com
JILID 1
BAB I
JEJAK KELUARGA PENDEKAR
Manusia siapa yang tidak akan mati, tapi jika dia harus
mati digunung liar ini, sungguh dia tidak sudi, tapi luka
dalamnya sangat parah, membuat dia tidak bisa mengerahkan
tenaga dalam, tidak ingin mati pun bagaimana bisa! Setelah
mengeluh panjang putus asa, sepasang matanya pun dengan
sedih di tutupnya.
Mendadak, dia merasakan tubuhnya ada yang menarik,
sepertinya di udara melayang satu kail dewa, mengail baju
putihnya, walaupun dia terluka dalam, dalam keadaan
setengah sadar, reaksinya masih tetap gesit, sepasang
matanya masih belum dibuka, sepasang tangannya sudah
melayang-layang sembarangkan menangkap.
Sepasang tangannya yang lemah tidak ada tenaga,
sepertinya mengenai sesuatu, di dalam perasaan dia, ini
adalah benda yang empuk, sangat elastis, dia baru saja
tertegun, terdengar suara 'paak', dan dia jadi pingsan.
Angin malam bertiup pelan, bayangan pohon bergoyang-
goyang, sinar bulan seperti satu cermin es, menyorot pada
wajah cantik yang dingin, dia berdiri bengong, tidak bicara dan
tidak bergerak, hampir dua jam lamanya.
Lama, alis dia yang hitam indah itu dengan pelan sedikit
diangkat, sepasang matanya yang jernih menyorot satu sinar
yang sulit diduga, lalu, dia pelan-pelan menggerakan
tubuhnya, melihat pada remaja berbaju putih yang pingsan
dengan sebalnya.
Tapi lirikan menyebalkan ini perlahan berubah,
perubahan ini diikuti sorot matanya, dari dingin lambat laun
0-0-0
hulang uang bayar uang, Sai Hong ingin minta keadilan pada
ketua perkumpulan Cu."
Wanita baju hitam mendengus sekali: "Bagus, bagus,
pemberani."
Mendadak dia melayangkan tangan kebelakang,
"keluarkan satu matanya, putuskan satu lengannya, sebagai
peringatan menentang aku."
Di belakang tubuhnya entah kapan, sudah berdiri 4 orang
bertopeng hitam, seorang bertopeng hitam yang tubuhnya
kurus kecil menyahut lalu meloncat keluar, mengulurkan
sebelah tangan menangkap pada gada mas Sai Hong.
Orang ini menyerang laksana kilat, begitu tubuhnya
bergerak, lima jari seperti kail sudah menyentuh pinggir gada
mas.
Sai Hong terkejut, lengan kanannya cepat diturunkan,
ujung kaki dihentakan, tubuhnya terbang mundur kebelakang,
baru lolos dari cakaran ringan si orang topeng hitam. Tapi
Orang bertopeng hitam gerakannya cepat sekali, sebelum Sai
Hong berdiri mantap, orang bertopeng hitam sudah seperti
bayangan datang menerkam kembali...
––––––––
BAB 2
PUTRA-PUTRI DUNIA PERSILATAN
jika kau bisa mendapatkan empat lagu Angin Guntur Air Api,
kau bisa sekalian kembalikan kepada Toako, bukankah akan
lebih baik?”
Dalam hati Pek Soh-ciu berpikir, empat lagu Angin guntur
Air Api entah berada dimana, Kai-pang yang muridnya
tersebar diseluruh pelosok dunia juga tidak bisa
mendapatkannya, dia sendiri mau mencari kemana, tapi Su
Lam-ceng sudah menyanggupinya, maka dia tidak baik
menolaknya lagi.
"Ha...ha...ha..." Sangguan Ceng-hun tertawa keras,
katanya lagi, "Toako tidak mengharapkan itu, setelah adik
mengatakan demikian, jadi menuduh Toako seperti ada
maksud tertentu."
Mereka berbincang-bincang beberapa saat, lalu Sangguan
Ceng-hun mengajarkan cara meniup Seruling Bambu
mengumpulkan ular dan serangga, berkata lagi: "Adik! Apakah
kau sudah menemukan musuh-musuh yang diam-diam
menyerang perumahan Leng-in?"
Pek Soh-ciu dengan sedih menggelengkan kepala: "Adik
berkelana di dunia persilatan, dalam sekejap sudah lewat
setahun, terhadap musuh yang menghancurkan rumah dan
membunuh ayah, malah sedikit pun tidak tahu, tapi..."
"Adik jika ada yang ingin dikatakan, katakan saja, biar kita
merundingkannya."
"Apa Cu Kwan-cing Sucinya Toako?"
"Tidak salah, tapi wanita itu kejam seperti ular berbisa,
justru karena menginginkan Seruling Bambu ini, dia telah
asmara yang tidak bisa dibayar, walaupun itu takdir, kau juga
harus sedikit waspada."
Pek Soh-ciu terbengong berkata: "Soh-ciu bukanlah orang
yang tidak punya hati, melihat wanita hati langsung tergerak,
Adik Ceng harus bisa percaya padaku."
Su Lam-ceng mengangkat kepala berkata: "Sudahlah, kita
tidak usah membicarakan ini, di depan ada satu kota, hari ini
kita tinggal di sana saja."
Saat ini hari baru saja menjelang sore, melewati satu kota
lagi seharusnya tidak jadi masalah, tapi Pek Soh-ciu tidak tega
menolaknya, dia juga khawatir istrinya kelelahan, maka
beristirahatlah mereka di kota yang disebut Koan-in-tong.
Su Lam-ceng bisa meramal, dia tahu setelah lewat
sepuluh hari mereka suami istri akan berpisah, hal ini yang
membuat dia sulit bisa menerimanya, sehingga, dia ingin
dalam sepuluh hari ini, sebisanya menikmati kemesraan suami
istri.
Tapi... saat mereka sedang berdampingan, dan memadu
kasih, sebuah bayangan berwarna merah menembus jendela
masuk ke dalam, begitu Pek Soh-ciu tahu, sebuah suara pelan
terdengar, bayangan merah itu sudah menancap diatas
dinding.
Dia lalu mencabut benda berwarna merah itu, begitu
melihat wajah tampannya mendadak di selubungi dengan
hawa membunuh.
Su Lam-ceng mengambil benda itu dari tangan¬nya lalu di
lihatnya, tampak ini adalah sebuah bendera merah kecil, di
BAB 3
PESONA LAKI-LAKI
baju putih itu pun terkejut setengah mati, sampai Pek Soh-ciu
yang menonton dari kejauhan juga hatinya tergetar.
Orang aneh berambur merah menghentikan pukulannya,
menatap pada remaja baju putih dengan dingin berkata: "Di
dunia persilatan sekarang belum ada satu orang pun yang
berani mengatakan tidak pada Liat-hwee-sin-kun (Dewa
memisahkan api), serahkan Pouw-long-tui itu, aku ampuni kau
sekali ini."
"Kita masih belum tahu rusamati ditangan siapa, buat apa
kau merasa yakin terlebih dulu."
Remaja baju putih sungguh pemberani sekali, dia jelas
tahu Liat-hwee-sin-kun, adalah seorang kepala penjahat ulung
di dunia persilatan, dia malah menggetarkan pedang
panjangnya, sekilas sinar perak menerjang, dengan hawa
pedang yang tiada benda yang keras bisa menahannya,
berturut-turut menyerang lima jurus pedang pada Liat-hwee-
sin-kun.
Liat-hwee-sin-kun berteriak marah berkata: "Jika kau
tidak ingin hidup, maka aku kabulkan keinginanmu!"
Telapak tangan kanannya dibalikan, hawa panas
bergulung-gulung menerjang, lima junis pedang yang
kekuatannya amat dahsyat, seperti terjun ke dalam lautan
luas, tubuhnya juga digulung oleh kekuatan telapak Liat-hwee,
tergulung di udara lalu jatuh di tepi sungai.
Dalam hati Pek Soh-ciu berteriak celaka, tidak peduli apa
tujuannya remaja baju putih, bagaimana pun jangan sampai
dia jatuh ditangan penjahat ini.
BAB 4
BERSAMA-SAMA MENUNGGANG KUDA RIBUAN LI
JILID 2
BAB 5
DI PERJALANAN
(tiga jurus angin ribut), mari, kita lihat para hweesio terkenal
ini masih punya jurus hebat apa lagi."
Siau Yam sedikit tidak tenang, bertanya lagi: "Toako, ini
salahku, kita..."
Pek Soh-ciu memegang tangannya yang mungil: "Jika para
hweesio liar itu sengaja mencari gara-gara pada kita, ingin
menghindar juga sulit, kau lihat mereka sudah mengepung
kita, kecuali kita bertarung, tidak ada pilihan lain!"
Lalu mereka saling bergandengan tangan, melangkah
dengan mantap, pelan-pelan berjalan menuju ke tengah
kepungan.
Mendadak, sebuah sinar kilat berkelebat mem¬belah
langit, setelah itu terdengar suara geledek yang menggelegar,
lalu turunlah hujan yang lebat, jalan raya lebar yang penuh
dengan hawa pembunuhan ini, men¬dadak terguyur oleh
hujan deras dan angin kencang.
Walau pun angin sangat kencang, namun tidak bisa
menyapu bersih hawa pembunuhan yang kental ini, bayangan
orang masih pelan-pelan bergerak, karena pandangannya
terhalang, mereka sedang memperketat kepungannya.
Di pihak Siauw-lim kecuali ketua Tat-mo-tong Pek Na
taysu, masih ada seorang ketua Lo-han-tong, Pek Keng taysu,
dia juga seorang hweesio yang namanya telah
menggemparkan dunia persilatan, sisa dua puluh orang lebih
lainnya dari angkatan kedua dan ketiga, tapi semua rata-rata
mempunyai ilmu tinggi. Jelas, dalam hal kekuatan Pek Soh-ciu
dan istri berada dalam posisi yang tidak menguntungkan.
pesilat tinggi kelas satu, yang dapat lolos dari serangan Pek-
lek-bie-sin-ciam juga tidak banyak, ular berbisa itu walau pun
sudah terlatih, tetap tidak bisa lolos dari kematian!
Ular berbisa itu setelah berguling-guling, lalu mati
terlentang di pinggir jalan, Siau Yam segera menatap ke
pepohonan di samping ular, dengan mendengus dingin
berkata: "Ayo keluar, biar kami suami istri menghadapimu."
"He... he... he!" terdengar sebuah tawa dingin, lalu
melangkah keluar seorang manusia aneh yang berwajah
monyet, mulut monyong hidung mancung ke dalam, tubuhnya
kurus kecil, di tangannya sedang mempermainkan seekor ular
berbisa sebesar kawat besi, sepasang matanya bersinar hijau,
berjalan pelan menuju tengah jalan.
Siau Yam dan Pek Soh-ciu bersama-sama meloncat turun
dari puncak pohon, dia memperhatikan orang aneh itu
beberapa saat, mendadak wajah cantik Siau Yam jadi dingin
berkata: "Apakah anda anggotanya Jit-kaw-kok? (tujuh
keahlian)"
hebat, dia khawatir Siau Yam mendapat luka, tidak tahan lagi
dia mencabut pedang-nya, ingin mendesak masuk kedalam
pertarungan.
Siau Yam yang melihatnya, lalu berteriak: "Toako
mundurlah, menghadapi orang kecil seperti ini, kita tidak
perlu melawan bersama-sama!"
Pek Soh-ciu menghentikan langkah, dia meng-geleng-
gelengkan kepala, terpaksa mundur lagi ke belakang
menonton, tapi dia tetap memusatkan tenaga dalam Pouw-ci-
sin-kang, jika Siau Yam benar-benar dalam bahaya, maka dia
akan tidak pedulikan apa yang namanya keroyokan.
Siau Yam menahan nafas, pedangnya seperti naga menari,
walau jurus Tok-hou sangat dahsyat, tapi tetap tidak bisa
berbuat banyak, tapi, Siau Yam juga tidak bisa menahan nafas
terlalu lama, apalagi harus menggunakan tenaga dalam,
keadaannya memang sangat berbahaya sekali.
Dalam sekejap sudah lewat tiga puluh jurus, dipelipis Siau
Yam sudah nampak ada keringat, melihat keadaan,
kekalahannya akan terjadi dalam beberapa saat lagi.
Sebenarnya Siau Yam sendiri juga menyadari keadaannya,
ketika pertama dia bertarung, di telapak tangan kirinya sudah
menggenggam dua buah jarum Pek-lek-bie-sin-ciam, jika tidak
sampai bahaya sekali, dia tidak mau mempergunakan.
Saat ini, dadanya sedang naik turun dengan derasnya,
karena terlalu lama menahan nafas, tenaga dalamnya
nampaknya akan habis, gerakannya pelan pelan mulai
menurun, jurus pedangnya juga nampak tidak segesit semula,
Di malam hari yang pekat, Pek Soh-ciu dan Siau Yam tiba
di kota kabupaten Ih-san, kota kabupaten Ih-san terletak di
lereng selatan gunung Huai-ih, di sebelah tenggaranya adalah
pegunungan Hian-sia-leng, karena mereka berdua tiba terlalu
malam, setelah mencari ke seluruh kota, juga tidak
mendapakan satu penginapan pun.
Pek Soh-ciu tidak bisa berbuat apa-apa, menatap pada
benteng kota yang megah itu dia tertawa, berkata: "Adik Yam!
Kelihatannya kita terpaksa menganggap benteng kota sebagai
kamar tidur, angin bertiup menyapu lantai, kegembiraan ini
tidak ada di dalam kamar tidur."
Siau Yam dengan manisnya tersenyum, kepala¬nya sedikit
tunduk, tubuhnya merendah menghormat berkata: "Benar,
harap suamiku..."
Perkataan Siau Yam belum habis, di atas benteng kota
tiba-tiba terdengar suara tawa yang panjang: "Suami istri yang
serasi, wanita ini sungguh baik, nenek tua! Kita harus
meninggalkan tempat ini untuk mereka, ayo jalan."
Dua bayangan manusia, secepat kilat berkelebat, dengan
ilmu silat mereka yang sangat tinggi, sampai wajah mereka
juga tidak bisa terlihat dengan jelas, hanya terdengar suara
tawa yang memekakan telinga menjauh, dan masih terdengar
juga teriakan wanita: "Tua bangka, kau berani tidak
menunggu nenek tua, kau lihat mereka begitu mesranya."
Suara pembicara itu menghilang, dalam sekejap sudah berada
sejauh seratus tombak lebih jauhnya.
“Boom...”
Dia terdorong mundur beberapa langkah ke belakang,
walau pun pedangnya tidak sampai lerlepas dari tangannya,
tapi lengan kanannya terasa kesemutan, dia baru menyadari
wanita iblis ini, memang benar ilmu silatnya sangat tinggi.
Tapi Leng-bin-sin-ni juga tidak mendapat keuntungan
besar, tubuhnya juga terhuyung-huyung oleh hawa pedang
Pek Soh-ciu, setelah lengan bajunya di kibaskan berturut-turut
dua kali, baru dia bisa menstabilkan dirinya. Sepasang
matanya menatap dengan seram, “hemm...” berkata lagi:
"Ternyata Sicu adalah muridnya Sin-ciu-sam-coat, tidak aneh
berani kurang ajar padaku, masih ada sembilan jurus, mari
kita coba lagi."
Bahunya tidak bergoyang, kaki tidak melangkah, begitu
tubuhnya bergoyang, dia sudah maju tiga kaki, tangannya
memukul, segulung tenaga dalam yang hangat perlahan
menekan ke dada Pek Soh-ciu.
Pek Soh-ciu yang melihat gerakan telapak dia walau pun
pelan, tapi diam-diam mengandung jurus iiuin.ilikan yang
tiada taranya, membuat orang seperti minum arak keras,
seluruh tubuh merasa tidak bertenaga, tidak tahan hatinya
menjadi dingin. Tapi dia tahu jika sampai telapak dia
mengenai tubuhnya, dia pasti tidak akan selamat, maka dia
mengerahkan seluruh tenaga dalamnya, pedang ditangan
kanan digerakan seperti kilat, telapak kiri digerakan seperti
guntur, dalam satu jurus dia sudah menggunakan jurus
pedang Im-cu, dan juga jurus Kong-hong-sam-si, memaksa
Leng-bin-sin-ni mundur.
tidak tahan dia jadi terkejut, katanya: "Ada apa? Adik Yam!
Apakah merasa sakit lukanya?"
"Aku baik-baik saja! Tempat ini tidak baik untuk tinggal
lama-lama, lebih baik kita pergi saja."
"Kenapa? Sam-sumoi tidak mau bertemu dengan Toa-
suci, betul tidak?"
Tiba-tiba seorang wanita baju merah, memimpin dua
belas laki-laki besar berbaju ketat melangkah keluar dari
dalam hutan, dia menyebut dirinya Toa-suci, pasti adalah Toa-
sucinya Siau Yam.
Ditangannya membawa sebuah bendera merah bertiang
besi yang panjangnya sekitar tiga kaki, matanya menyorot
sekali pada Pek Soh-ciu, di sudut mulutnya tampak sebuah
senyum dingin mengerikan, kemudian bendera merahnya
dikibaskan, dua belas laki-laki besar yang tangan kiri
memegang tameng, tangan kanan memegang golok, segera
mengurung Pek Soh-ciu dan Siau Yam.
Siau Yam menegakkan tubuhnya, menghormat sekali
pada wanita baju merah berkata: "Siau Yam menghadap Toa-
suci."
Wanita baju merah menjawab yaa sekali berkata: "Tidak
berani, sampai guru pun kau pandang sebelah mata,
bagaimana bisa memandang aku."
Siau Yam batuk perlahan, berkata: "Aku tidak menghianati
perguruan, Toa-suci..."
BAB 6
DIBAWAH TELAPAK TANGAN RAJA NERAKA
tanyakan pada dia juga tidak terlambat, dan masih ada, istriku
Su Lam-ceng sekarang ada dimana? bagaimana kau
perlakukan dia?"
Pek Soh-ciu tanpa tedeng aling-aling membantahnya,
hingga menimbulkan hawa membunuh orang tua bermantel
merah, dia melepaskan lengan Hun-ni berkata: "Mengingat
kau dengan anak Yam banyak miripnya, aku tidak
mempersulitmu, tapi bocah ini, aku harus membunuhnya."
Sifat kerasnya orang tua ini, sungguh tiada duanya, baru
saja selesai bicara dia langsung mengayunkan tangan
memukul. Diudara seperti timbul guntur, dalam sekejap mata
dia berturut turut telah menyerang delapan jurus telapak
tangan, kehebatannya tenaga dalam orang tua ini, belum
pernah Pek Soh-ciu melihatnya, setiap pukulan yang
dikeluarkan, semuanya mampu menghancurkan batu kali, jika
bukan ular pintar Sian-giok membantu maju menyerang,
hanya dengan kekuatan serangan telapak ini, Pek Soh-ciu
mungkin sudah kehilangan muka.
Sifat Pek Soh-ciu yang tinggi hati, bagaimana bisa
menerima penghinaan ini, dia mengeluarkan Pouw-long-tui,
dengan jurus Ciau-ji-hui-tui (Bor terbang matahari bersinar
terang), sinar hitam mendadak timbul, ssst... bor besi
menembus angin pukulan lawan, menerjang kearah dadanya.
Ular pintar Sian-giok juga seperti dewa naga, dia
menerkam dari udara, arah yang dituju ular, tidak jauh dari
titik mematikan orang tua itu.
BAB 7
MAYAT BERGELIMPANGAN DARAH
"Mmm..."
"Kau lahir diatas air."
"Tidak salah."
"Gunung tinggi mengalir jauh, airnya deras, mungkin
adalah San-sia di sungai Tiang-kang..."
"Kek..."
"Cu-gouw saling bertentangan, papan mengambang di
atas air, ketika cici baru berusia satu tahun, sudah menjadi
yatim piatu."
"Kek, adik! Aku sungguh kagum padamu."
"Beruntung ada seorang yang memelihara, hingga
berhasil belajar ilmu silat yang hebat sekali, sayang kau
bernasib menyendiri, harus tinggal terlebih dulu di kuil....
kalau sekarang, bulan purnama bunga bagus, suami nyanyi
istri mengikuti, melihat dari ramalan, cici seharusnya she Siau,
guruku adalah ayah kandungmu..."
Hun-ni jadi tertegun, dia tidak menduga adik Ceng nya
memang memiliki ilmu yang mampu menembus langit, dalam
sesaat dia malah jadi melongo tidak bisa bicara.
Tepat disaat ini, sinar merah berkelebat, Thian-ho-sat-kun
menerjang masuk, dengan bercucuran air mata tuanya
menangkap Hun-ni berkata: "Ibumu she Hun namanya Sang-
ku?"
Hun-ni bengong: "Benar, aku pernah mendengar
almarhum guru mengatakannya."
"Kalau begitu aku ingin tahu terlebih dulu, satu teka teki
yang sulit dipecahkan."
"Teka teki apa yang sulit dipecahkan?"
"Teka-teki ini, bila dikatakan juga lucu sekali, yaitu kenapa
bisa begitu banyak perempuan yang suka padamu?"
"Ketua berkelakar."
"Berkelakar? Tidak... kau telah mendapatkan wanita
secantik bidadari Su Lam-ceng, ini masih belum cukup
mengherankan. Yang paling membuat orang tidak mengerti
adalah, Leng-bin-sin-ni yang tinggal di dalam kuil, yang
pandangannya sangat tinggi itu, sehingga di dalam lautan
manusia, juga sulit mendapatkan laki-laki yang pantas
dijadikan suami. Dalam kekecewaan hatinya membuat dia
nekad tinggal di dalam kuil, tapi karena kau dia rela membuka
baju nikohnya menjadi istri muda, sehingga itu membuat...
hi... hi... hi... cici berniat mencobanya."
Wajah Pek Soh-ciu menjadi dingin, katanya: "Ketua Cu
adalah seorang ketua perguruan yang namanya sudah
termasyur diseluruh dunia persilatan, kata-katanya lebih baik
bisa menyesuaikan diri!"
Cu Kwan-cing dengan tenangnya berkata: "Sebutan cici,
mana bisa dibandingkan dengan Leng-bin-sin-ni, saudara
terlalu memandang tinggi cici."
Pek Soh-ciu marah: "Sebenarnya apa keinginanmu?"
Cu Kwan-cing malah tertawa: "Bukankah aku telah
mengatakan, hanya ingin mencoba saja."
BAB 8
KASIH SEORANG PENDEKAR
masih saja akan ada orang yang merasa sedih beberapa hari,
dengan demikian kebencian Lo-cianpwee belum terhapuskan,
lalu amarahnya mungkin malah akan meletuskan kulit perut."
"Ha...ha...ha...!" Thian-ho-sat-kun tertawa terbahak-
bakah sejenak berkata, "Betul juga, bocah ini juga kasihan
sekali, kita ampuni dia saja kali ini."
Pemandangan bahagia sekeluarga ini, malam hari di
gunung liar ini telah menimbulkan kegembiraan yang sampai
kepuncaknya, lama, Thian-ho-sat-kun baru menghentikan
tawanya, sambil memegang tangan Siau Yam berkata: "Anak
Yam, bagaimana kabar ibumu?"
"Ibuku?" Siau Yam keheranan berkata, "Ayah! Siapa
ibuku?"
Thian-ho-sat-kun tertegun: "Anak Yam! Kau ini
bagaimana? Bukankah kau ini muridnya Thian-ho-leng?"
"Betul, aku memang muridnya Thian-ho-leng."
"Yang menguasai Thian-ho-leng bukankah Ang-kun-giok-
hui Hai Keng-sim?"
"Benar dia, dia itu adalah guruku."
"Apa? Dia itu gurumu? Dia tidak memberitahukan, dia itu
adalah ibu kandungmu?"
"Aaa..."
Ini sungguh sulit dipercaya, tapi beritanya keluar dari
mulutnya Thian-ho-sat-kun, membuat orang tidak bisa tidak
percaya, tapi, kenapa? Ang-kun-giok-hui melakukan demikian,
tidak, hanya dalam satu jurus ini saja, dia sudah tidak bisa
mundur dengan selamat.
Namun hati Ciang Pu-hai lebih terkejut, sebab dia sudah
mengerahkan delapan puluh persen tenaga dalamnya, tepat
mengenai jalan darah besar Thian-su lawannya, asalkan tubuh
manusia yang dibentuk oleh darah dan daging, walau tidak
mati, juga akan mengalami luka parah, apa lagi diatas jarinya,
telah dilumuri racun mematikan, walau pun punya tenaga
dalam pelindung tubuh, juga sulit menahan serangan
racunnya. Sekarang dibawah dua serangan mematikan, dia
malah sedikit pun tidak berhasil, malah jari tangan kiri dan
tulang pergelangannya, telah remuk oleh getaran tenaga
dalam lawannya.
Tok-jauw-kauw-liong yang sudah sepuluh tahun
merajalela di dunia persilatan, malah telah diremukan sebelah
tangannya oleh seorang Boanpwee dalam satu jurus, bukan
saja ini penghinaan yang tidak pernah dia alami seumur
hidupnya, juga hal yang hampir membuat orang sulit untuk
bisa mempercayainya. Namun kenyataannya sudah terjadi di
depan mata, sakit yang menyayat hati membantah keraguan
hatinya. Tapi dasar sifatnya licik, dia sudah biasa tidak
mempedulikan aturan dunia persilatan, dalam hati walau pun
bencinya sampai ingin memakan bulat daging Pek Soh-ciu,
akhirnya ditahan sebab ilmu silatnya kalah dari musuhnya,
sambil memegangi tangan yang remuk dia mundur tiga
langkah kebelakang, mulutnya tertawa aneh berkata: "Orang
she Pek, berani sekali diam-diam kau melukai orang? Baiklah,
lewat hari ini masih ada hari esok, asal aku tidak mati, pasti
akan membalaskan dendam ini."
"Benar, Cianpwee."
"Lalu siapa pemilik Thian-ho-leng ini?"
"Guru ku Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim."
"Baik, kau pulang beritahu dia, dalam waktu setengah
tahun, aku pribadi akan datang ke Su-ceng."
"Sebutan Cianpwee adalah..."
"Siauji-po."
"Aku sudah mengingatnya."
"Baik,pergilah."
Satu angin dingin yang lembut namun tidak bisa ditahan,
menerbangkan pada dirinya, dia tidak mampu menghentikan
tubuh, tapi merasakan tenaga dalamnya mulai lancar, jalan
darahnya sudah terbuka kembali, maka dengan menusatkan
tenaga dalamnya, di saat luncuran tubuhnya akan habis,
dengan pelan dia turun di atas tanah, tempat dia berdiri,
sudah menjauh sepuluh tombak lebih dari lapangan
pertarungan.
Dengan bengong dia menatap Giok Ie-ko yang lari.
sempoyongan mendekatinya, lalu melihat mayat-mayat anak
buah Thian-ho-leng yang bergelimpangan dilapangan
pertarungan, rasanya seperti mimpi buruk, lama... dua orang
Suci Sumoi yang lolos dari maut, dengan sedih lari
meninggalkan tempat itu.
Untuk pertama kalinya Pek Soh-ciu mencoba
kepandaiannya setelah dia sukses melatih ilmu silat. Thian-ho-
BAB 9
PERTARUNGAN DI PEGUNUNGAN THIAN-CIAT.
malah hidup dalam kehidupan yang lebih baik mati dari pada
hidup..."
"Hal ini sungguh sangat menyesalkan, sebenarnya, ini juga
akibat dari orang-orang yang membantu melakukan
kejahatan..."
"Adik Ciu! Dalam aliran Budha ada kata-kata, lepaskan
golok pembunuh, segera berpaling menjadi Budha, apakah
kau tidak memberi kesempatan pada cici untuk bertobat?"
"Aku adalah angkatan muda di dunia persilatan,
terhadapmu mungkin ada keinginan besar tapi tidak ada
kemampuan."
"Kau tidak ingin menangkap Oh-long?"
"Tentu aku percaya aku mampu menangkapnya... kita
tidak bicarakan ini, hujin! Teman-teman aku, apakah dalam
bahaya?"
"Jika istrimu dan teman-temanmu tidak maju terus,
mungkin tidak akan berbahaya..."
"Apakah hujin bisa mengatakan lebih jelas lagi?"
"Dari sini pergi ke bukit Song-boan, harus melalui tiga
halangan besar yaitu Api pemisah arwah, Racun tanpa
bayangan, dan Senjata pemusnah mayat, bagaimana pun
manusia terbentuk dari darah dan daging. Adik Ciu walau
tenaga dalammu sudah hebat sekali, mungkin juga akan
kesulitan melewati jebakan yang sangat sadis dan berlapis-
lapis ini!"
Soh-ciu hebat sekali, tapi tidak menduga bisa sehebat ini. dia
lalu mengangkat sudut bibirnya, lima orang laki-laki besar
yang ada dibelakang dia, bersamaan menerjang keluar.
Sangguan Ceng-hun yang melihat berteriak marah
berkata: "Sungguh tidak tahu malu, bertarung menggunakan
cara bergilir, sungguh tidak jantan sekali, saudara Ciu! Lima
orang ini serahkan saja pada Toako, kau cepat bereskan Oh-
long saja."
Ouwyang Yong-it, murid murid dari Siauw-lim dan Bu-
tong, semuanya meloncat keluar, para pesilat tinggi Hek-it-
kau, juga bersama sama ikut kedalam pertarungan, lapangan
batu yang dikelilingi oleh pegunungan ini, segera terjerumus
kedalam pertarungan kacau-balau.
Pek Soh-ciu tidak ragu ragu lagi, mendadak tubuhnya
berkelebat, seperti kuda langit berjalan dilangit, dalam
sekelebat, sudah berada di depan Oh-long, dia mengeluarkan
Pouw-long-tui, sepasang alisnya diangkat, berkata dingin:
"Bangsat keji, yang pergi ke Liong-bun, bercerita lagi
semangat di tahun itu, adalah ucapanmu bukan? Mana
semangatmu itu? Heh... heh..."
Dia pelan-pelan mendesak maju, tapi setiap
melangkahnya, menimbulkan angin keras sampai tiga kaki di
depan dirinya seperti dinding baja.
Sepanjang hidupnya, Oh-long melakukan kejahatan,
pesilat tinggi yang telah dia hadapi tidak terhitung banyaknya,
kecuali Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim, yang bisa bertahan
lebih dari tiga jurusnya, tentu orang itu bisa dihitung orang
TAMAT