Anda di halaman 1dari 15

http://www.rajaebookgratis.

com

IBLIS SERIBU BUNGA


Karya : Tjin Hung

Bagian 1
PEMBUKAAN

SUATU MALAM DIMUSIM PANAS.

Tongtong petanda waktu telah dibunjikan 3 kali.


Sinar bulan purnama tampak suram. Binatang2 ketjil jang biasa keluar diwaktu malam,
berbunji saling bersahutan memetjah kesunjian. Kunang2 berterbangan didalam rimba
jang gelap gulita itu. Sedang sang bulan jang atjapkali tertutup dan terbebas dari
bajangan awan2 jang ber-arak2an susul-menjusul diangkasa raja itu, tidak berbeda
dengan seorang anak gadis jang ber-malu2 kutjing, sebentar mengintip dan sebentar
pula bersembunji didalam kamarnja.
Dalam suasana jang tak dapat dikatakan terlampau gelap atau terlampau terang itu,
orang samasekali tak dapat memastikan apakah pemandangan alam disekitar tempat
itu indah permai atau seram menakutkan........
"A iiiii......."
Tiba2 terdengar helaan napas jang sangat pelahan dari bawah sebuah pohon
pootce jang besar.
Sambil berdiri tegak dibawah pohon tersebut,orang laki2 itu menengadahkan
kepalanja memandangi sang rembulan dari tjelah2 daun pohon jang rindang, sehingga
ia sendiri jang tertimpa oleh bajangan daun2 itu. Samasekali tidak djelas apakah
pakaiannja berwarna polos, bergaris atau berkembang. Namun apa jang dapat dilihat
dengan djelas jalah, bahwa ia bertubuh kekar dan tegap, dengan sebilah pedang
pandjang disoren melintang dipinggangnja.

Dan bersamaan dengan terdengarnja helaan napas tadi, dari dalam rimba jang lebat
dan berada dibelakang orang laki2 itu, tiba2 muntjul- seorang anak gadis jang bertubuh
langsing, berpakaian putih, dan mukanja ditutupi dengan sehelai sutera tipis.
Anak gadis ini semulanja tampak agak ragu2 dan berdiri dari kedjauhan sesaat
lamanja, kemudian barulah menghampiri orang laki2 itu dengan gerakan kaki jang
ringan dan hampir, tidak bersuara.
Orang laki2 jang masih sadja menengadahkan kepalanja memandangi udara jang
luas, senantiasa berdiri tegak atjuh tak atjuh. Akan tetapi, bagaikan diatas punggungnja
tumbuh mata, ia membiarkan anak gadis itu mendatangi dari arah belakangnja
sehingga terpisah 20 kaki djauhnja, barulah kemudian ia membuka mulut : "Kau baru
datang?"
Gadis jang berpakaian putih itu tampak terkedjut dan merandek sedjenak. Ia
bergidik, lalu menundukkan kepalanja mendjawab dengan suara pelahan : "Ja. Aku
baru datang."
Orang laki2 itu tidak menolehkan kepalanja kebelakang, selain bertanja dengan
suara pelahan : "Apakah dia mengetahui, bahwa kau datang kesini ?"
http://www.rajaebookgratis.com

Gadis itu menggelengkan kepalanja. "Dia tidak mengetahui." djawabnja.


Orang laki2 itu menghela napas dan bertanja pula ; “Menurut kata adikmu laki2, itu
semua adalah menuruti pendapatmu. Dengan demikian apakah perbuatanmu ini dia
ketahui ? Kukatakan dia itu?"
Si gadis berdiam sedjenak. “Apakah hal ini perlu djuga kau tanjakan ?" tanjanja,
pelahan.
Orang laki2 itu mendadak membalikkan- badannja dan berseru : “Kau katakanlah,
apakah dia mengetahui ?"

Sigadis mendjadi terkedjut. Lalu ia mundur beberapa tindak djauhnja. Ia


mengangguk. "Apakah kau.....kau tak dapat memaafkan ?" katanja dengan suara
gemetar.
Orang laki2 itu menatap wadjah sigadis itu dengan sorot mata jang hampir tak
berkesip. Sesaat kemudian ia mempedjamkan matanja dan menghela napas, tubuhnja
terkulai bagaikan orang jang mendadak diserang penjakit lumpuh. Lalu ia bersandar
pada pohon pootee itu, untuk menahan tubuhnja jang se-olah2 kehilangan tenaga
setjara tiba2. Sedangkan tangannja jang diangkat keatas, lalu di-gerak2kannja sambil
berkata : "Baiklah, Aku dapat mengabulkan segala kehendakmu, dan sekarang kau
boleh lekas pergi !"
Bagaikan orang jang mendapat keampunan besar, gadis jang berpakaian putih itu
segera memberi hormat dan kembali kedalam rimba dengan langkah jang tjepat sekali.
Orang laki2 itu memandanginja dari kedjauhan sehingga gadis itu lenjap kedalam
rimba, kemudian ia menundukkan kepalanja sambil menghela napas berat. Dan tidak
berapa lama antaranja, ia mendadak tertawa dingin. Telapak tangannja segera
digerakkannja dengan tjepat menabas pohon pootee jang sebesar pelukan manusia itu
sehingga menerbitkan suara ' TJRAS' jang hebat sekali. Dan bersamaan dengan itu,
pohon tersebut jang tingginja 50 kaki itu dan tak sanggup menahan tabasan tangan
sakti itu, dengan spontan mendjadi patah dan roboh ketanah dengan suara gemuruh
bagai bunji guntur dimalam tjerah! Sedangkan burung jang tidur diatasnja mendjadi
sangat terkedjut dan ketakutan, hingga mereka segera terbang serabutan ditempat
gelap tanpa mengetahui arah mana jang harus ditudjunja.
Sementara orang laki2 itu setelah tertawa terbahak2, segera melesat madju 70 atau
80 kaki djauhnja bagaikan sebatang anak panah jang baru sadja dilepaskan dari dalam
busurnja. Dan sambil meninggalkan rimba itu, ia menjanjikan sebuah lagu jang
mengandung kesedihan, kian lama kian djauh, sehingga achirnja suara njanjian itu
lenjap ditelan kesunjian malam......
oooooOooooo

PADA suatu hari, hudjan gerimis turun membasahi muka bumi. Pegunungan
Lionghow-
san dipropinsi Kangsay timur jang telah puluhan tahun lamanja dianggap sebagai
medan pertempuran jang menentukan bagi para tokoh Rimba Persilatan, sedari pagi2
sekali telah mendjadi ramai dikundjungi oleh orang banjak. dan para penggemar ilmu
silat jang hendak menjaksikan pertempuran di mimbar Liong- how-tay jang akan
diadakan hari itu oleh dua orang tokoh dari kalangan persilatan.
Mereka itu, para penonton jang ber-kelompok2 dua masing2 terdiri atas beberapa
orang banjaknja, seakan-akan tidak menghiraukan turunnja hudjan gerimis, hingga
keadaan dimuka mimbar Liong-houw-tay itu tidak berbeda dengan keadaan pasar jang
http://www.rajaebookgratis.com

baru dibuka.
Dan menurut pertjakapan2 begitu serius jang diutarakan oleh pelbagai tokoh
persilatan disaat itu, pertempuran jang akan datang itu boleh di anggap sebagai
penentuan terachir bagi salah seorang jang bertanding ilmu silat dan berbareng hendak
membantu djuga mengangkat deradjat golongan masing-masing dalam Rimba
Persilatan dikemudian hari. Oleh karena itu, tidaklah heran apabila orang banjak
menantikan hasil2 dari pertandingan tersebut dengan hati tidak sabar.
Tatkala itu musim panas telah hampir berachir, tetapi udara tampak mendung dan
hudjan gerimis turun pada pagi hari itu, walaupun musim kemarau belum lagi tiba.
Pemandangan alam digunung Liong-houw-san kelihatan saju, sedang hudjan gerimis
tidak berbeda dengan anak gadis jang menangis ter-isak2 memikirkan nasib buruk jang
sedang dihadapinja.
Selagi orang banjak asjik mengobrol, tiba-tiba beberapa orang antara mereka
terdengar berseru : "Mereka telah datang ! Mereka telah datang!" Sedangkan dalam
rombongan orang jang lainnja terdengar orang jang menjambungi seruan tersebut :
"Oh, ja. Itulah Kim-lan Siang-kiam-khek, sepasang pendekar pedang bersaudara !"
"Orang jang mengenakan badju hitam itu bukan lain dari pada wakil ketua
perserikatan Rimba Persilatan Kwan Tjouw Eng!" kata seseorang diantaranja.

"Orang jang mengenakan badju putih itu adalah adik angkatnja Na Tjouw Tjiam !"
sambung seorang jang lainnja pula.
“Siapakah gerangan pemuda ketjil jang mereka adjak datang itu ?" bertanja
seseorang dengan perasaan heran.
“Itulah anak dari Kwan Tjouw Eng." mendjawab seseorang jang rupanja kenal baik
pada orang2 jang sedang mendatangi dengan berkuda itu.
"Bukankah ini berarti, bahwa sedjarah kedua keluarga Kwan dan Na itu akan
terulang kembali ? Tetapi mengapakah Na Tjouw Tjiam tidak membawa djuga anaknja
kesini ?"
“Anak Na Tjouw Tjiam baru sadja berumur 9 tahun dan belum mengerti apa2, maka
apakah perlunja ia diadjak datang kesini ?"
“A i i i i i, keadaan Rimba Persilatan didjaman sekarang sungguh katjau sekali ! Dua
orang jang pertama telah mati membunuh diri, sedangkan jang dua orang pula hendak
mengadu djiwa dalam suatu persoalan jang sukar dimengerti. Maka apakah kiranja jang
kelak akan terdjadi ?"
“Ja, benarlah apa katamu. Sedjak sekarang keempat tokoh dalam Rimba Persilatan
hanja satu jang akan hidup!"
“Tetapi siapakah kiranja antara mereka berdua jang akan memperoleh kemenangan
?"
“Kukira itulah Kwan Tjouw Eng jang mempunjai kans lebih besar, karena dialah
wakil ketua perserikatan Rimba Persilatan....."
“Hal ini belum dapat dipastikan dari dimuka." potong seseorang jang lainnja, “karena
mereka kedua keluarga Kwan dan Na sedjak tersohor namanja sebagai Lam-pak
Siang-kiam-seng atau sepasang nabi pedang dari selatan dan utara, tingkat mereka
adalah setaraf....."

Demikianlah selagi orang banjak ramai bersoal djawab, kedua orang tokoh jang
mendjadi buah tutur orang itupun telah tibalah dilereng gunung dengan masing2
menunggang kuda berbulu hitam dan putih. Salah seorang antara mereka telah
http://www.rajaebookgratis.com

mentjapai usia setengah tua, berwadjah keren dan bermata tjeli. Ia mengenakan badju
hitam dan menunggang kuda jang berbulu putih Itulah bukan lain daripada wakil ketua
perserikatan Rimba Persilatan jang bernama Kwan Tjouw Eng. Sedang Na Tjouw Tjiam
jang berbadju putih dan menunggang kuda berbulu hi tam, usianja telah mentjapai 37
atau 38 tahun. Mendampingi Kwan Tjouw Eng adalah seorang pemuda ketjil jang
berwadjah putih, tampan dan ber-alis tebal.
Setibanja mereka didepan mimbar Liong-houw-tay, orang banjak segera membuka
djalan untuk memudahkan perdjalanan kedua tokoh itu menudju kemimbar tempat
pertempuran.
Sementara Kwan Tjouw Eng jang telah terlebih dahulu manahan tali kekang
kudanja, lalu melirik pada Na Ijouw Tjiam disampingnja sambil bersenjum getir.
“Amboi
" katanja, “sungguh tidak kunjana, bahwa begitu banjak orang telah berkumpul disini !"
“Hm." sambil bersenjum dingin, Na Tjouw Tjiam mengiakannja dengan nada
sengau. “Pada tahun dahulu tatkala kakekmu dan kakekku bertanding disini, tiada
sedikit orang jang telah datang mengadjukan diri sebagai saksi- sukarela.Tetapi setelah
kini kita menjatakan hendak bertanding, tiada seorangpun diantara mereka jang tampil
kemuka-sebagai saksi!"
Tanpa menghiraukan air hudjan jang menimpa wadjahnja, Kwan Tjouw Eng
menengadahkan mukanja kelangit bagaikan seorang jang dungu. "Ja." djawabnja.
“Mungkin djuga mereka telah mengetahui, bahwa akan mengulangi mendjadi saksi2
bagi kita kedua keluarga Kwan dan Na, adalah merupakan suatu kesaksian jang
kedjam, tidakah ?"
Na Tjouw Tjiam menatap wadjah siorang she Kwan dengan sorot mata menghina,
lalu mendjebir-kan bibirnja dan berkata : “Mungkin benar djuga apa katamu. "Maka

dengan memandang muka para kakek kita berdua, aku kini tak kan menjiarkan pada
umum tentang kedosaanmu itu !"
Kwan Tjouw Eng tersenjum hambar. “Itulah terserah kepadamu," katanja, "hanja
amat disajangi bahwa anakmu masih ketjil. Kalau tidak, kita boleh berpesan kepadanja,
untuk melandjutkan perlombaan ini tanpa ter-putus. Karena aku tidak pertjaja, bahwa
perhubungan persahabatan keluarga Kwan dan Na achirnja akan terputus serupa ini. .
."
Dalam pada itu, orang banjak jang semula bertjakap2 bagaikan lebah didalam
sarangnja, tiba2 mendjadi sirep dikala Kim-lan Siang-kiam-khek turun dari kuda
masing2. Kwan Tjouw Eng menambatkan kudanja diarah selatan, sedangkan Na Tjouw
Tjiam menuntun kudanja serta menambatkan binatang itu diarah utara. Sambil
berdjalan dengan pe-lahan2, ia tak lupa me-raba2 pedangnja jang tergantung
dipinggangnja.
Orang banjak mengalihkan perhatian mereka kepada kedua orang ahli pedang itu
dengan hati berdebar2. Dalam kesunjian jang telah terdjadi setjara tiba2 itu, hudjan
gerimispun masih sadja turun bagaikan orang jang turut bersedih hati.
Tatkala menurunkan anaknja dari punggung kuda, Kwan Tjouw Eng bersenjum duka
dan me-nepuk2 bahu anak itu sambil berkata : “Tju Gang, apabila ibumu masih hidup,
meski bagaimanapun ajah tak akan membawa kau kesini....."
Kwan Tju Gang mengkerutkan bibirnja jang dadu sambil menganggukkan kepalanja,
suatu tanda bahwa ia paham akan maksud ajahnja itu.
http://www.rajaebookgratis.com

Sambil berdjongkok, Kwan Tjouw Eng memeluk pinggang anaknja dan berkata
dengan nada sungguh2: “Aku hendak mengatakan pula kepadamu, bahwa
pertandingan ajah dan paman Na pada kali ini, belum tahu siapa jang akan mati atau
hidup. Apabila ajah sampai mengalami nasib buruk dan tjelaka, apakah kau tak akan
menangis ?"

Tju Gang mengangguk. “Tidak, ajah," dengan nada jang rendah sekali.
Kwan Tjouw Eng bersenjum bangga dan melandjutkan pertjakapannja : “Dan
bersamaan dengan itu, apakah kau djuga tjukup tabah untuk memilih djalan sendiri ?"
Lagi2 Tju Gang menganggukkan kepalanja, sambil sedapat mungkin menahan
airmatanja jang hampir mengutjur keluar.
Kwan Tjouw Eng menatapi wadjah anaknja jang dipertjajainja mempunjai kekerasan
serta keuletan untuk melandjutkan perdjuangannja dikemudian hari. Oleh sebab itu,
dengan wadjah ber-seri2 ia merogo sakunja serta memasukkan sebuah sampul tertutup
kedalam saku badju anak itu sambil berkata dengan pelahan : “Apabila ajah sampai
mati dalam pertandingan ini, kau serahkanlah sampul ini kepadanja. Djangan salah!"
“Sampul ini lebih baik dirobek sadja," kata anak itu setelah menatapkan matanja
dengan sorot jang agak ragu. "Ajah pasti akan menang dalam pertempuran ini!"
Kwan Tjouw Eng meng-geleng2kan kepalanja sambil bersenjum ketjil. Lalu ia
berbangkit mengulurkan pula tangannja me-nepuk2 bahu pemuda ketjil itu, kemudian
memasuki gelanggang pertempuran dengan langkah jang sabar dan pelahan.
Sementara Na Tjouw Tjiam jang terlebih siang telah ber-siap2, sorot matanja tampak
me-njala2 dikala menampak kakak angkatnja naik keatas mimbar.
Kedua orang itu saling ber-hadap2an sedjenak tanpa ber-kata2, kemudian saling
menghampiri dan pandang-memandang pada satu sama lain dengan sorot mata jang
hampir tidak berkesip.
Para penonton jang melihat bahwa saat paling tegang jang di-tunggu2 itu achirnja
telah tiba, mereka berdiri terpaku dengan seluruh perhatian ditjurahkan pada kedua
pendekar pedang jang hendak mengadu djiwa itu, heran dan mereka tidak mengetahui,
apa latar belakang dari permusuhan kedua kakak-beradik itu, sehingga tak diperoleh
djalan damai lain ketjuali mengadu djiwa diatas mimbar Liong-houw-tay itu.

Keluarga Kwan memiliki ilmu pedang Hui-hoa-kiam atau pedang bunga terbang,
sedang keluarga Na memiliki ilmu Liu-kong-kiam atau pedang bersinar maut. Ilmu2
pedang kedua keluarga itu jang telah sekian lamanja disegani orang dalam Rimba
Persilatan, kini akan diudji kelihayan masing2 diatas mimbar pertempuran naga dan
harimau itu.
Ilmu pedang siapakah jang lebih unggul dan lebih rendah?
Pertanjaan jang merupakan teka-teki itu, hari inilah akan dibuktikan dalam kenjataan
dengan disaksikan oleh chalajak ramai jang chusus berkumpul disitu untuk menjaksikan
pertempuran tersebut.
Hudjan gerimis jang masih turun membasahi muka bumi, tidak mendjadi sesuatu
rintangan bagi para penonton jang berdjumlah ribuan banjaknja itu untuk mundur
barang setapakpun. Mereka rela kehudjanan daripada membatalkan menonton
pertempuran besar luar biasa jang mereka tak akan alami pula seumur hidup mereka.
Pertempuran mati2an antara sepasang pendekar pedang jang paling disegani orang
dimasa itu.
Selagi kedua pendekar pedang itu saling menghunus pedang masing2 dan hanja
http://www.rajaebookgratis.com

terpisah beberapa belas kaki djauhnja dari satu dengan jang lainnja, tiba2 terdengar
siulan jang pandjang dari antara orang banjak. Dan bersamaan dengan itu, sesosok
bajangan telah melajang keatas mimbar Liong houw-tay dan turun setjara tepat diantara
Kwan Tjouw Eng dan Na Tjiouw Tjiam jang telah bersiap-siap untuk bertempur itu.
Orang jang baru datang dan menjelak ketengah medan pertempuran itu, bukan lain
daripada seorang tua berbadju abu2 jang rambut dan djanggutnja telah berubah putih,
sedang ditangannja ia menjekal sebatang tongkat jang dibuat dari pada bambu wulung.
Orang tua itu ber-alis tebal, bermata bundar, berhidung mantjung dan bermulut lebar.
Wadjahnja tampak bengis, tetapi dalam kebengisan itu tampak djelas sifat aslinja jang
lembut dan suka damai, Ia berusia diatas 80 tahun. Dari sinar matanja jang terang dan
tadjam serta gerak gerik-nja jang gesit melombai ketjepatan gerak burung kepinis,
seolah2
membajangkan setjara djelas bahwa tenaga dalam dan luar orang itu telah

mentjapai tingkat jang tertinggi. Dan dikala ia melajang keatas mimbar Liong-houw-tay
dan berdiri tegak diantara kedua pendekar pedang jang hendak mengadu djiwa itu,
orang banjak mendjadi terkedjut dan salah seorang antaranja segera terdengar berseru
: "Aiii, siapakah gerangan orang tua ini ?"
"Itulah Bok-yang Lo-djin Tjiong Lam San ?" mendjawab seorang jang lainnja, jang
rupanja mengenali bahwa orang tua itu bukan lain daripada sikakek penggembala
kambing Tjiong Lam-san adanja.
“Bok-yang Lo-djin?" mengulangi seseorang.
Orang banjak jang pernah mendengar riwajat hidup orang tua jang sangat terkenal
dalam Rimba
Persilatan pada masa 50 tahun jang lampau ini, sudah barang tentu mendjadi heran
menampak kehadirannja, jang sesungguhnja diluar dugaan dan tak muggkin terdjadi
apabila bukan sangat terpaksa.
Bahkan menurut kata setengah orang jang pernah mengetahui sifat-sifatnja jang
bidjaksana, membentji kedjahatan serta perbuatan2 jang lalim, kehadiran orang tua itu
lebih banjak melambangkan bentjana besar daripada selamat terhadap kaum pendjahat
jang kerap mengatjau atau menjukarkan pihak jang baik dan suka damai. Oleh sebab
itu, maka di-antara para penonton jang mengenal sikakek gembala kambing ini segera
timbul pertanjaan2 : untuk maksud apakah beliau jang namanja tak kalah tenarnja
dengan le-lwee-liok-kway kiat atau enam pendekar gaib diseluruh dunia muntjul selagi
sepasang pendekar pedang jang bersaudara itu hendak bertempur mati2an ?
Mungkinkah ia datang-kesitu untuk mendjadi saksi atau bertindak sebagai djuru damai
?
Tetapi menurut pendapat beberapa orang penonton jang usianja telah landjut, Bokyang
Lo-djin tak mungkin datang kesitu sebagai djuru damai. Lebih2 ia telah memahami
peraturan2 jang lajak bagi orang2 gagah jang muntjul diatas mimbar Liong-houw-tay itu,
diniana tak ada perselisihan jang dapat didamaikan tanpa pengorbanan djiwa atau

menderita tjatjad sebagai akibatnja. Karena tiada seorangpun jang begitu edan untuk
menantang orang bertempur dimimbar tersebut, apabila per selisihan itu masih dapat
disudahi stjarara damai.
Tatkala orang tua itu muntjul diatas mimbar, kedua orang pendekar pedang itu
segera memberi hormat dengan bibir mereka berkomat-kamit bagai kan orang jang
hendak menjampaikan salam. Dan begitu keadaan penonton jang ber-tjakap2
http://www.rajaebookgratis.com

mendjadi. agak reda, barulah Bok-yang 1o-djin bertanja : "Cobalah kalian katakan.
Persoalan apakah jang telah membuat kalian mengambil keputusan untuk bertanding
pada hari ini ?"
“Maafkanlah, Tjiong. Lauwpe," kata Na Tjouw Tjiam dengan wadjah mengandung
kegusaran. "Siauwtit telah berdjandji untuk tidak menjiarkan kedosaannja dimuka
umum
!"
Bok-yang Lo-djin rnendengus dan lalu menoleh-kan kepalanja pada Kwan Tjouw
Eng. "Tjouw Eng," tanjanja, “kau jang mendjadi wakil ketua perserikatan dalam Rimba
Persilatan, apakah telah melakukan suatu perbuatan jang tidak baik?"
Kwan Tjouw Eng tersenjum getir. "Persoalan ini memang dapat menimbuikan buah
tertawaan orang," djawabnja, “maka lebih baik ditutup sadja rapat2 untuk se-lama2nja
!"
Orang tua itu tampak agak gusar dengan djawaban tersebut hingga sepasang
matanja seolah-olah mengeluarkan sinar jang me-njala. Dengan demikian, berarti kau
mengetahui kedosaanmu itu?"
Kwan Tjouw Eng kembali bersenjum getir, tetapj samasekaii tidak memberi
komentar sesuatu.
Bok-yang Lo-djin mendjadi semakin gusar. "Tjouw Eng," katanja dengan suara
keras. "Lohu bukan hendak merintangi atau melarang kalian melakukan pertempuran
ini. Demi persahabatanku dengan ajah kalian kedua pihak. aku datang kesini untuk
menanjakan persoalan jang mendjadi sebab musabab dari pada sengketa ini !"

Tetapi Kwan Tjouw Eng jang semula tinggal membisu, kemudian barulah
mendjawab. "Siauwtit jang kurang pandai memelihara diri, masih agak sukar untuk
menambah kedosaan pada diri sendiri"
Sementara Na Tjouw Tjiam jang mendengar kata2 itu, sepasang matanja se-olah2
berputar-putar karena sangat gusarnja- “Orang she Kwan," serunja, “apabila kau
seorang laki2 sedjati tidak selajaknja-lah kau memperguuakan kata2 jang bermaksud
menarik rasa simpati orang lain !"
Tetapi Tjouw Eng hanja bersenjum dingin dan menoleh pada Bok-yang Lo-djin
sambil berkata : "Nab, sekarang Tjiong Lauwpe tentu bisa memahami, betapa sukarnja
persoalan ini untuk diperbaikinja. Oleh karena itu, bukankah lebih baik siauwtit
menutup
rapat dan mengubur segala kedosaan itu dengan diriku sendiri ?"
Bok-yang Lo-djin memandangi mereka berdua dengan silih berganti. Ia tampak
djelas sangat mendongkol, hingga achirnja ia tertawa dingin dan berkata : "Sudahlah,
Lohu-pun memang telah mengetahui, bahwa orang2 jang mengindjakkan kaki diatas
mimbar Liong-houw-toy ini kebanjakan terdiri dari orang2 jang gila! Lohu hanja sangat
menjajangi, apabila dua ekor naga saling bertempur, ikan, penju, udang dan kepiting
akan turut djuga mengalami bentjana. Hari ini apabila kamu salah seorang sampai
kedjadian mati, kalangan Rimba Persilatan pasti akan mengalami akibat jang sangat
buruk. Lagi pula kau Tjouw Eng," ia berkata pada pendekar pedang jang berusia
setengah tua itu, “kau sendiri adalah mendjadi wakil ketua perseri katan Rimba
Persilatan jang bertugas memimpin segala rapat2 jang akan diadakan pada lain bulan
dan lain tahun ; jakni, pada tanggal satu lain bulan kau harus membuka rapat Bu-lim
Kong-tjeng Tay-hwee atau rapat besar para wasit dari Rimba Persilatan, sedang pada
http://www.rajaebookgratis.com

lain tahun bulan pertama kau harus membuka rapat penggantian ketua per serikatan
Rimba Persilatan jang umum diadakan setiap 10 tahun sekali. Maka apabila dalam per
tempuran ini kau sampai mengalami ketjelakaan, siapakah jang akan memimpin rapat2
jang sangat penting itu bagi nasibnja Rimba Persilatan dikemudian hari? ——— Aku
hanja minta kerelaan hatimu sekali ini. Apabila kau memahami akan kepentingan

beramai jang maha besar itu, lebih baik kau menahan sabar dan bertindak sedjara
damai sadja !"
Tetapi kedua pihak Kwan dan Na telah menjambut nasihat itu dengan membisu dan
tidak puas, hingga sedikitpun tidak tampak rasa menjesal pada wadjah mereka. Maka
Bok-yang Lo-djin jang melihat tak ada kemungkinan untuk rnendamaikan sengketa
mereka, segera menggerakkan tubuhnja rnentjelat keatas sehingga 40 kaki tingginja,
kemudian melajang dengan melalui sebelah atas kepala orang banjak jang berkumpul
disitu bagaikan sebatang anak panah jang terlepas dari busurnja, Dan setelah ia turun
naik dua kali mengindjak dan mentjelat pula dengnn sangat gesitnja, maka lenjaplah ia
dianiara semak2 dalam pegunungan jang berimba lebat itu.!
Dengan demikian, maka tinggallah dua orang pendekar pedang jang hendak
mengadu djiwa diatas mimbar Liong-houw-tay dengan para penonton jang beribu-ribu
banjaknja itu mentjurahkan per hatian mereka pada Kwan Tjouw Eng dan Na Tjouw
Tjiam jang telah ber-hadap2an disana dengan pedang terhunus ditangan masing2.
Sementara Na Tjouw 'Tjiam jang melihat Bok-yang Lo-djin telah meninggalkan
mereka berdua, dengan airmata bertjutjuran dan suara gemetaran ia berkata pada
kakak angkatnja jang kini telah berubah mendjadi musuhnja itu : “Tjouw Eng, demi
kehormatan para leluhur kita keluarga Kwan dan Na, hari ini aku terpaksa harus
merabunuhmu. Ajoh, marilah kita mulai bertempur !"
Kwan Tjouw Eng mangangguk, kemudian dengan sikap jang adem ia madju
menghampiri pada Na Tjouw Tjiam. Dalam keadaan jang berubah kian lama kian
mendjadi semakin tegang itu Tjouw Tjiam-pun menuruti teladan kakak angkatnia madju
menghampiri dengan sorot mata jang hampir tidak berkesip.
Dari djarak jang terpisah beberapa belas kaki djauhnja, kini mereka telah saling
mendekati sehingga tinggal beberapa kaki sadja djauhnja. Kemudian, dengan
terdengarnja dua kali suara bentakan jaug keras, seberkas sinar pedang telah
menjambar pada sasarannja dan terdengar satu suara ' TJRAS ' jang dibarengi dengan
muntjratnja darah jang bertjetjer diatas lantai mimbar Liong-houw-tay, hingga dengan

wadjah putjat Na Tjouw Tjiam berlompat mundur sambil terseru : “Hei, kau . . . kau . . .
tidak membalas menjerangku ?"
Kwan Tjouw Eng tidak mendjawab barang sepatah katapua. Ia tampak tersenjum
dan lalu madju tiga tindak untuk menjerahkan pedangnja pada Kwan Tju Gang,
kemudian ia sendiri roboh diatas lantai mimbar dengan tubuh.....putus mendjadi dua
potong, sedang isi perutnja keluar bertjetjeran disana-sini !
"A i i i i i ...."
“Ohhhhh! ....."
Suara2 jang menjatakan kaget dan heran tiba2 terdengar diutjapkan oleh para
penonton jang tampaknja sangat gegetun menjaksikan pertempuran jang luar biasa itu !
Kwan Tjouw Eng telah tertabas pingganja hingga putus oleh pedang Na Tjouw
Tjiam, tetapi toh ia masih sanggup berdjalan tiga tindak untuk me-njerahkan pedang
jang ditjekalnja itu pada anaknja, kemudian batulah ia roboh dalam keadaan tubuh
http://www.rajaebookgratis.com

putus mendjadi dua potong, isi perut tertjetjer dan darahnja mengutjur membasahi lantai
mimbar Liong-houw-tay ! Oleh karena itu, maka timbullab sangkaan rrang banjak,
bahwa peristiwa gaib ini telah terdjadi berkat kedahsjatannia ilmu pedang Liu-kong-
kiam
dari keluarga Na, tetapi pihak lain segera menentang dan mengatakan, bahwa semua
itu telah terdjadi karena ilmu-dalam Kwan Tjouw Eng telah mentjapai tingkat jang
tertinggi. hingga ia dapat bertahan dan masih sanggup menjerahkan pedangnja pada
anaknja, meski tubuhnja telah terputus mendjadi dua potong. Namun setengah orang
antaranja kasak-kusuk menjatakan tidak mengerti, mengapa Tjouw Eng tidak
menangkis atau membalas menjerang tatkala adik angkatnja menabaskan pedangnja
pada tubuhnja.
“ Apa bila Kwan Tayhiap melawan bertempur orang she Na itu setjara sungguh2,"
kata seseorang, “Aku pertjaja ia belum tentu kalah !"

“Aku bukan menganggap ia kalah dengan Na Tjouw Tjiam," kata seseorang jang
lainnja, “namun aku sangat gegetun mengapa ia tidak melayani dan rela mati konjol
dibunuh oleh adik angkatnja !"
“Benar," menjambungi jang seorang pula, "sedangkan lain tahun bulan satu
dipegunungan Hoasan akan diadakan pemilihan ketua perserikatan dalam rimba
persilatan, dimana 9 antara 10 dialah jang akan terpilih sebagai ketua. Tetapi
mengapakah ia rela mati didalam tangan adik angkatnja ?"
“Hm !" mendengus seseorang jang tampaknja agak djemu dengan perbuatan orang
she Na itu. "Apakah dia patut dianggap sebagai adik angkat ?"
Demikianiah orang banjak ramai bersoal djawab, selagi Kwan Tju Gang berlutut
dltanah untuk menghubungkan majat ajahnja jang terputus itu, kemudian ia menatapi
wadjah Na Tjouw Tjiam dengan sorot mata jang me-njala2.
Tjouw Tjiam berdiri terpaku dengan airmata bertjutjuran dikedua belah pipinja.
“Tju Gang," katanja, “anakku masih ketjil dan belum mengerti apa2, tetapi aku dapat
menunggumu. Apabila kelak kau memiliki kemampuan, aku rela untuk melawanmu
dengan mempergunakan pedang kaju !"
Hampir dalam saat itu djuga, Tju Gang telah merogo sakunja serta melemparkan
sampul dari ajahnja jang bertuliskan "Untuk saudara Na" pada Na Tjouw Tjiam.
Orang she Na ttu segera memungut sampul tersebut, mengambil surat didalamnja
jang hanja terdiri dari beberapa huruf sadja dan berbunji:
Aku harap dengan kematianku ini, aku dapat memulihkan Na Tjouw Tjiam jang
sekarang pada Na Tjouw Tjiam jang dahulu pula !
Selesai membatja bunjinja surat itu, tiba2 Tjouw Tjiam merasakan semangatnja
melajang keluar dari dalam tubuhnja. Wadjahnja jang telah berubah mendjadi putjat
pasi, kini telah bertukar warna sehingga agak ke biru2an. Ia tampak gemetaran, hingga

surat jang dipegangnja itu telah djatuh ketanah tidak berapa djauh dari tempat Tju Gang
berlutut disamping majat ajahnja. Dengan demikian, pemuda kctjil itupun dapat
membatja djuga bunji surat itu setjara djelas !
Oh, berdasarkan kata2 jang tertera dalam surat ajahnja itu, diam2 Tju Gang menarik
kesimpulan, bahwa ajahnja sama sekali tak pernah melakukan sesuatu kedosaan jang
barusan dilontarkan oleh paman angkatnja itu. Dan demi kehormatan dan
persaudaraan antara kedua keluarga Na dan Kwan, maka ajahnja rela untuk mati,
untuk mengorbankan diri demi memulihkan Tjouw Tjiam jang sekarang pada Tjouw
http://www.rajaebookgratis.com

Tjiam jang dahulu !


Dalam hati Tju Gang timbul perasaan penasaran dan sakit hati, sedang matanja
senantiasa menatapi wadjah Na Tjouw Tjiam dengan penuh kebentjian. Mungkinkah
seorang paman angkat sampai hati membunuh kakak angkatnja jang berkorban untuk
dirinja sendiri? Dan kalau ada, apakah ia lajak disebut “paman" ?
TRANG !
Suatu suara jang mirip dengan bunji barang logam patah tiba2 terdengar disaat itu.
Dikala Kwan Tju Gang menengadahkan kepalanja, ia menampak Na Tjouw Tjiam telah
mematahkan pedang Pek-hong Po-kiam jang barusan dipergunakan untuk menabas
tubuh Kwan Tjouw Eng dan lalu dilernparkannja kelantai mimbar Liong-houw-tay
dengan wadjah jang murung. Dan sambil mengutjurkan air mata dan suara gemetaran
ia berkata: “Tju Gang, aku tak tahu betapa kedjamnja ajahmu itu, tetapi aku Na Tjouw
Tjiam telah berdjandji untuk tidak menjiarkan kedosaannja dimuka umum!"
Selesai berkata demikian, lekas2 ia membalikkan badannja dan berniat akan
berlalu. Tetapi ketika baru sadja berdjalan tiga langkab djauhnja, tiba2 ia merandek dan
menolehkan kepalanja pada majat kakak angkatnja, kemudian baru menunggang kuda
nja dan membedal binatang itu kebawah gunung bagai kan sebatang anak panah
tjepatnja.

Para penonton jang semula menimpakan kesalahan2 diatas bahu Kwan Tjouw Eng,
kini berbalik menganggap Tjouw Tjiam terlampau kedjam dan tidak memandang
persaudaraan, hingga sampai hati ia membunuh kakak angkatnja sendiri. Lebih2
karena orang menganggap sangat mustahil atau tak masuk diakal, akan Tjouw Eng
berkorban demi kebaikannja orang lain. Dan umpama ada djuga orang jang rela
berkorban serupa itu, maka orang itupun patut diberi gelar orang jang paling bodoh
dikolong iangit. Maka dengan menarik kesimpulan2 jang terachir itu, orang banjak
bubarlah meninggalkan mimbar Lionh-how-tay, hingga keadaan Jang semula ra mai
mendadak berubab mendjadi sunji, sedang orang jang tertinggal disitu hanjalah Kwan
Tju Gang seorang, majat jang putus mendjadi dua potong dari Kwan Tjouw Eng dan
kuda putih tungangannja jang masih ditambatkan dibawah pohon.
Tetapi hudjan gerimis telah berhenti sedari Bok-yang Lodjin muntjul diatas mimbar
Liong-how tay tadi.
Selagi Tju Gang berlutut disamping majat ajahnja dengan mata terpedjam, tiba2 ia
merasa kan ada seseorang jang menjekal bahuinja, jang ketika dilihatnja sedjenak,
ternjata bukan lain dari pada seoraog tua jang sambil menghela na fas lalu bertanja :
"Anak, kini ajahmu telah me ninggal dunia. Maka bagaimanakah halnja de ngan rapat
besar Bu-Lim Kong-tjong Tayhwee jang akan dibuka dipegunungan Hok-gu-san pada
lain bulan itu?"
Tju Gang tak peduli orang itu siapa, ia tetap menundukkan kepala dan
mempedjamkan mata nja pula sambil mendjawab dengan suara prla han " "Rapat besar
itu tetap akan dibuka scperti biasa!"
“Apakah ajahmu telah menjerahkan Kim-Liong leng kepadamu?" Bertanja orang tua
itu kehe ran-heranan, (Kim-Liong-leng merupakan piagam jang selalu ditaati oleh para
tokoh dalam rim ba persilatan).
"Benar," mengiakan Tju Gang, "Sekarang aku persilahkan bapak segera berlalu,"

Orang tua itu terdengar menghala napas dan segera berlalu tanpa banjak bertjakep2
pula.
http://www.rajaebookgratis.com

Tidak berapa lama antaranja, Tju Gang se gera berbangkit dan menudju pada
sekelompok kuburan2 diarah barat mimbar Liong-houw-tay, dimana ia telah memilih
sebidang tanah dan mambuat sebuab kuburan untuk makam ajahnja almarhum.
Srlesai memakamkan djenazah ajahnja, Tju Gang meletakkan sebuah nisan dimuka
makam itu serta mengukir beberapa huruf sebagai per tandaan dengan
mempergunakan pedang pusaka dari ajahnja jang tersohor tadjam dan dapat
memutuskan batu atau barang2 logam bagaikan tanah liat mudahnja. Kemudian karena
terlampau letih, maka beristirahatiah ia dimuka makam tersebut sambil mengheningkan
tjipta sesaat lama nja.
Dan tatkala berselang beberapa detik lama nja, tiba2 pendengarannja dapat
menangkap suara langkah seseorang jang sedang mendatangi kedjurusannja,
Lalu dengan perlahan2 ia membalikkan badan nja dan membuka matanja untuk
melihat, siapa orangnja jang sedang mendatangi itu, Tetapi ia terkedjut bukan main
tatkala menjadari, bahwa ia kini sedang berhadapan dengan serombongan gadis2
djelita jang sama sekali berdjumlah dua belas orang banjaknja !
Usia kedua belas gadis2 itu lebih kurang 20 tahun. Mereka masing2 mengenakan
pakaian jang indah2 dan aneka warna tjorak ragamnja, Pada bagian dada setiap orang
tertjantum pel bagai matjam bunga2 jang terbuat dari pada sutera, sedang pada tangan
masing2 mendjindjing sebuah kerandjang jang berisikan penuh dengan bunga2 segar.
Setiap orang jang badjunja tertjantum bunga anggrek, maka bunga jang dibawanja pun
bunga anggrek djuga, dan begitu seterusnja.
Kwan Tju Gang jang menampak kehadiran gadis2 itu, dalam benaknja segera
terpikir akan duabelas gadis djelita jang mendjadi pengihuni2 nja Tjian-hoa-kok atau
Lembab Seribu Bunga. Mereka ini djarang tampak berkeliaran dikalang an Kang-ouw,

tetapi hari ini tiba2 mereka dari tempat djauh datang berkundjung kesitu, apakah
gerangan maksud mereka ?
Pemnda tangung itu masih terbengong bagai-kan orang jang kesima, tatkala
seorang gadis jang mengenakan bunga Bouwtan tampil kemuka, memberi hormaat dan
terrsenjum sambil berkata dengan suara merdu : “Kami It-pin Sip-djie Tjian-lie
(sekelompok anak2 perempuan se djumlah 12 orang ) dari Tjian-hoa-kok, mene rima
perintah Kok-tju untuk menngantar bunga2 sebagai penghormatan terakchir atas diri
Kwan Tayhiap almarhum!"
Kwan Tju Gang Iekas2 berbangkit dan mem balas hormat pada gadis djelita
tersebut.
“Aku mengutjap banjak terima kasib atas ke tjintaan Kok-tjumu itu." kata si pemuda
tanggung, “tetapi dari manakah beliau mengetahui, bahwa ajahku teiah mengalami
ketjelakaan ini?"
Gadis jang mengenakan bunga Bouwtan itu mengerlingkau matanja sambil
tersenjum manis, "Kok-tju bukan meramal bahwa Kwan Tayhiap akan mengalami nasib
malang ini!" katanja, "tetapi itulah karena ia merasa kagum atas ke gagahan dan
kebidjaksanaan Kim-lan Siangkiam-khek, jang dahulu pernah melepas budi pada kakek
mojang Kok-tju kami, Oleh karena itu Kok-tju tua telah berpesan; tak paduli siapa djuga
diantara Kim-lan Siang-kiam-khek jang mengalami ketjelakaan, Kok-tju kami harus mei
ngirim buna2 kemakam pendekar agung sebagai tanda pengghormatan."
Selesai berkata demikian, sigadis manis segera melambaikan tanganjnja pada
kesebelas gadis djeiita jang lainnja, jang segera madju menghampiri dan kemudian
http://www.rajaebookgratis.com

memberi penghormatan jang terachir dimuka makam Kwan Tjouw Eng. Setehah
memberi hormat mereka seorang demi seorang telah menjebarkan bunga2 diatas
makam.

Kwan Tju Gang membiarkan mereka menje barkan bunga2 tanpa ber-kata2 barang'
se-patah-pun, sedang didalam hati ia sangat memudji atas ketjantikan dan kelintjahan
mereka berdua belas orang itu,
Dan tatkala selesai menjeberkan bunga, mereka seorang demi seorang meminta diri
pada si pemuda tanggung, kemudian meninggalkan daerah pogunungan itu bagaikan
bidadari2 jang kembali ke kahjangan,
Dikala hendak berlala dari pegunungan ini, Tju Gang berlutut ,ditanah memeluk
nisan ajah-nja dengan air mara jang bertjutjuran dengan amat derasnja, tetapt
kemudian lekas2 ia meng hapusnja dan berkata ; "Ajah, aku telah membuktikan bahwa
aku tidak menangis ....Tidak, ajah, akulah laki2 sedjati dan tak akan menangis....."
oooooOooooo
Pada keesokan harinja.
Dengan seorang diri Kwan Tju Gang menung gang kuda putih warisan ajahnja
menudju ke utara unuk membuktikan bahwa ia tjukup tabah untuk memilih djalan
menurut keheadak hatinja sendjri.
Dari pegunungan Liong-houw-san dipropinsi Kangsay ia menudju kepegunungan
Hok-gu-san dlpropinsi Holam, Perdjalanan ini bukan main djauhnja, tetapi Tju Gang
telah melakukan per djalanan itu tanpa rasa chawatir atau ter-gesa2; Sambil
menempuh segala kesukaran dan keseng saraan disepandjang djalan jang dilaluinja. ia
bertekad bulat untuk melaksanakan pesan ajah-nja jang telah marhum itu......
Pada hari jang ketudjuh uang disakunja telah habis bersih karena dipakai ongkos
makan dan penginapan dalam perdjalanannja.
Pada hari jang kesembilan setelah mengalami kelaparan dua hari, tibalah ia
dipegunungan Kiu-kiong-san dalam propinsi Ouwpak.

Tatkala itu hari baru sadja mendjelang tengah hari- hingga sinar matahari jang
panas terak telah membuat kepalanja merasa pusing, Oleh karena itu, ia terpaksa turun
dari kuda uutuk be ristirahat ditepi sebuah rimba, sedang matanja berdjelalatan kesana
sini mentjari buah2an hutan jang kiranja dapat dimakan untuk menahan lapar.
"Hai !"
"Hai !"
Tiba2 dari sebuah djalan besar muntjul beberapa orang kuli harian jang menggotong
sebatang balok jang besar dan beratnja tidak kurang dari 400 kati, Balok itu diangkat
dari lereng bukit menudju kedjalan tadi,
Kwan Tju Gang jang hatinja merasa tertarik, segera mengikuti dibelakang mereka
sambil me nuntun kudanja. Tatkala ia berdjalan lebih kurang satu li djauhnja, disana ia
telah menemukan tidak kurang dari 200 orang tukang2 kaju, se-olah2 disitu ada
seoraug tuan tanah jang sedang membangun sebuah bangunan besar di atas sebidang
tanah jang luas.
Menurut rentjana jang kemudian telah diketahuinja dari tjerita orang, bangunan itu
akan terdiri dari 100 buah kamar, disamping menara lontjeng, taman bunga, lapangan
jang luas, dan lain2. Tetapi pemilik bangunan ini tampaknja agak berlainan dengan
orang2 kaja raja atau orang- jang berpangkat.
Dikala ia berdjalan mendekati ‘tjhung’ atau daerah perkebunan jang luas ini, tiba2 ia
http://www.rajaebookgratis.com

men dengar bunji genta jang sengadja dipalu orang 3 kali sebagai pertanda beristirahat
dan para pegawai segera tampak berdjalan dengan berdujun2 memasuki sebuah
rumah besar untuk mengambil ransum masing2.
Didalam rumah itu telah diatur wadjan2 besar jang berisikan nasi, ikan dan daging,
iang tampak baru diangkat dari dapur dan asapnja menegpul menjiarkan bebauan
harum jang dapat membuat orang mengiler untuk dapat segera menikmatinja.

Tju Gang baru mengetahui, bahwa itulah pada waktu dahar tengah hari para
pegawai itu. Tatkala ia oerniat untuk minginggalkan tempat itu sambi
menuntunkudanja,
tiba2 dairi dalam rumah tu terdengar seseorang jang ber-tjakap2 :
"Ong Supoo, kau kira bilamanakah tjhung ini akan selesai dibangun seluruhnja?"
"Mungkin djuga dimuka tahun baru jang akan datang," mendjawab seorang tua jang
suaranja parau. "Mungk!n djuga Tjiu Lauwtee telah kangen dengan orarg jang dirumah,
tidakah ?"
"Bukan begitu," membantah orang jang di-bahasakan Tjiu Lauwtee itu. "Aku
kepingin supaja bangunan ini tjdak selesai2 dibangunnja, karena disamping kita
memperolaeh upah jang banjak, kitapun setiap hari bisa makan besar. Aku Tjiu Tiang
Hong telah 10tahun lamanja menuntut penghidupan sebagai kuli, tetapi belum pernah
memperoieh pekerdjaan jang begitu enak dan menjenangkan seperti disini."
"Benar, Ong Supoo. Pada hari kemarin aku telah mendjumpai pomilik tjhung ini."
men tjampuri seseorang jang lainnja.
“Oh, ja, bagaimanakah wadjahnja ?" bertanja Tjiu Tiang Hong dengan rupa
bernapsu.
"Usianja lebih kurang 56 atau 57 tahun, wadjahuja mirip dengan wadjah Kwan Kong.
Ia selalu didampingi oleh seorang gadis ketjil yang botoh sekali. Aku Tjoa Lo Tjhit
telah
hidup puluhan tahun lama-nja didunia ini, tetapi belum pernah menemukan gadis lain
jang lebih tjantik daripadanja. Bentuk mukanja jang bundar telur, begitu putih bersih
bagaikan batu kumala putih. Matanja hitam dan jeli, pinggangnja ramping, ah....."
"Hei, Tjoa Lo Tjhit, kau bitcralab lebih sopan sedikit ! Tjara bagaimanakah kau bias
mengetahui, bahwa orang itu adalah pemilik tjhung ini ?"
“Aku mengetahui itu dari Lok Toaya, orang jang biasa memandori kita bekerdja.
Pada suatu waktu ketika ia menjertai pemilik tjhung itu me-lihat2 pekerdjaan bangunan
jang tengah ber langsung ini, aku mendengar ia ber-tjakap2 pada Lok Toaya demikian:

"Too Sie, Lohu akan menamakan tjhung ini sebagai Thian-he Tee-it-kee atau keluarga
jang nomor wahid didunia ini.”
“Bagaimanakah pendapatmu? Tjobalah kau pikir, apabila dia bukan pemilik tjhung
disini, dimanakah ia bisa mengatakan demikin?"
“Amboi, Thian-he Tee-it-kee? Apakah artinja “
“Aku tidak mengerti apa maksudnja!"
Tetapi pertjakapan2 jtu tiba2 mendjadi terputus dengan kehadiran Kwan Tju Gang
disitu.
“Eh, itulah seorang pengemis muda jang ber kuda . . ." kata seseorang sambil
menundjuk pada pemuda tanggung itu.
Seorang tua jang usianja lebih kurang 50 tahun dan jang baru keluar mengambil
ransum djustru ber papasan dengan Kwan Tja Gang, lalu dengan spontan ia bertanja :
http://www.rajaebookgratis.com

"Hei, anak muda, sedang melihat apakah kau berdiri disitu ?"
Kwan Tju Gang segera menghampirinja sambil menjodja dan berkata : "Taysiok,
apakah disini masih membutuhkan pegawai ?"
Orang tua itu menatap wadjah sipemuda ke heran2an. "Kau hendak mentjari
pekerdjaan?"
Kwan Tju Gang mengangguk, kemudian me nundukkan kepalanja dengan kedua
belah pipinja dirasakan agak panas karena djengah.
Orang tua itu mengkerutkan alisnja ragu2, "Kau bitjaralah terus terang, Tjara
bagaimanakah kau mentjari pekerdjaan dengan menunggang kuda putih sebagus ini ?"
"Aku sebenarnja hendak pergi ke Holam un tuk menjambangi sanak saudara
disana," men djawab Kwan Tju Gang, "tetapi karena kehabisan bekal didjalan, maka
terpaksa aku mentjari pekerdjaan......"

Dalam pada itu, dari sebelah dalam terdengar seseorang jang sedang mengunjah
nasi tiba2 tertawa dan berkata; "Apabila kau kehabisan bekal mengapakah tidak
mendjual sadja kudamu itu? Kukira kau akan dapat mendjualnja dengan harga lebih
dari 100 perak!"
Tetapi sipemuda tanggung tidak menghiraukannja dan berkata pula pada orang tua
tadi dengan sorot mata jang adem. “Bagaimana, taysiok apa kah kiranja ada lowongan
?"
“Apakah barangkali kau lapar?"
Kwan Tju Gang mengangguk dengan kedua be lah pipinja tampak ke-merah^an
karena djengah.
“Kalau begitu, marilah kau masuk untuk dahar dahulu ?" mengadjak orang tua itu.
"Apakah taysiok dapat memberikan aku pekerdjaan ?"
“Usiamu masih terlampau rouda," kata orang tua itu, “hingga aku meragukan kau
dapat be kerdja berat. Kini adalah waktu dahar. Mari, kau dahar dahuiu, kemudian
melandjutkan perdjalananmu untuk menjambangi sanak saudaramu."
Tetapi Tju Gang setelah berpikir sedjenak, lalu berkata: “Lebih baik aku bekerdja
dahulu, kemudiim barulah dahar. Apakah bukan lebih betul diatur begitu ?"
“Tidak usah," kata orang tua itu puia, lebih baik kau dahar dahulu, disini banjak nasi
dan sajur majur, maka tiada salahnja kau turut dju ga dahar bersama2 kami."
Tju Gang menganggap orang tua itu hendak "beramal" kepadanja, maka dengan
getas ia men djawab : “Taysiok, aku bukan mengemis nasi!"
Mendengar kata2 sipemuda jang agak kasar itu, sikakek mendjadi mendongkol,
hingga ia mengerutkan alisnja dan berkata sewot: ,,Aiii, kau ini sungguh besar kepala
sekali ! Berapa besar sih tenagamu ?"

Kemudian sambil menundjuk sebuah timbunan balok2 ia melandjutkan


pertjakapannja, "Kalau kau mampu memindahkan balok2 itu," katanja, “aku beri kau
upah sehari penuh, kalau tidak, kau boleh pergi persetan !"
Balok2 jang ditundjukkan oleh orang tua itu adalah balok2 untuk bahan membuat
tiang, jang setiap potongnja tidak kurang dari 200 kati be ratnja. Setelah Tju Gang
memandang sesaat la manja, Ialu ia bertanja: "Kemanakah balok2 itu mesti
dipindahkannja ?"
"Tidak djauh. Hanja kebawah kaki tembok disana sadja !" kata Orang tua itu.
Kwan Tju Gang tidak banjak bitjara pula, lalu ia menghampiri timbunan balok2 itu, di
mana ia berdjongkok dan segera mengangkat se potong balok dan memindahkannja
http://www.rajaebookgratis.com

kebawah kaki tembok sana bagaikan mcngangkat barang jang ringan sekali tampaknja.
Seteleh meletakkan balok jang pertama itu, sipemuda bertanja, "Taysiok, apakah balok
ini harus ditimbun disini ?"
Si kakek jang semula tidak menjangka bahwa Tju Gang mempunjai tenaga jang
demikian kuatnja, sudah barang tentu mendjadi ternganga sedjenak karena keheranan,
sedang para kuli jang turut djuga menjaksikan, tiada seorangpun jang tidak memudji
dan merasa kagum akan tenaga si-pemuda belasan tahun jang sangat luar biasa itu.
Selesai menimbun balok2 itu, Tju Gang jang dipudji orang dan tidak mendjadi
sombong atau bangga oleh karenanja, lalu membungkukkan badannja untuk
mempererat tali sepatunja, dan selagi ia berbuat demikian, tiba2 ia merasakan ada
seseorang jaug lagi berdiri didekatnja. ia tidak menolehkan kepalanja kebelakang, hanja
melirik pada sepatu orang itu jang ternjata sangat indah buatannja dan tidak mirip
dengan apa jang biasa dikenakan oleh para pegawai disitu. Oleh karena ia sendiri
tergolong sebagai salah seorang jang mendapat didikan ilmu siiat, maka dengan mudab
sadja ia dapat mengenali, bahwa bentuk sepatu itu hanja umumnja dikenakan oleb
orang2 jang bisa berlatih ilmu silat sadja. Maka setelah ia sendiri berlaku waspada
terhadap orang jang mengham piri tanpa diketahuinja itu, barulah Tju Gang

menolehkan kepalanja serta mulai memandangi dari sepatu itu sehingga pada orang
jang mengena kannja.
Siapakah gerangan orang itu?
Dialah seorang laki2 setengah tua, usia empat puluhan, kulit mukanja agak merah ke-
hitam2n, bulu alisnja kasar dan matanja besar, Pada bagian atas bibirnja dihiasi oleh
sebuhb misai jang berbentuk huruf Tionghoa 'PAT' (delapan), sedang tubuhnja
mengenakan badju pandjang jang berwarna biru. Ia bersikap adem dan misterius.
Seorang pekerdja jang djustru berdiri berdekatan dangannja, dengan laku hoimat sekali
telah berkata ; "Lok Toaya, anak ini mengatakan dia kelaparan dan minta pekerdjaan
setjara tukar makan, Tjoa Lo Tjhit telah menjobanja dengan djalan menjuruhnja
memindahkan balok2 kebawah kaki tembok disana. Tetapi, sungguh dahsjat sekali
tenaga anak ini, kami . . . ."
Lok Toaya segera menggerakkan tangannja memotong pertjakapan pegawai itu,
kemudian ia menatap wadjah Kwan Tju Gang sambil bersennjum dan bertanja : "Tjara
bagaimanakah kau mengetahui, bahwa disini tengah dibangun sebuah gedung besar?"

Bersambung ……………….

Anda mungkin juga menyukai