Anda di halaman 1dari 514

Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.

com

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 1


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Tjerita Silat Bersambung

SIN TJIOE ENG HIAP


(Binasanja Satu Kaisar)

Djilid ke 1

Ditjeritakan oleh : Boe Beng Toe

Penerbit :
Kisah Silat – Djakarta

Kolektor e-Book
Sumber Buku: Aditya Indra Jaya
Kontributor Foto: Awie Dermawan
Arsip dan distribusi: Yons
Editor dan penulisan ulang: Dr. Ing. Alexander Halim

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 2


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

SIN TJIOE ENG HIAP


(Binasanja Satu Kaisar)

DJILID 1

PEMBUKAAN CERITA

Di jaman Kaisar Yong Ceng dari Ahala Ceng, dikota Ouwciu


dalam propinsi Ciatkang hidup satu sastrawan besar bernama Lu
Liu Liang atau Bun Cun, yang semasa mudanya gemar belajar,
adalah di hari-hari tuanya ia rajin mengarang, menulis buku,
maka pada sampai ajalnya, ia meninggalak tidak sedikit buku-
buku. Adalah dua diantara murid-muridnya, yakni Giam Hong
Kui dan Sim Cay Koan, yang menyimpan salinan kitab-kitabnya.
Can Ceng bersahabat karib dengan Cay Koan dan Hong Kui,
seorang terpelajar asal propinsi Ouwlam. Dia pernah membaca
berbagai kitabnya Lu Liu Liang itu, dan hatinya sangat tertarik.
Maka sepulangnya ia kekotanya, ia mendapatkan pikiran untuk

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 3


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

mewujudkan cita-citanya orang bermarga Lu itu, yang


sebenarnya adalah seorang pecinta negara yang bercita-cita juga
membangun kerajaan Beng, kerajaannya yang telah dimusnahkan
oleh bangsa Boan (Ceng). Untuk ini ia lalu mengadakan
pertemuan dengan muridnya yang terpercaya, Thio Hie namanya.
“Bagaimana kita harus bekerja?” tanya sang murid. “Kita
tidak bertenaga, seperti kita tidak kuat untuk mengikat ayam…..”.
“Aku memikir lain!” Can Ceng tertawa. “Aku tahu
seseorang, yang kalau kita dapat menggerakkan hatinya, pasti
akan membuat cita-cita kita terwujud.”
“Siapakah dia itu, sinshe?” Thio Hie bertanya.
“Dia adalah Gak Ciong Kie, congtok dari Seecoan dan
Siamsay,” sahut sang guru. “Dia adalah keturunan Gak Hui di
jaman Song. Sekarang ini justru dia sedang dicurigai pemerintah
Boan. Jikalau ia dapat kita sadarkan, dalam sepuluh, delapan atau
sembilan bagian pasti kita akan berhasil……………….”
Thio Hie berpikir sekian lama, akhirnya ia menganggukkan
kepalanya.
“Bolehlah kita mencobanya,“ dia bilang kemudian.“Siapakah
yang sanggup menjadi juru bicara, untuk membuat ia mengerti
dan membujuknya?“
“Tidak ada orang lain, kecuali aku,“ jawab Can Ceng.
“Besok aku akan pergi kepadanya!“
“Jangan sinshe yang pergi,“ sang murid mencegah. “Sinshe
sudah berusia lanjut dan perjalanan itu cukup jauh. Baik muridmu
saja yang mewakili sinshe.”
Guru itu tahu muridnya itu bernyali besar.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 4


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Baiklah,” ia menjawab. Maka ia segera menulis sepucuk


surat panjang untuk congtok Gak Ciong Kie. Waktu ia serahkan
surat itu kepada muridnya ia berpesan: “Kau harus bekerja
dengan melihat situasi.”
Thio Hie menerima pesan itu. Keesokan harinya ia
berangkat. Ia melakukan perjalanan secepat mungkin, ke propinsi
Siamsay, tempat jabatan dari Gak Congtok. Pada suatu hari ia
sampai dikantor congtok, segera ia memohon untuk menghadap
gubernur itu. Ia memberitahukan bahwa ia mempunyai urusan
yang sangat penting.
Gak Ciong Kie menerima kedatangannya sastrawan itu,
waktu ditanyakan apakah keperluannya untuk menghadapnya,
Thio Kie menyerahkan surat dari gurunya.
Gak Congtok membaca surat itu dengan wajahnya segera
berubah.
“Tangkap dia!” dia mengeluarkan perintah.
Surat itu memberi ingat, membujuk dan menganjurkan Gak
Congtok untuk memberontak dan merobohkan kerajaan Ceng,
untuk membangun lagi kerajaan Beng. Ia tidak dapat melakukan
itu. Selain menawan Thio Hie, iapun memberikan laporan
kekotaraja dan mengirim surat kepada Sunbu Ong Kok Tong di
propinsi Ouwlam untuk menangkap dan memeriksa Can Ceng.
Kaisar Yong Ceng menjadi gusar sekali, sebagai
tindakannya, dia memberikan firman kepada Congtok Lie Wie
dari propinsi Ciatkang untuk meringkus keluarganya Lu Liu
Liang dan Giam Hong Kui serta Sim Cay Koan, semuanya
langsung dibawa kekotaraja Pakkhia, dimana mereka seluruhnya
dijatuhi hukuman mati.
Anggota keluarga Lu terdiri dari seratus jiwa lebih,
semuanya terbinasa kecuali Lu Su Nio, satu cucu perempuan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 5


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

yang kebetulan berada dirumahnya Cu Ceng Liam, satu


sastrawan yang menjadi sahabat keluarga yang naas itu. Dan pada
suatu malam, dua orang gagah telah menolongi Lu Su Nio itu,
yang dibawa pergi menyingkir dari ancaman malapetaka……..
BAB I
Malam itu, malam Peegwee Tiong Ciu, pertengahan bulan
delapan atau musim rontok, dari pemerintahan Kaisar Yong Ceng
tahun ke-7, rembulan sangat indah, sehingga daerah timur dari
propinsi Ciatkang seperti bermandikan sinarnya. Malam itu pula
sang angin barat mendesir meniup pohon-pohon, mendatangakan
suara halus, sehingga suara tanda waktu dari atas pendopo
tembok kota terdengar dengan jelas. Kadang-kadang saja
terdengar juga gonggongan anjing. Pada waktu itu semua pintu
rumah sudah terkunci rapat-rapat.
Akan tetapi dengan tiba-tiba disebuah jalan desa di Timur-
Selatan kota, terlihat bayangan satu orang yang berlari-lari kearah
barat dengan sangat cepat. Bayangan itu segera disusul oleh dua
bayangan lain setelah ia melewati daerah yang sangat lebat
dengan pohon-pohon. Maka mereka terlihat seperti saling
mengejar. Hanya ada yang luar biasa dalam aksi kejar-
mengejar itu. Anehnya bayangan yang didepan lari semakin
cepat apabila ia hampir tersusul, dan ia mengendorkan larinya
apabila jarak mereka cukup jauh, yang berjarak sekitar duapuluh
tombak.
Sesudah orang berlari-lari tujuh atau delapan li, dimuka
mereka terhalang oleh sebuah sungai, yang lebarnya sekitar tiga
tombak. Karena ini dengan satu lompatan, dua orang yang
dibelakang sudah langsung berada didekat orang yang didepan,
sehingga jaraknya sekitar empat tombak.
Sampai disitu orang yang didepan berhenti berlari, ia
memutar tubuhnya untuk menghadapi dua pengejarnya. Iapun

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 6


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

segera mendengar teguran: “Sahabat, mari kita berlaku terus


terang! Kau berhentilah, agar kita dapat berbicara.“ Belum
sampai ia menyahuti, satu kawan dari penegur itu, sudah berkata
dengan sangat jumawa: “Buat apa mengajak dia mengoceh!
Paling benar kita bereskan dia secepatnya!“
Orang yang didepan itu tidak diberikan kesempatan untuk
berbicara, dengan tiba-tiba ia diserang oleh sesuatu, yang
dilemparkan kearahnya, benda mana telah menyambar kepalanya.
Terpaksa ia berkelit sambil dengan pedangnya yang panjang,
yang ia hunus dengan cepat, dia membacok kepada benda itu,
sehingga terbitlah suara yang sangat nyaring dan benda itu pecah!
Diterangnya sinar rembulan, terlihat benda itu semacam
kantung kulit yang didalamnya dipasangi dengan pisau-pisau
yang tajam, sehingga dengan segera orang yang diserang itu
mengenali hiat-tekciu, ialah senjata rahasia yang berupa kantung
untuk menangkup kepalanya dan untuk memenggal batang leher
kepala si korban.
Dua pengejar itu kaget, tetapi mereka segera menghunus
senjatanya masing-masing. Orang yang terdepan bersenjata
sebuah golok, dan kawannya mencekal sebilah pedang.
“Tua bangka!” menegur orang yang terdepan itu, “ditengah
malam buta kau kelayapan disini, pasti kau adalah seorang jahat‟
Cepat bicara terus terang, agar kita tidak membuang-buang waktu
lagi!”
Orang yang dikejar itu, seorang yang berusia lanjut,
mementang lebar kedua matanya.
“Siapa kamu?“ dia balik menegur. “Hak apa yang kau punya
untuk menegur aku?“
“Memang kami berhak!“ bentak orang yang belakangan,
yang langsung saja menikam dengan pedangnya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 7


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Si orang tua menangkis, setelah itu ia melompat kekiri.


“Sahabat-sahabat, tidak biasanya aku menghina orang!“ ia
berkata dengan bengis. “Ayo katakan,
kalian akan maju satu persatu atau mau maju berbarengan?“
“Cukup dengan aku seorang diri!“ sahut orang yang
bersenjata pedang itu dengan takabur. “Jika aku tidak
membunuhmu, kau tidak akan mengetahui kelihaiannya Coa In
Hui!“
Kata-kata itu ditutup dengan serangan Pek hong kun jit atau
Pelangi putih menghalangi matahari, ujung pedangnya telah
menyambar ke tenggorokan, gerakannya sangat cepat, sepertinya
ia ingin dengan sekali tikam, musuh sudah harus menemui
ajalnya. Akan tetapi ia gesit, dengan entah bagaimana, tiba-tiba
saja lengannya telah tercekal si orang tua, dengan mendadak
sekali, lengan itu menjadi kebas dan kaku, hilang tenaganya,
sehingga tanpa terasa pedangnya terlepas dari cekalan dan jatuh
ketanah, menyusul mana, ia menjerit-jerit kesakitan, teraduh-
aduh dengan muka yang sangat pucat.
Itulah disebabkan cekalan si orang tua.
Melihat kawannya menghadapi bencana, pengejar yang
satunya lagi menjadi gusar.
“Akan aku ambil jiwamu!“ dia berteriak sambil membacok
hebat sekali.
Si orang tua menangkis, tetapi tidak secara langsung. Ia
melihat golok melayang, ia dekatkan lengannya musuh yang
masih ia cekal dengan keras, maka dengan itu, musuh yang
takabur itu, terhuyung-huyung tubuhnya kearah golok. Inilah
tidak disangka oleh kawannya, ia berniat untuk menarik pulang

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 8


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

bacokannya, tetapi sudah terlambat, sebab kejadian itu sangat


cepat.
Dengan menerbitkan suara keras, yang disusul dengan
jeritan:“Aduh!“ yang hebat sekali, golok itu menyambar paha kiri
si kawan, sehingga ia roboh dengan mandi darah, terguling
ditanah, bergulingan dan menggeliat kesakitan.
Melihat sahabatnya sendiri celaka, ia melupakan musuhnya,
ia melompat menghampiri kawannya, dan segera mengeluarkan
obat luka, untuk mengobati kawannya, maka untuk sesaat ia
dapat menghentikan aliran darah.
Orang tua itu mengawasi sambil tertawa tergelak-gelak.
“Kawanan tikus seperti kalian ingin bermain gila terhadap
aku, sungguh lucu!” ia mengejek. “Sekarang kalian baru tahu
rasa!”
Habis mengucapkan kata-kata itu orang tua ini lalu memutar
tubuhnya, dan bertindak kearah tanggul dan terus berlari-lari,
maka dengan cepat sekali ia lenyap dari pandangan mata.
Kedua pengejar itu hanya dapat mengawasi dengan
mendelong, dengan hati yang panas bukan main, kemudian
dengan lesu mereka berlalu dari situ, yang terluka harus di
gandeng karena lukanya itu.
Mereka ini adalah sie-wie, yaitu pengawal atau pahlawan
dari Sunbu, gubernur dari propinsi Ouwlam. Yang satu bernama
Gouw Hin, dan si korban golok adalah Coa In Hui, sebagaimana
ia dengan sangat jumawa sudah memperkenalkan dirinya.
Berhubung dengan perkaranya Lu Liu Liang, yang dituduh
berniat untuk memberontak terhadap pemerintahan Boan,
sehingga terbinasalah seluruh rumah tangganya, untuk mencegah
kawan- kawannya lolos, Sunbu telah mengirim orang ke pelbagai

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 9


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

jurusan untuk mencari dan menawan mereka. Ketika itu


kebetulan Gouw Hin dan Coa In Hui sedang memasang mata
tatkala mereka memergoki satu bayangan yang mencurigakan,
maka segera saja mereka mengejar. Adalah diluar
perhitungan mereka, mereka telah menemui satu lawan yang
tangguh, yang juga dapat merusak hiat-tek-cu, kantung wasiat
yang lihai itu.
Si orang tua berlari-lari terus dengan ilmu meringankan
tubuhnya Co-siang-hui. Terbang diatas rumput, ia mengikuti
aliran sungai, lalu menuju ke barat-utara dimana ada sebuah
dusun yang terpencil, yang menghadap sungai dan membelakangi
bukit. Dusun itu berpenduduk tidak lebih dari seratus rumah,
malam itu keadaannya sangat sunyi. Disitu siorang tua
menghampiri rumahnya hartawan Cu Ceng Liam, satu sastrawan
sahabatnya Lu Liu Liang. Hartawan itu segera menetap
dirumahnya, didusun setelah peristiwa keluarga sahabatnya itu,
dan tidak suka lagi pergi kekota.
Malam itu rumahnya si sastrawan bermarga Cu itu terbenam
dalam kegelapan dan kesunyian, semua pintu dan jendelanya
terkunci rapat, maka siorang tua itu menuju kebelakang dimana,
dengan melompati tembok pekarangan, ia masuk kedalam
pekarangan rumah. Ia berjalan memutari gunung-gunungan,
sampai diarah timur, ia melompat keatas genteng. Disaat ia
meletakkan kakinya di atap rumah, segera ia melihat satu
bayangan berlari-lari kearahnya. Maka ia langsung
menyembunyikan diri dibawah atap rumah.
Bayangan itu datang dengan cepat, gerakannya gesit sekali,
sebentar saja ia sudah sampai, maka dari tempatnya ia sembunyi
si orang tua dapat melihat ia mencekal sebatang pedang yang
tajam dan mengkilap. Iapun baru berusia sekitara duapuluhan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 10


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

tahun dan parasanya tampan dan gagah, sepasang alisnya panjang


dan kedua matanya sangat jeli.
Setelah melihat dengan nyata si anak muda, orang tua itu
melepaskan pegangannya pada atap rumah dimana ia
menggelantungkan dirinya, maka setibanya diatas tanah sianak
muda sudah dapat melihatnya.
“Siapa kau? Mengapa kau masuk kemari? Apa yang kau
mau?“ menegur sianak muda sambil
mendekati.
“Ha, ha, ha, ha!“ tiba-tiba si orang tua tertawa. “Yong Keng,
inilah aku!”
Anak muda itu terperanjat. “Suhu!“ serunya. “Mengapa suhu
datang malam-malam begini!
Maaf!“
Segera ia menjatuhkan diri untuk memberi hormat sambil
berlutut.
“Apakah ayahmu ada dirumah?“ dia bertanya. “Aku tidak
melihat sinar api, maka untuk tidak
membuatmu kaget, aku ambil jalan genteng ini. Tidak aku
sangka, aku malah kepergok olehmu!“
Anak muda itu tidakmenjawab, sebaliknya ia bertanya:
“Adakah suhu datang berhubungan dengan urusan keluar Lu Liu
Liang?“
“Benar,“ sahut si orang tua sambil menganggukkan
kepalanya.
Anak muda itu menghela napas lega, pedangnya pun
dimasukkan kedalam sarungnya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 11


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Marilah kita bicara didalam, suhu!” katanya dengan


perlahan.
Mereka berjalan memutar dikebun bunga, membelok ke
barat, lorong yang panjang, sampai disebuah pekarangan dalam
yang kecil dimana ada sebuah undakan rumah dengan tiga
ruangan atau kamar, yang dihalangi oleh sebuah tebok rendah.
Disini anak muda itu mengajak si orang tua memasuki ruangan
ketiga yang paling belakang. Setelah ia menyalakan api, disitu
mereka duduk disamping meja tulis.
Orang tua itu adalah Tayhiap Hong Jiam Kong, seorang
kangouw atau kaum Sungai Telaga yang terkenal, sedangkan si
anak muda itu adalah muridnya. Cu Yong Keng namanya, putra
dari Cu Ceng Liam, sastrawan dan hartawan didusun itu. Secara
kebetulan saja mereka telah menjadi guru dan murid, dan cara
belajarnya pun sangat luar biasa.
Yong Keng adalah anak tunggal, sejak masih kecil, tubuhnya
lemah, adalah ketika ia berumur sepuluh tahun, Ceng Liam,
ayahnya, dapat berkenalan dengan Hong Jiam Kong, kebetulan
tengah orang kangouw ini menjadi tamunya keluarga Lu Liu
Liang. Karena kedua keluarga Lu dan Cu bersahabat karib,
dengan perantaraannya Liu Liang, Hong Jiam Kong menerima
Yong Keng sebagai muridnya. Tetapi ia adalah orang kangouw
yang gemar sekali merantau, tidak dapat ia diam dirumah Yong
Keng, dan sebaliknya, Yong Keng juga tidak dapat mengikuti
gurunya merantau, maka diambil jalan tengah, sianak muda
diajari ilmu silat oleh gurunya itu dengan datang empat atau lima
kali setiap tahunnya. Dasar Yong Keng berbakat dan rajin, selang
delapan tahun dia berhasil memperoleh kepandaian, sehingga
tubuhnya pun menjadi sehat dan kuat. Paling akhir, selama dua
tahun, Hong Jiam Kong hidup menyendiri digunung Ngo Loo
San dipropinsi Seecoan, jarang sekali ia merantau, meskipun

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 12


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

demikian ia masih menyempatkan diri menerima beberapa murid


lagi.
Adalah di permulaan bulan itu, Hong Jia Kong pergi ke
propinsi Kangsee, dimana ia mendengar berita, pihak pemerintah
Boan hendak menawan keluarga Lu, maka cepat-cepat ia
berangkat ke Ciatkang, niatnya untuk menolongi. Di tengah jalan,
ia telah menulis surat kepada kedua sahabatnya, yaitu Bwee Hoa
Sin-souw serta Kay-po Toa Ma, untuk memohon bantuan mereka
ini. Ketika ia sampai dikota Hangciu, sudah lewat Peegwee Tiong
Ciu. Keluarga Lu sudah ditawan dan diangkut ke Pakkhia dimana
keluarga ini, yang terdiri dari seratus jiwa lebih, telah menemui
ajalnya diujung golok para algojo. Karena ini, malam-malam itu
juga Hong Jiam Kong pergi kerumahnya Cu Ceng Liam, untuk
menemui sastrawan itu serta muridnya.
Duduk menghadapi muridnya, Hong Jiam Kong berkali-kali
menggelengkan kepalanya dan menghela napas.
“Sayang Lu Sianseng yang terpelajar dan setia,” kata orang
tua ini, “karena buah perkataannya, harus termusnah seluruh
keluarganya. Lebih sayang lagi aku telah terlambat, jikalau tidak,
aku pasti akan berdaya upaya menolongi keturunannya itu.
Sekarang ini tidak ada jalan lain lagi kecuali aku mengumpulkan
kawan-kawan aku untuk menghukum kaisar Yong Ceng!”
Disaat Yong Keng ingin menyahuti gurunya, guru itu
mendadak mendengar tangisan sedih, yang datangnya dari kamar
sebelah, sehingga ia menjadi heran, terus ia mengawasi muridnya
itu.
“Yong Keng, apa yang terjadi dirumahmu ini?” tanya dia.
“Siapa itu yang menangis ditengah
malam buta ini? Rupanya ia seorang wanita.“
Nampaknya murid itu sedikit terkejut.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 13


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Ah, hampir aku lupa, suhu!” katanya cepat. “Yang


menangis itu adalah adalah anak perempuannya saudara Gee
Tiong atau cucunya Lu Peehu. Ia memang sering datang kesini,
kali ini ia datang sebelum peristiwa, karena itu, dia terus tinggal
bersama kami. Dia bernama Su Nio, umurnya baru empat belas
tahun, orangnya cerdas. Nanti akau akan panggil dia, supaya suhu
dapat melihatnya!“
Yong keng lalu berlalu pergi kekamar sebelah darmana
sebentar saja, ia sudah kembali dengan satu bocah wanita yang
berkonde dua.
Benar-benar Lu Su Nio, bocah itu cerdas. Sebelum
memasuki kamar tulis, ia sudah menyusut bersih air matanya,
begitu ia melihat Hong Jiam Kong lalu segera memberi hormat
sambil berlutut, sehingga si orang tua menjadi senang sekali.
“Kau bangunlah!“ kata orang tua ini, yang lalu menyuruh
bocah ini duduk disampingnya, setelah mana ia menambahkan:
“Anak yang baik, beberapa waktu yang lalu aku menjadi tamu
ayahmu, tidak pernah aku mendengar kau disebut-sebut, oleh
sebab itu, aku tidak mengenalmu. Coba kau tidak menangis dan
aku mendengarnya, tidak nanti Yong Keng memperkenalkanmu
kepadaku!“
Mendengar ayahnya disebut-sebut Su Nio menangis lagi.
“Sudahlah anak, jangan menangis,” Hong Jiam Kong
menghibur. “Apakah kau suka ikut aku?“
Benar-benar bocah ini cerdas, tanpa berpikir lagi ia
menjatuhkan diri untuk berlutut dihadapan orang tua itu.
“Suhu tolonglah aku!“ ia memohon sambil menangis.
“Jikalau sakit hati keluarga aku ini tidak dibalas, matipun aku
tidak akan meram!”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 14


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hong Jiam Kong mengusap-usap kepala anak ini.


“Aku tahu,” katannya. “Kau bangunlah!“
Kembali Su Nio memberi hormat, dengan menyoja empat
kali. Ia juga menghaturkan terimakasihnya yang sangat. Sesudah
itu barulah ia bangkit.
Yong Keng girang sekali menyaksikan kejadian itu.
Kemudian tuan rumah yang muda menyajikan makanan
untuk gurunya itu. Disitu mereka duduk menyantap makanan. Su
Nio tidak suka arak, ia hanya makan buah-buahan. Ia memasang
telinganya ketika gurunya dan Yong Keng berbicara tentang
berbagai hal-hal kaum kangouw, dan ia amat tertarik hatinya.
Hong Jiam Kong masih hendak berserita terus ketika ia
melompat bangun dengan tiba-tiba dengan paras berubah.
Dengan cepat ia menyambar Su Nio untuk diletakkan
dipunggungnya.
Yong Keng kaget. Ia turut bangkit. Disaat itu gurunya sudah
keluar dari kamar tulis. Guru itu menoleh seraya berkata: “Yong
Keng ada orang datang kemari, maka aku hendak pergi, kau tidak
usah mengantar! Ingat kalau dibelakang hari ada urusan, kau cari
saja aku di Ngo Loo San!”
“Baik, suhu!” sahut Yong Keng sambil mengangguk, lalu
terus kembali kedalam. Ia kagum bukan main atas kelihaian
pendengaran gurunya.
Dengat satu kelebatan, Hong Jiam Kong melompati tembok,
dan menuju kearah timur, lalu ia melompati tembok pekarangan,
untuk menyingkir terlebih jauh lagi. Baru saja ia menatuh
kakinya ketanah dan ia melihat, disebelah kiri.ada empat
bayangan berlari-lari. Ia percaya, bahwa mereka adalah hamba-
hamba negara. Maka ia memikir, untuk pengalaman Lu Su Nio,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 15


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

agar ia dapat belajar dan untuk melihat. Tetapi baru ia membuka


tindakannya, pendengarannya telah mendengar suara senjata yang
beradu dipekarangan rumah keluarga Cu. Terpaksa ia hunus
pedangnya, kepada Su Nio ia berpesan: “Kau berpeganganlah
yang keras dan jangan takut!“
Tanpa menunggu jawaban lagi dari si nona cilik, jago tua ini
melompat naik lagi ketembok. Dari situ ia memandang ke dalam,
sehingga ia melihat, tepat dimuka kamar tulis, Yong Keng sedang
dikurung empat pahlawan yang berbaju hitam, diantara siapa juga
terdapat Gouw Hin, pahlawan yang dikalahkannya.
Cu Yong Keng bersenjatakan sebatang pedang Liong-bun-
kiam, dengan gagah ia melawan empat musuhnya, pedangnya
menyambar-nyambar, berkilauan bagaikan rantai perak, sehingga
ia membuat keempat musuhnya tidak dapat berbuat apa-apa,
sehingga akhirnya ia dapat mendesak mereka, terutama Gouw
Hin, tidak peduli lawan itu cukup lihai. Oleh sebab itu, keempat
pahlawan ini menggunakan siasat, ialah mereka maju dan mundur
dengan beraturan, maksudnya untuk membuat si anak muda lelah,
tetapi selang setengah jam mereka masih belum memperoleh
hasil.
Satu pahlawan yang bersenjata cambuk kongpian, menjadi
habis kesabarannya, maka pada saatnya ia merangsek, tatkala
Yong Keng berkelit, ia menghajar dengan bengis. Tetapi ia
mendahului, ketiga kawannyapun menyerang dengan hebat
sekali.
Yong Keng melihat ancaman bahaya, dengan satu gerakan
Hun-hoa-hut-liu, memindah bunga mengebut cabang yangliu, ia
menyampok ketiga senjatanya ketiga lawan itu, lalu dengan
meneruskan lebih jauh, ia menyontek kekiri.
Bukan kepalang kagetnya pahlawan dengan cambuk itu,
tidak saja ia gagal dengan serangannya, yang mirip dengan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 16


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

bokongan, ia sendiripun berbalik terancam bahaya, sebab tidak


keburu lagi untuknya menarik pulang cambuknya itu, yang
mempunyai tujuh sambungan. Tidak ampun lagi cambuknya
tertabas kutung, sehingga tinggal tiga buku saja.
Tapi itu belum semua!
Pedangnya Yong Keng tidak berhenti disitu saja,
sontekkannya juga telah meminta korban, ialah lengannya si
pemegang cambuk menjadi berdarah, sebab lengan bajunya
robek, sehingga darahnya bercucuran. Terpaksa dengan satu
jeritan dia melompat keluar dari arena pertempuran.
Ketiga pahlawan lainnya menjadi gusar melihat kawannya
itu terluka, mereka merangsek lagi, malah goloknya Gouw Hin
menyerang kedengkul si anak muda, sambil dia berteriak-teriak
dengan anjuran kepada kawan-kawannya: “Maju! Maju!“
Yong Keng menggeser kakinya yang terancam itu,
berberengan ia menangkis dua batang golok yang sampai terlebih
dahulu, secara demikian ia meluputkan diri dari kepungan hebat.
Tentu saja ia tidak suka berdiam diri, ia segera membalas
menyerang. Kalau dengan pedangnya ia mengancam, kakinya
justru menyambar pinggangnya Gouw Hin.
Dengan cepat, pahlawan itu mengelitkan diri, ia mundur dua
tindak, tetapi hampir berbarengan, terdengarlah jeritannya, sebab
sebelah tubuhnya seperti mati, sampai-sampai goloknya
tergelantung, tidak kuat ia mengangkatnya lagi. Ia masih berniat
untuk lari, ia telah mengangkat kaki kirinya, untuk dipakai kabur,
tetapi apa celaka, kaki kanannya tidak suka mengikuti kaki
kirinya itu……………………
“Celaka!................” ia mengeluh, yang tidak tahu mengapa
sebelah tubuhnya ini kena tertotok jalan darahnya. Itulah pasti
akibat tendangannya Yong Keng, tetapi disekitarnya ia tidak

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 17


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

melihat musuh lainnya. Yong Keng sendiri sudah langsung


melayani kedua musuhnya.
Kalau semula Gouw Hin masih dapat berdiri dengan sebelah
kaki, dengan lewatnya sang waktu, kaki kirinya menjadi lemas,
sehingga akhirnya ia roboh mendeprok ketanah.
“Kau mengapa?” tanya kawannya yang menghampirinya.
Inilah si pahlawan berbaju hitam, yang tadi terluka lengannya,
tetapi sekarang ia telah berhasil membalutnya, sehingga ia masih
sempat menengok kawannya si Gouw itu.
“Rupanya aku tertotok!” sahut Gouw Hin.
Kawan ini mempunyai kepandaian, dengan cepat ia menepuk
punggungnya Gouw ini, atas mana hanya dalam sekejap Gouw
Hin dapat pulih kesehatannya, sehingga ia dapat bangkit berdiri.
Sekarang mengertilah ia akan bahaya, dengan cepatnya ia
memperdengarkan tanda rahasia, ia sendiri lalu lari bersama
kawannya, maka kemudian kedua lawan, yang sedang
bertempur melawan Yong Kengpun ikut melarikan diri.
Dalam marahnya, pemuda bermarga Cu ini ingin
mengejarnya, ketika mendadak ia mendengar
cegahan: “Jangan kejar! Biarkan mereka pergi!”
Yong Keng mengenali suara gurunya, waktu ia berpaling dan
ia melihat gurunya sedang berdiri diabawh atap rumah. Ia heran
sebab ia tidak mengetahuinya, kapan gurunya itu kembali. Iapun
heran melihat Lu Su Nio sedang berdiri diatas tembok, nona itu
sedikitpun tidak memperlihatkan rasa takut…….
Sambil membawa pedangnya Yong Keng menghampiri
gurunya itu.
“Kau belum berangkat suhu?” tanyanya heran.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 18


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hong Jiam Kong tertawa. “Sengaja aku telah kembali,“ sahut


guru ini. “Barusan begitu keluar dari tembok pekarangan, aku
melihat empat bayangan berlari-lari kearah sini, karena menduga
bahwa kau tentunya tidak sudi mengalah, aku lantas berbalik.
Akupun sudah langsung mendengar suara beradunya senjata-
senjata. Tadinya aku kuatir kau gagal!“
“Segala kawanan tikus!“ Yong Keng bilang. “Seorang diri
aku pasti sanggup melayani mereka!“
“Meskipun demikian,“ Hong Jiam Kong berkata, “di pihak
sunbu sana, masih ada pahlawan- pahlawan lainnya yang lebih
lihai. Setelah kejadian ini, aku yakin tidak akan sampai malam
lain, pasti akan ada pahlawan lain yang bakal datang kemari. Aku
melihat tidak dapat kau berdiam disini terlebih lama
lagi……………………“
Yong Keng heran, tetapi ia berkata: “Rupanya mereka
telah mengetahui halnya hubungan
keluargaku dengan keluarga Lu…“
“Memang. Sekarang ini aku kuatirkan kedua orang tuamu.
Paling baik kau ajak mereka pindah….”
Yong Keng menundukkan kepalanya untuk berpikir, ia
menghadapi kesulitan. Ini bukan untuk harta bendanya, hanya
orang tuannya sudah berusia lanjut. Bagaimana ayah dan ibunya
sanggup melakukan perjalanan jauh, yang tentunya penuh dengan
bahaya. Perjalanan pastinya harus dilakukan dengan cepat dan
tersembunyi juga. Bagaimana kalau mereka sampai sakit ditengah
perjalanan? Sebaliknya, kalau tidak menyingkir mereka pastinya
akan diganggu oleh pembesar negeri, bahaya ada didepan mata.
Hong Jiam Kong mengerti kesangsian si anak muda, ia
mengawasinya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 19


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Kabur!“ adalah keputusan Yong Keng. Meskipun begitu ia


masih menanyakan gurunya: “Suhu, bagaimana caranya kita
menyingkir?“
“Karena kita tidak boleh membuang waktu lagi, untuk
sementara kita tidak boleh pikir-pikir lagi,” guru itu menjawab.”
Sekarang segera berangkat adalah yang paling penting, kemudian
baru kita pikirkan lagi.”
Waktu itu telah muncul pula belasan pegawainya keluarga
Cu, mereka membawa lentera dan toya. Mereka itu bertanya,
bukankah tadi terjadi pertempuran.
“Pertempuran sudah selesai! Semua bangsat sudah kabur!”
Lu Su Nio menggantikan tuan yang muda untuk menjawab dan
sambil tertawa.
Hong Jiam Kong dan Yong Keng juga tertawa saking
lucunya nona ini.
“Loya telah bangun, ia memanggil siauwya,“ kata salah satu
pegawai.
Mendengar itu Yong Keng mengajak gurunya dan Su Nio
pergi kepada ayahnya, yang tinggal disebelah dalam dari rumah
yang besar itu. Untuk ini mereka harus berjalan di lorong yang
panjang serta memutari kebun kembang dan gunung-gunungan.
Waktu itu sudah jam empat, setelah pertempuran, suasana
menjadi sunyi seperti sediakala. Kebetulan lagitpun guram,
karena rembulan tertutup oleh awan.
“Sayang rembulan guram.” Mengucap Yong Keng.
Tetapi setelah melewati gunung-gunungan, si putri malam
muncul lagi separuh.
“Hai kakak rembulan muncul lagi,” seru Su Nio kegirangan.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 20


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hampir waktu itu, Hong Jiam Kong menarik ujung bajunya


Yong Keng.
“Ada orang!” ia membisiki. “Awas!”
Menyusul dengan perkataannya orang kangouw ini, satu
bayangan berkelebat, melompat kearah mereka, setelah mana
Yong Keng melihat seorang yang sudah lanjut usianya berdiri
dihadapan mereka bertiga.
Ia seorang yang mempunyai kumis-jenggot putih bagaikan
perak, berjubah panjang, sepatunya hitam dan berkaos kaki putih,
meskipun usianya tinggi, parasnya sehat dan terlihat agung tetapi
sangat sabar, sedangkan kedua matanya bersinar tajam.
Dipunggungnya terlihat sebatang pedang.
Awalnya niat Yong Keng untuk menegurnya, tetapi gurunya
telah menghampiri orang itu untuk mengajak berbicara, sesudah
mana guru itu memanggil muridnya untuk menemuinya seraya
berkata: “Inilah Bwee Hoa Kiam Lie Peehu Bwee Hoa Sin-souw
yang sering aku sebut-sebut kepadamu!”
Mendengar begitu, dengan cepat Yong Keng menurunkan
pedangnya sambil berjalan menghampiri, ia memberi hormat
sambil berlutut. “Lie Peehu, maafkan aku!” ia memohon.
Orang tua itu lantas saja tertawa. Ia mengangkat tangannya.
“Siapa tidak tahu, dia tidak bersalah!” katanya dengan ramah,
“Gurumu itu adalah sahabat karibku, maka kau tidak perlu
menjalankan kehormatan. Silahkan bangun, silahkan!“
Hebat mendengar itu, Yong Keng terperanjat. Ringan sekali
rasanya, tubuhnya telah diangkat bangun dengan perlahan-lahan.
Tadinya ia berniat berbicara lagi, tetapi Bwee Hoa Sin-souw telah
mendahuluinya: “Aku datang langsung dari Kangsee
kemari,“ kata orang tua itu kepada Hong Jiam Kong. “Aku pergi

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 21


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

ke Kangsee untuk menengok sahabat, disana aku mendengar


halnya banyak pahlawan istana menuju ke Selatan, diantaranya
banyak yang lihai. Aku langsung menduga pada perkara Lu Liu
Liang, maka tanpa ayal lagi aku berangkat untuk melihat
engkau.“
“Dengan begitu pasti kau tidak menerima suratku yang aku
kirim dari Kangsee?“ kata Hong Jiam
Kong.
“Sudah beberapa bulan sejak aku meninggalkan Kimhoa,
pasti sekali suratmu itu menubruk tempat kosong!“ Bwee Hoa
Sin-souw menjawab. “Tetapi satu hal kebetulan membuat aku
mudah bertemu dengan engkau. Waktu aku sampai dikota, aku
melihat rumah keluarga Lu sudah disegel. Aku menduga urusan
sudah terlambat, malam-malam juga aku keluar dari kota. Dari
kejauhan aku melihat beberapa bayangan berlari-lari, aku menjadi
curiga, lalu aku menyusul untuk menguntit mereka, sesampai
ditepi sungai aku menyaksikan kau melukai mereka dan membuat
mereka melarikan diri. Agar tidak mengganggumu, aku terus
mengikuti sampai dirumah keluarga Cu, sampai beberapa lama
aku menyaksikan kau keluar lagi, sambil menggendong satu
bocah……“
Jago tua itu berhenti dengan tiba-tiba, agaknya ia terperanjat.
Hong Jiam Kong pun terkejut, malah segera ia berkata:
“Celaka, mereka telah datang….”
Kata-kata itu masih mendengung lalu tiga bayangan sudah
terlihat berlompatan kearah mereka, sehingga sejenak saja,
mereka telah terlihat dengan terlebih jelas.
Tiga orang itu mengenakan pakaian untuk berjalan malam
yang serupa potongannya. Orang yang berada dipaling depan,
yang membawa golok Gang-leng Kim-pwee-to di punggungnya,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 22


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

bermuka buruk sekali, sebab hidungnya melesak, matanya juling,


mulutnya lebar bagaikan terompet dan kedua bibirnya tebal
menjungkit dan menggelatung sehingga kedua baris giginya
selalu terlihat. Dia ini maju mendekati, dan langsung menegur:
“Selamat bertemu, Hong Lui Cu dan tua bangka Lie Sun!
Sungguh kebetulan pertemuan kita malam ini, sebab sampai
sebegitu jauh, aku sangat sulit mencari kalian!“
Hong Lui Cui itu, si Geledek adalah julukan dari Hong Jiam
Kong didalam dunia kangouw, sedangkan Lie Sun adalah
namanya Bwee Hoa Sin-souw si Dewa Bunga Bwee. Julukan
Hong Lui Cu itu didapat sebab pedangnya Ngoheng Hong Lui
Kiam.
Melihat tampang orang dan mendengar suaranya, Hong Jiam
Kong segera teringat orang ini, yang pada masa sepuluh tahun
yang silam hidup sebagai begal tunggal di Kwantiong, Namanya
Hap Sat To, julukannya Ouw Long si Serigala Hitam. Pada
sepuluh tahun itu, mereka menemui dia dibawah puncak Lok Gan
Hong digunung Hoasan. Begal ini tidak kenal Lie Sun, dia
menyangka satu makanan empuk dan lezat, yang sedang jalan-
jalan pesiar, maka ia turun tangan. Apa celaka, dia telah diberikan
pelajaran, sehingga jidatnya yang sebelah kiri mendapatkan luka
bekas tanda pedang. Karena ini, dia sakit hati dan sekarang
berniat untuk melakukan pembalasan.
“Hai tua bangka marga Lie, masih ingatkan engkau sakit hati
pedang sepuluh tahun yang lalu?“
begal itu menegur dengan berani, sambil menuding.
Bwee Hoa Sin-souw tertawa. “Ah coba tidak kau
mengingatkannya, aku pasti lupa!” jawabnya. “Tidak kusangka,
urusan demikian kecil, kau masih ingat saja!................”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 23


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hap Sat To menjadi sangat malu dan mendongkol, sehiingga


ia melirik kepada dua kawannya, ialah Tan Thian Cu, yang
dikanan dan Ma Kie Eng yang dikiri. Tan Thian Cu itu, yang
bersenjatakan sepasang poan-koan-pit, senjata yang mirip alat
tulis, bertenaga sangat besar, sehingga ia dijuluki Tan Cian Kin,
Tan Seribu Kati dan kulitnya pun keras, tidak mempan oleh
senjata, sebab ia meyakinkan ilmu Tiatpousan atau Baju Besi,
sedangan Ma Kie Eng adalah bekas piauwsu terkenal dipropinsi
Hoolam. Sekarang mereka bertiga menjadi pahlawan istana dan
baru saja diperbantukan kepada kantor Sunbu di propinsi
Ciatkang.
Tan Thian Cu itupun gusar, maka langsung ia melompat
kepada Lie Sun.
“Bangsat tua, mengapa kau tidak menyerahkan diri saja
untuk diikat?” dia menegur, menyusul mana, sepasang senjatanya
digunakan untuk menotok kedua pelipis dari si jago tua ahli Bwee
Hoa Kiam.
Dengan satu tangkisan dengan ujung bajunya, Bwee Hoa
Sin-souw menyampok sepasang Poan- koan-pit lawannya, setelah
mana ia menghunus pedangnya, pedang Bwee Hoa Kiam yang
tua, yang panjangnya kira-kira tiga kaki delapan dim, tubuh
pedang belang mengkilap, bergambar bunga Bwee. Sambil
melintangi pedangnya ia berkata dengan suaranya yang
berpengaruh: “Tan Cian Kin, kita adalah dari satu kalangan,
maka mengapakah kau mau membantu Kaisar Cu untuk berbuat
jahat?”
Dengan Kaisar Cu itu yang dimaksud adalah Kaisarnya
Boan.
“Tetapi kita telah menerima budinya Sri Baginda!“ Cian
Kin membentak. “Pasti kami akan membekuk kamu, bangsa

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 24


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

pemberontak, dan kami akan pulang kekotaraja untuk menerima


hadiah, untuk membalas budi itu!”
“Sungguh bangsat-bangsat tidak tahu malu!“ Bwee Hoa Sin-
souw mendamprat saking mendongkolnya. “Bagaimana satu
bangsat negara kamu anggap sebagai ayah kamu? Jikalau kau
masih mempunyai semangat, cepatlah kamu sadar, dan kami
masih dapat memberikan keampunan kepadamu!”
Tetapi Thian Cu sudah tidak kenal malu, dia sedang murka
besar, maka itu tanpa menghiraukan nasihat-nasihat itu segera ia
mengulangi serangannya, kali ini sepasang senjatanya menotok
dengan “Kim-cian ci lui, Jarum Emas menusuk pucuk bunga.”
Yang diartikan pucuk disini adalah jantung.
Bwee Hoa Sin-souw berkelit kekiri, sambil berkelit
pedangnya menebas dalam gerakan, “Geng hong hut liu,
mengebut cabang yangliu, sambil mengikuti sampokan angin,”
karena ujung pedang diteruskan menikam kearah alis.
Bukan kepalang kagetnya Thian Cu.
“Hebat tua bangka ini,“ pikirnya. Maka dengan cepat ia
menarik pulang senjatanya, untuk dipakai menangkis.
Serangannya Bwee Hoa Sin-souw adalah serangan
berbarengan dengan ancaman, sewaktu ia hendak menangkis, ia
membatalkan ancaman, ia hanya meneruskan menikam kebawah,
ke perut, dengan ilmu pukulan Ceng-coa coan hiat (Ular Hijau
masuk ke lubang).
Kali ini Tan Thian Cu sudah bersedia, ia menggeserkan
kakinya, ia menangkis dengan pit yang kanan, lalu dengan
kecepatan yang luar biasa, ia balas menyerang, malah segera
dengan saling menyusul, dengan pukulan-pukulannya Tay-peng
thian cie (Garuda mementang sayap), To ta kim teng (Sambil
jatuh menyerang lentera emas) dan Siang liong pauw cu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 25


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

(Sepasang Naga melilit pilar). Maka luar biasa hebat desakannya


itu.
Walaupun musuh bersikap keras, Lie Sun sebaliknya
menghujani dengan sabar tetapi tidak kalah cepatnya, dengan
begitu pedangnya dapat menghalau setiap ancaman. Nyata sekali
ia sangat gesit dalam gerakan-gerakannya, dan tubuhnya ringan
sekali.
Panas hatinya Thian Cu mendapatkan kegagalan semua
serangannya itu, maka satu kali setelah melompat kesamping, ia
melompat kebelakang lawannya itu dan ia menotok
punggungnya.
Bwee Hoa Sin-souw tidak menangkis dengan pedangnya,
sambil mengibaskan tangan bajunya, ia mengegos tubuhnya
seraya ia terus melompat ke tambok dari sebuah paseban batu
disamping gunung-gunungan. Dengan begitu ia membuat
musuhnya menyerang ketempat kosong!

Tan Thian Cu menjadi sangat penasaran, sampai-sampai ia


menjerit sambil melompat, ia ulangi serangannya. Kali ini
sepasang pitnya turun dari atas kebawah, kebatok kepala. Karena
kegusarannya ia telah menggunakan seluruh tenaganya yang
besar.
Cu Yong Keng yang melindungi Lu Su Nio, tercengang,
melihat cara berkelahi lawan yang lihai ini, sangat jarang ia
melihatnya. Lu Su Nio sendiri tampaknya juga berkuatir.
Sebagai kesudahan dari serangan yang dahsyat itu
terdengarlah satu suara keras dan hebat, dari hancur luluhnya satu
batu besar, yang pecah berantakan, pecahannya terbang
berhamburan, sehingga yang lain-lainnya, yang sedang

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 26


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

menonton, menjadi kaget. Meskipun demikian Thian Cu tidak


tercapai maksudnya.
Lie Sun tidak kena dihajar, hanya dari tembok, dia melompat
naik keatap paseban dimana ia berdiri sambil tertawa berkakakan!
Thian Cu mengangkat kepalanya dengan mata mendelik dan
gigi berkerotokan, dalam murkanya ia menggenjot tubuhnya
untuk melompat naik, guna mengejar musuhnya. Akan tetapi
dengan tidak menunggu lawan mendatangi dekat kepadanya, Lie
Sun mendahului dengan mengapungi dirinya untuk melompat
turun.
Ma Kie Eng turut menjadi dongkol menyaksikan lawannya
dipermainkan secara demikian, ia berniat maju untuk
membantunya.
Hong Jiam Kong melihat sikap orang, ia tertawa. “Apakah
engkau ingin mengeroyok?“ tanyanya sambil mengejek.
Merah mukanya Kie Eng. tahu lah dia bahwa dia sedang
diperolok. Terpaksa ia bungkam.
Hap Sat To menyaksikan dengan pikiran bimbang.
Mengertilah ia, walaupun Tan Thian Cu lihai, sahabatnya ini
kalah dalam ilmu meringankan tubuh dibandingkan dengan Bwee
Hoa Sin-souw. Tetapi iapun mendongkol dan penasaran, tidak
dapat ia diam saja, maka akhirnya ia berpikir, mau tidak mau
mereka bertiga harus turun tangan bersamaan. Lalu segera ia
mengambil keputusan, begitu ia melirik Kie Eng, ia mendahului
menyerang Hong Jiam Kong dengan goloknya yang besar,
dengan bacokannya “melompat untuk membunuh harimau”
arahnya ialah dada musuh.
Hong Jiam Kong sudah siap, ia berkelit sambil menangkis.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 27


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Selagi murka demikian, Hap Sat To seperti melupakan


segalanya, maka setelah kegagalannya yang pertama itu, ia maju
lagi, untuk mengulangi serangannya. Ia telah menggunakan ilmu
silat goloknya, yang sangat ia andalkan, yaitu Citcapsha-chiu
Kie-bun-too, yang terdiri dari tujuhpuluhtiga jurus.
Dengan gesit Hong Jiam Kong melayani musuhnya yang
telah nekat ini, dengan pedangnya ia melindungi diri dari golok
lawan dan berbareng dengan pedang itu juga ia mengancam
keselamatan lawan. Kesudahannya ia membuat lawannya sangat
kewalahan.
Ma Kie Eng menyaksikan pertempuran itu, ia menjadi
kehilangan kesabarannya. Ia juga mengkuatirkan pihak
kawannya. Akhirnya ia mengayunkan tangan kirinya, hingga tiga
batang panah tangan Lian-cu Tok-no menyambar saling
menyusul ketiga arah atas, tengah dan bawah dari musuh
kawannya itu.
Hong Jiam Kong mendengar menggaungnya suara panah
tangan itu, dengan menjejakkan kaki kirinya, ia mengapungkan
tubuhnya untuk berkelit kekiri. Ia tidak mundur, hanya
menyamping maju. Sambil melompat ia juga menangkis, maka
selain dirinya selamat, ujung pedangnya hampir saja mampir
ketubuh Hap Sat To. Beruntung dia masih keburu berkelit
mundur.
Bukan main menyesal dan mendongkolnya Ma Kie Eng
karena kegagalan serangannya itu. Panah tangannya itu, yang
panjangnya hanya tiga dim, ujungnya yang tajam telah direndam
dalam racun, maka siapa saja yang kena terpanah sukarlah
untuknya untuk diselamatkan nyawanya, kecuali orang
menggunakan obat bubuk buatannya sendiri, obat Kim-kong Hui-
seng-san. Dalam penasarannya ia mengertakkan giginya.
Kembali ia melempar dengan tiga batang panah

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 28


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

tangannya yang lain, kali ini ia menyerang kekiri dan


kekanan, kearah kedua Pundak, dan ketengah kearah jantung.
Menyusul itupun ia melompat sambil membacok agar musuh
tidak sempat berkelit ataupun menangkis. Berbarengan dengan
dia, Hap Sat To juga melompat untuk menyerang!
Hong Jiam Kong bermata sangat jeli dan gerakannya sangat
sebat. Dengan bergantian, ia mengegos kepalanya, kekiri dan
kekanan, sedangkan dengan kedua jarinya ia menjepit anak panah
yang mengarah kejantungnya. Ia telah berseru ketika kedua golok
berbarengan mengancam jiwanya.
“Bagus!“ demikian seruannya itu, yang disusul dengan
gerakan berbarengan kedua tangannya. Dengan tangan kiri,
dengan sebatang panah tangan musuhnya, ia memapaki goloknya
Hap Sat To, dengan tangan kanannya, dengan pedangnya ia
menangkis goloknya Ma Kie Eng. Sedangkan sebelah kakinya
juga menyusul terangkat naik.
Hap Sat To kaget sekali, apabila ia mendapatkan kenyataan,
goloknya yang berat kena tertolak panah tangan, malah ia
merasakan tangannya sedikit agak bergemetar. Adalah disaat
yang demikian itu, kakinya Hong Jiam Kong menyambar paha
kanannya, sehingga tidak ada ampun lagi, musuhnya itu kena
terdepak dan terpelanting. Beruntung Hap Sat To, dia cukup
tangguh, sehingga tendangan ini tidak membuat ia cacat sebelah
kakinya itu.
Juga Ma Kie Eng merasakan tangannya bergemetar tatkala
goloknya kena tertangkis oleh pedang lawan, sesudah itu Hong
Jiam Kong sudah langsung menyerang dia, sebab lawannya ini
rupanya hendak membalas serangan dia.
“Celaka!” Ma Kie Eng berseru dalam hatinya, ketika ia
melihat datangnya pedang, yang menyambar kearah mukanya,
sehingga ia merasaka hawa dingin pada mukanya itu. Tatkala ia

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 29


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

dapat melompat mundur dan meraba keningnya, ia kaget sekali


sebab ia mendapatkan kenyataan, alisnya telah terbabat habis
seperti terkena cukuran.
Disekitar situ sudah ada beberapa pegawai tuan rumah, yang
telah berkumpul dan menyaksikan pertempuran ini, langsung saja
mereka tertawa melihat musuh ini kehilangan alisnya. Rupanya
mereka menganggap pemandangan itu sangat lucu.
Kie Eng menjadi sangat malu dan gusar. Untuk ini ia lebih
baik ditikam atau dibacok sehingga terbinasa, daripada alisnya
dicukur kelimis secara demikian. Ia merasa yakin, pasti
musuhnya
dengan sengaja berbuat demikian, untuk membuat ia malu.
Maka lalu ia berteriak: “Bangsat tua,
kalau aku tidak dapat mencingcang tubuhnu, aku bersumpah
tidak mau menjadi manusia!“
Teriakan itu segera disusul dengan satu tikaman kearah
perut.
Hong Jiam Kong tidak menangkis tikaman itu, ia hanya
berkelit, ia menggerakan pedangnya kekiri dan kekanan, lalu di
luruskan keatas untuk dipakai menikam kearah jidat. Berbarengan
dengan waktu itu, Hap Sat To sudah menyerang lagi, dari
belakang kemana ia telah melompat untuk membokongnya.
Sebat sekali Hong Jiam Kong menarik pulang pedangnya
seraya memutar tubuhnya,untuk berkelit dari bokongan,
menyusul itu dengan mengendap pedangnya dipakai untuk
membabat kebawah, kepada musuhnya ini.
Hap Sat To menangkis kebawah, tetapi justru sewaktu ia
menangkis pedang lawannya sudah berubah arah, ialah dari
bawah naik keatas, untuk diteruskan menikam iganya, sehingga

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 30


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

walaupun ia telah mengegos tubuhnya, tidak urung bajunya kena


tersontek sehingga pecah, sehingga ia menjadi sangat keget dan
terpaksa melompat tinggi dan jauh untuk berjaga-jaga dari
serangan ulangan lawannya itu.
Lagi-lagi, Ma Kie Eng maju menyerang. Saking penasaran ia
menjadi bandel.
Hong Jiam Kong sudah bersiap sedia, tanpa menunggu
sampainya lawan, ia melompat kesamping pedangnya dipakai
untuk memapaki, agar mendahului, menyambar kearah telinga,
telinga kiri.
Mau atau tidak, Kie Eng harus mengegos kepalanya dan
membatalkan serangannya, dengan begitu maka ia dengan
goloknya dapat menangkis serangan itu.
Hong Jiam Kong tidak mau sungkan-sungkan lagi, sewaktu
pedangnya ditangkis, dengan sebat ia membabat golok
musuhnya. Demikian tajamnya pedangnya, begitu terkena
bacokannya, maka golok Kie Eng telah terbabat kutung.
Kie Eng kaget bukan kepalang, didalam gugupnya ia masih
sempat untuk melarikan dirinya, maka dengan satu lompatan ia
menjauhkan diri darimusuhnya yang lihai itu, setelah mana ia
cepat- cepat melarikan diri. Tetapi begitu cepat ia bergerak,
terlebih cepat gerakan lawannya.
Hong Jiam Kong mencelat menyusul, sambil berbuat
demikian tangan kirinya diulur, untuk dipakai menekan, maka
pada saat itu juga orang bermarga Ma itu merasakan ada angin
yang menusuk ulu hatinya, terus saja ia menyemburkan darah
segar. Maka sadarlah ia, bahwa ia telah mendapatkan luka dalam,
karena itu ia melupakan kedua kawannya, ia langsung melarikan
diri, untuk menyelamatkan jiwanya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 31


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hap Sat To tahu kawannya telah terluka, dalam murkanya ia


menyerang lagi.
Waktu itu Cu Yong Keng yang melindungi Lu Su Nio
didalam gunung-gunungan, telah menonton pertempuran
gurunya, ia menganggap telah cukup gurunya mengalahkan satu
musuh, maka lalu ia melompat keluar seraya berseru kepada
gurunya: “Suhu serahkan binatang ini kepadaku! Baik suhu
tolong mengawasi adik Su saja.”
Hong Jiam Kong mendengar suara muridnya itu.
“Baik!” sahutnya, yang suka mengalah.
Yong Keng segera melompat maju untuk menggantikan
gurunya, yang terus mundur.
Hap Sat To gusar, ia memandang enteng kepada pemuda itu,
oleh sebab itu dengan berani ia menangkis pedang Liong-bun-
kiam, sesudah mana ia mendesak dengan bacokannya berulang-
ulang. Sebab ia ingin berada diatas angin.
Cu Yong Keng juga tidak mau memberi hati, ia membuat
perlawanan keras sekali, sehingga sebentar saja ia membuat
lawannya itu heran, karena Sat To tidak menyangka, orang yang
demikian muda, ilmu pedangnya sudah sedemikian mahir dan
tenaganyapun sangat besar, sehingga selanjutnya ia tidak lagi
berani memandang enteng kepada musuh yang masih muda ini. Ia
lalu menggunakan kepandaiannya memainkan golok, untuk
merobohkan si anak muda.
Yong Keng mengeluarkan ilmu silat pedang Hong -lui Kiam-
hoat, untuk menandingi Citcapsha-ciu Kie-bun-too, oleh sebab
itu, mereka berdua bertarung hebat sekali. Selang duapuluh jurus,
keadaan mereka masih sama kuat. Kekuatan si anak muda
dilayani oleh keunggulan dalam pengalaman tiga puluh tahun dari
si orang pahlawan. Adalah selewatnya itu, dengan perlahan-

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 32


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

lahan, barulah Yong Keng mulai menang diatas angin. Inilah


disebabkan olek lukanya kaki Hap Sat To bekas depakan Hong
Jiam Kong tadi.
Lewat lagi sepuluh jurus maka Hap Sat To berkelagi dengan
menggertakkan giginya, ia sudah harus main mundur tetapi ia
terus membuat perlawanan, sebab ia adalah pahlawan kelas satu
dari istana. Didalam sengitnya itu, satu kali ia membacok hebat
dengan tipu-silatnya Hong kian Oei see (Angin menggulung pasir
kuning)
Cu Yong Keng berkelit dari serangan berbahaya itu, ia
berkelit kesamping, dari mana cepat luar biasa ia mengapungkan
diri, untuk mengangkat kedua kakinya, menendang pada lengan
dan pinggang lawan itu. Itulah dua gerakan berbareng, yang luar
biasa sekali, terutama kegesitannya. Hap Sat To tidak menyangka
si anak muda demikian gesit, tidak dapat ia menyingkirkan
tangan dan tubuhny, dua-dua kaki lawan mengenai tepat kepada
sasarannya masing-masing, maka berbarengan goloknya terlepas
dari pegangannya, tubuhnya pun roboh terguling. Beruntung
untuknya, ketika si anak muda melompat kearahnya, untuk
menyusul memberikan satu tikaman, ia masih sempat
menyelamatkan dirinya sambil menggulingkan tubuhnya, sesudah
mana ia melompat bangun dengan satu gerakan. Adalah setelah
itu, mau atau tidak dia harus melarikan diri untuk kabur sipat
kuping.
Yong Keng tidak mengejar musuh itu, ancaman siapa
berdengung ditelinganya: “Binatang, kau
tunggu saja! Seluruh jiwanya keluargamu ada ditanganku!“
Biar bagaimanapun, Yong Keng terkejut. Ia sadar akan
ancaman itu, yang musuh-musuhnya dapat membuktikannya.
Maka ia berpikir, ia harus berdaya, terutama untuk menolongi
ayah ibunya. Begitulah segera ia membalik kepada gurunya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 33


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Kita telah melukai dua orang, itulah alasan untuk mereka!”


berkata Hong Jiam Kong. “Sekarang cepat-cepat kau
membereskan semua uang dan barang berharga, lalu kau ajak
ayah ibumu keluar, agar sesegera mungkin kita dapat berlalu dari
sini.”
Karena ia tahu, nasi telah menjadi bubur, Yong Keng tidak
banyak berbicara lagi.
Hong Jiam Kong menoleh kearah paseban, disitu a
mendapatkan Bwee Hoa Sin-souw sedang asik seperti bermain
kucing-kucingan dengan Tan Cian Kin, disebabkan orang tua itu
tidak mau bergerak berhadapan, ia selalu berlari berputaran di
paseban itu atau ia melompat naik dan turun tidak hentinya,
membiarkan ia dikejar terus menerus oleh orang bermarga Tan
itu, sehingga dia ini saking mendongkolnya sudah berteriak-teriak
dengan dampratannya.
Paling belaakang, di waktu ia berdiri di wuwungan paseban,
Bwee Hoa Sin-souw berkata dengan nyaringnya: “Tan Cian Kin,
kedua sahabatmu sudah kabur, mungkinkah kau masih ingin
berdiam disini untuk menyerahkan jiwamu?”
Tan Thian Cu menoleh kearah Hong Jiam Kong. Jago tua itu
bersama Cu Yong Keng dan beberapa pegawainya sedang
mendatangi kearahnya. Melihat mereka, ia merasa jeri. Tetapi ia
berkepala besar, maka itu ia menoleh lagi kepada Bwee Hoa Sin-
souw dan membentak: “Bangsat tua, malam ini kuberi kau
keampunan! Sekarang aku pergi dulu!“
Setelah itu, ia membalikkan tubuhnya untuk lari melompati
tembok pekarangan, untuk menyusul
Hap Sat Tod an Ma Kie Eng.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 34


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Bwee Hoa Sin-souw tidak mengejar, setelah memasukkan


pedangnya kedalam sarungnya, ia melompat turun dan
menghampiri kawannya.
“Sekarang kita tidak boleh berayal lagi!“ katanya, “Justru
sekarang langit masih belum terang, mari kita menyingkir! Kamu
boleh siap, aku akan pergi kesungai untuk mencari kendaraan air.
Yong Keng Hiantit, silahkan undang ayah dan ibumu untuk
mereka ikut bersama!“
Kata-kata itu membuat Yong Keng tidak sempat untuk
berpikir lagi. Kata-kata gurunya juga telah menyadarkannya.
Bwee Hoa Sin-souw sendiri sudah segera berlalu dengan satu
lomptan pesat.
“Hebat!“ Lu Su Nio berseru. “Gesit sekali Lie Peehu itu!“
“Dibelakang hri, kau akan dapat mempelajari itu!“ kata
Hong Jiam Kong sambil tertawa,
“Sekarang mari kita pulang untuk bersiap-siap!“
Hong Jiam Kong mengenal Cu Ceng Liam, maka lalu ia
menuturkan kepada orang tua itu tentang bencana yang sedang
mengancam, setelah orang tua itu mengerti, maka dengan
cepat ia menyuruh Yong Keng untuk beres-beres.
Yong Keng bekerja dengan cepat, malah ia lalu
mengumpulkan semua pegawainya, yang ia berhentikan, kepada
setiap pegawai ia memberikan limapuluh tail perak, untuk bekal
mereka, yang diperintahkan pergi untuk usaha sendiri atau
mencari majikan lain. Untuk merawat ayahnya ia mengajak
seorang pelayan tua, Hok Seng namanya, dan untuk ibunya ia
mengambil dua pelayan perempuan, Cui Hoa dan Kim Lian.
Selagi Yong Keng siap dirumah. Bwee Hoa Sin-souw sedang
lari kesungai. Dari kejauhan ia sudah mendengar ayam berkokok,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 35


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

tandanya sudah jam lima. Baguslah, dimusi rontok, cuaca tidak


cepat menjadi terang dan dilangitpun masih berada bintang
jarang-jarang dan rembulan yang berkaca dipermukaan air.
Setelah berjalan sekian lama di tanggul sungai, jago tua ini
menjadi bingung. Sampai sebegitu jauh, ia tidak melihat
kendaraan air. Diwaktu itu rupanya perahu-perahu masih
tertambat didalam pelabuhan. Terpaksa ia berjalan terus, untuk
mencari terlebih jauh.
Sesudah berjalan tiga-empat li, hatinya Bwee Hoa Sin-souw
menjadi tegang sendirinya. Ia masih belum mendapatkan sebuah
perahupun, cuaca sudah mulai terang. Dalam bingungnya ia lalu
berjalan balik. Ia baru berjalan setombak lebih, tiba-tiba ia
mendengar suara air yang dikayuh.
“Syukurlah!“ ia berseru didalam hatinya, sambil segera ia
menoleh, sehingga ia melihat sebuah perahu yang beratap gubuk,
muncul dari antara gerombolan pohon lebat. Ia bergerak kebawah
pohon Yangliu ditepian, ia mengawasi perahu itu yang dikayuh
oleh seorang wanita unur enam atau tujuh belas tahun, yang
berpakaian putih semuanya, sedangkan disamping perahu, ada
terpasang jala, tanda bahwa itu adalah perahu nelayan.
Tentu sekali si jago tua ini tidakmempedulikan perahu
nelayan atau bukan.
“Nona mari, kepinggir! Aku hendak menyewa perahu!” ia
meneriaki si nona.
Mungkin karena ia tidak dapat mendengarnya, nona itu terus
mengayuh perahunya ketengah, sehingga Bwee Hoa Sin-souw
harus mengulangi panggilannya, dengan suara yang terlebih keras
lagi.
“Hai Nona, apakah kau tidak dengar?“ ia berteriak lagi.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 36


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Kali ini kendaraan air itu memutar haluannya, mengambil


kearah tepi. Cuma baru saja hampir mendekati tanggul,
mendadak si nona mengubah lagi tujuannya.
Melihat demikian, Bwee Hoa Sin-souw menjadi bingung dan
gelisah. Tetapi dasar seorang tua dengan banyak pengalaman,
tanpa sangsi lagi, ia menggenjot tubuhnya hingga terapung, lalu
melompat kearah perahu sebelum perahu itu menjauhi tepian.
Baru orang tua itu menaruh kakinya di gubuk perahu itu,
ketika perahu itu tiba-tiba berbelok kekiri dan miring sedikit,
sehingga ia merasakan bahwa tubuhnya juga ikut miring juga,
sehingga ia harus membuat tubuhnya seimbang agar tidak jatuh
keluar. Karena gerakan perahu itu, gubukpun seperti ikut
bergerak. Selagi ia berusaha menetapkan berdirinya, perahupun
seketika berhenti bergerak dipermukaan air.
“Hai, kau orang hutan tua, dari manakah?“ tegur si nona
yang parasnya mendongkol. “Kau memaksa menaiki perahuku,
apa maumu?“
Bwee Hoa Sin-souw tidak segera menyahuti, hanya seorang
diri, ia berkata: “Aku telah kena dipermainkan. Tidak kusangka,
bocah ini mempunyai tenaga yang demikian besar, sehingga
hampir saja aku roboh ditangannya………………….“
Si nona mengawasi orang tua itu, karena tegurannya tidak
disahuti; sebaliknya orang menatap kepadanya.
“Hei orang hutan tua, mengapa kau mengawasi aku terus?“
dia menegur lagi sabil menunjukkan
kemurkaannya.
Baru sekarang si orang tua menyahuti, dengan terlebih
dahulu ia tertawa. “Ah, jangan gusar, nona kecil……………….,“
katanya. “Aku ada mempunyai urusan yang sangat penting oleh

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 37


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

karena itu aku ingin menyewa perahumu. Aku samasekali tidak


bermaksud jahat.“
Mendengar orang tua itu berbicara manis, lenyap kemarahan
si nona.
“Perahu kami adalah untuk menangkap ikan, bukan
untuk sewaan penumpang,“ ia
memberitahukan. “Biasanya kamipun tidak pergi kelain
tempat!“
“Itu tidak menjadi soal nona,” kata si orang tua, dengan
suaranya yang membujuk. “Menangkap ikan untuk mancari
penghidupan, memuat penumpang juga untuk mencari biaya
hidup, keduanya sama saja. Akupun bersedia untuk membayar
lebih banyak, untuk itu uangku ada uang perak putih-putih,
dengan itu kau nanti dapat membeli bahan pakaian, agar kau
dapat berdandan!”
“Adalah hantu yang ingin menghendaki uangmu itu!” tiba-
tiba si nona meludah. “Kita hidup sebagai nelayan, hidup kita
cukup, seumur hidupku aku belum pernah memikirkan uang!
Inilah ajaran ayahku!”
Heran Bwee Hoa Sin-souw.
“Apakah kau masih mempunyai ayah?“ tanya dia,
“Ha…ha… kenapa kau sendirian saja mengayuh
perahu?”
Ditanya begitu, si nona tertawa sedih.
“Mengapa aku tidak punya ayah?“ katanya, “Ayahku malah
adalah satu dewa arak! Satu kali ayah mabuk, ia akan tidur dua
hari dua malam, masih saja ia belum sadar! Aku percaya orang
hutan tua, kau tentunya juga mempunyai seorang ayah….”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 38


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Bwee Hoa Sin-souw tidak menjadi gusar, sebaliknya ia


tertawa. Kata-kata si nona yang jenaka itu, membangkitkan sifat
kekanak-kanakannya. Ia malah tertawa tergelak-gelak, sampai-
sampai ia hampir lupa bahwa tujuannya ialah mencari sebuah
perahu.
Selagi orang tua itu tertawa dan si nonapun tersenyum-
senyum, dari dalam perahu tiba-tiba terdengar suara batuk-batuk,
disusul dengan satu suara dari seseorang yang telah lanjut
usianya, karena suaranya sabgat dalam: “Wan Cu, kau bicara
dengan siapa?”
“Ayah, kau keluar saja dan lihat!“ si nona menjawab.“Disini
ada seorang tua dengan berjenggot panjang, tidak tahu kenapa,
tahu-tahu ia naik keatas perahu kita ini.”
Hampir berbareng dengan terhentinya suara si nona, dari
dalam gubuk perahu muncul seorang laki-laki tua, yang terus saja
berdiri di kepala perahu itu. Ia mengenakan baju biru dengan
celana pendek, pinggangnya diikat dengan sabuk, dandanan dari
seorang nelayan sejati. Tetapi selain itu ia mempunyai sepasang
mata yang sinarnya sangat berpengaruh.
Ketika Bwee Hoa Sin-souw menoleh karena mendengar
suara orang, empat mata benterok dengan segera, menyusul mana
keduanya berbarengan memperdengarkan suara heran dan
terkejut: “Ah!“ Sehingga si nona, yang menyaksikan dan
mendengar itu, turut menjadi heran juga, sehingga ia mengawasi
kedua orang tua itu bergantian.
Segera Bwee Hoa Sin-souw melompat kekepala perahu,
kepada orang tua yang baru muncul itu untuk memberikan
hormatnya.
“Sungguh jodoh aneh, jodoh aneh!“ suaranya berulang-
ulang. “Pada tahun yang baru lalu aku pulang ke Hong San,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 39


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

disana aku telah menanyakan kepada Lay Po si Wanita Pengemis,


“Kemana perginya Hie Kok? Maka siapa sangka kau justru
bersembunyi di sungai!“
Orang tua itu tersenyum, sebab ia tidak lain dan tidak bukan
daripada Tay-hiap Hie Kok, orang terkenal dari Kanglam.
“Mustahilkah kau masih belum tahu, tabiatku si tua bangka?“
jago Kanglam itu sambil tertawa tergelak-gelak. Lalu saja ia
bernyanyi seorang diri: “Aku seperti seekor ikan yang berenang
bermain dihulu sungai, aku menyukai sungai dengan anginnya
yang halus dan rembulannya yang permai…… Tidak peduli
apakah kau seorang pangeran atau raja muda, aku hanya tahu
mabuk- mabukan dan hidup merdeka dalam dunia
ini……………………..“
Kembali nyanyian itu diikuti dengan tertawa nyaring.
“Kau tetap mempunyai kegembiraanmu, aku mengagumi
mu!“ katanya.
“Tidak demikian halnya sahabatku!“ Hie Kok berkata.
“Sekarang ini dunia tidak aman, di empat penjuru ada serigala-
serigala tukang makan manusia saja! Bukankah kau dan aku
mempunyai tanggung jawab? Benar atau tidak?“
Baru saja ia habis berkata, lalu lenyaplah senyuman
dimukanya Hie Kok ini. Karena dengan telinganya yang tajam
bukan main, ia mendengar tindakan kaki orang di tanggul.
“kau mendengar atau tidak?“ ia bertanya kepada Bwee Hoa
Sin-souw, ujung baju siapa ia tarik. Ia telah mendengar suara
semakin nyata, dan itupun suara dari tindakan cepat.
“Aku dengar,“ sahut sang kawan. “itulah orang pihak kita.“
“Siapakah mereka?“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 40


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Hong Lui Cu bersama Cu Ceng Liam dan keluarganya


berikut cucu perempuannya dari Lu Liu
Liang………………“
“Apakah telah terjadi masalah ditempat mereka?” tanya Hie
Kok heran.
“Kecewa kau bersembunyi didalam sungai, kau sebenarnya
tidak tahu apa-apa!“ tegur Bwee Hoa
Sin-souw. “Aku datang kemari justru untuk mencari perahu
agar aku dapat menolong mereka.“
“Peristiwa keluarga Lu itu, tidak ada seorangpun yang tidak
mengetahuinya,“ berkata Hie Kok.
“Aku tidak menyangka bahwa kau juga telah datang
kemari…….“
“Jikalau kau sudah mengetahui itu, mengapa kau hanya
menonton saja dari pinggiran?“ tanya
Bwee Hoa Sin-souw.
Hie Kok menggelengkan kepalanya.
“Kami berdua, ayah dan anak, baru tadi sore sampai disini,“
ia memberi penjelasan. “pernah aku pergi kerumahnya keluarga
Lu, dan aku melihat bahwa pintu disegel. Aku menyesal sekali
yang aku telah terlambat. Sekarang ini aku sedang memikirkan
untuk datang ke Pakkhia untuk melihatnya…………….“
“Hal itu kita bicarakan belakangan saja,“ potong Bwee Hoa
Sin-souw. “Sekarang cepat kau pinggirkan perahumu ini, untuk
menyambut mereka. Aku ingin mengantar mereka itu ke Hong
San.“
Hie Kok menurut, ia memberi perintah kepada anak
perempuannya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 41


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Ketika si nona menggunakan pengayuhnya, bagaikan terbang


perahu itu melesat ketepian. Dan pada saat itu, Hong Jiam Kong
bersama Yong Keng telah sampai dengan ayah bundanya pemuda
ini serta tiga pelayannya.
Hie Kok melompat kedarat.
Bukan kepalang girangnya Hong Lui Cu melihat jago dari
kanglam ini.
“Dengan mendapatkan perahumu hatiku sangat lega!“ ia
berkata.
Lie Sun melompat kedarat belakangan, tetap ia segera
berkata: “Hari sudah terang, mari kita
segera berangkat! DIdalam perahu saja nanti kita bisa
mengobrol. Tidakkah itu sama saja?”
Yong Keng lalu melompat keperahu membawa dua buntalan
besar, setelah itu ia kedarat lagi untuk menggendong ayahnya dan
ibunya bergantian, sesudah mana baru ketiga pelayan turut naik,
disusul oleh Hie Kok bertiga.
Kembali anak perempuannya Hie Kok, yang bernama Hie
Nio atau Wan Cu, menggunakan pendayungnya, maka perahu
mereka mengalir cepat ketengah sungai Hu Cun Kang menuju ke
Selatan. Selang tiga atau empat hari, mereka sudah melalui
perjalanan dua ratus li lebih.
Pada satu sore sampailah mereka di Tonglouw. Hie Kok
memerintahkan anaknya berlabuh ditempat yang terpencil dan
sunyi.
Selama beberapa hari, Lu Su Nio telah menjadi sahabat akrab
dengan Hie Nio, sehingga mereka makan bersama, tidur bersama
juga, senantiasa mereka mengobrol. Maka selagi perahu berlabuh,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 42


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

mereka langsung duduk berdampingan, berbicara dengan asiknya


mengenai pemandangan indah di sungai itu.
Tidak lama setelah datangnya malam, habis bersantap, dua
sahabat ini lalu masuk untuk tidur. Cu Ceng Liam dan istrinya
yang merasa letih setelah makan malam, juga masuk untuk tidur
lebih
awal, sehingga ketiga pelayan mereka mempunyai
kesempatan untuk beristirahat.
Adalah didepan, Hie Kok duduk bersantap sambil minum
arak bersama-sama Bwee Hoa Sin- souw, Hong Jiam Kong dan
Cu Yong Keng. Sambil bersantap mereka berbicara mengenai
musibah yang menimpah keluarga Lu serta urusan mereka
sendiri. Sesudah itu mereka masih mengobrol, sampai kemudian
ketika angin menderu-deru, mereka merebahkan diri tanpa
berganti pakaian lagi.
Malam itu rembulan guram, agak sukar untuk orang melihat
jauh, atau segala sesuatunya tampak samar-samar.
Mereka rebahan belum terlalu lama, ketika Hie Kok yang
tidur di dek, mendadak mencelat bangun, terus saja ia melompat
kekepala perahu, dimana ia berdiri diam dengan kedua matanya
diarahkan keluar tempat berlabuhnya itu. Gerakan tubuhnya
yang ringan itu tidak menyebabkan perahunya bergoyang.
Segera juga terlihat sebuah perahu kecil lewat dengan cepat.
Hie Kok lalu bersembunyi sambil mendekam.
Bwee Hoa Sin-souw dan Hong Jiam Kong juga mengetahui
perahu kecil itu, keduanya menggerakkan tangan mereka, untuk
memberi tanda kepada Hie Kok, atas mana jago dari Kang- lam
ini menggoyangkan tangannya seraya menunjuk kearah tanggul

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 43


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

diujung tempat mereka berlabuh itu. Terang ia memberi tanda


agar supaya kedua temannya itu menaruh perhatian.
Hie Kok menggeser sedikit kesebelah kiri, Masih ia
mendekam dan berdiam. Lagi sedikit waktu, lalu ia melihat
perahu kecil tadi telah di kayuh balik. Ia mendengar suara air. Ia
teteap memasang mata, maka ia melihat perahu itu menuju
pelabuhan dan dihentikan disebelah kiri. Dua anak buah perahu
lalu terlihat, matanya menoleh kekanan dan kekiri. Pada keadaan
gelap itu tidak nampak jelas kedua muka orang itu.
Selagi Hie Kok mengawasi, yang seorang mengayunkan
tangannya kearahnya, satu barang hitam menyambarnya. Untuk
menolong diri ia menyambar sepotong papan, yang ia pakai untuk
menimpuk, mamapaki barang itu ditengah udara. Maka diatara
suara nyaring, pecahlah barang itu. Pecah dengan menerbitkan
sinar api terang, yang buyar kesegala penjuru, mirip dengan
kembang api, sehingga bagus terlihatnya.
Yong Keng mengintai, ia kagum dengan pemandangan yang
belum pernah ia saksikan sebelumnya. Tadinya ia hendak
meminta keterangan, tetapi tiba-tiba ia mendengar lagi satu suara
nyaring yang disusul dengan menyambarnya sebuah bola api,
bola mana yang juga kena dihajar oleh Hie Kok sehingga bola api
itu kembali kepinggir perahu dan dan meledak, sehingga apinya
menyambar baju orang, sampai orang itu kelabakan.
“Aduh!“ jeritnya sambil dia menceburkan dirinya ke air.
Hanya sebentar saja, dia sudah muncul lagi dan naik kembali
keatas perahunya. Begitu cepat ia memberikan isyarat, lalu
kawannya, yang berdiri dibelakang perahu, mengayuh pergi
perahunya itu.
Yong Keng menghela napas lega.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 44


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Benda apakah itu yang tadi menerbitkan sinar terang?“


tanya dia kepada Hong Jiam Kong.
“Itu bola api Linkongkiu, semacam senjata api yang sangat
lihai,” sahut sang guru. “Salah satu bahannya ialah bisa, yang
dapat merusak kulit dan daging, sedangkan belerang dapat
membuat benda atau pakaian menyala terbakar. Kita dapat
terhindar dari itu, saat tubuh kita tidak terkena serangannya.“
Waktu itu Hie Nio pun muncul dan bertanya kepada ayahnya
apa yang telah terjadi.
“Pergi masuk kedalam, untuk melindungi Su Nio semua,“
sang ayah berkata. “Sebentar, apapun yang terjadi, apabila tidak
mendapat perintah dari aku, jangan kau lancing turun tangan!”
Hie Nio tahu sekali tabiat ayahnya, ia menduga, kejadian
hebat bakal terjadi lagi, oleh sebab itu tanpa megatakan sesuatu
apa, ia kembali kedalam perahu dimana Lu Su Nio sedang tidur
nyenyak. Ia tidak mau mengganggu nona itu, maka dengan
memegangi pedangnya, ia duduk menanti disamping si nona.
Yong Keng pun lalu masuk kedalam dimana ia duduk
didekat nona Hie.
“Kau bukannya menjaga didalam, buat apa kau datang
kemari?“ Hi Nio bertanya perlahan-lahan.
“Melihat wajah ayah, rupanya bakalan terbit keonaran, maka
kau harus hati-hati!“
Hie Nio ini bersama Lu Su Nio berada di perahu bagian
dalam, yang dimaksudkan si nona adalah bagian tengah dimana
ayah si anak muda berada bersama ibunya.
Sambil berkata demikian, nona ini memandang si anak muda,
siapa juga sedang menoleh kearahnya, sehingga empat mata jadi
saling bentrok sinarnya. Maka Yong Keng bisa menyaksikan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 45


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

kecantikan si nona nelayan, yang mempunyai muka seperti telur,


kulit mukanya bersinar merah muda segar, sementara rambutnya
hitam mengkilap.
“Nona begitu cantik bagaikan kemala, siapa sangka
bahwa ia sebenarnya gagah perkasa?“
memikir si anak muda ini. Ia menjadi kagum, sehingga ia
masih saja mengawasi si nona ini.
Hie Nio pun mengawasi, sampai tiba-tiba ia tolak pundak
orang. “Ada orang datang didarat!”
katanya tiba-tiba.
Yong Keng segera pasang telinga. Ia benar-benar telah
mendengar suara apa-apa, maka segera ia menghunus pedangnya,
untuk bersiap-siap.
Si Nona tersenyum melihat kelakuan si anak muda itu.
“Jangan terburu-buru!“ katanya sambil tersenyum. “Orang masih
jauh…….“
Mau tidak mau pemuda ini juga tersenyum. Ia tadi seperti
terpengaruh oleh si nona. Ia menyesal, sebagai laki-laki, ia kalah
tenang daripada pemudi itu.
Ketika itu seluruh perahu terbenam dalam kesunyian.
Segera juga terlihat satu bayangan jangkung diarah tepian
barat, lagi mendatangi arah perahu, cepat sekali tindakan dia itu,
dengan cepat ia sudah mendekati perahu.
Hie Nio yang memasang mata, melihat orang mengayunkan
tangannya, melontarkan sejumlah potongan-potongan besi yang
merupakan thie-lian-cie, senjata rahasia mirip bunga teratai,
mengarah kebelakang perahu. Melihat demikian, ia lalu bergerak,
dengan pedangnya, pedang Song-hoa-kiam, ia menangkis. Maka

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 46


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

dengan menerbitkan suara nyaring, belasan potongan besi itu


terpental jatuh kepermukaan air. Habis itu dengan satu gerakan
susulan, ia mencelat dari perahunya, melompat kedarat, kedua
tangannya dipentang seperti sayap. Sebab itu adalah gerakan Hay
Yan Liang Po, Walet laut menyambar gelombang.
Kelihatannya orang jangkung yang didarat itu terkejut, akan
tetapi ia masih sempat menghunus pedangnya, untuk sebelum si
nona menginjakkan kakinya, menyabet kaki tersebut, untuk
ditabas kutung.
Akan tetapi Hie Nio telah bersedia untuk segala
kemungkinan, maka sebelum kakinya menginjak tanah,
pedangnya sudah mendahului, menyambar kepala si jangkung itu,
sehingga ia tidak kepalang kagetnya, terpaksa ia membatalkan
penyerangannya untuk sebaliknya ia berkelit kesamping. Tetapi
iapun gesit, begitu lolos dari tebasan, dia maju pula, malah sambil
menggeser pedang dari tangan kanan ke tangan kiri, untuk
menikam dengan tangan kirinya.
Hie Nio telah tiba didaratan ketika tikaman itu sampai, maka
sekarang ia masih sempat menarik pulang pedangnya, untuk
dipakai menangkis. Ia mengeluarkan tenaganya, dan pedangnya
diayunkan dari atas turun kebawah, sehingga pedang si jangkung
kena terpukul dengan keras.
Orang yang tidak dikenal itu kaget, sebab ia merasakan satu
pukulan keras, sampai-sampai lengannya terasa kesemutan,
telapak tangannyapun sakit. Karena ini, ia lalu mengawasi
lawannya, yang ternyata adalah seorang gadis berumur tujuh
belas tahun, rupanya pun sangat cantik, sehingga ia menjadi
heran sekali. Coba kalau bukan ia sendiri yang mengalaminya,
sukar ia mempercayai lain orang bila orang itu menceritakan
tenaga besar dari nona ini.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 47


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Hai, nona cilik, kau pernah apa dengan Hie Kok?“ akhirnya
ia menegur dengan bengis. “Cepat
kau sebutkan namamu, supaya kau tidak menjadi setan tidak
bernama diujung pedangku ini!“
“Eh, setan alas!“ si nona membalas membentak, “kau telah
mengetahui nama besar dari Hie Kok,
cara bagaimana kau tidak mengenal nonamu ini?“
Si jangkung itu tertawa menghina.
“Ah, memang telah aku duga kau adalah bocahnya si
pemberontak itu!“ mengejeknya lagi.
“Sungguh kau manis sekali!“
Alisnya si nona berdiri, karena perkataan yang ceriwis itu.
“Bangsat, sebutkan namamu yang busuk itu!” dia berteriak,
“supaya nonamu dapat mengantarkanmu untuk mencatat namamu
dalam daftar iblis!“
“Sungguh mulut besar!“ mengejek lagi si jangkung, dengan
tertawa jumawa. “Baiknya kau panggil saja tua bangka bangsat
itu! Di Selatan dan Utara, siapakah yang tidak mengenal Tiat-
ciang Phang Kun San?“
Hie Nio mengenal orang ini, ayahnya pernah menceritakan
tentang orang ini sebagai ketua dari Oey Long Pang, Kawanan
Serigala Kuning, dari Shoatang, satu gerombolan rimba hijau
yang biasanya mengganas di tiga propinsi Shoasay, Shoatang dan
Siamsay, terutama orang bermarga Phang ini adalah sangat
kejam, siapa saja yang tertawan olehnya, jiwanya sudah pasti
tidak dapat diharapkan untuk hidup lebih lama lagi. Cara dia
membinasakan lawannya pun sangat istimewa, korbannya akan
disembelih bukan hanya dengan menghancurkan kepalanya

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 48


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

dengan dihajar tangannya, Tangan Besi (Tiat-ciang), diambil


otaknya untuk lalu dimasukkan kedalam mulutnya, sedangkan
mayatnyapun akan dilemparkan ke hutan atau di selokan guna
dijadikan umpan binatang buas atau burung buas. Karena ini,
disamping julukannya Tiat-ciang, ia mendapatkan
tambahan San-mo, Hantu Gunung. Jadi lengkapnya ialah
Tiat-ciang San-mo, Hantu Gunung
Bertangan Besi.
Hie Nio tahu orang ini, akan tetapi ia belum tahu ilmu
silatnya, maka waktu ia melihat tingkah lakunya yang jumawa,
tanpa berkata-kata lagi, ia menyerang dengan gerakannya Wan-
khauw Sie Pie (Monyet meluruskan tangan), ujung pedangnya
menikam tenggorokan.
Sambil menggeraki kepalanya Phang Kun San berkelit
kesamping, dari mana ia bertindak lebih jauh lagi, ia maju untuk
membalas menikam perut si nona, dengan ilmu silatnya Tok-coa
Coang Tong (Ular berbisa masuk ke lubang).
Dengan menarik kaki kirinya Hi Nio menyingkirkan
tubuhnya dari ujung pedang, setelah itu dengan mengendap
sedikit, ia mengulangi serangannya, kali ini dengan Poat Coh Sim
Cu (Menggeprak Rumput Mencari Ular), pedangnya mencari
dada lawan.
Phang Kun San bukanlah sembarangan orang, walaupun ia
terdesak, ia tidak menjadi gugup. Ia tidak dapat berkelit lagi,
kekiri ataupun kekanan, maka ia mengapungkan tubuhnya, dan
akan melompat tinggi melampaui tubuh lawannya, sehabis itu ia
menyusul dengan serangan balasan, menikam punggung si nona!
Itulah serangan Tiang Hong Koan Jit (Pelangi menutupi
Matahari).

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 49


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Dengan gerakannya Yan-cu Jip Cauw (Burung wallet masuk


kesarang), Hi Nio mengegos tubuhnya seraya terus memutar diri,
lalu dengan mengapungi diri, kaki kanannya melayang untuk
mendepak lengan lawan, sedang pedangnya berbarengan
digerakkan untuk menikam, kearah bawah perut. Secara begini ia
melakukan pembalasan.
Phang Kun San terperanjat, apalagi ketika ia mengenali ilmu
pedang si nona Thay Kek Kiam-hoat. Ia mengelitkan dirinya
kesamping, tangannya disingkirkan, untuk menyelamatkan
dirinya dari depakan. Tetapi ia tidak berhenti sampai disitu saja,
hanya tangan kirinya, Tangan Besi, dipakai untuk menekan
pedang si nona.
Hie Nio waspada dan cerdik, ia menurunkan lengannya, dan
terus mengendap dengan kedua kakinya dengan Leng-miauw Pok
Cie (Kucing menerkam Tikus) ia terus menusuk paha musuhnya.
Tetapi ini adalah hanya ancaman belaka, sebab sebelum
tusukannya tiba benar-benar, ia mencelat sambil pedangnya
menikam ke jidat. Itulah pukulan Ceng-teng Tiam Sui (Capung
menyambar air).
“Bagus!” seru Phang Kun San, yang lalu langsung mencelat
mundur sampai setombak lebih. Hi Nio tidak mau mengerti, ia
melompat untuk mengejar.
Kun San tidak melayani lebih jauh, ia memutar tubuhnya
untuk melarikan diri dengan dikejar oleh
si nona. Ia menuju kearah barat, sampai diujung tanggul, ia
menerobos masuk kedalam pohon- pohon lebat.
Putrinya Hie Kok penasaran dan besar nyalinya, maka itu ia
ingin mengejar terus. Ia baru saja hendak memburu, tiba-tiba dari
sampingnya melompat seseorang mencegat dan orang itu
membentak kepadanya. Maka segera ia menoleh, sehingga ia

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 50


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

melihat sesorang dalam pakaian malam yang tubuhnya kecil dan


pendek akan tetapi sepasang matanya bersinar sangat tajam.
Orang itu yang bersejatakan sebatang golok segera
membacok tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Hi Nio mendongkol, ia menangkis seraya meneruskan
membalas menikam. Ketika ia hendak dibacok pinggangnya,
karena orang itu menggunakan bacokan Thay Peng Tian Cie
(Burung Garuda mementangkan Sayap), ia melompat tinggi
setombak lebih, tetapi justru ketika ia turun, kembali orang itu
membacok. Ia menangkis, setelah kedua kakinya menginjak
tanah, ia meneruskan mendesak dengan dua serangan beruntun.
Sambil melompat, musuh yang tidak dikenal itu menyingkir.
Masih Hie Nio tidak mau menyudahi pertempuran, ia
memburu dengan serangan Sian-jin Cie Lou (Dewa menunjukkan
Jalan) ia menebas kearah kepala, dan tebasannya bukan alang
kepalang cepatnya.
Musuh ini mengelitkan kepalanya, ia dapat menyelamatkan
diri tetapi telinganya hampir kena terpanggang ujung pedang,
oleh karena itu, ia menjadi kaget tidak terkirakan. Ia lalu
mendesak, dengan dua bacokan, sesudah mana ia melompat
sambil memutar diri, untuk terus kabur kedalam pohon-pohon
lebat seperti Phang Kun San tadi.
Hie Nio menjadi heran. Tadi Phang Kun San kabur sebelum
kalah, sekarang kawannyapun seperti itu juga, menyingkir
kedalam rimba. Mungkinkah didalam rimba itu bersembunyi
musuh yang sangat lihai? Selagi ia ragu-ragu, dari sampingnya
dari pohon-pohon yang lebat, tiba-tiba muncul
dua orang yang bersenjatakan golok, yang langsung
membacok kepadanya. Dengan gesit ia menangkis serangan itu.
Ia berniat membalas serangan itu, tetapi mendadak ia melihat satu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 51


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

bayangan berkelebat, melihat bayangan mana, hetinya menjadi


girang.
“Lie Peehu, tolong kau bereskan dua mahluk ini!“ serunya
kepada bayangan itu, ialah Bwee Hoa
Sin-souw Lie Sun, setelah mana ia melompat kedalam rimba!
Lie Sun hendak mencegah, tetapi sudah tidak keburu.
Terpaksa ia melayani dua musuh tersebut. Dengan tangan kirinya
ia menyambar goloknya satu musuh, ia menarik golok tersebut
dan lalu ia menolaknya. Tidak ampun lagi, musuh itu tersungkur
ketanah, goloknya hampir terlepas dari pegangannya. Tetapi
sebagai gantinya muncul lagi satu musuh yang ketiga, yang
tubuhnya tinggi besar dan parasnya bengis, yang membentaknya
laksana geledek.
Bwee Hoa Sin-souw mengawasi musuh baru ini, yang
tingginya kira-kira ada enam kaki, dadanya lebar dan mulutnya
persegi, hidungnya besar, sepasang alisnya tebal, kedua matanya
seperti lonceng, sedangkan senjatanya adalah sebatang toya besi.
Maka tahulah ia, orang ini mempunyai tenaga yang besar.
Melihat datangnya kawan itu, musuh yang tidak roboh tadi
menyerang lagi, dengan sengit sambil
berteriak: “Toako Lo Kun, cepat maju! Jangan berikan tua
bangka ini sampai lolos!”
Lie Sun tertawa dingin, selagi tertawa, tiba-tiba tubuhnya
sudah melesat mendekati orang yang tadi mementang bacotnya,
siapa ia segera tikam.
Orang itu kaget, ia berkelit tetapi pedang jauh lebih cepat
daripada kelitannya itu, ia menjerit ketika ujung pedang
mengenai bajunya menembus kulit dagingnya, sehingga ia
berdarah-darah, waktu ia melompat jauh setombak lebih, ia terus

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 52


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

roboh tersungkur mandi darah, dengan mulutnya mengeluarkan


rintihan kesakitan.
Sang kawan yang roboh terlebih dahulu, segera bangkit
bangun, untuk melihat sahabatnya ini, luka siapa langsung ia
berikan obat.
Musih yang baru ini menjadi murka, dengan toyanya, ia
menghajar Lie Sun. Ia menggunakan tipu kemplangan Ouw In
Kay Teng (Awan Hitam menutupi Kepala). Terang sudah ia
menggunakan tenaga yang sangat besar.
“Sabar!“ seru Lie Sun, yang tidak sudi untuk mengadu
tenaga, hanya sambil berkelit ia melompat
kesamping penyerangnya itu, yang bernama Lo Kun.
Kaget sekali Lo Kun ini melihat kegesitannya si orang tua,
dengan cepat ia memutar tubuhnya, toyanya ditarik pulang untuk
dipakai menotok jalan darah didada, sebelah puting dadanya.
Tetap Lie Sun tidak mau menangkis serangan, kembali ia
berkelit, sesudah mana ujung pedangnya diarahkan ke alis musuh.
Lo Kun dengan lincah menangkis keatas dengan satu gerakan
mencungkil, lalu dari atas ia balas menyerang.
Lie Sun tidak menangkis, ia berkelit. Kali ini, ia tidak
langsung menyerang lagi, hanya ia berlari memutar.
Lo Kun mengira musuhnya jeri terhadapnya, ia lalu
memburu, sehingga mereka main kejar- kejaran. Begitu cepat
hampir dia menyandak Lo Kun langsung menyerang dengan
bengis, menusuk punggung.
Nyatalah Bwee Hoa Sin-souw menggunakan akal, sengaja ia
memperlambat larinya, begitu toya sampai ia mengendap, ia

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 53


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

memutar tubuh, sebelah tangannya menyambar senjata musuh


dan lalu menariknya.
Lo Kun kaget sekali, ia pasang kuda-kudanya, dan iapun
membetot. Tetapi ketika ia menggunakan tenaga yang besar, Lie
Sun melepas pegangannya, sambil dia mendorong. Maka tidak
ada waktu lagi, orang bermarga Lo itu terhuyung mundur, dan
hampir saja ia terjengkang roboh, beruntung ia masih dapat
mempertahankan dirinya.
Lie Sun tertawa terbahak-bahak.
“Chong-tee-liong, ilmu silat toya Siauw Lim Peh-bie-koan
ini telah kau mainkan dengan tenaga
yang cukup besar!“ katanya. “Apakah kau masih mau
meneruskan main-main denganku?“
Kaget Lo Kun itu.
“Hai, mengapa kau tahu julukanku?“ dia menanya. “Tua
bangka, kau perlu memperkenalkan diri, agar apabila kau
mampus, kau bisa memeramkan matamu!“
Orang tua itu tertawa lagi. “Kau boleh mengetahui diriku!“
katanya dengan mengejek. “Kau cuci telingamu, agar kau dengar
dengan jelas. Bunga Bwee, satu tangkai demi satu tangkai,
pedangnya bagaikan pelangi, tetapi pedangnya itu dipakai untuk
membunuh siluman dan bukan manusia setia! Kakinya menginjak
awan mengambang, berjalan ke empat penjuru lautan, dia itu si
orang tua dari gunung Hong Sam………. Maka Chong-tee-liong
sekarang tentunya kau telah mengenali aku!“
Benar-benar Lo Kun si Chong-tee-liong, Naga Gegabah,
menjadi kaget sekali. Karena ternyata ia sedang menghadapi
salah satu dari Hong San Jie-Loo yang kenamaan, salah satu dari

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 54


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

dua jago tua yang sangat lihai. Karena ini ia menjadi sangat
bingung, maju salah, tetapi mundurpun ia merasa malu…….
Melihat itu Lie Sun lalu mengejek lagi. “Apakah ilmu toya
Peh-bie-kun tidak dapat digunakan lagi?
Tanyanya, “mengapa kau sekarang terdiam?“
Chong Tee Liong menjadi malu. “Tua bangka, jangan
sombong!” ia berteriak. “Lihat toyaku!“
Segera ia maju untuk menyerang dengan pukulannya Tay
San Ap Teng (Gunung Tay San menindih kepala).
Berbarengan dengan datangnya toya itu, Bwee Hoa Sin-souw
mendengar sambaran angin diarah belakangnya. Ia menduga
adanya bokongan senjata rahasia, karenanya ia sambil berkelit, ia
menolong diri dari dua-dua serangan, toya dan senjata rahasia
bokongan itu. Tetapi ia masih sempat meneruskan menusuk
iganya Lo Kun, sehingga Chong Tee Liong menjadi terkejut dan
berusaha berkelit.
Dengan menerbitkan suara desiran angin, senjata itu
melewati Lie Sun, terus mengenai musuh yang berada di arah
sasarannya, sehingga ia itu menjerit, jeritan mana didengar juga
oleh Lo Kun, yang sedang berkelit, sehingga ia ini terkejut. Sebab
tahulah ia, bahwa ada satu kawannya yang roboh sebagai korban.
Hilanglah nafsu berkelahi dari Chong Tee Liong, ia tidak lagi
mendesak Lie Sun, sebaliknya ia melompat kepada kedua
kawannya yang terluka, untuk menyambar mereka, untuk terus
dibawanya lari.
Bwee Hoa Sin-souw tidak mengejar, ia melainkan tertawa,
habis mana ia bertindak kearah rimba, untuk menyusul Hie Nio.
Putrinya Hie Kok yang menyusul Phang Kun San dan si
pendek hanya sia-sia saja. Pohon-pohon disana begitu lebat, maka

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 55


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

itu baru saja ia berputar sedikit lama, ia sudah kehilangan jejak


dua musuh yang ia kejar itu. Ia menjadi heran, maka ia berhenti
berlari, sambil memasang mata ia berpikir. Dengan pedangnya ia
menebas kutung beberapa batang pohon yang menghalang
dihadapannya.
Tiba-tiba ia mendengar sambaran angin dari sebelah kiri. Hie
Nio mendengar ini, ia mengulurkan tangannya yang seblah kiri,
maka dengan beruntun ia dapat menangkap dua potong
thieliancie, yang diarahkan kedadanya. Ia menjadi mendongkol
sebab Phang Kun San berlaku demikian hina. Dengan gesit ia
melompat naik keatas sebuah pohon, dengan menggunakan ilmu
meringankan tubuh Coh Siang Hui (Terbang diatas rumput), ia
menuju kearah kiri itu, dimana ia menduga Kun San tengah
bersembunyi disitu.
Dugaannya nona ini tidak meleset. Sebentar kemudian ia
sudah melihat Kun San dan si pendek lagi berdiri disebuah
pohon, matanya mengawasi kejurusan dimana ia tadi berada.
Justru itu si pendek tertawa cekikikan, lalu ia membuka
mulutnya untuk memperdengarkan suara ceriwis.
Kun San girang sekali, ia berkata: “Sebentar kalau kita sudah
membekuk anak itik itu, kau pasti akan mendapatkan bagianmu!”
Hie Nio tidak dapat bersabar lagi.
“Bangsat jangan banyak omong!“ ia membentak seraya
mengayunkan tangan kirinya, sehingga
dua batang thieliancie tadi langsung menyambar kearah dua
orang itu.
Kedua-duanya Kun San dan si pendek menjadi kaget,
langsung saja berusaha untuk mengelit, tetapi yang belakangan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 56


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

agak terlambat, maka jidatnya langsung berkenalan dengan


senjata
rahasia itu, kulitnya pecah, darahnya mengalir. Ia tidak
terluka parah, tetapi ia kesakitan, sehingga ia menjerit.
Selagi kedua orang itu mengawasi si nona, Hie Nio sendiri
sudah melompat turun dari atas pohon, dengan pedangnya ia
maju menyerang si pendek, mulut kotor siapa membuat ia
menjadi sangat gusar.
Dengan goloknya si pendek ini menangkis, sesudah mana ia
membalas untuk menyerang. Iapun sangat gusar sebab si nona
menghadiahkan ia sebatang thieliancie. Dengan sengitnya ia
membacok pinggang si nona.
Hie Nio berkelit sambil melompat tinggi, sampai ia melewati
si pendek itu, sehingga dilain saat ia telah turun dibelakang si
pendek.
Ternyata si pendek itu cerdik, ia tidak menyingkir, hanya
segera ia memutar tubuh, balik kebelakang, dan tanpa membuang
waktu lagi, ia mendahului membacok dengan sebelum sempat si
nona membalikkan tubuhnya. Tetapi Hie Nio sangat gesit, ia
rupanya telah menduga kepada pikiran musuh, maka sambil
melompat kesamping ia membalikkan tubuhnya, menyusul mana
sebelah kakinya terangkat naik, melayang kelengan musuh itu,
sehingga si pendek menjadi sangat terkejut sebab tiba-tiba
lengannya terdepak, sampai goloknya terlepas dari cekalan dan
jatuh terlempar. Oleh karena itu ia berniat untuk melarikan diri.
Kembali Hie Nio memperlihatkan kegesitannya. Belum
sampai si pendek melompat, tiba-tiba tangan kirinya,
menggunakan jari tangannya, ia sudah menotok pinggangnya si
pendek, sehingga ia langsung saja merasakan seluruh tubuhnya
kesemutan, segera juga tubuhnya roboh terguling.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 57


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Phang Kun San kaget ketika ia menyaksikan kawannya


roboh dalam waktu sesingkat itu, berbarengan dengan itu iapun
sadar si nona tidak dapat dipandang enteng, saking gusarnya, ia
segera menyerang dengan pedangnya, ia menusuk muka si nona
dengan gerakannya Pek-coa Touw Sin (Ular Putih memuntahkan
bisa).
Dengan satu gerakan dari Thay Kek Kiam, ialah dengan
“Tukang perahu mengayuh dayungnya“ Hie Nio menangkis
pedang lawan itu, lalu menggunakan saat Kun San menarik
pedangnya, ia meneruskan menikam tenggorokannya.
Kun San bergerak dengan “Burung hong menganggukkan
kepala“ untuk menghindari diri dari tusukan itu, tetapi si nona
tidak mau memberi hati kepadanya, nona ini meneruskan
serangannya, sampai dua kali beruntun, dengan tipu silat
pedangnya “Memburu Rembulan mengejar angin“. Ujung pedang
yang tajam mengancam kedua iga dari orang bermarga Phang ini.
Kun San menjadi repot untuk menangkis berulang-ulang,
dalam keadaan demikian tiba-tiba tangan kiri si nona menyambar
mukanya, disusul dengan tikaman pedang ke pundaknya yang
kiri. Ia sudah berpengalaman, ia menduga tangan kiri lawan itu
hanya ancaman belaka, maka ia tunggu sampai pedang itu datang,
ia menggeser kaki kirinya ke belakang, tubuhnya turut bergerak
juga, dengan begitu dengan sendirinya tikaman itu lolos, tidak
mengenai sasarannya. Berbarengan dengan itu iapun
menggerakkan tangan kirinya, untuk memapaki lengan lawan,
untuk menggunakan ilmu kepandaiannya Tangan Besi, untuk
menggempur dan meremukkan lengan si nona.
Hie Nio cerdik, ia tahu akan mara bahaya, maka begitu
lekas ia melihat tikamannya tidak membuahkan hasil, ia
melompat menyingkir, sehingga Tangan Besi dari Kun San tidak
mencapai maksudnya, sehingga si orang bermarga Phang ini

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 58


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

menjadi mendongkol, untuk menyusuli dia melompat sambil


berseru, seraya pedangnya dipakai untuk menyerang, keatas dan
kebawah, serangannya bagaikan orang kalap.
Melihat musuhnya mengumbar kemarahannya, Hie Nio
berlaku tenang, tetapi tetap waspada dan jeli, dan dalam hal
menangkis, ia berlaku gesit sekali. Sehingga keduanya bertempur
dengan hebat sekali.
Duapuluh jurus lamanya Kun San melayani si nona, ia hanya
mendapatkan bahwa mereka adalah seimbang, dengan sendirinya
ia menjadi bingung. Masih ia mencoba dengan beberapa jurus
berbahaya lainnya, tetapi ia tetap gagal, maka pada akhirnya, ia
menyerang dengan serbuan Hong Kian Can Yap (Angin
menggulung daun rontok) pedangnya membabat kebawah.
Hie Nio berkelit kesamping. Karena serangannya dahsyat,
maka ia mengelitpun dengan gesit. Setelah ini, ia terus menggeser
kaki, untuk membawa tubuhnya kebelakang musuh ini. Gerakan
ini dilakukan dengan melompat tinggi, dengan melakukan kaki
yang sebelah untuk melayang!
Phang Kun San memutar tubuhnya dengan cepat, ia mengerti
bahwa ia akan menghadapi bahaya, akan tetapi ia kalah gesit dari
si nona, justru ia berbalik, ujung kaki si nona sudah mampir
dipundaknya, karena mana ia terhuyung tujuh delapan
tindak, sehingga ia menjadi sangat malu. Karena ini ia lalu
melarikan diri diantara pohon-pohon yang lebat.
Hi Nio tidak mengejar musuh ini, sebaliknya, ia menyambar
si pendek, yng masih berdiam tanpa berdaya, berbarengan dengan
mana Bwee Hoa Sin-souw tiba disitu. Maka bersama-sama
mereka keluar dari hutan itu.
Baru saja mereka sampai diluar rimba, mereka mendengar
suara berisik dari pertempuran, sehingga keduanya terkejut.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 59


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

BAB II
Cu Ceng Liam biasa hidup tenang dan senang, tidak pernah
ia melakukan perjalanan jauh yang meletihkan, segala apa yang
dikehendakinya, senantiasa selalu tersedia, untuk keperluan ini
dan itu, sembarang waktu ia dapat memerintahkan orang, akan
tetapi kali ini, akibat dari terembetnya ia akan masalah keluarga
Lu, ia harus mengalami perubahan hidup yang hebat, ialah ia
harus meninggalkan rumah tangga, harta milik, hingga iapun
harus berdiam didalam sebuah perahu saja, kekurangan banyak
kebutuhan. Beruntung untuknya, selama beberapa hari ini, ia
tidak kesepian, karena Hong Jiam Kong beramai dapat menemani
ia, dengan bercakap-cakap, minum arak, atau bermain catur, dan
juga merundingkan syair-syair juga. Adalah setelah sampai di
Tonglouw, dengan niatan dapat beristirahat sepanjang malam,
Hie Kok berlabuh ditempat yang sepi itu. Ia sudah menetapkan,
pada jam empat pagi, perjalanan akan dilanjutkan lagi. Tetapi ia
gagal dengan niatnya itu, ia telah keliru dalam perhitungan sepak
terjang pembesar negeri serta kaki tangannya. Ternyata orang
langsung mencurigai padanya dan mengikutinya secara diam-
diam.
Sejak siang-siang, Cu Ceng Liam telah tercatat sebagai salah
seorang yang dicurigai pemerintah, karena ia adalah sahabat
keluarga Lu, kalau tadinya terhadapnya belum diambil tindakan
sesuatu apapun, itu disebabkan ia tidak melakukan gerakan
apapun. Disamping itu pembesar negeri telah mengatur
berhubungan satu dengan lainnya, agar setiap waktu mereka bisa
memberikan masukkan, untuk melakukan pengintaian dan
penangkapan terhadap siapa saja yang dicurigai pemerintah,
untuk itu mata-mata telah dilepas di pelbagai tempat, tempat
ramai maupun sepi, dipelabuhan darat maupun air. Demikianlah
sudah terjadi, walaupun Hie Kok mengendarai perahunya secara
diam-diam, ia tidak lepas dari perhatian, sehingga tanpa

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 60


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

sepengetahuannya ia telah diintai. Ia baru curiga dan


mendapatkan kepastian sejak malam itu ia menyaksikan tanda
rahasia kawanan kuku garuda, yang kemudian disusul aksinya
Hie Nio dan Bwee Hoa Sin-souw, yang mendarat untuk melayani
musuh.
Sebenarnya Cu Yong Keng berniat melompat juga kedarat
untuk membantu Hie Nio, akan tetapi Hie Kok mencegah dia
dengan menugaskannya tetap menjaga perahu. Setelah itu Hong
Jiam Kong muncul di kepala perahu, untuk memasang mata
kearah darat.
Tempat dimana mereka berlabuh ini ada diluar kota bagian
barat. Memandang kedepan, disana terlihat sejumlah puncak
gunung yang bagaikan mengurung sungai. Didarat yaitu di tepian,
ada
tanah tinggi rata seperti tanjakan bukit. Dari situ kebaratnya,
adalah rimba, kemana tadi Hie Nio menyusul musuh, dari mana
ia keluar pula bersama Lie Sun.
Hong Jiam Kong terus mengawasi, sampai dengan
sekonyong-konyong dia menolak tubuhnya Hie Kok, siapapun
merasakan sesuatu sepertinya, maka nelayan tua memberikan
tanda dengan tangan kepada Yong Keng, sesudah mana ia
melompat naik kegubuk perahu, untuk bersembunyi sambil
mendekam. Dari sini ia bisa memasang mata dengan terlebih
leluasa.
Dari arah tanjakan lalu terdengar suitan, yang disusul dengan
terlihatnya beberapa bayangan manusia yang terpecah menjadi
dua rombongan, satu kekiri dan satu lagi kekanan. Hie Kok
sempat menghitung, jumlah mereka ada tujuh orang, dari yang
mana, tiga adalah yang kekiri itu. Nampaknya dandanan mereka
tidak sama dan gerakan tubuh mereka sangat gesit, lebih-lebih
tiga yang kekiri itu, dan yang dikepalai oleh seorang yang

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 61


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

jangkung kurus, sebagaimana ia telah dapat melihat diwaktu ia


datang terlebih dekat lagi. Diapun bersenjata sebatang Tiat-pit,
atau pit besi, yang hitam mengkilap. Itulah senjata untuk menotok
jalan darah.
Melihat senjata itu, Hie Kok menjadi heran. Itulah senjatanya
Hian Hian Toojin dari Bu Tong Pay. Belum pernah ia melihat
perguruan lain menggunakan senjata semacam itu. Karena itu ia
berpikir keras, sehingga ia ingat, benar ada seorang lain, yang
menggunakannya ialah Cian Jie Mo-ciu Goan Tay Hoa, yaitu
piauwsu kenamaan diwilayah Samsiang. Dia itu adalah orang Bu
Tong Pay, hanya sebegitu jauh ia tidak kenal padanya.
Selagi nelayan tua ini memasang matanya terus, ia
mendengar teguran Hong Jiam Kong pada orang yang bersenjata
pit besi itu: “Saudara bukankah kau adalah Cian Jie Mo-ciu Goan
Tay Hoa?”
Orang yang ditegur itu tertawa terbahak-bahak.
“Benar, benar, akulah si orang bermarga Goan.“ dia
menjawab. “Malam ini aku sengaja datang
untuk memohon pelajaran dari Tayhiap!“
Hong Jiam Kong pun tertawa dengan tawar. “Loo-piauwsu!”
berkata ia, “semua saudara kaum kangouw sangat menghormati
kau sebagai satu laki-laki, maka aku heran mengapa sekarang kau
dapat membantu rombongan kuku garuda yang lupa pada
leluhurnya? Mengapa kau sangat usilan?”
Goan Tay Hoa si Hantu Tangan Seribu (Cian Jie Mo-ciu)
menjadi gusar, tidak lagi dia tertawa,
tetapi sebaliknya, dia membentak: “Hong Lui Cu, jangan
mengoceh saja, kau lihat senjataku!”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 62


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Perkataannya ini ditutup dengan gerakan untuk melompat


keperahu, akan tetapi baru saja ia ingin mencelat, dari perahu
sendiri sudah melesat satu tubuh, yang dengan cepat mendahului
gerakannya, malah ia segera diserang. Maka untuk
menghindarkan diri dari bencana, ia harus berjumpalitan, akan
tetapi balik lagi ketempat ia berdiri tadi.
Itulah Hie Kok, yang memapaki piauwsu itu, untuk
mencegah ia naik keperahu. Setelah berdiri berhadapan, nelayan
itu mrngulangi serangannya, kali ini ia lakukan berbarengan
dengan kedua tangannya, dalam gerakannya Hoan Hui Ouw-tiap
(Kupu-kupu beterbangan) untuk menggunting iganya.
Goan Tay Hoa berkelit sambil memutar tubuhnya, begitu ia
berbalik, ia meluruskan kedua tangannya, dengan jeriji tangannya
semua ditekuk seperti sebuah gaetan, satu tangan menyambar
muka, tangan yang lain mencengkeram iga kanan.
Itulah serangan sangat cepat dan berbahaya.
Diserang secara demikian Hie Kok menekuk tubuhnya, untuk
menjatuhkan diri dengan miring, begitu lekas bahu atasnya,
sebatas pundak, mengenai tanah ia meletik bangun lagi. Karena
waktu itu, serangan lawan sudah tidak mengenai sasarannya. Dan
begitu berbangkit, ia membalas menyerang dengan tangan
kanannya.
Sambil bertindak kesamping Goan Tay Hoa menolong
pinggangnya, setelah mana ia berbarengan maju lagi, untuk
menyerang dada lawan. Ia cepat lawan gesit.
Hie Kok menangkis dengan tangan kiri, ia menyambar
lengan lawan itu untuk ditangkap dan ditekuk hingga patah. Ia
bergerak cepat bagaikan kilat berkeredepan, akan tetapi Tay Hoa
tidak kalah gesitnya, dia ini segera menarik pulang tangannya
untuk disusuli dengan tangan kiri, untuk menggempur tangan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 63


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

musuh yang hendak dipakai menangkap dan mematahkan


tangannya tadi.
Sekali lagi Hie Kok menangkis, dengan menyapok tangan
kanan piuwsu tua itu, berbareng dengan mana ia juga segera
menyerang lagi, kearah pundak, sehingga Tay Hoa harus berkelit
untuk menyelamatkan diri. Akan tetapi piauwsu ini tidak hanya
berkelit saja, begitu menggeser sebelah kaki, kaki yang lain
terangkat, dan ia ayun kearah perutnya si nelayan tua.
Kali ini Hie Kok tidak menangkis, ia juga tidak berkelit,
untuk menolong perutnya itu. Sebaliknya dengan berani ia pasang
perutnya, sehingga tendangan-tendangan kaki kanannya Tay Hoa
mengenainya dengan telak. Tetapi bukannya Tay Hoa berhasil
membuat lawannya roboh terguling, tetapi ia terbungkuk-
bungkuk sambil merintih kesakitan, adalah ia sendiri yang
melentik akibat dari sakitnya kakinya itu. Sebab ia bukannya
menendang perut lawan, tetapi ia bagaikan menendang batu
keras. Tentu saja ia kaget tidak terkira. Tahulah dia sekarang,
bahwa musuhnya ini sangat tangguh.
Satu hal lain yang membuat Tay Hoa bingung, adalah cara
bersilat musuhnya ini, yang seperti acak-acakan tidak beraturan.
Sesudah ia menjatuhkan diri dengan “Tee Tong Kun – ilmu silat
bergulingan – dia juga memainkan tipu-tipu ilmu silat dari partai-
partai Siauw Lim pay dan Bu Tong Pay. Karena dicampur aduk,
maka ia tidak dapat memastikan apakah ilmu silat itu dari cabang
Siauw Lim Pay ataukah Bu Tong Pay atau malah lainnya. Karena
itu ia merasa kesulitan untuk melayaninya.
Menghadapi musuhnya yang mempunyai ilmu silat campur
aduk itu, Tay Hoa harus berlaku waspada. Maka begitu sekali lagi
ia diserang, ia menarik kakinya untuk memutar dirinya dan
sambil memutar ia menyerang pinggang lawannya itu.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 64


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hie Kok mundur sambil menangkis, lalu begitu juga ia maju


lagi untuk balas menyerang. Ia menyerang muka dengan tipu
pukulannya Kim Liong Hian Jiauw (Naga emas memperlihatkan
cengkeramannya).
Goan Tay Hoa baru saja menyerang, maka serangan
permbalasan lawannya itu membuat ia sangat kaget.
Memang sengaja Hie Kok menggunakan ilmu silat dari
beberapa partai, tujuannya untuk mengacaukan pikiran musuh,
dengan begitu ia mendapatkan ketika untuk mencari lowongan.
Demikian kali ini, serangan pembalasannya ini sangat hebat luar
biasa. Itulah serangan yang tidak terduga-duga oleh Tay Hoa. Ia
ini mencoba berkelit sambil memundurkan kaki, akan tetapi ia
terlambat, atau dia kalah gesit, maka tanpa ampun lagi, dia kena
dihajar pundaknya, yang kanan. Karena ia berkelit, dia tidak
terpukul dengan hebat, walaupun demikian, dia tokh merasakan
cukup sakit, tubuhnya juga terhuyung, sampai ia hatus mundur
belasan tindak, baru ia dapat mempertahankan diri, sehingga
tidak sampai roboh.
Sudah empat puluh lima tahun Goan Tay Hoa malang
melintang di wilayah Samsiang, dengan mengandalkan pit
besinya dan sepasang kepalannya, belum pernah ia mengalami
kekalahan, oleh sebab itu ia merasa sial sekali, kali ini
menghadapi Hie Kok, ia kena dipercundangi. Masih lebih baik
kalau ia bertempur satu lawan satu tanpa ada orang lain yang
melihat, tetapi sekarang, ia ditonton enam kawannya, memang
benar mereka tidak selihai dirinya, tetapi ia tokh menjadi sangat
malu. Maka gusar dan mendongkol, mukanya menjadi panas, ia
menggertak giginya, segera ia menyerang lagi, diatas dan
ditengah, mencari jalan darah. Sebagai ahli totok, ia
mengetahui tujuh puluh dua jalan darah.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 65


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hie Kok memperdengarkan tertawa ejekan karena


desakannya lawan ini, yang telah menjadi pecundangnya. Ia
bergerak-gerak dengan gesit sekali, untuk menyingkirkan diri dari
setiap totokan. Masih dia bersilat dengan berbagai ragam ilmu,
masih saja ia menjatuhkan diri atau terhuyung-huyung. Maka sia-
sia saja Tay Hoa dengan berbagai percobaannya, tetapi ia tidak
mampu menowel saja tubuh lawannya yang sangat licin dan
lincah itu.
Berselang belasan jurus lagi, mendadak tahu Hoa mengubah
cara menyerangnya, bukan lagi ia menotok, ia hanya mengirim
pukulan hebat kearah batok kepala lawanny, dengan pukulannya
“Ngo Lui Hong Teng atau Lima Geledek membakar kepala“.
Ia telah mencari tempat yang lowong dan ia percaya ia akan
berhasil. Ia mengharap, dengan hajaran ini, ia dapat melakukan
pembalasan. Akan tetapi diluar persangkaannya, Hie Kok melejit
sambil berputar, tubuhnya berputar kebelakangnya. Ia menjadi
sangat gusar, iapun segera memutar tubuhnya, sambil memutar
tanpa ayal lagi, ia mengulangi serangannya yang sangat dahsyat.
Lagi-lagi Hie Kok dapat meloloskan dirinya dari ancaman
malapetaka, ialah dengan jalan menjatuhkan diri terus
bergulingan dan sambil bergulingan, ia membawa dirinya kearah
kanan dari musuhnya. Secara begini, ia telah membuyarkan
serangan lawannya itu.
Saking mendongkolnya, Tay Hoa memperdengarkan
gerutuan hebat berulang-ulang, sepasang matanya laksana kilat,
maka terus menerus ia mencari tempat lowong. Ia menunggu
sampai Hie Kok melejit kebelakangnya, ia membalikkan
tubuhnya tiba-tiba, sebelah tangannya menyambar pundak,
sebelum orang sempat membalikkan badannya. Biasanya
serangan yang demikian tidak pernah gagal.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 66


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Kembali Hie Kok menjatuhkan diri, lalu seperti tadi, setelah


pundaknya mengenai tanah, ia mencelat bangun lagi, seolah-olah
tubuhnya mempunyai kekuatan membal. Secara demikian ia
menyelamatkan dirinya. Tetapi Tay Hoa sedang murka,
justru waktu orang melompat bangun, ia
menyusuli dengan tendangan yang dinamakan “Cun Sim Kak
– Kaki menembusi Jantung”.
Serangan susulan ini sangat cepat, akan tetapi gerakan Hie
Kok jauh lebih gesit lagi. Nelayan tua itu berkelit dengan tipu
silatnya Cui To Kie Lo (Menunggang Keledai sambil Mabuk dan
merebahkan diri). Ia berkelit kesamping dan terus kebelakang
orang, lalu ia berseru: “Cian Jie Mo-ciu yang tersohor di wilayah
Samsiang, kau berdirilah dengan tetap, lihat aku si tua bangka
cilik akan melemparkan engkau ke tanjakan!...................“
Kata-kata itu belum diucapkan habis, atau tangannya si
nelayan, dua-duanya sudah menyambar, tangan kiri kepunggung,
dan tangan kanan ke pantatnya Tay Hoa, menyusul mana ia
memggunakan jurus Sun Sui Twie Ciu (Menolak Perahu
Mengikuti aliran air), begitu cepat ia kerahkan tenaganya,
bagaikan seekor ayam, tubuh besar dari Goan Tay Hoa kena
diangkat olehnya.
Hilang tenaganya jago dari Samsiang ini, ketika kedua
kakinya tidak lagi berpijak ketanah, disebelah itu, Hie Kok
berlaku sangat cepat, maka belum sempat ia berdaya upaya,
tubuhnya sudah dilemparkan sampai dua tombak lebih tingginya,
sehingga ia melayang dan terjatuh tepat ditanah tanjakan, sampai-
sampai kabur pemandangan kedua matanya dan kepalanya sangat
pusing. Beruntung untuknya ia pernah meyakinkan gwakang,
ilmu silat tenaga luar, tulang-tulang dan semua urat-uratnya
masih sanggup ia pertahankan dari kerusakan akibat bantingan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 67


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

keras itu, maka walaupun ia tidak terluka tetapi ia merasakan


sakit yang bukan main.
Dengan cepat Tay Hoa melompat bangun, mukanya menjadi
merah, saking malu dan murkanya, tanpa berkata apa-apa lagi ia
meraba pinggangnya untuk mencabut keluar pit besinya. Sambil
menggertakkan gigi, ia melompat, lalu dengan satu lompatan lagi,
ia menghampiri Hie Kok untuk menyerang. Iapun berteriak:
“Pemberontak, jangan kau lari!“. Sasarannya ialah jalan darah
Hong- bwee-hiat, disamping bawah puting dada. Siapapun yang
terkena totokan itu, paling ringan akan terbatuk-batuk tiada henti-
hentinya, dan beratnya akan muntah darah dan jatuh pingsan.
Hie Kok melihat ancaman bahaya, sambil berkelit ia
melakukan dua gerakan berbarengan, ialah tangan kiri
menangkis, untuk melindungi diri dan tangan kanannya
menyampok senjata lawannya yang istimewa itu. Secara
demikian punahlah serangan berbahaya dari Goan Tay Hoa.
Waktu itu enam kawannya piauwsu tua itupun sudah ikut
maju, untuk mengurung dan terus menyerang, karena mereka
tidak berpikir lagi untuk bertempur satu lawan satu seperti
caranya
seorang laki-laki sejati. Karena ini, si nelayan tua berkelahi
dengan ilmu silatnya Pat-kwa Yu Liong Ciang – Naga bermain di
delapan penjuru, untuk dapat bergerak dengan lincah, sehingga
tubuhnya seperti berkelebatan diantaranya tujuh senjata musuh-
musuhnya, sehingga ia mirip bagaikan seekor naga gesit.
Walaupun ia mengurung, Goan Tay Hoa merasa kurang
leluasa, karena pitnya itu meminta perhatian khusus, dengan
tubuh lawannya yang sangat lincah sulit baginya untuk mencari
sasaran.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 68


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hong Jiam Kong menonton dari kepala perahu, melihat


caranya musuh berkelahi, ia kuatir Hie Kok nanti kurang
waspada, maka itu ia meneriaki muridnya: “Yong Keng, hati-hati
kau menjaga perahu!” Setelah itu ia langsung melompat ke
daratan, terus masuk kedalam arena pertempuran. Sambil
melompattinggi diatas kepalanya tujuh musuh, seraya membentak
tujuh musuh- musuhnya, ia menyerang dengan pedangnya.
Tay Hoa beramai-ramai asik mengepung musuh, kaget
mereka mendengar bentakan itu yang disusul dengan serangan
mendadak, dalam kagetnya, mereka melompat mundur, karena
mana maka gerakan mereka dengan sendirinya menjadi lebih
lambat, justru dengan itu Hie Kok tidak menyia-nyiakan
kesempatan ini dia malah berlaku terlebih gesit lagi, maka dengan
satu sambaran, ia tangkap lengannya satu musuh, sehingga musuh
ini menjerit kesakitan, dan selagi orang menjerit, ia rampas
goloknya, untuk diteruskan dipakai membacok, sehingga tanpa
ampun lagi musuh ini roboh dan binasa.
Habis itu dengan terus menggunakan golok ini, Hie Kok
melanjuti serangannya. Dengan bersenjata, ia bagaikan harimau
yang tumbuh sayapnya. Untuk menyerang enam musuh ia
menjatuhkan dirinya ketanah untuk bergulingan untuk
merobohkan lawan pada bagian bawahnya. Cara ia bergulingan
sangat gesit membuat semua musuh-musuhnya menjadi kaget.
Segera juga Goan Tay Hoa berenam kena terdesak, sebab
lawannya itu sekarang mendapatkan bantuan dari Hong Jiam
Kong, yang tidak kurang lihainya. Tay Hoa sendiri melayani
Hong Lui Cu.
Hong Jiam Kong lalu mengetahui lihainya piauwsu tua ini,
maka ia berkelahi dengan sangat waspada melawan orang yang
bersenjata pit besi itu, yang panjangnya satu kaki delapan dim.
Begitulah ketika satu kali punggungnya ditotok, dengan gesit ia

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 69


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

memutar tubuh sambil ujung pedangnya didahulukan untuk


dipakai menikam tenggorokan orang.
Tay Hoa kaget bukan main, sambil melenggak dia
melompat mundur sampai jauhnya dua tombak. Ketika ini
dipakai olehnya untuk memandang kearah pelabuhan terus saja ia
menepuk tangan, atas mana dari belakang batu besar langsung
muncul dua orang. Ia menepuk tangan pula, lagi dua kali. Ini
rupanya adalah satu tanda untuk dua orang itu, karena mereka
segera mengayunkan tangan mereka, sehingga dua buah benda
terlihat melayang kearah perahu yang dilindungi oleh Yong
Keng.
Pemuda bermarga Cu ini kaget, tetapi ia mempunyai
kegesitan dan ketabahan hati, untuk melompat sambil menggeraki
pedangnya, untuk menangkis dua rupa barang itu, yang dapat ia
sampok hingga terpental ke tanggul dimana, setelah membentur
tanah dengan keras, benda- benda itu meledak saling susul serta
memuncratkan lidah api ke segala penjuru, cahaya apinya terlihat
pada permukaan air.
“Hebat!” seru Yong Keng dalam hatinya. Ia insaf akan
bahayanya andaikata peluru api itu
mengenai perahunya, pasti perahu itu akan terbakar…..
Maka ia lalu memasang matanya.
Kekuatiran anak muda ini ternyata terbukti. Dua orang tadi
tidak berhenti sampai disitu saja, setelah gagal serangan mereka
yang pertama, mereka mengulangi susulannya, mengulangi
dengan beruntun. Repot juga Yong Keng untuk menangkis, maka
tiga peluru mengenai juga perahunya, lalu yang satunya meledak,
apinya langsung menyambar keatap gubuk perahu, terus menyala.
Dalam kagetnya, Yong Keng masih ingat untuk mendupak
gubuk perahunya, sampai gubuk itu terangkat dan terlempar

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 70


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

tinggi, seperti bola api yang menyaladi tengah udara, akan


akhirnya jatuh ketepian sungai, justru ketempat dimana kedua
penyerang itu berada, sehingga mereka itu kelabakan. Beruntung
untuk mereka, mereka masih keburu untuk berkelit dengan
mendekam, sehingga api lewat diatas kepala mereka.
Cu Ceng Liam semuanya terjaga dari tidur mereka karena
suara yang berisik, merekapun merasakan panasnya hawa api,
sehingga mereka menjadi kaget dan berkuatir. Ayah ini lalu dapat
melihat putranya dengan pedang ditangan, sedang menjaga di
kepala perahu, sedangkan di tepian segerombolan orang sedang
bertempur dengan serunya. Ia lalu mengenali Hie Kok dan Hong
Jiam Kong, tetapi Hie Nio dan Bwee Hoa Sin-souw tidak terlihat.
Entah kemana perginya mereka, ia berpikir.
Lu Su Nio yang cerdik dan tabah, berkuatir juga hatinya,
maka itu dengan mendelong ia mengawasi kearah Yong Keng.
Goan Tay Hoa melihat anak muda diatas perahu itu. Ia
memandang enteng kepada orang yang berusia muda ini, maka ia
melompat turun, untuk berlari kearah kendaraan air, sambil
menuding dengan pit besinya, ia tertawa dan berkata: “Anak yang
baik, cepat kau serahkan pemberontak- pemberontak itu padaku,
ini akan berarti untuk pahalamu yang pertama! Kau masih begini
muda, harapanmu di kemudian hari mendatang adalah besar,
maka mengapakah kau harus ikut campur tangan dengan bangsa
pemberontak?”
“Bangsat anjing, kau pentang matamu!“ Yong Keng balik
mendamprat. “Lihat olehmu siapa ini tuan besarmu!“
Dalam murkanya dan juga untuk mencegah orang naik
keperahunya, pemuda ini langsung melompat ke daratan, begitu
ia menginjakkan kakinya ke tanah, ia mendahului untuk
menyerang.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 71


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Tay Hoa tidak berani memandang enteng begitu ia melihat


ilmu meringankan tubuh dan gerakannya si pemuda itu, ia
menunggu sampainya pedang, ia menangkis dengan keras, dari
bawah keatas, lalu dengan menggunakan kesempatan ini, ia balas
menyerang dengan totokan ke arah dadanya si pemuda iantara
kedua puting susunya.
Hebat serangan ini, tetapi Yong Keng sempat untuk berkelit.
Gagal dengan serangannya yang pertama, Tay Hoa
mengulangi dengan yang lainnya. Ia masih saja menotok.
Yong Keng berkelit, sambil berkelit ia menangkis, setelah itu
datang gilirannya untuk membalas, dengan tikaman Bian Liong
Hoan Sin (Naga Membalikan Tubuh), ujung pedangnya menuju
kearah tenggorokan.
Diserang secara demikian, Tay Hoa menjadi kerepotan.
Untuk menyelamatkan dirinya terpaksa ia menjatuhkan diri
dengan gerakan “Keledai alas bergulingan”.
Yong Keng tidak mau memberikan hati lagi, justru orang
sedang bergulingan, ia merangsek, pedangnya menikam lagi.
Tay Hoa benar-benar lihai, ia seperti sudah dapat menduga,
tidak menunggu sampainya pedang musuh, ia mendahului. Ia
menggulingkan tubuhnya untuk mendekati, membarengi mana
ujungnya pit ia menotok paha musuh yang masih muda ini.
Sambil melompat, Yong Keng menolongi dirinya. Ketika
ini digunakan oleh Tay Hoa untuk melompat bangun berdiri.
“Bocah kau benar lihai!” kata piauwsu tua ini. “Sampai
bertemu lagi!“
Segera ia melompat keatas untuk menjauhkan diri.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 72


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Yong Keng tidak berani meninggalkan perahunya oleh sebab


itu ia tidak mengejar, ia hanya berlari balik kembali melompat
keperahunya, untuk menghiburkan ayah bundanya dengan
mengatakan bahwa bahaya sudah lewat. Meskipun demikian
orang tua itu masih tetap tidak tenteram hatinya. Malah nyonya
Cu terus saja memuji dan memohon perlindungannya sang
Buddha dan Koan Im Pou-sat…………………
“Jangan takut, ibu,“ Yong Keng menghiburnya lagi. “Disini
ada anakmu dan suhu……………“
Selagi ia menghibur orang tuanya, Yong Keng memasang
matanya kedaratan, dimana kecuali
Goan Tay Hoa, kedua penyerang gelap dengan bola api
sudah melenyapkan diri.
Hanya di tanjakan, suara pertempuran masih terdengar. Yong
Keng menyesal sebab tidak dapat ia pergi kesana, untuk turut
ambil bagian. Terpaksa ia diam di kepala perahu, matanya
mengawasi saja ke darat.
Tidak lama kemudian, pemuda itu terperanjat. Mendadak
saja perahunya bergerak dan miring, terulang sampai dua kali.
“Celaka!” ia berseru dalam hatinya. Segera ia menduga pasti
ada musuh gelap, yang sudah membokong dari dalam air. Belum
sempat ia memikirkan untuk mengambil tindakan, kembali
perahunya miring, demikian hebat sehingga ia harus melompat
kedarat, kalau tidak tentulah ia akan terguling ke air. Karena ini,
ia tidak dapat menolongi ayahnya atau siapapun yang ada
didalam perahunya itu.
“Perahu karam! Perahu karam!” ia berteriak berulang-ulang,
dengan hatinya turut karam pula, sebab ia tidak berdaya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 73


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Sekonyong-konyong terlihat satu bayangan berkelebat,


belum ia melihat dengan tegas, bayangan itu sudah terjun
kedalam air dimana ia lenyap dalam sekejap, sehingga ia menjadi
melongo. Justru waktu itu Hie Nio muncul dengan Lie Sun dan
mereka segera lari kepada anak muda ini.
“Perahu kemasukan air! Perahu kemasukan air!” Yong Keng
berteriak-teriak lagi. “Tolonglah siapa yang bisa
berenang!................“
Hie Nio kaget ia lalu mengawasi permukaan air, habis mana
tanpa ayal lagi, ia menyerahkan orang tawanannya, si pendek itu,
kepada Bwee Hoa Sin-souw, habis mana ia langsung terjun keair.
Yong Keng kaget. Ia ingin mencegah si nona, tetapi ia
terlambat, maka ia hanya dapat menyaksikan tubuhnya Hie Nio
lenyap dari permukaan air. Ia sangat kuatir sebab ia tidak tahu
sampai dimana kepandaian berenang dan menyelam si nona itu,
barulah kemudian hatinya menjadi lega, setelah si nona timbul
sebentar, lalu menyelam lagi.
Lie Sun dengan sebelah tangan memegangi si pendek,
mengawasi kedarat, dimana ia melihat orang masih bertempur,
maka ia menoleh kepada Yong Keng, dan terus berkata: “Yong
Keng, jangan kita diam saja! Diair sudah ada yang ambil bagian,
mari kita menyerbu kedarat!”
Yong Keng menerima ajakan itu.
“Mari!“ ia menyambuti. “Aku pergi duluan!”
Kata-kata “duluan” itu belum selesai diucapkan dan
tubuhnya si anak muda sudah melesat, begitu ia mendekati
tempat pertempuran, ia maju terus dengan niatnya untuk terus
menyerbu, tetapi, selagi ia maju, satu bayangan melewati diatas
kepalanya, waktu ia mengawasi ia mengenali Bwee Hoa Sin-

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 74


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

souw, maka ia kagum bukan main untuk kemahiran ilmu


meringankan tubuh dari orang tua itu.
“Rupanya ia terlebih lihai daripada suhu…“ pikirnya.
Segera juga terdengar bentakan dari Lie Sun yang sudah
mulai menyerang musuh, bukan dengan senjata, bukan juga
bertangan kosong, tetapi ia menggunakan tubuhnya si pendek, si
orang tawanan itu yang ia pegangi kedua kakinya.
Kawanan penyerang itu menjadi repot, selain harus waspada
terhadap pedangnya Hong Jiam Kong, mereka sekarang harus
waspada terhadap bantuan musuh itu. Celaka adalah si pendek.
Benar ia telah ditotok, tetapi otaknya masih tetap berjalan lancar,
dia masih dapat merasakan, maka ia merasakan sakit ketika
lengannya, pundaknya dan punggungnya juga terlukai oleh
senjata kawan-kawannya itu, sampai sesaat kemudian ia pingsan,
tidak sadar akan dirinya lagi.
Dalam cuaca segelap itu, sulit untuk orang mengenali
senjatanya Bwee Hoa Sin-souw, adalah setelah si pendek
memperdengarkan suara, barulah orang sadar, tetapi waktu itu
sudah terlambat.
Lie Sun masih menyerang terus dengan senjatanya yang
istimewa itu, sampai kepalanya si pendekpun terbacok oleh
kawan-kawannya, sesudah itu ia hanya menyerang satu musuh
yang bersenjatakan golok itu. Dia ini melawan, ketika ia
menikam, ia kena menikam perutnya si pendek, sampai goloknya
terpendam diperut. Dia kaget dan hendak menarik pulang
genggamannya, guna menyingkir, tetapi selagi ia memutar
tubuhnya tahu-tahu pedangnya Yong Keng tiba, dan telah
mengenai tenggorokannya, maka dalam sekejap saja tubuhnya
roboh dan napasnya berhenti seketika.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 75


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hong Jiam Kong telah dilawan oleh Goan Tay Hoa, piauwsu
tua ini telengas ingin cepat-cepat ia merobohkan musuhnya.
Demikian ketika ia satu kali mendekam lalu terus memutarkan
tubuh, dalam gerakannya sebagai harimau mendekam dan
jumpalitan, tiba-tiba pit besinya menyambar jalan darah khie-hay-
hiat dari lawannya.
Dengan berkelit Hong Jiam Kong menggerakan pedangnya
dari bawah keatas, lau ia meneruskan pedangnya itu dipakai
untuk menyerang kepala musuhnya, untuk satu pembalasan.
Tay Hoa pun menangkis sambil berkelit dengan begitu,
kedua senjata bentrok dengan memperdengarkan suara nyaring.
Hong Lui Cu tidak berhenti sampai disitu, dengan gesitnya ia
terus menyerang lagi untuk mendahului musuh, maka dengan
mendadak saja terdengarlah jeritan kesakitan dari Goan Tay Hoa,
telinga siapa sudah terbang sebelah dengan memuncratkan darah
segar.
Tay Hoa kaget dan kesakitan. Ia kaget sebab ketika pitnya
ditangkis, bentrokan terjadi dengan sangat hebat, sampai ia
merasakan tangannya kesemutan, hampir saja pitnya terlepas,
justru itu pedang lawan memapas telinganya, maka dengan tidak
ayal lagi dengan berjumpalitan, ia melompat menjauhkan diri.
Ketika meraba telinganya, baru ia ketahui, daun telinganya
lenyap separuhnya. Untuk menahan sakit dan menghentikan
kucuran darah, cepat-cepat ia mengeluarkan obat yang ia bekal
dan sangat manjur, sebab begitu ia memberikan obat tersebut,
darah segera berhenti mengucur dan sakitnyapun berkurang.
Dalam keadaan seperti itu ia sulit untuk meneruskan
pertempuran, dengan menahan malu ia lalu angkat kaki untuk
melarikan diri. Akan tetapi kekalahan ini membuat ia
mendendam terhadap Hong Jiam Kong.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 76


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hong Lui Cu juga tidak mengejar musuhnya, sebaliknya ia


ingin cepat-cepat kembali ke perahu, untuk menengok kawan-
kawannya. Ketika ia membalikkan tubuh, mendadak ia
mendengar sambaran angin, tanda adanya senjata rahasia, senjata
rahasia mana langsung menyerangnya ketiga jurusan atas, tengah
dan bawah.
Dengan kepandaiannya yang luar biasa, Hong Jiam Kong
menyambuti senjata yang diatas dengan gigitan giginya, lalu ia
memuntahkan itu, untuk menyerang senjata yang ditengah,
sedangkan senjata yang dibawah ia memberi lewat dengan
menggeserkan kakinya. Maka semua senjata itu, ialah piauw,
tidak ada yang memperoleh hasil. Tetapi senjata yang ketiga tidak
ia memberikan lewat begitu saja, sebelum jatuh, oleh dia
ditendang sehingga terpental kearah Goan Tay Hoa, musuh itu
yang telah kembali ketika lawannya hendak pergi dan segera
membokong. Ia kaget sekali ketika piauwnya itu kembali, hampir
saja memakan tuannya, beruntung ia keburu untuk berkelit,
sehingga piauw itu lewat tepat diatas hidungnya.
“Kurang ajar!” bentak Hong Jiam Kong yang menjadi sangat
mendongkol.
Goan Tay Hoa tidak mau melawan, kembali ia melarikan
diri. Kali ini ia lari terus, disusul oleh lima kawannya, yang tidak
mempunyai kekerasan hati untuk melayani Yong Keng dan Lie
Sun.
Yong Keng sendiri tidak sudi ditinggal kabur begitu saja, ia
melompat kepada musuh yang berlari paling belakang, sambil
melompat ia menikam dengan pedangnya.
Musuh itu kalah gesit, hampir ia tidak tahu waktu
punggungnya ditikam dengan pedang, hanya dengan satu jeritan
tubuhnya roboh dan jiwanya melayang.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 77


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Goan Tay Hoa tahu bahwa kawannya binasa, ia tidak ambil


peduli dan lari terus.
Dalam mendongkolnya, Yong keng melompat untuk
mengejar. “Jangan Yong Keng!“ Hong Jiam
Kong mencegah muridnya. “Lebih baik kita menolongi orang
sendiri!”
Yong Keng menurut ia berhenti berlari.
Bertiga mereka pergi ketepian, dimana keadaan sangat sunyi,
melihat itu Yong Keng sangat kuatir.
“Hie Nio tadi terjun keair, mengapa ia belum kembali?“
katanya pemuda ini. “Jangan-jangan ayah dan ibuku sudah tidak
tertolong lagi……………“
Tiba-tiba saja pemuda ini mengalirkan air mata.
Hong Jiam Kong dan Bwee Hoa Sin-souw berdiam, mata
mereka mengawasi kemuka air, hati mereka penuh kedukaan.
Bertiga mereka mengawasi terus, sampai sekian lama,
akhirnya terlihat satu orang muncul sebatas kepala. Sebentar
saja, kepala orang itu tenggelam lagi, lalu lewat lagi sesaat, ia
terlihat lagi, kali ini terlihat pula separuh tubuhnya. Masih terlihat
muka orang itu berlumuran darah. Kemudian orang itu berseru.
Sekarang terlihat lebih tegas, ia mempunyai tubuh yang besar dan
kasar. Nampaknya ia melompat, lalu tubuhnya jatuh lagi keair
dan tenggelam, memuncratkan air kesegala penjuru.
Menyusul tenggelamnya tubuh orang itu di permukaan air
muncul satu tubuh lain, yang kecil, tetapi kedua tangannya
memegang dan mengangkat tubuh orang yang besar itu, terus dia
membentak: “Anjing, apakah kau berniat kabur kelangit? Nah
pergilah!“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 78


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Kedua tangan tubuh yang kecil itu dikerahkan keatas,


lalu tubuh orang yang dipegang itu terangkat naik dan terlepas
dan terpental kedarat, menjurus kearah Hong Jiam Kong bertiga.
Hong Lui Cu tidak menjadi kaget, sebaliknya ia ulur kedua
tangannya untuk menyambuti tubuh yang dilemparkan
kearahnya, sehingga sekarang ia dapat melihat tegas, orang itu
mandi darah mukanya sebab telinganya yang kiri terbuka
berbareng dengan terlukanya pelipisnya yang kanan, bekas
korban pedang!
Sambil meletakkan tubuh orang itu ketanah, Hong Jiam
Kong, mengarahkan tangannya kedepan hidung orang itu, dari
situ tahulah ia bahwa tubuh orang itu sudah sekian lama
ditinggalkan pergi oleh rohnya.
Yong Keng bersama Lie Sun menghampiri terlebih dekat
untuk melihat mayat yang terluka itu, tetapi hampir berbarengan
dengan itu mereka melihat satu tubuh melompat dari air kedarat.
Maka dilain saat mereka melihat Hie Nio dihadapan mereka,
dengan pakaian si nona yang basah kuyup airnya pun masih
menetes turun.
“Ah, adikku!“ seru Yong keng. “Kaukah yang membekuk dia
ini?”
Si nona menganggukkan kepala sambil tertawa. “Binatang
ini sangat sukar untuk dilayaninya,“
dia menjawab. “Tanpa pedang ini, mungkin aku gagal
melawan dia!“
“Sungguh berbahaya!“ kata Yong Keng “Dia pasti adalah
temannya Goan Tay Hoa!”
“Inilah dia binatangnya yang telah menenggelamkan perahu
kita,” kata Hie Nio, “maka itu masih

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 79


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

bagus untuknya ia hanya merasai beberapa tikaman saja!”


Mendengar itu Yong Keng gusar dan dia menghunus
pedangnya. “Jadi dialah yang membuat ayah bundaku kelelap?“
dia berteriak. “Sekalipun dia sudah mampus, aku harus
melampiaskan sakit hatiku kepadanya!“
Benar-benar Yong Keng membacok mayat itu beberapa kali,
menyusul mana ia hendak mengorek jantungnya orang tersebut.
“Sudahlah, Yong Keng,“ Hong Jiam Kong memberi nasihat.
“Kita kaum kangouw, yang bercita-cita luhur dan suci, tidak
dapat kita berlaku ganas. Sudah cukup kau bacok dia berulang-
ulang. Menurut aku, ia bukanlah penjahat utamanya, maka kita
harus berlaku murah hati.“
Guru itu menutup kata-katanya dengan mendupak mayat
yang terluka hebat itu sehingga terlempar ke sungai.
Yong Keng mengawasi dengan mata merah dan muka
guram, satu tanda masih belum lenyap kemurkaannya, maka
Bwee Hoa Sin-souw turut memberikan nasihat dan
menghiburnya.
“Ayah dan ibuku, berikut dua pelayan perempuan dan
pelayan tua yang setia, mereka semua tewas dengan perasaan
sangat kecewa,“ kata si pemuda dengan perlahan, “bersama
mereka, binasa juga Lu Su Nio. Tidakkah dengan demikian,
ludeslah sudah keluarga Lu yang harus dikasihani
itu?........................“
Kata-kata terakhir dari pemuda itu dipotong oleh Hie Nio.
“Lihat disana, kakak Yong!“ demikian
seru si nona. “Bukankah itu ayahku yang datang bersama
perahunya?

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 80


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Yong Keng segera menoleh kearah yang ditunjuk oleh si


nona, Hong Jiam Kong dan Lie Sun juga turut menoleh kearah
tersebut.
Memang sebuah perahu kecil lagi mendatangi dengan cepat,
orang yang mendayung kendaraan air itu terlihat kuat sekali dan
pandai menggunakan dayungnya.
“Benar ia Hie Kok!“ seru Hong Jiam Kong setelah perahu
terlebih dekat empat atau lima tombak.
“Ayah!“ Hie Nio pun berteriak selagi perahu laju
menghampiri mereka. Malah ia berleri ketepian, untuk
mengapungi tubuhnya dan melompat perahu itu.
Perahu laju terus tanpa tergerak, sampai Hie Kok menggapai
seraya memanggil: “Mari kalian semua, mari naik perahu!“ dia
mengajak.
Hong Jiam Kong melompat keperahu tanpa banyak omong,
perbuatannya dilakukan juga oleh Bwee Hoa Sin-souw dan Yong
Keng, tetapi pemuda itu sangat masygul melihat perahu itu tidak
mempunyai penumpang lainnya, sedangkan dia mengharap-harap
kedua orang tuanya, maka itu ia tetap berduka. Makin kuat
kepercayaannya bahwa orang tuanya sudah tidak dapat ditolong
lagi……..
BAB III
“Kemana kita sekarang hendak menuju?” pemuda itu
bertanya akhirnya. “Ayah dan Ibuku, adik
Su Nio juga tentulah sudah menjadi korban-korbannya sang
ikan…………………”
Hie Kok memandang anak muda ini, ia tertawa. “Ingat
hiantit, kepada pepatah kuno yang mengatakan, Orang Baik

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 81


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

diberkahi Tuhan,“ kata dia menghibur. “Buat apa kau terlalu


berduka? Berani aku pastikan mereka pasti belum tewas!“
Sambil berkata demikian kakinya si Nelayan ini menjejak
daratan, maka sekejap saja perahunya telah melesat ketengah,
untuk segera didayung dengan cepat.
Kendaraan air itu diarahkan ke utara. Belum ada perjalanan
setengah li, didepan mereka terlihat sebuah puncak yang seperti
menghalangi aliran sungai, maka lewat dikaki puncak itu, aur
berputar dan sangat deras. Dari situ tujuan adalah kearah barat.
Yong Keng duduk terpekur dikepala perahu, matanya
mendelong kedepan, kepada air deras itu. Ia memikirkan ayah-
bundanya, ia pikirkan juga kata-kata si nelayan tua.
“Benarkah ayah dan ibu semua masih belum mati?“
berulang-ulang ia bertanya kepada dirinya sendiri. “Lalu dimana
adanya mereka? Mungkinkah Hie Kok yang menolongi mereka?
Bagaimana cara dia menolonginya? Kita tidak pernah lihat ia
menolongi orang…………….. Apakah mungkin ia mengenal
ilmu gaib?....................”
Inilah pikiran yang membuat pemuda itu bingung.
Tidak lama, perahu itu sudah lewat mengitari puncak itu,
sehingga didepan mereka terbentang sebuah sungai kecil dengan
lebar tiga-empat tombak, airnya tenang. Kalau dikiri sungai
adalah tanah datar, dikanannya adalah tanah pegunungan, maka
dilihat diwaktu malam seperti itu, rentetan puncak gunung
bagaikan naga sedang melingkar ditepi sungai.
“Sungai kecil ini bernama Thian Bak Kee,” tiba-tiba Yong
Keng mendengar suara Hie Kok. “Sedikit lagi disebelah depan,
ada tempat untuk mendarat, dimana ada sebuah dusun kaum
nelayan. Sejak beberapa tahun yang lalu, aku mempunyai satu
sahabat didusun itu, yang hidupnya sebagai

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 82


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

nelayan juga. Sebentar sesampainya disana, kita mendarat,


kita pergi kepadanya, tetapi ingat,
kalian semua jangan membuka mulut!”
“Inilah aneh!” mengatakan Hong Jiam Kong. “Satu tamu
bertemu dengan tuan rumah, cara bagaimana ia tidak boleh
bicara? Apakah yang tersembunyi dibalik keanehan ini? Sungguh
aku tidak mengerti!”
“Itulah bukan maksudku,” Hie Kok menjelaskan. “Aku
hendak menjelaskan, kalau banyak bicara
bisa menyebabkan masalah……….”
Yong Keng juga heran bukan kepalang, tetapi ia tidak berani
bertanya nelayan tua itu, maka ia tarik lengannya Hie Nio yang
duduk disampingnya.
“Apakah sebenarnya maksud dari ayahmu itu?” tanyanya
kepada si nona ini.
Hie Nio menggelengkan kepalanya, ia melirik lalu
tersenyum. “Memang biasanya ayah berlaku aneh,“ katanya.
“Siapakah yang tahu, apa yang ia maksudkan? Lebih baik kita
tidak ambil peduli padanya!“
Tetapi mendadak saja Bwee Hoa Sin-souw tertawa. “Aku
tahu!” katanya. “Apakah itu?” tanya Hong Jiam Kong.
“Sahabatnya itu tentunya kaisar Cin Sie Hong!“
Mendengar ini semua orang tertawa.
“Dia adalah tukang tangkap ikan, bukannya Kaisar Cin Sie
Hong,“ Hie Kok bilang.
“Orang dilarang bicara, kalau dia bukan Cin Sie Hong, habis
siapa lagi?“ kata Lie Sun.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 83


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Kembali orang tertawa riuh.


Justru Hie Kok menahan perahunya dengan tiba-tiba.
“Sudah sampai!“ katanya. Lalu ia kepinggirkan
kendaraannya.
Tepian sungai disitu tidak berbatu atau bertanah, hanya
berpasir disepanjang tujuh atau delapan li. Airnyapun sangat
dangkal, perahu segera kandas.
“Mari kita mendarat!“ Hie Kok mengajak. Lalu ia
meneruskan, dengan suara perlahan: “Aku akan jalan didepan,
sebagai penunjuk jalan. Jalan disini, kita harus tidak
meninggalkan bekas-bekas tapak kaki…………“
Lie Sun semua menganggukkan kepala. Syarat itu tidak
menyulitkan mereka berlima, sebab ketiga orang tua dan kedua
orang muda itu mempunyai ilmu meringankan tubuh yang
dinamakan
“Tah soat bu Kin – Menginjak Salju tanpa bekas-bekas“.
Semua orang lalu mengikuti Hie Kok, yang menuju kearah
barat-utara.
Cepat sekali jalannya lima orang ini, bagaikan bayangan saja,
sama sekali mereka tidak menerbitkan suara apa-apa. Sebentar
saja mereka sudah melalui empat atau lima li.
Yong Keng melihat disebelah depan ada pohon-pohon
bambu, dikanannya mereka melihat sejumlah rumah, rendah dan
tinggi, tidak rata, sehingga tidak mirip seperti sebuah desa.
Hie Kok mengajak orang melintasi hutan bambu itu, dari situ
ia tidak mengambil jalan kekanan, hanya kekiri, mengikuti
sebuah jalanan kecil sekali, sehingga mereka harus memutar.
Diujung hutan itu ada sebuah tanah tinggi dimana ada banyak

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 84


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

tumbuh pohon cemara. Lewat tanjakan ini, ada tanah rendah,


disitu terlihat ada sebuah rumah dengan bertembok tanah.
Dengan jalan menurun, Hie Kok mengajak kawan-kawannya
memutari rumah bertembok tanah itu dari belakang, sampai
didepan. Disini ia memberikan tanda agar semuanya tidak
mengeluarkan suara apapun.
Yong Keng heran bukan main mengawasi sepak terjang yang
aneh dari si nelayan tua itu, tetapi karena ia tidak berani
membuka mulut, untuk meminta keterangan, terpaksa ia
membiarkan hatinya bertanya-tanya.
Hie Kok sudah menghampiri pintu, dengan empat jari
tangannya ia mengetuk pintu, sampai tiga kali.
Sebentar saja, terdengarlah suara pintu dibuka, lalu disela-
sela pintu muncul seorang tua yang tubuhnya kurus, melihat Hie
Kok, dia menggerak-gerakkan tangannya, atas mana si nelayan
ini masuk kedalam. Orang tua itu masih mengawasi keluar, baru
ia masuk kedalam sambil menutup pintu.
Yong Keng yang muda menjadi mendongkol. Ia menganggap
tuan rumah kurus kering itu terlalu agung-agungan. Hampir ia
mengumbar kemendongkolannya itu, atau segera terdengar suara
pintu dibuka lagi dan Hie Kok muncul, untuk terus menggapaikan
tangan kearah mereka. Maka dengan menahan sabar, ia ikut
kawan-kawannya menuju ke pintu, akan masuk kedalam.
Pintu itu ditutup oleh Hie Kok, ditutupnya dengan secara
hati-hati sekali. Yong Keng membuka matanya yang jeli, ia tidak
melihat si orang tua.
Hie Kok berjalan dimuka, dengan mengendap-endap, seperti
juga tidak ingin membentur sesuatu didalam rumah itu, karena ini
orang harus ikuti teladannya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 85


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Mereka melewati pekarangan dalam, sampai di belakang.


Disini Hie Kok menolak daun pintu untuk mengajak kawan-
kawannya masuk kedalam pintu itu.
Didalam, api hanya ada pada satu pelita, yang guram
cahayanya. Perabotan terdiri hanya dari sebuah meja serta
beberapa kursi serta tiga buah pembaringan. Disitu terlihat ada
beberapa jala serta beberapa tong kayu yang buruk. Pembaringan
diletakkan sembarangan, dipinggiran, rupanya seperti baru
disediakan. Diatas ketiga pembaringan itu ada orang-orang yang
sedang rebah tidur. Ketika Yong Keng sudah datang mendekati
dan melihat dengan jelas, ia terperanjat smapi-sampai ia hampir
berteriak.
Itulah ayah dan bundanya yang sedang tidur dipembaringan
sebelah timur, dan Lu Su Nio rebah bersama dua pelayan wanita
cilik. Dipembaringan yang ketiga, yang kecil, pelayan tua Hok
Seng tidur sendirian. Pakaian mereka telah ditukar. Tampaknya
mereka sedang tidur dengan nyenyak sekali.
Hie Kok memegang tangannya si pemuda ini, yang hampir
menubruk ayah dan ibunya itu, untuk menyuruh ia duduk diatas
sebuah kursi.
Hong Jiam Kong dan Bwee Hoa Sin-souw taat pada
pesannya si nelayan, mereka tidak berani bicara, dari itu mereka
heran dan masygul.
Yong Keng merasakan hatinya pepat, ia bertindak kejendela,
untuk membuka itu, tetapi segera ia tertolak mundur lima-enam
tindak oleh satu pukulan angin, hampir ia roboh terjengkang. Ia
menjadi kaget dan heran sekali. Ia melihat keluar jendela, ia tidak
melihat suatu apapun. Untuk keheranannya lebih jauh, kedua
daun jendela langsung tertutup lagi dengan sendirinya. Ia
mengulurkan lidahnya, lalu ia mendekati Hie Nio, untuk duduk
disamping nona ini.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 86


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hie Kok bertindak, kedua tangannya digeraki. Itulah tanda


untuk semua orang tetap jangan membuka mulut.
Hong Jiam Kong duduk dengan sikapnya yang agung, entah
apa yang dipikir dalam hatinya. Hebat penderitaannya Bwee Hoa
Sin-souw yang biasanya gemar berguyon, sekarang ia harus
menjadi si bisu. Untuk berbicara mereka hanya dapat
menggunakan isyarat-isyarat tangan saja.
Berselang kira-kira setengah jam, dari kejauhan terdengar
suara kentongan, yang tidak lama kemudian disusul dengan
berkokoknya ayam-ayam jago. Baru sekarang orang mengetahui
sang fajar telah tiba. Maka lagi sesaat, cuaca bakalan menjadi
terang.
Lie Sun memandang kepada Hie Kok, ia menunjuk perutnya
sendiri.
Hie Kok mengerti itulah tanda bahwa sang perut minta
untuk diisi. Ia menjawab dengan
menggoyangkan tangannya dan kepalanya. Ini tandanya
bahwa ia tidak berdaya……
Hie Nio dan Yong Keng hampir tertawa menyaksikan orang
bermain gagu-gaguan, keduanya membungkuk sambil mendekap
mulut mereka masing-masing.
Orang tidak sampai “tersiksa“ lebih jauh ketika mendadak
daun pintu tertolak dari luar dan diambang pintu segera muncul
satu bocah berumur tiga atau empat belas tahunan. Ia membawa
satu nampan bakpauw serta sebuah keranjang didalam mana ada
daging ayam, ikan dan arak, semuanya masih mengepulkan asap.
Dan semua itu lalu diatur diatas meja. Setelah menyajikan, bocah
ini menghadapi orang banyak sambil tertawa, kemudian tanpa

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 87


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

berkata apapun ia ngeloyor pergi keluar lagi sambil membawa


pergi keranjangnya yang kosong.
Bwee Hoa Sin-souw segera menghadapi Hie Kok, dia geraki
kedua tangannya, ia memperlihatkan roman yang lucu, terus ia
menghampiri meja untuk tanpa banyak kata lagi, mulai
mengambil bakpauw dan daging untuk bergantian dijejalnya
kedalam mulut.
Yang lain-lainnya pun sudah lapar, mereka menurutinya,
sehingga tidak lama kemudian habislah semua makanan itu dan
tinggal tulang-tulangnya saja.
Arak ada sepoci kecil, semua orang memberikan kepada Hie
Kok untuk dia meminumnya dengan sepuasnya. Nelayan tua ini
sedang menikmati dengan perlahan-lahan tatkala kedua matanya
mendelik, terus ia mendekam diatas tanah, untuk memasang
telinganya dan segera ia mencelat bangun, wajahnya tegang.
Kedua matanya Hong Jiam Kong langsung jelilatan, sedang
Bwee Hoa Sin-souw mengarahkan moncong mulutnya kearah
pintu, untuk memberi tanda agar semua orang memasang mata
kearah pintu itu.
Orang tidak perlu menunggu lama, maka terdengarlah
tindakan kaki kuda dilantai batu pekarangan luar, yang mana
disusul dengan suara dipentangnya pintu pekarangan, habis itu,
orang mendengar satu suara yang dalam, katanya: “Janji dari
sepuluh tahun, malam ini hendak kau wujudkan, aku si tua tidak
berani untuk tidak menerimanya! Hanya ingin aku si tua
menjelaskannya dahulu. Seumpamanya kau kalah, sejak ini kau
tidak boleh menginjakkan kakimu ke wilayah Kanglam kita ini.
Sebaliknya, kalau aku si tua yang kalah, maka aku akan
sembunyikan diri, tidak nanti aku muncul lagi didunia kangouw
untuk mengusili segala urusan………………“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 88


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Terdengarlah suara orang melompat dari kuda, orang mana


lalu tertawa berkakakan. Dia menjawab: “Aku adalah Shoasay-
houw Lo Thian Ciauw, aku adalah satu laki-laki sejati, jikalau
sekali aku bilang satu tidak nanti aku mengucapkan dua! Apa
yang kau katakan barusan, itulah kata-kata terus terang. Hanya
aku kuatir, sebelumnya terang tanah, tidak nanti kau melewatkan
sang waktu!“
Lalu terdengar suara dalam tadi: “Shoasay-houw, disini
bukan tempatnya dimana kau dapat banyak bertingkah! Aku
percaya, setelah berselang sepuluh tahun, kau pasti telah melatih
diri sehingga sempurna, maka itu, baiklah kau jangan banyak
omong lagi, silahklan kau mulai!“
Orang yang menyebutkan gelarannya itu, Shoasay-houw Si
Harimau Shoasay, memperdengarkan
suara nyaring: “Baiklah, setan penyakit paru-paru, silahkan
kau sambuti!“
Yong Keng didalam kamar mendengar dengan tegas
tindakan pesat dari kaki orang lalu tidak lama ia mendengar
seruan: “Kena!“ Rupanya Harimau dari Shoasay itu telah kena
terpukul, karena ia berteriak: “Aduh!“. Setelah itu terdengarlah
suara kaki kuda pergi, sehabis mana, kesunyian kembali seperti
tadinya.
“Ah, kiranya………………“ kata anak muda ini, yang
menjadi sangat heran. Setelah membisu sekian lama, ia seperti
lupa akan dirinya.
Belum habis orang berbicara, Hie Kok sudah menepuk
pundak pemuda itu, siapapun segera ia pelototi, sehingga Yong
Keng sadar, sehingga tenggorokannya serasa terkunci. Ia
menyesal sekali.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 89


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Siapa berbicara didalam?“ tiba-tiba ada pertanyaan dari


luar, dari suara yang dalam tadi, suara dari orang yang telah
lanjut usianya rupanya.
Yong Keng terkejut. Ia pikir: ”Sungguh lihai tuan rumah
ini………….”
Selagi si anak muda berpikir terus, ia dengar lagi suara tadi,
yang kali ini datangnya dari luar
jendela: “Hati-hati jangan bersuara! Ada orang datang!”
Yong keng mencoba mengendalikan diri, meskipun
demikian, ia berindap-indap menuju ke jendela, dengan satu jari
tangannya, ia mencoblos kertas jendela, untuk dari situ ia
mengintai keluar. Tapi diluar cucaca gelap, ia tidak melihat
apapun diluar, juga tidak bayangan manusia. Ia menjadi
bertambah heran, ia percaya tuan rumah haruslah seorang yang
luar biasa. Jadi tuan rumah ini bukannya nelayan biasa, seperti
diterangkan oleh Hie Kok…………………..
Yong Keng masih mengintai di jendela ketika kemudian ia
mendengar suara nyaring didepan pekarangan: “Orang bermarga
Chung, jangan kau bersembunyi sambil berpura-pura tuli dan
gagu! Aku Han Hui Peng, aku tahu tadi malam kau kedatangan
serombongan orang! Siapa mereka itu, pastilah kau tentu
mengerti sendiri, jikalau diantaranya ada pemburon-pemburon,
maka pastilah kau akan berurusan dengan pembesar negeri, dan
bagianmu pastilah kematian! Barusan pun kau telah menyerang
adikku Lo Thian Ciauw, sehingga ia telah terluka parah! Benar
kulit lengannya tidak pecah, dagingnya tidak terluka, tetapi
tulang-tulang lengannya itu telah remuk! Oleh sebab itu ingin aku
saksikan, apakah kau benar telah memakan jantung macan tutul
dan hatinya singa, sehingga kau berani secara terang-terangan
melukai seorang polisi! Ingin aku tanya, tahukah kau apa
sebenarnya dosa-dosamu?“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 90


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hanya sedetik saja kesunyian, lalu datanglah jawaban untuk


kata-kata itu, jawaban dari dalam pekarangan: “Ah, aku kira
siapa, kiranya yang datang adalah Han Looya yang mulia dari
kantor negara! Looya, aku si orang tua sudah lama tinggal di
hutan, hidup sebagai nelayan, selama itu, aku tidak pernah
melanggar undang-undang negara. Han Looya, engkau tadi
mengatakan bahwa kedalam rumahku telah datang serombongan
orang, bahwa diantaranya adalah buronan- buronan, mengenai
ini, aku ingin mendengarkan penjelasanmu. Andaikata kau tetap
mengatakannya demikian, aku sebaliknya ingin menyangkal!
Aku si orang tua biasanya mondar- mandir di sungai Thian Bak
Kee saja, aku sudah tidak mempunyai hubungan apapun dengan
pembesar negeri, juga tidak ada sanak familiku atau sahabat, dari
jauh maupun dekat, maka itu darimana datangnya serombongan
orang itu dan bagaimana caranya mereka dapat bersembunyi
didalam rumahku? Dalam hal ini, Han Looya hendaknya kau
mengetahuinya dengan jelas! Tentang Lo Thian Ciauw itu, aku
hendak menjelaskannya, bahwa dia itu asalnya adalah kepala dari
satu rombongan penjahat besar diwilayah Shoasay, ketika pada
sepuluh tahun yang lalu aku berdagang disana, kita pernah
bentrok satu dengan yang lain, sehingga ia menjadi dendam
terhadap aku dan menjanjikan untuk kelak sepuluh tahun
kemudian, kita berdua bertemu lagi. Hari ini adalah justru hari
yang telah kita janjikan itu, maka dia telah mendatangi aku si
orang tua. Maka sekali-kali aku tidak mengerti mengapa Han
Looya mengatakan, mengapa aku berani secara terang-terangan
membuat celaka seorang polisi…….Itu bukanlah kesalahan aku!
Apakah mungkin Lo Thian Ciauw telah mengganti kulit
bangsatnya, untuk menukar dengan jubah merah serta ikat
pinggang emas?“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 91


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Yong Keng mengenali suara itu adalah suaranya tuan rumah


yang tadi telah memberikan nasihat dari luar jendela agar mereka
waspada.
Jawaban ini membuat gusar orang di pekarangan luar itu.
“Chung Ie Long!” demikian ia membentak, “aku memang
tahu, kau adalah tua bangka yang sangat licin, akan tetapi
disamping ini, kau harus juga mengetahui bahwa Cie Gan Eng
dari Hoopak bukannya orang yang mudah untuk dibuat main-
main! Baiknya kau jangan berlagak ketolol-tololan! Sudah terang
didalam rumahmu itu kau simpan buronan-buronan, tokh kau
menggunakan kata-kata yang diberi bumbu untuk mengelabui
kami! Baiklah kau kenal gelagat, berikanlah aku kesempatan
untuk menggeledah rumahmu itu. Andaikata mereka benar
bukannya orang-orang yang dicari oleh pemerintah, bersyukurlah,
akan tetapi kalau hal itu sebaliknya, maka desamu ini jangan
harap kau akan memperoleh keselamatan!“
Rupanya orang itu menggunakan cambuk kongpiannya,
karena menyusul kata-katanya itu, terdengar hajaran keras pada
batu lantai.
Semua orang didalam kamar terkejut, ketika mendengar
orang yang diluar itu, Cie Gan Eng, Si Garuda Mata Merah,
berniat untuk melakukan penggeledahan. Teranglah sudah,
pembesar negeri sangat awas matanya, sehingga mereka dapat
terus dikuntit dan diintai. Maka mungkin sekali, walaupun
nantinya mereka akan sampai di Hong San, maka tidak terlalu
aman untuk mereka berdiam diri. Malah sekarang muncul
pertanyaan, bisa atau tidakkah mereka keluar dari wilayah
propinsi Ciatkang ini.
Kedua matanya Hie Kok lalu bermain, mengikuti otaknya
yang langsung bekerja keras. Ia memikirkan daya untuk
menyelamatkan Lu Su Nio dan keluarga Cu ini. Bukankah

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 92


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

mereka seperti sudah terkurung thian-lo tee-bong - jala langit dan


jaring bumi? Ia merasa jemu terhadap hamba- hamba negeri itu,
yang terlalu mendesak, sebaliknya, tidak terlalu penting untuk
menyingkirkan mereka, sebab roboh satu rombongan, pasti akan
datang rombongan yang lain – ya…yang lain- lainnya lagi, terus
menerus……
Cu Yong Keng gusar untuk sikap yang galak dari orang
tersebut, hampir saja ia mengumbar hawa amarahnya, akan tetapi
Hie Kok dapat memberikan tekanan kepadanya dengan
mengedipi matanya, supaya ia dapat mengatasi dirinya.
Lalu terdengar suara yang dalam didalam pekarangan, suara
dari kemendongkolan: “Aku si orang tua sebenarnya putih bersih,
aku tidak pernah menjadi penjahat, aku tidak memperdagangkan
manusia, aku tidak pernah menjadi germo gelap, aku juga tidak
membuka sarang judi, maka itu apakah kesalahan aku? Mengapa
kau berpikir untuk melakukan penggeledahan? Aku masih
menghargai engkau, tetapi jikalau aku nanti tidak berlaku
sungkan lagi, maka kau, kaki anjing, pergi kau menggelinding
jauh dari rumahku ini!”
Han Hui Peng, menjadi sangat gusar, sehingga ia
berjingkrak.
“Hai, tua bangka, kau benar-benar mencari kematianmu!“
demikian mulutnya yang jahat.
Dimana kedua orang itu sudah langsung berdiri berhadapan,
Hui Peng sudah segera mengangkat kongpiannya, untuk dipakai
mengemplang kepalanya si orang tua yang menjadi tuan rumah,
yang bernama Chung Ie Long.
Orang tua itu mengegos pundaknya kekiri sambil terus
berkelit kesamping, lalu ia menunduk, karena mana ia dapat
langsung menyerang dengan sapuannya kearah kaki.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 93


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hui Peng melompat dengan gerakannya Kan Tee Poat Ciong


(Ditanah Tandus mencabut Bawang). Ia mengapungi diri
tingginya setombak lebih, maka itu, selagi ia turun setelah lolos
dari serangan, ia dapat membalas menyerang pula. Dengan
mengerahkan tenaga, ia telah membuat kongpiannya kaku
bagaikan tombak besi. Kali ini ia mengarah ke punggung si orang
tua.
Gesit sekali tubuhnya si orang tua, ia telah berkelit sambil
melompat jauhnya setombak lebih. Tetapi Hui Peng juga berlaku
sangat cepat, begitu ia menusuk tempat kosong, begitu juga ia
melompat maju untuk menyusuli serangannya kearah pinggang
lawan. Gerakannya ini Oey Liong Hoan Sin (Naga Kuning
membalikkan tubuh).
“Bagus!” seru si orang tua, yang sangat gesit, karena dengan
satu lompatan, kembali ia meloloskan diri dari serangan hebat itu.
Tetapi ia melompat bukannya untuk menyingkir jauh, ia hanya
melompat mendekati kesamping penyerangnya. Maka belum
keburu Hui Peng menyerang lagi, tangannya yang mencekal
kongpian sudah terus dipegang dan pencet keras, sehingga ia
merasakan seluruh lengannya itu sakit, dan habis tenaganya,
senjatanya terjatuh kebatu dengan menerbitkan suara yang
nyaring.
“Pergi!“ berseru si orang tua, menyusul mana tubuhnya
siorang bermarga Han itu kena diangkat, untuk segera
dilemparkan keluar tembok pekarangan dari mana tadi dengan
nyali besar ia melompat masuk untuk menyatroni rumah orang
bermarga Chung ini.
Dipekarangan luar, jalanan dihampari oleh batu, oleh sebab
itu, ketika Han Hui Peng terlempar keluar tembok dari dalam, ia
jatuh terbanting dengan keras, hampir kepalanya pecah. Ia terluka
berdarah pada muka, sikut dan lututnya, mukanya bengkak dan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 94


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

bengap-bengap. Ketika ia dengan susah payah merayap bangun,


ia memperdengarkan ancamannya: “Awas kau, tua bangka! Aku
ingin melihat kau bisa kabur atau tidak!“
Setelah menggertakkan giginya, Hui Peng berlari pergi
kebelakang rumah dimana ia terus menepuk tangan, maka dari
tempat yang tinggi dibelakang rumah itu, muncul tiga bayangan,
yang menghampiri dia. Dengan memberikan tanda, Hui Peng
mengajak kawan-kawannya, pergi untuk menaiki tembok
pekarangan, untuk mengintai kearah dalam. Mereka telah siap
sedia dengan senjata mereka.
“Turun kamu!“ kemudian Hui Peng memerintah. “Coba
periksa!”
Tiga orang itu segera melompat turun ke pekarangan dalam
dimana mereka tidak melihat satu orang musuhpun.
“Coba periksa di belakang!” Hui Peng menitah lebih jauh, ia
sendiri berdiri diatas tembok sambil menolak pinggang.
Tiga kawan itu adalah polisi-polisi kantor tiekoan (Camat),
memang biasa mereka berlaku galak terhadap rakyat jelata, maka
itu, pekerjaan penggeledahan rumah, menangkap orang dan
merampas milik, adalah pekerjaan mereka sehari-hari. Sekarang
mereka sedang mendapatkan tugas, tidak heran kalau mereka
ganas sekali.
Dibagian belakang adalah tempat dimana Cu Ceng Liam
beramai-ramai disembunyikan, kamar itu letaknya disebelah
barat, karena disana masih ada lagi kamar disebelah timur. Kamar
barat itu sunyi dan gelap gulita. Kesini ketiga hamba polisi itu
menuju. Hui Peng mengikutinya dengan berjalan diatas tembok.
“Hai mengapa kau diam saja?“ ia menegur setelah melihat
tiga orang itu belum memasuki rumah.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 95


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Geledah rumah barat itu!”


Tiga orang itu segera mendekati kamar barat itu, lalu yang
satunya maju sampai dimuka pintu. Selagi dia ingin mengangkat
kakinya untuk mendepak daun pintu, tiba-tiba ada orang yang
membekuk ia dari belakang, pada pundaknya. Dia kaget, ia
hendak memutarkan tubuhnya, untuk membacok, tetapi orang
tersebut telah mendahuluinya dengan menotok pinggangnya,
terus ia menjadi lemas dan roboh, sambil tertawa sendiri dengan
tak henti-hentinya.
Kaget dua kawan hamba polisi itu, sehingga mereka
melengak, tetapi kemudian mereka sadar, lalu mereka berpaling,
diwaktu mana terdengar klepak-klepok, tahu-tahu mereka
merasakan gaplokan pada pipi dan telinga mereka, sehingga
mereka merasakan sangat sakit dan panas, sampai mata mereka
berkunang-kunang, kepala merekapun pusing. Didalam keadaan
begitu, mereka mendengar satu suara yang dalam: “Sahabat-
sahabat baik, didalam kamarku ini ada ditampung penuh emas,
Mutiara dan batu permata, oleh sebab itu dilarang orang
memasukinya dengan lancang! Jikalau kalian kenal kondisi, lekas
angkat kawanmu itu, jikalau kalian ayal-ayalan, kalian tahu
sendiri pasti tidak ada baiknya!‟
Hui Peng diatas tembok melihat dan mendengar semua itu, ia
kaget sehingga hatinya menciut. Bukankah barusan saja ia
menerima hajaran? Tetapi ia masih berkepala besar, maka ia
menepuk tangan sambil terus berseru: “Lekas tolong kawan!
Jangan kuatir mereka tidak akan mampu mengangkat kaki. Mari
kita pergi dahulu!“
Habis memberikan isyarat itu, tanpa memperdulikan dua
kawannya apakah mereka bisa atau tidak mengangkut yang roboh
itu, Hui Peng mendahului mengangkat kakinya dari tembok itu.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 96


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Didalam, masih terdengar tertawa ejekan dari orang yang


suaranya dalam tadi.
Dua hamba negeri itu bekerja dengan cepat, mereka juga jeri
sekali. Satu diantaranya menggendong kawan mereka yang tidak
mampu berjalan itu. Sulit untuk mereka untuk melompat tembok,
tetapi akhirnya mereka bisa juga melarikan diri.
Baru setelah itu Hie Kok beramai dapat menghela napas lega.
Cuaca telah mulai menjadi terang, semua orang duduk
dengan berdiam diri dan memeramkan mata untuk beristirahat.
Berselang setengah jam, daun pintu terdengar dibuka, lalu
seorang tua kurus kering bertindak masuk sambil berdehem. Dia
diikuti oleh seorang bocah berumur tiga atau empatbelas tahun,
yang Yong Keng kenali sebagai si bocah yang tadi malam
membawakan mereka hidangan.
Begitu si orang kurus bertindak masuk, Hie Kok adalah yang
paling dulu berbangkit menyambutnya, perbuatan ini diikuti oleh
kawan-kawannya.
Dengan wajah berseri-seri, orang tua itu duduk menghadapi
meja sambil mengundang semua tamunya untuk duduk, habis itu
ia menoleh kepada si bocah, kepada siapa ia berkata: “Siang-ji,
pergi kau menemui Thio Peehu dikampung depan, kau minta
sedikit bahan makanan, tetapi arak harus yang wangi. Cepat!“
Bocah itu, yang dipanggil Siang-ji – anak Siang – menyahuti
sambil terus lari keluar.
Yong Keng duduk dipaling bawah, sekali-sekali ia melirik
kearah orang tua ini, rambut siapa yang sudah putih begitu pula
alis, kumis dan jenggotnya, hanya dibawah alis yang ubanan ituia
mempunyai mata yang sangat tajam. Orang itu, yang kurus,
tingginya kira-kira lima kaki, meskipun ia berkulit kuning,
wajahnya sehat sekali. Maka dapatlah diduga, lwekangnya, ilmu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 97


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

tenaga dalamnya sangatlah tinggi. Hal inipun dapat


dibuktikan dengan perbuatannya tadi. Hanya sikapnya yang
ramah tamah ini berbeda sekali dengan perbuatannya tadi malam.
Hie Kok segera berbangkit untuk mengajar kenal kawan-
kawannya dengan tuan rumah ini. Katanya sambil tertawa: “Tuan
ini adalah locianpwee Chung Ie Long yang ternama dari Kanglam
atau yang kaum rimba persilatan menyebutnya Lao Peng Hoo si
Burung Hoo Penyakitan………….“
“Aha!“ Bwee Hoa Sin-souw berseru tertahan, ketika
mendengar keterangan sahabatnya itu.
“Kiranya locianpwee adalah jago tua yang pada sekitar lima
belas tahun yang silam sudah mengacau kaum Hek Kie Pang di
Kwantiong dan telah menerobos sendirian kedalam Kota
Terlarang Cie Kim Shia untuk mencuri kopiah emas bertaburan
mutiara dari dalam istana Boan! Locianpwee sungguh aku kagum
terhadapmu!“
Hong Jiam Kong pun menyambungi, katanya: “Dengan
sebenarnya nama loo-enghiong telah tersebar harum diempat
penjuru lautan, maka menyesal sekali aku, sebegitu jauh baru hari
ini dapat berjumpa denganmu! Sungguh jodoh kami amat
besar!..................“
Chung Ie Long, tuan rumah tertawa berkakakan: “Jiewie,
kata-kata kalian ini, membuat aku tidak dapat duduk tenang
pada kursiku ini!” kata dia. “Selama beberapa tahun yang aku
si tua merantau, sama sekali namaku tidak terkenal, apa yang
orang-orang sebutkan adalah nama kosong belaka, dan hal itu
membuat aku malu sendiri, maka oleh karena itu aku mohon
jiewie suka tolong untuk melindunginya agar supaya aku tidak
runtuh dimuka khalayak ramai! Dengan membantu melindungi
aku, kalian baru sahabat-sahabatku………….“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 98


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hie Kok tertawa. “Chung toako,“ katanya, “baru belasan


tahun yang lalu kau hidup menyendiri,
sekarang sifatmu sudah begini rupa berubahnya, sungguh kau
adalah satu kuncu sejati!“
Chung Ie Long mengusap-usap kumis jenggotnya mendengar
orang memujinya sebagai kuncu (budiman), iapun berkata:
“Laotee, usiamu telah lanjut, kau juga telah berubah perangainya!
Baiklah kau ketahui, laotee, beberapa anjing yang barusan saja
mengacau disini, andaikan itu terjadi pada beberapa tahun yang
lalu pasti sekali aku telah membuat habis mereka semuanya!“
Hie Kok tertawa lagi. Lalu ia berpaling kepada Yong Keng.
“Hiantit, kemari!” katanya. “Kau cepat jalankan kehormatan
besar terhadap locianpwee ini, karena dialah tuan penolong yang
telah menolong ayah bundamu itu!“
Mendengar ini Yong Keng tidak berani berayal lagi, segera
ia berbangkit, dan menghampiri tuan rumah didepan siapa ia
tekuk lututnya, untuk menyoja (paykui) sampai empat kali.
“Locianpwee, budimu yang sangat besar ini, tidak nanti akau
akan melupakannya,“ kata dia. Lagi
sekali ia paykui.
Chung Ie Long berbangkit, kedua tangannya diulur, untuk
dipakai mencekal bajunya si anak muda, atas mana Yong Keng
segera merasakan tubuhnya terangkat perlahan-lahan, sehingga ia
menjadi terperanjat berbareng kagum. Inilah bukti karena
lihainya si orang tua, yang pandai ilmu Kip cui kie cu
(Menghisap air, mengambil mutiara). Tanpa latihan dua-
tigapuluh tahun, tidak nanti orang mendapatkan kepandaian
semahir ini. “Sungguh lihai, sungguh lihai!” katanya dalam hati.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 99


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Si orang tua itu sendiri tertawa. “Cu Kongcu, tidak sanggup


aku si orang tua mendapatkan kehormatan sebesar ini,“ katanya.
“Adalah tugas kami kaum kangouw untuk menolong orang-
orang yang mendapatkan kesukaran. Lagi pula, dalam menolongi
ayah-bundamu ini, kejadiannya adalah kebetulan saja, oleh sebab
itu tak usahlah kau membuat jadi pikiran!“
Yong Keng menghaturkan terimakasih lagi, baru ia kembali
kekursinya.
Sebentar kemudian, pintu terpentang, lalu muncul si bocah
tadi, yang tangannya menenteng sebuah keranjang besar, didalam
mana terdapat barang makanan, seperti belasan phia, semangkuk
ikan, semangkuk daging segar, sepiring daging kering, juga
seguci arak. Bocah itu lalu menyajikan semuanya ini diatas meja,
untuk mana ia juga segera menyiapkan sumpit dan cawan
araknya.
Habis itu, bocah ini mendekati Chung Ie Long, di telinga
siapa ia berbisik, sehingga wajahnya si orang tua itu berubah,
melihat mana semua orang terkejut. Setelah berbisik, bocah itu
memandangi semua tamunya, tetapi ia tetap bungkam.
Dimatanya Yong Keng, bocah itu berparas tampan, terutama
di kedua alisnya, masing-masing ada tai lalatnya yang merah,
yang menambah ketampanan wajahnya. Walaupun ia bertubuh
kecil, bocah itu tampaknya sehat sekali. Kulitnya yang putih
kemerah-merahan menandakan itu adalah korba paparan sinar
matahari, maklumlah dia adalah bocah nelayan.
Selagi Yong Keng mengawasi bocah itu, si orang tua telah
berkata: “Siang-ji, pergi kau keluar untuk melihatnya, sebentar
kau kembali lagi dan beritahukan aku.“
Bocah itu menyahut: “Ya“, sambil ia mengankat kakinya
untuk berlalu.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 100


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Eh tunggu dulu,“ siorang tua mencegah. “Kau masih belum


memberikan hormat kepada semua
pamanmu disini!“
Bocah itu lalu kembali kepada si orang tua.
Ie Long mengusap-usap kepalanya bocah ini, ia memandang
kepada orang banyak. “Aku si tua sembrono sekali,” katanya
sambil tersenyum, “sudah setengah harian, masih saja aku belum
memperkenalkan bocah cilik ini!”
“Dia adalah satu anak yang baik sekali,” bilang Hong Jiam
Kong. “Pernah apakah kau dengannya,
loo-enghiong?“
“Dia adalah Ho Siang, muridku,” sahut tuan rumah,
menerangkan. “Dia biasanya nakal tetapi sekarang dihadapan
saudara-saudara, dia berpura-pura sangat alim!” Ia tertawa. Lalu
ia memperkenalkan semua tamunya kepada muridnya itu, yang
sehabis itu lalu lari keluar.
“Ada jodoh, maka kita dapat bertemu hari ini,” kata tuan
rumah kemudian.” Silahkan keringkan cawan ini!”
Orang-orang menyambut ajakan itu, semuanya lalu
menenggak araknya.
Setelah tiga kali edaran, Chung Ie Long berkata kepada
sekalian tamunya: “Loosu beramai, ada satu hal yang ingin aku
memberitahukannya. Ketika saudara Hie Kok mengajak kalian
datang kesini, telah aku pesan kepadanya agar dia jangan
memperlihatkan diri kepada umum, bahwa baik ditengah jalan
maupun didalam rumah, paling baik juga jangan berbicara
samasekali. Pesanku itu adalah untuk kebaikannya Cu
Loosianseng. Tetapi tokh telah datang beberapa hamba negara
itu, rupanya kalian telah tidak lolos dari incaran mereka…….”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 101


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Ya, aku ingat sekarang,” kata Hie Kok selagi tuan rumah
berhenti sebentar. “Ketika perahu kami mendekati kemari,
ditengah jalan kami telah bicara-bicara sambil tertawa, rupanya
suara kami inilah yang telah menerbitkan onar ini.“
“Jikalau begitu, benarlah dugaanku,“ Ie Long menambahkan.
“Tempat kami ini, See Cu-pa namanya, biasanya tidak pernah
menarik perhatiannya pembesar negeri, sedangkan belasan rumah
penduduk sini, semua penghuninya biasanya menghargai aku si
orang tua, jadi tidak ada alasan untuk mereka menjadi mata-mata
negara. Ketika tadi muridku pergi mencari barang hidangan, dia
telah melihat seorang asing muncul diantara pohon-pohon lebat,
maka itu baru saja aku perintahkan dia pergi untuk memasang
mata. Kalau sebentar lagi dia kembali, kita akan mendapatkan
keterangan.“
“Chung Toako,“ memotong Hie Kok, “dengan kepandaian
yang kau miliki, mustahillah kau jeri
terhadap segala anjing itu!“
“Soalnya bukan demikian saudaraku!“ Ie Long tertawa.
“Peribahasa umum toh berkata, semut yang banyak dapat
membinasakan seekor gajah. Demikian halnya kamu ini.
Sekarang kau telah melewatkan satu pintu kota, tetapi didepan
penjagaan masih berlapis-lapis, disana pasti sekali ada musuh-
musuh yang lihai. Bicara sebenarnya aku sangat berkuatir
untukmu………….“
“Pandanganmu benar, Chung Loo-enghiong, cocok kata-
katamu,“ bilang Bwee Hoa Sin-souw.
“Telah aku dengar halnya banyak pahlawan istana yang
menuju ke Selatan, diantara mereka tentulah tidak sedikit yang
lihai, maka itu kalau kita hanya mengandalkan tenaga kita saja,
dalam hal mengantarkan Cu Loosianseng, benar-benar

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 102


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

gelombang dan angin topan adalah terlalu hebat untuk kita.


Sesungguhnya sangat berbahaya untuk kita untuk dapat
meloloskan diri.“
Kedua mata tuan rumah berputar, ia menunduk untuk
berpikir.
“Maka aku usul, kita perlu menggunakan tipu daya “mencuri
naga, memutar burung hong”,“ katanya, yang terus mengawasi
Lie Sun. “Lie Loosu, bolehkah kau untuk sementara
menggantikan Cu Loosianseng?”
Bwee Hia Sin-souw dapat menduga maksudnya tuan rumah
itu, ia menganggukkan kepalanya.
“Bagaimana kalau kita berangkat sekarang?” Hong Jiam
Kong bertanya. Chung Ie Long menggoyangkan tangan.
“Hari ini tidak dapat” dia menjawab.
Justru pada waktu itu Ho Siang berlari masuk.
“Suhu diluar ada seorang bermuka merah yang meminta
untuk bertemu denganmu,“ ia memberi
tahu.
Dengan wajahnya yang guram, Ie Long bangkit berdiri, terus
ia bertindak keluar dengan muridnya mendahului dia. Ketika ia
sampai diambang pintu ia berhenti, terus ia menoleh, dan
memberikan pesan: “Aku pergi untuk segera kembali. Aku minta
agar, apapun yang terjadi saudara-saudara jangan sembarangan
bertindak!”
Tanpa menunggu jawaban tuan rumah itu menghilang dibalik
pintu. Hie Nio segera bangkit, dan berlari kepintu untuk
mengunci pintu itu. Dengan terpaksa semua orang duduk berdiam
didalam kamar.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 103


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Cu Ceng Liam telah sadar dari tidurnya, tetapi ia tidak dapat


membuka mulut. Hie Kok sudah
langsung memberi tanda agar orang tidak bicara.
Kamar menjadi sunyi, hanya setiap orang berpikir keras.
Mereka menduga-duga, siapa itu yang mencari Ie Long.
Sementara itu tuan rumah sendiri sudah sampai diluar.
Dimuka pekarangan yang beralaskan batu, berdiri seseorang yang
tingginya sekitar enam kaki mukanya merah, sepasang alisnya
yang tebal menutupi matanya yang juling. Dia mempunyai
hidung yang besar dan bermulut lebar, tulang-tulang pipinya pada
meninggi. Maka secara keseluruhan ia tampak bengis. Bajunya
dari bahan kembang-kembang, pada kakinya ia memakai sepatu
ringan. Dikedua tangannya ia mencekal masing-masing sebuah
peluru besi, yang sedang ia mainkan dengan mengapung- apungi,
keatas dan kebawah, kekiri dan kanan, gerakannya sangat cepat.
Ie Long melihat orang bersikap agung-agungan, terang itu
adalah sikap untuk beraksi belaka, meskipun sebenarnya,
permaianan peluru besi itu adalah permainan biasa saja. Karena
ini ia memperdengarkan suara tawar.
Orang itu segera menghentikan permainan pelurunya, dengan
membuka mata lebar-lebar, ia mengawasi tuan rumah, habis
mana ia tertawa terbahak-bahak. Diapun segera berkata dengan
suaranya yang serak: “He, tua bangka, mengapa kau
tertawa? Lekas kau panggil siorang
bermarga Chung keluar untuk menemui aku!“
Mendongkol Ie Long melihat sikaporang dan kata-katanya,
akan tetapi ia masih dapat mengendalikan dirinya.
“Semua penghuni rumah ini memakai marga Chung,” jawab
ia dengan tawar.“tak tahu aku, tuan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 104


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

cari orang marga Chung yang mana?“


Orang itu memainkan matanya yang juling, alisnyapun
bergerak-gerak. Nyata ia tidak sabaran.
“Apakah diantara kalian ada yang bernama Chung Ie Long?”
tanya dia dengan jumawa.” Nah suruhlah dia itu yang keluar!”
Dengan sikapnya yang tenang, Ie Long menyahuti: “Itulah
aku si orang tua. Ada urusan apa tuan
mencari aku?”
Orang itu tidak segera menjawab, dia hanya mengawasi.
Kemudian ia tertawa berkakakan.
“Hai, aku sangka ada mahluk dengan tiga kepala dan enam
tangan, rupanya hanya satu hantu penyakit paru-paru yang tinggal
kulit membungkus tulang!” katanya dengan ejekan. “Dasar aku si
Siauw Tiu Ong, sangat sial, bolehnya aku keliru mencari alamat!”
Mendengar orang memperkenalkan diri sebagai Siauw Tiu
Ong, yaitu kaisar Tiu Kecil, Ie Long tercekat juga hatinya. Ia
ingat, salah satu dari Ciong Lam Sam Hiong adalah orang yang
bergelar ini. Ciong Lam Sam Hiong adalah Tiga Jago dari Ciong
Lam. Maka mungkinkah tiga jago itu telah datang kedaerahnya
ini? Pantas orang ini sangat jumawa dan galak.
Tuan rumah ini melirik tamu yang diundang itu, ia tertawa
pula dengan tawar.
“Oleh karena aku si orang tua kurang makan, maka jadilah
aku begini kurus,“ ia menjawab dengan sengaja. “Tidak ada
sebab tidak ada alasan, tuan, kau tertawai tulang-tulangku yang
tua ini, apakah maksudmu?”
Orang itu tertawa lagi tergelak-gelak.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 105


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Tidak ada maksudku,“ jawabnya. “Aku Siauw Tiu Ong Gui


Eng, tanganku biasanya keras dan kuat, maka orang semacam
kau, yang tua dan kurus pula, yang pasti akan tertiup roboh oleh
angin yang sedikit keras apabila menyambarnya. Mana dapat kau
mempertahankan diri dari remasan sepuluh jari-jariku yang
bagaikan besi ini? Aneh andaikata tidak dapat aku memencet kau
hingga menjadi remuk, hancur lebur bagaikan tepung!”
Kata-kata jumawa ini disusuli dengan tertawa besar dan
lama, lalu ia menyatukan kedua peluru besinya, dia genggam itu
dengan kedua tangannya, setelah memencet beberapa kali,
gepenglah kedua peluru itu, nempel menjadi satu, sehingga dapat
ia membuat budar pula, untuk dibuat main seperti tadi. Malah
satu kali ia melempar keatas sampai belasan tombak, diwaktu
turunnya, ia memapaki dengan kedua jari tangannya, untuk
dipencet lagi sehingga gepeng seperti kue.
Dengan parasnya yang sangat bangga itu, Siauw Tiu Ong
mengulangi beberapa kali pertunjukannya ini. Tetapi itu saja
belum cukup. Ia pencet pula besi itu, ia Tarik dan ia pulung
sehingga menjadi seperti sepotong besi dua tiga dim panjangnya,
lalu ditekuk lagi agar menjadi bulat bagaikan gelang untuk
dilempar-lemparkan keudara. Akhirnya ia patahkan gelang itu, ia
pulung-pulung dengan kedua tangannya masing-masing, sampai
besi menjadi peluru seperti asalnya.
“Diluaran orang menyebut kau sebagai Tay-hiap, satu
pendekar, semua orang memuji ilmu silatmu,” kata dia pula, tetap
dengan suaranya yang menghina, “sekarang coba kau uji
tenagamu dengan dua peluru ini!”
Tidak menunggu sampai suaranya berhenti, Gui Eng sudah
melempar sebuah pelurunya itu kepada tuan rumahnya.
Chung Ie Long tertawa dingin. Ia tidak berkelit, ia hanya
mengangkat tangan kanannya, dibawa kedepan jidatnya, telapak

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 106


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

tangan menghadap keluar, kelima jarinya di buka, maka waktu


peluru sampai, ia lalu menangkapnya. Peluru itu seperti tersedot
oleh besi sembrani.
“Siauw Tiu Ong, bagaimana penglihatanmu?” dia tanya
sambil tertawa. Ia tidak bertanya lainnya,
lalu ia menggunakan tenaganya, maka peluru itu kena
tergenggam remuk.
Diam-diam Gui Eng bergidik. Itulah yang tidak ia sangka
dari pihak lawannya ini. Orang ternyata tidak kalah lihainya
daripada dia sendiri. Karena ini ia mengawasi dengan mata
julingnya kearah orang tua ini.
“Aku tidak berkepala tiga dan bertangan enam, untuk apa
kau menonton aku?“ tanya Ie Long
dengan ejekannya.
Gui Eng menjadi gusar.
“Tua bangka, jangan banyak tingkah!“ dia mendamprat.
“Dibelakang ini masih banyak yang akan kau saksikan!
Tunggulah sampai tibanya saudara-saudaraku, pasti aku akan
membekuk engkau untuk dibawa ke Pakkhia dimana nanti kau
disana akan merasakan hukuman picis!“
Ie Long memainkan kumis dan jenggotnya yang sudah
ubanan,
“AKu Chung Ie Long telah setua ini, seumurku belum pernah
aku berselisih dengan sesama orang!“ dia berkata sambil
tersenyum. “Begitupun dengan kau, laoko, aku tidak bermusuhan,
maka mengapa kau hendak memaksa aku? Mungkinkah satu
rakyat jelata yang mentaati undang- undang negara, yang
menginginkan hidup damai sampai dihari tuanya, masih tidak
diijinkan oleh undang-undang?“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 107


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Gui Eng tertawa sinis.


“Orang tua bermarga Chung,“ ia berkata, “aku lihat ilmu silat
kau sangat sempurna, tidak ingin aku merusak hari depanmu,
maka itu, ayo kau serahkan buronan-buronan itu kepadaku, agar
kami bisa segera pulang kekotaraja. Waktu itu aku pasti akan
memujikan engkau agar kau dpat diangkat menjadi pengawal
istana. Kalau itu sampai terjadi, kau pasti akan memakai seragam
merah dan mengenakan ikat pinggang bersulam. Alangkah
menterengnya!“
Tapi Ie Long membentak. “Orang bermarga Gui, lebih baik
kau jangan mengaco-belo! Aku si orang bermarga Chung, tidak
nanti aku melakukan perbuatan yang memalukan leluhur itu!“
Tidak usah dilukiskan lagi betapa murkanya si Tiu Ong Kecil
itu, ia melompat kebawah payon rumah dimana ada sebuah
lumpang batu, yang beratnya kira-kira empat ratus kati, ia
menyambar dan mengangkat itu, dan melemparkan kearah tuan
rumah.
Chung Ie Long melihat datangnya serangan, ia
memperkeraskan leher, ia memajukan tubuhnya, untuk
membuang diri, sehingga setelah mengenai tanah, kepalanya jadi
berada dibawah, kakinya diatas, sikapnya bagaikan capung, lalu
dengan gesit, dengan kedua kakinya, ia menangkap
lumpang batu itu untuk dibalik pulang pergi. Dari kaki
lumpang itu dipindahkan ketangan, terus ia melemparkan kearah
Ho Siang sambil memberi perintah: “Siang-ji, lumpang itu alat
untuk kita membuat tepung, pergi kau bawa kedalam!“
Ho Siang menyambuti lumpang yang dilemparkan
kepadanya, ia seperti tidak menggunakan tenaga, terus saja ia
membawa lari masuk kedalam.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 108


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Gui Eng terperanjat. Tidak ia sangka ada seorang bocah


demikian kuat. Tetapi dasar salah satu Ciong Lam Sam Hiong, ia
masih percaya kepada ketangguhannya sendiri. Disebelah
kekuatan tangannya itu, ia juga mempunyai ilmu Hek-see-ciu
atau Tangan Pasir Hitam, ia juga bertubuh keras dan a lot, tidak
mempan senjata, berkat keyakinannya ilmu kebal Kim-ciong-tah.
Oleh sebab itu, ia menjadi jumawa dan galak. Telah banyak orang
yang roboh ditangannya.
“Tua bangka, jangan banyak lagak!” dia membentak. “Mari
rasakan Tangan Besi aku!“
Kata-kata itu disusul dengan satu lompatan untuk menyerang
dengan kedua tangan terbuka. Sebab itulah, dia yang menamakan
pukulan tangan besi, sepuluh jarinya menyambar kejalan darah
didaerah dada.
Chung Ie Long tidak gentar menghadapi serangan itu, yang
sebenarnya hebat sekali. Ia menggeraki kedua tangannya, untuk
membuka sepasang tangan lawan.
Gui Eng tidak menggubris tangkisan itu, sebab selagi orang
menghalau kedua tangannya, sebelah kakinya telah terangkat
naik, untuk dipakai menendang kebawah perut, keanggota
rahasia musuhnya. Jadi tangannya itu hanyalah umpan belaka.
Tuan rumah itu jeli matanya dan gesit gerak-geriknya. Ia
sudah mengetahui yang hendak dicurangi musuhnya dengan
tendangan. Maka itu sebelah tangannya, dari atas segera
diturunkan kebawah, untuk menangkap kaki orang, habis mana ia
mengangkat pula tangannya sehingga terangkatlah tubuh besar
dan berat dari musuhnya, yang terus saja ia lemparkan setinggi
dua tombak!
Meskipun ia telah dilempar, Siauw Tiu Ong tidak menjadi
ketakutan, karena diwaktu ia jatuh, ia dapat menguasai tubuhnya

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 109


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

sehingga ia jatuh dengan tubuh berdiri. Adalah setelah itu dengan


mendongkol, ia mengawasi musuhnya dengan mata julingnya itu.
Terus saja ia tertawa dingin.
“Sungguh lihai!“ katanya. “Benarlah namamu bukan kosong
belaka!“
Habis mengucap demikian, orang ini membungkuk, dengan
kelima jari tangannya, ia menekan batu, sehingga disitu ia
meninggalkan tapak jari tangannya itu. Lalu ia tertawa lgi, secara
aneh.
“Inilah tanda dari aku siorang bermarga Gui!“ katanya.“Kali
ini aku kalah sejurus, akan tetapi aku
masih belum roboh! Maka itu kau tunggu saja!“
Dimulut, Siauw Tiu Ong mengancam orang untuk
menunggu, tetapi tubuhnya ia putar dan terus saja bertindak
pergi, tanpa menoleh lagi.
Baru jalan mendekati pohon-pohon cemara, mendadak Gui
Eng mendengar sambaran angin dari sampingnya. Ia gesit, segera
saja ia melompat berkelit. Diwaktu ia berpaling, ia melihat
sebuah pohon cemara roboh kearahnya, baru sekarang ia kaget
dan jeri. Ia menoleh kesekitarnya.
Tidak jauh di batu tanjakan, sambil mengusap-usap
kumisnya, terlihat Chung Ie Long sedang berdiri dengan wajah
berseri-seri, disampingnya berdiri satu bocah, yang sedang
tertawa terpingkal-pingkal, sampai ia terbungkuk-bungkuk.
Gui Eng tahu, bahwa orang sedang mempermainkannya,
berbarengan dengan kaget iapun mendongkol, maka itu ia segera
merogoh kantungnya, menarik keluar dua potong golok Liu-yap-
too, yang langsung saja ia timpuki kearah Ie Long dan muridnya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 110


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Dua-dua guru dan murid itu berlaku waspada dan gesit, hebat
juga tangan mereka, karena sewaktu golok datang, mereka
masing-masing menangkapi sebatang setelah mana, dengan tidak
menyia-nyiakan waktu lagi mereka menimpuk balik kepada
penyerang mereka.
Siauw Tiu Ong tidak mengira musuhnya dapat menangkap
goloknya itu, oleh sebab itu setelah menyerang ia memutar
tubuhnya, untuk meneruskan kaburnya, ia baru kaget ketika ia
mendengar ada sambaran angin dibelakangnya. Tetapi sudah
terlambat, tahu-tahu kedua goloknya itu sudah menyambar
belakang pundaknya. Beruntung ia mempunyai ilmu kebal, golok
itu tidak mempan, tidak membuat lecet juga, hanya terkena dan
langsung jatuh. Maka ia lalu memungut goloknya itu untuk terus
dibawa pergi.
Ho Siang mendelong mengawasi orang menghilang diantara
pepohonan.
“Mengapa ia dibiarkan pergi begitu saja, suhu?“ dia tanya
gurunya.
“Tidak ada gunanya untuk mencelakai orang,” jawab sang
guru dengan sabar. “Manusia itu sangat galak dan jumawa,
dibelakang hari harus ada satu orang yang bakal memberikan
pelajaran kepadanya. Mungkin sekali bakal terjadi lagi sesuatu,
oleh sebab itu baiklah kau waspada dan siap sedia!“
Setelah mengucap demikian, jago tua ini menuntun muridnya
pulang.
Hie Kok dan yang lainnya tetap menantikan didalam rumah,
tidak peduli hati mereka bekerja, mereka tokh harus menyabarkan
diri, untuk menanti terus. Mereka dengan dan lihat begitu cepat
pintu dibuka dan Chung Ie Long bertindak masuk bersama
muridnya, dengan si murid tertawa- tawa.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 111


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Melihat Ie Long, Ceng Liam segera bangkit, untuk


memberikan hormatnya seraya menghaturkan terimakasih.
Tuan rumah itu membalas hormat.
“Cu Loosianseng, kesegaran kau masih belum pulih, silahkan
kau beristirahat lagi,“ katanya tuan
rumah ini.
“Sekarang aku sudah merasa sehat betul,“ Ceng Liam bilang.
“Kemarin ini benar aku letih sekali, tetapi sehabis memakan pil
yang kau berikan dan dapat tidur, aku mendapatkan balik
kesehatan aku.“
“Kalau begitu, tentulah Loosianseng telah merasa lapar,” Ie
Long berkata sambil tertawa. “Hanya sekarang loosianseng masih
belum boleh makan daging dan meminum arak, oleh sebab itu
biarlah Siang-ji nanti menyediakan bubur saja.”
Ceng Liam mengucapkan terimakasih.
“Membuat berabe saja!” katanya, yang terus duduk pula.
Lu Su Nio pun turun dari pembaringannya, untuk memberi
hormat kepada tuan penolongnya itu, sambil menghaturkan
terimakasih.
Setelah semuanya sudah duduk lagi, Ie Long menuturkan
bagaimana barusan ia bertanding melawan Siauw Tiu Ong Gui
Eng.
“Bicara tentang binatang Siauw Tiu Ong itu, dulu ketika
lewat digunung Ciong Lam San, aku pernah bertemu dengannya,“
kata Hong Jiam Kong. “Waktu itu adalah saatnya Ciong Lam
Sam Hiong malang melintang. Aku sampai pada kaki gunung
sesudah sore, disebabkan tidak mendapatkan tempat untuk
bermalam, terpaksa aku memilih tempat di cabang pohon. Justru

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 112


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

ada tiga buah kereta mendatangi, lewat didepan gunung,


pengiringnya adalah satu piauwsu. Ketiga kereta berhenti dengan
tiba-tiba sewaktu terdengar suaranya panah nyaring. Dari tempat
yang lebat, segera muncul satu orang, yang tidak membekal
senjata, tetapi dengan galak ia berseru: “Disini Siauw Tiu Ong!
Kereta piauw harus ditunda disini, baru kalian boleh lewat!
Mulanya piauwsu itu kaget, habis itu mereka jadi bertempur.
Dengan satu tendangan golok si Piauwsu kena dibuat terlempar.
Piauwsu itu tetap melawan, dengan tangan kosong. Segera ia
kena didesak. Hebat ialah sewaktu mata kirinya kena diserang,
dia menjerit dan bermandikan darah, terpaksa ia ingin kabur.
Dengan tertawa terbahak-bahak, Siauw Tiu Ong meneriaki orang-
orangnya, akan menolak pergi ketiga kereta itu masuk kedalam
rimba. Aku ada mempunyai urusan sendiri, tidak mau aku turut
ikut campur urusan piauwsu itu, selain itu aku berpikir, dia hanya
terluka sebelah matanya, normal kalau orang bertempur. Dia
menyingkir sampai didekat pohon dimana aku beristirahat, dia
rebah disitu. Aku menyangka ia terluka parah, aku datang
menghampirinya. Untuk kagetku, ternyata nyawanya telah putus,
bukan hanya matanya saja yang terluka, kepalanyapun pecah.
Ternyata ia telah terkena pukulan Hek-see-ciang dari Siauw Tiu
Ong yang ganas itu.“
“Dia ganas sekali, apabila kita bertemu dengannya, kita harus
waspada,“ pesan Bwee Hoa Sin- souw.
“Barusan ia roboh, pasti ia mendendam hati,” kata Ie Long.
“Oleh sebab itu saudara-saudara, kalian harus berhati-hati.“
“Baru satu malam kita tiba disini, pihak sana sudah datang
saling susul!” Hie Kok turut bicara, “maka aku pikir, bukanlah
suatu daya apabila kita main sembunyi-sembunyi saja. Akupun
menduga Siauw Tiu Ong pasti akan datang lagi dengan jumlah

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 113


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

orang yang lebih besar lagi, oleh sebab itu, sudah selayaknya kita
harus menghadapinya.”
“Itupun benar,” kata Ie Long setelah ia berpikir sejenak.
“Hanya, kalau ia datang berdua atau bertiga, lebih baik kalian
tetap tidak memperlihatkan diri.“
“Tetapi anjing yang sakit jiwa itu dapat berbuat segala hal!“
menjelaskan Hong Jiam Kong. “Aku kuatir ia akan menggunakan
api! Apabila itu sampai terjadi, walaupun kita menghendakinya,
tidak dapat kita main sembunyi terlebih lama lagi…………..“
“Baiklah kita memecahkan diri,“ Hie Kok memberi saran.
“Kita menjaga didepan dan dibelakang. Bagusnya rumah ini tidak
terlalu besar, kita dapat memasang mata agar mereka tidak
mendapatkan kesempatan untuk turun tangan.“
“Untuk malam ini, baiklah kita mengatur demikian,“ Bwee
Hoa Sin-souw menyatakan setuju.
“Aku anggap kita baiklah merubah dandanan, agar kita
sembarang waktu dapat berangkat.“
“Mengenai hal itu, aku sudah mengaturnya,“ Ie Long
berkata.
Waktu itu Ho Siang muncul dengan membawa bubur, untuk
Cu Ceng Liam semua.
Chung Ie Long memerintahkan muridnya mengeluarkan
pakaian, untuk mereka dapat menukarnya, maka dilain saat
mereka tertawa sendirinya melihat wajah mereka yang telah
bersalin rupa.
Ceng Liam berdandan sebagai seorang desa, Lu Su Nio
menyamar menjadi seorang laki-laki, Lie

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 114


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Sun juga telah bersalin rupa, sehingga ia harus


menyembunyikan pedangnya. Hie Kok melihat kepada kedua
pelayan perempuan dan Hok Seng.
“Chung toako, baiklah mereka dititipkan saja kepadamu,” ia
bilang kepada Ie Long.
“Agak sulit untuk mengajak mereka ini. Tidakkah demikian,
Cu Loosianseng?” ia terus bertanya kepada Cu Ceng Liam.
Orang tua itu menganggukkan kepalanya.
Ie Long segera berkata: “Itulah perkara kecil, kau tidak usah
membuat pikiran!“
Demikian mereka mengatur, sehingg hari itu mereka dapat
beristirahat. Ketika sang sore telah tiba, Hong Jiam Kong
bersama Cu Yong Keng menjaga dikamar barat, dan Hie Nio
bersama Ho Siang dirumah belakang, dibawah tanjakan pohon
cemara. Chung Ie Long adalah yang memasang mata diatas
rumah. Untuk didepan Hie Kok bekerja bersama Bwee Hoa Sin-
souw.
Ho Siang gembira bukan main melihat persiapan itu.
“Kakak malam ini aku pasti bakal menggunakan tambang
aku Twie-hun Toat-beng-so!“ katanya dengan girang sambil ia
menarik ujung bajunya nona Hie. Twie-hun Toat-beng-so itu
adalah tambang untuk “mengejar roh dan merampas jiwa“
“Jangan banyak omong, Siang!” Ie Long menegur muridnya,
si bocah bengal. Ho Siang menunduk, mukanya merah. Samar-
samar ia menggerutu. “Sekarang lah waktunya saudara-saudara,”
kemudian ia berkata. “Marilah!” Ia lalu berbangkit, untuk
mengundurkan diri.
Karena itu semua orangpun bersiap.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 115


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Ho Siang bersama Hie Nio menantikan di selokan kering.


Sudah satu jam lebih mereka berdiam, mereka tidak mendengar
apa-apa.
“Kakak, kau tunggu disini, aku hendak naik sebentar keatas,
untuk melonggok,“ kata si bocah
bengal, yang jenaka.
Hie Nio menganggukkan kepala.
Tanpa mengatakan sesuatu apa lagi, Ho Siang melompat naik
ke tanjakan, dimana ia memanjat sebuah pohon besar, dan dari
atas pohon itu ia akan dapat memandang kesekitarnya. Ia tidak
perlu berdiam lama, ketika ia melihat dua bayangan berlari-lari
mendatangi kearahnya. Larinya mereka itu sangat pesat, sebentar
saja mereka sudah sampai dibawah pohon. Ia lalu menyiapkan
tambang banderingannya, maka setelah dua orang itu sudah lewat
sedikit, ia membandering yang satu yang jalan belakangan.
“Aduh!” teriak korban itu, yang menjadi kaget tidak terkira,
apapula sewaktu ia ingin memberontak, kakinya segera kena
diringkus, malah tubuhnya terus terangkat naik, maka tidak
peduli seberapa lihainya orang, orang yang kena dibokong
demikian pasti tidak akan berdaya lagi. Ia hanya dapat menjerit-
jerit sambil kedua tangannya kelabakan menjambret-jambret.
Sang kawan, yang jalan didepan, cepat jalannya, ia sudah
sampai dibawah ketika ia mendengar teriakan. Ia menjadi kaget,
ia lalu menduga akan adanya bahaya, dari itu ia lalu menyambar
golok dipunggungnya. Benar ketika ia hendak melompat turun,
untuk menyusul temannya itu, mendadak satu bayangan
berkelebat didepannya, Hie Nio, sambil membentak, segera
menikam dadanya. Ia menjadi kaget sambil mundur, ia
melindungi dadanya, berbarengan dengan itu, ia mengawasi,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 116


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

sehingga ia dapat melihat penghalangnya itu adalah satu nona


remaja.
“Hai, bocah, mengapa kau memegat aku?“ dia membentak.
“Cepat minggir!“
“Kau aneh!“ Hie Nio tertawa. “Kau yang menghalang
didepanku, kau justru yang menegur
aku!.................“
“He, hubungan apa kau dengan si bangsat tua bermarga
Chung?“ orang itu menegur lagi. “Cepat katakan! Kami adalah
orang dari kantor kecamatan, dan cepat kau menyingkir! Apakah
kau hendak mengganggu kami?“
Hie Nio mengangsurkan pedangnya, dia tetap tertawa.
“Kamu datang dari kecamatan, kita datang dari kotaraja!“ ia
bilang. “Kau cari si orang bermarga Chung untuk menawannya,
kau sebaliknya tidak mengenali sahabatnya raja! Ini dia yang
dibilang, kau mempunyai mata tetapi kau tidak mengenali
gunung Thay San! Cara bagaimana kau berani bilang aku berani
ganggu kamu segala?“
Kaget orang itu mendengar si nona adalah sahabatnya
raja, ia tidak tahu orang berbicara sebenarnya atau berdusta.
Memang In Ceng, sebelum dia menjadi raja, ia mempunyai
banyak kaki tanganorang-orang kangouw, malah sampai dia pun
sudah naik ke tahta, pahlawannya semua adalah orang-orang
kangouw itu, orangnya laki-laki atau perempuan, tua atau muda,
tidak tertentu, malah ada juga orang-orang yang parasnya dan
laga-laganya aneh-aneh. Maka ia sangat menyangsikan Hie Nio
lagi.
Melihat orang bengong, Hie Nio tertawa lagi„

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 117


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Sekonyong-konyong orang itu seperti menyadari sesuatu.


“Hai bocah, kau ngaco belo!“ bentaknya tiba-tiba. “Aku Lauw
Kim Boan, tidak dapat kau tipu! Lihat golokku!“ Dan segera ia
menyerang.
Sambil tertawa si nona berkelit, berbarengan dengan itu ia
menggunakan pedangnya untuk menikam iga kanan lawannya.
Kim Boan juga mengelit, goloknya dipakai untuk menangkis.
Kedua senjata beradu dengan keras, nyaring sekali suaranya,
lelatu api bermuncratan.
Orang kecamatan itu benar-benar gesit, baru saja goloknya
bentrok langsung saja ia sudah membacok lagi kearah pinggang,
sehingga si nona harus mengegosi tubuhnya sambil menjatuhkan
diri sehingga terus tubuhnya itu menggelinding kebawah
tanjakan.
Melihat orang kalah tidak wajar, Lauw Kim Boan menduga
musuh ingin melakukan tipu daya, ia tidak berani mengejar,
sebaliknya, ia bertindak kearah mana tadi ia mendengar
datangnya teriakan kawannya, ialah kearah kiri dimana ada
pohon cemara. Ia tidak mendapatkan kawannya, keadaan
disitupun sangat sunyi. Ia berjalan memutar belasan langkah ke
pepohonan lebat, disebelah kirinya, goloknyapun ia siapkan.
Tiba-tiba ada barang menyambar dari arah kanan. Kim Boan
melihat itu, ia tidak mau sampai jidatnya dihajar, maka ia
menyampok. Ia mendengar suara hancur dan jatuh. Ternyata itu
bukanlah senjata rahasia, tetapi hanya segumpal tanah! Oleh
sebab itu tubuhnya penuh dengan hancuran tanah itu!
Mengetahui bahwa orang sedang mempermainkan dia, orang
kecamatan ini menjadi mendongkol.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 118


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Segala manusia busuk!“ dampratnya. “Mengapa kau


bersembunyi? Beranikah kau keluar untuk
melayani aku tiga ratus jurus? Jika kau berani, barulah kau
termasuk orang yang lihai!“
Baru saja Kim Boan menutup rapat mulutnya, maka dari atas
pohon didekatnya ada seorang yang melompat turun, jatuhnya
ditanah tanpa mengeluarkan suara. Waktu ia mengawasi, ia
melihat satu bocah berumur tiga atau empat belas tahun yang
tangannya mencekal senjata hitam
mengkilap, bukannya golok, bukan juga pedang, senjata itu
panjangnya kira-kira tiga kaki, lebarnya setengah dim lebih,
kedua bilahnya sangat tajam.
Heran Kim Boan karena tidak mengenal senjata itu, iapun
heran pemegangnya ialah seorang bocah, oleh sebab itu ia
menduga, bocah itu tentunya mempunyai kepandaian, tidak
lemah, malah ia kuatir dirinya akan roboh ditangan bocah ini.
Bocah ini aneh, setibanya ia ditanah, ia tidak menerjang,
hanya ia mengawasinya dengan wajah berseri-seri.
“Anak haram!“ mencaci Kim Boan, yang menjadi murka,
karena ia tahu, ia sedang digoda. “Kau siapa! Cepat beritahukan
namamu! Atau………….“ Ia hendak berkata, senjatanya nanti
akan memaksa si bocah untuk membuka mulut, tetapi si bocah
sudah mendahuluinya: “Atau….kau bakal merasakan senjata
tuanmu yang muda ini!“ Dan ancaman itu dilanjutkan dengan
serangan kepada jalan darah Hong-teng-hiat.
Bocah itu adalah Ho Siang dan senjatanya Ouw-kim-cie,
semacam senjata yang terbuat dari emas dicampur tembaga, yang
dapat digunakan sebagai golok ataupun sebagai pedang.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 119


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Sambil mundur selangkah, Kim Boan menangkis serangan


ini. Ia memandang enteng si bocah itu, ia percaya bahwa
tangkisannya akan membuat si bocah terpukul mundur. Akan
tetapi Ho Siang tidak membiarkan senjatanya kena di keprak, ia
memutar tangannya, untuk diteruskan menyerang lagi. Ia
bergerak begitu gesit, sampai-sampai Kim Boan kaget sekali, dia
menarik pulang goloknya dengan dibantu tangan kiri.
Ho Siang benar-benar lihai. Justru waktu orang menarik
goloknya, ia mendesak, ujung senjatanya menyambar kejari
tangan lawan. Kim Boan kaget, ia takut tagannya akan terkutung,
terpaksa ia melepaskan cekalannya, sehingga goloknya kena
dirampas oleh si bocah. Ia menjadi mandi keringat, mukanya
merah dan panas. Ia malu dan mendongkol.
“Malam ini kau sial, seorang polisi kecamatan roboh
ditangannya seorang bocah,“ ia berpikir.
“Disana masih ada lagi seorang bocah wanita, yang tidak
kurang lihainya…..”
Meskipun begitu hamba kecamatan ini tidak menjadi putus
asa. Sebab tepat pada waktu itu datanglah kesitu dua orang, yang
ia kenali siapa itu, hatinya menjadi besar, ia menjadi girang.
Telah datang penolong-penolong untuknya.
“Saudara Han! Saudara Gui!” ia berseru. Karena dua orang
itu adalah Cek-gan-eng Han Hui Peng si Garuda Mata Merah dan
Siauw Tiu Ong Gui Eng, si Kaisar Tiu Ong cilik.
“Kau kenapa, Lauw Toako?“ tanya Hui Peng.
“Bocah haram ini, menjemukan!” sahut Kim Boan sambil
menuding Ho Siang. “Lao-tee, tolonglah aku, untuk
melampiaskan kemendongkolanku!”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 120


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Gui Eng melirik, ia lalu mengenali bocah yang tadi siang,


maka itu belum lagi Hui Peng membuka mulut, ia sudah
mendahului: “Cucu kura-kura cilik, kau sangat menghina orang!”
Dan kedua tangannya segera bergerak menyusul dengan
lompatannya kearah si bocah itu, untuk menyerang dengan Beng-
houw-kim-yo (Harimau galak menerkam kambing). Ia
menjambak kearah dada.
Ho Siang mengenali kedua orang itu. Ketika ia diserang, ia
berkelit kesamping, habis berkelit, terus saja ia melompat
mencelat, naik juga keatas pohon dengan gerakannya Ko-ho-
ciong-thian (Burung ho sebatang kara terbang kelangit).
Sesampainya diatas ia tertawa geli, iapun berkata:
“Tuanmu yang kecil tidak sudi main-main dengan kamu!
Jikalau kau hendak bertanding, pergilah kau cari guruku! Eh,
opas marga Lauw, ini golokmu aku kembalikan!“
Gui Eng kesal sebab serangannya gagal, mendengar ocehan
si bocah, ia menjadi sangat mendongkol, justru ia mengawasi
bocah itu, satu benda putih menyambar kearahnya. Ia lalu
berkelit, maka benda iru lewat diatas pundaknya, jatuh ketanah
dengan mengeluarkan suara, dan menancap dengan dalam.
Ternyata itu adalah goloknya Kim Boan. Menampak dalamnya
golok itu menancap, Kim Boan dan Hui Peng terkejut. Itulah
bukti dari tenaga besar si bocah.
Kim Boan mencabut goloknya dan mengawasi kearah pohon.
Dalam murkanya Gui Eng melompat kearah pohon, ia
membacok dengan hebat sehingga pohon itu roboh, menyusul
mana satu orang juga jatuh bersamaan dengan jatuhnya pohon. Ia
lalu tertawa berkakakan.
“Lihat cucu kura-kura cilik, kemana kau hendak
bersembunyi?“ ia berkata dengan nyaring, menandakan puasnya

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 121


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

hati. Tetapi waktu ia maju mendekati tibuh yang jatuh itu, dia
berseru kaget, begitupun Kim Boan dan Hui Peng yang maju
berbarengan. Ketiga-tiganya berdiri menjublak.
Sesaat kemudian, Kim Boan menghampiri tubuh itu, ialah
tubuh kawannya, mulut siapa telah tersumpal rapat. Orangnyapun
tidak bergerak, karena jalan darahnya telah tertotok, sehingga ia
tidak sadarkan diri.
“Ini tokh Thio Kim?“ kata Hui Peng. “Mengapa ia kena
dibokong orang?“
“Dia jalan disebelah belakang, entah bagaimana ia tertawan
musuh,“ sahut Kim Boan.
“Sudahlah!“ kata Gui Eng, yang terus mengangkat
tubuhnya Thio Kim, untuk menotok
punggungnya dijalan darah hui-tie-hiat, maka sebentar
kemudian kawannya itu sadar dirinya.

––––––––

DJILID 2

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 122


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Senjatamu hilang atau tidak?“ Gui Eng bertanya.


Thio Kim meraba pinggangnya, ternyata senjatanya sam-
ciat-kun masih ada.
“Kalau aku bertemu lagi jahanam itu, aku akan meremukkan
kepalanya!“ ia berkata dengan sengit.
“Kau harus hati-hati,“ Kim Boan memperingati, “ia masih
muda tetapi sudah sangat lihai. Barusan akupun kena ia
permainkan!“
“Kita harus waspada dengan tambangnya,” Thio Kim
berkata. “Aku kena diringkus oleh tambangnya itu.”
“Apa sih gunanya si cucu kura-kura cilik itu?” kata Gui Eng
tidak sabaran. “Kita jangan bicara saja. Orang-orang kita bakal
segera berkumpul, mari kita maju terlebih dahulu!“
Gui Eng ini adalah orang dari kotaraja, oleh karena itu ia
memandang enteng kepada Hui Peng bertiga. Ia mendahului
berjalan didepan, ia berlompatan untuk menuruni tanjakan. Hui
Peng dan kawan-kawannya mengikuti tanpa berkata apapun.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 123


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hampir sampai dibawh Gui Eng yang mempertontonkan


keringanan tubuhnya, lalu melompat. Jarak ketinggian kebawah
masih ada sekitar tujuh tombak. Ia menggunakan ilmu “Cengteng
sam ciauw sui atau Capung menyambar air”. Tetapi sebelum
kakinya menginjak tanah, satu bayangan tahu-tahu menyambar
kearahnya.
“Celaka!” ia berseru karena kagetnya. Sebab dengan dua
tangan orang menghajar kepalanya.
Itulah serangan “Lui pek ciat hong atau Geledek menimpah
puncak”
Masih sempat Gui Eng berkelit, sebab kakinya keburu
sampai ketanah, dengan gesit ia melompat mundur. Ketika ia
berbalik, ia melihat penyerangnya, yang langsung ia kenali.
“Ah, tua bangka marga Chung ini sangat lihai, akuharus
waspada” pikirnya.
Memang penyerang itu adalah Peng Ho Chung Ie Long si
Burung Ho Berpenyakitan. Dari tempat jagaannya, dia melihat
Gui Eng sampai, ia langsung muncul, ketika orang melompat
mundur dia melompat menyusul lagi.
Sekali lagi Gui Eng melompat, hatinya tercekat. Ia telah tahu
kegesitan lawannya. Hanya sekali ini, ia tidak mundur lagi, malah
ia memapaki untuk menyerang pinggang orang.
Chung Ie Long tidak mundur, ia menyambuti serangan itu
dengan tangkisan, menyusul mana ia menyerang lagi.
Gui Eng mundur, ia berdiri mengawasi. Ie Long
mengawasinya juga.
“Tua bangka, kau jeri?“ Gui Eng menantang. “Mari kita
bertempur sampai tiga ratus jurus!“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 124


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Ie Long tertawa dingin. “Orang semacam kau, berani bicara


besar?“ sahut Ie Long. “Jangankan baru tiga ratus jurus, lebihpun
aku bersedia melayani kamu!“
Gui Eng malu, ia menjadi gusar. Jelas sekali orang tua ini
tidak memandang mata kepadanya.
“Bangsat tua, jangan banyak omong!” ia mendamprat. “LIhat
seranganku!” Dan ia lalu menyerang lagi. Ia maju sambil
melompat, jari-jari dari kedua tangannya dibukanya semuanya
untuk dipakai menjambak.
“Bagus!“ menyambut Ie Long yang mengerahkan kedua-dua
tangannya.
Melihat sambutan musuh Gui Eng mengubah serangannya, ia
meneruskan menjambak arah iga, atas mana Ie Long melompat
mundur.
“Kau hendak lari kemana?” bentak Gui Eng sambil ia
menyerang lagi, kekuatannya dan tenagganya diarahkan ke jari-
jari tangannya sehingga menjadi keras seperti pit besi, untuk
menotok jalan darah kie-bun-hiat.
Ie Long menangkis dengan tangan kiri, setelah tangan lawan
kena disampok, dengan tangan kanan ia balas menyerang ulu hati
lawannya itu.
Dengan kelitan “Oey liong coan sin atau Naga Kuning
memutar tubuh”, Gui Eng berkelit demikian gesit sehingga tahu-
tahu ia telah berada dibelakang musuh, sehingga dengan
serangannya Leng miauw pok cie (Kucing menubruk tikus), ia
menyerang pundaknya orang. Dan tepat serangan itu mengenai
sasarannya!
Bukan main girangnya jago dari kotaraja ini, ia percaya
pundak si orang tua bakalan ringsek dan orang itu bakal cacat,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 125


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

akan tetapi ketika tangannya membentur pundak lawan, ia kaget


bukan main. Ia bukannya mengenai dan menghajar daging dan
tulang, hanya tangannya mengenai barang yang empuk bagaikan
kapas yang seperti membungkus kayu kering. Ia kaget sebab ia
mengandalkan tangannya yang lihai, tangan Hek-see-ciu (Pasir
Hitam) dari ilmu Tiat-ciang-kang (Tangan Besi). Biasanya jangan
kata tubuh manusia, meskipun benda keras lainnya, tentulah
hancur atau pecah terkena serangan itu. Tetapi serangan itu gagal!
Chung Ie Long seperti tidak merasakan ia sudah dipukul
orang, ia memutar tubuhnya, tangan kirinya dipakai untuk
menangkis tangan kanan lawan, atas mana Gui Eng menarik
pulang tangannya sambil ia melompat mundur.
“Hahaha…hahaha…!” tertawa Ie Long.” Tangan Pasir hitam
punyamu, hanya dapat untuk menghajar benda mati, tidak untuk
memukul badan manusia!”
Mendongkol Gui Eng dihina secara demikian, memang
sebenarnya ia sangat jumawa.
“Tua bangka, jangan banyak tingkah!” dia berteriak. Dia
melompat maju lagi, dan tangannya dikerahkan. Itulah lompatan
Hek houw sin yauw (Harimau Hitam meluruskan pinggang). Kali
ini ia menyerang jalam darah leng-bun-hiat didada lawannya.
Biasanya totokan ini dapat memecahkan ilmu kebal Tiat-pou-san
atau baju besi.
Chung Ie Long mengkerutkan dadanya berikut juga perutnya,
dengan begitu ia membebaskan dirinya dari totokan tangannya
Gui Eng yang hanya terpisah sekitar setengah dim saja dari jalan
darah leng-bu-hiat. Ia tidak hanya berkelit saja, sebab dilain
pihak, tangan kirinya dipakai berbarengan untuk bekerja, yaitu
untuk menghajar bahu kanan orang tersebut. Itulah gerakan Kun

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 126


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

sie can yan (Dengan sutra emas melibat lengan). Itulah


cengkeraman jari telunjuk kearah nadi.
Jago tua bermarga Chung ini, memang pandai Kim-kong
Sin-cie, Jari-jari Arhat, jari-jari tangannya sangat keras dan kuat.
Juga serangan ilmu ini dapat mengalahkan Tiat-pou-san. Tidak
biasanya Ie Long menggunakan kepandaiannya ini, tetapi
sekarang ia menghadapi lawan telengas, terpaksa ia
menggunakannya.
Gui Eng tidak tahu lihainya musuhnya ini, ia menganggap
tidak mengapa lengannya kena dihajar, ia tarik tangannya sambil
diputar untuk dipakai mencekal bahu musuh, ia baru terkejut
ketika ia merasakan sangat sakit, sehingga ia menjerit keras,
matanya pun kabur, tubuhnya menjadi lemas, begitu sakit ia
rasakan, sekejap saja ia roboh dengan pingsan.
Hui Peng bertiga justru sampai ketika mereka menyaksikan
polisi dari kotaraja itu roboh tanpa berdaya, semuanya menjadi
kaget! Waktu Kim Boan mendekati, ia melihat muka orang
sangat pucat, kedua matanya tertutup rapat, napasnya kembang
kempis. Ia menjadi bingung, ia tidak tahu, orang terluka dibagian
tubuh yang mana. Hui Peng dan Thio Kim pun turut menjadi
bingung. Mereka mengurutinya, tetapi sia-sia belaka.
Chung Ie Long belum pergi, ia hanya berdiri ditempat agak
jauh sehingga Hui Peng bertiga tidak segera dapat melihatnya. Ia
mengawasi kelakuannya tiga orang itu, kemudian baru ia buka
suara dengan nyaring: “Tay-ong kalian itu mendadak terkena
angin jahat! Lekas kalian gendong dia pergi, jikalau terlambat
dikuatirkan jiwanya akan melayang…………..“
Tiga orang itu terkejut, mereka bersangsi. Pergi salah, tidak
pergipun salah. Hui Peng pun jeri, sebab ia mengenal orang itu
adalah Chung Ie Long yang tua, yang kemarin malam telah
membuat ia roboh dan sampai sekarangpun mukanya masih

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 127


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

bengap-bengap. Ia tidak berani melayani orang untuk berbicara,


ia hanya mengedipkan matanya kepada kedua kawan-kawannya,
habis mana ia memondong tubuhnya Gui Eng untuk digendong,
untuk dibawa lari turun dari Siong San Po.
Suasana malam itu sunyi, Chung Ie Long mengawasi orang
kabur. Ia masih berdiam disitu sampai
Hie dan Ho Siang yang muncul diujung rumah, datang
menghampirinya.
“Suhu musuh sudah kabur, untuk apa kita masih berdiam
disini saja?” kata murid cilik itu.
Ie Long menoleh, ia menyeringai, ia menganggukkan kepala.
“Memang musuh sudah pergi, tetapi
mereka dapat kembali lagi,“ ia berkata.
Bocah itu tidak mengerti.
“Bukankah dia bakal cepat mampus, mengapa ia dapat
kembali lagi?” Ia berkata.
“Anak tolol!“ guru itu tertawa. “Kau benar-benar tidak tahu
urusan! Bukankah dia itu ada banyak punya kawan-kawannya?
Malam ini mungkin ia tidak datang lagi, tetapi mungkin besok.
Sebenarnya, tidak peduli kapan, asal mereka senang, mereka bisa
datang lagi…………..“
Gayanya Ie Long seperti sedang mendustai anak kecil, akan
tetapi di telinganya Hie Nio itu mempunyai arti lain, bahwa
ancaman bahaya bakalan datang. Nona inipun telah melihat
kejadian itu, ketika Ie Long menyeringai terhadap Ho Siang.
Seharusnya, See-cu-pa, dusun nelayan itu, akan terancam bahaya
hebat.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 128


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hie Nio masih muda, tetapi ia sangat cerdas,


pengalamannyapun sudah banyak, sehingga ia mampu melihat
wajah orang. Tentang Ie Long ini, ia telah banyak dengar dari
ayahnya, bahwa sebagai jago dari daerah selatan, Lam Pay, dia
lihai sekali, hanya tentang siapa gurunya, tidak ada orang yang
tahu. Ie Long baik sekali dengan Hie Kok tetapi masih ia tidak
mau memberitahukan hal gurunya. Selama tigapuluh tahun, Ie
Long mengandalkan sepasang tangannya yang kosong, sebab ia
kurus kering dengan sendirinya ia memperoleh julukannya: Peng
Ho, si Burung Ho yang berpenyakitan. Sudah sepuluh tahun ia
menyendiri di See-cu-pa, kelihatannya ia menjadi nelayan,
sebenarnya ia tengah beristirahat dan bersiap-siap.
Muara See-cu-pa awalnya sangat sepi, baru mulai akhir
tahun Kaisar Kong Hie ada beberapa nelayan yang mulai hidup
dan menetap, lalu dua tahun kemudian, datang lagi yang lainnya,
sehingga mereka merupakan sekelompok penduduk desa,
sehingga desanya disebut jelas Hie- cun, desa nelayan. Jumlah
semua ada duapuluh lebih keluarga nelayan, hidup disana.
Baru enam tahun yang lalu, kehidupan nelayan-nelayan di
Hie-cun menjadi tidal aman. Sebabnya ialah datangnya Tan
Yong, satu buaya darat, entah dari mana, yang terus menjagoi,
hidup dari pungutan cukai hasil kaum nelayan. Ia berani berbuat
begitu karena tenaganya besar dan ia mengerti ilmu silat. Untuk
kawannya ia mencari tiga pembantu buaya darat juga. Seluruh
nelayan hanya dapat mengeluh.
Adalah pada tahun Yong Ceng ke-2, dimusim semi, bulan
dua tanggal sepuluh, telah terjadi peristiwa yang mendatangkan
perubahan. Tan Yong menyuruh tiga pembantunya untuk menanti
di mulut muara, kapan semua nelayan telah berkumpul, ia
meminta semua hasil, sedang biasanya ia mengambil jumlah
sebagian saja. Sialnya pada hari itu hasil nelayan banyak merosot,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 129


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

maka mereka keberatan untuk memberikan semua hasil


tangkapan. Kesudahannya mereka saling berebut omong, ketiga
buaya darat mamaki kalang kabut, ketiganya bersikap sangat
keras.
Ho Bok Yu adalah satu nelayan yang berusia lima puluh
lebih, tubuhnya kekar, iapun pernah belajar ilmu silat sedikit, ia
menjadi habis sabar, ia membuat perlawanan keras. Hidupnya
Bok Yu hanya dengan satu cucu, yang ketika itu baru berumur
enam tahun. Ayah dan ibunya bocah ini lenyap disungai akibat
badai hebat.
Ouw Sie adalah salah satu dari tiga buaya darat yang paling
galak, gusar karena Bok Yu berani melawan, tentu saja ia tidak
menggubris ketika Bok Yu mengatakan bahwa permintaan
mereka itu tidak adil.
“Hi, kau berani berontak?“ Ouw Sie membentak, terus dia
menyerang.
Hawa amarah Bok Yu meluap, tanpa bilang apa-apa lagi, ia
menangkis serangan itu, lalu ia membalas memukul, maka
kesudahannya mereka berdua jadi bertempur.
Diluar dugaannya, Ouw Sie telah menghadapi perlawanan
hebat, ia berlaku telengas. Ia menyerang dengan sengit, akan
tetapi sampai sekian lama, ia tidak memperoleh hasil. Perlawanan
Bok Yu sangat gigih, rupanya ia telah menjadi nekat, sebab ia
insaf, menyerah pasti celaka, kalau melawan terus belum tentu
bagaimana nanti kesudahannya, karena mana hatinya menjadi
sangat mantap. Demikian ia berkelahi tanpa takut-takut.
Sesudah bertempur kurang lebih 20 jurus, Ouw Sie
mendadak mengirim satu tendangan, Ho Bok Yu mendekam
seperti macan dan menyambut dengan kepalannya sambil
berseru: “Kena!“ Ouw Sie roboh diatas pasir, sambil

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 130


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

mengeluarkan teriakan ngeri, sebab tulang dengkulnya patah.


Melihat Ouw Sie terguling, dua-dua kawannya buru-buru maju
menolong.
“Jangan terlalu cepat!“ kata Bok Yu sambil tertawa dingin.
“Kalian boleh gotong dia pergi, aku tidak menginginkan jiwanya.
“Kalau tidak mampu mengobati, kalian dapat datang ketoko obat
ditempat kami.“ Kedua buaya darat itu tidak berani bersuara
dan lalu cepat-cepat menggotong kawannya.
Melihat Bok Yu sudah menjatuhkan lawannya, para nelayan
jadi berbalik ketakutan, sebab menguatirkan pembalasan Tan
Yong. Dua tahun mereka diperas tanpa berani melawan. Mereka
menganggap kejadian itu adalah takdir dan mengharap-harap
pertolongan Tuhan. Tetapi setelah ada orang yang merobohkan
buaya darat, mereka ketakutan dan malah ada beberapa
menyesalkan Bok Yu.
“Kalian jangan takut!” berseru Bok Yu. “Segala kejadian
akan aku tanggung seorang diri. Kita sudah cukup dihinakan oleh
para buaya itu. Sebenarnya kalau kita bersatu, sedari dulu kita
tidak usah takut!“
Beberapa pemuda sangat menyetujui pendapat itu. “Paman
Bok Yu,” kata mereka. “Benar sekali perkataanmu. Marilah kita
bersatu untuk menghajar kawanan buaya itu.“ Para nekayan tua
tidak berkata apa-apa lagi. Mereka balik keperahu masing-masing
untuk membereskan jaringannya.
Saat itu, dengan membawa beberapa kawan Tan Yong tiba di
See-cu-pa, dengan penuh kegusaran. “Jangan bergerak!” dia
berteriak. Para nelayan kaget dan ketakutan. Mereka
melemparkan jala dan mengawasi dengan mulut ternganga.
“Bangsat tua!“ Tan Yong menuding Bok Yu. “Kau rupanya
sudah bosan hidup!” Sehabis memaki, ia memukul. Bok Yu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 131


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

menangkis dan merasakan tangannya kesemutan. Ia tidak


menduga pukulan Tan Yong begitu berat.
Melihat jotosannya kena ditangkis, Tan Yong menjotos lagi
dengan dua kepalannya kearah kedua telinga Bok Yu, dalam
gerakan “Song-hong-koan-nyie – Tawon gula menyambar
telinga”. Melihat datangnya pukulan hebat itu, dengan
menggunakan seluruh tenaganya Bok Yu menyampok dengan
kedua tangannya, dan kemudian membalas mencengkeram
dengan gerakan “Song- houw-jiauw – Sepasang Telapak Macan”.
Tan Yong melompat kesamping dan membalas menyerang lagi.
Sesudah beberapa gebrakan, Tan Yong mendadak melompat,
menubruk sambil memukul punggungnya Bok Yu dengan seluruh
tenaganya. Disebabkan tidak keburu berkelit, Bok yu menolong
dirinya dengan menggulingkan dirinya diatas pasir. Akan tetapi,
sebagai orang tua yang tenaganya sudah banyak berkurang, baru
saja beberapa kali gulingan badannya tertahan pasir yang empuk.
Baru saja ia bangun berdiri, Tan Yong sudah berada
dihadapannya dan langsung menjotos dengan ilmu “Pa-ong-gie-
ka atau Couw-pa-ong membuka pakaian perang“
Dengan satu suara “duk!“, badannya Bok Yu mental dan
roboh, sebab kepalan Tan Yong mengenai telak pada dadanya.
Mukanya pucat, seperti mayat dan mulutnya memuntahkan darah
segar.
Para nelayan menjadi terkesima, sedangkan Ho Siang
menangis menggerung-gerung. Tan Yong tertawa terbahak-bahak
dan tangannya menuding para nelayan itu. “Apa kalian masih
mau berontak?” Ia membentak. “Siapa berani anjing ini sebagai
contohnya!“
Melihat keganasan Tan Yong, bukan saja nelayan-nelayan
tua, bahkan nelayan-nelayan mudapun tidak berani maju. Selagi
ia menunjukkan kesombongannya, mendadak muncul seorang tua

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 132


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

kurus kering yang rambut dan alisnya putih semua. Ia


menggondol bungkusan kuning di punggungnya dan mendatangi
dengan langkah-langkah perlahan. Waktu tiba disitu ia
mengangkat kedua tangannya dan berkata kepada para nelayan.
“Aku si tua dapat mengobati segala rupa luka. Orang yang sudah
matipun dapat aku hidupkan kembali. Apa diantara kalian ada
yang terkena pukulan orang?”
Melihat caranya si tua yang luar biasa, hatinya Tan Yong
menjadi tidak enak.
Sesudah berkata begitu orang tua itu mengawasi Bok Yu.
“Ah, ia tentu kena dipukul,“ katanya seorang diri. “Kalau tidak
ditolong, ia bisa mati. Ah kasihan!“ Tanpa memperdulikan orang
lain, ialalu menghampiri Bok Yu.
Ia membungkuk, membuka baju orang dan meraba dadanya
Bok Yu, tertampak tanda biru, bekas kena pukulan gwakang yang
keras, tetapi masih dapat ditolong. Situa mengeluarkan sebutir pil
dari kantungnya dan memasukkan kedalam mulutnya dan
mengunyahnya. Sesudah hancur, ia memasukkan kedalam
mulutnya Bok Yu. Sungguh manjur obat itu! Lewat beberapa
saat, matanya Bok Yu terbuka dan rasa sesak mulai hilang. Ia
mengeluarkan satu teriakan “aa..yahh…!“ dan langsung sadar.
Bok Yu mengira ia ditolong oleh satu dewa. Ia mencoba bangun
untuk berlutut, tetapi ditahan oleh si tua. “Jangan bergerak, kau
mendapatkan luka berat,” katanya.
Selagi berkata demikian pundaknya ditepuk orang yang
membentak: “Hei tua bangka! Lebih baik
jangan mencampuri urusan orang lain!“
Siorang tua bangun dan menyahut dengan suara dingin:
“Orang ini hampir mati disebabkan luka berat, maka aku

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 133


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

menolong jiwanya. Mengapa kau bilang aku mencampuri urusan


orang lain?“
“Bangsat!“ berseru orang itu yang bukan lain daripada Tan
Yong. “Akulah yang menghajar dia. Mengapa kau tidak lebih
dahulu menanyakan sebab-sebabnya? Kau obati dia, artinya kau
berdiri pada pihaknya. Siapa kau?“
“Aku bermarga Chung bernama Ie Long,“ sahut yang ditanya
sambil tertawa. “Aku biasa makan yang keras, tidak biasa makan
yang empuk. Aku selamanya menghantam kejahatan dan
memusuhi kebusukan. Demikianlah adanya aku. Untuk apa kau
bertanya panjang-panjang?”

Tan Yong tidak dapat menahan kesabarannya lagi dan sambil


berseru keras ia mengirim jotosan kearah orang tua itu. Melihat
itu para nelayan sangat mengkuatirkan keselamatan orang tua itu.
Tetapi akhirnya sangat diluar dugaan. Ie Long hanya kelihatan
hanya mengangkat satu tangannya maka badannya Tan Yong
mental satu tombak lebih dan jatuh tersungkur. Chung Ie Long
sendiri tetap bersikap tenang, seperti juga tidak terjadi apa-apa.
Tan Yong merangkak bangun sambil berteriak: “Siluman!
Ilmu apakah yang kau gunakan? Anak- anak pukul dia. Jangan
biarkan ia lari!“ Beberapakaki tangannya Tan Yong segera
menghunus senjatanya dan meluruk sambil berteriak-teriak.
Siorang tua samasekali tidak bergerak dan membiarkan seluruh
senjata-senjata itu mengenai tubuhnya, tetapi….. sungguh
mengherankan, badannya sama sekali tidak terluka! Dua orang
yang bersenjata toya besi dengan berbarengan menghantam
kepalanya Ie Long. Ia tidak berkelit, malahan memapaki pukulan
toya itu dengan kepalanya. “Pletak…!” dan kedua toya itu patah
menjadi dua! Dua buaya darat itu ketakutan setengah mati.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 134


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Mereka melemparkan potongan senjata mereka dan kabur sambil


berteriak:
“Celaka! Siluman!“
Tan Yong menjadi kalap disebabkan oleh gusarnya. Tanpa
memperdulikan luka-lukanya, ia mencabut pedangnya dan
menikam tenggorokan Ie Long. Waktu ujung pedang hampir
mampir ke tenggorokan Ie Long, yang sengaja ingin
mempermainkan buaya darat ini, mendadak berseru: “Celaka,
matilah aku!” dan badannya roboh terlentang. Semua nelayan
terkesiap. Sambil memburu Tan Yong tertawa terbahak-bahak. Ia
mengangkat kakinya dan menjejak badannya Ie Long dengan
ilmu “Cian-kin-tui – Jejakan ribuan kati”
Pada detik yang sangat berbahaya badannya Ie Long
mendadak melesat dan turun dibelakangnya Tan Yong. Biar
bagaimanapun juga, Tan Yong pernah belajar silat. Ia tahu, itu
adalah ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai puncaknya
kesempuranaan, dan samasekali bukannya ilmu siluman. Ia
merasa, kali ini ia sedang menghadapi seorang Tay-hiap
(pendekar) yang ilmu silatnya sangat tinggi. Mengingat itu
hatinya bergidik!
Ketika ia menengok , Ie Long sedang mengawasi dengan
mata yang tajam bagikan es. Sekarang sudah terlanjur dan ia
mengambil keputusan untuk mengadu jiwa. Sambil
menggertakkan gigi, ia mengirim satu tikaman kearah dadanya Ie
Long. Siorang tua mengelit kesamping dan tiga jarinya
menangkap lengannya Tan Yong. Ia menjerit dan pedangnya
jatuh. Ie Long mengerahkan tenaganya, dan tiga jerijinya
memencetnya dengan lebih keras. “Matilah aku!” Tan Yong
menjerit lagi dan roboh sebab tulang tangannya patah.
Para nelayan menghampiri dan berlutut. “Loo-sin-sian
(Dewa),“ kata mereka. “Sudilah datang

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 135


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

didusun kami untuk meminum secangkir arak.“


“Tunggu dulu!“, kata Ie Long. “Buaya-buaya kecil
lainnyapun harus diajar adat terlebih dahulu!“, dia mengangkat
tangannya dan memukul kearah lima buaya kecil yang berdiri
terpisah kurang lebih delapan depa. Sambaran angin sangat hebat
berkesiur dan dua orang terguling! Bahwa siorang tua dapat
menjatuhkan manusia dari jarak yang jauh, adalah satu kejadian
yang semua orang belum pernah memimpikan. Tiga orang yang
tidak jatuh buru-buru membangunkan dua kawannya dan lalu
mereka lari terbirit-birit. Tetapi belum lari berapa jauh, mendadak
terdengar bentakan disebelah belakang mereka: “Berhenti!“.
Ketika mereka menengok, Ie Long sudah berdiri dibelakang
mereka. Terhadap lima orang itu, Ie Long memberikan peringatan
keras, supaya mereka tidak melakukan perbuatan membuaya lagi.
Sesudah itu ia mengambil sepotong toya besi yang dengan sekali
pukul saja sudah ia buat menjadi dua potong. “Kalian lihat? Nah
kalau dikemudian hari kalian orang masih berani berbuat jahat
lagi, toya ini menjadi contohnya!“, kata Ie Long dengan suara
angker. Lima buaya itu lalu bertekuk lutut dan bersumpah
bersama- sama untuk berkata tidak berani melakukan perbuatan
jahat lagi.
Sementara itu, Tan Yong yang menggeletak diatas pasir
sudah dibinasakan oleh para nelayan, yang tidak dapat
mengendalikan perasaan gusarnya.
Sesudah membereskan kawanan buaya darat itu, Ie Long
segera memerintahkan orang untuk menggotong Ho Bok Yu
pulang ke Hiecun, dimana, berkat pengobatan yang teliti,
belakangan ia sembuh seperti sediakala. Selama mengobati, ia
sangat memperhatikan cucunya Bok Yu yang bernama Ho Siang.
Selama hidupnya ia belum pernah mengambil murid. Tetapi
sekarang, begitu melihat Ho Siang, ia langsung

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 136


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

menginginkannya. Walaupun dibesarkan didalam dusun


perikanan, Ho Siang mempunyai bakat yang baik sekali dan
sangat cerdik. Mungkin memangnya sudah berjodoh, begitu
ketemu Ie Long, ia sudah menjadi sangat rapat dengan orang tua
itu dan
menuruti semua perintahnya. Ia girang tidak kepalang, ketika
Ie Long menyatakan bersedia menerima dirinya sebagai
muridnya.
Sesudah Bok Yu sembuh, Ie Long sebenarnya berniat
meninggalkan Hiecun dengan membawa muridnya. Tetapi
disebabkan semua penduduk menahannya dengan segala cara dan
juga melihat suasana yang sunyi memang sangat cocok dengan
dirinya, maka ia mengambil keputusan untuk menetap disitu. Ia
memilih sebidang tanah luas dibelakangnya satu bukit dan
mendirikan sebuah rumah disitu. Demikianlah Ie Long
bersembunyi di See-cu-pa Hiecun, sambil meyakinkan Pek-
kong-ciang, secara mendalam, dan berselang lima tahun
kemudian, ia sudah mendapatkan ilmu silat itu pada puncak
kesempurnaan.
Pek-kong-ciang adalah serupa ilmu silat yang hanya dapat
diyakinkan oleh orang dari kalangan lweekeh, ialah kalangan
yang melatih tenaga dalam. Sesuai dengan namanya Pek-kong-
ciang berarti Pukulan memukul tempat kosong, dengan Pek-
kong-ciang orang dapat menjatuhkan lawannya dari jarak jauh.
Kalau tenaga dalam sudah menjadi betul-betul lihai, dalam jarak
sepuluh tombak, seorang ahli dapat mematahkan tulang atau
mengambil jiwa lawannya.
Berselang tidak lama kakeknya Ho Siang, Ho Bok Yu, kumat
penyakit lamanya dan kemudian meninggal dunia. Disebabkan
bocah itu sudah sebatang kara, Ie Long segera mengajak
muridnya untuk tinggal bersama-sama. Dengan sungguh-sungguh

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 137


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

ia menurunkan kepandaiannya kepada sang murid, yang bukan


saja sangat rajin, tetapi juga cerdas sekali dan mudah sekali
mengerti apa yang dia ajarkan. Demikianlah baru saja selang lima
tahun, Ho Siang sudah menjadi seorang pemuda yang
berkepandaian tinggi. Hanya dua rupa ilmu silat istimewa yang
sang guru belum menurunkan kepadanya, yaitu Kim-kong Sincie
dan Pek-kong-ciang.
Dengan mendapatkan murid yang demikian pada hari-hari
tuanya Ie Long sangat terhibur. Didalam waktu senggangnya
mereka berdua sering ikut para nelayan untuk pergi menangkap
ikan atau mengajarkan beberapa rupa ilmu silat kepada penduduk
dusun. Maka tidaklah heran, berselang beberapa tahun, seluruh
penduduk See-cu-pa, terutama para pemudanya, rata-rata
mempunyai ilmu silat yang lumayan. Penduduk memandang Ie
Long sebagai dewa penolong. Seluruh nasihatnya didengar dan
seluruh perintahnya diikuti. Dilain pihak Ie Long juga
memandang seluruh penduduk sebagai keluarganya sendiri.
Tetapi sekarang karena ingin menolong Cu Ceng Liam dan
keturunan keluarga Lu, Hiecun yang tenteram menjadi kacau
balau dan bagaimana nasibnya di kemudian hari, tidak ada orang
yang dapat menebak.
Malam itu dengan Kimkong Sincie, Ie Long telah melukai
Siauw Tiu Ong Gui Eng. Ia tahu, disebabkan luka musuhnya
cukup berat, malam itu kawan-kawannya sudah tetu tidak akan
datang untuk menyateroninya. Maka itu, ia lalu mengajak Ho
Siang dan Hie Nio pulang kerumah, dimana mereka disambut
oleh Hie Kok dan Bwee Hoa Sin-souw. ”Kalian jadi banyak
lelah,” kata Ie Long sambil mencekal tangannya Hie Kok.
“Barusan aku telah memecahkan Kim-ciong-to nya (ilmu kebal)
Gui Eng, sehingga walaupun ia tidak binasa, ia akan bercacat
seumur hidup. Aku menduga, malam ini mereka tidak berani
datang lagi. Maka kalian baiknya beristirahat, agar dapat

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 138


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

meneruskan perjalanannya sebelum fajar.“ Sehabis berkata


begitu, ia mengajak semua tamu-tamunya kekamar yang terletak
disebelah barat. “Saudara-saudara aku rasa kalian tidak boleh
berdiam terlebih lama lagi ditempat ini,“ berkata Ie Long dengan
masygul. “Sebelum fajar, kalian harus menyingkir. Dengan
begitu, mungkin kalian masih dapat menyelamatkan jiwa.“
Hong Jiam Kong dan yang lain-lainnya juga mengetahui
keadaan yang sangat berbahaya. Untuk menangkap Cu Ceng
Liam dan keluarganya Lu Liu Liang, Kaisar Yong Ceng sendiri
telah menulis firman rahasia, sedangkan congtok Gak Ciong Kie
pun telah mengirim banyak pahlawannya kepropinsi Seecoan,
Inlam dan Kwiciu untuk menyelidiki. Mereka tahu jaring sudah
dipasang sangat rapat dan harus menyingkir dari Hiecun secepat
mungkin.
“Sekarang sudah hampir jam empat“ kata lagi Ie Long
sesudah para tamunya melepaskan lelah sebentaran. “Kalian bolh
langsung bersiap untuk berangkat. Dari sini, dengan berjalan
sepanjang sungai Tian-bok, kalian dapat sampai di Hun-cun-tin,
dan berbelok enampuluh li kesebelah barat, lalu akan tiba di
Huncuikoan. Dari situ dengan berjalan terus kearah barat, setelah
melewati Kongkouw, Limkie dan gunung Toa-pwee-cian, kalian
langsung akan tiba dikota Giok-leng-koan. Jika dapat melewati
kota tersebut, kalian akan segera masuk kedaerah propinsi Anhui.
Ie Long diam beberapa saat dan kemudian berkata lagi:
“Sebenarnya aku dan Ho Siang harus mengantarkan, hanya
sayang aku masih mempunyai tugas-tugas lain yang masih belum
aku selesaikan.“
“Toako tidak perlu membuat pikiran!“ kata Hie Kok.
“Rasanya kami masih dapat melayani segala
macam rintangan disepanjang jalan!“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 139


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Chung loo-enghiong,“ Bwee Hoa Sin-souw berkata sambil


tertawa. “Jika dilain waktu kau mempunyai urusan apa-apa yang
perlu bantuan, kirimlah surat ke Lianhoahong digunung Oeysan.“
“Baik, baik,“ sahut Ie Long sambil menganguk-anggukkan
kepalanya. “Sedari dahulu orang bilang, pemandangan di Oeysan
tidak ada keduanya didalam dunia. Memang sudah lama aku
ingin pesiar kesitu. Baiklah, jika tidak ada suatu rintangan dilain
tahun pada musim semi, aku tentu akan ajak Ho Siang datang
mengunjungi, agar bocah itu dapat membuka matanya.”
Tidak lama kemudian, semua orang sudah bersiap, Cu Ceng
Liam meninggalkan ketiga pelayannya kepada Ie Long dan
bersama putranya, ia menghaturkan terimakasih kepada tuan
rumah yang menolong dirinya. Sesudah itu semua orang lalu
berpamitan dan berangkat dengan perasaan berat.
Hong Jiam Kong dan kawan-kawannya menyamar sebagai
orang dusun atau pedagang dan senjata mereka disembunyikan
didalam baju. Cu Ceng Liam dan istrinya digendong oleh Yong
Keng dan Hie Nio.
Jarak antara See-cu-pa dan Huncuntin hanya duapuluh li.
Oleh karena melakukan perjalanan dengan ilmu meringankan
tubuh dan juga disepanjang jalan tidak ada rintangan, maka pada
waktu fajar, mereka sudah tiba dikota kecil itu. Untuk
menghilangkan kecurigaan, Ceng Liam dan istrinya turun dari
gendongan dan berjalan kaki.
Terlebih dahulu mereka mencari satu rumah penginapan
untuk beristirahat dan bersantap. Melihat begitu pagi sudah
datang tamu-tamu, pengurus rumah penginapan menjadi girang
sekali, akan tetapi Hie Kok memberitahu, bahwa mereka
bukannya mau menginap dan akan meneruskan perjalanannya di
sore hari. Meskipun sederhana, rumah penginapan itu cukup

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 140


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

besar dan justru sedang kosong. Disebelahnya kandang kuda,


dirumah itupun terlihat beberapa kereta keledai.
Dengan sikap hormat pengurus hotel mengantar semua tamu-
tamunya kedua kamar yang paling besar itu. “Tuan-tuan,“
katanya sambil tertawa. “Diseluruh Huncuntin, hanya penginapan
kami yang mempunyai kamar yang begini bagus. Kemarin dulu,
beberapa pembesar negeri juga menginap di penginapan ini. Baru
kemarin sore mereka berlalu……..”
Mendengar perkataan “pembesar negeri” hatinga Hong Jiam
Kong tercekat. “Pembesar Negeri?“
ia menegaskan.
“Benar, mereka royal sekali!“ kata pengurus hotel.
“Apa mereka memakai pakaian dinas? Ada berapabanyak
orang?” Hong Jiam Kong menanya lagi.
“Tiga orang, satu diantaranya bermuka hitam. Mereka
berjubah Panjang,” menerangkan yang
ditanya.
Mendengar orang yang bermuka hitam, tidak terasa lagi
Jiam Kong mengeluarkan seruan tertahan.
“Toa-ya, apakah kau kenal dia?“ tanya pengurus hotel sambil
mengawasi.
“Ah tidak!” sahut Jiam Kong. “Kita hanya rakyat biasa. Cara
bagaimana bisa mengenal orang berpangkat! Barusan aku hanya
merasa heran, ketika kau bilang ada tamu yang bermuka hitam.”
“Saudara,“ Hie Kok menyeletuk. “Kami semuanya tidak
punya kenalan orang berpangkat. Buat apa kita membicarakan
soal itu? Lebih baik kau buru-buru menyediakan makanan dengan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 141


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

araknya!“ Sehabis berkata begitu Hie Kok melirik Hong Jiam


Kong.
Sesudah pintu kamar dikunci, Hie Kok berkata dengan suara
perlahan: “Sehabis makan kita berangkat!“
“Cu loosianseng tidak dapat membuat perjalanan jauh. Apa
tidak baik kalau kita menyewa
kereta?” kata Hong Jiam Kong.
“Baik. Sebentar kita bicara dengan pengurus rumah
penginapan,” sahut Hie Kok.
“Aku menduga orang yang bermuka hitam itu adalah Hek-
bin Tayswee,“ kata Jiam Kong.
“Apa yang kau maksud Couw Liang si Malaikat ganas,
Hiong-sin?“ tanya Hie Kok
“Benar!“, jawabnya.
“Apakah Cionglam Sam-hiong datang semuanya?” tanya
Bwee Hoa Sin-souw dengan nada heran. (Cionglam Sam-hiong
berarti Tiga orang Ganas dari gunung Cionglamsan).
“Disebelahnya Siauw-tiu-ong, masih ada dua lagi,” jawab
Hong Jiam Kong.
Selagi mereka bicara, pengurus hotel mengetuk pintu dan
membawa masuk barang santapan. Selagi ia ingin berlalu, Hong
Jia Kong memegang dia dan berkata: “Saudara, sesudah makan
kami ingin meneruskan perjalanan. Tolong kau sewakan dua
kereta keledai!”
“Tuan-tuan baru saja tiba, mengapa begitu terburu-buru?“
kata sang pengurus hotel sambil tertawa.
“Kami harus buru-buru, sebab hari ini kami harus sudah
sampai di Huncuikoan untuk

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 142


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

memberikan selamat Panjang umur kepada satu keluarga!”


sahut Hong Jiam Kong.
Pengurus hotel tidak rewel lagi dan berlalu sambil
menganggukkan kepalanya.
Sesudah bersantap, dua kereta keledai bersama kusirnya
sudah menunggu diluar. Sesudah menurunkan tirai, Jiam Kong
meminta nyonya Cu bersama Hie Nio duduk dalam kereta yang
sebelah depan, sedangkan Cu Ceng Liam, Bwee Hoa Sin-souw
dan Lu Su Nio didalam kereta yang satunya lagi, yang juga
diturunkan tirainya, Hie Kok dan Yong Keng duduk bersama
kusir kereta depan, sedangkan Hong Jiam Kong kawani kusir
dikereta yang satunya lagi.
Baru saja jalan empat atau lima li, mendadak disebelah
belakang terdengar suaranya kaki kuda. Jiam Kong menengok
dan melihat seorang perwira yang berpakaian seperti panglima
sedang mengaburkan kudanya dan diikuti oleh enam serdadu.
Tidak lama kemudian, mereka telah melewatkan kereta dengan
suara ribut sekali, sehingga kedua keledai menjadi binal, tetapi
beruntung kereta tidak sampai terbalik sebab pandainya sang
kusir untuk mengendalikannya.
“Hei kusir, siapa yang berada didalam keretamu?“
membentak perwira itu sambil menahan kudanya. “Mau
kemana?“
“Tayjin,“ sahut kusir kereta depan. “Mereka adalah tamu-
tamu dari Huncuntin. Mau ke Huncui,“
Perwira itu turun dari kudanya dan dengan sikap garang
menghampiri kereta. Sambil melirik Hie Kok, ia membuka
tirainya dengan pecutnya. Melihat didalam duduk dua wanita, ia
tidak bertanya lebih jauh dan lalu pergi kekereta yang satunya
lagi. Sang kusir cepat-cepat membukakan tirai.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 143


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Kalia datang dari mana? Mau buat apa? Sekarang mau


kemana?“ tanya perwira itu dengan
galak. Sehabis berkata begitu, ia mengeluarkan selembar
gambar dari kantungnya. Meskipun
dalam penyamaran dan sudah mencukur jenggotnya, Ceng
Liam ketakutan sehingga badannya gemetar.
Kuatir rahasia terbuka, Bwee Hoa Sin-souw lalu berkata
sambil tertawa; “Kami adalah pedagang- pedagang dan datang
dari Huncuntin. Sekarang kami mau ke Huncui untuk memberi
selamat panjang umur kepada satu famili………….“
Perwira itu mengawasi dengan mata tajam. Mendadak
mukanya merengut dan membentak
“Dusta! Duapuluh tahun aku sudah bekerja kepada negara.
Mataku belum lamur. Aku lihat, kalian adalah orang-orang
buronan yang sedang dicari! Ayo, bicara terus terang!”
Sehabis berkata begitu, ia berpaling kepada kusir, “Hei,
kusir! Ayo balik ke Huncun!“ Enam serdadu langsung mencabut
goloknya dan dengan garang memerintahkan kepada kedua kusir
untuk membelokkan kereta keledai itu.
Melihat gelagat kurang baik, cepat-cepat Hie Kok melompat
turun dan merangkap kedua tangannya sambil membungkuk.
“Perwira!“, katanya. “Kami semua adalah rakyat biasa,
pedagang-pedagang. Hari ini kami ingin pergi ke pesta ulang
tahun satu famili dan tidak mempunyai lain tujuan. Kedosaan
apakah yang telah kami lakukan, sehingga tuan perwira
menjadi gusar dan memerintahkan kami untuk balik ke Huncun?
Tuan perwira, dengan begini, kami rakyat jelata sungguh tidak
tahu harus berbuat bagaimana, agar tidak melanggar undang-
undang negara!“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 144


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Perwira itu memegang gagang golok dan membentak:


“Jangan rewel! Aku mendapat perintah untuk menahan semua
orang yang dicurigai. Sesudah diperiksa dikantor, kalau tidak
berdosa, kalian tentu akan dilepaskan!“
Ia kebaskan tangannya sambil berteriak: “Anak-anak!
Naikkan si tua ini kekereta.“ Dua serdadu
yang membawa golok lalu mendorong pundaknya Hie Kok
dan membentak: “Ayo, jalan!”
Hong Jiam Kong dan Yong Keng sudah melompat turun.
“Aku tidak melanggar undang-undang negara, siapa yang berani
menangkap aku?“ berseru Hie Kok. “Tuan perwira, biarlah aku
adu jiwa bangkotan ini untuk sama-sama menghadap kaisar!“
Sambil berkata begitu, ia menggoyangkan pundaknya dan dua
serdadu yang mendorong langsung terguling sambil berteriak
kesakitan!
Sang perwira lalu mencabut goloknya dan sambil berseru:
“Jangan lari!“ ia sabetkan senjatanya
kearah kepala Hie Kok.
Perwira itu, seorang bermarga Ouw bernama Keng Bu,
mempunyai ilmu silat gwakee yang lumayan. Tenaganya sangat
besar dan berat goloknya tidak kurang dari duapuluh kati.
Hie Kok berkelit sambil berseru: “Tuan Perwira, walaupun
pembesar negeri, kau tidak boleh main bacok tanpa menyelidiki
dahulu kedosaan orang!“
Melihat bacokannya jatuh ditempat kosong, Ouw Keng Bu
menjadi semakin gusar dan menyerang dengan beruntun-runtun.
Hie Kok membuat dirinya seperti orang sinting dan dengan
tindakan sempoyongan terus mengelit serangan-serangan itu.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 145


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Setelah membacok dan membabat kurang lebih tiga puluh


kali tanpa hasil, barulah Ouw Keng Bu merasa, bahwa ia
sebenarnya sedang menghadapi seorang yang berkepandaian
tinggi, ia menjadi kaget, keringat dingin mengucur dari dahinya
dan gerakannya mulai kalut. Selang beberapa saat, selagi ia
membacok dan badannya mendoyong kedepan, Hie Kok
mencekal tangannya, sambil mengirim satu tendangan. Badannya
Keng Bu yang tinggi besar mental beberapa tombak dan jatuh
tersungkur, sedangkan goloknya sudah pindah kedalam
tangannya Hie Kok, yang segera melompat memburu dan
menotok jalan darahnya, sehingga perwira yang galak itu tidak
dapat berkutik lagi. “Tuan Perwira,“ kata Hie Kok sambil tertawa
terbahak-bahak. “Tidak nyana, kau begini tolol!“
Melihat pemimpinnya roboh, keenam serdadu itu segera
meluruk sambil berteriak-teriak. “Jangan bergerak!” membentak
Hong Jiam Kong sambil menghunus pedangnya, dituruti oleh Cu
Yong Keng.
Enam serdadu itu terkesiap. Mereka tidak menyangka, kedua
orang itu mmpunyai pedang yang sinarnya berkilauan. Mereka
sekarang tahu, orang-orang ini bukan sembarangan orang.
“Kalian jangan dengarkan perkataan perwiramu!“, kata Hong
Jiam Kong dengan suara nyaring. “Kami semua adalah rakyat
jelata yang baik-baik. Sebagai pedagang kami mempersenjatai
diri kami.Kami sungkan bermusuhan dengan kalian. Kalau kalian
tidak mengganggu, kamipun tidak akan mengganggu kalian.“
Mendengar omongan yang manis tetapi mengandung ancaman,
enam serdadu itu tidak berani bergerak lagi.
Sementara itu, Bwee Hoa Sin-souw sudah turun dari kereta
dan mengajak Hie Kok serta Hong Jiam Kong berunding dengan
suara perlahan. Sesudah berbicara beberapa saat, Hie Kok dan
Jiam Kong terlihat menganggukkan kepala.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 146


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Sambil tersenyum Hie Kok kemudian menghampiri Ouw


Keng Bu yang menggeletak diatas tanah. Walaupun badannya
tidak dapat bergerak, mulutnya Keng Bu masih dapat berbicara.
Melihat Hie Kok, ia berteriak dengan mata melotot: “Kalian
mengaku rakyat baik-baik, tetapi sekarang ternyata melawan
petugas negara. Sekarang aku sudah kena dibokong, kalian boleh
melakukan apapun yang kalian suka!“
“Tuan perwira,“ kata Hie Kok. “Sedangkan kematian sudah
ada didepan matamu, kau mesih saja cerewet. Mengingat kau ini
adalah pembesar setia, maka aku tidak tega mengambil jiwamu.
Disebelah depan di Sip-li-kong, terdapat satu hutan. Aku akan
mengantar kau untuk beristirahat disitu.“
Sehabis berkata begitu, Hie Kok menjambak bajunya Keng
Bu dan melompat ke punggung kuda yang langsung dikaburkan
kearah bukit.
Melihat pemimpinnya dibawa pergi, keenam serdadu
menjadi ketakutan dan cepat-cepat membelokkan kuda mereka
untuk dikaburkan kejalanan dari mana mereka tadi datang. Jiam
Kong dan Yong Keng mengejar dengan menggunakan ilmu
meringankan tubuh dan dalam beberapa saat saja, mereka sudah
menyusul serdadu-serdadu itu.
“Tahan!“ berseru Jiam Kong sambil melintangkan
pedangnya. Disebabkan oleh kepepet, mereka menjadi nekat dan
menyerang dengan goloknya Tentu saja mereka itu bukan
tandingannya Jiam Kong dan Yong Keng. Dalam sekejap
beberapa batang golok terpapas kutung atau sebagian lagi
beterbangan, tetapi Jiam Kong dan Yong Keng tidak tega melukai
mereka.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 147


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Sudahlah jangan melawan lagi!” berteriak satu serdadu


yang lebih dapat melihat gelagat. Kawan-kawannya lalu berhenti
menyerang dan pada mundur.
“Kami mengetahui kesukarannya pegawai negeri,“ kata
Hong Jiam Kong dengan suara sabar.
“Maka dari itu, asal kalian tidak mengganggu, kami tentu
tidak akan mencelakai kalian. Untuk bicara sebenarnya, kami
ingin membuat perjalanan jauh. Sekarang ini, kami terpaksa
meminta
bantuan kalian untuk mengantar kami sampai ke
Huncuikoan. Dari situ kalian boleh balik ke Sip- li-kong untuk
melepaskan perwira kalian!“
Keenam serdadu saling mengawasi, tetapi kemudian
menyatakan bersedia melakukan perintah itu.
“Bagus!” Hong Jiam Kong berkata dengan girang. “Sekarang
kita harus menunggu kawanku yang tadi baru saja pergi! Jika
ditengah jalan ada cegatan, kalia harus mengaku mendapatkan
perintah dari atasan untuk mengantar pedagang-pedagang. Selian
itu tidak boleh dikatakan lagi. Apa kalian mengerti?“
“Mengerti!“ jawabnya dengan berbareng.
Tidak lama kemudian, Hie Kok balik seorang diri dengan
memakai pakaian perwira itu! Melihat lagaknya yang lucu, semua
orang menjadi tertawa terpingkal-pingkal.
“Hie Kok-heng,“ kata Jiam Kong sambil tertawa.
“Penyamaranmu boleh juga, hanya sayang ada
sedikit cacat!“ “Cacat apa?”
“Ini,” kata Jiam Kong sambil memegang baju perwira.
“Benar,“ Hie Kok tertawa. “Baju ini terlalu besar!“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 148


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Demikianlah, dengan diiringi oleh enam serdadu, rombongan


Hong Jiam Kong lalu meneruskan perjalanan. Hie Kok sendiri
membuntuti dari belakang dengan menunggang kuda. Jarak
antara Sip-li-kong dan Huncuikoan kurang lebih 50 li. Beruntung,
biarpun banyak debu, jalanan cukup rata, sehingga perjalanan
dapat dilakukan dalam kecepatan biasa. Diwaktu sore,
rombongan itu tiba didaerah Huncui dan tembok kota lapat-lapat
sudah terlihat.
Kudua kusir menyabet sang keledai yang langsung berlari
mencongklang, dan sesudah jalan lagi tiga li, tibalah mereka
dekat pintu kota. Kereta dilarikan terlebih perlahan. Mendadak,
didepan kereta muncul dua orang yang berjalan berendengan
dan yang sepertinya juga tidak tahu kedatangannya sang
kereta. “Minggir! Minggir!” teriak sang kusir, tetapi kedua orang
itu seperti tuli dan terus berjalan perlahan-lahan. Beberapa saat
kemudian, kepala keledai sudah hampir
mengenai badannya dua orang itu. Sang kusir mengedut tali
les, agar keledainya berjalan kepinggir dan berteriak lagi:
“Saudara-saudara, minggir! Kalian tidak takut tertubruk?” Tetapi
dua orang itu tetap tidak menengok.
Yong Keng tidak dapat menahan sabar lagi. Begitu ia
melompat turun, ia meluruskan kedua tangannya untuk
mendorong kedua orang itu. Tidak disangka, mereka cepat sekali.
Dengan sekali berkelit, kedua tangannya Yong Keng mengenai
tempat kosong.
Mereka mengawasi Yong Keng, “Kami sedang berjalan
enak-enak, mengapa kau mengganggu?“,
kata satu diantaranya.
“Saudara,“ jawab Yong Keng dengan suara mendongkol.
“Kereta kami sedang enak-enak jalan, tidak keruan kalian

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 149


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

menghadang. Kusir sudah berteriak agar kalian dapat minggir,


tetapi kalian berlaga tuli. Apa kalian mencari masalah?“
Mendengar begitu mereka saling mengawasi. “Oh, begitu?”
kata yang bermuka putih sambil tertawa. Mereka lalu berdiri
dipinggir jalan sambil mengawasi tak hentinya. Ketika itu Hie
Kok yang berjalan paling belakang sudah datang mendekat.
Dengan sekali lirik, ia mengenali satu diantaranya, yang bernama
Un Kim Lun, murid murtad dari partai Butong. Ia bergelar Pat-po
Kim- sian (Tonggeret emas Delapan tindak) dengan mempunyai
ilmu pedang dan ilmu meringankan tubuh yang sangat tinggi.
Sebab kuatir dikenali, Hie Kok melengoskan mukanya
sambil mengedipi Jiam Kong. “Sebentar begitu cepat masuk
kedalam kota, aku pergi dahulu kekantor tiekoan untuk
membereskan tugasku,“ Hie Kok sengaja berkata dengan suara
keras. “Mungkin kita harus meneruskan perjalanan kita hari ini
juga.“
Hong Jiam Kong melirik. Ia merasa lega, sebab tidak kenal
kedua orang itu. “Tayjin,” Jiam Kong menyahuti. “Kembali aku
memohon pertolonganmu untuk memberitahukan Lie-sunbu,
bahwa sesudah keluargaku tiba dengan selamat, aku akan menulis
surat untuk memberitahukan beliau.”
Sehabis berkata begitu, Jiam Kong kembali melirik kedua
orang itu. Mukanya Kim Lun kelihatan bercuriga. Ia menowel
kawannya dan mereka berdua lalu masuk kedalam kota.
“Saudara kusir,“ kata Hie Kok. “Tolong putar kereta dan
masuk dari pintu selatan. Sesudah
melewati kota, kita keluar dari pintu utara. Kita akan mencari
tempat untuk istirahat, diluar kota.”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 150


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Sang kusir merasa sangat heran, sebab kereta itu waktu itu
sudah ada diambang pintu timur, tetapi ia tidak berani
menanyakan apa-apa.
Untuk bisa masuk dari pintu selatan, orang harus mengambil
jalan memutar yang agak jauh. Terlebih dahulu mereka harus
keluar dari jalanan dusun yang berada diluar tembok kota.
Sesudah melewatkan jalanan dusun, mereka baru tiba di jalan
raya, dimana terdapat satu cabang jalanan yang menerus kepintu
kota selatan. Biarpun begitu, sang kusir tidak berani membantah.
Mereka memutar kereta dan berbalik kejalanan yang barusan
dilewati.
Setelah melewati jalanan dusunyang panjangnya kurang
lebih lima li, kereta membelok kekanan dan masuk kejalan raya.
Pada saat itu, disebelah belakang mendatangi dua ekor kuda
dengan dua penunggangnya berpakaian seperti pegawai negeri.
Begitu menoleh, Hie Kok terkejut, sebab mereka adalah lauw
Kim Boan dan Thio Kim, kepala opas Tonglouwkoan, yang
pernah dipermainkan oleh Ho Siang dan Hie Nio die Hiecun.
Beberapa saat kemudian, mereka berdua sudah menyusul
rombongan kereta. Jiam Kong dan Yong Keng yang duduk diatas
kereta buru- buru melengoskan mukanya.
Hatinya Hie Kok tidak enak. Ia tidak tahu, kartu apa yang
sedang dipegang oleh pihak musuh. Sesudah memerintahkan
kusir untuk memperlambat jalannya kereta, ia menghampiri Hie
Nio dan Yong Keng untuk memesan agar mereka berlaku hati-
hati. Kemudian ia bicara sebentaran dengan Hong Jiam Kong.
“Dari Tonglouw dikirim dua orang. Tidak tahu apa
sebabnya,“ berkata Hie Kok kepada Bweee Hoa Sin-souw yang
menongolkan kepalanya dari kereta. “barusan di pintu timur
sudah muncul dua musuh. Aku rasa Huncunkoan bukanlah
tempat yang aman. Kita juga tidak tahu berapa jumlahnya musuh.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 151


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Apa tidak lebih baik, sekarang kita terus saja pergi ke Kongkouw
dan beristirahat disana?“
“Aku setuju,“ kata Jiam Kong. Bwee Ho Sin-souw juga tidak
keberatan.
Hie Kok lalu meneriaki kusir agar mereka langsung
menujukan kereta kearah Kongkouw dan baru beristirahat setelah
tiba disana. Kedua kusir kaget dan satu diantaranya berkata
dengan mendongkol: “Omongan tuan-tuan mengapa selalu
berubah-ubah?” Dipintu timur tidak mau masuk, katanya mau
masuk dari pintu selatan. Sekarang dipintu selatan juga tidak jadi
dan ma
uterus ke Kongkouw! Keledai kita sudah berjalan seharian
dan sudah payah sekali. Kalau tidak
diberi makan dan beristirahat, mana mereka dapat berlari
terus?“
Selagi Hie Kok mau menjawab, mendadak Lauw Kim Boan
dan Thio Kim terlihat berbalik lagi. Biarpun mulutnya berkata
tidak setuju, kedua kusir terus melarikan keretanya. Saat itu
kereta
sudah melewati jalan dusun yang terus menuju pintu selatan.
Kim Boan dan Thio Kim membedal
kudanya terlebih cepat lagi dan rasanya kedua kereta akan
tersusul dijalanan bercabang.
“Celaka,“ Hie Kok berseru dengan suara di tenggorokan.
“Kusir!“ ia berteriak. “Aku tidak mau berebut omong. Sekarang
lari secepatnya dan jangan berhenti biarpun ditahan oleh siapapun
juga. Ongkos sewa akan aku tambah satu kali lipat!“
Hong Jiam Kong yang duduk diatas kereta lalu merogo
sakunya dan mengeluarkan sepotong perak, yang disusupkan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 152


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

ketangannya si kusir. “Kau dengar!,“ katanya. “Ayo cepat, ini


untuk beli arak!“
Memegang potongan perak yang beratnya tidak kurang dari
sepuluh tail, ia menjadi girang sekali. Ia menoleh ke belakang dan
meneriaki kawannya sambil memecut keledainya sekuat tenaga,
sehingga binatang itu menjerit kesakitan dan kabur secepat-
cepatnya. Sesudah kereta lari jauh, barulah Hie Kok melarikan
kudanya perlahan-lahan. Tidak lama kemudian Lauw Kim Boan
dan Thio Kim sudah menyusul.
“Perwira Ouw!” Kim Boan berseru. “Dikantor tiekoan
ada urusan penting. Mereka sedang
mencari engkau. Barusan aku tidak melihat engkau!”
Hie Kok berlagak tuli dan memecut kudanya, dengan disusul
oleh Kim Boan dan Thio Kim. Selagi mereka kejar-kejaran, enam
serdadu itu mengambil kesempatan untuk melarikan diri.
Kedua kereta yang dilarikan sangat cepat tidak lama
kemudian sudah melalui kurang lebih limabelas li dan disebelah
depan kelihatan menghadang sebuah gunung. Sehabis menaiki
satu tanjakan dan melewati jalanan turun, kereta masuk kemulut
jalanan gunung. Jalanan itu tidak rata lagi dan penuh batu-batu,
sehingga perjalanan tidak dapat dilakukan lebih cepat lagi.
Sementara itu Hie Kok yang mengejar sudah datang menyusul.
“Kalian cepat pergi ke Kongkouw dan cari tempat beristirahat.
AKu akan menunggu dimulut jalan untuk menghadang mereka!“
ia berkata. Sang kusir yang kantongnya telah berisi perak tidak
banyak cerewet lagi.
Sesudah memesan begitu Hie Kok meloloskan pakaian
perwira yang ia lemparkan kegerombolan pepohonan. Ia
mencabut goloknya dan menyelipkan dipunggungnya, sedangkan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 153


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

kudanya si perwira ia tambatkan pada satu pohon siong, dimulut


jalan. Ia sendiri lalu melompat naik keatas pohon.
Beberapa saat kemudian Lauw Kim Boan dan Thio Kim
sudah tiba disitu. Mereka heran dan celingukan, ketika melihat
kudanya perwira ditambat pada sebuah pohon. “Kemana ia pergi?
Apa ia bisa kabur begitu cepat?” kata Thio Kim. “Aku rasa tidak
mungkin,” sahut Kim Boan. “Sayang sekali tadi kita tidak
tayakan kepada beberapa serdadu!“
Belum habis perkataannya Kim Boan, diatas pohon terdengar
suara tertawa dan dua benda hitam menyambar kearah mereka.
Mereka terkesiap dan mencoba untuk berkelit, tetapi tidak
keburu, Kim Boan terkena janggutnya sedangkan Thio Kim
ketimpah pipinya. Mereka berteriak karena kesakitan dan kaget.
Tetapi kedua benda itu ternyata bukannya senjata rahasia. Hanya
dua biji buah siong!
Hie Kok melompat turun sambil tertawa dingin. “Tuan-tuan
besar selamat bertemu!“ katanya. Kim Boan dan Thio Kim
mengawasi. Kembali mereka kaget, sebab orang itu bukan lain
daripada Kanglam Koayhiap Hie Kok.
Dahulu Hie Kok terkenal sebagai satu “perampok pendekar“.
Pada akhirnya jaman Kaisar Konghie, ia telah melakukan banyak
sekali perampokan didaerah Kangsouw, Ciatkang dan Anhui.
Yang dirampok adalah gudang-gudang negeri, pembesar-
pembesar rakus atau kaum hartawan kejam. Hasil rampokannya,
sepeserpun tidak digunakan untuk keperluan pribadi, tetapi
dipakai untuk menolong rakyat yang melarat. Pembesar-
pembesar negeri dan kepala-kepala opas sakit kepalanya, tetapi
tidak dapat berbuat apa-apa. Petugas-petugas negara banyak
sekali yang kenal ia. Sedapat mungkin mereka mengalah dan
malahan ada petugas-petugas yang secara diam-diam
mengundang dia untuk makan minum, agar tidak diganggu.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 154


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Sudah beberapa tahun belakangan ini, Hie Kok sudah mencuci


tangannya.
Lauw Kim Boan dan Thio Kim adalah petuga-petugas
penting dari Tonglouwkoan dan mereka mengenal Hie Kok.
Melihat Hie Kok dan kudanya perwira itu, mereka langsung
menduga, bahwa Ouw Keng Bu sudah binasa dan orang-orang
yang berada didalam dua kereta orang-orang hukuman yang
sedang dicari. Ketika itu mereka membawa sepucuk surat
perintah penting, yang bersama-sama Ouw Keng Bu harus
disampaikan kepada siupie kota Giok-leng-kun. Dengan
hilangnya Keng Bu, maka kewajiban penting jatuh kepundak
mereka berdua. Sekarang didepan menghadang Hie Kok yang
sudah menghadiahkan mereka dua buah siong.
Mengingat begitu, Kim Boan menjadi mendongkol sekali. Ia
melompat turun dari kudanya dan merangkap kedua tangannya.
“Selamat bertemu, selamat bertemu,“ kata ia. “Sore-sore
begini looheng berada disini. Apa lagi
menunggu kawan?”
“Tuan kepala opas,” kata Hie Kok sambil tertawa. “Aku
bukan lagi menunggu kawan. Untuk bicara
secara terus terang, aku justru sedang menunggu kalian
berdua tuan!“
Kim Boan tertawa dingin. “Tidak heran kau menghadiahkan
kami buah siong!“ katanya.
Ketika itu Thio Kim yang sangat berangasan sudah tidak
dapat menahan kesabaran lagi. Ia membuka Samciat
Hoanliongkun (Toya yang mempunyai tiga tekukan) dari
pinggangnya dan melompat turun dari kudanya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 155


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Bangsat tua!“ ia memaki sambil menuding. ”Kau mengirim


hadiah buah siong, aku membalas
dengan ini!” Berbareng dengan habisnya makian itu, sang
toya menyambar kepalanya Hie Kok.
“Bagus!“ berkata Hie Kok sambil mengelit kesamping
dengan gerakan Go-say-yauw-tahuw (Singa kelaparan
menggoyangkan kepala) dan meluruskan tangannya untuk
menangkap toya musuh. Thio Kim memutar gerakan toyanya
dengan tipu Beng-houw-hoan-sin (Macan memutar badan) dan
mnyabet pinggangnya Hie Kok. Dengan teriakan “aa-yaah!“, Hie
Kok mendadak jatuh terguling.
Thio Kim girang bukan main, ia menubruk sambil mengayun
samciatkun-nya. Kim Boan yang lebih jeli dapat melihat
siasatnya Hie Kok. Ia ingin meneriaki agar kawannya berhati-
hati, tetapi sudah tidak keburu lagi. Hie Kok menggulingkan
badannya sehingga samciatkun menghantam tanah dan
berbarengan ia menangkap toya itu. Sambil membentak, ia
mengerahkan tenaga jari-jarinya dan cincin baja yang
menghubungan tekukan toya pertama dengan toya kedua,
menjadi putus.
Thio Kim kaget bukan main ketika ia melihat samciatkun-
nya sekarang menjadi jieciatkun (toya dua tekukan). Sementara
itu Hie Kok sudah menyerang dengan menggunakan tekukan toya
yang ia barusan rampas. Cepat-cepat Thio Kim melompat tinggi
untuk meloloskan diri.
Lauw Kim Boan sekarang sudah mencabut goloknya dan lalu
menyerang dengan gerakan Pek- san-kay-louw (Pukul Gunung
membuka jalan). Hie Kok mengelit sambil melompat kebelakang
lawannya. Kim Boan memuityar badannya dengan gerakan Tay-
bong-hoan-sin (Ular besar membalikkan badan) dan menyabet
lagi. Hie Kok menahan golok lawannya dengan potongan toyanya

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 156


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Thio Kim dan berkata sambil tertawa: “Apa benar-benar kau


ingin mengadu golok dengan aku?“
“Jangan rewel!“ Kim Boan membentak. “Hari ini aku
bersumpah, akan membekuk engkau!“
“Aduh betul-betul tidak usah malu kau menjadi kepala opas
yang tersohor!“ Hie Kok mengejeknya sambil melemparkan
potongan toya. Kim Boan mengegoskan badannya dan dilain saat,
tangannya Hie Kok sudah mencekal sebatang golok. “Banyak
tahun aku sudah tidak pernah menggunakan golok lagi. Biarlah
hari ini kita main-main sedikit,“ kata Hie Kok sambil menyengir.
Kim Boan mengenali golok itu adalah kepunyaan Ouw Keng
Bu, sehingga hatinya semakin tidak enak. Tanpa berkata apa-apa
lagi, ia menyerang dengan Cap-jie-chiu Lian-hoan Tui-hunto
(Ilmu silat golok berantai yang mempunyai duabelas jurus). Ilmu
itu adalah simpanannya Lauw Kim Boan yang tidak ia gunakan
sering kali, kalau tidak berhadapan dengan musuh yang tangguh.
Melihat lawannya menyerang sedemikian hebat, Hie Kok juga
segera mengeluarkan ilmu silat golok Tee-tong-bun Tohoat untuk
melayaninya.
Sesudah bertempur kurang lebih 30 jurus, Lauw Kim Boan
belum juga dapat mencari kelemahan musuhnya. Hatinya menjadi
jengkel dan mendadak menyerang dengan serupa tipu sangat
berbahaya. Terlebih dahulu ia menyabet dengan menggunakan
Giok-tay-wie-yauw (Angkin memutari pinggang), agar Hie Kok
menangkis dengan goloknya, akan kemudian merubah
gerakannya dengan mengangkat sedikit goloknya untuk menikam
muka lawannya. Dua gerakan inisaling susul luar biasa cepatnya
dan dilihat sekelebatan, Hie Kok tidak akan luput dari serangan.
Akan tetapi Kanglam Koay-hiap bukanlah sembarang orang.
Melihat sebelum menyabet habis, lawannya merubah gerakan, ia
sudah menduga niatan Kim Boan. Ia mengegos badannya kekiri

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 157


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

dan goloknya menyabet kekanan dengan gerakan Hun-hui-tiat-


tiok (Menyampok dengan suling besi). Satu suara “traaang!”
kedengaran dan badannya Kim Boan terhuyung tujuh-delapan
langkah, sedangkan goloknya terlepas dari tangannya! Mukanya
Kim Boan menjadi pucat bagaikan mayat.
Saat itu, Thio Kim mendadak menimpuk tenggorokan Hie
Kok dengan paku Liang-gin-teng. Badannya Hie Kok tidak
bergerak, hanya tangan kanannya bergerak dan dengan dua
jarinya, ia menangkap senjata rahasia itu.
“Ha, ha, ha!“ Hie Kok tertawa terbahak-bahak. “Segala
kepandaian begitu mau digunakan untuk mencelakakan orang!
Baiklah budi harus dibalas dengan budi juga!“ Ia ayun tangannya
dan paku itu menyambar kekepala kudanya Thio Kim. Binatang
itu menjerit kesakitan, dan kaki depannya terangkat keatas dan
sesudah mengamuk beberapa saat, dia roboh untuk tidak bergerak
lagi.
“Manusia rendah!“ Thio Kim berseru dengan gusar.
“Mengapa kau memusuhi binatang yang
tidak berdosa?“
“Jiwa manusia berharga seribu emas! Jiwa kuda tidak ada
harganya!” sahut Hie Kok.
Matanya Thio Kim seperti mengeluarkan api bahna
gusarnya. Sambil melompat tinggi, ia menyabet kepala Hie Kok
dengan jieciatkun. Hie Kok menundukkan kepalanya dan
menggulingkan tubuhnya sambil membabat dengkul lawan
dengan belakang golok. Thio Kim terkesiap ketika angin
menyambar kearah dengkulnya, tetapi ia tidak dapat merubah
gerakan, sebab kedua kakinya belum menginjak tanah.
Pada saat yang sangat genting itu, dari atas sebuah batu besar
mendadak menyambar satu bayangan orang, yang seperti kilat

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 158


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

mencengkeram belakang goloknya Hie Kok. Walaupun diserang


begitu mendadak, Kanglam Koay-hiap tidak menjadi bingung.
Tangan kirinya secara otomatis menyambar dadanya orang itu,
yang menjadi sangat terkejut dan cepat-cepat menarik pulang
tangannya sambil melompat mundur. Thio Kim juga
menggunakan kesempatan itu untuk melompat dan hinggap
dibelakangnya sebuah batu besar.
Orang itu sekarang mengawasi dengan mata yang sangat
tajam. “Sudah lama kudengar nama besarnya Hie Kok. Sungguh
beruntung hari ini siauwtee dapat bertemu muka!“ kata ia sambil
tertawa.
Ia berusia kurang lebih tiga puluh tahun, badannya kekar,
mukanya tampan dengan bibir merah dan gigi seperti mutiara,
hanya sayang pada kedua matanya terdapat sedikit sinar
kecabulan. Ia memakai pakaian yang sangat indah dengan
lauwciangnya yang tersisir licin, sedangkan dipunggungnya ia
menggendong sebatang Kunlunkiam.
Melihat rupanya orang itu Hie Kok menjadi ingat akan satu
orang yang bernama Cio Hui Sian, pengawal dalam tentara
dikotaraja. Ia itu adalah ahli pedang Kunlun yang namanya cukup
terkenal dalam kalangan kangouw dan mendapat julukan Hoa-lie-
long-tiap (Kupu-kupu dalam kembang) sebab ia gemar sekali
akan pipi licin. Sebelum Hie Kok sempat bertanya, ia sudah maju
menghampiri sambil berkata: “Siauwtee Cio Hui Sian. Sudah
lama siauwtee mendengar namanya loocianpwee, sehingga dari
kotaraja, siauwtee memerlukan waktu untuk datang disini untuk
pendapatkan pengajaran“
Mendengar tantangan itu, Hie Kok menjawab sambil tertawa:
“Ah! Kiranya Cio Toaya yang namanya sangat tersohor! Maaf,
maaf! Sungguh aku beruntung sekali, di ini hari aku si tua dapat
bertemu denganmu yang bergelar Hoa-lie-long-tiap dan yang

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 159


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

sudah lama berkelana dalam kalangan kangouw dengan nama


besar! Kalau bicara soal pengajaran, loohu ini hanya kenal
beberapa ilmu silat kembang yang hanya cocok untuk main-main
terhadap kawanan bocah. Manalah loohu berani beradu tangan
dengan seorang seperti toaya!”

Seumur hidupnya Cio Hui Sian paling marah kalau orang


berani mengungkit-ungkit gelarannya yang tidak sedap itu. Oleh
sebab itu dengan mendadak ia menjadi sangat gusar. “Bangsat
tua!“ ia membentak. “Jangan ngaco belo! Sambutlah!“
Berbarengan dengan cacian itu, ia menjotos mukanya Hie
Kok. Kanglam Koay-hiap berkelit, sambil menjejak kedua
kakinya, sehingga badannya melesat beberapa tombak jauhnya.
“Tahan!“ ia berteriak. “Bilang dahulu, kau mau adu tangan
kosong atau adu senjata?“
“Tangan kosong!“, ia menjawa dengan pendek.
“Baik!“ sahut Hie Kok, yang lalu menyelipkan goloknya
dipunggungnya.
Mereka berdua langsung saja bertempur dengan serunya. Cio
Hui Sian memang bukanlah ahli silat sembarangan. Menghadapi
Hie Kok, ia menyerang dengan ilmu Pek-wan-ciang (Pukulan
Monyet Putih) yang sangat cepat dan berubah-uabh tidak
hentinya. Hie Kok tidak berani memandang ringan lawannya.
Dengan hati-hati ia melayani dengan ilmu Kin-na-chiu. Sesudah
bertempur kurang lebih 20 jurus, satu ketika dengan pukulan
menyamping, Hui Sian menghantam pundak kirinya Hie Kok.
Cepat-cepat Hie Kok menggeser kaki kiri kebelakang dan
memajukan kaki kanannya, sehingga badannya mengegos untuk
melewatkan pukulan itu. Berbarengan dengan itu, tangan
kanannya mencengkeram pundak kiri lawannya. Hui Sian tidak

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 160


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

menduga pukulan Kin-na-chiu sebegitu cepat, tetapi ia tidak


menjadi gugup. Ia mengelit dan
menjejak kedua kakinya, sehingga badannya mengapung dan
hinggap dilamping gunung yang tingginya tiga tombak lebih.
“Hie Kok!“ ia menggapai dari atas. “Beranikan kau main-
main disini?“
Hie Kok tertawa dingin. Tanpa berkata apa-apa, dengan
gerakan Yan-cu-coan-in (Burung Walet menembus Awan), ia
melompat naik. Karena kuatir akan bokongan, sebelum kakinya
menginjak tanah, Hie Kok menggoyangkan pinggangnya dan
kaki kirinya menendang mukanya Hui Sian.
Melihat tendangan itu, bagaikan kilat kepalannya Hui Sian
menjotos kaki lawannya, yang kalau kena, Hie Kok tentunya
akan roboh kebawah. Tendangan Hie Kok itu sangat berbahaya
bagi pihak penyerang. Jika musuh dapat menyambut, si
penyerang sendiri yang bisa celaka. Sebagai seorang yang sudah
kawakan, Hie Kok juga memperhitungkan kemungkinan itu.
Maka itu, hampir berbarengan dengan tendangannya, ia juga
mengirim satu pukulan dengan tangan kirinya.
Kepalan Hie Kok secara tepat memapaki tangannya Hui Sian
yang langsung cepat-cepat ditarik pulang pukulannya. Begitu
cepat kakinya menginjak tanah, kedua tangannya Hie Kok
membabat kedua pundak lawannya dalam gerakan menggunting.
Pukulan ini adalah Song-cian-chiu (Pukulan Sepasang Gunting)
yang sangat lihai. Cio Hui Sian melenggakkan badannya
kebelakang sambil merangkap tangannya dan dalam gerakan Pek-
wan-hian-ke (Monyet putih mempersembahkan buah), sepasang
tangannya yang sudah bergerak keatas mendadakan menghantam
jalan darah Tay-yang-hiat Hie Kok. Meskipun diserang begitu
mendadak, Hie Kok masih keburu menundukkan kepalanya,
memiringkan pinggangnya dan berbareng ia menyapu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 161


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

pinggangnya musuh dengan tipu Pek-ho-liang-cie (Burung Ho


Putih membuka Sayap). Dengan satu suara “Buuuk!” pukulan itu
mengenai pinggangnya Hui Sian, tetapi oleh karena ia
mempunyai khie- kang (tenaga dalam) yang kuat, pukulan itu
tidak membuat ia mendapatkan luka berat. Dalam terkesiapnya, ia
menjejakan kedua kakinya dan badannya melesat jauh.
Saat itu, mendadak dibawah terdengar suara kaki kuda.
Cepat-cepat Hie Kok meninggalkan lawannya dan melompat
turun, dimana ia melihat Kim Boan sudah mengaburkan kudanya
masuk kejalanan gunung, diikuti oleh Thio Kim yang
menunggang kudanya sendiri, yang tadi ditambatkan pada pohon
siong.
Hie Kok menduga, bahwa surat perintah yang dibawa oleh
Kim Boan dan kawannya mempunyai hubungan erat dengan
larinya Cu Ceng Liam dan Lu Su Nio. Mungkin sekali itu adalah
perintah
rahasia yang harus disampaikan keberbagai kota untuk
mencegat rombongannya. Dugaan Hie
Kok memang tepat sekali.
Dengan gusar dan menyesal, sebab kena diakali, Kanglam
Koay-hiap berderi termenung beberapa saat lamanya. Dengan
cepat ia mengambil keputusan. Ia mengerahkan tenaganya,
mementang kedua kakinya dan mengejar dengan ilmu
meringankan tubuh istimewanya yang bernama Tee-ciong-sut.
Sesudah mengejar belasan li dan melewati satu lembah
gunung, Hie Kok berhenti sebentar untuk memperhatikan
keadaan sekitarnya. Jalanan gunung, yang memutari satu hutan,
membelok kearah utara. Ketika itu, langit sudah mulai menjadi
gelap dan didalam hutan kedengaran ramai dengan suaranya
burung-burung yang mau tidur dan binatang-binatang malam

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 162


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

yang keluar dari sarangnya. Pikirannya jagi tua itu kusut sekali. Ia
tidak tahu, apakah Hong Jiam Kong dan yang lainnya sudah tiba
di Kongkouw atau belum. Ia kuatir, kalau-kalau mereka bertemu
halangan. Ia terutama merasa jengkel, sebab sesudah kena
diperdayai, kedua musuhnya sekarang tidak kelihatan batang
hidungnya lagi. Dalam kejengkelan itu, Hie Kok kembali
mementang kedua kakinya dan berlari dengan sekuat tenaganya.
Dalam tempo sekejap, ia sudah memutari hutan dan jalanan
sekarang membelok kesebelah barat. Mulai dari situ, jalanan
gunung menjadi lebih lebar, dan setelah berlari limabelas li lagi,
kota Kongkouw sudah berada didepan mata. Hie Kok
mengempos terus semangatnya, untuk berlari terlebih cepat lagi,
tetapi baru saja ia sampai pada satu tanjakan, ia keget sebab
perdengarannya yang tajam dapat menangkap sambaran satu
senjata rahasia! Hie Kok menundukkan kepalanya dan melompat
kesamping. Satu panah tangan lewat disampingnya dan
membentur batu gunung, sehingga mengeluarkan percikan api.
Hie Kok membalikkan badannya dan Cio Hui Sian kelihatan
berdiri didepannya sambil menyengir!
Bukan main gusarnya Hie Kok. “Orang marga Cio!” ia
membentak. “Aku Hie Kok dengan kau tidak mempunyai
permusuhan, mengapa kau mendesak sampai begini?”
“Hie Kok,“ kata Hui Sian dengan tertawa dingin. “Bukankah
kalian ingin lari keluar Giok-leng-koan dan kemudian akan
bersembunyi di Oey-san? Ha..ha..! Rasanya biarpun kalian punya
sayap, kalian tidak akan mudah untuk terbang pergi!“
Hie Kok terkesiap mendengar Hui Sian mengetahui
rencananya. Sementara itu Hui Sian sudah meraba punggungnya
dan mencabut Kunlunkiam yang mengeluarkan sinar putih yang
gilang gemilang.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 163


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Sambil menyekal pedang, ia maju beberapa langkah dan


berkata: “Hie Kok, aku tahu Cu Ceng Liam dan turunan keluarga
Lu itu sebenarnya tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan
kau. Mengapa kau kemudian, mencelupkan tanganmu kedalam
air panas? Aku orang bermarga Cio, masih menghargaimu. Kalau
kau suka menyerahkan mereka, maka pahala utama akan aku
berikan kepadamu. Selain itu, maka kita sama-sama akan menjadi
kawan. Apa kau setuju?“
Hie Kok mendelu. “Fui!“ ia menyemburkan ludahnya.
“Orang marga Cio, berani benar kau mengoceh begitu! Aku Hie
Kok dari kepala sampai kaki adalah laki-laki sejati. Kau
menginginkan aku menjual sahabat untuk merebut pangkat,
seperti caranya anjing bangsa Boan? Perbuatan keji itu hanya
dapat dilakukan oleh manusia sebangsamu itu. Aku Hie Kok
lebih suka mampus daripada berbuat begitu! Sekarang sudah
malam aku perlu buru-buru!“
Sehabis mencaci Hie Kok memutar badannya dan kabur
dengan menggunakan Teeciongsut. Hui
Sian tentu saja tidak mau mengerti. Ia langsung mengejar
sambil membawa pedangnya.
Sesudah mengejar lima li, langit sudah gelap dan Hie Kok
tidak terlihat bayangannya. Dalam keadaan gelap gulita, ia tahu
tidak berguna untuk terus mengejar. Maka itu, ia mengambil
keputusan untuk menyusul saja ke Kongkouw untuk mencari
rombongan Hie Kok. Perlahan-lahan ia memanjat satu tanjakan.
Baru saja ia berjalan beberapa langkah, dari kumpulan
rerumputan muncullah satu orang, yang dengan badan
sempoyongan serta bernyanyi-nyanyi menubruk kepadanya.
Hui Sian yang sedang uring-uringan langsung naik darahnya.
“Bangsat buta!“ ia membentak sambil menjotos. Orang itu gesit
sekali. Ia menundukkan kepalanya dan kepalan Hui Sian jatuh

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 164


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

ketempat kosong. Sekarang Hui Sian menjadi marah benar-benar.


Seperti senjata, dua jari-jarinya menyambar dadanya orang itu
untuk menotok jalan darahnya yang dapat membinasakannya.
Cepat-cepat orang itu menggeser kaki kirinya kebelakang dan
memajukan kaki kanannya dan dengan tangan kiri, menahan jeriji
sang lawan, tangan kanannya menjotos dadanya musuh. Hui Sian
kaget melihat gerakan ilmu siat Thaykek dari orang itu. Ia
memutar badannya untuk menyingkirkan serangan yang sangat
hebat dahulu.
Orang itu tertawa dingin dan matanya bersinar terang
mengawasi Hui Sian. Dalam kegelapan samar-samar Hui Sian
melihat orang itu berusia kira-kira tiga puluh tahun lebih dan di
punggungnya menyadang satu payung. Ia heran, tetapi ia tidak
mau berpikir panjang-panjang dan langsung mencabut
Kunlunkiam. Orang itu juga meraba punggungnya dan mencabut
payungnya sambil memasang kuda-kuda.
Hui Sian mengangkat pedangnya dan menyabet kepalanya
orang itu, dengan gerakan Hong-hong- tiam-tiauw (Burung Hong
menganggukka kepala). Orang itu mengegos kesamping,
sedangkan payungnya meluncur kearah jidatnya Hui Sian.
Melihat gerakannya orangitu yang luar biasa, Hui Sian segera
bersilat secara sangat hati-hati. Setelah bertempur beberapa jurus,
sang payung menyambar kearah jalan darah kakinya Hui Sian.
Sambil mengangkat kaki kanannya untuk meloloskan totokan itu,
Hui Sian menimpahkan pedangnya ke batok kepala sang lawan.
Orang itu tidak bergerak, hanya payungnya diangkat keatas untuk
menyambut ujung pedang dengan gerakan Poan-liong-to-goat
(Naga memetik rembulan). Dengan suara “traaannng!“
pedangnya Hui Sian gemetar dan hampir-hampir terpental.
Dalam kalangan kangouw, namanya Hui Sian sudah cukup
besar. Tidak dinyana, ditengah hutan belukar, ia bertemu dengan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 165


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

seseorang tidak dikenal yang barusan hampir saja dapat


menjatuhkan dia. Oleh sebab itu, dengan menggertakkan gigi, ia
serang orang itu dengan tikaman dan sabetan yang mematikan,
seperti Ko-couw-cam-coa (Han-ko-couw membunuh ular), Poan-
liong-to-po (Naga mencuri Mestika) dan lain-lainnya. Orang itu
memutar payungnya seperti kitiran dan memunahkan semua
serangan itu. Dengan cepat limapuluh jurus telah lewat, tanpa ada
yang keteter. Sesudah serang-menyerang beberapa lama, selagi
orang itu memiringkan badannya untuk meloloskan satu tikaman,
kaki kanannya melurus keluar. Hui Sian tidak mau menyia-
nyiakan kesempatan baik ini. Ia mengangkat kakinya untuk
menginjak tulang kering orang dan kalau mengenai, tulangnya
tentu akan hancur. Dalam bahaya, orang itu tidak menjadi gugup.
Dengan menggunakan kaki kirinya sebagai as, ia menyapu
dengan kaki kanan, dalam gerakan Soan-hong-sauw-lok-yap
(Angin puyuh menyapu daun kering). Hui Sian terpaksa menarik
pulang kakinya sambil mengenjot badannya yang langsung
melesat beberapa tombak tingginya.
Sebelum kakinya Hui Sian hinggap diatas bumi, orang itu
mengeluarkan tertawa yang menyeramkan sambil menggentak
payungnyan dan beberapa sinar terang menyambar kearah Hui
Sian. Tidak percuma Cio Hui Sian menjadi jagoan dikalangan
kangouw. Menghadapi serangan tidak terduga itu, ia masih
keburu memutar pedangnya dan dengan suara berisik, enam biji
peluru baja jatuh berhamburan keatas tanah. Ternyata pada
gagang payung terdapat satu
pesawat, yang jika dipencet, dapat melepaskan enam peluru
dengan berbarengan. Senjata payung besi jarang sekali terlihat
dalam rimba persilatan, sebab tidak sembarang orang dapat
menggunakannya. Sesudah diserang dengan peluru besi, Hui Sian
menjadi ingat bahwa didalam kalangan kangouw terdapat satu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 166


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

orang yang bernama Oey Keng Ciang, bergelar Po-san-sin-cu


(Payung Mestika Mutiara Malaikat).
Selagi hendak bertanya, orang itu sudah mendahului: “Hai
sahabat, apakah kau ini Cu kongcu dari
Ouw-ciu-hu?“
Mengetahui orang itu salah duga, ia lalu menjawab: “Kalau
benar, ada apa? Kalau tidak benar,
bagaimana?“
“Kalau benar Cu Kongcu, aku ada sedikit omongan, kalau
bukan kita tidak usah berbicara lagi,“
kata orang itu.
“Ada omongan apa? Apakah kau kenal dia!” tanya Hui Sian.
“Belum, aku belum pernah bertemu dengannya,“ kata orang
itu. “Hanya aku percaya, rupanya ada kemiripan dengan rupamu.
Aku berniat mengajak ia kekotaraja untuk mencari
keberuntungan.“
Hui Sian girang dan lalu berkata: “Tetapi rasanya tidak
begitu mudah!“
“Kalau kau ini Cu kongcu, aku akan membuat mudah,“ kata
orang itu dengan suara nyaring. “Kau tidak dapat tidak harus ikut
aku. Tetapi kalau kau bukan, maka kita tidak perlu bicara
panjang- panjang lagi.“
“Bagus! Cuma sayangnya aku bukannya Cu Kongcu,” kata
Hui Sian sambil tertawa berkakakan. “Aku sekarang mau
bertanya kepadamu, apakah kau kenal Po-san-sin-cu Oey Keng
Ciang dari Holam?”
“Aku sendiri,” jawab orang itu.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 167


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Sambil tertawa, Hui Sian maju mendekati, akan tetapi


sebelum ia sempat membuka mulut lagi, mendadak dibawah
gunung terdengar suara ribut, sehingga mereka menjadi kaget dan
cepat- cepat turun gunung dengan menggunakan ilmu
meringankan tubuh.
Akan tetapi sesudah tiba dibawah dan malahan sampai
masuk kedalam kota Kongkouw, mereka tidak melihat sesuatu
apapun. Hui Sian menghentikan tindakannya dengan perasaan
sangat heran. Beberapa saat kemudian, Oey Keng Ciang sudah
menyusul dan berkata: “Looheng, barusan aku belum sempat
menanyakan marga dan namamu yang mulia!“
“Aku bernama Cio Hui Sian,“ ia menjawab sambil
mementang kedua kakinya dan berlari kearah sebelah barat,
dimana terdengar suara beradunya senjata. Keng Ciang juga
segera turut menyusul.
Kongkouw-tin hanya merupakan sebuah kota sangat kecil
dilembah gunung. Disini hanya berdiri kurang lebih empatpuluh
rumah dengan satu jalan raya ditengah-tengahnya. Diujung barat
jalan tersebut berdiri sebuah rumah penginapan kecil, dimana
terdapat dua kereta keledai. Para penumpangnya kelihatannya
tidak turun, sebab kedua kusirnya masih tetap bercokol diatas
kereta sambil memegang tali les. Dan tidak jauh dari kereta itu
empat orang sedang bertempur dengan sengit sekali.
Begitu tiba Hui Sian melihat Hie Kok sedang berkelahi
melawan Lauw Kim Boan, sedangkan seorang pemuda yang
berparas tampan sedang bertempur dengan satu kepala opas yang
bersenjatakan jieciatkun. Melihat Hie Kok, Hui Sian langsung
naik darah. Tanpa berkata apapun, ia mencabut Kunlunkiam dan
menikam punggungnya Kanglam Koay-hiap.
Ketika itu, Hie Kok sedang menangkis senjata musuh yang
menyambar kearah perutnya. Mendadak ia merasakan kesiurnya

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 168


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

angin dingin dipunggungnya. Ia tahu dirinya sedang dibokong


orang, tetapi sukar sekali ia melayani dua senjata dengan
berbarengan! Sungguh berbahaya keadaan Hie Kok! Hong Jiam
Kong yang menjaga dipinggir kereta, sudah mencabut Hong-lui-
kiam. Tetapi sebelum ia bergerak, tirai kereta tersingkap, satu
bayangan melesat keluar dan
“traaannng!“, pedangnya Hui Sian kena tertangkis. Ia
mundur beberapa langkah dengan hati
terkejut dan dihadapannya sudah berdiri seorang gadis jelita,
yang bukan lain daripada Hie Nio.
Sebagai orang yang gemar paras elok, Hui Sian menjadi
seperti terkesima, ketika melihat Hie Nio yang cantik. Mata
sipitnya membesar, sambil menyengir-nyengir kuda. Melihat
laganya yang ceriwis, sambil menggertak gigi Hie Nio menyabet
batang lehernya dengan Song-hoa-kiam. Hui Sian menundukkan
kepalanya sambil membalas menikam dan mereka segera
bertempur. Tetapi baru saja beberapa gebrakan, mendadak Hui
Sian kabur sesudah menangkis satu tikaman. Hie Nio yang
sedang gusar langsung mengejar. Sambil lari ia selalu menengok
dan mengejek: “Nona
manis, janganlah mengejar begitu hebat!“. Setelah kabur
beberapa puluh tombak, ia mendadak melompat kebatu cadas,
yang terletak disebelah kanan jalan. Hatinya Hie Nio menjadi
sangsi dan dia berhenti mengejar.
Mendadak disitu terdengar suara robohnya tubuh manusia,
dibarengi dengan teriakan keras: “Aduh, aduh! Tulangku patah!“
demikian terdengar rintihnan Hui Sian. Disebabkan hatinya masih
gemas, sambil membawa Song-hoa-kiam, Hie Nio melompat
keatas batu, tetapi musuhnya tidak ada disitu. Selagi ia
celingukan, dari dalam hutan terdengar rintihan.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 169


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Sebagai orang yang berkepandaian tinggi, nyalinya Hie Nio


sangat besar, tetapi ia lupa larangan kangouw, “musuh yang
masuk kehutan jangan dikejar“. Dengan sekali lompat, ia sudah
berada didalam hutan dan menuju kearah keluarnya rintihan.
Beberapa saat kemudian ia melihat Hui Sian yang duduk dibawah
pohon sambil memegangi satu tangannya dan mulutnya
mengeluarkan rintihan.
Dengan mengindap, Hie Nio mendekati, Hui Sian merogoh
kantongnya dan mengeluarkan satu botol kecil yang rupanya
terisi obat. Hie Nio maju terlebih dekat lagi dan siap untuk
menikam. Ketika itu, Hui Sian sudah membuka tutup botol, yang
mengeluarkan semacam asap putih. Berbarengan dengan itu Hie
Nio mengendus bau-bauan yang sangat harum dan tiba-tiba saja
kaki dan tangannya menjadi lemas. “Celaka!“ Hie Nio berseru
dalam tenggorokan dan matanya menjadi gelap. Song-hoa-kiam
terlepas dari cekalan dan ia roboh!
Sambil tertawa terbahak-bahak, Cio Hui Sian melompat
bangun, sesudah memasukkan botolnya kedalam kantung. Ia
memungut Song-hoa-kiam, memanggul korbannya dan lalu
menghilang diantara batu-batu gunung.
Sekarang kita tengok Hie Kok, yang sesudah ditolong oleh
putrinya, lalu mencecer lawannya secara hebat. Kim Boan sebisa-
bisanya mencoba melawan dengan Tuihun Tohoat (Ilmu silat
golok pengejar roh), tetapi ia terus kena didesak. Setelah lewat
duapuluh jurus, dengan satu bentakan keras, goloknya Hie Kok
menyambar janggutnya. Sebab sudah tidak keburu untuk berkelit
lagi, Kim Boan terpaksa memapaki dengan goloknya. Satu suara
keras terdengar dan goloknya Kim Boan terbang ketengah udara,
sedangkan tangannya terluka. Keringat dingin mengucur dari
dahinya. Seperti dikejar setan, ia mencemplak kudanya yang lalu
dikaburkan secepat mungkin.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 170


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Thio Kim, ayo kabur!“ ia berteriak sambil mencambuk


tunggangannya.
Hie Kok ingat, bahwa Lauw Kim Boan membawa satu surat
perintah penting, yang jika dapat disampaikan ke Gioklengkoan,
akan membuat perjalanan rombongannya terlebih sukar lagi.
Maka itu ia segera mengambil keputusan untuk mencoba
merampas surat itu. Ketika itu Thio Kim belum dapat
menyingkirkan diri, sebab ia “diikat” terus oleh Cu Yong Keng.
Buru-buru Hie Kok menyemplak kudanya Thio Kim untuk
mengejar Lauw Kim Boan.
Melihat Hie Nio, yang tadi mengejar musuhnya, belum juga
pulang, hatinya Hong Jiam Kong menjadi merasa sangat tidak
enak, tetapi ia juga tidak berani meninggalkan kereta yang dijaga
olehnya. Kebetulan Bwee Hoa Sin-souw turun dari kereta.
“Lie Sun-heng,” kata Jiam Kong. “Tadi Hie Nio mengejar
musuhnya, tetapi sampai sekarang belum juga pulang. Aku
sungguh-sungguh menguatirkan keselamatannya.“
Bwee Hoa Sin-souw membanting kakinya. “Ah!” katanya.
“Mengapa ia begitu berani! Jangan- jangan ia kena dijebak!“
Baru habis Bwee Hoa Sin-souw berkata begitu, Thio Kim
mengeluarkan satu jeritan sebab pipi kirinya kena disabet pedang.
Sesudah kawannya kabur, Thio Kim mencoba meloloskan diri,
akan tetapi Yong Keng tidak memberikan kesempatan dan terus
mendesaknya dengan hebat. Disebabkan hatinya kecut, ilmu
silatnyapun menjadi kalut, sehingga kena dibacok. Dengan badan
sempoyongan, ia melawan beberapa gebrakan lagi sampai Liong-
bun-kiam menancap dibadannya dan langsung ia roboh tanpa
berkutik lagi.
Baru habis Yong Keng menyusut pedangnya dibadan
korbannya, seorang yang memegang

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 171


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

payung maju menghampiri. “Hebat! Hebat! Kau membunuh


pegawai negeri!“, kata orang itu.
“Ada hubungan apa dengan engkau?“ tanya Yong Keng
dengan tawar.
“Membunuh pegawai negeri, sama juga dengan
memberontak. Aku lihat sendiri dengan mataku
dan bersedia menjadi saksi didepan pengadilan!“ kata orang
itu.
“Jangan banyak bacot!“ berseru Yong Keng.
Orang itu tidak gusar. Ia malah tertawa terbahak-bahak.
“Kau mentertawakan siapa?“ tanya Yong Keng.
“Aku tertawai dia, yang begitu tolol, eh tokh masih makan
gajinya Kaisar,“ sahutnya sambil menuding mayatnya Thio Kim.
Hong Jiam Kong dan Bwee Hoa Sin-souw yang mendengari
sedari tadi, lalu maju menghampiri.
“Apakah lauwko ini Po-san-sin-cu Oey loosu?“ tanya Jiam
Kong.
Orang itu, yang memang adalah Oey Keng Ciang, menoleh
dan begitu melihat Hong Jiam Kong,
lalu mengeluarkan satu seruan “ah!”
“Benar!” sahutnya. “Siauwtee adalah Oey Keng Ciang.
Apakah aku sedang berhadapan dengan
Hongluicu Hong Loocianpwee?”
“Tidak salah,” Jiam Kong menyahut sambil menganggukkan
kepalanya. “Aku si tua sekarang menjadi orang buronan,
sedangkan ia itu Cu Yong Keng muridku. Di kemudian hari, jika

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 172


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

ia tersangkut dengan pembesar negeri, aku mohon belas kasihan


saudara, yang mana tentunya tidak akan aku lupakan.”
“Hong loocianpwee,” kata Keng Ciang dengan sikap
sungguh-sungguh. “Dengan berkata begitu, kau menjadi
menganggap aku si orang bermarga Oey sebagai orang luar.
Walaupun aku mengenal sejumlah pembesar negeri, akan tetapi
aku belum begitu rendah untuk melakukan perbuatan bangsa
tikus. Aku Oey Keng Ciang, walaupan banyak cacadnya, tetapi
sedikitnya masih mengenal pribudi kalangan kangouw. Mengenai
Cu kongcu dan anak piatu keluarga Lu yang sekarang berada
dalam kesukaran, segala apa yang loocianpwee bisa kerjakan, aku
Oey Keng Ciang juga rasanya dapat kerjakan. Perkataanku
barusan dengan Cu kongcu hanya guyonan saja, yang mana
loocianpwee sudi maafkan.“
“Oey Looheng, jangan terlalu merendahkan diri,“ berkata
Hong Jiam Kong. “Kami ini adalah buronan yang terancam
hukuman mati, sehingga bagaimana kami berani menyeret-nyeret
sahabat. Kami sungguh berterimakasih atas kata-kata looheng
yang barusan. Sekarang kami mau berangkat, biarlah dilain
kesempatan kita bisa mengobrol lagi.“ Sehabis berkata begitu ia
tuntun tangannya Yong Keng dan melirik Bwee Hoa Sin-souw.
Mereka bertiga segera mengangkat tangan memberi hormat
kepada Oey Keng Ciang dan lalu naik keatas kereta. Kusir segera
mencambuk keledainya dan kereta langsung berjalan keluar kota
Kongkouw dan menuju kearah Limkie.
Menjalankan kereta diwaktu malam dan dijalanan
pegunungan bukanlah pekerjaan mudah. Masih bagus sinar
rembulan cukup terang dan kedua kusir sudah banyak
pengalaman. Sesudah berjalan delapan atau Sembilan li, hatinya
Yong Keng terus memikirkan keselamatan Hie Nio, jadi semakin

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 173


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

tidak enak dan ia mengusulkan kepada Hong Jiam Kong agar


mereka balik lagi ke Kongkouw untuk mencari nona Hie Nio.
“Tidak bisa,” kata Jiam Kong. “Barusan kau membunuh Thio
Kim dan urusan menjadi semakin besar. Mungkin sekali ini
waktu di Kongkouw sudah datang lebih banyak musuh dan kalau
kita balik seperti juga kambing memasuki kandang macan.“
“Barusan itu Oey sioksiok bilang mau membantu kita,
mengapa suhu tidak mau menerima
bantuannya?” tanya Yong Keng.
“Itu Oey Keng Ciang biasanya banyak berhubungan dengan
pembesar negeri,“ jawab sang guru.
“Kita tidak dapat langsung percaya omongannya!“
“Kalau tahu ia orang busuk, barusan lebih baik kita bacok
saja dan menyingkirkan bibit bencana,“
kata Yong Keng.
“Sekarang belum bisa dilihat, apa dia baik atau jahat. Orang
seperti kita tidak boleh bertindak
dengan ceroboh.” Jiam Kong peringatkan muridnya.
Sambil mengobrol, kereta sudah masuk disatu dusun, dimana
terdapat satu rumah penginapan kecil. “Kita bermalam disini
saja.” Kata Hong Jiam Kong yang lalu memerintahkan supaya
kusir menghentikan kereta. Kedua kusir menjadi girang sekali,
sebab dengan sesungguhnya mereka dan keledai sudah terlalu
lelah.
Semua orang lalu turun dan disambut oleh pemilik rumah
penginapan. “Tuan-tuan tiba disini begini malam, tentunya
merasa sangat Lelah. Hanya mungkin tuan-tuan tidak biasa
tinggal didalam rumah penginapan seburuk ini.”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 174


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hong Jiam Kong yang masuk terlebih dahulu lalu berkata:


“Ah, rumah penginapan ini tokh boleh juga. Coba tolong
sediakan kita beberapa kamar.”
“Mohon tuan-tuan suka maafkan,” kata pemilik rumah
penginapan sambil mengerutkan alisnya.
“tempat kami sangat kecil dan hanya mempunyai empat buah
kamar. Dekat dapur ada dua
tempat tidur dari rumput. Sekarang tiga kamar semuanya ada
tamu, yang tetinggal hanya satu kamar kecil saja disebelah timur
dan itu dengan dua tempat tidur rumput.“
“Begini saja,“ kata Hong Jiam Kong sesudah memikir
sebentar. “Kamar itu berikan kepada kedua
orang tua, yang lainnya tidur ditempat tidur rumput.“
“Tuan-tuan kami berdua tidur dimana?“ tanya satu kusir.
“Kalau tuan-tuan suka tidur sembarangan, buat kau berdua
nanti aku gelarkan tikar didepan meja,” kata pemilik rumah
penginapan sambil tertawa. Mereka menganggukkan kepalanya
dan tidak berkata apa-apa lagi.
Sesudah membersihkan badan dan bersantap, disebabkan
tidak dapat tidur, Jiam Kong keluar dan mengobrol dengan
pemilik rumah penginapan. Ia diberitahukan namanya dusun itu
adalah Cin-hian-cun. Dibelakang dusun mengalir satu sungai
yang dinamakan Cin-hianke. Dengan mengambil jalan
disepanjang sungai kurang lebih sepuluh li, orang akan tiba
dikota Limkie, kalau mau meneruskan perjalanan orang tidak
dapat menggunakan kereta sebab jalanan gunung Giok- leng-san
sangat sulit dilalui. Untuk memanjat gunung tersebut, orang-
orang harus menggunakan kuda.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 175


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Jiam Kong merasa masygul sekali. Dengan menggunakan


kuda, Cu Ceng Liam dan Lu Su Nio menjadi mudah sekali
dikenali musuh. Selagi memikir begitu, pintu depan mendadak
terbuka dan seorang dusun tua masuk kedalam dengan
memanggul satu karung besar.
Begitu masuk, orang itu segera berkata dengan suara
nyaring: “Pemilik rumah penginapan, apakah masih ada kamar?
Aku rasanya hampir mati kelelahan,“
“Maaf, tuan, semua kamar sudah penuh.“ sahut pemilik
rumah penginapan sambil menghampiri.
“Kalau lelah duduk-duduk saja disini.”
Orang itu membuka matanya yang bundar dan besar. “Tidak
ada kamar?“ kata ia. “Tapi benda ini, yang aku gendong tidak
dapat diletakkan di sembarang tempat. Saudara sekarang sudah
jauh malam, tolonglah kau cari akal!”
Pemilik rumah penginapan menunjuk Hong Jiam Kong dan
berkata lagi: “Apa tuan tidak percaya? Barusan tuan ini juga
meminta kamar, tetapi aku hanya dapat memberikan tempat tidur
rumput
dekat dapur dan ia suka menerima. Kalau tuan tidak akan
mencela, aku bisa gelarkan tikar disini tanpa dipungut biaya
apapun.”
“Tiamkee (pemilik rumah penginapan), apakah kau ingin
menghina aku?” kata orang itu dengan
suara mendongkol.
“Dalam kantong banyak perak putih-putih. Aku
bukannya ingin menginap dengan tanpa
bayaran!“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 176


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Ia berdiam sebentar, melirik Jiam Kong dan kemudian


berkata lagi: “Sudahlah aku tidak perlu tikarmu. Hanya saja,
benda dalam karung ini. Hanya saja benda didalam karung ini
tidak boleh diletakkan diluar. Begini saja, coba kau tanya pada
tamu-tamu, siapa yang bersedia menerima karung ini didalam
kamarnya, untuk satu malam saja. Aku sendiri aka duduk diluar
dan besok pagi aku akan langsung berangkat lagi. Tiamkee,
apakah dapat diatur begitu?“
“Tuan jangan bicara main-maian,” kata si pemilik rumah
penginapan sambil tertawa. “Didalam kamar orang, mana bisa
dititipkan barang? Lagi pula, kalau dalam karung itu terisi barang
berharga dan jika hilang siapa yang harus ganti?“
Hong Jiam Kong yang dari tadi memperhatikan orang itu,
merasa pasti bahwa ia bukannya sembarang orang. Ia berusia
kurang lebih 60 tahun, badannya tinggi besar, gagah dan kekar,
mukanya bersinar merah, janggutnya hitam, suaranya nyaring
seperti genta dan yang paling menyolok adalah kedua matanya
yang bersinar seperti kilat.
Oleh karena menduga begitu, sesudah pemilik rumah
penginapan habis berbicara, Jiam Kong langsung ikut berbicara
untuk menduga-duga: “Tuan rupanya datang dari tempat jauh.
Apa isinya karung itu? Kalau bukannya barang yang sangat
berharga, kau boleh letakkan didalam kamar kita. Besok pagi
kitapun harus meneruskan perjalanan kita. Kita sama-sama orang
kangouw, kurang lebih sedikit tidak menjadi masalah!“
“Nah perkataan tuan ini barulah tepat.“ Kata orang itu
dengan suara lebih sabar. “Orang yang berkelana memang harus
banyak berbuat kebaikan. Barang dalam karung ini, kalau
dikatakan tidak berharga tokh berharga juga. Kalau lagi
diperlukan ribuan tail emas tidak dapat dibeli. Aku hanya perlu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 177


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

kamar untuk meletakkannya dan samasekali tidak takut dicuri


orang.“
“Jika begitu lauwko letakkan saja dalam kamar kami!“ kata
Jiam Kong yang lalu pergi kekamar dengan diikuti oleh orang itu.
Kamar itu gelap gulita, sebab tidak ada penerangannya. Sesudah
meletakkan karung itu di pojok kamar, ia terus keluar tanpa
berkata apapun. Ia berjalan terus sampai diluar pintu rumah
penginapan dan duduk disitu.
Disebabkan diluar rumah anginnya sangat keras, pemilik
rumah penginapan keluar untuk mengundang ia masuk. Tetapi
baru saja keluar, ia sudah melompat lagi masuk sambil
mengeluarkan teriakan kaget. Ternyata orang yang barusan duduk
diluar pintu, sudah tidak kelihatan lagi batang hidungnya!
“Siauw Sam, cepat kunci pintu! Ada setan!” ia berteriak.
Jiam Kong kaget dan melompat bangun. “Ada apa?“ ia
bertanya.
“Ada setan! Jawab yang ditanya.
“Setan apa?“ Jiam Kong bertanya lagi.
“Orang yang barusan saja duduk diluar sekarang sudah
menghilang!“ kata si pemilik rumah
penginapan sambil menunjuk keluar.
Jiam Kong menjadi geli. “Bukan setan, ia manusia biasa,“
katanya sambil tertawa. “Bisa jadi adatnya angin-anginan. Sebab
kau tidak memberikan kamar, ia lalu pergi.“
Mendengar itu pemilik rumah penginapan hatinya menjadi
lebih tenang.
“Aku tidak percaya manusia bisa berjalan begitu cepat,”
katanya. “Dia tentunya setan penasaran yang mau main gila

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 178


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

denganku. Isinya karung juga pasti bukannya barang baik. Tuan


kau coba lemparkan saja karung itu. Besok aku akan undang
hwesio untuk mengusir setan jahat!“
Mendengar perkataan itu Hong Jiam Kong juga menjadi
ingin tahu apa isinya karung itu. Ia lalu masuk kedalam dan
ditengahjalan bertemu dengan Bwee Hoa Sin-souw dan Yong
Keng yang telah mendusin dari tidurnya disebabkan suara ribut.
Dari Jiam Kong mereka mendapat tahu apa yang telah terjadi.
“Ah, kalau begitu didalam karung tentu harus ada apa-apanya
yang luar biasa,“ kata Bwee Hoa Sin-souw, “mungkin musuh
sedang mempermainkan kita!“
Didalam kamar, Yong Keng menyalakan lampu, sedangkan
Jiam Kong meraba-raba karung itu.
“Manusia! Isinya manusia!“ ia berseru. Mereka lalu
membuka mulut karung dan terlihatlah rambut yang hitam
tersembul keluar. “Perempuan!” Yong Keng berteriak dengan
suara tertahan. JIamm Kong mengerahkan tenaga pada jari-
jarinya, dan dengan sekali sontek, karung itu pecah. Badannya
seorang wanita terlihat dan setelah diawasi, mereka kembali
mengeluarkan seruan kaget.
“Hie Nio, kau kena apa?“ Yong Keng berbisik di telinganya
wanita itu, yang tidak lain daripada Hie Nio. Jiam Kong
mengetahui bahwa nona Hie Nio terkena semacam obet bius,
maka cepat-cepat ia memerintahkan Yong Keng untuk
mengambil air dingin, yang digunakan untuk menyemprot
mukanya si nona itu, untuk membangunkannya.
Beberapa saat kemudian, Hie Nio membuka matanya dan
mendadak ia melompat berdiri sambil membentak: “Cio Hui
Sian, jangan lari! Makan pedangku!“ Jiam Kong memegang
tangannya dan dilain saat, pikirannya mulai menjadi terang. “Ah,
mengapa aku ada disini?“ katanya sambil mengebas bajunya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 179


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Selembar kertas jatuh dari pinggangnya. Jiam Kong memungut


kertas itu dan membaca tulisan yang tertera pada lembaran kertas
itu, mukanya menjadi pucat.
“Suhu, apa bunyinya surat itu?” tanya Yong Keng.
Jiam Kong melemparkan kertas itu keatas meja dan berkata
dengan suara gusar: “Sungguh jahat
anjing-anjingnya bangsa Boan. Kali ini kita harus membasmi
mereka! Tunggu saja!”
Yong Keng mengambil surat itu yang juga langsung
membacanya, dan bunyi surat itu demikian: “Hie Nio terjatuh
ditangan orang jahat, baiknya aku keburu untuk menolongnya.
Dari sini ke Gioklengkoan, sepanjang jalan penuh dengan musuh.
Tenaga-tenaga musuh dipusatkan digunung Toa-pwee-cian. Di
Gioklengkoan telah siap beberapa ratus serdadu. Saudara-
saudara tidak boleh pergi ke Gioklengkoan. Lebih baik saudara-
saudara pergi ke selatan. Sesudah melalui Sui-an dan Ouw-bun-
tong, kalian akan tiba diperbatasan. Kalian harus bertindak cepat,
sebab dikuatirkan terlambat.“ Dibawahnya surat itu terdapat
satu huruf
“Hong“.
“Jiam-heng, siapakah ia?“ tanya Bwee Hoa Sin-souw.
“Aku juga belum bisa menduganya,” jawabnya.
“Dibawah surat itu hanya terdapat huruf Hong,” kata Yong
Keng.
Sesudah memikir beberapa saat, Jiam Kong berkata dengan
suara perlahan: “Apakah bukannya
Kam Hong Tie?”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 180


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Aku kenal Kam pehpeh,” kata Hie Nio. “Badannya tinggi


besar, matanya bundar dan jenggotnya seperti jenggot kambing!“
“Salah,“ kata Jiam Kong. “Jenggotnya panjang sampai
didada.“
“Aku duga, jenggot itu pastinya jenggot palsu,” kata Hie Nio.
“Kam peh-peh suka menyanyikan lagu-lagu wayang dan sering
sekali menggunakan jenggot palsu untuk bermain-main dengan
ayahku.“
“Kalau begitu benarlah dia! Sungguh menyesal aku
melihatnya tetapi mataku tidak ada bijinya,“
kata Jiam Kong.
“Kam Hong Tie mempunyai nama besar didaerah kanglam,“
kata Bwee Hoa Sin-souw. “Ia adalah muridnya Thaykekbun Oey
Pek Ke. Dengan ilmu silatnya yang sangat tinggi, ia menjunjung
tinggi pribudi kangouw. Sesudah menolong Hie Nio,
peringatannya tentu bukan omong kosong. Kalau begitu kita ubah
saja rencana perjalanan ini. Hanya sayang Hie Kok belum pulang.
Bagaimanakah sebaiknya?”
Saat itu, diluar jendela terdengar suara orang: “Kalian masih
rewel seperti nenek-nenek. Diluar sudah datang orang! Hie Kok
tidak dapat mati!“
Dengan sekali mengenjot, badannya Jiam Kong sudah berada
diluar jendela., tetapi diluar tidak terlihat bayangannya seorang
manusiapun. Begitu ia balik, Jiam Kong lalu menuju ketempat
tidur rumput untuk mengajak Su Nio masuk kedalam kamar, yang
dianggapnya jauh lebih aman. Tetapi ia langsung menjublak
disebabkan oleh kagetnya. Su Nio tidak terlihat batang
hidungnya. Semua pintu masih terkunci, tetapi sewaktu ia
mendongak terlihat jendela angin diatas genteng terbuka lebar.
Jiam Kong mengenjot badannya dan melompat keluar dari

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 181


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

jendela itu. Diatas wuwungan ia mengawasi keadaan sekitarnya


yang telah sunyi senyap.
Baru saja ia berniat turun, mendadak ia merasakan sambaran
angin dingin dibelakang kepalanya. Cepat-cepat ia membungkuk
dan satu panah tangan lewat diatas kepalanya. Dilain saat, Hong-
lui-kiam sudah tercabut dari sarungnya dan satu bayangan
hitam menubruk kepadanya. Begitu berhadapan orang itu
menyabet dengan pecutnya dengan gerakan seperti kilat. Melihat
kegesitan musuh, Jiam Kong tidak berani berlaku sembrono. Ia
menyambut dan balas menyerang. Melihat serangannya luput,
sambil mengegos badannya, orang itu menyentak pecutnya
sehingga menjadi lurus bagaikan pit dan menotok dadanya Jiam
Kong. Dengan melenggakan badan, Jiam Kong menyingkirkan
serangan dan kemudian sambil merandek, pedangnya meniam
perut sang lawan. Orang itu melompat mundur dan membalas
dengan menyabet pinggangnya Jiam Kong. Setelah lewat
beberapa jurus orang itu lalu mencecar dengan ilmu silat
Lianhoanpian yang berantai dan saling menyusul. Jiam Kong
melayani serangan musuh dengan menunjukkan kegesitannya.
Bagaikan kilat badannya melesat kekiri dan kekanan. Disebabkan
serangannya selalu dapat dipunahkan, orang itu menjadi jengkel.
Sambil membentak ia kembali menyentak pecutnya yang menjadi
lurus seperti tombak dan menotok dadanya Jiam Kong. Jiam
Kong mengegoskan badannya, tangan kirinya menekan badan
pecut, sedangkan pedangnya yang dipegang pada tangan kanan
menikam pendak musuh. Cepat-cepat orang itu menarik pulang
pecutnya yang kena ditekan, sehingga tangannya terasa
kesemutan. Sementara itu ujung pedang sudah hampir sampai,
sehingga secara mati-matian ia membuang badannya kesamping
kiri. Setelah serangannya luput, Jiam Kong meneruskan
menyabet pedangnya kearah bawah. “Breet!“ celananya orang itu
dibagian dengkulnya robek. Ia membalikkan badannya dan terus

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 182


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

kabur sambil berteriak: “Bangsat tua! Malam ini Bo-ie-cian Lauw


Pek Pouw kena dijatuhkan. Tapi aku mau lihat, apakah kau dapat
terbang keluar dari jaring?“
Jiam Kong tertawa terbahak-bahak. Saat itu, disebelah kiri
dan kanan rumah kelihatan berkelebat dua bayangan orang.
Dibawah sinarnya rembulan, bayangan yang datang dari sebelah
kanan ternyata adalah Bwee Hoa Sin-souw.
“Apakah saudara tadi baru habis bertempur?“ tanyanya.
Jiam Kong mengangguk sambil berkata: “Su Nio hilang! Kau
tahu?“
“Apa?“ Bwee Hoa Sin-souw menegasi dengan perasaan
kaget. “Bagaimana Su Nio bisa hilang?”
Sebelum Jiam Kong menjawab, orang yang datang dari
jurusan kiri sudah mendekati. “Lie-heng,“ kata Jiam Kong.
“Tolong kau sambut dia. Aku pergi mencari Su Nio!“ Ia lalu
mengenjot tubuhnya dan menghilang ditempat gelap.
“Siapa?“ Bwee Hoa Sin-souw membentak sambil mencabut
pedang.
Orang itu tertawa nyaring dan menyahut: “Aku Tiat-ciang
Phang Kun San (Si Tangan Besi). Kita
pernah bertemu dihutan Tonglouw!“
Bwee Hoa Sin-souw mengenali ia adalah si kurus yang
pernah didepak Hie Nio dalam hutan ditepi Tonglouwkang. “Oh
kiranya kau? Malam ini rupanya malam ajalmu!“ berkata Bwee
Hoa Sin-souw dengan tertawa dingin.
Phang Kun San menggereng bahna gusarnya. Seperti lidah
ular, pedangnya menyambar jalan darah Hoa-kay-hiat lawannya.
Bwee Hoa Sin-souw mundur selangkah sambil mengangkat

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 183


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Bwee- hoa-kiam yang lalu disabetkan kelengannya Kun San.


Tanpa merubah gerakan Cengkongkiam, Kun San memiringkan
badannya, sedangkan ujung pedangnya menempel Bwee-hoa-
kiam, dan kemudian diteruskan menyabet pundaknya Bwee Hoa
Sin-souw. Sebaliknya dari mundur, Bwee Hoa Sin-souw
merangsek maju setindak, sehingga pinggangnya menempel
pinggang dan pundaknya menempel pundak sang lawan, dengan
kedua pedang yang juga saling menempel, tegak lurus keatas.
Kun San menggertakkan giginya, sambil mengerahkan semua
tenaganya kepundak kanan untuk menekan pundak musuh. Bwee
Hoa Sin-souw mengegos pudaknya sambil menjejak pinggangnya
lawandengan gagang pedang. Diserang begitu mendadak dan
dalam keadaan sangat rapat, Kun San tidak menjadi bingung.
Cepat-cepat ia berjengkit sehingga badannya menjadi lebih tinggi
beberapa dim dan melompat kedepan dalam gerakan Lan-houw-
sin-yauw (Harimau malas meluruskan punggung), sehingga
gagang pedang musuh jatuh ketempat kosong. Perkelahian rapat
itu berlangsung luar biasa cepat dan terjadi dalam beberapa detik
saja.
Setelah berpencar sebentaran mereka lalu saling menyerang
lagi. Selagi mencecar musuhnya, telinganya Bwee Hoa Sin-souw
mendadak mendengar suara “srr…srr..“ dan beberapa bo-ie-cian
(anak panah tanpa bulu) menyambar kearah badannya. Sekali
melompat ia meloloskan diri dari serangan gelap itu, sedangkan
matanya menyapu keempat penjuru untuk melihat siapa adanya
musuh gelapnya itu.
Anak panah tersebut dilepaskan oleh Lauw Pek Pouw yang
barusan kena dipercundangi oleh Hong Jiam Kong. Sabetan
pedang dari Jiam Kong membuat ia mendapatkan luka ringan dan
setelah membalut lukanya, ia kembali dan bersembunyi di sudut
yang gelap. Sesudah melepaskan senjata gelap, ia melompat

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 184


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

keluar dan menyabet pinggangnya Bwee Hoa Sin-souw dengan


pecutnya dari belakang.
Begitu merasakan kesiuran angin, Bwee Hoa Sin-souw
membalikkan pedangnya dan menikam musuh yang membokong.
Lauw Pek Pouw menyentak pecutnya untuk menotok pundak
musuh. Dengan melompat kesamping, Bwee Hoa Sin-souw
mengegos ujung pecut dan pedangnya kembali menikam perut
sang lawan.
Sesudah bergebrak beberapa jurus, selagi Bwee Hoa Sin-
souw menyabet mukanya, Lauw Pek Pouw, dua buah tiat-lian-cu
(biji teratai besi) mendadak menyambar, sehingga cepat-cepat ia
harus menundukkan kepalanya dan pada saat itu, Phang Kun San
sudah menerjang dengan Cengkongkiam.
Walaupun dikeroyok, sedikitpun Bwee Hoa Sin-souw tidak
menjadi gentar. Dengan cepat ia mencecar Pek Pouw dengan
serangan berantai, sehingga musuhnya mundur beberapa langkah.
Sehabis itu, mendadak ia melompat tinggi dan selagi badannya
turun kebawah pedangnya menikam kearah punggung Kun San
yang menjadi terkejut dan menggulingkan badannya sehingga
beberapa genteng pecah.
Sesudah membuat Phang Kun San kelabakan, Bwee Hoa
Sin-souw memutar pedangnya yang sinarnya menyambar-
nyambar tak hentinya laksana kembang bwee. Setiap sabetan atau
tikaman cepat laksana kilat, sedangkan semua serangan selalu
disertai dengan pembelaan diri yang sangat rapat. Dan setiap kali
mengirim serangan berbahaya, ia selalu tertawa mengejek,
sehingga dua musuhnya menjadi gusar berbareng takut.
Melihat mereka berdua tidak unggul menjatuhkan si tua,
Phang Kun San mengeluarkan satu siulan perlahan dan dari sudut
segera melompat keluar dua kawannya. Dari suara langkah diatas
genteng, Bwee Hoa Sin-souw yang sangat tajam pendengarannya

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 185


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

segera mengetahui, bahwa kepandaiannya dua orang itu tidak


seberapa. Seorang yang bersenjata golok langsung menubruk.
Sebelum golok mengenakan dirinya, tangan kirinya Bwee Hoa
Sin-souw yang seperti kilat telah menyampok dan terus
membabat pinggangnya orang itu. Dengan teriakan keras, ia
langsung roboh kebawah genteng. Melihat kawannya dibuat
tergelincir dengan satu jurus saja, orang yang datang belakangan
segera menghantam pundaknya Bwee Hoa Sin-souw dengan
sepasang tongkat besinya. Dengan Yauw-hong-tay-liu (Angin
menyapu pohon liu), Bwee Hoa Sin-souw lebih dahulu
menyampok pecutnya Lauw Pek Pouw dan pedangnya Phang
Kun San dan kemudian meneruskan membabat pinggangnya
musuh yang baru datang. Orang itu, yang dengan sepasang
tongkat besinya memukul tempat kosong, menjadi terkejut
melihat serangan mendadak dan tidak keburu untuk memperbaiki
kedudukannya. Satu suara “kreesss!“ dan lengannya bersama
dengan tongkat besinya jatuh keatas genteng! Bwee Hoa Sin-
souw mengangkat kakinya dan
badan orang itu mental ambruk kebawah tanpa bisa berkutik
lagi. Orang yang pertama dibuat terguling terlebih dahulu,
manghampiri kawannya yang ternyata napasnya hanya tinggal
sekali- sekali. Cepat-cepat ia menyeret kawan itu kegerombolan
pepohonan.
Melihat dua kawannya dibuat roboh dengan demikin
mudahnya, bukan main gusarnya Phang Kun San. Dibantu oleh
Lauw Pek Pouw, ia mencecar musuhnya, dengan serangan-
serangan yang mematikan. Si tua menjadi sengit. Sambil
membentak keras ia melompat tinggi dan ditengah udara ia
memutar Bwee-hoa-kiam seperti kitiran, yang bagaikan jala turun
menutup badannya Kun San. Orang marga Phang ini terkesiap
dan berdaya untuk menyingkir, tetapi sudah terlambat untuk
menyingkir! Angin dingin menyambar kepalanya dan “breet!“,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 186


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

gembolan rambutnya yang besar dan panjang putus, sedangkan


bajunya dibagian punggungnya robek! Semangatnya terbang dan
degan terbirit-birit ia melompat kebawah, untuk terus kabur
kekebun sayur.
Setelah hatinya menjadi tetap, ia meraba kepalanya.
Beruntung ia tidak terluka, hanya rambutnya putus dan bajunya
yang robek. Mendadak, leher dan dengkulnya dicekal orang
dengan tangan yang kuat. Kembali ia terkesiap dan mencoba
untuk berontak, tetapi badannya sudah diangkat naik. Sebelum
dapat berdaya apapun, kedua tangan itu sudah melemparkan
tubuhnya dan melayang jatuh tepat dalam kubangan kotoran yang
dijadikan pupuk untuk kebun sayur. Tidak dapat dilukiskan
kegusaran Phang Kun San pada waktu itu. Bau yang hebat dan
kotoran yang meliputi seluruh badannya, membuat ia muntah-
muntah berulang kali. Tetapi kepada siapakah ia harus
melampiaskan amarahnya? Cepat-cepat ia menyeburkan diri di
satu selokan untuk mencuci kotoran itu. Orang yang tadi barusan
melemparkan dirinya, tertawa terbahak-bahak dan lalu
menghilang ditempat gelap.
Apa yang terjadi atas dirinya Phan Kun San tentu saja tidak
diketahui oleh Bwee Hoa Sin-souw dan Lauw Pek Pouw yang
sedang bertempur diatas genteng.
Sesudah ditinggal sendirian oleh Phang Kun San dan
ditambah pula dengkulnya sudah mendapatkan luka, hatinya
Lauw Pek Pouw tidak begitu mantap lagi. Berkat latihannya yang
sudah belasan tahun, untuk sementara ia masih dapat
mempertahankan dir. Sesudah lewat beberapa jurus mendadak
Pek Pouw membalikkan badannya dan melarikan diri. Melihat
gerakannya, Bwee Hoa Sin-souw menduga, musuh berlaga kalah.
Oleh sebab itu sambil menyusul, ia mengerahkan tenaga Im-
yang-tong-cu-kang. Benar saja baru mengejar beberapa puluh

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 187


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

langkah, musuh terlihat mengayunkan tangannya dan lima anak


panah bo-ie-cian menyambar. Seperti tidak melihat datangnya
senjata rahasia itu, Bwee Hoa Sin-souw terus mengejar. Dilain
saat lima anak panah menancap tepat didadanya, tetapi ia
seperti tidak
merasakan dan mengejar terus. Lauw Pek Pouw benar-benar
kaget. Dalam kekagetannya, ia mengayun pecutnya untuk
menyabet. Bwee Hoa Sin-souw tertawa terbahak-bahak, sambil
menangkap ujung pecut dengan tangan kirinya. Pek Pouw
mencoba untuk membetot, tetapi tidak bergeming. Selagi
kebingungan, ujung Bwee-hoa-kiam menyambar pundak kirinya
yang langsung menyemburkan darah. Sambil mendorong dengan
tangan kirinya, Bwee Hoa Sin-souw membentak: “Pergi! Aku
tidak menginginkan jiwamu!” Badannya Pek Pouw
sempoyongan, tetapi dengan gerakan Lee-hie-ta-teng (Ikan emas
meletik) ia dapat berdiri tegak dan kemudian melarikan diri sipat
kuping.
Sesudah menyapu bersih semua musuh Bwee Hoa Sin-souw
balik kedalam rumah penginapan dengan disambut oleh Yong
Keng dan Hie Nio.
“Su Nio hilang! Disini sangat berbahaya. Lebih baik kita
segera berangkat!„ kata Bwee Hoa Sin- souw dengan suara
perlahan.
“Bagaimana hilangnya suhu?“ tanya Yong Keng
“Suhumu sedang mencari Su Nio,“ jawabnya. “Ia pesan kau
tidak perlu menunggu dia, tetapi
cepat antar kedua orang tuamu lari dari tempat ini!“
Mendengar hilangnya Su Nio, Hie Nio menjadi kaget
sehingga ia bengong beberapa saat lamanya. Selagi ia mau
membuka mulut untuk bertanya, sepotong batu mendadak

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 188


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

menyambar masuk dari jendela. Mereka berkelit dan sang batu


menghancurkan lampu minyak yang terletak diatas meja. Su Nio
menghunus Song-hoa-kiam dan dengan sekali lompatan, ia sudah
keluar dari jendela.
Kuatir Hie Nio terjebak lagi, Bwee Hoa Sin-souw segera
mengenjot tubuhnya. Cu Yong Keng juga sudah bergerak tetapi
dicegah oleh Bwee Hoa Sin-souw.
Ketika itu, Cu Ceng Liam dan istrinya sudah mendusin
dikarenakan oleh suara batu. Berhari-hari kedua orang tua ini
menderita kekagetan dan ketakutan dan sekarang nyonya Cu
menangis tersedu-sedu sambil merapatkan dirinya diujung
pembaringan. Melihat begitu hatinga Yong Keng seperti diiris-
iris, tetapi ia tidak berdaya untuk meringankan penderitaannya
kedua orang tuanya itu. Ia hanya dapat marah terhadap Kaisar
Congceng yang kejam. Ia berdiri didepan pembaringan dengan
pedang terhunus, sedangkan kedua matanya mengawasi jendela
dengan tidak berkesip. Beberapa saat kemudian, kembali
sepotong batu melayang dan menimpah meja. Sekali ini Yong
Keng tidak dapat mengendalikan dirinya lagi. Dengan cepat ia
menggulung kedua orang tuanya
dengan kasur. “Bangsat!“ ia berseru. “Malam ini, kau atau
aku yang mampus!“ Kakinya menjejak lantai dan badannya
melesat keluar jendela.
Diluar jendela sudah menunggu dua orang. Begitu Yong
Keng muncul, satu diantaranya yang bernama Gouw Hin,
pengawal kantor sunbu, langsung menubruknya dan menebas
dengan goloknya. Yong Keng mengelit sambil membalas
menikam musuhnya di ulu hati.
Tanpa sungkan-sungkan lagi Yong Keng mencecar
musuhnya dengan serangan-serangan mematikan dan baru saja
beberapa jurus, Gouw Hin terpaksa harus menggulingkan dirinya

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 189


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

untuk menghindari dua tikaman kearah pundaknya. Melihat


begitu, kawannya yang bernama Han Hui Peng, segera
menyambit Yong Keng dengan sebatang piauw (senjata rahasia)
sambil melompat turun dari atas tembok. Yong Keng yang
matanya sangat jeli memiringkan kepalanya untuk menyingkir
dari piauw itu yang menyambar tenggorokan dan mengegos pian
baja yang sudah menyerangnya dengan gerakan Giok-tay-wie-
yauw (Angkin memutari pinggang). Sementara itu Gouw Hin
sudah balik dan terus ikut mengeroyok dia. Sedikitpun Yong
Keng tidak menjadi keder, ia memutar Liong-bun-kiam untuk
menangkis semua serangan dan membalas dengan serangan-
serangan mematikan.
Selagi mereka dengan serunya bertempur, mendadak
telinganya mendengar orang berkata:
“Kedua orang tuamu diculik! Apa gunanya berkelahi disini.
Ayo cepat ikut aku!“ Suara itu sangat halus, tetapi ia dapat
mendengar dengan tegas sekali. Ia kaget bukan main. Cepat-cepat
ia menarik pulang pedangnya dan melompat mundur. Saat itu
diatas tembok berkelebat bayangan orang yang gerakannya luar
biasa cepat.
Hatinya Yong Keng sangsi. Ia tidak tahu, orang itu lawan
atau kawan. Sebelum dapat mengambil keputusan, golok dan pian
sudah menyambar. Yong Keng menahan langkahnya dan
menangkis senjata musuh, lalu kemudian mengenjot badannya
dan lari balik kekamar kedua orang tuanya. Begitu melihat
pembaringannya, hatinya Yong Keng mencelos, sebab benar-
benar ayah ibunya sudah tidak berada disitu lagi. Seperti orang
yang kehilangan kesadaran, ia berdiri bengong disitu.
Yong Keng menjadi sadar ketika Gouw Hin dan Han Hui
Peng berteriak-teriak diluar jendela. Amarahnya jadi meluap.
Sambil menggertakkan gigi, ia memungut sepotong batu dan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 190


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

menimpuk keluar jendela sambil membentak: “Anjing! Jangan


lari!“. Dilain saat, Yong Keng sudah melompat keluar sambil
memutar pedangnya untuk melindungi diri.
Oleh karena pikirannya sedang tertuju kepada ayah ibunya,
Yong Keng tidak ingin bertempur lama-lama. Dengan cepat ia
mengirim serangan-serangan hebat dan ketika kedua musuhnya
melompat mundur, ia menggunakan kesempatan itu untuk
menggenjot tubuhnya dengan gerakan Pek-ho-ciong-tian (Burung
ho putih menembus langit) dan hingga diatas tembok. Ketika ia
menengok, ia melihat HIe Nio sedang dikepung oleh dua orang
yaitu pengawal sunbu Hap Sat To, yang bersenjata golok dan Tan
Thian Cu yang bersenjata poan-koan-pit. Kedua senjata itu adalah
senjata-senjata berat dan Hie Nio agaknya sudah mulai keteter.
Cepat-cepat Yong Keng menghampiri dan setelah
berdekatan, ia dapat mendengar napasnya Hie Nio yang
tersengal-sengal. “Moay-moay, mundur! Biarkan aku yang
membereskan kedua manusia ini!” ia berseru. Akan tetapi
sebelum ia bergerak, Han Hui Peng sudah tiba dan menghantam
dengan piannya dari belakang. Begitu merasakan kesiuran angin
Yong Keng melangkah maju dengan kaki kanannya kedepan dan
menggeser kaki kiri untuk membalikkan badan. Saat itu pian
musuh membentur dengkul kirinya yang dirasakan sakit sekali.
Dengan menahan sakit Yong Keng menyabetkan pedangnya
dengan gerakan Ko-couw-cam-coa(Han-ko- couw menebas ular).
Han Hui Peng yang sedang kegirangan tidak menduga pedang
musuh dapat menyambar begitu cepat. Ia mencoba untuk
mengelitnya, tetapi sudah terlambat, sebab ujung pedang sudah
menancap di pundak kanannya. Dengan jeritan tertahan, ia lalu
melompat mundur untuk kabur. Baru kabur yang satu Gouw Hin
sudah menyerang dengan golok. Sambil menggigit gigi untuk
menahan sakit, Yong Keng melayani musuh secara nekat. Baru

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 191


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

saja bertempur beberapa jurus, ia mendengar jeritannya Hie Nio


yang badannya terlihat roboh kebawah.
Dalam kagetnya, gerakan Yong Keng menjadi sedikit
lambat. Gouw Hin segera mengerahkan tenaganya di jari-jari
tangan kirinya untuk menotok badan pedangnya Yong Keng dan
berbarengan dengan itu, goloknya diluncurkan keatas, sedangkan
kaki kanannya menendang pinggang. Yong Keng terkesiap waktu
merasakan pedangnya tergetar. Sedangkan golok dan kaki musuh
juga sampai hampir berbarengan. Bagus juga ia tetap tenang dan
hatinyapun cukup mantap. Cepat-cepat ia membuang badannya
kekikir sambil menarik pulang senjatanya yang kemudian
disodokkan kekakinya Gouw Hin. Melihat serangannya dapat
dipunahkan, Gouw Hin lalu menarik pulang kakinya. Sesudah
bergebrakkan beberapa jurus, Yong Keng yang sangat memikiri
ayah ibunya dan Hie Nio, mengambil keputusan untuk
menyerang secara nekat. Dengan satu bentakan ia menikam
secara kilat. Gouw Hin mengangkat goloknya untuk menangkis.
Yong Keng menggeser kaki kanannya, pedangnya di balik untuk
menikam ketiak kiri musuh. Gouw Hin mengeluarkan keringat
dingin sebab ujung pedang menembus bajunya dan mencongkel
sedikit juga dagingnya. Ia menjejakkan kakinya dan sambil
melompat tinggi ia terus kabur.
Sesudah lawannya kabur, Yong Keng segera menyusul Tan
Thian Cu dan Hap Sat To yang sudah turun dari atas genteng.
Sesampainya dipinggiran genteng, Yong Keng celingukan akan
tetapi tidak melihat Bwee Hoa Sin-souw, oleh sebab itu iapun
ikut melompat turun. Dari jauh ia melihat Tan Thian Cu dan Hap
Sat To sedang berlari-lari disatu jalanan kecil.
Ketika itu Yong Keng merasakan dengkulnya semakin sakit,
tetapi baiknya pian musuh tidak mengenakan tulang, sehingga
tidak berbahaya, bagi jiwanya. Ia mengatur napasnya untuk

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 192


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

melancarkan jalan darahnya diseluruh badan dan kemudian


menggunakan ilmu meringankan tubuh untuk menyusul dua
musuh itu. Jalanan kecil itu diapit oleh sawah-sawah dan
disebelah sana terdapat hutan pohon liu yang panjangnya empat
atau lima li. Jauh-jauh Yong Keng melihat Hap Sat To sudah tiba
dihutan itu, tetapi ia tidak masuk dan hanya mondar-mandir
didepan hutan.
Dilain saat, Yong Keng sudah menyusul Tan Thian Cu. Ia
mengangkat pedangnya dan dengan gerakan Keng-liong-cin-tong
(Maga masuk lubang) menikam punggungnya musuh. Seperti
seolah-olah dibelakang kepala ada mataya, Thian Cu berballik.
Poan-koan-pit yang dipegang dengan tangan kiri menyampok
pedangnya Yong Keng, sedangkan pitya yang kanan memukul
kepalanya pemuda itu. Yong Keng berkelit kekanan sambil
menarik pulang pedangnya, akan kemudian menikam lagi bagian
bawah badannya musuh. Melihat musuhnya mempunyai tenaga
besar, Yong Keng melayani dengan mengandalkan kegesitannya.
Sesudah berkutat beberapa jurus, dengan gerakan go-houw-kim-
yo (Harimau kelaparan menerkam kambing), kedua pit menimpah
badannya Yong Keng. Dengan menjejakkan kedua kakinya Yong
Keng meloloskan dirinya dengan tipu It-ho-ciong-tian (Burung
Ho menembusi langit), tetapi kedua pit itu tidak dapat pulang dan
menimpah tanah yang menjadi berlubang setengah depa. Sebelum
Tan Thian Cu keburu menarik kedua pitnya, Yong Keng sudah
hinggap dibelakangnya dan menikam. Pada saat itu Hap Sat To
melompat memburu dan membacok pundaknya Yong Keng dari
belakang. Cepat-cepat Yong Keng berbalik untuk menyambut
golok musuh, akan tetapi, kedua pit kembali menyambar.
Keadaan Yong Keng sungguh berbahaya. Senjata musuh
menimpah dari depan dan belakang! Dalam kagetnya, ia menjadi
nekat. Dengan tangan kiri, ia mencoba menangkap lengannya
Hap Sat To, dan pedangnya menikam pundaknya menikam Thian

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 193


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Cu. Ia bersedia untuk binasa Bersama-sama. Pada detik yang


genting, mendadak ia merasakan kesiuran angin dan badannya
terapung, akan kemudian jatuh ditengah sawah!
Hatinya Yong Keng mencelos. Hap Sat To dan Tan Thian Cu
sudah memburu. Cepat-cepat ia merayap bangun untuk
melakukan pertempuran hidup mati dengan musuh. Mendadak ia
merasakan satu tangan yang besar dan kuat menjambret badannya
yang lantas ditenteng dan
dibawa kabur ketengah hutan. Beberapa saat kemudian ia
merasakan tibuhnya dilempar keatas tanah dan telinganya
mendengar orang berkata: “Bocah, ditepi sungai sudah menunggu
perahu. Kedua orangtuamu berada disitu. Cepat pergi kesana!
Apakah kau mencari mati disini?”
Sesudah itu, satu bayangan berkelebat keluar hutan.
Kemudian ditempat agak jauh telinganya mendengar seorang
berkata: “Kawanan tikus! Kalian terlalu menghina orang. Malam
ini aku akan mengantar kelian pulang ke akherat!“ Bentakan itu
disusul dengan suara beradunya senjata yang semakin lama
menjadi semakin jauh kedengarannya.
Yong Keng cepat-cepat bangun dan menujukan arah
langkahnya ke selatan. Tetapi baru saja melewati beberapa puluh
pohon, telinganya mendadak mendengar satu rintihan. Dengan
heran ia melangkah kearah suara rintihan itu. Pada satu cabang
pohon terikat badannya seseorang yang tidak memakai baju dan
badannya gemetar disebabkan kedinginan. Ia mengawasi orang
itu yang ternyata adalah Phang Kun San.
“Hai orang marga Phang!” katanya dengan suara dingin.
“Kau kenali aku ini siapa?“
Phang Kun San yang tidak dapat melihat kebawah,
menyahut: “Siapa? Apakah saudara Cio Hui

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 194


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

SIan? Saudara Cio tolonglah aku! Aku kena ditotok orang,


aduh, bisa-bisa aku mati kedinginan!“
“Orang marga Phang, aku bukannya orang marga Cio!” kata
Yong Keng sambil tertawa. “Giamloo-
ong sekarang sedang menunggu dirimu!”
Hatinya Kun San kaget bukan main. “Tidak kusangka hari ini
aku harus mati disini,“ ia mengeluh.
Ia memejamkan matanya untuk menunggu kematiannya.
Yong Keng mencabut pedangnya dan membentak: “Orang
marga Phang, bukannya aku kejam, tetapi kau yang terlalu jahat!“
Ia mengangkat pedangnya untuk menikam. Tetapi sebelum ujung
pedangnya mengenai badannya Kun San, satu bayangan
menyambar dan menangkis Liong-bun- kiam.
“Hiantit! Jangan membunuhnya!“ berkata orang itu, yang
ternyata adalah Bwee Hoa Sin-souw.
Yong Keng girang. “Lie-pehpeh,“ katanya. “Barusan kau
pergi kemana? Apakah kau ketemu Hie
Nio?“
Tanpa menyahut, Bwee Hoa Sin-souw menarik tangannya
dan lari kepinggir sungai. Sesampainya
disitu orang tua itu baru berkata: “Jangan ribut! Pat-po-kim-
sian turut datang!” “Siapa Pat-po-kim-sian?” tanya Yong Keng.
“Orang yang bertemu di kota Huncuikoan,“ menjawab Bwee
Hoa Sin-souw . Satu orang bermuka putih yang menghalangi
jalannya kereta.”
“Oh, dia?“ kata Yong Keng. “Bagaimana kepandaiannya?“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 195


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Dia adalah murid murtad dari Butongpay. Dia mahir ilmu


silat Thaykek-kiam. Aku hanya dapat melawan seri dengannya,
hampir-hampir saja aku kalah setengah jurus,” menerangkan
Bwee Hoa Sin-souw.
“Tetapi bagaimana Pehpeh dapat menyingkir dari dia?”
bertanya lagi Yong Keng.
“Selagi bertempur melawannya, mendadak pundakku
dijambret dan diangkat oleh satu tangan,” kata Bwee Hoa Sin-
souw dengan suara jengah. “Orang itu berbisik, Sahabat aku
sudah sediakan perahu disungai. Cepat lari! Aku menoleh, tetapi
ia sudah hilang!“
Yong Keng meleletkan lidahnya. “Pehpeh!,“ katanya.
“Akupun mendapatkan pengalaman yang hampir serupa. Orang
itu tangannya sangat besar dan sangat kuat. Sekali kena dipegang
tidak dapat berontak lagi. Ia menolong kita secara menggelap,
hanya sayang kita tidak tahu siapa adanya dia!”
Sambil mengobrol, mereka berjalan ke selatan, disepanjang
tepi sungai untuk mencari sang perahu. Lewat beberapa saat
Yong Keng berseru: “Pehpeh, lihatlah! Lihat perahu itu yang
didayung kemari. Yang memegang kemudi adalah wanita,
rupanya seperti Hie Nio!”
Bwee Hoa Sin-souw menengok dan benar saja ia melihat
sebuah perahu yang sedang mendatangi. Cepat-cepat mereka
turun ketepi sungai.
Mulutnya Yong Keng mengeluarkan mengeluarkan satu
siulan yang panjang dan halus. Itulah tanda rahasianya. Dari
perahu terdengar sambutan yang sama. “Pehpeh! Tidak salah lagi
itulah Hie Nio!“ kata Yong Keng dengan girang.
Yong Keng mempercepat langkahnya. Apa mau ia
tersandung dan jatuh terguling. Bwee Hoa Sin- souw

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 196


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

mengangkatnya dan berkata: “Hiantit, mengapa kau begitu tidak


berhati-hati. Apakah kau terluka?“
“Aku tersandung dia,“ kata Yong Keng sambil menunjuk
badannya satu orang yang berbaring
disitu!
Bwee Hoa Sin-souw mengawasinya dan mulutnya
mengeluarkan satu seruan! “Ah!“
Orang itu adalah satu pengemis wanita yang memeluk satu
tongkat rotan, sedangkan kepalanya diganjal dengan satu karung
kecil. Ia terus menggeros, seperti tidak tahu juga jatuhnya Yong
Keng.
“Pehpeh, apakah kau kenal padanya!“ tanya Yong Keng.
“Jangan kurang ajar! Dia adalah supeh-mu!“ jawab Bwee
Hoa Sin-souw. Yong Keng kaget berbareng girang. Ia itu
seharusnya suci gurunya.
Selagi Yong Keng mengawasinya dengan bengong, wanita
itu menggeliat dan ruas-ruas tulangnya
mengeluarkan suara berkerotokan. Sesudah itu ia menarik
napas panjang beberapa kali. Yong Keng terkejut sebab hawa
napas yang dikeluarkan olehnya menyambarnya dan dirasakan
perih! Bukan main kagumnya, sebab ia tahu tenaga dalamnya
supeh ini, jauh lebih tinggi daripada gurunya. Kemudian ia
berdiri dan kedua matanya yang bersinar seperti bintang menyapu
mereka. Mendadak ia menuding Bwee Hoa Sin-souw dengan
tongkatnya dan tertawa terbahak- bahak. “Bocah bangkotan!,”
katanya. “Sejak kapan kau turun gunung? Setengah bulan yang
lalu aku mencarimu disarangmu. Tidak heran kau tidak berada
disitu. Tidak tahunya kau sedang menipu bocah untuk diajak
jalan-jalan disini.“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 197


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Rambutnya nenek itu yang awut-awutan beterbangan ditiup


angin, sehingga rupanya tidak berbeda seperti memedi.
“Wanita sinting!“ jawab Bwee Hoa Sin-souw juga sambil
tertawa geli. “Lain orang sedang menderita dan kau tertawa-tawa!
Kau tentunya tidak kenal bocah ini!“
Nenek itu menyapu Yong Keng dengan matanya. “Siapa si
bocah yang tampan ini?” ia bertanya.
“Apa benar kau tidak kenal?“ Bwee Hoa Sin-souw bertanya
lagi.
“Kalau kenal, untuk apa aku bertanya?“ jawabnya.
Melihat orang berbicara bersungguh-sungguh, Bwee Hoa
Sin-souw menarik tangannya Yong
Keng dan berkata: “Hiantit, lekas memberi horamt kepada
toa-supeh-mu!“
Yong Keng cepat-cepat menekuk lututnya dan berkata; “Toa-
supeh, tit-cu (keponakan) memberi
hormat!“
Nenek itu membangunkan Yong Keng, sambil bertanya
dengan suara girang: “Siapa namamu?” “Tit-cu bernama Cu
Yong Keng,” jewabnya.
Sang nenek mendadak melemparkan tongkatnya ketanah
yang langsung amblas. Yong Keng
terkesiap. Ia tidak tahu apa kesalahan yang telah ia perbuat.
“Aku tahu! Sekarang aku tahu
semuanya!” kata nenek itu.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 198


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Toa-upeh!” kata Yong Keng dengan suara hormat. “Tit-cu


sedang diserang mara bahaya. Kalau kesalahan omong, mohon
toa-supeh suka memaafkan.“
Mukanya sang nenek berubah sabar. “Sutit!“ katanya sambil
tertawa. “Urusanmu sudah diberitahukan kepadaku. Malam ini
aku tidur dipinggir sungaipun untuk kepentinganmu. Gurumu
sekarang sedang menguber satu orang. Kau tidak usah
menunggunya, kalian berangkat saja. Di Ouwbuntong kita
berjumpa kembali.“
Yong Keng menyoja dan berkata: “Toa-supeh sampai
bertemu kembali!“
Sesudah berjalan beberapa tindak, Bwee Hoa Sin-souw
menoleh kebelakang. “Koan-toa-ma,“
katanya. “Jika kau tidak mempunyai urusan penting, tolong
lihat-lihat disepanjang jalan.”
“Bocah bangkotan, jangan banyak rewel!“ sahutnya. “Mau
pergi, cepat-cepat pergi!” sehabis berkata begitu ia mencabut
tongkatnya yang menancap ditanah. Sambil membolang-
balingkan tongkatnya, ia berkata lagi: “Kita bertamu lagi di
Ouwbuntong! Bocah bangkotan, orang yang
mengejarmu sudah pada datang!“ ia mementang kakinya dan
badannya langsung melesat kedalam hutan.
Bwee Hoa Sin-souw dan Yong Keng langsung turun
keperahu yang segera di dayung seperti terbang oleh Hie Nio.
Nenek yang barusan bukan lain daripada kakak seperguruan
dari Hong Jiam Kong. Ia bermarga Koan dan nama kecilnya Siu
Ho. Usianya sekarang sudah mendekati tujuh puluh tahun, tetapi
masih gagah seperti sedia kala. Sesudah keluar dari rumah
perguruan,kurang lebih tiga puluh tahun ia berkelana dikalangan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 199


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

kangouw. Sebab adatnya yang angin-anginan dan luar biasa,


orang-orang Rimba Persilatan menamakan ia Koan-toa-ma
(Nyonya besar Koan). Waktu berusia duapuluh tahun, ia
mengambil keputusan untuk tidak menikah dan berguru dengan
Hui Kak Siansu di Kiuloosan, pegunungan Gobie. Sesudah
belajar tiga tahun, barulah Hong Jiam Kong datang berguru
kepada Hui Kak Siansu. Sesudah belajar sepuluh tahun, Koan-
toa-ma sudah mendapatkan sebagian besar kepandaian gurunya.
Dengan hatinya yang sangat mulia, puluhan tahun ia malang
melintang di kalangan kangouw dan banyak sekali menolong
sesama manusia. Diantara orang-orang yang mengaguminya
adalah Tayhiap Kam Hong Tie.
Kali itu, untuk mencari keterangan mengenai turunan
keluarga Lu, Koan-toa-ma pergi ke Oeysan untuk mencari Bwee
Hoa Sin-souw. Tetapi sahabatnya itu telah pergi ke Ciatkang,
maka segera ia menyusul. Disatu kelenteng tua, ia bertemu
dengan Kam Hong Tie yang sedang membayangi rombongan Hie
Kok. Mereka berdua langsung berjanji untuk bertemu di
Cinhiancun untuk memberi pertolongan kepada rombongan Hie
Kok, jika diperlukan. Hong Tie mengambil jalan pegunungan,
sedangkan Koan-toa-ma mengambil jalanan sepanjang sungai
Cinhianke. Waktu Hie Nio dirobohkan oleh Cio Hui Sian dengan
menggunakan obat bius, Hong Tie kebetulan lewat disitu. Begitu
melihat Hong Tie ia melemparkan korbannya dan melarikan diri
sipat kuping. Oleh sebab itu dengan mudah Kam Hong Tie
menolong Hie Nio.
Begitu masuk di Cinhiancun, ia melihat Jiam Kong dan yang
lain-lainnya masuk kedalam rumah penginapan. Disebabkan
sungkan untuk mengunjuk muka, ia memasukkan Hie Nio
kedalam karung, memakai jenggot palsu dan mengantar nona Hie
pulang. Waktu hendak berlalu, Hong Tie sempat melihat
kedatangannya sejumlah kuku garuda, maka ia langsung

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 200


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

bersembunyi untuk memberikan bantuannya. Ia membekuk


Phang Kun San, membawa lari Cu Ceng Liam suami istri dan
memondong Hie Nio ketepi sungai. Ketika itu Koan-toa-ma
sudah menunggu dengan sebuah perahu, yang langsung
diserahkan kepada Hie Nio. Hong Tie lalu balik kehutan itu untuk
menolong Cu Yong Keng, sedangkan Koan-toa-ma menunggu
dipinggir sungai untuk mengintai
gerak-gerik musuh. Demikian sedikit penjelasan tentang
bantuan Koan-toa-ma dan Kam Hong
Tie.
Begitu masuk hutan, Koan-toa-ma lalu bersembunyi
dibelakang pohon. Pendengarannya yang sangat tajam mendengar
suara kresekan luar biasa dan ia segera tahu, didalam hutan sudah
ada orang lain. Mendadak satu bayangan berkelebat dan musuh
sudah berada dalam jarak 5-6 langkah didepannya. “Hei kelinci
yang bersembunyi dibelakang pohon! Cepat kau keluar!“ orang
itu membentak.
“Anjing kecil!“ Koan-toa-ma balas memaki sambil melompat
keluar. Mari, mari! Tongkat nyonya besar mu memang sudah
lama tidak dipakai untuk menggebuk anjing!”
Orang itu menuding dengan pedangnya dan berkata sambil
tertawa dingin: “Ah, aku kira siapa! Tak tahunya perempuan
sinting! Hei perempuan sinting! Dimana kau sembunyikan
bangkotan itu?“ Koan-toa-ma mengawasi. Orang itu ternyata
adalah Pat-po-kim-sian Un Kim Lun.
Koan-toa-ma tertawa. “Bagus benar macamnya tonggeret ini
(Pat-po-kim-sian berarti Tonggeret
Emas Delapan Langkah)”, katanya. “Sayang aku tidak
mebawa jaring untuk menangkapnya!”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 201


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Un Kim Lun tidak dapat menahan gusarnya lagi. Ia


mengangkat Thay-it-kiam dan menyabet mukanya Koan-toa-ma.
Tanpa menggerakkan kakinya, Koan-toa-ma memiringkan sedikit
badannya, sedangkan tangan kirinya mencoba untuk
mencengkeram lengan musuh dengan tangan Eng-jiauw-kin-na-
hoat (Tangan Cakar Garuda). Kedua orang yang sama-sama
mempunyai kepandaian tinggi, langsung saja bertempur dengan
sengit. Selagi mereka bertempur, mendadak satu bayangan
manusia menyambar dan berseru: “Aku datang!“ Berbarengan
dengan seruan itu, pedangnya menebas.
Koan-toa-ma melirik orang itu. Ia mengenali dia itu adalah
Phang Kun San yang diikat dipohon oleh Kam Hong Tie dan
yang rupanya telah ditolong oleh Un Kim Lun. Walaupun
dikeroyok, Koan- toa-ma tidak menjadi gentar. Ia mengerahkan
seluruh tenaganya dan mencecar Phang Kut San yang lebih
lemah. Baru beberapa gebrakan dengan sapuan Hoan-sauw-tian-
kun (Menyapu ribuan serdadu), tongkatnya Koan-toa-ma mampir
dipundaknya Kun San, sehingga badannya terpental dan
menimpah pohon, dan kepalanya berputaran. Beruntung tenaga
dalamnya cukup kuat dan tidak sampai mendapatkan luka berat.
Begitu pusingnya hilang, Kun San duduk bersila untuk mengatur
jalan pernapasannya. Pundaknya matang biru dan dirasakan sakit
sekali. Sesudah bersila beberapa lama, ia bangun sambil
menggereng untuk membalas sakit hatinya.
Melihat musuhnya sedang repot melayani Un Kim Lun,
dengan mengindap-indap Kun San menghampiri dan mendadak
menikam punggungnya Koan-toa-ma. Kun San mendengar suara
bentroknya tulang dan pedangnya seperti melanggar batu keras.
Ia terkesiap dan pada saat itu, tongkat musuh sudah menyambar
dengkulnya, sehingga sambil mengeluarkan jeritan, ia menyingkir
sambil menggulingkan badannya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 202


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Saudara Phang! Jangan dekat-dekat! Jangan berikan


perempuan sinting ini kesempatan untuk menghina kita!“ Kim
Lun menyerukan kawannya.
“Eh, orang marga Phang,“ Koan-toa-ma mengejek.
“Bagaimana rasanya tongkatku?“
“Jangan banyak bacot!“Kim Lun membentak dengan
mengirim satu tusukan.
Setelah mereka berdua berkelahi beberapa puluh jurus lagi,
Phang Kut San yang menonton di pinggiran tidak dapat menahan
sabar dan kembali menikam. “Orang marga Phang! Kamu
mencari mampus?” membentak Koan-toa-ma sambil mengelit
tikaman orang. Begitu pedang musuh lewat, ia memajukan kaki
kiri sambil menyampok pedang musuh dengan tongkatnya,
sedangkan dua jari-jarinya menyambar bagaikan kilat. Kun San
mencoba untuk berkelit, tetapi tangannya musuh terlebih cepat
dan dilain saat, ia merasakan dengkulnya lemas dan roboh diatas
tanah.
Melihat kawannya dirobohkan dengan totokan pada jalan
darah, Kim Lun memutar pedangnya dan menyerang seperti
kerbau gila. Satu waktu pedangnya Kim Lun menyambar pundak,
Koan- toa-ma tidak mengelit, tongkatnya membalas menyabet
pundak musuh dalam waktu yang bersamaan. Begitu Thay-it-
kiam mengenakan pundak, Kim Lun mendengar satu suara
kerotokan dan pedangnya seperti juga melanggar batu. “Celaka!“
ia berseru. Tetapi tongkat musuh sudah keburu mampir
dipundaknya dan kedua matanya seperti melihat bintang-bintang.
Ia segera menggenjot badannya dan kabur secepat kilat. Dibawah
satu pohon ia berhenti untuk mengatur jalan napasnya dan
melancarkan peredaran darahnya. Beberapa saat kemudian,
dengan perasaan gemas, ia balik ketempat pertempuran, tetapi
sang nenek sudah tidak kelihatan lagi batang hidungnya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 203


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Kim Lun merasakan perutnya seperti mau meledak. Ia


penasaran sekali, namanya yang sudah naik begitu tinggi, malam
itu sudah dirobohkan oleh seorang wanita tua. Seperti orang yang
kalap, ia membabat cabang-cabang pohon dengan pedangnya.
Sesudah ia melampiaskan amarahnya, barulah ia menghampiri
Phang Kun San yang menggeletak seperti mayat. Sesudah
mengurut jalan darah orang, ia memasukkan satu butir obat
kedalam mulut kawannya. Beberapa saat kemudian, ia sadarkan
diri. “Un Toako,” ia berkata dengan suara getir. “Dua kali kau
menolong jiwaku. Budi ini tidak dapat aku membalasnya.
Kapankah aku baru dapat membalas sakit hati terhadap
perempuan bangsat itu?“
Kim Lun menyabarkan kawannya dan memberitahukan,
bahwa ia menderita luka dalam cukup berat dan sedikitnya harus
beristirahat selama sebulan. Sesudah itu ia memberikan lagi tiga
butir obat kepada Kun San. Demikianlah dengan penuh
kegusaran mereka berangkat balik ke Huncuikoan.
Sesudah kedua orang itu berlalu, Koan-toa-ma masuk lagi
kedalam hutan dari sebelah barat, dengan dibelakangnya
mengikuti seorang yang bertubuh tinggi besar.
“Kam loote,” kata Koan-toa-ma. “Tan Cian Kin kedua anjing
itu kau ajak pergi kemana?“
“Aku menuntun mereka ketempat yang penuh dengan batu.
Mungkin sampai sekarang mereka masih mencari-cari aku,“
jawab orang itu yang bukan lain daripada Kam Hong Tie. Mereka
berdua tertawa berkakakan dan lalu melangkah kearah pinggir
sungai.
Sambil berjalan mereka mengobrol. Koan-toa-ma
menuturkan cara bagaimana ia barusan melayani Un Kim Lun
dan Phang Kun San. Hong Tie lalu memberitahukan, dari situ ia

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 204


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

berniat untuk pergi ke Limkie untuk mencari Hie Kok dan lalu
akan terus pergi ke Ouwlam.
“Kam loote, di Ouwlam ada urusan apa?“ tanya Koan-toa-
ma.
“Menurut berita, Can Ceng ditangkap sunbu dan akan diantar
kekotaraja,” jawab Hong Tie. “Siapakah Can Ceng? Apa
dosanya?” tanya Koan-toa-ma.
“Ia adalah seorang sastrawan kenamaan didaerah Ouwlam,”
menerangkan Hong Tie. “Oleh karena ia menyalin surat
peninggalan Lu Liu Liang dan belakangan muridnya yang
bernama Thio Hie pergi ke Sucoan untuk membujuk Gak Ciong
Kie agar supaya memberontak maka muncullah kecelakaan hebat
yang menyeret juga keluarga Lu.”
Koann-toa-ma menghela napas panjang. “Kalau begitu
kecelakaan keluarga Lu adalah gara-gara kawanan sastrawan
tolol. Jika kau tidak memberitahukan aku, aku tidak tahu latar
belakangnya,“ katanya.
Hong Tie pun menarik napas. “Yah!,“ katanya. “Kaisar
anjing Yong Ceng benar-benar menyusahkan rakyat. Satu hari
aku orang bermarga Kam masih hidup, satu hari aku tidak akan
melepaskan dia!“
“Ssst! Suara tindakan kuda!“ Koan-toa-ma berbisik perlahan
sambil memegang bajunya Hong Tie. Hong Tie menempelkan
telinganya diatas tanah dan beberapa saat kemudian bangun
berdiri
sambil berkata: “Koan-toa-ma, banyak yang datang. Mari
kita pergi ke tanjakan.“
Mereka berlari-lari ke tanjakan, bersembunyi di belakang
batu besar dan mengawasi jalanan. Tidak lama kemudian, satu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 205


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

penunggang kuda mendatangi dengan cepat sekali. Setelah ia


datang cukup dekat, Koan-toa-ma dan Hong Tie mengeluarkan
seruan tertahan. “Hie Kok!“ berseru Koan-toa-ma. Sehabis
berseru demikian, ia mengenjot badannya dan turun ke jalanan.
Tepat ketika itu sang kuda lewat. Koan-toa-ma mengegos
tubuhnya dan tangannya menyambar ekor kuda yang langsung ia
tarik. Dapat dibayangkan bagaimana kesudahannya. Ditarik
secara begitu cepatnya dan keras, sang kuda meringkik keras dan
tiba-tiba menyetop langkahnya, sedangkan penunggangnya
terpelanting. Baik juga, dengan jumpalitan, ia yang ternyata
memang Hie Kok adanya, hinggap diatas tanah dengan selamat.
Tanpa berkata suatu apa, Koan-toa-ma menyeret tangan orang
yang lalu diajak naik keatas tanjakan. “Hie Kok, Kam loote
sedang menunggumu,“ ia berbisik.
“Lauwtee, kapan kau dan Koan-toa-ma datang?“ tanya Hie
Kok begitu bertemu dengan Kam Hong
Tie.
Matanya Hie Kok mengawasi jalanan dan berkata: “Tadi aku
menguber Lauw Kim Boan sampai di Limkie. Apa mau ditengah
jalan bertemu dengan sepasukan tentara yang mau pergi ke
Gioklengkoan. Orang marga Lauw itu cepat-cepat bersatu dengan
tentara-tentara itu, dan dikarenakan jumlahnya besar, aku tidak
mau gegebah menyerang. Sebaliknya dari situ ditengah jalan aku
bertemu dengan satu ciancong yang sedang menggiring kurang
lebih 30 serdadu. Disebabkan kebentrok, aku jadi bertempur.
Diantara serdadu itu, terdapat sejumlah serdadu anak panah.
Beberapa diantaranya melepaskan anak panah kepadaku,
sehingga terpaksa aku harus membacok dua antaranya dan kabur
kesini. Mereka sekarang sedang mengejar.“
“Biarlah. Sebentar kita hajar mereka!“ kata Hong Tie.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 206


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Jauh-jauh sudah kedengaran suara kaki kuda, yang semakin


lama menjadi semakin dekat. Koan- toa-ma membuka karung
kecil yang dibawa-bawa olehnya dan meraup segenggam kacang
hutan, yang lalu dimasukkan kedalam mulutnya. Begitu serdadu-
serdadu itu berdatangan cukup dekat, ia membuka mulutnya dan
menyembur. Seperti hujan gerimis, kacang-kacang itu
menyambar dan belasan serdadu lalu pada berteriak kesakitan.
Kawan-kawan mereka terkejut, sebab mereka tidak tahu apa yang
telah terjadi.
Ciancong yang memimpin pasukan heran sekali melihat
belasan serdadu mendadak berteriak- teriak sambil memegang
mulut mereka. Ia celingukan dan melihat seekor kuda tanpa
penumpang sedang berlari-lari ditengah sawah. Ia tahu disitu
tentunya bersembunyi orang. Sambil melompat turun dari
kudanya, ia berteriak: “Geledah gunung ini!“
Mendadak sebutir kacang menyambar masuk kedalam
mulutnya dan nyelip diantara giginya. Sekarang dialah yang
kelojotan dan serdadu-serdadunya mengawasi dia dengan
perasaan tidak mengerti. Dengan menahan sakit, ia lalu
memimpin anak buahnya nasik keatas gunung.
Hong Tie yang bersembunyi dibelakang batu lalu melompat
keluar sambil membentak: “Kawanan anjing, tuanmu datang!“
Sehabis membentak ia menggenjot badannya menubruk si
ciancong. Perwira tersebut, yang sedang memimpin tantaranya
sambil mengacung-acungkan golok, tidak menduga bakalan
diserang secara begitu. Ia mencoba menyambut dengan goloknya,
tetapi sudah tidak keburu lagi, sebab tangannya Hong Tie sudah
mengenakan telak pada pundak kanannya. Dengan jeritan keras,
badannya jatuh menggelinding kebawah dengan tulang Pundak
yang patah. Tetapi benar-benar ia bandel. Meskipun telah patah
tulang, begitu cepat ia bangun berdiri, ia berteriak: “Anak-anak!

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 207


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Lepas panah!“ Baru saja ia berteriak, ia jatuh terduduk dan roboh


tidak ingat orang lagi.
Beberapa serdadu cepat-cepat mengangkat bangun
pemimpinnya yang lalu dipondong naik keatas kuda dan diajak
kabur. Puluhan serdadu lainnya telah berada diatas tanjakan yang
lalu melepaskan anak panah kearah Hong Tie. Dengan mudah, ia
mengebaskan jatuh semua anak panah dan menangkap satu
diantaranya yang menyambar paling belakang. Anak panah itu ia
timpuk balik kearah satu serdadu, yang langsung saja jatuh
terguling dengan anak panah yang menembus dengkulnya.
Koan-toa-ma yang menonton sedari tadi tertawa geli. Ia juga
mau ikut main-main dan melompat keluar dari belakang batu.
Dilain saat, ia sudah dikurung oleh puluhan serdadu. Ia tertawa
keras dan memutar tongkatnya. Didalam serangannya itu, ia
menaruh belas kasihan dan hanya mengetuk tulang kering orang.
Maka dalam waktu sekejap mata. Mereka sudah berkaok-kaok
sambil memegang kaki mereka. Sesudah mengetahui
pemimpinnya kabur, merekapun langsung lari serabutan dan
keadaan kembali menjadi sunyi senyap.
Ketika itu, disebelah timur kelihatan sinar putih,
sedangkan angin musim chiu yang dingin meniup-niup tidak ada
hentinya. Perlahan-lahan ketiga sahabat itu, dua pria dan satu
wanita, turun dari gunung.
“Sekarang kita pergi kemana?“ tanya Hie Kok.
“Perutku lapar. Mari kita makan terlebih dahulu,“ jawab
Koan-toa-ma.
Dua sahabatnya langsung menyetujui. “Kalau kau mau
makan, kita pergi agak jauhan sedikit,“
kata Hong Tie. “Disebelah depan gunung itu, ada sebuah
dusun. Kita makan disana saja!”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 208


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh, ketiga orang


itu lalu berlari-lari kearah yang ditunjuk oleh Hong Tie. Sesudah
melewati gunung, mereka tiba disatu dusun yang dikelilingi
dengan pohon-pohon bambu hijau dan yang disebelah luarnya
terdapat satu sungai kecil yang airnya jernih sekali. Setibanya
diluar dusun, mereka berjalan perlahan-lahan sambil memandang
pemandangan alam yang sangat indah. Selagi enak berjalan-jalan
sambil mengobrol, dibelakang mereka mendatangi seekor keledai
yang ditunggangi oleh seorang pemuda yang parasnya seperti
anak sekolah, tetapi dipunggungnya ia membawa sebatang
pedang panjang. Selagi melewati ketiga sahabat itu, mulutnya
pemuda itu mengeluarkan nyanyian seperti ini: “Angin sejuk
biarpun halus sukar meniup aku, rembulan indah tidak luput
menyinari manusia!“
Antara mereka, adalah Hie Kok yang banyak mengerti ilmu
surat. Mendengar nyanyian itu, ia terkejut, sebab syair itu adalah
buah ciptaanya Lu Bun Cun (nama lainnya Lu Liu Liang). “Tidak
tahu pemuda itu koncu dari keluarga mana,“ ia menggerendeng.
“Berani benar ia menyanyikan syair itu dihadapan lain orang.
Apakah ia tidak takut putus kepalanya?“
Melihat perubahan pada parasnya Hie Kok, Hong Tie lalu
bertanya: “Saudara, ada apa dalam
nyanyian pemuda itu?“
“Sebentar aku akan kasih tahu,“ menjawab Hie Kok dengan
suara perlahan. Hong Tie tidak mendesak dan mereka lalu
mengikuti pemuda itu. Sesudah menyeberangi sebuah jembatan
kayu, mereka masuk kedalam dusun. Didalam dusun itu terdapat
kurang lebih sepuluh warung kecil dan dipinggirnya sungai
berdiri sebuah rumah makan yang menggantungkan namanya
“Cui Sian Lauw“ (Paseban Dewa Mabok). Mereka bertiga lalu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 209


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

masuk kedalam. Tidak lama kemudian, pemuda penunggang


keledai itu juga turun disitu dan lalu naik keatas loteng.
“Lihatlah kongcu itu. Tidak tahu ia orang dari mana,“ Koan-
toan-ma berbisik.
“Menurut pendapatku dia bukan saja sastrawan, tetapi
juga mempunyai kepandaian lain,”
berkata Hong Tie.
“Kau maksudkan ia pandai ilmu silat?“ tanya Koan-toa-ma.
Hong Tie menganggukkan kepalanya. Selagi ia ingin
membuka mulut, mendadak jendela diatas loteng terdengar
terbuka dan pemuda tadi menongolkan separuh kepalanya untuk
melongok kebawah. Hie Kok menyenggol Hong Tie dan sengaja
berkata dengan suara keras: “Mari kita naik keloteng!“
Loteng “Cui Sian Lauw“ tidak besar, disitu hanya terdapat
beberapa meja. Tetapi perabotannya walaupun tidak mewah
tetapi sangat bersih, sedangkan orang dari jendela dapat
memandang keindahan alam pegunungan. Diatas dinding
tergantung sepasang lian yang tulisannya berbunyi:
“Kamar yang indah tidak perlu besar, bunga yang harum
tidak perlu banyak.“ Ketika Hong Tie
bertiga naik keatas, mereka melihat pemuda itu duduk disatu
meja disudut ruangan. Mereka lalu duduk disatu meja yang lebih
besar, ditengah-tengah ruangan.
Tidak lama kemudian, pelayan rumah makan naik keatas.
“Tian looya,” ia berseru begitu melihat
Hong Tie. “Lama sekali looya tidak datang kesini. Apakah
sekarang masih berdagang sutra?”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 210


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Yah, tahun ini aku banyak rugi,“ sahut Hong Tie. “Itu
sebabnya aku menjadi malas keluar. Eh, Siauw Sam Cu, kau
sedia ikan dan daging apa yang enak? Coba tolong buatkan
beberapa sayur untuk kita.“
Selagi Hong Tie menulis pesanan makanan, sang pelayan
menunggu dengan sikap hormat sekali. Sesudah itu, ia membawa
satu theekoan Say-hong-liong-ceng-thee. “Tian toaya,” katanya
sambil tertawa. Daun teh ini segar sekali. Baru kemarin dipetik.
Katanya teh ini dapat menghilangkan
panas dalam dada, maka itu aku bawakan agar tuan-tuan
sekalian dapat mencobanya.“ Ia
menuangkan tiga cangkir yang langsung disuguhkan kepada
ketiga tamu itu.
“Eh, disini sedia arak apa yang bagus?” tanya Hong Tie.
“Kita mempunyai arak Hoa-tiauw yang terohor, yang telah
disimpan selama duapuluh tahun lamanya. Tian toaya adalah
langganan lama, tidak perlu aku berduata,” kata sang pelayan.
“Baiklah, panaskan dulu lima kati Hoa-tiauw,“ memesan
Hong Tie. “Kalau ada kue-kue, kau boleh
bawa sekalian.“ Pelayan itu menganggukkan kepalanya dan
berlalu.
“Bagaimana dia bisa kenal kau? Dan mengapa dia
memanggilmu Tian Toaya?“ tanya Koan-toa- ma dengan
berbisik.
Hong Tie meliriknya dan menjawab: “Kalau senggang aku
sering datang disini. Waktu mereka
bertanya, aku bilang margaku Tian.“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 211


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Lauwtee,“ berbisik Hie Kok, sesudah meneguk secangkir


teh. “Bukannya aku rewel. Bagaimana kau lihat kongcu itu?
Bukankah ada sedikit luar biasa?“
“Menurut penglihatanku, ia bukan orang jahat.” Jawab
Hong Tie. “Hanya dalam kalangan
kangouw, aku belum pernah melihat dia!“
Ketika itu arak sudah dipanasi dan pelayan datang dengan
membawa dua piring kue-kue. Koan- toa-ma yang rupanya sudah
sangat lapar, langsung saja menyambar kue-kue itu dan memakan
dengan sangat bernafsu. Sesudah mereka menyapu bersih dua
piring kue, pelayan menyuguhkan arak dan barang santapan.
Sambil makan dan minum mereka membicarakan halnya Su Nio
yang hilang. Hie Kok meminta pertolongan Koan-toa-ma, agar
diam-diam dia dapat membuntuti rombongan Cu Yong Keng dan
kemudian pergi ke Ouwlam untuk berkumpul lagi dengan Kam
Hong Tie. Mengenai halnya Can Ceng, mereka akan bergerak
dengan mengimbangi keadaan. Hie Kok sendiri berniat pergi ke
Holam untuk menyelidiki Su Nio dan mungkin juga ke Hangciu.
“Begitu juga baik,“ kata Hong Tie. “Akupun berniat untuk
pergi ke Hangciu.“
“Kau ingin ke Hangciu?“ Koan-toa-ma menegasi.
“Benar,“ jawabnya. “Disana ada satu sahabat marga Kie, aku
mau pergi untuk mengunjunginya!”
Suaranya Hong Tie yang cukup keras rupanya telah didengar
oleh pemuda itu. Ia segera bangun dan menghampiri ketiga orang
tua itu. “Loopeh,” ia berkata sambil tertawa dan memberi hormat.
“Harap maafkan gangguanku, barusan aku mendengar bahwa
loopeh ingin pergi ke Hangciu untuk mengunjungi seorang
sahabat bermarga Kie. Boleh aku bertanya, keluarga Kie yang

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 212


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

mana? Apakah seorang sastrawan tua yang bernama Kie Teng


Peng yang berada disana?”
Hong Tie mengawasi pemuda itu dengan mata tajam. Belum
sempat ia menjawab, Hie Kok sudah
mendahului. “Apakah yang kau tanyakan adalah adiknya Kie
Teng Hong?” ia bertanya. “Benar!” jawab pemuda itu dengan
suara girang. “Apakah loopeh mengenalnya?”
Hie Kok ingin menjawab, tetapi Hong Tie melirik
kepadanya. Disebabkan kuatir pemuda itu tidak enak hati dan
bercuriga, ia langsung berkata: “Aku hanya menebak-nebak.
Sebenarnya aku tidak kenal beliau. Harap saudara tidak menjadi
gusar.”
Pemuda itu tahu, Hie Kok tidak berbicara sebenarnya, oleh
sebab itu, sambil memberi hormat, ia lalu berjalan pergi. Waktu
ia berbalik, Hong Tie melihat pada gagang pedangnya pemuda itu
tertata empat huruf: Soat-leng-mo-in (Gunung Salju mengusap
Awan). Secara mendadak Hong Tie meminta pemuda itu
berbalik. “Saudara bermarga apa?” ia bertanya.
“Margaku Kie,” jawabnya sambil membungkuk.
“Namamu?”
“Nama kecilku Ciat Seng.” Jawab pemuda itu.
Kembali Hong Tie mengawasi pemuda yang tampan itu.
Mukanya putih seperti diberi bedak, matanya tajam dan bersinar
terang, sikapnya gagah dan mempunyai kepribadian yang
menarik. Hong Tie mengingat, bahwa Soat-leng-mo-in adalah
nama gua-nya Hong-tim-ek-souw Sun Leng Cu, satu ahli pedang
dari Soat-san-pay.
“Kie Teng Hong di Hangciu apakah masih ada hubungannya
dengan saudara?” tanya Hong Tie.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 213


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Ia adalah peh-huku (Paman)” jawab pemuda itu.


Hong Tie mengeluarkan satu suara: “Ah!” dan kemudian
bertanya lagi: “Apakah ayahmu bernama
Kie Teng Peng? Apakah pedang itu adalah milikmu sendiri?”
“Benar!” jawabnya. “Ayah bernama Kie Teng Peng. Pedang
ini adalah pemberian guruku!” “Bukankah gurumu bernama Sun
Leng Cu?“ bertanya lagi Hong Tie.
Ciat Seng terlihat kaget dan girang. “Kalau begitu loopeh
mengenal guruku?“ katanya.
“Pada duapuluh tahun yang lalu, aku pernah bertemu muka
dengan orang tua itu.“ Jawab Hong Tie sambil tertawa. “Sejak
Sun loocinpwee menyembunyikan diri di Mo-in-tong gunung
Tianpeksan, aku tidak pernah bertemu lagi!”
“Kalau begitu, apakah aku boleh tahu, nama loopeh yang
mulia?” Tanya Ciat Seng dengan hormat sekali.
Oleh karena sudah mengetahui asal usulnya si pemuda itu,
tanpa bersangsi lagi Hong Tie lalu memperkenalkan dirinya.
Ciat Seng menjadi kegirangan. “Kalau begitu aku sedang
berhadapan dengan Kam peh-peh,“ ia berkata, “Ketika turun
gunung, guruku berpesan, bahwa begitu cepat aku tiba di
Kanglam. Aku harus pergi mengunjungi peh-peh. Siapa sangka
aku dapat berjumpa peh-peh didusun pegunungan ini. Sungguh
beruntung!“
Hong Tie segera meneriaki pelayan, agar menambah sayur
dan peralatan makan dan kemudian memperkenalkan Koan-toa-
ma dan Hie Kok kepada Ciat Seng, yang langsung saja
menjalankan kehormatan sebagaimana mestinya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 214


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Gurumu Sun Leng Cu telah menyusun ilmu silat pedang


tunggal dari Soat-sian-pay,“ kata Hie Kok. “ilmu pedang itu
bersama dengan Kiu-thian-hian-lie-kiam (Ilmu Pedang Dewi
Sembilan lapis langit) dari Pot-Taysu di Tay-sit-san dinamakan
orang sebagai Lam-pak-song-ciat (Ilmu Pedang kelas satu di
Selatan dan Utara). Hanya sayang, aku tidak berjodoh untuk
bertemu dengan dua ahli pedang besar itu.“
“Kalau begitu, saudara Kie juga tentunya mempunyai ilmu
silat pedang yang sangat tinggi,“
berkata Koan-toa-ma.
Ciat Seng sangat girang mendengar gurunya dipuji oleh
orang-orang ternama itu, akan tetapi, ia sangat merendahkan diri.
“Walaupun ilmu silat guruku sangat tinggi, akan tetapi siauwtit
yang bodoh, hanya dapat mencangkok satu per selaksa dari
kepandaiannya. Oleh sebab itu, aku sungguh merasa malu
mendengar pujian loopeh sekalian.“
“Apakah Kie hiantit pulang ke Hangciu untuk menengok
orang tua?“ tanya Hong Tie.
“Siauwtit mendengar belakangan ini ayah dan paman telah
didesak oleh kerajaan Ceng. Maka dari itu, siauwtit cepat-cepat
pulang untuk mencari tahu kejadian yang sebenarnya,“
menerangkan Ciat Seng.
“Akupun ingin mengunjungi ayahmu,“ kata Hong Tie. “Kita
dapat berjalan bersama-sama agar
tidak terlalu kesepian.“
Saat itu dibawah terdengar suara ribut-ribut dan beberapa
saat kemudian, dua orang yang sikapnya garang sekali naik
keloteng. Yang berjalan dimuka adalah seseorang yang nernadan
kekar, alisnya tebal, matanya seperti mata tikus, berkumis,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 215


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

sedangkan dipunggungnya terselip dua bilah golok. Yang


berjalan belakangan juga bertubuh gagah, dipipi kirinya terdapat
tanda bekas bisul sebesar dua uang logam, sedangkan tangannya
mencekal sebatang tongkat.
Begitu naik mata mereka menyapu kemeja Hong Tie dan
kawan-kawannya dan kemudian mengambil tempat duduk dimeja
sebelah timur.
Hong Tie melirik, tetapi lalu menundukkan lagi kepalanya
dan menghirup juga araknya dengan sikap tenang. Hie Kok
menyelup satu jarinya kedalam arak dan menulis perkataan
“perampok“ diatas meja. Hong Tie mengangguk-aggukan
kepalanya.
Kedua orang itu dikenal baik oleh Kam Hong Tie, yang
mempunyai pengalaman luas didalam dunia Kangouw. Yang
pada pipinya terdapat tanda bekas bisul mempunyai julukan Ong-
toa-pa, sedangkan orang yang bersenjatakan golok bernama Ho
Hiong, dengan julukannya Ho-tiat-pie (Ho si lengan besi).
Mereka keduanya adalah kawanan perampok dari Oey-long-pang
(Partai Anjing Kuning) di Shoatang. Kawanan mereka semuanya
ada lima orang yang saling mengangkat saudara, dengan Phang
Kun San sebagai toako (saudara tua). Mereka bersarang digunung
Louwsan dan mengganggu orang-orang yang mondar-mandir
didaerah itu. Sejak Kun San tekah dibeli oleh kerajaan Ceng
dan menjadi pahlawan istana, pimpinan gerombolan
diserahkan
kepada Ang Toa Kui. Dengan sang saudara tua memegang
pangkat, mereka semakin berani untuk berbuat kejahatan. Mereka
membunuh, merampok dan memperkosa seenaknya saja, dan
sewaktu-waktu memeras kaum hartawan dengan menggunakan
namanya pembesar negeri. Kadang-kadang ada juga orang

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 216


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

yang mengajukan pengaduan kepada yang berwajib, tetapi


semuanya tidak diladeni.
Kali ini, Ong-toa-pa dan Ho-tiet-pie menerima suratnya
Phang Kut San yang meminta mereka datang ke Hangciu untuk
membantu membekuk orang hukuman penting. Mereka tidak
mengetahui, bahwa toakonya itu sudah terluka oleh Koan-toa-ma
dan kabur ke Huncuikun.
“Samko (Saudara tua yang ketiga),” demikian kedengaran
Ong-toa-pa berkata dengan suara yan cukup keras. “Didalam
suratnya, toako bilang, orang merga Kie itu adalah sastrawan
miskin. Kalau tidak ada minyaknya untuk apa kita membuat
banyak kesulitan untuk memenangkan dia? Aku tidak mengerti,
mengapa begitu tolol?”
“Toako belum pernah melakukan pekerjaan tolol,“ sahut Ho-
tiat-pie sambil tertawa. “Bukankah didalam surat juga dikatakan,
bahwa orang bermarga Kie itu adalah orang hukuman penting?”
Jika ia dapat dibekuk dan dikirim kekotaraja, toako mendapat
pahala dan bisa naik pangkat, kita juga dapat menarik
keuntungan. Apa itu tolol?”
“Kau benar, samko!” kata Ong-toa-pa sambil mengusap-usap
pipinya. “Akulah yang berotak
udang!” Sesudah berkata begitu mereka berdua tertawa
berkakakan dengan nyaring sekali.
Suara tertawa itu apa mau telah membuat sadar Koan-
toa-ma yang sedang melenggut. Ia membuka matanya dan
mengeluarkan suara dihidung. “Bangsat! Tertawa begitu besar!
Sehingga impian muluk menjadi bantet!“
Medengar cacian itu, mereka berhenti tertawa dan matanya
mengawasi mejanya Koan-toa-ma. “Ahn perempuan busuk itu
telah memaki kita,“ kata Ho-tiat-pie sambil bangun. Ong-toa-pa

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 217


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

juga langsung berbangkit dan menghampiri Koan-toa-ma sambil


membentak: “Pengemis tidakkenal mampus! Kami tertawa apa
salahnya?”
“Aku tidak bilang kau salah! Mengapa marah-marah!“
berkata Koan-toa-ma sambil tertawa dingin.
“Kalau begitu mengapa kau mencaci orang?“ Ong-toa-pa
berteriak.
“Aku memaki orang lain, bukannya engkau. Untuk apa kau
turut campur?“ sahut Koan-toa-ma.
Tangannya Ong-toa-pa lalu melayang kearah mukanya
Koan-toa-ma. Kie Ciat Seng bangun sambil mendorongnya,
sehingga ia mundur beberapa langkah dengan sempoyongan. Saat
it Koan-toa- ma mendehem dan menyemburkan riaknya yang
masuk tepat kedalam mulutnya Ong-toa-pa. Ia menjadi gusar
seperti orang kalap dan lalu mengemplang Koan-toa-ma dengan
tongkatnya. Melihat keadaan menjadi kacau, Hong Tie
melompat maju sambil manyampok tongkat itu dengan
lengannya. Ong-toa-pa kembali sempoyongan, sedangkan
tongkatnya berbalik dan hampir saja menghantam dan mengenai
mukanya sendiri.
Hong Tie mengangkat kedua tangannya dan berkata dengan
suara manis: “Saudara, barusan nyonya tua ini telah berbuat dosa
terhadap kedua saudara, untuk mana, dengan memandang
mukaku, saudara sudilah memaafkan!“ Ia bersikap demikian
sebab ia tidak mau kalau Cui Sian Lauw menjadi hancur akibat
perseteruan ini.
Ong-toa-pa keder dan tidak berani untuk turun tangan lagi,
sebab barusan ia merasakan kerasnya tangan Hong Tie, Ho-tiat-
pie sudah menghunus kedua goloknya dan terhadap dia, Hong Tie

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 218


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

pun menghaturkan maaf. Sesudah itu ia menarik tangannya


Koan-toa-ma dan mereka berempat lalu turun kebawah.
Pemilik rumah makan menyambut mereka dengan paras
muka kuatir dan menanyakan apa yang telah terjadi. “Diatas ada
dua tamu yang mabuk arak,“ kata Hong Tie sambil tersenyum.
“Baiklah,” kata pemilik rumah makan. “Tuan Tian, kau
adalah pedagang, jangan cari gara-gara dengan mereka!“ Hong
Tie mengangguk dan langsung membayar harga makanan dan
minuman.
Sesampainya diluar, Koan-toa-ma menengok keatas loteng
dan kembali memaki. “Ayolah jalan!“ Hong Tie membujuk.
“Mereka itu adalah orang-orang dari Oey-long-pang dan kalau
sampai bergebrak, aku sangat kuatir nanti akan membuat celaka
orang lain!”
“Mereka bilang mau pergi ke Hangciu untuk menangkap
seorang bermarga Kie. Mungkin ini ada hubungannya dengan
peh-huku,“ kata Kie Ciat Seng.
“Bukan mungkin-mungkin lagi,“ sahut Hong Tie. “Mereka
tokh sudah bicara terus terang!”
Mereka berjalan sambil mengobrol dan sesudah mlewati
jembatan, mereka menuju kesatu jalanan kecil. Hie Kok
mendadak mengingat keledainya Ciat Seng dan langsung
bertanya: “Eh, keledaimu!“
“Biarkan tinggal saja!“ sahut pemuda itu.
Saat itu, Ong-toa-pa dan Ho-tiat-pie terlihat mengejar sambil
mencaci-maki Koan-toa-ma dengan perkataan-perkataan kotor.
Koan-toa-ma timbul amarahnya. Ia menghadang ditengah
jalan sambil memegang tongkatnya. Kie Ciat Seng mencabut
pedangnya dan begitu Mo-in-kiam keluar dari sarungnya,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 219


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

sinarnya yan gemilang sangat menyilaukan mata semua orang.


“Bagus betul, pedangmu!“ berseru Hong tie dengan bertepuk
tangan.
“Koan looma, biarlah siauwtit yang menalangimu!“ kata Ciat
Seng sambil membungkuk.
Hong Tie tahu bahwa pemuda ini belum pernah bergebrak
dengan musuh, lalu maju dan berkata:
“Kie hiantit, kau harus berhati-hati.“
“Aku justru ingin melihat Soatsanpay Mo-in-kiamhoat (Ilmu
pedang mengusap awan),“ kata Hie
Kok. “Mari kita menonton!“
Dilain saat, Ong-toa-pa sudah berhadapan dengan Koan-toa-
ma dan langsung mengemplang dengan toyanya. Ia berkelit
sambil membalas menyerang. Dapat dimengerti kalau si codet itu
tentunya bukannya lawan si nenek itu. Baru saja beberapa jurus,
bokongnya kena dikemplang dan ia tersungkur dengan
berlumuran darah.
Berbareng dengan tergulingnya, Hie Kok dan Hong Tie
bersorak sambil bertepuk tangan, Ong- toa-pa merasakan dadanya
seolah mau meledak. Tanpa memperdulikan rasa sakit, ia
melompat bangun dan seperti kerbau gila, ia menyerang lagi
Koan-toa-ma dengan ilmu toya Houw-wie-kun- hoat (Ilmu Toya
Ekor Harimau) yang paling ia andalkan.
Melihat saudaranya kena dirobohkan, Ho-tiat-pie segera
maju ingin membantu. Kie Ciat Seng yang menjaga sejak tadi,
lalu menyelak sambil mengangkat Mo-in-kiam. Ia terkesiap
ketika melihat sinar pedang yang berkilauan, tetapi disebabkan
sudah terlanjur, ia mengangkat kedua goloknya dan membabat

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 220


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

pinggangnya Ciat Seng dari kiri kanan. Ciat Seng memutar


pedangnya
disekitar pinggangnya dan meneruskan menikam tiga kali
beruntun dengan gerakan Houw-pouw- lian-hoan (Tindakan
Harimau yang berantai). Hong-tiat-pie yang tidak mengenal ilmu
silat itu cepat-cepat melompat keluar dari gelanggang.
“Sungguh bagus ilmu Mo-in-kiam-hoatnya Kie hiantit,”
berkata Hie Kok kepada Hong Tie.
Hong Tie menganggukkan kepalanya dan berkata: “Mo-in-
kiam-hoat dari Soatsanpay semuanya mempunyai seratus delapan
gerakan yang berantai. Keras dan lembek harus berjalan
bersamaan dan orang yang ingin mempelajari ilmu pedang itu
harus mempunyai ilmu meringankan tubuh yang sangat tinggi!”
Ketika Hong Tie sedang berbicara, Ho-tiat-pie
menggulingkan badannya diatas tanah sambil memutar kedua
goloknya dengan niatan untuk membabat kedua kakinya Ciat
Seng dengan ilmu golok Kun-tong-hoa-to-hoat. Ciat Seng
melompat tinggi dan sewaktu tubuhnya turun ketanah, ia
menyabet dengan gerakan Hie-yauw-liong-bun (Ikan melompati
pintu Liong Bun). Inilah pukulan hebat dari Mo-in-kiam-hoat.
Dengan satu suara “breeettt!“, lengan bajunya Ho-tiat-pie robek
dan daginya kena tergores, sehingga mengeluarkan darah. Ia
terkesiap dan melompat beberapa depa jauhnya untuk
menyingkirkan diri.
Dengan muka merah seperti kepiting direbus, Ho-tiat-pie
kembali mengangkat goloknya untuk menyerang lagi. Mendadak
kedua kakinya, dicekal oleh dua tangan yang keras bagaikan besi.
Ia mencoba berontak tetapi badannya sudah terangkat naik, dan
dilain saat, ia sudah dilemparkan dan jatuh tengkurap.
Berbarengan dengan itu, bokongnya diinjak sehingga ia tidak
dapat bergerak lagi. Ciat Seng mengawasi dan orang itu ternyata

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 221


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

adalah Kam Hong Tie. Hatinya menjadi kagum akan kecepatan


jago tua itu, yang barusan saja kelihatan masih duduk-duduk
dipinggir jalan.
Hong Tie mengerahkan tenaganya dan Ho-tiat-pie langsung
saja menjerit-jerit sebab merasakan bokongnya seperti ditindih
dengan barang yan beratnya ribuan kati.
“Orang marga Ho!“ Hong Tie membentak. “Kau kenal aku
siapa?”
“Aduh………………………..toa
enghiong……………………aku tidak tahu nama besarmu!” ia
menyahut
dengan suara terputus-putus.
Hie Kok mendekati dan menuding kepadanya: “Binatang!“ ia
membentak. “Ia adalah Kanglam Tayhiap Kam Hong Tie yang
tersohor. Su-a-ko masih takut terhadapnya (Su-a-ko, putra kaisar
yang keempat, adalah panggilan Kaisar Yong Ceng sebelum
menjadi kaisar)!”
Mendengar namanya Kam Hong Tie, badannya Ho-tiap-pie
menjadi gemetaran. “Kam Tayhiap,“
ia meratap. “Ampunilah aku! Mataku buta tidak melihat
tingginya gunung Thaysan!”
“Sekarang aku perintahkan kalian semuanya pulang ke
Shoatang,“ berkata Hong Tie dengan suara keras. “Jika dilain kali
bertemu lagi dengan aku, aku tentunya tidak akan mengampuni
engkau lagi! Jangan campur tangan urusan keluarga Kie. Kau
tahu bagaimana nasibnya toakomu Phang Kun San?”
“Tidak tahu!” jawabnya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 222


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Nah aku beritahu kepadamu. Toakomu itu mendapat luka


berat dan sudah kabur,“ kata Hong Tie. Keterangan ini membuat
Ho-tiat-pie kaget bukan main, sehingga keringat dingin keluar
mengucur dari dahinya.
Hie Kok memungut dua goloknya Ho-tiat-pie dan dengan
sekali tekuk ia sudah membuat golok itu menjadi empat potong.
Kemudian ia menimpukkan satu potongan golok itu kebetisnya
Ho- tiat-pie yang menjadi tembus dan ujung golok menancap
kedalam tanah. Dengan satu jeritan ia jatuh pingsan.
Dilain pihak dengan mudah sekali Koan-toa-ma merobohkan
Ong-toa-pa yang sudah terluka. Baru saja bertempur beberapa
jurus, dada kirinya kena disodok tongkat, badannya terpental dan
mulutnya memuntahkan darah hidup. Ia jatuh di gembolan
rerumputan dan menghembuskan napasnya yang penghabisan.
“Sekarang sudah beres, mari kita berangkat!“ kata Hie Kok.
“Apa kalian bertiga akan pergi ke Hangciu?“ tanya Koan-
toa-ma.
“Benar!“ berkata Hong Tie. “Aku mohon kau sendiri pergi
ke Ouwbuntong. Aku sudah mendengar disana tidak ada orang
yang berkepandaian tinggi, sehingga rasanya tidaklah terlalu
sukar untuk melewatkan rintangan.“
“Kapan kita bertemu di Ouwlam?“ tanya lagi Koan-toa-ma.
“Pada permulaan bulan delapan, tentu aku akan datang di
Hengciu,“ kata Hong Tie. “Dijalanan raya pintu timur kota itu
terdapat satu rumah penginapan yang menggantung nama “Siang
Heng Ek Cia”. Disitu kau boleh menanyakan, apakah tuan Tian
Sam Coan sudah datang atau belum.”
“Jadi disitu kaupun dikenal dengan panggilan Tian toaya?“
kata Koan-toa-ma sambil tersenyum.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 223


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hong Tie mengangguk dan turut tertawa. “Ingatlah baik-


baik, aku disitu dikenal sebagai saudagar sutra Ouwciu. Jangan
sampai orang menjadi curiga,” Hong Tie menerangkan lagi.
“Baiklah Tian Toaya!” sahut Koan-toa-ma dan keempat
orang itu menjadi tertawa terbahak- bahak.
Demikianlah, seorang diri Koan-toa-ma menuju kearah
selatan, sedangkan Hong Tie, Hie Kok dan
Ciat Seng menuju ke Timur dengan mengambil jalan
gunung.
Sekarang marilah kita menengok Po-san-sin-cu Oey Keng
Ciang yang menjadi sangat mendongkol disebabkan Hong Jiam
Kong menolak tawaran bantuannya dengan kata-kata manis. Ia
tahu Hong Jiam Kong mencurigai dirinya, sebab ia banyak
bergaul dengan kalangan pembesar negeri. Keng Ciang adalah
orang yang mempunyai pikiran cupat dan langsung melupakan
pribudi, begitu cepat matanya melihat harta. Malam itu ia
menguntit terus rombongan Hong Jiam Kong sampai dirumah
penginapan didusun Cinhiancun. Sewaktu Hap Sat To dan yang
lain-lainnya menyerbu, Oey Keng Ciang diam-diam masuk dan
menculik Su Nio. Nona Lu mencoba untuk memberontak, tetapi
langsung ditotok jalan darahnya, sehingga tidak dapat berkutik
lagi.
Keng Ciang tahu, sebagai cucunya Lu Liu Liang, Su Nio
adalah seorang buronan yang penting. Jika ia dapat mengantar Su
Nio kekotaraja, kaisar tentunya akan menjadi girang dan ia bakal
mendapatkan pangkat tinggi.
Demikianlah disebabkan hanya mengingat keuntungan
pribadi, Keng Ciang rela melakukan perbuatan yang terkutuk.
Semula ia ingin pergi ke Hangciu untuk menyerahkan
tangkapannya ke sunbu. Akan tetapi dengan cara demikian,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 224


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

jasanya itu secara mentah-mentah diserahkan kepada orang lain.


Memikir begitu, ia segera mengambil keputusan untuk mengantar
sendiri Su Nio kekotaraja.
Sambil menggendong korbannya, dari Kongkouw dengan
memutari Limkie, ia menuju ke Tongkewan, disebelah utara. Ia
berniat mendaki puncak Pektianghong, mengambil jalan
pegunungan Tianboksan, masuk di Anhui, akan kemudian pergi
ke Holam dan terus kekotaraja. Ia tahu dari Tongkewan
kepegunungan Tianboksan, jalanan sangat sepi dan tidak ada
petugas- petugas negara yang mondar-mandir.
Sesudah berjalan semalaman, oleh karena kuatir Su Nio
menjadi celaka, akibat tertutupnya jalan darah, Keng Ciang
menyadarkan korbannya dan memberikannya satu pil untuk
melancarkan jalan darah. Lebih jauh lagi, ia mengambil satu
botol kecil dari kantungnya dan mengeluarkan satu pil berwarna
emas, yang dipaksakan agar Su Nio menelannya. Pil tersebut
dapat membuat orang dalam keadaan lupa ingatan selama tiga
hari tiga malam lamanya.
“Jika ada orang bertanya kepada engkau, kau harus katakan
aku adalah pamanmu,“ kata Keng Ciang dengan bengis. “Kau
tidak boleh mengaku bermarga Lu. Namamu sekarang adalah
Oey Beng! Mengerti?“
Sesudah menelan pil, Su Nio menjadi jinak dan sangat
menurut. Harus diketahui, bahwa waktu itu Su Nio berdandan
sebagai seorang pria. Disebabkan masih kuatir, Keng Ciang
mendadak bertanya: “Siapa namamu?“
“Oey Beng,“ jawabnya.
Sesudah berjalan dua hari, mereka tiba di Tongkewan dan
pada keesokan paginya, Keng Ciang mengajak tawanannya
mendaki puncak Pektianghong. Jalanan gunung itu penuh dengan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 225


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

kesukaran, dengan banyak tikungan, banyak baru kerikil yang


tajam dan terus menanjak keatas. Sebagai seorang gadis lemah,
dapatlah dibayangkan penderitaan nona Lu ketika itu. Belum
jalan berapa jauh, kedua telapak kakinya sudah pada melepuh dan
terluka. Sewaktu-waktu Keng Ciang masih harus menggendong
dia, untuk melewati jalanan yang sangat sukar. Sesudah
beristirahat beberapa kali, kira-kira pada sore hari, mereka tiba
ditengah-tengah puncak. Menaik lagi beberapa lama, melepuhnya
kaki pada pecah sehingga menerbitkan rasa perih dan sakit. Su
Nio menangis sesenggukan, sebab ia sudah tidak kuat berjalan
lebih jauh lagi.
Terpaksa Keng Ciang mengajak ia beristirahat lagi diatas
satu batu besar. Sambil beristirahat, ia melirik tawanannya yag
sekarang sudah berada dalam keadaan setengah sadar. Ia tahu
malam itu, Su Nio akan menjadi sadar betul. Oleh sebab itu, ia
lalu mengeluarkan lagi satu pil emas dan menyodorkan lagi
kepada korbannya. Akan tetapi, disebabkan seharian belum kena
air dan
mulutnya sudah kering sekali, nona Lu tidak dapat menelan
pil itu. Melihat demikian, Keng Ciang lalu berkata: “Kau tunggu
disini sebentaran, aku ingin mencari air!“
Ia lalu masuk kedalam hutan untuk mencari mata air. Saat
itu, dijalanan mendadak muncul seorang yang berjenggot yang
berlari dari luar dengan luar biasa cepatnya. Keng Ciang
mengawasi dan hatinya terkejut, sebab orang itu bukan lain
daripada Hong Jiam Kong, yang sedang mendatangi kearah ia.
Cepat-cepat ia meloloskan payungnya dari punggung dan
menarik pesawatnya. Sejumlah peluru langsung saja menyambar
kearah Jiam Kong.
Selama berkelana di kalangan kangouw, Oey Keng Ciang
jarang sekali menggunakan pelurunya itu. Kalau bukannya

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 226


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

bertemu orang yang berkepandaian tinggi atau dirinya berada


dalam bahaya, tidak semudah itu menggunakannya. Selain itu,
kalau tokh digunakan, paling banyak ia melepaskan tujuh atau
delapan butir peluru. Tapi kali ini dengan beruntun ia melepaskan
lima belas peluru. Ia menduga pasti, Hong Jiam Kong akan
terjungkal.
Tetapi ia salah menduga. Ia tidak tahu, bahwa ilmu
meringankan tubuh Jiam Kong sudah mencapai dipuncaknya
kesempurnaan dan telinganya luar biasa lihai. Oleh sebab itu,
walaupun ia sedang berlari keras dan diserang secara
membokong, begitu mendegar suara tidak enak, ia masih keburu
mengegoskan kepalanya dan menyampok dengan Hong-lui-kiam.
Beberapa peluru lewat dipinggir leher dan yang lainnya kena
disampok jatuh!
Kaget sekali Keng Ciang melihat hasil nihil dari
bokongannya. Amarahnya meluap dan dadanya dirasakan sesak.
Sementara itu, Hong Jiam Kong sudah memburu kearahnya.
Dalam gusar dan malunya, ia mengambil keputusan kejam.
Ia mengambil keputusan untuk terlebih dahulu membinasakan Su
Nio dan kemudian mengadu jiwa dengan musuhnya. Kedua
matanya berkilat dan sambil mencabut belatinya ia berlari-lari
ketempat dimana Lu Su Nio sedang menunggu.
Melihat sang “paman” mendatangi dengan mata beringas dan
pisau terhunus, hatinya Su Nio mencelos, dan dalam kagetnya ia
menjadi sadar! Paras mukanya pucat bagaikan mayat dan ia
berlari sekeras-kerasnya sambil berteriak meminta tolong.
Sebelum menyusul korbannya, Keng Ciang merasakan angin
dingin berkesiur sebab Hong-lui- kiam sudah menyambar
kepalanya. Mau tidak mau ia berbalik untuk menangkis dengan
payungnya, dan berbarengan dengan itu, ia memencet
pesawat rahasia. Beberapa peluru

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 227


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

kembali menyambar kearah tenggorokan Jiam Kong. Kali ini


dia sudah waspada, sehingga sekali lagi pelurunya Keng Ciang
jatuh ditempat kosong.
“Hari ini, kalau bukan aku, kau yang mampus!“ Keng Ciang
menggereng sambil menotok jalan darah musuh dengan
payungnya. Dengan gusar Jiam Kong menyabetkan Hong-lui-
kiam untuk membabat putus payung besi musuh. Keng Ciang
berhenti sambil menarik pulang payungnya, lengan kirinya
menyambar kedepan dan mencoba menancapkan belatinya
kedada sang lawan. Jiam Kong mengelit sambil mengirim
serangan lainnya. Dengan sengit mereka melakukan pertempuran
mati-hidup dan kemudian setelah melewati beberapa puluh jurus,
Keng Ciang mulai terdesak. Dalam keadaan terdesak, Keng
Ciang yang licik menimpuk muka musuhnya dengan belati, yang
beruntung masih bisa diegos oleh Jiam Kong. Sambil membentak
keras, bahna gusarnya, Jiam Kong merubah cara bersilatnya. Ia
memutar pedangnya seperti baling- baling, sehingga merupakan
laksaan ular perak yang menyambar dengan berbarengan. Hatinya
Keng Ciang terkesiap sebab ia tidak dapat menyambut serangan
sehebat itu. Ia menjejakan kedua kakinya dengan seluruh
tenaganya, sehingga badannya melesat tinggi melewati kepalanya
Jiam Kong dan lalu melarikan diri kedalam hutan.
Melihat penculik itu kabur, Jiam Kong segera mengejar
dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh yang lebih tinggi
setingkat dari musuhnya. Didalam waktu sekejap saja, ia sudah
menyusul lawannya dan mengirim dua tikaman beruntun keiga
orang. Keng Ciang terpaksa berbalik dan melawan lagi mati-
matian, akan tetapi, disebabkan memangnya sudah kalah hati, Ia
kena terus didesak.
Ketika itu mereka sedang bertempur diatas satu batu cadas
yang dibawahnya terdapat jurang yang dalamnya kurang lebih

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 228


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

tigapuluh depa. Didasarnya jurang penuh dengan batu-batu tajam,


sehingga siapa yang jatuh badannya pasti akan menjadi hancur
lebur. Keng Ciang yang didesak dengan Hong-lui-kiam terpaksa
harus mundur dan semakin lama ia semakin mendekati pinggiran
cadas. Keringat dingin mengucur keluar. Ia tahu jiwanya sukar
untuk ditolong, terutama ketika ia merasakan bahwa satu kakinya
telah menginjak tepi jurang. Diatara mati-hidup ia terpaksa
menebali mukanya dan memohon belas kasihan dari Hong Jiam
Kong. “Hong toako, ampunilah aku sekali ini!” ia meratap.
“Orang marga Oey,” kata Jiam Kong sambil tertawa dingin.
“Kau ini benar-benar tidak mengenal malu. Orang semacam kau,
yang tidak mengenal pribudi dan tidak segan-segan menjual
orang- orang yang setia kepada negara, seharusnya kau
menggorok lehermu sendiri untuk membuat
puas orang-orang gagah dikolong langit! Dan kau sekarang
masih ada muka untuk meminta dikasihani?“
Sehabis mencaci begitu dengan gemas Jiam Kong mengirim
satu tikaman dan tendangan dengan berbareng. Keng Ciang
mengangkat payungnya untuk menyambut Hong-lui-kiam, tetapi
pundaknya sudah kena ditendang, sehingga badannya bergoyang-
goyang dan dilain saat, dengan satu teriakan ngeri, tubuhnya
tergelincir kedalam jurang, sehingga payungnya terlepas dari
tangannya!
Jiam Kong melongok kebawah dan melihat badannya
manusia itu melayang jatuh. Mendadak ketika badannya sudah
melayang belasan depa, Keng Ciang menggoyang kedua
pundaknya dan kedua tangannya menubruk pinggir cadas.
Ternyata dipinggir cadas tumbuh satu pohon siong tua. Seperti
seorang yang sedang kelelap menjambret apa saja yang melintas
didepannya, Keng Ciang yang sudah putus harapan juga berbuat
demikian. Dan apa mau dia berhasil! Begitu dapat menjambret

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 229


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

satu cabang, ia mengerahkan tenaganya, badannya langsung naik


keatas dan kedua kakinya menjepit akar pohon.
Ia membuang napasnya, menyusut keringatnya dan
berkata dengan suara di tenggorokan:
“Sungguh berbahaya!“ Ia melongok kebawah dan dapat
melihat, diantara sela-sela batu terdapat tumbuh tiga atau empat
pohon siong yang lainnya, masing-masing dalam jarak antara dua
dan lima depa. Dibatu cadas yang sangat curam dan licin itu,
tidak terlihat harapan lain, kecuali beberapa pohon siong itu, yang
dapat digunakan sebagai tangga untuk turun kedasar jurang.
Walaupun mempunyai ilmu meringankan tubuh yang sangat
tinggi, Keng Ciang masih tidak berani melompat kebawah yang
dalamnya masih duapuluh depa lebih.
Jiam Kong yang menyaksikan dari atas, mau tidak mau
mengagumi kepandaian sang musuh itu. Hanya sayang, dengan
kepandaiannya yang tinggi, ia tidak berada pada jalan yang lurus.
Jiam Kong sebenarnya tidak mau mendesak lebih jauh, akan
tetapi begitu cepat ia mengingat betapa kejinya manusia itu,
darahnya naik kembali.
Dilain saat ia sudah menggenjot badannya yang lalu
melayang turun dan menubruk musuhnya yang sedang istirahat
diatas pohon. Selagi berada ditengah udara, Jiam Kong
meluncurkan dua jari-jarinya yang mencoba menotok pundaknya
musuh. Keng Ciang yang sedang berpikir cara bagaimana ia
harus turun kebawah, mendadak melihat sambaran itu, sehingga
hatinya kembali terkesiap. Cepat-cepat ia menyantolkan kaki
kirinya ke cabang pohon, sedangkan tubuhnya menggelantung
kebawah. Begitu jari-jarinya menotok tempat kosong, tangannya
Jiam Kong terus
menjambret cabang pohon, sedangkan pedangnya menyabet
kakinya Keng Ciang. Tetapi musuh sudah melepaskan kakinya

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 230


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

yang menyantol pada cabang pohon dan badannya meluncur


kebawah. Sesudah badannya melayang turun kurang lebih lima
depa, tangannya menjambret lain pohon, dimana ia beristirahat
sedetik untuk membuang napas, akan kemudian melayang turun
lagi dengan menggunakan pohon-pohon itu sebagai tangga
sampai akhirnya kedua kakinya hinggap didasar jurang. Tanpa
berani beristirahat, ia langsung saja kabur secepatnya.
Hong Jiam Kong yang masih sangat penasaran juga sudah
melompat turun kedasar jurang dan terus menyusul. Lama juga
mereka susul menyusul diantara batu-batu tajam dan pohon-
pohon yang rindang. Satu kali pedangnya Jiam Kong malahan
dapat melukai dengkulnya Keng Ciang, tetapi ia masih bisa
meloloskan diri dan terus lari terbirit-birit sampai akhirnya ia
menghilang didalam hutan siong.
Sampai disitu barulah Jiam Kong menghentikan
pengejarannya. Ia menyusut pedangnya yang ternoda darah pada
telapak sepatunya dan kemudian menyentil badannya Hong-lui-
kiam sehingga menerbitkan suara yang nyaring.
“Oh, pedangku.“ Kata ia sambil menghela napas. “Tiga
puluh tahun lebih engkau mengikuti aku dan tidak tahu berapa
banyak bangsat-bangsat telah dirobohkan olehmu. Tetapi hari ini
satu manusia busuk bisa lolos dibawah bayanganmu!“
Sesudah berdiri beberapa lama diatas cadas. Ia mengingat Lu
Su Nio. Cepat-cepat ia memasukkan Hong-lui-kiam kedalam
sarung dan berbalik ke Pektianghong dengan menggunakan ilmu
meringankan tubuh.
Sekarang marilah kita melihat Su Nio, yang sesudah sadar
dari lupa ingatannya, disebabkan ia melihat datangnya
marabahaya, langsung melerikan diri kedalam hutan sambil
berteriak-teriak meminta tolong, dengan dikejar oleh Oey Keng
Ciang yang mengacung-acungkan belatinya. Dalam ketakutannya

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 231


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

ia melupakan segala perasaan sakit dan lelah dan lari terbirit-birit


seperti orang kalap. Dalam keadaan kepepet, tidak diketahui dari
mana tenaganya bertambah berlipat ganda. Sesudah jatuh bangun
beberapa kali, didepannya menghalang satu kelenteng tua, yang
berdiri tersembunyi diantara pohon-pohon. Diatas kelenteng
itu terdapat satu papan kayu bertuliskan “Sip Hong Kouw Sat“
Tanpa berpikir lagi, Su Nio lalu langsung lari masuk
keruangan sembahyang, dari situ ia masuk kepintu sebelah kanan
dan setelah melalui sebuah lorong , lalu lari kekamar tidurnya
hweesio
(Pendeta) yang terletak dibagian belakang. Soe Nio tidak
berani mengeluarkan suara, dengan mengindap-indap ia
menghampiri jendela dan mengintip kedalam. Disitu terdapat
seorang hweesio yang berusia kurang lebih 70 tahun, sedang
bersila sambil menundukkan kepala dan memejamkan kedua
matanya.
Hweesio itu luar biasa kurusnya, sehingga badannya seakan-
akan ketinggalan kulit yang membungkus tulang. Su Nio sangat
takut, tetapi ia tidak berani keluar lagi, sebab kuatir bertemu
dengan pengejarnya. Selagi berada didalam kesangsian, hweesio
itu mendadak membuka mulutnya seperti orang meniup api dan
dengan satu suara keras, tirai pintu tergulung keatas! Su Nio
terkesiap dan ia jatuh roboh dalam keadaan pingsan. Kelelahan
dan ketakutan yang datang bertubi-tubi membuat nona Lu
menjadi sangat lemah sekali.

Sesudah lewat sekian lama perlahan-lahan ia sadar dan


membuka kedua matanya. Badannya ternyata sedang berbaring
diatas satu balai-balai kayu (tempat tidur), sedangkan sang
hweesio tidak kelihatan batang hidungnya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 232


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Walaupun baru berusia 14 tahun, oleh karena terdidik


didalam keluarga sastrawan dan otaknya memang sangat cerdas
sekali, Su Nio sudah mempunyai pikiran orang dewasa. Ia sering
mendengar bahwa didalam kelenteng yang terpencil ditengah
hutan, kau pendetanya sering melakukan perbuatan durjana,
seperti merampok atau memperkosa kaum wanita. Memikir
begitu, hatinya menjadi semakin ketakutan.
Perlahan-lahan Su Nio merayap bangun. Didalam kamar
yang kecil itu hanya terdapat satu balai- balai, satu meja dan dua
tikar untuk bersemedi. Dengan mata yang ketakutan ia
mengawasi keadaan sekitarnya dan lalu menuju kepintu dengan
mengindap-indap. Ketika tangannya ingin membuka tirai untuk
melarikan diri, mendadak telinganya mendengar suara tindakan
orang. Ia terkesiap dan beberapa saat lamanya hanya berdiri
menjublak. Pikiran nona Lu ketika itu sangat putus harapan, ia
hanya melihat bagian yang gelap dari semuanya. Ia tidaktau harus
berbuat bagaimana, sedangkan suara tindakan terdengar semakin
dekat.
Diluar pintu suara tindakan mendadak berhenti, “Sute,
apakah kau tidak salah melihat?” kata seseorang. “Apa benar
perempuan?”
Orang yang ditanya tertawa terbahak-bahak.“Tidak bisa
salah lagi!”, ia menyahut. “Lihat saja kedua alisnya!”
Hatinya Su Nio mencelos. Ia celingukan, tetapi tidak dapat
menemukan tempt untuk bersembunyi didalam kamar yang
kosong melompong itu. Mendadak matanya melihat balai- balai
dimana ia tadi berbaring. Tanpa memikir lagi, ia lalu lari ke balai-
balai itu dan merayap masuk dibawahnya.
Saat itu tirai dibuka dan masuk dua hweesio, satu diantaranya
adalah hweesio yang kurus kering itu,sedangkan dibelakangnya
mengikuti satu pendeta lain yang badannya tinggi besa,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 233


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

telinganya lebar, mukanya bersorot merah, kepalanya mengkilap


seperti kaca dan kelihatannya baru berusia kurang lebih 50 tahun.
Begitu masuk, mereka naik kebalai-balai dan bersila diatas tikar.
“Sute, mana si bocah?” tanya hweesio muka merah.
“Bocah itu luar biasa. Enak-enak diatas balai-balai, ia lebih
suka tidur dibawah,“ kata pendeta
kurus kering.
“Biarkanlah,“ kata yang muka merah.
Badannya Su Nio gemetaran mendengar pembicaraan kedua
hweesio itu. Ia tidak mengerti, cara bagaimana hweesio kurus itu
mengetahui, ia sedang bersembunyi dibawah. Sebenarnya ketika
baru masuk kedalam kamar, hweesio itu juga merasa kaget waktu
melihat Su Bio juga tidak berada disitu. Tetapi belakangan,
sesudah bersila dan mengumpulkan semangatnya, secara lapat-
lapat ia mendengar suara orang bernapas dibawah balai-balai, dan
segera mengetahui nona Lu bersembunyi disitu.
“Bocah, mengapa tidur dibawah situ. Cepat keluar, aku mau
bicara!“ kata hweesio kurus itu, sambil mengetuk-ngetuk balai-
balai. Su Nio tidak berani bergerak dan menahan napasnya.
Mendadak, semacam angin keras menyambar kebawah, dan
badannya Su Nio menggelinding keluar, seperti juga terkena
dorongan dengan satu tenaga yang sangat besar. Ia lalu merayap
bangun dan melihat kedua hweesio itu mengawasinya, dengan
sorot mata penuh welas asih, sambil tersenyum.
Sebenarnya Su Nio ingin segera melarikan diri, akan tetapi,
disebabkan ia melihat mukanya kedua pendeta yang sabar dan
mulia, ia mengurungkan niatnya. Hweesio muka merah
mengawasinya dari atas kebawah dan lalu berkata: “Saudara
kecil, kau bermarga apa? Mengapa kau sendirian berlari-lari

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 234


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

dihutan. Apakah kau tersesat? Dimana rumahmu? Bolehkah aku


mengantarkanmu pulang?“
“Suheng!,“ menyeletuk hweesio yang kurus. “Aku sudah
bilang ia seorang perempuan. Mengapa
kay membahasakannya dengan saudara lecil?“
“Aku seorang laki-laki,“ kata Su Nio dengan perasaan kuatir.
“Baiklah! Bailah!“ kata hweesio muka merah sambil tertawa
terbahak-bahak. “Sesuai dengan pakaianmu, aku panggil saja
engkau dengan saudara kecil! Nah sekarang kau pun harus
menjawab terus terang semua pertanyaanku tadi.“
Su Nio masih belum menjawab. Ia mengawasi kedua pendeta
itu dengan perasaan sangat sangsi.
“Nona kecil, kau tidak usah bersangsi,“ kata si pendeta
kurus. “Ia adalah suhengku yang bernama Potee Taysu, yang
sekarang menjadi pendeta di Poteesie, propinsi Holam. Aku
sendiri adalah pendeta kelenteng ini dan dikenal sebagai
Hiantong Siansu. Kami berdua adalah orang-orang yang
beribadat. Suhengku ini baru kemarin datang untuk menjenguk
aku. Aku melihat kau datang secara tergesa-gesa dengan luka-
luka, sehingga mungkin sekali kau mempunyai sakit hati yang
besar. Oleh sebab itu, lebih baik kau bicara secara terus terang.“
Oleh karena Hiantong berbicara dengan penuh kesabaran dan
welas asih, kesangsian Su Nio langsung lenyap samasekali, dan
ketika ia mendengar perkataan “sakit hati“, mendadak ia
menjadi sangat sedih dan segera mengucurkan air mata.
Melihat si nona menangis Hiangtong segera menuntun
tangannya dan meminta ia duduk diatas tikarnya sendiri.
Kemudian dengan suara lemah lembut, ia membujuk Su Nio
agaria tidak terlalu sedih. Potee Taysu duduk disampingnya dan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 235


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

sambil mengusap-usap kepala orang ia berkata dengan suara


halus: “Saudara kecil, janganlah bersedih. Siapa namamu?
Apakah kau masih mempunyai orang tua?”
“Taysu, memang benar aku seorang perempuan,“ kata Su
Nio dengan suara sedih sesudah menyusut airmatanya.
“Aku bermarga Lu, nama kecilku Su Nio. Ayahku bernama
Gee Tiong….”
Berkata sampai disitu, Su Nio tidak dapat menahan lagi dan
menangis sesenggukan. Dilain pihak
Potee Taysu dan Hiantong bersama-sama mengeluarkan satu
teriakan “Ah!”
“Apakah kau cucunya sinshe Lu Boan Cun?” tanya mereka.
Su Nio menganggukkan kepala dan berkata dengan sedih:
“Sejak rumah tangga berantakan, aku ikut suhu Hong Jiam Kong
melarikan diri. Akan tetapi ditengah jalan kita dicegat oleh
tantara negeri, sehingga kami jadi berpencaran. Aku sendiri kena
diculik oleh orang jahat yang belakangan mau membinasakan
jiwaku, sehingga aku melarikan diri sampai disini.”
“Kalau begitu kau adalah muridnya Hongluicu,” kata Potee
Taysu. “Apakah kau mengerti ilmu
silat?“
“Suhu belum sempat mengajarkan aku, sebab kita sekarang
masih dalam buronan,“ jawab nona
Lu.
Potee Taysu mengangguk-anggukan kepalanya, sedangkan
Hiantong lalu bertanya lagi: “Ayah
ibumu telah ditangkap oleh sunbu di Hangciu. Apakah
mereka sudah dibawa kekotaraja?“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 236


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Aku tidak tahu, sebab ketika itu, aku sedang berada


dirumahnya Cu Ceng Liam pehpeh.“ Sahut
Su Nio.
“Apakah gurumu sudah datang untuk mencarimu?” tanya
Potee Taysu.
“Tidak tahu,” jawab Su Nio sambil menggelengkan
kepalanya. “Tadi si penculik bertempur dengan satu orang.
Hanya aku tidak mengetahui, apakah orang itu suhu atau bukan.“
“Kecelakaan yang menimpah keluarga Lu telah diketahui
oleh semua orang dikolong langit,“ kata Potee Taysu sambil
menghela napas. “Semua orang yang mendengar merasa sangat
penasaran. Kalau ingin membalas sakit hati, kau harus
mempunyai ilmu silat yang tinggi. Walaupun kau sudah
mempunyai guru, aku sendiri berniat untuk menurunkan sedikit
ilmu pedang kepadamu, agar dapat membantu engkau untuk
membalas sakit hati. Bagaimana pikiranmu?”
Sebelum Su Nio menjawab, Hiantong sudah mendahului:
“Suhengku mempunyai Kiu-thian-hian- lie Kiamhoat adalah ilmu
pedang yang sangat tinggi dalam dunia ini. Kecuali Mo-in
Kiamhoat dari Soatsanpay, tidak ada lain ilmu pedang yang dapat
menandinginya. Hari ini rupanya kau berjodoh dengan suhengku,
maka sebaiknya kau menjadi murid yang tercatat, sehingga
dibelakang hari, engkau pun dapat belajar lagi kepada gurumu.”
Hatinya Su Nio menjadi girang sekali. Cepat-cepat ia
menyusut air matanya dan menekuk kedua lututnya dihadapan
Potee Taysu.
Potee Taysu sudah mengambil keputusan untuk mengambil
Su Nio sebagai murid, disebabkan adanya dua alasan. Pertama ia
merasa kasihan terhadap anak yatim piatu itu dan ingin
membantu agar dibelakang hari Su Nio dapat menyempurnakan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 237


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

kebaktiannya dengan membalas sakit hatinya yang sangat besar.


Kedua, memang sudah lama ia ingin mencari murid yang dapat
mewarisi ilmu pedang tunggal Kiu-thian-hian-lie Kiamhoat.
Bertemu dengan Su Nio, yang bukan saja menjadi turunannya
seorang sastrawan ternama, tetapi juga sangat cerdik dan
berbakat, ia langsung berniat untuk mengambilnya sebagai murid.
Potee Taysu lalu menuntun tangannya Su Nio dan berkata
kepada Hiantong: “Sute, hari ini aku ajak Su Nio pulang
kegunung. Jika Hongluicu datang kesini, kau minta agar ia pergi
ke Siongsan untuk mencari aku!”
Sesudah memesan begitu, mereka segera berlalu dengan
diantar oleh Hiantong sampai dipintu kelenteng. Dikempit oleh
gurunya, Su Nio hanya merasakan angin yang menderu-deru
menyampok kedua telinganya dan merasakan sepertijug
melayang ditengah udara, sehingga ia tidak berani membuka
matanya.
Pada saat itu, Hong Jiam Kong baru tiba dibatu cadas dimana
tadi ia bertemu dengan Oey Keng Ciang. Mendadak ia melihat
satu hweesio yang diketiaknya mengempit satu orang dan melesat
keluar dari hutan dan mendaki puncak gunung seperti kilat
cepatnya. Melihat gerakannya pendeta itu, Jim Kong menjadi
kagum sekali. Tiba-tiba ia mengingat sesuatu yang membuat
hatinya menjadi sangat tidak enak. Barusan ia melihat, waktu
melompat keluar dari dalam hutan, ketiaknya hweesio itu
mengempit orang. Apakah mungkin orang itu adalah Su Nio
kembali diculik orang, ia bertanya pada dirinya sendiri.
Mengingat begitu, Jiam Kong segera menggenjot badannya
yang langsung mumbul keatas. Mendadak dari dalam hutan
melompat keluar satu hweesio yang berlari kearahnya, sambil
mementang lima jari-jarinya. Dengan satu tangan melindungi
dada, Jiam Kong mengulurkan tangan kanannya dan mencoba

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 238


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

mencengkeram sikut orang itu dengan gerakan ilmu Kin-na-hoat.


Tetapi gerakannya hweesio itu luar biasa cepatnya. Ia menarik
pulang tangannya, memiringkan badannya dan mengulur tangan
kanannya yang langsung menekan pundakk Jiam Kong. Saat itu
Jiam Kong merasakan satu tindihan yangsangat berat dan oleh
karena badannya masih berada
ditengah udara, ia tidak berdaya untuk melawan tenaga yang
menekan itu. Cepat-cepat ia menarik napasnya untuk
mengerahkan tenaganya, sehingga badannya menjadi lurus
seperti pit dan ia hinggap diatas tanah dengan berdiri tegak.
Selagi celingukan, dari antara pohon-pohon jalan keluar satu
hweesio yang barusan saja memukul jatuh dia ditengah udara.
Hweesio itu berbadan kurus kering, tetapi matanya bersinar
sangat tajam, sehingga Jiam Kong mengetahui, ia adalah seorang
yang berkepandaian tinggi. Pendeta itu bukan lain dari pada
Hiantong Siansu, hanya Jiam Kong belum mengenalnya.
Hiantong segera menghampiri dan merangkap kedua
tangannya.“Perbuatanku yang tidak
mengenal aturan membuat sicu (tuan) menjadi kaget,“ ia
berkata.
Melihat hweesio itu tidak mempunyai niat jahat, Jiam Kong
pun langsung merangkap kedua tangannya dan berkata: “Apakah
gelaran Taysu yang mulia? Dan dimanakah letaknya kelenteng
Taysu?“
“Aku adalah Hiantong dan berdiam dalam kelenteng Sip-
hong-sie didalam hutan ini. Sicu ada berjodoh, apakah sudi
mampir sebentar untuk duduk-duduk?“
Melihat parasnya pendeta itu yang sabar dan tenang, paras
mukanya Jiam Kong jadi berubah berseri dan berkata sambil

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 239


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

tertawa: “Aku tentunya tidak berani menampik undangan taysu


yang begitu manis budi.“
Hiantong juga tertawa dan langsung berjalan terlebih dahulu
dengan diikuti oleh Jiam Kong. Tindakannya Hiantong adalah
sangat ringan bagaikan melayang, sehingga tapaknya tidak
meninggalkan bekas diatas tanah yang becek. Mau tidak mau,
Jiam Kong menjadi merasa kagum bukan main. Sesudah
melewati pintu depan kelenteng, diatas jalanan dipasang batu-
batu cadas yang dibuat rata.
Jiam Kong meleletkan lidahnya, ketika melihat diatas batu-
batu itu terdapat tapak-tapak kaki yan dalamnya rata-rata kurang
lebih satu dim.
Hiantong mengantar tamunya masuk, melewati ruangan
sembahyang dan terus pergi kekamar tidurnya. Ia menyingkap
tirai, mengundang tamunya masuk dan kemudian
mempersilahkan Jiam Kong duduk diatas tikarnya, sedangkan ia
sendiri duduk dihadapannya sang tamu. Dengan sekali lirik
Ngoheng Hong-lui-kiam, Hiantong langsung dapat menduga
siapa adanya tamu itu.
“Harap sicu sudi memaafkan,” kata ia sambil merangkap
tangannya. “Apakah sicu bukannya
Hongluicu Hong Jiam Kong?”
“Bagaimana Taysu dapat mendapat tahu namaku yang
rendah?” tanya Jiam Kong.
“Aku hanya menduga-duga, sesudah melihat pedang yang
tersandang di punggung sicu,” sahut
Hiantong sambil tertawa.
“Mata Taysu, benar-benar tajam,” berkata lagi Jiam Kong
sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 240


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Hong looenghiong,” berkata lagi Hiantong Siansu.


“Namamu telah menggetarkan seluruh negeri, sedangkang
Ngoheng Hong-lui-kiamhoat adalah Mutiara dari kalangan Rimba
Persilatan. Sekarang ini, walaupun Hui Kak Siang Jin sudah tidak
ada lagi didalam dunia, akan tetapi dengan mendapatkan Hong
looenghiong yang dapat menyebarkan ilmu pedangnya kepada
turunan yang berikutnya, beliau sudah berbuat satu jasa yang
tidak dapat diukur nilainya!”
Jiam Kong membungkuk dan berkata dengan suara
merendah: “Taysu sudah memuji terlalu tinggi. Aku si tua
sebenarnya hanya dapat mencangkok satu per sepuluh dari ilmu
pedangnya insu (guru), dan ini adalah disebabkan oleh otakku
yang sangat bodoh.”
“Ah, Hong looenghiong justru yang terlalu merendahkan
diri,” kata Hiantong sambil tertawa. “Biarpun aku seorang
pertapaan, akan tetapi tidak dapat aku berbicara begitu sungkan.“
Jiam Kong ingin langsung menanyakan, apakah tuan rumah
pernah bertemu dengan Su Nio.akan tetapi, disebabkan melihat
Hiantong sudah memejamkan kedua matanya, seperti orang yang
sedang bersemedi, ia mengurungkan niatnya itu.
Selang beberapa saat, Hiantong membuka lagi kedua
matanya dan menanya dengan suara
nyaring: “Hong looenghiong,apakah kau mengenal Lu Gee
Tiong?“
Jiam Kong terkejut. Mengapa ia menanyakan ayahnya Su
Nio? Apakah Hweesio itu mata-matanya
In Ceng (Kaisar Yong Ceng)?, tanya Jiam Kong didalam
hatinya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 241


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Melihat orang menjublak ia tahu tamunya tentu berduriga.


Oleh sebab itu, ia bertanya lagi dengan suara perlahan: “Apakah
looenghiong mengetahui, bahwa Lu Gee Tiong mempunyai
seorang putri yang bernama Su Nio?”
Jia Kong menjadi semakin kaget. Ia tidak dapat menebak apa
maunya orang. Sebab sudah
terdesak, ia menjawab dengan menyimpang; “Aku pernah
mendengar, orang bilang begitu!“
Hiantong tiba-tiba mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahk-bahak.
Jiam Kong segera melompat berdiri dan berkata dengan
suara nyaring: “Taysu, aku sangat menyesal harus segera pergi,
sebab aku masih mempunyai tugas yang lain. Dilain hari aku
akan kembali lagi untuk menjenguk Taysu.” Ia merangkap kedua
tangannya sambil membungkuk dan lalu berjalan keluar. Ketika
tiba didepan pintu, selagi tangannya berniat untuk menyingkap
tirai, mendadak tirai itu tergulung naik sendiri disebabkan
datangnya satu sambaran angin. Jiam Kong tahu pendeta itu
sengaja mempertontonkan ilmu khikangnya. Sesudah berada
diluar pintu, ia mengerahkan tenaganya dan mengirim pukulan
Hongluiciang (Pukulan Angin Geledek). Dan tiba- tiba tirai itu
turu sendiri! Sesudah membalas demikian ia menuju kepintu
kelenteng, dengan tindakan cepat. Tiba-tiba telinganya
mendengar suara orang berkata: “Hong looenghiong, jika kau
ingin mencari Su Nio, boleh datang di Tay-sit-san, tempatnya
suhengku.” Jiam Kong menoleh, tetapi tidak melihat satu
orangpun.
Ia keluar kelenteng dengan perasaan berat sekali. Ia tahu
ilmunya Hiantong sangat tinggi, dan kalau sampai kebentrok, ia
bukan tandingannya pendeta itu. Tetapi ia masih belum tahu,
siapa suhengnya Hiantong. Ia berjalan sambil memutar otaknya

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 242


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

dan mendadakan saja, ia ingat akan satu kejadian yang sudah


lampau. Kejadian itu adalah begini:
Waktu masih muda Jiam Kong berguru kepada Hui Kak
Siang Jin di Gobie Kiu-loosan. Pada suatu hari, ketika ia sedang
berlatih Ngoheng Hong-lui-kiamhoat, mendadak datang satu
pendeta bermuka merah, yang diam-diam menonton dipinggiran.
Jiam Kong sedang memusatkan perhatiannya kepada pedangnya,
tidak tahu kalau silatnya sedag ditonton oleh orang lain. Ketika ia
sedang menjalankan gerakan Lui-hwee-sauw-thian (Api Geledek
membakar Langit), yaitu gerakan yang ke 36 yang sangat hebat
dari Ngoheng Hong-lui-kiamhoat, hweesio bermuka merah itu
mendadak berseru: “Api geledek membakar langit, bakar kepala
tidak membakar pundak. Saudara kecil, gerakan itu harus
diubah.“
Jiam Kong kaget dan berhenti bersilat. Hweesio bermuka
merah itu lalu menghampiri dan berkata sambil tertawa-tawa:
“Saudara kecil, apakah gurumu ada?“
Jiam Kong memberi hormat dan menyahut: “Ada urusan
apakah, taysu mencari suhu? Ia berada
didalam sedang bersemedi.“
“Aku adalah Tay-sit-san Potee Hweesio,” ia
memperkenalkan dirinya. “Aku dan gurumu adalah sahabat kekal
dan hari ini aku ingin menjenguk dia. Kalau sedang bersemedi,
biarlah aku menunggu disini saja sebentaran.“
“Baiklah, sebentar aku akan memberitahukan
kedatanganmu,“ kata Jiam Kong. “Taysu aku
mohon bertanya, bagian mana dari Lui-hwee-sauw-thian
yang kurang baik?”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 243


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Bukannya kurang baik,” sahut Potee sambil tertawa. “Aku


hanya meksudkan, bahwa gerakan itu masih kurang hebat.
Menurut pendapatku, didalam gerakan ini, ujung pedang harus
lebih dahulu mementalkan senjata musuh dan kemudian pedang
itu harus disodok naik keatas, kearah mukanya musuh. Tetapi
didalam gerakanmu barusan, pedangmu itu hanya menyambar
kedua pundak musuh, sehingga menjadi berkurang
kehebatannya!“
Mendengar begitu, walaupun mulutnya membenarkan,
hatinya Jiam Kong sangat penasaran, oleh karena didalam kitab
Ngoheng Hong-lui-kiamhoat, terang-terang ditulis, bahwa pedang
disabetkan kearah dua pundaknya musuh. Memikir begitu,
parasnya Jiam Kong menjadi berubah, tetapi pendeta itu tidak
menggubrisnya dan terus memandangi pemandangan alam
dengan tenang.
Tidak lama kemudian Hui Kak Siang Jin keluar dari guanya
dan meneriaki hweesio itu secara hangat sekali. Mereka berdua
lalu saling mengobrol sambil tertawa-tawa dan kemudianmasuk
kedalam gua dengan bergandengan tangan. Melihat hweesio itu
dan gurunya adalah sahabat karib, Jiam Kong tidak berani
berlaku sembarangan dan lalu duduk didepan gua dengan
perasaan masygul.
Lewat lagi beberapa lama, ia melihat hweesio itu dan
gurunya keluar sambil menenteng pedang dan lalu berdiri
berhadap-hadapan dengan muka berseri-seri. Mereka ternyata
mau mengadu ilmu pedang, sebab kedua-duanya langsung
memasang kuda-kuda. Jiam Kong menjadi gembira sekali dan
perasaan mendongkolnya langsung hilang seperti tertiup angin.
“Silahkan!“ kata hweesio mukamerah itu.
Hui Kak segera menggerakkan pedangnya dengan gerakan
Peng-see-lok-gan (Burung Gan jatuh diatas pasir), ia menikam

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 244


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

dadanya hweesio itu. Sambil melintangkan pedangnya, hweesio


itu menggeserkan kakinya dan memiringkan badannya untuk
memunahkan serangan tersebut. Hui Kak juga langsung
menggeser kakinya, memutar tangannya keatas, sedangkan
pedangnya langsung menyambar kearah kedua pundaknya
hweesio itu. Serangan itu bukan lain daripada Lui-hwee-sauw-
thian. Ujung pedang berkelebat, seperti kilat kekiri-kekanan. Jiam
Kong menahan napas dan mengawasi dengan mata terbuka lebar.
Ia menduga pasti, kali ini si Hweesio bakal kena dirobohkan. Dan
pada saat itulah, telinganya mendengar satu suara “trang!“ dan
pedangnya Hui Kak sudah kena disampok buyar dengan gerakan
Hian-lie-sia-chung (Dewi membuka Pakaian).
Hui Kak menarik pulang pedangnya sambil melompat
mundur dua langkah.
“Ilmu pedang hengciang sungguh-sungguh mujijat,” katanya
sambil tertawa. Gerakan ini benar- benar kurang tepat dan kitab
pedang harus dirubah!“
Hweesio itu merangkap kedua tangannya dan berkata: “Ilmu
pedang tidak ada batasnya. Setiap cabang mempunyai
keunggulan sendiri-sendiri. Ilmu pedang Lauwte, sesuai dengan
namanya, cepat laksana angin dan geledek, sehingga merupakan
ilmu pedang yang langka didalam dunia. Barusan, secara usilan
aku hanya berniat untuk mempersembahkan sedikit pendapatku
sendiri. Bahwa ilmu pedang tidak mengenal batas, dapat dilihat
dari pengalamanku mengenai Kiu-thian- hian-lie Kiamhoat.
Tadinya ilmu pedang tersebut, sangat kasar dan sederhana.
Belakangan sesudah aku meyakinkan dengan seksama, dengan
tidak berhenti-hentinya mengambil bagian- bagian yang indah
dari berbagai cabang untuk merubah dan menambah segala
kekurangan dan sesudah mencampur juga dengan tiga belas
gerakan berantai dari Thay-jouw, sesudah dipelajari selama lebih

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 245


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

daripada duapuluh tahum barulah Kiu-thian-hian-lie Kiamhoat


tersusun seperti sekarang. Cerita ini sebenarnya tidak perlu
dibicarakan dihadapanmu, dan jika ada perkataan yang kurang
benar, haraplah kau jangan menaruhnya didalam hati.“
“Hengtiang, janganlah berlaku begitu sungkan,“ kata Hui
Kak sambil tertawa. “Kau adalah pemimpin ilmu pedang didalam
jaman ini dan pembicaraan yang tadi sangat membuka otakku
yang bodoh. Ngoheng Hong-lui-kiamhoat memang juga masih
banyak kekurangannya, dan sebagaimana dikatakan olehmu,
harus diperbaiki agar menjadi lebih sempurna.“
Hweesio muka merah itu mengangguk-anggukkan kepalanya
dan berkata: “benar sekali apa yang kau katakan!“
Apa yang terjadi waktu itu semuanya telah dilihat dan
didengar oleh Hong Jiam Kong.
Hui Kak Siang Jin lalu meyakinkan lebih jauh ilmu
pedangnya dan membuat macam-masam perubahan dalam kitab
pedang. Dua kali lagi hweesio muka merah itu mengadu pedang
dengan Hui Kak, yang kembali menambah apa-apa yang masih
dirasa kurang. Belakangan Jiam Kong mengetahui, bahwa
Hweesio muka merah itu yang dikenal sebagai Potee Taysu
adalah ahli pedang utama dari Lampay (Partai Selatan)
Demikianlah, mendengar nama Tay-sit-san, Jiam Kong
menjadi ingat kepada Potee Taysu dan pengalamannya dimasa
lalu. Akan tetapi menurut perhitungan, Potee Taysu sekarang,
seharusnya sudah berusia delapan puluh tahun, dan didalam usia
yang sedemikian tinggi, mengapa ia masih bergembira untuk
menerima murid?, demikian Jiam Kong berpikir didalam hatinya.
Sambil berjalan Jiam Kong menimbang-nimbang, mana yang
lebih baik, mencari Su Nio atau mencari Cu Yong Keng.
Akhirnya ia mengambil keputusan untuk lebih dahulu pergi ke

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 246


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Taysitsan untuk mencari nona Su Nio, dan jika benar Potee Taysu
barulah ia tidak kuatir lagi.
Sesudah tiba dikaki gunung, Jiam Kong mendadak merandek
dengan perasaan kaget, sebab ia salah jalan. Sebetulnya ia harus
terus mendaki puncak gunung dan turun dari lamping gunung
sebelah sana. Tetapi sekarang ia mengambil jalanan yang sudah
dilaluinya dan berbalik lagi kekaki gunung yang tadi. Ia tidak
mengerti, mengapa ia seperti orang yang melindur. Ia berdiri
disitu beberapa alama dan melihat cuaca yang sudah menjadi
gelap. Sesudah berpikir sebentaran, ia mengambil keputusan
untuk berbalik ke Tongkewan dan bermalam disitu dan besoknya
baru akan mendaki gunung itu lagi.
Setibanya di Tongkewan, lampu-lampu sudah mulai menyala
dan ia terus pergi kesatu rumah makan untuk mengisi perutnya.
Sesudah kenyang, ia keluar untuk mencari tempat menginap.
Selagi enak berjalan, mendadak dibelakangnya terdengar
orang membentak: “Bangsat! Jangan
lari!“
Jiam Kong terkejut. Ia membungkuk sambil melompat
kedepan, akan kemudian berbalik sambil mencabut Hong-lui-
kiam. Didalam jarak lima langkah, berdiri seorang laki-laki
tampan yang berusia kurang lebih 30 tahun dengan bibir yang
merah dan giginya putih laksana Mutiara, sedang tangannya
menyekall sebatang pedang.
Sambil mengawasi dengan mata tajam, Jiam Kong berkata
dengan suara dingin: “Loohu (Aku si tua) sangat repot kesana-
sini, sehingga melupakan kau paduka pahlawan dari tantara, yang
terus membayangi diriku!”
Orang itu merengut sambil mengeluarkan suar dari hidung.
“Bangsat tua!“ ia membentak.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 247


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Beberapa hari yang lalu, kalau bukannya kau undang itu


orang bermarga Kam, jangan harap kau bisa bertemu dengan
bocah perempuan itu! Oey Keng Ciang boleh takut kepadamu,
tetapi aku tidak takut!“
Berbarengan dengan bentakannya itu, pedangnya sudah
menyambar dadanya Jiam Kong. Dengan memiringkan badannya
Jiam Kong mengelit tikaman musuh, sedangkan Hong-lui-kiam
menyambar kearah jalan darah Tay-yang-hiat. “Bagus!“ orang itu
berseru sambil menggerakkan kepalanya dengan gerakan Hong-
hong-tiam-tiauw (Burung Hong menganggukkan kepala).
Badannya miring sedikit kekanan, sedangkan ujung pedangnya
disontek keatas, menikam ketulang ketiaknya Jiam Kong.
Tikaman itu sebenarnya hanyalah satu gertakan belaka. Waktu
Jiam Kong menangkis dengan pedangnya, ia berhenti, pedangnya
menyambar kebawah, kearah tengkuk, dalam satu gerakan In-
hong-jip-tong (Tawon beriringan masuk kelubang).
Sambil membentak Hong Jiam Kong membuat satu
lingkaran dengan pedangnya, badannya turut berputar dan Hong-
lui-kiam menyambar kearah lengan kanannya orang itu. Sambil
tertawa tawar, orang itu menggulingkan badannya. Tetapi
sebelum orang itu dapat berdiri tegak, dengan gerakan Pat-po-
kan-sian (Delapan Langkah memburu tonggeret), Hong Jiam
Kong menyambar dan mengayun pedangnya. “Cio Hui Sian,
rasakan pedangku!” ia membentak dan Hong-lui-kiam melesat
kearah punggung orang itu, yang memang benar Cio Hui Sian
adanya. Siorang bermarga Cio terbang semangatnya. Ia
menjejakan kedua kakinya, badannya melesat tujuh-delapan
langkah dan hinggap didepannya sebuah warung tahu.
Hui Sian menjemput beberapa biji tahu dan menimpuk
musuhnya. Menduga dirinya diserang oleh senjata rahasia, Jiam
Kong menyampok dengan pedangnya dan ia heran waktu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 248


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

pedangnya membabat barang empuk. Beberapa biji tahu


menyambar lagi dengan beruntun. Waktu ia menyambuti, barulah
Hong Jiam Kong tahu, bahwa dirinya telah dipermainkan oleh
lawannya.
Bukan main gusarnya Jiam Kong. Sambil menggenjot
tubuhnya, ia menerjang musuhnya yang kurang ajar itu.
Sejak dibuat kabur oleh Kam Hong Tie dibukit dekat
Ciuhiancun, Cio Hui Sian kabus terus sampai di Tongkewan.
Pada suatu sore, ia bertemu dengan Po-san-sin-cu Oey Keng
Ciang yang mendapat luka pada lututnya. Setelah menanyakan, ia
mendapat tahu, bahwa Hong Jiam Kong telah pergi ke Pek-tiang-
hong dan menduga Jiam Kong berdiam di Sip-hong-sie dengan
Hweesio Hiantong.
Ia menunggu di Tongkewan sampai pada waktunya pasang
lampu dan berniat naik keatas gunung diwaktu malam, untuk
menyelidiki apakah Su Nio juga berada didalam kelenteng itu.
Sesudah membuat penyelidikan, dengan mengajak kawan, ia
berniat untuk balik lagi kekelenteng itu untuk melakukan
penangkapan. Tetapi secara kebetulan, Jiam Kong salah jalan dan
terpaksa balik ke Tongkewan untuk menginap semalam. Dan
ditengah jalan, ia bertemu orang bermarga Cio itu.
“Bangsat tua! Selamat makan tahu!” berteriak Hui Sian
sambil tertawa berkakakan.
“Anjing marga Cio! Makan pedangku!” membentak Jiam
Kong sambil mengirim satu tikaman
kearah tenggorokan musuhnya dan mereka berdua lalu
langsung bertempur lagi.
Waktu itu sebagian besar toko dan warung sudah pada
tutuppintu, walaupun masih ada beberapa yang masih berdagang.
Pemilik warung tahu bersembunyi dikolong meja bahna

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 249


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

ketakutan, sedangkan beberapa orang yang kebetulan masih


berada ditengah jalanan menonton pertempuran itu dari kejauhan.
Sesudah bertempur beberapa jurus lagi, Cio Hui Sian
melompat tinggi, akan kemudian kabur secepatnya. Mengingat
perbuatannya Hui Sian, maka Jiam Kong menyusulnya dengan
menggunakan ilmu meringankan tubuh Ceng-teng-sam-tiauw-sui
(Capung menotol air).
Dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuh Teng-peng-
touw-sui (Menginjak Rumputjalan diatas air), Hui Sian berniat
mendahului Jiam Kong naik keatas Pek-tiang-hong untuk
mencoba membawa lari Su Nio, yang ia duga berada didalam
kelenteng Sip-hong-sie. Akan tetapi, ia samasekali tidak
menduga, bahwa ilmu meringankan tubuh nya Hong Jiam Kong
tidak berada disebelah bawah dia.
Sesudah keluar kota Tongkewan, Jiam Kong segera
menyusul dengan menggunakan ilmu Kan- goat-tui-hong
(Menyusul bulan dan angin) dari Siok-san-pay. Setibanya
digunung, Hui Sian
sengaja tidak mau mengambil jalanan biasa, tetapi naik dari
lamping gunung yang tidak ada jalanannya dan penuh dengan
batu-batu, sehingga untuk naik keatas, orang harus melompat
kesana-sini. Jiam Kong melihat gerakan musuhnya gesit sekali,
dengan beberapa kali lompatan seperti seekor burung, ia sudah
sampai pada tebing gunung yang ketiga. Ia lalu saja mengerahkan
tenaganya dan menyusul dengan tidak kurang cepatnya.
Dengan berdiri diatas tebing, Hui Sian melongok kebawah
dan melihat musuhnya sedang menyusul. Ia tertawa keras dan
melepaskan sebatang panah tangan. “Bangsat tua, kau mencari
mampus!“ ia membentak. Tetapi sebelum senjata rahasia musuh
mengenai dirinya, Jiam Kong sudah menjejak kakinya, sehingga
badannya melesat keatas dan Hongkuikiam membabat kedua

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 250


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

kakinya Hui Sian, yang langsung kabur sesudah membuat satu


lompatan tinggi untuk mengelit babatan itu.
Jiam Kong menggenjot badannya dan bagaikan kilat terus
menyusul. Dilain saat Hong-lui-kiam menyambar kearah
pinggangnya Hui Sian yang terpaksa membalikkan badannya dan
melawan lagi.
Melihat musuhnya mendesak dengan Honglui Kiamhoat
yang lihai, Hui Sian menjadi bingung berbareng jengkel. Baru
saja ia mengambil keputusan untuk menyerang secara nekat,
Hong-lui- kiam sudah meluncur kearah jalan darah yang
berbahaya, sehingga ia cepat-cepat berkelit sambil menyambut
pedangnya musuh.

––––––––

DJILID 3

Dilain saat kedua pedang sudah menempel satu sama lain


serti satu gunting dan kedua belah pihak mengerahkan tenaga
dalamnya untuk mencoba menindih senjata musuh. Didalam

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 251


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

pertandingan tenaga dalam yang seperti itu, sedikit saja tidak


berhati-hati bisa celaka. Walaupun ilmu silatnya Hui Sian tinggi,
tetapi disebabkan ia gemar bermain dengan perempuan, maka
tenaga dalamnya masih kalah setingkat dari Hong Jiam Kong.
Sesudah bertahan beberapa lama, pedangnya mulai kena ditindih
dan badannya bergoyang-goyang. Dengan mendadak Jiam Kong
mendorong pedangnya kedepan, dibarengi dengan satu sontekan
keatas, Hui Sian mengeluarkan seruan kaget, sambil
melenggakkan badannya dan pedangnya dilintangkan keatas
untuk menyambut pedang musuh. Dengan cara begini, dadanya
lolos dari tikaman, tetapi bajunya kena juga digores pedang,
sehingga sobek. Berbarengan dengan lenggakan tubuhnya, Hui
Sian mengirim satu tendangan kearah lengannya Jiam Kong,
yang dapat mengegos dengan tidak banyak kesulitan.
Setelah lewat beberapa gebrakan, Hui Sian mengayun
tangannya dan dua panah tangan menyambar tenggorokan dan
dadanya Jiam Kong. Dengan gerakan Say-cu-yauw-tahuw (Anak
singa menggelengkan kepala), Jiam Kong menyampok dengan
pedangnya dan kedua panah tangan melesat berbalik kearah
matanya Hui Sian. Dengan hati tergetar, ia mengelit dan terus
melarikan diri dengan dikejar terus oleh Jiam Kong.
Dengan menggunakan seluruh kepandaiannya, Hui Sian
kabur kearah kelenteng Sip-hong-sie. Melihat begitu, Jiam
Kong menjadi merasa geli dan berkata didalam hatinya;
“Mendengar omongannya Oey Keng Ciang, manusia itu tentu
menduga Su Nio berada didalam kelenteng. Biarlah aku
menonton cara bagaimana ia akan dirobohkan oleh Hiantong.”
Baru saja Hui Sian masuk kedalam hutan, tiba-tiba terdengar
satu suara tertawa dan seorang pendeta yang berbadan kurus
muncul sambil membungkuk dihadapannya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 252


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Mendengar suaranya angin, aku tahu malam ini bakal dapat


kunjungan tamu yang terhormat,” ia berkata. “Oleh sebab itu aku
sengaja menunggu disini untuk menyambut!“
Hui Sian mengawasi dengan mata tajam dan berkata didalam
hatinya: “Orang bilang Hiantong Hweesio mempunyai ilmu silat
yang sangat tinggi. Tetapi mengapa badannya begitu kurus?
Apakah pendeta ini benar-benar Hiantong adanya?”
Selagi Hui Sian mengawasi, Hiantiong mendadak menyoja
sambil membungkuk. Hui Sian terkesiap sebab satu tenaga yang
sangat besar mendorong dirinya, sehingga ia harus mundur
beberapa langkah dengan sempoyongan. Sesudah menyoja,
Hiantong mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
Hui Sian bergidik disebabkan suara tertawa itu seperti juga
gerengan harimau atau menggelegarnya geledek yang membuat
pohon-pohon menjadi bergoyangan. Hong Jiam Kong yang
menonton dari belakang satu batu, merasa geli dan berkata
didalam hatinya: “Nah sekarang si orang marga Cio baru ketemu
batunya!”
“Sudah sepuluh tahun aku bersembunyi di kelenteng dan
sudah tidak ada hubungan lagi dengan dunia luar,” kata Hiantong
sesudah menghela napas. “Tetapi mengapa ditengah malam buta,
kau datang kesini, dengan membawa niatan kurang baik? Pintu
sang Buddha adalah suci dan bersih, maka itu aku tidak dapat
membiarkan kau berbuat sesuka hatimu!“
Barusan ketika Hiantong menunjukkan tenaga dalamnya
dengan menyoja dan tertawa besar, Hui Sian sudah merasa sedikit
keder. Tetapi sesudah mengerahkan tenaga dalamnya sendiri,
perasaan kedernya langsung menjadi lenyap.
Maka itu, mendengar perkataan si pendeta yang menusuk, ia
mendelik dan menuding Hiantong dengan pedangnya sambil
berkata dengan suara tawar: “Bangsat gundul! Apakah kau

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 253


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hiantopng? Aku adalah Cio Hui Sian, pengawal nomor satu dari
ketentaraan dikotaraja. Dengan menerima firmannya Kaisar, aku
datang kesini untuk membekuk kawanan pemberontak. Janganlah
mengira, disebabkan kau memakai bajunya hweesio, kau dapat
enak-enakan berdiam disini. Kalau kau dapat melihat Selatan,
sekarang juga kau ikut aku pergi kekotaraja, dimana aku nanti
menolongmu, agar kepalamu nanti tidak sampai putus menjadi
dua. Jika kau membandel, kau dapat melihat contohnya si bangsat
tua bermarga Hong yang badannya sudah terbelah menjadi dua!“
“Aduh! Pintar sekali kau menggertak orang!“ berkata
Hiantong sambil tertawa. “Apakah kau tidak tahu, Hong
looenghiong berada didekatmu?“
Mendengar perkataannya Hui Sian yang tidak mengenal
malu, Jiam Kong tidak dapat menahan amarahnya lagi. Dengan
sekali menggenjot badannya melayang turun dari atas tebing dan
menyabet dengan pedangnya sambil membentak: “Anjing!
Rasakan pedangku!“
Hui Sian melompat mundur, sedangkan Jiam Kong lalu
menerjang lagi. Bagaikan kilat Hiantong menyelak disama
tengahdan mengebaskan tangan bajunya untuk menahan
pedangnya Jiam Kong. “Hong looenghiong,“ ia berkata. “Istirahat
saja dahulu sebentaran. Berilah aku kesempatan untuk menjajal
kepandaiannya manusia temberang ini!“
“Anjing gundul!“ membentak Hui Sian dengan sangat
gusar. “Jangan sombong! Jalanan ke akherat sudah sangat
dekat, biarlah aku antar kau kesitu!“ Sehabis berkata begitu,
pedangnya langsung menyambar kepalanya Hiantong. Dengan
tenang Hiantong menunggu sampai pedangnya musuh hampir
mengenai dirinya, barulah ia menyampok dengan tangan bajunya.
Hui Sian terkesiap, sebab ia merasakan tangannya kesemutan dan
pedangnya hampir-hampir terlepas. Baru saja ia berniat untuk

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 254


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

membabat lagi, Hiantong sudah mengebas dengkulnya dengan


tangan bajunya sebelah kiri. Ia mencoba berkelit, tetapi sudah
tidak keburu lagi. Serupa tenaga yang sangat besar mendorong
dirinya, sehingga ia terpental keatas udara. Tetapi lweekangnya
Hui Sian juga cukup tinggi. Cepat-cepat ia mengerahkan tenaga
dalamnya dan ia hinggap diatas tanah dengan kedua kakinya.
Sesudah dua kali mengebas Hiantong berkata sambil tertawa:
“Sahabat! Aku dan kau samasekali tidak bermusuhan. Sebagai
seorang yang berpegangan pada agama, aku menasehatkan kau
turun saja dari gunung ini!“
Sesudah kena dipermainkan beberapa kali, Hui Sian menjadi
nekat. “Bangsat gundul!“ ia membentak. “Sesudah berkomplot
dengan kawanan pemberontak, kau masih berani mengusir aku!“
Sehabis memaki begitu, tanpa memperdulikan keselamatan
dirinya lagi, ia menyerang dengan Kunlun Kiamhoat.
Melihat orang marga Cio itu mengirim serangan-serangannya
yang membinasakan, Hiantong naik juga darahnya. Ia
menggerakkan kedua tangannya dan tangan bajunya menyambar
kesana- sini untuk melayani pedang musuh. (Harus diketahui,
bahwa tangan baju seorang pendeta sangat besar). Pedangnya Hui
Sian samasekali tidak dapat datang mendekat, sebab selalu kena
ditolak dengan tenaga yang sangat besar yang keluar dari tangan
baju itu. Baru saja beberapa gebrakan, lengannya sudah kena
digulung oleh tagan bajunya Hiantong dan sebelum ia dapat
berbuat apa-apa, badannya sudah terpental dan jatuh dengan
kedua dengkulnya membentur batu, sehingga untuk sementara
waktu, ia tidak dapat bangun berdiri lagi.
Sekarang Hui Sian baru mati kutu. Sambil mengurut-urut
dengkulnya, ia bangun dan berkata sambil tertawa getir:
“Hweesio, sekali ini aku mengaku kalah. Lain kali kita bertemu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 255


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

lagi!“ Sehabis berkata begitu, ia langsung berlalu dengan


terpincang-pincang.
“Manusia itu tidak boleh diberi ampun!” kata Jiam Kong,
dan tanpa berbicara lagi dengan Hiantong, ia segera mengejar.
Sesudah berlalu dari hadapanny, Hiantong, tanpa
memperdulikan sakitnya sang dengkul, Hui Sian kabur secepat-
cepatnya. Waktu baru mengejar, lapat-lapat Jiam Kong masih
melihat bayangan musuhnya itu, tetapi setelah ia berbelok disatu
tanjakan, Hui Sian tidak terlihat bayangannya lagi. Ia lalu berdiri
diatas tanah tinggi dan mengawasi sekitarnya, tetapi sang musuh
tetap tidak terlihat.
Mendadak satu bayangan hitam yang gerakannya cepat
bagaikan burung, melesat kearah ia. Begitu cepat orang itu
berdekatan, ia lalu menyabutnya dengan Hong-lui-kiam. Orang
itu mengebas dengan tangan bajunya dan pedangnya mental
kembali. Dilain saat, Hiantong Hweesio sudah berdiri
dihadapannya sambil tersenyum. “Maaf!” kata Jiam Kong dengan
suara jengah. “Taysu, apakah kau belum pulang kekelenteng?“
“Hong looenghiong,“ berkata Hiantong. “Dengarlah
nasehatku. Biarkanlah siorang marga Cio itu kabur!”
“Taysu,” kata Jiam Kong dengan perasaan kurang senang.
“Siorang marga Cio adalah musuh besar kita. Jika dilepaskan ia
kan menjadi bibit penyakit!”
“Hong looenghiong,” Hiantong berkata sambil tertawa.
“Bukannya aku sengaja ingin menyulitkan engkau. Hanya
disebabkan kau pergi seorang diri, aku rasa bahayanya pasti akan
sangat besar. Dibawah gunung ia mempunyai banyak kawan,
maka buat apa looenghiong masuk kedalam jaringannya?“
“Perkataan Taysu, benar sekali, hanya rasanya Taysu terlalu
sangat berkuatir,“ kata Jiam Kong sambil tertawa. “Untuk

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 256


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

menindas kejahatan, walaupun badan menjadi hancur lebur, aku


tidak nanti merasa menyesal.“
“Looenghiong,“ membujuk lagi Hiantong. “Kawanan anjing
itu tidak akan dapat hidup terlalu lama lagi. Jangan kata
looenghiong, sedangkan aku sendiripun satu hari akan
membereskannya. Sekarang lebih baik looenghiong ikut aku
pulang untuk istirahat semalaman dan besok baru kita berpikir
lagi bagaimana baiknya.“
Melihat pendeta itu membujuk begitu sungguh-sungguh,
Jiam Kong merasa tidak enak untuk menolak terlebih jauh. Mreka
lalu naik kegununng dan pulang ke Sip-hong-sie.
Pada keesokan harinya, Jiam Kong pamitan kepada Hiantong
dan lalu turun gunung. Sesudah beristirahat semalaman dengan
tenteram, ia merasakan badannya segar sekali dan tidak lama
kemudian, ia sudah tiba dikaki gunung.
Jiam Kong menduga Hui Sian kabur ke Hangciu untuk
meminta bantuan congtok. Dugaan Jiam Kong tepat sekali, hanya
disebabkan Hui San sudah kabur lebih dahulu maka ia tidak dapat
menyusul.
Sesudah berjalan beberapa hari tanpa menemui kejadian luar
biasa, Jiam Kong tiba dikota Leng- an pada waktu sore hari.
Waktu masuk kedalam kota, ia lolos dari pemeriksaan teliti,
sebab ia menggabungkan diri dengan rakyat jelata.
Didalam kota Jiam Kong selalu menyingkirkan diri dari
opas-opas, agar tidak menjadi berabe. Leng-an adalah sebuah
kota yang berdekatan dengan Hangciu. Menurut perhitungan Jiam
Kong, jika ia berjalan terus, diwaktu malam ia akan tiba dikota
Hangciu. Memikir begitu, ia lalu pergi ketoko makanan dan
membeli dua kati kue phia untuk dijadikan ransum desepanjang

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 257


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

jalan. Dengan tindakan biasa, supaya tidak menimbulkan


kecurigaan, ia berjalan terus kearah pintu kota sebelah timur.
Tapi baru saja ia tiba disatu persimpangan jalan, hatinya jadi
tertarik disebabkan ia melihat banyaknya orang yang sedang
berkerumun disatu tempat. Ia menghampiri dan begitu sudah
dekat, telinganya mendengar satu tangisan wanita. Hatinya
menjadi tergerak dan ia lalu mendesak diantara orang banyak.
Ditengah-tengah lingkaran orang banyak, ia melihat seorang
tua dan satu gadis yang berusia kurang lebih 18 tahun. Mata
mereka berdua yang penuh dengan kesedihan sedang mengawasi
dua opas yang bertubuh tinggi besar. Tanpa pupur dan yancie,
gadis itu yang sedang menangis sesenggukan, sambil menutup
hidungnya dengan saputangan, kelihatannya cantik sekali.
Parasnya orang tua yang berdiri disampingnya kelihatan
mirip-mirip si nona, sehingga ia dapat menduga, ia itu pasti ayah
si gadis.
Selagi Jiam Kong mengawasi dengan perasaan tidak tega,
salah satu opas mendadak membentak: “Hei! Kamu orang-orang
sedang menonton apa? Ayo minggir!“ Sehabis membentak, ia
mengeluarkan sepotong rantai besi yang langsung di ayun-
ayunkan kesana-kemari untuk mengusir orang-orang yang
berkerumun. Para penonton langsung saja berpencaran. Sebagian
besar lalu pada berlalu, sedangkan sejumlah orang yang nyalinya
lebih besar menonton dari kejauhan.
Sesudah mengusir para penonton, sang opas langsung
mendorong badannya siorang tua sambil membentak: “Ayo jalan!
Tua bangka ini memang tolol! Ada rejeki tidak mau menerima!”
Didorong secara begitu, siorang tua hampir-hampir jatuh
tersungkur. Gadis itu cepat-cepat mencekal tangannya dan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 258


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

berkata dengan sesenggukan: “Ayah, biarpun mati aku tidak sudi


pergi!”
“Benar, anak,” kata si ayah. “Akupun tidak kesudian!“
Mendengar perkataan itu, kedua opas itu agak bingung juga.
“Eh, apa benar-benar kalian tidak mau jalan?“ kata salah satu
diantaranya.
“Ini adalah perintahnya Kim-chee Tayjin (Utusan Kaisar).
Tahun ini Sengcu (Kaisar) mau memilih
300 wanita untuk diberi kesempatan masuk kedalam keraton
dan putrimu sudah beruntung kena dipilih. Sebaliknya dari
merasa girang, kau malah membandel. Apa kau mau mampus?”
Sehabis mengomel, ia lalu mengalungi rantai besinya keleher
siorang tua. “Suruh anakmu ikut!“ katanya sambil menyengir.
Orang tua itu tidak menyahut. Gadisnya jadi menangis
terlebih keras. “Ayah! Ayah!“ ia mengulurkan tangannya
sambil memegangi baju ayahnya.
Pemandangan yang menyedihkan itu telah membuat semua
orang yang menyaksikan itu merasa gusar sekali, tetapi mereka
tidak dapat berbuat apa-apa, Jiam Kong mengerti duduknya hal.
Kaisar Yong Ceng telah mengeluarkan firman untuk memilih
300 gadis cantik diseluruh negeri untuk diberi masuk
kedalam keraton dan untuk keperluan itu, ia juga sudah mengirim
satu utusan istimewa. Sebagai seorang kesatria, bagaimana Jiam
Kong bisa menahan diri, melihat kejadian itu tanpa melakukan
sesuatu untuk mencampuri? Tanpa memikir lagi, ia melompat
dan menghadang didepannya kedua opas itu.
“Numpang tanya kedua saudara,“ katanya sambil
merangkap kedua tangannya.”Kedosaan apakah yang sudah
diperbuat oleh orang tua itu?“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 259


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Kedua opas itu mengawasi dengan sikap sombong. Satu


diantaranya langsung maju dan membentak sambil mengebaskan
tangannya: “Minggir! Bukan urusan kau!“
“Saudara! Jangan begitu. Orang kann boleh bertanya?“ kata
Jiam Kong sambil tertawa.
Opas yang satunya lagi, yang badannya kate gemuk dan
berdiri disampingnya si gadis, menedelik mataya dan berteriak:
“Apa kau keluarga dia? Untuk apa menanyakan urusan kami?“
“Saudara adalah petugas negara, sedangkan aku adalah
rakyat biasa, memang juga tidak ada perlunya menanya tugas
saudara,“ jawab Jiam Kong dengan suara sabar. “Hanya saja
kalau orang tua itu tidak melanggar undang-undang negara,
dirantainya dia tanpa sebab dan tanpa alasan adalah perbuatan
yang diluar batas.“
Mendengar perkataan Jiam Kong, kedua opas itu langsung
saja menjadi gusar. “Anaknya telah dipilih oleh Sengcu untuk
diberi masuk kealam keraton untuk dijadikan selir,“ kata satu
diantaranya dengan gusar. “Kau sendiri sudah berbuat kedosaan
besar dengan berani melanggar perintahnya Banswee-ya!“
Si opas kate-gemuk lalu melemparkan rantainya kelehernya
Jiam Kong yang lalu ditarik sambil membentak: “Kau juga ikut!“
Jiam Kong mengerahkan tenaganya dan badannya tidak
bergeming. Si opas menarik lagi, tetapi tetap tidak bergerak.
Dengan gusar ia menggulung kedua tangan bajunya dan menarik
pula dengan menggunakan seluruh tenaganya, tetapi kedua
kakinya Jiam Kong seperti juga berakan diatas tanah.
Si opas menjadi kaget dan curiga. Ia berhenti membetot dan
mengawasi Jiam Kong dari atas sampai kebawah. “Anjing tua!
Ilmu siluman apa yang kau gunakan? Ah, mungkin kau ini
siluman dari Pek-lian-kauw (Agama Teratai Putih),“ katanya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 260


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Aku tidak mengenal Pek-lin-kauw atau Hek-lian-kauw,“


Jiam Kong tertawa. “Mungkin sekali Touw-tee Kong-kong
(Malaikat Bumi) yang merasa tidak tega, sudah memegangi
kedua kakiku.”
Opas yang satunya lagi lalu pergi kebelakangnya Jiam Kong
dan berkata: “Saudara Lie Hoa. Coba kau betot lagi. Ku bantu
dari belakang!“
“Saudara Peng Su, kau tarik saja dengkulnya,“ sahut opas
yang bernama Lie Hoa, yang langsung membetot dengan sepenuh
tenaga, dibantu oleh Peng Su yang mencoba menarik dengkulnya
Jiam Kong. Tetapi tokh hasilnya sama saja. Badannya Jiam Kong
masih tidak bergeming.
Kejadian itu membuat orang-orang yang menonton tertawa
dan jumlahnya penontonpun semakin banyak.
Dengan malu dan mendongkol, Peng Su mengangkat
tangannya dan menghantam punggungnya Jiam Kong. Siorang
tua, gadisnya dan para penonton menjadi kaget. Mendadak
terdengar satu teriakan kesakitan dan Peng Su kelihatan menekuk
lututnya sambil memegangi sebelah tangannya.
Ternyata, pada waktu si opas memukul, Jiam Kong
mengerahkan tenaga dalamnya dan punggungnya lalu menjadi
keras seperti baja. Dan oleh karena Peng Su memukul dengan
sekuat tenaga, maka tangannya lalu menjadi bengkak dan rasa
sakit menusuk sampai keulu hatinya.
“Kau menghina aku si orang tua, maka malaikat sudah
menghukummu!” kata Jiam Kong sambil tertawa terbahak-bahak.
Melihat begitu, Lie Hoa menjadi semakin curiga. Ia kembali
membetot rantai besi itu dengan seluruh tenaganya, tetapi ia
langsung terkesiap, sebab rantai itu putus, tetapi Jiam Kong
masih tidak bergeming.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 261


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Kawanan anjing! Sekarang malaikat sudah menjadi gusar!”


Jiam Kong membentak sambil menendang perutnya Lie Hoa
yang gendut. Badannya opas itu terpental tiga tombak dan jatuh
kedalam selokan. Sambil berteriak-teriak kesakitan, ia merayap
bangun dengan pakaian kotor dan basah, akan kemudian kabus
secepat-cepatnya. Melihat kawannya kabur, Peng Su juga
langsung memanjangkan kedua kakinya.
Jiam Kong lalu menghampiri orang tua itu dan lalu
melepaskan rantai yang melibat dilehernya.
“Bolehkan aku tahu marga dan nama lootiang yang mulia?”
Ia bertanya.
Orang tua itu cepat-cepat memberi hormat sambil
membungkuk dan menyahut: “Aku bermarga Thio, namaku Siok
Kian. Anak perempuanku ini bernama Tiok Kun.” Orang tua itu
lalu memerintahkan putrinya memberi hormat dan menghaturkan
terimakasih kepada tuan penolongnya. Sesudah mengobrol
beberapa saat, Thio Siok Kian lalu mengundang Jiam Kong untuk
mampir kerumahnya.
“Aku adalah orang yang tidak mempunyai marga dan nama
dan secara kebetulan aku lewat disini. Untuk bantuan sekecil itu,
janganlah lootiang membuat pikiran,” kata Jiam Kong. “Sekarang
paling baik, lootiang cepat-cepat pulang, kemasi seluruh barang
berharga dan lari kelain tempat.” “Kami tinggal di Lionghoa,
sebelah luar pintu kota sebelah barat dari kota Leng-an,” kata
Thio Siok Kian. “Dari sini rumah kami terpisah kurang lebih 8 li
jauhnya. Jika inkong (tuan penolong) tidak keberatan, aku
mengundang untuk mampir sebentaran. AKu hanya mempunyai
satu anak perempuan dan jika inkong sudi, aku berniat untuk
menyuruh anakku mengangkat inkong sebagai ayah angkat!“
“Ah, mana berani aku terima?“ kata Jiam Kong sambil
tertawa. “Hari ini aku kebetulan lewat disini, dan disebabkan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 262


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

melihat kejadian tidak patut, aku langsung turun tangan untuk


memberikan sedikit bantuan. Haraplah lootiang jangan
memandang bantuan itu terlalu besar. Hanya saja rumahmu agak
jauh dari sini, akupun agak kuatir jika looting pulang hanya
berduaan saja. Aku menduga, kedua anjing itu akan mengejar
dengan membawa lebih banyak kawan- kawannya, Oleh sebab itu
marilah aku antar lootiang sampai kerumah!”
Sesudah berkata begitu, ia lalu menyewa satu kereta untuk
membawaThio Siok Kian dan putrinya, sedangkan ia sendiri
mengikuti dari belakang.
Baru saja mereka keluar dari pintu kota sebelah barat,
disebelah belakang sudah kelihatan tujuh atau delapan opas
mengejar sambil berteriak-teriak: Tangkap! Tangkap buronan!”
Jiam Kong mengawal dan melihat orang yang berjalan
didepan adalah Lie Hoa. Dibelakang mereka kelihatan debu
mengebul. Rupanya beberapa serdadu yang menjaga pintu kota
juga turut mengejar. “Celaka!“ kata Jiam Kong dengan suara di
tenggorokan. Cepat-cepat ia berlari kekereta dan berkata kepada
sang kusir sambil melemparkan sepotong perak: “Pecut
keledaimu dan bawa kedua penumpang ini ke Lionghoa
secepatnya!“ Melihat sinar perak yang putih, sikusir menjadi
girang dan tanpa menanya sesuatu apapun, ia langsung
mencambuk keledainya.
Sesudah kereta itu berlari jauh, Jiam Kong segera berdiri
menunggu dipinggir jalan.
Begitu melihat Jiam Kong, Lie Hoa lalu menuding dengan
goloknya. “Itu dia!“ Sementara itu, lima serdadu penjaga pintu
kota juga sudah tiba dan mereka ramai-ramai lalu mengurung
Jiam Kong. Melihat jumlah musuh yang agak besar, Jiam Kong
mencabut Hong-lui-kiam. “Apa kalian ingin turun tangan secara
beramai-ramai?” tanyanya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 263


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Anjing tua!” membentak Lie Hoa. “Walaupun kau punya


sayap, kali ini kau tidak akan dapat meloloskan diri. Kemana kau
sudah bawa si nona dan ayahnya?“
“Mereka sendiri mempunyai kaki. Mengapa kau tanyakan
aku?” sahut Jiam Kong sambil tertawa. Tanpa berkata apa-apa
lagi, sambil membentak Lie Hoa lalu membacok pundaknya Jiam
Kong. Kawan-kawannya dan lima serdadu itu langsung saja turut
mengeroyok. Diantara mereka tidak ada yang mempunyai
kepandaian tinggi, sehingga walaupun jumlahnya banyak, mereka
bukan tandingannya Jiam Kong. Didalam waktu tidak begitu
lama, mereka kena dihajar sungsang sumbal, sedangkan mata
kirinya Lie Hoa kena tercongkel ujung pedang sehingga darah
mengucur tak hentinya. Kawan-kawannya menjadi kaget dan
sambil menggotong Lie Hoa, mereka lalu melarikan diri.
Jiam Kong mengebut-ngebut bajunya yang gpenuh debu dan
memasukkan Hong-lui-kiam kedalam sarungnya. Ia sadar
sekarang urusan menjadi besar dan mungkin akan dikirim satu
pasukan serdadu untuk mengejar. Oleh sebab itu, sambil berlari-
lari ia lalu menuju ke Lionghoa untuk menyusul Siok Kian dan
putrinya.
Setibanya di Liong-hoa, ia perlambat tindakannya. Siok Kian
dan putrinya ternyata sedang menunggu didepan satu warung teh,
dan begitu mereka melihat Jiam Kong, ia lantas menghampiri dan
berkata dengan suara girang: “Inkong, apa tidak ada kejadian
hebat?” Melihat diwarung itu banyak sekali orang, Jiam Kong
segera mengajak mereka pergi kepojok jalanan yang sepi.
“Thio lootiang,” kata Jiam Kong. “Aku menduga, tantara
negeri akan segera mengejar sampai disini. Untuk apa lootiang
menunggu disini? Cepat pulang! Aku masih mempunyai urusan
lainnya dan tidak lama dapat berdiam disini.”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 264


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Baru habis dia berkata begitu, mendadak Jiam Kong


merasakan pundaknya ditepuk orang yang membentak dengan
suara perlahan: “Bagus betul perbuatanmu!”
Dengan kaget, ia berbalik dan mengirim satu pukulan. Orang
itu melompat kesamping sambil tertawa dan ternyata adalah Hie
Kok. Siok Kian yang tidak tahu siapa adanya Hie Kok, sudah
menjadi gemetaran seluruh tubuhnya.
“Suko, kau benar-benar membuat aku kaget,“ kata Jiam
Kong sambil memegang tangan orang itu. “Mengapa Suko jadi
terpisah dengan rombongan? Apakah suko datang sendirian?“
“Aku baru saja tiba disini,“ sahut Hie Kok. “Dan aku datang
bersama dua kawan.“
“Siapa?“ tanya Jiam Kong. “Jangan Suko main-main!“
“Tidak!“ sahutnya. “Aku tidak main-main. Mereka berdua
sekarang sedang minum arak disatu rumah makan.“
“Apa aku kenal kedua kawanmu itu?“ tanya lagi Jiam Kong.
“Yang satu kau kenal. Yang satunya lagi, kau belum kenal.
Ayolah kita berangkat,“ kata Hie Kok.
Jiam Kong lalu memberitahukan Siok Kian dan putrinya,
bahwa ia mau langsung berangkat dan menasehatkan mereka,
agar mereka cepat-cepat angkat kaki dari rumahnya, supaya tidak
mendapat masalah. Mendengar begitu, Siok Kian dan putrinya
tidak dapat berbuat lain daripada menuruti nasehat itu, sesudah
berulang-ulang menghaturkan banyak terimakasih.
Sesudah Siok Kian dan putrinya pergi jauh, Hie Kok
bertanya: “Cara bagaimana kau kenal mereka?“
“Aku bertemu dengan mereka dipersimpangan jalan dalam
kota Leng-an.“ Jawab Jiam Kong.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 265


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Disebabkan putrinya, hampir saja aku menemui perkara


besar!“
“Bagaimana sih persoalannya?“ tanya lagi Hie Kok.
Baru saja Jiam Kong ingin menuturkan, dari depan
mendatangi satu orang yang tampangnya tidak baik. Orang itu
berkepala kecil, matanya seperti mata tikus, pundaknya berdiri,
telinganya kecil dan mukanya berminyak. Jiam Kong melirik
kawannya, dan tanpa berkata apa-apa lagi mereka berdua berjalan
pergi.
Hie Kok mengajak Jiam Kong pergi kesatu rumah makan
yang memasang nama “Ceng Cin Koan”. “Rumah makan ini
dikelola oleh orang-orang yang menganut agama islam, sehingga
mereka tidak menjual bahan makanan yang mengandung daging
babi,” menerangkan Hie Kok. Jiam Kong girang, sebab ia
memang belum pernah mencoba makanan dari rumah makan
semacam itu.
Tetapi baru saja kakinya ingin menginjak tangga loteng, Hie
Kok menarik bajunya. “Ada apa lagi?“ ia bertanya sambil
menengok kebelakang. Matanya Hie Kok melirik keluar dan
berkata dengan suara perlahan: “Lihat, manusia itu datang
lagi.Rupanya dia sedang mengawasi kita!“
Jiam Kong menoleh dan benar saja diluar rumah makan
terlihat berdiri satu orang, yang sedang mengawasi mereka. Ia itu
bukan lain daripada simata tikus, yang tadi mereka temui di
jalanan.
“Sekarang kita harus waspada,“ kata Hie Kok. Dilain saat,
orang itu sudah berlalu dan masuk kedalam satu gang kecil.
Dengan perasaan curiga, Hie Kok dan Jiam Kong lalu naik
keatas loteng, dimana Hong Tie dan Kie Ciat Seng sedang duduk
berhadapan.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 266


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Apa kau kenal orang yang duduk disebelah barat, yang


kumisnya hitam?“ tanya Hie Kok dengan perlahan.
“Orang itu mirip dengan orang yang mengantarkan putrimu
pada malam itu di Cin-hian-cun,“ sahut Jiam Kong, setelah ia
mengawasi muka orang itu lebih cermat. “Hanya waktu itu aku
tidak mengenali dia itu siapa?“
“Apa sekarang sudah kau kenali?“ tanya Hie Kok.
“Apa bukannya Hong Tie?“ kata Jiam Kong.
“Benar,” sahutnya.
Pemuda yang sedang berbicara dengan Hong Tie, benar-
benar Jiam Kong tidak tahu siapa adanya.
“Siapa pemuda itu?” tanya ia dengan suara berbisik.
“Orangnya muda, asal usulnya besar,” sahut Hie Kok.
Baru saja Jiam Kong ingin bertanya lagi, Hong Tie melihat
mereka dan lalu bangun sambil mengulurkan tangannya.
“Hong-heng,“ kata Hong Tie sambil memberi hormat.
“Kita sungguh berjodoh. Baru saja beberapa hari, kita bertemu
kembali.“
“Kalau diingat, aku asih merasa jengah,“ kata Jiam
Kongsambil tertawa.“Disebabkan oleh kumismu, aku tidak
mengenalimu!“
Sesudah Ciat Seng diperkenalkan kepada Jiam Kong, mereka
lalu mengambil tempat duduk. Hong Tie lalu meminta tambahan
piring dan mangkok dan sayuran, lalu kemudian mereka
bersantap sambil mengobrol. Menjawab pertanyaannya Hong Tie,
Jiam Kong segera menuturkan semua pengalamannya yang
terakhir, sedari ia mengejar Oey Keng Ciang sampai menolong
Thio Siok Kian dan putrinya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 267


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Mendengar penuturan itu, Hong Tie menghela napas


Panjang. “Kaisar Boan, sungguh-sungguh banyak membuat
rakyat celaka dan menderita,” kata Hong Tie dengan gusar. “Aku
dengar, pada waktu belakangan ini, manusia kotor itu bersama
sejumlah lhama telah melakukan segala macam kecabulan
didalam keraton Yong-ho-kiong. Pemilihan tiga ratus gadis Han,
aku rasa bukannya untuk diberi masuk kedalam keraton sebagai
selir dan dayang, tetapi untuk dijadikan korban didalam keraton
Yong-ho-kiong.
“Itu kaisar anjing sebetulnya harus dicingcang!” kata Hie
Kok tanpa terasa.
“Jangan terlalu keras,“ Jiam Kong berbisik sambil
menyenggol lengan kawannya. “Kau lupa pada manusia yang kita
temui di jalanan?“
“Siapa?“ tanya Hong Tie.
Hie Kok lalu menuturkan pertemuannya di jalanan dengan
orang yang bermata tikus itu, yang kemudian menguntit mereka
sampai didepan rumah makan.
“Kalau begitu, dia mungkin mata-mata kota Leng-an,“ kata
Hong Tie.
“Apa di Leng-an ada orang pandai?” tanya Hie Kok.
Sebagai orang yang pernah berdiam lama di Kang-lam, Hong
Tie mengetahui seluk beluknya kantor-kantor pembesar negeri.
“Opas-opas di Leng-an kebanyakan terdiri dari orang-orang yang
tidak benar,“ ia menjawab. “Jumlahnya ada tiga atau empatpuluh
orang. Kecuali kepala opas Sin- kiong-chiu (Gendewa Malaikat)
Kwan Giok Lin, yang lain tidak perlu ditakuti. Kepala opas itu
bersenjata gaetan dan gendewanya juga cukup berat.“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 268


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Leng-an adalah sebuah kota yang sangat berdekatan dengan


Hangciu,“ kata Hong Jiam Kong.
“Mengapa disitu tidak ada orang yang ilmu silatnya tinggi?“
Hong Tie mengurut-urut kumisnya dan berkata sambil
tertawa: “Tidak heran kalau kau merasa bersangsi. Jika
diceritakan halnya Tiekoan Tayjin, orang dapat menjadi tertawa.“
“Apa yang aku tahu, ia adalah pembesar rakus!“ kata Hie
Kok.
“Benar!“ sahut Hong Tie. “Yang menyebalkan ialah orang
itu mempunyai marga yang sama sperti aku.”
“Hie Kok tertawa terbahak-bahak. “Sudahlah,“ kata Jiam
Kong.“Ayolah Kam-heng tuturkan ceritamu!“
“Manusia itu bernama Kam Teng Kong, tukang terima dan
kirim surat-surat dalam Lwee-kok,“ Hong Tie mulai menutur.
Pada Goansiauw (Capgomeh) tahun yang lalu, seperti biasa
pembesar- pembesar Lweekok tidak bekerja. Empatpuluh orang
lebih pada pulang untuk turut menikmati pesta tengloleng. Hanya
Kam Teng Hong yang tidak mempunyai rumah tangga, terpaksa
berdiam didalam Lweekok. Malam itu Kaisar anjing In Ceng
meronda didalam halaman istana dengan memakai pakaian orang
biasa. Melihat si orang marga Kam sedang meminum arak
seorang diri, dia menghampiri dan turut duduk.
“Melihat bajunya In Ceng yang sangat indah, ia mengira
sang kaisar adalah pengawal istana. Cepat-cepat ia menuangkan
arak itu dan mengajak minum. In Ceng tidak sungkan-sungkan. Ia
turut minum sambil bertanya ini-itu. Akhirnya ia bertanya kenapa
Kam Teng Kong tidak pulang dan meminum arak sendirian
disitu.“
“Ia tentu bilang, tidak punya rumah tangga,“ kata Hie Kok.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 269


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Bukan, bukan,“ kata Hong Tie. “Manusia itu sedang baik


nasibnya. Dia mengatakan, bahwa pemerintahan adalah urat
nadinya negara. Kalau semua orang pada pulang untuk memburu
kesenangan, dan jika secara kebetulan timbul kejadian luarbiasa,
siapa yang mengetahui?”
“Bangsat!” kata Hie Kok sambil tertawa.
“Belakangan In Ceng bertanya, apakah ia senang dengan
pekerjaannya. Dia menjawab senang dan berharap bisa
memegang pangkat kecil dikemudian hari. In Ceng lalu bertanya,
ia ingin memegang pangkat apa. Ia bilang, cukuplah kalau bisa
menjadi tiekoan. Sesudah meminum lagi dua cangkir arak, In
Ceng berlalu sambil tersenyum. Pada keesokan harinya, In Ceng
lalu mengeluarkan firman dan mengangkat Kam Teng Kong
menjadi tiekoan kota Leng-an. Coba kalian pikir, kaisar itu gila
atau tidak!“
Semua orang menjadi tertawa besar. Sesudah itu, Hong Tie
lalu menuturkan pula kecabulannya
Yong Ceng didalam keraton Yong-ho-kiong.
“Binatang itu memang sudah terlalu menghina kita,“ kata
Ciat Seng dengan sangat gusar.
“Mengapa kita tidak mencoba masuk keistana untuk
membuat mampus kaisar anjing itu?”
Hong Tie mengangguk-anggukkan kepalanya dan berkata:
Hiantit, akupun mempunyai niatan seperti itu. Hanya saja kita
sekarang mempunyai pekerjaan-pekerjaan yang lebih mendesak,
misalnya pekerjaan menolong ayahmu. Kita sekarang harus pergi
keberbagai tempat untuk mengadakan hubungan dengan lebih
banyak orang pecinta negeri. Kalau waktunya sudah tiba dan kita
bergerak dengan bersamaan, barulah bisa diharapkan kita akan
berhasil.”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 270


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Mendengar begitu, semua kawan-kawannya segera


membenarkan omongannya Hong Tie. Sesudah mengobrol lagi
sebentaran, Hong Tie lalu membayar harganya makanan dan
mereka
lalu meninggalkan rumah makan Ceng-cin-koan.
“Apakah tidak lebih baik kalau kita pergi ke Leng-an untuk
bermalam disana?” kata Hong Tie ditengah jalan.
“Bukankah kita seperti mengantarkan diri kedalam jaring?“
tanya Jiam Kong yang tidak setuju dengan Hong Tie.
“Tidak, aku rasa tidak begitu,“ menerangkan Hong Tie.
“Tindakan kita adalah apa yang dinamakan
“bertindak diluar dugaan“. Selain itu, kita dapat juga
melihat-lihat Kam Teng Kong dan
memberikan sedikit hajaran, agar dia jangan terlalu
congkak.“
Ketiga kawannya menyetujui dan mereka lalu menuju kearah
timur, kejurusan Leng-an. Jalan belum berapa jauh, disebelah
belakang mendadak terdengar suara tindakan yang ramai. Waktu
menoleh, mereka melihat lima orang sedang mengejar. Empat
diantaranya adalah orang-orang yang bertubuh tinggi besar dan
mukanya bengis sekali, sedangkan yang satu, yang tangannya
menunjuk-nunjuk mereka, adalah orang si mata tikus yang tadi
mengintai-intai.
“Anjing-anjing datang!“ kata Hie Kok. Keempat kawan itu
langsung saja menghentikan langkah
mereka dan berdiri menunggu dipinggir jalan.
Empat orang itu adalah opas-opas dari kota Leng-an. Mereka
mengejar sebab mendapat lapora dari sang mata-mata, yaitu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 271


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

orang yang bermata tikus. Mereka dikenal sebagai “Empat


harimau Leng-an“ dan menjadi pembantu utama dari Kwan Giok
Lin. Yang mukanya penuh brewokan dan bersenjata golok Ceng-
hong-to adalah He-san-houw (Harimau turun gunung) Louw Eng.
Yang hidungnya seperti paruh burung dan bersenjata Kiu-ciat-
pian (Pian dengan Sembilan Lekukan) adalah Tiauw-kian-houw
(Harimau melompat Selokan) Lim Coan. Orang yang telinganya
lebar dan bersenjata tombak adalah Hoan-san-houw (Harimau
membalikkan gunung) Nio Wie. Akhirnya, yang bermuka hitam
dan bersenjata golok Gan-leng-to adalah Lan-kang-houw
(Harimau memagari sungai) Tan Tong, yang bertenaga sangat
besar dan sifatnya kejam sekali.
Melihat empat orang yang sedang dikejar menunggu
dipinggir jalan, Louw Eng segera maju paling
dahulu dan membentak: “Siapa kalian? Mau kemana? Ayo
katakan terus terang!”
“Habis makan kami ingin melemaskan urat. Tidak mau
kemana-mana,“ jawab Hong Tie dengan acuh tidak acuh.
Sementara itu tiga “harimau” lainnya sudah tiba disitu.
“Apakah yang kau katakan?” Louw Eng membentak sambil
mendelik.
“Apakah kau tidak mengerti perkataanku?“ Hong Tie
bertanya sambil mengurut-urut kumisnya. Perkataan Hong Tie
yang mengejek sudah membuat Tiauw-kian-houw Lim Coan
tidak dapat
menahan sabarnya lagi. Sambil mengebaskan Kiu-ciat-
piannya ia membentak: “Toako untuk apa bicara banyak-banyak
dengan manusia ini!” Hoan-san-houw Nio Wie, yang berdiri
paling belakang, tanpa berkata apa-apa, mengambil jalan
memutar dengan menikam punggungnya Hong Tie dengan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 272


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

tombaknya. Hie Kok yang berdiri disampingnya Hong Tie


mengangkat kakinya dan dengan sekali tendang saja tombak itu
terbang empat-lima tombak jauhnya. Nio Wie kaget dan mencoba
untuk memungut tombaknya, tetapi Hie Kok tidak mau mengerti.
Sambil melompat ia mengayun kepalannya dan mereka lalu
bertempur ditengah jalanan.
Melihat kawannya sudah bergerak, He-san-houw mengayun
goloknya dan menyabet Hong Tie dengan gerakan Jip-hay-cam-
kauw (Masuk kelaut membunuh ular). Hong Tie mengelit sambil
mengirim satu jotosan ke tengkuknya Louw Eng. Kepalan
itumasih dapat diegos, tetapi kakinya sudah terangkat dan dengan
satu suara “btt” mengenakan telak dipundaknya Louw Eng yang
langsung terpelanting dua kali dan jatuh terduduk dipinggir jalan.
Tetapi He-san-houw ternyata sangat bandel. Begitu jatuh,
begitu pula ia melompat bangun dan menyerang lagi dengan
goloknya. Melihat sabetan golok yang cukup hebat, Hong Tie
melompat tinggi dengan gerakan It-ho-ciong-thian (Burung Ho
menembus Langit), dan sewaktu badannya turun kebawah,
dengan kecepatan kilat, ia menotok pundaknya Louw Eng. Louw
Eng mengeluarkan teriakan keras. Ia merasakan sakitnya
menembus ke tulang-tulang dan badannya sempoyongan.
Melihat lihainya Hong Tie, si mata-mata menjadi ketakutan
setengah mati. Ia membalikkan badannya dan langsung melarikan
diri.
Melihat manusia itu yang menjadi gara-gara ingin melarikan
diri, sambil membentak Jiam Kong melompat memburu.
Bagaikan burung elang yang menyambar anak ayam, Jiam Kong
menyambar lehernya orang itu yang badannya langsung diangkat
keatas. “Ampun hoohan! Ampun!“ ia berteriak-teriak. Jiam Kong
yang sudah naik darahnya disebabkan mengingat perbuatannya
manusia ini, lalu menotok jalan darah kematian manusia itu, yang

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 273


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

sambil mengeluarkan teriakan kesakitan, lalu orang itu roboh


dipinggir jalan.
Sementara itu, Lan-kang-houw Tan Tong yang bersenjata
Gan-leng-to sudah bertempur dengan
Kie Ciat Seng, sedangkan Tiauw-kian-houw Lim Coan
bergebrak dengan Hong Jiam Kong, Hie Kok
sendiri mendapat lawanan Nio Wie, yang ia permainkan
dengan Cui-kun (Ilmu Mabuk Arak). Baru saja beberapa jurus,
Hie Kok sudah menendang telak dengkulnya musuh, sehingga
tulangnya pecah. Nio Wie menjerit-jerit kesakitan dan tidak dapat
bangun lagi.
Dilain pihak dengan tangan kosong Hong Tie masih
meladeni Louw Eng yang terus menyerang dengan Ceng-liong-to
seperti kerbau gila. Baru beberapa gebrakan, Hong Tie sudah
membuat terpental goloknya dan menghantam punggungnya,
sehingga ia roboh sambil menjerit. Tetapi Louw Eng benar-benar
bandel. Begitu jatuh dan menggeliat beberapa kali, ia bangun
kembali.
Melihat Nio Wie menggeletak dengan muka pucat pias,
hatinya tidak bergembira lagi untuk bertempur. Cepat-cepat ia
mengangkat saudaranya di punggungnya, “Ji-te, Su-te, lari!“ ia
berseru sambil memanjangkan kedua kakinya.
Melihat toakonya sudah kabur, Lim Coan dan Tan Tong
menjadi ciut nyalinya dan mencari jalan untuk melepasakan
“ikata“ musuhnya. Akhirnya mereka dapat melarikan diri juga,
setelah satu jari Tan Tong kena terbabat putus oleh pedangnya
Kie Ciat Seng.
Sesudah memukul mundur “Empat Harimau“ Leng-an, Hong
Tie berempat lalu meneruskan perjalanannya kekota Leng-an.
Tidak lama kemudian mereka sudah berada dekat dengan pintu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 274


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

kota.”Apakah kita akan bermalam di Leng-an?” Hong Tie


mendadak bertanya.
“Kau tokh yang mengajak,” sahut Hie Kok.
“Jika barus kita tidak bertemu dengan empat harimau itu,
memang juga tidak menjadi masalah,“ menerangkan Hong Tie.
“Tetapi sekarang mereka tentu sudah membuat persiapan.
Menurut pendapat aku, kita lebih baik melewati kota itu, dan kita
menginap ditempat lain.”
“Aku setuju,” kata Jiam Kong. “Memang tujuan kita adalah
Hangciu.”
“Tapi masih ada soal yang harus dibereskan, yaitu soalnya
orang tua marga Thio dan putrinya yang tadi siang ditolong
olehmu,” kata Hong Tie. “Biarlah aku saja yang berurusan
dengan Kam Teng Kong, agar dia tidak membuat susah orang tua
itu.”
“Cara bagaimana kau akan berurusan dengan Tiekoan itu?
Apakah kau kenal dia?” tanya Jiam
Kong.
“Aku sudah mempunyai rencana, kalian tunggu saja dibawah
tembok pintu kota sebelah timur.
Aku pergi sebentaran lalu aku akan menyusul,” kata Hong
Tie.
Ketiga kawan itu lalu menyetujui saja. Tidak lama kemudian
mereka telah sampai di pintu kota sebelah barat. Mereka melihat
diatas tembok kota ada bayangan-bayangan manusia yang
bergerak-gerak. Mereka tentu adalah serdadu-serdadu yang
menjaga pintu.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 275


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Kita pergi kepintu sebelah utara,“ kata Hong Tie dengan


suara perlahan. Dengan perlahan mereka berjalan disepanjang
kaki tembok, agar tidak terlihat oleh serdadu-serdadu penjaga.
Tetapi baru saja, mereka ingin membelok pada ujung tembok,
dari sebelah utara terlihat mendatangi lima serdadu peronda yang
membawa lentera. Mereka kaget lalu merapat ketembok.
Tetapi rupanya mereka sudah terlihat oleh para penjaga
yang langsung berhenti dan satu serdadu yang berjalan paling
dahulu, mengangkat lenteranya dan matanya mengawasi keempat
penjuru. “Barusan aku melihat beberapa bayangan hitam, tetapi
langsung menghilang,“ katanya kepada kawan-kawannya.
“Mana bisa! Mungkin kau terlalu bayak menenggak susu
macan,“ kata satu kawannya.
“Jangan bicara yang bukan-bukan,“ kata serdadu itu dengan
suara mendongkol. “Aku sekali tidakmeminum arak. Barusan
terang-terangan aku melihat beberapa bayangan. Coba kita cari
dibawah tembok.” Sehabis berkata begitu, ia berjalan kearah
tembok sambil mengacungkan lenteranya, diikuti oleh keempat
kawannya.
Bagitu ia datang mendekat, tangannya Hong Tie menyambar
dan sang lentera jatuh dan padam. Dilain saat Hong Tie sudah
menotok jang membuat ia menjadi bisu. Baru saja berteriak
“Penjahat!”, empat serdadu lainnya sudah dibuat roboh oleh Hie
Kok, Jiam Kong dan Ciat Seng yang sudah menotok jalan darah
keempat peronda itu.
Penjaga loteng tembok kota rupanya sudah mendengar suara
ribut-ribut itu. “Penjahat apa?” seorang berteriak dari atas.
Dengan cerdik Hie Kok cepat-cepat menyalakan lentera dan
langsung diangkat tinggi-tinggi lalu menyahut: “Kami peronda
malam. Tadi ada beberapa penjahat yang lari kejurusan selatan!“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 276


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Diatas tembok kota, lalu uncul beberapa lentera: “Kenapa


tidak dikejar?“ berteriak satu orang.
“Kami juga mau mengejar. Ayo kalian tolong bantu,“ berseru
lagi Hie Kok. Tingginya tembok kota kurang lebih 8 tombak dan
dalam malam yang gelap, orang-orang yang diatas tentunya tidak
dapat melihat dengan nyata mukanya orang-orang yang berada
dibawah.
Hie Kok lalu saja berlari kearah selatan dan diatas tembok
kota segera terdengar tindakan yang ramai. Sesudah berlari
beberapa puluh langkah, Hie Kok kembali berteriak: “Nih dia!
Ayo cepat!“ Para serdadu yang sudah turun kebawah lalu
mempercepat langkah mereka dan lari mengikuti suaranya Hie
Kok.
Selang tidak lama, Hie Kok sudah balik dan berkata dengan
suara perlahan: “Ayolah, kita naik!“ Keempat kawan itu lalu
mengerahkan tenaganya dan dalam sekejap mereka sudah
melompat keatas tembok kota. Hong Jiam Kong, Hie Kok dan
Kie Ciat Seng menuju ke pintu kota sebelah timur, Sedangkan
Hong Tie sendirian pergi kegedungnya Tiekoan.
Sesudah berlari-lari tidak lama diatas genteng-genteng
rumah, tibalah Hong Tie digedungnya Tiekoan, yang dikurung
dengan tembok tinggi. Ia mendekam diatas genteng rumah
seorang penduduk dan memandang keadaan digedung tiekoan.
Dibagian belakang pekarangan gedung tiekoan terdapat tiga atau
empat kamar, sedangkan disebelah selatan-timur terdapat satu
lorong panjang yang dikedua pinggirnya dipasang pagar kayu
yang diukir indah sekali. Hong Tie tahu bahwa itulah kamar-
kamar yang digunakan oleh keluarga tiekoan. Seperti seekor
burung, ia hinggap diatas tembok, akan kemudian melompat
turun kedalam pekarangan gedung tiekoan tanpa mengeluarkan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 277


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

suara. Waktu itu sudah jam dua lewat tengah malam, sedangkan
keadaan disitu sunyi senyap.
Hati-hati sekali Hong Tie menghampiri sebuah kamar yang
mempunyai beberapa jendela terukir dengan kaca yang indah
sekali. Ia mendekati satu jendela kaca dan mengintip kedalam
kamar yang lampunya masih terang benderang. Kamar itu
ternyata adalah kamar tulis. Satu orang yang berpakaian indah
kelihatan sedang menulis surat, dan tanpa melihat mukanya Hong
Tie segera dapat memastikan, bahwa dialah tiekoan Kam Teng
Kong.
Sesudah mencabut golok pendeknya, Hong Tie membuka
pintu, menyingkap tirai dan melompat kebelakangnya tiekoan.
Melihat api ili bergoyang, Kam Teng Kong meletakkan pitnya
dan berniat untuk memanggil orang. Tetapi pundaknya sudah
dicekal dengan tangan yang kuat, sedangkan sebatang golok
berkelebat didepan matanya. Teng Kong bergidik sebab ia
merasakan dinginnya hawa golok yang sudah menempel pada
tenggorokannya.
“Mau mati atau mau hidup?“ tanya Hong Tie dengan suara
perlahan.
Dengan gemetaran sekujur badan dan keringat dingin keluar
dari dahinya, Kam Teng Kong mengangguk-anggukkan
kepalanya.
“Beberapa hari yang lalu, bukankah ada satu kimchee
(utusan kaisar)?“ tanya Hong Tie.
Kam Teng Kong kembali menganggukkan kepalanya.
“Dimana adanya kimchee itu?“ Hong Tie menanya lagi. Si
tiekoan ternganga untuk sementara tidak dapat menjawab.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 278


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Kalau kau bisu, tulis saja diatas secerik kertas,“ kata Hong
Tie sambil tertawa.
Kam Teng Kong tahu, ia sekarang sedang berhadapan
dengan orang yang berkepandaian tinggi. Ia tahu, jika ia
membandel, jiwanya bisa melayang. Mengingat begitu, ia lalu
mengangkat pitnya dan menulis diatas kertas.
Hong Tie lalu membaca bunyinya tulisan yang seperti
berikut: “Kimchee Lie Eng Kui sekarang
berdiam di paseban dalam gedungnya congtok Hangciu,“
“Tandatangani!“ Hong Tie memerintah.
Mukanya Kam Teng Kong menjadi pucat. Melihat ia ayal-
ayalan, Hong Tie menekan golok pada lehernya dan membentak:
“Cepat!”
Disebabkan takut mati, ia terpaksa mengangkat lagi pitnya
dan menulis perkataan “Tiekoan Leng- an Kam Teng Kong,
dibawahnya kertas itu.
Sambil tersenyum Hong Tie melipat kertas itu yang lalu
dimasukkannya kedalam kantongnya.
“Tiekoan Tayjin,“ katanya seraya mengebaskan golok
didepan mukanya. “Sekarang aku mau meminta pertolonganmu.
Apa kau dapat menyanggupi?“
“Bisa, bisa,“ kata sang tiekoan.
“Bagus!“ kata lagi Hong Tie. “Sekarang aku mau bertanya,
apakah kau yang memerintahkan untuk menangkap Thio Siok
Kian dan putrinya yang bernama Thio Tiok Kun?”
Kam Teng Kong menganggukkan kepalanya.
“Mereka berbuat kedosaan apa?“ tanya lagi Hong Tie.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 279


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Kaisar telah memerintahkan Kimchee Lie Eng Kui untuk


datang kesini untuk memilih perempuan-perempuan cantik.
Didalam kota Leng-an, putrinya Thio Siok Kian adalah gadis
yang paling cantik parasnya. Mereka bukan ditangkap. Aku
hanya memerintahkan orang untuk mengundang mereka ayah dan
anak,“ menerangkan Kam Teng Kong.
“Dusta!“ Hong Tie membentak. “Ada orang melihat, mereka
dirantai dan diseret oleh opas-
opasmu yang sangat galak. Apakah itu bukannya seperti
menangkap penjahat?”
“Itulah diluar sepengetahuan aku. Mohon hoohan sudi
mengampuni,“ kata Kam Teng Kong
dengan suara meratap.
Hong Tie mengeluarkan suara dihidung dan berkata lagi:
“Ya, sudahlah. Sekarang aku mau mencoret namanya Thio Tiok
Kun. Mulai dari sekarang, kau tidak boleh mengganggu lagi
keluarga Thio. Jika kau masih membandel aku akan mengambil
kepala anjingmu. Kau mengerti?“
Si tiekoan menjadi gemetar sekujur badannya. “Inilah adanya
firman kaisar,“ ia berkata dengfan suara serak.“Daftar nama
sudah diserahkan kepada Kimchee Tayjin. Kalau aku tidak
menyerahkan Thio Tiok Kun, aku sendiri dapat mendapat
celaka!“
Matanya Hong Tie mendelik. “Aku tidak peduli!“ ia
membentak. “Jika kau langar Thio Siok Kian
ayah dan anak, kau harus tahu Kam Hong Tie tidak dapat
dibuat main-main!”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 280


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Mendengar perkataan “Kam Hong Tie”, hatinya Kam Teng


Kong mencelos. Siapakah yang tidak mengenal namanya
Kanglam Tayhiap Kam Hong Tie?
“Baiklah,“ katanya. “Kalau Kam Tayhiap yang memerintah
aku akan ambil pulang daftar nama itu.“
Hong Tie menganggukkan kepalanya. “Sesudah kau berjanji
begini, kalau kau nanti main gila, aku aka membinasakan
Kimchee dan mengirim surat yang barusan kau tulis kepada
pembesar negeri, dengan mengatakan, bahwa pembunuhan itu
diperintahkan olehmu!“
Si tiekoan kembali mengeluarkan keringat tingin. “Jangan
begitu, Kam Tayhiap. Aku tentunya
tidak berani bermain gila,“ ia merintih.
“Selain itu,“ Hong Tie berkata lagi. “Aku melarang engkau
main pilih-pilih wanita cantik didalam kota Leng-an ini. Kau
mengerti?” Kam Teng Kong yang sudah mati kutunya, lalu
menganggukkan kepalanya.
Ia ingin Hong Tie cepat-cepat berlalu, tetapi Kam Tayhiap
ternyata masih terus mengajukan pertanyaan ini dan itu.
“Masih ada satu hal lagi,” kata Hong Tie. “Aku dengar, baru
saja setahun menjadi tiekoan, kau telah mengeruk harta beberapa
laksa tai perak. Aku ingin kau pisahkan separuh rejeki yang
didapat dari memeras rakyat, dan dijadikan beras yang kemudian
harus kau bagi-bagikan kepada rakyat yang miskin. Apakah kau
dapat meluluskan permintaanku ini?“
Mendengar Hong Tie menyuruh ia membagikan
kekayaannya, Kam Teng Kong yang sangat kikir mendadak
merasa sesak napas dan ia roboh dalam keadaan pingsan.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 281


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Binatang ini memandang harta jauh lebih berharga daripada


jiwanya. Benar-benar menyebalkan!“ menggerendeng Hong Tie.
Dengan perasaan mendongkol, ia menarik telinga kirinya
pembesar rakus itu dan kemudian ia berlalu dari kamar itu.
Disebabkan perasaan sakit, si tiekoan sadar dari pingsannya.
Bgitu ia mengetahui ia kehilangan sebelah telinga nya, ia segera
menjerit sekeras-kerasnya. Waktu itu kepala opas Kwan Giok Lin
kebetulan baru pulang habis meronda. Hatinya terkesiap
mendengar jeritan dari kamar tulisnya tiekoan dan dia memburu
kesitu. Mendadak ia melihat satu bayangan hitam melompat
keatas tembok. “Celaka!“ ia berseru dan mengetahui, bahwa
tiekoan telah disatroni pembunuh. Ia lalu meloloskan
gendewanya dari punggungnya dan melepaskan sebutir peluru,
tetapi bayangan hitam itu, yang gerakannya luar biasa cepatya,
sudah melompat turun keluar tembok.
“Ada pembunuh!“ Kwan Giok Lin berseru untuk memanggil
orang-orangnya, sedangkan ia sendiri melompat keatas tembok.
Ia memandang kebawah, tetapi orang itu sudah tidak kelihatan
bayangannya lagi. Mendengar teriakan Kwan Giok Lin,
belasa opas yang menjaga diluar kantor tiekoan, memburu kesitu,
tetapi sang tamu malam sudah tidak kelihatan batang hidungnya
lagi.
Pada hari-hari biasa, tiekoan Kam Teng Kong melarang
opas-opasnya, terhitung juga Kwan Giok Lin, masuk
kepekarangan belakang, yaitu kegedung tempat tinggal
keluarganya. Malam itu, sehabis pulang meronda, ia mendapat
laporan, bahwa “Empat Harimau Leng-an“ telah bertemu musuh
tangguh dan dua diantaranya telah mendapat luka. Disebabkan
begitu, ia lalu masuk kedalam untuk meneruskan laporan itu
kepada tiekoan dan secara kebetulan, sang tiekoan baru saja
disatroni oleh Hong Tie.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 282


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Sesudah memerintahkan belasan opas itu untuk memeriksa


seluruh pekarangan, ia segra melompat turun dari atas tembok
dan pergi kekamar tulis. Api lilin masih terus menyala sedangkan
semua barang tidak ada yang terganggu. Tetapi diatas lantai
menggeletak tubuhnya sang tiekoan dengan berlumuran darah
dan dalam keadaan pingsan. Hatinya Kwan Giok Lin mencelos.
Ia menubruk badannya tuannya dan meraba dadanya yang
ternyata masih hangat dan napasnya masih berjalan seperti biasa.
Ia mengangkat tubuhnya pembesar itu dan baru tahu, bahwa
telinga kirinya tiekoan telah dipotong dan dicuri oleh sang tamu
malam.
Kwan Giok Lin segera mendukung tubuhnya tiekoan yang
dibawa keluar dari kamar tulis. Diluar ia bertemu dengan istri
pembesar itu dan budak-budak yang berdatangan disebabkan oleh
suara ribut-ribut. Sesudah memesan agar satu pelayan
menyediakan somthung, ia membawa tiekoan kekamar tidurnya,
dimana ia lebih dahulu menaburkan obat luka pada telinganya
tiekoan dan kemudian memberi makan Seng-hun-yo (Obat
untuk membuat sadar orang yang pingsan). Beberapa saat
kemudian, Kam Teng Kong sadar dan lalu diberikan minum som-
thung, agar pulih kekuatannya. Sesudah semangatnya pulang
kembali, Teng Kong segera memerintahkan istri dan budak-
budaknya berlalu dan meminta Kwan Giok Lin seorang berdiam
didalam kamarnya.
Sesudah semua orang meninggalkan kamarnya, Kam Teng
Kong segera berkata dengan suara
dihidung: “Kwan Giok Lin, hukuman apa yang harus kau
dapatkan?“
Kepala opas itu menjadi gemetaran dan cepat-cepat berlutut
seraya berkata: “Toa-ya, aku tahu
aku berdosa!“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 283


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Kedudukanmu adalah sebagai kepala opas dan kau makan


gajinya negara, sedangkan akupun memperlakukan engkau cukup
baik,“ kata lagi sang tiekoan. “Tapi ternyata, kau tidak
mempunyai kesanggupan, sekarang aku…..“ Mendadak ia ingat
satu telinganya yang dipotong oleh Kam Hong
Tie. Mukanya menjadi merah padam lantaran malu dan
gusar, sehingga Kwan Giok Lin-lah yang menjadi korban hawa
amarahnya. “Kwan Giok Lin!“, ia membentak. “Jiwaku hampir-
hampir mampus dalam tanganmu! Sekarang aku ingin bertanya
kepada engkau, apa yang akan kau katakan dihadapanku?“
Kepala opas yang malang itu tidak berani mengangkat
kepalanya. Ia cuma mengangguk- anggukkan kepalanya dan terus
berlutut.
Melihat yang ditanya tidak menyahut, si tiekoan membentak
lagi: “Binatang! Aku beri kau batas waktu tiga hari, kau harus
bekuk pembunuh itu!“
“Toa-ya, mohon toa-ya jangan terlalu gusar,” berkata Kwan
Giok Lin dengan suara gemetar.“Aku mohon bertanya,
bagaimana parasnya pembunuh itu. Apakah ia meninggalkan
namanya atau tidak?“
“Biasanya kau suka berbicara besar dan bilang banyak
mengenal orang-orang kangouw. Tetapi sekarang orang itu, Kam
Hong Tie kau masih belum tahu!“ kata si tiekoan dengan suara
gusar.
Mendengar namanya Kanglam Tayhiap Kam Hong Tie,
Kwan Giok Lin terkesiap sehingga mulutnya ternganga. Ia tahu,
jangan kata tiga hari, walaupun tiga tahun ia tidak nanti dapat
menangkap pendekar Kanglam yang tersohor itu. Dilain pihak
Kam Teng Kong terus menghujani makian kepada kepala
opasnya, yang seperti juga tidak mendengar cacian itu, sebab

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 284


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

semangatnya belum pulang sesudah mendengar namanya Kam


Hong Tie.
“Pergi! Dalam tiga hari kau harus membuat beres
perkara ini!“ demikian Kam tiekoan
membentak dengan suara galak.
Kwan Giok Lin tidak dapat berbuat lain daripada berlalu
sambil menganggukkan kepalanya.
Balik kekantor, sambil membentak-bentak ia memerintahkan
satu opas menyediakan arak dan daging ayam untuk
mendinginkan hatinya yang sangat mendongkol. Tidak lama
kemudian belasan opas yang diperintahkan menangkap penjahat,
pulang dengan beruntun.
Sekarang giliran Kwan Giok Lin berbuat sikap galak. Sambil
mendelik dan menggebrak meja, ia
membentak: “Mana penjahatnya?“
“Kami sudah pergi kesegala pelosok kota Leng-an, tetapi
tidak mendapatkan orang yang dapat
dicurigai,” jawab salah satu diantaranya.
Kwan Giok Lin juga tahu, bahwa opas-opas itu tidak akan
dapat menangkap Kam Hong Tie. Tetapi disebabkan ia barusan
sudah mendapat makian oleh sang tiekoan, maka perlulah ia
sekarang untuk mencari korban yang lebih lemah untuk
melampiaskan perasaan mendongkolnya. Ditambah pula setelah
meminum beberapa mangkok arak, darahnya lalu naik tinggi
sekali.
Ia menggebrak meja sekuat tenaga, sehingga piring-piring
dan mangkok-mangkok berterbangan dan jatuh kelantai.
“Binatang!“ ia membentak seperti caranya tiekoan membentak

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 285


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

dia. “Aku beri batas waktu tiga hari! Dalam tiga hari, kalian harus
mencari dan membekuk orang itu. Kalau tidak, setiap orang akan
aku hadiahkan 30 pukulan cambuk rotan! Ayo, semua pergi!”
Mendengar makian dan batas tempo itu, belasan opas tersebut
tentu saja menjadi sangat ketakutan. Tetapi apa yang mereka bisa
perbuat?
Sambil menunjang janggutnya, Kwan Giok Lin memikirkan
nasibnya yang buruk. Mendadak ia ingat, bahwa dikota Hangciu
ia mempunyai satu saudara angkat yang berkepandaian tinggi.
Semangatnya menjadi terbangun dan lalu ia mengambil
keputusan untuk mengunjungi saudara angkatnya itu untuk
dimintai pertolongan. Kejengkelannya mulai berkurang dan
sesudah menenggak lagi dua mangkok arak, ia lalu keluar dari
kamar kerjanya.
Sekarang mari kita tengok Kam Hong Tie, yang sesudah
memotong telinganya tiekoan, lalu cepat- cepat pergi kepintu
kota sebelah timur, dimana Hie Kok, Hong Jiam Kong dan Kie
Ciat Seng sedang menunggu. Tanpa berbicara apa-apa lagi,
mereka segera lari menuju kota Hangciu. Jarak antara kota Leng-
an dan Hangciu masih ada seratus li lebih. Dari kira-kira jam tiga
sampai terang tanah, mereka dapat melalui kurang lebih delapan
puluh li. Pagi-pagi mereka beristirahat terlebih dahulu disatu
dusun kecil dan diwaktu tengah hari, barulah mereka melanjutkan
perjalanannya. Kira-kira sore hari mereka tiba diluar kota
Hangciu.
Tersorot sinar matahari yang hampir silam dibarat, telaga
See-ouw yang indah bagaikan seorang gadis cantik yang
mukanya dipoles dengan yan-cie. Hong Tie berempat segera
mengambil tempat penginapan di hotel “Thian Gwa Thian” di
Leng-in, ditepinya See-ouw. Mereka memilih sebuah kamar besar
diatas loteng sebelah timur. “Thian Gwa Thian” adalah sebuah

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 286


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

hotel besar yang mempunyai bayak langganan pembesar-


pembesar negeri, pedagang-pedagang dan hartawan- hartawan.
Sesudah mencuci muka, Hong Tie segera memesan makanan
dan minuman untuk empat orang dan tidak lama kemudian,
barang santapan itu sudah diantar oleh pelayan. Hong Tie
mengeluarkan sepotong perak sebagai hadiah dan berkata: “Kami
ingin makan minum sambil memandang keindahan alam. Jika
tidak dipanggil, kau tidak perlu masuk.” Sang pelayan senang
bukan main dapat persenan begitu besar dan ia cepat-cepat
mengundurkan diri secara hormat sekali.
Hong Tie menguncipintu kamar dan mereka lalu bersantap
didekat jendela, sambil mengobrol.
“Sekarang kita tetapkan rumah penginapan ini, sebagai
tempat berkumpul,” berkata Hong Tie.
”Besok kita akan memasuki dalam kota. Aku dan Kie Hiantit
mengambil satu jalan, sedangkan Loo-su bersama Hong-heng
mengambil jalanan lain, untuk bersama-sama mencari berita
tentang kedua Kie Loosianseng (Tuan Kie). Semua hasil
penyelidikan kita rundingkan disini diwaktu malam.”
“Aku rasa, aku dan Hong-heng lebih baik jangan berjalan
berdua sama-sama,“ kata Hie Kok. “Jalan berdua lebih mudah
menimbulkan kecurigaan. Hangciu bukannya seperti kota lain.
Dikantornya congtok terdapat banyak sekali orang pandai dan
mata-mata.“
“Benar!“, Jiam Kong menyetujui. “Aku rasa baik sekali aku
menyamar sebagai pedagang baskom, dan mengikuti
dibelakangnya loo-su.“
“Bagus,“ kata Hie Kok. “Bagaimana kalau aku menyamar
sebagai penjual kembang gula, lee-ko-

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 287


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

tang?“
“Setuju,“ sahut Hong Tie. “Besok pagi kita pergi kepasar
untuk membeli barang-barang yang kita butuhkan, lalu masuk
kedalam kota.”
“Dan bagaimana dengan penyamaran kita?” Tanya Ciat Seng
sambil mengawasi Hong Tie.
“Kita jadi paman dan keponakan,“ kata Hong Tie. “Apa kau
lupa, aku biasa menyamar sebagai pedagang kain sutra?“
Ciat Seng tertawa. Waktu berpaling, mendadak mulutnya
mengeluarkan suara “ih“ dan iapun berkata: “Ada bayangan abu-
abu berlalri kearah utara disepanjang telaga. Coba lihat siapakah
dia?”
Hong Tie, Hie Kok dan Jiam Kong segera saja berdiri dan
melongok keluar jendela. Benar saja diantara Cuaca yang
remang-remang, satu bayangan manusia berlari-lari disepanjang
telaga dengan memutari pohon-pohon liu. Gerakannya orang itu
luar biasa cepatnya.kakinya seperti tidak menginjak tanah. Dalam
sekejap mata ia sudah lenyap dari pandangan mata. Mereka
semua terkejut disebabkan oleh ilmu meringankan tubuh orang
itu, pasti tidak dibawah mereka berempat.
Hong Tie mengetahui bahwa diujung selatan dan ujung utara
pinggiran telaga terdapat tentara Boan dari Lek-kie-eng (Benteng
Bendera Hijau). Apa nyalinya orang itu begitu besar, ataukah, ia
tidak tahu bahwa disitu terdapat benteng tentara Boan? Hong Tie
tidak habis pikir dan ia duduk kembali tanpa berkata sesuatu
apapun. “Disitu sarangnya tentara Boan. Apakah dia mata-mata?“
Hie Kok menggerendeng seorang diri. Hong Tie sendiri tidak
menaruh kecurigaan, bahwa orang itu adalah mata-mata, sebab ia
lari dengan mengendap-endap, seolah-olah kuatir dilihat orang. Ia

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 288


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

hampir berani memastikan, bahwa orang itu bukanlah kaki


tangannya pembesar negeri. Tetapi siapakah dia?
Waktu itu, langit sudah menjadi gelap. Hong Tie keluar
membuka pintu dan meneriaki pelayan agar supaya mengambil
lampu. Mendadak, dari sebelah kamar keluar seorang yang tinggi
besar yang juga meneriaki pelayan. Suaranya orang itu luar biasa
nyaring. Hong Tie melirik dan dapat melihat mukanya orang itu
dari sinar lampu yang dipasang di jalanan. Tetapi disebabkan ia
segera membalikkan badannya, Hong Tie tidak dapat melihat
cukup jelas dan hanya merasa parasnya orang itu agak bengis.
Sementara itu, pelayan hotel sudah datang membawa lampu dan
kemudian membereskan sisa makanan.
Besok paginya, sesudah bersantap, Hie Kok dan Jiam Kong
lalu pergi kepasar, dimana mereka membeli segala keperluan
penyamaran. Tidak lama kemudian, sambil memikul dua
keranjang dan dengan sebatang huncwee (pipa rokok) pendek
dipinggangnya, Jiam Kong masuk kedalam kota Hangciu dari
pintu kota sebelah barat. Dilain pihak, Hie Kok menjinjing
sekeranjang kembang gula lee-ko-tang dengan tangan kanannya,
sedangkan tangan kirinya memegang serenceng uang tangchie. Ia
mengikuti Jiam Kong dari jarak agak jauh dan juga masuk
kedalam kota dari pintu sebelah barat. Selang kurang lebih
setengah jam, Hong Tie dan Ciat Seng, dalam penyamaran
sebagai pedagang sutra, turut masuk kedalam kota.
Sesudah berputar-putar di jalanan-jalanan besar dan gang-
gang kecil, Hie Kok menghampiri daerah kantornya Congtok.
Pada ujung jalanan menghadang tembok tinggi dan Hie Kok
mengetahui, bahwa itulah rumah penjara. Pintu penjara terletak
disebelah timur dan seputar
penjara dikurung dengan tembok tinggi. Pada pintu kelihatan
menjaga enam orang sipir, sedangkan diluar pintu terdapat

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 289


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

beberapa penjual makanan. Hie Kok mendekati pintu, meletakkan


keranjangnya diatas tanah dan meneriaki dagangannya sambil
membuat main rencengan tangchie yang ditangan kirinya itu.
Satu sipir yang sedang duduk diatas bangku batu, lalu
bangun dan menghampiri Hie Kok. “Hei, orang tua!” ia
membentak. “Disini tidak boleh berteriak-teriak. Ayo, pergi!“
“Aku hanya menjual kembang gula, mengapa tidak boleh
disini?” kata Hie Kok dengan paras muka heran.
Sipir itu mendeliki matanya dan membentak: “Ini penjara
yang sangat penting. Semua daerah ini juga daerah penting.
Bagaimana kau boleh berteriak-teriak disini?”
“Aku tidak tahu.Baru datag dari dusun,“ kata Hie Kok seperti
ketakutan. “Kalau Kun-ya-cu (tuan serdadu) mengatakan begitu,
baiklah aku menyingkir saja.“ Ia mengangkat keranjangnya,
berjalan dipinggiran tembok. Baru jalan beberapa langkah, ia
sudah berteriak lagi menawarkan dagangannya. “lee-ko-tang, lee-
ko-tang! Wangi-wangi! Kun-ya Hoo-han dengar aku berkata,
Makan sepotong lee-ko-tang. Tidak usah menjadi serdadu, hidup
gemilang. Kalau tidak makan lee-ko-tang. Pintu penjara timbul
bahaya, jiwa bisa melayang……………..”
Selagi ia enak-enak menyanyi, mendadak ia dijambak oleh
satu sipir yang membentak: “Eh, tua! Kau nyanyi apa?”
Hie Kok mencoba memberontak dan menyahut dengan mata
melotot: “Aku bernyanyi tokh tidak melanggar kamu!”
“Kau bilang, pintu penjara timbul bahaya, jiwa bisa
melayang, apakah itu bukan makian untuk
kami?” berkata sipir itu dengan gusar sekali.
“Aku main-main, harap kun-ya-cu jangan menganggap
benar-benar,“ sahut Hie Kok dengan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 290


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

membuat laga seperti orang yang ketakutan.


Amarahnya sipir menjadi lebih reda. Sambil menunjukkan
kepalannya kemukanya Hie Kok, ia
berkata: “Kalau tidak memandang usia tuamu, aku tentunya
sudah menghajar kamu!“
Mendengar suara ribut-ribut, satu sipir lain keluar dan sambil
tertawa berkata: “Orang tua sayang
kau datang hari ini. Coba kau datang kemarin, lee-ko-tang
mu tentu laku.“
“Apakah kalian kemarin sudah membeli lee-to-kang?” tanya
Hie Kok sambil membungkuk.
“Bukan, bukan kami yang membeli,“ jawabnya. “Kami sih,
tidak suka dengan lee-to-kang. Tetapi kemarin didalam penjara
ada seorang marga Kie, satu sastrawan yang suka sekali makan
lee-to- kang….“
“Yo Loo-mo, jangan banyak bacot,” membentak sipir yang
satunya lagi sambil melotot. “Suruh si tua pergi!”
Sipir itu merasa sudah kesalahan omong, tidak melawan dan
mengebaskan tangannya untuk menyuruh Hie Kok berlalu.
Mendengar perkataan itu Hie Kok terkejut. “Apakah benar
Kie loosianseng sudah tertangkap? Dan sekarang kemana ia
sudah dipindahkan?“ tanya ia didalam hati. Ia langsung
menjinjing keranjangnya dan berjalan pulang. Baru tiba dimulut
gang, ia sudah bertemu dengan Jiam Kong yang sedang
meneriaki dagangannya.
Hie Kok mengikuti dari belakang dan waktu tiba dijalanan
yang sepi, ia lalu mengejar dan berkata dengan suara perlahan:
“Pulang!“ Jiam Kong menganggukkan kepalanya dan mereka lalu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 291


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

menuju pintu kota timur. Mereka lalu menitipkan barang


dagangannya disatu toko baskom dan balik ke hotel “Thian Gwa
Thian“.
Waktu itu sudah lewt tengah hari dan Hie Kok lalu
memerintahkan pelayang menyediakan makanan. Sambil
bersantap, Hie Kok menuturkan apa yang ia telah dengar dirumah
penjara, dan selagi ia bercerita, Hong Tie dan Ciat Seng, juga
sudah pulang. Melihat parasnya Ciat Seng yang kusut, Hie Kok
langsung menduga, bahwa urusan berjalan dengan tidak beres.
“Hiantit, bagaimana?“ tanya Hie Kok sesudah semua orang
mengambil tempat duduk. Ciat Seng menghela napas dan
sebelum ia menjawab, Hong Tie sudah berkata: “Hebat! Kie Teng
Hong loosiansing kemarin sudah dikirim kekotaraja!”
“Ayahnya Ciat Seng?” tanya lagi Hie Kok.
Ciat Seng menundukkan kepalanya dan menyahut dengan
suara sedih: “Ayahpun sudah dipenjarakan. Sepanjang berita, ia
masih akan diperiksa lagi, dan sesudah pemeriksaan beres, ia juga
akan segera dikirim kekotaraja!”
“Kalau begitu, Teng Peng loosianseng masih berada didalam
penjara disini,“ berkata Hie Kok.
“Bagaimana kau tahu?” tanya Hong Tie.
Hie Kok langsung saja menuturkan pengalamannya waktu ia
menjual lee-ko-tang.
“Ah, ayahku tidak suka maka lee-ko-tang!” kata Ciat Seng.
“Orang yang dimaksudkan oleh sipir
itu, tentulah juga pamanku.”
“Apakah pamanmu suka lee-ko-tang?“ tanya Hie Kok.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 292


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Waktu masih kecil aku sering diajak paman untuk membeli


lee-ko-tang,” menjawab Ciat Seng
seraya menganggukkan kepalanya.
Hie Kok melompat sambil menepuk dengkulnya. “Nah,
kalau begitu, malam ini juga kita buat
penyelidikan. Kalau ayahmu masih ada didalam penjara, kita
dapat menolong!“
“Loo-su, jangan terburu nafsu,“ berkata Hong Tie. “Biarlah
besok aku pergi menyelidiki terlebih dahulu. Sesudah itu barulah
kita turun tangan.“ Jiam Kong menganggukkan kepala sebagai
tanda menyetujui pikirannya Hong Tie. Selagi ia mau berbicara
dikamar sebelah mendadak terdengar suara ribut.
Mereka lalu berhenti berbicara dan memasang telinga. Suara
ribut itu, yaitu suara orang yang sedang bercekcok, semakin lama
menjadi semakin keras kedengarannya. Satu diantaranya
mempunyai suara sangat nyaring dan Hong Tie seperti juga sudah
mendengar suara begitu. Mendadak ia ingat. Suara itu ialah suara
tamu disebelah yang semalam meminta air cuci muka kepada
pelayan. Waktu itu Hong Tie tidak melihat jelas paras mukanya
orang itu. Lapat-lapat ia seperti melihat satu muka yang bengis.
Mendadak kedengaran orang yang suaranya nyaring
membentak: “Siauw Thian! Aku dan kau telah mengangkat
saudara dan hubungan kita adalah seperti kaki dan tangan.
Sekarang aku berada didalam kesulitan, dan kau mempunyai hati
yang begitu tega dan samasekali tidak sudi
membantu. Bukan saja tidak mau membantu malahan kau
telah menista kepadaku. Apakah hatimu sudah berubah?
Sekarang aku tanya engkau sekali lagi, apakah kau mau
membantu aku atau tidak?“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 293


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hong Tie mengerutkan alisnya setelah mendengar


perkataan “Siauw Thian“. “Siauw Thian, apakah bukannya Hoa-
no Sin-chiu Thia Siauw Thian (Si Anak Panah Malaikat)?“
“Kwan Giok Lin!” orang yang satunya membalas
membentak. “Tidak salah, memang kita sudah pernah
mengangkat saudara. Tetapi sekarang engkau sudah menjadi
pembesar negeri, dan aku masih terus saja menjadi orang
gelandangan dari kalangan kangouw. Kau berjalan dijalananmu,
aku sendiri berjalan dijalananku sendiri. Kau mau aku membantu
untuk menangkap Kam Hong Tie. Begitu? Biar bagaimanapun
juga, aku orang bermarga Thia masih mempunyai darah yang
hangat, pekerjaan itu tidak nanti aku lakukan. Terang-terangan
aku memberitahukan kepadamu. Mulai hari ini putus hubungan
persaudaraan kita. Kau ingin naik pangkat dan menjadi kaya,
pergilah dan tangkaplah sendiri!“
Hong Tie melompat dengan perasaan gusar. “Oh, kalau
begitu Kwan Giok Lin? Kalau begitu dia
mau minta bantuan Thia Siauw Thian untuk menangkap
diriku?” katanya dengan suara perlahan. Hie Kok langsung saja
berdiri dan mau menerjang, tetapi lalu ditahan oleh Hong Tie.
Orang yang mempunyai suara nyaring memang juga adalah
Kwan Giok Lin, kepala opas dari kota Leng-an. Sebagaimana
diketahui, dengan menunggang kuda ia pergi ke Hangciu untuk
mengundang saudara angkatnya untuk menangkap Hong Tie.
Secara kebetulan sekali, ia juga menginap di “Thian Gwa Thian”
dan mengambil kamar disebelahnya kamar Hong Tie.
Orang yang mau diundang ialah Thia Siauw Thian. Waktu
Siauw Thian masih bekerja pada satu piauwkiok di Pakkhia,
iapernah mengangkat saudara dengan Kwan Giok Lin. Ia sangat
mahir dalam menggunakan Hoa-kiong Coan-in-cian (Anak Panah
Menembus Langit), yang sangat terkenal didalam lima propinsi

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 294


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Di Tiongkok Utara. Sekali lepas, ia dapat melepaskan tiga anak


panah dengan berbarengan dan seratus kali ia melepas seratus
kali ia mengenakan sasarannya. Oleh sebab itu, kawanan penjahat
di lima propinsi Tiongkok Utara rata-rata jeri terhadap anak
panahnya Thia Siauw Thian.
Sedari Kwan Giok Lin menjadi kepala opas dibawah
perintahnya tiekoan Kam Teng Kong, Siauw
Thian tidak mau mengadakan hubungan lagi dengannya.
Belakangan, oleh karena Piauwkiok
dimana ia bekerja tidak mendapat kemajuan, maka segera ia
meminta berhenti dan pulang kekampung halamannya, yaitu kota
Leng-in di Hangciu. Ia berniat berdagang atau melakukan lain
pekerjaan yang lebih tenteram.
Siauw Thian masih berusia muda, baru 35 tahun. Ia
mempunyai paras muka yang menarik, adatnya baik dan hatinya
mulia. Ia mempunyai satu pantangan, yaitu, tidak sudi bekerja
untuk pemerintahan Boan-ceng. Itulah sebabnya mengapa ia
menjauhkan diri begitu cepat ia mengetahui Kwan Giok Lin
bekerja dibawah perintahnya Tiekoan. Dan itulah juga sebabnya,
mengapa secara mentah-mentah ia sudah menolak, waktu Kwan
Giok Lin meminta bantuannya untuk membekuk Kam Hong Tie.
Sesudah tarik urat lagi beberapa saat, sambil mengebaskan
lengan bajunya Siauw Thian segera berjalan keluar dari kamarnya
Giok Lin. Perkataan-perkataan keras yang diucapkan oleh Siauw
Thian, membuat kepala opas itu menjadi malu sekali dan
perasaan malu itu langsung saja berubah menjadi perasaan gusar.
Ia bangun dan memburu serta mengirim pukulan kearah
punggungnya Siauw Thian. “Pemberontak!” ia membentak.
“Sekarang aku akan terlebih dahulu membunuh engkau!“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 295


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Tetapi Siauw Thian bukannya anak kemarin. Begitu


mendengar kesiuran angin, ia memiringkan badannya dan
berbarengan kakinya menendang tangannya Giok Lin. Ia
menggulingkan badannya kepintu dan tangannya menyambar
baskom cuci muka yang langsung ia timpuk kearah Giok Lin.
Diserang secara diluar dugaan, tentu saja badannya Giok Lin
menjadi basah kuyup. Sambil berteriak-teriak ia terus menerjang,
tetapi Siauw Thian sudah melompat keluar pintu.
Bukan main gusarnya Kwan Giok Lin. Ia mengejar terus
seperti orang kalap. Siauw Thian yang tidak ingin membuat kaget
para tamu hotel, cepat-cepat turun dari loteng dan lari kearah
pinggir telaga, dimana ia menunggu datangnya sang lawan.
Hie Kok menghampiri jendela, dari mana ia melihat Siauw
Thian dan Giok Lin sudah mulai bertempur. “Mari! Mereka
sudah mulai bergebrak,“ kata Hie Kok kepada kawan-kawannya
dan Jiam Kong serta Ciat Seng segera mendekati Hie Kok untuk
turut menonton keramaian.
Gerakannya Siauw Thian luar biasa gesit dan serangan-
serangannya datang bagaikan kilat. Baru saja bertempur belasan
jurus, dengan satu tendangan Coan-sim-kak (Tendangan
menembus hati), Kwan Giok Lin sudah tertelentang diatas tanah.
Hie Kok mengeluarkan teriakan girang dan bertepuk tangan. Ia
menengok tetapi tidak melihat Hong Tie.
“Kemana Hong Tie?“ tanya Hie Kok. Jiam Kong dan Ciat
Seng juga turut merasa heran.
“Apakah ia turun kebawah?” tanya Hie Kok.
Baru saja Hie Kok habis mengucapkan perkataannya,
dipinggir telaga terlihat berkelebat satu bayangan, dibarengi
dengan satu bentakan: “Orang marga Kwan! Mandilah!” Orang

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 296


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

itu bukan lain daripada Hong Tie, yang langsung menjambak


kepala opas itu dan melemparnya ketengah telaga.
Sesudah itu dengan tenang Hong Tie menghampiri Siauw
Thian dan berkata sambil merangkapkan tangannya: ”Saudara
Thia, sekarang kau boleh pulang!”
Siauw Thian yang belum pernah bertemu muka dengan Hong
Tie mengawasi dengan perasaan
heran. “Loo-cianpwee, cara bagaimana kau bisa mengetahui
marga ku?”
“Aku sendiri yang mendengar kau katakan begitu,“ sahut
Hong Tie sambil tertawa.
“Kalau begitu loo-cianpwee adalah……” kata Siauw Thian.
“Tidak usah bertanya,” Hong Tie memotong perkataan
orang. “Kita pasti akan bertemu kembali. Sekarang pulang saja
terlebih dahulu.”
Siauw Thian merasa sangat heran. Dengan melihat caranya
Hong Tie melemparkan Giok Lin, Siauw Thian mengetahui,
bahwa ia itu mempunyai ilmu silat yang sangat tinggi. Sesudah
berdiam beberapa saat, ia lalu berkata: “Jika loo-cianpwee tidak
mau berbicara terus terang sekarang, biarlah aku berharap kita
akan berjumpa lagi dilain kesempatan.“ Ia mengangkat kedua
tangannya dan lalu berjalan pergi.
Sementara itu, Kwan Giok Lin yang beruntung juga dapat
berenang, sedang berenang kepinggir telaga. Hong Tie segera
balik kerumah penginapan.
“Orang seperti Thia Siauw Thian cukup berharga untuk
menjadi sahabat kita,” kata Hie Kok
sesudah Hong Tie balik.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 297


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hong Tie menganggukkan kepalanya dan berkata: “Benar.


Hanya saja barusan aku merasa terhalang sedikit untuk berbicara
terlalu banyak, sebab kuatir didengar oleh Kwan Giok Lin. Kita
masih mempunyai banyak waktu untuk mengikat tali
persahabatan dengan dia.“ Demikianlah mereka mengobrol dan
tidak terasa lagi hari sudah menjadi malam. Mereka merasa agak
heran, sebab Kwan Giok Lin belum juga kelihatan pulang.
Sesudah bersantap malam, mereka lalu pergi tidur untuk
beristirahat.
Kira-kira tengah malam Hong Tie mendengar suara
keresekan dijendela kamar sebelah. Ia mengintip dan melihat satu
bayang orang melompat masuk kedalam kamar. Hong Tie
tersenyum dan berkata didalam hatinya: “Mukanya orang itu tipis
juga. DIa tidak berani pulang diwaktu siang dan menunggu
sampai tengah malam!“
Seyelah lewat beberapa saat, dari sebelah luar mendadak
kelihatan muncul satu bayangan lain yang menghampiri
kamarnya Giok Lin dengan gerakan cepat sekali.
“Orang marga Kwan!“ tiba-tiba terdengar bentakan
orang.”Kalau kau mempunyai nyali ayo keluar! Orang yang
terang tidak melakukan pekerjaan gelap. Mengapa kau malam-
malam menyateroni rumahku dan mencuri surat-suratku? Itu
adalah perbuatannya orang busuk!“
“Thia Siauw Thian,“ Kwan Giok Lin menjawab dengan
suara dingin. “Bagus betul perbuatanmu. Sekarang aku tahu kau
adalah anggota Cit-siu-hwee yang ingin melakukan
pemberontakan. Suratmu untuk Chung Ie Long sudah jatuh
kedalam tanganku. Aku nanti akan membuat kau mampus seluruh
rumah tanggamu! Ha…ha…!“
Mendengar perkataan Kwan Giok Lin, Hong Tie lalu
mengerti duduknya persoalan. Ia sekarang tahu, bahwa Siauw

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 298


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Thian dan Chung Ie Long sedang membuat rencana untuk


mendirikan perkumpulan rahasia Thian-tee-hwee. Ia
mengangguk-anggukkan kepalanya dan hatinya menjadi menaruh
hormat terlebih besar kepada Thia Siauw Thian. Disitu juga ia
mengambil keputusan untuk memberikan batuan apabila
diperlukan.
Sementara itu, Hie Kok, Jiam Kong dan Ciat Seng sudah
melompat turun dari pembaringan. Kepada mereka Hong Tie
segera memberitahukan apa yang sedang terjadi.
Sesudah memaki lagi, Siauw Thian kelihatan melompat naik
keatas genteng dengan tangan menjinjing golok, diikuti oleh
Kwan Giok Lin yang bersenjatakan gaetan. Setibaya diatas
genteng, mereka berdua langsung saja bertempur. Didalam
kegusarannya Thia Siauw Thian segera
menyerang dengan ilmu golok Soan-hong Bu-eng (Angin
puyuh tidak ada bayangannya) yang mempunyai tiga puluh enam
jurus. Ilmu golok ini adalah simpanannya Siauw Thian dan
cepatnya luar biasa. Diserang secara begitu, Kwan Giok Lin
langsung saja menjadi keteter. Cepat-cepat ia mengerahkan
tenaganya dan mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya Loo-
wan Teng-kie (Orang Hutan menginjak cabang pohon). Sambil
berkelit kakinya menotol genteng dan lalu ia melarikan diri
kearah barat.
Siauw Thian pun segera mengerahkan tenaganya dan
memburu bagaikan kilat. Dilain saat ia sudah menyusul. Seperti
pelangi, goloknya menyambar kelehernya Kwan Giok Lin.
Dengan hati mencelos, Kwan Giok Lin menundukkan kepalanya
dan menggulingkan tubuhnya sampai dipayon rumah, akan
kemudian bangkit lagi dan terus kabur secepat-cepatnya.
Thia Siauw Thian mana mau mengerti. Ia langsung saja
mengejar dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh Liu-

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 299


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

seng-kan-goat (Bintang menyapu mengejar bulan). Baru saja


mengejar belasan langkah, telinganya mendengar menjepretnya
sebuah busur dan sebutir peluru menyambar. Siauw Thian
memiringkan badannya sambil berhenti berlari dan menarik
napasnya, sedangkan kedua kakinya menjejak genteng, sehingga
badannya langsung melesat kedepan dan peluru itu melewati
bawah kakinya. Kwan Giok Lin biasanya sangat mengandalkan
senjata rahasianya, akan tetapi menghadapi ahli melepas anak
panah, pelurunya tidak dapat membawakan hasil.
Sebelumnya Kwan Giok Lin sempat melepaskan peluru
kedua. Siauw Thian sudah menubruk dan menyabet dengan
goloknya. Giok Lin melompat mundur sambil menyimpan
busurnya dan meyambut seranganitu dengan gaetannya.
Dengan mati-matian ia melawan bekas saudara angkatnya,
akan tetapi lekas juga ia keteter kembali, sebab Siauw Thian
mencecarnya dengan pukulan-pukulan berbahaya dari Sun-hong
Bu-eng.
Selagi mereka bertempur seru, mendadak dari sebelah timur
kedengaran seruan orang: “Bagus
sekali ilmu golok itu. Hai orang marga Kwan! Kau segera
akan roboh!”
Kwan Giok Lin terkejut, ia menduga Siauw Thian
mempunyai seorang pembantu. Disebabkan oleh kagetnya,
gerakannya menjadi lambat dan betisnya terkena satu tendangan,
sehingga ia terhuyung beberapa langkah dan hampir-hampir saja
jatuh terguling. Begitu ia dapat menetapkan badannya lagi,
dengan terbirit-birit Kwan Giok Lin kembali untuk kabur.
Disebabkan surat rahasianya belum sempat diambil balik, Siauw
Thian langsung mengejar sambil memaki. Sesudah melewati
beberapa rumah orang, didepan terlihat menghadang satu gedung
yang

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 300


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

mempunyai loteng tinggi. Giok Lin melompat kepayon


gedung itu dan dilain saat ia telah menghilang.
Siauw Thian mengenjot badannya dan ingin melompat
kepayon itu. Mendadak, berbarengan dengan terdengarnya suara
menjepretnya busur, beberapa peluru menyambar dengan
beruntun. Siauw Thian memutar goloknya seperti baling-baling
dan peluru-peluru itu semuanya kena tersampok jatuh.
Melihat Giok Lin menyerang lagi dengan pelurunya, Thia
Siauw Thian menjadi sangat gusar. Ia lalu meloloskan busurnya
dari punggungnya dan melepaskan sebatang anak panah Coan-in-
cian kearah payon. Siauw Thian sebenarnya tidak dapat melihat
musuhnya, dan anak panah itu hanyalah merupakan satu gertakan
saja untuk menggebah musuhnya dari tempat sembunyinya.
Benar saja siasat itu berhasil baik, sebab dengan hampir
berbarengan dengan suara menjepretnya busur, tubuhnya Kwan
Giok Lin segera terlihat melesat naik keatas loteng.
Siauw Thian lalu mementang kembali busurnya dan
melepaskan sebatag anak panah. Pada saat itu sebutir peluru
mendadak menyambar kearahnya. Secara sangat kebetulan, ujung
anak panah itu bentrokan denan peluru yang langsung jatuh
kebawah. Oleh karena dilepaskan dengan tenaga yang, lebih
besar, anak panah itu menyambar terus dan melewati dipinggir
telinganya Kwan Giok Lin.
Kwan Giok Lin terkejut dan memiringkan kepalanya, tetapi
pada saat itu, anak panah yang berikutnya sudah menyambar lagi.
Biar bagaimanapun juga, sekali ini ia tidak dapat berkelit dan
senjata itu menancap pada pundak kanannya. Dengan satu
teriakan, ia mundur beberapa langkah akan kemudian menggenjot
badannya dan melompat turun keatas tembok rumah sebelah.
Dari situ, dengan terbirit-birit, ia kabur kejurusan hutan pohon
toh.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 301


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Siauw Thian langsung saja menjejakan kedua kakinya dan


badannya melayang turun kebawah dengan gerakan Hui-yan-
touw-lim (Burung walet masuk kehutan). Mendadak ia melihat
satu bayangan hitam yang menyambar bagaikan kilat dari pojok
utara barat dan juga melesat kedalam hutan pohon toh dengan
gerakan yang luar biasa cepatnya. Begitu cepat ia hinggap diatas
tanah, Siauw Thianpun lalu memburu kedalam hutan, tetapi
sesudah ia membelok-belok dan mencari- cari beberapa lama, ia
tidak dapat menemukan satu manusiapun.
Siauw Thian memperlambat langkahnya dan memandang
kedalam disekitarnya. Tetapi hutan tetap berada dalam keadaan
sunyi senyap. Heran sekali hatinya. Dengan mengikuti satu
jalanan
sempit, ia lalu menuju kearah barat. Baru saja ia melewati
belasan pohon toh, satu bayangan hitam terlihat mendatangi
kearahnya. Siauw Thian memegang keras goloknya dan
membentak:
“Siapa?“
Orang itu tidak menyahutinya dan dilain saat ia sudah berdiri
dihadapannya. Siauw Thian melintangkan goloknya. Biarpun
ketika itu dihutan gelap gulita, berkat kedua matanya yang sudah
terlatih untuk melihat ditempat gelap, dengan segera ia dapat
melihat dengan jelas, bahwa yang berdiri dihadapannya ialah
adalah seorang muda yang berparas tampan sekali.
Siauw Thian mengerutkan kedua alisnya dan bertanya
dengan suara sabar: “Sahabat siapakah
kau? Apakah kau dari golongan putih?“
Pemuda itu tertawa dan menjawab; “Aku tidak kenal
golongan putih dan golongan hitam. Aku

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 302


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

hanya tahu, kau dan aku mempunyai satu tujuan!”


Walaupun Siauw Thian mempunyai banyak pengalaman
didalam kalangan kangouw, tetapi ia belum pernah bertemu
orang seperti pemuda itu. Sesudah memandang beberapa saat, ia
menurunkan goloknya dan berkata: “Sahabat, janganlah kau
main-main. Aku mempunyai lain urusan penting. Sampai
bertemu lagi!” Ia lalu membalikkan badannya dan berjalan pergi.
“Sahabat tahan dulu,” pemuda itu berseru dengan suara
perlahan. “Apakah kau bernama Thia
Siauw Thian?“
Siauw Tian terkejut dan lalu menghentikan langkahnya.
“Untuk apa kau menanyakan itu?“
tanyanya.
“Tidak apa-apa.“ Sahut si pemuda sambil tertawa. “Aku
ingin mencari satu orang. Aku bertanya,
sebab kuatir aku salah orang.”
“Perlu apa kau mencarinya?” tanya Siauw Thian dengan
perasaan sangsi.
“Hm! Kalau tidak perlu, tentu aku tidak akan mencarinya,“
sahut si pemuda. “Apakah kau Thia
Siauw Thian? Bukankah kau sedang mencari kepala opas
kota Leng-an Kwan Giok Lin?„
Siauw Thian menjadi terlebih heran lagi. “Sahabat,“ kata ia.
“Aku samasekali belum mengenal engkau. Cara bagaimana kau
dapat tahu aku sedang mencari Kwan Giok Lin?“
Pemuda itu tertawa terbahak-bahak dan berkata: “Thia-heng,
kau tidak usah berdusta lagi. Aku tahu dimana adanya saudaramu
yang manis budi itu! Apakah kau mau menengoknya?”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 303


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Siapa adanya saudara?” tanya Siauw Thian.


“Margaku Kie dan bernama Ciat Seng dan dengan saudara
adalah orang sekampung,” kata
pemuda itu yang bukan lain daripada Kie Ciat Seng adanya.
Siauw Thian mencoba mengingat-ingat, tetapi nama itu asing
baginya. Ia hanya menduga, bahwa bayangan hitam yang tadi
melesat dengan gerakannya yang luar biasa itu, tentulah
bayangan pemuda ini.
“Baiklah saudara, aku percaya kepadamu,” kata ia.
“Apakah Kwan Giok Lin sudah jatuh
ketanganmu?“
“Bukan, orang marga Kwan itu bukan jatuh ketanganku,“
sahut Ciat Seng. “Kau tidak usah kuatir. Mari ikut aku.“ Sehabis
berkata begitu, Ciat Seng lalu lari seperti terbang, diikuti dari
belakang oleh Siauw Thian.
Dengan cepat sekali Ciat Seng berlari-lari kejurusan utara-
barat. Tindakannya sangat ringan dan samasekali tidak
menimbulkan suara, sehingga Siauw Thian merasa kagum
sekali. Sesudah melewati hutan pohon toh, dihadapan mereka
terdapat satu bukit yang rendah. Ciat Seng mendaki bukit itu dan
berhenti didepan sebuah gua batu. Siauw Thian menyusul dan
bertanya: “Apa didalam gua itu?”
“Benar, didalam situ,” sahut Ciat Seng. “Sekarang tugasku
sudah beres, aku ingin berlalu.“
Melihat gua yang gelap itu, Siauw Thian menjadi curiga dan
cepat-cepat berkata: “Sahabat,
bolehkan kau tunggu dahulu sebentaran?“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 304


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Tetapi pemuda itu tidak meladeni. “Maaf sampai bertemu


lagi,“ katanya yang langsung saja pergi
sambil berlari dan dilain saat, ia sudah menghilang diantara
pohon-pohon toh.
Secara berhati-hati Siauw Thian terlebih dahulu memasukkan
goloknya kedalam mulut gua. Sesudah ia menggerakkan
goloknya kesana-kemari beberapa kali, barulah ia masuk
kedalam. Ia
menyesal, sebab terburu-buru, ia jadi lupa membawa bahan
api. Baru saja badannya masuk kurang lebih dua kaki kedalam
gua, mendadak ia merasakan ujung goloknya membentur sebuah
benda. Sesudah menunggu beberapa saat, ia lalu masuk lagi
terlebih dalam dan menyeret benda itu keluar, yang belakagan ia
melihat ternyata adalah tubuh manusia. Orang itu berada dalam
keadaan pingsan, pada pundaknya tertancap sebatang anak panah
dan ternyata memang Kwan Giok Lin adanya.
Siauw Thian girang bukan main. Cepat-cepat ia merogoh
kedalam kantongnya Kwan Giok Lin dan mengeluarkan beberapa
pucuk surat. Dengan diterang oleh sinar bulan yang remang-
remang, ia periksa surat-surat itu. Tetapi lantas saja ia menjadi
sangat kaget, sebab surat-surat yang penting- penting tidak berada
disitu. Surat itu adalah surat rahasia untuk Chung Ie Long dan
didalamya dituliskan dengan terang soal pembentukan dan sepak
terjangnya Cit-siu-hwee. Oleh sebab itu, dapatlah dimengerti
kalau Siauw Thian merasa sangat terkejut.
“Celaka!” katanya sambil membanting kakinya. Ia
membungkuk dan kembali menggeledah badannya Giok Lin dari
kepala terus sampai di kakinya, tetapi hasilnya nihil. Sesudah
menggeledah, ia lalu memeriksa lagi surat-surat tadi dengan teliti,
satu per satu di bolak-balik. Mendadak matanya melihat sebaris
huruf yang rupanya ditulis dengan darah, dibelakangnya satu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 305


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

amplop. Dengan pertolongan sinar bulan, ia baca bunyinya:


“Surat untuk Chung Ie Long berada ditempat Siauwtee. Harap
saudara datang dikamar kedua loteng sebelah timur dari
penginapan Thian Gwa Thian, untuk mengambil pulang. Hong
Tie”
Thia Siauw Thian berdiri bengong. Ia tidak mengerti
mengapa, kalau tokh mau menolong, Hong Tie membuat ia
menjadi lebih berabe untuk datang dirumah penginapan tersebut.
Selagi memikir begitu, mendadak punggungnya ditepuk orang. Ia
berkelit sambil menyabet dengan goloknya dan membalikkan
badannya. Dihadapannya berdiri seorang tua yang tidak
bersenjata dan yang mengawasinya sambil tersenyum. “Aku
sudah menunggu disini lama sekali,” kata orang tua itu. “Kam
Tayhiap sedang menunggu kau. Mari ikut aku.”
“Dapatkah aku mengetahui namanya Lootiang yang mulia?”
tanya Siauw Thian seraya memberi hormat.
“Kawan-kawan aku memanggilku Hie Kok. Sesudah lama
mendengar nama begitu, aku sendiri
jadi lupa akan namaku yang sebenarnya,“ jawab aorang itu
yang memang juga Hie Kok adanya.
Walaupun belum pernah bertemu, Siauw Thian sudah lama
mendengar namanya Hie Kok yang tersohor itu. Dari Chung Ie
Long ia telah mendapat dengar banyak sekali mengenai sepak
terjangnya Hie Kok yang luar biasa. Oleh sebab itu, begitu cepat
Hie Kok memperkenalkan dirinya, ia langsung melempar
goloknya diatas tanah dan memberi hormat seraya berkata: “Oh,
kalau begitu lootiang adalah Hie loocianpwee. Maafkanlah aku!
Mataku benar-benar buta tidak dapat melihat gunung Thay-san!“
“Thia-heng janganlah mengeluarkan kata-kata yang
sedemikian sungkan!“ sahut Hie Kok sambil tertawa terbahak-

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 306


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

bahak. “Kita semuanya adalah orang-orang dari satu golongan.


Chung toako adalah sahabat karibku, oleh sebab itu janganlah
Thia-heng memandang aku sebagai orang luar. Marilah!”
Saiuw Thian memungut goloknya dan sesudah menendang
tubuhnya Giok Lin kedalam gua, ia lalu mengikuti langkahnya
Hie Kok dari belakang.
Didalam kamar hotel Thian Gwa Thian, Siauw Thian
disambut oleh Hong Tie, Jiam Kong dan Ciat
Seng. Melihat pemuda itu, Siauw Thian lalu bertanya:
“Apakah saudara juga berdiam disini?” “Benar!” jawab Ciat
Seng. “Kita berempat berkumpul bersama-sama disini.“
Melihat parasnya Hong Tie, Siauw Thian lalu mengenali,
bahwa ia itu adalah orang berkumis yang telah melemparkan
Giok Lin kedalam telaga See-ouw.
Sambil menarik tangannya Siauw Thian, Hong Tie berkata:
“Thia-heng, terimakasih atas kunjunganmu ini. Inilah suratmu!“
Siauw Thian segera menyambuti surat rahasia itu dengan
perasaan girang dan lalu menghaturkan terimakasih berulang-
ulang kepada Hong Tie. Hong Tie menyambut dengan kata-kata
yang merendah dan kemudian memperkenalkan Hong Jiam Kong
kepada tamu itu.
Pertemuan itu telah membuat Siauw Thian menjadi sangat
girang. “Siauwtee sungguh merasa sangat beruntung, bahwa
dimalam ini aku dapat bertemu dengan para loocianpwee dari
Rimba Persilatan. Inilah satu jodoh yang dilimpahkan oleh Tuhan
yang Maha Kuasa,” kata ia dengan suara yang sangat terharu.
“Thia-heng, janganlah berkata begitu,“ kata Jiam
Kong sambil menggoyang-goyangkan tangannya. “Duduklah!
Marilah kita mengobrol dengan hati terbuka.”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 307


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Selagi mereka sedang mengobrol dengan gembira, diam-


diam Hie Kok turun kebawah loteng. Tidak lama kemudian ia
balik dengan tangan memegang seguci arak dan sebungkus
daging panggang.
“Omong-omong tanpa arak dan bahan makanan,
mana bisa enak?” katanya sambil mengacungkan
bawaannya.
“Tengah malam buta, dari mana kau dapatkan itu?“ tanya
Hong Tie sambil tertawa.
Hie Kok meletakkan arakdan daging diatas meja. “Mencuri!“
jawabnya sambil mencium arak itu.
“Baunya boleh juga!”
“Mana enak makan barang curian?” kata Jiam Kong.
“Aku mencuri bukan seperti pencuri biasa,” Hie Kok
menerangkan sambil tersenyum. “Sesudah memilih barang yang
disetujui, aku meletakkan uangnya diatas meja, barulah aku bawa
pergi. Inilah yang dinamakan mencuri secara mulia. Apakah kau
merasa terhalang untuk memakan barang curian seperti ini?“
Semua orang menjadi tertawa, tanpa sungkan-sungkan lagi
mereka makan dan minum dengan sangat gembira.
Sesudah omong-omong beberapa lama, Siauw Thian segera
menanyakan Hong Tie maksud kedatangan mereka kekota
Hangciu. Hong Tie bicara terus terang dan memberitahukan juga,
bahwa besok malam mereka ingin membongkar penjara untuk
menolong Kie Teng Peng.
“Rencana itu harus dijalankan dengan hati-hati sekali,“ kata
Siauw Thian. “Congtok Lie Wie sekarang mempunyai enam
orang pandai yang dijadikan pengawalnya. Diantara mereka
terdapat seorang Lhama dari Tibet dan satu yongsu (Orang

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 308


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

gagah) dari Solun, yang katanya mempunyai tenaga luar biasa


besar. Sepanjang pendengaranku, kedua orang itu mempunyai
ilmu silat yang sangat tinggi. Oleh sebab itu kalau besok mau
bekerja, kalian haruslah berhati-hati. Mengenai empat pengawal
lainnya aku tidak begitu mengetahuinya. Jika saudara-saudara
sudi menerima, biarlah besok malam siauwtee memberi bantuan
apa yang bisa aku lakukan.“
Hong Tie lalu menghaturkan terimakasih dan berkata:
“Manusia itu Lie Wie memang sangat berbahaya dan kejam.
Segala gerak-geriknya tidak banyak berbeda dengan si kaisar
anjing!“
Mereka terus mengobrol sampai kentongan berbunyi lima
kali. “Sekarang sudah hampir pagi, baik aku pulang dulu,“ kata
Siauw Thian. “Malam ini aku akan menunggu dikaki tembok
sebelah barat penjara.“ Sesudah Siauw Thian berlalu, mereka lalu
memadamkan penerangan dan beristirahat.
Pada keesokan harinya, setelah makan pagi, Hong Tie
mengeluarkan pedang Thaykek Lie-hun- kiam dari dalam
bajunya. Begitu pedang tersebut dicabut keluar, pedang itu
mengeluarkan sinar yang berkilauan. “Sungguh bagus pedang
itu!“ memuji Jiam Kong.
Hong Tie mencabut selembar rambutnya yang lalu
diletakkan diatas bagian tajam dari pedangnya dan kemudian ia
meniup itu dengan perlahan. Rambut itu langsung putus menjadi
dua bagian. Hong Tie memasukkan lagi pedang itu kedalam
sarungnya dan berkata sambil tertawa: “Sudah lama aku tidak
pernah menggunakan pedang ini. Sekarang disebabkan akan
digunakan, maka aku memperkenalkan dia kepada saudara-
saudara.“
“Kapan kita masuk kedalam kota?“ tanya Ciat Seng.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 309


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Sekarang juga boleh!” jawab Hong Tie.


Mereka langsung saja beres-beres, menyembunyikan masing-
masing senjatanya didalam baju dan berangkat dari penginapan
Thian Gwa Thian. Sesudah masuk didalam kota, Hong Tie lalu
meminta tiga kawannya menunggunya disatu warung teh dekat
penjara.
Selang dua jam, Hong Tie datang ke warung teh yang sudah
dijanjikan. Oleh karena disitu terdapat banyak orang, ia tidak
bercerita apa-apa, tetapi mengajak kawan-kawannya pergi
kepinggir telaga dan terus naik perahu ke Hushan yang terletak
ditengah telaga Seeouw.
Begitu mendarat di Hushan, mereka lalu menuju ke Su-
tiauw-kok, yaitu satu paseban indah yang belum lama dibuat oleh
congtok Lie Wie. Su-tiauw-kok adalah salah satu dari delapan
belas pemandangan indah dari telaga See-ouw. Sesudah melalui
jalanan gunung yang berkelok-kelok dan melewati pohon-pohon
yang rindang, mereka tiba pada satu tanah datar yang terletak
disampingnya Su-tiauw-kok. Mereka lalu bersila diatas tanah dan
mulai mengadakan perundingan.
“Aku sudah mencari keterangan, bahwa dipenjara sebelah
utara terdapat satu gudang rumput,“ kata Hong Tie dengan suara
perlahan. “Sebentar malam, kita dapat membakar gudang rumput
itu untuk mengalihkan perhatian serdadu-serdadu penjaga kepada
kebakaran itu. Dengan terpecah menjadi dua rombongan, kita
dapat masuk kedalam penjara, dari sebelah barat dan selatan.
Sementara itu, kita boleh meminta Thia-heng memancing musuh
disebelah utara. Aku rasa rencana yang sederhana ini dapat
dijalankan dengan berhasil.”
Ketiga kawannya langsung saja menyetujui dan lalu
membicarakan lebih seksama semua tindakan yang diperlukan.
Sesudah beres berunding, mereka lalu pergi kesatu warung teh,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 310


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

untuk menghilangkan haus dan berpesiar keberbagai tempat


sampai matahari mulai terbenam disebelah barat.
Mereka lalu masuk lagi kedalam kota dan mencari satu
rumah makan untuk menangsel perut mereka. Kira-kira jam satu ,
keempat kawan itu lalu bergerak menuju kearah penjara untuk
menunggu kedatangan Thia Siauw Thian.
Tembok sebelah barat dari penjara besar terletak berhadapan
dengan pintu penjara sebelah timur. Tembok sebelah barat itu
juga merupakan tembok belakang dari penjara besar. Hampir
menempel dengan tembok belakang itu, berdiri sebuah bukit
kecil, dimana terdapat satu jalanan yang terus menuju ke Leng-in-
shan yang terletak diluar kota. Diwaktu siang Hong Tie sudah
menyelidiki jalan ini yang akan digunakan untuk melarikan diri.
Belum lama Hong Tie mendekam ditembok barat, matanya
dapat melihat satu bayangan hitam yang melompat turun dari atas
bukit. Hong Tie menepuk tangannya yang dibalas oleh orang itu,
yang bukan lain daripada Thia Siauw Thian. Dengan berbisik
Hong Tie segera memberitahukan rencananya kepada kawan
yang baru datang itu.
Sesudah itu, Hong Tie lalu mengeluarkan satu siulan
perlahan dan Hie Kok, Jiam Kong serta Ciat Seng lalu
menghampiri.
“Sebentar lagi, begitu cepat dipenjara sebelah utara timbul
kebakaran, aku dan Kie Hiantit akan segera masuk dari tembok
sebelah barat,“ kata Hong Tie dengan berbisik. “Kalian berdua
masuk dari sebelah selatan dan harus membuka pintu-pintu sel.
Tidak peduli berhasil atau tidak, kita mundur dari jalanan bukit
ini.“
Tidak lama kemudian disebelah utara sudah terlihat asap
mengebul.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 311


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Kena ditiup angin, api itu menjadi semakin besar, dan dilain
saat, telinga mereka mendengar suara gembreng pertanda adanya
bahaya api.
Hie Kok dan Jiam Kong lari ketembok sebelah selatan,
dimana dengan sekali menggenjot badan, mereka sudah hinggap
diatas tembok. Jiam Kong mencabut Hong-lui-kiam, sedangkan
Hie Kok pun sudah mencabut sebatang pedang pendek yang
diselipkan pada kaos kakinya.
Begitu melompat turun, mereka melihat kurang lebih
duapuluh penjaga penjara sedang repot menimba air disatu sumur
dan mengangkut air kepenjara sebelah utara untuk memadamkan
api.
Sementara itu, Hong Tie dan Ciat Seng sudah masuk
disebelah barat. Dengan sekali sabet dengan Thaykek Lie-hun-
kiam, rantai puntu satu kamar penjara (sel) lalu putus berserakan
diatas lantai. Ciat Seng pun lalu bekerja dengan Mo-in-kiam yang
dengan beruntun membuat putus rantai- rantai dari beberapa pintu
sel. Hie Kok dan Jiam Kong juga langsung bekerja dipenjara
sebelah selatan dan mendobrak enam-tujuh pintu dengan pedang
mereka. Mereka lalu masuk kedalam kamar-kamar itu dan
memutuskan belengunya semua tahanan yang berada disitu.
“Apa Kie Teng Peng loosianseng berada disini?” Hie Kok
berteriak. Tetapi para tahanan yang sedang berebut keluar tidak
meladeni pertanyaan Hie Kok.
Melihat pembongkaran penjara yang luar biasa berani,
ditambah dengan terjadinya kebakaran, serdadu-serdadu dan
sipir-sipir menjadi pada kebingungan. Sambil mencekal
goloknya, kepala penjara mencoba untuk menahan gelombang
tahanan yang lagi menerobos keluar. Diantara sekian banyak
tahanan terdapat bukan sedikit penjahat-penjahat besar yang
nekat. Mereka menyerbu penjaga-penjaga penjara dan dapat

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 312


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

merebut banyak senjata. Sesudah itu mereka meluruk kearah


pintu sebelah timur untuk mencoba menerobos keluar.
Dengan gusar kepala penjara mengamuk dengan goloknya
dan dalam sekejap mata, beberapa tahanan sudah roboh binasa.
Melihat begitu, sambil membentak keras, Hie Kok melompat dan
menyambar pundaknya kepala penjara itu, yang begitu tercekal,
langsung merasakan kaki- tangannya kesemutan dan goloknya
jatuh diatas tanah. Hie Kok menjinjing korbannya dan
mencemplungkannya kedalam sumur!
Dilain pihak, sesudah membakar Gudang rumput dipenjara
sebelah utara, Thia Siauw Thian juga langsung mendobrak pintu-
pintu sel dan para penghuninya langsung saja berhamburan keluar
menerobos keluar. Semakin lama api menjadi semakin besar.
Semua serdadu dan sipir yang sudah cukup kebingungan dalam
menghadapi beberapa musuh yang berkepandaian tinggi dan para
tahanan yang mencoba untuk menerobos keluar, manalah
mempunyai semangat lagi untuk memadamkan api?
Dipenjara sebelah timur, Hong Tie dan Ciat Seng memeriksa
semua sel yang sudah didobrak, tetapi mereka tidak dapat
menemukan Kie Teng Peng. Mereka lalu meninggalkan penjara
itu dan mencari Hie Kok. Tetapi Hie Kok dan Jiam Kong pun
tidak dapat menemukan orang yang mau ditolong itu. Mereka
menjadi bingung dan merasa heran tidak habisnya. Dimana
adanya Kie Teng Peng? Ketika itu pintu depan dari penjara besar
sudah kena didobrak oleh para tahanan yang langsung menerobos
keluar penjara.
“Para tahanan pada menerobos keluar, urusan ini menjadi
besar,” kata Hong Tie. “Kie losianseng
ternyata tidak berada disini. Marilah kita menyingkirkan
diri.”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 313


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Saat itu, Thia Siauw Thian pun sudah menggabungkan diri


dengan mereka berempat. Dengan gesit mereka lalu melompat
keatas tembok sebelah barat, tetapi baru saja mereka mau
melompat turun, diatas tembok sebelah selatan kelihatan muncul
tiga bayangan hitam yang mendatangi kearah mereka dengan
cepat sekali.
Mereka tahu, congtok sudah mendapat berita tentang
pembongkaran penjara dan mengirim orang-orangnya untuk
membantu.
Hong Tie berlima lalu melompat turun dan lari kejalanan
bukit.
Baru saja mereka melewati beberapa petak sawah, orang-
orang yang mengejar sudah hampir tiba, Hong Tie menoleh dan
dapat melihat, bahwa orang yang mengejarya adalah Pat-po-kim-
sian Un Kim Lun, yang kedua Hoa-lie-long-tiap Cio Hui Sian,
sedangkan yang paling belakang ia tidak kenal.
“Sahabat!“ berseru Un Kim Lun. “Kalian sudah datang,
mengapa juga harus cepat-cepat pergi? Mari minum teh dahulu!”
Hong Tie mengetahui, sekarang mereka tidak dapat
meloloskan diri lagi, maka ia lalu menghentikan langkahnya dan
menunggu sambil melintangkan pedangnya.
“Murid murtad!”membentak Hong Tie. “Kau mau apa?”
Dalam keadaan yang gelap, Kim Lun tidak melihat nyata
mukanya Hong Tie, mendengar suaranya,
ia lalu mengenali dan mengeluarkan satu suara “ih”.
“Kalau begitu Kam suheng,” ia berkata dengan suara
terkejut.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 314


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hong Tie adalah murid Butongpay dan dengan Kim Lun


masih pernah sebagai saudara seperguruan. Disebabkan
melanggar peraturan Butongpay dan tidak mau menerima
hukuman, Kim Lun telah dikeluarkan dari perguruan dan partai
dan kemudian menghamba kepada bangsa Boan. Sudah lama
Hong Tie ingin memberikan pengajaran kepada murid murtad itu,
tetapi disebabkan ia terlalu sibuk, dalam beberapa tahun ini ia
belum dapat kesempatan. Tidak dinyana, malam itu mereka dapat
bertemu dikota Hangciu.
Mendengar Kim Lun tadi memanggilnya “Suheng“ (kakak
seperguruan), Hong Tie menjadi sangat mendelu dan membentak:
“Siapakah suheng-mu? Didalam perguruan Butong, tidak ada
murid yang begitu tidak tahu malu!“
Sebagai orang yang beradat tinggi dan angkuh, Kim Lun
langsung saja naik amarahnya mendengar cacian Hong Tie.
“Kam Hong Tie!“ ia membentak. “Dengan memanggil suheng,
tandanya aku masih memandangmu. Biarlah kau ketahui, bahwa
si orang bermarga Un tidak takut kepadamu dan malam ini aku
mau minta pengajaranmu!“ Sehabis berkata begitu, ia lantas maju
sambil mengangkat pedang Thay-it-kiam.
“Tahan!“ kata Hong Tie. “Kau bertiga dan akupun
mempunyai kawan-kawan. Sekarang aku mau bertanya dahulu,
apa kau mau bertempur satu lawan satu, atau mau berkelahi
secara borongan?“
“Tua bangka! Kau mempunyai nyali, kau dahulu yang maju,“
menyahut Kim Lun.
“Baiklah,“ kata Hong Tie sambil melompat keatas tanah
datar dipinggir sawah, diikuti oleh Kim Lun yang langsung saja
menerjang dengan pedangnya dengan gerakan Ya-ma-hun-cong
(Kuda Liar memecah bulu surinya).

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 315


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Melihat Kim Lun membuka serangan yang mematikan, Hong


Tie menjadi gusar sekali. Cepat- cepat ia menggeser kaki kirinya
kedepan dan badannya membungkuk, sehingga ujung pedang
musuh jatuh ketempat kosong. Hampir berbarengan, ia menikam
tenggorokan musuh dengan pedangnya. Inilah juga satu pukulan
yang mematikan yang tidak kalah hebatnya dengan serangan
musuh. Kim Lun kaget dan mengelit dengan gerakan Say-cu-
yauw-tahuw (Anak singa menggelengkan kepalanya), sambil
menangkis ujung pedangnya Hong Tie, akan kemudian
menjejakan kedua kakinya, sehingga badannya melesat
kebelakang beberapa langkah. Baru saja kakinya menginjak
tanah, Thaykek Lie-hun-kiam sudah menyambar berulang-ulang
seperti hujan angin sehingga Kim Lun menjadi repot sekali.
Selagi menyerang hebat. Mendadak Hong Tie mundur, Kim
Lun merasa heran, tetapi ia tidak mau berpikir lama-lama dan lalu
balas menyerang. Hong Tie memiringkan pedangnya sambil
mengebas dengan sepenuh tenaga. Kebasa itu luar biasa kerasnya,
sehingga pedangnya Kim Lun hampir-hampir terlepas dari
tangannya, beruntung juga ia masih keburu mengegos dan
melompat keluar dari gelanggang pertempuran. Tipu yang
barusan dikeluarkan oleh Hong Tie adalah tipu dengan
menggunakan “tenaga lunak” untuk memancing serangan musuh.
Begitu cepat pedang musuh menyambar, Hong Tie segera
memapaki dengan pedangnya, sehingga musuh yang sudah maju
tidak dapat mundur lagi dan menjadi hilang kelincahannya.
Demikian dengan mundur mendadak, Hong Tie telah
menggunakan “kelunakan” untuk melawan
“kekerasan“ lawannya, dan Kim Lun yang tidak mengenal
tipu itu, hampir-hampir saja menjadi celaka.
Hong Tie menarik pulang pedangnya dan berkata sambil
tertawa terbahak-bahak: “Orang bermarga Un! Bagus juga

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 316


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

jiwamu belum ada tulisan mampus. Kalau kau barusan tidak


kabur, kepalamu tentunya sudah berpindah tempat!“
Diejek secara begitu, Kim Lun seperti menjadi orang kalap.
Ia mengerahkan tenaganya dan menjejakkan kedua kakinya
sehingga tubuhnya langsung melesat tiga tombak tingginya.
Sambil turun kemuka bumi, ia menyabetkan pedangnya kearah
batok kepalanya Hong Tie. Melihat serangan yang sehebat itu,
Kie Ciat Seng terkesiap dan mengangkat Mo-in-kiam untuk
menolong. Tapi baru saja ia bergerak, badannya Hong Tie sudah
melesat keatas sambil membentak: “Robohlah kau!“
Kim Lun samasekali tidak menyangka, bahwa ia akan
dipapaki ditengah udara secara begitu. Mendadak saja ia
meradakan pundaknya luar biasa sakitnya, sebab ia sudah kena
pukulan musuh. Dengan sekuat tenaga, ia mencoba menetapkan
badannya agar dapat hinggap diatas bumi dengan kedua kakinya,
tetapi ia sudah tidak dapat lagi. Badannya bergoyang-goyang dan
ia bakan jatuh binasa atau sedikitnya luka berat. Kedua kawannya
mencelos hatinya, tetapi juga tidak dapat menolong.
Pada saat yang sangat genting itu, tiba-tiba satu bayangan
hitam menyambar dan mencekal bajunya Un Kim Lun, dan dilain
saat, mereka berdua sudah hinggap diatas bum dengan selamat!
Cio Hui Sian mengawasi dan mengenali, bahwa orang yang
menolong itu adalah Moh-ma-ta, si pendeta Lhama yang menjadi
pengawalnya congtok. Hatinya menjadi girang dan berkata:
“Taysu, kau datang justru pada waktu yang tepat. Ini beberapa
pemberontak hampir saja membinasakan jiawanya Un Toako.“
Lhama itu menyeringai dan sikapnya kelihatan sombong sekali.
Moh-ma-ta lebih dahulu mengawasi keempat musuhnya
dengan kedua matanya yang dalam.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 317


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Anjing-anjing Han!“ ia menuding. “Nyalimu besar sekali!


Ditengah malam buta, kalian membongkar penjara, membakar
dan membunuh Kimchee Tayjin! Sekarang aku tidak dapat
mengampuni lagi! Ha…ha… Apakah kalian pernah menyelidiki
bagaimana lihainya Moh-ma-ta? Dengan tangan kosong aku akan
bunuh kalian semua!“
Mendengar perkataannya Lhama itu, Hong Tie dan kawan-
kawannya merasa heran. Siapakah yang sudah membunuh
Kimchee itu?
Hong Tie membalas mengawasi lhama yang berbadan tinggi
besar itu, sambil tertawa-tawa. Baru saja ia ingin membuka
mulutnya, Hong Jia Kong yang sudah tidak dapat menahan sabar
lagi, sudah mendahului membentak: “Pendeta anjing! Jangan
banyak bacot!” Berbarengan dengan bentakan itu, Hong-lui-kiam
sudah menyambar kearah kepalanya. Dengan tenang lhama itu
mengebas dengan tangan bajunya yang besar, sedangkan kelima
jari kirinya yang terpentang seperti cakar elang mencoba untuk
mencengkeram batok kepalanya Jiam Kong. Dengan
memiringkan kepalanya Jiam Kong mengelit cengkeraman itu
dan berbarengan pedangnya menyambar lengannya si Lhama
yang sedang meluncur keluar. Melihat serangan yang hebat itu,
sebaliknya dari berkelit, Moh-ma-ta memapaki dengan lengan
bajunya. Satu bentrokan terjadi! Jiam Kong terkesiap, sebab ia
merasakan adanya dorongan tenaga yang luar biasa besarnya,
sehingga Hong-lui-kiam hampir-hampir terlepas dari
cekalannya! Mendapatkan pengalaman seperti itu, ia tidak berani
memandang ringan musuhnya lagi.
Secara hati-hati Jiam Kong memulai menyerang lagi dengan
menggunakan ilmu pedang Honglui Kiamhoat yang menjadi
andalannya. Sesudah lewat beberapa jurus, seperti angin puyuh
Hong- lui-kiam menyambar dan mengenai tepat pada dengkulnya

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 318


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Moh-ma-ta. Tetapi……….. sebaliknya dari terluka, adalah


pedangnya Jiam Kong yang mental berbalik, seperti kena
didorong dengan tenaga yang tidak terlihat. Jiam Kong terkesiap
dan ia baru mengetahui, bahwa pendeta lhama itu mempunyai
ilmu kebal yang tidak mempan oleh senjata. Didalam kagetnya
Jiam Kong, menarik pulang pedangnya, tetapi pundak kirinya
sudah terkena disambar oleh jari Moh-ma-ta dan dirasakan
olehnya sakit sekali, sehingga ia cepat-cepat melompat mundur.
Sambil menggertakkan giginya, ia maju menyerang lagi, tetapi
Hong Tie sudah keburu melompat menghalangi dengan berkata:
“Loo-hong, biarlah aku yang menjajal kepandaian pendeta anjing
ini!” Berbareng dengan itu, Lie-hun-kiam sudah menyambar jalan
darah Tay-toa-hiat Moh-ma-ta. Sambil tertawa keras, Moh-ma-ta
mengebaskan kedua lengan bajunya, tetapi Hong Tie sudah
menarik pulang pedangnya. Sesudah mereka bertempur belasan
jurus, Thia Siauw Thian menjadi tidak sabaran lagi dan sambil
melompat, ia menyabet pinggangnya Moh-ma-ta.
“Bangsa tikus! Jangan membokong!“ membentak Cio Hui
Sian yang langsung menyambut dengan pedangnya. Dengan satu
suara “traaang!” yang sangat keras, lelatu api mulai berhamburan.
Thia Siauw Thian kaget dan melompat mundur, tetapi Hui Sian
terus menerjang dengan pedangnya. Selagi kedua orang itu
bertempur seru, kawannya Hui Sian yang bernama Lok Tiong,
yaitu pengawal dari kantor congtok, diam-diam mendekati dan
mendadak membacok punggungnya Siauw Thian dengan gerakan
Oey-tiong-cut-tong (Naga Kuning keluar dari gua).
Tetapi Siauw Thian bukannya anak kemarin sore. Begitu ia
merasakan kesiuran angin dipunggungnya, ia membuat gerakan
gertakan untuk mentotol dadanya Hui Sian, dan selagi Hui Sian
melompat mundur, goloknya diteruskan menyabet kebelakang
untuk memapaki serangan golok musuh. Didalam sabetan itu,
Siauw Thian telah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Satu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 319


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

suara keras terdengar, Lok Tiong merasakan tangannya


kesemutan dan goloknya hampir- hampir terlepas dari
cekalannya.
Dilain saat, Hui Sian sudah menerjang lagi, tetapi kena
dipapaki oleh Kie Ciat Seng yang sedari tadi, terus memasang
matanya dengan waspada sekali. Dengan kelincahannya, Ciat
Seng melayani musuh yang tangguh itu. Melihat serentetan
serangannya tidak membawa hasil, Ciat Seng segera merubah
cara bersilatnya dan merangkap serangan pedangnya dengan
serangan Lian-hoan-tui (Tendangan berantai) yang saling susul
tidak hentinya. Dengan kerepotan Hui Sian berkelit dan
melompat berkali-kali untuk meloloskan diri dari serangan yang
bertubi-tubi itu,
tetapi akhirnya tokh kakinya Ciat Seng mampir juga pada
pundaknya. Badannya Hui Sian terhuyung dan mundur beberapa
langkah. Baik juga ia mempunyai tenaga dalam yang cukup kuat,
sehingga dilain saat, ia mendapatkan kembali keseimbangannya.
“Bocah, sekali ini Cio- toaya tidak dapat mengampuni kau lagi!“
ia membentak sambil maju menyerang lagi sehebat- hebatnya.
Dilain pihak, selagi Lok Tiong mau menyerang Siauw Thian
kembali, mendadak ia merasakan kesiuran angin tajam
dibelakangnya. Cepat-cepat ia memajukan satu kakinya dan
membalikkan badannya sambil menyabet kebelakang dengan
goloknya dengan gerakan Giok-bong-hoan-sin (Ular besar
membalikkan diri). Orang yang menyerang itu adalah Hie Kok,
yang lalu mengelit sambil menotok pundaknya dengan tangan
kiri. Oleh karena goloknya sedang menyabet, Lok Tiong tidak
keburu menarik pulang lagi senjata itu. Ia hanya dapat menarik
napasnya, untuk membuat badannya mengkerut, tetapi tokh tidak
urung pundak kanannya kena terpukul juga. Tetapi ternyata Lok
Tiong ulet sekali. Badannya bergoyang-goyang tetapi tidak

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 320


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

sampai roboh dan dilain saat ia sudah membacok lagi dengan


goloknya. Hie Kok membalikkan tangannya yang mengenakan
tepat pula pada belakangnya golok musuh. Lok Tiong merasakan
tangannya kesemutan, dan sebelum ia dapat berbuat apa-apa,
kakinya Hie Kok sudah mampir dibetisnya dan tanpa ampun lagi
ia roboh terguling.
Tetapi Lok Tiong benar-benar bandel. Begitu roboh, ia
melompat bangun dengan gerakan Hie- yauw (Ikan meletik), dan
lalu menyerang lagi dengan goloknya. Tetapi baru saja beberapa
gebrakan, ia kembali kena terpukul mental sampai setombak
lebih jauhnya dan goloknya terlepas dari tangannya.
Melihat temannya roboh, sambil membentak Un Kim Lun
menerjang Hie Kok dengan goloknya. Sebelum mereka berdua
bergebrak, badannya Hong Jiam Kong melesat dan menghadang
ditengah-tengah akan kemudian menikam musuh dengan Hong-
lui-kiam. Tangguh ketemu tangguh, mereka berdua tidak
sungkan-sungkan lagi dan lalu mengeluarkan pukulan-pukulan
simpanannya masing-masing. Dengan Thay-kek It-kiam, Kim
Lun menyerang dengan ilmu pedang Thay-kek Kiam-hoat,
sedangkan Jiam Kong melayani dengan Honglui Kiamhoat yang
juga tidak kurang lihainya. Setelah lewat puluhan jurus, yaitu
ketika pedangnya Kim Lun meluncur ke tenggorokannya Jiam
Kong, Hong-lui-kiam membuat satu lingkaran untuk
memunahkan serangan itu dan selagi Jiam Kong berniat
menyerang dengan pukulan Lui-hwee-sauw-thian (Api geledek
membakar langit), mendadakan saja satu sinar kuning
menyambar mukanya.
Sungguh tidak memalukan Jiam Kong mempunyai nama
yang tersohor. Dalam saat yang sangat berbahaya itu, ia masih
keburu berkelit dengan menggeser satu kakinya kebelakang dan
kim- piauw musuh jatuh diatas tanah. Orang yang melepas

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 321


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

senjata rahasia itu adalah Lok Tiong yang sambil membokong


dengan senjata rahasia, dan berbarengan melompat maju dan
menyabet Jiam Kong dengan goloknya. Pada saat itu Thay-it-
kiam juga sudah menyambar dari sebelah kanan. Digencet dari
kiri dan dari sebelah kanan dengan serangan-serangan kilat, Jiam
Kong tetap tenang. Ia memiringkan pundaknya kekiri dan
berbarengan dengan menggunakan Hong-lui-kiam membuat
sampokan goloknya Lok Tiong yang langsung terpukul balik.
Hampir pada saat itu juga, ia membalikkan badannya sambil
memutar pedangnya, yang tepat sekali mengenakan ujung
pedangnya Un Kum Lun. Satu bentrokan keras terjadi, sehingga
lelatu api berhamburan, sedangkan Jiam Kong dan Kim Lun
sama-sama melompat mundur beberapa langkah.
Dilain saat Jiam Kong kembali dikerubuti oleh Kim Lun dan
Lok Tiong. Setelah lewat lagi beberapa gebrakan, satu ketika
Hong-lui-kiam mendadak menyambar Lok Tiong yang melompat
mundur beberapa langkah untuk meloloskan diri. Pada detik itu,
pedangnya Kim Lun menyambar dan dengan suara “brett“, baju
dipundak Jiam Kong robek kira-kira lima dim, tetapi pada saat itu
juga sepotong batu mengenai tepat pedang Thay-it-kiam sehingga
Kim Lun merasakan tangannya kesemutan dan ujung pedang
melenceng kesamping.
Kim Lun melirik dan melihat Hie Kok sedang tersenyum-
senyum. Ternyata orang yang barusan saja menimpuk dengan
batu, Hie Kok adanya. Bukan main gusarnya Kim Lun. Sambil
menjejakan kedua kakinya, ia menerjang Hie Kok, tetapi
pedangnya Jiam Kong sudah keburu menyambar, sehingga ia
terpaksa mengurungkan niatnya dan menyambut Hong-lui-kiam.
Saat itu, Lok Tiong sudah menubruk lagi. Thia Siauw Thian
tidak dapat menahan sabar lagi dan menyelak ditengah sambil
membentak: “Apakah kau tidak malu main keroyok secara

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 322


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

begitu?“ Demikianlah mereka berdua, langsung saja sudah saling


serang menyerang dengan sangat serunya.
Baru saja bertempur beberapa gebrakan, Lo Tiong yang
rupanya suka sekali memainkan senjata rahasia, sudah menimpuk
Siauw Thian dengan sebatang kimpiauw. Siauw Thian
memiringkan kepalanya untuk mengelit senjata rahasia, dan
kemudian dengan perasaan gusar, ia menyabetkan goloknya
kearah batok kepalanya musuh. Lok Tiong mengelit dengan
memapaki golok musuh dengan goloknya sendiri. Tetapi kali ini,
dalam kegusarannya, Siauw Thian telah menggunakan tenaga
dalamnya sepenuh-penuhnya, sehingga Lok Tiong yang kalah
tenaga, langsung jatuh roboh dan goloknya terpental dari
tangannya.
Siauw Thian tidak mau memberi hati kepada lawannya.
Goloknya diteruskan membacok tubuhnya musuh yang sudah
roboh. Pada saat itu mendadakan saja ia merasakan pundak
kanannya didorong keras, badannya mental setombak lebih dan
lalu jatuh terduduk diatas tanah.
Siauw Thian terkesiap. Tenaga yang mendorong dia, adalah
tenaga yang bukan main besarnya. Cepat-cepat ia menjemput
goloknya dan melompat bangun. Begitu bangun, ia melihat
dihadapannya berdiri satu manusia yang seperti raksasa besarnya,
dengan otot-otot yang menakutkan.
“Apakah dia bukannya Sat Bok Kek, raksasa dari So-lun
yang berjuluk Hek-liong-kang Sin-lek-su
(Raksasa Malaikat dari Hek-liong-kang)?” tanya Siauw
Thian didalam hatinya.
Dugaan Siauw Thian tidak salah. Orang itu memang benar
Sat Bok Kek adanya. Melihat datangnya pertolongan hatinya Lok
Tiong menjadi girang sekali. Cepat-cepat ia melompat bangun

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 323


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

dan mengambil goloknya. “Sat Bok Kek!” katanya. “Kebetulan


sekali kau datang kesini. Beberapa orang itu adalah buronan yang
telah membunuh Kimchee Tayjin. Jangan biarkan mereka
melarikan diri.“
Mendengar begitu, kedua matanya Sat Bok Kek mengawasi
Siauw Thian seperti seekor binatang liar sedang mengawasi
korbannya. Mendadak ia meraba pinggangnya dan mengeluarkan
sepasang liu-seng-tui (bandringan), tembaga yang mengeluarkan
sinar keemas-emasan. Ia maju selangkah dan menimpahkan
bandringannya kekepalanya Siauw Thian. Tali bandringan itu
panjangnya delapan kaki, sedangkan pada ujungnya dipasang
tembaga bulat yang seperti martil. Mengetahui bahwa musuhnya
mempunyai tenaga luar biasa besarnya, Siauw Thian berani
menyambuti, tetapi ia alu melompat kebelakangnya satu batu
besar. Melihat serangannya yang pertama luput, Sat Bok Kek
menimpah lagi dengan tui yang dipegang dengan tangan kirinya.
Siauw Thian menundukkan kepalanya dan kembali melompat
menyingkir. Karena sang korban menghilang, liu-seng-tui tepat
menimpah batu besar itu. Satu suara menggeledek terdengar dan
berbarengan dengan muncratnya lelatu api, batu itu hancur
berantakan.
Melihat dua serangannya tidak berhasil, Sat Bok Kek
menjadi gusar sekali. Ia memutar kedua bandringannya yang lalu
menyambar-nyambar sepertihujan dan angin. Menghadapi
raksasa itu Siauw Thian menggunakan siasat “main petak
umpat“. Ia berkelit kekiri-kanan dan berlari-lari keempat penjuru
untuk menyingkirkan diri dari serangan-serangan yang seperti
geledek dan oleh karena ilmu meringankan tubuhnya lebih tinggi
setingkat dari pada Sat Bok Kek, maka musuh itu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 324


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

selalu tidak dapat menyandak dia. Sat Bok Kek berteriak-


teriak seperti orang kalap, tetapi itu semua tidak menolong dalam
menghadapi musuh yang berkelahi dengan menggunakan akal.
Melihat begitu Lok Tiong segera mengambil keputusan
untuk membantu. Ia menggenjot badannya dan mencegat Siauw
Thian sambil membacok dengan goloknya. Siauw Thian terkesiap
dan mengelit goloknya Lok Tiong, tetapi pada saat itu, liu-seng-
tui juga sudah menyambar kearah punggungnya.
“Celaka!” ia berseru dengan suara ditenggorokannya. Ia
ingin melompat, tetapi goloknya Lok
Tiong menghalangi dia.
Pada saat yang sangat berbahaya ini, Hie Kok sudah
menggenjot badannya yang melesat bagaikan anak panah dan
pedang pendeknya memapaki rantai liu-seng-tui yang langsung
putus menjadi dua bagian.
Sat Bok Kek kaget sampai ternganga. Barusan senjatanya
hanya terpisah beberapa dim saja dari batok kepalanya Siauw
Thian, maka siapakah yang dapat menduga, bahwa pada saat
terakhir, Hie Kok masih dapat menolong. Sesudah putus
rantainya, sang martil (tui, tembaga bulat) terus melesat dan jatuh
tepat pada pundaknya Moh-ma-ta yang sedang bertempur dengan
Kam Hong Tie. Moh-ma-ta menggoyangkan pundaknya dan
martil itu mental kembali setombak jauhnya, akan kemudian
jatuh melesak kedalam tanah!
Melihat tenaga dalam musuhnya yang begitu hebat, Hong
Tie menjadi kaget. Ia memegang keras Lie-hun-kiam dan
mencecar dengan serangan-serangan yang membinasakan. Sambil
bersiul keras, Moh-ma-ta lalu merubah cara dia bersilatnya.
Kedua kakinya melangkah menurut kedudukan pat-kwa,
sedangkan kedua tangan bajunya tidak hentinya mengebut,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 325


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

kesana-sini, dimana setiap kebutan disertai dengan tenaga yang


sangat besar. Sesudah bertempur lagi beberapa lama, tangannya
Moh-ma-ta mampir pada pundaknya Hong Tie, dan jika ia tidak
mempunyai tenaga dalam yang cukup kuat dia akan roboh disitu
juga.
Semakin lama Hong Tie merasakan keadaan yang semakin
berbahaya. Ia tahu, jika pertempuran diteruskan, maka dipihaknya
bakal ada yang binasa atau setidaknya akan terluka berat. Juga
ada kemungkinan bahwa tidak ada satupun yang dapat
meloloskan diri. Ia melirik dan dapat melihat Jiam Kong sedang
bertempur seru melawan Kim Lun, sedangkan Ciat Seng sedang
melayani Hui Sian hanya berada sedikit diatas angin. Disebelah
kiri, Sat Bok Kek sudah melemparkan liu-seng-
tuinya yang satu lagi dan sedang mengejar Siauw Thian
dengan tangan kosong. Hie Kok juga tidak dapat memberikan
bantuan, sebab ia sudah kena “diikat” oleh Lok Tiong.
Segera juga Hong Tie mengambil keputusan. Sambil
mengelit serangan Moh-ma-ta, ia melompat
keluar dari gelanggang dan berseru: “Mundur!“
Mendengar teriakannya Hong Tie, Siauw Thian segera
meloloskan busurnya dan melepaskan tiga batang coan-in-cian
dengan berbareng. Tetapi serangannya itu tidak berhasil, sebab
tiga batang anak panah itu dengan mudah sudah sampok jatuh
oleh Sat Bok Kek.
“Mundur ke bukit!“ Hong Tie berseru lagi. Berbarengan
dengan teriakannya Hong Tie, dari sebelah selatan-timur muncul
tiga bayangan hita, yang mendatangi dengan cepat sekali.
Melihat jumlah musuh menjadi semakin banyak, Hie Kok
menggertakkan giginya dan langsung menurunkan tangannya
tanpa sungkan-sungkan lagi dan dalam beberapa gebrakan saja, ia

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 326


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

sudah membuat terpental tubuhnya Lok Tiong. Sesudah


merobohkan musuhnya, Hie Kok langsung mengejar Sat Bo Kek
yang sedang mengejar Siauw Thian.
Jiam Kong sedang bertempur melawan Un Kim Lun juga
mengetahui datangnya bala bantuan musuh. Ia lalu menyerang
musuhnya dengan pukulan “ie-ta-pa-chiauw (Hujan memukul
daun pisang). Seperti hujan gerimis yang saling susul, Hong-lui-
kiam mencecar bagian perutnya Kim Lun, sehingga mau tidak
mau, ia harus mundur beberapa langkah. Jiam Kong menerjang,
pedangnya menyambar.sedangkan tangan kirinya menghantam
dadanya Kim Lun dengan pukulan Hong-lui-ciang (Pukulan
angin geledek). Kim Lun terkesiap dan melompat mundur untuk
meloloskan diri dari dua rupa serangan yang hebat itu.
Jiam Kong pun lalu menarik pulang pedangnya dan dengan
sekali menggenjot, badannya melesat kebelakangnya Hui Sian
yang langsung dibabat kakinya.
Cio Hui Sian yang baru saja memunahkan satu serangan Ciat
Seng, mendadak merasakan datangnya satu serangan bokongan.
Cepat-cepat ia mengegos pudak kirinya dan memajukan kaki
kirinya kedepan, sambil membalikkan badannya dan menikam
dengan pedangnya yang lewat dipinggir telinganya Jiam Kong.
Melihat serangannya meleset, Jiam Kong lalu melompat mundur.
Sementara itu tiga musuh yang baru datang sudah tiba
diarena pertempuran. Bagaikan kilat dengan ilmu Kin-na-chiu,
Hong Tie menyambar satu diantaranya yang lalu dilemparkan
kurang lebih setombak jauhnya. “Lekas mundur!” ia berseru.
Jiam Kong dan Ciat Seng memutar pedangnya seperti kitiran
baling-baling untuk melindungi badan dan melompat tinggi akan
kemudian meloloskan diri dari kepungan musuh. Hong Tie
sendiri mengamuk hebat dan Lie-hun-kiam menyambar-nyambar
tiada hentinya, sehingga beberapa musuhnya pada mundur

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 327


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

dengan hati yang sangat jeri. Menggunakan kesempatan itu, ia


juga langsung melompat keluar dari gelanggang pertempuran dan
kabur kearah bukit.
Melihat kaburnya Hong Tie dan kawan-kawannya, Moh-ma-
ta mengeluarkan enam batang senjata rahasia arit terbang.
“Pemberontak mau lari kemana?“ ia membentak sambil memburu
dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh Co-siang-hui
(Terbang diatas rumput).
Setelah mengejar beberapa saat, ia sudah berada pada jarak
yang dapat dicapai oleh senjata arit terbangnya. Tangan kanan
dan kirinya masing-masing mencekal tiga batang senjata rahasia.
Dengan hati girang ia lalu mengayunkan tangan kanannya kekiri
dan tangan kirinya kekanan dan enam arit terbang, lalu melesat
kearah Hong Tie.
Arit terbangnya Moh-ma-ta harus dilepaskan dalam gerakan
menggunting, yaitu dari kiri dan kanan. Jika tidak mengenai
sasaran, senjata itu bisa balik ketempat asalnya. Arit terbang itu
adalah senjata tunggal yang dibuat dan dilatih oleh Moh-ma-ta
sendiri. Bentuknya seperti arit dan sangat tipis, beratnya kurang
lebih tiga tahil (1 tahil=37,8 gr), panjangnya lima dim dan tajam
luar biasa. Sebelum dapat digunakan, arit itu terlebih dahulu
direndam didalam air racun yang terdiri dari bisanya ular,
kelabang dan laba-laba, sehingga siapapun yang terkena tentunya
akan binasa dalam waktu enam jam, kalau tidak mendapatkan
obat pemunah.
Semuanya Moh-ma-ta mempunyai duapuluh empat batang
arit terbang. Terhadap musuh yang biasa, ia hanya menggunakan
tiga sampai enam batang, tetapi kalau bertemu dengan musuh
Tangguh, ia akn menyerang dengan duabelas batang dengan
berbarengan. Arit itu dapat mengenakan sasarannya dalam jarak
satu tombak. Disebabkan gerakan menyerangnya seperti

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 328


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

menggunting, maka orang yang kena diserang sukar sekali untuk


meloloskan diri.
Selagi enak berlari, Hong Tie mendadak mendengar suara
luar biasa dibelakangnya. Sebagai seorang yang mempunyai
banyak pengalaman dikalangan kangouw, telinganya dapat
membedakan suaranya macam-macam senjata rahasia. Dari
suaranya, segera ia mengetahui,
bahwa senjata rahasia yang sedang menyambarnya adalah
senjata rahasia tunggal yang istimewa. Juga dari suaranya yang
ramai, ia tahu, bahwa senjata itu bukannya satu atau dua saja.
Tanpa menoleh, Hong Tie mengerahkan tenaga dalamnya
pada kedua kakinya, dan dilain saat, badannya sudah melesat
tinggi ketengah udara. Berbarengan dengan itu enam arit terbang
menyambar tempat kosong dan kemudian memutar balik kearah
Moh-ma-ta yang segera menangkapi dengan kedua tangannya.
Saat itu Hong Tie sudah terpisah kurang lebih 30 tombak
disebelah depannya.
Sesudah lolos dari serangan arit terbang, Hong Tie segera
menyusul Jiam Kong dan Ciat Seng. Dengan menggunakan ilmu
meringankan tubuh, mereka bertiga kabur masuk kedalam hutan
dimana terdapat satu jalanan kecil yang berbelok-belok.
Waktu itu adalah permulaan musim
dingin dan daun-daun sudah mulai pada rontok dari
cabangnya, sehingga sinar rembulan yang remang-remang dapat
menembus kejalanan itu. Sambil berlari, mereka menengok
kesana-sini, tetapi tidak dapat mendapatkan Hie Kok dan Siauw
Thian.
“Musuh bakalan segera mengejar sampai disini,“ kata Hong
Tie. “Sekarang paling baik kita memutar kejurusan barat untuk

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 329


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

keluar dari hutan. Barangkali saja kita dapat bertemu dengan


Loosu dan Siauw Thian.“
“Raksasa dari Solun itu luar biasa besar tenaganya, mungkin
Thia Lauwtee bukan tandingannya,”
berkata Jiam Kong. “Biar bagaimanapun juga kita harus
mencari mereka sampai dapat“
Hong Tie menganggukkan kepalanya dan mereka bertiga lalu
berlari-lari memutari hutan. Lari tidak berapa jauh, pada lamping
bukit sebelah kiri kelihatan tiga bayangan hitam yang berkelebat
seperti orang sedang bermain petak umpat. Hong Tie yang
matanya sangat tajam, langsung dapat melihat, bahwa dua orang
yang gerakannya sangat gesit, sedang mengerubuti satu raksasa.
Orang yang bertangan kosong adalah Hie Kok.
“Mereka sedang bertempur, lekas!“ berseru Hong Tie.
Mereka bertiga langsung saja memburu kelamping bukit
secepatnya.
Ketika itu Sat Bok Kek sedang “diikat“ oleh Hie Kok dan
Siauw Thian. Beberapa kali kepalan Hie
Kok mampir dibadannya, tetapi raksasa itu seperti juga tidak
merasakannya. Baru saja Hong Tie
bertiga tiba disitu, Moh-ma-ta dan belasan musuh lainnya
juga sudah menyusul dan dalam sekejap mereka sudah
mengurung Hong Tie dan kawan-kawannya.
Tetapi sebelum mereka bergerakan, goloknya Siauw Thian
ditendang oleh Sat Bok Kek, sehingga bukannya sang golok saja
yang terbang, tetapi badannya Siauw Thian pun terpental kurang
lebih setombak jauhnya dan hampir-hampir tergelincir kebawah
lamping bukit. Siauw Thian cepat- cepat menarik napas panjang
dan bangun berdiri, akan kemudian menggenjot badannya kearah

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 330


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hong Tie dan kawan-kawannya. Hie Kok pun lalu memungut


goloknya Siauw Thian dan mempersatukan diri dengan Hong Tie
sekalian. Sat Bok Kek mengeluarkan satu gerengan dan bergerak
untuk menyerang lagi.
“Sat Bok Kek,“ kata Moh-ma-ta. “Tunggu dulu, aku ingin
berbicara!“
“Baiklah,“ kata Sat Bok Kek sambil melompat keluar dari
gelanggang pertempuran.
Moh-ma-ta maju selangkah dan membentak: “Kam Hong
Tie! Kali ini kalian sudah masuk kedalam neraka, jangan
bermimpi dapat meloloskan diri lagi! Ha..ha…! Kalau mau hidup
cepat-cepat buang senjatamu dan ikutilah aku!“
Hong Tie menggertakkan giginya dan menjawab sambil
tertawa tawar: “Hweesio anjing! Tidak
sukar untuk aku mengikuti engkau, hanya senjataku ini tidak
mengijinkannya!”
Perkataannya Hong Tie sudah membuat Lok Tiong tidak
dapat menahan sabar lagi dan sambil membentak, ia membacok
dadanya Hong Tie dengan gerakan Oey-liong-jip-tong (Naga
kuning masuk kelubang). Dengan tenang Hong Tie menggeser
badannya, tetapi sebelum ia balas menyerang, Kie Ciat Seng
sudah mendahului menyampok golok musug dengan Mo-in-kiam,
Lok Tiong menarik pulang goloknya sambil mundur dua langkah,
tetapi Ciat Seng tidak memberi hati kepadanya dan melompat
maju sambil menikam mukannya musuh. Lok Tiong
membalikkan tangannya iuntuk menempel pedangnya Ciat Seng,
tetapi tidak dinyana serangan Ciat Seng yang barusan adalah
hanya gertakan semata, sebab baru sampai ditengah jalan, Mo-in-
kiam sudah berubah gerakannya dan menyambar pundaknya Lok
Tiong. Sedapat-dapatnya ia mengegos, tetapi ujung pedang sudah

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 331


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

merobek baju dipundaknya. Lok Tiong mengeluarkan keringat


dingin dan melompat mundur beberapa langkah.
Sesudah menetapkan hatinya,seperti orang yang kalap Lok
Tiong menerjang lagi dengan goloknya. Melihat musuhnya
berkelahi secara nekat, tanpa memikirkan keselamatan diri
sendiri,
Ciat Seng melayaninya dengan sangat hati-hati dan
berbarengan mengirim serangan-serangan balasan hebat. Setelah
serang menyerang belasan jurus, Ciat Seng mendadak berhenti
dan menyapu kakinya musuh dengan gerakan Hong-sauw-kouw-
kie (Angin menyapu cabang kering). Lok Tiong melompat sambil
menyabetkan goloknya kebawah. Satu bentrokan keras antara
kedua senjata terdengar dan lelatu api berhamburan. Dalam
serangannya itu, Ciat Seng telah menggunakan tenaga dalam
yang sepenuhnya, sehingga Lok Tiong merasakan tangannya
kesemutan dan badannya sempoyongan beberapa langkah.
“Lok-heng mundur dahulu. Biarlah aku yang membereskan
manusia itu!“ berseru Cio Hui Sian yang langsung melompat
kehadapannya Ciat Seng sambil menyabet dengan pedangnya.
Baru saja bertempur beberapa jurus, mau tidak mau Hui Sian
harus mengakui, lihainya pemuda itu, yang dalam usianya yang
masih begitu muda, sudah mempunyai tenaga dalam yang begitu
kuat dan ilmu pedang yang sedemikian bagus.
Melihat sesudah lewat beberapa jurus, Hui Sian masih belum
dapat berada diatas angin, Lok Tiong segera turun tangan untuk
membantu. Tetapi Hong Tie yang selalu menjaga dengan
waspada, segera melompat dan memapaki Lok Tiong dengan Lie-
bun-kiam. Orang marga Lok itu, tentu saja bukan tandingannya
Kanglam Tayhiap. Bertempur belum lama, tangannya Hong Tie
menyambar dadanya bagaikan kilat dan dengan satu suara “buk!”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 332


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

dua tulang dadanya Lok Tiong patah, badannya terpental


setombak lebih dan ia roboh tanpa dapat bangun lagi.
Berbarengan dengan robohnya Lok Tiong, belasan musuh
segera menghunus senjatanya dan menyerbu kedalam gelanggang
pertempuran.
Bagaikan kilat tangannnya Sat Bok Kek yang seperti besi,
menyambar pudaknya Siauw Thian, yang lalu diangkat tinggi-
tinggi. Siauw Thian mencoba berontak dengan sekuat tenaga,
tetapi manakah ia dapat meloloskan diri dari cengkeramannya si
raksasa. “Tidak kusangka, aku Thia Siauw Thian harus binasa
ditempat ini,“ ia mengeluh dengan suara ditenggorokan. Saat itu
ia merasakan badannya diayun dan dilemparkan kebawah
lamping bukit!
Hie Kok menjerit, bahna kegetnya. Sekuat tenaga ia
menjejakan kedua kakinya dan badannya langsung melesat dalam
gerakan It-ho-chiong-thian (Burung Ho menembus langit) dan
kemudian, seperti burung ia melayang kebawah bukit untuk
menolong Siauw Thian.
Sesudah melemparkan Siauw Thian, Sat Bok Kek menerjang
Jiam Kong yang ia juga mencoba untuk mencengkeram
pundaknya. Hampir saja Jiam Kong mengalami nasib seperti
Siauw Thian,
tetapi ia beruntung ia masih dapat berkelit. Melihat
cengkeramannya gagal, Sat Bok Kek membabat dengan
tangannya. Waktu Jiam Kong mengelit, angin pukulannya itu
menimbulkan rasa pedas pada kulit badan. Melihat tenaga musuh
yang sedemikian hebat, Jiam Kong segera mengeluarkan Honglui
Kiamhoat dan berkelahi dengan mengandalkan kegesitan
badannya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 333


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Dilain pihak, Hong Tie sudah diterjang oleh satu musuh yang
bersenjatakan dua gaetan. Orang itu adalah pahlawan dari
ketentaraan, bermarga Giam bernama Pek Song dan
kepandaiannya tidak berada dibawahnya Cio Hui Sian. Hong Tie
mengetahuinya dengan jelas, ia tidak boleh lagi sungkan-
sungkan, oleh sebab itu, begitu bergebrak, ia lalu mengeluarkan
Thaykek Kiamhoat dan pedangnya menyambar-nyambar
bagaikan hujan dan angin. Satu ketika, dengan gaetan kiri Giam
Pek Song mencoba menyampok pedangnya Hong Tie, sedangkan
gaetan kanannya manyambar pundak kiri orang. Hong Tie
memutar badannya dan berbareng menikam dengan pedangnya.
Giam Pek Song mengeluarkan seruan kaget, sebab Lie-hun-kiam
sudah hampir menempel pada dadanya.
Pada saat itulah mendadak Hong Tie merasakan kesiuran
angin tajam dibelakang kepalanya. Tidak malu Hong Tie
mendapat gelar Kanglam Tayhiap. Dibokong secara begitu, ia
masih keburu memutar badannya dan pedangnya menyabet
kebelakang secara tepat sekali menyampok senjata musuh. Orang
yang membokong ternyata Un Kim Lun adanya. Dan apa yang
lebih luar biasa adalah, pada waktu memutar badan, ia masih
dapat mengerjai kakinya yang mengenakan tepat pada pundak
Giam Pek Song, yang langsung terpental beberapa tombak
jauhnya dan jatuh terlentang. Hong Tie dan Kim Lun langsung
saja saling serang menyerang dengan sangat sengitnya. Baru ewat
beberapa gebrakan, Giam Pek Song yang rupanya sudah hilang
rasa sakitnya, sudah menyerbu pula kedalam gelanggang.
Walaupun dikerubuti oleh dua musuh yang tangguh, sedikitpun
Hong Tie tidak merasa keder. Lie-hun-kiam menyambar-nyambar
keempat penjuru untuk memunahkan serangan-serangan dan
berbarengan membalas untuk menyerang. Mendadak pedangnya
Kim Lun menyambar pundak kanannya Hong Tie secara cepat
sekali. Hong Tie mengegos pundaknya sambil mengebaskan Lie-

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 334


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

hun-kiam kesebelah kiri, sehingga Thay-it- kiam jatuh ketempat


kosong. Saat itu, gaetannya Giam Pek Song menyambar kedada
kirinya. Lie- hun-kiam yang sedang dikebaskan langsung saja
digunakan untuk membabat gaetan itu . Dengan terkejut Giam
Pek Song melompat mundur beberapa langkah. Beruntung ia juga
masih keburu mundur, kalau tidak gaetannya tentu sudah kena
terpapas kutung.
Melihat adanya kekosongan, Kim Lun juga langsung
menikam. Tanpa menengok Hong Tie memutar badannya
kesebelah kiri dan dengan gerakan Sun-sui-tui-couw (Mengikuti
Air mendorong Perahu), ia mencoba menempel pedang
musuh dengan Lie-hun-kiam. Sebagai

seorang keluaran satu perguruan, Kim Lun tahu lihainya


gerakan itu. Jika pedangnya kena ditempel, ia bisa jadi celaka.
Oleh sebab itu cepat-cepat ia menarik pulang Thay-it-kiam.
Tetapi Hong Tie mempunyai ilmu simpanan lainnya yang tidak
dikenal oleh Kim Lun. Begitu cepat tempelannya gagal, Hong Tie
memutar lengannya dan pedangnya menyambar kedengkul
musuh. Cepat luar biasa adanya serangan itu. Dengan sekali
berkelebat, ujung pedang sudah sampai. Kim Lun terkesiap
mencoba menarik kakinya. Berkat gerakannya yang cepat, ia
dapat menolong dengkulnya, tetapi betisnya kena juga tertikam
pedang!
Sambil menggereng seperti binatang terluka, Kim Lun
jumpalitan kebelakang dengan darah mengucur dari betisnya.
Cepat-cepat ia keluarkan obat luka untuk mengobati lukanya itu.
“Kam Hong Tie!” ia berteriak sambil melotot. “Sakit hati ini pasti
akan kubalas!”
“Aku sebenarnya sudah berlaku murah hati! Aku tunggu
pembalasanmu!”, jawab Hong Tie dengan suara tawar. Saat itu,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 335


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Giam Pek Song sudah menerjang lagi. Baru lewat beberapa jurus,
satu musuh baru yang bersenjatakan golok turun juga ke
gelanggang untuk membantu Giam Pek Song. Orang itu adalah
Hap Sat To. Hong Tie tidak memberikan hati lagi kepada kedua
musuhnya itu dan terus mengirim serangan-serangan berbahaya.
Belum berapa lama, dengan gerakan Hun- sauw-cian-kun
(Menyapu ribuan serdadu), Lie-hun-kiam sudah dapat membabat
putus satu gaetannya Giam Pek Song, yang kalau tidak keburu
melompat tentu sudah mendapat nasib seperti gaetannya itu.
Saat itu matanya Hong Tie yang jeli, dapat melihat dua
bayangan melayang turun kebawah bukit. “Celaka!” ia berkata
didalam hatinya. Ia tahu kedua orang itu mempunyai maksud
yang tidak baik. Sebagaimana diketahui tadi Hie Kok telah
melompat turun untuk menolong Siauw Thian yang dilemparkan
oleh Sat Bok Kek. Hong Tie pun mengenali, bahwa salah satu
orang yang melayang turun itu adalah Moh-ma-ta sendiri.
Mengingat lihainya pendeta lhama itu yang mempunyai arit
terbang yang beracun, Hong Tie menjadi sangat menguatirkan
keselamatan Hie Kok dan Siauw Thian. Ia berniat untuk
menyusul, tetapi Hap Sat To sudah menerjang dia berulang-
ulang.
Mengetahui lihainya Kanglam Tayhiap, Hap Sat To lalu
menyerang dengan ilmu golok Kiebun Tohoat yang mempunyai
tujuh puluh tiga jurus. Goloknya berkelebatan saling susul
menyusul seperti hujan deras. Hong Tie lalu langsung melayani
dengan ilmu silat Thaykek, yang dengan kelunakan melawan
kekerasan dan berubah-ubah tidak henti-hentinya membuat
goloknya Hap Sat To selalu berada didalam jarak tiga kaki dari
dirinya. Hap Sat To yang adatnya sangat berangasan menjadi
sangat jengkel dan lalu menyerang secara membabi buta dan ini
tentunya

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 336


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

justru adalah keuntungan bagi Hong Tie. Lewat lagi


beberapa jurus, dengan sekuat tenaga Hap Sat To menyabetkan
goloknya kekepala musuhnya. Hong Tie mengelit dan sang golok
menyabet tempat kosong. Berbarengan dengan itu Hong Tie
menempel pedangnya kepada goloknya musuh dan lalu
mendorong dengan gerakan Sun-sui-tui-couw (Mwngikuti aie
mendorong perahu). Hap Sat To tidak dapat mempertahankan
dirinya lagi. Goloknya terbang keawang-awang, sedangkan ia
sendiri jatuh terduduk.
Hong Tie melompat untuk memberekan musuh itu, tetapi
Tan Thian Cu yang bersenjata poan- koan-pit sudah
menghadang didepannya. Hap Sat To jadi mendapatkan
kesempatan untuk bangun dan memungut goloknya, akan
kemudian menyerang lagi, sehingga Hong Tie kembali dikerubuti
oleh dua musuh.
Sekarang Hong Tie benar-benar gusar. Ia mengerahkan
tenaganya dan memutar pedangnya, sehingga seluruh gelanggang
seolah-olah ditutupi oleh sinar Lie-hun-kiam. Mendadakan saja
Lie- hun-kiam menyambar pundaknya Hap Sat To. Ia mencoba
membanting dirinya, tetapi sudah tidak keburu lagi dan dengan
satu teriakan kesakitan, pundaknya berlubang dan ia terus
melarikan dirinya.
Tan Thian Cu pun tidak dapat bertahan lama. Beberapa saat
kemudian, badannya yang besar terpental dan ia jatuh tersungkur,
sedangkan poan-koan-pitnya yang dipegang dengan tangan
kanannya juga ikut terlempar. Ternyata lengan kanannya kena
ditotok sehingga tidak dapat digerakkan lagi. Ia memaki kalang
kabut dan menimpuk dengan poan-koan-pit yang dipegang oleh
tangan kirinya. Hong Tie melompat kesamping sambil menyabet
dengan pedangnya dan poan-koan-pit itu langsung kutung
menjadi dua bagian.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 337


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hong Tie menyapu dengan matanya kesekitaran situ. Ia


melihat Jiam Kong masih bertempur seru melawan Sat Bok Kek.
Walaupun raksasa itu bertenaga besar luar biasa, tetapi dengan
mengandalkan kegesitannya, Jiam Kong dapat juga melayani
dengan menggunakan siasat main petak umpat.
Sat Bok Kek gusar bukan main. Seperti orang kalap, ia
mengejar kesana kemari, sambil memukul kalang kabut dengan
kedua tangannya. Satu ketika, secara gesit sekali Jiam Kong
mencoba lolos dari bawah ketiaknya musuh. Disebabkan
terlambat satu detik, Sat Bok Kek keberu melengkungkan tangan
kanannya dan memeluk pinggangnya Jiam Kong. Dengan hati
terkesiap, Jiam Kong mengerahkan tenaga dalamnya.
Begitu berhasil memeluk pinggang musuh, Sat Bok Kek
langsung menggencet. Tetapi ia juga merasa kaget, sebab
badannya Jiam Kong keras bagaikan batu. Ia segera mengangka
ttangan kirinya dan mencoba untuk menotok tenggorokannya
musuh. Pada saat yang berbahaya itu, pedangnya Jiam Kong
berkelebat dan menggores pundaknya si raksasa yang langsung
saja mengucurkan darah. Disebabkan kesakitan pelukannya
menjadi kendur dan dengan menggunakan kesempatan itu, Jiam
Kong menjejakkan kedua kakinya sambil memberontak sekuat
tenaga dan berhasil meloloskan diri. Sat Bok Kek mengusap
lukanya dengan ludahnya dan terus mengejar sambil berteriak-
teriak.
Melihat kawannya sudah terlolos, Hong Tie segera berseru:
“Loo-heng, cepat turun kebawah! Si pendeta anjing sedang
mengejar Loo-su!”
Tanpa menjawab, Jiam Kong berlari-lari kepinggir lamping
bukit yang terjal dimana dengan sekali enjot, badannya sudah
melayang turun kebawah. Tetapi Sat Bok Kek yang sedang gusar
tidak mau melepaskannya begitu saja. Ia memanggil dengan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 338


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

suara keras dan satu pahlawan congtok segera mengikut ia


melompat turun kebawah bukit.
Waktu itu Kie Ciat Seng dan Cio Hui Sian masih terus
bertempur seru dengan belum ada yang keteter. Selagi Giam pek
Song ingin membantu, mendadak Lok Tiong berteriak keras dan
dari mulutnya keluar darah hidup. Melihat keadaan Lok Tiong
sangat berbahaya, Giam Pek Song mengurungkan niatnya untuk
membantu Hui Sian dan langsung mendukung Lok Tiong untuk
dibawa pulang kekantor congtok.
Sebagaimana diketahui Un Kim Lun telah mendapat luka
pada betisnya, tetapi luka itu tidak seberapa berat. Melihat Hong
Tie sudah tidak mempunyai lawan lagi, bersama Ma Kie Eng, ia
segera menerjang saudara seperguruannya itu. Melihat
kebandelannya Kim Lun, Hong Tie menjadi gregetan. Ia memutar
Lie-hun-kiamnya bagaikan baling-baling dan menyerang kedua
musuhnya tanpa sungkan-sungkan lagi.
Dilain pihak, melihat sesudah bertempur lama ia belum dapat
menjatuhkan musuhnya, Kie Ciat Seng menjadi mendongkol
sekali dan dengan beruntun ia mengirim serentetan pukulan-
pukulan luar biasa dengan Mo-in-kiam. Hui Sian terkejut dan
melompat kedepan dengan gerakan Hui- niauw-cut-lim (Burung
terbang keluar hutan). Kie Ciat Seng menjejakan kakinya dan
menyusul sambil menyabetkan pedangnya kearah pundak
musuhnya. Mendengar kesiuran angin tajam, sebelum kakinya
menginjak tanah, Hui Sian menggoyangkan pinggangnya dan
Kun-lun-kiam membabat kebelakang untuk menyambut
pedangnya Ciat Seng. Hui Sian cepat, tetapi Ciat Seng
lebih cepat lagi. Pedangnya terus meluncur kearah sikutnya
Hui Sian, sedangkan waktu kaki kanannya menginjak tanah, kaki
kirinya menendang tengkuk musuh. Oleh karena pada waktu itu
kedua kakinya belum hinggap diatas tanah, Hui Sian tidak sempat

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 339


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

berkelit lagi. Sambil berteriak ia roboh terguling, sedangkan


sikutnya mengucurkan darah.
Sambil mendesak Kim Lun dan Kie Eng, Hong Tie yang
melihat kemenangan Ciat Seng. “Hiantit!“ ia berseru. “Musuh-
musuh yang tangguh sudah pada turun kebawah bukit. Pergi dan
susul lah mereka!”
“Baik!” menyahut Ciat Seng yang lalu berlari-lari kepinggir
bukit. Sebelum tiba disitu, ia dicegat oleh Lo Kun yang menyabet
dengan tongkat besinya. “Aku tidak punya waktu untuk meladeni
kerbau gila!” membentak Ciat Seng, sambil berkelit dan terus
berlari, dengan dikejar terus oleh Lo Kun. Setibanya dilamping
bukit, ia menggenjot badannya yang lalu melayang kebawah. Lo
Kun juga melompat turun kebawah. Ketika itu, Hui Sian juga
sudah bangun berdiri dan sambil menjinjing pedang ia turut
melompat kebawah untuk membantu Lo Kun mengejar Ciat
Seng.
Sekarang didalam gelanggang pertempuran hanya
ketinggalan tiga kuku garuda, yaitu Hap Sat To, Ma Kie Eng dan
Un Kim Lun. Hap Sat To sudah terluka pundaknya, dan Un Kim
Lun juga sudah terluka pada betisnya, sehingga hanya Ma Kie
Eng yang merupakan tenaga baru. Dengan hati yang
menguatirkan keselamatan kawan-kawannya, Hong Tie tidak
mempunyai kegembiraan untuk melayani Kim Lun dan Kie Eng
berlama-lama. Disebabkan oleh hal tersebut, sambil mengebas
Lie-hun-kiam, ia segera melompat keluar dari gelanggang
pertempuran dan melompat turun kebawah bukit.
Ma Kie Eng menyusul dan waktu tiba dipinggir bukit, ia
melepaskan tiga anak panah beracun kearah Hong Tie.
Tiga anak panah itu menyambar ketika badannya Hong Tie
berada ditengah udara. Walaupun badannya sedang melayang
turun, telinganya yang luar biasa tajam segera dapat mendengar

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 340


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

datangnya senjata rahasia dan malahan mengetahui, bahwa


senjata-senjata itu adalah anak-anak panah yang dilepas secara
beruntun.
Tetapi ilmu meringankan tubuhnya Hong Tie luar biasa
tingginya. Ia menekuk kedua dengkulnya sampai kedada,
menggenjot kedua pundaknya kedepan dan badannya langsung
jumpalitan, sehingga ketiga anak panah beracun itu lolos
dipinggir badannya.
Melihat tiga anak panahnya gagal, bukan main
mendongkolnya Ma Kie Eng yang lalu menggenjot badannya dan
turun melompat kebawah lamping bukit yang terjal. Disebabkan
terluka Hap Sat To dan Un Kim Lun tidak dapat turut turun. Baru
saja kedua kakinya hinggap didasar jurang yang penuh dengan
batu, Ma Kie Eng melihat berkelebatnya bayangan orang pada
lamping bukit diseberang. Bagaikan kilat bayangan itu sudah
berada dihadapannya. Dengan menggunakan “mata malam”, ia
dapat melihat bahwa bayangan itu adalah pemuda muda yang
berusia duapuluh tahun lebih dengan kedua matanya yang
bersinar seperti bintang dan paras muka yang tampan. “Siapa
kau!” ia membentak. “Tuanmu sedang mengejar buronan penting.
Besar betul nyalimu, berani menghadang aku!“
Pemuda itu tertawa terbahak-bahak. “Hm!“ ia menjawab
dengan suara dihidung. “Kau tidak
kenal Pek Thay Koan Toaya-mu. Benar-benar kau hanya
bangsa cecurut!”
Ma Kie Eng terkejut ketika mendapat tahu, bahwa pemuda
itu adalh Pek Thay Koan dari Kanglam Cithiap. Tetapi
disebabkan ia kena dicaci maki, darahnya menjadi naik dan
membentak: “Bocah! Aku tidak takut kepadamu!” Dengan
gerakan Tay-peng-tian-cie (Garuda membuka sayap) ia lalu
menyabet dengan goloknya. Pek Thay Koan menggeser kaki

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 341


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

kirinya untuk memberi lewat senjata musuh, sambil menikam


dengan pedang Tan-hong-kiam. Dapat dimengerti kalau Ma Kie
Eng bukan tandingannya Pek Thay Koan yang namanya
menggetarkan wilayah sebelah selatan dan utara Sungau Besar.
Baru saja beberapa jurus dengan gerakan Kim-liong-tiauw-wie
(Naga emas mengibaskan ekor) Thay Koan menyabet putus
lengannya musuh yang jatuh keatas tanah bersama-sama
goloknya. Dengan satu teriakan keras Ma Kie Eng kabur dengan
lengan berlumuran darah dan keringat sebesar-besar kacang
keluar dari dahinya. Tetapi ia benar-benar ulet, sambil
menggertakkan gigi, ia membalikkan badannya, mengayunkan
tangan kirinya dan dua anak panah beracun menyambar Pek Thay
Koan yang dengan mudah menyampok jatuh dengan pedangnya.
Melihat tidak ada harapan untuk melukakan musuhnya, Ma Kie
Eng mencoba untuk melarikan diri dengan sekuat tenaga. Pek
Thay Koan lalu mengejar, sesudah datang dekat, secepat kilat
Tan-hong-kiam menyambar kearah punggungnya Ma Kie Eng,
yang mencoba untuk melawan juga dengan nekat satu dua jurus,
akan kemudian roboh binasa dibawah pedangnya Thay Koan.
Selagi menyusut pedangnya yang bernoda darah dirumput,
mendadak berkelebat satu bayangan hitam. Pek Thay Koan
mengawasi dan orang yang datang adalah Kam Hong Tie.
“Suheng!“ ia menegur.
“Ah, lauwtee, kalau kau tidak menegur, aku kira kau adalah
musuh!“, kata Hong Tie.
“Apakah kau memburu kesini disebabkan teriakan manusia
itu?“ tanya Pek Thay Koan.
“Benar,“ sahut Hong Tie.
“Mereka telah menggerakan banyak sekali orang!“ berkata
lagi Thay Koan.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 342


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Bagaimana kau tahu?“ tanya Hong Tie.


“Barusan tokh aku lihat sendiri,” sahutnya.
Mendengar suaranya dan sikapnya saudara seperguruan itu,
Hong Tie menjadi ingat sesuatu.
“Lauwtee,” kata ia. “Sekarang jangan kau dustai aku.
Apakah Kimchee dikerjai olehmu?“
Pek Thay Koan tertawa berkakakan. “Suheng, mulai sedari
kapan kau menjadi ahli nujum? Tetapi
kali ini ramalanmu itu jitu sekali!“
“Apakah kau tahu, Kie Teng Peng loosianseng dipenjarakan
dimana?“ tanya Hong Tie. “Sepanjang berita, malam-malam itu
Kie loosianseng diantar kekotaraja,“ sahut Thay Koan.
“Aku sendiri sudah pergi utnuk memeriksa penjara,
tetapi seperti kau, aku juga tidak
mendapatkan orang tua itu.“
“Ah, itu bangsat Lie Wie memang licin sekali,“ kata Hong
Tie sambil membanting kakinya.
“Sekarang mari kita cepat-cepat membasmi semua musuh
yang berada disebelah depan, agar kita dapat menyusul kereta
kerangkengnya Kie loosianseng.“
Sehabis berkata begitu, dengan menggunakan ilmu
meringankan tubuh Hong Tie berlari-lari disepanjang jurang itu
yang diapit dua lamping gunung, diikuti dari sebelah belakang
oleh Pek Thay Koan. Jurang itu memangnya sudah gelap dan
ditambah lagi dengan sang malam, keadaan menjadi lebih gelap
gulita. Sesudah berjalan beberapa lama, disebelah depan
mendadak berkelebat bayangan. Hong Tie memberi tanda dengan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 343


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

tangannya dan mereka berdua langsung menghentikan


langkahnya.
“Siapa? Apakah Tan Thian Cu toako?” demikian terdengar
orang bertanya. Suara itu adalah Lo
Kun.
Hong Tie heran tadi ia telah menotok Tan Thian Cu dan
mengutungkan juga senjatanya. Apakah Tan Thian Cu dapat
membuka sendiri jalan darahnya yang kena ditotok dan kemudian
turut turun kebawah bukit? Kalau bukan begitu, mengapa Lo Kun
memanggil Tan Thian Cu? Sebelum Hong Tie menjawab, Pek
Thay Koan tidak dapat menahan gelinya lalu tertawa.
Sebagaimana diketahui, tadi Lo Kun mengejar Kie Ciat Seng
kebawah bukit. Tetapi disebabkan ilmu meringankan tubuhnya
kalah jauh, dalam beberapa saat saja, ia sudah ketinggalan jauh.
Sementara itu, Cio Hui Sian menyusul dan dengan melompati
kepalanya, terus mengejar Ciat Seng. Dikarenakan diperlakukan
secara begitu oleh Hui Sian yang sombong, Lo Kun menjadi
sangat mendongkol. Ia tidak turut mengejar dan berjalan bolak-
balik di jurang tersebut.
Walaupun ilmu silatnya tidak begitu tinggi, Lo Kun
mempunyai mata yang sangat awas ditempat gelap. Dalam jarak
kurang lebih satu tombak, ia sudah dapat melihat Hong Tie dan
Thay Koan. Melihat tubuh orang yang tinggi besar dan
menyerupai Tan Thian Cu, ia lalu memanggil nama kawannya
itu.
Mendengar suara tertawa, Lo Kun mengetahui ia sedang
berhadapan dengan musuh. Sambil mencekal keras toya besinya,
ia maju selangkah demi selangkah. Pek Thay Koan yang merasa
tidak sabaran lalu saja melompat maju dengan menikam dengan
Tan-hong-kiamnya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 344


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Lo Kun terkejut. Ia mundur sambil menangkis dengan toya


besinya. “Anjing dari mana kau? Beritahu dahulu namamu!“ ia
membentak. Pek Thay Koan tertawa dan mengebaskan
pedangnya.
“Kau punya tuan besar, Pek Thay Koan,“ sahutnya.
Lo Kun benar-benar kaget. Ia tahu siapa adanya Pek Thay
Koan. Sedangkan Kam Hong Tie seorang saja, ia sudah tidak
mampu melayani, apalagi ditambah dengan seorang Pek Thay
Koan! Ia segera memutar badannya dan kabur secepatnya ia bisa.
Dengan hati berdebar-debar Lo Kun sipat kuping dengan
kadang-kadang mendengar suara kedua musuhnya yang rupanya
ingin mempermainkannya. Sesudah lari beberapa lama, suara
tertawa tidak terdengar lagi, sehingga hatinya juga semakin lega.
Ia melompat keatas satu batu tinggi yang menghadang ditengah
jalan dan menengok kebelakang. Hatinya girang, sebab ternyata
kedua musuhnya tidak mengejar. Tetapi, baru saja ia turun
dari batu itu, mendadak terdengar tertawanya Thay Koan yang
muncul dengan tiba-tiba dan lalu menikam dengan pedangnya.
Lo Kun terkesiap dan menangkis dengan toyanya. Thay
Koan menarik pulang pedangnya dan memungut sebutir batu
yang lalu ditimpukkan kemukanya Lo Kun. Sambil berteriak Lo
Kun memegang janggutnya yang tersambar batu. Pek Thay Koan
tertawa terbahak-bahak dan mengejek: “Bagaimana rasanya batu
itu?”
`
Tetapi belum ia menutup mulutnya, mendadak sekali ia
merasakan sabetan pecut. Sebagai orang yang mempunyai ilmu
silat tinggi dan banyak pengalamannya, Thay Koan tidak menjadi
gugup. Ia menjejakkan kakinya dan badannya melesat keatas
batu, sedangkan matanya mengawasi orang yang membokong.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 345


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Melihat datangnya bantuan, Lo Kun menjadi girang dan


berseru: “Saudara Yo, bagus benar kau keburu datang! Aku kena
didesak setengah mati dan hampir-hampir tidak dapat meloloskan
diri.“
Orang yang baru muncul itu bernama Yo Tian Kong, kepala
opas Sunthianhu. Ia bersenjata Liang- kut-pian (Pecut Tulang
Naga) dan dengan ilmu silatnya yang tinggi, ia mendapat nama
baik di lima propinsi Tiongkok Utara. Disebelahnya ilmu silat, ia
juga mempunyai ilmu tiat-po-san (ilmu baju besi, semacam ilmu
hitam) dan 49 jarum Liong-kut Bwee-hoa-ciam, yaitu senjata
rahasia yang digunakan untuk menimpuk jalan darah musuh. Ia
dikenal sebagai orang yang licik dan berbahaya sekali.
Pada waktu belakangan ini, ia mendapatkan tugas untuk
membantu congtok di Hangciu untuk membasmi kawan-
kawannya keluarga Lu. Congtok Lie Wie sangat sayang padanya,
sebab ia mengetahui orang ini mempunyai ilmu silat yang
tingggi. Berhubung dengan kedatangan Kimchee Lie Eng Kui,
congtok memerintahkan ia bertugas di paseban tempat tinggal
kimchee untuk melindungi utusan kaisar tersebut. Tian Kong
girang dan bangga mendapatkan tugas yang berat itu dan merasa
dirinya mendapatkan kehormatan besar sekali.
Tetapi tentu saja ia tidak pernah bermimpi, bahwa paseban
yang dijaga begitu keras itu, malam itu kemasukan juga oleh
tamu yang tidak diundang dan sang Kimchee hilang kepalanya.
Kagetnya Tian Kong seperti juga disambar geledek. Ia tahu
apa artinya semua itu. Sebagai orang yang bertanggung jawab
akan keselamatannya utusan kaisar paling mujurnya ia akan
kehilangan pekerjaan.
Congtok Lie Wie juga tidak kurang kagetnya. Yo Tian Kong
memang sudah berdosa, tetapi dengan binasanya sang Kimchee
didalam gedungnya, ia juga turut berdosa besar, dan malahan,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 346


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

ialah yang harus bertanggung jawab terhadap kaisar Yong Ceng


yang kejam. Ia tahu telengasnya Yong Ceng. Jangan kata dalam
perkara besar, dalam soal-soal kecil saja, kaisar itu suka main
bunuh orang.
Didalam kegusaran yang sudah meluber dari takaran, Lie
Wie memanggil Yo Tian Kong yang langsung saja di caci maki
dan malahan diberikan dua gamparan. Ia segera meneriaki algojo
untuk merangket dan kemudian memenjarakan Yo Tian Kong.
Baik juga, sebelum hukuman dijalankan, Moh-ma-ta telah
memintakan ampun dengan mengatakan biarlah kepala opas itu
diberi kesempatan untuk menebus dosanya dengan membekuk
sang pembunuh. Sesudah amarahnya menjadi lebih reda, Lie
Wie, yang sebenarnya sangat sayang Yo Tian Kong karena ilmu
silatnya yang tinggi, sudah lalu meluluskan permintaannya Moh-
ma-ta dan hanya diberikan tigapuluh rangketan ringan kepada
kepala opas itu.
Selama hidupnya, belum pernah Yo Tian Kong mendapatkan
malu sebegitu besar. Ia mengetahui orang yang berani masuk
kegedungnya congtok yang dijaga begitu keras, bukannya
sembarang orang. Ia mengetahui, bahwa diseluruh negara
terdapat banyak sekali perkumpulan- perkumpulan rahasia yang
bertujuan untuk merobohkan kerajaan Boan dan didalam
perkumpulan-perkumpulan itu terdapat banyak sekali orang-
orang pandai.
Ia menduga keras, bahwa pembunuhnya kimchee, harusnya
salah seorang dari perkumpulan rahasia, akan tetapi, dimana ia
harus mencari pembunuh itu? Selagi ia memutar otaknya, satu
peristiwa hebat kembali terjadi, yaitu pembakaran dan
pembongkaran rumah penjara. Congtok menjadi seperti orang
kalap dan ia memerintahkan semua jagoan-jagoannya,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 347


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

diantaranya Yo Tian Kong sendiri, untuk pergi membekuk orang-


orang yang membongkar penjara itu.
Selama pertempuran diatas bukit, Yo Tian Kong belum turun
tangan, tetapi berdiri dipinggiran sambil menonton. Ia melihat,
lima musuh itu semuanya adalah orang-orang yang
berkepandaian sangat tinggi dan hatinya terkesiap ketika
mendengar Un Kim Lun menyebut namanya Kam Hong Tie.
“Apakah Tayhiap Kam Hong Tie yang membunuh Kimchee
Tayjin?” ia bertanya didalam hatinya. Kalau benar begitu,
manakah ia sanggup menangkap pendekar tersebut, yang ilmu
silatnya jauh lebih tinggi daripada ia sendiri?
Selagi pikirannya kusut, Un Kim Lun dipersen satu tikaman,
sehingga ia menjadi lebih kaget sebab Kim Lun adalah pahlawan
kelas satu yang ilmu silatnya sangat tinggi. Beberapa saat
kemudian, Moh-ma-ta turun kebawah bukit sambil berseru dan
mengulapkan tangannya, maka itu, iapun lalu turut turun
kebawah bukit untuk mengejar musuh. Dan ia samasekali tidak
menduga, bahwa dijalanan jurang yang sempit itu, ia bertemu
dengan Pek Thay Koan dan secara kebetulan ia dapat menolong
Lo Kun.
Begitu merasakan sabetan pecut, Pek Thay Koan menjejakan
kedua kakinya dan badannya melesat tinggi keatas lebih dari dua
tombak tingginya. Selagi badannya melayang turun dengan
kepala dibawah dan kaki diatas, bagaikan kilat pedangnya
meluncur kearah tenggorokan Yo Tian Kong.
Yo Tian Kong mempunyai latihan tidak kurang dari tiga
puluh tahun dan bukannya ahli silat sembarangan. Begitu melihat
lompatan musuh, ia sudah menduga musuh akan menyerang
secara begitu. Oleh sebab itu selagi badannya Thay Koan
bergerak ditengah udara, ia sudah melompat kesebelah kanan
batu dan mengedut pecutnya yang langsung menyambar kearah

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 348


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Thay Koan. Sungguh berbahaya keadaan Pek Thay koan, yang


ketika itu masih berada ditengah udara. Untuk orang lain, sabetan
itu hampir tidak dapat disingkirkan lagi. Didalam saat yang
genting itu, Thay Koan masih keburu mengerahkan tenaganya
dan mengegos badannya. Dilain saat pecutnya Tian Kong sudah
lewat diatas punggungnya!
Baru saja ia lolos dari serangan berbahaya itu, begitu
menginjak tanah, toyanya Lo Kun sudah menyambar kedua
kakinya. Laksana seekor monyet, badannya Pek Thay koan
kembali mengapung keatas dan toyanya Lo Kun lewat dibawah
kakinya. Oleh karena menggunakan tenaga terlalu besar, begitu
toyanya memukul tempat kosong, badannya Lo Kun
sempoyongan. Thay Koan sungkan untuk menyia-nyiakan
kesempatan yang baik itu. Kaki kanannya menendang betisnya
musuh yang langsung terpental setombak lebih dan jatuh
tersungkur diatas batu-batu.
Mukannya Lo Kun merah disebabkan malu. Ia bangun dan
berteriak sambil mengangkat tangannya: “Pek Thay Koan, hari
ini ada kau, tidak ada aku!“ Tetapi sebelaum ia bergerak, Yo Tian
Kong sudah mendahului menyerang Thay Koan dengan Liong-
kut-pian.
Sesudah bertempur beberapa jurus, Yo Tian Kong mendadak
menarik pecutnya, yang seperti ular, menyambar punggungnya
Pek Thay Koan dalam gerakan Tok-coa.cut-tong (Ular berbisa
keluar dari lubang). Dengan gesit Thay Koan memutar badannya
dengan tipu Long-lie-hoan-sin (Dalam
Ombak Membalikkan Badan) sambil menyabet dengan
pedangnya. Dengan suara “traang“ kedua
senjata berbentrokkan dengan sangat keras.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 349


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Sekali lagi Tian Kong menarik pecutnya yang lalu


menggulung pedangnya Thay Koan dan membetot dengan
menggunakan tenaga dalam. Thay Koan terkejut sebab kalau
sampai Tan- hong-kiam terlepas dari tangannya, ia bisa jadi
celaka. Tetapi ia dapat memikir dengan cepat sekali. Dengan
mencekal keras Tan-hong-kiam, badannya mengikuti betotan itu
dan menyeruduk musuh.
Yo Tian Kong, yang tidak menduga musuhnya dapat berbuat
demikian, menjadi terkesiap. Tenaganya sudah dikeluarkan dan
pecutnya sudah menggulung pedang musuh, sehingga tidak dapat
lagi ditarik pulang. Saat itu, tangan kirinya Pek Thay Koan
menyambar kearah pundaknya.
Didalam kagetnya Tian Kong menggereng dan tangan
kirinya menghantam pinggangnya Thay Koan. Baru saja
tangannya bergerak pundak kanannya telah kena pukulan Thay
Koan, sehingga badannya menjadi bergoyang-goyang. Hanya
saja, disebabkan ia mempunyai ilmu tiat-po-san, walaupun kena
pukulan yang telak, tetapi ia tidak sampai menderita luka berat.
Sehabis memukul, begitu kedua kakinya menginjak tanah, tangan
kirinya Thay Koan menggantikan memegang gagang pedang,
sedangkan tangan kanannya digunakan untuk menangkis pukulan
musuh yang menyambar pinggangnya.
Sekarang Tian Kong yang berada dibawah angin. Cepat-
cepat ia menarik lagi pecutnya, yang dengan suara
berkerontangan lalu melepaskan gulungannya pada pedangnya
Thay Koan, sedangkan ia sendiri melompat mundur beberapa
langkah. Tetapi Thay Koan tidak ingin memberikan hati
kepadanya, dan dengan satu lompatan, Tan-hong-kiam sudah
menyambar lagi pundaknya.
Melihat musuhnya tidak memberikan ia untuk bernapas, Tian
Kong menjadi gusar sekali. Ia memutar pecutnya seperti baling-

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 350


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

baling dan menyerang hebat dari tiga arah, atas, tengah dan
bawah.
Dilain pihak, melihat kawnnya belum juga dapat
menjatuhkan Pek Thay Koan, sambil membentak Lo Kun
menyabet dengan toyanya. Hong Tie yang menonton dipinggiran
tidak dapat menahan sabar lagi. Dengan sekali enjot, badannya
sudah berada dihadapan Lo Kun, dan dengan gerakan Kin-na-
chiu (ilmu menangkap), kedua tangannya menangkap toya musuh
yang langsung digentak. Lo Kun merasakan kedua tangannya
kesemutan dan toyanya terlepas. Hong Tie
mengerahkan tenaganya dan melemparkan toya itu yang lalu
amblas diantara batu-batu dilamping bukit.
Bukan main kagetnya Lo Kun yang tidak menyangka Hong
Tie mempunyai ilmu silat yang begitu tinggi. Ia membalikkan
badannya dan langsung kabur. Tetapi baru saja ia berlari belasan
langkah, ia berbalik lagi sebab mengingat senjatanya, dan tanpa
mempedulikan rasa malunya, ia pergi kelamping bukit untuk
mengambil pulang toyanya. Beberapa kali ia membetot, dengan
sepenuh tenaga, tetapi toya itu tidak bergeming. Malu dan jengkel
bercampur menjadi satu. Sambil menggertakkan gigi, ia
mengerahkan seluruh tenaganya, dan membetot sekuat-kuatnya.
Dengan satu suara keras dan baru-batu pada berhamburan, toya
itu akhirnya dapat dicabut dan Lo Kun sendiri jatuh terduduk
tanpa bisa langsung bangun kembali.
Hong Tie yang mengawasi laganya musuh dari kejauhan,
segera menghampirinya sambil menjinjing pedang. Ia melihat
mukanya Lo Kun pucat sekali, sedangkan napasnya tersengal-
sengal. Ternyata, dikarenakan menggunakan tenaga melewati
batas, ia menjadi pusing kepalanya dan kaki tangannya lemas.
Hong Tie adalah satu kesatria yang tidak pernah menarik

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 351


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

keuntungan secara tidak semestinya. Maka itu, ia tidak bergerak


dan hanya mengawasi musuhnya sambil tersenyum.
Sesudah beristirahat beberapa saat, Lo Kun dapat
mengembalikan tenaganya. Begitu ia membuka kedua matanya,
hatinya terkesiap melihat Hong Tie berdiri dihadapannya. Cepat-
cepat ia mengambil toyanya, melompat bangun dan lalu ia ingin
menerjang. Hong Tie melompat mundur dua langkah, sambil
melintangkan pedangnya pada dadanya. “Anjing!” ia membentak.
“Aku sebenarnya kasihan pada kau dan sungkan mengambil
nyawamu! Jika aku mau, barusan kau sudah menjadi setan tanpa
kepala!“
Lo Kun tidak berani bergerak lagi. “Habis bagaimana?”
tanyanya tanpa juntrungan.
Melihat musuh itu agak tergerak liangsimnya (Perasaan hati),
Hong Tie segera mengambil keputusan untuk mencoba
membujuknya. “Sahabat,” katanya. “Aku lihat, kau mempunyai
tenaga yang sangat besar dan ilmu silat yang cukup tinggi. Hanya
aku tidak mengerti, mengapa, sedangkan orang-orang seperti
Hui Sian yang ilmu silatnya biasa saja, dapat mendapatkan
pangkat tingkat ketiga didalam ketentaraan, kau sendiri masih
terus bertugas dibawah perintah orang. Aku tahu, kau malahan
sering dihina orang. Sungguh sayang! Sungguh sayang!“
Perkataan Hong Tie itu terkena benar pada bagian yang gatal.
Memang betul, Lo Kun sering merasa sakit hati disebabkan
orang-orang sebangsa Hui Sian sangat memandang rendah
kepadanya. Disebelahnya itu, hatinya merasa girang mendengar
pujiannya Hong Tie, sehingga timbul rasanya hormatnya kepada
Kanglam Tayhiap, yang dianggapnya sangat ramah sekali.
Lo Kun tidak menjawab dan matanya mengawasi Hong Tie
dengan mendelong. Hong Tie tahu musuhnya itu sekarang sudah
tergerak hatinya dan dengan perlahan ia memasukkan pedangnya

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 352


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

kedalam sarungnya. Melihat itu, Lo Kun lalu menurunkan


toyanya.
“Sahabat, kita tidak usah berkelahi lagi!” kata Hong Tie
dengan tertawa. “Benar, tidak usah berkelahi lagi!“ Lo Kun
menyambung perkataan orang.
“Sahabat, kau adalah seorang yang memegang pribudi dalam
kalangan kangouw,“ kata Hong Tie.
“Aku ingin bersahabat denganmu. Apakah kau sudi
bersahabat denganku si tua?“
Lo Kun menundukkan kepalanya dan untuk beberapa saat
tidak dapat menyahut lagi. Sudah lama ia mendengar nama
besarnya Hong Tie, yang tersohor sebagai pendekar yang ilmu
silatnya sangat tinggi dan pribudinya luhur. Baru sekarang ia
mendapatkan bukti tentang pribudi Kanglam Tayhiap. Barusan
bukan saja Hong Tie tidak mau menggunakan kesempatan untuk
membunuhnya, tetapi malahan menawarkan satu persahabatan
dengan dirinya. Liangsimnya lalu tergerak dan ia benar-benar
merasa malu sudah menjadi kaki tangannya bangsa Boan dan
memusuhi para pecinta-pecinta negeri.
Perlahan-lahan ia mengangkat kepalanya akan kemudian
berkata dengan suara nyaring: “Kam looenghiong sudah
memandang begitu tinggi pada diriku yang rendah ini. Mulai dari
sekarang, aku rela menjadi pesuruhnya looenghiong dan ingin
mengambil jalan yang lurus. Pernyataanku ini keluar dari hatiku
yang paling tulus dan langit menjadi saksinya!“ Sehabis berkata
demikian, ia melemparkan toyanya dan berlutut dihadapan Hong
Tie.
Hong Tie cepat-cepat mengangkat bangun dirinya dan
berkata sambil tertawa: “Saudara Lo! Janganlah begitu! Aku

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 353


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

hanya ingin bersahabat denganmu. Aku samasekali tidak


mempunyai maksud lainnya!“
Menakluknya Lo Kun kepada Hong Tie sudah diketahui oleh
Yo Tian Kong yang sedang bertempur melawan Thay Koan.
Dengan gusar, ia melompat mundur dan bagaikan kilat
menyabetkan
pecutnya kearah kepalanya Lo Kun. Serangan itu datangnya
secara mendadak sekali, sehingga Lo Kun tidak sempat untuk
menghindari dirinya. Bagus juga, Hong Tie yang selalu waspada
dengan gesit ia mendorong badannya, sehingga pecut itu jatuh
ketempat kosong.

Sebelum Tian Kong menarik pulang pecutnya, Hong Tie


memajukan satu kakinya dan kedua tangannya menghantam
musuh. Dengan satu teriakan keras, badannya Tian Kong
terhuyung dan kemudian jatuh terlentang diatas tanah.
“Disebelah depan masih banyak musuh-musuh tangguh. Ayo
cepat!” berseru Hong Tie setelah
merobohkan Tian Kong.
“Sekali ini aku mengampuni jiwamu!“ membentak Hong Tie
sambil menudingnya dengan pedang. “Kalau kau masih belum
puas, boleh datang ke Lengin-shan untuk melanjutkan
pertempuran kita lagi!”
Hong Tie berpaling kepada Lo Kun dan berkata: “Saudara
Lo, untuk sementara kau boleh pergi kelain tempat. Dikemudian
hari kita tentu akan bertemu lagi.”
“Tidak bisa! Aku ingin ikut, supaya looenghiong dapat
membuktikan untuk ketulusan hatiku!“ sahut Lo Kun. Melihat
musuh itu benar-benar sudah berbalik hatinya, Hong Tie dan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 354


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Thay Koan menjadi sangat girang hatinya dan, tanpa berkata apa-
apa lagi, ketiga orang itu segera berlari- lari kearah Lengin-shan
dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh. Beberapa saat
kemudian Yo Tian Kong juga sudah dapat bangun berdiri, dan
dengan gregetan ia segera menyusul mereka.
Sesudah berlari-lari beberapa lama, Hong Tie bertiga sudah
tiba diujungnya jalanan jurang itu. Disitu mereka dapat
mendengar suara beradunya senjata diatas gunung. Ia segera
mendaki keatas tanjakan dan berseru: “Pek sutee, ayo cepat!
Kawan-kawan kita sedang dikepung musuh diatas gunung!“
Thay Koan menggenjot badannya yang lalu terbang keatas
batu dilamping gunung. Disitu tidak terdapat jalanan untuk naik
keatas. Lamping gunung itu penuh dengan batu-batu yang pada
berlumut dan rumput tinggi. Dengan mengandalkan ilmu
meringankan tubuh dan kegesitannya, Thay Koan terus naik.
Waktu sudah mendekat punggung gunung yang terletak
dibawahnya puncak, dimana pertempuran sedang berlangsung,
dari antara rumput-rumput yang tinggi mendadak melompat satu
bayangan orang yang langsung menubruk kearahnya.
Thay Koan melihat orang itu sangat gesit gerakannya. Dari
jarak 5-6 kaki, ia melihat musuhnya berbadan kurus tinggi,
sedangkan tangannya mencekal senjata pusut (jarum) besar yang
terbuat dari baja.
“Siapa kau?“ Thay koan membentak sambil mengebaskan
pedangnya.
Orang itu tertawa dingin dan menyahut: “Bocah! Ko Jin Kiat
sudah menunggu lama untuk
membekuk kawanan penghianat!“
Mendengar nama itu Thay Koan segera mengetahui, bahwa
ia adalah salah satu pahlawan kelas satu dari congtok. Dilain saat,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 355


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

gesit luar biasa Ko jin Kiat sudah menikam dengan pusutnya


yang hampir-hampir kena menggores tangannya Thay Koan.
Mengetahui sedang menghadapi musuh tangguh, Thay Koan
tidak berani berlaku ceroboh dan lalu melayaninya dengan sangat
berhati- hati.
Dilain pihak, sambil mendaki tanjakan Hong Tie menengok
kebelakang dan melihat Lo Kun sudah kena disusul oleh Yo Tian
Kong, yang sedang menyerang hebat dengan menggunakan Tok-
liong Pianhoat (Ilmu Pecut Naga beracun) yang mempunyai tiga
puluh enam jurus. Tian Kong menyerang dengan penuh
kegusaran dan dengan tujuan untuk membinasakan Lo Kun yang
ia anggap sudah berhianat. Dalam sekejap badannya Lo Kun
seperti juga sudah dikurung oleh sinarnya pecut yang
menyambar-nyambar tidak hentinya. Lo Kun melawan dengan
Heng-cia Kunhoat (Ilmu Toya Sun Heng Cia) yang juga
mempunyai tiga puluh enam jurus. Tetapi sebelum sepuluh jurus,
ia sudah berada dibawah angin. Terdesak keras, terpaksa Lo Kun
bermain mundur. Tian Kong mendesak terus sambil membentak:
“Lo Kun! Hari ini aku harus mengambil nyawa penghianatmu!“
Mendadak ia merubah gerakannya dan sambil memutar badan,
pecutnya menyambar pundaknya Lo Kun dengan gerakan Gin-
liong-touw-ka (Naga Perak Membuka Pakaian). Lo Kun mencoba
untuk berkelit sedapat mungkin, tetapi sudah tidak keburu lagi
dan pundaknya kena satu sabetan yang dirasakan sakit sampai
ketulang sumsum. Sambil menyeret toyanya, ia melompat
mundur dari gelanggang dan kabur melarikan diri.
Tian Kong gusar bukan main. Sambil mengejar, ia merogoh
kantung kulitnya dan mengeluarkan tujuh delapan jarum Bwee-
hoa-ciam yang lalu ditimpukkan kearah batok kepalanya Lo Kun.
Dalam saat ang sangat berbahaya itu, satu bayangan hitam
mendadak berkelebat diatas kepalanya Lo Kun dan berbarengan
dengan berkelebatnya sinar pedang, jarum Bwee-hoa-ciam jatuh

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 356


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

berhamburan keatas tanah. Lo Kun menghentikan langkahnya.


Orang yang menolong jiwanya adalah Kam Hong Tie yang sudah
berdiri dihadapan Yo Tian Kong.
“Kam looenghiong! Kalau kau tidak menolong, hari ini aku
sudah binasa!“ berseru Lo Kun dengan
suara girang.
Hong Tie tersenyum dan berkata: “Aku memang mau
mencoba-coba ilmunya manusia ini!”
Melihat senjata rahasianya kena terpukul jatuh, Yo Tian
kong menjadi mendongkol sekali, maka tanpa berkata apapun
juga, ia menerjang sambil menyabetkan pecutnya.
Hong Tie mengelit, sambil berkata: “Tahan! Aku ingin
melihat berapa tinggi adanya ilmu pecutmu. Terhadapmu aku
tidak perlu menggunakan pedang. Aku akan merobohkan engkau
dengan dua tangan kosong!“ Sehabis berkata begitu, ia
memasukkan pedangnya kedalam sarungnya.
Dihina secara begitu, Tian Kong menjadi seperti orang kalap.
Ia mengangkat pecutnya dan menyabet kepalanya Hong Tie
dengan sepenuh tenaga dengan gerakan Thayshan-ap-teng
(Gunung Thayshan menimpah kepala). Serangan nekat-nekatan
itu justru yang diinginkan oleh Hong Tie. Ia berkelit sambil
menggeserkan kakinya dan hampir berbareng tangannya
menyambar pinggangnya Tian Kong. Ia memukul dengan
gerakan Houw-hong-hoan-ie (Memanggil Angin dan Hujan) dari
ilmu pukulan Hang-liong Ciang-hoat (Ilmu Pukulan Penakluk
Naga) yang sangat lihai disebabkan gerakannya cepat luar biasa.
Diserang secara begitu mendadak, Tian Kong tidak dapat
meloloskan dirinya lagi. Tangannya Hong Tie mengenakan telak
pada pinggangnya dan dengan satu teriakan kesakitan, tubuhnya
menggelinding kebawah tanjakan.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 357


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Jangan pedulikan padanya! Ayo jalan!” berseru Hong Tie


sambil mengulapkan tangannya kepada Lo kun.
Walaupun ilmu meringankan tubuhnya kalah jauh, Lo Kun
menyusul sebisa-bisanya, tetapi segera juga ia sudah ketinggalan
jauh. Ia juga melihat Pek Thay Koan dan Ko Jin Kiat sedang
kejar mengejar dan sudah menghilang disatu tikungan. Sesudah
lari lagi beberapa lama, akhirnya ia tiba dipunggungnya gunung,
dimana Sat Bok Kek dan Cio Hui Sian sedang mengeroyok Kie
Ciat Seng. Lo Kun merasa heran sebab ia tidak dapat melihat
Moh-ma-ta pendeta lhama itu.
Selagi bertempur, begitu melihat kedatangannya Hong Tie,
Ciat Seng lalu berseru: “Kam peh-peh. Pendeta bangsat itu pergi
kejurusan barat. Aku juga tidak dapat melihat Hong peh-peh dan
Soe
siok-siok!” Mendengar begitu Hong Tie segera terbang
kearah barat dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh.
Begitu cepat ia tiba di gelanggang pertempuran dengan
mengindap-indap Lo Kun pergi kebelakangnya Sat Bok Kek.
“Sat Bok Kek aku datang!“ ia berseru mendadak.
“Lo Kun, kau datang kebetulan!“ sahut Sat Bok Kek. Belum
putus perkataan “kebetulan“, Lo Kun sudah menyabet
pinggangnya dengan toyanya. Diserang secara begitu, keruan saja
Sat Bok Kek tidak keburu berkelit. Sambil mengeluarkan teriakan
tertahan “heh“ bahna sakitnya, ia melompat sambil memaki: “Lo
Kun! Bangsat! Mengapa kau pukul aku?“
Lo Kun tidak menyahut. Dengan gerakan Ouw-liong-cui-
tong (Naga Hitam keluar dari Lubang), ia menyodok dadanya Sat
Bok Kek, yang cepat-cepat berkelit, sambil membentak dengan
suara keras: “Hei! Apa kau sudah gila?“ Lo Kun masih tidak
menyahut dan selagi Sat Bok Kek mundur selangkah, ia merubah

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 358


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

gerakannya dan menyabet dengkul orang. Sat Bok Kek yang


sedang kebingungan melihat gerakan-gerakannya Lo Kun yang
dikira sudah menjadi gila, kembali kena disapu dengkulnya,
sehingga tidak ampun lagi ia jatuh terlentang!
Sekarang Sat Bok Kek benar-benar gusar. Begitu ia bangun,
begitu juga ia menubruk Lo Kun. Lo Kun yang gerakannya
terlebih gesit, segera berkelit sambil menyabet punggungnya dan
sang toya kembali mengenakan sasarannya. Sambil menggereng
seperti binatang yang sedang terluka, Sat Bok Kek mencoba
merampas toya musuh. Lo Kun menarik pulang toyanya yang
kemudian disodokkan lagi keperutnya musuh. Sekali ini Sat Bok
Kek sudah bersiap. Ia memajukan kakinya untuk mengelit
sodokan itu dan kaki kanannya terangkat naik. Lo Kun tidak
keburu menarik pulang toyanya dan langsung saja terbang
keawang-awang dan jatuh kebawah gunung!
Sambil mendelik Sat Bok Kek membentak: “Binatang! Kalau
begitu kau memberontak! Biar kubeset kulitmu!“ Ia
mementangkan kedua tangannya yang besar dan menubruk. Lo
Kun tahu, ia tidak dapat melawan tenaga dengan tenaga. Cepat-
cepat ia membungkuk dan menundukkan kepalanya untuk
mencoba meloloskan diri dibawah ketiaknya Sat Bok Kek. Tetapi
Sat Bok Kek rupanya sudah dapat membaca niatnya. Begitu Lo
Kun bergerak, ia menyapu dengan kakinya, dan tidak ampun lagi,
badannya Lo Kun roboh seperti pohon ditebang.
Sat Bok Kek maju dan mengangkat kakinya untuk menginjak
perutnya. Injakan itu sedikitnya mempunyai bobot 500 kati dan
kalau mengenai, isi perutnya Lo Kun tentunya akan hancur.
Tetapi baru Sat Bok Kek mengangkat kakinya, dengan satu suara
“srt“ sebatang hui-to (golok terbang) menancap tepat pada
betisnya! Sat Bok Kek menggereng dan melompat mundur
beberapa langkah. Sambil menggigit giginya, ia mencabut golok

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 359


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

itu, yang tidak ia ketahui dari mana datangnya. Didalam


kegusarannya ia menimpuk Lo Kun dengan golok itu. Lo Kun
menggulingkan dirinya lalu kabur.
Sat Bok Kek mencabut segenggam rumput yang digunakan
untuk menyeka bersih luka-lukanya. Setelah itu dari kantungnya
ia mengeluarkan sebungkus obat yang lalu diusapkan ketempat
luka. Obat itu ternya ta manjur sekali, sebab darah lalu langsung
berhenti mengucur dan perasaan sakitnya juga lalu menghilang.
Melihat Lo Kun sudah kabur, ia juga tidak mengejar. Ia berdiri
disitu dengan mata mengawasi keempat penjuru untuk mencari
tahu siapa yang telah membokong dirinya dengan golok terbang.
Pada ketika itu, Pek Thay Koan dan Ko Jin Kiat yang tadi
saling kerjar-kejaran juga sedang bertempur didekat situ. Orang
yang menolong Lo Kun adalah Thay Koan. Sambil bertempur, ia
terus memperhatikan jalannya pertempuran antara Sat Bok Kek
dan Lo Kun. Begitu melihat Lo Kun jatuh terlentang dan Sat Bok
Kek ingin menginjak perutnya, Thay Koan segera menimpuknya
dengan golok terbang.
Sat Bok Kek yang sedang memusatkan seluruh perhatiannya
untuk membunuh Lo Kun, sama sekali tidak berjaga-jaga akan
bokongan musuh. Disebelahnya itu, golok terbangnya Thay Koan
adalah semacam senjata tunggal yang sudah dilatih olehnya
sampai matang betul, sehingga timpukannya tidak pernah
meleset. Dengan perasaan tercengang, Sat Bok Kek mengawasi
seputarnya dan sama sekali tidak menduga, bahwa yang
membokong adalah Pek Thay Koan yang sedang bertempur seru
dengan Ko Jin Kiat.
Sambil menyampok dengan senjatanya, Ko Jin Kiat
melompat keluar dari gelanggang pertempran
dan berseru: “Sat Bok Kek! Orang yang membokong kau
adalah bocah ini!“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 360


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Sat Bok Kek mengawasi Pek Thay Koan yang parasnya


tampan seperti anak sekolah dan usianya masih muda sekali. Ia
bersangsi, apakah benar pemuda ini berparas demikian
mempunyai kepandaian yang begitu tinggi dan tenaga yang
begitu besar.
Melihat kawannya bersangsi, Ko Jin Kiat berteriak lagi: “Sat
Bok Kek! Manusia ini adalah Pek Thay
Koan yang mau kau tangkap! Mengapa kau tidak mau turun
tangan?”
Sekarang barulah ia percaya dan sambil menggereng, ia
segera menerjang Thay Koan. Baru segebrakan saja, Thay Koan
mengetahui musuhnya itu mempunyai tenaga kerbau dan ia
segera berkelahi dengan mangandalkan kegesitannya. Sesudah
beberapa jurus dengan sepenuh tenaga Sat Bok Kek membabat
pinggangnya Thay Koan dengan tangannya. Dengan Gerakan
Loo-wan- teng-kie (Monyet tua melompati cabang), Thay Koan
mengelit serangan itu, tetapi tokh ia masih merasakan kesiuran
angin yang pedas pada pinggangnya. Dengan ilmu meringankan
tubuh, Thay koan berkelahi sambil mundur dan menuntun
musuhnya keatas puncak. Tiba-tiba saja, dengan sekali mengenjot
badannya, ia menghilang kedalam satu hutan yang sangat lebat.
Sat Bok Kek mengertakkan giginya bahna gusarny. Tanpa
berpikir lagi, ia turut menyerbu kedalam hutan. Keadaan didalam
hutan gelap gulita, sedangkan sang angin meniup dengan
kerasnya. Bagaikan seekor orang hutan, Sat Bok Kek mementang
kedua tangannya, untuk mencoba mencari musuhnya. Pek Thay
Koan yang matanya sangat jeli, lapat-lapat dapat melihat gerakan
musuhnya. Ia bersandar pada satu pohon besar dan tertawa
dingin. Sat Bok Kek menggereng dan melompat kearah suara
tertawa itu, sambil menyodokkan kelima jari-jarinya. Gesit sekali
Thay Koan mengelit dan bersembunyi dibelakang pohon. Hampir

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 361


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

berbarengan, lima jari-jarinya Sat Bok Kek amblas pada pohon


siong itu yang besarnya kira-kira dua pelukan orang! Terkena
tenaga getarannya, pohon itu bergoyang-goyang seperti mau
roboh. Thay Koan meleletkan lidahnya. Ia hampir tidak percaya,
bahwa satu manusia dapat mempunyai tenaga yang begitu besar.
Sementara itu, dengan kegusaran yang meluap-luap. Sat Bok Kek
memutari pohon itu untuk mencoba mencari musuhnya.
Begitu musuh datang cukup dekat, tanpa bersuara Thay Koan
menikam dengan pedangnya. Melihat berkelebatnya sinar
pedang, Sat Bok Kek berkelit sambil menggunting dengan kedua
tangannya, Thay Koan cepat-cepat menjejakkan kedua kakinya
dan dengan gerakan Yun-cu-kwi- cauw (Walet pulang ke sarang),
badannya “terbang” keluar gelanggang.
Sat Bok Kek mengejar, tetapi bagaimanakah ia dapat
menyusul musuhnya yang gerakannya begitu gesit. Lama juga
Thay Koan mempermainkan raksasa itu, dengan siasat “petak
umpat” hingga akhirnya ia naik keatas satu pohon. Walupun
mempunyai tenaga kerbau, Sat Bok Kek menjadi lelah juga. Ia
menyandar pada satu pohon dengan napas yang tersengal-sengal.
Baru saja Thay Koan berniat untuk turun dari pohon untuk
mempermainkannya lagi musuhnya,
mendadak ia melihat kedatangannya dua orang ialah Ko Jin
Kiat dan Yo Tian Kong yang rupanya datang untuk membantu
Sat Bok Kek.
Melihat begitu Pek Thay Koan tidak jadi turun kebawah.
“Biar mereka menunggu lamaan disini,“ katanya didalam hatinya.
Dengan ilmu meringankan tubuh Co-siang-hui (Terbang Diatas
Rumput) diam-diam ia berlalu dari hutan tersebut.
Ketika itu, dipunggung gunung hanya ketinggalan Kie Ciat
Seng dan Hui Sian yang masih terus bertempur. Didalam ilmu
pedang, Ciat Seng banyak lebih unggul daripada Hui Sian, tetapi

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 362


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hui Sian mempunyai lebih banyak pengalaman. Ia tahu, ia tidak


akan dapat menang melawan Ciat Seng, maka itu ia menjalankan
taktik membela diri dengan rapat-rapat untuk menunggu
datangnya bala bantuan. Hanya saja, diluar dari perhitungannya,
Thay Koan sudah berhasil memancing tiga pembantunya masuk
kedalam hutan.
Ketika Thay kun tiba disitu, Ciat Seng mendesak musuhnya
dengan serentetan pukulan Pay-in- cut-siu (Mandorong Awan
Keluar Puncak Gunung) yang saling susul menyusul tidak henti-
hentinya. Hui Sian terkejut dan terpaksa main mundur untuk
meloloskan diri dari sambaran pedang yang berantai. Akan tetapi,
ia tidak dapat mundur lebih jauh, sebab kedua kakinya sudah
berada dipinggir jurang, yang dalamnya ratusan tombak! Ia
menjadi bingung sekali dan keringat dingin mengucur dari
dahinya.
Bagaikan pelangi, pedangnya Ciat Seng menyambar kearah
pundak kirinya musuh. Hui Sian cepat-cepat menyampok
kesebelah kiri dengan pedangnya, dengan niatan, setelah
menyampok ia akan melompat keluar dari kedudukannya yang
amat berbahaya. Tetapi ia tidak tahu, serangan Ciat Seng
hanyalah serangan gertakan belaka. Pukulan Pay-in-cut-siu
adalah pukulan berantai yang luar biasa cepat berubahnya. Begitu
pedangnya Hui Sian bergerak kesebelah kiri, Mo-in- kiam sudah
merubah haluan dan menyambar kearah kanan yang kosong.
Disebabkan membelakangi jurang, Hui Sian tidak berani mundur
lagi dan jalan satu-satunya adalah merobah lagi Gerakan
pedangnya. Tetapi itu sudah tidak keburu! Bagaikan kilat Mo-in-
kiam menggores pundaknya yang langsung saja mengucurkan
darah!
Sambil mengulet dan menggereng menahan sakit, Hui Sian
memutar pedangnya dengan tangan kanan, sedangkan tangan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 363


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

kirinya mengirim serentetan pukulan yang nekat-nekatan. Seperti


anjing yang sudah kepepet, Hui Sian tidak bisa tidak menggigit.
Tanpa mempedulikan keselamatan dirinya lagi, ia menerjang
mati-matian, sehingga Ciat Seng terpaksa harus mundur beberapa
langkah. Tentu saja Hui Sian tidak menyia-nyiakan kesempatan
ini. Ia menarik napasnya
dalam-dalam dan menjejakkan kedua kakinya sekuat tenaga.
Seperti anak panah badannya Hui Sian mengapung kira-kira tiga
tombak tingginya dan dilain saat, kedua kakinya hinggap
ditempat yang aman, akan kemudian melarikan diri dengan
secepatnya.
Ciat Seng membalikkan badannya dengan niatan untuk
mengejar. Waktu itu, Pek Thay Koan melihat Sat Bok Kek, Ko
Jin Kiat dan Yo Tian Kong sudah muncul dari puncak gunung
dan sedang turun kebawah. Oleh sebab itu, ia lalu berseru:
“Saudara Kie, jangan kejar! Ayo kita susul kawan- kawan yang
lainnya!“
Mendengar teriakannya Thay Koan, Ciat Seng tidak jadi
mengejar. Sesudah omong-omong sebentar, mereka lalu menuju
kearah barat dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh.
Tidak lama kemudian, mereka sudah tiba dipinggangnya
gunung. Sesudah melewati satu tikungan, disebelah depan lapat-
lapat sudah terlihat puncak Hui-lai-hong dari gunung Lengin-
shan. Pek Thay Koan menengok kebelakang, ternyata tidak ada
musuh yang mengejar. Mereka lalu turun ke satu lembah yang
penuh dengan pepohonan.
Dengan mata mengawasi puncak Hui-lai-hong, Ciat Seng
berkata: “Pek-heng, apakah kau mengetahui cerita tentang Hui-
lai-hong?”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 364


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Aku pernah dengar ceritanya, waktu masih kecil, tetapi


sekarang sudah lupa,” jawab Pek Thay
Koan.
“Aku masih ingat!” kata Ciat Seng lagi. “Biarlah aku
tuturkan untuk menghilangkan kesepian!“
Selagi Ciat Seng mau mulai menutur, dipinggang gunung
yang terletak disebelah depan mendadak muncul dua helai sinar
hijau, yang berterbangan.
“Pek-heng, lihat!“ kata Ciat Seng sambil menuding dengan
tangannya. “Disitu tentu ada musuh kita. Mari!“ Kedua sinar itu
kelihatannya bukan sinar pedang, sehingga kedua sahabat itu
merasa heran.
“Mungkin senjata rahasia!” kata Ciat Seng.
“Mirip-mirip golok terbang, tetapi golok terbang begitu
gerakannya,“ kata Pek Thay Koan. Ia adalah ahli melepaskan
golok terbang, maka sekali melihat saja ia sudah dapat
memastikan. Dua sinar itu, yang terbang dikiri kanan, bukannya
cara terbangnya huito (golok terbang).
Mereka lalu menggenjot badan dan memburu kearah sinar
itu. Akan tetapi, ketika mereka tiba disitu, kedua sinar tersebut
sudah menghilang.
Baru saja membelok disatu tikungan, mendadak mereka
mendengar satu suara. Cepat-cepat mereka melompat ke
belakangnya satu batu besar yang dikelilingi oleh rumput tinggi.
Dari situ mereka melihat satu pendeta sedang melepas dengan
satu tangannya dan menangkap dengan tangannya yang lain
belasan arit kecil, yang terbang berputaran dengan cepat sekali.
Ciat Seng lalu mengenali, bahwa orang itu Moh-ma-ta
adanya. Ia menowel Thay Koan dan berbisik: “Pendeta itu adalah

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 365


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

musuh kita yang paling kuat. Lihat arit terbangnya! Kalau tidak
mengenakan sasarannya dapat balik pulang sendiri. Kita harus
hati-hati!“
“Ya, senjata itu memang sangat sulit untuk dipecahkan,“ kata
Thay Koan.
Baru saja Thay Koan mengucapkan begitu, Moh-ma-ta
terlihat mengayunkan tangannya dan sejunlah arit terbang
menyambar kearah mereka bersembunyi. Berbarengan dengan
menyambarnya sinar-sinar hijau, rumput tinggi yang
mengelilingi Thay Koan dan Ciat Seng terbabat kutung!
Disebabkan sudah tidak berguna bersembunyi lagi, dengan
menggunakan Hui-niauw-cut-lim (Burung Terbang Keluar
Hutan) Ciat Seng keluar sambil menikam pundaknya Moh-ma-ta.
Sambil menggeser badannya, pendeta itu mengebut dengan
lengan bajunya dan badannya Ciat Seng terhuyung tujuh delapan
langkah disebabkan kena terdorong oleh semacam tenaga yang
luar biasa besarnya. Moh-ma-ta mengeluarkan suara tertawa
seram dan mengayunkan tangannya. Tiga batang arit terbang
segera menyambar, dari atas, tengah dan bawah. Sambil
melompat tinggi, Ciat Seng memutar Mo-in-kiam untuk
melindungi seluruh tubuhnya. Begitu kebentrok dengan Mo-in-
kiam, dua arit lalu terbang balik kepada Moh-ma-ta, tetapi
arit yang ketiga menyambar terus. Pek Thay Koan yang selalu
waspada segera melepaskan golok terbangnya. Arit itu kena
terpukul miring, tetapi didalam bentrokan golok terbangnya Thay
Koan ternyata kena dibuat putus oleh arit itu! Hal ini hanya bisa
terjadi disebabkan arit tersebut dilepaskan dengan tenaga dalam
yang luar biasa besarnya.
Tiba-tiba Moh-ma-ta meluruskan tangan kanannya dan
kemudian telapak tangannya yang terpentang ditarik masuh
kedalam. Sungguh mengherankan, arit terbangnya yang barusan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 366


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

kena terpukul miring oleh huitonya Thay Koan, seperti kena


dihisap, balik pulang ketangannya!
Melihat telapak tangan pendeta itu seperti besi berani, Thay
Koan dan Ciat Seng menjadi terkesiap. Mereka tahu,
kepandaian tersebut adalah berdasarkan lweekang (tenaga dalam)
yang luar biasa tingginya, yang dapat direndengkan dengan
pukulan Pek-kong-ciang dari Siauwlimpay.
Saat itu, disebelah depan terlihat berkelebat bayangan orang.
Moh-ma-ta agaknya samasekali tidak memandang mata kepada
Thay Koan dan Ciat Seng. “Bocah!” ia membentak. “Tunggu
disini! Sesudah aku bereskan anjing tua itu, baru aku kan
membuat perhitungan dengan kalian berdua!“ ia lalu melompat
dan memburu bayangan orang yang sedang berlari-lari itu.
Ciat Seng dan Thay Koan lalu turut mengejar. Mereka
melihat orang itu sepertinya menggandeng sesuatu benda
dibelakangnya, hanya disebabkan terlalu jauh, tidak dapat dilihat
dengan nyata. Dilain saat orang itu membelok di satu tikungan
dan menghilang sehingga Moh-ma-ta berteriak- teriak saking
gusarnya. Ia segera mengerahkan tenaga dan memanjat keatas
gunung.
Lewat beberapa saat, orang yang tadi tiba-tiba terlihat
berlari-lari kearah Thay Koan dan Ciat Seng. Baru saja ia turun
dari satu tanjakan, Ciat Seng yang bermata sangat jeli, sudah
dapat mengenali.
“Ah, itu adalah Hie Kok siok-siok!” ia berseru. “Su siok-
siok!” ia berseru. “Kami sengaja datang
untuk menyambut engkau!“ Thay Koan turut berteriak.
Orang itu emang Hie Kok adanya dan yang digandeng adalah
Thia Siauw Thian. Sebagaimana diketahui, Siauw Thian kena
dibanting oleh Sat Bok Kek kebawah bukit. Ia jatuh terbanting

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 367


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

sehingga tulang dengkulnya patah dan anggota badannya banyak


mendapat luka. Masih untung sebagai ahli silat ia juga
mempunyai tenaga gwa-kang (tenaga luar) yang cukup tinggi,
sehingga luka-lukanya tidak sampai membahayakan jiwanya.
Hie Kok yang menyusul menjadi kaget sekali melihat Siauw
Thian rebah dalam keadaan pingsan dan badannya berlumuran
darah. Cepat-cepat ia menggendong kawan itu dan selanjutnya
dibawa ketempat sepi, dimana ia memberikan sebutir Hoan-hun-
tan (Pil Memulangkan Roh), agar Siauw Thian dapat sadar diri
dari pingsannya. Sesudah beristirahat sebentaran, ia kembali
menggendong Siauw Thian dengan niatan untuk pergi ke Lengin-
shan mengantar Siauw Thian pulang kerumahnya. Tetapi tidak
disangka, ditengah jalan ia bertemu dengan Moh-ma-ta. Dengan
menggendong Siauw Thian, Hie Kok tentu saja tidak dapat
berkelahi melawan musuh yang tangguh itu. Ia kabur secepat-
cepatnya dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh, tetapi
Moh-ma-ta mengejar terus sambil kadang-kadang
melepaskan arit terbangnya.
Belakangan dengan berlari mebelok-belok, ia dapat juga
meninggalkan musuhnya dan bersembunyi disatu geromboln
pohon-pohon. Waktu Thay Koan dan Ciat Seng bergebrak
dengan Moh-ma-ta, ia keluar dari tempat persembunyiannya
untuk menuju ke Lengin-shan, tetapi gerakannya ternyata kena
dilihat oleh Moh-ma-ta, yang langsung mengejar lagi. Akhirnya
dengan kembali berlari berbelok-belok, ia berhasil mengakali
pendeta itu, sampai akhirnya bertemu dengan Thay Koan dan
Ciat Seng.
Melihat kedua pemuda itu hatinya Hie Kok menjadi lega,
seperti juga terangkatnya sepotong batu besar dari ulu hatinya. Ia
tidak tahu, darimana datangnya Thay Koan, tetapi ketika itu ia
tidak dapat berdiam terlalu lama dan bertanya terlalu jelas.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 368


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Pek lootee, Kie hiantit, tolong kalian tahan pendeta anjing


itu!” kata ia. “Sesudah menolong Thia-
heng, aku akan membalik untuk membantu kalian.”
Thay Koan mengawasi Siauw Thian dan memegang nadinya.
“Nadinya saudara Siauw Thian agak berat,” kata ia. “Masih untuk
sudah tidak berbahaya lagi bagi jiwanya. Su-siok kau boleh jalan
duluan. Serahkan pendeta itu kepada kami berdua.“ Baru saja
Thay Koan berkata begitu, Moh- ma-ta sudah kelihatan memburu
dan begitu datang mendekat, ia langsung menubruk.
Ciat Seng memutar pedangnya seperti baling-baling untuk
melindungi Hie Kok dan Siauw Thian. Tiba-tiba tiga arit terbang
menyambar kearah punggungnya Siauw Thian, sedangkan tiga
batang lainnya menyambar kebagian bawah badannya Hie Kok.
Hatinya Hie Kok mencelos. Ia menyedot napasnya dengan niatan
melompat tinggi untuk meloloskan diri dari arit yang
menyambar kepunggung dan kekaki. Tetapi, sebelum badannya
bergerak tiga batang arit lainnya kelihatan terbang kearah
kebagian atas, kearah kepalanya! Dengan demikian, Hie Kok
Bersama Siauw Thian seperti juga terkurung oleh sembilan atit
terbang yang menyambar dari atas, tengah dan bawah. Sekali ini
Hie Kok benar-benar putus harapan! “Thia-heng, kita akan mati
bersama-sama!“ ia mengeluh.
Pek Thay Koan dan Kie Ciat Seng juga tidak keburu untuk
berbuat apa-apa untuk menolong. Tangannya Thay Koan sudah
meraup beberapa huito, tetapi sebelum ia sempat melepaskan, Hie
Kok sudah mengeluarkan teriakan, sebab paha kanannya sudah
kena disambar arit. Saat itu, empat golok terbangnya Thay Koan
sudah melesat dan memencarkan tiga arit yang menyambar
kepunggungnya Siauw Thian. Dengan menahan sakit Hie Kok
menggenjot badannya yang lalu melesat kedepan, tetapi Moh-ma-

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 369


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

ta yang tidak mau melewatkan kesempatan yang bagus itu, terus


menerus melepaskan arit terbangnya.
Pada saat yang sangat berbahaya itulah, tiba-tiba satu
bayangan hitam melesat keatas kepalanya
Hie Kok.
“Binatang! Jangan terlalu mendesak orang dengan
keterlaluan!“ demikian satu bentakan. Ciat Seng lalu dapat
melihat, bahwa bayangan itu adalah seorang pendeta yang sambil
“terbang” mengebut dengan tangan bajunya yang
gerombongan. Tidak tahu bagaimana, begitu kena dikebut,
belasan aritnya Moh-ma-ta langsung masuk kedalam tangan baju
itu! Kejadian yang luar biasa itu, membuat semua orang jadi
terpaku.
Begitu melihat rupanya si pendeta, Hie Kok mengeluarkan
satu teriakan “ah“ “Hiantong Taysu! Kalau begitu kau yang
datang!“ ia berseru dengan suara girang. Walaupun belum pernah
bertemu, Thay Koan dan Ciat Seng sudah lama mendengar nama
besarnya pendeta itu, sehingga merekapun menjadi sangat girang
sekali.
Bukan main gusarnya Moh-ma-ta melihat datangnya
pertolongan yang tidak diduga-duga. Tanpa berkata sesuatu apa,
ia menerjang Hiantong sambil melepaskan enam batang aritnya.
“Balik!” membentak Hiantong, sambil mengebas dengan
tangan bajunya. Arit itu seolah-olah sangat mendengar kata.
Cepat luar biasa, mereka berbalikkepada tuannya dan
menyambar ketiga jalan darah Moh-ma-ta. Bahwa enam aritnya
dapat berbalikdan menyambar dirinya, benar-benar diluar
dugaannya Moh-ma-ta. Ketika itu badannya sedang menubruk
Hiantong, sehingga dapat dibayangkan bagaimana hebatnya
adanya bahaya yang mengancam dirinya. Dalam keadaan begitu,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 370


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

ia hanya dapat menghadapinya dengan mati-matian. Sambil


mengerahkan tenaga dalamnya, ia mengangkat kedua tangannya
dan mengebut dengan lengan bajunya. Dua arit yang menyambar
kejurusan bawah lalu terpental. Dua arit yang menyambar
pundaknya juga kena disampok jatuh. Tetapi dua arit yang jalan
ditengah tidak dapat disingkirkan lagi dan menggores bawah
ketiaknya, sehingga mengeluarkan darah.
“Celaka!“ ia berseru sambil menarik tangannya dan
berbareng mengebut arit yang satunya lagi. Baik juga gerakannya
cukup cepat, sehingga kalau tidak, arit itu sudah memutuskan
satu lengannya. Jengkel dan gusar terkumpul menjadi satu
didalam otaknya Moh-ma-ta. Ia tahu aritnya sangat beracun dan
jika tidak cepat-cepat diobati, dalam waktu duapuluh empat jam,
jiwanya akan melayang.
Matanya Moh-ma-ta seperti mengeluarkan api disebabkan
oleh gusarnya. “Bangsat gundul!“ ia berteriak dengan keras.
“Kalau sakit hati ini tidak terbalas, aku Moh-ma-ta bersumpah
tidak mau belik lagi ke Seecong (Tibet)!“
“Moh-ma-ta!“, sahut Hiantong dengan suara dingin. “Aku
menasehatkan kamu, kau belajar lagi
tiga tahun baru datang lagi kesini!“
Moh-ma-ta berteriak-teriak seperti orang kalap dan
mengangkat kedua tangannya untuk menyerang lagi. Tetapi baru
saja ia bergerak, ketiaknya dirasakan sangat sakit, sehingga
sambil menggereng, ia mundur lagi beberapa langkah. Cepat-
cepat ia merogoh sakunya, dan mengambil sebutir pil untuk
menahan sakit dan mencegah menjalarnya racun untuk sementara
waktu. Ia tahu racun arit sudah masuk kedalam jalan darahnya
sebab ia merasakan pundak kirinya kesemutan dan tidak
bertenaga. Jika tidak segera diobati , jiwanya bisa-bisa tidak
dapat ditolong lagi. Maka itu, walaupun hatinya bagaimanapun

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 371


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

gusarnya, ia mesih ingat jiwanya, dan juga ia merasa tidak dapat


melawan Hiantong. Ia segera membalikkan badannya dan lari
sipat kuping.
Pek Thay Koan yang sudah menjadi sangat gusar disebabkan
beracunnya tangan musuh, segera mementang kedua kakinya dan
mengejar sambil menjijing pedangnya.
“Jangan kejar!“ mencegah Hiantong. “Disana ada lagi orang
yang mendatangi. Hie Kok lauwko mendapatkan luka berat. Kita
harus terlebih dahulu menolong dia.“
Thay Koan jadi mengurungkan niatnya dan menghampiri Hie
Kok. Lukanya Hie Kok sebenarnya hanya luka kecil saja, juga
pahanya terpapas sedikit. Tetapi luka itu sudah berwarna biru,
yang mana menandakan, bahwa racunnya sudah mulai bekerja.
Hiantong menggapai Ciat Seng dan berkata: “Kie loote, aku
dan kau masing-masing menggendong satu orang dan membawa
mereka kekelenteng Leng-in-sie. Biarlah Pek-loote melindungi
dari belakang untuk mencegat musuh yang sedang mendatangi.“
Ciat Seng menganggukkan kepalanya dan mengangkat Siauw
Thian dari punggungnya Hie Kok, akan kemudian digendong
oleh ia sendiri.
“Lauwko, biarlah aku menggendong engkau!“, kata
Hiantong.
“Luka ini sangat ringan, janganlah membuat Taysu menjadi
sangat berabe,“ sahut Hie Kok. “Aku percaya, aku masih dapat
berjalan sendiri.“
Melihat lukanya Hie Kok mulai membengkak, Hiantong
mengerutkan alisnya dan berkata: “Tidak bisa! Racun itu sudah
mulai bekerja. Kalau kau bergerak, sang racun akan bekerja
semakin cepat lagi!“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 372


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Ia segera mengeluarkan sebutir Pek-co Siauw-tok Kim-tan


(Pil yang dibuat dari ratusan macam rumput untuk memunahkan
racun) dan memberikannya kepada Hie Kok. Sesudah itu, tanpa
mempedulikan orang mau atau tidak, ia mengangkat badannya
Hie Kok yang lalu digendongnya. Melihat kesungguhan hati
orang, Hie Kok juga tidak menampik lagi.
Sebelum berangkat, Hiantong berpaling kepada Pek Thay
Koan dan berkata: “Disana sedang
mendatangi tiga musuh. Tolong kau tahan mereka untuk
sementara waktu.”
Sehabis memesan begitu, dengan sekali berkelebat, badannya
Hiantong sudah melesat jauh. Ciat Seng meleletkan lidahnya
disebabkan oleh kekagumannya. Ilmu meringankan badan
semacam itu, benar-benar belum pernah ia lihat. Iapun segera
menggunakan ilmu meringankan badan dari Soat-san-pay dan
menyusul dari belakang.
Pek Thay Koan yang melindungi dari belakang berjalan
perlahan-lahan. Tidak lama, tiga musuhnya sudah hampir
menyusul. Orang yang paling depan adalah Kimpian Yo Tian
Kong, yang kedua Ko Jin Kiat, sedangkan yang ketiga Sat Bok
Kek. Melihat Thay Koan berjalan seorang diri, Yo Tian Kong
menjadi girang dan berteriak: “Bocah! Kau sudah menipu kami
setengah jam lamanya didalam hutan. Tetapi memang dasarnya
kau bakalan mampus, akhirnya kita berjumpa lagi.“
Pek Thay Koan seperti juga tidak mendengar bentakan orang
dan berjalan terus tanpa menengok. Dengan gusar Tian Kong
melompat memburu dan menyabetkan Liong-kut-pian ke
punggung Thay Koan. Dengan membungkuk dan mengegos,
Thay Koan mengelit serangan itu, dan berbareng sambil
menggenjot badannya kakinya mendupak kebelakang. Tendangan
ini, yang dikenal dengan nama Tendangan Kuda Putih, adalah

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 373


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

ilmu tendangan Tiang-kang-pay (Partai Tiangkang) yang sangat


lihai dan cepatnya luar biasa. Tidak terduga, Tian Kong sudah
kena didepak dan badannya jatuh terlentang.
Ko Jin Kiat menyambar dan menikam dengkulnya Thay koan
dengan menggunakan pusutnya. Thay Koan berkelit sambil
membalas menyerang dan mereka berdua lalu bertempur dengan
seru. Baru beberapa jurus, Yo Tian Kong sudah bangun dan
menyerang juga, sehingga ThayKoan jadi dikeroyok oleh mereka
berdua. Thay Koan yang tidak, mempunyai kegembiraan untuk
bertempur lama-lama, segera memutar pedangnya untuk
menyampok kedua senjata musuh sambil melompat keluar dari
gelanggang dengan menggunakan lompatan Hie-ciak-tang-kie
(Burung kucica melompati cabang).
Tetapi segera juga ia kena dikepung lagi, sehingga terpaksa
ia melawan lagi dengan dikeroyok oleh tiga musuhnya.
Bertempur belum berapa lama, pihak musuh mendapatkan lagi
satu tenaga bantuan, yaitu Giam Pek Song yang bersenjata
sepasang gaetan. Dikerubuti oleh empat musuh yang mempunyai
ilmu silat tinggi, mau tidak mau Thay Koan harus melawan mati-
matian. Ia mengempos semangatnya dan melayani mereka
dengan gerakan-gerakan lincah. Tetapi biar bagaumanapun
gagahnya ia, perlahan-lahan ia mulai merasa lelah dan
keadaannya berada dibawah angin. Ia tahu kalau ia harus
bertempur terus menerus secara begini, pada akhirnya ia akan
mendapat celaka.
Selagi keadaanya mulai mengkuatirkan, mendadak kelihatan
mendatangi lagi dua orang yang
begitu datang dengan segera membentak: “Kawanan anjing!
Lihat pedang!“
Keempat kaki tangan Yong Ceng terkesiap sebab yang
datang adalah Kam Hong Tie dan Hong Jiam Kong. Dilain pihak,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 374


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Pek Thay Koan menjadi kegirangan setengah mati. “Suheng!


Hong loocianpwee!” ia berseru. “Ayo kita bereskan manusia-
manusia ini. Su-siok-siok mendapat luka!”
Hong Tie heran mendengar Hie Kok mendapat luka, tetapi
waktu itu ia tidak sempat bertanya dan langsung menerjang
dengan pedangnya. Dengan sekali terjang saja, ia sudah memukul
mundur Yo Tian Kong dan Giam Pek Song, Hong Jiam Kong
turut menyerbu. Dengan gerakan Tiang-hong-tui-tee (Pelangi
jatuh keyanah), Hong-lui-kiam menyambar betisnya Sat Bok Kek
bagaikan kilat. Sat Bok Kek yang gerakannya agak lambat sudah
tidak keburu untuk berkelit, sambaran pedang yang mendadak itu,
dan dilain saat, darah mengucur deras dari pahanya yang
somplak!
Sat Bok Kek menjerit-jerit dan badannya bergoyang-goyang.
Begitu pedangnya mendapatkan hasil, Jiam Kong membarengi
dengan satu tendangan kepinggang musuh. Walaupun
mempunyai tenaga seperti kerbau, mendapatkan dua pukulan
beruntun, Sat Bok Kek tidak berdaya lagi. Seperti pohon yang
ditebang, badannya yang tinggi besar tersungkur dibarengi
dengan suara
tertawa yang tidak henti-hentinya. Ternyata tendangannya
Jiam Kong mengenakan telak pada Siauw-yauw-hiat (jalan darah
yang menimbulkan tertawa) dan kalau tidak dibuka, ia akan mati
disebabkan tertawa yang tidak berhenti.
Melihat keadaan Sat Bok Kek, tiga temannya menjadi
kebingungan. Disebabkan oleh karena itu, gerakan pusutnya Ko
Jin Kiat menjadi lambat dan kena tersabet putus oleh pedangnya
Thay Koan. Dalam kagetnya, pedangnya Thay Koan sudah
menyambar pula dan sekali ini mampir dipundaknya, yang
langsung saja menyemburkan darah. Keringat dingin mengucur
dari badannya. “Mundur!” serunya sambil melompat keluar dari

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 375


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

gelanggang dan terus melarikan diri. Melihat kawannya kabur,


Yo Tian Kong dan Giam Pek Song juga turut sipat kuping, tanpa
memperdulikan Sat Bok Kek.
Setelah ketiga musuh kabur, Thay Koan segera menghampiri
Sat Bok Kek yang masih saja tertawa dan menghabiskan
nyawanya dengan satu tikaman. Sesudah itu mereka bertiga lalu
pergi ke kelenteng Leng-in-sie, di Hui-lai-hong.
Hui-lai-hong bukannya puncak gunung yang tinggi,
sedangkan gunungnya pun tidak besar. Tetapi diatas gunung itu
banyak sekali terdapat batu-batu yang berbentuk aneh dan
dipinggang gunung tumbuh banyak sekali pohon-pohon besar
yang batangnya lurus. Hui-lai-hong terletak didepannya
kelenteng Leng-in-sie. Dipinggang dan dikaki gunung terdapat
patung-patung Buddha yang tidak dapat dihitung berapa
banyaknya.
Dengan jalan perlahan-lahan mereka tiba dikakinya gunung.
Ketika Pek thay Koan mendongak, ia melihat dipinggang gunung
terdapat satu patung Buddha yang parasnya angker dan
menunggang seekor singa, sedangkan tingginya lebih dari satu
tombak. Ketika itu cuaca masih gelap, tetapi dengan
menggunakan “mata malam“ Thay Koan dapat melihat patung itu
dengan tegas sekali.
“Suheng, apa namanya patung yang menunggang singa itu?“
tanya Thay Koan kepada Hong Tie.
Hong Tie mendongak dan menyahut: “To-po Thian-ong.”
Sesudah berdiam beberapa saat, Hong Tie berkata lagi:
“Sute, apakah kau tahu, asal usulnya Hui- lai-hong?”
Thay Koan menggeleng-gelengkan kepalanya. “Barusan
diatas gunung Kie-heng juga mau menuturkan asal-usulnya,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 376


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

tetapi tidak keburu dilanjutkan, disebabkan datangnya musuh,“


kata Thay Koan.
“Sepanjang cerita, puncak Hui-lai-hong ini dibuat oleh
Buddha hidup Cee Tian,” menerangkan
Hong Tie.
“Bagaimana?” tanya Thay Koan dengan perasaan heran.
“Dengan hoat-lek (ilmu gaib) ia memindahkan Hui-lai-hong
dari See-thian kemari,” sahut Hong Tie. “Coba kau lihat.
Bukankah kedudukannya gunung ini luar biasa sekali, berada
ditempat yamg bukan semestinya?“
Thay Koan mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Menurut katanya orang, dahulu Cee Tian menjadi pendeta
di kelenteng Leng-in-sie,“ Hong Tie melanjutkan penuturannya.
“Pemandangan diseputar kelenteng adalah sangat indah, hanya
sayang kurang satu gunung. Oleh sebab itu, pada suatu hari Cee
Tian mengatakan pada sejumlah orang, bahwa ia ingin
memindahkan sebuah gunung kemari untuk menambah
keindahannya Leng-in-sie. Dan benar saja, pada keesokan
harinya, didepan kelenteng tiba-tiba telah muncul sebuah gunung
yang kecil, tetapi indah sekali pemandangannya.
“Suheng, apa kau percaya cerita itu?” tanya Thay Koan
sambil tertawa.
“Aku sudah bilang, bahwa cerita itu adalah ceritanya orang
dan bukannya dibuat olehku sendiri,” sahut Hong Tie. “Cerita itu
sudah menjadi semacam dongengan rakyat. Coba kau tanya
penduduk diseputar tempat ini. Mereka tentu akan menuturkan
cerita yang sama.”
“Sudah tiba,” kata Hiantong. “Ayo, masuk!”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 377


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Baru saja Hiantong mengucapkan perkataannya, dari sebelah


depan mendadak berkesiur angin. Semua orang lalu melompat
kepinggir dan ketika mereka mengawasi, Kie Ciat Seng sudah
terlihat berdiri didepan pintu gua dan berkata sambil merangkap
kedua tangannya: “Aku menduga musuh yang datang, maka aku
langsung keluar untuk menyelidiki!”
Sambil membungkuk, mereka masuk kedalam dari pintu
yang sempit itu. Ruangan didalam gua ternyata agak lebar juga.
Ditengah-tengah terdapat sebuah meja batu yang licin dan
mengkilap, seperti juga dikerjakan oleh tangannya tukang yang
pandai. Hie Kok terlihat bersila diatas lantai, sedang Siauw Thian
rebah diatas meja dengan muka pucat, tetapi tidak sepucat awal.
Melihat Hong Tie bertiga, Hie Kok langsung bergerak
bangun, tetapi segera juga ia merasakan dengkulnya sakit luar
biasa dan terpaksa mengurungkan niatnya sambil menggigit
giginya. “Jangan bergerak!” kata Hiantong sambil memegang
pundaknya.
Lebih dahulu Hong Tie mendekati Siauw Thian yang,
sehabis menelan obatnya Hiantong, sudah sadar dari pingsannya.
Melihat mukanya yang sangat pucat, Hong Tie tahu, kawan itu
telah mendapat luka didalam yang sangat berat. Masih untung ia
bertemu dengan Hiantong yang lalu menolong dengan obatnya
yang mujarab. Kalau tidak, ketika itu, ia sudah tidak bernyawa
lagi.
Siauw Thian memegang tangannya Hong Tie dan berkata
dengan suara terharu: “Kam toako, aku tidak nyana kita bisa
bertemu lagi!”
“Jangan kuatir,” kata Hong Tie, dengan suara menghibur.
“Dengan pertolongan Hiantong Taysu, saudara tentu akan segera
sembuh kembali.”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 378


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

––––––––

DJILID 4

Tiba-tiba diluar gua, terdengar beberapa suara luar biasa,


sehingga Hong Tie menjadi terkejut. Suara itu sebentar panjang,
sebentar pendek, sebentar keras dan sebentar perlahan, terdengar
dengan sangat nyata dimalam yang sunyi itu. Suara itu terdengar
seperti suara pertandaan yang biasa digunakan oleh orang-orang
kangouw. Sebagai orang-orang yang mempunyai pengalaman
luas, Hiantong dan kawan-kawannya langsung mengerti arti
tanda-tanda itu.
“Musuh sedang mondar-mandir didepan gua,” Hong Tie
berkata. “Biarlah aku lihat!”
“Aku ikut,” kata Hiantong yang langsung melompat keluar
dari mulut gua kecil, diikuti oleh Hong Tie. Mereka bersembunyi
dibelakangnya mulut gua besar dan memasang telinga. Ternyata
suara itu sudah semakin jauh, rupanya musuh menuju ke
kelenteng Leng-in-sie.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 379


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hiantong menyenggol pundaknya Hong Tie dan dengan hati-


hati mereka berdua lalu keluar dari mulut gua. Ketika itu sudah
jam lima, hampir pagi. Sang rembulan yang tadi masih
memancarkan sinarnya yang remang-remang sekarang sudah
tertutup awan, sehingga keadaan menjadi gelap gulita. Mendadak,
seperti seekor burung wallet, badannya Hiantong melesat tinggi,
akan kemudian menuju kearah Leng-in-sie seperti terbang. Hong
Tie juga lalu mengerahkan tenaganya dan mengikutinya dari
belakang. Tidak lama kemudian, ia sudah berada diatas genteng
kelenteng Leng-in-sie dan dengan beberapa lompatan, ia hinggap
diatas wuwungan yang paling tinggi dari sebuah paseban. Hong
Tie mengawasi seputarnya, tetapi ia tidak dapat melihat Hiantong
ataupun musuh.
Hong Tie segera melompat turun dan berlari-lari disepanjang
tembok kelenteng kearah bagian belakang Leng-in-sie. Disitu ia
juga ia tidak bertemu dengan seorangpun manusia. Sambil
menggenjot tubuhnya, ia lalu melompat turun kejalanan batu
yang mengarah kegunung dipinggir kelenteng.
Baru saja kedua kakinya menginjak jalanan batu itu,
mendadak adari antara pohon-pohon melesat keluar satu
bayangan manusia yang langsung menerjang. Satu sinar emas
menyabet, sehingga Hong tie cepat-cepat melompat mundur dua
langkah dan mengawasi musuhnya yang ternyata adalah Kimpian
Yo Tian Kong. Sesudah bertempur beberapa gebrakan, Hong Tie
yang sungkan melayani musuh itu, lalu kabur keatas gunung
dengan dikejar oleh Yo Tian Kong.
Lari belum seberapa lama, Hong Tie meninggalkan jalanan
batu yang mengarah ke gunung dan menerobos kesatu tanjakan
dimana terdapat beberapa puluh rumah penduduk. Sesudah
berlari melewati rumah-rumah itu, mendadak ia menggenjot
badannya dan hinggap diatas satu batu besar,dipinggir jalan. Ia

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 380


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

mengawasi kebawah dan membentak sambil tertawa dingin:


“Orang marga Yo! Tempat ini bagus sekali untuk berkelahi.
Kalau kau punya nyali naiklah!“
Baru saja Hong Tie habis mengucapkan perkataannya, Yo
Tian Kong sudah melompat keatas sambil membabat kakinya
dengan Liong-kut-pian. Hong Tie berkelit sambil menikam
pundak musuh dengan Lie-hun-kiam. Tian kong mengegos
pundaknya dan membalas dengan menyabet pinggangnya Hong
Tie dengan senjatanya. Tetapi segera juga ia terkesiap, sebab
walaupun sabetannya cukup cepat, tangan kirinya musuh
bergerak lebih cepat lagi dan sudah dapat mencekal pecutnya.
Cepat-cepat ia mengerahkan tenaga dalamnya dan membetot
senjatanya sekuat tenaga. Tetapi tenaga dalamnya Hong Tie jauh
lebih kuat dan betotannya tidak bergeming. Pada saat itu,
Kanglam Tayhiap sudah memajukan kakinya dan membentur
musuh dengan badannya, sehingga Tian Kong menjadi
sempoyongan dan terpaksa melepaskan senjatanya.
Pada detik yang sangat berbahaya itu, dari gerombolan
pepohonan mendadak melompat seorang yang tinggi besar dan
bersenjata golok bergigi seperti gergaji dan tanpa berkata sesuatu
apapun, lalu membacok Hong Tie. Dengan gesit Hong Tie
mengegos badannya dan sabetan golok itu jatuh ketempat
kosong.
Tian Kong ternyata juga bukan sembarang orang. Begitu
cepat ia mendapatkan kesempatan, sambil menggereng seperti
macan luka, ia menendang dadanya Hong Tie. Melihat
tendangannya yang sangat hebat itu, Hong Tie terpaksa
menggulingkan dirinya. Tian Kong menjadi seperti orang yang
kalap dan tanpa memperdulikan keselamatannya sendiri, ia
menerjang berulang-ulang seperti kerbau gila.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 381


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Sesudah mengelit serentetan serangan musuh, Hong Tie


mendadak mengayunkan tangannya yang memegang Liong-kut-
pian dan pecut itu langsung terbang menyambar mukanya Tian
Kong.
“Orang marga Yo!“ membentak Kanglam Tayhiap. “Aku
balikkan pecutmu, supaya kau jangan
menjadi kalap!”
Tian Kong merasakan dadanya seperti mau meledak. Dengan
mengandalkan pecutnya itu, ia sudah mendapatkan nama besar
dan menjagoi di lima propinsi Utara, sehingga ia mendapatkan
julukan Kimpian Yo Tian Kong yang disegani orang. Tetapi siapa
nyana, begitu cepat turun keselatan, ia sudah dibuat kocar-kacir
sampaikan pecutnya sendiri kena dirampas orang. Demikianlah,
begitu ia menangkap pecutnya, begitu ia menerjang lagi
sambil membentak:
“Binatang! Sekarang aku ingin mengadu jiwa dengan kau!“
Dengan mata merah ia menyerang dengan Tok-liong Pian-hoat
(Ilmu Pecut Naga Beracun) yang benar-benar lihai. Melihat
serangan yang nekat itu, sambil menyampok dengan pedangnya,
Hong Tie melompat kebelakang, tetapi sebelum kakinya hinggap
diatas tanah, ia merasakan kesiuran angin dan punggungnya
disabet dengan goloknya si orang tinggi besar itu. “Bagus!“
berseru Hong Tie sambil mengegos badannya dan menyampok
golok musuh dengan Lie-hun-kiam. Begitu pedangnya beradu
dengan senjata musuh, begitu pula Hong Tie membalikkan
tangannya dan bagaikan kilat, Lie-hun-kiam kembali menyambar
badannya orang itu, yang menolong dirinya sambil memutar
badannya.
“Saudara Gouw Liang! Jangan beri si anjing marga Kam
kabur!“ berseru Tian Kong sambil menyabet dengan pecutnya.
Mendengar itu, Hong tie baru mengetahui, bahwa orang tinggi

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 382


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

besar itu adalah jieko (kakak kedua) dari Cionglam Samhiong


(Tiga jagoan Ciong-lam-san).
Gouw Liang yang bermuka hitam dan berhati telengas sudah
lama dikenaldi kalangan kangouw, sebagai iblis yang kejam.
Oleh sebab itu, orang-orang kangouw menjulukinya dengan Hek-
sat-sin (Iblis Hitam). Siauw Tiu Ong Gui Eng, yang pada belum
lama berselang dipecahkan ilmu Kim- ciong-to nya Peng-ho
Chung Ie Long di Seecupa, adalah saudara angkatnya Hek-sat-
sin. Ketika datang di Hangciu dan bertemu Gui Eng, bukan main
sakit hatinya Gouw Liang. Ia sebenarnya mau mencari Chung Ie
Long untuk membalas dendam, akan tetapi tidak dapat
melaksanakan rencananya, sebab kota Hangciu justru sedang
dibikin gempar oleh Hong Tie dan kawan- kawannya.
Dengan membawa sejumlah opas, Gouw Liang mendapatkan
perintah untuk membantu membekuk Hong Tie. Yo Tien Kong
yang kena dihajar, tidak berani pulang kekantor dan sesudah
bertemu dengan rombongan Hek-san-sin, mereka lalu pergi
kebawah Hui-lai-hong. Suara yang tadi Hong Tie dengar didalam
gua Loo-houw-tong adalah suara tanda rahasia dari Tian Kong
dan kawan-kawannya.
Demikianlah didalam sekejap Kanglam Tayhiap sudah
dikepung oleh dua lawan tangguh. Sebab sungkan untuk
meladeni terlalu lama, Hong Tie segera mengeluarkan pukulan
Thian-ie-hoa (Kembang Hujan dari Langit) dan badannya
langsung saja dikurung dengan laksaan sinar dingin yang
berkeredepan. Dilindung oleh sinar pedang, badannya Hong Tie
mendadak melesat dan turu kebawah. “Sampai bertemu lagi!” ia
berseru sambil melarikan diri.
“Kejar!” berteriak Tian Kong yang merasa sangat penasaran.
Tetapi, ia mendadak merasakan sambaran angin yang sangat
tajam dan kuat luar biasa, sehingga mau tidak mau, ia terjengkang

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 383


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

dan jatuh terguling. Dengan badan dirasakan sakit sekali, Tian


Kong membuka kedua matanya. Dihadapannya sudah berdiri
seorang pendeta yang sangat kurus mengawasi dia dengan mata
bersinar terang.
Hek-sat-sin cepat-cepat melompat turun dan menyelak
didepannya Tian Kong. “Bangsat gundul!”
ia membentak. “Tengah malam buta, apa yang sedang kau
lakukan disini?“
“Didalam dunia yang lebar, semua orang bebas pergi kemana
ia suka,“ jawab si pendeta kurus dengan suara sabar. “Aku
melihat kalian yang malam-malam membawa-bawa senjata
bukannya orang baik-baik. Paling benar kau cepat-cepat saja
turun dari gunung ini.“
Mendengar perkataan pendeta itu, Tian Kong meluap
darahnya dan dengan gerakan Lee-hie-ta- teng (Ikan Lee-hie
meletik), ia melompat bangun. Untuk memperlihatkan
kepandaiannya, ia menyontek sepotong batu, sebesar kepalan
dengan pecutnya, dan ketika batu itu melayang ditengah udara, ia
menyabetnya dua kali dan batu itu terbelah menjadi empat
bagian.
Tian Kong dan Gouw Liang samasekali tidak tahu, bahwa
pendeta yang berdiri dihadapan mereka adalah Hiantong Siansu
yang namanya telah menggetarkan Rimba Persilatan. Sambil
tersenyum, Hiantong melompat mundur selangkah sambil
mengebas dengan tangan jubahnya yang sangat gerombongan.
Dan heran, sungguh heran, empat potong batu itu seperti kena
disedot dan menempel pada tangan bajunya si pendeta! Tian
Kong dan Hek-sat-sin menjadi terkesima dan mengawasinya
dengan mata terbuka lebar. Mereka tidak tahu, si pendeta
menggunakan ilmu apa gerangan.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 384


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Ilmu yang diperlihatkan oleh Hiantong sebenarnya bukan


ilmu gaib, tetapi satu tenaga khiekang (tenaga napas) yang sangat
tinggi. Sesudah berlatih puluhan tahun, khiekangnya Hiantong
boleh dibilang sudah mencapai puncaknya kesempurnaan.
Dengan sekali tiup, ia dapat memukul jatuh burung yang sedang
terbang dengan napasnya, begitu juga dengan sekali
mengerahkan
tenaganya, ia dapat menghisap segala rupa benda yang ia
inginkan. Arit terbangnya Moh-ma-ta juga telah dipecahkannya
dengan menggunakan tenaga tersebut.
Tetapi Tian Kong dan Gouw Liang juga bukan bangsa
pengecut. Meskipun sudah menyaksikan kepandaiannya si
pendeta yang sangat lihai, didalam kegusarannya mereka lalu saja
menerjang. Hek-sat-sin meluruskan tangannya dan mencoba
untuk mencengkeram lehernya Hiantong. Dengan gesit, Hiantong
mengelit sambil mengirim satu totokan yang mengenakan dengan
jitu dijalan darahnya Gouw Liang, sehingga ia langsung roboh
tanpa suara.
Tian Kong tahu bahwa kawannya kena totokan. Cepat-cepat
ia menepuk pinggangnya Gouw Liang untuk membuka jalan
darahnya. Begitu bangun, begitu juga Gouw Liang mencabut
goloknya, yang langsung disabetkan dengan sekuat tenaga.
Hiantong tidak bergerak, tetapi mengawasi dengan mata tajam.
Begitu sang golok menyambar, ia langsung memapaki dengan
kebasan lengan jubahnya yang langsung menggulung golok itu.
Hek-sat-sin terkesiap dan mencoba untuk menarik pulang
goloknya. Bagaikan kilat, tangan kanannya Hiantong menyambar
pundak orang dan dengan satu bentakan, “naik!“ badannya Hek-
sat-sin yang seperti kerbau terangkat naik! Melihat kawannya
berada dalam bahaya, Tian Kong mencoba untuk menolong
dengan menyabet dengan pecutnya. “Pergi!“ membentak

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 385


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hiantong sambil menimpuk Tian Kong dengan tubuhnya Hek-


sat-sin. Dengan satu suara “buk!“, mereka berdua terguling diatas
tanah.
“Kalian menghina seorang pendeta, tetapi sang Buddha akan
marah sekali dan sekarang kalian mendapatkan pembalasannya!“
berseru Hiantong sambil menepuk-nepuk tangannya. Sehabis
mengejek begitu, ia membacok satu batu besar dengan goloknya
Hek-sat-sin, sehingga golok itu rontok giginya.
Tian Kong dan Gouw Liang bangun berdiri dan segera mau
menerjang kembali. Ketika itu, Hiantong seperti sedang
memasang telinganya dan mendadak berkata: “Kawanmu sedang
mendatangi. Aku tidak dapat menemani kalian lebih lama lagi.
Kalian ingin menangkap Kam Hong Tie, tetapi Hong Tie sudah
keluar dari propinsi ini. Orang itu lihai sekali, manusia-manusia
semacam kalian mana bisa menangkap dia?“ Sehabis menggoda,
Hiantong menggenjot badannya dan didalam sekejap mata, ia
sudah tidak kelihatan lagi bayang-bayangannya.
Didalam kegusarannya, kedua orang itu berteriak-teriak
sambil membanting-banting kaki, tetapi mereka tidak dapat
melampiaskan amarahnya. Saat itu mendadak berkelebat satu
bayangan hitam dan orang yang baru datang itu ternyata Giam
Pek Song adanya.
“Apa kau barusan bertemu dengan seorang pendeta?“ tanya
Tian Kong.
Sebelum Giam Pek Song menyahut, diatas satu batu
besar mendadak terdengar suaranya
Hiantong: “Si-pendeta berada disini!“
Tian Kong dan Gouw Liang merasakan dadanya mau
meledak. Mereka memaki kalang-kabut dan menantang Hiantong
untuk bertempur lagi.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 386


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Giam Pek Song yang tidak tahu asal-mulanya tentunya


menjadi heran. “Kalian dihinakan oleh pendeta yang mana sih?”
ia bertanya.
“Oleh pendeta anjing yang badannya kurus kering!“ sahut
Tian Kong.
Giam Pek Song tertawa. “Berapa tinggi sih kepandaian
pendeta kurus kering itu?“ katanya.
“Masak kita bertiga tidak dapat melawannya?“
“Bangsat gundul itu, tinggi sekali kepandaiannya,“ kata Hek-
sat-sin. “Dengan sekali kebas tangan
bajunya, manusia dapat jatuh terguling.“
“Fui! Aku tidak percaya!“ kata Giam Pek Song.
“Kalau kau tidak percaya, kau boleh menjajalnya!“ demikian
terdengar satu suara diatas batu.
“Bangsat gundul! Benar-benar kau mempermainkan kami!“
berteriak Yo Tian Kong sambil membanting kaki dan kemudian
menggenjot badannya melompat keatas batu diikuti oleh Pek
Song dan Gouw Liang. Tetapi disitu mereka tidak melihat
bayangannya Hiantong.
“Pendeta anjing! Kalau punya nyali, jangan main sembunyi-
sembunyi!“ berteriak Tian Kong. Mendadak satu bayangan
berkelebat, diiringi dengan suara tertawa. “Hweesio (pendeta)
mau naik keatas gunung, mari!“ kata satu suara.
Mereka bertiga lalu bergerak untuk mendaki gunung. Tetapi
sekonyong-konyong dari sebelah jauh mendatangi satu bayangan
manusia yang gerakannya cepat. Ia itu Cio Hui Sian yang
lengannya dibalut sebab terluka.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 387


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Apakah kalian bertemu dengan bangsat bermarga Kam?“


tanya Hui Sian.
“Bertemu, tetapi dia sudah kabur,“ jawab Tian Kong. “Selagi
ingin mengejar, kami diganggu oleh
satu kepala gundul yang sekarang masih berada diatas
gunung!“
“Bagaimana macamnya pendeta itu?“ tanya lagi Hui Sian.
“Kurus!” jawab Hek-sat-sin.
“Masak segala Hweesio kurus, kalian tidak mampu
melawan?” berkata Hui Sian dengan suara mengejek dan lalu
mementang langkahnya untuk mendaki gunung.
Sesudah berlari-lari beberapa lama, jauh-jauh Hui Sian
melihat satu pendeta sedang menyandar dibatu besar dan
mengawasi dirinya sambil tersenyum. Segera juga ia menjadi
bergidik, sebab ia mengenali pendeta itu bukan lain daripada
Hiantong yang sudah pernah menghajar dirinya di Pek-tiang-
hong.
Tetapi untuk menutup malu, ia maju dan menuding dengan
pedangnya. “Bangsat gundul!“ ia membentak. “Sekarang aku
tahu, kau bersekongkol dengan kawanan pemberontak. Cepat kau
serahkan dirimu kepada Cio-Toaya!“
“Bocah, jangan temberang!“ berkata Hiantong sambil
mengebaskan lengan jubahnya dan Hui Sian langsung saja
terhuyung beberapa langkah. Saat itu, Yo Tian Kong, Gouw
Liang dan Giam Pek Song sudah tiba dengan senjata yang
terhunus. Sambil berseru keras, Tian Kong segera menyabet
dengan pecutnya. Dengan gerakan menggulung tirai, sekali
mengebas saja, tangan jubahnya sudah menggulung pecutnya
Tian Kong. Dalam kagetnya, Tian Kong mengirim satu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 388


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

tendangan hebat kearah dadanya si pendeta. “Pergi!“ membentak


Hiantong sambil mengebut dengkulnya Tian Kong yang tidak
ampun lagi, lalu jatuh menggelinding kebawah tanjakan,
sedangkan pecutnya, yang sudah putus menjadi tiga potong, jatuh
kedalam jurang.
Melihat kawannya dirobohkan secara begitu mudah, Pek
Song segera menyerang dengan sepasang gaetannya, sedangkan
Gouw Liang membabat dengan goloknya yang sudah tidak
bergigi lagi. Hiantong tersenyum dan dengan beberapa kali
mengebut saja, dua kaki tangannya kaisar Boan itu sudah
mendapatkan nasib seperti kawannya. Hui Sian yang pernah
merasakan tangannya Hiantong ketika itu bersembunyi
dibelakang satu batu besar dan tidak berani keluar.
Hiantong mendongak dan bersiul keras, sedangkan badannya
melesat kepuncak gunung bagaikan angin. Sesudah si pendeta
tidak kelihatan lagi bayangannya, barulah Hui Sian berani keluar
dari tempet persembunyiannya. Ketika itu, Tian Kong bertiga
sudah merayap naik dari bawah tanjakan, dimana mereka tadi
jatuh terguling. Tian Kong merasa sangat panas perutnya sewaktu
bertemu dengan Hui Sian yang barusan sudah bersembunyi.
“Si gundul sudah pergi?” tanya Hek-sat-sin.
“Sudah!” jawab Hui Sian‟
“Kebawah gunung?” tanya Giam Pek Song.
“Dia lari keatas!” jawab Hui Sian sambil menuding keatas.
“Mengapa kau tidak mengejar?” tanya Tian Kong sambil
melotot.
“Orang marga Yo!“ membentak Hui Sian dengan suara
keras. “Apakah kau sedang memberi
perintah kepadaku?“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 389


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Tian Kong tertawa tawar dan selagi ia ingin membalas


membentak, Giam Pek Song sudah keburu menyelak: “Semua
orang sendiri mngapa harus begitu? Ayolah, paling benar, kita
mencari musuh!“ Tian Kong mengawasi Hui Sian dengan mata
beringas dan Hek-sat-sin lalu cepat-cepat menarik tangannya
untuk diajak naik keatas puncak. Pek Song mencoba membujuk,
tetapi Hui Sian tidak mau mengikut dan mengatakan ingin
berbalik kekantor untuk mengobati lukanya.
Tain Kong bertiga ubek-ubekan mencari Hiantiong, tetapi
orang yang dicari sudah tidak kelihatan lagi batang hidungnya.
Tidak lama kemudian, fajar menyingsing dan mereka bertiga
tidak dapat berbuat lain selain daripada berbalik kekantor
congtok.
Waktu Tian Kong dan kawan-kawannya balik, congtok Lie
Wie belum tidur. Gelombang yang ditimbulkan oleh kawanan
Kam Hong Tie, bukan main hebatnya, bukan saja penjara besar
dibongkar, tetapi utusan kaisar sendiri kena dibunuh, maka
tidaklah heran, seluruh malam Lie Wie menjadi seperti seekor
semut diatas kuali panas. Ia momdar-mandir didalam kantornya
sambil menunggu jagoan-jagoannya yang dikirim untuk
membekuk kawanan pengacau itu. Dan ia menjadi terlebih
bingung lagi, ketika orang-orangnya pada pulang dengan
mendapatkan kerusakan besar. Tidak lama kemudian, ia
mendapat laporan-laporan jelek dengan beruntun.
Moh-ma-ta luka berat terkena arit terbangnya sendiri, Sat
Bok Kek binasa dan kepalanya dikutungkan orang, Ma Kie Eng
juga mati dan mayatnya diketemukan didalam jurang, sedangkan
Lo Kun menakluk kepada pihak musuh.
Lie Wie menjadi bengong seperti orang yang kehilangan
akal. Sungguh-sungguh ia tidak dapat menduga, Kam Hong Tie
dan kawan-kawannya begitu lihai. Ketika itu Hui Sian yang

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 390


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

mempunyai ganjalan sudah membakar Lie Wie dengan


mengatakan bahwa Yo Tian Kong bercabang hatinya dan sengaja
melepaskan musuh-musuhnya. Lie Wie memang sudah merasa
jengkel disebabkan oleh kegagalan orang bermarga Yo itu dalam
melindungi utusan kaisar, langsung saja percaya omongannya
Hui Sian dan segera memerintahkan orang membekuk kepala
opas itu, yang lalu memenjarakannya.
Sebagai tindakan lanjutan Lie Wie mengerahkan 300 serdadu
pilihan untuk mencegat diberbagai jalanan penting, sedangkan
smeua pintu kota ditutup selama tiga hari lamanya. Ia juga
memerintahkan sejumlah orang pergi keberbagai kota untuk
meminta bantuan untuk mencegat danmembekuk kawanan Kam
Hong Tie. Belakangan disebabkan ileh perasaan jengkel dan
kelelahan ia jatuh sakit.
*
* *
Sekarang marilah kita menengok pihaknya Kam Hong Tie.
Sebagaimana diketahui, ketika berada
Loo-houw-tong, Hong Tie dan kawan-kawannya dapat
mendengar suara musuh diluar gua.
Hong Tie dan Hiantong lalu keluar untuk memancing
kawanan musuh itu ke Lengon-san agar mereka tidak mendekat
gua itu lagi. Sesudah berhasil memancing musuhnya, cepat-cepat
Hong Tie balik kegua untuk membantu melindungi Siauw Thian
dan Hie Kok, sedangkan tugasnya yang lain diserahkan kepada
Hiantong. Seperti diketahui, Hiantong sudah menjalankan
peranannya secara baik sekali dan sesudah melihat seluruh
musuh-musuhnya balik kekantor congtok, barulah ia menysul
rombongan Hong Tie.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 391


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Selagi Hiantong “mengikat” musuh-musuhnya, Hong Tie,


Thay koan, Ciat Seng dan Jiam Kong diam-diam keluar dari Loo-
houw-tong dengan mendukung Hie Kok dan Siauw Thian. Itulah
sebabnya ketika serdadu Lie Wie mencegat dijalanan penting,
mereka sudah kabur jauh. Tujuan mereka adalah Hongsan
(Oeysan), untuk mencari perlindungan ditempatnya Bwee Hoa
Sin-souw
Lie Sun. Hampir tanpa istirahat mereka meneruskan
perjalanan dengan mengambil jalanan kecil, sebab jalanan besar
terlalu banyak bahaya mengintai.
Hari itu mereka melalui kurang lebih duaratus li, dan pada
waktu sore, mereka sudah melalui Leng-an. Mereka mencoba
untuk mencari gua untuk bermalam, tetapi tidak
mendapatkannya. Sesudah melewati dua bukit dan masuk
kedalam satu hutan yang lebat, dilangit mendadak beterbangan
awan-awan hitam dan angin utara barat bertiup dengan santernya.
“Ha! Bakalan turun hujan!” kata Hong Tie sambil
mengerutkan alisnya.
“Kalau hujan, kasihan benar Loo-thia dan Suko!” kata Jiam
Kong sambil menghela napas.
“Coba kita turuni bukit ini agak cepatan, mungin kita dapat
mencari tempat untuk berteduh” kata
Hong Tie.
Dengan Thay Koan menggendong Hie Kok dan Ciat Seng
menggendong Siauw Thian cepat-cepat mereka turun dari bukit
itu. Tanah dibawah bukit itu gundul, tidak berpohon dan tidak ada
sebuah rumahpun. Thay Koan yang berjalan paling dahulu,
berjalan dengan mengikuti pinggiran sebelah kiri dari bukit itu.
Ketika membelok, mendadak ia melihat sebuah kelenteng yang
diberi nama San-sin-bio (Kelenteng Malaikat Gunung) ditempat

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 392


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

yang tidak terlalu jauh. “Nah disana ada satu kelenteng, dimana
kita dapat meneduh,” katanya dengan suara girang. Mereka
mempercepat langkah dan baru saja masuk kedalam kelenteng
rusak itu, hujan sudah mulai turun.
Sesudah makan ransum kering, mereka segera bersila diatas
meja sembahyang untuk beristirahat. Kira-kira tengah malam,
tiba-tiba Hong Tie melompat bangun dan memburu kearah pintu.
Semua orang yang tidak tidur dengan pulas, langsung
mengetahui, bahwa mereka sedang didatangi oleh tamu yang
tidak diundang.
“Thay Koan!“ bisik Hie Kok, “ada orang!“ Thay Koan
menganggukkan kepalanya dan lalu bangun berdiri. Saat itu, ia
melihat berkelebatnya bayangan hitam, yang agaknya sedang
meraba-raba dalam ruangan yang gelap gulita itu. Ia mencekal
sebatang golok terbang dan begitu bayangan itu berkelebat lagi,
ia langsung menyambit.
“Ikan dalam jaring! Jangan bertingkah!“ demikian terdengar
bentakan yang diiringi dengan suara
tertawa. Suara itu agaknya seperti suara wanita. Sambil
mencabut pedangnya, Pek Thay Koan
melompat keluar, tetapi sebelum kakinya menginjak tanah, ia
disambut dengan suara bentakan: “Bocah, kau berani melawan
nyonyamu? Sambutlah!” Satu sinar berkeredepan menyambar.
Senjata itu adalah golok terbangnya sendiri! Dengan gerakan
Gan-lok-peng-see (Belibis Jatuh di Pasir Rata), Thay Koan
membuang dirinya kesamping dan menyambut golok terbangnya.
Mereka saling maju lagi beberapa langkah dan dari jarak dekat,
barulah Thay Koan dapat melihat, bahwa ia sedang berhadapan
dengan seorang wanita setengah tua yang parasnya cantik sekali.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 393


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Wanita itu memakai baju sutra hijau, ikat pinggangnya dari


sutra merah, rambutnya tidak diikat keras dengan konde terlepas
dengan diikat dengan pita putih, mulutnya kecil dan matanya
bersinar tajam dan gerakannya anggun sekali, sehingga jika
tangannya tidak mencekal golok Liu- yap-to, orang akan mengira,
ia adalah bidadari yang baru turun dari kahyangan.
“Bocah, kau kenal aku siapa?” membentak wanita itu.
“Siapa kenal segala perempuan siluman!” sahut Thay Koan
dengan suara tawar.
“Orang kangouw mana, yang tidak kenal Shoatang Tong
Sam Nio?” katanya dengan suara angkuh. “Bocah, kau rupanya
baru lahir, didalam dunia.” Sehabis berkata begitu, sambil tertawa
kedua matanya yang genit mengawasi Thay Koan.
Thay Koan menjadi meluap darahnya. “Perempuan muka
tebal! Kau tidak kenal Pek Toaya?” ia membentak sambil
menikam tenggorokan Tong Sam Nio dengan gerakan Lie-Kong-
sia-ciok (Lie Kong memanah batu). Dengan gesit sekali, Tong
Sam Nio melompat kebelakang. Dari tikaman tersebut, yang
hanya satu serangan gertakan, Thay Koan mendapat tahu, bahwa
ia sedang berhadapan dengan musuh yang tangguh. Oleh sebab
itu, sambil memasang kuda-kuda Go- houw-tong-mui (Macan
menunggu dipintu), ia mengawasi wanita itu dengan mata tajam.
Tong Sam Nio sendiri, sambil mengirim lirikan tajam,
mengeluarkan tertawa nyaring, seraya berkata:
“Aduh! Aku kira siapa? Tidak tahunya Pek-toa-khoa-jin
(Tuan) yang tampan dan gagah!”
Dengan gusar, Thay Koan membabat kaki orang dengan
pedangnya. Sam Nio menekan goloknya diatas tanah dan didalam
gerakan capung menungging, pedangnya Thay Koan lewat
dibawah kakinya. Thay Koan membalikkan tangannya dan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 394


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

pedangnya menyambar keatas, tetapi kali inipun ia tidak berhasil,


sebab badannya wanita itu sudah melesat dua tombak tingginya
ditengah udara.
“Orang marga Pek! Nyonya besarmu tidak sanggup melayani
kau, lain hari saja kita membuat perhitungan!” berseru Tong Sam
Nio sambil melompat keluar dari gelanggang pertempuran dan
lalu melarikan diri.
Thay Koan tidak mau mengerti dan dengan gerakan Yan-cu-
coan-in (Walet menembus langit), ia segera mengejar. Dalam
waktu sekejap saja, Tong Sam Nio sudah berlari sampai diatas
bukit dan melewati bukit itu terdapat satu hutan yang lebat.
Didepan hutan itu Tong Sam Nio berhenti dan berpaling ssambil
membentak: “Bocah! Nyonya besarmu sudah mengalah, tetapi
kau tidak mengenal puas. Aku nasehati, lenih baik kau cepat-
cepat pulang. Jika tidak, kau akan mampus dengan tidak
terkubur!”
“Perempuan busuk! Kau kira aku takut?“ Thay Koan
membalas membentak dan menerjang.
Tong Sam Nio kabur lagi dan masuk kedalam hutan. Dalam
gusarnya Thay Koan melupakan larangan yang berbunyi: “Jangan
mengejar musuh yang masuk kedalam hutan,“ dan sambil
menggenjot badannya, ia menyerbu. Mendadak Tong Sam Nio
menendang dan berbarengan dengan tendangan itu, beberapa
sinar berkeredepan menyambar tenggorokannya Thay Koan.
“Celaka!“ berseru Thay Koan sambil menggulingkan
badannya diatas tanah. Tetapi tidak urung sebatang jarum Tok-
beng-hoa-ciam sudah menembus telinganya. Ia samasekali tidak
menduga, didalam sepatunya wanita itu tersimpan senjata rahasia
yang begitu lihai. Cepat-cepat ia mencabut jarum itu, yang masih
beruntung tidak beracun.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 395


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Bocah, apa aku bilang?“ kata Tong Sam Nio dengan tertawa
nyaring. “Kalau kau masih tidak tahu diri, kau bakalan mampus
didalam tanganku!“ Thay Koan yang kena diejek sedemikian
rupa, menjadi merah matanya dan dengan tidak memperdulikan
segala apa, ia langsung mengejar terus.
Baru saja mengejar belasan tombak, dari atas pohon
mendadak menyambar satu bayangan manusia yang langsung
mencengkeram pundaknya Thay Koan. Sebelum ia dapat berbuat
suatu apa, badannya sudah terangkat naik dan berbareng dengan
satu bisikan: “Sute, lekas menyingkir, jangan menganggu dia!“
Itulah suaranya Kam Hong Tie yang langsung melepaskan
cekalannya.
“Suheng, apa kau bertemu dengan musuh yang lain?“ tanya
Thay Koan.
“Disini bukan tempat untuk berbicara, lekas kita
menyingkir!“ sahutnya.
Baru saja mereka ingin mengangkat kaki, tiba-tiba terdengar
sambaran peluru yang meledak diatas pohon didekat mereka.
Berbarengan dengan munculnya asap, hidung mereka menyedot
semacam bau wangi yang sangat luar biasa. “Celaka!“ seru Hong
Tie sambil mengerahkan tenaga dalamnya, sedangkan tangannya
menyambar pundaknya Thay Koan yang lalu dibawa lari keluar
hutan.
“Suheng, mengapa kau begitu takut terhadap peluru itu?“
tanya Thay Koa yang merasa kepalanya
agak pusing.
“Sute, jika aku datang terlambat, kau bisa celaka.“ Sahut
Hong Tie sambil membuang napasnya. Oleh karena melihat
saudara seperguruannya masih belum mengerti, Hong Tie segera

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 396


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

berkata pula: “Aku mengajak kau menyingkir, sebab aku


kuatirkan Ngo-sek Bie-hio-tan!”
“Apa itu?” tanya Thay Koan.
“Ngo-sek Bie-hio-tan adalah semacam peluru yang sesudah
meledak, mengeluarkan asap lima warna,” menerangkan Hong
Tie. “Siapa yang menyedot asap itu langsung akan roboh dalam
keadaan mabok, sedangkan bila menyedot terlalu banyak, orang
itu akan kehilangan nyawanya.”
Thay Koan menjadi kaget dan didalam hatinya ia bersyukur
tidak sampai menjadi korbannya wanita itu.
Setibanya di San-sin-bio, mereka menjadi terkejut, sebab
didalam ruangan kelenteng yang sekarang diterangi oleh sebatang
lilin, kawan-kawannya sedang berdiri disampingnya Thia Siauw
Thian dengan paras muka yang guram. Mereka mendekati dan
melihat Thia Siauw Thian berbaring dengan kedua mata tertutup
dan napasnya tersengal-sengal.
“Badannya saudara Thia Siauw Thian mendadak panas dan
keadaanya sangat mengkuatirkan sekali,“ kata Jiam Kong sambil
menghela napas.
Hong Tie memegang pipinya Siauw Thian yang berhawa
panas sekali dan kemudian memegang nadinya. “Jangan terlalu
kuatir,“ katanya. “Urut jalan darahnya dan berikan pil Tong-meh-
tan. Aku rasa dalam beberapa jam lagi, panasnya akan turun,“
kata Hong Tie segera mengeluarkan sebutir pil dari sakunya dan
langsung dicekoki kedalam mulutnya Siauw Thian, sedangkan
Jiam Kong mengurut jalan darahnya dengan perlahan. Lewat
beberapa lama, benar saja Siauw Thian sadar kembali, tetapi
keadaanya menjadi semakin lemah.
“Sakitnya saudara Thia memang berat sekali,” kata Hong
Tie. “Selama dua hari ini dia banyak lelah, sehingga

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 397


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

kesehatannya semakin buruk. Menurut pikiranku, paling baik kita


pergi dahulu ke Pek-tiang-hong untuk beristirahat beberapa hari
di kelentengnya Hiantong Siansu. Nanti, kalau keadaan saudara
Thia sudah baikan, barulah kita teruskan perjalanan ke Hong-san
untuk mencari Lie Sun. Bagaimana pikiran saudara-saudara?”
Semua orang langsung saja menyetujui dan demikianlah
pada keesokan paginya, mereka segera menuju ke Pek-tiang-hong
yang terletak dekat dari situ.
“Mungkin Hiantong Siansu masih belum pulang,” kata Hong
Tie sesudah mereka tiba diluar
kelenteng.
“Biarpun tidak ada, aku rasa tidak ada halangan kita
menumpang untuk beristirahat,“ kata Jiam
Kong.
Mendadak didalam kelenteng terdengar satu orang tertawa
terbahak-bahak dan dilain saat, Hiantong sudah memunculkan
diri. Ternyata dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh Sin-
heng-bu-eng (Malaikat berjalan tanpa bayangan), Hiantong sudah
mendahului rombongan Hong Tie dan tiba lebih dahlu di
kelenteng Sip-hong-sie.
Semua orang menjadi sangat girang. Sambil menuntun
tangannya Jiam Kong dan Hong Tie, Hiantong mengundang para
tamu-tamunya untuk masuk kedalam, dimana mereka disambut
oleh muridnya Hiantong, satu siauw-see-bie (pendeta kecil) yang
baru berusia kurang lebih empat belas tahun. Hiantong lalu
memerintahkan muridnya, membereskan kamar dan menyediakan
makanan untuk para tamunya.
Sesudah segala sesuatunya diatur beres, Hiantong segera
mengantar para tamunya kesatu kamar besar disebelah barat

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 398


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

belakang kelenteng. Didalam kamar itu, yang peralatannya sangat


sederhana tetapi sangat bersih, terdapat satu pembaringan besar
dan dua pembaringan kecil, yang sengaja disediakan untuk Hie
Kok dan Siauw Thian. Hiantong mengundang Hong Tie, Jiam
Kong, Thay Koan dan Ciat Seng duduk disatu meja Patsian dan ia
lalu mulai menuturkan segala tindakannya, sehingga akhirnya ia
dapat bertemu dengan rombongan Hong Tie.
Hiantong menuturkan, bahwa sesudah pada hari itu Hong
Jiam Kong berpamitan dengan dia, dan langsung turun gunung
dengan terburu-buru, ia segera mengetahui Jiam Kong berniat
untuk
mengejar Cio Hui Sian. Hatinya menjadi sangat kuatir,
kalau-kalau seorang diri Jiam Kong akan masuk kedalam
perangkap. Oleh karena itu diam-diam ia segera menguntit.
Semua kejadian yang lalu, cara bagaimana Jiam Kong bertempur
di Leng-an, pertemuannya dengan Kam Hong Tie, pertemuannya
dengan Thia Siauw Thian, pembongkaran penjara dan
pengejaran oleh kaki tangannya Congtok Lie Wie terhadap
rombongan Hong Tie semuanya diawasi olehnya. Pada saat yang
sangat berbahaya ialah pada waktu si pendeta Lhama melepaskan
arit terbangnya, ia turun tangan untuk membantu.
“Mengenai lukanya Thia Giesu, sebenarnya aku sangat
menyesalkan kecerobohanku,“ kata Hiantong sambil menghela
napas, sesudah habis menutur. “Jika waktu itu aku memunculkan
diri, mungkin Thia Giesu tidak sampai terluka!“ Perkataannya
Hiantong telah membuat Hong Tie merasa tidak enak dan
menyesal, sebab, ialah yang sudah meminta Siauw Thian untuk
turut membantu membongkar penjara.
Semua orang jadi saling mengawasi dengan hati yang
masygul, tanpa berkata apa-apa. Mendadak terdengar Siauw
Thian menghela napas.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 399


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Lukanya Thia Giesu mungkin mengalami perubahan, coba


aku lihat,“ kata Hiantong sambil bangkit berdiri. Hong Tie dan
kawan-kawannya juga turut bangun dan pergi kepembaringannya
Siauw Thian.
Ketika itu, Siauw Thian berada dalam keadaan lupa ingat dan
badannya sangat panas sekali.
“Malam itu di kelenteng San-sin-bio, Thia-heng juga
mengalami perubahan begini. Ia lupa orang dan badannya panas,“
kata Ciat Seng.
Hiantong menganggukkan kepalanya dan membuka
mulutnya sisakit dengan dua jerijinya. Lidahnya Siauw Thian
terlihat berwarna semu kehitaman. “Thia Giesu, mendapat luka
pada isi perutnya,” kata Hiantong. Semua orang menjadi
terkesiap. Dengan melupakan lukanya, Hie Kok melompat
bangun dan menanya; “Taysu, apa masih dapat ketolongan?“
“Lukanya sangat berat,“ sahut Hiantong. “Coba aku periksa
nadinya,” Hiantong segera meluruskan tiga jarinya dan menekan
nadinya Siauw Thian.
Hiantong memejamkan kedua matanya dan memusatkan
perhatiannya kepada ketukan sang nadi. Lewat beberapa saat,
parasnya berubah girang dan ia berkata dengan suara perlahan:
“Jangan takut! Masih dapat diobati!“
Keruan saja perkataan itu membuat semua orang menjadi
sangat girang. Hiantong lalu pergi kekeamarnya dan kembali
dengan membawa sebutir pil Hui-liong Tok-beng-kim-tan yang
segera dicekoki kedalam mulutnya Siauw Thian. Selang setengah
jam, Siauw Thian sudah menjadi sadar dan panasnya mulai turun,
dengan perlahan. Sesudah itu, Hiantong menulis resep obat untuk
menghidupkan darah dan menguatkan jantung. Sesudah minum
obat itu, yang dimasak sendiri oleh Hiantong, Siauw Thian pulih

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 400


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

kembali semangatnya dan tidak mengigau lagi. Belakangan


barulah Hiantong mengobati tulang dengkulnya Siauw Thian
yang patah dan dijepit itu dengan dua batang kayu tipis.
Demikianlah selang tiga empat hari, Siauw Thian mulai menjadi
sembuh.
Bukan hanya Siauw Thian, tetapi Hie Kok juga mendapatkan
pengobatan yang teliti dari pendeta yang mulia itu. Sesudah
menelan beberapa butir pil Pak-co Siauw-tok-san (Pil untuk
memunahkan racun, yang dibuat dari ratusan macam rumput),
racun yang mengeram didalam badannya Hie Kok sudah dapat
dikuras habis. Sesudah itu, pada lukanya lalu ditempel koyo yang
dibuat dari ratusan macam bunga. Didalam beberapa hari saja,
luka itu sudah menjadi sembuh dan kesehatannya Hie Kok sudah
pulih seperti sediakala.
“Sungguh lihai obatnya Taysu,“ memuji Hie Kok sambil
mengangkat jempolnya. “Jika mungkin, aku ingin meminta
sedikit obat itu, untuk menjaga diri!“
“Pek-co Siauw-tok-tan dapat memunah segala macam
racun,” kata Hiantong. Hanya racun dari Hiat-tek-cu (Tetesan
darah, julukan yang diberikan kepada sejumlah kaki tangannya
kaisar Yong Ceng yang menggunakan kantung wasiat dengan
racunnya yang sangat lihai) yang tidak dapat ditolong obat itu.
Racun Hiat-tek-cu dapat membuat tubuh manusia berubah
menjadi darah dalam waktu yang singkat. Sekarang aku masih
mempunyai dua botol Pek-co Siauw-tok-tan. Aku nanti
membagikan kau satu botol, agar dapat digunakan untuk
menolong sesama manusia.” Sehabis berkata begitu, ia lalu
menyerahkan sebotol obat kepada Hie Kok.
Lebih seminggu, rombongan Hong Tie berdiam didalam Sip-
hong-sie. Pada hari kesembilan, karena sangat memikirkan ayah
dan pamannya, Ciat Seng segera meminta ijin untuk berangkat

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 401


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

menyelidiki keadaan kedua orang tua itu dan jika perlu ia ingin
menyusul kekotaraja.
“Hiantit, tidak perlu terburu-buru,“ berkata Hong Tie. “Dua
hari lagi, kita juga akan berangkat ke
Anhui, dan jika Hiantit ingin terus kekotaraja, kita juga boleh
pergi bersama-sama!“
Ciat Seng tidak berani membantah dan menunggu lagi dua
hari dalam kelenteng itu. Ketika itu, Siauw Thian sudah banyak
sembuh, hanya untuk mendapatkan kembali kesehatannya seperti
dahulu, ia harus beristirahat lagi untuk waktu yang lebih lama
lagi. Pek-tiang-hong bukannya tempat yang aman, sebab letaknya
Sip-hong-sie sudah diketahui oleh kaki tangannya kaisar Boan.
Hong Jiam Kong yang memikirkan rombongan Cu Yong
Keng dan tidak tahu apakah mereka sudah tiba di Hong-san atau
belum, juga menyatakan keinginannya untuk langsung berangkat.
Oleh karena merasa kelenteng Sip-hong-sie sembarang waktu
dapat disatroni musuh, maka Hiantong juga tidak mencegah
keberangkatan para tamunya itu dan hanya memesan supaya
mereka berlaku hati-hati ditengah jalan.
Demikianlah pada hari keduabelas, mereka semuanya
bersiap-siap untuk berangkat.
Pada waktu sebelum berangkat, Hiantong menyerahkan
sepucuk surat kepada Jiam Kong seraya
berkata: “Inilah surat kiriman Su Nio.“
“Siapa yang mengantar surat itu?“ tanya Jiam Kong.
“Muridku yang baru, Hoat Beng, yang baru datang dari
Siongsan,“ jawabnya. Sekarang semua orang baru tahu, bahwa
pendeta kecil itu adalah Hoat Beng, muridnya Hiantong. Jiam

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 402


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Kong segera membuka surat itu dan membacanya, yang bunyinya


sebagai berikut:
“Murid memberitahukan guru, bahwa sekarang murid berada
di Siong-san, ditempatnya Po- tee Taysu. Penghidupan disini
tenang, mohon guru jangan membuat pikiran. Apakah Cu-
pehpeh sudah terlolos dari bahaya? Jika ada kesempatan, mohon
kirim balasan. Dari muridmu, Su Nio“
Jiam Kong merasa girang sekali, hanya ia agak heran,
mengapa didalam suratnya Su Nio samasekali tidak menyebut-
nyebut perihal pelajaran ilmu silat.
“Loo-enghiong, sekarang kau sudah baca suratya Su Nio dan
boleh tidak usah dipikiri lagi,“ kata
Hiantong sambil tertawa.
“Taysu, bocah itu mempunyai jodoh dengan agama Buddha
dan sekarang sudah mempunyai tempat untuk menetap dan
memang juga, hatiku sangat lega.“ Kata Jiam Kong sambil
mencekal tangannya Hiantong dengan erat sekali.
“Su Nio mempunyai bakat yang sangat baik,“ kata Hiantong.
“Didalam waktu tiga tahun saja, ia bakal sudah berhasil dan
mempunyai kepandaian yang mengejutkan orang. Jika waktunya
tiba, orang-orang dari tingkatan tua, boleh menyaksikan dengan
perasaan bangga.“
“Taysu, apakah kau maksudkan berhasil dalam ilmu silat?“
tanya Jiam Kong. “Tapi mengapa
didalam suratnya ia samasekali tidak menyebut-nyebut
perihal pelajaran silat?”
“Mungkin suhengku yang melarang,” jawab Hiantong.
Mendengar begitu, Jiam Kong tidak menyahut dan hanya
mengangguk-anggukkan kepalanya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 403


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Kita mungkin pergi ke Siongsan, untuk menjengung dia“


kata Hong Tie.
“Akupun tidak lama lagiakan pergi kesana,“ kata Hiantong.
“Tempat ini aku rasa tidak dapat dipertahankan lagi dalam waktu
lama.“
Waktu itu, matahari sudah mulai naik disebelah timur.
Semua orang lalu saja berpamitan dengan
Hiantongdan keluar dari Sip-hong-sie dengan Siauw Thian
digendong oleh Ciat Seng.
Selang beberapa hari, sesudah melewati Hong-hoa-kang,
rombongan Hong Tie masuk kedalam propinsi Anhui dengan
selamat. Sesudah berjalan lagi lima enam hari, pada waktu sore,
mereka tiba di Tongkouw yang terletak dikakinya Hongsan.
“Sekarang sudah tidak keburu mendaki gunung lagi,“ kata Hong
Tie sambil mendongak mengawasi cuaca. “Lebih baik kita
bermalam disini dan besok pagi baru kita naik gunung!“
Mereka lalu mencari sebuah rumah penginapan kecil dan
sesudah bersantap, siang sudah berganti dengan malam. Oleh
karena hatinya pepat, sesudah makan, Ciat Seng mengajak Thay
Koan pergi jalan-jalan. Tanpa tujuan perlahan-lahan mereka
berjalan disepanjang pinggir gunung. Baru saja menyeberangi
satu jembatan batu, mendadak disebelah belakang terdengar
seruan orang: “Kedua saudara perlahan sedikit!“
Ciat Seng dan Thay Koan menoleh dan melihat seorang
pemuda menghampiri mereka/\.
Dengan mata tajam Thay Koan mengawasi pemuda itu yang
ia tidak kenal. “Apakah kau kenal dia?” ia bertanya kepada Ciat
Seng.
“Tidak!” jawabnya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 404


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Saat itu, si pemuda sudah datang dekat dan lalu memberi


hormat seraya bertanya: “Apakah
saudara datang dari Ciatkang?”
Ciat Seng terkesiap dan menyahut: “Bukan, kami adalah
penduduk disini.” Mulutnya berkata
begitu, tetapi suaranya adalah suara Ciatkang, sehingga Thay
Koan sendiri merasa geli.
Pemuda itu tertawa dan berkata pula: “Apakah saudara
bukannya bermarga Kie dan bernama
Ciat Seng?”
“Salah! Salah! Saudara rupanya salah mengenali orang!”
kata Ciat Seng sambil mundur selangkah, tetapi matanya terus
mengawasi pemuda itu yang mempunyai dua sujen pada kedua
pipinya dan tertawanya manis luar biasa. Pemuda itu sungguh
tampan. Badannya sedang, tidak kurus dan juga tidak gemuk,
mukanya bundar bagaikan bulan purnama, mukanya putih seperti
dipupuri, sedangkan kedua matanya yan bening bersorot tajam
sekali. Ciat Seng mengawasi terus dengan tidak berkedip. Lapat-
lapat didalam otaknya berkelebat satu peringatan, bahwa diwaktu
masih kecil, ia pernah mempunyai kawan yang mempunyai dua
sujen dan tertawanya semanis itu.
Melihat kawannya seperti orang yang terkesima, Thay Koan
menepuk pundaknya dan berkata:
“Jika kau tidak kenali dia, lebih baik kita pulang saja.”
Pemuda itu menjadi agak jengah dan cepat-cepat berkata:
“Kie Koko, sudahlah jika kau tidak mengenali aku. Saudaraku
masih sering menyebut-nyebut namamu dan kami berdua tidak
dapat melupakan engkau.”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 405


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Siapakah saudaramu?” tanya Ciat Seng.


“Cee Ciu Hwa,” jawabnya. “Apakah kau masih ingat?”
“Ah!” berseru Ciat Seng melompat dan memegang kedua
pundak orang.“Apakah kau Kheng
Hwa?“
Dengan perlahan, pemuda itu menolaknya, sehingga Ciat
Seng merasakan mukanya panas.
“Kheng-moi, mengapa kau berdandan seperti ini? Dimana
kakakmu?“
Belum sempat si nona menjawab, Thay Koan sudah
menghampiri, dan disebabkan kelakuannya tadi sudah dilihat
orang, paras mukanya Ciat Seng dan Kheng Hwa kembali
bersemu merah.
“Dia ini bukannya jin-heng (saudara) tetapi jin-moi (saudari)
yang aku kenal sejak masih kecil,”
Ciat Seng memperkenalkan si nona tersebut kepada
sahabatnya.
“Jangan rewel!“ membentak Kheng Hwa sambil tertawa dan
kemudian, sambil berpaling kepada Thay Koan, ia berkata: “Aku
bernama Cee Kheng Hwa. Waktu kecil aku adalah kawan
mainnya Kie Koko, tetapi sekarang ia rupanya tidak sudi
mengenal aku lagi.“
Ciat Seng tertawa dan berkata: “Kheng Hwa, saudara ini
bukan lain daripada Pek Thay Koan
Tayhiap yang namanya menggetarkan seluruh Kanglam.“
Mendengar itu si nona agak terkejut. “Pek Tayhiap,”
katanya dengan suara girang. “Harap maafkan mataku yang tidak
ada bijinya. Sungguh beruntung aku dapat bertemu dengan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 406


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Tayhiap ditempat ini. Saudaraku sering menyebut-nyebut


namanya Pek-heng dan Kam Tayhiap………….“
“Apakah saudaramu Cee Ciu Hwa, seorang sastrawan
ternama dari Thian-tay di Ciatkang?” Thay koan memutuskan
omongan orang.
“Benar!” jawabnya. “Apakah hengtiang mengenal saudaraku
itu?“
“Kenapa tidak kenal?“ kata Thay Koan. “Kam Suheng dan
banyak loocianpwee lainnya, sebagian besar sudah pernah
berhubungan dengan sudaramu itu.Saudaramu adalah seorang
yang sangat tersohor. Ilmu suratnya dan banyak sekali bergaul
sama pendekar dari jaman ini. Kalau begitu kita semuanya adalah
orang sendiri. Dimana sekarang saudaramu itu?“
Sebelum nona Cee menjawab, mendadak terdengar suara
teriakan orang dikepala jembatan:
“Kheng Hwa! Kheng Hwa! Sudah sore, cepat pulang! Siapa
yang lagi berbicara denganmu?“
“Kie koko, Pek Hengtiang, itulah kakakku.“ Kata Kheng
Hwa.
Thay Koan dan Ciat Seng menengok. Dari kepala jembatan
kelihatan mendatangi seorang sastrawan yang parasnya tampan
sekali. Kheng Hwa menghampiri sambil berlari-lari diikuti oleh
Thay Koan dan Ciat Seng. “Toako,“ katanya sesudah datang
mendekat. “Pek Tayhiap dan Kie koko berada disini!“
Ciu Hwa girang sekali, jauh-jauh ia sudah membungkuk
untuk memberi hormat, disambut oleh
Thay Koan dan Ciat Seng.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 407


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Pek Giesu, selamat bertemu. Bagaimana dengan


suhengmu?“ tanya ia yang kemudian menoleh kearah Ciat Seng
dan berkata lagi: Kie Hiantee, sepuluh tahun kita tidak pernah
berjumpa dan sekarang kau sudah menjadi pemuda gagah!“
“Hengtiang, jangan begitu,“ jawab Ciat Seng sambil
tertawa. “Banyak tahun, siauwtee
bersembunyi didalam pegunungan dan sudah berubah
menjadi orang gunung!” “Apakah Kie-hiantee berjalan bersama-
sama Pek-giesu? Tanya lagi Ciu Hwa. “Benar!” jawabnya. “Kam
Tayhiap juga berada disini.“
“Apa benar?“ menegasi Ciu Hwa dengan suara gembira.
“Ia sekarang berada didalam rumah penginapan Hong-pin,“
jawab Thay Koan. “Apakah Cee- sianseng datang dari Thian-tay?
Apakah kalian datang untuk menjenguk sahabat atau untuk
melihat-lihat pemandangan gunung Hongsan?”
Ciu Hwa menghela napas panjang, ia menengok kekiri dan
kekanan dan sesudah melihat disitu tidak ada orang lain, barulah
ia menjawab: “Kali ini kami keluar dari kampung kelahiran
dengan tujuan pergi kekotaraja, untuk keluarga Lu yang sudah
dihukum secara sewenang-wenang. Maka itulah aku sengaja
membawa adikku Kheng Hwa untuk dijadikan semacam
pengawal.”
Thay Koan dan Ciat Seng terkejut. Dengan sorot mata
bersangsi, Thay Koan mengawasi kakak beradik itu dan berkata
didalam hatinya: “Ciu Hwa hanya merupakan seorang sastrawan
yang tidak bertenaga dan berpengaruh. Dengan mengandalkan
apakah, ia berani mencoba-coba mencampuri urusan
penasarannya keluarga Lu? Kheng Hwa adalah seorang
wanita lemah, sehingga cara bagaimana ia dapat melindungi
kakaknya itu? Apakah nona ini pandai silat?” Ia hampir tidak

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 408


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

percaya telinganya sendiri dan menegasi: “Cee-sianseng, kau


berkata ingin kekotaraja untuk mencuci penasarannya keluarga
Lu?”
“Benar, Pek-giesu,” jawabnya, dengan pasti.
“Perkara itu adalah perkara penasaran yang sangat hebat.
Oleh karena tidak tahan mendelunya hati, waktu masih berada di
Thian-tay beberapa kali aku pernah menulis surat, tetapi selalu
kena ditahan oleh Ong Goan Ciu!“
“Cee Sianseng,“ kata Thay Koan dengan suara terkejut.
“Barusan aku mengira, kau hanya bicara main-main, tidak
tahunya benar-benar kau mempunyai maksud begitu! Tetapi,
bagaimana kau ingin bertindak? Kotaraja adalah seperti mulut
harimau. Aku nasehati, lebih baik kau jangan menempuh bahaya
tanpa perlunya.”
“Cee hengtiang,” Ciat Seng menyambung omongan Thay
Koan. “Biar bagaimanapun juga, kau
tidak boleh pergi! Kau akan menjadi seperti kambing yang
menghampiri mulut harimau!“
“Terimakasih banyak untuk nasehat kedua saudara,” kata Ciu
Hwa sambil tertawa sedih. “Kaum sastrawan di jaman ini, banyak
sekali yang sudah berubah dan menjadi serakah akan segala harta
dan kekayaan dunia. Orang yang mempunyai tulang punggung
sudah jarang sekali ditemukan. Kepergianku kekotaraja sekali ini,
sudah tidak menghitung hidup atau mati. Oleh sebab itu kedua
saudara tidak perlu memikiri lagi diriku ini.“
Mendengar perkataan itu, mau tidak mau Thay Koan dan
Ciat Seng menjadi merasa kagum berbareng terharu. Besar sekali
rasa hormat mereka berdua kepada sastrawan itu, yang dalam
kelemahannya mempunyai keberanian yang sedemikian besar.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 409


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Pek Giesu, sekarang sudah sore,“ kata Ciu Hwa sambil


mendongak mengawasi Cuaca. “Sudikah
kalian ajak Kam loo-enghiong mampir ditempatku untuk
duduk mengobrol?” “Baik,” sahut Thay Koan, “Tetapi
dimanakah tempat kediaman Sianseng?”
Ciu Hwa menuding kearah serentetan gunung disebelah
belakang dan menyahut: “Kami berdiam disana, di Ceng-to-kie.”
“Kalau begitu, Sianseng dan Kie-heng boleh jalan lebih
dahulu,“ kata Thay Koan. “Sebentar aku akan ajak Kam Suheng
untuk menyusul.“ Sehabis berkata begitu, ia lalu memberi hormat
dan pulang kerumah penginapan.
Sambil menuntun tangannya Ciat Seng dan Kheng Hwa,
perlahan-lahan Ciu Hwa mendaki gunung. Sesudah melewati satu
jembatan batu dan berjalan lagi kurang lebih saru li, disepa
mereka terlihat sebuah rumah loteng bertingkat dua yang berdiri
diatas satu undakan batu, diantara pohon-pohon yang rindang.
Itulah Ceng-to-ki. Mereka lalu naik keundakan batu itu dan selagi
mau masuk, mata mereka mendadak melihat satu nona cantik
yang turun dari satu jalanan gunung dengan tindakan luar biasa
cepat. Nona itu lewat disamping mereka dan dalam sekejap,
sudah berada dikaki gunung.
Ciat Seng terkesiap. “Gadis itu luar biasa langkahnya,”
katanya didalam hati. “Tidak salah lagi, ia pasti mempunyai
kepandaian yang sangat tinggi.” Ia berpaling kearah Kheng Hwa,
yang justru sedang mengawasinya. “Koko, kau sedang berpikir
apa?“ tanya nona Cee sambil tertawa. “Ayolah masuk!”
Ciat Seng tertawa dan tanpa berkata apa-apa lagi, ia lalu turut
naik keloteng.
Ceng-to-kie adalh sebuah rumah penginapan, atau lebih
benar sebuah rumah istirahat, untuk para pelancong yang ingin

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 410


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

menikmati keindahan alam didaerah pegunungan tersebut.


Diseblah depan rumah itu terdapat Tho-hoa-hong (Puncak bunga
Tho) yang sunyi dan indah luar biasa. Setiap musim semi, pada
waktu mekarnya bunga-bunga tho, para penghuni Ceng-to-kie
siang malam mendapatkan wewangian yang sangat sedap. Hanya
sayang, ketika itu adalah permulaan musim dingin, sehingga
pohon-pohon tho di puncak gunung, hanya ketinggalan dahan-
dahannya saja yang sudah gundul. Rumah itu dilengkapi dengan
perabotan yang sangat sederhana, tetapi bersih dan teratur rapih,
sehingga menimbulkan rasa betah bagi orang yang masuk kesitu.
Begitu masuk, Ciu Hwa mempersilahkan tamunya duduk,
sedangkan Kheng Hwa sendiri, yang sungkan untuk mengganggu
pelayan-pelayan yang sudah beristirahat, lalu menyalakan api
untuk menyeduh teh.
Kheng Hwa dan Ciat Seng adalah kawan bermain sedari
mereka masih kecil, dengan Ciat Seng berusia enam tahunlebih
tua. Belakangan karena ia pergi ke Tiang-pak-san untuk belajar
ilmu silat dan Kheng Hwa juga pergi ke Hwasan untuk belajar
silat dibawah pimpinan Hui-cu Loonie di Cu-in-am, maka lama
sekali mereka tidak pernah bertemu muka. Bahwa Kheng Hwa
mempunyai ilmu silat yang tinggi, samasekali tidak diketahui
Ciat Seng sebab kepergian si nona itu sudah terjadi pada waktu ia
masih berada di Tiang-pek-san. Disebelahnya itu, pada ketika
mau turun gunung pada tahun yang lalu, Hui-cu Loonie pernah
berpesan kepadanya supaya muridnya tidak sembarangan
memperlihatkan kepandaiannya dihadapan orang. Itu sebabnya,
mengapa ketika bertemu Thay Koan dan Ciat Seng, ia sudah
menutupi kepandaiannya itu, tetapi sudah dibikin bocor sedikit
oleh kakaknya, ketika Ciu Hwa mengatakan bahwa adiknya
sebgai pelindung, sehingga Pek Thay Koan menjadi banyak
curiga.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 411


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Sesudah Kheng Hwa menyediakan makanan dan arak,


mereka bertiga lalu duduk bersantap. Sambil makan, Ciat Seng
menceritakan segala pengalamannya sedari mereka berpisah, cara
bagaimana waktu pulang ia mendapat tahu, bahwa ayah dan
pamannya sudah ditangkap disebabkan terseret dalam perkara
keluarga Lu dan cara bagaimana ia bertemu dengan rombongan
kam Hong Tie, sehingga akhirnya mereka membuat ribut dikota
Hangciu.
Cee Ciu Hwa menghela napas Panjang dan berkata dengan
suara mendongkol: “Raja kejam itu memang jauh lebih telengas
daripada ayahnya! Waktu masih berada di Thian-tay, begitu
mendengar keluargamu kena terseret, aku segera mengunjungi
tiekoan dan bertanya, mengapa ayah dan pamanmu sampai kena
hukuman berat, sedangkan mereka tokh hanya menerbitkan
tulisan-tulisannya almarhum Liu Liang Sianseng. Tetapi sang
Tiekoan tidak mau meladeni aku dan malahan menasehati aku,
supaya aku jangan mencampuri perkara ini, yang katanya sudah
dijalankan atas perintah kaisar. Kie Hiantee, coba kau pikir, gila
apa tidak?”
“Bahwa si Tiekoan sudah tidak langsung membekuk engkau,
boleh dibilang ia sudah berlaku sungkan sekali!” jawab Ciat
Seng.
“Benar katamu, Kie Hiantee,” kata Ciu Hwa. “Memang juga,
kalau mau dengan mudah ia dapat melemparkan aku kedalam
penjara!“
Saat tirai mendadak tersingkap dan Thay Koan bersama
Hong Tie masuk dengan jalan berending, sedangkan
dibelakngnya mengikuti seorang gadis yang berparas cantik. Ciat
Seng mengenali, bahwa gadis itu adalah si jelita yang mereka tadi
bertemu diluar rumah.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 412


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Begitu melihat Hong Tie, Cee Ciu Hwa lalu bangun


menyambut dan berkata sambil tertawa: “Kam Tayhiap, sungguh
kita berjodoh keras. Sesudah tidak bertemu dua tahun, aku
melihat kau menjadi semakin gagah! Pertemuan kita di Butong,
dimana kita pesiar bersama-sama, seperti juga baru terjadi
kemarin, tetapi keadaan dunia sudah berubah jauh sekali. Mari,
mari kita minum sepuas hati, selagi kita masih dapat minum!“
Hong Tie mencekal lengannya tuan rumah dan tertawa
terbahak-bahak. “Cee Sianseng, kau terbuka sekali!” katanya.
“Kam Hong Tie sungguh beruntung, mendapatkan sahabat seperti
engkau didalam dunia ini!“ Ia berpaling kepada si nona yang
berada dibelakangnya dan lalu menyambung perkataannya: “Hie
Nio, inilah Cee Ciu Hwa Sianseng, seorang sastrawan ternama
pada jaman ini.“ Kedua saudara Cee dan Kie Ciat Seng baru
mengetahui, bahwa gadis itu adalah putrinya Hie Kok Tayhiap,
maka tidaklah heran jika ia mempunyai ilmu silat yang sangat
tinggi.
“Cee Sianseng, terimalah hormatnya Hie Nio,” katanya
sambil membungkuk.
Ciu Hwa membalas hormatnya si nona yang kemudian lalu
diperkenalkan dengan Ciat Seng dan Kheng Hwa. Ciu Hwa
mengundang semua tamu-tamunya mengambil tempat duduk dan
sambil mengobrol, mereka makan dan minum dengan gembira
sekali, sebab semua orang yang berada disitu mempunyai haluan
dan pendirian yang sama.
Sehabis bersantap Ciu Hwa tiba-tiba berkata sambil tertawa:
“Adikku Kheng Hwa sedari kecil sangat mengagumi wanita-
wanita yang gagah perkasa. Mengingat begitu, aku sekarang mau
mengajukan satu usul yang mungkin bisa disetujui oleh kalian
berdua. Usul ini adalah, setuju atau tidak, jika Hie Nio Liehiap
mengangkat saudara dengan adikku Kheng Hwa?“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 413


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Aku setuju dengan usul koko!“ berkata Kheng Hwa, sambil


bangun berdiri. Hie Nio juga segera menyatakan setuju dengan
girang sekali, sehingga semua orang terlebih juga Thay Koan dan
Ciat Seng, menjadi turut gembira. Disitu juga kedua gadis lalu
menjalankan upacara angkat saudara dan berjanji akan saling
tolong menolong dan senag susah bersama-sama. Kheng Hwa
yang berusia delapanbelas tahun dan satu tahun lebih tua dari Hie
Nio menjadi kakak, dan Hie Nio mengambil kedudukan adik.
“Jika di kemudian hari Lu Su Nio dapat berkumpul dan
mengangkat saudara sama kalian berdua, kita benar-benar akan
mendapatkan Sam-kiat-gie dikebun tho,“ kata Hong Tie sambil
mengurut- urut kumisnya. (Sam-kiat-gie adalah persaudaraan
antara Lauw Pie, Kwan Kong dan Thio Hui pada jaman Samkok).
“Bagus sekali perumpamaannya Kam Looenghiong,“ kata
Ciu Hwa sambil menepuk-nepuk tangannya. “Aku harap saja hal
ini akan terjadi dan biarlah mereka bertiga dapat melakukan
pekerjaan yang menggemparkan dunia!“
“Tetapi dimanakan adanya adik Su Nio sekarang?“ tanya
Kheng Hwa.
“Ia berada ditempatnya Potee Taysu, di Siongsan, propinsi
Holam,“ sahut Hong Tie.
“Apakah adik Su Nio menjadi muridnya orang tua itu?”
tanya lagi Kheng Hwa. “Benar,” jawab Hong Tie, sambil
menganggukkan kepalanya.
Kheng Hwa yang sedang gembira jadi melupakan semua
pesanan gurunya. “Kiu-thian-hian-lie Kiamhoat dari Potee Taysu
adalah ilmu pedang yang jarang tandingannya dalam jaman ini,“
katanya dengan muka berseri-seri. “Orang yang tidak mempunyai
bakat cukup, tidak akan dapat mempelajari ilmu pedang itu. Jika

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 414


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Potee Taysu menurunkan semua kepandaiannya, rejeki adik Su


Nio benar-benar ada lebih besar dari kita semua!“
Mendengar omongannya si nona, kecuali Ciu Hwa, semua
orang yang tadinya mengira Kheng Hwa tidak mengetahui ilmu
silat, menjadi merasa heran. Ciat Seng menjadi girang berbareng
sangsi. “Kheng-moi, bagaimana dengan ilmu pedangmu?“ tanya
ia secara mendadak.
“Dangkal sekali…………………” jawabnya tanpa merasa.
Sesudah berkata begitu, barulah ia sadar dan mukanya langsung
bersemu merah dan mencoba memutar haluan pembicaraan.
“Barusan aku sudah melantur, sebab kebanyakan minum arak dan
sebenarnya aku tidak mengerti ilmu silat,“ kata ia. “Harap Kam-
loocianpwee jangan mentertawakan aku.“
“Adik Kheng,“ kata Thay Koan sambil tertawa. “Kita
semuanya bukan orang luar, apalagi kau baru saja mengangkat
saudara dengan Hie Nio. Oleh sebab itu, aku rasa tidaklah pantas,
jika kau masih ingin menutupi hal-hal yang sebenarnya.“
Kheng Hwa menjadi merah mukanya dan menundukkan
kepalanya.
“Moi-moi,“ kata Ciu Hwa akhirnya. “Aku rasa, tidak ada
halangannya, jika kau bicara terus terang.
Biarpun gurumu mengetahui, rasanya ia tidak akan
memarahimu!“
“Akupun merasa begitu,“ Hong Tie menyambungi. “Cobalah
kau sebutkan namanya, kalau-kalau
aku kenal padanya.“
Didesak secara begitu, mau tidak mau Kheng Hwa segera
memberitahukan, bahwa gurunya adalah Huicu Loonie.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 415


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Aduh! Orang tua itu memang lihai sekali!“ berseru Hong


Tie.
“Suheng, apakah kau kenal ia?“ tanya Thay Koan.
Hong Tie menganggukkan kepalanya seraya menyahut: “Aku
pernah bertemu muka sekitar tiga puluh tahun yang lalu, yaitu
sewaktu diadakan pertemuan diantara ahli-ahli pedang di
Ngotaysan. Kimkong-hok-houw Kiamhoat (Ilmu Pedang
menaklukan Harimau) dari Huicu Suthay bukan main lihainya.
Waktu itu, ia telah mengadu pedang dengan Thayciang Kiamkek
In Tiong Cu yang sangat tersohor Namanya. Didalam
pertandingan itu, tiga kali In Tiong Cu kena dikalahkan. Sehingga
para ahli pedang menjadi merasa kaget dan kagum. Sesudah
peristiwa tersebut, Huicu Suthay tidak pernah memunculkan diri
lagi didalam dunia kangouw. Selama tiga puluh tahun, orang-
orang Rimba Persilatan tidak pernah melihat lagi Kimkong-hok-
houw Kiamhoat. Dan sekarang tidak diduga Cee Kauwnio (nona
Cee) adalah muridnya orang pandai itu, sehingga kita semua
seharusnya merasa bersyukur sekali.“
Mendengar begitu Pek Thay Koan, Kie Ciat Seng dan Hie
Nio langsung saja meminta Kheng Hwa menjalankan sejurus dua
jurus Kimkong Hok-houw Kiamhoat.
“Aku sungguh tidak berani melanggar pesanan guru,“ kata
Kheng Hwa jengah sekali. “Berhubung dengan otakku yang
tumpul, aku hanya dapat mempelajari sebagian kecil saja dari
ilmu silatnya Insu (guru). Bukannya sekali-sekali aku ingin jual
mahal dan sengaja merahasiakan kepandaianku yang tidak ada
artinya, tetapi disebabkan adanya pesanan Insu yang melarang
aku mempertunjukkan ilmu pedangnya, jika bukan bertemu
dengan musuh tangguh, maka aku tidak berani sembarangan
melanggar pesanan itu. Oleh sebab itu, aku memohon kepada
cuwi (kalian) semuanya untuk sudi memaafkan aku!“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 416


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Mendengarkan keterangan itu, Pek Thay Koan dan yang lain-


lainnya juga tidak berani memaksa lagi.
“Kalau tidak salah Huicu Suthay sekarang sudah berusia
lebih dari tujuh puluh tahun,“ kata Hong
Tie. “Apakah Cee Kauwnio adalah murid penutupnya?“
“Insu belum pernah menerima murid lain dan aku adalah
muridnya yang tunggal,“ jawab Kheng Hwa.
“Huicu Suthay dan almarhum ibuku adalah sahabat baik,“
Ciu Hwa menambahkan keterangan adiknya. “Suthay sangat
sayang adikku, dan satu tahun sebelum ibu menutup mata,
Kheng-moi telah dibawa kegunung olehnya.“
Sesudah mengobrol lagi beberapa lama, Hong Tie bertanya
kepada Ciu Hwa: “Untuk urusan apakah Cee Sianseng ingin pergi
kekotaraja?“
“Aku berniat pergi ke Hengpo (Kementerian atau
Departemen Kehakiman) untuk mempersembahkan sepucuk surat
untuk membela keluarga Lu,” jawab Ciu Hwa. “Aku berharap
sesudah membaca pembelaanku itu, si Kaisar anjing itu akan
membuat habis perkara itu dan melepaskan semua orang yang
telah dipenjarakan!“
“Sianseng benar-benar seorang yang berdarah kesatria!“
memuji Hong Tie. “Hanya saja In Ceng adalah orang yang sangat
kejam sekali dan selalu memutar balik omongannya. Maka itu
didalam persoalan ini, lebih baik Sianseng berpikir masak-masak
terlebih dahulu!“
“Aku sudah mengambil keputusan pasti,” kata Ciu Hwa.
“Andaikata aku harus mati disebabkan oleh hal ini, akupun tidak
akan merasa menyesal. Besok pagi aku sudah akan berangkat dari
sini!”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 417


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Mendengar begitu Hong Tie jadi tidak berani membujuk


lagi. “Berapa lama Sianseng ingin berdiam di kotaraja?“ tanya ia.
“Tergantung dari jalannya urusan,” jawab Ciu Hwa.
“Sesudah mempersembahkan suratku, aku harus menunggu
sampai mendapat jawaban.”
“Aku juga akan segera pergi kekotaraja,“ kata Hong Tie.
“Kalau aku tiba disana, aku pasti akan mencari Sianseng!”
“Bagus!” kata Ciu Hwa dengan girang. “Dengan begitu kau
dapat untuk menolong melihat-lihat keadaan adikku!“
Melihat matahari sudah mulai terbenam kebarat, Hong Tie
segera bangun dan bersama Ciat Seng, Thay Koan dan Hie Nio
lalu mereka pamitan dari tuan rumah. Mereka berlalu dengan
perasaan berat, terutama Ciat Seng yang baru saja bertemu
dengan Kheng Hwa, tetapi sudah harus berpisah lagi.
Ditengah jalan Hie Nio memberitahukan, bahwa ia ingin naik
kegunung terlebih dahulu untuk melaporkan kedatangan
rombongan Hong Tie kepada Bwee Hoa Sin-souw. Hong Tie
menyetujui dan lalu meminta Thay Koan untuk menemani nona
Hie, sedangkan ia sendiri bersama Ciat Seng terus balik kerumah
penginapan.
Tugas yang diberikan oleh Hong Tie adalah tugas yang
memang diharap-harapkan oleh Thay Koan. Sudah lama sekali
Thay Koan dan Hie Nio saling cinta dan sudah berjanji akan
hidup sebagai suami istri. Oleh karena mengetahui Thay Koan
cukup pantas untuk menjadi pasangan putrinya, Hie Kok tidak
menghalangi hubungan itu, hanya saja ia merasa putrinya masih
berusia terlalu muda, ia ingin menunggu beberapa tahun lagi
sampai Hie Nio mendapatkan lebih banyak pengalaman,
barulah ia akan menikahkan kedua orang muda itu.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 418


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Dilain pihak, sejak timbulnya masalah Lu Liu Liang,


bersama Hong Tie, Thay Koan juga menjadi repot sekali,
mengembara kesana kemari untuk menolong orang. Oleh sebab
itu, selama dua tahun, kedua orang muda ini sering sekali
berpisahan untuk waktu yang cukup lama.
Paling belakang, bersama ayahnya, Hie Nio membantu
melindungi keluarga Cu Ceng Liam yang akan ditangkap oleh
pemerintah Boan dan ditengah jalan, ia harus berpencaran dengan
ayahnya itu. Akhirnya dengan mengikuti rombongan Bwee Hoa
Sin-souw, Hie Nio dapat melewati Ouw- bun-tong dan kabur dari
propinsi Ciatkang dan sesudah merasakan banyak penderitaan,
rombongan tersebut tiba di Hongsan dengan selamat.
Hari itu, Hie Nio turun gunung seorang diri untuk mencari
ayahnya dan Hong Jiam Kong dan diluar dugaan, dikaki gunung
ia bertemu dengan Pek Thay Koan dan Kam Hong Tie. Sesudah
menemui ayahnya, Hong Jiam Kong dan yang lain-lain, Hie Nio
lalu ikut Thay Koan dan Hong Tie pergi ke Ceng-to-kie.
Demikianlah sedikit penuturan tentang Hie Nio yang tiba-tiba
muncul digunung itu.
Sekeluarnya dari Ceng-to-kie, dengan saling tuntun Thay
Koan dan Hie Nio lalu mulai mendaki gunung. Sambil mengobrol
dan tertawa-tertawa gembira, dua sejoli itu menujukan
langkahnya kearah Tin-cu-teng atau Puncak Mutiara. Ketika itu
siang sudah berganti dengan malam. Jalanan gunung yang sempit
diapit oleh tebing-tebing dan batu-batu besar, sedangkan ditempat
yang agak jauh, yaitu di selat-selat, sayup-sayup terdengar suara
air mengalir.
Mendadak diatas tebing seperti juga berkelebat satu
bayangan yang lalu menghilang lagi.
“Apa itu?“ tanya Hie Nio yang matanya tajam luar biasa.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 419


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Adikku, kau terlalu bercuriga,“ jawab Thay Koan.


“Digunung banyak binatang liar. Mungkin hanya seekor rasa!“
Hie Nio tidak menyahut dan berjalan terus.
Baru jalan beberapa langkah, telinga si nona tiba-tiba
mendengar suara luar biasa. “Eh, eh, suara apa itu?“ ia bertanya.
Sekali ini, Thay Koan yang juga mendengar suara itu, turut
merasa kaget.
“Coba kita selidiki,“ kata Hie Nio sambil menggenjot
badannya. Tetapi, sebelum tubuhnya melesat, hidungnya Hie Nio
dan Thay Koan mengendus semacam bebauan yang sangat
wangi.
“Celaka!” Thay Koan mengeluarkan seruan tertahan sambil
menarik tangannya si nona. Saat itu dibelakangnya satu batu
besar terdengar suara tertawa dan hampir berbareng, Hie Nio
roboh disampingnya. Ia sendiri merasa pusing dan kaki
tangannya sudah tidak bertenaga lagi.
Dalam keadaan lupa ingat, ia mendengar suara orang
berseru: “Robohlah! Robohlah!“
Dilain saat, orang yang bersembunyi dibelakang batu, sudah
melompat keluar dan mengeluarkan seutas tali yang
digunakannya untuk mengikat badannya Thay Koan. Sesudah itu,
sambil memanggul Thay koan, ia menghilang diantara gelapnya
malam.
Malam itu turun angin dan hujan besar, Hie Nio menggeletak
diatas batu bagaikan mayat, disambar angin dan ditimpah hujan.
Keesokan harinya, perlahan-lahan sinona mulai sadar. Ia
membuka kedua matanya dan mata hari sudah memancarkan
sinarnya yang gilang gemilang. Ia mengumpulkan ingatannya dan
segera juga menjadi terkejut. Ia masih merasakan kepalanya
pusing, bajunya masih basah, sedangkan Pek Thay Koan tidak

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 420


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

ketahuan kemana perginya. Ditiup angin gunung yang dingin, ia


menjadi bergidik. Perlahan-lahan ia bangun berdiri dan kaki
tangannya masih sangat lemas.
Ia tahu, bahwa semalam ia dan Thay Koan sudah dibuat
roboh dengan bie-hio (dupa untuk membuat orang pingsan).
Tetapi siapakah adanya penyerang pengecut itu? Apakah Cio Hui
Sian? Jika orang bermarga Cio itu, mengapa ia menculik Pek
Thay Koan dan bukan dirinya sendiri? Didalam otaknya muncul
banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat
menjawabnya. Ia merasakan badannya agak panas dan
mengetahui, bahwa ia sudah diserang pilek disebabkan angin dan
hujan. Sekarang ia tidak dapat berbuat lain daripada cepat-cepat
pergi ke Lian-hoa- hong untuk menemui Bwee Hoa Sin-souw.
Lian-hoa-hong adalah puncak tertinggi dari gunung
Hongsan. Meskipun menggunakan ilmu meringankan badan,
orang harus menggunakan waktu kira-kira setengah harian untuk
tiba dipuncak itu. Dalam sakitnya, Hie Nio memaksakan dirinya
untuk berjalan secepat kilat. Dua kali ia muntah-muntah,
sedangkan kepalanya dirasakan berat sekali. Sesudah berjalan,
kurang lebih dua jam, ia masih harus mendaki dua puncak lagi.
Ia merasa lelah bukan main dan terpaksa duduk beristirahat
dipinggir jalan. Sesudah istirahat, ia mencoba berjalan lagi, tetapi
tenaganya habis. Kaki tangannya lemas, kepalanya berputar dan
ia roboh dijalanan. Lama ia menggeletak disitu dengan putus
harapan. Tetapi memang belum waktunya mati, bintang penolong
datang pada waktunya yang tepat.
Mendadak dari atas satu puncak kelihatan bayangannya dua
orang yang turun dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh.
Sesudah datang mendekat, Hie Nio mengenali bahwa mereka
itu adalah Cu Yong Keng dan Kie

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 421


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Ciat Seng.
“Yong-ko tolong aku!“ sinona berteriak sambil
menggapaikan tangannya.
Mendengar teriakan itu, cepat-cepat mereka berlari
menghampiri dan menjadi sangat terkejut melihat kondisi si nona.
“Kau kenapa, adikku?” tanya Yong Keng. “Semalam kau
pergi kemana? Dimana Pek-koko?“
“Pek-koko diculik orang!“ jawabnya sambil bercucuran air
mata.
Yong Keng dan Ciat Seng manjadi pucat mendengar warta
yang buruk itu. “Cara bagaimana Pek-kok kena diculik orang?”
tanya Ciat Seng.
“Musuh menggunakan bie-hio,” menerangkan Hie Nio. “Pek
koko dibawa pergi, tidak tahu oleh siapa!“
Mereka tercengang dan mencoba menduga-duga, siapakah
penculiknya. “Apakah bukan si anjing bermarga Cio?“ kata Yong
Keng sesudah berpikir beberapa saat. Perlahan-lahan Hie Nio
bangun berdiri. Dengan kedua tangan memegangi tebing dan
napas yang tersengal-sengal, ia menggeleng-gelengkan
kepalanya.
“Bagaimana kau tahu, bukan pekerjaannya Cio Hui Sian?“
tanya lagi Yong Keng.
“Aku yakin pasti bukannya dia, hanya tidak tahu siapa?“
jawab si nona.
Mukanya Hie Nie terlihat merah panas dan sekujur badannya
gemetaran, seperti orang yang diserang malaria. Yong Keng
memegang dagunya si nona, yang panas bagaikan bara.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 422


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Hie-moi sakit dan untuk sekarang paling baik kita ajak ia


pulang dahulu,“ kata Yong Keng sambil berpaling kepada Ciat
Seng.
“Tetapi aku tidak dapat berjalan!“ kata si nona tersengal-
sengal.
“Habis bagaimana?“ kata Yong Keng sambil mengerutkan
alisnya. Mereka merasa sukar oleh karena sebagai pria mereka
tidak boleh menggendong seorang gadis dengan begitu saja.
“Begini saja!“ kata Yong Keng, sesudah berpikir beberapa
saat. “Kita menggotong, dengan Kie- heng mencekal kedua
tangannya dan aku memegang kedua kakinya.“ Ciat Seng
menyetujui pikiran itu dan mereka lalu berangkat dengan
menggunakan ilmu meringankan tubuh. Selang setengah jam,
mereka sudah tiba di Lian-hoa-hong.
Bukan main terkejutnya Hie Kok dan kawan-kawannya
melihat Hie nio pulang dengan digotong. Sesudah direbahkan
didalam sebuah kamar batu, si nona lalu menuturkan segala
pengalaman- pengalamannya. Bwee Hoa Sin-souw lalu keluar
untuk memetik daun obat yang lalu dimasak dan diberikan
kepada Hie Nio. Tidak lama kemudian, si nona mengeluarkan
keringat dan panasnya lalu mulai turun.
Malam itu, dengan mengitari perapian dan sambil meminum
arak, mereka mengadakan perundingan mengenai diculiknya Pek
Thay Koan.
“Aku rasa, aku dapat menebak siapa penculik Pek Sute,“
Hong Tie mendadak berkata.
“Siapa?“ tanya Hie Kok.
“Kalau kita mendengar penuturannya Hie Nio aku menduga
penculiknya adalah perempuan bermarga Tong!” sahut Hong

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 423


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Tie. “Jika dilepaskan peluru Ngo-sek Bie-hio-tan lebih dahulu


mengeluarkan suara ledakan, yang kemudian akan disusul dengan
bebauan wangi. Kalau bukan Tong Sam Nio, siapa lagi?” Sehabis
berkata begitu, ia lalu menuturkan pengalaman di San-sin-bio,
dimana Pek Thay Koan hampir-hampir saja kena dibuat roboh
dengan pelurunya perempuan bermarga Tong itu.
“Benar dia!” berseru Hie Kok sambil menepuk dengkulnya.
“Ia rupanya penasaran sebab malam
itu tidak dapat menculik Thay Koan dan terus menguntit
sampai disini!”
“Sungguh kurang ajar!” kata Bwee Hoa Sin-souw dengan
gusar sekali. “Sekarang dia malahan berani mengaduk-aduk di
Hongsan. Benar-benar tidak memandang orang!“
“Sun-heng tidak perlu gusar,“ membujuk Hong Tie.
“Biarlah besok bersama Kie-hiantit aku membuat penyelidikan.
Aku rasa perempuan itu belum pergi terlalu jauh!“
“Aku dengar perempuan itu biasanya jual-beli dijalanan
hitam (merampok),“ kata Bwee Hoa Sin- souw. “tetapi mengapa
ia tidak berdiam saja di Shoatang dan mendadak muncul di
Kanglam?“
“Apa kau tidak tahu, pada tahun yang lalu, perempuan itu
sudah bersuami-istri bersama Kwee Kwie Hong, Giecian Sie-wie
(pengawal kaisar) kelas dua?“ tanya Hong Tie. “In Ceng sudah
memberikan ijin untuk dia tinggal diistana. Dia sekarang sudah
meninggalkan pekerjaannya yang lama.“
“Kwee Kwie Hong?“ menegasi Bwee Hoa Sin-souw.
“Namanya rasanya aku kenal, tetapi tidak ingat lagi siapa.”
“Apakah bukannya Hiat-tek-cu Tok-gia-kang?” tanya Hie
Kok. (Hiat-tek-cu, adalah begundalnya Yong Ceng yang

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 424


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

bersenjata “Kantung wasiat” yaitu semacam senjata rahasia,


seperti kantung, didalamnya berisi pisau-pisau tajam yang dapat
memutuskan kepala orang. Racun didalam kantung itu dapat
membuat badan manusia menjadi darah didalam waktu singkat.
Tok-gia-kang berarti si Kelabang Beracun).
“Benar dia,“ sahut Hong Tie sambil menganggukkan
kepalanya.
“Jika demikian, kedatangannya perempuan itu kedaerah
Kanglam, mungkin mempunyai rencana tertentu dan kita tidak
boleh untuk tidak waspada!“ kata lagi Bwee Hoa Sin-souw.
“Jangan terlalu kuatir,“ kata Hong Tie. “Air datang kita
bendung, musuh datang kita lawan!”
Mendengar perkataan itu, semua orang menjadi tertawa.
“Loo-Kam, apa kau besok jadi berangkat?“ tanya Hie Kok
sambil menghirup araknya.
“Jadi,“ sahutnya. “Kie Hiantit tentu juga sangat memikirkan
keselamatan ayah danpamannya!“
“Kalian akan kekotaraja?“ bertanya lagi Hie Kok.
“Lebih dahulu ke Holam untuk menyelidiki, kemudian baru
terus kekotaraja,“ jawab Hong Tie.
“Baiklah,“ kata lagi Hie Kok. “Kalau begitu, kita ramai-
ramai pergi kekotaraja untuk mengaduk-aduk sarangnya kaisar
anjing itu!“
“Dalam istana, banyak sekali pengawal yang berkepandaian
tinggi,“ kata Hong Tie. “Aku rasa tenaga kita sangat tidak
mencukupi. Kalau ingin mengacau disarangnya Yong Ceng, kita
harus lebih banyak lagi mengajak kawan.“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 425


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Kalau begitu, aku akan mengajak Peng-ho,“ kata Hie Kok.


“Kau ingin mengajak siapa?“
“Belum tahu siapa,“ jawab Hong Tie. “Hiantong siansu dapat
diberitahukan dengan surat. Aku nanti akan mengajak kawan-
kawan yang lainnya.”
“Kita harus menentukan tanggal untuk berkumpul
dikotaraja,“ Jiam Kong menyatakan pilirannya.
“Capji-gwee Capgo (tanggal limabelas bulan duabelas), aku
akan meletakkan satu tanda rahasia dijembatan Louw-kouw-kio,”
kata Hong Tie. “Kita berkumpul dengan mengikuti tanda rahasia
itu.“
Semua orang menyetujui dan lalu pergi beristirahat. Pada
keesokan paginya, Hong Tie dan Ciat Seng meninggalkan
Hongsan dan menuju ke Holam.
Sesudah berangkatnya Hong Tie dan Ciat Seng, Hie Kok
berdiam lagi beberapa hari di Hongsan untuk menunggu sampai
Hie Nio benar-benar sembuh dari sakitnya.
Selang lima-enam hari, Hie Nio telah pulih kesehatannya.
Pada hari ketujuh, bersama putrinya, Hie Kok meninggalkan
Hongsan.
“Sun-heng,“ berkata Hie Kok kepada Bwee Hoa Sin-souw
waktu mau berangkat. “Jika kau ada orang, tolong sampaikan
berita kepada Peng-ho.”
Bwee Hoa Sin-souw menhganggukkan kepalanya dan lalu
pergi kekebun. Ia balik dengan dua ekor burung merpati bulu
merah, satu jantan dan satu betina. Begitu dilepaskan, mereka
terbang berputaran dan lalu hinggap diatas pundak Bwee Hoa
Sin-souw.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 426


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Kau dapat menulis surat untuk Peng-ho,“ kata Bwee Hoa


Sin-souw. “Aku akan memerintahkan mereka untuk
membawanya.”
Hie Kok menjadi girang sekali dan lalu menulis sepucuk
surat. Bwee Hoa Sin-souw memasukkan surat itu kedalam satu
tabung kayu yang kemudian diikat pada lehernya burung merpati
betina. Sambil menunjuk kearah tempat tinggalnya Peng-ho,
Bwee Hoa Sin-souw mengucapkan beberapa perkataan yang
tidak dimengerti oleh orang, kepada kedua burungnya. Baru saja
majikannya habis berbicara, mereka lalu mementang sayapnya
dan dalam sekejap mata saja, sudah hilang dari pandangan mata.
Hie Kok mengacungkan jempolnya dan memuji tidak habisnya,
sedangkan Hie Nio menepuk-nepuk kedua tangannya karena
kegirangan.
Sesudah itu, bersama putrinya, Hie Kok lalu turun gunung.
Begitu Hie Nio berlalu, Cu Yong Kang yang harus berdiam
di Hongsan untuk merawat kedua orang tuanya, menjadi
kehilangan sesuatu. Mengingat pengorbanan si nona untuk
kepentingan keluarganya, pemuda itu merasakan satu hutang budi
yang sangat besar. Selain rasa hutang budi itu, didalam hatinya
Yong Keng timbul serupa perasaan lain yang luar biasa. Ia selalu
tidak berhasil menghilangkan perasaannya, si nona selalu
terbayang didepan matanya. Pada malam yang sunyi, ia sering
duduk terpekur sendirian dengan mulut, yang sering
mengucapkan kata-kata, “Hie Nio! Hie Nio!“ Tetapi cepat juga ia
menjadi sadar dan menepuk kepalanya. Ia mengingat hubungan si
nona dengan Pek Thay Koan dan jiwa kesatrianya melarang ia
untuk mempunyai ingatan yang bukan-bukan.
Pada suatu malam, ia duduk termenung didalam kamarnya
dan mulutnya berkata: “Tak boleh, tak boleh!” Ketika itu Hong
Jiam Kong kebetulan lewat dan menghentikan langkahnya waktu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 427


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

mendengar perkataannya Yong Keng. “Yong-jie,” kata sang guru


sambil mengetuk pintu kamarnya. “Apa itu, “tidak boleh, tidak
boleh“?“
Yong Keng terkejut dan melompat dari pembaringannya.
“Tidak………….“ Jawabnya dengan tersendat.
Jiam Kong masuk dan mengawasi mukanya sang murid
yang bersemu merah. “Yong Keng parasmu lain daripada
biasanya. Apakah kau bermimpi buruk?“ bertanya lagi sang guru.
“Tidak apa-apa suhu,“ jawabnya. “Dalam beberapa hari ini
pikirn amurid menjadi sangat kusut. Murid sendiri tidak tahu apa
gerangan sebabnya?“
“Mungkin disebabkan engkau terlalu banyak pikiran,“ kata
Jiam Kong. “Mulai besok, biarlah kita berlatih diluar. Aku ingin
mengajak engkau menyaksikan pemandangan yang sangat indah
di Shacaplak-hong (Puncak Tiga puluh enam).“
Yong Keng mengangguk-anggukkan kepalanya dan Jiam
Kong pun lalu keluar dari kamarnya. Pada keesokan harinya,
Jiam Kong mengajak muridnya pergi menikmati pemandangan
alam yang termasyhur dari gunung Hong san dan menurunkan
ilmu pukulan Hong-lui-ciang (Pukulaan Angin Geledek), yang
mempunyai delapan belas jurus, kepada muridnya. Selang
beberapa hari, benar saja hatinya sudah mulai tenang kembali.
–– oOo ––
Sekarang marilah kita tengok Hong Tie dan Ciat Seng yang
pergi ke Holam untuk menyelidiki kemana perginya Pek Thay
Koan.
Sesudah berjalan tujuh delapan hari, pada satu tengah hari
tibalah mereka di Kayhong, ibukota propinsi Holam. Oleh karena
sedari pagi belum makan apapun, begitu mereka tiba dikota,
mereka lalu masuk kedalam satu rumah makan. Selagi mereka

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 428


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

bersantap, mendadak mereka mendengar suara kelenengan kuda


dan teriakan kusir untuk meminta jalan. Hong Tie melongok
keluar jendela, dan melihat satu kereta yang tendanya ditutup
rapat dan ditarik oleh seekor kuda hitam, sedang lewat dengan
cepat sekali. Kayhong adalah kota yang ramai, dan lewatnya
berbagai macam kendaraan adalah kejadian yang lumrah saja.
Hong Tie pun tidak memperhatikan terlebih jauh lagi dan lalu
meneruskan santapannya.
Tiba-tiba dimeja sebelah belakang kedengaran suara orang
berkata: “Kawan ada kambing gemuk!“. Mendengar itu Hong Tie
menjadi terkejut.
Satu orang lain lalu menjawab dengan menggunakan bahasa
Hek-to (bahasa rahasia kawanan perampok) yang maksudnya
begini: “Matamu benar lihai. Kereta itu mumgkin membawa
emas.“
“Sebentar kita akan mencegatnya,“ kata lagi orang yang
pertama.
Hong Tie yang sudah kawakan didalam kalangan kangouw,
tentu saja mengerti apa yang sedang mereka bicarakan. Beberapa
saat kemudian, kedua orang itu membayar uang makan dan
berlalu dengan cepat kejurusan barat.
Hong Tie menyontek kakinya Ciat Seng dan berbisik: “Kau
lihat dua orang itu?“
“Lihat!“ jawabnya. “Tetapi aku tidak mengerti apa yang
mereka bicarakan.“
“Kawanan buaya,“ berkata Hong Tie. ”Mari kita susul. Kalau
barangnya pembesar negeri kita tidak akan turut campur.
Bagaimana pikiranmu?”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 429


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Aku turut saja,” sahut Ciat Seng yang lalu makan dengan
lebih cepat.
Sesudah beres dengan makannya, Hong Tie dan Ciat Seng
lalu menuju kepintu kota sebelah barat dengan langkah-langkah
yang cepat. Tidak lama kemudian, mereka melihat dua orang tadi,
yang mengenakan pakainan warna hijau, sedang berlari-lari
keluar dari pintu kota. Hong Tie dan Ciat Seng lalu menguntit
dari jarak yang tidak terlalu jauh.
Sekeluarnya dari pintu kota, kedua orang itu membelok
kearah utara, kejurusan gili-gili Sungai Kuning. Belum jalan
beberapa lama, kereta yang tadi sudah kelihatan. Hong Tie
melihat sang kusir adalah seorang tinggi besar yang mukanya
kuning dan berbaju hitam, sedangkan pada punggungnya terselip
sepasang tongkat besi. Gerak-gerik orang itu kelihatannya seperti
kaum kepala opas, tetapi ia mengenakan pakaian piauwsu.
Dengan cepat kereta itu ditujukan ketempat penyeberangan.
“Cepat sedikit!” kata Hong Tie sambil menarik tangannya
Ciat Seng. Dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh, dalam
sekejap mereka sudah tiba dipinggiran sungai. Disitu diantara
pohon- pohon yangliu, mereka menemukan kedua orang yang
berbaju hijau itu, sedangkan sang kusir, yang sudah melompat
turun dari keretanya, lalu memanggil perahu penyeberang.
Melihat laganya sang kusir yang agak bingung dan seperti
orang yang terburu-buru, Hong Tie menjadi curiga dan sangat
ingin tahu apa isinya kereta itu. Ia berlari-lari ketempat
penyeberangan sambil berteriak: “Tahan!“ Kami juga ingin ikut
menyeberang!“
Sebelum si tukang perahu menjawab, kusir itu sudah
membentak: “Jalan! Kau tidak boleh memuat orang lain lagi. Kau
tahu apa isinya kereta ini? Didalamnya berisi perak untuk
diangkut kekotaraja!“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 430


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Jiwi-looya tunggu saja sebentaran,“ kata si tukang perahu


kepada Hong Tie sambil tertawa.
“Kalian tentunya sudah mendengar perkataannya Looya ini!“
Sehabis berkata begitu, ia menolak perahunya yang lalu
meluncur ketengah sungai. Disebelah perahunya, juga terdapat
beberapa perahu penambang. Tanpa berkata apa-apa Hong Tie
menarik tangannya Ciat Seng dan melompat kesatu perahu kecil,
sambil memerintahkan situkang perahu menyeberangi sungai
untuk mereka. Dua orang yang memakai baju hijau juga sudah
melompat kesatu perahu lain. “Cepat, dayung!“ kata salah
seorang. “Kami ingin meminum arak kegembiraan dirumah besan
kami!“
Begitu perahu pengeret tiba diseberang sungai, sikusir lalu
memecut kudanya yang langsung kabur kejurusan utara.
Beberapa saat kemudian, keduaorang yang berbaju hijau juga
sudah menyeberang dan lalu berlari-lari menyusul kereta itu.
Hong Tie dan Ciat Seng terus menguntit dari belakang dengan
menggunakan ilmu meringankan tubuh.
Sesudah melewati empat lima li, disebelah depan terdapat
satu jalan besar yang memutari satu bukit kecil. Dengan dikejr
oleh dua orang berbaju hijau, kereta itu masuk kejalan besar.
Selagi kereta memutari bikit, Hong Tie mengajak Ciat Seng
mendaki bukit itu. Dengan demikian bukan saja mereka
mengambil jalan yang paling pendek, tetapi juga, dari atas bukit
mereka dapat menyaksikan segala kejadian dijalan besar yang
letaknya disebelah bawahnya.
Baru saja habis memutari bukit, kereta itu berhenti didepan
mulut gunung dan hampir berbarengan terdengar suara beradunya
senjata.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 431


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Ciat Seng memanjat satu pohon siong besar, dari mana ia


dapat melihat segala kejadian dimulut gunung. Si kusir yang
bersenjata dua tongkat besi sudah bertempur dengan dua orang
berbaju hijau itu. "Kam pehpeh,“ kata Ciat Seng. “Mereka sudah
mulai bergebrak!“
“Cepat turun.“ Kata Hong Tie. “Kita menonton dulu, jangan
terlalu cepat turun tangan.” Mereka lalu turun dari bukit itu dan
bersembunyi dibelakangnya satu batu besar, tidak jauh dari
gelanggang pertempuran.
Dua orang itu, satu gemuk, satu kurus dan dua-duanya
bersenjata golok, ternyata bukan tandingan si kusir. Baru
bergebrak belasan jurus, mereka sudah tersengal-sengal.
Beberapa saat kemudian, yang gemuk melompat keluar dari
gelanggang pertempuran dan lalu melarikan diri, disusul oleh
kawannya yang kurus.
Sikusir kelihatannya girang sekali. Ia mendongak dan tertawa
terbahak-bahak. “Segala buaya buta!” ia berteriak. “Sekarang
kalian baru tahu lihainya Kim-bian-sin (Malaikat Muka Emas)
Goan Toaya!“ Ia membungkuk dan bergerak untuk melompat
mengejar.
Pada saat itu dari dalam tenda kereta mendadak melesat
keluar satu bayangan manusia yang gesit bagaikan burung walet.
Hong Tie mengawasi orang itu, yang ternyata adalah seorang
wanita. Begitu ia mengenalinya, ia terkesiap. Perempuan itu
ternyata bukan lain daripada Tong Sam Nio, yang ia duga keras
sebagai penculiknya Pek Thay Koan.
Ciat Seng menjadi terkesima. “Kam pehpeh,“ katanya. “Coba
lihat!“ Hong Tie menutup mulutnya, supaya ia tidak berbicara
terus.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 432


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Saat itu Tong Sam Nio sudah mengejar sampai dimulut


gunung. Tiba-tiba ia mengangkat kaki kanannya dan beberapa
jarum menyambar kearah kepalanya kedua orang berbaju hijau.
Tok- beng Hoa-ciam (Jarum Perampas Jiwa) adalah senjata
rahasia yang lihai sekali dan yang sambarannya tidak bersuara
samasekali.
Dua orang yang sedang berlari terbirit-birit, tahu-tahu
matanya gelap dan roboh dimulut gunung dengan masing-masing
kepalanya tertancap tiga batang jarum. Tong Sam Nio merasa
bangga sekali, sebab dengan sekali bergerak saja, ia sudah dapat
membinasakan kedua orang itu.
Selagi dia kegirangan, tiba-tiba Kam Hong Tie turun
melayang dari atas batu sambil menyabet dengan pedang Lie-
hun-kiam. Tong Sam Nio terkejut melihat sambaran pedang yang
kearah lehernya. Dalam keadaan terburu-buru, ia kerahkan
khiekang (tenaga napas) dan mengekerutkan badannya, sehingga
pedangnya Hong Tie lewat diatas kepalanya. Ilmu yang barusan
saja digunakan oleh Tong Sam Nio adalah ilmu Sut-kut
(Mengkerutkan tulang) yang tidak dipunyai oleh sembarangan
orang. Berabreng dengan lewatnya pedang kam Hong Tie, ia
menjejakan kedua kakinya dan badannya melesat balik kearah
kereta. Melihat gerakan yang luar biasa itu, Hong Tie mengetahui
bahwa perempuan itu dapat dipandang ringan dan tidak boleh
dibuat gegabah dan ia harus berlaku dengan sangat hati-hati
sekali.
Baru saja kedua kakinya hinggap diatas kereta, ditempat
duduknya kusir, Tong Sam Nio mencabut golok Liu-yap-to
(Golok Daun Liu) sambil mengangkat kaki kanannya. Tanpa
suara, beberapa jarum menyambar. Hong Tie yang selalu
berwaspada, lalu memutar Lie-hun-kiam dan jarum- jarum itu
semuanya tersampok jatuh. Tong Sam Nio menjadi sangat gusar.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 433


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Ia melompat keatas tenda kereta dan tanpa berkata suatu apapun,


lalu menyabet Hong Tie dengan goloknya.
Sambil mengerahkan lweekang, Hong Tie menyambut
dengan sepenuh tenaga. “Trang!” dan goloknya Tong Sam Nio
terpukul miring, sedangkan tangannya dirasakannya kesemutan.
Walaupun Tong Sam Nio bukanlah lawan empuk, tetapi didalam
lweekang, ia masih kalah dari Kam Hong Tie. Dengan
menggunakan kesempatan baik, Hong Tie segera membabat
pinggangnya perampuan itu dengan pedangnya.
Semangatnya Tong Sam Nio terbang. Tidak ada jalan lain
baginya, selain melompat turun dari atas tenda sambil
menggulingkan badannya. Begitu cepat ia bangun berdiri, ia
berseru “Goan Toaya, jaga baik-baik kereta itu!”
“Perempuan bangsat!” membentak Hong Tie. “Dimanakah
kau sembunyikan Pek Thay Koan?”
Sebelum Tong Sam Nio membalas cacian itu, sikusir
bermarga Goan sudah menghantam dengan sepasang tongkatnya
yang dengan mudah sekali sudah disampok terpental oleh Kie
Ciat Seng yang berdiri didekatnya Hong Tie.
Sikusir muka kuning itu adalah sebenarnya kepala opas
Sunbu Holam dan bernama Goan Eng Liang. Ia biasanya sangat
mengagulkan sepasang tongkatnya yang berat dan menjadi kaget
bercampur gusar sewaktu tongkat itu dengan mudah sekali
disampok terpental oleh seorang muda. Sambil menggereng, ia
segera menerjang Ciat Seng.
Ciat Seng tidak mau berlaku sungkan-sungkan dan terus
mencecar dengan serangan-serangan hebat. Baru saja beberapa
gebrakan, bagaikan kilat pedangnya menyabet kakinya sikepala
opas. Goan Eng Liang menyampok dengan tongkatnya, tetapi ia
tidak menduga pedangnya Ciat Seng yang bergerak bagaikan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 434


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

naga, tahu-tahu sudah menyambar kepalanya. Sebisa-bisanya ia


mencoba menunduk, tetapi tokh ikat kepalanya kena juga
disambar pedang dan terbabat putus. Semangatnya si opas
terbang keawang-awang dan melompat mundur lima enam
langkah.
Ciat Seng tidak mengejar musuhnya, tetapi dengan sekali
menggenjot badannya, ia sudah berada diatas tempat sikusir. Ia
mengambil tali les dan berseru: “Kam pehpeh cepat kemari!“
Sambil mengedut tali les, ia mencambuk kuda hitam itu yang
langsung saja mementang keempat kakinya dan kabur secepat-
cepatnya.
Begitu mendengar teriakannya Ciat Seng, Hong Tie lalu
meninggalkan Sam Nio dan menyusul dengan gerakan ilmu
meringankan tubuh. Beberapa saat kemudian, ia sudah duduk
berendeng dengan Kie Ciat Seng.
Begitu membelok disatu tikungan, kereta itu lalu menghilang
dari pandangan mata. Bukan main kagetnya Tong Sam Nio. Ia
mengawasi tikungan gunung dengan mulut ternganga. “Celaka!“
berkata ia dengan suara ditenggorokan sambil membanting-
bantingkan kakinya.
Kim-bian-sin Goan Eng Liang juga tidak kurang
kagetnya. Mukanya yang berwarna kuning, sekarang jadi
berwarna seperti tanah.
Sesudah menetapkan hatinya, Tong Sam Nio menggerutu:
“Tadi tokh aku sudah bilang, kau harus melindungi kereta itu
dengan hati-hati. Tetapi engkau tetap tidak mau mendengarkan.
Alasan apa yang sekarang akan kau katakan kepada atasan
pembesar?“
Goan Eng Liang tidak dapat menjawab, hanya keringat
dingin mengucur didahinya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 435


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Aku tidak nyana, bahwa aku hari ini kena dijatuhkan


ditempat ini,“ kata Tong Sam Nio lagi sambil menghela napas.
“Jalan satu-satunya, kita coba untuk mencari mereka. Kalau tidak
dapat baru kita laporkan kepada Sunbu Tayjin!”
Mereka langsung saja mengejar dengan mengikuti jalanan
gunung, dihadapan mereka terbentang beberapa jalanan bercagak.
Mereka menjadi semakin jengkel. Jalanan mana yang sudah
diambil oleh musuhnya?
Goan Eng Liang berdiri bingung, Tong Sam Nio menjadi
semakin mendongkol dan lalu menyesalkan kembali kepadanya:
“Goan Toaya, kalau kau barusan tadi tidak bertempur dengan
pemuda itu, kereta itu tentunya tidak akan dengan begitu
mudahnya dirampas. Kau lihat, kemanakah kita sekarang harus
mencri mereka?“
Goan Eng Liang tidak berani menyahut, tetapi hatinya tentu
saja gusarsekali. Ketika itu matahari sudah tenggelam diarah
barat. “Biarlah kita ambil jalanan ini,“ kata Tong Sam Nio sambil
menunjuk cabang jalanan yang kedua. “Kalau tidak ketemu
barulah kita pulang.“
Goan Eng Liang langsung saja mengikuti. Waktu mereka
masuk kedalam hutan, Tong Sam Nio tiba-tiba berhenti dan
berbisik sambil menuding kedepan: “Goan Toaya, coba lihat!
Apakah disitu bukannya sedang bersembunyi satu manusia?“
Si kepala opas, yang tidak bercuriga apa-apa, lalu maju
beberapa langkah sambil memanjangkan lehernya. Diluar dugaan,
dengan menggunakan kesempatan itu, perempuan yang kejam itu
menotok jalan darahnya, sehingga ia roboh tanpa dapat melawan
lagi. “Nio-cu (Nyonya), mengapa……………. Mengapa kau
membokong aku…………?“ katanya dengan suara terputus-
putus. Tong Sam Nio tertawa dingin dan mencabut goloknya,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 436


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

yang langsung disabetkan kekepalanya Goan Eng Liang yang sial


itu.
Sesudah membuat bersih goloknya, ia menendang mayatnya
sang korban seraya berkata: “Orang marga Goan, jangan katakan
aku kejam. Aku terpaksa mengantar kau ke akherat, agar kau
jangan membusuki aku didepan Sunbu.“ Sehabis berkata begitu,
dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh ia berlalu dari
tempat itu.
–– oOo ––
Sekarang marilah kita tengok Hong Tie dan Ciat Seng yang
sudah berhasil merampas keretanya Tong Sam Nio. Sesudah
keluar dari mulut gunung, mereka mengambil jalanan bercabang
yang pertama. Pada waktu siang berganti dengan malam, mereka
menghentikan kereta itu dibawah satu pohon, dipinggir jalan.
Hong Tie melompat turun dan membuka tenda, sambil
menyalakan api. Begitu melihat isinya, ia bersorak kegirangan!
Ternyata, secara tidak terduga-duga, didalam kerangkeng
menggeletak Pek Thay Koan dan seorang tua yang berusia lima
puluh tahun lebih.
Dari penerangan sumbu api yang remang-remang, Hong Tie
yang bermata jeli lalu dapat mengenali, bahwa orang itu bukan
lain daripada Kie Teng Peng, ayahnya Ciat Seng!
“Kie Hiantit, cepat! Ayahmu ada disini!” berteriak Hong Tie.
Tidak dapat dilukiskan girangnya pemuda itu. Ia melompat
begitu rupa, sehingga tubuhnya jatuh bergulingan diatas tanah
dan kemudian, bagaikan kalap, ia melompat kedalam kerangkeng
dan menubruk ayahnya. Orang tua itu, sebagaimana juga Thay
Koan, ditekuk badannya seperti kue lontong dengan tali yang
kasar. Kie Teng Peng menyandar dikerangkeng seperti orang
kehilangan semangat, sedangkan Pek Thay Koan hanya dapat

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 437


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

membuka kedua matanya besar-besar, tetapi tidak dapat


berbicara.
Hong Tie tahu bahwa sutenya kena totokan jalan darah. Ia
mencabut belatinya dan terlebih dahulu memutuskan tali yang
mengikat kedua orang itu. Sesudah itu barulah ia menepuk
punggungnya Thay Koan untuk membuka totkan jalan darahnya.
“Kam Suheng,“ kata Thay Koan. “Tidak kuduga dapat
bertemu dengan engkau dan saudara Ciat Seng ditempat ini.
Tuhan masih menaruh belas kasihan dan kami berdua belum
ditakdirkan untuk mati!“
“Kau beristirahat dahulu, sebentar baru kita bicara,“ kata
Hong Tie.
Begitu bertemu dengan ayahnya, tanpa ditahan lagi, air
matanya Ciat Seng mengucur deras. Sepuluh tahun ia tidak
pernah berjumpa dengan orang tua itu. Siapa nyana ia bertemu
dengan ayahnya dalam keadaan yang begitu menyedihkan.
“Ayah,“ katanya dengan hati yang seperti diiris-iris. “Ciat-jie
ada disini. Bukalah matamu ayah!”
Perlahan-lahan orang tua itu membuka matanya. Apakah
benar-benar Ciat-jie?” ia bertanya dengan suara yang lemah.
“Apakah aku tidak sedang bermimpi?”
“Bukan ayah, bukan! Kita tidak dalam mimpi!” katanya
dengan suara serak, sambil mencekal tangannya orang tua itu
keras-keras. “Coba lihat! Kam pehpeh juga berada disini.” “Kie
losianseng, apakah kau masih mengenali Hong Tie?“ tanya
Kanglam Tayhiap.
Kedua matanya Kie Teng Peng mulai bersinar. Ia mulai
dapat mengingat-ingat kembali. “Apakah benar Kam Tayhiap?”
ia bertanya. “Ah, kalau begitu aku benar belum mati!” Ia

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 438


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

menghela napas dan memegang janggutnya Ciat Seng. “Ciat-jie,“


ia berkata pula. “Sepuluh tahun kita tidak bertemu. Kau sekarang
sudah banyak lebih besar!“
Sukar dilukiskan perasaan anak itu. Ia memeluk ayahnya dan
menangis menggerung-gerung. Lama mereka menangis sambil
berpelukan. Perlahan-lahan Hong Tie dan Thay Koan membujuk
mereka. Ciat Seng menyusut air matanya dan mencoba
membangunkan ayahnya. “Aduh!” mengeluh sang ayah sambil
memegang pantatnya yang tenyata penuh luka akibat cambukan.
Hong Tie segera megeluarkan sebutir Kimtan, yang sesudah
dicampur air, lalu digosokkan ketempat yang luka itu. Beberapa
saat kemudian, luka itu sudah mulai hilang sakitnya.
“Suheng, kemana kita pergi sekarang?“ tanya Thay Koan.
“Bagaimana dengan Hie-moi? Apakah ia juga kena ditangkap
orang?”
“Jangan kuatir,” jawab Hong Tie. “Hie Nio hanya menderita
penyakit ringan dan sekarang sudah sembuh betul-betul. Malam
ini biarlah kita beristirahat disini dan besok barulah kita pergi ke
Liok- ho-kouw.
Mendadak diluar kereta terdengar suara orang: “Kalian mau
pergi ke Liok-ho-kouw?“
Semua orang terkesiap. Dengan mata tajam, Hong Tie
mengawasi keluar. Disitu, dipinggir kereta terlihat bayangannya
satu orang tinggi besar yang sedang menghisap huncwee (pipa
panjang). Matanya Hong Tie yang luar biasa jelinya segera dapat
melihat, bahwa huncwee itu yang hitam mengkilap, bukannya
terbuat dari bambu atau kayu, tetapi dari baja. Mendadak, seperti
anak panah Hong Tie melesat keluar dan sebelum kakinya
menginjak tanah, satu tangannya menekan pundaknya orang itu
dengan perlahan. Dengan sekali menggoyangkan badan, orang itu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 439


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

sudah lolos dari tekanan Hong Tie, mulutnya masih tetap


menghisap pipanya.
“Apakah aku bukannya sedang berhadapan dengan Lie Gie
Coan Toako?“ kata Hong Tie sambil tertawa dan merangkap
kedua tangannya.
Orang itu berusia kira-kira lima puluh tahun, diatas bibirnya
tumbuh kumis pendek, mulutnya lebar, telinganya besar,
sedangkan kedua matanya menyorotkan sinar terang, sehingga
tampangnya kelihatan angker sekali. Ia segera membungkuk dan
balas bertanya: “Apakah saudara bukannya Kam Tayhiap?“
“Benar!“ jawabnya.
Orang itu tertawa terbahak-bahak. Ia melompat menghampiri
sambil menyelipkan huncweenya dipinggang. “Kam Looheng,”
katanya sambil menyoja. “Benar-benar kalau tidak berjodoh,
tidak akan bertemu!“
Sekarang Hong Tie dapat memastikan, bahwa orang itu
adalah benar Lie Gie Coan adanya. Hutocu (wakil pimpinan)
Cenglionghwee (perkumpulan Naga Hijau) di Liok-ho-kouw.
Selama berkelana didunia kangouw, Lie Gie Coan tidak pernah
membawa senjata tajam. Senjatanya adalah huncwee besi, yang
dapat digunakan untuk menotok jalan darah orang. Dengan
lweekangnya yang sangat tinggi dan huncweenya yang terkenal
lihai, namanya termasyhur sekali di propinsi Sahsee, Siamsay dan
Holam. Pada Yong Ceng tahun kelima, dari Ouwpak ia ikut Yo
Kong Han (pemimpin besar Cenglionghwee) ke Liok-ho-kouw,
dimana mereka lalu mendirikan Cenglionghwee dan
mengumpulkan orang-orang gagah dari seluruh Tiongkok dengan
tujuan merobohkan Ceng dan membangunkan Beng. Dibawah
pimpinan yang baik, semakin lama Cenglionghwee menjadi
semakin kuat. Setiap tahun, Lie Gie Coan turun kedaerah selatan
untuk menjalankan tugas sebagai penghubung. Malam itu,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 440


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

disebabkan ia ingin cepat-cepat sampai pada tujuannya, ia


berjalan terus dipegunungan yang sepi itu dan sungguh tidak
dinyana, ditempat tersebut ia bertemu dengan Kam Hong Tie dan
kawan-kawannya.
Hong Tie segera mengajak Gie Coan masuk kedalam kereta
dan ia memperkenalkan dengan Thay Koan dan Ciat Seng.
“Namanya kedua saudara, sudah lama aku dengar,” kata Gie
Coan. “Kalian berdua adalah orang-orang muda yang dapat
dibuat bangga didalam kalangan Rimba Persilatan dan dibelakang
hari, kalian tentunya akan dapat melakukan pekerjaan yang
sangat berguna bagi sesama manusia.”
“Ah, locianpwee memuji terlalu tinggi,” kata Pek Thay
Koan.
“Siapakah adanya loosianseng itu?” tanya Lie Gie Coan
sambil menunjuk Kie Teng Peng.
“Ia dalah sastrawan tersohor dari wilayah Ciatkang, Kie
Teng Peng loosianseng,” jawab Hong Tie.
“Ia adalah ayahnya Kie Hiantit!”
“Aku dengar Kie loosianseng telah terjatuh kedalam
tangannya kawanan kuku garuda,” kata Lie
Gie Coan dengan suara terkejut. “Cara bagaimana sekarang
dapat berada disini?”
Kam Hong Tie segera menuturkan cara bagaimana Kie Teng
Peng ditangkapoleh Lie Wie, dikirm kekotaraja dan akhirnya
dapat ditemukan didalam kereta itu.”
“Oh begitu?” kata Lie Gie Coan sesudah mendengar habis
penuturan orang. “Apakah perempuan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 441


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

jahat itu bukannya yang pernah jadi perampok die Hietay,


propinsi Shoatang?“
“Benar dia!“ jawab Hong Tie. “Pek sute hampir-hampir saja
celaka didalam tangannya!” “Kenapa?” tanya ie Gie Coan.
“Perempuan itu telah merobohkan aku dengan bie-hio-tan di
Tinculeng, gunung Hongsan!”
menerangkan Thay Koan. “Ia membawa aku kesatu dusun
kecil di Holam, dimana ia memaksa supaya aku menikah dengan
dirinya. Aku lebih suka mati, daripada menuruti kemauannya dan
beberapa kali aku dibuatnya pingsan dengan bie-hun-yo. Sesudah
kewalahan, ia rupanya ingin mengambil jiwaku, tetapi aku tidak
tahu kenapa, ia tidak jadi turun tangan. Belakangan, ia menotok
jalan darahku untuk membuat aku menjadi bisu dan beberapa
kali, aku dibuat lupa ingatan dengan obatnya. Aku dibawa terus
ke Kayhong, dimana aku lalu dimasukkan kedalam kereta ini.
Waktu aku sadar kembali, baru aku tahu, bahwa Kie loosianseng
juga berada bersama- sama dengan aku. Kemudian aku juga
mendapat tahu, bahwa perempuan itu dikirim dari kotaraja
dengan tugas mengambil orang-orang tawanan yang diinginkan
oleh In Ceng. Aku berpendapat, bahwa jiwaku tidak bakal
ketolongan lagi, tetapi siapa nyana digunung ini dapat bertemu
dengan
Kam Suheng dan saudara Ciat Seng.“
“Perempuan itu benar-benar perempuan cabul,“ kata Lie Gie
Coan sambil menggelengkan kepalanya. “Ia sudah mempunyai
suami, Kwee Kwie Hong, tetapi tokh masih terus mencari lelaki
lain!“
Mendengar omongan itu, semua orang menjadi tertawa.
Sambil mengisi tembakau pada pipanya, Lie Gie Coan
mengawasi Hong Tie. “Loo-Kam,“ kata ia.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 442


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Apakah kau mau mampir ketempat kami?“


“Benar,“ jawabnya. “Aku sedang memikirkan Kie
Loosianseng yang masih belum punya tempat meneduh. Aku
akan merasa lega, jika Kie Loosianseng dapat bernaung dibawah
perlindungannya Cenglionghwee.“
“Loo-Kam,“ kata Lie Gie Coan sambil menepuk dadanya.
“Engkau tidak usah kuatir, Kie Loosianseng akan dapat tempat
yang aman di Liok-ho-kouw dan kami akan bertanggung jawab
atas segalanya. Liok-ho-kouw adalah daerah kekuasaannya
Cenglionghwee. Kawanan kuku garuda tidak akan berani
menggerayang disitu.“
“Tetapi apakah perlu kita beritahukan terlebih dahulu kepada
Yo Toako?“ tanya Hong Tie sambil tertawa.
“Kau tentunya belum mengenal adatnya Yo Toako,“ sahut
Lie Gie Coan. “Adatnya jauh lebih terbuka daripada aku. Kie
Loosianseng bukannya orang luar. Aku rasa, Yo Toako akan
menghormati orang tua itu seperti ayahnya sendiri!“
Mendengar begitu, Kie Ciat Seng menghampiri dan bergerak
untuk menekuk lututnya. Lie Gie Coan mengangkat satu
tangannya dan Ciat Seng merasakan satu sambaran angin hebat,
sehingga ia tidak dapat menekuk lututnya. “Bukan main
lweekangnya Loo-cianpwee ini!“ kata Ciat Seng didalam hatinya.
“Lauwtee,” kata Gie Coan dengan paras sungguh-sungguh.
“Gerak-gerikmu seperti bukannya dari
Rimba Persilatan. Ayahmu adalah pecinta negara yang
menjadi korban dari kekejaman bangsa Boan. Adalah kewajiban
kami untuk memberi segala rupa bantuan yang kami bisa. Jangan
sekali lagi kau main kehormatan!“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 443


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Ciat Seng menjadi tergugu. Ia hanya menganggukkan


kepalanya dengan perasaan terharu. Malam itu mereka menginap
didalam kereta dan pada keesokan paginya lalu berangkat ke
jurusan utara. Lie Gie Coan memberitahukan dengan seluk beluk
jalanan ke Holam, ia tahu
jalanan mana yang aman dan jalanan mana yang banyak
bahayanya. Sesudah lewat Holam, mereka masuk diperbatasan
Hopak dan mengambil jalanan yang menerus ke Liok-ho-kouw.
Liok-ho-kouw adalah satu daerah pegunungan yang
merupakan cabangnya gunung Thay-heng- san. Dengan jurang-
jurang yang dalam, batu-batu cadas yang tinggi dan jalanan yang
berbelok- belok, pegunungan itu sangat berbahaya bagi orang-
orang yang tidak kenal jalanan. Para pemuka Cenglionghwee
telah memilih Siaculeng di Liok-ho-kouw sebagai markas
besarnya dan mengumpulkan orang-orang gagah diseluruh
Tiongkok dalam usaha merobohkan pemerintahan Ceng. Daerah
itu dijaga ketat sekali, sehingga sebegitu jauh tentara Ceng belum
berani mengganggu. Begitu masuk dimulut gunung, tibalah
mereka dikota penjagaan pertama.
Jalanan dimulut gunung luar biasa sempit dan hanya dapat
masuk satu kereta. Panjangnya jalanan itu, yang dikedua
sampingnya diapit dengan batu-batu cadas yang tinggi dan
curam, kira- kira ada dua li. Ketika itu, mayahari sudah
tenggelam diarah barat, sehingga jalanan menjadi agak gelap dan
ditambah lagi dengan turunnya salju, sehingga sang kuda harus
berjalan perlahan dan hati-hati sekali. Sesudah melewati satu
selat dan membelok disatu tikungan, jalanan yang menjurus ke
Tio-kee-po jauh agak lebar.
Tidak lama kemudian, sesudah naik disatu bukit dan sehabis
melewati mulut gunung yang kedua, dari dalam hutan mendadak

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 444


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

melompat keluar satu orang yang bersenjata tombak. Orang itu


membentak dan langsung dijawab oleh Lie Gie Coan.
“Apakah Ji-ya (Tuan Kedua)?” tanya orang itu.
“Benar!” sahutnya.
Orang itu tertawa dan balik masuk kedalam hutan.
Lie Gie Coan menghentikan kereta didepannya satu rumak
berhala, dimana Yo Kong Han keluar, yang sudah mendapat
berita terlebih dahulu, sudah menunggu untuk menyambut.
Tidak usah dikatakan lagi, pertemuan itu sudah sangat
menggirangkan hatinya semua orang. Yo Kong Han lalu
memerintahkan orang untuk menyediakan meja perjamuan untuk
menghormati semua tamunya. Sambil bersantap, Hong Tie
memberitahukan, bahwa ia dan Ciat Seng akan pergi kekotaraja
dan memohon bantuan Cenglionghwee untuk memberikan tempat
berteduh kepada Kie Teng Peng. Dengan gembira Yo Kong Han
lalu menyanggupi dan segera memesan orang untuk menyediakan
tempat untuk orang tua itu.
Hong Tie, Thay Koan dan Ciat Seng berdiam di Siaculeng
tiga hari lamanya. Pada hari keempat, mereka pamitan kepada
tuan rumah dengan menghaturkan banyak terimakasih untuk
segala pertolongannya. Yo Kong Han dan Lie Gie Coan tidak
mengijinkan tamu-tamunya berangkat dengan begitu saja dan lalu
mengadakan perjamuan untuk memberi selamat jalan.
Sambil bersantap, mereka mengobrol dengan gembira sekali
dan tahu-tahu matahari sudah mulai terbnam disebelah baratm
sehingga Hong Tie bertiga terpaksa menginap satu malam lagi.
Pada keesokan paginya, dengan menunggang kuda, mereka
berangkat dengan diantar oleh tuan rumah sampai ditempat yang
agak jauh. Pada sebelum putranya berangkat, sambil

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 445


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

mengucurkan air mata, Kie Teng Peng memesan agar supaya Ciat
Seng menjaga dirinya baik-baik.
Sesudah meninggalkan Liok-ho-kouw, Hong Tie bertiga
memacu kudanya kearah Pakkhia.
Selang beberapa hari, mereka tiba di Ciok-kee-chung.
Sesudah melewati pasar, disatu lapangan mereka melihat
berkerumun banyak orang yang kadang-kadang bersorak.
Mereka mendekati dan melihat satu anak kecil sedang
mempertunjukkan kepandaiannya berjalan diatas tali. Sesudah
berjalan bolak-balik beberapa kali, ia mengangkat keatas satu
kakinya dalam gerakan Kim-kee-tok-lip (Ayam Emas berdiri
dengan satu kaki), ia memberi hormat dengan menyoja kepada
semua penonton. Selagi orang-orang bertepuk tangan, si bocah
dengan menggaetkan salah satu kakinya pada tali dan melepaskan
badannya, sehingga semua penonton terkesiap. Sebelum orang-
orang dapat melihat dengan nyata gerakannya yang luar biasa
cepatnya, ia sudah berdiri tegak diatas bumi sambil tertawa
ha..ha..haa..hi…hi…hi…. Satu sorakan yang bergemuruh segera
terdengar, dan para penonton semuanya melemparkan uang
kedalam gelanggang pertunjukkan.
Sibocah lalu memunguti uang itu bersama dengan seorang
tua yang rambut dan alisnya sudah putih semua. Begitu melihat
siorang tua, Hong Tie menjadi kaget bercampur girang, sebab ia
itu bukan lain daripada Peng-ho Chung Ie Long. Selagi ia ingin
memanggilnya, satu benda kecil tiba- tiba menyambar kearahnya.
Hong Tie kaget, sebab menduga satu senjata rahasia. Ia
menyambuti benda itu, yang ternyata hanya segumpal kertas. Ia
membuka kertas itu yang berisi tulisan seperti berikut: Aku dan
muridku Ho Siang menyamar sebagai penjual silat, agar terlepas
dari perhatian. Disini terdapat banyak sekali kuku garuda, kita

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 446


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

tidak dapat berdiam lama-lama. Sampai bertemu di kotaraja. -Ie


Long-Hong Tie segera memasukkan kertas itu kedalam sakunya.
“Ada apa Suheng?” tanya Pek Thay Koan.
“Disini bukan tempat kita untuk berbicara, mari kita
berangkat!” jawabnya sambil mengedut tali les tunggangannya.
Sesudah keluar dari Ciok-kee-chung, barulah Hong Tie
memperlihatkan suratnya Chung Ie Long, kepada kedua
kawannya.
“Waktu kita sudah tidak banyak lagi,” kata Thay Koan.
“Setengah bulan lagi, kita sudah harus tiba di Pakkhia. Suheng
siapa lagi mau kau ajak?”
“Sudah cukup,” sahutnya. “Aku tidak berniat mengajak yang
lainnya lagi!“
Jarak antara Ciok-kee-chung dan kotaraja masih ada
beberapa ratus li. Walaupun mereka menunggang kuda, tetapi
paling sedikit mereka masih harus menggunakan waktu delapan
hari untuk dapat tiba di Pakkhia. Sesudah berjalan lagi lima enam
hari, suhu udara sudah mulai sangat dingin dan setiap hari bertiup
angin dan turun salju. Setibanya di Lianghiang, kotaraja sudah
tidak jauh lagi. Oleh karena merasa kurang baik masuk ke
Pakkhia dengan menunggang kuda, mereka lalu menjual kudanya
di Lianghiang dan sesudah menginap semalam disitu, pada
keesokan paginya, mereka meneruskan perjalanan dengan
berjalan kaki.
Mereka tiba di Pakkhia pada Capji-gwee Capjie (Tanggal
duabelas bulan duabelas) malam. Mereka melewatkan waktu
dua hari dengan pesiar kesana-sini dan pada tanggal lima belas
malam, barulah pergi ke Louw-kouw-kio.
Hong Tie mengawasi kaki jembatan, tetapi disitu belum
terdapat tanda-tanda apa-apa. Mendadak ia mendengar satu siulan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 447


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

perlahan dan segera mengetahui sudah ada kawan yang berada


didekat situ. Saat kemudian, satu perahu yang berada ditengah
sungai dikayuh dengan perlahan kearah tepi dan begitu melihat,
Hong Tie mengenali, bahwa penumpangnya adalah Hie Kok
bersama putrinya.
Begitu melihat sinona, hatinya Pek Thay Koan meluap-luap
dengan kegirangan. Sebelum perahu menempel ditepi, dengan
sekali menggenjotkan badan, ia sudah berada diatas perahu.
Saat itu, Ciat Seng sayup-sayup mendengar bisikannya Hie
Nio: “Pek Koko, kau sudah membuat aku menderita sekali!“ Ciat
Seng menjadi merasa sangat iri dan langsung dia ingat kepada
Cee Kheng Hwa.
Melihat kedua orang muda itu sedang saling menumplekkan
perasaan hatinya, Hong Tie tidak mau mengganggu dan smabil
menarik tangannya Ciat Seng, ia melompat keujung perahu,
dimana ia disambut oleh Hie Kok yang langsung mengajak
mereka masuk kedalam. Begitu masuk, Hong Tie menjadi sangat
girang sekali, sebab didekat satu meja perjamuan terlihat duduk
Peng-ho Chung Ie Long bersama Ho Siang, Hong Jiam Kong dan
Bwee Hoa Sin-souw. Yang belum datang adalah Cu Yong Keng,
Thia Siauw Thian dan Hiantong Siansu.
“Chung Toako!” berseru Hong Tie sebelum mengambil
tempat duduknya. “Apakah kau pandai dengan ilmu mengecilkan
bumi? Waktu kita berpisahan, kau masih membuka pertunjukkan.
Cara bagaimana kau bisa sampai terlebih dahulu?”
“Ketika kalian menjual kuda di Lianghiang, akupun sudah
dapat melihat,” jawab Chung Ie Long sambil tertawa. “Dalam
beberapa tahun ini Loosu sudah melatih kedua kaki tua ini
sehingga dapat berlari terlebih cepat daripada kuda!”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 448


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hong Tie merasa kagum dan tidak menduga orang tua itu
mempunyai ilmu meringankan tubuh yang begitu tinggi. Ia lalu
memperkenalkan Kie Ciat Seng kepada Peng-ho, sedangkan Hie
Kok lalu memerintahkan putrinya untuk langsung menjalankan
perahu.
Hie Nio mengayuh perahu, sampai pada satu tempat yang
sepi, dimana ia lalu enurunkan jangkar. Pertemuan antara orang-
orang gagah itu, sudah sangat menggembirakan hatinya semua
orang dan mereka makan dan minum sepuas hati mereka, sambil
merundingkan rencana menyateroni keraton kaisar. Sesudah
diadakan pembicaraan panjang lebar, diambil keputusan untuk
menunggu Hiantong dua hari lagi, dan jika pendeta itu belum
juga datang, mereka akan menyatroni istana dengan berpencar.
Tujuan yang paling utama ialah membunuh Yong Ceng, tetapi
apabila sampai tidak berhasil, sedikitnya mereka akan
membongkar penjara keraton untuk menolong orang-orang gagah
yang dipenjarakan disitu. Sesudah selesai perundingan, mereka
lalu beristirahat.
Pada keesokan harinya, Ho Siang terus mendesak gurunya
supaya dia diajak melihat empat paseban termasyhur dikota
Terlarang. Selama dalam perjalanan Chung Ie Long pernah
menuturkan keindahannya empat paseban tersebut yang
bentuknya seperti kurungan katak dan sudah menjanjikan
muridnya untuk melihat-lihat bangunan yang luar biasa itu.
Sepanjang cerita, empat paseban tersebut, yang berdiri diempat
sudut KoTa Terlarang, sudah dibuat pada jaman dinasti Beng atas
perintahnya Kaisar Englok.
Pagi itu, utuk memenuhi janjinya, Chung Ie Long mengajak
muridnya masuk kedalam kota. Akat tetapi, mereka tidak dapat
masuk kedalam Kota Terlarang dan hanya dapat memandang dari
sebelah luar sungai yang mengitari kota tersebut. Ho Siang

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 449


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

merasa sangat tidak puas. “Biarlah sebentar malam aku akan


masuk agar bisa melihat-lihat sepuas hati,“ pikir anak itu.
Sesudah berjalan-jalan setengah harian lamanya, Peng-ho lalu
mengajakk muridnya untuk berbalik kembali ke perahu.
Malam itu dengan berlaga ingin membuang air besar, diam-
diam Ho SIang naik kedarat dan terus menuju Kota Terlarang
dengan menggunakan ilmu meringankan badan. Tidak lama
kemudian, ia tiba di See-hoa-bun, pintu kota sebelah barat. Dari
bawah, Ho Siang mengawasi tembok yang tinggi itu dan tidak
sanggup naik dengan melompat.
Ia lalu mangambil bandringan dari pinggangnya dan
melempar keatas tembok. Seperti seekor kera ia naik keatas
dengan pertolongan tali bandringan dan sesudah tiba diatas
tembok, ia lalu melibatkan lagi bandringannya itu,
dipinggangnya. Paseban yang indah itu berada disebelah
belakangnya, tetapi baru saja ia ingin berjalan mendekati,
disebelah depan mendadak muncul satu sinar lentera. Dengan
cepat ia langsung bersembunyi ditempat gelap. Lentera itu
ternyata adalah lenteranya serdadu penjaga yang sedang meronda.
Sesudah serdadu itu lewat, Ho Siang segera menghampiri
paseban dan melompat naik keatasnya. Selagi memandang
dengan perasaan kagum, disebelah barat mendadak muncul satu
bayangan hitam yang gerakannya cepat bagaikan burung walet.
Dengan beberapa kali lompatan, bayangan itu sudah masuk
kedalam Kota Terlarang dan melesat kearah istana.
Melihat begitu, kegembiraan anak itu untuk melihat paseban
menjadi hilang. Hatinya ingin tahu, siapa adanya bayangan itu
dan juga ingin melongok istananya kaisar. Dengan menggunakan
ilmu meringankan tubuh, ia turut masuk kedalam Kota Terlarang
dan membuntuti beyangan hitam itu dari kejauhan. Dalam waktu
sekejap ia sudah berada diatasnya satu istana. Bayangan itu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 450


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

mendadak hilang dibelakangnya satu loteng. Sambil bersembunyi


di payon, Ho Siang mengawasi kesebelah bawah untuk mencari
orang itu. Ia ternyata berada diatasnya satu istana yang sangat
besar dan indah.
Sekonyong-konyong ia merasa bajunya dijambak orang.
Bukan main terkejutnya Ho Siang. Baru saja ia hendak bergerak
untuk melawan, badannya ditekan dan telinganya mendengar satu
bentakan perlahan: “Ho-jie! Sungguh besar nyalimu! Apakah kau
ingin mencari mati?“
Hatinya anak itu menjadi lega, sebab orang itu bukan lain
daripada gurunya sendiri. Ternyata sesudah muridnya pergi lama
dan belum juga balik, Chung Ie Long menjadi curiga dan
menduga si murid diam-diam pergi ke Kota Terlarang, sebab tadi
siang ia sudah dapat melihat perasaan tidak puas pada mukanya
anak itu. Ia segera memberitahukan kekuatirannya kepada Hong
Tie dan yang lain-lain lalu ramai-ramai mereka lalu pergi
keistana kaisar untuk mencari Ho Siang dan, jika ada kesempatan
baik, untuk sekalian turun tangan.
“Suhu!“ berbisik Ho Siang. “Barusan aku melihat satu orang
turun kesitu. Aku tidak tahu, siapa dia!”
“Jangan pedulikan kepadanya,” kata Chung Ie Long.
“Sekarang kau diam-diam tunggu disini, tidak boleh pergi kelain
tempat! Mengerti?“
Simurid menganggukkan kepalanya dan Chung Ie Long lalu
melompat kebawah.
Tapi baru saja ia melompat turun, Chung Ie Long sudah
melompat naik lagi dan bersembunyi di payon dan badannya
menggelantung kebawah untuk melihat keadaan didalam istana.
Begitu mengintip, mukanya Peng-ho Chung Ie Long menjadi
merah bahna gusarnya. Dari kaca jendela, ia melihat Yong Ceng

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 451


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

sedang bersenda gurau mabuk-mabukan Bersama puluhan wanita


cantic dengan dikawani oleh sejumlah Lhama. Tidak dapat ia
menahan sabarnya lagi. Dengan menggunkan pukulan Pek-kong-
ciang, ia menghancurkan kaca jendela dan menggenjot badannya
sambil membentak sekeras-kerasnya: “Kaisar anjing, jangan
lari!” Ia mementang lima jari-jarinya dan menyodok kepalanya
Yong Ceng dengan pukulan yang mematikan.
Sebagai orang yang mempunyai ilmu silat tinggi, didalam
bahaya Yong Ceng tidak menjadi gugup. Ia mendorong satu
wanita yang berada dihadapannya, sambil mendoyongkan
badannya dalam gerakan To-pauw-siang-wie (Buka Baju
menyerahkan Tempat).
Berbareng dengan kelitannya itu, Yong Ceng berteriak:
“Pengawal!“ Belum sempat ia menutup mulutnya, satu bayangan
berkelebat dan sinar pedang yang berkilauan menyambar
bagaikan kilat.
Pada detik yang sangat berbahaya itu, Yong Ceng menarik
napasnya dalam-dalam, sambil meluruskan kedua tangannya.
Tangan kanannya mencoba untuk menangkap pergelangan
tangannya orang itu dengan gerakan Eng-jiauw-kin-na (Ilmu
menangkap dengan cara cengkeramannya garuda), sedangkan
tangan kirinya menghantam dada orang. Itulah salah satu pukulan
dari ilmu Kong-chiu-jip-pek-to (Dengan tangan kosong masuk
kedalam romba golok).
Chung Ie Long kaget melihat menerjangnya orang itu, yang
ternyata adalah seorang wanita dengan muka ditutup dengan
topeng kain hitam.
Diserang secara begitu hebat, wanita itu terpaksa melompat
mundur dan pada saat itu, dari luar sudah melompat masuk empat
Sie-wie (Pengawal Istana) kelas dua. Dua orang menerjang
Chung Ie Long, sedangkan dua orang yang lain lalu menyerang

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 452


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

wanita tersebut dengan pedang mereka. Pada saat yang tepat,


Hong Tie dan Ciat Seng melompat masuk dan pedang mereka
memapaki pedangnya kedua pengawal itu. Dengan satu suara
“traaang“, pedangnya kedua pengawal itu terpental, sedangkan
badannya terguling dikakinya satu patung Buddha. Melihat orang
sudah menalangi dia, si wanita lalu turut mencabut pedangnya
dan memburu kearah Yong Ceng.
Ketika itu, semua wanita sudah pada kabur melalui pintu
rahasia, sedangkan beberapa Lhama menyambar kursi untuk
menghalangi majunya siwanita bertopeng, agar Yong Ceng dapat
melarikan dirinya.
Bukan main gusarnya wanita itu. Sambil membentak, ia
melompat dan menyabet dengan pedangnya. Pada saat itu juga,
satu Lhama roboh tidak berkutik lagi. Kaisar yang kejam itu,
tentu saja tidakmau menyia-nyiakan kesempatan yang baik.
Cepat-cepat ia lari kesatu sudut dan masuk kedalam satu pintu
kecil yang sesaat kemudian tertutup kembali.
Siwanita membanting kakinya dan lalu menumplek
kegusarannya kepada beberapa Lhama yang menjadi rintangan. Ia
memutar pedangnya bagaikan hujan dan angin dan dalam waktu
sekejap mata, beberapa Lhama sudah dibuat terluka olehnya.
Waktu itu, diluar istana sudah terdengar suara gembrengan
yang ramai.
“Nona, ayo lari,“ berseru Hong Tie. Si nona menggenjot
badannya yang lalu melesat keluar istana, tetapi dipintu keluar
sudah menghadang sejumlah pengawal yang dikepalai oleh
seorang kate yang jelek sekali paras mukanya. Orang itu adalah
Kwee Kwie Hong, Gie-cian Sie-wie (Pengawal Pribadi Kaisar)
kelas dua.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 453


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Tanpa mengucapkan sepatah katapun, wanita bertopeng itu


menyampok pedangnya Kwee Kwie Hong yang lalu terpukul
miring. Dengan sekali membalikkan tangan, pedangnya
menyambar tenggorokan musuhnya. Kwee Kwie Hong terkejut
dan untuk menolong dirinya, ia terpaksa melompat mundur dua
langkah. Si nona lalu memutar pedangnya bagaikan baling-baling
untuk melindungi seluruh tubuhnya, dan kemudian dengan satu
lompatan indah, badannya melayang keluar dari pintu. Tetapi
baru saja kakinya hinggap diatas bumi, tiga pengawal sudah
kembali mengepung dirinya.
Sambil tertawa dingin, sinona mengamuk diatara musuh-
musuhnya. Mereka itu adalah pengawal kelas tiga, sehingga
tidaklah heran, baru saja beberapa gebrakan, mereka sudah
merasa tidak tahan dan mundur menjauhkan diri.
“Perempaun bangsat! Jangan lari!” bentak Kwee Kwie Hong
sambil menerjang. Sinona berkelit dan berbarengan membabat
kakinya si kate.
Begitu tikamannya meleset, Kwee Kwie Hong ingin
menyusul dengan satu sabetan. Tetapi sebelum sempat
bergerak, hatinya terkesiap sebab merasakan kesiuran angin tajam
dikakinya. Ia sama sekali tidak menduga, bahwa si nona dapat
bergerak sedemikian cepatnya. Untuk menangkis sudah tidak
keburu lagi, maka jalan satu-satunya adalah menjejakan kakinya
dan badannya lalu melesat satu tombak tingginya dalam gerakan
It-ho-ciong-tian (Burung Ho menembus Awan). Selagi badannya
melayang turun kebawah, tangannya bergerak dan pedangnya
menyabet kepalanya si nona!
Pada detik itulah, pada sebelum sinona bergerak untuk
menolong diri, tiba-tiba satu bayangan hitam melesat keatas dan
satu sinar putih memapaki pedangnya Kwee Kwie Hong. Satu
suara

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 454


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

bentrokan senjata yang nyaring langsung terdengar. Kwee


Kwie Hong merasakan satu tenaga yang sangat besar
menghantam pedangnya, tangannya menjadi kesemutan, lima
jerijinya terpentang dan pedangnya terbang ditengah udara, akan
kemudian jatuh keatas bumi.
Bukan main kagetnya si kate. Ketika itu, badannya masih
berada ditengah udara, sedangkan pedangnya musuh sudah
menyambar pundaknya! Biarpun sepuluh kali lebih lihai, ia tidak
akan dapat menolong dirinya lagi. Sang pedang menyambar tepat
pada pundaknya dan darahnya langsung saja muncrat. Dengan
satu teriakan “Aduh!“ ia roboh dan tangan kirinya putus sebatas
pundak dan jatuh menggeletak didekat tubuhnya.
Dilain saat, orang yang menolong itu sudah berdiri tegak. Si
wanita bertopeng mengawasi padanya sambil tersenyum.
Melihat kawannya roboh, tiga Sie-wie lalu mengepung si
nona. Dengan gusar, wanita itu memutar pedangnya dan baru saja
beberapa gebrakan, dengkulnya satu Sie-wie sudah kena ditikam.
Si nona mengangkat kakinya dan badannya Sie-wie itu terpental
dan jatuh tersungkur. Dua kawan yang lainnya menjadi pecah
nyalinya dan tanpa menengok lagi, mereka langsung melarikan
diri.
Saat itu, terdengar sorak sorai. Si nona menegok dan melihat
satu barisan pasukan dengan bersenjatakan panah, yang terdiri
dari kira-kira lima puluh orang, sedang mendatangi dengan cepat
sekali.
“Kie Koko, ayo lari!“ berseru wanita itu sambil menarik
tangan orang.
Orang yang merobohkan Kwee Kwei Hong memang adalah
Kie Ciat Seng. Barusan setelah menjatuhkan dua pengawal, Hong
Tie dan Ciat Seng turut lari keluar dari istana. Baru saja tiba

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 455


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

dipintu, Ciat Seng melihat Kwee Kwie Hong sedang menyerang


si nona bertopeng dengan satu pukulan hebat, maka ia cepat-cepat
menolong. Ia merasa heran sekali mendengar nona itu memanggil
ia dengan “Kie Koko“
“Siapakah kau nona?“ tanya ia.
“Sebentar lagi kau akan tahu,“ jawabnya sambil tertawa.
Ciat Seng menjadi semakin heran. Suaranya nona itu mirip-
mirip dengan suaranya Cee Kheng Hwa, tetapi suaranya Kheng
Hwa tidak begitu nyaring dan juga nona Cee tentunya tidak
bernyali begitu besar, berani masuk kedalam istana sendirian saja.
Waktu itu, Kam Hong Tie dan Chung Ie Long juga sudah
keluar dari istana dan mereka juga langsung meneriaki Ciat Seng
dan sinona untyk cepat-cepat melarikan diri.
Dengan sekali menggenkotkan badan, Ciat Seng dan sinona
sudah berada diatas genteng dan lalu kabur kejurusan selatan,
dengan diikuti oleh Hong Tie dan Ie Long dari belakang.
Baru saja kakinya Hong Tie dan Ie Long hinggap diatas
payon dari istana Yong-ho-kiong dari sebelah bawah tiba-tiba
terdengar suara “srr, srr” dan sejumlah anak panah menyambar
bagaikan hujan. Ie Long menyampok dengan kedua tangannya
dan puluhan anak pada pada terpental berjatuhan.
“Ho-jie, ayo cepat!” Chung Ie Long meneriaki muridnya.
Baru saja ia berteriak begitu, dari sudut sebelah tenggara
berkelebat dua bayangan yang gerakannya gesit sekali. Ie Long
dan Hong Tie tidak berani berdiam terlalu lama disitu. Tetapi,
baru saja menyingkir dari ruangan depan Yong- ho-kiong,
diloteng sebelah depan keluar sinar terang yang disoroti kearah
mereka, sehingga mereka tidak dapat menyingkirkan diri lagi
ketempat gelap.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 456


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hong Tie meminta Ie Long jalan terlebih dahulu, sedangkan


ia sendiri mengikuti sambil menyekal pedang terhunus. Baru
jalan beberapa langkah, dari samping sudah menyambar sebatang
pedang. Sebagai orang yang sudah kawakan, sekali lirik saja
Kanglam Tayhiap sudah mengetahui, bahwa orang yang
menyerang adalah dari cabang Kunlunpay. Sambil membungkuk
untuk memberi lewat serangan orang, Hong Tie membabat
dengan Lie-hun-kiam. Dari sinarnya sorotan lampu, Hong Tie
segera mengenali bahwa penyerangnya adalah Hoa-lie-long-tiap
Cio Hui Sian, yang baru saja balik kemarin malam dari Ciatkang.
Malam itu, ia kebetulan mendapat tugas di kementerian
pertahanan dan sesudah terjadi serangan atas dirinya Yong Ceng,
ia dan Oey Liong Cinjin diperintahkan untuk mengejar para
penyerang istana.
“Anjing marga Cio!“ membentak Hong Tie. “Sekali ini aku
tidak dapat mengampuni jiwamu lagi!“
Mendengar bentakannya Hong Tie, Hui Sian terkejut. Tetapi,
karena ia tahu ia mempunyai banyak kawan, apalagi Oey Liong
Cinjin berada disampingnya, hatinya menjadi besar.
“Bangsat!“ ia membalas memaki. “Sekarang kau sendiri
sudah masuk kedalam jaring. Biarpun punya sayap, tidak nanti
kau dapat meloloskan diri. Cepat lempar pedangmu!“
Berbarengan dengan caciannya, ia menikam dengan pedangnya.
Sambil bersiul panjang, badannya Hong Tie melesat sambil
menyontek dengan pedangnya dengan gerakan Tay-kong-tiauw-
hie (Kiang-tay-kong memancing ikan) dan dengan satu suara
nyaring, pedangnya Cio Hui Sian tersampok miring.
Saat itu, Oey Liong Cinjin sudah menerjang dengan tongkat
besinya yang berkepala naga. Melihat sabetan yang sangat hebat
dan yang disertai dengan angin tajam, Hong Tie membuat satu
lingkaran dengan Lie-hun-kiam dan kemudian menempel tongkat

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 457


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

musuh dengan pedangnya. Oey Liong Cinjin adalah satu ahli


Gwakee (ilmu tenaga luar), yang jarang sekali tandingannya.
Tongkat yang beratnya dua ratus kati lebih itu menimpah dengan
tenaga yang luar biasa besarnya, sehingga, walaupun
lweekangnya Hong Tie cukup tinggi, sukar sekali ia dapat
menaham pukulan itu. Begitu pedangnya menempel dengan
tongkat musuh, ia terhuyung beberapa langkah dan hampir-
hampir saja ia terjatuh kebawah.
Melihat lihainya musuh, Chung Ie Long segera memajukan
diri. Sambil mengerahkan tenaganya, ia membabat dengan
pukulan Pek-kong-ciang. Sekali ini giliran Oey Liong Cinjin
yang sempoyongan badannya. Ia merasakan dorongan semacam
tenaga tidak terlihat yang sangat besar dan tahu-tahu badannya
sudah terdorong kebelakang. Ia terkesiap, ia tidak menduga,
orang tua itu mempunyai tanaga dalam yang begitu hebat.
Sesudah menetapkan badannya, Oey Liong Cinjin lalu
menyerang lagi dengan sabetan-sabetan berantai.
Chung Ie Long berkelit sambil menekan tongkat musuh
dengan satu tangannya dan badannya langsung mengapung
ketengah udara. Oey Liong Cinjin menggentakkan tongkatnya
keatas, tapi tangannya Ie Long yang sudah menempel dikepala
tongkat, terus menempel dengan keras, seperti besi semberani
yang menghisap besi. Ternyata jago tua itu telah menggunakan
tenaga menghisap dari lweekang yang sangat tinggi, sehingga
walaupun badannya diayun-ayun kesana kemari ditengah udara,
cekalannya tetap tidak terlepas.
Ui Liong Cinjin menggereng seperti harimau luka. Ia
memutar tongkatnya dengan sekuat tenaga untuk melemparkan
musuhnya, tetapi ia tetap tidak berhasil.
Selagi musuhnya mengerahkan tenaga kerbaunya, secara
mendadak Chung Ie Long menarik pulang lweekangnya sambil

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 458


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

mendorong kepala tongkat itu. Diperlakukan seperti itu, biarpun


Oey Liong Cinjin lebih lihai lagi, ia tidak dapat menolong dirinya
lagi. Dengan satu teriakan, tubuhnya terpelanting dan jatuh
kebawah dari atas payon yang tingginya tidak kurang dari tiga
tombak.
Melihat kawannya yang Tangguh, dibuat roboh, Cio Hui
Sian kaget dan tercengang. Sambil membungkuk, ia membabat
kakinya Hong Tie dengan pedangnya. Hong Tie menyampok
dengan Lie-hun-kiam dan berbareng mengangkat satu kakinya
seraya membentak: “Kena!“. Tidak ampun lagi, janggutnya Hui
Sian berkenalan dengan ujung kakinya Hong Tie.
Saat itu, Ho Siang sudah berkumpul dengan gurunya. “Loo-
Kam, cepat angkat kaki!“ berkata ChungIe Long. Tetapi selagi ia
berkata begitu, beberapa Sie-wie yang memakai seragam hitam,
sudah datang mengurung, sedangkan dibawah istana sudah
berkumpul sejumlah besar busu yang berteriak-teriak sambil
mengacungkan obor.
Ui Liong Cinjin yang barusan saja kena terbuat terguling,
benar-benar tinggi ilmunya. Begitu ia menetapkan semangatnya,
selagi badannya masih berada ditengah udara, ia menyedot keatas
hawa Tantian (pusar) dari bagian pusarnya, sehingga badannya
sangat ringan seperti bulu burung. Sebelum tubuhnya jatuh diatas
bumi, ia menotol permukaan bumi dengan tongkatnya dan
bagaikan anak panah, badannya melesat kembali keatas dan
hinggap dipayon istana. Dengan mata merah, ia mengejar Chung
Ie Long dan menimpukkan tongkatnya kekepala musuhnya.
Begitu merasakan sambaran angin tajam, Ie Long melompat
kepinggir. Hampir berbareng, tongkatnya Oey Liong yang
ditimpukkan dengan bernapsu, mampir diatas genteng yang
langsung membuat satu lubang yang besar.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 459


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Ho Siang yang masih kanak-kanak sama sekali tidak menjadi


keder, melihat jumlah musuh yang begitu banyak. Ia meraba
pinggangnya dan menarik keluar senjatanya yang istimewa, yaitu
semacam pusut lemas, yang terbuat dari emas hitam. Saat itu,
satu Sie-wie menyerang dengan pedangnya dan ia langsung
memapaki senjata musuhnya dengan pusutya. Sie-wie tersebut,
yang tidak mengetahui lihainya senjata pusut itu dan yang
memandang ringa kepada Ho Siang, disebabkan masih kanak-
kanak, sudah berlaku sedikit seroboh. Harus diketahui, bahwa
senjatanya Ho Siang dapat dibuat lemas dan digunakan seperti
pecut serta dapat dibuat kaku untuk digunakan sebagai pedang.
Begitu pusutnya menempel kepada pedang musuh, diam-diam
anak itu mengerahkan tenaga Jiu-kang (Tenaga Lemas), sehingga
pusutnya menjadi lemas dan melilit pedang musuhnya. Dilain
saat, ia menggentak dengan sekuat tenaga, sehingga tangannya
Sie-wie itu menjadi tergetar dan pedangnya terlepas.
Dengan menggunakan ketika yang baik itu, dengan gerakan
Tiang-hong-sia-jit (Pelangi memenah matahari), Ho Siang
mengerahkan lweekangnya, sehingga pusutnya menjadi lurus
kedepan dan memapaki badannya musuh yang sedang terhuyung
kedepan, akibat dari gentakkannya barusan. Tidak ampun lagi,
ujung pusut menikam didadanya pengawal istana itu, yang
dengan badan berlumuran darah, lalu jatuh terguling kebawah! Ia
hanya berteriak sekali dan badannya tidak berkutik lagi.
Sesudah dapat merobohkan satu musuh, nyalinya Ho Siang
menjadi semakin besar. Ia memburu kejurusan Kam Hong Tie
yang sedang dikepung oleh beberapa pengawal istana. Satu Sie-
wie meninggalkan Hong Tie dan menerjang dirinya. Dengan
mengandalkan kegesitannya, Ho Siang membuat pengawal itu
menubruk angin beberapa kali. Sesudah beberapa gebrakan, ia
menyabet kakinya pengawal itu dengan pusutnya. Sie-wie itu
melompat tinggi untuk meloloskan diri, tetapi ia tidak menduga,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 460


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

pada waktu badannya masih berada ditengah udara, Ho Siang


menimpuk dengan Tui-hun-so (Bandringan pengejar nyawa) yang
sejak tadi sudah dipersiapkan pada tangan kirinya. Didalam
gelapnya sang malam, si pengawal tidak melihat serangan itu.
Tahu-tahu kakinya sudah dilibat dengan tali. Sekali gentak, maka
tubuhnya si pengawal itu ambruk keatas batu. Ho Siang
mengedut bandringannya, yang seperti ular lalu balik kembali
ketangannya.
Ketika itu, seluruh Kota Terlarang sudah terdengar ramai
suara gembrengan tanda bahaya. Begitu berhasil memukul
mundur dua pengawal yang mengepung dirinya, Hong Tie
langsung mengajak Chung Ie Long dan Ho Siang untuk
menerjang keluar dari kepungan.
Pada waktu mereka lari sampai diistana Kian-ceng-kiong,
disudut sebelah selatan terlihat bergeraknya banyak sekali orang.
Ternyata mereka adalah ratusan serdadu istana yang sedang
menerjang dari pintu selatan.
“Chung Toako!“ berseru Hong Tie. “Pintu Selatan jalanan
mati, Marilah kita berputar kepintu utara!“
Chung Ie Long menghentikan langkahnya dan mengawasi
kejurusan selatan. Ratusan orang yang bersenjata lengkap sedang
menyerbu kearah mereka, seperti angin cepatnya. Baru saja ia
mau bergerak, mendadak ia mendengar serentetan ledakan.
Sejumlah sinar api menyambar kalang kabut, disertai dengan bau
belerang.
Chung Ie Long menarik tangan muridnya dan mereka lalu
bersembunyi diatas genteng. “Loo-Kam awas senjata api!“
berteriak Ie Long.
Daerah istana Kian-ceng-kiong dijaga oleh pasukan senjata
api dan mereka sudah mendapat laporan tentang serangan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 461


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

terhadap kaisar. Oleh sebab itu, begitu mereka melihat bayangan


orang diatas genteng, mereka lalu melepaskan tembakan. Melihat
Tongleng pasukan senjata api sudah bergerak, Oey Liong Cinjin
tidak berani mengejar terus, sebab iapun kuatir nantinya ia
terkena peluru yang nyasar.
Sambil merangkak, Ie Long bertiga kabur kejurusan barat.
Baru tiba di Sin-bu-bun, mereka disambut oleh ribuan anak
panah. Hong Tie memutar Lie-hun-kiam dan Ho Siang memutar
pusutnya untuk menyampok jatuh semua anak panah. Saat itu,
dari tempat gelap mendadak muncul lima enam Sie-wie yang
berseragam hitam dan dikepalai oleh A-putay, pemimpin
pengawal istana, yang bersenjata pedang Kouw-siong-kiam.
“Pembunuh jangan lari!” membentak A-putay sambil
membabat dengan pedangnya. Hong Tie mengelit dan pada saat
itu, dari tempat gelap kembali melompat keluar tiga orang yang
gerakannya sangat gesit. Kam Tayhiap girang bukan main, sebab
ketiga orang itu bukan lain daripada Bwee Hoa Sin-souw, Hong
Jiam Kong dan Pek Thay Koan.
Begitu berhadapan, Bwee Hoa Sin-souw mengayunkan satu
tangannya dan sejumlah jarum Bwee-hoa-ciam menyambar
rombongan pengawal istana itu. A-putay yang mempunyai mata
yang sangat jeli, lalu menggulingkan badannya dan dua batang
jarum lewat diatas kepalanya, tetapi lima kawannya yang tidak
menduga bakal diserang dengan senjata yang begitu halus, sudah
tersambar tepat dijalan darahnya, sehingga tanpa bersuara mereka
terguling kebawah.
Sambil menggereng seperti harimau luka, A-putay melompat
berdiri dan menerjang. Pek Thay Koan yang berdiri paling dekat,
lalu menyambut dengan pedangnya. Begitu senjata mereka
beradu Thay Koan merasakan tangannya ditindih oleh tenaga

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 462


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

lweekang yang sangat besar. Ia lalu mengetahui, bahwa ia sedang


berhadapan dengan orang ahli Jiu-kang Kiampay.
A-putay yang sudah bermata merah, menyerang seperti
kerbau edan. Ia memutar pedangnya seperti kitiran dan semua
serangannya adalah serangan yang mematikan. Baru saja
beberapa jurus, Thay Koan sudah merasa tidak tahan dan lalu
memutar badannya terus melarikan diri. A- putay mengejar, tetapi
baru beberapa langkah, dua sinar putih, yang ternyata adalah dua
golok terbangnya Thay Koan, menyambar dirinya. Tanpa
menghentikan langkahnya, A-putay menyampok dengan
pedangnya dan dua golok itu jatuh diatas genteng.
Melihat lihainya musuh, Chung Ie Long lalu menyelak dan
mengirim satu pukulan Pek-kong-ciang. A-putay yang sedang
mengejar dengan bersemangat, tidak menduga bakal diserang
begitu hebat. Mau tidak mau, untuk menolong dirinya ia
mendekam untuk memberi lewat sambaran Pek-kong-ciang.
Dengan menggunakan kesempatan tersebut, Kam Hong Tie dan
kawan- kawannya langsung menerjang keluar dari pintu Sin-bu-
bun.
Tetapi, baru saja keluar dari tembok Kota Terlarang, mereka
disambut dengan ratusan golok terbang dan anak panah yang
menyambar-nyambar seperti hujan gerimis. Ternyata disitu sudah
disediakan seratus serdadu golok terbang dan seratus serdadu
anak panah.
Hong Tie, Thay Koan dan Jiam Kong memutar pedang
mereka, seperti kitiran, sehingga semua golok dan anak panah itu
pada tersampok jatuh. Dengan tabah mereka menerjang keluar
dan berkat bantuan ilmu meringankan tubuh, dalam sekejap mata
mereka sudah berada diluar jarak senjata musuh.
Belum berlari berapa lama, didalam hutan sebelah depan
terlihat satu pertempuran hebat antara beberapa orang. Mereka

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 463


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

langsung mempercepat langkah mereka. “Kam Suheng!“ berseru


Thay Koan yang berjalan paling depan. “Kuku garuda sedang
mengepung orang. Hanya aku belum mengenali siapa yang
mereka sedang keroyok!“
Hong Tie mengawasi dan langsung saja mengenali, bahwa
dua orang yang sedang dikepung adalah Kie Ciat Seng dan si
nona bertopeng. “Serbu!“ ia berteriak. “Yang satu adalah Kie
Hiantit!“
Begitu datang dekat, mereka mendapatkan kenyataan, bahwa
Ciat Seng dan si nona sedang dikepung oleh empat Lhama Topi
Merah.
Hong Tie menggenjot badannya dan selagi melayang turun
kebawah Lie-hun-kiam membabat kepalanya satu Lhama. Ia
mencoba mengelit, tetapi sudah terlambat! Pedangnya Hong Tie
membabat pundaknya dan ia roboh, tanpa nyawa! Dilain saat,
Thay Koan, Jiam Kong dan Bwee Hoa Sin-souw sudah turut
turun tangan, sehingga tiga Lhama yang tidak ingin bernasib
sama seperti temannya, lalu langsung melarikan diri.
Sesudah semua musuh disapu bersih, si nona bertopeng
menjadi sangat girang sekali. “Kam Pehpeh, Pek Suheng, dan
para loo-cianpwee,” katanya sambil membungkuk. “Untuk
pertolongan kalian, aku menghaturkan banyak terimakasih.”
Sambil berkata begitu, ia membuka topengnya.
“Ah, Cee Kheng Hwa!“ berseru Ciat Seng dengan rasa kaget
bercampur girang. SI nona tertawa dan lalu memberi hormat
kepada semua orang.
Ketika itu dari kejauhan terlihat mendatangi belasan
pengawal istana.
“Chung toako, kau ajak muridmu mundur terlebih dahulu!“
berseru Hong Tie. Belum habis Kanglam Tayhiap mengucapkan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 464


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

perkataannya, dari dalam hutan terbang keluar tiga benda


bundar yang berwarna hitam, yang menyambar kekepala mereka,
sambil mengeluarkan suara “ung…..ung“
“Awas, Hiat-tek-cu (Kantong wasiat)! “ berseru Hong Tie.
Semua orang langsung melompat kepinggir, kecuali Cee
Kheng Hwa yang tidak mengetahui apa adanya Hiat-tek-cu.
Selagi ia mengawasi dengan mata menelong, benda itu, yang
menyerupai topi bundar, terbang menangkup kepalanya dengan
kecepatan kilat. Saat itu Kheng Hwa ingin mencoba untuk
berkelit, tetapi sudah tidak keburu lagi.
Hatinya Ciat Seng mencelos, tetapi ia berdiri terlalu jauh.
Biarpun begitu, ia menggenjot juga badannya dengan sekuat
tenaga. Selagi badannya Ciat Seng melesat, satu bayangan lain
berkelebat, dan pada sebelum Kantong Wasiat itu menangkup
kepala si nona, bayangan itu, yang bukan lain daripada Chung Ie
Long, sudah mendahului. Dengan sekali mengebas lengan
bajunya, Cee Kheng Hwa mental hampir satu tombak, dan
berbareng dengan itu, tangan kanannya menangkap Kantong
Wasiat tersebut. Kedua gerakan tersebut dilakukan dengan
kecepatan kilat, pada ketika tubuhnya Ie Long sedang melesat
ditengah udara. Dilain saat, orang tua itu yang gagah sudah
hinggap dipingggir hutan. Secara kebetulan, satu Lhama
menongolkan kepalanya, maka tanpa sungkan-sungkan lagi,
Chung Ie Long menghantam dengan Pek-kong-ciang.
Seperti dibacok dengan golok, tulang pundaknya Lhama itu
menjadi patah. Ia mengeluarkan satu teriakan hebat dan terus
kabur. Chung Ie Long yang sedang panas hatinya, lalu mengejar
dan begitu menyandaknya, ia mementangkan dua jerijinya dan
menotok jalan darah Geng-hong-hiat dibelakang batok kepalanya
Lhama itu. Lhama itu gemetaran dan badannya lemas. Ie Long

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 465


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

mengangkat Hiat-tek-cu dan menangkup kepala si Lhama dengan


kantong itu.
Hiat-tek-cu atau Kantong Wasiat adalah semacam senjata
rahasia dari kaki tangannya kaisar Yong Ceng. Senjata itu luar
biasa lihai dan sangat disegani oleh orang-orang Rimba
Persilatan. Bentuknya merupakan satu kantong kulit bundar, dan
didalamnya tersimpan pisau-pisau tajam. Begitu kantong itu
menangkup kepala orang, pisau-pisaunya langsung bekerja dan
berbarengan dengan itu, semacam racun yang sangat hebat turut
masuk kedalam badannya si korban. Racun tersebut ada
sedemikian hebatnya, sehingga dalam waktu kurang dari dua jam,
badannya sang korban akan berubah menjadi segundukan darah.
Sekian cerita mengenai Hiat-tek-cu.
Baru selesai membereskan Lhama itu, Oey Liong Cinjin
sudah menghantam dengan tongkatnya. Ie Long mengerahkan
tenaga dalamnya dan memapaki tongkat itu dengan tangan
kanannya. Berbarengan dengan suara “pletak“ tongkat itu
menjadi dua potong.
Mukanya Oey Liong menjadi pucat. Sambil mencekal keras
potongan tongkatnya, bagaikan orang kalap ia menerjang lagi.
Melihat serangan-serangan yang nekat, Ie Long tidak berani
berlaku alpa dan lalu melayaninya dengan sangat hati-hati.
Ho Siang yang mengawasi pertempuran itu dengan mata
tajam, diam-diam mengeluarkan tali bandringannya yang lalu
ditimpukkan kekakinya Oey Liong Cinjin. Didalam kalapnya
pendeta itu kurang waspada dan dilain saat kedua kakinya sudah
terlibat dan ia terguling diatas tanah. Ie Long melompat dan
menotok jalan darahnya, sehingga ia tidak berkutik lagi. Selagi
Ho Siang ingin membinasakannya, sebatang pedang mendadak
menyambar. Ia terpaksa melompat mundur dan pada saat itu,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 466


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

beberapa pengawal istana sudah menyeret Oey Liong Cinjin


ketempat yang lebih aman.
Dilain bagian, dengan memimpin beberapa Sie-wie, A-putay
mengurung Hong Tie dan kawan- kawannya. Dipihaknya Hong
Tie orang yang bergerak paling dahulu adalah Cee Kheng Hwa
yang dengan gerakan Keng-niauw-cut-lim (Burung terbang
keluar dari hutan), menikam tenggorokannya A-putay. Sambil
mengegos, A-putay mengangkat pedangnya keatas dan menempel
pedangnya Kheng Hwa dengan ilmu Jiu-kang (ilmu silat lemas).
Kheng Hwa merasakan tangannya tergetar dan pudaknya
kesemutan, tetapi berkat ilmu meringankan tubuhnya yang sangat
tinggi, didalam saat yang sangat berbahaya, ia masih dapat
melompat tinggi untuk meloloskan diri dari “ikatannya” Jiu-kang.
Melihat kelincahan si nona, A-putay merasa kagum dan lalu ia
susuli dengan serangan-serangan berat.
Mendapat serangan yang bertubi-tubi, Kheng Hwa kaget,
tetapi sebagai seorang yang berkepandaian tinggi, ia tidak
menjadi bingung dan lalu mengeluarkan ilmu meringankan tubuh
yang istimewa untuk meladeni serangan musuh. Sesudah lewat
belasan jurus belum juga dapat menjatuhkan nona itu, A-putay
menjadi jengkel dan sambil mengerahkan tenaga dalamnya, ia
menyampok pedangnya Kheng Hwa dengan sepenuh tenaga.
Begitu pedangnya beradu, Kheng Hwa terhuyung beberapa
langkah dan Thay-hie-kiam hampir-hampir terlepas dari
tangannya. Sambil mengeluarkan seruan nyaring, ia lalu
melompat keluar dari gelanggang pertempuran.
Ciat Seng, yang baru saja merobohkan satu lawannya, cepat-
cepat menghadang didepan A-putay untuk menggantikan nona
Cee.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 467


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Begitu melepaskan diri, Kheng Hwa merogoh kantong


senjata rahasianya dan mengambil tiga batang piauw yang
langsung ditimpukkan kearah A-putay.
Meskipun sedang bertempur dengan sengit, mata dan
telinganya A-putay tajam luar biasa. Begitu mendengar
menyambarnya senjata rahasia dan melihat berkelebatnya
beberapa sinar terang, begitu ia melompat mundur selangkah dan
mengeluarkan serupa benda dari sakunya untuk memapaki
piauwnya Kheng Hwa. Sungguh heran, seperti dihisap tiga piauw
itu langsung menempel dibenda itu.
Benda itu diberi nama Niap-tiat-im-yang-keng, ternyata
adalah sepotong besi berani yang bertenaga sangat kuat dan
digunakan untuk menyedot senjata rahasia musuh.
Melihat piauwnya menghilang tanpa berbekas, Kheng Hwa
terkejut dan menduga bahwa musuhnya mempunyai ilmu
siluman. Ketika ia ingin menerjang lagi, Kam Hong Tie
mendadak berseru: “Awas tentara datang!“
Sambil menikam Ciat Seng menggenjot badannya yang
langsung melesat keluar dari gelanggang. A-putay ingin
mengejar, tetapi kena ditahan oleh sejumlah senjata rahasia yang
dilepaskan oleh Pek Thay Koan, Bwee Hoa Sin-souw dan Cee
Kheng Hwa dengan berbarengan.
Berondongan senjata rahasia ini membuat A-putay menjadi
terkejut. Niap-tiet-im-yang-keng terlalu kecil untuk dapat
menyambut semua senjata-senjata rahasia itu yang menyambar
bagaikan hujan gerimis, apalagi golok terbangnya Pek Thay Koan
dan jarumnya Bwee Hoa Sin- souw adalah senjata-senjata yang
tersohor didunia Rimba Persilatan, sehingga ditambah dengan
piauwnya Cee Kheng Hwa, A-putay sudah menjadi bingung
sekali. Tidak ada jalan lain lagi, selain

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 468


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

menggulingkan diri secepat mungkin, akan tetapi satu


jarumnya Bwee Hoa Sin-souw tidak urung sudah menembus juga
daun telinganya! Sesudah ia dapat menetapkan hatinya, Kam
Hong Tie dan kawan-kawannya sudah jauh melarikan diri.
A-putay mengawasi sekitar dirinya. Diantara enam pengawal
istana yang ia pimpin, tiga orang sudah roboh diatas tanah akibat
serangan golok terbangnya Pek Thay Koan, sedangkan telinganya
sendiri mendapat luka. Dengan demikian pihaknya sudah
mendapatkan kekalahan dengan cara yang sangat mengecewakan
sekali, sebab semua orang yang harus ia bekuk sudah kabur
dengan selamat. Mengingat begitu, hatinya jadi panas sekali dan
lalu mengejar sambil berteriak: “Kejar!“ Tiga pengawal istana
yang tidak terluka lalu mengikuti dia.
Pada saat itu, dua puluh pahlawan dari tentara yang menjaga
istana Kaisar, turut mengejar dengan menunggang kuda. Mereka
memotong jalan dihutan untuk mencegat jalan larinya rombongan
Kam Hong Tie.
Kam Hong Tie dan kawan-kawannya yang sedang melarikan
diri dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh, menjadi
terkejut ketika pasukan berkuda itu menerjang keluar dari dalam
hutan sambil bersorak-sorak. Satu pahlawan yang berpakaian
seragam perwira menerjang Chung Ie Long sambil memutar
goloknya. Ie Long berkelit kesamping dan menghantam kepala
kuda dengan tangannya. Hebat sungguh pukulan orang tua itu!
Begitu mengenai kepala, binatang itu meringkik dengan hebat
dan terus roboh tanpa berkutik lagi! Perwira itu turut terguling,
tetapi dengan cepat ia bangun berdiri sesudah menggulingkan
badannya diatas tanah.
Dengan mata merah, perwira itu menerjang dengan goloknya
dan ia disambut oleh Ho Siang. Melihat yang menjadi lawannya
hanya seorang bocah, ia memandang ringan dan terus mencecar

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 469


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

dengan senjatanya. Tetapi secepat itu pula ia menjadi kaget, oleh


kerena semua serangannya dengan mudah dapat dikelit oleh Ho
Siang, yang gerakannya gesit sekali. Sesudah beberapa gebrakan,
mendadak Ho SIang melompat kebelakangnya perwira itu. Cepat-
cepat ia menyabet ke belakang dengan goloknya. Melihat
sambaran golok, dengan gerakan To-coan-cu-liam (Menggulung
tirai), Ho Siang menempel golok musuh dan kemudian
menggentak, sehingga tidak ampun lagi golok itu terbang
ketengah udara. Si perwira dan Ho Siang tidak berhenti sampai
disitu saja. Sambil mengerahkan tenaga dalamnya ia menikam
dan pusutnya mengenai tepat pada betis lawannya, yang langsung
saja berlubang. Dengan satu teriakan, si perwira jatuh terduduk
dan Ho Siang lalu membarengi dengan satu tendangan, sehingga
badannya terpental beberapa tombak jauhnya.
Saat itu, pasukan berkuda sudah menerjang bagaikan
gelombang. Para hiapsu lalu mengamuk. Ciat Seng mendapatkan
tugas membabat kaki kuda dan dalam sekejap, empat lima ekor
kuda sudah roboh terguling. Pek Thay Koan dan kawan-
kawannya tidak mau berlaku sungkan-sungkan lagi dan
menghajar kalang kabut semua serdadu itu.
Ketika itu, A-putay kembali memunculkan diri. Sambil
melompat tinggi, ia menyabet kepalanya Cee Kheng Hwa dengan
Kouw-siong-kiam, tetapi sabetan itu jatuh ditempat kosong,
sebab si nona sudah keburu untuk menghindar. Begitu bacokan
pertama gagal, A-putay menyusul dengan bacokan kedua.
Dengan Gerakan Oey-liong-tiauw-wie (Naga Kuning menyabet
dengan ekornya), Kheng Hwa menyampok pedang musuh dan
berbarengan dengan mengirim satu tendangan. Sungguh
mengherankan, entah mengapa, tiba-tiba kakinya kesemutan dan
tanpa dicegah lagi ia jatuh terguling. Ia tidak mengetahui, bahwa
waktu sedang menendang dengan sepenuh tenaga, A-putay yang

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 470


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

sangat lihai sudah menotok jalan darahnya Tiong-hong-hiat


ditumitnya.
Begitu si nona roboh, satu pengawal istana lalu memburu
sambil mengangkat pedangnya untuk menghabiskan jiwanya.
“Harus ditangkap, hidup-hidup!” membentak A-putay, sambil
melompat menyelak. Ia mengangkat tubuhnya Kheng Hwa dan
membuka ikat pinggangnya untuk dijadikan tali yang ia gunakan
untuk mengikat tubuhnya Kheng Hwa. Tetapi, sebelum ia dapat
bergerak lebih jauh, satu kesiuran angin tajam menyambar lengan
kirinya yang langsung saja menjadi kesemutan dan tidak dapat
digerakkan lagi. Dengan cepat ia mengangkat tangan kanannya
yang masih dapat bergerak leluasa, untuk menikam orang itu.
Tetapi orang itu, yang gerakannya bagaikan kilat, sudah
mendahului memukul dadanya, sehingga badannya terpental
setombak jauhnya. Orang yang merobohkan A-putay, bukan lain
daripada Chung Ie Long adanya.
Ie Long lalu membangunkan Kheng Hwa dan ketika itu,
semua serdadu dan para Siewie sudah kena dihajar kocar-kacir
oleh Hong Tie dan kawan-kawannya. “Saudara-saudara, marilah
kita mundur ke Seesan!” kata Ie Long sambil mementang
langkahnya, yang lalu diikuti oleh yang lain- lainnya,
Seesan adalah satu daerah pegunungan di Pakkhia. Aliran
sebelah atas sungai Eng-teng-ho, bagaikan sehelai ikat pinggang,
memutari Seesan dan Biauw-hong-san dalam alirannya kejurusan
selatan. Dengan melawan angin yang sangat dingin, Hong Tie
dan kawan-kawannya menuju kearah sungai. Mereka berhenti
dipinggir tebing dan mengawasi kesungai yang mengalir dibawah
tebing itu untuk mencari perahunya Hie Kok. Tetapi diselebar
sungai, tidak terdapat satupun perahu.
“Loosu berjanji akan menunggu dikakinya jembatan Louw-
kouw-kio, tetapi kita terpaksa sudah

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 471


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

lari sampai disini,” berkata Hong Tie. “Paling baik kita pergi
ke jembatan itu!”
Baru saja Hong Tie habis mengucapkan perkataannya itu,
dari balik sebuah batu besar mendadak melompat satu bayangan
manusia, sehingga semua orang menjadi terkesiap dan memegang
gagang pedang masing-masing.
“Loosu ada disini, tidak usah dicari jauh-jauh!” kata orang
itu, yang ternyata Hie Kok adanya.
Semua orang menjadi girang sekali. “Loosu, cara bagaimana
kau dapat mengetahui, bahwa kita bakalan kabur kesini?“ tanya
Hong Tie.
“Aku sudah dapat menduga, kalian pasti akan mendapatkan
sambutan hangat di istana,“ menerangkan Hie Kok. “Penjagaan
dipintu tengah ada sangat kuat, sehingga jika kalian sampai harus
bertempur, kalian tentunya tidak akan mengambil jalan dari pintu
itu, Menurut perhitunganku, pintu Sin-bu-bun adalah tempat satu-
satunya dari mana kalian dapat meloloskan diri dan apabila kalian
mengambil jalan dari pintu itu, maka kalian pasti akan sampai
ditempat ini. Itulah sebabnya aku membawa perahu kesini untuk
menunggu kalian!“
Mendengar keterangan itu, semua orang menjadi merasa
kagum akan kecerdasan otak orang tua itu. Barusan mereka tidak
dapat melihat perahunya Hie Kok oleh karena perahu itu
ditempatkan dipinggir tebing. Tingginya tebing itu tidak kurang
dari tiga tombak, tetapi dengan mengandalkan ilmu meringankan
tubuh, semua orang melompat turun keatas perahu dengan tidak
menemui kesulitan.
Perlahan-lahan perahu itu dibiarkan berlayar kearah selatan.
Sesudah diadakan perundingan, semua orang berpendapat, bahwa

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 472


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

kotaraja sudah terlalu panas untuk mereka dan untuk sementara


waktu, mereka ingin bersembunyi di Siaculeng, Liok-ho-kouw.
Ditengah perjalanan, Hong Tie menanyakan Kheng Hwa,
cara bagaimana gadis itu berani masuk keistana seorang diri.
Sambil menghela napas, Kheng Hwa memberitahukan, bahwa
kakaknya Cee Ciu Hwa, kena ditangkap dan katanya akan dikirim
balik ke Ciatkang. Didalam gusarnya, tanpa berpikir segala
akibatnya, ia masuk keistana untuk membunuh kaisar itu yang
menjadi bibit dari semua penyakit. Mendengar penuturan itu,
semua orang jadi berpikir nasibnya Ciu Hwa, dan berbareng
kagum akan keberanian nona itu.
Sekarang marilah kita tengok Yong Ceng yang masih dapat
menyelamatkan dirinya, sesudah mendapatkan kekagetan besar.
Begitu berada ditempat aman, dengan penuh kegusaran ia segera
memerintahkan A-putay mengerahkan semua pengawal istana
untuk membekuk kawanan pembunuh itu, dengan bantuan
segenap pasukan Kim-wie-kun. Tetapi siapa nyana, setelah
bertempur dan kejar-kejaran setengah malaman, sebaliknya dari
berhasil, pihak istana mendapatkan kerusakan besar. Hal itu tentu
saja, sudah membuat Yong Ceng menjadi bukan main gusarnya.
Ia lalu memerintahkan Kiu-bun Teetok, yaitu pembesar yang
berkuasa atas keamanan dikota Pakkhia, menutup semua pintu
kota dan mengadakan razia yang sangat ketat. Tetapi semua
tindakan itupun tidak membuahkan hasil, sebab semua
“burung” yang akan dijaring sudah pada terbang jauh.
Sesudah mendapatkan pengalaman hebat, kejamnya Yong
Ceng semakin menjadi-jadi. Ko-liong- to, pamannya, yang
pernah membantu dia untuk merampas tahta kerajaan, juga tidak
terluput dari kekejamannya. Ia memenjarakan dan kemudian
membinasakan pamannya itu. Oleh sebab itu, semua pembesar

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 473


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

seperti hidup didalam neraka, siang malam hatinya ketakutan,


sebab tidak tahu nasib apa yang akan menimpa dirinya.
Sampai pada lain tahunnya, kekuatirannya Yong Ceng masih
belum hilang. Tidak henti-hentinya ia mengirim kaki-tangannya
untun mengejar dan mencoba membinasakan Kam Hong Tie dan
kawan-kawannya. Disebelahnya itu, untuk mencoba
menyingkirkan diri dari percobaan pembunuhan gelap, ia sendiri
pindah ketaman Wan-beng-wan. Ia selalu menginap diistana yang
diberi nama Ban-hong-an-ho, sedangkan tempat ia melakukan
perundingan dengan Menteri- menterinya adalah Istana Cengtoa
Kong-beng-tian. Untuk ia membaca surat-surat dan berbagai
rencana, ia menggunakan Taman Pustaka Pek-tong. Jika bukan
harus menghadiri upacara besar, jarang sekali ia balik kekeraton
kaisar di Kota Terlarang.
Demikianlah akibat kekejamannya, Yong Ceng sendiri tidak
enak makan dan tidur dan setiap detik harus berjaga-jaga, kalau-
kalau ada lagi orang-orang nekat yang mencoba mengambil
jiwanya.
Dilain pihak, Kam Hong Tie dan kawan-kawannya, yang
mengetahui dirinya sedang dikejar-kejar, untuk sementara waktu
terpaksa bersembunyi di Liok-ho-kouw.
Waktu berjalan dengan cepat sekali dan tanpa terasa tiga
tahun sudah berlalu. Selama itu, Kam Hong Tie dan kawan-
kawannya melewati hari-hari yang senggang dengan bergaul
dengan orang- orang gagah dari Ceng-liong-hwee, sehingga
mereka tidak merasa terlalu kesepian. Oleh karena kedudukannya
Hongsan tidak begitu kuat, maka Lie Gie Coan sudah
memerintahkan seorang untuk pergi kegunung itu untuk
mengajak Cu Ceng Liam suami istri, Cu Yong Keng dan Thia
Siauw Thian pindah ke Liok-ho-kouw.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 474


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Sesudah berobat setahun lamanya di Hongsan, barulah


lukanya Thia Siauw Thian menjadi sembuh. Semenjak pindak ke
Liok-ho-kouw, diwaktu siang ia melatih ilmu silat, sedangkan
diwaktu malam ia melatih tenaga dalamnya menurut pelajaran
yang diberikan oleh Hiantong Siansu. Maka tidaklah heran,
setelah berdiam dua tahun di Liok-ho-kouw, ilmu silatnya dan
tenaga dalamnya sudah mendapatkan kemajuan yang sangat pesat
sekali.
Orang-orang muda seperti Cu Yong Keng, Kie Ciat Seng,
Cee Kheng Hwa, Hie Nio, Pek Thay Koan dan Ho Siang juga
tidak menyia-nyiakan waktu, mereka terus melatih diri dengan
giat sekali. Antara mereka Cu Yong Kenglah yang mendapatkan
kemajuan yang paling pesat sebab siang dan malam, ia selalu
mempelajari ilmu pukulan Hong-lui-ciang dibawah pimpinan
Hong Jiam Kong.
Pada suatu hari, selagi melatih Hong-lui-ciang diatas satu
bukit yang penuh dengan pohon-pohon siong, Hong Jiam Kong
menuding satu pohon siong tua seraya berkata: “Yong Keng,
sekarang kau sudah mempelajari delapan-sembilan bagian dari
Hong-lui-ciang. Kalau dengan sekali pukul, kau dapat
merobohkan pohon itu, dapatlah dikatakan kau sudah
mendapatkan hasil yang baik!“
“Baik, murid akan mencoba-coba,” sahut Yong Keng sambil
menganggukkan kepalanya. Ia menghampiri pohon itu sambil
menggulung lengan bajunya. Tetapi ia berhenti dan mengawasi
pohon tersebut yang sebesar pelukan orang dewasa. Ia merasa
sangsi, apakah ia akan sanggup merobohkan pohon itu hanya
dengan satu kali pukulan.
“Yong-jie, mengapa kau masih belum turun tangan?“ tanya
sang guru.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 475


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Terpaksa Yong Keng maju lagi dua langkah sambil menarik


napasnya, akan kemudian menghantam pohon itu dengan
tangannya. Tetapi pohon itu hanya tergetar sedikit saja dan rontok
sejumlah daunnya yang seperti jarum.
Paras mukanya pemuda itu menjadi kemerah-merahan, bahna
malunya. Ia mundur beberapa langkah seraya berkata sambil
menundukkan kepalanya: “Murid tidak punya guna, membuat
sia- sia saja semua upaya dan jerih payah suhu!”
“Yong-jie, janganlah berkecil hati,“ kata Jiam Kong dengan
suara menghibur. “Tenaga dalammu, sebenarnya sudah boleh
juga. Kalau tokh kau gagal merobohkan pohon itu, kesalahannya
terletak pada cara memukulnya dan bukan disebabkan oleh tidak
cukupnya tenagamu. Cobalah kau minggir sedikit, aku akan
memberikan contoh. Lihatlah!“
Sambil berkata begitu Jiam Kong menggulung lengan
bajunya. Sesudah mengerahkan tenaga dalamnya, ia menghantam
dari jarak tiga kaki. Begitu pukulan dikirim, begitu pula terdengar
satu suara keras dan pohon yang besar itu patah menjadi dua
bagian dan roboh dengan mengeluarkan suara hebat.
Cu Yong Keng meleletkan lidahnya. “Suhu,” katanya.
“Untuk mengikuti jejakmu, sedikitnya murid
harus melatih lagi sedikitnya sepuluh tahun.“
Hong Jiam Kong tertawa terbahak-bahak. “Anak tolol!”
katanya. “Dengan kepandaianmu yang sekarang, sudah tentu saja
kau tidak dapat mengikuti apa yang dilakukan oleh aku. Akupun
samasekali tidak mengharap, bahwa dalam waktu dua tiga tahun
saja, kau sudah menyelami semua pukulan Hong-lui-ciang. Akan
tetapi jika kau barusan tidak membuat kesalahan dalam cara kau
memukulnya, kau tentunya akan dapat memperlihatkan hasil

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 476


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

yang lebih baik. Kau harus mengetahui, bahwa Hong-lui-ciang


adalah pukulan yang harus dikeluarkan dengan merangkap
“kekerasan” dan “kelembutan”. Pada waktu memukul barang
yang keras, yaitu pada waktu tenaga dalam mau dikeluarkan di
telapak tangan, khie (hawa) harus dikumpulkan di tiantian (pusar)
dan sedikitpun tidak boleh buyar. Dengan pelahan hawa itu harus
dialirkan kelengan dan kemudian ketangan dan terus
dihantamkan kepada barang yang keras itu. Selainnya begitu,
tenaga dalam tidak boleh dikeluarkan sampai habis semua.
Jika tenaga dalam dikeluarkan habis,khie akan segera menjadi
buyar. Jika khie buyar, badan tidak bertenaga lagi dan dengan
mudah dapat dipukul roboh oleh musuh!“
Yong Keng mendengarkan keterangannya sang guru sambil
mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Yong-jie,“ kata lagi Hong Jiam Kong sesudah berdiam
beberapa saat lamanya. “Coba kau pukul lagi pohon itu yang
lebih kecil dengan cara yang baru saja kau dengar dari aku!“
Yong keng segera mendekati pohon siong yang baru saja
ditunjuk oleh gurunya. Ia memusatkan seluruh semangatnya,
mengerahkan tenaga dalamnya sesuai dengan petunjuk yang
diajari oleh gurunya dan lalu mengirim satu pukulan geledek.
Benar saja, pohon itu bergoyang dengan keras dan ketika Yong
Keng memberikan pukulan susulan dengan pukulan kedua, maka
pohon itu langsung saja tumbang.
Yong Keng menjadi girang bukan main, sedangkan Jiam
Kong mengawasi dengan perasaan puas, sambil mengurut-urut
kumisnya. “Sudah boleh, hanya kau memerlukan latihan lagi
yang terlebih lama,“ katanya sambil tertawa.
Jiam Kong menarik tangan muridnya dan mereka berdua lalu
duduk beristirahat dibawah pohon. Waktu itu adalah musim

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 477


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

panas. Dengan duduk dibawah pohon yang rindang dan dikipasi


angin sejuk, guru dan murid merasa sangat nyaman sekali.
Selagi enak beristirahat dijalanan kecil, disebelah depan
mendadak muncul dua orang. Cu Yong Keng melompat dan
mengawasi dengan tajam.
“Suhu! Hiantong Taysu!” ia berseru kegirangan.
Hong Jiam Kong cepat-cepat bangun dan melihat Hiantong
Bersama Hong Tie sedang menghampiri mereka.
“Taysu, kapan datang?” tanya Jiam Kong.
“Baru saja,“ jawabnya. “Ada satu urusan yang perlu
diberitahukan kepada engkau!” “Urusan apa?” tanya lagi Jiam
Kong dengan perasaan heran.
Hiantong tertawa terbahak-bahak, seraya berkata: “Urusan
muridmu yang tercinta!” “Ah!” seru Jiam Kong. “Bukankah
Taysu maksudkan Su Nio?“
Hiantong menganggukkan kepalanya, sambil tersenyum.
Mendengar namanya Su Nio, hati Yong Keng menjadi berdebar-
debar girang luar biasa, tetapi tentu saja ia tidak berani
memperlihatkan kegembiraannya.
Sesudah mereka balik ketempat pemondokan disatu
kelenteng tua, Hiantong segera menuturkan suatu kejadian, yang
membuat orang menjadi girang luar biasa.
Ternyata sudah dua tahun Hiantong tidak berada lagi di Pek-
liang-hong. Pada dua tahun yang lalu, dengan membawa
muridnya, orang pertapaan itu pergi ke Siongsan, ketempat
suhengnya. Kedatangannya di Liok-ho-kouw, adalah untuk
memberitahukan, bahwa Lu Su Nio sudah turun gunung dan tidak
lama lagi akan bergabung dengan orang-orang gagah disitu.
Hiantong lebih jauh menceritakan, bahwa waktu baru saja turun

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 478


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

dari Siongsan, Su Nio telah berpapasan dengan Po- san-sin-cu


Oey Keng Ciang. Mereka segera bertempur dan dalam
pertempuran itu, Su Nio sudah berhasil membinasakan
musuhnya. Waktu Hiantong menuturkan sampai disini, semua
orang pada tepuk tangan, sebab girang dan kagum. Mereka
merasa kagum, sebab Su Nio baru saja belajar silat tiga tahun
lamanya, dan sudah dapat membunuh satu musuh yang tidak
bileh dipandang ringan.
Pada tiga tahun yang lalu, didorong oleh rasa belas kasihan,
Potee Taysu telah membawa Su Nio ke Tay-sit-san untuk diajari
ilmu silat, agar gadis itu dapat membalas sakit hatinya yang
sangat besar.
Digunung itu, dibawah pimpinan langsung dari orang
pertapaan yang ilmunya sangat tinggi itu, Su Nio belajar tanpa
mengenal lelah. Ditambah dengan bakatnya yang sangat bagus,
dalam waktu dua tahun saja, nona Lu sudah dapat memahami
seluruh ilmu pedang Kiu-thian-hian-lie yang terkenal lihai dan
sulit. Potee Taysu tentu saja turut merasa girang sekali dan tanpa
bersangsi, ia segera menurunkan segala rupa kepandaiannya
kepada gadis itu. Demikianlah dengan hanya menggunakan
waktu tiga tahun, Su Nio sudah menjadi ahli silat yang jarang
tandingannya dengan mempunyai ilmu meringankan tubuh Sin-
heng-bu-eng (Malaikat berjalan tanpa bayangan), yang hanya
kalah setingkat dengan Hiantong Taysu.
Pada suatu hari, pada akhir musim semi, Potee Taysu
memanggil muridnya yang sangat disayang itu. Ketika muridnya
datang menghadap, ia lalu menyerahkan sebatang pedang yang
pada sarungnya tertata dua huruf: “Cie-tian”
“Su Nio,” kata Potee Taysu. “Kau sudah mengikuti aku tiga
tahun lamanya dan Kiu-thian-hian-lie

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 479


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Kiamhoat sudah cukup untuk menjadi bekalmu. Sekarang


kau sudah boleh turun gunung dan coba untuk mencari
pengalaman didalam dunia Kangouw untuk dua tahun lamanya.
Sesudah itu, boleh kau mencoba untuk membalas sakit hatimu!“
Sambil memeluk Cie-tian-kiam, Su Nio berlutut empat kali
dihadapan gurunya. “Suhu,“ katanya sambil menangis. “Murid
sudah menerima budi yang sangat besar dari suhu. Tidak tahu
sampai kapan murid dapat membalas budi itu!“
“Pergilah!“ kata Potee Taysu. “Aku samasekali tidak
mengharapkan pembalasan budi. Aku akan merasa turut girang,
jika kau dapat membalas sakit hatimu!“
Su Nio menghaturkan terimakasih dan pada keesokan
harinya, ia lalu turun gunung.
Begitu tiba dikaki gunung, Su Nio lalu menuju kekota Kwee-
tiam dan membeli seekorkuda berbulu putih. Baru saja keluar dari
kota itu, dari sebelah depan mendatangi seorang lelaki yang
dipunggungnya menggantung satupayung besi. Su Nio langsung
saja mengenali, bahwa lelaki itu adalah Oey Keng Ciang yang
pernah menculik dirinya.
Pada waktu itu Su Nio mengenakan pakaian berwarna merah,
sehingga dengan kudanya yang berbulu putih itu, ia terlihat
menyolok sekali. Tetapi itu belum seberapa, yang menarik
perhatian ialah parasnya yang sangat cantik. Oleh karena selama
tiga tahun nona Lu sudah banyak lebih besar badannya dan lebih
cantik parasnya, maka Oey Keng Ciang tidak mengenalinya. Ia
hanya mengawasi dengan mata mendelong, sebab merasa sangat
kagum akan kecantikan orang.
“Binatang!“ membentak Su Nio. “Apakah kau mengenali
aku?“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 480


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Mendengar bentakan itu, barulah Keng Ciang sadar dan


lapat-lapat ia ingat siapa adanya nona itu. “Apa, dia bukannya Lu
Su Nio?“ tanyanya didalam hati, sedangkan kedua matanya
mengawasi terus.
Su Nio yang sudah tidak dapat menahan lagi nafsu
amarahnya, lalu mencabut Cie-tian-kiam sambil membentak:
“Binatang! Hari ini kau harus membayar hutangmu pada tiga
tahun yang lalu!“
“Ah, kalau begitu kau benar-benar adalah Lu Su Nio!“
berteriak Keng Ciang sambil melompat.
Baru saja ia habis mengucapkan perkataannya, satu
gundukan sinar merah melesat dari atas punggung kuda dan
dilain saat, Su Nio sudah berdiri dihadapannya dengan pedang
terhunus.
“Bangsat! Jaga pedangku!“ membentak si nona sambil
menyabet dengan gerakan Lek-su-cam- yauw (Orang Kuat
membunuh Siluman). Serupa hawa yang sangat dingin
menyambar tenggorokannya Keng Ciang. Ia terkesiap dan
bergidik. Ia tidak menduga, bahwa gerakan si nona begitu cepat
dan serangannya begitu hebat. Dengan cepat ia membuang diri
sambil menarik payungnya. Begitu payung dicekal, begitu pula ia
memencet pesawat rahasianya dan sejumlah peluru lalu
menyambar kearah Su Nio.
Walaupun baru pertama kali berhadapan dengan musuh
tangguh, Su Nio tidak menjadi gugup. Ia memutar pedangnya
seperti kitiran dan badannya segera juga dikurung dengan satu
sinar putih dan belasan peluru musuh jatuh berhamburan ketanah.
Berbarengan dengan tertangkisnya peluru-peluru itu, Su Nio
menggenjot badannya, yang langsung melesat ketengah udara dan
lalu menubruk musuhnya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 481


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Keng Ciang tahu, bahwa ia tidak dapat berkelit lagi. Sambil


mengerahkan tenaga dalamnya, ia mengangkat payungnya untuk
memapaki Su Nio yang sedang menyambar kebawah dari tengah
udara. Pedangnya Su Nio yang disabetkan dengan sekerasnya
mengenakan tepat pada payung itu, yang dengan satu suara
kerontangan, lalu tertabas putus.
Tetapi Oey Keng Ciang juga bukan orang sembarangan,
ia mengangkat payungnya dengan disertai tenaga dalam yang
sangat besar. Oleh sebab itu, ketika pedang dan payung
berbentrokan, Su Nio pun merasakan getaran yang sangat hebat
dan sebagai akibat dari bentrokan itu, badannya terpental keatas
lagi beberapa kaki tingginya.
Tetapi si nona tidak menjadi gugup. Begitu badannya
melayang turun lagi kebawah, pedangnya sudah menyabet lagi
batok kepala musuhnya. Saat itu, tangannya Keng Ciang hanya
memegang gagang paying. Didalam terkejutnya, ia tidak dapat
berbuat lain lagi selain mencoba menyambut pedangnya si nona
dengan gagang payungnya. Gerakannya Keng Ciang sebenarnya
sudah cukup cepat, tetapi ia kalah cepat dengan muridnya Potee
Taysu. Hampir pada saat itu juga, gagang payungnya bersama
empat jerijinya kena dibabat putus!
Keng Ciang mengeluarkan keringat dingin. Sambil menjerit,
ia menggulingkan badannya diatas tanah dan dapat juga ia
menolong jiwanya.
Su Nio tentu saja sungkan memberi hati lagi kepada
musuhnya, yang sudah terluka. Begitu kakinya menginjak bumi,
dengan beruntun ia mengirim serangan-serangan yang
mematikan. Berkat ilmu silatnya yang sangat tinggi, untuk
sementara waktu Keng Ciang dapt menyelamatkan dirinya
dengan berkelit kesana mengegos kemari. Melihat begitu, si nona
langsung mengeluarkan ilmu meringankan tubuh Sin-heng-bu-

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 482


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

eng untuk mendesak musuhnya. Sesudah beberapa gebrakan lagi,


Cie-tian-kiam mendadak berkelebat dan memapas putus
pergelangan tangannya Keng Ciang. Dengan satu teriakan
mengerikan, ia terguling. Si nona melompat dan menikam
pedangnya kedada musuhnya, yang langsung tidak dapat berkutik
lagi.
Oleh karea, itu adalah yang pertama kalinya Su Nio
membunuh manusia, ia merasakan kaki tangannya lemas.
Sesudah ia menetapkan hatinya, ia lalu membersihkan pedangnya
dari noda- noda darah, dan kemudian ia menunggangi kudanya
tanpa menengok lagi.
Setibanya di propinsi Hopak, Su Nio merasakan kurang baik
memakai terus pakaian yang berwarna merah, sebab mudah
sekali menarik perhatian orang. Oleh sebab itu ia lalu membeli
satu perangkat pakaian laki-laki dan menyamar sebagai satu anak
sekolahan. Benar saja dengan penyamaran itu, ia sudah bisa
melakukan perjalanan secara lebih aman dan berselang setengah
bulan, tibalah ia dikotaraja. Ia menyewa satu kamar dirumah
penginapan Keng-hoa yang terletak dipintu kota sebelah timur
dan memulai melakukan penyelidikan diistana kaisar.
Sekarang biarlah kita tinggalkan Su Nio untuk sementara
waktu dan balik kepada Hiantong yang sedang menuturkan
halnya kepada kawan-kawannya.
“Taysu,“ kata Hong Jiam Kong. “Apakah Su Nio ada menitip
pesan apa-apa kepada engkau?” “Waktu ia turun gunung, aku
baru pulang dan bertemu dikota Kwee-tiam,“ sahut Hiantong.
“Aku memberitahukan kepadanya, bahwa kalian berada disini,
tetapi ia hanya meminta aku memberi warta terlebih dahulu dan
mengatakan, bahwa ia akan menyusul belakangan.”
“Mengapa ia tidak berjalan bersama-sama dengan Taysu?“
tanya lagi Hong Jiam Kong.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 483


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Jika ia berjalan bersama aku, satu nona cantik berjalan


dengan satu pendeta, orang tentunya akan memperhatikan kami,“
sahut Hiantong sambil tertawa.
“Tetapi kapan kira-kira ia bisa datang sampai disini?“ tanya
Hong Tie.
“Mungkin sepuluh hari, atau paling lambat setengah bulan,”
jawab Hiantong.
“Sekarang ini dengan menggunakan Goan Tian Seng sebagai
Sunbu di Kwieciu, Yong Ceng sedang mengumbar kekejamannya
terhadap suku Biauw, sehingga suku tersebut pada
memberontak,“ kata Kam Hong Tie. “Yo Kong Han Toako pada
beberapa waktu yang lalu telah membawa satu pasukan tentara
untuk membantu mereka. Lie Gie Coan Toako juga telah pergi ke
Sansee untuk mengadakan hubungan dengan saudara-saudara
Ceng-liong-hwee di propinsi tersebut dan bakalan pulang tidak
lama lagi. Berhubung dengan repotnya kaisar anjing itu, aku rasa,
waktu ini dia sudah melupakan kita. Oleh sebab itu, menurut
pendapat aku, jika Su Nio tiba, kita ramai- ramai boleh segera
masuk lagi kekotaraja untuk mencoba turun tangan. Bagaimana
pikiran saudara-saudara?“
Semua orang menganggukkan kepalanya, sebagai tanda
setuju untuk pendapatnya Kanglam Tayhiap.
“Waktu kalian membuat keributan di Kota Terlarang pada
tiga tahun yang lalu, aku tidak dapat berada bersama-sama,“
kata Hiantong. “Waktu itu aku ingin sekali ikut kalian untuk
turut menonton keramaian.“
“Jika Taysu sudi pergi bersama-sama kami, kami akan
merasa bersyukur tidak ada habisnya,“ kata Hong Tie dengan
suara girang.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 484


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Siang dan malam berjalan cepat sekali, tanpa terasa setengah


bulan sudah lewat. Lie Gie Coan sudah balik sari Sansee, tetapi
Su Nio yang ditunggu-tunggu belum juga terlihat batang
hidungnya.
Kam Hong Tie jadi sangat kuatir. “Taysu,“ katanya kepada
Hiantong. “Aku kuatir Su Nio terus pergi kekotaraja seorang diri.
Kalau bukannya begitu, mustahil sampai sekarang ia belum juga
sampai disini!“
“Apakah tidak mungkin, ia kena dibuat susah oleh kawanan
kuku garuda?“ tanya Hiantong.
Sesudah bertukar pikiran, mereka menarik kesimpulan Su
Nio sudah pergi kekotaraja seorang diri, sebab kemungkinan
dibekuk oleh kaki tangannya Yong Ceng adalah kecil sekali, oleh
karena nona Lu belum dikenal oleh kawanan kuku garuda.
Dengan adanya dugaan itu, Hong Tie segera mengumpulkan
kawan-kawannya untuk diajak berunding. Akhirnya mereka
mengambil keputusan untuk segera menyusul kekotaraja. Oleh
karena repot dengan urusan perkumpulan Lie Gie Coan tidak
dapat turut, sehingga jumlahnya orang yang pergi adalah tiga
belas orang yang dibagi menjadi empat rombongan.
Rombongan pertama terdiri dari Kam Hong Tie, Kie Ciat
Seng dan Cee Kheng Hwa. Rombongan kedua, Hie Kok, Pek
Thay Koan dan Hie Nio. Rombongan ketiga, Hiantong Siansu,
Bwee Hoa Sinsouw dan Thia Siauw Thian, sedangkan
rombongan keempat adalah Hong Jiam Kong, Cu Yong Keng,
Chung Ie Long dan Ho Siang. Guna menyingkirkan perhatian
pengawal-pengawal istana, mereka juga menyetujui untuk
menyewa sebuah rumah digunung Biauw-hong-san yang terletak
diluarnya kota Pakkhia. Rumah tersebut akan dijadikan markas
besarnya.
Demikianlah pada keesokan harinya, ketiga belas orang gagah ini

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 485


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

dengan beruntun turun dari Liok-ho-kouw dan menuju kekotaraja


dengan mengambil jalanan kecil. Mereka semua adalah orang-
orang yang mempunyai kepandaian tinggi. Diwaktu malam
mereka berjalan dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh,
sedangkan diwaktu siang mereka beristirahat dirumah- rumah
penginapan yang sepi. Sesudah selang belasan hari, rombongan
Kam Hong Tie sudah tiba di Biauw-hong-san. Begitu tiba Kam
Hong Tie segera menyewa satu rumah yang sederhana didusun
Pek-kee-cun dan kemudian membuat satu tanda rahasia disatu
pohon besar yang tumbuh diluar dusun, supaya rombongan
lainnya dapat mengetahuinya.
Pek-kee-cun terletak disatu lembah dari gunung Biauw-hong-
san. Ditiga penjuru dusun tersebut dikitari dengan bukit-bukit,
sedangkan didepannya mengalir satu sungai yang airnya bening
bagaikan kaca. Didusun itu yang tersembunyi diantara pohon-
pohon, hanya terdapat tujuh atau delapan rumah, sehingga
merupan tempat yang sangat cocok bagi Kam Hong Tie dan
kawan- kawannya. Sesudah menunggu beberapa hari, tiga
rombongan lainnyapun juga tiba dengan beruntun.
Sesudah semua kawan-kawannya berkumpul, pada keesokan
harinya, Hong Jiam Kong dan Cu
Yong Keng masuk kekotaraja untuk menyelidiki. Mereka
berputar-putar seharian, tetapi tanpa hasil untuk menemui Su Nio.
Pada hari kedua, Hie Kok dan Hie Nio mencoba peruntungannya,
tetapi juga tidak berhasil.
Pada hari ketiga, Chung Ie Long dan Ho Siang yang ingin
mencoba. Hie Nio juga ingin ikut serta, sebab sinona merasa
sangat penasaran dengan kegagalannya kemarin. Mereka bertiga,
lalu masuk kedalam kota, tetapi sesudah mencari kasana kemari
beberapa jam, hasilnya tetap nihil.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 486


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Kira-kira tengah hari, selagi berjalan disatu jalanan yang


lurus dan ramai, dibelakang mereka tiba-tiba terdengar suara kaki
kuda. “Minggir! Minggir!“ berteriak si penunggang kuda.
Oleh karena ramainya jalanan, Ho Siang tidak keburu
menyingkir dan dilain saat punggungnya sudah kena dibentur
oleh hidung kuda. Ho Siang berbalik dengan niatan menyemprot
penunggang kuda yang ceroboh itu. Akan tetapi, ia
mengurungkan niatnya oleh karena melihat sipenunggang kuda
itu adalah anak sekolahan yang tampan sekali dan gerak geriknya
lemah lembut.
Begitu melihat Ho Siang, anak sekolahan itu kelihatannya
terkejut, sedangkan muridnya Chung Ie Long pun merasa kaget,
sebab samar-samar ia ingat seperti sudah pernah bertemu dengan
orang yang berparas begitu. Si anak sekolahan melirik dan dapat
melihat Hie Nio. Mendadak saja parasnya berubah dan mulutnya
terbuka, seperti mau berbicara, tetapi ia mengurungkan niatnya
dan hanya mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum.
“Adik kecil,“ katanya kepada Ho Siang, “Apakah kau tidak
terluka? Ikutlah aku! Aku ingin mengajakmu makan siang,
sekalian untuk menghaturkan maaf.“ Sesudah berkata begitu, ia
mengedut tali les kuda dan menjalankan kudanya perlahan-lahan
kearah pintu kota barat.
Ho Siang melirik gurunya serta Hie Nio dan mereka lalu
berjalan mengikutinya.
“Peh-peh!“ kata Hie Nio sambil menarik tangan bajunya
Chung Ie Long. “Aku lihat pemuda itu
mirip-mirip dengan Su Nio,“ katanya. “Apakah bukannya
dia?“
“Benar, memang benar mirip sekali dengan Su Nio,“ jawab
Ie Long sambil menganggukkan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 487


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

kepalanya. “Baiklah kita ikuti terus!“


Mereka lalu mempercepat langkahnya dan mengikuti
anak sekolahan itu, yang menujukan kudanya kejurusan
Seesan.
Begitu tiba ditempat sepi, si anak sekolahan segera melompat
turun dari kudanya dan menggapai kepada Ho Siang, yang segera
menghampiri sambil berlari-lari.
“Apakah kau adik Ho dari See-cu-pa?“ tanyanya sambil
tertawa.
“Bagaimana kau tahu?” Ho Siang membalas bertanya.
“Kalau begitu orang tua itu adalah gurumu,“ kata si anak
sekolahan.
Ho SIang mengawasi muka orang dengan tidak berkedip.
Mendadak ia berseru: “Ah, Lu…….“
Si anak sekolahan memotong perkataan Ho Siang dengan
menggoyangkan tangannya.
Ketika itu Chung Ie Long dan Hie Nio sudah menghampiri.
Sambil tertawa girang, si pemuda memegang tangannya Hie Nio
seraya berkata: “Hie Nio cici! Apakah kau masih mengenali Su-
moimu?“
Hie Nio terkesiap dan mengawasi dengan mata terbuka lebar.
Pada sebelum ia dapat menyahut, Chung Ie Long sudah tertawa
terbahak-bahak. “Su Nio, ah Su Nio!” katanya. “Sungguh sukar
kami mencari kau!”
“Pemuda” yang memang bukan lain daripada Lu Su Nio
dalam penyamaran, segera melepaskan tangannya Hie Nio dan
memberi hormat kepada Chung Ie Long seraya berkata: “Chung
Loocianpwee, Su Nio memberi hormat!”

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 488


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Disini bukan tempat untuk berbicara,“ kata Chung Ie Long.


“Marilah kita pergi k Biauw-hong- san. Disana sedang menunggu
gurumu Hong Jiam Kong dan yang lain-lainnya. Naiklah
kekudamu dan ikutilah aku!”
Mendengar begitu, Su Nio baru mengetahui, bahwa para
supeh dan susioknya sudah berkumpul di kotaraja dan tentu saja
ia menjadi sangat girang sekali. “Su-moi,” berkata Hie Nio.
“Ayolah, naiki tungganganmu!”
“Mana boleh begitu,” kata SU Nio sambil mencekal tali les
kudanya. “Untuk mencari aku Chung
Loocianpwee sudah banyak Lelah. Menurut pantas, beliaulah
yang harus menunggang kuda itu.”
“Tidak!” kata Chung Ie Long sambil menggelengkan
kepalanya. “Aku tidak biasa menunggang kuda. Su Nio janganlah
kau berlaku sungkan.”
Tetapi nona Lu tetap tidak mau menunggang kudanya,
sehingga Hie Nio lalu berkata; “Kalau begitu biarlah kita ramai-
ramai jalan kaki saja!“
Baru saja mereka berjalan beberapa langkah, tiba-tiba tiba-
tiba Ho Siang mendekati Su Nio dan berkata: “Lu-cici, biarlah
aku yang menuntun kudamu.“ Ia mengambil tali les kuda dari
tangannya Su Nio dan segera berjalan terlebih dahulu.
Su Nio dan Hie Nio berjalan dengan berendeng sambil saling
menuturkan pengalaman mereka selama tiga tahun yang lalu.
Kepada nona Lu, Hie Nio memberitahukan, bahwa ia sudah
mengangkat saudara dengan Cee Kheng Hwa dan bahwa secara
berani mati, nona Kheng Hwa pernah menyatroni Yong Ceng
seorang diri di Kota Terlarang. Selagi mereka enak jalan, sambil
mengobrol, tiba-tiba Chung Ie Long mengeluarkan satu seruan
tertahan, sambil menuding kedepan.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 489


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Chung-peh-peh, ada apakah?” berseru Hie Nio yang


berjalan disebelah belakang.
Ie Long tertawa berkakakan, “Coba lihat!” katanya. “Bocah
itu benar nakal. Dia kabur terlebih dahulu dengan menunggang
kudanya Su Nio!“
Benar saja disebelah kejauhan terlihat Ho Siang yang sedang
kabur dengan kudanya Su Nio.
“Tujuannya tentulah, ia ingin membawa berita gembira ini
terlebih cepat ke Pek-kee-cun,” kata Hie Nio sambil tertawa. Su
Nio juga ikut tertawa. Hatinya merasa suka sekali kepada bocah
itu yang nakal dan menarik.
Begitu mereka tiba, semua orang gagah sudah keluar
menunggu diluar rumah. Dengan rasa terharu Su Nio menekuk
lututnya seraya berkata: “Para paman dan saudara, terimalah
hormatnya Su Nio!“
Hong Jiam Kong membangunkan muridnya. “Su Nio”,
katanya dengan suara girang. “Kami semua sudah menunggumu
dengan perasaan sangat tidak sabaran.“ Mereka lalu masuk
kedalam rumah dan mengobrol secara gembira sekali, dengan Su
Nio yang paling repot menjawab pertanyaan orang.
Didalam pembicaraan, dengan gembira Su Nio menyetujui
sarannya beberapa cianpwee, agar ia mengangkat saudara
dengan Hie Nio dan Cee Kheng Hwa. Disitu juga ketiga
gadis segera melakukan sembahyang kepada Langit dan Bumi
untuk mengikat tali persaudaraan. Usianya Su Nio paling muda,
sehingga ia menjadi adik yang paling kecil. Tidak usah dibilang
lagi, kejadian itu sudah sangat menggembirakan hatinya semua
orang.
Sesudah beres upacara angkat saudara, Hong Tie
merogoh kantungnya dan mengeluarkan beberapa potong perak.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 490


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Ia memerintahkan Ho Siang pergi untuk membeli ayam,


kambing, daging dan lain-lain bahan makanan untuk menjamu Su
Nio.
Hari itu, semua orang makan dan minum dengan gembira
sekali. Diantara mereka Cu Yong Kenglah yang merasa paling
beruntung dengan matanya sekali-kali melirik Su Nio, yang
semakin dipandang menjadi semakin cantik. Beberapa kali,
matanya kedua orang muda itu berbentrokkan, dan cepat-cepat
mereka melengos dengan kemalu-maluan.
Sesudah minum beberapa cawan, didorong oleh hawa
alkohol, keberanian Yong Keng makin bertambah. Sambil
memegangi poci arak, ia bangun berdiri dan menuangkan
cawannya nona Lu yang kebetulan kering. “Su-moi,” katanya
sambil mengangkat cawannya sendiri. “Aku merasa sangat
bersyukur, bahwa sekarang kau telah lulus dari rumah perguruan
dan dapatlah kita ramai- ramai mengharap, bahwa sakit hatimu
dengan segera dapat dibalas. Ijinkanlah aku memberi selamat,
dengan secawan arak ini!“
Su Nio juga tidak berlaku sungkan. Dengan rasa terharu, ia
bangun berdiri dan meminum kering araknya. Semua orang yang
sudah mulai terpengaruh oleh arak, dengan serentak menepuk
tangan untuk menyatakan kegirangan hatinya.
Saat itu, mendadak pintu depan diketuk orang. Semua orang
menjadi terkejut dan berhenti makan. “Siapa?“ kata Pek Thay
Koan. “Biarlah aku yang keluar.“ Baru saja Thay Koan ingin
berdiri, diluar sudah kedengaran suara orang yang membentak-
bentak, minta untuk dibukakan pintu. Suaranya itu seperti
suaranya seorang nenek tua.
“Kurang ajar!“ menggerendeng Thay Koan. “Setan mana
yang berani membuat keributan disini?“

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 491


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Sute, jangan berlaku sembarangan,“ kata Hong Tie.


“Didengar dari suaraya, kemungkinan besar ia adalah Koan-toa-
ma adanya!“ Setelah berkata demikian, Hong Tie melompat
mendahului dan membuka pintu, tetapi diluar tidak terlihat
bayangan manusia. Selagi ia melongok keluar, dimeja perjamuan
mendadak terdengar suara ramai, dan ketika ia berpaling, Koan-
toa-ma sudah terlihat berdiri dipinggir meja perjamuan sambil
tertawa besar, dengan satu tangan menyekal tongkat rotannya.
“Koan-toa-ma,“ kata Hong Tie sambil tertawa. “Kau benar-
benar tidak mengenal aturan. Aku harus membuka pintu untuk
menyambut dan kau ambil jalan belakang.“
“Loo-Kam, kau benar-benar pandai mempermainkan orang.“
Berkata Koan-toa-ma sambil menuding dengan tongkatnya. “Kau
suruh aku datang di Ouwlam, tetapi sesudah menunggu beberapa
bulan, belum juga kelihatan bayanganmu. Aku sebenarnya sudah
tidak ingin melihat cecongormu lagi. Kira-kira setengah bulan
yang lalu, aku bertemu dengan Lie Gie Coan, yang
memberitahukan, bahwa Su Nio sudah turun gunung dan kau
bersama dengan yang lain-lainnya sudah berangkat kekotaraja.
Disebabkan inginnya aku melihat bagaimana istana kaisar,
nyonyamu jadi datang juga kemari. Aku mencari kau ubek-
ubekan, tetapi tidak dapat bertemu. Bagusnya tadi aku dapat
melihat tanda rahasiamu dan barulah aku menyusul kesini. Loo-
Kam kau sudah mendustai aku. Coba katakan apakah kau pantas
dihajar atau tidak?“
Sehabis mengomel panjang-lebar, si nenek mengangkat
tongkatnya yang langsung dipukulkan kekepalanya Hong Tie.
Semua orang menjadi terkejut.
Tetapi Hong Tie tetap tenang. “Pantas, pantas dipukul!”
katanya sambil tertawa. Sebaliknya dari berkelit, ia menyongsong

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 492


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

pukulan tongkatnya Koan-toa-ma dengan kepalanya! “Pletak!“


satu suara keras terdengar dan tongkat itu terpukul balik.
Koan-toa-ma tertawa terbahak-bahak. “Bagus! Benar-benar
kepala besi!“ katanya. “Baiknya nyonyamu tidak menggunakan
seluruh tenaga. Kalau tidak tongkatku bisa patah-patah!“
“Suci!“ berkata Hong Jiam Kong. “Janganlah berguyon
sampai melewati batas. Jika Loo-Kam tidak pandai Tiat-pan-kang
(Ilmu Papan besi), kepalanya bisa hancur kena gebukan engkau!“
“Jangan rewel!“ membentak si nenek sambil tertawa.
“Bahwa Loo-Kam mempunyai ilmu itu, sudah lama aku
mengetahuinya. Barusan aku hanya mengujinya saja, apakah
kepalanya cukup kuat atau tidak!”
Mendengar perkataan itu, semua orang menjadi tertawa riuh.
Sesudah itu, Hong Tie segera memperkenalkan Koan-toa-ma
dengan kawan-kawannya yang belum mengenal si nenek dan
kemudian dia mengundang mengambil tempat duduknya. Mereka
kembali makan minum sepuas hat,i sambil merundingkan rencana
mereka dalam usaha membinasakan Yong Ceng. Diwaktu sore
barulah perjamuan ditutup. Su Nio mengatakan ia ingin balik ke
rumah penginapan, disebabkan barang-barangnya masih berada
disana. Hong Tie memesan agar si nona secepat mungkin pindah
kerumah itu, agar mereka beramai-ramai dapat bekerja dengan
bersatu. Su Nio memberikan janjinya dan segera berangkat
dengan menunggang kuda.
Malam itu, Su Nio tidak dapat tidur pulas. Ia bolak balik
dibantal dengan diganggu rupa-rupa pikiran. Lama-lama ia
merasa lelah dan memejamkan kedua matanya. Dalam keadaan
samar- samar, tiba-tiba ia seperti melihat ayahnya berdiri didepan
pembaringan. “Anak!” kata sang ayah. “Aku sudah dibinasakan
orang secara mengenaskan. Ingatlah kau harus menolong aku

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 493


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

untuk membalas sakit hatiku!” Sehabis berkata begitu, sang ayah


lalu lenyap dari pandangan.
Su Nio tersadar dan dengan terkejut ia melompat bangun.
Kamarnya kosong tidak ada bayangan manusia lain.
Si nona menjadi bingung. Impian itu sudah membuat ia
menjadi sedih sekali, sebab ia kembali ingat akan kasih sayang
sang ayah. Lama ia duduk termenung dengan air mata mengalir,
dengan perlahan dikedua pipinya.
Sekonyong-konyong diluar jendela menyambar angin yang
agak luar biasa, sehingga Su Nio menjadi terkesiap. Dilain saat,
dua bayangan hitam kelihatan melayang turun dari atas genteng
dan berdiri didepan jendelanya Su Nio. Su Nio melompat dan
menyambar pedangnya. Tetapi selagi ia hendak menghunus
senjatanya, diluar jendela terdengar suara yang ia kenal: “Su-
moi!”
Cepat-cepat Su Nio membuka jendela dan Hie Nio bersama
Kheng Hwa berdiri didepannya.
“Cici, ada urusan apa, kalian berdua malam-malam kemari?“
tanya nona Lu.
“Malam ini hawanya sangat panas dan kami tidak dapat tidur
pulas,” sahut Hie Nio. “Disebabkan oleh itu, Kheng Hwa cici
mengajak aku untuk datang kesini dan menemui engkau!”
“Pikiranku juga sedang pepat sekali dan aku sungguh merasa
girang jiwi cici datang berkunjung,”
kata Su Nio yang langsung saja menuturkan impiannya
barusan.
“Mungkin disebabkan oleh pikiran yang terlalu hebat, kau
jadi mendapatkan impian begitu,” kata Kheng Hwa dengan suara
menghibur. Nona Cee segera memberitahu, bahwa iapun sedang

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 494


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

memikiri nasib kakaknya, yang telah ditangkap dan katanya mau


dibawa ke Ciatkeng, tetapi sampai sekarang belum ada
kepastiannya.
“Jika begitu, apakah tidak baik, jika kita menyatroni penjara
di istana untuk mencari tahu sampai seterang-terangnya?” Hie
Nio memberi usulnya.
“Kalau kedua cici mau pergi, aku bersedia untuk mengikut,“
jawab Su Nio.
“Cuma sayang, malam ini kami berdua tidak membawa
senjata,” kata Hie Nio. Begini saja, besok malam, jam dua kami
datang lagi kesini dan kita bertiga pergi bersama-sama.“
Usul itu langsung saja mendapatkan persetujuan kedua
saudarinya. Kemudian ketiga gadis itu mengobrol dan sampai
fajar menyingsing, barulah Hie Nio dan Kheng Hwa pulang ke
Pek-kee- cun.
Malam itu sesuai dengan perjanjian, ketiga gadis menyatroni
Kota Terlarang. Selainnya membawa pedang dan senjata rahasia,
mereka memakai topeng dari kain hitam.
Cee Kheng Hwa yang sudah mengenal jalan, sebab pernah
menyatroni istana kaisar, jalan paling dahulu, diikuti oleh kedua
saudarinya. Mereka memanjat tembok dengan menggunakan ilmu
Pek-houw-yu-ciang (Cicak merayap ditembok) dan dilain saat,
mereka sudah berada dalam lingkungan Kota Terlarang.
Sesudah tiba dihalaman istana, hatinya nona Cee merasa
agak heran, sebab ia mendapatkan kenyataan bahwa penjagaan
disitu tidak terlalu kuat seperti dahulu. Kheng Hwa tidak
mengetahui, bahwa sesudah Yong Ceng pindah ke Wan-beng-
wan, penjagaan disitu memang menjadi lebih kendur dan
pengawal-pengawal yang mempunyai kepandaian tinggi hampir
seluruhnya ditarik ke taman itu untuk melindungi Yong Ceng.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 495


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Kheng Hwa mengajak kedua saudarinya pergi ke Yang-


sim-tian, yaitu istana yang biasanya digunakan sebagai tempat
tidurnya kaisar. “Inilah Yang-sim-tian,” berbisik Kheng Hwa.
“Kaisar anjing itu biasanya bermalam disini!”
Mendengar begitu, mendadak saja darahnya Su Nio naik
tinggi. Ia memegang gagang pedang seraya berkata: “Kheng Hwa
cici, paling baik kita kutungkan dulu kepalanya kaisar anjing itu.
Kemudian barulah kita pergi menyelidiki dipenjara!“
“Benar!“ kata Hie Nio dengan gembira. “Jika berhasil, Kam
pehpeh dan yang lain-lainnya tentu
akan merasa kaget sekali!“
“Kalau mau turun, boleh juga, tetapi kita harus sangat hati-
hati,“ kata Kheng Hwa yang langsung mengingat pengalamannya
yang lampau. “Jika sampai diketahui oleh anjing-anjingnya Yong
Ceng, kita bisa berabe!“
Tetapi sebelum mereka sempat melompat turun, dari sebelah
kejauhan mendadak kelihatan dua titik sinar terang yang sedang
mendatangi. Mereka mengawasi dan sinar terang itu ternyata
keluar dari sebuah teng (lentera) yang dibawa oleh dua orang
dayang.
“Ah, mengapa kita, tidak mau mencari keterangan dari dua
dayang itu?“ berbisik Hie Nio.
“Benar, tapi kita jangan turun semuanya!” sahut Kheng Hwa.
“Satu orang harus berdiam disini untuk berjaga-jaga.
“Biarlah aku saja yang menunggu disini!“ kata Hie Nio.
Kheng Hwa menganggukkan kepalanya sambil menggenjot
badannya, tetapi ia sudah didahului oleh Su Nio yang gerakannya
luar biasa cepat. Sebelum nona Cee, hinggap diatas bumi, Su Nio
sudah membuat terguling salah satu dayang. Kheng Hwa merasa

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 496


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

kagum sekali dan dilain saat, iapun sudah menjatuhkan dayang


yang satunya lagi.
Sambil menuding dengan pedangnya, Su Nio membentak
dengan suara perlahan: “Jangan
berteriak! Mundur ke gerombolan pohon kembang, aku mau
bicara!”
Kedua dayang itu terbang semangatnya. Tanpa berkata suatu
apapun, mereka menuruti perintahnya Su Nio.
“Jangan takut, aku tidak akan membunuh, jika kau bicara
sejujurnya,“ berkata Su Nio. “Aku ingin menanyakan, apakah
kaisar anjing itu berada di Yang-sim-tian?“
Dua dayang yang gemetaran sekujur badannya, tidak dapat
membuka suaranya. Mereka hanya menggeleng-gelengkan
kepalanya.
“Mengapa kau hanya mengoyang-goyangkan kepala?“
membentak Su Nio sambil mengebas pedangnya.
“Seng………cu…….Ban……..sweeya, pindah ke Wan-
beng-wan,” jawab satu diantaranya dengan suara terputus-putus.
“Apa benar?” membentak Kheng Hwa dengan suara bengis.
“Kalau aku mendusta, Hoohan boleh membunuh aku,“
jawabnya.
“Baiklah!“ kata Kheng Hwa. “Aku rasa, kau juga tidak nanti
akan mendustai aku. Hanya sangat disesali kalian berdua akan
tidur semalaman disini.“ Sehabis berkata begitu, nona Cee lalu
membuka ikat pinggangnya salah satu dayang dan mengikat
mereka menjadi satu. Sesudah melemparkan kedua dayang
tersebut kegerombolan pohon kembang, Kheng Hwa dan Su Nio
lalu melompat keatas lagi dan memberitahukan keterangannya si

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 497


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

dayang kepada Hie Nio. Mereka lalu berdamai dan akhirnya


mengambil keputusan untuk mencoba menyelidiki dipenjara
istana.
Tapi, baru saja mereka melompat turun dari Yang-sim-tian,
satu lweekam (orang kebiri) muncul dari tempat gelap. “Siapa
kau?“ membentak lweekam itu dengan suara kaget. Ternyata,
ketika barusan Kheng Hwa dan Su Nio berbicara dengan kedua
dayang itu, pembicaraannya, walaupun tidak keras, sudah dapat
didengar oleh lweekam itu, yang langsung datang kesitu untuk
menyelidiki.
“Aku!“ sahut Su Nio sambil melompat dan berbarengan
menikam dengan Cie-tian-kiam. Tanpa bersuara, lweekam itu
roboh dengan tanpa berkutik lagi.
Penjara istana terletak didekat lapangan baris yang agak sepi.
Sambil bersembunyi ditempat gelap, Hie Nio, Kheng Hwa dan Su
Nio mengawasi penjara itu dengan perasaan kaget. Penjara
tersebut dibuat seperti satu kota besi dengan penjagaan yang
kelihatanya kuat sekali. Bentuknya penjara bagaikan benteng
jaman dahulu dengan dikurung oleh tembok yang tinggi. Di
keempat sudutnya terdapat sebuah paseban yang dijaga oleh
sejumlah serdadu. Ditengah-tengah penjara terdapat satu pintu
besi dan dikedua samping pintu itu berdiri tenda-tenda tantara
yang menjaga penjara tersebut.
“Dengan adanya penjagaan yang begitu kuat, cara bagaimana
kita dapat masuk?” tanya Su Nio didalam hatinya.
Sesudah mengawasi beberapa lamanya, mereka mengambil
keputusan untuk masuk dari tembok samping yang lebih rendah.
Mereka lalu memutari satu hutan dan memanjat tembok itu
dengan ilmu Pek-houw-yu-ciang. Mereka melakukannya dengan
sangat hati-hati. Sesudah mendapatkan kepastian, bahwa dibawah
tidakada penjaga, barulah ketiga gadis itu melompat turun dengan

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 498


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

beruntun. Sesudah melewati satu cimche, mereka berhadapan


dengan sebuah Lorong yang sangat sempit dan gelap. Baik juga,
ketiga lihiap mempunyai “mata malam” yang membuat mereka
dapat melihat ditempat gelap. Sambil mencekal pedang yang
terhunus, mereka masuk kedalam lorong. Baru saja berjalan
puluhan langkah, didepan mereka menghadang satu orang yang
bersenjata golok. Orang itu memakai ikatan kepala hitam dan
dilihat dari seragamnya. Ia ternyata adalah Sie-wie (pengawal)
yang menjaga penjara.
Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, Cee Kheng Hwa yang
berjalan paling dahulu, segera melompat sambil memberi
tikaman. Sie-wie itu menyampok dengan goloknya. Dari
sampokan itu, Kheng Hwa mendapat tahu, bahwa ilmu silatnya
lawan itu tidak tinggi dan segera ia mengirim tikaman yang
kedua. Thay-hie-kiam menyambar bagaikan kilat dan tidak
ampun lagi, pengawal itu roboh terjungkal.
“Sekarang kita harus bekerja cepat,“ berkata Kheng Hwa
sambil membuat bersih pedangnya dari noda dibaju pengawal itu.
Secara hati-hati tetapi cepat, ketiga liehiap maju terus.
Sesudah berjalan kurang lebih lima puluh langkah, didepan
mereka menghadang satu pintu besi. Su Nio mengangkat Cie-
tian-kiam dan membabat kuncinya pintu tersebut, yang lalu jatuh
berantakan. Mereka melompat masuk dan lagi-lagi mereka berada
di satu lorong yang terlebih sempit daripada lorong yang barusan.
Mereka menjadi curiga. “Aku kuatir disini dipasang satu alat
rahasia,“ berbisik Kheng Hwa. “Apa tidak lebih baik kita mundur
saja?“
Baru saja Kheng Hwa habis mengucapkan perkataan
tersebut, dari tembok mendadak muncul empat gaetan besi yang
langsung menggaet pundaknya Hie Nio dan Kheng Hwa.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 499


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Berbarengan dengan itu dimulut lorong terdengar suara langkah-


langkah orang.
Dengan cepat Su Nio membabat dengan Cie-tian-kiam dan
melepaskan kedua saudarinya dari gaetan. Cepat-cepat mereka
mundur kearah pintu besi yang tadi mereka temui. Akan tetapi
sebelum tiba di pintu, dengan satu suara menggelegar, selembar
papan besi merosot turun jatuh dari atas kebawah dan jalan
mundur menjadi tertutup!
Bukan main kagetnya ketiga liehiap itu. Sementara itu suara
langkah kaki menjadi semakin dekat terdengar. Mereka sekarang
sudah terjebak ditengah-tengah, disebelah depan ada musuh,
disebelah belakang ada pintu besi. Hie Nio sangat kuatir
berbarengan gusar. Ia membacok pintu itu beberapa kali, tetapi
pedang wasiatnya tidak dapat menembus papan besi itu, yang
ternyata dibuat dari baja murni.
“Jiwi Cici, kalian berdua melawan musuh, sedangkan aku
akan mencoba untuk membacok pintu
itu,“ berkata Su Nio.
Saat itu, dua pengawal istana sudah menerjang dengan
pedangnya. Dengan berani Kheng Hwa memapaki kedua pedang
lawannya yang, begitu berbentrokan dengan Thay-hie-kiam, lalu
terpental. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan yang baik, nona
Cee terus membabat dan pedangnya berhasil menggores salah
satu pengawal. Sambil berteriak, pengawal itu melompat mundur
dan menekap lukanya. Tetapi dilain saat ia sudah mulai
menerjang lagi. Sementara itu Hie Nio sudah bertempur dengan
pengawal yang satunya lagi.
Kheng Hwa kuatir jika pertempuran berjalan lama, tentara
yang menjaga diluar penjara nantinya akan berdatangan, oleh
sebab itu, dengan menggertakkan giginya, ia segera

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 500


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

mengeluarkan ilmu pedang Kim-kong-hok-houw Kiamhoat.


Pedangnya langsung saja menyambar-nyambar seperti hujan dan
angin, sehingga pengawal yang sudah terluka itu dalam sekejap
saja sudah merasa tidak tahan bertempur lebih lama lagi. Secara
nekat, ia menyerang habis-habisan dengan niatan untuk melarikan
diri, begitu cepat lawannya terdesak mundur. Akan tetapi, oleh
karena lorong itu luar biasa sempit, sedangkan satu lawannya lagi
bertempur disampingnya melawan Hie Nio, ia tidak dapat
bergerak sesuai dengan keinginan hatinya. Melihat ilmu
pedangnya sipengawal sudah kalut, Kheng Hwa terus mencecar
terlebih hebat lagi.
Tebasan nona Cee yang pertama masih dapat ia kelit, akan
tetapi, sabetan yang kedua mengenakan tepat pada pundaknya,
sehingga lengan kanannya kutung dan terlempar jatuh diatas
lantai! Dengan menderita kesakitan sangat hebat, ia terguling
dengan kedua kakinya menjejak kedepan. Siapa nyana, jejakan
tersebut mengenai tepat pantat kawannya yang langsung
terjungkal sambil mengeluarkan teriakan keras. Hie Nio tentu
saja sungkan untuk menyia-nyiakan kesempatan yang baik ini.
Pedangnya berkelebat satu kali dan menancap diperutnya
pengawal itu.
Saat itu, didalam lorong kedengaran suara lonceng yang
ramai sekali, sedangkan Lu Su Nio sedang berkutat membacok
papan besi yang menutup jalan mundur mereka. Sambil
mengerahkan seluruh tenaga dalamnya, nona Lu menancapkan
pedangnya dipapan itu. Sungguh hebat tajamnya Cie-tian-kiam
yang amblas kira-kira satu dim didalam papan. Sekali lagi Su Nio
mengerahkan tenaga dalamnya dan mendorong pedangnya.
Sekali ini Cie-tian-kiam amblas sampai digagangnya! Su Nio
menjadi girang dan sesudah menggunakan lagi tenaga dalamnya
beberapa kali, ia berhasil membuat satu lubang yang cukup besar
untuk badan manusia dipapan besi itu.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 501


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Ketiga liehiap bersorak kegirangan dan dengan lompatan


ikan gabus, mereka satu persatu dapat melewati lubang itu
dengan selamat. Dilain saat, mereka sudah melewati lorong
pertama menyeberangi Cimchee, akan kemudian melompat
keluar dari tembok penjara.
Baru saja mereka keluar, para tentara yang menjaga diluar
sudah pada meluruk kedalam, tetapi mereka tentu saja tidak
mendapatkan apa-apa, sebab ketiga jago wanita itu sudah kabur
jauh.
Sedang ketiga pengacaunya sudah berada diatas
pembaringan, Kota Terlarang masih diliputi oleh kekalutan besar.
Semua pengawal istana dan pasukan tantara yang menjaga istana
kaisar keluar semua. Akan tetapi, selain mendapatkan satu mayat
lweekam diluar Yang-sim-tian dan dua dayang yang terikat
badannya di gerombolan pohon kembang, mereka tidak
mendapatkan sesuatu apa lagi. Kejadian ini tentu saja langsung
dilaporkan kepada Yong Ceng yang berada ditaman Wan-beng-
wan.
Yong Ceng kaget berbareng marah,akan tetapi ia tidak dapat
berbuat banyak. Jalan satu-satunya yang dapat ia lakukan adalah
memerintahkan Kiubun Teetok mengerahkan semua tenaga untuk
mencoba membekuk tiga penjahat wanita itu yang sudah berani
menyatroni istananya.
Sekarang marilah kita tengok Su Nio bertiga yang pulang ke
Pek-kee-cun dengan terbirit-birit. Pulangnya mereka disambut
dengan rasa terkejut oleh semua orang yang menjadi terlebih
kaget lagi setelah mendengar penuturan mereka.
“Celaka!” kata Hong Tie sesudah mendengar penuturan itu.
Su Nio tidak mengerti mengapa Hong Tie berkata begitu dan
lalu menanyakan sebabnya.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 502


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

“Su Nio,“ sahut Kanglam Tayhiap. “Kau terlalu ceroboh dan


terburu nafsu. Cara bagaimana kau berani maju sembarangan
tanpa lebih dahulu merencanakan tindakan kita? Sesudah dibuat
kaget, Yong Ceng tentunya akan mengerahkan semua pasukan
tantara untuk membuat penggeledahan diseluruh kota dan ia pasti
akan menjaga diri dengan hati-hati sekali. Cara begitu, kau sudah
mengeprak rumput dan membuat kaget sang ular. Dilihat begini,
kita tidak dapat turun tangan lagi dan harus menunggu sampai
keadaan sudah menjadi reda kembali.”
Setelah mendengar itu, barulah si nona mengakui
kesembronoannya dan menyesal tidak habisnya.
Malam itu juga semua orang gagah langsung mengadakan
perundingan. Sebagai hasilnya, mereka sependapat, bahwa waktu
itu mereka tidak boleh turun tangan dan harus menunggu sampai
tibanya waktu yang terlebih baik. Hong Tie mengusulkan agar
supaya mereka pindah ketempat yang lebih sepi untuk
menyingkirkan diri dari matanya kawanan kuku-garuda.
Demikianlah pada hari berikutnya mereka lalu berkemas dan
pindah kesebelah dalam gunung, dimana mereka membuat
beberapa gubuk sebagai tempat meneduh untuk sementara waktu.
Didalam tempat persembunyian itu, Jiam Kong menggunakan
kesempatan untuk mengajarkan Su Nio ilmu pedang Hong-lui
Kiamhoat dan ilmu pukulan Hong-lui-ciang.
Sang waktu berjalan cepat sekali. Satu tahun kembali sudah
lewat dan waktu itu adalah musim rontok dari Yong Ceng tahun
ketiga belas. Waktu itu, tentara Ceng yang bergerak di Tiongkok
Selatan barat untuk mencoba menindas suku Biauw yang
mendapat semangat baru, disebabkan oleh kemenangan-
kemenangannya dengan beruntun sudah dapat merampas
sejumlah kota, sehingga propinsi Kwieciu sendiri menjadi berada
dalam bahaya. Laporan-laporan ini sudah membuat Yong Ceng

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 503


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

menjadi jengkel sekali dan pada bulan keenam, ia mengangkat


Han Goan Seng sebagai panglima besar untuk mencoba menyapu
tentara Biauw dengan ratusan ribu serdadu yang diambil dari
berbagai propinsi. Oleh karena repot dan jengkelnya, perlahan-
lahan kaisar itu menjadi melupakan Kam Hong Tie dan kawan-
kawannya.
Kam Hong Tie yang terus memasang mata dan telinga,
mengetahui itu semua. Ia merasa waktunya sudah tiba untuk
turun tangan dan segera mengumpulkan semua kawan-kawannya
untuk mengadakan perundingan.
Perundingan itu sudah menghasilkan suatu keputusan, bahwa
pada Kauwgwee Jicap (Bulan Sembilan tanggal Duapuluh),
mereka harus masuk ke Taman Wan-beng-wan dengan
berpencaran. Selainnya senjata-senjata yang perlu, setiap orang
harus membawa makanan kering untuk tiga hari lamanya. Begitu
cepat ada tanda panah api, mereka harus menyerbu ke Ban-hong-
an-ho untuk mencoba membinasakan Yong Ceng. Sesudah
mendapatkan keputusan begitu, semua orang menjadi merasa
girang sekali dan tinggal menunggu tanggal berangkat.
Pada suatu hari, sesudah lewat Tiongchiu, selagi Hong Tie
berjalan-jalan ditengah-tengah gunung, dibukit sebelah depan
terlihat muncul seorang laki-laki yang sebentar jalan dan sebentar
berhenti, seperti orang yang sedang mencari sesuatu. Hong Tie
yang matanya sangat jeli, lalu mengenali, bahwa orang itu adalah
Lo Kun. Ia lalu meneriakinya dan menggapaikan tangannya. Lo
Kun berpaling dan langsung saja ia menghampiri sambil berlari
secepat-cepatnya.
“Kam-Loocianpwee,“ kata Lo Kun sesudah berhadapan.
“Sungguh sulit sekali aku mencarimu!“
Ternyata sesudah berpencaran di Ciatkeng, beberapa tahun
Lo Kun ubek-ubekan mencari rombongan Hong Tie, tetapi

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 504


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

sebegitu jauh ia belum juga berhasil. Belakangan, dengan


menukar marga dan nama, sambil menyamar ia pergi ke Pakkhia
untuk menyelidiki dimana adanya Hong Tie. Hari itu ia mendaki
gunung Biauw-hong-san dan secara kebetulan sekali dapat
bertemu dengan orang yang sudah dicari-carinya begitu lama.
Hong Tie segera mengajak tamunya kegubuknya, dimana ia
memperkenalkan Lo Kun dengan semua kawan-kawannya. Hari
itu, ia mengadakan perjamuan sederhana untuk menghormati
kedatangannya kawan baru itu. Mendengar Hong TIe dan kawan-
kawannya mau membunuh Yong Ceng, Lo Kun segera
menyatakan mau membantu dan Hong Tie menerima baik
tawaran itu, dengan hati girang.
Dengan cepat tibalah Kauwgwee Jicap. Malam itu, kira-kira
jam tiga, dengan menumpang perahu yang disediakan oleh Hie
Kok, semua orang gagah menuju ke Wan-beng-wan dan
mendarat disatu tempat yang berdekatan dengan taman itu.
Taman Wan-beng-wan terletak dikakinya gunung. Dari
sebelah timur sampai kebarat panjangnya taman itu adalah
duapuluh li lebih.
Dengan berpencaran semua orang gagah masuk kedalam
taman itu. Mereka sudah bersedia untuk menyelidiki keadaan
taman itu selama tiga malam beruntun dan sesudah mengetahui
segala seluk-beluknya, barulah mereka ingin turun tangan.
Menurut perjanjian, sesudah berhasil, semua orang harus mundur
dari pintu sebelah utara, sebab dipintu itu tidak terdapat
penjagaan pasukan tentara.
Sesudah membuat penyelidikan selama dua malam. Hong
Tie dan kawan-kawannya mengetahui, bahwa Yong Ceng
biasanya mengeram diri didalam Taman-pustaka Pek-tong.
Berhubung dengan adanya gerakan tantara untuk menindas suku
Biauw, selama belakangan ini Yong Ceng menjadi repot sekali

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 505


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

dan bukannya jarang ia mengeram dirinya didalam kamar itu


sepanjang malam.
Pada Kauwgwee Jisha (Bulan Sembilan, tanggal dua puluh
tiga), dengan mengajak Ciat Seng, Lo Kun, Kheng Hwa, Hie Nio,
Su Nio, Yong Keng, Siauw Thian dan Thay Koan, Kam Hong Tie
masuk kedalam Ban-hong-an-ho.
Rombongan orang gagah itu merasa sangat kagum waktu
melihat istana itu yang dibuat secara lain daripada yang lain.
Mereka kagum, oleh karena semua gedung-gedung yang indah
berada didalam air, didalam satu kolam yang luar biasa besarnya.
Sewaktu dihitung, didalam kolam itu ternyata terdapat tidak
kurang daripada tiga puluh tiga bangunan.
Baru saja Hong Tie mendekati kolam itu, dari samping
gunung-gunungan mendadak muncul dua orang, satu laki-laki
dan satu perempuan. Cepat-cepat Hong Tie melompat masuk
kedalam gerombolan pohon-pohon dan mengawasi dua orang itu,
yang ternyata adalah Cio Hui Sian bersama Tong Sam Nio.
Sesudah kereta pesakitan yang diiring olehnya kena direbut
di Holam, Tong Sam Nio cepat-cepat pulang kekotaraja.
Dihadapan Yong Ceng, ia mengarang cerita, bahwa kereta itu
dirampas oleh Kam Hong Tie dan kawan-kawannya dan bahwa ia
sendiri sampai kena ditawan. Sesudah mengalami banyak
penderitaan, kata ia, pada suatu malam ia dapat meloloskan diri
dan lalu balik kekotaraja. Yong Ceng tidak menarik panjang
kedosaannya dan hanya menurunkan pangkatnya menjadi Sie-wie
kelas tiga. Tidak lama kemudian, suaminya (Kwee Kwie Hong)
meninggal dunia, tetapi perempuan itu sedikitpun tidak merasa
sedih. Belakangan ia selalu hidup sebagai suami istri dengan Cio
Hui Sian.
Malam itu, bersama Cio Hui Sian, Tong Sam Nio mendapat
tugas untuk meronda di Ban-hong-an- ho. Selagi enaknya

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 506


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

berjalan, disebelah depan tiba-tiba berkelebat bayangan orang


yang mendatangi dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh.
Mereka mengawasi dan mengenali, bahwa orang itu adalah
A-putay.
“Kami sedang menjaga disini,“ kata Hui Sian.“Ada urusan
apa Toaya datang kemari?“
“Oleh karena harus mengurus urusan penting, malam ini
Bansweeya tidak pulang,” sahut A-
putay. “Kalian ikut aku dan tidak perlu menjaga disini lagi.”
Mereka menganggukkan kepalanya dan lalu mengikuti
langkahnya A-putay.
Hong Tie memberi tanda dan semua kawannya lalu
membuntuti ketiga orang itu. Sesudah melewati banyak gunung-
gunungan, rimba pohon liu, taman-taman dan gedung-gedung,
jauh- jauh mereka melihat ketiga orang itu masuk kedalam
pekarangan satu gedung yang sangat indah, yang tersembunyi
diantara pohon-pohon yang lebat. Hong Tie mengetahui, bahwa
itulah Taman Pustaka Pek-tong, tempat kerjanya Yong Ceng.
Ia segera memanggil Su Nio, Kheng Hwa dan Hie Nio untuk
menerima petunjuknya. Ia meminta ketiga gadis itu memakai
topeng mereka dan mengambil jalan dari sebelah barat untuk
pergi kegedung sebelah selatan. Didalam kamar itu terdapat
kamar tulisnya Yong Ceng, jadi tempat kerjanya. Secara serius,
Hong Tie memesan agar ketiga liehiap itu berlaku sangat hati-hati
waktu memasuki gedung itu. Disitu mereka harus menunggu dan
sesudah melihat tanda panah api, barulah mereka boleh turun
tangan. Dengan perasaan girang, Su Nio bertiga menerima tugas,
yang sangat penting itu.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 507


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Sesudah ketiga gadis itu berangkat, Hong Tie segera


mengajak semua kawan-kawannya mengambil jalan sebelah
timur dan bersembunyi didekat tembok untuk membantu ketiga
wanita gagah itu.
Itulah jam tiga lewat tengah malam! Angin dingin meniup
keras, sedangkan langit ditutup dengan awan-awan yang gelap.
Tidak lama kemudian turunlah hujan yang rintik-rintik. Melihat
keadaan alam yang sangat cocok bagi maksudnya, Hong Tie
segera menggenjot badannya dan hinggap dicabangnya satu
pohon tong. Ia mencabut satu panah api dan dilain saat, langit
yang gelap menjadi terang dengan berkelebatnya panah api itu.
Berbarengan dengan itu terdengar satu sorakan. Hong Jiam
Kong, Chung Ie Long, Hiantong Siansu, Hie Kok, Ho Siang dan
Bwee Hoa Sin-souw segera melompat keluar dari tempat
persembunyiannya dan menerjang kearah Taman Pustaka Pek-
tong. Dua tiga puluh sie-wie yang menjaga disitu bukan main
kagetnya dan mereka lalu keluar untuk menyambut rombongan
musuh yang benar-benar berani mati itu.
A-putay, Cio Hui Sian dan Tong Sam Nio yang keluar dari
sebelah timur justru berpapasan dengan Lo Kun, Hong Tie dan
Thay Koan. Sekali lirik, A-putay mengenali Hong Tie dan Thay
Koan, sebagai orang-orang yang dahulu pernah menyatroni Kota
Terlarang. Dilain pihak, Hui Sian dan Tong Sam Nio terbang
semangatnya, ketika mengetahui dengan siapa mereka
berhadapan.
Ketika itu dari jurusan barat kembali mendatangi beberapa
orang gagah, yaitu Hiantong, Jiam
Kong, Koan-toa-ma dan Thia Siauw Thian.
“Celaka!“ berseru Hui Sian dengan suara ditenggorokan
setelah melihat kedatangannya Hiantong

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 508


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Siansu yang pernah menghajarnya.


Tetapi baru saja ia ingin melarikan diri, ia sudah dicegat oleh
Lo Kun yang menerjang dengan
tongkat besinya. “Cio Hui Sian!“ membentak Lo Kun.
“Hendak lari kemana engkau?“
Melihat orang yang mencegatnya adalah Lo Kun, Hui Sian
menjadi gusar sekali. “Penghianat!“ ia berteriak. “Biar lebih
dahulu aku mengambil kepala penghianatmu!“ Sesudah saling
memaki, mereka lalu saja bertempur dibawah tembok.
Dilain pihak, A-putay dan beberapa sie-wie sudah bertempur
dengan Kam Hong Tie, Pek Thay Koan dan Thia Siauw Thian,
sedangkan disebelah selatan, Chung Ie Long, Ho Siang, Cu Yong
Keng, Hie Kok, Kie Ciat Seng dan Bwee Hoa Sin-souw sudah
mulai bergebrak dengan belasan sie-wie lainnya.
Sekarang marilah kita tengok Su Nio, Kheng Hwa dan Hie
Nio yang pergi menyatroni Taman Pustaka Pek-tong. Begitu
hinggap diatas genteng, mereka melihat sinar lilin yang sangat
terang didalam satu kamar disebelah utara. Dengan gerakan To-
coan-cu-liam (Menggulung Tirai), Su Nio menyantelkan kakinya
dipayon gedung, badannya menggelantung kebawah untuk
mengintip keadaan didalam kamar. Segera juga ia dapat melihat
seorang yang berbadan tinggi besar, sedang duduk menghadapi
sebuah meja dengan ukiran naga-nagaan. Orang itu sedang
membaca selembar surat dengan penuh perhatian. Dari
pakaiannya yang tersulam naga-nagaan, Su Nio merasa pasti,
bahwa orang itu Yong Ceng adanya.
Kheng Hwa juga turut mengintip. Sebagai orang yang pernah
bertemu dengan kaisar itu, nona Cee segera mengenali, bahwa
orang itu benar Yong Ceng adanya. Saat itu panah api berkelebat
diudara yang gelap.

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 509


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

Hampir berbareng kedua pendekar wanita itu melepaskan


kakinya yang menyantel dipayon dan bagaikan daun kering,
badannya lalu melayang kebawah. Melihat begitu Hie Nio pun
lalu turut terjun kebawah.
Begitu kakinya hinggap dimuka bumi, Su Nio mengangkat
tangan kirinya dan mengirim pukulan
Hong-lui-ciang. Jendela langsung hancur dan ketiga liehiap
lalu melompat masuk kedalam.
Yong Ceng berpaling, dan hatinya mencelos. Belum sempat
ia membuka mulut, dengan gerakan Yan-cu-cui-lim (Walet
terbang keluar hutan), Cie -tian-kiam sudah menyambar kearah
kepalanya Yong Ceng.
Melihat serangan yang hebat itu, Yong Ceng menggulingkan
badannya dengan menggunakan tipu Gan-lok-peng-see (Burung
belibie jatuh dipasir datar) dan berhasil meloloskan diri
babatannya Su Nio. Ia menyambar sebuah kursi tinggi untuk
dijadikan senjata. Sambil tertawa dingin, Su Nio mengayun Cie-
tian-kiam, dan begitu sang pedang menyambar, maka kursi itu
hancur.
Yong Ceng mencelos hatinya dan sambil melompat mundur,
ia berteriak sekeras-kerasnya:
“Dimana pahalawanku?”
“Disini!” sahut Su Nio yang kembali membacok dengan
pedangnya. Lagi-lagi Yong Ceng dapat menyelamatkan dirinya,
tetapi baru saja ia melompat menyingkir, dengan gerakan Go-
houw-kim- yo (Harimau Lapar menerkam kambing) Hie Nio
sudah menubruk. Sebelumnya hinggap diatas lantai, kaki kirinya
Hie Nio sudah menendang dan mengenakan tepat pada jalan
darah Hong-wie- hiat dipunggungnya Yong Ceng. Dengan satu
teriakan, kaisar yang kejam itu terguling, Su Nio segera menyusul

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 510


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

dengan satu sabetan pedang dan kali ini Cie-tian-kiam mampir


tepat dilehernya Yong Ceng dan kepalanya langsung terpisah dari
badannya!
Sukar dilukiskan girangnya ketiga pendekar wanita itu yang
lantas saja melompat keluar dari jendela.
A-putay yang sedang bertempur diluar sebenarnya dapat
mendengar teriakannya Yong Ceng. Ia tahu pasti, harus terjadi
kejadian yang hebat, akan tetapi ia tidak dapat menolong sebab
dirinya sedang “diikat” oleh lewannya. Selagi ia kebingungan,
tiba-tiba Su Nio bertiga melompat keluar dari kamarnya Yong
Ceng.
“Hei, kawanan anjing!” berteriak nona Lu. “Dengarlah!
Kaisar anjing sudah dibunuh mati. Untuk apa kalian banyak laga
disini?“ Sesudah datang terlebih dekat, Su Nio kembali berteriak:
“Para Loocianpwee! Aku sudah binasakan Yong Ceng. Marilah
kita berangkat!”
Semua orang gagah menjadi merasa sangat girang sekali dan
semangatnya menjadi bertambah. Mereka menyerang sehebat-
hebatnya dan dalam sekejap, beberapa Sie-wie sudah dibuat
roboh. Sementara itu, Hong Tie memerintahkan Jiam Kong, Ciat
Seng dan Yong Keng mengantar Su Nio keluar terlebih dahulu
dari pintu utara.
Baru saja Su Nio berangkat, disebelah timur mendadak
terdengar satu suara keras dan sinar api menjilat keatas.
“Kam Suheng, celaka!“ berseru Pek Thay Koan. “Thiegu
jatuh kedalam jebakan!“
Hong Tie terkejut dan lalu menggenjot badannya untuk pergi
menyelidiki. Dari kejauhan ia melihat Cio Hui Sian sedang
mengeluarkan senyumannya yang licik. Ternyata, Lo Kun sudah
kena dipancing oleh Hui Sian masuk kedalam daerah jebakan,

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 511


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

dan sewaktu kurang hati-hati, kakinya menginjak papan jebakan


yang langsung menjeblak, sehingga tubuhnya langsung
tergelincir kebawah. Didalam lubang itu, yang dalamnya tidak
kurang dari tiga tombak, dipasang hutan golok dan tuilui (bom
tanah), sehingga siapa juga yang terguling kesitu, jangan harap
bisa hidup lagi. Dengan demikian, secara mengenaskan, Lo Kun
sudah membuang jiwanya didalam lubang itu.
Bukan main gusarnya Hong Tie yang langsung saja
menerjang Hui Sian dengan pedangnya. Begitu melihat
lawannya, semangatnya Hui Sian sudah terbang separuhnya. Ia
membalikkan badannya untuk mencoba melarikan dirinya, tetapi
sudah tidak keburu lagi, sebab pedangnya Hong Tie sudah
menyambar bagaikan kilat dan mengenakan tepat pada
kepalanya. Tanpa mengeluarkan teriakan, Hui Sian roboh dan
rohnya menyusul Lo Kun dialam baka.
Dilain bagian, Tong Sam Nio yang dikepung oleh Pek Thay
Koan dan Hie Nio juga tidak dapat bertahan lama. Sesudah
mengetahui Yong Ceng dan Hui Sian hilang jiwanya, nyalinya
perempuan itu menjadi ciut. Didalam kebingungannya, secara
tidak terlalu sulit Thay Koan dapat menikam lehernya dan Hie
Nio lalu membarengi dengan satu tikaman yang membinasakan.
Demikianlah rohnya perempuan itu lalu menyusul pula
kecintaannya.
Sesudah membinasakan Hui Sian, Hong Tie segera
menghampiri kawan-kawannya sambil berseru: “Saudara-
saudara, marilah kita berangkat!” Mendengar perintah itu,
semua orang gagah langsung melompat keluar dari gelanggang
pertempuran dan melarikan diri kearah pintu utara. Ketika itu
tentara yang menjaga taman sudah bergerak dan rombongan
Hong Tie telah disambut dengan anak panah yang turun seperti
hujan gerimis. Bwee Hoa Sin-souw dan Koan- toa-ma lalu

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 512


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

memutar senjata mereka bagaikan kitiran dan semua anak panah


lalu berjatuhan berhamburan diatas genteng. Dengan
perlindungan kedua jago tua itu, para orang gagah itu lalu
menerjang keluar dari pintu utara dan melarikan diri dengan
menggunakan ilmu meringankan tubuh.
Sebagai pemimpin Sie-wie, A-putay merasa malu berbareng
gusar. Tanpa memperdulikan keselamatan jiwanya, ia segera
mengejar secara nekat. Apa mau, selagi ia mengejar dengan
sekuat tenaga, ia dicegat oleh Hiantong Siansu. Begitu
berhadapan Hiantong mengangkat kedua tangannya dan
mengebas lawannya dengan kedua lengan jubah pertapaannya.
Satu tenaga yang luar biasa besarnya lalu menyambar dan
badannya A-putay terpental beberapa tombak jauhnya, dan jatuh
ketanah dalam keadaan pingsan. Sesaat kemudian sepasukan
tentara sampai disitu, tetapi rombongan Hong Tie sudah kabur
jauh.
Kebinasaan Yong Ceng secara begitu hebat tentu saja sudah
menggemparkan seluruh istana. Malam itu juga, Po-cin-ong
(Putra Yong Ceng yang keempat), beberapa pembesar tinggi dan
sejumlah kuihui(selir) datang ke Taman Pustaka. Gok Jie Tay,
seorang pembesar tinggi yang menjadi kepercayaannya Yong
Ceng, menangis keras sambil membanting-bantingkan kakinya.
Tetapi cepat juga dia tersadar, bahwa ia harus bertindak cepat.
Sambil memerintahkan orang mengurus jenasahnya sang
majikan, ia meminta Po-cin-ong pergi ke istana Thay-ho-tian
dengan membawa 500 serdadu Gie-lim-kun. Malam itu juga, Po-
cin-ong memerintahkan orang membunyikan gembrengan dan
tambur untuk mengumpulkan menteri- menteri kerajaan. Kepada
para menteri itu segera diumumkan, bahwa kaisar telah
meninggal dunia secara mendadak, sebab mendapatkan sakit
yang luar biasa dan bahwa Yong Ceng sudah mengangkat Po-cin-

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 513


Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspot.com

ong Hong Lek sebagai gantinya. Firman Yong Ceng segera


dibacakan dan disitu juga Hong Lek naik keatas tahta. Kaisar
itulah yang dikenal sebagai Kaisar Kian Liong.
Sesudah melakukan pekerjaan yang menggemparkan itu,
Hong Tie dan kawan-kawannya malam itu juga mengangkat kaki
dari wilayah Pakkhia. Mereka bersembunyi dipegunungan, yang
sepi dan sejak saat itu, mereka menuntut kehidupan sebagai
rakyat jelata sampai dihari tua.
Sekianlah cerita Sinciu Enghiap yang berakhir sampai disini.

––––GS––––

TAMAT

Sin Tjioe Enghiong (Binasanya Satu Kaisar) 514

Anda mungkin juga menyukai