Anda di halaman 1dari 295

yoza collection

Manusia Aneh Dialas Pegunungan

Saduran : Gan K.L


Penerbit : Pantja Satya Semarang (1961)
Edited & Ebook by : yoza

Hong san Koay Khek – Halaman 0


yoza collection

IANTARA gunung-gemunung diwilayah Tiongkok yang paling terkenal


adalah Ngo-gak atau lima gunung raksasa, yaitu Tiong-gak (gunung tengah)
Ko-san, Lam-gak (gunun selatan) Heng-san, Pak-gak (gunung utara) Hing san,
Tong-gak (gunung timur) Thay-san dan Se-gak (gunung barat) Hoa-san.
Lam-gak Heng-san yang tegak berdiri ditengah propinsi Oulam itu menjulang
setinggi beberapa ribu meter, diantaranya adalah puncak Giok-yong-hong yang paling
tinggi dan diatas puncak ini terdapat sebuah biara yang tidak terlalu besar, tapi cukup
megah, namanya Lo-seng-tian .
Suatu hari di-tengah2 pendapa rumah biara tersebut, beberapa orang tertampak
duduk berhadapan mengitari meja. Yang duduk ditempat tuan rumah adalah seorang
tosu atau imam tua yang berjenggot panjang memutih, memakai jubah biru,
dandanannya sederhana.
Duduk disamping imam tua itu juga seorang tosu yang berusia setengah umur,
mata-alisnya jernih bagus, semangatnya tangkas. Dan dua orang lagi, yang satu adalah
seorang laki2 berewok, dipunggungnya menggemblok sebuah perisai besar, sedang
seorang lainnya adalah lelaki kurus.
Beberapa orang yang mengitari meja ini bukan sedang mengadakan Konperensi
Meja Bundar , tapi mereka duduk tenang tanpa buka suara, masing2 memandang keluar
pintu dengan wajah yang tak sabar se-akan2 sedang menantikan kedatangan
seseorang.
Jing-ling Totiang , kata lelaki berewok tadi tiba2, agaknya sudah tak sabar lagi.
Siapakah gerangannya yang kau undang pula? Mengapa hingga kini masih belum
muncul?
Lelaki tegap berewok ini adalah tokoh dunia persilatan yang terkenal didaerah
Kanglam, she Tong bernama Po, orang memberikan julukannya Tai-lik-kim-kong atau
Dewa bertenaga raksasa, perangainya sangat keras dan tak sabaran.

Hong san Koay Khek – Halaman 1


yoza collection

Sedang Jing-ling Totiang yang ditegurnya itu ialah imam tua tuan rumah tadi. Maka
dengan mengelus jenggotnya ia menjawab dengan suara berat, Ya, orang ini selamanya
tak pernah ingkar janji, sepantasnya saat inipun sudah harus tiba.
Jing-ling Toyu (kawan dalam agama), sela imam setengah umur tadi, siapakah
gerangan yang seorang itu ? Sungguh bukannya aku membual, sekalipun umpamanya
langit bakal ambruk, dengan kita beberapa orang ini rasanyapun cukup kuat untuk
menyanggahnya. Maka ada urusan apakah sebenarnya, lekas kau tuturkan saja!
Imam yang menyela ini she Cu bernama Hong Tin alias Siau-yau-ih-su atau si
Kelana hidup bebas. Ia adalah tokoh kelas tertinggi dari golongan Jing-sia-pay.
Silahkan kalian melihat tungku batu didepan pintu kelentingku itu ! demikian sahut
Jing-ling-cu sambil meng-geleng2 kepala menunjuk keluar pintu.
Kiranya kelenting Lo seng-tian itu hampir seluruhnya dibangun dengan lonjoran2
batu yang rata2 4-5 kaki persegi. Lebih2 undak2an batunya adalah tatahan dari
pegunungan yang melengkeit. Diatas undak2an batu itu, tadinya terdapat sebuah
tatahan tungku besar hio-lo (tempat pembakaran dupa besar) yang tingginya kira2 lima
kaki, tapi kini kelihatan sudah roboh.
Nampak itu, Tai-lik-kim-kong Tong Po menjadi heran. Apanya yang harus dilihat?
katanya dengan mata membelalak lebar.
Namun tidak demikian dengan Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin. Eh, tenaga orang ini
besar amat! katanya heran sambil kebaskan kebut pertapaannya.
Ya, malahan amat besar pula nyalinya! timbrung si lelaki kurus yang sejak tadi
berdiam itu. Sungguh berani ia mengunjukkan kemahiran didepan Lo-seng-tian diatas
Ciok-yong-hong ini!
Mendengar percakapan kawannya itu, barulah kini Tong Po tahu bahwa tungku batu
itu ternyata didorong roboh mentah2 oleh tenaga orang. Pernah beberapa kali ia datang
ke Ciok-yong-hong ini dan selamanya tahu kalau tungku batu itu aslinya bergandengan
dengan batu undak2an yang sengaja dipahat dari sebuah batu raksasa. Ia sendiri
berjuluk Tai-lik-kim-kong dan mempunyai tenaga sakti pembawaan, tapi ia sendiri
menaksir takkan mampu mendorongi tungku batu itu sedikit juga, maka ia melelet2kan
lidah, lalu ia tak berani buka suara lagi.

Hong san Koay Khek – Halaman 2


yoza collection

Jing-ling-Toyu, sebenarnya siapakah gerangan seorang lagi yang belum datang


itu? kembali Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin bertanya.
Kiranya ia bersama Tong Po dan Hui-hi (Ikan Terbang) Bok Siang-hiong dari Tong-
ting-ou (Danau Tong-ting, diwilayah Oulam), yaitu silelaki kurus itu, semuanya datang ke
Lo-seng tian ini karena menerima undangan penting kilat dari Jing-ling-cu, maka siang
dan malam jauh2 mereka memburu datang. Siapa tahu sesudah sampai, Jing-ling-cu
sendiri tampaknya malahan tidak gugup atau kuatir, hanya bilang masih harus
menantikan pula kedatangan seorang bala bantuan, seorang tokoh terkemuka.
Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin adalah seorang cerdik pandai dan serba bisa, baik ilmu
silat maupun ilmu surat, biasanya ia anggap dirinya seperti Khong Beng pintarnya.
Maka kini demi nampak robohnya tungku batu itu, segera ia tahu Jing-ling-cu telah
kedatangan musuh kelas berat, dirinya diundang kemari bukan lain melulu diminta
membantu menghadapi musuh, maka persoalannya dipandang remeh saja olehnya.
Dan karena ber-ulang2 didesak, maka sesudah merenung sejenak, pula melihat hari
sudah larut, akhirnya berkatalah Jing-ling-cu : Baiklah, kukatakan pun tiada halangannya.
Orang ini kalianpun sudah kenal semua, ialah Jiau Pek-king.
Ha. Thong-thian-sin-mo! teriak Tai-lik-kim-kong Tong Po per-tama2 sembari
meloncat bangun.
Begitu pula wajah Cu Hong-tin tampak berubah hebat, sekali ia mengebas lengan
bajunya diatas meja, maka tertinggallah selarik goresan yang dalam bagai dikorek
pisau.
Jing-ling cu , katanya kemudian kurang senang. Jika kau telah mengundang Jiau
Pek-king, mengapa mengundang pula aku Cu Hong-tin?
Kalau Tong Po dan Cu Hong-tin berjingkrak ketika mendengar siapa orang yang
ditunggu itu, adalah Hui-hi Bok Siang-hiong, Si-ikan terbang dari Tong-ting-ou, yang
masih tetap duduk tenang ditempatnya tanpa buka suara.
Cu-toyu, sahut Jing-ling-cu kemudian, undanganku kali ini sesungguhnya terlalu
hebat dan aneh, maka diapun sekalian telah kuundang.
Namun Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin masih kurang senang tampaknya oleh
penjelasan itu.

Hong san Koay Khek – Halaman 3


yoza collection

Jing-ling Totiang. seru Tong Po pula, baiknya jangan kau main teka-teki lebih lama
lagi, sebenarnya ada urusan apakah ? katakanlah lekas!
Ya, mungkin Jiau Pek-king takkan datang sudah, biarlah aku jelaskan kini! kata Jing-
ling-cu, lalu ia berbangkit dan menuju keruangan dalam.
Karena tidak paham persoalan apa yang sedang dimainkan oleh sahabatnya itu Cu
Hong-tin, Tong Po dan Bok Siang-hiong hanya saling pandang sekejap, lalu duduk diam
menanti.
Tapi baru saja Jing-ling-cu melangkah beberapa tindak, tiba2 terdengarlah suara
seorang wanita yang nyaring merdu sedang menanya diluar pendapa : Hai, apakah ini
Lo-seng-tian ? Kenapa tiada satu imampun?
Jing-ling-cu melengak, ketika ia menoleh tahu2 bayangan orang berkelebat, satu
gadis jelita sudah menaiki undak2an batu dan berdiri di ambang pintu pendapa.
Usia gadis ini tidak lebih 17-18 tahun, cantik molek wajahnya, lebih2 sepasang mata
bolanya yang besar jernih makin menambah kelincahannya.
Siapakah nona, adakah sesuatu petunjuk atas kunjungan nona? segera Jing-ling-
cu menyapa sambil memberi hormat.
Ah, aku hanya mencari Jing-ling Totiang, sahut gadis itu sambil tertawa.
Akulah.. . . .
O, tiba2 si gadis memutus kata2 orang, Kata Suhu, sebenarnya ia akan datang
sendiri ketika menerima undanganmu, tapi ia tahu tentu kau telah mengundang juga
seorang imam hidung kerbau (kata olok2 terhadap Tosu) yang lain yang bernama Cu
Hong-tin apa segala. Ia tidak sudi bertemu dengan manusia rendah semacam itu, maka
akulah yang disuruh datan
Dengan uraiannya yang panjang lebar itu, keruan disamping lain Siau-yau-ih-su Cu
Hong-tin mukanya sudah merah padam bagaikan kepiting rebus.
Budak bernyali besar! bentaknya mendadak saking gusar. Cu Hong-tin adalah tokoh
terkemuka aliran Jing-sia-pay, di waktu mudanya seorang diri pernah ia kalahkan
Khong-tong-su-kiat atau empat jago dari Khong-tong-pay, maka namanya menjadi
cerlang-cemerlang dikang-ouw. Sudah tentu suara gertakannya tadi pun bukan
sembarangan gertak.

Hong san Koay Khek – Halaman 4


yoza collection

Tapi gadis jelita itu ternyata tidak menjadi gugup, apalagi gentar, bahkan dengan
senyum simpul ia menoleh dan menuding Cu Hong-tin dengan jarinya yang halus lentik,
katanya: E-eh, jadi kau inilah yang disebut Siau-yau-ih-su itu? Ah, memang benar kata
Suhu, kau memang bikin orang jemu !
Habis berkata, kembali ia tertawa, maka pada pipinya sebelah kiri tertampak sebuah
lekuk kecil, hingga kecantikkannya makin menggiurkan.
Sebenarnya Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin berwatak sangat tinggi hati, jangan kata si
gadis hanya anak muridnya Thong-thian-sin-mo Jiau Pek-king, sekalipun Jiau Pek-king
yang datang sendiri juga tidak nanti ia mau terima dihina mentah2. Tapi kini demi
nampak sikap dan wajah si gadis dikala tertawa, seketika hatinya tergetar, tiba2 teringat
olehnya sesuatu peristiwa pada masa berselang.
Siapakah namamu ? Dan siapakah ayah bundamu? tanyanya kemudian setelah
tertegun sejenak.
Namun si gadis tak mau menjawab, sebaliknya dengan mulut menjengkit ia
mengolok2: Tu, bukankah kau memang bikin orang jemu? Baru saja berkenalan sudah
bertanya macam2. Menanya namaku masih dapat dimengerti, tapi datang2 tanya orang
tuaku, aturan macam apakah ini?
Melihat si gadis bersikap kasar terus terhadap Cu Hong-tin, diam2 Jing-ling-cu
menjadi kuatir, lekas2 ia buka suara membilukan perselisihan mulut itu : Sebenarnya
diwakili nona, juga serupa saja. Gurumu bergelar Chong-thian-sin-mo , tidak saja
memiliki kepandaian yang tinggi, juga mempunyai pengetahuan yang luas, maka pinto
(imam miskin, sebutan diri sendiri) telah mengundang padanya, justru ingin minta dia
ber-sama2 untuk mengenali seseorang !
Itulah mudah, sahut si gadis cepat. Bagi Bu-beng-siau-cut (orang kecil tak
ternama) memang aku tak kenal, tapi kalau jago2 yang berilmu tinggi seperti Sian-hoat
Suthay dan Biau-in Suthay dari Go-bi-san, Pek-hoa-siancu To Hong dari Thian-ti, dan
tujuh pendekar wanita dari Bu-tong-pay, kesemuanya itu aku sudah kenal.
Begitulah tanpa berhenti gadis itu telah uraikan serentetan nama2 tokoh silat yang
kesohor dan semuanya adalah wanita.
Sebagai seorang pertapa yang saleh, Jing-ling-cu tak ingin memutus kata2 orang,
ia tunggu si gadis sudah selesai, barulah berkata : Baiklah, silahkan nona duduk dulu,

Hong san Koay Khek – Halaman 5


yoza collection

biarlah pinto membawa keluar orang itu ! Lalu ia melanjutkan niatnya menuju
keruangan belakang.
Sementara itu, demi mendengar cerita Jing-ling-cu tadi, diam2 Cu Hong-tin, Tong Po
dan Bok Siang-hiong menjadi heran. Mereka cukup kenal tokoh Jing-ling-cu yang
mempunyai pengalaman dan hubungan luas dikalangan Bu-lim serta lapisan atas dan
bawah, tapi kini mengapa malah mengundang mereka kemari untuk mengenal
seseorang, katanya?
Sebaliknya si gadis tadi ternyata tidak bisa duduk anteng, hanya sejenak saja ia
duduk, lalu berbangkit dan mengelilingi ruangan pendapa sambil me-lihat2, sebentar2
ia melompat keatas panggung arca, untuk me-raba2 arca Sam-jing Cosu yang dipuja
dalam kuil itu, lain saat ia pun melompat turun lagi sambil memeriksa meja
sembahyang dan hiolou.
Ketika pada saat tiba2 dilihatnya macam arca Tio Hian-than, itu malaikat yang
terkenal dalam cerita Hong Sin, mendadak ia tertawa terpingkal2 sambil menuding Tai-
lik-kim-kong Tong Po.
Sudah tentu, semua orang menjadi heran, lebih2 Tong Po yang ditertawai tanpa
mengerti sebab2nya, menjadi mendongkol. Budak cilik, apa yang kau tertawai?
omelnya sambil melototkan kedua matanya yang besar.
Tapi gadis itu masih ter-pingkal2, kemudian sambil menuding Tong Po, lalu ia
menunjuk arca Tio Hian-than, katanya: Kalian berdua mirip benar!
Gusar tidak kepalang Tong Po dibuatnya, masakan dia dipersamakan dengan arca
saja, tapi sebenarnya kalau melihat wajah mereka yang berewok, memang rada2 mirip
juga. Cuma segan terhadap nama besar guru si gadis, yaitu Thong-thian-sin-mo, maka
tak berani ia umbar kemurkaannya.
Sebaliknya gadis itu makin senang, dengan lemah gemulai ia mendekati arca To
Hian-than itu, mendadak ia cabut seutas jenggotnya, lalu katanya: Nih, lihatlah, raksasa
(olok2nya pada Tong Po) ! Tak perlu matamu mendelik begitu rupa padaku, coba jenggot
kalian berdua boleh di-banding2kan, bukankah memang sama miripnya!
Sembari berkata, tanpa takut2 terus saja ia mendekati Tai-lik-kim-kong Tong Po dan
mendadak juga ulur tangannya hendak mencabut jenggotnya seperti lakunya kepada
arca Tio Hian than tadi. Nyata seorang tokoh terkemuka yang diangkat sebagai Ciang-

Hong san Koay Khek – Halaman 6


yoza collection

bun-jin dari tiga belas aliran persilatan diempat propinsi daerah Kanglam sebagai Tai-
lik-kim-kong Tong Po, oleh si gadis dianggap saja seperti anak kecil umur tiga tahunan.
Keruan muka Tong Po se-akan2 hangus saking gusarnya ketika melihat tangan si
gadis yang putih halus itu sudah hampir menyentuh jenggotnya yang pendek2 bagai
duri landak, se-konyong2 iapun ulur tangannya yang lebar bagai daun pisang, lima
jarinya tergenggam, lalu menjentik kedepan ber-turut2, sayup2 diantara tulang2 jarinya
terdengar berkertakan, dan yang diarah tepat kelima jari halus lentik si gadis.
Segera Cu Hong-tin dan Bok Siang-hiong dapat mengenali apa yang dikeluarkan
oleh Tong Po itu adalah sejurus serangan yang disebut Jiu hun-ngo-hian atau tangan
mementil rebab lima senar, salah satu jurus yang lihay dari Tai-lik-kim-kong-jiu-hat
atau ilmu pukulan sakti bertenaga raksasa.
Sebenarnya dengan kedudukannya sebagai Tong Po, agaknya ber-lebih2an untuk
mengeluarkan jurus serangan yang lihay itu untuk menghadapi seorang gadis jelita
yang berusia tiada 20 tahun. Tapi karena Tong-ting-hui-hi Bok Siang-hiong dan Siau-
yau-ih-su Cu Hong-tin berdua juga ada selisih paham dengan Thong-thian-sin-mo Jiau
Pek-king, ialah guru gadis itu, maka merekapun tak sudi melerai, malahan justru ingin
menyaksikan anak dara itu dihajar Tong Po.
Dalam pada itu, serangan kilat Tong Po yang menjentikan kelima jarinya ber-turut2
memapak tangan lawan, ternyata mengenai tempat kosong, sebab mendadak gadis
jelita itu sempat menarik tangannya.
Hihihi, kau ini benar2 pelit, masakan seutas jenggot saja disayang? kata gadis itu
sambil tertawa-tawa.
Cara si gadis itu mengucapkannya begitu kalem dan wajar, tapi cara menggerakkan
tangannya justru cepat luar biasa, begitu ditaruh, tahu2 sebelah tangan lain sudah
melayang kemukanya Tong Po terus mendadak menepuk kebawah. Maka terdengarlah
suara plak yang nyaring, dengan tepat punggung tangan Tong Po yang diangkat tadi
kena dihantam.

Hong san Koay Khek – Halaman 7


yoza collection

Dalam terperanjatnya, lekas2 Tong Po


membaliki tangannya hendak menangkap tangan
orang, tapi tahu2 pipinya sendiri terasa sakit
pedas, menyusul terdengar suara tawa ter-kikik2
si gadis, ketika ditegasinya, ternyata anak dara itu
sudah berdiri ditempat sejauh setombak lebih,
sedang ditangannya terlihat memegangi seutas
jenggot pula sembari diunjukkan kepadanya.
Lihatlah, nih, tidak salah bukan, kataku ? Mirip
amat, seperti pinang dibelah dua! kata gadis itu
dengan tertawa sambil geraki kedua utas jenggot
yang dipeganginya itu.
Sampai disini Tai-lik-kim-kong Tong Po tak
tahan lagi, mendadak ia berbangkit, sekali
tangannya menarik kebelakang, segera perisai besar yang menggemblok di
punggungnya dikeluarkan, sambil mengeluarkan gertakan bagai guntur, ia melompat
maju dan angkat perisainya terus mengepruk keatas kepala si gadis.
Perisai itu terbuat dari baja, lebarnya kira2 satu meter bundar, tebalnya lebih satu
senti, beratnya hampir seratus kilo. Maka dapat dibayangkan betapa jadinya kalau
kepala gadis itu berkenalan dengan perisai. Keruan sambaran angin berjangkit karena
ayunan perisai itu, hingga areal dalam ruangan itu turut bergoncang !
Tiba2 terdengar suara jeritan si gadis, dengan gesit ia sudah meluncur pergi. Tong
Po hanya merasa pandangannya menjadi kabur, sasarannya tahu2 sudah menghilang.
Cepat ia membaliki tubuh, ternyata gadis itu sudah berdiri lagi ditempat sejauh
setombak lebih dan sedang melelet2kan lidah sambil unjuk muka badut kepadanya.
Gusar dan geli Tong Po melihat kelakuan anak dara itu. sesaat itu ia menjadi tak
tega untuk mencelakai gadis yang lincah menyenangkan itu.
Dan sedang ia ragu2, sementara itu Jing-ling-cu sudah keluar sambil menuntun
satu orang.
Orang itu berkaki telanjang, memakai sepotong baju yang ukurannya tidak sesuai
dengan tubuhnya dan sudah compang-camping, sebaliknya kepalanya diselubungi

Hong san Koay Khek – Halaman 8


yoza collection

sehelai kain hingga wajah aslinya tidak tertampak, hanya tangan dan kakinya terlihat
kurus kering.
Sedang muka Jing-ling-cu tampak agak tegang seperti sedang menghadapi sesuatu
urusan yang maha penting.
Aha, apakah sedang main kemanten2an ? Tapi kenapa seorang setan kurus begini
yang disuruh menyamar mempelai perempuan ? demikian segera gadis tadi berseru
sambil tepuk tangan dan tertawa.
Hendaklah nona jangan bergurau, kata Jing-ling-cu. Lalu dengan sungguh2 ia
melanjutkan: Lihatlah para hadirin, apakah kalian kenal siapakah gerangan sobat ini ?
Sembari berkata, berbareng iapun menyingkap kain yang menutupi kepala orang itu.
Ketika mendadak berasa kain selubung kepalanya disingkap, orang itu bersuara
perlahan tertahan, cepat sekali ia tutupi mukanya dengan kedua tangannya terus
menunduk hingga wajah aslinya tetap belum jelas dilihat orang.
Namun begitu, kepala orang itu toh sudah terlihat. Ternyata halus tanpa seutas
rambutpun, tapi bukan halus gundul, melainkan seperti terluka oleh sesuatu hingga
seluruh kulit kepalanya se-akan2 mengelotok, maka belangnya yang benjal-benjol
dengan sendirinya takkan tumbuh rambut lagi.
Melulu melihat keadaan kepala ini saja sudah bikin orang merasa seram.
Sobat , kata Jing-ling-cu kemudian kepada orang aneh itu. Lekaslah buka tanganmu,
biarlah kawan2 Bu-lim yang berada disini mengenali dirimu, mungkin siapa asal-usulmu
akan dapat diketahui ?
Tapi orang itu seperti tak mendengar apa yang dikatakan Jing-ling-cu, masih tetap
mukanya ditutup kencang2.
Melihat itu, Jing-ling-cu menjadi kewalahan, ia geleng2 kepala dan bertanya : Nah,
apakah diantara kalian ada yang kenal siapakah gerangan sobat ini ?
Diantara orang2 yang hadir itu, Siau-yau-ih-su meski berkediaman diatas gunung
Jing-sia, tapi jejaknya sudah meratai seluruh negeri, bahkan sampai daerah2 terpencil,
tempat2 tinggal suku2 bangsa diperbatasan, juga sudah pernah dikunjunginya. Sedang
Tai-lik-kim-kong Tong Po boleh dikata tiada seorang tokoh silat terkemuka didaerah
yang tak dikenalnya. Begitu juga Tong-ting-hui-hi Bok Siang-hiong yang merajai
perairan, siapa jago terkenal disungai telaga yang bukan sahabat kentalnya ? Dan

Hong san Koay Khek – Halaman 9


yoza collection

ditambah pula Jing-ling-cu sendiri yang kawannya merata di seluruh penjuru,


semestinya jago terkemuka Bu-lim yang manapun juga, walau tak pernah bertemu
seharusnya namanya juga sudah dikenal.
Namun anehnya justru selamanya mereka tidak pernah mendengar bahwa didunia
persilatan terdapat tokoh kelas terkemuka seperti orang aneh ini. Maka tidak heran
kalau mereka hanya saling pandang saja tanpa bisa buka suara.
Jing-ling Toyu, kata Cu Hong-tin sejenak kemudian. Mungkin orang ini hanya Bu-
beng-siau-cut saja dari kalangan Bu-lim, siapa bisa kenal padanya ?
Akan tetapi Jing-ling-cu menggeleng kepala, sahutnya : Dugaan Toyu salah. Lihatlah,
tungku batu didepan Lo-seng-tian itu justru didorong roboh olehnya !
Ha, dia ? seru Tong Po terkejut. Hai, sobat, marilah, biar aku melihat wajahmu yang
sebenarnya.
Habis itu, dengan langkah lebar segera ia mendekati orang aneh itu sesudah
letakkan perisainya diatas meja, sekali tangannya menguIur, kedua tangan orang aneh
yang menutupi mukanya itu hendak ditariknya.
Sudah tentu yang paling terkejut adalah Jing-ling-cu demi melihat apa yang hendak
diperbuat oleh Tai-lik-kim-kong, cepat ia berseru: Jangan sembrono, Tong-heng!
Namun sudah terlambat, berbareng dengan suara seruannya itu, mendadak
terdengar suara teriakan aneh Tong Po, tahu2 orangnya terpental pergi hingga
berjumpalitan.
Ketika Tai-lik-kim-kong Tong Po hendak menarik tangan orang itu, karena tubuh
Tong Po yang besar tegap hingga meng-aling2i penglihatan kawan2nya yang berada
dibelakangnya, maka apa yang terjadi sebenarnya tidaklah diketahui, hanya Tong Po
yang terpental hingga berjumpalitan itu, tampaknya sangat runyam, ia tak mampu
mengerem tubuhnya hingga meja bundar dibelakangnya kena diseruduk hingga pecah
berantakan, begitu pula senjatanya, perisai yang besar itu, terjatuh kelantai dan
menerbitkan suara yang gemerontang keras.
Sebaliknya ketika memandang manusia aneh itu, ternyata masih tetap berdiri kaku
ditempatnya tadi, kedua tangannya juga masih menutupi mukanya.
Tong-heng tidak sampai terluka, bukan? segera Jing-ling-cu menanya.

Hong san Koay Khek – Halaman 10


yoza collection

Namun Tong Po sudah lantas gembar-gembor: Cepat benar gerakan tangannya !


Siau-yau ih-su, dia adalah orang dari Jing-sia-pay kalian. Tadi ketika aku hendak menarik
tangannya, mendadak tangannya membalik, kedua jarinya terus hendak mengarah
kedua mataku. Bukankah gerakan itu adalah tipu Siang-hong-jak-hun dari aliran Jing-
sia-pay kalian ? Coba, kalau kurang cepat aku berkelit, mungkin dua biji mataku ini cacat.
Lihatlah, nih !
Betul juga, ketika semua orang memandang muka Tong Po, ternyata kulit kelopak
matanya terlihat lecet sedikit.
Aneh, demikian ujar Cu Hong-tin heran. Setahuku, dari yang tua sampai yang muda,
dalam Jing-sia-pay kami belum pernah ada orang seperti ini?
Habis itu, iapun berbangkit dan dengan lenggang2 ia mendekati orang itu serta
bertanya : Sobat, dari angkatan keberapakah kau ini dalam Jing-sia-pay kita ?
Akan tetapi orang itu tetap tidak menjawab bagai tidak mendengar.
Orang ini kecuali makan minum, selalu menjublek kaku bagai patung dan
selamanya tak pernah bicara , demikian Jing-ling-cu menyela, namun ia memiliki ilmu
kepandaian yang hebat terang ia adalah seorang kosen yang belum dikenal, pinto
sendiri sampai kini pun belum bisa melihat wajahnya yang asli.
O , hanya sekali Cu Hong-tin bersuara, habis ini, mendadak dua jari tangannya
menjulur terus mengarah kedua mata orang itu. Gerak tipu inilah yang disebut Siang-
hong-jak-hun atau sepasang puncak gunung menembus awan, seperti dikatakan Tong
Po tadi.
Siapa duga, belum lagi serangannya tiba, mendadak orang itu menjentikkan jarinya
-ciong dan siang-yang dua jalan darah diujung kedua
jarinya Cu Hong-tin tadi, bahkan jentikan itu diiringi pula sambaran angin tajam yang
menuju ke mukanya.
Biasanya Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin sangat agulkan dirinya, ketika tadi
menyaksikan orang itu berdiri kaku bagai patung sesudah dibawa keluar Jing-ling-cu,
pula tiada sesuatu tanda2 yang luar biasa, meski tadi Tong Po terkecundang, boleh jadi
karena kepandaiannya yang kurang becus, sebab itulah, waktu maju, Cu Hong-tin tidak
menaruh prasangka apa2.

Hong san Koay Khek – Halaman 11


yoza collection

Tapi kini demi nampak dimana jari orang itu menjentik, sambaran angin yang
terbawa terasa dingin bagai es ketika menyambar sampai mukanya, dengan latihan
Iwekangnya masih berasa juga panas pedas. Maka barulah ia terkejut dan kenal
kelihayan orang. Lekas2 ia tarik kembali serangannya tadi, namun tidak urung Siang-
yang-hiat diujung jarinya sudah terkena ditutuk orang dengan perlahan, hingga seketika
tangannya kesemutan. Cepat ia kumpulkan Iwekangnya untuk mendesak tempat yang
tertutuk itu hingga perasaan pegal kesemutan itu menjadi buyar. Namun begitu cepat
iapun sudah melompat mundur kesamping terus berteriak : Hai, lau-Tong, gerak orang
ini tadi sudah kau saksikan, bukan ? terang sekali itu adalah Tai-lik-kim-kong-jiu-hoat,
cuma kemahirannya masih jauh diatasmu !
Melihat kedua kawannya ber-turut2 kecundang, Tong-ting-hui-hi Bok Siang-hiong
menjadi getol ingin coba2, mendadak ia lompat bangun hingga tinggi, kemudian baru
tancapkan kakinya kelantai dengan enteng sekali. Si Ikan terbang dari danau Tong-ting
ini mempunyai dua macam kepandaian yang diagulkan, pertama adalah ginkang atau
ilmu entengkan tubuh, dan yang lain adalah kemahiran renang.
Maka terdengarlah ia berkata : Tong-heng, harap pinjamkan perisaimu yang besar
itu !
Sembari berkata tanpa tunggu jawaban yang empunya perisai lagi, segera ia angkat
senjata itu terus mengemplang keatas kepala orang itu.
Hai, hai! Dia toh tiada permusuhan apa2 dengan kau, mengapa kau turun tangan
sekeji itu ? tiba2 si gadis tadi berseru kuatir.
Namun belum selesai teriakannya, tahu2 terdengarlah suara trang yang keras,
hanya sedikit orang aneh itu angkat sebelah sikutnya keatas, maka terbenturlah perisai
besar yang beratnya hampir seratus kilo itu, kontan pula Bok Siang-hiong berikut
perisainya mencelat terbang keatas, malahan akhirnya iapun tak kuasa memegangi
perisai besar itu yang terus menerobos atap dan jatuh keluar Lo-seng-tian, sedang Bok
Siang-hiong sendiri lalu melayang turun kebawah dengan enteng sambil memandang
kepada Cu Hong-tin serta Tong Po.
Aneh, bukankah gerakannya tadi adalah Jian-kin-cun-tui (palu sikut beribu kati),
kepandaian Thi-thau-to dari Ngo-tai-pay? demikian mereka bertiga sama2 menyatakan
keheranannya.

Hong san Koay Khek – Halaman 12


yoza collection

Memang benar, ujar Jing-ling-cu. Orang ini hampir kenal dan memiliki kepandaian
istimewa dari segala aliran dan golongan, bahkan melebihi jago2 tertinggi dari aliran-
aliran bersangkutan. Maafkan bila aku boleh mengatakan terus terang, seperti gerak
tipunya tadi. Siang-hong-jak-hun dan Kim-kong-jiu-hoat terang masih lebih unggul
dari kalian berdua, begitu pula benturan jian-kin-cun-tui tadi, sekalipun umpamanya
Thi-thau-to dari Ngo-tai-san datang kemari juga mungkin tiada sehebat seperti dia!
Sedang mereka bicara, dua imam kecil sudah menggotong masuk perisainya Tong
Po yang terbang keluar kuil tadi. Ketika Tong Po periksa senjatanya itu, nyata pelat baja
yang berat dan tebal itu sampai dekuk meski hanya perlahan terkena sikutan orang itu.
Menyaksikan semuanya itu, sungguhpun Cu Hong-tin yang biasanya sangat tekebur,
kini mau tak mau harus mengakui juga akan kebenaran kata2 Jing-ling-cu tadi. Diam2
ia memikirkan tokoh2 kalangan Bu-lim yang sekaligus merangkap memiliki kepandaian
dari berbagai cabang silat, terang sudah jarang terdapat, apalagi ilmu silat dari cabang
orang lain sampai melebihi penganut cabang itu sendiri.
Lantas siapakah gerangan orang yang berada dihadapannya ini ?
Jing-ling Toyu, segera ia menanya, dari manakah orang ini kau ketemukan ?
Dapatkah kau ceritakan ?
Cerita ini agak panjang, kata Jing-ling-cu lantas hendak menutur.
Kira2 setengah bulan yang lalu.. . . Tapi baru sampai disini, tiba2 si gadis tadi telah
menukas: Jing-ling Totiang, biarkan aku mencobanya juga, ingin kulihat apakah iapun
kenal akan ilmu silat Thong-thian-bun kami !
Mendengar itu, kembali hati Cu Hong-tin tergetar, serupa ketika melihat andeng2
merah kecil di-tengah2 dekuk pipi si gadis tadi, ia tertegun sejenak.
Sementara itu Tai-lik-kim-kong Tong Po lantas mengejek si gadis dengan tertawa
dingin : Hm, baiknya kau tinggalkan namamu dulu, nona! Supaya kami nanti dapat
mengabarkan pada gurumu, bahwa kau telah ketimpa malang disini !
Ya, nona harus hati2, begitu juga Jing-ling-cu memperingatkan.
Namun anak dara itu ternyata cukup bandel, ia malah melototi Tong-Po, lalu dengan
gaya yang lincah ia menjawab Jing-ling-cu : Aku mengertilah !

Hong san Koay Khek – Halaman 13


yoza collection

Habis itu, cepat sekali ia memutar tubuh terus berkata kepada orang aneh itu
sembari memberi hormat : Aku bernama Lou Jun-yan. Ingin kumohon melihat wajah
aslimu. Bila tidak biarlah kau merasakan tipu pukulan lihay dari Thong-thian-bun kami!
Cara berkata si gadis begitu sungguh2, tapi kalimatnya justru tidak masuk akal,
keruan Tong Po yang per-tama2 bergelak ketawa geli.
Sebaliknya si gadis, Lou Jun-yan ternyata tidak merasa lucu sedikitpun, per-lahan2
ia mendekati manusia aneh itu, dengan teliti ia meng-amat2i sejenak, ia lihat muka
orang itu meski ditutupi kedua tangannya, tapi jarinya terdapat sela2. Pikiran cerdiknya
tergerak, segera ia cabut seutas rambutnya yang panjang.
Diam2 semua orang memperhatikan apa yang hendak dilakukan anak dara itu,
maka terlihatlah sebelah ujung rambut itu ia ikat dijarinya, lalu rambut yang panjangnya
belasan senti itu tiba2 menjengkit lurus kedepan, nyata gadis itu telah menyalurkan
Iwekangnya keatas rambut melalui jarinya yang lentik.
Sebagai tokoh silat terkemuka, sudah tentu Jing-ling-cu dan yang lain2 tahu akan
hal itu, diam2 mereka kagum akan kepandaian si gadis yang masih muda belia, tapi
Iwekangnya sudah terlatih cukup sempurna. Nyata di bawah pimpinan panglima
tangkas tiada prajurit yang lemah alias dibawah guru pandai tiada yang bodoh!
Sementara itu dengan wajah gembira, seperti menyusup kelubang jarum saja, Lou
Jun-yan menyisipkan rambutnya melalui sela2 jari orang aneh itu terus dimasukkan
kelubang hidungnya.
Melihat itu, Tai-lik-kim-kong yang berwatak polos jujur, meski tadi kena digoda Lou
Jun-yan hingga marah2, tapi kini dialah yang paling kagum oleh kecerdikan si gadis,
maka ia telah ber-teriak2: Bagus! Akal bagus !
Dan karena di-kilik2 lubang hidungnya, mendadak orang aneh itu bersin: Haiiiiih!
Sebab itu untuk sesaat kedua tangannya yang menutupi muka menjadi kendor dan
sedikit terbuka kebawah.
Lou-jun-yan sendiri segera gunakan gerakan le-hi-pak-teng atau ikan lele
melentikan tubuh, terus melompat pergi. Sedang yang lain2 menjadi terkejut ketika
sekilas dapat melihat jelas macam muka orang itu, begitu juga Jun-yan tidak terkecuali,
saking kagetnya sampai ia menjerit terus menutupi matanya tak berani memandang
pula.

Hong san Koay Khek – Halaman 14


yoza collection

Hanya sekejap saja tangan orang aneh itu kendor, sebab segera ia tutupi lagi
mukanya kencang2 seperti tadi.
Keruan semua orang hanya saling pandang terkesima setelah dapat melihat wajah
sebenarnya orang itu. Kemudian Jing-ling-cu yang mendekati orang itu, dengan
perlahan ia tepuk2 pundaknya dan membujuk : Lebih baik kau masuk istirahat saja,
sobat.
Habis itu, kain selubung kepala tadi ia tutupkan pula keatas kepala orang aneh itu,
maka kedua tangan yang menutupi muka pun lantas diturunkan kembali. Ketika Jing-
ling-cu mendorongnya, barulah ia bertindak, tapi gerak-geriknya tak bersemangat, mirip
orang gendeng belaka.
Aduh mak ! Muka orang itu mengapa begitu menakutkan ? kata Jun-yan kemudian
dengan lega sesudah orang aneh itu memasuki ruangan belakang.
Nona, siapakah gerangan nama ibumu ? se-konyong2 Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin
menanya.
Karena pertanyaan itu, Tai-lik-kim-kong Tong Po menjadi geli. Cu-heng, macam
apakah kau ini, kenapa tanya2 ibu orang? godanya tertawa.
Mendadak wajah Lou-jun-yan berubah hebat. Hidung kerbau, apakah kau kenal
ibuku? balasnya menanya.
Ha ? ah, tidak, hanya sekedar menanya saja ! jawab Cu Hong-tin cepat.
Diantara orang2 yang hadir disitu, si Ikan terbang dari danau Tong-ting, Bok Siang-
hiong, adalah yang paling pendiam, tapi cerdik. Sekilas dapat dilihatnya sikap Cu Hong-
tin rada aneh ketika mendadak menanya Lou-jun-yan tadi, namun ia tetap diam saja,
pura-pura tidak tahu.
Tidak lama sesudah keluar kembali, segera Jing-ling-cu berkata : Ai, sungguh tidak
nyana bahwa muka sobat ini ternyata begitu menakutkan. Tentu nona Lou tadi
dikejutkan, bukan ?
Ya, tapi tak apa2 sudah! sahut Jun-yan sambil elus2 dadanya.
Kiranya ketika sekilas tangan orang aneh itu menjadi kendor hingga mukanya
kelihatan, ternyata macamnya tidak berwujut muka manusia lagi, tapi keadaannya
benjal benjol tidak rata penuh belang bekas luka, kedua biji matanya se-akan2 mencolot

Hong san Koay Khek – Halaman 15


yoza collection

keluar, tampaknya sudah buta, jeleknya tak terkatakan. Jika kepergok di tengah malam
buta, heranlah kalau orang tidak menyangka genderuwo (hantu).
Tadi pinto hendak bercerita tentang diketemukan orang aneh ini, tapi telah terputus
oleh tindakan nona Lou tadi, maka kini biarlah aku melanjutkannya, kata Jing-ling-cu
kemudian.
Hm, coba kalau tiada aku, boleh jadi seumur hidup kalian takkan dapat melihat
wajah orang jelek macam dia ! sela Jun-yan, rupanya ia penasaran karena dikatakan
memotong cerita orang.
Namun Jing-ling-cu tidak menghiraukannya lagi, ia tersenyum dan meneruskan
ceritanya yang belum lagi dimulai tadi.
Kiranya tidak jauh dari belakang Lo-seng-tian itu adalah tebing2 jurang yang curam,
kira2 setengah bulan yang lalu, ketika Jing-ling-cu habis melatih diri diwaktu subuh,
dalam isengnya ia ber-jalan2 kebelakang kuilnya dan sampai ditebing curam yang
disebut sik-sin-khe itu, mendadak didengarnya semacam suara yang aneh. Suara itu
tidak mirip mengaumnya binatang buas, juga tidak serupa suara manusia, tapi
kedengarannya sedih dan sangat mengharukan.
Ketika didengarkannya lebih teliti, ia merasa berjangkitnya suara aneh itu kadang2
jauh dan tempo-tempo dekat, juga mendadak nadanya sangat tinggi, lain saat tiba-tiba
menjadi rendah, suatu tanda betapa cepat perubahan tempat berjangkitnya suara itu.
Diam-diam Jing-ling-cu teperanjat sekali, ia pikir, tak perduli suara itu suara manusia
atau binatang, tapi gerak-geriknya begitu pesat, sungguh hal yang susah dimengerti.
Dikalangan Bu-lim, Jing-ling-cu terkenal seorang yang budiman dan suka menolong
sesamanya. Ia pikir, meski sedikit tamu2 yang mengunjungi kuilnya sehari2, tapi
disekitar gunung itu tidak sedikit tukang2 kayu yang mencari nafkah, jikalau suara aneh
yang didengarnya itu adalah suara binatang buas, lalu kepergok oleh tukang2 kayu,
terang sekali nasib malang takkan dapat terhindar, kebetulan saat itu suara aneh tadi
telah berhenti pada suatu tempat yang tidak terlalu jauh, pula nadanya telah berubah
rendah lirih. Segera Jing-ling-cu mendekatinya per-lahan2 sambil menggendong tangan.
Tatkala itu sang betara surya sudah memancarkan sinarnya yang gilang gemilang
menguning emas, dan diutara puncak2 gunung yang se-akan2 gundukan arang

Hong san Koay Khek – Halaman 16


yoza collection

terbakar oleh sinar emas sang surya, disitulah orang aneh itu diketemukan oleh Jing-
ling-cu.
Saat mana dilihatnya manusia aneh itu lagi berdiri diatas tebing Sik-sin-khe yang
bertepikan jurang curam, kedua tangannya nampak dipentang keatas, kepalanya
mendongak, dan mengeluarkan suara teriakan aneh menyeramkan tadi.
Melihat gelagatnya, dengan suara teriakannya yang aneh itu, agaknya orang aneh
itu lagi melampiaskan perasaan hatinya yang penuh penasaran dan amarah yang tak
terhingga kepada alam semesta.
Sebagai seorang tokoh, begitu melihat tempat dimana orang itu berdiri, segera Jing-
ling-cu tahu orang aneh itu pasti memiliki ilmu ginkang yang luar biasa, apalagi
mendengar suara yang aneh itu, rendah, tapi penuh tenaga dan mencapai jauh, terang
kalau Iwekangnya belum mencapai tingkatan sempurna, tak mungkin mampu
melakukannya.
Dasar watak Jing-ling-cu memang suka bersahabat, pula ketarik oleh kelakuan
orang aneh itu, maka iapun segera menegurnya dengan suara kumandang yang
disertai tenaga dalam : Ksatria darimanakah telah sudi mengunjungi Ciok-yong-hong
ini, silahkan omong2 kedalam kuil kami saja?
Diluar dugaan, demi mendengar suaranya, orang aneh itu mendadak menghentikan
suara rintihannya, tanpa berpaling lagi se-konyong2 orangnya terus menerjun kedalam
jurang sik-sin-khe itu.
Keruan Jing-ling-cu luar biasa terkejutnya. Ia cukup tahu akan kedalaman jurang
disitu yang sedikitnya ber-ribu2 kaki, kalau terjun ke bawah, jangan kata bisa hidup,
sedang mayatnya pasti akan hancur lebur juga.
Dalam kuatirnya, secepat kilat Jing-ling cu pun melompat maju ketempat si orang
aneh berdiri tadi, dan ketika melongok kedalam jurang, namun dibawah hanya kabut
tebal belaka yang menutupi permukaan jurang, lebih dari itu tiada sesuatu lagi yang
kelihatan.
Mengira orang itu takkan bisa tertolong lagi dibawah jurang yang tak terkirakan
dalamnya, apa daya ? Terpaksa Jing-ling-cu menghela napas dan kembali kekuilnya.
Siapa tahu, ketika besok subuh ia melakukan latihan pagi seperti biasanya, kembali
suara aneh orang itu dapat didengarnya. Segera Jing-ling-cu mendatangi pula tempat

Hong san Koay Khek – Halaman 17


yoza collection

kemarin, betul saja, disitu dapat dilihatnya orang aneh itu masih tetap berdiri
mendongak sambil mengeluarkan suara teriakan atau lebih mirip rintihan yang
mengharukan.
Dan ketika Jing-ling-cu mendadak menegurnya pula, tahu2 orang aneh itu terjun
lagi kedalam jurang.
Jing-ling-cu menjadi ragu2, ia tahu tentu dibawah jurang itu ada apa2nya hingga
meski orang menerjunkan diri kebawah, tidak sampai terbinasa. Tiba2 tergerak
pikirannya, ia melompat keatas suatu pohon yang ada disitu dan memotes sebatang
dahan sebesar lengan yang lebat daunnya, dengan dahan itu sebagai payung yang dia
pegangi kencang2, kemudian iapun terjun kebawah jurang menyusul si orang aneh tadi.
Maka seperti parasut saja Jing-ling-cu melayang2 kedalam jurang, karena adanya
daya tahan payung itu, daya terjerumusnya menjadi agak lambat, namun begitu, Jing-
ling-cu merasa cukup cepat tubuhnya menurun, sampai lama sekali barulah nampak
dataran bawah. Dan begitu kakinya menyentuh tanah, mendadak pluk , kakinya telah
kejeblos. Kiranya didasar jurang itu adalah sebuah kolam lumpur.
Lekas2 Jing-ling-cu sabetkan dahan pohonnya tadi kepermukaan lumpur, menyusul
itu cepat ia tutul kakinya se-kuat2nya, dan pada saat dahan pohon itu belum amblas
kedalam lumpur, orangnyapun mencelat keatas setinggi lebih dua tombak. Sekali
tangannya meraup, tepat dapat dipegangnya dahan sebuah pohon Siong yang tumbuh
ditepi tebing jurang itu.
Apabila ia melongok lagi kebawah, maka dahan pohonnya tadi ternyata sudah
menghilang kedalam lumpur.
Diam2 Jing-ling-cu bersukur atas nasibnya tadi. Ketika ia me-ngamat2i sekitarnya,
ternyata keadaan lembab dan agak gelap, dari dalam lumpur tadi tiada hentinya
mengeluarkan suara pluk-pluk , kadang2 berbuih, tempo2 menongol keluar ular berbisa
dan binatang2 lain yang tak dikenal namanya.
Semakin jauh mata memandang, keadaan makin gelap, tumbuh2an lebat yang tak
pernah terlihat diatas gunung, teramat banyak, hingga keadaan disitu ternyata berwujut
suatu dunia lain.

Hong san Koay Khek – Halaman 18


yoza collection

Jing-ling-cu merasa dirinya percuma saja berdiam selama berpuluh tahun dipuncak
Ciok-yong hong itu, tapi tak mengetahui bahwa dibawah gunung ternyata ada lagi
tempat yang seram bagai akherat ini.
Dan selagi ia meneliti sekitarnya, tiba2 tidak jauh dari tempatnya ada sesuatu suara
perlahan ketika dipandangnya kearah sana, maka terlihatlah dari segunduk rumput2
mendadak menyusur keluar seekor ular, dan sesudah berkecimpung dalam lumpur
sejenak, lalu amblas kebawah.
Ketika Jing-ling-cu berpaling memandang ke arah suatu batu besar yang menonjol
tidak jauh dari tempatnya, ia menjadi terkejut tidak kepalang.
Kiranya diatas batu itu tampaknya rata saja dan luasnya kira2 7-8 kaki, diatas bukit
tumbuh serumpun lumut hijau yang subur, tadinya ia sangka hanya lumut biasa saja,
siapa tahu mendadak bisa bergerak, ternyata dibawah lumut itu terlentang satu orang
!
Segera Jing-ling-cu mengenali orang itu, bukan lain adalah orang aneh yang
disusulnya tadi. Mau tak mau hatinya kembali tercengang, ia menaksir kepandaian
dirinya sendiri boleh dihitung kelas tertinggi, tapi diwaktu menerjun ke bawah jurang
tadi, masih perlu ia gunakan bantuan sebatang dahan pohon berdaun sebagai payung
untuk mengurangi daya turunnya. Tapi orang aneh ini disaksikannya menerjunkan diri
begitu saja tanpa bantuan sesuatu benda, nyata ilmu kepandaian orang itu masih jauh
diatas dirinya.
Maka tak berani Jing-ling-cu berlaku ayal, segera ia menegur pula : Orang kosen
darimanakah yang menyepi disini ? Cayhe (aku yang rendah) bergelar Jing-ling, sudilah
kiranya memperlihatkan diri untuk bertemu ?
Tiba2 orang itu berbangkit perlahan, kepalanya masih menghadap rumpun lumut
hingga seluruh mukanya ter-aling2, lalu berdiri tanpa bergerak.
Karena itu, kembali Jing-ling-cu mengulangi kata2nya tadi. Tak terduga mendadak
orang itu angkat sebelah tangannya dan tahu2 terus memukul kearah pohon siong di
mana Jing-ling-cu menahan dirinya itu, begitu keras pukulannya hingga lapat2 bersuara
se-akan2 bunyi guntur.

Hong san Koay Khek – Halaman 19


yoza collection

Terkejut luar biasa Jing-ling-cu, ternyata pukulan yang dilontarkan orang aneh itu
dapat dikenalinya bukan lain adalah Lui-bin-cio-hoat atau ilmu pukulan guntur
menggelegar, ialah ilmu pukulan yang terkenal dari Heng-san-pay mereka sendiri.
Kalau mendengar suara mengguruh yang terbawa dalam angin pukulan tadi, nyata
tenaga dalam yang dipergunakan sudah mencapai tingkat tertinggi, Jing-ling-cu sendiri
menaksir dirinya belum mencapai ketingkat itu, maka diam2 ia menjadi heran atas diri
orang aneh itu.
Menurut peraturan Heng-san-pay mereka yang istimewa, tiap2 orang hanya boleh
menerima satu murid, ia sendiri juga murid tunggal dari gurunya, pernah ia menerima
seorang murid, tapi karena diketahui kelakuannya yang menyeleweng, sudah lama
berselang dibasminya dan kini belum punya ahliwaris. Gurunya sudah lama wafat, lalu
kalau melihat betapa tinggi ilmu pukulan bunyi guntur yang diunjukan orang aneh itu,
apakah mungkin ia adalah kaum angkatan tua dari perguruannya, sebab ilmu silatnya
terlalu tinggi hingga berumur panjang sampai sekarang ?
Begitulah, selagi Jing-ling-cu memikir, sementara angin pukulan orang aneh itu
sudah mengenai dahan pohon yang dibuat pegangan tadi, maka terdengarlah suara
krak-krak
yang keras, seketika dahan pohon itu patah, tubuh Jing-ling-cu pun terjerumus
kebawah. Baiknya ia cukup tenang, cepat ia himpun semangat dan melompat keatas
pula, selagi dirinya terapung diudara, lalu dengan punggungnya menempel dinding
tebing terus sambil tangannya bertahan mati2an, dengan begitu untuk sementara
badannya dapat diselamatkan. Bila ia melirik ketempat dahan patah tadi, ternyata disitu
seperti hangus habis terbakar, hal ini lebih nyata lagi bahwa ilmu pukulan yang
dilontarkan orang aneh itu adalah Lui-bin-cio-hoat dari perguruannya, Heng-san-pay.
Siapakah nama Locianpwe, sudilah kiranya memberitahu ? Supaya tidak sampai
terjadi kekacauan peradatan kaum kita ! dengan merendah kembali Jing-ling-cu
menanya.
Tapi orang itu tetap tidak menjawab, hanya kedua tangannya ber-gerak2 sambil
mulutnya mengeluarkan suara uh-uh-uh seperti orang gagu.
Jing-ling-cu menjadi bingung, dilihatnya tangan dan kaki orang itu kurus kering,
pakaian yang menempel dibadannya juga compang-camping tak keruan. Selang
sejenak, barulah kemudian Jing-ling-cu paham akan maksud orang itu, kiranya ia lagi

Hong san Koay Khek – Halaman 20


yoza collection

memberi tanda agar dirinya pergi dari situ, tentu saja Jing-ling-cu bertambah heran,
segera iapun berseru : Baiklah, pinto menurut saja! Lalu tubuhnya bergerak, ia
keluarkan kepandaian pia-hou-yu-jio atau cecak merayap ditembok, dengan ilmu
Iwekang yang tinggi, cepat sekali ia merembet keatas setinggi beberapa tombak, ketika
tangannya dapat memegang sebuah tonjolan batu, lalu ia berhenti untuk mengaso
sambil memandang kebawah.
Ternyata orang itu sedang miringkan telinganya keatas buat mendengar, lalu
mulutnya bersuara uh-uh-uh lagi, kemudian orangnya berjongkok terus menyomot
beberapa potong daun lumut dan dimasukkan kedalam mulut, rupanya itulah
santapannya se-hari2 yang tampaknya lezat sekali.
Diam2 Jing-ling-cu mengkirik sendiri demi menyaksikan kelakuan orang aneh luar
biasa ini. Dan sesudah makan orang ini lalu merebahkan diri lagi diatas batu tanpa
bergerak.
Diam2 Jing-ling-cu mempelajari keadaan orang itu lagi, tapi meski ia menunggu
sampai hari lewat lohor, masih belum diketahui dari mana asal usul orang ini, cuma
dapat ditaksirnya sudah cukup lama tinggal di tempat kolam lumpur itu.
Tapi apapun juga, sebagai seorang tokoh Bu-Iim, tak nanti tega melihat sesamanya
hidup ditempat binatang2 berbisa. Dan pula bila mendengar suara rintihan yang keluar
dari mulut orang aneh itu, entah perasaan penasaran dan benci apa yang terpendam
didalam hatinya.
Oleh karena itu, tak tertahan Jing-ling-cu bersuara menegur pula : Sebenarnya ada
perasaan apakah yang tertekan dalam hatimu, kenapa tak mau kau bicarakan pada
orang, sebaliknya berkeluh kesah sendirian disini ?
Karena suara Jing-ling-cu yang mendadak itu, rupanya orang aneh itu menjadi
kaget, cepat ia berdiri, kedua tangannya terus bergerak, hanya sekejap saja kekanan,
kekiri, kemuka dan kebelakang, sekaligus telah dilontarkannya 7-8 jurus pukulan.
Melihat hal ini, hati Jing-ling-cu semakin heran dan tercengang, sebab diantaranya
terdapat Lui-bin-cio-hoat , bahkan ada pula ilmu pukulan terkenal dari cabang2
persilatan lainnya, malahan jurus pukulan terakhir yang dilontarkan dengan tutukan jari,
dapat dikenalinya adalah Tiam-hiat-hoat atau ilmu tutuk yang tersohor dari Sian-hoat
Suthay dan Bian-in Suthay, kedua paderi wanita terkemuka dari Go-bi-pay, yaitu yang
disebut Ji-lay-it-ci atau jari tunggal Ji-lay-hud (budha).

Hong san Koay Khek – Halaman 21


yoza collection

Dan setelah melontarkan pukulan2 tadi, lalu orang itu berdiri tegak sambil
mengerang tertahan.
Menyaksikan kelakuan orang, semakin kuat dugaan Jing-ling-cu bahwa pasti orang
itu berhati penasaran tak terkatakan, mungkin kena diperdayai orang hingga mukanya
menjadi jelek, mata buta, mulut bisu, sebab itulah, asal sedikit mendengar suara orang,
segera terkejut terus melontarkan serangan.
Harap sobat jangan kuatir, pinto tiada maksud jahat ! Bagaimana kalau singgah
dikuil kami untuk sekedar omong2? demikian kemudian Jing-ling-cu membujuknya lagi
dengan ramah.
Namun orang itu tetap tak menjawab, hanya sikapnya sudah agak tenang dan
dengan kaku berdiri ditempatnya.
Jing-ling-cu menjadi berani, sekali lompat ia menaiki batu besar itu, dan betul juga,
orang itu tidak menyerangnya lagi, melainkan dengan telinganya yang tajam untuk
mendengarkan gerak-gerik Jing-ling-cu.
Sobat, kata Jing-ling-cu pula sembari coba menarik tangan orang. Marilah kita naik
keatas bersama!
Ternyata orang itu tidak melawan ketika tangannya dipegang, dan bila kemudian
Jing-ling-cu geraki tubuhnya meloncat keatas, tahu2 tubuh orang itu serasa enteng
bagai kapas, terus mereka me-rayap2 didinding tebing yang curam itu untuk menaik
keatas puncak Ciok-yong hong.
Setiba kembali dikuilnya, Jing-ling-cu memberi ganti sepasang pakaian kepada
orang aneh itu, tapi sepatahpun masih orang itu tidak bersuara. Maka kini Jing-ling-cu
mengerti mungkin orang sudah gendeng, kalau disuruh duduk, ia pun menurut, suruh
berdiri, juga ia berdiri. Hanya ada beberapa hal, reaksinya ternyata amat tajam dan
cepat. Pertama ialah mukanya tidak mau dilihat orang, kedua, jika ada orang mendadak
bersuara didepannya, maka seketika itupun ia melompat bangun dan sekaligus 7-8 jurus
pukulan lihay dilontarkannya.
Hari kedua, ketika Jing-ling-cu membawanya keruang depan, mendadak seorang
imam masuk memberi sesuatu laporan, dan karena mendengar suara yang tiba2,
kontan orang aneh itu melontarkan beberapa jurus serangan, tapi rupanya

Hong san Koay Khek – Halaman 22


yoza collection

penglihatannya sudah tak ada, maka tungku batu didepan kuil itu kena dihantamnya
hingga roboh !
Dan karena bingung oleh asal usul orang aneh itulah, maka Jing-ling-cu
menyebarkan undangan kilat kepada para sobatnya supaya mereka datang
mengenalinya. lapun tahu diantara Thong-thian-sin-mo Jiau-pek-king dan Siau-yau-ih-
su Cu Hong-tin ada perselisihan paham, tapi jejak keduanya sudah menjelajahi seluruh
negeri, terpaksa ia undang semuanya. Siapa tahu Thong-thian-sin-mo toh tidak datang,
hanya mengirim murid perempuannya, yaitu si nona jahil Lou-Jun-yan untuk memenuhi
undangan itu.
Begitulah setelah Jing-ling-cu tuturkan kisahnya, semua orang hanya saling
pandang saja, mereka tetap tak mengetahui siapakah gerangan orang aneh ini.
Aku tahu, mendadak Lou Jun-yan mendahului, orang ini pasti seorang kosen yang
punya dendam kesumat aneh, sebab itulah ia korbankan masa hidupnya untuk menyepi
sambil melatih diri lebih tinggi didalam lembah dibawah jurang, boleh jadi ia hanya
pura2 gendeng saja!
Ah, nona cilik tahu apa! cela Tai-lik-kim-kong.
Hm, kalau tiada aku, macam apa orang ini, belum tentu kalian bisa melihatnya,
balas Jun-yan menjengek. Hai, hidung kerbau, betul tidak kataku ?
Yang berada disitu ada dua tosu atau imam, sedang kata2 hidung kerbau itu adalah
sebutan yang tidak terhormat bagi kaum imam, cuma ia tunjukkan kepada Cu Hong-tin,
maka Jing-ling-cu pun tidak ambil pusing. Sebaliknya karena lagak lagu si gadis itu,
telah mengingatkan Cu Hong-tin pada sesuatu peristiwa yang dulu, maka sejak tadi ia
mencoba untuk bersabar, setelah diolok-olok berulang kali, kini ia menjadi murka, sekali
bergerak, kebut pertapaannya segera menjengkit.
Budak cilik, mungkin gurumu tak berani datang, maka kau yang disuruh datang
kesini untuk menerima hajaranku ? bentaknya.
Dasar watak Lou Jun-yan memang nakal, tapi lincah dan cerdik, pula bernyali besar,
berkat nama besar suhunya, siapapun suka mengalah padanya, kedatangannya ke
Heng-san kali ini justru atas suruhan sang guru, maka terhadap Siau-yau-ih-su Cu Hong-
tin, sedikitpun ia tak sungkan-sungkan.

Hong san Koay Khek – Halaman 23


yoza collection

Karena itu, segera ia balas memaki : Hai, hidung kerbau, kata-katamu itu memang
betul, suhu suruh aku kemari untuk mewakilinya menghajar kau, maka lekaslah kau
turun kemari, biar aku gebuk kau tiga puluh kali dengan perisai besar si raksasa ini!
habis berkata ia tertawa terkikih-kikih.
Karena muka Cu Hong-tin merah padam seakan-akan orang keselak tulang, seketika
ia berbangkit hendak bertindak.
Baiknya tuan rumah, Jing-ling-cu keburu mencegahnya : Ah, apa guna Toyu
sepandangan dengan kanak2 ? setelah itu ia berpaling dan berkata pada Lou Jun-yan
: Sudahlah, nona, kaupun terlalu nakal!
Baru saja selesai ucapannya, tiba2 dari belakang ruangan terdengar suara blung
yang keras, menyusul mana kembali tiga kali blung-blung-blung yang maha dahsyat,
seluruh isi kelenteng itu se-akan2 tergoncang oleh suara itu. Ketiga suara itu lebih keras
dari yang pertama, malahan kembali disusul lagi sekali blung yang terlebih keras,
seketika batu pasir berhamburan, tiga arca Sam-jing-cosu yang besar ditengah kuil
itupun mendadak roboh, dari gugusan tembok sana satu orang melangkah keluar
dengan tindakan lebar. Siapa lagi dia, kalau bukan si orang aneh itu !
Nyata cara keluarnya itu dengan menggunakan ilmu nge-kang (tenaga keras) untuk
menumbuk beberapa lapis tembok kuil itu.
Karena munculnya orang aneh ini secara mendadak, semua orang yang berada
dipaseban kuil itu sangat terperanjat, seketika mereka menyingkir minggir.
Maka terlihatlah orang aneh itu telah menyingkap kain selubung kepalanya, dua biji
matanya ternyata melolor keluar bagai ikan mas, tapi jelek luar biasa dan sudah buta
berkedip-kedip pula mengitari paseban itu dengan perlahan, tampaknya seperti ingin
sekali mengamat-amati seseorang yang berada disitu.
Sobat tidak jadi mengaso, ada perlu apakah maka keluar lagi? demikian Jing-ling-
cu coba membujuk.
Diluar dugaannya, mendadak dari tenggorokan orang itu mengeluarkan suara
gerungan kalap, kelima jarinya bagai kail terus mencengkeram kearah Jing-ling-cu.
Melihat serangan itu, sebagai kawan karib tuan rumah, Tong-ting-hui-hi Bok Siang-
hiong menjadi terkejut, dilihatnya serangan orang itu cepat luar biasa, dan pula Jing-
ling-cu tanpa siap siaga, cepat ia mewakili bertindak, sepasang senjatanya Hun-cui-go-

Hong san Koay Khek – Halaman 24


yoza collection

bi-ji , yakni semacam cundrik (badik panjang berujung lancip) yang biasa dipakai kaum
nelayan, ia tarik keluar terus menghadang dimuka Jing-ling-cu sambil gunakan tipu
siau-hu-kiat-khiang atau sejodoh ikan selamat bahagia, kontan ia tusukkan dada orang
aneh itu.
Tapi orang aneh itu mendadak berdiri tegak. Ujung cundrik yang gemerlapan itu
berhenti di depan dadanya sekira satu-dua dim saja hingga tak sampai mengenai
sasarannya.
Sebaliknya karena senjatanya sudah diulurkan sepenuhnya dan tidak mengenai
sasaran, selagi Bok Siang-hiong hendak mengganti serangan tahu2 sesudah tertegun
sejenak, orang itu terus baliki tangannya mencengkram, dan sebelum Bok Siang-hiong
sempat menghindarkan diri, senjata Hun-cui-go-bi-ji sudah kena terbetot olehnya.
Senjata Hu-cui-go-bi-ji atau cundrik pemisah air yang dipakai Bok Siang-hiong ini
terbikin dalam bentuk segi empat dan tajam tiada bandingan, tapi ketika dipegang oleh
orang aneh itu dan ditarik kesamping, sesaat genggaman Bok Siang-hiong menjadi sakit
tak tertahan dan tahu2 senjatanya sudah berpindah tangan. Dalam kagetnya cepat2 ia
melompat mundur.
Sebaliknya meski orang itu berhasil merampas senjata orang, tapi tak urung
tangannya juga terluka oleh mata Go-bi-ji yang tajam, namun seperti tak berasa sakit
saja, tiba2 kedua tangannya menekuk, sepasang senjata andalan Tong-ting-hui-hi Bok
Siong-hiong itu telah kena dipatahkan menjadi empat potong terus dibuang kelantai.
Berbareng dari tenggorokan si orang aneh mengeluarkan suara kruk-kruk yang tak
terhempas, mulutnya yang jelek, karena bibir atasnya sudah gerowak, menganga lebar,
hingga terlihat kedua gusinya yang merah darah lantaran giginya sudah ompong
seluruhnya, kesemuanya itu membikin orang2 yang memandangnya menjadi ngeri.
Dan kalau melihat gerak geriknya, agaknya orang itu seperti hendak mengucapkan
sesuatu, cuma tak mampu bersuara, sebab itulah ia menjadi kelabakan sendiri.
Melihat macam orang yang menakutkan bagai setan itu, tapi tampaknya hendak
mengucapkan sesuatu perkataan, Lou Jun-yan menjadi menaruh belas kasihan. Maka
lantas menegur : He, apakah kau hendak menga.. . . . .
Tapi belum lagi selesai pertanyaannya mengatakan sesuatu diucapkan tiba2 dari
tenggorokan orang itu mengeluarkan semacam suara siulan gembira, lalu kedua
tangannya dipentang terus menubruk kearah si gadis.

Hong san Koay Khek – Halaman 25


yoza collection

Keruan Jun-yan menjerit kaget. Baiknya ilmu ginkangnya sudah terlatih sangat
matang, sekali kakinya menutul dengan gerakan Koan-im-seng-thian atau Budha
Koan-im naik ke langit, tubuhnya terus mencelat keatas dan menggunakan tangannya
memegangi belandar paseban kuil itu, hingga tubuhnya bergantung di udara. Tak
tersangka, tahu-tahu orang aneh itu seperti bayangan saja yang selalu mengikuti gerak
tubuhnya, iapun ikut meloncat keatas terus meraup, tiba-tiba Jun-yan merasa kakinya
terbetot, tapi syukur segera terlepas, kiranya sebuah sepatu yang terbuat dari kulit rusa
itu telah lepas kena ditarik manusia aneh itu. Dalam kaget dan takutnya, cepat si
gadispun melompat turun kesamping.
Orang aneh itu ternyata tidak memburunya lebih jauh, hanya sebelah sepatu si
gadis itu dipeganginya kencang-kencang, sambil tiada hentinya ditempelkan kepipinya
dengan lakunya yang lucu bagai sijejaka lagi bercumbu rayu dengan sang kekasih.
Melihat itu, Tai-lik-kim-kong Tong Po menjadi geli : Hahaha, mungkin sekali orang
ini berpenyakit gila perempuan!
Ngaco-belo! semprot Jun-yan dengan wajah merah jengah. Maklum seorang gadis
remaja tidak layak mendengarkan kata2 semacam itu.
Tapi karena suaranya itu, tiba2 orang aneh itu sisipkan sebelah sepatunya itu
kedalam bajunya, lalu bagai anak panah terlepas dari busurnya, cepat sekali ia
menubruk kearah si gadis sambil tangan dipentang.
Lekas-lekas Jun-yan berkelit kesamping hingga orang aneh itu menubruk tempat
kosong, dan begitu seterusnya sampai dua-tiga kali luput menubruk sasarannya, namun
masih tetap ia memburu kearah mana si gadis menyingkir dan menyusul menubruk
lagi, hingga keduanya undak-undakan kian kemari mengitari ruangan sampai beberapa
kali.
Ketika sekilas Jun-yan mengetahui sikap Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin yang lagi
senang2 lantaran menyaksikan dirinya diuber orang aneh itu, tiba-tiba iapun
mendapatkan akal, cepat ia berkelit dari tubrukan si orang aneh dan mengumpet
kebelakang tubuh Cu Hong-tin sembari mengeluarkan suara tertawa terkikih-kikih untuk
memancing datangnya si orang aneh itu.
Dan aneh juga, entah mengapa, asal mendengar suara si gadis, pasti orang aneh
itu pentang mulut mengeluarkan suara ah-ah-ah yang tak jelas terus menubruk
kearahnya. Sekali ini pun tidak terkecuali, kontan ia menubruk lagi ketika mendengar

Hong san Koay Khek – Halaman 26


yoza collection

suara tawa si gadis, dan sudah tentu yang pertama-tama harus menghadapinya adalah
Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin yang dibuat tameng.
Cu Hong-tin tadi sudah merasakan betapa lihaynya orang aneh itu, keruan ia sangat
terkejut oleh tubrukan itu, lekas-lekas ia mengegos kesamping, namun Lou Jun yan juga
terus menempel disebelahnya sambil tertawa pula, hingga tentu saja diuber lagi oleh
si orang aneh.
Setelah berkelit beberapa kali masih terus diudak saja, akhirnya Cu Hong-tin menjadi
kalap. Sekali kebutnya mengebas, bulu kuda kebut itu mekar bagai berdiri, dengan gerak
serangan hun-hoa-hut-liu atau menebar bunga mengebut pohon liu, segera ia
menyabet kedada orang aneh itu.
Diwaktu mengubar Lou Jun-yan, kedua tangan orang aneh itu selalu dipentang
lebar2 se-akan2 hendak merangkul si gadis kepelukannya.
Dalam sikap demikian, dengan sendirinya dadanya menjadi terbuka tidak terjaga.
Maka serangan Cu Hong-tin itu boleh dikata dapat makanan empuk , apalagi bulu
kebutnya itu hanya satu perempat terbuat dari bulu kuda, sedang tiga perempat lainnya
adalah benang emas putih yang sangat lembut, bahkan pada tiap2 ujung benang emas
itu berkait kecil. Senjata ini adalah dahulu dimasa mudanya ia berkelana ke daerah
barat, dimana ia dapat menawan dua orang pandai emas, ia tutup mereka didalam
suatu kamar dan paksa mereka selama tujuh bulan untuk membuatkan benang emas
berkait dari bulu kebut itu. Dikalangan kang-ouw, kebutannya itu terkenal dengan nama
siau-yau-kek-lok-hut atau kebut pesiar kesorga.
Nama itu diambil oleh karena ilmu permainan kebutnya yang berjumlah tiga puluh
enam jurus itu disebut Kek-lok-hut-hoat atau ilmu kebut riang gembira, setiap jurus
mempunyai nama yang indah. Pula dengan kebutnya itu entah sudah berapa banyak
korbannya yang sudah dikirim ke sorgaloka.
Begitulah, sebab kebutnya cepat lagi ganas, dan orang aneh itu justru menubruk
kedepan, maka telah kena disabet. Tapi orang aneh itu pun amat sigapnya, cepat
sebelah tangannya membalik hendak menangkap ekor kebut lawan.
Namun Cu Hong-tin sudah sempat menarik kembali senjatanya, bahkan berbareng
sikunya digunakan untuk menyikut Lou Jun-yan yang berada dibelakangnya, malahan
kebutnya yang ujung benangnya berkait itu terus dikebaskan pula buat menyerempet
si orang aneh itu. sekali gerakan dua serangan yang amat lihay.

Hong san Koay Khek – Halaman 27


yoza collection

Sebaliknya karena tahu dirinya hendak disikut, cepat Jun-yan melompat pergi,
sedang orang aneh itupun berusaha hendak bungkukan tubuhnya menghindarkan
serangan, namun demikian, dimana kebut Cu Hong-tin menyamber, terdengarlah suara
bret , kain baju dibagian dada orang aneh tetap tersobek sebagian besar, hingga tulang
iganya yang menonjol bagai jeruji pagar itu tampak jelas.
Sementara itu karena serangannya berhasil, hati Cu Hong-tin menjadi besar,
mendadak kebutnya ia sentak, tahu2 bulu kebut itu menjengkit terkumpul menjadi satu
hingga ujungnya yang lancip itu ditutukan kearah Jin-tiong-hiat dijidat si orang aneh.
Tipu serangan itu terkenal dengan nama gwa-ho-seng-thian atau menumpang
bangau menjulang kelangit, cepat lagi ganas luar biasa.
Tapi sama sekali orang itu tidak berkelit, tanpa menggeser tubuh, tahu-tahu
badannya menyondong kebelakang mengeluarkan ilmu tiat-pan-kio atau jembatan
papan besi yang maha hebat.
Dan pada saat itu Cu Hong-tin hendak ayunkan kebutnya terus, mendadak ia sendiri
menjerit kaget, kebutnya yang sudah dikebaskan itu ia tarik kembali mentah-mentah,
habis itu ia maIah terhuyung2 mundur kebelakang dengan muka pucat lesi dan sinar
matanya nyata sekali menunjukkan rasa ketakutan.
Tadi waktu orang aneh itu mengeluarkan kepandaian tiat-pan-ko , oleh Jing-ling-cu,
Tong Po dan kawan-kawannya dapat melihat dengan jelas bahwa kedua tangannya
menurun kebawah tanpa mengadakan pembelaan diri sedikitpun, tapi kenapa
mendadak Cu Hong-tin malah terhuyung-huyung mundur dengan wajah ketakutan ?
Ada apakah, Cu-heng? Kau tidak apa-apa, bukan ? demikian sebagai kawan mereka
lantas menanya.
Namun Cu Hong-tin tidak menjawab, bahkan terus putar tubuh dan melangkah
keluar kelenteng, hingga sekejap saja orangnya sudah pergi jauh.
Hai, hai, hidung kerbau, utangmu 30 kali gaplokan tadi masih belum kulakukan!
segera Jun-yan ber-teriak2.
Tapi tahu bila dengar suaranya itu, tentu si orang aneh akan menubruknya lagi,
maka segera iapun menggeser tubuhnya terus mengumpet dibelakangnya Jing-ling-cu.
Saat itulah tubuh si orang aneh telah membal keatas, lalu tancap kaki kembali
kebawah, dan pada saat yang sama, Jun-yan juga sudah berdiri tegak dibelakang

Hong san Koay Khek – Halaman 28


yoza collection

pelindungannya. Ia lihat orang aneh itu tengak-tengok kesana kemari sambil kepalanya
meleng-meleng seperti ingin mendengarkan sesuatu.
Maka tahulah kini semua orang dengan pasti bahwa kedua mata orang aneh itu
memang sudah buta, cuma anehnya sebab apakah selalu Lou Jun-yan yang di-uber2
saja ? Dan dari sebab itu juga dapat ditarik kesimpulan bahwa tadi dengan
menggunakan ilmu ngekang yang dahsyat menerobos beberapa lapis tembok kuil dari
belakang kedepan, nyata tujuannya juga disebabkan mendengar suara tertawa si gadis
yang terkikih-kikih tadi.
Maka sambil menghalang-halangi Jun-yan, sebelah tangan Jing-ling-cu berjaga-jaga
didepan dada, lalu dengan sungguh2 dan jujur ia berkata : Sobat, sebenarnya siapakah
kau ini ? Kenapa tak mau kau berterus terang ? Kami sekali-kali tiada bermusuhan, hal
ini harap kau jangan kuatir!
Namun orang itu tetap membisu, kepalanya meleng dan termangu-mangu sejenak,
habis itu, kedua tangannya memegang mukanya, sesaat kemudian, tiba-tiba ia
menengadah sembari bersuara pilu, lalu secepat kilat tubuhnya melesat keluar pintu.
Hai, seru Jun-yan tiba-tiba, jangan kau pergi, aku ingin bertanya dulu padamu!
Begitu cepat cara tubuh orang aneh itu melesat pergi, tapi aneh, demi mendengar
suara teriakan Jun-yan, di mana angin berkesiur, tahu2 orangnya melesat balik, dan
kedua tangannya terus me-rangsang2 dengan samberan angin yang keras.
Sungguh tak terduga oleh Lou Jun-yan bahwa orang bisa mencelat balik secara
begitu cepat, hingga hampir saja ia kena ditangkap, untung ilmu entengi tubuh yang
dipelajari dari sang guru tidak mengecewakan, dalam gugupnya, ia masih sempat
mengegos kesamping Jing-ling-cu sembari sedikit menarik lengan orang.
Tapi karena tak ber-jaga2 lantaran tarikan itu, Jing-ling-cu kena diseret maju
selangkah hingga se-akan2 memapaki si orang aneh, pada saat mana kelima jarinya
yang bagai cakar sedang mencengkeram ke bawah.
Hihihi, maaf, Jing-ling-Totiang! Jun-yan terkikih-kikih senang. Nyata ia anggap
kejahilannya itu sebagai lelucon.
Tentu saja Jing-ling-cu yang serba berabe, lekas2 ia gunakan kepandaiannya yang
gesit untuk menghindarkan cengkraman si orang aneh, lalu ia pelototi si gadis yang
nakal itu.

Hong san Koay Khek – Halaman 29


yoza collection

Hahaha, budak ini benar2 telah menurunkan segala kelicinan gurunya! seru Tai-
lik-kim-kong terbahak-bahak.
Emangnya aku muridnya suhu! sahut Jun-yan tertawa. Karena suaranya itu,
kembali orang aneh itu menubruk kearahnya meninggalkan Jing-ling-cu. Tapi Jun-yan
sudah bersiap-siap, segera ia melompat pergi, cuma sekali ini tidak kebelakangnya Jing-
ling-cu, melainkan kesampingnya Tai-lik-kim-kong Tong Po.
Tong Po, simalaikat bertangan raksasa itu, memangnya seorang polos, ia anggap
kelakuan si gadis itu licin menarik, sama sekali tak terpikir olehnya bahwa selama
belajar silat pada Thong-thian-sin-mo Jiau Pek-king, sampai-sampai kesukaan
menggoda orang dari gembong persilatan itupun sudah diwarisi si gadis.
Lebih jail lagi, meski tahu betapa lihaynya setiap gerakan orang aneh itu, namun
gadis nakal itu ternyata tidak ambil perduli, ketika ia berkelit kesamping Tai-lik-kim-
kong, ia berterak : Aku tak ingin hidup lagi! dan kepalanya terus menumbuk keperisai
baja Tong Po yang besar itu.
Keruan si raksasa itu kena dikejutkan, lekas-lekas ia angkat senjatanya itu
kesamping, tapi sebab inilah ia telah kena diakali si gadis, ketika secara gesit tubuhnya
mendekati Tong Po mendadak jarinya yang lentik itu terus menjojoh kesamping iga
tempat Thian-coan-hiat .
Dengan kepandaian ngekang yang dilatihnya hingga pada tingkat tertinggi itu, sekali
ia himpun tenaganya, 72 tempat hiat-to atau jalan darah seluruh tubuhnya seketika
tertutup semua, maka tak nanti Tong Po takut ditutuk si gadis. Cuma celakanya pada
saat itu juga tiba-tiba terdengar Jing-ling-cu dan Bok Siang-hiong telah berteriak: Awas,
Tong-heng!
Berbareng itu dari belakang terasa angin keras menyambar datang, ia tahu tentu
si orang aneh yang sedang menyerangnya sebab hendak menubruk Lou Jun-yan.
Tadi perisainya yang hendak digunakan buat mengemplang orang aneh itu telah
kena disengkelit hingga senjatanya itu mencelat ke angkasa, maka ia sudah cukup kenal
akan lihaynya orang aneh itu, segera ia bermaksud memutar tubuh untuk menghalau
serangan.
Tapi pada saat itu pula, tutukan Jun-yan sudah tiba, meski jalan darahnya tidak
sampai tertutup hingga badannya kaku, tapi tempat thian-coan-hiat yang tertutuk itu

Hong san Koay Khek – Halaman 30


yoza collection

terasa kesemutan juga. Ia berseru tertahan, habis itu, cepat tangan kiri menahan
kebawah, lalu sebelah tangan lain lantas hendak disodokan.
Tatkala mana si orang aneh itu lagi menguber Jun-yan menuruti suaranya, tapi
karena gadis itu masih berada dibelakang Tong Po, maka rangsangan si orang aneh
menjadi seperti ditujukan kepada Tong Po.
Melihat raksasa bertenaga sakti itu lagi sibuk melayani Jun-yan, lekas2 Jing-ling-cu
dan Bok Siang-hiong turun tangan menolong, mereka melompat maju dari kanan kiri
terus menangkis keatas hingga kedua orang merasa ditumbuk oleh suatu tenaga yang
maha besar, cuma tenaga itu lunak kuat, beda sekali dengan angin pukulannya yang
keras.
Sebagai ahli, Jing-ling-cu dan Bok Siang-hiong saling pandang dengan ter-heran2
oleh ilmu kepandaian orang aneh itu, bukan saja segala macam ilmu silat dipahaminya,
bahkan ilmu Iwekang dari berbagai cabang pun dimahirinya. Mereka tak berani ayal,
masing-masing segera balas menyerang sejurus.
Melihat kedua kawannya sudah turun tangan membantunya, Tong Po menjadi lega.
Sebaliknya Lou Jun-yan benar2 gadis jail, ketika jarinya dapat menutuk tubuh Tong
Po dan merasa badan orang keras bagai baja hingga jarinya sendiri yang kesakitan,
mendadak dari menutuk ia ubah menjadi mencengkeram, tiba2 ia mencengkeram tepat
sekali dibawah iga Tai-lik-kim-kong Tong Po.
Keruan mendadak Tong Po menjadi geli, tak tertahan lagi ia bergelak tertawa. Dan
yang menjadi heran adalah Jing-ling-cu dan Bok Siang hiong, mereka tak mengerti
sebab apa tiba2 Tong Po ketawa terpingkal-pingkal.
Sementara itu Jun-yan sudah melompat minggir, dengan tepuk tangan ia berkata
sambil tertawa : Hihi, ternyata Tai-lik-kim-kong seorang yang takut bini!
Kiranya menurut dongeng rakyat, katanya orang yang merasa geli bila dikitik2
iganya, maka orang itu tentu takut pada bininya!
Kini dikatai takut bini oleh Lou Jun-yan, seketika muka Tai-lik-kim-kong menjadi
merah, ia ber-kaok2 lucu : Budak cilik, biar kuhajar kau !
Ai, jangan galak2! goda Jun-yan sembari lelet2 lidahnya. Lalu katanya pula : Jing-
ling Totiang, Bok-locianpwe, dan Tai-lik-kim-kong yang takut bini, karena disini tiada
urusan lagi, sekarang juga aku hendak pergi!

Hong san Koay Khek – Halaman 31


yoza collection

Melihat si gadis akan mengeloyor pergi begitu saja, tentu saja Tong Po masih
penasaran. Sekali tubuhnya melesat, bagai malaikat penjaga pintu saja, tiba2 tubuhnya
yang besar sudah menghadang diambang pintu.
Namun Jun-yan hanya tersenyum, tahu2 kakinya menutul perlahan, mendadak
tubuhnya mencelat keatas. Ternyata ia tidak perlu menembusi rintangan Tia-lik-kim
kong itu, tapi terus menerobos keluar kelenteng melalui lubang atap yang jebol oleh
perisainya tadi.
Melihat itu, Tong Po menjadi melongo, tapi segera ia hendak mengejar keluar.
Namun Jing-ling-cu keburu melerainya: Sudahlah, Tong-heng, buat apa kau mesti gusar
pada seorang anak dara ?
Tapi tidak pantas ia bilang aku takut bini ! sahut Tong Po masih penasaran.
Mendengar itu, diam2 Jing-ling-cu dan Bok Siang-hiong menahan rasa geli mereka.
Kiranya istri Tai-lik-kim-kong Tong Po juga seorang pendekar wanita yang dikenal
orang sebagai Thay-jing-sian-cu, she Cio bernama Ham, asalnya adalah sumoay atau
adik seperguruan Tong Po sendiri. Dalam hal ilmu silat, Tong Po ada sedikit lebih rendah,
maka memang rada2 takut pada sang istri, hal ini sudah bukan rahasia lagi bagi orang
kang-ouw. Pantas kalau ia marah2 dikatai takut bini, sebab tepat kena boroknya.
Namun sesudah dihibur Jing-ling-cu, perlahan-lahan rasa gusarnya Tai-lik-kim-kong
pun menjadi reda.
Heran juga, seperginya Lou Jun-yan, orang aneh tadi masih terus miringkan
kepalanya untuk mendengarkan, belang wajahnya yang mengerikan itu ber-kerut2,
matanya yang buta tiada hentinya mengerling. Bedanya tadi ia terus mengubar jejaknya
si gadis, adapun sekarang orangnya berdiri tegak bagaikan patung.
Melihat keadaan orang, Jing-ling-cu menghela napas kasihan, katanya pada Tong
Po dan Bok Siang-hiong: Bicara tentang ilmu silat, terang sobat ini jauh lebih tinggi dari
kita. Cuma sayang ia sudah buta, pula bisu, boleh jadi dimasa dulu hatinya pernah kena
pukulan yang hebat sehingga tindak-tanduknya menjadi abnormal. Untuk selanjutnya
diharap kalian mengingat akan sesama orang persilatan sukalah meng-amat2i dan
mencari tahu siapakah gerangan dia ini serta adakah sanak pamilinya. Adapun kini
terpaksa biarkan dia tinggal sementara dikelentingku ini !

Hong san Koay Khek – Halaman 32


yoza collection

Habis berkata, lalu ia mendekati orang aneh itu. Tak terduga, tiba-tiba dilihatnya
pada pipi orang aneh yang jelek itu sedikit basah, nyata air matanya sudah meleleh.
Hati Jing-ling-cu tergerak, diam2 ia menduga pasti dimasa yang lalu orang aneh ini
tentu mengalami sesuatu peristiwa yang amat menyakiti hati dan menggetarkan
sukma.
Cuma sayang, keadaan orang aneh ini kini dalam keadaan tidak waras hingga susah
untuk ditanya. Yang mencurigakan ialah kejadian tadi sebab apakah mendadak Siau-
yau-ih-su menjerit kaget, lalu berlari pergi begitu saja ? Dan mengapa bila mendengar
suara si gadis, Lou Jun-yan, lantas mengubar terus ? Apakah mungkin dengan kedua
orang tersebut belakangan ini memang pernah ada hubungannya ?
Dasar watak Jing-ling-cu memang simpatik, ia pikir orang aneh itu ia sendiri yang
ketemukan, maka urusan apa yang menyangkut diri orang aneh itu, sudahlah pasti ia
takkan bisa tinggal diam.
Maka kembali ia tutup muka orang dengan kain selubung hitam tadi dan katanya
ramah : Sobat, marilah kembali kekamar mengaso dulu !
Orang itu tetap diam saja, maka Jing-ling cu lantas menarik tangannya dan dibawa
masuk keruangan belakang.
Besok paginya sesudah Tong Po dan Bok Siang-hiong memohon diri pulang
kekediamannya masing2, dalam keadaan seorang diri Jing-ling-cu terus memikirkan
teka-teki yang menyelubungi diri orang aneh itu. Tiba2 ia menjadi ingat, kalau tak bisa
buka suara, bukankah dapat menulis, dan kenapa kemarin tidak diberikan pena dan
kertas suruh menulis jawaban apa yang ditanyakan itu ? Diam2 Jing-ling-cu mengomeli
dirinya sendiri yang kenapa begitu goblok hingga tidak ingat akan akal ini. Maka lekas2
ia mendatangi kamar si orang aneh.
Tapi ia kecele, sebab orang itu ternyata telah tiada di kamarnya lagi. Kalau melihat
bantal dan selimut yang masih baik2 berada diatas ranjang, nyata sekali semalam sama
sekali orang aneh itu tidak tidur disitu, dan sejak kapan orangnya menghilangpun susah
diketahui.
Karena kejadian ini, hati Jing-ling-cu menjadi murung, tapi apa daya ?
Dalam pada itu, mengenai diri Lou Jun-yan sejak meninggalkan kuil Lo seng-tian,
ditengah jalan teringat olehnya kejadian dikelenteng itu, dimana ia telah menggoda

Hong san Koay Khek – Halaman 33


yoza collection

habis2an beberapa tokoh angkatan tua, diam2 ia merasa geli sendiri dan saking
senangnya, sepanjang jalan ia bersenandung per-lahan2 sembari memainkan
tetumbuhan bunga hutan di tepi jalan, terus turun ke bawah gunung.
Setibanya dibawah puncak gunung, gadis ini menjadi ragu2, apakah begitu saja
terus pulang kerumah ? Biasanya sang guru teramat keras mengawasi dirinya, kalau
bukan undangan Jing-ling-cu dan sang guru enggan turun gunung, boleh jadi hingga
kini ia masih tetap dikeram, kini dirinya berada sejauh ribuan li dari gurunya, tentu
orang tua itu takkan tahu urusan disini ternyata begitu cepat sudah selesai ? Dan
kesempatan ini mengapa tak dipergunakannya untuk pesiar dikalangan kang-ouw ?
Setelah ambil ketetapan itu, hati si gadis makin gembira. Terus saja ia melanjutkan
perjalanan buat tinggalkan pegunungan Heng-san itu.
Tak terduga, karena terlalu sedikit pengalaman, dan pula Lam-gak Heng-san ini baru
pertama kali ia kunjungi, jalan pegunungan ber-liku2, bilak-biluk, meski ia sudah ber-
putar2 hingga hari hampir magrib, masih juga belum keluar dari tanah pegunungan itu.
Jun-yan menjadi gugup, akhirnya ia pikir2 jangan2 malam ini harus tidur dialas
pegunungan terbuka. Dalam kesalnya ia duduk diatas satu batu ditepi jalan untuk
mengaso.
Tiba2 dilihatnya dari jauh ada beberapa orang yang mendatangi, sesudah dekat,
ternyata mereka adalah beberapa tukang pencari kayu. Dalam girangnya Jun-yan
terlompat bangun serta berseru : Numpang tanya, toako tukang kayu! sembari berkata,
segera iapun memapak maju.
Siapa tahu, baru saja tubuhnya bergerak, mendadak terasa dibelakangnya ada
berkesiur angin yang sangat perlahan, se-akan2 ada seseorang yang mengintil
dibelakangnya.
Gerak-gerik Jun-yan memang sangat gesit dan cekatan, ketika berasa begitu, tanpa
berpaling lagi, se-konyong2 ia baliki tangannya terus meraup kebelakang. Tapi ternyata
ia hanya meraup angin belaka, ketika ia menoleh, yang tertampak hanya cuaca
remang2 tanpa suatu bayanganpun. la menjadi heran dan melengak, tapi segera ia
meneruskan niatnya memapak beberapa tukang kayu tadi.
Sudah tentu para tukang kayu itu terheran-heran ketika mendadak melihat seorang
gadis jelita muncul ditengah-tengah alas pegunungan yang sunyi itu. Tadinya mereka

Hong san Koay Khek – Halaman 34


yoza collection

menyangka jangan-jangan dewi kayangan yang turun kebumi. Sesudah mendengar


pertanyaan si gadis tentang jalan turun kebawah gunung, lalu dengan sangat sopannya
mereka memberitahukan dengan jelasnya.
Dengan riangnya Jun-yan mengucapkan terima kasih lalu berlari-lari lagi kejurusan
yang ditunjuk, tapi sesudah beberapa puluh tombak jauhnya, kembali ia merasa angin
silir berkesiur lagi dibelakangnya.
Tatkala hari itu sudah mulai gelap, cuma sang dewi malam belum menampakan
diri. Kembali hati si gadis terkejut, diam2 ia memikir, apakah mungkin ada setan alas
yang sedang mengintil dibelakangnya.
Ketika ia coba menghentikan langkahnya, tahu2 angin silir dibelakangnyapun
lenyap. Maka yakin sudah si gadis, pasti ada orang yang selalu mengintil, tapi bila ia
mendadak menoleh toh tiada sesuatu bayangan yang terlihat olehnya?
Dalam keadaan seorang diri di-tengah2 alas pegunungan, dan pula dimalam yang
kini sudah gelap, sungguhpun nyali si gadis cukup tabah, tak urung ia merasa mengkirik.
Segera ia tarik senjatanya Ah-jui-bian atau pecut mulut bebek, ia siapkan ditangan
untuk menjaga segala kemungkinan.
Pecut ini adalah senjata andalan gurunya, Thong-thian-sin-mo Jiau-Pek-king
diwaktu mulai berkecimpung didunia kang-ouw. Meski nama senjata itu lucu
kedengarannya, tapi sebenarnya adalah sesuatu genggaman yang liehay dan jarang
dilihat. Panjang pecut itu kira2 tujuh kaki, besarnya seperti jari dan terbagi dalam ruas2
yang terbikin dari baja yang tajam sekali. Di ujung pecut itu terdapat pula dua potong
pelat baja yang tipis tajam, letak kelihayannya justru pada kedua pelat baja ini, kalau
diputarkan, ke dua pelat ini bisa buka-tutup hingga mirip mulut bebek.
Begitulah, Jun-yan siapkan pecutnya ini di tangan terus melanjutkan perjalanan
dengan cepat. Beberapa kali terasa angin berkesiur lagi dibelakangnya, segera pecutnya
ia sabetkan, tapi selalu mengenai tempat kosong. Dengan sendirinya hatinya menjadi
semakin heran.
Tidak antara lama, sesudah rembulan lambat laun meninggi disebelah belakangnya
serta memancarkan sinarnya yang indah, diam2 Jun-yan bergirang. Tapi ketika ia
memandang kebawah, ia menjadi terperanjat tidak kepalang.

Hong san Koay Khek – Halaman 35


yoza collection

Kiranya di bawah sorot sinar bulan yang terang, kecuali bayangan tubuhnya yang
tertampak memanjang kedepan ditengah pegunungan itu, terdapat pula satu bayangan
orang lain yang lebih jangkung dari dirinya, kalau melihat jaraknya, orang itu terang
selalu mengintil dalam jarak tiada 4-5 kaki dari belakangnya.
Memangnya sejak tadi Jun-yan curiga ada orang yang mengintil dibelakangnya
hingga menerbitkan berkesiurnya angin, tapi beberapa kali ia berpaling atau menyabet
dengan pecutnya, toh selalu nihil tiada sesuatu yang dilihatnya. Kini kalau bukan dia
berjalan dengan memungkiri bulan hingga bayangannya tersorot kedepan, boleh jadi ia
belum berani yakin kalau berkesiurnya angin itu dijangkitkan oleh orang.
Dalam kagetnya, hati Jun-yan benar2 dek-dekan, ia menduga orang mungkin sudah
lama mengintil, maka betapa hebat ilmu entengi tubuh orang itu, sungguh susah
dibayangkan. Cuma anehnya, mustahil orang itu belum insyaf kalau bayangan tubuhnya
yang tersorot sinar bulan itu kini sudah dapat diketahui?
Ketika per-lahan2 Jun-yan sengaja melangkah dua tindak kedepan, tahu-tahu
bayangan orang itupun bertindak dua langkah. Bila ia berlari, bayangan itupun ikut
berlari, hingga mirip seperti bayangan sendiri saja.
Sembari berjalan, diam-diam Jun-yan menimang-nimang, ia pikir orang mungkin
tiada maksud jahat, sebab kalau punya tujuan jahat pada sebelum bayangannya
diketahui, sejak tadi-tadi sudah turun tangan. Boleh jadi orang ini adalah Bu-lim Cianpwe
atau angkatan tua dari dunia persilatan yang kenal akan kenakalannya maka sengaja
hendak bergurau padanya.
Memikir akan itu, diam2 Jun-yan geli sendiri, sebab besar kemungkinan malah
suhunya sendiri yang telah turun gunung dan menggoda padanya.
Diam2 ia himpun tenaganya, ia siapkan pecutnya baik2, suatu ketika, mendadak ia
putar tubuh, terus menyabet ber-runtun2 tiga kali.
Cara menyerangnya itu cepat luar biasa, tapi gerak tubuh orang yang
dibelakangnya itu ternyata jauh lebih cepat lagi, hingga tiga kali sabetannya mengenai
tempat kosong semua. Cuma ada hasilnya juga, sebab ia sudah pusatkan perhatian,
maka sekilas dapat dilihat oleh Jun-yan, dibawah sinar bulan ada satu orang secepat
angin telah melesat pergi terus menyelusup masuk kedalam rimba yang berdekatan.

Hong san Koay Khek – Halaman 36


yoza collection

Ha, masih lari ? Sudah kepergok, kau mau sembunyi kemana ? teriak Jun-yan. Dan
sambil mengangkat pecutnya, segera ia mengejar.
Sesudah menyusur rimba, ia ber-teriak2 lagi memaki dengan maksud memancing
keluar orang itu, tapi pohon2 rimba itu jarang2 saja tidak terlalu rindang, hingga keadaan
sekitarnya cukup terlihat jelas, sunyi senyap saja tiada seorangpun.
Tanpa terasa bulu roma si gadis berdiri, diam2 ia membatin, apakah mungkin setan
atau genderuwo yang lagi menggodanya ? la coba tenangkan diri, lalu duduk dibawah
satu pohon besar sambil meng-amat2i keadaan sekitarnya, tapi benar2 tiada suatu
bayanganpun yang terlihat, ketika ia menengadah, sinar bulan yang putih jernih
menembus rimba yang jarang itu hingga suasana malam itu tenang2 aman.
Selagi Jun-yan tengak-tengok kesana kemari, tiba2 dilihatnya diatas sebatang dahan
pohon yang tumbuh miring, coraknya agak aneh. Ketika ditegasi, ternyata bukan dahan
pohon, tapi kain baju yang ber-goyang2, terang seorang manusia terpantek miring
dibatang pohon besar itu dengan ilmu kepandaian lip te-seng-kin atau berdiri ditanah
tumbuh akar, semacam ilmu yang memberatkan tubuh yang pernah didengar tapi
belum pernah dilihatnya.
Ilmu lip-te-seng-kin itu adalah kepandaian tunggal kaum Khong-tong-pay. Yang
melatih ilmu ini, kalau Iwekangnya belum punya dasar yang kuat, tak nanti bisa berhasil.
Kalau begitu, apakah mungkin orang ini adalah Li Pong, Ciang-bun-jin atau ketua dari
Khong-tong-pay yang berjuluk Liok-hap-tong-cu itu ?
Li Pong itu di waktu berusia tujuh belas tahun, ilmu silatnya sudah menjagoi sesama
saudara seperguruannya, dengan liok-hap-to-hoat dari Khong-tong-pay mereka,
sekaligus ia telah kalahkan tiga puluh lima saudara perguruannya hingga diangkat
sebagai ketua. Sebab itulah orang kang-ouw menyebutnya Liok-hap-tong-cu atau
sibocah pemain Liok-hap-to. Kini meski usianya sudah lanjut, tapi julukan muda itu
masih belum terhapuskan.
Jun-yan pikir Li Pong adalah kawan sehidup semati gurunya, Jiau Pek-king, biasanya
suka menggoda dan bergurau padanya. Maka ia menduga orang ini pasti Li Pong
adanya.
Hatinya menjadi lega, dengan ketawa-ketawa segera ia menegur : Hayo, Li-sioksiok
(paman Li), sudah dapat kukenali, kenapa masih kau pura2 tidak tahu disitu ? Lekaslah
turun ke mari, ajarkanlah padaku ilmu golokmu Liok-hap-to-hoat. Bila tidak nanti aku

Hong san Koay Khek – Halaman 37


yoza collection

akan siarkan kau seorang tua sengaja menindas yang muda, coba bagaimana kau akan
membela diri ? habis berkata lalu iapun berdiri.
Dan ketika ia mendongak pula sambil berkata dengan ketawa: Nah, Li.. . . . belum lagi
sioksiok diucapkan tiba2 ia merasa mukanya seperti teraling-aling sesuatu nyata itulah
muka seorang yang jelek dan menyeramkan luar biasa yang hampir-hampir menempel
dengan mukanya, maka teranglah bahwa orang itu sekali-kali bukan Liok-hap-tong-cu
Li Pong yang disangkanya, tapi adalah si orang aneh yang dilihatnya dikelenteng Lo-
seng-tian siang tadi.
Kiranya tadi tubuh orang aneh itu terpantek miring keatas dibatang pohon, tapi
kemudian menggantung kebawah, hingga mukanya hampir2 berciuman dengan
mukanya Jun-yan ketika si gadis berdiri.
Sesaat itu, saking kagetnya napas Jun-yan seakan-akan sesak, ia terhuyung-huyung
mundur beberapa tindak. Kau.. . .kau sebenarnya.. . . .siapa? tanyanya kemudian dengan
suara gemetar.
Mendadak matanya menjadi burem, tahu-tahu orang itu telah melayang turun
kedua tangannya terpentang terus melangkah maju se-akan2 Jun-yan hendak dirangkul
kedalam pelukannya.
Dalam kagetnya Jun-yan menjerit tajam sembari melompat mundur. Mendengar
suara jeritan si gadis, mendadak orang aneh itu berhenti tak jadi maju, kedua tangannya
pun diluruskan kebawah lagi, hanya dari tenggorokannya terdengar berkeruyukan,
mulut dengan bibirnya yang sudah tak utuh lagi itu ternganga dan mengeluarkan
semacam suara yang menakutkan dan menggetarkan sukma.
Mendengar orang mengandung rasa pilu, tapi penasaran dan benci, seperti orang
yang telah dianiaya musuh, tapi dendam sedalam lautan itu tak berdaya dibalas. Maka
meski suaranya tadi begitu menyeramkan, dari takut tiba-tiba timbul rasa simpatik si
gadis terhadap diri orang aneh itu. Jun-yan coba mengamati-amati perawakan dan
bentuk wajah orang, tapi tiada sesuatu yang mirip Li Pong, diantara anak murid Khong-
tong-pay juga tidak sedikit yang dikenalnya dan tiada seorangpun yang berwajah begini,
sebaliknya kepandaian lip-le-seng-kin yang ditunjukkan si orang aneh ini tadi justru
adalah ilmu tunggal golongan Khong-tong-pay yang tak mungkin diajarkan pada orang
luar.

Hong san Koay Khek – Halaman 38


yoza collection

Diam-diam Jun-yan menimang-nimang meski orang aneh tiada maksud jahat, tapi
ketika di Lo-seng-tian selalu mengejar saja pada dirinya, sesudah ia tinggalkan
kelenteng itu masih terus orang mengintil. Dengan siapapun boleh berkawan, tetapi
masa harus berkawan dengan seorang aneh seperti setan ini? Tidakkah jalan paling
selamat ialah : kabur ?
Karena itu segera ia pura2 membentak: Hai, apakah kau ini orang Khong-tong-pay
? Berani kau menggoda aku ditengah jalan, jika aku laporkan pada Ciangbunjin dari
Khong-tong-pay, Liok-hap-tong-cu Li Pong, pasti takkan menguntungkan kau!
Cara Jun-yan berkata ini sengaja ia keraskan suaranya, sebab ia insyaf, sedikit saja
ia menggeser pergi, betapapun gesitnya, pasti orang aneh itu dapat menyusulnya. Maka
semakin berkata semakin keras suaranya, sedang kakinya terus menggeser kebelakang.
Ketika selesai ia berkata, sementara itu ia sudah berada sejauh 4-5 tombak dari orang
aneh itu.
Betul juga, orang aneh itu masih berdiri terpaku ditempatnya, hanya kepalanya
miringi, rupanya sedang pasang kuping buat mendengarkan. Diam-diam Jun-yan sangat
girang, lebih pasti lagi dugaannya bahwa orang aneh tentu seorang buta, asal ia
menahan napas dan tidak menerbitkan suara, pasti orang takkan dapat mencari
jejaknya. Ia pikir mundur lagi sedikit jauh, lalu berdiam diri untuk melihat bagaimana
reaksi orang aneh itu.
Tak terduga ada lebih baik kalau ia tidak mundur lagi, tapi baru mundur selangkah,
tahu-tahu tubuhnya telah menubruk kedalam pangkuan seseorang.
Kagetnya Jun-yan kali ini ber-tambah2, tanpa pikir lagi telapak tangan kirinya ia
tamparkan kebelakang. Dalam keadaan tubuh menempel, semestinya tamparan ini
tentu kena sasarannya, siapa duga, baru saja tangannya diayun, tahu-tahu pergelangan
tangannya malah terasa kesemutan, kiranya sudah kena ditangkap orang
dibelakangnya itu.
Jun-yan jadi mengeluh, ia tak berani berteriak, karena kuatir diketahui orang aneh
itu hingga soalnya semakin bertele-tele. Dalam gugupnya ia ayun pecutnya yang
berujung mulut bebek itu kebelakang dengan tipu hwe-jui-tiok-le atau membalik mulut
mematok keong.

Hong san Koay Khek – Halaman 39


yoza collection

Tapi sial baginya, sebelum sabetannya mengenai sasarannya, tahu-tahu jiok-tek-


hiat di sikutnya terasa kesemutan, genggamannya menjadi kendor, dan senjatanya
sudah pindah ketangan orang.
Dahulu ketika Jun-yan mempelajari ilmu pecut itu, pernah gurunya Thong-thian-sin-
mo Jiau Pek-king berpesan: Dengan ilmu pecut lain dari pada yang lain ini, betapapun
musuh takkan dapat merampas senjatamu ini, tetapi bila sampai pecutmu ini kena
direbut, maka terang kau sudah kecundang, tak perduli lawan seorang sepele saja,
jangan lagi kau menempur terus, jalan paling selamat ialah lari. Baiknya gurumu ini
bukan seorang ksatria atau laki2 sejati, lebih2 bukan manusia yang suka cari nama,
maka kau larikan diri rasanya juga tidak merosotkan pamor gurumu ini!
Pesan itu selamanya diingat baik-baik oleh Jun-yan. Kini melihat pecutnya benar2
kena dirampas orang, segera ia bermaksud kabur. Namun pergelangan tangan kirinya
kena dipegang musuh, mana bisa lari begitu saja ?
Dalam gugupnya ia me-ronta2 sembari melirik tangan musuh yang memegangi
tangannya itu, dan diluar dugaan, demi nampak tangan orang, dari keringat dingin yang
tadinya sudah membasahi tubuhnya itu, kini ia malah menjadi lega.
Kiranya tangan orang yang memegangnya itu ternyata berjari gemuk-gemuk dan
merah seperti diwanter kuku jarinya, panjang lebih dua senti hingga mengeluarkan
cahaya mengkilap, siapa lagi dia kalau bukan telapak tangan Cu-seng-cian atau tangan
merah Cu-se yang dikenalinya sebagai tangannya Liok-hap-tong-cu Li Pong.
Saking girangnya, segera iapun mengomel : He, Li-sioksiok, kenapa kau sengaja
bikin kaget padaku ?
Maka terdengarlah orang yang dibelakangnya itu ketawa terbahak-bahak sembari
kendorkan cekalannya, kemudian katanya : Setan cerdik, dibelakangku kau selalu sebut
namaku, apa yang sedang kau lakukan untuk alamatku bukan ? Haha, kalau tidak bikin
kaget kau sekali-kali, adu mulut aku memang kalah, bukankah selalu aku akan rugi ?
Ketika Jun-yan menoleh, maka terlihatlah seorang berperawakan pendek buntat,
rambutnya hitam mengkilap, alisnya yang panjang tebal, tapi berwarna putih bersih,
dibawah janggutnya tumbuh serumpun jenggot, tapi warnanya justru hitam, dan diapit
dan alisnya putih, wajahnya masih kekanak2an, tambah lagi sepasang tangan Cu-seng-
ciang , siapa lagi dijagat ini yang mempunyai corak khas seperti Liok-hap-tong-cu Li
Pong ini ?

Hong san Koay Khek – Halaman 40


yoza collection

Sesudah tertegun sejenak, segera Jun-yan mengomel lagi: Bagus kau, Li-sioksiok !
Kau kirim orang golonganmu Khong-tong-pay untuk bikin rusuh di Lo-seng-tian diatas
Ciok-yong-hong, kini tua menghina lagi seorang gadis muda seperti aku, kelakuanmu
ini mana ada sifat pribadi yang agung sebagai Bu-lim-cianpwe (angkatan tua persilatan)
dan seorang ketua cabang persilatan. Biarlah aku siarkan berita ini tentu kau akan
dibuat buah tertawaan orang!
Hebat benar dakwaanmu ini ? sahut Li Pong sambil melelet-leletkan lidahnya.
Tapi cara bagaimana untuk menebus kekalahanku ini, supaya nona jelita tidak
marah-marah lagi?
Itu mudah , ujar Jun-yan sembari tekap mulutnya yang mungil untuk menahan
tertawanya. Asal kau ajarkan aku Liok-hap-to-hoat, maka segalanya akan menjadi
beres!
Kiranya Liok-hap-tong-cu Li Pong ini memang bertabiat jenaka, meski seorang
ketua cabang persilatan, tapi paling suka pada orang muda yang ingin maju, sama
sekali tak berlagak tua terhadap kaum muda, dan Lou Jun-yan memang sudah biasa
bersenda gurau dengan dia.
Ai, setan cerdik , demikian sahut Li Pong kemudian dengan tertawa ia menyambung
: Belum lagi menjadi pembesar, sudah mau terima sogok, sayang Liok-hap-to-hoat yang
kau inginkan tidak ada, kalau Liok-hap-cio-hoat, bagaimana? Kau mau tidak?
Jun-yan tidak tahu kalau kata2 Li Pong itu sedang mempermainkannya, sebaliknya
ia pikir, menurut cerita suhunya ilmu silat rahasia kaum Khong-tong-pay sangat banyak
dan semuanya bagus tiada bandingan, keruan ia kegirangan, segera ia menyahut : Ya,
boleh, bagus sekali!
Baik , kata Liok-hap-tong-cu Li Pong sembari geraki tangannya terus mendorong
ke arah si gadis.
Sampai disini, barulah Jun-yan tahu dirinya kena diapusi. lapun tahu tak nanti Li
Pong memukul sungguh-sungguh padanya, namun bila pukulan itu sampai kena,
bukankah ia sendiri malu sebagai anak murid Thong-thian-sin mo Jiau Pek-king? Maka
cepat sekali ia berkelit kesamping.
Bagus, gerakan yang gesit! seru Li Pong memuji Tapi segera ia melangkah maju
dan pukulan kedua dilontarkan pula.

Hong san Koay Khek – Halaman 41


yoza collection

Selagi Jun-yan hendak berkelit pula,


mendadak terasa angin berkesiur cepat lewat
disampingnya, si orang aneh yang terpaku
ditempatnya tadi tahu-tahu melesat ketengah-
tengah antara dia dengan Li Pong, terlihat pula
tangan si orang aneh diangkat, iapun
melontarkan pukulan kedepan, maka
terdengarlah suara plak , kedua tangan si orang
aneh dan Li Pong saling beradu.
Pukulan yang dilontarkan oleh Li Pong tadi
hanya pura2 saja untuk menggoda Jun-yan,
sama sekali ia tidak menduga bahwa mendadak
bisa muncul seseorang untuk merintanginya?
Sebaliknya orang aneh itu melontarkan pukulan
sepenuh tenaga, maka Liok-hap-tong-cu Li Pong tergetar hingga mundur 7-8 tindak, jika
bukan lwekangnya sudah terlatih sampai tingkat yang bisa dipergunakan dengan
sesukanya dan segera kumpulkan tenaga buat menahan, boleh jadi ia sudah terluka
dalam.
Bila kemudian Li Pong dapat melihat bahwa lawannya itu ternyata seorang jelek
yang mukanya 90 persen lebih mirip setan, kedua matanya melolor memutih, terang
seorang buta, tapi tenaga dalamnya ternyata sedemikian hebatnya, ia menjadi
tercengang.
He, budak cerdik, kiranya kau masih punya bala bantuan! , katanya kemudian.
Semula Jun-yan menyangka kalau orang aneh ini adalah orang Khong-tong-pay,
kini mendengar kata Li Pong, pula cara orang aneh itu turun tangan tadi terang
bukannya pura2, tapi menganggap Li Pong hendak mencelakainya, kalau begitu, apakah
benar2 orang aneh ini sudah berkawan dengan aku? demikian pikir si gadis.
Karena itu, cepat ia menjawab: Li-sioksiok, bergurau boleh bergurau, tapi kalau
sungguh2 hendaklah kita juga sungguh2. Orang ini adalah orang yang bikin rusuh di
kelenteng Lo-seng-tian, Jing-ling-cu dan kawan2nya tiada yang kenal asal-usulnya, tadi
aku melihat ia gunakan kepandaian lip-te-seng-kin untuk pantek dirinya diatas batang
pohon, masa dia bukan orang golonganmu? Dan tiba2 kaupun datang kemari, apakah
kau juga hendak mengunjungi Jing-ling Totiang?

Hong san Koay Khek – Halaman 42


yoza collection

Ya, aku juga menerima undangan Jing-ling-cu , sahut Li Pong. Cuma ditengah jalan
terhalang sesuatu urusan, maka datangnya terlambat. Apakah undangan Jing-ling-cu
pada orang banyak, justru disebabkan urusan setan jelek ini?
Benar , kata Jun-yan mengangguk. Suhu juga diundang, ia bilang tentu akan
berjumpa dengan seorang yang bernama Cu Hong-tin yang memuakkan, ia sendiri tak
sudi turun gunung, maka aku yang diperintahkan kemari.
Bagus kuda liar terlepas dari kekangan, tentu saja hebat! goda Li Pong dengan
tertawa.
Li-sioksiok, biasanya kau sangat sayang padaku. Aku hanya gunakan kesempatan
ini untuk mencari pengalaman kangouw, maka terlambat pulang, kelak jika ketemu suhu,
harap jangan kau laporkan! pinta si gadis.
Tak bisa , kata Li Pong sembari geleng2 kepalanya. Masa kau suruh aku seorang
tua yang menghina kaum muda, seorang yang tanpa sifat pribadi ketua cabang
persilatan, supaya berdusta untukmu?
Aii, Li-sioksiok ini.. . sahut Jun-yan sambil menjengkitkan mulut.
Li Pong menjadi geli melihat muka si gadis yang menyenangkan ini. Jun-yan tahu
kalau orang tua itu diam2 sudah berjanji, lalu ia menceritakan pengalamannya di Lo-
seng-tian diatas Ciok-yong-hong itu.
Sambil mendengarkan cerita si gadis yang menarik itu, diam2 Li Pong
memperhatikan orang aneh itu. Ia lihat orang aneh itu berdiri menghadap kearah si
gadis tanpa bergerak sedikitpun, se-akan2 sangat senang dan ketarik oleh setiap kata2
serta setiap suara ketawa si gadis.
Sesudah Jun-yan selesai menutur, lalu Li Pong berkata : Kalau dia mahir ilmu silat
cabang lain, itulah bukan soal, tapi kepandaian lip-te-seng-kin benar2 adalah ilmu
tunggal Khong-tong-pay kami, darimana ia dapat mempelajarinya? Ahm.. . ia merenung
sejenak, tiba2 dari pinggangnya ia lolos keluar sebilah golok yang bersinar hijau
mengkilap. Nyata itulah golok pusaka Pek-lin-sin-to kaum Khong-tong-pay.
Melihat Li Pong mendadak lolos senjata, sedang orang aneh itu juga rupanya sudah
mendengar suara senjata tajam dicabut, maka agak terkejut dan terus mundur setengah
langkah, kakinya berdiri kokoh dalam gaya miring, nyata itulah kuda2 yang kuat sekali
untuk menghadapi segala kemungkinan.

Hong san Koay Khek – Halaman 43


yoza collection

Menyangka kedua orang bakal saling gebrak dan kasihan juga bila orang aneh yang
cacat itu sampai terluka, maka cepat Jun-yan bertanya: Li-sioksiok, apa yang hendak
kau lakukan ?
Aku hendak menjajal dia. Kau bilang dia mahir ilmu lip-seng-kin , apakah ia juga
pandai Liok-hap-to-hoat?! sahut Li Pong. Lalu ia membentak ke arah si orang aneh:
Nah, sobat, sambutlah!
Habis itu, sekali tangannya bergerak, tahu2 golok pusakanya itu tertimpuk kedepan
membawa selarik sinar hijau yang menyilaukan ke-arah orang aneh itu.
Ternyata orang aneh itu sangat cekatan, sekali tangannya membalik, segera golok
itu sudah kena dipegangnya.
Terkejut sekali Li Pong melihat cara si orang aneh itu menyambuti goloknya, tanpa
terasa ia berseru memuji.
Kepandaianmu bagus! Awas serangan!
Segera ia gunakan sarung goloknya sebagai senjata, terus dengan tipu Ci-gi-tong-
lai atau hawa ungu datang dari timur, sarung goloknya membawa angin kencang terus
menusuk kemuka si orang aneh.
Liok-hap-to-hoat dan Liok-hap-co-hoat dari Khong-tong-pay, kesemuanya
mengambil atas gabungan langit bumi dan keempat penjuru yang diubah lagi, jadi langit
dan bumi atau atas dan bawah ditambah empat penjuru yalah enam, maka disebut
Liok-hap atau enam gabungan.
Ilmu golok dan pukulan itu sebenarnya masing-masing hanya terdiri dari enam
jurus saja, yaitu dengan aksara langit, bumi, timur, barat, utara dan selatan, tapi diantara
tiap-tiap jurus itu terkandung pula enam macam pecahan, dari tiap-tiap pecahan, ini
juga mengambil kedudukan enam aksara seperti tersebut diatas, maka kalau dimainkan
menjadi enam kali enam menjadi tiga puluh enam jurus. Ilmu silat ini adalah kepandaian
tunggal Khong-tong-pay yang tak diajarkan pada orang lain.
Begitulah Jun-yan melihat gerak serangan Li Pong itu dilontarkan sangat perlahan
sekali, ia tak kenal tipu serangan macam apakah itu, juga tak tahu kemuzizatan yang
terkandung dalam tipu ini, tapi bila ingat inilah kesempatan bagus untuk mencuri belajar
Liok-hap-to-hoat, berkat otaknya yang tajam, segera ia perhatikan sungguh2 gerak
geriknya Li Pong, ia ingat baik2.

Hong san Koay Khek – Halaman 44


yoza collection

Ia lihat ketika tusukan Li Pong itu dilontarkan, sarung golok yang dibuat senjata itu
mendengung sekali terus ujungnya memutar hingga menjadi satu lingkaran kecil,
kembali mendengung sekali terus menggores sebuah lingkaran besar, selesai dua
lingkaran digores, ujung golok itu sudah mendekati muka si orang aneh.
Orang aneh itu masih berdiri tegak sambil memegangi Pek-lin-to yang dilemparkan
Li Pong tadi, sama sekali tiada tanda2 hendak menangkis atau berkelit.
Hayo sambut! bentak Li Pong lagi sembari menggores lingkaran yang ketiga.
Dengan digoresnya tiga lingkaran sinar itu, ujung goloknya sudah tinggal beberapa
senti saja didepan muka si orang aneh. Karena itu, baru mendadak orang aneh itu
geraki goloknya secepat kilat.
Herannya gerak tipunya ternyata sama dengan tipu serangan Li Pong, golok
bersinar hijau yang menyilaukan itu segera melingkar menjadi satu bundaran, hebatnya
lingkaran pertama ini sudah jauh lebih besar dari lingkaran ketiga yang digoreskan Li
Pong tadi. Dibawah sambaran sinar senjata itu, sarung golok Li Pong sudah terkurung
didalamnya.
Melihat sekali bergerak, orang itu benar-benar melontarkan tipu Ci-gi-tong-lai , jurus
pertama dari Liok-hap-to-hoat, bahkan tenaga dalam yang digunakannya terang diatas
dirinya, tak nanti dibawahnya, keruan Li Pong terkejut, segera ia bermaksud menarik
kembali sarung goloknya, tapi sudah tidak keburu lagi.
Tiba2 sinar hijau berkelebat, ilmu golok orang aneh itu sudah berubah, Pek-lin-to
dibujurkan kesamping.
Li Pong adalah Ciangbunjin atau ketua Khong-tong-pay, sudah tentu ia kenal gerak
tipu itu disebut Se-jut-ham-koan atau kebarat keluar benteng Ham. Jika ia tidak mundur
cepat saatnya, tapi tunggu sampai orang habis memainkan enam jurus hingga tiga
puluh enam macam perubahan seluruhnya dilontarkan, maka pasti ia akan kewalahan
menghadapinya. Ia menjadi geregetan mengapa tadi terlalu pandang enteng lawannya
dan menyerahkan golok pusaka kepadanya, kini ia sendiri hendak melepaskan diri dari
rangsakan saja rasanya susah.
Mendadak ia kendorkan cekalannya, sarung goloknya terpaksa ia korbankan, ia
ulurkan kedepan dan dilepaskan, berbareng orangnya terus melompat mundur.

Hong san Koay Khek – Halaman 45


yoza collection

Maka terlihatlah sinar golok gemerlapan, sarung golok itu tahu2 terkutung menjadi
tujuh potong.
Nyata itulah tipu Lam-tau-liok-sing atau enam bintang dari langit selatan. Tipu
serangan ini biasanya sangat susah dimainkan, sebab harus sekali membacok
beruntun-runtun menyendal enam kali, tapi dalam permainan orang aneh itu, tipu itu
seperti sepele saja, jitu dan langgeng, sedikitpun tidak meleset, hingga sarung golok itu
terbabat enam kali dan terkutung menjadi tujuh potong dan berserakan ditanah.
Sesudah Liok-hap-tong-cu Li Pong melompat pergi, kembali orang aneh itu berdiri
kaku. Saking herannya Jun-yan sampai ternganga, hingga lama baru ia buka suaranya
: Li-sioksiok, bagaimana ini ? Kau adalah Ciangbunjin Khong tong-pay, masa ilmu
golokmu Liok-hap-to-hoat malah kalah sama dia?
Bukan saja ilmu golokku kalah, bahkan tenaga dalam juga dia lebih menang , sahut
Li Pong. Umpamanya dia yang gunakan sarung golokku dan aku memegang Pek-lin-to,
rasanya akupun bukan tandingannya! Bukankah kau saksikan tadi, begitu bergerak, jurus
pertama saja sarung golokku sudah terkurung didalam sinar goloknya? Sungguh aneh!
Orang ini pasti tokoh Khong-tong-pay, apakah mungkin masih angkatan tua dari
golongan kami ?
Sehabis berkata, segera ia gelengi kepala menjawab sendiri: Tak mungkin, tak
mungkin!
Li-siok-siok, tak perlu kau terka tak keruan, sebab ilmu silat cabang lain, iapun
sangat mahirnya! ujar Jun-yan.
Paling benar sekarang carilah akal untuk merebut kembali golok pusakamu itu dari
tangannya!
Benar juga pikir Li Pong, segera ia menubruk maju sambil julurkan tangannya yang
merah itu untuk merebut goloknya, tapi sedikit orang aneh itu angkat lengannya, dengan
jurus Thian-ho-to-kwa atau sungai langit gantung terbalik, satu jurus dari Liok-hap-to-
hoat, terus hendak memotong pergelangan tangan Li Pong.
Keruan Li Pong menjadi terkejut, cepat ia tarik tangannya dan ganti jari tangan kiri
diangkat buat menyerang kedua mata lawan, dan ketika orang aneh itu lintangkan
goloknya hendak menangkis, Li Pong membarengi sekali gertak, tangan kanan secepat
kilat hendak menangkap punggung golok.

Hong san Koay Khek – Halaman 46


yoza collection

Tipu serangan Li Pong ini disebut sam-sing-boan-ngoat atau tiga bintang


mengelilingi bulan, ialah semacam ilmu kepandaian merebut senjata orang dengan
tangan kosong, lebih dulu jari kiri mengarah mata lawan, disusul menggertak, berbareng
tangan kanan merebut, tiga gerakan sekaligus dilontarkan. Dibawah permainan Liok-
hap-tong-cu, tipu itu menjadi makin hebat.
Tapi hasilnya ternyata nihil, sebab orang aneh itu mendadak tekan goloknya
kebawah sembari kepala mengegos, lalu tubuhnya terus meloncat keatas, dalam
sekejap saja tipunya thian ho-to-kwa tadi sudah berganti menjadi te-lai-hong-seng
atau bumi bergoncang menjangkitkan angin.
Dalam kagetnya Li Pong tak berani menyusul buat merebut senjata lagi, dengan
masgul ia melompat mundur, ia termangu-mangu tak berdaya.
Disamping sana Jun-yan juga ikut kuatir bagi Li Pong, Pek-lin-to itu adalah golok
pusaka kaum Khong-tong-pay yang hanya dibawa oleh ketuanya, malahan ada
peraturan yang menentukan bahwa melihat golok itu seakan-akan melihat ketuanya,
anak murid Khong-tong-pay sendiri tidak sedikit jumlahnya, golok pusaka itu mana
boleh dihilangkan begitu saja? Tapi apa daya, kalau Li Pong sendiri tak mampu merebut
kembali, apa lagi ia sendiri ?
Hai, kau ini kenapa tidak kenal kebaikan , dalam gugupnya ia berseru, Orang
meminjamkan golok padamu untuk menjajal ilmu goloknya, mengapa senjatanya malah
kau kangkangi?
Tiba-tiba mulut orang aneh itu menyengir, tapi karena wajahnya yang jelek dan
bibirnya yang sudah cacat, maka nampaknya menjadi ngeri. Menyusul ia angsurkan
Pek-lin-to itu kepada Lou Jun-yan yang terperanjat sembari mundur selangkah, tapi
kemudian dapat dilihatnya orang tak bermaksud jahat, segera ia tabahkan diri dan
menanya: Apakah kau hendak berikan golok ini padaku ? Orang aneh itu tertegun
sejenak, lalu mengangguk.
Maka tanpa ragu2 lagi Jun-yan mendekatinya, cuma untuk menjaga segala
kemungkinan pecutnya ia siapkan ditangan. Lalu golok yang diangsurkan orang aneh
itu diterimanya.
Melihat itu, Liok-hap-tong-cu Li Pong menjadi lega, golok pusaka itupun ia terima
kembali dari si gadis, dan katanya : Setan cerdik, sekali ini benar2 berkat kau !
Kebaikanmu ini tentu takkan kulupakan!

Hong san Koay Khek – Halaman 47


yoza collection

Takkan melupakan, apa gunanya ? Masakan kau bakal memberikan golok itu
padaku? demikian sahut Jun-yan. Lalu iapun berkata lagi pada dirinya sendiri : Ah,
betapa baiknya kalau benar2 golok pusaka ini milikku ?
Siapa duga, baru selesai ia berkata, mendadak si orang aneh itu terus menerjang
ke arah Li Pong, kelima jarinya terpentang terus hendak merebut golok itu, diwaktu
tangannya bergerak itu samar2 membawa suara yang gemuruh.
Lekas2 Li Pong enjot tubuh berjumpalitan kebelakang hingga jauh sambil berseru :
Ilmu Pi-lik-cio yang hebat ! Setan cerdik, apa yang kau katakan tadi memang benar,
orang ini mahir benar dalam berbagai cabang silat, ilmu pukulan Pi-lik-cio ini adalah
kepandaian tunggal keluarga In di Holam yang hanya diturunkan kepada anaknya,
ternyata diapun bisa menggunakannya, benar-benar hebat dan aneh !
Begitu ia melompat mundur, segera orang aneh itu memburunya dan beruntun-
runtun melontarkan beberapa jurus serangan buat merebut golok, tapi Li Pong sudah
memegang senjata pusakanya, iapun tidak gentar pula, segera ia mainkan Liok-hap-to-
hoat dengan kencang hingga orang aneh itu ditahan dalam jarak-jarak tertentu tak
mampu mendekat.
Karena itu, maka terdengarlah orang aneh itu bersuara uh-uh-uh pula, rupanya
gugup karena seketika tak bisa merebut senjata lawan.
Lekas kau pulang ketempatnya Jing-ling-cu saja, buat apa masih keluyuran disini
? kata Jun-yan kemudian.
Aneh bin ajaib, terhadap apa yang dikatakan Jun-yan, ternyata orang aneh itu selalu
menurut. Maka sekali putar tubuh, cepat ia mengeloyor pergi.
Li Pong dan Jun-yan ter-mangu2 melihat kelakuan orang yang susah dimengerti
itu.
Berpuluh tahun aku berkecimpung di kang ouw, tapi belum pernah kenal dikalangan
persilatan ada seorang tokoh aneh seperti ini , demikian kata Li Pong saking herannya.
Kalau melihat tindak tanduknya sudah terang seorang gendeng yang tak merasa
lagi asal usul dirinya sendiri. Menurut aku, Jing-ling-cu harus mengumpulkan semua
tokoh2 dunia persilatan dari yang rendah sampai yang tinggi, boleh jadi baru bisa
mengenalinya! Maka kini biarlah aku pergi ke Ciok-yong-hong untuk menemui Jing-ling-
cu, apakah kau juga ingin ikut?

Hong san Koay Khek – Halaman 48


yoza collection

Ah, tidak , sahut Jun-yan menggelengkan kepala. Tapi harap Li-siok-siok, jangan
sekali2 kau beritahukan suhu tentang jejakku ini, bila kau mengatakan padanya, kelak
pasti aku akan siarkan kejadian golokmu dirampas orang aneh tadi, coba pamormu
bakal merosot atau tidak ?
Habis berkata, dengan tertawa ter-kikih2 ia terus berlari pergi. Melihat kenakalan si
gadis, Li Pong hanya bisa angkat bahu sambil tersenyum, lalu melanjutkan
perjalanannya ke Ciok-yong-hong.
Dengan kata2nya tadi, Jun-yan sudah yakin meski ia keluyuran setengah atau
selama setahun diluaran, pasti juga Li Pong akan membelanya dimuka sang suhu, maka
tak kuatir lagi kini, saking senangnya larinya tambah cepat.
Malamnya, ia dapatkan sebuah penginapan disuatu kota kecil dibawah gunung, tapi
belum lagi fajar tiba ia sudah bangun, ia melompat keluar melalui jendela, ia pilih sebuah
gedung yang paling mentereng dan digerayanginya belasan lonjor emas yang
seluruhnya hampir 400 tahil, dengan ini ia akan gunakan sebagai biaya pesiarnya nanti.
Memangnya Jun-yan murid Thong-thian-sin-mo yang terkenal ksatria bukan,
penjahat pun tidak, maka mesti sementara menjadi pencuri, Jun-yan tidak merasakan
sesuatu keganjilan.
Setibanya kembali dihotel, hari masih belum terang, ia masuk tidur lagi hingga hari
sudah dekat lohor baru mendusin, tapi baru saja sadar, segera ia merasakan sesuatu
yang aneh, di dekat lehernya serasa dingin tajam, seperti ada sesuatu senjata tajam
terletak disitu.
Ketika ia menoleh kesamping, maka terlibatlah sebilah golok pusaka yang
memancarkan sinar hijau menyilaukan, persis terletak diujung hidungnya, jaraknya tidak
lebih dari satu senti saja. Coba bila ia menolehnya sedikit sembrono, boleh jadi
hidungnya yang mancung itu sudah menjadi pesek.
Demi nampak golok pusaka itu, segera Jun-yan mengenali itu adalah Pek-lin-to milik
Khong-tong-pay, maka tanpa ragu2 lagi segera ia berteriak: Ha, Li-siok-siok, kau selalu
mau takut2i aku saja!
Tapi meski ia mengulangi teriakannya, masih tiada orang menyahut, malahan
terdengar pelayan hotel yang sedang menegur diluar: Apakah nona sudah bangun ?
Apakah perlu diambilkan air cuci muka ?

Hong san Koay Khek – Halaman 49


yoza collection

Siau-ji-ko (panggilan pada pelayan), mari kau masuk, aku ingin tanya padamu !
sahut Jun-yan sembari betulkan rambutnya yang kusut.
Sebenarnya datangnya Jun-yan seorang diri menginap dihotel sudah membikin
pengurus hotel merasa heran, kini dilihatnya pula si gadis tidur hingga lohor masih
belum bangun, rasa curiga mereka semakin menjadi, maka sebenarnya sipelayan dan
kasir lagi kasak kusuk dan bisik-bisik diluar kamar, kini demi mendengar panggilan,
segera mereka mendorong pintu dan masuk kekamar.
Tapi begitu pintu terbuka, mendadak mereka melihat si gadis berdiri didepan
ranjang sambil menghunus golok, mereka menjadi terpaku kaget, malahan saking
ketakutan kasir hotel itu sampai mendeprok ditanah sembari memohon : Am.. . . .ampun
Li-tai-ong (sebutan pada begal wanita) ! sedang sipelayanpun ikut-ikut mendekam
diatas tubuh sikasir dengan badannya menggigil ketakutan.
Mengkal dan geli si gadis melihat macam kedua orang itu, lalu dampratnya : Ngaco
belo, masa aku kalian sangka Li-tai-ong apa segala? Lekas bangun!
Dengan gemetar kedua orang itu berbangkit tapi muka mereka tetap pucat bagai
mayat.
He, apakah semalam kalian melihat ada orang memasuki kamarku ? tanya Jun-
yan.
Kedua orang itu saling pandang dengan heran oleh pertanyaan itu. Tidak ada!
sahut mereka akhirnya.
Tiada seorang kakek buntak bertangan merah yang masuk kemari ? desak Jun-
yan.
Tidak ada, tidak ada! sahut kedua orang itu berulang-ulang.
Jun-yan menjadi semakin heran dan bingung tiba-tiba dapat dilihatnya disamping
bantalnya terdapat pula secarik kertas kecil, lekas-lekas ia mengambilnya dan dibaca,
ternyata diatasnya tertulis dua huruf Jing-kin , gaya tulisannya kuat dan indah, selain
itu, tiada sesuatu lagi yang didapatkannya.
Semakin Jun-yan tak faham apakah artinya itu, dan meski sudah dipikir dan tiada
mengerti, akhirnya iapun simpan baik-baik golok pusaka itu dan pesan pelayan
menyediakan makanan, habis itu, iapun tinggalkan hotel. Ia membeli seekor kuda kuat
untuk alat pembantu perjalanannya, sepanjang jalan ia selalu tungak tengok kesana

Hong san Koay Khek – Halaman 50


yoza collection

kemari hingga sangat menarik perhatian orang-orang yang berlalu lalang, namun sama
sekali ia tak menghiraukan.
Jalan yang diikutinya itu ternyata adalah jalan raya yang menuju kota Hengyang,
suatu kota yang ramai makmur dan terkemuka diwilayah Oulam dan banyak dikunjungi
saudagar2.
Diatas kudanya Jun-yan sangat terpesona oleh keramaian lalu lintas itu. Tiba2
didengarnya ada suara keleningan bercampurkan suara berdetaknya kaki kuda dari
belakang, ketika ia menoleh, kiranya seorang Su-seng atau orang sekolahan,
menunggang seekor keledai sedang mendatangi cepat dari belakang.
Orang menunggang keledai sebenarnya tidaklah mengherankan, tapi Suseng ini
justru anak aneh, sebab caranya menunggang binatangnya itu dengan mungkur, jadi
seperti caranya Thio-ko-lo, itu dewa dalam cerita Pat-sin (delapan dewa). Pula keledai
itu meski kecil, tapi larinya ternyata amat cepat, lebih aneh lagi ialah bulu tubuhnya
seluruhnya putih mulus, sebaliknya empat telapakan kaki dan ekornya hitam mengkilap.
Ter-heran2 Jun-yan melihat macam keledai yang menarik itu, diam2 ia membatin :
Keledai ini hebat amat, jika dapat kurebutnya untuk pesiar ke-mana2, bukankah jauh
lebih bagus daripada menunggang kuda belian ini ?
Tapi sipelajar muda itu se-akan2 dapat menerka akan maksud hatinya, tiba2 ia
membentak, segera keledai putih itu pentang kaki terus lari cepat luar biasa.
Sesaat itu Jun-yan malah tertegun, ketika ia sadar kembali, dua saudagar yang
berlalu disitu sudah mendahuluinya lagi. Lekas2 ia berdiri diatas kudanya untuk
melongok, tapi keledai sipelajar sudah jauh sekali, untuk mengejar rasanya tak mudah,
diam2 ia menyesal kenapa tadi melepaskan kesempatan baik itu.
Sedang ia ter-menung2, tiba2 disamping ada orang membentak keras2 : Sam-
thay.. . lalu yang seorang menyambung: Piau-kiok!
Nada teriakan itu semuanya sengaja ditarik panjang2 hingga kedengarannya rada
aneh dan lucu.
Ketika Jun-yan berpaling, kiranya itu adalah dua orang pembuka jalan dari sesuatu
perusahaan pengawalan.

Hong san Koay Khek – Halaman 51


yoza collection

Memangnya hati Jun-yan lagi mendongkol, apa pula tiba2 melihat kedua pembuka
jalan Piau-kiok itu selalu melarak-lirik kearahnya seperti copet mengincar sasarannya,
tentu saja ia menjadi gusar.
Setan, disamping nonamu, kenapa gembar-gembor sesukanya? demikian
dampratnya.
Pada umumnya, sebagai pengawal rendahan Piaukiok, meski bisa silat juga tiada
artinya, tapi karena pengalaman pekerjaan mereka yang senantiasa merantau, mulut
mereka justru tajam luar biasa, lebih-lebih kata-kata yang bersifat menggoda dan
rendah, jangan ditanya lagi!
Maka ketika mendengar Jun-yan mendamprat orang tanpa alasan, cara mereka
memandang si gadis menjadi semakin berani, mereka tidak melirik lagi kini, tapi sengaja
mengamat-amati dari depan sampai kebelakang dan dari kepala turun kekaki lalu dari
kaki naik lagi keatas.
Menghadapi seorang gadis jelita, tentu saja mereka menjadi tambah berani dan
ingin mendapatkan keuntungan kata-kata. Mereka saling pandang sekejap, lalu tertawa
bersama, sikap mereka sangat rendah memuakkan.
He, nona besar, kami bukan lakimu, kenapa belum kenal, datang-datang kau memaki
orang ? segera seorang buka suara.
Ai, toako ini! demikian sambung yang lain seperti dua pelawak yang lagi main
dagelan, kenapa dia memaki orang? Siapa tahu kalau dia telah penujui kita berdua!
Hahaha!
Begitulah mereka bergelak ketawa, masih ada tiga-empat orang kawannya yang
dengan sendirinya ikut terbahak-bahak.
Sebenarnya mulut Lou Jun-yan tidak kalah tajamnya, ditambah kecerdasannya,
biasanya tokoh persilatan mana saja kalau kebentur dia, tentu akan merasa kewalahan.
Seperti halnya Siau-yau-ih-su yang dipermainkannya diatas Ciok-yong-hong, tapi tak
mampu membalas.
Tapi kini menghadapi dua lelaki bangor dengan kata-katanya yang bersifat rendah
kotor, sebagai seorang gadis dengan sendirinya tak ungkulan menandinginya.
Keruan mukanya menjadi merah mendengar apa yang dikatakan kedua orang Piau-
kiok tadi, pikirnya : Mereka berteriak membuka jalan memang sudah menjadi peraturan

Hong san Koay Khek – Halaman 52


yoza collection

Piaukiok, salahku sendiri tadi memaki mereka, kini rugi sendiri! maka sembari melototi
kedua orang itu dengan sengit, tanpa buka suara lagi ia keprak kudanya berlari
mendahului.
Kalau si nona sudah terima salah, sebenarnya urusan menjadi beres, tapi dasar
kedua orang Piaukiok itu memang lelaki bangor, mereka masih tidak kenal selatan,
dikiranya Jun-yan hanya seorang gadis biasa yang mudah digoda. Tiba-tiba merekapun
keprak kuda menyusul bahkan sambil bergembar-gembor dengan kata2 kotor yang tak
sedap untuk didengar.
Sungguh hati Jun-yan tak bisa bertahan lagi, diam2 ia pikirkan nama perusahaan
Sam-thay-piau-kiok yang diteriakan mereka tadi, logat mereka juga logat daerah
Soatang, nama Sam-thay-piau-kiok di Soatang memang sangat terkenal, cuma siapa
pemimpinnya ia sudah lupa. Kini ia hendak memberi hajaran setimpal pada laki2 bangor
itu, iapun tak pikir bakal cekcok dengan siapa nanti.
Maka segera ia menahan kudanya sambil menoleh, ia menggapaikan tangan dan
memanggilnya : Marilah, kalian kemari !
Melihat itu, mengira kalau si nona sungguh2 kepincut, saking senangnya, tulang
kedua orang itu se-akan2 lemas seluruhnya. Maka dengan suara sahutan yang di-bikin2,
segera merekapun keprak kuda kedepan.
Diluar dugaan, baru mendekati si gadis, mendadak sinar pecut berkelebat,
pandangan mereka menjadi silau tar-tar dua kali, muka kedua orang itu terkena
sabetan pecut, saking kesakitan hingga mereka ber-kuik2 bagai babi disembelih, terus
merosot kebawah kuda.
Rasa gusar Jun-yan masih belum reda, sekali lompat turun sret golok Pek-lin-to
asal milik Li Pong itu ia lolos hingga memancarkan sinar hijau, dan sekejap kemudian,
daun telinga kedua orang itu sudah berpisah dengan tuannya, menyusul mana si gadis
ayunkan kakinya hingga tubuh mereka terpental jauh ke tepi jalan.
Meski perbuatan Jun-yan dilakukan dengan cepat sekali, namun tempat dimana
terjadi itu adalah jalan raya yang sangat ramai. Maka demi melihat seorang gadis jelita
memegangi sebilah golok yang gemerlapan, sedang dua orang lagi ber-guling2 ditanah
penuh darah dimuka, karuan orang yang berlalu disitu menjadi kacau.

Hong san Koay Khek – Halaman 53


yoza collection

Tapi Jun-yan tidak peduli, sedang ia hendak melanjutkan perjalanannya, tiba2


terdengar lagi suara keleningan yang ber-ning2. Waktu ia memandang, kiranya keledai
putih yang bertelapak kaki dan ekor hitam itu lagi yang sudah balik kembali dan
berhenti sejauh dua-tiga tombak darinya. Penunggangnya, sipelajar muda itu yang
menunggang keledai secara mungkur, lagi ter-senyum2 kearahnya diatas binatang
tunggangannya.
Pikir Jun-yan, kebetulan ular mencari penggebuk , memangnya dirinya lagi hendak
merampas keledai itu, kini ia sendiri yang datang kembali, kenapa tidak sekalian
dilakukan sekarang, tokh tadi sudah terjadi onar?
Dengan keputusan itu, sedang ia hendak melesat kesana, tiba-tiba dilihatnya ada
tiga kuda bagus sedang menerobos rombongan kereta dan berjalan menuju kearahnya,
tiga orang penunggangnya nampak cekatan sekali diatas kudanya hingga sekejap saja
sudah datang menghadang didepan si gadis.
Belum lagi Jun-yan mengamat-amati ketiga orang itu, dilihatnya si Suseng tadi
sedang bertepuk tangan sambil tertawa dan berkata : Hahaha, bakal ramai, bakal ramai,
tentu bakal ramai sekali!
Jun-yan menjadi mendongkol, ia mendelik kearahnya. Tapi tiba-tiba dilihatnya
sewaktu pelajar itu bertepuk tangan tadi, tangannnya gemerlapan dengan sinar kuning
emas, bila ditegasinya, baru diketahui bahwa kedua telapak tangan pemuda itu ternyata
halus rata tanpa satu jaripun, kecuali ditangan kanannya pada jari telunjuknya memakai
sebuah salut emas yang bersinar kuning mengkilap.
Melihat itu, diam2 Jun-yan gegetun sendiri. Sungguh sayang seribu kali sayang,
seorang pemuda yang begitu tampan ganteng ternyata tangannya cacat tanpa jari.
Karena itu, tanpa merasa ia memperhatikan pula sekejap pada orang, sebaliknya
Suseng itupun lagi tersenyum padanya, entah mengapa, Jun-yan menjadi merah jengah
dan lekas-lekas melengos.
Ketiga penunggang kuda yang memburu datang tadi, sebenarnya mula-mula
berwajah sangat gusar, tapi ketika melihat ditangan si gadis membawa Pek-lin-to,
mereka jadi tercengang dan mengunjuk rasa heran.
Segera yang berdiri ditengah yang berumur paling tua melangkah maju serta
menegur: Sam thay-piaukiok kami selamanya tiada permusuhan dengan Khong-tong-
pay, guru kami Sam-jiu ji-lay Hang-It-wi dengan Liok-hap-tong-cu malahan adalah sobat

Hong san Koay Khek – Halaman 54


yoza collection

kental, kenapa sekarang nona mencegat ditengah jalan hendak merampas piau
(barang kawalan) kami ditengah hari bolong ?
Meski lagu perkataan orang ini tidak kasar tapi terang bersifat menuduh tanpa
sebab musababnya, walau sudah kenal juga golok pusaka yang berada ditangan si
gadis adalah Pek-lin-to pusaka Khong-tong-pay.
Keruan Jun-yan menjadi marah. Hm, jadi kalian bilang aku hendak merampas
barang kawalanmu? jengeknya segera.
Ketiga orang itu tertegun, tapi toh menjawab juga : Rasanya juga tidak mudah, jika
itu memang maksudmu !
Sebenarnya tiada maksud sama sekali pada Jun-yan hendak merampas barang
kawalan orang, tapi kini ia benar2 dibikin marah.
Tiba2 terdengar Suseng muda tadi dari samping malahan ikut mengipasi, katanya
dingin: Aha, orang sudah terlalu mendesak, kalau tidak turun tangan, kemanakah muka
harus disembunyikan!
Sementara itu ketiga orang tadi sudah ambil kedudukan sejajar, masing2
mengeluarkan toya Sam-ciat-kun , yaitu toya tekuk tiga, hingga menerbitkan suara
gemerincing karena rantai penyambungnya.
Tentu saja hal mana sangat menarik perhatian orang yang berlalu lalang disitu,
segera penonton merubung makin lama makin berjubel, se-akan2 tinggal menunggu
Jun-yan yang memulai turun tangan.
Dasar anak murid Thong-thian-sin-mo Jiau Pek king yang tindak tanduknya terkenal
aneh, setiap perbuatan hatinya menurut panggilan hati seketika, sedang akibatnya tak
pernah dipikir. Rupanya sifat ini sedikit banyak juga menurun pada diri Jun-yan.
Maka dengan tertawa dingin segera jengeknya : Baiklah, katakan terus terang
barang apa yang kalian kawal, jika nonamu tidak penuju, boleh jadi tidak sudi turun
tangan!
Ketiga orang itu berwatak berangasan dan tinggi hati, berkat nama besar Sam-thay
piaukiok pula dengan tiga pemimpinnya, yaitu terdiri dari tiga saudara perguruan, yang
tua bernama Sam-jiu-ji-lai Hang It-wi, kedua Sam-pi lo-jia Tiat Gin, ketiga Sam-bok-Ieng-
koan Siang Lui. Kesemuanya memiliki kepandaian tunggal yang lihay, pergaulannya
luas diseluruh negeri, sejak membuka Sam-thay piaukiok, dari kalangan mana saja suka

Hong san Koay Khek – Halaman 55


yoza collection

memberi bantuan seperlunya dan selamanya tak pernah gagal. Sebab itu sedikit banyak
orang2nya menjadi terkebur, apalagi kini melihat Jun-yan hanya seorang gadis jelita,
lebih2 tak dipandang sebelah mata oleh ketiga orang itu.
Maka dengan tertawa dingin orang yang tadi menjawab : Yang kami kawal adalah
benda berharga yang bernilai belasan laksa tahil emas, ada diantaranya sebuah kopiah
bertabur mutiara yang besar-besar, ada pula sebuah perahu jamrud yang panjangnya
hampir satu meter warna seluruhnya hijau dan terukir dari batu kumala asli, betapa
hidup ukiran perahu itu hingga beberapa puluh penumpangnya diatas perahu juga
seperti hidup sungguh2. Nah, dapatkah barang2 itu menarik perhatianmu ?
Begitu terkeburnya, hingga barang2 berharga yang mereka kawal, benar2 ia
beritahukan pada Jun-yan. Padahal biasanya benda apa yang dikawal, justru harus
dirahasiakan, tak nanti sembarangan boleh diketahui orang, kini caranya bilang terus
terang, jelas sekali Jun-yan di pandang sepele saja.
Keruan hati si gadis semakin geram, ia pikir sekalipun nantinya harus berurusan
dengan Sam jiu-ji-lai bertiga, hari ini sudah pasti aku akan menahan piau ini, bila tidak,
mukaku ini harus ditaruh dimana seperti kata si Suseng tadi ? Mengingat akan pelajar
muda itu, tanpa terasa ia melirik pula kearahnya dan tertampak orang masih berpeluk
tangan sambil bersenyum saja menonton disamping.
Dasar watak Jun-yan memang tak mau dikalahkan orang, apalagi sejak kecil sudah
dimanjakan sang guru, maka begitu ambil keputusan, segera ia membentak : Nah, jika
begitu, semuanya tinggalkan untuk nonamu disini!
Habis itu, goloknya bergerak, selarik sinar hijau segera menyambar dari atas
kebawah.
Cepat ketiga orang itu bersuit, lalu memencar tanpa balas menyerang.
Tapi orang yang berdiri ditengah-tengah tadi telah menjadi incaran Jun-yan, ia
menyusul cepat dan mengirim tusukan dari samping. Lekas-lekas orang itu ayun
toyanya untuk menangkis hingga menerbitkan suara gemerincingan.
Mendadak dari menusuk Jun-yan baliki golok pusakanya terus membabat kebawah,
maka terdengarlah suara creng yang keras, toya yang bertekuk tiga itu sudah kena
ditabas kutung sebagian.

Hong san Koay Khek – Halaman 56


yoza collection

Ha, benar-benar Pek-lin-to pusaka Khong tong-pay! seru orang itu dengan muka
berubah. Mungkin tadinya ia masih ragu-ragu apakah anak murid Khong-tong-pay bisa
melakukan pembegalan.
Sementara itu Jun-yan telah tertawa dan berkata : Nah, jika sudah kenal
kelihayanku, tinggalkan barangmu, biar jiwamu nonamu ampuni! sembari berkata,
goloknyapun terus membacok dan membabat ber-runtun2 beberapa kali.
Sebenarnya ia tak faham To-hoat atau ilmu permainan golok, gerak serangan ini
hanya dia keluarkan berdasarkan Hui-hun-cio-hoat atau ilmu pukulan awan
mengapung yang dipelajari dari sang guru, gerakan enteng gesit, tipu serangannya
cepat ganas, pula ketiga orang itu takut pada tajamnya golok itu, maka mereka jadi
terdesak sampai mundur2 terus.
Melihat ada kesempatan, segera Jun-yan melompat kedepan.
Tatkala itu para pekerja perusahaan pengawalan itu lagi berdiri disamping kereta
muatan buat menonton pertempuran dan kereta2 itu berhenti ditengah jalan raya,
ketika Jun-yan menerjang kesamping kereta itu, sekali kakinya melayang, dua orang
disitu segera terpental pergi. Menyusul mana Jun-yan cabut panji pertandaan diatas
kereta itu dan sekali tekuk, ia patahkan panji itu menjadi dua terus dibuang sekenanya,
habis itu goloknya untuk membacok kereta.
Keruan ketiga orang tadi sangat terkejut, berbareng mereka memburu datang.
Mendengar dari belakang ramai dengan tindakan orang, tanpa berpaling lagi Jun-
yan ayun goloknya terus membabat kebelakang dengan gerakan heng-hun-liu-cui atau
awan meluncur air mengalir, tapi mendadak ia robah menjadi liu-hun-tui-gan atau awan
meluncur mengejar belibis.
Dasar golok pusaka Pek-lin-to lebar dan panjang, maka seperti tangan si gadis
bertambah panjang, dan pula dimainkan dengan dasar bui hun-cio-hoat , maka
terdengarlah segera suara creng-creng dua kali, menyusul sekali lagi suara jeritan
orang yang ngeri.
Setelah ini, barulah Jun-yan memutar tubuh, dilihatnya toya kedua lawannya sudah
terkutung semua, seorang lagi pundaknya terluka parah dan roboh ditanah. Nyata
dalam dua jurus saja tiga orang lawan sudah dikalahkannya.

Hong san Koay Khek – Halaman 57


yoza collection

Nah, bagaimana ? Cukup tidak untuk maukan perahu jamrudmu itu ? jengek Jun-
yan kemudian sembari acungkan goloknya.
Tapi baru selesai ucapannya, tiba2 terlihat wajah ketiga orang itu mengunjuk rasa
girang sembari berseru : Sam-susiok !
Menyusul mana lantas terdengar dibelakangnya ada suara orang tua yang serak
sedang berkata : Perahu jamrud itu berada padaku, jika nona mau boleh mengambilnya,
mari!
Cepat Jun-yan berpaling, maka terlihatlah diatas kereta piau sana entah kapan
sudah berdiri seorang tua berpakaian ringkas.
Wajah muka orang tua ini aneh luar biasa, mukanya lebar, diantara kedua alisnya
terdapat sebuah belang panjang bundar hingga nampaknya seakan-akan punya tiga
mata, tangan dan kakinya pendek, tapi tanpa senjata. Kedua matanya bersinar tajam
sedang memandangi Jun-yan.
Hm , tiba2 kakek itu menjengek pula, kau membawa Pek-lin-to kaum Khong-tong-
pay, tapi terhadap Liok-hap-to-hoat sedikitpun tidak becus. Ketiga murid keponakanku
itu kena kau kelabui, sebab menyangka kau adalah anak murid Khong-tong-pay dan
rada mengalah, karena itu, apakah kau lantas anggap diri sendiri tiada bandingan
dikolong langit ini ?
Melihat macamnya orang, diam2 Jun-yan menduga orang tua ini tentu yang disebut
Sam bok-leng-koan Siang Lui, simalaikat bermata tiga. Pikirnya kebetulan, memangnya
aku bertujuan menyohorkan nama, kenapa aku tidak coba-coba tempur tokoh terkenal
ini ?
Maka dengan tertawa dingin iapun menyahut : Huh, kalau golok pusaka Khong-
tong-pay saja sudah berada di tanganku, lalu apa kau tidak pikir baik2 dulu, tapi ingin
cari penyakit ?
Dengan kata2nya itu, ia seakan-akan maksudkan : jika golok pusaka Liok-hap-tong-
cu Li Pong dari Khong-tong-pay saja dapat kurebut, lalu kau Sam-bok-leng-koan kira-
kira bagaimana kalau dibandingkan Li Pong ?
Tapi Sam-bok-leng-koan Siang Lui justru bertabiat sangat keras, meski banyak
sabar sesudah tua, namun tak tahan juga oleh kata2 pancingan si gadis, sekali
menggereng tertahan mendadak orangnya mendoyong kedepan dengan kaki masih

Hong san Koay Khek – Halaman 58


yoza collection

menancap diatas kereta, lalu tangan kanannya tiba2 diulur, jarinya bagai kaitan terus
mencengkeram kepundak si gadis.
Melihat tangan orang pendek-pendek saja pula jarak mereka lebih dari lima kaki,
Jung yan menaksir pasti cengkeraman orang itu tidak sampai, maka ia anggap sepi.
Tak terduga, di waktu kecil Siang Lui bertiga pernah mendapat guru kosen dan
masing-masing mendapatkan pelajaran ilmu yang lihay, sejak masih muda Siang Lui
sudah berhasil melatih ilmu thong-pi-kong atau ilmu lengan sakti, walaupun lengannya
pendek, tapi bila dijulurkan buat mencengkeram, sekali lengan kiri sedikit mengkeret,
segera lengan kanan memanjang lebih dari dua kali.
Karena tak ter-sangka2 akan kepandaian orang, hampir-hampir saja Jun-yan kena
dicengkeram, cepat ia balikkan goloknya dengan tiy hun-li-yu-liong atau naga melayang
didalam awan, segera ia bermaksud membabat lengan musuh.
Akan tetapi sudah terlambat, tahu-tahu goloknya telah kena tercengkeram, ketika
Siang Lui gunakan jari telunjuknya terus menjentik, maka nadi tangan Jun-yan kena
tertutuk, separoh tubuh si gadis terasa kaku kesemutan, tubuhnya pun ter-huyung2
mundur beberapa tindak dan golok pusaka Pek-lin-to sudah pindah ke tangan Siang
Lui.
Ternyata sekali gebrak saja, segera golok pek-lin-to sudah dapat direbut Siang Lui,
hal ini benar salah Jun-yan sendiri yang lengah, tapi kalau dibandingkan sungguh2,
keuletan Siang Lui memangnya juga jauh diatas si gadis, seumpamanya sekali gebrak
tak berhasil, dalam sepuluh jurus hendak merebut golok, rasanya juga tidak sulit
baginya.
Setelah golok dirampas orang, Jun-yan berdiri tertegun ditempatnya tanpa berdaya.
Sementara itu Sam-bok-leng-koan Siang Lui telah berkata lagi dengan dingin : Nah,
perahu jamrud itu apakah nona masih inginkan pula ?
Dibawah pandangan orang banyak, Jun-yan menjadi malu dan gusar, sesaat ia
berdiri kaku tanpa bisa menjawab, dan selagi hendak nekad menubruk maju buat adu
jiwa dengan Siang Lui, tiba2 terdengar suara ting-ting keleningan, Suseng menunggang
keledai tadi tahu2 telah menyelak masuk kelingkaran orang banyak terus bersoja
kepada Siang Lui.

Hong san Koay Khek – Halaman 59


yoza collection

Sam-bok-leng-koan , sapa pemuda itu, sudah lama namamu tersohor, kenapa


harus main2 dengan seorang nona cilik? Jika melihat dia membawa Pek-lin-to, dengan
sendirinya dia ada hubungan dengan Liok-hap-tong-cu janganlah sampai dari kawan
nanti menjadi lawan ?
Siang Lui tergerak hatinya oleh kata2 si pelajar, sahutnya : Lalu, dua orangku
dicelakai, apa lantas selesai begitu saja?
Kejadian itu aku juga melihatnya tadi , kata Suseng itu pula. Asalnya disebabkan
kata-kata orangmu yang kasar hingga terjadi salah faham, maka menurut aku, tidakkah
lebih baik dianggap selesailah sudah!
Meski usianya muda, tapi caranya berkata ternyata seperti orang tua. Memangnya
Jun-yan lagi serba susah, kini dapat diketengahi orang, hatinya benar2 berterima kasih.
Sesudah memikir sejenak, kemudian Siang Lui menjawab : Kata-katamu memang
tidak salah, tapi golok ini harus ditinggalkan padaku biar kelak kalau pekerjaanku sudah
selesai akan kuhantarkan sendiri ke Khong-tong san untuk diserahkan pada Li Pong!
Mendengar golok pusaka itu akan ditahan, Jun-yan menjadi gusar lagi dan segera
hendak mendamprat, tapi suseng itu telah kedipi matanya mencegah, lalu terdengar ia
berkata : Baiklah, begitu juga boleh!
Habis itu, keledainya ia keprak mundur ke samping Jun-yan dan berkata pula
: Marilah kita pergi saja ! dan sedikit tubuhnya menggeser, tangannya diulur, tahu2 Jun-
yan telah ditarik keatas keledainya, ketika suara keleningan berbunyi lagi, keledai itu
segera pentang kaki berlari cepat, sekejap mata saja sudah jauh meninggalkan tempat
itu.
Karena merasa terima kasih, maka Jun-yan pun tidak anggap sembrono kelakuan
Suseng itu, tanyanya kemudian : Belum lagi aku menanya namamu yang terhormat,
banyak terima kasih atas pertolonganmu !
Tiba2 suseng tertawa dan menjawab: Keledaiku ini disebut oh-hun-hoan-hui
(mega hitam ber-gulung2), disebut juga soat-li-song-than (menghantar orang dibawah
salju), adalah binatang pilihan yang susah didapatkan, kalau siang bisa mencapai ribuan
li, bila malam sanggup berlari ber-ratus2 li! nyata jawabannya menyimpang dari yang
ditanya.

Hong san Koay Khek – Halaman 60


yoza collection

AHA, kau ini sungguh lucu, orang tanya namamu, tapi kau jawab tentang
keledai! kata Jun-yan sambil tertawa geli.
Eh, kiranya nona menanya namaku yang rendah ? Tapi bukankah nona
juga ingin tahu betapa bagusnya keledai ini, supaya kalau ada kesempatan lantas turun
tangan merampasnya kata suseng itu mengunjuk heran.
Ternyata rahasia hati Jun-yan dengan tepat telah kena dibongkar oleh pelajar itu,
keruan muka si gadis menjadi merah. Tapi iapun benar2 seorang gadis yang bersifat
ke-kanak2an, segera iapun bertanya : He, darimana kau tahu ?
Mudah saja , sahut suseng itu. Aku melihat nona mengincar keledaiku terus ketika
aku larikan dengan cepat, malahan nona berdiri keatas punggung kuda buat melihatnya,
mengapa aku tak mengerti maksud nona?
Mendengar itu Jun-yan semakin kikuk, diam-diam ia merasa pelajar itu sangat
menyenangkan, kalau melihat sifatnya yang ramah tamah tapi tentu juga orang
kalangan Bulim, sudah tahu dirinya hendak mengincar keledainya, namun masih sudi
menolong padanya, kalau dibandingkan, nyata dirinya yang terlalu tak berbudi. Karena
pikiran ini, disamping berterima kasih, Jun-yan jadi menaruh hormat juga padanya.
Pesat sekali keledai itu berlari, tidak lama 40-50 li sudah dilalui, tiba2 suseng itu
menahan keledainya, perlahan sekali tangannya mengebas, tiba2 Jun-yan merasa
didorong oleh sesuatu kekuatan yang maha besar, tahu2 orangnya terpental dari
punggung keledai terus berdiri tegak baik2 diatas tanah.
Sedang si gadis heran dan bingung sementara suseng itu sudah berkata: Harap
nona jaga diri baik2 dalam perjalanan selanjutnya, aku masih ada urusan lain, sekarang
juga kumohon diri , ketika mengucapkan kata2 mohon diri itu, orang berikut keledainya
sudah berada belasan tombak jauhnya.
Dengan ter-mangu2 Jun-yan terpaku ditempatnya, sampai bayangan orang sudah
menghilang, barulah ia seperti tersadar dari impian. Aneh juga, hatinya yang selama ini
tiada ganjelan, tiba2 timbul semacam perasaan kesal, ia merasa kalau bisa hendak
menyusul suseng itu untuk diajak ngobrol, dengan begitu hatinya yang kesal akan
terhibur.

Hong san Koay Khek – Halaman 61


yoza collection

Sesudah merenung sejenak, dengan masgul iapun meneruskan perjalanannya.


Petangnya, ia sampai disuatu kota dan mendapatkan suatu penginapan, didalam
kamarnya, ia masih merasa kesal, sembari bersandar pada jendela, ia memandang jauh
keluar, pikirannya me-layang2 pada suseng tampan itu.
Pada saat itulah diluar terdengar suara ramai berisik, kiranya kereta barang Sam-
thay Piaukiok itu juga menginap pada hotel yang sama, tapi Jun-yan tidak ambil pusing.
Malamnya sehabis dahar, kembali Jun-yan ter-mangu2 menghadapi pelita didalam
kamar, sesudah capek akhirnya ia tidur. Tapi sebelum hari terang tanah ia telah
mendusin. Diluar dugaan, ketika ia menggeliat bangun, se-konyong2 terasa angin lembut
berkesiur, menyusul daun jendela berbunyi keriut sekali, dimana jendela terbuka se-
akan2 ada seorang melompat keluar dengan cepat luar biasa terus menghilang.
Karena baru mendusin, matanya masih sepat, dan pula gerakan orang itu hampir
tiada mengeluarkan suara, hanya sekejap saja orang sudah menghilang, Jun-yan
menjadi ragu2 akan pandangannya sendiri yang kabur, maka dengan sangsi ia
rebahkan diri buat tidur pula.
Bila kemudian ia mendusin pula, ini disebabkan oleh suara orang yang keras
bagaikan guntur sedang ber-cakap2 diluar kamar. Segera juga Jun-yan dapat mengenali
itu adalah suaranya Sam-bok-leng-koan Siang Lui.
Sementara itu terdengar lagi Siang Lui membentak: Bagus, kapal terbalik didalam
selokan! kalian tidur dengan mengelilingi kereta2 kawalan, masa tidur kalian sedemikian
nyenyak seperti babi mati?
Lalu seorang dengan suara gemetar, telah menyahut: Sung.. sungguh kami ti.. tidak
merasa sa.. sama sekali!
Hm , terdengar Siang Lui mengejek. Jika manusia sembarangan rasanya tak berani
membentur Sam-thaypiaukiok, bila bukan orang sembarangan, tak nanti berbuat secara
sembunyi2. Coba periksa adakah sesuatu tanda yang ditinggalkan, mungkin sobat baik
siapa yang telah bergurau dengan kita!
Sudah kami periksa , sahut orang tadi, tiada sesuatu tanda2 yang ditinggalkan,
golok Pek-lin-to dan perahu jamrud itupun lenyap semuanya!

Hong san Koay Khek – Halaman 62


yoza collection

O, jangan2 Liok-hap tong-cu yang menyesali aku? Tapi rasanya tak mungkin
Ujar Siang Lui men-duga2 sendiri. Menyusul mana lantas terdengar
suara tindakannya yang mantap.
Rumah penginapan itu sebenarnya sudah kuno, dan mungkin Sam-bok-leng-koan
Siang Lui sudah gusar luar biasa, maka diwaktu berjalan tindakannya menjadi berat
luar biasa, sampai hotel itu se-akan2 ikut tergoncang.
Mendengar percakapan itu, diam2 Jun-yan senang sekali, ia bersyukur Sam-bok-
leng-koan ini bisa kehilangan barang2, benar2 Thian maha adil.
Segera ia hendak ber-kemas2 untuk keluar buat melihat apa yang sebenarnya
sudah terjadi. Diluar dugaan, baru ia bangun berduduk, tiba2 dilihatnya golok pusaka
Pek-lin-to justru terletak diatas mejanya dengan mengeluarkan sinar kemilauan,
malahan disamping golok ada pula sebuah bungkusan besar sepanjang hampir satu
meter, cuma apa isinya belum diketahui.
Kembali Jun-yan ter-heran2. Pikirnya, golok ini sudah dua kali mendadak datang
padanya, pertama kali terang direbut langsung dari tangannya Li Pong, dan kini terang
dicuri dari orang2nya Sam-thay Piaukiok ini, maka dapatlah dibayangkan betapa pandai
orang yang melakukannya ini, cuma entah mengapa selalu golok ini diserahkan pada
dirinya ?
Cepat ia melompat bangun sambil betulkan rambutnya yang terurai, lalu membuka
kain sutera bungkusan itu, meski didalamnya masih dibungkus lagi oleh selapis kertas,
tapi segera sudah kelihatan cahaya hijau yang menyilaukan. Ketika kertas dibuka,
kiranya isinya adalah sebuah kapal kumala hijau yang diukir sebagai Liong-cun atau
kapal naga, didalam kapal itu terukir pula berpuluh penumpangnya yang semuanya
beberapa senti besarnya, tapi gayanya seperti hidup sungguhan, benar2 semacam
benda pusaka yang jarang diketemukan dan harganya tak ternilai.
Dengan adanya benda itu, seketika Jun-yan malah menjadi terperanjat, lekas2 ia
bungkus kembali kapal jamrud itu, dalam hatinya ia menjadi ragu-ragu dan serba salah.
Terang sudah baginya kapal jamrud itu adalah benda kawalan Siang Lui yang
memang nilainya tak terkatakan, jika ia ambil apa gunanya? Tadi Sam-bok-leng-koan
Siang Lui marah2 diluar, tentu disebabkan kehilangan kapal ini, dan seharusnya
sekarang juga ia kembalikan barang orang.

Hong san Koay Khek – Halaman 63


yoza collection

Tapi karena masih mendongkol kecundang oleh Siang Lui kemarin, jika bukan dilerai
oleh suseng itu, entahlah bagaimana kesudahannya?
Kalau teringat si suseng itu, hati Jun-yan jadi tergerak, diam-diam ia memikirkan
gerak-gerik pemuda yang tampaknya lemah gemulai itu, tapi sebenarnya memiliki ilmu
kepandaian yang sangat tinggi, hal ini telah terbukti ketika ia dinaik-turunkan keledainya
itu, bukankah dengan mudah suseng itu sedikit kebaskan tangannya. Maka terang sudah
betapa tinggi tenaga dalamnya. Jangan2 dialah yang malam tadi menggerayangi
barang kawalan Sam-bok-leng-koan Siang Lui sekedar untuk bergurau saja?
Karena kemungkinan itu memang ada, tanpa merasa hati si gadis berlaut-madu. Ia
termenung-menung sendiri, kemudian golok pusaka Pek-lin-to ia masukkan
kebungkusan kapal jamrut itu dan di luarnya dibungkus lagi dengan sehelai kain kasar,
ia pikir biarkan Siang Lui kelabakan sendiri, toh dirinya tiada pekerjaan lain, mengapa
kapal jamrud ini tidak kuhantarkan sekalian ke Sam-thay Piaukiok di Soatang ?
Sesudah ambil keputusan ini, segera ia angkat bungkusannya, lalu hendak keluar
kamar, tapi tiba-tiba dilihatnya diujung ranjangnya sana terdapat lagi secarik kertas
putih, waktu ia menjemputnya dan dilihat, ternyata diatas-kertas itu tertulis dua huruf
Jing-kin yang mencang menceng, gaya tulisannya mirip seperti apa yang diketemukan
waktu pertama kalinya orang menghantarkan golok dulu.
Untuk sesaat Jun-yan tertegun, ia heran apakah artinya Jing-kin ini? Ia pikir, hal ini
mungkin harus ditanyakan pada suseng itu.
Tapi bila ia pikir lagi, tak mungkin orang yang pertama kali menghantarkan golok
padanya itu adalah si suseng, sebab waktu itu kenal saja mereka belum, tentu percuma
saja bertanya padanya.
Karena kenyataan yang bertentangan itu, hati Jun-yan menjadi bingung, dengan
murung ia melangkah keluar kamarnya hendak berangkat. Ia lihat Sam-bok-leng-koan
Siang Lui sambil menggendong tangan lagi berjalan mondar-mandir di tengah ruangan
hotel, mukanya mengunjuk rasa gusar, sedang orang2nya dan ketiga pembantunya
yang kemarin itu berdiri dipinggir, semuanya diam tak berani buka suara.
Tapi Jun-yan tak peduli, mendekati meja pengurus hotel dan berseru: Hai, kuasa, ini
rekening saya! sembari berkata, ia letakkan serenceng uang perak di atas meja terus
putar tubuh hendak pergi.

Hong san Koay Khek – Halaman 64


yoza collection

Diluar dugaan, mendadak dari samping tubuhnya angin menyerempet lewat, tahu-
tahu Siang Lui sudah menghadang diambang pintu sambil melototkan mata padanya.
Hei, maukah kau minggir, aku masih ada keperluan harus lekas-lekas berangkat!
demikian Jun-yan mencoba berkata dengan sopan.
Siapa tahu Siang Lui terus memaki: Budak maling! habis itu, mendadak ia ulur
tangan mencengkram kemuka si gadis.
Lekas-lekas Jun-yan melompat mundur menghindarkan serangan itu.
Sementara itu Siang Lui sudah berteriak-teriak lagi: ayoh, kenapa kalian masih diam
saja, kapal jamrud justru berada padanya!
Jun-yan menjadi heran, dari manakah orang bisa tahu, dan bila ia memeriksa
bungkusannya, barulah ia insyaf, kiranya dalam ter-gesa2nya waktu membungkus tadi,
kain sutera pembungkus kapal jamrud itu ada sebagian terkacir keluar.
Karena perbuatannya sudah konangan, ia pun tak mau unjuk kelemahan, cepat ia
tarik Pek-lin-to dari bungkusannya terus mengayun kebelakang hingga orang2 yang
mengepung di belakangnya itu terdesak mundur. Lalu dengan suara keras ia berseru :
Sam-bok-leng-koan, katanya kau adalah Bu-lim cianpwe, kau tahu malu tidak ?
Tapi Siang Lui sudah terlalu murka, mendadak ia melangkah maju, tangan kiri
mengebas kesamping sekuatnya, walaupun kebasan itu tidak langsung menyerang Jun-
yan, tapi tiba2 si gadis merasa ada suatu tenaga yang maha besar se-akan2 menyedot
dirinya kesamping hingga hampir saja ia terjungkal, dan pada saat itulah, cepat sekali
Siang Lui sudah baliki tangannya terus mencengkeram kemukanya lagi.
Tenaga kebasan Siang Lui itu sebenarnya bertujuan untuk membikin miring tubuh
Jun-yan, menyusul terus mencengkeram. Kalau tubuh Jun-yan sudah terhuyung-huyung
kesamping, maka pasti akan kena dicengkeram seperti sengaja memapakkan sendiri.
Dalam keadaan terancam, ternyata Jun-yan tidak kurang akal, mendadak ia jatuhkan
dirinya kelantai dengan berduduk, berbareng golok Pek-lin-to ia babatkan kedepan dua
kali, habis itu, ujung golok ia tutulkan kelantai dan tubuhnya meloncat kesamping.
Sam-bok-leng-koan , dampratnya, kemudian mengancam, Jika kau berani maju lagi,
segera aku bacok kapal jamrud ini hingga hancur, coba kau mampu membunuh aku
tidak?

Hong san Koay Khek – Halaman 65


yoza collection

Siang Lui menjadi mati kutu, ia pikir, sekalipun gadis itu ia cincang, tapi kalau kapal
pusaka itu sudah remuk, kemana harus dicari ganti benda yang tiada taranya itu?
Lalu, kau mau apa? tanyanya kemudian kewalahan, tapi dalam hati gusar tidak
kepalang.
Sebenarnya kapal jamrud ini aku tak inginkan, cuma.. . . ah, meski aku ceritakan juga
kau takkan percaya, lebih baik tak diceritakan , demikian sahut Jun-yan. tapi golok ini
biar tinggalkan padaku saja, nanti aku yang kembalikan pada Liok-hap-tong-cu!
Sejak Sam-bok-leng-koan Siang Lui malang melintang di kangouw, belum pernah
ia dibikin mendongkol seperti sekarang ini. Maka sembari mendengar iapun sambil
mencari akal. Ketika Jun-yan lagi senang2 hampir selesai mengucapkan kata2nya,
mendadak Siang Lui menggertak: Ngaco-belo! dan sekali tubuhnya bergerak, secepat
kilat ia menubruk maju, tangan kiri mengulur, seketika mulur hampir dua kali lipat, terus
membalik hendak menampar muka si gadis.
Keruan Jun-yan terkejut, tapi cepat pula ia angkat goloknya buat menangkis. Namun
tahu2 tangan kiri Siang Lui sudah mengkeret lagi, sebaliknya tangan kanan yang mulur
terus memegang buntalan dipinggang si gadis, ia barengi mendorong dengan tenaga
dalamnya hingga gadis itu ter-huyung2 kebelakang sambil berseru: Sambuti! dan
segera orang2nya menyambut buntalan itu dengan hati2.
Merasa kecundang lagi, Jun-yan gusar tidak kepalang, sesudah berdiri tegak
kembali, mendadak sinar tajam berkelebat, ia putar golok pusaka Pek-lin-to dan
menghujani bacokan kepada Siang Lui.
Karena tidak bisa menggunakan golok, meski Jun-yan mainkan dengan menurut
ilmu pukulan Hui-hun-cio-hoat namun tetap tak ungkulan melawan Siang Lui. Sesudah
beberapa jurus, ia sudah terdesak kalang kabut, keruan ia gugup dan sengit, permainan
goloknya semakin cepat, ia menyerang mati2an tanpa pikir.
Tapi pada suatu saat, ketika Sam-buk-leng koan kebaskan lengan bajunya kedepan
hingga angin kuat menyambar pergelangan tangan, Jun yan merasa kesemutan hampir
Pek-lin-to terlepas dari cekalannya. terpaksa ia melompat mundur, lalu putar golok
semakin kencang.
Tampaknya bila empat-lima jurus lagi, pasti si gadis akan kecundang dan goloknya
terampas, tiba2 terdengar diluar hotel itu ada suara orang berkata : He, Li-heng didalam

Hong san Koay Khek – Halaman 66


yoza collection

hotel ada orang lagi bertempur, sinar senjata itu tampaknya adalah senjatamu Pek-lin-
to!
Lalu suara seorang menjawab : Benar, mari cepat kita melihatnya kedalam !
Girang sekali Jun-yan mendengar suara orang2 itu. dalam seribu kerepotannya itu
ia kenal suara orang pertama itu adalah Jing-ling-cu dan yang lain terang Liok-hap-
tong-cu Li Pong adanya. Saking girangnya semangatnya terbangkit.
ser-ser dua kali ia ayun goloknya hingga Siang Lui terdesak mundur, dan pada
saat itulah Jing-ling-cu dan Li Pong pun telah melangkah maju.
Ketika tiba2 melihat yang sedang bertarung itu satu diantaranya ialah Lou Jun-yan
yang memegang golok pusakanya sambil memainkan jurus2 ilmu golok yang aneh lagi
bertahan mati-matian, sesaat itu Li Pong tertegun. Tapi kemudian bila mengetahui
lawan si gadis adalah Sam-bok-leng-koan Siang Lui, segera iapun terkejut. Lekas2 ia
berseru: Tahan dulu, tahan dulu! Orang sendiri semua.
Namun Siang Lui sudah ketelanjuran murka, sesaat tak mudah untuk melerai,
terutama bila mengingat si gadis segera dapat dilakukan.
Berhenti dulu, Siang-heng! teriak Li Pong pula. Dengarlah kataku, Siang-heng, anak
dara ini adalah murid lo-Jiau, pikiran lo-Jiau (maksudnya Jiau Pek-king situa) biasanya
sempit suka mengeloni murid sendiri, kenapa kau mesti cekcok dengan dia ?
Jun-yan tahu persahabatan antara Liok-hap tong-cu Li Pong dengan gurunya
sangat karib, asal dia ikut campur, betapa besarnya urusan pasti akan beres, maka
hatinya menjadi lega. Segera iapun berseru : Awas, Li-sioksiok, dibelakang suhu kau
berani merasahi, kalau pulang nanti, biar aku laporkan pada suhu, coba bagaimana kau
akan bela diri?
Sembari berkata, ia menjadi sedikit lengah, kesempatan itu segera digunakan Sam-
bok-leng koan untuk menyerang sambil berteriak : Sebentar lagi, Li-heng, biar aku rebut
dulu goloknya! dan cepat sekali ia menabok kedepan, lalu tangannya menekan turun,
lengan bajunya terus membelit hingga golok Pek-lin-to itu kena digulungnya sambil
ditarik.
Keruan tangan Jun-yan menjadi kesemutan hingga goloknya terlepas dari
cekalannya.

Hong san Koay Khek – Halaman 67


yoza collection

Liok-hap-tong-cu Li Pong cukup kenal gurunya Jun-yan yang suka mengeloni


muridnya pasti tak mau membiarkan muridnya dihina orang, dan jika sampai urusan
makin meluas, kedua pihak sama-sama sahabat, tentu ia serba salah. Maka cepat ia
menyelak ketengah sembari mengomeli si gadis : Jun-yan, makin lama kau semakin
sembrono, Sam-bok-leng-koan adalah Bu-lim-cianpwe, kenapa kau sembarangan
bergebrak dengan dia ? Nah, lekas kau minta maaf!
Namun Jun-yan masih penasaran, sahutnya: Hm, kalau dia adalah Bu-lim cianpwe,
seharusnya dia mempunyai sifat angkatan tua dari Bu-lim, kenapa dia berkeras
menuduh aku yang telah mencuri kapal jamrudnya itu, tak sudi aku meminta maaf
padanya!
Li Pong benar2 kewalahan, maka dengan tertawa katanya kepada Sam-bok-leng-
koan: Lau Jiau orangnya aneh, murid ajarannya ternyata juga serupa!
Kalau Li Pong berulang kali menyebut asal usul Lou Jun-yan perlunya biar Siang
Lui mengetahui dan jangan coba terlibat permusuhan dengan Jiau Pek king yang
disegani itu. Tak terduga, maksud baiknya itu berbalik jelek, Siang Lui menjadi salah
paham malah, segera dengan tertawa dingin ia menjawab: Jau-li, budak ini kemarin
membawa golok Pek-lin-to dari Kong-tong-pay kalian dan mematahkan tiga bendera
pertandaan kami, waktu aku tinggal minum di belakang hingga datang terlambat sedikit,
ternyata daun telinga dua orangku sudah kena diirisnya. Tatkala mana ia sudah
terang2an hendak merampas kapal jamrud itu, tapi melihat pertandaan golok pusakamu
itu, aku hanya tahan goloknya dan biarkan dia pergi, siapa tahu semalam ia datang
kembali untuk mencuri golok dan kapal, kalau bukan bungkusannya kurang rapat hingga
dapat kuketahui boleh jadi sekarang ia sudah kabur jauh2. Hm, kau jeri pada Jiau Pek-
king, masakan kami juga takut padanya ?
Mendengar lagu kata2 orang menjadi kurang senang juga kepadanya, Li Pong hanya
tersenyum saja, sahutnya : Siang-heng, gadis ini meski nakal, tapi tentang merampas
barang kawalanmu, mungkin belum tentu berani melakukannya.
Tapi Siang Lui makin gusar, plok mendadak ia gebrak meja hingga meja itu
amblong suatu lubang besar, berbareng tangan lainnya pun mengayun, Pek-lin-to yang
dirampasnya ia tancapkan keatas meja, lalu katanya dengan sengit : Tidak, budak ini
takkan kulepaskan pergi, sesudah aku selesai hantarkan barangku, aku sendiri akan
mengirimnya kembali ke Jing-sia san untuk menanya pada Jiau Pek-king cara

Hong san Koay Khek – Halaman 68


yoza collection

bagaimana mengajar murid. Jika kau merasa kurang senang, terserahlah kau bila mau
membelanya!
Melihat Siang Lui ternyata bermaksud menawan si gadis, Li Pong cukup kenal akan
watak Jun-yan yang tentu takkan mau turut. Tapi tabiat Siang Lui juga keras luar biasa,
apa yang dikatakannya kembali, maka ia menjadi serba salah untuk sesaat itu.
Li-sioksiok? tiba2 Jun-yan berseru, orang itu menantang kau, masa kau tidak
berani? Ciangbunjin dari Khong-tong-pay janganlah sampai dibikin malu orang!
Li Pong menjadi geli dan mendongkol, omelnya: Jun-yan, jangan sembarangan
omong ! habis itu ia coba kedipi Jing-ling-cu.
Imam itu faham akan maksud sang kawan, maka cepat ia menyela: Siang-heng,
kalau barang kawalanmu belum sampai hilang, kenapa mesti sepikiran seperti bocah
ini? Biarkanlah dia pergi!
Boleh juga, asal dia menjura tiga kali meminta maaf padaku , sahut Siang Lui
marah2.
Kent.. . segera Jun-yan hendak mendamprat, tapi belum lagi ucapannya selesai,
tahu-tahu Sam-bok-leng-koan Siang Lui sudah melesat kedekatnya dimana tangannya
sampai, koh-ceng-hiat dipundak si gadis telah kena ditutuknya.
Namun cepat Jun-yan dapat menyalurkan tenaga mematahkan tutukan itu, lalu
teriaknya : Bagus, Li-sioksiok, kau tinggal peluk tangan saja tidak mau menolong, ya?
Masa keparat ini menuduh aku merampok, lantas kau mau percaya ?
Li Pong tahu didalam urusan ini tentu ada hal2 yang ber-belit2, tapi Siang Lui sudah
ketelanjur bergusar sungguh2, rasanya susah mau beres begitu saja, maka cepat ia
menyahut : Jun-yan, lekaslah kau pergi saja. Disini masih ada aku!
Bagus, Lau-Li, beginilah baru benar-benar tegas , teriak Siang Lui tiba-tiba dengan
bergelak tertawa. Dengan kata-katamu ini, putuslah persahabatan kami tiga saudara
dengan pihak Khong-tong-pay kalian . Habis berkata, mendadak tangannya bergerak
membalik dengan ilmu thong-pi-kang, tiba-tiba lengan kanannya seakan-akan mulur
lebih panjang terus menggaplok ke dadanya Li Pong.
Cepat Li Pong berkelit dan gunakan satu tipu Liok-hap-cio-hoat untuk mematahkan
serangan Siang Lui itu. Dalam hati diam2 ia mengeluh. Ia cukup kenal Siang Lui bertiga
saudara perguruan itu semuanya berwatak keras berangasan. Ketika melihat Siang Lui

Hong san Koay Khek – Halaman 69


yoza collection

hendak buka serangan pula dan Jun-yan masih belum mau pergi, tiba2 hatinya tergerak,
cepat ia berseru; Nanti dulu Siang-heng, dengarlah kata2ku .
Apalagi? jengek Siang Lui.
Tapi Li Pong terus menanya si gadis: Golok Pek-lin-to itu cara bagaimana bisa jatuh
di tanganmu, Jun-yan?
Maka berceritalah si gadis apa yang dialaminya didalam hotel serta cara
bagaimana golok Pek-lin-to itu tahu2 sudah berada disamping bantalnya hingga batang
hidungnya hampir2 pesek terpapas.
Siang-heng , kata Li Pong sesudah merenung sejenak, setelah mendengar
penuturan Jun yan, urusan ini memang rada aneh, sesungguhnya Jun-yan tak bisa
disalahkan. Lalu iapun menuturkan pengalamannya ketika bertemu si-orang aneh
dirimba tempo hari dan menyambungnya pula: Setelah aku melanjutkan perjalanan ke
Lo-seng-tian, sampai disana barulah aku mengetahui golokku sudah hilang tanpa aku
merasa. Melihat gelagatnya, terang dilakukan oleh manusia aneh itu. Maka hendaklah
Siang-heng jangan salah sangka pada orang lain .
Namun Siang Lui tidak mau mudah percaya, bukankah sudah terang2an ia melihat
Jun yan yang hendak membawa pergi kapal jamrudnya yang dicuri orang malam2 itu
? Maka dengan tertawa dingin ia menjawab : Liok-hap-tong-cu, biasanya kami tiga
saudara selalu pandang kau sebagai seorang laki2 sejati, siapa tahu kaupun tak
bertulang, berani pada yang lemah, takut pada yang jahat!
Betapa sabarnya Li Pong, akhirnya menjadi kurang senang oleh olok2 Siang Lui ini,
katanya segera : Siang-heng, telah kukatakan bahwa anak dara ini adalah muridnya
Lau Jiau, maksud baikku kenapa kausalah artikan?
Siang Lui menjadi gusar. Aku justru ingin tahu betapa lihaynya Thong-thian-sin-
mo , sahutnya. Jika ternyata kau begitu karib dengan dia, nah, silahkan kau pergi
memberitahukan padanya, bahwa didalam dua bulan, pasti kami bertiga saudara akan
membawa murid mustikanya ini ke Jing-sia-san untuk mencarinya .
Melihat urusan makin lanjut makin runyam Jing-ling-cu cukup kenal watak Siang
Lui yang gopoh, tentu susah dilerai, boleh jadi nanti dua bulan lagi amarahnya sudah
hilang dan percekcokan inipun dapat didamaikan, maka cepat ia memberi tanda pada
Li Pong.

Hong san Koay Khek – Halaman 70


yoza collection

Li Pong tahu maksud kawan itu, maka katanya pada si gadis: Jun-yan, sebenarnya
kau juga salah mematahkan panji pertandaan orang. Sam-bok-leng-koan ingin kau ikut
padanya, dalam dua bulan, kau akan dihantar pulang ke Jing-sia-san, baik kau terima
saja, nanti tiba waktunya, tentu kita akan selesaikan urusan ini.
Semula Jun-yan berniat melancong di kang ouw, dengan sendirinya sangat berat
kalau disuruh pulang. Tapi bila mengingat Liok-hap-tong-cu berada dalam keadaan
serba salah, kenapa mesti bikin susah padanya, masa nanti di tengah jalan aku tak bisa
meloloskan diri? Maka segera ia mengangguk. Baiklah, Li-sioksiok, masa aku takut
padanya?
Tapi masih kuatir terjadi apa2 atas diri si gadis, maka ia berkata pula: Jangan kuatir,
Sam-bok-leng-koan adalah angkatan tua, tak nanti dia bikin susah padamu.
Dengan kata2 ini, ia telah cegah lebih dulu agar Siang Lui sebagai orang tua tak
nanti merecoki seorang muda. Habis ini, bersama Jing ling-cu mereka lantas berlalu.
Jangan kau coba melarikan diri! kata Siang Lui gemas kepada Jun-yan, lalu
perintahkan orang2nya berangkat.
Jun-yan tidak gubris akan kata2 orang, bahkan terus melengos dengan sikap
memandang hina. Keruan Siang Lui ber-jingkrak2, tapi sebagai seorang tua, tidak pantas
juga bertengkar terus dengan seorang muda, terpaksa ia menahan gusar pergi
mengatur pemberangkatan kereta-keretanya.
Tidak lama, iring2an kereta sudah meninggalkan kota kecil itu, Siang Lui dan Jun-
yan menunggang kuda mengikuti dari belakang, diam2 Sam-bok-leng-koan me-
nimang2, Thong-thian sin-mo Jiau Pek-king itu benar2 lihay, tiga saudara maju sekaligus
belum tentu sanggup melawannya, rasanya didalam dua bulan ini mesti mengundang
lagi bala bantuan. Sampai disini ia menjadi agak menyesal juga akan keburu nafsunya
menimbulkan percekcokan ini.
Sebaliknya Jun-yan sendiri lagi memikirkan bagaimana caranya meloloskan diri,
malahan sebelum kabur, Siang Lui harus diberitahukan dulu, barulah mendongkolnya
bisa terlampias. Tapi apa daya, jika bertempur terang2an takkan berhasil. Lalu akal
apakah yang harus dipakai?
Malamnya, mereka menginap dihotel lagi. Siang Lui mengirim dua orangnya
menjaga di luar kamar Jun-yan.

Hong san Koay Khek – Halaman 71


yoza collection

Karena itu si gadis menjadi mati kutu. Jika ia terjang keluar, tapi kemudian dibekuk
kembali oleh Siang Lui, bukankah akan membikin malu saja ?
Ia menjadi kesal hati, ia rebahan diranjangnya, tanpa terasa ia terpulas. Sampai
tengah malam, tiba2 terdengar berkesiurnya angin, samar-samar terasa suatu
bayangan berkelebat di depannya. Ia menyangka pandangan sendiri menjadi kabur,
cepat ia bangun, tiba2 berjangkit lagi kesiurnya angin, menyusul daun jendela berkedut
dan terpentang, satu bayangan orang secepat terbang sudah melayang keluar.
Jun-yan kucak2 matanya, kemudian ia menegasi pula, dan memang jendela
kamarnya sudah terpentang. Ia menjadi ingat kejadian malam kemarin yang mirip
dengan barusan ini.
Pada saat itulah, lantas terdengar suara bentakan orang diluar : Budak liar, jangan
lari! Menyusul suara itu, segera seorang menjerit di barengi suara gemerentang
jatuhnya senjata.
Jun-yan dapat mengenali suara jeritan itu adalah suara orang yang dikirim Siang
Lui untuk mengawasi dirinya itu, dan bayangan orang yang begitu cepat dan gesit itu
siapa gerangannya? Mungkinkah sipelajar penunggang keledai berjari tunggal itu?
Sedang memikir, tiba2 didengarnya lagi suara bentakan Siang Lui yang keras,
menyusul mana ada orang sedang melapor dengan gemetar: Susiok, Loji dan Losam
telah terbinasa!
Jun-yan terkejut, betapa lihaynya cara turun tangan orang itu?
Dalam pada itu Siang Lui hanya menjengek tanpa menyahut, mendadak Jun-yan
dikagetkan oleh suara blang yang keras, sekonyong-konyong pintu kamarnya kena
didepak terpentang.
Cepat ia bangkit berduduk, dengan suara keras ia membentak : Siapa?
Tadinya Siang Lui menyangka kalau si gadis telah lari sehabis membunuh orang,
ia mendepak pintu kamar yang untuk melampiaskan amarah saja, kini mendengar Jun-
yan masih berada didalam kamar, seketika ia melengak, tapi terpaksa ia menyahut:
Aku !
Tiba2 Jun-yan tergerak pikirannya, ia pura2 mendamprat : Tengah malam buta kau
dobrak kamarku ada apa ? Katanya angkatan tua Bu-lim, kenapa kelakuanmu begini
rendah ?

Hong san Koay Khek – Halaman 72


yoza collection

Betapapun Siang Lui memang seorang kesatria, kena digertak demikian, ia menjadi
mengkeret dan lekas2 undurkan diri sambil menggerutu didalam hati akan kelicikan si
gadis. Sebaliknya diam2 Jun-yan tertawa geli.
Karena kematian dua murid keponakannya, dan pula dirinya kena di-olok2 si gadis,
sungguh Siang Lui gusar tidak kepalang. Besoknya di waktu meneruskan perjalanan,
diam2 ia mengambil ketetapan akan mengundang semua kawan yang dahulu pernah
bertengkar dengan Jiau Pek-king untuk mendatangi Jing-sia-san dan menentukan
unggul atau asor dengan iblis itu, lalu Jun-yan juga akan dicincangnya pula.
Melihat sikap orang, Jun-yan tahu Siang Lui sudah membencinya tujuh turunan, tapi
dasar jahil, dalam perjalanannya ia justru sengaja pakai macam2 cara untuk bikin
marah Siang Lui hingga tokoh ini semakin geregetan.
Untuk selanjutnya Siang Lui tidak mengirim orang untuk menjaganya lagi,
sebenarnya kalau mau Jun-yan sudah bisa melarikan diri. Tapi sekarang justru ia
berbalik pikiran, ia tidak mau tinggal pergi. Maka tiada beberapa hari akhirnya
sampailah mereka diperbatasan daerah Ciatkang, kalau Siang Lui sudah selesaikan
barang hantarannya di Hengciu, ia lantas bisa pulang ke Soatang.
Selama beberapa hari terakhir ini, setiap tengah malam tentu ada satu orang yang
diam2 masuk kamar Jun-yan. Setiap malam si gadis juga melihat bayangan orang, tapi
asal sedikit ia bergerak, segera orang itu melompat keluar jendela dan menghilang
untuk malam berikutnya datang lagi. Betapa cepat gerakan orang itu, benar2 sukar
dilukiskan. Tidak peduli betapa perlahan Jun-yan bergoyang, segera orang itu mendapat
tahu dan lantas melesat pergi.
Suatu malam, sengaja Jun-yan mengincar orang, pura2 pejamkan mata menantikan
datangnya orang. Betul juga, tengah malam orang itu melayang masuk kekamarnya
lagi, karena gelap gulita, maka muka orang itu tak tertampak jelas, hanya perawakannya
cukup besar, terang seorang laki2.
Sesudah, masuk kekamar, orang itu terus berdiri kaku didepan ranjang Jun-yan
hingga tanpa merasa si gadis merinding. Diam2 ia pikirkan ilmu silat yang luar biasa
itu, kalau orang bermaksud jahat, untuk mencelakai dirinya adalah terlalu mudah, tetapi
setiap malam hanya datang, lalu pergi lagi, entah apa yang hendak diperbuatnya ?
Agaknya yang dua kali membawakan golok Pek-lin-to, tentulah orang ini tak salah lagi.

Hong san Koay Khek – Halaman 73


yoza collection

Jun-yan men-duga2 siapakah gerangan orang ini, mulanya ia sangka si pelajar


berjari tunggal itu, tapi lantas terpikir olehnya mungkin sang guru yang telah turun
gunung dan secara diam2 melindungi dirinya? Namun bila dipikir lagi, rasanya hal itu
tidak mungkin.
Ketika dilihatnya orang itu masih berdiri terpaku, se-konyong2 ia melompat bangun
terus menubruk kearah orang. Ia menaksir dengan tubrukannya secara mendadak itu
tentu orang akan kena dicengkeramnya. Siapa tahu ia hanya tubruk tempat kosong
saja. Terdengar dua kali suara plak-plak , kedua tangannya telah menghantam diatas
meja, sedang disampingnya angin berkesiur perlahan, ketika ia menoleh, orang itu
sudah menghilang.
Keruan Jun-yan tambah curiga, cepat ia menyalakan lentera, ia lihat keadaan
kamarnya tiada tanda2 aneh. Ketika ia hendak matikan lentera untuk tidur lagi, sedikit
menunduk, mendadak dilihatnya permukaan meja yang tadinya rata mengkilap itu, kini
nampak benjal-benjol seperti terukir tulisan. Waktu ia angkat lentera memeriksanya,
ternyata diatas meja itu terukir beberapa hurup yang mencang-mencong, semuanya
bertuliskan Jing-kin . Ukiran ini sedalam hampir setengah senti, licin halus, tanpa ada
tanda-tanda bekas korekan senjata, terang asal goresan dengan jari, dan tempat dimana
orang tadi berdiri tepat berdekatan dengan meja ini, maka dapat diduga tentu dilakukan
orang itu, betapa tinggi ilmu silatnya, sungguh bikin orang tercengang.
Jin-kin, Jin-kin , tanpa terasa Jun-yan menyebut nama itu. Ia pikir tentu ini nama
seorang wanita, tapi apa hubungannya dengan diriku? Kenapa diwaktu orang hantarkan
golok dan kapal jamrud itu selalu disertai secarik kertas yang bertuliskan kedua hurup
itu?
Ia tak bisa pulas lagi, ia coba merenungkan pengalamannya selama ini, tiba2 ia
teringat orang aneh yang dilihatnya di Lo-seng-tian dan selalu menguntitnya dalam
perjalanan itu. Ia menjadi bergidik bila mengingat betapa seramnya muka orang aneh
itu, ia coba lupakan orang, tapi makin hendak melupakan, semakin teringat.
Teringat olehnya kelakuan orang aneh itu Pek-lin-to diminta Liok-hap-tong-cu Li
Pong tidak boleh, tapi rela diserahkan padanya. Ketika dirinya berkata ingin memiliki
golok pusaka itu, tahu2 besoknya senjata sudah berada di samping bantalnya. Ketika
terjadi pertengkaran dengan orang Sam-thay Piaukiok, pernah dirinya berteriak ingin
mereka tinggalkan kapal jamrud, eh, tahu2 besok paginya benda itu dihantarkan
kepadanya. Maka dapatlah dipastikan, kesemuanya itu dilakukan si orang aneh itu. Tapi

Hong san Koay Khek – Halaman 74


yoza collection

sebab apakah orang aneh itu sedemikian menurut pada kata2nya serta berbuat apa
yang dapat memenuhi keinginan batinnya?
Makin dipikir, makin Jun-yan tidak mengerti. Pikirnya lagi, jika begitu naga-naganya,
terang orang aneh itu senantiasa berada disekitarnya, mungkin sekarang juga masih
berada disitu, kenapa aku tidak menjajalnya lagi, apa dugaannya itu sesuai dengan
kenyataannya ?
Maka ia mendekati jendela, ia lihat diluar sana sunyi senyap, maka ia menggumam
sendiri : Ai, kapal jamrud itu benar2 sangat mungil dan indah, kalau besok pagi sudah
sampai di Hangciu, tiada kesempatan untuk menikmatinya lagi, alangkah baiknya jika
malam ini aku dapat memainkannya benda itu sejenak ! Habis berkata, ia tutup daun
jendelanya dan merebahkan diri buat tidur lagi.
Tidak lama kemudian, mendadak diluar terdengar suara bentakan Siang Lui yang
keras : Siapa kau ? menyusul terdengar suara blang yang keras, lalu Siang Lui
berteriak lagi : Kau adalah sobat dari gadis mana ? Tapi tiada suara orang menyahut,
sebaliknya terus berkumandang suara gedubrakan yang gaduh. Maka dalam sekejap
saja hotel itu menjadi kacau balau semua orang keluar untuk melihat keramaian.
Jun-yan bergirang dan terkejut. Terkejutnya
karena orang yang selalu mengintil itu ternyata
benar si orang aneh yang menyeramkan.
Girangnya sebab dugaannya ternyata tepat.
Maka cepat iapun membuka pintu kamar, ia
lihat dibawah sorot obor, orang aneh itu sudah
hancurkan sebuah kereta muatan hingga benda
mustika berantakan berserakan ditanah,
tersorot oleh sinar api, benda2 berharga itu
memancarkan sinar kemilauan yang indah.
Sedang kapal jamrud itu tampak sudah dikempit
oleh si orang aneh.
Kedua mata Siang Lui se-akan2
memancarkan api saking murkanya, dengan
senjatanya Hok-mo-kim-kong-co atau gada penakluk iblis yang diputar sedemikian
kencangnya, ia terus memburu. Begitu hebat tenaganya hingga meja kursi, tembok dan
pintu berantakan kena dihantam senjatanya itu.

Hong san Koay Khek – Halaman 75


yoza collection

Belum pernah Jun-yan melihat Siang Lui memakai senjatanya itu. Mungkin melihat
si orang aneh itu terlalu tangguh baginya, maka Malaikat bermata tiga ini sekarang
merasa perlu keluarkan senjata andalannya. Tapi orang aneh itu seperti tidak mau
terlibat dalam pertempuran, hanya berkelit kian kemari dibawah sambaran gada orang,
dan sedikitpun Siang Lui tak bisa menyentuh padanya.
Ber-duyun2 begundalnya Siang Lui juga merubung datang dengan senjata lengkap,
tapi ketika melihat macamnya orang aneh yang menakutkan, yang bernyali kecil segera
bergidik, apalagi suruh maju mengeroyok?
Dalam keadaan ribut2 itu, tiba2 diantara penonton itu ada satu orang berteriak:
Wah, celaka, hancur semua, hancur semua!
Terkesiap hati Jun-yan mendengar suara itu, ketika ia berpaling kearah suara itu,
benar juga dilihatnya sisuseng berjari tunggal itu lagi berjingkrak2 kegirangan oleh
peristiwa itu. Ketika melihat Jun-yan berpaling, ia membalasnya dengan seulas
senyuman.
Sementara itu Siang Lui memutar gadanya semakin kencang, ditambah ilmu
Thong-pi-kang yang lihay, tapi sesudah 30-40 jurus sedikitpun masih belum bisa
menyentuh tubuh orang aneh itu. Diam-diam ia apa mau percaya apa yang diceritakan
Li Pong tempo hari ternyata tidak omong kosong belaka, betapa hebat ilmu silat orang
aneh ini, benar-benar susah diukur. Tapi sekali gebrak saja hampir pundaknya kena
dihajar orang, melihat serangan orang aneh ini, terang ilmu pukulan geledek Pi-lik-jiu
dari keluarga In di Holam, tapi sekarang melihat gerak tubuhnya yang enteng,
tampaknya dari aliran lain lagi. Dan karena sudah lama masih belum bisa mengalahkan
lawan, hati Siang Lui menjadi gugup. Makin lama ia menjadi semakin kalap, saking
sengitnya ia memutar gadanya hingga penonton terpaksa menyingkir mundur oleh
angin gambarannya.
Melihat pertarungan yang susah dilerai itu jika diteruskan entah bagaimana
akhirnya, maka cepat Jun-yan berseru : Sudahlah, berhenti, berhenti !
Mendengar suara Jun-yan, orang aneh itu tampak tertegun sejenak hingga gerak
tubuhnya agak merandek, kesempatan itu telah digunakan Siang Lui untuk
mengemplang dengan gadanya. Saat itu kedua tangan si orang aneh itu lurus kebawah
tanpa ber-jaga2, jika kemplangan itu kena kepalanya, jangankan manusia, sekalipun batu
juga akan hancur lebur.

Hong san Koay Khek – Halaman 76


yoza collection

Keruan Jun-yan terkejut, ia menjerit kaget sambil menekap mulutnya. Tapi pada
saat itulah, sampai Siang Lui sendiri tidak jelas bagaimana jadinya. tiba2 pandangan
semua orang se-akan2 kabur, mendadak orang aneh itu ulurkan tangan kirinya, secepat
kilat gada Siang Lui sudah kena ditangkapnya.
Cepat Siang Lui menarik sekuatnya, tapi sedikitpun lawan tak bergeming, lekas2 ia
gunakan ilmu Thong-pi-kang mendorong kedepan, tapi masih tetap tak bisa membuat
orang aneh itu bergerak malahan lengannya sendiri hampir2 patah, keruan terkejutnya
tidak kepalang.
Ketika tiba2 orang aneh itu menarik kebawah, menyusul disengkelit kesamping,
maka terasa oleh Siang Lui suatu tenaga yang amat besar menubruk kedadanya hingga
cekalannya menjadi kendor, gadanya telah kena dirampas orang, sedang tubuhnya
akhirnya ter-huyung2 kebelakang terus jatuh terduduk. Sejak ia unjuk diri di kangouw,
belum pernah mengalami kekalahan sehebat ini, dalam masgulnya ia membentak pula:
Tinggalkan namamu sobat!
Akan tetapi orang aneh itu hanya sedikit mengapkan mulutnya yang sudah tidak
utuh lagi dan mengeluarkan semacam suara yang menggoncangkan sukma, se-
konyong2 gada yang dirampasnya itu ditimpukan ketanah hingga amblas sedalam
setengah gada itu, lalu berjalan ke arah Lou Jun-yan.
Terima kasih atas maksud baikmu , kata Jun-yan ketika melihat orang aneh itu
mendekatinya.
Tiba2 orang aneh itu taruh kapal jamrud itu ditangan Jun-yan, sekali melesat,
mendadak meloncat keluar secepat terbang.
He, nant.. . Jun-yan hendak meneriakinya, tapi orang sudah sampai diluar dan
sekejap mata saja sudah menghilang.
Menyaksikan semua itu, Sam-bok-leng-koan Siang Lui benar2 terkejut, iapun tahu
bukan tandingan orang. Maka ia berbangkit buat kembali kekamarnya.
Orang she Siang , tiba2 Jun-yan menegurnya sembari meletakkan kapal jamrud
yang diterimanya dari si orang aneh itu keatas meja, barangmu ada disini, apa kau kira
aku benar2 menginginkannya? kau sendiri yang menjaganya masih dapat dibegal
orang, kalau panji Sam-thay Piaukiok kalian telah kupatahkan, rasanya tidak berlebihan.
Sekarang apa kau masih akan menggiring aku kembali ke Jing-sia-san?

Hong san Koay Khek – Halaman 77


yoza collection

Siang Lui sudah lesu sekali, ia hanya kebas tangannya dan menyahut: Bolehlah kau
pergi, dalam dua bulan, biar aku pergi menemui gurumu!
Haha, berani mengaku kalah, masih terhitung seorang laki2 sejati! Jun-yan meng-
olok2 sembari tinggalkan pergi.
Baru saja ia melangkah keluar pintu, segera dilihatnya sisuseng berjari tunggal itu
lagi menggapai padanya. Cepat ia mendekatinya. Tabah benar nona puji pelajar itu
dengan tertawa.
Biasanya mulut Jun-yan cukup tajam, tapi aneh, menghadapi suseng ini, mukanya
menjadi merah, hatinya ber-debar2, sekejappun tak sanggup buka suara, sampai lama
sekali baru ia menjawab : Ah, kau terlalu memuji saja !
Disini bukannya tempat bicara, bila nona tidak menolak, marilah kita tinggalkan
tempat ini , ajak suseng itu tiba2.
Aneh juga, Jun-yan benar2 kesemsem oleh pemuda ini, maka ia hanya mengangguk
setuju. Segera mereka mendatangi kandang kuda, suseng itu menuntun keluar
keledainya, mereka berdua menunggangi satu keledai terus dilarikan keluar kota.
Siapakah she nona yang terhormat ? tanya suseng itu sesudah sampai ditempat
yang sepi.
She Lou, bernama Jun-yan.. ia merandek lalu pikirnya hendak balik menanya : Dan
kau ? Namun aneh, ia menjadi tak enak mengucapkannya. Ia sendiri heran mengapa
bisa malu2 kucing begini.
Nona Lou , kata suseng itu pula, orang aneh yang mirip mayat hidup itu, pernah
apa dengan kau?
Tidak pernah apa2 denganku , sahut Jun-yan. Lalu menyambungnya pula: Tapi
kalau diceritakan, agak panjang juga!
Tidak apa, lihatlah, dibawah sinar bulan yang indah, kita menunggang diatas satu
keledai, sekalipun kau bercerita sebelum setahun, akupun takkan bosen, makin jelas
ceritamu, makin baik , ujar suseng itu.
Senang sekali hati Jun-yan oleh rayuan pemuda itu. Tanpa pikir lagi, segera ia
tuturkan pengalamannya selama itu. Ketika selesai ceritanya, hari sudah remang2,
subuh sudah tiba.

Hong san Koay Khek – Halaman 78


yoza collection

Karena sejak tadi tidak mendengar suara sisuseng, maka Jun-yan berpaling
memandang orang, ia lihat wajah si pelajar itu mengunjuk rasa heran dan girang bukan
buatan, ia menjadi heran, tanyanya: Eh, hal apa yang membuat kau begini gembira?
Ah, tidak apa2 , sahut suseng itu tertawa.
Aku hanya terlalu kagum terhadap ilmu kepandaian orang aneh yang tinggi itu.
Nona Lou, apakah kau tahu, sebab apakah ia selalu tunduk dan menurut pada
perintahmu?
Ya, aku sendiri tidak mengerti kelakuannya yang aneh itu , sahut Jun-yan. Orang
itu mahir ilmu silat dari berbagai cabang aliran, sesungguhnya susah dipercaya.
Suseng itu termenung sejenak, tiba2 bertanya pula: Sekarang tujuan nona hendak
kemana?
Memangnya aku tidak mempunyai tujuan, cuma Sam-bok-leng-koan itu bilang
dalam dua bulan ini akan mencari suhu ke Jin-sie, bila aku tidak hadir hingga suhu mau
percaya atas obrolan mereka sepihak, kelak pasti aku akan didamprat habis2an .
Nona Lou, ujar suseng itu. Sam-bok-leng-koan bertiga tidak nanti berani
mendatangi gurumu, tentu mereka akan mengundang banyak tokoh2 Kangouw lainnya
untuk mana sedikitnya akan makan waktu sebulan, dan selama sebulan ini, aku ingin
minta sesuatu bantuan, entah kau sudi tidak.
Silahkan berkata , sahut Jun-yan. Betapa tidak, sejak si gadis merasa orang sudi
menolong hindarkan dirinya dari kesulitan, dalam hatinya sebenarnya sudah berbenih
asmara, ia justru berharap setiap hari bisa berdampingan dengan sipemuda.
Aku ingin minta nona bikin perjalanan bersamaku ke Hun-kui (Hunlam dan Kuiciu),
dalam sebulan, tentu kita bisa kembali , sahut suseng itu.
Tentu saja aku iringimu , sahut si gadis. Dalam hati ia memikir, meski tidak bisa
kembali dalam sebulan juga aku tidak menyesal. Karena pikiran ini, wajahnya menjadi
merah.
Maka sambil mengucapkan terima kasih, segera suseng itu keprak keledainya
terlebih cepat ke arah barat.
Jun-yan duduk didepan orang, maka tidak mengetahui gerak gerik sisuseng yang
waktu itu sebenarnya lagi tengak tengok kebelakang, maksudnya ialah ingin tahu

Hong san Koay Khek – Halaman 79


yoza collection

apakah orang aneh yang berilmu silat tinggi, tapi sangat menurut pada Jun-yan itu,
apakah mengintil dibelakang. Namun ia agak kecewa, sebab satu bayanganpun tidak
kelihatan.
Dalam perjalanan selama setengah bulan, dasar gadis remaja mudah terpikat, tanpa
merasa Jun-yan telah jatuh kedalam jaring2 cinta, ia merasa setiap gerak-gerik suseng
tampan itu sangat menarik. Hanya satu hal yang belum diketahuinya, ialah setiap kali
ia menanya nama dan asal usul suseng itu, orang selalu menjawabnya samar2 dan
membilukan pembicaraan. Karena melihat kedua tangan orang tak berjari, kecuali jari
tengah tangan kanan dan memakai sebuah selongsong emas yang ber-kilat2, maka ia
memanggilnya It-ci Toako atau engko berjari satu, tapi pemuda itupun mau
menyahutnya.
Suatu hari, selewatnya Kuiciu, tibalah mereka diwilayah Hunlam. Tempat dimana
mereka lalui, kedua samping adalah lereng2 gunung hanya di-tengah2nya suatu jalan
yang tidak terlalu besar.
Daerah Kuiciu dan Hunlam terhitung dataran tinggi yang banyak lereng
pegunungan, penduduknya jarang, tempatnya penuh rahasia. Sebab itu banyak pula
binatang2 aneh yang tak dikenal namanya, dan karena jarang melihat manusia, maka
bila ketemu orang, binatang itupun tidak takut2. Sungguh tidak Jun-yan duga bahwa
tempat yang mereka datangi ini ternyata indah permai tidak kalah dengan pegunungan
Jing sia tempat kediaman gurunya. Ditambah lagi bikin perjalanan dengan suseng itu,
maka hatinya selalu riang gembira.
Sesudah sehari pula, sampai petangnya, tiba2 mereka melihat di tepi jalan terdapat
sebuah gardu istirahat yang kecil. Didalam gardu itu berduduk dua orang wanita yang
berdandan sebagai suku Biau (Miao), yang satu sudah nenek keriput, sedang lainnya
gadis jelita.
Kulit badan gadis itu putih laksana salju, tapi diantara putih itu bersemu ke-hijau2an
seperti bukan manusia hidup. Namun ketika kedua bola matanya mengerling,
menimbulkan rasa senang bagi orang yang memandangnya.
A Siu, siapakah orang yang datang ini ? tanya sinenek itu dengan suara tertahan
ketika mendengar Jun-yan dan suseng itu mendekati gardu.
Entah siapa, belum pernah kenal sahut si gadis dengan wajah heran sesudah
memandangi kedua orang.

Hong san Koay Khek – Halaman 80


yoza collection

Barulah kini Jun-yan berdua memperhatikan bahwa nenek itu adalah seorang buta.
Tiba2 suseng itu merosot dari keledainya, dengan jari tunggal ia gantol semacam benda
kehitam2an yang diambil dari bajunya, lalu disodorkan sambil bertanya : Apakah aku
berhadapan dengan Tiat hoa-popo ? periksalah ini !
Jun-yan tidak jelas benda apa yang diangsurkan sisuseng itu, cuma dalam hati ia
merasa heran untuk apa It-ci Toako ini bersalaman dengan orang Biau dan
memanggilnya Tiat-hoa-po po atau nenek bunga besi segala.
A Siu, coba kau ambilkan, terdengar nenek tadi berkata. Lalu si gadis Biau tampak
bisik-bisik beberapa kali dalam bahasa mereka. Karena kepalanya bergerak, maka
anting2 besar di telinganya ikut bergoncang tiada hentinya. Kemudian nenek itu per-
lahan2 telah berbangkit.
Karena tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan, maka Jun-yan berdiam diri
saja, tapi perhatiannya tidak lepas dari gerak-gerik wanita2 Biau itu, yang menurut
kabar, suku Biau pandai main guna2 dan meracun, mungkinkah mereka akan
mencelakai engko jari satunya? Karena pikiran ini, maka ia hendak mendekati kearah
mereka bertiga.
Tapi tiba2 dilihatnya sisuseng telah menoleh sambil memberi tanda padanya
supaya Jun-yan diam2 saja, terpaksa si gadis urungkan niatnya, meski hatinya penuh
tanda tanya.
Sesudah Tiat-hoa-popo berdiri, ia ambil benda dari tangan sisuseng serta di-
raba2nya dengan teliti. Barulah sekarang Jun-yan dapat melihat jelas bahwa benda itu
berbentuk bunga seruni yang terbuat dari besi.
Setelah me-raba2 sebentar, terdengar nenek itu bersuara puas, lalu katanya :
Betullah, nah pergilah, kiri tiga, kanan tujuh, timur tiga belas, dan barat delapan belas !
Jun-yan menjadi bingung oleh istilah2 itu, tapi sisuseng meng-angguk2 dan
menyahut : Banyak terima kasih atas petunjuk Popo !
Baru saja mereka putar tubuh hendak berlalu, tiba2 si gadis jelita tadi memandang
tajam kearah Jun-yan dan bersuara : Tiat-hoa-popo !
Ada apa ? nenek itu menjawab. Tapi si suseng itu sudah keburu kedipi si gadis
sembari jari tunggalnya itu menggandeng sebelah tangan orang.

Hong san Koay Khek – Halaman 81


yoza collection

Gadis itu menjadi ragu2 sejenak, tapi akhirnya ia berkata pula pada sinenek: Tidak
apa2, aku hanya panggil biasa saja!
Segera sisuseng itu menarik gadis jelita ini kepinggir dan berbisik: A Siu, terima
kasih kau tidak menceritakan pada Tiat-hoa-popo.
Tapi gadis itu tidak menjawab, hanya mengebas tangannya dengan muka merah
jengah, ia melirik sekilas pada sipemuda lalu menunduk.
Melihat itu, perasaan Jun-yan menjadi kecut. Namun sisuseng sudah menaiki
keledainya dan melanjutkan perjalanan. Sesudah jauh tak tahan lagi segera Jun-yan
menanya: It-ci Toako, tadi nenek itu bilang tentang kiri-kanan-timur-barat, apa2an itu?
Ia menunjukan suatu tempat tujuan kita, yaitu didepan sana yang disebut Bwe-ho-
cap-peh-tong. Tempat itu sangat sulit didatangi karena jalannya yang me-lingkar2 bagai
jaring laba-laba, maka apa yang dikatakan nenek itu tadi yalah langkah2 kemana kita
harus membalik sesudah sampai dipersimpangan jalan.
Masih Jun-yan belum faham, tanyanya pula: Lalu untuk apa sesudah sampai
disana?
Kita bicarakan kalau sudah sampai disana, sahut si suseng.
Kembali jawaban demikian yang diperoleh, Jun-yan menjadi uring2an. Sepanjang
jalan ia sudah sering tanya, dan selalu mendapat jawaban yang sama, padahal ia justru
sangat ingin tahu. Maka omelnya: Aku minta sekarang juga kau terangkan, bila tidak,
biar aku kembali saja. Habis berkata, ia pura2 hendak merosot kebawah keledai.
Diam2 si suseng rada kuatir, maka terpaksa katanya: Tujuan kita menyangkut
urusan besar. Kita berada ditanah Biau, mereka ada peraturan yang menentukan orang
tidak boleh sembarangan omong. Maka nona, haraplah kau sabar dulu?
Jun-yan serba salah, kalau melihat sikap pemuda ini, tampaknya bukan pura2. Maka
sesudah berpikir, katanya kemudian: Jika begitu, masa namamu juga tidak boleh
kuketahui? Apakah selama hidup aku harus memanggil It-ci Toako? Sesudah
mengucapkan ini, barulah teringat olehnya agak ketelanjuran hingga mukanya menjadi
merah.
Namun suseng itu tampaknya lagi susah oleh recoknya, maka tidak
memperhatikannya, dan sahutnya: Soalnya karena namaku tak sedap didengar, maka
tidak ingin kau tahu. Baiklah kukatakan, aku she Ti, bernama Put-cian (tidak cacat) .

Hong san Koay Khek – Halaman 82


yoza collection

Mendadak Jun-yan tertawa. Namamu tidak cacat, tapi jarimu justru bercacat,
kesembilan jarimu itu.. . Sebenarnya ia hendak bertanya mengapa jarimu itu putus, tapi
belum terucapkan, tiba2 teringat seseorang olehnya hingga tanpa terasa ia berseru: He,
Kanglam-it-ci-seng, kau adanya?
Benar , sahut sisuseng mengangguk.
Jun-yan coba meng-amat2i orang sejenak, kemudian menggumam sendiri: Kau
adalah Kanglam-it-ci-seng? Ah, bukan, bukan! Tentu memalsukan namanya!
Lalu, macamnya Kanglam-it-ci-seng itu dalam bayanganmu, seharusnya
bagaimana, nona? tanya Ti Put-cian tertawa.
Aku tidak pernah melihatnya, tapi. . . . tapi. . . . Sebenarnya ingin bilang: tapi
betapapun juga takkan secakap macam suseng muda seperti kau ini! cuma kata2 ini
tak enak diutarakan.
Rupanya Ti Put-cian dapat meraba dugaan orang, maka katanya: Ha, dalam
bayangan nona, Kanglam-lt-ci-seng yang terkenal jahat itu tentu berwujut seorang yang
kepalanya sebesar gantang, mata sebesar mangkok, ditambah lagi hidungnya sebesar
kentongan, mulut sebesar baskom, penuh berewok macam singa, bukan?
Jun-yan terkikih geli oleh kata2 itu, sahutnya: Tak peduli apa dia singa atau macan,
sekalipun kau benar Ti Put-cian, masakan aku takut padamu? Berani kau menyentuh
seujung rambutku?
Kiranya nama Kanglam-lt-ci-seng Ti Put-cian atau si pemuda jari tunggal dari
kanglam itu sangat disegani orang Bu-lim. Pada jari satu-satunya itu terpasang
segolongan emas yang bisa mulur mengkeret dan khusus dipakai untuk mematuk, ilmu
yang menjadi kemahirannya. Tindak tanduknya kejam, ganas dan tak pilih bulu. Sebab
itulah Jun-yan mulai meragukan kebenaran Kanglam-it-ci-seng yang tersohor sebagai
momok itu bisa berupa seorang suseng tampan, malahan diam2 ia sendiri telah jatuh
hati padanya.
Sudahlah, jangan2 kita akan kesasar , kata Ti Put-cian kemudian sambil tertawa.
Karena benih cinta telah tumbuh pada orang dengan sendirinya yang terpikir
olehnya hanya mengenai hal2 yang baik, maka Jun-yan menjadi lupa namanya lebih
jauh soal tadi. Sebaliknya Ti Put-cian sedang memperhatikan jalan yang mereka lalui

Hong san Koay Khek – Halaman 83


yoza collection

itu, haripun mulai gelap. Dan sesudah melingkat kian kemari, akhirnya terdengar Ti Put-
cian berkata : Sudah sampai !
Segera hidung Jun-yan mengendus bau harum bunga Bwe, sejauh mata
memandang, pepohonan jarang2, tetapi bunga2 mekar mewangi ditambah bulan baru
menyinari malam nan indah itu. Jun-yan benar2 kesemsem akan keadaan waktu itu.
Ketika tiba2 mendengar pemuda itu bilang sampai, ia memandang kearah barat, ia lihat
tidak jauh sebuah tebing curam tegak berdiri, tampaknya satu jalan buntu, maka
jawabnya : It-ci Toako, jalan sana buntu, jangan-jangan nenek itu salah menunjukkan
jalan ?
Tidak, Bwe-hoa-cap-peh-tong memang melingkar-lingkar tempatnya, jika orang
kesemsem akan pemandangan sekitarnya, tentu dia akan kesasar , sahut Ti Put-cian.
Mereka terus menuju ketebing curam itu, sesudah dekat, tampaklah di bawah
semak-semak rotan pegunungan situ terdapat sebuah gua, setelah memasuki gua itu
dan berbiluk-biluk didalamnya, akhirnya menembusi perut pegunungan itu dan sampai
disuatu lembah dengan lima gua yang lebih besar. Ketika beberapa gua dilewati pula
dan sampai digua kedelapan belas, jauh-jauh sudah terdengar didalam perut gunung
itu suara tambur dipukul riuh ramai mengejutkan orang.
Sampailah tempat tujuan kita , kata Ti Put-cian akhirnya. Mendengar sudah sampai,
segera Jun-yan mengamati tempat itu, ia lihat didekat gua sana tumbuh beberapa
pohon Bwe dengan bunga sebesar mangkok dan ranting2nya yang lebat. Suara tambur
itu berkumandang terus dari dalam gua.
Ti Put cian melepaskan keledainya agar pergi makan rumput sendiri, lalu Jun-yan
diajaknya mendekati pintu gua. Ternyata gua itu berpintu besi yang sangat lebar dan
setinggi lebih dua tombak hingga nampaknya sangat megah.
Lalu suseng itu mengeluarkan bunga seruni besi dari bajunya dan mengetok
beberapa kali pada pintu besi. Melihat itu, hati Jun-yan penuh tanda tanya, namun ia
coba menanti apa yang akan terjadi selanjutnya.
Tidak lama, pintu besi itu terdengar berbunyi, tampak satu lubang kecil terpentang
dari lubang itu. Ti Put-cian angsurkan bunga seruni besi. Sebentar kemudian, pintu besi
itu terbuka, didalam gua itu gelap gulita, Jun-yan kencang2 menggendoli lengan si
pemuda dan ikut masuk kedalam.

Hong san Koay Khek – Halaman 84


yoza collection

It-ci Toako, kemanakah kita ini ? tanya pula Jun-yan.


Didepan ada orang mengunjukan jalan bagi kita, sebentar lagi tentu kau akan jelas
melihatnya , sahut Ti Put-cian.
Tak lama kemudian, karena sudah biasa dalam kegelapan, samar2 Jun-yan dapat
melihat di depan betul saja ada dua orang Biau yang tegap bertombak sedang
menunjukan jalan. Sesudah beberapa jauhnya, di depan terdapat pintu besi semacam
itu. Suatu saat Jun-yan merasa angin silir berkesiur lewat disampingnya.
Tepat pada saat itulah, tiba2 Ti Put-cian berpaling menanya: Jun-yan, sepanjang
jalan, apakah kau merasa bahwa manusia aneh itu terus mengintil di belakangmu?
Barusan saja terasa angin lewat menyambar disampingku, apakah kau tidak berasa
? sahut Jun-yan. Gerak gerik orang aneh itu tidak bersuara, tapi menimbulkan kesiurnya
angin, tampaklah dia sudah pasti. Ia ikut kemari, tidak berhalangan bukan?
, sahut Ti Put Cian. Jun-yan, sebentar
nanti kalau terpaksa, aku ingin minta bantuanmu, hendaklah kau jangan menolak .
Jun-yan tidak tahu bantuan apa yang orang harapkan darinya, tapi iapun menjawab
: Jangan kuatir !
Pada saat itulah, tiba2 pandangan mereka terbeliak, suara tamburpun semakin
keras terdengar. Ternyata mereka sudah berada di-tengah2 sebuah lembah
pegunungan yang sekelilingnya diapit oleh lereng2 tebing yang tinggi dan curam. Tanah
mangkok lembah itu seluas kira-kira dua ha dan tandus tak tertumbuh apapun, malahan
dibawah sinar bulan nampaknya halus licin, kecuali dapat dimasuki melalui pintu2 besi
dalam gua tadi, agaknya burung sekalipun tak dapat masuk ketempat ini.
Di-tengah2 tanah lapang itu terdapat sebuah batu besar setinggi tiga kaki dan
lebarnya lebih dua tombak persegi, permukaan batu rata gelap, nyata sebuah meja batu
buatan alam. Di atas meja batu itu waktu itu ada seorang Biau dengan bagian atas
badan telanjang hingga tampak kulitnya yang ke-hitam2an, sedang memukul tambur
se-kuat2nya hingga air keringatnya bertetes-tetes.
Disekitar batu besar itu banyak orang yang sedang duduk mengitari, ada suku Biau
sendiri, juga ada bangsa Han. Didepan batu besar itu terdapat tujuh kursi yang diatur
berderet, semuanya masih lowong. Dekat dengan dinding tebing sana beberapa ratus

Hong san Koay Khek – Halaman 85


yoza collection

orang Biau memegangi obor besar hingga lembah itu tersorot terang benderang bagai
siang hari.
Diam2 Jun-yan memikir mungkin ini pertengahan bulan, tentu orang2 Biau lagi
mengadakan perayaan apa2. Maka iapun tidak banyak tanya, kemana Ti Put-cian pergi
ia mengikut kesitu. Sesudah hampir mengitari tanah lembah itu, kemudian Ti Put-cian
memilih suatu tempat yang longgar dan berduduk, tempat itu kira2 beberapa tombak
jauhnya dari meja batu tadi, maka Jun-yan pun berduduk disamping kawannya ini.
Ketika tanpa sengaja ia berpaling, tiba2 ia berseru kaget: He, hidung kerbau! Kaupun
berada disini?
Lekas2 Ti Put-cian menjawil si gadis dan membisikinya: Ssst, jangan bersuara Jun-
yan! Namun seruan Jun-yan tadi meski tak keras, tapi karena waktu itu hanya suara
tambur saja yang berdentang, semua orang lagi menanti dengan berdiam, maka yang
berdekatan dengan Jun-yan lantas banyak yang berpaling kearahnya.
Sebab itu, Jun-yan menjadi makin heran. Kiranya tadi diantara orang2 itu ia telah
melihat Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin juga berduduk disana, sebab itulah ia berseru kaget.
Tapi kini ketika banyak orang berpaling kearahnya, ia menjadi melihat pula diantaranya
bukan saja terdapat Tong-ting-hui-hi Bok Siang-hiong, bahkan si orang aneh juga
tertampak berduduk tidak jauh dari dirinya dan kepalanya tertutup selapis kain.
Walaupun orang aneh itu berkedok, tapi dari bentuk tubuh dan dandanannya Jun-
yan masih dapat mengenalinya, maka katanya kepada Ti Put-cian : It-ci Toako, ternyata
disini tidak sedikit kenalan lama !
Siapa saja ? tanya Put-cian.
Lihatlah, imam setengah umur itu ialah Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin, dan kakek
pendek buntik itu adalah Tong-ting-hui-hi Bok Siang-hiong, sedang lelaki berkedok itu
bukan lain adalah orang aneh yang banyak bikin gara2 atas diriku itu!
Benar? Kau tidak salah mengenalinya? Put-cian menegas. Dan rupanya saking
girang hingga suaranya agak keras.
Ssst , cepat pula Jun-yan menjawil padanya. Maka keduanya lantas saling pandang
dengan tersenyum.

Hong san Koay Khek – Halaman 86


yoza collection

Mendadak suara tambur tadi semakin keras dan cepat, lalu beberapa ratus orang
Biau lantas bersorak-sorai hingga suasana seketika bergemuruh oleh suara gema
kumandang dilembah pegunungan itu.
Hampir mulailah sekarang , kata Ti Put-cian rada tegang ketika melihat sang dewi
malam sudah berada di-tengah2 cakrawala.
Maka tertampaklah dari pintu besi sana berduyun2 datang tujuh orang, setiap orang
memondong satu mayat yang sudah kering, ada lelaki ada perempuan, tapi tubuh
mayat itu sudah mengering kuning hingga tampaknya sangat menyeramkan.
Dandanan mayat2 itupun tidak seragam, ada suku Biau, ada bangsa Han dan suku
lain pula.
Agaknya, orang yang memondong mayat itu sangat menghormat sekali terhadap
apa yang mereka bawa itu. Setelah sampai didepan ketujuh kursi kosong tadi, mereka-
mereka meletakkan mayat2 itu diatasnya, lalu berlutut memberi sembah, sesudah
bangun, mereka lantas berbicara, mula2 dengan bangsa Biau, kemudian dengan bangsa
Han, seru mereka: Secara sembrono kami berani menyentuh tubuh Seng-co (nabi
agung), pantas kalau mati, maka mengharap Seng-co suka memberi berkah!
Habis berkata, cepat mereka melolos senjata terus membunuh diri. Segera pula ada
orang yang menyeret ketujuh jenazah baru ini kepinggir.
Betapa terkejut dan berdebar hati Jun-yan oleh kejadian itu, sebaliknya Ti Put-cian
ternyata sangat kesemsem menyaksikan itu katanya dengan perlahan pada si gadis:
Lihatlah, betapa agung perbawa Seng-co, sesudah wafat, tubuh emasnya masih begitu
keramat hingga siapa yang menyentuhnya rela membunuh diri untuknya!
Apa2an Seng-co itu ? tanya Jun-yan.
Ssst, jangan sembrono , bisik Ti Put-cian dengan wajah kuatir.
Jun-yan masih hendak menanya, tapi suara tambur tadi sudah berhenti mendadak
dan orang yang memukul tambur itu terus melompat turun dari meja batu itu dengan
gesit. Maka terlihatlah Tiat-hoa-popo menaiki meja batu dengan langkah yang tidak
tetap sebagai lajimnya seorang nenek2. Sesudah berada diatas, ia memandang
kesekitarnya hingga seketika sunyi senyap, maka iapun mulai berkata, juga bahasa Biau
dulu, kemudian bahasa Han. Katanya: Seng co ketujuh sudah wafat 30 tahun yang lalu,
Seng-co kedelapan juga sudah menghilang selama 30 tahun dan tak pernah kita

Hong san Koay Khek – Halaman 87


yoza collection

ketemukan. Menurut tradisi kita, Seng-co kesembilan harus kita angkat diantara semua
hadirin ini. Menurut peraturan, 49 bunga seruni sudah kita sebarkan keseluruh negeri,
siapa yang memperolehnya malam ini juga sudah hadir semua. Maka Lopocu (nenek-
tua) tidaklah perlu banyak omong, terserah pada takdir, siapakah gerangannya yang
bakal terpilih sebagai Seng-co dari rakyat2 72 gua kita.
Habis itu, sekali tubuhnya melesat cepat sekali orangnya sudah melayang turun.
Jangan dikira usianya sudah tua dan matanya buta, tapi betapa cepat gerakannya,
ternyata tidak kalah dengan tokoh kelas satu dari kalangan Bulim.
Sampai disini, sedikit banyak Jun-yan sudah mengetahui duduknya perkara. Apa
yang disebut Seng-co itu tentu adalah pemimpin tertinggi dari 72 gua suku Biau, dan
hari ini justru hari pemilihan Seng-co baru itu. Cuma yang tidak dapat dipahaminya
ialah apa yang dikatakan sinenek bahwa Seng-co ke 8 bisa menghilang sejak 30 tahun
yang lalu, padahal kedudukan Seng-co ini ada sekian banyak orang yang
menginginkannya?
Sedang ia berpikir, tiba2 dilihatnya didepannya berdiri satu orang berbaju putih,
ujung lengan baju orang hampir2 menyentuh mukanya. Ketika ia mendongak, kiranya
adalah si gadis yang bernama A Siu itu. Gadis jelita ini lagi memandangi Ti Put-cian
dengan senyum yang penuh arti.
Hati Jun-yan menjadi panas, segera ia bermaksud membentak, tapi gadis itu hanya
sejenak saja merandek, lalu meninggalkan pergi.
Hm, gadis Biau ternyata begini tak kenal malu , segera Jun-yan mencemoh sambil
melihati belakang A Siu, yang sementara itu telah mendekati dan duduk disamping Tiat-
hoa Popo.
Sejenak nenek itu turun panggung, semua hadirin berdiam diri saja, setelah lama
barulah si orang Biau yang tinggi besar wajahnya bengis membawa tombak, sambil
meloncat dan berlari menaiki panggung batu, lalu teriaknya : Tong-cu (kepala Gua) dari
Jing-cha-tong, Pulaihua, minta pengajaran dari para hadirin ! Habis berkata, dengan
congkaknya ia berdiri menolak pinggang dengan sebelah tangannya, sikapnya memang
gagah sekali, tapi bagi penglihatan orang ahli segera tahu kuda2nya tidak kuat, tidak
tahan sekali pukul saja.
Kiranya ke-72 gua suku Biau itu yang hidupnya diantara tanah pegunungan yang
penuh binatang-binatang berbisa, jiwa mereka sama sekali tak terjamin, maka segera

Hong san Koay Khek – Halaman 88


yoza collection

telah mengadakan perserikatan mengangkat seorang yang serba pandai untuk menjadi
pemimpin besar mereka, yaitu disebut Seng-co, dengan hak kekuasaan penuh. Sejak
Seng-co pertama diangkat, selamanya tidak membeda-bedakan suku bangsa dan
keturunan, sebab itulah diantara delapan Seng-co yang lalu, enam diantaranya adalah
bangsa Han. Waktu pemilihan Seng-co baru selalu diadakan pada pertengahan bulan
pertama diwaktu bulan purnama, sesudah Seng-co lama wafat, sebelum itu, 49 buah
bunga seruni besi yang menjadi tanda pemilihan itu disebar keseluruh negeri, siapa
yang memperolehnya dapat ikut hadir dalam pemilihan. Urusan ini selamanya
dirahasiakan, maka Jun-yan sejak mula tidak mengetahui untuk apakah kedatangan Ti
Put-cian ini.
Begitulah, sesudah Pulaihua tadi naik ke-panggung, lalu datang seorang Biau lalu
sebagai penantang dan mulai bertanding, akhirnya Pulaihua itu kena dijungkalkan
kebawah. Selanjutnya seluruh suku Biau saja yang saling bertempur hingga dua jam
lebih, tapi cara berkelahi mereka adalah terlalu kasar hingga tiada harganya dilihat.
Tampaknya sang bulan sudah mendoyong kebarat, tiba2 Tong-ting-hui-hi Bok
Siang-hiong melolos senjatanya, Go-bi-ji, sekali lompat, panggung yang jauhnya dua tiga
tombak itu telah kena dinaikinya. Waktu yang berada disitu adalah seorang Biau yang
muda tangkas, diantara leher pergelangan tangan dan kakinya memakai gelang rotan
yang hitam gelap. Sesudah naik keatas, tanpa bicara lagi senjata Bok Siang hiong terus
menusuk kepaha orang Biau itu.
Namun orang Biau berdiri diam saja tanpa menghindar, maka tepat kena pahanya
yang di arah itu, tapi hanya mengeluarkan suara seperti kayu diketok, sedikitpun
kakinya ternyata tidak terluka. Keruan Bok Siang-hiong terkejut, segera ia tarik kembali
senjatanya hendak ganti serangan, namun tombak orang Biau itu juga telah menusuk
kebadannya, cepat ia meraup hingga ujung tombak orang kena ditangkapnya, sekali
gertak, Bok Siang-hiong kerahkan tenaga dalamnya yang kuat, tanpa ampun lagi orang
Biau itu terpental jatuh kebawah seperti layang2 putus benangnya.
Maaf ! Bok Siang-hiang coba merendah lalu ada seorang Biau lagi yang melompat
keatas, tapi juga bukan tandingannya, ber-turut2 beberapa orang lagi dari berbagai suku
bangsa, tapi semuanya kena dikalahkan Bok Siang-hiong.
Sementara itu hari sudah terang, obor sudah dipadamkan, Bok Siang-hiong masih
menjagoi di atas panggung, kedua matanya selalu mengincar Siau-yau-ih-su Cu Hong-
tin saja.

Hong san Koay Khek – Halaman 89


yoza collection

Karena ditunggu lama masih belum ada yang naik, akhirnya Cu Hong-tin berbangkit,
sekali ayun kebutnya, perlahan dan enteng sekali ia melompat keatas panggung batu
itu.
Melihat betapa indah loncatan itu, semua hadirin bersorak memuji. Sebaliknya Bok
Siang-hiong sangat mendongkol akan datangnya Cu Hong-tin ini, sedangkan dirinya
sudah bertempur setengah malam, tenaganya sudah habis, barulah orang maju
menantang padanya, maka tanpa bicara lagi, begitu membuka serangan, segera ia putar
sepasang cundriknya itu mengurung rapat lawannya.
Dalam hal keuletan, sebenarnya Cu Hong-tin memang masih lebih unggul dari pada
Bok Siang-hiong. Apa lagi orang telah bertempur selama setengah malam dengan
berpuluh orang. Betapapun lihay serangannya, tidaklah dipandang berat oleh Cu Hong-
tin. Sekali Siau-yau-ih-su ini meloncat, dari atas kebutnya yang berekor benang emas
itu terus mengepruk kebawah dengan tipu Thian-hoa-kap-teng atau bunga langit
menghambur kepala.
Ketika mendadak Bok Siang-hiong merasa kabur pandangannya, Cu Hong-tin telah
menghilang, tahu2 dari atas suatu tenaga maha besar menindih kepalanya, ia menjadi
terkejut luar biasa, tanpa pikir lagi ia melompat pergi sejauh mungkin. Sementara itu Cu
Hong-tin sudah tancap kaki kebawah lagi dengan sikapnya yang gagah sebagai jago
yang berada diatas angin, katanya : Jurus Siao-jin ki-loh (sang dewa menunjuk jalan)
ini silahkan Bok-heng terima lagi ! tiba2 ujung kebutnya menjadi tegang terus menutuk
kedada lawan.
Belum lagi bisa berdiri tegak, terpaksa Bok Siang-hiong menangkis pula serangan
ini. Namun kebut Cu Hong-tin ternyata sangat hebat dan serba guna, dengan tenaga
dalam ia patahkan tenaga keras tangkisan orang, lalu ekor kebutnya melibat diatas
cundrik orang hingga kencang, habis itu ia tarik sekuatnya. Keruan Bok Siang-hiong tak
sanggup menahan hingga senjatanya terlepas dari cekalannya. Ketika sedikit Cu Hong-
tin menggentak pula, cundrik rampasan itu mencelat terbang keudara, hingga
menimbulkan sinar kemilauan diatas.
Insyaf tak ungkulan, diam2 Bok Siang-hiong undurkan diri dengan rasa likat.
Sementara itu dengan tekebur Cu Hong-tin memandangi sekeliling panggung, ia lihat
orang Biau disitu tiada satupun yang dapat ditakuti, sedang diantara bangsa Han, kecuali
sepasang pemuda pemudi yang dikenalinya sebagai Lou Jun-yan, sedang si pemuda
rasanyapun bukan tandingannya. Ada seorang lagi yang berkedok kepala, ketika datang

Hong san Koay Khek – Halaman 90


yoza collection

disitu terus duduk terpaku, agaknya datang untuk melihat keramaian saja. Maka dapat
diduga kedudukan Seng-co dari 72 gua suku Biau sudah yakin akan diperolehnya, bukan
saja bangsa Biau akan tunduk pada perintahnya, bahkan juga akan mendapat rahasia
pembuatan berbagai macam racun dan obat bius. Apalagi sudah lama terdengar bahwa
banyak orang mendatangi daerah ini untuk mencari harta karun serta kitab rahasia
ilmu silat peninggalan tokoh Bu-lim dari jaman dahulu. Saking senangnya Cu Hong-tin,
tiba2 ia unjukan pula ilmu mengentengi tubuhnya yang indah, ia meloncat lurus keatas
dan tepat cundrik yang baru jatuh kembali itu dapat ditangkapnya. Lalu orangnya turun
lagi diatas panggung batu dengan enteng. Dan sekali ia tekuk cundrik baja itu, tahu2
telah melengkung bagai gendewa.
Melihat itu, tidak kepalang orang2 Biau yang hadir disitu, mereka menyangka apa
orang bukan jelmaan malaikat ?
Lalu Cu Hong-tin buang cundrik itu ketanah katanya dengan angkuh : Entah masih
ada siapa lagi yang berani naik kemari ?
Jun-yan , tiba2 Ti Put-cian membisiki si gadis, telah tiba saatnya sekarang.
Permintaanku akan bantuanmu justru inilah urusannya. Jika aku tak ungkulan melawan
Cu Hong-tin, hendaklah kau bisiki orang aneh itu agar suka membantu aku dari bawah.
Apa yang kau katakan selalu diturutnya, tentu dia takkan menolak .
Jun-yan ter-mangu2 sejenak oleh permintaan itu. Apa ? Kau juga ingin menjadi
kepala orang Biau ? tanyanya heran.
Jun-yan, harap kau suka membantu sungguh2 , pinta Ti Put-cian lagi.
Baiklah, akan kukatakan padanya nanti sahut Jun-yan kemudian merasa tak tega
untuk menolaknya. Tapi kalau kau tak ungkulan, ada lebih baik kau lekas kembali saja.
Dan selagi Ti Put-cian hendak berdiri dan melompat keatas panggung, tiba2
terdengar Tiat hoa popo berseru : A Siu, dimana kau, kenapa belum naik keatas ?
Ti Put-cian dan Jun-yan terkejut, sungguh mereka heran, apa benar A Siu yang
mereka ketemukan yang tampaknya lemah gemulai tak tahan angin itu berani naik
panggung bertanding dengan Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin ?
Mereka bertambah terkejut bila kemudian melihat gadis yang muncul itu memang
benar A Siu yang berbaju putih mulus itu, ditambah lagi kulit dan wajahnya juga putih

Hong san Koay Khek – Halaman 91


yoza collection

pucat, perlahan2 A Siu bertindak kedepan dengan gayanya yang menggiurkan bagai
dewi kayangan yang baru turun kebumi.
Ketika tiba2 menampak seorang gadis jelita tampil kemuka sebagai penantangnya,
sesaat itu Cu Hong-tin pun tertegun. Ia sangsikan apa benar gadis semuda ini berani
coba2 naik panggung ?
Sementara itu A Siu sudah sampai didepan panggung batu, tanpa kelihatan ia
bergerak, tahu2 sudah meloncat keatas panggung setinggi beberapa kaki itu. Ia tidak
lantas memapaki Cu Hong-tin, melainkan menjemput dulu cundrik, senjata Bok Siang-
hiong yang dibengkokkan Cu Hong tin tadi, ketika tangannya yang halus putih itu pegang
kedua ujungnya terus ditarik, tahu2 cundrik itu telah lempeng kembali seperti asalnya.
Cu Hong-tin menjadi kaget dan curiga, sungguh susah dimengerti, gadis semuda ini,
sekalipun belajar sejak masih dalam kandungan ibu, Iwekangnya juga takkan sehebat
ini. Maka sekarang yakinlah dia si gadis benar2 seorang penantangnya yang tangguh,
ia tak berani ayal lagi, segera ia ber-siap2 dengan kebutnya, katanya : Silahkan nona
keluarkan senjata !
Aku tak punya senjata, sahut A Siu.
Diam2 Cu Hong-
kebutku sudah malang melintang selama ini, sampai tokoh lihay seperti Thong-thian-
sin-mo Jiau Pek king juga mesti bertarung sama kuat dengan aku, masakan aku malah
takut ter
tangannya menggertak, ekor kebutnya menjengkit, dengan tipu Sian-jin-ki-loh seperti
tadi segera ia tutuk kedada A Siu tempat Ki-bun-hiat , cuma serangan tidak penuh
dilontarkan, hanya ia tahan ketika hampir mengenai sasarannya, ia ingin melihat jelas
gaya silat dari aliran manakah si gadis ini, agar dapat mengatur cara menghadapinya.
Tak terduga, A Siu tetap berdiri dengan kedua tangan lurus kebawah, hanya
sepasang matanya menatap tajam keujung kebutnya. Melihat kesempatan itu, segera
Cu Hong-tin dorong kebutnya kedepan. Tapi baru saja bergerak, tahu2 A Siu telah
menggeser pergi hingga ujung kebutnya menyambar lewat disampingnya, ujung baju
saja tidak menyentuhnya.
Diam2 Cu Hong-tin memuji akan kecepatan orang, sekali kebutnya ditarik, sekali
kebas dengan tipu pek-hun-bian-bian atau awan bergumpal me-layang2 segera ia
menyabet dari samping.

Hong san Koay Khek – Halaman 92


yoza collection

Tapi kecepatan bergerak A Siu juga cepat dan gesit luar biasa, ditambah bajunya
yang berwarna putih dan berkaki telanjang hingga langkahnya tidak bersuara, maka
cara bagaimana bergeraknya susah terlihat jelas, hanya tampak bayangan putih
berkelebat, tahu2 orangnya melesat minggir kesamping dengan indahnya.
Diam2 Cu Hong-tin menjadi gugup melihat dua kali serangannya mengenai tempat
kosong. Bila ia lihat gerak tubuh orang, nyata semacam ginkang yang maha hebat
dengan kecepatan yang susah dibayangkan. Kalau melihat ujung kakinya sedikit melejit,
lalu orangnya sedikit mumbul, lantas mengikuti tenaga kebasan kebutnya melompat
kedepan, nyata sekali adalah ilmu leng-kong-poh-hi atau melangkah kosong diatas
udara yang biasanya hanya bisa dilatih oleh orang yang berilmu Iwekang tinggi,
padahal gadis ini masih sangat muda, darimanakah bisa melatih ilmu entengi tubuh
yang sehebat itu?
Dalam sengitnya segera Cu Hong-tin menyerang tanpa berhenti dengan ke 36 jurus
ilmu kebutnya. Tapi meski sekejap serangan berantai itu selesai dilontarkan, ujung baju
gadis itu masih belum dapat disentuhnya. Malahan orang hanya berkelit kian-kemari
tanpa membalas.
Sungguh tidak kepalang terkejutnya Cu Hong-tin, sama sekali tak bisa dipahaminya,
mengapa seorang gadis jelita suku Biau dapat memiliki kepandaian setinggi ini. la
benar2 penasaran, sekali kebutnya diayun, kembali ia mengebas, sekali ini dengan jurus
siau yau-bu-kek atau gembira ria tak terbatas, ia salurkan seluruh tenaga dalamnya
kesenjatanya hingga membawa samberan angin keras.
Tapi masih A Siu tidak balas menyerang, malahan dengan baik2 ia mengatakan :
Aku telah mengalah tiga puluh enam jurus seranganmu, dengan ilmuku ham-hong-gi-
heng (bergerak terbawa angin), masakan kau mampu apakan aku ? Jika kau masih tidak
kenal gelagat, rasanya kau sendirilah yang mencari susah! Lekas turun panggung
sajalah!
Mendengar ilmu kepandaian orang, terkejut Cu Hong-tin ber-tambah2, pantas ujung
baju orang saja ia tak mampu menyentuhnya. Ia menaksir dirinya tak akan sanggup
melawan ilmu ginkang yang hebat itu, cuma tujuannya kemari telah banyak mengalami
aral lintang dan berhasil merebut bunga seruni besi, sangkanya daerah Biau tak
terdapat orang pandai, bila dirinya dapat memperoleh kedudukan Sengco dan
memerintah tujuh puluh dua gua rakyat Biau, pula bila bisa mendapatkan harta pusaka
serta kitab silat rahasia yang tersiar dlkalangan Bulim itu, kelak ia bisa mendirikan

Hong san Koay Khek – Halaman 93


yoza collection

cabang aliran tersendiri dan akan berdiri sama derajat dengan Jing-sia pay, Khong-
tong-pay, Bu-tong-pay dan Go-bi-pay yang besar2 itu. Siapa duga, baru saja
mengalahkan Bok Siang-hiong, tahu2 datang seorang gadis jelita yang membuatnya tak
berdaya. Sudah tentu ia tak rela menyerah begitu saja. Tanpa bicara lagi, ia himpun
tenaga, dengan tipu Thian-hoa-kap-teng atau bunga langit menghambur kepala,
secepat kilat ia sabet kepala A Siu.
Namun samberan angin senjatanya itu lebih dulu membuat A Siu terbawa pergi
beberapa kaki hingga sabetannya mengenai tempat kosong. Tahu2 gadis itu telah
melompat maju, dengan tangannya yang putih bersih bergelang keleningan, segera
kebutnya Cu Hong-tin kena ditangkapnya.
Maka seketika kedua orang saling tarik menarik mengadu tenaga dalam, banyak
orang yang kuatirkan A Siu yang bertubuh lemah itu takkan tahan, maka orang2 Biau
sama bersorak membantu suara. Sebaliknya bagi penglihatan Ti Put-cian, ia sudah
menduga Siau-yau ih-su pasti akan kalah. Kalau ia tahu diri mau turun panggung masih
mendingan, tapi kalau mengadu tenaga dalam demikian, walaupun A Siu tidak ada niat
arah jiwanya, sedikitnya akan terluka parah.
Tadinya ia memperhitungkan tiada orang lain lagi yang bisa menandingi Cu Hong-
tin, sebaliknya ia sendiri menaksir dengan mudah sanggup mengalahkannya. Siapa tahu
ilmu silat A Siu bisa begini lihay, tampaknya tidak mudah jika bertanding dengan dia.
Sementara itu diatas panggung Cu Hong-tin masih berkutetan dengan A Siu, meski
ber-ulang2 ia kerahkan tenaga dalamnya, tapi selalu tak berhasil menarik kembali
kebutnya.
Maafkan ! tiba2 A Siu tersenyum, segera Cu Hong-tin merasa suatu tenaga yang
kuat sekali menumbuk kembali dari kebutnya hingga dadanya serasa sesak. Hampir2
darah menyembur keluar dari tenggorokannya. Terpaksa ia lepaskan kebutnya dan
melompat kebelakang turun dari panggung, menyusul pandangan menjadi silau,
kebutnya sudah dilemparkan A Siu kearahnya. Masih tak berani ia menyambutnya,
melainkan melompat kesamping, tak terduga sekali ini A Siu memang benar2 hendak
mengembalikan senjatanya itu, maka tidak menggunakan tenaga, dengan enteng kebut
itu jatuh ditanah, cepat Cu Hong-tin menjemputnya.

Hong san Koay Khek – Halaman 94


yoza collection

Sejak Cu Hong-tin malang melintang dikang ouw, belum pernah ia dikalahkan


seperti sekarang ini, keruan ia gemas bukan kepalang kepada A Siu, tanpa menoleh lagi
ia berlari pergi.
Sesudah kalahkan Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin, lalu dengan senyum simpul A Siu
berkata kepada para hadirin : Masih ada orang gagah manakah yang sudi naik kemari
memberi pelajaran ? Ia ulangi beberapa kali tantangannya itu, tapi tiada seorangpun
yang tampak berani maju.
Ti Put-cian pikir telah tiba saatnya, ia memberi pesan pada Jun-yan tentang bantuan
orang aneh itu, lalu berdiri dan berseru : Aku yang rendah mohon petunjuk pada nona
! Lalu dengan jalan berlenggang ia mendekati panggung batu, sekali enjot, dengan
enteng ia sudah melompat keatas.
Kau ? dengan wajah merah A Siu menegasi, ia tidak percaya kalau pemuda itu
juga hendak bertarung padanya.
Benar aku, petunjuk apakah yang hendak nona berikan ? sahut Ti Put-cian dengan
lagak tengik.
A Siu tudingi jari satu2nya Ti Put-cian, lalu tunjuk pergelangan tangannya sendiri
dengan wajah merah jengah.
Ti Put-cian menjadi ingat godaannya tempo hari digardu tepi jalan itu, nyata si gadis
ini telah jatuh hati padanya. Jika seorang gadis Biau sudah jatuh cinta pada seseorang,
ia rela berkorban untuk segalanya, apalagi hanya kedudukan Seng-co.
Memang dugaan Ti Put-cian tidak salah, diam2 A Siu memang sudah jatuh cinta
padanya. Kiranya pergaulan laki perempuan diantara suku Biau meski bebas, tapi se-
kali2 tak boleh kedua badan saling sentuh, kecuali kalau sudah suka sama suka untuk
mengikat menjadi suami isteri. Ketika Ti Put-cian gunakan jarinya menggantol lengan
A Siu digardu itu, kalau bukan ketampanan Ti Put-cian telah menggiurkan hati A Siu,
tentu gadis itu sudah menghajarnya.
Kini sesudah berhadapan, A Siu menjadi ragu2, ber-kali2 Ti Put-cian
mempersilahkannya bergebrak, ia hanya memandangi pujaan hatinya dengan mata
mendelong. Long-kun ( panggilan pada kekasih ), mana bisa aku menangkan kau,
silahkan kau turun tangan saja !

Hong san Koay Khek – Halaman 95


yoza collection

Dasar orang Biau memang sangat jujur, karena menyangka Ti Put-cian sudah
penuju padanya, maka tanpa tedeng aling2 lagi A Siu terus menyebut long-kun
padanya.
Tentu saja diam2 Ti Put-cian bergirang, terus ia menutuk ke Ki-bun-hiat didada
orang. Sama sekali A Siu tidak menghindarinya, maka tutukan itu tepat kena tempatnya,
sekali tubuhnya mendoyong kebelakang terus terperosot kebawah panggung. Ketika
hampir merosot kebawah, tiba2 telinga Ti put-cian mendengar gema suara yang lirih
jelas: Sampai ketemu besok malam dibawah bulan purnama, longkui. Tampak bibir A
Siu bergetar dan mengulum senyum, habis itu ia berjalan mendekati Tiat-hoa-popo.
Lalu terdengar Tiat-hoa-popo sedang berkata dalam bahasa Biau dengan suara
keras seperti orang marah, begitu pula orang2 Biau lainnya sama berteriak merasa
penasaran. Namun A Siu tidak ambil pusing, ia tinggal memandang kearah Ti Put-cian
diatas panggung itu dengan kesemsem.
Ketika keduanya diatas panggung, hakekatnya tidak sampai bergebrak, sebaliknya
pasang omong dengan mesra, lalu sekali Ti Put-cian geraki tangannya, lantas A Siu
turun panggung, terang se-akan2 keduanya sudah berunding secara baik2. Tentu saja
hal ini membikin Jun-yan naik darah, tanpa pikir lagi ia terus melompat keatas
panggung.
Waktu itu Ti Put-ciang lagi senang2 karena merasa tiada orang lagi yang berani
menantang dirinya. Ketika tiba2 melihat Jun-yan melompat keatas, ia menjadi kaget,
tegurnya : Hai, Jun-yan, ada apa kau naik kemari ?
Ti Put-cian, manusia rendah, kasak-kusuk apa yang kau lakukan dengan budak hina
itu? damprat Jun-yan.
He, nona Lou, kenapa kau menjadi marah2 begini ? jengek Ti Put-cian.
Makin dipikir, makin gusar Jun-yan, tiba2 ia angkat tangannya terus menempiling
kemuka orang. Namun Ti Put-cian telah memapaki sekali menjentik dengan jari
tunggalnya itu hingga setengah tubuh si gadis merasa kaku kesemutan. Keruan Jun-
yan semakin murka, teriaknya gusar : Bagus kau, Ti Put-cian !
Sebenarnya kalau turuti tabiat Kanglam-it-ci-seng Ti Put-cian, perbuatannya akan
jauh lebih keji dan ganas. Sepanjang jalan ia begitu baik pada Lou Jun-yan, tujuannya
tiada lain hanya bermaksud memperalat si gadis untuk merebut kedudukan Seng-co

Hong san Koay Khek – Halaman 96


yoza collection

saja. Kini kedudukan itu sudah terang dalam genggamannya, apa gunanya lagi seorang
macam Lou Jun-yan.
Segera dengan tertawa dingin iapun menjawab : Baiklah, jika sudah berani naik
kepanggung, silahkan nona menyerang ! Habis berkata, selongsong emas dijarinya
itu tiba2 mengkilat, tahu2 menjulur panjang terus menutuk ke tubuh si gadis, tanpa
kenal ampun ia telah keluarkan kemahiran menutuk yang lihay itu.
Cepat Jun-yan melompat mundur buat berkelit sambil mendamprat, tapi secepat
kilat tutukan kedua Ti Put-cian sudah dilontarkan lagi. Tampaknya sekali ini tenggorokan
Jun-yan pasti akan terkena. Tiba2 terdengar suara creng yang nyaring, entah dari
mana datangnya sebutir batu, selongsong emas jarinya Ti Put-cian itu telah terbentur
hingga lengannya tergetar kaku, seketika semper. Kesempatan itu digunakan Jun-yan
dengan baik, plak , kontan ia persen sekali tampar dimuka orang hingga merah bengkak.
Diam2 Ti Put-cian mengeluh, tentu batu tadi disambitkan si orang aneh itu, dalam
seribu kerepotannya ia coba melirik kearah si orang aneh, tapi orang tertampak duduk
anteng saja ditempatnya.
Sesudah memukul orang, Jun-yan menjadi menyesal malah, katanya. Sudahlah, asal
kau dapat memahami maksudku, marilah kita tinggalkan tempat ini! sambil berkata,
tanpa berjaga-jaga ia terus mendekati orang.
Namun kekejaman Ti Put-cian sudah tidak kenal maksud baik Jun-yan, ia tunggu si
gadis sudah mendekat, mendadak tangan kiri menggaplok dari samping, sedang jari
tunggal tangan kanan terus menutuk ketengah jidat Jun-yan.
Serangan mendadak ini membikin Jun-yan tak berdaya sama sekali, dengan
penasaran ia hanya bisa tunggu ajal saja sambil pejamkan mata. Tapi mendadak
terdengar Ti Put-cian berseru tertahan, ketika ia membuka mata, ia lihat orang berdiri
kaku sambil tangan kiri lagi meraba pinggang, menyusul mana orangnya malah terus
mendeprok jatuh diatas panggung. Tanpa ayal lagi Jun-yan ayun kakinya menendang
hingga tubuh Ti Put-cian tertendang kebawah panggung.
Sebenarnya tadi Ti Put-cian lagi menutuk dengan tipu it-liong-tam-cu atau sinaga
mencakar mutiara, yaitu mengarah tengah2 batok kepala si gadis, tapi baru sampai
tengah jalan tiba2 pinggangnya terasa pegal linu, ia insyaf terkena bokongan orang
aneh itu lagi, lekas2 sebelah tangannya dipakai memijat tempat yang terasa pegal itu,

Hong san Koay Khek – Halaman 97


yoza collection

tapi sudah terlambat, jalan darah itu telah tertutup dan badannya lemas terkulai hingga
memberi kesempatan kepada Jun yan untuk menendangnya kebawah.
Baru saja Jun-yan hendak menyusul kebawah panggung untuk memberi penjelasan,
ia lihat A Siu sudah keburu mendekati Ti Put-cian dan membangunkannya. Malahan Ti
Put-cian melotot dengan penuh kebencian kearahnya.
Jun-yan menjadi kesima, pikirnya, Ah, ia telah kena kutendang kebawah, terang
takkan bisa menjadi kepala suku Biau, tentu ia akan membenci padaku, pelototan
matanya tadi seakan mendekam kesumat tak terhingga padaku.
Sedang perasaannya diliputi sesal tak terkatakan, mendadak suara tabur dipukul
ramai pula, seluruh orang Biau yang hadir disitu telah berlutut menyembah kearahnya,
Tiat-hoa-popo juga mendekati panggung batu itu serta berseru keras2 : Dengan hormat
mohon tanya nama suci Seng-co kesembilan siapa ?
Jun-yan menjadi bingung, tapi segera ia pun mengerti, kalau Ti Put-cian telah dapat
dirobohkannya kebawah panggung dan tiada lagi yang berani naik menantang padanya,
maka kedudukan Seng-co yang diperebutkan itu terang sudah jatuh atas dirinya.
Saat itu, sebenarnya Jun-yan sama sekali tidak ketarik oleh kedudukan Seng-co dari
tujuh puluh dua gua suku Biau yang sangat diharapkan oleh orang2 Bu-lim itu. Kalau
tidak menyaksikan berapa mesranya waktu A Siu membangunkan Ti Put-cian, mungkin
ia lebih suka menunggang bersama diatas satu keledai suseng berjari tunggal itu
berkelana di kangouw. Tapi dasar wataknya memang sangat suka turuti pikiran hatinya
yang timbul seketika, kini demi cemburu, segera ia menyahut, Aku she Bo bernama Jun-
yan!
Sementara itu Tiat-hoa-popo telah berlutut ditanah sambil berseru beberapa kali
dalam bahasa Biau. Seketika orang2 Biau itu berjingkrak gembira ria dan bersorak
gegap gempita.
Kemudian Tiat-hoa-popo berkata lagi terhadap Jun-yan: Ilmu silat nona Lou sudah
lulus ujian, tetapi menurut peraturan, harus menghadapi tiga mahluk berbisa lagi,
hendaklah bersiap menunjukan kesaktianmu untuk menaklukannya!
Diam2 Jun-yan memikir, kiranya masih begini banyak permainan dalam pemilihan
Seng-co ini. Ia lihat orang2 Biau yang tadinya bersorak sorai itu kini telah diam
mendadak, seorang wanita setengah umur tampak tampil kemuka dengan membawa

Hong san Koay Khek – Halaman 98


yoza collection

keranjang rotan, dengan hati2 sekali keranjang itu dilemparkan keatas panggung, lalu
orangnya berlari ketempat semula.
Silahkan nona Lou membunuh dulu katak berwajah manusia didalam keranjang
ini! terdengar Tiat-hoa-popo melapor dibawah panggung dengan sangat menghormat.
Jun-yan pikir tentu katak berwajah manusia itu adalah semacam binatang aneh
yang jarang terlihat, apa yang harus ditakuti ? Tapi karena memang ia tidak bersenjata,
maka katanya: Aku tidak punya senjata, biarlah bertangan kosong saja !
Mendengar si gadis akan menghadapi katak dengan tangan kosong saja, tanpa
merasa semua orang berseru kaget berbareng. Tapi Jun-yan masih belum insyaf akan
gawatnya peristiwa nanti, tanpa ambil pusing ia mendekati keranjang rotan tadi terus
ditendangnya hingga menggelundung pergi beberapa tindak jauhnya, se-konyong2
terdengar suara kok sekali, dari dalam keranjang melompat keluar suatu mahluk aneh
yang belum pernah dilihatnya.
Mahluk itu tampaknya gepeng mendekam diatas panggung batu itu, warnanya
serupa warna kulit manusia, besarnya pun serupa muka manusia, malahan seperti
lengkap dengan mata, hidung dan mulut manusia, cuma jeleknya luar biasa macam
siluman. Dalam terkejutnya hampir-hampir Jun-yan menjerit, maka cepat ia mundur
selangkah. Siapa duga mahluk itupun terus mendesak maju.
Sesudah itu barulah Jun-yan dapat melihat jelas, kiranya mahluk aneh itu adalah
seekor katak dengan empat kakinya yang pendek, bentuk yang mirip wajah manusia
itu hanya guratan2 diatas punggungnya saja.
Dengan sendirinya Jun-yan tambah berani sesudah mengetahui mahluk itu hanya
seekor katak, ia tidak tahu mahluk itu justru satu diantara tiga binatang berbisa yang
paling ditakuti suku Biau. Katak berwajah manusia itu dapat menyemburkan hawa
berbisa yang jahat, melulu menyenggol badannya saja tentu akan kena racunnya dan
kulit daging orang bisa membusuk. Tempat dimana binatang itu hidup seluas beberapa
tombak tiada hidup tetumbuhan apapun, maka dapat dibayangkan betapa jahat
racunnya. Untuk menangkap binatang ini guna ujian bagi calon Seng-co, orang Biau
entah berapa banyak harus dikorbankan.
Namun Jun-yan masih belum kenal akan kelihayan katak berbisa ini, segera ia
hendak memapak maju untuk membunuhnya, tapi tiba-tiba didengarnya suara
menjengek Ti Put-cian dibawah panggung. Ketika Jun-yan menoleh, ia lihat suseng

Hong san Koay Khek – Halaman 99


yoza collection

berjari tunggal itu duduk berendeng dengan mesranya bersama A Siu, wajahnya
mengunjuk ejekan. Seketika darah Jun-yan bergolak, cepat ia melengos tak sudi
memandangnya.
Tapi pada saat itulah, terdengar suara
'kok' sekali, katak itu telah menubruk
kearahnya sambil meleletkan lidahnya
seperti ular, malahan membawa semacam
bau amis yang tak enak dicium. Tanpa pikir
lagi Jun-yan ayun telapak tangannya terus
menghantam. Mendadak katak berwajah
manusia itu gembungkan perutnya dan
melompat keatas, nyata itulah katak jenis
kintak yang perutnya gembung bulat seperti
bola, lalu dari atas udara terus menubruk
kebawah dengan suara kok-kok yang keras.
Melihat binatang itu bisa menghindari
serangannya, Jun-yan menjadi terkejut,
sementara hidungnya mengendus bau amis
yang memuakkan dan memusingkan kepala, hampir2 saja ia tak sanggup berdiri tegak,
cepat ia melontarkan sekali lagi pukulan sekuatnya. Tapi ia merasa tenaganya sudah
tidak sebesar tadi, tampaknya kintak itu masih terus menubruk kearahnya. Dan aneh
bin ajaib, mendadak kintak itu bersuara kok sekali lagi, cuma suara ini lain daripada
tadi, badannya juga terus terbanting diatas panggung lalu empat kakinya mengenjol
sekali terus tidak berkutik lagi, nyata sudah mati.
Segera Jun-yan tahu, tentu seperti mengalahkan Ti Put-cian tadi, si orang aneh
itulah yang telah membantunya pula. Tapi ketika ia melirik kesana, ia lihat orang aneh
itu masih tetap duduk anteng saja, jaraknya dengan panggung batu kira2 3-4 tombak
jauhnya, terang ia membantu dengan senjata rahasia, tapi anehnya tanpa suara tanpa
wujut hingga tak diketahui orang lain. Maka dapatlah dibayangkan betapa hebat ilmu
kepandaiannya.
Sementara itu demi nampak Jun-yan berhasil membunuh katak berwajah manusia
itu, seluruh orang Biau yang hadir disitu terus bersorak-sorai gembira. Segera Tiat-hoa-

Hong san Koay Khek – Halaman 100


yoza collection

popo pun melompat keatas panggung batu lagi sembari tangannya sudah memegangi
sebilah golok.
Ternyata ilmu sakti nona memang tiada bandingannya, asal bisa membunuh lagi
dua mahluk berbisa lain, selamanya akan dijunjung sebagai Seng-co oleh suku kami
dari tujuh puluh dua gua. demikian kata nenek tua itu. Sekarang silahkan nona minum
dulu pil mujijat dari katak ini.
Habis berkata, cepat goloknya bekerja, sekali potong dan sekali iris, tahu2 batang
golok telah bertambah dengan sepotong benda yang besarnya seperti telor ayam.
Kiranya itulah empedu binatang aneh itu. Meski bau katak itu amis memuakkan, tapi
benda isi perutnya itu berbau wangi.
Namun begitu, Jun-yan merasa ngeri akan isi perut kintal itu, katanya: Aku tak mau
makan barang mengerikan ini!
Baru saja selesai ia ucapkan, tiba2 dibawah panggung Ti Put-cian terus
menyanggupi: Dia tidak mau, berikanlah padaku !
Dalam pada itu, Bok Siang-hiong yang dikalahkan Cu Hong-tin itu, masih berada
disitu, segera iapun berseru : Nona Lou, Iwetan (pil dalam) mahluk berbisa itu mujijatnya
dapat menandingi tenaga latihan selama beberapa tahun, adalah semacam benda yang
sangat diinginkan oleh orang-orang yang belajar silat seperti kita. Hendaklah kau lekas
menelannya, supaya tidak jatuh ditangan orang jahat!
Rupanya Bok Siang-hiong dapat juga menduga sisuseng itu tentu Kanglam-it-ci-
seng yang namanya sangat disegani kalangan Bu-lim, kalau sampai empedu katak itu
dapat dimakannya, bukankah mirip harimau tumbuh sayap dan membawa malapetaka
lebih hebat bagi dunia persilatan ?
Ti Put-cian tertawa dingin, sahutnya : Tadi dia sudah bilang tidak mau. Masakan
seorang Seng-co bisa jilat kembali ludah sendiri ? Ia menduga Tiat-hoa-popo tentu
tidak menyerahkan lagi benda itu kepada Jun-yan.
Tak ia duga, tiba-tiba Tiat-hoa-popo berkata dengan dingin : Segala apa terserah
keputusan Seng-co sendiri, orang dibawah panggung tak perlu banyak mulut!
Keruan Ti Put-cian malu dan gusar. Namun ia tak berani pakai kekerasan, terutama
melihat si orang aneh itu masih berada disitu.

Hong san Koay Khek – Halaman 101


yoza collection

Sementara itu Jun-yan mencium bau Lwe tan itu semakin harum semerbak, per-
lahan2 ia jemput benda itu dari angsuran Tiat-hoa-popo, ia masih tak berani
menelannya terang2an, tapi dengan pejamkan mata terus dijatuhkan ke-tenggorokan.
Dan baru saja benda itu masuk ke mulut, pluk , tahu2 pecah hingga rasanya segar
wangi sangat nyaman mengalir kedalam perut. Lalu Tiat-hoa-popo masukan bangkai
katak busuk itu kedalam keranjang tadi dan didepaknya kepinggir.
Menyusul mana, tampak seorang wanita setengah umur yang lain telah
membawakan sebuah peti keatas panggung, dari dalam peti itu mengeluarkan suara
keresekan seperti ada semacam mahluk yang lagi me-rangkak2 didalamnya.
Karena sudah tahu pasti si orang aneh selalu siap menolongnya dari samping, nyali
Jun-yan menjadi besar. Tanpa bicara lagi, dengan kakinya ia depak tutup peti itu hingga
menjeplak terbuka.
Awas, nona ! Binatang ini bernama Kim jiau-ih-coa ! kata Tiat-hoa-popo.
Segera dari dalam peti itu tampak merayap keluar seekor ular terus meloncat
keatas. Hebatnya, ular ini se-akan2 bisa berjumpalitan dan melingkar2 diatas udara, lalu
jatuh keatas panggung batu sambil merayap maju. Dimana tempat yang dilewati,
tertinggal bekas se-akan2 dikerok.
Jun-yan melihat ular itu tiada ubahnya dengan ular umumnya, bedanya cuma
badannya gepeng dan lebar hingga sekilas pandang se-akan2 berkepet, sedang di
bawah lehernya tumbuh dua cakar yang berwarna kuning gelap, bekas seperti dikerok
diatas batu tentu disebabkan kedua cakarnya itu.
Dengan lagaknya yang lincah, segera Jun-yan membentak : Binatang, lekas
serahkan nyawamu, apa perlu nonamu turun tangan ? Sembari berkata, ia tertawa
ngikik sambil melontarkan hantaman.
Menurut cerita suku Biau, Kim-jiau-ih-coa atau ular cakar emas bersayap, kedua
cakarnya kuat dan keras bagai baja, batu atau kayu kalau kena dicakarnya segera
pecah belah, dan pula bisa meloncat seperti terbang, ditambah lagi berbisa jahat sekali,
dibanding katak berwajah manusia itu jauh lebih lihay. Maka ketika pukulan Jun-yan
dilontarkan, mendadak ular itu meloncat keatas, dengan lidahnya yang merah
menakutkan, kedua cakarnya ber-gerak2 terus menubruk kearah si gadis.

Hong san Koay Khek – Halaman 102


yoza collection

Sama sekali Jun-yan tidak menduga bahwa ular itu bisa sedemikian hebat, dalam
terkejutnya ia menjerit kaget terus melompat kebelakang namun begitu, lengan bajunya
telah tercakar sobek sebagian oleh cakar ular itu. Menyusul mana binatang itu terus
menubruk lagi, cepat Jun-yan memukul pula, dengan angin pukulannya ia coba
menahan tubrukan ular itu. Tapi ternyata ular itu gesit luar biasa, begitu tergetar
mundur, kembali meloncat menubruk pula.
Berulang kali Jun-yan sengaja menjerit untuk memancing bantuan si orang aneh,
siapa duga orang itu tinggal diam saja belum mau turun tangan. Sampai akhirnya, ia
benar2 kewalahan kalau bertahan terus diatas panggung batu itu, tanpa pikir lagi ia
melompat turun dari panggung batu itu dengan dugaan ular itu takkan menyusulnya.
Siapa tahu binatang itu benar2 seperti bayangan yang selalu melekat ditubuhnya
saja, baru saja Jun-yan berdiri ditanah, tahu2 dari belakang angin sudah menyambar,
lekas-lekas ia berjongkok terus menjatuhkan diri kesamping, maka terdengarlah suara
berebet, lagi-lagi bajunya sobek tercakar ular itu.
Karena sudah kepepet, sekenanya Jun-yan merampas sebatang tombak dari tangan
seorang Biau didekatnya terus ditusukan kearah ular yang sementara itu telah
menubruknya lagi. Anehnya, sudah jelas terdengar suara crat-crat beberapa kali,
terang tombaknya mengenai sasarannya, tapi sedikitpun ternyata ular itu tak terluka,
malahan ketika cakarnya mencengkram, tahu2 terdengar krak sekali, tombaknya itu
malah sudah patah.
Dalam keadaan terdesak, terpaksa setindak Jun-yan mundur mendekati tempat
orang aneh itu. Ditelinganya terdengar suara ejekan Ti Put-cian yang rupanya merasa
bersukur akan keadaan Jun-yan itu. Gemas dan gusar hati si gadis, tapi memang ia lagi
kewalahan, keringatnya ber-butir2 menetes dari jidatnya, sedikit lengah, beberapa kali
hampir tercakar oleh ular2 itu. Sukurlah akhirnya dapatlah ia mendekati tempat duduk
si orang aneh.
Lekas turun tangan, bila lambat, aku bakal tercakar mati olehnya! serunya gugup
pada orang aneh itu.
Baru saja selesai ucapannya, terlihat tangan orang aneh itu sedikit bergerak, sebutir
batu mendadak menyambar kepada ular.

Hong san Koay Khek – Halaman 103


yoza collection

Warna ular itu seluruhnya hitam ber-bintik2 kuning, hanya sedikit dibawah lahernya
ada satu lingkaran kecil berwarna putih. Ketika batu sambitan itu dilontarkan, tepat
sekali mengenai lingkaran putih itu.
Waktu itu ular lagi menubruk pula dengan cepat kearah Jun-yan, tetapi ketika kena
sambitan batu, kontan terjungkel dari atas udara dan menggeletak diatas tanah tanpa
berkutik lagi.
Maka tahulah sekarang Jun-yan, sebab orang aneh itu tidak lantas menolongnya
tadi, oleh karena seluruh tubuh ular itu keras bagai baja, hanya lingkaran putih kecil
dibawah leher itulah yang merupakan titik kelemahannya. Segera ia melangkah maju,
badan ular itu ia injak kuat2, ia angkat tombaknya dan mengincer tepat titik putih
binatang itu dan terus menusuk, benar juga, sekali tusuk lantas masuk, maka
melayanglah jiwa ular itu.
Kalau sehabis membunuh ular, Jun-yan senang sekali, adalah dipihak lain Ti Put-
cian yang mendongkol tidak kepalang. Sudah dua kali ia berharap gadis itu mampus
dibawah binatang2 berbisa itu, siapa tahu si orang aneh itu selalu menolongnya dari
samping. Orang ini begitu hebat ilmu silatnya, meski kedua matanya katanya buta, tetapi
sekali timpuk tepat kelemahan ular yang diarah, se-akan2 terhadap seluk-beluk ular
berbisa ini sudah jelas diketahuinya.
Melihat Jun-yan sudah lulus ujian kedua, tiba2 Tiat-hoa-popo menuding kedinding
tebing didepan sana. Ketika Jun-yan memandang kearah yang ditunjuk, ia lihat di bawah
tebing yang curam itu dikelilingi dengan sebaris orang Biau yang tegap kekar, hanya
tempat yang ditunjuk Tiat-hoa-popo itu sekira dua tombak luasnya tiada di-aling2i
orang, kalau dinding disitu licin gelap tanpa tetumbuhan, sebaliknya di tempat itu
ternyata tumbuh semacam akar rotan yang hitam halus, malahan berbunga kecil
berwarna ungu.
Apakah itu maksudmu ? tanya Jun-yan heran.
Singkirkan akar rotan hitam itu, lantas tertampak sebuah gua , kata Tiat-hoa-popo
dengan wajah keren. Gua itu menembus keluar gunung. Apabila nona dapat melalui
jalan situ, lalu masuk lagi dari pintu2 besi dilembah sana, lantas kau akan disembah
sebagai Seng-co dari pada 72 gua suku kami !

Hong san Koay Khek – Halaman 104


yoza collection

Diam2 Jun-yan terkejut, pikirnya, gua sekecil ini, andaikan si orang aneh itu selalu
ingin menolong aku, masakan sekarang juga bisa ikut masuk kesitu ? Maka tanyanya
pula : Mahluk apa lagi yang terdapat didalam gua itu ? .
Tiada lain, kecuali semacam Kim-ci-cu (laba-laba mata uang emas) , sahut si nenek.
Hati Jun-yan menjadi lega. O, kiranya hanya laba-laba berbisa! ujarnya.
Nyata ia tidak tahu bahwa racun laba-laba itu jahat luar biasa, jangankan bisa yang
disemburkan labah-labah itu, sekalipun menyentuh jaringnya yang halus saja, orang
seketika bisa pingsan, dan kalau tidak dapat pertolongan obat mujarab yang jitu, dalam
waktu singkat saja jiwa bisa melayang. Lebih dari itu, malahan orang yang mati terkena
racun labah-labah itu, akan hancur menjadi darah dan darahnya berubah menjadi gas
racun, jahatnya racun serupa lihaynya.
Tempat labah-labah itu sembunyi adalah di atas selapis saput berbisa yang kempel
dari gas racun. Saput berbisa ini sama jahatnya dengan labah-labah tersebut. Hal ini
sama sekali tidak diketahui Jun-yan yang hidup di Jing-sia-san yang indah permai
pemandangannya, la sangka kalau melulu labah-labah seperti itu saja dengan
membawa obor tentu akan dapat membakarnya habis.
Tentang adanya saput berbisa didalam gua itu, ternyata tidak dijelaskan oleh Tiat-
hoa-po po. Kiranya nenek ini sesalkan A Siu telah mengalah pada Ti Put-cian, padahal
gadis itu adalah calon satu2nya yang dia ajukan. Ia sendiri adalah tong-cu atau kepala
gua pertama daripada tujuh puluh dua gua suku Biau. Sejak Seng-co kedelapan
menghilang, tujuh puluh dua suku Biau itu lantas dibawah pimpinannya. Ia tidak
menjelaskan tentang berbahayanya di dalam gua labah2 itu, karena ia masih punya
harapan Jun-yan akan mati terkena racun, dengan begitu, menurut aturan bisa diulangi
pemilihan Seng-co lagi, dan A Siu boleh jadi masih bisa terpilih.
Begitulah, tanpa pikir, Jun-yan terus minta empat obor, dua dibuat cadangan dan
dikempitnya, sedang dua lainnya ia sulut untuk penerangan terus menuju kemulut gua
yang ditunjuk itu.
Ketika akan melangkah masuk, tiba-tiba ia ingat akan diri si orang aneh itu, entah
ikut dibelakangnya tidak. Cepat ia menoleh, dan sesaat itu, ternyata orang aneh itu
sudah tidak ada di tempatnya tadi. Jun-yan melengak, ia pikir mungkin orang aneh itu
tahu kalau gua itu mudah dilalui, maka sudah tinggalkan pergi dahulu. Tiba2 ia lihat Ti

Hong san Koay Khek – Halaman 105


yoza collection

Put-cian melambai-lambaikan tangan kepadanya, ia tercengang tapi segera merasa


girang dan membalas melambai tangan, lalu melangkah masuk kedalam gua.
Gua itu ternyata sempit lagi pendek, kadang-kadang harus sedikit mendak untuk
tidak menyundul atap gua. Dibawah penuh lumut yang licin, suasana dalam gua dingin
seram. Sesudah duapuluh tombak jauhnya, gua itu mulai melebar, tapi sudah lama
masih belum sampai keujung gua, malahan makin dalam makin gelap dan makin seram.
Dengan tabahkan diri, Jun-yan angkat obornya tinggi2 dan terus maju kedepan,
makin jauh gua itu makin luas, Se-konyong2 terasa olehnya dari belakang angin
berkesiur, satu bayangan orang melesat lewat disampingnya, siapa lagi kalau bukan
simanusia aneh itu?
He, kau ikut kemari? tegur Jun-yan bergirang.
Tapi tenggorokan orang aneh itu berkeruyukan seperti suara ayam jago yang belum
dikoroki, tak bisa bicara.
Sudah banyak Jun-yan mendapat kebaikan darinya, ia lihat wajah orang itu penuh
bekas luka yang benjal benjol, ditambah lagi buta dan bisu, entah betapa menderitanya
dimasa dahulunya, maka hati Jun-yan sungguh sangat kasihan dan simpati padanya,
tegurnya kemudian : Apakah yang hendak kau katakan? Tidakkah kau dapat menulis
untukku ?
Orang itu ter-mangu2 sejenak, mendadak ia pentang kedua tangannya ketika
melihat Jun-yan hendak maju kedepan. Kemana Jun-yan hendak maju, selalu ia
merintangi.
Jun-yan menjadi heran. Sudah banyak kau membantuku, kenapa sekarang kau
malah merintangi? tanyanya.
Sudah tentu orang itu tak bisa menjawab, hanya tenggorokannya tetap bersuara
krok-krok , tiba2 nadanya berubah sangat memilukan.
Jun-yan mendongkol, katanya : Asal aku bisa menembus gua ini, segera aku akan
diangkat menjadi kepala suku Biau, kedudukan ini dapat kuberikan kepada It-ci Toako
yang sangat menginginkannya, kau tidak mau membantu, kenapa malah merintangi ?
Lekas minggir !
Dan sekali melesat, segera ia menerjang ke depan. Tapi kontan orang aneh itu
memapak dengan sekali pukulan, dimana angin pukulannya menyambar, tahu2 sumbu

Hong san Koay Khek – Halaman 106


yoza collection

api obor menjadi padam. Seketika keadaan menjadi gelap gulita, Jun-yan terkejut, ia
menjadi curiga akan kelakuan si orang aneh ini, jangan2 hendak mencelakainya ? Cepat
ia berkelit kesamping. Dan selagi hendak menyulut obor cadangannya yang dibawanya
tadi, mendadak terasa bahunya kesemutan, tempat thian-coan-hiat telah ditutuk orang
hingga tubuhnya lumpuh, obornya juga jatuh.
Lantas terasa tubuhnya kena dikempit orang serta menuju jalan masuk kegua tadi,
tapi tidak jauh lantas membiluk beberapa kali, karena keadaan gelap gulita, ia tidak tahu
orang membawanya kemana. Cuma tidak lama kemudian ia merasa tubuhnya
diletakkan ditempat yang empuk bagai kasur.
Ingin sekali Jun-yan mengetahui dirinya berada dimana, sekuatnya ia kerahkan
tenaga dalam untuk melancarkan jalan darahnya yang tertutuk, tapi sayang, tetap tak
berhasil, ia menjadi gugup, kenapa orang aneh itu tidak membuka jalan darahnya atau
mungkin sudah meninggalkannya.
Dengan tak sadar, entah lewat beberapa lama, jalan darahnya baru lancar kembali.
Cepat Jun-yan melompat bangun, baiknya obor masih ada satu, segera ia nyalakan, tapi
ia menjadi terkejut, kiranya dirinya berada didalam satu kamar batu, tempat dimana ia
rebah tadi adalah sebuah balai2 batu dengan bantal kasur lengkap. Kecuali ada meja
kursi dari batu, ada pula rak buku penuh kitab2, sebaliknya orang aneh itu telah
menghilang entah kemana.
Sungguh Jun-yan merasa heran kenapa di tempat demikian terdapat gua batu
seindah ini. Ia merasa dirinya belum dibawa keluar gua oleh orang aneh itu, maka dapat
diduga dirinya masih berada dalam perut gunung. Ia coba memeriksa kamar itu, ia lihat
tempat dimana dirinya merebah tadi mendekuk kedalam, waktu ia merabanya, ternyata
kasur itu sudah lapuk, mungkin saking tuanya. Begitu pula kitab2 di rak buku itu, sekali
pegang lantas hancur.
Tambah heran Jun-yan, diam2 ia memikirkan asal-usul orang aneh itu. Apakah
mungkin tempat ini adalah tempat kediamannya dahulu?
Sementara ini Jing-ling-cu dan para tokoh2 terkemuka lainnya sedang
mempersiapkan pertemuan para jago silat seluruh jagat untuk mengusut asal-usul diri
si orang aneh ini, kalau sekarang juga aku dapat menyelidikinya, kelak tentu akan bikin
geger pertemuan besar itu.

Hong san Koay Khek – Halaman 107


yoza collection

Tiba2 ia melihat dipojok kamar itu ada sebuah peti besi, ia mendekati dan
memeriksanya, ia lihat peti itu digembok dan sudah berkarat. Ketika ia tarik sedikit,
gembok itu lantas putus, ia membuka tutup peti dan melihat didalamnya terletak
sebatang pedang panjang satu meter, sarung pedangnya kasap bagai terbuat dari
sejenis kulit binatang. Dibawah pedang itu tertindih sepotong saputangan sutera merah,
kecuali itu tiada benda lain lagi.
Ia coba ambil pedang itu dan rasanya sangat enteng. Tiba2 hatinya tergerak, ia
ingat kepandaian yang diperolehnya dari gurunya, Jiau Pek-king, kecuali Iwekang, ada
lagi sejurus ilmu pukulan Hui hun-cio-hoat , selain itu belum pernah diberinya pelajaran
memakai senjata. Sebab katanya senjata biasa tiada gunanya dipelajari, senjata bagus
susah didapatkan, hanya bisa diketemukan secara kebetulan, tapi dicari susah. Sebab
itu bila kelak dirinya bisa memperoleh semacam senjata pusaka, barulah akan diberi
pelajaran ilmu senjata. Lalu sang guru memuji Pek-lin-sin-to, cuma dikatakan bobotnya
terlalu berat, karena gemblengannya kurang murni, senjata yang paling bagus harus
tajam tapi enteng seperti kertas.
Kini pedang yang dipegangi itu bukannya enteng bahkan hampir tak terasa, apa
bukan senjata wasiat yang jarang terdapat ? Ia coba letakan obornya, lalu pedang itu
ia lolos.
Namun ia menjadi kecewa, karena pedang itu warnanya hijau tak bersinar, ketika
disentil dengan jari juga tidak mengeluarkan suara nyaring, seperti bukan ditempa dari
baja, nyata senjata itu tiada sesuatu yang luar biasa. Maka ia masukan kembali
kesarungnya, lalu mengambil saputangan merah tadi. Ia lihat warna saputangan itu
semarak menyenangkan, halus lunak, seperti bukan terbuat dari sutera biasa, diatas
kain itu samar2 ada huruf tulisan lagi, cuma mungkin umurnya sudah terlalu tua, maka
tidak jelas.
Jun-yan tiada waktu untuk meneliti lebih jauh, sekenanya kain sutera itu ia masukan
ke saku bajunya, lalu mem-bongkar2 peti itu, namun tiada penemuan lainnya. Karena
kuatir kalau terlalu lama tinggal didalam gua, mungkin orang2 yang menunggu diluar
menganggap dirinya tak mampu keluar lagi, bukankah urusan akan menjadi runyam ?
Maka cepat ia keluar dari kamar batu itu, pedang hijau itu tidak diurusnya lagi.
Agak lama ia berjalan kedepan, kemudian dapatlah dikenali sebagai tempat yang
kemarin telah dilaluinya ketika mulai masuk gua, di-situ ada satu tikungan yang
menyimpang, cuma kemarin tidak diperhatikannya.

Hong san Koay Khek – Halaman 108


yoza collection

Sebab telah mendapatkan jalan semula, hatinya menjadi girang. Tidak jauh pula,
tiba2 terdengar dijalan samping sana sayup2 berkumandang orang menangis yang
tersedu-sedan, segera dapat dikenali itulah suara si orang aneh itu.
Karena ingin cepat2 keluar gua, Jun-yan tidak urus lagi, malahan ia kuatir kalau
orang aneh itu menyusulnya dan merintangi kepergiannya lagi, maka secara berindap-
indap ia menuju kedepan.
Tidak lama lagi, tibalah ia ditempat yang kena ditutuk si orang aneh itu kemarin,
dua obor yang jatuh disitu masih ada. Dari situ maju lagi, setelah biluk satu tikungan,
mendadak di depan ada cahaya api yang bergerak perlahan lahan, satu bayangan
orang tertampak jelas di bawah sorotan sinar api itu yang segera dapat dikenalinya
sebagai Ti Put-cian.
It-ci Toako! tanpa merasa Jun-yan berseru.
Rupanya Ti Put-cian terkejut mendadak, ia terus menoleh sambil mengerutkan alis,
sahutnya, He, Jun-yan, kau masih disini?
Cepat Jun-yan mendekati dan balas menegur. Kenapa kaupun berada disini ?
Apakah kau kemari mencari aku ?
Di mana manusia aneh itu? tanya Ti Put-cian menyimpang.
Entahlah, sudah menghilang.
Ya, ya, aku datang mencari kau , sahut Ti Put-cian kemudian. Sehari semalam kau
tak keluar dari sini, orang2 Biau itu menjadi gempar dan minta diadakan pemilihan
ulangan tapi aku telah membantah keras, lalu aku menyatakan bersedia mencarimu
kemari, Jun-yan ketahuilah, sebenarnya betapa rasa kuatirku atas keselamatanmu ?
Padahal Kanglam-it-ci-seng Ti Put-cian ini bukanlah manusia baik2, apa yang
diucapkan itu berlawanan sama sekali dengan kenyataannya. Sebaliknya Jun-yan
mudah dibujuk rayu, ia sangka Ti Put-cian benar2 rindu padanya lalu datang
mencarinya, segera ia menjadi girang, katanya: Agaknya kita perlu lagi maju kesana,
marilah kita keluar dari gua ini dan tinggalkan daerah Biau ini !
Akan tetapi Ti Put-cian terus geleng2 kepala, sahutnya: Jun-yan mana boleh kita
buang tenaga percuma ditengah jalan? Kemarin kau telah telan Lwetan dari katak
berwajah manusia itu, apakah kau ada merasa sesuatu yang aneh ?

Hong san Koay Khek – Halaman 109


yoza collection

Eh, ya, kata2 itu telah menyadarkan Jun-yan, Ketika semalam aku tertutuk si orang
aneh, beberapa kali aku himpun tenaga murni untuk menembusi jalan darahku, meski
belum berhasil, tapi rasaku tenaga dalamku sudah bertambah kuat. Bok Siang-hiong itu
bilang Lwe-tan sikatak dapat menambah tenaga dalam latihan beberapa tahun, entah
betul atau tidak?
Sudah tentu benar , sahut Ti Put-cian, diam2 ia unjuk senyum sinis, lalu
sambungnya lagi: Dan kalau kau sudah menjadi Seng-co setiap tahun dari rakyat 72
suku Biau itu tentu akan menghadiahkan seekor katak semacam itu pula kepadamu,
kenapa kita malah akan undurkan diri ditengah jalan? Hayo, kita maju terus.
Jun-yan menjadi terbujuk, ia mengiakan dan melangkah kedepan. Dengan kawan Ti
Put-cian, ia bertambah berani, malahan merasa manis madu hatinya. Sebaliknya sambil
jalan Ti Put-cian terus peras otak penuh dengan akal2 keji.
Kiranya sesudah Jun-yan masuk gua, diluar orang2 Biau lantas bunyikan tambur
menari dan menyanyi. Sedang orang2 Han yang melihat kedudukan Seng-co sudah ada
calonnya, sudah terang tiada harapan lagi, berturut-turut mereka lantas tinggalkan
tempat itu. Hanya Ti Put-cian saja yang tidak rela pergi, jauh2 ia datang kedaerah
perbatasan ini untuk maksud meraih kedudukan Seng-co, masakan sekarang harus
kembali dengan tangan hampa.
Ia lihat benih asmara Jun-yan kepadanya belum lenyap sama sekali, ia pikir harus
pakai bujuk halusan, bukankah serupa meski nanti gadis itu dapat merebut kedudukan
Seng-co ?
Sebab itulah ia tinggal disitu. Sedang A Siu mondar mandir disekitarnya saja sambil
memandangi pemuda berjari satu ini dengan sorot mata penuh arti.
Hati Ti Put-cian tergerak, dengan senyum manis ia menyapa. A Siu !
Dengan kemalu-maluan A Siu menyahut sekali terus menunduk dan mendekati.
Diam2 Ti Put-cian bergirang, dengan jari satu2nya ia mencoba menggantol lengan si
gadis, A Siu, tadi kau telah sudi mengalah, aku merasa sangat berterima kasih.
A Siu tertawa, sahutnya. Ah, itu sudah seharusnya.
A Siu, tanya Ti Put-cian pula, sebenarnya kepandaianmu yang tinggi itu diperoleh
dari mana ? Jika kita benar2 berkelahi, terang aku bukan tandinganmu.

Hong san Koay Khek – Halaman 110


yoza collection

Menurut peraturan suku kami, terhadap kekasih, tidak mungkin saling gebrak,
sekalipun kau hantam mati padaku, tak nanti aku melawan, sahut A Siu. Nyata ia elakan
diri dari pertanyaan tentang diperolehnya ilmu silat.
Karena itu, Ti Put-cian menanya lagi berulang kali, tapi A Siu tetap tidak mau bilang
dan selalu membilukan pembicaraan.
Melihat si gadis lemah gemulai se-akan2 tak tahan tiupan angin, tapi setiap gerak-
gerik penuh tenaga dalam, diam2 Ti Put-cian bertambah heran, katanya kemudian. A
Siu, marilah coba memberi petunjuk beberapa jurus padaku ! Habis berkata, tanpa
menunggu sahutan orang, cepat tangan kanan menjulur, jari tunggalnya menjentik,
Koh-cing-hiat dipundak si gadis hendak ditutuknya.
Diluar dugaan, sedikitpun A Siu tidak berkelit, maka terdengarlah suara tuk sekali,
tepat sekali tutukannya, tapi rasanya seperti mengenai kayu lapuk, empuk lunak,
percuma ia kerahkan tenaganya. Sedangkan A Siu tetap bersenyum simpul saja.
Keruan tidak kepalang terkejutnya Ti Put cian. Sejak ia memperoleh semacam kitab
Tok-ci-pit-hoat atau pelajaran menutuk dengan jari satu2nya, ia berhasil meyakinkan
ilmu menutuk dengan jari tunggalnya itu, lebih dulu ia dapat membalas sakit hati pada
musuh yang pernah mengutungi sembilan jarinya yang lain, habis itu, ia malang
melintang di kangouw tak terkalahkan, namanya semakin lama semakin disegani dan
dipandang sebagai momok oleh orang Bu-lim. Pada jari tunggalnya ia pasang pula
sebuah selongsong mas yang dapat dijulurkan lebih panjang beberapa kali lipat, selama
ini belum ketemukan tandingan, maka namanya tambah ditakuti. Siapa tahu A Siu yang
kena ditutuk sekarang ini hanya ganda bersenyum, tentu saja ia terkejut bukan main.
Diam-diam ia pikir, kepandaian yang dimiliki A Siu ini terang adalah semacam
Khikang dari kaum Lwekeh yang tinggi, maka dapat diketahui caranya A Siu
mengalahkan Cu Hong-tin secara halusan, sebenarnya berlaku murah hati. Terhadap
ilmu Khikang sedemikian hebatnya, terang ia sendiri takkan mampu menandingi. Maka
ia pura2 bersenyum, A Siu, kau memang hebat aku mengaku kalah! Dan karena ini, ia
menjadi makin ingin mengetahui dari mana A Siu dapat memperoleh kepandaian
setinggi itu.
Sementara itu Tiat-hoa-popo telah memanggil A Siu kesana. Diam2 Ti Put-cian
menduga sinenek itupun bukan orang lemah, tampaknya harus cari kesempatan lebih
sempurna. Setelah ambil keputusan ini, ia lantas mendekati beberapa orang Biau untuk

Hong san Koay Khek – Halaman 111


yoza collection

diajak mengobrol, tapi karena bahasa masing2 yang kurang lancar, setelah ribut lama,
kemudian barulah Ti Put-cian dapat gambaran bahwa A Siu itu sebenarnya adalah putri
seorang Biau biasa, di-waktu berumur tiga tahun ikut orang tuanya mencari obat
kegunung selama itu lantas menghilang dan baru kemarin saja mendadak muncul
pulang, kalau gadis itu sendiri tidak mengaku sebagai A Siu yang empat belas tahun
menghilang itu, siapapun tiada yang kenal padanya, sebab itu, siapapun tiada yang tahu
dari mana ia memperoleh kepandaian setinggi itu.
Tanpa terasa siang telah berganti malam lagi, tapi orang2 Biau itu terus menari
dan menyanyi. Ia coba mencari A Siu, tapi tiada tampak bayangan si gadis, ia menjadi
gugup.
Sementara itu hari telah pagi lagi, dan Jun-yan masih belum kelihatan datang
kembali. Dalam pikiran Ti Put-cian, ia harap hendaklah Jun-yan mati dalam gua oleh
racun labah2 itu, dengan demikian barulah ia ada harapan lagi untuk merebut
kedudukan Seng-co Biau itu.
Kiranya Ti Put-cian mempunyai ambisi yang sangat besar, kecuali orangnya
memang pintar cerdik dan serba pandai, yang dipikir olehnya selalu ialah ingin bisa
mengepalai Bulim. Dibawah pengaruh jiwanya yang kemaruk kekuasaan dan gila
hormat itu, kecerdasan itu menjadi disalahgunakan dan sesat jalan. Sebab itulah, sejak
bertemu dengan Jun-yan serta si orang aneh itu, setiap saat iapun selalu peras otak
cara bagaimana bisa memperalat mereka untuk merebut kedudukan Seng-co, sebab
itulah ia membujuk Jun-yan mengikutinya keadaan Biau ini.
Begitulah ia menjadi iseng menunggu kembalinya Jun-yan dari gua itu, tapi karena
batas waktunya belum habis, yaitu meski tunggu sampai malamnya lagi baru bisa
diputuskan, saking kesal iapun berjalan-jalan seenaknya kaki itu melangkah dan tanpa
terasa telah keluar kesuatu pegunungan itu, makin jauh makin sepi, akhirnya ia sampai
ditepi suatu kolam lumpur yang besar dan lebat oleh macam tetumbuhan. Karena kuatir
kesasar jalan, segera Ti Put-cian berniat kembali, tiba2 didengarnya di tempat dekat
sana ada suara bentakan orang yang gusar, suara itu sudah dikenalnya sebagai suara
sinenek, yaitu Tiat-hoa-popo.
Padahal sekeliling tempat tampaknya kolam lumpur belaka, di-samping2 lain tebing
gunung yang curam, hakekatnya tiada tempat yang bisa dibuat sembunyi orang, lalu
darimanakah datangnya suara orang itu?

Hong san Koay Khek – Halaman 112


yoza collection

Tetapi ketika ia menegasi, ia menjadi terkejut, kiranya di-tengah2 kolam lumpur


sana terdapat segundukan tetumbuhan yang lebat, disitulah ternyata merupakan
sebuah pulau kecil tidak menarik perhatian orang, kalau tidak diperhatikan, orang akan
menyangkanya sebagai sebuah batu besar saja dengan dikelilingi pepohonan. Tapi
suara bentakan Tiat-hoa-popo tadi justru telah keluar dari situ. Betapa cerdiknya Ti Put-
cian, segera ia tahu gundukan tanah yang tidak menarik itu sesungguhnya adalah
sebuah tempat tinggal yang dibuat secara spesial.
Sejak Ti Put-cian menjatuhkan A Siu di panggung pertandingan, ia lantas
mengetahui banyak diantara orang Biau yang tidak puas terhadap dirinya, terutama
sinenek bunga besi itu. Apalagi Tiat-hoa-popo ini tampaknya begitu disegani orang2
Biau itu, melihat gelagatnya, orang tua itupun sangat tidak puas terhadap dirinya, dan
kalau dirinya dapat menduduki Seng-co, mungkin nenek itulah yang akan merupakan
oposisi yang paling kuat, rasanya harus mencari akal buat melenyapkannya, sebab
itulah, gerak-gerik sinenek sekarangpun sangat menarik perhatian.
Ia ter-mangu2 sejenak ditepi kolam lumpur itu, ia mendengar Tiat-hoa-popo makin
lama makin sengit, cuma kata2nya diucapkan dalam bahasa Biau, yang ia paham,
namun dapat diduga sedang marah terhadap seseorang. Lalu siapakah gerangan orang
yang dimarahi itu ?
Ia lihat kolam lumpur itu basah2 lihat, lumpur begitu baik manusia maupun hewan,
se-injak pasti kejeblos kedalam. Tapi cara bagaimanakah Tiat-hoa-popo itu mendatangi
tempat tinggal di tengah-tengah kolam itu ? Ia menjadi heran, ia coba mengitari kolam
itu, tiba diatas sebuah daun kapu-kapu yang lebar dapat dilihatnya ada bekas dua tapak
kaki, satu sangat besar dan yang lain agak kecil. Maka tahulah Ti Put-cian, didalam
rumah itu sedikitnya ada dua orang, masuknya mereka ke sana ialah menggunakan
ilmu mengentengi tubuh Teng-peng-toh cui atau menarik kapu2 menyeberangi sungai.
Ilmu kepandaian Kanglam-it-ci-seng Ti Put cian dengan sendirinya juga tidak lemah,
kalau ilmu entengi tubuh seperti Teng-peng-toh-cui itupun sudah dapat dipastikannya.
Maka tanpa pikir lagi iapun melompat ketengah kolam sambil mengincar baik2 sebuah
daun kapu2, sekali kakinya menutul enteng, cepat ia melompat ke depan lagi beberapa
tombak, sebelum sampai ditempat itu, ia lihat disitu ternyata ada sebuah rumah yang
bentuknya bundar pendek tanpa pintu maupun jendela, hanya didekat atapnya ada
sebuah lubang kecil yang bundar, mungkin dari lubang inilah keluar masuknya kerumah
bundar itu.

Hong san Koay Khek – Halaman 113


yoza collection

Dengan hati2 dan perlahan sekali Ti Put-cian melompat lagi kedepan dan sampai
dipinggir rumah bundar itu, kuatir diketahui sinenek, sampai ia menahan napas, dengan
ber-endap2 ia meraba dinding rumah, lalu menengok kedalamnya melalui lubang
bundar dekat atap tadi.
Ia lihat didalam situ sangat gelap. Samar2 ia lihat Tiat-hoa-popo duduk mungkur
dari lubang itu, tidak jauh dari nenek tua ini duduk seorang lagi yang berbaju putih
mulus dengan perawakannya yang menggiurkan, siapa lagi dia kalau bukan si A Siu !
Sungguh heran Ti Put-cian melihat A Siu berada disitu. Kalau melihat ilmu silat A
Siu terang diatasnya Tiat-hoa-popo, dengan usianya yang begitu muda sudah berhasil
melatih ilmu sedemikian tingginya, sekalipun didaerah Tionggoan yang banyak tokoh2
silat terkenal juga jarang ada seorang liehay semacam dia. Apalagi daerah Biau ada
seperti A Siu, sungguh hal ini susah dipahami orang. Entah darimanakah ia memperoleh
kepandaian hebat itu. Pula berdiam saja meski didamprat dan dimarahi Tiat hoa-popo.
Ia menjadi lebih terkejut ketika sekilas kerlingan mata A Siu, entah sengaja entah tidak,
telah memandang kearahnya. Ia menjadi ragu2 apakah mungkin jejaknya telah
diketahui si gadis itu ?
Namun A Siu kelihatan sudah melengos ke sana lagi, lalu didengarnya ia berkata
dalam bahasa Han dengan suara perlahan : Tiat-hoa-popo, haraplah jangan kau
marahlah, aku sudah pasti tidak hendak merebut kedudukan Seng-co pula,
sebab.. . .sebab.. . tiba2 ia merandek sambil menghela napas perlahan dan berpaling
kearah Ti Put-cian, lalu sambungnya sambil menunduk : . . . .sebab aku mencintainya.
Seketika Tiat-hoa-popo berbangkit dengan tubuh gemetar, rupanya saking gusar, ia
tuding A Siu dan mendampratnya : A Siu, kau mencintainya tidak menjadi soal, tapi kau
melepaskan kedudukan Seng-co, cara bagaimana kau akan bertanggung jawab kepada
Lo-liong-thau ?
Ti Put-cian menjadi heran, siapakah gerangan Lo-liong-thau itu ?
Dalam pada itu dilihatnya wajah A Siu rada berubah, sinar matanya menjadi guram,
kulit badannya memang putih salju, mukanya menjadi lebih pucat, agaknya sangat
ketakutan pada seseorang yang teringat olehnya, bibirnya tampak ber-gerak2,
kemudian baru berkata dengan tak lancar : Te.. . tetapi aku cinta padanya, ak.. . aku
bersedia berkorban segalanya!

Hong san Koay Khek – Halaman 114


yoza collection

Cara berkatanya ada begitu wajar dan spontan suatu tanda cintanya pada Ti Put-
cian sesungguhnya suci bersih dan sungguh2 timbul dari lubuk hatinya.
Mengetahui isi hati si gadis itu, ia bukan bergirang A Siu cinta padanya, tapi dasar
jahanam ia justru bergirang bakal bisa mempengaruhi A Siu untuk kemudian
memperalatnya.
Hm, A Siu,'' terdengar Tiat-hoa-popo buka suara lagi, apapun juga, benarkah kau
tak hiraukan lagi apa yang pernah dipesan Lo Liong thau ?
Siapakah gerangan Lo Liong-thau yang disebut-sebut itu? Apakah dia seorang
pemimpin suku Biau, atau seorang tokoh persilatan?
Kiranya A Siu berusia tiga tahun, ia tampak jauh lebih pintar dan lincah daripada
anak kecil umumnya. Wajahnya yang manis, kedua matanya yang besar, menambah
kesukaan orang bagi siapa yang melihatnya. Sudah tentu yang paling sayang adalah
kedua orang tuanya. Setiap hari ayahnya berburu kegunung mencari bahan obat2an,
selalu A Siu diajak serta.
Kehidupan suku Biau umumnya kecuali berburu binatang-binatang dan bercocok
tanam sedikit, biasanya juga masuk kerimba raya untuk mencari bahan obat2an untuk
dijual atau dibarter dengan orang Han yang datang berdagang kedaerah Biau ini. Oleh
karena tidak sedikit dari bahan obat2an itu bisa mendapatkan pasaran bagus, maka
sering orang Biau berombongan jauh masuk ke hutan belantara untuk mencari obat2
tersebut. Dan ayahnya A Siu yang bernama Kek Pang ada satu diantara ahli2 pencari
bahan obat itu.
Suatu hari, ketika Kek Pang pulang dari berburu sambil memanggul A Siu
dipunggungnya, sebelah tangan lain menyeret dua rusa hasil buruannya, sebelum
sampai didepan rumahnya, ia dengar ada seruan orang: Segala macam obat mudah
didapatkan disini, cuma inilah sesungguhnya sangat susah. Barang ini susah dicari,
kecuali kalau ketemukan secara kebetulan.
Karena banyaknya orang Han yang mendatangi daerah Biau ini, maka percampuran
kedua bahasa Han itu, ia dengar lagi suara seorang wanita lagi menyahut: Loyacu,
mohon dengan sangat atas pertolongan kalian asal ada barangnya, kalian ingin
menukar dengan apa, segera kami adakan. dari lagu suaranya, nyata wanita itu gugup
dan kuatir sekali.

Hong san Koay Khek – Halaman 115


yoza collection

Ketika sudah dekat, Kek Pang melihat ada satu wanita Han dan di tanah merebah
seorang laki2 yang kepalanya dikerudung rapat dengan kain sambil meng-erang2,
melihat gelagatnya, wanita Han ini terang datang kesini untuk meminta obat2an.
Jing-kin, tiba2 lelaki berkerudung itu berkata : Jika susah mendapatkan, sudahlah.
Ta.,. tapi bagaimana dengan keadaanmu itu ! seru wanita itu se-akan2 orang kalap.
Dasar hati Kek Pang memang baik, segera ia mendekati orang dan menanya ada
urusan apa.
Ketika wanita itu melihat Kek Pang adalah seorang laki-laki gagah, tampaknya jujur,
pundaknya berduduk satu anak perempuan yang sangat menyenangkan, tiba-tiba
hatinya timbul selarik sinar harapan, katanya segera : Suamiku terkena racun jahat yang
aneh, dari petunjuk orang kosen, katanya ada dua macam bahan obat yang dapat
menolongnya, pertama adalah empedu ular Kiu-bwe-coat, kedua adalah buah Cit-kim-
ko.
Kek Pang terkejut demi mendengar obat apa yang dicari itu. Ia pikir, sekian tuanya
ia hidup mencari obat-obatan, tapi terhadap kedua jenis barang yang disebut melulu
mendengar saja belum pernah melihat, memang sesungguhnya susah dicari. Sebab itu,
iapun terpaku tak bisa menjawab.
Tahu bahwa usahanya tiada harapan lagi, wanita itu menghela napas panjang,
pintanya kemudian. Jika begitu, dapatkah aku mohon menumpang didalam rumah sini,
biarlah suamiku sementara tinggal disini dan aku pergi kegunung untuk mencoba
peruntungan !
Tidak, tidak, Jin-kin, betapapun kau jangan mengambil resiko ini, kau harus selalu di
sampingku, seru lelaki itu sembari pegang kencang2 tangan sang isteri.
Hati wanita itu risau benar, air matanya bercucuran, Lantas bagaimana baiknya ?
serunya bingung.
Mendengar suara ratapan siwanita yang memilukan itu, semua orang ikut terharu.
Tapi apa daya, barang yang hendak dicari itu seratus tahun belum tentu dapat dijumpai
sekali, kemana harus diperoleh ?
Ayah, begini sedih bibi ini menangis, kenapa kau tak menolongnya ? seru A Siu
mendadak. Suaranya kecil nyaring memecah kesunyian.

Hong san Koay Khek – Halaman 116


yoza collection

Hati Kek Pang tergoncang, ia pikir masakan aku orang tua kalah dengan seorang
anak kecil, seumpama barang yang hendak dicari susah diperoleh, kenapa aku tidak
menghantar wanita itu kesana ? Ya, A Siu, kau benar! sahutnya.
Aku ikut kalian, ayah, kata A Siu lagi dengan tertawa.
Kek Pang tak menjawab, katanya pada wanita tadi. Toasuko tak perlu berduka,
seorang diri kau masuk gunung kurang baik, biarlah besok pagi2 aku mengiringi kau
kesana tempat dimana mungkin hidup Kiu-bwe-coa (ular sembilan buntut), tentu tak
pernah dijajaki manusia, maka kita mesti banyak siapkan perbekalan, malam ini tak bisa
lagi kita berangkat.
Sungguh bukan buatan rasa girang dan terimakasih wanita itu, saking terharu
sampai ia tak sanggup ber-kata2. Ia lihat A Siu sangat menyenangkan, kemudian ia
tanya. Nona cilik ini adakah putrimu. Siapakah namamu ?
Meniru seperti bangsa Han kalian, namanya A Siu, sahut Kek Pang.
Nama bagus , kata wanita itu. Biarlah aku memberi sedikit hadiah. Sembari berkata,
dari bajunya ia keluarkan suatu kotak kecil.
Tadinya semua orang menyangka oleh2 yang diberikan ini tentu mainan kanak2
yang tak berarti, tak terduga, ketika tutup kotak itu menjeblak, barulah semua orang
terkejut.
Waktu itu hari sudah gelap, dan begitu kotak itu terbuka, segera memancarkan sinar
yang menyilaukan, ternyata isi kotak itu adalah sebutir mutiara sebesar biji buah
kelengkeng yang dibikin sebagai mainan kalung dengan rantai emas yang kecil. Wanita
itu ambil kalung emasnya lalu pasang dilehernya A Siu.
Keruan A Siu kegirangan, serunya berulang ulang : Banyak terima kasih, toakoh,
banyak terima kasih! Nyata, karena ayahnya sering bergaul dengan saudagar Han,
maka iapun bisa mengucapkan beberapa patah kata bahasa Han.
Dengan penuh kasih sayang wanita itu mengempoh A Siu serta menciumnya sekali.
Suamimu boleh beristirahat dirumahku selama kita masuk gunung, tentu ada orang
yang akan merawatnya, kata Kek Pang kemudian.
Ya, cuma aku harap supaya dipesan agar kain kerudung kepala suamiku itu jangan
sekali-kali dilepaskan, sahut siwanita.

Hong san Koay Khek – Halaman 117


yoza collection

Lalu mereka memondong orang laki-laki itu kedalam rumah, kata laki-laki ini : Jing-
kin, sungguh aku merasa kuatir sekali bila kau pergi mencari Kiu-bwe-coa dan Cit-kim-
ko itu.
Sudahlah, jangan pikir yang tidak2, mengasolah yang tenang, dalam sebulan, aku
yakin akan bisa kembali dengan membawa barang yang kita cari itu, sahut sang istri.
Sesudah merebahkan lelaki itu didipan, kemudian Kek Pang berkata: Toaso, dengan
cahaya mutiara bersinar ini, malam ini juga kita bisa berangkat.
Itulah lebih baik, sahut siwanita dengan girang.
Segera Kek Pang siapkan sekantong ransum dan membawa sebilah golok
melengkung bergegas2 segera mereka hendak berangkat. Tiba2 A Siu merecoki sang
ayah untuk ikut serta, meski Kek Pang telah membujuk dan me-nakut2i tapi A Siu tetap
ingin turut, terpaksa sang ayah mengajaknya, ia panggul putri kecil itu di atas
pundaknya lagi dan katanya: Marilah Toaso, kita berangkat.
Diwaktu hendak melangkah pergi, wanita itu masih menoleh beberapa kali pada
sang suami, terdengar lelaki itu berseru: Jing-kin, jika tidak bisa dapatkan barang yang
dicari, lekaslah kau pulang saja!
Ya, dalam sebulan pasti aku akan pulang kembali, harap kau bersabarlah, sahut
wanita itu dengan suara berat. Nyata sekali, mereka adalah sepasang suami istri yang
sangat sayang menyayangi.
Begitulah, dengan bantuan cahaya mutiara, dengan cepat Kek Pang telah membawa
wanita itu menempuh perjalanan sejauh dua puluh li. A Siu sama sekali tidak merasa
ngantuk atau letih, malahan ia terus menerus mengajak ngobrol dengan wanita itu.
A Siu, aku she Ang, bernama Jing-kin, selanjutnya kau panggil aku Jing-koh (bibi
Jing) sajalah, ujar wanita itu. Aku juga punya satu anak perempuan, umurnya lebih tua
tiga tahun darimu. kelak kalau kalian bisa bertemu, tentu kalian akan cocok seperti
saudara sekandung.
Enci itu siapa namanya, Jing-koh ? tanya A Siu. Nama kecilnya dipanggil Siau Yan,
kata Jing-kin.
Tiba-tiba A Siu angkat mutiara bersinar yang tergantung didepan dadanya itu dan
menanya. Jing-koh, kenapa mutiara sebagus ini tak kau berikan pada suci Siau Yan ?

Hong san Koay Khek – Halaman 118


yoza collection

A Siu , sahut Jing-kin, Kau masih terlalu kecil, kau belum paham. Ditempat kami
sana ada banyak orang jahat, kalau melihat barang bagus, lantas ingin merampasnya.
Ai, urusan ini kelak kau sudah besar, tentu akan mengerti.
Begitulah, sesudah terlalu letih, akhirnya bocah itu terpulas digendongan sang ayah.
Sesudah semalam suntuk menempuh perjalanan, ketika fajar hampir mendatang,
mereka sudah melintasi sebuah gunung, seluas pandangan kedepan, kabut tebal
menyelimuti rimba raya. Kek Pang menuding kemuka, katanya, Toaso, tempat dimana
kami sering berburu dan mencari nafkah adalah disekitar gunung yang kita lintasi
semalam, kedepan lagi selamanya tiada orang yang berani kesana, kalau ingin mencari
sebangsa Kiu-bwe-coa dan Cit kim ko yang jarang terlihat itu, rasanya harus ke-
pegunungan sunyi didepan sana. Kau tidak membawa senjata, biarlah golokku ini kau
pakai.
Terharu sekali Ang Jing-kin oleh rasa simpati si orang Biau ini, dan kalau mengingat
nasib malang suami istri mereka, ia menghela napas panjang. Lalu sahutnya, Tak
perlulah, aku sendiri punya senjata penjaga diri.
Segera ia merogoh saku bajunya dan tahu2 tangannya sudah bertambah segulung
benda hijau gelap, ketika sedikit tangannya mengepal dan dilepas lagi, benda gulungan
itu mendadak berbunyi creng terus mulur sepanjang satu meter, nyata itulah sebatang
pedang yang bersinar menyilaukan, pedang itu tipisnya luar biasa, dan ternyata bisa
mulur dan mengkeret menggulung sendiri.
Hebat sekali, mengapa pedang ini begini lemas, apa gunanya? tanya Kek Pang
rada tercengang.

NG JING-KIN menyentil beberapa kali dibatang pedang itu hingga


mengeluarkan suara nyaring, sahutnya : Pedang ini memotong besi
bagai rajang sayur, boleh lihat ini! Habis berkata, sekenanya ia tabas
kebatang pohon di tepi jalan, pohon itu lebih besar dari paha orang, tapi pedang itu
dapat menabas lewat, kemudian pohon itu baru ambruk kesamping.
Tempat dimana pohon itu patah tampak halus bagai digergaji saja.

Hong san Koay Khek – Halaman 119


yoza collection

Betapa terkejut dan kagumnya Kek Pang hingga mulutnya ternganga. Sementara
itu A Siu sudah mendusin, mereka makan sedikit rangsum, lalu melanjutkan perjalanan
lagi.
Begitulah mereka terus mencari dipegunungan itu hingga tujuh hari lamanya, dalam
pada itu banyak bahan obat-obatan berharga telah dapat dikumpulkan Kek Pang. Tapi
ular dan buah yang mereka cari itu tetap belum diketemukan. Melihat waktu makin
lama makin mendesak, Jing-kin menjadi gopoh. Sampai hari kedelapan, mereka telah
memasuki sebuah lembah sempit, didepan sana terdengar ada gemerciknya air, ketika
maju lagi, ternyata ada sebuah tanah luas lapang, sebuah sungai kecil mengalir dengan
airnya yang jernih.
Melihat air, saking hausnya Kek Pang terus letakan A Siu ketanah, ia sendiri
berjongkok ke tepi sungai buat minum. Tapi baru beberapa hirupan air masuk perutnya,
sekonyong-konyong ia berdiri dengan badan gemetar. Karuan Jing-kin terkejut, ia lihat
sekejap saja wajah Kek Pang sudah biru gelap, tangannya menuding ke sungai dan
mulutnya ternganga tak sanggup bersuara lagi.
Ap.. apakah air sungai berbisa ? tanya Jing-kin cepat.
Tapi tubuh Kek Pang sudah menggelongsor jatuh ditepi sungai, ketika Jing-kin
membaliki tubuh orang dan memeriksa urat nadinya, ternyata napasnya sudah putus.
Sungguh susah dipercaya bahwa air sungai sejernih itu ternyata berbisa jahat luar
biasa, saking terkejutnya sampai Jing-kin melupakan A Siu yang ditaruh ayahnya
ketanah tadi sudah berlari-lari pergi memain sendiri dan ternyata tidak kembali lagi.
Jing-kin sendiri termangu-mangu memandangi sungai itu. Ia pikir dengan terbinasanya
Kek Pang, kesukaran yang akan dihadapinya dalam usaha mencari Kiu-bwe-coa ini
tentu akan bertambah-tambah.
Sedang Jing-kin berduka, tiba-tiba dilihatnya didasar sungai itu ada segundukan
batu berwarna yang tiba-tiba bisa bergerak2. Malahan lantas ada lagi dua gundukan
batu kecil lainnya ikut-ikut bergoyang, gundukan yang tadinya bundar lambat laun
memanjang. Ketika ia tegasi, gundukan batu apa, hakekatnya adalah tiga utas ular yang
tadinya meringkuk disitu, sebab itulah tampaknya seperti gundukan.
Melihat ada ular, cepat Jing-kin siapkan tiga buah Bwe-hoa-piau, dan selagi hendak
disambitkan kepada ular-ular itu, tiba-tiba dilihatnya ketiga ular itu dimana ekornya
mengesot seakan-akan mempunyai sembilan ranting cabang, nyata itulah yang disebut

Hong san Koay Khek – Halaman 120


yoza collection

Kiu-bwe-coa atau ular sembilan buntut yang sedang dicarinya setengah mati, malahan
sekali bertemu ada tiga jumlahnya. Karuan terkejut dan girang Ang Jing-kin, senjata
rahasia yang sudah hampir disambitkan itu ia tarik kembali mentah-mentah, ia pikir
orang kosen yang memberi petunjuk itu pernah bilang bahwa Kiu-bwe-coa ini hidupnya
selalu berdampingan dengan Chit-kim-ko, dan untuk menyembuhkan luka sang suami,
kedua macam barang itu harus lengkap tak boleh kurang salah satu diantaranya. Jika
sekarang juga ia timpuk mati ular-ular itu, lantas kemana akan mencari buah Chit-kim-
ko itu ?
Karena itu ia coba menanti dan curahkan perhatian atas gerak-gerik ular-ular itu,
ia lihat Kiu-bwe-coa itu kemudian berenang kehulu sungai, celakanya tiga membagi
tiga jurusan. Tentu saja Jing-kin bingung, yang manakah yang harus dikuntitnya ? Kalau
ada Chit-kim-ko, tentu ada Kiu-bwe-coa, tapi ada Kiu-bwe-coa belum tentu ada Chit-
kim-ko, lalu diantara ketiga ular ini, yang manakah yang menuju ketumbuhan buah itu
? Kalau yang dikuntitnya nanti ternyata menuju ketempat yang tiada tumbuh Chit-kim-
ko, bukankah akan berabe ?
Dalam keadaan demikian, ia benar-benar serba salah, sementara itu ular-ular itu
sudah merayap makin jauh dan Jing-kin masih kelabakan belum bisa ambil keputusan
yang mana harus dikuntitnya. Pada saat itulah, tiba-tiba ia ingat pada si A Siu, ia
menoleh, tapi bocah itu tiada bayangannya lagi, dalam kaget dan kuatirnya, cepat ia
berteriak : A Siu, A Siu !
Tapi meski sudah berulang kali ia memanggil, sama sekali tiada sahutan anak
perempuan itu. Sungguh celaka baginya, Kek Pang sudah terbinasa, kini puterinya itu
menghilang, bagaimana nanti kalau pulang ia mesti menjawab pertanyaan orang-orang
Biau disana ?
Dan karena merandeknya itu, bila ia berpaling lagi, dua ular tadi sudah tak kelihatan
lagi, hanya ketinggalan satu yang tampak terus berenang kehulu sungai, kalau ular ini
tak lekas dikejarnya, boleh jadi sebentar juga akan menghilang, dan ini berarti usahanya
akan sia-sia belaka.
Tanpa pikir lagi, segera ia berlari kedepan menyusur sungai mengikuti jejak siular,
tapi ia tak berani terlalu dekat, kuatir mengejutkan binatang itu. Ia menguntit dari jarak
beberapa tombak jauhnya, sambil kadang-kadang berseru memanggil A Siu.

Hong san Koay Khek – Halaman 121


yoza collection

Makin lama ia menjadi makin jauh menyusur sungai itu, dan akhirnya dapat
diketahui sungai itu ternyata bersumber dari suatu gua. Ketika sampai didepan gua,
ular itu terus merayap kedalam. Sudah tentu Ang Jing-kin tidak tinggal diam, ia lihat
gua itu cukup lebar, segera saja ia ikut masuk, ia pikir Chit-kim-ko tentu tidak jauh lagi
disitu, kalau sudah berhasil menemukannya, barulah ia akan mencari A Siu.
Gua itu ternyata menembus kesuatu empang yang dikelilingi tebing-tebing curam
hingga susah diketemukan orang luar. Ditengah-tengah empang itu menonjol
dipermukaan air sebuah batu besar dan disela-sela batu itu tumbuh sebuah rumput
yang aneh bentuknya, panjangnya ada satu meter, daunnya bundar berwarna ungu,
diujung rumput itu tumbuh satu buah sebesar kepalan dan berwarna kuning indah.
Sesudah ular itu menyeberangi empang itu, kemudian merayap keatas batu besar serta
meringkuk disitu, hanya kepalanya menegak mengincar terus buah kuning yang besar
itu.
Jing-kin yakin tentu buah itulah Chit-kim-ko yang dicarinya, sungguh tidak tersangka
olehnya bisa memperolehnya secara begitu mudah. Maka cepat ia siapkan sebuah Bwe-
hoa-piau, ia incar baik-baik kepala ular itu, jarinya menjentik, cepat Bwe-hoa-piau
meluncur kedepan. Tampaknya sasaran pasti akan segera kena, siapa tahu dari
samping tiba-tibapun terdengar suara mendesingnya senjata rahasia, sebuah piau baja
telah melayang tiba dan tepat membentur Bwe-hoa-piau yang disambitkan Ang Jing-
kin itu hingga kedua senjata terpental jatuh semua ke dalam empang.
Melihat piau baja itu datangnya sangat cepat lagi keras, jitunyapun jarang terlihat,
ketika Jing-kin mendongak, tahu-tahu dibawah dinding tebing sana sudah berdiri empat
orang berkedok yang berperawakan tidak sama.
Melihat keempat orang itu, terkejut dan gusar Jing-kin, dengan suara bengis segera
ia membentak : Sebenarnya siapakah kalian berempat ? Kenapa kalian sedemikian keji
terhadap kami suami-isteri, tapi toh secara sembunyi-sembunyi tak berani unjuk muka
asli ?
Tiba-tiba seorang yang tinggi kurus diantaranya tertawa dibuat-buat, sahutnya :
Bwe-hoa-siancu, kau toh cukup pintar, kenapa sekarang begini geblek ? Asal kau
serahkan pedang hijau dan saputangan merahmu pada kami, betapapun besarnya
urusan, bukankah lantas beres ?

Hong san Koay Khek – Halaman 122


yoza collection

Ya, kami hanya minta pedang hijau ditanganmu itu dan saputangan sutera merah
didalam bajumu itu kau serahkan, lalu kami sudahi segala urusan, malahan kami
bersedia membantu kau menangkap Kiu-bwe-coa dan Chit-kim-ko itu untuk menolong
jiwamu, tiba-tiba kawannya yang agak pendek ikut bicara. Tapi kalau kau tetap ngotot,
ha, tak perlu kami turun tangan, asal kami hancurkan Chit-kim-ko ini, kemana lagi kau
bisa mencari yang keduanya ? Haha, terserah kau mau atau tidak ?
Kiranya Ang Jing-kin ini berjuluk Bwe-hoa-siancu atau dewi bunga Bwe, senjata
rahasianya Bwe-hoa-piau yang tunggal, setiap kali dapat ditimpukkan lima buah dan
sangat jitu, kemahirannya yang lain adalah 36 jurus Bwe-hoa-to-hoat, ia adalah
puterinya Siang-say-tay hiap, Bwe-hoa-sin-to Ang San-jiau.
Karena ancaman tadi, saking gusarnya ia membentak pula : Coba katakan dulu
siapa kalian berempat ? Kenapa perbuatan kalian mesti secara sembunyi-sembunyi
begini ?
Bwe-hoa-siancu, nama kami tiada artinya untuk diketahuimu, ada lebih baik lekasan
kau ambil keputusan saja sahut sijangkung tadi dengan tertawa.
Namun Ang Jing-kin tidak mudah diancam sambil bicara ia sudah siapkan lima
Bwe-hoa-piau ditangannya, telinganya berkumandang apa yang pernah dikatakan
suaminya : Jing-kin, sekalipun kita harus mati, jangan sampai pedang hijau dan
saputangan merah ini jatuh diempat jahanam itu !
Maka sahutnya kemudian : Baiklah nih, terima ! Berbareng selesai ucapannya,
tangannya mengayun, lima sinar terus meluncur kedepan, empat mengarah keempat
musuh, yang satu mengincar Kiu-bwe-coa.
Sungguh sama sekali empat orang tidak menduga bahwa Ang Jing-kin ini berani
bergurau dengan jiwa suaminya yang tinggal senin-kemis itu, yaitu lebih sayangi kedua
benda yang diminta daripada keselamatan sang suami. Mereka bukan jago lemah,
begitu nampak Bwe-hoa-piau menyambar tiba, cepat mereka berkelit, tapi kepala ular
yang diarah itu dengan tepat sudah terkena Bwe-hoa-piau satunya hingga hancur.
Dan begitu Ang Jing-kin sambitkan senjata rahasianya, segera orangnya ikut
melompat ke depan, keatas batu besar ditengah empang itu, cepat ia samber ular mati
itu, sekalian petik buah Chit-kim-ko tadi, walaupun saat itu juga dari belakang terdengar
suara menyambernya senjata rahasia musuh, namun iapun tidak pikirkan lagi, terpaksa

Hong san Koay Khek – Halaman 123


yoza collection

hanya sedikit mengegos, tapi pundaknya lantas terasa kesakitan, ternyata sebuah piau
baja sudah menancap dibahunya.
Dengan menahan sakit, Jing-kin masukkan ular mati dan Chit-kim-ko yang berhasil
diperolehnya itu kedalam baju, habis itu cepat ia memutar tubuh, dengan sikap angkuh
sambil pedang terhunus ditangan, ejeknya kemudian : Nah, kedua benda ini sudah
berada ditanganku, apa maumu sekarang ?
Hahaha, tiba-tiba sijangkung tadi bergelak ketawa, memang benar kedua barang
itu sudah kau dapatkan, tapi kenapa kau tidak tanya dirimu sendiri, dengan kepandaian
suami isteri kalian tak mampu menandingi kami berempat, kini kau berada sendirian,
dapatkah kau selamat tinggalkan tempat ini ?
Jing-kin menjadi terkesiap, ia pikir memang benar juga gertakan orang itu, selagi
dirinya terluka lagi, terang takkan ungkulan melawan keroyokan mereka. Dalam
gugupnya, cepat ia cabut piau yang masih menancap dipundaknya itu dan hendak
dilempar ketanah, tiba-tiba sekilas dapat dilihatnya pada senjata rahasia itu terukir dua
huruf kecil sekali.
Hati Jing-kin tergerak, ia pikir kalau diatas senjata rahasia itu ada tulisannya, tentu
itu nama atau tanda pengenal sipemiliknya. Cuma sayang kedua huruf kecil itu sangat
lembut ketika ia hendak menegasi lebih dekat, sekonyong-konyong sebuah piau baja
menyamber datang pula, cring , dengan tepat membentur piau yang dipegangnya,
syukur tidak sampai terjatuh.
Sudah berulang kali Ang Jing-kin diserang oleh senjata2 rahasia seperti itu, tapi
sebegitu jauh ia belum mengetahui jelas siapa diantara empat orang itu yang
menyambitkannya. Ketika tangannya kesemutan karena benturan piau yang
dipeganginya itu, segera ia sadar tentu si-empunya kuatir rahasianya terbongkar oleh
kedua huruf itu. Cepat ia masukkan piau yang ditangkapnya itu kedalam baju.
Berhubung kejadian itu, rupanya diantara empat orang itu lantas terjadi perdebatan,
satu diantaranya tiba2 bisik2 pada sijangkung, tapi sijangkung rupanya tidak setuju
hingga beberapa kali mereka tarik urat, saling tidak mau mengalah.
Diam2 Ang Jing-kin mengamat-amati orang berkedok itu, ia menduga tentu itulah
sipemilik piau, orang ini berperawakan sedang, tiada tanda-tanda istimewa, pula
berkedok, menjadi susah dikenali.

Hong san Koay Khek – Halaman 124


yoza collection

Sesudah berdebat sejenak, rupanya sijangkung mendapat suara lebih banyak, maka
sekali ia memberi aba2, segera empat orang terpencar mengepung Ang Jing-kin, di-
tengah2 empang diatas batu besar itu, jarak mereka hanya terbatas oleh air empang,
jauhnya kira2 lebih dua tombak, hendak meloloskan diri dari kepungan? rasanya
tidaklah mudah.
Tapi sehabis empat orang itu berpencar mengambil kedudukan mengepung
dipinggir empang sana, merekapun tidak lantas membuka serangan, melainkan terus
duduk anteng di tempatnya masing2. Jing-kin menjadi heran, tapi ia pun tak berani
sembarang bergerak, ia ingin tahu dulu apa yang dikehendaki musuh2 itu. Tapi sudah
lama, masih empat orang itu berdiam saja, tiba2 tergerak pikiran Jing-kin, ia insaf orang
sengaja mengepungnya ditengah empang itu, dengan begitu akhirnya ia sendiri akan
menyerah tak berdaya.
Namun ia pantang menyerah, ia coba tunggu kesempatan dan berharap bisa
terjang keluar, ia bertahan sekuatnya, dan tunggu menunggu demikian ternyata
berlangsung sampai tiga hari tiga malam, selama itu boleh dikata Ang Jing kin tidur
saja tidak berani, kuatir kalau mendadak diserbu keempat musuh itu.
Sampai esok hari keempat, ia sudah terlalu letih, lapar dan dahaga, sebaliknya
keempat orang itu seenaknya mengeluarkan rangsum mereka dan memakannya
dengan nikmat, mulut mereka sengaja ber-kecap2 hingga mengeluarkan suara se-
akan2 orang kelaparan ketemukan makanan. Karuan tidak buatan gemasnya Ang Jing-
kin, sedapat mungkin ia tahan selera yang terus memuncak, ia pura2 melengos
kejurusan lain tak mau menatap musuh.
Bwe-hoa-siancu , tiba2 satu diantara empat orang itu berseru, sudah tiga hari kau
bertahan, rasanya tiga hari lagi kaupun takkan bisa lolos, biasanya kau sok pintar,
kenapa sekarang begini bandel ?
Jing-kin tahu maksud orang tetap mengincar kedua barang miliknya itu, tapi meski
ia benar2 serahkan barang2 itu, serupa saja jiwanya tak terjamin mengingat kekejaman
musuh2 itu. Maka ia hanya tertawa dingin tanpa gubris.
Haha, Bwe-hoa-siancu, nih, makan sedikit ! seru sijangkung tadi. Berbareng itu
sepotong Siopia terus dilemparkan kearahnya.
Sesungguhnya Ang Jing-kin sudah terlalu lapar, tanpa kuasa ia ulur tangan hendak
menyanggapi makanan itu. Diluar dugaan cara melempar sijangkung itu memakai

Hong san Koay Khek – Halaman 125


yoza collection

tenaga efek, ketika sampai didekat Ang Jing-kin, mendadak makanan itu bisa membiluk
kesamping terus nyemplung keempang. Maka tertawalah keempat orang itu ber-gelak2
dengan senangnya.
Sebaliknya Ang Jing-kin malu dan murka, kalau tenaga mengijinkan, segera ia
bermaksud menubruk maju buat adu jiwa.
Sementara itu didengarnya sijangkung itu berkata lagi ; Bwe-hoa-siancu, ditempat
begini kau masih berlagak, makanan demikian kau tidak doyan, tunggulah nanti pulang
kerumah nenekmu minta disusui, hahaha ! Habis tertawa, ia berjongkok, dengan
tangannya ia mengeruk air empang yang jernih itu buat minum.
Tiga hari yang lalu Ang Jing-kin telah menyaksikan Kek Pang terbinasa sebab
minum air sungai yang beracun itu, kini melihat orang juga minum air sungai, pula
ketiga kawannya juga akan menirukan sijangkung, diam-diam hatinya bersyukur
musuh2 itu mencari kematian sendiri dan memberi jalan hidup bagi dirinya.
Dalam saat demikian, sinar matanya terus menatap orang berkedok yang berdebat
dengan sijangkung tadi. Ia lihat orang ini tidak gunakan tangannya mengeruk air, tapi
berjongkok sambil sedikit menyingkap kain kedoknya, dengan mulutnya akan
menghirup air empang itu.
Sekilas Jing-kin mengenali separuh muka orang itu seketika kepalanya se-akan2
pening, serunya tak lampias : Keparat she Cu, ki..kiranya kau adanya ?
Mendadak orang yang dikatakan she Cu itu terkejut, belum sampai air menempel
mulut, cepat ia melompat mundur dengan tertegun. Sedang tangan Ang Jing-kin terus
menuding orang dengan gemetar tapi tak sanggup buka suara.
Pada saat itulah, se-konyong2 terdengar suara jeritan berulang2 dari ketiga orang
yang lagi minum tadi, lalu bergedebuk roboh ketanah kulit badan mereka seketika
berubah biru gosong, lalu tak berkutik pula. Nyata merekapun binasa oleh racun air
sungai seperti halnya Kek Pang.
Diam2 Jing-kin menyesal terburu napsu bersuara, kalau tadi diam2 menanti,
bukankah jahanam she Cu itupun tak terluput dari kematian ? Dan kini manusia itu
sudah lantas angkat langkah seribu melihat kawan2nya sudah terbinasa.
Hati Ang Jing-kin merasa lega sesudah ketiga musuh sudah mati dan seorang lagi
lari terbirit2. Ia hitung2 masih ada waktu belasan hari dari janjinya dengan sang suami

Hong san Koay Khek – Halaman 126


yoza collection

dan dapat membawa kembali empedu Kiu-bwe-coa dan Chit-kim-ko untuk menolong
jiwanya, sungguh ia tidak pernah membayangkan akan begini mudah menyelesaikan
kepungan musuh tadi. Saking girangnya, belum lagi ia berbangkit tiba2 matanya serasa
gelap, orangnyapun jatuh pingsan di atas batu itu.
Dalam pada itu, mengenai diri si A Siu yang ditinggalkan sendiri dan terlupa itu,
dasar kanak-kanak, ketika tiba-tiba dilihatnya ada seekor kelinci putih dengan kedua
matanya yang merah bundar didalam semak-semak rumput lagi memandang padanya,
ia menjadi sangat tertarik, tanpa bilang-bilang lagi ia terus memburu kearah kelinci itu.
Binatang itu rupanya binal juga, ketika melihat sibocah mendekati, ia tidak lari,
sebaliknya mengeluarkan gerak-gerik yang menggoda hingga makin menggembirakan
hati A Siu, dengan tertawa-tawa ia berjongkok terus hendak menangkap kelinci itu, tapi
sedikit binatang itu melompat, tangan A Siu yang kecil telah menangkap tempat kosong,
kelinci itu tidak lari terus, tapi masih menggoda pula dengan berbagai macam mimik,
tentu saja A Siu semakin getol, ia memburu dan menangkapnya lagi, namun luput pula,
dan begitulah seterusnya hingga makin lama makin jauh. A Siu bergurau dengan kelinci
putih itu, sama sekali tak terpikir olehnya bahwa saat itulah, ayahnya Kek Pang telah
menemui ajalnya meminum air beracun.
Maka tanpa merasa A Siu telah mengejar kelinci itu sampai beberapa li dan
memasuki sebuah lembah yang dikedua tepi dinding tebing curam, makin jauh jalan
makin lika-liku, tapi ia masih terus mengudak. Maka tanpa merasa haripun mulai gelap,
perutnya berasa lapar, barulah sekarang A Siu ingat pada ayah dan bibi Jing-koh, ia
mulai bingung dan kuatir, segera ia bermaksud kembali kejalan semula, tapi makin
putar makin kesasar, haripun makin gelap hingga berulang kali ia jatuh bangun, saking
letihnya ia merebah sekenanya ditanah dan pulas.
Besok paginya, ia ber-lari2 lagi hendak pulang kembali, tapi sudah kian kemari
masih belum ketemukan jalan yang betul, sampai kelaparan, lalu ia petik buah-buahan
yang diketemukan dan dimakan sekedarnya, keadaan begitu sampai beruntun tiga
malam, baiknya dimalam hari, karena dadanya memakai kalung permainan mutiara
yang memancarkan cahaya terang, maka ia masih bisa berjalan dengan bebas. Namun
begitu, untuk jarak jauh, juga kegelapan belaka yang tertampak, lama-lama A Siu
menjadi ketakutan dan duduk ditanah sambil menangis.
Tidak lama, tiba-tiba didengarnya dari jauh ada suara tindakan orang yang sedang
mendatangi, mula-mula A Siu menyangka itulah ayahnya, cepat ia berhenti menangis

Hong san Koay Khek – Halaman 127


yoza collection

sambil mendengarkan, dan memang benar suara tindakan orang, saking girangnya ia
terus meloncat bangun sambil berseru : Ayah, Jing-koh, aku berada disini, kemanakah
kalian, A Siu sendirian menjadi ketakutan!
Selesai ia berkata, orang itupun sudah mendekat, ketika A Siu menengadah, tanpa
merasa ia mundur beberapa tindak. Ternyata yang datang ini bukan ayahnya, bukan
lagi Jing-koh tapi seorang lelaki bangsa Han yang berusia 30-an yang tampaknya
linglung, ketika tiba-tiba melihat A Siu, orang itu terus menubruk maju dan A Siu
dipondongnya tinggi-tinggi sambil menggumam sendiri ; Oh, Jing-kin, Jing-kin,
sesungguhnya aku tiada maksud mencelakai kau !
A Siu menjadi bingung mendengar ocehan yang tak karuan junterungannya itu, ia
lihat mata orang mengembang air mata, dalam hati kecilnya menjadi heran, apakah
orang ini juga kesasar jalan, maka menangis ? Dasar kanak-kanak, segera iapun
menanya : Toacek, kenapakah kau menangis, apakah kau kesasar ? Jangan kuatir,
sebentar kalau ayah dan Jing-koh sudah datang, nanti kita bersama-sama pergi pulang .
Mendengar nada suara A Siu ini, seketika orang itu tercengang, dengan teliti ia
mengamat-amati A Siu sejenak, mendadak katanya : Eh, kau bukan Siau Yan ? Anak
siapakah kau ?
Sebaliknya A Siu bertambah heran, sahutnya : He, kaupun kenal enci Siau Yan ?
Aku adalah kawan baiknya dan kelak akan datang memain kerumahnya, demikian Jing-
koh berkata padaku?
Siapa namamu ? tanya orang itu dengan wajah berubah. A Siu, ayahku bernama
Kek Pang , sahut sidara cilik.
Hm, kiranya anak Biau, benda didepan dadamu itu darimana kau dapatkan ? jengek
orang itu mendadak.
A Siu tidak tahu akan perubahan air muka orang, maka sahutnya wajar saja : Jing-
koh yang memberikan padaku !
Jing-koh siapa ? bentak orang itu. Berbareng tangannya mengulur terus hendak
menarik kalung mutiara yang dipakai A Siu itu.
Jangan kau merebut barangku ! teriak A Siu sambil tangannya yang kecil
memegangi kalungnya kencang2.

Hong san Koay Khek – Halaman 128


yoza collection

Tapi sekali tangan orang itu mengipat,


kontan A Siu terlempar jatuh, kasihan bocah
sekecil itu, tentu saja tidak tahan oleh
sengkelitan itu, ia jatuh kesakitan hingga
pingsan.
Orang itu tertegun sejenak, tapi segera
berjongkok hendak mengambil mutiara dari
kalung yang dipakai A Siu itu. Tak terduga, baru
saja tangannya menyentuh mutiara itu, tahu2
pergelangan tangannya se-akan2 terjepit
sesuatu, ketika ia menunduk, ia menjadi terkejut
sekali.
Ternyata pergelangan tangannya seperti
kena dipegang oleh tangan seseorang, cuma
tangan itu se-akan2 bersisik yang tumbuh diatas kuku jarinya, tenaga cekalan itu
demikian besarnya hingga bagai tanggam, sampai setengah tubuhnya ikut kesemutan
kaku.
Orang itu sendiri tidak rendah ilmu silatnya, tentu saja ia terkejut, cepat ia berpaling
maka terlihatlah ada seorang tua pendek gemuk merebah telentang ditanah. Orang ini
tubuhnya pendek, wajahnya jelek, malahan mukanya seperti bersisik pula, sebaliknya
kedua lengannya panjang luar biasa melebihi badannya, kalau berdiri, boleh jadi kedua
tangannya itu akan menyentuh tanah. Sepasang matanya menyorotkan sinar ber-kelip2,
rambutnya serawutan bagai rumput kering, manusia aneh semacam demikian, sungguh
jarang terlihat.
Siapa kau ? bentak lelaki pertama tadi.
Dan kau sendiri siapa ? balas orang aneh ini.
Aku she Cu bernama Hong-tin, orang dari Tionggoan , sahut laki2 itu.
Ya, aku sudah menduga kau bukan orang Biau kami, tak nanti mereka berjiwa
rendah seperti kau , jengek kakek aneh itu.
Sambil berkata, Cu Hong-tin itu merasa genggaman tangan kakek aneh itu
bertambah kencang hingga tulang tangannya kesakitan luar biasa, walaupun orang itu

Hong san Koay Khek – Halaman 129


yoza collection

tampak merebah saja, tapi terang memiliki lwekang yang tinggi, dalam gugupnya ia
menanya lagi : Sobat, selamanya kita tiada kenal, kenapa kau mencari setori padaku ?
Dan permusuhan apa dara cilik itu dengan kau, kenapa kau hendak mencelakainya
? sahut orang tua itu dengan bengis.
Cu Hong-tin menjadi bungkam, selang agak lama, barulah ia berkata : Dara cilik ini
tiada permusuhan apa2 dengan aku, tapi mutiara yang berkalung dilehernya ini justru
adalah milik seorang musuhku yang besar, haraplah kau lepaskan aku, nanti kututurkan
yang jelas !
Kiranya Cu Hong-tin yang masih muda ini memang sama orangnya dengan Cu
Hong-tin pada permulaan cerita ini. Tatkala mana ia belum menjadi Tosu, ilmu kebutnya
Kek-lok-hut-hoat juga belum terlatih, jadi ilmu silatnya masih belum tergolong tinggi,
walaupun begitu, sekali cekal telah dibikin tak berdaya seperti sekarang ia diperlakukan
si orang aneh ini, selamanya belum pernah dialaminya. Sebab itulah, ia ganti siasat
memakai permohonan dengan kata2 halus.
Betul juga kakek aneh itu terbujuk, ia kendorkan cekalannya dan berkata : Baiklah,
coba apa yang bisa kau terangkan.
Diluar dugaan, Cu Hong-tin terus melompat mundur jauh2, habis itu tanpa berpaling
lagi terus lari dalam kegelapan.
Tentu saja kakek aneh itu sangat gusar, ia mengaum keras hingga menggema jauh
dilembah, ia coba berdiri, tapi kakinya terlalu lemas, kembali ia jatuh ditanah, saking
gemasnya kedua tangannya yang panjang besar itu memukul tanah ber-ulang2 hingga
menerbitkan suara keras. Tampaknya percuma saja ia memiliki ilmu kepandaian tinggi,
karena kedua kakinya lemas bagai tak bertulang, sama sekali tak bisa berjalan. Sesudah
ber-teriak2 aneh beberapa kali, lalu ia merangkak kesamping A Siu.
Waktu itu A Siu telah siuman kembali, ia menangis pula sambil merintih kesakitan.
Jangan takut, nak, jahanam itu sudah kuusir , kata kakek itu sembari mengamat-
amati A Siu, lalu tanyanya pula : Kau tinggal digua mana ?
Ketika A Siu melihat orang yang berada di hadapannya sedemikian luar biasa
hampir2 ia menjerit kaget, namun kakek aneh itu telah menghiburnya lagi. Lambat laun
A Siu menjadi berani, sahutnya kemudian ; Aku tinggal di Tiok-teng-tong .

Hong san Koay Khek – Halaman 130


yoza collection

He, orang Tiok-teng-tong ? seru kakek itu seperti sangat senang oleh keterangan
A Siu itu. Pernah kau mendengar cerita bahwa Tiok-teng-tong itu ada seorang aneh
yang bernama Lo-liong-thau yang telah diusir kegunung dan kemudian telah
menghilang ? Ia merandek sejenak lalu dengan menghela napas ia menyambung pula
: Tapi, ah, kau masih kecil, tak mungkin kau mengetahuinya.
Ya, ya, aku pernah mendengar, kata A Siu tiba2, Pernah ayah bercerita bahwa
Encim Teng-kiu tetangga telah melahirkan seorang bayi aneh yang bersisik, dan kedua
lengannya panjang luar biasa, sebaliknya kaki lemas bagai tak bertulang. Encim Teng-
kiu tak berani bilang pada orang lain, kuatir kalau orang menyangka bayi itu adalah
siluman, maka diam2 membesarkannya sampai tujuh tahun, akhirnya telah diketahui
orang luar dan diusir pergi ke gunung, anak itu dipanggil Lo-liong-thau, kata ayah, diam2
ia malah bersahabat dengan Lo-liong-thau itu, maka iapun tidak pernah ceritakan pada
orang lain.
He, ayahmu bernama Kek Pang bukan? seru kakek aneh itu dengan girang.
Ya, ya, betul, sahut A Siu.
Ah, kiranya kau puteri Kek Pang ! kata kakek aneh itu sembari merangkul A Siu
dengan mesra. Baik2kah ayahmu ?
Baik, sahut A Siu mengangguk, kami bersama-sama berburu kegunung ini, aku
menguber seekor kelinci hingga terpencar dengan dia !
Dan dimana Encim Teng-kiu ? tanya si orang aneh lagi. Entahlah, mungkin sudah
meninggal, sahut A Siu.
Orang itu menghela napas terharu, katanya kemudian : A Siu, akulah Lo-liong-thau
yang diusir para tetangga kegunung itu.
Mata A Siu membelalak heran, katanya kemudian sambil menggeleng kepala :
Bukan, bukan ! Kata ayah, sesudah Lo-liong-thau masuk gunung, ia telah berubah
seekor siluman naga yang mempunyai kepandaian luar biasa .
Ya, Lo-liong-thau memang berkepandaian tinggi, lihatlah A Siu, kata orang itu
sambil ulur sebelah tangannya mencengkeram sekenanya satu pohon kecil
disampingnya, maka terdengarlah suara krak-krak , batang pohon itu telah kena
dipatahkan mentah2.

Hong san Koay Khek – Halaman 131


yoza collection

Hebat sekali, Lo-liong-thau, marilah kau ajarkan kepandaian demikian padaku , seru
A Siu terkesima oleh tenaga luar biasa Lo-liong-thau itu.
Kau adalah puterinya sobatku Kek Pang, tentu saja aku akan mengajarkan
kepandaian kepadamu , sahut Lo-liong-thau. Marilah kau ikut padaku !
Habis berkata, sekali menggelundung, cepat sekali ia telah merangkak pergi jauh,
lekasan A Siu menyusulnya berlari-lari. Tidak Iama mereka telah memasuki sebuah
gua batu yang diluarnya teraling-aling dua buah batu seakan-akan daun pintu buatan
alam.
Dalam gua itu ternyata penuh beraneka batu-batu hiasan dinding hingga bersinar
gilap ketika tersorot cahaya mutiara dikalungnya A Siu itu. Karuan bocah ini kegirangan,
ia bertepuk-tepuk tangan gembira.
Lihatlah lukisan didinding itu ! kata Lo liong-thau.
Ketika A Siu berpaling kearah yang ditunjuk, ia lihat dinding batu itu halus licin
selebar lebih dua tombak dan terukir tujuh orang dewasa, ada yang berduduk, ada yang
berdiri, yang berjongkok, yang merebah, macam-macam. Dibawah ukiran orang-orang
besar itu, dibawahnya ada lagi ukiran yang lebih kecil dan semuanya dilukis dalam
berbagai gaya yang tidak sama, malahan ada lagi catatan-catatan dengan huruf-huruf
kecil.
Apakah itu, Lo-liong-thau ? tanya A Siu.
Entah, sahut si orang tua, aku sendiripun tidak tahu, secara tak sengaja aku
terluntang-lantung sampai disini, lalu tinggal menetap disini sampai dua tahun, sesudah
memperoleh api, barulah mengetahui di dinding situ ada lukisan, saking iseng, aku
menirukan gaya gambar2 itu, beberapa tahun kemudian, diluar dugaan sekali ayun
tangan, aku telah bisa patahkan satu pohon. Kalau sekarang kau ikut aku tinggal disini,
bukankah juga dapat mempelajari ilmu kepandaian hebat ini?
Dengan ragu2 A Siu memandangi dinding itu, tiba2 sahutnya : Lo-liong-thau, ayahku
hendaklah dicari kemari, biar kita bersama-sama mempelajari ilmu kepandaian hebat
ini, bukankah lebih baik?
Ya, tentu saja lebih baik, sahut Lo-liong thau. Tapi pegunungan seluas ini, Lo-liong-
thau sendiri tak bisa berjalan, kemana harus mencarinya ?

Hong san Koay Khek – Halaman 132


yoza collection

A Siu tak rewel lagi, ia lihat gua itu sangat menarik, maka ia tinggal disitu bersama
Lo liong-thau dan tanpa merasa 12 tahun sudah lampau. Selama itu, seperti halnya Lo-
liong-thau, setiap hari A Siu menirukan gaya lukisan di dinding itu untuk belajar, lama2
tubuhnya menjadi enteng, tenaganya besar luar biasa, nyata kemajuannya tidak
terhingga.
Sudah tentu A Siu senang sekali, namun demikian, sebab apa dan ilmu kepandaian
apa yang dipelajarinya itu, sama sekali ia tak mengerti.
Sama sekali tak tersangka olehnya bahwa lukisan2 yang terukir didalam gua itu
sebenarnya adalah dasar2 latihan Lwekang yang maha tinggi tinggalan Siau-yang Cinjin
dijaman dahulu yang sudah lenyap dalam dunia persilatan itu, yaitu yang disebut Siau-
yang-chit-kay atau tujuh kunci dasar latihan Siau-yang.
Siau-yang Cinjin itu asalnya adalah seorang tukang kayu, tanpa sengaja
dipegunungan sunyi diperolehnya satu kitab Lwekang yang mujijat, dengan giat ia
melatih diri beberapa puluh tahun hingga menjagoi dunia persilatan pada jamannya.
Ketika merasa hidupnya tiada tandingnya lagi, ia telah menyepi kedaerah Biau serta
tinggal didalam gua ini, disini ia menciptakan lagi ilmu Lwekangnya yang meliputi inti
sari dari cabang2 ilmu silat lain dan diberi nama Siau-yang-chit-kay . Setiap kunci itu
punya 7x7 gerakan, maka seluruhnya menjadi 7x7x7 = 343 gerak tipu. Ketika hari tuanya
ia telah mengukir hasil karyanya itu didinding gua, lalu tinggal pergi menghilang tak
ketahuan rimbanya.
Sungguh sama sekali tak terduga bahwa ilmu luar biasa yang hanya didengar
orang Bu-lim, tapi belum pernah dilihat itu, kini bisa diperoleh seorang Biau yang aneh
dan cacat serta anak perempuan yang sepele.
Kecerdasan A Siu sudah terang jauh melebihi Lo-liong-thau, tapi karena tidak
mendapatkan petunjuk dan bimbingan orang pandai, serupa saja, iapun tak paham
dimana letak rahasia ajaran menurut lukisan itu. Namun begitu, berkat kegiatannya
selama dua belas tahun, beberapa bagian kepandaian Siau-yang-chit-kay itupun dapat
diperolehnya, dan sedikitnya sudah setingkat dengan jago silat kelas tinggi umumnya.
Tahun itu ia baru menginjak umur lima belas, namun cantiknya sudah kentara lain
dari yang lain, karena ber-tahun2 tinggal digua pegunungan, pakaian yang dikenakan
telah berganti dengan kulit binatang, namun begitu makin menggairahkan bagi siapa
yang melihat akan gadis jelita ini.

Hong san Koay Khek – Halaman 133


yoza collection

Berbareng dengan makin bertambah usianya urusan yang diketahuinya pun


bertambah banyak, pengawasan Lo-liong-thau kepadanya pun tidak keras lagi,
seringkali ia pergi ngelayap jauh tinggalkan gua itu sampai beberapa hari lamanya.
Suatu hari, sudah tiga-empat hari ia tinggalkan Lo-liong-thau, ia terus menuju
kedepan. Tiba2 teringat olehnya tempat tinggal ayahnya adalah Tiok-teng-tong, lalu
dimanakah tempat itu, kalau ketemukan orang, bukankah bisa menanya ? Dan betapa
baiknya kalau bisa pulang menyambangi orang tua ?
Setelah mengambil keputusan itu, segera ia percepat langkahnya kedepan, sampai
hari hampir petang, dari jauh tiba-tiba dilihatnya ada asap seperti mengepul dari
cerobong rumah penduduk, tak lama lagi, dilihatnya ditepi jalan ada empat-lima orang
lagi merubungi segundukan api unggun dan sedang makan rusa panggang.
Melihat orang, tentu saja A Siu bergirang. Sesudah dekat, ia lihat seluruhnya ada
lima orang. Tiga diantaranya laki-laki berewok semua dan lainnya, yang satu adalah
hwesio gendut, sedang satunya lagi seorang lelaki kurus kecil.
Para paman, pergi ke Tiok-teng-tong harus ambil jalan mana ? segera A Siu
menanya.
Rupanya kelima orang itu rada kaget ketika mendadak mendengar suara teguran
orang, mereka menoleh berbareng, dan mereka menjadi tercengang demi melihat
seorang gadis jelita berpakaian kulit binatang telah berdiri disitu. Namun sejenak saja,
satu diantara laki-laki berewok itu terus bersiul panjang seperti lelaki bangor umumnya.
Ehmmm, alangkah manisnya nona cilik ini, darimanakah kau dara cantik? segera
kawannya menggoda.
Ah, kau ini, orang menanya kau, sebaliknya kau menegur ? ujar temannya yang
satu lagi.
Sebagai seorang gadis yang masih hijau, sudah tentu A Siu tak paham kata-kata
orang yang bersifat rendah, ia masih menantikan jawaban orang sambil membetulkan
sedikit pakaiannya, ketika tanpa sengaja mutiara kalungnya itu tertarik keluar hingga
memancarkan sinar gemilapan, kelima orang itu menjadi curiga.
He, mutiara mestika seperti ini, masakan dijagat ini ada dua butir ? seru satu
diantara lelaki berewok tadi.

Hong san Koay Khek – Halaman 134


yoza collection

Mana bisa ada dua butir? sahut silelaki kurus kecil tadi dengan suaranya yang
banci. Lihatlah untaian kalungnya itu begitu indah buatannya, kalau bukan bikinan Ong-
lothau, tukang emas kenamaan di Tiangsah yang terkenal itu, siapa lagi mampu
membuatnya ?
Hai, anak dara, dimana Ang Jin-kin berada, lekas kau mengaku! bentak sihwesio
gendut mendadak.
A Siu menjadi bingung, ia tidak mengerti mengapa kelima orang itu sedemikian
garang kepadanya, ia hanya mengulangi nama Ang Jin-kin yang ditanya itu, ia pikir
nama ini seperti sudah dikenalnya, tapi siapa dan dimana ia tidak ingat. Karena itu,
dengan membelalak ia pandangi paderi gemuk itu.
Mendadak Hwesio itu putar2 tongkat paderinya hingga mengeluarkan angin, lalu
bentaknya lagi: Hayo, anak dara, lekas katakan yang benar, dimana adanya Ang Jin-kin
?
Hai, Hwesio gede, tiba2 silelaki kurus kecil itu menukas, caramu begini dan
potonganmu bagai raksasa apa takkan bikin takut dara jelita ini ?
Ya, ya, daripada Siucay kecut macam orang sakit tbc seperti kau, masih berani kau
berlagak apa? sahut si hwesio tak mau kalah.
Karuan lelaki kurus kecil itu menjadi gusar. Kiranya ia berjuluk Im-su Siucay atau
si sastrawan akherat, walaupun datang berombongan dengan hwesio gemuk yang
bergelar Tiat-pi Siansu itu, namun dalam hati mereka sebenarnya saling iri dan
bermusuhan. Karena kena diolok2, tentu saja menjadi murka.
Lihatlah ketiga saudara she Tio, keledai gundul ini yang mencari gebuk, bukan aku
lm-su Siucay Swe Hiang-ang yang tidak kenal sobat, seru lelaki kurus itu kepada tiga
kawannya yang berewok itu. Lalu ia berpaling kepada Tiat-pi Siansu dan mendamprat
: Baiklah, hari ini biar aku memberi hajaran kepada keledai gundul, supaya kau kenal
lihaynya orang she Swe!
Bagus, biar aku pereteli juga tulang2mu yang terbungkus kulit melulu itu ! teriak
Tiat pi Siansu murka.
Ketiga lelaki berewok itu tidak melerai, sebaliknya mereka mundur semakin jauh
supaya mereka berkelahi lebih bebas. Namun begitu, entah sengaja atau tidak, mereka
seakan-akan mengurung A Siu ditengah-tengah.

Hong san Koay Khek – Halaman 135


yoza collection

A Siu sendiri ter-longo2 melihat kelima orang itu saling bertengkar sendiri. Ia lihat
Tiat pi Siansu tinggi besar bagai raksasa, sebaliknya si Im-su Siucay itu kurus kecil,
keduanya terang tak setanding. Namun dasar masih kanak kanak, ia menjadi ketarik
akan perkelahian yang bakal terjadi itu.
Kiranya datangnya kelima orang itu memang bukan tiada maksud tujuan, mereka
sama-sama hendak mencari jejaknya seseorang. Cuma satu sama lain hanya lahirnya
saja akur, dalam batin setiap waktu bila perlu tidak segan2 menjegal pihak lain. Ketiga
lelaki berewok itu terkenal didaerah Hun-lam dengan julukan Thian-lam-sam-say atau
tiga singa dari Hun lam selatan, yang tertua bernama Tok-jiau-say Thio Jiang, singa
bercakar tunggal, kakak kedua bernama Kiu-thau-say Thio Seng, singa berkepala
sembilan, dan yang terakhir ialah Cui-say-cu Thio Sia, singa mabuk. Kini melihat Swe
Hiang-ang akan saling gebrak dengan Tiat-pi Siansu, kebetulan malah bagi mereka,
maka sengaja menonton akan menarik keuntungan dari pertengkaran kedua orang itu.
Sementara itu Tiat-pi Siansu sudah membentak : Nah, Siucay setan madat, lekas
keluarkan senjatamu, supaya orang tidak mengatakan aku menghina seorang setan
kurus macammu ini!
Melayani keledai gundul seperti kau, kenapa perlu pakai senjata? sahut Im-su
Siucay Swe Hiang-ang dengan tertawa dingin. Berbareng itu, pukulan pertama terus
dilontarkannya mengarah dada lawan.
Bagus, biar aku mengalah tiga serangan padamu ! sambut Tiat-pi Siansu dengan
lincahnya, tubuhnya yang gede gemuk itu telah memutar kesamping dengan cepat
sambil tongkatnya diangkat tinggi2, betul juga ia tidak balas menyerang.
A Siu menjadi senang melihat pertandingan telah dimulai. Ia lihat cara menghindar
si hwesio gendut itu tidak terlalu pintar, kalau saja Im-su-siucay itu terus menubruk
maju dan menyusuli hantaman, pasti ia takkan dapat menghindarkan diri. Apa yang
dipikirkan oleh A Siu ini adalah ilmu silat tertinggi dalam Siau-yang-chit-kay yang
lihay, tentu saja hal mana tak mungkin diketahui Im-su-siucay.
Dan karena serangan pertama tak kena, segera Im-su-siucay melontarkan
serangan kedua. Ketika melihat tenaga serangan sekali ini tidak terlalu keras, Tiat-pi
Siansu bermaksud membiarkan dirinya dihantam dengan menggunakan ilmu Ngekang,
tapi sekilas dapat dilihatnya pada telapak tangan lawan penuh berduri kecil2 dan tajam
dengan warna merah tua, ia menjadi terkejut dan lekas mundur kebelakang.

Hong san Koay Khek – Halaman 136


yoza collection

Tapi dengan tertawa aneh sekali, lagi2 Im-su-siucay merangsang maju dan sebelah
tangannya menggaplok lagi keatas kepala hwesio yang gundul. Belum lagi Tiat-pi
Siansu berdiri tegak, tiba2 melihat serangan orang yang sayup-sayup membawa angin
yang berbau busuk, maka insyaflah dia kalau telapak lawan tentu berbisa. Kalau sampai
kena berkenalan dengan tangan orang, pasti kepalanya akan berlubang seperti sarang
tawon oleh duri2 ditangan orang.
Maka tak terpikir lagi olehnya apakah kata-katanya akan mengalah tiga kali
serangan itu sudah habis belum, sekali tongkatnya mengetok ketanah, mendadak
senjata itu terus membal keatas, secepat kilat ujungnya menyodok ketelapak tangan
lawan sambil berteriak : Cara turun tanganmu terlalu keji, jangan kau salahkan aku tak
pegang janji, Siucay kecut!
Walaupun Hwesio gendut ini tampaknya urip, tapi lucu-lucu ngong-tit , atau geblek-
geblek jujur. Dengan serangannya yang lihay yang disebut ting-thian-lip-te atau berdiri
di bumi menyundul langit, kalau sampai Im-su-siucay Swe Hiang-ang kesodok, pasti
dadanya akan amblek berlubang.
Tapi disaat berbahaya itu, sempat Swe Hiang-ang merosot kesamping hingga
sodokan tongkat Tiat-pi Siansu mengenai tempat kosong. Sebaliknya begitu turun
ketanah, mendadak Im-su-siucay berjongkok, kedua kakinya terus menyepak. Karena
serangannya tadi luput, Tiat-pi Siansu lagi melengak, maka depakan musuh tak sempat
dihindarinya, pahanya telah kena hingga tubuhnya ter-huyung2 mundur, dan akhirnya
jatuh terlentang dengan muka pucat sambil ber-kaok2 kesakitan. Ketika ia meraba
pahanya, ternyata tangannya berlumuran darah.
Hm, keledai gundul, sekarang sudah kenal kelihayan tuanmu belum? jengek Im-su-
siucay menyindir.
Tiat-pi Siansu sesungguhnya tidak mengerti cara bagaimana pahanya bisa terluka,
hanya kena didepak saja. Begitu pula A Siu yang menyaksikan itupun merasa bingung,
hanya Thian-lam-sam-say saja yang tahu bahwa diujung sepatu Im-su-siucay itu
dipasang pelat baja yang sangat tajam, tentu saja daging paha musuh yang tertendang
takkan tahan.
Tapi Tiat-pi Siansu masih merasa penasaran, cepat ia merangkak bangun, ia angkat
tongkatnya lagi, tanpa bicara terus mengemplang dengan tipu Thay-san-ap-teng atau
gunung raksasa menindih kepala.

Hong san Koay Khek – Halaman 137


yoza collection

Betapapun lihaynya Im-su-siucay, tak nanti ia berani menangkis serangan hebat


ini, apalagi ia bertangan kosong, terpaksa cepat berkelit kesamping. Dan saking
bernafsunya kemplangan Tiat-pi Siansu itu hingga sebuah batu kena dihantam remuk,
tangan sendiri yang berasa kesemutan, malah luka pahanya tadi ikut2 kesakitan lagi.
Karuan kesempatan bagus ini digunakan Im-su-siucay dengan baik untuk menubruk
maju dari samping terus menggablok kepundak lawan.
Maka terdengarlah teriakan Tiat-pi Siansu terus terguling ketanah. Waktu Im-su-
siucay periksa tangannya, ternyata telapak tangannya sudah berlepotan darah.
Kiranya tangan Im-su-siucay itu terkenal sebagai Sian-jing-ciang atau tangan
dewa alias tangan kaktus, yaitu memakai kaos tangan dari kulit landak yang berduri.
Tentu saja pundak Tiat-pi Siansu yang kena dihantam itu seketika bertambah berpuluh
lubang2 kecil dan jatuh knock-out , ia menggereng kesakitan, tapi tak berani
merangsang maju lagi, melainkan dengan mata mendelik memandangi lawan yang licik
itu.
Melihat Tiat-pi Siansu telah kalah kena hantamannya, Swe Hiang-ang menjadi
jumawa seperti ayam jago yang habis mendapat kemenangan, dengan sinar mata
sombong yang tiada takeran ia mengerling pada Thian-lam-sam-say hingga yang
tersebut belakangan ini merasa kebat kebit.
Ha, ilmu kepandaian Swe-toako memang benar hebat! kata Thian-lam-sam-say
setengah mengejek.
Hm, bila kalian ingin coba2, boleh tunggu nanti! sahut Swe Hiang-ang dengan
angkuhnya. Habis ini ia berpaling kepada A Siu dan membentak : Bocah, hayo
katakanlah, dari manakah kau peroleh mutiara yang kau pakai itu?
A Siu melengak oleh teguran itu, ia lihat wajah Im-su-siucay yang kurus bengis itu
lagi memandang padanya dengan sinar mata jahat, ia menjadi muak rasanya. Mutiara
ini pemberian Jing-koh , sahutnya kemudian sambil melengos.
Sudah tentu Im-su siucay tidak pandang sebelah mata pada seorang gadis desa
seperti A Siu, dengan suara keras ia membentak pula: Siapa Jing-koh ? Dia berada
dimana ? Lekas katakan!
A Siu mengkerutkan keningnya, lalu katanya : Kenapa kau begitu galak, aku justeru
tak mau katakan, sahutnya kemudian.

Hong san Koay Khek – Halaman 138


yoza collection

Im-su-siucay menjadi murka. Budak kurang ajar! bentaknya, terus melesat maju.
Tangannya diangkat terus hendak mencengkeram kemuka si gadis.
Hai, Im-su.. . . bentak Thiam-lam-sam-say hendak mencegah.
Tapi belum sampai ucapannya habis, tahu2 bukannya A Siu yang kena
dicengkeram, tapi Im-su-siucay sendiri yang terpental pergi bagai layangan yang putus
benangnya, hingga tepat terbanting disampingnya Tiat-pi Siansu.
Kalau tadi Im-su-siucay masih mentah2 bersitegang, siapa tahu sekarang ia sendiri
menggeletak juga ditanah sambil meng-gereng2.
Thian-lam-say-say dan Tiat-pi Siansu menjadi bingung menyaksikan itu. Tapi
segera Tiat pi Siansu ter-bahak2 juga, Bagus, sekarang kaupun tahu rasa ! serunya
sembari merangkak bangun terus balas menyepak ketubuh Im-su-siucay hingga
sasaran ini terpental pergi setombak lebih.
Dalam keadaan terluka kena Lwekang yang dilontarkan A Siu tadi, dengan
sendirinya Im-su-siucay tak dapat menghindari depakan si hwesio itu, malahan Tiat-pi
Siansu merangkak bangun hendak menambahi sekali tendang lagi untuk melampiaskan
rasa dongkolnya tadi, namun keburu diteriaki A Siu.
Tiat-pi Siansu menjadi gusar mendengar ada orang berani merintangi
perbuatannya, segera ia hendak memaki, tapi mendadak teringat olehnya bahwa
robohnya Im-su-siucay itu justeru disebabkan anak dara itu, jika dirinya berani-berani
memakinya, mungkin akan celaka juga. Karena itu ia menjadi terheran-heran.
Melihat Hwesio yang tolol2 lucu ini, A Siu menduga orang tentu tidak berjiwa jahat,
segera ia hendak maju mengajak bicara pula.
Jangan lari ! bentak Thio Seng mendadak. Habis itu bertiga saudara mereka lantas
merubung kedepannya A Siu.
A Siu menjadi dongkol kebebasannnya dirintangi. Kalian mau apa? bentaknya
kemudian.
Apakah nona anak muridnya Bwe-hoa-siancu Ang Jin-kin ? tanya Thiam lam-sam-
say itu.
Entahlah, aku tidak kenal Bwe-hoa atau Thoa-hoa, sahut A Siu. Lekas minggir !

Hong san Koay Khek – Halaman 139


yoza collection

Akan tetapi Thian-lam-sam-say itu malah mendesak lebih dekat. Sesudah saling
memberi tanda, mendadak Tok-jiau-say Thio Jiang, singa bercakar tunggal, mendadak
ulur tangan terus mencakar ke lehernya A Siu hendak menarik kalung mutiara yang
dipakainya itu.
Melihat kekurang ajaran orang, A Siu sangat mendongkol, sekenanya ia tangkis
serangan orang. Dengan tipu Tok-jiau-kim-liong atau cakar tunggal menawan naga,
tujuan Thio Jiang ialah hendak mengarah mutiara dileher orang, tapi karena tangkisan
A Siu itu, maka cengkeramannya itu menjadi kena ditangan si gadis.
Melihat A Siu kecil mungil, lengannya kecil bagai batang kayu, sebaliknya lengannya
Thio Jiang hitam lebat dengan bulunya yang panjang-panjang, pula besar kuat penuh
otot, setiap jarinya saja hampir sebesar lengan si A Siu, kalau sampai kena dicengkeram,
sungguh entah bagaimana jadinya ? Demikian pikir Tiat pi Siansu, maka ia merasa
penasaran, segera berteriak : Tok jiau say, jangan kau agulkan lenganmu yang lebih
besar!
A Siu tersenyum sambil melirik kearah Hwesio itu, ia pikir hati paderi dogol ini
ternyata memang betul tidaklah jahat. Pada saat itulah kelima jari tangan Thio Jiang
sudah kontak dengan lengannya, cepat ia keluarkan tenaga dalamnya hingga Thio Jiang
tergetar pergi seakan-akan kena aliran listerik.
Thio Jiang terkejut, ia bingung pula akan kepandaian A Siu itu, ia masih penasaran,
sekali membentak, kembali ia mencengkeram lagi keatas kepala si gadis.
Diam2 A Siu mendongkol akan kebandelan lawan, sekali ini tak ia beri ampun lagi,
sekonyong-konyong ia samber tangan orang terus disengkelit pergi hingga tubuh Thio
Jiang yang besar terlempar keudara.
Melihat saudara mereka bakal kebanting mati, cepat2 Thio Sia dan Thio Seng
berlari-lari hendak menyanggapi badannya Thio Jiang. Di luar dugaan tenaga yang
dipakai A Siu tampaknya enteng, tapi sebenarnya sangat besar, ketika tubuh Thio Jiang
dapat mereka tangkap, mereka berdua ikut terguling juga ditanah.
Karuan yang paling geli adalah Tiat-pi Siansu, ia tepuk tangan bersorak tertawa.
Bagus, bagus, tiga ekor singa kalah dengan seekor kucing! serunya ter-bahak2.
Dan kau bagaimana, kau takluk padaku tidak? tanya A Siu mendadak kepada Tiat-
pi Siansu dengan tertawa-tawa.

Hong san Koay Khek – Halaman 140


yoza collection

Tiat-pi Siansu melengak. Takluk? ia menegas. Tapi segera iapun geleng2 kepala :
Ah, tidak, tidak!
Tiba2 A Siu menghampiri Tiat-pi Siansu hingga tubuh mereka satu sama lain seperti
anak kecil berhadapan dengan raksasa saja. Tanpa bicara A Siu terus ulur jari
tengahnya menutuk pelahan ke Hoa-kap-hiat didada orang.
Ilmu kepandaian A Siu diperoleh dari menirukan gambar2 Siau-yang-chit-kay
sebanyak tiga ratus empat puluh tiga jurus dalam gua itu, ia hanya tahu cara
menggunakannya, tapi tidak mengerti bahwa Hoa-kap-hiat yang ditutuknya itu adalah
salah satu jalan darah terpenting ditubuh manusia, dengan Lwekangnya, kalau sampai
kena, dapat diduga Tiat-pi Siansu akan melayang jiwanya.
Tapi jelek2 Tiat-pi Siansu adalah keluaran Siau-lim-si, karena tololnya serta tak
taat pada pantangan2 perguruan, maka ia diusir. Sudah tentu dalam pengertian ilmu
silat ia lebih paham daripada A Siu. Ketika tiba2 merasa dadanya se-akan2 diseruduk
suatu tenaga yang maha besar. Karuan ia terkejut, cepat ia hendak berkelit, tapi sudah
terlambat, terasa sebuah tulang iganya kena tertutuk patah hingga Tiat-pi Siansu
terhuyung-huyung kebelakang dengan muka pucat.
Ah, Toahwesio telah terluka bukan? tanya A Siu cepat.
O, tak.. . . .tak apa, hanya luka sedikit, aku takluk sudah, sahut Tiat-pi Siansu dengan
menahan sakit.
Menyaksikan itu, barulah sekarang Thiam lam-sam-say dan Im-su-siucay Swe
Hiang-ang insyaf bahwa nona jelita yang mereka hadapi itu sebenarnya memiliki ilmu
kepandaian luar biasa, tanpa bicara lagi, Thian-lam-sam-say yang lukanya enteng terus
merangkak bangun dan kabur pergi. Begitu pula Swe Hiang-ang, walaupun dengan rasa
sayang, iapun larikan diri.
A Siu tak urus mereka, sebaliknya ia merasa menyesal telah melukai sihwesio gede
itu maka tanyanya : Toahwesio, apakah lukamu parah ?
Dasar wataknya Tiat-pi Hwesio memang tolol jujur, terhadap kepandaian A Siu,
sekarang ia sudah menyerah benar2, sahutnya : Ah, tidak, luka patah tulang ini sedikit
hari saja akan baik.
Toahwesio, apakah orang2 tadi adalah kawanmu, kenapa mereka hendak
merampas mutiaraku ini ? tanya A Siu tiba2 dengan heran.

Hong san Koay Khek – Halaman 141


yoza collection

Ya, mutiara mestika yang kau pakai itu sesungguhnya tak ternilai harganya, tapi
bukan maksudku hendak mengincarnya, sahut Tiat-pi Siansu. Aku hanya ingin mencari
tahu jejak seseorang yang bernama Ang Jin-kin, yaitu pemilik asal dari mutiaramu itu.
Mendengar ini A Siu menjadi teringat pada peristiwa dua belas tahun yang lalu
ketika Jing-koh memberikan kalung mutiara itu padanya, tatkala mana orang seperti
perkenalkan diri bernama Ang Jing-kin, pantas ketika tadi mendengar nama itu disebut,
ia merasa seperti sudah kenal. Dan sekali ingat akan itu, segera ia menjadi ingat juga
kejadian diwaktu kecilnya ketika kesasar dipergunungan itu.
Maka tuturnya kemudian : Ya, benar, Toa hwesio, bibi yang memberi mutiara ini
memang bernama Ang Jing-kin, ada apakah kau hendak mencarinya ?
Ceritanya terlalu panjang, kata Tiat-pi Hwesio, orang Bu-lim yang hendak
mencarinya bukan aku saja, tapi masih sangat banyak. Dia bersama suaminya sudah
menghilang dua belas tahun tapi dua macam pusaka dipuncak Kim-teng-san diwilayah
Kuiciu diketahui dibawa oleh mereka suami isteri!
A Siu menjadi bingung oleh cerita itu, ia menjadi ketarik dan menanya lebih jelas.
Tapi dasar Tiat-pi Siansu tidak pandai bicara, setelah melantur2 kalang kabut, akhirnya
barulah A Siu dapat menangkap maksud kedatangan mereka berlima itu adalah karena
ingin mencari jejaknya Bwe-hoa-siancu Ang Jing-kin bersama suaminya, Sam-siang-
sin-tong Siang Hiap.
Kiranya pada dua belas tahun yang lalu pada saat Chit-bok-Lo-sat Ki Teng-nio lagi
bersemedi, Ang Jin-kin dan Siang Hiap telah menggerayangi tempat kediamannya dan
dapat menggondol lari dua macam pusaka.
Ki Teng-nio itu adalah tokoh terkemuka dari aliran sesat, baru saja ia selesai
menjalankan tirakatnya lantas mengetahui pusakanya dicuri orang, akibatnya darah
naik dan badan lumpuh, yaitu dalam istilah silat disebut Cau hwe-jip-mo atau api
membakar diri sendiri. Dengan badan lumpuh sudah tentu ia tak bisa menguber musuh,
sampai siapa pencurinya ia pun tidak tahu.
Kemudian dikalangan Kangouw lantas tersiar kabar bahwa pernah orang melihat
ada empat orang berkedok telah menguber Bwe-hoa-siancu dan Sam-siang-sin-tong
berdua sampai kedaerah perbatasan diwilayah suku Biau. Sejak itu pula empat orang
berkedok dan suami istri Bwe-hoa-siancu menghilang juga. Sedangkan diantara orang2
Kangouw yang terkenal dari lapisan Hek-to hanya tiga orang saja yang ikut lenyap,

Hong san Koay Khek – Halaman 142


yoza collection

yaitu yang terkenal dengan Bong-san sam-sia atau tiga momok dari gunung Bong.
Karena itu, lantas orang menyangka Bong-san-samsia dapat mencium bau bahwa pada
diri Bwe-hoa-siancu berdua ada menggondol pusaka orang maka mereka terus
menguber dan akhirnya sama-sama lenyap didaerah Biau. Namun orang2 berkedok itu
seluruhnya ada empat orang, lalu kecuali Bong-san-sam-sia, siapa lagi yang seorang
itu ?
Sebenarnya ayahnya Bwe-hoa-siancu Ang Jing-kin adalah pendekar besar
diwilayah barat Ohlam, pergaulannya luas dengan segala lapisan dan golongan.
Walaupun Sam-siang-sin-tong Siang Hiap resminya adalah anak menantunya tapi
Siang Hiap sejak kecil sudah pintar dan cerdas luar biasa, makanya mendapat julukan
Sin-tong atau anak sakti. Tidak heran kalau sang mertua memandangnya bagai anak
sendiri. Ketika mendengar puteri kesayangan dan menantunya itu lenyap berbareng,
pernah juga orang tua itu mencarinya jauh ketanah Biau ini, tapi sayang hasilnya nihil,
malahan setahun kemudian, seluruh isi keluarganya telah dibunuh musuh hingga
bersih, hanya puteri satu2nya Ang Jing-kin yang nama kecilnya disebut Siau Yan yang
berhasil lolos, tapi kemana perginya juga tidak diketahui.
Sedari itu, sang waktu lewat dengan cepatnya, sekejap saja dua belas tahun sudah
lalu. Namun orang2 Bu-lim masih belum melupakan dua macam pusaka milik Ki Teng-
nio yang dibawa Ang Jing-kin itu, maka tidak pernah berhenti orang berusaha mencari
jejaknya Ang Jing-kin, cuma semuanya harus pulang dengan kecewa atau mati menjadi
korban binatang berbisa ditanah Biau ini. Begitu pula maksud kedatangan Tiat-pi Siansu
berlima itu, tiada lain juga serupa saja.
Nyata cerita ini serba baru semua bagi A Siu, sama sekali tak terduga olehnya
bahwa di dunia ini masih begitu luas serta penuh manusia-manusia kejam. Ia merenung
sejenak, kemudian katanya : Jika sejak masuk gunung, Jing-koh tak pernah keluar lagi,
lalu bagaimana dengan suaminya ? Lapat2 aku masih ingat Jing-koh datang bersama
seorang lelaki berkerudung katanya lelaki itu terluka, harus disembuhkan dengan dua
macam obat apa yang aku tidak ingat lagi, mereka lantas berpisah sejak itu dan akupun
terpencar dengan dia selama dua belas tahun tinggal dipegunungan.
Nona.. . . nona tinggal selama dua belas tahun didalam gunung, apakah tak pernah
berjumpa pula dengan Ang Jin-kin? tanya Tiat-pi Hwesio ragu2, semula ia bermaksud
menanya kepandaian A Siu dipelajari dari siapa, tapi tidak jadi.

Hong san Koay Khek – Halaman 143


yoza collection

Tidak, akupun tidak tahu kalau dia masih tertinggal digunung, tapi sekarang aku
harus mencarinya, ujar A Siu.
Biar aku ikut, seru Tiat-pi Hwesio. Tapi bagaimana dengan lukamu ?
Asal nona suka menolong, sedikit turun tangan saja, pasti lukaku akan baik!
Betul ? A Siu menegas dengan mata membelalak.
Ya, dengan Lwekangmu yang tinggi itu, tidak sulit rasanya lukaku hendak
disembuhkan, kata Tiat-pi Hwesio.
Walaupun sebenarnya Lwekang A Siu sudah mencapai tingkatan jago kelas satu,
tapi ia sendiri hakekatnya tidak mengerti. Maka katanya : Bagaimana caranya, coba kau
ajarkan padaku!
Tiat-pi Hwesio menjadi heran dan melongo oleh sahutan si gadis. Ia tutuk
punggungnya sendiri dan berkata : Tempelkan telapak tanganmu disini dan kerahkan
tenaga dalammu !
A Siu menurut. Ketika tangannya menyentuh punggung Tiat-pi Hwesio dengan
sendirinya timbul semacam tenaga perlawanan dari tubuhnya, sekejap saja beberapa
jalan darahnya yang tadinya buntu kini tiba2 menjadi tembus. Kiranya Tiat-pi Hwesio
ini berhenti setengah jalan dan diusir dari Siau-lim-si, maka kepandaian yang masih
dapat diandalkan olehnya adalah ilmu Gwakang, kini dengan bantuan A Siu, tanpa
merasa tenaga dalamnya bertambah banyak hingga merupakan dasar latihan
Lwekangnya dikemudian hari, karuan girangnya tidak kepalang sampai ia bersuara
gembira.
Menyangka orang sudah sembuh seluruhnya, A Siu telah tarik kembali tangannya.
Tiba2 pikiran Tiat-pi Hwesio tergerak, mendadak ia menjura terus memberi sembah
kepada A Siu dan katanya : Nona, meski usiamu lebih muda dariku, tapi aku mohon
kau suka menerima aku sebagai Toute (murid)!
A Siu melengak, ia tidak paham maksud orang, tanyanya : Apakah Toute itu ?
Dengan ter-heran2, Tiat-pi Hwesio mendongak memandang si gadis, pikirnya,
semua orang suka bilang aku tolol, tapi gadis ini ternyata lebih tolol dari padaku. Namun
begitu tak berani diucapkannya, hanya sahutnya : Artinya aku mengangkat nona
sebagai suhu!

Hong san Koay Khek – Halaman 144


yoza collection

Tapi A Siu masih tidak paham apa Suhu, apa Toute segala. Maka Tiat-pi Hwesio
coba menerangkan : Aku panggil nona Suhu dan nona sebut aku Toute.
Mau tak mau Tiat-pi Hwesio garuk2 kepala, sebab ia sendiri merasa sulit juga untuk
menerangkan. Lalu Suhu mengajarkan kepandaian kepada toute dan toute akan
menurut segala perkataan Suhu. Suhu suruh toute melakukan apa, toute lantas
menurut, sahutnya kemudian.
A Siu menjadi gembira. Ya, tahulah aku sekarang. Baiklah, aku menjadi suhumu!
katanya tertawa.
Tanpa disuruh lagi Tiat-pi Hwesio terus menjura memberi hormat sambil
memanggil Suhu.
Kedua orang ini yang satu adalah Hwesio tolol, yang lain adalah nona cilik yang
kekanak-kanakan, maka tidak heran apapun dapat terjadi. Namun demikian ada baiknya
juga bagi Tiat-pi Hwesio hingga kelak ia dapat mempelajari ilmu Lwekang yang tinggi
dari A Siu.
Toute, daripada kita nganggur, marilah kita pergi mencari Jing-koh, kata A Siu
kemudian.
Sudah tentu Tiat-pi Hwesio mengia. Segera mereka berdua kembali kejalan
pegunungan itu. Sedapat mungkin A Siu ingin meng-ingat2 masa dahulu ketika dirinya
dipanggul dipundak ayahnya pergi mencari obat bersama Jing-koh dan tempat mana
yang telah didatanginya. Namun ia tidak ingat lagi, hanya samar2 masih ingat pernah
meng-uber2 kelinci hingga akhirnya ditolong Lo-liong-thau ketika seorang lelaki hendak
mencelakai dirinya.
Begitulah mereka terus menjelajahi lereng pegunungan itu hingga dua hari, tapi
tiada sesuatu yang mereka ketemukan, tapi sudah dekat dengan gua tempat tinggal
Lo-liong-thau itu, A Siu pikir kenapa tidak pulang dulu untuk menanyakan orang aneh
itu, mungkin ia masih ingat cara bagaimana dahulu menemukan dirinya.
Sesudah ambil keputusan, segera Tiat-pi Hwesio diajaknya kesana. Dari jauh sudah
tampak Lo-liong-thau lagi duduk didepan gua sambil melongak-longok, dan begitu
melihat A Siu segera orang tua itu berteriak aneh : A Siu, kemana saja kau ngelayap
sampai hari ini baru pulang?

Hong san Koay Khek – Halaman 145


yoza collection

Sudah tentu Tiat-pi Hwesio tidak paham apa yang dimaksudkan kata2 orang dalam
bahasa Biau yang ngawur itu, ia menyangka A Siu sedang dimaki, maka dengan mata
mendelik ia membentak: Hai, kau setan alas ini, berani kurang ajar pada Suhuku ! tanpa
pikir lagi ia mendekati dengan langkah lebar, begitu tongkatnya diangkat, mendadak ia
mengemplang kepala orang.
Tapi Lo-liong-thau seperti tidak menghiraukannya, masih katanya dengan gusar :
A Siu, siapakah orang ini ? Kenapa kau membawa kemari ?
Habis itu, baru cepat ia mengulur tangannya memapak tongkat sihwesio yang
sementara itu sudah hampir berkenalan dengan kepalanya. Sekali tangkap dan ditarik,
tahu2 tubuh Tiat-pi Hwesio menyelonong kedepan. Karena inilah baru Hwesio tolol itu
insyaf orang Biau yang aneh ini ternyata jauh lebih lihay daripada si A Siu, lekas2 ia
kendorkan cekalannya dan menyusul terdengarlah suara krak , tongkatnya telah patah
ditekuk orang aneh itu. Saking terkejutnya sampai Tiat-pi Hwesio mencelat mundur pula
setengah mengumpet dibelakang A Siu.
Cepat A Siu mendekati Lo-liong-thau, Tiat pi hendak ikut maju, tapi mendadak terasa
suatu tenaga maha besar telah mendorongnya dibarengi dengan bentakan Lo-liong-
thau : Kau enyah keluar sana ! seketika tubuh Tiat-pi Hwesio ter-huyung2 mundur
setombak lebih.
Toute jangan takut, memang beginilah watak Lo-liong-thau, kau tunggu dulu diluar
situ, kata A Siu.
Sudah tentu Tiat-pi Hwesio tak berani membantah, dengan mata membelalak heran
ia mundur lagi beberapa tindak.
Selama dua belas tahun ini, sudah tentu kepandaian Lo-liong-thau bertambah tinggi
lagi daripada dulu. Sekali tangannya menahan ditanah segera tubuhnya menerobos
kedalam gua dan disusul A Siu dengan cepat.
Tapi A Siu menjadi heran ketika sudah berada didalam gua, ternyata disitu sudah
bertambah seorang nenek. Siapakah dia, Lo-liong-thau ?
He, kenapa orang sendiri kau tak kenal lagi! ujar Lo-liong-thau dengan tertawa.
Tiba2 nenek itu berbangkit sambil mengamati-amati A Siu. Ai, kau benar2 A Siu,
betapa rindunya ibumu akan dirimu, serunya dengan girang.
Nenek, kau. . . .

Hong san Koay Khek – Halaman 146


yoza collection

Aku adalah Tiat-hoa-popo, masakan kau tidak ingat lagi ?'' potong nenek itu
sebelum A Siu menanya.
Tapi sesungguhnya A Siu tidak ingat siapakah gerangan Tiat-hoa-popo ini, maka ia
rada kesima.
Ibu Lo-liong-thau, nini Teng-kiu adalah adik perempuanku, waktu kau masih kecil,
sering juga aku menggendong kau. ujar nenek itu.
Samar2 A Siu coba mengingat masa dulu memang seperti ada seorang nenek
seperti ini, maka dengan girang serunya : Ah, tentunya ayah dan ibuku juga baik2
bukan? Aku tadinya hendak pulang menjenguk mereka, tapi sampai tengah jalan telah
putar balik.. . .
Ai, ibumu saking berduka ditinggal pergi ayahmu, lalu jatuh sakit dan sudah
meninggal tahun yang lalu, sela Tiat-hoa-popo dengan menghela napas.
Apa, ibuku sudah meninggal ? A Siu menegas dengan sedih. Jika begitu, terang
ayahku tidak pernah pulang? Tentu Jing-koh juga benar2 masih berada ditengah
gunung!
Jing-koh siapa ? tanya sinenek.
Ialah wanita yang minta ayahku membawanya kegunung dahulu itu, sahut A Siu.
Ya, ingatlah aku, kata Tiat-hoa-popo. Gara2 kedua orang asing itu, sekeluargamu
jadi morat-marit. Sesudah suaminya ditinggal pergi dirumahmu dan memesan agar
kain kerudung suaminya itu jangan dibuka. Siapa duga, suatu kali ibumu kurang hati2
hingga menyingkap kainnya itu, ibumu berteriak kaget, sebab muka lelaki itu sudah
tidak berwujut manusia lagi, tapi penuh dengan darah kering dan bernanah pula.
Mendengar jeritan ibumu, lelaki itupun terus meloncat bangun dan berlari pergi entah
kemana. Orang sama berkata bahwa kedua orang asing itu adalah siluman yang
sengaja datang hendak mencelakai sekeluargamu.
A Siu ter-mangu2 sejenak, dalam hati ia pikir tidaklah mungkin orang baik seperti
Jing-koh itu, tak nanti mencelakai keluarganya.
Kalau bukan Tiat-hoa-popo kesasar jalan digunung dan dapat kupergoki tanpa
sengaja, mungkin kita belum lagi tahu bahwa pemilihan Seng-co dari tujuh puluh dua
gua suku kita segera akan diadakan dua tahun yang akan datang, kata Lo-liong-thau
kemudian.

Hong san Koay Khek – Halaman 147


yoza collection

A Siu terkesima tidak paham tentang Seng-co apa segala. Maka Tiat-hoa-popo telah
berkata lagi : Ya, sekali ini mungkin bintang suku kita sudah mulai terang hingga
terdapat dua orang kalian. Dengan kepandaianmu, Lo-liong thau, rasanya kedudukan
Seng-co kita takkan jatuh ditangan bangsa Han lagi!
Tapi akupun takkan menjadi Seng-co, sahut Lo-liong-thau sesudah memikir
sebentar. Jika ingin kedudukan Seng-co tidak jatuh ditangan bangsa lain, rasanya A Siu
yang dapat memenuhi kewajiban itu.
Sudah tentu A Siu tidak peduli tentang Seng-co apa segala dan betapa artinya
kedudukan itu bagi bangsa mereka.
Ya, A Siu sibocah ini memang sejak semula orang menyangkanya punya rejeki
besar, kini ternyata memiliki kepandaian tinggi, tentu saja kita sangat bersyukur, kata
Tiat-hoa-popo kemudian.
Baiklah, dua tahun lagi, kalau waktunya sudah dekat, bolehlah kau kemari lagi, kata
Lo-liong-thau.
Tiat-hoa-popo mengiakan dan sejak itu sering ia datang menjenguk Lo-liong-thau.
Cuma terhadap pertemuan mereka ini yang selamanya tak pernah diceritakannya
kepada orang lain. Sebaliknya Tiat-hoa-popo sendiri juga tidak sedikit memperoleh
faedah dari Siau-yang chit-kay yang terukir didalam gua itu hingga menjadikannya
diindahkan suku bangsanya serta diangkat se-akan2 pemimpin mereka.
A Siu, kata Lo-liong-thau kemudian, rasanya sudah tibalah waktunya kita
menghadapi hari2 bahagia. Sesudah kelak kau menjabat Seng-co, hendaklah datang
membawa aku kembali kerumah. Maka Hwesio gede tadi lekaslah kau enyahkan.
Lo-liong-thau, Toahwesio itu sudah mengangkat guru padaku, rasanya ia pasti akan
turut perintahku, sahut A Siu, dan sesudah merandek sejenak, tiba2 ia menanya tentang
kejadian dahulu dan tempat dimana ia diketemukan orang aneh itu.
Kejadian sebenarnya aku sendiri tidak tahu, ujar Lo-liong-thau, tapi tempat
kutemukan kau adalah dibukit sebelah sana yang tidak jauh dari sini.
Tanpa bicara lagi segera A Siu berlari pergi sembari menteriaki Tiat-pi Hwesio.
Kemudian ia berpaling melambaikan tangan kepada Lo-liong-thau dan berseru : Lo-
liong-thau, aku ingin pergi lagi untuk beberapa lamanya akan mencari tahu jejaknya
Jing-koh !

Hong san Koay Khek – Halaman 148


yoza collection

Dengan sendirinya Lo-liong-thau tidak tahu siapa Jing-koh itu, dia hanya geleng-
geleng kepala melihat kelincahan si gadis itu.
Sementara itu Tiat-pi Hwesio terus saja menyusuli A Siu dengan kencang, sesudah
melintasi suatu bukit, A Siu coba membayangkan kejadian masa dahulu, tapi sama
seperti sudah tak teringat olehnya, hanya lapat-lapat seperti ada air disuatu tempat
yang dapat dibuat patokan olehnya.
Toute, ternyata Jing-koh itu benar-benar tidak pernah kembali kepada suaminya
yang ditinggalkan itu dan katanya mukanya penuh darah, entah apa sebenarnya yang
sudah terjadi, masakan mereka benar-benar jelmaan siluman? tanya A Siu ditengah
jalan.
Siluman? Mana mungkin, sahut Tiat-pi Hwesio. Menurut kabar orang Kangouw
katanya mereka kena dipedayai Bong-san Sam-sia yang mahir menggunakan racun itu,
dan Sam-siang-sin-tong Siang Hiap terkena racun jahat, maka isterinya, Ang Jing-kin
tidak kenal jeri payah menyingkir kedaerah Biau ini dengan maksud mencari obat.
Tempo hari A Siu sudah mendengar sedikit tentang Ang Jing-kin dan suaminya itu,
maka dia menjadi ketarik akan kisah-kisah Bu-lim, kembali dia tanya : Toute, cobalah
ceritakan sedikit tentang jago2 silat yang menarik diantara bangsa Han kalian.
Benar Tiat-ti Hwesio seorang dogol tapi pengalamannya di Kangouw sesungguhnya
cukup luas. Maka dia menjadi bangga diminta oleh sang guru agar bercerita, segera dia
memulai dengan dirinya sendiri yang tidak lupa dibumbu-bumbui dan di-tiup2 setinggi
langit sampai A Siu ter-senyum2 geli tapi tak mencelanya. Kemudian Tiat-pi
menceritakan tentang Jing-ling-cu dari Heng-san yang katanya sebatang pedangnya
tiada tandingan dikolong langit, tentang dua paderi wanita dari puncak emas Go bi-san
yaitu Sian-hoat Suthay dan Biau-in Sut-hay yang mahir ilmu Ji-lay-it-ci atau jari
tunggal Budha dan pernah menaklukan delapan iblis terkenal di Jing-le-kok lalu tentang
betapa lihaynya Thi-thau-o dari Ngo-tay-san yang atos kepalanya, tentang kelakuan
Thong-thian-sin-mo Jiauw Pek-king yang tak terkekang, tapi ilmu silatnya tiada
bandingan hingga tiga saudara she ln dari Holan yang terkenal dengan ilmu pukulan
geledek kena ditundukan dan tentang tokoh kenamaan didaerah Kang-lam, Tai-lik-sin
Tong Po yang takut bini, tentang Chit-bak-losat Ki Teng-nio dan sumoynya Li-giam-ong
To Hiat koh yang kejam tak kenal ampun. Serentetan kisah yang aneh2 dan Iucu2 telah
diceritakannya hingga A Siu ter-longong2 saking ketarik. Dan tanpa merasa haripun
sudah petang.

Hong san Koay Khek – Halaman 149


yoza collection

Dibawah sebuah pohon besar mereka duduk mengaso buat lewatkan sang malam,
A Siu duduk bersila bersemadi menurutkan ukiran yang dipelajarinya dari gua, iapun
memberi beberapa petunjuk seperlunya kepada Tiat-pi Hwesio hingga tidak sedikit
manfaat bagi paderi itu.
Besok paginya mereka melanjutkan perjalanan, tapi tidak jauh tiba2 mereka
mendengar gemerciknya air, A Siu menjadi girang, serunya, Hei, air, air air ! Ya, mungkin
suatu sungai kecil, ya, ya, sungai kecil dan aku diletakkan ketanah oleh ayah ditepi air
itu !
Segera A Siu mendahului berlari kedepan, tapi sudah dekat sungai itu masih tidak
tertampak, setelah menerobos sebuah sela2 batu, tiba2 pandangan didepan terbeliak,
sebuah sungai kecil mengalir dengan airnya yang bening menyusur sebuah lembah
yang sekelilingnya terkurung oleh tebing2 curam.
Perlahan-lahan A Siu menyusur tepi sungai itu, sampai suatu tempat, tiba2 ia
berkemak-kemik: Ya, ya, ini tempatnya ayah meletakkan aku ketanah.
Pada saat itulah tiba2 Tiat-pi Hwesio di belakangnya telah berseru : Hai, Suhu,
apakah yang berada disamping kakimu itu ?
Waktu A Siu menunduk, dia menjadi kaget. Ternyata tidak jauh dari tempat
berdirinya situ ada kerangka tengkorak yang utuh seperti tengkurap ditepi sungai.
Segera Tiat-pi mendekati kerangka tulang itu dan memeriksanya, tiba2 ia berseru
lagi : Eh, pada tulang orang ini bersemu warna hitam, terang mati keracunan. He, disini
ada lagi sepotong lencana emas segi tiga !
Mendengar ada lencana emas disitu, hati A Siu tergerak. Sebab ia masih ingat
diwaktu kecilnya pernah memainkan sepotong lencana emas milik ayahnya yang
biasanya dipakai sebagai jimat untuk menolak gangguan. Maka cepat ia minta lencana
itu dari Tiat-pi Hwesio. Ia lihat diatas benda itu terukir seekor ayam jago yang lagi
berkokok, terang sudah ia memang benar barang ayahnya dahulu, tanpa merasa ia
mengeluh : O, ayah, jadi kau telah meninggal keracunan disini!
Mendengar kerangka tulang itu adalah ayah si gadis, tiba2 Tiat-pi berseru : Aha,
kebetulan, jika ayahmu berada disini, tentu Ang Jin-kin itupun takkan jauh dari tempat
ini .
Lalu ia memandang sekitarnya terus berlari menuju kehilir sungai sana.

Hong san Koay Khek – Halaman 150


yoza collection

A Siu tidak urus kelakuan Hwesio dogol itu karena sedang berduka, tapi sejenak
kemudian ia mendengar Tiat-pi lagi memanggilnya dikejauhan: Suhu lekas kemari!
Mendengar suara agak genting, cepat A Siu menyusul kesana. Sesudah menerobos
suatu gua, terlihatlah dibalik sana Tiat-pi Hwesio lagi berdiri disuatu empang. Ditepi ada
lagi tiga kerangka tulang, dan diatas batu besar yang menonjol di-tengah2 empang ada
lagi kerangka tulang lainnya, sebelah tangannya melambai kebawah seperti sebelum
ajalnya telah melemparkan sesuatu kedalam empang, sebab itu sebagian tulang lengan
itupun jatuh kedalam empang, hanya ketinggalan buku bagian atas. Disamping kerangka
tulang itu ada lagi seutas tulang ular dan sebutir biji buah-buahan.
Tiap-pi Hwesio tampak lagi memegangi tiga macam benda yang bentuknya aneh
dan berkilau.
Toute, barang apakah yang kau lihat itu? tanya A Siu tidak mengerti.
Tiat-pi tertawa bangga, sahutnya: Orang selalu mengatakan aku goblok, tapi sekali
ini rasanya akulah yang paling pintar. Ketiga macam senjata ini disebut Tui-hong-liap-
hun-boan (petel mencabut nyawa), adalah senjata andalan dari Bong-san-sam-sia,
rasanya ketiga rangka tulang di tepi empang ini bukan lain adalah tulang Bong-san-
sam-sia yang sudah menghilang selama dua belas tahun itu !
Lalu siapa lagi yang berada diatas batu di tengah empang itu? tanya A Siu.
Tiat-pi Hwesio menjadi bingung, padahal tadi ia sombongkan dirinya pintar. Namun
dijawabnya juga. Aku menduga pasti seorang manusia juga.
A Siu geli melihat jawaban yang tak tegas itu. Sengaja ia menanya lagi : Dan ketiga
orang itu sebab apa telah mati ?
Tentu saja Tiat-pi Hwesio semakin repot, ia hanya geleng2 kepala tak bisa
menjawab.
Mereka mati keracunan oleh air sungai ini, tentu, ujar A Siu kemudian.
Ya, ya, memang aku sudah menduga mereka mati keracunan, sebab tulang mereka
bersemu hitam, seru Tiat-pi. Cuma air sungai sebening ini, masakan ada racunnya ?
A Siu cukup cerdik, ketika melihat kerangka tulang ayahnya dan Bong-san-sam-sia
sama tengkurap ditepi empang, segera ia menduga air ada sesuatu yang tak benar.
Maka katanya pula: Kalau perlu boleh coba kau minumnya seceguk.

Hong san Koay Khek – Halaman 151


yoza collection

Seketika Tiat-pi melompat mundur sambil goyang2 tangannya: Eh, eh, Suhu jangan
bergurau, masakan air beracun boleh dibuat main2.
Pada saat itulah tiba2 seekor rusa kecil berlari lewat didekatan situ, seru A Siu :
Kau tak berani biar rusa itu yang mencoba ! Dan sekali melesat dengan cepat ia
menguber binatang itu. Betapa enteng gerakan A Siu itu maka tidak seberapa jauh ekor
binatang itu kena diseretnya.
Segera Tiat-pi Hwesio meraup sekukupan air dan dicekokan kemulut rusa, hanya
sekejap saja segera kulit binatang itu berubah biru hangus terus roboh binasa.
Hebat sekali dugaan Suhu, memang betul orang2 itu mati minum air beracun ini
tapi entah orang diatas batu sana, apakah juga mati keracunan ? teriak Tiat-pi Hwesio.
Habis itu tanpa pikir ia terus meloncat kedepan, ia sangka sekali loncat tentu akan
mencapai batu ditengah empang itu. Tak terduga tampaknya batu itu tidak jauh padahal
sedikitnya hampir dua tombak, pula badan Tiat-pi Hwesio terlalu gendut maka sampai
batu itu badannya sudah menurun kebawah, dan bila teringat olehnya air empang
beracun ia menjadi sibuk dan ber-kaok2 minta tolong !
Syukur A Siu bisa berlaku sebat sekali, sekali melesat secepat kilat ia menyambar
tengkuk sihwesio itu dan ditarik kedepan. Maka sebelum kaki Tiat-pi Hwesio menyentuh
air, tubuhnya sudah menurun diatas batu besar itu.
Sesudah berdiri tegak disitu, dengan muka pucat Tiat-pi ter-longong2 memandangi,
A Siu tak mengurusnya lagi, cepat ia memeriksa kerangka tulang yang terdapat diatas
batu itu, ia tunjuk sesuatu disamping kerangka tulang itu dan berkata pada Tiat-pi :
Lihatlah, apakah itu ?
Cepat Tiat-pi menjemputnya, ternyata itu adalah sepasang anting2, ketika ia periksa
lebih teliti, ternyata anting2 itu terdapat tulisan, yang satu tertulis satu huruf Jin dan
yang lain Kin . He, Ang-jing-kin ! seru Tiat-pi terperanjat.
A Siu buta huruf, maka iapun melengak mendengar kerangka tulang inilah Ang Jin-
kin, hatinya kembali berduka.
Sementara itu Tiat-pi Hwesio telah putar kayun sekeliling batu besar itu, katanya
dengan heran : Aneh, orang mengatakan dua macam pusaka Chit-bok-lo-sat Ki Teng-
nio berada di tangannya Bwe-hoa-siancu Ang Jing-kin. Kalau ia sudah mati disini,
kenapa pusaka2 itu tidak tertampak? Jangan2 telah kena dibawa pergi oleh salah

Hong san Koay Khek – Halaman 152


yoza collection

seorang dari empat orang berkedok yang mengubernya itu ? Tapi peristiwa itu kenapa
selamanya tidak pernah terdengar dikalangan Kangouw ?
Sudah beberapa kali A Siu mendengar tentang dua macam pusaka Ki Teng-nio itu,
maka katanya: Selalu kau singgung2 tentang pusaka sebenarnya dua macam benda
apakah ?
Menurut kabar, katanya yang satu adalah sebatang pedang dan yang lain sepotong
kain sutera merah, sahut Tiat-pi Hwesio.
A Siu tidak mengerti apa kasiatnya kedua macam pusaka itu, kalau pedang masih
bisa dimengerti, tapi sepotong kain sutera merah apa gunanya? ia memandangi
kerangka tulang itu dengan ter-menung2, tiba2 hatinya tergerak, serunya: Ah, melihat
keadaannya tentunya orang diatas batu ini sebelum ajalnya telah melemparkan sesuatu
kedalam empang.
Bagus, Jika begitu biar aku selulup kedalam empang untuk mencarinya! teriak Tiat-
pi tanpa pikir, lalu ia membuka jubahnya dan benar-benar hendak terjun kedalam
empang.
Melihat kedogolan si hwesio, A Siu menjadi geli. Toute, apa barangkali kau sudah
bosan hidup ? tegurnya.
Tiat-pi melengak dengan mata membelalak lebar, untuk beberapa lama ia bingung
apa yang dimaksudkan si gadis, tapi buk , tiba2 ia tabok perutnya sendiri yang gendut
itu dan terteriak : Haya, aku benar2 tolol, bukankah air empang itu beracun, mengapa
aku menjadi lupa ? Lalu ia menyambung pula dengan wajah menyesal : Ai sayang, jika
begitu pusaka pusaka Ki Teng-nio itu tentu akan hilang ditelan empang ini untuk
selamanya.
Tapi itu hanya dugaanku saja, mungkin kejadian sebenarnya bukanlah demikian,
ujar A Siu kemudian. Tiba2 matanya tertatap pada sesuatu benda pula disebelah
kerangka tulang sana. Cepat ia menjemputnya pula dan meng-amat2i. Apakah ini ?
tanyanya sambil angsur benda itu kepada Tiat-pi.
Waktu Tiat-pi bersihkan karatan diatas benda itu, ternyata itu adalah sebuah piau
yang diatasnya terdapat sehuruf Tin .
Tin ? Adakah sesuatu orang bernama Tin ? tanya A Siu memikir.

Hong san Koay Khek – Halaman 153


yoza collection

Diantara bangsa Han yang bernama Tin sudah tentu tentu terlalu banyak, sahut
Tiat pi Hwesio. Tapi sungguh aneh. Dahulu yang menguber-uber Ang Jing-kin dan
suaminya itu seluruhnya ada empat orang. Kalau Bong-san-sam-sia sudah mati disini
kenapa yang seorang lagi tak kelihatan, pula bagaimana dengan nasib suaminya Ang
Jin-kin itu ?
Mendengar itu, betul juga pikir A Siu, walaupun dogol, kadang2 Hwesio gendut ini
dapat pula berpikir. Maka katanya: Teka-teki ini kecuali mereka sendiri berdua, rasanya
tiada orang lain lagi yang bisa tahu. Tapi sekarang aku menjadi ingin tahu apakah
manfaat kedua pusaka yang dibuat rebutan itu, kalau kau tidak mengetahui, kenapa kita
tidak pergi menanya pada pemilik asalnya?
Tiat-pi meloncat kaget. Ha, menanya pemilik asalnya ? Itulah aku tak berani pergi!
Eh, bukankah kau bilang apa yang Suhu perintahkan, akan menurut? omel A Siu.
Ya.. ta.. . tapi pemilik asalnya itu, Cit-bok-lo-sat Ki Teng-nio meski lumpuh, tapi ia
masih punya tiga murid yang terkenal dengan sebutan Kim-teng-sam-sat (Tiga Iblis
Dari Puncak Emas) yang kepandaiannya sudah hampir menurunkan seluruh kemahiran
sang guru, pu.. pula meski Ki Teng-nio sudah lumpuh, tapi mahir ilmu 'bersuara
mencabut nyawa', menyembur senjata rahasia dengan mulut, lihaynya tiada kepalang.
..
Sudahlah, sudahlah, betapapun lihaynya, toh kita tidak mencari berkelahi padanya
? Apakah kau benar2 tidak turut pada kata2ku ? potong A Siu tidak sabar. Nyata dasar
masih hijau, pula jiwanya terlalu polos, maka sama sekali tak terpikir olehnya tentang
baik jahatnya orang Kangouw.
Terpaksa Tiat-pi Hwesio mengaku terus terang bahwa ia dahulu sudah pernah
merasakan bogem mentah dari Hek-hong-tongcu Nio Kiat, satu diantara tiga murid Ki
Teng-nio itu. Sebab itulah, ia minta agar A Siu suka berlaku hati2.
A Siu ganda tertawa saja, segera mereka menuju ke gunung Kim-teng-san
diwilayah Kuiciu. Sepanjang jalan semua orang menjadi ter-heran2 melihat seorang
gadis jelita bikin perjalanan bersama satu hwesio gendut yang berwajah bengis.
Sementara itu A Siu sudah berganti pakaian putih sebagaimana gadis umumnya.

Hong san Koay Khek – Halaman 154


yoza collection

Sesudah beberapa hari, tibalah mereka dikaki gunung Kim-teng-san itu. Sepanjang
jalan A Siu merasa segalanya serba baru baginya hingga sering menanya ini itu kepada
Tiat-pi Hwesio.
Kim-teng-san itu tidak terlalu tinggi, tapi terjal sekali. Setiba dikaki gunung itu, A Siu
menjadi bingung karena dimana-mana tebing curam belaka, kemana harus mencari
tempat tinggal orang, maka ia menanya Tiat-pi : Toute, gunung sebesar ini, dimana
tempat tinggalnya Ki Teng-nio ?
Menurut cerita orang Kangouw, dikaki gunung ia pasang sebuah genta raksasa,
siapa yang membunyikan genta itu, lantas ada orang datang menyambut, tutur Tiat-pi
Hwesio.
Mereka coba mengitari lereng gunung itu, betul juga, disuatu tanjakan terdapat
suatu genta raksasa yang digantung diantara dua pohon besar sebagai kerangka. Tinggi
genta itu sedikitnya dua-tiga tombak, entah tadinya cara bagaimana menggantungnya
keatas.
Ketika A Siu mendongak, ia lihat diatas kerangka pohon itu terletak pula sebuah
palu pemukul genta.
Tiat-pi angkat pundak nampak betapa tingginya genta itu. Sebaliknya A Siu
tersenyum saja. Tiba-tiba ia enjot tubuhnya setinggi lebih setombak, selagi tubuhnya
masih terapung di udara kedua kakinya mengenjot lagi dan kembali tubuhnya
membubung keatas pula. Segera palu diatas kerangka tadi sudah dapat dipegangnya
terus dipukulkan tiga kali keatas genta itu. Lalu palu itu ia letakkan kembali ketempatnya
dan orangnya menurun kebawah dengan enteng.
Suara genta itu nyaring sekali berkumandang menggema angkasa pegunungan itu
hingga lama sekali. Ketika suara genta sudah hampir reda tiba-tiba terdengar suara
genta juga diatas gunung sana dipukul tiga kali. Menyusul diatas suatu tebing yang
curam dan tinggi sekali muncul satu orang, saking jauhnya hingga orang itu hanya
sebesar jari saja. Mendadak orang itu menerjun kebawah dengan cepatnya.
Karena tak tahu seluk-beluknya sampai A Siu bersuara kaget. Tapi hanya sekejap
saja tahu-tahu orang tadi sudah turun sampai dibawah melalui seutas rotan
pegunungan yang sangat kuat, orang itu membuai gesitnya bagai kera saja dan sekejap
pula orangnya sudah berhadapan dengan mereka.

Hong san Koay Khek – Halaman 155


yoza collection

Kenal siapa orang yang datang ini, wajah tiat-pi Hwesio terus berubah. Kiranya
orang ini sudah bukan kanak2 lagi, tapi justru berdandan seperti anak kecil, malahan
rambut di atas kepalanya diikat menjadi dua gelungan hingga tampaknya sangat lucu.
Dengan sinar mata yang bengis ia mengawasi kedua tamunya ini lalu menegur kearah
Tiat-pi: Keledai gundul rupanya kepandaianmu sudah maju banyak hingga mampu
menabuh genta pencabut nyawa digunung kami ini !
Tiat-pi tidak menjawab sebaliknya ia membisiki A Siu : Suhu, inilah murid
pertamanya Ki Teng-nio yang bernama Hek-hong-tongcu Nio Kiat.
Maka dengan tersenyum A Siu melangkah maju dan menyapa : Karena ada sesuatu
urusan perlu aku menanya pada Chit-bok-lo-sat Ki Teng-nio, maka sukalah Toako
membawa kami kepadanya?
Budak kurangajar, bentak Nio Kiat mendadak. Nama guruku masakan dapat kau
sebut sesukanya ? Mengingat usiamu masih terlalu muda, biarlah aku tidak persoalkan
lebih panjang. Nah, lekas enyah saja dari sini! Habis ini ia berpaling kepada Tiat-pi :
Tapi kau keledai gundul ini tidak boleh pergi dari sini!
Eh, aneh, sahut A Siu dengan heran, nama orang perlunya dipanggiI, kenapa kau
melarang aku menyebut nama gurumu ? Kedatanganku ini ada yang perlu menanya
gurumu, kenapa kau mengusir aku ?
Mendadak Nio Kiat bergelak ketawa, Ha haha, rupanya kau kena dibohongi keledai
gundul itu, hingga berani-berani datang bergurau ke sini. Hahaha, hendaklah kau ketahui
bahwa keledai gundul itu sudah kenyang merasakan pukulanku !
Keledai gundul ini tidak membohongi aku tapi akulah yang mengajaknya kemari!
sahut A Siu terus terang.
Nyata ia tidak tahu bahwa kata2 keledai gundul itu adalah makian kepada kepala
Hwesio yang pelontos, tapi ia menirukan apa yang diucapkan Nio Kiat saja. Tentu saja
bagi Tiat pi Hwesio yang mendengarkan menjadi mendongkol dan geli.
Akan tetapi Nio Kiat belum mau percaya, tanyanya pula dengan bengis : Budak
kecil berani membual! Siapa namamu ?
Aku bernama A Siu dan keledai gundul ini adalah muridku, sahut A Siu.
Suhu, aku bukan gundul, tapi keparat itu sengaja memaki aku ! teriak Tiat-pi tak
tahan.

Hong san Koay Khek – Halaman 156


yoza collection

A Siu menjadi melengak, tapi lantas katanya : Oh, jadi aku salah omong.
Melihat kedua orang itu benar2 saling sebut guru dan murid, Hek-hong-tongcu Nio
Kiat menjadi heran tak terhingga. Ia lihat A Siu cantik molek ke-kanak2an, sebaliknya
Tiat-pi Hwesio itu walaupun dogol, tapi juga bukan kaum lemah dikalangan Kangouw,
mengapa bisa mengangkat guru pada seorang gadis jelita demikian ? Dalam pada itu
A Siu telah mendesak lagi agar menunjukkan jalan untuk menemui gurunya. Ia pikir
orang mohon bertemu dengan menurut aturan, yaitu dengan menabuh genta, kalau tak
dibawanya keatas gunung, mungkin gurunya juga akan menyalahkannya.
Baiklah mari kalian ikut padaku, katanya kemudian. Kiranya ilmu kepandaian Chit-
bok-lo-sat Ki Teng-nio itu sudah mencapai puncaknya pada dua puluh tahun yang lalu.
Semula ia adalah anak murid seorang paderi suci kenamaan, tapi karena tidak taat
pada ajaran suci, ia telah diusir dari perguruan lalu dia menyingkir jauh kedaerah
terpencil diperbatasan ini dan tanpa sengaja dapat memperoleh semacam kitab ilmu
silat dari aliran sesat, keruan seperti harimau tumbuh sayap, kepandaiannya semakin
tinggi dan kelakuannya bertambah menyendiri. Ia pikir kalau ilmu silat dalam kitab baru
itu sudah sempurna dilatihnya, tatkala mana pasti akan menjagoi dunia silat. Tapi celaka
baginya ketika sampai detik terakhir peyakinannya tahu tahu datang Ang Jing-kin
bersama suaminya dan berhasil mencuri dua macam pusakanya. Saking gusarnya
hingga darah meluap dan tenaga dalam nyasar menyebabkan badannya menjadi
lumpuh. Sehabis itu wataknya makin hari makin aneh, tapi hatinya semakin merasa
sunyi juga. Maka setiap kali ada orang luar datang minta berjumpa, ia memberi pesan
murid2nya agar menyambut dengan beraturan. Sebab itulah maka Hek-hong-tongcu
Nio Kiat mau bawa A Siu dan Tiat-pi Hwesio keatas gunung.
Setelah lama mereka menanjak keatas gunung mengikuti jalan yang ber-liku2,
akhirnya tiba juga dipuncak tertinggi gunung itu. Karena diatas gunung tandus tak
tumbuh rumput dan pohon, maka batu cadas disitu licin mengkilap, bisa tersorot cahaya
sang surya, maka sinar membalik ke-emas2an membikin puncak gunung itu seluruhnya
se-akan2 berlapiskan emas, sebab itulah maka disebut Kim-teng-san , atau gunung
puncak emas.
Di-tengah2 puncak gunung itu terdapat sebuah empang yang luasnya lebih dua
tombak, ditengah empang yang membelakangi tebing terdapat sebuah batu cadas
menonjol keluar, diatasnya persis tumbuh satu pohon Siong yang tua dan rindang
hingga mirip sebuah payung, dan diatas batu itulah duduk bersila seorang wanita

Hong san Koay Khek – Halaman 157


yoza collection

berbaju hitam. Disamping wanita tua ini berdiri dua orang lelaki yang berdandan seperti
Nio Kiat, yang satu bertubuh jangkung dan yang lain berwajah pucat lesi.
Suhu, tetamu sudah datang ! lapor Nio Kiat segera kehadapan wanita berbaju
hitam itu.
Mendengar itu, barulah per-lahan2 wanita itu membuka matanya, dan seketika sinar
matanya bagai kilat memancar keatas tubuh A Siu berdua. Diam2 A Siu terkejut, tak
terduga olehnya Lwekang orang itu ternyata begitu hebat.
Kalian berdua datang kemari, ada urusan apa ? segera wanita itu membuka suara.
Melihat ditepi kedua mata orang ada lima bekas luka kecil2 sebesar kuku hingga
dipandang dari jauh mirip tujuh mata dimukanya, A Siu menduga tentu inilah orang
disebut Chit bok-lo-sat atau siwanita bermata tujuh itu, Memangnya ia tidak kenal
sungkan2 apa segala, terus saja ia menanya: Apakah kau inikah Chit-bok-lo-sat Ki Teng-
nio ?
Seketika Tiat-pi Hweshio dan Kim-teng-sam-sat berubah hebat wajahnya
mendengar si gadis terang2an menyebut nama orang. Begitu pula Kim Teng-nio telah
pentang matanya melototi si gadis. Tapi A Siu merasa tidak berbuat sesuatu kesalahan,
sama sekali ia tak gentar.
Melihat sikap si gadis yang luar biasa ini, Ki Teng-nio coba menahan rasa gusarnya,
ia tersenyum dingin, lalu sahutnya : Ya, benar. Ada urusan apakah kau ?
Aku ingin menanya tentang kejadian belasan tahun yang lalu, yaitu pedang dan
kain sutera merah yang tercuri oleh Jing-koh..
Sekonyong-konyong Ki Teng-nio bersuit aneh hingga rambutnya yang kusut itu
seakan-akan menegak. Nyata peristiwa itu merupakan kejadian yang tidak pernah
dilupakan olehnya sebagai suatu noda besar selama hidupnya, malah ia menjadi korban
pula hingga badannya lumpuh, sama sekali tak terduga A Siu berani menyinggung hal
itu dihadapannya, tentu saja ia menjadi murka sebelum A Siu selesai berkata. Mendadak
ia membentak pula : Budak kurang ajar, hehe, hehehe! nyata saking murkanya hingga
ia tertawa dingin saja.
Disamping sana, Kim-teng-sam-sat terus saja merubung maju demi nampak
kegusaran sang guru yang tak terhingga itu.

Hong san Koay Khek – Halaman 158


yoza collection

Namun A Siu menjadi tercengang, dengan tertawa ia menanya : He, aneh kau ini,
aku hanya menanya, kenapa kau marah2 ?
Hemm, budak semacam kau ini, benar2 aku belum pernah melihat, kata Ki Teng-
nio kemudian. Tapi kalau kau sudah berani datang kemari, rasanya kaupun punya
andalan apa2, Lalu ia berpaling berteriak sengit kepada ketiga muridnya itu : Ambilkan
senjata !
Cepat juga Kim-teng-sam-sat bergerak begitu mendengar suara teriakan gurunya
yang keras melengking, sekali jari mereka menjentik, secepat kilat tiga macam senjata
rahasia telah menyambar kemuka Ki Teng-nio.
A Siu semakin heran melihat kelakuan mereka yang aneh itu, senjata rahasia itu
tidak diarahkan padanya, sebaliknya menyerang guru mereka sendiri ? Namun lantas
terlihat Ki Teng nio sedikit mengap mulutnya, tahu2 ketiga senjata rahasia itu telah
masuk kedalam mulutnya menyusul Kim-teng-sam-sat terus melompat mundur.
Sebaliknya A Siu masih ter-heran2, tak paham apa artinya itu ? Sementara itu terdengar
Ki Teng-nio sudah bersuara aneh sekali, dan sedikit mulutnya bergerak krok , tahu2
senjata rahasia telah menyembur dari mulutnya.
Anehnya sesudah senjata itu disembur keluar, mula2 seperti ber-putar2 saja
didepan Ki Teng-nio, lambat laun sesudah berputar makin cepat, mendadak terus
menyambar kearah A Siu.
Sementara itu A Siu sudah melihat jelas senjata rahasia itu adalah sepotong Hui-
hong-ciok atau batu belalang terbang. Karena datangnya batu itu tampaknya lambat2
saja, maka A Siu tidak ambil perhatian. Siapa duga ketika batu itu menyambar lewat
diatas empang, air empang itu tiba2 bergolak seperti ditiup angin kencang. Barulah
sekarang A Siu tahu betapa hebat tenaga dalam yang dilontarkan Ki Teng-nio itu untuk
meniup batu belalang itu. Belum lagi batu itu mendekati, segera dia merasa suatu
tenaga maha hebat telah menyerang dulu kedadanya hingga hampir2 dia tidak bisa
tegak.
Namun dengan Lwekang yang diperolehnya tanpa sadar dari Siau-yang-chit-kay
yang hebat, A Siu tidak mudah dirobohkan, ia justru ingin mencoba betapa lihaynya
tenaga dalam orang. Tidak mundur, ia malah melangkah maju terus meraup batu yang
sudah menyambar tiba itu.

Hong san Koay Khek – Halaman 159


yoza collection

Melihat usia A Siu semuda itu tidak tergetar mundur oleh tenaga semburan batu,
sebaliknya malah melangkah maju, pula melihat si gadis berani mengulur tangan
hendak menangkap batunya, dalam terkejutnya Ki Teng-nio menduga pula pasti tangan
A Siu bakal patah kebentur senjata rahasianya itu.
Ketika A Siu rangkap tangannya menyambut batu itu, ia merasa tenaga yang maha
besar seakan2 mematahkan tangannya hingga separoh tubuhnya seperti lumpuh.
Lekas2 dia kerahkan tenaga dalamnya buat melancarkan jalan darahnya. Ia menjadi
terkejut, lalu pertama kali inilah A Siu menjumpai tenaga dalam yang luar biasa, maka
dengan mata membelalak ia pandang wanita kosen itu.
Sebaliknya bagi Ki Teng-nio dan ketiga muridnya juga terperanjat tidak kepalang.
Menyembur senjata rahasia dengan mulutnya adalah semacam kepandaian tunggal
wanita kosen itu sejak badannya lumpuh, maka boleh dikata dilontarkan dengan
segenap tenaga dalamnya. Tapi seorang gadis lemah gemulai seperti A Siu ternyata
mampu menangkap batunya, tentu saja ia terkesiap, dengan suara tajam ia menanya:
Budak cilik, siapakah gurumu? semula ia menduga si gadis ini mungkin anak murid
kedua Nikoh dari Go-bi-pay atau murid Thong-thian-sin-mo Jiauw Pek-ki tersohor,
namun ilmu silat mereka paling banyak juga mampu menangkap senjata rahasianya
seperti perbuatan si gadis tadi saja. Padahal usia gadis ini masih muda belia begini,
seumpama melatih diri sejak masih dikandungan sang ibu juga tidak mungkin
mencapai tingkatan demikian.
Maka terdengarlah A Siu menjawab : Suhu? Ah, aku tidak punya suhu, tapi punya
Toute, ialah Hweshio gendut ini ! sembari berkata ia-pun menunjuk Tiat-pi Hwesio yang
berada di belakangnya.
Mendengar jawaban si gadis yang susah dipercaya itu, Ki Teng-nio bertambah
gusar, bentaknya : Bagus jawabanmu. Tak punya Suhu katamu? Nih, sambutlah senjata
kedua! kembali batu kedua menyembur keluar lagi dari mulutnya secepat kilat. Kalau
batu pertama tadi sangat lambat, adalah batu kedua ini ternyata cepat luar biasa.
A Siu terkejut oleh menyambarnya batu yang cepat itu, lekas2 ia mengegos
kesamping sembari kebas lengan bajunya untuk mengebut batu itu seraya
mengerahkan tenaga dalamnya membuang batu itu kesamping, tapi tidak urung ia
sendiripun ter-huyung2 beberapa tindak ke belakang.

Hong san Koay Khek – Halaman 160


yoza collection

Karena itu, tanpa bicara lagi Ki Teng-nio semprotkan batu ketiga terlebih keras lagi.
Namun sekali ini A Siu sudah bersiap sedia, sekali tangannya mengayun, tiba2 batu
yang kena ditangkapnya tadi terus ia sambitkan kedepan hingga kedua batu saling
bentur hingga hancur remuk ditengah udara. Tenaga dalam kedua orang sama2
hebatnya, tentu saja kedua batu itu hancur menjadi bubuk.
Kejadian ini membikin Kim-teng-sam-sat semakin terkejut. Tiba2 Ki Teng-nio
tertawa ter-kekeh2 aneh, mendadak ia berseru meraung bagai singa menggerung,
suaranya makin lama makin seram, walaupun waktu itu siang hari bolong, tapi suara
meraung itu membikin suasana seakan-akan dimalam sunyi yang dingin.
Semula A Siu merasa heran akan suara Ki Teng-nio itu, sejenak kemudian ia merasa
pandangannya se-akan2 kabur dan kepalanya pening. Ia terkejut, cepat ia menjalankan
lwekang yang dipelajarinya dari Siau-yang-chiat-kay, ia pusatkan pikiran dan tenangkan
batin, dengan sinar matanya yang bening bercahaya itu ia tatap Ki Teng-nio.
Apa yang dilontarkan waktu itu adalah semacam ilmu sakti Ki Teng-nio yang lain,
yaitu disebut Ho-im-liap-hun atau meraung mencabut nyawa. Semacam ilmu
kepandaiannya yang memabukkan lawan dengan suara, cuma ciri daripada ilmu ini
adalah tiada gunanya ditujukan kepada anak2 kecil yang sama sekali masih belum bisa
berpikir.
Walaupun A Siu bukan kanak2 lagi, tapi selama belasan tahun ia tinggal menyepi
dipegunungan sunyi, dengan sendirinya hatinya bersih dan pikirannya jernih, ditambah
lagi Lwekang yang dilatihnya dari Siau-yang-chit-kay, tentu saja ilmu Ki Teng-nio itu
tidak membawa hasil apa2. Malahan melihat kelakuan wanita tua ini A Siu merasa geli,
ia terus menatap diri orang dengan tersenyum.
Tak lama kemudian, ia lihat Ki Teng-nio masih terus meraung-raung, saking
bernapsunya, tertampak urat-urat mukanya berkerut-kerut se-akan2 kekejangan. Eh, eh,
Ki Teng-nio kenapakah kau meraung semacam serigala lapar?
Ada apa kenapa tak kau bicarakan saja ! demikian kata A Siu dengan tertawa.
Melihat ilmu andalannya Ho-im-liap-hun tidak manjur, sama sekali tak merobohkan
A Siu dari terkejut Chit-bok-lo-sat menjadi gusar. Diakhiri dengan sekali suara aneh
mendadak ia berhenti meraung dengan napas memburu. Kenapa kalian tidak turun
tangan ! teriaknya kemudian dengan suara lemah.

Hong san Koay Khek – Halaman 161


yoza collection

Kata2nya itu terang ditujukan kepada ketiga muridnya. Tapi melihat sang guru saja
tak berdaya kalahkan, apa lagi mereka. Namun terpaksa He-hong-tongcu bertiga
melangkah maju dengan ragu-ragu.
Diluar dugaan mendadak A Siu berseru: Marilah kita pergi, Toute! lalu dia memberi
tanda pada Tiat-pi Hwesio sambil memutar tubuh.
Melihat A Siu tahan uji akan kepandaiannya Ki Teng-nio terutama terhadap ilmu
raungan pencabut nyawa yang Iihay itu, Tiat-pi Hwesio sudah menjunjung A Siu sebagai
malaikat dewata, la menjadi heran tiba-tiba sang guru mengajaknya pergi dengan
membelalak ia menanya : Pergi? Bukanlah Suhu hendak menanya perempuan tua
bangka itu.
Sudahlah, kalau dia tidak mau berkata, tak perlu kita paksa dia, sahut A Siu.
Tiat-pi tambah heran oleh jawaban A Siu yang polos ini, betapapun Tiat-pi dogol
tolol, tapi dikalangan Kangouw ia sudah bisa melihat pihak menang memaksa pihak
yang terdesak. Maka sesudah tertegun sejenak, katanya kemudian: Nah, kau saja Hek-
hong-tong-tongcu, lekas kau maju kemari biar aku toyor kau tiga kali dahulu kau
menjotos aku sekali, kini aku memberi rante dua kali padamu, Gurumu kalah dengan
guruku, apa kau berani membangkang !
Nio Kiat sendiri bukanlah jago lemah, walaupun terkesiap melihat Suhunya tak
berdaya merobohkan seorang gadis jelita, tapi kalau ia disuruh terima gebuk mentah2,
sudah tentu tidak mau menyerah begitu saja. Maka dengan wajah gusar ia menjadi
terpaku ditempatnya.
Pengecut, kau tak berani kemari, biar aku mendekati kau ! teriak Tiat-pi Hwesio
semakin dapat angin.
Segera saja ia melangkah maju dengan tindakan lebar. Ia angkat bogemnya terus
menjotos kemuka musuh. Tentu saja Nio Kiat tidak terima mentah-mentah, sekali
tangannya membalik menangkis sembari balas mencengkeram kemuka si hwesio.
Kalau sampai cengkeraman ini kena, pasti biji mata Tiat-pi akan dicolok keluar.
A Siu semula geli melihat kelakuan sang Toute itu tapi ia menjadi terkejut melihat
Tiat-pi bakal tertimpah bahaya, cepat dia berseru : Tarik tangan kesamping hantam
punggungnya!

Hong san Koay Khek – Halaman 162


yoza collection

Terhadap A Siu sekarang Tiat-pi sudah memujanya bagai dewa sakti, maka ia
menurut petunjuk itu, tangan dengan cepat ditarik terus melangkah kesamping
berbareng tangan yang lain menggebuk punggung musuh.
Walaupun A Siu memberi petunjuk seada-nya saja, tapi yang diucapkan itu adalah
gerak tipu paling hebat dari Siau-yang-chit-kay mana mampu Nio Kiat menghindarinya.
Tanpa ampun lagi punggung nona dihantam dengan keras seketika isi perutnya se-
akan2 terjungkir balik dia ter-huyung2 sambil muntahkan darah lalu terkulai ditanah.
Tiat-pi sendiri terkesima ketika sekali hantam telah bikin lawannya roboh tak
berdaya. Tapi segera serunya : Haha, ternyata kau lebih tak becus dari padaku, sekali
gebuk saja tak tahan. Baiklah masih ada dua kali toyoran. biar aku titip dulu padamu,
kalau kelak bertemu lagi awas kau!
Kedua Sutenya Nio Kiat menjadi heran melihat sang Suheng dijatuhkan orang, tapi
gurunya tinggal diam saja. Ketika mereka berpaling, tiba2 terlihat Ki Teng-nio setengah
bersandar pada dinding batu dengan muka pucat bagai mayat, kepalanya terkulai
dengan mata meram. Hai, Suhu, Suhu! Kenapa kau! teriak mereka beramai.
Melihat keadaan Ki Teng-nio rada tidak beres, cepat A Siu mendahului melesat
keatas batu disudut empang itu, ia periksa pernapasan orang, ternyata sudah sangat
lemah tinggal senen-kemis saja. Ia menjadi tak enak sendiri kalau dirinya tidak datang
merecoki, me -hwe-jip-mo atau api nyasar dan darah naik hingga
badannya lumpuh, tapi rasanya takkan mati begitu cepat.
Tiba2 ia melihat Ki Teng-nio sedikit pentang matanya, ternyata sinar matanya
sudah guram, katanya lemah dan hampir tak terdengar : Kain.. . .kain sutera.. . merah,. . .
tapi hanya sekian saja, ketika sekali napasnya sesak putuslah nyawanya !
Kiranya dalam keadaan lumpuh karena tenaga dalamnya yang dilatihnya nyasar
ditubuhnya, pula tadi telah kerahkan seluruh tenaga murninya untuk mengeluarkan
ilmu Ho-im-liap-hun , tapi tidak membawa hasil apa-apa, saking gusarnya hingga urat
nadi sendiri tergetar putus. Sebab itulah maka Ki Teng-nio bisa tewas begitu cepat. Dan
sebelum ajalnya ia hendak menuturkan rahasia yang meliputi pedang dan kain
suteranya yang merah, namun sudah tak keburu lagi.
Hayo, kalian bertiga ada yang tahu rahasia Jin-kiam Ang-leng ( Pedang Hijau dan
Kain Merah ) tidak ? tiba2 Tiat-pi Hwesio membentak Kim-teng-sam-sat.

Hong san Koay Khek – Halaman 163


yoza collection

Namun Nio Kiat bertiga hanya menggeleng kepala. Sudahlah, Toute, yang
mengetahui hanya Ki Teng-nio sendiri dan dia sudah mati, ujar A Siu.
Bagus, kini yang tahu rahasia pusaka2 itu mungkin sudah habis mati semua, baik
malah, dari pada selalu dibuat rebutan melulu, teriak Tiat-pi.
A Siu menghela napas, segera Tiat-pi Hwesio diajaknya tinggalkan puncak gunung
itu. Karena tiada tempat tujuan, A Siu sengaja pesiar kesana kemari untuk menambah
pengalaman. Dasar otaknya cukup cerdik, maka perlahan2 mulailah ia kenal tulisan.
Sebenarnya ia pikir hendak pergi mencari Siau Yan, itu teman kecil yang pernah
dikatakan Jin-koh, namun mengingat sang waktu tak mengijinkan, terpaksa ia tidak
berani merantau terlalu jauh. Tapi sejak insaf dirinya ternyata berilmu silat sangat
tinggi, iapun tidak gegabah turun tangan lagi, wataknya menjadi peramah dan sabar.
Begitu pula Tiat-pi Hwesio yang dogol kasar itu banyak terpengaruh oleh kelakuan si A
Siu, iapun banyak belajar intisari lwekang dari sang guru itu.
Ketika sudah dekat waktunya A Siu harus pulang menemui Lo-liong-thau, Tiat-pi
Hwesio seakan-akan otaknya menjadi terang, ia minta tinggal untuk selamanya disuatu
biara buat sucikan diri. Karena tak mau memaksa, A Siu lalu pulang sendiri kedaerah
Biau.
Setiba dipegunungan tempat tinggalnya, sebelum sampai digua itu, dari jauh A Siu
melihat Lo-liong-thau dan Tiat-hoa-popo sudah menanti disitu, cepatan saja ia berlari
mendekati dan menyapa : Lo-liong-thau, Tiat-hoa-popo, aku sudah kembali!
Hem, aku sangka kau takkan pulang lagi! jengek Lo-liong-thau. A Siu, sejak kecil
aku membesarkan kau, apa benar kau akan turut segala perkataanku ?
Tentu saja, Lo-liong-thau, urusan apakah katakanlah, sahut A Siu.
Bukankah kau sudah tahu bahwa pemilihan Seng-co dari tujuh puluh dua gua suku
bangsa kita sudah akan dimulai, tutur Lo-liong thau. Dan setiap ada pemilihan, selalu
banyak bangsa Han yang datang ikut sayembara tersebut hingga suku kita selalu
dikalahkan. Tapi sejak Seng-co kedelapan menghilang, kedudukan itu kalau jatuh lagi
ketangan orang Han, lalu pamor suku kita harus ditaruh dimana ?
Mendengar itu, diam2 A Siu mengkerut kening, suruh dia pergi bertengkar dengan
orang untuk merebut kedudukan apa segala, sesungguhnya sangat bertentangan
dengan watak pembawaannya.

Hong san Koay Khek – Halaman 164


yoza collection

A Siu, demikian Lo-liong-thau telah melanjutkan, menurut pendapatku, perebutan


Seng-co sekali ini tiada yang bisa melawan kau. Suatu hal yang kuharapkan dengan
sangat ialah, bila kau sudah menjadi Seng-co, harus kau pimpin kepala tujuh puluh dua
gua suku kita datang kemari untuk membawa aku pulang ke Tiok-teng-tiong!
Melihat orang berkata dengan sungguh2 dan dari wajahnya tampak itulah satu2nya
harapan yang sangat dirindukannya, pula mengingat dirinya telah dibesarkan selama
ini, mau tak mau A Siu mengangguk juga.
Bagi Lo-liong-thau yang ilmu silatnya sebenarnya masih jauh diatas A Siu,
sebenarnya bukan sesuatu hal sulit bila dia mau menonjolkan diri. Tapi dia merasa
diwaktu kecilnya telah diusir orang sekampung bagai binatang berhubung sejak
dilahirkan badannya dalam keadaan tidak normal, hal mana senantiasa sangat
disesalkanyya, maka sekarang kalau dia bisa dipapak oleh pemimpin2 suku mereka, ia
merasa barulah cukup untuk menebus sakit hatinya itu. Maka katanya pula : Baiklah, A
Siu, bila kau sudah berjanji sekarang bolehlah kau ikut pulang dulu bersama Tiat-hoa-
popo!
Lantas tampak Tiat-hoa-popo berbangkit, tapi A Siu menjadi terkejut melihat nenek
itu jalannya meraba-raba dan geremat-geremet. Hai, kenapakah kau Popo ? tanyanya
cepat.
Oh, mataku kini sudah lamur, sudah lama aku merasa penyakit mataku akan
membutakan mataku, dan barulah tahun lalu aku benar benar lamur sama sekali, sahut
Tiat-hoat-popo. tapi jangan kuatir aku kenal jalanan!
Lekas A Siu maju memayang nenek itu dan keluar dari gua. A Siu, hendaklah kau
ingat baik2 pesanku, janganlah mengecewakan harapanku ! demikian Lo-liong-thau
berseru dari jauh.
Dengan terharu A Siu menoleh, dia mengangguk dengan perasaan berat. Sudah
tentu ia tidak tahu bahwa kemudian ia akan bertemu dengan Kanglam-it-ci-seng Ti Put-
cian hingga lupa daratan akan semua pesan Lo-liong Thau itu.
ooOOoo
BEGITULAH asal-usul si gadis A Siu itu. Maka ketika Ti Put-cian diam2 mendengar
tentang Lo-liong-thau di-singgung2 itu, ia menduga pasti orang tersebut jauh lebih
lihay dari A Siu, boleh jadi A Siu akan dipaksa menurut segala perintahnya.

Hong san Koay Khek – Halaman 165


yoza collection

A Siu, segera terdengar Tiat hoa popo berkata pula dengan suara gusar, betapapun
juga, gadis Han itu sudah sekian lamanya masuk gua itu, rasanya sudah mati keracunan
didalam sana. Kalau lewat malam ini ia tidak kembali, perebutan Seng-co akan diulangi
lagi, dan kau masih ada kesempatan baik, maka harapan Lo liong thau hendaklah jangan
kau kecewakan.
Sebenarnya A Siu sama sekali tidak pikirkan tentang kedudukan Seng co segala,
yang terbayang selalu olehnya melulu sisastrawan muda ganteng itu. Namun iapun
ingat benar akan budi kebaikan Lo-liong-thau serta pesannya diwaktu hendak berpisah.
Maka akhirnya ia menyahuti dengan suara berat : Baiklah, Popo, aku akan berbuat
sekuat tenagaku.
Melihat pembicaraan mereka sudah selesai, cepat Ti Put-cian gunakan ilmu entengi
tubuhnya lagi kembali ketepi empang sebelah sana, ia sembunyi disemak-semak, maka
tertampaklah Tiat-hoa-popo keluar lebih dulu dan A Siu ikut dibelakangnya. Sungguhpun
nenek itu tidak sedikit mendapatkan intisari dari Siau-yang-chit kay yang diajarkan Lo-
liong-thau kepadanya, tapi kalau dibandingkan A Siu, benar2 ilmu entengi tubuh si gadis
itu jarang ada bandingannya. Malahan sesudah jauh, A Siu masih menoleh lagi sekejap
kearah sembunyinya Ti Put-cian.
Maka Ti Put-cian yakin jejaknya memang sudah dapat diketahui gadis itu. Iapun
semakin heran melihat ilmu kepandaian A Siu yang luar biasa itu, sekalipun jago
terkemuka dari Tiong goan, rasanya juga tidak lebih dari dia.
Ia menunggu sesudah kedua orang sudah pergi jauh barulah ia kembali kegua
tempat pertandingan itu. Sementara itu orang-orang Biau masih terus menari dan
menyanyi walaupun sesungguhnya sudah tidak sabar menantikan kembalinya Jun-yan
dari gua labah2 berbisa itu, sebab mereka menyangka sembilan bagian gadis itu sudah
tewas didalam.
Ketika Ti Put-cian melihat sekitarnya, ia lihat orang2 Han yang berada disitu tadi
sudah pergi semua. A Siu sendiri dengan rambut terurai lagi duduk termenung disuatu
gua itu. Pelahan2 ia mendekati gadis itu dan menegurnya.
A Siu terkejut oleh teguran itu, tapi ia menjadi girang ketika tahu siapa yang
berhadapan dengan dia. Sungguh sejak hidup dipegunungan tanpa gangguan suatu
pikiran apa pun, A Siu sama sekali lepas bebas dari segala ikatan batin, sebab itulah

Hong san Koay Khek – Halaman 166


yoza collection

sampai ilmu Ho im-liap-hun Ki Teng-nio yang lihay juga tak mempan terhadapnya.
Tapi aneh, sejak bertemu dengan Ti Put-cian, hati si gadis seperti kena guna2.
Maka dengan ter-mangu2 A Siu mendongak memandangi Ti Put-ciang dengan sinar
mata penuh arti.
Sudah tentu Ti Put-cian yang licin tahu akan maksud hati gadis jelita itu. Ia pikir
sangatlah kebetulan akan dapat memperalat si gadis yang lagi dibutakan cinta itu. Maka
dengan lagu suara merayu iapun berkata pula: A Siu percakapanmu dengan Tiat-hoa
popo tadi sudah kudengar semuanya. Aku sangat berterima kasih akan kesungguhan
hatimu kepadaku. Tapi siapakah gerangan Lo-liong-thau itu ? Apakah kepandaiannya
lebih lihay dari kau?
Ya, sahut A Siu mengangguk, ia jauh lebih lihay dariku. Dia boleh dikata adalah
Suhuku.
Untuk beberapa saat Ti Put-cian tercengang tapi segera timbul lagi akal kejinya,
katanya kemudian : A Siu, betapa bahagiaku apabila mendapatkan cintamu yang
kukuatirkan justru pertanggungan jawabmu terhadap Lo-liong-thau sedang mengenai
kedudukan Seng-co bagiku tidak ada artinya.
Nyata betapa liciknya akal Ti Put-cian ini. Mula2 ia telah peralat Lou Jun-yan
berhubung gadis ini mempunyai andalan bantuan si orang aneh yang berkepandaian
luar biasa itu. Kini mendengar A Siu adalah Lo liong thau yang katanya jauh lebih lihay
itu, lantas timbul pikiran akan memperalat A Siu untuk menarik bantuan dari kakek
aneh itu.
Sebab itulah ia curahkan segenap kepandaiannya untuk memikat hati A Siu dengan
kata2 penuh manis madu. Ujarnya akhirnya : Betapa beruntungku apabila kelak akupun
dapat mengangkat guru juga Lo liong thau.
Sudah tentu A Siu sangat terharu akan kesungguhan hati sang kekasih, sama sekali
dia tidak bercuriga, maka dengan asyik sekali mereka tenggelam dialun asmara.
Sementara itu Jun-yan masih belum keluar dari gua meski sudah lewat sehari
semalam. Padahal saat mana Jun-yan sama sekali tidak tewas oleh racun saput labah2
yang jahat didalam gua itu, malahan sesudah ditutuk oleh manusia aneh itu, sejam
kemudian jalan darahnya sudah lancar kembali lalu ia gerayangi seluruh isi kamar batu

Hong san Koay Khek – Halaman 167


yoza collection

didalam gua itu dan dapat menemukan sebarang pedang kuno yang berwarna hijau
gelap, pula sepotong kain sutra merah lalu keluar dari kamar itu.
Tapi bagi yang menanti diluar gua sampai sekian lama itu, mereka menyangka si
gadis pasti sudah mati didalam. Maka dengan ramai2 mereka menuntut diadakannya
pemilihan ulangan terutama Ti Put-cian sebagai orang kedua sesudah Lou Jun-yan
menjatuhkannya maka hak utama jatuh kepadanya untuk menyusul kedalam gua
beracun yang dimasuki lebih dulu oleh Jun yan itu. Sebab itulah belum jauh Put-cian
masuk gua, tepat kepergok Jun-yan yang lagi keluar dari kamar batu itu.
Begitulah, maka Ti Put-cian sangat terkejut ketika mengetahui Jun-yan ternyata
belum mati. Namun sebagai seorang licik, sama sekali ia tidak memberi tanda2
mencurigakan, ia malah pura2 menyatakan kuatir atas keselamatan si gadis, maka
sengaja datang mencarinya.
Dasar hati anak gadis, mudah disanjung dan gampang dirayu, walaupun sangat
panas ketika melihat kelakuan Ti Put-cian terhadap A Siu, namun kini sesudah berada
berduaan serta diuruk dengan kata2 madu, kembali ia lupa daratan, malahan Jun-yan
merasa sangat bersyukur orang telah menyusul padanya.
Maka sembari bicara mereka melanjutkan kedepan. Kalau diam2 Ti Put-cian sedang
memikirkan akal keji cara bagaimana melenyapkan Jun-yan untuk se-lama2nya
didalam gua ini, adalah sebaliknya Jun-yan meski biasanya nakal lincah, namun sifat
aslinya sebenarnya tidaklah jahat. Sama sekali ia tidak bayangkan bahwa elmaut
sebenarnya setiap saat akan mencabut nyawanya.
Ketika suatu saat dimana obor mereka menyorot, mereka dikagetkan oleh sinar
kemilauan yang menyilaukan mata. Untuk sejenak Jun yan merandek hingga tanpa
merasa Ti Put-cian mendahului kedepan beberapa kaki jauhnya. Pada saat itu tiba2 Jun-
yan merasa angin berkesiur suatu bayangan secepat kilat melesat lewat di
sampingnya, dari samping gua yang gelap itu, tiba2 ia merasa tangannya sudah
bertambah sesuatu benda, ketika ia memeriksanya, kiranya adalah sebatang pedang,
yaitu pedang kuno yang diketemukan didalam gua tadi, tapi ditinggalkannya itu. Kembali
hati Jun-yan terkesiap, nyata gerak bayangan secepat itu, siapa lagi kalau bukan si
orang aneh itu. Ketika ia pandang Ti Put-cian, pemuda itu ternyata sudah sampai
dimulut gua didepan sana. Maka tanpa pikir iapun gantung pedang itu dipinggangnya.
Ternyata diujung gua ini sedikit menurun, menyambung pula sebuah gua yang lebih
besar dan lebar. Gua besar ini tampak sangat lembab dengan air lumpur sedikitnya

Hong san Koay Khek – Halaman 168


yoza collection

setinggi betis. Gua besar ini tidak panjang, sebab tampak sekali diujung sana sinar sang
surya menyorot dengan terangnya. Anehnya dilorong gua ini banyak terdapat jaring
labah2 sebesar mata uang dengan warna yang sangat indah. Sedang ditengah jaring
yang wujutnya bagai selapis saput itu berdiam masing2 seekor labah-labah yang
berwarna kehijau-hijauan.
Nampak ini, kedua orang itu sama terkejut, mereka tahu itu labah-labah mata uang
serta saput mata uang sangat berbisa yang harus dilalui itu. Ketika Jun-yan coba
melongok kebawah, tanpa merasa ia berseru kaget. Ternyata dibawah gua yang becek
dengan air lumpur itu terdapat berpuluh rangka tulang belulang yang sebagian sudah
lapuk, agaknya karena tak tahan akan rendaman air itu.
It-ci Toako, Seng-co apa segala aku tidak pingin lagi, biarlah orang Biau mereka
yang menjabatnya saja, kata Jun-yan sambil mundur beberapa tindak.
Sebenarnya Ti Put-cian sudah ambil keputusan segera akan bereskan nyawa si
gadis, dengan demikian ia akan keluar gua sendirian dan kedudukan Seng-co itu terang
berada di tangannya. Namun menghadapi rintangan gua luar biasa ini, mau tak mau ia
kehabisan akal. Aneh, ujarnya kemudian.
Lazimnya, kalau sudah ada delapan angkatan Seng-co, tentu gua ini ada jalan
keluarnya. Lalu cara bagai manakah mereka melalui gua ini ?
Peduli amat, sahut Jun yan, kenapa kita mesti adu jiwa hanya untuk jadi Sengco
segala ?
Namun Put cian tidak menghiraukannya, ia angkat obornya tinggi2 dan memeriksa
disekitarnya. Ia lihat kecuali sebuah lubang gua ini, sekitarnya hanya dinding batu
belaka yang terjal, terang tiada jalan tembus lain lagi. Karena kehabisan akal, tiba2
timbul maksud kejinya, ia pura-pura berseru : Lihatlah, apakah itu!
Tanpa curiga suatu apa, cepat Jun-yan mendekatinya dan melongok ketempat yang
ditunjuk. Pada saat itulah sebelah tangan Ti Put-cian sudah pegang pundaknya, asal
sekali dorong saja, pasti Jun-yan akan terjerumus kedalam gua yang penuh sarang
labah2 itu. Tapi ketika ia hendak kerahkan tenaga, mendadak dilihatnya dipinggang si
gadis tergantung sebatang pedang, walaupun sarungnya tidak menarik, tapi bentuknya
rada aneh. Hatinya tergerak, ia urung mendorong.

Hong san Koay Khek – Halaman 169


yoza collection

Sudah tentu Jun-yan tidak insaf bahwa barusan saja sebelah kakinya sebenarnya
sudah melangkah masuk lubang kubur, dengan heran ia masih menanya : He, ada
apakah kau bilang tadi ?
Ti Put-cian menjadi terkejut, cepat sahutnya : Oh, ah, tidak, tadi aku kira semacam
binatang aneh didalam air lumpur itu. Lalu ia bilukkan perkataannya dan menanya :
Eh, kenapa sekarang kau punya pedang ?
Ehm, aku sendiripun heran, tahu-tahu pedang ini berada ditanganku, mungkin
pemberian si orang aneh itu, sahut Jun-yan. Habis ini, tanpa pikir ia tanggalkan senjata
itu dan diangsurkan pada Put-cian.
Put-cian mundur beberapa langkah dulu dan kemudian melolos pedang itu, ia lihat
pedang itu gelap tanpa bersinar, tipis bagai kertas, enteng seperti tiada bobot. He, Tung-
kau kiam ! tanpa merasa ia berseru.
Nyata sebagai seorang cendekia, Put-cian banyak membaca dan mempelajari
sejarah, maka ia tahu bahwa Tung-kau-kiam itu termasuk salah satu pedang pusaka
tertajam yang digembleng oleh ahli pedang Au-ti-cu dijamannya Liat kok. Sebagai
seorang tokoh persilatan, tentu saja Put cian sangat kesemsem oleh pedang pusaka
demikian ini. Dan apabila ia periksa lebih teliti, ternyata digaran pedang itu terukir pula
beberapa baris huruf kecil, ia membacanya dan untuk beberapa saat ter-menung2.
It-ci Toako, tulisan apakah yang berada dipedang itu ? Tung kau kiam apa katamu
tadi ? tanya Jun yan heran.
Oh, digaran pedang ini tertulis bahwa pedang ini bernama Tung-kau-kiam dan
asalnya milik Kiam sin Khong Siau lin dari Siangyang, tutur Put cian terpaksa.
Kiam-sin Khong Siau-lin? Siapakah dia? Jun-yan mengulangi dengan heran.
Ti Put-cian menjadi melengak mendengar pertanyaan itu, ia heran mengapa guru
si gadis Thong-thian-sin-mo Jiau Pek-king tidak pernah mengatakan padanya tentang
siapa Khong Siau lin itu? Padahal setahunya Kiam-sin atau dewa pedang Khong Siau
lin dari Siangyang itu justru adalah gurunya Jiau Pek-king yang pada lebih dua puluh
tahun yang lalu namanya sangat tersohor dikalangan Bu lim. Karena ilmu pedangnya
tiada bandingannya maka orang memberikan julukan Kiam-sin atau dewa pedang
padanya. Ketika Jiau Pek king mengangkat guru padanya, usia kedua orang itu selisih
tidak banyak. Tapi karena watak Jiau Pek king yang lain dari pada yang lain maka sering

Hong san Koay Khek – Halaman 170


yoza collection

guru dan murid itu saling bertengkar. Namun Khong Siau lin cukup sabar dan dapat
memahami tabiat buruk sang murid, sedapat mungkin ia coba menginsafkannya.
Suatu kali, untuk sesuatu keperluan guru dan murid itu telah keluar, tapi pulangnya
hanya Jiau Pek king saja sendirian sedang Khong Siau lin untuk seterusnya tak diketahui
jejaknya lagi. Sudah tentu keluarga Khong mengusut keselamatan Khong Siau lin
kepada Jiau Pek-king, namun Pek-king justru sama sekali tidak mau menerangkan,
karuan semakin menimbulkan curiga orang, jangan2 Pek-king yang mencelakai sang
guru sendiri tapi terhadap tuduhan demikian iapun tidak membantah. Berhubung
dengan peristiwa ini, sudah ber-kali2 terjadi percekcokan dikalangan Bu lim, namun
banyak juga kawan yang kenal baik Jiau Pek-king, walaupun wataknya menyendiri,
namun bilang membunuh guru sendiri, rasanya tidak mungkin. Urusan itu masih terus
berlarut2 tidak pernah selesai dengan sendirinya Jiau Pek-king pun meninggalkan
perguruan dan tindak tanduknya semakin tak terkekang, maka akhirnya mendapatkan
julukan Thong-thian-sin-mo atau iblis raksasa maha sakti.
Kini Tun-kau-kiam ini terukir sebagai miliknya Khong Siau lin, padahal sebelum
menghilang, orang tidak pernah melihat dia menggunakan pedang demikian maka
dapat diduga pedang ini tentu diperolehnya sesudah orangnya menghilang, lalu kenapa
bisa terdapat ditengah gua sunyi didaerah Biau ini ? Betapapun cerdiknya Ti Put-cian
menghadapi soal ini iapun merasa bingung.
Semula Jun-yan pun tidak kenal siapakah Khong Siau lin itu, tapi lantas teringat
olehnya diwaktu kecilnya, pada suatu hari seperti pernah ada seorang lelaki yang
berbaju compang camping, dipundaknya menggandul dua buah buli2 besar, tengah
malam buta mengunjungi gurunya. Disitu kedua orang telah pasang omong sambil
minum arak dengan bebas puas, sampai fajar barulah orangnya pergi. Esok paginya
ketika dia tanya sang guru, maka sekedar gurunya telah memberitahu padanya nama
orang itu seperti Khong Siau-lin apa, cuma waktu itu masih terlalu kecil, maka tidak
menaruh perhatian.
Begitulah, selagi ia termenung2, tiba2 ia mendengar bentakan Ti Put-cian yang
seram. Dengan terkejut ia berpaling dan segera ia berteriak : He, kau . . . kau . . tapi
belum sempat ia berkata lebih banyak, tahu2 sinar hijau berkelebat, dengan sorot mata
yang bengis, saat itu Ti Put-cian telah tusukan pedang Tun-kau-kiam kedadanya.
Namun pada detik yang menentukan itulah, tiba2 terdengar dibelakang sana ada
suara gerengan tertahan, mendengar itu, seketika tangan Ti Put-cian tergetar dan tanpa

Hong san Koay Khek – Halaman 171


yoza collection

merasa gemetar. Sebaliknya semangat Lou Jun-yan menjadi terbangun, ketika ia


pandang kedepan, ia lihat si orang aneh yang selama ini selalu mengintil dibelakangnya
itu sudah berada lagi disitu tidak jauh dari Ti Put-cian. Sementara itu terdengar suara
mencicit nyaring dua kali, dua butir batu kecil secepat kilat telah menyambar, sebutir
kearahnya dan yang lain menuju pergelangan tangan Ti Put-cian. Segera Jun-yan
merasa pinggangnya kesemutan, nyata ia sudah tertutuk oleh sambitan batu kecil itu
hingga badannya berdiri kaku disitu.
Berbareng itu mendadak tampak tangan Ti Put-cian sedikit ditarik, namun sudah
terdengar suara Ting yang nyaring, batu kecil tadi tepat kena diatas jari tunggalnya
yang berselongsong emas itu, tangannya tergetar pegal, cekalannya kendor dan pedang
Tun-kau-kiam terjatuh ketanah.
Kejadian2 itu berlangsung dalam sekejap saja, kalau pedang Ti Put-cian tadi sempat
diulurkan sedikit lagi, pasti tubuh Jun-yan akan tertembus atau jika melompat mundur
tentu akan ditelan lumpur serta sarang labah-labah di gua sebelah bawahnya itu.
Syukurlah saking jeri terhadap orang aneh itu, begitu muncul lantas Ti Put-cian
gemetar ketakutan dan sesudah pedangnya jatuh ketanah, orangnya terus melompat
kesamping. Mendadak orang aneh itupun putar tubuh dan melontarkan sekali pukulan
dari jauh, begitu keras angin pukulannya hingga debu berhamburan didalam gua itu,
lekas2 Ti Put-cian jatuhkan diri kesamping pula dan dengan cepat menggelundung pergi
sampai 7-8 kaki jauhnya. Habis ini cepatan saja ia merangkak bangun terus berlari sipat
kupingnya keluar gua sana.
Manusia aneh itupun tidak mengejar, dengan mulutnya ternganga sambil
mengeluarkan suara. Ah ah dia mendekat Jun-yan serta menuding2 kebelakang si
gadis. Untuk sejenak Jun-yan merasa bingung, tapi kemudian iapun paham akan maksud
orang sebabnya menyambitkan batu menutuk jalan darahnya ialah kuatir kalau dia
melompat kebelakang hingga terjerumus kedalam gua yang lebih besar itu. Tapi segera
ia menjadi heran pula, terang mata orang aneh ini sudah buta mengapa justru tahu ada
gua yang menurun dibelakangnya dengan sarang labah2 beracun itu ? Kenapa
terhadap keadaan dalam gua ini orang seperti apal betul?
Sedang dia memikir, sementara itu orang aneh ini sudah mendekatinya serta
menepuk perlahan dipundaknya untuk melancarkan jalan darahnya.

Hong san Koay Khek – Halaman 172


yoza collection

Tatkala mula2 Jun yan melihat manusia aneh ini, ia merasa rupa orang lebih mirip
setan daripada manusia. Tapi kini kalau dibandingkan Ti Put-cian yang berwajah cakap
ganteng itu namun berhati palsu dan keji, ia merasa muka si orang aneh ini tiba2
seperti muka yang penuh welas asih.
Banyak terimakasih atas pertolonganmu tadi, kata Jun-yan kemudian sambil
menjemput Tun-kau-kiam yang jatuh ditanah ditinggalkan Ti put-cian tadi.
Walaupun tusukan Ti Put-cian tadi gagal mencelakai Jun-yan, namun sejak inilah
corak asli pemuda yang berhati palsu dan berjiwa keji itu sudah dapat diketahui si
gadis. Sejak kecil Jun-yan sudah berada dibawahan asuhan gurunya, Thong-thian-sin-
mo Jiau Pek-king, maka pengaruh jiwa sang guru itu menjadikannya enteng pikir, mudah
menerima dan gampang melepas. Sungguhpun tadinya hati kecilnya mulai bersemi
cinta pada Ti Put- atannya yang rendah' ia malah
bersyukur dapat mengetahui kepalsuan orang sebelum terlambat.
Sementara itu si orang aneh masih ah ah uh uh tak jelas apa yang hendak
dikatakannya. Melihat itu, hati Jun-yan menjadi terharu dan merasa kasihan, dengan
suara lembut ia menanya : Paman aneh, aku tidak mengerti apa yang hendak kau
katakan. Akupun tidak kepingin jadi kepala orang-orang Biau segala, marilah kau ikut
aku pulang ke Jin-sia-san, nanti kumohon Suhu agar mencarikan tabib terpandai untuk
menyembuhkan kau?
Tapi orang aneh itu hanya miringkan kepalanya seperti mendengarkan, sesudah
Jun yan selesai bicara, kembali dari tenggorokannya keluar pula suara gerengan
tertahan yang susah dimengerti apa maunya.
Marilah paman aneh, kita pergi saja, ujar Jun-yan sambil melangkah maju.
Diluar dugaan, baru beberapa langkah, mendadak si orang aneh itu merintangi
sembari tarik lengannya dan diseretnya pergi cepat.
Semula Jun-yan terkejut, tapi mengingat ia selalu melindungi dirinya, rasanya tidak
nanti bermaksud jahat, maka iapun tidak melawan dan membiarkan dirinya dibawa
kembali kedalam kamar batu itu. Sesudah berada didalam kamar batu itu, segera orang
aneh itu lepaskan si gadis terus me-raba2 kedinding kamar itu, Sampai suatu sudut,
tiba2 ia berhenti, lalu terdengar pula ia menggereng tertahan, ia mencengkeram dengan
jarinya, tahu2 bubuk dinding ditempat itu berhamburan, ternyata sebuah lubang kecil

Hong san Koay Khek – Halaman 173


yoza collection

tembus kena terkamannya itu. Sungguh tidak kepalang terkejutnya Jun-yan melihat
betapa lihai tenaga jari orang.
Sedang Jun-yan ternganga kagum, sekonyong-konyong orang aneh masukan
tangannya kedalam lubang kecil itu, ketika ia tarik sikutnya, dibarengi suara gemuruh
yang keras, tahu-tahu sepotong batu besar dinding itu telah kena disingkirkan hingga
berwujut sebuah lorong yang menurun.
Jun-yan bertambah kaget, namun saat itulah si orang aneh itu telah baliki badannya
terus pegang pundak si gadis, dan sebelah tangan lain mengangkat pinggangnya
hingga tubuhnya terangkat naik. He, he, apa2an ini ! teriak Jun-yan sambil kedua
kakinya meronta2.
Namun orang aneh itu tak memperdulikannya, tubuh Jun-yan tetap diangkat dan
dimasukkan kedalam lubang besar itu dan terus didorong sekuatnya, Jun-yan merasa
tubuhnya merosot kebawah dengan cepat oleh dorongan suatu tenaga yang besar, ia
terus meluncur kebawah hingga berpuluh tombak jauhnya, ketika tiba2 tubuhnya
menggelundung diatas semak2 rumput dan matanya terbeliak, ternyata dirinya
sekarang sudah berada disuatu goa besar yang tidak jauh dari situ nampak ada cahaya
sang surya, ia merangkak bangun dan berjalan keluar, waktu ia menoleh dan coba
memanggil paman aneh , namun tiada sesuatu suara sahutan.
Sesudah berada diluar gua itu, ia dapat mengenali tempat itu adalah tempat yang
pernah dilaluinya diwaktu datang bersama Ti Put-cian tempo hari. Cepat Jun-yan
masukkan pedang kesarungnya, ia pikir tentu Ti Put-cian masih berada dilembah
kurung itu, biarlah mencari padanya untuk bikin perhitungan. Maka segera ia berlari
menuju kepintu besi yang sudah dikenalnya itu, beberapa orang Biau yang tinggi besar
penjaga pintu menjadi terkejut demi nampak datangnya Jun-yan, se-konyong2 mereka
letakkan tombak mereka serta berjongkok ketanah memberi sembah, lalu bersorak
sorai se-keras2nya hingga mengejutkan kawan-kawannya yang berada disebelah
dalam.
Ketika pintu dibuka dan Jun-yan masuk kelembah kurung didalamnya, suku Biau
yang sedang menyanyi dan menari itu mendadak berhenti, seluruh pandangan
diarahkan padanya. Masih Jun-yan hendak mencari Ti Put-cian yang mungkin
campurkan diri diantara orang banyak tapi ternyata tak kelihatan batang hidungnya.

Hong san Koay Khek – Halaman 174


yoza collection

Hanya sebentar saja suasana menjadi sunyi, mungkin saking herannya karena Jun-
yan bisa keluar dari gua sarang labah2 berbisa dengan selamat. Namun sejenak
kemudian tiba2 genderang berbunyi lagi, suara sorak sorai gegap gempita memecah
bumi. Terlihatlah tujuh puluh dua orang Biau dibawah pimpinan Tiat-hoa-popo telah
berlutut ditanah memberi sembah sambil bersorak : Tongcu dari tujuh puluh dua gua
menyampaikan sembah bakti kepada Seng-co kesembilan!
Untuk sesaat Jun-yan tercengang, ia pikir dirinya belum mampu menembus gua
sarang labah-labah berbisa itu, kenapa mereka telah menganggapnya sebagai Seng-co
? Tapi segera iapun menjadi jelas, sebab dirinya datang kembali melalui pintu besi
diluar sana, sudah tentu orang tak tahu apakah datangnya itu menembus gua labah-
labah itu atau tidak. Dasar sifatnya yang masih kekanak-kanakan, ia menjadi senang
ketika melihat semua orang begitu menghormat kepadanya betapa jayanya menjadi
kepala suku Biau. Maka dengan tersenyum ia memberi tanda agar semua orang berdiri.
Dengan ber-bondong2 lalu Jun-yan disongsong ke 72 kepala gua itu keatas
panggung batu ketika Tiat-hoa-popo memberi tanda, kemudian suasana menjadi sunyi
lagi, lalu dia angkat bicara dengan suaranya yang tajam: Walaupun Lengpay (lencana
tanda perintah, mandaat) Seng co telah dihilangkan sejak lenyapnya Seng-co ke 8 dan
hingga kini belum diketemukan, namun sesudah Seng-co baru sekarang kita angkat,
kita tetap akan menurut dan tunduk kepada segala perintah Seng-co.
Habis itu Tiat-hoa-popo berpaling minta petunjuk kepada Jun-yan apakah sebagai
Seng-co baru ada petua apa2 yang perlu disampaikan. Sudah tentu si gadis gelagapan
entah apa yang harus dikatakan, ia hanya minta Tiat-hoa-popo menyampaikan kepada
para kerabat agar tetap hidup damai berdampingan, semoga makmur dan bahagia.
Sembari berkata ia coba men-cari2 lagi Ti Put-cian diantara orang banyak, tapi masih
tak diketemukan.
Sementara itu Tiat-hoa-popo menuturkan lagi kepada Jun-yan, tentang adat istiadat
serta kewajiban2 seorang Seng-co, bahwa tiap sebulan sekali Seng-co harus bergiliran
tinggal bersama disetiap gua dengan suku bangsanya, sesudah itu barulah boleh pilih
tempat kediaman sendiri untuk selamanya.
Diam2 Jun-yan mengeluh akan ikatan demikian itu. Masakan ia harus tinggal untuk
selamanya didaerah Biau ini.

Hong san Koay Khek – Halaman 175


yoza collection

Tiat-hoa-popo, jika menurut penuturanmu, jadi Seng-co sama sekali tak boleh
tinggalkan tempatnya ini ?
Tentu saja boleh, sahut sinenek, asal sebelumnya ia mengangkat seorang
wakilnya.
Aha, jika begitu, Tiat-hoa-popo adalah seorang yang paling dihormati diantara
sukumu, padahal masih banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan ditempat lain, maka
biarlah sementara ini aku angkat kau sebagai wakilku, mumpung seluruh kepala tujuh
puluh dua gua berada disini, sekarang juga aku umumkan maksudku ini.
Betapa girangnya Tiat-hoa-popo, hampir2 ia tidak percaya akan pendengarannya
sendiri. Saking terharu sampai air matanya meleleh, segera ia sampaikan keinginan
Jun-yan kepada para kawannya, maka didahului sinenek, kembali para kepala gua itu
berjongkok menyembah lagi.
Lapor Seng-co, demikian Tiat-hoa-popo berkata pula, Sebenarnya Seng-co

Baru mendengar sampai disini, se-konyong2 Jun-yan merasa sesosok bayangan


berkelebat dari samping, tanpa pikir Jun-yan meraup dengan tangannya serta
memandang kearah datangnya bayangan itu. Tetapi ia menjadi heran ketika tiada
seorangpun disitu, hanya tangannya tahu-tahu bertambah satu bungkusan hitam entah
apa isinya, cuma bobotnya terasa agak antap, waktu ia buka, ia menjadi tercengang.
Ternyata isi bungkusan itu adalah dua belas buah lencana emas segi tiga, diatas
lencana2 itu terukir gambar yang ber-beda2. Saking herannya Jun-yan membolak-balik
lencana-lencana itu untuk dilihat hingga mengeluarkan suara yang gemerincing. Ia
menjadi heran, darimanakah datangnya lencana-lencana emas ini dan apa gunanya ?
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar Tiat-hoa popo berhenti menutur, tapi dengan
cermat sedang mendengarkan suara gemerincing yang diterbitkan lencana2 emas itu.
Benda apakah yang kau pegang itu, Seng-co? tiba2 ia menanya.
Entahlah, tapi bentuk lencana segitiga dan seluruhnya ada dua belas buah, sahut
Jun-yan.
Ha? seru Tiat-hoa-popo kaget, lalu dengan suara terharu pintanya : Dapatkah aku
meraba sebuah diantaranya ?

Hong san Koay Khek – Halaman 176


yoza collection

Segera Jun-yan serahkan sebuah lencana emas itu ditangan sinenek. Ketika nenek
itu sudah meraba dan pegang2 lencana itu dengan teliti mendadak wajahnya berobah
hebat, lalu dengan suara keras ia berkata dalam bahasa Biau.
Jun-yan bingung oleh kelakuan orang. Ia lihat orang2 Biau yang tadinya bersorak-
sorai tadi, kini mendadak berdiam lagi, lalu Tiat-hoa-popo angkat lencana tadi tinggi2
sembari mengucapkan serentetan kata2 lagi dalam bahasa mereka, maka orang2 Biau
itu kembali menjura lagi dengan hikmatnya. Selagi Jun-yan hendak menanya, tiba2
sinenek berganti dalam bahasa Han dan berkata padanya : Lencana Seng-co sudah
hilang selama tiga puluhan tahun, kini mendadak berada ditangan Seng-co baru, ini
suatu tanda rejeki Seng-co baru yang maha besar dan suku Biau menerima rahmatnya.
Jun-yan berseru kaget oleh penjelasan itu, jadi lencana itulah Lengpay yang
dianggap benda keramat oleh bangsa Biau. Lalu siapakah tadi yang menimpukkan
kepadanya ? Apakah orang aneh itu ? Padahal orang aneh itu diketemukan Jing-ling-
cu dijurang Ciok-yong-hong di-pegunungan Hengsan, dari manakah ia dapat
memperoleh Lengpay dari Seng-co 72 gua suku Biau ini ?
Dan karena masih tidak mengerti, akhirnya Jun-yan bertanya: Lalu apakah gunanya
Leng pay ini, Popo?
Lengpay ini adalah tanda kebesaran Seng-co, tutur Tiat-hoa-popo. Beratus ribu
suku Biau kita akan tunduk pada segala perintah Seng-co asal melihat Lengpay itu.
Diam2 Jun-yan bergirang akan manfaat lencana kebesaran itu. Maka ia ambil enam
buah diantaranya, sisa enam buah lainnya ia serahkan kepada sinenek serta
mengumumkan dihadapan 72 kepala gua itu, bahwa untuk sementara berhubung
urusan penting yang harus diselesaikannya didaerah lain, maka Tiat-hoa-popo ia angkat
sebagai wakil mandaat penuh sesuai dengan enam buah lencana yang diserahkan
padanya itu.
Dengan sorak gemuruh para orang Biau itu menyatakan setuju, saking terharunya
kembali Tiat-hoa-popo meneteskan air mata. Pada saat itulah tiba-tiba sesosok
bayangan putih berkelebat, tahu seorang telah melompat keatas panggung, kiranya
adalah A Siu yang lincah itu.
Walaupun tadinya merasa cemburu oleh karena melihat A Siu kesemsem pada Ti
Put-cian namun sesudah tahu perangai jahat pemuda itu Jun-yan merasa gegetun
malah bila si gadis cantik ini terpikat oleh pemuda yang tak bermoral itu. Memangnya

Hong san Koay Khek – Halaman 177


yoza collection

iapun suka bersahabat, terutama terhadap seorang gadis jelita yang lincah seperti A
Siu ini, maka segera ia menyapanya dengan tertawa : Eh, adik ini siapakah namanya
?
Aku bernama A Siu, sahut si gadis dengan tersenyum. Kemarin Jun-yan sudah
menyaksikan juga betapa A Siu telah robohkan Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin hanya
dengan sekali-dua gebrakan saja, terang ilmu silatnya sangat tinggi, A Siu, hebat sekali
kepandaianmu. Siapakah suhumu ? segera ia tanya.
Lapor Seng-co, aku tak punya Suhu.'' sahut A Siu terus terang.
Aneh, diam2 Jun-yan membatin. Segera ia pun membisiki A Siu : Harap kau jangan
sebut aku Seng-co umur kita sepadan, panggillah padaku enci saja.
Mana boleh jadi? sahut A Siu tertawa. Sebab apa? tanya Jun-yan.
Kau adalah Seng-co, mana boleh terang2an aku panggil kau enci? sahut A Siu.
Tapi lantas ia membisikan pula : Hanya kalau sudah diluar daerah sini, barulah tidak
menjadi soal.
Melihat sifat dan tutur kata A Siu berbeda dengan orang Biau lainnya, Jun-yan
bertambah suka padanya. Tiba2 ia ingat akan diri Ti Put cian lagi, maka tanyanya : A
Siu dimanakah pemuda satu jari itu.
Seketika wajah A Siu bermuram durja sahutnya : Tidak lama baru saja ia keluar
dari gua, lantas buru2 pergi ingin aku menyusulnya tapi dicegah Popo sebab bila kau
masih belum keluar gua pada waktunya orang berikutnya adalah giliranku.
A Siu apakah kau suka pada pemuda itu? tanya Jun-yan melihat wajah A Siu tiba-
tiba muram demi mendengar Ti Put-cian disebut. Sebenarnya ia hendak
menasehatkannya tentang jiwa kotor pemuda itu, tapi urung.
Sebaliknya A Siu tidak menjawab, ia hanya mengangguk sambil memandang
dengan sinar mata yang jernih dan mantap.
A Siu, karena urusan lain aku harus tinggalkan tempat ini dahulu, apakah kau suka
ikut bikin perjalanan bersamaku ? kata Jun-yan kemudian.
Tentu saja A Siu bergirang, memangnya ia ingin sekali bisa menyusul buah hatinya.
Asal bisa menyusul buah hatinya. Asal bisa ikut pergi bersama Jun-yan, harapan

Hong san Koay Khek – Halaman 178


yoza collection

bertemu tentu sangat besar. Maka tanpa ragu2 lagi ia mengia, segera ia bicarakan hal
itu dengan Tiat-hoa-popo.

ENGAN enam buah lencana, sudah tentu Tiat-hoa-popo dapat bertindak


sesukanya seperti Seng-co. Maka iapun tidak merintangi akan kepergian A
Siu bersama Jun-yan.
Besoknya, kedua gadis itu lantas berangkat dihantar oleh 72 kepala gua Biau hingga
jauh.
Sesudah menginjak daerah, dengan tertawa Jun-yan berkata pada A Siu: Nah,
sekarang kau boleh panggil enci, bukan?
Betul juga A Siu lantas memanggil enci kembali padanya. Karenanya Jun-yan
kegirangan. Selama ia berkelana di kangouw, siapa saja kalau tidak menyebutnya anak
dara, tentu memakinya budak liar, tetapi belum pernah orang memanggil taci padanya.
A Siu, kata Jun-yan pula. Walaupun kita bukan saudara kandung, tetapi menurut
kebiasaan bangsa Han kami, kita bisa mengangkat saudara.
Ya, ya, aku tahu, bangsa Han suka angkat saudara sehidup semati, ujar A Siu.
Eh, darimana kau tahu, apa pernah kau pergi kenegeri kami ? tanya Jun-yan heran.
Pernah, ketika pergi bersama muridku, kata A Siu.
Muridmu ? Jun-yan menegas dengan heran, ah bagus bakal ada orang memanggil
aku Supeh, tentu! Dan siapakah nama muridmu itu? Dimana dia sekarang ?
Muridku adalah seorang Hwesio gede, namanya Tiat-pi Hwesio, sebulan yang lalu
tinggal disuatu biara, mungkin masih disana, tutur A Siu.
Mendengar nama Tiat-pi Hwesio, Jun-yan bertanya: itu paderi jahat terkenal
disekitar Hunlam ?
Benar, walaupun orangnya kelihatannya jahat, sebenarnya tidak demikian, ujar A
Siu.

Hong san Koay Khek – Halaman 179


yoza collection

Lalu iapun ceritakan pengalamannya dahulu ketika merantau bersama Tiat-pi


Hwesio ke-daerah Hunlam dan Kuiciu.
Melihat A Siu sama sekali tidak menyinggung ilmu silat yang dimilikinya, diam2
Jun-yan sangat ingin mengetahui sampai dimanakah sebenarnya ilmu kepandaian
gadis jelita itu, meski sudah terang sangat tinggi seperti waktu menghajar Cu Hong-tin
diatas panggung batu, tapi gaya aslinya masih belum jelas kelihatan seluruhnya.
Siapakah gurumu, A Siu ? tanyanya kemudian.
Namun A Siu hanya geleng2 kepala saja dan menjawab : Aku tak punya guru.
Diam2 Jun-yan tidak percaya, masakan tanpa Suhu dapat mempelajari ilmu silat
setinggi itu, bahkan jauh lebih unggul daripada Kang lam-it-ci-seng Ti Put-cian yang
sudah ngacir itu. Ia pikir mungkin peraturan perguruan yang melarang
memberitahukan orang luar, maka A Siu tak mau bilang. Maka iapun tidak menanya
lebih jauh.
Petangnya tibalah mereka disuatu kota kecil, setelah mendapatkan hotel, Jun-yan
minta pelayan menyediakan alat sembayangan dan sekedar sesajen, karena ia hendak
mengangkat saudara dengan A Siu. Selesai upacara singkat itu, Jun-yan pikir sebagai
enci, sepantasnya memberi sesuatu tanda mata padanya. Tetapi merasa tidak
membawa barang2 apa yang berharga, pedang Tun-kau-kiam ia merasa berat, pecut
mulut bebek tidak mungkin, sebab itu senjata pemberian sang guru. Sesudah berpikir
lama, ia lihat telinga A Siu tanpa hiasan, tiba2 hatinya tergerak, katanya : A Siu, biarlah
aku memberi sepasang anting2 padamu, dengan itu, tentu kau akan lebih menggiurkan.
Aku sudah punya anting-anting, sahut A Siu dengan tertawa. Sembari berkata, ia
keluarkan sepasang anting2 pualam hijau yang ditemunya waktu mencari jejak ayahnya
dan Jin koh tempo dulu.
Coba kulihat, pinta Jun-yang.
Tapi ia menjadi heran dan terperanjat ketika melihat diatas anting2 itu masing2
-king yang kecil-kecil, ia jadi teringat pada peristiwa2 sesudah
dirinya tinggalkan Cio-jong hong, waktu malam pertama tahu2 orang meletakkan golok
Pek-lin-to disamping bantalnya, kemudian ketika orang aneh itu merampasnya kapal
jambrud dari tangannya Siang Lui untuk dirinya, setiap kali selalu disertai secarik kertas
dengan tulisan Jing kin . Melihat huruf itu, tampaknya nama seorang, hal ini selamanya

Hong san Koay Khek – Halaman 180


yoza collection

menjadi tanda tanya baginya, dan kini diatas anting2 terdapat lagi nama itu, sungguh
aneh!
Ada apakah, enci Jun-yan ? Apa anting2 ini tidak bagus ? tanya A Siu ketika melihat
Jun-yan ter-menung2 penuh kesangsian.
A Siu, darimanakah kau mendapatkan anting2 ini ? tanya Jun-yan kemudian.
Entahlah, cuma dapat diduga miliknya Jing-koh (bibi Jing), sahut A Siu.
Jing-koh ? Siapakah dia?
Entahlah, hanya tahu dia she Ang bernama Jing-kin, iapun memberi sebutir mutiara
besar padaku, kata A Siu pula. Lalu ia unjukkan mutiara mestika yang terkalung di
lehernya itu.
Nampak mutiara itu, kembali hati Jun-yan tercekat, diam2 ia heran sekali : Aneh,
mutiara ini aku seperti pernah melihatnya entah dimana ?
Makin lihat ia merasa makin kenal akan benda itu, se-akan2 benda itu pernah
dimilikinya. Tapi meski ia meng-ingat2nya lagi, masih tak mengerti apakah itu kebetulan
saja atau sesuatu peristiwa yang pernah terjadi.
A Siu, siapakah gerangan Ang Jing-kin itu, dapatkah kau ceritakan padaku sedikit
tentang dia ? katanya kemudian.
Akupun tidak begitu paham, hanya masih kuingat ketika aku ikut dia masuk gunung
bersama ayah untuk mencari obat untuk suaminya. sahut A Siu. Lalu iapun cerita
sekenanya tanpa teratur apa yang masih teringat olehnya ketika rumahnya kedatangan
suami isteri Ang Jing-kin, kemudian bersama Tiat-pi Hwesio pergi mencari ayahnya
dan menemukan kerangka tulang ditepi empang.
Sudah tentu cerita yang tak keruan susunannya itu membikin Jun-yan tambah
bingung. Siapakah gerangan suaminya Ang Jing-kin itu ? Kemudian kemana dia telah
pergi ? ia tanya pula.
Entah, cuma menurut cerita Tiat-hoa-popo, ketika tanpa sengaja ibuku menyingkap
kain kerudung kepalanya, ibuku menjerit kaget karena melihat wajah orang yang lebih
mirip setan, lalu orang itu berlari pergi menghilang , tutur A Siu.
Mukanya jelek mirip setan ? Apakah karena bekas luka ? demikian Jun-yan
menggumam sendiri.

Hong san Koay Khek – Halaman 181


yoza collection

Namun A Siu tak bisa menjelaskan lebih banyak, iapun tidak menanya lebih jauh,
mereka melanjutkan perjalanan tanpa terjadi apa2. Akhirnya tibalah mereka sampai
ditapal batas propinsi Ciat-kiang. Tatkala itu menginjak musim rontok, hawa sejuk
pemandangan permai. Terutama A Siu yang belum pernah menjajaki daerah Kanglam
yang indah, ia sangat terpesona oleh pemandangan alam yang dilaluinya.
Suatu hari, sampailah mereka didaerah kabupaten hi-sui-koan. Karena kesemsem
akan pemandangan indah disekitarnya, mereka berdua menjadi melampaui waktu
istirahat, makin jauh makin memasuki tanah pegunungan. Sementara itu sang surya
sudah mulai mendoyong kebarat.
Tiba2 mereka melihat didepan sana tumbuh beberapa rumpun pohon bambu,
ditepinya mengalir sebuah sungai yang mengelilingi tiga buah rumah gubuk.
Melihat pemandangan itu, tanpa merasa Jun-yan memuji, Betapa indahnya tempat
ini entah siapa gerangan yang tinggal itu, benar2 pandai menikmati !
Dan selagi ia hendak berseru akan memohon mondok bermalam digubuk itu, tiba2
dilihatnya ada seorang lagi jalan keluar dari salah satu rumah itu sambil mengukur,
dengan laku sangat hormat orang itu lagi berkata dengan badan membungkuk : Ki-
locianpwee, haraplah pada waktunya nanti kau orang tua bisa hadir disana, betapapun
juga, sedikitnya akan membikin semangat Jing-ling-cu dan begundalnya melempem !
Habis itu dari dalam rumah lantas terdengar sahutan seorang yang bersuara tuan
besar : Ehm, tiba waktunya nanti aku datang kesana. Sekarang lekaslah kau enyah !
Ber-ulang2 orang yang keluar itu membungkuk sambil mengia. Sebaliknya lagak
lagu orang didalam rumah itu terang angkuh luar biasa. Diam2 Jun-yan terkejut ketika
mendengar nama Jing-ling-cu disebut. Cepat ia tarik A Siu dan membisikinya : Coba
kita sembunyi dulu untuk melihat siapakah orang itu ! lalu keduanya menyelinap masuk
kesemak-semak pohon bambu sana.
Cuaca waktu itu sudah mulai sore, namun cukup jelas untuk melihat orang yang
keluar itu ternyata seorang Thauto atau paderi yang memelihara rambut panjang,
mukanya bengis dilehernya terkalung serenceng tasbih dari emas yang bentuknya
dibikin seperti tengkorak, jumlahnya beratus biji.
Tampak mukanya ber-seri2, kadang2 mengelus2 jenggotnya yang pendek dengan
tangannya yang penuh bulu.

Hong san Koay Khek – Halaman 182


yoza collection

Jun-yan tak kenal Thauto itu, ia lihat orang berjalan dengan bersitegang leher dan
lewat tidak jauh dari tempat sembunyinya tanpa merasa. Diam2 Jun-yan bergirang, ia
membisiki A Siu: Tampaknya paderi ini bukan manusia baik2. Jing-ling-cu yang
disebutnya tadi adalah tokoh ternama dari Heng-san yang menjadi sobat baikku. Marilah
kita coba mengintil dibelakangnya untuk melihat apa yang hendak dilakukannya.
Sudah tentu A Siu menurut saja, apalagi sifat kanak2nya masih belum hilang, untuk
berbuat hal2 yang nakal justeru sangat cocok dengan kelincahannya. Maka dengan ilmu
entengi tubuh yang tinggi mereka menguntit Thauto itu dari jauh.
Sudah tentu ilmu Ginkang A Siu jauh lebih hebat daripada Jun-yan, maka kagum
sekali Jun-yan terhadap kepandaian kawannya yang tinggi itu, ia heran akan keterangan
A Siu tempo hari bahwa ilmu kepandaian yang dimilikinya itu dipelajarinya tanpa guru.
Ia tidak tahu bahwa Siu-yang-chit-Kay yang dipelajari oleh A Siu itu adalah merupakan
kombinasi dari intisari berbagai cabang persilatan, maka tidak heran ilmu kepandaian
A Siu susah diukur dengan ilmu silat umumnya. Saking kagumnya, maka Jun-yan coba
menanya sedikit tentang dasar2 Ginkang yang dimiliki A Siu itu. Tanpa ragu2 A Siu suka
memberi penjelasan juga, begitu pula ia terangkan Lwekang yang pernah dipelajarinya
dari ukiran digua itu.
Dan karena asyik tanya jawab itu, sampai mereka lupa bahwa mereka lagi mengintil
Thau-to berambut panjang tadi. Ketika mereka ingat kembali, namun Thauto itu sudah
tak kelihatan lagi bayangannya, kedua gadis itu hanya saling pandang dengan
tersenyum geli.
Keenakan paderi itu, demikian Jun-yan menggerutu.
Dan selagi mereka hendak mencari jalan lain buat melanjutkan perjalanan mereka,
tiba-tiba tercium bau sedap yang menusuk hidung. Nyata itulah bau makanan yang
dipanggang, mungkin babi atau ayam panggang. Dasar perut mereka sudah sangat
lapar, maka Jun-yan yang pertama-tama tak tahan, hampir-hampir air liurnya menetes
dari mulutnya.
Ehm, betapa lezatnya bau itu! Siapakah gerangan yang lagi panggang daging babi
itu ?
Ehm, betapa wanginya! demikian ia berkecap2 sambil lidahnya menjilat-jilat. Habis
berkata, cepat ia mendahului berlari menuju ke tempat datangnya bau sedap itu.

Hong san Koay Khek – Halaman 183


yoza collection

A Siu menjadi geli melihat wajah kerakusan kawannya itu, tetapi iapun berlari
mengikut dibelakang.
Tidak seberapa jauh, tampaklah oleh mereka disuatu lapang sedang menyala
segunduk besar api unggun ternyata Thauto tadi lagi membolak-balikkan tangkai kayu
yang menyunduk tiga ekor kelinci panggang diatas api, pantas bau wangi lewat jauh.
Nampak itu, tiba2 timbul lagi pikiran jahilnya Jun-yan. A Siu, harap kau pancing
paderi itu pergi sejauh mungkin, biar aku goda dia agar tahu rasa, supaya kelak jangan
berani-berani sembarangan omong, katanya segera.
Suruh menggoda orang, tentu saja A Siu sangat senang. Segera ia melompat maju
mendekati Thauto yang asyik memanggang kelinci itu. Mungkin juga lagi bayangkan
betapa lezatnya kelinci panggang itu, maka paderi berambut itu sama sekali tidak
merasa bahwa dibelakangnya sudah berdiri seorang A Siu.
Tiba-tiba A Siu telah tertawa sekali, lalu cepat sekali ia melesat pergi. Sungguh
diluar dugaan Jun-yan, gerakan Thauto ternyata sebat luar biasa, mendadak ia putar
tubuh, tapi A Siu sudah melesat kedalam semak2 pohon, maka tiada suatu bayanganpun
yang dilihatnya. Ia menjadi curiga, terang tadi suara tertawa orang, kenapa tiada
terdapat seorangpun ? Kembali ia teruskan memanggang kelinci.
Kembali A Siu mendekatinya, sekali ini ia cabut setangkai rumput panjang, dengan
itu ia jentikkan kepunggung si Thauto.
Karena rumput itu sangat enteng, tapi dengan tenaga dalamnya A Siu, rumput itu
meluncur kedepan dengan cepat sekali tanpa suara menuju punggung Thauto itu terus
menyusup masuk Kasa (jubah padri) dan nancap didaging.
Karuan paderi itu ber-kaok2 kaget sambil meloncat tinggi. Bettt, kontan ia
menghantam kebelakang, betapa keras tenaga pukulannya hingga dua pohon kecil
dibelakangnya seketika patah kena angin pukulan itu. Namun A Siu sendiri sudah
melesat pergi dengan cepat. Sekilas bayangan A Siu sekali ini dapat dilihat oleh Thauto
itu, tentu saja ia menjadi murka, dengan menggerang terus saja mengudak.
Ketika melihat angin pukulan si Thauto yang maha hebat itu, untuk sejenak Jun-yan
terkejut kalau Thauto itu saja demikian lihay-nya apalagi orang she Ki yang sangat
dihormatinya didalam gubuk itu? demikian ia pikir.

Hong san Koay Khek – Halaman 184


yoza collection

Tapi demi nampak Thauto itu sudah jauh pergi mengejar A Siu, kembali Jun-yan
membayangkan macamnya orang yang menggelikan ketika kena teperdaya olehnya
nanti. Maka cepat ia melompat keluar mendekati api unggun sementara itu dia sudah
mengempal tiga comot besar lempung (tanah liat) yang bentuknya mirip kelinci, segera
dia lepaskan tiga ekor kelinci panggang dari tangkai kayu, sebagai gantinya ia tusuk
kelinci tepung itu keatasnya, ia tambahi pula kayu bakar agar api unggun berkobar
lebih keras, lalu berlari sembunyi ketempatnya tadi.
Tak lama pula, ia lihat bayangan A Siu berkelebat, gadis itu sudah kembali dengan
tertawa, Eenci Jun-yan, Thauto itu cukup lihay, tapi telah kuperdayai mungkin orangnya
sekarang masih putar kayu dirimba sana sambil mencaci maki, demikian tuturnya
dengan geli.
Dasar watak Jun-yan memang binal, biasanya dikalangan Kangouw orang segan
pada nama gurunya, maka sama mengalah padanya. Apalagi sekarang ada A Siu yang
mengawalinya ia menjadi semakin berani, sahutnya dengan tertawa : Ha-ha, biar kita
tunggu sebentar lagi dan mempermainkan Thauto itu!
Baru selesai ia berkata, tampak Thauto tadi sudah datang kembali dengan langkah
lebar, dari wajahnya yang merah padam, tampak sekali rasa gusarnya yang tidak
terhingga. Begitu datang dengan marah-marah ia duduk diatas batu disamping api
unggun, lalu termenung-menung seakan-akan lagi mengingat siapakah gerangan yang
bergurau padanya tadi. Tak lama kemudian tiba-tiba ia menggablok keatas batu
disampingnya hingga remukan batu berhamburan.
Diam-diam Jun-yan terkejut dan memuji akan tenaga pukulan orang, ia pikir tenaga
pukulan yang paling lihay di jaman ini yalah Thi-thau-to dari Ngo-tai-san. Paderi piara
rambut berkepala baja.. Dengan tenaga pukulannya Jian-kin-cio-tui atau hantaman
beribu kati pernah ia patahkan pohon yang bulat tengahnya sebesar paha. Sekarang
orang inipun thauto jangan-jangan dia inilah Thi-tha-to yang tersohor itu ? Tapi pernah
dia mendengar tentang sipat Thi-thau-to yang berjiwa besar, apalagi sebagai seorang
ketua cabang persilatan, tak nanti mau merendah dan menjilat seperti kelakuan Thauto
ini tadi.
Sementara itu si Thauto melihat kelinci panggangnya sudah berwarna hitam, ia
sangka telah hangus, maka cepat2 ia angkat kayu sunduk-nya, tapi sebelum kelinci
pangggang itu dihantar kemulutnya, mendadak ia membentak, sambil menoleh. Nyata

Hong san Koay Khek – Halaman 185


yoza collection

karena digoda A Siu tadi, ia menjadi senewen, padahal dibelakangnya tiada seorangpun,
tapi untuk ber-jaga2, ia sengaja menghardik kebelakang.
Melihat kelakuan orang yang menggelikan, hampir2 Jun-yan terbahak-bahak, tapi
sedapat mungkin ia bertahan.
Pada saat lain, terlihatlah Thauto itu terus menggerogoti kelinci panggang. Apa
celaka, masih untung juga baginya, baru sekali-dua ia cokot kelinci itu dan baru mulai
dikunyah, segera ia merasa rasanya kelinci panggang itu rada-rada luar biasa, ia
menjadi kelabakan, frr. . . . frr. . . berulang-ulang ia semburkan lempung dari mulutnya
disertai dengan suara gerengan yang murka.
Melihat macam orang yang lucu. semula Jun-yan masih menahan rasa gelinya
sedapat mungkin, sampai akhirnya ia benar-benar tak tahan lagi, dengan ter-bahak2
iapun berdiri dari tempat sembunyinya sambil menggoda : Haha, Thauto busuk, kelinci
panggangmu ini kurang pandai kau membakarnya, bukankah kelinci panggang yang
kubikin untukmu itu jauh lebih lezat ?
Thauto itu terkejut karena tiba-tiba melihat dari semak-semak sana muncul dua
gadis dengan ter-tawa2 sambil tangan masing2 memegangi seekor kelinci panggang
dan sedang dimakan dengan nikmatnya. Maka tahulah dia duduknya perkara
sebenarnya, karuan alangkah gusarnya tanpa pikir lagi ia kerahkan seluruh tenaga di
sebelah tangannya terus dihantamkan kedepan.
Saat itu Jun-yan masih ter-pingkal2 dengan mulutnya penuh daging kelinci
panggang, ketika mendadak Thauto itu melontarkan serangan, sama sekali ia tidak ber-
jaga2. Baiknya A Siu selalu waspada, melihat bahaya, cepat ia berseru sambil tumbuk
badan Jun-yan dengan pundaknya sambil meloncat kepinggir.
Karena tumbukan A Siu itu, Jun yan ter-huyung2 kesamping hingga jauh, dalam
kagetnya segera ia hendak mengomeli A Siu yang sembrono, namun bila ia pandang
lagi, ia terkejut sendiri. Ternyata dimana pukulan Thauto tadi sampai, seketika batu
kerikil berhamburan. Betapa hebat tenaga pukulan itu, sungguh sangat mengejutkan.
Namun Jun-yan bukan Jun-yan kalau dia menjadi takut, dengan gusar ia malah
balas mendamperat : Thauto keparat, hanya tiga ekor kelinci panggang, kenapa kau
mesti turun tangan sekeji itu ? Siapakah ?

Hong san Koay Khek – Halaman 186


yoza collection

Saking murkanya Thauto itu tidak menjawab lagi, ia hanya memaki : Setan alas!
habis ini, sekali lompat, kembali ia melontarkan serangan pula, sebelah tangannya
dengan kelima jarinya yang dipentang lebar terus mencengkeram keatas kepalanya
Jun-yan, sedang telapak tangan lain dari samping bergaya merangkul ke tengah.
Tiba2 Jun-yan merasa suatu tenaga maha besar seakan-akan mencakup kepalanya,
segera ia hendak melompat menghindari, tapi tahu-tahu sesuatu tenaga lain dari
samping seakan-akan menggondeli tubuhnya hingga dirinya seperti sudah dikurung
ditengah, sementara itu terdengar pula suara tertawa sinis si Thauto.
Dalam gugupnya Jun-yan terpaksa pukulkan juga kedua tangannya coba bertahan,
pada saat itu pula iapun ingat siapa akan diri si Thauto itu, teriaknya : He, kau Tai-lik-
eng-jiau Ngo-seng Thauto!
Kiranya Ngo-seng Thauto yang berjuluk Tai-lik-eng-jiau atau cakar elang bertenaga
raksasa, adalah sutenya Thi-thau-to, ini ketua Ngo-tai-san yang tersohor. Tapi karena
jiwanya yang kotor dan kemurtadannya, maka ia telah mendurhakai perguruan dan
memusuhi sang Suheng, malahan secara rendah berani menggondol lari kitab pelajaran
Tai-lik-jiau-hoat dan kabur jauh ketempat lain, akhirnya berhasil juga melatih ilmu
cakar elang itu, maka seperti harimau tumbuh sayap saja, kelakuannya semakin se-
wenang2.
Begitulah, maka Jun-yan benar2 payah merasakan kurungan tenaga pukulan orang,
sedapat mungkin ia coba bertahan, tetapi dadanya serasa sesak, mata ber-kunang2
diam2 ia mengeluh mengapa A Siu tidak lekas turun tangan membantu.
Namun A Siu sudah dapat juga melihat keadaan Jun-yan yang payah, serunya
segera : Thauto, jangan kau sesalkan aku bila kau tak mau lepaskan enciku !
Sudah tentu Ngo-seng tidak pandang sebelah mata pada seorang gadis jelita yang
lemah itu segera iapun dapat mengenali orang yang menggoda dan diudak olehnya itu
adalah gadis ini, tiba2 ia tertawa aneh, berbareng tangan kiri memutar, mendadak
mencengkeram juga keatas kepalanya A Siu. Nyata dengan demikian ia telah salah
perhitungan.
Jika seorang diri Jun-yan yang diserangnya terang tenaganya masih jauh
berlebihan tapi terhadap A Siu satu melawan satu saja belum tentu Ngo-seng sanggup
menang, sudah tentu ia tidak tahu akan betapa tinggi ilmu lwekangnya A Siu hanya

Hong san Koay Khek – Halaman 187


yoza collection

disangkanya seperti Jun-yan yang mudah dilayani, maka sekaligus ia pikir hendak
robohkan kedua gadis itu untuk kemudian akan disiksa.
Maka sekali A Siu kebas lengan bajunya menangkis mendadak Ngo-seng
merasakan suatu tenaga yang maha besar membentur kemukanya begitu hebat hingga
napasnya se-akan2 sesak matanya ber-kunang2. Barulah sekarang ia terkejut tidak
kepalang. Terpaksa ia mesti tarik kembali sebelah tangan yang melayani Jun-yan tadi
untuk membela diri. Dan karena mendadak tangannya ditarik, Jun-yan menjadi
kehilangan imbangan badannya karena dia juga lagi kerahkan sepenuh tenaga untuk
melawan, gadis ini terhuyung-huyung kedepan hingga mendekati Ngo seng namun Jun-
yan bukan anak murid Thong thian-sin-mo kalau dia lantas jatuh begitu saja. Dalam
keadaan sempoyongan ia masih sempat ayun tangannya menampar hingga plok
dengan keras Ngo-seng telah kena ditempilingnya sekali sampai beberapa giginya
rompal dan darah mengucur dari mulut. Dan pada saat lain karena melihat Jun-yan
sudah terbebas dari bahaya, cepat A Siu tarik kembali tenaga serangannya tadi.
Sungguh tidak kepalang murkanya Ngo-seng, belum pernah ia kecundang seperti
sekarang ini sejak ia malang melintang didunia Kangouw, apalagi kecundang dibawah
tangan si gadis cilik yang dianggap masih ingusan. Saking gusarnya hingga untuk
sesaat tampak ia berdiri menjublek dengan sinar mata bengis.
Sudahlah, enci Jun-yan, marilah kita pergi, ajak A Siu kemudian.
Nanti dulu, sahut Jun-yan sambil melolos pedang. Habis siapa suruh paderi busuk
itu berlaku begitu garang, kalau tak diberi sedikit hajaran, boleh jadi ia akan lebih me-
mentang2 lagi. Habis ini, tiba2 ia membentak Ngo-seng ; Nah, kau sudah dengar tidak,
paderi busuk, jika kau ingin hidup, biarlah aku mengiris dulu kedua kupingmu, dan kau
boleh pergi lantas.
Terdengar Ngo-seng mendengus tertahan, tetapi tidak buka suara, masih terus
melotot, malahan dari ubun2nya se-akan2 mengepulkan hawa.
Nampak itu, segera Jun-yan hendak membentaknya pula, tak terduga, mendadak
Ngo-seng telah mendahului menggertak sekali sekeras guntur, berbareng kedua
tangannya diangkat, seperti cakar elang saja, dengan tipu Siang-jiau-bok tho atau dua
cakar mencengkeram kelinci, segera mengarah kemukanya Jun-yan.

Hong san Koay Khek – Halaman 188


yoza collection

Kiranya berdiamnya Ngo-seng tadi ialah sedang mengumpulkan seluruh tenaga


dalamnya untuk melontarkan serangan yang mematikan kepada Jun-yan yang sudah
dibencinya tujuh turunan. Maka sekali serang, ia yakin akan matikan lawannya itu.
Alangkah terkejutnya Jun-yan oleh serangan maha lihay itu. cepat ia putar
pedangnya keatas dengan gerak tipu heng-hun-liu-sui atau awan meluncur air
mengalir, secepat kilat ia sambut cakaran orang.
Untuk kesebatan si gadis itu, mau tak mau Ngo-seng terkejut juga, mendadak ia
putar telapak tangannya kesamping, namun begitu, lengan bajunya sudah terpapas
sobek, cuma serangannya masih terus mencengkeram kedepan.
Dalam keadaan begitu, walaupun Jun-yan berhasil memapas baju orang, tapi ia
sendiri masih tetap terancam bahaya. Maka A Siu tak bisa tinggal diam lagi, terpaksa
ia turun tangan menolong. Saat itu Ngo-seng lagi kerahkan seluruh tenaganya untuk
mematikan Jun-yan, ketika tiba2 merasa angin pukulan menyambar lagi dari samping,
ia menjadi kaget dan sadar akan kepandaian A Siu yang tak boleh dipandang enteng
itu, maksud hatinya akan mengegos kesamping sambil membaliki sebelah tangannya
menangkis. Tapi lagi2 ia mesti telan pil pahit, sedikit kelonggaran telah dipergunakan
oleh Jun-yan dengan baik, plok-plok dua kali ia hantam pundak orang, berbareng
pedang diputar dengan tipu hun-kay-goat-hian atau awan menyingkap, bulan kelihatan,
tiba2 Ngo-seng merasa pipinya nyes dingin tahu2 sebelah kupingnya sudah berpisah
dengan tuannya.
Sungguh apes bagi Ngo-seng akan kejadian hari ini, berulang kali ia kena dihajar,
sebelah kupingnya kena diiris lagi. Karuan bukan main murkanya, tapi apa daya?
Menghadapi dua gadis lincah itu, ia benar-benar mati kutu, hanya sesudah melompat
pergi ia memutar tubuh dan melotot dengan mata berapi.
Paderi busuk, tiba-tiba Jun-yan memaki pula, rupanya ia masih belum puas
mempermainkan Thauto itu, kau masih punya sehelai daun kuping, supaya tidak ganjil,
ada lebih baik biar kupotong sekalian! habis berkata, benar saja ia melompat maju
dengan pedang terhunus.
Gemas luar biasa sebenarnya Ngo-seng kepada Jun-yan, kalau bisa gadis ini hendak
ditelannya bulat2, tapi ia kuatir kalau2 A Siu nanti mengerubut maju lagi dan jangan2
kuping yang tinggal satu itu benar2 akan berkorban lagi, bagaimana macam kepalanya
tanpa daun kuping itu ?

Hong san Koay Khek – Halaman 189


yoza collection

Karena itu, dengan gusar2 takut itu, mendadak ia hantamkan kedepan sekali
sebelum Jun yan mendekat, angin pukulan yang keras itu menyambar kemuka si gadis,
terpaksa Jun-yan sedikit merandek, maka Ngo-seng sempat putar tubuh angkat langkah
seribu. Namun begitu, berulang2 ia menoleh kuatir diudak.
Jun-yan ter-bahak2 geli, dampratnya dengan tertawa, Hahaha, paderi keparat, apa
mungkin kau ajak berlomba lari ? lalu ia berpaling kepada A Siu dan berseru: Marilah
A Siu, paderi busuk itu sudah ketakutan, cepat kita kejar dia !
Sebenarnya A Siu yang lebih halus perangainya itu enggan ikut mengudak, tapi
karena Jun yan sudah mendahului lari, terpaksa ia menyusul dari belakang.
Sebaliknya ketika mula2 Ngo-seng melihat Jun-yan sendiri yang mengejarnya, ia
telah berhenti sejenak, tapi demi nampak A Siu sudah menyusul, ia menjadi jeri dan
cepat berlari.
Uber punya uber, akhirnya mereka sampai didekat kompleks rumah2 gubuk tadi.
Melihat itu dari jauh, Jun-yan menjadi ragu2, teringat olehnya waktu Ngo-seng Thauto
keluar dari gubuk itu telah mem-bungkuk2 badan sambil mengia dengan merendah
sekali, terang didalam rumah itu terdapat seorang kosen, yang sangat disegani paderi
itu.
Melihat Jun-yan berhenti dengan sangsi, sudah tentu Ngo-seng tidak tinggal diam,
segera ia memaki2 lagi dengan kata2 kotor dan rendah untuk bikin hati si gadis menjadi
panas.
Betul juga Jun-yan menjadi murka, dampratnya: keparat, jika aku tidak potong
lehermu, jangan kau panggil nona Lou kepadaku! Dan segera ia mengejar pula.
Karena kuatirkan keselamatan Jun-yan, cepat A Siu menyusul dibelakangnya.
Sebaliknya ketika sampai didepan pintu gubuk tadi, mendadak Ngo-seng berhenti
dengan celingukan. Lalu ia berpaling kearah Jun-yan dan memaki pula, tapi tidak keras,
hanya dengan suara tertahan.
Karuan Jun-yan berjingkrak saking murka, la lihat gubuk itu ada suara lentera dari
dalam tetapi keadaan sunyi saja, ia menjadi berani, ia mendamprat pula terus menubruk
maju, sekali pedangnya mengayun, terus ia tusukkan.

Hong san Koay Khek – Halaman 190


yoza collection

Rupanya serangan inilah yang sedang ditunggu2 Ngo-seng, sebab begitu Jun-yan
menubruk maju, tiba2 dengan bahunya ia dorong pintu gubuk dan orangnya menerobos
masuk. Tanpa pikir terus saja Jun-yan ikut menguber kedalam.
Diluar dugaan, suatu tenaga maha besar lantas menerjang dari depan, baiknya Jun-
yan cukup cekatan, begitu merasa gelagat jelek, segera ia melompat mundur terdorong
oleh damparan tenaga itu, menyusul mana suatu bayangan ikut melayang tiba hendak
menubruk tubuhnya, dalam gugupnya cepat Jun-yan berjumpalitan ke samping, maka
terdengarlah suara buk yang keras, sesosok tubuh telah terbanting ditanah. Dan
sejenak kemudian barulah A Siu dan Jun-yan dapat melihat itu adalah Ngo-seng Thauto
yang gede. Rupanya jatuhnya itu sangat keras hingga Ngo-seng berjongkok meringis
hingga lama baru bisa bangun.
A Siu dan Jun-yan telah merasakan betapa lihaynya Ngo-seng, kalau satu lawan
satu mereka belum pasti menang, tapi kini begitu mudah Ngo-seng terlempar keluar,
maka betapa hebat tenaga pukulan orang yang berdiam didalam rumah itu dapat
dibayangkan.
Dalam pada itu dengan ter-sipu2 Ngo-seng telah merangkak bangun walaupun
dengan meringis kesakitan, sesudah berdiri, dengan sangat hormat ia masih berkata
kearah rumah itu: Ki-lociappwe, memang aku terlalu sembrono masuk tanpa permisi,
tetapi kedua budak ini sesungguhnya keterlaluan..
Ngo-seng, tiba-tiba suara ke-malas2an menyela dari dalam rumah, kenapa kau
berani main gila didepan rumahku dengan kata2mu yang kotor tadi? Apakah
memangnya kau sudah bosan hidup?
Dengan membungkuk2 Ngo-seng mengia belaka. Melihat macam orang yang lucu
karena masih meringis kesakitan itu, Jun-yan tertawa geli. Karena Ngo-seng gemas dan
mendongkol, ia pelototi dara nakal itu dengan sengit.
Ngo-seng, terdengar orang didalam gubuk berkata pula, Mengingat hormatmu
kepadaku, kesalahanmu itu biarlah kuampuni. Tapi budak yang membawa Tun-kau-kiam
tadi, mana dia, suruh masuk minta ampun padaku !
Jun-yan melangkah, tadi ia hanya melangkah masuk terus terdesak mundur keluar
hanya sekejap itu, siapa orangnya didalam saja ia tak jelas melihatnya. Tapi orang itu
sekilas saja sudah dapat mengetahui dia membawa pedang yang dihunusnya adalah
Tun-kau-kiam, sungguh tajam amat matanya ?

Hong san Koay Khek – Halaman 191


yoza collection

Sementara itu Ngo-seng tampak berseri-seri, ia melirik ngejek Jun-yan sekejap, lalu
katanya pula: Ya, Ki-locianpwe. Malahan dia masih punya seorang kawan budak
lainnya.
Keduanya suruh masuk semua, kata orang didalam itu tanpa pikir. Lagu suaranya
angkuh seakan-akan dunia ini dia kuasa.
Ngo-seng menjadi senang, dengan mengejek ia berkata pada Jun-yan berdua: Nah,
kalian dengar tidak? Ki-locianpwe suruh kalian masuk minta ampun padanya.
A Siu menjadi sangsi, Enci Jun-yan, siapakah Ki-locianpwe itu kenapa kita
disalahkan?
Cis, buat apa kita peduli, sahut Jun-yan penasaran. Siapa kenal orang she Ki ini
manusia macam apa ? Peduli !
Kata2 Jun-yan itu diucapkan dengan keras, maka Ngo-seng juga mendengar dengan
jelas, wajahnya berubah hebat dan bingung, tapi segera ia bergirang pula. Sebaliknya
Jun-yan telah menuding sambil membentak lagi: Thauto keparat, kau mau maju kemari
atau tunggu aku iris lidahmu yang kotor itu dan..
Sampai disitu, suara yang ke-malas2an didalam gubuk tadi menyela lagi : Bocah
dara, kau murid siapakah, ha ? Besar amat nyalimu ?
Walaupun nakal, tapi Jun-yan juga mengerti bahwa orang didalam gubuk itu pasti
bukan orang sembarangan. Tiba2 hatinya tergerak, ia pikir gunakan nama gurunya
untuk menggertak maka dengan tegak leher sahutnya : Kau tanya nama guruku ? Hm,
mungkin kau akan mati kaget bila kukatakan ! Dia orang tua she Jiau, namanya Pek-
king, orang menjulukinya Thong-thian-sin-mo ! Nah, apa abamu sekarang ? sembari
berkata ia bertolak pinggang dengan lagak nyonya besar.
Mendadak orang didalam gubuk itu tertawa tawar. Aha, kukira siapa, tahunya murid
ajaran siauw-Jiauw ! Pantas licin dan belut seperti sang guru. Nah, tidak lekas masuk
terima hukuman, apa kau minta aku keluar malah ?
Jun-yan terkejut, tapi orang ini berani menyebutnya siau-Jiau atau Jiau sikecil,
suatu tanda derajat angkatannya masih diatas gurunya. Untuk sesaat, ia terpengaruh
oleh perbawa orang.
Dasar gadis lincah yang tak kenal tingginya langit dan tebalnya bumi, segera ia
berpendapat jangan2 orang menggertak saja, persetan orang macam apa? Kontan saja

Hong san Koay Khek – Halaman 192


yoza collection

dia menjawab: Eh, kau she Ki bukan? Ya tahulah aku, bukankah kau adalah siau-Ki yang
tercantum didalam kamus Kang-ouw itu? Melihat kau suka kasak-kusuk dengan Thauto
keparat itu, tentu kau pun bukan manusia baik2. Hayo, lekus kau menggelinding keluar.
Tapi baru saja ucapannya habis, se-konyong2 suara gelak tawa bergema dari dalam
gubuk, suara ini keras tajam menggetar sukma, jauh berbeda dengan suara ke-
malas2an tadi. Terkejut sekali Jun-yan begitu pula A Siu terkesiap oleh tenaga lwekang
itu. Pada saat itulah tiba2 dua suara keras krak-krak berjangkit disamping mereka, dua
pohon bambu besar telah patah tertimpuk dua batu kecil yang menyambar keluar dari
gubuk itu. Menyusul suara orang didalam itu berkata: Budak bernyali besar nah
sekarang sudah kenal lihayku belum? Apa tidak lekas masuk kemari?
A Siu lebih baik kita angkat kaki saja, bisik Jun-yan kepada kawannya demi nampak
gelagat tidak menguntungkan.
Sudah tentu A Siu hanya menurut saja, maka cepat mereka terus melompat
kerimba bambu sana, diluar dugaan, baru mereka tiba didepan rimba bambu itu, tahu2
beberapa bintik sinar berkelebat mendahului mereka disusul dengan suara gemuruh
robohnya beberapa pohon bambu merintang didepan, malahan suara orang didalam
gubuk itu berkata lagi: Jangan coba lari, dara bandel, tidak lekas kembali ?
Melihat betapa hebat tenaga jari orang itu hanya beberapa batu kerikil sudah
mematahkan pohon bambu, bila dia mau mencelakai mereka sesungguhnya seperti
membaliki tangannya sendiri. Maka sesudah ragu2 sejenak, segera Jun-yan mendengus
dengan dada membusung ia mendahului kembali kearah gubuk tadi sambil berkata:
Mari A Siu, masakan kita takut kepada segala manusia? Hayo, dia minta masuk
kegubuknya, marilah kita masuk saja, masakan dia sanggup telan kita ?
Habis itu, dengan langkah lebar ia menuju kegubuk itu dan tanpa permisi terus
menerobos kedalam. Maka terlihatlah ruangan gubuk itu terawat rapih bersih, disebuah
kursi malas buatan bambu berduduk seorang berbaju hitam lagi asyik membaca
dibawah sinar pelita. Mengetahui masuknya Jun-yan, tanpa menoleh, dengan nada
kemalas2an tadi ia berkata : Sekarang kau baru mau kemari bukan ? Hendaklah kau
ketahui peraturanku, siapa yang berani membangkang perintahku, maka hukumannya
akan ditambah sekali lipat.
Waktu Jun-yan menoleh ia lihat A Siu sudah ikut masuk, hatinya menjadi besar.
Ketika ia mengamat2i orang itu, walaupun sedang menunduk membaca, hingga

Hong san Koay Khek – Halaman 193


yoza collection

wajahnya tidak jelas kelihatan, tetapi usianya ditaksir takkan lebih setengah abad,
terutama mengingat rambutnya yang masih hitam mengkilap. Dengan lagak angkuh
orang itu masih duduk ditempatnya tanpa sesuatu yang aneh, kembali timbul pandang
rendah pada hatinya Jun yan, ia menyesal tadi kenapa mesti lari kena digertak orang,
jika orang ini ada hubungannya dengan Ngo-seng Thauto tentunya juga bukan manusia
baik? Karena itu sesudah memberi isyarat kepada A Siu, sahutnya : lantas cara
bagaimana kau akan menjatuhkan hukuman?
Diatas saka situ ada gelang rantai, masukkanlah tanganmu sendiri dan suruh
kawanmu ambil cambuk dilantai itu dan pecutkan tiga puluh kali, tidak boleh kasih
ampun ! kata orang itu tetap menunduk.
Waktu Jun-yan mendongak, benar juga diatas saka sana ada gelang besi dan
dilantai terdapat seutas pecut panjang hitam. Baiklah, sahutnya tanpa pikir. Mendadak
ia terus meloncat keatas.
Tapi bukannya masukan tangannya kedalam gelang besi itu seperti yang diminta,
tapi terus lolos pedangnya Tun-kau-kiam dan mengayun dua kali, terdengarlah suara
creng-creng kedua gelang besi Itu sudah terpapas putus semua. Bahkan ketika
tubuhnya menurun, tiba2 pedangnya membalik, dengan gerak tipu hoat-hun-ji-goat
atau menyingkap awan mengarah rembulan, ujung senjatanya itu terus menikam
keatas buku yang dipegangi orang itu dengan maksud membikin kaget padanya.
Rupanya orang itu masih tidak berasa akan serangan itu, maka bles , buku yang
dipegang itu tahu2 tertembus tusukan pedang, sungguh diluar dugaan Jun-yan bahwa
serangannya bisa berhasil begitu mudah, dan lagi ia hendak congkel pedangnya agar
buku orang terpental, se-konyong2 terasa pedangnya se-akan2 melengket pada sesuatu
tenaga dan susah ditarik kembali. Waktu ia dorong sekalian kedepan, ternyata
pedangnya seperti menancap dibatu saja susah digoyah.
Dan selagi Jun-yan kaget dan bingung itulah orang itu telah geser bukunya sambil
berpaling, kiranya sebabnya senjata Jun-yan itu tak bisa bergerak adalah disebabkan
batang pedangnya kena dijepit oleh dua jari tangan orang itu. Kini wajah orangpun
dapat dilihat Jun-yan dengan jelas, benar umurnya antara lima puluhan saja wajahnya
cakap gagah, matanya bersinar, alisnya tebal, sambil memandang Jun-yan, mulutnya
mengulum senyum, nyata ia tidak bergusar pada si gadis yang sembrono.

Hong san Koay Khek – Halaman 194


yoza collection

Mendadak orang itu bergelak ketawa, tangannya yang menjepit pedang itu sedikit
diangkat keatas, terasalah oleh Jun-yan suatu tenaga maha besar menumbuk
ketubuhnya, tanpa kuasa pedangnya dilepaskannya, sedang tubuhnya terus mencelat
menyundul atap rumah, kuatir kalau turun kembali akan dipermainkan orang lagi, tanpa
pikir Jun-yan rangkul belandar diatas itu. Diluar dugaan, tak-tak dua suara berjangkit
dan pergelangan tangannya yang merangkul belandar itu terasa kencang seperti dijepit
sesuatu. Apabila ia menegasi, ia menjadi kaget, kiranya yang menjepit tangannya itu
adalah kedua belahan gelang besi yang dipapas olehnya tadi, kini setengah gelang besi
itu ambles kedalam belandar hingga kedua tangannya seperti terpaku dan badannya
ter-katung2. Waktu ia memandang kebawah, orang tadi masih acuh tak acuh membaca
bukunya.
Kau dara ini tampaknya lebih mendingan, kata orang itu kemudian kepada A Siu,
tadi aku hanya mau hajar dia tiga puluh kali cambukan, tapi ia berani membangkang,
kini hukuman harus ditambah sekali lipat menjadi enam puluh cambukan. Nah lekas
kau mulai, sembari berkata, iapun letakan Tun-kau-kiam yang dijepitnya dari Jun-yan
itu keatas meja lalu membaca bukunya lagi.
Ketika menyaksikan Jun-yan tahu2 mencelat keatas terus dipantek diatas belandar,
untuk sementara itu A Siu heran juga akan kepandaian orang. Kini mendengar dirinya
diharuskan mencabuk enam puluh kali kepada Jun-yan ia menjadi ragu2 katanya cepat
: Toacek apakah hukuman ini tidak terlalu berat?
Berat? orang itu menegas. Malahan menurut aku harus enam puluh kali biar ia
kapok.
Biarlah selanjutnya kami takkan merecoki kau, dapatkah kau lepaskan enciku itu?
pinta A Siu ramah.
Orang itu bersangsi sejenak, tanyanya kemudian : Apakah kau muridnya Siau-jian?
Bukan aku tak punya Suhu, sahut A Siu.
Orang itu meng-amat2inya sejenak, tapi katanya lagi: Tidak, dara bandel ini harus
kuhajar mewakili siau-jiau. Kalau kau tak mau lakukan, biar kupanggil Ngo seng yang
menghajarnya.
Dalam pada itu, Jun-yan yang tergantung diatas itu lagi me-ronta2 berusaha
melepaskan diri, dalam hati ia mendongkol sekali kenapa A Siu tidak lekas turun tangan

Hong san Koay Khek – Halaman 195


yoza collection

menolongnya, sebab ia yakin ilmu kepandaian A Siu yang tinggi itu cukup untuk
melawan orang, cepat saja ia ber-kaok2 suruh A Siu turun tangan.
Dilain pihak, rupanya percakapan itu telah didengar Ngo-seng, tanpa disuruh lagi ia
sudah masuk kedalam dan berseru: Ki-locianpwe, biar kuhajar adat budak liar ini!
Orang itu mengangguk setuju. Dengan girang segera Ngo-seng hendak menjemput
pecut panjang dilantai itu.
Tahan! bentak A Siu mendadak sambil kebas lengan bajunya kedepan, menyusul
sebelah tangannya menyodok dada orang. Lekas-lekas Ngo-seng hendak mundur,
namun begitu angin pukulan A Siu sudah membikin tubuhnya ter-huyung2 mundur dan
akhirnya jatuh duduk.
Walaupun Jun-yan sendiri ter-katung2 di-udara, tapi melihat A Siu menghajar Ngo-
seng, ia tidak lupa bersorak: Bagus! Tahu rasa kau, Thauto busuk. Hajar lagi, A Siu!
Sebaliknya orang itu rada heran melihat sekali gebrak Ngo-seng kena dirobohkan si
gadis, Anak perempuan, boleh juga kepandaianmu. Kau bernama apa dan siapa
gurumu?
Namaku A Siu, guru aku tidak punya, sahut A Siu ke-kanak2an, Toacek, silahkan
kau turunkan enciku itu.
A Siu hajar saja, kenapa mesti banyak cing cong, teriak Jun-yan tak sabaran.
Sebaiknya orang tadi telah berkata pula: Jika kau sanggup menerima tiga kali
seranganku, segera aku lepaskan dia!
A Siu suruh dia yang terima tiga seranganmu, biar dia tahu rasa, kembali Jun-yan
ber-kaok2. Nyata ia anggap ilmu kepandaian A Siu sudah tiada tandingan di jagat, tak
tersangka bahwa A Siu cukup insaf akan betapa tinggi ilmu lwekang orang itu, apalagi
ia sudah ambil keputusan takkan sembarang bergebrak dengan orang.
Tapi orang hanya minta menangkis tiga kali serangan saja lantas A Siu
menerimanya dengan baik. Jadilah, marilah kita keluar.
Tak perlu! sahut orang itu. Nah hati2lah.
Habis berkata, sambil tetap berduduk, mendadak lengan bajunya menggontai,
seluruh rumah itu seketika penuh terisi angin keras. Memangnya Jun-yan yang
tergantung diatas itu lagi me-ronta2, kini tubuhnya ikut ter-buai2 oleh angin keras itu

Hong san Koay Khek – Halaman 196


yoza collection

hingga pergelangan tangannya yang terjepit itu serasa akan patah. Sedang angin keras
itu menyambar kearah A Siu dengan dahsyatnya.
Tapi A Siu sudah siap siaga, cepat sekali ia mengegos, berbareng kedua lengan
bajunya juga mengebas hingga kedua tenaga angin saling bentur. Tapi ia sendiri lantas
terasa kalah kuat hingga ter-huyung2 mundur beberapa tindak.
Bagus. orang itupun berseru, menyusul mana sebelah telapak tangannya menepuk
kedepan.
Saat itu baru saja A Siu dapat berdiri tegak, terpaksa ia meloncat minggir sembari
sebelah lengan bajunya mengebas pula untuk mematahkan tekanan tenaga pukulan
orang. Dengan demikian barulah ia berhasil lolos dari bahaya. Diam2 ia terkejut luar
biasa, sungguh belum pernah diduganya bahwa lwekang orang bisa sedemikian
hebatnya.
Nyata A Siu tidak tahu bahwa orang itu dimasa dahulu mendapat julukan Put-kue-
sam atau tidak lewat tiga artinya selamanya tiada ada orang yang sanggup menerima
tiga kali serangannya. Kini A Siu sudah mampu mengelakan dua kali, sebenarnya sudah
membuat orang itu bertambah heran.
Awas! kembali orang itu berseru, sekali ini kedua lengan bajunya mengebas
kesamping, habis ini mendadak merangkup kedalam hingga tenaga pukulan itu se-
akan2 menggulung terus menggunting.
Menghadapi gelombang serangan ini, mula2 A Siu seakan2 tertarik kesamping,
tetapi mendadak seperti terjepit oleh dua tenaga dari kanan kiri. Tidak kepalang
terkejutnya, cepat ia hantam kedua tangannya kebawah hingga tubuhnya terangkat
keatas. Inilah satu diantaranya tujuh kunci ilmu Siau-jang-chit-kay yang dipelajarinya
itu.
Pada saat itulah Jun-yan telah berhasil melepaskan tangannya dari jepitan gelang
besi serta turun kebawah, maka teriaknya: Bagus, tiga kali serangan sudah selesai. Nah,
lekas kembalikan pedangku biar kami pergi!
Sementara itu muka orang tadi jadi berobah hebat demi nampak A Siu mampu
mengelakkan tiga serangannya, pelan2 ia berdiri. Anak perempuan, siapa gurumu?
Katakan atau tidak? katanya dengan memandang tajam.

Hong san Koay Khek – Halaman 197


yoza collection

Toacek, bukankah kau sendiri sudah berjanji, setelah aku terima tiga kali
seranganmu, lantas kau akan melepaskan enci Jun-yan ? tanya A Siu.
Benar, sahut orang itu dengan tertawa aneh. Dan aku telah lepaskan dia, namun
sekarang kau yang hendak kutahan!
He, kenapa ? sahut A Siu heran.
Eh, kau kenal malu tidak, ludah sendiri dijilat kembali? teriak Jun-yan mengejek.
Akan tetapi orang itu tak menggubrisnya, sebaliknya mukanya masam dan berkata
pula kepada A Siu : Kau mampu menerima tiga kali seranganku, itulah suatu dosa
besar!
Aneh, sebab apa ? tanya A Siu tak mengerti.
Tidak aneh, ujar orang itu, Kini saja kau mampu menahan tiga kali seranganku,
lalu kelak, bukankah kau akan mampu menahan berpuluh, mungkin beratus jurus?
Dimasa hidupku, mana boleh ada orang berkepandaian yang memadai aku ! Dasar
usiamu yang sudah ditakdirkan pendek!
Sungguh tidak terduga oleh A Siu bahwa adat orang itu begini aneh. Dengan
mengkerut kening ia menanya : Toacek, apakah tujuan kata-katamu tadi ?
Hahaaha, tiba2 orang itu tertawa, lalu ia menanya pula : Siapa gurumu ? Jika dia
dapat mendidik seorang murid seperti kau, tidak nanti aku dapat hidup bersama dia
didunia ini.
Aku benar2 tidak mempunyai Suhu, sahut A Siu.
Orang itu menjengek sekali, tiba2 ia berseru memanggil Ngo-seng.
Dengan muka ber-seri2 kembali Ngo-seng Thauto masuk dengan mem-bungkuk2.
Mendongkol sekali Jun-yan oleh lagak tengik paderi itu, ia pikir bila sebentar ada
kesempatan, biar kuhajar pula.
Ngo-seng, tanya orang itu, paling akhir ini, dikalangan Kangouw adakah muncul
tokoh-tokoh lihay ?
Ada, sahut Ngo-seng tanpa pikir, baru-baru saja ada seorang aneh yang linglung,
mahir segala macam ilmu silat, lihaynya luar biasa. Kabarnya Jing-ling-cu hendak
mengundang semua tokoh silat untuk mengenalinya.

Hong san Koay Khek – Halaman 198


yoza collection

Apakah anak dara ini muridnya? tanya orang itu. Rasanya tidak mungkin, sahut
Ngo seng geleng kepala. Lalu ada lagi siapa ?
Banyak! kata Ngo-seng. Seperti Thong thian-sin-mo Jiau Pek-king, Liok-hap-tongcu
Li Pong, kedua paderi dari Go-bi, Tai-liksin Tong Po, Bok Siang Hiong dan.. . . .
Stop! bentak orang itu mendadak. Kenapa manusia2 sebangsa itu kau sebut2
didepanku? Masa mereka sanggup mendidik murid seperti ini? Hm, sekali orang itu
masih hidup, tetap aku tidak lega! habis berkata, ia mendadak ia hantam meja
disebelahnya hingga ujung meja sempal seketika.
Karuan Ngo-seng mengkeret sampai agak lama barulah ia berani bersuara: Ki-
locianpwe, aku ada satu usul. Jika kau tahan bocah perempuan ini disini, bukankah
gurunya akau mencari kemari?
Fui,masakah kau ukur dirimu yang rendah dengan derajatku, semprot orang she
Ki itu.
Diam2 Jun-yan dan A Siu memuji orang yang mendamprat jiwa Ngo-seng yang
rendah itu. Tapi mereka lantas dibikin terkejut bentakan orang she Ki itu: Baiklah, biar
bocah ini sekarang juga binasa dibawah Thian-sing-cing-lik-ku.
Kiranya ilmu pukulannya yang dasyat tadi disebut Thian-sing-cing-lik atau tenaga
murni taburan bintang maka terlihat Tun-kau-kiam yang terletak dimeja itu mendadak
diambilnya terus disentilnya hingga senjata itu menyambar kearah Jun-yan. Terimalah
bocah, bolehlah kalian berdua maju berbareng dan melawan sekuatnya supaya matipun
tidak penasaran ! seru orang itu pula.
Jun-yan bergirang melihat senjatanya pulang kandang, cepat ia ulur tangan
menyambutnya. Diluar dugaan, mukanya menjadi merah dan badannya hampir2
terjengkang, ternyata tenaga jentikan orang itu kuat luar biasa, sampai2 ia tidak
sanggup menahannya.
Tapi nyali Jun-yan menjadi besar pula sesudah memegang senjatanya, ia pikir
dengan kepandaian dua orang masakan akan kalah? Maka bisiknya lantas kepada A
Siu: Lihatlah betapa liciknya manusia, maka jangan kau sungkan2 lagi, marilah kita
hajar manusia busuk ini!

Hong san Koay Khek – Halaman 199


yoza collection

Diam-diam A Siu membenarkan ujar Jun-yan itu, tapi bila ia pikir pula, apa yang
terjadi itu toh gara-gara Jun-yan yang telah mencuri kelinci panggang orang, bukankah
ini pun keterlaluan. Cuma pikiran demikian tak enak dikatakannya.
Sementara itu orang she Ki itu masih menunggu walaupun melihat kedua gadis itu
main bisik2. Malahan kemudian Jun-yan memulai bersuara garang lagi: Supaya tidak
menyesal, hai, siapa namamu, kenapa tak kau beritahukan lebih dulu !
Tapi belum lagi orang itu bersuara, tiba2 Ngo-seng telah menyeletuk dengan
mengejek: Hm, budak picak, masakan Ki-go-thian, Ki-lo cianpwe yang berjuluk Tok-poh-
kian-kun yang namanya termashur dikalangan Bu-lim berpuluh tahun yang lalu, tidak
kau kenal?
Sebenarnya Jun-yan lantas hendak memaki Ngo-seng yang berani menimbrung itu,
tapi mendengar siapa adanya orang she Ki itu, seketika ia terperanjat sampai mundur
beberapa langkah tanpa merasa.
Kiranya pernah didengarnya dari sang suhu bahwa jago silat terkemuka pada
jaman itu dan dari lapisan apa saja, tiada yang bisa menandingi Tok-poh-kian-kun Ki
Go-thian. Ilmu silat Ki Go-thian ini sukar diukur tingginya, anehnya iapun tidak suka ada
orang yang berkepandaian lebih tinggi darinya, maka tindakannya sewenang-wenang,
beberapa kali tokoh Bu-lim hendak membasminya, tapi lima kali berkumpul; setiap kali
kena dikalahkannya. Paling akhir tokoh2 Bulim itu berkumpul ditepi tembok besar, tapi
begitu Ki Go-thian tiba, sekali ia bergelak ketawa berpuluh tokoh silat itu menjadi keder
semua akan Lwekangnya yang hebat, malahan yang ilmu silatnya sedikit rendah sudah
lantas ter-kencing2 sampai senjata terjatuh tak disadarinya. Tatkala itu usia Jiau Pek-
king masih muda, adatnya juga sombong, namun nyalinya cukup besar, ialah yang
tampil kemuka sebagai juru bicara Ki Go-thian, katanya: Kami mengakui ilmu silatmu
memang susah dilawan, tapi berkepandaian sungguh hebat tanpa tandingan, apanya
yang menarik? Apabila kau dapat memberi kesempatan kepada kaum muda untuk
melatih diri dalam jangka waktu tertentu, aku yakin bukan mustahil akan muncul jago
baru yang sanggup merobohkan kau, tatkala mana bila kau masih mampu menjagoi
barulah kami benar2 takluk.
Dasar adat Ki Go-thian sangat tinggi, tanpa pikir terus saja menjawab: Haha, jago
muda? Baik usiaku sekarang tiga puluh delapan tahun biarlah aku tunggu sampai
berumur tujuh puluh tahun, aku akan muncul pula mencari kalian, tatkala mana bila
kalian toh masih begini tak becus, haha, jangan salahkan aku yang tak kenal ampun.

Hong san Koay Khek – Halaman 200


yoza collection

Habis berkata, iapun tinggal pergi dan betul saja sejak itu Ki Go-thian menghilang
dari dunia Kangouw dan lama2 orangpun se-akan2 lupa padanya.
Sebenarnya Jun-yan sudah ragu-ragu sejak mula ketika mendengar Ngo seng
Thauto yang bukan orang sembarangan itu menyebut Ki-locianpwe pada orang tua itu,
sungguh tidak terduga olehnya bahwa tokoh tertinggi berpuluh tahun yang lalu itulah
yang kini dijumpai, padahal usianya kalau dihitung sudah 70an namun tampaknya
belasan tahun lebih muda. Maka untuk sejenak ia rada tercengang, tapi segera ia
tenangkan diri dan berkata : Oho kiranya adalah Tok-poh-kian-gun Ki-locianpwe,
sungguh tidak nyana dapat berjumpa disini, kalau tidak salah, menurut ceritera, katanya
kau berjanji takkan menjelajah Kangouw dalam waktu tertentu ?
Karena teguran ini, tiba2 Ki Go-thian mengerling sekejap kepadanya, tapi lantas
berpaling pula menatap A Siu dan katanya dengan dingin : Ya, tiga hari yang lalu, persis
genap waktu yang kujanjikan itu !
Jun-yan menjadi putus asa, maksudnya memancing menjadi gagal. Ia pandang A
Siu sekejap, sebaliknya A Siu yang polos merasa tenang saja walaupun dalam tiga
gebrak tadi sudah merasakan betapa lihaynya orang itu. Maka kata A Siu dengan
sewajarnya : Mungkin dia hanya bergurau saja dengan kita, marilah kita pergi saja, enci
Jun-yan.
Melihat A Siu pandang suasana berbahaya itu seakan tak terjadi apa2, diam2 Jun-
yan gegetun akan kepolosan sang kawan. Tapi segera terpikir pula olehnya, kenapa
tidak tiru caranya Suhu mengumpak musuh, lalu tinggal ngeloyor pergi ? Maka segera
sahutnya dengan tertawa : Ya, ya, kau benar A Siu, Locianpwe ini hanya bergurau saja
dengan kita, masakan seorang Bu-lim-cianpwe benar2 sudi main2 dengan si anak kecil,
kalau tersiar keluar, bukankah akan dibuat tertawaan? sembari berkata, ia coba melirik
sikap Ki Go-thian, ternyata tokoh itu bermuka masam saja tanpa mengunjuk apa2, maka
katanya pula: Ki-locianpwe, sering guruku berkata bahwa tokoh Bu lim seluruh jagat
tiada satupun yang ia kagumi, kecuali kau seorang!
Tiba-tiba Ki Go-thian mengejek, sahutnya: Ya, dan diseluruh jagat ini, dalam hal
keberanian juga melulu siau-jiau saja seorang!
Jangan kau senang dulu, kata guruku lagi bahwa disaat genting, kelakuanmu juga
rada-rada rendah,maka dapat dipastikan kaupun bukan seorang kesatria sejati! kata
Jun-yan pula.

Hong san Koay Khek – Halaman 201


yoza collection

Ngaco belo! mendadak Ki Go-thian menggerung keras. Begitu hebat suara


gerungan itu hingga muka Jun-yan pucat, telinga pekak.
Nyata suara gerungan itu apa yang disebut Say-cu-bo atau raungan singa,
semacam lwekang yang hebat. Diantara mereka bertiga hanya A Siu yang masih
sanggup bertahan; walaupun jantungnya memukul keras juga. Yang paling celaka
adalah Ngo-seng Thauto, hampir-hampir ia jatuh tergetar oleh suara raungan itu,
baiknya cepat ia menutupi telinganya, namun begitu kepalanya sudah pening dan mata
ber-kunang2.
Kini barulah Jun-yan mau percaya sebabnya sang guru kagum terhadap Ki Go-thian
yang memang bukan omong kosong ini padahal biasanya Jiau Pek-king tidak
memandang sebelah mata kepada siapapun. Segera iapun mengerti umpannya telah
termakan Ki Go thian sekali tokoh itu sudah gusar pasti sudah akan masuk
perangkapnya, ia tunggu sesudah suara raungan orang sudah reda; segera ia tambahi
minyak lagi : Tak perlu kau gusar tanpa alasan masakan guruku berani omong begitu
tentang dirimu? Buktinya seperti sekarang ini, kau melihat ilmu silat A Siu sangat tinggi
lantas ketakutan pada gurunya seketika minta bergebrak padanya disini. A Siu coba
kau mengaku terus terang apakah kau sanggup melawannya?
Sudah tentu dengan jujur tanpa aling2 A Siu menjawab: Mungkin aku hanya
sanggup menandinginya paling banyak dalam sepuluh jurus.
Bagus, seru Jun-yan tertawa. Nah Ki-lo-cianpwe kau sendiri sudah dengar, jika kau
hanya pintar mencari lawan yang selalu menandingi kau sebanyak 10 jurus saja lalu
macam jagoan apa kau ini? Kenapa kau tidak mencari gurunya saja buat bertanding ?
Tapi terang kau tak berani kepada gurunya, paling2 kami berdua boleh kau binasakan
saja. Haha !
Enci Jun-yan, aku toh tidak mempu.. .
Ya, sudah tentu kau tak mempunyai pendirian apa2, sela Jun-yan cepat sebelum
A Siu selesai berkata, nyata ia tahu gadis itu hendak bilang tak mempunyai guru , hal
mana berarti usahanya mengumpak Ki Go-thian akan gagal maka sembari berkata,
terus iapun mengedipi A Siu hingga gadis itu menjadi bingung dan urung bicara lagi.
Mm, lantas siapa gurunya ? tanya Go-thian menjengek. Muridnya saja begini lihay,
apalagi sang guru,'' ujar Jun-yan. Apalagi dia orang tua melarang kami menyebut

Hong san Koay Khek – Halaman 202


yoza collection

namanya diluaran, seumpama diperbolehkan, juga aku takkan terangkan, supaya kau
tidak bakal kebat kebit merasa tidak tenteram.
Melihat tutur-kata Jun-yan itu tanpa merasa jeri sedikit juga, benar saja Ki Go-thian
menjadi ragu2, ia coba meng-ingat2 tokoh persilatan terkemuka dimasa lalu, tapi ia
merasa tiada seorangpun diantaranya yang dapat mengungkuli dirinya. Kalau bilang
selama ini muncul lagi jago baru, masakan Ngo-seng tidak tahu ? Setelah di-ingat2 pula,
mendadak hatinya tergerak, teringat olehnya pada waktu dirinya malang melintang
tanpa tandingan dahulu, pernah mendengar ceritera orang katanya di puncak tertinggi
Khong-tong-san yang terdiri dari puncak timur dan barat itu, masing2 berdiam seorang
paderi.
Kedua paderi sakti itu, bagi orang Khong-tong-san-pay sendiri belum pernah
melihatnya. Tapi kalau ada kabar demikian tentunya bukan tiada alasan. Konon kedua
paderi itu sangat tinggi ilmu lwekangnya, walaupun puncak timur dan barat itu berjarak
beberapa li jauhnya tapi bila perlu mereka menyiarkan suara mereka dengan Iwekang
yang tinggi itu untuk saling bicara.
Berpikir begitu, bukannya Ki Go-thian menjadi jeri, tapi dia merasa senang malah,
sebab bakal mendapatkan tandingan yang selama ini dirasakannya hampa, maka
dengan tertawa dingin katanya: Hm budak setan, kenapa mesti pura-pura, apa kau
sangka aku tak tahu gurunya kalau bukan kedua keledai gundul di Khong tong-san itu
siapa lagi?
Sebenarnya selama hidupnya belum pernah Jun-yan mendengar tentang paderi
sakti dipuncak Khong-tong-san itu sebab usianya masih terlalu muda bagi kejadian
dahulu. Tapi gadis cerdik begitu mendengar kata2 Ki Go-thian itu ia merasa paderi2
yang dimaksud itu pasti bukan sembarangan orang, maka sengaja ia mengunjuk rasa
heran dan berkata kepada A Siu : Eh, dari mana dia dapat tahu ?
Jika benar, bocah ini tetap harus kutahan disini! kata Ki Go-thian lagi, nyata seorang
tokoh terkemuka dan pintar seperti dia ini juga kena diselomoti Jun-yan.
Melihat akalnya berhasil, dengan cepat kata Jun-yan lagi : He, bukankah kau tadi
sedang berunding dengan Ngo seng katanya hendak hajar adat kepada Jing-ling
Totiang, hendak kemanakah kalian itu ?'' Menghadiri pertemuan para jago Bu-lim yang
diadakan Jing-ling-cu di kuilnya Lo-kun-tian dipuncak Ciok-yong-hong, sahui Ki Go-thian.

Hong san Koay Khek – Halaman 203


yoza collection

Wah, sangat kebetulan sekali, jika begitu pasti kau akan bertemu dengan kedua
Locianpwe dari Khong-tong-san itu, ujar Jun-yan. Tapi segera ia pura2 ketelanjur omong
: Eh, jangan2 kau tidak jadi pergi kesana mendengar kabarku ini!
Amarah Ki Go-thian memuncak dikatai jeri pada orang lain. Kau boleh saksikan
kedatanganku disana nanti ! Sekarang lekas enyah ! bentaknya sembari kebaskan
lengan bajunya hingga Jun-yan merasa se-akan2 ditiup angin badai terus mencelat
keluar sejauh beberapa tombak. Cepat, A Siu ! seru Jun-yan sembari lari ketika
dilihatnya A Siu juga sudah memutar tubuh.
Setelah beberapa li jauhnya, barulah mereka berani kendorkan langkah, namun
suara bergelak Ki Go-thian masih terdengar berkumandang keras bagai guntur. Cepat
mereka berlari pula meninggalkan tempat berbahaya itu.
Wah, bila orang she Ki itu tak mau masuk perangkap, boleh jadi jiwa kita sudah
melayang, ujar Jun-yan sesudah jauh.
Enci Jun-yan, kenapa kau suruh dia bertanding dengan guruku, darimana aku
mempunyai guru? tanya A Siu tertawa.
Jangan kuatir A Siu, kalau sudah tiba harinya pertemuan di Ciok-yong-hong nanti,
biarlah kita juga kesana, tentu disana akan terkumpul banyak jago2 terkemuka, masakan
benar2 semuanya akan dikalahkan orang she Ki itu ? ujar Jun-yan, Dan bila benar2 dia
memang lihay, kita punya kaki, masakan kita tak bisa angkat langkah seribu ? Kita juga
hadir kesana, tapi kalau kepergok, bagaimana ?
tanya A Siu lagi ragu2.
Kau jangan kuatir, guruku mahir menyamar, maka akupun sudah mempelajari
kepandaian itu, sahut Jun-yan, nanti kalau kita sudah menyamar, tanggung kau takkan
kenali dirinya sendiri lagi. Sekarang paling perlu kita mencari tahu dulu kapan
pertemuan para jago Bu-lim itu akan diadakan Jing-ling-cu. sampai disini, ia merandek,
lalu katanya pula: A Siu kita sudah seperti saudara sekandung saja, dapatkah kau
ceritakan padaku, kau bilang tiada punya guru, lantas dari mana kau belajar
kepandaian?
A Siu menjadi ragu2, tapi bila mengingat hubungan mereka memang melebihi
saudara sekandung, tanpa sangsi lagi lalu diceritakannya tentang Siau-jang-cit kay
yang diperolehnya dari Lo-liong-thau digua itu.

Hong san Koay Khek – Halaman 204


yoza collection

Heran sekali Jun-yan oleh penemuan aneh itu, sungguh tidak nyana seorang tua
cacat Suku Biau yang sepele itu juga mahir ilmu silat setinggi itu. Sembari bicara
mereka sambil berjalan, kata Jun-yan pula: A Siu, kata orang diatas ada sorga, dibawah
ada Soh Hong (Sociau dan Hangciu), perjalanan kita toh mesti lewat wilayah Ciatkang,
biarlah kita pesiar sekalian ke Hangciu.
Bagus, seru A Siu girang. Tempat seindah itu, boleh jadi disana kita akan bertemu
dengan Ti-koko.
Diam2 Jun yan gegetun akan hati A Siu yang telah begitu kesemsem atas diri Ti-
put-cian. Tidak seberapa hari, tibalah mereka dikota Hangciu dan mereka pesiar
beberapa hari menikmati keindahan kota sorga itu. Dan karena selama itu tidak melihat
bayangannya Ti-put-cian hati A Siu menjadi murung.
Suatu hari mereka lagi pesiar mendayung perahu ditelaga So-oh yang indah permai
itu. Sedang mereka asyik tamasya, se-konyong2 suara air telaga gedebyuran, tahu2
sebuah kapal pesiar yang besar menerjang dari samping dengan kerasnya, diatas Kapal
belasan lelaki sedang makan-minum sambil terbahak2 hingga suasana yang tadinya
aman tentram itu jadi gaduh.
A Siu mengkerut kening, sebaliknya Jun-yan menjadi gusar. Tanpa pikir lagi, cepat
ia berdiri, ia tunggu kapal itu sudah hampir mendekat, ia samber sebuah ember
disampingnya terus menciduk seember air penuh dan digebyurkan sekuatnya kearah
kapal itu.
Betapa hebat tenaga yang digunakan Jun-yan, byur , itu tepat masuk kedalam
ruangan kapal itu melalui jendela dan belasan lelaki di-dalamnya menjadi gelagapan
dan jatuh pontang-panting, kemudian kapal itu sedikit miring hingga hampir2 terbalik.
Jun-yan ter-bahak2, dan sekali dayungnya bekerja, cepat perahunya sudah
meluncur pergi jauh, tiba2 dari dalam kapal itu melompat keluar seorang terus terjun
ketengah telaga, hebatnya meski didalam air, orang itu tidak tenggelam, tapi air hanya
sebatas lututnya, dengan cara inilah orang itu mengejar perahunya Jun-yan dengan
berjalan diatas air, dan cepatnya sungguh luar biasa. Hayo, berhenti, siapa berani tepuk
lalat diatas kepala harimau, main gila di telaga ini ?
Suara itu Jun-yan merasa sudah pernah kenal, tapi karena perahunya meluncur
sangat cepat, pula deburan air yang tinggi, lantaran diseberangi orang itu, maka

Hong san Koay Khek – Halaman 205


yoza collection

mukanya tidak nampak jelas. Dalam pada itu, A Siu sudah samber dayung satunya lagi
membantu percepat lajunya perahu.
Rupanya melihat tak sanggup mengejar lagi, mendadak tubuh orang itu tenggelam
kedalam telaga, hingga lama belum kelihatan muncul. Jun-yan menyangka orang itu
mungkin sudah kelelap ditelan ikan, maka ia berhenti mendayung untuk bergurau
dengan A Siu.
Diluar dugaan, tiba2 terdengar suara pluk-pluk beberapa kali dibawah perahu,
tahu2 air telaga merembas masuk dari bawah, ternyata dasar perahu itu tahu2
bertambah beberapa Iobang kecil, menyusul mana suara pluk2 terdengar pula
dihaluan dan buritan perahu berlubang lagi beberapa buah hingga cepat sekali separuh
dari perahu itu sudah terendam air. Baru sekarang Jun-yan insaf orang tadilah yang
telah menyabot perahunya itu, cepat ia sumpal sebilah papan perahunya terus
dilemparkan ke-permukaan telaga sambil peringatkan A Siu agar berlaku cara yang
sama. Menyusul mana, ia genjot tubuhnya melompat keatas papan yang terapung
ditelaga itu.
Melihat perahunya sudah hampir tenggelam cepat A Siu berbuat seperti caranya
Jun-yan hingga mereka menumpangi dua papan sejajar seperti orang main ski. Dan
baru saja mereka selamatkan diri, terdengarlah suara air gedeburan, seorang telah
muncul dari dasar telaga dengan tangan memegang senjata Hun-cui-go-bi ji semacam
cundrik kaum nelayan, sekali tusuk perahu itu telah ditenggelamkannya, tapi ketika
melihat kedua gadis itu sudah berpisah keatas dua papan ia alihkan senjatanya sambil
membentak: Berani kau . .
Hanya sekian saja ucapan orang itu karena orangnya lantas saja terkesiap.
Berbareng itu Jun yan pun sudah melihat jelas bahwa orang itu adalah Tong-ting-hui-
hi Bok Siang-hiong.
Haha kiranya kau! seru Jun-yan tertawa.
Melihat Jun-yan untuk sesaat Bok Siang-hiong juga tertegun, karena jeri terhadap
gurunya thian-sin-mo Jiau Pek-king, pula kepandaian si gadis sendiri juga tidak rendah,
sebagaimana dahulu Siau-yau-ih su Cu Hong-tin pernah dipermainkan, maka Bok Siang-
hiong menjadi serba salah terpaksa iapun menyapa dengan tertawa: O kiranya nona
Lou juga pesiar kesini apakah kau datang bersama gurumu dan hendak menghadiri
undangannya Jing liang Totiang?

Hong san Koay Khek – Halaman 206


yoza collection

Maafkan Bok-bengcu kami telah mengganggu kesenanganmu dikapal tadi, sahut


Jun-yan terpaksa merendah melihat kesungkanan orang. Tentang undangan Jingling
Totiang, entahlah aku sendiri tidak tahu kapan harinya? Terus terang saja sejak tempo
hari sampai sekarang aku masih belum pulang maka kalau ketemu Suhu, tolonglah kau
banyak memberi alasan.
Sebenarnya Bok Siang hiong rada heran oleh munculnya Jun yan disitu, tapi demi
mendengar penuturan itu segera sahutnya dengan tertawa: Ah jamak juga orang muda
suka pesiar, kalau sudah keluar segan kembali, tentunya gurumu takkan mengenali kau.
Tentang hari undangannya Jing ling cu telah ditetapkan tanggal satu bulan dua belas,
tinggal setengah bulan saja sudah tiba. Diatas kapal kami sana masih ada Tai lik-sin
Tong-Po dan beberapa kawan Bu-lim lain bila nona Lou tidak mencela, maukah kita
bikin perjalanan bersama !
Mendengar itu Jun-yan menaksir kalau terus langsung menuju ke Hing-san
menghadiri pertemuan yang diadakan Jing-ling-cu, waktunya masih cukup, maka
jawabnya : Terima kasih atas kebaikanmu, masih ada sedikit urusanku yang lain,
tolonglah kau sampaikan guruku, dan aku tidak sekapal dengan kau, nyata diam2 dalam
hati Jun-yan sudah mempunyai rencana sendiri, bukan saja hendak mengingusi Tok-
poh-kian-gun Ki Go-thian yang disegani semua jago silat, bahkan gurunya sendiri juga
akan diselomotinya.
Bok Siang-hiong pun tidak memaksa, ia melihat tidak jauh dari situ sebuah perahu
kecil lagi meluncur tiba, anehnya diatasnya tiada pengemudinya, melainkan satu orang
sedang ngantuk mendekam diatas meja. Kebetulan disitu ada sebuah perahu, silahkan
nona menumpang kesana, dihadapan gurumu kelak aku akan memberi penjelasan
bagimu, katanya kepada Jun-yan, lalu ia selulup lagi kedalam air terus menghilang.
A Siu, kepandaian berenang orang ini rasanya tiada seorangpun dijagat ini yang
menandinginya, kata Jun-yan. Marilah kita naik keperahu itu !
Sebenarnya A Siu ragu2 melihat perahu orang itu. Tetapi Jun-yan sudah mendahului
luncurkan papan yang diinjaknya kesana, terpaksa ia menyusul.
Hai, Toako diatas perahu, kami minta numpang perahumu ! seru Jun-yan ketika
sudah dekat. Namun orang itu masih menggeros dengan pulasnya. Tanpa pikir lagi Jun-
yan melompat keatas perahu dengan enteng sekali dan disusul oleh A Siu.

Hong san Koay Khek – Halaman 207


yoza collection

Waktu Jun-yan meng-amat2i orang yang masih mendengkur itu, ia lihat perawakan
orang rada tegap, berbaju hitam singsat, warnanya sudah luntur, malahan disana sini
banyak tambalan. Karena mukanya terbenam disekap kedua lengannya diatas meja,
maka tidak kelihatan. Yang terang, tidurnya ternyata nyenyak sekali.
Orang ini pulas seperti babi mati, mungkin perahu ini sudah kita dayung ketepi, ia
sendiri masih belum tahu, ujar Jun-yan geli.
Perlahan-lahan mereka angkat penggayuh dan mendayung perahu itu ketepi sana.
Sembari mendayung Jun-yan berkata perlahan kepada A Siu: Hari pertemuan jago Bu-
lim yang diadakan Jing-ling-cu katanya tgl. 1 bulan 12. Jika begitu, sesudah mendarat,
kita harus terus berangkat. Untuk tidak diketahui Suhu, biarlah aku menyamar seorang
seperti Thio Hui (tokoh dalam cerita Sam Kok yang berwajah hitam bengis) dan kau,
menurut pendapatku menyamar seorang pemuda ganteng, boleh jadi sepanjang jalan
kau akan digilai oleh kaum gadis !
Wajah A Siu menjadi merah oleh olok-olok itu, sahutnya: Apakah aku dapat lebih
gagah daripada Ti-koko ?
Terang lebih bagus dari dia, ujar Jun-yan. Maka untuk selanjutnya aku disebut Say
Thio-hui dan kau bernama.. . bernama Giok bin-long-kun (sijejaka bermuka bagus), kita
mengaku bersaudara, aku Toako dan kau adik.
Aku sebenarnya ingin mencari Ti koko dulu, ujar A Siu. Eh, kembali kau rindu lagi,
siapa tahu, kalau di Ciok-yong hong nanti justru dapat kau jumpai dia? bujuk Jun yan.
Tidak lama, perahu mereka sudah dekat tepi telaga, tiba2 mereka mendengar suara
orang menguap, waktu mereka menoleh, kiranya lelaki yang tidur tadi sedang mengulet
sambil julurkan kedua tangannya kelantai, sehabis mengulet, sambil mulutnya
berkemak-kemik bagai orang ngelindur, mendekam diatas meja tertidur pula.
Melihat tangan orang itu ketika dijulurkan keatas, panjangnya luar biasa, alisnya
juga tebal sekali, cuma tadi orang lagi menguap, maka wajahnya macam apa, belum
tampak jelas Jun-yan menjadi geli melihat kelakuan orang, katanya. A Siu.. tidak, Giok-
bin-long-kun, tampaknya orang ini kerjanya hanya gegares dan tidur melulu, tidur
dirumah kuatir diganggu, maka pindah tidur diatas perahu. Marilah kita tinggal pergi,
peduli amat dia mau tidur sampai tahun depan !

Hong san Koay Khek – Halaman 208


yoza collection

Diwaktu bicara, karena anggap dirinya sekarang sudah Say Thio-hui atau si Thio
Hui kedua, sengaja Jun-yan bikin kasar suaranya, karena A Siu tertawa geli, katanya:
Enci Jun-yan. .
.
Stop, sela Jun-yan mendadak, bukan enci lagi, tapi ingat, selanjutnya harus panggil
Toako !
Ah, nanti saja kalau sudah sampai di Ciok-yong hong, tawar A Siu geli.
Sementara itu perahu sudah menepi, mereka meletakan dayung dan melompat
kedaratan dalam pada itu lelaki tadi kedengaran lagi menguap dan kemak kemik
mengigau pula.
Tanpa ambil pusing lagi, mereka tinggal menuju kekota. Disebuah toko, Jun-yan
membeli pupur minyak, jenggot palsu dan sebagainya lalu membeli pula bahan obat2an
disebuah apotik. Dengan semua itu mereka pulang kehotel.
Hai dimanakah pedangmu, kenapa tinggal sarungnya melulu ! seru A Siu kaget
ketika melihat senjata yang terselip dipinggang Jun-yan sudah tak kelihatan.
Jun-yan terkejut ketika diperiksanya benar saja sarung pedang masih, senjatanya
sudah hilang. Ia ingat ketika menghadapi Bok Siang-hiong tadi karena menyangka orang
akan menyerangnya ia masih meraba senjatanya itu, kenapa sekarang bisa mendadak
hilang?.
Untuk sesaat itu Jun-yan menjadi bingung, yang bikin mengejutkan lagi, ketika ia
merasa sutera merah yang diperolehnya dari gua didaerah Biau itu juga sudah hilang
tak berbekas, padahal ia ingat benar barang tersebut tersimpan baik2 dalam bajunya.
A Siu ikut sibuk melihat kawannya kelabakan, lekas2 ia tanya apalagi yang hilang:
Sepotong kain sutera merah, sahut Jun-yan. Entah keparat jahanam yang mana berani
main gila dengan aku, jika dapat kubekuk, kalau tidak kucacah badannya, tidak puas
hatiku.
Dan sedang Jun-yan mencak2 tanpa sasaran tiba2 datanglah pelayan hotel
menghantarkan sepucuk surat sambil menanya: Apakah nona she Lou ?
Jun-yan melengak, tapi cepat sahutnya: Benar. Ada apa ? Disini ada sepucuk surat
ditujukan untuk nona, kata pelayan.

Hong san Koay Khek – Halaman 209


yoza collection

Cepat Jun-yan menerima surat itu dengan heran, ia lihat diatas sampul tertulis :
Dihaturkan kepada nona Lou ! Tulisannya indah kuat. Sebagai murid Thong-thian-sin-
mo yang serba pandai, dengan sendirinya dalam hal seni tulis Jun-yan pun terhitung
akhli, ia merasa tidak kenal gaya tulisan siapakah dari orang2 yang dikenalnya.
Ketika sampul itu disobeknya, ia lihat kertas surat didalamnya putih kosong kecuali
dua huruf yang cukup besar : Kiam, Leng.
Melihat tulisan kedua huruf yang berarti : pedang dan sutera, segera Jun-yang tahu
ada hubungannya dengan kedua bendanya yang hilang itu. Dari siapakah surat ini ?
Cepat ia tanya sipelayan. Saking tidak sabar, bahu pelayan itu terus dicengkeramnya
sambil di-gentak gentak.
Karuan pelayan itu meringis kesakitan sambil ber-kuik2 seperti babi disembelih.
Sementara itu Jun-yan telah membentak pula suruh mengaku.
Aku. . . akupun tidak tahu siapa pengirimnya, aku hanya terima dari satu kacung
penjual kacang, katanya suruhan seorang sastrawan . . . . sahut pelayan itu tak lampias.
Untuk sejenak Jun-yan tertegun oleh jawaban itu, tapi segera pelayan itu
dilepaskannya ia tarik A Siu: Marilah, kita pergi bikin perhitungan dengan jahanam itu.
He, siapakah? tanya A Siu heran.
Masakan kau sudah lupa pada lelaki yang tidur seperti babi mati diatas perahu
itu? sahut Jun-yan.
A Siu menjadi ingat pada orang itu. Namun begitu, iapun heran apakah mungkin
orang itulah yang mempermainkan mereka. Tapi selamanya ia hanya menurut saja
segala apa yang dikehendaki kawannya, tanpa bicara segera ia ikut dibelakang Jun-yan
ketelaga Se-oh.
Sementara itu hari sudah sore, sinar mata sang surya diwaktu senja menyorot
indah diair telaga yang biru ke-hijau2an itu, namun Jun-yan berdua tiada pikiran buat
menikmati keindahan pemandangan itu mereka terus langsung menuju ketempat pagi
tadi, mereka melihat ditepi telaga sana masih tertambat sebuah perahu yang
dikenalnya sebagai perahu lelaki sastrawan baju hijau itu, malahan diatas perahu itu
masih ada seorang yang kelihatan masih sibuk entah apa yang sedang dikerjakan.
Hai, keparat, bagus sekali perbuatanmu. Ya! teriak Jun-yan sebelum dekat.

Hong san Koay Khek – Halaman 210


yoza collection

Tapi sesudah dekat, ia menjadi melongo, karena orang diatas perahu itu ternyata
seorang kacung berumur belasan tahun, maka cepat tegurnya dengan nada lain: He,
kau bocah ini lagi kerja apa disini?
Kacung itu tidak menjawab, tapi matanya berjelilatan mengawasi Jun-yan berdua,
kemudian baru buka suara: Apakah kalian ini berdua masing2 bernama Say Thio-hui
dan Giok Bin-long-kun?
Seketika Jun-yan dan A Siu melengak oleh pertanyaan itu. Tapi bila dipikir lagi,
segera merekapun sadar duduknya perkara, tentu ketika mereka berunding tentang
menyamar diatas perahu, rahasianya telah didengar oleh sastrawan itu, dan jika begitu,
orang yang mencuri lebih terang lagi juga sastrawan itu.
Aku menanya dimana majikanmu, kenapa kau cerewet? bentak Jun-yan lagi tak
sabar.
Tunggu sebentar, nona, memang aku ditugaskan menyambut kedatangan kalian,
ujar kacung itu tertawa.
Habis itu, kembali ia sibuk mengurusi kerjanya tadi, ia mengangkat sebuah Khim
kuno, sebuah anglo yang kecil mungil, seperangkat alat2 minum komplit dengan teko
dan cangkir yang indah. Semuanya itu diboyongnya kedaratan dan diletakkan didalam
dua keranjang, lalu dipikulnya dan berjalan didepan mendahului Jun-yan, sambil me-
nyanyi2 kecil. Dengan mendongkol Jun-yan berdua ikut dibelakang kacung itu.
Tidak terlalu lama, ketika hari sudah remang-remang, tibalah mereka sampai di
suatu gubuk yang terletak ditepi sebuah sungai kecil. Tampaknya atap gubuk itu masih
baru, agaknya belum lama dibangun.
Sudah sampai, silahkan kalian masuk, kata sikacung. Gubuk itu ternyata dikitari
pagar bambu, didalam pekarangan tertanam aneka warna bunga yang indah. Waktu
Jun-yan ikut melangkah masuk kedalam, ia lihat keadaan dalam rumah sederhana saja,
diujung timur sana sebuah dipan di-aling2 pintu angin dari anyaman, diruangan sebuah
meja lengkap dengan alat2 tulis, diterangi sebuah pelita yang ber-kelip2.
Ketika tidak melihat majikannya disitu, kacung itu coba berseru memanggilnya, tapi
tiada sahutan. Tiba2 dilihatnya diatas meja tulis terdapat sehelai surat, disamping surat
itu terletak sebuah pedang terbungkus kain sutera merah.

Hong san Koay Khek – Halaman 211


yoza collection

Cepat kacung itu ambil kertas surat itu, sesudah dibaca sekedarnya, segera ia
sodorkan kepada Jun-yan.
Waktu Jun-yan membaca surat itu tertulis : Nona Jun-yan yang terhormat,
Pencurian Kiam dan Leng ini melulu bergurau belaka, sebagai timpalan olok2 nona
siang tadi. Sebenarnya kedatangan nona sangat kunantikan sekedar memenuhi
kewajiban tuan rumah, tetapi sayang, karena keperluan harus segera berangkat tak
sempat menunggu, harap dimaafkan.
Kiam dan Leng lengkap berada di sini, harap nona terima kembali dengan baik.
Cuma sayang Leng tulen, tapi Kiam tiruan, sayang!
Surat ini ternyata tidak dibubuhi tandatangan pengirimnya, dibawah tertulis seekor
burung belibis serta beberapa pucuk rumput egel2. Untuk sesaat Jun-yan ter-mangu2
ia merasa ilmu silat sastrawan itu sebenarnya susah diukur, mengingat mencuri
barangnya tanpa berasa, pula sekarang ternyata gaya tulisannya begitu indah, nyata
orang itu serba pandai, silat dan surat. Diam-diam iapun menyesal tak bisa berjumpa
dengan orangnya.
Kiam dan Leng ini sudah kuambil kembali, marilah kita kembali, katanya kemudian.
Tapi sebelum melangkah keluar, tiba2 ia menanya sikacung : Eh, siapakah nama
majikanmu?
Ternyata kacung itu hanya menggeleng kepala tanpa menjawab.
Jun-yan menjadi masgul. Sungguh aneh, hatinya yang polos tiba2 timbul semacam
perasaan gegetun. Dengan rasa hampa ia ajak A Siu pulang kehotel.
Besok paginya, Jun-yan sudah pulih akan kelincahannya. Ia merasa senang apabila
terpikir sesudah menyamar dan sampai di Hing-san ia akan dapat menggoda gurunya
sendiri. Segera ia bangunkan A Siu dan ber-kemas2 menyamar dengan bahan2 yang
sudah dipersiapkan itu.
Lebih dulu Jun-yan membantu A Siu bersolek, sebentar saja A Siu ternyata sudah
berubah menjadi satu pemuda pelajar yang tampan, ketika A Siu bercermin, ia sendiri
hampir-hampir tak kenal dirinya lagi.
Kemudian Jun-yan merias dirinya sendiri, lebih dulu ia poles mukanya agak ke-
hitam2an lalu ditempeli lagi berewok palsu. Ketika mendadak berpaling, A Siu menjadi
kaget. Ternyata seorang gadis cantik ayu, kini telah berwujud seorang laki2 hitam

Hong san Koay Khek – Halaman 212


yoza collection

berewok seperti sikat kawat. Apalagi kalau Jun-yan berteriak, boleh jadi A Siu bisa lari
ketakutan. Habis merias muka mengenakan pakaian yang serasi dengan penyamaran.
Haha, dengan dandanan kita sekarang, kalau kita keluar, boleh jadi kuasa hotel
takkan kenal kita, dan kita tinggal kabur saja, ujar Jun-yan.
Ya, tapi tanpa sebab bikin rugi orang, buat apa? sahut A Siu.
Perduli amat, kalau kita sewaktu butuh, sewa hotel juga akan mereka catut berlipat
ganda, kata Jun-yan.
Dan benar juga, ketika melangkah keluar dengan lagak seperti tidak pernah terjadi
apa2, pelayan dan kuasa hotel menjadi ternganga heran, kenapa dari kamar yang
tadinya ditinggali dua nona, sekarang keluar dua lelaki yang berbeda seperti langit dan
bumi ?
Namun Jun-yan tak ambil pusing, terus saja ia ajak A Siu pergi, mereka membeli
dua ekor kuda dulu, lalu menempuh perjalanan dengan cepat menuju Hing-san. Mereka
menghitung masih cukup waktu, maka mereka lanjutkan perjalanan seenaknya.
Jun-yan tahu undangan Jing-ling-cu kepada para jago silat seluruh jagat, tujuannya
yalah untuk mengenali siapa adanya manusia yang lebih mirip setan dari pada manusia
itu. Namun begitu, kebiasaan orang Bu-lim yang suka unggul, untuk mencari nama ,
entah berapa orang rela mati untuknya, apalagi sudah dekat waktunya janji Ki Go-thian
yang beritanya disebarkan Ngo seng Thauto, bahwa pada saat para jago berkumpul di
Ciok-yong-hong, akan muncul untuk memenuhi janjinya dahulu.
Sebab itulah maka begitu Jun-yan berdua memasuki wilayah Oulam, mereka lantas
melihat tidak sedikit tokoh Bu-lim ber-bondong2 melampaui mereka menuju ke Ciok-
yong-hong, cuma diantara mereka semua belum ada yang kenal, terutama manusia
aneh itu tidak terlihat lagi sejak pertemuan terakhir digua berbahaya didaerah Biau.
Selagi mereka mengenali setiap orang yang jalan searah dengan mereka, tiba2 dari
belakang seekor kuda putih menyalip lewat dengan cepatnya. Penunggangnya seorang
Tosu atau imam setengah umur dengan jubahnya yang bersih dan berkopiah
pertapaan, dipunggung terselip sebuah kebut, kiranya dialah Siau-yau-ih-su Cu-hong-
tin.
Diam2 Jun-yan saling pandang dan tertawa bersama A Siu, dalam hati mereka
mentertawai jago2 yang sudah keok dibawah tangannya A Siu itu masih berani

Hong san Koay Khek – Halaman 213


yoza collection

berlagak. Sedangkan Jun-yan bermaksud meneriaki dan menggodanya, mendadak


terdengar dibelakangnya ada suara orang ter-bahak2 dan berkata: Haha, kehadiran Li-
heng dalam pertemuan para jago diatas hinsan sekali ini, pasti Li-heng sudah siapkan
semacam kemahiran Khong-tong-pay untuk dipertunjukkan dihadapan kawan2
semuanya!
Nyata, lagu suara orang ini seperti memuji juga se-akan2 mengolok-olok, tapi orang
she Li itu agaknya sangat sabar dan merendah, sahutnya: Ah, mana ada! Khong-tong-
pay jauh terpencil disebelah barat sana, kami justru akan minta petunjuk kepandaian2
dari aliran lain.
Maka terdengar lagi orang tadi bergelak ketawa.
Waktu Jun-yan berpaling, kiranya orang yang dipanggil Li-heng itu bukan lain ialah
Liok-hap-tong-cu Li-pong, itu ketua dari Khong tong-pay. A Siu, kakek itu bernama Li
Pong adalah sobat baik guruku, biarlah kutegurnya, coba dia kenali aku tidak, katanya
kepada sang kawan.
Habis itu, ia tahan kudanya sedikit dijalan, setelah mendekat, ia lihat orang setengah
umur dengan lagak tengik yang memuakkan, tampak Li Pong agak sungkan bikin
perjalanan dengan dia, tapi orang itu terus ajak bicara padanya.
Sesudah dekat, segera Jun-yan memapaki sambil memberi hormat dan berkata :
Ah, mendengar suaranya, ternyata memang benar Li-heng adanya, sungguh tidak
nyana sesudah sekian lamanya, kini berjumpa lagi disini.
Li Pong menjadi heran ketika mendadak ditegur seorang hitam berewok yang tidak
pernah dikenalnya, tapi mengapa dengan begitu menghormat. Sesudah melengak,
terpaksa ia menjawab dengan tertawa : O ya, sudah lama tidak berjumpa, apakah Heng-
tay (saudara) juga hendak pergi ke Giok-yong-hong ?
Diam2 Jun-yan geli oleh jawaban itu, sudah terang tidak kenal masih berani
menyahut Sudah lama tidak berjumpa. Segera ia teriaki A Siu : Jite, marilah
kuperkenalkan Li-heng kepadamu, selanjutnya kau mungkin harus banyak minta
pelajaran Li-heng.
Ketika Li Pong memandang A Siu, ia melihat seorang pemuda tampan dengan sipat
likat2 seperti anak perempuan, meski usianya muda, tapi sinar matanya tajam, sebagai
seorang ahli begitu pandang, segera Li Pong tahu pemuda

Hong san Koay Khek – Halaman 214


yoza collection

ini lihainya memiliki ilmu Lwekang yang tidak bisa dibilang rendah.
Li Pong terkejut, diam2 dia heran darimana tiba-tiba muncul dua saudara yang satu
jelek yang satu tampan, tapi selamanya tidak dikenalnya.
Ketika Jun-yan melihat kawan perjalanan Li Pong tadi sedang memandang padanya
dengan wajah menghina, ia menjadi gemas apa lagi setelah mendengar lagu suaranya
yang sombong kepada Li Pong tadi, ia pikir, manusia congkak demikian harus diberi
hajaran. Maka pura2 ia tanya: Li-heng, siapakah sobat ini, sudikah kau memperkenalkan
kepada kami ?
Sudah tentu mimpi pun Li Pong tidak menduga bahwa sang keponakan perempuan
nakal itu lagi bergurau kepadanya, maka jawabnya: Saudara ini murid Pi-lik-jiu In Thian
Sang In-locianpwe dari Holam, namanya Ong Lui, orang menjulukinya Siau-pi-lik !
Jun-yan terkejut mendengar nama itu, ia pernah dengar beledek itu, usianya sudah
lebih 80 tahun, tingkatannya dikalangan Bu-lim sangat tinggi, ilmu pukulan beledek yang
dilatihnya sangat disegani. Tentu muridnya ini juga tidak boleh dibuat main. Maka ia
cepat bersoja dan berkata: O, kiranya Ong-hiantit, sungguh kagum !
Mendengar sebutan Hian-tit atau keponakan itu bukan saja wajah Ong Lui seketika
berubah hebat, bahkan Li Pong rada terkejut dan merasa siberewok ini sengaja cari2.
Masakan Ong Lui yang usianya sudah dekat 50an dan nampak jelas masih lebih tinggi
dari siberewok itu, tapi orang berani menyebutnya keponakan yang berarti anggap
dirinya lebih tua setingkat. Padahal Li Pong saja sebut Ong Lui saudara, walaupun
tingkatannya sebenarnya sejajar dengan gurunya yaitu sitangan geledek.
Benar juga, Ong Lui menjadi amat murka, biasanya ia tidak pandang sebelah mata
pada siapapun juga, apalagi kini dipandang rendah terang2an, segera iapun berseru: Li-
heng siapakah orang ini?
Untuk sejenak Li Pong gelagapan, sebab ia sendiripun sebenarnya tidak kenal
siberewok. Baiknya dengan cepat Jun-yan sudah menggantikan menjawab: Ah, Cayhe
hanya orang tak terdaftar, maka tidak tenar seperti Ong-hiantit, aku bersama Kah-lotoa,
dan saudaraku ini Kah loji, karena macam maki yang tak berarti ini, ada kawan juga
yang sudi memberikan julukan pada kami sebagai Say-thio-hui dan Giok-bin-long-kun.
Ong Lui tambah murka mendengar orang terus sebut hiantit padanya, ia pikir Kah-
loji? Kenapa selamanya tidak pernah dengar nama jago silat demikian?

Hong san Koay Khek – Halaman 215


yoza collection

Tapi iapun tak mau kalah gertak, segera ia menjengek dan menanya pula: Ehm,
entah kalian dari golongan atau aliran mana?
Eeh, kenapa Ong-hiantit begitu pelupa? sengaja Jun-yan meng-olok2 lagi. Bukankah
aliran kami dengan golongan gurumu, Lo In (In si tua) terkenal sebagai dua aliran
terkemuka di Holam, cuma nama Pi-lik-pay kalian lebih kumandang sedikit sebaliknya
kami hanya Tang-ko-pay (aliran genderang) maka suaranya kalah keras.
Karuan Ong Lui murka oleh sindiran itu masakan golongan Beleged mereka
diimbangi dengan golongan genderang segera dia mendamprat: Orang she Kah,
apakah barangkali mulutmu belum dicuci, kenapa kentut semuanya?
Eeeeh, panas amat darah orang Ong-hiantit ini! sahut Jun-yan semakin menggoda.
Bicara tinggal bicara, apa kau sangka orang Tang ko-pay kami kena digertak?'' Karena
sambil berjalan, tatkala itu kebetulan mereka tiba sampai disuatu tanah datar, segera
saja Ong Lui melompat turun dari kudanya sambil menantang: Hayolah orang she-kah
bila kau berani, turunlah kemari!
Tatkala itu, orang berlalu lalang dijalan cukup ramai, ketika mendengar Ong Lui
berteriak-teriak menantang, semua orang menjadi ketarik, sebentar saja ditanah lapang
itu sudah dirubung penonton. Begitu pula Li Pong ikut merandek ingin melihat gaya dari
golongan manakah Jun-yan berdua.
Jun-yan sendiri tahu bila ia turun lapangan sekali gebrak pasti akan dikenal Li Pong,
maka katanya pada A Siu, Jite, Toako sungkan turun kalangan, bolehkah kau
mewakilkan aku !
A Siu ragu2, masakan tanpa sebab disuruh berkelahi. Jun-yan tahu bahwa
kawannya itu sungkan bergebrak dengan orang, cepat katanya lagi: A Siu, cukup asal
kau jungkalkan dia, tak usah melukainya, kenapa mesti takut?
Terpaksa A Siu meloncat turun dari kudanya, dengan ayal2an ia masuk kalangan.
Melihat A Siu begitu ganteng, semua penonton lantas saja sudah bersorak memuji,
karuan Ong Lui semakin murka, tanpa bicara lagi ia memukul dengan tangannya.
Ilmu Pi-lik-jiu atau pukulan geledeg dari keluarga In di Holam itu nyata bukan
kepalang hebatnya, begitu pukulan dilontarkan, segera angin men-deru2 bagai guntur
gemuruh. Lekas-lekas A Siu pasang kuda-kuda dengan kuat sambil kedua lengan
bajunya mengebas ke-samping.

Hong san Koay Khek – Halaman 216


yoza collection

Satu kali, tiba-tiba Jun-yan berseru mengejek.


Ong Lui tambah sengit, angin pukulannya tadi belum mengenai musuh atau tahu2
sudah dipatahkan musuh, padahal pukulan pertama yang disebut Lui-su-kay-loh atau
malaikat beledeg membuka jalan, hampir seluruh tenaga dikeluarkannya, tapi hasilnya
malah tenaga pukulannya itu se-akan2 terpental oleh kebasan A Siu tadi.
Terkejut dan gusar Ong Lui, sekali menggerung, kembali sebelah tangannya
memukul lagi kedepan dengan sekuatnya. Serangan ini dilakukan dengan cepat dan
dari jarak dekat, asal badan A Siu kesenggol boleh jadi akan remuk seketika.
Melihat kekejian Ong Lui, semua orang ikut kuatir bagi A Siu. Siapa duga dengan
enteng sekali A Siu menggunakan samberan angin pukulan itu, tubuhnya terus ikut
tergintai ikut pergi, habis itu, dengan pelahan ia turun kembali. Melihat keindahan
gerakan itu, kembali penonton bersorak. Sebaliknya Jun-yan terus berseru pula : Dua
kali!
Alangkah mendongkolnya Ong Lui, musuh yang satu selalu bisa hindarkan
serangannya dengan gesit, sebaliknya musuh yang lain berkoak-koak mengejek
disamping. Keparat, sambutlah seranganku ini! teriaknya murka.
Habis mana, tiba2 kedua telapak tangannya bergetar hingga bersuara, lalu
didorongkan kedepan dengan tenaga beledek yang mengejutkan.
Dalam pada itu A Siu semakin sengit oleh maki-makian orang, ia pikir bila tidak
diberi tahu rasa, mungkin pertandingan ini takkan habis2. Ia berdiri diam menunggu,
ketika tenaga pukulan lawan sudah mendekat ia membaliki tangannya terus menekan
dari atas kebawah, memapak pukulan orang. Gerakan lemas saja, tapi membawa
kekuatan maha besar.
Melihat sebagai akhli silat, segera Li pong menduga Ong Lui bakal celaka. Benar
saja, segera Ong Lui menjerit sekali sambil sempoyongan kebelakang, untung dia masih
tahan tubuhnya hingga belum terjungkal, namun begitu, darah segar terus saja
menyembur dari mulutnya.
Nyata beradunya tenaga pukulan itu hanya digunakan separo dari Lwekang A Siu,
bila tidak, mungkin Ong Lui sudah menggeletak tak bernyawa lagi.

Hong san Koay Khek – Halaman 217


yoza collection

Sebaliknya demi nampak keadaan Ong Lui yang cukup parah, A Siu menjadi tak
tega, ia mendekatinya sambil mengurut dua kali dipunggung orang untuk menenangkan
jalan darahnya lalu katanya : Maaf, saudara sudi mengalah sejurus !
Ong Lui menjadi malu, sahutnya lesu : Ilmu silatmu sungguh hebat, biarlah kita
bertemu lagi kelak ! habis berkata tanpa berpaling lagi ia mengeloyor pergi diantara
penonton sampai berpamit kepada Li Pong pun dilupakan.
Kah-heng, kata Li Pong kepada Jun-yan.
Pi-lik-cio In Thian-sang suka mengeloni anak muridnya, pulangnya Ong Lui ini
mungkin akan mengadu biru kepada gurunya, kelak kalian harus berhati-hati!
Jika begitu, kejadian tadi Li heng sendiri ikut menyaksikan, bila kelak perlu dibuat
saksi, tolong Li-heng suka berlaku adil, ujar Jun yan.
Diam2 Li Pong pikir kejadian tadi benar disebabkan Ong Lui yang menantang, tapi
asalnya karena Jun-yan yang mulai mengolok-olok dengan kata-kata Tang-ko-pay
yang terang dimaksudkan untuk menimpali Pi-lik-pay orang, apalagi asal usulnya kedua
orang dihadapannya ini tidak pernah dikenal. Namun begitu bila melihat kepandaian
adiknya sudah begini hebat, jangan kata lagi sang kakak. Maka iapun menjawab sekedar
memuaskan hati Jun-yan .
Sepanjang jalan Li Pong terus memikirkan dari golongan mana atau aliran manakah
kedua teman perjalanan ini, terutama gerak silat A Siu yang aneh dan lihay itu
hakekatnya tidak pernah dilihatnya. Sudah tentu mimpipun tak terpikir olehnya bahwa
A Siu alias Kah-loji hanya seorang gadis Biau yang secara kebetulan memperoleh ilmu
Siau-yang-chit-kay yang lihay. Ingat punya ingat, mendadak hatinya tergerak, terpikir
seseorang lihay dimasa mudanya dahulu, cepat ia mendekati Jun-yan dan menanya :
Kah-heng apakah gurumu she-Ki ?
Kiranya ia teringat kepada Tok-pok-kian-gun Ki Go-thian, ia pikir, selain orang she
Ki ini, rasanya tiada jago lain lagi yang mampu mendidik murid seperti kedua saudara
Kah ini.
Untuk sesaat Jun-yan tertegun mendengar pertanyaan itu, tapi segera jawabnya
sambil menggeleng kepala : Orang she Ki, apakah Li heng maksudkan Tok-poh-kian-
gun Ki Go-thian dimasa dahulu itu ?
Benar, kata Li Pong.

Hong san Koay Khek – Halaman 218


yoza collection

Bukan, guruku adalah orang lain. sahut Jun-yan.


Sedang mereka tanya jawab, se-konyong2 suara derapan kuda dari belakang
berbunyi dengan riuhnya, seekor kuda tinggi kurus secepat angin telah melampaui
mereka. Kaki kuda itu jauh lebih panjang dari kuda biasa, maka larinyapun sangat
kencang, ketika lewat, debu ikut bertebaran hingga muka Jun-yan se-akan2 ditabur
debu.
Hai, orang itu apakah kau jalan tak pakai aturan ? seru Jun-yan segera dengan
gusar.
Mendengar itu, mendadak penunggang kuda yang berbaju kelabu itu menahan
kudanya hingga kedua kaki muka binatang itu terangkat keatas. Waktu penunggangnya
menoleh seketika rasa gusarnya Jun-yan tadi lenyap, bahkan hampir ia tertawa.
Ternyata orang berbaju kelabu itu bermuka sangat lucu, muka potongan segitiga
seperti kepala walang, rambutnya jarang setengah botak.
Dan selagi Jun-yan hendak menegurnya lagi tiba2 A Siu menjawilnya memberi
tanda hati2. Dalam pada itu terdengar Li Pong telah berseru: Hai, kiranya kau Hwe-
heng, cepat amat binatang tungganganmu itu!
Apakah dia kawanmu, Li-heng? tanya Jun-yan.
Benar dia she Hwe, bernama Tek adalah sobat baikku, sahut Li Pong.
Jun-yan geleng2 kepala seperti seorang tua bicara kepada orang muda, ujarnya: Li-
heng mencari kawan juga harus yang genah, kalau segala manusia congkak kau jadikan
teman apakah kau tidak kuatir ikut campur namamu?
Sungguh geli dan dongkol Li Pong oleh lagak orang, sebagai seorang ketua Khong-
tong-pay, biasanya dia memberi petuah, masa sekarang dia yang diberi ceramah? Tapi
dasarnya memang seorang sabar, maka ia hanya tersenyum tak menjawabnya.
Begitu pula lelaki jelek itupun tak menggubris akan olok2 Jun-yan itu, ia mendengus
sekali, lalu keprak kudanya tinggal pergi.
Maaf, Kah-heng, Cayhe berjalan dahulu, kata Li Pong kemudian larilah kudanya
menyusul orang aneh itu. Dari jauh mereka terus pasang omong, malahan kadang kala
menoleh lagi memandang Jun-yan berdua.

Hong san Koay Khek – Halaman 219


yoza collection

Jun-yan pun tidak ambil pusing, sebaliknya A Siu senantiasa pasang mata kekanan
ke kiri, sudah tentu yang dicarinya yalah buah hati yang dirindukannya itu, Kang Lam-
it-ci-seng Ti Put-cian.
Melihat kelakuan kawannya ini, aneh juga tanpa merasa Jun-yan terkenang pula
kepada sastrawan baju hitam yang menggodanya di Hang ciu itu.
Selamanya Jun-yan suka menggoda orang tapi sekali itu dia yang kena
dipermainkan ketika diketahui siapa penggodanya serta melihat kepandaiannya yang
serba pintar, timbul juga rasa kagumnya yang aneh yalah timbul rasa menyesalnya
karena tak bisa berjumpa dengan sastrawan itu.
Begitulah tanpa pernah terjadi apa2 lagi, akhirnya merekapun sampai di Hian-san,
mereka menghitung waktunya masih ada tiga hari pertemuan yang akan diadakan Jing-
ling-cu. Jun-yan pikir, puncak keramaiannya dari pertemuan itu tentu takkan terjadi
pada permulaan, buat apa mesti buru-buru hadir kesana, pegunungan Hian-san seindah
ini, kenapa tempo beberapa hari ini tak digunakan untuk menikmatinya.
Tapi. . . tapi aku ingin mencari Ti-koko, kata A Siu tak sabaran, mengingat sudah
sampai di Hian-san, tapi sang kawan tidak mau terus naik ke Ciok-yong-hong.
Kita sendiri belum lagi pasti, apakah dia hadir, bukankah percuma bila sudah
sampai di sini, tapi tak menjumpainya? ujar Jun-yan. Diam2 ia sangat gegetun akan
cinta A Siu yang sudah buta itu, namun begitu iapun tidak mau mengecewakan sang
kawan, katanya pula: Baiklah A Siu, bila kau ingin datang ke Ciok-yong hong dahulu,
bolehlah kau kesana. Tapi ingat, untuk sementara jangan sekali-kali kau ajak bicara
pada Ti-put-cian apabila kau melihat dia disana.
Sebab apa ? tanya A Siu heran. Bukankah atas kehadiran Ki Go-thian ke Ciok-
yong-hong ini kecuali kita berdua, orang lain tiada yang mengetahui? tutur Jun-yan
perlahan. Dan kalau kau unjukkan asal usul dirimu penyamaran kita sekarang ini, boleh
jadi kita akan celaka.
Baiklah, Enci Jun-yan, pasti aku akan berlaku hati2, sahut A Siu. Habis itu, dia putar
kudanya dan ikut pendatang lain keatas gunung.
Jun-yan sendiri terus keprak kudanya menyusur lembah pegunungan itu. Tapi
jalannya menjadi berliku-liku terpaksa ia melompat turun dari kudanya, dia tambat
binatang itu disuatu pohon, lalu melanjutkan dengan berjalan kaki.

Hong san Koay Khek – Halaman 220


yoza collection

Sebabnya Jun-yan tidak mau terus menuju Ciok-yong-hong, sebenarnya adalah


karena terbayang oleh sipemuda sastrawan yang menggodanya ditelaga Se oh itu. Ia
pikir alangkah sedapnya apabila dapat mencari tempat yang sepi untuk duduk
melamun mengenangkan orang yang tanpa merasa telah mencuri hatinya itu.
Maka ia melanjutkan langkahnya tanpa tujuan, sehingga hari sudah petang,
sampailah disatu lembah yang suasananya terasa aneh, tatkala itu bulan sabit sudah
menongol diujung langit, hingga menambah sekitarnya terlebih seram.
Ia melihat sekelilingnya sunyi senyap, hanya gemercik sebuah sungai kecil yang
mengalir pelahan merupakan suara satu-satunya dalam suasana seakan-akan
membeku itu. Jun-yan melihat sungai itu mengalir lewat dua tebing yang curam.
Dalam keadaan remang2, mendadak Jun-yan tertarik oleh dua hurup besar yang
terukir didinding tebing itu, hurup2 itu adalah Su-kok atau Lembah kematian.
Hati Jun-yan ber-debar2 melihat tulisan itu, tanpa merasa Tun-kau-kiam dilolosnya.
Ia lihat dibawah hurup besar itu tertulis pula sebaris hurup yang lebih kecil, maksudnya:
Disanalah Lembah kematian, siapa yang masuk takkan bisa keluar.
Diam2 Jun-yan menjengek, mungkin siapa yang jahil sengaja mengukir tulisan itu
disitu, masakan lembah sunyi begitu diberinya nama Lembah kematian , padahal bila
benar2 tempat itu berbahaya, masakan selama ini tidak pernah didengarnya dari sang
guru, terutama Jing-ling-cu yang bertempat tinggal dipegunungan ini?
Ia melihat dinding gunung itu ada sebuah batu besar diatas mendatar rata, kalau
dibuat merebah dan melamun, rasanya sangat tepat. Karena ingin tahu, segera ia
melompat ke atas batu itu, terbayang olehnya kelakuan Sasterawan diatas perahu yang
sedang mengulet dan menguap itu, tatkala mana orang sama sekali tak menarik
perhatiannya, siapa tahu sekarang justru terkenang.
Selagi pikirannya terbenam lamunan yang aneh itu, tiba2 ia merasa tengkuknya se-
akan2 ditiup dari belakang, cepat ia berbangkit, tapi tiada seorangpun terlihatnya. Tanpa
merasa ia mengkirik, apalagi dibawah sinar bulan yang remang2 tapi kembali tiupan
angin itu terjadi lagi. Ia coba meneliti dibelakang batu itu, maka tahulah ia kemudian,
ternyata dibelakang batu yang mepet tebing itu ternyata ada sela-selanya. Ia coba
tempelkan jarinya kesela-sela itu ternyata tiupan angin yang dingin. Nyata dibalik batu
itu ada lobangnya.

Hong san Koay Khek – Halaman 221


yoza collection

Ia menjadi heran dan curiga, ia mencoba korek lobang itu dengan pedangnya, benar
saja disitu ada sebuah goa yang ditutup dengan batu besar, lekas-lekas ia melompat
turun, batu itu didorongnya, karena beralaskan pasir, maka batu itu dengan mudah
lantas menggeser, maka tertampaklah sebuah gua yang gelap gulita, segera terasa pula
angin dingin meniup keras dari dalam gua.
Ia bertambah heran, masakan angin meniup keluar dari dalam gua, dan bukan
meniup kedalam, jika begitu tentu gua ini bertembusan dengan sebelah sana. Ia hendak
menyalakan api, tapi api selalu sirap oleh angin itu. Padahal di dalam gua terlalu gelap.
Segera ia tabahkan diri, dengan pedang terhunus ia menerobos kedalam gua itu. Gua
itu ternyata hanya cukup dilalui seorang saja, dengan kedua belah dindingnya basah
dengan penuh lumut. Syukur dengan berkat sinar kemilau pedangnya Tun-kau-kiam
lapat lapat sekedar dapat dibuat penerangan.
Benar juga tidak diantara lama, ia telah menembus kebalik gua sana, diatas langit
bulan remang2, bintang ber-kelip2, nyata ia telah berada diudara terbuka lagi. Malahan
terdengar pula diatas karang sana ramai dengan suara berisik orang. Jun-yan menjadi
heran. Tapi segera ia paham, tentu diatas situ adalah Ciok-yong-hong, dimana Jing-ling-
cu hendak mengadakan pertemuan dengan para jago silat, dan suara berisik itu orang
yang berbondong2 datang memenuhi untuk memenuhi undangan itu.
Tiba2 Jun-yan mendengar suara pluk-pluk yang tidak terlalu keras, waktu ia
memandang kedepan, ia lihat disana sebuah kolam lumpur penuh tumbuh-tumbuhan
aneh, suara pluk-pluk itu keluar dari dasar lumpur, ditengah kolam lumpur itu ada
sebuah batu besar hingga seperti pulau kecil, diatas batu itupun penuh lumut dan
cendawan yang ber-macam2.
Hati Jun-yan tergerak melihat itu, ia menjadi ingat cerita Jin-ling-cu dahulu tentang
diketemukannya manusia aneh didasar lembah itu, Jangan2 inilah yang
diketemukannya orang aneh itu ? pikir Jun-yan.
Mendadak ia tertarik oleh beberapa tempat diatas batu yang kelihatan bersih dari
lumut, ia menjadi heran, ia coba mendekati, ternyata lumut yang tumbuh disitu memang
sudah bersih dikorek orang, malahan sebagai gantinya terdapat beberapa hurup Jing-
kin , yang terang digores dengan tenaga jari.
Goresan tulisan itu sudah sangat dikenal Jun-yan, yaitu mirip seperti tulisan dicarik
kertas yang ditinggalkan orang aneh ketika memberikan Pek-lin-to dan mencurikan

Hong san Koay Khek – Halaman 222


yoza collection

kapal jamrut dahulu. Dari goresan hurup diatas batu itu Jun-yan bertambah yakin bahwa
tempat itu memang bekas tempat tinggal manusia aneh.
Teringat pada orang aneh itu, Jun-yan merasa nasib orang harus dikasihani, baiknya
sekarang Jin-ling-cu sudah mengundang semua jago silat ke Ciok-yong-hong ini untuk
mengenalinya, kalau melihat bekas tempat tinggalnya yang banyak goresan hurup
Jing-kin ini, boleh jadi disekitar gua ini masih dapat diperoleh tanda2 lainnya, bukankah
untuk mengenali asal usul orang aneh itu akan jadi lebih gampang ?
Karena itu Jun-yan masuk kedalam gua itu lagi untuk meneliti dalamnya. Sungguh
tak tersangka olehnya bahwa hampir ia terkubur benar benar didalam lembah kematian
sesuai dengan nama pegunungan itu.. . .
Sementara itu A Siu yang mengikuti orang banyak menuju ke Lo-kun-tiau dipuncak
Ciok-yong-hong itu sudah sampai ditempat tujuannya. Ia lihat kuil itu tidak terlalu
megah, tapi cukup angker, ditanah lapang depan kuil itu tampak baru dibangun belasan
rumah atap, agaknya disediakan untuk kediaman darurat para tamu undangan. Disitu
ternyata sudah tidak sedikit tamu yang datang lebih dahulu.
Sebelum tiba sepanjang jalan A Siu sudah mengawasi kian kemari, untuk
berhadapan dengan orang banyak itu dapat dilihatnya Ti-put cian. Kelakuannya yang
lucu banyak menimbulkan heran bagi semua orang, tapi nampak A Siu berdandan
sebagai pemuda sastrawan, orangpun tidak banyak ambil perhatian.
Sebenarnya A Siu sudah janji dengan Jun yan akan tutup mulut, sekalipun sudah
ketemu dengan Ti Put-cian.
Tapi ketika sudah sampai di Ciok-yong-hong, pesan Jun-yan sudah dilupakan semua.
Ia lihat didepan kuil sama berdiri seorang imam tua para pengunjung itu satu persatu
maju menyapa dan memberi salam padanya. A Siu pikir tentu itulah Jing-ling-cu yang
menjadi tuan rumah dalam pertemuan besar ini. Kehadiran Ti Put ciang kesini, kalau
ditanyakan pada imam itu pasti akan diketahui dengan jelas.
Segera iapun maju kehadapan imam itu dan menyapa sambil memberi hormat:
Apakah Totiang Jing-ling-cu adanya? Cayhe memberi hormat disini.
Imam itu memang benar ketua Hing-san-pay tuan rumah dari Lo-song-tian, yaitu
Jing-ling-cu adanya. Ketika mendadak melihat pemuda ganteng dengan sorot mata
tajam suatu tanda Lwekangnya yang tinggi, Jing-ling-cu menjadi heran darimanakah

Hong san Koay Khek – Halaman 223


yoza collection

tiba2 muncul satu jago muda yang begini hebat, maka cepat jawabnya: Ah, terima kasih
atas kunjungan Hengtay, pinto memang benar bergelar Jing-ling-cu dan Siauko ini..
Jing-ling Toheng, Siauko ini bernama Kah loji! tiba2 seorang menyanggapi dari
samping.
Ternyata orang yang menyela itu bukan lain adalah Liok Hap-tongcu Li Pong yang
sudah mendekati mereka. Jing-ling-cu bertambah heran, masakan seorang jago muda
yang begitu ganteng, suatu nama saja tidak ada, tapi pakai panggilan menurut urut2an,
ia pikir didalamnya pasti ada apa2nya, maka katanya kemudian : O, kiranya Kaheng
adanya silahkan masuk dan istirahatlah seadanya ! habis itu ia sibuk menyambut tamu
yang lain lagi.
A Siu pikir Li Pong adalah sahabat baik Jing-ling-cu, pergaulannya luas,
pengalamannya banyak, kalau tanya tentang Ti Put-cian kepadanya, tentu ia bisa
memberi keterangan. Maka orang tua itu hendak segera dihampirinya, namun baru ia
memutar atau Li Pong sudah mendekatinya lebih dulu sambil menyapa : Kah-laute,
apakah saudaramu tidak ikut datang?
Melihat orang tua itu sangat peramah, cepat jawab A Siu : Ia sudah datang, cuma
masih banyak tempo, sementara ini ia masih menikmati pemandangan indah
pegunungan ini, sebaliknya aku ingin sekali mencari seseorang, maka datang kemari
lebih dulu.
Memangnya Li Pong ingin tahu asal usulnya A Siu dan Jun-yan, mendengar ada
seseorang yang hendak dicarinya, segera tanyanya : Eh, entah siapakah yang hendak
Ka-laute cari ?
Ia she Ti bernama Put-cian, orang Kang ouw menjuluki dia Kang Lam-it-ci-seng,
sahat A Siu.
Li Pong menjadi terkesiap, pernah beberapa kali ia melihat Ti Put-cian, orangnya
memang tampan, tapi kelakuannya sama sekali tidak dipuji. Entah Kah-loji ini untuk
apa hendak mencarinya ? Kemudian iapun menjawab : Agaknya tiada kelihatan
bayangannya bahwa Ti Put-cian disini, hanya dua tahun yang lalu pernah kuberjumpa
dengan dia.
A Siu menjadi kecewa dan Li Pong bertambah heran. Ia pikir mungkin Ti Put-cian
yang terkenal jahat itu telah berbuat sesuatu dosa apa, maka Kah-loji hendak mencari

Hong san Koay Khek – Halaman 224


yoza collection

dan bikin perhitungan dengan dia. Sudah tentu tak terpikir olehnya bahwa Kah-loji
dihadapannya ini justru satu gadis jelita yang putih bersih tapi kesengsem dan
merindukan Kam Lam it-ci-seng Ti Put-cian yang jahat laknat itu.
Apakah mungkin hadir kesini, Li-locianpwe ? tiba2 A Siu bertanya pula dengan
sipatnya yang polos.
Susah dipastikan, sahut Li Pong ragu2.
. Tapi biasanya Ti Put-cian itu berkeliaran di daerah Kanglam, sekarang tidak sedikit
tokoh2 Kanglam yang lagi duduk2 mengobrol didalam, jika Kah-laute suka mencari
keterangan pada mereka, tentu akan diketahui jejaknya.
Segera A Siu menerima usul itu lalu ikut menuju keruangan belakang, lantas
terdengarlah suara gelak tawa yang ramai didalam. Ketika A Siu ikut Li Pong melangkah
masuk ruangan kamar itu, terlihatlah ditengah duduk lelaki jelek bermuka walang yang
dijumpainya ditengah jalan itu lagi ter-bahak2 suaranya yang nyaring melengking.
Didepannya duduk seorang Nikoh atau paderi wanita yang berwajah welas asih,
tangannya memegang sebatang kebut.
Disamping mereka duduk lagi dua orang, satu lelaki dan yang lain wanita. Yang
lelaki berjidat lebar, penuh berewok sangat gagah, sedang yang wanita kira-kira berusia
lima puluhan tahun, kurus kering badannya, dari mukanya kelihatan bukanlah orang
jahat.
Disebelah lagi duduk dua orang, juga satu lelaki dan seorang wanita. Yang lelaki
berperawakan pendek, bermuka cemberut mirip rupanya orang kematian. Sedang yang
wanita tinggi besar itu kulitnyapun juga yang sudah keriput, rambutnya ubanan,
mukanya juga bersengut seakan2 orang menagih utang, tapi tidak berhasil.
Diantara mereka terdapat pula seorang Thauto atau Hwesio yang berambut,
kepalanya sebesar gantang, wajahnya merah ber-seri2, duduknya bersandar tiang.
A Siu mengerling sekeliling atas dari semua orang itu, ia merasa silelaki jelek
bermuka walang dan Nikoh tua itulah yang kelihatan Lwekangnya yang paling hebat,
sedang yang lain biasa saja baginya.
Kemudian satu persatu Li Pong memperkenalkan padanya kepada A Siu. Ternyata
Thauto itu adalah Thi-thau-to sipaderi kepala besi dari Ngo-tai-san. Ilmu Lwekangnya
sudah mencapai tingkatan yang tinggi. Lelaki berewok dan wanita kurus kering itu

Hong san Koay Khek – Halaman 225


yoza collection

bukan lain yalah Tai-lik-sin Tong Po bersama isterinya Tay-jing-siancu Cio Ham. Lelaki
pendek dan wanita tinggi bermuka cemberut itu masing2 adalah Ok Hua to Ciok Kat-
sing dan Li-pian-jiok Sian Tim, keduanya juga tokoh persilatan juga mahir ilmu
pertabiban, maka mereka diundang oleh Jing-ling-cu dengan maksud, kalau perlu
supaya bisa mengobati manusia aneh yang cacat itu.
Sedang lelaki yang bermuka walang itu sudah kenal A Siu sebagai Hwe Tek dan
Nikoh tua itu ternyata satu diantara kedua paderi sakti dari Go-bi-san yang terkenal
dengan ilmu Ji-lay-it-ci, tutukan dengan jari sakti namanya Boh-hoat Suthay.
Ketika semua orang mula2 melihat Li Pong membawa masuk seorang pemuda,
semua orang merasa heran. Tapi demi nampak tindakan A Siu yang kokoh kuat, sinar
matanya yang tajam semua orang bertambah aneh oleh pemuda yang lihay ini.
Sesudah Li Pong memperkenalkan, kemudian katanya pula, Kah-heng ini ingin
mencari keterangan satu orang. Dalam hal ini rasanya Tong-heng akan lebih
mengetahui.
Siapakah yang dia tanya, tentang urusan apa ? tanya Tong Po.
Ia ingin tahu jejaknya Kang Lam-it-ci-seng Ti Put-cian, sahut Li Pong.
Mendengar nama itu disebut, wajah Tay-lik-sin Tong Po mendadak berdiri dan
berseru : Apakah Ti Put-cian hadir kemari ?
Tidak, tapi Kah-heng justru lagi mencarinya, sahut Li Pong.
Perawakan Thay-jing-siancu Cio Ham yang kurus kering tinggi gala bambu itu
tingginya, ternyata melebihi sang suami. Dengan wajah merah padam mendadak dia
berteriak kearah A Siu: Kau pernah apanya Ti Put-cian, untuk keperluan apa kau
mencari dia?
Diam2 A Siu pikir, kenapa wanita kurus ini begitu galak? untuk sejenak ia ragu2
cara bagaimana dia harus menjawabnya, sahutnya kemudian: Aku adalah sobat
baiknya.
Lau Tong, seru Cio Ham kepada sang suami, akhirnya dapatlah kita menemukan
dia!
Tong Po mengangguk, sudah tentu orang semua yang hadir disitu tidak paham apa
yang sudah terjadi dan apa maksud kata2 Cio Ham itu.

Hong san Koay Khek – Halaman 226


yoza collection

Bagus sekali, orang she Kah, jika memang kau sobat baik sikeparat Ti Put Cian itu,
sekarang juga ingin kami tanya kau kejadian dua bulan yang lalu, dua murid kami
terbunuh di dekat Tinkang itu, kau ikut serta tidak? tanya Cio Ham sambil melangkah
maju.
Karuan A Siu bingung. Dar . . . darimana aku tahu? sahutnya kemudian dengan
tidak lancar.
Cio Ham menjadi gusar. Masih berani kau pura2 tidak tahu, apabila kau mengaku
sobat baik dengan Ti Put-cian, tentu kaupun bukan manusia baik2, bentaknya sembari
ulur tangannya terus mencengkeram.
Tenaga cengkeraman itu ternyata keras sekali, hingga membawa angin mendesing,
sedang Li Pong terus berseru : Enso Tong, ada urusan apa, terangkanlah dahulu, jangan
buru2 turun tangan !
Untuk sejenak Cio Ham berhenti, katanya dengan muka merah padam : Kedua
murid kami dua bulan yang lalu telah terbinasa ditangannya Ti Put-cian, sebelum
ajalnya, mereka sempat mengirim berita pada kami bahwa musuh yang membokong
mereka adalah Ti Put cian beserta seorang kawannya, jika begitu, siapa lagi kawannya
itu kalau bukan bocah sekarang ini ? Apakah sakit hati membunuh murid harus
kudiamkan begini saja ?
Li Pong menjadi bungkam mendengar alasan itu. Sebaliknya silelaki jelek bermuka
walang itu tiba2 ter-kekeh2 dan berkata : Aha, muridnya sendiri yang tak becus,
pembunuh biang keladinya tak diketemukan, sekarang malah merecoki pada seorang
yang belum pasti diketahui berdosa atau tidak !
Cio Ham menjadi murka, muridnya dibunuh orang, masih di-olok2, ia tertawa dingin
dan menyahut: Lo-mo-thau (iblis tua), kau membual apa ?
Kembali lelaki jelek bernama Hwe Tek itu terkekeh-kekeh katanya: Alangkah
garangnya lagakmu! Apa kau sangka orang mudah kau robohkan? Cobalah kalau kau
tak percaya, kalau kalian suami istri berdua mampu mengalahkan anak muda ini, aku
terima menjura tujuh likur kali padamu !
Hm, Lo-mo-thau, kau benar2 memandang rendah pada kami! jengek Cio Ham. Habis
ini mendadak berseru: Lo Tong!

Hong san Koay Khek – Halaman 227


yoza collection

Rahasia Tong Po takut bini sudah bukan rahasia lagi dikalangan kangouw, maka
demi mendengar panggilan istrinya itu, cepat ia mengia dan melompat maju.
Mari kita jajal bocah ini kepelataran depan sana, kata Cio Ham pula.
Melihat orang sungguh2 hendak bergebrak dengan dia, A Siu menjadi gugup, ia
menggoyang-goyang tangannya sambil berkata, Kita selamanya tidak kenal, tanpa
dendam takkan sakit hati! habis berkata, sekali tubuhnya melesat, segera bermaksud
undurkan diri.
Namun baru sedikit badannya bergerak, tahu2 Cio Ham sudah mendahului
membentak: Jangan lari! berbareng itu, pedang sudah dilolosnya dan menghadang
diambang pintu.
Melihat kesebatan dan gerak senjatanya
yang lihay, A Siu tak berani sembrono, ia
mundur selangkah, lalu menegur. Sudah
kukatakan kita tiada bermusuhan apa2, kenapa
kau memaksa aku turun tangan ?
Justru aku ingin kau turun tangan! teriak
Cio Ham sambil ayun pedangnya dengan cepat
dan kencang, sinar pedang kemilauan
menyilaukan mata.
Akan tetapi A Siu tidak ingin berkelahi
dengan orang, ia terus mundur hingga tanpa
merasa telah mundur sampai didepan kursi
silelaki jelek bernama Hwe Tek itu.
Ketika ia hendak mundur lagi, ternyata dari belakang se-akan2 ditahan oleh selapis
tembok kuatnya. Ia melengak, ketika melirik, kiranya Hwe Tek itu masih duduk tenang
ditempatnya, hanya sebelah telapak tangannya sedikit membalik mengarah
kepunggungnya A Siu, dengan sorot mata tajam sedang menatap padanya.
Maka tahulah A Siu tenaga kuat yang menahan dari belakang terang keluar dari
tangan Hwe Tek itu. Ia menjadi terkejut, memang sejak bertemu ditengah jalan, ia sudah
melihat Lwekang lelaki jelek ini luar biasa, tatkala iapun menjawil A Siu agar berlaku
hati-hati, kini dugaannya itu ternyata tidak salah.

Hong san Koay Khek – Halaman 228


yoza collection

Dan karena ditolak dari belakang, terpaksa A Siu berulang kali mesti menghadapi
bahaya, ia berkelit kian kemari oleh serangan Cio Ham yang sementara itu sudah
dilontarkan. Tapi A Siu dapat menghindarkannya dengan enteng dan manis sekali.
Ilmu pedang yang dimainkan Cio Ham itu terkenal sebagai Thay-jing-kim-hoat ,
anehnya setiap kali serangan tampak hampir mengenai sasaran, selalu A Siu dapat
menghindar dengan cepat dan enteng seperti gontai pergi oleh angin serangannya.
Lama2 Cio Ham menjadi gemas. Tiba2 ia getarkan pedangnya hingga mengeluarkan
sinar gemilapan; seketika A Siu seperti terkurung didalam sinar pedangnya, tampaknya
asal sekali tusukan pedang dilontarkan, pasti A Siu akan mengalami nasib malang.
Nampak keadaan itu, tanpa pikir Li Pong sudah lantas lolos golok pusakanya Pek-
lin-sin-to dan Boh-hoat-suthay juga angkat kebutnya dengan maksud hendak menolong
A Siu. Tak terduga, tiba2 bayangan orang berkelebat, tahu2 A Siu sudah menyelinap
keluar dari kurungan sinar senjata itu, anehnya tak kelihatan dari arah mana A Siu
menerobos keluar.
Karuan semua orang tercengang, sungguh tidak tersangka dengan ilmu pedangnya
Cio Ham yang terkenal lihay dan tampaknya A Siu sudah terkurung oleh sinar
senjatanya itu, tapi tahu2 bisa loloskan diri, sampai seujung bajunya saja tidak sobek,
maka dapatlah dibayangkan betapa hebat Ginkang atau ilmu mengentengkan tubuh
bocah itu. Maka tak mau mereka pun berseru memuji.
Tentu saja Cio Ham tambah sengit, dengan gusar teriaknya : Anak busuk, tidak lekas
kau lolos senjata, jangan salahkan aku jika kau sebentar badanmu berlubang!
Sudah kukatakan tidak bermaksud berkelahi dengan kau, darimana aku punya
senjata ? sahut A Siu tenang.
Ternyata jawaban yang tulus itu telah disalahartikan sebagai ejekan oleh Cio Ham,
tanpa berkata lagi ber-runtun2 ia melontarkan serangan lagi beberapa kali. Akan tetapi
masih tetap A Siu menghindarkan tanpa balas menyerang.
Keparat, terimalah serangan ini! teriak Cio Ham pula, dengan geram cepat
pedangnya menebas.
Namun dengan sebat dan enteng sekali A Siu tergontai pergi hingga saking
cepatnya pedang Cio Ham menyerempet tiang disamping A Siu. Sungguh hebat
serangan itu, sedikit berayal saja tubuh A Siu mungkin sudah terkutung.

Hong san Koay Khek – Halaman 229


yoza collection

Semua orang menjadi ter-heran2 pula melihat gerakan A Siu yang lincah dan aneh
itu. Walaupun disitu hadir jago silat dari berbagai golongan, tapi tiada satupun yang
mengenali dari aliran mana ilmu silat A Siu itu. Maka baru sekarang mereka mau
percaya olok2 Hwe Tek tadi, memang nyata, kalau mau sungguh2 A Siu sudah dapat
mengalahkan Cio Ham.
Diluar dugaan, mendadak A Siu melompat kesamping lalu berseru: Sudahlah cukup,
baiklah aku mengaku kalah saja!
Karuan semua orang ternganga heran, lebih2 Cio Ham yang tahu jelas yang tak
mampu menyenggol seujung rambut lawannya tapi mengapa tiba2 lawannya itu terima
mengaku kalah? Untuk sesaat ia menjadi tertegun ditempatnya.
Aha, teranglah dia bukan manusia sebangsanya It-ci-seng Ti Put-cian, harap Enso
Tong dapat berlaku bijaksana, lekas2 Li Pong berusaha meredakan suasana tegang itu.
Haha, bocah ini terang memiliki kepandaian yang sangat tinggi, mengapa dia
berlaku sungkan2? Biarlah aku menjajalnya, seru Hwe Tek tiba2 sambil melangkah
maju. Habis ini ia menanya pula kepada A Siu: Bocah, siapakah gurumu ?
Hai, Lo-mo-thau, orang begitu muda, dengan pamormu, masakan kau akan
bergebrak dengan dia? seru Li Pong tiba-tiba.
Hm, pamor apa segala? jengek Hwe Tek mendadak.
Mungkin selekasnya kalian akan terbinasa tanpa kubur, masih bicara tentang
pamor segala!
Apa maksud kata2mu ini, Lo-mo-thau? tanya Li Pong heran.
Bocah ini umurnya belum ada 20 tahun tapi sudah sekian tinggi kepandaiannya,
lantas kalian sangka siapa gurunya? Kecuali dia , siapa lagi? Dan kalau dia untuk kedua
kalinya muncul pula di Kangouw, siapa diantara kita mampu menandinginya? kata Hwe
Tek.
Mendengar itu, semua orang menjadi bungkam dengan saling pandang, tiba-tiba
Thi-thau to berkata tak lancar: Kau maksudkan dia.. , dia.. .
Ya, dia! Dikalangan jaman ini, siapa orangnya bisa lebih lihay dari dia? sahut Hwe-
tek.

Hong san Koay Khek – Halaman 230


yoza collection

Tanya jawab itu walaupun tidak dijelaskan siapa nama si dia itu, tapi semua orang
hadir disitu semua sudah sama memahami siapa gerangan yang dimaksudkan.
Kalian masih ingat bahwa tahun ini adalah tepat waktu yang dia janji akan muncul
pula, kata Hwe Tek pula. Selama 32 tahun ini dia juga sudah berumur tujuh puluhan
dan kalau dia belum mati dan benar2 muncul kembali siapa sanggup menandingi?
Menandingi siapa? tiba2 seorang menyambung dari luar. Kiranya dia adalah Tuan
rumah Jing-ling-cu yang masuk membawa seorang Hwesio pendek gemuk, didadanya
tergantung tiga buah kecer tembaga yang kuning gilap.
Marilah kita perkenalkan, inilah Hoat-teng Taysu dari Thian-tongsi di Ciatkang, kata
Jing ling-cu. Lalu dia menanya lagi tentang siapa yang tak bisa ditandingi itu.
Gurunya, sahut Hwe Tek sambil menunjuk A Siu.
Sudah kukatakan aku tak mempunyai guru kalau murid sih ada! sahut A Siu ke-
kanak2an.
Karuan semua orang melengak lagi, masakan ada murid tanpa guru?
Lalu, siapa muridmu itu? tanya Hwe Tek lagi.
Muridku juga seorang Hwesio gede, namanya Tiat-pi Hwesio, ujar A Siu.
Mendengar itu orang lain hanya heran saja, sebaliknya Hoat teng Taysu terus
berjingkrak, teriaknya : Dusta !
Mengapa ? tanya silelaki jelek alias Hwe Tek itu.
Tiat-pi adalah saudara angkatku, kepandaiannya Gwakangnya jarang ada
tandingannya disekitar Hunlam dan Kuiciu, namanya sudah tersohor lebih 20 tahun
yang lalu, mana mungkin mengangkat bocah cilik ini sebagai guru ? tutur Hoat-teng.
Semua orang diam2 tertawa geli dan mau percaya apa yang dikatakan itu memang
sungguh-sungguh. Sebab kalau benar Tiat-pi Hwesio adalah muridnya A Siu, bukanlah
Hoat-teng juga menjadi keponakan guru anak muda ini, pantasan saja ia berjingkrak.
Hwe Tek tak urus soal itu lagi, tiba2 ia menghela napas dan berkata : Sungguh tidak
nyana sang Tempo liwat begini cepat, tahu2 30 tahun sudah lewat. Dan sampai
sekarang, toh masih tiada seorangpun diantara kita yang dapat menandingi dia !

Hong san Koay Khek – Halaman 231


yoza collection

Sebelum ini akupun sudah teringat soal ini, sela Jing-ling-cu. Menurut aku orang
yang bisa menandingi dia bukannya tidak ada !
Hwe Tek bergelak ketawa mengadah. Siapa? tanyanya. Lagu suaranya penuh
kesombongan se-akan2 pertanyaan siapa itu termasuk pula : Aku saja mengaku tak
bisa menandingi, lalu dijagat ini siapa lagi yang mampu ?
Justru undanganku ini kepada para tokoh Bu-lim, karena aku ingat tahun ini adalah
tahun yang dijanjikan iblis itu, menurut pendapatku, orang yang mampu menandinginya,
mungkin sobat aneh yang tak diketahui asal usulnya itu, ujar Jing-ling-cu.
Sobat itu berada dimana ? tanya Hwe Tek.
Beberapa hari yang lalu sudah kelihatan muncul dipegunungan ini, tapi pagi hari
ini telah menghilang lagi, kata Jing-ling-cu.
Usul Jing-ling Toheng memang beralasan, ujar Li Pong. Kebetulan hari ini kita
berkumpul disini, tentu dia akan datang kemari untuk memenuhi janjinya.
Siapakah gerangan yang kalian bicarakan ? saking heran A Siu menanya.
Tiba2 hati Li Pong tergerak, sahutnya : Kah laute, kebetulan kali ini kaupun hadir
disini, maka alangkah baiknya bila kaupun suka membantunya nanti. Orang itu she Ki,
namanya Go-thian, berpuluh tahun yang lalu sudah tiada tandingan diseluruh Bu-lim,
kini kalau muncul lagi, terang malapetaka bagi dunia persilatan kita.
Ah, kiranya Ki Go-thian itu, ujar A Siu.
Semua orang menjadi heran, masakan usia semuda Kah-loji ini juga kenal Ki Go-
thian.
Jadi Kaheng sudah kenal dia ? Dimana bertemu ? tanya semua orang berbareng.
Aku bertemu dia diwilayah Ciatkang, ia berada bersama seorang Thauto yang
bernama Ngo-seng. tutur A Siu. Lalu ia ceritakan pengalaman yang lalu itu.
Mendengar kepandaian Ki Go-thian ternyata jauh bertambah lihay itu, seketika
wajah semua orang berubah pucat. Dan selagi Li Pong hendak menanya pula, mendadak
diluar kuil sana terdengar suara blung yang keras, begitu keras suara itu hingga debu
sana bertebaran. Semua orang terkesiap dan semua orang berkata : Ah, datanglah dia
!

Hong san Koay Khek – Halaman 232


yoza collection

Suara dentuman itu terlalu keras datangnya maka seketika semua orang menduga
pasti Ki Go-thian yang sudah datang. Untuk sesaat ruangan itu menjadi hening. Hanya
Hwe Tek yang tampak tenang-tenang saja.
Betapapun juga, sebagai jago kawakan serta tuan rumah, kemudian Jing-ling-cu
buka suara: Hari ini kita akan menghadapi musuh lama mati atau hidup kita biarlah
bersama. Marilah kita menghadapi diluar!
Segera Jing-ling-cu mendahului keluar dan diikuti oleh semua orang. Ternyata
dipelataran luar sudah ramai dikerumuni orang, apa yang dikerumuni itu tidak kelihatan.
Anehnya orang-orang yang lagi merubung itu sama-sama bisik-bisik entah apa yang
diceritakan, tapi tiada seorangpun diantara mereka yang tampak ketakutan.
Siapakah gerangan yang bikin ribut disini? Mungkin sobat lama yang mana sudi
berkunjung kemari, maafkan bila penyambutan kami kurang sempurna! Segera Jing-
ling-cu berseru. Suaranya keras berkumandang hingga berisik semua orang itu tersirap,
nyata Lwekang yang diunjukan Jing-ling-cu ini tak bisa dipandang enteng.
Melihat munculnya tuan rumah, maka menyingkirlah orang2 yang merubung itu
kepinggir maka tertampaklah di-tengah2 situ seorang berbaju hitam yang sudah luntur
hingga lebih mirip warna kelabu, lagi meringkuk tidur sambil berpeluk dengkul,
disampingnya ada segunduk benda kehitam-hitaman entah apa barangnya.
Ketika sudah dekat, ternyata orang itu berdandan sebagai sastrawan miskin,
tampaknya masih muda, bukanlah Ki Go-thian yang mereka takuti itu. Sedang gundukan
benda tadi ternyata sebuah genta raksasa yang sudah berkarat. Semua orang menjadi
heran mengapa tiba-tiba muncul seorang aneh demikian.
Siapakah tuan, ada keperluan apakah kunjunganmu kemari ? segera Jing-ling-cu
menegur lagi.
Tiba-tiba orang itu menguap sambil mengangkat kedua tangannya kelangit dan
mengulet ke-malas2an, tangannya ternyata panjang luar biasa, kemudian dengan
sungkan ia menjawab: Ah, kiranya Jing-ling Totiang sendiri sudi keluar menyambut.
Kunjunganku kemari tiada maksud lain, cuma kabarnya hari ini semua tokoh dan jago
Bu-lim sama berkumpul disini, maka Cayhe hanya datang sebagai peninjau saja!
Tutur kata sastrawan miskin ini ternyata cukup sopan santun, suara nyaring jelas,
terang bukan sembarangan orang. Anehnya tiada seorangpun tokoh2 yang hadir itu

Hong san Koay Khek – Halaman 233


yoza collection

yang kenal padanya, padahal seorang jago yang membawa sebuah genta raksasa yang
menyolok itu, masakan selamanya tak pernah dengar namanya.
Hanya A Siu saja segera mengenali bahwa orang inilah yang telah menggodanya
diatas perahu ditelaga Se-oh itu. Tatkala mana sastrawan inipun sedang nyenyak, lalu
menguap dan mengulet, lagaknya persis seperti barusan ini.
Dalam pada itu Tong Po mempunyai tenaga raksasa pembawaan, menjadi ketarik
oleh genta yang dibawanya sastrawan miskin itu, ia tidak percaya orang sekurus itu
mampu mengangkat genta yang besar dan antap itu.
Tanpa pikir ia terus mendekati genta itu, ia pegang kupingan genta itu sambil
membentak naik !
Diluar dugaan, tiba2 sastrawan itu sedikit menahan genta itu dengan sebelah
tangannya, kontan Tong Po merasa suatu tenaga besar menggetar dadanya. Lekas ia
lepas tangan, namun begitu, iapun tergetar mundur beberapa tindak, dengan
tercengang ia pandang sastrawan miskin itu.
Tapi sastrawan itu hanya tersenyum tawar saja, dengan enteng sekali tiba2 ia
angkat gentanya secara terbalik diatas pundak, lalu hendak menuju kegubuk yang
dibangun untuk para tetamu itu.
Se-konyong2 bayangan orang berkelebat, tahu2 Hwe Tek melesat menghadang
kehadapan sastrawan itu sambil berkata dengan dingin : Jika saudara datang kemari
untuk ikut pertemuan kita kenapa nama saja tak kau beritahukan kepada tuan rumah
?
Aha, namaku yang rendah sebenarnya tiada harganya disebut, tapi kalau kalian
ingin tahu, terserahlah, sahut sastrawan itu dengan lagak jenaka. Namaku Ko, she Wi,
dari wilayah barat, ditengah jalan kebetulan memperoleh genta rombeng ini, maka
sekalian kubawa. Nah, apa lagi yang kalian ingin tahu ?
Mendengar nama orang Wi Ko, diam2 Hwe Tek tersenyum geli, ia pikir orang pakai
nama samaran lagi seperti Ka-loji itu. Tapi demi mendengar orang datang dan wilayah
barat, tanpa merasa ia pandang Liok-hap-tongcu Li Pong.
Hendaklah diketahui bahwa Khong-tong-pay terhitung suatu aliran terbesar
dikalangan wilayah barat, sebagai seorang ketua, tentunya Li Pong kenal nama orang.
Tak terduga Li Pong hanya menggeleng kepala saja.

Hong san Koay Khek – Halaman 234


yoza collection

Sementara itu sastrawan yang memperkenalkan namanya sebagai Wi Ko itu telah


berdiam saja kepada semua orang, lalu pergi sendiri ke gubuk disamping sana.
Selagi Jing-lingcu heran oleh kelakuan orang tiba2 dilihatnya Thi-thau-to yang
berdiri disampingnya mengunjuk rasa curiga seperti tiba2 ingat sesuatu.
Rupanya Li Pong juga sudah melihat perubahan sikap Thi-thau-to itu segera ia
menanya: Lau Thi, ada apakah kau, kenapa tak kau katakan saja dihadapan orang
banyak!
Aku hanya ragu2 kepada genta yang dibawa orang she Wi itu seperti.. .
Seperti apa? Apa kau maksudkan seperti genta besar milik Biau-jiu-losat Ki Teng-
nio di puncak Go-bisan itu? sela Cio Ham tiba2.
Thi-thau-to melengak bingung, sebab ia tidak tahu kalau Ki Teng nio itu
menggantung sebuah genta bwsar dikaki gunung kediamannya, maka ia tak bisa
menjawab. Sebaliknya A Siu yang sejak tadi mendengarkan terus, kini tiba2 menyela:
Hanya mirip, tapi bukan Genta yang tergantung dikaki gunung Go-bisan itu, berukiran
kembang yang menonjol keluar, tapi ukiran genta tadi mendengkuk kedalam!
Dari mana kau tahu? bentak Cio Ham. Rupanya ia masih mendongkol pada A Siu.
Aku pernah memukul genta itu digunung, maka cukup jelas melihatnya, sahut A
Siu.
Lalu Lau Thi maksudkan genta yang mana? tanya Li Pong tak sabaran.
Kejadian itu kalau dibicarakan sungguh memalukan, tutur Thi-thau-to. Dahulu
karena menguber Ngo-seng yang mendurhakai perguruan itu, aku telah tiba sampai
disuatu pulau terpencil dilautan selatan, pulau itu ternyata tiada penduduknya, dan
disanalah aku melihat genta tadi. Pikirku kalau pulau tanpa penduduk, dari manakah
terdapat genta semacam itu? Aku menjadi heran dan bermaksud membawa kembali
genta itu, tak terduga belum maksudku terlaksana, tiba2 muncul seorang wanita
berambut panjang terurai, berjari merah membara, tapi wajahnya cukup cantik, cuma
dari sifatnya tampak sekali bukan dari aliran suci. Dan karena percekcokan mulut,
akhirnya aku terpaksa bergebrak dengan dia.. .
Tak usah diterangkan lagi pasti kau dikalahkan, bukan?
tiba2 Hwe Tek menyela.

Hong san Koay Khek – Halaman 235


yoza collection

Benar, apakah Hengtay tahu siapa wanita itu? sahut Thi-thau-to.


Aneh, sebagai seorang ketua aliran terkemuka, masakan wanita itu tak kau
ketahui? jengek lelaki jelek alias Hwe Tek itu.
Sungguh memalukan, harus diakui, memang sampai kini aku masih belum tahu
siapa dia, kata Thi-thau-to.
Aneh juga dengan kedudukan Thi-thau-to sebagai Ketua Ngo-thay-pay, terhadap
Hwe Tek ternyata sangat merendah dan mengia. Dari sini dapat dibayangkan betapa
disegani Hwe Tek itu.
Apa kalian pernah dengar disana dahulu diwilayah Hunlam dan Kuiciu muncul
seorang jago wanita, Kui-bo Li-hun ? tutur Hwe Tek. Selama hidupnya ia sungkan
terima murid, baru usianya sudah lanjut, ia menerima dua orang murid. Tatkala mana
usia Kui-bo Li-hun sudah hampir sembilan puluh tahun, tapi betapa tinggi ilmu silatnya
juga susah diukur. Kedua muridnya itu yang satu kita kenal sebagai Biau-jiu-losat Ki-
teng-nio yang sudah mati, sedang seorang lagi adalah wanita yang dijumpai Lau Thi
yang berjari merah membara, rambut terurai tapi ilmu silatnya jauh lebih tinggi dari
sang suci boleh dikata hampir mewariskan seluruh kepandaian gurunya, ia bernama
Li-giam Ong To Hiat-koh!
Mendengar Li-giam-ong To Hiat-koh atau siratu akherat, seketika semua orang
terkejut. Sudah lama nama Li-giam-ong itu lenyap dari Bu-lim, apabila dia masih hidup,
pasti ilmu silatnya bertambah tinggi lagi. tapi genta pusakanya tahu2 jatuh ditangan
sastrawan miskin she Wi itu, maka kepandaiannya yang belakangan ini dapat
dibayangkan. Yang mengherankan yalah umurnya masih begitu muda, siapa gurunya
pun tak diketahui.
Dalam pada itu masih juga memikirkan daya-upaya akan menghadapi Ki Go-thian
yang ditakuti itu.
Karena itu be-ramai2, mereka terus masuk kembali kekuil untuk berunding lebih
dulu, tapi tiada sesuatu hasil pembicaraan yang diambil.
Sementara itu hari sudah petang, dalam hati A Siu masih tetap terkenang kepada
Ti-put-cian, akan tetapi selama itu masih belum diketahui jejaknya, ia menjadi masgul,
ia ingin sekali berbicara kepada seseorang kawan, seperti Jun-yan, yang selalu
menghibur hatinya yang lara. Tapi gadis itu entah berada dimana sekarang.

Hong san Koay Khek – Halaman 236


yoza collection

Dalam keadaan murung, A Siu terus ayun langkahnya menjelajahi bukit pegunungan
itu, ia mendapatkan sebuah batu besar, dengan duduk bersandarkan batu itu, ia
melamun jauh kelautan mega sana sambil menghela napas.
Dan sekali ia duduk melamun, tahu-tahu 2-3 jam telah lewat, dewi bulan sudah
menghiasi ditengah cakrawala, tapi diatas puncak sana bertambah berisik oleh
datangnya tetamu yang baru. A Siu merasa jemu dengan segala suara ramai itu ia
ingin keadaan sunyi senyap, alangkah baiknya diganti dengan suaranya Ti-put-cian
biarpun suara makian atau cacian, rasanya ia pun suka, daripada hati selalu dirundung
rindu.
Per-lahan2 ia berdiri hendak kembali kepondoknya, tapi baru selangkah, tiba2
didengarnya diatas batu besar yang dibuatnya bersandar itu ada suara orang menghela
napas juga. Malahan terdengar orang itu bersenandung pula yang bernada rindu.
Segera A Siu dapat mengenali suara orang itu sebagai sastrawan she Wi itu, ia
heran siapakah gerangan yang dirindukan sastrawan itu?
Sedang A Siu berpikir, terdengar orang she Wi itu berkata lagi pada dirinya sendiri:
Haha, wanita menyamar sebagai lelaki, hampir aku kena diingusi!
A Siu tergerak pikirannya, ia coba mendongak keatas, terang itulah sorot mata
orang yang tajam lagi memandang juga kebawah. Ia menjadi jengah sendiri, nyata
penyamarannya sudah diketahui orang.
Dalam pada itu Wi Ko itu sudah lantas berkata dengan tertawa : Maaf, nona Siu,
bila aku bikin kaget padamu. Aku hanya ingin numpang tanya. Kenapa nona Jun-yan
tidak ikut serta bersama kau kesini ?
Enci Jun-yan sudah berada disini, sahut A Siu. cuma dia bilang hatinya masgul,
ingin menikmati pemandangan alam pegunungan ini, sebaliknya aku kesusu hendak
mencari Ti-toa ko, maka hadir kesini lebih dulu.
Ti-toako? Apakah kau maksudkan Ti Put cian berjuluk Kang Lam-it-ci-seng itu ?
tanya Wi Ko.
Benar, sahut A Siu, Apakah kau tahu dia berada dimana ? Ah, rasanya dia takkan
hadir kesini!
Heran sekali Wi Ko mendengar orang yang dicari si gadis adalah Ti put-cian yang
terkenal ganas laknat itu, padahal kalau dibandingkan gadis polos dihadapannya ini,

Hong san Koay Khek – Halaman 237


yoza collection

terang bedanya langit dan bumi. Namun begitu, ia menjawab juga : Dimana dia berada
sekarang, aku tidak tahu. Tapi bagaimanakah nona kenal dan berkawan dengan dia ?
belum lama kami berkenalan, hanya secara kebetulan saja kami bertemu didaerah
Biau, tutur A Siu singkat.
Ah, kiranya nona berasal dari suku Biau, tanya Wi Ko.
A Siu hanya mengangguk. Sebaliknya sikap Wi Ko yang biasa ke-malas2an itu tiba2
berubah sungguh2, nyata perhatiannya terhadap diri A Siu bukanlah secara kebetulan
saja.
Tiba2 katanya dengan menahan suara, Nona Siu, ingin aku menanya sesuatu
kepadamu . . . . . .
Tapi belum lagi ia melanjutkan kata2nya terdengarlah suara tertawa orang yang
seram sekali bergema diangkasa pegunungan itu, begitu seram menusuk suara tawa
itu hingga bagi yang mendengar, seketika bulu roma sama berdiri.
Suara tertawa siapakah, begitu menyeramkan dimalam buta ? tanya A Siu.
Sebentar lagi tentu kau akan tahu, ujar Wi Ko seakan-akan ia sudah kenal suara
siapa itu.
Dalam pada itu, suara tertawa itu rupanya juga sudah mengejutkan semua orang
yang berada dipuncak Ciok-yong-hong itu, sebab beramai-ramai mereka terus bangkit
berkerumun ke pelataran depan kuil, sebaliknya didalam kuil itu lantas terang
benderang agaknya mereka juga terjaga bangun, lalu sama keluar ingin melihat apa
yang bakal terjadi.
Segera A Siu juga hendak kembali ke Ciok yong hong dibawah sana, tapi keburu
ditahan Wi Ko, kata sastrawan rudin itu: Tunggu sebentar nona Siu, daripada kita ikut
bikin kacau, tidakkah lebih baik kita menonton saja disini?
Sementara itu terlihat Jing-ling-cu, Liok-hap-tong-cu Li Pong dan silelaki bermuka
walang, Hwe Tek, serta lain-lainnya sudah muncul.
Tiba2 Wi Ko menunjuk Hwe Tek dan menanya A Siu: Nona Siu, kau datang lebih
dulu, apakah kau tahu siapakah lelaki jelek itu ?
Entah, cuma dia diperkenalkan sebagai Hwe Tek, ada juga yang mau menyebut Lo-
mo thau (iblis tua) padanya. kata A Siu.

Hong san Koay Khek – Halaman 238


yoza collection

Lo-mo-thau ? Hahaha ! Memang aku sudah menduga dia, ternyata tidak salah! seru
Wi Ko bergelak tertawa.

ELAGI A Siu hendak menanya lebih jelas tiba-tiba belasan obor yang
dipasang dipelataran sana, apinya se-akan2 menjulang keatas seperti ditiup
angin besar, sampai A Siu yang jaraknya belasan tombak jauhnya
merasakan angin yang kuat itu. Dalam pada itu suara ringkik tawa tadi semakin keras,
seorang wanita berambut terurai kusut mendadak muncul diatas puncak itu.
Wanita itu angkat tinggi2 tangannya sambil tertawa-tawa menengadah, karena
mukanya tertutup rambutnya yang kusut, maka tidak tampak jelas, yang terang sepuluh
jari tangannya merah membara, ditumbuhi kuku jarinya yang panjang, tapi putih bersih,
paduan warna merah putih itu menjadi sangat menyolok.
Maka terlihatlah Jing-ling-cu dan Hwe Tek serta jago lainnya sama memapak maju,
wajah Jing-ling-cu nampak terkejut dan heran, dari jauh segera membalas orang
dengan suitan nyaring. Walaupun suaranya singkat pendek, begitu suara suitan itu
berkumandang, maka berkatalah Jing-ling-cu: Ah, kiranya Li giam-ong To Hiat koh yang
sudah lama tidak keluar dikangouw hari ini mendadak sudi hadir kemari, maafkan bila
sebelumnya tak dilakukan penyambutan!
A Siu pikir, kiranya wanita aneh inilah yang disebut si Ratu akherat To Hiat-koh
yang ilmu silatnya masih diatas Sucinya, yaitu Ki Teng-nio. Ia coba melirik Wi Ko.
Pemuda itu ternyata biasa saja, tetap dengan sikap yang ke-malas2an, si ratu akherat
yang menggetarkan itu seperti tak dipandang mata olehnya.
Dalam pada itu, karena teguran Jing-ling-cu tadi, mendadak wanita itu menggeleng
kepalanya, rambutnya yang kusut terurai itu lantas tergontai kebelakang. Diluar dugaan
wajahnya ternyata cantik ayu tampaknya juga belum terlalu tua, cuma saja bila dilihat
dari sorot matanya yang tajam dapat diketahui pasti bukan orang dari aliran baik2. Ia
hanya mengerling sekejap kearah Jing-ling-cu, lalu menyahut: Hidung kerbau, pakai
banyak adat apa segala! Aku hanya ingin tanya kau, apakah tadi ada seorang sastrawan
rudin yang datang kemari, harap kau suruh keluar terima kematian! habis berkata, dia
perdengarkan lagi suara ketawanya yang menyeramkan itu.

Hong san Koay Khek – Halaman 239


yoza collection

Eh, kiranya kedatangannya kemari hendak mencari kau, diam2 A Siu berkata pada
Wi Ko ditempat sembunyinya itu.
Ya, sudah kuketahui ia akan datang kemari, herannya kenapa dia baru sekarang
tiba, ujar Wi Ko tertawa.
Dalam pada itu baru Jing-ling-cu mengetahui maksud kedatangan To Hiat-koh itu,
pikirnya, walaupun sastrawan she Wi itu barusan dikenal tapi sekali ia sudah hadir
disini, sebagai tuan rumah aku harus konsekwen, aku menghadapi segala kemungkinan.
Maka sahutnya segera: Ah Li-giam-ong hendaknya suka menerima usulku ini karena
berkumpulnya kami disini justru perlu persatuan sesama kita untuk menghadapi lawan
tangguh, maka sebelum peristiwa itu berakhir haraplah Li-giam-ong kesampingkan
dahulu percekcokan pribadi!
Diam2 Wi Ko memuji akan sifat kesatria Jing-ling-cu itu, katanya pada A Siu: Jing-
ling Totiang nyata tidak kecewa sebagai tokoh yang dikagumi orang Bu-lim!
Sementara itu Tohiat-koh sudah berjingkrak karena sahutan Jing-ling-cu tadi,
teriaknya sengit: Jing-ling-cu yang kutanya adalah sastrawan keparat itu, jika benar dia
berada disini, kau akan menyerahkan dia tidak?
Betapa sabarnya Jing-ling-cu, melihat kekerasan orang, dia menjadi gusar juga,
sahutnya dingin: Hm, siapa yang sudah berada ditempatku ini, rasanya tidak mudah
orang hendak berbuat se-wenang2 padanya! Walaupun aku tidak becus, sekalipun
hancur lebur, demi kehormatan biarlah! Jing-ling-cu bukan seperti manusia pengecut!
Karuan To Hiat-koh berjingkrak murka oleh tantangannya itu, rambutnya yang
terurai itu se-akan2 mengak, jari tangannya yang merah darah itu, sudah lantas
diangkat hingga ruas tulangnya bunyi kertikan, segera dia hendak menyerang.
Tahan dulu! tiba-tiba terdengar seruan orang, tahu2 bayangan orang berkelebat,
ditengah kalangan itu sudah bertambah seorang, dia bukan lain, adalah Wi Ko.
Keparat, akhirnya kau keluar juga! bentak To Hiat-koh terus mencengkeram
dengan jari tangannya yang sudah diangkat tadi.
Cengkeraman jari yang dilontarkan To Hiat koh itu terkenal dengan nama Kau-
beng-jiu atau cakar pencabut nyawa yaitu sesuai pula dengan julukannya sebagai ratu
akherat. Kuku jari itu tampaknya putih bersih, tapi sebenarnya sudah direndam air

Hong san Koay Khek – Halaman 240


yoza collection

berbisa, sekali kena terpukul, racunnya meresap kedalam badan, tanpa keluar darah
seketika orangnya terbinasa.
Akan tetapi dengan gesit sekali Wi Ko sudah menghindarkan cengkeraman itu.
Sedang Jing-ling-cu terus berseru : To Hiat-koh, betapapun besarnya urusan, Ciok-yong-
hong ini adalah kediaman Jing-ling-cu, mana boleh orang berlaku sewenang-wenang
didepan mata hidungnya.
To Hiat-koh tertawa dingin, tapi demi dilihatnya dipihak orang begitu banyak
jumlahnya, ia pikir gelagat tidak menguntungkan, maka jawabnya : Apa kira aku jeri
terhadap hidung kerbau macammu ? Katakanlah apa kau minta satu lawan satu, atau
hendak maju berbareng ?
Jing-ling totiang, seru Wi Ko sebelum Jing-ling-cu menjawab orang, sembelih ayam
tak perlu pakai golok, bagi perempuan bawel macam dia, tak perlu totiang capekan diri
!
To Hiat-koh menjadi murka dikatakan perempuan bawel, tanpa bicara lagi ia
mencengkeram lagi kearah punggung Wi Ko yang rada mungkur itu. Serangan itu cepat
lagi tanpa suara, pula dilakukan diluar dugaan Wi Ko, semua orang ikut terkejut dan
menyangka pasti sastrawan itu bakal celaka, untuk menolongnya juga tak keburu lagi.
Siapa nyana, seenaknya saja Wi Ko melangkah maju, maka cengkeraman To Hiat
Ko itu luput mengenai sasaran, sekalipun demikian baju Wi Ko sobek juga sebagian.
Sungguh hebat, memang Kau-beng-jiau tidaklah tersohor kosong ! seru Wi Ko.
Diam2 To Hiat-koh sangat terkejut, serangan kilat dan ganas yang diandalkan itu,
dengan enteng dapat dihindarkan oleh orang.
Keparat, siapa kau sebenarnya, kenapa mencuri gentaku ? bentaknya kemudian.
Siapa diriku, rasanya tiada perlu kau tahu. sahut Wi Ko dengan mata berkilat2.
Sedang untuk apa aku mencuri gentamu, kau sendiri cukup tahu !
Kata2nya itu diucapkan dengan tenang dan biasa saja, tapi bagi pendengaran To
Hiat-koh, kata itu se-akan2 guntur disiang bolong. Tangan yang sudah diangkat yang
hendak menyerang pula seketika terhenti diudara, sedang wajah yang cantik penuh
nafsu pembunuh itu, seketika pun lenyap dan berobah hebat.

Hong san Koay Khek – Halaman 241


yoza collection

Semua orang menjadi heran, mengapa kata-kata Wi Ko tadi, telah bikin iblis
perempuan itu sedemikian terkejutnya. Apakah mungkin siapa gerangan Wi Ko itu dapat
diketahuinya, atau gurunya yang disegani ? Siapa gurunya, apa mungkin Ki Go-thian
yang bergelar Tok-po-kian kun itu ?
Akan tetapi dugaan mereka itu telah tersangkal oleh seruan To-Hiat-ko sesudah
tertegun sejenak: Jadi . . jadi kau sudah mengetahui manfaat Tui-hun-kim-ceng (genta
pembunuh nyawa)? lagu suaranya itu lemas lesu, seakan-akan rahasia yang
disekamnya sekian lama mendadak kena dibongkar orang.
Dalam pada itu Wi Ko hanya tersenyum tawar saja sambil mengangguk.
Darimana kau mengetahui ? teriak To Hiat-koh pula dengan suaranya yang tajam
melengking. Nyata gusarnya sudah memuncak.
Kalau ingin orang tidak tahu, kecuali diri tidak berbuat! ujar Wi Ko tertawa. Apakah
ada sesuatu dijagat ini dapat membohongi orang selamanya ?
Rupanya hati To Hiat-koh tergoncang luar biasa, kembali ia melangkah maju dan
membentak lagi: Kecuali kau siapa lagi yang mengetahui?
Hahaha, langit mengetahui, bumi mengetahui, kau tahu dan akupun tahu, apa masih
kurang ? sahut Wi Ko bergelak tertawa.
Baik dan untuk selanjutnya hanya langit tahu, bumi tahu, dan aku yang tahu ! seru
To Hiat-koh. Berbareng itu, jarinya yang merah membara itu terus mencengkeram
kebatok kepalanya Wi Ko.
Ternyata sekali ini Wi Ko tak berkelit lagi, tapi mengebas lengan bajunya yang besar
longgar itu keatas, hingga tangan To-Hiat-koh terlibat. Maka terasalah To Hiat koh
semacam tenaga maha besar merintangi cengkeramannya itu, tanpa pikir lagi kelima
jari tangannya yang lain terus menjojoh kedepan pula mengarah lambung lawan.
Serangan ini sangat ganas sekali, asal sedikit tubuh Wi Ko kena kuku jarinya, seketika
air racun akan meresap kedalam darah, kecuali obat pemunah To Hiat-koh sendiri,
sekalipun malaikat dewata juga tak sanggup untuk mengobatinya.
Siapa tahu sebelah lengan baju Wi Ko tiba-tiba mengibas juga keatas, melibat
tangan To Hiat-koh sembari melindungi badan sendiri. Tahu akan betapa tenaga dalam
lawannya itu, asal kedua tangannya itu semua terlibat oleh lengan baju orang mungkin

Hong san Koay Khek – Halaman 242


yoza collection

susah lepaskan diri lagi, maka sekuatnya To Hiat-koh menyampok kesamping,


berbareng kakinya menutul terus membetot kebelakang.
Walaupun begitu tidak kuranglah terdengar suara krak, krak, krak tiga kali, To Hiat-
koh sempat melompat mundur kebelakang tapi tiga kuku jarinya telah patah tertinggal
dilibatan lengan baju Wi Ko. Keruan To Hiat-koh terkejut dan berdiri terpaku ditempatnya
dengan wajah pucat.
To Hiat koh, jengek Wi Ko dengan tertawa dingin, masih mujur bagimu, hanya kuku
jarimu yang tercabut, belum lagi pergelangan tanganmu patah. Gentamu berada disini,
apa kau masih menginginkannya ?
To Hiat-koh benar-benar mati kutu, sungguh tak diduga bahwa lawan semuda itu
sudah memiliki kepandaian sedemikian tingginya, kalau pertandingan diteruskan,
rasanya tak menguntungkan, maka jawaban sambil berkekeh-kekeh : Baik, genta boleh
kau tahan, lihatlah apa yang bisa kau lakukan !
Habis berkata, sekali tubuhnya melesat, secepat kilat orangnya sudah berada
belasan tombak jauhnya dan sekejap pula menghilang dibalik tebing sana, hanya
ketinggalan suara tertawa yang tajam melengking.
Begitu To Hiat-koh angkat kaki, mendadak wajah Wi Ko berubah, ia berpaling kearah
Jing-ling-cu terus menanya : Jing-ling Totiang undanganmu pada seluruh jago Bu-lim
ini bukankah tujuannya hendak mengenali manusia aneh yang kau ketemukan
dipegunungan sini itu ?
Kecuali itu apakah Wi-heng tahu ada tujuan lain? tiba2 Li Pong menyela. Nyata
dengan pertanyaan ini, Li Pong bermaksud akan memancing asal-usul dari orang, apa
mungkin ada hubungannya dengan Ki Go-thian.
Siapa tahu, tiba2 Wi Ko mengerut alis dan menyemprot; Tujuan apalagi, aku tidak
pusing, aku hanya ingin menanya Jing-ling Totiang, apakah orang aneh itu kini berada
disini?
Betapa tinggi kedudukannya dan nama Li Pong dihormati dikalangan persilatan,
belum pernah ia disemprot orang dihadapan umum, apa lagi orang muda seperti Wi
Ko, karuan semua orang merasa orang she Wi itu rada kelewatan.

Hong san Koay Khek – Halaman 243


yoza collection

Benar juga mendadak lelaki jelek alias Hwe Tek yang berada disamping Li Pong itu,
lantas tampil kemuka sambil ter-kekeh2 aneh, katanya dingin: Hehe, selamanya justru
aku paling suka pusing urusan orang lain, entah saudara mau apakah dariku?
Tertegun juga Wi Ko oleh sikap Hwe Tek itu, tapi segera katanya: Apa maksudmu
ini? O, apa barangkali kau anggap kata-kataku kepada Liheng tadi rada kasar, bukan?
Emangnya apa kau kira halus? sahut Hwe Tek. Jika tahu salah, seorang kesatria
harus berani mengaku keliru.
Mendengar perdebatan itu, Li Pong dan Jing ling-cu merasa keadaan bakal runyam,
kedua orang itu pasti segera akan saling gebrak.
Diluar dugaan, mendadak Wi Ko terus berpaling kearah Li Pong sambil
membungkuk badan katanya: Ya, memang kata-kataku tadi kurang pantas, harap Liok-
hap-tong-cu jangan ambil marah! ternyata apa yang dikehendaki Hwe Tek itu telah
diturutnya dengan baik. Padahal terjadinya percekcokan dikalangan Bu-lim pada
umumnya biasanya disebabkan menjaga muka saja, kalau semua orang mau berlaku
jujur seperti Wi Ko, tentu segala percekcokan dapat dilenyapkan.
Li Pong sendiri menjadi likat melihat kejujuran Wi Ko itu, lekas-lekas ia membalas
hormat dan berkata: Ah, kenapa Wi-heng bersungguh-sungguh.
Permintaan maafku kepada Liok-hap-tongcu adalah timbul dari hatiku sendiri.
tiba2 Wi Ko berkata kepada Hwe Tek. Tapi, jangan kau kira aku kena kau gertak, lalu
turut perintahmu ? Hm, walaupun asal usulmu sangat disegani, kalau ada kesempatan
aku justru ingin belajar kenal padamu !
Hwe Tek menjadi gusar, tapi belum juga buka suara, se-konyong2 Wi Ko berseru :
Celaka. berbareng orangnya terus melesat pergi, hanya beberapa kali lompatan,
orangnya sudah lenyap ditempat gelap.
Sungguh aneh orang she Wi ini, tapi apa yang dia maksudkan celaka tadi ? Ujar Li
Pong tak mengerti.
Semua orang ter-heran2 juga macam2 dugaan dan tafsiran mereka, tapi tiada
satupun pendapat mereka yang masuk diakal, sampai merekapun pada bubar kembali
kepondoknya sendiri-sendiri untuk mengaso. Hanya ketinggalan Si A Siu saja seorang
diri masih termenung-menung diatas batu yang besar itu.

Hong san Koay Khek – Halaman 244


yoza collection

Kembali bercerita tentang Jun-yan yang kembali masuk gua untuk mencari kalau-
kalau ada sesuatu tanda lain mengenai diri si orang aneh itu. Gua itu terlalu gelap,
walaupun dengan gemilang pedangnya Tun-kau-kiam, lapat2 jalanan gua itu masih
dikenali, tapi hendak melihat jelas keadaan disitu terang tidak mungkin. Ia hendak
menyalakan api, tapi angin meniup santar diduga itu, tentu akan tersirap.
Tiba2 ia berpikiran lain, ia mundur kembali dan mendapatkan dua batang kayu, ia
nyalakan dulu hingga berupa suatu obor besar, karena besarnya obor, tidaklah mudah
sirap tertiup angin, dengan penerangan obor itu, dapatlah dilihatnya didalam gua itu
penuh tumbuh macam-macam lumut dan jamur yang beraneka warnanya, malahan
batu dinding gua itu macam2 bentuknya sampai jauh gua itu dimasukinya tapi tiada
suatu tanda yang mencurigakan.
Sampai akhir ia tertarik oleh suatu tempat yang terdapat segundukan rumput kering
yang sudah apak, karena lembabnya gua rumput kering itu sampai tumbuh jamurnya.
Dinding di samping rumput kering itu tiba2 tertampak banyak goresan tulisan yang
serupa, yaitu kesana kemari melulu dua huruf saja, Jing-kin.
Jun-yan menduga tempat ini tentu dahulu digunakan manusia aneh itu sebagai
kediamannya. Ia coba menggunakan Tun-kau kiam untuk menjingkap rumput kering itu,
diluar dugaan tiba-tiba pandangannya menjadi silau oleh sesuatu benda putih didalam
rumput itu. Waktu Jun-yan menegasi, kiranya itu adalah sebuah mutiara sebesar biji
lengkeng, malah mutiara itu malah masih terdapat sebagian rantai emas yang sudah
putus. Cepat Jun-yan menjemputnya, tapi segera hatinya tergerak, ia merasa mutiara
ini mirip benar dengan mutiara yang dipakai A Siu itu, keduanya sama-sama bersinar
hingga bercahaya terang ditempat gelap, tanpa pikir ia masukkan mutiara itu kedalam
bajunya lalu meneruskan pemeriksaannya dirumput itu, tapi tiada lagi yang
diketemukan.
Yang ada hanya bau apak dari rumput kering yang sudah membusuk itu. Dalam
pada itu obor ditangannya sudah terbakar lebih separoh, kuatir obor itu mati sirap, Jun-
yan tak berani tinggal disitu lama, segera ia bermaksud keluar kembali dari gua itu.
Tapi tidak seberapa jauh ia melangkah, sekonyong-konyong ia berhenti lagi, entah
mengapa selalu ia rasa ada yang menguntit dibelakangnya, persis seperti dahulu ia
dikuntit si orang aneh itu. Ia pikir, jangan-jangan orang aneh itu telah kembali, ia menjadi
girang, cepat ia berpaling dan serunya : He, sobat aneh apa..

Hong san Koay Khek – Halaman 245


yoza collection

Akan tetapi belum lanjut parkataannya atau sesuatu tenaga yang maha besar
sudah menyambar kemukanya.
Dalam keadaan tak berjaga-jaga, baiknya Jun-yan sudah makan empedu dari katak
berwajah manusia didaerah Biau, Lwekangnya sudah jauh maju, cepat ia pinjam
sambetan angin pukulan itu untuk ikut tergontai mundur ke luar. Sekilas obornya
memanjang terang, tetapi sekejap lantas padam oleh angin pukulan tadi.
Walaupun belum jelas apa yang terjadi, dan ilmu silat yang menyerang tinggi sekali.
Tak berani gegabah lagi, segera Tun-kau-kiam diputarnya untuk melindungi tubuhnya.
Siapa tahu, diantaranya sinar pedangnya yang rapat gemilapan itu, tahu-tahu
sebuah tangan menerobos masuk mencengkeram dadanya. Sungguh terkejut Jun-yan
tidak kepalang, lekas-lekas ia balikkan pedangnya memotong ke bawah, dari sinarnya
pedang yang terang itu sekilas dapat pula dilihatnya sebuah wajah yang aneh dan jelek
luar biasa lagi berhadapan dengan dirinya. Siapa lagi dia kalau bukan manusia aneh
yang diduga Jun-yan dan selalu mengintil padanya itu.
Sama sekali tak tersangka oleh Jun-yan bahwa manusia aneh yang begitu menurut
dan membela mati2an padanya, kini bisa mendadak menyerangnya malah. Ia menjadi
tertegun sejenak, dalam pada itu tangan si orang aneh sudah membalik pula hendak
mencengkeram pundaknya, lihat serangan orang bukan pura2 belaka, Jun-yan terkejut,
sukur dia masih sempat mengegos, hanya bajunya tersobek sebagian dan karena itu
mutiara yang tersimpan dibajunya terjatuh ke tanah.
Mendengar suara jatuh benda itu tiba2 orang aneh itu merandek, dia menjemput
mutiara itu, kesempatan ini telah digunakan Jun-yan untuk melompat mundur sejauh
lebih setombak. Ketika ia pandang orang aneh itu, ternyata mutiara itu lagi diciumnya
dengan bibirnya yang sumbing itu.
Tidak lama orang aneh itu mendongak pula sambil mengeluarkan suara uh, uh, tak
lampias, lalu kepalanya miring seperti lagi mendengar sesuatu.
Jun-yan tahu tentu orang sedang mendengarkan suara dimana dirinya berada,
syukurlah sekarang dirinya sudah setombak lebih jauhnya dari orang aneh itu.
Perlahan2 ia coba menggeser lebih jauh. Diluar dugaan sedikit dia bergerak, secepat
kilat orang aneh itu menubruk maju lagi.

Hong san Koay Khek – Halaman 246


yoza collection

Belum dekat orangnya, angin pukulannya sudah membentur Jun-yan hingga


badannya tertumbuk dinding gua, sampai tulang punggungnya terasa sakit sekali.
Lekas2 Jun-yan berdiam, sampai bernapas pun tak berani, kuatir didengar lagi oleh
orang aneh itu. Ia tahu pengliatan orang aneh itu sudah tidak ada, tapi pendengarannya
justru tajam luar biasa, sedikit ia bersuara, segera akan diserang pula.
Benar juga untuk sesaat orang aneh itu kelihatan berdiri bingung sambil
mendengarkan lagi. Tapi sampai sekian lamanya, ia tidak mendengar apa2, ia bersuara
Uh, uh lagi seperti tadi sambil menyeringai seram dengan bibirnya yang sumbing itu.
Untuk beberapa saat mereka sama2 berdiri diam, yang satu lagi pasang kuping
hendak mencari sasarannya, yang lain menahan napas kuatir diterkam. Sedang Jun-
yan heran mengapa manusia aneh itu bisa berubah sikap terhadap dirinya, tiba2 ia
menjadi sadar. Yah, karena mata orang tak bisa melihat, hanya berdasarkan suara saja,
padahal kini dia dalam penyamaran, suaranya juga sudah dibikin serak dengan obat-
obatan sedikitnya juga harus belasan hari baru bisa pulih kembali. Dengan sendirinya
orang aneh itu sama sekali tidak tahu lagi berhadapan dengan siapa.
Tapi sebab apakah suaranya begitu menarik perhatian orang aneh itu? Padahal
merasa dirinya tak ada sangkut paut apa-apa dengan dia?
Segera teringat olehnya orang aneh itu suka menuliskan huruf Jing-kin . Apakah itu
nama seorang wanita, yang suaranya mirip benar dengan dirinya. Lalu apa
hubungannya Jing-kin itu dengan si orang aneh?
Makin dipikir semakin ruwet. Selagi bingung harinya, tiba-tiba orang aneh itu
melangkah setindak lagi kearahnya.
Sedapat mungkin Jun-yan berdiam diri dengan perasaan tegang, walaupun insaf
keadaan begitu tidak bisa didiamkan terus. Dalam keadaan genting itu, ia menjadi
teringat pada tulisan dimulut lembah itu, diam-diam hatinya berdebar-debar, nyata
keadaan sekarang bukankah akan terbukti dengan tulisan itu.
Dalam keadaan bingung dan sudah kepepet Jun-yan menjadi nekad, tiba-tiba
dilihatnya orang aneh itu sudah melangkah maju dua tindak pula. Segera ia angkat
tangannya pelan-pelan, pedangnya siap untuk ditimpukkan ke arah orang aneh, tapi
baru tangannya bergerak sekonyong-konyong orang itu terus menubruk maju, cring ,

Hong san Koay Khek – Halaman 247


yoza collection

tahu-tahu pedangnya terjentik jauh, berbareng suatu tenaga raksasa seakan-akan


menindih keatas kepalanya.
Sungguh tak kepalang kagetnya Jun-yan, Tamatlah riwayatku ! keluhnya.
Pada saat yang menentukan itu, sekilas pikirannya tergerak, tiba-tiba ia berteriak
Jing-kin''.
Dan sungguh heran, tahu-tahu tenaga raksasa yang mengurung ke atas kepalanya
tadi mendadak lenyap tanpa bekas, sedang tangannya orang aneh itu masih bergaya
hendak mencengkeram, tapi berdiri ditempatnya seperti patung, hanya dari
tenggorokannya terdengar mengeluarkan Krok-krok yang menyeramkan dan
mengharukan itu.
Walaupun barusan jiwanya hampir melayang dibawah cengkeraman maut orang
aneh itu tapi kini Jun-yan berbalik merasa kasihan padanya.
Jun-yan tahu kesempatan baik untuk meloloskan diri segera ia mendak kebawah.
terus melompat keluar sejauh lebih setombak, ketika menoleh, terlihat orang aneh itu
masih menjubleg terkesima ditempatnya. Cepatan saja Jun yan melompat lebih jauh
sesudah jemput kembali pedangnya lalu dengan jalan mungkur ia keluar dari situ untuk
menjaga kalau si orang aneh itu mengubernya lagi, sungguh sama sekali tak diduga
bahwa karena teriakan Jing-kin , lalu jiwanya bisa diselamatkan.
Maka lambat laun ia telah mundur sampai di mulut gua tadi, ia dengar orang aneh
itu masih mengeluarkan suara uh uh yang tak lampias. Diam2 Jun-yan merasa lega,
andaikan sekarang orang aneh itu hendak mengubernya, rasanya ia tidak kuatir lagi.
Akhirnya ia dapat keluar dari gua itu dengan selamat, dan sampailah dilembah
kematian tadi, dan baru saja ia hendak melintasi lembah itu, tiba-tiba didengarnya
tertawanya dingin orang yang seram, menyusul suara seorang yang kaku terdengar
berkumandang: Inilah Lembah Kematian, bisa masuk tak bisa keluar!
Jun-yan terperanjat oleh suara itu, terang itulah suara orang seperti orang
membaca huruf2 dimulut lembah sana. Pada saat itu suara uh uh si orang aneh
terdengar mendekat juga, hanya sekejap orangnya tertampak sudah keluar dari gua
tadi, dan sesudah tertegun sejenak, sekonyong2 memburu kearah Jun-yan, Tentu saja
gadis itu gugup, cepat Tun-kau kiam diputarnya untuk menjaga diri. Namun justru suara
gerakan pedangnya itulah telah memancing si orang aneh menubruk lagi padanya.

Hong san Koay Khek – Halaman 248


yoza collection

Tatkala itu ujung pedangnya Jun-yan tepat lagi ditusukkan, maka tubrukan si orang
aneh itu seakan-akan sengaja memapak serangan.
Sama sekali tak diduga Jun-yan bahwa orang aneh itu tidak berusaha berkelit, tapi
masih terus menyelonong maju. Dengan Lwekang Jun yan yang masih belum cukup
sempurna, untuk menarik senjata yang sudah ditusukkan ia sebenarnya tidaklah mudah.
Syukurlah dia cukup cerdik, lekas-lekas tangannya menarik ke samping hingga ujung
pedangnya sedikit menceng, namun begitu sret , leher orang aneh itu toh tergores luka,
darah segarpun mengucur.
Untuk sejenak orang aneh itu tertegun, cepat Jun-yan melompat kesamping lagi,
apabila dilihatnya darah mengucur dari leher orang, diam-diam ia merasa kasihan lagi,
walaupun dengan muka orang yang sudah jelek itu, bertambah lagi sebuah luka toh
tidak akan mempengaruhi mukanya yang tetap jelek.
Dan selagi orang aneh itu bersuara uh uhan lagi dan bersiap-siap hendak
menyerang pula, tiba-tiba dari mulut lembah sana berkumandang suara seorang wanita
yang lemah lembut penuh manis madu, suara itu terang suara orang tua, tetapi
nadanya yang lemah lembut itu tidak bisa dibandingi oleh gadis remaja maupun yang
baru menginjak lautan asmara. Kata suara itu; oh, engko yang baik, apakah kau terluka
? Berdiamlah, jangan bergerak !
Jun-yan menjadi heran dan terkesiap, pikirnya : Ah, kiranya ditempat ini masih ada
orang lain lagi! Dalam pada itu tiba2 terasa ada angin santar menyambar dari belakang.
Lekas2 ia menghindar kesamping, tahu-tahu sesosok bayangan orang telah melayang
lewat ke-arah si orang aneh dengan kecepatan luar biasa.
Ai engko yang baik, kiranya lehermu terluka lagi, marilah biar kubersihkan darahmu
! terdengar bayangan orang berkata pula sesudah berhadapan dengan si orang aneh
yang masih berdiri menjubleg itu. Lalu wanita itupun angkat tangannya mengusap
perlahan-lahan darah yang masih mengucur dileher orang.
Jun-yan menjadi bingung oleh kelakuan wanita itu. la pikir dijagat ini tiada rasanya
orang bermuka lebih jelek lagi dari pada orang aneh ini, masakan kini ada seorang
wanita yang sudi mencintainya? Jika begitu wanita inipun jeleknya tak terkira.
Diluar dugaan, ketika wanita itu berpaling, Jun-yan menjadi terkesima, ternyata
wanita itu tidak bermuka jelek bahkan sangat cantik, usianya kira-kira 40an tahun,
rambutnya panjang terurai lebih-lebih sepasang tangannya yang putih halus, hanya

Hong san Koay Khek – Halaman 249


yoza collection

diantara telapak tangannya bersemu merah, sorot matanya rada aneh, tapi
kesemuanya itu tidak mengurangi kecantikannya.
Kenapa kau melukai dia ? mendadak wanita itu membentak. Habis itu ia lantas
berpaling kepada orang aneh itu dan berkata, Engkoh yang baik, jangan kuatir, biarkan
aku yang membalas hajar dia!'' Ternyata suara waktu menanya Jun-yan yang bernada
kaku dingin itu sama sekali berbeda dengan ketika berkata pada orang aneh itu dengan
lemah lembut.
Sungguh heran Jun-yan, eh, jadi kau kenal dia? Siapakah kau? tanyanya segera.
Wanita itu melototnya sekejap, jawabnya kemudian dengan dingin: Hm, seorang
bocah perempuan macam kau, rasanya kaupun tak kenal siapa aku. Pernahkah kau
mendengar, julukan Li-giam-ong? Kenapa kau melukai engkohku ini?
Ah, kiranya adalah Li-giam-ong To Hiat-koh Cianpwe, ujar Jun-yan. Tidak, aku tak
bermaksud mencelakai oleh pedangku. Eh, jika kau kenal dia kenapa kau tidak
mendatangi Jing-ling-cu Totiang yang sedang mengumpulkan para kawan untuk
mengetahui asal-usul dari Cian-pwe yang aneh ini?
Kiranya wanita ini memang benar Li-giam-ong To Hiat-koh yang tadi telah bikin
geger di atas Ciok-yong-hong itu. Maka katanya pula : Tidak perlu aku gubris urusan
orang lain. Aku hanya ingin tanya padamu, kenapa kau berani gegabah masuk
kelembah ini, apakah kau tidak melihat huruf yang terukir dimulut lembah sana?
Melihat, sahut Jun-yan.
Nah inilah lembah kematian, bisa masuk tak bisa keluar, kata To Hiat-koh.
Omong kosong! Siapa yang menetapkan aturan itu? sahut Jun-yan ketus.
Aku ! sahut To Hiat-koh.
Apakah peraturan itu berlaku untuk semua orang? Ya !
Hahaha, tiba-tiba Jun-yan bergelak tertawa. Nyata peraturanmu itu omong kosong
belaka. Apakah dengan begitu, kau dan sobat aneh itupun takkan keluar juga dari sini?
Hm, kau memang pintar bicara, kata To Hiat-koh. Baik, aku dapat membiarkan kau
dari sini dengan hidup.
Sama sekali Jun-yan tak menyangka urusan bisa begitu gampang diselesaikan,
kalau mengingat telapak tangan orang yang terkenal jahat luar biasa, ia pikir jalan

Hong san Koay Khek – Halaman 250


yoza collection

paling selamat lekas saja angkat kaki, hanya katanya segera : Jika begitu, maaflah dan
selamat tinggal !
Cepat Jun-yan hendak melompat pergi, tapi baru saja badannya hendak bergerak,
tahu-tahu sesosok bayangan sudah menghadang dihadapannya. Siapa lagi dia kalau
bukan To Hiat koh ?
Kenapa kata-katamu seperti kentut saja, barusan omong, sudah dijilat kembali ?
damprat Jun-yan.
Hm, kenapa kau tidak mendengarkan lebih jelas, kata-kataku tadi masih belum
habis. sahut To Hiat-koh. Aku sudah berjanji pada engkohku yang baik itu, karena kau
melukai lehernya, maka akupun hendak menggores lehermu dengan luka seperti dia.
Cis, apakah aku patung, bisa kau perlakukan sesukamu ? sahut Jun-yan. Habis ini,
kembali badannya melesat hendak tinggal pergi.
Namun To Hiat-koh tidak mudah melepaskannya begitu saja. Sekali tangannya
menjambret hampir-hampir Jun-yan kena cengkeram. Beruntung baju penyamarannya
itu longgar besar, maka hanya sobek sebagian dipundaknya. Karena itu Jun-yan tak
sanggup berdiri tegak lagi, ia terhuyung-huyung menyelonong kedepan.
Dalam pada itu, cengkeraman maut To Hiat-koh yang kedua sudah menyusul.
Rupanya, serangan pertama tidak kena sasaran, wanita iblis ini menjadi murka hingga
rambutnya yang panjang itu seakan-akan menegak dan tampaknya sangat beringas.
Dalam keadaan badan kehilangan imbangan, dari belakang cengkeraman itu
menyusul pula, terpaksa Jun-yan terus gulingkan diri ke samping, waktu dia angkat
kepalanya, sekilas dapat dilihatnya To Hiat-koh sudah memburunya lagi dengan tangan
terbuka hendak mencengkeram. Alangkah terkejutnya Jun-yan menghadapi saat
berbahaya itu. Dalam keadaan hilang akal tanpa pikir Tun-kau-kiam ditangannya terus
disambitkannya kearah musuh.
Waktu To Hiat-koh lagi menubruk maju dengan bengisnya ketika mendadak
dilihatnya sinar tajam menyambar untuk menghindar terang tak sempat lagi. Tapi se-
konyong2 rambutnya terus menjulur kedepan terus melibat pedang. Walaupun
kemudian ternyata rambutnya terkupas putus, tapi pedang itupun dapat ditariknya
kesamping hingga melulu menyerempet bajunya tanpa melukai. Habis itu kembali
dengan sinar mata bengis, To Hiat-koh melototi Jun-yan sambil melangkah maju pula.

Hong san Koay Khek – Halaman 251


yoza collection

Kuatir dan bingung Jun-yan melihat sinar mata orang se-akan2 berapi itu. Dalam
keadaan takut, tiba2 tangannya menyentuh pecut berujung mulut bebek yang melibat
dipinggangnya. Tanpa pikir lagi terus dikeluarkannya dengan cepat, ia menunggu ketika
To Hiat-koh sudah mendekat, sekonyong2 tarrr , pecutnya menyabet sekuatnya.
Tetapi To Hiat-koh bukan jago rendahan, serangan pecut hanya dipandang sebelah
mata olehnya. Hanya sekali lengan bajunya mengayun, tahu-tahu pecut itu sudah
terlibat, menyusul sekali membetot, terpaksa Jun-yan melepaskan senjatanya itu.
Karena modal terakhir ikut ludes, Jun-yan pikir ajalnya sudah sampai, ia tinggal
pejamkan mata menyerah pada nasib.
Tapi meski ia sudah menunggu sejenak, tangan musuh yang mematikan belum juga
kunjung datang. Waktu membuka matanya, ia melihat To Hiat-koh lagi tertegun sambil
memegangi pedang dan pecut rampasannya dengan wajah rada sangsi.
Dari aliran mana kau? Siapa gurumu ? tanya To Hiat-koh tiba-tiba.
Hati Jun-yan tergerak, kenapa orang mendadak tidak jadi mencelakainya, dan kini
menanyai tentang asal-usulnya.
lapun tidak berani berolok-olok lagi terus menjawab: Guruku adalah Jiau Pek-king
berjuluk Thong-thian-sin-mo!
Seharusnya kau mengetahui bahwa muridnya bukan seorang yang mudah dihina
segala orang!
Dan karena jawabannya itu, seketika Jun-yan terkejut sendiri. Aneh, sebab sekarang
suaranya sudah pulih keasalnya sebagai seorang gadis. Nyata obat serak yang sudah
pernah diminumnya sudah hilang kasiatnya, karena mengeluarkan tenaga untuk
bertempur tadi.
Sebaliknya ketika mendadak To Hiat-koh mendengar seorang laki-laki berewok
bersuara wanita, iapun tercengang, tapi yang membuatnya terkejut ialah suaranya Jun-
yan itu mirip benar dengan suaranya orang yang selama ini dibencinya.
Kau.. . .kau sebenarnya siapa ? tanya To Hiat-koh kemudian tak lancar. Apa kau she
Siang ?
Kenapa aku mesti she Siang? sahut Jun-yan.

Hong san Koay Khek – Halaman 252


yoza collection

Mendadak To Hiat-koh bergelak tertawa sambil mendongak, begitu keras suaranya


hingga lembah gunung itu seakan-akan terguncang, didalam sunyi kedengarannya
menjadi lebih seram. Habis itu setindak demi setindak ia mendekati Jun-yan lagi.
Dalam keadaan bahaya, tiba2 Jun-yan teringat pada si orang aneh itu, serunya :
Paman aneh, tolonglah lekas, ada orang hendak mencelakai aku!
Benar juga, baru selesai kata2nya, secepat angin orang aneh itu sudah melesat tiba
terus menghalang ditengah-tengah antara To Hiat-koh dan Jun-yan.
Lekas2 Hiat-koh berkata: Engkoh yang baik, jangan kau dengar kata2nya, dialah
musuhmu dia yang telah melukai kau! Selesai berkata, sebelah tangan terus meraup
kedepan melalui samping tubuh orang aneh itu.
Namun sebelum serangannya mengenai Jun yan, tahu tahu kedua tangan orang
aneh itu sudah disodok kedepan dadanya.
Dalam keadaan terbuka, To Hiat-koh tidak sempat menarik tangannya buat
menangkis tiba-tiba dia menghela napas dengan wajah muram pedih. Maka tanpa
ampun lagi, bluk-bluk dua kali, dengan tepat dadanya kena hantaman kuat si orang
aneh, To Hiat-koh terhuyung-huyung ke belakang, katanya dengan suara sedih: Ohh,
engkoh yang baik sudah sekian lamanya ternyata kau masih serupa dahulu. Baiklah
kau menghajarku tidak sekali-kali aku membalas! Habis berkata, darah segar
menyembur dari mulutnya.
Sebenarnya wajah To Hiat-koh cantik bercahaya, tapi kini seakan-akan diliputi
selapis awan mendung, mukanya pucat, matanya sayu tanpa semangat. Karena
hantaman si orang aneh tadi tidak kepalang hebatnya, yaitu menyerupai ilmu pukulan
geledek andalan Ngo-tai-pay yang dimiliki Thi-thauto, bahkan tenaga pukulan jauh lebih
keras. Walaupun seketika To Hiat-koh tidak lantas binasa, tapi sudah terluka dalam
sangat parah. Sejenak kemudian, robohlah dia terkulai.
Melihat To Hiat-koh begitu mendalam cintanya terhadap si orang aneh, Jun-yan
malah menjadi terharu, segera katanya : Sudahlah, paman aneh, dia sudah terluka,
jangan kau menghajarnya lagi. Marilah kita sekarang pergi ke Ciok yong-hong saja !
Lalu tangan si orang aneh ditariknya. Tapi segera Jun-yan merasa tindakannya
sendiri enteng limbung, lemas tak bertenaga, ternyata pukulan To Hiat-koh tadi tidak
mengenai tubuhnya, namun angin pukulannya berbisa wanita iblis itu telah

Hong san Koay Khek – Halaman 253


yoza collection

mempengaruhi juga jalan pernapasannya, untuk sesaat itu ia terpaksa berhenti buat
himpun tenaga dalam.
Tiba2 teringat olehnya bahwa To Hiat-koh itu ternyata kenal si orang aneh ini, pada
detik sebelum penghabisannya, kenapa tak mencari keterangan padanya ? Segera Jun-
yan berjongkok mendekati tubuh To Hiat-koh yang menggeletak tengkurap itu. Li-giam-
ong, siapakah gerangan paman aneh itu sebenarnya ? Kenapa berubah begitu rupa ?
Maukah kau memberitahukan padaku ?
Tiba2 To Hiat-koh paksakan diri memalingkan kepalanya kearah Jun-yan, wajahnya
guram, matanya gelap, dengan tak lancar ia berkata : Kau . . sebenarnya siapa ?
Aku bernama Lou Jun-yan, wanita menyamar sebagai lelaki, guruku memang Tong-
thian-sin-mo Jiau Pek-king !
Kau memang tidak she Siang ? Ti . . .tidak berdusta ? Dan siapa ibumu ?
Aku she Lou, sahut Jun-yan heran. Siapa ibuku, entahlah, aku tidak kenal. Tapi
siapakah paman aneh itu ?
Tiba2 mata To Hiat-koh yang guram itu, menyorotkan cahaya yang aneh, bibirnya
bergerak sedikit seperti ingin berkata apa2, tapi terus berdiam lagi sambil menunduk.
Li-giam-ong, apa yang hendak kau katakan, lekaslah ! seru Jun-yan.
Dia tak menjawab pertanyaanmu lagi nona Lou, dia sudah mati. tiba-tiba suara
seorang laki-laki menegur dari samping.
Tidak, tidak, dia masih hendak mengatakan sesuatu ! seru Jun-yan. Tapi lantas
teringat olehnya bahwa dilembah itu kecuali dia dan To Hiat-koh serta si orang aneh,
tiada orang lain lagi. Kenapa sekarang bisa muncul suara orang.
Waktu ia menoleh, ternyata dibelakangnya sudah berdiri seorang tinggi besar,
berdandan sebagai sastrawan, yang aneh tangan dan kaki sastrawan ini jauh lebih
panjang daripada orang biasa. Ah, siapa dia kalau bukan sastrawan yang pernah
menggodanya ditelaga Se-oh serta yang selalu dirindukannya itu. Sedang manusia
aneh itu sudah menghilang entah pergi kemana.
Kau. . . kau. . . berulang-ulang Jun-yan hanya sanggup mengucapkan sepatah kata
itu saja, sampai lama baru dia dapat menyambung pula: Siapakah kau yang sebenarnya
?

Hong san Koay Khek – Halaman 254


yoza collection

Caihe she Wi bernama Ko, sahut orang itu.


Pantas surat yang ditinggalkan dirumah itu tidak ditanda tangani, melainkan tertulis
beberapa batang rumput (Wi) serta seekor burung belibis tunggal (Ko), demikian Jun-
yan diam-diam membatin. Tiba-tiba teringat pula apa yang pernah terlukis dalam
suratnya itu tentang Leng tulen, tapi Kiam tiruan, teka-teki itu sampai sekarang masih
belum dipahaminya. Maka cepat ia menanya pula: Wi. . . ah, cara bagaimana aku harus
memanggil kau ?
Terserah, asal kau tidak memaki aku sebagai babi, bolehlah, sahut Wi Ko
menyerahkan.
Rupanya diapun ingat Jun-yan pernah menganggap tidurnya diperahu seperti babi
mati, maka sekarang sengaja mengungkatnya. Maka tersenyumlah sekarang saling
pandang.
Wi-toako, kata Jun-yan kemudian. Leng tulen, Kiam tiruan. Sebenarnya apa
artinya?
He, kenapa kau tidak mengetahuinya ? ujar Wi Ko terheran-heran.
Aku benar-benar tidak paham, kata Jun-yan. Tentang apakah ?
Aneh ! Lalu dari manakah kau memperoleh Ang-leng (sutera merah) itu? tanya Wi
Ko.
Mendengar lagu pertanyaan orang itu sangat serius, seperti sutera merah itu
mempunyai urusan yang maha penting, maka berceritalah Jun-yan mengenai
pengalaman merebut Seng-co ke 72 gua suku Biau dahulu dan menemukan kain sutera
merah itu dalam gua.
Ternyata itu membikin Wi Ko bersuara heran juga. Aneh, sungguh aneh! katanya
berulang-ulang.
Aneh, tentang apakah ? tanya Jun-yan tak mengerti.
Tapi Wi Ko tidak menjawabnya lagi, sebaliknya berkata : Nona Lou, urusan ini
biarlah kita bicarakan kelak. Sekarang marilah kita pergi ke Ciok-yong-hong dahulu.
Mungkin hari ini akan kedatangan iblis raksasa, jangan kita terlambat keramaian itu.
Biasanya Jun-yan sangat suka menuruti wataknya sendiri, tapi kini, menghadapi
sisastrawan ini, ia menjadi penurut sekali. Segera ia terima ajakan itu.

Hong san Koay Khek – Halaman 255


yoza collection

Tapi, nona Lou, apakah aku tetap panggil kau nona Lou, atau sebut Kah-laute ?
tanya Wi Ko dengan tertawa.
Emangnya dengan pakaianku ini, apakah kau kira sesuai menyebutku nona segala
? ujar Jun-yan dengan geli.
Apalagi aku sengaja hendak bergurau dengan suhuku, biar dia tercengang nanti
bila sudah mengenali aku.
Begitulah sambil bicara, mereka terus meninggalkan lembah kematian itu untuk
kembali ke Ciok-yong-hong.
Wi-toako, sebenarnya siapakah gurumu ? Sungguh hebat sekali ilmu silatmu, ujar
Jun-yan ditengah jalan.
Tapi Wi Ko hanya tersenyum sambil menggeleng, katanya: Guruku tidak
perbolehkan aku menyebutkan nama mereka pada orang lain. Semalam aku malah
disangka muridnya Tok-poh-kin-gun Ki Go-thian.
Eh, kiranya gurumu tidak hanya satu saja tapi lebih dari seorang? Lantas ada
berapa orang, tentunya dapat kau katakan bukan ? ujar Jun-yan. Nyata gadis ini sangat
teliti kata-kata mereka diwaktu Wi Ko menyebutkan gurunya telah dapat ditangkapnya
dengan baik.
Ada dua orang, jawab Wi Ko kemudian.
Jun-yan mengangguk dan tidak menanya lagi.
Tidak lama mereka sampailah diatas Ciok yong-hong, ternyata disitu sudah
bertambah beberapa puluh orang lagi, hingga seluruhnya ada lebih dua ratus orang
yang hadir. Mereka tersebar bebas sendiri-sendiri, ada yang duduk-duduk pasang
omong, ada yang lagi main catur, dan macam-macam jalan untuk melewatkan tempo
senggang.
Jun-yan mencoba mencari A Siu diantara orang banyak itu, tapi tidak ketemu. Diam-
diam dia heran, menurut watak A Siu yang pendiam itu, tidak mungkin suka keluyuran
kemana-mana, lantas kemana gadis itu ? Jangan-jangan terjadi apa-apa atas dirinya?
Marilah kita mencari tempat duduk yang cocok, tiba2 Wi Ko berkata padanya terus
menyusur diantara orang-orang banyak itu.

Hong san Koay Khek – Halaman 256


yoza collection

Ketika semua orang melihat datangnya Kah lotoa bersama Wi Ko, diam2 mereka
sama melengak, Wi Ko sudah mereka kenal karena keonarannya siang tadi, kini
berkomplot pula dengan seorang Kah-lotoa yang jahil belum lagi si Kah-loji yang masih
belum muncul.
Melihat sorot mata semua ditujukan kepada mereka, Jun-yan sama sekali tidak
ambil pusing. Dengan lagak Lo-cianpwe ia terus berjalan kedepan dengan lagak leher
dan membusung dada.
Sampai didepan satu meja, disitu hanya berduduk satu orang lelaki setengah umur
yang tidak mereka kenal. Untuk maju lagi sudah tidak banyak tempat lowong. Selagi Wi
Ko belum ambil ketetapan apakah duduk saja dimeja yang masih kosong itu tiba2
terdengar suara brak ada orang menggebrak meja sambil memaki : Hm, macam apa
? Lagaknya melebihi Bu-lim cianpwe!
Segera Jun-yan berpaling, ternyata yang memaki itu bukan lain dari pada lelaki
setengah umur yang duduk sendirian itu, dengan mata melotot ia sedang menatap Jun-
yan.
Tidak kenal dan tanpa sebab dimaki, kontan saja Jun-yan hendak balas unjuk gigi ,
tapi keburu dicegah Wi Ko, katanya dengan tersenyum : Saudara Kah, tidak salah juga
teguran kawan ini, marilah kita duduk saja disini !
Sudah tentu Jun-yan penasaran dimaki orang, malahan hendak duduk bersama satu
meja dengan orang itu. Tapi belum ia membantah Wi Ko sudah menariknya buat duduk
dihadapan lelaki setengah umur itu.
Diluar dugaan, tiba2 lelaki itu membentak pula : Enyah, disini bukan tempatmu !
Karuan Jun-yan hampir meledak dadanya oleh kekurang ajaran orang. Kontan
makian2 yang lebih kotor hendak dikirim kealamat si-lelaki setengah umur itu, kalau
tidak keburu terdengar suara Liok-hap-tongcu Li Pong dari meja samping: Tuan rumah
sebentar akan keluar, maka para hadirin suka menghormatinya, janganlah bikin ribut
dahulu. Harap kawan dari Pi-lik-pay suka tenang !
Baru sekarang tahu sebab musababnya. Kiranya orang ini adalah dari golongan Pi-
lik-pay, pantas sengaja cari-cari hendak bikin gaduh, sebab Ong Lui dari golongan
pukulan geledek itu pernah dijatuhkan A Siu ditengah perjalanan tempo hari. Dalam
pada itu Wi Ko sudah duduk dihadapan orang Pi-lik-pay itu terpaksa Jun-yan ikut duduk.

Hong san Koay Khek – Halaman 257


yoza collection

Cayhe she Wi nama Ko, dan saudara ini Kah-lotoa, dengan tertawa Wi Ko lantas
perkenalkan pada orang itu. Dan entah siapa nama Saudara yang terhormat?
Karena yang bertanya adalah Wi Ko pula ditegur oleh Li Pong tadi maka orang itu
tidak enak hendak umbar amarahnya lagi, sahutnya, Cayhe she Thio, bernama Tiong-
pat.
O, kiranya sobat Thio, ujar Wi Ko.
Dan baru selesai dia berkata, se-konyong2 anak murid Pi-lik-cio In Thian-sang yang
bernama Thiong-pat itu menjerit sekali, kedua tangannya yang menahan diatas meja
sambil melototi Jun-yan tadi tahu2 terpental kebelakang, sampai balok kursi yang buat
kursi duduknya juga ikut mencelat hampir menindih orang lain.
Perubahan ini benar2 datangnya sekonyong-konyong, jangankan orang lain tak tahu
apa-apa yang sudah terjadi, sampai Jun-yan pun tidak mengerti duduknya perkara.
Sebaliknya Wi Ko terus berkata lagi dengan tertawa : Ah, kenapa kawan Thio kurang
hati-hati ! Habis berkata, ia kebas lengan bajunya, Jun-yan ditariknya untuk menuju
kemeja yang lain.
Karena Wi Ko membuka suara, barulah orang lain tahu dialah yang menyebabkan
Thio Tiong-pat terpental, tapi cara bagaimana melakukannya, orang2 itu sama bingung.
Hanya tokoh2 seperti Thi-thau-to, Cio Ham, Boh-hoat Suthay, dan lelaki jelek yang
mengaku bernama Hwe Tek serta Li Pong yang paham apa sebabnya Thio Tiong-pat
roboh terpental, wajah mereka rada berubah dan saling berpandangan, nyata mereka
dapat melihat ketika berduduk tadi, Wi Ko telah menahan meja juga dengan sebuah
tangannya. Pasti pada saat itulah lwe-kangnya yang hebat terus melontarkan untuk
menghantam Thio Tiong-pat hingga terpental oleh tenaga dalam yang maha hebat itu.
Sungguh susah dipercaya seorang muda sudah memiliki Lwekang setinggi itu. Dalam
pada itu Thio Tiong-pat telah merangkak bangun, mukanya merah padam, mungkin
sekarang sudah tahu rasa ia tak berani tinggal lama lagi, cepat saja ia lari turun gunung
sipat kuping.
Maka dengan lagak yang dibuat2, sengaja Jun-yan mengerling sekelilingnya dengan
jumawa. Ternyata diantara hadirin sebanyak itu, tak dilihatnya sang guru, yaitu Thong-
thian-sin-mo Jiau Pek-king. Begitu pula A Siu masih tak kelihatan bayangannya. Segera
iapun menanya Li Pong: Numpang tanya, Liheng, kenapa diantara hadirin sebanyak ini
masih kurang lagi seorang tokoh yang terkenal ?

Hong san Koay Khek – Halaman 258


yoza collection

Siapakah yang Kah-laute maksudkan? tanya Li Pong. Thong-thian-sin-mo Jiau Pek-


king dari Jing-sia, sahut Jun-yan.
O, kiranya Kah-laute kenal dengan Lau Jiau ? ujar Li Pong.
Ah, kami hanya sobat lama saja, kata Jun-yan sengaja membual. Malahan banyak
diantara kepandaian Lau Jiau diyakinkan ketika saling tukar pikiran dengan aku.' meski
bilang tukar pikiran waktu belajar, tapi dibalik kata2 itu seakan-akan bermaksud Jiau
Pek-king yang belajar dari dia.
O, kiranya begitu! seru Li Pong, tapi diam-diam dalam hati ia merasa geli, ia pikir
Kah Lotoa ini selalu suka menggoda orang, kini sengaja pula membual atas namanya
Thong thian-sim mo Jiau Pek-king, pasti nanti kau akan tahu rasa.
Ternyata pikiran Li Pong itu bukannya tidak beralasan, sebab si lelaki bermuka jelek
yang duduk diseberang Jun-yan yang dikenal sebagai Hwe Tek itu, sebenarnya Jiau
Pek-king dalam penyamaran. Ilmu penyamaran Jun-yan dipelajari dari sang guru, sudah
tentu penyamaran Jiau Pek-king itu jauh lebih susah dikenali Jun-yan. Sebaliknya Jiau
Pek-king pun tidak nyana bahwa si Kah-lotoa yang jahil itu adalah muridnya, terutama
si gadis itu berteman A Siu yang aneh.
Sementara itu karena kata2 tadi rupanya sangat menarik perhatian orang banyak,
Jun-yan semakin mendapat angin, segera ia menyambung lagi; Padahal Siau Jiau pakai
julukan Thong thian-sin-mo, sebenarnya rada berlebihan, kata2 Thong-thian (mencakup
jagat) masakan begitu mudah digunakan dia, sedangkan Tok-poh-kiang gun Lau Ki juga
cuma menyebut dirinya Gi thian (kebanggaan jagat) saja !
Sungguh terlalu berani pembualan Jun-yan, ia telah menyebut Jiau Pek-king sebagai
Siau jiau kecil, sebaliknya menyebut Ki Go-Thian sebagai Lau Ki atau Ki tua.
Karuan semua orang ikut tersentak oleh mulutnya yang besar itu.
Meski geli, akhirnya Hwe Tek alias Jiau Pek-king tulen itu, tidak tahan juga, katanya
dengan dingin: Entah kawan Kah ini berusia berapa sekarang, kenapa menyebut Thong-
Thian sin-mo itu sebagai Siau Jiau?
Memangnya sejak bertemu ditengah jalan Jun-yan sudah sirik terhadap lelaki
bermuka jelek ini, kini orang lain tidak berani menanya, justru orang yang dibenci inilah
yang buka suara, maka sahutnya dengan melirik hina : Soal umur kenapa mesti heran?
Dikalangan Bu-lim Sutit lebih tua dari Susiok juga tidak sedikit.

Hong san Koay Khek – Halaman 259


yoza collection

Eh, jadi tingkatan saudara tentunya lebih tinggi dari Thong-thian-sin-mo ? tanya
Jiau Pek-king sengaja.
Memang, sahut Jun-yan, tingkatan kini memang selisih satu angkatan!
Ternyata jawabannya ini ada benarnya juga. Dia memangnya adalah muridnya Jiau
Pek king, dan tingkatannya mereka jadi selisih satu angkatan. Cuma dari lagu suara
jawabannya ini, bagi pendengaran orang lain menjadi seperti dialah yang lebih tua
setingkat.
Aha, jika begitu tentu saudara benar2 orang Bu-lim-cianpwe, kata Jiau Pek-king
menjengek. Marilah, biar kusuguh secawan sekedar sebagai penghormatanku.
Habis berkata, poci teh diatas meja terus
diangkatnya, menyusul sedikit poci bergerak,
tahu-tahu seutas air teh terus mancur dengan
cepat dan kerasnya kesuatu cawan kosong
diatas meja Jun-yan. Tenaga dalam yang
diunjukkan oleh Jiau Pek-king ini, sungguh
diantara hadirin itu tiada yang mampu
melakukannya.
Karuan sekaranglah Jun-yan baru terkejut
dan insaf menghadapi seorang kosen. Pantas
hari itu A Siu sudah memperingatkannya
bahwa orang ini mempunyai Lwekang yang
tinggi. Kalau melihat kepandaiannya
menyemburkan air dalam poci dengan tekanan
tenaga dalamnya, terang ilmu kepandaiannya ini tidak dibawah gurunya sendiri, yaitu
Thong-thian-sin-mo.
Teringat pada sang guru, hati Jun-yan menjadi tergerak. Baru sekarang dia insaf
kata2 bualannya benar-benar rada keterlaluan. Cepat ia berpura-pura berjongkok dan
sekilas melirik ke kuduk kepala lelaki jelek itu.
Sungguh tak kepalang terkejutnya Jun-yan, ternyata dikuduk kepala orang itu ada
sebutir andeng-andeng merah besar.

Hong san Koay Khek – Halaman 260


yoza collection

Andeng2 demikian itu diketahuinya terdapat juga pada kuduk kepala sang guru.
Maka teranglah tidak mungkin didunia ini ada dua orang yang serupa, tidak usah
disangsikan lagi pasti orang yang dihadapannya ini adalah gurunya sendiri. Apalagi bila
sebentar sang guru juga hendak mengujinya dengan Lwekang, tentu celakalah baginya.
Sedang Jun-yan kerupukan sendiri, tiba2 terlihat tuan rumah yaitu Jing-ling-cu,
sedang keluar dari kuilnya dengan wajah muram. Karena itu suara ramai tadi menjadi
sirap, sebagai gantinya semua pandangan dipusatkan kepada imam itu.
Sudah sampai di-tengah2 orang banyak, Jing-ling-cu memandang sekelilingnya, ia
mendehem sekali, lalu dengan suara yang berat ia berkata. Lebih dulu banyak terima
kasih atas kedatangan para sobat. Adapun undangan Pinto kali ini tujuannya yalah
supaya kita be-ramai2 mengenal sobat aneh dari Bu-lim yang luar biasa. Muka sobat
ini sudah rusak dan sukar dikenali, entah tergoncang soal apa, sampai pikirannya juga
kurang waras, malahan tak bisa bicara dan tak bisa melihat. Untuk ini Pinto telah minta
dua bantuan dari tabib pandai yang kita sudah sama-sama mengenalnya; yaitu Cok-
kak seng dan Siang Tim diantaranya berdua, akan tetapi kedua ahli ini kinipun angkat
tangan tak berdaya, sekarang jalan lain tidak ada kecuali sobat ini dihadapkan pada
para hadirin untuk bantu mengenalinya!
Sebenarnya tanpa diminta semua hadirin itu pun sudah tahu maksud tujuan
undangan Jing-ling-cu kepada mereka itu.
Yang mereka herankan yalah betapa hebatnya orang aneh itu, hingga kedua tokoh
pertabiban seperti Ciok-kak-seng dan Siang Tim juga tak berdaya mendapatkan tanda2
asal-usul orang aneh itu.
Sementara itu dari dalam kuil tampak keluarlah seorang yang mukanya sangat
menyeramkan, dibelakangnya ikut dua orang, yang satu lelaki dan yang lain wanita,
mereka adalah kedua tabib tersohor yang disebut tadi. Sedang orang berwajah jelek itu
bukan lain adalah si orang aneh itu yang memiliki ilmu silat yang tinggi, tapi asal-
usulnya masih menjadi pertanyaan itu.
Diam2 semua orang tercengang melihat muka orang aneh itu, mereka heran oleh
sebab apakah hingga muka orang berubah begitu macam ? Dan karena sudah begitu
rupa, dengan sendirinya juga susah untuk dikenali lagi.
Sejenak kemudian terdengar Jing-ling-cu berkata pula dengan menghela napas:
Sobat aneh ini, bukan saja Lwekangnya sudah sangat sempurna, bahkan terhadap ilmu

Hong san Koay Khek – Halaman 261


yoza collection

tunggal dari golongan lain juga diyakini dengan baik. Cuma sayang, mukanya justru
telah rusak begini rupa. Kini jalan lain tidak ada kecuali mesti minta bantuan para
hadirin, mungkin diantara siapa2 yang dapat mengenalinya?
Akan tetapi meskipun ucapan Jing-ling-cu itu diulang lagi, tetap tiada seorangpun
yang tahu asal usul orang aneh itu.
Hanya Jiau-pek-king yang menyamar sebagai Hwe Tek itu, tampak berkedip dengan
sinar mata yang berkilau, seperi tertarik oleh sesuatu.
Sampai lama sekali keadaan tetap hening, ketika tiba-tiba terdengar seorang
berseru: Tentang diri sobat aneh ini, barang kali aku tahu sedikitnya tahu persoalannya!
Semua orang tercengang oleh seruan orang itu, pandangan mereka seketika
diarahkan pada orang yang bersuara itu, ternyata ia bukan lain adalah si binal Lau Jun-
yan.
Jing-ling-cu menjadi girang, tanyanya cepat: Eh, jadi Kah-heng mengetahui seluk
beluk sobat aneh ini, silahkan menerangkan lekas!
Tapi Jun-yan sengaja jual mahal, dia melantur-lantur jauh dulu, habis itu baru
bercerita apa yang pernah didengarnya dari A Siu tentang Ang Jin kin hingga ayah A
Siu ikut tewas.
Sedang Siang Hiap yang mukanya serta ditutupi selapis kain itu tanpa sengaja telah
disingkap ibu A Siu dan dalam kagetnya Siang Hiap terus minggat entah kemana
perginya.
Darimana kau bisa tahu semua itu ? tiba2 Jiau Pek-king menanya dengan sorot
mata curiga.
Namun Jun-yan masih berlagak serba tahu, dengan ogah-ogahan baru dia
menjawab : tentu saja aku tahu, malahan aku tahu Ang Jing kin yang meninggalkan
sang suami mencari obat akhirnya tewas ditepi sebuah kolam, disebelah lagi terdapat
tiga kerangka tulang yang tak dikenal, dan pula tiga macam senjata aneh.
Senjata macam apa ? tanya Jiau Pek-king dan Li Pong berbareng.
Katanya berbentuk gada yang disebut Tui hong-hoan, sahut Jun-yan.
He, itulah senjata tunggal milik Bong-san sam-sia ! seru beberapa orang diantara
hadirin.

Hong san Koay Khek – Halaman 262


yoza collection

Ya, jika begitu, apakah mungkin Ang Jing kin tewas ditangan Bong-san-sam-sia itu
? ujar Jing-ling-cu ragu-ragu.
Benar, pasti begitulah soalnya, tiba-tiba dua orang Piauthau she Giam ikut
menimbrung. Dahulu ketika ditengah jalan, dalam suatu pengawalan Hunlam, pernah
kami melihat Siang Hiap dan Ang Jing-kin berdua di-uber2 empat orang, kecuali Bong
san-sam-sia, ada lagi yang kukenal sebagai Siau-yau-ih-su Cu-Hong-tin!
Baru sekarang semua orang ingat pada Cu Hong-tin.
Aneh juga semua orang yang diundang semua sudah hadir, kenapa Siau-yau-ih-su
itu tidak tampak batang hidungnya ?
Jika begitu, apakah sobat aneh ini adalah Sam-siang sin tong Siang Hiap?'' ujar-
Jing-ling cu ragu-ragu.
Kalau mengingat kepandaian Siang Hiap, rasanya belum setinggi sobat aneh ini.
Pendapat Jing ling cu ini membikin semua orang ikut bersangsi. Memang kalau
melihat ilmu silat yang dimiliki orang aneh ini, terang tidak mungkin dapat dicapai oleh
Siang Hiap yang mereka kenal. Dan selagi Jing-ling cu hendak menanya pula, tiba2
terdengar suara bentakan orang yang sangat keras seperti bunyi guntur: Mana
orangnya begitu berani menghina Pi-lik-pay kita ? Sungguh celaka murid semacam kau
ini, bikin malu melulu.
Menyusui mana, muncullah dari bawah tiga orang, dua diantaranya bukan lain ialah
Ong Lui dan Thio Tiong pat yang telah dibikin keok oleh A Siu dan Wi Ko itu, sedang
seorang lagi sudah lanjut usianya, kepalanya botak, jidatnya lebar, matanya bersinar.
Melihat orang tua ini, seketika semua para hadirin hampir semua berdiri
menyambut dengan hormat sambil menyapa : In locianpwe!
In-luheng! , In-laupek! dan macam2 panggilan lagi. Kiranya dia bukan lain adalah
Ciangbunjin dari pada Pi-lik-pay yaitu gurunya Ong Lui yang terkenal dengan pukulan
geledeknya In Thian-sang.
Ia tidak begitu pusing akan panggilan2 orang itu, tapi hanya mengangguk-angguk
acuh tak acuh. Habis itu terus menghampiri Jing-ling-cu, katanya sambil kiongchiu: Jing-
ling Totiang, maafkan atas kedatanganku yang ceroboh ini. Tapi betapapun aku anggap
Toheng takkan berpeluk tangan nama baik adikmu ini dihina orang. Habis ini tiba2 ia

Hong san Koay Khek – Halaman 263


yoza collection

membentak kepada Ong Lui berdua, Mana orangnya yang coba-coba hendak
menghancurkan pamor Pi-lik-pay kita? Kenapa kalian bungkam saja?
Sambil celingukan kian kemari Ong Lui mendapatkan Jun-yan dalam penyamaran
itu, katanya pada sang guru. Inilah keparat itu ! masih ada lagi seorang lebih muda,
entah sembunyi kemana batang hidungnya sekarang tak kelihatan!
Ya, dan ini pula yang satu yang telah main bokong itu! sahut Thio Tiong-pat.
Kiranya In Tiang-sang ini sangat dihargai didalam Bu-lim berhubung budi luhurnya,
cuma ada satu kekurangan yalah suka membela orang sendiri peduli salah atau benar.
Sampai anjing piaraannya tidak boleh disentuh orang. Apalagi kini dua muridnya yang
dihina dan dikecundang orang, karuan ia sangat murka.
Hm, kiranya hanya demikian ini macamnya, jengeknya kemudian kearah Jun-yan
dan Wi Ko. Jika kalian sudah berniat akan menghancurkan nama baik Pi-lik-pay, marilah
kenapa tidak lekas ikut kebawah gunung sana? Nyata ia masih mengindahkan Jing-
ling-cu sebagai tuan rumah dan tidak mau mengacaukan pertemuan orang banyak itu,
maka menyuruh Jun-yan berdua ikut kebawah gunung untuk membikin perhitungan.
Namun Jing-ling-cu mencoba melerainya, katanya: In-heng, harap sabar !
Kedatanganmu ini sangat kebetulan, mungkin kau akan membantu mengenali sobat
aneh itu sebagai Sam-siang-tong Siang Hiap dahulu ?
Siang Hiap ? mau tak mau In Thian-sang menegas dengan heran. Mana mungkin
mukanya berobah begini ?
Ya, air mukanya sebab apa telah menjadi begitu rupa, kata Jing-ling-cu. Tapi sobat
ini benar-benar luar biasa, berbagai ilmu silat dari segala aliran yang paling lihay
dimilikinya. Boleh jadi pukulan geledek dari In-heng juga dipelajarinya.
Ah, omong kosong, sahut In-thiang-san, Sudahlah, silahkan kalian urus
persoalanmu sendiri. Aku sendiri biar bikin perhitungan dulu dengan kedua bocah ini,
maafkan kalau aku mesti bikin ribut didepanmu ini! Habis itu, tiba-tiba ia menatap Jun-
yan dan Wi Ko pula sambil membentak: Binatang kecil, kenapa tak lekas turun gunung
?'' Betapapun sabarnya Wi Ko, akhirnya ia mendongkol juga. Sambil mengkerut kening,
segera ia menyindir: In-locianpwe, dengan kedudukanmu di kalangan Bu-lim yang
terhormat, kenapa kelakuanmu pun seperti tukang pukul gembereng dijalan raya ?

Hong san Koay Khek – Halaman 264


yoza collection

In Thian-sang menjadi murka oleh olok2 itu, bentaknya gusar: Kurang ajar benar!
Kalau aku tidak memberi hajaran padamu, tentu kau belum kenal tingginya langit dan
tebalnya bumi!
Habis bersuara, tahu-tahu orangnya sudah menubruk maju. Namun Wi Ko dan Jun-
yan sudah siap siaga, cepat mereka yang menjadi sasaran menghindar, krak, krak ,
kursi-kursi itu seketika hancur kena gabrukan tangan ln Thian-sang yang luar biasa itu.
Eh, eh, kiranya In-locianpwe hendak membawa kursi kebawah gunung? Silahkan!
masih Jun-yan berolok-olok sambil tertawa dingin.
Tapi tiba2 angin pukulan geledek telah menyambar lagi kearahnya, ternyata In
Thian-sang telah melontarkan pukulan pula. Baiknya Wi Ko keburu menarik Jun-yan
kepinggir, sekali ini meja besar dihadapan mereka yang menjadi korban terus mencelat
persis ketempat duduknya Jiau Pek-king.
Begitu hebat dan keras samberan meja itu, orang lain kalau tidak mampus, tentu
akan babak belur ketimpa meja nyasar itu, namun tanpa menoleh sedikitpun, begitu
meja itu mendekat, Jiau Pek-king hanya jentikkan jarinya ke samping hingga meja itu
menyambar kembali ke arah In Thian-sang. Lekas2 jago tua ini memukulkan kedua
tangannya, maka terdengarlah suara gedubrakan yang keras, meja itu telah hancur
kena dipukul geledeknya.
In Thian-sang terkesiap, ia memandang sekejap kearah Jiau Pek-king, ia heran
seorang bermuka jelek itu memiliki Lwekang sebegitu tingginya. Rasanya selama ini
tak pernah didengar dan dikenalnya. Hm, hebat juga kepandaian saudara, sebentar lagi
bila perlu akupun akan belajar kenal, jengeknya kemudian.
Lekas2 Jing-ling-cu mendekati In Thian sang dan membisikinya; In-heng, harap kau
jangan salah mata, dia adalah samaran Lau Jiau, masakan sobat lama tak dikenal lagi?
Mendengar itu In Thian-sang menjadi kaget, la pandang sekejap pula kearah Jiau
Pek-king lalu bungkam tak berani garang lagi. Betapapun asemnya In Thian-seng
terhadap momok seperti Thong-thian-sin-mo itu, mau tak mau iapun rada jeri.
Dalam pada itu Jing-ling-cu lantas bertanya pula pada Jun-yan: Jika menurut cerita
Kah-heng tadi jadi sobat ini adalah Siang Hiap. Tetapi sebab apa mukanya menjadi
begitu rupa, apakah Kah-heng juga dapat memberi keterangan?

Hong san Koay Khek – Halaman 265


yoza collection

Tapi belum juga Jun-yan menjawab sekonyong-konyong wajah Jing-ling-cu berubah,


begitu pula Jiau Pek-king, Li Pong, In Thian-sang dan gembong gembong lainnya.
Kiranya pada saat itulah, dari bawah gunung tiba-tiba terdengar semacam suara
yang sangat aneh, suara itu panjang melengking lambat tapi nyaring sekali, hingga
seperti bunyi suara ditepi telinga yang mendengarnya.
Segera para gembong persilatan itu dapat menduga bahwa gerungan suara
siapakah itu. Tentu bukan lain adalah Tok-poh-kian-gun Ki Go-thian.
Terpengaruh oleh suara itu segera ada beberapa orang yang bernyali kecil hendak
mengeloyor pergi. Tapi belum sampai mereka melangkah, tiba2 terdengar suara
bentakan : Siapapun tidak boleh angkat kaki !
Menyusul mana dari bawah gunung muncul seorang Thauto yang bertubuh tinggi
besar dengan lagak congkak. Begitu melihat, Jun-yan menjadi geli sebab segera
dikenalinya Thauto itu bukan lain adalah Ngo seng yang pernah digodanya tempo hari.
Diam2 ia metertawai lagak Ngo-seng yang tengik itu, ia pikir sebentar lagi Thauto itu
kudu diberi rasa lagi supaya kapok. Tapi iapun teringat akan komplotan Ngo-seng
bernama Ki Go-thian yang akan datang ke Ciok-yong-hong. Terutama kepandaiannya Ki
Go-thian yang sudah diketahuinya itu, mau tak mau hatinya menjadi kebat kebit.
Sementara itu ia lihat Ngo-seng sedang sesumbar pula : Nah, dengarlah semua
orang! Sebentar lagi Ki Go-thian, Ki-locianpwe akan tiba, beliau suruh aku datang
memberitahukan lebih dulu, supaya kalian bersiap-siap menyambut atas
kedatangannya !
Melihat murid durhaka seperguruannya sekarang unjuk lagak sedemikian
menjemukan di hadapan orang banyak, Thi-thau-to dari Ngo tai san ini menjadi murka,
bentaknya : . .Ngo-seng, tutup bacotmu ! Kau masih kenal aku tidak ? Sejak kau merat,
aku sangka akan insaf kejalan yang benar, siapa tahu kau justru makin mengganas.
Hari ini biarlah aku membikin pembersihan lagi perguruan sendiri! sambil berkata, ia
terus mendekati Ngo-seng.
Mendengar suara itu bukan lain adalah Suhengnya sendiri yang selama ini menjadi
musuh besarnya, Ngo-seng malah bergirang, ia pikir tibalah sekarang saatnya
melampiaskan rasa dendamnya. Maka dengan bergelak tertawa segera ia balas
mengejek : Hahaha kiranya kau Lauti. Benar juga ucapanmu tadi memang sudah

Hong san Koay Khek – Halaman 266


yoza collection

waktunya bikin pembersihan pada perguruan kita, cuma tergantung siapakah yang
harus dibersihkan ? Marilah maju ! Habis berkata, ia ber-siap2 untuk menyerang.
Sebagaimana sudah diceritakan, Ngo-seng dan Thi-thau-to sebenarnya adalah
saudara seperguruan. Kalau bicara tentang bakat, Ngo-seng masih jauh lebih tinggi dari
Suheng, yaitu Thi-thau-to. Tetapi sebelum tamat belajar, guru mereka sudah dapat
mengetahui jiwa Ngo seng yang jahat. Maka tidak seluruh kepandaiannya diajarkan
padanya. Hal inilah menimbulkan rasa dendamnya Ngo seng, begitu suhunya wafat, ia
mengambil lari kitab pusaka perguruan, yaitu ilmu Tay-lik-eng-jiau-hoat, cakar elang
bertenaga raksasa, yang diandalkan Ngo-tay-pay itu.
Setelah berhasil diyakinkan ditempat terpencil, maka makin mengganaslah Ngo-
seng didunia Kangouw.
Kini dihadapan sang Suheng yang dipandang bukan tandingannya itu, apalagi
sebentar lagi Ki Go-thian akan tiba juga, sama sekali Ngo-seng tidak gentar.
Sebaliknya mendengar sesumbarnya Ngo-seng tadi, Thi-thau-to tak bisa menahan
gusarnya lagi, segera ia mendahului menghantam ke dada, Ngo-seng berkelit
kesamping kiri. Tapi tak terduga perubahan serangan Thi-thau-to sangat cepat, sekali
pukul tidak kena, sedikit melangkah maju, segera sikut kanan dibuat menyikut
kelambung musuh lagi.
Serangan Thi-thau-to itu disebut Jian-kian jun-tui atau sikutan seribu kati, kalau
kena mungkin tulang iga Ngo-seng akan ambrol semua. Namun Ngo-seng sekarang
bukan lagi Ngo-seng dahulu, mendadak ia mengegos sedikit, berbareng kelima jari
tangan kiri terus mencengkeram kepundak Thi thauto dengan kecepatan luar biasa.
Begitulah kedua seteru bekas saudara seperguruan itu serang menyerang dengan
sengit. Kekuatan kedua orang ternyata seimbang, tapi Thi thau-to juga memusatkan
keunggulannya pada menyerang, maka terjadilah keras lawan keras.
Sewaktu Ngoseng hendak melontarkan hantamannya pula kepundak lawan, tapi
secepat itu pula Thi-thau-to ayun tangan memapak kedepan maka terjadilah tangan
beradu tangan dan dua orang sama2 tergetar mundur beberapa tindak.
Dan Ngoseng hendak menubruk maju lagi, tiba2 sesosok bayangan berkelebat,
tahu2 dihadapannya sudah menghadang seorang bermuka jelek. Tanpa pikir Ngo-seng

Hong san Koay Khek – Halaman 267


yoza collection

telah mencengkeram pula sekuatnya kepinggang orang dengan maksud sekaligus


menundukkan perintang itu.
Tak terduga gerak orang itu ternyata cepat luar biasa, se-akan2 Ngo-seng merasa
pergelangan tangan sendiri kesemutan, tanpa diketahui bagaimana cara orang itu
menggerakkan tangannya, tahu-tahu Yang Kok-hiat dipergelangan tangan terjentik
hingga tenaga cengkeraman tadi seketika tak bisa dikeluarkan lagi.
Sungguh tidak kepalang terkejutnya Ngo-seng, belum sekali gebrak dirinya sudah
diatasi seorang lelaki jelek itu, sedangkan Ki Go-thian yang menjadi andalannya entah
kapan baru akan unjukkan diri. Namun begitu, segera ia membentak : Siapa kau ?
Siapa diriku, tidak perlu tahu, sahut orang itu yang bukan lain dari Jiau Pek-king,
Yang kuhendak tanya yalah kau tadi bilang Ki Go-thian akan berkunjung kemari, lalu
apa tujuan dan pesannya kepadamu ?
Mendengar orang bertanya tentang Ki Go-thian, hati Ngo-seng menjadi besar lagi,
jawabnya segera: Hm, kiranya kaupun mengerti tentang Ki-locianpwe. Dia bilang
sebentar datang, kalian harus menyambutnya dengan berlutut dan angkat dia sebagai
Bu-lim-ci-cu (yang dipertuan agung dari dunia persilatan) !

ooOOoo
Tak ia duga, belum lama lenyap suaranya tahu2 pandangannya menjadi kabur, insaf
keadaan bakal celaka, maksudnya ia segera hendak angkat tangan menangkis, tetapi
sudah terlambat, plak-plak-plak , pipinya telah kena diberondong beberapa kali
tamparan oleh Jiau Pek-king.
Memangnya Jiau Pek-king sudah benci akan kesombongannya Ki Go-thian, tetapi
juga gentar pada kepandaiannya yang memang tiada bandingannya. Kini melihat
cecunguk macam Ngo-seng, juga berani main gila dihadapan orang banyak, segera
hawa amarahnya ditumplekan atas diri Ngo-seng dan memberi persen beruntun yang
disebut Bu-heng-jiu atau pukulan tanpa kelihatan, yaitu cepat, jitu dan keras.
Karuan Ngo-seng seperti sigagu menelan getah, menderita tak bisa bicara. Begitu
kesakitan pipinya yang terkena tamparan itu matanya se-akan2 berkunang dan
kepalanya pusing tujuh keliling.

Hong san Koay Khek – Halaman 268


yoza collection

Dalam keadaan begitu Ngo-seng menjadi kalap, ia mengerung seperti orang gila,
kedua tangannya terus mencengkeram serabutan kedepan sambil memejamkan mata
menahan rasa sakit di pipi. Akan tetapi meskipun dua tangannya meraup tiada hentinya
kedepan, toh ujung baju lawannya saja tak bisa disentuhnya.
Saat itulah dia dengar suara ter-bahak2 banyak orang geli bila ia membuka mata,
ia sendiri menjadi jengah. Kiranya Jiau Pek-king sudah berdiri dua meter jauhnya disana
sebaliknya dia masih terus mencengkeram serabutan tentu saja seperti orang gila
hingga menjadi buah tertawaan orang.
Dari malu Ngo-seng menjadi murka, kembali dia merangsang maju lagi, tangan
kanannya mencakup dari samping dan tangan kiri mencengkeram. Tapi dengan gesit
Jiau Pek-king memberosot lewat dibawah bahunya, malahan teIah ayun kakinya
mendepak sekali kebebokongnya hingga kembali Ngo-seng terhuyung2 kedepan
hampir-hampir mencium tanah.
Karuan bergemuruh lagi seketika suara tertawa geli orang banyak.
Alangkah murkanya Ngo-seng karena dibikin malu begitu rupa oleh Jiau Pek-king,
mendadak ia balik tubuh, dari bajunya dilolosnya sepasang benda hitam gelap, dengan
sorot mata berapi ia membentak: Keparat! biarlah aku adu jiwa denganmu.
Waktu semua orang menegas, kiranya benda hitam gelap itu adalah sepasang Eng-
jiau atau cakar elang terbuat dari besi yang panjang besar, cakar elang itu tajam
terbuka. Dipangkal cakar itu terdapat sebagian gagang untuk pegangan.
Melihat cakarannya yang gilap lain dari yang lain itu, terang telah terendam dengan
racun yang sangat jahat.
Dalam pada itu Ngo-seng telah menyerang pula dengan geramannya, sebelah cakar
elang besi itu dicakupkan keatas kepala Jiau pek-king, sedang senjata lainnya terus
menyodok keperut.
Melihat senjata yang aneh dan berbisa ini, Jiau Pek-king tak berani gegabah, lekas
ia melompat menghindar.
Jiau-heng, waktu sudah mendesak, tak perlu menggoda tikus lebih lama lagi ! seru
Li Pong tiba2.
Dengan peringatan itu, Jiau Pek-king dapat mengerti sudah hampir waktunya Ki Go-
thian akan tiba, hatinya tergerak tiba2, serunya : Coba pinjam golokmu ! Tapi belum Li

Hong san Koay Khek – Halaman 269


yoza collection

Pong menyahut, mendadak Jun-yan telah mendahului berteriak, Pakailah pedangku


saja!
Menyusul mana melirik sinar hijau terus berkelebat menyamber kearah Jiau Pek-
king. Sekali tangan Jiau Pek-king meraup, tahu2 tangannya sudah memegang sebatang
pedang, itulah Tun-kau-kiam milik Jun Yan.
Pada saat itu tepat Ngo-seng lagi menyerang pula dengan cakar elangnya dari atas
kepala, tanpa pikir lagi Jiau Pek-king ayunkan pedangnya menangkis keatas. Cring !
tahu2 senjata andalan Ngo-seng itu terasa enteng, untuk sedikit Ngo-seng terkesima,
tapi segera dapat dikenali pedang itu seperti senjata yang pernah digunakan Jun-yan
tatkala ber-sama2 A Siu melawan Ki Go-thian tempo hari. Tanpa merasa, tercetuslah
makian dari mulutnya : Lou Jun-yan, kiranya kau budak hina-dina inipun berada di sini!
Sebenarnya maksud Jun-yan hendak melemparkan pedang kepada sang guru,
maksudnya agar Jiau Pek-king bisa lekas2 bereskan pengacau itu, tak terduga
rahasianya malah kena dibongkar oleh Ngo-seng, karuan hatinya tercekat.
Benar saja demi mendengar Ngo-seng menyebut namanya Jun-yan, segera Jiau
Pek-king pun tersadar, ia melotot sekali kearah Jun-yan dan mengomel : Hm, kau budak
setan ini, sungguh besar amat nyalimu!
Habis itu, ia cepat sekali tusukan kearah Ngo-seng. Lekas2 Ngo-seng menangkis
dengan cakar elangnya yang panjang. Dalam keadaan begitu, yang dia harap hanyalah
selekasnya Ki Go-thian bisa datang untuk melepaskan dia dari ancaman bahaya. Akan
tetapi, semakin hatinya gopoh, semakin kacau pikirannya. la menjadi lupa barusan cakar
elangnya itu kena terpapas oleh pedang lawan, sekarang dibuat menangkis, karuan
untuk kedua kalinya senjatanya terkutung sebagian lagi. Dalam kagetnya Ngo-seng
terus melompat mundur setombak lebih.
Melihat betapa tajamnya pedang itu, Jiau Pek-king sendiripun terpesona, diam2
iapun memuji : Pedang bagus !
Ia tidak lantas merangsek lagi, meskipun Ngo-seng telah melompat mundur,
sebaliknya ia telah menyentil batang pedangnya hingga mengeluarkan suara nyaring
gemerincing, ketika ia memeriksa huruf2 yang terukir digagang pedang, seketika ia
terkesima dan berdiri terpaku ditempatnya seperti patung.

Hong san Koay Khek – Halaman 270


yoza collection

Sesudah melompat mundur tadi, sebenarnya Ngo seng terus hendak melarikan diri
untuk menyongsong datangnya Ki Go-thian. Tapi dilihatnya Jiau Pek-king seperti orang
linglung sambil memandangi pedang yang dipegangnya sendiri dan berdiam kaku
seperti orang lupa daratan, ia menjadi girang, sudah tentu kesempatan itu tak di-
sia2kan, se-konyong2 ia melompat maju lagi, sebelum senjata cakar elangnya yang
masih ada itu terus mencengkeram keatas kepalanya Jiau Pek-king.
Semua orang cukup kenal dengan ilmu silatnya Jiau Pek-king untuk menandingi
seorang Ngo-seng terang masih ber-lebih2an. Tapi merekapun heran ketika melihat
iblis persilatan itu mendadak terpesona oleh tulisan diatas pedang, sementara itu
serangan Ngo-seng sudah dekat dibatok kepalanya, dan dia masih ter-menung2 seperti
tidak berasa. Baru sekarang semua orang terkejut, terutama Liok-hap-tong-cu Li Pong
yang paling karib hubungannya dengan Jiau Pek-king menjadi kuatir. Akan tetapi untuk
maju menolong terang tidak keburu lagi, jalan satu2nya, cepat ia meloloskan golok
pusakanya Pek-lin-sin-to terus ditimpukkan kearah Ngo seng.
Tak tersangka, baru saja goloknya melayang terlepas dari tangan, mendadak ada
suara bentakan seorang yang keras, satu bayangan telah melesat kedepan secepat
kilat, sampai ditengah jalan, Pek-lin-to telah disambernya ditangan dan orangnya masih
melesat maju terus.
Diam-diam Li Pong mengeluh, golok yang ditimpukkan untuk menolong Jiau Pek-
king itu telah kena disambar orang, pasti sekali ini Lau Jiau Pek-king tak bisa terhindar
nasib malang.
Diluar dugaannya, sekonyong-konyong sinar tajam berkelebat, menyusul
terdengarnya cring cring yang nyaring, pada saat cakar elang Ngo seng sudah hampir
berkenalan dengan batok kepalanya Jiau Pek-king, tahu-tahu sesosok bayangan berikut
sinar golok terus tiba menubruk, sekali sinar golok berkelebat, tahu-tahu cakar elang
Ngo-seng terkutung pula. Malahan terus terdengar suara jeritan ngeri, sesosok tubuh
kontan terpental pergi hingga jauh dan jatuh telentang tak berkutik.
Tubuh yang terpental itu adalah bukan lain Ngo-seng sendiri.
Waktu orang mengawasi bayangan orang tadi, kiranya bukan lain adalah Wi Ko.
Baru sekarang Li Pong menghela napas lega. Apabila ia pandang Jiauw Pek-king
pula, ia lihat iblis itu masih tetap berdiri terkesima di tempatnya sambil meng-amat2i

Hong san Koay Khek – Halaman 271


yoza collection

pedangnya yang dipegang itu. Apa yang terjadi disampingnya barusan itu seperti sama
sekali tidak diketahuinya.
Wi Ko sendiri terus mendekati Ngo-seng yang menggeletak kena tendangannya
tadi, ia lihat paderi durhaka itu napasnya sudah kempas-kempis tinggal menunggu
ajalnya. Ngo-seng, inilah ganjaranmu yang setimpal dari pada semua kejahatan yang
pernah kau lakukan ! jengek Wi Ko kemudian.
Belum lagi suaranya lenyap, tiba2 didengarnya Jing-ling-cu, Li Pong dan lain2nya
sama berseru kaget : Lo-mo-thau, apa yang telah kaulakukan!
Waktu Wi Ko menoleh, ia menjadi kaget sekali, kiranya pada saat itu Jiau Pek-king
sedang memburu kearah Lou Jun-yan sembari ayun pedangnya untuk dipergunakan
menusuk.
Melihat gerak serangan Jiau Pek-king itu bukan gertakan belaka, Wi Ko terkejut,
cepat ia melesat memburu dan mendahului menghantam kepunggungnya Jiau Pek-
king.
Namun mendadak Jiau Pek-king memutar tubuhnya, beruntun-runtun pedangnya
menusuk dan membabat tiga kali hingga Wi Ko terpaksa ayunkan Pik-lin-to tadi untuk
menangkis. Kontan saja Wi Ko tangannya merasa kesemutan, sekejap itulah Jiau Pek-
king sempat melompat ke depan lagi mendekati Jun-yan sambil mcncengkeram dengan
sebelah tangannya.
Untuk mencegah, terang-tidak keburu, maka para jagoan yang menyaksikan itu
tinggal melongo saja. Jun-yan sendiri terkesima saking kagetnya, ketika melihatnya
kelima jari tangan sang guru sudah merangsang tiba, tanpa merasa ia terus berteriak
: Suhu, aku akulah Jun.. .
Ya, aku tahu kau siapa, sahut Jiau Pek king, dan akupun ingin tahu pedangmu itu
berasal dari mana ?!
Sambil meringis kesakitan karena pundaknya dicengkeram sang guru, Jun-yan
menjawab terputus-putus :
Tapi baru sekian ucapannya, tiba2 suara melengking tajam yang berkumandang
tadi bergema pula dengan kerasnya hingga telinga semua orang seakan-akan pekak.
Mau tak mau Jiau Pek-king melepas tangan dahulu. Ia tahu sebentar lagi Ki Go-thian
tentu akan muncul. Ketika ia berpaling memandang Jing-ling-cu dan lain2, ia lihat semua

Hong san Koay Khek – Halaman 272


yoza collection

tokoh itu berwajah tegang, Hanya si orang aneh yang air mukanya sudah rusak itulah
yang tidak menunjukkan suatu perasaan.
Dan selagi hendak membuka suara, se-konyong2 suatu bayangan berkelebat, dari
bawah telah meloncat seseorang.
Karena datangnya orang itu mendadak sehingga semua orang terkejut, mengira
kalau Ki Go-thian yang telah tiba.
Ternyata orang yang datang mendadak ini bukan lain daripada Siau-jau-ih-su Cu-
hong-tin. Yang paling mengejutkan yalah seluruh badan Cu-hong-tin berlumuran darah,
suatu tanda terluka sangat parah.
Dengan sempoyongan Cu Hong-tin paksakan diri berjalan maju, ia celingukan kian
kemari, ketika melihat orang aneh itu, cepat berlari mendekati seperti orang kesetanan.
Tapi belum lagi mendekat, ia sudah tidak tahan dan ngusruk jatuh sembari
memuntahkan darah.
Cu-toheng, kau.. Jing-ling-cu menanya.
Tapi belum habis ucapannya, tiba2 terlihat Cu Hong-tin paksakan diri merangkak
terus merayap kehadapan orang aneh itu, katanya dengan suara tak lampias :
Siang.. .Siang heng.. .maafkan atas dosaku.. .ini karena cemburu akan cintamu pada.. .Jing
Kin, maka aku telah.. .telah bersekongkol dengan Bong-san-sam-sia dan mencelakai kau
hingga.. . hingga begini rupa, tetapi.. . tetapi toh aku tidak mendapatkan.. . mendapatkan
Jing-kin.. .hahaha,. hehehe sampai disini, tiba2 napasnya menjadi lemah, sekali kepalanya
menunduk, maka putuslah nyawanya.
Cepat Jing-ling-cu mendekati dan memeriksa, tapi jiwa Cu Hong-tin memang sudah
melayang.
Sungguh aneh, ujar Li Pong. Jika menurut kata2 Cu Hong-tin tadi, jadi dia sudah
kenal dengan sobat aneh ini sebagai Sam-siang sin-tong Siang Hiap, tapi tempo dulu
waktu bertemu kenapa sama sekali tak dikatakannya.
Li-heng, bukankah kau mendengarkan pengakuannya tadi bahwa dia yang
mencelakai sobat aneh ini dengan sekongkol bersama Bong san-sam-sia tentu saja dia
tak berani mengaku waktu itu, kata Jing-ling-cu.

Hong san Koay Khek – Halaman 273


yoza collection

Benar, timbrung Jun-yan. Makanya tempo dulu waktu berkumpul disini, secara
tiba-tiba Cu Hong-tin itu terus melarikan diri dengan ter-gesa2 kiranya memang ia telah
berbuat dosa.
Sungguh rendah kelakuan manusia demikian ini ! dampratnya Wi Ko sambil
mendekati mayat itu terus didepak kebawah jurang.
Tendangan bagus, tiba2 seorang berseru memuji dengan nadanya yang
melengking.
Karena suara yang lain daripada yang lain itu, seketika semua orang berpaling. Dan
mereka menjadi kaget ketika tahu2 melihat ada seorang setengah umur dengan
dandanan yang sangat necis sudah berduduk disatu kursi. Orang itu duduk tenang
dengan wajahnya yang senyum bukan, gusar tidak, matanya setengah meram melek,
tapi menyorotkan sinar tajam.
Sungguh tidak terkatakan terkejutnya semua orang, sebab bagi Jing-ling-cu, Li Pong,
Jiau Pek-king dan jago2 kawakan sama mengenali orang itu bukan lain adalah Tok-poh-
kian gin Ki Go-thian yang menggentarkan itu.
Dibawah pengaruh perbawa Ki Go-thian, suasana menjadi sunyi senyap, tiada
seorangpun berani buka suara, bahkan bernapaspun ditahan.
Dalam pada itu sinar mata Ki Go-thian yang tajam itu telah menyapu rata semua
orang yang hadir disini, katanya kemudian : Hm, banyak juga yang datang, ada
beberapa muka baru tampaknya! Dan dimanakah Siau Jiau?
Rupanya dia tak mengenali Jiau Pek-king yang sudah menyamar itu. Dan beberapa
muka baru yang dimaksudkan itu dengan sendirinya meliputi Jiau Pek-king dan Lou
Jun-yan yang menyamar, serta Wi Ko. Nyata daya ingatan Ki Go-thian memang sangat
kuat, meskipun berselang puluhan tahun, namun muka-muka lama seperti In Thiang-
sang, Thi-thauto dan lain-lain yang pernah dilihatnya masih belum terlupa, dari ini dapat
dimaklumi kalau memang dia mempunyai otak tajam. Sedangkan yang ditanya melulu
olehnya Jiau Pek-king sendiri, suatu tanda orang-orang lain sama sekali tak terpandang
sebelah mata olehnya, hanya Jiau Pek king saja sedikitnya masih dihargainya.
Dilain pihak Jing-ling-cu, Li Pong diam-diam berdebar-debar, mereka tidak sanggup
membayangkan entah apa yang akan terjadi dengan datangnya iblis besar itu.

Hong san Koay Khek – Halaman 274


yoza collection

Benar saja segera terdengar Ki Go-thian mulai buka suara dengan sikap yang
angkuh dan sombong : Jing-ling-cu, kabarnya kau yang menjadi promotor mengundang
semua orang Bu-lim ini kemari, tentu kau sengaja hendak menghadapi kedatanganku
ini bukan ?
Diam-diam Jing-ling-cu berkeringat dingin, tidak diduga bahwa orang bisa menanya
demikian padanya. Namun begitu, meskipun jeri pada Ki Go-thian, Jing-ling-cu bukan
manusia pengecut, walaupun nanti akan menerima segala akibat buruk tapi sebagai
seorang ksatria, Jing ling-cu rela menghadapinya. Maka dengan gagah berani segera
iapun menjawab : Pertanyaan Ki-locianpwe ini membikin Cayhe tidak mengerti. Adapun
berkumpulnya para kawan ini disini adalah memang atas undanganku, tetapi dikatakan
untuk menghadapi kedatangan Ki-locianpwe, inilah yang agak mengherankan?
Jun-yan menjadi geli mendengar tanya jawab itu, sebab dia tahu kedatangan Ki Go-
thian keatas Ciok-yong-hong ini tak lain tak bukan adalah gara2nya tempo hari bersama
A Siu. Sudah tentu Jing-ling-cu merasa bingung oleh dakwaan Ki Go-thian itu.
Dalam pada itu Ki Go-thian telah berkata pula : Hal itu sementara ini tak perlu aku
usut lebih jauh. Yang pasti sekarang yalah maksud kedatangan tentulah sudah kalian
ketahui. 30 tahun yang lalu aku telah berjanji untuk muncul kembali pada Siau Jiau, dan
sekarang dia sendiri ketakutan sampai batang hidungnya tidak kelihatan. Baiklah, untuk
menepati janji itu, sekarang juga aku memberi kesempatan kepada siapa2 diantara
kalian untuk maju unjukkan kepandaian apa yang dimilikinya, apabila tiada nilainya
yang dapat kupandang, hayolah lekas kalian berlutut menyembah padaku sebagai Bu
lim-ci-cun !
Sungguh tidak kepalang mendongkolnya Jing ling-cu hingga mukanya merah
padam. Tapi sebelum ia menyahut, disebelah sana tiba2 seorang yang sedang tertawa
terkekeh-kekeh.
Siapa kau ? bentak Ki Go-thian dengan murka. Apa yang kau tertawakan ?
Ah, cayhe hanya seorang Bu-beng-siau-cut (Perajurit tak bernama) rasanya tiada
harganya untuk dikenal Ki locianpwe, sahut orang itu bukan lain dari pada Wi Ko.
Tentang gelaran Ki-locianpwe tadi yang menganggap diri sendiri Bu-lim ci-cun, Cayhe
menjadi heran siapakah yang menganugerahkan pada Ki locianpwe. Padahal menurut
pengetahuanku sejak dulu kala hingga kini, sampai Tat-mo Cuncia, Thio Sam-hong dan

Hong san Koay Khek – Halaman 275


yoza collection

tokoh-tokoh lain yang menjagoi dijamannya juga tiada yang berani menerima gelaran
itu. Maka Ki locianpwe sukalah memikir lebih panjang akan soal ini.
Gusar sekali Ki Go-thian ada orang yang berani membangkang keinginannya. Tetapi
lahirnya tenang2 dan dingin2 saja, sahutnya kemudian dengan kalem: Jadi menurut
kau, aku tidak sesuai untuk memperoleh gelar Bu-lim-ci-cun itu ?
Namun Wi Ko hanya tersenyum saja tidak menjawab. Karuan Ki Go-thian bertambah
murka. Keparat, ia memaki, bolehlah kau mencoba apakah aku sesuai menjadi Bu-lim-
ci-cun atau tidak ?
Habis berteriak, mendadak orangnya bersama kursinya terus meloncat keatas
hingga membawa samberan angin santar, ketika kursinya menurun dan tegak diatas
tanah lagi, jaraknya dengan Wi Ko sudah tinggal beberapa kaki saja jauhnya. Menyusul
mana sebelah lengan bajunya Ki Go-thian mendadak mengebaskan kedepan.
Wi Ko insyaf apabila terkena oleh tenaga kebasan gembong persilatan itu, pasti
tubuhnya akan me-layang2 kebawah jurang seperti layangan putus benangnya. Maka
ia tidak berani menahannya berhadapan, lekas2 ia mengiser ke-samping hingga
samberan angin kebasan itu menyerempet lewat diatas kepalanya. Begitu keras angin
itu hingga muka Wi Ko sampai merasa panas pedas.
Lekas2 Wi Ko hendak berlindung dengan meng-aling2kan tangan kemukanya
sendiri, tapi terdengar Ki Go-thian tertawa dingin sekali, menyusul kebasan lengan baju
yang lain sudah tiba lagi.
Sungguh tidak diduga Wi Ko bahwa kebasan lawan bisa begitu cepat lagi luar biasa
kekuatannya, ketika hendak berkelit pula, tak urung tubuhnya tergoncang pergi hingga
lebih setombak jauhnya.
Melihat Wi Ko terancam, terpaksa jago-jago lainnya tidak bisa tinggal diam, segera
Li Pong dan Boh-hoat Taysu memburu maju, sekali Li Pong memutar goloknya Pek-lin-
to, seketika sinar kemilauan berhamburan keatas kepalanya Ki Go-thian.
Sedangkan Boh-hoat Taysu pun ayun kebutnya hingga bulu kebut itu mekar
bagaikan setangkai bunga raksasa terus mencakup kemuka Ki Go-thian. Begitu hebat
dan cepat serangan kedua tokah Khong-tong-pay dan Go-bi-pay, bagi orang lain, pasti
susah menghindarkan diri dari serangan berbareng itu. Tetapi Ki Go-thian memang
tidak malu sebagai seorang gembong yang disegani, mendadak ia tertawa panjang,

Hong san Koay Khek – Halaman 276


yoza collection

tahu-tahu orangnya berikut kursinya terus membal kebelakang, hingga susah diketahui
cara bagaimana ia dapat menembus sinar golok dan kebut itu mengurung keatas
kepalanya itu.
Hahaha! Ki Go-thian tertawa sesudah menurun kembali ditempatnya semula,
katanya; Hanya dengan kepandaian seperti kalian ini mau melawan aku? Haha lebih
mirip seperti capung menubruk cagak belaka. Namun sebagai seorang yang dipertuan
agung didunia persilatan, tidak mau aku sembarangan turun tangan, biarlah kalian yang
mesti menilai kekuatan masing-masing sendiri. Bila mau, tiada seorangpun diantara
kalian yang sanggup menahan sekali hantamanku. Sekarang apa yang akan kalian
katakan lagi? Kenapa tidak lekas menyembah padaku?
Keparat, jahanam! se-konyong2 terdengar suara makian orang. Menyusul diantara
orang banyak telah melompat keluar seorang laki2 tinggi besar bersenjata sebilah
kapak besar terus menubruk Ki Go-thian.
Begitu lelaki kasar itu melompat keluar segera Jing-ling-cu, Li Pong dan jago2 lain
sama mengetahui kepandaian orang, tiada artinya kalau berani menyentuh Ki Go-thian
artinya sama dengan hantar jiwa belaka. Sebab itulah segera Jing-ling-cu berseru :
Tahan dulu saudara mundurlah!
Akan tetapi lelaki itu terus merangsang maka terpaksa Jing-ling-cu melesat maju
sembari lolos pedangnya, begitu pula Thay-jing-sian-cu Cio Ham pun lekas2 melompat
kedepan, dan tanpa berjanji, kedua pedang mereka terus menusuk kearah Ki Go-thian
dari belakang.
Meskipun serangan dari belakang itu dilakukan dua jagoan terkemuka, tapi Ki Go-
thian harus berhadapan dengan silelaki kasar yang merangsangnya dulu dari depan
itu. Maka serangan dari belakang itu sama sekali tak digubrisnya sebaliknya dia tunggu
ketika kapak lelaki itu sudah sampai di atas kepalanya, mendadak ia ulur sebelah
tangannya dan tepat berhasil merampas kapak besar itu, sekali gertak lelaki itu
orangnya berikut kapaknya kena digotai kebelakangnya. Cepat dan tepat sekali gerakan
Ki Go-thian itu hingga begitu tubuh silelaki itu diayunkan dibelakang, kedua pedang Jing-
ling-cu dan Cio Ham juga persis tiba, jadi sekarang bukannya tubuh Ki Go-thian yang
mereka tusuk, tetapi silelaki kasar itulah yang dipakai sebagai tameng.
Tentu saja Jing-ling-cu berdua kaget, lekas-lekas mereka hendak tarik kembali
senjatanya, namun sudah terlanjur, pundak lelaki itu tetap kena tusukan hingga

Hong san Koay Khek – Halaman 277


yoza collection

berdarah, cuma aneh sama sekali lelaki itu tidak bersuara. Menyusul mana, disertai
gedebukan yang keras, lelaki itu telah terbanting ketanah disamping, dan tidak berkutik
lagi. Kiranya ketika kapak lelaki itu kena terpegang Ki Go thian berbareng Ki Go-thian
sudah salurkan Lwekangnya yang maha hebat itu hingga lelaki itu sudah tergetar putus
jantungnya hingga sebelum tertusuk pedang, sebenarnya orangnya sudah tak
bernyawa.
Karuan Jing-ling-cu dan Cio Ham sangat terkejut. Mereka sudah menduga bahwa
jiwa lelaki itu pasti akan korban percuma, tidak menyangka kalau bisa mati begitu cepat
dan mudah. Maka lekas-lekas mereka melompat mundur lagi.
Hm apa maumu sekarang? Kalian mau menyembah atau tidak ? kembali Ki Go-
thian mendesak.
Untuk sesaat itu keadaan menjadi sunyi, tiada seorangpun yang berani buka suara
dan semua keder oleh ancaman itu.
Jun-yan coba memandang Jing-ling-cu, ia lihat imam itu wajahnya merah padam,
tapi bersitegang pantang menyerah. Anehnya ia lihat Jiau Pek-king juga tidak
mengunjuk sesuatu reaksi apa-apa, melainkan terus membudeg dan membuta saja.
Ketika Jun-yan berpaling, tiba-tiba dilihatnya si orang aneh itu duduk jauh di sisi sana
dengan kaku, tiba2 hatinya tergerak, katanya segera : Ki-locianpwe, kau suruh semua
orang menyembah padamu, tetapi sudah jelas dan terang dihadapanmu ada seorang
yang sejak tadi diam saja, bahkan berdiripun tidak ketika kau datang, tapi kau suruh
orang berlutut menyembah segala ?
Memang benar. Sejak datangnya Ki Go-thian tadi, orang aneh itu terus duduk saja
tanpa bergerak. Karena memandang sepele pada semua orang, dengan sendirinya Ki
Go-thian tidak ambil perhatian pada seorang yang tak menarik itu.
Kini mendengar ucapan Jun-yan itu, barulah ia berpaling kearah yang ditunjuk itu.
Benar juga ia lihat ada seorang sedang duduk tenang dengan sikap acuh tak acuh
seperti apa yang terjadi tadi sama sekali tak diambil pusing olehnya.
Tentu saja Ki Go-thian menjadi murka. Sebegitu jauh belum pernah dilihatnya ada
seorang yang berani begitu memandang remeh padanya. Kalau kata-katanya sekarang
ada yang tidak mengindahkan, bagaimana nanti dirinya bisa menundukan yang lain.
Berdiri! mendadak ia membentak dengan suara bagai guntur kerasnya.

Hong san Koay Khek – Halaman 278


yoza collection

Tapi sama sekali orang itu tidak terkejut sedikitpun, mungkin suara bentakan itu
saking kerasnya, maka kepalanya tampak sedikit mendongak dan matanya yang buram
itu ber-kedip2 beberapa kali. Lalu menunduk pula, se-akan2 tidak perduli apa yang
dikatakan Ki Go-thian.
Melihat gelagatnya Jun-yan menduga apabila Ki Go-thian dapat dipancing bergebrak
dengan orang aneh itu, sekalipun akhirnya orang aneh itu tidak bisa menang, toh paling
tak akan bertahan sampai sepuluh jurus, mengingat ilmu silat sobat aneh itupun serba
mahir dan tinggi.
Memikir begitu diam2 dia mengisiki Jing-ling-cu dan Li Pong: Jing-ling Totiang
sukurlah bila sebentar sobat itu diterjang oleh Ki Go-thian, kesempatan itu harus kita
pergunakan untuk mengerubut maju untuk melenyapkan seorang durjana persilatan ini,
dalam keadaan terpaksa kita tidak peduli lagi tentang etiket persilatan segala. Dalam
pada itu diam2pun Jun-yan menyayangkan A Siu yang entah berada dimana saat itu,
bila ada tentu akan bertambah seorang kawan yang terkuat, Namun begitu ia tetap
percaya sang guru Jiau Pek-king pasti akan mendampingi sobat aneh itu bila jadi
gebrakan dengan Ki Go-thian. Anehnya ia melihat gurunya sampai saat itu masih tetap
diam saja.
Sementara itu Ki Go-thian bertambah sengit demi nampak orang yang dibentaknya
itu sama sekali tidak ambil pusing padanya, tiba2 ia sambar kaki meja itu menjadi patah
terus ditimpukannya kearah orang aneh itu.
Jarak mereka ada beberapa tombak jauhnya, kaki meja yang bulat tengahnya
hampir sebesar lengan manusia itu menyambar kedepan dengan pelahan kelihatannya
tapi membawa suara menderu yang sangat mengejutkan, suatu tanda betapa hebat
Lwekang Ki Go-thian yang dimilikinya.
Kalau mula2 kaki meja itu menyambar perlahan, tapi sampai akhirnya mendadak
bisa cepat sekali terus menyambar kemuka orang aneh itu. Luar biasa caranya orang
aneh itu menyambut serangan itu, begitu kaki meja itu sudah dekat dan lagi yang
menyaksikan sudah menjerit kaget tahu2 sebelah tangannya membalik ke atas sambil
kepalanya itu dengan sedikit miring, maka kaki meja itu telah kena dipegangnya dengan
tepat. Cuma saja orangnya berikut kursi yang didudukinya itu terus memberosot
beberapa kaki jauhnya kebelakang.

Hong san Koay Khek – Halaman 279


yoza collection

Maka terdengarlah suara uh-uh yang tak lampias dari tenggorokan orang aneh itu
sambil kepalanya miring2 seperti ingin mendengarkan sesuatu. Agaknya ingin
mengetahui siapakah gerangannya yang memiliki tenaga dalam selihay itu hingga
melalui sebatang kaki meja yang dipegangnya itu dapat menumbuknya sampai
meluncur kebelakang beberapa kaki jauhnya !
Kalau orang aneh itu heran dan terkejut, adalah Ki Go-thian lebih2 heran dan
terkejut. Kalau menurut perhitungannya, dijagat ini belum pernah ada orang yang
sanggup menyambut timpukan sebatang kaki mejanya seperti tadi itu, andai kata
sekarang ada, sedikitnya orang-orang itu akan terjungkal roboh dan terluka dalam oleh
Lwekangnya yang lihay, namun sekarang orang aneh itu hanya tergoncang mundur
dengan kursinya, sedangkan orangnya tak kurang suatu apapun.
Sungguh tidak kepalang kagetnya, ia coba meng-amat2i orang aneh itu, tapi kecuali
wajahnya yang jelek rusak hingga usianya yang sebenarnya susah diduga, tanda-tanda
pengenal lainnya tidak dilihatnya.
Boleh juga kepandaianmu agaknya? katanya kemudian mengejek. Kalau ada
seorang Siau Jiau, rupanya sekarang muncul seorang seperti kau, rasanya kalau
sekarang Siau Jiau berada disini, diapun takkan melebihi kau. Hai, siapa kau ?
Akan tetapi mata orang aneh yang buram itu tetap berkedip-kedip saja tanpa
menjawab dan tidak menggubris.
Ki Go-thian jadi hilang sabarnya, perlahan-lahan ia berbangkit dan melangkah maju,
sesudah setombak jauhnya dari orang aneh itu, mendadak ia membentak lagi: Apa
benar kau tidak mau berdiri ?!
Karena sudah naik darah, maka bentakannya ini telah dikerahkan sepenuh tenaga
dalamnya. Benar juga, tidak saja orang aneh itu melompat bangun karena tersentak
kaget, bahkan Li Pong, Jing-ling-cu dan lain-lainnya jago juga berjingkrak terkejut, lebih
jago2 yang sedikit rendah kepandaiannya, banyak yang bergetar roboh dan ada yang
ter-kencing2.
Walaupun begitu, keadaan sudah kelihatan memuncak genting, segera Jing-ling-cu
dan lain-lain terus mengambil tempat kedudukan mengepung untuk siap sedia
membantu sobat aneh itu bila sudah mulai bergebrak.

Hong san Koay Khek – Halaman 280


yoza collection

Tindakan Jing-ling-cu itu bukannya tidak diketahui Ki Go-thian, tetapi ia hanya


melirik saja dengan tersenyum dingin, lalu melangkah maju lagi dengan perlahan.
Meskipun orang aneh tadi melonjak bangun terkejut oleh bentakan Ki Go-thian, tapi
secepat itu pula ia dapat bersikap tenang dan tampak ter-heran2 suara apakah yang
telah membikin kaget padanya itu.
Untuk sejenak Ki Go-thian curahkan seluruh perhatiannya kepada orang aneh itu,
mendadak ia angkat tangannya terus memukul kedepan dengan perlahan, pukulan ini
mula2 memang dilihatnya perlahan, tetapi sesudah dekat, tiba2 menjadi cepat luar
biasa.
Sebab pukulan itu datangnya mula2 tanpa suara, maka orang menduga pasti orang
aneh itu akan dirobohkan segera, siapa tahu sekonyong-konyong orang aneh itupun
angkat sebelah tangannya memapak pukulan yang sudah dekat itu, maka terdengar
suara plak yang keras, disusul oleh suara suitan Ki Go-thian yang panjang.
Kiranya waktu itu Ki Go-thian lontarkan tenaga dalam pada pukulannya itu, ketika
mendadak merasa semacam tenaga besar menumbuk ketelapak tangannya, segera ia
kerahkan tenaganya lagi lebih besar. Maka sehabis kedua tangan saling beradu, Ki Go-
thian masih tetap berdiri ditempatnya, sebaliknya orang aneh itu mengeluarkan suara
uh dan orangnya tergetar dua tindak.
Nyata dengan adu tenaga tadi, sudah kelihatan Tok-poh-kian-gun Ki Go-thian lebih
unggul dari pada si orang aneh itu.
Karuan Ki Go-thian makin mendapat angin, sikapnya lebih jumawa dengan sinar
mata mengejek ia mengerling sekitarnya.
Saat itu, karena melihat orang aneh itu rupanya juga tidak sanggup menandingi Ki
Go-thian, maka Jing-ling-cu, Li Pong dan lain2 sudah mulai merubung maju. Tapi tertatap
sinar kerlingan mata Ki Go-thian itu seketika mereka merandek jeri.
Hm, apakah kalianpun ingin maju berbareng? ejek Ki Go-thian dengan senyuman
sinis, Tapi menurut aku, kalian tak ada gunanya. Siapakah bala bantuan aneh yang
kalian undang ini ? Orang yang sanggup menyambut sekali pukulanku dari depan,
diseluruh jagat ini mungkin hanya dia ini saja !
Hm, belum pasti benar! tiba2 suara seorang mengejek. Dialah Wi Ko.

Hong san Koay Khek – Halaman 281


yoza collection

Ki Go-thian menjadi gusar, ia memutar tubuh dan hendak membentak siapa yang
sanggup melawannya lagi. Tak terduga pada saat itu juga, si orang anehpun mendadak
mungkur hingga membelakangi Ki Go-thian, habis itu tiba2 sikutnya menyerang
kepinggang orang.
Karena tak ber-jaga2, hampir saja Ki Go-thian termakan, namun dia bukan jagoan
kalau begitu mudah diserang, begitu merasa angin menyambar, segera ia mengisar
kesamping, berbareng kelima jarinya bagai cakar terus mencengkeram sikut orang
aneh itu.
Tapi orang aneh itupun cepat luar biasa, sekali tangannya ditarik kembali, orangnya
terus memutar lagi dan berbalik kelima jarinya juga hendak menjangkau pergelangan
tangan Ki Go-thian.
Haha, tampaknya kedua matamu sudah buta, biarlah aku mengalah beberapa jurus
padamu! Ki Go-thian tertawa. Berbareng itu juga dengan bajunya terus mengebas.
Tenaga yang ditimbulkan kebasan bajunya Ki Go-thian itu, tadi Wi Ko, Li Pong dan
Boh Hoat Sutay sudah merasakan lihaynya. Kini orang aneh itu dekat jaraknya, mereka
menduga pasti susah menghindarkan diri.
Diluar dugaan, tiba-tiba orang aneh itu hanya miringkan tubuhnya kesamping,
sedangkan kakinya masih tetap melengket ditempatnya, maka tenaga kebasan Ki Go-
thian yang maha besar itu hanya nyamber lewat disampingnya.
Ketika orang aneh itu menyikut tadi, Ki Go-thian telah dapat mengenalinya sebagai
ilmu Jian-kin-jun-tui atau sikutan beribu kati dari Ngo-tay-pay, ia menjadi sangsi
apakah orang ini barangkali adalah angkatan tua dari Ngo-tay-pay. Kini melihat lawan
menghindarkan tenaga kebasan dengan tubuh miring, tapi kaki tetap melengket ditanah,
itulah gerakan Lip-the-seng-kin atau berdiri ditanah tumbuh akar, yaitu ilmu
kepandaian tunggal dari Khong tong pay. Ia menjadi heran dan terkejut sekali. Maka
iapun tidak berani memandang enteng lagi bentaknya pula, Bagus kiranya kau mahir
dari berbagai cabang kepandaian ini, terima lagi pukulanku ! Berbareng itu kembali
telapak tangannya memukul lagi kedepan.
Pukulan ini dahsyat luar biasa dan berbeda dengan pukulan pertama tadi yang
mula2 perlahan dan keras belakang. Tapi sekali ini begitu dilontarkan segera
menimbulkan tenaga maha besar. Sekalipun In Thian-sang yang terkena dengan

Hong san Koay Khek – Halaman 282


yoza collection

pukulan geledeknya, kalau dibandingkan pukulan Ki Go-thian ini, mau tak mau ia harus
kagum dan mengaku asor.
Merasa pukulan sehebat itu, orang aneh itu mundur setindak dahulu, habis itu
blang iapun memukulkan sebelah telapak lengannya yang keras, hingga kembali kedua
tangan saling beradu. Maka tertampaklah sesosok tubuh mencelat jauh ke belakang,
sesudah berjumpalitan diudara, kemudian menurun lagi ditanah.
Yang mencelat itu ternyata si orang aneh lagi. Tampak ia celingukan pula kian
kemari dengan sikap terkejut dan heran oleh tenaga pukulan lawan tadi.
Bagus, ternyata kau sanggup menerima dua kali pukulanku secara berhadapan,
seru Ki Go-thian, habis itu, kedua lengan bajunya berterbangan, segera ia merangsang
maju lagi.
Nampak suasana lagi meruncing, diam2 Li Pong menaksir sobat aneh itu betapapun
pasti bukan tandingannya Ki Go-thian. Kepandaian orang aneh itu sudah pernah
disaksikannya, yaitu ketika ditengah jalan bertemu dengan Lou Jun-yan, dan orang aneh
itu telah merebut golok pusakanya.
Teringat akan itu, hatinya tergerak, ia pikir kalau orang aneh itu diberi pinjaman
golok pusaka Pek-lin-to yang juga pandai memainkan Liok-hap-to-hoat itu, mungkin
akan dapat melawan Ki Go-thian.
Maka dengan cepat Pek-lin-to disiapkannya ditangan, ketika melihat orang aneh
sedang kececer, segera ia hendak angsurkan golok ketangannya. Akan tetapi keburu Ki
Go-thian merangsang maju lagi dengan hantamannya yang hebat, angin pukulannya
begitu hebat hingga Li Pong terpaksa melompat mundur, gagal memberikan golok pada
orang aneh itu.
Nyata, pertarungan diantara dua tokoh raksasa itu berbeda daripada pertandingan
jago silat biasa, setiap gerak gerik mereka selalu membawa tenaga maha besar hingga
susah didekati orang luar. Terpaksa Jing-ling-cu, Li Pong dan lain2 hanya bisa menonton
belaka dengan hati kebat kebit, jalan lain tidak ada kecuali nanti bila memang benar si
orang aneh sudah kewalahan, barulah mereka akan mengerubut maju mati2an.
Dalam pada itu, pertarungan kedua orang itu semakin seru. Walaupun orang aneh
itu kalah dalam hal penglihatan, tetapi gerak geriknya ternyata cukup tangkas dan gesit,
hingga dapat melawan Ki Go-thian yang terus melancarkan serangan hebat. Begitu

Hong san Koay Khek – Halaman 283


yoza collection

sengit dan luar biasa pertarungan mereka itu, hingga sekalipun jago2 kawakan seperti
Jing-ling-cu dan lain2 ikut ternganga karena kesima, lebih2 Lou Jun-yan, sama sekali
tak menduga bahwa kedatangan Ki Go-thian ke Ciok-yong-hong ini sebenarnya gara-
gara pancingannya dengan mencatut nama dua paderi sakti yang katanya tinggal
dipegunungan Khong-tong-san. Siapa tahu kini si orang-aneh itulah yang harus
menandingi Ki Go-thian sendirian. Bila Jun-yan berpaling kearah Jiau Pek-king, ia lihat
sikap sang guru itu sangat aneh juga sejak tadi masih tinggal diam2 saja, hanya
perhatiannya se-akan2 dicurahkan untuk mengamat-amati setiap gerak gerik si orang
aneh.
Pertandingan sengit itu terus berlangsung hingga berpuluh jurus, sampai akhirnya
mendadak terdengar suara plak yang sangat keras, kedua orang itu tahu-tahu
berpisah, orang aneh itu tampak terhuyung-huyung kebelakang hingga beberapa tindak
seperti orang kena terpukul, tetapi tampaknya toh tidak terluka, mungkin hanya tergetar
mundur oleh tenaga pukulan Ki Go-thian saja.
Sesudah tergetar mundur, dari tenggorokan orang aneh itu kembali mengeluarkan
suara tak lampias seperti ingin berkata sesuatu, namun tak terucapkan, sebaliknya Ki
Go-thian terus membentak : Bocah hebat, mampu kau bergebrak tujuh puluh dua jurus
dengan aku. Hari ini kalau aku tidak membunuh kau bagaimana jadinya kelak kalau
lewat beberapa tahun lagi?
Nyata, karena wajah orang aneh itu sudah rusak hingga susah diketahui dengan
pasti umurnya, maka Ki Go-thian menaksir orang hanya setengah tua saja. Sebab itulah,
habis berkata, kembali ia merangsak maju lagi.
Ketika orang aneh itu tergetar mundur, Li Pong merasa kesempatan baik itu jangan
disia-siakan, maka cepat ia melompat maju pula untuk mengangsurkan goloknya sambil
berseru; Terima senjata ini!
Tetapi bukannya menerima sebaliknya orang aneh itu malah mundur setindak lagi.
Dan pada saat itulah, tahu2 Ki Go-thian sudah mendekat, Li Pong merasa semacam
tenaga maha besar se-akan2 menindih keatas dadanya, tanpa pikir lagi goloknya dia
babatkan kesamping dengan gerakan Lam-tau-liok-sing atau enam bintang dilangit
selatan.
Namun sungguh sangat cepat gerak tubuhnya Ki Go-thian, belum lagi serangan Li
Pong mencapai sasarannya atau pukulan Ki Go-thian sudah mendahului menyambar,

Hong san Koay Khek – Halaman 284


yoza collection

dimana pukulan anginnya sampai, seketika ujung golok Li Pong menceng kesamping.
Golok yang tadinya membabat kearah Ki Go-thian, kini berbalik membacok kepala orang
aneh.
Karuan Li Pong terkejut, lekas2 ia hendak menarik kembali, namun betapa besar
samberan angin Ki Go-thian itu, terang tidak keburu lagi tampaknya sekejap saja pasti
orang aneh itu akan terbelah menjadi dua, siapa duga sekonyong-konyong orang aneh
itu telah mengisar sedikit kesamping, berbareng sebelah tangannya terus memapak
pergelangan tangan Li Pong yang memegang golok itu.
Begitu cepat perubahan itu hingga Li Pong merasa pergelangan tangannya
tergencet, habis itu, golok Pek-lin-to sudah berpindah tangan kena dirampas oleh orang
aneh itu.
Semula Li Pong terperanjat, tapi bila dipikir lagi, ia menjadi girang. Memangnya ia
hendak meminjamkan goloknya itu kepada si orang aneh, kini senjata itu benar2 sudah
ditangan orang, apakah itu bolehnya disambut atau dirampas, bukankah serupa saja ?
Sebaliknya demi orang itu sekarang memegang senjata gara2 Li Pong, Ki Go-thian
menjadi murka, ia memburu maju dan menyerang tapi terhalang oleh sinar golok yang
telah diputar oleh si orang aneh, maka gerak gerik serangannya itu terus kesampok
kesamping menuju Li Pong.
Untuk menghindar terang tidak sempat lagi, dalam keadaan terpaksa, mau tak mau
Li Pong harus bertahan, lekas2 ia kerahkan seluruh tenaga pada kedua tangannya terus
memapak kedepan. Namun tiba2 terasa dadanya menjadi sesak napasnya se-akan2
putus, matanya ber-kunang2 dan telinga mendenging.
Melihat Li Pong terancam bahaya, tanpa berjanji, In Thian sang dan Cio Ham telah
melesat maju berbareng. In Thian-sang terus memukul dengan pukulan geledeknya,
sedang Cio Ham menusuk dengan pedangnya.
Tenaga pukulan Ki Go-thian yang menyebabkan Li Pong terluka parah itu ternyata
belum reda sehingga masih saling bentur dengan pukulan In Thian-sang yang sedang
dilontarkan. Maka dua tenaga keras seketika bertemu, tahu-tahu In Thian-sang yang
menjerit, orangnya terpental pergi lebih setombak jauhnya, darah segarpun kontan
menyembur keluar dari mulutnya. Nyata luka yang dideritanya terlebih parah dari pada
Li Pong.

Hong san Koay Khek – Halaman 285


yoza collection

Selama hidupnya entah sudah berapa banyak In Thian-sang menghadapi


pertarungan besar, tetapi belum pernah ia dikalahkan dalam hal tenaga pukulan. Tetapi
kini belum lagi sejurus ia sudah keok dibawah tangannya Ki Go-thian hingga muntah
darah. Maka dapatlah dibayangkan betapa hebat ilmu Ki Go-thian, kalau bukan
martabatnya yang rendah dalam hal ilmu silat, sebenarnya ia tidak malu bila disebut
yang dipertuan agung dipersilatan.
Dalam pada itu tusukan pedang Cio Ham tadi juga sudah tinggal beberapa senti
dari perutnya, namun tiba2 Ki Go-thian menjentikkan jarinya kebawah, alangkah
terkejutnya ketika tahu2 Cio Ham merasa pedangnya patah menjadi dua. Dalam
kagetnya ia cepat melompat mundur dengan terkesima.
Pada saat Cio Ham menyerang itu, Tai-lik kim-kong Tong Po tidak mau ketinggalan,
sekali membentak, dengan perisai bajanya yang antap itu terus mengepruk keatas
kepalanya Ki Go-thian, tepat pada saat itulah Cio Ham kaget melompat mundur, maka
kepalan Ki Go thian terus dipindahkan memapak perisainya Tong Po.
Segera terdengar suara gemerontang yang sangat keras, tubuh Tong Po yang besar
itu terpental pergi menggeletak ditepi jurang, hampir2 saja terperosot kebawah, dan
tidak berkutik lagi.
Lekas2 Cio Ham mendekat sang suami, tapi ia mendapatkan Tong Po sudah tak
bernyawa pula. Rupanya tergetar oleh Lwekang Ki Go-thian yang maha hebat itu hingga
seketika jantungnya berhenti berdenyut.
Karuan air mata Cio Ham bercucuran dengan murkanya ia memutar tubuh terus
hendak adu jiwa juga pada Ki Go-thian, sukur Jing-ling-cu dan Boh-hoat Suthay keburu
mencegahnya, ujar mereka: Sabarlah Tay-jing-sian-cu. Hari ini kaum Bulim kita sedang
menghadapi saat hidup atau mati, bila kita keburu napsu bertindak tanpa berpikir,
bukankah akan korban sia2.
Sungguh lihay luar biasa Ki Go-thian itu hanya dalam sekejap saja orang aneh itu
didesak mundur, Li Pong disampok terluka, In Thian sang terbentur hingga muntah
darah, Cio Ham dipatahkan pedangnya dan Tong Po malahan melayang jiwanya.
Kini jagoan yang terkemuka yang tinggal disitu antara lain adalah Jing-ling-cu, Wi
Ko, Boh-hoat Suthay, Jun-yan serta gurunya, Jiau Pek-king yang sejak tadi tidak ambil
tindakan apa-apa.

Hong san Koay Khek – Halaman 286


yoza collection

Diam2 Wi Ko membisikkan Jun-yan: Sebentar bila perlu biar kita ber-ramai2


mengerubut maju, terhadap seorang iblis laknat macam Ki Go-thian ini, kita tidak perlu
lagi bicara tentang etiket segala. Cuma kau harus berhati hati2 !
Ai, semua gara-garaku ! ujar Jun-yan sambil menghela napas.
Sebab apakah ? tanya Wi Ko heran.
Ya, sebab akulah yang memancing Ki Go thian kesini dengan menyatakan bahwa
dua paderi sakti dari pegunungan Khong-tong-san yang tersohor namanya, tapi belum
pernah dilihat orangnya itu, akan hadir kemari. Siapa tahu, Ki Go-thian datang benar2,
dan kedua paderi sakti itu tentu saja takkan terdapat disini.
Memang kedua paderi sakti itu takkan datang kesini lagi ! tukas Wi Ko.
Eh, dari mana kau tahu ? Apakah kau kenal mereka ? tanya Jun-yan.
Aku kenal mereka, malahan kenal baik sekali, ujar Wi Ko dengan perlahan. Mereka
bukan lain adalah guruku yang berbudi itu. Tapi sayang, mereka sudah wafat tahun
yang lalu, dengan sendirinya takkan datang kesini lagi.
Jun-yan terkesiap oleh keterangan itu. Dan selagi hendak menanya pula, se-
konyong2 terasa samberan angin yang sangat keras, tahu2 dirinya telah ditarik
melompat kesamping oleh Wi Ko.
Kiranya pada saat itu si orang aneh telah ayun golok Pek-lin-to membabat kearah
Ki Go-thian, tetapi dapat dihindarkan, sebaliknya serangan yang masih nyamber dengan
hebatnya itu hampir2 mengenai Jun-yan yang berdiri disamping.
Kebetulan tempat yang mana Wi Ko berpijak itu tepat dibelakangnya Ki Go-thian.
Pikiran Wi Ko tergerak, cepat ia dorong Jun-yan kepinggir lagi, lalu ia sendiri kerahkan
seluruh tenaga terus melontarkan pukulan ke-punggung iblis itu.
Tak terduga, mendadak Ki Go-thian mendak kebawah menghindarkan serangan
golok si orang aneh yang saat itu lagi membabat pula, berbareng itu tubuhnya memutar
sambil kebaskan lengan bajunya hingga daya pukulan Wi Ko tadi kena dipatahkan.
Malahan sebelah tangannya itu terus menghantam kearah Wi Ko sembari membentk:
Ha, bocah berani membokong !
Sungguh terkejut sekali Wi Ko atas kesempatan lawan, dia menduga dirinya takkan
sanggup menangkis pukulan orang yang maha hebat itu, cepat2 ia berkelit, maka

Hong san Koay Khek – Halaman 287


yoza collection

terdengarlah suara blang yang keras, sebuah batu besar dibelakangnya telah hancur
kena tenaga pukulan Ki Go-thian.
Dilain pihak, si orang aneh itu telah mencecar Ki Go-thian pula dengan permainan
goloknya yang lihay. Yang aneh yalah gerak serangan golok itu bukan lagi merupakan
ilmu golok tetapi lebih mirip ilmu pedang.
Li heng itu toh bukan Liok-hap-to-hoat golonganmu? Tanya Jing-ling-cu pada Li
Pong.
Ya, bukan Liok-hap-to-hoat, sahut Li Pong. Jing-ling Tothiang, kau adalah akhli
pedang tentu kau dapat menyelami sedikit gaya permainan golok itu.
Sungguh memalukan aku sendiripun tidak tahu, sahut Jing-ling-cu.
Tiba2 Thay-jing-siancu membisiki mereka; Ilmu permainan golok sobat aneh itu
kenapa mirip benar dengan ilmu pedang Khong Siau-lin dari Siangyang dahulu?
Hati semua orang tergerak mendengar nama Khong Siau-lin disebut. Jago angkatan
tua itu terkenal sebagai gurunya Jiau Pek-king yang selisih usianya tidak banyak, dan
telah menghilang lebih tiga puluh tahun yang lalu ketika dalam suatu perjalanan jauh
sama Jiau Pek-king.
Sedang men-duga2 diri sobat aneh itu, pada saat itulah tiba2 Jiau Pek-king
menggerang sekali, berbareng orangnya terus maju, sekali Tun-kau-kiam bergerak,
segulung sinar hijau segera mengurung keatas kepala Ki Go-thian. Jadi sekarang Ki Go-
thian dikeroyok dua.
Melihat Jiau Pek-king sudah bertindak, Wi Ko pun tidak mau ketinggalan lagi, kembali
ia pun menerjang maju dengan pukulan yang cukup lihay.
Ketika merasa serangan pedang Jiau Pek-king menyambar, Ki Go-thian sempat
menghindarkan bacokan si orang aneh berbareng tubuhnya meluncur kesamping dan
tangannya membalik, hendak merebut pedangnya Jiau Pek-king, sedang lengan baju
sebelah lain terus mengebas mendesak Wi Ko kebelakang. Sekali bergerak menghalau
tiga serangan.
Melihat Jiau Pek-king yang sejak tadi diam saja, dan kini mendadak ikut menyerbu
maju, Jing-ling-cu dan lain-lain menjadi heran, tetapi merekapun lantas bersiap-siap
menanti kesempatan baik untuk menerjang.

Hong san Koay Khek – Halaman 288


yoza collection

Dalam pada itu ketika Ki Go-thian harus menghindarkan diri lagi dari suatu serangan
si orang aneh yang dipandangnya paling tangguh diantaranya tiga lawan itu, diluar
dugaan tusukan pedang Jiau Pek-king menyusul tiba juga, lekas-lekas ia meloncat
setinggi dua tombak ke atas, habis itu terus menubruk kebawah mengarah Wi Ko yang
dianggap lawan terlemah.
Namun begitu, tidak urung lengan bajunya sudah berlubang tertusuk pedangnya
Jiau Pek-king. Maka berserulah Ki Go-thian sembari menubruk kebawah: Aha, Siau Jiau
kiranya sudah berada disini. Tapi kenapa kau menjadi penakut begini, diam2 menyamar
lalu mengeroyok?
Benar, memang aku sudah ada disini, sahut Jiau Pek-king dingin. Tetapi apakah
kau pun tahu sobat aneh ini siapa?
Siapa dia? katakan lekas ! bentak Ki Go-thian sambil menyerang.
Siapa dia? Apakah kau tidak kenal ilmu pedangnya yang dimainkan dengan golok
itu, sahut Jiau Pek-king dengan berkelit. Dia bukan lain adalah Siang-yang-kiam-sin
(jago pedang sakti dari Siangyang) Khong Siau-lin!
Ha, Khong Siau-lin? seru Ki Go-thian terkejut. Bukankah sudah berpuluh tahun
Khong Siau-lin hilang tak diketahui mati hidupnya?
Ya, dan sekarang Khong-kiam-sin itu telah menjelma kembali! kata Jiau Pek-king
sambil tersenyum.
Diam2 Ki Go-thian memikir, apabila benar orang aneh ini adalah Khong Siau-lin,
maka pastilah merupakan seorang lawan yang tangguh, untuk menangkan dia masih
belum berani yakin. Apalagi kini lawan dibantu Jiau Pek-king dan Wi Ko, kalau melihat
keadaannya, orang aneh ini seperti kurang waras. Jalan satu-satunya aku harus
membinasakan orang aneh ini lebih dulu, habis itu satu persatu aku akan bereskan
yang lain.
Setelah mengambil ketetapan itu, segera ia pusatkan serangannya kepada orang
aneh itu, keroyokan Jiau Pek-king dan Wi Ko yang dipandang enteng itu hanya sekali-
dua ditangkisnya atau cukup dengan tenaga kebasan lengan bajunya akan membikin
kedua orang itu terpaksa mundur.
Suatu ketika si orang aneh itu membabat dengan goloknya sembari meloncat
keatas mengelakkan serangan itu, berbareng Ki Go-thian terus menabok dengan telapak

Hong san Koay Khek – Halaman 289


yoza collection

tangan kanannya kebatok kepala lawannya. Begitu cepat dan lihai serangan itu hingga
tampaknya kepala orang aneh itu pasti akan remuk kena digaplok.
Syukurlah dari samping Jiau Pek-king dan Wi Ko cepat bertindak. Jiau Pek-king
menusuk dengan pedangnya, terpaksa Ki Go-thian tarik kembali serangannya itu,
sedang Wi Ko terus melontarkan serangan dengan kedua tangannya, dengan maksud
menahan tenaga gaplokan Ki Go-thian keatas kepala orang aneh itu.
Ternyata babak ini adalah babak yang menentukan. Ki Go-thian sudah ambil
keputusan sekali pukul harus bereskan orang aneh itu meskipun ia harus terima resiko
pengeroyokan dari Jiau Pek-king.
Namun begitu dia masih sempat depakkan kakinya kebatang pedang Jiau Pek-king
yang menusuk kearahnya itu, begitu besar tenaga depakannya hingga meski
pedangnya yang didepak, tapi tidak urung Jiau Pek-king kena digetarkan roboh.
Dipihak lain gerakan si orang aneh juga tidak kalah sebatnya, sedikit Ki Go-thian
ayal karena kaki dan tangannya meski bekerja semua goloknya telah diputarnya
kembali dan dengan gaya pedang terus menusuk keperut Ki Go-thian yang sudah mulai
menurun dari atas. Sebaliknya pukulannya Ki Go-thian tadi masih digablokkan keatas
kepala si orang aneh, cuma tenaganya sudah berkurang karena rintangan Wi Ko tadi.
Maka terdengarlah suara crak , disusul dengan suara gedebukan badan manusia
beberapa kali. Saking ngerinya dan luar biasa adegan itu sampai Jing-ling-cu dan
lain2nya sama menjerit dengan pejamkan mata,
mereka menduga sekali ini pastilah tamat
riwayatnya dengan terbinasanya si orang aneh
yang mereka andalkan itu.
Diluar dugaan, ketika mereka membuka
mata ternyata Ki Go-thian sudah menggeletak
tanpa berkutik pula, ulu hatinya berlubang
memancurkan darah, sedangkan orang aneh
itupun terguling ditanah tak sadarkan diri. Wi Ko
termangu2 kaku ditempatnya, dan Jiau Pek-king
tampak sedang merangkak bangun dari
jatuhnya tadi.

Hong san Koay Khek – Halaman 290


yoza collection

Kiranya terbinasalah Ki Goan-thian itu disebabkan tusukan golok si orang aneh


ketika kakinya menjejak pedangnya Jiau Pek-king, sebaliknya orang aneh itupun
terjungkal pingsan oleh samberan angin pukulan Ki Go-thian, untung Wi Ko mendahului
hantamkan kedua tangannya hingga tenaga pukulan Ki Go-thian telah banyak
dipatahkan, bila tidak, pasti batok kepala orang aneh itu sudah pecah berantakan.
Dan sesudah merangkak bangun serta melihat keadaan disekitarnya, segera Jiau
Pek-king menubruk ketempat orang aneh itu, ia pegang urat nadi orang dan
mendapatkan keadaannya baik2 saja, cepat ia mengurut badan orang aneh itu hingga
sejenak kemudian orang itu tampak siuman kembali.
Tapi demi orang aneh itu membuka matanya, seketika memancarkan sinar mata
yang berkilat2. Berbeda sekali dengan sorot matanya yang buram tadi. Karuan Jiau Pek-
king sangat girang, segera ia pegang pundak orang dan dibangunkan, saking terharunya
sampai ia tidak sanggup ber-kata2.
Semua orang menjadi bingung oleh kelakuan Jiau Pek-king itu. Sebaliknya orang
aneh itu ikut heran ketika melihat Jiau Pek-king berada dihadapannya dan disamping
masih terdapat kawan2 yang sebagian besar tak dikenalnya.
Pek.. Pek King, kiranya kau! tiba-tiba orang aneh itu dapat bersuara.
Ya suhu, memang murid adanya, sahut Jiau Pek-king terharu.
Tercenganglah semua orang mendengar itu. Orang itu dipanggil suhu oleh Jiau Pek-
king, jadi dia itulah Khong Siau-lin, dan bukan Siang Hiap yang mereka sangka.
Lantas mengapa sebelum ajalnya Cu Hong tin telah berlutut minta ampun kepada
orang aneh itu dan menyebutnya sebagai Siang Hiap ?
Kiranya pada waktu semua pada datang ke Ciok-yong-hong Cu Hong-tin juga sudah
tiba. Cuma waktu melihat Jiau Pek-king juga hadir dengan menyamar sebagai Hwe Tek,
sebagai orang pengecut, cepat ia tinggal pergi lagi. Tapi malang baginya, ditengah jalan
ia kepergok Ki Go-thian hingga kena dilukai, maka kembali ia berlari keatas Ciok-yong-
hong dan akhirnya terbinasa disitu.
Mengenai Siang Hiap mendadak bisa berubah menjadi Khong Siau-lin, hal itu
memang yang tidak tahu duduknya perkara menjadi heran dan bingung. Sebaliknya
sejak mula Jiau Pek-king memang sudah meragukan orang aneh itu sebagai Siang Hiap
ketika setiap gerak-geriknya mirip sang guru yang sudah sangat dikenalnya itu.

Hong san Koay Khek – Halaman 291


yoza collection

Dahulu waktu mereka berkelana kedaerah Biau, secara kebetulan Khong Siau-lin
juga telah ikut memperebutkan Seng-co suku Biau yang kedelapan dan berhasil
mendudukinya.
Karena tujuan mereka kedaerah Biau hendak menyelidiki rahasia kitab Siau-yang-
chit-kay, maka Jiau Pek-king coba minta sang guru membatalkan niatnya menjadi Seng-
co.
Tapi Khong Siau-lin berlainan pendapat, ia anggap dengan menduduki suku Biau itu
akan memudahkan penyelidikannya. Sebab pertentangan pendapat itu, kemudian Jiau
Pek-king kembali kedaerah Tionggoan sendiri dan bungkam seribu bahasa tentang sang
guru itu.
Sehabis menjabat Seng-co kedelapan, pada suatu hari, selagi Khong Siau-lin
mengadakan penyelidikan ditengah gunung didaerah Biau itu, dipergoki seorang
berlari2 diantara hutan belukar itu seperti orang linglung. Segera ia memburunya, tapi
sesudah dekat, ia dapatkan muka orang sudah rusak membusuk. Kiranya orang itu
bukan lain dari pada Siang Hiap yang melarikan diri dari rumah penduduk Biau itu
ketika ditinggalkan sang isteri, yaitu Ang Jing-kin yang pergi mencari obat baginya.
Karena racun luka dimukanya itu sudah terlalu hebat, Siang Hiap tidak tahan lagi,
ia roboh pingsan. Waktu Khong Siau-lin berusaha menyadarkannya, tapi napasnya
sudah lemah, ia hanya sempat mengeluarkan kata2 Jing-kin ber-ulang2 sambil
menunjuk kearah pegunungan lalu menghembuskan napas yang terakhir. Si orang
cakap ganteng yang digilai banyak gadis diantaranya seperti To Hiat-koh akhirnya
terbinasa ditanah Biau.
Khong Siau-lin mengulangi kata2 Jing-kin itu, ia menduga itu pasti nama seorang
wanita. lapun heran kenapa Siang Hiap menunjuk kearah pegunungan yang tidak
pernah dijajah manusia itu.
Segera ia melanjutkan perjalanannya dipegunungan itu dan akhirnya mendapatkan
Ang Jing-kin menggeletak ditepi kolam dan napasnya sudah tinggal senin kemis. Dalam
keadaan tak sadar, Ang Jing-kin sempat menyerahkan kain sutera merah dan Tun-kau-
kiam kepada Khong Siau-lin yang disangkanya suaminya sendiri, lalu menghembuskan
napas yang penghabisan.
Dengan terharu Khong Siau-lin kembali ke kediamannya, ia simpan pedang dan
kain sutera itu dalam gua tempat suci Seng-co. Pada masa itulah, diam2 ia mencintai

Hong san Koay Khek – Halaman 292


yoza collection

seorang gadis Biau yang cantik. Akan tetapi menurut adat bangsa Biau, seorang gadis
yang berani berhubungan gelap dengan Seng-co dianggap suatu dosa besar. Diluar
tahu Khong Siau-lin, diam2 gadis itu dibakar hidup2 oleh suku bangsa mereka. Waktu
Khong Siau-lin mengetahui, keadaan sudah terlambat, api sudah berkobar-kobar dan
gadis itu sudah terbakar.
Dengan kalap Khong Siau-lin membinasakan beberapa orang Biau, terus menerjang
ke dalam lautan api, ia dapatkan gadis buah hatinya sudah hangus. Sungguh tidak
kepalang pedih hatinya, ia menubruk keatas mayat yang sudah berwujut arang itu
sambil menangis keras2. Sementara itu orang Biau sama ketakutan dan melarikan diri
ketika beberapa kawannya dibinasakan Seng-co mereka. Akhirnya Khong Siau-lin
kemudianpun jatuh pingsan diatas mayat gadis Biau itu. Bila ia dapat siuman kembali,
pikirannya telah berubah kurang waras, menjadi seorang gendeng dan mukanya
terbakar rusak. Satu2nya yang masih dapat diingat olehnya hanya nama Jing-kin yang
didengarnya paling akhir itu. Sebab itulah, ketika akhirnya ter-lunta2 sampai di
pegunungan Heng San dan diketemukan Jing-ling-cu, yang masih diingatnya juga
melulu Jing-kin saja dua huruf.
Dan secara kebetulan sekali, ketika digaplok Ki Go-thian, beruntung tenaga pukulan
itu kena ditahan oleh Wi Ko, hingga Khong Siau-lin hanya terpukul pingsan, bahkan
karena pukulan itu menggetarkan otaknya dan jernih kembali pikirannya.
Begitulah sesudah Khong Siau-lin menceritakan pengalamannya itu, barulah semua
orang mengerti duduk perkaranya.
Jun-yan lekas kau kemari memberi hormat pada Suco! seru Jiau Pek-king
kemudian.
Dengan lincah Jun-yan lantas menjura pada orang aneh alias Khong Siau-lin,
katanya kemudian: Pantas Su-co menganggap diriku sebagai Jing-kin serta selalu
membela padaku, tapi memang tidak salah juga kalau seorang Su-co harus melindungi
cucu muridnya!
Khong Siau-lin tertawa oleh kata2 si gadis yang genit itu. Sebaliknya Jiau Pek-king
terus mengomelnya.
Suhu, kata Jun-yan pula, jelek2 Tecu telah berjasa bukan? Kalau bukan Tecu yang
memancing Ki Go-thian kesini, tentu suco takkan dapat dikenal dan dipulihkan
ingatannya bukan?

Hong san Koay Khek – Halaman 293


yoza collection

Jiau Pek-king benar2 kewalahan oleh kenakalan murid itu. Ia hanya bisa geleng2
kepala sambil menghela napas.
Segera Jun-yan menambahi pula: Dan sekarang Tecu mohon perkenankan suhu
mengizinkan tecu menyusul A Siu kedaerah Biau untuk beberapa bulan lamanya, A Siu
tentu telah pulang kekampung halamannya sana bersama Ti Put-cian yang dicintainya
itu!
Habis berkata tanpa menunggu jawaban, tangan Wi Ko lantas ditariknya dan berlari
kebawah gunung sambil tertawa ter-kikih2 genit..

Hong san Koay Khek – Halaman 294

Anda mungkin juga menyukai