sipemuda yang ke ragu2an, tahulah ia apa
yanq sedang dipikirkan. „Bersedia……. Bersedia…." Tukas To It Peng
cepat.
Pada wajah Kat Siauw Hoan yang kurus pucat itu tampak rasa
girang.
„Aku tahu, kau pasti dapat meluluskannya." Wanita muda itu
berkata.
„Katakanlah. Apa permintaanmu itu"
„Tolong kau tutup pintu." Kat Siauw Hoan meminta.
Sigadis kecil telah pergi entah kemana, To It Pang menutup
pintu. Maka didalam kanar tarsebut hanya tinggal dirinya dengan
Kat Siauw Hoan berdua, ia menghampiri pambaringan dan
memandang tajam.
„Duduklah disisiku." Kata Siauw Hoan meminta „Banyak sekali
kata2 yang ingin kusampaikan kepadamu."
To It Peng ragu2, hatinya memukul kembali, luar biasa kerasnya,
berdebar-debar dan hampir ia tak tahan godaan.
Kat Siauw Hoan menarik napas „Kau tidak ingin
menggembirakanku?" ia bertanya lemah.
To It Pang belum berani bergerak.
„Mungkin karena aku sakit, maka wajahku manjayi
menakutkanmu, bukan ?" tanya wanita muda yang sangat cantik
itu. „Kau tidak mau dekat denganku?”
To It Peng menggoyangkan kepala barkata : „Bukan, kau
cantik,…..Kau masih tetap menarik."
„Mengapa kau tidak bersedia duduk disisiku?"
To It Peng duduk dipambaringan Kat Siauw Hoan.
„To tayhiap kau saorang baik. Tetapi aku wanita jahat, wanita
busuk yang telah melarikan diri dari suamiku."Kat Siauov Hoan
berkeluh kesah. Tentunya kau mammdang rendah padaku bukan?"
„Siapa yang memandang rendah?" To It Peng membantah.
„Kau tahu. Aku adalah isteri pelarian Seng-po-khung."
„ya. Tetapi aku tidak memandang rendah dirimu. Kau melarikan
diri dari Seng-po-khung, tentunya ketua Seng-po-khung yang
bangsat."
„Ketua Sang-po-khung bukannya seorang bangsat." kata Kat
Siauw Hoan lemah. la memandang api lilin yang memain, kadang2
bersinar terang, kadang2 suram. Suatu perbandingan dengan hidup
dirinya.
„Kau……" To It Peng memandang wajah wanita itu, ia heran.
„Aku menyesal atas seqala apa yang telah kulakukan. Sayang
telah terlambat." kata Kat Siauw Hoan. „Eh, betulkah kau bersedia
membantuku?"
„Tentu." To It Pang hampir berteriak. „Mengapa tidak meu
membantuku? Aku bersumpah, bila aku, To It Peng tidak berniat
membantumu, maka….."
,.Sudahlah. Aku tidak membutuhkan sumpahmu. Tenteng anakku
itu …….. jinakkah ia kepadamu ?"
„la baik sekali." kata To It Peng. „Menurut dan menyenangkan."
„Setelah; kau antar ke Seng-po-khung, tentunya merasa sepi
bukan?"
„Aku….." Seharusnya T o It Peng ingin menceritakan bahwa anak
itu belum tentu berada di Seng-po-khung, tetapi ia batal memberi
tahu. Berat rasanya untuk bercerita tentang hal ini.
Kat Siauw Hoan tak tahu apa yang sipemuda pikirkan; ia
meneruskan kata2nya : „Permintaanku yalah agar kau dapat
menyusul dan mengawaninya di Seng-po-khung." „Aku ke Sang-po-
khung? Apa kerjaku disana?"
„Kau telah memulangkan anak itu kepada ayahnya, sang
anakpun berkesan baik kapadamu .... Ketua Seng-po-khung
tentunya berterima kasih. Bila kau mengajukan permintaan untuk
menetap di Seng-po-khung, tentunya ia tidak keberatan. Maka kau
dapat melihat bagaimana ia dibesarkan."
To It Peng belum mengerti, apa guna ia diminta untuk melihat
seorang anak dibesarkan!
„jangan kau tinggalkan anak itu." kata Kat Siauw Hoan. „Kau
kutunjuk sebagai wali anak itu. T olong tilik dirinya. Bila tiba saatnya
ia berumur 20 tahun. Serahkanlah pedang ini kepadanya."
Dari balik pembaringan, Kat Siauw Hoan mengeluarkan sebuah
pedang. Itulah pedang Hu-ie yang pernah dilihat To It Peng, pada
saat Liok T ianglo mengejar Kat Siauw Hoan dulu.
To It Peng menyambuti pedang Hu-ie yang diserahkan
kepadanya.
„To tayhiap….." kata Kata Siauw Hoan. „Pedang Hu-ie ini berhasil
kudapat dari pertaruhan jiwa. Baik2lah kau menyimpannya. jangan
kau perlihatkan kapada siapapun. Maka setelah anakku berumur
genap 20 tahun, berikanlah kepadanya dan katakan bahwa hadiah
peninggalan ibunya yalah hanya berupa pedang Hu-ie ini….."
Air mata Kat Siauw Hoan telah bercucuran, maka kata2-nya
dikeluarkan dengan kurang lancar.
„Eh, jangan kau menangis." To It Peng menghibur. „janganlah
kau manangis."
„To tayhiap, hanya ini permintaanku kepadamu." Kat Siauw Hoan
menyusut air matanya. Ia sangat sedih bila memikirkan tak dapat
berkumpul dengan anaknya yang tercinta. „Tak dapat kumemberi
sesuatu kepadamu. Kuharapkan saja dilain dunia, kita dapat
berkumpul kembali. Maka aku akan menyerahkan diri kepadamu."
To It Peng menyusut keringat yang membasahi dirinya, melihat
keadaan itu, ia kurang mangerti.
„Eh, mungkinkah kau sudah tiada harapan hidup lagi ?" la
menduga bahwa wanita muda itu sudah hampir mendekati ajalnya.
„Mati yang kau maksudkan?" Kat Siauw Hoan tertawa sedih.
„Kurasa belum waktunya."
„Mengapa kau membayangkan kehidupan dilain dunia?"
Berkata To It Ping. „Mengapa.., kau .., mengatakan bersedia
menyerahkan diri kepadaku?"
Daging2 To It Peng berkerinyut.
„Terlambat, kata Kat Siauw Hoan. „Saudara terlambat”
„Masih belum terlambat. Mengapa kau tidak bersedia
menyerahkan diri kepedaku dimasa in! ?" Hati To It Peng memukul
keras. la memberanikan diri mengucapkan kata2 ini. Disaat selesai
ia bicara, iapun menyesal.
Wajah Kat Siauw Hoan yang kurus pucat bersemu dadu, semakin
terlihat kecantikannya.
„Aku sudah tidak pantas menyerahkan diri." Katanya. „Tetapi bila
kau mau, akupun bersedia…..” "
Perlahan sekali kata2 Kat Siauw Hoan. Inipun sudah cukup
manggiranqkan To It Peng, darahnya bergelora cepat, panas
membara, bagaikan menungqang awan yang melayang-layang,
bagaikan menaiki kuda yang beringasan, ia memeluk tubuh Kat
Siauw Hoan.
Wanita muda itu tidak berusaha melepaskan diri, seperti apa
yang telah dikatakan, ia membiarkan sipemuda malakukan apa yang
dikehendakinya.
Bagi To It Peng, malam itu penuh kenangan, kenanan mesra
yanq tak dapat dilupakan untuk seumur hidupnya.
Diantara sadar dan tidak, To It Peng telah melakukan sesuatu.
Setelah mana ia lelah dan tidur disamping Kat Siauw Hoan. Mereka
tidur disebuah pembaringan.
Malampun berlalu
Pada hari berikutnya, To It Peng terbangun setelah Matahari
bercahaya terang. la telah kehilangan Kat Siauw Hoan. Hanya
dirinya seoranq yang tidur ditempat itu.
cepat To It Peng bangun, ia memeriksa seluruh isi rumah, tak
terlihat tanda2 akan adanya wanita yang teah menyerahkan diri itu.
la berjalan keluar, juga tidak terlihat sesuatu yang dapat
mengembalikan kenangan lamanya. Kat Siauw Hoan telah pergi
meninggalkannya, termasuk sigadis kecil yang membawa ia
ketempat ini.
Bagaikan berada dialam impian, To It Peng mengenang kajadian
semalam, kejadian yang penuh kenangan, kejadian yang tak dapat
dilupakan untuk seumur hidupnya.
Diketahui hal ini bukan khayalan, pedang pusaka Hu-ie masih
berada padanya. Dibungkusnya pedang ini dan lari turun tebing.
Dengan harapan dapat menyusul Kat Siauw Hoan yang telah
meninggalkan dirinya.
Beberapa kali hampir ia terperosok jatuh. Belum juga ia berhasil
menyusul.
---oo0oo---

BAGIAN 12
SIU JIN MO SAY YANG
MENGGEGERKAN RIMBA PERSILATAN

DICERITAKAN Kat Siauw Hoan meninggalkan pesan kepada To It


Peng, dan setelah itu, dengan tidak pamit lagi, wanita muda
tersebut meninggalkannya.
To It Peng tidak berhasil mengejarnya. Berkesan didalam alam
pikirannya, apa yang harus dilakukan. la harus membawa pedang
Hu-ie, tinggal menetap di Seng-po-chung menunggu besarnya
sianak, anak ketua Seng-po-chung dan Kat Siauw Hoan.
Waktu yang diperlukan yalah 12 tahun! itu, tak mungkin ada
seseorang yang pernah menyediakan dirinya bekerja selama itu, ....
12 tahun …… waktu yang tidak dapat dikatakan pendek bagi umur
seseorang.
To It Peng telah mandapat 'sesuatu' dari Kat Siauw Hoan, budi ini
mengeram kuat didalam benaknya, ia tidak dapat melupakan, rela
mengabdikan diri secara percuma sehingga 12 tahun.
Ia mangambil putusan tetap, menuju ke Seng-po-chung!
Belum pernah To It Peng kekampung Seng-po-chung ia memilih
arah tujuan dengan pikiran, berjalan maju, tentu akan tiba.
Baberapa hari kemudian, tak seorangpun yang di jumpai, ia tidak
dapat meminta petunjuk, tetapi ia maju terus pantang mundur.
Hari ini, matahari telah condong kearah Barat, To It peng
berjalan dangan bergegas, ia harus menuju ke Seng-po-chung,
dimana ia harus mengawani ketua muda Seng-po-chung anak Kat
Siauw Hoan sehingga dewasa.
Jauh didepannya tampak sebuah pohon, seseorang duduk
dibawah pohon itu.
To It Peng girang, kini ia dapat menemukan orang yang dapat
ditanyai dimana letak desa Seng-po chung. la lari dan menghampiri
orang tadi.
Satelah dekat, To It Peng mengeluarkaen jeritan tertahan……..
Aaaaaeaaaaaaaaa…….. Ternyata orang yang duduk bersender
dipohon itu sudah tiada bernapas, bukan itu saja, darah masih
mengalir dari dadanya, dimana tertancap pedanq yang menembus
tubuh sang korban.
Kepala orang itu tunduk kebawah, Iemah lunglai. To It Peng
ingin melihat wajah orang itu, ia mendekati dan mangangkatnya.
Aaaaaaa …………….
Lagi2 To It Peng mengeluarkan suara jeritan, ternyata kulit wajah
orang itu telah lepas dari tempatnya, dibeset orang sehingga
mengelotok terkelupas tak karuan macam dan tak sedap dipandang.
Kejadian lama terbayang kembali, 4 Wajah Tak Berkulit dua
orang Baju Putih, si Hantu Wanita dan si Patung Arca berempat itu
suka membeset wajah kulit orang, hal ini diduga semacam balas
dendam atas wajah2 mereka yang telah tidak berkulit itu. Merekalah
yang sering malakukan perbuatan terkutuk itu, jago2 Ban-kee-
chung banyak yang telah menjadi korban. Mungkinkah 4 orang ini
yang mengganas di sini?
To It Peng memperhatikan wajah yang telah dibeset itu, samar2
ia seperti mangenal wajah dibalik kekejaman itu, ….ooooo…. la
ingat, orang ini adalah salah satu kawan Liok Tianglo, kakek tua
berpakaian hijau, salah satu dari tianglo2 dari Seng po-chung.
„Lok Tienglo …… Liok Tianglo….. To It Peng membuka suara me-
mangil2!, ia menduga bahwa kakek berpakaian hijau itu berada
ditempat yang tidak jauh dari kejadian.
Tidak ala jawaban!
To It Peng membikin pemeriksaan, maju tidak jauh, lagi2 ada
orang yang menjadi korban dengan wajah kulitnya dibeset, orang ini
pun tidak bernyawa.
Berturut-turut, To It Peng menemukan korban2 yang sama,
wajah mereka tak karuan macamnya, ha! itu karena kulit wajah
orang2 tersebut telah dibeset orang lain.
„Liok Tianglo …… Liok Tianglo…… To It Peng memanggil-
manggil. Kakek itulah yang telah merebut anak Kat Siauw Hoan dari
tangannya.
Tidak terlalu sukar untuk menemukan Liok Tianglo, seperti apa
yang To It Peng duga, karena 3 komplotannya teleh binasa, Liok
Tianglo tidak luput dari pen deritaan jasmaniah, terlihat sasosok
tubuh yang meringkal disemak-semak pohon.
„To tayhiapkah yanq datang ?" tanya orang itu lemah.
To It Peng menghampiri, orang itu adalah Liok Tianglo, ia belum
mati, tetapi dilihat dari keadaan, ajalnya sudah tidak lama lagi.
„Liok Tianglo ?" To It Peng memanggil.
„Betul." Orang itu memberi kepastian.
To It Peng memandang kesekitar tempat dimana Liok Tianglo
hampir menqhembuskan napasnya yang penghabisan, tak terlihat
anak Kat Siauw Hoan yang diharapkan. Badan Liok Tianglo
meringkal seperti gumpalan daging.
„Liok Tianglo, dimanakah anak yang kau rebut dari tanganku?"
tanya To It Peng segera. „Di manakah anak yang kau rebut itu?
Telah kau sampaikan ke Seng-po-chung ?"
Liok T ianglo merintih sakit, ia berkata terputus-putus : „Anak …..
Anak itu direbut orang……”
„Direbut orang ? Siapakah yang merebutnya ?" To It Peng
bingung.
„Siu jin…. Mo…. Say……”
Sampai dlsini, tamatlah riwayat hidupnya seorang yang jahat,
Liok Tianglo menghembuskan napasnya yang terakhir setelah
menderita siksaan yang cukup hebat juga setelah menderita sakit
yang lama.
To It Peng memperhatikan mayat Liok Tianglo, tidak seperti tiga
kawannya, kulit wajah Liok T ianglo tidak dibeset, masih utuh seperti
biasa, kematiannya yalah karena pukulan tenaga dalam, seluruh
tubuhnyapun penuh noda darah, tidak sedikit luka yang diderita
olehnya.
Ucapan Liok Tianglo yang terakhir menarik perhatian sipemuda,
diketahui s i Singa Kuning Siu jin Mo Say adalah guru 4 Wajah Tidak
Berkulit yang dikatakan telah mati lama, mengapa masih disebut-
sebut saja?
Yang penting yalah anak Kat Siauw Hoan, ia harus menjaga
sehingga dewasa, tetapi anak itu telah Ienyap, kemanakah ia harus
cari?
To It Peng mamandang jenasah Liok Tianglo dengan bimbang,
kakek berbaju hijau inilah yang menjadi biang keladinya, bila bukan
dia yang merebut anak itu, tentu telah barada di Seng-po-chung.
Beberapa bayangan melayang datang, mereka segera
mengurung To It Peng dan mayat Liok T ianglo.
Jumlah mereka 4 orang, terdiri dari kakek2 yang sudah tua,
dengan warna pakaian hitam, kuning, merah dan putih. Inilah jago2
Seng-po-chung. Hek Tianglo dan Pek T ianglo.
Mengetahui bahwa 4 kakek yang mengurungnya dari Kampung
Seng-po-chung, hati T o It Peng tidak merasa kewatir.
„Eh!, mengapa Liok Tianglo berada disini?" Kakek barpakaian
warna hitam Hek Tianglo berseru kaget.
Tiga kakek lainnyapun dapat mengenali Liok Tianglo dengan
warna pakaiannya yang khas hijau.
„Betul, ia binasa." Kakek pakaian putih Pek T ianglo berkata.
„Siapa suruh ia mempunyai niatan jahat?" kata Ang Tianglo.
„Siapakah yang membunuhnya ?" tanya Oey Tianglo.
„la melarikan ketua muda kita, maka sudah selayaknya menerima
pembalasan ini." kata Ang Tianglo gemes.
Samar2, To It Peng mengerti akan duduk perkara. Pada
sebelumnya, ia menduga hahwa Liok Tianglo merebut anak Kat
Siauw Hoan untuk diserahkan kepada ketua Seng-po-chung dengan
mendapat pahala besar. Ternyata dugaan ini salah, Liok Tianglo
malarikan anak Kat Siauw Hoan dengan maksud tertentu, tetapi
ditengah jalan menemukan musuh kuat, dan musuh itu merebut
anak ketua Seng-po-chung dan Kat Siauw Hoan
„Ternyata Liok Tianglo mampunyai niatan jahat." To It Peng ikut
bicara.
4 kakek dengan pakaian 4 warna memandang sipemuda.
„Dimanakah ketua muda kami kini berada?" tanya Ang Tianglo
dan Pek Tianglo hampir berbareng.
„Menurut keterangan Liok Tianglo, ketua muda kalian itu telah
direbut orang” T o It Peng memberi keterangan.
„Siapa yang telah merebutnya?" tanya kakek pakaian hitam Hek
Tianglo.
„Dikatakan orang itu seperti Siu jin Mo Say."
Wajah 4 kakek berubah, mereka saling pandang memanda,ng
sebentar, dan tiga diantaranya menggeleng-gelengkan kepala.
„Hm…." kakek pakaian merah Ang Tianglo mengeluarkan suara
dari hidung. „la ingin menyesatkan kita."
Manakala To It Peng bingung dengan kata-kata tadi, kakek
pakaian putih Pek Tianglo menggerakkan tangannya, cepat sekali
tangan ini telah mengancam dada To It Peng.
„Hei! ……” To It Peng berteriak kaget.
Kakek pakaian kuning Oey Tianglo bergerak, ia menahan
serangan Pek Tianglo dan berkata : „Tahan. Biar kita minta
keterangan sejelasnya dahulu."
Pek Tianglo menarik serangannya, tidak urung kebutan itu telah
menyebabkan To It Peng terjengkang jatuh.
Pek Tianglo tahu jelas behwa si Singa Kuning Siu jin Mo Say telah
tiada didalam dunia, tetapi dikatakan tokoh inilah yang merebut
anak ketuanya dari tangan Liok Tianglo, dikira s ipemuda ada niatan
untuk menyesatkan mereka kejalan yang salah, mungkin
menjerumuskan mereka kejalan jauh sehingga tidak berhasil
menemukan ketua muda yang masih kecil itu, ia marah sekali, tadi
ada niatan untuk memukul sipemuda, beruntung Pek Tianglo
mencegah, bila tidak, entah apa yang tarjadi, tentu T o It Peng Iuka
parah, mungkin juga binasa, karena si dungu tiada berkepandaian.
Tetapi in tldak berhenti sampai disitu, disaat To It Peng jatuh,
tangan Pek Tianglo telah mencengkeram, begaikan seekor burung
alap2 yang menenteng anak ayam, ia menjinjing sipemuda tinggi2.
„Bila berani kau bergerak, pukulanku akan segera manamatkan
riwayat mu." Pek Tianglo memberi ancaman.
„Siapa yang menyuruhmu menipu kami?" Kakek pakaian merah
Ang Tianglo turut membentak.
„Aku tidak menipu kalian." kata To It Peng. „Bila betul
keterangan itu dianggap sebagai tipuan, hal itu adalah Liok Tianglo
yang menipu kalian. Bukanlah aku."
„Mengapa?" Btanya kakek pakaian kuning, Oey Tianglo.
„Karena keterangan tadi kudapat dari Liok Tianglo. Dialah yang
mengatakan bahwa anak ketua kalian direbut oleh Siu jin Mo Say."
Oey Tianglo mengkerutkan alisnya tinggi2, terdengar ia
bergumam :
„Dikabarkan Siu jin Mo Say telah binasa, dari mana pula muncul
satu Siu jin Mo Say?"
„Siu Jin Mo Say adalah guru dari 4 Wajah Tak Berkulit……"
„Kami tahu."
„Dan 4 Wajah Tak Berkulit itu pernah kujumpai, dikatakan bahwa
mereka telah tidak ada. T etapi kenyataan masih hiduip segar bugar.
Dari sini mudah diketahui bahwa Siu ji Mo Say itu masih hidup
dalam dunia.”
„Dari mana kau tahu?” tanya kakek pakaian putih Pek T ianglo.
„4 Wajah Tak Berkulit mengganas dan membakar Ban-kee-
chung, tidakkah kalian dengar akan kabar ini ?"
„Dimanakah Ban-kee-chung itu, aku tidak tahu." kata kakek
berpakaian merah Ang Tianglo.
„Di manakah Seng-po-chung itu ? Akupun tidak tahu." Mengikuti
lagu suara orang, To It Peng berkata seperti tadi.
Wajah sikakek pakaian merah Ang Tianglo berubah, tangannya
diangkat dan …… Pang……menampar pipi s ipemuda dogol.
To It Peng berteriak, pipinya menjadi merasa sakit sekali
dirasakan tamparan tadi.
„Kalian sungguh tidak tahu aturan." To It Peng berteriak „Anak
ketua kalian telah hilang direbut orang, tidak manpu mengejar,
tetapi menjatuhkan kemarahan itu kepadaku."
4 kakek itu saling berpandangan, setelah itu, mereka kasak-
kusuk seperti merundingkan sesuatu, T o It Peng tak tahu apa yang
mereka rundingkarn itu, hanya mulut2 msreka yang bergerak,
semua kata2 nya diucapkan perlahan, tentu saya tidak dapat
didengar olehnya.
Tak seberapa lama, Hek Tianglo, Oey Tianglo, Pek Tianglo dan
Ang T ianglo salesa i mendapat kesempatan, mereka mendekati T o It
Peng kembali.
"Kaukah orang yang pertama menemukan mayat Liok Tianglo,
bukan?" tanya kakek pakaian hitam Hek Tianglo.
„Betul!"
„Disaat kau tiba. Liok Tianglo masih sempat bicara, bukan ?" Kali
ini kakek pakaian putih Pek T ianglo yang mengajukan pertanyaan.
„Betul." To It Peng menganggukan kepala.
”ya belum menghembuskan napasnya yang penghabisan?"
„Tentu saja." teriak To It Peng.
„Dikatakan kepadamu bahwa anak ketua kami telah hilang
dibawa Iari orang?" tanya kakek pakaian merah Ang Tianglo.
„Ya."
„Dikatakan juga bahwa orang yang membawa anak ketua kami
itu si Singa Kuning Siu jin Mo Say."
„Memang demikian."
„Baik." kata kakak pakaian hitam Hek Tianglo.
„Kuharap saja kau tidak mangubah keterangan ini."
"Apa yang kau maksudkan?" tanya To It Peng tidak mengerti.
„Nanti, setelah bertemu dengan ketua kami. Kuharap saja kau
dapat memberi keterangan yang sejujur-jujurnya." Hek Tianglo
memberi keterangan.
„Hanya manusia bajingan yang tidak membsrikan keterangan
secara jujur." To It Peng berteriak.
„Syukurlah, bila kau dapat diajak bekerja sama kata kakek
pakaian kuning Oey Tianglo.
„Bersediakah kau ikut kekampung Seng-po-chung?" tanya Hek
Tianglo.
To It Peng memandang 4 kakek-kakek itu, niatnya memang
menuju kearah Seng-po-chung, sayang ia s,esat dijalan, tidak
menemukan kampung itu. Kini ia mandapat tawaran, suatu hal yang
menggembirakan dirinya.
„Terus terang, aku ada niatan untuk berkunjung kekampung
kalian." Sipemuda memberi jawaban.
„Baik" kata Pek Tianglo. „Kau boleh turut kami pulang ke Seng-
po-chung."
Ang Tianglo talah bersiul panjang, maka tidak lama terdengar
suara derap kaki kuda yang menuju ketempat dimana mereka
berada. Ternyata Hek Tianglo, Pek Tianglo, Ang Tianglo dan Oey
tianglo tidak datanq dengan jumlah kecil, mereka hampir
mengerahkan sebagian besar tenaga Seng-po-chung yang ada
untuk mencari jejak ketua mudanya yang lenyap itu.
Diceritakan To It Peng mengikuti rombongan ini pulang ke Seng-
po-chung.
Setelah melakukan perjalanan selama tiga hari, mereka mulai
memasuki daerah pegunungan Pek Tianglo membuka jalan, dan
yang lain2nya turut dibelakang kakek pakaian putih itu menaiki
gunung.
Dilihat sepintas lalu, gunung itu tiada jalan, tetapi Pek Tianglo
maju dengan bebas, malalui batu2 gunung, mereka tiba disuatu
tempat yang agak terbuka.
Terlihat bangunan yang megah, pintunya dibuat dari tembaga
kuningan, bercahaya kemilauan, cahaya matahari memantulkannya
jauh kedepan.
To It Peng dibesarkan di Ban-Kee-chung, belum pernah ia
melihat pamandangan ini, pintu tembaga itu berkilat-kilat, tak ubah
seperti emas kuningan. Delapan orang2 berbadan tegap menjaga
pintu, berbaris dengan gagah. Ternyata Seng-po-chung merupakan
kerajaan tersendiri yang mengasingkan dari keramaian, ia dibangun
digunung yang tak mudah didatangi manusia, menyepi dan tidak
ada jalan yang tersedia untuk berkunjung kekampung kerajaan ini!.
Mereka tiba disana, 8 penjaga segera mengenali para Tianglo itu,
mereka mendorong pintu tembaga untuk membukakan pintu.
Tinggi pintu berukuran dua puluh kaki, besar dan tinggi, 8
penjaga tadi berbadan tegap, hal ini disediakan untuk membuka
pintu yang berat.
Akhirnya pintu terbuka, Pek Tianglo, Hek Tianglo, Oey Tianglo
dan Ang Tianglo mengajak To It Peng kebangunan megah itu.
Kedatangan Pek Tionglo sekalian telah disampaikan kepada ketua
Seng-po-chung, tidak lama terdengar suara genta dipukul.
„Ketua kami bersedia menemuimu, berhati-hatilah kau bicara
dengannya." kata Pek Tianglo kepada T o It Peng.
Sipemuda tak mendenqar apa yang dikatakan kepadanya,
pemandangan Seng-po-chung mempersonakan dirinya, ternyata
pintu tembaga itu hanya pintu gerbang terdepan. Setelah me lewati
lapangan luas, mereka baru tiba disebuah bangunan dalam
bangunan ini megah dan terhias bagus, inilah tentunya bangunan
tempat dimana Ketua Seng-po-chung menetap.
Mereka menuju kebangunan itu, seorang tua pendek dengan
pakaian aneh membukakan pintu.
Wajah Pek Tianglo, Hek Tianglo, Oey Tianglo dan Ang Tianglo
terlihat tegang. Mereka berjalan masuk.
„cara ketua kita membikin sambutan sangat terburu-buru, tentu
ada sasuatu yang terjadi, kita harus berhati-hati” kata Ang Tianglo
pada ketiga kawannya.
„Kehilangan ketua muda kita menyebabkan perubahan sifatnya."
kata Tianglo.
Memasuki tempat kediaman ketua Seng-po-chung, mata To It
Peng terbelalak, dari pintu sehingga keruangan dalam, terpapar
permadani yang terbuat dari kulit lutung Su-coan. Mereka berjalan
dikulit lutung Su-coan ini dengan tidak menimbulkan suara sama
sekali.
Seperti apa yang diketahui, lutung Su-coan tidak mudah
ditangkap, apa Iagi membeset kulit mereka sehingga puluhan ekor,
jarak pintu hingga diruang dalam puluhan meter, berapa banyakkah
kulit lutung Su-coan yang diperlukan ?
Keistimewaan dari lutung Su-coan ialah kulit mereka yang seperti
kuning emas, bila terkena sinar matahari atau sinar lilin, berkilat-
kilat seperti cahaya bintang dilangit, sungguh sangat menakjubkan
sekali. Karena itu, harganyapun sangat, mahal. Ketua Seng-po-
chung dapat mengumpulkan kulit2 lutung Su-coan dengan jumlah
banyak, mudah dibayangkan, berapa banyak uang yang harus
dikeluarkan ? Berapa banyak harta kekayaannya ?
---oo0oo---

BAGIAN 13
KETUA SENG PO CHUNG BERHADAPAN DENGAN
SI PEMAKAI NAMA SIU JIN MO SAY

DIRUANG BESAR duduk beberapa orang, mereka terdiri dari


macam2 orang, ada lelaki, perempuan, tinggi, pendek.
To It Peng dibawa masuk kedalam ruangan ini. Dipandangnya
satu persatu, tak satupun yang dikenali olehnya.
Pada kursi tengah yang seharusnya diduduki oleh ketua sesuatu
perkumpulan atau ketua kampung, kosong tiada diduduki orang.
Kursi inipun dilaputi oleh kulit lutung Su-coan.
To It Peng, Pek Tianglo, Hek Tianglo dan Oey Tianglo telah
duduk dikursi yang disediakan untuk mereka.
Ruang itu cukup besar, jumlah orang yang berkumpul puluhan
orang, tetapi tidak satupun yang membuka suara.
Mendadak pintu samping terbuka, Teng…. Teng ... Tong…
Tang…. terdengar empat kali suara kentongan dipukul. Berbareng
muncul 4 anak lelaki dengan pakaian lutung emas dari Su-coan,
mereka berbaris rapi dan berdiri ditepi pintu.
To It Peng segera menduga ketua Seng po cung, 4 anak laki2 itu
berupa barisan pengawalnya. Dari ketua Seng-po-chung, ia teringat
akan Kat Siauw Hoan, diketahui Kat Siauw Hoan melarikan diri dari
Seng-po-chung, apakah yang menyebabkan wanita muda itu
mangambil niatan nekad meninggalkan suami begitu saja ?
Terdengar suara batuk2, suara itu datang dari arah samping.
Maka 4 anak Iaki2 dengan pakaian lutung emas dari Su-coan
bergerak jalan, mereka menuju kekursi tengah yang kosong, setelah
tiba disana, mereka berjejer dibelakang kursi.
Betapa dungunya To It Peng, iapun dapat mamaklumi bahwa
ketua Seng-po-chung akan segera keluar menampakkan dirinya.
Ingin disaksikan, bagaimanakah wajah suami Kat Siauw Hoan itu?
Ruangan segera bercahaya terang, gumpalan sinar emas kuning
bergerak, untuk sekejap mata, mereka tidak dapat malihat jelas,
ternyata ketua Seng-po-chung telah manampilkan dirinya, ia
mengenahan pakaian istimewa, entah apa yang dibuat, sehingga
dapat menyilaukan orang yang memandangnya.
Siap . . . . .
Semua orang bangun berdiri, meninggalkan tempat duduk untuk
sementara, menyambut kehadiran ketua Seng-po-chung.
To It Peng tidak disebut dungu bila mengerti akan tata peraturan
yang ada, karena sinar kuning gemilauan tadi, ia mengucek-ucek
kedua matanya, ia lupa dan tidak turut menghormat kedatangan
ketua Seng po chung. Ia tetap duduk dikursinya.
Hal ini menimbuIkan keistimewaan, diantara puluhan orang yang
hadir pada ruangan itu, hanya To It Peng seorang yang tidak
bangun berdiri, tentu saja sangat menarik perhatian.
To It Peng belum sadar akan kesalahan yang diperbuat, ia
memperhatikan ketua Song po chung - laki2 yang manjadi suami
Kat Siauw Hoan.
Orang Itu sangat kurus, denqan mengenakan pakaian kulit lutung
emas dari Su-coan yang diberi hiasan bahan istimewa, pakaian itu
semakin besar dan tidak cocok dengan badannya yang kecil.
Dikala semua orang memusatkan perhatiannya kearah To It
Peng, termasuk ketua Seng-po-chung itu yang marah atas
perlakuan yang sangat kurang ajar kepadanya, To It Peng
memandang tajam, maka beradulah 4 mata mereka.
„Ha, ha …." To It Peng mangeluarkan suara gelak tertawa,
keadaan badan dan peraturan tata cara yang ketua Seng-po-chung
itu tetapkan sangat tidak serasi, hal ini dianggap sangat lucu
olehnya.
Manurut apa yang si Dungu bayangkan, seharusnya ketua Seng-
po-chung mempunyai ukuran badan yang besar, gagah dan tegap,
maka ia dapat manguasai banyak orang, termasuk Pek Tianglo
sekalian. Tidak tahunya ia hanya manusia kerdil yang kurus kecil,
karena itulah ia tertawa.
Kemarahan ketua Seng-po-chung memuncak. Wajah semua
orang yang ada ditampat itu sagera berubah.
Disaat ini To It Peng bangun dari tempat duduknya, ia menuju
kearah kursi tengah, dimana ketua Seng-po-chung terduduk,
dengan menudingkan jari tangan, sipemuda dogol itu bertanya :
„Kau inikah yang menjadi ketua Seng-po-chung?"
Ketua Seng-po-chung mendelikan mata, tetapi kurang wibawa,
badannya terlalu kecil, lagi pula kurus, tidak menakutkan orang
yang belum mengenal wataknya.
„Betul" la mengeluarkan suara geraman.
„Ha, ha, ha, ha….." To It Peng tertawa terpingkal-pingkal,
perutnya sampai dirasakan menjadi mulas, kini diketahui pasti
bahwa orang inilah yang berkuasa atas keseluruhan dari Seng-po-
chung, orang yang didalam anggapannya harus mempunyai ukuran
badan tinggi besar, gagah den tegap.
Seluruh ruangan hanya terdengar suara gelak-tawa
To it Peng, semua orang memandangnya dengan wajah tegang
dan penuh kekhawatiran.
Manyaksikan wajah tegang dan khawatir tadi, To It Peng
menghentikan suara tertawanya. Maka ruangan menjadi sunyi
kembali. Hati sipemuda mulai memukul keras, kini ia sadang
berhadapan dengan suami Kat Siauw Hoan, teringat apa yang telah
dilakukan kepada wanita muda itu, ketidak tenangan meliputi alam
pikirannya.
Memandang sidungu sekian lama, kesabaran ketua Seng-po-
chung tidak tertahankan lagi, ia memandang kearah Pek Tianglo,
Hek Tianglo, Ang Tianglo, dan Oey Tianglo.
„Siapakah orang ini?" Ia bertanya kepada mereka.
„Kawan ini bernama To It Peng, orang yang nyonya Kat tugaskan
untuk mengantarkan ketua muda kembali."
Pek Tianglo memberi keterangan.
Ketua Seng-po-chung menganggukkan kepala.
„Ng….." Suatu tanda ia puas dengan keterangan tadi.
„Dimanakah kini anakku itu?"
„Ditengah jalan, Liok Tianglo telah menyambut anak itu." To It
Peng memberi ketarangan.
„Dan dimanakah kini Liok Tianglo berada ?" Ketua Seng-po-chung
bertanya.
Pek T ianglo, Hek Tianglo, Oey Tianglo dan Ang T ianglo berempat
yang sejak tadi tunduk saja, seorang dari mereka memberi
keterangan.
Liok Tianglo me larikan ketua muda, maksudnya ingin berhianat
kepada Ketua Seng-po-chung. Tetapi ditengah jalan ia mengalami
sesuatu, perubahan mana menyebabkan gagalnya rencana. Segala
sesuatu yang menyangkut hal ini, saudara To-it-penglah yang
mengetahui sangat jelas.
Ketua Seng-po-chung memandang To It Peng, ia bertanya :
„Perubahan apakah itu ?"
„Liok Tianglo dengan tiga komplotannya melarikan anak itu,
ditengah jalan ia bertemu dengan Siu jin Mo Say, ketiga
komplotannya mati dengan kulit wajahnya dibeset sehingga
mengelotok, ia sendiripun harus mati dengan penuh penderitaan.
Tentang anak yang kubawa itu, ia telah berada ditangan Siu jin Mo
Say".
Aaaaaaaa ……….
Seluruh ruangan bergemuruh dengan ber-macam2 reaksi dari
orang2 yang berada disitu, hal itu sungguh diluar dugaan mereka.
Anak ketuanya telah direbut oleh si Singa Kuning Siu jin Mo Say
yang pernah menggegerkan dunia persilatan.
Ketua Seng-po-chung lompat bangun dari tempat duduknya, tapi
ia dapat menguasai keadaan yabng tegang itu, ia duduk kembali.
„Tahukah kau, kemana Siu jin Mo Say itu pergi ?" ia bertanya.
„Mana kutahu ?" To it Peng memaparkan kedua tangannya.
„Mungkinkah aku mau berpeluk tangan dan tidak membikin
pengejaran, bila kutahu kemana Siu jin Mo Say itu pergi ?"
Ketua Seng-po-chung meninggalkan tempat duduknya, ia
berjalan perlahan, arah tujuannya ya!ah dimana To It Peng berada,
tidak sekecappun kata2 keluar dari mulutnya.
Semua orang yang menyaksikan hal itu memandang dengan hati
berdebar debar, entah apa akan dilakukan oleh ketua mereka ?
To It Peng berdiri tegak, pemuda dogol ini tidak tahu bahaya.
jarak diantara ketua Seng-po-chung dan To It Peng telah dekat
sekali, setelah itu, ketua Seng-po-chung menahan langkah kakinya,
ia berdiri tepat dihadapan muka sipemuda.
Beberapa lama keadaan seperti itu berlangsung. Tiba-tiba ketua
Seng-po-chung menghela napas.
„Kau .... kau telah bertemu dengan Kat Siauw Noan ?" la
bertanya dengan suara perlahan, hampir2 tidak terdengar.
Seperti apa yang telah diketahui, Kat Siauw Hoan adalah istri dari
ketua Seng-po chung, karena sesuatu hal, wanita muda itu
melarikan diri.
Suara siketua Seng-po-chung penuh dengan kehampaan, To It
Peng merasa kasihan, ia pernah merasakan bagaimana sengsaranya
seorang yang ditinggalkan oleh manusia yang dicintainya apa Iagi
orang itu adalah istrnya.
“Aku . . . . Aku….." Suara To It Peng tersumbat ditengah
tenggorokan, tak dapat ia meneruskan keterangannya.
la telah bertemu dengan Kat Siauw Noan didalam rumah batu,
disana ia .... Ah ….. mana mungkin kajadian ini diceritakan ? Apa
lagi dihadapan ketua Seng-po-chung yang menjadi suami Kat Siauw
Hoan. Maka setelah melepas dua kali kata2 'Aku' tadi, To It Peng
menutup rapat mulutnya.
cepat ketua Seng-po-chung bergerak, tangannya memegang
tangan To It Peng erat2, tangan ini sangat dingin sekali.
„Apa yang kau lihat tentang dirinya?" la bertanya gugup. „Kau
telah berjumpa dengannya, bukan?" Be. . . . Betul . . . ." To It Peng
tidak berhasii menarik tangannya yang telah dipegang oleh ketua
Seng-po-chung.
„Dimana ? ….Dimana...,.... Lekas kau katakan:
„Hanya beberapa hari berlangsung."
„Dimana ?"
„Disebuah rumah batu yang gelap."
„Dimanakah letak rumah batu itu ?"
„Dipuncak sebuah lereng gunung yang berdataran tinggi.''
Ketua Seng-po-chung memandang kepada orang2-nya, segera ia
mengeluarkan bentakan : „Sudah kalian dengar ? Lekas undang
pulang dirinya."
Puluhan orang yang berkumpul diruangan itu saling pandang,
mereka mendengar apa yang To It Peng katakan, tetapi lereng
gunung yang berdataran tinggi itu bukan nama sebuah teraipat,
dimanakah mereka harus cari ?
Mengetahui kebingungan mereka, To It Peng segera berkata :
„Tak usah dicari lagi."
„Mengapa ?" Bartanya ketua Seng-po-chung dengan mata
terbelalak.
„la telah pergi dari situ." To It Peng memberi keterangan. “Tak
guna kalian men-cari2."
„Kemana pulakah ia pergi ?" Bartanya ketua Seng-po-chung.
„Mata kutahu? Bila ia memberi tahu kemana arah tujuannya, tak
sudi aku berkunjung kemari, aku akan mengejar dan
mengawaninya." Berkata sidungu yang mempunyai otak sangat
dogol dan tolol.
„Eh, kau juga mengijinkannya?" Ketua Seng-pochung
mamandang dengan rasa penuh keheranan.
To It Peng meruntuhkan pandanqan matanya ketanah.
„Denqan maksud tujuan apa kau mencarinya lagi?" Bertanya
ketua Seng-po-chung dengan suara keras.
„Aku . . . Aku ku . . . ingin . . . ."
„Katakan lekas! apa yang kau ingini darinya ?" Suara ketua Seng-
po-chung menggelegar.
To It Peng terkejut, tidak disangka, orang kurus kecil seperti
ketua Seng-po-chung mempunyai suara seperti guntur.
„Katakan lekas. Apa yang kau inginkan darinya ?" Ketua Seng-po-
chung mengulang pertanyaan.
,,Aku ingin menjumpainya sekali lagi." To It Peng mengucapkan
keterangan seperti ini.
Ketua Seng-po-chung meruntuhkan pandangan matanya
ketanah, ia barkata perlahan :
„Ia cantik menarik, siapa yang melihat pasti terpikat, hal ini dapat
kumaklumi. Aku tidak menyalahkan kepadamu yang suka dan
tertarik kepadanya. Dapatkah kau ceritakan tentanq keadaan
dirinya?"
Wajah To It Pang merah, terbayang kemba!i kejadian dirumah
batu itu, kenangannya terhadap Kat Siauw Hoan tak mungkin dapat
dilupakan,
„Ng……Ng .... Tak dapat kuceritakan kepadamu" Berkata To It
Peng.
„Mengapa ?" Tanya ketua Seng-po-chung. “Munqkinkah ada
sesuatu diantara dia dengan dirimu?"
Hati T o It Peng tercekat, wajahnya seperti kepiting yang direbus,
merah padam, kadang2 tampak juga warna biru ke-hitam2 an.
Apa yang sipemuda perlihatkan berarti tidak menyangkal dugaan
ketua Seng-po-chung, kemarahan jago ini tak terkendalikan lagi,
tangannya bergerak, maka dua jari diantaranya segera berada tepat
dihadapan mata sipemuda, sedianya ia ingin menusuk buta mata
tersebut.
„Tahan" T eriak To It Peng kaget. „Aku adalah jago nomor satu,
tak boleh sembarangan manggebrak sembarangan dengan orang."
Beberapa kali To It Peng dijatuhkan orang, tapi ia kukuh pada
pendiriannya, dianggap kata2 dan keterangan sinenek baju hitam
Nian-u Po-po yang mendudukkan dirinya kedalam jago nomor satu
itu benar2 terjadi, tentu saja dia bangga dengan 'jago nomor
satu'nya itu.
„Katakan dengan terus terang, apa yang kau lakukan terhadap
dirinya. Ketahuilah, biji2 matamu telah berada dibawah ancaman
tanganku." Ketua Seng-po-chung mengancam.
„Tidak dapat kukatakan." Berkata sipemuda dungu.
„Tidak dapat kau katakan ?" Ketua Seng po-chung menggerakkan
maju dua jari tangannya lambat2, dan ancaman ini memberi
tekanan bathin yang hebat.
To It Peng tidak akan membiarkan kedua biji matanya dicukil, ia
menggeserkan badannya mundur kebelakang, hal mana beruntun
dikerjakannya sehingga babarapa kali, sehingga tubuhnya bersandar
kedinding ruangan, tak ada jalan mundur lagi.
Disaat To It Peng membuka kedua matanya, dua jari tangan
ketua Seng-po-chung masih saja mengancam, tepat berada
ditempat beberapa senti meter dari bulu matanya.
„Tidak dapat kukatakan ....... Tidak dapat kuceritakan ........Tidak
akan kuceritakan kepadamu............... " To It Peng berteriak teriak.
Seperti kucing mempermainkan korbannya, ketua Seng-po-chung
tidak segera turun tangan, ia mendesak ingin mengetahui apa yang
telah dikerjakan oleh sipemuda dungu dan istrinya yang telah
melarikan diri itu.
Disaat ini terjadi sedikit kegaduhan, orang2 Seng-po-chung saling
kasak kusuk.
„Laporan." Berkata seorang yang lari tergesa-gesa.
Pek Tianglo maju menghampiri, ditanyakan sesuatu apa yang
telah terjadi. Maka kejadian ini menolong To It Peng, terlihat ketua
Seng-po-chung menoleh dan bertanya :
„Ada apa ?"
Pek Tianglo maju, dengan suara perlahan, ia memberi
penjelasan.
Wajah ketua Seng-po-chung berubah, ditinggalkannya To It Peng
untuk sementara, ia harus menyelesaikan perkara baru yang lebih
hebat, lebih mengandung ancaman malapetaka.
Terdengar suara genta dipukul, berbareng tardengar suara
laporan keras:
„Siu jin Mo Say dari Kiong-lay membikin kunjungan."
Ketua Seng-po-chung mengerahkan pandangannya keluar, maka
iapun berteriak : „Silahkan masuk!"
„Ha, ha, ha …." Dari jauh terdengar suara gelak tertawa. Suara
ini semakin dakat, semakin dekat, dan secara mendadak saja telah
berada diruangan tengah.
Dihadapan orang banyak telah bertambah seorang, orang ini
mempunyai rambut pirang, kuning mengkilat.
„Siapa ketua kalian ?" Memandang orang banyak yang ada disitu,
Iaki2 berambut pirang itu mengajukan pertanyaan.
Ketua Seng-po-chung telah duduk kembali diatas kursi
kebesarannya, segera memberi tanggapan.
„Harap tuan suka bersabar, duduklah dahulu. Setelah menculik
anakku, seorang diri tuan datang, tentunya ada mengandung
maksud tertentu, bukan ?"
Laki2 berambut pirang yang baru datang menyapu dengan
matanya keseluruh ruangan, setalah itu berhenti pada katua Seng-
po-chung, ia berkata gagah :
„Tidak percuma kau menjadi ketua Seng-po-chung, ternyata kau
memiliki daya ilmiah yang paling cepat, Paling tepat. Sonder kubari
tahu maksud kedatanganku, kau telah menduga tepat."
Sambil bicara, tangan laki2 berambut pirang itu mengaitkan
tangannya kesamping, maksudnya mengambil kursi dari jarak jauh.
Dan betul saja, sebuah kursi melayang terbang ke arahnya.
Terdengar suara tetawa dingin, Ang Tianglo bergerak maju,
maka kursi itu berhasil dipertahankan olehnya. Ternyata kursi yang
diambil oleh laki2 berambut pirang itu adalah kursi Ang Tianglo.
Kejadian mana di anggap terlalu menghina dirinya, maka ia lompat
keluar untuk mempertahankan.
„Mana ada aturan yang membiarkan ssorang tamu mengambil
kursi sendiri ?" Demikianlah alasan Ang Tianglo berkata dingin.
Tangan laki2 berambut kuning itu tidak menyentuh kursi, tetapi
tempat duduk itu melayang kepadanya, hal ini membuktikan batapa
hebat ilmu tenaga dalam yang dipertontonkan kepada orang
banyak. Kini mendadak sontak Ang Tianglo mempertahankan
kursinya, maka kursi itu tertahan ditengah udara.
Ternyata kekuatan tenaga mareka masih seimbang, kursi tidak
bergeser, diam terapung ditangah-tengah udara.
Laki2 berambut pirang itu mengeluarkan tertawa dingin, tiba2
saja mendorong kedepan, melalui kursi ia mengadakan serangan
secara tidak langsung, maka dilihat sepintas lalu, seolah-olah
kursilah yang menyaring Ang Tianglo.
Sebelumnya, Ang Tianglo telah memperhitungkan apa yang
harus diterima, nama si Singa Kuning Siu jin Mo Say pernah
menggegerkan rimba persilatan, nama tersebut bukanlah nama
kosong. Tenaga tarikannya kuat hebat, ia mempertahankan kursi
duduknya. Kini mendadak saja kursi tersebut menyerang,
bagaimana ia tidak menjadi kaget? Hampir2 ia terjengkang jatuh,
bila kurang siap siaga, untunglah ia sebat, maka diganti posisi
menarik tadi menjadi 'sikap bertahan.
Laki2 berambut pirang itu memuji kepintaran Ang Tianglo, kini ia
menambah kekuatan, memperhebat tekanan serangan, seperti tadi
juqa, serangan itu dilontarkan melalui kursi, kursi itulah yang
disuruh menyerang.
Ang T ianglo tak sanggup mempertahankan posisi kedudukannya,
kursi dilepaskan sambil berteriak : „Kiu thian-to-lie-kang "
Setelah mengucapkan kata2 tadi, tubuh Ang Tianglo duduk
numprah ditanah dengan menyemburkan darah segar, ia terluka!
Maka selesaIah pertempuran memperebutkan kursi itu, benda
tersebut melayang dan tersanggah oleh laki2 berambut pirang. Ia
membenarkan letak kursi dan duduk ongkang2 kaki.
Hal mana tak lepas dari kesaksian orang banyak, ilmu Kiu-thian-
to-lie-kang adalah ilmu kebanggaan si Singa Kuning Siu jin Mo Say,
rambut laki2 inipun barwarna pirang, mungkinkah betul Siu Diyn Mo
Say hidup kembali ?
To It Peng teringat akan kampung halamannya, Ban-kee-chung
dibakar oleh 4 Wajah Tak Berkulit, dan kaempat manusia durjana itu
adalah murid dari Siu jin Mo Say, semua kemarahan dijatuhkan
kepada laki2 ranbut pirang ini, ia tampil kemuka berteriak :
„Hei, bangsat, permusuhan apakah dengan Ban-kee-chung,
mengapa kau mengutus keempat muridmu membakar dan
meratakan kampung Ban-kee-chung sehingga sama dengan tanah
?"
Laki2 berambut pirang itu sedang berhadap-hadapan dengan
ketua Seng-po-chung, mendengar ada orang yang membentak-
bentak, ia menoleh dan dilihat s ikap T o it Peng yang berlaku kurang
ajar kepada dirinya ia menatap tajam, tangannya bergerak, maka ….
ser… ser… ser….. terdengar tiga kali suara angin bardesir, tiga jalan
darah To It Peng tertekan sakit.
Bagaikan ditusuk pisau tajam, To It Peng merasakan tiga bagian
tubuhnya sakit, kajadian itu menjalar hingga keseluruh tubuhnya, ia
bergelimpangan ditanah melawan rasa sakit tersebut, jahat sekali
serangan laki-laki berambut pirang lemparkan itu, sipemuda tak
sanggup menahan rasa sakitnya.
Hek Tianglo menghampiri, mendepak jalan darah Kie hay-hiat,
maka To It Pang bebas dari penderitian, ia bangun berdiri dengan
badan bermandikan keringat. Wajahnya masih pucat.
Ketua Seng-po-chung memperhatikan gerak gerik lawannya,
maklumlah ia betapa tinggi kepandaian lawanya tersebut, tetapi ia
sudah dapat memastikan laki2 rambut kuning ini bukanlah si singa
kuning Siu jin Mo Say dahulu, ia membuka suara : „ilmu kepandaian
tuan memang hebat. cukup untuk menandingi Siu jin Mo Say. Tetapi
tuan bukanlah Siu jin Mo Say, mengapa harus mengganti nama
memungut nama tarsebut?"
Apa yang ketua Seng-po-chung katakan berada diluar dugaan
semua orang, ternyata Iaki2 berambut pirang ini bukan Siu jin Mo
Say, itu Singa Kuning yang mempunyai ciri2 khas berambut pirang.
Maklumlah, orang yang mempunyai rambut pirang tidak, terlalu
banyak, apa lagi laki2 rambut pirang, terlalu sedikit sekali, mengapa
orang ini mengakukan dirinya sebagai Siluman Kuning Siu jin Mo
Say?
Manakala samua orang bingung dan berpikir-pikir, laki2 rambut
pirang itu telah memberikan jawabannya yang pasti :
„Ha,….ha,… ha…… Matamu lihay. Tentunya kau menyaksikan
pertarungan di Kiong-lay dahulu, bukan?"
„Sang-po-chung mengasingkan diri menjauhkan kerumitan dunia,
tetapi Siu jin Mo Say pernah membikin kunjungan, sedikit banyak,
ilmu kepandaiannya tak lepas dari penilaianku," Berkata ketua Sang-
po-chung.
„Betul ... Betu! …." Laki2 rambut pirang itu membenarkan
kata2nya, „Aku bukan Siu jin Mo Say lama, tetapi rambutku pirang
apa salahnya aku ganti nama? Nama Siu jin Mo Say belum
digediponir, bukan sedikit orang2 yang mempunyai nama sama,
bukan?"
„Ooo ... Tuan te!ah ganti nama? Dan nama baru tuan itu Siu jin
Mo Say-?"
Laki2 berambut pirang itu menganqgukkan kepala.
„Baiklah" Berkata ketua Seng-po-chung Iagi. Telah lama aku
tidak berjumpa dengan anakku , kami sangat rindu sekali. Bolehkah
tuan mengembalikan anakku itu?"
Separti telah diketahui, anak ketua Sang-po-chung telah dibawa
ibunya Kat Siauw Hoan, telah lama merka tidak bertemu, setelah
itu, To It Peng mendapat tugas untuk mengembalikan anak
tersebut, di tengah jalan, datang kakek pakaian hid yau Liok
Tianglo, direbutnya anak tersebut.
Tetapi Liok Tianglo tidak berumur panjang, ditengah jalan
bertemu dengan orang yang menyebut dirinya Siu jin Mo Say ini,
disiksanya kakek pakaian hijau itu, direbutnya anak tersebut.
Kini Iaki2 berambut pirang ini datang membikin kunjungan, maka
ketua Seng-po-chung meminta kembali anak tersebut.
Laki2 berambut pirang, untuk selanjutnya kita sebut sebagai
Ganti Nama Siu jin Mo Say, hal ini untuk membedakan dengan Siu
jin Mo Say asli. Karena Siu jin Mo Say asli masih hidup didunia,
untuk menjaga kesimpang siuran, maka harus ada sedikit
perbedaan.
Orang yang mangaku bernama Siu jin Mo Say menengadah, lalu
ia tertawa.
„Ha, ha, ha,……. Putramu itu sangat lucu dan menarik. Sungguh
mengecewakan orang, bila sempai terjadi sesuatu atau ada mala
petaka yang menimpa dirinya.
Orang yang menamakan dirinya Siu jin Mo Say itu tidak
manyebut dimana putra ketua Seng-po-chung, dikatakan bila
sampai tarjadi sesuatu atau ada mala petaka yang menimpa dirinya,
tentu sangat mengecewakan, ucapan ini mengandung ancaman.
To It Peng telah pulih kepribadian 'jago nomor satu'nya, degan
menampilkan diri kedepan, ia berteriak :
„Bohong! Anak itu segar bugar dan berada didalam keadaan
sehat, mana mungkin ada sesuatu mala petaka yang menimpanya
?"
Suara To It Peng telah membuat Siu jin Mo Say mengalihkan
perhatian, ia menatap pemuda dogol itu tajam2.
Sangat menakjubkan sekali ilmu kepandaian laki2 berambut
pirang ini, dengan sekali raih, maka kursi terbang 'menghampirinya',
dengan menunjukan jari2 tangan, To It Peng pernah
bergelimpangan, sakit luar biasa, maka pemuda dungu itu mundur
dan menyembunyikan dirinya dibalik pilar besar, takut kena
serangan jari tangan dari jarak jauh.
Ketua Seng-po-chung segera berkata :
„Apa yang saudara To It Peng katakan tadi tidak salah, putraku
berada didalam keadaan segar bugar, sehat walafiat, mana mungkin
ada sesuatu malapetaka yang menimpa dirinya ?"
Siu jiu Mo Say mengeluarkan suara dengusan : „Mau atau
tidaknya 'mala petaka' itu datang membikin kunjungan kepada
anakmu, targantung dari kebiyaksanaan ayahnya." „Katakanlah
dengan terus terang, apa yang kau inginkan dariku? Bertanya ketua
Seng-po-chung secara blak-blakan.
„Bagus:'' Siu jin Mo Say menganggukan kepala: „Barang yang
kuinginkan ialah pedang pusaka, pedang Hui-ie itu."
Disebutnya 'pedang Hui-ie` wajah ketua Seng-po-chung berubah
cepat, seluruh ruangan menjadi gaduh.
jantung To It Peng berdegup keras, pedang Hui-ie berupa
pedang pusaka, tetapi pedang ini telah dibawa lari oleh Kat Siauw
Hoan, disaat meninggalkan Seng-po-chung, setelah itu, dirumah
batu, wanita muda itu menyerahkan kepada dirinya dengan pesan
agar ia dapat menyaksikan putranya dewasa, setelah umurnya 12
tahun, pedang Hui ie akan dihadiahkan ke pada anak tersebut.
Jantung To It Peng berdegup keras, karena ia tahu bahwa
pedang Hui-ie yang diincar oleh laki2 berambut pirang itu berada
pada dirinya. Samar2 terbayang, betapa penting pedang Hui-ie ini,
tentunya mangandung rahasia abadi.
Bukan, satu atau dua kali To It Peng mamegang pedang tadi,
takut terbang mendadak dan lenyap dari tubuhnya. Beruntung
kelakuan sidungu tidak ada yang memprhatikan, siapakah yang
menduga, sebuah pedang pusaka dapat berada ditangannya
seorang pemuda ketolol-tololan itu ?
Ketua Seng-po-chung segara mamberi jawaban :
„Sungguh tidak kebetulan. Pedang Hui-ie te lah tidak ada di Seng-
Po-tlhung."
Orang yang menamakan dirinya Siu jin Mo Say bangun dari
tempat duduknya, ia berkata : „Baiklah. Aku meminta diri."
Laki2 berambut pirang ini s iap pergi, siap meninggalkan Seng-po-
chung.
Beberapa bayangan bargerak, tiga kakek berpakaian merah,
hitam dan kuning telah menghadang kapergian Syu jin Mo Say,
mereka adalah Ang Tianglo; Hek T ianglo dan Oey Tianglo.
Ketua Seng-po-chung tidak tinggal diam, ia turut melesat dari
tempat duduknya dan berteriak : „Tunggu dulu."
Siu jin Mo Say menghentikan geraknya, ia berkata adem:
„Tuan tidak ada minat untuk manyelesaikan urusan, apa gunanya
aku menunggu lama ditempat ini ?"
„Kau kira mudah meninggalkan Seng-po-chung begitu saja ?"
Bentak Ang Tianglo.
„Kambalikanlah ketua muda kami." Hek Tianglo-turut berkata.
„Bukan aku tekebur," berkata Siu jin Mo Say. tak mungkin Seng-
po-chung menahan diriku."
„Sabar." Barkata ketua Seng-po-chung. „Bukan maksud kami
melarang tuan pergi. Maksud kami yalah, selasa ikanlah perkara kita
dahulu."
„Mengapa kau tidak bersedia menyerahkan pedang Hu-ie?"
„Atas nama Song-po-tlhung, aku bersumpah bahwa pedang
pusaka itu telah tiada didalam Seng-po-chung." Berkata katua Seng-
po-chung.
„Pedang pusaka Hu-ie a ialah pedang pusaka Seng-po-chung,
dengan alasan apa kau menyangkal ?" Siu jin Mo Say bertanya.
„Terus terang kukatakan, bahwa didalam Seng-pochung telah
terjadi drama menyedihkan, pedang itu telah dibawa pergi pleh Kat
Siauw Hoan. Maka, kecuali pedang Hu-ie yang tidak ada, segala
harta benda, mas intan, berlian pusaka, berapa gerobak yang tuan
mau, aku rela manyerahkannya. Demi keselamatan putra tunggalku
itu." Kata2 ketua, Seng-po-chung belum pernah serendah ini. Apa
boleh buat, demi menolong Putra tunggalnya, ia harus mengalah.
Didalam anggapan T o It Peng, tawaran ketua Seng-po-chung itu
telah berlebih-lebihan, tentunya akan diterima oleh laki2 berambut
pirang yang kurang ajar itu.
Penilaian manusia itu tidak mungkin sama, lain sidungu dan lain
pula dengan Siu jin Mo Say, terlihat ia menggoyang-goyangkan
kepalanya yang berambut kuning itu sambil berkata : „Maksud
tujuanku yalah pedang Hui-ie itu."
Ang Tianglo maju dengan langkah lebar, ia membentak keras :
„Siu jin Mo Say, kau adalah tokoh kenamaan ternama yang
disegani orang, mengapa prilakumu seperti bajingan, seperti
penculik kekurangan makan?
Mengadakan tekanan fisik dengan menculik anak orang?"
„Hm……Hm……" Orang yang menamakan dirinya Siu jin Mo Say
mengeluarkan suara dari hidungnya „Mau tidak kalian menyerahkan
pedang Hui-ie?" Sambungnya pula.
Giliran Hek Tianglo yang maju tampil kemuka, katanya :
„Siu jin Mo Say, ketahuilah bahwa pedang Hu-ie harus disertai
dengan sarung pedang kufit naga. Seng-po-chung mempunyai
pedang Hui-ie, tetapi tidak ada sarung kulit naga itu, apa gunanya?
Pedang tak dapat dibawa keluar, hanya sebagai hiasan yang boleh
dipandang belaka ?"
Siu jin Mo Say bergumam : „Hm……Hm……" dari dalam libatan
bajunya, ia mengeluarkan sesuatu, diperlihatkan kepada Hek
Tianglo berkata : „Kenalkah dengan benda ini ?"
„Sarung pedang kulit naga ?'' Hak Tianqlo berseru mundur.
Perhatian orang terpusat kepada mereka, pada tangan Siu jin Ma
Say terpagang sebuah sarung pedang, tidak terlalu menyolok mata,
hitam kebiru-biruan, bila dilemparkan ditengah jalan, karena sudah
lama tidak terurus dan lapuk, agaknya tak ada yang mau
memungut, sarung pedang seperti inikah yang dikatakan sebagai
sarung pedang kulit naga?
„Ha, ha, ha …." T o It Peng mengeluarkai suara gelak tertawa. la
tertawa, tidak lama, seluruh ruangan mengalihkan perhatian
mereka, ternyata semua orang diam tegang, banyol pemuda dungu
ini sad ya yang tertawa, sungguh manarik perhatian.
Betapa dungupun To It Peng, ia dapat merasakan sesuatu yang
kurang pantes, tidak ada orang lain yang tertawa, berarti tidak ada
orang yang membenarkan langkahnya tadi, ia menyeringai dan
diam.
Pusat, perhatian berganti kearah sarung pedang kulit naga butut
itu. mareka sedang menimang-nimang, betulkah sarung pedang ini
sarung pedang kulit naga asli?
Beberapa saat, terdengar suara ketua Seng-po-chung
manunjukkan keheranan :
„Sarung pedang kulit naga! Sarung padang kulit nagakah yang
kau pegang ?"
Siu jin Mo Say menganggukkan kepala. la membenarkan
pertanyaan yang diayukan oleh ketua Seng-po-chung.
Ketua Seng-po-chung kepada orang2-nya, ia memberi isyarat
mata. Maka seluruh isi dari ruangan itu bergerak, puluhan orang
memperapat kurungannya, memperketat jarak diantara sesamanya,
siap menahan orang yang menamakan dirinya Siu jin Mo Say.
Siu jin Mo Say adalah lambang dari keganasan, lambang dari
keseraman, tetapi daya pemikat sarung pedang kulit naga terlalu
hebat, ketua Seng-po-chung lupa akan-bahaya, lupa akan putranya
yang masih berada dibawah ancaman" orang, ia ingin merebut
sarung pedang itu.
Bergeraknya puluhan orang sangat Iambat, hal ini tidak disadari
oleh Siu jin Mo Say nama tiruan itu.
„Tentunya kau maklum, mengapa aku datang kemari meminta
pedang Hu-ie, bukan ?" Kata2 ini ditujukan kepada ketua Seng-po-
chung.
Ketua Seng-po-cung tidak menjawab pertanyaan tadi, ia berjalan
maju, Iangkahnya kuat dan kaku, tidak disangka tokoh kurus kecil
ini mempunyai kewibawaan, bila mana ada keperluan,
Ketua Seng-po-cung terhenti disuatu jarak yang tertentu,
menatap wajah Siu jin Mo Say.
Laki2 berambut kuning itu segera merasakan adanya perubahan
suasana, Ia memandang kesekitar kedudukan dirinya, maka
sadarlah akan bahaya, dirinya telah berada dibawah kurungan
puluhan orang Seng-po-chung.
„Hei, inikah cara2 kalian menyambut kedatangan tamu ?" Tanya
nya dengan suara gentar.
„Serahkan sarung pedang kulit naga itu!" Ketua Seng-po-chung
memberi perintah.
Siu jin Mo Say tertegun, tetapi tidak lama kemudian ia
menengadahkan kepalanya, tertawa terbahak-bahak.
„Lucu….. Lucu….." Katanya. ,,.Aku datang kemari dengan
rnaksud tujuan meminta padang Hui-ie tetapi kau mengajukan
tuntutan akan sarung pedanq kulit naga?"
„Seorang diri kau datang kemari. Kini telah berada dibawah
kurungan orang2-ku. dapatkah kau melepaskan diri ?" Berkata ketua
Seng-po-chung dingin.
„Dapat atau tidaknya aku keluar dari kepungan orang-orangmu
masih belum dapat dipastikan. Tetapi yang jeias, ialah putramu
masih berada didalam tanganku bukan ?"
Ketua Seng-po-chung sadar akan bahaya yang masih
mengoancam keselamatan putra tunggalnya itu.
„Bila sampai terjadi apa2 atas diriku, maka kau akan putus
turunan karena tamatlah putra tunggalmu itu ! " Siu jin Mo Say
meneruskan ancamannya.
Pengikat sarung pedang kulit naga itu terlalu besar, karena ini,
hampir ketua Seng-po-chung melupakan anaknya. Mendapat
peringatan Siu jin Mo Say, baru ia engah bahwa kecuali diri sendiri,
iapun mampunyai seorang anak yang berada didalam kaadaan yang
sangat tidak menguntungkan.
Orang lain yang teringat akan anak Kat Siauw Hoan itu yalah
sidungu To It Peng, bila laki2 rambut pirang itu mati atau terluka,
tentu jiwa Tay Koan turut dikorbankan olehnya.
Tay Koan adalah nama yang To It Peng beri kepada anak Kat
Siauw Hoan dan katua Seng-po-chung itu.
Mengetahui sifat ketamakan ketua Seng-po-chung, To It Peng
segera berteriak : „chungcu, kau mau mati? Lupakah akan jiwa
putramu sendiri ?"
Ketua Seng-po-chung adalah raja daerahnya, perintahnya belum
pernah dibantah, tidak ada orang yang membentak-bentak seperti
itu, teriakan To It Peng yang mengatakan ia mau mati itu sangat
menyinggunq perasaan. Tangannya bergerak, dan . . . . ser …….
sebuah aliran menyerang pemuda dungu dan membungkam
mulutnya karena serangan itu tepat mengenai jalan darah Kian-
keng-hiat, tidak saja sampai disini, serangan tenaga itu teralalu
kuat, sipemuda terdorong mundur dan jatuh.
Langkah yang ketua Seng-po-chung perlihatkan itu membuat
wajah Siu jin Mo Say berubah.
Diantara T o It Peng dan Siu jin Mo Say tiada hubungan keluarga.
jatuhnya sipemuda membuat perubahan wajah, laki2 berambut
kuning itu, ialah dikarenakan salah perhitungannya, ternyata ketua
Seng-po-chung lebih mementingkan sarung pedang kulit naga dari
pada keselamatan anaknya, maka menutup mulut si dungu agar
tidak ikut campur pertikaian mereka.
Laki2 berambut kuning ini berani berkunjung kemarkas besar
Seng-po-chung seorang diri karena tahu pasti, ketua Seng-po-chung
tidak berdaya, mengingat anaknya yang berada didaam suatu
tempat tertentu, dan dengan mudah ia dapat meminta pedanq Hui-
ie, dengan bersarungkan kerangka sarung pedang kulit naga,
pedang Hui-ie te lah mendapatkan tempatnya.
Belum lama, ketua Seng-po-chung rela menyerahkan apa yang
ada, bergerobak mas intan dan berlian pusaka, dengan maksud
tujuan menukar anak tunggalnya. Tetapi kejadian ini segera
berubah setelah melihat munculnya sarung pedang kulit naga yang
berupa salah satu dari beberapa pusaka rimba persilatan.
Para jago Seng-po-chung telah mengurung laki2 berambut pirang
ini, ketua Seng-po-chung menotok jalan darah To It Peng, agar
pemuda itu tidak turut ambil bagian.
„cungcu, kau ingin Menyusahkan diriku?" Bertanya orang yang
bernama Siu jin Mo Say itu.
Sinar mata ketua Seng-po-chung menatap dan terpaku pada
sarung pedang kulit naga yang Siu jin Mo Say pegang, ia berkata
mantep :
„Tinggalkanlah sarung pedang kulit naga itu dan kau bebas
meninggalkan perkampungan Seng-po-chung"
Ketua ini telah lupa kepada anaknya, karena pusaka rimba
persilatan saja.
Siu jin Mo Say semakin tercekat, apa daya? Apa yang harus
dilakukannya? Pikirannya berputar cepat.
„ cungcu,……" la mengganti sebutan hormat. „Belum lama kau
telah katakan bahwa pedang Hui-ie tiada didalam bangunanmu. Apa
guna sarung pedang kulit naga dengan tiada pedang Hui-ie ?"
Ketua Seng-po-chung mengeluarkan suara dari hidung, manusia
kurus kecil inipun tidak kalah akal, terdengar ia berkata :
„Memang. Pedang Hui-ie tidak berada didalam bangunan Sng-po-
cung. Tetapi setelah mendapatkan sarung pedang kulit naga,
dengan mengerahkan seluruh kekuatan Seng-po-chung yang ada,
tak terlalu sukar untuk menemukan pedang Hui-ie. Kerangka sarung
padang kulit naga hanya tersedia bagi pedang Hui-ie, bukan ?"
„Lupakah kau kepada putramu ?" Siu jin Mo Say memberi
peringatan,
„……….." Ketua Seng-po-chung tidak dapat memberi sahutan.
„Dimisalkan kau telah kuberi sarung pedang kulit naga,
dimisalkan kau berhasil mendapat pedang Hui-ie yang hilang itu,
kau kehilangan putra kandungmu, se imbanqkah penghasilanmu ini
? Dua pusaka, pedang Hui ie dan sarung pedang kulit naga
dapatkah mengimbangi jiwa putramu ?"
---oo0oo---

BAGIAN 14
SIU JIN MO SAY BERTEMU SIU JIN MO SAY

KETUA SENG-PO-CUNG berhadap-hadapan dengan seorang laki2


dengan rambut kuning yang menyebut dirinya sebagai si Singa
Kuning Siu jin Mo Say.
Siu jin Mo Say palsu menginginkan pedang Hu-ie dari ketua itu,
sedangkan ketua Sang-po-chung mengharapkan sarung pedang
kulit naga darinya.
„Pikir masak2" Berkata si pemakai nama Siu jin Mo Say. „Mana
yang lebih penting, anak atau benda pusaka ?"
Ketua Seng-po-chung memberi jawaban yang menyimpang dari
pertanyaan.
Beberapa turunan Seng-po-chung telah menyimpan pedang Hu-
ie, mereka berusaha mendapatkan sarung pedang kulit naga, tidak
berhasil. Pesan turun temurun yalah berusaha menyatukan sarung
dan pedang. Kini sarung pedang kulit naga telah berada diambang
mata, mungkinkah kulewatkan secara percuma?"
Mendadak saja si pemakai nama Siu jin Mo Say berteriak,
badannya melesat, tangannya memukul atap bangunan, maka kayu
dan genting bertaburan, pada atas ruangan dimana mereka berada
telah berlubang, laki2 berambut kuning ini telah siap me larikan diri
dari lubang yang belum lama dibuat itu.
Gerakan Siu jin Mo Say cepat, tetapi para jago Seng-po-chung
tidak lambat, membarengi gerakan laki2 berambut kuning itu,
merekapun melakukan hal yang sama, 6 atau 7 orang telah berada
diatas wuwungan rumah, sebelum si pemakai nama Siu jin Mo Say
berhasil menerobos keluar, 7 jago Seng-po-chung itu mengirim
pukulan, membuat jaring kekuatan yang tidak terlihat, menekan
dirinya turun kebawah kembali.
Ketua Seng-po-chung tidak berpangku tangan, iapun turut
melesat, dilihat tubuh si pemakai nama Siu jin Mo Say tertahan dan
diam ditengah ruangan, ia mengirim pukulan menyerangnya.
Siu jin Mo Say tergencet oleh dua kekuatan pukulan, 7 jago
Seng-po-chung menyerang dari atas kepalanya, ketua Seng-po-
chung menyerang dari bawah kakinya. Wajahnya pucat pasis
seketika, maka ia menggeram, manambah kekuatan tenaga dan
memukul dua kali, satu keatas menahan 7 gabungan kekuatan itu,
dan satu lagi menahan pukulan ketua Seng-po-chung.
Buuum …… Kekuatan yang kelantai segera beradu dengan
kekuatan ketua Seng-po-chung, tubuh laki2 berambut kuning itu
terdesak naik.
Maka 7 jago Seng-po-chung menekan tenaga gabunqannya, bila
satu lawan satu, tak mungkin mereka memenangkan pertandingan,
tetapi gabungan ini hebat, tak perduli Siu jin Mo Say memiliki ilmu
kepandaian Kiu-thian-to-lie-kang, tak mungkin ia sanggup diserang
dari atas bawah, tulang2-nya terdengar mengeluarkan suara …….
keretek ……..keretek……. Tak mungkin ia bertahan beberapa lama
lagi.
Ilmu kepandaian laki2 berambut kuning ini hampir menyamai
kekuatan Siu jin Mo Say tadi, rambut-nya kuning, maka ia menyebut
dirinya sebagai si Singa Kuning Siu jin Mo Say, bila ia tidak
mempunyai rencana untuk melarikan diri segera, dengan ilmu
kepandaian yang dipunyai, belum tentu mengalami kekalahan.
Tetapi ia takut sarung pedang kulit naga dirampas orang, biar
bagaimana harus diusahakan manjauhkan diri dari para mata hijau
gila pusaka itu, maksudnya malarikan diri cepat, tidak tahu langkah
ini kurang tepat, maka tubuhnya tergencet oleh dua kekuatan, naik
tidak, turunpun urung. Tangannya ingin meraih dinding menambah
kekuatan, hal ini tidak dapat, kakinya ingin berpijak lantas mencelat,
rencana inipun hanya berupa bayangan. Kekuatan ketua Seng-po-
chung Iebih kuat dari gabungan tenaga 7 orang.
Keadaan si pemakai nama Siu jin Mo Say sungguh mengenaskan,
tubuhnya terapung diudara, sebentar naik dan sebentar turun,
sadikit demi sedikit, semakin lama, daerah geraknya semakin
sempit.
Manakala keadaan tidak menguntungkan bagi si laki2 berambut
pirang, orang2 Seng-po-chung telah mulai menghunus senjata
mereka, ada yang merambat naik keatas genting mencegah larinya
lawan, ada yang bertepuk sorak, dan ada juga yang siap membantu
ketuanya mengait kaki lawan itu.
Mulut To It Peng tidak dapat mengeluarkan suara, badannya
tidak dapat digerakkan, hal ini karena ditotok oleh ketua Seng-po-
chung tadi. Tetapi matanya terpentang lebar, ia dapat melihat
kejadian itu.
Dilihat bagaimana tubuh Siu jin Mo Say tidak menyentuh tanah,
tetapi dapat 'terbang' lama sekali, dianggapnya hal ini menandakan
kehebatan dari ilmu kepandaian laki2 berambut kuning itu.
Beruntung mulut sidungu terkatup, bila tidak, mana mungkin ia
tinggal diam? Tentunya bertepuk tangan bersorak keras.
Sipengganti nama Siu jiu Mo Say itu, tuIang2-nya berbunyi
semakin keras, wajahnya merah kebiru-biruan, menyeringai
kesakitan, setelah tidak tahan, iapun mengeluarkan jeritan.
Baru To It Peng sadar akan pandangan matanya yang salah,
keadaan si pemakai nama Siu jin Mo Say tidak menguntungkan,
maka ia berteriak. Hal ini menyebabkan hati sipemuda bimbang,
diketahui Tay Koan berada ditangan laki2 berambut kuning itu, bila
ia mati atau menderita Iuka, kemana harus menernukan T ay Koan
anak Kat Siauw Hoan yang tidak dapat dilupakannya itu? la
diwajibkan menjaga Tay Kean hingqa umur 12 tahun, bila terjadi
sesuatu apa dengan laki2 ini, bagaimana Tay Koan tidak
menemukan sesuatu 'malapetaka'?
To It Peng ingin memperingatan akan apa yang menjadi
pikirannya, tetapi ia tidak berdaya, seratus persen tidak berdaya,
bungkam seribu bahasa.
Orang Seng-po-chung mulai bertepuk tangan, suara mereka
gegap gempita, tidak lama Iagi, kemenangan tentu berada
dipihaknya.
Dikala ini, masuk seorang pendek dengan kepala lebih besar dari
kepala manusia biasa, rambutnyapun kuning, umurnya telah tua,
orang inilah yang berulang kali membantu To It Peng. Dilihat
keadaan didalam ruangan itu, ia berteriak : „Aduh, sungguh ramai
sekali."
Suara manusia aneh ini diucapkan saperti biasa, tetapi aneh,
suaranya dapat mengalahkan semua suara yang ada, hanya
suaranya yang terdengar jelas sekali.
Mengetahui ada orang yang datang, ketua Seng-po-chung
mengajukan pertanyaan : „Hei, siapa nama tuan yang mulia?"
Orang aneh ini menunjukkan senyumnya yang lucu, rambut
kuning dan kepala gentongnya bergoyang, ia berkata memberi
sahutan :
„Aku adalah tamu yang tidak diundang, datang ke mari untuk
mengerjakan dua tugas yang dapat menyinggung nama Seng-po-
chung. Apa guna menyebut nama ?"
Sambil berkata, tangannya meraih kearah tempat dimana To It
Peng barada, maka terjadi pusaran angin yang kuat, menyedot
tubuh sipemuda. Sebenarnya saja orang aneh ini berhasil
menentengnya.
Wajah ketua Seng-po-chung berubah, dengan nada tidak lancar
ia berkata: „Ilmu Bu-siang-sin-lek yang hebat. Tuan tentunya dari
golongan Buddha,"
Orang tua berambut kuning ini mempunyai ukuran kepa!a yang
tidak normal, mulutnya bila terbuka sangat lebar, tingkah lakunya
saperti angin-anginan, mana mungkin orang dari golongan Buddha
yang pendiam? Hanya saja ilmu Bu-siang-sin-lek itu terbatas, hanya
golongan Budha saja yang, berhasil meyakinkannya, maka ketua
Seng-po-chung mengajukan pertanyaan seperti tadi.
Orang tua aneh ini menganggukan kepala, ia berkata : „Benar.
Telah lama aku menyucikan diri dan masuk kedalam golongan
Budha."
Bila kata2 ucapannya keluar dari mulut seorang hwesio gundul
atau tosu, tentu tidak dapat dicela. Lain lagi halnya keluar dari
mulut orang tua aneh ini.
„Kau mamelihara rambut, dapatkah digolongkan kedalam
golongan Budha?" Ketua Seng-po-chung menunjukkan keragu-
raguannya.
Manusia aneh ini tertawa : „Ha…., ha.... Apakah perbedaan
Budha atau bukan?"
Dengan satu tangan menenteng To It Peng, ia berjalan pergi.
Lain tangannya meraih kearah sipemakai name Siu jin Mo Say.
Persamaan diantara dua orang ini adalah rambut mereka yang
pirang kuning. Perbedaannya yalah simanusia aneh teIah menolong
To It Peng berulang kali, tetapi s ipemakai nama Siu jin Mo Say ingin
menyulitkan pemuda itu.
Orang yang memakai nama Siu jin Mo Say masih terapung
ditengah udara, kedatangan orang tua aneh ini yang menyebabkan
ketua Seng po-chung menarik tenaga bukan berarti kebebasan
baginya, orang2 Seng-po-chung telah menggantikan kedudukan
ketuanya, puluhan tenaga telah menyongsong si pemakai nama Siu
jin Mo Say, dan 7 tokoh kuat tetap menekan dari atas, keadaannya
tidak banyak berbeda dengan keadaan sebelum ketua Seng po-
chung lepas tangan.
Orang aneh berambut kuning mengulurkan tangan, terjadi lagi
pusaran kekuatan, daya sedot memasuki tekanan tenaga2 kekuatan
orang2 Seng-po-chung, setelah itu, menarik tubuh sipemakai nama
Siu jin Mo Say.
Maka dua tangan orang tua aneh berbadan pendek berambut
kuning ini telah berisi dua orang, satu T o It Peng dan lain tangan si
Siu jiu Mo Say nama tiruan. cepat sekali badannya melesat keluar
dari kepungan orang2 Seng-po-chung.
„Selamat tinggal" …. dan orang tua aneh berambut kuning ini
meninggalkan mereka.
Puluhan orang berteriak-teriak, mereka tidak puas dan siap
mengejar, masakan dua tawanannya dicomot begitu saja dengan
tidak berdaya?
Ketua Seng-po-chung melesat, ia mencegah : „jangan sembarang
bergerak."
Badannya melesat dan berhasil berada dibelakang orang tua
aneh berambut kuning itu, orang tersebut harus menenteng dua
tubuh berat, sedangkan ketua Seng-po-chhung bebas dari segala
beban bobot berat, maka ia dapat melakukan hal itu dengan mudah.
Tangannya dipaparkan dan menekan punqgung orang tua aneh
yang ingin membawa To It Peng dan sipemakai nama Siu jin Mo
Say.
Dua tangan orang yang ketua Seng-po-chung serang tidak dapat
digunakan menyambuti serangan itu, apalagi dilihat dari gelagat
seperti itu, manusia aneh berambut kuning tidak ada niatan untuk
menghindari serangan. cepat dan tepat serangan ketua Seng-po-
chung mengenai gegar atau punggung lawan, tetapi aneh, serangan
itu seperti membentur kaca yang tidak terlihat, biar bagaimana, tak
dapat meneruskan tekanannya.
Kecepatan orang tua rambut kuning itu tidak dapat dilukiskan,
bagaikan anak panah lepas dari busurnya, lewat terbang dan lenyap
tak terlihat lagi.
Hal ini hanya ketua Seng-po-chung yang dapat memaklumi,
diketahui serangannya menambah kecepatan orang itu yang
memang sudah cepat, maka kecepatan ganda itu melebihi
kecepatan siapapun juga.
Pedang Hu-ie lenyap dibawa oleh Kat Siauw Hoan, sarung
pedang kulit naga berada ditangan si pemakai nama Siu jin Mo Say,
dikala ketua Seng-po-chung hampir berhasil merebut sarung pedang
pusaka, tiba2 datang orang tua berambut kuning dengan kepala
berukuran besar itu, ditolong sipemakai nama Siu jin Mo Say,
dibawanya To It Peng, hal ini sungguh memalukan Seng-po-chung.
Dengan teriakan penasaran, ketua Seng-po-chung melesat, ia
mengejar. Sebentar kemudian, ia tiba dipintu gerbang depan yang
terbuat dari tembaga berat itu, dilihat 8 penjaga pintunya te!ah
menggeletak ditanah, hal ini karena ditotok oleh orang
berkepandaian tinggi, tentunya orang tua berambut kuning,
berkepala ukuran besar tadi.
la memandang kesekelilingnya, tidak terlihat ada tanda2 yang
mencurigakan.
Orang tua berambut kuning, berkepala ukuran besar itu telah
lenyap dengan membawa sirambut pirang yang mengaku bernama
Siu jin Mo Say, dan sidungu To It Peng.
Manakala ketua Senq-po-chung bingung, datanglah pu!uhan
jago2 peliharaannya.
Mereka turut mengejar dan tiba terlambat.
„Bagi kekuatan menjadi 4 bagian, dan pecah kekuatan ini untuk
menyusul musuh." Ketua Seng pochur.g mamberi perintah.
Kakek baju hitam Pek Tianglo, baju merah Ang Tianglo, baju
putih Hek Tianglo dan baju kuning Oey Tianglo mengepalai 4
rombongan itu, masing2 berunding sebentar, terpecah membikin
penqejaran.
Ketua Seng-po-chung telah memilih beberapa orang, diajaknya
pilihan ini dan membikin pengejaran.
Kita menyusul orang tua berambut kuning, berbadan pendek,
berkepala ukuran tidak normal itu, dengan kedua tangan
menenteng To It Peng dan sipemakai nama Siu jin Mo Say
meninggalkan Seng-po-chung.
Seperti apa yang te!ah kita ketahui dibagian, depan dari cerita
ini, orang tua berambut kuning, berbadan pendek dan berkapala
ukuran gentong dengan mulut lebar ini mempunyai kesan yang baik
atas apa yang To It Peng perlihatkan, bukan satu dua kali ia
menolong si pemuda dari berbagai kesukaran. Kini ia manolongnya
lagi.
Mengenai alasan ia menolong Iaki2 berambut kuning yang
menamakan dirinya Siu jin Mo Say ialah persamaan rambut mereka,
jarang sekali menemukan persamaan ini, apalagi mengingat
keadaan sipemakai nama Siu jin Mo Say yang terjepit, bila ia tidak
menolong, tentu manusia yang mengaku bernama Siu jin Mo Say ini
akan menderita Iuka parah dibawah tekanan kekuatan puluhan
orang Seng-po-chung.
Mereka telah meninggalkan jauh Seng-po-chung, larinya orang
aneh ini cepat luar biasa, ia telah menotok hidup jalan darah To It
Peng, maka sipemuda ingin bicara, hanya angin yang berkesiur
terlalu cepat, sukar untuk mangajak tuan panolongnya bicara.
Akhir nya mereka tiba disebuah lembah, manusia aneh itu
meletakkan dua orang yang ditolong olehnya pada sebuah batu
besar.
Tangannya bergerak cepat, diletakannya To It Peng dan laki2
berambut pirang itu, sedangkan ia sendiri duduk tenang.
Mengetahui dirinya bebas, laki2 rambut kuning yang mengaku
bernama Siu jin Mo Say itu mencelat, kedua tangannya disilangkan
dan memukul orang tua yang mempunyai warna rambut sama itu.
0rang tua ini seperti sudah dapat memperhitungkan apa yang
akan dihadapi, dengan merapatkan jari2 nya ia berhasil menangkis
sarangan.
Wajah laki2 berambut kuning yang mengaku bernama Siu jin Mo
Say berubah, ia mambalikan badan dan siap melarikari diri.
Tetapi orang tua berambut-kuning mencelat terbang, dengan
kedudukan tetap bersila, ia melewati diatas kepala laki2 berambut
kuning itu, kemudian menghadang jalan larinya.
„jangan kau lari !" katanya. „Dimanakah kini anak itu berada ?"
Orang yang telah mengganti namanya menjadi Siu jin Mo Say itu
membelalakkan mata, ia berkepandaian tinggi, tetapi kini ia harus
menghadapi tokoh silat yang berkepandaian lebih tinggi darinya.
Orang tua berambut kuning mempnnyai sikap yang sabar, ia
hanya menghadang didepan orang yang mempunyai warna rambut
sama dengannya, tidak memukul atau memaki, ia hanya
meluwekkan mulutnya yang lebar, tersenyum puas. Beberapa saat,
dua orang berambut pirang itu saling pandang memandang.
Orang yang menyebut dirinya sebagai Siu jin Mo Say
menggerakkan langkahnya, terdengar suara gemeretak keras,
dipasang kedua telapak tangan dan memukul kearah orang tua
yang menghadang dijalan itu.
Orang tua berambut kuning mementilkan jarinya, maka
terdengar suara benturan keras .... Buuummm , ... Ia berhasil
mendesak mundur Iaki2 berambut kuning itu.
Wajah laki2 berambut kuning berubah semakin pucat.
„Siapakah kau ?" la bertanya dengan suara yang kurang lancar.
„Nama apa yang kau gunakan itulah namaku." Berkata orang tua
berambut kuning dengan malowakkan mulutnya yang lebar.
„Maksudmu ?" Si pemakai nama Siu jin Mo Say mangkerutkan
alisnya.
„Bertanyalah kepada dirimu sendiri. Siapa kau?.... Maka kau akan
mendapat jawaban tentang diriku.."
Orang yang mengaku bernama Siu jin Mo Say harus berpikir
masak-masak, hal ini suagguh membingungkan dirinya.
„Masih belum mengerti ?" Bertanya orang tua berambut kuning
itu.
To It Peng menyaksikan adegan dua manusia rambut kuning
saling tanya jawab, tentu saja anak dungu kita tidak mengerti.
Tiba2 laki2 berambut kuning yang menyebut dirinya sebagai Siu
jin Mo Say itu manepuk kepala, ia tersadar, kini dengan siapa ia
berhadapan. Orang yang mempunyai rambut kuning itu dapat
dihitung dengan jari.
-o0dwo0-

„Kau….. kau….. adalah…….." la tidak meneruskan kata2-nya,


tiba2 saja tertawa. „Ha….…. Ha…., ha…., ha…… ….."
„Betul" Orang tua barambut kuning itu menganggukkan kepala.
Maka jelaslah siapa dia manusia berambut kuning itu, mereka
adalah dua Siu jin Mo Say, sama2 menggunakan nama Siu jin Mo
Say, satu tidak mau mengakui nama itu karena nama tersebut
sudah busuk, satu lainnya menggunakan nama tersebut karena
kagum akan ilmu kepandaiannya yang maha tinggi. Orang tua
berambut kuning adalah Siu jin Mo Say asli dan laki2 berambut
kuning itu adalah Siu jin Mo Say palsu.
„Ha….…. Ha…., ha…., ha…… ….." Siu jin Mo Say palsu yang
dahulu kita sebut sebagai sipemakai nama Siu jin Mo Say karena ia
tidak mau menyebut nama aslinya dan mengganti nana itu menjadi
Siu jin Mo Say asli tertawa. „Mengapa kau malu menyebut nama
sendiri ?"
Siu jin Mo Say asli, orang tua berambut pirang, berbadan pendek,
berkepala ukuran besar dan bermulut lebar itu tidak memberi
keterangan tentang mengapa ia malu menyebut namanya.
„Ilmu kepandaian Kiu-thian-to-lie-kang yang kau gunakan itu
tidak sempurna, beum waktunya kau mempa memamerkan ilmu
itu." Demikian ia berkata.
„Sebaiknya kau simpan dahu!u, sebelum kau mendapatkan inti
sari, dari ilmu tersebut, jangan sekali-kali untuk mencoba, hal ini
akan mengakibatkan susutnya kekuatan tenaga murni."
„Ha….…. Ha…., ha…., ha…… ….." Siu jin Mo Say palsu
menge!uarkan suara tertawa mengejak. „Kau mengatakan ilmu
kepandaian Kiu-thian-to-lie-kang yang kupela jari belum sempurna.
Hanya kau seorang ssjakah yang dapat menyempurnakan
„Kau tidak percaya? "
„Hm….."
„Lebih baik kau menyucikan diri, jauhilah kejahatan2 dan
ketamakan, ikut denganku dan berguru kepadaku. "
„Minggir." Bentak Siu jin Mo Say palsu, „Urusan kita belum
selesai, bukan?"
Tangan Siu jin Mo Say gemeretak, ia siap mengerahkan ilmu K iu-
thian-to-lie-kang yang maha dahsyat itu.
Siu jin Mo Say asli Mengqoyang goyangkan kepala berkata :
„!lmu Kiu-thian-to-lie-kang terla!u ganas. Tetapi bila ia gagal
menjatuhkan lawan. Tenaga jahat itu menyerang diri sendiri.
Maklumlah kau akan hal ini?"
„Kau kira aku mudah digertak ?" Tangan Siu jin Mo Say palsu
telah bergerak cepat memukul Siu jin Mo Say asli.
Ilmu Kiu-thian-to-lie-kang memang maha dahsyat, To It Peng
yang kena diserempet angin pukulan itu sudah jatuh terjengkang,
bergelimpangan ditanah.
„Aaaaaa ……." Sin jin Mo Say asli mengeluarkan suara kaget.
„Kau akan mencalakakan dirimu sendiri."
yang dinamakan ilmu Kiu-thian-to-lie-kang ialah kekuatan
seseorang yang dilatih secara istimewa, kekuatan ini terdiri dari 9
gelombang pukulan, setiap gelombang bertambah secara berthap,
maka bilamana berada pada gelombang yang terakhir, mudah
dibayangkan betapa hebat dan dahsyat ilmu itu. Ilmu inilah yang
dibanggakan oleh Siu jin Mo Say dahulu, tidak sedikit dari para jago
rimba persilatan dijatuhkan olehnya.
Siu jin Mo Say palsu telah mengerahkan ilmu Kiu-thian-to-lie-
kang, gelombang pertama berhasilmenggulingkan To it Peng,
gelombang ini tidak berhenti disitu, langsung menyerang orang tua
berambut pirang itu.
Orang tua rambut pirang adalah Siu Din Mo Say asli, dia inilah
yang pernah mengegerkan rimba persilatan, tetapi dengan jalan
yang sesat dan jahat, ia dikeroyok sehingga ia hampir binasa,
setelah itu insyaf dari segala kesalahannya, malu menggunakan
nama Siu jin Mo Say yang telah busuk itu, ia tidak mau ada yang
tahu, siapa dirinya, ia tidak mau menyebut nama aslinya, ia tidak
mau menceritakan asal usulnya. Maka untuk mau hormati
kepribadian orang selanjutnya kita tidak menyebutnya dengan kata-
kata Siu jin Mo Say Iagi, orang itu tahu betapa jahat ilmu K iu-thian-
to-lie-kang, kini laki-laki rambut pirang yang memalsukan dirinya
menyerang, apa boleh buat, iapun bertahan.
Gclombanq kesatu disusul oleh gelombang kedua setelah itu
beruntun saling susul datang gelombang2 berikutnya. Tetapi tidak
satupun yang berhasii menjatuhkan simanusia aneh kita ini.
Kejadian yang berada diluar dugaan yalah setiap gelombang itu
dilepas. Siu jin Mo Say akan mundur satu langkah, mana kala ia
selesai me lepas semua gelombang yang berjumlah 9 kekuatan itu,
mundurnya telah terjadi sehingga 9 langkah, semakin lama,
langkah2 mundur itu samakin lebar, sehingga pada langkah yang
terakhir, tubuhnya jatuh numprah ditanah dengan memuntahkan
darah segar.
Siu jin Mo Say adalah lambang kejahatan dan kejahatan dan
kaganasan, laki-laki barambut pirang ini jahat dan kejam, tidak
mengenal pri-kemanusiaan, lupa budi orang mangabdikan diri pada
kejahatan. namanyapun telah dilupakan dan mengganti nama
dengan kata2 Siu jin Mo Say, maka untuk mengabulkan angan2nya,
seterusnya, kita sebutnya sebagai Siu jin Mo Say. Walaupun Siu jin
Mo Say ini palsu adanya.
Siu jin Mo Say duduk terluka, tetapi lawan yang dipukul itu tetap
berada ditempat semula dengan tidak menderita sagala cidera.
„Kau terlalu cepat bergerak." Berkata manusia aneh, orang tua
berambut kuning yang telah membuang nama diahatnya Siu jin Mo
Say. „Bila tidak,mungkin aku rela menerima serangan Kiu-thian-to-
lie-kang yang kau lontarkan dengan cepat, tentunya kau tiada akan
terluka."
Luka sipemakai nama Siu jin Mo Say yang kiri telah dapat
pengesahan resmi menggunakan nama Siu jin Mo Say dan
menghilangkan embel2 'ganti nama'nya, sungguh berat. T ak dapat
ia mengeluarkan bantahan, kedua matanya dimeramkan
membenarkan peredaran darah yang kacau.
Si dogol To It Peng belum tahu siapa dua manusia yang sedang
berada dihadapannya, hanya diketahui satu jahat satu baik, Siu jin
Mo Say itu jahat, sedangkan manusia aneh, orang tua berambut
pirang dengan kepala ukuran besar dan mulut besar yang telah
menolong dirinya itu baik. Orang tua ini bersedia mengorbankan
kesehatan diri sendiri, bila Siu jin Mo Say jahat tidak bergerak terlalu
cepat.
Siu jin Mo Say selesa i mengalirkan peredarannya tiga putaran,
maka luka2 yang diderita berhasil diperingan, ia bangun berdiri
saraya berkata : „Ilmu kepandaianku belum dapat manandingmu,
biar lain kali saja aku meminta petunjuk-petunjuk berhargamu lagi."
la pergi. Hanya saja jalan belum terbuka, orang tua berambut
kuning yang tidak mau manggunakan nama Siu jin Mo Say itu masih
menghadang dijalan.
„Tak mungkin kau dapat mernuntut balas." Berkata manusia
aneh ini. ,Aku tidak ada niatan mempersulit dirimu. Katakanlah,
dimana anak itu kau letakan? "
yang dimaksudkan dengan 'anak itu' yalah anak ketua Seng-po-
tihung dan Kat Siauw Hoan, anak yang To It Peng pernah bawa
untuk diserahkan kapada Seng-pochung.
To It Peng telah bangun berdiri.
„Betul." Berteriak sidungu. „Katakan, dimana kau simpan Tay
Koan."
Tay Koan adalah nama yang To It Peng berikan kepada calon
ketua muda Seng-po-chung itu, hal ini sangat lumrah, bila T ay Koan
telah meningkat dewasa, bila sudah waktunya ketua Seng-po-chung
mengundurkan diri, tentu Tay Koan yang akan menggantikan
kedudukan ayahnya.
Wajah Siu jin Mo Say masih pucat biru, tetapi ia bandal, dengan
mengeluarkan suara dari hidung, ia berkata : „Anak itu sengaja
kubawa untuk ditukar denqan pedang Hu-ie. Dan seperti apa yang
kalian maklum, pedang itu belum kudapat, ketua Seng-po-chung
tidak mau menyerahkannya` mana mungkin kuberi tahu, dimana ia
berada ?"
„Tetapi, pedang Hui-ie sudah tiada didalam Seng-po-chung."
Teriak To It Peng, Suara sidungu cukup keras dan jelas.
„Dari mana kau tahu?" Bertanya Siu jin Mo Say dingin.
Manusia aneh badan pendek, kepala ukuran besar dengan mulut
lebar memandang orang yang berani menggunakan namanya itu,
tetapi ia tidak bicara.
„Bagaimana kau tahu?" Tanya lagi Siu-jin Mo Say dengan masih
penasaran.
„Bagaimana aku tidak tahu?" Berteriak To It Peng, Pedang Hui-ie
itu ……."
Maksud sidungu yalah mengatakan behwa pedang Hui-ie telah
barada pada dirinya, tetapi segera sadar bahwa kata2 ini tidak dapat
dikeluarkan, maka ia menyetopnya ditengah jalan. Perintah Kat
Siauw Hoan yalah harus manyerahkan pedang Hui-ie kepada Tay
Koan 12 tahun kemudian, dan tentang pedang Hui-ie tidak boleh
disebut kepada siapapun juga. Apa lagi berada padanya, hal ini
tidak boleh diketahui olehnya.
Siu jin Mo Say baru tidak maenarik panjang perkara, dianggap
sidungu ingin menyimpangkan duduk persoalan itu kepada proporsi
yang salah, ia mengeluarkan suara dengusan dari hidung.
To It Peng bingung, ia berkata iagi :
„Hei, segera serahkan Tay Koan kepadaku. Ketahuilah cianpwe
ini mempunyai ilmu yang lebih tinggi darimu, bila ia mengulurkan
tangan, maka kau segera terpegang …… itu wakktu ……. Hm ……
hm…….”
Orang tua aneh melowekan mulutnya yang lehar, ia tertawa.
Siu jin Mo Say termundur, wajahnya berubah, diliriknya orang
yang udah disanya tiada didalam dunia itu dengan penuh
kekhawatiran, ilmunya terlalu hebat, ia harus mundur menjauhinya.
Menyaksikan laki2 rambut pirang ini ingin pergi lagi
To It Peng berteriak „Hei, jangan kau pergi! jangan kau pergi! ”
Sesuatu semboyan harus disertai dengan pelaksanaan, To It
Peng bergerak maju, tangannya dipanjangkan, siap menarik baju
orang itu.
Sipemakai nama Siu jin Mo Say telah terluka, tetapi untuk
menghadapi manusia seperti To It Peng, sisa kekuatanya masih
banyak lebih, sikutnya digerakan menyambuti tangan sipemuda.
Menghadapi perlawanan ini, To It Peng gugup ….. ia
menyampingkan cakarannya dan berteriak : „Hayo katakan dimana
kini anak itu berada ?"
Sipemakai nama Siu Din Mo Say tidak mempunyai banyak
keleluasaan bergerak, lain sikutnya dikasi main, make bila To It
Peng tidak menghentikan gerakannya, dada sipemuda yang terbuka
itu yang membentur sikut sijahat.
Tidak sadar akan bahaya yang mengancam, tidak pandai, ia
menyingkirkan diri, To It Peng akan segra terluka.
Orang tua berambut pirang itu mempunyai badan pendek, tetapi
cukup gesit, ilmu kepandainyapun tinggi luar biasa, dengan satu kali
raihan tangan, ia berhasil menarik To It Peng dipegangnya erat2.
Siu jin Mo Say jahat segera melarikan diri, larinya bukan kedepan
karena orang tua aneh itu menghadang didepan jalannya, tetapi ia
membalikkan badan dan lari kebelakang.
To It Peng berteriak : „Lepaskan diriku….. Lepaskan diriku….. Aku
segera hampir menangkapnya, mengapa kau mencegah ? ……….
Lihat, dia melarikan diri, bila kau tidak me lepaskan diriku,
bagaimana aku dapat menangkapnya ?"
Orang tua berambut pirang me lowekan mulutnya yang lebar,
kepala berukuran tidak norma l itu lucu sekali.
„Dapatkah kau menangkapnya?" Ditatap To It Peng dengan
pandangan mata penuh kasih sayang.
„Tentu saja. Aku adalah jago nomor satu, mana mungkin tak
dapat menangkap orang ?" To It Peng bangga kembali, teringat
bahwa dirinya adalah 'jago nomor satu'.
Orang tua aneh itu tersenyum lebar. Diketahui orang yang telah
mencaplok nama dan gelarnya itu telah terluka, tak mungkin lari
jauh, bila perlu, dengan satu kali loncatan ia dapat menangkap
kembali. Maka tidak perlu tergesa gesa.
Siu jin Mo Say gadungan itu telah me larikan diri tetapi luka yang
diderita cukup hebat, ia tidak dapat lari cepat, masih terlihat
bayangannya ditempat jauh.
„Dia telah terluka," berkata To It Peng. „Sedangkan aku adalah
jago nomor satu, mana mungkin tak dapat menangkapnya ? Hayo,
segera lepaskan cekalanmu"
Orang tua aneh itu melepaskan pegangan tangan yang
mengekang To It Peng.
„jago nomor satu? Siapakah yang memberi tahu hal ini
kepadamu?" la mangajukan pertanyaan.
„Seorang nenek berpakaian hitam yang menyebut dirinya sebagai
Hian-u Po-po." To It Peng memberi tahu, siapa yang menobatkan
dirinya menjadi „jago nomor satu".
„Aaaaa…….." Orang tua berambut kuning ini ternganga. „„Dia?".
Setelah itu, ia menarik napas panjang, ada sesuatu yang
mengingatkan kejadian lama, agaknya ia bersedih.
„cianpwe, kau ingin berkeluh-kesah? Berkeluh-kesahlah seorang
diri dahulu, aku ingin mengejar Siu jin Mo Say itu dahulu"
To It Peng mengayunkan langkahnya siap mengejar Iaki-laki
berambut pirang, ia tidak tahu bahwa orang tua dihadapannya inilah
yanq bernama Siu jin Mo Say asli, tanpa ganti2 nama segala.
Manusia aneh kita meraihkan tangan, sabentar ia berhasil
menarik tangan To It Peng,
„Apa guna kau mengajarnya?" Ia bertanya.
„Aku ingin mananyakan dimana anak, itu disimpan." Sidungu
memberi jawaban.
„Anak siapa? Mungkin anakmu?" Tanya orang tua rambut kuning
ini, kepalanya yang besar bergoyengan.
Wajah To It Peng berubah merah.
„Hus!" la membentak. „jangan kau sembarang bicara, Tay Koan
adalah anak ketua Seng-po-cung. Lihat orang itu semakin jauh.
Bagaimana aku dapat mengejarnya lagi?"
„Anak itu adalah anak ketua Seng-po-cung. Mati hidupnya tidak
ada hubungan nya denganmu, mengapa kau harus memusingkan
kepala ?" Manusia aneh kita ini tidak mengambil pusing kerisauan
hati T o It Peng.
„Ibu dari anak itu Kat Siauw Hoan adalah ………."
To It Peng- mendekap mulutnyacepat, mulut itu kadang2 terlalu
lancang.
Haruskah diberi tahu bahwa karena Kat Siauw Hoan pernah tidur
ber-sama2 dengan nya satu malam sehingga menyebabkan ia
bersedia diperbudak ?
„lbu dari anak itu yang bernama Kat Siauw Hoan memohon
kepadaku untuk merawat dan menjaga anaknya." To It Peng
memberi keterangan tentang mengapa ia harus mengejar orang
yang menyebut dirinya sebagsi Siu jin Mo Say, ia harus menanyakan
kepadanya, dimana Tay Koan sekarang ?
Manusia aneh kita menganggukkan kepala dengan penuh arti,
dibalik alis dan bulu matanya yang berwarna kuning terlihat
sepasang mata yang bersinar terang, sinar mata ini seperti dapat
menembus hati.
jantung To It Peng dibuat ber-debar2 karenanya, degupan hati
ini memukul keras sekali, ia menundukkan kepala meruntuhkan
pandangan matanya ketanah, tidak berani menantang sinar mata
yang tajam itu.
Orang tua rambut kuning, berbadan pendek, kepala gentong dan
mulut lebar itu diam tenang-tenang saja.
Lama sekali kejadian seperti itu, To It Peng melirik kaarahnya,
orang tua itu cukup sabar, tak usah menakutkan dirinya. Dilirik lagi
Siu jin Mo Say jahat, bayangan laki2 rambut pirang itu telah tidak
tampak.
„Nah, semakin lama dia semakin jauh. Kini sudah tak tampak.
Hayo ………… lepaskan cekalanmu." Pinta To It Peng.
„jangan takut, akan kutolong memanggilnya kembali." Berkata
orang tua aneh itu sabar.
To It Peng menyeringai, bagaimana cara pertolongan itu
diberikan kepadanya? Dilihatnya bibir orang tua pendek itu
bergerak-gerak seperti mengucapkan sesuatu, tetapi tidak terdengar
suara. Tidak diketahui olehnya, inilah puncak ilmu bicara jarak jauh
dengan tekanan gelombang tinggi.
Memandang jauh dimana bayangan Siu jin Mo Say jahat. To It
Peng melihat sesuatu yang bergerak ......Eh ……... Itulah Siu jin Mo
Say yang balik kembali. jalannya perlahan, hal ini karena ia masih
berada didalam keadaan luka, yang aneh ialah tidak iagi ia
melarikan diri, tetapi balik kembali.
To It Peng kurang yakin kepada apa yang dilihatnya, ia
mengusap-usap matanya, dan betul apa yang dilihat, Siu jin Mo Say
itu kembali lagi.
„Bagaimana, bukankah telah kupanggil kembali?" tanya orang
tua pendek dengan rambut kuning itu.
To It Peng tunduk dan takluk, maka ia berkata : „Hebat ! IImu,
kepandaianmu ini, lebih tinggi dari apa yang kumiliki."
Mereka menyaksikan bagaimana 'Siu jin Mo Say' kembali, ia
menjura dan berkata kepada orang tua :
„Aku menyerah. Untuk selanjutnya tidak berani aku memalsukan
namamu lagi. Belum puaskah dengan pernyataanku ini ?"
To It Peng mengkerutkan alisnya, didengar kata2 ucapan yang
menyatakan 'aku tidak berani memaIsukan namamu lagi', nama
apakah yang dipalsukan oleh Iaki2 rambut pirang itu ?
„Heh! ? Nama apakah yang dipalsukan oleh Siu jin Mo Say?" P!kir
To It Peng didalam hati.
Seharusnya, manusia manapun akan dapat menduga tentang hal
itu, siapa dia manusia berambut pirang yang berada ditempat itu?
Hanya sidungu yang jalan pikirannya hanya satu itu sulit untuk
meng-ilmiah perkara-perkara rumit, sampai pecah kepalanyapun
tidak dapat ia menduga.
Bergantian To It Peng memandang dua manusia berambut
pirang, satu yang menyebut dirinya bernarna Siu jin Mo Say tunduk
tak berkutik, satunya lagi yalah siorang tua pendek dengan ukuran
kepala lebih besar dari manusia biasa itu melowekan mulutnya yang
lebar, ia tersenyum-senyum saja.
„Kau telah menemukan ilmu Kiu-thian-to-lie-kang, tetapi belum
cukup latihan, setelah itu berani menyerangku. Tadi terkena
seranganmu sendiri, luka yanq kau derita tidak ringan, tahukah,
bagaimana kau harus menyembuhkannya?" Orang tua berambut
pirang memandang laki2 yang mampunyai warna rambut sama
dengannya itu.
Wajah 'Siu jin Mo Say' menunjukkan rasa khawatir yang tidak
terhingga, peluh membasahi tengkuknya.
„Bila kau tidak berhasil menemukan cara yang tepat, betul kau
berhasil menghilangkan rasa sakit, tetapi bukan berarti sembuh
didalam arti sesungguhnya." Berkata lagi siorang tua pendek rambut
kuning. „Kurang lebih satu tahun kemudian, jalan2 darah dan
pembuluh darahmu pecah berantakan, darah mengalir bagaikan air
bah yang memecah bendungan, itu waktu, penderitaan yang kau
alami terlalu seram untuk dibayangkan."
Peluh dan keringat 'Siu jin Mo Say' mengetel cepat, bagaikan
tetesan air hujan yang berjatuhan dari emper rumah.
To It Peng adalah cakal bakal para manusia yang bermotto
semboyan 'kasih', tak dapat membiarkan seseorang menderita
sengsara, melihat hal itu, ia berkata : „cianpwe, beri tahukanlah
kepadanya, bagaimana ia harus manghilangkan penderitaan hebat
itu."
„Tentu. Setelah ia berjanji mengabulkan tiga permintaanku." kata
orang tua pendek rambut kuning itu.
'Siu jin Mo Say' kembali denqan maksud tujuan meminta adpis,
bagaimana ia harus menyembuhkan luka 'Kiu-thian-to-lie-kang'.
Diketahui ilmu Kiu-thian-to-liekang terdiri dari sembilan gelombang,
setiap tingkat kian menghebat, maka sehingqa gelombang yang
terakhir, semakin sulit mempertahankannya. Kini senjata makan
tuan, dengan ilmu yang dipunyainya ia menyebabkan dirinya
menderita. Setiap hari, luka yang diderita akan menghebat, maka 9
hari kemudian, dikala luka itu menjalar keseluruh tubuh, seharusnya
tidak ada tabib yang dapat memberi pertolongan.
Belum lama, ia telah mengerahkan ilmu Kui-thian-to-lie-kang,
bukan musuh yang dilukai, tetapi diri sendiri yang akan mengalami
siksaan badan, belum lama ia telah Iari menjauhkan diri, tetapi
dengan tekanan suara-gelombang tekanan tinggi Siu jin Mo Say asli
telah memanggilnya kembali, dikatakan ia akan memberi petunjuk2
bagaimana harus menghilangkan penderitaan badan itu, maka
dengan menebalkan muka, memberanikan diri, ia balik kembali.
To It Peng telah memberi jalan, segera berkata : „Tiga
permintaan apakah itu?"
Orang tua pendek dengan kepala gentong itu cukup sabar, ia
berkata dan menyebut tiga syaratnya:
„Dengarlah baik2. Syarat yang pertama ialah tidak diperbolehkan
kau mengganas, kau hanya boleh menetap didaerah See-gak dan
baik2 menjaga keempat muridmu itu. "
„Syarat ini dapat kuterima." Setelah berpikir sebentar, 'Siu jin Mo
Say memberi jawaban.
„Permintaanku yang kedua ialah katakan dimana anak itu berada
?"
„Ditangan muridku. "
„Lekas panggil mereka dan serahkan anak itu kebangunan Seng-
po-chung."
'Siu jin Mo Say' mengkerutkan alisnya.
„Permintaanmu ini bararti kau telah menghilangkan
kesempatanku untuk memiliki pedang Hui-ie." la masih
mengharapkan pedang pusaka itu.
„Ha, ha ……" Siu jin Mo Say tua yang telah bertobat tertawa.
„bukan saja kehilangan kesempatan untuk memiliki pedang Hui-ie,
sampaipun sarung pedang kulit naga yang berada padamu itu akan
kuminta."
'Siu jin Mo Say' termundur, ia berteriak : „Tidak! Dengan mati2an
aku mempartahankan nya, maka hampir2 nyawaku tertinggal di
Seng-po-chung tergencet oleh tekanan kekuatan puluhan jago2nya.
Hal ini untuk memiliki pedang Hui-ie dan mempertahankan sarung
pedang kulit naga. Tak mungkin dapat kuserahkan kepadamu. "
„Baik. Kau tidak mau menyerahkan kepadaku. Tetapi pikirlah
masak2, dengan keadaanmu seperti sekarang ini, mungkinkah dapat
mempertahankan lagi? Bila aku bergerak, kemana kau melarikan diri
?"
Wajah 'Siu jin Mo Say' semakin pucat, keringat mengucur
semakin banyak, sugguh ia tidak berdaya.
„Aku tidak mau merampas benda itu dari tanganmu." Berkata lagi
Siu jin Mo Say tua. „Ilmu Kiu-thian-to-lie kang yang kau kerahkan
tadi telah ada pada tingkat kesembilan, maka hanya memerlukan
waktu lima hari, kujamin kau jatuh menggeletak ditanah tidak dapat
bergerak"
Badan'Siu jin Mo Say' menggigil dingin.
„Pada waktu- itu, dengan mudah, seseorang yang tidak
berkepandaian silatpun dapat mengambil sarung pedang kulit naga
itu dari tanganmu." Berkata lagi orang tua berbadan pendek itu,
Tiba2 laki2 berambut kuning itupun berteriak, tangannya meraih
sarung pedang kulit naga yang segera dilempar kehadapan orang
tua aneh.
Siorang tua memanjangkan tangannya, maka sarung pedang
kulit naga tidak jatuh ketanah, tetapi pindah kedalamtangannya.
Setelah melemparkan sarung pedang kuht naga, 'Siu jin Mo Say'
mengambil sesuatu dari dalam saku bajunya, dilempar keudara
bebas, maka.... sssiiiuuuttt …………. sesuatu benda bercahaya
merah pecah diudara, bertaburan dan lama sinar itu memancar
diudara.
Tidak berapa lama, terlihat 4 bayangan berlari mendatang,
mereka melihat tanda panggilan dan datang segera.
To It Peng bermata tajam, segera ia melihat kedatangan mereka,
itulah 4 Manusia Wajah Tak Berkulit, Hantu Wanita, Patung Arca
dan dua baju putih
4 bayangan itu telah tiba sagera, pada tauaan si Hantu Wanita
tergendong seorang anak, itulah Tay Koan yang dicari,
To It Peng segera menyongsong kedatangannya, mengulurkan
dua tangan kedepan berkata : „Lekas ….. Lekas serahkan anak itu
kepadaku."
---oo0oo---

BAGIAN 15
BAGAIKAN TIKUS MENEMUKAN KUCING, JAGO NOMOR
SATU DARI DAERAH LIAUW-TONG TENG SAM TAK BERANI
MENEMUI NENEK HlTAM HlAN-U PO-PO

TERNYATA 4 Wajah Tak Berkulit adalah 4 murid Siu jin Mo Say


gadungan, mengatahui guru mereka melepaskan tanda panggilan,
mereka datang segera.
Murid tertua yalah wanita rambut panjang, si Hantu Wanita,
demikian To It Peng menamakannya, dan putra ketua Seng-po-
chung berada pada tangannya.
Mengetahui anak itu diminta, Hantu Wanita memutar putarkan
matanya yang bergantungan seperti lampu setan itu, dari sela2
rambut yang terurai masih jelas terlihat wajahnya yang
menakutkan.
„Serahkan kepadanya!" Sang guru memberi perintah.
Perintah ini berada diluar dugaan Hantu Wanita, tetapi ia tidak
membantah, diserahkan Tay Koan kepada To It Peng.
Agaknya Tay Koan masih mengenali sidungu, ia lari dan
merangkul leher T o It Peng dengan mesra.
Putra Kat Siauw Hoan tehah berada didalam pelukannya, maka
To It Peng lupa akan segala penderitaan ia harus membawa anak ini
ke Seng-Po-chung dan menyerahkan kepada ayahnya, sete!ah itu ia
mengawaninya hingga 12 tahun.
Dengan membawa Tay Koan, To It Peng berjalan perqi. Boleh
dikata, ia telah lupa daratan, Iupa akan keadaan sekelilingnya, lupa
orang tua berambut kuning yang telah berulang kali menolongnya,
lupa Siu jin MO Say dan lupa 4 Wajah Tak Berkulit, ditinggalkannya
mereka itu semua.
To It Peng menuju kearah Seng-po-chung.
Berjalan beberapa waktu, keadaan sipemuda mulai dingin, ia
segera teringat bahwa beberapa orang telah ditinggalkan begitu
saja, diantaranya termasuk orang tua pendek berambut kuning yang
baik hati.
la menolah kebelakang dan . . . . Eh . . . . orang tua pendek
berambut kuning, berkepala gentong dengan mulut lebar itu masih
berada dibe!akangnya, ia tertawa-tawa menyaksikan kekagetan
sipemuda. Tidak terlihat Siu jin MO Say dan keempat muridnya yang
tidak mempunyai kulit pada wajahnya itu.
„Hanya kau seorang diri ?" T o It Peng mengajukan pertanyaan.
„Begitu menemukan anak itu, kau segera menggendongnya dan
pergi, meninggalkan kawan dan lawan. Setelah pu!uhan lie, baru
kau teringat dan membalik-kan kapala. Mungkinkah kau menyuruh
mereka mengikuti jejakmu, mengintil dibelakangmu?" Demikian
orang tua berambut kuning itu berkata.
„Oooooo . . . . Aku telah berja!an puluhan lie?"
To It Peng garuk2 kepala. „Dan mengapa kau turut dibelakangku
?"
„Tentu ada urusan denganmu. Aku ingin meminta sesuatu
darimu."
To It Peng kaget, dipeluknya Tay Koan karas-keras, takut kalau-
kalau orang tua berambut kuning itu merebut dari tangannya.
„Apakah yang kau mau?" Tanyanya gemetar. „Bila kau ingin
merebut anak ini dari tanganku, aku akan mengadu jiwa, tahu"
„Mengadu jiwa?" Orang tua itu tertawa. „jiwa mana yang ingin
kau adu ?"
To It Peng mamandang penuh kesiap siagaan.
„Nah, kau lihat !" kata orang tua pendek itu. jarinya ditudingkan,
maka tangan To It Peng kaku.
Tay Koan lepas dari pelukannya dan terbang.
To It Peng lompat maju, ia menubruk tubuh Tay Koan, takut
jatuh atau terluka.
Tetapi orang tua berambut kuning itu lebih gesit darinya, disaat
To It Peng menubruk, Tay Koan telah berada didalam rangkulannya.
„Bagaimana kau dapat mengadu jiwa?" orang tua pendek itu
tertawa.
To It Peng membentak, dan iapun mengejar, siap merebut
kembali anak Kat Siauw Hoan.
Orang tua pendek dengan rambut pirang itu ada niatan
mempermainkan sipemuda, tubuhnya melesat, dan dengan
membawa Tay Koan, ia melarikan diri.
To It Peng membikin pengejaran. Sayang! Ilmu ke pandaiannya
sungguh minim sekali, betapa kuatpun ia mengejar, mana mungkin
dapat mengejar tokoh kenamaan jaman dahulu kala?
Bila mau, orang tua itu dapat meninggalkan To It Peng. Tetapi
hal ini tidak dilakukan, ia menunggu sipemuda, manaka!a hampir
tercapai, baru ia melesat, dipertahankannya jarak2 yang tertentu.
Napas To It Peng memburu keras, beberapa kali ia jatuh banqun,
tapi tekatnya membuat, walau kebulan Tay Koan dibawa, tetap akan
dikejar juga olehnya.
Orang tua pendek, dengan rambut kuning itu marasa kasihan, ia
manghentikan kakinya dan bertanya : „Bagaimana ?"
„Serahkan anak itu !" T o It Peng berteriak. „Baik." Dan Tay Koan
diserahkan keptida sipemuda.
„Bila aku ada niatan merebut anak itu, dapatkah kau mengadu
jiwa ?"
To It Peng tidak mengerti s ikap orang tua ini, ia menggoyangkan
kepala dan ber-kata2 : „janganlah kau merebutnya lagi."
„Tentu saja. hubunganmu dengan ibunya baik sakali. Aku tidak
mau merebut darimu. Maksudku hanya meminta sesuatu darimu."
Kata2 'Hubunganmu dengan ibunya baik sekali' itu sangat
mengejutkan To It Peng, hampir2 ia jatuh ditanah.
„Kau ……. kau mau meminta sesuatu ?"Tanyanya.
„Apakah yang kau ingini itu ?"
„Pedang pusaka yang diberi nama pedang Hu-ie itu
Suara siorang tua berambut kuning tidak terlalu keras, tetapi
masuk kedalam telinga sipemuda keras dan berdengung-dengung.
Ia terlompat berkata : „jangan . . . . jangan…… Aku tidak mau
menyerahkan pedang itu…… Aku…. Aku…. tidak mermpunyai
pedang Hu-ie. "
To It Peng menyebut jangan beberapa kali, dipeluknya Tay Koan
erat2, takut jatuh atau direbutnya lagi.
Orang tua pendek dengan rambut kuning itu tidak mendesak, ia
menggoyangkan kepalanya yang sebesar gentong itu berkata :
„Lebih baik kau s impan pedang itu didalam tanganku. Bila tidak…….
Tahukah bahaya yang mengancam kalian ? "
Didalam kamus perbendaharaan benak sipemuda tidak ada kata2
yang menerangkan apa itu artinya 'ancaman bahaya', ia tidak
mengenal takut, yang penting yalah menjaga Tay Koan hingga
berumur 12 tahun, setelah itu menyerahkan pedang Hu ie kepada
anak tersebut. Inilah pesan dari ibunya.
„Serahkan pedang itu kepadaku," kata orang tua berambut
pirang itu. Tidak sedikit kutahu tentang keadaanmu. Bia saja kau
tidak mau menyerahkan, dan kukatakan tentang keadaanmu itu
……"
„jangan…… jangan……To It Peng berteriak „jangan kau katakan
kepada siapapun juga."
„Kau bersedia menyerahkan pedang Hu-ie? "
„Kulihat kau tidak jahat kepadaku, seharusnya kuserahkan
pedang itu kepadamu, hanya saja benda pusaka itu bukan barang
milikku, tetapi pesan seseorang untuk dihadiahkan kepada
anaknya."
Orang tua itu mengkerutkan alisnya yang berwarna kuning, ia
berkata :
„Sungguh Kau juyur! Baik! Akan kuberi sedikit keterangan,
tahukan betapa bahaya kau membawa-bawa pedang pusaka ?"
„Tokh tidak ada yang tahu, Bahaya apa yang mengancam?"
„Kau harus menunggu sehingga anak dewasa dan menyerahkan
pedang Hu ie kepadanya bukan ?"
„Betul."
„Berapa Iama, waktu itu kau butuhkan ?"
„12 thun."
„Nah, itulah ! Waktu itu terlalu panjang. Bila sampai terjadi
sesuatu, dapatkah kau mempertahankan pedang itu hingga tidak
direbut orang?"
„Kukira .... " To It Peng tidak dapat menjamin tentang hal
tersebut.
„Lebih baik kau serahkan kepadaku. Biar aku yang tolong
menyimpannya. Aku hanya ingin pinjam untuk sementara."
„Betul ?" To It Peng ragu2.
„Percayalah kepadaku. Aku bukan hidup ditahun 1968, dimana
banyak kawan yang memakan kawan, banyak penipu berkeliaran,
banyak bajingan dengan seribu janji2 muluk yang tidak akan
ditepati."
Sipemuda mengeluarkan pedang Hu-ie didalam keadaan seperti
itu, mana mungkin ia tidak menyerahkannya, orang tua aneh
dengan kepala berukuran tidak normal ini dapat merebut pedang
pusaka dari tangannya, tetapi ia tidak melakukan hal itu, suatu
tanda betapa jujur sifat kepribadiannya, betapa baik hatinya.
„Bilakah kau akan mengembalikan pedang ini ?" To It Peng tidak
segera menyerahkan.
„Setelah anak itu dewasa" kata orang tua berambut kuning itu."
jari tangannya dipentilkan, maka . . . . ser…. menyerang pedang
yang masih berada ditangan orang. Terdengar suara.... teng…..
pedang Hu-ie terpental dan lepas dari tangan To It Peng, naik
keatas tinggi, berputar dan menukik turun, arah tujuannya yalah
dimana ia berada.
cepat luat biasa, sarung pedang kulit naga dikeluarkan dan
terpasang untuk menyanggah datangnya pedang. Dan slep, pedang
masuk kedalam warangkanya.
Manakala To It Peng mengeluarkan pedang Hu-ie, keadaan
cahaya terang karena pantulan sinar pedang pusaka itu, setelah
masuk kedalam sarung pedang kulit naga, cahaya itupun lenyap
tanpa bekas.
Dengan menenteng pedang Hu-ie dengan telah bersarung
tempat pedang kulit naga, orang tua pendek dengan ukuran kepala
tidak normal itu melesatkan dirinya, ia pergi meninggalkan
sipemuda.
„Selamat berjumpa lagi !" Lamat2 masih terdengar suaranya.
„Hei….." To It Peng berkoar. „jangan lupa mengembalikan pedang
itu, setelah anak ini dewasa."
Bayangan orang tua berambut pirangpun telah tidak tampak,
terlalu cepat untuk dilukiskan.
Maka, dengan membawa Tay Koan, sipemuda melanjutkan
perjalanan menuju Seng-po-chung.
Seng-po-chung………………
Seng-po-chung adalah Iambang dari suatu kerajaan kecil yang
memisahkan diri dari kerajaan dunia, ia dibangun diantara dua
Iembah yang tidak mudah dicapai orang, yang menuju tempat
itupun tidak ada. Bila tidak ada petunduk orang atau belum pernah
berkunjung, tidak mudah untuk mencapainya.
To It Peng pernah berkunjung, maka kali ini dengan mudah telah
berada didepan pintu gerbang Seng-po-chung yang terbuat dari
bahan tembaga kuning itu.
8 penjaga pintu menghampirirya, segera sipemuda berteriak :
„Lekas beri tahu kepada ketua kalian, katakan kepadanya bahwa
aku To It Peng telah membawa putranya kembali."
Sudah tenu kejadian ini dilaporkan kepada ketua Seng-po-chung,
cepat ia memberi perintah dan menyilahkan sipemuda masuk.
Tiba2 didalam ruangan, To It Peng menghadapi kejadian yang
diluar dugaan. Ketua Seng-po-chung membawakan sikapnya yang
acuh tak acuh, ia berpaling kepada dua orang wanita pengasuh
berkata : „Sambutilah anak itu dari tangannya."
Dua wanita pengasuh maju, mereka meminta Tay Koan dari
tangan sipemuda, mau tak mau, To It Peng menyerahkan anak itu
kepada mereka.
Dua pengasuh itu hanya menjalankan perintah, setelah
manyambut anak ketua mereka, kedua-duanya berjalan masuk
dengan membawa anak itu, tak sepatah kata dikeluarkan.
To It Peng tertegun, hubungannya dengan Tay Koan bukan
hubungan biasa, berat ia berpisah dengan anak itu.
Terdengar suara ketua Seng-po-chung memberi perintah :
„Bawa uang emas 50 tail dan serahkan kepada saudara ini."
Perintah segera dijalankan, seorang tua telah membawa 50 tail
uang emas yang diletakkan diatas baki nampan, dihampirinya
sipemuda dan siap menyerahkan hadiah itu.
To It Peng mengerutkan alisnya tinggi2.
„Apa artinya ini ? " la mengajukan pertanyaan.
„Ambillah uang emas itu sebagai hadiahmu." kata 'ketua Seng-
po-chung. „Setelahi itu, Pergilah kemana kau suka."
„Aku . . . . Aku . . . Aku ingin menetap disini" kata T o It Peng.
„Mengapa?" tanya ketua Seng-po-chung.
„Aku….. aku ingin melihat bagaimanm Tay Koan dibesarkan. "
Ketua Seng-po-chung mendelikkan mata,membentak : „Pergi
!...... Pergi !....... Pergi ……"
Tiga kali ia mengucapken kata2 'pergi', dan tiga kaIi pula ia
mengibaskan tangan, dari mana keluar tenaga kekuatan yang
mendorong sipemuda.
Maksud sipemuda ingin mengadakan perdebatan, tetapi dua laki2
berbadan besar telah menentenq dirinya yang segera dibawa keluar.
„Hayo….. keluar!......." bentak mereka kasar.
To It Peng dilempar keluar dari Seng-po-chung. Setelah itu, pintu
gerbang bisar ditutup rapat.
„Hei……" T o It Peng meaggedor pintu. „Mengapa tidak mengenal
aturan ?"
Sambutan orang2 Seng-po-chunq yalah melempari batu dari
atas, hal ini membuat sipemuda lari ter-birit2 menjauhkan diri dari
pintu gerbang tembaga Seng-po-chung.
Kawan dungu kita berjalan pergi, bingung ia memikirkan sifat2
seseorang yang seperti ketua Seng-po-chung itu. Hanya yang jelas
yalah ia te lah menyerahkan Tay Koan kepadanya, keadaan anak itu
akan menjadi anak, tak mungkin sang ayah melakukan sesuatu
yang merugikan anak sendiri,
To It Peng berjalan pergi meninggalkan Seng-po-chung. jauh2 ia
melakukan parjalanan dengan tidak mengenal lelah, maksud
tujuannya ialah bangunan dengan pintu tembaga kuning itu, setelah
tiba disana, setelah menyerahkan anak siraja daerah, ia diusir
mentah2, sungguh manjengkelkan.
Hari ini, ma lam mulai berkuasa, keadaan disekitar pegunungan
gelap gulita. To It Peng mamandang disekelilingnya, ia tidak
mempunyai tujuan tertentu, kemana ia harus pergi.
Ia duduk disebuah batu besar, mengenangkan pengalaman-
pengalaman pahitnya. Setelah Ban-kee-chung dibakar, ia telah
terlunta-lunta, tidak ada tempat tinggal yang pasti. Kemana ia harus
pergi ?
Malam telah tiba bintang2 berkelap-kelip, bertaburan diangkasa.
To It Peng terpaksa harus tidur ditengah hutan itu.
Terlihat empat bayangan bergerak, wajah mereka mengenakan
topeng yang menakutkan, arah tujuannya yalah batu besar dimana
sipemuda berada.
Bolak-balik sipemuda tidak dapat tidur, tiba2 telinganya dapat
menangkap suara yang membangunkan bulu roma. la lompat dan
memeriksa keadaan disekeliling itu.
4 orang bertopeng telah mengurung, bentuk dari pada wajah
topeng itu menakutkan sekali.
„Hei, siapa kalian ?" Bentak To It Peng keras. 4 orang itu
mendekatinya-lebih dekat.
,,Aaaaaa……" To It Peng berteriak, dilihat topeng2 itu berupa
setan, bebegig dan jejadian2 jahat.
„Mungkinkah orang ini yang majikan kita cari ?" Salah satu dari 4
orang manusia bertopeng itu bertanya kepada kawannya.
„Mungkin."
„Tanyakanlah terlebih dahulu."
„Hei," Bentaknya kepada sidungu. ,Namamu To lt Peng ?"
“Eh, kalian kenal denganku ?" To It Peng tidak mengerti,
mengapa keempat iblis itu dapat mengenal dirinya,
„Aaaaaa ……." Salah satu dari 4-manusia bertopeng tadi berseru
girang.
„Berhasil juga kita menemukannya." Terdengar lain suara dari
keempat setan2 itu.
„Bagus usaha kita tidak percuma." Berkata mereka kepada To It
Peng. „Kemana saja kau pergi ?"
„Majikan kalian ?" To It Peng mengkerutkan alis. „Siapakah
majikan kalian itu? Kenalkah majikan kalian itu kepadaku ?"
„Tentu. Majikan kami adalah Hian-u Po-po." „Aeaaa……." To It
Peng berteriak girang. „Dimanakah dia ? Dimanakah kini dia
berada?"
Bagaikan menemukan pegangan hidup, si pamuda berjingkrak.
Lupa kepada 4 manusia bertopeng yang menakutkan itu.
Diketahui Hian-u Po-po ingin mengajaknya kelembah cang-cu-kok
untuk berkumpul dengan neneknya. Kemudian terjadi perkara Kat
Siauw Hoan yartg mengganggu parjalanannya. Kini orang2 Hian-u
Po-po mencari dirinya, tentu tak sukar ia bertemu dengan nenek
berpakaian hitam itu.
„Ikutlah dibelakang kami berempat. Segera kau dapat bertemu
dengannya." Berkata 4 manusia bertopeng itu.
To It Peng mengikuti dibelakang 4 manusia bertopeng itu, malam
gelap, maka wajah buruk-pun tidak tidak terlihat jelas. Melewati
jalan yang ber-liku2, lama sekali mereka belum tiba ditempat
tujuan.
„Masih jauhkah?" tanya To It Peng.
Keempat orang bertopeng itu tidak memberi sahutan.
„Hei, masih jauhkah tempat Hian-u Po-po?" Sipemuda
mengajukan pertanyaan ulangan.
Mereka jalan dimalam qelap, wajah keempat orang bertopeng itu
sesungguhnya menakutkan, gerak-geriknya sangat aneh sekali.
Mereka mulai merayap naik kejalan yang menanjak, tidak memberi
tahukan dimana letak Hian-u Po-po.
To It Peng bergidik, tiba2 timbul ilhamnya.
„Hei, mungkinkah Hian-u Po-po telah teraniaya?" Ia berteriak.
4 manusia bertopeng itu sarentak menghentikan geraknya,
mereka memandang dan menatap tajam To It Peng. Suara teriakan
sipemuda dimalam gelap sangat karas sekali. Hal ini tidak boleh
terjadi.
„Hei, siapa kalian?" tanya To It Peng. „Mengapa membunuh
Hian-u Po-po ? Kini ingin memancing aku dan menganiayanya
pula?"
Melihat kedudukan sipemuda, keempat orang itu tertawa lebar.
To It Peng ber-teriak2, keempat orang itu tertawa, dimalam
gelap yang pekat, keadaan dapat membangunkan bulu tengkuk
orang yang mendengar.
Disaat inilah terdengar suara Hian-u Po-po yang dingin, agaknya
jarak mereka cukup jauh.
„Apa yang kalian tertawakan? Lekas bawa kemari."
„Dikatakan olehnya bahwa kita telah menganiayamu. Dan kini
sedang memancing dirinya kesuatu tempat sepi untuk dibunuh
pula." Masih saja keempat orang itu tertawa.
„Kau kira mudah membunuh aku ?" To It Peng mendebat. ,Aku
adalah jago nomor satu."
Keempat orang itu tertawa semakin terpingkal-pingkal.
„jago nomor situ ? Ha, ha, ha, ha, ……….
„Dari manakah munculnya jago nomor satu sepertimu ?"
„Ha, ha, ha,……….
„Siapa yang memberi tahu kepada kalian bahwa aku jago nomor
satu gadungan?" Debat To It Peng „Hu, tidak pernahkah Hian-u Po-
po memberi tahu, bahwa aku telah diciptakan menjadi jago nomor
satu? Karena ilmu kepandaianku terlalu tinggi, maka tidak boleh
sembarangan memukul orang. celaka bila kalian kupukul mati
semua."
4 orang bertopeng itu tertawa semakin keras, perut mereka
dirasakan menjadi sakit mengingat ketololan pemuda dihadapannya.
Sesuatu bayangan bergerak cepat, segera membentak keras:
„Apa yang kalian tertawakan?"
Inilah Hian-u Po-po yang segera membentak 4 orang
peliharaannya. Perintah ini tidak boleh dibantah, segera mereka
tutup mulut.
Hian-u Po-po mendekati To It Peng, ditatapnya sipemuda sekian
lama dan bertanya : „Kemana saja kau pergi ? Seorang diri kau
masuk kedalam lembah cang-cu-kok ?"
„Dimana letak cang-cu-kok? Aku tidak tahu. Bagai mana dapat
berada ditempat itu?" kata sipemuda memberi jawaban.
„Kotak batu pualam ayahmu itu tentu masih ada, bukan ?"
„Betul."
„Dimana saja kau beberapa bulan ini ?" Hian-u Po-po bertanya
lagi.
„Ah, banyak sekali kejadian yang kualami. Beberapa kali aku
bulak-balik disekitar Seng-po-chung."
„Seng-po-chung? Ada hubungan apa dengan Seng-po-chung?
mengapa kau dapat berada disana ?"
„Perkara itu telah kuselesaikan." To It Peng memberi jawaban.
Hian-u Po-po memandang dengan mata penuh kecurigaan,
betulkah keterangan pemuda ini? Apa yang dikerjakan di Seng-po-
chung? Perduli amat. Bila ia belum pergi kelembah cang-cu-kok,
segala sesuatu masih mudah untuk diselesa ikan.
Karena mengetahui bahwa rencana tidak akan gagal, wajah Hian-
u Po-po tampak seperti biasa pula, ia berkata : „Kau belum pernah
berkunjung kelembah cang-cu-kok, mari kita berangkat kesana.
Diketahui nenekmu mengutus Teng Sam memagggilmu: Setelah
lewat berbulan-bulan, kau belum sampai, tentunya ia khawatir"
„Aku tidak tahu dimana letak cang-cu-kok." kata To It Peng. „Kau
takut berjalan bersama-sama diriku, sehingga aku sesat dijalan. Kini
kau ingin mengulangi kejadian lama?"
„Baik, kini kita mengadakan perjalanan bersama." kata Hian-u
Po-po, hal ini untuk menghindari dari perpisahan mereka.
Setelah itu, dihampiri 4 orang bertopeng, kepada mereka Hian-u
Po-po mengucapkan beberapa patah kata meninggalkan pesan, To
It Peng tidak mendengar apa yang dikatakan kepada mereka,
karena ucapan: Hian-u Po-po hanya ditujukan kepada 4 orangnya
saja, bukan kepada sipemuda.
4 Orang Hian-u Po-po itu berulang kali menqanggukkan kepala,
badan mareka melesat pergi, menjalankan perintah sang majikan.
Hian-u Po-po memandang To It Peng dan berkata : „Mari !"
Mereka menuju kearah Utara, ternyata lembah cang-cu-kok
berada didaerah itu.
Perjalanan dilakukan terus menerus sehingga tiga hari tiga
malam, selama tiga malam ini tak pernah Hian-u Po-po bicara
kepada sipemuda.
To It Pang merasa kesal, ia ingin membuka suara, tetapi selalu
dibatalkan setelah melihat sikap Hian-u Po-po itu.
Hari ini, mereka telah mulai memasuki daerah pegununqan,
tinggi diatas gunung terlihat saiju yang memutih, sinar matahari
memantulkan cahayanya yang kemilauan, berklebat terang, itulah
suatu pemandangan yang menakjubkan.
Dari keterangan yang didapat dari dua murid Tiang-pek Sin-ong,
Kang Yauw yanq cantik dan Lim cu jin yang gagah, lembah cang-cu-
kok seperti tidak jauh dari gunung es, mungkinkah sudah tiba ?
Setelah me lakukan perjalanan jauh, tentu mereka merasa lelah,
menjelang malam harinya, mereka telah tiba dilembah tersebut,
Hian-u Po-po berhenti sabentar, memandang jauh kedepan, ia
mengeluarkan suara keluhan napas lega.
Setelah melakukan perjalanan beberapa lama dengan nenek baju
hitam itu, sifat2 Hian-u Po-po cukup dikenal, To It Peng segera
menduga akan mendapat istirahat, hal ini sangat lumrah ia duduk
bersandar disebuah pohon.
Hian-u Po-po mandelikkan mata serta membentak : „Bangun! "
To It Peng tertegun.
„Tidak istirahat?" la mengajukan pertanyaan.
„Bangunlah dahulu. Lihat! Didepan seperti ada seseorang.
Tidakkah kau lihat ?"
Sipemuda bangun dari tempat duduknya, ia harus taat akan
perintah Hian-u Po-po. Samar2 seperti ada orang yang menyalakan
api, orang itu duduk ditepian api yang dinyalakan itu.
„Sudah kau lihat ?" tanya Hian-u Po-po. „Pergilah lihat, siapa
yang berada disana ?"
To It Peng menjalankan perintah, dengan langkah lebar ia maju
kedepan menghampiri orang itu.
Pada api yang belum lama dinyalakan duduk terpekur 'seseorang
dengan menyilangkan' kedua tengannya didengkul, dan kepalanya
diletakkan pada kedua tangan itu. Agaknya seperti mengantuk dan
kurang tidur.
Derap langkah To It Peng mengejutkan orang ini, ia segera
mendongakkan kepala memandang kearahnya.
Karena sinar api unggun itu, To It Peng segera dapat melihat
jelas wajah orang tersebut. Aaaa……. Orang ini cukup dikenal
olehnya. Dia adalah si jaqo Nomor Satu dari daerah Liauw-tong,
paman Teng Sam itu.
Teng Sam menatap To It Peng, ia mangedip kedipkan matanya
mengucek uceknya. Kehadiran sipemuda sungguh berada diluar
dugaan, ia kurang percaya. Dikala ia mengatahui keadaan yang
sebenarnya, tiba2 badannya mencelat, tangannya mencengkeran
dada sipemuda. Didalam sekejap mata, ia berhasil menentengnya.
„Ouw ……" To It Peng berteriak.
„Ha, ha, ha ……. " Teng Sam tertawa. „Kau? Kau cecurut kecil ini
yang datang."
„Paman Teng Sam, lepaskanlah tanganmu." To It Peng merasa
sakit.
„Lepas tangan? Ha, ha, ha,……… Teng Sam tidak mengabulkan
permintaan sipemuda. „Begitu tanganku lepas, begitu pula kau
melarikan diri. Kemana aku harus mengejarmu lagi ? Ha, ha, ha, ha
…….. rejekiku bagus, berhasil menemukanmu kembali, "
„Apa yang membuat kau girang, menemukan aku?" To It Peng
mengajukan pertanyaan.
„Mengapa tidak? Pikirlah, apa nenekmu itu orang yang mudah
dihadapi ? Aku mendapat tugas untuk memanggilmu, tetapi tidak
berhasil. Kini kau datang seperti muncul dari dasar bumi mendadak,
aku segera pulang kelembah cang-cu-kok memberi pertanggung
jawabku kepadanya."
Saking girangnya, Teng Sam menari-nari……….
„Aku tidak dapat menembus bumi, muncul secara mendadak,To
It Peng berkata.
„Mungkin-jatuh dari langit. "
„Pun bukan, aku datang dengan seorang kawan." „Kawan?
Dimanakah dia -berada? Biar kuusir kawanmu itu. Lembah cang-cu-
kok bukanlah tempat yang boleh dikunjungi oleh sembarang orang."
kata Teng Sam memandang sekelilingnya.
To It Peng menghadapi arah dimana Hian-u Po-po tadi berada
dan berteriak:
„Hian-u Po-po……."
Bagaikan mendengar berita buruk, tubuh Teng Sam terjengkanq
mendadak, badannya menggigil dingin.
,.Eh, paman Tong Sam, kau msngapa?" To It Peng bet tan ya.
Wajah jago nomor satu dari daerah Liauw.tong ini pucat pasi,
badannya menggigil semakin keras, in tidak dapat memberi
jawaben.
To It Peng be(um mengerti. Dan pada saat yang sa;na,
terdsngarlah ware Hian•u Po-po : „Tidak perlu kau bingungkan
keadaannya. Dahulu ia pernah berhutanq kepadaku. Maka tidak
berani menemuiku, takut aku menagih hutangnya itu. Ia menggigil
dan gemetar karena takut."
„Ow……" To It Penq kini telah mengerti persoalannya. „Paman
Teng Sam, tidak perlu kau takut, Hian-u Po-po adalah kawanku.
Hutangmu kepadanya masih boleh ditunggak. Hal ini biar aku yang
memberi d yaminan "
Teng Sam menyengir me-ringis2.
„Hian-u Po-po .... Tidak disangka kita berjumpa lagi" Katanya
kurang lancar.
„Inilah yang diartikan dunia tidak sedaun kelor." Hian-u Po-po
berkata.
„Oh…… Dunia tidak sedaun kelor… Dunia tidak sedaun kelor ....."
Tubuh T eng Sam mundur kebelakanq m3njauhi Hian-u Po-po yang
sangat ditakuti, tiba2 saja, setelah jarak msreka cukup jauh,
tubuhnya mancelat, ia melarikan diri.
Gerakan Teng Sam sungguh diluar dugaan, gesit dan cepat,
tetapi langkah Hian-u Po-po lebih cepat darinya, terdengar ia
berteriak marah, tubuhnya mumbul keatas, menukik beberapa kali,
dan jatuh tepat dihadapan jalan lari Teng Sam. Menghadang
kepergian sijago nomor satu dari daerah Liauw-tong.
Teng San belum puas, ia berganti arah dan harus cepat2
menjauhkan diri dari nenek berbaju hitam ini. Sayang ia tidak
berhasil menjauhkan dirinya, baru dua langkah, Hian-u Po-po telah
berhasil menghalang-halangi.
Beberapa kali T eng Sam berganti arah, beberapa kali pula Hian-u
Po-po mendahului dirinya, kemana ia lompat, selalu kalah cepat.
Semua penjuru telah dikuasa i oleh Hian-u Po-po.
Rasa takut Teng Sam kepada Hian-u Po-po tidak dapat
dilukiskan, ia masih berusaha melarikan diri.
Hian-u Po-po naik darah, segera ia membentak :
„Teng Sam, masih kau ingin me larikan diri? Kau memaksa aku
membunuhmu, he?"
Badan Teng Sam berhenti bergerak, maka dengan mudah tangan
Hian-u Po-po telah menangkapnya.
Menyaksikan kejadian tadi, maka To It Peng maju bicara :
„Paman Teng Sam, sudah kukatakan bahwa Hian-u Po-po adalah
kawanku, ma ………"
„Minggir!" Bentak Hian-u Po-po keras. „Aku ada sedikit urusan
yang harus diselesa ikan dengannya."
To It Peng bandel, ia tidak minggir.
„Hian-u Po-po, menagih hutang tak perlu menunjukkan
kegalakanmu." kata sipemuda. „Hutang apakah yang belum dibayar
kepadamu ?"
Hian-u Po-po membentak : „Bila kau banyak cerewet. Aku tidak
sudi menjalankan perjalanan bersamamu lagi, tahu? Hayo, pergi ! "
To It Peng menggoyang-goyangkan kepala berjalan pergi, ia
menggerundel : „Tidak mudah untuk menjadi orang baik. Tagihlah
semua hatimu"
„Tetapi, paman Teng Sam." Tiba2 ia ingat sesuatu, A, sidungu
membalikkan kepala dan berkata. „jangan takut, bila ia terlalu
mendesak, katakanlah kepadaku."
Hanya mulutnya saja yang berani berlaku bawel, sebenarnya ia
tidak dapat berbuat sesuatu.
Hian-u Po-po tidak mau ambil pusing, tangannya menekan
pundaknya Teng Sam dan berkata dengan suara perlahan :
„Katakan, bagaimana harus masuk kedalam lembah cang cu-kok? "
„Tidak…… T idak…..." Keringat T eng Sam mengucur deras, ia jago
nomor satu, berkepandaian tinggi, tetapi terhadap Hian-u Po-po,
bagaikan tikus bertemu dengan kucing, ia mati kutu.
Hian-u Po-po tertawa dengan suara yang sangat menakutkan,
bila saja To It Peng menyaksikan bagaimana nenek baju hitam ini
tertawa, tentu ia akan terke-jut dan lompat beberapa meter, hal
mana dapat dimaklumi, karena tertawanya Hian-u Po-po lebih kejam
dari tertawa iblis.
Badan Teng Sam menggigil kencang.
Terdengar lagi suara Hian-u Po-po berkata kepadanya .
„Teng Sam, ilmu kepandaianmu agak lumayan. Tetapi nyalimu
lebih kecil dari nyali tikus, bukan?"
„Betul. Aku adalah seorang yang tiada nyali." Suara Tang Sam
gemetaran.
Hian-u Po-po menekan tangannya keras-keras, ia membentak :
„Maka, katakan, bagaimana harus masuk kelembah cang-t yu-kok ?"
„Ti……. Tidak……Tidak dapat kukatakan."
To It Peng telah berjalan menjauhi mereka, tetapi apa.yang
terjadi diantara dua orang itu dapat diduga, ia geli menyaksikan
sijago nomor satu Teng Sam yang berkepandaian tinggi,
menghadapi si 'Penagih hutang' itu, tidak berdaya sama sekali.
„Kau akan katakan." kata Hian-u Po-po. „Karena jiwamu
tergantung dari keterangan ini."
„ja……. jangan…….."
„Katakanlah." Hian-u Po-po menekan pundak Teng Sam semakin
keras.
„Baik……. Ba …….. Baik."
„Bagaimana cara masuk kedalam lembah cang-cu-kok?"
---oo0oo---

BAGIAN 16
HIAN-U PO PO BERHASIL MASUK
KEDALAM LEMBAH CANG CU KOK.

HIAN-U PO-PO, mengetahui jelas sifat dari tabiat T eng Sam yang
terlalu sayang kepada jiwanya ia menekan keras dan memaksa jago
nomar satu dari daerah Liauw-tong ini menaatakan bagaimana tiara
untuk masuk kedalam lembah cang cu kok.
Teng Sam akhirnya membuka rahasia berkata :
„Masuk kedalam lembah cang-cu-kok harus menerjang tiga
penjagaan, cara masuk dan lewat tempat tempat pos penjagaan
tadi ialah harus mempunyai kode2 tertentu. Maka satelah berhasil
melewati tiga penjagaan tersebut, kau dapat berada didalam
lembah cang-cu-kok. Dan neneknya……….."
Teng Sam menunjuk kearah To It Peng. „Neneknya menetap
didalam lembah itu." la meneruskan keterangannya.
„Bagaimana harus melewati ketiga tempat penjagaan yang kau
sebut tadi ?" Bertanya Hian-u Po-po.
„Kau harus memberi kode2 tertentu."
„Katakan kode2 itu."
„Kode . . . . Aduh . . . ."
„Lekas katakan." Bentak Hian-u Po-po.
„Aduh….. Mau kukatakan…… Kode penjagaan pertama ialah
'Hujan salju diluar kota yang hebat'."
„Kedua ?"
„Pemandangan didaerah Kang-lam sangat indah dan permai dan
kode ketiga ialah 'Salah memilih jodoh akan sengsara badan'."
„Apa artinya tiga bait kata2 yang seperti ini ? Pantun bukan, sair
bukan, sajakpun bukan ?" Hian-u Po-po mengkerutkan alis.
„Mana kutahu ? Kode2 ini adalah perintah Ban Lo Lo." Teng Sam
telah selesa i memberi keterangan. Ban Lo Lo adalah nenek tua To It
Peng, ibu Ban Kim Sen.
Hian-u Po-po menganggukkan kepala, terdengar suara dari dua
baris gigi T eng Sam yang gemeretuk keras¬.
„Apa yang kau lakukan, bila aku me lepas pegangan tanganku
yang menekan pundak ini?" Hian-u Po-po mengajukan pertanyaan.
„Segera aku angkat kaki, menyebrang lautan dan lari ke Selatan.
Tidak berani aku menginjakkan kaki didaerah Utara lagi………."
„Hian-u Po-po mengeluarkan suara dingin :
„Dimulut kau mengatakan seperti itu, tetapi kau mendapat
kebebasan, dengan mengambil jalan cepat, kau pulang kelembah
cang-cu-kok dan memberi tahu akan kedatanganku kepadanya,
bukan ? "
Teng Sam menggoyangkan kepala berkata :
„Bila aku mempunyai keberanian seperti ini, mung¬kinkah ada
orang yang mamski aku sabagai 'Ielaki yang tidak bernyali' ?"
„Tentunya kau tidak berant." Hian-u Po-po melepaskan
tangannya yang menekan orang itu. „Pergilah."
Ilmu kepandaian Teng Sam tidak dapat dicela, setelah tekanan
itu lenyap, cepat ia melejitkan badan¬nya, hanya beberapa kali
putaran badan ia telah berada jauh sekali, hanya dua kaki pantulan
kaki. Bayang¬annya telah lenyap tak terlihat.
To It Peng tertawa geli, dilihat Hian-u Po-po telah datang
menghampirinya, ia segera mengajukan pertanyaan :
„Dia sungguh lucu! Berapa banyakkah hutangnya ke padamu!."
Mengapa takut seperti itu?"
Mana sidungu tahu, iImu kepandaian Teng Sam sangat tinggi,
hanya nyali jago Liauw-tong itu terialu kecil sekali, ia takut mati,
maka tidak berdaya menghadapi I Hian-u Po-po, bila saja Teng Sam
nekat dengan ilmunya yang merajai daerah Liauw-tong, tak
mungkin Hian-u Po-po menangkap dengan mudah.
Hian-u Po-po tidak mau banyak bicara tentang Tang Sam, ia
berkata singkat :
„Hutangnya adalah hutang darah."
To It Peng terkejut.
„Akh….., kau ber-olok2" katanya.
Hian-u Po-po memandang sipemuda itu dan bertanya :
Hai, tahukah apa yang kita lakukan didalam lembah cang-cu-
kok?"
„Bukankah kau ingin mengawani aku bertemu dengan nenek
tuaku ?" To It Peng memandang heran.
„Bagus. Kau memang tahu diri," kata Hian-u Po¬-po. „Lembah
cang-cu-kok telah berada didepan, esok hari kita dapat tiba disana."
„Maksudmu ingin mengadakan perjalanan malam" tanya To It
Peng.
Hian-u Po-po tidak menjawab, ia mengulurkan tangannya dan
dengan menenteng To It Peng meninggalkan api yang Tang Sam"
tidak sempat memadamkannya.
To It Pang merasa dirinya menjadi enteng, pohon2 lewat dikedua
samping sisinya. la sedang 'terbang' ber-sama2 dengan Hian-u Po-
po yang melakukan perjalanan malam untuk dapat tiba didalam
lembah cang-cu-kok.
Perjalanan dilakukan cepat sekeli, To It Peng bangga dengan
ilmu 'kapandaian nomor satu`-nya, dia adalah 'jago nomor satu',
maka dapat memiliki ilmu 'terbang' yang hebat, dapat melakukan
parja!anan bersama-sama dengan Hian-u Po-po.
Tentu saja, belum pernah terpikir oleh s ipemuda bahwa bila saja
bukan Hian-u Po-po yang menentengnya 'terhang', mana mungkin
ia dapat melakukan perjalan dengan kecepatan itu? Lubang jalan
otak To It Peng hanya satu jurusan, ia me lihat dan menyaksikan
bagaimana Teng Sam, sijago nornor satu dari daerah Liauw-tong
takut setangah mati, hal ini dikarenakan ilmu kepindaian Hian-u Po-
po yang terlalu tinggi, bila nenek baju hitam ini mau, dengan
menenteng seekor gajahpun, ia dapat me!akukan perja!anan cepat.
Waktu terus berlalu, kini hari telah menjadi pagi…….. sang Surya
telah menampakkan sinarnya.
Kecepatan Hian-u Po-po mulai mengendur per-lahan2, ia telah
tiba dimulut lembah cang-cu-kok, ia harus berhati-hati, Ban Lo Lo
bukanlah orang yang mudah dihadapi.
To It Peng telah dapat menyaksikan pemandangan matahari
yang memancarkan sinar keemasannya keluar dari balik gunung
gelap, cahaya terang bercahaya menguasai jagat. Mereka te!ah
malakukan perjalanan di lembah2 terjal yang sulit dilalui, tetapi
Hian-u Po-po dapat melakukannya dangan mudah.
Satu tikungan kemudian, mereka telah berada pada sebuah jalan
yang buntu, didepan mareka terbentang tebing curam, disana
terdengar suara gemuruh air terjun, pohon tua yang besar dan
berakar panjang memenuhi keadaan ditempat itu.
Hian-u Po-po langsung menghampiri air terjun, disana ia
menghadang tebing tinggi berteriak :
„Kami berdua ingin menuju kelembah cang-cu-kok, diharap tuan
dapat memberi sedikit petunjuk."
To It Peng memandang jauh kedepan, tak ada sesuatu
makhlukpun disana, kepada siapa Hian-u Po-po bicara?
Dari sebuah pahon besar melayang bayangan kurus, ……Ting…..
tongkat orang ini menyentuh tanah dan menerbitkan suara yang
nyaring, ia memandang Hian-u Po-po dan To It Peng tajam.
Orang kurus yang melayang dari atas pohon itu adalah seorang
kakek tua yang membawa tongkat, tongkat tersebut dapat
menimbulkan suara keras, tentunya terbuat dari bahan besi atau
baja.
„Kami ingin menuju kelembah cang-cu-kok, harap tuan dapat
mamberi sedikit petunjuk." Hian-u Po-po mengulangi
permintaannya……..
Orang itu telah cukup memandang, ia membuka suara keras :
„Bagaimana dengan keadaan hawa diluar kota?"
Hian-u Po-po mangkerutkan keningnya, tetapi ia seorang pintar
yang cepat menyesuaikan diri, segera teringat akan keterangan
Teng Sam tentang tiga pos penjagaan cang-cu-kok yang
membutuhkan kode2 tertentu. Segera ia menyambung pertanyaan
orang tua dengan tongkat berat itu :
„Hujan salju diluar kota sangat hebat."
Orang tua bertongkat itu menatap tajam, setelah mana, ia
menarik sebuah oyot pohon besar sehingga lurus, oyot ini menuju
keatas tebing tinggi.
„Silahkan naik." Katanya kepada Hian-u Po-po. Hian-u Po-po
menenteng To It Peng, dengan jalan diatas oiot pohon itu ia naik
keatas tebing.
„Terima kasih." Ia berkata kepada orang tua dengan tongkat
ditangannya itu.
Maka penjagaan Iembah cang-cu-kok yang pertama dapat
dilewati dengan mudah, tidak mengalami pertempuran.
Keadaan diatas tebing jauh berbeda dengan keadaan dibawah,
disini ternyata terdapat dataran tinggi yang luas, Hian-u Po-po dan
To It Peng dapat melakukan perjalanan bebas.
Beberapa lama kemudian, dataran tinggi itu mulai menyempit,
semakin lama semakin menyerupai lorong panjang, tiba dimulut
lorong panjang itu, mereka harus melewati pos penjagaan Iembah
cang-cu-kok ¬yang kedua.
Tengah disekitar lorong panjang itu penuh dengan pisau2 tajam
yang dipasang menghadap keatas langit, bukan itu saja yang
mengganggu perjalanan, di-tengah2 jalan "duduk seorang wanita
setengah umur, agaknya wanita inilah yang diberi tugas menjaga
jalan tersebut.
To It Peng segera mengetahui akan adanya rintangan itu.
Hian-u Po-po langsung membawa sipemuda hingga tiba berada
didepan wanita setengah umur yang menghadang ditengah jalan.
Tak sekecap kata2 apapun yang dikeluarkan. Wanita setengah umur
itu memandang dua pendatang baru, ia mengajukan pertanyaan :
„Kalian berdua tentunya datang dari daerah Kang¬lam.
Bagaimana pemandangan disana?"
Hian-u Po-po telah siap, segera ia menyambungnya :
„Pemandangan didaerah Kang-lam sangat indah dan permai ! "
„Bagaimana dengan sebutan kalian berdua?" Wanita setengah
umur itu mengajukan pertanyaan yang kedua.
Hian-u Po-po menunjuk kearah To it Peng mamberi keterangan :
„Saudara kecil ini adalah cucu dari Ban Lo Lo yang ingin segera
dijumpai olehnya. Kode2 yang kau butuhkan sudah cocok. Mengapa
harus banyak curiga ?"
Wanita setengah umur itu bangun berdiri, kakinya bergerak dan
menyepak batu yang menonjol keluar. Maka terlihatlah keajaiban
terjadi, pisau2 yang menghadang keluar itu masuk kedasar tanah.
„Silahkan lewat." Demikian ia berkata.
Hian-u Po-po menenteng T o It Peng, dengan kecepatan terbang
mereka berhasil melewati jalan tersebut.
Mereka melakukan perjalanan maju. Tiba2 dibela¬kang
terdengar suara bentakan: „Tunggu dulu !"
Itulah suara siwanita setengah umur yang datang menyusul.
Hian-u Po-po dan To It Peng harus menghentikan Iangkah
mereka. Mengetahui bahaya, Hian-u Po-po tidak membalikkan
wajahnya.
„Bolehkah aku bertanya," wanita setengah umur itu berkata.
„pada jaman yang belum lama berselang, ada seorang tokoh silat
wanita kejam dan ganas yang bernama Lie Bu Siang, kenalkah
dengan nama ini ?"
Hian-u Po-po telah mangenal siapa adanya wanita setenga umur
itu, dan diketahui pasti bahwa orang itu mengenal dirinya, maka ia
cepat2 meninggalkannya dengan maksud untuk menghindari huru-
hura, tidak tahu hal itu tidak mungkin, wanita itu telah
mengejarnya.
Maka ia telah siap dengan rencana kedua, baru selesai
pertanyaan wanita setengah umur itu, badan Hian-u Po-po mumbul
keatas, balik kebelakang mengibaskan dua lengan bajunya, dengan
lengan baju ini ia menyerang.
Wanita setengah umur telah curiga, ia telah siap sedia, 'sret',
sebilah pedang telah keluar dan….. bret….. bret….. ia menyabet
putus dua lengan baju Hian-u Po-po.
Disinilah letak kepintaran Hian-u Po-po, diketahui ilmu
kepandaian wanita setengah umur ini hanya terpaut sadikit darinya,
bila tidak menggunakan sedikit akal, didalam waktu yang singkat,
tak mungkin ia da pat menjatuhkannya, itu waktu, Ban Lo Lo dan
orang2nya segera sadar akan bahaya, dan ia akan tielaka.
Mengetahui datangnya pedang, dibiarkan saja, kedua lengan baju
terpapas sedikit, menggunakan kelengahan orang yang sedang
bergirang, ia mengetuk tangan lawan, mendorong keras dan
berhasil membuat wanita setengah umur itu jatuh terjengkang
dengan pedang lepas dari pegangan.
Maka sebelah kaki Hian-u Po-po telah menginjak dan berada
dipinggang orang, disaat ini pedang yang dibuat terbang melayang
turun, disambutnya dengan tangan, cepat-sekali pedang ini bekerja
dan ces….. masuk kedalam perut wanita setengah umur itu.
„Kau…… Aaaaa……….." Hanya dua patah kata ini yang dapat
dikeluarkan oleh wanita setengah umur tersebut, ia telah
menghembuskan napasnya yang penghabisan. Putih mata
tersingkat dan tangan kakinya kaku segera.
Perubahan drama tersebut terlalu cepat, manakala To It Peng
membalikkan badan, Hian-u Po-po telah berhasil mengantar jiwa
lawannya kelain dunia, dilemparkan pedang tersebut dengan
segera.
„Hian-u Po-po, kau rnembunuhnya ?" Sipemuda mengajukan
teguran.
„Mengapa?"
„Wanita ini adalah tokoh jahat dijaman silam, mewakili nanekmu,
aku telah membunuhnya." Hian-u Po-po berkata.
„Ouw ... Diakah yang bernama Lie Bu Slang itu?" Lubang jalan
otak pikiran To It Peng hanya satu jurusan.
„Tutup mulut." Wajah Hian-u Po-po ditekuk masam „Untuk
seterusnya, aku melarang kau menyebut nama ¬ini, tahu ?"
Dirasakan oyeh To It Peng, Hian-u Po-po tidak ramah, ramah
lagi, sikapnya telah berubah galak dan kejam. la menjulurkan
lidahnya dan tutup mulut segera.
Hian-u po-po me lempar mayat sang korban kedalam semak2
rumput, setelah itu melanjutkan perjalanan lagi.
To It Peng mangintil dibelakang Hian-u Po-po dengan penuh
kesabaran, mareka telah melakukan perjalanan setengah hari
penuh, kini matahari telah berada tepat diatas kepala.
Didepan terlihat sebuah rumah kayu, menghadap rumah kayu
itu, Hian-u Po-po pentang, suara¬ : „Kami ingin bertemu dengan
Ban Lo Lo, diharap tuan dapat memberi sedikit petunjuk."
Dari dalam rumah kayu itu keluar seorang laki laki, wajahnya
merah dan kuning, entah makan apa, peru¬bahan ini sungguh
jarang terjadi.
Laki-laki berwajah dua rupa itu menarik napas panjang, setelah
itu bertanya:
„Tahukah kalian, mengapa aku harus menarik napas panjang ?"
To It Peng telah siap membuka mulut, mana ia tahu sebab
musabab dari kesusahan orang, maksudnya ingin berdebat tetapi
Hian-u Po-po lebih cepat, nenek berbaju hitam ini segera berkata
memberi jawab¬an :
„Salah mamilih jodoh akan sengsara badan….." Laki2 itu tertawa.
„Silahkan lewat. " Katanya. „terus saja kejurusan ini"
Menenteng To It Peng, Hian-u Po-po segera mele¬sat.
Gerakannya cepat sekali.
Gerakan Iaki-Iaki itupun tidak kalah gesitnya, tiba-tiba saja ia
berjumpalitan dan menghadang ditengah jalan.
„Tunggu dulu." la berkata.
Hian-u Po-po dan To It Peng tertahan.
„Apa artinya ini ?" Hian-u Po-po mengajukan pertanyaan.
„Tahukah, siapa dan bagaimana asal usulku?" Laki2 berwajah
dua rupa itu bertanya.
„Sangat disayanqkan, pengalamanku sanqat sempit dan tidak
mengenal tuan."
„Kukira kata2 keteranganmu itu tidak diucapkan dengan hati
sejujurnya." kata laki2 wajah dua macam itu.
„Eh, mengapa kau mengatakan ucapan seperti ini? Ketahuilah
bahwa anak ini cucu dari majikan kalian ini. "
„Aaaaa…… Silahkan jalan." Dan ia pun tidak menghadang jalan
To It Peng dan Hian-u Po-po. badannya melesat, balik kembali dan
masuk kedalan rumah kayu.
Lain bayangan melayang dari jurusan yang tidak sama, bayangan
ini cepat sakali, iapun masuk kedalam rumah batu:
Mata To It Peng terbelalak, menyaksikan gerak bayangan tadi,
itulah bayangan orang yang telah lama diimpikan. la menghentikan
langkahnya.
„Perintah Ban Lo Lo yalah……" Terdengar suara yang cukup
dikenal. Suara ini adalah suara bayangan tadi didalam rumah kayu.
Hian-u Po-po turut menghentikan gerakannya, ia dapat
mendengar apa yang dikatakan oleh orang itu.
Tidak lama, laki2 berwajah dua rupa keluar kembali, ia
menghampiri Hian-u Po-po dan T o It Peng.
Dari bayangan dan suara yang didengar, To It Peng 'teringat
akan wanita muda Kat Siauw Hoan, setelah melarikan diri dari Sang-
po-chung, setelah kejadian didalam rumah batu itu, tidak ada
khabar ceritanya.
Melihat laki2 berwajah dua macam itu datang, segera To It Peng
mengajukan pertanyaan : siapakah yang bicara denganmu tadi?"
Laki2 itu telah berkata kepada Hian-u Po-po:
„Ban Lo Lo telah memberi perintah, dikatakan kalian tidak usah
menerjang bahaya dan diperbolehkan mengambil jalan singkat dan
aman, mari kalian ikut aku."
„Tidak menunggu jawaban dan persetujuan lagi, laki2 itu kembali
kedalam rumah kayunya.
Hian-u Po-po mangajak To It Peng masuk kedalam rumah kayu.
Disini laki2 itu mengajak mereka kearah suatu lubang rahasia,
lubanq itu sangat dalam.
To It Pang memperhatikan keadaan rumah, kecuali mereka
bertiga, tidak ada orang yang dicari, dipastikan bahwa bayangan
tadi masuk kedalam rumah ini dan belum tampak ia keluar,
mengapa tidak terlihat dirinya?
„Hei, kemanakah wanita yang membawakan pesan perintah Ban
Lo Lo itu?" tanya To It Peng.
Laki2 berwajah dua macam itu mengkerutkan alisnya.
Dianggapnya pemuda ini berhidung belang, suka akan paras cantik,
maka mendengar suara wanita dapat tergila-gila segera, ia tidak
menjawab.
Mana diketahui bahwa betapa pentingriya suara Kat Siauw Hoan
itu, wanita muda inilah yang pernah memberi kesenangan padanya.
Laki2 berwajah dua rupa itu menunjuk ketempat goa gelap dan
berkata :
„jalan inilah yang berupa jayan terdekat dan aman untuk menuju
kedalam lembah ceng-cu-kok. Betul berbahaya, tetapi dengan
adanya rantai besi panjangyang kuat, tak mungkin kalian menderita
sesuatu apa."
Hian-u Po-po memandang dengan penuh kecurigaan.
„Tak usah kalian curiga." Laki2 itu memberi kete¬rangan. „jalan
ini ada lebih aman dari pada harus me lewati jurang Kandas, Sungai
Air Lemhah,Tebing Sembilan Puluh Derajat dan Iain2 rintangan
bahaya.
Seperti juga dengan T o It Pang, Hian-u Po-po dapat mengetahui
bahwa didalarn rumah kayu ini pernah kedatangan seseorang, dan
kini orang itu tidak keluar atau memunculkan diri tentunya melalui
jalan rahasia ini, menud yu kedalam lembah cang-cu-kok.
To It Peng tidak banyak pikir, ia telah marosot turun dalam
lobang rahasia. cepat Hian-u Po-po menariknya dan memberi
peringatan :
„Hei, berhati-hati kau !"
Dan iapun turut masuk kedalam lubang rahasia itu.
To It Peng mengetahui Kat Siauw Hoan masuk labih dahulu,
maka iapun barteriak kedalam : „Hei, berhati-hati kau !"
Memang! Bila dibanding harus menerjang beberapa macam
bahaya seperti yang laki2 penjaga pos ketiga itu katakan, jalan ini
merupakan jalan yang terdekat dan aman. Tetapi aman bukan
didalam arti 'sagat aman'
Bila salah sedikit saja, keamanan itu akan segera lenyap
mendadak. Maka To It Peng berteriak, agar Kat Siauw Hoan dapat
berhati-hati.
Hian-u Po-po berkepandaian tinggi, hanya lobang yang seperti ini
tidak perlu ditakuti, apa lagi ada rantai yang dapat dibuat pegangan,
mengikuti rantai2 tadi, dengan menenteng To It Peng, ia merosot
turun.
Hanya beberapa saat ia merosot, diatas terdengar suara 'plung',
ternyata pintu rahasia te lah ditutup dari atas.
Hian-u Po-po harus memperhitungkan sesuatu dengan seksama,
ia tidak takut, tetapi lebih berhati-hati lagi.
Berbeda dengan Hian-u Po-po, To It Peng yang ingin segera
bertemu dengan Kat Siauw Hoan lupa bahaya, ia merosot cepat.
Tak berapa lama kemudian, mereka telah berhasil keluar dari
jalan rahasia itu, matahari terang me¬nyilaukan mata.
Menantikan didepan mulut goa yalah dua gadis pelayan.
„Silahkan ikut kami." Mereka berkata.
Hian-u Po-po mengajak To It Peng mengikuti dibebakang kedua
gadis pelayan tadi, lembah dimana berada tumbuh dengan subur,
tanaman menghijau, burung2 berkicauan, sungguh mengesankan.
Kini mereka tiba diujung dari lembah tadi, beberapa baris
bangunan yang tarbuat dari bahan yang sangat sederhana barada
didepan mata, dibelakang dari bargunan itu adalah pohon lebat.
„Bagus! Tempat yag bagus." To It Peng menge¬luarkan pujian.
Dua gadis pelayan tidak membawa tamu2-nya kedalam rumah,
mereka mengajak ketempat pohon2 Iebat itu.
„Ban Lo Lo, tamu kita telah tiba !" Mereka mem¬beri laporan.
„Persilahkan mereka masuk." Terdengar suara dari dalam
pohon2-an itu.
Dua gadis palayan menunjuk kearah rimba buatan itu dan
berkata kepada dua tamunya :
„Ban Lo Lo menunggu kalian disana, masukIah sendiri."
To It Peng belum pernah mendengar cerita tentang nenek
tuanya, ia tidak tahu bahwa nenek tua itu me¬netap ditempat ini, ia
diajak oleh Hian-u Po-po maka datang membikin kunjungan.
Sikapnya tidak ada rasa kangen sama sekali.
Dari suara Ban Lo Lo didalam rimba, To It Peng segera
merasakan bahwa nenek tua itupun hampir me¬lupakan, masakan
ada seorang nenek yang tidak menyambut kedatangan seorang
cucu yanq lama tidak ketemu ?.
Hian-u Po-po datang dengan maksud tertentu, ia segera
mengajak To It Peng masuk kadalam rimba buatan itu.
Duduk ditengah-tengah sabuah Pelataran, terlihat saorang nenek
pakaian putih duduk membelakangi mereka, rambut nenek
tersebutpun telah memutih, pada tangannya memegang tongkat
yang berliku-liku, tak terlihat jelas wajahnya.
Hian-u Po-po dan T o It Peng berjalan maju, mereka manghampiri
nenek berbaju putih itu.
Seperti tidak terjadi sesuatu apa, nenek berbaju putih duduk
tidak bergerak, tetap ia membelakangi kedua tamunya.
To It Peng mengerutkan alis, mungkinkah ada se¬orang nenek
yang bersikap sedingin itu ?. la meman¬dang Hian-u Po-po
mengajukan pertanyaan:
„Hian-u Po-po inikah nenek tuaku?"
Hian-u Po-po mana tahu? ia mangeluarkan suara batuk2 dan
tidak memberi jawaban.
Terdenqar nenek barbaju putih itu mPmbuka suara :
„Mendengar suara batuk2mu, kukira yang berkunjung datang
adalah Hek yauw-hu bukan ?"
Wajah Hian-u Po-po berubah, ia harus dapat meme¬Iihara
ketenanqannya, dengan menguasai getaran jiwa ia berkata :
„Namaku Hian-u Po-po."
Nenek berbaju putih itu mengerakan tonqkatnya perlahan, ia
menggeser duduknya, maka perlahan-lahan dapat menghadapi
kedua tamunya.
To It Peng memandang mata tajam, ingin diketahui
bagaimanakah wajah orang yang dikatakan men¬jadi nenek tuanya
ini? Dilihat nenek itu mempunyai wajah yang agak mirip dengan
sang paman. Ban Kim Sin almarhum, yang membuat ia terkejut
yalah mata nenek tua itu yang dipentang lebar tidak berhitam,
hanya putih meletak, ternyata ia sedang berhadapan dengan
seorang buta!
Terdengar Ban Lo Lo mengeluarkan suara dingin :
„Mataku tidak dapat malihat, tetapi telingaku belum pernah salah
menangkap suara, tahu? Kau meng¬aku bernama Hian-u Po-po,
mungkinkah dimasa mudamu menggunakan nama itu ?"
„Tentu saja bukan." Hian-u Po-po memberi sahutan; „Tetapi aku
tidak mempunyai nama harum sepertimu, tentu kau tidak pernah
mendengar. Aku datang dengan saudara ini, dia adalah cucu
luarmu, maksudku yalah mengantarnya agar dapat bertemu dengan
keluarganya. "
---oo0oo---

BAGIAN 17
HIAN-U PO PO ADALAH BIBI KAT SIAUW HOAN
BAN LO LO tidak bersuara, kedua mata putih itu mengarah
ketubuh Hian-u Po-po, agaknya ingin ia melihat jelas siapa orang
yang sedang dihadapi, sungguh sayang, mata itu tidak depat
digunakan.
Hian-u Po-po tidak berani membuka suara, takut dikenali tepat
oleh lawannya Seorang buta mempunyai pendengaran dengan daya
ingat yang lebih hebat dari ma¬nusia biasa, hal ini! cukup
dimaklumi olehnya.
Beberapa lama kejadian saperti itu berlangsung.
To it Peng memandang dua nenek itu dengan penuh keheranan.
Ban Lo Lo menarik napas panjang, ia memandang kearah To It
Peng dan berkata
„To It Peng, sudah kah kau datang?"
Masakan ada seorang nenek yang bertemu dengan cucunya
seperti Ban Lo Lo bertemu dengan To It Peng, memanggil nama
sang cucu bagitu saja se¬olah-olah tidak ada kasih sayang!
Didalam benak pikiran sipemuda, sudah dibayangkan kejadian
pertemuan itu, tentunya sang nenek memeluknya, merangkul dan
mengeluarkan mata girang. T idak tahu hanya sambutan seperti itu,
ia agak kece¬wa.
„Betul Aku telah tiba." la pun memberi jawaban adem,
„coba kau datang kemari !" Berkata Ban Lo Lo menggapekan
tangan.
To It Peng ragu2, ia tidak menjalankan perintah itu.
Dipandangnya Hian-u Po-po meminta adpist kepadanya.
Hian-u Po-po membuat gerakan tangan, menyuruh sipemuda
memenuhi panggilan itu.
Denqan agak segan, To It Peng berjalan kedepan menghampiri
Ban Lo Lo.
Ban Lo Lo meraihkan tangan, maka sipemuda telah berada
didalam rangkulannya. Karena ia tidak dapat menggunakan mata
membuat penilaian, maka- dengan meng-usap2 tangan ia meraih
wajah ToIt Peng.
To It Peng merasakan satu tangan dingin yang seperti es
menjalar ditubuhnya, To It.Peng menggigil kedinginnan, tangan
sang nenek tua itu terhenti ditempat bagian wajahnya.
„Hei, mengapa tanganmu dingin sekali ?" Ia menga¬jukan
protes.
Lama sekali ia maraba wajah To It Peng, dahi Ban Lo Lo
berkerinyut.
„Mengapa wajahmu mirip dangan sibajingan?" la berkata.
To It Peng memandang putih mata Ban Lo Lo yang dekat sekali
itu, ia tidak mengerti apa yang diartikan oleh nenek tuanya.
Ban Lo Lo panas tidak mendapat jawaban, tangannya melayang
dan ... Pang ... menampar pipi sang cucu tersebut.
Lagi2 kejedian yang berada diluar dugaan, setelah berjumpa,
diantara cucu dan nenek seharusnya ada sedikit rasa kekeluargaan
yang hanqat, tidak tahunya hanya makian dan tamparan itu. Hal
mana mambuat To It Pang segan, kepalanya dirasakan menjadi
pusing tujuh keliling, kena tamparan neneknya tadi.
Hian-u Po po membikin pembelaan :
„Eh, pertemuan kalian diantara cucu dan nenek tidak seharusnya
dilakukan seperti ini, mengapa kau memukul ?"
„Apa yang kau tahu ?" Bentak Ban Lo Lo. „dikala putriku
mendapatkan bajingan itu, sudah kukatakan kepadanya bahwa
untuk selanjutnya janganlah meng-harap bantuanku, jangan
menemuiku : hm…... hm….. mereka telah berada didalam neraka
dengan meninggalkan bajingan kurcaci ini yang disuruhnya meminta
perlindunganku.
Mengapa aku tidak boleh menamparnya? Masih baik bila wajah
bajingan kecil mirip dengan putriku, tetapi kenyataan wajahnya
banyak menyerupai ayahnya yang sudah tiada itu. Sungguh
menjengkelkan."
Betapapun dungunya To It Peng, iapun mangerti, siapa yang
disebut sebagai 'bajingan' dan siapa yang dimaksud 'bajingan kecil'.
Sungguh keterlaluan, ma-sakan seorang nenek mengatakan
mantunya sebagai bajingan, mengatakan cucu sendiri sebagai
'bajingan kecil' ?
Kesan terhadap ayah dan ibunya terlalu suram, To It Peng harus
menjunjung tinggi martabat kedua oranq tua itu, maka segera ia
berteriak :
„Hei, siapa yang ingin meminta perlindunganmu?"
„Hm……. Hm……" Dengus Ban Lo Lo dari hidunq. . „Menyangkal?
Apa guna kau berkunjung ketempat ini bila bukan dengan maksud
berlindung ?"
To It Peng membuka mulut, niatnya ingin memaki2 nenek buta
ini, tetapi segera teringat bahwa nenek bertongkat yang berada
didepannya adalah ibu dari orang tuanya, tidak pantas dan
durhakalah bagi mereka yang malawan orang tua, batal ia
mengucapkan kata2 untuk memaki neneknya itu.
„Baiklah." la berkata. Kau mengutus Teng Sam mengundang
datang, satelah itu membawaka sikap yang acuh tak acuh seperti
itu. Bila kau benci kepada kedua ayah bundaku, benci kepadaku,
apa guna aku berkunjung datang. Aku segara pergi dan angkat kaki
dari s ini.
Terbungkuk-bungkuk To It Peng bangun, ia siap meninggalkan
lembah cang-cu-kok, dimina nenek tua itu menetap.
Ban Lo Lo meunjukkan sikapnya yang marah, ia membentak :
„Bagus! Bajingan kecil, berani kau melawan ? Biar kuhajar
dahulu, agar kau tahu rasa tangan besiku."
Tongkat sinenek diayun, mengarah pantat To It Peng.
To It Peng, lari pontang- pantting, dengan berguling-gulingan
ditanah, ia berhasil menghindari pukulan itu.
Hian-u Po-po mengkerutkan alisnya.
„Hian u Po-po." Berkata To It Peng. „Lekas kita meninggalkan
tempat ini. Kukira…… dia….. bukan nenek tuaku. Tentunya kau
salah dengar cerita bohong."
„Bukan cerita bohong." Berkata Hian-u Po-po, „Perkawinan
diantara ayah dan ibumu tidak mendapat restunya, ia sangat
penasaran dan sehingga kini, masih marah dan sakit hati, termasuk
dirimu. Lekas kau ber¬lutut dan maminta maaf, setelah hawa
amarahnya mereda, tentu ia tidak memukulmu lagi."
„Tidak ……. Tidak ……. " To It Peng tidak mengerti akan, sikap
Hian-u Po-po, mengapa nenek baju hitam ini mengajaknya kemari?
Mengapa mengatakan bahwa sinenek buta barbaju putih itu pernah
nenek tua darinya ?"
Hian-u Po-po menggerak-gerakkan tangan, ditunjuknya
pangkuan sipemuda, tentu saja, To It Peng tidak mengerti akan
maksud tujuannya. Hian-u Po-po mem-buat bentuk kotak dengan
gerakan tangan, maka mengertilah apa yang dimaksudkan. Peti
batu pualam pemberian ayah almarhum tentunya.
Dikeluarkan peti batu pualam itu, T o It Peng memandang Hian-u
Po-po meminta pendapat:
Hian-u Po-po menunjuk kearah nenek buta Ban Lo Lo, artinya
menyerahkan kotak tersebut kepadanya.
„To i t Peng PanggiI Ban Lo Lo:
„Disini." Dengan kata2 sengau sipemuda memberi sahutan.
„Sebelum ayah meninggal, beliau mengirim sabuah peti kepada
kawannya, dan peti itu kini berada padaku, disuruh membawanya
peti ini kedalam lembah cang-cu-kok, tentunya manyerahkan
kepadamu, bukan ?"
Kin Lo Lo meraihkan tanqan, maka terasa satu se dot'ln hawa
yang kuat, peti batu pualam telah berpindah tangan, dari cekalan To
It Peng terbang ketangan Ban Lo Lo.
Memegang peti batu pualam itu, wajah Ban Lo Lo menunjukkan
ketegangan, kedua matanya yang hanya putih itu tampak jelas
sekali.
Hian-u Po-po mengegserka badannya dengan perlahan dan hati2
sekali, hal ini seperti takut diketahui oleh nenek buta.
Ban Lo Lo mempunyai pendengaran yang cukup tajam, ia seperti
telah sadar akan bahaya, kepalanya mendongak menatap dimana
Hian-u Po-po berada.
Gerakan Hian-u Po-po yang bergeser maju segara berhenti. Hal
ini berakibat lenyapnya suara geseran badan itu.
To It Peng segera merasakan akan adanya ketegangan, tidak
diketahui ketegangan apa yang akan terjadi, ia memandang dua
nenek itu, Hian-u Po-po yang berbaju hitam berada disebelah
kanannya, sedangkan Ban Lo Lo, nenek buta-berbaju putih itu
berada di sebelah kirinya.
Terdengar suara Ban Lo Lo :
„Hian-u Po-po minggirlah jauh2."
Hian-u Po-po tidak menyingkir, ia menggerakan baju2-nya
dikesampingkan cepat, maka dari geseran suara angin itu, seolah
olah ia telah pergi jauh. Hal ini mudah dilakukan, Ban Lo Lo tidak
mengetahui, karena hitam matanya telah tiada.
Ban Lo Lo memasang kuping tajam, menunggu sehingga suara
geseran angin yang ditimbulkan oleh baju Hian-u Po-po tadi telah
jauh, baru ia bertanya : „Hian-u Po-po, berada jauhkah jarakmu
dengan diriku ?"
Setelah Hian-u Po-po mendekat, jarak diantara dua nenek itu
hanya 5 kaki, jarak ini terlalu dekat. Ban Lo Lo dapat memaklumi,
maka ia menyuruhnya menyingkir jauh2. Tetapi Hian-u Po-po tidak
melaksanakan perintah tersebut ia hanya menggeser bajunya
menimbulkan angin tipuan, badannya berdiri tetap ditempat lama.
Hian-u Po-po datang dengan maksud tujuan tertentu, mendapat
pertanyaan tadi, segera ia mengganti arah mukanya dan mulutnya
terlihat bergerak gerak.
Manakala mulut Hian-u Po-po bergerak, To It Peng tidak
mendengar suara, beberapa saat kemudian, dari arah yang berjarak
belasan tombak terdengar suara berkata :
„Kurang lebih belasan tombak,"
Inilah suara Hian-u Po-po yang To It Peng kenal betul !
To It Peng memandang dengan penuh keheranan, mana
diketahui bahwa Hian-u Po-po telah malepas suara sehingga
belasan tumbakdari tempat itu baru suara tersebut memecah keras,
ini yang dinamakan ilmu 'memecah suara'. Maka beberapa kali ia
mamandang kearah 'pecah' nya suara itu, tidak terlihat seorang
manusiapun juga.
Ban Lo Lo puas, ia memperhatikan kotak batu pualam dari
tangan To It Peng, dibukanya perlahan.
To It Peng mendapat peti batu pualam itu dari tangan Kang
Yauw dan Lim cu jin, diketahui hanya ukiran2 pemandangan alam
biasa, tidak berisi. Kini diserahkan kepada Ban Lo Lo, sinenek buta
sangat memperhatikan gurat2 lukisan itu, dipegangnya lama,
setelah itu memanggil :
„To It Peng, kau….."
Tongkat Ban Lo Lo diangkat, dan tiba2 saja tongkat itu diayun
kearah Hian-u Po-po. Gerakannya capat sekali, sungguh berada
diuar dugaan.
Seharusnya serangan mendadak yang berada diluar dugaan itu
dapat membawa hasil, sedari tadi tangan Ban Lo Lo merayap
disekitar peti batu pualam yanq To It Peng berikan, masakan dapat
bergerak cepat? Mengangkat tongkat menyerang mendadak ?
Hanya saja orang yang dihadapi bukan manusia biasa, dia adalah
sinenek berbaju hitam Hian-u Po-po yang gagah perkasa, mendapat
serangan tadi, sungguh berada diluar dugaan, maka iapun
menjatuhkan dirinya ketanah, sehingga rata dengan garis
horisontal, setelah itu, dengan sebeyah tangan menekan batu, ia
mencelat bangun kembali. Disaat itu, tongkat Ban Lo Lo telah lewat
pergi.
Serangan Ban Lo Lo gesit ! Gerakan Hian-u Po-po hebat ! Mereka
sama sakti, sama perkasanya.
Melihat serangan pertama gagal, Ban Lo Lo menarik kembali
senjata tongkatnya, satelah itu mengayunnya kembali, ia tidak
dapat melihat, tetapi pendengaran¬nya terlalu hebat, bagaikan
mata orang yang sempurna, ia mengetahui letak tempat dimana
lawan itu berada
Daun2 disekitar tempat itu rontok berjatuhan beterbangan kian-
kemari. Terlalu hebat angin tongkat pukulan Ban Lo Lo.
Hian-u Po-po telah menteyelat bangun" tangannya meraih
tangkai pohon, ditariknya kuat, maka pohon tersebut terbongkar
hingga akar, dengan indah ia manangkis serangan tongkat Ban Lo
Lo.
Batang pohon tak sanggup menahan kekuatan tong¬kat Ban Lo
Lo. Terdengar suara ….. Plak…… pohon itu patah ditengah.
Hian-u Po-po melempar batang pohon, badannya me¬lesat jauh.
Mata Ban Lo Lo tidak dapat digunakan, tetapi bukan seperti telah
'cacad sama sekali, alat pendengarannya lebih hebat dari manusia
biasa, mengikti geseran angin, ia tahu dimana lawan itu berada,
tongkat diayun, berputar keras dan memukul hingga beberapa kali.
Hian-u Po-po tidak berdaya, ia terdesak, badannya mundur
berusaha manjauhi tongkat Ban Lo Lo yang hebat, demikian hingga
posisi kedudukannya terje¬pit, punggungnya telah menempel pada
dinding batu.
Tongkat Ban Lo Lo tarayun….. Tar…. Batu dimana Hian-u Po-po
bersandar pecah, hancur beran¬takan.
Sampai disini, serangan Ban Lo Lo tertahan, tangan¬nya tergetar
keras.
Menqggunakan kesempatan itu. Ia tidak bergerak, diam berarti
aman, karena tak mung¬in Ban Lo Lo dapat mangetahui dimana ia
barada.
Suara pecahannya batu menghilangkan semua suara, termasuk
suara geseran badan Hian-u Po-po. Untuk sementara, pertempuran
babak pertama berakhir sampai disini, Ban Lo Lo memasang kuping
tajam, ia ingin mengatahui dimana Hian-u Po-po berada.
To it Peng mandapat kasempatan menarik napas, sedari tadi
jantung berdebar keras, menyaksikan per¬tempuran diantara dua
nenek tua itu.
„Hei, hentikan pertempuran segera!” teriak sipemuda. „Hentikan
pertempuran ini segera !" ia mengulangi perkataannya.
Maksud To It Peng ingin mencegah terjadinya pertempuran,
tetapi ia tidak mempunyai pengaruh. Dua nenek itu tidak
menganggap kata2 permintaan dari sipemuda.
„Hek Yauw Hu, masih kau menyangkal ?". Terdengar suara Ban
Lo Lo barteriak keras. „Berani kau manghina aku? Kau kira aku tidak
dapat mambedakan ilmu 'Keng¬yap-piauw-piauw' dari keluarga Kat
?"
Keluarga Kat? Hian-u Po-po orang dari keluarga Kat? T o It Peng
segera teringat akan dirinya Kat Siauw Hoan, belum lama ia melihat
bayangan wanita muda yang cantik itu.
Hian-u Po-po menganggukkan kepala, ia barkata dengan
suaranya yang dingin:
„Bagus ! Memang kau hebat !"
Mendengar suara Hian-u Po-po yang diharapkan oleh Ban Lo Lo
itu, maka tongkatnya diayun dangan cepat memukul kearah nenek
berbaju hitam itu.
Hal ini sudah berada dalam perhitungan Hian-u Po-po, maka
iapun menggeser kaki perlahan, sangat perlahan sehingga tidak
menimbulkan suara geseran angin, tongkat lolos beberapa senti dari
badannya, tetapi ia aman.
Mengetahui hal semua ini ia tidak berani me¬nimbulkan suara,
Hian-u Po-po membuka mulut, tetapi ia tidak bicara langsung,
sebaliknya ia menggunakan ilmu 'Memecah suara' …. yaitu dengan
memindahkan asal suaranya, ketempat berjarak puluhan tombak
dari suara asalnya itu memecah :
„Lihay!...... Ban Lo Lo memang lihay!...... Sudah waktunya kau
membuka rahasia yanq tersimpan didalam peti batu pualam itu,
bukan ?"
„Hm……." Ban Lo Lo mengeluarkan suara dari hidung. „Kau
masih berada didalam lembah cang-cu-kok, berani mangucapkan
kata2 tekebur?"
Tongkat Ban Lo Lo tidak tinggal diam, ia meng¬hantam arah
datangnya suara. Tentu-saja, serangan ini tidak mengenai Hian-u
Po-po, disitu suaranya dipe¬cahkan, tetapi bukan berarti letak
tempat dirinya. Tongkat Ban Lo Lo mengenai batu, batu2 itu hancur
dan pecahan batu berhamburan.
Siasat Hian-u Po-po berhasil, menggunakan ilmu 'memecah
suara`, ia berkata :
„Mengingat kedua matamu yang telah rusak, aku tidak mau
menempurmu. Katakanlah apa rahasia yang tersimpan didalam peti
batu pualam itu ?"
„Kau mengimpi !" Ban Lo Lo membentak.
Mengetahui tidak berhasil menemukan jejak lawan itu barada
dimana, maka Ban Lo Lo memekik panjang, suara ini berkumandang
keseluruh lembah.
Disana muncul laki2 berwajah dua rupa. Melihat keadaan seperti
itu, maka iapun mengerti mengapa Ban Lo Lo memanggilnya.
„la berada 20 tombak disebelah kiri !" Suaranya menunjukkan
letak tempat dimana Hian-u Po-po itu berada.
Ban Lo Lo menggarahkan tongkat, memukul ketempat20 tombak
disebelah kiri. Kurang tepat ! Nanya beberapa jauh dari mana Iawan
itu berada.
„Kekiri lagi 6 kaki !" teriak laki2 berwajah dua rupa itu.
Mandapat petunjuk ini, Ban Lo Lo merasa mendapat angin, ia
menyerang Hian-u Po-po.
Maka dalam saat2 berikutnya, Hian-u Po-po terdesak hebat.
„Hek Yauw Hu, lembah cang-cu-kok adalah tem¬pat
bersemayammu untuk se Iama2nya." kata Ban Lo Lo dengan tidak
menghentikan serangannya."
„Kau hanya berani karena mengandalkan orang2mu." Hian-u Po-
po lompat menyingkir dari serangan tongkat Ban Lo Lo.
„jago2 cang-cu-kok bukan seorang, tetapi akupun sanggup
mengalahkanmu dengan tanpa bantuan mereka." kata Ban Lo Lo
yang mamperhebat serangan2 nya. Kini ia sudah tidak
membutuhkan petunjuk2 laki2 berwajah dua rupa, kemana Hian-u
Po-po pergi, tentu menimbulkan suara geseran angin, dengan
menggunakan kupingnya yang tajam. Ban Lo Lo berhasil menang
suara geseran angin itu, tongkatnya menyerang dengan gencar.
Beberapa kali, keadaan Hian-u Po-po terjepit, bahaya
mengancamnya.
To It Peng yang hanya menyaksikan pertempuran itu!
keringatnya bercucuran.
Manakala dua nenek itu menyambung pertempuran mereka,
pada lereng Iembah terdengar satu suara jeritan yang mengerikan.
Itulah suara laki2 berwajah dua rupa yang ternyata telah jatuh, ia
mendapat serangan bokongan yang mengakibatkan tewasnya.
Ban Lo Lo menghentikan serangan2nya, ia mendongakkan
kepala, menatap suara orang kuatnya itu, matanya tidak dapat
melihat, maka tak tahu apa yanq menyebabkan Ban Hok, demikian
nama Iaki2 berwajah dua rupa itu mengeluarkan suara jeritan.
Ban Hok hanya menjerit sekali, setelah itu, ia kehilangan jiwanya
dan tidak dapat bernapas.
Ban Lo Lo me lintangkan tongkat didepan dada, serta berteriak
dengan bentakan :
„Hek Yauw Hu, apa artinya permainanmu ini Hian-u Po-po
mengeluarkan suara tertawa puas.
„Ketahuilah, mulai saat ini, dalam lembah can-cu-kok, kecuali kau
seorang, sudah tidak ado orang2mu lagi." kata nenek baju hitam ini.
„Kau…… Kau….. Bagaimana kau membunuh mereka ?" Suara Ban
Lo Lo agak kurang lancar. la tidak mengerti, dengan cara
bagaimana Hian-u Po-po membunuh Ban Nok, sedangkan dirinya
digencar hebat dengan serangan2 tongkat? Tak mungkin To It Peng
dapat membunuh Ban Hok, kepandaian sidungu terlalu rendah
sekali.
Sesosok `bayanqan melayang turun, bayangan inilah yang
membunuh Ban Hok, cepat sekali ia te lah berada disana, ternyata ia
seorang wanita muda.
Kuping Ban Lo Lo seperti dapat membedakan suara orang yang
datang, segera ia buka suara memanggil :
„Siauw Hoan, Iekas kau kemari!"
Nama yang tidak asing bagi To It Peng, ia ber¬jingkrak dan
memandang kearah bayangan tadi, disana berjalan datang seorang
wanita muda yang sangat cantik siapa lagi bila bukan Kat Siauw
Hoan yang dirindukan siang malam ?
„Siauw Hoan," Panggil Ban Lo Lo. „Dimana Ban Hok berada ?"
„Tidak jauh." Kat Siauw Hoan memberi jawaban. „Bagaimana
dengan keadaannya ?"
„Ia, sudah tidak depat bernapas lagi." „Mengapa?" tanya Ban Lo
Lo kaget.
„la telah kena jarumku. Setelah itu jatuh, tentu saja ia tidak
dapat hidup lama" kata Kat Siauw Hoan.
jawaban Kat Siauw Hoan diluar dugaan Ban Lo Lo, wajahnya
yang telah berkerinyut itu menunjukkan kegusaran yang tidak
terhingga.
„Bagus." Akhirnya in berkata. „Tidak kusangka, kau adalah
musuh dalam selimut yanq berhasil manyusup masuk kedalam
lembah cang-cu-kok. Tidak seharusnya aku mempercayai
keteranganmu, dengan membuat cerita yang menarik kau berhasil
mangelabuiku. Kau katakan keadaanmu yang terdesak,
membutuhkan tempat perlindungan aman. Disinilah letak
kesalahanku yang terbesar. Terlalu percaya kepada obrolan
seseorang."
„Ban Lo Lo jangan kau mengucapkan kata seperti itu." To It Peng
membela wanita yang dikasihinya. „Kat Siauvd Hoan adalah orang
yang baik „bukan musuh dalam selimut, bukan……”
To It Peng tidak dapat melanjutkan kata2nya, karena disaat
inilah Kat Siauw Hoan telah menerima segala tuduhan yang
dijatuhkan kepadanya.
„Betul. Aku adalah musuh dalam selimutmu." katanya.
„Mengertikah kau? Kau sadar belum ter¬lambat, Maka kau tidak
akan mati penasaran, kau telah mengetahui, dimana letak
kesalahanmnau e, bukan ?"
To It Peng mamandang wajah wanita cantik yang dirindukan
siang malam itu, inikah Kat Siauw Hoan? Ia kurang percaya.
Kat Siauw Noan menghampiri Hian-u Po-po dan berkata :
„Bibi, kedatanganmu lambat sekali."
Ternyata Hian-u Po-po adalah bibi dari Kat Siauw Hoan.
Masuknya Kat Siauw Hoan kadalam Iembah cang-cu-kok termasuk
salah satu rencana sinenek berbaju hitam itu.
„Samua gara2 bocah dungu ini" kata Hian-u Po-po menunjuk To
It Peng.
Ban Lo Lo turut mengikuti percakapan mereka, segera ia sadar
akan bahaya, ia tertawa berkakakan, kemudian berkata :
„Bagus….. Bagus…… Mataku telah buta, mereka tidak dapat
mengenal bahwa orang yang kukasi¬hani itu adalah anak
perempuan si Lebah Beracun Kat Sam Nio. Ha, ha, ha,……. ha, ha,
ha,…….. Aku memang buta mata ... Aku telah tua…… Tiada
guna……."
„Betul! Kat Sam Nio adalah Ibuku." kata Kat Siauw Hoan. „Sudah
kukatakan bahwa aku dari keluarga Kat, bukan ?"
Wajah Ban Lo Lo ditekuk segera ia berkata geram :
„Betu!. Kini kekuatanmu dua orang. Tetapi aku-nenek buta bukan
berarti takut kepada kalian, majulah berbareng."
Hian u Po-po segera berkata :
„Ban LoLo, kuanjurkan kepadamu agar segera membuka rahasia
peti batu pualam itu. Maka kau tidak akan mengikuti jejak putri dan
mantumu yang telah menjadi korban penasaran, karena kukuh tidak
mau mengatakan rahasia peti batu pualam tersebut."
„0oooooo….. Rahasia peti batu pualam itukah
yang menjadi tujuan utama kalian berdua?" Ban Lo Lo
mengajukan pertanyaan.
„Betul!" kata Hian-u Po-po.
„Tentu." kata Kat Siauw Hoan. „Purti dan menantumu itu mati
penasaran karena tidak mendengar nasihatmu"
Mata To It Peng belum lepas dari wajah Kat Siauw Hoan,
mendengar percakapan mereka yang menyebut2 'putri dan mantu
Ban Lo lo', pikirannya segera tergerak. Bukankah kedua ayah
bundanya yang mereka maksudkan ?
Diketahui bahwa Golok Emas Tanpa Tandingan Kim to Bu tie T o
Tong Sin suami istri mati penasaran, tidak ada orang yang tahu,
bagaimana kematian mereka. To It Peng belum mendapat
gambaran jelas dilihat dari sudut2 tertentu, seharusnya Hian-u Po-
po dan Kat Siauw Hoan pernah turut didalam sengketa itu.
„Hei, apa yang kalian cakapkan?" tanya To It Peng.
Tidak ada oranq yang menjawab pertanyaan si dungu.
Hian-u Po-po datang kedalam lembah cang-cu-kok dengan
maksud tujuan memecahkan rahasia yang tersimpan didalam peti
batu pualam peninggalan ayah To It Peng, segere ia berkata:
„Ban Lo Lo, katakan rahasia-peti hatu pualam itu !"
„Betul Maka jiwamu bebas dari ancaman maut.” Sambung Kat
Siauw Hoan.
Ban Lo Lo telah rnengambil putusan, ia berkata :
„Baik. Kukatakan kepada kalian, bahwa rahasia yang tersimpan
didalamnya ialah…….."
Tiba2 saja, tongkat bergerak cepat, dengan kekuatan yang
menderu-deru memukul, kearah Hian-u Po-po.
Hian-u Po-po telah bersedia, sebuah pohon dilem¬parkan, maka
terjadi suara gemuruh dari bdradunya tongkat dan pohon yang
pecah hahcur itu.
Bagaikan bayangan iblis, Kat Siauw Hoan bergerak perlahan, ia
telah berada dibelakang Ban Lo Lo, dengan menyebarkan jarum2
yang berwarna merah, ia melakukan bokongan.
Mata Ban Lo Lo telah kehilangan biji hitamnya, namun bukan
berarti ia mudah dihina, bila saja didalam keadaan biasa, serangan
bokongan Kat Siauw Hoan tadi tidak mungkin membawa hasil,
hanya disayangkan, saat ia diserang, keadaan dirinya panas,
tongkatnya memukul kearah Hian-u Po-po yang melempar dengan
pohon besar, suara beradunya tongkat dan batang pohon itu
menimbulkan suara gaduh,. menelan suara gerakan Kat Siauw.
Hoan.
Manakala Ban Lo Lo sadar akan bahaya, tubuhnya telah
ditumbuhi jarum2 merah Kat Siauw Hoan.
„Oh….." Ban Lo Lo manggerakkan tangannya siap mencabut
jarum2 itu.
Kat Siauw Hoan talah mundur jauh, ia berteriak :
„Hei, kau telah terkena racun Thian-hong-ciam
Tentunya kenal dengan nama jarum dari keluarga Kat bukan?
Masih berani kau meneruskan gerakan tanganmu menyentuh ? "
Ban Lo Lo kenal baik dengan sikap2 tamak dan jahat dari para
keluarga Kat, ancaman Kat Siauw Hoan bukanlah bohong, ia
menghentikan gerakan tangannya yang ingin mencabut jarum
merah itu keluar dari tubuhnya.
„Ban Lo Lo, hayo menyerah !" Ujar Hian-u Po-po.
Ban-Lo Lo mengu'lurkan tangan kearah Kat Siauw Hoan, „Lekas
serahkan obat pemunahmu !" la meminta.
„Katakanlah rahasia apa yang tersimpan didalam peti batu
pualam itu. Maka obat pemunah racun akan kuberikan kepadamu."
Ban Lo-Lo tertawa dingin, katanya :
„Bila kau menyerahkan obot itu setelah tidak ada rahasia, setelah
aku mengatakan rahasia yang tesimpan ditempat itu, maka kau
bukan putri tunggal si Lebah Beracun Kat Sam Nio. Kau kira aku
tidak kenal akan sifat2mu ini? Hayo, segera serahkan obat pemunah
racun itu."
Plak…….. Peti peningalan ayah To It Peng dibanting ketanah.
Setelah itu, Ban Lo Lo berkata lagi
„Sebelum aku mati, akan kupecahkan dahula benda ini. Maka
rahasia tersebut terpendam untuk selama lamanya. Tak ada orang
kedua yang tahu."
Kat Siauw Hoan memandang Hian-u Po-po.
„Bibi, bagaimana dengan pendapatmu ?" Ia bertanya.
„Berilah obat pemunah racun itu." kata Hian-u Po-po. „jarum
Thian-hong-ciam' ibumu bukanlah jarum biasa, setelah ia memakan
obat pemunah, tidak mungkin ia bergerak cepat, itu waktu, bila ia
tidak menepati janji, tidak memberi tahu rahasia, „beri saja
beberape jarum lagi."
„Betul!" Kat Siauw Hoan girang.
Ser…….. Istri pelarian Seng-po-chung ini melempar sebutir obat
berwarna hijau.
cepat Ban Lo Lo menyambuti obat pemberian Kat Siauw Hoan
tadi, ditelannya segera, racun2 keluarga Kat sangat jahat dan hebat,
ia harus segera melenyapkan dari tubuhnya.
Keadaan sunyi dan sepi ……. Ban Lo Lo mengatur peredaran
darahnya, Hian-u Po-po dan Kat Siauw Hoan menantikan kabar
berita dari terbongkarnya rahasia lama yang terdapat didalam peti
pualam. To It Peng memandeng sagala peristiwa dengan perasaan
bingung, tak tahu perma inan sandiwara apa yang sedang ditonton
oleh jago nomor satu kita ini. Baberapa saat kemudian, Ban Lo Lo
memungut peti batu pualam yang didapat dari tangan To It Peng, ia
mulai bercerita :
„Kotak ini kudapat dari suamiku almarhum dahulu, in telah
memenukar jiwanya dengan sebuah kotak misterius penuh rahasia
teka-teki ini. Setelah aku tahu bahaya apa yang mengancam,
dengan mengajak anak perempuanku, aku mengembara mencari
tempat yang aman untuk melewatkan waktu. Tidak kusangka anak
perempuanku itu terpikat oleh sibajingan To Tong Sin, dengan
mencuri peti batu pualam ini, ia turut suaminya melarikan diri……."
Air mata Ban Lo Lo dari sela2 kedua matanya yang hanya tinggal
putih saja itu, agaknya ia bersedih mengenangkan kejadian
lamanya.
Apa yang To It Peng ketahui tentang ayah dan ibunya terlalu
sedikit sekali, ia turut mendengarkan dan mengikuti jalan cerita
tersebut.
„Mereka tidak tahu isi rahasia yang tersembunyi didalam kotak
ini." Ban Lo Lo menyambung cerita. „Dikira aku dapat memaafkan
kesalahannya dan menga-takan rahasia itu kepada mereka. Tetapi
tidak….. Aku tidak mengatakan apapun kepada mereka. Aku telah
bosan dengan penghidupan, aku menyepi didalam lembah cang-cu-
kok ini, tidak sudi aku menemui mereka lagi."
„Apa guna kau mengoceh tidak keruan ?" Bentak Kat Siauw
Hoan.
„Aku harus mulai cerita dari pertama, bukan' Ban Lo Lo tidak mau
kalah…….
„Biarkanlah ia bercerita." kata Hian-u Po-po.
Kat Siauw Hoan sangat gelisah, ia tidak dapat memaksa sinenek,
buta membuka rahasia peti batu pualam itu dengan segera.
„Mereka menunggu kedatanganku dikira aku dapat melakukan
hal itu…….. Hm….. Hm….. " Beberapa kali Ban Lo Lo mengeluarkan
suara dari hidung. „Mereka gagal, maka diusahakan masuk kedalam
lembah cang-cu-kok, tentu saja,-.aku tidak sudi menemu mereka,
karena tidak berhasil, mereka mencoba memcahkan rahasia itu
dengan meminta bantuan orang, karena itulah mereka binasa. Ha,
ha, ha, ha ........"
Ban Lo Lo tertawa puas! Kematian putri dan mantunya yang tidak
mendapat restunya itu tidak diingat sama sekali.
„Ban Lo Lo apa yang kau tertawakan ?" To It Peng mengajukan
pertanyaan. Mana mungkin kejadian itu menjadi buah tertawaan ?.
„Mengapa aku tidak boleh tertawa?" Ban Lo Lo Membelalakkan
putih matanya yang tidak dapat digunakan, untuk melihat itu.
,,Manakala putriku mencuri peti batu pualam dan ikut To Tong Sin
untuk melarikan diri siapakah yang tidak mentertawakan dirinya?
Ha, ha, ha……. Kini mereka kena tula, umur mereka tidak lama. satu
persatu dibunuh orang, Ha, ha, ha…….."
To It Peng mengkerutkan alis, inilah prilaku seorang nenek tua ?
Mana mungkin ada ibu yang tidak sayang kepada anaknya ? Tidak
sayang kepada cucunya ? Sungguh keterlaluan !
Ha, ha, ha…….." Masih Ban Lo Lo tertawa „Mereka telah mati.
Maka lenyaplah semua kebencianku kepadanya. Aku benci kepada
putriku, aku benci kepada mantuku, tetapi belum tentu benci
kepada cucuku sendiri. Maka kalian mengajak anak mereka
ketempat ini, dengan membawa peti batu pualam dan menyerahkan
kepadaku, harapan kalian ialah agar dapat memberi tahu rahasia
teka teki apa yang tersembunyi dalam peti ini, bukan ? Ha, ha,
ha……. Tetapi aku tidak mengatakan kepadanya."
„Aku tidak membutuhkan rahasia itu." kata To It Peng.
Ban Lo Lo tidak manggubris sang cucu, ia menatap Hian-u Po-po
dan Kat Siauw Hoan dengan putih matanya itu kemudian ia berkata
:
„Aku ingin mengajukkan pertanyaan, bila kalian menjawab
dangan sejujur-jujurnya, maka rahasia ini akan kukatakan keoada
kalian. Bersediakah kalian menjawab pertanyaanku?
„Katakanlah !" kata Hian-u Po-po.
Ban Lo Lo menarik napasnya dalam2, setelah itu bertanya :
„Anak perempuan sialku itu tentunya mati dibawah tangan kalian,
bukan ?
„Kematian mereka disebabkan oleh ibu Kat Siauw Hoan." kata
Hian-u Po-po terus terang. „Kat Sam Nio menginginkan rahasia itu,
tetapi tidak berhasil, maka dengan mengadakan persekutuan
dengan beberapa orang, ia berhasil membnnuh mereka."
To It Peng turut mendengar percakapan mereka, kepalanya
terasa seperti dipukul oleh benda berat, tujuh keliling, dunia saperti
berputar keras, tubuhnya jatuh ditanah, penderitaan itu terlalu
hebat baginya.
Ban Lo Lo, Hian-u Po-po dan Kat Siauw Hoan sedang berusaha
mengadu kepintaran, tidak satu dari mereka yang memperdulikan
sipemuda.
„Baik." kata Ban Lo Lo. „Rahasia yang kalian ingin tahu ialah,
kotak ini tidak berisi, tetapi ia menunjukkan lukisan pemandangan
indah, itulah tempat gunung es digunung.Thian-san. Setalah tiba
disana, kalian dapat menemukan 17 goa es, pada goa ke-6, kalian
dapat menemukan benda yang diharapkan."
Setelah membongkar rahasia itu, Ban Lo Lo melempar batu
pualam tersebut. Hian-u Po-po menyambutinya cepat.
To It Peng telah bangun lagi, ia mamandang dua nenek itu
bergantian.
„SeteIah mengetahui rahasia ini, tentunya kalian tidak
membunuhku, bukan ?" kata Ban Lo Lo.
„Tidak perlu membunuhmu, kau akan mati sendiri” kata Kat
Siauw Hoan.
Ban Lo Lo terkejut mendengar kata2 itu.
„Apa artinya kata2mu ini?" Ia bertanya.
„Kau kira obat yang kau makan tadi sebagai obat pemunah
racun? Ha, ha, ha……. Itulah Yong-sin-tan kini racun tentunya telah
menjalar cepat dan berada disekitar jantungmu." kata Kat Siauw
Hoan.
Lagi2 Ban Lo Lo kena tipu!
---oo0oo---

BAGIAN 18
KAT SIAUW HOAN - WANITA CANTIK YANG BERHATI
BUSUK DAN KEJAM.

BAN LO LO berteriak keras, badannya mencelat, dengan tongkat


yang diayun kuat, ia menyerang Kat Siauw Hoan.
Sayang ! Racun yang bersarang didalam tubuhnya telah menjalar
cepat, sebelum ia dapat menyentuh tanah, matanya telah
terbelalak, dan ia mati mendadak, mati secara penasaran. Tubuhnya
jatuh ditanah dengan tidak berkutik, napasnya telah berhenti
bekerja.
Hian-u Po-po tertawa puas, ia berkata : ,,Siauw Hoan,
kebijaksanaanmu lebih hebat dari ibumu almarhum."
la tertawa Ruas atas segala sesuatu yang telah terjadi. Ban Lo Lo
yang disegani berhasil disingkirkan dari permukaan bumi.
Kat Siauw Hoan telah merencanakan lain rencana, ia
membawakan sikapnya yang tunduk den taat.
„Bibi," ia berkata. „baik2lah kau simpan peti batu pualam itu.
Gunung Thian-san terlalu jauh, aku tidak tega meninggalken anak,
tidak ingin ikut pergi kesana untuk mencari barang itu."
Ucapan Kat Siauw Hoan sungguh berada diluar dugaan, Hian-u
Po-po tertegun sejenak, tetapi tidak lama, setelah itu ia tertawa.
„Ha, ha, ha……" Katanya: „Siauw Hoan, kau pandai melihat
gelagat. Setelah bibimu mendapatkan benda pusaka itu, tentu aku
tidak melupakanmu."
„Mana berani aku merebut benda pusaka dari tangan bibi."
„Kau tahu akan hal ini? Bagus! Kau tahu aku tidak melupakanmu,
bukan?"
„Tentu. Bila aku mempunyai niatan untuk memperebutkan benda
pusaka itu, bukankah seperti telor membentur ujung tanduk?" Kat
Siauw Hoan bergerak maju mendekati bibinya. "
Hian-u Po-po belum sadar akan maut yang mengancam! „Kau
pandai dan pintar ………. kau ………" Kata2 Hian-u Po-po terputus
segera.
Tangan Kat Siauw Hoan telah terpentang dari sana meluncur
belasan batang jarum merah, jarum maut yang telah merengut
niawa Ban Lo Lo.
jarak diantara Hian-u Po-po dan Kat Siauw Hoan terlalu dekat,
dalam keadaan kurang kesiap siagaannya, sinenek berbaju hitam
telah mandapat 'hadiah' jarum Thian-hong-ciam.
Selesa i melepas jarum herbisanya, tubuh Kat Siauw Hoan
melayanq mundur, ia menjauhi bibinia.
Hian-u Po-po menudingkan tangan berkata :
„Siauw Hoan, kau…..Kau…….
„Bibi, bukankah pernah kau katakan bahwa kebijaksanaanku
lebih hebat dari pada ibu?" la berkata dingin.
„Betul…… Betul….." Hian-u Po-po mengangguk2an kepala. T iba2
saja tubuhnya mencelat tinggi, bagaikan alap2 yang mau
menyambar anak ayam, menerkam Kat Siauw Hoan. Maksudnya
ingin merebut obat pemunah jarum berbisa darinya.
Kat Siauw Hoan tersenyum ewah, ia tidak bergerak dari
tempatnya. la tidak takut kena serangan, bisa yarum yang dilepas
terlalu jahat, tak mungkin sang bibi bertahan lama.
Betul saja, badan Hian-u Po-po ditengah udara tiba2 menukik
turun, tetapi bukan menarkam kebawah, ia jatuh dengan langsung,
matanya melotot keluar, napasnya telah tiada Iagi. la mati
penasaran dibawah tangan kejam kemenakannya sendiri.
Ternyata jarum Thian-hong-ciam mengandung racun yang sangat
jahat, siapa yang terkena bisa ini, bila korban diam tidak bergerak,
maka sikorban bisa bertahan hidup lebih lama. Semakin kuat
mengerahkan tenaga, semakin cepat pula bisa didalam tubuh
sikorban bekerja. Maka hanya memakan waktu beberapa detik,
tubuh Hian-u Po-po tidak dapat berkutik lagi.
Belum lama berselang, Ban Lo Lo diberi 'hadiah' itu, ia tahu
betapa hebat racun keluarga Kat, maka sekarang ia diam tidak
bergerak.
Hian-u Po-po terlalu mengumbar hawa amarahnya, ia tidak
memperhitungkan sampai disitu, sehingga kematiannya semakin
cepat.
Mayat dua nenek itu jatuh tidak jauh, mereka mati karena korban
bisa racun dari keluarga Kat.
To It Peng membuka lebar2 mulutnya, mempentang, besar2
matanya, wanita muda belia yang cantik inilah yang bernama Kat
Siauw Hoan, wanita dirumah batu yang pernah menghibur dirinya?
Wanita yang menyerahkan anak itu kepadanya? Wanita yang
melarikan diri dari Seng-po-chung?
Kat Siauw Hoan telah menamatkan dua lawan kuatnya, a
memungut peti batu pualam milik To It Peng dan membalikkan
badan, memandang sipemuda.
„Hei, mengapa kau tidak menetap didalam Seng-po-chung
menjaga anak?" la membentak.
To It Peng belum berani memastikan bahwa ia sedang
berhadapan dengan Kat Siauw Hoan yang harus dikasihani.
„Kau….. Kau…..Kat Siauw Hoan ?" la mengajukan pertanyaan.
„Betul. Ada berapa tubuhkah Kat Siauw Hoan?"
To It Peng memandanq mayat2 Hian-u Po-po dan Ban Lo Lo, ia
bergumam :
„Tentunya aku sedang bermimpi ….. Tentunya aku sedang
bermimpi…….."
Kat Siauw Hoan mendekati pemuda itu, ia memben -tak :
„Hei, mangapa kau tidak memetap di Seng-po-cung? Kini dimana
anak itu berada?"
Anak yang Kat Siauw Hoan tanyakan yalah Tay Koan anak hasil
darinya dengan ketua Seng po-chung.
To It Peng memandeng wanita cantik dihadapannya, wanita ini
terlalu muda, mempunyai wajah yang menggiurkan, mengapa tidak
disertai hati yang baik ?
„Hei………" Kat Siauw Hoan mendorong tubuh sipemuda.
To It Peng belum sadar seratus persen, kedatanqan Kat Siauw
Hoan tidak diketahui olehnya, terasa bau harum semerbak yang
menusuk hidung, baginya, bau harum ini tidak dapat dilupakan
begitu saja. Kenangan didalam rumah batu timbul kembali, dimana
ia mengecap kesenangan yang tak terhingga.
Perbedaannya ialah bukan dirumah batu, tetapi berada dilembah
cang-cu-kok didepannya tergeletak dua ;mayat, itulah mayat Ban Lo
Lo dan Hian-u Po-Po.
„Auuuaaaaaaa……" tiba-tiba.T o It Peng menangis.
Wajah Kat Siauw Hoan berubah, ia menduga sesuatu telah
menimpa anaknya :
„Hei, dimana kini anakku berada ?" Ia berteriak.
To It Peng menangis semakin keras, ia tidak dapat
menyembunyikan atau menahan rasa sedihnya.
Setelah beberapa kali Kat Siauw Hoan mendorong-dorongnya,
baru ia sadar.
„Tidak ada Tidak ada " la barkata.
Rasa terkejutnya Kat Siauw Hoan semakin bertambah.
„Bagaimana tidak ada?" Ia bertanya.
„Aku Aku telah meninggalkan anak itu"
Kat Siauw Hoan mengangkat tangannya, kini ia memastikan
bahwa anaknya telah Ienyap tidak ada kabar cerita, mungkin
dibunuh orang, mungkin juga te lah menjadi mangsa binatang buas,
ia marah, tangannya menepuk kearah ubun2 sidungu.
To It Peng belum bergerak, ia tidak tahu bahwa maut telah
mengancamnya.
Hanya beberapa senti lgi, Kat SiauwHoan mengenai korbannya.
Disaat inilah Kat Siauw Hoan jatuh pingsan, getaran jiwa yang
menduga bahwa sang anak telah mati mengganggu urat syaraf
sang ibu.
To It Peng belum sadar bahwa keterangannya yang tidak jelas itu
hampir merengut jiwanya, melihat Kat Siauw Hoan jatuh, ia segera
memayang bangun.
„Nona Kat …… Nona Kat……." Ia mamanggil-manggil :
Kat Siauw Hoan sadar perlahan, dilihat ia telah berada didalam
pelukan sipemuda, cepat bangun, berdiri seraya berkata :
„Kau ……. Kau……. telah meninggaikan anak itu begitu sad ya ?"
To It Peng menggoyangkan kepala.
„Bukan begitu." Ia membikin pembelaan. .,la telah kuserahkan
kepada ketua Seng-po-chung."
„Mengapa tidak kau tunggu ditempat itu ?"
„Ketua Seng po-chung tidak memberi ijin untukku menetap
disana."
Dan dimana pedang Hu-ie yang kusarahkan kepadamu ?
„Pedang Hu-ie ? Telah kusete l dengan sarung pedang kulit naga.
Tentunya kau gembira, bukan ?"
„Heh Kat Siauw Hoan lompat, dirangkulnya To It Peng dan…..
cup….. cup ia menghadiahan ciuman mesra.
„Bagus, Lekas serahkan pedang itu kepadaku." la berkata,
Tangannya diangsurkan meminta pedang dan sarunq pusaka itu.
„Sekarang tiada pada diriku." To It Peng tertawa getir.
„Mengapa ?"
„Seorang berambut pirang dengan kepala sangat besar, denqan
badannya yang pendek, tetapi berkepandaian sangat tinggi telah
mewakili aku menyimpan ke-dua benda itu."
To It Peng tidak tahu bahwa orang yang membewa pedang Hu-ie
dan sarung pedang kulit naga itu adalah Siu jin Mo Say asli, maka in
tidak dapat menyebut nama itu.
Kat Siauw Hoan membanting kaki, perutnya dirasakan mau
meledak.
„Mengapa Kau serahkan kepadanya ?" la mencela.
„Mengapa aku serahkan kepadanya? Dia berkepandaian tinggi,
siapakah yang dapat merebut dari tangannya?Menyimpan
ditangannya adalah langkah yanq paling aman." To It Peng tidak
tahu bahwa ia telah mernbangkitkan kemarahan wanita muda
tersebut.
Kat Siauw Hoan mengangkat tangan, maksudnya ingin
menampar sidungu, tetapi teringat bawa pemuda yang seperti ini
sungguh tolol, terlalu goblok, apa gunanya bersitegang dengannya?
Bukankah berarti mengadu mulut dengan oranqg mabuk, saling
pukul dengan orang gila?
la membatalkan maksudnya!
„Dasar dungu!" la memaki, „Aku menyesal telah menyerahkan
diri kepadamu, aku menyesal telah memberi tugas penting ini
kepadamu, manusia dungu, goblok, tolol dan dogol."
Semakin lama, semakin hebat Kat Siauw Hoan mengeluarkan
kata2 ucapan makiannya.
To It Peng agak tersinggung, ia telah biasa dimaki orang dungu,
goblok tolol dan dogol, tetapi makian itu keluar dari mulut orang
banyak, orang2 itu tidak mempunyai sangkutan dengannya, lain lagi
dengan Kat Siauw Hoan, wanita yang dicinta, wanita yang pernah
memberikan kesutiian tubuhnya itu, mengapa tidak dapat
memaafkan segala kesalahan ?
Kat Siauw Hoan manarik pukulan yang hampir merenggut jiwa
sidungu, terdangar ia berkata :
„Hei, sedianya aku inggin membunuhmu. Mengapa kau
menyerahkan pedang Hu-ie kepada orang yang tidak dikenal ?
Tetapi aku akan rnemaafkan kesaiahanmu, apa terima kasihmu
kepadaku?"
Bukan saja terima kasih, bila Kat Siauw Hoan tidak ,memaki-maki
seperti tadi, diperbudak, disuruh apapun, akan dijalankan dengan
segera, To It Peng telah tunduk betul2, maka apa perintah yang
dikeluarkan oleh wanita yang dikasihi, tentu dilaksanakan olehnya.
„Hai, bagaimanakah kejadian perkara itu, sehinqga kau
menyerahkan pedang Hu-ie kepada oranq itu?" Kat Siauw Hoan
bertanya.
„Seorang laki2 berambut kuning yanq pertama masuk kedalam
Seng-po-chung dengan membawa sarung pedang kulit naga,
setelah itu datang lagi orang tua berambut kuning, laki2 berambut
kuning tidak sanggup melawan orang2 Seng-po-chung, orang tua
berambut kuninq datang menolong, setelah itu, orang rambut
kuning dikalahkan oleh orang tua berambut kuning, orang berambut
kuning menyerahkan sarung pedang kulit naga kepada orang tua
berambut kuning, setelah itu ..."
„cukup….. cukup……" Kat Siauw Hoan memotonq cerita orang. Ia
bingung dengan sebutan 'orang rambut kuning' dan 'orang tua
rambut kuning'.
To It Peng segera menutup mulutnya.
„Berilah keterangan yang lebih jelas." kata Kat Siauw Hoan.
To It Peng mengulang cerita tentang dua orang rambut kuning,
sehinqga bagaimana ia menyerahkan pedang Hu-ie kepada salah
satu darinya.
„Menurut ceritamu, orang tua berambut kuning itu hanya ingin
meminjam dan menyimpan sementara pedanqg dan sarung pedang
pusaka ?"
„Tentu."
„Mungkinkah ia mau mengembalikan kepadamu ?" „Tentu."
Kat Siauw Hoan mengeluh, tidak saharusnya ia menyerahkan
sebuah benda keramat kepeda manusia dungu seperti To It Peng.
Kini, seperti nasi telah menjadi bubur, apa yang dapat dirubah ?
„Dimisalkan orang tua rambut kuning itu menyerahkan pedang
Hui-ie dan sarung pedang kulit naga kepadamu, apa yang akan kau
lakukan ?" tanya Kat Siauw Hoan.
„Segera kutemui dan kuserahkan kepadamu !" jawab To It Peng
pasti.
„Ng……" kata Kat Siuw Hoan. „Dalam hal ini, ternyata kau masih
mempunyai budi pekerti."
„Mengapa tidak? Pedang Hui-ie adalah barang kepunyaanmu,
sudah selayaknya bila kuserahkan kembali, bukan ?"
„Sudahlah. Segera kau enyah dari tempat ini." Kat Siauw Hoan
mengusir.
To It Peng memandang siwanita muda, inikah istri ketua Seng-
po-chung yang melarikan diri ?.Inikah Kat Siauw Hoan yang dikasihi
?
„Hayo, pergi !" Kat Siauw Hoan membentak.
To It Peng bingung.
„Nona Kat," katanya. Itu malam, dirumah batu, kau………….."
„Tutup muIut ! berani kau mengulang kata2 ini, segera kubunuh
mati, tahu ?!" Bentak Kat Siauw Hoan galak.
To It Peng mana bersni meneruskan kata2nya? *diam bungkam,
diam seribu bahasa.
„Hei, kau tidak boleh mengatakan kata2 tadi, tahu?"Kat Siauw
Hoan mengancam. Dan 'tidak boleh mengatakan kepada siapapun
bahwa kau kenal dengan ku.'
Seperti seorang sakit yang mengerang kesakitan, To It Peng
mencoba buka suara :
„Tidak boleh mengatakan kenal denganmu?"
„Betul."
To It Peng menundukkan kepala, maka lenyap dan buyarlah
segala harapannya. Ia berjalan ngeloyor pergi meninggalkan lembah
cang-cu-kok.
Kat Siauw Hoan memungut peti batu pualam itu, dengan benda
ini ia akan menuju kegunung es di T hian-san.

Bercerita tentang To It Peng, setelah meninggalkan lembah cang-


cu-kok, setelah meninggalkan Kat Siauw Hoan, dengan langkah lesu
dan tidak bersemangat ia melakukan perjalanan jauh, tidak ada
arah tujuan, tidak ada pikiran, bagaimana hidup berikutnya.
To It Peng dihidupkan didalam dunia seperti telah ditakdirkan
untuk hidup sengsara, hidup merana, tidak ada kegembiraan, tidak
ada kesenangan, tidak ada sanak pamili dan tidak ada orang yang
mengashinya.
Dikala ia hidup dikampung Ban-kee-chung, semua orang
memandang rendah dirinya, tetapi ia tidak pernah mengalami
kesukaan hidup. Ia bebas bergerak, bebas makan dan minium.
Setelah Ban-kee-chung dibakar, setelah sang paman Ban Kim
Sen meninggal ia hidup terlunta-lunta, hidup merana.
Diketahul ayahnya teleh tiada, ibunya meninggal dunia, menyusul
sang paman, kini nenek kolotnyapun dibunuh orang pula.
To It Peng menangis sedih.
Perjalanan dilakukan dengan tidak mengenal waktu,
kadang2 ia tidur dipinggir jalan, kadang2 pula tidur dibatu, tidak
ada waktu yang menentu. Bila ia lapar, dicari apa saja yang dapat
digunakan untuk mangisi perutnya, memetik buah2an hutan,
meminta sedekah pada oranq, dan seribu satu macam penderitaan
yang harus dilakoni olehnya. Hidupnya seperti orang gelandangan.
Hari ini, kala T o It Peng berjalan dengan perut lapar, terlihat dua
orang menghampirinya, salah satu dari orang itu bertanya :
„Numpang tanya, jalan manakah yang menuju lembah cang-cu-
kok ?"
To It Peny memandang dua orang itu, mereka adalah
Laki2 setengah umur, pakaiannya seperti darikaum rimba
persilatan.
„Dapatkah kau memberi petunjuk jalan yang menuju kelembah
cang-cu-kok?" tanya satu orang lainnya.
„Dengan maksud apa kalian mau pergi kelembah cang-cu-kok?"
tanya To It Peng.
„Kami ingin menjumpai Ban Lo Lo." Mereka memberi jawaban.
„Kuanjurkan kepada kalian tidak usah mencapaikan diri," kata To
It Peng. Ban Lo Lo telah tiada didalam dunia."
Dua orang itu saling pandang, mereka meragukan keterangan
sipemuda.
„Ban Lo Lo berkepandaian tinggi, mana mungkin binasa ?" Salah
satu dari mereka berkate.
„Mengapa tidak? Aku masih bersedih karena kematiannya." kata
To It Peng"
„Pernah apa kau dengan Ban Lo Lo? "
„Beliau adalah nenekku, ibu dari orang tua perempuanku."
„Aaaaa……… Sungguh kebetulan."
„Apa yang kebetulan ?" tanya To It Peng.
„Majikan kami berpesan, bila tidak berhasil menemui Ban Lo Lo,
siapa saja yang mempunyai hubungan keluarga dengannya boleh
diberi tahu."
„Apa yang kalion ingin beri tahu kepada Ban Lo Lo ?"
„Majikan kami bertany, bagaimna dengan perkara pada 16 tahun
yang lalu itu?"
To It Peng mengkerutkan alis, orang mengatakan dia dungu,
tolol dan geblek, ternyata dua orang yang mengajukan pertanyaan
ini lebih dungu darinya. Di misalkan ia hidup dengan nenek tuanya
belasan tahunpun tidak mungkin tahu perkara itu, apa lagi ia hanya
bertemu muka setengah hari.
„Perkara apakah itu ?" To It Peng 6ertanya.
„Kami tidak tahu. Lebih baik kau turut untuk menemui majikan
kami."
Tanpa banyak pikir, To It Peng menganggukan kepala. la tidlk
mempunyai rumah tangga, dimana ia dapat menumpang hidupnya
se-hari2 ?
Dua laki2 itu saling pandang, tidak disangka, mereka dapat
mengundang cepat, sungguh diluar dugaan.
Mengikuti dua laki2 itu, To It Pang tiba pada sebuah sungai,
sebuah rakit telah menunggu kedatangan mereka.
,.Majikan kami menunqgu ditempat itu," kata due laki2 itu.
Memandang keatas rakit, terlihat tiga laki2 sedang mengayuh,
seorang terbarinq diatas rakit, agaknya sudah hampir mati,
badannya kurus kering, hanya tinggal kulit2 yang membungkus
tulang, seperti jerangkong hidup,
„Hei"To It Peng terkejut. „Siapakah yang terbaring disitu?"
itulah majikan kami." kata dua orang tadi.
„Majikan kalian…… majikan kalian itu, sudah tidak bernapas?"
„Hus, ia sedang menunggu kedatanganmu."
Dengan mengikuti kedua orang itu, T o It Peng tiba diatas rakit.
Sijerangkong hydup tidak bergerak, agaknya sukar untuk
bergoyang, mengetahui ada orang datang, ia ingin menengoknya.
„Ban Lo Lo telah tiada didunia." Dua orangnya memberi laporan,
„Dan yang, datang adalah cucu nenek
To It Peng merasa kasihan, ia berkata :
„Agaknya kau sukar bergerak, biarlah berbarinq seperti itu."
Ia menghampiri sijerangkong hidup yang berpenyakitan itu dan
jongkok mendekatinya.
Orang itu tiba2 mengeluarkan tangannya yang kurus, cepat telah
menangkap To It-Peng.
"Bagus, To Tong Sin, kau telah datanq?" ia bertanya.
To It Peng kaget, gerakan orang ini cepat dan gesit sekali,
mengapa terbaring seja ?
„Hei, kau salah. Aku To It Peng, Dan To Tong Sin yang kau sebut
itu adalah ayahku" katanya.
Pada wajah orang itu yanq keriput terkilas rasa keheranan, ia
menyipitkan matanya dan berkata :
„Kau……. Kau bukan To Tong Sin ? Kau anak To Tong Sin?......
Kemanakah ayahmu itu ?"
Kedatangan To It Peng dengan maksud tujuan bertanya tentang
kematian ayahnya, kini orang inipun tidak tahu, maka ia kecewa.
„Ayahku telah lama meninggal dunia." Ia memberi keterangan.
„Mati ?....... Siapakah yang membunuh ?" Oranq kurus seperti
jerangkong itu bertanya lagi.
To It Peng menarik napas barkata :
,,Akupun tidak tahu. Menurut kabar, dikatakan seperti mati
dibawah tangan empat jago Ngo-bie-pay, tentang dendam dan
permusuhan apa yang telah terjadi aku masih kurang jelas."
Tangan sijerangkong hidup itu menarik semakin keras, hampir ia
menempelkan tangan sipemuda kewajahnya.
„To Tong Sin telah tiada. Dimanakah isterinya?" la bertanya
„Ibu berumur pendek, ia meninggalkan dirinya sabelum aku
dapat mengingat wajahnya." Rasa sedih menyerangl T o It Peng.
„Oh……. To Tong Sin, kau telah pergi lebih dahulu…….. Ban Neng
Eng, kau telah tiada…….. oh…….ia bergumam seorang diri.
To It Peng belum pernah mengetahui nama ibunya, dari mulut
jerangkong hidup ini ia mengena! 'Ban Neng Eng', nama inilah tentu
yang menjadi nama ibunya.
„Bagus." Orang itu berkata lagi. „Ban Lo Lo mati, To Tong Sin
mati, Ban Neng Eng mati, tentunya kotak batu pualam itu jatuh
padamu, bukan?"
„Kotak batu pualam?" To It Peng bertanya. „Kotak kosong yang
bergambar pemandangan alam itu yang kau maksudkan ?"
„Betul Betul " Orang itu agak girang. „Kotak batu pualam ini telah
……." To It Peng menutup mulut, sedianya ia ingin mengatakan
bahwa kotak itu telah berada ditangan Kat Siauw Hoan, tetapi
teringat akan ancaman wanita muda itu, ia tidak berani
mengatakannya.
„Hayo, katakan, dimana kotak itu berada ?"
„Kotak itu sudah tiada padaku." kata To It Peng.
Wajah orang itu menunjukkan kemarahan, sinar matanya
bercahaya terang, ia melepas tangan, tetapi tiba2
mencengkeramnya lagi, kali ini yang dicekuk yalah leher
tenggorakan sipemuda.
„Kau menghina aku yang berpenyakitan?" la berkata. „Kau
menghina aku yang bertangan satu? Kau kira aku tidak dapat
mencekik batang Iehermu? Hayo, katakan dimana kotak itu berada
?"
Ternyata orang seperti jeranqkong hidup ini hanya bertangan
tunggal.
jalan pernapasan To lt Peng menjadi sesak, hampir ia mati
engap, segera ia berusaha melepaskan cekikan itu, tetapi tidak
berdaya.
„Hei……." Teriaknya terputus putus.
„Lekas katakan, dimana kau simpan kotak batu pualam itu."
Sijerangkong hidup mangendurkan cekikannya,
„Tidak …….. Tidak ada padaku ……."
„Sudahkah kau perhitungkan masak2, apa akibat bila kau
berkepala batu?"
Sijerangkong hidup masih mengancam.
„Tidak .... Tidak berada padaku." To It Peng berkata kukuh.
„Dimana ? Ditangan siapa ?"
„Bukan ditanganku."
„Aku tahu. Tetapi ditanqan siapa ?"
„Tidak . . . . Tidak boleh aku mengatakannya."
jari2 orang itu semakin mengencang, To It Peng telah merasa
hampir terbang, matanya berkunang-kunang kepalanya dirasakan
tujuh keliling, dunia seperti berputar-putar ………
Disaat ini, terdengar suara tertawa cekikikan. Inilah suara Kat
Siauw Hoan yang To It Pang kenal betul.
To It Peng dapat mendengar suara itu, hanya matanya tidak
dapat melihat, bagaimana Kat Siauw Hoan telah berada disitu.
„Eh, kakek itu mengapa marah2 ? Mengapa kau harus
mencekeknya ?"
Kakek seperti jerangkong hidup itu tidak melayaninya.
Terdengar lagi suara Kat Siauw Hoan yang merdu.:
„Eh, kalian 5 orang mengapa tidak bergerak membiarkan kakek
tua itu membunuh orang?"
Dun orang yang mengajak To It Peng ketempat itu dan 3 orang
penggayuh itu berdlumlah lima orang, tentunya mereka yang Kat
Siauw Hoan maksudkan.
Betul saja, salah satu dari orang itu berkata
„Disini tidak ada urusanmu, pergilah kalian ketempat asalmu."
„Kulihat pemuda yang hampir mati itu bersifat jujur, betul aku
tidak mengenalnya, tetapi hal ini dapat kuketahui jelas." kata Kat
Siauw Hoan.
Kuping To It Peng berdengung, ucapan kata 'aku tidak
mangenal` memutuskan semua harapannya.
„Hm………" Salah satu dari 5 orang jerangkong hidup itu
mengeluarkan suara dari hidung, sudah kau ketahuikah, dengan
siapa kau sedang berhadapan ?"
Kat Siauw Hoan tertawa semakin keras, katanya :
„Kakek itu tidak kuketahui, tetapi kau tentunya „Si Raksaksa Kuat
Sang Yong, dan kempat kawanmu itu adalah 4 manusia dari cang-
pen, bukan ?"
„Aaaa ………" Sang Yong terkejut tidak disangka wanita muda ini
dapat mengenal mereka. 5 orang ini segera mengurung Kat Siauw
Hoan.
Kat Siauw Hoan berdiri tenang, hal ini sudah berada didalam
perhitungannya, ia tidak takut, Sang Yong dan keempat kawannya
boleh menjagai didaerah cangpen, tetapi bukan disini, ditempat ini
bukan sedikit jago2 berkepandaian tinggi, salah satu dari mereka
yalah Kat Siauw Hoan.
---oo0oo---

BAGIAN 19
TO IT PENG MENYEDIAKAN DIRlNYA MENJADI BUDAK
KAT SIAUW HOAN.

SAN YONG dan keempat kawannya rnengurunq Kat Siauw Hoan.


Mereka wajib menjamin keamanan majikannya yang ingin
menanyakan peti batu pualam itu.
Sijerangkong hidup masih mendesak To It Peng.
„Hayo, katakan, dimana peti itu berada ?"
Pesan Kat Siauw Hoan ialah tidak boleh ia mengatakan hahwa
dirinya kenal dengan wanita muda itu, peti tersebut berada ditangan
Kat Siauw Hoan, maka To It Peng semakin tidak berkutik.
Manusia seperti jerangkong itu mengeraskan cekikannya, ia
mengancam :
„Bila kau membandel tidak mau memberi keterangan aku segera
akan membunuhmu"
„Kau…… Kau mau menbunuh ?" kata To It Peng. „Diantara kita
tidak ada permusuhan, mengapa berlaku kejam?"
Kat Siauw Hoan tiba2 bergerak, ia berhasil melepaskan dirinya
dari kurungan 5 orang sijerangkong hidup itu, didalam tangannya
telah tersedia belasan jarum merah, jarum ini telah terbukti
kehebatannya, sinenek buta di lembah cang-cu-kok, Ban Lo Lo
binasa karenanya, sang bibi, Hian-u Po-po tidak terkecuali, maka
cepat sekali jarum2 itu melayang kaarah orang yang mencekek
leher T o It Peng.
„Aaaaa…….."Orang itu tidak menyangka, disana ada lima
orangnya, tetapi mereka tidak berhasil menahan kemajuan wanita
muda itu, berbarerg dengan teriakannya, beberapa batang jarum
rnarah t.elah bersarang didalan tubuhnya.
Kat Siauw Hoan menarik tangan To It Peng, mengajaknya
melarikan diri !
5 orang manusia jerangkong itu segera memeriksa majikan
mereka, tidak satupun yang membikin pengejaran, diketahui ilmu
kepandaian mereka tidak dapat menandingi wanita itu, maka untuk
mengejarpun tidak ada gunanya.
Dengan menenteng To It Peng, Kat Siauw Hoan melarikan diri
cepat sekali !
Seperti berada didalam ayunan, To It Peng merasa dirinya
terbang, bau harum Kat Siauw Noan merangsang hidung, ia menjadi
mabuk karenanya.
Beberapa lama, mereka melarikan diri, dilihat keadaan To It Peng
yang meram melek itu, Kat Siauw Hoan terkejut, ia menjatuhkan
sipemuda dan bertanya :
„Hei, matikah aku ?"
To It Peng menyengir.
„Kau…….. Kau menolong diriku ?" la berkata.
„Kau kira siapa ?"
„Betul……… Betul…….. Kau……… ,,Kau apa ?"
„Tentu kau yang menolong. Karena biar bagaimana, kita teiah
jadi suami istri."
Mata Kat Siauw Roan melotot besar.
„Agaknya kau lupa akan pesanku, he?" la membentak keras.
Wajah Kat Siauw Hoan yang cantik itu berubah galak, sangat
beringas dan menakutkan sekali. To It Peng mengkeret cepat.
„Kau taat akan perintahku, tidak?" tanya lagi Kat Siauw Hoan.
„Tentu. Aku telah bersalah karena menyerahkan pedang
pusakamu kepada orang, maka setiap perintahmu akan kutaati
betul2." kata To It Peng.
„Sudah kuberi tahu bahwa tidak boleh menyebut hubungan" itu,
mengapa kau berani menyebut lagi ?"
„Nona Kat, beIum pernah ada orang yang baik kepadaku, kecuali
kau……maka maka tidak nanti aku melupakanmu."
Wajah To It Peng merah, semua kata2nya menanda kan
kejujuran hati sipemuda. Kmt Siauw Hoan agak terharu.
„janqan kau ber•sungguh2. Untuk pertama kalinya kau mengenal
wanita, maka .kesanmu terhadapku lain sekah. Setelah berkenalan
dengan wanita2 lain, tQntu kau mempunyai pandangan lain pula."
berkata Kat Siauw Hoan.
„Tidak……… Tidak mungkin……… Kecuali kau, aku tidak akan
berkenalan dengan wanita lain."
„Hm……… Apakah kebaikkanku ?" kata Kat Siauw Hoan, „Aku
kejam, aku jahat. Sampaipun nenek tuamupun mati dibawah
tanganku. Tidakkah kau benci ? Tidak takutkah kau kubunuh ?"
Aku……… Aku……… yang kutakuti……… "
„Sudahlah." Potong Kat Siauw Hoan. „Kemana kau pergi. Kemana
tujuanmu?"
„Kemana aku harus pergi ?" Balik tanya To It Peng. „Aku sudah
tidak punya rumah, aku tidak punya sanak pamili Maksudku………
Maksudku………
„Maksudmu bagaimana?'°
„Maksudkuialah turut bersamamu …….. Tapi aku takut kau
menolak permintaanku ini."
Kat Siauw Hoan menatap wajah sipemuda, lama sekali, se-olah2,
ingin mencari sesuatu yang tidak tampak. „Baiklah." Akhirnya ia
menganggukkan kepala.
To It Peng lompat girang, yawaban ini sungguh diluar
dugaannya.
„Kau…… Kau……. Kau baik sekali." Katanya
„jangan terlalu cepat gembira." Tukas Kat Siauw Hoan. ,Belum
selesai aku bicara. Kau boleh turut serta denganku dengan syarat
harus tunduk kepada segala perintahu."
„Tentu. Pernahkah aku tidak mematuhi perintahmu?" kata To It
Peng.
„Bila kusuruh kau kekanan, kau harus kakanan. Bila kusuruh kau
kekiri, kau harus kekiri. Tampa bertanya rnembantah. Sanggup ?"
„Sanggup."
„Terlalu cepat kau memberi kesanggupanmu. Bila kusuruh kau
membunuh seseorang, kau sanggup ?"
To It Peng mementangkan kedua matanya lebar2, masakan ia
disuruh membunuh orang ? Entah siapa yang harus dibunuh
olehnya ?
Didalam hal ini. To It Peng sedang memutar otak, siapa yang
harus dibunuh olehnya, sedikitpun tidak terpikir bahwa ia adalah ia
seorang jago nomor satu yang berkepandaian tinggi, bila ia mau,
apapun sanggup dilakukan olehnya.
Melihat kelakuan sipemuda, Kat Siauw Hoan tertawa, katanya :
„Legakanlah hatimu. Masakan aku menyuruh kau membunuh
orang ?"
Wajah Kat Siauw Hoan semakin menarik, semakin menggiurkan,
laki2 mana yang tidak tertaik? Laki2 mana yang tidak terpikat oleh
kecantikan dan potongan bojnya itu ? Apalagi sidungu yang sudah
ter-gila2 kepadanya. Dianggapnya sedang berhadapan dengan
bidadari dari kayangan.
„Nona Kat, sudah kuketahui bahwa kau seorang baik. Mana
mungkin kau manyuruhku membunuh orang ?" Puji s ipemuda
„Sudahlah. Aku bisa muak mendengar kata2mu seperti itu. Aku
seorang wanita jahat, wanita yang paling jahat, wanita yang
terjahat." kata Kat Siauw Hoan.
To It Peng dengan sungguh2 berkata:
„Marusia manakah yang tidak pernah membuat kesalahan?
kesalahan2mu itu hanya bersifat sementara mungkin kau lengah,
mungkin pula kau tidak sadar akan apa yang telah kau lakukan itu."
si dogol mencoba coba merayu.
„Tentu," kata Kat Siauw Hoan : „kau sedang berusaha mengambil
hatiku, maka semua ucapanmu itu berupa pudiian yang muluk2.
Tetapi dikala kau sudah tidak suka, semua kejahatan akan kau
jatuhkan kepadaku."
„Tidak…… T idak…… Aku mengucapkan kata2 tadi dengan setulus
hati." Debat To It Peng.
Mata Kat Siauw Hoan hampir menjadi basah, ia sangat terharu.
Unuk melenyapkan dugaan yang salah, ia berpaling kelain arah dan
berjalan pergi.
To It Peng mengikuti dibelakangnya.
Beberapa lama mereka berjalan, tidak sepatah kata pun
dikeluarkan. Karena wanita itu tidak bicara, maka To It Peng tidak
berani mengganggu. Ia mengintil dibelakang wanita pujaannya itu.
Menjelang hari hampir malam, baru Kat Siauw Hoan
menghentikan langkahnya, la mamandang keadaan sekeliling
tempat itu, tidak terlihat sebuah rumah atau kelenteng.
To It Peng turut berhenti!
„Eh, aku ingin pergi kegunung Thian-san," berkata Kat Siauw
Hoan. „perjalanan ini jauh sekali, kau turut tidak ?"
„Keujung langitpun kau pergi. Aku rela turut dibelakangmu." kata
To It Peng.
cterita singkatnya, T o It Peng turut Kat Siauw Hoan, melakukan
perjalanan jauh, menuju kegunung Thian-san. Disana tersimpan
rahasia pusaka, Kat Siauw Hoan ingin mendapatkan rahasia pusaka
itu.
To It Peng boleh merasa puas dapat mendampingi wanita muda
yang cantik itu, perintah apapun yang dikeluarkan oleh Kat Siauw
Hoan, dilakukannya segera. Mungkinkah sidogol ini memberikan
cinta pertamanya pada Kat Siauw Hoan ?
Kat Siauw Hoan mangajak pemuda tersebut dengan maksud2
tertentu, diketahui bahwa peti batu pualam adalah kepunyaan Ban
Lo Lo, setelah itu jatuh ketangan To Tong Sin, menyusul berada
pada sidungu ini, bila ada sesuatu yang tidak mengerti, tenaga siapa
masih dibutuhkan.
Apa yang To It Peng perlihatkan padanya menimbulkan sedikit
getaran jiwa, tentu, bila To It Peng berkepandaian tinggi, setidak-
tidaknya tidak seperti sekarang, atau kepintaran sipemuda berada
diatas orang, tidak disangkal, ia bebas melakukan apa yang di suka.
Sayang To It Peng dungu ia tidak berdaya, pemuda yang seperti ini
hanya dapat dijadikan budak atau pesuruh biasa saja.
Perjalanan dilakukan seperti biasa, hari ini, menjelang tengah
malam, mereka tiba disebuah rimba.
Hidung Kat Siauw Hoan yang tajam segera dapat menghisap bau
sesuatu yang dibakar, bau hangus itu tidak lepas dari perasaannya.
Dari batu besar yang melintang dijalan, terlihat keluar sinar api
yang baru dinyalakan. Ternyata ada yang membuat api unggun
ditengah-tenqah kegelapan rimba raya itu.
Dengan berhati-hati, Kat Siauw Hoan dapat mandekati api
unggun, disana tidak terlihat orang. Entah kemana orang yang
membakar kayu2 itu ?
Kat Siauw Hoan memandang To It Peng. Dan kawan ini
memandangnya menunggu perintah.
„Naik !" Kat Siauw Hoan menunjuk keatas pohon memberi
perintah.
Sebelum To It Peng mendialankan perintah, Kat Siauw Hoan
telah mancelat naik keatas pohon, ingin me lihat siapa yang
membuat api unggun ini, siapa yang ingin merundingkan sesuatu
ditempat ini, biasanya, orang2 rimba persilatan mengadakan
musyawarah atau perundingan2 rahasia ditengah ma!am, dirimba
gelap seperti ini.
To It Peng merambat naik, maka tidak lama, mereka
menyembunyikan diri diatas pohon tersebut. jarak mereka sangat
dekat, bau wanita membuat To It Peng meram-melek, siang malam
ia merindukan Kat Siauw Hoan, ia rela diperbudak olehnya, hanya
karena ingin menikmati ………..
Kat Siauw Hoan dapat mendengar dengup napas To It Peng yang
seperti lokomotip buma l, ia menengok dah memandang heran.
Dilihat kedua mata pemuda itu memancarkan cahaya yang seperti
api, memandang dirinya dengan tak berkedip. Entah apa yang
sedang dipikirkannya.

Maksud Kat Siauw Hoan ingin membentak, hanya ia


membatalkannya seqera setelah didengar derap suara orang yeng
mendatangi kaarah mereka. Seorang wanita mengenakan pakaian
putih dengan rambut terurai panjang berjalan mendatangi kearah
api, ternyata wanita inilah yang membuat api unggun tersebut.
„Wajah Tak Berkulit !" T o It Peng berteriak didalam hati. Dikenal
betul bahwa wanita berabut panjang inilah yang pernah membakar
kampung Ban-kee-chung.
Betul! yang membuat api unggun yalah si Hantu Wanita, salah
satu dari 4 Wajah Tak Berkulit yang jahat itu. Setelah datang, Hantu
wanita duduk ditepian api unggun.
Kat Siauw Hoan menunggu dengan penuh perhatian, tentunya
ada seseorang yang sedang ditunggu oleh wanita berambut panjang
ini.
Betul saja, tidak lama kemudian, berjalan seorang laki2 dengan
derap Iangkah kaku, wajahnya menakutkan, tidak selembar kulit
yang melekat diwajahnya, kedua bola mata bergantungan,
hidungnya bolong kedalam, tak bertulang kedua baris gigi terlihat
jelas sekali. Inilah si Patung Arca.
Si Patung Arca duduk didepan Hantu Wanita, tidak sekecap
patahpun dikeluarkan olehnya.
Dua manusia wajah lepas itu duduk menghadapi api unggun,
tidak diketahui bahwa dua orang lainnya mengintip mereka dari atas
pohon, itulah Kat Siauw Hoan dan To It Peng.
Baberapa lama si Hantu Wanita dan patung antik duduk
mematung seperti itu, dua bayangan lagi datang, warna pakaian
mereka putih mulus, inilah dua baju putih, dua manusia dengan
kulit wajahnya lepas pula.
Dua baju putih duduk dikedua sisi si Hantu Wanita dan Patung
Arca, ternyata 4 Wajah Tak Berkulit sedanq menantikan sesuatu.
Lama mereka duduk seperti itu.
„Mengapa suhu tak terilihat?" - tanya baju putih yang agak
tinggi.
„Dikatakan pergi ke Seng-po-chung, mengapa lama sekali ?"
Barkata lain Baju Putih yang pendek.
„Mungkinkah terjadi sesuatu?" Berkata si Patung Arca.
Wanita berambut panjang memandanq ketiga kawannya, ia
berkata :
„Diumpamakan terjadi sesuatu, mungkinkah kita Sanqgup
menerjang Seng-po-chung ?"
„yang kusayangkan ialah sarung pedang kulit naga itu." kata si
Patung Arca.
„Kau takut kehilangan?" Inilah suara si Hantu Wanita.
Patung Arca menganqgukkan kepala, katanya :
„Suhu berkepandaian tinggi. Tetapi Seng-po-chung adalah
gudang para jago simpanan, kukira berat untuk mendapatkan
pedang Hu-ie."
„Besar kemungkinannya ia tertawan."
„Maka turut lenyap pula sarung pedang kulit naga itu."
Kukira demikian."
„Setelah tahu, suhu berada delam bahaya, mengapa kita tidak
menolong?" kata si Bayu Putih yang agak tinggi. "
„Betul." Sambung si Baju Putih yang dikanan, Mari kita serbu
Seng-po-chung."
„Bakar Seng-po-chung!" Sambung Baju putih lainnya. Mereka
adalah saudara kembar, pendapatnya tidak berselisih jauh.
„Hm……." Wanita rambut panjang mengeluarkan suara dari
hidungnya yang tak bertulanq itu. „Kau kira Seng-po-cung itu apa ?"
„Betul" Sambung si Patung arca. „Seng-po-chung tidak dapat
disamakan dengan Ban-kee-chung, bila menghadapi Ban-kee-chung,
kalian dapat bebas bergerak,….. tetapi di Seng-po-chung tidak
mudah untuk melakukan itu."
„Satu ketua Seng po-chung saja belum tentu sanggup kita
tandingi." kata si Hantu Wanita. Apalagi ia mendapat dukungan2
dari pada jago2nya."
„Apa yang kita harus lakukan?" tanya Baju putih yang dikanan.
„Betul" Sambung Baju pdtih dikiri. "Mungkinkah harus menunggu
terus ?"
Si Patung Arca adalah kepala dari 4 Wajah Tak Berkulit itu, ia
segera memberi putusan : „Tunggulah beberapa saat lagi."
„Kukira tidak ada artinya." kata si Hantu Wanita.
„Mengapa?"
„Mudah dibayangkan, bila suhu mendapat kemenangan,
membawa keluar pedang Hu-ie, tentunya telah menemukan dan
mencari kita. Kini terbukti tidak ada kabar cerita, tentu suhu telah
dikalahkan di Seng-po-chung."
„Kukira ……"
„Sarung pedang kulit naga adalah benda yang kudapatkan, tetapi
suhu meminta dengan alasan ingin manyatukan dengan pedang Hu-
ie, sayang tidak ada kabar ceritanya."
Hantu Wanita memandang si Patung Arca, ia berkata :
„Suheng, kau tidak rela untuk menyerahkannya?"
„Dia adalah suhu kita, mana mungkin tidak rela." si Patung Arca
membikin pembelaan. Mata2 mereka bergantungan dari hidung2nya
tak bertulang.
4 Wajah Tak Berkulit diam ! Oleh karena sinar api itu, terlihat 4
wajah mereka yang sangat menakutkan.
Tidak lama, si Patung Arca bangkit, ia berkata :
„Aku ingin buang air kecil, ka!ian diam disini dan jangan pergi
kemana-mana."
Ketiga Wajah Tak Berkulit itu menganggukan kepala. Maka si
Patung Arca berjalan pergi.
Kat Siauw Hoan yang pintar segera dapat menduga tentu ada
sesuatu yang akan dikerjakan oleh Wajah Tak Berkulit itu, ilmu
kepandaiannya tinggi, tetapi untuk menghadapi 4 Wajah Tak
Berkulit sekal gus, belum tentu ia sanggup, kini dilihat satu
diantaranya telah pergi, ia bergirang.
„Baik2 kau disini," pesannya kepada To It Peng. „ingin kulihat
apa yang akan dikerjakan." Badannya melesat meninggalkan
sidungu.
---oo0oo---

BAGIAN 20
SAAT KEMATIAN 4 WAJAH TAK BERKULIT

TO IT PENG, yang sedang terkena mabuk asmara pesan Kat


Siauw Hoan tidak terdengar sama sekali. Maka dikala wanita itu
pergi, ia tidak sadar sama sekali.
Setelah meninggalkan pesan, disangkanya sipumuda dogol itu
menurut perintahnya, hal ini tidak usah dinsangsikan karena To It
Peng sangat jinak sekali, Kat Siauw Hoan mengikuti dibelakang si
Patung Arca.
Dilihat wajah Tak berkulit itu berejalan perlahan dan kadang2
melongok kebelakang, seolah-olah takut ada yang mengikutinya.
Kat Siauw Hoan bersembunyi sangat bagus sekali, maka orang
yang diikuti tidak tahu bahwa gerak geriknya telah berada dibawah
pengawasan orang.
Setengah lie kemudian, si Patung Arca menambah kecepatan,
dengan demikian, bila ada yang mengikuti dibelakang dengan tidak
berkepandaian, tentunya tidak dapat meneruskan usahanya.
Kat Siauw Hoan turut mengejar dengan cepat.
Demikianlah, mereka telah berjalan 7 lie lebih, di sini si Patung
Arca menghentikan gerakannya
Kat Siauw Hoan menyembunyikan diri dibalik pohon besar.
Si Wajah Tak Berkulit tidak segera bekerja, ia memeriksa
keempat penjuru, gerakan ini sangai mencurigakan sekali. Setelah
memastikan bahwa tidak ada orang yang melihat dirinya, ia menuju
kearah sebuah batu besar, disana diangkatnya batu itu.
Dibawah batu ada sebuah kubangan, ia melengok sebentar dan
menutup kembali. Wajahnya yang tegang terlihat senyuman, ia
puas !
Gerakan si Patung Arca terlalu cepat, jarak Kat Siauw Hoan
dengannya cukup jauh, maka tidak diketahui benda apa yang
disimpan dibawah balik batu itu. yang pasti ialah ada sesuatu
disana, si Patung Arca takut benda itu lenyap, maka ia datang untuk
melongok, setelah tahu pasti bahwa yang dikhawatirkan itu tidak
beralasan, in puas, iapun pergi lagi.
Menunggu sampai si Wajah Tak Berkulit jauh, Kat Siauw Hoan
mendekati batu itu, dibukanya batu tersebut dan Aaaaaa…………..
Isi kubangan dibawah batu itu hanya potongan2 bambu !
Kat Siauw Hoan mamungut potongan bambu2 itu, ternyata
benda yang dipegang olehnya bukan benda biasa, hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya rantai emas yang mengikat dan
menyatukan benda tersebut.
„Apa artinya bambu2 ini ?" tanya Kat Siauw Hoan seorang diri.
Potoogan bambu berjumlah 12 buah, samar2 terlihat guratan2
dan gambar2, entah apa artinya ?
jauh2 si Patung Arca datang ketempat ini dan meninggalkan
ketiga kawan sendiri, maksud tujuannya ialah untuk melongok
bambu2, mudah dibayangkan tentunya bukan bambu biasa.
Betul saja, setelah mendapat penelitian yang cermat, Kat Siauw
Hoan segera dapat melihat tuIisan2 yang mengandung gerak tipu
silat, inilah peninggalan tokoh s ilat dijaman silam !
la memilih salah satu bambu dan memeriksa, disana tertulis
'catatan ilmu silat Hu-ie'.
Ilmu silat Hu-ie !
Kat Siauw Roan lompat gembira, tidak disangka ia dapat
menemukan catatan ilmu silat ditempat ini, bahkan secara tidak
disengaja.
12 buah potongan bambu menunjukkan dua belas macam ilmu
silat yang tidak sama, kecuali gambar2 pedang dan catatan2,
terdapat juga cara2 untuk melatih diri.
Inilah serial ilmu pedang Hu-ie!
Hati Kat Siauw Hoan berdebar keras, lupa akan keadaan dirinya,
ia memeriksa catatan itu.
Manakala Kat Siauw Hoan memperhatikan potongar, bambu,2
itu, terdengar geraman dari seseoranq yang sangat marah, desiran
angin keras mernukul kearahnya.
Kat Siauw Hoan terkejut, cepat ia lompat menyingkir, daya
refleknya terhadap sesuatu serangan telah berhasil menjatuhkan
dirinya ancaman malaekat elmaut.
Maka pecahlah batu besar yang berada disisi Kat Siauw Hoan, hal
ini sangat mudah dsbayangkan karena serangan itu cukup hebat.
Setelah lompat jauh, Kat Siauw Hoan memperhatikan orang yang
menyerang. Tidak jauh dari mana ia berada, terlihat seorang
dengan wajah menakutkan, wajah itu berhidung bolong, tidak
berkelopak mata, tidak berbibir, inilah si Patung Arca, salah satu dari
4 Wajah Tak Berkulit!
Si Patung Arca tentunya marah karena 12 potongan bambunya
telah diambil, hal ini maklum bagi Kat Siauw Hoan, hanya saja ia
terlalu pandai bicara, mempunyai bakat bagus menipu dan
menyengkelit kawan, maka wajahnya disunggingkan senyuman,
katanya tertawa :
„Eh, dari manakah datangnya kawan ini? Mengapa marah2 tanpa
sebab ?"
Si Patung Arca mengeluarkan bentakannya yang menggelgar :
„Benda apakah yang berada ditanganmu itu ?"
Kat Siauw Hoan mengangkat rencengan bambu2 itu, katanya :
„Inikah yang kau maksudkan? Aku sedang bingung, apa artinya
bambu2 yang seperti ini ?"
„Lekas serahkan kepadaku." kata si Patung Arca.
„Mengapa ?"
„Barang itu adalah barang2 kepunyaanku."
„Ooooo………" Kat Siauw Hoan memutarkan biji matanya yang
jeli. „Barang kepunyaanmu ? Aku mana tahu ?"
„Lekas kau kembalikan kepadaku."
„jangan terlalu cepat marah, bung! Hanya beberapa potong
bambu yang seperti ini berapakah harganya?" Kat Siauw Hoan telah
menyiapkan jarum merahnya yang maha hebat dan berbisa itu.
jarum merah Thian-hong-ciam ! jarum jahat yang pernah
merengut jiwa Hian-u Po-po dan Ba Lo Lo.
Si Patung Arca, belum sadar akan maut yang sedang berada
dihadapan matanya, ia mengulurkan tangan memintanya :
„Lekas kau serahkan padaku!" Kat Siauw Hoan mangayun
tangan. „Nah! Terimalah!" Katanya.
Bukan rencengan bambu2 itu yang dikembalikan, tetapi jarum
Thian-hong-ciam jahat sebagai hadiah perkenalan.
Si Patung Arca bukannya orang baik, tetapi belum mempunyai
hati yang berbelit-belit, mana diketahui ada seseorang yang berseri-
seri membunuh orang ? Dikala ia sadar akan bahaya, tiga buah
jarum Thian-hong-ciam telah bersarang pada tiga jalan darahnya.
„Aaaa aaaa…… Hanya jeritan ini yang dapat dikeluarkan olehnya,
seteleh itu, tubuhnya menggeliat, jatuh ketanah untuk tidur
sehingga akhir jaman. Racun Thian hong-ciam sungguh jahat sekali.
Kat Siauw Hoan tersenyum dengan penuh penghinaan, senyum
berbisa yang jahat luar biasa, meliwati mayat orang yang telah
dijadikan korban, ia kembali kearah dimana To It Peng ditinggalkan,
ditengah jalan, tidak henti2nya memperhatikan 12 buah potongan
bambu itu. Pikirannya tidak mungkin sidungu mengalami bahaya,
sudah dipesan olehnya, agar dia tetap disitu. Belum pernah To It
Peng melangar perintah, termasuk perintah ini tentunya.
Apa yang Kat Siauw Hoan gariskan itu beralasan sayang ada
pengecualian, pada waktu itu, To It Peng sedang mengalami bahaya
besar !
Bercerita tentang To It Peng, ia sedang mabuk asmara, berjalan
ber-sama2 dengan Kat Siauw Hoan tidak berbeda berjalan dengan
bidari pujaannya, apa lagi mengeram diatas pohon dua2an,
sungguh menyenangkan, bau semerbak seorang wanita
menyegarkannya, ia memeramkan mata, hatinya tergetar oleh
kemolekan Kat Siauw Hoan.
Maka, disaat Kat Siauw Hoan meninggalkan pesan, ia lupa
mendengar, gerakannya Kat Siauw Hoan terlalu cepat dan tidak
menimbulkan suara, ia tidak tahu akan kepergiannya.
To It Peng sadar, setelah bau harum yang memabukkan si
pemuda dogol itu lenyap sama sakali, ia membuka mata, maka tidak
terlihat bayangan2 Kat Siauw Hoan, tentu saja ia terkejut, maka ia
lalu berteriak :
„Nona Kat……. Nona Kat………. kau dimana ?"
Lupalah ia bahwa 3 Wajah Tak Berkulit masih berada dibawah
pohon, Iupakah akan bahaya2 itu yang tentu tidak menguntungkan
dirinya.
Betul saja, teriakan To It Peng diatas pohon mengejutkan 3
Wajah Tak Berku!it. Dua Baju putih memandang kearah atas, si
Hantu Wanita membentak :
„Siapa ?"
To It Peng sedang berteriak-teriak :
„Nona Kat, dimana kau bersembunyi ?....... Nona Kat, dimana
kau bersembunyi ?”
„Siapa diatas ?" Bentak si Nantu Wanita.
Dua Baju Putih tidak banyak konentar, mereka mengerahkan
tangannya masing2 memukul keatas.
Maka, berjatuhanllah tangkai2 pohon yang patah,
beterbanganlah rontokan daun2 itu, bersamaan dengan itu, jatuh
pula tubuh To It Peng ditanah.
24
Si Hantu Wanita dan dua baju putih mengambil sikap
mengurung, mereka berada dikedua sisi dan depan s ipemuda.
Segera dikenali akan sidungu dari Ban-kee-chung, maka
ketegangan 3 Wajah Tak Berkulit mereda dan Punah sama sekali.
„Kau?!" Berseru si Hantu Wanita sambil menyingkap rambut
panjangnya.
Dua Baju Putih saling pandang, terlalu apal wajah To It Peng
didalam perbendaharaan mereka.
„Hei." Bentak si Hantu Wanita, "lagi2 dirimu yang kita temukan."
„Memang ! Lagi2 kita kembali." To It Peng melowekan mulutnya.
la berusaha bangun, ternyata ia diatuh dari atas pohon dengan
keadaan badan yang tidak sedap dipandanq. .
3 Wajah Tak Berkulit sangat memandang ringan sampai dimana
ilmu kepandaian To It Peng, sangatlah diketahui jelas, maka mereka
tidak bersiap siaga sama sekali.
„Hei," kata si Hantu Wanita. „tak usah kau bangun lagi,
bersembahlah kepadaku, dengar baik-baik pertanyaan2 yang akan
kuajukan."
To It Peng meng-goyang2kan tangan.
„Mana boleh," debatnya. „kau bukan ibuku, bukan bibiku, bukan
guruku, mengapa harus menyembah2 kepadamu ? Wajahmu
sangat………….."
Suatu kebutan tangan telah membuat To It Peng tidak berdaya,
ia tertekan kebawah dan betul2 menyembah.
Ternyata si Hantu Wanita telah mengerahkan ilmuanya, menekan
sidungu dida!am keadaan menyembah seperti tadi.
To It Peng berniat bangun, tetapi ia bukan tandingan si Wajah
Tak berkulit itu, masakan mungkin memenangkan tenaga si Hantu
Wanita? Keringat mengucur deras, semakin kuat sipemuda
mengerahkan tenaga, semakin sakit dirasakan olehnya. Sampai
disini, barulah ia sadar akan sesuatu yang tidak beres.
Ternyata, setelah kena tipu Hian-u Po-po yang mengatakan
dirinya telah berhasil 'diciptakan' sebagai 'jago nomor satu', kesan
ini sangat kokoh kuat bersarang didalam benak pikiran To It Peng,
betul ia telah dikalahkan oleh beberapa orang, pada anggapannya
ialah, para akhli silat itu adalah 'jago2 kelas istimewa' yang berada
diatas jago kelas satu yang tentu saja dapat mengalahkan dirinya.
Kali ini ia manghadapi suatu kenyataan Ia telah ditundukkan oleh
si Hantu Wanita!
Dikala Ban-kee-chung belum musnah, wanita berambut panjang
ini pernah diKalahkan oieh Ban Kim Sen, dan diketahui sang paman
belum dapat digolongkan kedalam kelas para 'jago istimewa' maka
si Hantu Wanita bukanlah jago kelas satu, bukan pula jago kelas
istimewa, tentunya. Dan dia dikalahkan oleh seorang yang bukan
digolongan kadalam kelas 'jago istimewa', kesannya yang
menyatakan ia seolah jago kelas satu mulai goyah.
To It Peng mendongakan kepala, memandang bingung,
Eh, kamanakah ilmu kepandaianku yang maha hebat itu? To It
Peng tidak mendapat jawaban yang mamuaskan.
Aaaaaaaaa ………….
Tiba2 sebuah ilham memecahkan kekacauan fikirannya itu, T o It
Peng membuat suatu kesimpulan. Tentunya ilmuku lenyap
mendadak. jernihkanlah pikiran pemuda ini. Betul ! T entunya ilmuku
telah lenyap mendadak, entah bila ilmu itu dapat tiada pada diriku !
„Hei, mengapa kau tahu kami akan mengadakan rapat ditempat
ini ?" Bentak si Hantu Wanita. „Mengapa kau menyembunyikan diri
diatas pohon ini ?"
To it Peng sedang mencari 'sebab musabab dari kehilangan ilmu
kepandaiannya yang maha hebat' itu. la tidak dengar apa yang
diajukan kepadanya.
„Hei ……" Wajah Tak Berkulit itu membentak.
„Lekas jawab pertanyaanku."
To It Peng menyayangkan 'iImunya yang telah lenyap. Tiba2
saja…….. Oaaaa……. Huk…….. Huk …. dan ia menangis
menggerang-ngerang, memikirkan nasib yang buruk, masakan ilmu
yang maha hebat dapat lenyap mendadak?
„menangis?" Bentak dua Baju Putih. „lngin meminta belas
kasihan ?"
Si Hantu Wanita menekan keras, ia membentak : „Lekas katakan,
apa kerjamu diatas pohon ?"
„Teliah lenyap…… Lenyap mendadak…… Telah lenyap………
Lenyap mendadak." Barteriak sidungu sangat sedih, dan sambil
terisak-isak.
„Apa yang lenyap ?" tanya 3 Wajah Tak Berkulit, mereka saling
pandang, tidak mengerti, tentu saja bingung mendapat jawaban
seperti tadi.
To It Peng memberi penjelasan :
„Aku telah berkepandaian tinggi, aku telah dijadikan jago kelas
satu, seharusnya kalian bukan tandinganku, dahulu, kalianpun
bukan tandinganku, tetapi….. entah mengapa? llmuku yang maha
hebat itu telah lenyap mendadak, hilang sama sekali .... Maka, aku
telah menjadi satu jago nomor satu yang tiada berkepandaian …..
huk …. Huk……hua….hua….. Aku adalah jago kelas satu yang tiada
berkepandaian, apa artinya jago kelas satuku ini ? Apa artinya 'jago
nomor satuku ini?....... Hu….. huu….. hik …. h ik …….."
3 Wajah Tak Barkulit masih tidak mengerti, apa maksud tujuan
sagala ocehan sidungu, mereka mengupasnya kata demi kata, dan
beberapa saat kemudian, merekapun tertawa.
„Hung ... ha. ... hung ... ha ..."
„Hung ... ha. ... hung ... ha ..."
Suara ketawanya ketiga manusia yang berhidung bolong itu tidak
enak sekali didengar.
„Ilmu kepandaianmu telah lenyap?" tanya si Hantu Wanita.
„cobalah usahakan mencari disakeliling tempat itu, mungkin
nyangkut diatas pohon, ketinggalan dikala kupukul jatuh tadi."
„Kau tidak percaya? Dahulu aku pernah memukul hancur sebuah
pohon besar, tahu?" To It Peng ber-kepala batu.
„Memang !" kata si Hantu Wanita. „iImu kepandaianmu terlalu
hebat, yang paling istimewa ialah ilmu 'Menyembah dengan
menganggukan kepala membentur batu' seperti ini. Nah, Iihat, kau
mulai memperlihatkan ilmu 'Menyembah dengan menganggukan
kepala sehingga membentur batu itu."
Ditekannya kepala To It Peng, maksudnya ialah agar sidungu
menyembah nyembah dengan anggukan kepala.
Tak mungkin To It Perg mengadakan perlawanan, maka
kepalanya membentur batu keras, ia betui2 mengeluarkan ilmu
'Menyembah dengan anggukan kepala sehingga membentur tanah'
itu.
la penasaran, maka didongakannaa kepalanya keatas.
To It Peng berhasil, tetapi tekanan kedua menyusul datang, Tung
…… ia dipaksa membenturkan kepalanya dengan tanah pula.
Betapa cepat To It Peng mendongakan kepala, secepat itu pula si
Hantu Wanita mengerahkan tenaganya, maka terdengar tang, tung,
tang, tung, dak, duk dak, duk, ….. kepala sidungu bercucuran
darah. Tak murgkinlah rasanya kepala itu diadu dengan tanah.
Si Hantu Wanita tertawa, katanya :
„ilmu kepandaian 'Menyembah dengan kepala membentur
tanah'mu ini memang sangat hebat, sungguh istimewa, Paling ……"
Tiba2, tubuh Wanita rambut panjang dengan wajah tidak berkulit
ini mengejang, ia berdiri kaku dan mematung disitu.
Dua Baju putih terkajut, mereka maju memegang kawanya.
„Eh, kau mengapa ?" Tanyanya.
Tubuh si Hantu Wanita bergoyang, dan jatuh ditanah, pada jalan
darahnya kaku dan telah bersarang jarum merah.
To It Peng bebas dari tekanan, ia bangun berdiri, dilihat keadaan
si Hantu Wanita yang seperti itu, tentu saja ia tidak melihat jarum
merah sipenyebar maut itu,.ia me ndelaatinya dan berkata :
„Eh, …. Eh …..Mengapa kau? Mungkinkah terluka dibawah ilmu
istimewa menyembah sehingga kepala mambentur tanah' ku itu ?"
Maksud To It Peng ialah menanyakan apa yang menyebabkan
kejadian itu terjadi, hanya ucapan2 nya kali ini kurang tepat,' pada
pendengaran dua Baju putih, sidungu sedang mengolok-olokan
mereka, tentu saja mereka marah.
Mereka berteriak keras, mengerahkan tenaga dan memukul
kearah sipemuda.
Secara mendadak pula, dua buah jarum merah melayang, tepat
memapaki datangnya dua serangan yang mengancam To it Peng.
Dua Baju putih itu sangat terkejut, segera dikenali akan benda
maut yang te!ah merenggut jiwa kawannya, tak mau mereka
meneruskan serangan, dengan sebisa bisanya, mereka
membatalkan serangan itu.
Perubahan ini sangat mendadak sekali, terlalu cepat untuk
dilukiskan, maka keadaannya seperti tampak To It Peng yang
menggagalkan serangan.
Dua Baju putih pontang panting karena rusak posisi, setelah itu,
mereka maju pula dihadapinya To It Peng.
Sidungu pasang kuda2, tangannya dikerahkan membuat posisi
menyerang.
Disaat bersamaan, lagi2 meluncur dua batang jarum merah.
jarum ini terlalu kecil, tak mudah dilihat. Maka To It Peng tidak tahu
ada yang membantunya.
Dua Baju putih yang bermata bergantungan, tetapi masih cukup
awas, jarum maut inilah yang mengirim jiwa kawannya kealam
baka, mereka tidak berani lengalh, cepat mundur jauh.
To It Peng tertawa. Dugaannya ialah kedua Wajah Tak Berkulit
itu takut kepada dirinya, hal ini dapat dipahami, mengingat kejadian
di Ban-kee-chung, dimana dua Wajah T ak Berkulit itu diperma inkan
beberapa kali. Maka kesannya ialah ia menemukan kembali ilmu
hebatnya, ilmu yang wajib dimiliki oleh setiap 'jago kelas satu',
ditemukannya kemba!i ilmu yang belum lama lenyap dan mendadak
itu, maka orangpun takut kepadanya.
Ia berbudi luhur, ia berkepandaian 'tinggi', tetapi tiada maksud
untuk menekan atau memaksakan seseorang, maka tidak diteruskan
olehnya serangan itu, malah ia memberi nasehat :
„Kalian pergilah. jangan sekali-kali lagi membakar kampung
orang. "
Dua baju putih mendelikkan mata, setelah itu mereka
memandang kearah, dari mana datangnya jarum merah, kemudian
membentak :
„Siapa yang melepas panah? Melempar batu bersembunyi
tangan? Tidak berani menampilkan diri?"
„Dikira kau yang kami maksudkan?" Bentak dua baju putih itu.
„Hei, keluarlah manusia yang suka melempar batu bersembunyi
tangan itu."
Kata2 yang terakhir ditujukan kearah semak2 popon gelap.
Maka dari arah tempat itu, arah dibelakang To It Peng mencelat
sebuah bayangan langsing, terdengarlah suara yang sangat garing
merdu :
„Nah, manusia yang suka melempar batu bersembunyi tangan
telah menampilkan diri."
Itulah Kat Siauw Hoan yang To It Peng kenal baik.
Wajah Kat Siauw Hoan cantik menarik suaranya merdu penuh
daya pikat. Tidak ada pengecualian, ter_masuk dua Wajah Tak
Berkulit itu, mereka terpesona seketika.
„Kau…… Siapa kau ?" tanya mereka. Sukarlah untuk dipercaya,
wanita muda belia yang seperti inilah yang melepas jarum maut,
membunuh orang?''
„Ha, belum lama kalian menyebut diriku sebagai 'Manusia yang
suka meIempar batu bersembunyi tangan" bukan? Mengapa cepat
sekali lupa?"
„Kau kau yang membunuh kawanku ini ?" Salah' satu baju putih
menunjuk kearah mayat si Hantu Wanita.
„Kau yang melepas jarurn merah itu?" tanya lain baju putih.
Kat Siauw Hoan menganggukan kepala.
Dua baju putih memandangnya lama, mereka kurang percaya,
tetapi kejadian ini tidak dapat disangkal.
„Eh, jumlah kalian 4 orang bukan?" tanya Kat Siauw Hoan.
„Betul." kata baju putih yang dikanan.
„Mengapa kau mengatakan pertanyaan ini? tanya lain Baju putih
yang kiri.
„Mengapa?" Kat Siauw Hoan tertawa. „Wanita berambut panjang
ini telah mati, lelaki yang seperti patung itupun 'naik surga',
mangapa tidak boleh menanyakan kepada kalian ?"
„Kau ..... Kau telah membunuh Tan cang Leng?" tanya si Baju
Putih.
Tan cang Leng adalah nama dari manusia jahat sering menipu
kawan baik, termasuk ketiga kawan berwajah kulit lepas itu,
„Betul. Maka sudah waktunya kalian mendapat giliran, kata Kat
Siauw Hoan dengan senyum yang lebih tajam dari pada pisau itu.
Dua Baju Putih menggerang, mereka adalah saudara kembar,
pendapatnya tidak terpaut jauh setelah saling-pandang sebentar,
masing2 manggerakan tubuhnya menyeranq Kat Siauw Hoan.
Wanita muda itu telah siap dengan jarum2 Thian-hong-ciam,
masing2 dengan kedua tangan menyambuti dua serangan dari dua
Baju putih, dengan demikian, bila 2 Wajah Tak Berkulit itu tidak
membatalkan serangan, seolah olah memukul jarum merah itu.
Kat Siauw Hoan sangat tenang, diduga pasti bahwa dua korban
lagi yang akan mati penasaran.
Diluar dugaan, dua Baju Putih itu menarik pulang serangan,
badannya dibalikkan cepat danmelarikan diri.
Sungguh tipu menyeranq yang sangat hebat untuk tahap
pertama melarikan diri.
Ternyata hati dua Baju Putih telah dibuat susut, diketahui To It
Peng tidak berkepandaian, hanya tokoh kuat dibelakang pemuda
inilah yang harus disegani. Untuk memilih jalan aman, yalah harus
segara melarikan diri.
Kat Siauw Hoan tertegun. Tetapi gesit sekali ia membikin
pengejaran, dua batang jarum merah meIayang, satu persatu diberi
hadiah kepada dua korbannya.
Terdengar jeritan yang mengerikan, dua Baju Putih itupun tidak
Iuput dari kematian. Tamatlah riwayat hidupnya 4 Wajah Tak
Berkulit yang jahat dibawah tangan Wanita jahat pula.
Kat Siauw Hoan berjalan balik, dilihat To It Peng kesima atas
kejadian yang disaksikan tadi.
„Mari, kita harus segera melanjutkan perjalanan." kata Kat Siauw
Hoan kepada sipemuda.
To It Peng menudingkan jari kearah tiga Wajah Tak Berkulit itu,
katanya :
„Kau kau telah bunuh mereka ?"
Kat Siauw Hoan mendekati mayat wanita berambut panjang, dari
tubuh sang korban ia menarik keluar sebatang jarum merah.
„Lihat," katanya sanbil menunjukan jarum jahat itu kepada
sipemuda. „Mereka telah terkena jarum2 yang seperti ini,
mungkinkah tidak mati ?"
Terbayang kembali kematian Ban Lo Lo dan Hian-u Po-po, maka
To It Peng segera mengenali akan jarum Thian-hong-ciam yang
maha berbisa itu, katanya menghela napas :
„Kukira kau belum tahu nama2 mereka."
„Tentu saja tidak tahu." kata Kat Siauw Hoan Mengapa kau
mengemukakan soal ini ?"
„Pada sebelumnya, kau tidak kenal mereka. Maka tidak tahu
menahu tentang nama dan alamatnya. Tetapi kau ... kau telah
membunuhnya ... Sunnguh ... Sungguh….. "Berat untuk
mengeluarkan kata2 'kejam' bagi seorang wanita yang dicintainya
ini.
Kat Siauw Hoan tersenyum, ia geli sekali atas perlakuan To It
Peng itu.
„Sungguh apa ?" Tanyanya.
„Kejam." kata sipemuda memberanikan diri.
Kat Siauw Hoan mengkerutkan alisnya yang lentik.
„Heran." katanya. „Belum lama kau diperma inkan olehnya,
hampir2 kau mati konyol tahu ? Bila tidak segera aku kembali,
mungkin jiwamu sudah terbang melayang kealam baka. Kini, setelah
aku mewakili kau membunuh orang, kau mengatakan aku kejam ?"
„Aku…… Aku belum sampai mati ditangan mereka.
Tetapi…. kau .... kau segera membunuh. Didalam hal ini
Kat Siauw Hoan menjadi marah. Apa mau yang dihadapi olehnya
hanya seorang pemuda dungu, dalam arti kata dungu didalam
persoalan dunia, ia harus memberi penilaian lain pada sisi yang lain.
Maka itu dilewatkanlah begitu saja.
„Dasar dogol." katanya,
To It Peng tidak marah. Tidak ada alasan bagi pemuda ini
menjadi naik darah, ia salalu memberi ampun kepada siapa saja
yang membawa dosa, apa lagi hanya beberepa patah kata2 ucapan
seperti itu, lagi pula yang mengucapkannya pun wanita yang
dikasihi semakin sukar menumpahkan kemarahan hatinya.
Kat Siauw Hoan telah melampiaskan hawa kemarahan itu tidak
lama, iapun manarik napas, katanya :
„Mungkin aku salah. Dasar dan bakatmu terlalu jujur, maka inilah
yang menyebabkan sulit bicara. Kau baik sekali."
Rasa girang To It Peng tidok terlukiskan, memang, tidak ada
kejadian yang lebih menggirangkan dari pada mendapat pujian dan
sanjungan dari seorang kekasih.
„Kau ... Kau mengatakan aku baik ?" Katanya.
Dalam kesan sidungu. 'belum ada orang yang mengatakan ia
baik. Sungguh terharu sekali mendapat pujian seperti ini.
Kat Siauw Hoan menganggukkan kepala, katanya :
„Betul. Kau baik. Kau seorang yang baik."
„Kau inilah wanita yang baik." kata To It Peng. Kat Siauw Hoan
menggoyangkan kepala, katanya :
„Aku adalah wanita yang paling jahat, wanita kejam."
„Siapa yang berani mendakwa kau kejam?" T o It Peng berteriak.
„Biar aku mengadu jiwa dengannya."
Kat Siauw Hoan telah mewarisi segala kekejaman ibunya, belum
pernah ada orang yang memuji, ia sangat terharu mendapat
perhatian sipemuda. Disayangkan pemuda ini terlalu dungu, kurang
sepadan untuk dijadikan kawan hidupnya.
Mengetahui belum dapat kepercayaan wanita muda itu, To It
Peng memberi ketegasan yang Iebih pasti :
„Betul. Aku siap mengadu jiwa dengan siapa saja yang
menyangsikan kebaikanmu. "
„Aah, jangan terlalu cepat kau mengubar emosimu."
„Sungquh. Aku tidak akan membiarkan orang mengecam dirimu."
„Sudahlah. Mari kita melanjutkan perjalanan."
To It Peng harus taat, mereka melanjutkan perjalanan, menuju
kegunung Thian-san.
Singkatnya cerita, beberepa hari kemudian, mereka tiba disebuah
kebun bunga, bau harum semerbak merangsang hidung, itulah bau
bunga Bwee.
Telah beberapa hari mereka melakukan perjalanan didaratan
yang tandus, adanya kebun bunga Bwee ditempat ini agak janggal
sekali. Untuk Kat Siauw Hoan yang mempunyai pengalaman Kang-
ouw lebih luas, tidaklah mengherankan bila terjadi sesuatu apa.
„Aduh, harummya !" To It Peng mengendus dalam-dalam.
Kat Siauw Hoan menarik tangan sipemuda dan berkata :
„Hus ! jangan kau berteriak terlalu keras"
To It Peng mengerlip-ngerlikan matanya, entah perkara apa lagi
yang membuat ketidak senangannya wanita muda ini.
Kat Siauw Hoan memberi keterangan :
„Dasar dungu, pikirlah baik2. Setelah mengalami beberapa hari
parjalanan didaerah tandus, mengapa mendadak tumbuh tanaman
bunga Bwee? Tentu ada sesuatu yang aneh, mungkin tokoh beradat
kukoay yang mengasingkan diri ditempat ini."
„Tidak ada hubungan dengannya, bukan? Mengapa harus takut
?" To It Peng berteriak.
„Bukan takut yang aku maksudkan. Segala sasuatu haruslah ber-
hati2."
„Baiklah. Aku selalu akan taat kepada perintahmu dan berhati-
hati."
Mereka telah melewati daerah bunga Bwee itu, bagaikan barada
ditaman firdaus, pemandangan alam disekitar tempat tersebut
sungguh menakjubkan. Bunga Bwee bertaburan, dengan warnanya
yang sangat kontras, menghiasi alam disekitarnya.
Kat Siauw Hoan telah menduga sesuatu, ia tidak ingin melanggar
batas teritorial pohon2 bunga Bwee itu, maka ia barusaha
menjauhkan diri dan berjaIan mutar.
Sangat disayangkan, langkah kaki sering membangkang, tertarik
oleh bau harum sari bunga, terjerumus oleh jalan2 yang diatur
secara aneh, To It Peng dan Kat Siauw Hoan telah masuk kedalam
taman bunga Bwee itu.
Tidak ada sesuatu yang mencurigakan, tidak ada suatu yanq
menakutkan, maka rasa khawatirnya Kat Siauw Hoan lenyap,
mungkin daerah yang tidak bertuan, maka dengan nikmat, ia dapat
meresapkan keadaan alam yang sangat indah itu.
Dalam pikiran Kat Siauw Hoan bila saja, pemuda yang berada
disamping sisinya bukan To It Peng, seumpama seorang pemuda
yang gagah perkasa, berkepandaian tinggi, berwajah tampan
menarik, puaslah rasanya dapat hidup berdua ditempat alam yang
seindah itu.
Mereka tiba diujung jalan, disana tampak sebuah pelataran luas,
pada tengah tengah pelataran itu terdapat sebuah batu lengkap
dengan kursi2 yang terbuat dari pada batu pula.
Tidak dapat disangkal, mereka telah memasuki daerah teritorial
orang, ada seseorang tokoh berkepandaian tinggi yang hidup
menyepi ditempat ini.
Kat Siauw Hoan menarik tangan To It Peng, setelah itu ia barkata
:
„Kami adalah dua pelancong yang salah jalan, maksud tujuan
kami adalah gunung Thian-san, tetapi sesat did yalan sehingga tiba
ditempat ini, harap cianpwee yang bersangkutan tidak menjadi
gusar atas kelancangan yang kami telah perbuat."
Maksud Kat Siauw Hoan ialah menjaga keserasian pemilik taman
bunga Bwee itu, bila mereka pergi segera mungkin tidak terjadi
sesuatu apa.
Dengan mengajak To It Peng, Kat Siauw Hoan berusaha untuk
meninggalkan taman bunga Bwee.
To It Peng merasa diseret pergi, gerak-gerik Kat Siauw Hoan
yanq terburu-buru itu membuat sidungu, penasaran.
„Mengapa harus terburu-buru?" la mengajukan protes. „Setan
penunggu tamanpun tidak ada, apa yang harus ditakuti ?"
Kat Siauw Hoan melepaskan pegangan tangannya, takut kata2
To It Peng yang dapat menyinggung perasaan orang itu membawa
akibat buruk. Dikala wanita muda dari Seng-po-chung ini
membalikan kepala, dilihat T o It Peng meringis-ringis.
„Eh, mengapa ?" Tanyanya.
„Mengapa….. Mengapa kau menampar pipiku?" To It Peng
membuka pipinya yang ditutup, disana terdapat lima baris tapak
jari, ternyata ada seseorang yanq telah menamparnya.
Kat Siau Hoan terkejut, badannya melesat membikin
pemeriksaan, tidak terlihat bayangan orang yang menampar To It
Peng tadi.
---oo0oo---

BAGIAN 21
SI DUNGU SEBAGAI PEMUDA YANG
MEMPUNYAI BAKAT BAGUS

KAT SlAUW HOAN segera mangetahui bahwa reaksi spontan atas


kata2 To It Peng telah menjadi kenyataan, ia berkata :
„Sudahlah. jangan kau banyak mulut menyinggunq perasaan
oranq. Lekas kita meninggalkan tempat ini.
„Kau.... kau tidak akan memukulku lagi? Sungguh, aku tidak
takut kepada setan penanggu taman bunga Bwee ini, mengapa kau
marah dan tersinggung?" To It Peng belum tahu bahwa manusia
yang menampar dirinya bukan Kat Siauw Hoan.
Kat Siauw Hoan tegang, ia tidak keburu menyumbat mulut
sipemuda yang usil itu, maka diperhatikan perkembangan siapa pula
yang akan menimpa diri mereka. Maka ia telah menyediakan dua
batang jarum Thian-hong-ciam, slap untuk digunakan menyerang
orang.
Betul saja, dari balik sebuah batu terlihat benda hitam yang
melayang terbang, tujuannya ialah kapala T o It Peng.
To it Peng tidak dapat menyingkirkan diri dari serangan, dilihat
jelas bahwa benda hitam itu berupa gumapalan lumpur yang tepat
mengenai mulutnya, maka tertutuplah mulut bawel ini.
Kat Siauw Hoan telah bergerak, ia naik keatas batu tadi, siap
melempar jarum beracun, tetapi dilihat bahwa orang yang
melemparkan lumpur itu adalah seorang pemuda, pemuda yang
berwajah tampan dan cakap, niatnya dibatalkan segera.
„Hei……" Hanya inilah yang dapat dikeluarkan olehnya.
Berdiri dihadapannya seorang pemuda berwajah tampan,
umurnya diduga berkisar antara 17 tahunan. Pemuda itupun
memandangnya dengan kesima, baru di lihat ada yang mempunyai
kecantikan seperti Kat Siauw Hoan.
Wajah Kat Siauw Hoan merah membara, timbul sema-mata
perasaan yang sukar diduga, perasaan ini hanya pernah timbul satu
kali, itulah dikala ia meningkat umur 15 tahun. Kemudian terbayang
kembali dalam pikirannya, karena ia menikah dengan ketua Seng-
po-chung tidak ada kebahagiaan, maka ia melarikan diri,
meninggalkannya.
Terjadi perubahan, ia bertemu dengan To It Peng perasaan
itupun tidak berhasil dibangkitkan, sidungu hanya dapat dijadikan
pesuruh, sukar untuk membang kitkan napsunya.
Pernuda itupun mempunyai kesan yang sama, ia memandang Kat
Siauw Hoan, maka mereka saling pandang mamandang penuh
tanda tanya dalam pikiran masing2.
To It Peng telah manyusut lumpur yang belepotan disekitar
mulutnya, ia berteriak marah, teriakan ini mengejutkan Kat Siauw
Hoan dan sipemuda tampan itu.
Kat Siauw Hoan menyaksikan keadaan To It Peng yang agak
lucu, hampir ia tertawa tidak dapat manahan rasa gelinya.
Pemuda tampan dari rimba bunga Bwee itupun memandang To it
Peng, hanya sama pandangan matanya, tidak terlalu lama, ia lebih
suka mengarahkan sinar matanya kearah Kat Siauw Hoan.
Dikala mata pemuda itu mengincar Kat Siauw Hoan wanita yang
bersangkutan dapat merasakan hal ini, tak perlu ia menatap karena
hatinya telah memukul keras berdebar-debar tak karuan rasanya.
Umur Kat Siauw Hoan 25 tahun, tetapi ia sudah bukan gadis lagi,
tidak seharusnya mempunyai pikiran yang bukan2, mengharapkan
sesuatu dari pemuda yang gagah dan tampan itu.
Pemuda itu melihat Kat Siauw Hoan tertawa, ia memandang T o
Tt Peng yang turut tertawa geli.
„Apa yang kau tertawakan?" Bentak To It Peng. „Siapa yang
melempar lumpur, sudah waktunya kau memberi keterangan."
„Menurut perkiraanmu, siapakah yang melempar lumpur tadi?"
tanya sipemuda dari rimba bunga Bwee.
„Seharusnya kau." kata To It Peng.
„Manang aku." kata pemuda dari rimba bunga Bwee itu.
„Kau….. Kau….. mengapa kau melempari lumpur Kepadaku ?"
tanya To It Peng.
„Hal ini harus bartanya kepadamu sendiri," kata pemuda itu.
„Diketahui bahwa taman ini ada orangnya, mengapa kau
mengatakan aku setan penunggu taman?"
To It Peng terlalu jujur, hatinya kaku dan lurus, lempang seperti
tiang besi yang melonjor dijalan, bila ia mempunyai kesalahan,
diakuinya kesalahan itu segera. Kini mendapat teguran seperti tadi,
iapun dapat memahami kemarahan orang, katanya :
„Baiklah. Kuharap kau tidak menaruh didalam hati tentang
kesalahanku itu."
„Saudara To It Peng ini terlalu jujur." Kat Siauw Hoan turut bantu
bicara. „Harap kau dapat mamaafkan dirinya."
Mendapat bantuan Kat Siau Hoan, hati To It Peng menjadi
bangga, ia mamandang wanita muda bekas istri ketua Seng-po-
chung itu.
Berat timbangan pemuda dari rimba hunga Bwee dan Kat Siauw
Hoan bagaikan setali tiga uang, mereka adaIah, dua buah hati
gersang, hanya sedikit percikan api asmara saja cukup iuntuk
mendebarkan hatinya, tak heran mereka bermain mata.
Dikala To It Peng memandang Kat Sianw Hoan, si wanita itu
sedang mulai 'main', mata lenyaplah rasa syukur tadi segera,
sebagai gantinya, timbul iri hati yang sangat cemburu.
„Seharusnya aku mamberi hajaran yang Iabih keras lagi," kata
sipemuda kepada Kat Siauw Hoan. „engingat dia adalah kawan
seperjalananmu, maka aku bersedia memaafkan segala
kesalahannya.
Pemuda itu ternyata mempunyai pribahasa yang manarik, hati
Kat Siauw Hoan terbetot semakin dekat,
„Eh, saudara…. Saudara To It Peng ini bukan kawanku," Kat
Siauw Hoan mulai main, ia menyangkal.
To It Peng hanya dapat mementangkan mulut lebar2 :
Pemuda dari rimba bunga Bwee itu menganggukkan kepala, ia
berkata :
,,Akupun sedang berpikir, mana mungkin nona yang cantik
sepertimu ini mempunyai kawan tolol. Siapakah dia ?"
„Hayo katakan," kata To It Peng mengajukan protesnya atas
sikap perlakuan Kat Siau Hoan. „Siapa aku, dan mengapa dapat
melakukan perjalanan bersama denganmu."
Kat Siau Hoan menatap sidungu tajam?, katanya :
„Pernah kau berjanji, akan mentaati segala perintahku, bukan ?"
„Betul" T o It Peng tidak menyangkal.
„Kau bersedia manjadi budakku, bukan ?" Perangkap Kat Siau
Hoan mulai main.
„Demi kebahagianmu, aku rela." To It Peng memberikan
jawaban.
„Nah, itulah.. Kuminta agar kau turut segala perintah." „Baik." T o
It Peng tidak banyak komentar.
la bertanya.
, Namaku Kat Siau Hoan."
„Ooaoo……. Nona Kat, selamat datang dirimba bunga Bwee. Aku
bernama Siang-koan Bu-ceng, panggillah dengan narna ini."
„Saudara Siang koan Bu-ceng? menetap disini ?" tanya Kat Siau
Hoan.
„Betul. Betapa gembiranya bila nona Kat dapat menetap disini
pula." kata pemuda yang bernama Siang-koan Bu-ceng itu.
Lagi2 wajah Kat Siauw Hoan dirasakan membara, untuk pertama
kalinya ia menghadapi pemuda bangor yanq seperti Siang-koan Bu-
ceng ini, bila mengingat umurnya yang belum cukup 20 tahun itu,
sungguh terlalu berani sekali. Karena keberanian Siang-koan Bu-
ceng inilah yang membuat Kat Siau Hoan semakin tertarik,
harapannya ialah perlakuan yang terlebih berani lagi.
To It Peng merasa dikesampingkan, maka ia maju berkata :
„Eh, bukankah kau ingin menuju kegunung Thian-san, mengapa
tidak segera berangkat ?"
jawaban Kat Siau Hoan samar2, ia telah masuk jerat asmara
Siang-koan Bu-ceng.
„Nona Kat," kata Siang-koan Bu-ceng : „kau telah tiba dirimba
bunga Bwee, seharusnya menjumpai ayahku dahulu, beliau akan
menjadi tidak senang bila ada tamu yang tidak mau mampir
ketempat tinggalnya."
Hati Kat Siau Hoan tergerak, segera ia mengajukan pertanyaan :
„Mungkinkah pemilik bunga Bwee Siang-koan cie yang pernah
menggempar-kan beberapa daerah ?"
„Itulah nama ayahku."
„Ooooo….. Dikala ayahmu mendapat nama, aku belum cukup
umur, dari cerita yang kudengar, nama itu kukenal baik."
„Nah, mampirlah dahulu. Sifat dan tabiat ayahku agak aneh.
Dikatakan ia tidak suka tamu, kenyataan belum pernah menolak
kunjungan siapapun saja yang kebetulan Iewat ditempat ini. Tetapi
dikatakan ia sudah tidak suka menerima tamu, mengapa harus
mengasingkan diri ditempat sepi ? Aku tidak mangerti"
„Ayah." kata Kat Siau Hoan : „Sifat2nya ini tersebar luas
dikalangan Kang-ouw."
Mereka telah mengasingkan To It Peng, kehadirannya dianggap
sepi sama sekali. Kat Siauw Hoan menerima undangan Siang-koan
Bu-ceng, mereka masuk kedalam rimba bunga Bwee.
To It Peng menqikuti dibelakang mereka.
Beberapa lama kernudian, mereka telah berada disebuah tempat
istirahat, disana terlihat seorang tua yang duduk menenggak arak.
„Ayah," kata Siang-koan Bu-ceng kepada orang tua itu. „Anakmu
telah membawa kedua tamu datang kehadapan ayah."
Orang tua itu adalah pemilik bunga Bwee Siang-koan cie!
Kat Siauw Hoan telah memberi hormat :
„Boanpwe Kat Siau Hoan memberi hormat kepada ' Siang-koan
cianpwe."
Orang tua itu menganggukan kepala sebagai balasan hormat
yang diberikan kepadanya.
„Kalian sedang menuju kearah barat?" la mangajukan
pertanyaan, suaranya sangat serak dan parau, bila tidak mendengar
ia membuka mulutnya, orang tidak akan percaya bahwa suara ini
keluar dari mulut seorang manusia.
To It Peng yang turut serta berjingkrak kaget.
„Eh, mengapa suaramu aneh sekali ?" la mengajukan
pertanyaan. „Suara apakah ini ? Agaknya lebih enak dari suara
bi………."
Maksudnya yalah lebih buruk dari suara binatang, tetapi Kat
Siauw Hoan mendelikan mata mencegah. Bukan mustahil mulut usil
sidungu ini akan membawa malapetaka baginya.
Diluar dugaan, orang tua itu tidak marah, ia memandang To It
Peng sebentar dan tertawa.
„coba kau kemari!" la menggapaikan tanqan memanggil.
„Siapakah namamu?"
Diketahui suara Siang-koan cie Iebih buruk dari suara binatang,
betul ia tertawa dan tidak mempunyai maksud jahat, To It Peng
tidak berani menghampirinya
Kat Siauw Hoan mendesak :
„Lekas kau maju. Siang-koan cianpwee memanggilmu tahu ?"
To It Peng segan, hanya perintah Kat Siauw Hoan tidak boleh
dibantah, mau tidak mau, ia menggerakan kakinya berjalan maju.
Siang-koan cie memperhatikan sipemuda sekian lama, matanya
menatap tajam sekali, ada sesuatu pada diri To It Peng yang
menarik perhatiannya.
Berapa lama kemudian terdengar si orang tua Siang-koan cie itu
menarik napas dalam2.
„Siapakah namamu?" ia bertanya sambil menggoyang kepala.
„Dan siapa orang tuamu, siapa gurumu?"
To It Peng menjawab segala pertanyaan yang diajukan
kepadanya dengan terus terang, ia tidak menyembunyikan sesuatu
kepada orang tua itu.
„Bakat bagus….. Bakat bagus….." kata Siang-koan cie mengelus-
elus jenggotnya perlahan.
cepat To It Peng meralat :
„Namaku, To It Peng. Bukan Bakat Bagus. "
Sipermilik bunga Bwee Siang-koan cie memelototkan matanya.
„Kau marah?" ' Tentang To It peng. „Kesalahan berada
dipihakmu, Aku bernama To It Peng. Tetapi dengan samena-
menanya, dengan tidak mendapat persetujuanku, kau mengganti
nama itu menjadi Bakat Bagus, wajib kubikin betul, bukan ?"
Orang tua itu menecipkan kedua matanya, ia tertawa geli,
Siang-koan Bu-ceng kenal baik dengan sifat2 ayahnya, ia
mendampingi Kat Siauw Hoan.
Siang-koan cie memandang anaknya, setelah itu diperhatikan
wanita muda yang merapet itu, ia mengajukan pertanyaan :
„Nona, wajahmu mengingatkanku kepada seseorang mungkinkah
anak dari……"
„Betul. Aku adalah putrinya. Wajah ibu sangat mirip sekali."
Potong Kat Siauw Hoan cepat, nama sang ibu Kat Sam Nio terlalu
busuk, ia takut Siang-koan Bu-ceng dapat rnerubah kesan terhadap
dirinya.
„Dimanakah ibu mu itu berada ?"
„Telah lama beliau meninggal dunia."
„Ooooo……." Siang-koan cie meruntuhkan pandangannya
ketanah.
„Ia telah tiada."
Suara orang tua itu seperti mangandung kesedihan suatu tanda
bahwa hubungannya dengan Kat Sam Nio bukan hubungan biasa.
Kat Siauw Hoan teringat akan tindak tanduk ibunya yang sering
berkecimpung dilaut asmara bebas, dimaklumi akan ibu yang genit
tersebut mempunyai banyak kandak, kemungkinan besar bahwa
orang tua yang berada dihadapannya inipun termasuk salah satu
dari kandaknya.
„Dengan maksud tujuan apakah kau melakukan perjalanan
jauh?" Siang-koan cie mengajukan pertanyaan.
Apa yang orang tua ini ajukan tidak mudah dijawab.
Maksud tujuan Kat Siauw Hoan yalah gunung Thian-san, disana
tersimpan rahasia pusaka, hanya saja hal ini tidak boleh dikatakan
kepada sembarang orang.
Untuk membsri kepuasan, Kat Siauw Hoan berkata :
„Boanpwee sedang berada didalam tahap perjalanan kegunung
Thian-san untuk menemui seseorang."
Ayah Siang-koan Bu-ceng itu menganggukkan kepala :
„Ng……katanya. „Kulihat ilmu kepandaianmu cukup tinggi,
dengan membawa saudara To It Peng ini, kukira tidak dapat
membantu sesuatu bagi keperluanmu, dapatkah kau menyetujui
pendapatku ini ?"
Kat Siauw Hoan mengkerutkan alis, apa maksud dari orang tua
itu ?
„Terus terang, saudara To It Peng ini tidak dapat memberi
bantuannya yang berarti." Kat Siauw Hoan berkata.
„Bukan saja tidak mempunyai ilmu kepandaian yang berarti,
orangnyapun ketolol tololan……." To It Peng segera berteriak :
„Sifatku memang ketolol-tololan, setiap orang sudah maklum dan
tak kusangkal. Tetapi ilmu kepadaianku cukup tinggi, aku adalah
jago kelas satu, mengapa kau tidak mau mengakui akan kenyataan
ini ?"
Untuk meyakinkan bahwa ilmu kepandaian 'jago kelas satu' nya
yang tinggi, ia membuat suatu pose yang sangat meriah, seolah-
olah betul sebagai seorang pendekar kelas satu.
Dimata seorang ahli, betapa banyak ilmu kepandaian seseorang
tidak akan lepas same sekali, untuk sekal Iihat, Siang-koan cie dan
Siang-koan Bu-ceng, ayah dan anak mengetahui bahwa To It Peng
tiada berkepandaian. Menyaksikan pose sidungu seperti itu' mereka
tertawa ter-gelak2.
Pemilik bunga Bwee Siang-koan cie memandang Kat Siauw Hoan
berkata :
„,Nona, aku ada satu usul' dapatkah kau memberi kesempatan ?"
„Silahkan cianpwee katakan " kata Kat Siauw Hoan.
„Maksudku ialah ingin menahan T o It Peng didalam rimba bunga
Bwee ku." kata orang tua itu.
To It Peng masih kesal karena belum berhasil meyakinkan
tentang ilmu kepandaian 'jago kelas satu'nia. Maka apa yang
mereka perdebatkan kurang jelas, hanya samar2 dirasakan tidak
menguntungkan dirinya, segera ia berteriak :
„Apa ?" "
Kat Siauw Hoan sedang menimang-nimang apa arti maksud dari
sipemilik bunga itu, diketahui kesan terhadap To It Peng ialah 'Bakat
bagus' bakat bagus, tentunya mengandung arti dalam.
Berpikir seperti ini, ia meliirik kearah Siang-koan Bu-ceng.
Pemuda perungus itu manganggukan kepala, suatu tanda agar
jangan menolak permintaan ayahnya yang ingin menahan To It
Peng didalam rimba bunga Bwee.
Hati Kat Siauw Hoan tergerak, cepat ia berkata :
„Seharusnya, tidak berani boanpwee menentang perintah yang
cianpwe ajukan, hanya saja perjalanan kegunung Thian-san terlalu
jauh, boanpwee sebagai wanita lemah membutuhkan tenaga yang
dapat dijadikan pembantu bila disuruh diri melanjutkan……..
perjalanan boanpwee kira kurang leluasa. Dimisalkan ada seseorang
yang siap untuk menggantikannya
Sampai disini, ujung mata Kat Siauw Hoan melirik kearah Siang-
koan Bu-ceng.
4 orang yang berada ditempat itu, kecuati To It Peng, tiga
lainnya adalah manusia2 berotak tajam, maka apa yang Kat Siauw
Hoan belum katakan, mereka sudah mengerti maksud tujuan dari
wanita muda tersebut.
„Ayah," kata Siang-koan Bu-ceng. „Kau ingin menahan To It
Peng. Biar aku yang mewakilinya, menemani nona Kat kegunung
Thian-san."
„Bagaimana maksud nona?" tanya Siang-koan cie.
Kat Siauw Hoan meruntuhkan pandangan matanya ketanah,
suatu tanda bahwa ia tidak menolak.
Siang-koan cie memandang anaknya, lama sekali ia berpikir :
„Kau sudah menimbang segala risiko dikemudian hari ?"
„Segala risiko akan anak pikul sendiri." Siang-koan Bu-ceng
memberi kepastian.
Luar biasa girang Kat Siauw Hoan mendengar jawaban sipemuda
cakap itu. Maka dengan adanya Siang-koan Bu-ceng yang
menggantikan kedudukan To It Peng, segala sesuatu dapat
diseleseikan dengan mudah.
Siang-koan cie tidak segara memberi putusan, ia masih
memikirkan ber-liku2nya perkara yang akan dihadapi.
Sesudah me-nimbang2 untung ruginya, orang tua ini
menganggukkan kepala dan berkata :
„Baiklah. Aku bersedia melepaskannya untuk mangawani nona
Kat pergi kegunung T hian-san."
Kata2 Siang-koan cie ditujukan kepada anaknya.
Lebih hebat dari pada disambar geledek, To It Peng merasakan
dunia berputar keras, tubuhnya jatuh ditanah setelah mendengar
persetujuan mereka bersama.
„Tidak….. T idak boleh." la masih sampat mengajukan protesnya.
„Mana boleh hal ini terjadi ?"
Siang-koan cie, Siang-koan Bu-ceng dan Kat Siauw Hoan hanya
melemparkan pandangan mata mereka yang memandang rendah,
tidak satupun dari mereka yang memperdulikan T o It Peng.
To It Peng segera bangun kembali, teriaknya :
„Kukatakan tidae boleh. Mana boleh nona Kat ditemani olehnya,
perjalanan, kegunung Thian-san adalah tugas kami berdua, tidak
boleh ada orang ketiga yang menyelak masuk. Akupun menolak
keras untuk menetap didalam rimba bunga Bwee ini, aku tidak mau
mengawanimu disini."
Siang-koan cie mangeluarkan tawa dingin, katanya :
„Bila aku memaksakan kau menatap disini, bagai mana ?"
Siang-koan Bu-ceng tidak mau kalah dari ayahnya ia,
memandang To It Peng la berkata :
„Apa yang dapat kau lakukan, setelah aku mengajak nona Kat
membikin perjalanan bersama ?"
To It Peng memandang Siang-koan cie, setelah itu memandang
Siang-koan Bu-ceng dan yang terakhir….. baru memandang kaarah
Kat Siauw Hoan.
Kat Siauw Hoan dapat merasakan bagaimana butuhnya pemuda
itu kepada dirinya, mata To It Peng penuh permintaan, teringat
bagaimana jinaknya sidungu, betapa baik kepada dirinya, ia meresa
tidak tega untuk meninggalkan begitu saja.
Satu2-nya harapan laleh Kat Siauw Noaw dapat me= nolong
dirinya dari kesusahan ditempat itu. Bila Kat Siauw Hoan berpihak
koFadanya, Siang-koan cie dan Sianq-koan Bu-ceng tridek ada
dibulu matanya.
Menggunakan jari tangannya, Siang-koan Bu-ceng menowel Kat
Siauw Hoan, ia memberi peringatan.
Kat Siauw Hoan terjengkit, dua pemuda berada dihadapannya,
satu dungu, tolol dan bebal, tetapi ia berlaku baik kepadanya,
berhati jujur. Mana mungkin dapat memadai kecakapan Siang-koan
Bu-cenq, mana mungkin dapat menanding Siang-koan Bu-ceng,
mana mungkin dapat disamakan dengan Siang-koan Bu-ceng yang
pandai mengambil hati, pandai merayu diri?
Kat Siauw Hoan menghampiri To It Peng, dengan suara yang
paling lunak, ia berkata:
„Engko To, Siang-koan cianpwe telah menjatuh pilihannya
kepada dirimu, tentunya ia mempunyai arti dalam. Baiklah kau
menggunakan kesempatan ini dan tunggu aku didalam rimba bunga
Bwee, setelah berhasil dan kembali dari gunung T hian-san, tentunya
menjemputmu lagi."
Kat Siauw Hoan telah mamperlunak putusannya dengan harapan
To It Peng dapat dibujuk untuk menetap didalam rimba bunga
Bwae, menemani Siang-koan-ceng.
Alam pikiran To It Peng ialah lurus kedepan, tiada liku2 atau
berbelat-belit, mendengar putusan Kat Siauw Hoan yang menyetujui
usul orang yang memaksakan ia menetap didalam rimba bunga
Bwee,putuslah semua harapannya, tiba2 matanya menjadi gelap.
Lalu tubuhnya jatuh dan tidak sadarkan diri lagi.
Samar terdengar suara tertawa Siang-koan Bu-ceng dan Kat
Siauw Hoan yang meninggalkan taman bunga Bwee.
Beberapa lama ia jatuh pingsan. Dikala ia sadar dan siuman
kembali tiba2 terdengar suara desiran angin yang agak keras.
Desiran angin ini berkisar diantara sekelilingnya, untuk
mengetahui sumber suara tadi, To It Peng membuka matanya
Tidak terlihat Siang-koan Bu-ceng yang mengurus taman itu,
yuga Kat Soauw Hoan yang gesit itu tak nampak pula.
Disana hanya ada Siang-koan cie
Swiang-koan cie menggerakkan tangan, suara desiran itu keluar
karena gerakan tangannya.
Semakin lama, deiran angin ini semakin keras, terasa oleh To It
Peng sebuah tekanan yang semakin hebat ini, hingga napasnya
sipemuda menyadi sesak. Sebentar saja, bagaikan kena sebuah
cengkeraman tenaga kuat yang tidak terlihat. To It Peng terpancang
kedalam tanah, hingga tidak dapat bergerak.
Dilihat siorangtua masih meng-gerak-gerakkan tangannia, tenaga
tekanan yang dikerahkan kearah badan To It Peng semakin hebat,
tulang belulang sipemuda bergemeretak karenania, isi dalamnya
bergolak, dialan peredaran darahnya bertambah tiepat, bagaikan
yang dipompa penuh yang hampir meletus.
Siang-koan cie masih meneruskan usahanya, apa yang
dikeryakan olehnya sangat aneh sekali.
To It Peng mulai megap-megap, mulutnya terpentang lebar
seperti ikan terlepas kedaratan.
Tiba2 terlihat Siang-koan cie membentak dan menjejalkan
sesuatu kedalam mulut To It Peng yang sudah tertutup itu.
Maksud To It Peng ingin mengajukan pertanyaan kenapa siorang
tua melakukan hal seperti ini terhadap dirinya, tetapi dirasakannya
tiga butir benda lunak saling susul masuk kedalam tenggorokannya,
langsung kedalam perutnya.
Maka lenyaplah semua perasaan2 tadi, darah yang bergolak
keras berhasil mengalir tenang kembali, sebuah aliran hangat
nyaman mengelilingi sekujur tubuhnya, tekanan Siang-koan cie
berikan itupun telah berhasil diangkat, ternyata tenaga To It Peng
telah bertambah hebat.
Ia berusaha bangun, kekuatan Siang-koan cie masih menekan,
maka berkutatlah kedua tenaga ini.
Kekuatan To It Peng bertambah kuat, sebaliknya kekuatan Siang-
koan cie yang telah dikerahkan penuh itu tidak dapat ditambah lagi,
tahulah siorang tua bahwa apa yang diberikan kepada sipemuda
telah mulai menunjukkan khasiatnya, tak mungkin ia melawan
tenaga itu, perlahan demi perlahan ia mengendurkan tekanan itu
kemudian memberi kebebasan sama sekali.
To It Peng diberi kekuatan tenaga baru, hal ini tidak diketahui
olehnya, ia mengerahkan tenaganya semakin kuat, maksudnya ialah
ingin segera membebaskan diri. Dikala tenaga tekanan Siang-koan
cie lepas, kekuatan To lt Pang terus bebas. Maka tekanan yang
lenyap mendadak itu membuat tubuh sipemuda membal terbang
tinggi ditenga awang2.
Suatu hal yang berada diluar dugaan, diudara tinggi To it Peng
memandang kebawah, keringat dingin mengucur deras, ia heran,
mengapa tiba2 dapat ‘terbang’
Terdengar suara siorang tua dibawahnya berkata:
„Lekas kerahkan aliran darah agar berkumpul dijalan darah Khie-
hay dan Leng-tay dengan denikian tubuhmu akan menjadi enteng,
bagaikan kapas kau dapat turun bebas secara perlahan-lahan."
Apa yang Siang-koan cie katakan adalah cara2 melatih ilmu
meringankan tubuh kelas tinggi. Maksudnya agar To It Peng dapat
nenggunakan kelebihan tenaga yang belum lama diberikan olehnya.
To It Peng masih berada dialam ketakutan, mana dpat didengar
petunjuk2 yang orang tua itu berikan?
Dimisalkan ia dapat mendengarkan jelas, belum tentu otaknya
mengerti cara2 yang diberi tadi, maka sia2 saja teriakan Siang-koan
cie.
Terdengar suara benda keras yang jatuh ditanah, itulah suara To
It Peng yang telah turun kembali dan membentur batu. Ia
menelungkup ditempat yatuhnya, dengan meringis ia berkata :
„Matilah aku, Huaaaa………. Huaaaa………."
Siang-koan cie menarik napas atas ketololon sipemuda.
Hayo, bangun !" perintahnya, "Tak mungkin kau dapat mati"
To It Peng duduk, dilempangkan kedua kakinya, digerakkan pula
tangan dan siku2-nya, tidak ada sesuatu yang berubah ……
wayahnya menjadi riang.
„Ha, ……." Ia bertepuk tangan. „Betul2 aku tidak mati? Sungguh
ajaib!"
Siang-koan cie menghampiri dan berkata :
„Tentu saja, ilmu tenaga dalammu sudah mencapai taraf
tertinggi. jatuh dari tempat yang tiga kali lebih tingi dari tempat
tadipun, kau tidak akan terluka sama sekali. Apa yang kau
khawatirkan? "
„Kau katakan tenaga dalamku telah mencapai taraf tertinggi? "
„Betul!"
„Maka aku jago kelas satu bukan"
„Tentu saja"
„Ha, ha, ………." To It Peng gagah kembali. „ Aku adalah jago
kelas satu, suatu hari pohon yang besar, kokoh dan kuat, pernah
kugempur sampai hancur. Kau tidak percaya? Hal ini betul2 telah
terjadi."
Siang-koan cie tidak mengatakan bahwa ia tidak percaya. Hanya
To It Peng yang mulai kehilangan pegangan dan meragukan
kepercayaan dirinya, maka ucapan yang terahir, ialah ‘Hal ini betul2
telah terjadi’ suatu rangkaian kata-kata penutup agar orang tidak
menyuruh untuk menggempur pohon besar.
Siang-koan cie segera berkata :
„Tentu saja. Kau dapat menggempur sebuah pohon kuat dan
besar dengan mudah, karena tenaga dalammu telah berada diatas
segala oerang. Bahkan lebih dari pada itu, kau dapat memukul
hancur sebuah batu karang."
Atas permainan Hian-u Po-po dahulu To It Peng pernah
‘menggempur’ pohon hingga tumbang, dan kesan ini tidak mungkin
terlupakan olehnya. Maka ’jago kelas satu’ itu bersarang kuat dalam
otaknya.
Sekarang dikatakan orang tua yang ada dihadapannya, bahwa ia
dapat menghancurkan batu karang. To It Peng menggelengkan
kepalanya, dan berkata :
„Kukira belum tentu"
Siang-koan cie berkata dingin :
„Kukatakan dapat memukul hancur sebuah batu karang, tentu
dapat memukul hancur batu karang. Apa gunanya tiga butir Lo-han-
ko yang kau telan tadi?"
„Buah Lo-han-ko semacam buah DEWA BARU yang tumbuh
digunung Kun-lun-san." Siang-koan cie memberi penjelasan.
„Memakan sebuah Lo-han-ko dapat menambah panjang umur, aku
telah mengurung semua jalan darahmu, dan memberi tiga butir
sekaligus, dikala peredaran jalan darahmu terbuka kembali, maka
sari Lo-han-ko itu meresap cepat, tenagamu telah bertambah
berlipat ganda, mungkin kau belum paham akan hal ini ?"
64
Keterangan orang tua itu membuat To It Peng bengong.
„Maka, kau dapat mencelat tinggi. Maka kau dapat jatuh dengan
tidak menderita luka." Siang-koan cie mengakhiri keterangannya.
To It Peng mendangar dengan penuh perhatian, setelah selesai
orang berbicara, iapun mengenangkan apa yang telah terjadi atas
dirinya.
„Bagaimana?" rtanya Siang-koan cie.
Tiba2 To It Peng menepuk kepala, ia tertawa dengan
menudingkan jari sehingga hampir mengenai hidung siorarg tua, ia
berkata :
„lucu…….. ha, he, ha,…….. "
„Apa yang lucu?" Siang-koan cie sangat marah. „Apa yang
membuat kau tartawa?"
„Dikira mudah menipu diriku?" kata To It Peng yang masih saja
tertawa. „Lihatlah dahulu siapa yang akan dijadikan sasaran
membual, ungguh pandai sekali kau mengarang cerita tadi."
To It Peng mempunyai otak yang berukuran empat persegi,
tetapi kadang kala menganqgap dirinya itu
sebagai manusia-yang terpandai didalam dunia. Dianggap Siang-
koan cie itu menipu. dirinya dengan cerita tiga butir buah Lo-han-ko
yang amat mujijat.
Siang-koan cie sedianya hampir marah, dilihat sikap sipemuda
yang ketolol-tololan itu, hawa kemarahnnya sukar untuk dilepas,
segera ia membentak :
„Siapa yang mengarang cerita? ."
„Siapa ?agi, bi?a bukan dirimu?" Tantang To It Peng. „Pikirlah
terlebih dahulu, buah Lo-han-ko bisa mempunyai khasiat hebat,
mengapa tidak kau makan sendiri. Hubungan apakah diantara kau
dengan diriku, mengapa harusmkan buah itu kepadaku? Mengapa
tidak menyerahkan kepada anakmu? Kau mempunyai anak sendiri,
bukan? Sampai dimanakah tinggi derajat To It Peng, sihngga harus
menyerahkan, buah mujijat berkhasiat hebat kepadaku ?".
Apa yang To It Peng tebarkan sangatlah beralasan. Siang-koan
cie maklum akan hal tersebut, ia pun, me-angguk2-kan kepala
menyetujuinya.
---oo0oo---

BAGIAN 22
SI DUNGU TO IT PENG MENINGGALKAN RIMBA BUNGA
BWEE
SIANG-KOAN cIE bukan manusia ternama bila tidak dapat
menghitung sesuatu dengan tepat, apa yang To It Peng beberkan
tadi sangat masuk diakal, maka iapun menganggukan kapala.
To It Peng senakin bangga, dilihat babak partama, ia mendapat
kemenangan dalam ronde pertandingan adu mulut, dengan
menggoyang-goyangkan kepalanya dengan isi otak empat persegi
itu, ia berkata :
„Nah! Akupun sudah menjadi jago nomor satu, apa guna
memakan buah Lo-haniko mujijadmu itu?"
Perut Siang-koan cia dirasakan mau meledak, susah payah ia
menjejal tiga butir buah Lo-han-ko kepada sidungu, tetapi sidogol
telah salah terima, dianggap ¬keterangan itu hanya berupa tipuan
bohong, ia tidak mau menerima budi ini.
Ternyata Siang-koan cie mengasingkan diri didalam taman bunga
Bwee karena telah salah me latih diri peredaran jalan darahnya telah
sesat, ia tidak men¬dapat banyak kebebasan, maksud tujuan dari
memberi buah Lo-han-ko kepada To It Peng ialah menggunakan
tenaga sipemuda untuk melakukan sesuatu. Bila seorang jujur
seperti To It Peng berterima kasih, maka ia dapat membalas budi
dengan sepenuh hati, tidak ada pikiran untuk berkhianat.
Buah Lo-han-ko telah disimpan lama, sampaipun Siang-koan Bu-
ceng anaknya sendiripun tidak diberi tahu, karena ia maklum bahwa
sifat dan tabiat anak terse¬but tercela, untuk sementara masih
dapat ditundukkan satelah dewasa ia berkepandaian tinggi, munqkin
lupa kepada ayah sendiri, dapat melakukan sesuatu yang ber¬sifat
mendurhaka.
Seperti apa yang Siang-koan cie te lah duga, bila T o It Peng tahu
bahwa kejadian hadiah tiga buah Lo-han-ko mujijat itu betul diberi
makan kepadanya¬ rasa terima kasih sipemuda tidak mudah
dilukiskan, ia akan tunduk dan takluk, apa yang terjadi kesukaran
situan penolong tentu dipentingkan sekali, ia rela mengorbankan diri
untuk menyenangkan.
Seyang To It Peng tidak percaya akan keterengan yanq Siang-
koan cie berikan, cerita itu dianqgap tipuan, dianggap bohong dan
tiada.
Siang-koan cie godek kepala, untuk meratakan otak persegi
sidungu memang sulit sekali.
Orang tua ini harus mengasah otak, bagaimana agar dapat
meyakinkan kebenaran tentang hadiah tiga buah Lo-han-ko,
sidungu harus diberi mengerti tentang hal itu.
To It Peng tidak sabaran, ia tertawa sebagai juara, katanya :
„Tidak berhasil menipu diriku, bukan?"
Hampir Siang-koan cie putus harapan.
„Kau…. kau tidak percaya bahwa aku telah memberi tiga, buah
Lo-han-ko kepadamu?" Tanyanya.
„Tentu saja tidak" To It Peng mendongakkan kepala.
„Kau tidak percaya bahwa dirimu telah kuciptakan sebagai jago
kelas satu?" Masih orang tua itu berusaha.
„Lucu….. Lucu….." teriak To It Peng.
„Belum lama kau telah menekan diriku, tetapi kau telah kalah
tenaqa sahingga aku berhasil meloloskan diri dari kekangan
kekuasanmu, bukan? Suatu tanda bahwa aku memang adalah jago
kelas satu, kekuatan ini kudapat dari lain orang, bukan dari buah
Lo-han-ko didalam cerita burungmu."
„Agaknya sulit untuk meyakinkan kepadamu………."
„Betul." Potong To It Peng. „Selamat tinggal." Badan sipemuda
bergerak melesat, pikirannya harus segera menyusul Kat Siauw
Hoan, tidak mau ia menetap didalam rimba bunga Bwee ini.
Ditinggalkannya orang tua itu.
Siang-koan cie mencangkeramkan tangan membentak :
„Berhenti!"
To It Peng tidak mendengar perintah, ia melarikan diri Iebih
cepat.
Siang-koan cie adalah bekas tokoh silat kenamaan, ilmu
kepandaiannya hebat, gerakannya gesit, cengke¬raman tangannya
hampir mengenai sipemuda.
To It Peng telah me larikan diri, namun, bila sebelum ia diberkahi
tiga buah Lo-han-ko, cengkeraman Siang-koan Tiie itu akan
menariknya kembali, bergegas-gegas ia lari, menubruk rumpun
bunga Bwee, maka patahlah semua batang tanaman yanq ditubruk
olehnya, bersih dibabat rata oleh tenaga dalam yang hebat.
Belum pernah ia melihat dan membayangkan akan kejadian ini,
cepat ia bangun kembali :
„Aaaaa…" To It Peng sangat terkejut akan hasil tabrakannya tadi.
Siang-koan cie telah putus daya, tak mungkin ia mengejar
pemuda itu lagi. Maka ia berteriak :
„Nah, telah kau saksikan? Betapa tinggi ilmu tenaga dalam yang
kini kau miliki? Dahulu sanggupkah kau mematahkan rumpun
tanam2-an itu ? Masih tidak mau kau berterima kasih kepadaku ?"
To It Peng memandang batang2 rumpun tanaman bunga Bwee
yang telah diratakan olehnya, pikirnya ia telah mencapai kemajuan
pesat, tentu saja, karena ia adalah jago kelas satu, setiap hari
ilmunya bertambah, tidak ada yang harus diherankan.
Terbayang bagaimana kejam orang tua ini memisah¬kan dirinya
dari sisi Kat Siauw Hoan, teringat bagai¬mana ia hampir mati
dicengkeram, rasa anti patinya timbul mendadak, dengan adem
berkata:
„Bila cengkeraman mautmu tadi mengenai diriku, akupun harus
disuruh berterima kasih ?"
„Kambalilah dahulu, cengkeramanku tadi tidak akan
mematikanmu"
„Tentu. Bila aku mati, siapakah yang harus menghaturkan terima
kasih ?"
Rasa mangkelnya Siang-koan cie sukar dilukiskan, tidak disangka,
orang yang jujur ini sukar diberi mengerti, setelah itu, iapun tidak
dapat menangkapnya untuk diberi penjelasan secara ngejelimet.
„Kau kembalilah dahulu, maukah kau kuberi pelajaran ilmu Bwe-
hoa Kiam khek yang tiada tandingannya di kolong langit ?"
To It Peng menggoyankan kepala, katanya :
„Tidak mau aku mendapatkan ilmu darimu. Ilmu ke¬pandaian
Bwe-hoe Kiam-khek yanq kau katakan tiada tandingan dikolong
lanqit itu belum tentu ada gunanya. Bila betul ilmu itu hebat,
mengapa kau menyembunyikan diri ditempat ini? Selamat bertemu
lagi, aku akan segera menyusul nona Kat."
Siang-koan cie gugup, teriaknya:
„Hei, dengarlah keteranganku dahulu………..."
Ucapan orang tua ini tidak diteruskan, karena To It Peng telah
bergarak semakin cepat dan tidak menggubrisnya sama sekali.
Begitu To It Peng mengangkat kaki, dirasakan luar biasa enteng,
gerakannya menjadi lincah, bagaikan terbang, ia melayang terlalu
cepat, hampir ia jatuh terjengkang, keadaannya sangat pontang
panting, belum biasa ia manggunakan ilmu meringankan badan juga
belum tatu ia harus bagaimana mengerahkan tenaga yanq
berlimpah-limpah itu.
Melihat gerakan T o It Peng yang lucu, seharusnya Siang-koan cie
tertawa geli, tentu saya bila tidak mengingat tiga buah Lo-han-ko
ditelan orang secara percuma, ia dapat tertawa. Kini tertawa orang
tua ini, menunjukkan tertawa getir, yaitu tertawa sedih dan kecewa
karena kehilangan tiga buah Lo-han-ko yang amat mujijad itu.
Maksudnya ialah memancing dengan tiga buah Lo-han-ko dengan
menggunakan tenaga To It Peng, apa mau ia lupa memberi
keterangan2 yang teperinci, hal ini seharusnya perlu dilakukan
sebelum ketiga buah Lo-han-ko diberikan kepada To It Peng, maka
To It Peng dapat percaya waktu itu. Wsaktu maksudnya, tidak
terbuang percuma.
Seperti apa yang telah diketahui, ukuran otak To It Peng adalah
otak empat persegi, Iubang jalan alam pikirannya hanya satu
jurusan, ia hanya bersatu tuju¬an, tidak ada kanan dan kiri, setelah
diberi pedoman hidup oleh Hian-u Po-po almarhum bahwa dirinya
se¬bagai ‘jago kelas satu', kesan ini tak akan lenyap hingga di akhir
jaman.
la tidak me liyhat bagai mana tiga buah Lo-han-ko masuk ke
dalam perut. Betul tenaga dalamnya bertambah, hal ini dianghgap
sudah ada karena ciptaan Hian-u Po-po dahulu, tidak perlu untuk
diherankan. Maka di¬tinggalkannya Siang-koan cie begitu saja.
Disinilah terjadi salah paham! Bukan maksud To It Peng untuk
menyengkelit jasa2 orang!
Kecuali menyalahkan diri sendiri yang terlalu ceroboh, Siang-koan
cie tidak mempunyai jalan kedua. Memandang lenyapnya bayangan
To It Peng, ia menghela napas panjang.
Bercerita tentang To It Peng yang lari pontang-panting, seradak-
seruduk, tundak-tanduk karena diberkahi tenaga dalam yang maha
hebat dengan tidak mendapat tata cara untuk bagaimana
menggunakannya.
Bukan sedikit pohon yang ditubruk tumbang olehnya tidak sedikit
tanaman yang diinjak rata olehnya suatu.Suatu ketika, ia slip dan
membentur batu besar sehingqa tarbendung ditempat itu, ia jatuh
tidak jauh dari mana batu besar itu menghadang dan terhentilah
kemajuannya.
Berhati-hati ia bangun berdiri, ia tidak menderita Iuka karena
tenaga dalam yang maha hebat, hal ini adalah berkat tiga buah Lo-
han-ko pemberian Siang¬-koan cie, hanya jidatnia yang agak benjul
karena benturan batu yang keras, diusapnya tempat tersebut dan
mengoceh :
„Wah, beginilah rasanya menjadi seorang pendekar jago kelas
satu ?"
To It Peng memandang batu besar yang berada di¬hadang jalan
itu, tangannya bergerak dan…… priuuuur……... ia memukul hanyur
batu tersebut.
„Idih……." Sidungu meleletkan lidah. „Hebat juga menjadi jago
kelas satu. Hanya kedua kakiku inilah yang kurang ajar, mengapa
sukar dikuasai, sungguh sangat celaka bila kakiku dapat lari sendiri."
la bangun berdiri, dengan sangat hati-hati melangkahkan sebelah
kakinya satu langkah demi langkah
Satu tapak langkah To It Peng ini telah menghasil¬kan jarak
yang cukup jauh. Segera ia menekannya kaki itu dan berhenti
dengan hati berdebar-debar, Langkah yang dilakukan dengan
berhati-hati ini lebih cepat dari pada saat ia malarikan diri.
„Hebat!....... Hebat!" To It Peng bergumam. ,,Aku telah
mendapatkan kemajuan pesat.
Rise girang dan takut merangsang menjadi satu, silih berganti
menguasai elam pikirannya.
Demikianlah, To It Peng mendapatkan ilmu 'jago kelas satu'nya
yang sajati, bukan 'jago kelas satu' ciptan Hian-u Po-po yang hanya
nama kosong itu.
Ia melakukan perjalanan cepat, maksudnya menyusul Kat Siauw
Hoan kegunung Thian-san.
Tidak tahu bahwa To It Peng sesat dijalan, semakin cepat ia
berjalan semakin jauh pula jarak dengan Kat Siauw Hoan.
Hari ini menjelang malam tiba, To It Peng berada disebuah
rimba.
Dalam alam pikiran To It Peng terbayang Kat Siauw Hoan dan
Siang-koan Bu-ceng, bila kalah cepat tentu celaka.
Semakin bingung ….. semakin sesat pula, saking letihnya dengan
memilih sebuah batu besar, To It Peng membaringkan diri ditempat
tersebut.
Dalam beberapa hari ini ia memang kurang tidur, maka dalam
sekejap saya To It Peng telah mengeluarkan suara gerusan ….. ia
telah tertidur dengan cepat.
Tiba-tiba ………. To It Peng terbangun karena dikejutkan oleh
suara burung malam beterbangan diatas kepalanya, samar-samar
terdengar suara derap kaki kuda mengarah ketempatnya.
Ketrukan kaki kuda mengarah kearahnya, dan tidak jauh dari
tempat ia berada, disana kuda itu berhenti sebentar dan terus
menikung kearahnya.
„Suheng ……, Suheng ………." Terdengar suara wanita me-
mangil2 „ „Dimana kau berada ……..? "
Ternyata sipenunggang kuda adalah seorang wanita!
Suara wanita ini bergema lama sekali, menandakan tenaga
dalamnya yang lebih hebat!
jantung To It Peng hampir mencalat, itulah suara Pie-lie Sian-cu
yang dikenal betul, salah satu dari 4 jago utama Ngo-bie-pay !
Setelah Ban kee-chung dibakar oleh 4 Wajah Tak berkulit, To It
Peng menuju kegunung, Ngo-bie-pay, ; disana Pie-lie Sian-cu
mengakiu bahwa dialah yang membunuh Kim-to Bu-tie T o tong Sin.
„ Hei ……." Tidak sadar,To It Peng berteriak.
Setelah diberi buah Lo-han-ko, tenaga To It Peng telah mencapai
tingkat puncak, suara 'Hei' tadi menggema memecah angkasa gelap
berkumandang jauh dan lebih lama dari suara Pie-lie Sian-cu.
To It Peng terlompat terkejut dengan sendirinya, karena suara
guntur tersebut, tidak disangka keluar dari suaranya akibat dari
tenaga dalamnya yang setinggi langit.
Derap kaki kuda segera datang, penunggangnya memang Pie-lie
Sian-cu, arah tujuannya ialah dimana To It Peng berada.
Tuduhan orang yang membunuh ayahnya telah dija¬tuhkan
kepada Pie-lie Sian-cu, memandang kedatangan¬nya hati To It
Peng semakin berdebar keras.
Pie-lie Sian-cu telah berada dihadapannya, jaga wanita Ngo-bie-
pay ini segera menduga kepada Thian-sim Siang-jin.
„Suheng ………. “ Ia memanggil.
Hanya Thian-sim Siang-jin yang mempunyai latihan tenaga dalam
hebat, maka dugaan Pie-lie Sian-cu jatuh pada saudara
seperguruannya itu.
Sagera dilihat bahwa oranq yang dikira suhengnya itu adalah
sipemuda dungu yang pernah mengacau gunung Ngo-bie-san,
wajah Pie-lie Sian-cu berubah
„Eh, kau sibinatang kecil ?" la berkata panas
Sifat To It Peng tidak mudah marah, hanya dendam ayahnya
tidak pernah lepas, dakwaannya jatuh kepada Pie-lie Sian-cu,
semakin marahlah lagi dirinya di¬panggil 'sibinatang kecil',
terdengar geramannya yang" menunjukan kemarahan yang me-
luap2 ia menerkam musuh itu.
Dikala T o It Peng berkunjung keatas gunung sampai dimana ilmu
kepandaiannya, tidak lepas dari mata dan penilaian Pie-lie Sian-cu,
dikira dengan kepandaiannya, tidak lepas dari mata segera dapat
menghalaunya, ia agak lengah.
Suara To It Peng yang menggalegar bagai guntur itu
mengejutkan Pie-lie Sian-cu, tidak disangka sipernuda mendapat
kemajuan hebat !
Sang kuda turut terkejut, ia berjingkrak kaget, dengan kedua
kaki depan terangkat tinggi, sang kuda melempar¬kan sang
majikan.
Disaat ini, tangan To It Peng telah menusuk perut kuda, betapa
hebat tenaga dalam yang dikerahkan dalam keadaan marah, berat
kuda tidak ada artinya.
Bila dibandingkan tenaga kemarahan itu, terdengar ringkikkan
kuda yang menyayatkan hati, gumpalan daging itupun terlempar
jauh, menggeliat sebentar dan jiwanyapun melayang kealam baka.
Hanya satu kali pukul To Tt Peng membunuh mati kuda
tunggangan Pie-lie Sian-cu ?
Pie lie Sian-cu berhasil dilempar oleh kuda tunggangannya, ilmu
kepandaiannya tinggi, dengan hanya beberapa kali gerakan, ia
berhasil membuat posisinya aman.
Melihat pukulannya yang dapat membunuh seekor kuda To It
Peng tertegun. Kemarahannya belum mereda, maka satu geraman
lagi dilontarkan, menyerang Pie-lie Sian-cu.
Pie-lie Sian-cu telah dapat melihat tenaga dalam sipemuda yang
luar biasa keras, dua tangannya disilangkan kekarnan dan kiri, ia
menahan serangan sipemuda dengan aliran tenaga yang lembek.
Tenaga To It Peng terbendung oleh kekuatan yang lemah, ia
sangat marah, bentak sipemuda keras :
„Nenek keriput, lekas ganti jiwa ayahku."
Pie-lie Sian-cu hanya dapat menahan kekuatan To It Peng untuk
beberapa saat, tenaga dalam sipemuda kian menghebat,
kedudukannya mulai goyah, semakin heran lagi atas kemajuan
pesat yang dicapai oleh si pernuda.
„Binatang kecil, kau sudah bosan hidup?" la membentak.
To It Peng menyerang dengan kalap, tiara bertem¬pur sipemuda
lain dari peda yang lain, betul ia bertenaga dalam kuat, kekuatan ini
belum dapat digunakannya secara sempurna, maka Pie-lie Sian-cu
dapat bertahan beberapa lama.
„Hei, apa artinya seranganmu seperti ini ?" Bentak¬ Pie-Iie Sian-
cu.
„Ganti jiwa ayahku" teriak T o It Peng, „Tahan." kata Pip-lie Sian-
cu lompat menyingkir dari satu serangan To It Peng. „Dengar
keteranganku dahulu"
„Tidak perlu. Kau telah membunuh ayahku, Hutang jiwa ini harus
diperhitungkan segera. "
„Dengarlah penjelasanku terlebih dahulu. Suara Pie-lie Sian cu
agak perlahan dan sabar "
„Hm…" To It Peng mendengus. „Aku telah menjadi seorang
pendekar jago kelas satu, kau kini telah bernyali kecil dan takut
kepadaku!"
Pie-lie Sian-cu hilang sabarnya, hati jago wanita Ngo-bie-pay ini
terlalu cepat naik darah, badannya bergerak cepat, maka…. par….
par…. par…. ia berhasil menempeleng kedua pipi To lt Peng
bergantian.
Tenaga dalam to It Peng telah dapat digolongkan kedalam kelas
istimewa, ilmu meringankan badannya sudah hebat, hanya ia belum
dapat tata cara untuk mengunakannya, maka dapat ditampar
dengan mudah.
la bergerak lagi dengan cepat mementang kedua tangannya,
maka dikala tubuh Pie-lie Sian-cu lewat disisinya, segera ia
merangkulkan kedua tangannya dan tepat memeluk kedua sijago
wanita Ngo-bie-Pay itu.
Sedari ia belajar ilmu silat, Pie-lie Sian-yu belum pernah melihat
ada orang yang bertanding dengan To It Peng, ia sangat kaget
seteleh merasa kakinya tercekal oleh sang lawan, ia berontak
barusaha melepaskan diri, tetapi gagal, kekuatan To It Peng
sakarang bukanlah To It Peng lama, ia telah dapat menelan tiga
buah Le-han-ko mujijat, tenaganya bertambah beberapa lipat.
Pie-lie Sian-cu tidak ada niatan untuk membunuh, apa mau
dirinya terdesak hebat, tangannya teranqkat, tinggi memukul kepala
To It Peng yang berada dibawah kakinya.
Tumbukan ini hebat! To It Peng meresa kepaIanya berkunang-
kunang, beruntung tenaga dalamnya hebat, maka kepala tersebut
tidak sampai menjadi hancur remuk, betapa hebat tenaga kekuatan
Pie-lie. Sian-cu telah mendapat penilaian umum, untuk
mele¬paskan dari kekangan sipemuda, hanya jalan satu-satnya ini.
Pegangan To it Peng Iepas!
Pie-lie Sian-cu mengeluarkan elahan napas lega. Di saat itu,
kepala To It Peng menyeruduk maju pula, maka dikerahkan lagi
tangan Pie-lie Siancu, memukul kepala yang lebih keras dari batu
ini.
Buk…….. Pie-lie Sian-cu terjengkang kebelakang.
To It Peng merasa kapalanya berat, iapun jatuh terduduk.
Kekuatan mereka ternyata menjadi seimbang !
To It Peng lompat bangun kembali, dilihat sang la¬wan telah
dijatuhkan, hatinya girang, ternyata masih sama kuat, 'jago kelas
satu'nya telah memperlihatkan keunggulan yang nyata.
Ia menggeram hebat dan menerjang kembali!
Pie lie Sian cu telah siap, secara berantai kakinya bekerja dan
menyepak To It Peng yang dibuat jatuh mencium tanah.
To It Peng merayap bangun.
„ Nenek keriput", 'Kau masih hebat ha ?" la menggerutu.
Melihat Kekebalan To It Peng terhadap setiap pukulan, Pie-lie
Sian-cu tidak tahan untuk tidak mangeluarkan pujian.
„Hei, kemajuan ilmu silatmu cepat sekali." Demikian Pie-lie Sian-
cu berkata.
„Tentu" To it Peng membusungkan dada. „Aku telah menjadi
jago nomor satu, tahu ?"
Beberapa patah kata 'jago nonor satu' itu tidak lepas dari
mulutnya.
Pengalaman tempur Pie-lie Sian-cu telah cukup untuk dijadikan
buku, ia lompat kebelakang To It Peng, kakinya bergerak menyepak
pantat
pemuda itu, maka bagaikan sebuah bola, To It Peng terlempar
pergi
„Nenek keriput," To It Peng merayap bangun. „menggunakan
kelengahan orang, kau menyerang dari belakang ?"
„Mengapa kau menyerang orang dengan kalap" „Kau telah
membunuh ayahku, dendam kesumat ini tak dapat dilupakan." To It
Peng membantah. Dan, iapun menyerang Iagi!
cara To It Peng menyerang sungguh luar biasa, Pie-lie Sian-cu
sult untuk menundukkan manusia ktepala batu seperti ini.Ia hanya
menyingkir dari setiap serangan dengan lebih hati2, karena ilmunya
memang berada diatas To It Peng, maka dengan siasat baru ini, ia
pun banyak mendapat kelonggaran,
„Hei, kau tidak melawan ?" To It Peng telah beberapa kali gagal.
Pie-lie Sian-cu tidak melawan bukan berarti menyerah kalah, ia
mencari kesempatan, suatu ketika dilihat kekosongan, cepat ia
bergerak dan menotok jaIan darah tertawa sipemuda.
To It Peng tidak tahan perasaan geli yang menyerang itu, iapun
tertawa „ha…….., ha…….., ha…….., aduh………."
Karena tenaga dalamnya kuat, maka rasa geli itupun lenyap
dengan cepat. To It Peng mendelikkan matanya, dan membentak :
„Eh!, apa macam, nih? Aku menempurmu mengadu jiwa. Siapa
yang menyuruhmu menggelitik untuk senda gurau! "
Dilihat sang lawan tidak jauh darinya, dengan menyerudukkan
kepala, To It Peng menyeruduk seperti kerbau.
Pie-lie Sian-cu mangkel malihat tata cara ber¬tempur To It Peng,
ia manyingkir lagi, gesit sekali ia telah mengarah dialan darah
kejang sang lawan, ie berhasil menekan daerah berbahaya itu.
„Bagaimana ?" kata Pie-lie Sian-cu. „Kau me¬nyerah kalah ?"
jalan darah kejang adalah salah satu jalan darah penting dari
peredaran darah dalam tubuh, jatuhnya jalan darah kedalam tangan
lawan berarti lanyaplah semua kekuatan tempurnya.
To It Peng telah dibuat tidak berdaya, tetapi ia tidak mau
menyerah kalah, ia masih ber-teriak-teriak :
„Nenek keriput, kau telah mambunuh ayahku, siapa yang sudi
menyerah kapadamu ?"
Pada wajah Pie-lie Sian-cu telah tampak hawa pembunuhan,
kemarahan jago wanita itu tidak ter¬tahankan lagi.
Tangannya terangkat tinggi, siap menghantam ubun2 To It Peng.
„To It Peng" katanya, „Membunuh jiwamu lebih mudah dari
membunuh seekor anjing. Mengingat ayahmu, pargilah segera dan
jangan menggangguku lagi, tahu ? "
To It Peng menggelengkan kepala berkata:
„Tak mungkin…... Tak mungkin aku hidup disatu dunia
denganmu. Kau telah membunuh ayahku. Akupun akan
membunuhmu. Kini aku kurang hati2 dan jatuh kedalam tanganmu,
mati hidupku berada di tanganmu, bunuhlah, bila kau mau."
Pie-lie Sian-cu menggeretek gigi, tangannya itu siap diturunkan !
Maut mengancan To It Peng !
Disaat inilah terdengar satu suara tua berdengung : „Sumoay,
dengan siapa kau bertempur ?"
Itulah suara cu Hun Hui-liong Kiam-khek, salah satu dari 4 jago
Ngo-bie-pay.
Suara cu Hun Hui-liong Kiam-khek belum lanyap,
disana teIah bertambah satu orang, ternyata kecepatan jago
Ngo-bie-pay ini hampir mamadai kecepatan suaranya sendiri.
To It Peng mengeluh.
„Tamatlah riwayat hidupku." Katanya didalam hati.
Satu Pie-lie Sian-cu sudah cukup ia jungkir balik, kini datang lagi
bantuan Ngo-bie-pay, bagaimana To It Peng tidak mengeluarkan
keluhan celaka ?
cu Hun Hui-liong Kiam-khek segera mangenali lawan sang
sumoay adalah pemuda dungu yang pernah mangacau gunung, ia
membanting kaki berkata:
„Sumoay, betapa pentingnya urusan kita, mengapa kau berkutet
dengannya ditempat ini?"
„Hm….." Pie-lie Sian-cu mengeluarkan sura dari hidung. „Aku
sebal mendapat gangguannya. Bagaimana dengan keadaan disana?"
„ciangbun Suheng sedang bertahan sedapat mung¬kin, lekas kita
beri bantuan kepadanya." cu Hun Hui-liong Kiam-khek, memberi
sahutan.
Wajah Pie-lie Sian-cu berubah, tangannya dikesam¬pingkan
melewati To It Peng, dengan meren¬dengi cu Hun Hui-liong Kiam-
khek, mereka menuju kearah tempat yang membutuhkan
tanaganya.
Sebentar kemudian, dua bayangan itupun telah lenyap.
To It Peng terlempar tinggi, sungguh kebetulan, ia tersangkut
diatas sebuah pohon. Ranting2 pohon itu merusak beberapa bagian
baju pakaiannya. Otaknya turut terkocok, didalam keadaan tujuh
keliling To It Peng merayap turun dari atas pohon tersebut, ….. apa
mau pegangan tangannya salah terkam, ia jatuh menggelinding
ketanah ngebeleduk.
celingukan kesana-sini sebentar, To It Peng telah kehilangan
jejak Pie-lie Sian-cu.
„Kurang ajar." la bergumam. Masakan aku dilempar hingga
nyangkut diatas pohon."
Saat itu dari atas kepalanya, dari mana pohon tadi ia
disangkukan oleh lemparan Pie-lie Sian-cu ter¬dengar satu suara :
„Siapa yang kau cuci, maki ? Orangpun telah tiada ditempat ini."
To it Peng mendongakkan kepala. Terlihat olehnya seorang kakek
kerdil sedang nangkring ditangkai pohon, kakek kerdil itulah yang
mencemohkan dirinya.
„Siapa kau?" tanya To It Peng. „Mungkinkah dilempar orang
hingga nyangkut dipohon? Lepaskan¬lah peganganmu, maka kau
akan segera jatuh katanah seperti apa yang telah menimpa atas
diriku."
Pada anggapan To It Peng, semua manusia didalam dunia itu
sama rata, sama baik dan sama jahatnya. Ia dilempar orang
sehingga nyanykut diatas pohon, di-rumuskan pula bahwa setiap
orang yang berada diranting pohon, tentunya dilempar oleh lawan
tandingan.
Kakek kerdil itu tertawa terbahak-bahak, ia lompat turun dari
atas pohon.
„ha…….. ha…….. ha…….." tangannya menuding-nuding To It
Peng yang dianggap terlalu jenaka.
To It Pang sedang penasaran tantu saja ia marah mendapat
perlakuan seperti itu, dengan menekuk wa¬jah ia membentak:
„Hei, masih kau tertawa terus? Biar kupukul sebagai hajaran atas
kelakuanmu yang kurang ajar itu."
Sikakek kerdil telah siap menghentikan tertawanya, mendengar
ancaman To It Peng, iapun tertawa Iagi.
„Hm…….." To It Peng membentak. .,Apa yang lucu ? Setelah kau
kenal dengan tinjuku, baru kau tahu tidak guna kau tertawa,"
Dan betul saja, ia menggerahkan tinjunya menjotos kakek kerdil
tersebut. To It Peng bukanlah
Seorang pemuda yang suka pertarungan, maksudnya
mangeluarkan tinju tersebut hanya ancaman belaka, jarak diantara
dua orang lebih dari 4 tangan, ta mungkin tinju tersebut mengenai
sasaran.
Sikakek kerdil tiba2 menggerakkan badannya, ia maju
memacungkan mukanya, maka jarak dua orang itupun mendekat,
dengan tepat, tinju To It Peng, mengenai hidung sikakek.
Kakek kerdil yang nangkring diatas pohon lama itu menghentikan
tertawanya, ia lompat mundur dengan membekap hidungnya yang
kena tinju.
„Nah sudah kuberi peringatan, tetapi kau terlalu bandel. tentunya
sakit kena tinjuku, bukan?" tanya To It Peng merasa kasihan.
Kakek kerdil itu membuka hidungnya yang ditutup, maka hidung
tersebut melesak kedalam hingga ce¬kung kedalam.
„celaka……. celaka……." Teriaknya. „Kau telah: memukul pesek
hidungku, hidung; mancungku yang bagus itu telah kau buat
melesak kedalam."
To It Peng mempentang mata lebar2. Dan betul saja sikakek
kerdil telah kehilangan hidungnya.
---oo0oo---

BAGIAN 23
PEMILIK KUKU BESI ‘CAKAR BEBEK’
YANG DISEGANI

TO IT PENG pernah dan sering melihat Wajah Tak Berkulit yang


tiada berhidung, maka beIum terbayang olehnya bahwa tidak
mungkin hidung seseorang dapat melesak masuk, bila tidak disertai
dengan ilmu 'Penyusut' yang sudah hampir tidak terdengar lagi itu,
atau memang orang tersebut berwajah aneh, dilahirkan dengan
hidung melesak masuk kedalam.
Apa yang sikakek kerdil perlihatkan, hingga hidunnya menjadi
'hilang', membuat To It Peng merasa kasihan. Semua ini
dikarenakan jotosannya tadi, ia harus mengakui akan kesalahannya.
„Wah, bagaimana harus menebus dosa " Ia menggerundel
Sikakek kerdil telah berteriak-teriak :
„Hei, pemuda, ingusan, kau telah mendesak hidungku kedalam,
setelah tiba dirumah, apa yang harus kupertanggung jawabkan
kepada istriku."
To It Peng garuk2 kepala. Bagaimana ia harus mempertanggung
jawabkan hal tersebut ?
„Kau kau tidak bersalah" Katania beri tahu saja sacara terus
terang, hidungmu telah ditekuk masuk oleh seseorang."
Sikakek kerdil membuat, gerakan tangan yang seolah-olah tidak
berdaya katanya :
"Setelah itu, apa jawabanku, bila istriku bertanya : Orang
menekuk hidungmu sehingga bengkok kedalam, sudahkah kau
manekuk hidung orang itu?"
Garukan tangan To It Peng bekerja samakin binqung, katanya :
„Kau…… Kau…… seharusnya membalas dan menekuk masuk
hidung orang yang bersangkutan, bukan?"
„Seharusnya demikian kata sikakek kerdil. „maka serahkanlah
hidungmu, agar dapat kutekuk menjadi pesek."
To it Peng menekan hidungnya, hingga terdengar jelas dengusan
napasnya.
„Hidungku ingin dirusak?" katanya. „Apakah faedahnya setalah
menekuk pesek hidungku hingga melekuk kedalam? Mungkinkah
karena pembalasanmu ini, hidung rusakmu itu puli kembali?"
„Siapa tahu?" kata sikakek kerdil. „Mungkin dapat pulih kembali.
Kukira demikian. Hei, awas! Aku akan menekuk hidungmu itu
hingga masuk kedalam."
Sebelum To It Peng mengerti makna dari kata2 yang diucapkan
oleh s ikakek kerdil, terdengar, ser……. hidungnya telah terasa sakit,
gerakan kakek itu cepat sekali, dengan satu jotos pembalasan, ia
berhasil memukul hidung sidungu.
To It Peng meringis sakit, hampir air matanya mengucur keluar,
„Kakek bangkotan." jeritnya. Sakit sekali pembalasanmu ini.
Mengapa kau memukul keras-keras ?"
„Bila tidak keras, mana mungkin hidungku keluar hingga
mancung kembali?" Kakek kerdil tertawa berkakakan.
To It Peng membelalakan matanya, eh betul saja hidung sikakek
yang telah melesak kedalam itu tumbuh mancung seperti sendia
kala.
Cepat ia mengusap hidungnya, takut hidung ini lenyap kada!am.
Apa yang tangan To It Peng rasakan ialah hidungnya masih utuh.
„Untung, bagus." katanya. Hidungku masih berada ditempat
semula."
Kakek kerdil itu menudingkan tangan, katanya :
„Tahukah bahwa kautuhannya hidungmu itu karena belas
kasihanku ?"
„Belas kasihan ?" To It Peng, mementangkan matanya lebar2.
„Mengapa tidak?" kata sikakek kerdil. „Beqitu tangan mengenai
hidungmu, telah kurasakan daging keluar, maka bila terlalu keras
kudesak hidungku telah semakin panjang. Aku tidak mau berhidung
panjang, maka harus memelihara hidungmu sehingga tidak melesak
kedalam.
“Ha, ha, ha………..”
Si kakek kerdil tartawa tarpingkal-pingkal, dirasakan perutnya
sampai sakit karena geli.
„Seharusnya kesalahan berpangkal padamu sendiri." kata To It
Peng. mengapa? memajukan wajahmu kedepan, hingga membuat
benturan?"
„Sudahlah." kata sikakek. „Eh, kau ini agak lucu, menyenangkan
Siapakah namamu? Tenaga dalarmmu kuat hebat, mengapa berat
tangan, kaku menggunakannya ?"
Mendengar kata2 pujin 'tenaga dalammu kuat hebat', kapala To
It Pang dirasakan melembung besar, ia bangga, segera dibusungkan
dadanya berkata :
„Mengapa tidak? Tahukah kau, bahwa aku adalah jago kelas
satu?"
Kakek kerdil tersebut menganggukkan kepala, seraya barkata :
„Kau adalah jago kelas satu, lalu dimasukan kedalam kelas
berapakah para jago segolonganku? Beranikah kau menerima
pukulanku?
To It Peng menggoyangkan kepala, demikianlah yawabnya :
Aku tidak mau melukai dirimu lagi. Diantara kita tidak ada
dendam permusuhan bukan? Mengapa harus menggunakan
kekerasan? Bila kau sudah bosan hidup, aku tidak bersedia dijadikan
algojo, cara untuk mencari kematian terlalu banyak untuk diuraikan,
menggantung diri, terjun dikali, terjun kedalam jurang …… silahkan
pilih salah satu diantaranya.
„Kau tidak mau adu kekuatan denganku?"
„Bagaimana aku tahu bahwa kau adalah jago kelas satu?"
„Kau, sungguh kepala batu" kata To It Peng.
„Kala kau tahu bahwa aku adalah jago kelas satu, maka jiwamu
telah tiada gunanya."
„Sikakek kedil memaksakan agar To It Peng mau mengadu
kekuatan tangan dengannya. Apa mau si pemuda kukuh tidak mau
melayani tantangan tadi, mereka kukuh pada pendapat masing-
masing."
Didalam kehabisan akal, si kakek kerdil menggerakkan
tangannnya dan berkata :
„Baik, kau tidak mau bergerak, aku akan mulai memukulmu
terlebih dahulu. "
Pang……., pang……., pang……., pang……., beberapa kali s i Kakek
kedil telah menggampar kedua belah pipi T o It Peng.
Selesa i s i Kakek menghentikan gamparannya tadi, ini merupakan
suatu bukti betapa cepat dan gesitnya gerakan si Kakek kerdil ini,
To It Peng bengong, tidak mengerti mengapa si Kakek kerdil ini
dapat menampar pipinya yang jauh lebih tinggi bebrapa kaki?
„Kau tida mau menggerakkan tangan memukul ?” bentak si
Kakek kerdil itu.
„Baik" kata To It Peng yang segera memukul kedepan dengan
telapak tangan. Dengan tepat pukulan tadi mengenai dada s i Kakek
kerdil!
„Hayo" kata To It Peng „Telah kau rasakan kelihayanku?"
Kakek kerdil itu tertawa cengar tiengir, tidak dirasakan akan
adanya pukulan yang mangenai dada.
To It Peng melengak, masakan pukulan tadi tidak membawa hasil
? Maka niatannya menarik pulang telapak tangan untuk menambah
kekuatan, pikirnya pukulan tangan tadi masih kurang keras.
To It Peng menarik pulang tangannya, tetapi ia berteriak aneh.
„Mengapa kau berteriak?" tanya sikakek.
To It Peng tidak sempat memberi jawaban. T ernyata tangannya
telah 'lengket' pada dada sikakek kerdil, ia tidak berhasil menarik
pulang Iagi. Sesuatu daya sedot telah memaksanya tak mau lepas.
Beberapa kali To It Peng mengerahkan tenaga, tetap tidak
berhasil, terjadilah tangan lengket.
„Eh, mangapa kau memasang telapak tanganmu di dadaku?"
tanya kakek kerdii itu tertawa.
To It Peng masih berkutet, berusaha melepaskan tangan yang
lengket pada dada orang itu. la bungkam rneringis.
„Pemuda ingusan" kata si Kakek kerdil. „Menurut hematku, lebih
baik menggunakan pisau menguliti tanganmu, biar tanganmu bisa
terlepas"
„Setelah dikuliti dengan pisau, memang tanganku memang dapat
lepas?" kata To It Peng.
„Hanya setelah itu aku tidak dapat menggunakan tanganku lagi
bukan ?"
„Lalu apa yang harus kulakukan bila tidak boleh menguliti
tanganmu yang lengket rapat ini?" tanya si Kakek menggoda.
„Aku ……. Aku …….."
„Biar kukuliti saja" kata si Kakek kerdil itu dengan mengeluarkan
pisau yang sangat tajam.
„Jangan ….." To It Peng berteriak.
„Bagaimana aku dapat bergerak bebas, bila harus membawa-
bawa dirimu?" kata si kakek kerdil. „Siapa yang kasih ijin
menempelkan tanganmu disini?"
„Penasaran……. Penasaran……." Teriak To It Peng.
„Bila bukan dadamu yang mempunyai daya sedot, bagaimana
telapak tanganku dapat memnempel tidak bisa lepas?"
Kakek kerdil itu tertawa, „Nah ilmu kepandaian siapakah yang
lebih tinggi diantara kita berdua?" si kakek bertanya.
To It Peng mengasah otak tumpulnya sebentar, maka iapun
mengerti akan maksud tujuan Kakek kerdil itu, katanya :
„Dilihat dari keadaan seperti ini, karena dadamu mengeluarkan
semacam daya sedot yang melengketkan telapak tanganku.
Tentunya ilmu kepandaianmu berada diatasku. Tetapi hidungmu
telah kujotos bengkok bukan? Maka dengan memperhitungkan
keseluruhannya, ternyata ilmu kepandaian kita adalah setali tiga
uang, jadi masih seimbang!"
Maksud tujuan dari si Kakek kerdil yang memasukkan hidungnya
hidungnya kedalam isi daging ialah memancing dagelan buah
tertawaan orang, menggelikan dan menggirangkan To it Peng,
mana tahu, karena inilah dirinya dinyatakan kalah setingkat.
Putusan To It Peng ialah 'Setali tiga uang, sama kuat' atas
kekalahannya yang tidak berhasil me lapaskan telapak tangan dari
sedotan tenaga dalam si kakek kerdil.
Sungguh keterlaluan!
Maka, kakek kerdil itupun menyengir kuda.
„Baiklah." !apun dapat menyetujui putusan 'Setali tiga uang,
sama kuat'nya To It Peng. „Ternyata kita sama kuat, bukan ? Sudah
seharusnya mengikat tali persaudaraan, aku lebih tua darimu,
istilkah panggilan yang akan kugunakan ialah 'Adik dungu'."
„Boleh juga." To It Peng tidak, menyatakan keberatan atas
panggilan 'Adik dungu' itu „Aku akan memanggi!lmu 'engkoh
pendek'."
Dua manusia aneh ajaib rnengikat tali persaudaraan, mereka
bersumpah untuk mengecap kesenangan bersama, menanggung
derita berdua. Yang satu mambahasakan 'Adik dungu' kepada
saudara mudanya, dan yang lain memanggil 'engkoh pendek'
kepada saudara tuanya.
Dikatakan aneh bin ajaib karena dua manusia itu tidak
membutuhkan nama sama sekali, dikatakan nama itu hanya sebagai
ernbel2 hidup, mudah untuk menggantikannya, bukan ?
Setelah memanggil 'Adik dungu' sebagai permulaan kata, kakek-
kerdil itupun bertanya :
„Apa kerjamu ditempat ini ? "
„Aku sedang mengejar seseorang…… Eh, bukan……dua orang."
kata To It Peng.
„Telah Iama aku menetap diatas pohon." kata sikakek kerdil.
Setiap orang yang lewat tidak Iepas dari mataku, orang macam
apakah yang kau ingin temukan ?"
To It Peng rnenarik napas panjang, tiba2 saja wajahnya merah
membara.
„Mengapa kau maIu2 " Sikakek pendek mengajukan pertanyaan.
„Engkoh pendek," kata To It Peng. „Tidaklah kau tahu, bahwa
orang yang kucari itu adalah……. Seorang…….wanita ntuda cantik."
„Seorang wanita rnuda cantik ?" Sikakek pendek mengerutkan
alis, „T idak ada wanita muda yang lewat ketempat ini, kecuali orang
yang berjalan sama-sama dengan anak perunyusnya „Siang-koan
Cie."
„Betul….. Betul….." To It Peng berseru girang. „Dialah yang
kucari."
Sikakek kerdil mempunyai wajah yang tidak ada kesukaran dunia,
ini waktu menatap To It Peng tajam, dengan sungguh2 bertanya :
„Wanita muda yang berjalan bersama-sama Siang-Koan Bu-ceng
itu?"
„Betul"
„Tahukah tentang asal usulnya ?" Sikakek kerdil menanya.
To It Peng menganggukkan kepala.
„Kukira kau belum tahu jelas?" Sikakek kerdil menggoyangkan
kepalanya.
„Mergapa tidak tahu jelas?" To It Peng mendongakkan kepala.
„Namanya Kat Siauw Hoan, putri dari Kat Sam Nio almarhum. Istri
lepas dari ketua Seng-po-chung. Dia….. Dia sangat baik sekali
kepadaku"
„Oh, adik dungu" Sikakek menghela napas. .Kukira kau berpura-
pura tolol, tidak tahunya betul2 tolol."
„Dia……… Dia baik sekali kepadaku." kata To It Peng.
„Dia baik kepadamu ?" menegaskan sang 'engkoh pendek'.
„Mengapa tidak melakukan perjalanan bersama dirimu?, tapi
memilih siperunyus Siang-koan Bu-ceng ?"
„Akupun tidak habis mengerti, dengan alasan apa ia mau
mengadakan perjalanan bersama sama dengannya ?" To It Peng
menarik napas panjang, ia sangat sedih sekali.
„Otak udang Sikakek memaki. Wanita manakah yang
memandang kebawah? Gadis manakah yang tidak suka wajah
tampan rupawan? Dengan wajah dan sifat2 yang kau miliki, tak
usah kau mengimpi untuk dapat mengawani wanita muda itu, tahu
?"
„Mengimpi?" Seekor lalat yang lagi terbang hampir2 masuk
kedalam mulut To It Peng.
„Bagaimana tidak? Perbedaan diantara kalian terlalu jauh, tahu ?"
„Aku tidak bermimpi ….. Aku tidak bermimpi ….. kata To It Peng.
„Dia….. Dia ….. telah"
„Eh, adik dungu" kata sikakek kerdil. Seharusnya aku diam2 saja
ditangkai pohon, aku sering memikirkan sesuatu yang sulit untuk
dipecahkan. Tiba-tiba kau nyangkut tidak jauh dariku, sifat2mu
amat lucu dan hatiku menjadi terbuka dan gembiira. Ingin aku
memberi suatu hadiah kepadamu, maukah kau menerima
pemberianku ?"
„Benda apakah yang akan kau hadiahkan kepadaku?” kata To It
Peng.
Bagaimana aku harus membalas tanda perkenalanmu itu ?"
„Ulurkan tanganmu." Perintah sikakek kerdil.
To It Peng mengulurkan tangannya. Maka ............
“Krincing” Tiba2 saja pada lima jari tangannya telah bertambah
dengan kuku2 besi, kuku2 besi ini adalah hadiah pemberian sikakek
kerdil yang memasang pada kelima jari siadik dungunya.
„Hei, permainan apakah ini ?" tanya To It Peng. „Lekas lepaskan
lagi."
„Goblok!" Maki sang kakek kerdil. „Mana kau tahu khasiatnya
kuku besi 'Cakar bebek' ini ? Setiap orang yang mengenal tanda
kenamaanku akan memberi salut padamu, tak berani rnereka
mengganggu, tahu ?"
„Bila ketemu dengan orang yang tak mengenalnya?"
„Kau dapat manggunakannya sebagai senjata untuk melawan
mereka, bukan?"
To It Peng berpikir sebantar, ia menganggukkan kepala dan
berkata :
“Betul juga. Tapi……. Tapi……. bagaimana bila aku kurang hati2
dan melukai diri sendiri ?"
„Putar balik telapak tanganmu !" sikakek kerdil memberi perintah.
To It Peng membalikkan telapak tangannya, maka………..krincing
……… kuku besi itu menukik sehingga menutup, sama rata dengan
jari.
Diputarnya balik kembali………krincing……….. kuku2 besi yang
dikatakan sebagai kuku besi 'Cakar bebek' 'tupun berdiri kembali.
„Engko pendek, kau baik sekali." To It Peng berseru girang. „Aku
berterima kasih danganmu. Dengan adanya senjata ini, aku akan
menempur ke-4 jago Ngo-bie-pay itu."
Sikakek kerdil berkata:
„Hai, perkenalan kita cukup lama. Siapakah manusia yang
menjadi ayahmu?"
To It Peng memberi jawaban :
„Si Golok Emas Tanpa Tandingan Kim to Bu tie To Tong Sin
adalah namanya."
„Hei!" Sikakek pendek berteriak. „Sekali lagi kau ulang nama
panjangnya tadi."
„Ha, ha ….." To It Peng tertawa. „ Tentunya kau kenal dangan
beliau, bukan ? Beliau adalah salah satu dari tiga jago,dari daerah
Liauw-tong."
„Kukira pernah mendengar namanya." kata sikakek kerdil. „To
Tong Sin mati dibawah tangan 4 jago Ngo-bie-pay ?"
„Pie-lie Sian-cu telah mengakui akan kedosaannya."
„Kukira kau harus menge-chek dengan jelas keterangan ini," kata
sikakek kerdil. „Segala sesuatu harus diusut dengan jelas, sebelum
diberi putusan yang merugikan nama baik seseorang."
„Mungkin kau telah tahu siapa yang telah membunuh ayahku ?"
Sikakek kerdil menggoyangkan kepala dan berkata : „Adik dungu,
sampai disini saja pertemuan kita. Aku segera meninggalkanmu.
Baik2 kau membawa diri…….”
Badannya melesat dan lenyap.
To It Peng menggerutu „Kulihat engkoh pendekku inipun
termasuk salah satu jago kelas satu."
Tidurnya To It Peng telah batal, la mempermainkan kuku2 besi
pemberian sikakek pendek.
Taringat akan Kat Siauw Hoan, segera ia membalikkan tangannya
sedemikian rupa, dan kuku2 besi itupun masuk kedalam. Cara
pemasangan sikakek kerdil dan konstruksi kuku2 'Cakar bebek' inim
istimewa tdak menggangu bagi sipemakai.
To It Peng melanjutkan perjalanan!
7 lie kemudian, didepan sipemuda bergumul banyak orang, lebih
dari 10 tokoh2 silat sedang mengepung tiga orang yang bersenjata
pedang, hebat sekali pernainan pedang mereka, dengan berjumlah
kecil belum ada tanda2 yang menyatakan mareka mana dipihak
yang kalah dan mana dipihak yang menang.
To It Peng memandang sebentar, iamerase keadilan telah diinjak
injak, masakan belasan orang melawan beberapa orang? Tidak
perduli siapa yang dikeroyok, untuk menegakkan keadilan dan
kebenaran, ia segera maju membentak :
„Berhenti ! Hentikan pertempuran ini."
Tenaga dalam To It Peng telah mengalam i kemajuan pesat,
suara bentakan tadi mengumandang keras, bagi kedua fihak yang
sedang bertempur dianggap jago kelas istimewa, masing2 dengan
segera memisahkan diri, mereka menghentikan pertempuran
segera.
Tiga orang yang menyisihkan diri kearah kiri, belasan orang
berpihak kekanan.
Lebih banyak kesenangan menoleh kekanan, To It Peng
menggunakan matanya mengawasi kearah mereka,
Disana lelaki wanita, yang jangkung, yang pendek, yang kurus,
dan beraneka macam corak potongan tubuhnya.
Setelah itu, ia mengalihkan pandangan matanya kekiri, disini
terdapat tiga orang menggunakan pedang, ketiganya inilah yang
dikeroyok.
Aaaaa …………Cu Hun Hui-Liong Kiam-khek dan Pie-lie Sian-cu,
Maksud To It Peng menghentikan pertempuran ialah menolong
ketiga orang tersebut dari kesukaran dikepung dan dikeroyok, dilihat
tiga orang ini adalah musuhnya, iapun menyesal.
Jago wanita Pie-lie Sian-cu menggerakan pedang, maksudnya
rnenyelesaikan s ipemuda yang telah berulang kali mengganggu.
Ketua Ngo-bie-pay Thian-sim Siang-jin membentur sikut sang
sumoay, mulutnya menjebik kearah kuku besi 'Cakar bebek' dikelima
jari To It Peng. Maksudnya agar adik seperguruan ini jangan
berlaiku ce-roboh.
Wajah Pie-lie Sian-cu berubah, ia menyurungkan niatnya !
Belasan orang itu telah berserikat, mereka mengurung To It Peng
dipusat lingkaran, jelas sekali maksud ini bahwa mereka siap
menggolongkannya kadalam arena pertempuran.
To It Peng memandang kearah belasan orang itu lagi, salah satu
diantaranya ialah siorang tua yang beralis panjang, sipemuda
memberi hormat berkata:
„Selamat bertemu atas perkenalan kita yang pertarna."
Wajah belasan orang, termasuk siorang tua beralis panjang ini
galak dan menunjukkan kemarahan, dikala To It Peng mengangkat
kedua tangannya, samar2 terlihat kuku besi 'Cakar bebek' pada
kelima jarinya, wajah orang2 itupun berubah segera.
„Selamat bertemu." kata orang tua beralis panjang yang ternyata
dialah yang jadi pemimpin dari rombongannya. „Bagaimanakah
kedatangan saudara?"
„Kalian sedang bertarung, bukan?" tanya To It Peng.
Hanya ucapan ini yang dapat To It Peng keluarkan, maksudnya
ialah mencari hubungan baik.
„Betul." Orang tua beralis panjang itu memberikan jawaban
hormat. „Kami dan kawan2 berjumlah 14 orang, mempunyai
permusuhan yang tidak mudah diselesa ikan dengan para jago Ngo-
bie-pay, setelah bertemu ditempat ini, mudah untuk dibayangkan,
seharusnya kami menyelesaikan permusuhan itu, bukan?"
„Sudah selayaknya." kata To It Peng. „Akupun mempunyai
dendam kesumat dengan mereka, perlu diketahui bahwa ayahku
terbunuh ditangannya.”
To It Peng menunjuk kearah Pie-lie Sian-cu.
Thian-sim Siang-jin, Cu Hun Hui-liong Kiam-khek dan Pie-lie Slan-
cu mengeluarkan suara dengusan dihidung mereka, suatu tanda
bahwa mereka tidak menyetujui keterangan sipemuda.
14 orang menunjukkan wajah girang, teristimewa siorang tua
beralis panjang, ia menyipitkan matanya, ternyata kedua mata ini
tidak sama, satu besar dan sebelah lainnya agak kecil.
„Ooooo……" Ia berkata : "Diantara kita ternyata mempunyai
persamaan pendapat dan kedudukan posisi bukan?"
"Musuh Ngo-bie-pay ?"
"Betul. Maka kami dengan 14 orang kawan2 segera
membereskannya. Ada Iebih, baik saudara menonton dipinggiran
saja." kata siorang tua beralis panjang dengan mata sipit sebelah
itu.
Dari kuku2 besi 'Cakar bebek' diketahui backing sipemuda terlalu
hebat dan kuat, tidak berani ia mengusik-usiknya, ilmu kepandaian
mereka cukup untuk menundukkan Thian-sim Siang-jin bertiga,
maka kata2 di-ucapkan seperti diatas.
„Ng……. Ng……" To It Peng memperdengarkan suaranya. „Kukira
……. Kukira …… perlakuan kalian dengan cara pengroyokan ini
kurang adil."
Orang tua itu mengkerutkan alisnya. Dari mana, muntiyul
pemuda semrawut ini ? Mengapa tidak keruan macam ? Bila saja
berani ia memberi pertanggungan jawaban kepada si Pemilik kuku
besi 'Cakar bebek', tentu To It Peng sudah ditendang pergi Hal ini
membawa risiko besar, buntut perkara tentu akan menjadi panjang,
ia tidak mempunyai keberanian itu.
„Apa yang saudara kemukakan memang harus diperhatikan."
kata orang tua beralis panjang itu, „Hanya kami ditakdirkan
berkawan 14 orang, para saudara dan saudariku ini belum pernah
berpisah, menghadapi ratusan orangpun tidak gentar, dengan
kekuatan kami yang berjumlah 14 orang ini, melawan mereka. Maka
kebiasaan ini tak dapat dirubah, kami adalah mempunyai tali
persaudaraan kompak yang tak mungkin dipisah-pisah, tak mungkin
dipecah-belah."
Arti dari kata2 pemimpin 14 orang itu ialah tidak melakukan
pengeroyokan, tetapi menonjolkan kekompakannya!
Menonjolkan kekompakan sesuatu organisasi adalah baik,
menonjolkan kerukunaln keluarga tidak dapat dicela, maksudnya
ialah menarik simpati To It Peng yang diduga keras sabagai kurir
sipemilik kuku besi ‘Cakar bebek'.
Isi otak To lt Peng memang terlalu rapat, kurang olie pelumas
untuk mengencerkannya, didalan hal pengeroyokan dan
kekompakan seseorang, ia kalah debat.
„Ng…….." Demikian terdengar suaa To It Peng yang berdengung.
„Kukira kau dan kawanmu rnempunyai alasan kuat."
Setelah itu, iapun berjalan pergi rneninggalkan lapangan.
Orang tua beralis panyang dan kawan2nia mengambil sikap
mengurung, segera mereka memberi jalan agar sipemuda
meninggalkan arena pertempuran.
Tidak jauh To It Peng berjalan, terdengar suara Pie-lie Sian-cu
yang mencemohkan dirinya
„Hm Seperti apa yanq telah kuduga. Kau bukanlah manusia baik,
ternyata dugaanku tidak salah. Kau adalah salah satu komploton
dari para siluman dari daerah Thian-kang Cip-hiat."
To It Peng menghentikan Iangkahnya segera !
Bila To It Peng bukan dilahirkan didaerah Thian-kang Cip-hiat,
besar kemungkinannya tidak mengenal siapa2 para silumnn dari
Tiang-kang Cit-hiat itu, Mereka adalah para manusia malas yang
mau hidup mewah, kerjanya ialah menjagal dan menbegal, penipu
dan pembunuh, walau dengan dalih membela kebenaran den
keadalan, tetap langkah2 mereka itu tidak dapat dibenarkan.
To It Peng membalikkan badannya, dihampiri siorang tua beralis
panjang, ia menudingkan dengan jarinya kepada orang tua itu,
terdengar suara gemerencing dari kuku2 besi 'Cakar bebek'
„Hei……. " geramnya.
Orang tua beralis panjang itu adalah pemimpin dari 14 manusia
siluman dari daerah Thian-kang Cip-hiat, tak urung iapun mundur
selangkah mandapat tunjukan To It Peng tadi.
„Tentunya kau yang bernana Siluman Alis Panjang Tiang bie Lo
yauw?" kata To It Peng.
Orang tua beralis panjang Tiang bie Lo-yauw menganggukkan
kepala.
„Mata saudra sungguh tajam katanya. Aku adalah Dewa Alis
Panjang Tiang Bie Lo-sian"
Nama `Yauw' atau siluman adalah nama pernberian para tokoh
rimba parsilatan kepada 14 orang tadi. Hanya meraka tidak mau
menarima panggilan para siluman itu. Digantinya kata2 `Yauw'
dengan Sian' yang berarti `Dewa', la menyebut diri sendiri sabagai
Tiang bie Lo-sian yang berarti Dewa Alis Panjang.
Membenarkan dugaannia, To It Peng segera menyapu 14 orang
itu dengin sinar meta tajam. Ditunjuknya seorang laki2 kurus
bermata satu dan berkata :
„Kau….. Kau tentunya yang bernama Siluman Mata Satu Tok-bok
yauw"
Laki2 kurus yang ditunjuk menganggukkan kepala katanya :
„Benar, namaku adalah Dewa Mata Satu Tok Bok-sian."
„Tentunya kau yang bernama Siluman Pincang” kata To It Peng
kepada seorang brewok berkaki tunggal.
„Betul namaku Dewa Pincang."
„Kau Siluman Tangan Panjang."
„Betul namaku Dewa Tangan Panjang."
„Kau Siluman Kumis Kucing."
„Betul namaku Dewa Kumis Kucing."
Sebagian besar dari 14 siluman itu mempunyai ciri2 yang khas,
dan To It Peng dapat menebak kesemuanya dengan tepat satu
persatu.
Mereka adalah 14 siluman dari daerah Thian-kang Cip-hiat, hal ini
tidak perlu diragukan lagi.
To It Peng kurang pintar, kurang cerdas, hal ini tidak perlu
disangkal. Satu keistimewaannya yang boleh dipungut ialah dapat
membedakan kebenaran dan keadilan didalam arti kata2 se-jujur-
jujurnya.
Ngoo-bie-pay adalah satu dari beberapa partay besar yang
terkenal sebagai penegak hukum, didalam hal ini, belum tentu
setiap langkah dapat dibenarkan, namun pada garis besarnya,
haluan mereka itulah yang tepat.
Berlainan, dengan para siluman dari dierah Thian-kang Cip-hiat,
kadang2 mereka dapat melakukan kebaikan tetapi apa yang
menjadi tujuan dan garis penghidupan rnereka ini salah.
Golongan inilah yang disebut sebagai golongan sesat.
Memilih kebenaran dan keadilan, meninggalkan jalan sesat
adalah pedoman hidup bagi setiap pendekar yang berhati mulia, T o
it Peng adalah salah satu dari mereka yang bersendikan
'Hidup untuk keamanan dunia'. Salah satu dari tokohNgo-bie-pay,
yaitu Pie-lie Sian-cu mengaku telah membunuh ayahnya, dendam ini
tak dapat dipisah-pisahkan. To It Peng wajib memberi tuntutan. Dan
ia tidak dapat manyatukan diri dari para siluman dari daerah Thian-
kang Cip-hiat itu, hal inipun-sudah menjadi suatu kewajiban.
To It Peng mengalami kesulitan. Maksudnya ingin berpihak
kepada Ngo-bie-pay, hanya saja disana ada Pie-lie Sian-cu sedikit
gangguan.
To It Peng tidak mendengar percakapan diantara Thian-u Po-po
dan Ban Lo Lo, dilembah Can-cu kok dahulu, maka iapun tidak tahu
bahwa orang yong. membunuh ayahnya adalah komplotan ibu Kat
Siauw Hoan, yaitu Kat Sam Nio yang jahat.
Siluman Alis Panjang Tiang-bie Lo-yauw berpandangan luas,
segera ia dapat menduga ada sesuatu yang membingungkan
sipemuda, orang yang dianggap salah satu dari beberapa kurir
sipemilik kuku besi 'Cakar bebek`. Mereka tidak takut kepada To It
Peng yang telah mempunyai ilmu kepandaian pada batas2 tertentu
didalam hal ini dapat dibuktikan dengan beraninya mereka melawan
3 jago Ngo-bie-pay. Yang ditakuti ialah sipemilik 'Cakar bebek' itu
yang terkenal mau menang sendiri, membela golongannya dengan
tidak mempedulikan kesalahan dipihak s iapa.
Maksud Siluman Alis Panjang adalah menghindari diri dari
bentrokan dengan To It Peng. Terdengan ia berkata :
„Kukira maksud saudara tidak guna turut mengeroyok tiga orang
itu bukan?"
„ Betul!....... lain dari pada itu adalah ……." Siliuman Alis Panjang
tidak menunggu To It Peng menyelesaikan kata-katanya, iapun
memberi aba-aba cepat :
„Siap!"
Dengan mengepalai para kawan2-nya yang berjumlah besar,
Siluman Alis Panjang mengurung Thian-sim Siang-jin bertiga.
Setelah itu ……. sret …… ia mengeluarkan senjatanya berupa
prima dan mulai mengadakan serangan. Gerakan Siluman Rambut
Panjang disusul oleh kawan2-nya, belasan macam senjata yang
tidak sama meluruk kearah Thian-sim Siang-jin. Pie-lie Sian-cu dan
Cu Hun Hui-liong Kiam-khek.
To It Peng terasing keluar dari gelanggang pertempuran!
Ketiga jago Ngo-bie-pay telah siap, maka pedang merekapun
bergerak cepat, menangkis setiap senjata yang datang menyerang
datang.
Suara beradunya senjata diselingi oleh aba2 Siluman Alis
Panjang, kadang2 terdengar juga suara geraman Thian-sim Siang-
jin.
Semakin lama, semakin terasa ketidak adilan pertempuran yang
tak seimbang. To It Peng berteriak:
„Berhenti!...... Berhenti!...... hayo lekas hentikan pertempuran
ini."
Teriakannya tidak mendapat sambutan, ketiga jago Ngo-bie-pay
mulai terdesak, tidak mempunyai kesempatan menghentikan. Bagi
ke 14 Siluman dari daerah Thian-kang Cip-hiat, mereka harus
menyelesaikan pertempuran dengan segera.
To It Peng berteriak keras :
„Siluman Alis Panjang Tiang-bie Lo-yauw, kuperintahkan kau
berhenti, mengapa tidak dengar perintah? "
Senjata prima Tiang-bie Lo-yauw selalu mengarah jalan darah
maut Thian-sim Siang-jin dengan gencar, mendengar namanya
disebut langsung, mau tidak mau ia harus memberi jawaban :
„Saudara mempunyai dendam kepada tiga orang ini bukan?
Mengapa tidak turut memberi hajaran kepada mereka dan berteriak-
teriak menghentikan pertempuran?"
Hati T o It Peng tergerak, cepat ia berteriak :
„Aku segera menuntut balas, makanya segera kalian enyah"
Tiang-bie Lo-yauw bertanya :
„Cukup kuatkah saudara seorang diri menghadapi mereka?"
To it Peng berkata :
„Mengapa tidak? aku adalah jago kelas satu"
Orang yang ber-uang tidak akan perhatikan uang itu, bagi
seseorang yang betul2 jago kelas satu tentu tidak berani
mengatakan hal tersebut. Apa yang To It Peng katakan membuat si
Siluman Alis Panjang tertegun.
Setelah menimang-nimang untung ruginya, dari pada
membiarkan pemuda ini berkoar tidak henti-henti, mengganggu
ketenangan bertempur, ada lebih baik membiarkannya melawan tiga
jago Ngo-bie-pay. Dengan jumlah mereka yang besar tak mungkin
mereka melarikan diri.
Siluman Alis Panjang mengeluarkan siulan panjang, senjata
primanya dan mundur dari gelanggang pertempuran, inilah aba-aba
untuk mundur!
14 Siluman Thian-kang Cip-hiat membuat satu lingkaran diluar
arena tadi.
„silahkan saudara mulai me lawan mereka" kata Siluman Alis
Panjang kepada To It Peng.
Dasar To It Peng pendek pikirannya, iapun tahu bahwa untuk
menghadapi Pie-lie Sian-cu seorang belum tentu menang, apalagi
ditambah dengan Thian-sim Siang-jin dan Cu Hun Hui-liong Kiam-
khek, mungkinkah ia berhasil?
---ood0woo---

BAGIAN 24
TO IT PENG ‘JAGO KELAS SATU’ YANG TIDAK DAPAT
MENGGUNAKAN ILMU KEPANDAIAN DAN TENAGA
KEKUATANNYA

TIGA JAGO Neyo-bie-pay berhadapan dengan To It Peng.


Sipemuda rnengeluarkan kepalan dan menjotos.
Thian-sim Siang-jin, Cu Hun Hui-liong Kiam-khek dan Pie-lie Sian-
cu melintangkan pedang mereka rnembuat jaring pertahanan kuat,
bila To It Peng tidak membatalkan serangannya, pasti c'elaka!
To It Peng terkejut, tiepat serangannia disusutkan kembali,
beruntung tenaga dalamnya hebat, walaupun dilakukan secara
paksa, ia berhasil menghindari bentrokan itu. Telapak tangannya
terbuka dan suara kuku besi itu gemerincing keras.
Thian-sim Siang-jin dan Cu Hun Hui-liong pernah berkenalan
dengan To It Peng digunung mereka, kala itu sipemuda tidak
mempunyai kepandaian yang berarti, mereka terkejut atas
kemajuannya yang hebat dan pesat.
Thian-sim Siang-jin memindahkan pedang ketangan kiri, ia
berkata :
„Saudara To apakah hubunganmu dengan pemilik kuku besi
‘Cakar Bebek’?"
„kuku besi ‘Cakar Bebek’?"
„Betul" T hian-sim Siang-jiyn menganggukkan kepalanya.
„Orang yang memiliki kuku-kuku besi pada kelima jarimu itu yang
kumaksudkan"
To It Peng berkata bangga :
„Diakah yang kau maksudkan? Dia adalah kawan baruku. Kami
telah mengangkat saudara, aku memanggil engkoh pendek
kepadanya."
Apa yang To It Peng kemukakan adalah keadaan yang
sibenarnya, hanya saja hal ini agak kurang masuk diakal. Kakek
kerdil yang menghadiahkan kuku besi 'Cakar bebek' itu adalah
seorang tokoh disegani yang belum pernah menampilkan dirinya
dimuka rimba persilatan, masakan seorang tokoh istimewa mau
mengangkat saudara dengan pemuda dungu?
Thian-sim Siang-jin lebih percaya akan keteranqan To It Peng
bila pemuda ini rnenyebut sipemilik kuku besi `Cakar bebek' sebagai
majikan atau tingkatan tua dari salah satu familinya.
Apa mau jawaban yang didapat bukanlah menurut ukuran
pikirannya!
Didalam hal ini bukan saja Thian-sim Siang-jin bertiga tidak
percaya, ke-14 siluman dari daerah Tiang-kang Cip-hiat yang turut
mendengar saling gosok kuping, tidak satupun diantara mereka
mempercayai akan kebenaran keterangan To It Peng itu.
Thian-sim Siang-jin maklum betapa dungunya pemuda yang
berani mengacau gunung Ngo-bie-pay ini.
„Bukan" To It Peng membentak „Ia memanggilku adik dungu"
Thian-sim Sing-jin mengerutkan alisnya’
„Kalian telah mengangkat saudara hanya keterangan ini yang kau
berikan, tentu sudah mendapat kepercayaan" katanya. „Mengingat
tidak ada dosa-dosa padamu, lekaslah kau pergi dari tempat ini."
Siluman alis panjang berseru celaka, maksudnya kesempatan
untuk mengadu domba akan batal, bila pemuda lucu itu mengikuti
nasihat dan pergi meninggalkan tempat dimana mereka berada.
Harapannya ialah Thian-sim Siang-jin bertiga melukai atau
membunuhnya, dan tentu sipemilik kuku besi ‘Cakar Bebek’ tidak
mau mengerti, maka akan panjanglah buntut dari perkara ini.
Sebelum Siluman Alis Panjang dapat cara untuk meruskan usaha,
terdengar suara To It Peng berkata :
„Mana boleh? Kecuali kau mau menyerahkan Nenek keriput ini
padaku. Biar kubawa dirinya kedaerah Koan-gwa, disana kubunuh
dirinya membayar jiwa ayahku dialam baka."
Hati T hian-sim Siang-jin mangkel dan geli, katanya :
„Agaknya kau ingin mengadakan dagelan ditempat i ni?"
“Eh, dia sendiri telah mangaku atas segala dosanya, bukan ?"
Teriak To It Peng.
„Saudara To, kematian ayahmu menyangkut rahasia rimba
persilatan, bukanlah sumoayku yang membunuhnya." Thian-sim
Siang-jin memberi keterangan dengan sabar.
„Diatas gunung, kaupun turut dengar akan pengakuannya,
bukan? Mengapa'masih mencoba membela?" To It Peng tidak puas.
Sifat Pie-lie Sian-cu sangat pemarah, pedangnya digerakan dan
membentak :
„Membela bapakmu yang telah mati itu."
Mendapat seranqan mendadak, To It Peng kaget, tepat ia
mundur kebelakang, hanya gerakannya kurang cepat, maka
sebentar lagi, kelima jarinya akan terpapas oleh tajamnya pedang.
Thian-sim Siang-jin telah memindah padang ke tangan kiri, maka
tangan kanannya bebas bergerak, melihat suasana seperti itu, ia
bergerak, mecengkeram baju sang sumoay yang segera ditarik
mundur.
Maka bebaslah bahaya yang mengancam kelima jari, To It Peng!
Reaksi T o It Peng didelam ilmu s ilat lambat lamban, hal ini bukan
berarti tidak ada sama sekali, tangannya bergerak mencakar, maka
kuku2 besi itu bergerak mencakar, hasilnya lumayan, sebagian baju
Pie-lie Sian-cu tertarik, sobek.
Tihian-sim Siang-jin melepaskan pegangannia, membenarkan
kedudukan sang Sumoay.
Pie-lie Sian-cu berteriak :
„Suheng, kau tega membiarkan aku luka?"
Thian-sim Siang-jin telah memindahkan pedang ketangan kanan,
maka tubuhnya bergerak… ser…. Ser…. Ser…. ia mendesak To It
Peng.
Sipemuda terhuyung-huyung mundur kebelakang, serangan
Thian-sim Siang-jin luar biasa hebat, ia tidak bardaya.
Beberapa saat kemudian…. Seat…. Set…. Ser…. Terasa dingin,
To It Peng mengusap kepalanya dan sebagian besar rambutnya
telah lenyap telah lenyap terbang, kelimis botaklah kepala pemuda
kita, `jago nomor satu' ini.
Thian-sim Siang-jin marasa cukup memberi hajaran, ia
mengundurkan diri. Sangkanya To It Peng tahu diri dan pergi dari
tempat itu. Apa mau ia bertemu dengan seorang kepala batu.
Setelah mengusap kepalanya, bukan To It Peng mundur lari, ia
menubruk deagan bertariak kalap :
„Berani kau membela sumoaymu ? Hayo, ganti jiwa ayahku."
To It Peng telah menggerakkan kuku2 besi 'cakar bebek' nya,
sayang kurang pandai ia menggunakan senjata tersebut, Thian-sim
Sian-jin dapat menghindari dengan mudah.
Berulang kali T o It Peng menyerang, berulang kali pula T hian-sim
Siang-jin menghindari dari cakaran-cakaran itu, akhirnya ia naik
darah, pedang dikasih bekerja, terdengarlah desingan pedang dan
terlihat berkelebatnya sinar pedang, dan rambut To It Peng
dibuatnya beterbangan.
„Periksalah kepalamu !" perintah T hian-sim Siang-jin.
To It Peng mengusap kepalanya yang telah menjadi gundul
kelimis itu, ia cengar-cengir bengong …… entah apa yang harus
dilakukan olehnya?
Cu Hun Hui-liong Kiam-khek tertawa, katanya :
„Rambut yang hilang dapat tumbuh lagi, tetapi apa akibatnya bila
kepalamu turut terbang? Terpisah dari tempatnya?"
To It Peng meleletkan lidah dan melototkan matanya.
„Lekas kau pergi dari sini" demikian bentak Cu Hun Hui-liong
Kiam-khek.
Sebelum To It Peng mengambil keputusan, Thian-sim Siang-jin
telah menggerakkan kakinya, hanya dengan sekali sepakan saya
tubuh T o It Peng telah terpental.
Siluman Alis Panjang Tiang-bie Lo-yauw mengucapkan kata2
yang sifatnya membakar :
„Mengapa kau tidak undang saudara tuamu itu?"
Yang dimaksud dengan saudara tua To It Peng adalah si Kakek
kerdil dengan ciri khas kuku besi ‘Cakar Bebek’ yang istimewa.
Setelah itu ia memberi aba-aba.
„Mulai!"
Maka, ke-14 siluman dari daerah Tiang-kang Cip-hiap menurung
tiga jago Ngo-bie-pay. Mereka mengadu jiwa.
Belnsan macam senjata menghadapi tiga bilah pedang Ngo-bie-
pay, pertempuran ini hebat dan ramai.
To It Peng mangelus elus kepalanya yang telah tiada rambut, Ia
ngeloyor pergi dengan hati kecewa. Ternyata ilmu kepandaian 'jao
nomor satu'nya belum cukup kuat untuk menandingi Thian-sim
Siang-jin sekalian.
Tentu saja, biar bagaimana. Thian-sim Siang-jin adalah ketua
Ngo-bie-pay yang ternama. Didalam dunia persilatan ini, hanya ada
beberapa gelintirkah manusia yang sepertinya?
Marilah kita meninggalkan pertempuran ke 14 siluman dan 3 jago
Ngo-bie-pay dan mengikuti perjalanan To i t Peng.
Sipemuda berjalan dengan menundukkan kepaIa. la tiba disahlah
tepi sungai, dilihat bagaimana kepalania te lah tindak berambut lagi,
botak meletek sehingga memantulkan cahaya diair yang tenang.
Ia menghela napas panjang.
Tiba2 terdengar suara tertawa dietas kepala T o It Peng, dari atas
sebuah pohon melayang turun seorang kekek kerdil, inilah sang
tokoh yang mempunyai hobby bergelandangan diantara pohon dan
daun.
„Ha, ha,…… Kau di usir olehnya?" la bergurau.
To It Peng segera mengenali akan engkoh pendeknya, ia
mendelikkan mata.
„Hei, kau mencukur rambut menjadi hwesio " tanya iagi sikakek
kerdil.
Mendengar ejekan itu kemarahan To It Peng tak dapat
dikendalikan, maka kesalahan dijatuhkan kepada kakek kerdil
tersebut, bentaknya :
„Gara-gara kuku besi hadiah pemberianmu inilah aku menderita"
Si kakek kerdil tertawa geli.
„Apa arti kata2 mu tadi ?" Tanyanya.
„Kuku besimu tiada guna." kata To It Peng, „Thian-sim Siang-jin
menyabetkan pedangnya kekanan …… sret ..... melemparkan arah
pedang kekiri…… sret ..... maka Ienyaplah rambutku sedikit demi
sedikit, akhirnya menjadi …… seperti ini….. Kau lihat!" SambiI
meraba-raba gundulnya To It Peng menjelaskan.
Sikakek kerdil mengeluarkan suara dengusan :
„Hm……. Thian-sim Siang-jin ? Berani dia menghina dirimu ? Kau
telah kuaku adik, telah kau beritahukan kepadanya ?"
„Bagaimana tidak ?"
„Mari, kau kemari" kata sikakek kerdil. „Kuberi petunjuk satu
jurus ilmu silat simpanan, setelah itu kau boleh menemuinya lagi,
kutanggung kau dapat mencuci malumu dan merebut pedang
kurang ajarnya itu."
Rasa riangnya To It Peng pulih kembali, ia berjingkrak-jingkrak.
„Hei, mengapa kau tidak memberi beberapa jurus, agar aku
dapat mencukur seluruh bulu rambutnya"
Demikian To It Peng membayangkan telah bertemu dengan
Thian-sim Siang-jin.
Kakek kerdil mengoyangkan kepala berkata :
„Kukira tidak mudah, dia adalah seorang ketua partay ilmu
kepandaianmu masih terpaut jauh. Perhatikanlah dahulu petunjukku
ini."
la menggerak-gerakkan tangannya memberi contoh bagaimana
harus merebut pedang Thian-sim Siang-Jin dari tangan ketua partay
tersebut.
„Ilmuku ini diberi nama `Liong seng-kiu-cu' atau 'Naga
melahirkan sembilan putranya'." Sikakek kerdil memberi keterangan.
Terdiri dari sembilan perubahan yang akan menutup sembilan
penjuru angin (lebih satu dari delapan penjuru angin, nih !), kemana
lawan lari, ia -akan dapat kau gagalkan. Salah satu perubahan itu
cukup untuk merebut pedang Thian-sim Siang-jin.
Bila ia menyingkir kekiri, kau harus menggunakan perubaban ini
dan bila ia menyingkir kearah kanan, kau harus menggunakan
perubahan ini. Dia lompat tinggi, kau harus bergerak seperti ini, ia
merendahkan diri ketanah, kau harus bergerak seperti ini.
Setiap perubahan dipertunjukkannya dengan jelas, perlahan dan
banyak keterangan2 yang telah diperhitungkan masak2.
To It Peng memperhatikan dengan seksama, matanya semakin
besar, semakin melotot dan bingunglah ia akan perubahan2 yang
bereneka ragam itu.
„Telah kau fahami?" tanya sikakek setelah selesai memberi
gambar atas ilmu kepandain yang diturunkan kapada To It Peng.
To It Peng bengong, memandang dengan mata tiada berkedip, la
tidak memberi jawaban.
Kakek kerdil itu mengulang pelajarannya.
Mata To It Peng dirasakan berkunang-kunang, tak sanggup ia
mengikuti gerakan-gerakan engkoh pendeknya.
Sikakek mengulang pelajaran tersebut hingga 5 kali, masih juga
To It Peng melototkan mata tak mengerti. Setengah juruspun tidak
dapat difahami pelayyaran itu.
Sikakek kerdil paham bahwa pemuda dihadapannya kurang
berbakat, ia membawakan sikapnya yang sabar. Diulang lagi
pelajaran 'Liong seng-kiu-cu' itu hingga 20 kali.
Setelah disaksikan bagaimana To It Peng tidak dapat menerima
pelajarannya, ia manghela napas.
„Untuk mamahami pelajaran ini memang agak sukar." katanya.
„Cobalah kau tunyukkan beberapa bagian yang telah kau
pahami."
To It Peng manggoyengkan kepala berkata :
„Kukira tidak bisa."
„Adik dungu" kata sikakek kerdil, “belum pernah kutemukan ada
manusia yang labih dungu darimu."
To It Peng agak malu, perlahan ia bertanya : ,,Adakah pelajaran
yang lebih mudah dari ini?”
Sikekek manggoyang goyangkan kepala. ujarnya “Untuk
menghadap! Thian-sim Siang-jin dengan ilmu yang lebih mudah,
kukira tiada guna."
„Wah, ilmu kepandaian Than-sim Siang-jin itu tentunya lebih
hebat darimu, bukan?" Tanya To It Peng:
Pertanyaan ini tidak masuk kedalam kuping sikakek, ia sedang
termenung memikirkan cara2 untuk menghadapi Thian-sim Siang-
jin.
Beberapa saat kemudian, ia menepok kepala.
„Nah!" teriaknya. Kuatur begini saja, setelah bertemu dengan
Thian-sim Siang-jin, kau harus segera menantangnya seperti ini.
Hei, mari kita bertempur lagi. Dapatkah kau mengucapkan kata2
seperti ini ?"
„Tentu dapat." kata To It Peng
„Tentunya ia berkata 'Sudahlah, tiada guna kau menempurku'
kata sikakek kerdil menirukan logat Thian-sim Siang-jin.
„Maka, tidak menunggu ia menutup mulut, segera kau mekarkan
kuku2 besi pemberianku itu kearah pedang, pedang tersebut
dengan kuku, tak perlu kau takut, kuku besi tersebut cukup kuat,
setelah berhasil, kau harus sagera bergulingan ditanah
menjauhinya"
„Apa guna harus bergulingan ditanah ?" tanya To It Peng.
„Menambah kekuatan, tolol.” Sang saudara pendek agak gemas.
“Bila ia kurang hati2, tentunya pedang dapat kau bawa lari. Tetapi
bila tidak barhasil merebut pedang tersebut, mempergunakan
tenaga gulingan ditanah itu, kau harus segera melarikan diri, tahu !"
„Mana boleh." To It Peng tidak setuju. “Maksudnya merebut
pedang. Bahkan lebih dari itu, aku wajib menuntut balas, atas
kematian ayahku. Mengapa kau memberi pelajaran untuk melarikan
diri ?"
Maka tertawa getirlah kakek kerdil tersebut.
„Adik dungu" katanya, “kukira dendam ayahmu itu tidak mudah
terbalas. Ilmu kepandaian Thian-sim Siang-jin terlalu hebat
bagimu”.
Mendengar keterangan seperti ini, timbullah rasa sedihnya yang
tidak teritahankan Iagi. To It Peng menangis sedih, semakin lama
samakin keras, akhirnya ia menggerung-gerung seperti 'sapi'mau
disembelih.
Kakek kerdil berusaha menahan tangis To It Peng tentu saja ia
tidak berhasil. Lewat kuping kanan, dilempar pula kekuping kiri, To
It Peng akhirnya menutup kuping.
Sehingga kakek kerdil itu membentak keras, baru To It Peng
terlompat. la sangat keget.
„Dungu," maki sang saudara pendek. „manusia tidak guna."
„Aku memang tidak guna." kata To It Peng.
"Apa pula gunamu sebagai saudara tuaku ?"
„Dasar sial." Menggerundal sikakek kerdil „Entah nenek
moyangku yang mana berbuat dosa, maka kutukan Tuhan
dibebankan kepada diriku sehingga mengikat tali persaudaraan
dengan si dungu yang sepertimu, pemuda dungu, tolol dan goblok."
Mendapat makian seperti ini, To It Peng tidak puas, bantahnya :
„Bagus, Aku memang dungu, aku goblok, aku tolol. Mengapa
harus mengikat tali persaudaraan denganmu?" Didalam artinya
seolah-olah sang engkoh pendek itupun dungu, goblok dan tolol
pula.
Belum puas sampai disini, To It Peng menarik-narik kuku2 besi
pemberian sikakek kerdil untuk dicopot. Hanya ia tidak berhasil.
“Sudahlah," akhirnya sang engkoh mengalah. “Janganlah kau
terlalu mengumbar napsumu.”
To It Peng belum dapat mengerti kata2 engkoh pendek.
Sang kakek kerdil kewalahan, maka ia pun membentak :
„Hei, tak mau kau mendengar perintah? Biar kuberi hajaran"
„Hajarlah" To It Peng menyerahkan badannya. Ia menangis
menggerung-gerung kembali.
Rasa sayanq kakek kerdil kepada To It Peng keluar dari hati
sanubari yang setulusnya maka iapun berkata :
„Baiklah. Mari kukawani kau menemui T hian-sim Siaing-jin," To it
Peng melompat girang, ia menghentikan tangisannya.
„Nah, segera kuajak kesana." katanya.
“Jauhkah ?" kata si kakek kerdil.
„Tidak, hanya lewat beberapa tikungan."
„Aku akan membikin perhitungan atas perlakuannya terhadapmu.
Tetapi bukan kematian ayahmu. Kukira, ayahmu bukan mati
dibawah tangan Ngo-bie-pay." To It Peng mangusap botaknya.
„Aku…….."
„Hayo, kau beri Petunjuk jalan." kata kakek kerdil itu,
Mereka balik kembali, arah tujuannia ialah dimana terjadi
pertarungan kacau diantara 14 s iluman dari daerah Tiang-kang Cip-
hiat dan tiga jago Ngo-bie-pay.
Samar2 terdengar suara bentrokan senjata, si kakek kerdil berlari
menambah kecepatannya, bagaikan agin yang lewat …. To It Peng
kehilangan jejak engkoh pendeknya.
Suara bentrokkan-bentrokkan senjata tiba2 lenyap sirap, keadaan
menjadi sunyi sepi. Dan To It Peng telah tiba ditempat pertarungan,
dilihatnya ke-14 siluman masih lengkap …. komplit, hanya dua
diantaranya telah terluka. Tiga jago Ngo-bie-pay membelakangi
membuat suatu posisi, tempat segi tiga, hanya T hian-sim Siang-jin
yang masih terlihat gagah, Cu Hun Hui-Liong Kiam-khek dan Pie-lie
Sian-cu telah mendapat luka dibeberapa bagian tubuhnya.
Akhir pertarunga dapat dikatakan berimbang, karena jumlah para
siluman lebih banyak maka tenaga, maka tenaga tiga jago Ngo-bie-
pay terkuras lebih cepat, tidak mempunyai kesempatan untuk
beristirahat ataupun mengempos tenaga barunya.
Si kakek kerdil telah menghadapi T hian-sim Siang-jin, maksudnya
ingin memberi ketegasan tentang bagaimana duduk perkara yang
telah terjadi diantara ketua Ngo-bie-pay itu dengan adik angkatnya.
Ke-14 siluman dari daerah Thian-kang Cip-hiat telah mundur,
mereka berdiri belasan pal dari tokoh aneh itu, diwajah mereka
masing2 terlihat tanda2 yang menunjukkan kekhawatiran serta
ketakutan.
Kakek pendek mengangguk-anggukan kepalanya, dan segera
berkata:
„Kalian segera berhenti berselisih? ….. Bagus….. Bagus….. suatu
tanda bahwa mereka belum lupa akan keberadaanku, mereka
memberi muka kepadaku. Kalian para siluman, lekas menjauhkan
diri"
Ke-14 siluman dari daerah Thian-kang Cit-hiat adalah jago-jago
daerah yang telah lama malang melintang didalam rimba persilatan,
dibawah pimpinan Siluman Alis Panjang T iang-bie Lo-yauw, tak ada
yang berani mengganggu dan mengusiknya, karena ilmu
kepandaian mereka rata2 tinggi …. Maka mereka tak segan2
berhadapan dengan ke-3 jago dari Ngo-bie-pay.
Hanya saja mereka segan terhadap si kakek kerdil yang terkenal
dengan kuku besi ‘Cakar Bebek’ nya yang sangat istimewa ini.
Mendengar perintah itu, mereka satu persatu memberi hormat
dan menjauhkan diri.
„Perintahmu, siorang tua mana mungkin kami bantah." demikian
kata Siluman Alis pinjang. „Kini segera menjauhkan diri"
Dipandangnya kawan2 silumannya dan berkata : „Mari, kawan2,
kita laksanan perintah beliau"
Setelah jarak ke-14 siluman itu cukup jauh, baru kakek kerdil
menghadapi tiga jago Ngo-bie-pay.
„Tga saudara dari Ngo-bie-pay betulkah keterangan anak muda
ini yang mangatakan bahwa kalian yang membunuh mati ayahnya?"
Diantara katiga jago itu, sifatnya Pie-lie Sian-cu paing cepat
marah, ayah To It Peng, si Golok Emas Tanpa Tandingan Kim-to Bu-
tie To Tong Sin mempunyai hubungan baik dengannya, kamatian
jago itupun bertalian keras, segera ia naik darah, dan membentak :
„Hubungan apakah dengan dirimu?"
Sikakek kerdil tartawa berkakakkan, katanya:
„Ha ha,….. seharusnya tiada hubungan dengaku. Tetapi
ketahuilah bahwa anak muda ini telah mengikat tali parsaudaraan
denganku, setelah kalian membunuh ayahnya, mungkinkah aku
berpeluk tangan?"
Thian-sim Siang-jin, Cu Hun Hui-liong Kiam-khek, tiga orang
saling pandang. Dikala To It Pang partana kali muncul dihadapan
mereka yang sedang dikeroyok oleh 14 silumanan dari daerah
Thian-kang Cit-hiat, pemuda itu pernah mengatakan bahwa
sipemilik kuku besi 'Cakar bebek’ adalah orang yang dianggap
Saudara tua hal ini tentu tidak masuk akal. maka tidak percaya.
Munculnya sikakek kerdil sacara mendadak segera mengejutkan
ke-14 siluman dari daerah Tiang-kang Cit-hiat yang masih kenal
dengan siapa adanya manusia aneh ini maka pertempuran segera
terhenti.
Disusul dengan ketarangan yang seperti tadi, tidak dapat
disangkal bahwa To It Peng teldah mengikat tali persaudaraan
dengannya.
Sajarah tokoh silat ini penuh keanehan, masa mudanya penuh
dengan kejadian2 yang tidak masuk diakal lagi, hanya terlebih tidak
masuk diakal lagi ialah masakan seorang tua yang telah mendekati
liang kubur dapat mengangkat saudara dengan anak beIasan tahun
? Sudah sepantasnya bila T o It Peng menjadi cucu atau kawan main
dari cucu atau buyutnya.
Thian-sim Siang-jin menyentuh sikut Pie-lie Sian-cu, maksudnya
mencegah sumoay ini membawakan adatnya.
Batapa keras adat Pie-Iie Sian-cu, belum kuat jago wanita ini
untuk melawan kakek kerdil yang sakti: kemarahannya tertahan
didalam hati.
„Ha, ha……." Thian-sim Siang-jin tertawa. „Aneh…. Ajaib…..
Sukar untuk diparcaya .....….Tokoh silat berkepandaian tinggi,
berdarajat tua sepertimu mau mangangkat saudara dengan saudara
ini ?"
Kakek kerdil mempelototkan matanya.
„Apa yang aneh ? Apa yang ajaib ?" Tanyanya “Tali persaudaraan
bukan didasarkan kekayaan atau kepandaian. Hati adik dunguku ini
tulus, jujur …. Jauh baik dari manusia2 yang ada.”
Apa yang si kakek kerdil katakan membuat To It Peng malu, ia
turut berbicara : “Akh….., aku tidak patut mendapat pujian seperti
itu.”
„Tentang kematian ayah saudara To It peng menyangkut banyak
orang." Kata Thian-sim Siang-jin.
„Berliku-liku kejadian telah diketahui sumoayku, tetapi bukan
berarti mati dibawah tangannya"
„Jangan percaya pada keterangannya" To It Peng berteriak.
„Nenek keriput ini pernah mengaku akan kesalahannya itu"
Kakek kecil membalikkan kepalanya, memandang kearah To It
Peng bentakknya :
„Lupakah akan pesanku, apa yang kukatakan sebelum pergi
tadi?"
„Tak mungkin lupa" kata To It Peng.
„Dahulu, Nenek keriput ini pernah mengaku bahwa dialah yang
membunuh ayahku"
Kakek kerdil menggoyangkan kepala dan berkata :
„Jangan kau ulangi panggilan ‘Nenek Keriput’ itu, dia adalah Pie-
lie Sian-cu, kau harus memanggil Pie-lie Cian-pwee, tahu?"
To It Peng membungkam.
Kakek kerdil melepaskan pandangannya matanya, kini diarahkan
kepada tiga jagi Ngo-bie-pay.
„Pie-lie Sian-cu ……." Tidak perlu meneruskan kata2 ini, sudah
jelas yang diperlukan adalah penjelasan sijago wanita itu.
Wajah Pie-lie Sian-cu berubah, belum pernah ia tunduk kepada
siapapun juga. Hanya kali ini karena musuhnya terlalu kuat, untuk
melawan ….. tak mungkin menang, menyerah berarti melanggar
pantangan dirinya …. Yang tidak mengenal arti tunduk itu.
Thian-sim Siang-jin segera mewakili sumoaynya berbicara :
„Dikala saudara To It Peng naik kegunung Ngo-bie-san dahulu,
sumoayku ini naik darah setelah mengetahui bahwa dia adalah anak
To Tong Sin, lupa keadaan …. hingga menimbulkan kesalah
pahaman"
„Kini sudah waktunya kesalah pahaman ini dibenarkan, bukan? "
kata si Kakek kerdil. „Betulkah dia yang telah membunuh To Tong
Sin?"
Thian-sim Siang-jin menggelengkan kepala, dengan tertawa getir
berkata :
„Sumoay sangat membenci To Tong Sin, karena ia terlalu
mencintainya. Dimulut ia bersumpah ingin membunuh T o Tong Sin,
tetapi kau percaya bila ia bertemu dengan orang yang pernah
menjadi kekasihnya itu, aku percaya …… "
„Suheng" Tiba2 Pie-lie Sian-cu menjerit keras …. „Jangan kau
sebut2 kejadian lama tersebut"
Bukan Thian-sim Siang-jin saja yang terkejut, …… terapi semua
orang yang mendengar …. Tidak ada kecuali …. Mendenganr suara
Pie-lie Sian-cu terdengar sebagai jeritan kalbu yang sangat
mengenaskan hati.
Thian-sim Siang-jin tertegun sebentar, tetapi penjelasannya
sangat penting sekali, ia harus yelaskan duduk perkaranya, …….
Maka dengan tidak menghiraukan sumoaynya tersebut ia berkata :
„Setiap orang yang usianya telah lanjut, tentu tahu hubungan To
Tong Sin dengan Sumoayku dahulu, hal ini tidak perlu diragukan
lagi…… bahwa tak mungkin ia berlaku kejam membunuh seseorang
yang pernah dikasihinya, orang yang pernah dirindukan siang
malam."
Si kakek kerdil menganggukkan kepalanya sampai berulang kali.
„Aku pernah mendengar akan ceritanya," demikian ia berkata.
„Maka aku meminta keterangan pasti. Dikala adikku ini mengajukan
persoalan tersebut, aku pernah mengingatkan kepadanya bahwa
dalam perkara ini mungkin ada sesuatu yang kurang beres."
Pikiran T o It Peng sedang kalut, baru ia ketahui bahwa salah satu
dari 3 jago Ngo-bie-pay, yaitu Pie-lie Sian-cu adalah kekasih
ayahnya.
„Mengapa ia mengaku bila tidak membunuh ayahku" teriak T o It
Peng.
„Aku yang telah membunuhnya, aku yang menjadi penyebab
kematiannya."
Pie-lie Sian-cu berteriak kalap matanya merah menjadi liar. „Aku
yang membunuh To Tong Sin. Aku yang menjadi penyebab
kematian To Tong Sin …….."
„Sumoay" Thian-sim Siang-jin menggeram
Dihadapan si kakek kerdil dia berkata :
„Bolehkah aku yang memberi keterangan?"
Kakek kerdi itu menganggukkan kepala.
„Berita tentang adanya musuh2 kuat yang ingin membunuh To
Tong Sin telah didengar oleh Ngo-bie-pay" Thian-sim Siang-jin
memberi keterangan.
„Musuh ini terdiri dari beberapa orang kuat, sebelumnya mereka
mendatangi handai taulan To Tong Sin dan mengancam, siapa yang
berani membantu atau menyebarkan berita, dia akan dibunuh
terlebih dahulu, ancaman disertai dengan kekerasan, maka atas
dasar menyelamatkan diri sendiri lebih penting …. orang lain… tak
seorangpun yang berani memberikan bantuan, walaupun mereka
tahu dimana letak drama itu akan terjadi."
„Pengecut …… pengecut ……. kalian para manusia pengecut"
tiba-tiba T o It Peng berteriak.
Sifat pengecut, adalah sifat manusia yang paling khas, sampaikan
jago nomor satu dari daerah Koan-gwa Teng san, orang yang
menjadi kawan baik To Tong Sin, setelah mengetahui bahaya yang
mengancam sang kawan ….. tak berani ia memberi bantuan.
Thian-sim Siang-jin menganggukkan kepala
„Apa yang saudara To It Peng katakan itu tidak salah." Katanya.
„Bukan sedikit tokoh2 silat kenamaan yang menjadi kawan baik
ayahnya mengetahui berita ini, tetapi tak satupun diantara mereka
yang berani membantu. Sifat pengecut dan sifat sayang pada diri
sendiri memenangkan atas sifat patriot, sifat kesatria berjiwa besar,
mereka berpeluk tangan ….. tinggal diam."
„Pengecut …… pengecut ……. kalian para manusia pengecut"
„Hanya seorang yang mendapat pengecualian" sambung Thian-
sim Siang-jin ….. „orang ini melepaskan kepentingan diri sendiri …..
dengan tidak mengenal lelah …. Ia melakukan perjalanan ke Koan-
gwa, ia siap memberi bantuan tenaganya"
To It Peng berteriak :
„Bagus Siapakah orang yang berjiwa besar ini ? Katakan segera
padaku, tak peduli dimana dia berada aku akan segera
menghaturkan terima kasihku dan berlutut dibawah kakinya atas
pertolongan yang diberikan pada ayahku."
Thian-sim Siang-jin tertawa-tawa, katanya
„Orang itu adalah orang yang kau kenal betul, dia telah berada
dihadapan matamu"
Ketajaman otak To It Peng berada dibelakang orang, ia belum
paham akan arti kata2 Thian-sim Siang-jin, tak dapat ia menduga
orang tersebut, matanya dipentangkan lebar2, menunggu
keterangan berikutnya.
„Inqinkah kau tahu siapakah orang ini ?" tanya Thian-sim Siang-
jin. „Dia adalah sumoayku Pie-lie Sian-cu yang kau benci,-"
Hampir To It Peng berjingkrak, dengan-menudingkan tangan
kearah Pie-lie Sian-cu, ia berkata ragu2:
„Nenek keriput ini yang kau artikan ?"
Kesan buruknya terhadap Pie-lie Sian-cu sukar dilepas, walau
mendapat teguran keras untuk tidak menggunakan istilah 'nenek
keriput', didalam kemarahan To It Peng masih manggunakan istilah
tersebut.
Kakek kerdil itu mempelototkan matanya.
To It Peng belum sadar akan kesalahan yang diperbuat,
kesannya terhadap seseorang sangat sukar dirubah bila baik, tatap
baik sehingga akhir jaman, bila kesan itu buruk, maka sehingga
akhir jaman pun sukar untuk diubah olehnya.
Cu Hun Hui-liong Kiam-khek tidak puas atas sikap T o It Peng, ia
turut bicara :
„Hei, belum lama kudengar kau berkata, Tak perduli dimana dia
berada kau akan segera menyembahnya bukan? Sumoayku telah
berada dihadapanmu, mengapa tidak segera kau menghaturkan
terima kasihmu?"
„Dia …….dia………" T o It Peng ter-gagap2 dan gugup.
„Dia adalah orang satu2-nya yanq mau menolong ayahmu."
Sambung Thian-sim Siang-jin.
To It Peng kalah debat. la diam dengan wajah Merah.
Pie-lie Sian-cu memandang jauh kedepan, terbayang kembali
kejadian dimana ia melupakan bahaya menuju kedaerah Koan-gwa,
dimana To Tong Sin sedang dikeroyok oleh musuh2 kuat, dengan
melupakan bahaya, manerjang salju yang menutup jalan, dengan
melakukan perjalanan siang dan malam, Pie lie Slan-cu hampir
dapat menolong bekas kekasih itu.
---ood0woo---

BAGIAN 25
KISAH KEMATIAN TO TONG SIN

THAN-SIM SANG JIN memandang sumoay itu, ia melanjutkan


keterangannya :
„Sumoayku, meninggalkan gunung dengan tidak memberi tahu
kepergiannya, maka kamipun tidak tahu kemana ia pergi. Sungguh
kebetulan ada kawan yang datang memberi tahu kepada kami
bahwa ia bertemu dengan sumoay dijalan yang menuju kearah
Koan-gwa. Maka dugaan kami segera dihubungkan dengan kejadian
bahaya yang mangancam To Tong Sin. Segera kami menyusul untuk
membantu, Apa mau kami terlambat, sebelum tiba ditempat, telah
terdengar berita yang mengatakan bahwa To Tong Sin telah
mennjadi korban keganasan musuh2nya "
Thiam-sim Siang-jin menuturkan kejadian itu dengan penuh
kesedihan, setiap orang telah dibawa kealam sedih.
To It Peng turut bersedih, hal ini pernah dibayangkan olehnya.
„Hanya berita kematian To Tong Sin yang kami dapat." Thian-sim
Siang-jin menyambung cerita. „Kami tak berhasil menemukan
sumoay kami."
„Dikala sumoay kembali, Cu Hun Hui-liong Kiam-khek bercerita
wajahnya kumal dan kucal, kami tanyakan tentang siapa musuh
yang membunuh To Tong Sin. Apapun tidak diceritakan, Sumoay
hanya mengatakan bahwa betul2 To Tong Sin telah dibunuh orang"
„Dia telah dibunuh orarg." Pie-lie Sian-cu tiba2 mengoceh. „Dia
telah dibunuh orang ….. dia telah mati, dia telah mati dibunuh
orang"
Semua orang terkejut, perhatian ditujukan kearah Pie-lie Sian-cu.
Hasilnya nihil, setelah mengucapkan kata2 tadi, wajah jago wanita
tadi seperti membeku, kaku dan memutup mulutnya rapat2.
Thian-sim Siang-jin memandang Sumoaynya dengan penuh rasa
kasihan, ia mengeleng-gelengkan kepalanya dan berkata :
„Sumoay tidak mau membuka mulut, sampai saat inipun kami
belum tahu bagaimana kejadian yang menyangkut kematian To
Tong Sin. Dikala saudara To It Peng naik gunung membikin teguran,
iapun sengit dan mengatakan bahwa dialah yang membunuh To
Tong Sin. Tapi kami percaya bahwa hal itu tidak mungkin terjadi.
Hubungan kami cukup lama, mungkinkah kami tidak tahu sifat dan
tabiat Sumoay sendiri?"
Keadaan menjadi sunyi dan sepi.
Semua orang memandang Pie-lie Sian-cu, jago wanita ini masih
mematung kaku ….. alam pikirannya telah dibawa kearus kejadian
lama, terkenang akan kejadian yang mengganggu lubuk hatinya.
Tiba2 dan secara mendadak saja, Pie lie Sian-cu berteriak :
„Berhenti !"
Suara itu mengandung bentakan. Matanya memandang ketempat
jauh, penuh kekosongan. Thian-sim Siang-jin paham akan
sumoaynya itu, ia menghampiri dan berkata perlahan : „Sumoay,
apa yang sedang kau pikirkan ?"
Pie lie Siancu terkejut, ia memandang sang suheng, kemudian
beberapa orang yang berada ditempat itu, segera sadar bahwa ia
telah melamun terlalu jauh.
„Aku…. Aku…. Seolah-olah telah balik kealam kejadian lama." Pie
lie Siancu menjawab pertanyaan suhengnya. „Alam kejadian pada
tahun2 yang telah silam, alam kejadian didaerah Koan-gwa…………"
„Setelah kau kembali dari perjalanan itu, belum pernah kau
bercerita." kata Thian-sim Siang-jn „Menggunakan kesempatan ini,
ceritakanlah perjalananmu dahulu."
Mata Pie-lie Sia-ncu memandang langit lepas, sekian saat
termenung, setelah itu berkata :
„Hari itu, setelah aku mendapat kabar tentang keadaannya
seorang diri aku melakukan perjalanan segera, arah tujuanku adalah
Koan-gwa ….. Seperti yang dikatakan suheng, dimulut aku
mengatakan benci kepadanya, tetapi hatiku mengenangnya ……”
Pie-lie Sian-cu tersenyum getir.
Kakek kedil, To It Peng, Thian-sim Siang-jin dan Cu Hun Hui-
liong Kiam-khek mendengarkan dengan penuh perhatian, tidak mau
mereka memutuskan cerita.
Terdengar suara Pie Lie Sian-cu berdengung seperti suara
nyamuk :
„Tak kenal lelah aku me lakukan perjalanan siang dan ma lam.
Masih aku terlambat, dikala aku tiba ditempat itu, ….. mereka telah
mengurungnya dan bergebrak hebat, mereka berjumlah lima orang
…. masing2 mengenakan kerudung tutup muka, tak kukenal dari
golongan mana. Dia gagah ……. dengan menggunakan golok emas
tanpa tandingan melawan lima orang, yang disayangkan ialah, …..
ia tidak mendapat bantuan, tentunya telah lama lama melawan
mereka, napasnya kudengar memburu, setiap gerakan disertai
ketelan darah yang menetes diatas ssalju yang putih ……
berceceranlah noda merah yang mencolok mata, ….. aku terkesiap
….."
„Ayahku telah terluka?" turut dibawa kealam yang telah silam.
Pie-lie Sian-cu menganggukkan kepala.
„Dia telah menderita luka" katanya.
„Kondisi badan seseorang tak mungkin disamakan dengan lima
orang."
Hal ini telah diketahui jelas, Kim To Butie To Tong Sin telah
meninggal dunia, hanya cara bagaimana ia menghembuskan
napasnya yang terahir yang belum diketahui.
„Berhenti, aku segera berteriak Pie-lie Sian-cu meneruskan
ceritanya. Tidak seorangpun yang mentaati perintahku. Mereka
mengurung To Tong Sin rapat, salah seorang berkerudung
memisahkan diri dan menerjang diriku …. Maka terjadilah
pertarungan orang ini denganku."
„Seiring dengan pertempuranku, lama-lama terdengar mereka
meminta peti batu pualam, tetapi To Tong Sin tidak
menghiraukannya dan berdaya upaya melepaskan diri dari
kurungan. Kami dua orang, kecuali satu yang memisahkan diri, …..
empat orang lainnya yang mengurungnya semakin hebat."
„Hujan salju kian kuat, ratusan jurus kemudian napasku mulai
tersengal-sengal, tiba2 terdengar tanda aba2 lawanku itu melesat
meninggalkan aku seorang diri. Keadaan menjadi sunyi dan sepi,
ternyata pertempuran telah selesai. To Tong Sin tergeletak ditanah,
dan lawan-lawannya telah lenyap tak berbekas."
„Taburan salju menutupi tubuh To Tong Sin, melapisi ceceran
darah merah. Golok emasnya tergeletak tidak jauh dari tubuhnya,
aku lari menubruk kearah orang yang tergeletak itu."
„Kuangkat tubuhnya, ia sudah tidak dapat bergerak sukar
bernapas, ia menghembuskan napasnya yang penghabisan didalam
pelukanku…… dia betul2 mati didalam tanganku ….. mati didalam
pelukan tanganku……… Sebelum meninggal dunia, mulutnya
bergerak-gerak ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak berhasil…..
ia mati penasaran….."
Semakin lama, suara Pie lie Sian-cu semakin kecil dan samakin
rendah, yang terakhir, hampir2 tak terdengar.
„Kuletakan jenazahnya." Pie-lie Sian-cu menyambung cerita.
„Tidak kuketahui siapa lima orang berkerudung itu, kuperhatikan
Keadaan dan pada tanah salju bertebaran beberapa batang jarum
merah…………"
„Ooooo……” Thian-sim Siang-jin turut bicara „Diantaranya tentu
terdapat si Lebah Beracun Kat Sam Nio."
Jarum Thian-hong-ciam adalah senjata rahasia khas yang dimiliki
keluarga Kat teristimewa Kat Sam Nio dan Kat Siauw Hoan.
Dikala To Tong Sin terbunuh mati, umur Kat Siauw Hoan belum
cukup 10 tahun. Maka dugaan itu jatuh kepada Kat Sam Nio.
„Dugaanku jatuh pada wanita itu" kata Pie-lie Sian-cu.
„Hanya aku tidak mempunyai bukti2 yang kuat. Kecuali itu Kat
Sam Nio tak pernah dijumpai lagi sehingga tak sempat mengajukan
persoalan kepadanya."
„Didalam kejahatan2, Kat Sam Nio tentu mempunyai andil
sebagian." kata Thian-sim Siang-jin „Tidak terkecuali, tentunya dia
turut serta."
Mereka memperbincangkan persoalan Kat Sam Nio wajah To It
Peng menundukan kecanggungan, hal ini disebabkan ibu Kat Siauw
Hoanlah yang menjadi pokok persoalan. Percekapan berikutrrya,
tedak didengar sama sekali.
la dikejutkan oleh tepukan kakek kerdil.
„Hei, sudah selesaikah urusanmu dengan Ngo-bie-pay?" Kakek
kerdil ini mengajukan pertanyaan.
To It Peng menganggukan kepala.
„Kukira tidak ada yang harus diperkarakan lagi." demikian ia
berkata.
Kakek kerdil mendelikkkan mata.
„Begitu mudah kau menyelesaikan perkara?" tanyanya.
To It Peng mengusap-ngusap kepalanya yang telah berobah jadi
botak.
„Maksudmu?...... Ooo……. Baiklah…… Aku segera melaksanakan
janjiku, berlutut dan mengucapkan terima kasih atas jerih payahnya
yang bersedia menolong ayahku dahulu."
To It Peng menjatuhkan diri, dihadapan Pie-lie Sian-cu ia
berlutut, suatu tanda ia melaksanakan janjina, mewakili sang ayah
mengucapkan terima kasih.
Pie-Lie Sian-cu menarik napas. „Sudahlah." la berkata sedih.
To It Peng telah menyelesaikan salah paham yang terjadi
diantaranya dengan Ngo-bie-pay.
Kakek kerdil menarik tangan sipemuda berkata : „Mari kita
meningalkan tempat ini."
To It Peng siap berjalan. Dilihat olehnya 14 siluman dari daerah
Tiang-kang Cit-hiat belum mau mau meninggalkan tempat itu,
mereka berdiri ditempat yang agak jauh. Maksudnya meneruskan
usahanya yang ingin membunuh tiga jago Ngo-bie-pay, hal ini dapat
terjadi setelah sipemilik kuku besi `Cakar bebek' itu pergi.
Menyaksikan hal itu To It Peng batal bergerak, terdengar pemuda
ini berkata : „Bila kita meninggakan tempat ini, mereka segera maju
meluruk pula."
Kakek kerdil tertawa barkakakan.
„Ha, ha,……" la menjadi geli „Mereka ingin menempur tiga jago
Ngo-bie-pay hubungan apa dengan perjalanan kita ?”
„Kukira jumlah mereka terlalu besar. Mungkinkah tiga orang ini
kuat menghadapinya ?" To It Peng mendebat.
„Eh, mengapa kau usil urusan orang lain?" Kakek kerdil menatap
sipemuda.
„Kukira kekalahan berada dipihak Ngo bie-pay." kata To It Peng.
Kakek kerdil tidak puas. Ia memberi penjelasan : ,,Diantara
kedua pihak yang bertempur, salah satu pasti menderita kalah.
Mengapa harus ikut campur ?" To It Peng melototkan mata.
„Tak malukah, bila Ngo-bie pay kalah karena kepergianmu ?"
debatnya.
„Pemuda goblok." Kakak kerdil memaki. “Apa hubungan Ngo-bie-
pay denganmu ? Mengapa harus mementingkan urusannya ? Ngo-
bie pay jaya karena ilmu kepandaian dan tidak tunduk mereka, hal
ini tidak pernah menyinggun-nyinggung namaku. Bila mereka runtuh
dan kalah, akupun tidak kalah, bukan ? Mengapa harus marasa
malu?"
To It Peng mengedip-ngedipkan matanya.
„Bila kau ingin pergi. Pergilah seorang diri." demikian ia
mengambil keputusan.
„Apa kerjamu disini ?” tanya sikakek kerdil. To It Peng berkata :
„Dahulu, dikala ayahku mengalami ancaman-bahaya, salah satu
dari orang Ngo-bie-pay melupakan kepentingan diri sendiri dan
turun gunung memberi bantuan. Sudah waktunya aku membalas
budi ini, tak dapat kubiarkan mereka dibunuh oleh para siluman itu."
„Phui." Sikakek kardil me ludah. „Apa ilmu kepandaian mu?
Dapatkah kau menolong mereka dari bahaya kesusahan?"
To It peng melowakkan mulutnya dan berkata ;
„Tak dapat aku menolong mereka dari kesusahan. Tetapi kau
dapat melakukan hal ini. Aku adalah adik dungumu bukan? Bila
tidak aku pergi meninggalkan tempat ini. Tega kau pergi seorang
diri, membiarkan adiknya turut binasa dikeroyok orang."
Kakek kerdil itu tercengang. Beberapa saat ia tertawa
berkakakkan, „Ha, ha, ha …….. menurunkan ilmu kepandaian kamu,
memerlukan waktu berbulan-bulan, mungkin tahunan belum tentu
kau dapat meyakinkannya. Tetapi pikiranku kau tak perlu tahu,
segera kau dapat mewariskannya penuh Ha, ha, ha …….."
Ternyata akal si kakek lebih dari seribu macam, salah satunya
‘merembet-rembet membawa orang’ seperti yang To It Peng
kemukakan.
Ia memandang ke-14 siluman dari daerah Tiang-kang Cit-hiat
dan menggapaikan tangan kepada mereka.
„Kemari" perintahnya.
Ke-14 siluman selalu siap, mendapat panggilan serentak mereka
bergerak ….. hut ….. hut …..hut …… mereka telah berbaris rapih
dihadapan sipemilik kuku besi ‘Cakar Bebek’ yang disegani. Gerakan
ini sepontan dan gesit, tidak terjadi kekalutan, suatu tanda
kekompakan mereka, ketaatan mereka terhadap si kakek dan kesiap
siagaan mereka kepada tiga jago Ngo-bie-pay yang masih diarah.
Dihadapinya ke-14 siluman itu, dan segera kakek kerdil angkat
bicara :
„Tiga jago Ngo-bie-pay melakukan perjalanan jauh karena urusan
mereka sangat penting, tak boleh urusan ini diganggu, kalian
mencegatnya ditengah jalan kukira tidak pantas dan dapat
menggagu sehingga menelantarkan urusan orang. Menurut
hematku, sudah selayaknya kalian memberi kelonggaran kepada
mereka tiga orang, menunggu setelah urusannya selesai menunggu
sampai mereka kembali kedaerah Su-coan, kalian tak kularang
membikin perhitungan."
Ke-14 siluman tak berani membangkeng, tetapi mereka pun tidak
dapat menyetujui usul ini, membiarkan tiga jago Ngo-bie-pay pulang
kedaerah Su-coan, berarti melepas harimau pulang kandang tak
mungkin mereka dapat mengalahkannya lagi. Daerah Sup-coan
adalah daerah kekuasaan Ngo-bie-pay, orang mereka berjumlah
besar, tak mungkin mereka dapat melawan kakuasaan Ngo-bie-pay.
Kakek kerdil itu menunggu jawaban sekian lama, setelah tahu
akan maksud 14 siluman yang tak menyetujui sarannya iapun
tertawa berkata :
„Tidak setuju? Kukira aku sudah hampir mendekati liang kubur
sehingga tak mempunyai kekuasaan lagi, telah hilang
kewibawaanku, nah, ber-siap2lah menjaga seranganku."
Ucapannya ditutup dengan gerakan, hanya satu kali uluran
tangan ruyung siluman Muka Kuda telah berhasil direbut olehnya.
Gerakan ini tidak dihentikan, maka terdengar jeritan dari para
siluman, senjata mereka telah digeser satu persatu, gerakan sikakek
kerdil terlalu cepat, terlaIu gesit, terlalu aneh dan terlalu sukar
diraba, selalu mereka tahu siapa yang diancam, tahu2 senjatanya
telah lenyap direbut orang.
Ke-14 siluman dibuat kalang kabut, mereka siap menjaga
senjata, bentakan2 dan teriakan2 aneh berkumadang diangkasa.
Kakek siluman adalah tokoh silat jaman silam, ilmu
kepandaiannya belum ada yang dapat memadai enak saja ia
mengulurkan tangan tentu ada sebuah senjata yang direbut,
dilemparkan kebelakang dan menk-isul merebut lain senjata.
Setiap orang yang diarah tak luput dari kekalahan, senjatanya
pasti melayang, yang terakhir ialah senjata Siluman Alis Panjang
yang menjadi pemimpin kepala rombongan.
Ke-14 siluman telah kehilangan senjata mereka. Tak ada
perlawanan sama sekali, lawan terlalu kuat dan hebat. Kakek kerdil
selesai merebut aneka macam senjata dari ke 14 siluman itu, ia
menepuk-nepuk tangannya dan berkata :
„Nah, kalian tidak mau menempur orang didaerah Su-coan dan
mau menempur disini, bukan? Lawanlah dengan tangan kosong.
Senjata kalian telah pindah tangan, berarti tidak guna sama sekali.
Macam senjata ini telah menjadi milikku. tak boleh kalian
menyentuh."
Sikakek Kerdil mengundurkan diri menjaga aneka macam senjata
yang belum lama direbut dari tangan ke-14 siluman. Akan
disaksikan bagaimana para siluman itu me lawan tiga jago Ngo-bie-
pay dengan tangan kosong.
Para siluman saling pandang, maka tampillah Siuman Alis
Panjang, ia maju kedepan, memberi hormat dan berkata :
„Ilmu kepandaianmu tetap menguasai dunia, kami tidak berdaya
dan segera menjalankan perintah."
„Nah, inilah maksud tujuanku," kata sikakek kerdil. „Aneka
macam besi rongsokan itu sukar kubawa, ambilah dan segera enyah
dari tempat ini."
Para siluman taat perintah ini, masing2 mengambil kembali
senjatanya, setelah itu, melesat pergi meninggalkan medan laga.
Thian-sim Siang-jin menghaturkan terima kasih :
„Terima kasih atas bantuan kalian berdua. Para siluman sangat
mengganggu ketenangan. Tak mudah untuk menghalau mereka."
Memandang bayangan kebelakang tiga jago Ngo-bie-pay, To It
Peng menghela napas.
„Kukira Pie-lie Sian-cu yang membunuh ayahku." ia mangoceh.
”Tak tahunya lima orang berkerudung yang tidak diketahui asal
usulnya."
Tak disebut olehnya, bahwa salah satu dari lima orang
berkerudung itu adalah ibu Kat Siauw Hoan, hal ini besar, sekali
kemungkinannya.
Memandang wajah To It Peng kakek kerdil itu menganggukkan
kepala berkata :
„Aku mengerti."
„Apa yang telah mengerti ?" To It Peng mendongakkan kepala,
memandang engkoh pendek itu.
„Diantara kelima wanita berkerudung yang membunuh ayahmu,
terdapat seorang yang menggunakan jarum merah Thian-hong
ciam, orang itu tentunya Kat Sam Nio, bukan ?”
„Kuharap saja bukan."
Kakek kerdil menatap tajam, ia tidak mengerti atas jawaban To It
Peng yang seperti ini.
„0ooooo……." Tiba2 iapun mengerti, ”Kau baik pada Kat Siauw
Hoan, maka tidak mengharap kan ibu dari wanita yang kau, kasihi
itu telah membunuh ayahmu, bukan?"
To It Peng menganggukkan kepala. Ia meruntuhkan pandangan
matanya ketanah.
Kakek kerdil itu menepuk pundak sipemuda, katanya : ,,Adikku
yang dungu, kulihat jangan kau memikirkan Kat Siauw Hoan lagi."
„kenapa?" To It Peng mangajukan protes.
„Dia baik sekali kepadaku."
„Baik kepadamu?" Kakek kerdil mengkerutkan alisnya.
Bayangan To It Peng dibawa kembali kepada kejadian dirumah
batu, dimana Kat Siauw Hoan telah menyerahkan diri kepadanya.
„Betul." la membuat jawaban singkat. Kakek kerdil
menggoyangkan kepala.
„Bila ia baik kepadamu, tak mengkin melakukan perjalanan
bersama dengan siperunyus Siang-koan Bu-ceng itu." katanya.
To It Peng kukuh pendiriannya, tak mau ia menghadapi
kenyataan seperti ini.
„Aku akan segera menyusulnya." ia berkata, „dan bertanya
bagaimana pertanggungan jawabnya tentang hal ini."
„Kemana kau menyusulnya ?"
„Kegunung Thian-san."
„Baiklah." Kakek kerdil itu menghela napas.
„kau boleh mengambil jalan ini lurus kedepan, maka akan tiba
digunung T hian-san."
„Kau tidak turut serta ?"
Kakek kerdil menggoyangkan kepala.
„Kau tidak me larang aku baik dengannya, bukan?" tanya To It
Peng.
„Dungu" kakek kerdil itu memaki. „Bila aku tidak menyuruhmu
melihat bagaimana cara2 wanita genit itu mempermainkanmu, maka
kau percaya keteranganku "
„Dia tidak genit" Lagi2 To It Peng memprotes keras.
„Temukanlah dia, maka kau segera dapat membuktikan
kebenaranku."
Rasa berat untuk berpisah, membuat kakek kerdil itu hampir
mengucurkan air mata. Disayangkan kebandelan To It Peng tak
dapat diberi mengerti, maka iapun tidak berdaya.
Dua saudara yang sepantasnya menjadi kakek dan cucu ini
mengambil selamat berpisah, atas petunjuk sikakek kerdil, To It
Peng melakukan perjalanan menuju kegunung T han-san
Beberapa hari kemudian, To It Peng telah menginjakkan kakinya
didaerah es dan salju, inilah daerah dingin.
Rumput hijau telah tertutup lapisan salju, es memutih menguasai
jagat.
Tiba dilereng gunung harus memakan waktu tiga hari, gunung
Thian-san tidak dapat disamakan dengan gunung biasa, tinggi dan
dingin, tak mudah untuk mencapai puncaknya.
To It Peng tidak berhenti, maksud tuyuannya naik gunung T hian-
san, ialah mencari Kat Siauw Hoan, usaha ini harus dicapai segera.
Semakin tinggi, haa dingin semekin meresap badan, bila bukan
hadiah Sieng-koan Cie yang ingin menanam budi dengan pemberian
tiga buah Lo-han-ko, mana mungkin To It Peng bertahan diatas
puncak tinggi.
To It Peng memandang keliling gunung, hanya salju putih yang
terpentang luas, tidak ada tanda2 yang menyatakan Kat Siauw Hon
berada ditempat ini.
Sungguh tak mudah mencari jejak seorang dilautan sadju.
To It Peng mementang mulut, ia berteriak :
„Nona Kat . . . . Nona Kat………"
Suara ini berkumandang, bergema diangkasa bebas, desingan
mana seolah-olah penunggu gunung yang kehilangan kekasih.
Diketahui Kat Siauw Hoan menuju kegunung Thian-san, entah
puncak mana yang dituju, tak mudah untuk menemukannya.
7 hari To It Peng menjelajahi gunung Thian-san, belum juga ia
berhasil menemukan Kat Siauw Hoan yang telah dilarikan oleh
Siang-koan Bu-ceng.
Dimisalkan orang ini bukan T o It Pang, tentu cepat putus asa dan
meninggalkan gunung itu dengan penuh penyesalan. Menyimpang
dari segala adat istiadat, menyimpang dari segala kebiasaan, To It
Peng berterkad bulat menemukan sang kekasih ditempat ini,
kemauannya kukuh, tak mudah merubahnya.
Hari itu, dikala senja mulai berkuasa To It peng terpekur
disebuah batu es besar, cahaya matahari berkombinasikan putih
sangat menyolok mata, berkemilauan mengarungi angkasa.
Ia menghela napas panjang. Bila saja dapat melukiskan
pemandangan ini bersama Kat Siauw Hoan betapakah bahagianya ?
la duduk hingga malam tiba, setelah itu berjalan pergi.
Beberapa langkah kemudian, samar2 terdengar suara sesuatu
yang diketuk, sangat jelas, sangat menarik perhatianya.
Mulai dari ia menginjakkan kaki digunung Thian-san, belum
pernah ia menjumpai orang, belum pernah ia mendangar sesuatu
suara lain, kecuali suara langkah kakinya, ketiuali suara bergema
dari teriakannya yang memanggil-manggil Kat Siauw Hoan, Suara
ketukan ini adalah suara pertama yang keluar dari dirinya.
Mengikuti arah datangnya suara, To It Peng merayap naik.
Setengah jam kemudian, rembulan telah bercahaya, maka pada
tanah2 yang telah membeku menjadi es terlihat bayangan dewi
malam tersebut.
To It Peng telah tiba disebuah puncak es, dari balik batu es
inillah suara ketukan terdengar semakin jelas.
Ia berjalan semakin dekat, batu2 disekitar tempat tersebut
hening, tertembus cahaya rembulan, sungguh menarik
pemandangan alam itu.
Kini To It Peng dapat melihat dua bayangan, seorang berdiri
disisi, dan seorang lainnya mengetuk es, mereka berdiri tepat
dimulut sebuah goa. Gerakan ini aneh, apakah keja mereka
ditempat sepi dan sunyi, tempat dingin membongkar es batu ?
Mereka adalah Kat Siauw Hoan dan Siang-koan Bu-Ceng.
To It Peng membuka, mulut, maksudnya berteriak memanggil,
apa mau tenggorokan itu seperti tersumbat, sukar ia memanggil,
hanya terdengar seperti binatang melolong.
Suara To It Peng mengejutkan Kat Siauw Hoan dan Siang-koan
Bu-ceng, mereka menolehkan kepalanya kaget.
Segera dikenali si dungu, mereka saling pandang heran atas
kedatangannya.
Bila satru bertemu, maka kemarahan ini sukar dilukiskan. Siang-
koan Bu-ceng menunjukan kemarahannya. ia telah berhasil merebut
Kat Siauw Hoan, tak mungkin mau diserahkan kembali.
Kat Siauw hoan mendapat rencana baru, kedatangan To it Peng
menghidupkan keputus asaannya. Ia melirik kearah Siang-koan Bu-
ceng, memberi isyarat mata, tangannya digerakan mencegah
kemarahannya.
Setelah itu, ia mendekati T o It Peng berkata dengan suara merdu
yang penuh rayuan :
„Eh To Toako, bagaimana kau tiba ditempat ini? "
„Suara Kat Siauw Hoan telah melenyapkan kerinduannya, suara
yang merdu dan merayu, maka segala jerih payahnya tidak
percuma, ia akan mendapatkan kembali wanita muda ini.” Demikian
kata To It Peng didalam hati.
„Aku …… Aku …….." lupa ia atas pertanyaan yang diayukan
padanya.
Kat Siauw Hoan telah berada dekat, sebelah tangannya telah
berada dipundak T o It Peng. Dengan cara ini ia akan menundukkan
iman sipemuda.
Madu asmara telah memabukkan To It Peng, kedua matanya
dipejamkan, lupa bahwa dihadapan mereka masih ada seorang
Siang-koan Bu-ceng.
Siang-koan Bu-ceng tak dapat mengendalikan ghawa
kemarahannya, tingkah laku Siauw Hoan yang berani dan genit itu
sukar diterima olehnya.
„Siauw Hoan ….." ia berteriak.
Kat Siauw Hoan merasa pasti dapat mengendalikan To It Peng,
didengar suara teriakan Siang-koan Bu-ceng iapun membentak :
„Jangan turut campur urusan"
Siang-koan Bu-ceng telah me langkah maju, „Siauw Hoan"
bentaknya. „Kau ……."
Kat Siauw Hoan memandang To It peng, kepala pemuda itu telah
menjadi botak gundul, menambah muak hatinya yang telah menjadi
bosan. Apa mau ia harus menggunakan dirinya, dilihat kedua mata
To It Peng meram, suatu kepuasan yang tak terhingga.
Turut campurnya Siang-koan Bu-ceng akan menggagalkan
rencana, maka ia menoleh sebentar memberi isyarat dan berkata :
„Dapatkah kau berdiri ditempatmu"
Mengikuti percakapan tadi To It Peng menyangka telah berhasil
merebut kembali wanita muda yang cantik menarik kedalam
pangkuannya. Ia puas dan gembira, dikira ia telah berhasil
memenangkan pertandingan lawan satrunya.
„Kedatanganmu tepat pada waktunya" kata Siauw Hoan.
„Maukah kau melakukan sesuatu untukku ?"
To It peng segera memberikan dayawaban dengan spontan,
„Tentu Mau"
Didalam keadaan seperti ini, perintah Kat Siauw Hoan akan
dijalankan tanpa tawaran, To It Peng akan taat seribu persen.
Bila wajah Siang-koan Bu-ceng menunjukkan rasa gusar yang
tidak terhingga, mendengar ucapan Kat Siauw Hoan, tersenyumlah
dia. Sebagai seorang pintar, mana mungkin putra dari pemilik bunga
Bwee tidak tahu maksud-maksud tertentu yang terkandung dibalik
hati Kat Siauw Hoan? Mereka sama liciknya, sama jahatnya dan
sama pula rencana kontruksi otaknya.
To It Peng tidak tahu telah masuk perangkap orang, segera ia
bertanya :
„Nona Kat perintah apa yang harus kulaksanakan ?"
Kat Siauw Hoan menudingkan jari tangan kedalam goa es tembus
bening, ia berkata :
„Aku ingin mengambil sesuatu benda dari tempat itu, tetapi
terlalu dingin sekali. Aku takut dingin, dapatkah kau mewakili aku
mengambilnya ?"
Ucapan ini sungguh tidak masuk diakal, setiap orang dapat
dengan segera melihat kecurangan wanita muda itu, hanya To It
Peng yang tak sadar, dikiranya hanya melakukan tugas yang sukar
dan sulit, tidak tahunya hanya mengambil barang dari dalam goa
kaca es.
„Segera kumasuk kedalam goa kedalam goa itu" kata To It Peng
menyanggupi permintaannya.
„Entah benda apa yang kau ingini ?"
Maksud tujuan Kat siauw Hoan sangat jelas dan gamblang,
setelah dia dan Siang-koan Bu-ceng gagal dalam usahanya, ia ingin
menggunakan tenaga tenaga To It Peng. Belum ia ketahui
bagaimana Siang-koan Cie telah memberi makan tiga buah Lo-han-
ko, tentunya tidak diketahui pula bahwa tenaga dalam To It Peng
mengalami kemajuan sangat pesat, dengan menyuruh sianak
pemuda itu masuk kedalam goa kaca es, maksudnya ialah
mengorbankan dan memungut hasil yang akan dicapai.
Siang-koan Bu-ceng maklu akan hal ini, maka ia pun tidak
menunjukkan kemarahan dan kegusaran, ia tersenyum atas
kepintaran kekasihnya, didalam hal ini Kat Siauw Hoan yang
dimaksud.
To It Peng bergerak maju kearah goa kaca es itu.
„Baik aku segera mengambilnya" Ia berkata lupalah bahwa Kat
Siauw Hoan belum menerangkan benda apa yang harus diambil.
Kat Siauw Hoan menarik tangan si Pemuda
„Tunggu Dulu" teriaknya.
„Kau harus tunggu hingga jam 12 malam, disaat itu akan terjadi
pusaran angin dingin yang menembus keluar goa kaca es ini.
Panjang goa kaca es hanya 20 kaki dan buntu. Dikala terjadi
pusaran hawa dingin, ulurkan tanganmu kedalam pecahan es, dari
sana merengut sebuah kotak, bawalah kotak itu kepadaku"
„Mengapa harus menunggu terjadinya pusaran hawa dingin yang
memecah dinding goa ?"
Kat Siauw Hoan tertawa, katanya :
„Telah ber-hari2 kupecahkan kaca es itu, tetapi belum juga
berhasil"
Segera terpikir oleh To It Peng yang mulai encer. Bukan sehari
dua hari Kat Siauw Hoan dan Siang-koan Bu-ceng berada ditempat
ini. Apa kerja mereka disaat jam 12 malam, mengapa tidak
mengambilnya sendiri?
Dimisalkan Kat Siauw Hoan takut dingin, mengapa tidak
menyuruh pemuda perunyus itu?
Kecurigaan ini segera diajukan To It Peng :
„Eh kalian tentunya telah lama tibanya bukan? …… apa kerja
kalian dikala …….. "
Kat Siauw Hoan segera menghilangkan kecurigaan orang, ia
menyenderkan dirinya kedalam pelukan To It Peng, dengan suara
merdu dan merayu dia berkata :
„To Toako selama kita berpisah, pernahkah kau memikirkan
diriku ?" tanya Kat Siauw Hoan lagi.
„Tentu" kata To It Peng.
„Maka kususul kau ketempat ini"
Se-olah2 mereka telah mengabaikan kehadirannya Siang-koan
Bu-ceng ditempat itu.
„Akupun memikirkanmu" kata Kat Siauw Hoan.
To It Peng merasakan kehangatan hawa badan wanita muda itu,
bau harum yang dikenangnya tercium kembali.
Siang-koan Bu-ceng meninggalkan tempat itu perlahan, ia
menjauhkan diri. Telah diduga tipuan apa yang dijalankan oleh Kat
Siauw Hoan, demi kepentingan mereka, demi kepentingan diri
sendiri tak mau ia menggagalkan rencana.
Menggunakan kecantikannya, menggunakan kepandaiannya
didalam soal mencumbu rayu ……. Kat Siauw Hoan mempermainkan
To It Peng.
To It Peng Belum Sadar akan hal ini, ia terkejut dikala waktu
menunjukkan jam dua belas malam.
„Ingat" pesan Kat Siauw Hoan. „Dikala terjadi pusaran hawa
dingin yang menembus keluar, segera kau ulurkan tanganmu ke
cela2 pecahan kaca es, disana ada sebuah kotak ….. dan ambillah
kotak itu"
To It Peng lari masuk kedalam goa.
---ood0woo---

BAGIAN 26
PENUTUP CERITA “SI DUNGU TO IT PENG”

KAT SIAUW HOAN memandang bayangan To It Peng yang masuk


kedalam goa dingin, berhasil atau tidaknya usaha pemuda itu tidak
mempunyai sangkut paut dikira To It Peng akan mati kedinginan,
atau mungkin juga mati diterjang pusaran hawa dingin yang hebat,
tak dipusingkan hal ini, yang penting dan menjadi harapan,
mudah2an kotak itu depat dilempar keluar dari tempatnya.
To It Peng melangkahkan kakinya, semakin lama semakin berat
dirasakan sesuatu kekuatan yang tertampak mendorongnya keluar.
Hawa dingin terasa meresap tulang, tak perduli, tenaga dalam To
It Peng hebat dan kuat, hawa dingin dan menyerangnya terlalu
hebat, hampir ia menangkis keras. Hawa dingin inilah yang
memaksa Kat Siauw Hoan dan Siang-koan Bu-ceng tidak berdaya,
tenaga dalam mereka boleh dikatakan tidak dapat memadai To It
Peng, mana mungkin masuk goa kaca es, angin dingin itu?
To It Peng menggigil kedinginan, hampir darahnya membeku. la
telah tiba pada dinding buntu goa itu samar2 terlihat kotak yang
terkurung oleh es, kotak itulah yang harus diambil olehnya.
Terdengar suara gemuruh memekak telinga, tiba2 saja dinding
goa itu pecah. dari cela2 dinding es itulah menembus keluar
gumpalan hawa dingin.
Segera teringat akan pesan Kat Siauw Hoan, ia harus segera
mengambil kotak yang berada di gumpaIan es membeku, To It
Peng mangulurkan tangannya mengarah kotak itu.
Pusaran hawa dingin yang menembus dinding keca es
menyerang To It Peng, tangannya tak berhasil menjangkau, lebih
dari pada itu, kekuatan pusaran hawa dingin yang hebat
mendorongnya mundur kebelakang.
To It Peng dipaksa mundur kebelakang, seharusnya mengikuti
arus kekuatan hebat itu keluar goa, maka akan selamatlah jiwanya.
Disayangkan benak pikirannya tak dapat dipisahkan dengan
bayangan Kat Siauw Hoan, pesannya palsu berdengung
ditelinganya. Dipaksakan kuat2 dan berusaha mengambil kotak
didalam kaca es.
Pusaran hawa dingin yang menembus keluar semakin hebat,
begaikan ribuan jarum menusuk badan, To It Peng tersentak
mundur, tubuhnya terpental keluar goa dan jatuh ditanah. Dilihat
Kat Siauw Hoan dan Siang-koan Bu-ceng memandang dirinya, ia
berusaha bangun sayang kurang tenaga maka yatuh pula ditanah.
Kat Siauw Hoan dan Siang-koan Bu-ceng saling pandang, tidak
berhasilnya To It Peng telah berada didalam dugaannya, hal ini
tidak terlalu mangherankan.
To It Peng merayap bangun. la mendekati Kat Siauw Hoan
bertanya :
„Nona Kat, betulkah keteranganmu ?"
Kat Siauw Hoan tertawa cekikikan, katanya : '„Dasar dungu,
belum pernah kulihat ada orang yang tolol sepertimu."
Siang-koan Bu-ceng merangkul tubuh Kat Siauw Hoan, pemuda
ini turut bicara:
„Pada sebelumnya, aku kurang percaya keteranganmu. Kini
terbukti betapa dungunya kacungmu ini."
Telinga To It Peng dirasakan berdengung hebat, ia Sadar dari
lamunan muluknya. Kat Siauw Hoan lebih cinta pada Siang koan Bu-
ceng, dirinya hanya dianggap seperti kacung pesuruh biasa.
Terdengar suara tertawa Siang-koan Bu-ceng yang manyakitkan
hati, maka gelaplah penglihatan To It Peng, tak sanggup ia
manerima pukulan batin dan serangan hawa dingin, ia jatuh pingsan
ditanah es yang membeku batu.
Beberapa lama kemudian ……..
To It Peng sadar dan siuman setelah hari manjadi pagi, hanya
sebagian dari sinar matahari yang dapat menyinari tempat. ini,
maka es dan salju tetap membeku kuat dan kokoh. Ia telahi
kehilangan jejak Kat Siauw Hoan dan Siang-koan Bu-ceng, entah
kemana perginya pasangan itu.
la bangun berdiri, diusahakan mencari jejak dua orang itu, To It
Peng tidak barhatil, karena mereka telah pergi meninggalkannya.
Pada seuah kaca es tampak bayangan diri sendiri, bayangan ini
berkepala botak, hasil kerja Thian-sim Siang-jin yang melicininya,
dengan wajah ini memang tak pantas mendampingi Kat Siauw
Hoan.
Karena memandang rendah diri sendiri, To It Peng tidak
manylahkan Kat Siauw Hoan yang meninggalkannya. Hat itu
dianggap sebagai suatu impian hidup.
Matanya dapat melihat goa es tembus yang putih jernih itu,
didalam goa inilah tersimpan kotak yang Kat Siauw Hoan
harap2kan. Bila saja ie berhasil mendapat kotak tersebut, tentu Kat
Siauw Hoan girang. Satu2nya untuk menyenangkan wanita itu ialah
memenuhi hasratnya yang ingin memiliki kotak didalam goa es.
Tekat To It Peng dibuktikan, segera ia masuk kedalam goa kaca
es, disana terlihat sebuah kotak terbungkus oleh gumpalan es yang
membeku keras. Kotak ini mempunyai ukuran, bentuk yang sang
dengan kotak batu pualam peninggalan ayahnya, kotak batu pualam
itu telah disersahkan kepada Ban Lo Lo yang kemudian telah jatuh
ketangan Kat Siauw Hoan. Mungkinkah tertinggal didalam bekuan es
?
To It Peng mengerahkan kepelan tangannya memukul kaca es,
maksudnya memecahkan gumpulan es itu, hanya ia tidak berhasil,
pukulannya yang dapat menghancurkan batu mempunyai kekuatan
lebih dari 20 kati, tetapi tebal es didalam goa ini tak mudah
dipecahkan.
To It Peng tertawa getir, maka ia harus menunggu sehingga
tengah malam, dikala terjadi pusaran hawa dingin, maka dinding
kaca es akan belah, menggunakan kesempatan itu, mungkin ia
dapat menjangkaunya.
Untuk semantara, ia mendapat kebebasan, setelah mengejar
ayam hutan yang memang banyak berkeliaran digunung Thian-san
ia membakar ayamnya tadi sebagai pengisi perut.
Menjelang malam harinya, menunggu sampai tepat tengah
malam, To It Peng mengulang usahanya yang ingin mengambil
kotak, seperti biasa goa kaca es tetap dingin, dikala pusaran hawa
meletus keluar dari isi gunung, disertai oleh serangan tekanan
tanaga yang kuat dan hebat, To It Peng dibuat terpental keluar, tak
berdaya ia melawannya. la jatuh pingsan dimulut goa.
Beruntun beberapa hari To It Peng melawan kekuatan pusaran
hawa dingin yang menggelegar itu, ia selalu menderita kekalahan,
sebelum tenaganya sanggup menjangkau benda yang menjadi isi
dari goa kaca es, ia telah terlempar keluar.
Waktu2 timbul lenyapnya pusaran hawa dingin yang keluar dari
perut gunung telah diketahui tepat, To It Peng sagera mengerti
cara, tidak lagi masuk kedalam goa, sebelum pusaran hawa dingin
itu terjadi. Menunggu sehingga kekuatan dingin itu buyar, baru ia
masuk kedalam goa.
Kali ini ia berhasil, hawa tetap dingin, hanya tidak sedingin dikala
terjadinya pusaran kekuatan dari perut gunung, pun tidak ada
tenaga yang mendorong, ia tiba dihadapan tempat yang
mambekukan kotak wasiat.
Ie hanya berhasil menyentuh dinding dimana tersimpan kotak
wasiat itu, hal ini bukan bararti berhasil didalam keseluruhannya, ia
gagal mengambil kotak tersebut walau telah memecahkan sebagian
kaca es.
To It Peng harus mengulang kerjanya yang harus melawan
pusaran hawa dingin yang kuat, setiap tengah malam, ia berkutet
maju, tangannya gemetaran dingin kakinya hampir membeku, ia
berhasil tiba dicelah pecahan es, setelah itu dikala tangonnya
diulurkan ingin menjangkau kotak….. tak kuat melawan kekuatan
yang sangat kuat.
Hal ini dilakukannya hari demi hari, tekadnya telah dibulatkan,
tak pernah ia putus asa. Minggu demi minggu telah dilewati .
Bulan demi bulan terlewatkan, To It Peng melakukan tugas
tersebut hingga 5 bulan. Hasil dari jerih payahnya ialah, ia dapat
berdiri dimulut pecahan kace es dengan kokoh dan kuat, kekuatan
pusaran hawa dingin telah dapat dilawan olahnya. Hanya letak
kotok wasiat itu tarlalu dalam, tangannya tak berhasil
menjangkaunya, ia harus masuk kedalam perut gunung
mengambilnya, hal ini belum dapat dilakukan. Hawa dingin terlalu
kuat, semakin-masuk semakin hebat dan keras.
Dimisalkan orang lain yang, melakukan hal itu tentu ia akan
putus asa. Lain dengan To It Peng, kemajuan yang dicapai olehnya
sangat menggembirakan walau kemajuan itu harus dltempuh
didalam waktu yang sangat-lama.
Kerena latihan inilah, tenaga dalam To It Peng mendapat
kemajuan sangat pesat, dikolong langit, mungkin hanya ia seorang
yang dapat bertahan dengan kekuatan alam, melawan pusaran
hawa dingin yang keluar dari perut gunung.
Satu tahun kemudian ……………
To It Peng telah berhasil masuk kedalam perut gunung kaca es,
ia mulai membongkar gumpalan es tersebut. Hal ini tidak dapat
dilakukan terlalu lama, ia harus dapat menghitung tepat pergi
datangnya pusaran hawa dingin, atau ia akan terbekukan didalam
es itu, dikala hawa dingin hampir lenyap, ia harus segera
meninggalkan goa. Maka belum juga berhasil mengambil kotak
wasiat yang tersimpan.
Tiga tahun lagi dilewatkan olehnya ………….
To It Peng berhasil pergi datang bebas, hari ini, menjelang
tengah malam, datayg pusaran gelombang hawa dingin: la melesat
masuk, gerakannya sangat gesit, maka tibalah ia ditempat lama.
Disini ia menggempur bongkahan es batu dengan menggunakan
tangannya, maka pecahlah bongkahan es batu itu dan ia berhasil
memungut kotak itu, disisi kotak terdapat sebilah pedang berikut
sarungnya, maka dibawanya, keluar goa.

To It Peng harus segera meninggalkan tempat itu, puseran


hawa-dingin telah mulai buyar maka es yang telah Pecah akan
segera membeku. Hal ini betul2 terjadi, kala ia tiba dimulut goa,
dinding goa kaca es telah merapat pula.
la memperhatikan kotak dan pedang yang didapat, pedang itu
tidak as ing, inilah pedang Hu ie berikut sarung pedang kulit naga!
„Hei !" Seru T o It Peng seorang diri. „Mungkinkah Siu Jin Mo Say
meletakkan pedang dan sarung ditempat ini ?"
Diperhatikannya sekali lagi, dugaan tadi adalah tidak tepat.
Pedang Hu ie dan sarung kulit naga yang sedang dipegang olehnya
agak berat dan lebih bercahaya, berbeda dengan pedang Hu ie dari
Seng-po-chung.
Maka dibukanya kotak wasiat, disini diterangkan sebagai berikut :
Tak sedikit pedang Hui-ie palsu yang tersebar luas didalam rimba
persilatan, tetapi hanya pedang inilah yang asli. Demikian pula
dengan sarung pedang kulit naga, ia berkhasiat dapat
menyembuhkan setiap luka yang diderita. Terlampir catatan ilmu
pedang Sang-yang Kiam-hoat.
Sadarlah To It Peng bahwa pedang Hu ie dalam Seng-po-chung
hanyalah pedang Hu ie palsu, demikian pula dengan sarung padang
kulit naga. Entah kemana Siu Jin Mo Say bawa kedua benda palsu
itu ?
To It Peng tidak ada niatan untuk mengambil benda2 pusaka ini,
maksudnya ialah menyenangkan Kat Siauw Hoan, maka
disimpannya segera untuk diserahkan kepada wanita itu.
Memang tenaga dalam To It Peng telah berada pada puncak
keagungan, tak mungkin ada orang yang dapat melawan
kekuatannya. tak perlu ia menggunakan ilmu s ilat atau ilmu pedang.
Setiap gerakan telah mengandung kekuatan hebat dan dahsyat.
Dengan membawa pedang Hu ie, sarung pedang kulit naga dan
catatan ilmu pedang Sang yang Kiam -hoat, To It Pang
meninggalkan gunung T h;an ban.
Berbeda dengan kedatangannya, setiap langkah To It Peng
dirasakan sangat enteng dan ringan. Hanya rambutnya yang tidak
terurus itu mengurai panjang, bagaikan orang hutan yang baru
turun gunung.
Hari itu, To It Peng melakukan perjalanan malam. Jauh
didapannya terlihat obor2 dipasang terang, terdengar suara hiruk
pikuk banyak orang.
Telah bertahun-tahun, To It Peng tidak bertemu dengan
manusia. rasa kangen terhadap sesamanya telah menggirangkan,
dengan satu emposan tenaga, ia melesat kedepan, luar biasa sekali
gerakannya, ia tiba di tempat tersebut dengan sangat cepat.
Rasa girang To It Peng tidak mudah dilukiskan, tahulah dia
bahwa ilmu tenaga delamnya teah mendapat kemajuan yang lebih
hebat lagi, betul-betul sekarang ia telah rnenjadi jago nomor satu,
jago nomor satu dalam arti sesungguhnya.
Obor api dinyalakan oleh banyak orang, disana berkumpul para
jago rimba persilatan, mereka terdiri dari orang tua, lelaki dan
wanita, jumlahnya lebih dari 40 orang, berkumpul menjadi satu
membuat lingkaran.
To It Peng mencampurkan dirinya kedalam rombongan ini.
Kehadirannya rombongan ini mengurung seorang, mengarahkan,
pandangannya ketengah lingkaran, hati To It Peng memukul keras,
berdebar-debar, disana berdiri seorang wenita muda, itulah Kat
Siauw Hoan yang dirindukan olehnya, semakin cantik semakin
menarik. Tidak terlihat sipemuda perunyus Siang-koan Bu-ceng
menyertainya.
Kat Siauw Hoan berada didalam bahaya, para jago rimba
persilatan dengan api obor ditangan telah menguurungnya.
To It Peng memperhetikannya dengan hati berdebar-debar.
Kat Siauw Hoan menunjukkan rasa yang tidak gentar, terdengar
ia mulai angkat bicara :
„Maksud kalian bukan bertempur, bukan ?"
Suara hiruk-pikuk menjadi sirap. Bila sebelum Kat Siauw Hoan
bicara.banyak terjadi keributan, setelah suara wanita muda itu
mendengung. mereka tutup mulut, keadaan sangat sepi dan sunyi.
Hanya lidah2 api memain diatas obor2 yang mereka bawa.
„Maksud dan tujuan kalian ialah rahasia simpanan To Tong Sin,"
sambung Kat Siaow Hoan. „Rahasia itu telah tidak jauh lagi,
letaknya ialah digunung Thian-san yang telah berada diambang
mata, mengapa kalian tidak dapat menahan sabar ?"
Dari rombongan orang terlihat seorang tua kurus menampilkan
dirinya dihadapan Kat Siauw Hoan barkata dingin :
„Telah tahunan kau menyebar berita tentang rahasia To Tong Sin
dan benda pusaka, apa maksud tujuanmu menyebarkan luas berita
ini ?"
Kat Siauw Hoan memandang siorang tua kurus, di tatapnya
sekian saat, iapun tarsenyum katanya:
„Dikatakan orang tua Sie Loya-cu mempunyai sifat yang tidak
szbar, ternyata berita ini sesuai dengan kenyataan. "
„Kukira sudah waktunya untuk memberi penjelasan bukan " kata
orang tua kurus itu.
Kat Siauw Hoan menganggukkan kepalanya.
To It Peng tidak tahan membenam rasa rindunya, ia mendesek
maju kerarah tempat pusat Iingkaran.
Banyak orang yang menghadang kedepan, mereka tidak
membiarkan To It Peng. bergerak maju. Hanya mereka tak sanggup
melawan kekuatannya, hanya menggunakan sedikit tenaga, To It
Peng menarik setiap orang yang mengganggu dirinya.
Terjadilah sedikit kegaduhan, mereka memandang kearah To It
Peng. Dari mana munculnya pengacau ini? Terlihat seorang Iaki2
berpakaian compang-camping, rambut panjang, kumis dan jenggot
tidak terpelihara mendekati Kat Siauw Hoan dipusat lingkaran. Tak
seorangpun yang kenal dengan kehadirannya si 'siluman’.
Kat Siauw Hoan dapat melihatnya, tak terlihat jelas orang yang
datang, dikiranya ada lain pertanyaan maka ia berkata :
„Ada apa ?"
Keberanian To It Peng menjadi luntur, la kecewa, ternyata wanita
muda itu tidak mengenalnya. Maka langkah kaki yang telah
berderap maju diundurkan pula, mencampurkan diri dengan
rombongan orang tadi.
„Ti….. Tidak ….." la menjadi gugup.
Tenaga kekuatan To It Peng telah menarik perhatian beberepa
orang, mereka memberi kesan lain kepadanya, diberinya tempat
yang agak lowong. Hal ini tidak diketahui oleh To It Peng.
Terdengar Kat Siauw Hoan memberi keterangan kepada
rombongan orang itu :
„Disalah satu puncak gunung Thian-san yang selalu terbenam
oleh salju putih tordapat goa es, didalam goa inilah benda2 itu
tersimpan."
Kakek kurus mengelaurkan suara dari hidung :
„Hm ……. kukira bukan sakali ini kau beri keterangan yang sama,
bukan ?"
„Betul." kata Kat Siauw Hoan. „Hanya tahukah kalian, bahwa
hawa dingin yang keluar dari goa tersebut tidak mudah
tertahankan? Benda? itu terbenam didelam gumpalan kaca es, tak
mudah untuk mengambilnya."
Seorang nenek tampil kedepan, ia berteriak :
„Ternyata maksudmu membawa obor penerangan untuk
membakar dan mencairkan ganung es tadi ?"
„Betul." Kat Siauw Hoan membenarkan pertanyaan itu.
Nenek itu telah barada ditengah lingkaran, maka jelas terlihat
wajahnya yang sangat buruk, beberapa oreng yang berada dekat
dengannya terkejut, ada juga yang menjadi gemetaran kerena
takut.
To It Peng tak kenal dengan nenek buruk itu, dilihat dari gelagat
keadaan, tentunya tokoh jahat yang kejam, maka tidak sedikit dari
rombongan itu yang takut. Takut nenek buruk ini melukai Kat Siauw
Hoan, ia agak maju kedepan.
Betul saja, Kat Siauw Hoan segera mengenali nenek buruk itu.
„Oh, ternyata Bu cianpwe dari gunung Kauw-lauw-san?" Serunya
kaget :
„Kau……kau….. turut datang ?... Sungguh diluar dugaan."
Bila Kat Siauw Hoan dapat berlaku tenang dan tertawa-tawa,
sebelum kedatangan nenek buruk itu. Kini wajahnya telah berubah
pucat takut, matanya memandang kesekeliling rombongan orang,
agaknya ingin meminta bantuan. Ia mundur kebelakang
memperjauh jaraknya dengen sinenek.
Ternyata sifat sinenek buruk sangat kejam dan jahat, ilmu
kepandaiannya sangat tinggi dan hebat, belum pernah ia dikalahkan
oleh siapapun juga, ia dapat membunuh siapa yang tidak
menyenangkan hatinya.
Kat Siauw Hoan dan banyak orang maklum yakin hal ini, mereka
harus menyingkir jauh2, maka tidak sedikit yang melarikan diri
pergi.
Sinenek buruk mendekati Kat Siauw Hoan, ia tertawa terkekeh-
kekeh.
„Tak usah kau ajak banyak orang !" katanya. „mari ikut
kepadaku."
Tangannya yang telah banyak Iipetan diulurkan Mencengkeram
Kat Siauw Hoan. Jelas dan gamblang, meksudnya ialah mencari
benda pusaka untuk dimiliki olehnya.
Kat Slauw Hoan menggeser ujungkaki, maka ia berhasil
menyigkirkan diri dari cengkereman itu.
„Sabar …… sabar ……" teriaknya.
Sinenek buruk tidak menghentikan serangannya yang pertama,
disusul dengan cengkereman yang kedua.
To It Peng bergerak maju, ia berteriak :
„Hei, mengapa kau mengganggu orang ?"
Nenek buruk itu belum pernah mendapat tantangan, teriakan T o
It Peng berada diluar dugaan, serangan yang mengancam Kat Siauw
Hoen dibatalkan, ia menoleh memandang sipemuda.
„Kau sudah bosan hidup?" Benteknya. To It Peng mengoyangkan
kepala.
Nenek itu telah menutup mulutnya. Ia mencengkeram dengan
cepat, maka cakar kukunya terpancang mengarah dada To It Peng.
Gerakan ini tarlalu cepat, gesit dan berada diluar dugaan sipemuda.
To It Peng mempunyai Iatihan tenaga dalam yang kuat dan
hebat, hal ini bukan berarti ia mempunyai ilmu kepandaian silat,
reaksinya terhadap serangan selalu terlalu lamban, diketahui
serangen yeng datang, tak tahu bagaimana ia harus
menghindarinya.
Terdengar suara teriakan terkejut dari beberapa orang,
diiantaranya ada juga yang menyayangkan jiwa laki2 berambut
panjang ini, anggapannya tak mungkin To It Peng luput dari
kamatian.
„Sreettttt ……………"
Disusul oleh jeritannya nenek berwajah buruk itu, badannya
terlempar kebelakang dan jatuh dltanah, keIima jari kanannya telah
hancur remuk, darah berceceren ditanah.
Rombongan orang yang menyaksikan heran tak mengerti,
mereka memandang kearah To It Peng. Dada laki2 berpakaian
kumal ini telah terbuka sebagian, bajunya yang tidak rapi robek,
maka jelas terlihat lima baris tanda cengkeraman pada dadanya
yang bidang, disana tidak terlihat darah keluar, ternyata cekeraman
si nenek buruk tidak membawa hasil.
Nenek buruk Itu telah terkenal lama, didalam kesan setiap orang,
seranggannya tak mungkin gagal. Apa mau ia bertemu dengan To It
Peng, patah, hancur remuklah semua jarinya.
Suatu kejadian yang mempersonakan semua orang. Segera
terdengar pujian2 yang berdengung.
"Laki2 pengemis Ini hebat sekali."
„Ilmu tenaga dalamnya cukup kuat untuk memindahkan
gunung."
„Tentu. Masakan ia dapat menghancurkan jari tangan nenek dari
Kauw lauw-san yang telah terkenal lama ?"
Kat Siauw Hoan segera mengenali akan pemuda yang pernah
ditinggal pergi.
„To toako…… Kau……" Mulutnya seperti tersumbat.
Akhirnya dikenali juga dirinya, To It Peng sangat terharu.
„Betul…… Aku……" Katanya hampir mencucurkan air mata.
„To toako, kau datang?" tanya Kat Siauw Hoan.
„Masih kenalkah kepadaku ?"
Kat Siauw Noan menganggukan kepala, To It Peng berjalan
maju. Kat Siauw Hoan segera merangkulnya.
„To…….To toako…….." katanya perlahan. „masih marahkah
kepadaku?"
To It Peng tertawa.
„He, ha……. sudeh lama kulupakan kejadian lama itu."
Dikeluarkannya kotak berisi catatan ilmu pedang Sam-yang Kiam-
hoat, pedang Hu ie dan sarung pedang kulit naga
„Nah, Iihat." Katanya :
„Aku telah berhasil mengambil pedang Hu-ie dari goa kaca es
itu."
Kat Siauw Hoan memberi lirikan mata mencsgah sipemuda
menyebut nama pedang itu, tetapi telah terlambat.
Terjadi sedikit kegaduhan. Rombongan orang itu bergolak
kembali.
„Kecuall pedang Hu ie, masih ada sarung pedang kulit naga dan
catatan ilmu silat Sang-yang Kiam-hoat." To It Peng menyambung
pembicaraannya. Tak tahu bahwa bahaya telah mengancam
mereka.
Suatu rombongan orang semakin jelas, mereka bergolak semakin
hebat.
Memandang tiga mat yam benda pusaka itu, Kat Siauw Hoan
sangat terharu. Laki2 yang telah tiada terurus ini adalah pemuda
yang pernah ditingggalkan olehnya, pemuda yang pernah ditipu
olehnya, pemuda yeng pernah diabaikan keselamatan jiwanya.
Tetapi ia masih tetap baik hati, melupakan semua dendam itu dan
memberinya pusaka2 yang tak dapat dinilai dengan harga.
Teringat akan Siang-koan Bu-ceng lebih menarik dari T o It Peng,
lebih pandai memikat hati wanita, karena inilah, Siang-koan Bu-ceng
lebih cepat melupakannya pula.
Setelah ia ditinggalken oleh Siang-koan Bu-ceng satu tahun yang
lalu, Kat Siauw Hoan putus harapan.
Pemuda yang dikasihi, Siang-koan Bu-ceng berjumpa dengan
wanita lain, wanita yang lebih cantik darinya, lebih muda darinya.
Dikatakan bahwa dia telah 'tua'. Suatu hal yang paling
menyakitkan hati seorang wanita.
Bukan sedikit kejahatan2 yang telah dilakukan oleh Kat Siauw
Hoan, maka dianggapnya olehnya sebagai suatu pembalasan,
pemerasan manusia atas manusia kejahatan diantara sesama
manusia hidup diatas dunia.
Apa yang To It Peng perlihatkan kepadanya sungguh
mengharukan adalah manusia sepertinya ? Membalas kejahatan
dengan kebaikan ?
Memandang pemuda yang telah lama tidak terurus, mata Kat
Siauw Hoan menjadi basah, ia menangis ter-sedu2
Hal ini sagera diketahui oleh To It Peng, ia kaget.
„Hei, kau menangis, tidak senangkah atas kedatanganku ?"
tanyanya.
Kat Siauw Hoan menggoyangkan kepala.
„Aku terlalu gembira." katanya.
„Nah, ambilIah pedang, sarung pedang dan catatan ini." To It
Peng menyerahkan tiga pusaka itu.
„To toako, mengapa kau baik kepadaku?" Kat Siauw Hoan
mengajukan pertanyaan.
„Kerena…… Kerena…….." Tak dapat To It Peng memberi jawaban
dengan pasti.
Kat Siauw Hoan menolak segala pemberian, didorongnya kembali
tiga macam benda pusaka itu berkata :
„Simpanlah padamu. Aku …….. Aku telah menyerahkan diriku
kepadamu…… maka segala sesuatu yang menjadi milikku langsung
menjadi milikmu pula.”
To It Peng kurang percaya akan apa yang didengar „Apa?"
Teriaknya keras.
Kat Siauw Hoan menempelkan mulutnya ditelinga sipemuda, ia
mengulang apa yang diucapkan tadi perlahan.
To It Peng dapat mendengar jelas, ia berdiri lama, ditatapnya
wajah wanita cantik itu lama. Saking gembiranya, ia mengeluarkan
suara seruan.
„Huraass…………."
Betapa hebat tenaga dalam. To It Peng telah dibuktikan dengan
hancurnya jari2 nenek buruk dari gunung Kauw-lauw-san tadi.
Teriakannya dikerahkan dengan tenaga penuh, lupa kepada
keadaan dirinya. Suara ini bergemuruh, seolah-olah bumi meledak.
To It Peng tidak ada niatan memamerkan tenaga dalamnya
untuk menakut-nakutkan orang, letak Kat Siauw Hoan terlalu dekat,
tak sanggup menerima getaran-getaran suara yang dikerahkan
dengan tenaga dalam tadi, maka tubuhnya jatuh segera.
Segera To It Peng menyanggah tubuh ini. Dikala ia
mendongakkan kepala terlihat semua orang telah lari pontang-
panting, mereka bergelimpangan jatuh, tunggang-langgang
meninggalkan tempat tersebut, beberapa diantaranya jatuh pingsan.
Tak seorangpun yang sanggup menerima getaran suara tenaga
dalam To It Peng
Rombongan orang telah lari menjauhkan diri. Beberapa orang
yang jatuh pingsan, setelah mereka sadar dan dilihat keadaan itu,
merekapun bergulingan pergi.
Didelam sekejap mata, keadaan telah sepi dan sunyi. Obor2
berjatuhan dan bertebaran ditanah karena ditinggalkan oleh para
pemegangnya. Tak ada seorang manusiapun yang tinggal disana.
Nama To It Peng membubung cepat, tak perlu ia mengerahkan
tenaga, tak guna ia mempertontonkan ilmu kepandaiannya, hanya
dengan pekikan suara, cukuplah mengusir puluhan jago terkenal.
Kejedian, ini tetap tercatat didalam sejarah ilmu silat.
Dikala Kat Siauw Hoan sadar dan siuman, keadaan te!ah manjadi
gelap. Obor2 telah padam, tidak terdengar sura napas seorang
manusiapun juga.
To it Peng melamun jauh, tak pernah dibayangkan olehnya
bahwa Kat Siauw Hoan dapat kembali kedalam pelukannya.
„Mimpikah aku?...... bermimpikah aku?" Mulut To !t Peng
bergumam.
Kat Siauw Hoan segera sadar apa yang telah terjadi, ia girang
manyaksikan kemajuan yang To It Peng telah capai.
„Kau tidak mengimpi, dungu." la menuding-nudingkan tangannya
kejidat pemuda dogol.
To It Pang menepuk kepalanya.
„Betul…… Aku tidak mimpi ……… Betul ……….. Aku …….
Dungu………. " Gumamnya seorang diri.
To it Peng melamun jauh, tak pernah dibayangkan olehnya
bahwa Kat Siauw Hoan dapat kembali kedalam pelukannya.
”Mengimpikah aku? ...... Mengimpikah aku?" Mulut To It Peng
bergumam..
Kat Siauw Hoan segera sadar apa yang telah terjadi. ia girang
menyaksikan kemajuan yang To It Peng telah capai.
”Kau tidak mengimpi, dungu." ia menudingkan tangannya ke jidat
pemuda dogol.
To It Peng menepuk kepalanya.
„Betu!. Aku tidak mimpi ......... Betul ......... Aku dungu....."
Gumamnya seorang diri.
Dan berakhirlah cerita Si DUNGU sampat dibagian ini.
---o Tamat o---

Anda mungkin juga menyukai