---oo0dw0oo---
To it Peng merasakan dirinya jatuh ketanah, tidak berani, ia
menengok kebelakang. Dengan mengambil langkah seribu, ia cepat
menuju kearah perkampungan Ban-kee-chung.
Hujan telah mulai mereda, kejadian yang banyak membantu T o
It Peng. Maka selamatlah ia tiba dimuka perkampungan Ban-kee-
chung.
Pada Pos Penjagaan perkampungan Ban-kee-chung terlihat dua
orang, segera mereka membentak : „Berhenti ! Siapa yang datang
?"
To It Peng menghentikan langkahnya yang masih memburu.
Jawabnya terburu-buru.
Kedua orang itu segera mengenali kemenakan ketua kampung
mereka.
„Ohh... tuan muda." kata mereka hampir berbarengan, sebutan
'Tuan muda' itu sungguh tidak enak didengar.
To It Peng tidak menaruh didalam hati, perangainya cukup sabar
dan halus.
„Betul." Sahutnya segera. „Lekas panggil pamanku, dimana kini
ia berada?"
„Ha ... ha ... ha .....!" Dua orang itu tertawa sambil menunjuk
pakaian To It Peng yang penuh dengan lumpur. Kedudukan To It
Peng didalam perkampungan Ban-kee-chung hanya kalah setingkat
dari pamannya, tetapi ilmu kepandaian pemuda ini biasa saja,
sikapnyapun ketolol-tololan. Sebagian besar orang2 di
perkampungan Ban-kee-chung tidak memandang mata kepadanya.
„He!, lekas panggil paman! Bencana akan segera melanda
perkampungan Ban-kee-chung!" T eriak To It Peng nyaring.
Dua orang yang mendapat tugas jaga itu terdiri dari dua saudara,
Oey Tiang Hong dan Oay Tiang In namanya. Mereka dapat
menyaksikan wajah To It Peng yang tegang, tentunya telah terjadi
sesuatu atas dirinya. Maka mereka manghabiskan tertawanya.
Sebenarnya, mereka adalah anak murid Kun-lun-pay. Suatu hari
mengalami kecelakaan dan berhasil mendapat pertolongan ketua
perkampungan Ban-ke-chung Ban Kim Sen. Mereka berterima kasih,
maka bersedia mangabdikan dirinya menjadi pengawal
perkampungan itu.
„Hei, apakah yang telah terjadi?” tanya mereka serentak.
„EMPAT WAJAH TAK BERKULIT telah tiba. Mereka telah
mernbunuh 3 orang kita, mereka membeset pula wajah ketiga
orang kita itu.” To It peng memberi keterangan dengan napas
terengah-engah.
„Hei, EMPAT WAJAH TAK BERKULIT dari daerah Kiong-lay kau
maksudkan ?” tanya Oey Tiang Hong keras.
„Mereka menyebut diri seperti itu." To It Peng memberi
keterangan, „Mana kutahu dari mana mereka datang?"
Oey Tiang Hong dan Oey Tiang In saling pandang sebentar, tiba2
saja mereka tertawa besar.
„Ha, ha ... ha ... ha .......”
„Tidak kusangka, kau inipun pandai berkelakar." kata Oey T iang
Hong sambil menepuk pundak To It Peng.
To It Peng merasa penasaran.
„Bzrkelakar? Bilakah aku berkelakar dengan kalian?" Tanyanya.
Masih saja Oey Tiang Hong tertawa.
„Bila kau menyebut nama lain, mungkin kami percaya." katanya.
”Tetapi, EMPAT WAJAH TAK BERKULIT itu telah mati lama!.... Ha ....
ha ... ha .... !"
„Mati lama? Sebentar lagi mereka akan menyatroni kampung
kita." To It Peng masih mencoba menerangkan.
„EMPAT WAJAH TAK BERKULIT dari Kiong-lay adalah murid Siu
Jin Mo Say, setelah Siu Jin Mo Say terjatuh dari tebing curam
dengan tiada kabar ceritanya, ke empat murid jahatnya inipun turut
dikoroyok oleh para pendekar rimba persilatan, mereka telah
terbinasa belasan tahun, mungkinkah kau belum pernah dengar
akan cerita ini?" Oey Tiang In tidak tertawa lagi, ia memberi
keterangan tentang kata2 To It Peng yang dianggap bohong
olehnya.
To It Peng masih belum dapat diyakinkan.
„Mungkin....... Mungkinkah mereka belum binasa?" la mencari
jalan untuk dapat memuaskan hatinya.
„Guru mereka Siu Jin Mo Say jatuh kedasar jurang curam dengan
tiada orang yang dapat memastikan kebenarannya. Mungkin ia
belum mati. Tetapi 4 murid Siu Jin Mo Say telah dikeroyok banyak
orang, mereka telah membeset wajah yang dibangga banggakan
itu."
„Betul! mereka tiada berwajah." Potong To It Peng. „Merekapun
telah membeset wajah tiga orang kita."
„Tidakkah kau salah lihat?"
„Bagaimana bisa salah lihat? Kejadian ini bukanlah kejadian
sembarangan yang boleh diperjual belikan." To It Peng ngotot.
Oey Tiang Hong dan Oey Tiang In saling pandang, mereka
segera dapat mengambil keputusan.
„Biar aku yang melaporkan kejadian ini kepada chungcu." kata
Oey Tiang Hong. „Kalian berdua-jaga disini!”
„Baik." Oey Tiang In taat kepada perintah saudaranya. Ucapan
'baik'-nya Oey Tiang In dibarengi oleh satu suara dingin yang cukup
membangunkan bulu roma.
„Tidak perlu berjaga-jaga lagi. Aku telah tiba." demikian kata
suara ini.
Disana, tidak jauh dari mereka, melayang turun seorang wanita,
ber-rambut panjang terurai mengeriap, sebagian besar rambut
hitam ini mentupi wajahnya, maka Oey T iang Hong dan Oey T iang
In tidak dapat menyaksikan wajahnya yang tiada berkulit.
„Kau ..... kau siapa?" tanya Oey Tiang Hong dan Oey Tiang In
berbareng.
„Satu dari EMPAT WAJAH TAK BERKULIT." Wanita berambut
panjang itu memberi ketegasan.
Oey Tiang Hong din Oey Tiang In mengamat-amati wajah dibalik
rambut yang terurai itu, samar2 masih terlihat oleh mereka dua
baris gigi yang tiada ber-bibir, sinar mata yang kehijau-hijuan itu
luar biasa besarnya, hal ini dikarenakan tiadanya kelopak kulit yang
menahan kedua bola mata tersebut.
„Hm...." Oey Tiang Hong mengeluarkan suara dari hidung.
„EMPAT WAJAH TAK BERKULIT telah mati lama, dengan alasan apa
kau menggunakan nama mereka?”
Wanita berambut panjang itu melayang dekat.
„Maunya tidak kubunuh kalian agar dapat memberi tahukan
kepada situa bangka Ban Kim Sen. Tetapi kalian kurang ajar,
akupun tidak segan2 pula untuk membeset kulit wajahmu." la
mengeluarkan suara ancaman.
Dua saudara Oey merapatkan diri mereka, berbareng pada
tangan masing2 telah memegang cambuk lemas, yang pada
sebelumnya terlibat dipinggang mereka, cambuk ini diayun
sedemikian rupa, lurus keras mengarah jalan darah Hoa-kai dan
Wan-tie.
Ilmu kepandaian To It Peng tidaklah tinggi, sehingga untuk
menikmati gerakan2 yang indah terlalu sukar baginya, dilihat Oey
Tiang Hong dan Oey Tiang In mengadakan serangan mnereka,
tarlalu cepat untuk diceritakan, ujung cambuk telah berada dekat
dengan tubuh wanita berambut panjang itu. la mengeluarkan
keluhan napas panjang, yang menandakan kelegaan hatinya.
Ternyata ilmu dua saudara itu hebat, pasti hantu tidak berkulit
wajah itu akan mengalami kenaasan.
To It Peng masih mambayangkan bagaimana Hantu wanita
dengan wajah tak berkulit itu terbinasakan. Matanya seperti
berkunang-kunang, orang yang dipikirkan telah tidak pada
tempatnya. Wanita berambut panjang itu me layang tinggi, maka
cambuk Oey Tiang Hong dan Oey Tiang In mengenai tempat
kosong.
Tubuh wanita itu mulai melayang turun, kedua kakinya
dipentangkan, masing2 mengarah batok kepala Oey Tiang Hong dan
Oey Tiang In.
Dua saudara telah berkelana lama, belum pernah mereka
menyaksikan ada orang yang menggunakan siasat tempur seperti
ini. Mereka tertawa dalam hati, dianggapnya wanita itu terlalu
mengagulkan diri.
„Kau mencari mati." Pikir mereka yang segera mempedut cambuk
naik keatas..... nah, cambuk mereka mengarah kedua kaki lawan.
Tubuh wanita itu berada ditengah udara bebas, sukar untuk
mengelitkan diri dari dua cambuk lemas itu, kedua kakinya telah
terlibat oleh cambuk OeyTiang Hong dan Oey Tiang in.
Dua saudara girang luar biasa, gerak mereka berhasil sempurna,
kini ditariknya cambuk yang telah melilit kaki lawan mereka, bila
berhasil, tentu tubuh wanita seperti hantu yang tak berwajah itu
akan terbeset dua.
Perkembangan berikutnya sungguh diluar dugaan, kedua saudara
Oey tidak berhasil menarik cambuk mereka. Tubuh wanita berambut
panjang itupun mengaku ditengah udara, tidak turun lagi.
Dengan kedua kaki masih terlibat oleh cambtuk, wanita itu
menjatuhkan badannya, maka ia terjun dengan kepala dibawah,
dengan membiarkan kedua kaki yang terikat itu diatas.
Rambut yang terurai panjang bebas menutupi wajahnya, tampak
suatu pemandangan yang menyeramkan, bola mata yang besar
bergerak-gerak, dua baris giginya menyeringai, tak selembar
kulitpun yang melekat pada wajahnya, tiada ubahnya sebagai
seorang hantu penasaran.
Cepat kepalanya jatuh, disaat hampir membentur tanah, kedua
tangannya digerakkan cepat, maka kedua tangan itu mengaluarkan
tenaga pantulan yang keras, ia mundur kebelakang dengan cepat.
Dua saudara Oey tidak berhasil menarik korbannya, kini mereka
tertarik oleh kekuatan yang hebat. Apa boleh buat, dilepaskannya
dua cambuk itu. T idak urung telah tarlambat, kedua tubuhnya jatuh
ngusruk kedepan.
Gerakan hantu wanita itu gesit luar biasa, tangannya telah
menggunakan cambuk2 lemas yang belum lama menjerat kedua
kakinya, dengan kedua cambuk ini ia mengadakan serangan
balasan. Tar... Tar.... kepala Oey Tiang Hong dan Oey Tiang In
pecah sebagian.
To It Peng belum sempat berseru girang, disaat melihat jatuhnya
kepala hantu wanita yang hampir membentur tanah itu. Kini tiba2
saja terjadi perubahan. Bukan wanita itu yang terbinasa, tetapi dua
saudara Oey sendiri.
Hantu wanita itu melemparkan cambuk ditangan, dihadapinya To
It Peng dengan perlahan.
To It Peng ingin melarikan diri, apa mau dikata, kakinya tidak
mau bergerak, ia telah terpaku ditanah dan tidak dapat dikuasai
sama sekali.
Rambut wanita itu tarurai panjang, kembali wajahnya tertutup,
tidak tampak wajah yang manakutkan itu.
Ia memandang To It Peng sebentar, disaat melewati kedua
jenazah yang terlentang ditanah, ia mengulurkan kedua tangannya
dengan kuku2 yang panjang, Breettt.... Breettt.... dua lembar kulit
telah berada ditangannya. Ternyata ia membeset wajah Oey T iang
Hong dan Oey Tiang In.
„Aaaa....." To It Peng menutup matanya dengan tangan.
“Ha .... ha ... ha ....'' Hantu wanita itu tertawa puas.
To It Peng membuka tutupan tangan yang menutup mata, dilihat
wanita itu mendekati dirinya.
„Kau .... kau .... kau ...." Katanya gugup.
Wanita berambut panjang itu semakin mendekat... semakin
mendekat....
---oo0dw0oo---
BAGIAN 2
MALAPETAKA YANG MENGANCAM PERKAMPUNGAN BAN-
KEE-CHUNG
BAGIAN 3
MANUSIA YANG MEMPUNYAI UKURAN KEPALA BESAR
BAGIAN 4
KEAJAIBAN TERJADI
BAGIAN 5
TEKA TEKI ASAL USULNYA TO IT PENG
BAGIAN 6
BAN KIM SEN TELAH TIADA.
BAGIAN 7
DIGUNUNG NGO BIE SAN
BAGIAN 9
TO IT PENG SI JAGO NOMOR SATU ?
SALJU masih turun dengan hebat, tak henti2nya To It Peng
menyusut salju yang menutupi wajahnya.
Sebentar seja, bayangan hitam dari nenek tua itu telah lenyap, ia
mengejar Lim Cu Jin dan Kang Yauw.
To It Peng menarik napas panjang.
Tiba2 sebuah bayangan hitam balik kembali, cepat sekali, nenek
tua itu telah berada dihadapannya, ia menarik tangan To It Peng
dan membentak: „Lekas ikut aku. "
„Kemana ?" To It Peng bertanya.
„Lembah Ceng-cu-kok digunung es”
„Me .... mengapa ?"
Sinenek melemparkan tubuh sipemuda, terdengar 'ser' 'ser'
beberapa kali, ia menggerakkan tangan menotok beberapa jalan
darah si-pemuda dungu ini.
Sebelumnya, To It Peng me-ringis2 karena menanggung sakit,
tetapi setelah manerima beberapa totokan tadi, lenyaplah semua
rasa sakit itu, ia jatuh ditanah salju dengan keadaan segar.
„Coba kau totok bebarapa kali lagi." To It Peng ketagihan.
Sinenek mengeluarkan suara dingin : „K ini! kau tahu kelihayanku
heh !?. Dengarlah perintahku baik2. Tentu bukan sedikit yang akan
kau dapat."
„Dapatkah aku berkepandaien tinggi seperti dirimu?" To It Peng
bertanya penuh harapan.
„Mengapa tidak?" Nenek itu mengetahui kedunguan To It Peng.
Maka ia memberi jawaban yang sebenarnya.
To It Peng me-lompat2 kegirangan. Sedianya Teng Sam ingin
mengajak kelembah Cang-cu-kok digunung Es menemui neneknya.
Tetapi jago nomor satu dari daerah Liauw-tong itu melarikan diri,
ngiprit pergi, setelah melihat kehadiran nenek tua ini. Mudah
dibayangkan, betapa tinggi ilmu sinenek. Kini dikatakan ia dapat
memiliki ilmu seperti apa yang dipunyai, mana mungkin tak gembira
? Apa lagi mengingat ia tak tahu jalan. Ada sinenek ingin mengajak
kelembah Cang-cu-kok digunug Es. Sejalan satu tujuan. Tak perlu ia
manyusahkan diri lagi.
“Baik. Kini berilah pelajaran bagaimana memecahkkan bangku
batu seperti apa yang telah kau lakukan itu." To it Peng memohon
dengan rasa bengga sekali,
Mendengar ucapan To It Peng seperti itu sinenek tertegun.
Sungguh diluar dugaan. Tetapi hanya sakejap mata. Tidak lama,
iapun tertawa.
“Oh, mudah." Katanya. „Mari kau ikut padaku." To It Peng
mengikuti dibelakang orang tua itu.
Sinenek telah tiba pada sebuah pohon besar, disana ia
menepuk.... nepuk sekujur badan sipemuda. Maka To It Peng dapat
merasakan tenaga2 besar yang masuk kedalam tubuhnya. Ia
menjerit-jerit dan berteriak-teriak.
Selesa i menepuk-nepuk, terdengar sinenek berkata: „Pukullah
pohon itu."
„Memukul pohon yang berukuran tiga kali badanku?" To It Peng
tercengang.
„Pukul pohon itu! Inilah perintahku." Bentak sinenek.
Benar, To It Peng segera membayangkan ia dapat memukul
hancur pohon yang ditunjuk. Seperti sinenek memukul hancur
bangku batu yang dibuat berkeping-keping. Dengan gerakan kaku,
ia muiai mendorongkan tangan memukul pohon.
Terdengarlah suara dentuman yang hebat, pohon tersebut
berhasil ditumbangkan.
„Bagaimana ?" Tanya sinenek tersenyum.
“Aku...... Aku yang merobohkan pohon?" Suaranya agak
gemetar, saking girang menyaksikan hasil yang dicapainya.
„Tentu saja. Aku telah membuka semua jalan2 darahmu yang
tersumbat, telah kuperlebar otot2 kekuatan. Maka mulai hari ini, kau
adalah seorang jago kelas satu."
Dikampung Ban-kee-chung, berhari-hari bahkan sampai
berbulan-bulan To It Peng melatih diri, hasilnya hanya seperseribu
dari apa yang kini disaksikan, memang hebat ilmu kepandaian
nenek ini.
„Suhu, terimalah sembahku." la memberi hormat.
Sinenek menggoyangkan tangan, ia mencegah : “Aku bukan
gurumu."
To It Peng membelalakan mata memandang, ia bingung tidak
mengerti.
„Ilmu kepandaianmu telah berimbang denganku, mana mungkin
dapat menjadi muridku?" Sinenek tertawa.
To It Peng melowekkan mulut, ia tertawa lebar, puas dan
bangga.
„Biar kucoba sekali lagi." la berkata.
Tangannya dikedepankan, ia siap memukul lain pohon. Pada
anggapan dirinya, kata2 sinenek itu tak mungkin salah lagi, ia te lah
diciptakan sebagai jago nomor satu. Maka wajib mendemontrasikan
kehebatannya.
Manakala To It Peng mengerahkan tenaga, cepat sinenek
mencegah.
„Jangan." Katanya. „Kau telah menjadi salah satu jago nomor
satu. Tak boleh sembarang mengerahkan, tenaga. Kecuali didalam
keadaan terpaksa, tahu?"
To It Peng batal meneruskan usahanya, ia menganggukkan
kepala sampai berulang kali. la sangat patuh dan taat pada nenek
hebat itu.
Maka diingat-nya baik2 pesan sinenek : „Kau telah menjadi salah
satu jago nomor satu. Tak boleh sembarangan mengerahkan
tenaga, kecuali dalam keadaan, terpaksa."
Untuk menciptakan seorang berbakat menjadi seorang jago
nomor satu bukanlah tak mungkin sama sekali. Akan tetapi waktu
yang diperlukan untuk itu cukup lama, tidaklah ada kemungkinan
hanya dengan menepuk-nepuk badan beberapa kali lalu sudah
menjadi seorang jago tanpa tandingan.
Bagaimana To It Peng dapat memukul tumbang pohon besar
dihadapannya, hal tersebut karena sinenek telah menyimpan
tenaga2-nya melalui tepukan2 tangan. Maka tersimpanlah tenaga
hebat dan kuat, terasa segar dan sehat, T o It Peng -mengerahkan
tenaga itu memukul pohon, tentu saja pohon segera tumbang tak
dapat ditawar. Tetapi setelah tenaga simpanan keluar, kembali ia
menjadi manusia biasa. Maka sinenek mencegah sidungu memukul
untuk kedua kalinya. Tenaga yang tersimpan hanya dapat
dikerahkan sekali, tak mungkin dua kali.
To It Peng percaya bahwa ilmu kependaiannya telah setaraf
denagan tokoh2 kenamaan seperti sinenek, ia telah menjadi
seorang jago kelas satu. Luar biasa dan tak terlukiskan rasa
girangnya, maka semua orang telah dianggap berada dibawah
dirinya, dengan membusungkan dada ia berkata kepada nenek itu :
„Maukah kau menjadi kawanku?"
„tentu, aku berumur lebih tua darimu, maukah kau memanggilku
sabagai popo?" Sinsnek tua berkata.
Yang diartikan dengan po-po ialah nenek tua.
„Tentu. Hian-u Po-po kan baik sekali." To It Peng memanggil
'Hian-u Po-po’ yang berarti nenek tua berbaju hitam.
“Kau ada niatan untuk berkunjung kelembah Cangcu-kok
digunung Es, bukan?" Bertanya Hian-u Po-po.
“Bukan niatanku. Tetapi paman Teng Sam yang ingin mengajak
bertemu dengan nenek tuaku "
„Nenek tuamu? Siapakah nenek tuamu itu?"
„Aku tidak tahu. Semua keterangan paman Teng Sebelum dapat
kubuktikan."
„Siapa ibumu?" Hian-u Po-po bertanya lagi.
„Kau katakan kenal baik dengan ayahku. Mengapa tidak kenal
ibu? Sudah lama ibuku meninggal dunia. Beliau ialah adik
perempuan ketua Ban-kee-chung Ban Kim Sen."
Wajah sinenek berubah.
„Jadi.... nenek tua yang ingin kau temui itu adalah ibunya Ban
Kim Sen” tanyanya.
„Eh....Eh.... Kau kenal dengan beliau?'' Hian-u Po-po
manggoyangkan kepala dan berkata : „Nenekmu itu aku sendiri
tidak kenal dengannya. Bagaimana aku bisa kenal?"
„Oooooh....."
„Jadi, bukan maksud tujuanmu kelembah Cang-cu-kok digunung
Es, bukan?"
„Aku tidak bertempat tinggal lagi. Kemanapun boleh” To It Peng
memberi jawaban.
„Kini bersediakah kau pergi kelembah Cang-cu-kok denganku ?"
To It Peng menganggukkan kepala.
„Tetapi tidak me lakukan perjalanan bersama. Kau memilih
jalanmu dan aku memilih jalanku. Kita berkumpul dimulut lembah
Cang-cu-kok." Berkata nenek tua berpakaian hitam itu.
„Mengapa?" To-It Peng memandang bingung. „Aku tidak kenal
jalan."
„Mengadakan perjalanan terpisah bukan berarti
meninggalkanmu. Setiap waktu aku dapat memberi petunjuk. Hanya
tidak terus menerus denganmu tahu?”
Sungguh. T o It Peng tidak mengerti, baik2 melakukan perjalanan
bersama, mengapa harus terpisah, siapakah yang ditakutinya? Ilmu
kepandaian sinenek tinggi, iapun telah diciptakan sebagai 'jaqo
nomor satu', apa yang harus ditakuti?
„Baiklah." lapun menyanggupi. la te lah berjanji untuk mendengar
kata perintahnya. Maka tiada banyak bertanya.
„Nah, terimelah kembali petimu ini." Hian-u Po-po melemparkan
peti batu pualam yang dianggap sebagai pusaka dunia itu.
To It Peng menyambutnya.
„Kau mengembalikan padaku?" Benda peninggalan sang ayah
wajib dipelihara, tentu sipemuda gembira.
„Tentu saja harus dikembalikan kepadamu. Peti itu adalah barang
kepunyaanmu, bukan ?"
„Mengapa kau berusaha merebutnya?"
„Tadi aku hanya memperolok-olokmu saja."
„Nah mari kita mulai.”
To It Peng menyimpan peti batu pualam dan menggerakkan
langkahnya. hati sipemuda sedang senang, maka terasa langkah
tersebut sengat enteng sekali, dikiranya hasil pemberian sinenek
yang menciptakan dirinya sebagai 'jago nomor satu'.
„Mengembil jalan lurus." Hian-u Po-po memberi perintah.
To it Peng mengambil jalan lurus, diketahui nenek tua malu
berjalan ber-sama2 dirinya, tentunya berada dibelakang memberi
petunjuk2 , bila mana perlu. Maka iapun berjalan dengan lenggang.
Beberapa saat ia berjalan, tidak terdengar suara langkah derap
kaki dibelakangnya, ia menoleh dan tak tampak nenek berpakaian
hitam itu.
„Hian-u Po-po..... Kau dimana?" la berteriak. Suaranya
berkumandang ditanah salju yang putih.
„Tolol!" bentak satu suara. „Bila tidak ada perintahku. Jalanlah
lurus kedepan."
Inilah suara sinenek berpakaian hitam.
To It Peng mendengar suara orang, tetapi tak tampak bayangan2
nenek tersebut. Memang hebat dan aneh sifat2 nenek yang kurang
jelas asal usulnya i tu.
To It Peng masih tetap menempuh perjalanan ditanah salju ,
semakin jauh kearah utara, semakin dingin keadaan hawanya.
Perjalanan belasan lie lagi, tampak pada permukaan salju ada
titik2 hitam yang bergerak, semakin dekat semakin jelas terlihat,
ternyata seorang wanita dengan membokong sesuatu sedang
dikejar oleh kereta yang ditarik oleh beberapa anjing ajak.
Suara anjing melolong dan menggonggong terdengar santer, To
It Peng dapat menyaksikan bahwa wanita itu telah berada didalam
keadaan terluka.
”Tangkap wanita jalang......"
„Tangkap wanita itu "
Demikian terdengar teriakan2 dari kereta yang ditarik oleh anjing
ajak itu.
Wanita yang sedang dikejar ternyata menggendong bayi,
dilemparkan bayi itu kearah To It Peng sambil berteriak :
„Tayhiap...... kau..... lekas melarikan diri .... dengan anak itu
dan....... dan barang yang ada padanya boleh kau terima sebagai
tanda jasa."
To It Peng gugup menyambuti bayi yang masih kecil itu,
terdengar tangisnya yang memilukam. la gugup, entah bagaimana
harus mendiamkannya. Tetapi sang bayi pandai membawa diri,
entah mengapa, tangisnya hanya sekejap mata, setelah ditimang-
timang oleh To It Peng, iapun terdiam.
“Tayhiap Tolonglah kuserahkan kepadamu." Berkata lagi wanita
itu memohon.
Dua kali To It deng dipanggil 'tayhiap’ yang berarti 'pendekar
besar', sungguh bangga hatinya, hal ini tentunya diketahui ia
berkepandaian tinggi, diketahui ia telah menjadi satu jago nomor
istimewa, maka keluarlah sebutan itu. Demikian pikirnya didalam
hati.
„Mereka mau menangkapmu?" tanya To It Peng kepada wanita
yang telah penuh luka pada sekujur badannya. Wanita itu
mempunyai potongan badan yang menarik, raut wajah yang cantik,
sayang bukan sedikit luka yang diderita. Setelah menyerahkan
bayinya ia menyembunyikan diri dibelakang To It Peng.
To It Peng membusungkan dada, ia menghadapi para pengejar
siwanita muda. Apa guna ia berkepandaian 'jago nomor satu, bila
tidak dapat membela keadilan dan kebenaran, menumpas kejahatan
dan kedurjanaan, menegakkan hukum yang mulai di pijak2 ?
Dua lelaki tegap dengan pakaian kulit rase yang bagus telah
lompat turun dari kereta salju, umur mereka diperkirakan berkisar
diantara 30-40 an. Mereka melihat kehadiran To It Peng, maka
memberi hormat berkata : “Bolehkah kawan ini menyingkir, agar
tidak mengganggu urusan kami ?"
Ilmu kependaian To It Peng hanya berupa ilmu kepandaian silat
kampungan, belum pernah ia melakukan sesuatu yang dapat
membela diri sendiri, apa lagi membela orang lain. Hari untuk
pertama kalinya ia mau menegakan keadilan dan kebenaran, entah
bagaimana ia harus menghadapi dua lelaki itu.
„Apa yang kalian mau lakukan?" Hanya kata2 ini yang dapat
keluar dari mulutnya.
„Wanita jahat ini mencuri sesuatu dari kampung kami” Salah satu
dari dua lelaki tersebut menunjuk kearah wanita yang
menyembunyikan diri dibelakang To It Peng berkata. „Kami
diperintahkan oleh chungcu untuk menangkapnya. Kuminta lebih
baik saudara tidak ikut campur didalam urusan ini."
Bila bukan To It Peng sidungu yang menghadapi kejadian ini,
tentunya ditanyakan dahulu sebab musabab perselisihan, tetapi To
It Peng tidak demikian. Dianggap dirinya telah berkepandaian tinggi,
telah diciptakan menjadi seorang jago nomor satu. Tidak
seharusnya mereka tidak mamandang mata, wajiblah rasanya untuk
menjunjung tinggi dirinya.
„Hm ......" Jago nomor satu kita mengeluarkan suara dari hidung.
„Mengapa kalian tahu ia mencuri? Dari kampung mana kalian ?"
Dua lelaki itu saling pandang.
Salah satu sebaqai wakil memberi jawaban : “Disekitar tempat
ini, kecuali Seng-po-chung, mungkinkah ada lain kampung?"
To It Peng mengkerutkan alisnya, belum pernah didengar nama
kampung Seng-po-chung.
“Pernah dengar nama Seng-po-chung ?" tanya lain lelaki yang
berada disebelah kiri.
„Belum." To It Peng menggoyangkan kepala.
„Bagaimanakah sebutan saudara yang mulia?" tanya dua orang
hampir berbareng.
“Aku adalah jago golongan kelas satu, tak mungkin kalian dapat
melawanku. Kembalilah kekampung kalian dan katakan kepada
ketua kampung, jangan sekali-kali manghina kaum wanita, apa lagi
mengingat wanita ini mempunyai seorang bayi." To It Peng mulai
pasang aksi.
„Terus terang kukatakan," kata salah satu dari dua lelaki itu,
„wanita ini adalah putri wanita Lembah Beracun Kat Sam Nio."
Pengetahuan umum To It Peng sangat minim sekali, kecuali
pamannya dan beberapa tokoh silat yang pernah dijumpai, tak ada
ingatan untuk mencatat para jago2 kenamaan dari luar daerahnya.
la, tidak tahu siapa yang diartikan dangan Wanita Lembah Baracun
Kat-Sam Nio. Tetapi dari lagu kata, wanita itu seperti seorang yang
tidak baik dan disegani.
To It Peng menggoyangkan kepala.
„Aku tidak kenal dengan siapa Wanita Lembah Beracun Kat Sam
Nio." Katanya. „Tetapi dapat kuketahui anak dari seorang jahat
belum tentu jahat. Mengapa kalian mendakwanya jahat ?"
To It Peng menunjuk kearah wanita yang telah bermandikan luka
dibelakang dirinya.
Dua lelaki setengah umur itu telah bertindak maju, kaki mereka
bergerak tegap. Agaknya siap menyergap sipemuda.
“Jangan bergerak." Tiba2 To It Peng membentak, suaranya
menggelugur. Seperti siap mengajak bertempur. la memasang
kuda2, mengambil posisi diarah kanan,
Dua orang dari kampung Seng-po-chung saling pandang, melihat
pasangan style bertempur orang, tentunya tidak berkepandaian
tinggi, mengapa berani menghadang dan bentrok dengan kampung
mereka? Tentunya ada sesuatu dibalik keanehan ini.
Melihat dua lawannya dapat digertak, semakin tebal
kepercayaannya terhadap diri sendiri, terlalu cepat To It Peng
mangkultus indiv idukan diri sendiri.
“Ilmu kepandaianku sangat tinggi. Tetapi tak akan sembarang
menyerang Orang." To It Pang membual diluar pengetahuan diri
sendiri. „Maka janganlah kalian memaksakan aku turun tangan.
Wanita ini telah terluka, apa guna kalian berlaku kejam padanya?"
“Dia terluka?"
“Mengapa tidak?
„Lihatlah. Darah yang membasahi pekaian dan sekujur badannya
itu darah siapa?" Berkata dua orang Seng-po-chung dingin.
To It Peng membalikkan kepala dan memperhatikan wanita muda
itu, dan betul saja, darah2 itu bukan keluar dari kulit s iwanita muda.
Entah dari mana keluarnya, wanita yang disangka luka parah itu
ternyata tidak ada tanda2 bekas bacokan atau tusukan pedang.
„Itulah darah2 orang kampung kami” Dua orang tadi memberi
keterangan.
Wanita yang mereka katakan sebagai anak si Wanita Lebah
Beracun Kat Sam Nio itu mendekati To It Peng tiba2 ia merebut
anak bayi didalam tangan sipemuda, dengan lain tangan telah
mengeluarkan senjatanya yang berupa pedang berduri.
Dua orang kampung Seng-po-chung yang siap mendesak
termundur kembali, setelah dilihat senjata yang berupa pedang
berduri itu.
To It Peng tidak tahu bahwa pedang berduri yang dinamakan
Tok-hong ji, sangat jahat karena racunnya. Bila golongan pandekar
sejati, tak mau menggunakan senjata dengan racun. Maka
seharusnya dapat diketahui bahwa wanita muda ini bukan dari
golongan pendekat sejati.
Ketegangan belum mereda, tiba2 terdengar suara lain, suara ini
berupa suara siulan panjang yang seperti orang memberi aba2.
Wajah wanita muda itu berubah.
“Tayhiap, tolonglah bantu kami ibu dan anak. Setelah orang itu
datang, tak mungkin kami dapat melarikan diri." la mulai memohon
pada To It Peng.
To It Peng membalikkan telapak tangan, maka didorongkan kuat,
maksudnya mendesak dua lelaki kekar dari kampung Seng-po-
chung.
Mana tahu, jago nomor satu kita hanya jago gelaran dimulut,
terlihat dua orang yang diserang mangeluarkan senjata mereka. Tak
terasa ada angin pukulan yang menyerang. Maka terbukalah kedok
sipemuda yang tidak berkepandaian. Dua lelaki kekar itu menyerang
siwanita muda dan membiarkan To It Peng yang masih bingung
karena tak melihat hasil dari ilmu pukulan golongan kelas satunya.
„Tayhiap, masih kau tidak mau turun tangan?" Wanita muda itu
semakin gugup, ia harus melawan dua orang kuat. Dan masih ada
seorang yang lebih kuat lagi akan menyusul tiba.
Berulang-ulang To It Peng mengerahkan tanaganya, memukul
dan mendorong, tetapi tiada guna. Tak dimengerti, mengapa
tenaganya 'Ienyap'. mendadak.
Wanita muda dengan bayi ditangan siap menerjang kepungan,
tetapi ia tidak berdaya, dua lelaki kekar telah menutup jalan larinya.
Dari jauh terlihat gulungan hijau yang bergumpal menggelinding,
cepat sekali bayangan ini bargerak, tiba dihadapan mereka seorang
tua dengan pakaian hijau, ia mengeluarkan suara bentakan keras:
„Tahan."
Wanita muda, dan lelaki dari Seng-po-chung serta To It Peng
memandangnya,
“Liok Tianglo, mengapa kau turut mengajar?" Terdengar suara
wanita muda itu yang melengking dengan jeritan panjang.
Orang tua berpakaian hijau itu membungkukkan badan memberi
hormat.
„Liok Tianglo memberi hormat kepada nyonya ketua." Katanya
tidak kurang ajar.
„Cis ......" Wanita muda itu meludah. „Setelah aku meninggalkan
kampung Seng-po-chung. Dengan sendirinya bukan orang kampung
kalian lagi. Tak guna kau manggunakan sebutan 'nyonya ketua' itu."
Mendengar percakapan mereka, To It Peng bingung, ia tidak
mengerti, dilihat dari keadaan ini, wanita muda itu adalah nyonya
ketua dari kampung Seng-po-chung. Mengapa dikejar-kejar oleh
orang2nya ?
„Kau ingin manangkap diriku bukan?" kata sinyonya muda,
„Mengapa belum bergerak?"
Kakek berpakaian warna hijau Liok Tianglo tidak mengeluarkan
senjata, dengan sabar ia berkata :
„Mana berani? Kami hanya ditugaskan untuk meminta nyonya
ketua kembali"'
„Liok Tianglo, dia telah mambunuh-bunuhi banyak kawan kita."
kata dua lelaki yang menunggang kereta salju.
„Hus!, perintah ketua hanya menugaskan kalian untuk mengajak
pulang, bukan? Mengapa menempurnya?" Perbedaan yang sangat
menyolok mata. Menghadapi wanita muda itu, Liok Tianglo berlaku
hormat dan rendah, tetapi kepada dua orang lelaki kekar, ia
berwibawa dan membentak-bentaknya.
„Bila aku tidak mau kembali kekampung, bagaimana?" Siwanita
muda menantang.
„Perintah cungcu ialah mengajak nyonya ketua kembali, tetapi
bila kukuh tidak mau "
“Kau ingin menggunakan kekerasan menangkapku ?" Potong
nyonya ketua yang meninggallwn kampung itu.
“Bukan." Kata berpakaian hijau Liok Tianglo menggoyangkan
kepala. „Chungcu hanya mengharapkan nyonya ketua dapat
mengembalikan benda yang dibawa lari itu."
„Menyerahkan barang yang kubawa lari ini?" Wanita muda itu
tidak setuju. “Kau tahu, apa maksudku menyerahkan diri kepada
ketuamu yang sudah tua itu? Bukankah hanya benda ini? Aku lebih
rela mati bersama-sama dengan benda yang kurebut. Bila ia tidak
mau kehilangan darah dagingnya, tidak memaksaku membunuh
anaknya. Menyingkirlah kalian semua."
Disimpan senjata berduri, dari samping bayi yang di gendong
dikeluarkan pedang tua, dengan pedang ini si wanita muda
mengancam bayi yang dibawa olehnya.
Lagi2 kejadian yang sukar dimengerti oleh To It Peng.
Bayi itu sungguh lucu, ia memutar-mutarkan bola matanya
memandang pedang yang diarahkan kepada dirinya, dan diketahui
bahwa yang mengarah itu adalah ibu kandungnya. Maka ia tidak
takut.
„Masih kalian tidak membiarkan aku pergi ?" Bentak wanita muda
kepada Liok T ianglo sekalian.
„Eh.....Eh ....." T o It Peng sidungu berteriak. „Mengapa kau mau
manikam anak sendiri?"
„Bila mereka tidak menakuti dibelakangku. Tentu aku tidak akan
membunuhnya. Percayalah padaku, tiga bulan kemudian, setelah
aku tiba ditempat yang akan. Anak ini akan kukirim kembali
kekampung Seng-po-chung" Kata aanita muda itu.
„Dan bagaimana dengan...... dengan itu pedang Hui ie?" tanya
Liok T ianglo.
„Diusut pulang pergi. Maksud tuyuanku ialah pedang ini.
Janganlah menyebutnya lagi." Wanita muda itu berkata sedih.
Kakek berpakaian warna hijau Liok Tianglo menghela napas, ia
berkata: „Nyonya ketua,.... kuharap kau dapat memegang janji."
„Legakanlah hatimu" jawab siwanita muda. „Anaknya adalah
anakku juga. Bila kalian terlalu mendesak, mungkinkah aku
mancelakakan anak sendiri?"
„Tentu saja tidak." Tiba2 To It Peng turut campur perkara. „Liok
Tianglo, percayalah kepada keterangannya."
Liok T ianglok tidak melayani T o It Peng. la menatap wanita muda
itu berkata : „Siapa yang akan ditugaskan mengirim pulang anak
ketua?"
„Nah, disinilah orangnya." Wanita muda itu menunjuk kearah To
It Peng.
„Aku?" Sipemuda 'menunjuk kehidung sendiri. la bingung. Tidak
mengerti apa yang menyebabkan mereka menunjuk dirinya.
„Tayhiap," kata wanita muda itu halus. „Hal ini tidak terlalu sulit.
Aku percaya, kau dapat melakukan dan bersedia menerimanya."
„Oh .... Tentu ....Oh .....Tentu ....." To It Peng menjadi lunak bila
mendengar panggilan sura 'tayhiap' yang berarti ‘pendekar besar'.
Maka lupalah segala-galanya.
„Akan kujamin anak itu pulang kekampung Seng-po-chung."
Liok T ianglo memandang To It Peng bertanya : „Siapa saudara ?
Dari golongan mana dan siapa yang manjadi guru saudara ?"
„Namaku To It Peng. Tak diketahui aku harus masuk kegolongan
apa. Tetapi aku mempunyai seorang kawan, seorang nenek tua
berpakaian hitam Hian-u Po-po."
Wajah sikakek hijau Liok Tianglo barubah sebentar. Tetapi ia
segera memberi jawaban : „Baiklah, Tetapi ingat, anak ini adalah
putra tunggal dari ketua kampung kami. Kuharap kau dapat
melakukan tugas dengan baik. Ketua kami tentu tidak akan
melupakan budimu."
„Tentu saja. Hal ini sudah kujanjikan, bukan?"
Liok Tianglo mamandang kearah dua lelaki kekar, ia memberi
perintah untuk pulang.
Dua lelaki itu penasaran, tetapi mereka tidak berani me lawan
Tianglo, mereka menuju keareh kereta dengan ogah2an,
maksudnya ingin pulang.
„Tunggu dulu." terdengar suara teriakan2 siwanita muda.
„Tinggalkan kereta salju itu, aku membutuhkan untuk perjalanan
jauh."
Liok Tianglo tidak banyak debat, ia melulusi permintaannya.
Maka dengan mengajak dua orang kampung Seng-po-chung. Liok
Tianglo meninggalkan T o It Peng dan sinyonya ketua.
---oo0dw0oo---
BAGIAN 10
SINYONYA MUDA KAT SIAUW HOAN
SALJU belum berhenti, hawa agak dingin. Wanita muda itu
membungkus anak bayinya, ia menunjuk kereta salju dan naik
keatas kereta tersebut. la menggapekan tangan kepada T o It Peng
dan berkata: „Mari."
„Aku....." Maksud kata2 To It Peng ialah 'Aku tidak dapat turut
denganmu. Aku ingin pergi kelembah cang-cu-kok'. Tetapi ia tidak
menolak ajakan itu, maka tidak meneruskan ucapannya.
Bagai kena hypnotis. T o It Peng mendekati kereta salju. Tiba2 ia
terkejut, terasa ada sesuatu yang menyentuh tangannya. Ternyata
tangan wanita muda itu telah memegangnya.
„Lekas naik." Suara itu sungguh merdu.
Seumur hidupnya, baru pertama kali ini ia ditarik oleh tangan
yang halus. Hatinya memukul keras, berdebar2 atas apa yang belum
lama dirasakan.
Terdengar suara tertawa cekikikan wanita muda itu. To It Peng
telah ditarik naik keatas kereta salju.
„Oh.... Oh..... tanganmu ini sungguh cantik sekali." Mulut To It
Peng mengoceh.
Wanita muda menarik kembali tangannya, ia melepas kan
pegangan berkata : „Kendarailah kereta salju ini."
To It Peng tersadar. la menarik les kereta, maka anjing2 ajak
bergerak, lurus maju kedepan. Luar biasa kecepatan mereka.
Maka, dikala hari mulai menjelang malam. Mereka telah
melakukan perjalanan lebih dari 70 lie.
„Hentikan..... hentikan......" Wanita muda itu memberi perintah.
To It Peng menarik tali les keras. Maka kereta salju terhenti. la
memandang siwanita muda, entah apa yang diinginkan.
„Jangan kau memandangku." Berkata wanita muda itu dengan
wajah memerah. "Anak ini sudah waktunya makan."
„Makan ?..... Oh..... ya..... Aku lupa." Berkata T o It Peng gugup.
„Anak bayi harus minum ........."
To It Peng menunjuk dada orang, kelakuan ini sungguh ceriwis
sekali. Segera teringat tidak patut ia menunjuk-nunjuk seperti tadi.
Tangannya ditarik cepat. Wajahnya merah malu, dan untuk
menghilangkan rasa canggunya ini, ia memukul tangan yang kurang
ajar tadi.
To It Peng memalingkan arah mukanya ketempat Iain.
Beberapa saat kemudian, baru terdangar suara siwanita muda
yang memanggil: „To Tayhiap, kau boleh membalikkan badan."
To It Peng memandang wanita muda itu, bayi telah selasai
disusuinya, dan dibungkusnya dengan kain lagi.
„To tayhiap, aku berterima kasih atas pertolonganmu." kata
wanita itu.
„Aku .....aku hanya melakukan sesuatu yang wajib. Sebenarnya
aku telah digolongkan kedalam para jago nomor satu, tetapi entah
mengapa tenagaku tak dapat digunakan."
Wanita muda tersenyum, ia tidak membongkar rahasia. „Namaku
Kat Siauw Hoan." la memperkenalkan diri.
„Nona Kat......."
„Beruntung aku menjumpaimu." Kat Siauw Hoan mengeluarkan
pedang pusaka yang dimain-mainkan olehnya. „To tayhlap, kau
seorang jujur, bukan?"
„Apa maksudmu ?"
„Aku percaya kepadamu. Aku ingin meminta pertolonganmu."
„Untuk kepentinganmu. Aku siap ingin melakukan.
„Baik Kini akan kuserahkan anak kepadamu”
„A..... Anak ? ...... Aku tak dapat memelihara anak." Berkata To It
Peng gugup.
„Bukan menyuruh mu memelihara sendiri." Kat Siauw Hoan
berkata. „Pada bungkusan sianak tersedia bekalan emas yang
cukup. Bila kau menuju kearah barat 10 Lie lagi disana terdapat
sebuah desa, dengan uang bekalan yang tersedia, kau boleh
membeli rumah dan memelihara seorang. pangasuh. Tiga bulan
kemudian, kau boleh bawa anak ini kekampung Seng-po-khung."
„Dimanakah letak Seng-po-khung?"
„Pada tempat pertemuan kita tadi, berjalan tidak lebih dari 7 Lie,
kau akan bertemu orang, meraka akan memberi tahu dimana letak
Seng-po-khung."
Kat Siauw Hoang menyerahkan anak bayinya kepada sipemuda.
To It Peng manya.nbuti dengan ragu2, baru pertarna kali ini ia
menggendong seorang anek bayi, sangat ber-hat,2 ia
ms•nimang2nya.
„Dan . . . . Dan kau ingin kemana?" To It Peng bertanya.
Kat Siauw Hoan tidak memberi jawaban. Tiba2 saja ia memeluk
tubuh dan merangkulnya, dikecupnya perlahan dan melesat pergi,
meninggalkan T o It Peng, meninggalkan anak bayinya.
Kejadian berlangsung hanya beberapa detik, bagi T o It Peng, tak
akan dilupakan untuk seumur hidupnya. Lama sekali ia terpatung
ditanah salju.
Disaat sipemuda tersadar, tak terlihat bayangan2 Kat Siauw
Hoan. Hanya kenangan mesra yang ditinggal kan olehnya.
Pada tangan To It Peng masih tergendong anak bayi Kat Siauw
Hoan. Menurut petunjuk2nya, ia naik kereta salju dan melanjutkan
perjalanan sehingga tiba didesa yang dimaksud.
la turun dari keretanya, memperhatikan anak didalam
gendongannya, anak ini telah tersadar, ia tartawa manis.
To It Peng menundukkan kepala, ia terbayang kepada wajah Kat
Siauw Hoan, wajah itu terbayang kembali kepada anak yang berada
padanya, ia mencium.
Mencium seorang anak kecil adalah hal yang sangat lumrah,
tetapi karena a lam pikiran sipemuda penuh khayalan2 muluk, disaat
mulutnya mengenai kepala kecil s ianak bay i, hampir hatinya lompat
keluar.
Anak yang Kat Siauw Hoan tinggalkan disertai uang emas yang
cukup, hanya dengan uang, manusia dapat bekerja bebas. To It
Peng tak dapat mengurus seseorang bayi, tetapi uang dapat
mewakilinya, ia membeli rumah, memanggil pengasuh untuk
membesarkan anak bayi peninggalan wanita yang pernah memberi
ciuman kepada dirinya.
Hari berganti hari, bulan ketemu bulan
Tiga bulan kemudian. Anak bayi peninggalan Kat Siauw Hoan
telah membesar. cukup waktu untuk To It Peng mengembalikan
anak ini kepada ayahnya.
Setiap hari, To It Peng melamun, mengharapkan kedatangan Kat
Siauw Hoan, karena la mengerti bahwa wanita muda itu tahu
mereka menetap didesa Ini, seharusnya datang menjenguk anak
yang ditinggalkan.
Tetapi To It Peng kecewa, Kat Siauw Hoan pergi, bagaikan
tertiup angin lewat, tak pernah memunculkan dirinya kembali.
Hari ini, telah genap tiga bulan. Dangan mangajak sipengasuh
dan anak bayi itu, To It Peng menyewa kereta untuk menuju
perkampungan Seng-po-khung.
Musim telah berganti, tak terlihat tanda2 salju lagi, bunga2
bersemi, burung2 berkicauan girang menyambut kedatangan jaman
bahagia mereka.
Kereta To It Peng meninggalkan tempat dimana mereka
menetap.
Maka beban berat ini akan segera lewat. Pada saat ini to It Peng
teringat akan perjanjiannya dengan s inenek berpakaian hitam Hian-
u Po-po, tentunya ia telah menunggu lama dilembah cang-cu-kok.
Marahkah bila tidak menemui dirinya berada ditempat itu?
To It Peng melakukan perjalanan dengan tidak mengenal
waktunya, maka jarak 200 lie telah dapot di lewatkan. Pada hari
berikutnya, ia telah mulai memasuki daerah perkampungan Seng-
po-khung.
Jalan kereta mulai diperlambat, tiba2 terdengar suara derap kaki
kuda yang manyusul dari belakang. Tiga penunggang kuda yang
terdiri dari laki2 berbadan kekar telah berhasil melewati kereta To It
Peng. Mereka menghentikan kuda dan menghadang kereta.
Kereta terhenti, To It Peng segera sadar akan bahaya. Tetapi ia
tidak takut, dikatakan oleh Hian-u Po po bahwa ia telah diciptakan
sebagai jago nomor satu, apa yang harus ditakuti?
Tiga lelaki berbadan kekar lompat turun dari kuda masing2,
mereka memberi hormat.
„To tayhiapkah yang datang?" Mereka bertanya.
To It Peng mengkerutkan dahi, mengapa ketiga orang yang tidak
dikenal ini dapat menyebut dirinya? Tetapi segera ia memberi
jawaban yang dianggapnya sangat masuk akal, diketahui bahwa
dirinya telah menjadi jago nomor satu, tentunya telah terkenal dan
termasyhur, gambarnya teringat oleh mereka, maka tidak terlalu
sukar dikenal. Sudah selayaknya seorang jago nomor satu dijunjung
orang.
„Betul. Aku To It Peng." Katanya. „Ada urusankah kaIian?"
„Kami bertiga adalah orang utusan Seng-po-khung, telah lama
menunggu kedatangan To Tayhiap. Didalam kereta tentunya turut
serta anak ketua kami, bukan?" „Betul."
„Nah, rasanya To Tayhiap tak perlu manyusahkan diri lagi.
Serahkanlah kepada kami disini.
To It Peng tak pernah membayangkan segala rangkaian kejadian
yang akan dihadapi, seharusnya ia menyerahkan anak ketua Seng-
po-khung itu kepada tiga lelaki yang minta. Tetapi didalam hal ini
tersangkut Kat Siauw Hoan yang parnah memberi sesuatu
kepadanya. Mengapa ia menggoyangkaa kepala.
„Tidak, anak ini akan langsung kuserahkan kepada ayahnya....
Demikian ia berkata:
„ya." Berkata tiga orang tadi hormat. „Bolehkah kami melihat
anak itu?"
„Tentu saja." To It Peng segera memberi perintah kepada
sipengasuh untuk membawa anak itu keluar dari kereta.
Sipengasuh adalah seorang wanita setengah umur dengan badan
kekar, digendongnya anak Kat Siauw Hoan keluar dari kereta.
Tiga lelaki berbadan kekar depat menyaksikan wajah sianak yang
sedikit banyak membawa wajah ke tua mereka, luar biasa sekali
girangnya. Satu yang berada dimuka berkata :
„To tayhiap, kau hebat. Ketua kami tentunya akan gembira
menerima anak ini."
To It Peng bukanlah seorang yang kemaruk denqan harta, ia
menjalankan tugas itu hanya karena wajah Kat Siauw Hoan iang
cantik menarik. Sebenarnya, ingin sekali dapat bertemu kembali,
sayang Kat Siauw Hoan tidak pernah menemui anaknya, berikut
juga dirinya. Kini anak ini akan diberikan kepada ayah kandung yang
berhak, maka lenyaplah semua harapan untuk bertemu dengan Kat
Siauw Hoan. la menarik napas panyang.
„Biar kami bertiga mengiring ke Seng-po-khung." Barkata satu
dari tiga lelaki berbadan kekar itu. „Maka bila sampai terjadi sesuatu
apa dijalan, kami dapat membantu."
„Eh, mungkinkah ada orang yang berniat mengganggu?" To It
Peng heran.
„Siapa tahu kejadian berikutnya."
„Baiklah. Kalian bertiga boleh turut serta."
Maka To It Peng dan ketiga orang tadi melanjutkan perjalanan.
Tiga orang itu sebagai orang2 Seng-po-khung, tentu mengerti jalan,
tak perlu To It Peng menyusahkan hati bertanya-tanya lagi.
Hanya beberapa saat, didepan mereka tampak gulungan hijau
yang mendatang cepat. Tiba dihadapan mereka, ternyata seorang
tua dengan pakaian hijau, inilah Liok Tianglo dari Seng-po-khung.
To It Peng tak dapat dikatakan pintar, tetapi ia tahu belum tentu
ketiga orang yang berjalan dengannya itu orang dari Seng-po-
khung. Kedatangan Liok Tiang-lo segera melenyapkan keragu-
raguannya.
„Nah, Liok T ianglo telah tiba." Tiga orang itu berseru girang.
Liok T ianglo memberi hormat kepada To It Peng dan berkata :
„To tayhiap sungguh memegang janji. Tentunya dengan anak
ketua kami."
„Betul." To It Peng membalas hormat orang. „Anak ketua kalian
berada didalam kereta."
„Setelah mengalami perjalanan jauh, tentunya To tayhiap capai
dan Ielah. Ketua kami sangat kangen dengan anaknya itu.
Perpisahan tiga bulan semakin merindukannya. Biar kubawa dahulu
anak tersebut, dan kalian berjalan per-lahan2,"
„Ng...... Ng..... Kurasa tidak tepat." Tolak To It Peng. Nyonya
ketua kalian memberi perintah agar menyerahkan anaknya langsung
kepada ketua kampung.
„Ha, ha...... To tayhiap hebat." Liok T ianglo tertawa. „Aku adalah
salah satu dari lima tianglo dari lima warna dari Seng-po-khung.
Mungkinkah tidak percaya?"
Masih To It Peng menggoyangkan kepala.
„Tak depat kuserahkan kepaka kalian." Ketanya.
„Baiklah." Agaknya Liok Tianglo seperti mengalah. „Tetapi
bolehkah kulihat sebentar?"
Liok Tianglo memandang kepada lelaki berbadan kekar, la
memberi isyarat mata kepada mareka. Tanpa menunggu jewaban
lagi, Liok Tianglo membuka kereta, diseretnya sipengasuh, maka
terdengar suara jeritannya yang mangerikan. Liok Tionglo Tidak
perduli, ia merebut sianak dari tangan pengasuh dan menentanq
wanita apes itu. Setelah mana, dengan membawa anak Kat Siauw
Hoan, Liok T ianglo melarikan diri.
Gerakan ini diusul olah tiga lelaki berbadan kekar yang ternyata
satu komplotan dengan tianglo berpakaian hijau itu.
Manakala Liok Tianglo me longok kereta, To It Peng menyangka
hanya bersifat melihat anak ketuanya. Tidak tahu terjadi perubahan
yang cepat. Disaat ia tersadar. Wanita pengasuhnya telah ditendang
kaluar dari kereta dan tewas disaat itu juga, Liok Tianglo telah
melarikan anak Kat Siauw Hoan, disertai oleh tiga lelaki Sang-po-t
yhung.
„Hei, ...." To It Peng berteriak. „jangan kalian larikan."
Liok Tianglo dan tiga kawannya tidak memberi sahutan, mereka
melarikan diri cepat, sebentar saja hanya tinggal 4 buah titik
bayangan, dan tidak lama, bayangan2 itupun lenyap.
To It Peng mengejar.
„Hai, kalian orang2 dari Seng-po-khung mangapa
tidak tahu aturan ?" la masih berteriak-teriak.
To It Peng tidak berhasil mengejar. Maka anak Kat Siauw Hoan
yang diserahkan kepadanya turut lenyap, la berdiri bingung,
diketahui bahwa Liok Tiang-lo itu orang dari Seng-po-khung.
Mengapa harus meIarikan anak ketuanya?"
Bahkan membunuh mati sipengasuh anak yanq susah payah
membesarkannya?
To It Peng berdiri menjublak, apa artinya langkah Liok tianglo?
Dua ekor kuda lari manyusulnya, sebentar mereka tiba dihadapan
To It Peng. Kuda dihentikan mendadak, menimbulkan debu yang
mengulak naik, beberapa batu memukul T o It Peng, sehingga terasa
sangat sakit sekali.
„Saudara To It Peng kah?" tanya dua penunggang kuda yang
segera lompat turun dari kuda tunggangannya. Mereka terdiri dari
dua kakek yang msenggunakan pakaian hitam dan kuning.
„Benar." To It Peng tidak puas atas sikap mereka yang menyebut
dirinya 'saudara' dan tidak menggunakan istilah 'tayhiap' lagi,
ternyata bahasa itu telah turut lenyap juga.
„Dimanakah anak ketua kami?" tanya sikakek baju hitam.
To It Peng segera tahu, lagi2 orang Seng-po-khung yang kurang
ajar.
„Hmm...., kalian sungguh kurang ajar." Berkata To It Peng.
„Kalian kurang ajar."
Orang tua yang berpakaian kuning mengulurkan tangan, maka
tercengkeramlah pundak To It Peng. „Aduh" jerit To It Peng
kesakitan.
„Lekas, katakan, dimana anak ketua kami?" Bentak orang itu
keras.
„Aduh. Lepaskanlah tanganmu." To It Peng tidak berdaya untuk
menghadapi orang ini. Id lupa bahwa dirinya telah menjadi jago
nomor satu yang tak seharusnya dikalahkan orang secara mudah.
„Aku segera melepaskan dirimu, setelah kau membawa anak
ketua kami."
„Kalian kurang ajar. Belum lama telah menyuruh orang
merebutnya. Kini masih membentak bentak lagi."
Wajah dua orang tua itu berubah.
„Siapa yang merebut anak ketua kami dari tanganmu?" suara
orang ini agak gemetar.
"Orang kalian. Liok Tianglo." To It Peng memberi keterangan.
„Lepaskan tanganmu."
„Kemana larinya?"
„Tuh"
„Dua orang itu saling pandang. Maka tangan yang memegang To
It Peng terlepas. cepat sekali mereka lompat naik keatas kuda
tunggangannya, les ditarik dan kuda2 itu lari menuju kearah yang
To It Peng tunjuk.
„Gila.... Gila...." To It Peng jatuh terduduk. „Aku menemukan
orang2 yang sudah mulai gila."
Disaat ini ia tengkurep, maka menengadahkan kepalanya, ia
membuka kedua mata yang tertutup, takut kena abu. Disaat
membuka kembali, berdiri dihadapannya seseorang yang berpakaian
putih, orang ini telah berumur lebih dari 40 tahun, sikapnya dingin
dan kaku, dengan pakaiannya yang serba putih, tak beda dengan
seorang mayat yang baru bangun dari kuburan.
„Kau.... kau.... bila berada dihadapanku?" Bertanya To It Peng
gugup.
Orang tua berpakaian serba putih itu menyeringai,
„Kau To It Peng, bukan?" ia bertanya singkat. Tak ada tanda2
yang menyatakan manusia biasa.
„Betul." kata To It Peng. „semua orang telah kenal denganku."
„Mungkinkah telah terjadi sesuatu dengan anak ke, tua kami?"
tanya lagi orang tua berpakaian putih itu dengan kaku.
„Ouw.... Kau juga dari Seng-po-khung?" To It Peng tidak takut
lagi. „Hal yang sangat lumrah. Anak ketua kalian dibawa oleh Liok
Tianglo."
Orang tua berpakaian serba putih itu seperti telah mengetahui
sesuatu apa ia tidak ter-gesa2.
„Sayang Liok Tianglo itu terburu nafsu." kata laqi To It Peng.
Hatinya pun tidak baik. Bukan saja telah me larikan anak ketua
kalian, lapun membunuh sipangasuh yang tidak berdosa."
Orang tua itu menganggukkan kepala.
„Kau melihat tiga penunggang kuda?" Tanyanya.
„Betul. Orang2 itu turut sarta Liok Tianglo." „Dan dua
penungganq kuda lainnya, salah satu dari dua orang ini berpakaian
lurik ."
„Dua orang yang belakangan mengejar Liok T ianglo sekaIian. "
„Ng......" Orang tua berpakaian serba putih ini ternyata
mempunyai kesabaran yang luar biasa. „Baiklah. Kini kau boleh
turut ke Seng-po-khung."
„Bagus. Aku ingin berjumpa dengan ketua kalian." To It Peng
berseru. „Akan kutanyakan kepadanya, mangapa mangutus manusia
yang sebangsa Liok T ianglo? Siapakah namamu?"
„Kau panggil saja Pek Tianglo."
„Oooo.... ternyata derajatmu sama dengan Liok Tianglo. Salah
satu dari lima T ianglo dari Seng-po-khung?"
„Kau memang pintar." Pek Tianglo memuji.
Belum pernah To It Peng dipuji orang 'pintar', sungguh enak
didengar kata2 pujian Pek Tianglo tadi. Bagaikan menunggang
awan, kenangannya melayang layang tenang.
„Pek Tianglo," Panggilnya. „Aku....... aku ingin menanyakan
sesuatu."
„Silahkan:' Berkata Pek Tianglo.
„Nyonya ketua kalian....... setelah meninggalkan Seng-po-khunq,
pernah kembali lagi ?"
Wajah Pek Tianglo yang dingin adem semakin menakutkan.
„Tak pernah." la memberi jawaban singkat. „Tahukah kau...... Di
mana ia menetap?" Sidungu tidak tahu malu.
„Tidak tahu." Wajah Pek Tianglo semakin tak enak diIihat.
„Sekiranya.......”
Belum selesai To It Peng mengajukan pertanyaan, tangan Pek
Tianglo telah bergerak, sebelum sipemuda tahu apa yang terjadi, ia
jatuh tengkurap, badannya mengaku, ternyata Pek Tianglo telah
menotok dirinya.
Selesa i merobohkan sibawel, Pek Tiarglo me lesat, ia m=ngejar
dua kawannya. Ternyata Liok Tianglo telah berhianat, dan Oey
Tianglo serta Hek Tianglo sedang membikin pengejaran, ia harus
cepat2 membantu.
To It Peng tak mengerti apa yaig terjadi, jalan darahnya telah
ditotok, tak dapat ia bicara.
To It Pang mengeluh didalam hati. Tetapi tldak berdaya. Apa
long dapat dilakukan olehnya? Kcec'dali tarbaring dongan
tengkurep.
la terbaring untuk waktu yanq cukup lama. Suatu waktu
terdengar derap Iangkeh seseorang. Orang ini menuju ketempat
dtmana to It Peng terbaring.
Sipemuda segera mengambil putusan, tak perduli s iapa, bila jalan
darahnya telah mendapat kebebasan, ia akan memukulnya.
Manakala ia berpikir seperti itu, terdengar suara orang terkejut
„Aaaa....." maka jalan darah terasa mendapat getaran dan To It
Peng dapat bebas.
la lompat cepat, 'Hait' memukul dengan sekuat tenaga. Didalam
pernilaiannya, tenaqa yang dikeluarkan penuh ini tentu dapat
menggempur sang Iawan, karena la jago nomor satu.
Orang itu menyingkir, maka To It Peng ngusruk hampir jatuh.
cepat dibenarkan posisi kedudukannya, segera ia membentak :
„Siapa kau?"
Seorang gadis kecil yang berumur 13 tahun atau 14 tahun berdiri
dihadapannya denqan wajah terheran2.
„Eh, kau juqa dari Seng-po-khunq?" Bertanya To It Peng heran.
Gadis kecil itu tidak membari jawaban. Sebaliknya bertanya:
„Kau yang bernama To It Peng? cicie Kat Siauw Hoan pernah
mengatakan tentang dirimu. Dikatakan bahwa kau seorong yang
baik hati. Mengapa memukulku setelah kubebaskan totokan yang
mengekang dirimu?"
„Ooooo ... Ooooo .... Nona Kat yang menyuruh menjumpaiku?"
Bertanya To It Pang cepat. Sudah la na ia rindu kepada nyonya
muda itu.
„Betul. Mengapa kau ingin memukulku ?" tanya sigadis kecil.
„Maafkanlah kesalahanku. Dimanakah nona Kat berada?" tanya
To It Peng lagi.
„Mari kau ikut aku." kata gadis kecil tersebut. la membalikkan
badan dan melesat cepat.
To It Peng pernah merasakan sesuatu, Kat Siauw Hoan sangat
berkesan didalam lubuk hatinya. Segara ia menyusul dibelakang
gadis kecil yang mengajak dirinya.
Berjalan sekian lama, belum juga mereka tiba, To It Peng hilang
sabar.
„E, dimanakah nona Kat berada?" tanya To ItPeng.
„Tak jauh lagi."
Berjalan beberapa lie lagi, hari telah menjadi ma lam. Mangikuti
sigayis kecil, To It Peng telah tiba pada sebuah tempat yang
ditumbuhi banyak pepohonai.
Lewat dari pohon2 itu, mereka tiba disuatu tempat yang
berbentuk huruf T, pada kedua tepinya berupa tebing tinggi, hanya
tengah2 tebing itu yang berupa d yalan.
Sigadis kecil berjalan setengah bagian, setelah itu, tiba2 ia
menarik oyot2 pohon merambat dan naik keatas tebing. Luar biasa
cepatnya.
Untuk kepandaiaFl lainnya, mungkin To It Peng tidak becus,
betapi didalam kepandaian msrambat pohon atau tebing tinggi,
karena sering ia melakukan pekerjaan semacam ini, tak kalah
cepatnya, ia mangikuti dibelakang sigadis itu.
Mereka tiba dipuncak tebing menjelang hampir tengah malam.
Keadaan ditempat ini ternyata cukup luas dan lebar. Pada penataran
diatas tebing itu terdapet sebuah rumah. Sigadis kecil mangajak To
It Peng masuk kedalam rumah tersebut.
„cicie Kat, eku teleh membawa orang yang lngin kau temui." kata
sigadis kecil kedalam rumah.
Hati To It Peng memukul keras, berdebar-debar dan tak dapat
ditenangkan.
„To tayhiap.... kau.... kau telah datang?" Terdengar satu suara
yang sudah lama dikenang. To It Peng cepat2 masuk:
„Betul, aku telah datang." Katanya. Suara Kat Siauw Hoan telah
membuat getaran jiwa yang hebat.
„To tayhiap, datanglah kemari." Terdengar suara Kat Siauw Hoan
lagi.
Mengikuti arah datangnya suara, To It Peng dapat melihat
sesosok tubuh yang terbaring dipembaringan. Disana hanya
terdapat sebuah penerangan kecil, sinarnya sangat suram, sukar
untuk menyaksikan keadaan yang sebenarnya.
To It Peng menghampiri pembaringan. la terkejut, seorang
wanita cantik terbarinq dengan lemah, keadaannya mengenaskan,
ia sangat kurus, inilah Kat Siauw Hoan, hampir sukar dikenali,
perubahan selama tiga bulan sungguh hebat luar biasa.
„Nona Kat, kau sakit?" tenya To It Peng.
Kat Siouw Hoan mengulurkan tangan, maka dipegangnya tangan
To It Peng keras.
„To tayhiap, bagaimana dangan keadaan anak. Baik2 sajakah
dia?" Ucapan pertama yalah menanyakan kesalamatan anaknya.
„Baik” To It Peng memberi jawaban. „le berada didalam keadaan
segar."
„Tentunya telah kau antar pulang ke Seng-po-cung?" Kei Siauw
Hoan bertanya lagi.
„ya ...... To It Peng Ingin memberi keerangan tentang Liok
Tianglo yang merebut anak itu. Tetapi ia batal bicara. Diketahui Liok
Tianglo edalah orang Song po-khunq. Same saja menyerahkan
kepeda Seng-po-khunq. Agaknya tak mungkin terjadi sesuatu. Apa
lagi mengingat keadaan Kat Siauw Hoan yang berada didalam
penyakitan, tak baik melukai hati seorag yang lagi berada didalam
keadaan sakit.
„Sukurlah” Kat Siauw Hoan mengeluarkan suara keluhan napas
lega.
„Bagaimana dengan keadaanmu?" To It Peng bertanya. „Kau
seperti sedang menderita sakit. Hebatkah penyakitmu?"
„Tak mengapa." Barkata Kat Siauw Hoan. „Setalah melihatmu.
Maka aku seperti telah melewatkan waktu selama tiga bulan seperti
mengimpi.
To It Peng marasakan kehangatan long tak tarhingqa. la
mambiarkan tangannya berada didalarn pegangan tangan Kat Siauw
Hoan.
„To tayhiap" Panggil. Kat Siauw Hoan. „Aku ingin mangajukan
suatu permintaan kepadamu. Dapatkah kau melulusi ?"
„Nona Kat, aku bersedia melulusi segela permintaanmu." kata To
It Peng gembira.
Kat Siaw Hoan memandang lama, dengan perlehan i-i berkata:
„Permintaanku ini tak mudah dilaksanakan. la harus memakan
waktu lama."
"Berapa lama permintaanmu akan kululusi." jawaban To It Peng
sangat tegas.
„Kau akan diganggu selama belasan tahun:
Permintaan yang harus memakan waktu belasan tahun?
Permintaan apakah yang memakan waktu selama ini?
---oo0oo---
BAGIAN 11
PERMINTAAN YANG MEMAKAN WAKTU
BAGIAN 12
SIU JIN MO SAY YANG
MENGGEGERKAN RIMBA PERSILATAN
BAGIAN 13
KETUA SENG PO CHUNG BERHADAPAN DENGAN
SI PEMAKAI NAMA SIU JIN MO SAY
BAGIAN 14
SIU JIN MO SAY BERTEMU SIU JIN MO SAY
BAGIAN 15
BAGAIKAN TIKUS MENEMUKAN KUCING, JAGO NOMOR
SATU DARI DAERAH LIAUW-TONG TENG SAM TAK BERANI
MENEMUI NENEK HlTAM HlAN-U PO-PO
BAGIAN 16
HIAN-U PO PO BERHASIL MASUK
KEDALAM LEMBAH CANG CU KOK.
HIAN-U PO-PO, mengetahui jelas sifat dari tabiat T eng Sam yang
terlalu sayang kepada jiwanya ia menekan keras dan memaksa jago
nomar satu dari daerah Liauw-tong ini menaatakan bagaimana tiara
untuk masuk kedalam lembah cang cu kok.
Teng Sam akhirnya membuka rahasia berkata :
„Masuk kedalam lembah cang-cu-kok harus menerjang tiga
penjagaan, cara masuk dan lewat tempat tempat pos penjagaan
tadi ialah harus mempunyai kode2 tertentu. Maka satelah berhasil
melewati tiga penjagaan tersebut, kau dapat berada didalam
lembah cang-cu-kok. Dan neneknya……….."
Teng Sam menunjuk kearah To It Peng. „Neneknya menetap
didalam lembah itu." la meneruskan keterangannya.
„Bagaimana harus melewati ketiga tempat penjagaan yang kau
sebut tadi ?" Bertanya Hian-u Po-po.
„Kau harus memberi kode2 tertentu."
„Katakan kode2 itu."
„Kode . . . . Aduh . . . ."
„Lekas katakan." Bentak Hian-u Po-po.
„Aduh….. Mau kukatakan…… Kode penjagaan pertama ialah
'Hujan salju diluar kota yang hebat'."
„Kedua ?"
„Pemandangan didaerah Kang-lam sangat indah dan permai dan
kode ketiga ialah 'Salah memilih jodoh akan sengsara badan'."
„Apa artinya tiga bait kata2 yang seperti ini ? Pantun bukan, sair
bukan, sajakpun bukan ?" Hian-u Po-po mengkerutkan alis.
„Mana kutahu ? Kode2 ini adalah perintah Ban Lo Lo." Teng Sam
telah selesa i memberi keterangan. Ban Lo Lo adalah nenek tua To It
Peng, ibu Ban Kim Sen.
Hian-u Po-po menganggukkan kepala, terdengar suara dari dua
baris gigi T eng Sam yang gemeretuk keras¬.
„Apa yang kau lakukan, bila aku me lepas pegangan tanganku
yang menekan pundak ini?" Hian-u Po-po mengajukan pertanyaan.
„Segera aku angkat kaki, menyebrang lautan dan lari ke Selatan.
Tidak berani aku menginjakkan kaki didaerah Utara lagi………."
„Hian-u Po-po mengeluarkan suara dingin :
„Dimulut kau mengatakan seperti itu, tetapi kau mendapat
kebebasan, dengan mengambil jalan cepat, kau pulang kelembah
cang-cu-kok dan memberi tahu akan kedatanganku kepadanya,
bukan ? "
Teng Sam menggoyangkan kepala berkata :
„Bila aku mempunyai keberanian seperti ini, mung¬kinkah ada
orang yang mamski aku sabagai 'Ielaki yang tidak bernyali' ?"
„Tentunya kau tidak berant." Hian-u Po-po melepaskan
tangannya yang menekan orang itu. „Pergilah."
Ilmu kepandaian Teng Sam tidak dapat dicela, setelah tekanan
itu lenyap, cepat ia melejitkan badan¬nya, hanya beberapa kali
putaran badan ia telah berada jauh sekali, hanya dua kaki pantulan
kaki. Bayang¬annya telah lenyap tak terlihat.
To It Peng tertawa geli, dilihat Hian-u Po-po telah datang
menghampirinya, ia segera mengajukan pertanyaan :
„Dia sungguh lucu! Berapa banyakkah hutangnya ke padamu!."
Mengapa takut seperti itu?"
Mana sidungu tahu, iImu kepandaian Teng Sam sangat tinggi,
hanya nyali jago Liauw-tong itu terialu kecil sekali, ia takut mati,
maka tidak berdaya menghadapi I Hian-u Po-po, bila saja Teng Sam
nekat dengan ilmunya yang merajai daerah Liauw-tong, tak
mungkin Hian-u Po-po menangkap dengan mudah.
Hian-u Po-po tidak mau banyak bicara tentang Tang Sam, ia
berkata singkat :
„Hutangnya adalah hutang darah."
To It Peng terkejut.
„Akh….., kau ber-olok2" katanya.
Hian-u Po-po memandang sipemuda itu dan bertanya :
Hai, tahukah apa yang kita lakukan didalam lembah cang-cu-
kok?"
„Bukankah kau ingin mengawani aku bertemu dengan nenek
tuaku ?" To It Peng memandang heran.
„Bagus. Kau memang tahu diri," kata Hian-u Po¬-po. „Lembah
cang-cu-kok telah berada didepan, esok hari kita dapat tiba disana."
„Maksudmu ingin mengadakan perjalanan malam" tanya To It
Peng.
Hian-u Po-po tidak menjawab, ia mengulurkan tangannya dan
dengan menenteng To It Peng meninggalkan api yang Tang Sam"
tidak sempat memadamkannya.
To It Pang merasa dirinya menjadi enteng, pohon2 lewat dikedua
samping sisinya. la sedang 'terbang' ber-sama2 dengan Hian-u Po-
po yang melakukan perjalanan malam untuk dapat tiba didalam
lembah cang-cu-kok.
Perjalanan dilakukan cepat sekeli, To It Peng bangga dengan
ilmu 'kapandaian nomor satu`-nya, dia adalah 'jago nomor satu',
maka dapat memiliki ilmu 'terbang' yang hebat, dapat melakukan
parja!anan bersama-sama dengan Hian-u Po-po.
Tentu saja, belum pernah terpikir oleh s ipemuda bahwa bila saja
bukan Hian-u Po-po yang menentengnya 'terhang', mana mungkin
ia dapat melakukan perjalan dengan kecepatan itu? Lubang jalan
otak To It Peng hanya satu jurusan, ia me lihat dan menyaksikan
bagaimana Teng Sam, sijago nornor satu dari daerah Liauw-tong
takut setangah mati, hal ini dikarenakan ilmu kepindaian Hian-u Po-
po yang terlalu tinggi, bila nenek baju hitam ini mau, dengan
menenteng seekor gajahpun, ia dapat me!akukan perja!anan cepat.
Waktu terus berlalu, kini hari telah menjadi pagi…….. sang Surya
telah menampakkan sinarnya.
Kecepatan Hian-u Po-po mulai mengendur per-lahan2, ia telah
tiba dimulut lembah cang-cu-kok, ia harus berhati-hati, Ban Lo Lo
bukanlah orang yang mudah dihadapi.
To It Peng telah dapat menyaksikan pemandangan matahari
yang memancarkan sinar keemasannya keluar dari balik gunung
gelap, cahaya terang bercahaya menguasai jagat. Mereka te!ah
malakukan perjalanan di lembah2 terjal yang sulit dilalui, tetapi
Hian-u Po-po dapat melakukannya dangan mudah.
Satu tikungan kemudian, mereka telah berada pada sebuah jalan
yang buntu, didepan mareka terbentang tebing curam, disana
terdengar suara gemuruh air terjun, pohon tua yang besar dan
berakar panjang memenuhi keadaan ditempat itu.
Hian-u Po-po langsung menghampiri air terjun, disana ia
menghadang tebing tinggi berteriak :
„Kami berdua ingin menuju kelembah cang-cu-kok, diharap tuan
dapat memberi sedikit petunjuk."
To It Peng memandang jauh kedepan, tak ada sesuatu
makhlukpun disana, kepada siapa Hian-u Po-po bicara?
Dari sebuah pahon besar melayang bayangan kurus, ……Ting…..
tongkat orang ini menyentuh tanah dan menerbitkan suara yang
nyaring, ia memandang Hian-u Po-po dan To It Peng tajam.
Orang kurus yang melayang dari atas pohon itu adalah seorang
kakek tua yang membawa tongkat, tongkat tersebut dapat
menimbulkan suara keras, tentunya terbuat dari bahan besi atau
baja.
„Kami ingin menuju kelembah cang-cu-kok, harap tuan dapat
mamberi sedikit petunjuk." Hian-u Po-po mengulangi
permintaannya……..
Orang itu telah cukup memandang, ia membuka suara keras :
„Bagaimana dengan keadaan hawa diluar kota?"
Hian-u Po-po mangkerutkan keningnya, tetapi ia seorang pintar
yang cepat menyesuaikan diri, segera teringat akan keterangan
Teng Sam tentang tiga pos penjagaan cang-cu-kok yang
membutuhkan kode2 tertentu. Segera ia menyambung pertanyaan
orang tua dengan tongkat berat itu :
„Hujan salju diluar kota sangat hebat."
Orang tua bertongkat itu menatap tajam, setelah mana, ia
menarik sebuah oyot pohon besar sehingga lurus, oyot ini menuju
keatas tebing tinggi.
„Silahkan naik." Katanya kepada Hian-u Po-po. Hian-u Po-po
menenteng To It Peng, dengan jalan diatas oiot pohon itu ia naik
keatas tebing.
„Terima kasih." Ia berkata kepada orang tua dengan tongkat
ditangannya itu.
Maka penjagaan Iembah cang-cu-kok yang pertama dapat
dilewati dengan mudah, tidak mengalami pertempuran.
Keadaan diatas tebing jauh berbeda dengan keadaan dibawah,
disini ternyata terdapat dataran tinggi yang luas, Hian-u Po-po dan
To It Peng dapat melakukan perjalanan bebas.
Beberapa lama kemudian, dataran tinggi itu mulai menyempit,
semakin lama semakin menyerupai lorong panjang, tiba dimulut
lorong panjang itu, mereka harus melewati pos penjagaan Iembah
cang-cu-kok ¬yang kedua.
Tengah disekitar lorong panjang itu penuh dengan pisau2 tajam
yang dipasang menghadap keatas langit, bukan itu saja yang
mengganggu perjalanan, di-tengah2 jalan "duduk seorang wanita
setengah umur, agaknya wanita inilah yang diberi tugas menjaga
jalan tersebut.
To It Peng segera mengetahui akan adanya rintangan itu.
Hian-u Po-po langsung membawa sipemuda hingga tiba berada
didepan wanita setengah umur yang menghadang ditengah jalan.
Tak sekecap kata2 apapun yang dikeluarkan. Wanita setengah umur
itu memandang dua pendatang baru, ia mengajukan pertanyaan :
„Kalian berdua tentunya datang dari daerah Kang¬lam.
Bagaimana pemandangan disana?"
Hian-u Po-po telah siap, segera ia menyambungnya :
„Pemandangan didaerah Kang-lam sangat indah dan permai ! "
„Bagaimana dengan sebutan kalian berdua?" Wanita setengah
umur itu mengajukan pertanyaan yang kedua.
Hian-u Po-po menunjuk kearah To it Peng mamberi keterangan :
„Saudara kecil ini adalah cucu dari Ban Lo Lo yang ingin segera
dijumpai olehnya. Kode2 yang kau butuhkan sudah cocok. Mengapa
harus banyak curiga ?"
Wanita setengah umur itu bangun berdiri, kakinya bergerak dan
menyepak batu yang menonjol keluar. Maka terlihatlah keajaiban
terjadi, pisau2 yang menghadang keluar itu masuk kedasar tanah.
„Silahkan lewat." Demikian ia berkata.
Hian-u Po-po menenteng T o It Peng, dengan kecepatan terbang
mereka berhasil melewati jalan tersebut.
Mereka melakukan perjalanan maju. Tiba2 dibela¬kang
terdengar suara bentakan: „Tunggu dulu !"
Itulah suara siwanita setengah umur yang datang menyusul.
Hian-u Po-po dan To It Peng harus menghentikan Iangkah
mereka. Mengetahui bahaya, Hian-u Po-po tidak membalikkan
wajahnya.
„Bolehkah aku bertanya," wanita setengah umur itu berkata.
„pada jaman yang belum lama berselang, ada seorang tokoh silat
wanita kejam dan ganas yang bernama Lie Bu Siang, kenalkah
dengan nama ini ?"
Hian-u Po-po telah mangenal siapa adanya wanita setenga umur
itu, dan diketahui pasti bahwa orang itu mengenal dirinya, maka ia
cepat2 meninggalkannya dengan maksud untuk menghindari huru-
hura, tidak tahu hal itu tidak mungkin, wanita itu telah
mengejarnya.
Maka ia telah siap dengan rencana kedua, baru selesai
pertanyaan wanita setengah umur itu, badan Hian-u Po-po mumbul
keatas, balik kebelakang mengibaskan dua lengan bajunya, dengan
lengan baju ini ia menyerang.
Wanita setengah umur telah curiga, ia telah siap sedia, 'sret',
sebilah pedang telah keluar dan….. bret….. bret….. ia menyabet
putus dua lengan baju Hian-u Po-po.
Disinilah letak kepintaran Hian-u Po-po, diketahui ilmu
kepandaian wanita setengah umur ini hanya terpaut sadikit darinya,
bila tidak menggunakan sedikit akal, didalam waktu yang singkat,
tak mungkin ia da pat menjatuhkannya, itu waktu, Ban Lo Lo dan
orang2nya segera sadar akan bahaya, dan ia akan tielaka.
Mengetahui datangnya pedang, dibiarkan saja, kedua lengan baju
terpapas sedikit, menggunakan kelengahan orang yang sedang
bergirang, ia mengetuk tangan lawan, mendorong keras dan
berhasil membuat wanita setengah umur itu jatuh terjengkang
dengan pedang lepas dari pegangan.
Maka sebelah kaki Hian-u Po-po telah menginjak dan berada
dipinggang orang, disaat ini pedang yang dibuat terbang melayang
turun, disambutnya dengan tangan, cepat-sekali pedang ini bekerja
dan ces….. masuk kedalam perut wanita setengah umur itu.
„Kau…… Aaaaa……….." Hanya dua patah kata ini yang dapat
dikeluarkan oleh wanita setengah umur tersebut, ia telah
menghembuskan napasnya yang penghabisan. Putih mata
tersingkat dan tangan kakinya kaku segera.
Perubahan drama tersebut terlalu cepat, manakala To It Peng
membalikkan badan, Hian-u Po-po telah berhasil mengantar jiwa
lawannya kelain dunia, dilemparkan pedang tersebut dengan
segera.
„Hian-u Po-po, kau rnembunuhnya ?" Sipemuda mengajukan
teguran.
„Mengapa?"
„Wanita ini adalah tokoh jahat dijaman silam, mewakili nanekmu,
aku telah membunuhnya." Hian-u Po-po berkata.
„Ouw ... Diakah yang bernama Lie Bu Slang itu?" Lubang jalan
otak pikiran To It Peng hanya satu jurusan.
„Tutup mulut." Wajah Hian-u Po-po ditekuk masam „Untuk
seterusnya, aku melarang kau menyebut nama ¬ini, tahu ?"
Dirasakan oyeh To It Peng, Hian-u Po-po tidak ramah, ramah
lagi, sikapnya telah berubah galak dan kejam. la menjulurkan
lidahnya dan tutup mulut segera.
Hian-u po-po me lempar mayat sang korban kedalam semak2
rumput, setelah itu melanjutkan perjalanan lagi.
To It Peng mangintil dibelakang Hian-u Po-po dengan penuh
kesabaran, mareka telah melakukan perjalanan setengah hari
penuh, kini matahari telah berada tepat diatas kepala.
Didepan terlihat sebuah rumah kayu, menghadap rumah kayu
itu, Hian-u Po-po pentang, suara¬ : „Kami ingin bertemu dengan
Ban Lo Lo, diharap tuan dapat memberi sedikit petunjuk."
Dari dalam rumah kayu itu keluar seorang laki laki, wajahnya
merah dan kuning, entah makan apa, peru¬bahan ini sungguh
jarang terjadi.
Laki-laki berwajah dua rupa itu menarik napas panjang, setelah
itu bertanya:
„Tahukah kalian, mengapa aku harus menarik napas panjang ?"
To It Peng telah siap membuka mulut, mana ia tahu sebab
musabab dari kesusahan orang, maksudnya ingin berdebat tetapi
Hian-u Po-po lebih cepat, nenek berbaju hitam ini segera berkata
memberi jawab¬an :
„Salah mamilih jodoh akan sengsara badan….." Laki2 itu tertawa.
„Silahkan lewat. " Katanya. „terus saja kejurusan ini"
Menenteng To It Peng, Hian-u Po-po segera mele¬sat.
Gerakannya cepat sekali.
Gerakan Iaki-Iaki itupun tidak kalah gesitnya, tiba-tiba saja ia
berjumpalitan dan menghadang ditengah jalan.
„Tunggu dulu." la berkata.
Hian-u Po-po dan To It Peng tertahan.
„Apa artinya ini ?" Hian-u Po-po mengajukan pertanyaan.
„Tahukah, siapa dan bagaimana asal usulku?" Laki2 berwajah
dua rupa itu bertanya.
„Sangat disayanqkan, pengalamanku sanqat sempit dan tidak
mengenal tuan."
„Kukira kata2 keteranganmu itu tidak diucapkan dengan hati
sejujurnya." kata laki2 wajah dua macam itu.
„Eh, mengapa kau mengatakan ucapan seperti ini? Ketahuilah
bahwa anak ini cucu dari majikan kalian ini. "
„Aaaaa…… Silahkan jalan." Dan ia pun tidak menghadang jalan
To It Peng dan Hian-u Po-po. badannya melesat, balik kembali dan
masuk kedalan rumah kayu.
Lain bayangan melayang dari jurusan yang tidak sama, bayangan
ini cepat sakali, iapun masuk kedalam rumah batu:
Mata To It Peng terbelalak, menyaksikan gerak bayangan tadi,
itulah bayangan orang yang telah lama diimpikan. la menghentikan
langkahnya.
„Perintah Ban Lo Lo yalah……" Terdengar suara yang cukup
dikenal. Suara ini adalah suara bayangan tadi didalam rumah kayu.
Hian-u Po-po turut menghentikan gerakannya, ia dapat
mendengar apa yang dikatakan oleh orang itu.
Tidak lama, laki2 berwajah dua rupa keluar kembali, ia
menghampiri Hian-u Po-po dan T o It Peng.
Dari bayangan dan suara yang didengar, To It Peng 'teringat
akan wanita muda Kat Siauw Hoan, setelah melarikan diri dari Sang-
po-chung, setelah kejadian didalam rumah batu itu, tidak ada
khabar ceritanya.
Melihat laki2 berwajah dua macam itu datang, segera To It Peng
mengajukan pertanyaan : siapakah yang bicara denganmu tadi?"
Laki2 itu telah berkata kepada Hian-u Po-po:
„Ban Lo Lo telah memberi perintah, dikatakan kalian tidak usah
menerjang bahaya dan diperbolehkan mengambil jalan singkat dan
aman, mari kalian ikut aku."
„Tidak menunggu jawaban dan persetujuan lagi, laki2 itu kembali
kedalam rumah kayunya.
Hian-u Po-po mangajak To It Peng masuk kedalam rumah kayu.
Disini laki2 itu mengajak mereka kearah suatu lubang rahasia,
lubanq itu sangat dalam.
To It Pang memperhatikan keadaan rumah, kecuali mereka
bertiga, tidak ada orang yang dicari, dipastikan bahwa bayangan
tadi masuk kedalam rumah ini dan belum tampak ia keluar,
mengapa tidak terlihat dirinya?
„Hei, kemanakah wanita yang membawakan pesan perintah Ban
Lo Lo itu?" tanya To It Peng.
Laki2 berwajah dua macam itu mengkerutkan alisnya.
Dianggapnya pemuda ini berhidung belang, suka akan paras cantik,
maka mendengar suara wanita dapat tergila-gila segera, ia tidak
menjawab.
Mana diketahui bahwa betapa pentingriya suara Kat Siauw Hoan
itu, wanita muda inilah yang pernah memberi kesenangan padanya.
Laki2 berwajah dua rupa itu menunjuk ketempat goa gelap dan
berkata :
„jalan inilah yang berupa jayan terdekat dan aman untuk menuju
kedalam lembah ceng-cu-kok. Betul berbahaya, tetapi dengan
adanya rantai besi panjangyang kuat, tak mungkin kalian menderita
sesuatu apa."
Hian-u Po-po memandang dengan penuh kecurigaan.
„Tak usah kalian curiga." Laki2 itu memberi kete¬rangan. „jalan
ini ada lebih aman dari pada harus me lewati jurang Kandas, Sungai
Air Lemhah,Tebing Sembilan Puluh Derajat dan Iain2 rintangan
bahaya.
Seperti juga dengan T o It Pang, Hian-u Po-po dapat mengetahui
bahwa didalarn rumah kayu ini pernah kedatangan seseorang, dan
kini orang itu tidak keluar atau memunculkan diri tentunya melalui
jalan rahasia ini, menud yu kedalam lembah cang-cu-kok.
To It Peng tidak banyak pikir, ia telah marosot turun dalam
lobang rahasia. cepat Hian-u Po-po menariknya dan memberi
peringatan :
„Hei, berhati-hati kau !"
Dan iapun turut masuk kedalam lubang rahasia itu.
To It Peng mengetahui Kat Siauw Hoan masuk labih dahulu,
maka iapun barteriak kedalam : „Hei, berhati-hati kau !"
Memang! Bila dibanding harus menerjang beberapa macam
bahaya seperti yang laki2 penjaga pos ketiga itu katakan, jalan ini
merupakan jalan yang terdekat dan aman. Tetapi aman bukan
didalam arti 'sagat aman'
Bila salah sedikit saja, keamanan itu akan segera lenyap
mendadak. Maka To It Peng berteriak, agar Kat Siauw Hoan dapat
berhati-hati.
Hian-u Po-po berkepandaian tinggi, hanya lobang yang seperti ini
tidak perlu ditakuti, apa lagi ada rantai yang dapat dibuat pegangan,
mengikuti rantai2 tadi, dengan menenteng To It Peng, ia merosot
turun.
Hanya beberapa saat ia merosot, diatas terdengar suara 'plung',
ternyata pintu rahasia te lah ditutup dari atas.
Hian-u Po-po harus memperhitungkan sesuatu dengan seksama,
ia tidak takut, tetapi lebih berhati-hati lagi.
Berbeda dengan Hian-u Po-po, To It Peng yang ingin segera
bertemu dengan Kat Siauw Hoan lupa bahaya, ia merosot cepat.
Tak berapa lama kemudian, mereka telah berhasil keluar dari
jalan rahasia itu, matahari terang me¬nyilaukan mata.
Menantikan didepan mulut goa yalah dua gadis pelayan.
„Silahkan ikut kami." Mereka berkata.
Hian-u Po-po mengajak To It Peng mengikuti dibebakang kedua
gadis pelayan tadi, lembah dimana berada tumbuh dengan subur,
tanaman menghijau, burung2 berkicauan, sungguh mengesankan.
Kini mereka tiba diujung dari lembah tadi, beberapa baris
bangunan yang tarbuat dari bahan yang sangat sederhana barada
didepan mata, dibelakang dari bargunan itu adalah pohon lebat.
„Bagus! Tempat yag bagus." To It Peng menge¬luarkan pujian.
Dua gadis pelayan tidak membawa tamu2-nya kedalam rumah,
mereka mengajak ketempat pohon2 Iebat itu.
„Ban Lo Lo, tamu kita telah tiba !" Mereka mem¬beri laporan.
„Persilahkan mereka masuk." Terdengar suara dari dalam
pohon2-an itu.
Dua gadis palayan menunjuk kearah rimba buatan itu dan
berkata kepada dua tamunya :
„Ban Lo Lo menunggu kalian disana, masukIah sendiri."
To It Peng belum pernah mendengar cerita tentang nenek
tuanya, ia tidak tahu bahwa nenek tua itu me¬netap ditempat ini, ia
diajak oleh Hian-u Po-po maka datang membikin kunjungan.
Sikapnya tidak ada rasa kangen sama sekali.
Dari suara Ban Lo Lo didalam rimba, To It Peng segera
merasakan bahwa nenek tua itupun hampir me¬lupakan, masakan
ada seorang nenek yang tidak menyambut kedatangan seorang
cucu yanq lama tidak ketemu ?.
Hian-u Po-po datang dengan maksud tertentu, ia segera
mengajak To It Peng masuk kadalam rimba buatan itu.
Duduk ditengah-tengah sabuah Pelataran, terlihat saorang nenek
pakaian putih duduk membelakangi mereka, rambut nenek
tersebutpun telah memutih, pada tangannya memegang tongkat
yang berliku-liku, tak terlihat jelas wajahnya.
Hian-u Po-po dan T o It Peng berjalan maju, mereka manghampiri
nenek berbaju putih itu.
Seperti tidak terjadi sesuatu apa, nenek berbaju putih duduk
tidak bergerak, tetap ia membelakangi kedua tamunya.
To It Peng mengerutkan alis, mungkinkah ada se¬orang nenek
yang bersikap sedingin itu ?. la meman¬dang Hian-u Po-po
mengajukan pertanyaan:
„Hian-u Po-po inikah nenek tuaku?"
Hian-u Po-po mana tahu? ia mangeluarkan suara batuk2 dan
tidak memberi jawaban.
Terdenqar nenek barbaju putih itu mPmbuka suara :
„Mendengar suara batuk2mu, kukira yang berkunjung datang
adalah Hek yauw-hu bukan ?"
Wajah Hian-u Po-po berubah, ia harus dapat meme¬Iihara
ketenanqannya, dengan menguasai getaran jiwa ia berkata :
„Namaku Hian-u Po-po."
Nenek berbaju putih itu mengerakan tonqkatnya perlahan, ia
menggeser duduknya, maka perlahan-lahan dapat menghadapi
kedua tamunya.
To It Peng memandang mata tajam, ingin diketahui
bagaimanakah wajah orang yang dikatakan men¬jadi nenek tuanya
ini? Dilihat nenek itu mempunyai wajah yang agak mirip dengan
sang paman. Ban Kim Sin almarhum, yang membuat ia terkejut
yalah mata nenek tua itu yang dipentang lebar tidak berhitam,
hanya putih meletak, ternyata ia sedang berhadapan dengan
seorang buta!
Terdengar Ban Lo Lo mengeluarkan suara dingin :
„Mataku tidak dapat malihat, tetapi telingaku belum pernah salah
menangkap suara, tahu? Kau meng¬aku bernama Hian-u Po-po,
mungkinkah dimasa mudamu menggunakan nama itu ?"
„Tentu saja bukan." Hian-u Po-po memberi sahutan; „Tetapi aku
tidak mempunyai nama harum sepertimu, tentu kau tidak pernah
mendengar. Aku datang dengan saudara ini, dia adalah cucu
luarmu, maksudku yalah mengantarnya agar dapat bertemu dengan
keluarganya. "
---oo0oo---
BAGIAN 17
HIAN-U PO PO ADALAH BIBI KAT SIAUW HOAN
BAN LO LO tidak bersuara, kedua mata putih itu mengarah
ketubuh Hian-u Po-po, agaknya ingin ia melihat jelas siapa orang
yang sedang dihadapi, sungguh sayang, mata itu tidak depat
digunakan.
Hian-u Po-po tidak berani membuka suara, takut dikenali tepat
oleh lawannya Seorang buta mempunyai pendengaran dengan daya
ingat yang lebih hebat dari ma¬nusia biasa, hal ini! cukup
dimaklumi olehnya.
Beberapa lama kejadian saperti itu berlangsung.
To it Peng memandang dua nenek itu dengan penuh keheranan.
Ban Lo Lo menarik napas panjang, ia memandang kearah To It
Peng dan berkata
„To It Peng, sudah kah kau datang?"
Masakan ada seorang nenek yang bertemu dengan cucunya
seperti Ban Lo Lo bertemu dengan To It Peng, memanggil nama
sang cucu bagitu saja se¬olah-olah tidak ada kasih sayang!
Didalam benak pikiran sipemuda, sudah dibayangkan kejadian
pertemuan itu, tentunya sang nenek memeluknya, merangkul dan
mengeluarkan mata girang. T idak tahu hanya sambutan seperti itu,
ia agak kece¬wa.
„Betul Aku telah tiba." la pun memberi jawaban adem,
„coba kau datang kemari !" Berkata Ban Lo Lo menggapekan
tangan.
To It Peng ragu2, ia tidak menjalankan perintah itu.
Dipandangnya Hian-u Po-po meminta adpist kepadanya.
Hian-u Po-po membuat gerakan tangan, menyuruh sipemuda
memenuhi panggilan itu.
Denqan agak segan, To It Peng berjalan kedepan menghampiri
Ban Lo Lo.
Ban Lo Lo meraihkan tangan, maka sipemuda telah berada
didalam rangkulannya. Karena ia tidak dapat menggunakan mata
membuat penilaian, maka- dengan meng-usap2 tangan ia meraih
wajah ToIt Peng.
To It Peng merasakan satu tangan dingin yang seperti es
menjalar ditubuhnya, To It.Peng menggigil kedinginnan, tangan
sang nenek tua itu terhenti ditempat bagian wajahnya.
„Hei, mengapa tanganmu dingin sekali ?" Ia menga¬jukan
protes.
Lama sekali ia maraba wajah To It Peng, dahi Ban Lo Lo
berkerinyut.
„Mengapa wajahmu mirip dangan sibajingan?" la berkata.
To It Peng memandang putih mata Ban Lo Lo yang dekat sekali
itu, ia tidak mengerti apa yang diartikan oleh nenek tuanya.
Ban Lo Lo panas tidak mendapat jawaban, tangannya melayang
dan ... Pang ... menampar pipi sang cucu tersebut.
Lagi2 kejedian yang berada diluar dugaan, setelah berjumpa,
diantara cucu dan nenek seharusnya ada sedikit rasa kekeluargaan
yang hanqat, tidak tahunya hanya makian dan tamparan itu. Hal
mana mambuat To It Pang segan, kepalanya dirasakan menjadi
pusing tujuh keliling, kena tamparan neneknya tadi.
Hian-u Po po membikin pembelaan :
„Eh, pertemuan kalian diantara cucu dan nenek tidak seharusnya
dilakukan seperti ini, mengapa kau memukul ?"
„Apa yang kau tahu ?" Bentak Ban Lo Lo. „dikala putriku
mendapatkan bajingan itu, sudah kukatakan kepadanya bahwa
untuk selanjutnya janganlah meng-harap bantuanku, jangan
menemuiku : hm…... hm….. mereka telah berada didalam neraka
dengan meninggalkan bajingan kurcaci ini yang disuruhnya meminta
perlindunganku.
Mengapa aku tidak boleh menamparnya? Masih baik bila wajah
bajingan kecil mirip dengan putriku, tetapi kenyataan wajahnya
banyak menyerupai ayahnya yang sudah tiada itu. Sungguh
menjengkelkan."
Betapapun dungunya To It Peng, iapun mangerti, siapa yang
disebut sebagai 'bajingan' dan siapa yang dimaksud 'bajingan kecil'.
Sungguh keterlaluan, ma-sakan seorang nenek mengatakan
mantunya sebagai bajingan, mengatakan cucu sendiri sebagai
'bajingan kecil' ?
Kesan terhadap ayah dan ibunya terlalu suram, To It Peng harus
menjunjung tinggi martabat kedua oranq tua itu, maka segera ia
berteriak :
„Hei, siapa yang ingin meminta perlindunganmu?"
„Hm……. Hm……" Dengus Ban Lo Lo dari hidunq. . „Menyangkal?
Apa guna kau berkunjung ketempat ini bila bukan dengan maksud
berlindung ?"
To It Peng membuka mulut, niatnya ingin memaki2 nenek buta
ini, tetapi segera teringat bahwa nenek bertongkat yang berada
didepannya adalah ibu dari orang tuanya, tidak pantas dan
durhakalah bagi mereka yang malawan orang tua, batal ia
mengucapkan kata2 untuk memaki neneknya itu.
„Baiklah." la berkata. Kau mengutus Teng Sam mengundang
datang, satelah itu membawaka sikap yang acuh tak acuh seperti
itu. Bila kau benci kepada kedua ayah bundaku, benci kepadaku,
apa guna aku berkunjung datang. Aku segara pergi dan angkat kaki
dari s ini.
Terbungkuk-bungkuk To It Peng bangun, ia siap meninggalkan
lembah cang-cu-kok, dimina nenek tua itu menetap.
Ban Lo Lo meunjukkan sikapnya yang marah, ia membentak :
„Bagus! Bajingan kecil, berani kau melawan ? Biar kuhajar
dahulu, agar kau tahu rasa tangan besiku."
Tongkat sinenek diayun, mengarah pantat To It Peng.
To It Peng, lari pontang- pantting, dengan berguling-gulingan
ditanah, ia berhasil menghindari pukulan itu.
Hian-u Po-po mengkerutkan alisnya.
„Hian u Po-po." Berkata To It Peng. „Lekas kita meninggalkan
tempat ini. Kukira…… dia….. bukan nenek tuaku. Tentunya kau
salah dengar cerita bohong."
„Bukan cerita bohong." Berkata Hian-u Po-po, „Perkawinan
diantara ayah dan ibumu tidak mendapat restunya, ia sangat
penasaran dan sehingga kini, masih marah dan sakit hati, termasuk
dirimu. Lekas kau ber¬lutut dan maminta maaf, setelah hawa
amarahnya mereda, tentu ia tidak memukulmu lagi."
„Tidak ……. Tidak ……. " To It Peng tidak mengerti akan, sikap
Hian-u Po-po, mengapa nenek baju hitam ini mengajaknya kemari?
Mengapa mengatakan bahwa sinenek buta barbaju putih itu pernah
nenek tua darinya ?"
Hian-u Po-po menggerak-gerakkan tangan, ditunjuknya
pangkuan sipemuda, tentu saja, To It Peng tidak mengerti akan
maksud tujuannya. Hian-u Po-po mem-buat bentuk kotak dengan
gerakan tangan, maka mengertilah apa yang dimaksudkan. Peti
batu pualam pemberian ayah almarhum tentunya.
Dikeluarkan peti batu pualam itu, T o It Peng memandang Hian-u
Po-po meminta pendapat:
Hian-u Po-po menunjuk kearah nenek buta Ban Lo Lo, artinya
menyerahkan kotak tersebut kepadanya.
„To i t Peng PanggiI Ban Lo Lo:
„Disini." Dengan kata2 sengau sipemuda memberi sahutan.
„Sebelum ayah meninggal, beliau mengirim sabuah peti kepada
kawannya, dan peti itu kini berada padaku, disuruh membawanya
peti ini kedalam lembah cang-cu-kok, tentunya manyerahkan
kepadamu, bukan ?"
Kin Lo Lo meraihkan tanqan, maka terasa satu se dot'ln hawa
yang kuat, peti batu pualam telah berpindah tangan, dari cekalan To
It Peng terbang ketangan Ban Lo Lo.
Memegang peti batu pualam itu, wajah Ban Lo Lo menunjukkan
ketegangan, kedua matanya yang hanya putih itu tampak jelas
sekali.
Hian-u Po-po mengegserka badannya dengan perlahan dan hati2
sekali, hal ini seperti takut diketahui oleh nenek buta.
Ban Lo Lo mempunyai pendengaran yang cukup tajam, ia seperti
telah sadar akan bahaya, kepalanya mendongak menatap dimana
Hian-u Po-po berada.
Gerakan Hian-u Po-po yang bergeser maju segara berhenti. Hal
ini berakibat lenyapnya suara geseran badan itu.
To It Peng segera merasakan akan adanya ketegangan, tidak
diketahui ketegangan apa yang akan terjadi, ia memandang dua
nenek itu, Hian-u Po-po yang berbaju hitam berada disebelah
kanannya, sedangkan Ban Lo Lo, nenek buta-berbaju putih itu
berada di sebelah kirinya.
Terdengar suara Ban Lo Lo :
„Hian-u Po-po minggirlah jauh2."
Hian-u Po-po tidak menyingkir, ia menggerakan baju2-nya
dikesampingkan cepat, maka dari geseran suara angin itu, seolah
olah ia telah pergi jauh. Hal ini mudah dilakukan, Ban Lo Lo tidak
mengetahui, karena hitam matanya telah tiada.
Ban Lo Lo memasang kuping tajam, menunggu sehingga suara
geseran angin yang ditimbulkan oleh baju Hian-u Po-po tadi telah
jauh, baru ia bertanya : „Hian-u Po-po, berada jauhkah jarakmu
dengan diriku ?"
Setelah Hian-u Po-po mendekat, jarak diantara dua nenek itu
hanya 5 kaki, jarak ini terlalu dekat. Ban Lo Lo dapat memaklumi,
maka ia menyuruhnya menyingkir jauh2. Tetapi Hian-u Po-po tidak
melaksanakan perintah tersebut ia hanya menggeser bajunya
menimbulkan angin tipuan, badannya berdiri tetap ditempat lama.
Hian-u Po-po datang dengan maksud tujuan tertentu, mendapat
pertanyaan tadi, segera ia mengganti arah mukanya dan mulutnya
terlihat bergerak gerak.
Manakala mulut Hian-u Po-po bergerak, To It Peng tidak
mendengar suara, beberapa saat kemudian, dari arah yang berjarak
belasan tombak terdengar suara berkata :
„Kurang lebih belasan tombak,"
Inilah suara Hian-u Po-po yang To It Peng kenal betul !
To It Peng memandang dengan penuh keheranan, mana
diketahui bahwa Hian-u Po-po telah malepas suara sehingga
belasan tumbakdari tempat itu baru suara tersebut memecah keras,
ini yang dinamakan ilmu 'memecah suara'. Maka beberapa kali ia
mamandang kearah 'pecah' nya suara itu, tidak terlihat seorang
manusiapun juga.
Ban Lo Lo puas, ia memperhatikan kotak batu pualam dari
tangan To It Peng, dibukanya perlahan.
To It Peng mendapat peti batu pualam itu dari tangan Kang
Yauw dan Lim cu jin, diketahui hanya ukiran2 pemandangan alam
biasa, tidak berisi. Kini diserahkan kepada Ban Lo Lo, sinenek buta
sangat memperhatikan gurat2 lukisan itu, dipegangnya lama,
setelah itu memanggil :
„To It Peng, kau….."
Tongkat Ban Lo Lo diangkat, dan tiba2 saja tongkat itu diayun
kearah Hian-u Po-po. Gerakannya capat sekali, sungguh berada
diuar dugaan.
Seharusnya serangan mendadak yang berada diluar dugaan itu
dapat membawa hasil, sedari tadi tangan Ban Lo Lo merayap
disekitar peti batu pualam yanq To It Peng berikan, masakan dapat
bergerak cepat? Mengangkat tongkat menyerang mendadak ?
Hanya saja orang yang dihadapi bukan manusia biasa, dia adalah
sinenek berbaju hitam Hian-u Po-po yang gagah perkasa, mendapat
serangan tadi, sungguh berada diluar dugaan, maka iapun
menjatuhkan dirinya ketanah, sehingga rata dengan garis
horisontal, setelah itu, dengan sebeyah tangan menekan batu, ia
mencelat bangun kembali. Disaat itu, tongkat Ban Lo Lo telah lewat
pergi.
Serangan Ban Lo Lo gesit ! Gerakan Hian-u Po-po hebat ! Mereka
sama sakti, sama perkasanya.
Melihat serangan pertama gagal, Ban Lo Lo menarik kembali
senjata tongkatnya, satelah itu mengayunnya kembali, ia tidak
dapat melihat, tetapi pendengaran¬nya terlalu hebat, bagaikan
mata orang yang sempurna, ia mengetahui letak tempat dimana
lawan itu berada
Daun2 disekitar tempat itu rontok berjatuhan beterbangan kian-
kemari. Terlalu hebat angin tongkat pukulan Ban Lo Lo.
Hian-u Po-po telah menteyelat bangun" tangannya meraih
tangkai pohon, ditariknya kuat, maka pohon tersebut terbongkar
hingga akar, dengan indah ia manangkis serangan tongkat Ban Lo
Lo.
Batang pohon tak sanggup menahan kekuatan tong¬kat Ban Lo
Lo. Terdengar suara ….. Plak…… pohon itu patah ditengah.
Hian-u Po-po melempar batang pohon, badannya me¬lesat jauh.
Mata Ban Lo Lo tidak dapat digunakan, tetapi bukan seperti telah
'cacad sama sekali, alat pendengarannya lebih hebat dari manusia
biasa, mengikti geseran angin, ia tahu dimana lawan itu berada,
tongkat diayun, berputar keras dan memukul hingga beberapa kali.
Hian-u Po-po tidak berdaya, ia terdesak, badannya mundur
berusaha manjauhi tongkat Ban Lo Lo yang hebat, demikian hingga
posisi kedudukannya terje¬pit, punggungnya telah menempel pada
dinding batu.
Tongkat Ban Lo Lo tarayun….. Tar…. Batu dimana Hian-u Po-po
bersandar pecah, hancur beran¬takan.
Sampai disini, serangan Ban Lo Lo tertahan, tangan¬nya tergetar
keras.
Menqggunakan kesempatan itu. Ia tidak bergerak, diam berarti
aman, karena tak mung¬in Ban Lo Lo dapat mangetahui dimana ia
barada.
Suara pecahannya batu menghilangkan semua suara, termasuk
suara geseran badan Hian-u Po-po. Untuk sementara, pertempuran
babak pertama berakhir sampai disini, Ban Lo Lo memasang kuping
tajam, ia ingin mengatahui dimana Hian-u Po-po berada.
To it Peng mandapat kasempatan menarik napas, sedari tadi
jantung berdebar keras, menyaksikan per¬tempuran diantara dua
nenek tua itu.
„Hei, hentikan pertempuran segera!” teriak sipemuda. „Hentikan
pertempuran ini segera !" ia mengulangi perkataannya.
Maksud To It Peng ingin mencegah terjadinya pertempuran,
tetapi ia tidak mempunyai pengaruh. Dua nenek itu tidak
menganggap kata2 permintaan dari sipemuda.
„Hek Yauw Hu, masih kau menyangkal ?". Terdengar suara Ban
Lo Lo barteriak keras. „Berani kau manghina aku? Kau kira aku tidak
dapat mambedakan ilmu 'Keng¬yap-piauw-piauw' dari keluarga Kat
?"
Keluarga Kat? Hian-u Po-po orang dari keluarga Kat? T o It Peng
segera teringat akan dirinya Kat Siauw Hoan, belum lama ia melihat
bayangan wanita muda yang cantik itu.
Hian-u Po-po menganggukkan kepala, ia barkata dengan
suaranya yang dingin:
„Bagus ! Memang kau hebat !"
Mendengar suara Hian-u Po-po yang diharapkan oleh Ban Lo Lo
itu, maka tongkatnya diayun dangan cepat memukul kearah nenek
berbaju hitam itu.
Hal ini sudah berada dalam perhitungan Hian-u Po-po, maka
iapun menggeser kaki perlahan, sangat perlahan sehingga tidak
menimbulkan suara geseran angin, tongkat lolos beberapa senti dari
badannya, tetapi ia aman.
Mengetahui hal semua ini ia tidak berani me¬nimbulkan suara,
Hian-u Po-po membuka mulut, tetapi ia tidak bicara langsung,
sebaliknya ia menggunakan ilmu 'Memecah suara' …. yaitu dengan
memindahkan asal suaranya, ketempat berjarak puluhan tombak
dari suara asalnya itu memecah :
„Lihay!...... Ban Lo Lo memang lihay!...... Sudah waktunya kau
membuka rahasia yanq tersimpan didalam peti batu pualam itu,
bukan ?"
„Hm……." Ban Lo Lo mengeluarkan suara dari hidung. „Kau
masih berada didalam lembah cang-cu-kok, berani mangucapkan
kata2 tekebur?"
Tongkat Ban Lo Lo tidak tinggal diam, ia meng¬hantam arah
datangnya suara. Tentu-saja, serangan ini tidak mengenai Hian-u
Po-po, disitu suaranya dipe¬cahkan, tetapi bukan berarti letak
tempat dirinya. Tongkat Ban Lo Lo mengenai batu, batu2 itu hancur
dan pecahan batu berhamburan.
Siasat Hian-u Po-po berhasil, menggunakan ilmu 'memecah
suara`, ia berkata :
„Mengingat kedua matamu yang telah rusak, aku tidak mau
menempurmu. Katakanlah apa rahasia yang tersimpan didalam peti
batu pualam itu ?"
„Kau mengimpi !" Ban Lo Lo membentak.
Mengetahui tidak berhasil menemukan jejak lawan itu barada
dimana, maka Ban Lo Lo memekik panjang, suara ini berkumandang
keseluruh lembah.
Disana muncul laki2 berwajah dua rupa. Melihat keadaan seperti
itu, maka iapun mengerti mengapa Ban Lo Lo memanggilnya.
„la berada 20 tombak disebelah kiri !" Suaranya menunjukkan
letak tempat dimana Hian-u Po-po itu berada.
Ban Lo Lo menggarahkan tongkat, memukul ketempat20 tombak
disebelah kiri. Kurang tepat ! Nanya beberapa jauh dari mana Iawan
itu berada.
„Kekiri lagi 6 kaki !" teriak laki2 berwajah dua rupa itu.
Mandapat petunjuk ini, Ban Lo Lo merasa mendapat angin, ia
menyerang Hian-u Po-po.
Maka dalam saat2 berikutnya, Hian-u Po-po terdesak hebat.
„Hek Yauw Hu, lembah cang-cu-kok adalah tem¬pat
bersemayammu untuk se Iama2nya." kata Ban Lo Lo dengan tidak
menghentikan serangannya."
„Kau hanya berani karena mengandalkan orang2mu." Hian-u Po-
po lompat menyingkir dari serangan tongkat Ban Lo Lo.
„jago2 cang-cu-kok bukan seorang, tetapi akupun sanggup
mengalahkanmu dengan tanpa bantuan mereka." kata Ban Lo Lo
yang mamperhebat serangan2 nya. Kini ia sudah tidak
membutuhkan petunjuk2 laki2 berwajah dua rupa, kemana Hian-u
Po-po pergi, tentu menimbulkan suara geseran angin, dengan
menggunakan kupingnya yang tajam. Ban Lo Lo berhasil menang
suara geseran angin itu, tongkatnya menyerang dengan gencar.
Beberapa kali, keadaan Hian-u Po-po terjepit, bahaya
mengancamnya.
To It Peng yang hanya menyaksikan pertempuran itu!
keringatnya bercucuran.
Manakala dua nenek itu menyambung pertempuran mereka,
pada lereng Iembah terdengar satu suara jeritan yang mengerikan.
Itulah suara laki2 berwajah dua rupa yang ternyata telah jatuh, ia
mendapat serangan bokongan yang mengakibatkan tewasnya.
Ban Lo Lo menghentikan serangan2nya, ia mendongakkan
kepala, menatap suara orang kuatnya itu, matanya tidak dapat
melihat, maka tak tahu apa yanq menyebabkan Ban Hok, demikian
nama Iaki2 berwajah dua rupa itu mengeluarkan suara jeritan.
Ban Hok hanya menjerit sekali, setelah itu, ia kehilangan jiwanya
dan tidak dapat bernapas.
Ban Lo Lo me lintangkan tongkat didepan dada, serta berteriak
dengan bentakan :
„Hek Yauw Hu, apa artinya permainanmu ini Hian-u Po-po
mengeluarkan suara tertawa puas.
„Ketahuilah, mulai saat ini, dalam lembah can-cu-kok, kecuali kau
seorang, sudah tidak ado orang2mu lagi." kata nenek baju hitam ini.
„Kau…… Kau….. Bagaimana kau membunuh mereka ?" Suara Ban
Lo Lo agak kurang lancar. la tidak mengerti, dengan cara
bagaimana Hian-u Po-po membunuh Ban Nok, sedangkan dirinya
digencar hebat dengan serangan2 tongkat? Tak mungkin To It Peng
dapat membunuh Ban Hok, kepandaian sidungu terlalu rendah
sekali.
Sesosok `bayanqan melayang turun, bayangan inilah yang
membunuh Ban Hok, cepat sekali ia te lah berada disana, ternyata ia
seorang wanita muda.
Kuping Ban Lo Lo seperti dapat membedakan suara orang yang
datang, segera ia buka suara memanggil :
„Siauw Hoan, Iekas kau kemari!"
Nama yang tidak asing bagi To It Peng, ia ber¬jingkrak dan
memandang kearah bayangan tadi, disana berjalan datang seorang
wanita muda yang sangat cantik siapa lagi bila bukan Kat Siauw
Hoan yang dirindukan siang malam ?
„Siauw Hoan," Panggil Ban Lo Lo. „Dimana Ban Hok berada ?"
„Tidak jauh." Kat Siauw Hoan memberi jawaban. „Bagaimana
dengan keadaannya ?"
„Ia, sudah tidak depat bernapas lagi." „Mengapa?" tanya Ban Lo
Lo kaget.
„la telah kena jarumku. Setelah itu jatuh, tentu saja ia tidak
dapat hidup lama" kata Kat Siauw Hoan.
jawaban Kat Siauw Hoan diluar dugaan Ban Lo Lo, wajahnya
yang telah berkerinyut itu menunjukkan kegusaran yang tidak
terhingga.
„Bagus." Akhirnya in berkata. „Tidak kusangka, kau adalah
musuh dalam selimut yanq berhasil manyusup masuk kedalam
lembah cang-cu-kok. Tidak seharusnya aku mempercayai
keteranganmu, dengan membuat cerita yang menarik kau berhasil
mangelabuiku. Kau katakan keadaanmu yang terdesak,
membutuhkan tempat perlindungan aman. Disinilah letak
kesalahanku yang terbesar. Terlalu percaya kepada obrolan
seseorang."
„Ban Lo Lo jangan kau mengucapkan kata seperti itu." To It Peng
membela wanita yang dikasihinya. „Kat Siauvd Hoan adalah orang
yang baik „bukan musuh dalam selimut, bukan……”
To It Peng tidak dapat melanjutkan kata2nya, karena disaat
inilah Kat Siauw Hoan telah menerima segala tuduhan yang
dijatuhkan kepadanya.
„Betul. Aku adalah musuh dalam selimutmu." katanya.
„Mengertikah kau? Kau sadar belum ter¬lambat, Maka kau tidak
akan mati penasaran, kau telah mengetahui, dimana letak
kesalahanmnau e, bukan ?"
To It Peng mamandang wajah wanita cantik yang dirindukan
siang malam itu, inikah Kat Siauw Hoan? Ia kurang percaya.
Kat Siauw Noan menghampiri Hian-u Po-po dan berkata :
„Bibi, kedatanganmu lambat sekali."
Ternyata Hian-u Po-po adalah bibi dari Kat Siauw Hoan.
Masuknya Kat Siauw Hoan kadalam Iembah cang-cu-kok termasuk
salah satu rencana sinenek berbaju hitam itu.
„Samua gara2 bocah dungu ini" kata Hian-u Po-po menunjuk To
It Peng.
Ban Lo Lo turut mengikuti percakapan mereka, segera ia sadar
akan bahaya, ia tertawa berkakakan, kemudian berkata :
„Bagus….. Bagus…… Mataku telah buta, mereka tidak dapat
mengenal bahwa orang yang kukasi¬hani itu adalah anak
perempuan si Lebah Beracun Kat Sam Nio. Ha, ha, ha,……. ha, ha,
ha,…….. Aku memang buta mata ... Aku telah tua…… Tiada
guna……."
„Betul! Kat Sam Nio adalah Ibuku." kata Kat Siauw Hoan. „Sudah
kukatakan bahwa aku dari keluarga Kat, bukan ?"
Wajah Ban Lo Lo ditekuk segera ia berkata geram :
„Betu!. Kini kekuatanmu dua orang. Tetapi aku-nenek buta bukan
berarti takut kepada kalian, majulah berbareng."
Hian u Po-po segera berkata :
„Ban LoLo, kuanjurkan kepadamu agar segera membuka rahasia
peti batu pualam itu. Maka kau tidak akan mengikuti jejak putri dan
mantumu yang telah menjadi korban penasaran, karena kukuh tidak
mau mengatakan rahasia peti batu pualam tersebut."
„0oooooo….. Rahasia peti batu pualam itukah
yang menjadi tujuan utama kalian berdua?" Ban Lo Lo
mengajukan pertanyaan.
„Betul!" kata Hian-u Po-po.
„Tentu." kata Kat Siauw Hoan. „Purti dan menantumu itu mati
penasaran karena tidak mendengar nasihatmu"
Mata To It Peng belum lepas dari wajah Kat Siauw Hoan,
mendengar percakapan mereka yang menyebut2 'putri dan mantu
Ban Lo lo', pikirannya segera tergerak. Bukankah kedua ayah
bundanya yang mereka maksudkan ?
Diketahui bahwa Golok Emas Tanpa Tandingan Kim to Bu tie T o
Tong Sin suami istri mati penasaran, tidak ada orang yang tahu,
bagaimana kematian mereka. To It Peng belum mendapat
gambaran jelas dilihat dari sudut2 tertentu, seharusnya Hian-u Po-
po dan Kat Siauw Hoan pernah turut didalam sengketa itu.
„Hei, apa yang kalian cakapkan?" tanya To It Peng.
Tidak ada oranq yang menjawab pertanyaan si dungu.
Hian-u Po-po datang kedalam lembah cang-cu-kok dengan
maksud tujuan memecahkan rahasia yang tersimpan didalam peti
batu pualam peninggalan ayah To It Peng, segere ia berkata:
„Ban Lo Lo, katakan rahasia-peti hatu pualam itu !"
„Betul Maka jiwamu bebas dari ancaman maut.” Sambung Kat
Siauw Hoan.
Ban Lo Lo telah rnengambil putusan, ia berkata :
„Baik. Kukatakan kepada kalian, bahwa rahasia yang tersimpan
didalamnya ialah…….."
Tiba2 saja, tongkat bergerak cepat, dengan kekuatan yang
menderu-deru memukul, kearah Hian-u Po-po.
Hian-u Po-po telah bersedia, sebuah pohon dilem¬parkan, maka
terjadi suara gemuruh dari bdradunya tongkat dan pohon yang
pecah hahcur itu.
Bagaikan bayangan iblis, Kat Siauw Hoan bergerak perlahan, ia
telah berada dibelakang Ban Lo Lo, dengan menyebarkan jarum2
yang berwarna merah, ia melakukan bokongan.
Mata Ban Lo Lo telah kehilangan biji hitamnya, namun bukan
berarti ia mudah dihina, bila saja didalam keadaan biasa, serangan
bokongan Kat Siauw Hoan tadi tidak mungkin membawa hasil,
hanya disayangkan, saat ia diserang, keadaan dirinya panas,
tongkatnya memukul kearah Hian-u Po-po yang melempar dengan
pohon besar, suara beradunya tongkat dan batang pohon itu
menimbulkan suara gaduh,. menelan suara gerakan Kat Siauw.
Hoan.
Manakala Ban Lo Lo sadar akan bahaya, tubuhnya telah
ditumbuhi jarum2 merah Kat Siauw Hoan.
„Oh….." Ban Lo Lo manggerakkan tangannya siap mencabut
jarum2 itu.
Kat Siauw Hoan talah mundur jauh, ia berteriak :
„Hei, kau telah terkena racun Thian-hong-ciam
Tentunya kenal dengan nama jarum dari keluarga Kat bukan?
Masih berani kau meneruskan gerakan tanganmu menyentuh ? "
Ban Lo Lo kenal baik dengan sikap2 tamak dan jahat dari para
keluarga Kat, ancaman Kat Siauw Hoan bukanlah bohong, ia
menghentikan gerakan tangannya yang ingin mencabut jarum
merah itu keluar dari tubuhnya.
„Ban Lo Lo, hayo menyerah !" Ujar Hian-u Po-po.
Ban-Lo Lo mengu'lurkan tangan kearah Kat Siauw Hoan, „Lekas
serahkan obat pemunahmu !" la meminta.
„Katakanlah rahasia apa yang tersimpan didalam peti batu
pualam itu. Maka obat pemunah racun akan kuberikan kepadamu."
Ban Lo-Lo tertawa dingin, katanya :
„Bila kau menyerahkan obot itu setelah tidak ada rahasia, setelah
aku mengatakan rahasia yang tesimpan ditempat itu, maka kau
bukan putri tunggal si Lebah Beracun Kat Sam Nio. Kau kira aku
tidak kenal akan sifat2mu ini? Hayo, segera serahkan obat pemunah
racun itu."
Plak…….. Peti peningalan ayah To It Peng dibanting ketanah.
Setelah itu, Ban Lo Lo berkata lagi
„Sebelum aku mati, akan kupecahkan dahula benda ini. Maka
rahasia tersebut terpendam untuk selama lamanya. Tak ada orang
kedua yang tahu."
Kat Siauw Hoan memandang Hian-u Po-po.
„Bibi, bagaimana dengan pendapatmu ?" Ia bertanya.
„Berilah obat pemunah racun itu." kata Hian-u Po-po. „jarum
Thian-hong-ciam' ibumu bukanlah jarum biasa, setelah ia memakan
obat pemunah, tidak mungkin ia bergerak cepat, itu waktu, bila ia
tidak menepati janji, tidak memberi tahu rahasia, „beri saja
beberape jarum lagi."
„Betul!" Kat Siauw Hoan girang.
Ser…….. Istri pelarian Seng-po-chung ini melempar sebutir obat
berwarna hijau.
cepat Ban Lo Lo menyambuti obat pemberian Kat Siauw Hoan
tadi, ditelannya segera, racun2 keluarga Kat sangat jahat dan hebat,
ia harus segera melenyapkan dari tubuhnya.
Keadaan sunyi dan sepi ……. Ban Lo Lo mengatur peredaran
darahnya, Hian-u Po-po dan Kat Siauw Hoan menantikan kabar
berita dari terbongkarnya rahasia lama yang terdapat didalam peti
pualam. To It Peng memandeng sagala peristiwa dengan perasaan
bingung, tak tahu perma inan sandiwara apa yang sedang ditonton
oleh jago nomor satu kita ini. Baberapa saat kemudian, Ban Lo Lo
memungut peti batu pualam yang didapat dari tangan To It Peng, ia
mulai bercerita :
„Kotak ini kudapat dari suamiku almarhum dahulu, in telah
memenukar jiwanya dengan sebuah kotak misterius penuh rahasia
teka-teki ini. Setelah aku tahu bahaya apa yang mengancam,
dengan mengajak anak perempuanku, aku mengembara mencari
tempat yang aman untuk melewatkan waktu. Tidak kusangka anak
perempuanku itu terpikat oleh sibajingan To Tong Sin, dengan
mencuri peti batu pualam ini, ia turut suaminya melarikan diri……."
Air mata Ban Lo Lo dari sela2 kedua matanya yang hanya tinggal
putih saja itu, agaknya ia bersedih mengenangkan kejadian
lamanya.
Apa yang To It Peng ketahui tentang ayah dan ibunya terlalu
sedikit sekali, ia turut mendengarkan dan mengikuti jalan cerita
tersebut.
„Mereka tidak tahu isi rahasia yang tersembunyi didalam kotak
ini." Ban Lo Lo menyambung cerita. „Dikira aku dapat memaafkan
kesalahannya dan menga-takan rahasia itu kepada mereka. Tetapi
tidak….. Aku tidak mengatakan apapun kepada mereka. Aku telah
bosan dengan penghidupan, aku menyepi didalam lembah cang-cu-
kok ini, tidak sudi aku menemui mereka lagi."
„Apa guna kau mengoceh tidak keruan ?" Bentak Kat Siauw
Hoan.
„Aku harus mulai cerita dari pertama, bukan' Ban Lo Lo tidak mau
kalah…….
„Biarkanlah ia bercerita." kata Hian-u Po-po.
Kat Siauw Hoan sangat gelisah, ia tidak dapat memaksa sinenek,
buta membuka rahasia peti batu pualam itu dengan segera.
„Mereka menunggu kedatanganku dikira aku dapat melakukan
hal itu…….. Hm….. Hm….. " Beberapa kali Ban Lo Lo mengeluarkan
suara dari hidung. „Mereka gagal, maka diusahakan masuk kedalam
lembah cang-cu-kok, tentu saja,-.aku tidak sudi menemu mereka,
karena tidak berhasil, mereka mencoba memcahkan rahasia itu
dengan meminta bantuan orang, karena itulah mereka binasa. Ha,
ha, ha, ha ........"
Ban Lo Lo tertawa puas! Kematian putri dan mantunya yang tidak
mendapat restunya itu tidak diingat sama sekali.
„Ban Lo Lo apa yang kau tertawakan ?" To It Peng mengajukan
pertanyaan. Mana mungkin kejadian itu menjadi buah tertawaan ?.
„Mengapa aku tidak boleh tertawa?" Ban Lo Lo Membelalakkan
putih matanya yang tidak dapat digunakan, untuk melihat itu.
,,Manakala putriku mencuri peti batu pualam dan ikut To Tong Sin
untuk melarikan diri siapakah yang tidak mentertawakan dirinya?
Ha, ha, ha……. Kini mereka kena tula, umur mereka tidak lama. satu
persatu dibunuh orang, Ha, ha, ha…….."
To It Peng mengkerutkan alis, inilah prilaku seorang nenek tua ?
Mana mungkin ada ibu yang tidak sayang kepada anaknya ? Tidak
sayang kepada cucunya ? Sungguh keterlaluan !
Ha, ha, ha…….." Masih Ban Lo Lo tertawa „Mereka telah mati.
Maka lenyaplah semua kebencianku kepadanya. Aku benci kepada
putriku, aku benci kepada mantuku, tetapi belum tentu benci
kepada cucuku sendiri. Maka kalian mengajak anak mereka
ketempat ini, dengan membawa peti batu pualam dan menyerahkan
kepadaku, harapan kalian ialah agar dapat memberi tahu rahasia
teka teki apa yang tersembunyi dalam peti ini, bukan ? Ha, ha,
ha……. Tetapi aku tidak mengatakan kepadanya."
„Aku tidak membutuhkan rahasia itu." kata To It Peng.
Ban Lo Lo tidak manggubris sang cucu, ia menatap Hian-u Po-po
dan Kat Siauw Hoan dengan putih matanya itu kemudian ia berkata
:
„Aku ingin mengajukkan pertanyaan, bila kalian menjawab
dangan sejujur-jujurnya, maka rahasia ini akan kukatakan keoada
kalian. Bersediakah kalian menjawab pertanyaanku?
„Katakanlah !" kata Hian-u Po-po.
Ban Lo Lo menarik napasnya dalam2, setelah itu bertanya :
„Anak perempuan sialku itu tentunya mati dibawah tangan kalian,
bukan ?
„Kematian mereka disebabkan oleh ibu Kat Siauw Hoan." kata
Hian-u Po-po terus terang. „Kat Sam Nio menginginkan rahasia itu,
tetapi tidak berhasil, maka dengan mengadakan persekutuan
dengan beberapa orang, ia berhasil membnnuh mereka."
To It Peng turut mendengar percakapan mereka, kepalanya
terasa seperti dipukul oleh benda berat, tujuh keliling, dunia saperti
berputar keras, tubuhnya jatuh ditanah, penderitaan itu terlalu
hebat baginya.
Ban Lo Lo, Hian-u Po-po dan Kat Siauw Hoan sedang berusaha
mengadu kepintaran, tidak satu dari mereka yang memperdulikan
sipemuda.
„Baik." kata Ban Lo Lo. „Rahasia yang kalian ingin tahu ialah,
kotak ini tidak berisi, tetapi ia menunjukkan lukisan pemandangan
indah, itulah tempat gunung es digunung.Thian-san. Setalah tiba
disana, kalian dapat menemukan 17 goa es, pada goa ke-6, kalian
dapat menemukan benda yang diharapkan."
Setelah membongkar rahasia itu, Ban Lo Lo melempar batu
pualam tersebut. Hian-u Po-po menyambutinya cepat.
To It Peng telah bangun lagi, ia mamandang dua nenek itu
bergantian.
„SeteIah mengetahui rahasia ini, tentunya kalian tidak
membunuhku, bukan ?" kata Ban Lo Lo.
„Tidak perlu membunuhmu, kau akan mati sendiri” kata Kat
Siauw Hoan.
Ban Lo Lo terkejut mendengar kata2 itu.
„Apa artinya kata2mu ini?" Ia bertanya.
„Kau kira obat yang kau makan tadi sebagai obat pemunah
racun? Ha, ha, ha……. Itulah Yong-sin-tan kini racun tentunya telah
menjalar cepat dan berada disekitar jantungmu." kata Kat Siauw
Hoan.
Lagi2 Ban Lo Lo kena tipu!
---oo0oo---
BAGIAN 18
KAT SIAUW HOAN - WANITA CANTIK YANG BERHATI
BUSUK DAN KEJAM.
BAGIAN 19
TO IT PENG MENYEDIAKAN DIRlNYA MENJADI BUDAK
KAT SIAUW HOAN.
BAGIAN 20
SAAT KEMATIAN 4 WAJAH TAK BERKULIT
BAGIAN 21
SI DUNGU SEBAGAI PEMUDA YANG
MEMPUNYAI BAKAT BAGUS
BAGIAN 22
SI DUNGU TO IT PENG MENINGGALKAN RIMBA BUNGA
BWEE
SIANG-KOAN cIE bukan manusia ternama bila tidak dapat
menghitung sesuatu dengan tepat, apa yang To It Peng beberkan
tadi sangat masuk diakal, maka iapun menganggukan kapala.
To It Peng senakin bangga, dilihat babak partama, ia mendapat
kemenangan dalam ronde pertandingan adu mulut, dengan
menggoyang-goyangkan kepalanya dengan isi otak empat persegi
itu, ia berkata :
„Nah! Akupun sudah menjadi jago nomor satu, apa guna
memakan buah Lo-haniko mujijadmu itu?"
Perut Siang-koan cia dirasakan mau meledak, susah payah ia
menjejal tiga butir buah Lo-han-ko kepada sidungu, tetapi sidogol
telah salah terima, dianggap ¬keterangan itu hanya berupa tipuan
bohong, ia tidak mau menerima budi ini.
Ternyata Siang-koan cie mengasingkan diri didalam taman bunga
Bwee karena telah salah me latih diri peredaran jalan darahnya telah
sesat, ia tidak men¬dapat banyak kebebasan, maksud tujuan dari
memberi buah Lo-han-ko kepada To It Peng ialah menggunakan
tenaga sipemuda untuk melakukan sesuatu. Bila seorang jujur
seperti To It Peng berterima kasih, maka ia dapat membalas budi
dengan sepenuh hati, tidak ada pikiran untuk berkhianat.
Buah Lo-han-ko telah disimpan lama, sampaipun Siang-koan Bu-
ceng anaknya sendiripun tidak diberi tahu, karena ia maklum bahwa
sifat dan tabiat anak terse¬but tercela, untuk sementara masih
dapat ditundukkan satelah dewasa ia berkepandaian tinggi, munqkin
lupa kepada ayah sendiri, dapat melakukan sesuatu yang ber¬sifat
mendurhaka.
Seperti apa yang Siang-koan cie te lah duga, bila T o It Peng tahu
bahwa kejadian hadiah tiga buah Lo-han-ko mujijat itu betul diberi
makan kepadanya¬ rasa terima kasih sipemuda tidak mudah
dilukiskan, ia akan tunduk dan takluk, apa yang terjadi kesukaran
situan penolong tentu dipentingkan sekali, ia rela mengorbankan diri
untuk menyenangkan.
Seyang To It Peng tidak percaya akan keterengan yanq Siang-
koan cie berikan, cerita itu dianqgap tipuan, dianggap bohong dan
tiada.
Siang-koan cie godek kepala, untuk meratakan otak persegi
sidungu memang sulit sekali.
Orang tua ini harus mengasah otak, bagaimana agar dapat
meyakinkan kebenaran tentang hadiah tiga buah Lo-han-ko,
sidungu harus diberi mengerti tentang hal itu.
To It Peng tidak sabaran, ia tertawa sebagai juara, katanya :
„Tidak berhasil menipu diriku, bukan?"
Hampir Siang-koan cie putus harapan.
„Kau…. kau tidak percaya bahwa aku telah memberi tiga, buah
Lo-han-ko kepadamu?" Tanyanya.
„Tentu saja tidak" To It Peng mendongakkan kepala.
„Kau tidak percaya bahwa dirimu telah kuciptakan sebagai jago
kelas satu?" Masih orang tua itu berusaha.
„Lucu….. Lucu….." teriak To It Peng.
„Belum lama kau telah menekan diriku, tetapi kau telah kalah
tenaqa sahingga aku berhasil meloloskan diri dari kekangan
kekuasanmu, bukan? Suatu tanda bahwa aku memang adalah jago
kelas satu, kekuatan ini kudapat dari lain orang, bukan dari buah
Lo-han-ko didalam cerita burungmu."
„Agaknya sulit untuk meyakinkan kepadamu………."
„Betul." Potong To It Peng. „Selamat tinggal." Badan sipemuda
bergerak melesat, pikirannya harus segera menyusul Kat Siauw
Hoan, tidak mau ia menetap didalam rimba bunga Bwee ini.
Ditinggalkannya orang tua itu.
Siang-koan cie mencangkeramkan tangan membentak :
„Berhenti!"
To It Peng tidak mendengar perintah, ia melarikan diri Iebih
cepat.
Siang-koan cie adalah bekas tokoh silat kenamaan, ilmu
kepandaiannya hebat, gerakannya gesit, cengke¬raman tangannya
hampir mengenai sipemuda.
To It Peng telah me larikan diri, namun, bila sebelum ia diberkahi
tiga buah Lo-han-ko, cengkeraman Siang-koan Tiie itu akan
menariknya kembali, bergegas-gegas ia lari, menubruk rumpun
bunga Bwee, maka patahlah semua batang tanaman yanq ditubruk
olehnya, bersih dibabat rata oleh tenaga dalam yang hebat.
Belum pernah ia melihat dan membayangkan akan kejadian ini,
cepat ia bangun kembali :
„Aaaaa…" To It Peng sangat terkejut akan hasil tabrakannya tadi.
Siang-koan cie telah putus daya, tak mungkin ia mengejar
pemuda itu lagi. Maka ia berteriak :
„Nah, telah kau saksikan? Betapa tinggi ilmu tenaga dalam yang
kini kau miliki? Dahulu sanggupkah kau mematahkan rumpun
tanam2-an itu ? Masih tidak mau kau berterima kasih kepadaku ?"
To It Peng memandang batang2 rumpun tanaman bunga Bwee
yang telah diratakan olehnya, pikirnya ia telah mencapai kemajuan
pesat, tentu saja, karena ia adalah jago kelas satu, setiap hari
ilmunya bertambah, tidak ada yang harus diherankan.
Terbayang bagaimana kejam orang tua ini memisah¬kan dirinya
dari sisi Kat Siauw Hoan, teringat bagai¬mana ia hampir mati
dicengkeram, rasa anti patinya timbul mendadak, dengan adem
berkata:
„Bila cengkeraman mautmu tadi mengenai diriku, akupun harus
disuruh berterima kasih ?"
„Kambalilah dahulu, cengkeramanku tadi tidak akan
mematikanmu"
„Tentu. Bila aku mati, siapakah yang harus menghaturkan terima
kasih ?"
Rasa mangkelnya Siang-koan cie sukar dilukiskan, tidak disangka,
orang yang jujur ini sukar diberi mengerti, setelah itu, iapun tidak
dapat menangkapnya untuk diberi penjelasan secara ngejelimet.
„Kau kembalilah dahulu, maukah kau kuberi pelajaran ilmu Bwe-
hoa Kiam khek yang tiada tandingannya di kolong langit ?"
To It Peng menggoyankan kepala, katanya :
„Tidak mau aku mendapatkan ilmu darimu. Ilmu ke¬pandaian
Bwe-hoe Kiam-khek yanq kau katakan tiada tandingan dikolong
lanqit itu belum tentu ada gunanya. Bila betul ilmu itu hebat,
mengapa kau menyembunyikan diri ditempat ini? Selamat bertemu
lagi, aku akan segera menyusul nona Kat."
Siang-koan cie gugup, teriaknya:
„Hei, dengarlah keteranganku dahulu………..."
Ucapan orang tua ini tidak diteruskan, karena To It Peng telah
bergarak semakin cepat dan tidak menggubrisnya sama sekali.
Begitu To It Peng mengangkat kaki, dirasakan luar biasa enteng,
gerakannya menjadi lincah, bagaikan terbang, ia melayang terlalu
cepat, hampir ia jatuh terjengkang, keadaannya sangat pontang
panting, belum biasa ia manggunakan ilmu meringankan badan juga
belum tatu ia harus bagaimana mengerahkan tenaga yanq
berlimpah-limpah itu.
Melihat gerakan T o It Peng yang lucu, seharusnya Siang-koan cie
tertawa geli, tentu saya bila tidak mengingat tiga buah Lo-han-ko
ditelan orang secara percuma, ia dapat tertawa. Kini tertawa orang
tua ini, menunjukkan tertawa getir, yaitu tertawa sedih dan kecewa
karena kehilangan tiga buah Lo-han-ko yang amat mujijad itu.
Maksudnya ialah memancing dengan tiga buah Lo-han-ko dengan
menggunakan tenaga To It Peng, apa mau ia lupa memberi
keterangan2 yang teperinci, hal ini seharusnya perlu dilakukan
sebelum ketiga buah Lo-han-ko diberikan kepada To It Peng, maka
To It Peng dapat percaya waktu itu. Wsaktu maksudnya, tidak
terbuang percuma.
Seperti apa yang telah diketahui, ukuran otak To It Peng adalah
otak empat persegi, Iubang jalan alam pikirannya hanya satu
jurusan, ia hanya bersatu tuju¬an, tidak ada kanan dan kiri, setelah
diberi pedoman hidup oleh Hian-u Po-po almarhum bahwa dirinya
se¬bagai ‘jago kelas satu', kesan ini tak akan lenyap hingga di akhir
jaman.
la tidak me liyhat bagai mana tiga buah Lo-han-ko masuk ke
dalam perut. Betul tenaga dalamnya bertambah, hal ini dianghgap
sudah ada karena ciptaan Hian-u Po-po dahulu, tidak perlu untuk
diherankan. Maka di¬tinggalkannya Siang-koan cie begitu saja.
Disinilah terjadi salah paham! Bukan maksud To It Peng untuk
menyengkelit jasa2 orang!
Kecuali menyalahkan diri sendiri yang terlalu ceroboh, Siang-koan
cie tidak mempunyai jalan kedua. Memandang lenyapnya bayangan
To It Peng, ia menghela napas panjang.
Bercerita tentang To It Peng yang lari pontang-panting, seradak-
seruduk, tundak-tanduk karena diberkahi tenaga dalam yang maha
hebat dengan tidak mendapat tata cara untuk bagaimana
menggunakannya.
Bukan sedikit pohon yang ditubruk tumbang olehnya tidak sedikit
tanaman yang diinjak rata olehnya suatu.Suatu ketika, ia slip dan
membentur batu besar sehingqa tarbendung ditempat itu, ia jatuh
tidak jauh dari mana batu besar itu menghadang dan terhentilah
kemajuannya.
Berhati-hati ia bangun berdiri, ia tidak menderita Iuka karena
tenaga dalam yang maha hebat, hal ini adalah berkat tiga buah Lo-
han-ko pemberian Siang¬-koan cie, hanya jidatnia yang agak benjul
karena benturan batu yang keras, diusapnya tempat tersebut dan
mengoceh :
„Wah, beginilah rasanya menjadi seorang pendekar jago kelas
satu ?"
To It Peng memandang batu besar yang berada di¬hadang jalan
itu, tangannya bergerak dan…… priuuuur……... ia memukul hanyur
batu tersebut.
„Idih……." Sidungu meleletkan lidah. „Hebat juga menjadi jago
kelas satu. Hanya kedua kakiku inilah yang kurang ajar, mengapa
sukar dikuasai, sungguh sangat celaka bila kakiku dapat lari sendiri."
la bangun berdiri, dengan sangat hati-hati melangkahkan sebelah
kakinya satu langkah demi langkah
Satu tapak langkah To It Peng ini telah menghasil¬kan jarak
yang cukup jauh. Segera ia menekannya kaki itu dan berhenti
dengan hati berdebar-debar, Langkah yang dilakukan dengan
berhati-hati ini lebih cepat dari pada saat ia malarikan diri.
„Hebat!....... Hebat!" To It Peng bergumam. ,,Aku telah
mendapatkan kemajuan pesat.
Rise girang dan takut merangsang menjadi satu, silih berganti
menguasai elam pikirannya.
Demikianlah, To It Peng mendapatkan ilmu 'jago kelas satu'nya
yang sajati, bukan 'jago kelas satu' ciptan Hian-u Po-po yang hanya
nama kosong itu.
Ia melakukan perjalanan cepat, maksudnya menyusul Kat Siauw
Hoan kegunung Thian-san.
Tidak tahu bahwa To It Peng sesat dijalan, semakin cepat ia
berjalan semakin jauh pula jarak dengan Kat Siauw Hoan.
Hari ini menjelang malam tiba, To It Peng berada disebuah
rimba.
Dalam alam pikiran To It Peng terbayang Kat Siauw Hoan dan
Siang-koan Bu-ceng, bila kalah cepat tentu celaka.
Semakin bingung ….. semakin sesat pula, saking letihnya dengan
memilih sebuah batu besar, To It Peng membaringkan diri ditempat
tersebut.
Dalam beberapa hari ini ia memang kurang tidur, maka dalam
sekejap saya To It Peng telah mengeluarkan suara gerusan ….. ia
telah tertidur dengan cepat.
Tiba-tiba ………. To It Peng terbangun karena dikejutkan oleh
suara burung malam beterbangan diatas kepalanya, samar-samar
terdengar suara derap kaki kuda mengarah ketempatnya.
Ketrukan kaki kuda mengarah kearahnya, dan tidak jauh dari
tempat ia berada, disana kuda itu berhenti sebentar dan terus
menikung kearahnya.
„Suheng ……, Suheng ………." Terdengar suara wanita me-
mangil2 „ „Dimana kau berada ……..? "
Ternyata sipenunggang kuda adalah seorang wanita!
Suara wanita ini bergema lama sekali, menandakan tenaga
dalamnya yang lebih hebat!
jantung To It Peng hampir mencalat, itulah suara Pie-lie Sian-cu
yang dikenal betul, salah satu dari 4 jago utama Ngo-bie-pay !
Setelah Ban kee-chung dibakar oleh 4 Wajah Tak berkulit, To It
Peng menuju kegunung, Ngo-bie-pay, ; disana Pie-lie Sian-cu
mengakiu bahwa dialah yang membunuh Kim-to Bu-tie T o tong Sin.
„ Hei ……." Tidak sadar,To It Peng berteriak.
Setelah diberi buah Lo-han-ko, tenaga To It Peng telah mencapai
tingkat puncak, suara 'Hei' tadi menggema memecah angkasa gelap
berkumandang jauh dan lebih lama dari suara Pie-lie Sian-cu.
To It Peng terlompat terkejut dengan sendirinya, karena suara
guntur tersebut, tidak disangka keluar dari suaranya akibat dari
tenaga dalamnya yang setinggi langit.
Derap kaki kuda segera datang, penunggangnya memang Pie-lie
Sian-cu, arah tujuannya ialah dimana To It Peng berada.
Tuduhan orang yang membunuh ayahnya telah dija¬tuhkan
kepada Pie-lie Sian-cu, memandang kedatangan¬nya hati To It
Peng semakin berdebar keras.
Pie-lie Sian-cu telah berada dihadapannya, jaga wanita Ngo-bie-
pay ini segera menduga kepada Thian-sim Siang-jin.
„Suheng ………. “ Ia memanggil.
Hanya Thian-sim Siang-jin yang mempunyai latihan tenaga dalam
hebat, maka dugaan Pie-lie Sian-cu jatuh pada saudara
seperguruannya itu.
Sagera dilihat bahwa oranq yang dikira suhengnya itu adalah
sipemuda dungu yang pernah mengacau gunung Ngo-bie-san,
wajah Pie-lie Sian-cu berubah
„Eh, kau sibinatang kecil ?" la berkata panas
Sifat To It Peng tidak mudah marah, hanya dendam ayahnya
tidak pernah lepas, dakwaannya jatuh kepada Pie-lie Sian-cu,
semakin marahlah lagi dirinya di¬panggil 'sibinatang kecil',
terdengar geramannya yang" menunjukan kemarahan yang me-
luap2 ia menerkam musuh itu.
Dikala T o It Peng berkunjung keatas gunung sampai dimana ilmu
kepandaiannya, tidak lepas dari mata dan penilaian Pie-lie Sian-cu,
dikira dengan kepandaiannya, tidak lepas dari mata segera dapat
menghalaunya, ia agak lengah.
Suara To It Peng yang menggalegar bagai guntur itu
mengejutkan Pie-lie Sian-cu, tidak disangka sipernuda mendapat
kemajuan hebat !
Sang kuda turut terkejut, ia berjingkrak kaget, dengan kedua
kaki depan terangkat tinggi, sang kuda melempar¬kan sang
majikan.
Disaat ini, tangan To It Peng telah menusuk perut kuda, betapa
hebat tenaga dalam yang dikerahkan dalam keadaan marah, berat
kuda tidak ada artinya.
Bila dibandingkan tenaga kemarahan itu, terdengar ringkikkan
kuda yang menyayatkan hati, gumpalan daging itupun terlempar
jauh, menggeliat sebentar dan jiwanyapun melayang kealam baka.
Hanya satu kali pukul To Tt Peng membunuh mati kuda
tunggangan Pie-lie Sian-cu ?
Pie lie Sian-cu berhasil dilempar oleh kuda tunggangannya, ilmu
kepandaiannya tinggi, dengan hanya beberapa kali gerakan, ia
berhasil membuat posisinya aman.
Melihat pukulannya yang dapat membunuh seekor kuda To It
Peng tertegun. Kemarahannya belum mereda, maka satu geraman
lagi dilontarkan, menyerang Pie-lie Sian-cu.
Pie-lie Sian-cu telah dapat melihat tenaga dalam sipemuda yang
luar biasa keras, dua tangannya disilangkan kekarnan dan kiri, ia
menahan serangan sipemuda dengan aliran tenaga yang lembek.
Tenaga To It Peng terbendung oleh kekuatan yang lemah, ia
sangat marah, bentak sipemuda keras :
„Nenek keriput, lekas ganti jiwa ayahku."
Pie-lie Sian-cu hanya dapat menahan kekuatan To It Peng untuk
beberapa saat, tenaga dalam sipemuda kian menghebat,
kedudukannya mulai goyah, semakin heran lagi atas kemajuan
pesat yang dicapai oleh si pernuda.
„Binatang kecil, kau sudah bosan hidup?" la membentak.
To It Peng menyerang dengan kalap, tiara bertem¬pur sipemuda
lain dari peda yang lain, betul ia bertenaga dalam kuat, kekuatan ini
belum dapat digunakannya secara sempurna, maka Pie-lie Sian-cu
dapat bertahan beberapa lama.
„Hei, apa artinya seranganmu seperti ini ?" Bentak¬ Pie-Iie Sian-
cu.
„Ganti jiwa ayahku" teriak T o It Peng, „Tahan." kata Pip-lie Sian-
cu lompat menyingkir dari satu serangan To It Peng. „Dengar
keteranganku dahulu"
„Tidak perlu. Kau telah membunuh ayahku, Hutang jiwa ini harus
diperhitungkan segera. "
„Dengarlah penjelasanku terlebih dahulu. Suara Pie-lie Sian cu
agak perlahan dan sabar "
„Hm…" To It Peng mendengus. „Aku telah menjadi seorang
pendekar jago kelas satu, kau kini telah bernyali kecil dan takut
kepadaku!"
Pie-lie Sian-cu hilang sabarnya, hati jago wanita Ngo-bie-pay ini
terlalu cepat naik darah, badannya bergerak cepat, maka…. par….
par…. par…. ia berhasil menempeleng kedua pipi To lt Peng
bergantian.
Tenaga dalam to It Peng telah dapat digolongkan kedalam kelas
istimewa, ilmu meringankan badannya sudah hebat, hanya ia belum
dapat tata cara untuk mengunakannya, maka dapat ditampar
dengan mudah.
la bergerak lagi dengan cepat mementang kedua tangannya,
maka dikala tubuh Pie-lie Sian-cu lewat disisinya, segera ia
merangkulkan kedua tangannya dan tepat memeluk kedua sijago
wanita Ngo-bie-Pay itu.
Sedari ia belajar ilmu silat, Pie-lie Sian-yu belum pernah melihat
ada orang yang bertanding dengan To It Peng, ia sangat kaget
seteleh merasa kakinya tercekal oleh sang lawan, ia berontak
barusaha melepaskan diri, tetapi gagal, kekuatan To It Peng
sakarang bukanlah To It Peng lama, ia telah dapat menelan tiga
buah Le-han-ko mujijat, tenaganya bertambah beberapa lipat.
Pie-lie Sian-cu tidak ada niatan untuk membunuh, apa mau
dirinya terdesak hebat, tangannya teranqkat, tinggi memukul kepala
To It Peng yang berada dibawah kakinya.
Tumbukan ini hebat! To It Peng meresa kepaIanya berkunang-
kunang, beruntung tenaga dalamnya hebat, maka kepala tersebut
tidak sampai menjadi hancur remuk, betapa hebat tenaga kekuatan
Pie-lie. Sian-cu telah mendapat penilaian umum, untuk
mele¬paskan dari kekangan sipemuda, hanya jalan satu-satnya ini.
Pegangan To it Peng Iepas!
Pie-lie Sian-cu mengeluarkan elahan napas lega. Di saat itu,
kepala To It Peng menyeruduk maju pula, maka dikerahkan lagi
tangan Pie-lie Siancu, memukul kepala yang lebih keras dari batu
ini.
Buk…….. Pie-lie Sian-cu terjengkang kebelakang.
To It Peng merasa kapalanya berat, iapun jatuh terduduk.
Kekuatan mereka ternyata menjadi seimbang !
To It Peng lompat bangun kembali, dilihat sang la¬wan telah
dijatuhkan, hatinya girang, ternyata masih sama kuat, 'jago kelas
satu'nya telah memperlihatkan keunggulan yang nyata.
Ia menggeram hebat dan menerjang kembali!
Pie lie Sian cu telah siap, secara berantai kakinya bekerja dan
menyepak To It Peng yang dibuat jatuh mencium tanah.
To It Peng merayap bangun.
„ Nenek keriput", 'Kau masih hebat ha ?" la menggerutu.
Melihat Kekebalan To It Peng terhadap setiap pukulan, Pie-lie
Sian-cu tidak tahan untuk tidak mangeluarkan pujian.
„Hei, kemajuan ilmu silatmu cepat sekali." Demikian Pie-lie Sian-
cu berkata.
„Tentu" To it Peng membusungkan dada. „Aku telah menjadi
jago nomor satu, tahu ?"
Beberapa patah kata 'jago nonor satu' itu tidak lepas dari
mulutnya.
Pengalaman tempur Pie-lie Sian-cu telah cukup untuk dijadikan
buku, ia lompat kebelakang To It Peng, kakinya bergerak menyepak
pantat
pemuda itu, maka bagaikan sebuah bola, To It Peng terlempar
pergi
„Nenek keriput," To It Peng merayap bangun. „menggunakan
kelengahan orang, kau menyerang dari belakang ?"
„Mengapa kau menyerang orang dengan kalap" „Kau telah
membunuh ayahku, dendam kesumat ini tak dapat dilupakan." To It
Peng membantah. Dan, iapun menyerang Iagi!
cara To It Peng menyerang sungguh luar biasa, Pie-lie Sian-cu
sult untuk menundukkan manusia ktepala batu seperti ini.Ia hanya
menyingkir dari setiap serangan dengan lebih hati2, karena ilmunya
memang berada diatas To It Peng, maka dengan siasat baru ini, ia
pun banyak mendapat kelonggaran,
„Hei, kau tidak melawan ?" To It Peng telah beberapa kali gagal.
Pie-lie Sian-cu tidak melawan bukan berarti menyerah kalah, ia
mencari kesempatan, suatu ketika dilihat kekosongan, cepat ia
bergerak dan menotok jaIan darah tertawa sipemuda.
To It Peng tidak tahan perasaan geli yang menyerang itu, iapun
tertawa „ha…….., ha…….., ha…….., aduh………."
Karena tenaga dalamnya kuat, maka rasa geli itupun lenyap
dengan cepat. To It Peng mendelikkan matanya, dan membentak :
„Eh!, apa macam, nih? Aku menempurmu mengadu jiwa. Siapa
yang menyuruhmu menggelitik untuk senda gurau! "
Dilihat sang lawan tidak jauh darinya, dengan menyerudukkan
kepala, To It Peng menyeruduk seperti kerbau.
Pie-lie Sian-cu mangkel malihat tata cara ber¬tempur To It Peng,
ia manyingkir lagi, gesit sekali ia telah mengarah dialan darah
kejang sang lawan, ie berhasil menekan daerah berbahaya itu.
„Bagaimana ?" kata Pie-lie Sian-cu. „Kau me¬nyerah kalah ?"
jalan darah kejang adalah salah satu jalan darah penting dari
peredaran darah dalam tubuh, jatuhnya jalan darah kedalam tangan
lawan berarti lanyaplah semua kekuatan tempurnya.
To It Peng telah dibuat tidak berdaya, tetapi ia tidak mau
menyerah kalah, ia masih ber-teriak-teriak :
„Nenek keriput, kau telah mambunuh ayahku, siapa yang sudi
menyerah kapadamu ?"
Pada wajah Pie-lie Sian-cu telah tampak hawa pembunuhan,
kemarahan jago wanita itu tidak ter¬tahankan lagi.
Tangannya terangkat tinggi, siap menghantam ubun2 To It Peng.
„To It Peng" katanya, „Membunuh jiwamu lebih mudah dari
membunuh seekor anjing. Mengingat ayahmu, pargilah segera dan
jangan menggangguku lagi, tahu ? "
To It Peng menggelengkan kepala berkata:
„Tak mungkin…... Tak mungkin aku hidup disatu dunia
denganmu. Kau telah membunuh ayahku. Akupun akan
membunuhmu. Kini aku kurang hati2 dan jatuh kedalam tanganmu,
mati hidupku berada di tanganmu, bunuhlah, bila kau mau."
Pie-lie Sian-cu menggeretek gigi, tangannya itu siap diturunkan !
Maut mengancan To It Peng !
Disaat inilah terdengar satu suara tua berdengung : „Sumoay,
dengan siapa kau bertempur ?"
Itulah suara cu Hun Hui-liong Kiam-khek, salah satu dari 4 jago
Ngo-bie-pay.
Suara cu Hun Hui-liong Kiam-khek belum lanyap,
disana teIah bertambah satu orang, ternyata kecepatan jago
Ngo-bie-pay ini hampir mamadai kecepatan suaranya sendiri.
To It Peng mengeluh.
„Tamatlah riwayat hidupku." Katanya didalam hati.
Satu Pie-lie Sian-cu sudah cukup ia jungkir balik, kini datang lagi
bantuan Ngo-bie-pay, bagaimana To It Peng tidak mengeluarkan
keluhan celaka ?
cu Hun Hui-liong Kiam-khek segera mangenali lawan sang
sumoay adalah pemuda dungu yang pernah mangacau gunung, ia
membanting kaki berkata:
„Sumoay, betapa pentingnya urusan kita, mengapa kau berkutet
dengannya ditempat ini?"
„Hm….." Pie-lie Sian-cu mengeluarkan sura dari hidung. „Aku
sebal mendapat gangguannya. Bagaimana dengan keadaan disana?"
„ciangbun Suheng sedang bertahan sedapat mung¬kin, lekas kita
beri bantuan kepadanya." cu Hun Hui-liong Kiam-khek, memberi
sahutan.
Wajah Pie-lie Sian-cu berubah, tangannya dikesam¬pingkan
melewati To It Peng, dengan meren¬dengi cu Hun Hui-liong Kiam-
khek, mereka menuju kearah tempat yang membutuhkan
tanaganya.
Sebentar kemudian, dua bayangan itupun telah lenyap.
To It Peng terlempar tinggi, sungguh kebetulan, ia tersangkut
diatas sebuah pohon. Ranting2 pohon itu merusak beberapa bagian
baju pakaiannya. Otaknya turut terkocok, didalam keadaan tujuh
keliling To It Peng merayap turun dari atas pohon tersebut, ….. apa
mau pegangan tangannya salah terkam, ia jatuh menggelinding
ketanah ngebeleduk.
celingukan kesana-sini sebentar, To It Peng telah kehilangan
jejak Pie-lie Sian-cu.
„Kurang ajar." la bergumam. Masakan aku dilempar hingga
nyangkut diatas pohon."
Saat itu dari atas kepalanya, dari mana pohon tadi ia
disangkukan oleh lemparan Pie-lie Sian-cu ter¬dengar satu suara :
„Siapa yang kau cuci, maki ? Orangpun telah tiada ditempat ini."
To it Peng mendongakkan kepala. Terlihat olehnya seorang kakek
kerdil sedang nangkring ditangkai pohon, kakek kerdil itulah yang
mencemohkan dirinya.
„Siapa kau?" tanya To It Peng. „Mungkinkah dilempar orang
hingga nyangkut dipohon? Lepaskan¬lah peganganmu, maka kau
akan segera jatuh katanah seperti apa yang telah menimpa atas
diriku."
Pada anggapan To It Peng, semua manusia didalam dunia itu
sama rata, sama baik dan sama jahatnya. Ia dilempar orang
sehingga nyanykut diatas pohon, di-rumuskan pula bahwa setiap
orang yang berada diranting pohon, tentunya dilempar oleh lawan
tandingan.
Kakek kerdil itu tertawa terbahak-bahak, ia lompat turun dari
atas pohon.
„ha…….. ha…….. ha…….." tangannya menuding-nuding To It
Peng yang dianggap terlalu jenaka.
To It Pang sedang penasaran tantu saja ia marah mendapat
perlakuan seperti itu, dengan menekuk wa¬jah ia membentak:
„Hei, masih kau tertawa terus? Biar kupukul sebagai hajaran atas
kelakuanmu yang kurang ajar itu."
Sikakek kerdil telah siap menghentikan tertawanya, mendengar
ancaman To It Peng, iapun tertawa Iagi.
„Hm…….." To It Peng membentak. .,Apa yang lucu ? Setelah kau
kenal dengan tinjuku, baru kau tahu tidak guna kau tertawa,"
Dan betul saja, ia menggerahkan tinjunya menjotos kakek kerdil
tersebut. To It Peng bukanlah
Seorang pemuda yang suka pertarungan, maksudnya
mangeluarkan tinju tersebut hanya ancaman belaka, jarak diantara
dua orang lebih dari 4 tangan, ta mungkin tinju tersebut mengenai
sasaran.
Sikakek kerdil tiba2 menggerakkan badannya, ia maju
memacungkan mukanya, maka jarak dua orang itupun mendekat,
dengan tepat, tinju To It Peng, mengenai hidung sikakek.
Kakek kerdil yang nangkring diatas pohon lama itu menghentikan
tertawanya, ia lompat mundur dengan membekap hidungnya yang
kena tinju.
„Nah sudah kuberi peringatan, tetapi kau terlalu bandel. tentunya
sakit kena tinjuku, bukan?" tanya To It Peng merasa kasihan.
Kakek kerdil itu membuka hidungnya yang ditutup, maka hidung
tersebut melesak kedalam hingga ce¬kung kedalam.
„celaka……. celaka……." Teriaknya. „Kau telah: memukul pesek
hidungku, hidung; mancungku yang bagus itu telah kau buat
melesak kedalam."
To It Peng mempentang mata lebar2. Dan betul saja sikakek
kerdil telah kehilangan hidungnya.
---oo0oo---
BAGIAN 23
PEMILIK KUKU BESI ‘CAKAR BEBEK’
YANG DISEGANI
BAGIAN 24
TO IT PENG ‘JAGO KELAS SATU’ YANG TIDAK DAPAT
MENGGUNAKAN ILMU KEPANDAIAN DAN TENAGA
KEKUATANNYA
BAGIAN 25
KISAH KEMATIAN TO TONG SIN
BAGIAN 26
PENUTUP CERITA “SI DUNGU TO IT PENG”