Sumber : TopMdi website Ebook oleh : Dewi KZ http://kangzusi.com/atau http://http://dewikz.byethost22.com/ Seri 1 Pada tiga puluh tahun yang lalu, dengan sebuah kereta keledai, penulis berangk at ke luar daerah perbatasan.Ialah pada bulan kesembilan dari musim ketiga, tanah datar ada belukar, hingga bumi nampaknya nempel dengan langit. Sesudah melalui beberapa puluh lie, sang maghrib telah mendatangi. Di sekitar kita tidak ada rum ah orang. Selagi kita mulai sibuk, tiba-tiba kita dengar tindakan kaki kuda di s ebelah belakang. Dua penunggang kuda lagi mendatangi. Tapi, setelah mendekati ki ta, suara tindakan jadi kendor. Nyata orang tidak lewati kita. Diam-diam kita ku atirkan orang jahat. Dari dua penunggang kuda itu, yang kita lihat selagi kita menoleh ke belakang, yang satu berumur empat puluh tahun lebih, yang lainnya, tiga puluh lebih, dua- dua romannya keren, samar-samar kelihatan pedangnya masing-masing. Selagi kita b erkuatir, tiba-tiba mereka liwati kita, kudanya dikaburkan, selagi liwat, mereka menoleh. Nampaknya mereka heran tapi mereka kabur terus. Belasan lie lagi kita sudah pergi, kita tetap tidak melihat rumah orang. Sekar ang sang maghrib sudah datang, kita jadi bingung, lebih-lebih setelah melihat du a orang tadi. Di mana kita mesti bermalam? Lihat! tiba-tiba kusir berseru, seraya tangannya menunjuk ke depan. Sebuah bukit kecil berada di depan kita, di tengah itu, nampak satu kuil tua. Di situ banyak pepohonannya. Kita segera menuju ke sana, dan berhenti di antara pepohonan. Kita mendaki sedikit akan hampirkan kuil itu. Kita mengetok pintu sek ian lama, baharu kita dengar jawaban seorang tua: Pintu tidak dikunci, masuk saja ! Pekarangan dalam dan pendopo ada sunyi. Beberapa ekor lawa-lawa beterbangan sa mbil cecowetan. Di tengah pendopo, duduk bersila seorang niekouw, ialah pendeta perempuan yang usianya sudah lanjut. Dia duduk diam bagaikan patung. Selagi mena ntikan, kita lihat sebuah pohon besar, besarnya kira-kira sepelukan. Yang aneh i alah, di batang pohon itu ada dua buah tapak tangan yang dalam, tapak seperti di korek. Sekian lama kita menunggu, niekouw itu tetap diam saja, maka dengan hati-hati, kita nanjak di tangga, selagi kita hampirkan bagian belakang orang alim itu, se konyong-konyong dia menoleh dan kata sambil tertawa: Tuan-tuan tentulah sudah let ih. Sedetik saja kita lihat, sepasang mata yang tajam dan bersinar, sebuah muka ya ng sudah keriputan, akan tetapi, kita percaya di masa mudanya, niekouw itu mesti cantik luar biasa. Pinnie masih belum selesai, kata pula niekouw itu, silakan Tuan-tuan menantikan s ebentar di kamar samping sana. Kita masuk ke kamar yang ditunjukkan, kamar itu tak berperabot kecuali sebuah meja dengan beberapa patungnya. Di situ ada sebuah tokpan yang luar biasa dengan setangkai bunganya, yang harum. Di pojok tembok, ada sekumpulan rumput, entah p epohonan apa. Heran aku pikir, di tempat suci seperti ini, ada sebuah kuil dengan pendetanya perempuan. Sembari menantikan si pendeta, aku keluarkan sejilid kitab Wei Mo Tjhing, untu k dibaca guna menenteramkan hati. Sungguh kau rajin, Tuan! tiba-tiba aku dengar suaranya si pendeta selagi aku mem baca belum lama. Apakah kau merasa aneh bahwa di tempat sesunyi ini ada sebuah ku il serta pendetanya? Mari kita pergi ke ruangan sana. Pinnie telah sediakan thee pahit untuk melenyapkan dahaga. Sembari minum, nanti pinnie tuturkan satu dan l ain mengenai keadaanku. Kita terima baik undangan itu, sambil keringkan dua cawan thee. Segera juga niekouw tua ini bicara tentang agama Budha serta agama Lhama, yang ada suatu cabang dari Budhisme, hanya Lhamaisme ada kecampuran kebiasaan-kebias aan setempat yang zaman modern anggap tahayul. Umpama satu pendeta dari Tionggoa n, sukar tancap kaki di Tibet apabila dia tidak turut segala kepercayaan kaum Lh ama. Atau kalau dia tidak mengerti ilmu telan golok muntahkan api , dia mesti punya suatu kepandaian lain yang istimewa, umpama obat-obatan. Dan guruku adalah suatu niekouw, murid dari angkatan ketiga dari satu pendeta y ang merantau ke Mongolia dan Tibet pada seratus tahun yang lampau. Guru besar it u dapatkan kedudukannya di sini karena ia bisa letaki burung di telapakan tangan nya tanpa burung itu mampu terbang pergi. Maka akhirnya, guru besar itu bisa dir ikan tiga buah biara, antaranya ini yang sekarang pinnie tempati . Selagi pendeta ini berkata demikian, hujan, yang sudah mulai turun sekian lama , menghembuskan angin ke dalam, menyingkap selembar kain penutup patung-patung d i atas meja hingga kelihatanlah di situ sebuah patung lelaki yang romannya cakap dan gagah. Pendeta itu terkejut, matanya bersinar, tapi lekas juga menjadi tenang pula. Jangan heran Tuan, itulah gambarnya tunanganku, katanya kemudian. Kenapa satu niekouw mempunyai tunangan? Pendeta itu berikan keterangannya tanpa diminta lagi. Tunanganku telah terbinasa pada tiga puluh tahun yang lalu, binasa teraniaya di tangannya satu musuh, demikian penjelasannya. Dia ada satu murid dari Golongan Si lat Thay Kek Pay, sejak muda ia telah merantau, tapi kemudian ia binasa di tanga nnya satu manusia rendah. Oh, tak sanggup aku menutur terlebih jauh. Cukup kalau pinnie terangkan, untuk tunanganku itu, sudah tiga puluh enam tahun lamanya, pi nnie lakoni ini macam penghidupan sunyi Angin di luar meniup makin keras, hujanpun tambah besar, suaranya terdengar ny ata di pohon besar di luar kuil. Sekonyong-konyong tampangnya si pendeta berubah , agaknya terkejut. Ia lantas ambil beberapa biji tasbih, ia timpukkan itu kelua r, ke udara. Mulanya ia menimpuk satu biji, lantas nyusul yang kedua. Ini yang b elakangan kebentrok sama yang pertama, yang lagi jatuh turun. Keduanya lantas pe rdengarkan satu suara nyaring. Enam biji dia timpukkan, tiga kali terdengar suar a beradu itu. Cuaca gelap, tapi semua tasbih bisa beradu satu dengan lain, itu menunjukkan i lmu kepandaiannya niekouw ini. Tasbih pinnie ini, dahulu di kalangan Kang-ouw, ada juga namanya yang kecil, kem udian si niekouw bersenyum. Ini dia yang dinamai piauw Bouw-nie-tjoe. Orang yang datang malam ini, sahabat atau lawan, mestinya kenal baik piauw pinnie ini! Sebelum ucapan itu berhenti, dari atas pohon besar berkelebat dua bayangan ora ng seraya terdengar suaranya juga: Soehoe, jangan lepas piauw! Inilah kita anak-a nak yang datang! Bagaikan burung melayang, dua orang segera sampai di depannya niekouw tua itu. Aku tahu maksud kedatangan kau orang! kata si niekouw. Aku mesti turut kau orang untuk tugasku yang lagi belum selesai! Dua orang itu adalah dua penunggang kuda, yang tadi diketemukan di tengah jala n. Setelah dua orang itu memberi hormat dan duduk, niekouw itu melanjutkan kata-k atanya: Kebenaran sekali Tuan datang ini malam! Besok pinnie sudah mesti ikut mer eka ini, entah buat hidup terus atau terbinasa. Baiklah malam ini pinnie gunakan untuk memberi penuturan, agar anak-anak inipun sekalian mendapat tahu. Umpama k ita terbinasa, Tuan, kau nanti boleh siarkan tentang aku ini, perihal hebatnya b alas-membalas di kalangan Rimba Persilatan Dan niekouw tua itu tuturkan riwayatnya, yang merupakan ceritera kita ini. Demikian Liang Yusheng, si penulis, akhirkan permulaannya. I Distrik In-koan di perbatasan kedua Propinsi Shoatang dan Hoopak, dulu pernah jadi aliran dari Sungai Hong Hoo ke laut, ketika kemudian aliran itu digeser, ai r toh masih menggenang di situ, luasnya beberapa ratus lie, di situ orang masih mondar-mandir untuk pengangkutan di muka air, sedang di bagian-bagian yang dalam , permukaan air penuh dengan gelagah, ganggang dan rumput air lainnya. Inilah di a Muara Kho Kee Po yang kesohor. Di sini Touw Kian Tek berpusat di zaman Kerajaa n Soei, namanya sama kesohornya seperti Wa Kong Tjee dari Tjin Siok Po dan Thia Kauw Kim beramai. Di tepi Muara Kho Kee Po ini, ada satu dusun kecil, Kim Kee Tjoen namanya Dusu n Ayam Emas.Di belakang dusun ini ada sebuah bukit kecil tetapi indah. Sedangkan di atas bukit itu, di tanah yang datar, pada pagi itu dalam musim Tjoen yang per mai, dua pemuda dan satu pemudi, asyik berlatih silat dengan gembira. Mereka ada Yo Tjin Kong, Tjoh Ham Eng serta Lioe Bong Tiap; yang pertama dan kedua ada mur id yang kedua dan ketiga dari Lioe-kauwsoe Lioe Kiam Gim, guru silat kenamaan da ri cabang Thay Kek Pay, dan yang ketiga ada gadisnya guru silat itu, satu nona c antik dan gesit. Ham Eng dan Bong Tiap asyik adu kepandaian dan Tjin Kong sedang m enonton sambil bersandar di cabang pohon, tampangnya berseri-seri. Cara berlatihnya kedua saudara seperguruan itu ada luar biasa. Ham Eng berlari -lari terputar-putar, tangannya mencekal tambang yang diikati dua belas butir bo la pualam yang kecil mungil, kalau tambangnya digentak atau dikedut, tambangnya lantas jadi lempang dan kaku bagaikan toya, dua belas bola kecilnya lantas berge rak-gerak, bersinar menyilaukan mata. Setelah lari dua putaran, dengan larinya m akin keras, Ham Eng lantas berseru: Soemoay, kau juju dan seranglah! Lioe Bong Tiap mengejar, tangannya mencekal beberapa biji piauw besi namanya p iauw besi, sebenarnya itu ada uang tang-tjhie zaman Kaisar Ham Hong. Ini ada gan tinya Kim-tjhie-piauw, yang tajam di kedua muka, yang Loo-kauwsoe Lioe Kiam Gim dapatkan dari Thay-kek Teng di Shoatang. Thay-kek Teng ada satu ahli silat she T eng dari cabang Thay Kek Pay juga. Atas seruan soehengnya, sebelah tangannya Bong Tiap lantas bergerak, disusul s ama menyambarnya sebiji piauw besi, tetapi si nona sendiri berseru: Yang ketiga! G erakan tangannya adalah yang dinamai Hong hong tian tjie atau Burung hong pentang s ayap. Segera terdengar satu suara keras, atas mana, Ham Eng berhenti berlari, akan l ihat bola pualamnya. Ia dapatkan benar sekali, bolanya yang ketiga yang telah ke na dihajar sampai ikatan kawat halusnya putus dan bolanya jatuh. Bagus! ia berseru dengan pujiannya sambil tertawa, sesudah mana, ia lari lagi. Bong Tiap mengejar pula tanpa bilang suatu apa, ia berlari-lari dengan gunai i lmu entengi tubuh yang dinamai Pat pouw kan sian atau Delapan tindak mengejar tongg eret , lalu sembari lari ia menimpuk tiga kali, sekali ini sambil berseru: Yang kes atu! Keempat! Kedelapan! Sembari menyambit, ia berlompatan dengan tipu silat Koay bong hoan sin atau Ular naga jumpalitan . Lalu beruntun terdengar dua suara beradu, dua bola jatuh ke tanah. Tapi piauw yang ketiga dijepit antara dua jerijinya Ham Eng, siapa berbuat demikian sambil tertawa besar. Mukanya Bong Tiap menjadi merah. Dia telah menimpuk membikin tiga piauw bersin ar sebagai tiga buah bintang. Ham Eng ketahui liehaynya sambitan itu, tapi dia p un hendak perlihatkan kepandaiannya, dia sengaja sambar yang ketiga dan tangkap itu. Untuk ini, ia berkelit dahulu, selagi piauw mendekati tenggorokannya, ia an gkat tangan kirinya, jari telunjuk dan tengahnya lantas menjepit! Melihat demikian, Yo Tjin Kong serukan supaya mereka berhenti berlatih, kemudi an ia berikan pertimbangannya dengan berkata: Soemoay punya permainan piauw sudah sempurna, hanya yang ketiga barusan, ditimpuknya secara terlalu terburu nafsu. Kau, Sam-soetee, masih banyak kelemahannya, gerakan Tiat-poan-kiomu masih lambat . Adalah lebih baik kau berkelit dengan Yan Tjeng Sip-pat-hoan. Dalam pertempura n, orang mesti berhati tenang tapi juga gesit. Meski adanya pertimbangan dari sang soeheng itu, Bong Tiap tidak puas. Dari tiga piauw, cuma dua yang mengenai, aku tetap kalah! katanya. Sam-soeheng, m ari kita berlatih pula, dengan tangan kosong! Ia kepal tangannya, dan menghampirinya. Tjoh Ham Eng angkat pundak. Kau sudah menang, Soemoay, kenapa kau masih belum puas? katanya. Kau tidak lelah tetapi aku yang sudah letih. Biar besok saja aku layani pula padamu . Tidak, Soeheng! mendesak si nona. Usianya dua pemuda dan pemudi ini tidak berjauhan, Bong Tiap baharu enam belas , Ham Eng baharu delapan belas. Bong Tiap ada anak tunggal, atau anak macan, bia r dia dididik keras, dia tetap sangat disayang ayahnya, hingga ada kalanya, kein ginannya mesti diluluskan. Murid kepala dari Lioe Kauwsoe sudah lulus dan sudah merantau sejak sepuluh ta hun yang lalu, umurnya sudah tiga puluh lebih, dan murid kedua, Yo Tjin Kong, su dah mendekati usia tiga puluh tahun. Bertiga mereka ini biasa berlatih bersama-s ama. Bong Tiap belum insyaf perbedaan antara laki-laki dan perempuan, ia tak mer asakan apa-apa, ia suka turuti adatnya, sedang Ham Eng di lain pihak, kadang-kad ang suka godai soemoay ini. Demikian barusan, ia sengaja tangkap piauwnya Bong T iap. Bong Tiap tak perduli orang mengalah, ia lantas saja menyerang dengan pukulan T jit seng tjiang atau Telapakan Tujuh Bintang . Ham Eng sudah bersiap, baharu ia hendak menangkis, atau Yo Tjin Kong telah ber seru: Jangan gaduh, he! Lihat, siapa itu datang? Tangannya pun menunjuk. Bong Tiap tarik pulang kepalannya, ia menoleh seperti juga Ham Eng, ke arah ya ng ditunjuk. Sebuah perahu kecil dan enteng lagi mendatangi di tengah muara, memecah gelaga h, lajunya sangat pesat.Perahu itu tidak pakai layar dan angin ada angin melawan. Terang itu bukan perahu nelayan. Di atas perahu itu ada seorang lelaki dengan t ubuh yang besar. Begitu lekas kendaraan itu mendekati pinggiran, penumpang itu enjot tubuhnya, lalu membarengi majunya perahu seperti berlompat, tubuhnya sendiri sudah melonca t ke darat, dengan tidak perdulikan lagi perahunya, dia berlari-lari terus ke ar ah rumah. Apakah Lioe Kiam Gim, Lioe Loo-soehoe ada di rumah? dia tanya sembari menghampir kan tiga saudara seperguruan itu. Kau siapa? Ada urusan apa kau cari Lioe Loo-soehoe? Ham Eng balik menanya. Orang itu kepriki pakaiannya. Jangan kau orang tanya aku siapa, ia menjawab. Asal aku sudah ketemu sama Lioe Loo- soehoe, dia pasti akan kenali aku. Aku cari Lioe Loo-soehoe untuk satu urusan sa ngat penting, yang mengenai nama baiknya perguruan kita.Hal ini, taruh kata aku b eri tahu pada kau orang, tidak nanti kau orang bisa segera mengerti! Tiga orang itu melengak atas jawaban itu, tetapi Yo Tjin Kong, yang sudah puny a sedikit pengalaman Kang-ouw, nampak kegesitan tubuh dan sikap orang itu, perca ya orang tidak bermaksud jahat. Loo-soehoe ada di rumah, ia segera berkata. Tuan hendak menemui Loo-soehoe, silakan ikut siauwtee. Soeheng ini pun minta soemoaynya lekas pulang, akan memberi kabar. Orang itu manggut, ia lantas ikut Tjin Kong, yang sengaja mengajaknya ambil ja lanan yang sukar, akan mendaki tempat yang penuh batu. Awas, jalanan licin, katanya sesampainya di jalanan yang batu-batunya berlumut. Ia hendak uji orang itu, ia sengaja bikin tubuhnya seperti terpeleset, supaya ia bisa betot ujung baju orang, untuk mana, ia gunakan kedua tangannya. Ia harap, umpama kalau ia tak mampu bikin orang terpeleset, sedikitnya tubuh dia itu akan seloyongan atau miring. Di luar dugaannya, orang itu tetap berjalan dengan tubuh tetap, melainkan mulutnya mengucap: Ya, jalanan licin, hati-hati! Berbareng dengan itu, dari sebelah atas seorang lompat turun, tubuhnya melayan g dengan pesat, turunnya di sampingnya Yo Tjin Kong, tangan kanannya dipakai men arik si murid, tangan kirinya dengan jeriji terlonjor, dengan tipu Soen soei twie tjouw atau Menolak perahu mengikuti aliran air, menotok pada tetamu yang tidak dik enal, yang pakai baju abu-abu. Orang itu terperanjat dengan serangan yang tiba-tiba itu, belum sempat lihat o rang punya muka, ia sudah enjot tubuhnya, akan loncat ke samping, dari sini baha rulah ia mengawasi, tapi sebelum ia bisa melihat tegas, orang yang baharu sampai itu sudah mendahuluinya, ia berseru: Oh, kau, Kim Hoa? Sekejab saja, orang itu sudah maju untuk paykoei. Soepeh, maafkan siauwtit, katanya sembari memberi hormat sambil berlutut. Siauwti t belum sempat menemui Soepeh tetapi Soepeh sudah mendahului menemui padaku . Orang itu adalah Lioe Kiam Gim, si guru silat, yang telah datang dengan lekas karena kecerdikan dan kegesitannya Bong Tiap, yang sudah pulang dengan cepat, ak an dului soehengnya memberi laporan, hingga ayahnya ini menyangka, orang asing i tu barangkali ada seorang Kang-ouw, yang datang untuk mencari gara-gara, hingga dia anggap baiklah ia mendahului menemui di luar rumahnya. Siapa tahu, tetamu it u adalah soetit, atau murid keponakan. Kim Hoa hendak bicara sama itu soepeh, tapi si soepeh pegat ia. Sabar, mari kita bicara di rumah saja, demikian kata Lioe Loo-kauwsoe. Maka mereka bertiga, menuju ke rumah, tetapi, sesampai di sini, Kiam Gim ajak orang pergi ke latar di mana ada banyak pohon yang lioe, di bawah mana ada meja dan bangku-bangku dari batu, piranti duduk berangin. Kim Hoa lantas duduk di sebelah bawah, tapi tidak menunggu sampai soepeh itu m enegurnya, ia mendahului keluarkan sepucuk surat, untuk dihaturkannya. Kiam Gim baca surat itu, sesudah mana, air mukanya berubah dengan segera. Surat itu datangnya dari Teng Kiam Beng, anaknya Thay-kek Teng. Kiam Beng ada soeteenya atau adik seperguruan, menurut runtunan murid-murid, tetapi di lain pi hak, soetee ini adalah ahli waris dari Thay Kek Pay, sebab dialah yang diangkat jadi tjiang-boen-djin, orang yang mewariskan dan meneruskan pegang pimpinan dari kaum atau golongannya. Bunyinya surat ada demikian penting, hingga guru silat i ni jadi terkejut. Untuk ketahui duduknya perkara, baik kita mundur sedikit dari cerita ini. Ayah dari Lioe Kiam Gim ada suatu sanak jauh dari Shoatang Thay-kek Teng, akan tetapi, di sebelah itu, mereka tinggal bertetangga, mereka cocok satu sama lain , maka pergaulan mereka jadi rapat. Maka juga, ketika Kiam Gim berumur tujuh ata u delapan tahun, ayahnya minta Thay-kek Teng suka ajarkan silat pada anak ini. Kiam Gim ada bertubuh kurus dan lemah luar biasa, karena itu Thay-kek Teng tid ak lantas didik dia seperti murid-murid lain, hanya dia diperintahkan yakinkan T hay-kek-koen, guna lebih dahulu kuati tubuh. Tapi dia rupanya berjodoh sama ilmu silat, di sebelah rajin berlatih apa yang diajarkan, diam-diam ia perhatikan pe lajarannya lain-lain murid. Hanya, belajar baharu satu tahun, oleh ayahnya, ia d iajak pindah ke distrik tetangga, sebab ayah itu, yang tak berhasil hidup sebaga i petani kecil, sedang pajak ada berat, pindah untuk bekerja membantui satu kena lannya, yang hendak tolong padanya. Empat tahun lewat dengan cepat. Pada suatu hari selagi Teng Loo-kauwsoe dan beberapa muridnya asyik pasang omo ng di depan rumahnya, jauh beberapa puluh tindak dari mereka, dua ekor kerbau te ngah berkelahi, lantas yang satu, yang kalah, lari kabur, dan yang menang mengej arnya. Sedang begitu, di jalan besar, satu anak tanggung lagi berlari-lari menda tangi, ia agaknya tak perhatikan kedua ekor kerbau yang sedang main udak-udakan itu. Melihat demikian, Thay-kek Teng terperanjat, sampai ia menjerit, karena cepat sekali, itu bocah hampir ketabrak. Guru silat ini lantas loncat lari, untuk meno longi. Tapi, belum ia sampai kepada mereka, tiba-tiba ia dengar satu suara keras , kedua kerbau terpental masing-masing, dan dengan matanya yang liehay, ia telah saksikan sebabnya itu. Dengan Ya ma hoen tjong , atau Kuda liar memecah suri , suatu ilmu pukulan dari Thay -kek-koen, bocah itu tolak kerbau yang di depan dengan tangan kirinya dan kerbau yang di belakang dengan tangan kanannya, hingga dua binatang itu tak saling kej ar pula, yang di depan terpental minggir, yang di belakang terdorong mundur. Ger akan kedua tangan itu, ada dengan pinjam tenaga lawan . Ah! berseru Thay-kek Teng, apabila ia sudah awasi bocah itu, seraya menghampiri. Kenapa kau ada di sini? Bagaimana caranya kau jadi peroleh tenaga besar dalam ke pandaianmu ini? Itu bocah adalah Lioe Kiam Gim, yang sendirinya dengan rajin dan sungguh-sungg uh meyakini terus pelajaran yang ia dapati dari gurunya, sampai ia insyaf sendir i, bahwa ia bisa berlatih dengan sempurna sambil insyaf sudah, akan kepentingann ya. Hanya apa lacur, beberapa hari yang sudah, ayahnya telah menutup mata, karen a mana, menurut pesan ayahnya, ia pulang untuk cari Thay-kek Teng. Apa mau, kebe tulan sekali dua ekor kerbau adu tenaga, hingga ia telah perlihatkan tenaganya. Thay-kek Teng kagum sekali, tapi selagi ia hendak tanyakan keterangannya bocah itu, mendadak ada orang berlompat ke depan mereka dan orang itu satu bocah lebi h kecil dari Lioe Kiam Gim datang menyerang anak piatu ini. Kapan ia telah lihat bocah kecil ini, ia tidak mencegah, ia malah berdiri sambil usut-usut kumisnya dan bersenyum. Lioe Kiam Gim tidak sempat berbuat apa-apa, terpaksa ia layani penyerang itu. Dengan In liong sam hian , atau Naga mega muncul tiga kali , anak kecil itu desak Li oe Kiam Gim, dada siapa ia serang. Ia ini tunggu sampai orang punya kepalan kiri hampir mengenainya, lantas ia pukul orang punya lengan. Ia gunai tipu silat Lam tjiak bwee atau Mencekal ekor burung gereja . Tapi dengan gesit, si penyerang tarik pulang tangannya, akan mulai dengan desakan lain. Kiam Gim melayani sekian lama, ia merasakan hebatnya desakan musuh, tapi ia me layani terus, sampai tiga puluh gebrak, di waktu mana, Teng Loo-kauwsoe lantas b erseru: Cukup! Cukup! Sudah, Beng-djie, sudah cukup! Anak itu, yang dipanggil Beng-djie atau anak Beng , perhentikan serangannya denga n lantas, tapi setelah itu, ia sambar tangannya Kiam Gim, untuk ditarik sambil i a berseru-seru dengan kegirangan: Aku dapat kawan! Aku dapat kawan! Bagus, Anak, bagus! Thay-kek Teng puji bocah she Lioe itu. Kau bisa layani anakku, bagus! Kau ada punya harapan besar! Kiam Gim lebih tua dua tahun dari Teng Kiam Beng, Kiam Beng dapat didikan lang sung, tetapi toh ia bisa tandingi anaknya itu, ini membuktikan ia mempunyai baha n baik dan keuletan, maka guru silat itu jadi sangat girang. Sejak itu Thay-kek Teng terima Kiam Gim sebagai murid yang sah, malah Kiam Ben g diperintah panggil soeheng padanya, sebab usianya yang lebih tua. Ia mengasih pelajaran yang sungguh-sungguh, malah ia turunkan tiga macam kepandaiannya yang liehay, ialah Thay-kek-koen, ilmu pedang Thay-kek-kiam dan ilmu melemparkan senj ata rahasia Kim-tjhie-piauw. Kiam Gim pun sangat bersyukur pada gurunya ini yang ia pandang sebagai ayah sendiri, maklum ia ada anak yatim-piatu. Sepuluh tahun lebih Thay-kek Teng didik murid dan anaknya itu, ketika datang s aatnya ia hendak menutup mata, ia pesan mereka dengan kata: Kita Kaum Thay Kek Pa y, sejak kita diwarisi ilmu silat oleh guru besar kita Thio Sam Hong, ditugaskan untuk menolong yang lemah, maka itu, sadari bangsa Boan-tjioe merampas Tionggoa n dan memerintah kita bangsa Han dengan sangat menindas, aku larang kau orang be kerja untuk bangsa Boan-tjioe, sedang di kalangan Kang-ouw, selagi merantau, aku ingin kau orang tindas yang galak dan bengis. Di lain pihak terhadap sesama kau m Boe-lim, Rimba Persilatan, jangan kau orang bertengkar, jangan bersikap keras, inilah akan menyebabkan hatiku tidak tentaram. Kau, Kiam Gim, kau harus bisa pi mpin soeteemu! Itu waktu dua-dua Kiam Gim dan Kiam Beng sudah berumur dua puluh tahun lebih, tidak heran kalau mereka jadi tidak betah berdiam di rumah saja, maka kemudian, mereka pergi merantau, akan cari pengalaman. Di akhir pergerakan Thay Peng Thian Kok yang gagal, di sana-sini masih ada perse rikatan-perserikatan rahasia Melawan Tjeng-tiauw untuk membangunkan Kerajaan Beng , masih ada guru-guru silat yang mendidik murid-muridnya tidak perduli Kaisar Kee Keng melarang keras kepada rakyat membuka rumah-rumah perguruan silat, sebabnya ialah raja ini kuatir rakyat Han nanti berontak pula. Tapi kemudian, pemerintah Tjeng ubah haluan dengan coba membaiki guru-guru silat, ia anjurkan orang-orang bangsawan dan pembesar-pembesar negeri bergaul dan bersahabat sama ahli-ahli si lat. Inilah politik pemerintah Tjeng hingga akhirnya muncul pergerakan Pahkoenta uw atau Boxer. Karena adanya sikap pemerintah itu, Kiam Gim dan Kiam Beng dapat keleluasaan d alam perantauannya, mereka jadi dapat banyak kenalan dan penghargaan, terutama d i Shoatang dan Hoopak, di Hoopak, pusatnya adalah Kota Poo-teng. Di sini keduduk an mereka berimbang sama kedudukannya Tjiong Hay Peng dari Heng Ie Pay, Kiang Ek Hian dari Bwee Hoa Koen dan Koan Ie Tjeng dari Ban Seng Boen. Sikap pemerintah itu sebaliknya menyebabkan perpecahan diantara ahli-ahli silat, yang terbagi dua : mereka yang tetap mencinta negeri (Kerajaan Beng), dan mereka yang suka atau k ena dilagui oleh politik mengambil hati itu. Sebab pihak yang pertama jadi benci atau tak menyukai pihak kedua, yang dianggap sebagai golongan pengkhianat. Kiam Gim dan Kiam Beng taat kepada pesan guru mereka, mereka tak sudi dilagui oleh pemerintah Tjeng, akan tetapi di sebelah itu, di antara mereka, segera timb ul perubahan. Kalau Kiam Gim adalah tetap ramah-tamah, Kiam Beng menjadi kepala besar, sebab ia anggap, dia adalah ahli waris dari Thay Kek Pay, dan ia puas ben ar dengan kepandaiannya, ia tak sudi mengalah terhadap siapa juga, hingga ia tel ah bentrok dengan Tjiong Hay Peng dari Heng Ie Koen. Dalam hal ini, sia-sia saja Lioe Kiam Gim memberi nasihat pada itu soetee. Mengenai bentrokan dari Kiam Beng dan Tjiong Hay Peng, halnya dimulai oleh kej adian yang berikut: Pada suatu tengah malam, seperti biasa Teng Kiam Beng melatih diri. Waktu itu, bulan dan bintang sedang guram. Tiba-tiba ia dengar sambaran angin lewat, disus ul sama berkelebatnya satu bayangan di atas genteng tetangganya. Ia heran di wak tu demikian ada kelayapan satu ya-heng-djin ialah orang yang biasa keluar malam. Ia segera menyangka bayangan itu ada satu penjahat atau tukang ganggu orang-ora ng perempuan. Ia pun jadi tidak senang, sebab di sebelah kecurigaannya, ia angga p orang tidak pandang mata padanya. Maka terus ia loncat naik ke atas genteng, u ntuk menyusul, guna cari tahu bayangan itu siapa adanya atau apa maksudnya.Ia lan tas dapat mencandak. Hanya anehnya, bayangan itu seperti punya mata di belakang. Ia tidak menoleh ke belakang, tetapi ia seperti ketahui ada orang kuntit padany a, lantas ia lari dengan keras sekali, hingga kali ini, percuma Kiam Beng mengej ar, tak perduli bagaimana dia pandai berlari cepat, dia tak mampu mencandak lagi , dia tetap ketinggalan beberapa tumbak jauhnya. Dengan tidak merasa, mereka sampai di luar Kota Poo-teng. Di sini, bayangan it u lari masuk ke dalam pekarangan lebar dari suatu gedung besar, yang banyak pepo honannya. Segera bayangan itu menepuk tangan, satu kali. Sambil bersembunyi di b elakang sebatang pohon, Kiam Beng pasang mata. Ia lihat munculnya bayangan yang kedua, siapa lantas saling berbisik dengan bayangan yang pertama. Habis itu, mer eka hampirkan tembok pekarangan, loncat naik ke atas sebuah ranggon kecil. Terang mereka hendak cari tahu keadaan, pikir Kiam Beng, yang lalu maju sedikit, untuk bisa datang lebih dekat kepada mereka itu. Ia terus memasang mata dan kup ing. Ia sembunyi di atas pohon dekat ranggon itu. Anak ayam itu berada di lauwteng ketiga, kata bayangan yang satu. Baharu saja aku tiupkan asap Ngo-kouw Hoan-hoen-hio, sekarang dia tentu sudah pingsan . Kiam Beng dengar kata-kata itu, menjadi gusar dengan tiba-tiba. Ia memang pali ng benci penjahat perugul orang perempuan. Ngo-kouw Hoan-hoen-hio adalah hio, ya ng asapnya bisa menyebabkan orang tak sadar akan dirinya. Tidak tempo lagi, ia k eluar dari tempat sembunyinya dan loncat ke ranggon itu. Dua bayangan itu terkejut dan loncat turun, tetapi jago Thay Kek Pay itu terus susul mereka dengan turun loncat ke bawah, hingga ia bisa datang dekat kepada m ereka itu. Dua-dua bayangan itu memakai topeng hitam, hingga kelihatan saja sepasang mata mereka masing-masing, yang mencorong. Eh, makhluk apa berani campur urusan tuan-tuan besarmu? mereka itu menegur. Ah, kawanan manusia rendah, sampai Teng Kiam Beng kau orang tidak kenali! berser u jago Thay Kek Pay ini. Lihat tanganku! Dua bayangan itu tidak takut, sebaliknya, yang satu mencabut pedang, yang lain mengeluarkan sepasang Poan-koan-pit, yang panjangnya kira-kira tiga kaki, denga n apa mereka mendahului menerjang. Dengan tangan kosong, Kiam Beng lawan dua bayangan itu. Ia tidak takut sekalip un ia tidak bersenjata. Ia lantas berdaya, akan rampas gegaman orang itu. Dua bayangan itu ada liehay, inilah ternyata dari gerak-gerakan mereka. Kiam B eng lihat orang bermula mainkan Tat-mo Kiam-hoat dari Siong Yang Pay, ujung peda ng saban-saban menikam ke arah tempat-tempat kematian. Dan Poan-koan-pit, itu se njata yang mirip dengan pit atau potlot, ujungnya senantiasa mencari satu di ant aranya tiga puluh enam jalan darah yang berbahaya. Ia gunai Khong tjhioe djip pek djim , ilmu dengan tangan kosong melawan senjata tajam, suatu ilmu dari Thay-kek- tjiang, tetapi ia tidak peroleh hasil, tak pernah ia mampu sambar senjata musuh, malah apa yang ia rasai aneh, terang-terang ia bakal tertikam atau tertotok, ti ba-tiba dua bayangan itu tarik pulang senjata mereka, akan ditukar dengan geraka n lain. Hal ini terjadi beberapa kali, hingga ia anggap, orang rupanya jerih ter hadapnya. Ia tidak tahu, coba ia berkelahi dengan satu lawan satu, ia bisa menan g, tetapi ia dikepung dua musuh tangguh, kalau hendak dibikin celaka, ia sudah a kan rubuh siang-siang. Ia tidak pernah menyangka bahwa orang ada kandung suatu m aksud. Pertempuran sementara itu sudah mengagetkan orang-orang di dalam gedung, seger a datang serombongan orang yang bersenjata, yang pun bawa obor dan lentera, beri kut teriakan mereka berulang-ulang: Tangkap penjahat! Tangkap penjahat! Hanya sesu dah datang dekat, mereka tidak berani menyerang, mereka mengurung dari jauh-jauh saja, kecuali dua orang yang dandan sebagai kepala tjinteng, yang satu memegang tumbak, yang lain sepasang golok. Mereka ini tidak punya guna, baharu mereka ha mpirkan kedua bayangan, dua-duanya kena disapu kakinya hingga mereka rubuh terpe ntal! Teng Kiam Beng tidak harap bantuannya sekalian tjinteng itu, dengan sepasang t angan kosong, ia terus layani musuh-musuhnya, hingga mereka telah bergebrak lebi h dari lima puluh jurus. Segera datang satu serangan Poan-koan-pit kepada pundak kanan Kiam Beng, sepas ang senjata itu bergerak dengan berbareng. Guru silat ini mendak, kakinya mengge ser, sebelah tangannya balas menotok, tapi, belum sampai ia peroleh maksud, peda ng menyambar dari belakangnya, hingga ia mesti kelit ke kiri, tubuhnya diputar, dengan begitu ia bisa balas menyerang si pemegang pedang itu, ia mengarah muka. Penyerang itu buang mukanya ke belakang, tubuhnya turut, tapi begitu lekas pin dahkan kaki kanan ke kanan, pedangnya menyabet kakinya orang itu. Ia menyerang s ambil mendekam. Dengan tabah Kiam Beng loncat untuk berkelit. Berbareng dengan itu, si pemegang pedang berseru: Misah! Ini adalah ucapan rahas ia, yang berarti menyingkir . Ia pun terus loncat mundur, akan lari, ke pepohonan y ang lebat, perbuatannya diturut oleh kawannya. Sikapnya dua bayangan itu ada mengherankan, karena dalam pertempuran, mereka m enang di atas angin. Apa yang mengancam mereka ialah rombongannya tuan rumah tet api mereka ini tidak mengurung untuk menyerang. Kiam Beng tidak pikirkan itu, ia hanya maju, untuk mengejar. Ia baharu bergerak atau mendadak beberapa cahaya be rkeredepan dari tempat lebat, menyambar kepadanya. Ia tahu adanya senjata rahasi a, ia berkelit dengan lompat jumpalitan Yan Tjeng Sip-pat-hoan atau Yan Tjeng jumpa litan delapan belas kali , disusul sama Koen tee tong , atau Bergulingan di tanah begit u lekas tubuhnya mengenai bumi. Ia bergerak sangat gesit, tidak urung paha kanan nya toh ketusuk sebatang senjata rahasia, yang membikin ia kaget, karena ia rasa i kakinya jadi kaku dan gatal. Di lain pihak, di detik itu juga, kedua bayangan, yang bertopeng, lenyap di tempat lebat itu. Kejar! Kejar! berulang-ulang berseru kawanan tjinteng, yang aksinya baik, tapi u ntuk nyerbu ke tempat lebat, mereka tidak berani. Seorang berumur kurang-lebih lima puluh tahun, yang dandan sebagai satu saster awan, lantas hampirkan Kiam Beng kepada siapa ia memberi hormat sambil menjura d engan dalam seraya terus mengatakan: Tuan, terima kasih untuk bantuan kau ini, ya ng aku tak nanti lupakan . Kiam Beng lekas-lekas membangunkan orang tua itu. Mari, Tuan, mari mampir! kemudian kata si tuan rumah, yang terus saja pimpin jag o Thay Kek Pay itu, untuk diajak masuk ke dalam, di mana orang melayaninya denga n hormat dan telaten, ada yang suguhi thee, ada yang sediakan hoen-tjwee. Teng Kiam Beng tidak gemar bergaul sama orang-orang sebangsa hartawan ini, set elah hirup thee, ia berniat pamitan, apa mau, baharu saja ia bangun untuk berdir i, tiba-tiba ia rasai kakinya lemas, tanpa ia ingin, ia rubuh sendiri. Untuk bis a bangun, orang mesti pepayang padanya. Sekarang baharu ia insyaf, tadi ia sudah terkena senjata rahasia, terus ia raba pahanya, dari mana ia cabut senjata raha sia itu, yang masih menancap, tatkala ia periksa senjata itu, ia berseru: Oh, Tok -tjie-lee! Karena itu ada senjata rahasia yang dipakaikan racun. Senjata apa itu? Adakah itu berbahaya? tanya tuan rumah yang agaknya kaget. Ini ada senjata rahasia yang dipakaikan racun, sahut Teng Kiam Beng sambil kerut kan alis, air mukanya pucat, suaranya separuh merintih. Di kalangan Kang-ouw, ini ada satu senjata jahat, racunnya ada racun dari Tanah Biauw, atau Sin-kiang, ra cunnya segera bekerja begitu mengenai darah! Luka ini tak dapat disembuhkan kecu ali dengan obat kepunyaan si penyerang gelap sendiri. Rasanya aku tak dapat lagi keluar dari rumah ini . Tuan rumah periksa senjata rahasia itu dan juga lukanya. Tin-djie, pergi lekas ke lauwteng belakang pada Djie-ie-nio! ia berkata. Kau mint a obat Pek-giok Seng-kie Poat-tok-koh, kita nanti coba itu! Kemudian pada Kiam Be ng, ia tambahkan: Di masa muda, aku pernah pangku suatu pangkat kecil di Pakkhia, di sana aku kenal satu thaykam tua siapa presen aku setengah botol kecil obat i tu. Itu ada obat di dalam istana, katanya untuk sembuhkan segala racun atau gigi tan binatang berbisa, juga buat obati luka-luka senjata rahasia.Di istana orang s ediakan obat ini guna berjaga-jaga, kuatir ada penyerangan gelap. Sebegitu jauh aku belum pernah pakai obat ini, sekarang marilah kita coba. Tidak ada jalan, Kiam Beng terpaksa pakai obat itu, hanya aneh, begitu lekas l ukanya dipakaikan kohyo itu, ia merasakan hawa adem, sampai ke hatinya, lalu kak inya itu, ia bisa gerak-gerakkan juga. Sekarang silakan Tuan tinggal sama aku di sini, kemudian tuan rumah berkata pula . Selama racun belum punah semua, Tuan mesti beristirahat di sini, buat beberapa hari, kalau tidak, luka akan kumat lagi dan itulah berbahaya. Kiam Beng tahu liehaynya racun itu, terpaksa ia terima baik undangan itu, untu k mana ia menghaturkan terima kasih. Karena ia tinggal menumpang, lantas ia dapa t tahu, bahwa tuan rumahnya ada Soh Sian Ie, hartawan di Poo-teng, yang punya be berapa ribu bauw sawah. Selama beberapa hari, Kiam Beng dirawat dengan sempurna, tuan rumah senantiasa temani ia, untuk pasang omong, dari ilmu surat sampai segala urusan di Kota Raj a. Ia memang mengerti sedikit tentang syair, sedang sawah ia punyai sejumlah bau w. Ia pun lihat orang itu manis budi. Malah beberapa kali ada orang-orang melara t datang untuk mohon derma, beras, peti mati, dan lainnya, dan semua orang itu d isambut sendiri oleh Sian Ie, yang luluskan semua permintaan. Maka ia percaya, h artawan ini juga budiman. Di hari keempat, setelah sembuh betul, Teng Kiam Beng pamitan, Soh Sian Ie ser ta orang-orangnya antar dia sampai tiga lie, selagi ia mengucapkan terima kasih, , Sian Ie sendiri berulang-ulang panggil dia enghiong besar , tuan penolong yang bai k hati , dan Ini budi besar tidak nanti aku lupakan! katanya. Dia tanya alamatnya, d ia tanya, jago itu suka atau tidak bersahabat sama dia . Tentu saja Kiam Beng menjawab bahwa ia suka bersahabat, karena ia sudah terima budi. Hanya, selagi ia berjalan pulang dengan bersyukur, di rumahnya Soh Sian I e, hartawan itu sendiri lagi duduk berkumpul dalam kamar rahasianya bersama dua orang yang itu malam jadi bayangan dan memakai topeng, yang berpura-pura menjadi penjahat tukang perugul orang perempuan. Karena Soh Sian Ie sedang main sandiwa ra! Dua orang bertopeng itu ada tauw-teng wie-soe , pahlawan kelas satu, dari istana Kerajaan Tjeng. Yang bersenjatakan pedang, Boan Eng Tjin, dan yang pegang Poan-k oan-pit ada Ouw It Gok. Mereka sengaja dipinjam oleh Tjongtok Tee Kie dan Tit-le e, buat jalankan peranan, akan pedayakan Teng Kiam Beng, supaya ahli silat Thay Kek Pay ini bisa ditempel agar nanti tenaganya bisa dipakai oleh negeri guna had api musuh-musuh gelap bangsa Han. Teng Kiam Beng rubuh dalam tipu-daya kita! kata Bong Eng Tjin sambil bertepuk ta ngan dan tertawa gembira. Dia jadi ahli Thay Kek Koen bukan namanya, dia benar-be nar liehay, jikalau bukan kita berdua, dia tak dapat dilayani . Teng Kiam Beng memang bukan orang sembarangan, tetapi ia tak ada di atasan kita , It Gok turut bicara. Coba aku merdeka, akan turuti hatiku, tidak nanti aku tak a da di atasan Kiam Beng, It Gok perkenankan ia berlaku jumawa. Kalau tidak Tee Tjon gtok memesan wanti-wanti, aku pasti bikin dia mampus! Kalau dia mampus runtuhlah daya-upaya kita! Soh Sian Ie tertawa. Laginya, buat ap a menyingkirkan hanya dia seorang? Bukankah kita hendak pakai tenaganya untuk bu yarkan persatuan dari kaum pencinta negeri kalangan Kang-ouw di Shoatang dan Hoo pak ini? Aku kagumi kau orang berdua, terutama kau, Saudara Ouw, karena senjata rahasiamu tepat mengenai anggotanya yang tak membahayakan jiwanya. Sedang kau, S audara Bong, sempurna sekali gunai ilmu pedang Heng Ie Pay dan Boe-kek kiam-hoat yang kau dapat curi pelajari, hingga dengan begitu, kau pasti akan bikin Kiam B eng bingung mengenai boegeemu! Dan aku kagumi kau, Loosianseng! Bong Eng Tjin tertawa pula. Pandai sekali kau de ngan angkatanmu, enghiong besar dan tuan penolong, hingga dia tidak curiga suatu apa terhadap kau, hingga kau sekarang bisa jadi sahabatnya! Tiga orang itu tertawa dengan gembira sekali. Selagi tiga orang beriang-gembira, Kiam Beng sampai di rumahnya dengan tidak l ama kemudian, datang orang-orang menyambanginya, karena selama tiga hari ia leny ap dengan tiba-tiba, orang jadi heran, sibuk dan berkuatir juga, di antara sahab at-sahabat itu ada Tjiong Hay Peng, Kiang Ek Hian dan Koan Ie Tjeng, semua merek a ini menanyakan, apa yang sudah terjadi. Aku telah hadapi orang-orang jahat tidak dikenal, Kiam Beng kata, dan ia tuturka n pengalamannya. Dua orang itu ada liehay sekali, coba bukan aku, tidak saja aku akan cuma terkena senjata rahasia, jiwakupun bisa melayang di tangan mereka, di pedang atau Poan-koan-pit! Mendengar keterangan itu, semua tetamu menjadi heran. Rata-rata mereka itu nya takan bahwa mereka belum pernah dengar perihal dua tjay-hoa-tjat itu penjahat tu kang perkosa orang perempuan. Mereka juga menduga dengan sia-sia belaka. Teng Kiam Beng turut berpikir, ketika mendadak ia tanya Tjiong Hay Peng: Di ant ara murid-murid Heng Ie Pay mu ada atau tidak seorang yang jangkung-kurus, yang pandai mainkan ilmu pedang Boe-kek Kiam-hoat? Tjiong Hay Peng, Ketua dari Heng Ie Pay, terperanjat. Apa? Murid dari Heng Ie Pay? ia tegaskan dengan mata melotot. Belum pernah ada or ang Heng Ie Pay yang jadi tjay-hoa-tjat! Dijawab secara demikian, Kiam Beng terta wa dingin. Ada atau tidaknya muridmu yang jadi tjay-hoa-tjat, aku tidak tahu! katanya. Tapi itu orang bertopeng, yang bersenjatakan pedang dan pakai topeng di waktu melawan aku, terang-terang telah gunai Boe-kek Kiam-hoat! ia berdiam sebentar, lalu ia t eruskan: Bukan melainkan orang itu yang memegang Poan-koan-pit juga gerak-gerakan tubuh seperti pelajaran golonganmu! Dalam sengitnya, Kiam Beng sudah utarakan juga sangkaan belaka. Tjiong Hay Peng jadi sangat gusar, sehingga ia keprak meja. Teng Kiam Beng, terang kau sengaja memfitnah aku! ia berseru. Kiam Beng pun gusar. Aku melihat dengan mata sendiri, bagaimana itu bisa jadi keliru? ia membalik. Hm, kalau tidak tangan kosongku ini yang liehay, siang-siang aku telah mesti tewas di tangan mereka! Melihat kedua pihak telah jadi sangat panas, yang lainnya maju sama tengah, un tuk menyabarkan mereka. Tjiong Hay Peng tidak puas. Aku akan segera membikin penyelidikan! kata Ketua Heng Ie Pay ini dalam murkanya . Aku nanti segera kirim kabar pada semua muridku, pada sahabat-sahabat juga, jik alau ada muridku yang berbuat jahat, atau memperkosa orang perempuan, aku nanti kutungi tubuh mereka jadi delapan potong dan tikamkan mereka tiga lobang! Kalau tidak, kau mesti haturkan maaf pada Heng Ie Pay dengan adakan perjamuan! Setelah kata begitu, jago Heng Ie Pay ini lantas ngeloyor pergi. Demikianlah sebab-sebab permulaan dari perselisihan antara Kiam Beng dengan Tj iong Hay Peng, orang-orang lain tak dapat menghindarkannya. Selama itu, persahabatan antara Kiam Beng dan Soh Sian Ie menjadi tambah kekal setiap hari, karena hampir setiap hari Sian Ie kirim orangnya untuk menyampaika n bingkisan apa saja atau dia diundang untuk dijamu. Lioe Kiam Gim lihat sikapnya itu saudara angkat, ia pernah berikan peringatan atau nasihat, ia minta saudara ini waspada, agar dia tak sampai terjebak. Ia kat a: Keluarga Soh ada hartawan dari Poo-teng, orang sebangsa dia yang budiman sukar dipatinya, sebaliknya kita orang Kang-ouw, kita biasa tolong si lemah yang tida k berdaya, cara bagaimana kita boleh bersahabat sama dianya? Saudara, aku harap karena sikapmu ini, jangan kau terbitkan kerenggangan di antara kita kaum Kang-o uw! Kau terlalu kukuh, Saudaraku! Kiam Beng sahuti saudaranya itu. Keluarga Soh betul -betul dermawan! Mustahil di antara mereka itu benar-benar tidak ada yang hatiny a suci-murni? Selang beberapa hari, Soh Sian Ie bikin pesta shedjit, atau ulang tahun yang k e-51, pesta dirayakan di dalam taman bunga, selagi pesta berjalan, hartawan inip un membagi amal, pada orang-orang tua yang melarat: yang berumur lima puluh lebi h mendapat dua tjhie perak, siapa berumur enam puluh lebih, didermakan lima tjhi e, dan siapa berumur di atas tujuh puluh, memperoleh satu tail perak. Kiam Beng saksikan amal orang itu, maka sepulangnya dari pesta, ia kata kepada Kiam Gim: Kau lihat, kalau dia ada markis, bagaimana dia bisa begitu dermawan te rhadap orang-orang tua miskin itu, yang malah ia sangat hormati? Kiam Gim tidak mau bantah saudara muda itu, tapi selang tiga hari, dia hampirk an soetee itu seraya bawa satu bocah umur enam atau tujuh tahun, dengan sikap be da dari biasanya, ia kata: Soetee, sejak kecil kau hidup dalam keluarga yang bera da, kau tidak kenal kesengsaraannya orang miskin! Kau lihat ini bocah, kau tahu dia siapa? Dia ini adalah bocah yatim-piatu dari kuli taninya Soh Sian Ie! Ayahn ya garap tiga bauw sawahnya Soh Sian Ie, syukur buat ia, kalau dia sanggup memba yar cukai saja. Lagi tahun yang sudah, karena musim paceklik, ayahnya terpaksa p injam sepuluh tail perak dari Soh Sian Ie, bunganya begitu berat, belum satu tah un, jumlah itu naik jadi lima puluh tail. Mati daya, ayah itu telah gantung diri hingga binasa. Sudah begitu, rumahnya yang bobrok pun disita Soh Sian Ie, karen a rumah itu adalah milik pertanggungan. Dia ini sudah tidak punya ibu, maka itu, sebab tidak punya tempat bernaung lagi, aku bawa ia pulang. Ini adalah kejadian yang aku kebetulan dapat tahu, entah berapa banyaknya yang di luar tahu kita! Kiam Gim berhenti sebentar, lalu ia tambahkan: Apakah Soetee ketahui, bagaimana Keluarga Soh itu dirikan rumah tangganya yang mewah? Dia sudah berkongkol sama pembesar-pembesar negeri, dia telah selundupkan candu, setelah punya banyak uang , ia beli pangkat, ia memangku jabatan, hingga kembali ia bisa kumpulkan banyak uang, buat dipakai beli sawah dan kebun, hingga kekayaannya jadi bertambah-tamba h. Ia bisa dapatkan nama dermawan karena kecerdikannya, karena ia keluarkan sedi kit uang, seperti buat betuli jembatan atau jalan besar, atau ia mengamal pada o rang-orang tua melarat! Apa artinya akan dermakan sedikit uang kalau di lain pih ak, dengan sedikit uang, ia coba mengamal untuk kelabui orang banyak? Memang Soh Sian Ie tidak menagih sendiri uang atau hasil uang yang dipinjamkannya dan uang sewaan tanahnya, diapun tidak aniaya kuli-kuli taninya, ia boleh bersikap sebag ai orang budiman, tetapi orang-orangnya atau gundal, mereka ini bersikap sangat telengas dan kejam! Bukti atau keterangan yang dimajukan soeheng ini ada kuat, walaupun demikian, Kiam Beng anggap saudaranya telah terlalu bersikap keras, hingga Kiam Gim jadi k ewalahan, ia pulang dengan ajak itu bocah yatim-piatu, yang ia jadikan muridnya dan rawat dengan baik, hingga di belakang hari, bocah ini jadi muridnya yang ter pandai. Lewat setengah bulan sejak Tjiong Hay Peng pulang dengan ngambek, guru-guru si lat dan piauwsoe dari Kota Poo-teng kesohor telah terima undangan dari jago Heng Ie Pay itu, untuk hadirkan suatu pesta perjamuan. Kiam Beng pun terima undangan . Ia menyangka buahnya tuduhan terhadap orang she Tjiong itu, meskipun demikian, ia kirim balasannya, dan di harian pesta, ia datang bersama beberapa sahabatnya . Setelah pertemuan dimulai, Tjiong Hay Peng angkat bicara. Aku tidak punyai kepandaian suatu apa tetapi aku toh ditugaskan untuk memimpin kaumku Heng Ie Pay, demikian katanya. Dengan sebenarnya, aku tidak sanggup pegang pimpinan, maka syukur Heng Ie Pay mempunyai aturan-aturan yang dipegang keras, y ang pun ditaati oleh kaum kita. Begitu sejak pegang pimpinan, kaum kita belum pe rnah lakukan apa-apa yang mendatangkan malu bagi Heng Ie Pay, sedang terhadap ka um Kang-ouw, kita semua bisa hidup damai. Maka sayang sekali, pada setengah bula n yang baru lewat, karena kejar tjay-hoa-tjat, Toako Teng Kiam Beng, sudah kena dilukai dan dihinakan orang dan dalam hal itu, ia menuduh kita Kaum Heng Ie Pay. Seperti aku sudah janji, aku sudah lantas bertindak, akan cari tahu tuduhan itu . Tentang kedua tjay-hoa-tjat, aku tidak dengar suatu apa, tetapi dari berbagai pihak kaumku, aku telah terima laporan, tidak ada orangku yang main gila. Di Kot a Poo-teng sendiri, Teng Toako mestinya percaya aku, tapi sebaliknya ia sangsika n kejujuranku. Di sebelah itu, mestinya percaya tidak nanti ada muridku, atau cu cu muridku, yang punya kepandaian akan pecundangi ahli waris dari Thay Kek Pay, meskipun dengan cara curang! Oleh karena itu sekarang aku adakan pertemuan ini u ntuk bersihkan diri, guna minta Teng Toako menghaturkan maaf kepada pihakku! Teng Kiam Beng tercengang atas ucapan tajam dari Tjiong Hay Peng. Memang, itu adalah hebat. Kalau ia tetap sangka Hay Peng, itu membuktikan Heng Ie Pay, itula h terlebih celaka pula, karena ia kena dirubuhkan oleh angkatan muda Heng Ie Pay . Meskipun demikian, ia toh tidak gampang-gampang hendak menyerah kalah. Kau menyangkal, kau punya bukti-buktinya, ia kata kemudian. Tapi aku, aku telah s aksikan sendiri bagaimana orang telah bersilat dengan caranya Heng Ie Pay dan Bo e-kek Kiam-hoat. Pendeknya, kecuali dua orang bertopeng itu dapat ditangkap, unt uk dihadapkan ke muka kita beramai, aku tak sudi menghaturkan maaf! Mendengar demikian, dengan tidak buka lagi baju luarnya yang gerombongan, Tjio ng Hay Peng hampirkan Teng Kiam Beng, sembari angkat kedua kepalannya, untuk mem beri hormat, ia kata: Kalau tetap Teng Toako tidak niat haturkan maaf, baiklah ki ta turut saja aturan umum, aku mohon pengajaran dua-tiga gebrak dari kau! Itu ada tantangan untuk pieboe, adu kepandaian. Kalau Tjiong Toako berniat berikan pengajaran padaku, mustahil aku berani tak t erima! kata Kiam Beng sembari tertawa jumawa. Tapi, belum ia tutup mulutnya, tang annya Tjiong Hay Peng sudah bergerak, menyerangnya. Semua tetamu lain jadi terperanjat, mereka tidak sangka, pertempuran sudah lan tas dimulai secara demikian getas, hingga mereka tak sempat lagi malang di tenga h. Tjiong Hay Peng mulai dengan Tok pek Hoa San atau Dengan sebelah tangan membelah Gunung Tay San . Adalah kepalan kanannya, yang mengarah batok kepalanya Teng Kiam Beng. Kiam Beng elakkan kepalanya sambil lompat ke samping kiri, tapi dari sini, sam bil putar sedikit tubuhnya, ia mendesak dengan tangan kanan melintang sebagai an caman dan tangannya kiri menyerang pundak lawan. Hay Peng turuti geser tubuh. Dengan Lek tok tjian kim , atau Tenaga melawan seribu kati , ia singkirkan tangan kanan lawan, lalu dengan membarengi, ia sodok iga kan annya Kiam Beng dengan kepalan kirinya. Dengan Tjiam liong tjhioe , atau Tangan menabas naga , Kiam Beng babat lengan orang yang menyerangnya. Ini adalah tangkisan yang berupa serangan yang berbahaya seka li. Dalam saat yang hebat itu, selagi kedua tangan hampir kebentrok satu dengan la in, tiba-tiba seorang lompat kepada mereka, nyelak sama tengah, kedua tangannya dipakai menangkis dua-dua serangan. Tangkisan ini ada berbahaya tetapi pun hebat, kapan tangannya kedua lawan bent rok dengan dua tangannya ini orang ketiga, mereka pada mundur sendirinya. Tjiong Hay Peng menjadi gusar setelah ia kenali orang yang nyelak sama tengah itu iala h Lioe Kiam Gim, soeheng dari Teng Kiam Beng, karena ia lantas sangka, soeheng i ni niat bantui soeteenya, akan tetapi, sebelum ia sempat bertindak apa-apa, Kiam Gim sudah mendahului menjura terhadap dia, dengan suara nyaring, orang she Lioe ini kata: Kita Kaum Thay Kek Pay belum lakukan pembukaan secara resmi di Kota Po o-teng ini, kita belum punya murid yang menjadi ahli waris kaum kita, maka itu s ekarang aku, sebagai soeheng dari Teng Kiam Beng, aku wakilkan golonganku akan m enghaturkan maaf pada Tjiong Hay Peng dari Heng Ie Pay! Pernyataan Lioe Kiam Gim itu bikin suasana jadi reda dengan sekejab. Tjiong Hay Peng lantas membalas hormat sambil ucapkan kata-kata merendah. Kenapa Ketua dari Heng Ie Pay berbuat demikian? Itulah pertama karena Kiam Gim punya sikap laki-laki, sedang tadinya, dia memang hargai orang she Lioe itu, da n kedua, itu ada cara pemecahan yang ia memang inginkan, karena dengan begitu, m ukanya Kaum Heng Ie Pay menjadi terang pula. Sebagai soeheng, Kiam Gim berhak be rtindak secara demikian. Tepat, Lioe Lauwtee, Kiang Ek Hian dari Bwee Hoa Pang berseru. Bagus sekali tinda kan kau ini! Sebenarnya, urusan ini kecil sekali dan tidak ada harganya untuk di perbesar. Kiam Beng bilang, dua binatang itu pergunakan Boe-kek Kiam-hoat, aku p ercaya kebenarannya itu. Memang, di antara orang-orang Kang-ouw, suka ada mereka yang curi beberapa jurus ilmu silat orang dan dua binatang itu, entah dari mana mencaploknya! Saudara Kiam Beng belum pernah yakinkan Heng Ie Pay, bisa sekali dia kena dikelabui, hingga ia keluarkan tuduhannya. Dan Tjiong Lauwtee, bisa dim engerti yang dia jadi tidak senang karena tuduhan itu mengenai kehormatan dia pu nya golongan. Di mana perdamaian telah didapat, baik hal ini tidak dibuat ganjel an, hanya mari, bersama-sama kita lanjutkan usaha kita akan cari tahu siapa adan ya dua binatang itu! Saudara-saudara, hayo kita minum! Dan Kiang Ek Hian padukan cawannya Kiam Beng dan Hay Peng. Jago she Kiang ini menduga benar dengan kata-katanya itu, karena betul, dua or ang bertopeng itu gunakan beberapa jurus tipu-silat curiannya. Biarpun perdamaian telah didapat, tampangnya Teng Kiam Beng masih pucat, sakin g tidak puas. Ia ada ahli waris dari Thay Kek Pay, sekarang soehengnya wakilkan ia menghaturkan maaf, inilah yang ia sangat tidak setujui. Ia pun masih mendongk ol karena Tjiong Hay Peng berlaku galak demikian terhadapnya di depan sekian ban yak tetamu. Ia anggap bahwa ia sudah kena dibikin rubuh. Hanya, karena orang ban yak anggap pemecahan itu ada tepat, terpaksa ia tutup mulut. Sejak itu, perhubungan di antara Kiam Beng dan Hay Peng jadi renggang sendirin ya, malah persahabatannya dengan yang lain-lain juga jadi semakin tawar, tetapi di sebelah itu, pergaulannya dengan Soh Sian Ie jadi bertambah rapat, setiap dua atau tiga hari, mesti ada orangnya Keluarga Soh yang datang kepada Kiam Beng, a tau Sian Ie sendiri yang datang berkunjung, untuk pasang omong. Soh Sian Ie cerd ik sekali, kalau dia dengar Kiam Beng utarakan mendongkolnya pada Hay Peng, ia j awab dengan ringkas: Mengenai kau orang kaum Rimba Persilatan, aku tidak berani o mong suatu apa . Akan tetapi, pada suatu hari, selagi mereka bicara dengan asyik, sekonyong-kon yong Soh Sian Ie tanya: Lauwhia, namanya ilmu silat Thay Kek Pay ada sangat kesoh or, kenapa di Poo-teng sini, Lauwhia tidak mau resmikan adanya golonganmu? Kiam Beng manggut-manggut waktu ia menjawab: Sebenarnya aku telah pikirkan itu hanya sekarang belum sampai waktunya. Aku masih mesti merantau, akan cari pengal aman. Aku membutuhkan dasar yang kuat betul sebelumnya aku angkat diri. Begini j uga ada pikiran soehengku, yang ingin kita tidak bertindak secara sembrono. Soh Sian Ie tertawa berkakakan atas keterangan itu. Tetapi peribahasa mengatakan: Macan tutul mati meninggalkan kulit, manusia mati meninggalkan nama! katanya. Lauwhia ada turunan sah dari Thay Kek Pay, sudah seha rusnya Lauwhia angkat diri, guna wakilkan leluhur, supaya Thay Kek Pay ada ahli warisnya, supaya sekalian leluhurmu itu pun bisa dimuliakan namanya. Harus diaku i, bahwa soehengmu ada kesohor jujur dan namanya terjunjung, tetapi biar bagaima na, ia tetap ada orang luar, ia tak dapat menjadi anak berbakti atau cucu bijaks ana . Teng Kiam Beng ketarik hatinya mendengar kata-kata yang beralasan itu. Kalau T hay Kek Pay mesti punyai tjiang-boen-djin, ahli waris yang menjadi ketua golonga n, orang yang sah untuk itu adalah dia sendiri. Kiam Gim ada soeheng tetapi ia d ari lain she, kecuali bila sudah tidak ada turunan dari Keluarga Teng. Demikian, dengan tidak pikir panjang lagi, ia lantas turut sarannya Soh Sian Ie. Untuk in i, Sian Ie membantu banyak sekali, dengan tenaga, dengan uang, dan dengan pengar uh pembesar negeri, malah dengan angkat juga orang she Teng ini menjadi penasiha t ilmu silat, atau Kok-soet Kouw-boen, dari Istana Tjongtok dari Tit-lee. Kiam B eng coba tampik keangkatan itu, tetapi ia semakin hargakan Sian Ie sebagai sahab at yang jujur dan setia. Mengenai tindakannya Kiam Beng yang angkat diri jadi tjiang-boen-djin dari Tha y Kek Pay, golongan ahli silat lainnya tidak ada yang taruh perhatian besar, sed ikit sekali kaum Rimba Persilatan yang kunjungi dia, buat memberi selamat atau m engutarakan pujian, malah Lioe Kiam Gim sendiri, nampanya tidak ada perhatiannya , saudara ini tidak bilang suatu apa. Hanya pada suatu malam malaman besoknya so etee ini hendak resmikan pendiriannya Lioe Kiam Gim datang dengan tiba-tiba. Sau dara ini ada gendol satu pauwhok kecil, di pinggangnya tergantung pedangnya, den gan air muka sungguh-sungguh yang tercampur kemasygulan, dia berkata: Soetee, aku kasih selamat pada kau karena kau hendak angkat namanya kaum kita. Mengenai tin dakanmu aku tidak bisa bilang suatu apa. Seperti Soetee ketahui sendiri, aku dip iara dan dididik Soehoe sampai aku berusia dewasa, budinya Soehoe tak dapat aku lupakan. Hanya, mengenai kau ini, aku hendak sampaikan anggapan umum terhadapmu. Kau dianggap sudah nanjak ke cabang yang tinggi karena kau andali pengaruh pemb esar negeri, karena kau berniat menjagoi sendiri. Aku tidak percaya omongan oran g itu, aku percaya kau bukan bangsa penjilat dan jumawa, tetapi aku toh ingin se kali, janganlah kau kasih dirimu diangkat-angkat hingga kau jadi tersesat, lupa pada diri sendiri! Aku pun hendak beritahukan padamu, mendirikan kaum sendiri bu kan pekerjaan gampang. Buat terima murid, akan angkat diri jadi soehoe, kau mest i ber-hati-hati, kau mesti jaga jangan sampai kau dipermainkan oleh murid yang b uruk, sebab bisa jadi ada bangsa kurcaci, yang nanti datang buat berguru pada ka u, lalu di belakang hari, dia cemarkan nama perguruan. Aku kuatirkan ini, dari i tu, aku minta kau waspada. Soetee, bukankah dulu kau pernah tanya aku, aku sudi atau tidak menjadi tjiang-boen-djin akan gantikan kedudukan Soehoe? Pasti sekali aku tidak berani terima itu, kesatu aku belajar belakangan dari kau, kedua suda h seharusnya sebagai anak, kaulah yang mewariskannya. Di sebelah itu kau ketahui sendiri, aku jadi soeheng pun disebabkan usiaku lebih tua dua tahun daripadamu. Soetee, mengenai kita, paham di antara kaum Kang-ouw mesti ada kekeliruannya, a pabila aku tetap berdiam di sini, itu bisa jadi lebih hebat pula, maka itu, seka rang juga aku hendak pulang ke Shoatang. Gelombang di kalangan Kang-ouw, aku tel ah rasai cukup, dari itu aku pikir baiklah aku pulang ke kampungku, akan beristi rahat. Soetee, sampai di sini saja, aku berangkat! Baharu Kiam Beng hendak mencegah, atau soeheng itu sudah meloncat untuk pergi dengan cepat. Tapi ia coba menyusul. Justeru itu, kelihatan Kiam Gim balik pula seraya terus kata: Barusan aku lupa kasih tahu sepatah kata pada kau, yaitu untuk selanjutnya kau jangan cari persetorian pula! Habis itu, soeheng ini kabur pula, tanpa sang soetee dapat candak ia. Hingga soetee ini kembali masygul. Sejak angkat diri menjadi tjiang-boen-djin dari Thay Kek Pay, setelah berselan g dua puluh tahun, di sebelah namanya jadi tambah kesohor, Teng Kiam Beng juga b isa bawa diri, jarang ia mencoba-coba kepandaian orang lain. Akan tetapi, di sam ping itu, pergaulannya sama Soh Sian Ie terus bertambah rapat, malah kemudian, i a bergaul juga sama pembesar-pembesar negeri. Di sebelahnya Kiam Beng, Lioe Kiam Gim pulang ke Shoatang dan terus menikah. K iam Beng sendiri sudah menikah, dengan nona yang dipilih oleh ayahnya. Isterinya Kiam Gim ada Lauw In Giok, gadisnya Lauw Tian Peng dari Kaum Ban Seng Boen. Ia tinggal bersama isterinya, di rumah mertuanya, di dalam Dusun Kim Kee Tjoen di K ho Kee Po, yang berada di perbatasan Hoopak. Dua puluh satu tahun telah lewat se jak Kiam Gim beristirahat, selama itu, ia telah punyakan tiga murid, sedang muri dnya yang kepala adalah Law Boe Wie, itu bocah yatim-piatu anak petaninya Soh Si an Ie di Poo-teng. Nama Boe Wie ini, Kiam Gim yang sengaja berikan, artinya: jan gan takut. Dia toh anak yang dipungut dari dunia kesengsaraan. Boe Wie sudah mer antau sejak delapan tahun yang lalu. Di dalam tiga tahun yang pertama, masih ada kabar-ceritanya, tapi selanjutnya, setelah terkabar bahwa ia menuju ke Liauw-to ng, ia seperti lenyap, sia-sia saja gurunya coba cari tahu tentang dia. Muridnya Kiam Gim yang kedua ada Yo Tjin Kong, dia diperkenalkan oleh pihak La uw, pihak mertuanya. Diapun pernah merantau tetapi lebih banyak berdiam di rumah . Murid ketiga adalah si anak muda yang kita kenal dalam pasal pertama, yaitu Tj oh Ham Eng, yang lagi berlatih silat sama Lioe Bong Tiap, puteri satu-satunya da ri Lioe Kauwsoe. Ham Eng adalah anak nomor tiga dari Toa-kauwsoe Tjoh Lian Tjhon g, yang ada sahabat kekal dari Kiam Gim, siapa percayakan anaknya kepada ahli si lat Thay Kek Pay itu. Ia adalah satu anak yang baik dan disayang oleh gurunya. Demikian, Kiam Gim tidak hidup kesepian bersama dua murid dan satu puterinya i tu. Begitulah, dua puluh satu tahun telah lewat tanpa terasa, sampai hari itu mend adak Lioe Kiam Gim kedatangan Kim Hoa, murid kepala dari Teng Kiam Beng. Kim Hoa ini murid yang datang belajar sesudah ia sendiri mengerti silat, maka itu, ia t erlebih tua daripada murid-muridnya Kiam Gim. Dan ia datang membawa kabar yang p enting dan hebat, yang menyebabkan soepehnya kaget. Eh, Kim Hoa, kenapa perkara jadi hebat begini? tanya Kiam Gim kemudian. Dari mana munculnya barang upeti itu? Kenapa perampasan terjadi di Djiat-hoo? Kenapa guru mu boleh menyangka kepada Tjiong Hay Peng dari Heng Ie Pay? Hayo kau cerita biar jelas, dalam suratnya ini, gurumu suruh aku tanyakan keteranganmu saja . Lioe Bong Tiap sangat ketarik hatinya, hingga ia campur bicara. Tapi, Ayah, coba kasih tahu lebih dahulu, apa soesiok bilang dalam suratnya? tan ya ia. Kiam Gim suka jawab anaknya itu: Menurut soesiokmu, katanya, seraya letakkan suratnya Kiam Beng, pada sebulan bers elang, soesiokmu mengantarkan barang upeti ke Djiat-hoo, untuk disampaikan kepad a Istana Lie Kiong di Sin-tek, tetapi belum sampai di Sin-tek, baharu sampai di luar Kota Hee-poan-shia, gangguan sudah datang. Kota Hee-poan terpisah kira-kira dua ratus lie dari Sin-tek, dan tempat kejadian itu ada kira tiga puluh lie dar i Kota Hee-poan itu. Perampasnya adalah seorang tua dengan lidah Liauw-tong, yan g datang bersama sejumlah muridnya. Soesiok coba susul mereka sampai di tempat y ang dinamakan Sha-tjap-lak Kee-tjoe, di sana orang tua itu dan rombongannya bisa melenyapkan diri secara tiba-tiba. Tidak lama sekembalinya soesiokmu ke Poo-ten g, dia lantas terima surat pengumuman kaum Kang-ouw, yang ingin usir dia dari Po o-teng! Yang hebat adalah bendera Thay-kek-kie dari Golongan Teng Pay, atau Thay Kek Piauw, sudah kena dirampas oleh perampas itu! Entah orang dari golongan man a, yang sudah datang menerbitkan gara-gara itu! Apa yang terjadi di Hee-poan, siauwtit tidak lihat sendiri, Kim Hoa menambahi so epehnya itu. Ketika itu, siauwtit tidak turut. Soehoe ajak djie-soetee dan sam-so etee serta dua boe-soe, guru silat, untuk temani dia. Mengenai barang upeti itu, ceritanya panjang. Bukankah Soepeh masih ingat itu orang yang bernama Soh Sian Ie, yang sering kunjungi Soehoe? Dia sekarang sudah berumur tujuh puluh lebih, d an selalu keram diri dalam rumahnya, akan icipi keberuntungannya orang hidup mew ah, hingga ia jarang datang pula kepada Soehoe. Anaknya Soh Sian Ie yang ketiga, namanya Tjie Tiauw, yang kerja dalam kantor Tjongtok. Dia ini pada suatu hari d atang pada Soehoe, buat minta Soehoe pergi lindungi barang upeti kepunyaannya Tj ongtok, buat di bawa ke Istana Raja di Sin-tek. Ini tahun, seperti biasanya Raja pergi ke Sin-tek untuk menyingkir dari musim panas di Kota Raja, untuk sekalian berburu di musim rontok. Di Sin-tek, Raja Boan ada punya satu daerah hutan yang besar, piranti raja berburu. Pemburuan inipun ada satu ketika untuk raja-raja B oan berlatih menunggang kuda dan memanah. Sebenarnya Tjongtok serahkan tugas kep ada Soh Tjie Tiauw, untuk antar upeti itu, tetapi Tjie Tiauw, dengan pakai nama ayahnya, sudah minta pertolongan Soehoe . Selagi Kim Hoa baharu bicara sampai di situ, tiba-tiba Lioe Kauwsoe angkat kep alanya dengan mata mendelik, dengan bengis, ia berseru: Sahabat baik, turunlah! Menyusul seruan itu, dari atas sebatang pohon, meloncat turun seorang, yang tu buhnya melayang. Dan menyusul turunnya orang itu, Kim Hoa di kiri sudah lantas l ompat menyerang dengan tiga buah Kim-tjhie-piauw, tapi yang dipakai ada Lauw Hay say kim tjhie atau Lauw Hay menyebar uang emas , tiga batang piauwnya menyambar keti ga jurusan, atas, tengah dan bawah. Orang itu bertubuh sangat gesit, dengan gerakan Yan tjoe tjoan in atau Walet temb usi mega , ia loncat tinggi dua tumbak, dengan begitu, ia meloloskan diri dari dua piauw, sedang piauw yang ketiga, ia jejak dengan kakinya, hingga piauw itu jatu h ke tanah! Nyata, dia pakai sepatu besi! Kim Hoa, yang menyerang, datang terlebih lambat daripada ketiga piauw, dengan T jin pouw tjit seng atau Tindakan tujuh bintang , tangan kanannya membabat kedua kaki orang itu. Cepat luar biasa, sambil membungkuk, orang itu tangkis serangan berbahaya ini, kemudian, sebelum Kim Hoa sempat ubah jalan persilatannya, ia mendahului lompat jumpalitan tinggi, akan turun di belakangnya orang itu maka itu, Kim Hoa segera putar tubuhnya, lalu dengan Tek seng hoan tauw , atau Mengambil bintang untuk menuk ar bintang , ia menyerang dengan berbareng, tangan kanan ke arah embun-embunan, ta ngan kiri ke arah dua mata. Gesit luar biasa orang itu kelit tubuhnya, tapi sekarang sambil berseru: Tahan! Tahan! Aku ada murid Heng Ie Pay yang ingin bertemu sama Lioe Tjianpwee! Kim Hoa tidak sempat menunda penyerangannya, ia merangsek dengan gencar, atas mana orang itu bela diri dengan gerak-gerakan ilmu silat Heng Ie Pay yang dia se butkan. Berhenti! Lioe Kiam Gim berseru! Kim Hoa hentikan penyerangannya dengan lantas, atas mana orang itu lantas saja menjura di hadapan guru silat itu seraya mengucapkan bahwa ia, orang yang terle bih muda tingkatannya, menghormati orang yang terlebih tua derajatnya itu. Lioe Kiam Gim menghampiri sambil empos semangatnya dengan Thay kek seng liang g ie atau Thay-kek menciptakan im dan yang , ia ulur kedua tangannya mencekal kedua ba hunya orang itu yang ia angkat seraya berkata: Silakan bangun! Silakan bangun! Enteng tampaknya, tubuh orang itupun telah terangkat naik. Lantas orang itu perkenalkan diri sebagai Ong Tjay Wat, keponakan murid dari T jiong Hay Peng dari Heng Ie Pay, kemudian dengan cara merendah tapi pun mengandu ng kejumawaan, ia kata: Soesiokku dengar Lioe Lootjianpwee hendak campur tahu uru san ini, dari itu sengaja dia utus aku untuk menyampaikan kata-kata bahwa, kalau Lootjianpwee hendak mengulurkan tangan, seharusnya kita orang undurkan diri, ha nya mengingat yang soeteenya Lootjianpwee sudah mengekor pada pembesar negeri, h ingga dia melupai kehormatan kaum Kang-ouw, Soesiok percaya, Lootjianpwee pastin ya tidak akan suka turut kecipratan air butek. Tapi, andaikata Lootjianpwee hend ak mengulur tangan juga, maka apabila di belakang hari ada terjadi suatu apa, ha rap Lootjianpwee tidak sesalkan kita! Lioe Kiam Gim tidak jadi gusar karena ucapan itu, di lain pihak dia tanya Ong Tjay Wat tentang keadaan Tjiong Hay Peng selama belakangan ini, perihal lain-lai n jago Heng Ie Pay itu, tentang kebahagiaannya Tjay Wat sendiri, hingga Tjay Wat jadi bingung sendiri karenanya. Dalam terdesaknya, Tjay Wat sampai cuma bisa ka ta: Lootjianpwee, aku mengharap sepatah kata balasan dari kau . Jangan kesusu, jangan kesusu! Kau datang dari tempat jauh, biar bagaimana aku mesti minta kau beristirahat di sini untuk satu malam, besok aku temani kau mengunjungi soesiokmu. Maafkan aku, Lootjianpwee, tapi aku masih punya lain urusan penting untuk mana aku mesti segera berlalu dari sini, Ong Tjay Wat tetap menolak. Kalau begitu, kata Lioe Kauwsoe dengan sungguh-sungguh, tolong kau sampaikan pada Tjiong Soehoe, pasti sekali aku si orang she Lioe nanti bertindak dengan ikuti tata tertib kita, kaum Kang-ouw! Lantas jago tua ini antar tetamunya keluar, kemudian sekembalinya ke dalam, ia tanya muridnya: Kau orang lihat, apakah benar-benar dia dari Heng Ie Pay? , Dia ada dari Heng Ie Pay, sahut Tjin Kong, sedang Kim Hoa bilang: Aku dengar dia s erukan berhenti, tapi aku sengaja masih serang dia, dengan begitu, bukan maksudk u akan tempur terus adanya. Menurut aturan, memang aku mesti lantas berhenti men yerang. Karena ia sebut diri dari pihak Heng Ie Pay, aku jadi hendak mencoba ter lebih jauh.Dari gerak-gerakannya itu, dia benar dari Heng Ie Pay. Selagi Soemoay dan Kim Soeheng menyerang, aku sengaja tidak turut ambil bagian, Yo Tjin Kong tambahkan, dengan begitu, aku hendak saksikan gerak-gerakannya. Gera kan tubuhnya enteng, kelitannya, tangkisannya, semua ada dari Heng Ie Pay. Kenap a Soehoe menanyakan ini? Apakah Soehoe dapat lihat apa-apa yang luar biasa? Lioe Kiam Gim urut-urut kumis-jenggotnya, ia bersenyum. Memang tidak gampang untuk melihat dasar ilmu silat orang, ia menyahut.- Siapa per oleh ilmu curian sekedarnya, dia memang bisa gunai itu untuk bertempur, hanya ca ra menggunakannya tak leluasa seperti ilmu silat kaumnya sendiri. Untuk melihat itu, kita mesti guna. tempo ketika ia sedang terdesak, itu waktu akan terbukti k etangkasannya. Tadi dia didesak oleh Kim Hoa, sehabis dia elakkan piauw dari Tia p-dj ie. Dia elakkan diri bukan dengan tipu Heng Ie Pay, hanya dengan tipu berke litnya Gak Kee Koen, dari Kaum Keluarga Gak. Piauw dari Tiap-djie tak dapat dicela , cuma masih kurang latihan dan pengalaman, siapa sempurna ilmu kegesitannya Keng kong tee tjiong soet , ia bisa egos tubuhnya dengan gampang. Aku pun sangsikan di a selama aku angkat dia bangun . Kim Hoa berempat berdiam.Mengenai soal ini, tentu saja mereka punya pengetahuan atau pengalaman masih sangat kurang. Besok aku turut kau pergi ke Poo-teng, kemudian Lioe Loo-kauwsoe kata kepada kep onakan muridnya, setelah ia berdamai sama anak dan murid-muridnya. Aku lihat, soa l ini sulit sekali. Umpama kaum Kang-ouw musuhkan gurumu karena gurumu mengekor pada pembesar negeri, aku nanti coba datang sama tengah, untuk mengakurkannya. S ama-sama kaum Rimba Persilatan, tak boleh kita orang saling bentrok. Sudah lama aku undurkan diri tetapi aku percaya, Tjiong Hay Peng beramai nanti masih sudime mandang kepadaku. Lioe Kiam Gim buktikan kata-katanya ini pada besok paginya. Ia berangkat bersa ma Kim Hoa sesudah pesan murid-muridnya akan baik-baik berdiam di rumah. Lioe To anio, Lauw In Giok antar suaminya sampai di luar rumah. Kiam Gim pergi dengan ha ti tetap, sebab ia percaya, isterinyaakan sanggupjaga rumah, sedang Yo Tjin Kong sudah wariskan kepandaiannya tujuh atau delapan bagian. Dan Ham Eng dan Bong Ti ap, sekalipun belum sempurna, mereka rasanya sudah bisa bantu In Giok dan Tjin K ong. Tak pemah ia sangka bahwa ombak bakal bergelombang hebat! II Sejak berangkatnya Lioe Kiam Gim, Lioe Toanio mesti wakilkan suaminya mengurus seantero rumah tangga. Di bagian luar, Yo Tjin Kong bantu soebonya. Si nona kec il, Bong Tiap, setiap hari berlatih atau bermain-main saja sama Ham Eng, sam-soe hengnya, tapi sekarang mereka jadi terlebih binal , hingga leluasa sekali mereka pe rgi ke hutan mengacau sarang burung atau ke muara akan main perahu. Toanio dan T jin Kong mengantapkan saja, Cuma kadang-kadang mereka merasa sedikit kuatir. Setelah ia sekarang berusia delapan belas tahun. Ham Eng suka merasa kehilanga n apabila untuk sedikit waktu dia tidak lihat atau berkumpul sama Bong Tiap, sem entara si nona tetap merasa merdeka, tidak pernah dia merasa likat, malah ada wa ktunya dia tepuk si suheng apabila si suheng bengong sambil berkata, Eh, eh, kena pa sih kau nampaknya tolol? . Sesudah ditegur secara demikian, baharu Ham Eng sadar dengan gelagapan. Demikianlah hari itu, Bong Tiap dan Ham Eng main perahu di Kho Kee Po. Mereka singkirkan gelagah dan ganggang, mereka gayuh perahu sampai ke tengah muara di m ana ada beberapa pulau, dari sana mereka dengar datangnya nyanyian kaum nelayan, rupanya nona-nona tukang ikan bemyanyi saling sahut-sahutan. Di udara ada burun g-burung laut yang berterbangan. Ham Eng bengong mendengar nyanyian dan matanya mengawasi ke udara. Soemoay, soemoay, tiba-tiba dia bertanya, di sini ada begini permai, maukah kau k alau kita berdua selamanya bermain-main seperti sekarang ini? . Bong Tiap tertawa cekikikan mendengar pertanyaan itu. Selamanya bermain-main seperti sekarang ini? ia ulangi. Kau sering bilang aku ada satu bocah cilik, tapi lihat sekarang, apa kau sekarang bukan terlebih cilik da ripadaku? Tunggu sebentar, apabila perutmu sudah ngericik karena lapar, apa kau tidak nanti lekas-lekas lari pulang akanmintamakan! Bagaimana kita bisa selamany a main-main disini? Soemoay itu tidak mengert., maka Ham Eng lebih-lebih melengaknya! Bong Tiap te rtawa, sambil tertawa ia gayuh perahunya yang laju pesat, sesudah maju sampai be berapa puluh tumbak, sekonyong-konyong ia dengar suara ribut di sebelah depan, h ingga ia angkat kepalanya akan mengawasi. Di sebelah depan sana ada beberapa perahu nelayan dengan nelayan-nelayannya la gi menjaring, sedangnya begitu, sebuah perahu kecil, dengan digayuh keras, nyerb u antaraperahu-perahu nelayan itu, air jadi berombak keras dan muncrat ke atas. Itu ada suatu gangguan untuk tukang-tukang tangkap ikan itu, karena sekalipun ik an yang sudah masuk ke dalam jaring tentu pada lari kelu ar pula. Maka itu, nelaya n-nelayan itu jadi kaget dan gusar, hingga mereka mendamprat dan menegur pada or ang-orang di atas perahu kecil itu.Nampak demikian, Bong Tiap dan Ham Eng turut m enjadi gusar. Soeko, mari kita ajar adat pada mereka itu! kata sang soemoay. Mereka tak dapat d iantap main gila di Kho Kee Po ini! Kenapa mereka ganggu itu kawanan nelayan? So eko, pergi kau lawan dia, aku nanti bersiap dengan Kim-tjhie-piauw! Lihat, merek a lagi mendatangi kemari, mari kitapegat! Selagi Ham Eng belum sahuti si nona, perahu di depan sudah datang dekat dan te rus melesat melewati perahu mereka, air muncrat tinggi, hjngga mengenai dua anak muda ini. Dalam murkahnya, Bong Tiap sudah lantas gunaigala gaetannya, akan sam-bar cart el kendaraan air orang, hingga perahu jadi tiba-tiba berhenti dengan tiba-tiba, sedang Ham Eng segera putar kemudinya untuk bikin kedua perahu jadi berhadapan. Di dalam perahu itu ada empat orang. Yang berdiri di muka ada seorang berumur tiga puluh lebih. Yang bercokol di buntut perahu ada si jurumudi, seorang muda u sia dua puluh lebih. Dua yang lain, lagi rebah dengan anteng di dalam perahu, ro -man mereka tidak kelihatan tegas, mereka seperti juga tak tahu bahwa telah terj adi suatuapa . Adalah orang. di kepala perahu, yang menjadi gusar. Eh, bocah-bocah cilik, apakah kau orang hendak cari mampus? dia membentak. Kalau kau orang hendak pelesiran, pergilah pulang dan pelesiran dengan soeniomu tapi j angan di sini kau orang cari malu untuk orang tuamu . Oh, orang-orang tidak tahu aturan! Ham Eng segera membaliki. Nanti tuan kecilmu a jar adat pada kau orang! Lekas angkat kaki dari Kho Kee Po ini, atau apabila tid ak, kepalannya tuan kecilmu ini nanti tidak kenal orang! Baik, aku justeru mau kenal kepalannya si tuan kecil! jawab orang itu, yang sege ra loncat ke perahunya dua anak muda itu, hingga perahu ini jadi goncang dan lim bung. Tapi Bong Tiap segera pentang kedua kakinya, ia menancap kuda-kuda hingga pera hu jadi diam, tak bergeming. Itu ada kuda-kuda Kim Han tan tjiang atau Kaki kecil injak pelatok dan gerakan Lek to tjian kin atau Tenaga menekan seribu kati . Sengaja Lioe Kiam Gim ajar kan kedua ilmu ini karena ia kuatir gadisnya, sebagai orang perempuan, nanti kur ang tenaga. Dan hari ini, kepandaian itu telah diuji. Orang itu sampai untuk segera menerjang, gerakannya sangat gesit, ia hendak ja mbak Ham Eng untuk diangkatdan dilemparkan ke muka air! Kelihatannya ia tak pand ang sama sekali bocah itu. Kecerobohan orang itu adalah apa yang Ham Eng inginkan. Dia muda, tapi Ham Eng ada satu puteranya satu ahli silat dan telah terpimpin baik oleh Lioe Kiam Gim ia sudah belajar enam atau tujuh tahun, maka tak dapat ia dipandang sebagai boca h yang kebanyakan. Melihat serangan itu, dengan gesit ia mendak, sebelah kakinya dimajukan, hingga ia jadi nyelundup di bawah tangan musuh, Sementara tangannya sendiri dipakai menangkap, menanggapi lengan kanannya itu, lalu dengan tidak kal ah sebatnya, ia gunai tipu Soen tjhioe tjian oh atau Mengulur tangan menuntun kambi ng , untuk membetot dan melepas! Ini adalah suatu gerakan yang tidak disangka-sangka, maka itu orang menjadi ka get, sia-sia saja ia coba berontak, tahu-tahu tubuhnya telah terangkat dari pera hu dan terlempar, tercebur ke dalam air! Byaar! demikian suara di muka air. Ha-ha-ha-ha! Ham Eng tertawa. Kau hendak kenal tuan kecilmu, sekarang kau telah b elajar kenal! . Tapi sebelum pemuda ini tutup mulutnya, atau seorang lain sudah lon cat pula ke perahunya. Ini orang tidak sembrono seperti yang pertama, ia terus b erdiri mengawasi pemuda itu, kemudian baharulah ia berkata: Sahabat kecil, kau li ehay juga! Adakah ini pelajaran yang kau dapat darisoeniomu? Perkataan- soeniomu a lah dikeluarkan dengan lagu suara menghina. Aku juga ingin belajar kenal denganmu ! Habis kata begitu, orang itu buka kedua tangannya seraya pasang bhe-sie. Ham Eng tidak kenal sikap orang itu, tapi baharu saja secara getas ia rubuhkan satu musuh, ia jadi berani sekali, tanpa berkata apa-apa, ia maju menyerang den gan tangan terbuka-dengan Tjin-pou Tjit-sen-tjiang atau Majukan tujuh bintang . Lawan itu berlaku tenang, tetapi sebat. Begitu lekas tangannya si pemuda sampa i, ia geser sedikit sebelah kakinya ke samping depan, jangannya dipakai menabas lengan Ham Eng. Syukur Ham Eng pun awas dan cerdik, ia lekas-lekas singkirkan ba haya dengan Tjhioe hoei pie pee atau Tangan mementil piepee . Sampai- di situ, keduanya lantas saling menyerang, dasar Ham Eng masih bungasa n, ia kalah ulet dan cerdik, ia lantas nampak keteter. Sejak tadi Bong Tiap mengawasi saja, tangannya telah jadi gatal, sekarangmelihatsoe engnya terdesak, tidak tempo lagi ia buktikan janjinyauntukmembantu.Ia keluarkan ti tang Kim-tjhie-piauw, dengan cepat sekali ia menyerang ke arah tiga jurusan: Sat u ke tenggorokan, dua ke kiri dan kanan! Serangan itu di luar sangkaan musuh, ap apula si nona menyerang dengan sebelah tangan, dengan sebat ia berkelit ke kanan , dengan begitu tenggorokannya luput dari bahaya, demikian pun anggotanya sebela h kanan, akan tetapi lengan kirinya segera menjadi korban, malah segera juga ia rasai tangannya itu jadi gemetaran dan kaku. Ia kaget dan gerakannyaturut jadikendor karenanya, tidak heran apabila ia kena didesak Ham Eng dan kakinya si pemuda bi kin ia terpental, nyebur ke air, hingga terdengarlah suara menyebur yang keras d ibarengi dengan muncratnya air muara! Ah, perempuan tidak tahu malu! demikian terdengar cacian dari perahu lawan. Sudah tidak mampu melawan, kau main senjata gelap!Kau punya senjata rahasia, apakah ak u tidak? Nah, kau sambutlah! ltuiah suara si pengemudi anak muda, ia mendamprat seraya tangannya diayun, hi ngga terlihatlah beberapa benda berkeredepan menyambar ke arah Tjoh Ham Eng. Nya ta ia sudah gunai Thie-lian-tjie atau biji terataf emas . Ham Eng kaget bukan rriain, ia sebenarnya belum sempat tarik pulang kakinya, k etika serangan datang, di luar kehendaknya sendiri, iamenjerit: Celaka aku! Dalam keadaan berbahaya bagi Ham Eng itu, sekonyong-konyong ada sambaran suara nyaring dan Thie-lian-tjie lantas meluruk jatuh ke muka air, karena Bong Tiap k embali perlihatkan kepandaiannya menggunai Kim-tjhie-piauw, ini kali ia gunai ti pu sambitan Lauw Hay say kim tjhie atau Lauw Hay menyebar uang emas .Maka Thie-lian-tj ie tidak mengenai sasarannya dan runtuh di tengah jalan. Ham Eng jadi lega hatinya, ia bersyukur. Di pihak lawan sekarang orang anteng, di dalam perahu, lantas munculkan diri. Tahan! Tahan! ia berseru berulang-ulang. Untuk layani dua bocah kenapa mesti paka i senjata rahasia? Si pengemudi muda lantas berdiarn, dan Bong Tiap juga segera awasi orang yang baharu perlihatkan diri ini, ialah seorang tua umur kurang lebih lima puluh tahu n, kumis dan jenggotnya panjang, matanya tajam, romannya keren. Anak-anak, tidak ada celaannya benar-benar permainanmu itu! kata orang tua itu s ambil tertawa seraya urut-urut kumis-jenggotnya. Hanya melainkan dengan kepandaia nmu itu, buat jadi orang-orang Kang-ouw tukang campur urusan lain orang, itulah tidak gampang! Mari kau orang maju berdua, dan kau Nona, kau boleh keluarkan Kim -tjhie-piauw! Dari pihakku, aku tak nanti izinkan orang gunai sebelah saja dari senjata gelapnya! Ham Eng setujui itu tantangan. Soehoe dan soehengnyajuga, memang sering omong perihal bertempur satu sama satu, itulah aturan atau keharusan di kalangan Kang- ouw, bahwa siapa mau kerubutan, harus malu sendiri. Soemoay, kau mundur! ia teriaki Bong Tiap. Biar aku yang belajar kenal sama ini eng hiong tua! Bong Tiap menjebi. Bukankah mereka itu kalah satu datangsatu? mengejek juga siapa kesudi an gunai senjata rahasia? Mereka mendahului tek pakai aturan t api sekarang mereka berani menegur kita- cis! _Sekalipun demikian, nona manis ini mund ur si orang tua tertawa berkakakan. Di antara suara tertawa orang tua itu lompat melesat ke perahunya Ham Eng, aka n hampirkan ini anak muda. Ham Eng tidak puas dengan itu sikapjumawa,yangsangat m enteng kepadanya. Ia pun segera ingat keterangan gurunya berhubung sama pertempu rannya Kim Hoa, sang soeheng, dengan Ong Tjay Wat. Bahwa paling tepat menyerang musuh selagi berlompat dan belum sempat taruh kaki. Maka sekarang, justeru orang lompat, ia pun lompat maju, tangan kanannya membabat kedua kaki si orang tua. Di luar dugaan bocah ini, lawan tua itu terlebih liehay daripada Ong Tjay Wat, dia tidak berkelit untuk babatan itu, hanya kakinya yang kanan didahului dipaka i menendang mukanya Ham Eng! Ham Eng terperanjat, ia berkelit, dengan begitu serangannya jadi batal sendiri nya, hingga tubuh si orang tua bisa turun terus ke perahu, kaki kirinya segera m enginjak papan perahu, hingga kaki kanannya dapat menyusul turua, akan tetapi, g esit luar biasa kaki kirinya melayang naik umpema kilat, atas mana tak ampun lag i Ham Eng terdupak terpelanting ke muka air! Karena itu adalah tipu Wan yoh hoan twie atau tendangan Kaki burung wan-yoh salin g susul . Bong Tiap kaget berbareng gusar, hingga ia lupakan aturan Kang-ouw , maka kembali ia menyerang dengan senjata rahasianya. Tapi si orang tua itu gesit bagaikan ang in , tubuhnya berkelit berkelebatan, hingga semua piauw jatuh ke air, sesudah mana ia berdiri diam sambil tertawa berkakakan dan akhirnya kata: Ah! Tidak ada yang kena! . Selagi orang tua ini tertawa terbahak-bahak, karena ia sangat puas bisa ejek B ong Tiap, kelihatan satu . perahu sedang mendatangi pesat sekali ke arah mereka, hingga perahu itu sampai dengan luar biasa cepat. Di kepala perahu itu ada berdi ri seorang laki-laki umur kira-kira tiga puluh tahun, kepalanya mirip dengan kep ala macan tutul, mukanya berewokan lebat, kedua tangannya berpeluk tangan, kedua matanya terbuka lebar dan sorot matanya tajam bercahaya, sikapnya keren. Si orang tua berhenti tertawa dengan tiba-tiba, ia mengawasi orang yang baharu datang itu. Ia, seperti tiga kawannya, yang sudah berkumpul pula di atas perahu mereka, agaknya heran atau tidak mengerti. Mereka tidak kenal orang ini. Mereka tahu, dalam Keluarga Lioe, tidak ada murid atau orang semacam ini. Mereka mendu ga-duga, orang itu ada penumpang perahu biasa sajaatau dm hendak campur urusan o rang lain.Maka semua lantas mengawasi. Ham Eng sudah lantas naik ke perahunya. Tapi, seperti soemoaynya, diapun diam. mengawasi saja perahu yang lagi mendatangi itu. Setelah perahu datang cukup dekat, si orang tua, yang mengawasi dengan tajam, dengan mendadak kasih dengar suaranya yang keras dan nyaring umpama guruh: He, si apa sih? Mau apa kau datang kemari? Orang itu berdiri sedakap di atas perahunya, romannya tenang, malah dingin. Ada urusan apa maka kau orang bertempur di muka air? dia tanya. Aku telah lihat k au orang dari jauh-jauh! Eh, orang sudah jenggotan? Eh, kenapa kau layani segala bocah cilik? Apakah mereka berlaku kurang ajar terhadap kau, Lauwko? Nanti aku bikin kau orang akur! Apakah kau tidak takut ditertawai orang Kang-ouw kalau kau layani segala bocah? Sejak tadi ia menegur, orang tua itu telah lihat tubuhnya d ari kepala sampai di kaki, dari itu, ia segera lihat caranya dia berdiri, hingga ia jadi terkejut. Sikap itu mirip dan tidak mirip dengan sikapnya Kaum Thay Kek Pay tetapi sudah terang aneh seorang umur kurang-lebih tiga puluh tahun, bisa b ersikap demikian. Paling tinggi umumyabaharutiga puluh tahun tapi dia seperti keluaran latihan du a atau tiga puluh tahun . pilar orang tua ini. Murid siapakah diaini? Bong Tiap juga awasi orang itu, ia heran dan mengingat-ingat. la rasa pernah l ihat orang ini tapi lupa, entah di mana. Orang asing itu tertawa dingin melihat si orang tua diam saja. Sahabat baik, bagaimana? dia menegur, sembari tertawa tawar. Coba omong terus ter ang, kau sudi sudahi urusan ini atau tidak? Apakah kau tetap hendak perhinakan d ua bocah ini? Mukanya si orang tua jadi keren, baharu sekarang ia tertawa menyindir. Mendenga rlagusuaramu, Lauwko, kau seperti hendak campur tahu urusan kita ini! katanya. Baik jelaskan padamu, kita ada punya urusan kita sendiri, urusan itu tidak mengenai L auwko seorang luar, dari itu tak sudi aku bikin pakaianmu kecipratan air kotor d ari muara ini! Baik Lauwko kembali dengan perahu, supaya selanjutnya kita menjad i sahabat. Belum pernah di kalangan Kang-ouw aku ketemu orang nganggur seperti L auwko ini, aku kuatir, rase kau tak dapat cekuk, kau akan ketempelan baunya yang tidak sedap! Orang asing itu gusar. Orang di kolong langit mesti campur tahu orang di kolong langit! jawabnya. Aku me lainkan tahu toelai perbuatan tidak pantas, aku larang sikuat perhinakan si lema h, yang banyak menindas yang sedikit, si tua Bangka ganggu si muda! Sahabat, bag aimana pikiranmu? Matanyasiorang tuajadi mendelik. Oh, aku tidak sangka, Lauwko, kau hendak urus urusan di dunia! ia berseru. Nah, t erserah kepada kau, kita bersedia akan turut segala perintahmu! Ucapan ini ditutup sama gerakan tubuh seperti kilat, tahu-tahu si orang tua da ri perahunya Bong Tiap sudah mencelat tinggi, hendak berlompat ke perahu orang a sing itu, sedang si orang asing dari perahunya sendiri melesat ke perahunya si n ona, malah dia ini mendahului sampai! Maka segeralah terdengar satu suara nyarin g di perahunya Bong Tiap, papan perahu siapa, bagian atasnya, lantas terbelah, k arena keinjak oleh tubuh yang besar dan berat dari si orang tua, tubuh siapa sud ah kebentrok keras dengan tubuh si orang asing! Orang tua itu segera gulingkan tubuhnya di atas perahu, kapan ia telah enjot b angun, segera ia enjot bangun, untuk lompat ke perahunya sendiri.Ia rupanya insy af, perahunya si nona terlalu sempit untuk suatu pertempuran. Si orang asing turun ke perahunya Bong Tiap dengan tidak rubuh, kapan ia lihat si orang tua pindah kendaraan air, tak terlambat lagi, ia loncat menyusul, hing ga sekarang ia berada bersama dalam perahu si tua itu! Malah dengan lantas, kedu anya sudah mulai saling menyerang. Segera juga ternyata, orang tua itu bergerak-gerak dalam ilmu silat Pak Pay, G olongan Utara, tangannya mainkan ilmu Pek-kwa-tjiang , sedang si orang asing, yang berkepala mirip macan tutul (pa-tjoe-tauw), campur-aduk permainannya, yaitu ilmu Thay Kek Pay teraduk dengan Sha-tjap-lak kim-na-hoat dari Golongan Eng Djiauw Boe n si Kuku Garuda dari Kwan-gwa dan Ban Seng Boen punya ilmu golok Ngo-houw toan-p ek-tjiang ialah Limaharimau merampas roh . Dan pada itu juga tercampurlagi dengan Tia m-hiat-hoat atau ilmu menotok jalannya darah. Hingga orang tua itu jadi heran, c ara bagaimana seorang berumur kurang lebih tiga puluh tahunsudah punyakan semua ke pandaianmu. Maka tidak perduli, Maka tidak perduli, bagaimana dia liehay danberp engalaman,selang lima puluh gebrak kira-kira, orang tua itu lantas saja kewalahan, dari pihak si penyerang, ia sekarang jadi pihak sipembeladiri. Pek-kwa-tjiang dari Golongan Utara adalah ilmu piranti mendesak, sekarang dia berbalik kena didesak, dari itu terpaksa ia mesti melakukan penjagaan saja. Seka lipun demikian, ia tetap terdesak, karena lawan itu agaknya tidak sudi mengasih kelonggaran padanya.Dia ini gerakkan dua-dua tangan kiri dan kanannya secara heba t. Mula dengan tangan kirinya dipakai membacok tangan kanannya itu orang asing, o rang asing itu mengancam dengan kaki kanannya disusul dengan sambaran tangan kan an. Tujuannya ialah perutnya siorang tua, dia ini gerakkan tangan kanannya untuk punahkan tangan musuh, dilain pihak perutnya dibikin kempes dengan disedot keda lam, sekalipun demikian perut ini masih mendapat tekanan keras. Pa tjoe-tauw atau si kepalan macan tutul telah mendesak lebih jauh dengan tang an kirinyakearah muka lawan. Orang tua itu gerakkan kedua tangannya ke atas, untuk menggencet tangan kiri m usuh itu, tetapi tangan kiri ini ditarik turun dengan cepat, disusul sama sambar an tangan kanannya ke arah pipi, dalam gerakan Tiam-tjoe-twie atau Tusukan pahat . Se kali ini orang tua itu tak sempat menangkis pula, dia kalah gesit, maka pipinya itu kena terhajar, dari itu ketika disusul dengan satu dorongan pada tubuhnya, t ubuhnya jadi limbung, sebagai layangan putus, tubuh itu terpental, kecebur ke mu ka air! Hingga air menerbitkan suara berisik dan muncrat tinggi dan lebar! Selagi Ham Eng dan Bong Tiap kagum menyaksikan pertempuran dahsyat itu, sekony ong-konyong mereka dibikin terkejut dengan limbungnya perahu mereka yang tersund ul naik sebab diluar dugaan setelah siorang tua tercemplung kedalam air, ia selu lup dan menyundul perahu mereka. Di saat kedua anak muda itu hampir terjerunuk ke muka air karena mereka tidak bisa pertahankan diri lebih lama, tiba-tiba si orang asing lompat pada mereka, k lu dengan masing-masing sebelah tangannya, ia angkat mereka melompat. ke perahun ya sendiri, untuk ditempatkan di dalam perahunya, kemudian sambil serukan: Lekas kau orang pergi pulang! Ia sendiri segera terjun ke air, hingga, di antara muncra tnya air, tubuhnya lantas terlenyap ke dalam air, akan di lain saat, ia muncul d i dekat si orang tua, yang telah perlihatkan diri di dekat perahunya kediia anak muda itu. Sambil perdengarkan bentakan, orang tua itu bikin gerakan hingga air menyambar si orang asing. Ternyata ia bikin perlawanan di dalam air, ia mencoba menyerang terlebih dahulu. AJkan tetapi orang asing itu lolos dari serangan, karena ia me lesat tiga .tumbak jauhnya, ke arah perahunya si orang tua, di mana ia selulup, atas mana, sesaat saja terdengarlah suara berisik. Karena perahunya si orang tua telah disundul naik, terbalik dan karam, hingga tiga orang di dalam perahu itu, tak ampun lagi, tercebur ke dalam air, hingga dua antaranya mesti mandi pula! Orangasingitumembik1 pembalasan untuk si pemuda dan si pemudi, hanya, kalau ken ya dua anak muda ini tidak samPa karam, adalah kepunyaan si orangsudah terbalik. Kepandaian berenangdan selulup si orang asing itu begitu liehay hingga musuhny a tidak dapat dekati padanya. Itu waktu sejumlah perahu nelayan telah mendatangi mereka lagi bertarung di mu ka air, dia orang itu ada mendongkol karena tadi mereka sudah diganggu oleh empa t orang yang tidak dikenal orang itu, malah beberapa nelayan muda lantas saja me nimpuk dengan tempuling mereka, untuk bantu si orang asing yang jadi pembela mer eka. Maka empat orang tidak dikenal itu jadi repot, mereka mesti kelit sana dan kelit sini. Si orang tua jadi sibuk, ia mengerti bahwa mereka terancam bahaya. Untuk layan i si orang asing saja ada sukar, sudah di situ ada kedua anak muda, Kim-tjhie-pi auw siapa harus dimalui, juga sekarang ada nelayan-nelayan itu dengan tempulingn ya. Angin keras! Berhenti! si orang tua segera berseru, dalam bahasa rahasianya orang Karig-ouw, kaum Sungai-telaga. Itu berarti bahwa bahaya lagi mengancam mereka. Ia pun segera mendahului, akan selulup, akan menghilang pergi, hingga tiga kawan nya lantas susul padanya. Si orang asing muncul di muka air. Pulang! Lekas pulang ! katanya pada Ham Eng dan Bong Tiap, yang masih saja mengawasi mereka sesudah ma na, ia silam. Cepat sekali, kedua anak muda ini lihat orang telah saling kejar jauh sekali j araknyadari mereka, sedang di depan mereka, air lantas jadi tenang pula. Ham Eng merasakan dirinya seperti lagi mimpi, ia tampak pakaiannya basah dan t ubuhnya merasa dingin, tapi lekas ia pegang kemudi, akan gayuh perahunya pergi. M ari kita lekas pulang! katanya pada Bong Tiap. Had sudah fnulai sore. Bong Tiap manggut la pun kuatir ibunya meng-harap-harap . Selagi mendekati pinggiran, dua anak muda ini segera dengar suara panggilan: Bo ng Tiap! Bong Tiap! Ham Eng! Ham Eng! Dan suara itu seperti suara mendesak. Ya! Ham Eng menyahuti. Ia kenali suara dari dji-soehengnya. Ah, Ham Eng, soeheng yang kedua itu kemudian kata. Kau kenapa? Kenapa kau nyebur ke air? Hebat, Soeheng, sahut Ham Eng, yang terus tuturkan kejadian barusan. Kalau b egitu, mari lekas pulang! kata djie-soeheng itu. Perihal ini perlu segera diberita hukan pada Soebo! Tiba-tiba: Bong Tiap! Bong Tiap! Ham Eng! Ham Eng! Itulah suara sang soebo atau Lioe Toanio, maka segera Bong Tiap menyahuti: Ibu! Ibu, orang telah permainkan kita! . Lioe Toanio tidak lantas jawab puterinya, ia hanya awasi Ham Eng. Ah, kau bertempur di air? nyonya guru itu kata. Tentu kau telah dibikin kecebur! Li hat,celanamu pecah! Apakau kau tidak terluka? Benar, Soebo, Ham Eng menyahut, seraya terus tuturkan kejadian tadi. Cukup, Anak! Lioe Toanio berkata. Sekarang marilah pulang!Kau mesti lekas salin pa kaian, atau kalau kau terluka, lekas kau pakai obat gosok! Tjin Kong, pergi kau layani saudaramu ini. Kau, Anak, man ikut aku! Sampai di situ, berempat mereka pulang. Adalah di rumah, sebelumnya siap denga n barang daharan, Lioe Toanio suruh anak dan muridnya ulangi penuturan mereka ya ng jelas.Yang terutama menarik adalah halny a si orang asing dengan kepala sepert i kepalamacan tutul. Bong Tiap dengan bernafsu puji orang asing itu, yang ia kat akan kepandaiannya ia belum pernah lihat, hingga ia lupa bahwa ayahnya justeru s eorang guru silat yangliehay! Dan yang aneh, Ibu, kata si nona akhirnya, gerak-gerakannya mirip dengan apa yang Ayah dan Ibu ajarkan kepadaku Thay Kek Pay kecampur Ban Seng Boen . Lioe Toanio berdiam, ia berpikir, sambil ngoceh sendirinya: Oh, orang berkepala mirip macan tutul, berewokan, umurnya kurang lebih tiga puluh tahun! . Ia agaknya bersangsi, ia seperti ingat suatu apa. Dan ia bicara dengan lidah apa? tanyanya kemudian. Hoo-pak atau Shoatang? Apakah Ibu kenal orang itu? Bong Tiap balik tanya. Dia bukan berlidah Shoatang ata u Hoo-pak, entahlah lagu suara mana, rasa-rasanya dia bicara dengan lagu suarany a si saudagar djinsom dari Kwan-gwa yang duluan datang beli djinsom dari Ayah . Nyonya itu berdiam pula. Aku hendak duga seseorang, tetapi lagu suaranya, boegeenya, bikin aku sangsi, kat anya. Tapi mereka yang ganggu kau orang, aku tahu asal-usulnya mereka. Siapa mereka, Ibu? Bong Tiap tanya. Apakah mereka ada Ong Tjay Wat dan persaudaraan Lo? Tjin Kong turut tanya sebelu m guru perempuannya sahuti si nona. Kalau bukan mereka, siapa lagi? sahut sang soebo sambil manggut. Kau tidak tahu, Anak, selagi kau bertempur di muara, aku juga dapat kunjungan tetamu yang tidak d iundang.. Bong Tiap dan Ham Eng terkejut, si nona lantas minta keterangan, tanyanya kemu dian. Hoo-pak atau Shoatang? Apakah Ibu kenal orang itu? Bong Tiap balik tanya. Dia bukan berlidah Shoatang at au Hoo-pak, entahlah lagu suara mana, rasa-rasanya dia bicara dengan lagu suaran ya si saudagar djinsom dari Kwan-gwa yang duluan datang beli djinsom dari Ayah . Nyonya itu berdiam pula. Aku hendak duga seseorang, tetapi lagu suaranya, boegeenya, bikin aku sangsi, ka tanya. Tapi mereka yang ganggu kau orang, aku tahu asal-usulnya mereka. Siapa mereka, Ibu? Bong Tiap tanya. Apakah mereka ada Ong Tjay Wat dan persaudaraan Lo? Tjin Kong turut tanya sebelu m guru perempuannya sahuti si nona. Kalau bukan mereka, siapa lagi? sahut sang soebo sambil manggut. Kau tidak tahu, Anak, selagi kau bertempur di muara, aku juga dapat kunjungan tetamu yang tidak d iundang . Bong Tiap dan Ham Eng terkejut, si nona lantas minta keterangan. Tetamu tidak diundang itu bukannya suatu ahli silat, dia malah satu bocah ialah Ong Siauw Sam, anak tunggal dari OngToa-ma, tetangganya LioeToanio, yang bekerja di sebuah warung arak kecil di Kim-kee-tin. Biasanya bocah ini pulang setiap te ngah bulan dengan menenteng sedikit oleh-oleh untuk ibunya, karena ia berbakti. Biasanyajarang ia mampir pada Lioe Toanio, tapi kali ini ia berkunjung. Lioe Toa nio ada manis budi, ia girang menerima bocah itu, ia tanya ini dan itu dengan ge mbira, tapi Siauw Sam, setelah menjawab beberapa pertanyaan dengan ringkas lanta s bilang: Toanio, ada satu tetamu yang minta aku sekalian sampaikan sepucuk surat untuk kau. Dan lantas, ia serahkan surat itu. Toanio kaget menerima surat itu, dan kaget setelah membacanya. Tetamu macam apakah orang itu? ia tanya Siauw Sam. Kemarin kita kedatangan tetamu-tetamu dari satu rombongan, Siauw Sam kasih keter angan. Mereka ada yang tua ada yang muda, sembari minum arak mereka tanya aku ken al atau tidak pada Lioe Loo-kauwsoe, setelah aku kata kenal, seorang tua di anta ranya lantas minta kertas, pit dan bak, terus menulis surat dan ia minta aku yan g sampaikan, kalau tidak ada Loo-soehoe sendiri, boleh pada Toanio. Demikian Lioe Toanio, yang terus bacakan surat yang ia maksudkan itu. Itulah s urat yang ringkas-terang dan kasar. Begini bunyinya: Kauwsoe Lioe Kiam Gim, suami-isteri! Soeteemu, Teng Kiam Beng, telah menentang kita kaum Kang-ouw, ia tempel pembes ar negeri, hingga kita jadi tidak puas, maka itu di Djiat-hoo, kita ajar sedikit adat padanya. Kabamya Kauwsoe niat campur tahu urusan ini, dari itu kita telah dikirim untuk datangi kau orang. Tak usah kita orang banyak bicara, biarlah kepa ndaian kita yang nanti memberi putusan. Besok sore jam Hay-sie, kita menantikan di dalam rimba pohon lioe di depan rumahmu! Jangan kau orang ajak-ajak Sam-boen djin-ma, atau ancaman bencana akan jadi terlebih hebat. Kau orang pasti mengerti aturan kita kaum Kang-ouw. Juga Loo-kee Soe Houw tak dapat lupai budi pengajaran pada dua puluh tahun yan g lampau, mereka pun datang untuk sekalian membalas budi ini! Nah, sampai besok malam, Hormat, Lo Toa Houw Ong Tjay Wat, dkk Mefeka ada kawanan tidak tahu mampus! kataLioeToanio kemudian dengan sengit Kiam G im tidak ada di rumah tapi aku bersedia akan sambut mereka, aku akan bikin merek a tidak kecewa! Habis itu, Lioe Toanio lantas tuturkan permusuhannya sama Loo-kee Soe Houw, Em pat Harimau Keluarga Lo, karena mana iapun jadi kenal Lioe Kiam Gim dan akhirnya jadi menikah. Itu adalah kejadian pada dua puluh tahun yang lampau. Ketika itu Lioe Toanio a tau Nona Lauw In Giok, baharu berumur dua puluh dua tahun. Dia ada gadis tunggal yang disayangi dari Kauwsoe Lauw Tian Peng, Ketua dari Golongan Ahli Silat Ban Seng Boen. Dia telah dapat warisan ilmu silat keluarganya dan sering ikut ayahnya meranta u. Begitu pada suatu hari, ia turut pergi ke Hauw-gie di Shaosay, akan sambangi suatu sahabat. Selagi lewat di Djie-tjoe, mereka saksikan sekawanan berandal lag i begal serombongan saudagar, mereka tolongi kawanan saudagar itu. Apa mau, romb ongan berandal itu ada liehay, terutama lima antaranya. Mereka kena terkurung hi ngga sukar mereka loloskan diri, hanya dengan belakang madapi belakang, mereka b isa terns bikin perlawanan.Selagi mereka mandi keringat, datanglah bala-bantuan y ang tidak disangka-sangka. Satu penunggang kuda kabur mendatangi. Dia berusia kira-kira tiga puluh tahun, dia menggendol satu pauwhok kecil serta pedang di pinggangnya. Ia tahu apa arti nya pertempuran itu, ia kagum melihat In Giok punya permainan golok Ban Seng Boe n, sedang dengan Koan Ie Tjeng, Ketua dari Ban Seng Boen di Poo-teng, Hoo-pak, i a kenal balik. Maka tidak tempo lagi ia loncat turun turun dan kudanya, hunus pe dangnya ceburkan diri dalam pertempuran itu. Ia ambil pihaknya itu ayah dan anak. Lekas sekali jalannya pertempuran jadi be rubah. Dengan orang asing ini menyerang dari luar perhatian berandal jadi terpec ah, dan Lauw Tian Peng serta puterinya telah lantas dapat semangat baru, tenaga mereka tambah dengan seKejab. Mulai dari kaburnya kawanan liauwlo, juga lima pem impin mereka segera turut angkat kaki. Untuk ini mereka berikan satu tanda rahas ia, ialah suitan mulut. Nona Lauw ikuti ayahnya sejak umur enam belas, belum pernah ia tampak kekalaha n, sekarang ia kena didesak, tidak heran ia ada sangat mendongkol dan gusar, mak a satu kali terlepas dari kurungan, ia umbar nafsu amarahnya, Ia kejar lima musu hnya, ia candak satu, yang lari paling belakang, kapan ia telah loncat menyambar sama goloknya, musuh itu bingung dan menjerit, sebelah lengannya putus dan jatu h ke tanah! Lauw Tian Peng lihat puterinya kejar musuh, iahendakmencegah, apa mau ia sudah terlambat, musuh sudah kena dibacok, malah selagi tubuh orang sempoyongan henda k rubuh, In Giok pun telah membarengi dengan tendangannya pada dada orang itu, s edang sepatunya berujung besi! Tian Peng sambar anaknya untuk ditarik mundur, sehingga musuh dapat kesempatan akan panggul pergi Kawannya yang terluka, sedang salah satu musuh, sambil lari dengan mata melotot, berseru: Nona, kau kejam sekali! Selama masih hidup, Loo-kee Ngo Houw akan ingat baik-baik budi kebaikan ini! . Ah, Bocah! Tian Pengsesalkan anaknya dia bukannya gusar pada musuh. Kenapa kau kej ar musuh dan kutungi juga sebelah tangannya? Kau tahu hebatnya kaum Kang-ouw dan bahwa musuh tak dapat ditanam bibit permusuhannya! Memang, seumumya, Lauw Tian Peng, belum pernah sudi lukai orang secara hebat, maka itu ia tidak sangka, gadisnya justeru berbuat demikian. Tapi, karena hal sudah terjadi, jago ini tak sesalkan puterinya lebih lama, ha nya segera ia hampirkan penolongnya, untuk haturkan terima kasihnya yang hangat. Nyata penolong itu murid kepala dari Thay Kek Teng ialah Lioe Kiam Gim, hingga tidaklah heran kalau ilmu goloknya liehay sekali. Karena perkenalan ini, Kiam Gim pun jadi tahu, bahwa Lauw Tian Peng ada terhit ung angkatan terlebih tua, dan pernah pamannya, sebab dia adalah paman jauh dari Koan Ie Tjeng. Dan Ketua Ban Seng Boen ini juga kenal Thay Kek Teng, gurunya. Tatkala itu Lioe Kiam Gim baharu habis berpisahan dengan soeteenya Teng Kiam B eng, ia merantau untuk pesiar, siapa tahu, ia ketemu sama Lauw Tian Peng, ia tel ah bantui jago ini dan justeru Nona Lauw In Giok masih merdeka, Tian Peng lantas jodohkan puterinya pada pemuda ini, hingga selanjutnya, berdua mereka menjadi s uami-isteri. Kemudian Kiam Gim dan In Giok dapat tahu, bahwa Lo-kee Ngo Houw, atau Lima Har imau dari Keluarga Lo, adalah persaudaraan berandal yang mengacau di Soe-tjoan B arat dan sekitarnya, belakangan mereka pindah ke Utara, pernah mereka satrukante ntara negeri, mengganggu kaum saudagar pelancongan dan memeras rakyat, hingga me reka diterima menakluk oleh negeri, hanya entah kenapa, tahu-tahu mereka bersara ng di gunung di Djie-tjoe ini menjadi berandal pula. Kemudian lagi, Kiam Gim dan isterinya tinggal menetap di Kho Kee Po. Ini adala h atas kehendak Lauw Tian Peng, supaya ayah ini atau mertua ini, kalau perlu, bi sa lindungi keselamatan mereka dari gangguan musuh. Itu waktu Tian Peng telah da pat tahu, Lo-kee Ngo Houw sudah berubah menjadi Lo-kee Soe Houw, karena Harimau Ketiga, Lo Sam Houw, korbannya In Giok, sudah binasa, jiwanya tak tertolong dari luka hilang sebelah lengannya dan dadanya tertendang sepatu besi. Katanya Empat Harimau itu kabur ke Djiat-hoo di mana mereka umpetkan diri, tetapi Tian Peng t ak ketahui, bahwa mereka sebenarnya bemaung dalam Keraton Sin-tek-kiong menjadi pahlawannya Kaisar Boan. Dua puluh satu tahun lamanya Lioe Kiam Gim tinggal di Kho Keepersaudaraan Lo jug a berlatih terus, hingga sekarang Toa Houw jadi liehay begini. Baharu sekarang n yonya mi berpikir untuk tidak ngotot melayani terus, ia insyaf bahayanya akan be rtempur lebih lama pula, di satu pihak jadi kuatirkan Bong Tiap dan rumahnya. di lain pihak, ia takut semua musuh nanti turun tangan Bagaimana la bisa melawan ka lau mereka meluruk semua? Sekonyong-konyong Lioe Toanio dengar tindakan kaki yang berlari-lari, ke arah rumahnya. Rupanya musuh tukar siasal setelah dapat kenyataan, nyonya ini sudah b isa dibikin terpatek di situ ia menjadi gusar! Jadi nyata dugaannya, musuh menga rah dua tujuan kepada ia sendiri, kepada rumahnya Itulah berbahaya! Di sebelah kekuatiran nya, bukan kepalang gusarnya Lioe Toanio, hingga dengan he bat ia menyerang. Ia pun segera mcnegur Oh. orang-orang tak punya muka, kau orang bikin rusak kaum Kang-ouw! Kau orang boleh satrukan aku, kenapa kau orang juga arah rumahku? Ha-ha-ha! Lo Toa Houw menyambutnya dengan berkakakan. Dugaanmu tepat! Inilah maks udku, uiilah tindakanku! Aku justeru hendak menghina anak daramu! Apa kau mau? H utang darah dua puluh tahun rnesu dilunaskan berikut bunga! Toanio bisa tertawa nyaring, tetapi hatinya, melainkan dia yang tahu sendiri. Kalau ayam biang sangat sayangi anaknya, apa pula manusia, satu ibu? Baik, aku akan adu jiwakul demikian teriakannya. Ia segera menyerang seperti kal ap dengan goloknya, yang senantiasa kecampuran ilmu-ilmu tikaman Thay-kek-kiam. Ia keluarkan serangannya Pwee lak Tjap sie afau delapan kali delapan jadi cnam pul uh empat bacokan dan tikaman, guna singkirkan kedua musuhnya. Lo Toa Houw tidak takut, ia mainkan tumbaknya dcngan sempuma akan menghalau se suatu serangan, selama itu, saban-saban ia tertawa terbahak-bahak, sedang di seb elahnya, Ong Tjay Wat mendesak tidak kurang serunya. Orang Heng Ie Pay ini jadi| dapat angin karena berkawan dengan toako dari Keluarga Lo. Tumbaknya Lo Toa Houw jadi liehay sekali, saban-saban senjata itu mencoba akan keprak terlepas goloknya si nyonya atau ujungnya mencari jalan darah, untuk men otok. Apabila berhasil, dua-dua macam serangan akan bikin nyonya itu tidak berda ya. Bagus! Nyonya Lioe Kiam Gim berseru kapan ia saksikan cara menyerang orang itu. Ia tidak takut, ia mendesak terus. Dengan Peh tjoe tjoet tong atau Ular putih kelua r dan guha , ia mencoba babat jeriji tanganorang yang mencekal pedang. Ayo! berseru Lo Toa Houw, yang terpaksa musti mundur seraya tarik pulang tumbakn ya, tapi tidak urung ia kalah gesit, jeriji mania dari tangan kanannya telah ken a terbabat Ikuturtg, hingga ia merasakan saktt dan kaget sampai ia bikin terlepa s tumbaknya itu. Toanio lihat orang mundur, ia barengi berlompat tinggi akan lewati kepalanya T jay Wat, untuk tarik pulang. Pegat dial Pegat dia! Toa Houw berseru dengan kaget kapan ia tampak musuh hendak kabur dengan tangan berketel-ketel darah, ia berjongkok akan jumput tumbaknya. Ong Tjay Wat tidak sangka orang bisa loncati dia, dia jadi sangat mendongko!. Ia anggap sial-dangkalan diloncati orang perempuan ia percaya benar akan tahayul . Maka ia lantas berlompat akan susul nyonya itu. Dalam boegee, ia kalah daripad a Lo Toa Houw, tetapi dalam keng-kong-soet, ilmu entengi tubuh, ia menang jauh. Kegesitannya sudah ternyata selama ia kelit tiga batang Kim-tjhie-piauw dari Lio e Bong Tiap. Ada sulit untuk Lioe Toanio menyingkir pulang. Benar iaberhasil loncati Ong Tj ay Wat, akan tetapi, baharu kakinya injak tanah, dua musuh pegat ia dengan babat an golok mereka masing-masing, hingga ia rnesu* layani mereka ini. Ia baharu lew at tiga jurus, Tjay Wat sudah sampai di belakangnya, akan terjang pula padanya. Maka di lain saat, ia sudah terkurung pula. Dua pemegat dari Lioe Toanio ada berumur masing-masing dua puluh dan tiga pulu h tahun. Mereka mi adalah yang pernah tempur Ham Eng dan Bong Tiap di tengah mua ra Boegee mereka tidak rendah, tapi menghadapi istermya Lioe Kiam Gim, mereka me sti main mundur apabila mereka tidak mau jadi korban golok, Hanya, si nyonya lag i lagi kena dirongrong oleh Ong Tjay Wat yang licik. Dua-dua Toa Houw dan Ngo Houw sudah bebat luka-luka mereka, mereka ini merangs ek pula. Sekarang Toa Houw majui tangan kirinya di muka.Oleh karena mereka sudah terluka, sekalipun berkelahi, mereka tidak garang lagi seperti semuia. Maka itu, dikepung berempat, Toanio tidak terdesak sebagai tadi. Hanya untuk loloskan dir i, inilah sulit. Cuma dengan pelahan-lahan, dapat ia mendekati bahagian luar dar i rimba itu. Dua orang yang memegat sedikit ketinggalan di belakang, yang mudaan lantas kel uarkan Thie-lian-tjte, untuk bokong si nyonya, tapi ia tidak sepandai Bong Tiap dengan piauwnya, duri besinya itu tidak mendatangkan hasil. Sekarang Lo Toa Houw pun kena ditinggal si nyonya, hingga tinggal Ong Tjay Wat yang larinya pesat, yang bisa menyusul, malah ujung pedangnya sudah ancam bebok ongnya musuh. Ia bisa berbuat begini karena larinya yang pesat, hingga ia dapat candak musuhnya. Lioe Toanio dengar angin menyambar di belakangnya. Ia menduga pada serangan mu suh. Dengan tiha-tiba ia loncat nyampingkakinya menahan. lalu sambil putar sedikit tubuh, ia menikam balik, ke arah tenggorokan. Ini ada suatu gerakan yang liehay . yang meminta kegesitan. Oag Tjay Wat lihat serang an musuh, ia hendak menangkis, hanya sayang. daiam h al mainkan senjata ia kalah eesit, ia tidak segesit ilmunya entengi tubuh atau l ari pesat. Ia terkesiap hatinya. Rata! Maju! Maju! demikian tiba-tiba Lo Toa Houw berseru-seru seraya tumbaknya d ipakai menangkis goloknya si nyonya. Ia telah memburu dan mencandak lawan. Lauw In Giok tidak tabu musuh hendak berbuat apa, karena itu, untuk sedetik, i a berlaku aval, dengan begitu, Tjay Wat jadi terluput dari bahaya. seiagi dia in i keluarkan keringat dingin saking kaget, Toa Houw telah berdiri di dampingnya. Cepat sekali, Lioe Toanio sudah lari sampai di iuar rimba. Ia masih menduga-du ga apa maksudnyajeritan musuh barusan. Selekasnyaberada di luar, dari mana ia bi sa memandang ke rumahnya, ia kaget bukan main. Di sana asap menggulung naik, api telah berkobar, meskipun belum besar.Ia insyaf apa artinya itu, maka itu, matan ya menjadi merah. Ingin ia bisa terbang, akan segera sampai di rumahnya, akan ba smi musuh, guna lampiaskan kesengitannya. Tahan! Kau hendak lari kemana? sekonyong-konyongsuara membentak di depannya Lioe T oanio, seiagi ia berlari pulang. Suara itu ada suara dalam, dari seorang yang To a Houw, dari belakang, teriaki: Djieko, awas! Pegat itu perempuan busuk! Toanio gusar, tan pa buka suara lagi. ia maju membabat tangan musuh.Ia gunai Hon g hong tian tjie atau Burung hong pentang sayap . Musuh di depan itu, yang membentak, tidak gentar dengan itu babatan, hanya ket ika golok mendatangi, tiba-tiba ia gcscr tubuhnya seraya tangannya bergcrak, tah u-tahu pedangnya dari atas membacok ke bawah, untuk menabas kutung lengannya si nyonya gagah. Lioe Toanio tidak sangka musuh ada demikian liehay, ia lekas tarik pulang golo knya, tidak urung kedua senjata telah beradu keras, sampai si nyonya limbung! Ba iknya ia cerdik, segera ia terusi, akan lompat jauh, sampai setumbak lebih. Adal ah di sini, scmbari putar tubuh dan goloknya di depan dada, ia lantas mengawasi musuh itu. Eh, Djieko, kenapa tidak segera turun tangan? menegur Lo Toa Houw, yang sudah la ntas sampai di dekat orang yang mencoba rintangi Lioe Toanio itu. Itu waktu Lauw In Giok sudah bisa lihat tegas orang ini. yang bersenjatakan se batang pedang panjang la tadinya menyangka pada Lo Djie Houw, sebab orang toh di bahasakan djieko , tidak tahunya, orang ini ada seorang tua yang tubuhnya jangkung dan kurus sedang sepasang matanya ada bersorot tajam, dengan mata itu ia diawasi . Ia lantas mengerti, ia bukan lagi hadapi orang sebangsa Persaudaraan Lo itu. O rang tua itu hunjuk sikap jumawa, waktu Lo Toa Houw dekati dia, dia suruh jago s he Lo itu mundur, begitupun semua kawannya dia ini. Melawan mi perempuan busuk, k enapa mesa pakai banyak orang? demikian suaranya, yang katak. Mundur! Mundur Mukanya Lo Toa Houw menjadi merah, satu tanda ia ada mendongkol, tetapi scpcrt i orang di bawah pengaruh, ia terpaksa mundur, bersama orang-orangnya, ia berdin diam saja, mengawasi ke depan. Orang tua ini adalah orang yang sarankan akan pancing keluar pada Lioe Toanio sambil berbarengdi lain pihak satroni orang punya rumah.Kalau Lo Toa Houw ada ja di pahlawan keraton peristirahatan kaisar di Sin-tek, Sin-tek Lie-kiohg, dia ada lah pahlawan istimewa dari Keraton Kerajaan Tjeng. Sekarang tak dapat Lioe Toanio menahan sabar, sebagai jago betina dari Ban Sen g Boen, ia merasa terhina oleh sikap musuh tidak dikenal itu. dari itu, tanpa ay al lagi, malah dengan tidak mengucap suatu apa, ia segera maju menyerang dengan golok Toan-boen-toonya. Musuh itu benar-benar liehay. Dengan tenang, tetapi dengan sungguh-sungguh, ia menangkis serangan. Pedangnya, dengan berat tetapi sebat, mengelakkan sesuatu b acokan atau babatan. Dengan caranya ini, ia bikin golok lawannya jadi tidak berd aya. Lioe Toanio menjadi sibuk kapan ia dapat kenyataan musuh tak dapat didesak. ja ngan kata dikalahkan. terutama karena dia sudah mulai lelah. Justcru itu, musuh pun menukar siasat. Berbareng dengan satu seruan. orang tua itu mulai dengan ran gsekannya, pedangnya mainkan ilmu Tat Mo Kiam-hoat dari Siong Yang Pay. Seranganny a itu adalah yang dibilang hebat bagaikan turunnya hujan besar. Dan sesuatu tusu kan senantiasa mengarah bahagian anggota-anggota yang berbahaya! Sebenamya, kepandaian antara dua musuh ini tidak beda seberapa, hanya yang heb at bagi Lauw In Giok adalah dia sudah letih; sesudah gagal dengan desakannya, ia sekarang dibikin repot dengan rangsekan musuh. Sudah terang, musuh ini mengguna i siasat yang bermula ia kasih dirinya didesak dan baharu sekarang ia lakukan se rangan membalas Dalam ancaman lawan itu, Lioe Toanio berlaku nekat. Selagi terdesak, dengan ti ba-tiba ia gunai serangan Koay niauw hoa in atau Burung ajaib membalik mega . Ia puta r goloknya dan membabat. Sang lawan lagi mainkan tipu tikaman Loo souw hie kirn atau Orang tua mcncntcng k irn kctika si Nyonya Lioe menyerang secara dcmikian mendadak dan hebat, ia tetap tenang, dengan sabar ia mundur, pcdangnya yang panjang dipakai merapati golok mu suh, scsudah mana, dengan tipu. silat Soen soei twie tjouw atau Menolak pcrahu deng an ikuti aliran air , pcdangnya itu ia serodoti maju, untuk ujungnya yang tajam me nikam tenggorokan lawan! Lioe Toanio insyaf pada bahaya, hatinya terkesiap, cepa t sekali, ia mencelatmundur duatindak, bcrbareng dengan mana, tangannya yang menceka l golok, terayun, hingga segeraiah nienyusui mclesatnya golok itu. Sebab ia tela b berlaku nekat, ia menyambit musuh dengan golok! Musuh tua itu kelihatan terkejut, matanya bersinar, akan tetapi dia pun bisa l ompat mundur dengan tidak kurang gesitnya, hingga akhirnya, golok cuma lewat di atas pundaknya, hingga ia luput dari bahaya. Tapi ia mendongkol karena serangan yang hebat itu, ia segera balas menyerang dengen beberapa biji senjata rahasiany a Tok-tjie-leeyang beracun. Ketika tadi ia habis menyerang, Lauw In Giok telah tcrusi loncat pu la, dari itu, ia jadi telah pisahkan diri enam-tujuh tumbak dari musuh itu, maka sekarang, melihat datangnya serangan gela p, ia dapat ketika untuk egos tubuh, ke kiri dan kanan, akan elakkan sesuatu sen jata rahasia itu; walaupun ia sudah lelah, ia masih dapat hindarkan diri dari ba haya maut. Lo Toa Houw sementara itu jadi berada dekat dengan nyonya ini, sadari tadi ia memang nonton saja, maka sekarang, melihat ada ketikanya, dengan sekony ong-konyong ia loncat pada nyonya itu sambil teruskan menyerang dengan tumbaknya , hanya sekarang ia pakai tipu pukulan toya Houw-bwee-koen atau Ekor Harimau .Tipu puk ulan ini, kecuali menikam, pun bisa mengetok jalan dengan t iam-h iat, totokan j alan darah. Bukan kepalang kagetnya Lioe Toanio, ia tak dapat berkelit lagi, mak a untuk tolong diri, ia pertahankan ambekannya, ia menahan napas. Ia tidak kena tertikam tetapi ia telah terbentur, dengan sendirinya, ia lantas merasaitubuhnya j adisedikit gemetaran dan beku . Puas sekali hatinya Lo Toa Houw dengan hasilnya itu, dari itu ia segera maju p ula, untuk ulangi serangannya selagi si nyonya sudah tidak berdaya j itu. Satu k ali saja ia dapat menikam, akan habislah lelakon hidupnya jago perempuan itu. . Dalam saat berbahaya bagi Lauw In Giok itu, tiba-tiba satu bayangan loncat meles at dari samping. Rupanya bayangan itu datang dari tegalan, tetapi tanpa ketahuan . Bayangan itu melesat bagaikan burung, enteng dan cepat sekali, tahu-tahu ia su dah sampai pada si orang she Lo, selagi ia lewati si nyonya, tangannya menyambar kepala orang. Lo Toa Houw tertegun, ia gelagapan, tanpa merasa lagi, ia rubuh terguling! Oh, Anak, kiranya kau! demikian teriakannya Lioe Toanio, yang heran berbareng gi rang ketika ia telah lihat rupanya bayangan itu, yang menjadi tuan penolongnya. Ia menjadi berdiri tercengang, hingga ia lupa bahwa ia seharusnya lekas pulang, untuk tengok rumahnya. Tidaklah aneh jikalau Nyonya Lioe Kiam Gim menjadi bagaikan dipagut ular itu. Orang yang tolong dia adalah orang yang dia tidak pernah sangka-sangka. sebab ia ini adalah orang yang sudah meninggalkan rumahnya hampir sepuluh tahun lamanya, yang kabarnya sudah pergi ke Liau w-tong dan kemudian tidak ada kabar ceritanya lagi ialah murid kepala dari Lioe Kiam Gim murid yang diterima di Poo-teng pada lebih daripada dua puluh tahun yang lalu. Yaitu Law Boe Wie! Dengan terbitkan satu suara nyaring, Law Boe Wie hunus pedang panjangnya, yang bersinar laksana perak, lalu dengan pedangnya itu, ia menuding pada musuhnya. Soenio, beberapa ekor anak kelinci ini serahkanlah kepada muridmu! Silakan Soen io pulang lebih dahulu! katanya pada isteri gurunya yang berbareng pun menjadi gu runya. Kemudian ia sontek tumbaknya Lo Toa Houw dengan kakinya, hingga tumbak it u mencelat pada sang soenio, siapa sambut itu dengan gapah. Hingga sekarang nyon ya ini jadi dapatkan ganti dari golokknya, yang tadi ia pakai menyambit musuhnya , si orang tua yang iiehay. Baharu sekarang Lioe Toanio dapat pulang ketabahannya, sedang tubuhnya pun sud ah tidak sesemutan lagi. Muridku, kau hati-hati! ia segera pesan. Jangan kuatir, Soenio, sahut sang murid sambil tertawa. Nyonya guru itu lantas putar tubuhnya, untuk pergi. Sementara itu, kedatangannya orang Ssing ini telah membuat musuh jadi tercenga ng, tetapi selagi sang murid dan soenionya bicara, Lo Ngo Houw sudah berlompat k epada kandanya Toa Houw, apabila ia sudah tengok kanda itu, ia kaget hingga ia k eluarkan jeritan. Toa Houw rebah sebagai mayat, batok kepalanya pecah remuk, darahnya melulahan! Sakit rasa hatinya Ngo Houw, tapi ia segera geraki goloknya, ia niat rintangi Lioe Toanio, akan tetapi Law Boe Wie mendahului menangkis goloknya, hingga mau a tau tidak, ia mesti layani ini bayangan yang tangguh. Di antara saudara-saudaranya, Ngo Houw ada yang terlemah, sudah begitu, ia pun sedang terluka, dari itu, sebelum si orang tua sempat datang padanya, baharu du a gebrak, pedangnya Boe Wie sudah sampok tcrpcntal goloknya dan kakinya bayangan i ni sudah menyapu patah berisnya hingga ia rubuh sambil keluarkan jeritan hebat d an mcngenkan, sekctika juga, ia pingsan! Lioe Toanio masih sempat saksikan itu p ertempuran yang hebat tetapi sekejaban saja, bukan main kagum dan girangnya akan muridnya itu, maka dengan bawa tumbaknya, ia tcrus berlalu dengan had lcga seka l i. Hanya ia mesti pulang dengan bcrlari-lari lekas, karena ia lihat, asap suda h mulai mengepul tebal dan api lagi mulai bcrkobar . Sampai di situ, majulah si orang tua, malah dengan satu tikamannya. Law Boe Wi e tangkis itu serangan, dengan keras sekali, hingga kedua senjata beradu dengan hebat, hingga menerbitkan suara nyaring sekali, lelatu api sampai muncrat meleti k. Berhubung dengan itu, si orang tua mundur duatindak, ia rasai telapakan tanga nnyasakit. Di lain pihak, lawan yang baharu itu berdiri tegak dihadapannya. Tapi ia tidak jadi jerih, ia malah lantas menuding. Mendengar suaramu, berkata ia, kau adalah muridnya Lioe Kiam Gim. Sekalipun soeni omu bukan tandinganku, maka perlu apa kau banyak tingkah di sini? Baik kau angka t kaki siang-siang! Kita datang untuk menuntut balas, kau tidak punya urusan di sini!Pergi ambil jalanmu yang lurus, kita tidak akan ganggu kau! Boe Wie tidak gubris kata-katanya orang itu, ia mengawasi dengan tajam. Eh, kau kiranya pandai menimpuk dengan Tok-tjie-lee! katanya, dengan mcngejek. Ka u bisa mainkan Tat Mo Kiam-hoat! Malah kau pun pandai menggunai beberapa jurus i lmu pedang Heng Ie Pay asal curian! Hm! Kau sangka aku .tidak kenal kau? Jangan harap aku nanti angkat kaki siang-siang! Malah kau, apabila kau hendak berlalu, aku tidak akan izinkan! Melihat romannya atau usia, dan duduknya hal, pula melihat gerak-gerakan tanga n orang itu, muridnya Lioe Kauwsoe ini segera menduga pada orang yang dulu gurun ya cari tetapi tak dapat diketemukan. Maka itu, cara bagaimana ia hendak gampang -gampang kasih lolos orang ini? Orang tua itu tidak hendak banyafc omong pula, ia lompat maju dengan serangann ya. Ia pun telah menduga-duga, siapa orang ini, karena Lo Soe Houw pemah omong t entang seorang dengan roman sebagai dia ini, yang merintangi pihak mereka selama pertempuran di muka muara. Ia insyaf bahwa orang ini pandai silat dan berenang, buktinya ia saksikan barusan saja nasibnya Toa Houw dan Ngo Houw.Ia heran, bagai mana Lioe Kiam Gim mcmpunyai murid liehay begini. Ia belum pernah menempur Kiam Gim sendiri, hanya pernah layani Teng Kiam Beng, soetee dari Kiam Gim, dan sekar ang, ia dapati bayangan ini tak di bawahnyaTeng Kiam Beng itu. Tapi Boe Kek Kiam-h oatnya belum pernah ketemu tandingannya, ia hendak coba ilmu pedangnya itu akan layani si kepala bagaikan kepala macan tutul ini. Pertarungan sudah lantas ambil tempat. Orang tua itu mengerti musuh ada liehay dan tenaganya bcsar, ia segera hunjuk kepesatan tubuhnya dan kegesitan main pedangnya. Ia lompat ke kiri dan ke kanan, ia menikam atau menyabet, gerakannya bagaikan kilat berkelebat Sama sekali ia t idak kasih ketika akan pedangnya kebentrok pedang musuh itu. Pertempuran telah berjalan sekian lama, tidak perduli si orang tua hunjuk kdie hayannya, ia sama sekali tak dapat desak Law Boe Wie, siapa telah perlihatkan ke pandaian seperti mengikuti kebisaan orang. Boe Wie gunai beberapa macam ilmu puk ulan yang luarbiasa, yang berbedaan sadari lain, tetapi dasarnya tetap ada Thay- kek-koen (yang pun disebut Bian-koen lemas tetapi ulet dan keras). Berselang lag i sekian lama. walaupun ia belum terdesak, si orang tua sudah mulai bernapas sen gal-sengal, keringatnya sudah mulai mengalir, jtdatnya basah paling dulu. Ia men gerti bahwa ia terancam bahaya. maka itu, lekas ia ben tanda kepada Ong Tjay Wat supaya kawan itu membantunya. Sekarang ia tidak lagi jumawa, dan ia pun lepaska n janjinya tadi bahwa orang mesti bertempur satu sama satu, tidak boleh main ker oyok. Ong Tjay Wat telah rasai desakan goloknya Lioe Toanio, nyalinya telah menjadi ciut, sampai itu waktu, ia masih belum cukup beristirahat, sekarang ia saksikan liehaynya orang tidak dikenal itu, ia jerih bukan main, tetapi si orang tua suda h berikan tanda, dengan terpaksa ia maju juga, hanya ia berkelahi dengan lebih b anyak membela diri. Ia sudah pikir, begitu lekas orang tua itu keok. ia akan men dahului angkat langkah panjang! Demikianlah pikirannya Ong Tjay Wat Apalagi kedu a kawannya, malah mereka ini sengaja berpura-pura tidak lihat tandanya si orang tua, mereka berdiri diam saja di kejauhan.Mereka pun pikir, asal si orang tua kal ah. mereka akan kabur. Melainkan yang satu menyiapkan beberapa potong senjata ra hasia Thie-Kan-tjie, untuk dipakai membarengi menyerang andai kata orang tua itu peroleh kemenangan! Law Boe Wie tidak gentar melihat Ong Tjay Wat datang mengepungnya, sebaliknya, ia geraki pedangnya dengan terlebih sebat dan keras. Di sebelah itu, tangannya yang kirij eriji tengah dan jeriji manisnya, senantiasa turut main juea. akan cari jalan darah untuk ditotok. Dua jarinya ini malah terlebih liehay daripada pedan gnya yang tajam itu. Sebentar saja Boe Wie telah mengcrti bahwa Tjay Wat jerih dan licik, oleh kare na itu, ia lebih banyak pusatkan pcrhatiannya kepada si orang tua. Kembali iewat beberapa jurus, sampai di sini, si orang tua mesti ambil putusan bukan untuk rubuhkan musuh atau nekat. hanya guna ulur kedua kaki panjangnya. I a insyaf, berkclahi lebih jauh tidak menguntungkan, babkan bakal mencelakai diri nya. Ia anggap, angkat kaki paling selamat. Law Boe Wie lihat orang hendak tinggalkan, ia tidak mau mengerti, selagi orang putar tubuh untuk menyingkir, ia barengi menyerang, kakinya berlompat, pedangny a menikam. Itu adalah gerakan Liong tjoa tjie tjauw atau Naga dan ular lari berbare ng . Ujung pedang sudah lantas menghampirkan batok kepala musuh. Si orang tua lihat ancaman bahaya itu, dengan sangat terpaksa putar tubuh, ia menangkis, maka tak dapat dicegah pula yang kedua senjata jadi bcradu, hingga te rdcngar suara yang nyaring. Begitu lekas kedua senjata kebentur satu dengan lain, Law Boe Wie segera putar ugel-ugclan tangannya sambil menarik ke samping, menyusul mana pedang panjang d ari lawan jadi terlepas dari cekalan dan terpental. Tapi ia tidak berhenti sampa i di situ. Ia pun merangsek, dua jari tangan kirinya disodorkan bagaikan kilat b erkelebat. Si orang tua terkejut karena pedangnya terlepas dan terlempar, selagi ia belum sadar apa yang bakal tcrjadi terlebih jauh, dua jari musuh sudah mengenai sampi ng iganya, tak sampai ia menjcrit, tubuhnya lantas sempoyongan. Boe Wie masih belum mau berhenti, ia maju pula, akan susul tubuh musuh itu, ya ng ia segera jambak dengan tangan kirinya scsudah mana, ia angkat tubuh orang it u! Orang tua jangkung kurus itu tetap tidak bcrsuara, iapun tidak berdaya, karena ia sudah kena ditotok jalan darahnya Hoen-hian-hiat , hingga ia jadi min p dengan sat u mayat, apabila ia tak segera ditolong, dalam tempo enam jam baharu ia bisa sad ar sendiri. Di pihak orang tua ini, dua kawannya yang memasang mata , sudah lantas ambil lang kah seribu, begitu lekas mereka lihat jagonya itu memutar tubuh, sedang Ong Tjay Wat, yang semangatnya seperti terbang karena menyaksikan cabang atasnya itu mat i kutunya, pun angkat kaki tanpa ayal-ayalan lagi. Law Boe Wie lihat orang lad, ia tidak hendak mengejar, karena ia tahu, dengan itu jalan ia bakal sia-siakan tempo. Ia percaya, Tjay Wat itu bisa lari keras, s ukar untuk ia dapat mcncandak dalam sedetik. Maka ia rogoh sakunya dan keluarkan dua potong pisau belati kecil tidak ada lima dim panjangnya yang ia lekas pakai menimpuk, kemudian samar-samar ia dengar jeritannya musuh itu, siapa rupanya te rluka tidak hebat, sebab dia masih bisa lari terus ke dalam tempat lebat. Sampai di sini, medan pertempuran itu jadi sunyi-senyap, langit pun guram, sed ang angin adalah angin dingin yang halus sambarannya. Law Boe Wie bersenyum puas, akan tetapi ia tidak dapat berdiam lama di situ. I a lihat cahaya api di arah rumah gurunya, itu ada tanda bahaya untuknya. Ia pun menduga-duga, soebonya sudah berhasil atau belum dalam menolong rumahnya itu. Ma ka ia perlu membantu terlebih jauh. Tapi ia masih cekali si orang tua. Bisakah i a berlari-lari dengan bawa-bawa musuh itu? Ia bersangsi sesaat, lantas ia turunk an tubuhnya musuh itu, dikasih berdiri, lalu tangan kanannya merogoh ke dalam sa kunya si orang tua.Ia ambil entah barang apa, yang ia sesapkan ke dalam sakunya s endiri. Sesudah ini segera ia lari ke arah rumah gurunya. Benarlah dugaannya, sa ng soebo, bersama soemoaynya, masih belum lolos dari mara bahaya . Sementara itu, siapakah si orang yang liehay itu? Dia adalah pemegang peranan pada kejadian dua puluh tahun yang lampau, ketika Teng Kiam Beng kena dipancing datang ke gedung Soh Sian Ie. Si pemancing menyamar sebagai dua tjay-hoa-tjat, p enjahat cabul, yang memakai topeng, hingga orang she Teng itu kena terjebak, hin gga karenanya, Kiam Beng jadi bentrok sama Tjiong Hay Peng, sampai ia pun berpis ah dari soehengnya. Seperti sudah dijelaskan di sebelah atas, dia ada pahlawan d ari Raja Boan. Dia adalah Bong Eng Tjin, sedang kawannya yang bersenjatakan Poan -koan-pit, ada Ouw It Gok. Kebisaannya beberapa jurus ilmu pedang Heng Ie Pay ad a hasil curiam, dia sendiri sebenarnya ada murid yang murtad dari Thio Tjeng Kie , tjiang-boen-djin atau ahli waris turunan ketiga dari Siong Yang Pay. Barang-barang upeti yang dilindungi Teng Kiam Beng bukannya dibegal oleh kawan an Bong Eng Tjin, melainkan pcrbuatannya orang tain, tetapi kawanan ini punya re ncana lain. Tugas mereka adalah mencegah Lioe Kiam Gim datang ke Utara, untuk ba ntu saudaranya, agar jago she Lioe ini tidak mcrusak maksud mereka memecah-belah kaum Rimba Persilatan. Demikian mereka Sudan datang mengacau, atau mengganggu, Keluarga Lioe, dcngan caranya yang licik tapi hebat: Jikalau di dalam rimba yanghoe sudah terjadi suatu pertarungan yang dahsyat, d i rumah Keluarga Lioe sendiri sudah lerjadi pertempuran yang tidak kurang hebatn ya, dan kalau pertarungan di dalam rimba selcsai dengan cepat, adalah di rumah i tu masih bcrlaku sampai sekian lama lagi. Bong Eng Tjin sudah atur rencana penyc rangannya secara begini: la pecah rombongannya menjadi dua. Lebih dahulu daripada itu, ia kirim surat u ndangan akan menantang berkelahi satu dengan satu, secara or-ang-orang terhormat . Rombongan yang pertama adalah yang melakukan pertandmgan di rimba yanglioe, ya ng kedua adalah yang satroni rumahnya Lioe Kiam Gim. Kecuali Lioe Toanio, ia pan dang tak mata juga murid-muridnya, dari itu ia sendiri pimpin Qng Tjay Wat. Lo T oa Houw dan Lo Ngo Houw serta dua kawan lagi, dan Lo Djie Houw serta Lo Soe Houw pimpin beberapa kawan pula. Tapi rencananya ini justeru menolong Yo Tjin Kong. Malam itu, seperti diketahui, yang berdiam di rumah Lioe Kiam Gim ada sang put eri sendiri, Bong Tiap, bersama sang keponakan, Lauw Hie Hong,dan kedua murid, Y oTjin Kong danTjoh Ham Eng. Ketikaitu,mereka mempunyai masing-masing pikirannya sendiri. Hie Hong diminta bantuannya oleh bibinya, ia tahu, ia mesti tanggung ja wab atas keselamatan keluarga bibinya itu. Bagaimana bila ia gagal? YoTjin Kong sibuk sendirinya, iapun berkuatir. Toa-soeheng mereka tidak ada, maka itu, iapun bertanggung jawab. Biar Hie Hong ada sanak dekat, ia sendiri ada wakil murid kepala, ia tidak dapat bebaskan dir i.Hie Hong pun bukannya murid Kaum Thay Kek. Bong Tiap sebaliknya ada bergembira, ia bersemangat, ia hanya merasa tegang se ndiri kapan ia ingat, bahwa ini ada pertempurannya yang pertama kali. Ham Eng juga bersemangat, hanya di sebelah itu, ia pikiri sang soemoay, ia kua tir soemoay ini nanti terluka atau kena diculik . Cuma satu perasaan ada pada empat anak muda ini, ialah mereka mesti siap akan nantikan serangan badai dan hujan lebat , karena mana, mereka lalu berdamai akan at ur penjagaan, di atas genteng dan di dalam rumah. Untuk menjaga genteng, Tjin Ko ng dan Hie Hong saling berebut, tapi akhirnya, si orang she Yo yang naik ke atas , karena ia kemukakan alasan: Urusan Kaum Thay Kek mesti murid-murid Thay Kek Pay sendiri yang menanggung jawabnya, dari itu, Saudara Lauw, kau baik menjaga di d alam rumah saja. Hie Hong akhirnya mengalah, tetapi ia tidak puas, dalam hatinya, ia kata: Oh, kau bicara tentang kaum! Apakah kau sangka aku Kaum Ban Seng Boen t idak sanggup menempuh badai dan gelombang? Seberangkatnya Lioe Toanio, empat anak muda itu lantas mulai dengan penjagaan mereka. Mereka pasang mata dan kuping, sedikit saja suara berkelisik menyebabkan mereka bersiap. Mereka mesti menanti lama juga, akhir-akhirnya musuh telah data ng! Mereka itu muncul hampir bareng temponya dengan dikepungnya Lioe Toanio di d alam rimba. Yang muncul paling pertama ada Lo Soe Houw, Harimau Keempat dari Persaudaraan Lo. Ia datang dari bclakang, terus saja ia loncat naik ke atas genteng, ketika Y o Tjin Kong ketahui datangnya, ia sudah beradadi belakangnya pemuda ini. Musuh datang! Tjin Kong segera beri tanda, dengan suitan dan teriakannya, setela h mana, ia tidak sempat buka mulutnya lebih jauh. Soe Houw sudah lantas menerjan g dengan sepasang tempulingnya, Ngo-bie Hoen-tjoei-tjie. Menurut rencana, Tjin Kong mesti lekas turun, akan bersatu dengan . soemoaynya sekalian, tetapi sekarang, ia tidak bisa jalankan rencana itu. Di luar sangkaan , lagi beberapa orang, turut loncat naik; sedang Soe Houw merintanginya, dari it u, ia mesti lawan musuh itu, terutama Soe Houw sendiri, yang mendahului serang i a. Senjata Soe Houw, yang sesuatunya bercagak figa, mirip dengan sha-tjee, semua ujungnya sangat tajam. Biasanya senjata Ini dipakai di dalam air, tetapi si Hari mau Keempat bisa pakai itu di dalam air dan di darat. Sulit untuk Tjin Kong lawa n musuh she Lo itu, tidak perduli ia sudah wariskan enam sampai tujuh bagian kep andaian gurunya, karena di sebelah kurang pengalaman pertempuran, ia juga tidak kenai gegaman musuh itu. Dari itu, setelah beberapa gebrakan, ia melainkan bisa gunai kepandaiannya mainkan pedang untuk lebih banyak bela diri. Sedangkan Tjin Kong sibuk, satu bayangan lain mencelat naik, tapi bayangan ini segera perdengarkan suaranya: Saudara Yo, jangan takut! Siauwtee nanti bantu kau ! Itulah Lauw Hie Hong dengan goloknya Toan-boen-too. Sembari berkelahi, Tjin Kong kerutkan alis. Tak puas ia atas datangnya sahabat ini. Ia duga Hie Hong datang tentu disebabkan orang she Lauw ini sangka ia jeri h karena tadi ia berteriak dengan pertandaannya. Tapi datangnya sahabat ini, ia duga, Hie Hong datang tentu disebabkan itu dugaan, ia hanya ingin menunjukkan il mu silatnya Kaum Ban Seng Boen. la tidak senang tadi Tjin Kong menyebut-nyebut g olongan, sedang ia sendiri anggap, Thay Kek Pay dan Ban Seng Boen ada seperti se golongan saja Atas datangnya bala bantuan itu, Tjin Kongtidak bilangsuatuapa, Hi e Hong sendiri, sebaliknya tidak dapat membantuorangshe Yo itu, karenaia segerad iserbu oleh duakawannya Soe Houw, kawan siapa ada lima, sedang yang tiga lagi, t erus loncat turun ke bawah genteng. Dari tiga musuh yang loncat turun ini, yang satu ada muridnya Bong Eng Tjin, y ang dua ada murid-muridnya Lo Toa Houw, kepandaian mereka tidak lemah. Ketika me reka sampai di bawah, mereka lantas diserang oleh Lioe Bong Tiap dan Tjoh Ham En g, yang sudah siap sedia di saat mendengar pertandaan dari Yo Tjin Kong. Tandingan dari Bong Tiap ada seorang dengan tubuh besar dan tinggi melebihi si nona. Sesudah bebcrapa jurus, nona ini jadi gembira. Nyata ia tak kena didesak m usuh yang dari tubuhnya bukan tandingannya. Maka itu, ia lantas saja pikir untuk lekas rubuhkan musuhnya itu. la segera mendesak. Ilmu silat pedang dari Thay Kek Pay berpokok dengan ketenangan, atau lebih teg as: Musuh diam, kita diam; musuh bergerak, kita mendahuluinya . Kalau orang hendak mendahului bergerak, ia sudah mesti pandai betul. Tidak demikian dengan Nona Lio e ini. la belum mengatasi kesempurnaan, sekarang ia bergerak terlebih dahulu, ma ka ia dengan sendirmya hunjukkelemahan terhadap musuh. Dengan Kie hoh liauw thian , atau Mengangkat api untuk menyuluhi langit , Bong Tiap hendak tikam tenggorokan orang. Justeru itu waktu, sang lawan lagi siapkan Teng y ang tjiam , atau Jarum pedoman . Dari Tat Mo ICiam-hoat dari Siong Yang Pay, maka ia telah bersiap untuk menyambut tikaman. Ketika ujung pedang mendatangi, ia mundur satu tindak, kaki kirinya dikesampingkan, berbareng dengan itu, tangan kanannya ialah pedangnya -menyambar ke kuping kanan orang itu. Tidak ada ketika atau jalan lagi, untuk Bong Tiap menangk i s, terpaksa ia mun dur dengan gugup. Selagi ia mundur, kaki kiri musuh sudah icrangkat, ujung kakin ya segera mengenai dengkulnya, atas mana, tidak ampun lagi, nona itu kena terdup ak terpental sampai lima-enam tindak dan rubuh dengan terbanting keras, sambil m enerbitkan suara juga. Lawan itu tidak berhenti sampai di situ saja, menampak musuh rubuh, ia lompat maju, untuk susuli penyerangannya terlebih jauh, tetapi belum sampai ia menyeran g, beberapa Kim-tjhie-piauw, dengan berkeredepan, telah menyambarnya. Sebab Nona Lioe itu, walaupun dia sudah jatuh, masih dapat kesempatan menimpuk dengan senj ata rahasianya itu, yang ia siapkan dengan cepat. Sambil keluarkan seruan kaget, musuh itu loncat mundur pula. Serangan piauw dari jarak dekat, kepandaiannya Bong Tiap sudah boleh juga, aka n tetapi musuh ini bukan orang sembarangan. Dengan Tjay hong sie ek , atau Burung ho ng mementang sayap , ia menangkis ke kiri dan kanan, ia sampok jatuh dua batang pi auw, hanya apa celaka, senjata rahasia itu datang di tiga jurusan, selagi ia ber lompat, piauw yang ketigajusteru mengenai pahanya, hingga ia perdengarkan seruan nya babna kaget dan sakit, karena ia terluka, tetapi karena ia ada tangguh, ia m clainkan sempoyongan saja, tidak sampai ia rubuh. Selama itu, Tjoh Ham Eng sibuk bukan main, selagi ia mesti lay an i dua musuh, i a kuatirkan soemoaynya, ketika melihat Bong Tiap rubuh, ia kaget sampai berseru, berbareng dengan mana, ia berlompat mundur, niatnya untuk tolongi adik sepergur uannya. Tapi kedua lawannya mencegahnya, keduanya menghalangi, menyerang dengan berbareng: yang satu dengan ruyung lemasnya, Djoan-pian, yang lain dengan toya b esinya, mereka datang dari kiri dan kanan. Ham Eng mesti bela diri, ia menangkis dengan cepat tetapi, hampir-hampir pedangnya kena dilibat dan disampok terlepas oleh ruyung musuh. Dalam saat berbahaya itu dari Bong Tiap dan Ham Eng, dari atas genteng ada ber lompat turun beberapa bayangan, yang saling menyusul, semuanya memburuh ke dalam rumah. Yang pertama ada Hie Hong, yang kedua, Tjin Kong, dan yang ketiga, Lo Soe Houw. Di belakangn ya hari mau ini ada konco-konconya. Di atas genteng barusan, kedua musuh yang rintangi Hie Hong bukannya orang-ora ng liehay, mereka ada sebawahan Soe Houw, dari itu,| orang she Lauw itu bisa des ak mereka, sesudah mana, Hie Hong loncat pada Tjin Kong, untuk serang musuhnya d ia ini. Atas ini, Soe Houw lompat mundur, hingga karenanya Tjin Kong jadi terlep as dari kepungan. Saudara Lauw, turun, turun! Tjin Kong lalu serukan kawannya. Paling perlu adalah melindungi soemoay! Kenapa kau tinggalkan dia? Ah, kau tidak kenal budi! pikir Hie Hong, yang tidak puas akan sikap orang itu. Akan tetapi Tjin Kong omong dari hal yang benar. Dua kawannya di bawah adalah or ang-orang dengan usia terlalu muda, sedang Bong Tiap ada adik misannya piauw-moa y kalau adik itu bercelaka, bagaimana nanti iabertemu sama bibinya? Maka itu, de ngan tidak bilang suatu apa, ia pergi loncat turun. Begitu lekas sudah datang defeat. Hie Hong gunai goloknya akan serang musuh ya ng bersenjatakan Djoan-pian. Musuh itu benar-benar liehay. ketika golok Toan-boe n-too menyambar, ia tidak kelit, hanya ia rintangi itu dengan ruyungnya yang lem as, ia melibat. la bersenjatakan panjang, musuh pendek, ia menangdi atas angin. Dengan sebat, ia menarik, ia hendak bikin goloknya Hie Hong terbetot tcrlepas, o rangnya nibuh. Lauw Hie Hong ada keluaran Ban Seng Bocn, ia punyakan pelajaran Iwee-kang dan gwakang dengan berbareng. terutama gwakang, hingga tenaganya besar sekali, maka itu, kuda-kudanya tangguh. Ia telah lihat sikapnya musuh, ia lalu gunai akal. De mikian, ia sengaja antap goloknya kena dilibat, selagi ia berdiri tcgar. ia tung gu musuh betot ia, ketika ia tampak tangan dan kaki musuh bcrgerak, ia lalu mcnd ahului membctot dengan keras. Musuh tidak sangka gerakan macam ini dari lawannya, kuda-kudanya digempur, ia kena tertarik hingga ia sempoyongan dan ngusruk ke depan lawan, dari itu Hie Hon g bisa gunai ketikanya akan hajar pundak orang dengan belakang golok. Aduh!* musu h itu menjerit, ruyungnya teriepas, tubuhnya rubuh, ia pingsan. Adalah di waktu itu, Tjin Kong dan See Houw serta dua kawannya dia ini, loncat turun, akan menyusul. Maka bersama-sama Tjin Kong, Hie Hong persatukandiri deng an Ham Eng dan Bong Tiap. Mereka mundur ke tembok, untuk pertahankan diri di sit u. Ini ada rencana mereka apabila mereka terdesak. Lawannya Bong Tiap, yang terluka piauw, telah maju pula, akan tetapi Tjin Kong desak ia, selagi ia repot kclabakan, Ham Eng dupak ia rubuh sampai bergelinding an beberapa tindak. Tjin Kong ada berempat, senjata mereka ada tiga pedang panjang dan sebuah golo k. Di sebelah itu, asal ada ketika Bong Tiap pun gunai senjata rahasianya. Penyerang ada berjumlah lebih besar, akan tetapi mereka tidak sanggup berbuat banyak, terutama sebab rumahnya sempit, hingga mereka tak dapat bcrgerak dengan leluasa. Akan tetapi mereka ini bukannya bangsa tolol, dari itu, mereka lantas m encari akal. Begitulah satu musuh lari, ke belakang, di sana mereka nyalakan api , untuk membakar rumah, hingga di lain saat, api mulai berkobar, asap lantas men gebul. Dengan ini jalan, mereka pun hendak paksa penghuni rumah noblos keluar, s upaya mereka bisa kepung dia orang itu. Ini daya keji telah memberi hasil. Tatkala asap menghembus ke dalam, orang mulai batuk-batuk, air mata meleleh ke luar, sukar untuk membuka mata dengan merdeka. Oh, kawanan terkutuk! Yo Tjin Kong mendamprat saking mendongkolnya. Janji adalah sa tu pertempuran secara laki-laki, kenapa sekarang kau orang berkawan dan turunkan ini tangan jahat? Manusia-manusia tak punya muka! Lo Soe Houw sambut dampratan itu dengan tertawaaya bergelak-geiak. Bocah, api belum berkobar besar, kenapa kau sudah panas terlebih dahulu? ia mcmb aliki. Kau sabar saja, tunggu lagi sebentar, nanti ada yang layani kau satu sama satu! Kita tidak kuatir kau nanti bisa kabur! Itulah tak akan terjadi! demikian dengan sekonyong-konyong terdengar suara jawab an suaranya seorang perempuan tetapi cukup angker. Di sini masih ada aku! Aku tid ak akan membiarkan kau orang kecele, sahabat-sahabat baik! Lo Soe Houw kaget, apapula kapan ia lihat berkelebatnya satu bayangan, hingga dengan lekas-lekas ia berkelit, kemudian ia putar tubuhnya, untuk awasi bayangan itu, roman siapa menyebabkan ia bergidik! Dia? Kenapa dia bisa ada di sini? Bukankah dia sedang dirongrong di dalam rimba yanglioe? Mustahil, di bawah kepungan, dia masih bisa loloskan diri? Kenapa tid ak ada yang kejardiaini? Demikian kata-kata dalam hati Harimau Keempat itu, yang kenali Lioe Toanio si bayangan dengan seruannya yang angker. Sedang yang menambah kagetnya adalah gega man di tangan Nyonya Lioe itu -bukannya Toan-boen-too hanya sebatang tumbak, mal ah pun tumbaknya Lo Toa Houw, kandanya! Tapi ia menjadi sangat gusar. Perempuan busuk! ia segera mencaci. Kenapa kau bisa pulang dengan masih hidup? Man a toakoku? Lauw In Giok tidak jadi gusar karena cacian itu, sebaHknya, ia tertawa. Kau punya toako? ia kata. Toakomu ada di sana! Dia telah bingkiskan aku tumbak in i disertai satu batok kepala manusia! Soe Houw kaget berbareng sangsi. akan tetapi keadaan sudah sampai di puncaknya kehebatan, maka itu, ia kertak gigi, ia lantas menyerang dengan tcmpulingnya. I a ada sangat sengit. Kau bisa kabur pulang ke rumahmu tetapi kau tak nanti dapat lolos dari rumahmu ini! ia berseru membarengi tikamannya. Lo Soe Houw kehendaki jiwa orang, tetapi di luar dugaanya, Nyonya Lioe ini bis a gunai tumbaknya bagaikan ular naga keluar dari laut, atau ular raksasa melilit cabang pohon , hingga ia jadi sangat terkejut Sungguh dia liehay sekali! katanya dalam hati. Karena ini, segera ia perdengarka n suitannya, atas mana Lo Djie Houw loncat turun dari atas genteng, buat serbu s i nyonya rumah. Dia ini menggunai golok yang berat Lioe Toanio sebal melayani se mua musuh itu. Anak-anak, maju! ia berteriak dengan tiba-tiba, ia sendiri mendahuiui mendesak. Ham Eng dan Bong Tiap sambut itu anjuran, mereka merangsek, di samping mereka, Tjin Kong dan Hie Hong turut membukajalan. Ketika rombongan ini sampai di thia depan, yang lebih lega, mereka kembali ken a dikurung musuh, yang telah candak mereka. Soe Houw dan Djie Houw kerubuti Lioe Toanio, orang-orang merangsek Tjin Kong b erempat, sckarang ini keadaan mereka hampir berimbang. Pcgangannya Lioe Toanio ada golok Kaum Ban Seng Boen, tetapi ia pun bisa gunai segala macam alat lainnya, sedang pengalamannya, pendcngarannya, ada luas, dari itu, ia bisa gunai tumbaknya Lo Toa Houw, malah ia keluarkan ilmu tumbak Kim-tjh ioDjie-sie-sie yang punyakan dua puluh empat tipu serangan. Ia menangkis, ia pun bias balas menyerang, hanya ia tidak bias gunai itu seperti Toa Houw, yang dengan itu berbareng bisa menotok jalan darah. Di sebelah itu, ia sudah letih, bekas layan i Bong Eng Tjin beramai, bekas ia berlari-lari jauh. Benar ia tidak mampu rubuhkan dua lawannya ini, tetapi kedua lawannyapun kewal ahan untuk bikin ia tidak berdaya. Selama pertempuran itu, api berkobar bertambah besar. sudah mulai berkobar ke sebelah dalam, hingga rumahnya Lioe Kiam Gim sudah seperti terkurung saja oleh s i ayam jago merah, bcberapa kali terdengar suara nyaring dari bambu yang terbaka r meledak, hingga suaranya saru dengan suara beradunya berbagai senjata tajam. Apabila pertarungan berjalan terus lagi sekian lama, bisa-bisa mereka jadi kor bannya api, sebab pihak penghuni tak dapat nerobos keluar, pihak lawan coba teru s mempertahankan, mencegah. Dalam saat yang sangat berbahaya itu, sekonyong-konyong ada datang satu orang baru, yang muncul di antara asap menebul, tangan kirinya mengangkat satu tubuh m anusia, tangan kanannya mencekal sebatang pedang panjang, malah pedang ini seger a dipakai menerjang Lo Soe Houw. Harimau Keempat elakkan diri dengan lompat mundur, matanya dipentang guna liha t si penyerang, sesudah mana, ia menjadi kaget bukan kepalang. Oleh sebab pcnyer ang itu adalah bekas musuh tangguhnya di muka muara, yang kepalanya mirip dengan kepala macan tutul, sedang tubuh di tangan kirinya ia kenali ada pemimpinnya si jago tua kurus dan jangkung Bong Eng Tjin!Maka seteiah keluarkan satu teriakan, ia putar tubuhnya, ia loncat keluar, untuk sipat kuping. Bukankah ia ada pecunda ngnya si kepala macan tutul itu dan ia telah dikejar di air jauhnya belasan lie dan melulu karena kelicinannya, ia bisa loloskan diri? Sekarang mana ia berani lawan pula musuh itu? Lo Djie Houw adalah lain, apapula ia tampak, orang ada gunai hanya sebelah tan gan. Ia maju menyerang, ia harap bisa tolong pemimpinnya itu. Siapa tahu, baharu satu kali saja ia ditangkis, ia sudah terkejut, tangannya terpental dan sesemut an. Selagi ia kaget, orang telah teruskan serang ia, dengan tusukan Lie Kong sia tjio atau Lie Kong memanah batu , mengarah tenggorokannya.Ia tidak bisa menangkis, ma ka itu, sambil berseru, ia loncat mundur. Tapi ia mundur ke dekat Lioe Toanio, y ang lagi merangsek, nyonya ini segera tusuk ia dengan Pek tjoa touw sin atau Ular p utih muntahkan bisa . Rubuh kau! berseru si nyonya. Benar-benar Harimau Kedua ini rubuh, karena tanpa berdaya, dadanya sudah jadi tameng tumbaknya Lo Toa Houw, tumbaknya sang kanda, maka dengan mandi darah, ia rubuh dengan tidak bisa berkutik lagi. Sampai di situ, pertempuran jadi berubah lain. Semua musuh jadi kaget dan kede r, dengan ketakutan, mereka berlomba singkirkan diri, tapi dalam kekalutan itu H ie Hong dan Tjin Kong berhasilmerubuhkan lagi seorang satu. Coba tidak Lioe Toan io mencegah, musuh hendak dikejar terus. Oleh karena api telah menghebat, semua orang kumpul di pekarangan depan, yang merupakan sebuah tegalan.Diwaktusangfajar mendekati, mereka awasi saja apt lagi m s seluruh rumah. Di sini Yo Tjin Kong baharu lihat tegas tuan penolongnya, hingg a ia tercengang. Kiranya kau, Soeheng! ia berseru. Bong Tiap sebaliknya berseru: Ibu, inilah hoohan yang kemarin ini bantu kita di muara! . Tapi sang ibu tarik tangan puterinya itu. Kau tidak kenali Toa-soehengmu ini? ibu itu kata. Di waktu masih kecil, ia suka e mpo-empo kau! Nona itu melengak. Tidak heran kalau ia tidak ingat soeheng ini, sebab di wakt u Law Boe Wie meninggalkan Keluarga Lioe, ia baharu berumur lima atau enam tahun . Sedang Ham Eng, dia datang selang beberapa tahun sesudah berlalunya soeheng in i. Boe Wie sudah lantas hunjuk hormatnya pada soebonya, dan Tjin Kong semua sebal iknya mengasih hormat pada soeheng ini. Lioe Toanio akhirnya tertawa besar. Dengan dapati murid semacam kau, biarpun rumahku hangus ludas, aku puas! katanya . Anak,kali ini kita bergantung kepada kau! Boe Wie hendak jawab guru perempuannya itu, ketika mendadakan ia lihat sang so ebo rubuh sendirinya, hingga ia kaget bukan main, begitupun Bong Tiap dan yang l ain-lain. Ternyata Nyonya Lioe Kiam Gim sudah jadi korbannya pertarungan ini. Ia telah b erkelahi melewati batas, sudah begitu, ia pemah ditotok oleh Toa Houw, hingga ia peroleh lukadi dalarn, benar lukanya tidak hebat, tapi tadi ia berlari-lari jau h, sesampainya di rumah, ia pun dikepung Djie Houw dan Soe Houw, melulu dengan k uatkan hati, ia masih sanggup pertahankan diri. Di sebelah itu, ia ada gusar dan sangat mendongkol, sedang akhirnya, ia gi rang luar biasa, lantaran ia tcrtawa besar, seluruh anggotanya bergerak, begitupun asabatnya, maka dengan sekonyong-k onyong ia mata gelap dan rubuh. Bong Tiap tubruk ibunya, ia memanggi 1-manggil, tempo ia dapati ibu itu diam s aja dan kedua matanya rapat, ia mcnangis menggerung-gerung. Boe Wie bercmpat merubungi soebo itu, semua sangat berkuatir, tapi kemudian, k apan sang toa-soeheng sudah awasi air mukanya Nyonya Lioe, ia kata: Jangan kuatir ! Soenio tidak kenapa-apa, ia melainkan terlalu lelah. Kalau sudah dapat beristi rahat, Soenio akan dapat pulang kesehatannya. Tapi toa-soeheng ini masih belum tahu, soebo itu telah dapat luka di dalam bad an. Lalu»diambil putusan akan tolong Lioe Toanio dengan bawa ia ke rumahnya Louw Hie Hong di kampung tetangga, seperjalanan perahu kira-kira setengah jam, Tjin Kong akan ditinggalkan untuk ia urus rumah yang terbakar itu. Selama itu sudah banyak penduduk kampung yang keluar, mcreka bantu padamkan ap i. Mereka tahu ada pcrtempuran, saking takut, mereka umpetkan diri, sesudah deng ar suaranya Tjin Kong, yang kasih mereka bangun, semua lantas bangun dan keluar. Lioe Toanio lantas dipondong, dibawa ke perahu. Ia masih belum sadar, maka Boe Wie suruh Bong Tiap coba uruti dia, walaupun dcmikian, ia tetap diam saja, cuma karena ia masih bcrnapas dan nadinya jalan baik, hati mereka tidak terlalu berku atir lagi. Nyonya itu lantas diantap, untuk dapat mengaso. Perahu adakecil, di situ bcrkumpul Hie Hong, Bong Tiap dan Ham Eng, tubuh Lioe Toanio pun direbahkan, sudah begitu, Boe Wie ada bawa-bawa korbannya si tua, ya ng jangkung kurus. Soeheng, buat apa bawa-bawa dia, bukankah berabe? tanya Bong Tiap. Bukankah lebih baik dupak saja dia ke dalam sungai? Boe Wie awasi itu soemoay. Itulah tidak dapat dilakukan, ia jawab. Dia ini ada punya kepentingan besar dengan Loo-soehoe. Justeru karena dia, aku telah datang kemari . Semua orang heran, semua awasi soeheng ini. Boe Wie bisa mengerti keheranan sekalian saudara seperguruan itu, memang ia da tang secara sangat tiba-tiba, begitupun halnya ia bantu Ham Eng dan Bong Tiap da lam pertempuran di muara. Halnya Bong Eng Tjin ini pun pasti ada sangat menarik perhatiannya sekalian saudara angkat itu. Ia harus menerangkannya semua itu. Akan tetapi, lebih penting adalah tentang Boe Wie sendiri, yang pergi seperti menghilang, maka sebelum menutur terlebihjauh, baik kita ikuti dia dahulu. Sudah diketahui, Law Boe Wie ada anaknya seorang tani di luar Kota Poo-teng, y ang ditolong Lioe Kiam Gim semasa ia berumur enam-tujuh tahun, bagaimana ia suda h dipelihara dan dididik dalam ilmusilat. Ia terlatih sempurna sesudah Lioe Loo- kauwsoe undurkan diri dan tinggal menyendiri di Kim-kee-tjoen di Kho Kee Po. Ketika ia masuk umur dua puluh tahun, ia sudah belajar tiga atau empat belas t ahun lamanya, hingga delapan atau sembilan bagian kepandaian gurunya, ia sudah w ariskan, sedang dari Lauw In Giok, sang soebo, ia peroleh kepandaian dari Ban Se ng Boen. Dalam usia semuda itu, ia sudah punya kepandaian dari dua cabang ilmu s ilat yang kesohor, maka orang gagah sebagai ia jarang ada. Walaupun ia sudah undurkan diri, semangatnya Lioe Kiam Gim belum padam, melulu disebabkan sikap dari soeteenya Teng Kiam Beng, ia jadi sungkan muncul pula, ma ka ia bersyukur, yang ia dapatkan murid sebagai Boe Wie, siapabisadiperintah mer antau untuk wakilkan ia, untuk si murid sendiri cari pengaiaman dan persahabatan . Demikian ketika murid ini sudah berumur dua puluh lima tahun, ia pilih suatu h an baik, untuk murid itu meninggalkan rumah perguruan. Itu hari ra pesan murid i ni supanya menjunjung cita-cita Thay-kek Teng, buat perhatikan pesanannya, terut ama supaya sang murid jangan sekali-sekali bekerja pada bangsa Boan. Hanya kalau ada ketikanya, tidak ada halangannya untuk kau pergi ke Poo-teng da n sambangi soesiokmu Teng Kiam Beng, demikian pesannya terakhir. Begitulah Boe Wie merantau. Seiama sepuluh tahun, iaturut pesan gurunya, tapi pun ada kalanya, ia jalan sendiri. Yang terang adalah ia benci bangsa Boan atau pemerintahnya, karena mana, ia pun tak sudi sambangi soesioknya Teng Kiam Beng. Salah satu sebab dari ini adalah kebentjiannya kepada Soh Sian le, si hartawan B oan yang kejam, justeru dari, orang Boan ini ada sahabat kekal dari sang soesiok . Merantau belum lama, Boe Wie telah tertarik oleh salah satu sahabatnya, hingga ia masuk menjadi anggota dari Pie Sioe Hwee perkumpulan rahasia Pisau Belati. yan g utamakan pembunuhan kepada pembesar-pembesar rakus dan jahat. Di zaman pergerakan mulai Thay PengThian Kok, Pie Sioe Hwee turut ambil bagian sebagai anak cabang, setelah gerakan Thay Peng itu gagal, Pie Sioe Hwee turut u mpetkan diri, anggotanya semuajadi orang gelap , selanjutnya mereka bekerja secara diam-diam. Sebagai anggota Pie Sioe Hwee, beberapa kali pernah Boe Wie lakukan penyeranga n gelap pada pernbesar-pembcsar kejam yang dimusuhi, hanya saban-saban ia nampak kegagalan; satu kali ia dapat binasakan satu tiehoe, tapi berbareng dengan itu, ia meninggalkan korban dua kawannya, sedang di lain harinya, menyusul lain-lain korban lagi, sebab di hari kedua itu, pembcsar negeri melakukan pembersihan, se ratus lebih rakyat tak bersalah-dosa, kena ditawan. Kemudian di han ketiga, data ng tiehoe yang baru, dia ini ternyata ada lebih kejam pula, karena orang-orang b aharu tersangkasaja, dia telah jatuhkan hukuman mati. Korban-korban rakyat itu m embuat Boe Wie menangis di dalam hati. Sesudah ini, Boe Wie juga lantas dicari oleh pembesar negeri. Di antara kaki-t angan pembesar negeri ada orang-orang yang pandai, yang kesudian jadi pengkhiana t bangsa Han, dari itu, ia jadi nampak kesulitan. Sekarang ia tidak lagi meranta u, ia hanya mengungsi, ia jadi pelarian. la mesti pergi ke sana dan sini. Oleh k arena Derduka, tubuhnya jadi kurus. Paling belakang, ia menyingkir jauh ke Djiat -hoo di Barat-Selatan. Pada suatu malam, ia menumpang di rumah satu penduduk di kakinya Bukit Yan San. Tuan rumah ada satu anggota Pie Sioe Hwee yang tidak pern ah muncul, karena tugasnya adalah menyembunyikan kawan-kawan dalam pengungsian. Berada seorang diri, dengan kupingnya dengar suara berbagai binatang alas di a tas gunung, dengan sang angin menghembus-hembus, Boe Wie pikirkan penghidupan ta k ketentuan itu, hingga ia tidak tahu, bagaimana nanti hari depannya.Ia pun pikir kan tujuannya Pie Sioe Hwee. Apa tidak ada Iain jalan dari pad a selalu mesti la kukan pembunuhan gelap? Tidakkah pembunuhan gelap bukan suatu daya sempurna? Mak a iajadi bersangsi. Tiba-tiba ia mendengar ketokan pada jendela. Bercekat hatinya pelarian ini, hi ngga segera ia pikir, untuk meloncat keluar. Tapi justeru itu, ia dengar suara r endah tapi angker, suaranya seorang tua: Bunga merah dan daun hijau adalah satu k eluarga . Mendengar ini, Boe Wie tercengang.Tapi ia segera tanya: Kapankah, berbuahnya? Ka pankahmekarnya? Suara yang dalam itu menjawab: Berbuah pada Pee-gwee Tjap-gouw, mekar pada Tjhi a-gwee Tjap-gouw * Bunga merah dan daun hijau saling bercahaya seperti orang bersem angat dan orang berhati mulia adalah sekeluarga . Mendengar itu, Boe Wie bertepuk tangan satu kali, ia tertawa satu kali juga, a tas mana, terlihatkan seorang tua, dengan kumis ubanan, mencelat masuk ke dalam rumah. Sebab kata-kata mereka adalah kata-kata rahasia dari Pie Sioe Hwee. Dengan tajam Boe Wie awasi orang tua itu, yang bajunya wama biru ada gerombong an, sedang itu waktu, di pcrmulaan musim dingin, bulan sepuluh, angin Utara ada dingin sekali. Dari kumisnya yang putih, ia menduga pada usia atas enam puluh ta hun. Ia pikir, bagaimana orang ini punyakan tubuh kuat. Maka ia percaya, dia ini mesti ada mcmpunyai kepandaian tinggi, hanya ia tidak ingat Pie Sioe Hwee mempu nyai anggota . tertua seperti orang ini. Orang tua itu juga mengawasi Boe Wie akanakhirnya ia bersenyum. Apakah kau dari Golongan Hok ? ia tanya. Benar, sahut Boe Wie, yang terus turunkan kedua tangannya, sebagai tanda hormat. Bagaimana Tjianpwee ketahui itu? Orang tua itu tertawa. llKau tidak kenal aku, aku sebaliknya kenal kau! ia jawab. Kau toh ketahui, buka n, di antara tiga pendirinya Pie Sioe Hwee ada satu yang dipanggil In Tiong Kie? Hatinya Boe Wie jadi bercekat. Jadinya Tjianpwee adalah Loo-tjianpwee In Tiong Kie? ia tegaskan. Memangdalam kalangan Pie Sioe Hwee ada pemecahan golongan atau tingkatan untuk anggota-anggotanya, terbagi delapan, dengan kata-kata Kim auw hok kouw, Han tjok tiong kong , artinya: Tanah daerah kembali kuat, kebangsaan Han bercahaya pula .Dan I n Tiong Kie -yang berarti Keanehan dalam Awan masuk dalam Golongan Kim . Dan dahulu p emah bunuh satu pwee-lek, pangeran bangsa Boan, dalam satu malam, melawan empat pahlawan istana, ia sudah binasakan tiga antaranya, karena hendak ditangkap, ia buron cntah kemana, hingga orang sangka ia sudah meninggal dunia, siapa tahu, ma lam ini ia muncul di Djiat-hoo lagi. Tidak berayal lagi, Boe Wie hunjuk hormat p ula, setelah mana ia tanyakan maksud kedatangan tjianpwee ini orang yang terlebi h tinggi tingkatannya hingga ia ketahui, orang benar datang untuk ia sendiri. Ketika dahulu aku pun mesti menyingkirkan diri seperti kau sekarang ini, aku ke temu satu sahabat asal Kwan-gwa, In Tiong Kie terangkan. Sahabat ini telah ajak ak u menyingkir lebih jauhke Liauw-tong. Sahabatku itu juga ada seorang luar biasa. Ia tidak setujui tujuannya Pie Sioe Hwee, yang main lakukan pembunuhan gelap. S esudah satu hari dan satu malam kita berunding, akhimya aku dapat dibikin insyaf dan, aku lepaskan cita-citaku, karena mana, aku terns tidak kembali pada Pie Sio e Hwee. Sahabatku itu tidak berhati dingin, dia hanya lagi tunggu ketika, akan b ergerak pula. Paling belakang ini, aku dengar Pie Sioe Hwee ada punya satu anggo ta angkatan muda, yang ada gagah dan berani, yang katanya ada ahli waris dari Th ay Kek Pay, siapa berulang-ulang sudah terjang bahaya. Aku sayangi pemuda itu, a ku kuatir dia menjadi korban, justru aku pikir untuk cari dia, datang kabar bahw a ia lagi diuber-uber pembesar negeri, maka itu, aku lantas berangkat untuk cari dia . Mendengar ini, Boe Wie awasi dengan tajam pada orang tua itu, matanya bercahay a. Apakah Loo-tjianpwee suka ulangi padaku kat£-katanya itu orang luar biasa yang m enjadi sahabat Loo-tjianpwee? tanyaia. Tanpa pembunuhan gelap habis kita ada mempu nyai daya apa lagi? In Tiong Kie tertawa berkakakan. Aku sudah duga, pasti kau bakal menanya begini , Lauwtee! berkata ia Boe Wie pasang kupingnya, matanya terns mengawasi. Ketika aku bertemu orang luar biasa itu, itu adalah di Gunung Siauw Hin An Nia, si orang tua lantas bercerita. Aku sudah ditunjuki suatu pemandangan yang luar bi asa sekali, yang sangat menarik hati. Itu adalah pertempurannya semut yang kecil dengan serigala yang besar . Boe Wie heran hingga ia pentang matanya dan memotong: Bagaimana semut bisa berk elahi melawan serigala? ia tanya. Tapi itulah benar terjadi, jawab In Tiong Kie sambil tertawa. Aku pun tak percaya i tu apabila aku tak menyaksikannya sendiri. Kejadian pun ada sangat kebetulan. Be berapa ekor serigala mendekam beristirahat di bawah sebuah pohon, rupanya mereka terpisah dari kawan dan sedang lelah, di situ memang ada banyak semut hitam. Se kcjab saja, beberapa ekor serigala itu telah dikerumuni rombongan semut itu, mer eka mengamuk hebat, tetapi semut datang semakin banyak, sampai tubuh mereka sepe rti tidak kelihatan, apa yang tertampak ada gumpalan hitam .saja. Serigala-serig ala itu bergulingan, tetapi ini tidak menolong. Lewat sekian waktu, tubuh mereka berdiam, akan kemudian, tinggallah mereka punya tulang-tulang yang putih . Boe Wie. ulur lidahya. Begitu liehay semut itu . kalau tidak, kita pun bisa jadi korbannya kawanan semut itu.Aku tercengang dan kagum atas apa yang aku saksikan itu. Setelah itu, sahaba ku itu bilang padaku: Semut ada satu binatang kecil sekali, dengan dipencet dua j ari, dia akan sudah terbmasa remuk-hancur, akan tetapi, apabila dia dapat kawan dan berombongan besar, mereka jadi sangat liehay. Inilah buktinya! Kalau rombong an semut ada demikian liehay, apapula manusia? Orang tua ini berhenti sebentar, ia pandang pemuda di depannya. Sampai di situ, Lauwtee, kemudian ia menyambung lagi. Sahabatku si orang luar bia sa itu hunjuk, manusia, apabila ia cuma terdiri dari beberapa orang, tidak perdu li mereka gagah dan pandai bagaimana, sukar untuk mereka robohkan satu kerajaan yang sudah dalam dan kuat dasarnya. Pembunuhan gelap? Cuma satu pembcsar yang bi nasa, lalu datang lagi; beberapa pembesar, demikian seterusnya, .tidak terhitung jumlahnya. Kau sendiri umpamanya, berapa pembesar kau pernah binasakan? Sahabat ku itu lalu menunjuk pada hikayat, pada pergerakannya Lie Giam di akhir Kerajaan Beng, pada pergerakan Kaum Thay Peng kita. Benar pemerintah tak dapat digempur tetapi toh sudah tergoncang juga. Tidak demikian kalau kita bekerja dengan seora ng atau dua orang dengan rombongan yang sangat kecil. Boe Wie memandang dengan berdiam, terang otaknya sedang bekerja. Jadinya Loo-tjianpwee inginkan aku juga meninggalkan Pie Sioe Hwee? akhimya ia k ata In Tiong Kie urut-urut kumisnya yang putih. Ya, Lauwtee, demikianlah ada maks udku ia jawab. Agaknya ia merasa pasti bahwa setelah dengar perkataannya itu, si anak muda ak an dengar nasihatnya itu. Akan tetapi, di luar dugaannya, Law Boe Wie berpikir Iain. Setelah hidup terka tung-katung, pemuda ini jadi waspada, ia bercuriga terhadap siapa juga. Bukankah In Tiong Kie -walaupun dia ada salah satu pendin Pie Sioe Hwee sudah lama kelua r dari perkumpulan itu? Dan siapa tahu, apa gawenya sekarang ini bekas jago tua? Kalau In Tiong Kie insyaf tujuan Pie Sioe Hwee keliru, kenapadiadiam saja, kena pa dia tidak kemukakan itu kepada perkumpulannya? Dan kenapa In Tiong Kie juster u bemaung di Djiat-hoo, tanah airnya bangsa Boan? Maka, apa tidak bisa jadi, sek arang In Tiong Kie sudah berserikat sama bangsa Boan itu? Apakah bukan ia sedang hendak diperdayakan? Dugaan Boe Wie terhadap In Tiong Kie adalah meleset. Benar jago tua itu sedang undurkan diri tetapi dia memang ada berpemandangan lebih luas daripada orang-or ang Pie Sioe Hwee. Dia memang bermaksud baik dengan nasihatnya ini terhadap ini anak muda. Adalah si anak muda sendiri, yang pikirannya lain. Sesudah mengawasi dengan dingin, Boe Wie kata: Terima kasih banyak, Loo-tjianpw ee, ke Kwan-gwa tak nanti aku pergi! In Tiong Kie tercengang, sikapnya jadi tawar. Lalu, iapun menghela napas denga n tiba-tiba. Jikalau begini putusanmu, Lauwtee, baiklah, aku hendak pergi saja! berkata iakem udian. Umpama kata di lain waktu kau sudah sadar, kau boleh cari aku di Oey-See-W ie di Sam-seng, Ielan. Andaikata di sana kau tak dapat cari aku, kau bilang saja bahwa kau hendak cari Pek-djiauw Sin Eng Tok-koh Loo-enghiong, pasti kau akan m enemui dia itu. Asa] kau ketemu loo-enghiong itu, kau bilang bahwa kau hendak ca n aku, itu sudah cukup! Nah, Lauwtee, kau pikirlah pula baik-baik. aku hendak pe rgi sekarangi Pengutaraan selamat tinggal itu ditutup dengan satu loncatan tenang tetapi ges it sekali, hingga selanj utn ya cuma suara angin yang terdengar pula, begitu pun suaranya binatang-binatang alas di atas gunung. Boe Wie berdiri bagaikan patung, matanya mengawasi keluar, kemudian ia pergi k e pekarangan depan, akan awasi sang salju sampai sekian lama. Besok paginya, ini anak muda rubuh karena serangan demam yang hebat, rupanya t adi malam ia kemasukan angin jahat dan jadi jatuh sakit. Syukur buat dia, tuan r umahnya yang bemama The Sam, serta isterinya, ada baik hati dan suka rawat ia de ngan sungguh-sungguh, maka selang dua hari, panasnya lenyap separuhnya, hanya ka rena itu, tubuhnyajadi lemah. Selama dua hari itu Law Boe Wie senantiasa pikirkan kata-katanya In Tiong Kie si orang tua itu, ia pun kuatirkan munculnya orang-orang polisi. Benar ia tidak takut yang ia nanti kena dibekuk, tetapi ia kuatir tuan rumahnya nanti terembet- rembet. Maka ia telah ambil putusan, asal sudah segar lagi sedikit, ia hendak an gkat kaki. Di lain malamnya, Boe Wie rasai panasnya jadi lebih banyak kurang, dari itu ia mulai pikir akan berangkat besok saja. Apa mau, malam itu ada membawa lelakon. Habis makan obat, ia rebahkan din, ia ingin tidur agar dapat beristirahat, sia pa tahu, karena senantiasa ingat besok ia hendak merantau pula, ia sukar pulas. Sampai tengah malam, sesudah lelah, baharulah ia Iayap-layap. Matanya meram mele k, tidak demikian dengan kupingnya yang jeli. Tiba-tiba ia dengar suara berkeresek, suara itu pelahan akan tetapi segera ia dapat kenali, itu bukan suaranya daun rontok, hanya tindakan kaki satu ya-heng-d jin, ialah orang biasa berjalan di waktu malam, kepandaian siapa belum sempurna betul, baharu jadi tujuh atau delapan bagian. Di saat murid Thay Kek Pay ini hendak berbangkit, sekonyong-konyong ada menyam bar angin dari jendela, dari mana pun berkelebatsatu cahaya putih bagaikan ranta i perak, menuju pada pembaringannya, pada tubuhnya sendiri. Ia kaget tetapi ia tabah, ia tidak lupai kcpandaiannya, maka ia ulur tangannya , akan tanggapi benda putih itu ketika si benda lewati sedikit padanya. Nyata it u ada sebuah piauw. Begitu lekas senjata rahasia itu sudah tergenggam dalam tang an kanannya, dengan gerakan Lee hie ta teng atau Ikan trambra meletik , ia berloncat turun dari pembaringannya, tangannya dibarengi diayun ke arah jendela. Sahabat, ini aku kembalikan bingkisanmu! katanya. Di luar segera terdengar suara nyaring, tanda bahwa timpukan itu tidak mengena i sasarannya dan jatuh ke tanah, hanya setelah itu, di luar jendela lantas berpe ta dua bayangan orang serta terdengar suara tertawanya nyaring, disusul sama uca pan: Ha, benar-benar dia ada di sini! Menyusul kata-kata itu, dua bayangan tersebut lompat masuk ke dalam! Law Boe Wie segera menduga pada orang polisi, bahna kaget, ia sampai keluarkan keringat dingin. Ia segera teringat pada tuan rumahnya, yang ia kuatir nanti da pat susah karena urusannya sendiri. Tapi bahaya sudah datang, ia tidak boleh ber ayal, ia tidak bisa banyak pikir lagi maka ita, segera ia hunus pedangnya yang s elamanya belum pernah terpisah jauh dari tubuhnya. Dengan si-apkan senjatanya, i a awasi dengan tajam pada dua bayangan itu. Dua orang itu berpotongan sedang, ro man mukanya rada minp satu dengan lain, boleh jadi mereka engko dan adik. Mereka masing-masing bersenjatakan Thie-tjio dan scbatang golok Tan-too, ialah dua mac am gegaman yang biasa dipakai oleh orang-orang polisi. Sahabat, kau telah kepergok, demikian salah seorang berkata. Dia berusia pertenga han. Baik kau berlaku gagah sebagai orang Kang-ouw sejati, kau turut aku pergi ke kantor pembesar ncgeri, supaya kau tidak membikin sukar pula pada kita duasaudar a . Boe Wie memandang dengan mata melotot. Tahu pastilah ia sekarang bahwa ia lagi berhadapan sama orang-orang polisi. Maka ia jadi mendongkol: Ngaco! ia membentak. Kau orang bangsa elang dan anjingnya pembesar negeri mau bicara tentang kehormat an orang Kang-ouw? Hm! Di sini toaya ada, jikalau kau ada mempunyai kepandaian, kau orang boleh bawa pergi! Sembari mengucap demikian, Boe Wie maju dengan matanya mengawasi dengan tajam. Dua orang itu benar berani, mereka tertawa pula. Jikalau demikian, sahabat baik, berkata mereka, harap kau tidak mengatakan aku d ua Saudara Giam ada berlaku kasar kepadamu! Mendengar disebutnya Persaudaraan Giam, Boe Wie berdiri diam. Oh, kiranya kau o rang ada Giam-kee Heng-te, Persaudaraan Giam! is tegaskan. Kau orang jadinya ada o rang-orang polisi Pakkhia yang kcnamaan! Maafkan aku yang sudah tidak kenali kau orang! Dari tempat ribuan lie kau orang telah susul aku, benar-benar kau orang telah bercape-lelah . Sahabat-sahabat baik, cara bagaimana aku bcrani membuat kau orang kcccle? Sahabat-sahabat, aku bersedia akan iringi kau orang, supaya kau ora ng peroleh kcnaikan pangkat dan kebahagiaan, hanya ia bersenyum ewah, ia angkat ta ngannya, yang mcncekal pedang, hanya sayang sekali, senjataku ini menampik! Dua saudara Giam itu juga tertawa tawar. Dua saudara ini, Tjin San dan Tjin Hay, memang terkenai, tetapi Boe Wie tidak takuti mereka, apapula ia memang paling benci hamba-hamba wet. Ia tidak jerih se kalipun ia sedang sakit. Sahabat baik, kau manis sekali! kata Tjin San. Kau mempunyai senjata, kitajuga! Bai klah, Sahabatku, lain tahun pada hari ini harian sembahyang kau satu tahun! Habis berkata begitu, dua saudara Giam itu geraki senjata mereka, akan tetapi Boe Wie mcndahului dengan Peh tjoa touw sim atau Ular putih mcnghcmbuskan bisa untuk tikam dadanya orang yang mcnjadi kanda. Dengan Heng kee kirn Hang atau Me lintang di atas penglari emas , Giam Tjin San tangkis tusukan itu, tetapi setclah senjata mereka beradu, keduanya mundur beberapa tindak. Aku tidak sangka, penyaki tan seperti dia, punya tenaga begitu besar, Tjin San berpikir. Sedang Boe Wie pun tidak nyana, hamba wet dari Pakkhia ini ada dcmi k ian tang guh. Habis mundur, Giam Tjin San maju pula, maka itu, keduanya sudah lantas bcrtcmp ur. Giam Tjin Hay maju akan bantui engkonya. Thie-tjio dari Tjin San ada liehay, t idak kurang 1 iehaynya tan-too dari Tjin Hay, sebab dia ini mainkan itu dengan t angannya yang kiri. Sang adik ini adalah seorang kidal . Dan mclayani seorang kidal memang rada sulit . Boe Wie sedang sakit, tetapi kepandaiannya ilmu Thay Kek Pay mcnolong dia. Ilm u silat ini berpokok tenang, maka itu dengan ketenangan, kesabaran, ia bisa laya ni musuh. Coba ia tidak sedang sakit, dengan gampang ia bisa kalahkan dua orang polisi itu. Syukur tadi ia telah keluarkan keringat, dengan begitu, ia jadi dapa t tenaga- Tapi, dasar lemah, ia kurang keuletan, tubuh kosong membuat asabatnya lemah juga, ia lantas merasakan pusing. Sesudah kira-kira lima puluh gebrak, Boe Wie merasai ia semakin lemah, karena ini, ia memikir untuk gunai tipu, kalau tidak, ia bisa celaka di tangan dua hamb a negeri itu. Di waktu ia menangkis ke kanan, ia sengaja berlaku ayal, dengan be gitu dadanya jadi terbuka. Giam Tjin San lihat lowongan itu, ia tidak bersangsi, akan dengan Koay bong hoa n sin atau Ular naga jumpalitan , dengan Thie-tjionya menyerang dada musuh itu. Boe Wie tidak menangkis, ia mclainkan tarik tubuhnya ke belakang sedikit, tapi di sebelah itu, gesit luar biasa, ia putar balik tangan kanannya, pedangnya, da ri luar ke dalam. Ini adalah Hoei ma kiam , atau Loh-bee pedang. Lalu dengan Giok lie touw tjiam , atau Bidadari melempar jarum , ia teruskan menikam ulu hatinya. Tjin San kaget, ia pun tidak sempat gunai pula senjatanya, terpaksa ia egos ka ki kanannya, akan buang diri ke kanan dengan mundur sedikit, hingga tubuhnya jad i sempoyongan, sekalipun demikian, ia masih kurang sebat, ujung pedang telah men genai lengannya, hingga darahnya lantas bercucuran; dengan kesakitan, ia jatuhka n diri, akan menyingkir sambil bergulingan ke arah pintu. Boe Wie niat susul musuh itu, akan tetapi, seumpama cengcorang hendak menawan t onggeret, burung gereja ada di belakangnya , demikian Tjin Hay si kidal,dia ini me nyambar 4engan goloknya, untuk tolongi saudaranya. Dia membacok bebokong dengan tipu Lian-hoan Tjin-pou-samtoo atau Tiga bacokan saling susul . Murid Thay Kek Pay itu dengar sambaran angin di belakang, ia tidak sempat puta r tubuhnya lagi, maka untuk singkirkan bahaya, kembali ia gunai Hoei-ma-kiam denga n apa ia tangkis golok lawan.Karena ini, sekarang ia mesti layani satu sama satu pada si orang she Giam yang kedua. Tapi iatetap lelah, kepalanya pusing, kakinya limbung . Tjin San lolos dari ancaman kepungan, dengan hati lega, ia lompat bangun. Ia I upai lukanyadi lengan, ia balik maju, akan bantu adiknya mengepung musuh. Bukan main sibuknya Law Boe Wie. Untuk satu Giam Tjin Hay, ia sudah kewalahan, bagaima na kalau Giam Tjin San kerubuti ia? Selagi Tjin San mendatangi dekat, dengan tib a-tiba ia menjerit dan rubuh terguling, hampir berbareng dengan mana, Tjin Hay j uga menjerit, dia ini segera loncat keluarkalangan. The Sam dan isterinya sudah tidur ketika pertcmpuran dimulai, suara berisik me nyebabkan mereka tersadar, maka mereka kaget sekali dan berkuatir, kapan mereka mengintip dan lihat kawan mereka, si penumpang, lagi dikepung musuh- musuh. Mere ka tidak punya kepandaian berarti, nyali mereka suami-isteri ada kecil, dari itu mereka tidak lantas maju, untuk membaniui. Di matanya dua saudara Giam, mereka jugadisangka ada pcnduduk biasa saja, mereka tidak dicurigai. Siapa tahu, mereka ini cerdik, mereka tunggu waktu, di saat Boe Wie tcrancam, selagimusuh-musuhnya m embelakangi mereka, keduanya muncul dengan berbareng, dengan pisau belati mereka menimpuk. Tjin San kena tertikam bebokongnya, itulah sebabnya kenapa ia rubuh sendirinya . la jadi korbannya nyonya The Sam. Pisaunya The Sam scndiri mengenai lengannya Tjin Hay, lcngan kanan, yang tens mcngucurkan darah. Kanda itu tidak binasa kare nanya, malah ia jadi sangat gusar, maka dengan kuati hati, ia lompat bangun, ia terjang suami-isteri pembokong itu. Percuma saja tuan dan nyonya rumah mencoba b ikin perl a wan an. sambil keluarkan jeritan mengerikan, mereka rubuh saiing gan ti di bawah hajaran sepasang Thie-tjio dari si orang polisi dari Pakkhia. Boe Wie kuatir tuan rumahnya turut bercelaka karena ia, siapa tahu, sekarang m ereka itu berkorban sekali. Ia menyesal, karena lelahnya, sebab kepala pusing, i a tidak dapat menolong suami-isteri itu. Tapi ia pun sengit, hingga seperti kala p, ia terjang Tjin Hay siapa sedang kesakitan, sampai goloknya tak dapat digunai sebagai bermula, hingga dalam repotnya, dia kena dibabat pedang beberapa kali, hingga dia rubuh dengan mandi darah. Cepat Boe Wie lompat pada The Sam dan isteri; untuk perihnya hati, iadapati me reka sudah mandi darah, tubuh mereka rebah di samping tubuhnya Tjin San. Rupanya dia ini, sehabis lampiaskan sakit hatinya pada suami-isteri itu, rubuh pula sak ing lelah dan sakit. Sahabat baik, kau menang . kata Tjin San dengan lemah, matanya separuh tertutup. I a lihat musuhnya dan mengenalinya. Tapi kau jangan berpuas hati, karena sarangmu di Kang-lam sudah digulung! Percaya, kau juga tidak terus bakal lolos . Habis kata begitu, Tjin San tarik napasnya yang penghabisan, mukanya kasih lih at senyuman iblis. Boe Wie hampirkan The Sam akan raba tubuhnya. Aku sudah tidak berdaya lagi, kata tuan rumah dengan suara pelahan sekali. Pergil ah kau, lekasan! Aku belum kasih tahu kau tentang kabar yang aku dapat kemarin . M emang sarang kita di Shoatang sudah kena diubrak-abrik! Pergilah kau, lebih baik ke Liauw-tong! . Ia berkelejat kaki tangannya, ia pun susul Tjin San kelain dunia. Rohnya Nyony a The Sam sendiri sudah pergi terlebih dahulu . Melihat mayat-mayat itu, air mata Boe Wie meleleh keluar. Ia sudah bebas, tapi ia telah celakai tuan rumah suami-isteri. Dengan begini menjadi lebih nyata, ia benar tak dapat berdiam lebih lama pula di Kwan-lwee! Maka ia jadi ingat In Tio ng Kie serta kata-katanya orang tua itu. Biar aku pergi ke Shoatang akan lihat apa aku bisa bikin di sana begitu ia ambil putusan. Maka setelah siap, malam-malam juga ia angkat kaki . IV Sesampainya di Liauw-tong, Boe Wie telah lewati tempo beberapa bulan untuk per gi sana dan pergi smi, baharu ia sampai di Oey-see-wie, di mana ia berhasil-mene mui Tok-koh It Hang, jago tua yang bergelar Pek-djiauw Sin Eng, si Garuda Malaik at Seratus Cakar. Di sini tak usahlah dituturkan perihal perantauannya beberapa bulan itu. Hanya, selama berada di Liauw-tong, berubahlah pandangannya terhadap bangsa Boan seumumnya. Nyata bangsa itu berbeda sikap daripada pemerintahnya. Me reka hidup bertani, raj in dan ramah-tamah, sama seperti bangsa Han sendiri. Yan g busuk atau jahat, adalah golongan pembesar negeri atau tuan tanah, dan golonga n ini pun dibenci mereka. Sekarang tak lagi ia merasa heran, kenapa In Tiong Kie menyingkir ke daerah perbatasan ini dan betah berdiam di sini. Mulanya bertemu sama Tok-koh It Hang, Boe Wie tidak sebut-sebut In Tiong Kie, iapun tidak pakai cara kunjungannya orang Kang-ouw, sebaliknya ia berpura-pura s ebagai satu pengungsi. Sebab sudah biasanya bagi ia untuk waspada. Selama itu, i a belum tahu, jago tua itu ada orang macam apa. Tok-koh It Hang bukan melainkan pandai silat, pengalamannya pun luas, matanya tajam, satu kali saja ia lihat tampangnya si pelarian ini, ia percaya orang buka nnya orang sembarangan. Ia terutama lihat tegas sinar mata yang tajam dari orang ini. Maka ia pun curiga dan sangka orang hendak can tahu hal-ihwalnya. Karena i ni, tidak ayal lagi, ia ajak Boe Wie main-main untuk beberapa jurus saja. Tadinya Boe Wie menampik, ia merendah, tetapi iasebenarnyaingin ketahui kepand aiannya jago tua itu, maka akhirnya, ia terima tantangan. Adalah setelah keduany a bergebrak, Boe Wie mengerti, lawan tua ini ada jauh lebih liehay daripada ia, terpaksa siang-siang ia keluarkan kepandaiannya ilmu Thay Kek Pay untuk bisa mel ayani terlebih jauh. Setelah berselang sedikit waktu. Boe Wie insyaf benar-benar bahwa ia bukan tan dingannya jago tua itu. Jangan kata tubuhnya, bajunya saja ia tidak mampu langga r. Di sebelah itu, ia sendiri merasai tangannya sesemutan, entah dengan cara bag aimana ia diserangnya. Dengan sendirinya, ia keluarkan keringat dingin. Di saat muridnya Lioe Kiam Gim hendak loncat keluar kalangan, mcndadakan si or ang tua berseru: Kau sebenamya keluaran Thay Kek Pay mana? Lekas bilang supaya ti dak terbit salah mengerti! Sampai di situ, Boe Wie tunduk benar-bcnar. maka ia terus perkcnalkan dirinya, mendengar mana, si orang tua tertawa berkakakan. Jadinya kau ada mund kepala dan Lioe Kiam Gim? Pantas kau begird liehay! bcrkata ia. Sudah beberapa puluh jurus aku lawan kau, baharulah di dua jums yang terakhi r aku bisa atasi padamu. Dalam halnya kau ini, bukannya ilmu silat Thay Kek yang kurang sempurna, itu adalah latihan kau sendiri yang masih kurang. Keduanya sekarang bicara secara asyik sekali, sampai Boe Wie tanya, Pek-djiauw Sin Eng ada punya perhubungan apa dengan In Tiong Kie. Ditanya begini, Tok-koh It Hang heran, ia mengawasi dengan tajam. Apakah kau ada dari pihak Pek Sioe H wee?- akhimya ia tegaskan. Boe Wie cuma bersangsi-sebentaran, ia lantas manggut. Benar, ia jawab. Teetjoe ada dari Golongan Hok. Bagaimana Lootjianpwee bisa mendu ga begitu jitu? Jago tua itu tertawa. In Tiong Kie pernah beritaliukan aku, bahwa kau ada satu angkatan mudayang gaga h dari Pie Sioe Hwee, ia jawab. Karena tcrkabar kau lagi diarah oleh pemerintah Bo an, pada beberapa bulan yang lalu, In Tiong Kie sudah pergi ke Kwan-gwa untuk ca n kau. Kau sebut dia itu, mestinya kau telah bertemu dengannya. Sekarang kau tel ah sampai di sana, baik untuk sementara kau jangan pulang dulu. Boe Wie berpikir ia berpikir dengan keras, lalu ia berbangkit, akan terus menj ura pada tuan rumahnya. Taruh kata tee-tjoe berniat pulang, itu tak dapat dilakukan lagi, kata ia Sekaran g tee-tjoe insyaf, teetjoe tidak pikir pula untuk lakukan pembuhuhan-pembunuhan gclap. Malah tee-tjoe ingin tetap tinggal di sini. Tee-tjoe mohon Lootjianpwee t cnma aku sebagai murid, untuk aku menambah pengetahuan . Boe Wie hendak berlutut, tapi Tok-koh It Hang segera mencegahnya dengan cepat cekal lengannya, untuk dikasih bangun. Tidak, Lauwtee, tak berani aku terima kau sebagai muridku, berkata ia. Aku tidak punya kepandaian untuk diturunkan kepada kau. Aku belum kenal pribadi dengan Lio e Loo kauwsoe, tetapi dia adalah orang yang aku kagumi, dari itu, tak dapat aku terima murid kepalanya, sebagai muridku. Aku tidak bisa. Walaupun orang menolak, Boe Wie masih mendesak. Ia kata ia bukan hendak mening galkan Lioe Kiam Gim sebagai guru, tetapi ia tak ingin kembali ke Kwan-lwee, ia ingin tetap tinggal di Kwan-gwa ini, dari itu, pantas kalau ia yakinkan ilmu sil at terlebih jauh, sedang buat cari guru yang pandai, itulah sukar sekali. Ia jug a hunjuk, dahulu gurunya pernah pesan untuk ia menambah pelajaran dari Iain-lain cabang kaum persilatan, jadi tidak ada halangannya untuk ia berguru pada lain a hli silat. Oi dalam kalangan persilatan, memang ada aturan umum, bi la dengan pcrsctujuan nya sang guru, sang murid boleh bclajar lebih jauh pada Iain-lain guru. Lioe Kia m Gim taat pada itu aturan, maka itu, ia berikan kemerdekaan dan izinnya pada mu rid kepalanya ini. Tok-koh It Hang bukannya tak sudi dapat murid sebagai Law Boe Wie, adalah itu aturan umum, yang ia tidak berani langgar, tapi sekarang ia dengar keterangannya pemuda ini -yang ia percaya-hatinya jadi girang. Hanya karena Boe Wie benar-ben ar lichay, ia tidak pandang dia sebagai murid yang biasa, ia pandang sebagai sep aruh kawan saja. Kau tidak ingin kembali kepada Pie Sioe Hwee, itulah tepat, Lauwtee, kemudian ia kata. Pembunuhan-pembunuhan gelap bukannya daya untuk mewujudkan usaha besar. Ha nya, apabila kau jadi tawar karenanya, itu pun keliru. Tanpa menumpahkan darah, cara bagaimana bangsa Ouw itu bisa digulingkan dan diusir? Tanpa tindakan itu, b agaimana bisa ditumpas itu segolongan orang-orang berpengaruh yangjahat dan keja m? Darah mesti dikucurkan secara berharga, bukan seperti caranya Pie Sioe Hwee. Boe Wie ketarik dengan perundingannya ini guru baru, hatinya jadi terbuka. Aku ada lagi satu contohnya, Tok-koh It Hang berkata lebih jauh. Berbatasan denga n daerah Liauw-tong ini ada sebuah negeri yang dinamakan Rusia, rajanya dipanggi l czar. Raja itu ada kejam, banyak rakyatnya yang dibuang ke batas Liauw-tong, i alah Siberia, dari itu, ada di antara rakyat itu yang nyelundup ke Liauw-tong. M enurut pelarian ini, Russia juga punyakan semacam perkumpulan mirip Pie Sioe Hwe e, yang bertujuan menggulingkan rajanya.Kau harus mengerti, perkumpulan rahasia i tu ada terlebih besar dari perkumpulan kita. Kita hanya binasakan satu-dua pembe sar negeri, tapi dia bisa binasakan rajanya Itu telah terjadi belum seberapa lam a ini. Tapi, satu raja telah binasa, Iain raja muncul sebagai gantinya, perkumpu lan itu tetap tak dapat capai maksudnya. Maka kemudian orang Rusia namakan pembu nuh gelap yang berani itu sebagai pendekar lacur yang tak berharga satu sen! Mendengar ini, Boe Wie menyengir. Demikian selanjutnya, Boe Wie tinggal menumpang sama Tok-Koh It Hans, yang ter ima dirinya sebagai separuh guru, hingga ia sendiri jadi sebagai separuh murid , ta pi toh ia telah terima pelajaran sepenuhnya. Tok-koh It Hang bergelar Pek-Djiauw Sin Eng, bisa dimengerti kepandaiannya yan g tinggi. Ilmu silatnya berdasarkan Golongan Eng Djiauw Boen Cakar Garuda, di sebe lah itu, ia ciptakan sendiri ilmu pukulan kim-na-tjhioe-hoat yang terdiri dan de lapan kali delapan -enam puluh empat jums. Ia utamakan kegesitan tubuh, seperti garuda melayang menyambar. Tapi kim-na-hoat ini scbaliknya da ri pad a Thay-kek- koen. Kalau Thay-kek-koen ada dengan lemas melawan yang keras , kim-na-hoat adalah s ambil menyerang, membela diri . kim-na-hoat gabungkan luar dan dalam jadi satu. Ia dap ati julukannya justeru karena kegesitannya itu bagaikan garuda Tok-koh ada she atau nama keluarga asal orang asing (Ouw) tetapi itu dari bara t-selatan telah masuk ke Tionggoan sejak AhalaTong, hingga di zaman itu sudah di akui sebagai nama keluarga orang Han. Umpama ma-tua dari Tong Thay-tjong Lie Sie pin, ia ada orang she Tok-koh. Tok-koh It Hang ada asal Kwan-Iwee, karena singk irkan diri, ia jadi tinggal menetap di Liauw-tong. Ia pun tadinya beranggapan se bagai Boe Wie, ia duga sukar untuk ia tinggal sekian lama di tempat baru ini, an ggajjjlflfiya jadi berubah. Sebab urnumnyaroRyat Boan ada sama seperti di Tiongg oan, rupanya ini disebabkan, penduduk Liauw-tong adalah bangsanya sendiri dan da ri itu, tidak perlu ditilik keras. Beberapa tahun Law Boe Wie tinggal bersama Tok-koh It Hang, tidak pernah ia ab aikan ilmu silatnya, tidak heran, kalau ia peroleh kemajuan. Di samping itu, ia terus suka berunding s%na gurunya itu, terutama mengenai pemerintah Boan serta s epak-terjang kebangsaan dari rakyat Tiongkok asli, umpama Lie Tjoe Sen dan Ang S ioe Tjoan dari Thay Peng Thian Koife Itu waktu, sehabis kegagalan Kaum Thay Peng , kedudukan pemerintah Boan makin kuat, karena bangsa asing mcmbantu padanya. Ci ta-citanya Tok-koh It Hang adalah mengumpul kawan, tidak fcekerja sama-sama peme rintah, flfnenunggu waktu, buat justeru bikin terguling pemerintah itu. Boe Wie memang sudah punya dasar baik, dalam tempo empat-lima tahun saja, ia t elah bisa wariskan Tok-koh It Hang punya enam puluh empat j uros kim-na-tjhioe-hoa t, serta tujuh puluh dua jalan ilmu pedang Hoei Eng Tjiong-soan Kiam atau Burung ga ruda terbang berputaran . Malah dari In Tiong kie, yang dating kepadanya setelah s etengah tahun ia sampai di Liauw-tong, ia dapat pelajaran kepandaian mengenai sen jata rahasia dengan mendengar suara anginnya saja. Dua-dua Tok-koh It Hang dan In Tiong Kie kagumi dan hormati Lioe Kiam Gim, tet api mercka tidak sukai Teng Kiam Beng, soeteenya orang itu, apapula sekembalinya dari Kwan-I wee Tionggoan In Tiong Kie telah bawa cerita bahwa ahli waris Thay Kek Pay itu yang kesohor Thay-kek-kiamnya, Thay-kek-koen dan Kim-tjhie-piauw sud ah jadi angkuh terhadap kaum Kang-ouw dan telah bergaul rapat dengan pihak pembe sar negeri, hingga dengan sendirinya dia itu jauhkan diri dari Rimba Persilatan. Pun ada banyak orang Kang-ouw yang tidak puas terhadap orang she Teng jtu. Pastilah akan ada satu hari, dengan sepasang telapakan tanganku yang hanya berd aging ini, aku nanti coba-coba semua tiga macam kepandaiannya itu! kata Tok-koh I t Hang sambil tertawa apabila ia dengar keterangan sahabatnya. Law Boe Wie dengar perkataannya jago tua ini, hatinya bercekat, akan tetapi ia diam saja. Ia memang tidak puas terhadap sepak-terjangnya soesioknya itu, sudah begitur, ia juga tidak ketahui jelas keadaan orang. Lima tahun sudah lewat sejak Boe Wie ikuti Tok-koh It Hang, perubahan telah ba nyak terjadi. Sarangnya Pie Sioe Hwee telah digulung sejak lama, maka itu pengaw asan pembesar negera terhadap perkumputan rahasia itu telah jadi kurangan, apa p ula Boe Wie yang tadinya dikepung-kepung, seperti lenyap dari muka bumi. Karena ini, dengan tidak sangsi-sangsi, Boe Wie bersedia akan kembal i ke Kwan-Iwee, ke tika gurunya tugaskan dia merantau akan cari kawan-kawan sekerja. Hanya, bcgitu lekas ia mcmasuki Kwan-lwee, ia dengar satu perkara penting sebab mana ia terpak sa tunda dulu tugasnya. Perkara apakah yang penting itu? Itu adalah halnya itu perampasan barang upeti yang dilindungi Teng Kiam Beng, yang kena dibegal di tempat tiga puluh lie di H ee-poan-shiadi Djiat-hoo, bahwa yang lakukan itu ada scorang tua dengan lidah Li auw-tong. Kejadian itu ada menggemparkan, karena Teng Kiam Beng, ahli waris Thay Kek Pay, kena dibikin malu. Caranya adalah, si orang tua asal Liauw-tong bertan gan kosong tetapi Kiam Beng sudah gunai pedangnya, kepalannya, dan piauwnya juga dengan sia-sia. Kemudian menyusul kabar bahwa Lioe Kiam Gim, soeheng dan Teng K iam Beng, yang telah hidup menyendiri di Kho Kee Po, sudah berangkat ke Utara, u ntuk mana. Lioe Kiam Gim telah minta bantuannya orang-orang tua yang kenamaan. Kejadian itu telah jadi buah pembicaraan urnum, terutama karena orang menduga- duga, siapa si orang . tua Liauw-tong itu, apa Lioe Kiam Gim bakal adu kepandaia n sama orang tua itu, dan bagaimana nanti kesudahannya, siapa menang, siapa kala h? Oleh karena si begai tua disebut asal Li auw-tong. Law Boe Wie segera juga san gka separuh gurunya Tok-koh It Hang. Jago tua ini pemah kata ia hendak coba-coba T eng Kiam Beng deagan tangan kosong saja. Kalau ini dugaan benar, itulah hebat, s cbab dua-dua Kiam Gim dan It Hang adalah gurunya sendiri.Kalau dua harimau berkel ahi. sal ah satu mesti celaka. Dan kedua guru itu sama-sama liehay! Orang lain boleh menonton, tetapi aku tidak! pikir Boe Wie. Aku mesti damaikan me reka! Lantaran ini, seteiah bersangsi lama, Boe Wie ambil putusan akan pergi ke Djia t-hoo. akan can dua-dua gurunya itu, akan tetapi, justcru beg-itu, mendadakan ia tcrima satu kabar Iain, hingga ia mesti batalkan dahulu keberangkatannya ke Dji at-hoo dan mesti segera pergi ke Kho Kee Po! Selama bikin perjalanan ini. Law Boe Wie tidak pakai namanya Tok-koh It Hang. Sebabnya ialah: kesatu, Tok-koh It Hang sudah asing dengan keadaan di Tionggoan, dan kedua, di sebelah itu, namanya Boe Wie ada tersohor dan dia sudah punya ban yak kenalan atau sahabat, karena, dia adalah tokoh terkenal dari Pie Sioe Hwee. Boe Wie terima kabar penting itu selagi ia berada di pusat Hay Yang Pang di Pou- tay, Shoatang, sebagai tetamu dari wakdl kepala kaum itu, sebab pemimpinnya lagi berpergian. Untuk berpisah dari satu sahabat itu, guna cegah rahasia bocor, ia tidak berani sebut terang-terang hendak pergi ke Djiat-hoo. Hoe-totjoe atau wakil Ketua dari Hay Yang Pang bernama Ie Tjee Ban, ia sudah b erumur lima puluh tahun lebih tapi dengan Boe Wie, ia berbahasa.-.. cngko dan ad ik, pcrhubungan yang rapat ini bukan sebab pcrkcnalan saja hanya mereka pcrnah s aling bantu, dan wakil ketua itu sangat hargai Boe Wie yang kosen dan djiatsim, scbagaimana Boe Wie meenghargai kejujuran orang. Sebenarnya Boe Wie belum tahu j elas asal-usulnya Ie Tjee Ban kecuali ia dengar, dia ini ada keluarga golongan R imbaHijau. Law Boe Wie mesti berangkat dengan tiba-tiba, tapi Ie Tjee Ban tak izinkan dia pergi sebelum mereka dahar dan minum arak dulu, maka kesudahannya, berdua merek a duduk berjamu. Mereka masing-masing tenggak beberapa cawan, mereka dahar dan m engobrol dengan asyik, sampai satu kali, tuan rumah timbulkan satu soal. Lauwtee, demikian kata tuan rumah itu, kau muda dan gagah, dimana-mana orang horm ati kau, tetapi aku, si tuabangka, orang pandang tak berguna. Ada orang ajak aku bckerja untuk dianya, orang bujuki aku bahwa hari depanku penuh pengharapan. Te rang orang tak lihat aku karena aku jadi wakil dari suatu kawanan kecil . Aku hila ng muka! Urusan apakah itu, Lauwko? tanya Boe Wie dengan heran. Kenapa Lauwko mesti hi lan g muka? Kita toh merdeka, kita tidak mcngandal i pangreh-praja? Kau benar, Lauwtee, tetapi orang telah bujuki aku, katanya sayang aku jadi waki l saja. Sebaliknya, mereka ingin aku bckerja untuknya, katanya, hari depanku pen uh pengharapan .Teranglah dengan itu orang pandang enteng padaku! Boe Wie tidak mengcrti, ia minta keterangan. Itulah ketuaku yang lama, yang ajak aku! kata Ie Tjee Ban kemudian. Sebaliknya an eh! Ketua itu telah menghilang dua puluh tahun lebih, atau sekarang ia muncul se bagai pahlawan dari Istana Raja Boan. Dia ajak aku bekerja ke In-koan, katanya s ebab aku ketahui baik Propinsi Shoatang ini. Hatinya Boe Wie bercekat. In-koan ada distrik di mana ada tinggal gurunya: Lio e Kiam Gim. Kho Kee Po masuk dalam wilayah distrik itu. Ia tidak ketahui jelas h ati Ie Tjee Ban, dari itu, ia pun tidak tahu hal ketua lama dari sahabat ini. Untuk apa minta bantuan Lauwko diminta? ia tanya. Siapa tahu? jawab Ie Tjee Ban. Dia tidak mau menerangkarmya, dia cuma kata urusan penting. Aku percaya, itu ada hal untuk bikin orang celaka . Meski demikian, Ketua Muda Hay Yang Pang ini berikan keterangannya lebih jauh. Kau pasti tidak tahu, karena itu mengenai hal dua puluh tahun yang lalu, ketika kau masih kecil, kata ia. Itu waktu di daerah Seetjoan Barat, Lo-kee Ngo Houw, at au Lima Saudara Harimau She Lo, ada sangat kesohor. Dan aku ada salah satu kacun gnya. Mereka berkepandaian ti nggi tapi aku tidak tahu hal-ihwal mereka, mereka mirip dengan orang Rimba Hijau. Di Seetjoan Barat, mereka tidak bisa tancap kaki , mereka buron ke Utara, tapi di sini, mereka bisa bekerja sama pembesar negeri, kedua pihak tidak saling ganggu, bila mereka peroieh hasil, mereka bagi hasil i tu kepada pangreh-praja setempat. Mereka biasa membegal dan memeras penduduk. Be lakangan aku dengar di Djie-tjoe, Shoasay, mereka kena dilabrak satu nona, malah Lo Sam Houw, hilang jiwanya. Kejadian mi membuat rombongan mereka buyar, maka k emudian, aku masuk dalam Hay Yang Pang. Karena hilang satu saudaranya, Lo-kee Ng o Houw berubah jadi Lo-kee Soe-houw -Empat Harimau She Lo. Mereka menghilang, sa mpai tahu tahu, sekarang mereka jadi pahlawan Raja Boan. Sebenarnya aku jemu ber campur pula sama mereka, apa mau, mereka telah datang can aku, mereka hen dak gu nakan aku scbagai pcrkakas. Coba tidak bukan pada kau, Lauwtee, sungguh aku tak sudi merijeiaskan ini . Tapi keterangan itu pun sudah cukup untuk Boe Wie. la malah ketahuilebihbanyakte ermusuhan antara Keluarga Lo dan Keiuaiga Lioe Kiam Gim dan In Giok bersama Lauw Tian Peng adalah hajar Lima Harimau Keluarga Lo itu. Kebinasaan Sam Houw di tan gan In Giok menyebabkan orang katakan si nona ada nona gagah yaag ajaib! Pun, wa ktu hendak mulai pergi merantau, Kiam Gim pesan muridnya ini sekalian dengar-den gar perihal pcrsaudaraan Lo itu, maka kebetuIan sekali, sekarang ia dengar kabar penting itu. Ini tahun ada tahun luar biasa untuk aku! kata Ie Tjee Ban, sesudah ia tenggak b eberapa cawan pula. Sudah aku ketemui ketua lamaku,. juga ketuaku sendiri telah d apat maiu dari seorang tua yang tidak dikenal, sesudah mana orang datarg untuk b ersahabat sama dia. uPantas kemarin ini Toa-totjoe pergi dan terus tidak kembali, Boe Wie kata. Ya, itulah sebabnya, Ie Tjee Ban bilang. uIa mau pergi ke pusat kita di Lek-shia , akan can tahu tentang orang tua itu. Lauwtee tentu belum tahu duduknya hai, na nti aku tuturkan. Toa-totjoe telah terima laporan ada beberapa orang asing, yang rornannya mencurigai, lagu-suaranya beda satu dari lain, dandanannyajuga berlai nan. Mereka tidak bawa barang berharga tetapi sembunyikan senjata. Mereka tidak memasuki Kota Pou-tay untuk mondok, hanya pergi ambil tempat di kuil rusak beber apa lie di luar kota. Atas itu, Toa-totjoe larang orang banyak omong, ia sendiri ajak dua kawan, untuk pergi bikin penyel jdjkan secara diam-diam ke kuil itu. K ebetulan dari Lek-shia ada datang dua saudara kita, yang ilmu silatnya boleh dia ndali. Siapa tahu, sesampainya di kuil, mereka kena dipermainkan.Merekabcrtiga meman g tak dapat dibandingkan dengan kau, Lauwtee, tetapi mereka boleh diandalkan, ta pi mereka toh kecele. Malam itu tidak ada cahaya rembulan. Mereka sampai kira-ki ra jam tiga lewat.Dari atas genteng di mana mereka mendekam, mereka dengar suara menggeros keras. Dengan gelantungi tubuh di payon, Toa-totjoe mengintip ke dala m. Kuil ada gelap, ia tidak lihat suatu apa. Tiba-tiba ia rasakan sebelah kakiny a, yang dicanteldi payon, ada yang tank, maka segera-ia putar tubuhnya, akan nai k pula ke genteng. Antara berkesiurnya angin dengar suara anjing dari kejauhan. Tidak jauh daripadanya, dua kawannya lagi memandang ke sekelilingnya.IaJantas tan ya dua kawan itu, mereka Jiflm apa dan kenapa mereka tarik kakinya. Ditanya begi tu, kedua kawan itu mengawasi, mereka kelihatannya heran dan duka. Mereka tidak tarik kakinya Toa-totjoe, malah mereka sendiri mcrasa scperti ada kebut dengan p elahan. Bertiga, rnerekajadi melengak. Justeru itu, dari samping, mereka dengar satu suara dalam dari seorang tua: Aku di sini, kau orang nyata tak dapat lihat p adaku! Buat apa kau orang keheranan tak keruan? Mereka terperanjat, mereka menole h dengan segera. Mereka lihat seorang tua berdiri di dekat mereka! Orang tua ini lantas tertawa, ia kata pula: Bukanlah gampang bahwa Tuan yang terhormat datang dari tempat yang jauh, silakan kita turun ke pekarangan kosong di bawah sana unt uk main-main! Kenapa eh -kenapa kau orang bersangsi? Apa kau orang takut? Apa ka u orang jerih melihat banyak kawanku? Tidak, asal aku suruh seorang saja bantui aku, aku berlaku tak pantas pada kau orang, sahabat-sahabatku! Bercerita sampai di situ, Ie Tjee Ban berhenti sebentar, ia hirup pula araknya . Atas tantangan itu, Toa-totjoe jadi gusar dan terpaksa menerimanya, kemudian ia melanjutkan. Mereka turun ke tanah dan lantas bertempur. Belum ada sepuiuh jurus, Toa-totjoe sudah dibikm sibuk dan mandi keringat oleh pedangnya orang itu yang sambar sana dan sambar sini, ke bagian anggota-anggota yang berbahaya, tapi toh tidak pemah ujung pedang mengenai sasarannya. Di sebelah itu, sambil bertempur, orang tua itu saban-saban ngoceh, menganjurkan kedua kawan Toa-totjoe maju akan bantu Toa-totjoe mengepung padanya. Tentu saja kedua kawan itu jadi gusar, hingg a mereka tak takut nanti ditertawai orang, mereka maju, akan mengerubuti. Mereka bertiga, tapi akhirnya, mereka sendiri yang kena dibikin repot, sampaisukar untuk m ereka meloloskan diri. Sementara itu, rombongannya si orang tua muncul semua, me reka berdiri menonton, mereka pada tertawa, tidak ada satu yang bantui orang tua itu. Untuk setengah jam, Toa-totjoe bertiga di buat pcrmai nan, selagi mereka s angat malu, jengkel dan mendongkol, tiba-tiba si orang tua menghentikan pertandi ngan dan mengajak ikat persahabatan. Dia mengaku dari Heng Ie Pay, bahwa dia keb etulan lewat di Pou-tay, sama sekali mereka tidak bcrniat kurang baik. Orang tua itu tanya kedudukannya Toa-totjoe di dalam Hay Yang Pang, habis itu dia nyataka n, sama-sama orang Kang-ouw, ia harap kedua pihak suka saling bantu. Secara begi ni, Toa-torjoe terlolos dari bahaya, ia menghaturkan maaf, kemudian ia ajak dua kawannya pulang. Ketika ditanya she dan namanya, orang tua itu menampik, ia hany a bilang, bila ada ketikanya, ia akan.datang mengunjungi. Orang tua itu ngaku da ri Heng Ie Pay, ia benar perlihatkan bebcrapa jurus pukulan kaum itu, tetapi dua sahabatnya Toa-totjoe bilang, permainannya tidak terlalu lancar, sebab kalau di dcsak, dia itu keluarkan ilmu silat Siong Yang Pay. Entah apa sebabnya itu ? Mendengar itu, Boe Wie agaknya terperanjat Oh! ia berseru dengan tiba-tiba. Bukankah orang tua itu jangkung-kurus dan pedang nya ada Tjit-seng-kiam yang panjang? ia tanya. Ie Tjee Ban letakkan cangkir araknya, ia terkejut Benar! Eh, bagaimana Lauwtee kenal dia? dia pun tanya. Selama beberapa tahun merantau, aku pernah dengar orang omong tentang orang tua itu, sahut Boe Wie. Dia itu katanya teiah peroleh kesempumaannya ilmu pedang Tat- mo-kiam dari Siong Yang Pay serta telah berhasil mcncuri pclajari beberapa jurus ilmu pedang Boe-kek-kiam dari Heng Ie Pay, kalau iasedang bertempur, selamanya ia gunai dulu ilmu pedang curiannya itu. Orang yang Lauwko sebutkan itu mirip de ngan orang tua tersebut, dari itu aku menanyakannya. Aku cuma pernah dengar nama nya belum pemah aku ketemu padanya. Otaknya Ie Tjee Ban sudah terpcngaruh arak, ia tidak menanyakan lebih jauh, maka itu, sctclah bicara pul a scbcntaran, untuk kasih sclamat jalan pada Boe Wie, mereka masuk tidur. Tapi m alam itu Boe Wie tidak bisa tidur pulas, ia melek mata tcrus sampai terang tanah . Selama itu, ia sudah susun rapi keterangannya Ie Tjee Ban. Lo-kce Soe Houw hendak bckcrj a di In-koan, tidak salah lagi, mereka itu tcntu hendak menuntut balas terhadap Keluarga Lioe. Si orang tua gagah itu muncuk ber barcngan, dia pun hendak ajak orang bekerja, mestinya dia ada punya hubungan sam a Lo-kee Soe Houw. Ia pun percaya, orang tua itu mesti ada si orang tua yang dul u di rumahnya Soh Sian Ie sudah pancing soesioknya Teng Kiam Beng, karena mana, Teng Kiam Beng jadi bercidera dengan Tjiong Hay Peng, ahli waris atau Ketua dari Heng Ie Pay. Distrik Pou-tay ini memang ada jalan terusan ke In-koan. Soehoe telah pergi ke Utara, dengan begitu, Soenio mesti berada sendirian di ru mah, pilar ia terlebih jauh. Soenio ada wariskan kepandaian golok Ngo-houw Toan-bo en-too dari Ban Seng Boen, akan tetapi ia berscndirian saja, mana ia sanggup lay ani banyak musuh jahat? Sampai itu waktu, Boe Wie tidak pikir bahwa Yo Tjin Kong masih berguru dan Bon g Tiap sudah tambah usianya, di scbelah siapa pun tambah Ham Eng. Maka itu ia ja di tambah joiatir, hingga ia rebah gulak-gulik saja, ia tak dapat tidur, hingga iamenyesal tidak bisa segera sampai di Kho Kee Po. Demikiari sebabnya, ia membatalkan dulu perj alanannya ke Djiat-hoo, Law Boe W ie sudah segera menuju ke In-koan di mana ia sampai di Muara Kho Kee Po, di saat ia dapat tolong Bong Tiap dan Ham Eng dari gangguannya musuh-musuhnya Keluarga Lioe, sampai itu malam ia telah tolongi juga soenionya, dengan ia berhasil menaw an Bong Eng Tjin si orang tua yang licin. Sayang, karena liciknya musuh, rumahny a Lioe Kauwsoe telah habis dimakan api dan Lioe Toanio, saking lelah, mendongkol dan karena 1ukanya di dalam, akhimya turut rubuh juga. Biar bagaimana aku toh datang sedikit teriambat, kata Boe Wie di akhir penutura nnya sambil mcnghcla napas. Aku tidak sempat kisiki Soemoay untuk bersiap hingga Soenio mesti bercapek-lelah. Aku percaya, setelah beristirahat Soenio akan dapat kan kesegarannya pula, dari itu, tak usah Soemoay kuatir, ia menghibur. Bong Tiap sudah mengerti keadaan, maka itu sambil memberi hormat, ia haturkan terima kasih mewakilkan ayah dan ibunya. Beruntung kau datang, Soeheng, katanya. Bila tak ada kau, entah bagaimana jadinya dengan kita semua . Boe Wie sibuk karena soemoay itu paykoei terhadapnya, sedang untuk mencegah, d engan cekal tangannya si nona, ia likat la tak dapat empo dan pondong si soemoay seperti dulu-dulu. Soemoay, Soemoay katanya Ini ada urusan kecil, kita ada di antara orang sendiri, j angan kau pakai adat-peradatan . Lantas Boe Wie ingat pengalamannyadi waktu masih kecil, ketika ia berkumpul sa ma guru dan soenio serta soemoay dan soeteenya. sama-sama berlatih silat, sampai belasan tahun ia merantau. Tahun dan bu Ian mengejar-ngejar manusia, sekarang aku telah tambah usia! katanya pula. Ia menghela napas. Tapi ia toh baharu berumur tiga puluh tahun. dan sedan g gagahnya. Rupanyaia terpengaruh pengalamannya dan sekarang Hiat soemoay itu sudah i gadis remaja! Soeheng, kau keliru Tjin Kong kata. Kau belum tua, hanya kepandaiamu yang bertambah! Romanmumenghunjukkan kemudaanmu, begitupun caranya kau gunai pedan gmu barusan! Dan soetee ini tertawa. Boe Wie turut tertawa. Sementara itu orang t elah sampai di rumahnya Hie Hong, di mana Lioe Toanio dipernahkan. Lioe Toanio masih tetap belum sadar, maka Boe Wie mintaBong Tiap unut pula padan ya, sedang Tjin Kong cekok ia dengan obat yang dicampun arak. Tiga atau empat jam kemudian, tiba-tiba Lioe Toanio ingat akan dirinya. Tiap-djie, Tiap-djie! ialah kata-katanya yang pertama keluar dan mulutnya. Ketika ia geraki tubuhnya, nyata ia tidak bisa bangun. Maka ia cuma bisa pentang kedua matanya, akan awasi semua orang di sekitamya.Matanya bercahaya, rupanya, ia sege ra ingat pertempuran tadi. Bagaimana, Ibu? Bong Tiap tanya. Lioe Toanio coba geraki tubuhnya, ia merasakan lemas, hingga ia jadi kaget sen dirinya, sampai ia keluarkan keringat dingin, hatinya mencelos. Ia pentang pula matanya. Kau orang semua mundur dulu, kecuaii Tiap-djie, aku hendak bicara sama ia, katan ya. suaranya dalam. Coba buka bajuku, kata Lioe Toanio pada gadisnya, sesudah mcreka berada berdua s aja. Bong Tiap menurut, tapi lantas saja ia terkejut ketika ia lihat sebuah titik h itam di bawah tete kin dari ibunya. hu ada tanda darah man pada jajandarah Djie-k hie-hiat . Itu ada bagian anggota yang kena serangannya tumbak dari LoToa Houw. Lioe Toanio lamas kasih jalan napasnya akan kumpul semangamya, akan tetapi ia tak berhasil menyingkirkan tanda matang biru itu. Ia insyaf artinya itu, karcna ia ada satu ahli silat, dari itu, mukanya lantas jadi pucat. Ludeslah sekarang kepandaian silatku, kata ia sambil bersenyum pada anak daranya . Umpama kata aku bisa diobati scmbuh, aku tetap bercacat, aku tak lagi bisa bers ilat. Totokan dari Lo Toa Houw ada iiehay sekali, dia telah gempur rusak khiekan gku. Kalau aku ditolong pada waktu baharu saja terluka, dengan diunit saja, akib atnya tidak sehebat ini. Aku telah bcrkelahi melewati batas, cara bagaimana tubu hku tidak jadi lemah? Ah, Anak, sayang kepandaianku dari beberapa puluh tahun . Bong Tiap berduka bukan main, tetapi meski demikian, ia terhibur juga, karena jiwa ibunya masih tertolong. Anak, pergi kau ambil golokku Ngo-houw Toan-boen-too, kemudian sang ibu surah an aknya. Bong Tiap kaget. Ibu, buat apakah itu? tanya ia. Lioe Toanio tertawa meringis. Anak toloH katanya. Mustahil aku hendak berlaku nekat!Aku tidak tega meninggalkan kau! Pergi ambil golokku hu, aku hendak lihat satu kali lagi. Kau kembaii bersam a mereka semua. Bong Tiap menurut, ia lekas undurkan diri, ketika ia batik bersama Ngo-houw To an-boen-too, Boe Wie bertiga ikuti dia, tetapi ketiga murid ini semua hunjuk rom an duka, karena mereka sudah dapat tahu, jago betina itu tidak lagi menjadi jago betina. Mereka semua berdiam mengawasi soebo mereka. Sinar matanya Lioe Toanio bersinar ketika iasuruh gadisnya bawa golok kepadany a. Itu adalah senjata yang untuk banyak tahun tidak pemah berpisah darinya. Dan B ong Tiap agak bergemetaran ketika ia serahkan golok itu pada ibunya. Lioe Toanio berniat bangun, tetapi ia tak dapat geraki tubuhnya, maka itu, ia cuma ulur tangan kanannya. Ia minta gadisnya bantu ia. Ia raba goloknya, ia sent il itu, hingga sang senjata terbitkan suara nyaring. Bagus, bagusl katanya, tetapi napasnya mengorong. Golok itu tajam dan mcngkilap. Lioe Toanio gapekan Hie Hong, supaya keponakan itu datang dekat padanya. Golokku ini telah temani aku berberapa puluh tahun lamanya, berkata ia, dipadu de ngan KiamGim, dia adalah kawanku yang terlebih tua jangan kau orang tidak pandan g mata pada golokku ini, ada sejumlah orang gagah dari kalangan Kang-ouw yang te lah tunduk di bawahnya. Umpama Lo Djie Houw, lengannya adalah aku yang bikin loc ot! Adalah engkongnya Tiap-djie yang berikan golok itu kepadaku, ia bikinnya ket ika aku berumur satu tahun lantas setiap tahundilebur dan dilebur lagi, saban-saban ditambah beratnya, setelah aku masu fcumur sepuhih tahun, baharu aku diizinkan menggunakannya. Golok ini bukannya mu stika, tapi tajamnya bukan main, apabila dipakai melukai orang, darahnya tidak m enjadi karatan. Dan sekarang aku tak dapat pakai lebih jauh golok ini . Lioe Toanio berhen ti bicara untuk bernapas. Sebenamya aku niat wariskan golok ini pada Tiap-djie, ia menyambungi kemudian, te tapi Tiap-djie sudah punyakan pedang tajam buatan ayahnya sendiri, sedang Boe Wi e sudah punyakan senjatanya juga, sedang Kaum Thay-kek biasa wariskan pedang saj a, maka golokku ini, sekarang aku serahkan pada Hie Hong saja. Dia ada turunan B an Seng Boen. dan Ngo-houw Toan-boen-too adalah goloknya Kaum Ban Seng Boen send iri. Golok ini aku tidak dapat bawa ke lobang kubur, dengan aku berikan pada Hie Hong, aku bisa balas budinya, tadi malam dia sudah bantui kita Hie Hong, man! Hie Hong girang berbarcog berduka, dengan menjura, ia samburi golok dari bibin ya itu. Tidak nanti aku sia-siakan pengharapan kau. Loodjinkeekatanya dengan janjinya. Aku akan simpan baik-baik golok ini Bagus, Anak, kata Lioe Toann?. yang napasnya memburu. Coba kau sentil sekali lagi, kasih aku dengar! -Nah, sudah, kau simpanlah! Semua orang menjadi sangat terharu . DasarSoeniomcnyayangi keponakan sendiri pikir Yo Tjin Kong, murid kcdua dari Lioe K iam Gim. la mcrasa tidak enak scndirinya Tadi malam, ia juga tclah adu jiwanya tapi sekarang soenio ini tidak sebut-sebut dia. Ia rada jelus, ia harapkan gol ok itu, hingga untuk sesaat, ia lupa Toan-boen-too ada goloknya Kaum Ban Seng Bo en, yang tak dapat diberikan pada orang dari lain kaum. BenarLioeToanioadaguru perempuannya tapi ia sendiri ada muridnya Lioe Kiam Gim Kek Pay, seharusnya ia bersenjatakan pedang. Setelah bcrdiam sekian lama. Lioe Toanio menghela napas pula. Beginilah penghidupan, katanya. Sejak hari ini, untuk selama-lamanya aku akan pis ahkan diri dari Rimba Persilatan. Sekarang kau orang insyaf bagaimana liehaynya geiombang dan badai dalam kalangan Sungai-Telaga. maka selanjutnya. kau orang ha rus lebih waspada dan berhati-hati. Sayang sekali aku tidak tahu dengan kepergia nnya ini, entah bagaimana dengan Kiam Gim . Tak bisa aku tak pikirkan dia . Air matanya nyonya ini meleleh keluar, ia batuk-batuk dua kali, setelah diam s esaat ia berkata pula: Bicara halnya Kiam Gim pergi ke Utara ini. aku jadi ingat halnya soesiok kau dahutu telah jadi korban dua musuhnya yang m emakai topeng. Boe Wie bilang, satu dari dua musuh itu adalah si orang tua yang semalam bersenjatakan pedang panjang, maka setelah dia kena ditangkap, pergi kau orang dengar pengakuannya! Pergilah kau orang, kecuali Tiap-djie, yang mesti te mani aku. Nyonya itu rapati matanya, tapi mulutnya tertawa meringis . Lioe Toanio Lauw In Giok ceburkan diri dalam dunia Kang-ouw sejak umur enam be las tahun, sampai umur dua puluh dua, baharu ia menikah sama Lioe Kiam Gim, sete lah mana, ia tinggal menyendiri di Kho Kee Po. Selama enam tahun, dengan golokny a Ngo-houw Toan-boen-too, ia telah ketemui banyak orang gagah. Kalau ia undurkan diri karena pernikahannya, tidak demikian dengan suaminya. Kiam Gim mundur bcrd uka karena sikap soeteenya. Tapi sekarang si nyonya mesti mundur betul-betul, ka rena lukanya yang hebat itu, maka itu, ia ada masygul dan menyesal bukan main. Boe Wie berempat undurkan diri dengan masing-masing sangat bersusah had, merek a pergi tengok orang tawanan mereka. Sejak tadi malam kena ditotok jalan darahnya Oen-hian-hiat , untuk lima jam, Bong Eng Tjin mesti rebah bagaikan mayat saja. Kalau dia diantap terus enam jam, dia bakal sadar sendirinya, tapi kalau dia ditolongi, dia bisa mendusindi segala saat. S ekarang, lima jam telah berlalu, maka itu, dengan sendirinya, ia sadar dengan la yap-layap. ia tahu ia berada dalam tangan musuh tetapi ia ada berkepala batu, at as pertanyaannya Boe Wie, ia tidak mau omong terus terang, percuma orang bujuk d ia. Akhir-akhirnya Boe Wie bersenyum ewah. Apakah kau tetap menyangka aku tidak tahu hal-ihwalmu? kata muridnya jago tua da ri Thay Kek Pay kemudian. Kau adalah murid murtad dari Siong Yang Pay! Kau ada an jingnya bangsa Boan! Kau adalah manusia cabul dari kaum Kang-ouw! Dahulu soesiok ku mengasih ampun kepada kau, sekarang aku tidak! Dicaci secara demikian, Bong Eng Tjin menjadi gusar. Ya, aku ada orang Siong Yang Pay!Habis kau mau apa? ia berseru. Ha, bocah, matamu picak! Cara bagaimana kau berani bilang aku ada manusia cabul dari kaum Kang-ouw ? Dengan kepandaianmu, kau kalahkan aku, aku tidak akan bilang suatu apa, tetapi janganlah kaungaco-belo! Kau bilang dahulu soesiokmu kasih ampun padaku? Hm! Ja ngan membabi-buta!Pergilah kau tanya dia, siapa yang ketika itu dikasih ampun! Lantas Eng Tjin tutup pula mulutnya, ditanya bagaimanapun juga, ia bungkam. Ak an tetapi dengan begitupun sudah cukup untuk Law Boe Wie mendapat kepastian, ben arlah mi orang yang telah permamkan soesioknya, maka diam-dtam ia kedipi mata pa da tiga kawannya, untuk mereka undurkan diri, kemudian ia tutup pjntu. Lalu, den gan sekonyong-konyong, ia dekati orang tua itu. Kau ada satu laki-laki maka coba kau bilang, kau punya perhubungan apa dengan K eluarga Soh dari Poo-teng? ia tanya. Apa itu Keluarga Soh dari Poo-teng?Aku tidak tahu! sahut Bong Eng Tjin sambil ia mendelik. Ha, kau tidak kenal Keluarga Soh dari Poo-teng? BoeWie tertawa. Aku lihat rupanya kau tetap tidak kenal walaupun jiwamu secara kecewa akan dipakai menebus dosany a! Apakah kau ketahui, kenapa Ouw Toakomu tidak datang? Apa benar kau tidak tahu , bahwa kaulah yang disuruh jual jiwamu? Mendengar demikian, Bong Eng Tjin melengak. Eh, apa kau bilang? ia tanya. Apa yang aku bilang adalah apa yang aku bilang! jawa b Boe Wie dengan tertawa sindirnya. Di kalangan Kang-ouw, siapa berkorban untuk s ahabatnya, pengorbanan itu ada harganya, akan tetapi lain dengan kau-kau bakal t erbinasadengan tidak keruan juntrungannya! Kau barangkali tidak menyayangi jiwam u. tidak demikian dengan aku aku sebaliknyaberkasihan Sambil berkata demikian, diam-diam Boe Wie lirik air muka orang. Tampangnya Bong Eng Tjin mcnjadi sebentar merah dan scbcntar pucat, terang ia terperanjat dan hcran. Mcnampak demikian, sambil terus tertawa menyindir, Boe Wi e tambahkan: Baik aku omong terus terang kepadamu! Kau mestrnya ketahui baik bahw a soesiokku serta Keluarga Soh, ayah dan anak, ada bersahabat kekai seperti saud ara angkat. Dan kau mestinya ketahui baik, orang she Soh itu ada mcmpunyai perhu bungan macam apa dcngan pembesar negeri! Orang she Soh itu dan pembesar negeri, yang berkongkol saw dcngan lain, sengaja kirimkan kcmari untuk kau ju-al jiwamu! Bersama itu sejumlah sisa kantong nasi ialah orang-orang tidak berguna kau diki rim kemari guna bokong Keluarga Lioe, berbareng dengan itu, soesiokku telah dibe ntahukan agar ia sampaikan warta kemari untuk kita siap sedia! Ini dia yang dina makan meminjam goiok untuk mcmbunuh orang. Apakah benar kau tidak mengerti tipu daya teji itu? Inilah kelicmannya Ouw Toakomu! Apa betul-betul kau tidak mengert i? Kau toh ditugaskan juga meniliki lain orang? Boe Wie sudah karang satu cerita, tetapi ceritanya ini beralasan. Itulah sebab tadi malam, dari tubuhnya Bong Eng Tjin, ia-tdah dapatkan sepucuk surat rahasia Itu adalah suratnya Soh Tjie Tjiauw dan Ouw It Gok dengan mana Bong Eng Tjin diperintah bokong Keluarg a Lioe berbareng memasang mata kepada satu pahlawan Iain yang mendapat suatu tug as. Boe Wie berpengalaman luas, ia tahu, di an tar a pah 1 a wan-pah I a wan Boa n ada kccurigaan atau kcjclusan, bahwa mereka itu saling intip satu dengan lain.I tu ada suatu tipu daya dari si Raja Boan, untuk dia bisa kcndalikan semua pahlaw annya. Dan ini adalah suatu rahasia dari Eng Tjin. Mukanya Bong Eng Tjin jadi guram, ia percaya betul obrolannya Boe Wie. Saudara yang baik, terima kasih untuk keterangan kau ini! katanya akhirnya. Baikl ah, kau dengar aku! Kau bilang Keluarga Soh dan soesiokmu ada seperti saudara an gkat! Oh, Sahabat, itu dugaan yang meleset sangat jauh! Keluarga itu sengaja tem pel soesiokmu supaya dengan begitu, soesiokmu jadi renggang perhubungannya sama kaum Kang-otfw. Soesiokmu niat ajak gurumu, hal itu tidak disetujui sama Keluarg a Soh, akan tetapi belakangan, keluarga itu tukar sikap, maka ia lantas menyetuj uinya. Keluarga itu tidak takut, asal gurumu hendak lakukan suatu apa, yang tida k baik untuk mereka, dengan lantas gurumu tak akan lolos dari gcnggaman tangan m ereka! Kelihatannya, kau dan soesiokmu, telah digunai juga oleh Keluarga Soh, ap abila itu benar, aku juga hendak nasihati kepada kau orang untuk waspada! Dari berjongkok, Boe Wie berlompat bangun setelah mendengar keterangan orang i tu. Ia bersenyum ewah. Terima kasih untuk keteranganmu! Terima kasih untuk nasihatmu! katanya, yang kem bali dekati jago tua itu, akan dengan tiba-tiba totok tubuh orang dengan jeriji tangannya, atas mana, Bong Eng Tjin segera bergulingan mampet jalan napasnya. Ak an tetapi, walaupun demikian, mukanya masih hunjuk senyuman iblis. Boe Wie telah berikan orang totokan Djie-khie-hiat yang liehay, yang mcminta k orban jiwa, sesudah mana, ia panggil saudara-saudaranya, akan urus mayat musuh i tu. Segera Boe Wie beritahukan saudara-saudaranya tentang bahaya yang mengancam gu ru mereka, di sebelah itu, ia berkuatir buat sepak-teigangnya Tok-koh It Hang, g uru setengah itu ia kuatir mereka nanti bergebrak. Kekuatiran lain adalah sang g uru nanti kena dijebak oleh Keluarga Soh yang licin dan licik. Perlu aku lekas susul Soehoe, ia menyatakan kemudian. Aku suka ikut, Soeheng, kata Bong Tiap, yang kuatirkan ayahnya. Ia juga ingin bantu soeheng itu, agar si soe heng tidak bersendirian. Perihal ibunya, ia sudah dapat kepastian ibu ini telah menjadi cacat, ia jadi tak usah kuatirkan apa-apa lagi.Berbareng dengan itu, deng an perjalanan ini ia jadi bakal dapat pengalaman. Melihat si nona hendak ikut pergi, Ham Eng juga nyatakan suka turut. BongTiapdeliki ara seperguruan itu. Buat apa kau turut? kata dia Baiklah kau diam di rumah untuk temani Ibu! Bukankah Ibu sangat sayangi kau? Kenapa kau tidak hendak kawani Ibu? Ham Eng berdiam tetapi terang ia tidak senang diam di rumah. Boe Wie pandang dua anak muda itu dengan bergantian, segera ia berkata: Baik ju ga kalau Ham Eng turut! Tentang Socnio, kau jangan kuatir, aku bisa atur! Ia lant as berpaling pada Hie Hong dan kata: Saudara Lauw, aku serahkan Soenio kepada kau ! Bukankah kau pernah bilang bahwa kau hendak pergi ke Shoasay pada pamanmu? Kau boleh sekalian ajak Soenio ke sana. Memang pernab Hie Hong menyatakan demikian, karena ia lihat rumah bibinya suda h musnah dan ia kuatir pihak Lo nanti datang untuk menuntut balas, dengan pergi pada Lauw In Eng, adik kandungdari Lioe Toanio, yang sekarangjadi ahfi waris Ban Seng Boen, kekuatirannya bisa diperkurang, karena In Eng ada kenamaan. Hie Hong setujui pikirannya Boe Wie. . Baik, SaudaraLaw , ianyatakan. Dengan andali golok Ngo-houw Toan-boen-too yang Bibi hadiahkan padaku dan denga n periindungan saudara-saudara sekaumdi sepanjang jalan, aku percaya aku bisa mc ngantar dengan tidak kurang suatu apa sampai di Shoasay. Aku suka kawani Saudara Lauw pergi antara Soebo! bcrkata Yo Tjin Kong, yang sada ri tadi diam saja. Tapi scbenamya la kuarir Hie Hong tidak sanggup melindungi so enionya itu dan ia ingin sekalian perlihatkan kcpandaian Kaum Thay Kek Pay. Pcngutaraannya Tjin Kong membuat Bong Tiap bertiga jadi girang, hati mcreka me njadi iega. Dcmikian diputuskan, Hie Hong dan Tjin Kong mengiringi Lioe Toanio b eristirahat di Shoasay, sedang Law Boe Wie bersama Bong Tiap dan Ham Eng bcrangk ai ke Utara. Dua-dua pihak tidak pcrnah menyangka bahwa hampir-hampir ia orang b erpisahan untuk tidak bertemu pula . V Ketika hari itu Lioe Kiam Gim bersama keponakan muridnya, Kim Hoa, berangkat k e Utara, mereka tokukan perjalanan cepat sekali.Selang belasan hari, dengan tidak tampak suatu halangan, mereka telah sampai di Poo-teng. Sesudah lewat dua puluh tahun lebih, kelihatan Kota Poo-teng jadi berubah: adajalan-jalan yang lebih ramai, adajalan-jalan yang jadi lebih sunyi. Ada sahabat-sahabatnya guru silat ini, yang sudah tidak berada Iagi di kota itu. Scgala apa telah berubah, kecuali sewenang-wenangnya bangsa Ouw kata Lioe Kiam Gi m sambi 1 menghela napas, seraya urut-urut kumisnya. Dan ketika ia berhadapan sa ma Kiam Beng, ia sampai tidak lantas dapat mcngucapkan kata-kata hanya air matan ya menetes jatuh. Soetee, apa kau ada baik? dcmikian pcrkatannya yang ringkas sekali ketika kemudi an ia bisa juga buka mulutnya. Ia ada sangat terharu. Teng Kiam Beng ada bcroman sangat kucel, tidak tampak sifat jumawanya, mirip d engan seorang habis sakit, atau seperti ayam jago pecundang.Terang dia likat men emui saudara seperguruannya ini. Kau kcnapa, Soetee? kemudian Kiam Gim tanya pula. Apakah kau tidak terluka? Ditanya demikian, sepasang matanya Kiam Beng bcrsinar dengan tiba-tiba. Soeheng, katanya, walaupun orang telah rusaki nama Thay Kek Pay, akan tetapi deng an kepandaian yang aku punyakan, tidaklah gampang-gampang untuk orang cclakai ak u, hanya sayang, bendera Thay Kek Kie, orang telah cabut! Kiam Beng masih bclum insyaf bahwa orang tidak niat lukai dia, bahwa iahendakd igoda saja, diganggu. Lioe Kiam Gim menghela napas. Soetee, katanya, bukan aku hendak membangkit-bangkit, tetapi coba dulu dengar per kataanku, tidak nanti sampai terjadi seperti ini. Dengan bersahabat dengan Keluarga Soh, bukankah kau jadi seperti cari pusing s endiri? Benar kau melindungi upeti akan tetapi aku percaya, orang melainkan tida k puas dan karenanya orang hendak coba-coba padamu! la tidak mau menyesali terleb ih jauh, karena mereka sudah sama-sama berusia lima puluh tahun lebih.Maka ia tam bahkan: Soetee, aku menyesal dahulu kita berpisahan, karena diantara kita terbit perbedaan faham. Sekarang aku datang untuk mencari jalan perdamaian, guna lenyapkan ketegangan. Kiam Beng jengah, akan tetapi ia kata: Soeheng benar, akan tetapi di sebelah it u, aku telah terima budinya pihak Soh. Coba dulu sewaktu terluka senjata rahasia beracun tidak ada dia yang tolong obati aku, pasti sekarang lukaku itu tidak da pat dikcmbalikan. Menjadi manusia, orang mesti bisa bedakan kebaikan dari kejaha tan, karena orang telah tolong aku, mana bisa aku tidak balas bantu padanya? Sel ama dua puluh tahun, pihak Soh tidak pernah berbuat tak selayaknya terhadap aku, hanya siapa tahu, sekarang telah terjadi ini gangguan kepadaku! Menampak orang tidak mau akui semua kekeliruannya, Kiam Gim tidak mau mendesak lebih jauh, ia hanya minta adik seperguruanttu tuturkan duduknya kejadian. Kiam Beng tidak mau menuturkan dengan jelas, ia bilang saja bahwa ia sudah dib egal di tempat tiga puluh lie di luar Kota Hee-poan-shia di Djiat-hoo, bahwa beg alnya ada seorang rua yang bicara dengan lidah Liauw-tong, kepandaian siapa tidak tercela tetapi tidak diketahui dari golongan mana. Kiam Gim terima keterangan itu sambil bersenyum. la tahu baik perangainya soet ee ini, yang angkuh, yang suka bicara banyak dalam hal kepuasan tetapi tak mau b anyak omong dalam hal kegagalan. tetapi karena urusan ini ia anggap penting,ia t oh masih menanyakan melit tentang kepandaiannya si orang tua, bagaimana gerak-ge rakannya. Apabilasang soetee telah jelaskan. pihak lawan hanya menggunai tangan kosong, akhimya soeheng mi berkata: Itu adalah ilmu silat bahagian dalam dan luar yang te lah tergabung menjadi satu, adalah tenaga Siauw-thian-seng atau Bintang Kecil ya ng dipergunakan untuk singkirkan segala seranganrnu. Kepandaian itu mirip dengan Sha-tjap-lak-tjhioe Kim-na-hoat dari Golongan Eng Djiauw Boen Bicara tentang Ka um Eng Djiauw Boen, di Hoolam ada Tang Kie Eng dan d, Hoo pa kada Hek Eng Ho- Di Liauw-tong, tidak pernah aku dengar ada or-ang yang paham kim-na-hoat. Aku kena l Tang Kie Eng dan Hek Eng Ho, aku pemah berunding dengan mereka, aku tahu benar , kepandaian mereka berimbang sama kepandaian kita, tapi sekarang ada orang yang melebihkan Soetee, dia mesti ada orang luar biasa dari Eng Djiauw Boen. Dia ada satu lawan yang tangguh, Soetee, tetapi walaupun demikian, tidak usah kita jadi gentar. Kiam Gim percaya, apabila ia berhadapan sama lawannya Kiam Beng, umpamanya ia tidak bisa peroieh kemenangan, i a toh tidak nanti sampai kena dikaiahkan. Tapi, mendengar pcngutaraannya itu, ia lihat muka saudaranya jadi pucat, ia mengerti, saudara itu malu, maka ia iekas ubah pcmbicaraannya. Eh, Soetee, bagaimana dengan Tee-hoe? Berapakah anak-anakmu? ia tanya. Ditanya begitu, air mukanya Kiam Beng pulih dengan cepat. Isteriku telah meninggal dunia sejak beberapa tahun yang lata, ia menyahut. Kita orang terpisah terlalu jauh, hingga aku tidak dapat kesempatan untuk mengabarkan kau, Soeheng. Tiba-tiba, air mukanya kerabali berubah, agaknya ia sangat berduka Anakku melainkan satu, ia sekarang telah pergi mencari jaiannya sendiri. Soeheng , ketika kita orang berpisah, anak itu sudah bisa memanggil peh-hoe kepadamu. Se lama dua puluh tahun, aku cuma dapati ia seorang, tetapi sekarang, entah dia ada di mana , Kiam Gim heran. Setelah satu anak menjadi dewasa, kita yang menjadi ayah-bunda tidak ketahui lagi cita-citanya, ia menyahut. Di waktu kecilnya, Hiauw ada dengar kata, akan tetapi tambah tinggi usianya, tambah berubah perangainya. Pada suatu hari ia meninggalkan rumah-tangga, ia pergi jauh, tanpa pamitan lagi, ia melaink an meninggalkan sepucuk surat dalam mana ia nyatakan, ia tidak sudi berdiam ngan ggur di Poo-teng, bahwa ia inginpergimencari pengetahuan dan pengalaman. Ia kata ia tak sanggup menungkuli hari-hari yang tawar. Sebenarnya, dalam usia muda, siapa yang tidak ingin terbang merdeka bagaikan burung garuda? Bukankah kita bcrdua, d ahulupun ada sangat bersemangat, ingin merantau dan ciptakan nama dalam dunia Su ngai-Telaga?Hanya kita orang dapat keluar sesudah dapat perkenan dari guru kita! Tidak demikian dengan Hiauw, tanpa mengucap sepatah kata, ia angkat kakinya! Dia pergi dalam usia dua puluh satu tahun, aku pun sudah tunangkan dia, kepergianny a itu membikin aku berduka . Suaranya Kiam Beng makin lama jadi makin perl ah an, nyata ia terharu scndirin ya. Kiam Gim bisa mengarti kesukarannya soetee ini sebagai satu ayah, maka itu, ia tidak mau omong terlebih banyak tentang anaknya, ia melainkan menghiburi. Putera dari Teng Kiam Beng ada bernama Teng Hiauw, dia ada lebih tua sepuluh t ahun daripada Lioe Bong Tiap, karena ia sudah masuk umur dua puluh enam tahun, K iam Beng menikah lebih dahulu daripada soehengnya. Teng Hiauw ada berpendapat lain daripada ayahnya. Selagi ia masih kecil, karen a ayahnya terpisah dari kaum persilatan lainnya, ia jadi kckurangan kawan, hingga ia jadi kcsepian.Tapiiatetapkenal beberapa anak muda, dari siapa ia telah dengar t persahabatan ayahnya dengan Soh Sian Ie, ia jadi tidak senang terhadap sikap aya hnya itu. Di lain pihak, ia tidak puas dengan putusan ayahnya, yang sudah tunang kan ia dengan gadisnya satu hartawan sedang ia sebenarnya menaruh hati pada cucu percmpuan dari Kiang Ek Hian dari kalangan Bwee Hoa Koen. Mengenai cita-citanya ini, yang terintang, ia jadi makin tidak puas. Maka akhirnya, karena tak dapat bersabar lebih jauh, ia berlalu tanpa perkenan lagi. Ia tidak membutuhkan pesan atau surat perantaraan dari ayahnya lagi, ia hendak merantau dengan andali diri sendiri. Demikianlah, mengetahui kesukaran hati sang soetee, Kiam Gim kemudian bicaraka n soal kedatangannya ini ke Utara. Soetee, tanyanya, sama sekali ada berapa orang kawannya begal itu? Sesudah berhasil dengan perampasannya, karena mereka ada bawa banyak barang, m ereka pasti tidak terlalu leluasa dengan kepergiannya, maka itu, apa Soetee tida k dapat cari tahu tentang mereka? Ditanya begitu, Kiam Beng kerutkan sepasang alisnya. Aku menyangka padaTjiong Hay Peng dari Heng Ie Pay! iamenjawab. Aku duga, mereka adalah orang-orang jahat yang dianjur-anjurkan oleh Tjiong Hay Peng! Bukankah So eheng ketahui, Hay Peng tidak senang terhadap aku? Itu hari, dia sendiri tidak m uncul. Si orang tua beriidah Liauw-tong itu cuma berkawan kira-kira sepuluh oran g, akan tetapi mereka semua bukannya orang-orang sembarangan, sebagaimana dua gu ru silat dan dua muridku, yang turut aku, semua kena mereka bikin tidak berdaya. Jangan bicarakan pula tentang pegawai-pegawai negeri yang turut mengiringi . Rupanya Kiam Beng anggap ia sudah angkat terlalu tinggi pada musuhnya, maka bi cara sampai di situ, lekas-lekas ia menambahkan, suaranya keras: Walaupun demikia n, aku tidak takut pada mereka! Aku telah kuntit mereka itu! Hanya, apa yang ane h, sesudah mengikuti sampai jauhnya seratus lie lebih dari Kota Hee-poan-shia, d engan tiba-tiba mereka lenyap di tempat yang dipanggil Sha-tjap-Iak Kee-tjoe. Ka u barangkali tidak ketahui, Soeheng, rumahnya Tjiong Hay Peng justeru bcrada di Sha-tjap-lak Kee-tjoe itu! Kiam Gim perdcngarkan suara Oh! tetapi ia terus tutup mulu t. Kiam Beng tidak puas melihat sikapnya soeheng mi. Kau lihat, Soeheng, ia tanya, apa yang mcncurigai dalam hal ini? Jadinya kau telah sangka Tjiong Hay Peng, soeheng itu jawab. Sctelah itu, kau pcrnah atau tidak pergi padanya, untuk menanyakan? Kenapa tidak, Soeheng? sang soetee jawab. Aku telah kunjungi padanya, tetapi ia t idak sudi menemui aku,ia kata, seumur hidupnya, ia tidak suka berteman sama pegawa i negeri! Sepasang alisnya Kiam Gim bergerak apabila ia telah dengar keterangan itu. Habis, ada atau tidak kau pcrnah ben tahukan pembesar negeri tcntang sangkaan k au itu? ia tanya. Air mukanya Kiam Beng berubah pula untuk kesekian kalinya. Ah, Soeheng, mengapa kau pun lihat begini macam padaku? tanyanya. Biarpun aku bod oh. aku bukannya satu siauwdjin! Umpama kata benar pembegalan itu telah dilakuka n oleh Tjiong Hay Peng, aku punya pedang dan piauw untuk memaksa minta pulang ba rang-barang upeti itu! Atau sedikitnya aku undang sahabat-sahabat dari Rimba Per silatan guna memutuskan siapa yang bersalah, siapa yang benar.Di dalam halnya kit a kaum Rimba Persilatan, bukankah kita punya tata kehormatan sendiri?Maka itu, ti dak I ah perlu digunainya pengaruh pembesar negeri! Kau keiiru, Soetee, Kiam Gim kata dengan cepat. Sama sekali aku tidak pandang ren dah padamu. Aku cuma tanya padamu. Aku justeru kuatirkan pembesar negeri campur tahu urusan ini karena yang tersangkut adalah barang-barang upeti. Kau benar, So etee, dalam urusan kita kaum Rimba Persilatan, pembesar negeri tidak perlu campu r tahu. Hatinya Lioe Loo-kauwsoe menjadi lega sekali, scdang tadinya ia kuatir, karena kesesatan di satu waktu, soetee itu nanti seret tangannya pangreh praja. Sekara ng temyata, soetee itu masih punyakan kehormatannya, dia cuma dipengaruhi oleh k eangkuhannya. Lantas soeheng ini berpikir, ia angkat tangannya kejidatnya. Soetee, katanya kemudian, kau telah curigai Tjiong Hay Peng, terutama karena keja dian ada di tempat yang termasuk kalangan pengaruhnya, karena itu sangkaan kita benar atau tidak dia harus dikunjungi.Siapa tahu, di sana kita justeru akan perol eh keterangan. Sekarang begini saja. Besok mari kita pergi ke Djiat-hoo, dengan andali mukaku, aku percaya dia tidak akan tidak terima padaku. Kiam Gim urut-urut kumisnya, ia menambahkan dengan cepat: Soetee, demikian katanya, kau antar upeti, kau bakal lewat di kalangan pengaruhny a Tjiong Hay Peng, seharusnya, sebelumnya itu, kau mesti kirim salah satu muridm u pergi membawa karcis nama padanya. Dengan jalan ini, kita sudah tidak berlaku tidak hormat. Kau sebaliknya kunjungi dia sesudahnya kejadian, bisa mengerti yan g dia merasa kurang puas. Soetee tentu lebih mengerti daripada aku, siapa merant au, dia paling dulu mesti utamakan tata kehormatan, siapa melulu andali boegee, itulah keliru. Kiam Beng jengah, tetapi ia toh menyahut: Meskipun demikian, katanya, pada mulanya aku tidak berniat berlaku demikian . Begitulah dipastikan, besok soeheng dan soetee itu bakal pergi ke Djiat-hoo. Pada itu malam, ada datang orangnya Keluarga Soh, yang menanyakan, perlu atau tidak pihak Soh kirim orang untuk pergi bersama. Entah bagaimana caranya, Keluar ga Soh itu sudah lantas saja ketahui niat keberangkatannya orang itu. Di sebelah itu, wakil itu pun undang Lioe Kiam Gim untuk satu perjamuan. Kiam Gim dengan lantas wakilkan soeteenya tampik itu tawaran bantuan dan undan gan juga. Tapi ia bicara dengan manis serta jelaskan, dalam urusan di kalanganny a Kang-ouw, kepergiannya banyak orang adalah tidak perlu. Ia mengucap terima kas ih atas undangan itu. Bantuan pihak Soh ditolak, tetapi dua guru silat, yang dulu tunrt Kiam Beng da n mendapat luka juga, mendesak mohon diajak. Sebelumnya menerima baik, Kiam Gim cari tahu dulu tentang mereka itu, yang kemudian ternyata ada Lie Kee Tjoen mnri dnya Tjiang Han Tek dari Kaum Ngo Heng Koen dan Hoo Been Yauw muridnya Tjian Dji e Sianseng dari Kaum Ouw Tiap Tjiang, dua-dua ada dari pihak golongan kenamaan. Juga murid kedua dan murid ketiga dari Kiam Beng, diajak bersama, sedang Kim Hoa , si murid kepala, ditinggai untuk jaga rumah. Demikian di hari kedua, rombongannya Kiam Gim ini berangkat, Hawa udara di Dji at-hoo beda dengan iklim di Kanglam. Orang keluar dari Selat Hie Hong Kauw, jala n di sepanjang Sungai Loan Hoo, melewati Lo-sie-boen, dari situ menuju ke Hee-po an-shia. Ketika itu ada di bulan ketigadari musim Tjoen. Di waktu demikian di Ka nglam, pohon dan bunga sedang segarnya, burung-burung gembira beterbangan, akan tetapi di Kwan-gwa ini, angin dingin sedang membadai, hujan dari salju sedang tu runnya, atau kadang-kadang angin keras diseling dengan terbang berhamburannya ba tu halus atau pasir. Meski juga hawa udara ada demikian buruk, rombongannya Kiam Gim lakukan perjalanan dengan tetap bersemangat. Sesudah melalui perjalanan sepuluh hari iebih, rombongannya Kiam Beng sampai d i Hee-poan-shia pada waktu Icwat tengah hari. Coba udara ada terang, dengan iari kan kuda mereka, di maghrib itu, mereka bakal sampai di Sha-tjap-lak Kee-tjoe, d itempat kediamannya Tjiong Hay Peng, akan tetapi mereka tidak berbuat demikian. Dan mereka juga tidak singgah di dalam kota. Mereka hanya jalan teru s. dengan perlahan-lahan,sampai di luar kota, di tempat pembegaJan. Di sini baha rulah mereka berhenti, untuk Lioe Kiam Gim perhatikan letaknya tempat itu. Itu adalah suatu tanah pegunungan, cabang dari Gunang Yan San, yang banyak pen gkolannya, sedang di sampingnya ada aliran Sungai Loan Hoo. Tempat itu merupakan satu selat mirip dengan piring. Di sini, hawa udara agak hangat, salju telah pa da lumer. Di kedua tepi ada rimba dengan pepohonan dan rumput, yang daun-daunnya , atau cabangnya, memain dengan sampokan angin, daun dan pasimya pada rontok dan jatuh ke tanah. Di atas kudanya, Kiam Gim memandang ke empat penjuru, sedang Kiam Beng, mengaw asi jauh ke depan, air mukanya menjadi merah dan padam bergantian, suatu tanda i a malu dan mendongkol dengan berbareng, karcna teringatlah ia pada saat pembegal an. Sesudah lewat sckian lama, tiba-tiba Kiam Gim tahan kudanya dan sambil menoleh pada adiknya seperguruan, ia berkata: Soetee, kecurigaan kau beralasan! Kiam Beng pun tahan kudanya dengan tiba-tiba, ia mengawasi sambii hunjuk roman heran. Kau lihat apakah, Soeheng? ia tanya. Kiam Gim lantas gerak-geraki tangannya, akan rnenunjuk-nunjuk. Lihatlah tempat ini, sabut dia. Di Timur, tempat ini menyambung dengan Kota Koan-shia, di Barat de ngan Sin-tek, di Sclatan dengan Liong-hin, dan Utara dengan Peng-tjoan. Sin-tek dan Koan-shia adalah kota-kota yang ramai dari Djiat-hoo, maka itu, kawanan bega l tak nanti da tang dari arah dua kota itu dan juga tidak akan menyingkir ke ara h sana. Kawanan itu Jberlldah Liauw Tong semua, sedang kau orang sendiri datang dari Selatan, dari itu, mereka juga tidak mestinya muncul dari Liong-hin.Jadinya, jalan satu-satunya untuk mereka adalah jalan Utara, yaitu Peng-tjoan. Dan Sha-t jap-lak Kee-tjoe justeru bcrada di antara Peng-tjoan dan Hee-poan-shia.Bukankah k awanan begal benar datang dari sana? Kiam Beng nampaknya gusar. Kalau begitu, Soeh eng, katanya, apakah tidak boleh jadi, perbuatan itu ada perbuatannya Tjiong Hay P eng? Jadinya sangkaanku tidak meleset? Kiam Gim berdiam, dia berpikir. Biar bagaimana, aku masih belum mau percaya Tjiong Hay Peng bisa berbuat demiki an, ia menjawab kemudian. Hanya, paling sedikitnya, dia mcsti ketahui baik tentang kawanan begal itu. Orang-orang yang tempur kau bukannya orang-orang Kang-ouw da ri tingkat sembarangan. Kalau benar mereka datang dari arah Sha-tjap-lak Kee-tjo e, tidak ada alasan yang dia tidak mendapat tahu.Mari, Soetee, malam ini juga kit a orang mesti sampai di Sha-tjap-lak Kee-tjoe! Di saat rombongan ini hendak cambuk kuda mereka, untuk di larikan, tiba-tiba mer eka dengar suara kelenengan yang datangnya dan dalam rimba, suara mana disusul d engan berketoprakannya kaki kuda. Lie Kee Tjoen bersama Teng Kiam Beng dan murid-muridnya menjadi terperanjat, m ereka lantas bcrsiap, untuk loncat turun dari kuda, guna hunus senjata mereka ma sing-masing. Kiam Gim sebaliknya berlaku tabah, ia mencegah. Jangan sembarangan, jangan geraki senjata! katanya, yang goyangi tangan. Hampir berbareng dengan perkataan Lioe Loo-kauwsoe ini, gombolan rumput di muk a rimba kelihatan tersingkap, dari situ muncul beberapa orang. Kiam Beng semua mengawasi dengan tajam, mereka siap sedia. Lioe Kiam Gim berlaku tcnang, ia turun dari kudanya, ia lepaskan lesnya, lalu ia bertindak maju, untuk papaki orang-orang itu, sedang yang jalan di muka ada s eorang yang tubuhnya kekar. Ia ini maju untuk angkat rapat kedua tangannya, buat memberi hormat, seraya terus menegur: Apakah di sini ada Lioe Loo-kauwsoe, Lioe Kiam Gim Sianseng? Suaranya ada terang. Cuma bersangsi sedetik saja, lalu Lioe Kiam Gim membalas hormat. Aku adalah Lioe Kiam Gim yang rendah, ia menyahut. Aku numpang tanya, Saudara-sau dara ada urusan apa denganku? Mendengar jawaban itu, rombongan itu lantas loncat turun dari kuda mereka. Kiam Gim mundur satu tindak. sikapnya tetap tenang. Orang itu, dan kawan-kawannya, lantas memberi hormat pula, sambil menjura, men yatakan bahwa mereka hunjuk hormat mereka Mereka sebut dirinya boan-pwee , ialah or ang-orang yang lebih muda tingkatannya. Kembali Lioe Loo-kauwsoe membalas hormat, dengan tergesa-gesa, seraya menyatak an bahwa ia tidak berani terima kehormatan itu. Selagi ia hendak tanya, siapa ad anya mereka dan guru mereka, orang tadi dengan cara sangat menghormat sudah maju akan serahkan sebuah peti kecil yang memuat karcis nama. Guru-kita, Tjiong Hay P eng, mendengar kabar bahwa Lioe Loo-kauwsoe sudah datang, telah utus kita hendak menyambut sambil haturkan hormatnya, demikian pemimpin rombongan itu. Lioe Kiam Gim tidak segera sambuti peti ita, hanya dengan cara yang menghormat sekali. ia Tanya mereka tentang kewarasannya Tjiong Hay Peng. Dengan mi ia hunj uk bahwa ia mengerti adat-istiadat, sopan-santun. Kemudian baharulah ia sambuti peti itu. Tapi, di saat tangannyadiangsurkanuntuk menyambuti, dengan tiba-tiba Teng Kiam Beng serukan muridnya yang kedua. yang berbarengpun ia kedipi mata: Kenapa kau tidak lekas wakilkan Soepeh untuk sambut peti itu? Atas itu, belum sempat Kiam Gim menoleh, turut mencegah, sang mu-id. ialah Loe i Hong, sudah mencelat ke depaanya, untuk hadapi rombongan utusan, sambil hunjuk separuh-kehormatan, ia ulur kedua tangannya seraya berkata: Aku Loei Hong, murid Thay Kek Pay, dengan ini mewakilkan Soepeh kita menyambuti kehormatan! Utusan itu pandang Loei Hong, tetapi ia serahkan peti kecil itu. Lioe Kiam Gim juga awasi murid soeteenya, ia nampaknya kurang puas. Dalam kalangan Kang-ouw, orang ada sangat hargai adat-istiadat. Tjiong Hay Pen g kirim karcis nama, utusannya itu pasti ada orangnya dari tingkatanlebihrendah, tet api meskipun demikian, si utusan toh ada wakilnya Tjiong Hay Peng, dengan Lioe K iam Gim ada asal satu derajat, sama tingkatannya, sudah seharusnya kalau yang sa mbut peti kecil itu adalah muridnya Kiam Gim atau orang yang lebih muda tingkata nnya. Kalau Kiam Gim yang sambuti sendiri, itu adalah tanda penghormatan luar bi asa. Kalau yang sambut ada orang lebih muda, itulah yang dibilang, guru terhadap guru, murid terhadap murid . Kiam Beng tidak inginkan kehormatan luar biasa itu, m aka ia suruh muridnya yang menyambuti. Karena ini ada cara menghormat yang panta s, biarpun utusannya Tjiong Hay Peng merasa tidak puas, ia toh tidak bisa bilang suatu apa. Kiam Gim ada seorang yang halus budi bahasanya, ia hendak hunjuk keluhuranmertab atnya,itulah sebabnya kenapa ia tidak puas dengan perbuatan soeteenya, akan tetapi karenasoeteenya tidaksalah, terutama di muka umum itu, ia tidak mau menegurnya.Ia mel ainkan tidak puas, di saat dan tempat seperti itu, soetee ini masih saja kukuhi adat- peradatan. Iapun tidak bisa cegah Loei Hong, karena kalau ia cegah, ia jad i hunjuk bahwa ia tidak menghargakan soeteenya.Demikian ia mendeluh di dalam hati nya, karena ia mesti hunjuk air muka berseri-seri. Begitulah dengan cara hormat, ia sambuti peti dari Loei Hong, sedang pada sekalian tetamunya tetap dengan car a hormat ia haturkan terima kasih. Sekarang juga kita akan datang mengunjungi! ia tambahkan. Rombongan itu lantas sajajalan di depan, Kiam Gim beramai mengikuti. Di waktu maghrib, mereka sudah I lantas lihat Sha-tjap-lak Kee-tjoe. Selagi berjalan, dengan tiba-tiba Teng Kiam Beng ucapkan beberapa patah perkat aan pada Hoo Boen Yauw, guru silatnya dari Kaum Ouw Tiap Tjiang, atas mana orang she Hoo ! itu larikan kudanya keluar kalangan, hingga Lioe Kiam Gim dan orang-o rangnya Tjiong Hay Peng pada tahan kuda mereka dan menoleh, Boen Yauw itu hunjuk hormatnya seraya kata: Aku mesti urus suatu apa di kota dusun, silakan Tuan-tuan jalan terus, sebentar aku akan hunjuk hormat belakangan kepada Tjiong Loo-kauws oe! Lalu, dengan tidak tunggu jawaban lagi, ia larikan kudanya untuk pisahkan dir i. Orang berjalan pula, berselang setengah jam, sampailah mereka di. muka rumahny a Tjiong Hay Peng, .Ketua dari Heng Ie Pay. Rumah itu terletak di muka rimba, di depannya ada bukit yang digali dan dipapas, untuk dibikin jadi lapangan piranti berlatih silat. Belakang rumah hampir nempel sama rimba. Umpama orang jahat yan g tinggal di situ, setiap saat dia bisa lari sembunyi ke dalam rimba. Tidak menunggu sampai di depan rumah se kali, Kiam Gim sudah ajak rombongannya turun dari kuda merekadanmintasupaya ked u diwartakan terlebih dahulu, kemudian selagi menantikan, ia tarik tangan bajuny a Teng Kiam Beng, untuk dengan roman sungguh-sungguh memesan: Soetee, sebentar di dalam, aku mohon dengan sangat agar kita terlebih dahulu hunjuk kehormatan kita , kita harus bersikap merendah, jangan sekali menuruti nafsu amarah, apabila sam pai terbit pula gara-gara tidak diingin, sungguh, aku tidak dapat mengurus terle bih jauh! . Kiam Beng tidak. mengucap sepatah kata, terang ia ada merasa sangat tidak puas berbareng malu. Sementara itu Kiam Gim heran, kenapa Tjiong Hay Peng bisa demikian cepat dapat ketahui kedatangannya, sedang Kiam Beng tidak senang, karena dalam hatinya, ia kata: Ketika aku datang, kau tidak perdulikan aku, tapi sekarang Soeheng datang, kau menyambut dan membaiki secara begini rupa. Ini pun ada salah satu sebab kenap a dia suruh Loei Hong wakilkan Kiam Gim sambuti karcis nama. Selagi itu soeheng dan soetee berpikir masing-masing, pintu rumahnya Tjiong Ha y Peng sudah dipentang dan tuan rumah kelihatan muncul dengan tindakannya agak t enang. lapakai baju bulu, nampaknya sabarsekali. Tuan rumah dan tetamunya segera juga bcrdiri berhadapan dan saling member! hor mat, kemudian pihak tetamu diundang masuk ke niangan tetania, di mana. sambil be rdiri rapi, kelihatan-bcberapa orang, yang tidak salah lagi mcsti murid-murid He ng Ie Pay. Baharu saja orang bcrduduk, satu muridnya Hay Peng muncul dengan satu nenampan batu pualam yang besar. atas mana ada sepuiuh cawan yang berukirkan sansoei yan g berwama merah. Walaupun muridnya yang membawa nampan untuk menyuguhkan, bukannya si murid yan g melakukannya, tetapi Tjiong Hay Peng yang sambuti cawan teh, dan dia sendiri y ang mcnyuguhkannya secara biasa, tetapi ketika cawan untuk Kiam Beng dihaturkan, maka terjadilah suatu hai yang hebat. Selagi Tjiong Hay Peng dengan cawan di tangan datang mendekati, Teng Kiam Beng bangkit untuk menyambuti. Mereka berdua tcrpisah satu dari lain jauhnya dua-tig a kaki, dan selagi si tetamu menyambuti sambil merendah, dengan sekonyong-konyon g, cawan itu melesat ke tinggi, terus saja pecah sendirinya, dan airnya lantas m enyiram arah Teng Kiam Beng punya muka, berbareng dengan mana, menyambar juga pe cahannya. Kiam Beng terperanjat bukan main, akan tetapi walaupun ia tidak sepandai soehe ngnya, ia masih sempat gunai tangan kanannya, untuk menangkis sambil menyampok k eras air dan pecahan cawan itu, hingga ia terluput dari serangan gelap itu. Hany a lacur ada Loei Hong, si murid kedua, yang berada di samping, benar ia masih se mpat berkelit dari pecahan cawan, tapi air toh mengenai mukanya yang jadi basah! Berbareng dengan kejadian itu, Tjiong Hay Peng hunjuk rupa kaget, sembari lemp ar ke samping itu nenampan kumala, ia berseru: Ah, ini cawan teh tidak kuat! Aku pun sudah tua, aku kesalahan membuatnya pecah, hingga aku kena bikin kaget tetam uku . Tuan, harap maaf, maafkanaku! Selagi nenampan terlempar, satu muridnya Tjiong Hay Peng bergerak, untuk menya nggapinya, akan tetapi, Lioe Kiam Gim berlaku lebih sebat dari murid itu, dengan berlompat, ia maju akan tanggapi nenampan itu, hingga malah pun sisa delapan ca wannya yang lain, tidak turut jatuh, airnya tidak tumpah! Untuk ini, Lioe Loo-kauwsoe gunai hanya dua jeriji tangannya. Semua cangkir yang indah, kalau sampai rusak, sungguh sayang! katanya. Kemudian, ia wakilkan Tjiong Hay Peng akan haturkan semua teh itu kepada sekalian hadirin . Teng Kiam Beng tidak hunjuk kemurkaan. Ia tahu Tjiong Hay Peng sedang pertonto nkan kepandaiannya. la pun telah lihat lirikan soehengnya. Tapi, berbareng denga n itu, ia mesti kagumi lawan punya kepandaian yang liehay. Di lain pihak, Tjiong Hay Peng juga insyaf, jago Thay Kek Pay itu benar-benar tidak boleh dipandang enteng, apapula kepandaian luhur dari Lioe Kiam Gim. Dengan sikapnya yang merendah, Hay Peng mcnghaturkan maaf, akan tetapi diam-di am, ia masih ingin mencoba satu kali lagi. Di antara sinar bulan, yang memain antara cahaya api, Tjiong Hay Peng lantas a dakan pertemuan untuk sekalian tetamunya itu. Kiam Beng bersangsi, ia ragu-ragu tuan rumah itu menjamu dengan sungguh-sungguh atau itu adalah semacam pesta Hong Boen . Hay Peng sudah lantas kasih pertunjukan pula. Tadi ia suguhkan teh kepada teta mu-tetamunya, sekarang ia hendak menyuguhkan arak. Tadi ia gunai cangkir yang in dah, tetapi sekarang ia pakai tempat arak yang besar dan kasar, ialah guci arak terbuat dari besi yang beratnya dua atau tiga puluh kati. Dan, melewati Lioe Kia m Gim, ia lantas saja menyuguhi pada Teng Kiam Beng. Sebagai alasan, ia bilang, di mana ia sendiri ada Ketua dari Heng Ie Pay, sudah sepantasnya ia hormati dulu Ketua dari Thay Kek Pay. Tapi sebenamya, dengan ini cara, ia hendak menyingkir dari Lioe Loo-kauwsoe. Kiam Beng sudah menduga orang tidak bermaksud baik, ia senantiasa waspada. Ket ika tuan rumah dekati ia, ia lantas berbangkit, untuk sambuti arak, tidak tahuny a, belum ia berdiri betul, Tjiong Hay Peng sudah dorongkan gucinya dengan arah o rang punya dada. Guci itu. bersama araknya ada kira-kira lima puluh kati beratny a. Segera ia angkat kedua tangannya, tubuhnya berdiri tegar, kemudian dengan seb elah tangan mencekal mulut guci, ia kata: Jangan seedjie, aku bisa ambil sendiri! Oleh karena ini, guci arak jadi kena ditahan di tengah-tengah di antara kedua orang itu, yang dengan diam-diam telah gunai mereka punya tenaga dalam atau khie -kang. Serangan gelap dari Hay Peng ini, apabila tidak sampai membinasakan. akan biki n orang tcrluka hebat di bagian dalam badan dan menjadi tapadakpa. Kiam Beng bis a duga itu, ia sengaja tidak mau terima suguhan, ia hanya tahan mulutnya guci it u. Maka kejadiannya, Hay Peng tidak. bisa menolak, iapun .tidak mau melepaskanny a. Karena ini, dua-dua lantas keluarkan keringat dingin pada jidatnya masing-mas ing. Pertentangan itu ada hebat Karena kedua pihak sama tangguhnya, lama-lama kedua nya akan terluka masing-masing sendirinya, kecuali ada pihak ketiga, yang datang sama tengah. Sudan, kau orang berdua janganlah terlalu seedjie! berkata Lioe Kiam Gim sambii tertawa, seraya ia hampirkan dua orang itu. Soetee, jikalau kau tidak ingin terim a suguhannya Tjiong Toako, man kasih aku yang mewakilkannya! Sambii bcrkata begitu, Kiam Gim gunai sepasang sumpirnya, akan jepit tutup guc i, dcngan gunai sumpitnya itu, ia buka tutup tersebut, kemudian dengan sebat sek ali, ia teruskan jepit lehernya guci itu, hingga guci jadi terlepas dari cekalan nya Tjiong Hay Peng, tergantung di antara dua sumpit itu. Kemudian lagi, dengan tangan kiri, ia pakai cawan akan sendok isi guci, akan hirup araknya! Setelah masing-masing lepaskan tangannya, dua-dua Teng Kiam Beng dan Tjiong Ha y Peng mundur sendirinya, dengan limbung, tubuh mereka jatuh duduk di kursinya m asing-masing. Kedua-duanya tidak bisa keiuarkan kata-kata! Adalah kemudian, Tjiong Hay Peng berloncat bangun, jempolnya dipertunjuki. Lioe Toako, sungguh kau liehay! ia memuji. Aku harus didenda tiga cawan! Dengan scbenarnya, Tjiong Toako, aku hams kasih selamat pada kau! kata Lioe Kiam Gim sambii tertawa. Ia terus bersikap sewajarnya saja. Dengan agak likat, Tjiong Hay Peng terima tiga cawan. Sampai di situ, mereka lantas mulai pasang omong. Dengan sikapnya yang merenda h, Lioe Kiam Gim utarakan maksud kedatangarinya, sebaliknya daripada menyangka H ay Peng, ia mohon tuan mmah suka bantu ia. Ia tanya kalau-kalau Ketua Heng Ie Pa y itu ketahui siapa orangnya yang sudah uji Teng Kiam Beng. Sesudah keduanya berpisah dua puluh tahun lebih, Tjiong Hay Peng tidak lagi ma nis budi seperti dulu-dulu, tidak perduli pihak tetamu berlaku demikian ramah-ta mah, ia berpura-pura tidak ketahui hal pembegalan itu, ia malah hunjuk roman ter peranjat, ia berlaga menghela napas, akan akhirnya, seraya tepuk tangannya, ia b erseru: Oh, benar-benar ada terjadi demikian? Ah, kenapa aku tidak dapat tahu? Sikap ini membuat Kiam Gim jadi mclcngak, memang ia tidak pandai bicara. Ah, apakah benar-benar Tjiong Toako tidak ketahui kejadian itu? demikian ia cuma bisa tegaskan. Tjiong Hay Peng tertawa seperti sewajarnya. Bukan, melainkan aku tidak pernah memikirnya! demikian jawabannya. Siapa sangka K etua dari Thay Kek Pay, yang mewariskan tiga rupa kepandaian liehay dari Thay-ke k Teng, Teng Kiam Beng yang namanya menggetarkan dunia Kang-ouw, ialah Teng Toak o, telah kena dipermainkan oleh satu tua bangka! Malah tua bangka itu cuma gunai tangan kosong yang berdaging melulu! Kiam Beng jadi sangat gusar, sampai ia tak dapat kendalikan pula dinnya. Ia ge druki cangkir araknya seraya kata dengan nyaring: Ya, aku Teng Kiam Bcng belajar silat tidak sempurna, sampai orang telah kena pecundangi! Habis, kau mau apa? Ta pi kau sendiri, Tjiong Toako, kau Ketua dari Heng Ie Pay, yang pandai ilmu pedan g Boe-kek-kiam, dalam Rimba Persilatan kenapa toh ada orang Kang-ouw, yang lewat di sini, orang itu sudah tidak lakukan kunjungan kehormatan kepadamu, malah dia berani lakukan kejahatan di dalam daerah pengaruhmu ini? Kenapa dia bisa mondar -mandir dengan merdeka? Kenapa orang tidak pandang mata sama sekali kepada Tjion g Toako? Tjiong Hay Peng tidak gusar, sebaliknya, ia tertawa tawar. Begitu, Teng Toako, kau pikir? ia tanya. Tapi aku tidak merasa hilang muka! Dengan kepandaianku yang tidak berarti, aku hanya dapat nama kosong belaka. Dengan kega gahan, aku tidak bisa menindih orang, dengan kebijaksanaan, aku tidak mampu biki n orang tunduk, maka adalah selayaknya saja apabila orang tak lihat mata padaku! Hanya kalau sampai Teng Toako sendiri orang tidak pandang, hingga orang berani tangkap kutu di kepala harimau, ah, inilah, sungguh, aku tidak bisa bilang suatu apa! Kembali Teng Kiam Beng kena tersindir. Sebelum suasana menjadi lebih hebat, Kiam Gim sudah lantas berbangkit, menghad api tuan mmah, ia menjura, hingga Hay Peng dengan tersipu-sipu mesti balas horma tnya itu. Tjiong Toako, berkata Lioe Loo-kauwsoe, dengan suaranya yang sabar, kita ada orang -orang yang sudah berusia hampir enam puluh tahun, kita ada saudara-saudara dari bebcrapa puluh tahun, maka itu, ada berapakah orang yang hidup scumur kita ini? Dari itu umpama kita tidak ingat sesama orang Rimba Persilatan, kita toh harus ingat persahabatan kita dari bebcrapa puluh tahun itu. Toako, kalauadaganjalansesu hamsnya itu dikasih lewat, tidak seharusnya kita orang bersikap sebagai sesama o rang-orang asing. Toako, aku percaya kau, aku percaya, kau tidak ketahui suatu a pa mengenai itu pembegalan. Akan tetapi, di samping itu, aku hendak mohon kau ba ntu sedikit kepadaku. Kau ada penduduk sini, kau berkenalan luas, aku minta kau suka capaikan hati akan turut dengar-dengar, siapakah yang telah lakukan perbuat an itu. Tidak perduli orang itu ada tertua dari golongan mana, akan tetapi kita hanya hendak tanya, perbuatan apa yang kelini dari kita, untuk setelah itu, kita orang menghaturkan maaf agar perkara dapat dibikin habis. Jikalau tetap kita ti dak ketahui kekeliruan kita, umpama kita tnesti binasa, sungguh kita tak tahu su atu apa, kita bakal binasa secara kecewa . Tjiong Hay Peng kena dibikin tergerak hatinya oleh perkatannya orang she Lioe ini, sikap siapa ada merendah tetapi pun sungguh-sungguh, malah ada bersifatkera s. la insyaf. jikalau ia tidak ubah haluan, urusan bisa jadi kacau. Ia pun menge rti, tidak dapat ia terus bcrpura-pura tidak ketahui tentang pembcgalan itu, yan g di kalangan Kang-ouw sudah jadi buah pembicaraan. Benar dcngan Teng Kiam Beng iamengganjal hati, tetapi dengan Lioe Kiam Gim ia ada bersahabat kekal, hingga s edikitnya ia hams memandang ,mata pada sahabat ini. Satu hal masih ia sangsikan, yaitu sesudah berpisah dua puluh tahun lebih, ia tidak tahu, Kiam Gim ada bersa tu haluan dengan Kiam Beng atau mereka dua saudara seperguruan masih tetap berla inan paham. Tentang Kiam Beng, ia tahu benar, dia ini masih tetap berada di piha k pembesar negeri. Dengan sebenarnya aku tidak tahu siapa itu orang yang telah iawan Teng Toako, ak hirnya ia menjawab. Satu hal aku bisa terangkan, di Liauw-tong ada beberapa orang kenamaan yang ingm bertemu sama Lioe Toako dan bertjita-tjita main-main dengan Teng Toako. Karena orang bicara dengan lidah Liauw-tong, baiklah Toako tanyakan beberapa tetua dari Liauw-tong itu, pastilah Toako akan peroleh keterangan. Kiam Gim heran kenapa ada orang Liauw-tong, yang hendak bikin pertemuan dengan ia, walaupun demikian, ia tidak jerih. Tidak berani aku menerimanya, apabila ada beberapa tetua itu menghendaki menemu i aku, kata ia dengan merendah, akan tetapi, karena mereka ada bercita-cita demiki an, umpama kata mereka tidak sampai datang padaku, sudah pasti sekali aku sendir i akan kunjungi mereka. Tjiong Toako, tolong kau tetapkan suatu hari untuk aku b erk unj ung kepada mereka. Habis berkata begitu, Lioe Kiam Gim berbangkit, untuk segara pamitan. Tunggu dulu, Toako! mencegah Tjiong Hay Peng, romannya sibuk. Sudah dua puluh tah un kita orang tidak bertemu, dan kau pun datang dari tempat yang jauh sekali, ca ra bagaimana Toako hendak kembali secara tergesa-gesa begini? Apakah Toako ccla gubukku buruk hingga tidak surup untuk menyambut Toako? Biar bagaimana, aku moho n Toako suka berdiam padaku untuk beberapa hari. Dua kali Kiam Beng merasa terhina, karena itu, ia tak dapat singkirkan kemendo ngkolannya, makajuga, sebelumsaudaranyajawab tuan rumah, ia mendahului pamitan. Ia kata: Terima kasih untuk kebaikan kau, Tjiong Toako. Di Sha-tjap-lak Kee-tjoe ini aku ada beberapa sahabat, karena kita memangnya sudah bersiap, menyesal aku tidak bisa berdiam di sini, atau kalau tidak, aku jadi mcnsia-siakan sahabatku i tu. Sampai lain hari saja, kalau itu beberapa tetua dari Liauw-tong sudah sampai , aku nanti datang pula bersama-sama soehengku ini! Setelah kata begitu, Kiam Beng pakai mantelnya, terus ia bertindak keluar, rom bongannya turut sikapnya itu. Jikalau demikian, aku tak dapat menahan lagi kepada kau orang, kata Tjiong Hay P eng yang berbangkit, untuk antar sekalian tetamunya itu, tetapi ketika mereka sa mpai di pintu, kembali ia uji kepandaian orang, ialah selagi menjura, untuk memb eri selamat jalan, ia gunai tenaga tangannya, yang anginnya menyambar dengan ker as. Kiam Beng balas menjura seraya iapun gunai kepandaian dari Thay Kek, untuk tan gkis itu serangan gelap, hingga Hay Peng tak dapat berbuat apa-apa; hanya terang , kepandaian mereka berdua ada berimbang. Seberlalunya dari rumah Keluarga Tjiong itu, Kiam Gim semua menuju ke pasar, k e rumah penginapan, yang tadi Kiam Beng suruh Boe-soe Hoo, Boen Yauw dari Ouw Ti ap Tjiang pergi urus siang-siang. Selama di tengah jalan, Kiam Beng masih saja mendongkol, hingga ia menggerutu dan caci Tjiong Hay Peng. Kiam Gim sebaliknya, berdiam saja, ia berlaku tenang s ekali. Hanya, ketika mereka mendekati pasar, atau dusun, tiba-tiba ia berbalik d an kata pada saudaranya itu: Soetee, pergilah duluan ke rumah penginapan, aku ada punya suatu urusan! Kiam Beng tanya, soeheng itu ada mempunyai urusan apa, ia nyatakan suka ikut. Untuk ini aku tidak bisa berjalan bersama-sama kau, Kiam Gim bilang. Kau jangan k uatir, urusan ini akan ada baiknya untuk kau! Setelah kata begitu, Kiam Gim loncat turun dari kudanya, terus saja ia berlari -lari, hingga ia lenyap dari pemandangan saudaranya sekalian, lenyap dalam sang malam. Nyata Kiam Gim hendak kembali ke Sha-tjap-lak Kee-tjoe, akan menemui sendiri p ada Tjiong Hay Peng. Ia insyaf, urusan tidak ada sedemikian sederhanaseperti tap ikir pada mulanya. Ia percaya, di situ mesti ada salah faham, terutama mengenai soeteenya. la dapat kenyataan, Kiam Beng tetap masih suka bercampur sama pembesa r negeri dan tabiatnya tetap keras, adatnya tinggi dan suka diangkat-angkat, hin gga karenanya, tindakannya sembrono Di sebelah itu, soetee ini belum sampai berkh ianat terhadap kaum Kang-ouw, dan tidak kandung niatan menghamba pada Kcrajaan Tj eng. Oleh karena itu, ia anggap perlu ia ketemui sendiri pada Tjiong Hay Peng, u ntuk peroleh pengertian satu dengan lain, akan lenyapkan salah paham. Dcmikian, dengan gunai ilmu lari yang keras. dengan ya-heng-soet, ilmu lari di waktu malam, ia kembali ke rumahnya Ketua dari Heng le Pay. Ia sampai dengan ce pat. Selagi ia mendekati jalanan gunung, yang tinggi di kiri dan di kanan, yang bergunduk-gundukan dan banyak pepohonannya, tiba-tiba ia tampak berkelebatnya dua bayangan di sebelah kanan, disusul sama suara tertawa dingin. Ia segera berhentikan Itindakannya, ia menga wasi. Dalam gelap-gulita, ia tidak lihat suatu apa. Hanya kemudian, ia kembali d engar beberapa kali tertawa dingin, tertawa menghina. Besar nyalinya. dan dengan tidak perdulikan pantangan kaum Kang-ouw, bertemu ri mba tak boleh lancang memasukinya , Kiam Gim tekuk kedua lututnya, untuk melompat kedepan, akan mencelat masuk ke tempat pepohonan itu.Ia bersikap Liong heng tjoan tjiang , bagaikan naga saja, tangan kanan di depan, tangan kiri di dada. Sembari b erlompat, iapun berseru: Sahabat siapa main-main di sini? Dengan main sembunyi-se mbunyi, apakah artinya itu? Benar selagi tubuhnyajago Thay Kek Pay ini mencelat, dari kiri dan kanan, deng an sekonyong-konyong, ada menyambar masing-masing sebatangioya, yang anginnya sa mpai menerbitkan suara menderu-deru. Ia tidak kaget, hatinya tidak terkesiap. De ngan loncat terus, ia lolos dari kemplangan itu, tapi begitu lewat, ia tahan tub uhnya, ia berputar diri. Sebaliknya kedua penyerang, yang menyerang secara sanga t hebat, menjerunuk tubuhnya ke depan, toya mereka masing-masing mengenai tempat kosong. Justeru itu, sebat luar biasa, Kiam Gim menyapu kepada dua orang itu, h ingga dengan saling susul, mereka itu rubuh dengan tubuh terpelanting, hingga ma ta mereka jadi berkunang-kunang, kepala mereka pusing, hingga untuk sedetik, mer eka tak mampu bcrbangkit. Sampai di situ, Kiam Gim mengawasi dengan tak maju lebih jauh. Ada permusuhan apa di antara aku si orang she Lioe dengan Tuan-tuan berdua hing ga Tuan-tuan, di waktu malam gelap begini, sudah memegat dan membokong kepadaku? tanya ia dengan sabar. Aku ingin sekali belajar kenal dengan Tuan-tuan. Belum dua orang itu menyahuti, atau dari dalam pepohonan terdengar suara terta wa bergelak-gelak yang disusul dengan kata-kata: Jangan gusar, Lioe Loo-enghiong! Duabocah ini hendak menemui orang yang tertua, apabi la mereka tidak ambil sikapnya, cara bagaimana mereka dapat terima pengajaran da ri kau? Mereka pun tidak sampai mengganggu walaupun selembar rambut Loo-enghiong ! . Itu adalah suara dengan lidah Liauw-tong, yang Kiam Gim kenali dengan baik, mak a itu, segera ia memandang ke arah pepohonan dari mana suara datang. Ia tidak us ah menantikan lama akan tampak munculnya dua orang tua dengan rambut dan kumis-j enggot ubanan. Cahaya lemah dari rembulan dan banyak bintang membuat jago tua in i bisa melihat jauh terlebih tegas. Demikian ia lihat nyata, orang tua yang satu berbaju biru dan gerombongan, yang kedua romannya keren, tinggi tubuhnya enam k aki, mukanya bersemu merah, pakaiannya serupa, kumis-jenggotnya panjang, matanya tajam. Lekas sekali, jago Thay Kek Pay ini tekapi kedua tangannya. Djiewie Soehoe, bukankah kau orang ada orang-orang yang pada bulan yang lalu te lah memberikan ajaran kepada soeteeku? Djiewie, terimalah hormatnya Lioe Kiam Gi m! Dan jago ini hunjuk hormatnya. Di sini tidak ada bicara tentang soeheng dan soetee! sahut si orang tua yang muk anya bersemu merah. Kita melainkan mohon terima pengajaran dari Lioe Loo-enghiong buat dua atau tig a gebrak saja! Dalam hatinya, Kiam Gim ada mendongkol sekali.Kenapa orang ada begini kasar? Ke napa, tanpa sebab dan alasan, orang berniat menghajar kalang-kabutan pada satu ku ali bubur ? Akan tetapi, ia atasi dirinya sendiri. Kebisaanku si orang she Lioe ada tidak berarti, bagaikan sinar kunang-kunang sa ja, mana aku berani terima pengajaran dari satu ahli? kata ia. Aku si orang she Li oe belum pernah bertemu dengan Djiewie, dari itu, entah kapan dan di mana pernah aku berlaku tidak selayaknya kepada Djiewie? Orang tua muka merah itu tertawa berkakakan. Lioe Loo-enghiong terlalu merendahkandiri! berkataia. Kita memohon pengajaran den gan sungguh-sungguh, untuk berlatih, samasekalikitatidakkandungmaksud jahat! Sud dh lama kita dengar hal boegee dari Thay Kek Teng serta tiga rupa kepandaiannya yang| menggetarkan Rimba Persilatan, di luar dugaan kita, nama Ketua dari kaummu itu ada namakosong belaka, makaitu, tidak dapat tidak, kita harus mohon pengaja ran dari kau sendiri, Lioe Loo-enghiong! Mencoba-coba kepandaian di kalangan Kang-ouw atau Rimba Persilatan ada hal umu m, hanya cara duaoranginiadalahterlalu mendadakan dan mereka juga tidak pakai atura g biasa, mereka bcrlaku kasar, dari itu, justeru di sini ada mengenai nama baik guru atau rumah perguruannya, Kiam Gim bersedia untuk mengiringi. la insyaf bahw a ia lagi hadapi orang pandai tetapi ia tidak jerih. Jikalau Djiewie memaksa hendak mcmbcri pengajaran kepadaku, baiklah, aku si ora ng she Lioe bersedia untuk menemani, kata ia dengan nyaring. Salah satu yang mana akan maju terlcbih dahulu atau Djiewie akan maju dua-dua dengan berbareng? Si orang tua muka merah melirik dengan tajam. ia tertawa terbahak-bahak. Nyata Lioe Loo-enghiong terlalu memandang orang enteng sekali! ia kata. Rita dua saudara walaupun bodoh tetapi baharu dua-tiga gcbrak masih bisa juga melayani . Dua orang itu adalah Pek-djiauw Sin Eng Tok-koh It Hang serta In Tiong Kie, Ke tua dari Pie Sioe Hwee, Kumpulan Pisau Belati. Jadi dugaannya Law Boe Wie adalah t idak keliru, adalah Tok-koh It Hang yang dengan tangan kosong telah uji Teng Kia m Beng, untuk punahkan tiga rupa ilmu kepandaiannya. Akan tetapi kedatangan mere ka ke Djiat-hoo ini bukan melulu untuk coba Teng Kiam Beng, mereka sekalian niat ikat tali persahabatan dengan kaum Rimba Persilatan di Kwan-Iwee (Tionggoan). S udah sejak lama mereka kagumi Lioe Kiam Gim, hanya mereka belum tahu, orang she Lioe ini ada bertabiat sama atau tidak dengan Teng Kiam Beng, dari itu, merekaingin mencoba-coba juga, terutama T ok-koh It Hang yang selama beberapa puluh tafiun belum pemah ketemu tandingan, s ekarang ia ingin uji Kiam Gim untuk sekalian bersahabat dengannya, asal Kiam Gim beda daripada Kiam Beng. Dengan scnjata mereka memegat di tengah jalan itu. Tok-koh It Hang ingin mencoba terlebih dahulu, akan tetapi In Tiong Kie pegat ia. Toako, tinggallah kau di belakang, kata ketua Pie Sioe Hwee ini. Biar siauwtee ma ju lebih dahulu, apabila akan gagal, baharulah kau sambungi aku . Setelah mengucap demikian, tanpa tunggu jawaban lagi, si Keanehan-dalam-Awan s egera mendahului lompatmaju ke depannyaKiam Gim, dengan tekap kedua tangannya, i a memberi hormat. Lioe Loo-enghiong, kita cuma ingin berlatih, maka itu, apabila terjadi siapa ka lah dan siapa mcnang, biar kita sambut itu dengan tertawa, jangan kita orang bua t pikiran! ia kata. Lioe Kiam Gim balas hormat itu. Djiewie ada baik sekali hendak memberikan pengajaran kepadaku, terang Djiewie a da sahabat-sahabat baik, sahut ia dengan merendah, oleh karena kita bukan bertempu r untuk mati atau hidup, memang menang atau kalah bukanlah soal. Bukankah bunga merah dan daun hijau asal ubi t eratai putih dan tiga agama pokoknya satu ?Kita ada or-ang-orang Rimba Persilatan, cara bagaimana kita orang tidak bersahabat? Nah, Sahabat baik, silakan kau mulai lebih dahulu! In Tiong Kie tidak bilang suatu I apa, setelah berdiam sesaat, tiba-tiba dari pinggangnya, iatarik keluar suatu penda yang melibat pinggangnya itu, dan di ant ara sambaran angin, benda itu memperlihatkan diri sebagai cambuk Kauw-kin Hong-li ong-pian . Itu adalah rotan keluaran Timur-utara yang ulet, yang dilibat dengan ur at-urat ular, hingga bisa digunai sebagai cambuk dan ruyung berbareng untuk meli bat golok atau pedang lawan. Baharu sekarang ia kata, sambil tertawa haha-hihi: S udah lama aku dengar liehaynya Thay Kek Tjap-sha-kiam, sekarang dengan tidak tah u tenaga sendiri, aku ingin Lioe Loo-enghiong ajarkan aku barang satu atau dua j urus! In Tiong Kie tidak liehay bersilat tangan kosong, barusan pun ia saksikan send iri, dalam satu gebrak saja, Lioe Kiam Gim telah rubuhkan dua muridnya Tok-koh I t Hang, dari itu untuk tidak mendapat malu, ia ingin adu senjata; biamya ia tahu , ilmu pedangnya lawan ada kesohor akan tetapi ia andali betul senjatanya sendir i yang istimewa, yang ia telah yakinkan beberapa puluh tahun lamanya.Ia percaya, umpama kata ia tak peroleh kemenangan, tidak nanti sampai ia kena dikalahkan. Kiam Gim tidak terperanjat melihat orang kehiarkan ruyung atau cambuk istimewa itu, setelah dengar ia ditantang untuk gunai pedang; lantas saja ia bersenyum. Terus ia bilang: Sudah beberapa puluh tahun aku tidak berlatih lagi dengan golok atau pedang, aku jadi sangat asing dengan semua senjata itu, dari itu biarlah de ngan sepasang tanganku yang berdaging ini, aku main-main dengan kau, Loo-soehoe. Hanya lebih dahulu aku ingin minta, sukalah kau mengalah sedikit, oleh karena t ulang-tulangku taktahan dengan pemukul . Silakan, silakan! Eh, kenapa kau tidak la ntas mulai? In Tiong Kie berdiam, dengan hati yang panas. Segera ia simpan cambuknya. Lioe Loo-enghiong, kenapa kau begini tidak pandang mata pada orang? tanya ia den gan suara keras. Kiam Gim tidak lantas menjawab, ia hanya bersenyum pula. Mana, mana aku berani tak memandang mata kepada kau, Loo-soehoe? kata ia, dengan sangat merendah. Harap Loosoehoe ketahui baik-baik bahwa sesuatu orang mempunyai senjata kesukaannya sendiri! Loosoehoe mempunyai cambukmu, aku punya sepasang t anganku ini, soeteeku, Tjiang-boen-djin dari Thay Kek Boen dari Keluarga Teng, t elah dirubuhkan Tuan-tuan dengan tangan kosong, dari itu sekarang aku mengharap pengajaran dengan tangan kosong jugaJ Diam-diam hatinya In Tiong Kie tergetar. Secara begini, terang Lioe Kiam Gim t idak dapat dipersalahkan, karcna dia hendak mcmul ihkan muka soeteenya yang oran g rubuhkan dengan tangan kosong. Dengan itu cara orang jatuhkan pamomya Thay Kek Pay, dengan itu cara j uga, nama Thay Kek Pay hendak diangkat kembali. Itulah sudah seharusnya. Jadinya bukan orang tak pandang mata kepadanya.Hanyaiam mcnyesal, karcna Kiam Beng rubuh di tangannya Tok-koh It Hang dan sekarang Kia m Gim hendak menuntut balas dari ia. Ini dia yang dibilang anjing kuning dapat m akanan, anjing putih yang dapat bencana . Karcna ia pun ada satu j ago tua, In Tiong Kie tidak suka mundur, hanya sekara ng ia ambil ketetapan akan pakai terus cambuknya, sebab ia pun sangsi, dengan ta ngan kosong, orang she Lioe ini sanggup layani ia. Maka kembali iakeluarkan camb uknya itu. Jikalau demikian, Lioe Loo-enghiong, maafkanlah aku! berkata ia Lioe Kiam Gim tidak menjawab, ia hanya mengawasi Iawan, dengan sikap yang .ant eng sekali. Tapi satu ahli niscaya ketahui dengan baik, ia sebenarnyasedangbersedia perhatiannya sedang dipcrsatukan. Sampai di situ, In Tiong Kie tidak berayal lagi. Dengan Sin Hong djip hay , atau N aga malaikat masuk ke laut , ia mulai dengan penyerangannya, dari atas. Kiam Gim berlaku gesit, tidak tunggu sampai cambuk menghampirkan ia, ia sudah angkat kedua pundaknyadan kaki kanannya menggeser ke kanan. Melainkan hampir saj a, cambuk mengenai sasarannya. Menampak gagalnya serangan itu, In Tiong Kie pun kirim susulan saling beruntun , Lian hoan sam pian -runtunan tiga kali, serta Keng hong sauw lioe atau Angin besar menyapu daun yanglioe . Cambuk bergerak dengan sebat, sampai menerbitkan suara ang in, bayangannya turut bergerak menyambar. Kiam Gim lihat ancaman bahaya, ia tidak hendak lawan dengan keras, dengan gera ki pinggangnya, dalam gerakan Yan tjoe tjoan in , atau Waletserbu mega , ia mencelat t inggi sampai dua tumbak, akan turun di belakang lawan, begitu lekas sudah mcndek ati tanah, tangan kanannya disodorkan kepada bebokong orang, dalam gerakan memba cok! In Tiong Kie itu, kecuali ilmu cambuknya ini yang liehay, pandai jugamengenali berbagai alat-senjata dengan mendengari saja sambaran anginnya, sebagaimana Law Boe Wie telah peroleh pelajaran darinya. Maka sekarang, ia segera ketahui lawan lagi serang ia. Malah ia pun bisa duga, lawan ada di arah mana. Begitulah, semb ari memutar tubuh, berbareng berkelit, ia pun menyabet dengan Kiauw-kin Hong-lio ng-pian! Berbahaya kedudukannya Lioe Kiam Gim, ini melulu disebabkan kegesitan lawan. T api, ia juga tak mau kalah gesitnya, ia hendak hunjuk kcpandaiannya. Ia tidak mc nangkis, ia berkelit, bukan dengan lompat mundur, hanya dengan membungkuk tubuh, begitu rupa, hingga cambuk lewat sedikit di atasannya! Sesudah ini, dengan sebe lah kaki maju, sambil angkat tubuhnya, ia barengi menyerang, bagaikan angin taufa n atau gelombang hebat . Atas ini, baharulah In Tiong Kie loncat mundur. Secara demikian,- mereka lanjuti pcrtcmpuran. Mereka ada seumpama dua tukang m ain catur yang liehay, atau setengah kati adalah delapan tail. Dua-dua gesit, ce pat gerakannya. Setelah mundur dan maju bergantian, In Tiong Kie perlihatkan serangannya Kioe k ioe pat-sip-it atau Scmbilan kali sembilan menjadi delapan puluh satu , cambuknya it u menyabet, menyapu, melibat, menindih saling susul, tidak henti-hentinya. Lain dari itu, ia jaga diri dengan baik, ia tidak mau izinkan lawan desak ia. Maka it u, ia menjaga diriberbarenglebihbanyak menyerang. Beberapa puluh jurus telah lewat dengan cepat. Walaupun ia didesak, Lioe Kiam Gim tidak kasih dirinya dibikin repot, tubuhnya, bagaikan bayangan, mengikuti se suatu gerakan cambuk istimewa itu. Di sebelah itu, ia juga tidak dapat ketika un tuk rapatkan tandingan itu. Maka di akhimya, dua-dua merasa heran sendirinya, mereka saling mengeluh, In T iong Kie menjadi jengah, cambuknya, yang ia sudah fahamkan beberapa puluh tahun, sekarang kena dibikin tidak berdaya oleh sepasang tangan darah dan daging melul u, malah ia kadang-kadang kena didesak. Kiam Gim pun tidak mengerti, kenapa ilmu silat tangan kosongnya ilmu silat Thay Kek Pay yang kenamaan tidak sanggup ramp as cambuk lawan itu dan sudah ia tidak mampu merangsang, ia pun beberapa kali mu sti menyingkir dari serangan-serangan sangat berbahaya, tetapi sekarang ia menge rti kenapa Kiam Beng, soeteenya, rubuh di tangan musuh, tidak tahunya, musuh ada demikian liehay. Lawan ini sajasudah jauh lebih liehay daripada soeteenya, maka ia percaya, orang tua yang lain itu jangan-jangan akan melebihkan ia liehaynya. Kapan sudah lewat tiga puluh gebrak, Kiam Gim ubah caranya bertempur. la sekar ang gunai tangan kanan saja, akan layani cambuk musuh, dengan tangan kirinya, ya ng dibikin keras bagaikan tumbak cagak. ia cari jalan darahnya In Tiong Kie. Sep asang tangannya yang tak bersenjata itu ia bikin jadi seperti senjata tajam saja tangan kanan mirip dengan pedangNgo-heng-kiam, tangan kiri mirip dengan tusukan T iam-hiat-kwat. Adalah setelah itu, pihak lawan baharulah kena didesak. Lioe Kiam Gim telah pikir, jikalau ia tidak lekas rebut kemenangan, apabila ia main ayal-ayalan, ia akan terancam bahaya, karena di luar kalangan, lawan yang satunya selalu pasang mata ke arah dia, dia itu senantiasa perhatikan ilmu silat nya. Itulah ada tidak baik untuk pihaknya. Tiba-tiba, selagi In Tiong Kie menyabet ke atas, di tiga jurusan, Kiam Gim bcr kclit akan singkirkan diri dari serangan, tubuhnya membungkuk, berbareng dengan mana, ia maju, lalu sebelah kakinya, dikasih mclayang. Kaki kanannya yang menyam bar, kaki klrinya pasang kuda-kuda. Serangan ini ada serangan berbahaya. untuk pihakpenyerang, karena gerakannya yan g mendesak dipaksakan. In Tiong Kie lihat itu, hatinya girang. Ia pikir: Hm, tua bangka ini tidak lagi berpokok pada ketegaran dari Thay Kek Boen, mustahil sekal i ini ia tidak rubuh? . Maka ketua Pie Sioe Hwee mi lantas geser tubuhnya ke kiri, buat kasih lewat ka ki kanan lawan itu, sehingga karenanya, keduanya jadi saling melewati. hingga me reka seperti bebokong menghadap bebokong. Lalu, menggunai ketika ini, tanpa bcrp aling pula, melulu andalkan kepandaiannya mengenali angin, ia putar tangannya, i a menyabet ke belakang, dari atas ke bavvah. Sembari menyabet hatinya gembira bu kan main, ia percaya, ia akan berhasil, karena mereka terpisah dekat sekali, ia sangka lawan tak akan keburu menghalau diri. Dugaannya In Tiong Kie ada dugaan belaka, ia keliru, karena dengan majukan ser angan sembrono itu, Kiam Gim justru menggunai tipu daya. Jago Thay Kek Pay ini j usteru harap-harap sabetan lawannya itu, selagi cambuk menyambar, ia segera berk elit ke kiri, tangan kanannya dengan tipu Siauw-thian-tjhee , atau Bintang cilik , dit erusi dipakai menekan cambuk, lalu gesit luar biasa, ia mendesak rapat, tangan k irinya menyusul bagaikan tumbak cagak, akan totok jalan darah orang Leng-tay-hia t, betulan hati. In Tiong Kie kaget bukan main, sampai ia keluarkan jeritan, menyusul mana, ia enjot tubuhnya, akan loncat mundur, akan tetapi, walaupun ia gesit, Kiam Gim ada terlebih sebat pula, jeriji tangannya jago Thay Kek Pay ini sudah lantas mengen ai sasarannya. Hanya, dasar ia ada satu jago tua, kendatipun tangannya lawan men genakan sasaran, ia tidak sampai nampak bencana. Sebab dalam saat genting itu, i a telah menyedot dada dan perutnya, hingga kesudahannya, jari tangan Kiam Gim me ngenai baju saja, tidak sampai ke kulit atau daging. Setelah itu, In Tiong Kie l oncat mundur terlebih jauh, cambuknya tidak terlepas, mukanya tidak merah, napas nya tidak mengorong, tubuhnya pun tetap! Lioe Kiam Gim menyesal bukan main, karena di saat ia hendak bergirang, iajadi kecele. Iatahu, kalau pertempuran dilanjuti, entah sampai kapan akhirnya itu. Ta pi, selagi ia mengawasi dengan tajam, tiba-tiba In Tiong Kie simpan cambuknya, d engan kedua tangan dirangkap, ketua Pie Sioe Hwee itu memberi hormat seraya berk ata: Lioe Loo-enghiong, kau benar liehay, aku menyerah kalah! Jago Thay Khek Pay itu melengak sekejap, lalu lekas-lekas ia memberi hormat. Kau mengalah, Lauwhia, kau mengalah, kata ia. Lauwhia ada liehay sekali, aku kagu mi kau! Sekali ini Kiam Gim bukan merendah, ia bicara dari hatinya yang tulus. In Tion g Kie ada satu laki-laki, walaupun ia tidak rubuh, bisalah dianggap dia sudah ke teter dan ia berani akui itu. Sementara itu, Tok-koh It Hang bertindak menghampirkan, ia tertawa. Ia maju sa mpai di depannya Kiam Gim sekali, terus ia berkata dengan pujiannya: Lioe Loo-eng hiong ada liehay sekali, tidak kecewa kau mewariskan ilmu silat Thay Kek Pay, ak an tetapi barusan Loo-enghiong belum keluarkan seturuh kepandaianmu, maka itu ak u, yang tidak tahu diri, ingin sekali terima pelajaran dan kau! Sembari berkata demikian, jago Liauw-tong ini angsurkan kedua belah tangannya yang tidak memegang senjata apa jua. Jadi artinya, ia hendak benempur: tangan ko song lawan tangan kosong! Seumurnya Tok-koh It Hang, kepandaian Pwee pwee lak-tjap-sre Kim-na Tjhioe-hoat , atau ilmu Delapan-kali-delapan menjadi enam puluh empat gerakan , dari Eng Djiauw Boen, belum pernah ketemu tandingan, barusan ia saksikan kepandaiannya Lioe Kiam Gim, ia percaya orang tak ada terlebih liehay daripada ia, dari itu, iajadi ing in coba-coba. Ia percaya, ia bakal sanggup rebut kemenangan. Ini juga sebabnya k enapa ia bilang, Kiam Gim belum keluarkan seluruh kepandaiannya. Kiam Gim menjadi terkejut berbareng mendongkol. Ia merasakan bahwa orang berla ku hormat sambil memandang enteng kepadanya secara samar-samar. Jikalau Loo-soehoe sudi memberikan pengajaran kepadaku, sudah tentu sekali aku si orang she Lioe girang menemaninya, ia menjawab. Hanya kita kauro Kang-ouw, sudah seharusnya, satu patah kata-kata kita adalah satu patah kata-kata. Maka, Sahaba t, mengenai kejadian di Djiat-hoo itu,sudikah kau menanggung jawab? Aku si orang she Lioe tidak ingin, setelah aku layani kau sampai setengah malaman. tapi alha sil aku tidak memperdia untuk layani apa! Kiam Gim gunai kata-kata yang tajam, akan tetapi Tok-koh It Hang ada hiehay se kali, mendengar itu, ia tertawa berkakakan. Ia rangkap pula kcdua tangannya, unt uk membcri hormat Bagaimana kau sebut-sebut perkaranya soeteemu? ia .tanya. Soeteemu itu sahabat-sa habatnya adalah golongan pembcsar negeri dan mulia, bangsa raja-raja muda atau k aum saudagar besar, maka aku si orang gunung, cara bagaimana aku mempunyai jodoh untuk bertemu dengan dia!Dan umpama kata aku ton sampai bertemu dengannya, cara bagaimana aku berani main gila terhadapnya? Lioe Loo-enghiong, harap kau tidak sebut-sebut soeteemu yang bagaikan must ika itu. Malam ini ada malam yang indah, apa kau tidak kuatir menyia-nyiakan malam yang indah ini hingga lenyap kegembir aan kita? Loo-enghiong, man, mari, mari kita orang main-main, akan menghibur lar a! Mendengar itu, Kiam Gim segera mengerti bahwa pada soal adiknya seperguruan it u benar-benaradasalah paham. Bukankahterang-terangjago Liauw-tong ini menyindir. tentang persahabatannya Kiam Beng dengan segala pembesar negeri atau orang besar? Tentang adikku seperguruan itu, sukar untuk dijelaskan, ia kata, dengan nyaring. Untuk itu, kita membutuhkan pembicaraan yang lama. Tapi, apabila Loo-enghiong ke hendaki, aku nanti ajak saudaraku itu datang untuk menghaturkan maaf kepadamu. H anya sekarang bisalah aku terangkan, soeteeku bukanlah itu orang sebagaimana yan g Loo-enghiong scbutkan. Kedatanganku sekarang ini bukan untuk mencari pulang ba rang upcti, aku hanya hendak cari sahabat, untuk bicara dari hati ke hati, akan buka masing-masing hati kita! Selagi orang bicara, Tok-koh It Hang mengawasi dengan tajam, antara sinar remb ulan, ia tampak orang beroman sungguh-sungguh, hingga hatinya jadi tergerak, hin gga ia pikir, jago Thay Kek Pay ini benar-benar hams dijadikan sahabat. Ia berpi kir cepat, lantas ia berikan tanda rahasia pada In Tiong Kie kepada siapa ia kat a: Kalau kau ada punya urusan, pergilah lebih dahulu, biara kutemani Lioe Loo-eng hiong main-main di sini, sccara begitu, Loo-enghiong pun jadi tak usah berhati t ak tentaram, karena lihat jumlah kita yang banyak. In Tiong Kie menurut, ia berlalu dengan segera. Lioe Kiam Gim saksikan itu semua, ia lihat sikap bemafsu dari jago Liauw-tong ini, mata siapa pun bersinar, ia jadi agak mendongkol, maka, dengan tertawa ding in, ia bilang: Sahabat, jikalau pasti kau ingin memberikan pengajaran kepadaku, b aik, aku tak berdaya, aku bersedia |untuk layani kau. Baharu Lioe Kauwsoe tutup mulutnya, atau Tok-koh It Hang sudah bergerak. Mula- mula ia maju dengan kedua tangannya dipentang, dalam gerakan Tjhong eng peng tjie atau Garuda mementang sayap , setelah itu ia mendak, agaknya ia hendak sambar kedua lengan orang, untuk disergap. Kiam Gim hunjuk kegesitannya, ialah dengan geser tubuhnya ke kiri, berbareng d engan itu, dengan Thay Kek Pay punya Shia kwa tan pian atau Menggantung ruyung seba tang , ia bacok nadi orang, gerakanrtya tak kurang sebatnya. Tok-koh It Hang tidak mundur walaupun serangan sehebat itu, ia pun tidak menan gkis, hanya mengubah tangan terbuka menjadi kepalan, ia teruskan gunai Heng sin p a touw atau Melintangkan tubuh untuk menghajar harimau , akan serang iga orang! Gagal dayanya Kiam Gim akan serang nadi orang, ia sebaliknya kena didesak, ter paksa ia geser pula kaki kiri ke kiri, untuk terus berlompat enam atau tujuh kak i jauhnya, setelah kakinya itu injak tanah, ia barengi untuk memutar tubuh. Ia p ercaya pihak lawan susul ia, ia terus menyerang dengan Tjit-seng-tjiang atau Tangan tujuh bintang , mengarah iga kanan. Jago Liauw-tong itu tarik pulang tangannya, juga tubuhnya, untuk selamatkan di ri. Tapi Kiam Gim tidak berhenti sampai di situ, dengan majukan tubuh kesebelah kiri, ia gunai tangan kirinya dalam tipu Ngo-heng-kiam , menotok dahi kiri orang, s edang tangan kanannya, dengan Kim liong hie soei atau Naga cmas memain air , ia coba babat dengkul kanannya lawan. Ini ada serangan hebat, ke atas dan ke bawah denga n berbareng. Nampaknya Tok-koh It Hang sibuk, hampir ia kena terserang, atau berbareng deng an itu, ia berseru: Sebat benar! dan tubuhnya mencelat nyamping, hanya, setelah lo los dari serangan, sesudah injak tanah, terus ia enjot tubuhnya, akan lompat maj u lagi, untuk balas menerjang, gerakannya mirip dengan sambaran garuda. Kiam Gim memutar tubuh, untuk saksikan orang punya gerakan sangat cepat maju b agaikan kera lompat di cabang, mundur seperti naga atau ular melesat kabur, lomp at laksanaburung menerjang langit, loncatturun umpama harimau menerkam. Lawan in i maju menyerang, mundur membela diri, tubuhnya berputar seperti angin puyuh, be rkelebatnya bagaikan kilat. Dalam sekejap, musuh bergerak di delapan penjuru! Mau atau tidak, Lioe Kiam Gim diam-diam keluarkan keringat dingin! Tok-koh It Hang digelarkan Pek Djiauw Sin-eng atau Garuda Malaikat Seraius Cakar , maka itu, gerak-geriknya mirip dengan burung garuda. Di sebelah itu, ia mempunya i enam puluh gerakan menawan , yaitu kim-na-hoat, dari itu, cara menyerangnya benar -benar luar biasa. Adalah keinginan dari Lioe Kiam Gim akan bertempur dengan cepat, akan segera a khirkan pieboe itu, siapa tahu. pihak lawan ada gagah sekali, hingga ia jadi heran berbareng kaget. Belum pernah ia ketemu orang semacam ini cii kalangan Sungai-T elaga. Tapi ia ada seorang berpengalaman, matanya tajam, segera ia insyaf dengan menyerang hebat, ia tak bakai peroleh hasil. Ia juga ingat pembilangan, Menyingk ir dari musuh tangguh, menyerang kelemahan musuhnya dan kim-na-hoat lawannya ini sebaliknya dari Thay Kek Koen. Kalau Thay Kek Koen berpokok dengan kelemasan mcla wan kekerasan , adalah kim-na-hoat, menyerang sambil berbareng membeladiri . Kelihata n nyata, lawan ini tidak takuti serangan. Maka itu ia pikir, ia mesti gunai lati hannya dari puluhan tahun, dengan keuletan, akan layani jago Liauw-tong ini. Segera juga Lioe Kiam Gim bikin perubahan. Ia berdiri tegar bagaikan gunung, i a membela diri, ia tidak sembarang bergerak. Dalamhal ini, ia tidak gubris lawan hunjuk kegesitan, dengan berputaran seperti burung berterbangan, bengis bagaikan harimau galak, gesit seperti sang kera. Ia tidak mau menerkam, dan kalau lawan pancing ia, ia t idak mengejar. Ia pegang pokok apabila lawan tidak bergerak, berdiam, dan satu ka li lawan bergerak, mendahului . Rahasianya Thay Kek Koen memang adalah bergerak de ngan ikuti salatan lawan. Demikian, dari mana saja Tok-koh It Hang menyerang, ia melayani dengan tenang. Begitulah pertempuran berjalan, antara orang-orang gagah yang langka, yang sat u menyerang, yang lain menjaga, keduanya telah sampaikan batas kesempumaan kepan daiannya masing-masing. Jago dari Eng Djiauw Boen telah gunai juga keistimewaan ilmunya, Hoei-eng Keng- soan Kiam-hoat , ialah ilmu pedang Garuda terbang berputaran , yang ia ubah menjadi t angan kosong, ia selipkan ini di sebelahnya enam puluh empat pukulannya kim-na-h oat, akan tetapi Lioe Kiam Gim tetap berdiri bagaikan gunung batu antara serbuan nya arigin santar dan gelombang dahsyat, tubuhnya tenang, dan ilmu pukulannya Tha y-kek-tjiang dipakai punahkan sesuatu serangan.Ia ikuti salatan, ia pinjam tenaga akan pecahkan tenaga lawan sendiri. Tok-koh It Hang ada liehay dan berpengalaman, tapi beberapa kali, ia toh berla ku sangat bemafsu karena ketenangan musuh, hingga beberapa kali hampir-hampir ia kenaterserang disebabkan kelancangannya sendiri. pleh karena ini, baharu sekara ng -dengan diam-diam ia bergidik, baharu sekarang ia insyaf, Lioe Kiam Gim ada b eda sangat jauh dari soeteenya, teng Kiam Beng. Dan sejak itu, walaupun ia tetap mendesak, tidak lagi ia berani turuti hawa nafsunya. Karena cara bertempur itu, bukan lagi puluhan, hanya dua ratus jurus lebih tel ah dikasih lewat tetapi kedua-duanya masih belum memperoleh hasil. Sesudah kewalahan, akhir-akhirnya, Tok-koh It Hang loncat mundur, akan gunai k etika untuk meraba ke pinggangnya di mana ia buka suatu benda yang mclibat, apab ila ia telah tank itu, nyata ia sudah keluarkan sebatang djoan-kiam, atau pedang lemas, yang bersinar bcrkcrcdcpan sebagai emas, karena gegaman itu terbuat deng an campuran emas putih keluaran Hek-liong-kang. Pedang ini, disimpan bisa diliba t bagaikan ikat pinggang, digunai lalu menjadi pedang, dengan tajamnya luar bias a. Jikalau terus kita bertanding secara begini, sampai terang tanah juga sukar did apati kepastiannya menang atau kalah, kata ia, setelah ia siap dengan pedangnya y ang istimewa itu. Bertempur secara begini tidak menarik hati, tidak ada artinya, maka itu baiklah kita gunakan pedang untuk aku terima pelajaran ilmu Thay Kek Tj ap-sha-kiammu berikuti hoei-piauw yang berbayang berkelebatan, di antara sinar p edangmu! Tegasnya, dengan Hoei-eng Keng-soan-kiam , jago tua dari Liauw-tong ini hendak uj i ilmu pedang orang dan senjata rahasia yang kesohor, sebab ilmu silat tangan ko songnya ia sudah jajal sempurna. Lioe Kiam Gim tidak berayal untuk sambut tantangan itu, tetapi karena ia tahu pihak lawan ada sangat tangguh, ia tetap waspada, ia tidak mau berlaku serampang an. sesudah hunus pedangnya sendiri dan pasang kuda-kudanya dengan tenang sepert i biasa, ia mengundang: Silakan! Atas undangan itu, tubuhnya Tok-koh It Hang segera bergerak, akan tetapi bukan nya ia terus menerjang, ia hanya berputar ke belakangnya orang itu dari mana bah arulah ia kinm satu tikaman. Menuruti gerakan lawan, Kiam Gim memutar tubuh, begitu tikaman datang, ia berk elit, tapi sambil berkelit. ia pun terus putar tubuhnya, hingga sekarang adalah ia yang beradadi arah belakang jago Liauw-tong itu, untuk ia balik menerjang. Be rbareng dengan berkelebatnya satu sinar, ujung pedang menusuk pundaknya si jago tua, pada bagian jalan darah Hong-hoe-hiat. Tipu totokan yang dipakai pun ada Gio k lie tjoan tjiam atau Bidadari menusuk jarum Tok-koh It Hang sendiri, sesudah serangannya mengenai tcmpat kosong, sudah lan tas bergerak dalam tindakan Liong heng hoei pou , atau Tindakan naga terbang , akan pi ndahkan tubuh ke kanan lawan, dari sini pedangnya, yang telah ditarik pulang, di icruskan dipakai menyambar muka lawan dengan tipu serangan Hoan sin hian kiam , ial ah Mempcrsembahkan pedang sambil memutar tubuh . Kiam Gim batal dengan serangannya, yang tidak mengenai sasaran, maka itu, meli hat gerakan lawan yang berbahaya itu, ia menjejak tanah, untuk loncat mclcsat ja uhnya dua-tiga tumbak hingga ia lolos dari ancaman bahaya. Menampak gerakan lawan itu, bagaikan gerakannya bayangan, Tok-koh It Hang lomp at mengejar, berbareng dengan itu, ia teruskan menyerang tiga kali saling susul, dengan tipu-tipunya Wan khauw tjin koh atau Orang hutan menyucuhkan buah , Sian djin tjie louw , atau Dewa menujuki jalan , dan Beng kee tok siok atau Ayam galak mematok ga a . Itulah ada scrangan seperti hujan deras antara angin hebat! Lioe Kiam Gim sudah tahu liehaynya musuh, tidak pern ah ia abaikan diri, maka itu, tidak perduli hujan serangan ada bagaimana hebat, ia menangkis dengan tenan g, ia berkelit dengan sebat, sama sekali ia tidak berikan ketika untuk lawan des ak ia. Hanya kemudian, sclang seratus jurus lebih, ia pun insyaf, jikalau terus-terus an mereka bertempur saja, tanpa ada keputusannya, entah mereka akan bertempur sa mpai di waktu apa. Maka dia akhirnya, sesudah berpikir, ia buka satu lowongan, t erus ia mencelat keluar kalangan, tak perduli pedang lawan mengancam bebokongnya , bagaikan burung, tubuhnya lompat melesat. Sahabat, jangan pergi! berseru Tok-koh It Hang, yang tampak orang keluar dari ka langan. Sambutlah ini! Dan tubuhnya melesat menyusul, ujung pedangnya terus menusuk! Lioe Kiam Gim loncat dengan satu maksud, sambil lompat, ia pasang kuping. Ia d engar sambaran angin, ia menduga pada susulan musuh serta tusukan pedang, tidak menunggu sampai ujung pedang mengenai sasaran, dengan sekonyong-konyong ia putar tubuhnya dalam gerakan Koay bong hoan sin atau Ular siiuman jumpalitan , pedangnya s endiri dipakai menangkis dalam tipu silat Kim peng tian tjie atau Garuda emas membu ka sayap . Ia telah gunai tenaga yang besar, akan bentur pedang lawan itu, sedang tangan kirinya, dengan tenaga Siauw thian tjhee atau Bintang kecil , dipakai menotok dadanya lawan itu. Dalam keadaan seperti itu, Tok-koh It Hang tidak dapat ketika akan elakkan dir i pula, maka terpaksa, ia antap kedua senjata saling beradu, hingga menerbitkan suara yang nyaring keras, sedang di lain pihak, guna luputka n serangan tangan kiri lawan itu, ia juga gunai Siauw thian tjhee , hingga juga tan gan mereka turut beradu satu dengan lain. Dua-dua bentrokan itu ada hebat, dengan tak dapat ditahan lagi, masing-masing mereka tak dapat menahan tubuh mereka, yang rubuh terpelanting, hanya begitu jat uh, keduanya segera lompat bangun pula, akan berdiri dengan tegar, hanya selagi rubuh, dalam hatinya, masing-masing merasa malu sendirinya. Sahabat, sambutlah pula ini! berseru Tok-koh It Hang, yang tidak mau sia-siakan ketika lagi. Ia pun ada mendongkol. Dalam cuaca gelap itu, tiga buah Thie-lian-t jie, atau teratai besi , menyambar ke arah tiga jurusan anggota, ialah jalan darah K ie-boen-hiat , Hong-hoe-hiat dan Kiauw-im-hiat . Kiam Gim lihat sambarannyatiga buah senjata rahasia itu, yang menyusul seruann ya lawan, sambil memutar tubuh untuk berkelit, pedangnya dipakai menyampok. Dua buah Thie-lian-tjie lewat di tempat kosong, yang ketiga kena disampok jatuh ke t anah. Sambil elakkan diri secara demikian, jago Thay Kek Pay ini juga tidak diam saj a, sebat luar biasa, tangan kirinya merogoh sakunya, akan keluarkan Kiam-eng Hoei -piauwnya , sekali raup saja, ia telah keluarkan duabelas batang, lalu antara berk elebatnya cahaya pedang, ia baias menyerang lawan itu, hingga umpama bintang ber jalan, semua piauw itu menyambar saling susul! VI Bagus! berseru Tok-koh It Hang, yang lihat lawannya baias menyerang ia dengan se njata rahasianya itu yang kesohor, berbareng dengan mana, dengan It hoo tjhiong t hian , atau Seekor burung hoo menerjang langit , ia lompat tinggi sampai setumbak leb ih, hingga piauw, yang mengarah ke tengah dan ke bawah, lolos semuanya, hingga t inggal empat buah lagi, yang menyerang ke atas. Kiam Gim sudah duga, lawannya akan bisa menyingkir dari piauw dua arah tengah dan bawah, belum tentu dengan arah atas, tetapi Tok-koh It Hang benar-benar lieh ay, karena sebat luar biasa, ia tanggapi empat buah ke arah atas itu, selagi ia turun ke bawah sebelum kakinya injak tanah ia sudah baias menyerang sambil terta wa dan serukan: Aku kembalikan piauwmu ini, yang aku tidak biasa pakai! Jago Thay Kek Pay itu terperanjat, akan tetapi ia sanggup kelit dari serangan empat piauw itu. Tok-koh It Hang menginjak tanah untuk segera simpan djoan-kiamnya, segera ia r angkap kedua tangannya. untuk memberi hormat, sambil bersenyum, ia berkata: Tiga-tiga kcpandaian dari L oo-enghiong, aku telah pcrsaksikan, sungguh hehay, luar biasa! Lioe Loo-enghiong , sampai kita bertemu pofa! Lioe Kiam Gim buru-buru simpan pedangnya. Sahabat, tunggu dahulu! ia berseru. Ia tahu orang berniat angkat kaki, Akan tetapi tubuhnya jago Liauw-tong itu sudah mencelat ke dalam Irimba, cuma suaranya masih terdcngar, katanya: Tak dapat kita bicara dengan sepatah kata saja , di bclakang hari, kau akan mendapat tahu! Sckarang silakan cari kawanmu dahulu P Lioe Loo-kauwsoe jadi bcrdiri tercengang. Ia sama sekali tak ketahui sikapnya jago Liauw-tong itu, yang lagi mcrantau untuk cari kawan, guna sekalian cari tah u perihal tujuannya dan perhubungannya dengan Teng Kiam Beng. sang soetee, yang di mata kaum Kang-ouw katanya telah bersahabat, atau berkenalan. dengan golongan pembesar negeri. Tok-koh It Hang telah ketahui hal Kiam Gim, tapi ia ingin memb uktikan sendiri, terutama sejak undurkan diri ke Kho Kee Po, K-iam Gim sudah dia mkan diri hingga orang tak dengar apa-apa perihal sepak-terjangnya. Pertempuran barusan memang telah diatur, untuk mana, Tok-koh It Hang bekerja s ama-sama dengan Tjiong Hay Peng, dan temyata, daya-upaya itu bcrhasil membuat Lioe Kiam Gim muncul. Kiam Gim benar-benar tidak mengetti maksud orang. Tapi ia bisa berpikir, maka itu, bc rdiam belum lama, scgera ia buka ti ndakannya, akan menuju terus ke rumahnya Tji ong Hay Peng. Ketika sebentar kemudian ia tiba, ia sudah lantas loncat naik ke a tas rumah, dengan llmu mengentengi tubuh, ia kitarkan rumah itu. Malam itu, seluruh rumah Hay Peng ada gelap-gulita, kecuali dari kamar samping sebelah timur, ada molos sedikit cahaya api, ketika Kiam Gim menghampirkan ke s itu, untuk melihatnya, ia tampak dalam lamar ada dinyalakan sebatang lilin besar dan satu orang asyik duduk di samping lilin itu. Dan orang itu bukan lain darip ada tuan rumah sendiri. Kenapa sampai begini waktu dia masih belum juga tidur? Kiam Gim menduga-duga. Tap i inilah kcbctulan, aku hendak bicara sama ia, ia justcru berada sendirian . Meskipun ia berpikir demikian, Kiam Gim tidak lantas turun, akan ketemui sahab at itu, dan iapun tidak memanggil, atau berikan tanda perihal kedatangannya. Den gan hati-hati, ia cantelkan kakinya di payon, kemudian dengan menyedot napas ter lebih dahulu, dengan tiba-tiba ia meniup ke arah lilin, hingga lilin itu padam s eketika, hingga kamar jadi gclap-petang. Ia percaya, Hay Peng akan kaget karenan ya. Akan tetapi, di luar sangkaannya, Hay Peng justeru tertawa berkakakan, seraya terus berkata : Saudara Lioe, oh, kau baharu sampai? Dalam herannya, Kiam Gim pikir, orang rupanya asyik tunggui ia, maka itu, ia t idak mengerti, kenapa tuan rumah itu jadi demikian liehay, mengetahui kedatangan nya. Ia tidak tahu bahwa In Tiong Kie, yang tadi tinggalkan mereka, sudah mendah ului datang pada orang she Tjiong ini untuk berikan kisikan. Sebentar saja, api lilin di dalam kamar, nyala pula. Kiam Gim tidak sia-siakan tempo akan loncat turun. Hay Peng muncul untuk sambut tetamunya ini. Saudara Lioe, aku memang sudah duga kau bakal segera kembali! berkata jago Heng Ie Pay itu sambil bersenyum. Kiam Gim membalas hormat. Bagaimana kau ketahui aku bakal datang pula? ia tanya. Tjiong Hay Peng bersenyum. Marilah duduk, mengundang ia, yang simpangi pertanyaan orang. Kiam Gim terima itu undangan, maka berdua mereka ambil kursi. Dengan sebenarnya, soetee kau ada dicurigai oleh kaum Rimba Persilatan, kata Hay Peng kemudian. Melulu karena masih ada yang dipandang, orang jadi belum ambil ti ndakan. Tapi, Lioe Loo-enghiong, di mana soeteemu itu ada jadi gundal pembesar n egeri, apa kau hendak bela dia dan ingin dapat pulang barang upeti yang dirampas itu? Keduamatanya orang she Lioe itu bersinar. Tapi ia masih cukup sabar. Saudara Tjiong, berkata ia, sudah dua puluh tahun lebih kita| orang tidak bertemu /tetapi kau hams ketahui, hatiku tidak pemah berubah! Apakah kau percaya aku kes udian jadi kaki-tangan pemerintah Boan, jadi gundal? Jangan kata aku sendiri, wa laupun soeteeku, dia juga tak nanti, dia hanya gelap pikiran, dia seperti orang tolol! Lantas Kiam Gimjelaskan sifamya Kiam Beng, yang baik sama pembesar negeri kare na adanya urusan dengan Keluarga Soh. Saudara Tjiong, ia tegaskan, umpama benar soeteeku itu menghamba pada pemerintah Boan, untuk hidup mewah saja, tidak nanti aku lakoni pcrjalanan ribuan lie ini k e Djiat-hoo! Aku datang bukan untuk saudaraku itu, tetapi untuk kaum Kang-ouw se ndiri, apabila kita orang sendiri bentrok, apakah itu tidak memalukan kaum kita? Hay Peng angkat kepalanya, ia pandang tetamunya. Saudara Lioe, di sini bukan soal bentrokan melulu katanya. Tapi Lioe Kiam Gim mem egat: Aku mengerti kesembronoannya soeteeku, hingga ia terbitkan kecurigaannya ka um Rimba Persilatan, tetapi orang dengan kelakuan mirip soeteeku ini. sekarang ini bukan dia saja scorang dm! Jikalau kita lancang curigai semua, ap a ito bukannya berarti memperlemah tenaga sendiri? Hay Peng bcrbangkit. Saudara Lioe, kau bicara soal memperlemah tenaga sendiri! ia bilang, sikapnya me ndesak. Bukankah kalau tenaga dipersatukan, itu besar faedahnya? Saudara Lioe, ap a kau rnasih memikir untuk mcmulihkan dandanan kita| yang lama, untuk membangkit kan kita bangsa Han? Didesak sccara dcmikian, Kiam Gim bersangsi. la ingat sebabnya kenapa sudah du a puluh tahun lebih ia asingkan diri. Kalau kita cuma andali tenaga kita kaum Kang-ouw saja, apa kita bisa pcrbuat? ia tanya. Sudah dua ratus tahun bersclang, sejak bangsa Ouw masuk kemari, pokok das amya telah jadi kuat sekali, scdang selama beberapa puluh tahun ini, bangsa asin gpun tunjang padanya! Bisakah kita gempur dia? *Tapi kita bisa bcrdaya, saudara Lioe, Hay Peng bilang. Ada orang yang sedang daya kan itu__ la terus tuturkan hal sepak-terjangnya Tok-koh It Hang, si jago tua, yang hend ak persatukan kaum Kang-ouw, ia hanya tidak sebutkan namanya. Kiam Gim nampaknya ketarik, Saudara Tjiong, siapa dia itu? | tanyanya dengan bemafeu. Apakah aku bisa bertemu dengan dia? Lioe Loo-enghiong, berkata ia, kau sebenamya sudah bcrtemu sama dia, malah sudah bcrtempurjuga! Kau orang sudah bertempur selama setengah ma lam an, apakah kau m asih beium ketahui siapa adanya dia itu? Kiam Gim Iantas bisa mengerti. Dia ada Tok-koh It Hang, Hay Peng beritahu, seraya beber hal-fliwalnya orang itu . Apakah dia masih ada di sini?Apakah aku bisa pasang omong dengan dia? Kiam Gim ta nya kemudian. Kembali Hay Peng tertawa, ia urut-urut kumisnya. Siapa tidak bertempur, dia orang tidak berkenalan! kata ia, sembari tertawa teru s. Cuma Tok-koh It Hang yang sanggup lawan kau, Saudara Lioe, melainkan kau yang mampu layani kim-na-hoatnya! Inilah yang dibilang, orang hutan menyayangi orang hutan, pantas Saudara bemiat segera menemui dia! Sayang dia tidak ada di sini se karang, dia bemiat pulang ke Liauw-tong . Kiam Gim tercengang, ia merasa kecewa. Tempatku ini, Sha-tjap-lak Kee-tjoe, benar-benar sunyi, Tjiong Hay Peng kasih kc terangan lebih jauh, akan tetapi tempat ini tidak sentosa, saking jaraknya yang t erlalu dekat dengan Sin-tek, di mana ada Istana Kaisar Boan.Pasti akan menyolok m ata apabila kita kumpul ramai-ramai di sini. Maka itu Tok-koh It Hang hendak pulang dahulu ke Liauw-tong, di Sam-s he Oey-see-wie di Ie-lan, | untuk melakukan persiapan. Di sana orang bisa berkum pul dengan merdeka. Di sini Tok-koh It Hang minta aku yang bantu ia mengundang O rang-orang kaum kita, tapi untuk ini, kita berdua harus bekerja sama-sama . Soal ini membikin Kiam Gim berpikir.Ia tidak lantas terima baik, iapun tidak me nolak. Ia bukannya jerih, ia hanya kuatir namanya nanti sudah tidak mempunyai pe ngaruh pula disebabkan pengasingan diri selama dua puluh tahun lebih. Aku juga hendak minta Saudara Lioe pergi menemui Ketuadari Bwee Hoa Koen, kemudi an Tjiong Hay Peng tambahkan. Untuk apa itu? Kiam Gim, tanya. Saudara Lioe tinggal di Shoatang, mustahil Saudara tak ketahui tentang perkemba ngannya Bwee Hoa Koen selama tahun-tahun yang bclakangan ini? Hay Peng balik tany a. Bwee Hoa Koen, yang juga disebut GieHoo Koen, paling belakang sudah dirikan ro mbongan Gie Hoo Toan, yang bukan saja di Shoatang berpengaruh besar, juga di lim a propinsi Utara. Sudah dua puluh tahun aku berdiam di tengah muara, aku tak tahu jelas lagi kead aan di luaran, Kiam Gim akui. Aku melainkan dengar apa-apa dari beberapa sahabat yan g satu waktu suka kunjungi aku, pemah antarany a ada yang omong tentang Gie Hoo Toan itu, k atanya rombongan ito berpusat di delapan ratus enam puluh lebih desa di Jim-pcng di mana ada lebih daripada delapan ratus boe-koan. Orang pun bilang, setelah ke tuanya Bwee Hoa Koen, yaitu Ki-ang Ek Hian, menutup mata, karena puteranya berke pandaian biasa saja, dia ini tak dapat bikin tunduk orang banyak, karena mana be lakangan orang angkat Tjoe Hong Teng dari angkatan muda sebagai ahli waris kaum itu. Apa benar, dia ini adalah yang bangunkan Gie Hoo Toan? Tjiong Hay Peng be nark an itu pcrtanyaan. Walaupun dcmikian, bersama-sama Tok-koh It Hang, aku masih belum ambil putusan untuk gabungi diri atau tidak dengan dia itu, ia manambahkan. Lantas tuan rumah ini menutur hal Gie Hoo Toan, antaranya ada yang Kiam Gim su dah ketahui, banyak juga yang ia belum tahu. Gie Hoo Toan ada satu cabang kecil dari Pat Kwa Kauw dari Pek Lian Kauw, agama Teratai Putih. Di akhir zaman Goan Tiauw, pemimpin Pek Lian Kauw ada Lauw Hok T ong, tapi kepala agamanya ada Han Lim Djie, puteradari Han San Tong. Lim Djie di sebut juga Siauw Beng Ong. Di dalam pasukan sukarela Pek Lian Kauw ini; Tjoe Goa n Tjiang ada salah satu pemimpin, adalah Tjoe Goan Tjiang yang berhasil mengusir bangsa Goan (Mongolia) dan berdirikan Kerajaan Beng. Setelah jadi kaisar, Tjoe Goan Tjiang mcnindih Pek Lian Kauw. Di akhir Kerajaan Beng ini, Pek Lian Kauw pu n disebut Pek Lian Hwee, Kumpulan Teratai Putih, pengaruhnya tersebar di Shoalan g, Tit-lee, Shoasay, Hoolam, Siamsay, dan Soe-tjoan, kepala agamanya ialah Ong S om, kepala agamanya men utup mata, dia digantikan oleh putcranya, Ong Ho Hian da n Tjie Hong Djie; dengan pimpin dua juta serdadu, mereka lawan pemcrintah Beng, mereka tidak berhasil tetapi pengaruh mereka sudah meresap antara rakyat jelata. Adalah setelah Kerajaan Tjeng musnakan Kerajaan Beng, dan menggantikan memerint ah Tionggoan, dan bangsa Han ditindas, bangsa ini bergerak pula, dan sclama tahun pert ama dari Kaisar Kee Keng, ketua Pek Lian Kauw, yaitu Lauw Tjie Hiap, seruk an rakyat Rubuhkan Kerajaan Tjeng untuk bangunkan pula Kerajaan Beng dan karena pem erintah menindas, rakyat berontak . Bendera dan pakaiannya kaum ini ada serba puti h. Selama tahun ke-17 dari Kaisar Kee Keng, Thian Lie Hwee ialah Pat Kwa Kauw, s atu cabang dari Pek Lian Kauw, dengan bekerja sama-sama Lie Boen Seng dari Tjin Kwa Kauw dan Lim Tjeng dari Kim Kwa Kauw, sudah serang Istana Raja Boan di Pakkh ia serta niat rampas Tit-lee, Shoatang dan Hoolam. Bertiga mereka berjanji, kalau mereka berhasil, mereka akan bagi anggota merek a satu bauw tanah untuk sctiap anggota.Mereka ini gagal tapi pembcrontakan mereka telah menggetarkan seluruh negeri. Kemudian, terus sampai zaman Kaisar Kong Sie , Kaum Pek Lian Kauw dan lainnya masih bekerja sccara rah as i a. Tjoe Hong Teng itu ada asal satu pemimpin kecil dari Pat Kwa Kauw, ia be 1 ajar silat pada Ki- ang Ek Hian, setelah Kiang Ek Hian menutup mata, ia menggantikan jadi ahli waris Bwee Hoa Koen, terus ia dirikan Gie Hoo Toan. Ia ada orang dari To-tjioe, Shoat ang, ia mengakui ada turunan kaisar-kaisar Beng, seruannya ada Hoan Tjeng Hok Ben g , yaitu Rubuhkan Tjeng Tiauw . Ia ajarkan orang Sin Koen , yaitu ilmu silat Malaikat , tanya, ada dewa atau malaikat yang bantu ia, hingga tubuhnya jadi tidak mempan s enjata tajam, tak dapat ditembak. Ia tidak bisa abui orang cerdik tapi toh ada s ebahagian orang yang percaya padanya. Mendengar sampai di situ, Kiam Gim tanya Hay Peng: Gie Hoo Toan dari Tjoe Hong Teng bercita-cita Hoan Tjeng Hok Beng , tapi kenapa pemerintah Tjeng tidak larang p adanya, malah sebaliknya, kenapa dia diizinkan kumpulkan barisan serdadu rakyat yang dinamai Koen-bin ? Kenapa di Jim-peng saja sampai ada delapan ratus lebih caba ng kaum itu? Ditanya begitu, Hay Peng tepuk meja. Ini dia bagiannya yang rada sulit, katanya. Ini ada suatu siasat. Bukankah Saudar a ketahui, bagaimana sewenang-wenangnya bangsa asing sekarang? Untuk itu, dengan pelahan-lahan Gie Hoo Toan ubah seruannya dari Hoan Tjeng Hok Beng jadi HoeTjeng Bi at Yang . Hoe Tjeng Biat Yang berarti menunjang Kerajaan Tjeng untuk memusnahkan bangsa asi ng . Inilah gcrakan yang menyebabkan delapan bangsa asing kepung Pakkhia, sehingga Kerajaan Tjeng bikin jatuh pamor Tiongkok. Setelah Perang Candu di tahun 1840, Tiongkok tutup diri, tapi bangsa asing gempur pintunya dengan tembakan meriam da ri kapal perang. Segera datanglah paderi-paderi Kristen, untuk mengajarkan agama . agamanya sendiri ada lain, adalah segala penganutnya, yang main gila, mereka j adi pemeras rakyat jelata, pengganggu kehormatan kesucian orang perempuan, kalau terbit perkara mereka dilindungi, hingga umumnya rakyat jadi benci mereka. Maka itu, Tjoe Hong Teng dengan Gie Hoo Toannya, lantas jadi pembela rakyat yang ber celaka itu. pemerintah Boan lihat ancaman bahaya, lantas See Thayhouw, Ibusuri, dengan turuti sarannya Yok Hian, Soenboe dari Shoatang, ubah sikap, ialah dari d imusuhkan, Gie Hoo Toan dibaiki. Tjoe Hong Teng suka bekerja sama-sama, ia harap , setelah usir bangsa asing, ia nanti bisa bikin terjungkal bangsa Boan. Sikapny a Tjoe Hong Teng ini menyebabkan ragu-ragu di antara rakyat, sampai Tok-koh It H ang sendiri turut bersangsi. Maka Tok-koh It Hang, dengan perantaraannya Tjiong Hay Peng, ingin ketahui sikapnya Lioe Kiam Gim. Jago Thay Kek Pay ini, yang ting gal di Shoatang, ada kenal baik pemimpin tua dari Bwee Hoa Koen, ialah Kiang Ek Hian. Setelah dengar keterangan lebih jauh itu, Kiam Gim jadi berpikir. Ia memang ti dak puas terhadap Kerajaan Tjeng, tapi sudah lama ia undurkan diri, hatinya suda h mulai tentaram. Sekarang, hatinya jadi goncang. Dt akhirnya, ia nyatakan suka ketemui Tjoe Hong Teng, untuk ketahui jelas sikapnya Ketua Gie Hoo Toan ini, unt uk apabila bisa baliki tujuannya Tjoe Hong Teng menjadi pula Hoan Tjeng Hok Beng . Dua sahabat ini bicara dengan asyik, sampai tahu-tahu, sang fajar telah datang , sinar terang muncul dari arah Timur. Justeru itu, dari antara jalanan gunung, ada berlari-lari satu orang ke Sha-tjap-lak Kee-tjoe, untuk sesampainya, mengged or pintu rumahnya Tjiong Hay Peng. Dia temyata ada Lie KeeTjoen, muridnya Tjiang Han Tek dari Ngo Heng Koen, ialah boesoe atau guru silat dari rombongannya Teng Kiam Beng yang atas titahnya Kiam Beng, hendak cari Lioe Loo-kauwsoe. Karena se sudah jauh malam Kiam Gim belum kembali, Kiam Beng sangka saudara itu pergi pada Hay Peng, dan karena kuatir saudara itu alami hal tak disangka-sangka, Kee Tjoe n dikirim untuk menyusul. Atas gedoran, pintu dibuka oleh beberapa muridnya Tjiong Hay Peng. Kee Tjoen t anya hal Kiam Gim, mu-rid ini menyangkal. Mereka mcmang tidak tahu, Hay Peng den gan beruntun telah kedatangan In Tiong Kie dan Lioe Kiam Gim, malah Kiam Gim asy ik pasang omong dengan gurunya, scbaliknya mereka jadi gusar, mereka sangka Kee Tjoen ada gundalnya pembesar negcri dan datang untuk cari rahasia. Syukur, sebel um mereka bertempur. Hay Peng dan Kiam Gim muncul, hingga murid-murid itu jadi h cran dan melengak. Ada urusan apa? Kiam Gim tanya Kee Tjoen. Orang she Lie ini mclongo, di depannya Tjiong Hay Peng, ia tidak bisa bcrikan jawaban, sedang tampangnya tuan nunah pun sudah lantas berubah. Kiam Gim- tertawa, sambil uruti kumisnya, ia kata: Lauwtee, Tjiong Loo-tj lanpw ec ini ada sahabatku dari beberapa puluh tahun, kau jangan kuatir apa-apa! Bukan kah kau orang kuatir aku kena ditahan di sini maka kau datang untuk papak aku? Tj iong Hay Peng pun tertawa dan bcrkata: Jangan kuatir, Lauwtee! Lioe Soepehmu ini, dengan bcrdiam di rumahku, tidak nanti terhilang lenyap! Lie Kee Tjoen menjadi gugup, romannya kuatir. Maaf, Lootj ianpwee, tctapi tidak demikian maksud kita berkata ia, dengan tidak l ancar. Hanya, hanya ia terus memandang Kiam Gim dan meneruskan: hanya Teng Soesiok mi nta Soepeh lekas kembali, sebab tadi malam kita telah kedatangan satu tetamu tid ak diundang . Kiam Gim heran. Tetamu siapa itu?Dari mana datangnya? ia tanya. Teetjoe tidak kenal orang itu, sahut Lie Kee Tjoen. Dia bicara lama sekali dengan Teng Soesiok, kemudian baharulah Soesiok titahkan aku susul Soepeh di sini untu k disambut pulang . Kiam Gim hcran, karena itu, ia lantas pamitan dari Hay Peng, terus ia ikut Kee Tjoen. Di tengah jalan, ia ada bersemangat, meskipun satu malaman ia tidak tidu r sama sekali. Ia bicara sama Kee Tjoen, ia tanya, siapa sebenarnya tetamu itu. Entahlah, tapi ia datang dari Sin-tek, Kee Tjoen jawab. Begitu bertemu sama Teng Soesiok, dia kata dia datang langsung dari Sin-tek dan dengan ter-buru-buru, dia tidak ber-henti-henti di tengah jalan. Tetamu dari Sin-tek? kata Kiam Gim, yang ulangi itu berulang-ulang. Ia»menduga-duga dengan sia-sia, ia rnasygul. Sin-tek ada daerahnya Istana Boan. Apakah orang itu datang dengan suatu kabar penting, yang berbahaya? Atau dia ada orangnya pembesar negeri yang lagi lakukan penyelidikan? Dugaannya Kiam Gim ini benar dan tidak benar. Benar karena tetamu itu betul ad a dari pihak pembesar negeri. Tidak benar karena dia datang bukan untuk cari tah u perihal ia dan orang yang belum ketahui, dari pihak yang bcrtcntangan, ia seka rang ada sahabatnya Tok-koh It Hang. Tetamu itu ada orangnya Keluarga Soh. Seberangkatnya Kiam Beng dan Kiam Gim, S oh Sian Ie dan anaknya pun segera berangkat ke Sin-tek dan ayah dan anak ini bis a sampai lebih dulu. Dengan lantas mereka ini berembukan sama wie-soe, atau pah law an dari istana Sin-tek dan pahlawan dari Istana Pakkhia, kemudian mereka lan tas bikin penyelidikan. Dengan lekas mereka dapat tahu yang Kiam Beng bcramai su dah pergi ke Sha-tjap-lak Kee-tjoe, pada Keluarga Tjiong, justeru Keluarga Tjion g ini mereka curigai ada mempunyai sangkutan dengan perampasan upeti, sedang mer eka juga tahu, Lioe Kiam Gim ada bersahabat rapat dengan Tjiong Hay Peng. Di seb elah itu, mereka juga telah dengar selentingan hal adanya beberapa orang yang ti dak dikenal yang suka berkumpul di Hee-poan-shia.Bangsa Boan mcmang paling jenh kalau or-ang-orang kaum Rimba Persilatan mengadakan pe rsatuan. Soh Sian Ie pun tidak ingin Kiam Gim berhasil dengan perjalanannya ini, ia ingin Kiam Beng terus terpisah dan kaummnya, untuk mengatur terus jaring. Da n tetamunya Kiam Beng itu ada salah satu pahlawannya Sian Ie, yang dengan Kiam B eng ada bersahabat kekal. Kapan Kiam Gim sampai di ru man penginapan, ia dapatkan Kiam Beng sudah dandan rapi, sudah siap untuk suatu perjalanan, di sampingnya soetee ini ada seorang d ari usia pcrtcngahan yang matanya m i rip mat a tikus dan hidungnya bengkung bag aikan gactan. Eh, Soetee, kau hendak bikin apa? Kiam Gim segera tanya seraya ia tarik tangan ora ng. Kau hendak pergi ke mana? . Kiam Beng tidak segera menjawab, hanya sambil tarik orang di sampingnya, ia kata untuk memperkenalkan: Soeheng, ini ada Saudara Yap Teng Tjeng dari Pat Kwa T jiang atau pahlawan dari Keluarga Soh, ia mengabarkan tentang upeti yang dibegal sudah ada kabamya, ia sekarang ajakkita segera berangkat ke Sin-tek! Teng Tjeng maju seraya hunjuk hormatnya. Tentang upeti itu, Loo-enghiong tak usah capaikan hati lagi, berkata ia. Kitaorang keterangan, barang pun telah didapat pulang, maka sekarang lata tinggal menungg u kembalinya Tcng Loo-enghiong untuk membereskannya. Tentu saja ada dusta belaka yang barang upcti telah didapat pulang, itu ada al asan melulu guna pancing mcrcka kembaii, Kiam Bene boleh kena diakali, tidak Kia m Gim. Dia ini awasi pahlawan Keluarga Soh itu, ia tidak bilang suatu apa, hanya kemudian, menarik tangannya sang soetee. ia kata dengan sabar. Untuk kembaii ke Sin-tek, tak usah kita tergesa-gesa. Biarlah tctamu kita ini menunggu sebentar, aku ingin bicara dahulu sama kau.w la terus menoleh pada Lie Kee Tjoen seraya te ruskan berkata: Tolong kau tcmani dahulu tctamu kita ini. Kemudian pada tctamunya, ia bilang: Maaf, Tuan, maafkan kita si orang desa! Dengan tidak perdulikan, bahvva orang pentang matanya lebar-lebar, Kiam Gim te rus tarik Kiam Beng ke dalam. Sebenarnya ada apa, Soeheng? Kiam Beng tanya. Kenapa kita tak bicara di tengah jala n saja? Soetee inipun heran, soehengnya yang paling kenal tata sopan santun, tetapi se karang bersikap sebaliknya. Kiam Gim pandang soetee itu dengan tajam, lantas ia urut-urut kumisnya. Soetee, kau seharusnya bisa membeda-bedakan, kata ia, kau bisa bedakan satu orang gagah dari satu kurcaci. Apakah satu kurcaci mesti dipandang sebagai orang gagah dan kau henda k bertaku hormat kepadanya? Mukanya soetee itu menjadi merah. Aku lihat dia ada satu laki-laki berkata ia.Ia merasa tidak enak hati, karena ini adalah yang pertama kali soehengnya bicara demikian tandas kepadanya. Kiam Gim sendin merasa tidak enak ia telah bicara sedemikian rupa terhadap soe tee itu, tetapi ia tidak mengerti, kenapa sang soetee begitu percaya orangnya Ke luarga Soh itu. Tentang barang upeti, aku telah dapat keterangan, kata ia, yang mclanjuti, untuk simpangi pembicaraan, kemudian ia tuturkan hal pertemuannyasamaTok-koh It Hang dan Tjiong Hay Peng. Barang itu berada di tangannya orang Liauw-tong itu. Itulah bukan maksudnya Tok-koh It Hang akan kangkangi barang itu, tetapi sekarang tidak ada soal untuk mendapatinya kembaii, guna dipulangkan pada Raja Boan.Di scbelah itu, kita justeru diundang untuk satu pertemuan di le-lan. Walaupun ia menerangkan demikian, Kiam Gim masih tidak sebut cita-cita memberan tas pemerintah Boan , tetapi ini justeru menyebabkan Kiam Beng keliru mengerti. De ngan sepasang alisnya berdiri, soetee ini kata: Soeheng, jikalau kau hendak pergi ke Liauw- tong, pergilah kau sendiri! Aku hendak pergi ke Sin-tek. Terus terang aku sang sikan Tok-koh It Hang. Kenapa dia tidak memandang-mandang lagi, kenapa dia rampa s juga benderaThay Kek Kie? Kenapa diapun sampai uji pada Soeheng? Lebih celaka ada si tua bangka Tjiong Hay Peng, sama sekali dia tidak pandang pula Kaum Thay Kek Pay, kita datang dengan cara hormat, dia justeru uji aku berulang-ulang! Aku percaya, karena mereka jerih terhadap kita, mereka pakai akal memancing kita da tang ke Liauw-tong! . Kiam Gim coba redakan soetee ini tetapi Kiam Beng panas hatinya, maka di akhim ya, ia pikir, baik ia ikut soetee ini. Untuk pergi ke Liauw-tong, ia masih punya tempo. Ia pikir, di Sin-tek pun ia bisa dengar-dengar kabar. Kalau begitu, Soetee, baiklah, aku nanti iringi kau, kata ia akhimya. Demikian, dengan diantara Yap TengTjeng, mereka berangkat ke Sin-tek. Selang dua hari sesampainya Kiam Beng di Sin-tek, Soh Sian Ie ayah dan anak un dang mereka untuk satu pertemuan. Kiam Gim tidak niat iringi saudaranya, tetapi karena ia kuatir untuk saudara itu, akhimya ia turut bersama. Ia tetap curiga, m eskipun Kiam Beng hunjuk Sian Ie sudah berusia tujuh puluh lebih dan sudah lama mengasihngi diri. Ia curiga, kenapa Sian Ie yang tua datang sendiri ke Sin-tek, toh cukup kalau dia diwakili puteranya saja, Soh Tjie Tiauw. Kau mesti waspada, Soetee, baik kau bawa pedangmu dan piauw, Kiam Gim pesan. Kiam Beng anggap soeheng itu terlalu curiga, tapi ia menurut, cuma pedangnya t idak dicantel di pinggang hanya disesapkan dalam baju. Pertemuan dilakukan di gedung musim panas dari Keluarga Soh, ruangan yang inda h dibikin terang dengan api-api lilin merah. Dalam tembok pekarangan ada ditanam i ban yak pohon pek yang besar dan tinggi. Di dalam ruangan pun ada dibakar dupa yang harum. Di sebelahnya tetabuhan, ada terdengar nyanyian-nyanyian yang merdu . Kiam Beng dilayani sebagai tetamu yang dihormati. Kiam Gim tidak biasa dengan penghidupan mewah begini, bukannya ia bergembira, ia malah rada mendongkol. Ia t etap waspada. Di waktu Sian Ie dan Tjie Tiauw undang mereka minum arak, ia awasi dulu ayah dan anak itu, sesudah mereka hirup arak mereka, baharu ia turut minum , untuk dicicipi saja. Tidak demikian dengan Kiam Beng, yang tenggak arak dengan rakus. Soetee ini malah tertawakan dengan diam-diam pada soehengnya, yang dicel ah terlalu curiga. Di dalam hatinya ia kata: Kalau arak ada racunnya, mustahil Si an Ie dan Tjie Tiauw minum itu? Kiam Beng tidak tahu, walaupun arak itu dicampuri racun, akan tctapi cara biki nnya ada istimewa, campuran obatnya ada bcrbcda, ialah siapa minum itu, dia akan jadi letih, tcnaganya berkurang. Untuk ini, or-ang-orang Boan itu tidak bcrkuat ir. Sclagi bicara, Kiam Bcng tanya akan hal barang upeti dan Tjic Tiauw hunjuk, se orang polisi asal Pakkhia dapat serepi, si begal ada orang Liauw-tong dan barang nya diumpcti di suatu tempat lak jauh dari Sin-tek. Karena di tempat itu ada sarangnya kaum Kang-ouw, kita tidak berani sembarang t urun tangan, kita scngaja tunggu Djiewie dahulu, Tjie Tiauw tambahkan. Jawaban ini tidak dapat dipcrcaya, oieh Kiam Gim dan oleh Kiam Bcng juga. Must ahil barang upeti disembunyikan di dekat Sin-tek? Meski begitu, Kiam Bcng tidak bilang suatu apa. Pcrjamuan dilanjuti, pelayan-pelayan tak hcnti-hcntinya putari tetamu-tctamu u ntuk melayani. Para hadirin. kebanyakan pahlawan, ada tidak dikcnal oleh Kiam Bcng. hal ini m embuat Ketua Thay Kek Pay ini tak leluasa sendirinya, dari tak leluasa, ia jadi curiga. Habis tiga edaran, datang saatnya tambahan barang hidangan. Ketika itu, Soh Si an le berbangkit, katanya, ia hendak buka bajunya yang gerombongan. Justeru itu muncul pelayan yang membawa nenampan terisi barang santapan. Pelayan ini bcrtubuh besar, tindakannya tetap, kcdua m atanya bersinar tajam. Terang ia ada seorang yang mengerti boegee. Dua pelayan di belakangnya Soh Sian le mcmbantui orang Boan itu buka bajunya, untuk ini, orang Boan itu undurkan diri dari meja. Berbarengan dengan itu Tjie Tiauw berbangkit, untuk bcritahukan para tetamu ba hwa masakan yang baru disuguhi itu ada hidangan yang langkah, k arena itu adalah bah so ikan lee-hie dari sungai Loan Hoo. Si pelayan sudah lantas sampai di depannya Kiam Beng dan Kiam Gim, bclum nenam pan diturunkan ke atas meja, atau itu sudah ditumpahkan ke arah kedua soeheng da n soetee ini, pada kcpala mercka. Isinya mangkok bukannya bahso ikan, hanya weli rang yang bundar-bundar bagaikan peluru, yalan lioc-hong-tan, semacam senjata ra hasia istimewa, sedang siapa gunai itu, dia mesti paham lwee-kang, kalau tidak, peluru itu tak akan meledak dan mcnyala, untuk membakar pakaian dan kulit dan da ging. Dan berbareng dengan tumpahnya mangkok bahso, lioe-hong-tan lantas menyala, me nyambar-nyambar apinya! Dua-dua Kiam Beng dan Kiam Gim kaget bukan kepalang, akan tetapi Kiam Gim suda h siap sedia, karcna ia terus waspada, maka itu, selagi lioe-hong-tan menyala, s ambil berseru keras. ia gunai dua-dua tangannya akan terbaliki meja berbaru marm er. Syukur ia bertenaga besar kalau tidak, meja itu tidak akan terangkat, karena berat, kakinya dari kuningan. Karena itu, api jadi menyambar ke lain arah, hing ga soeheng dan soetee ini tidak terluka. Menyusul itu, angin menyambar ke arah Kiam Gim. Itulah sambarannya senjata rah asia, dari arah belakang. Jago ini segera egoskan tubuhnya ke kanan, untuk berke lit, berbareng dengan itu, tangannya membetot tubuh soeteenya, kemudian dengan e njot kedua kakinya, ia terus lompat jumpalitan ke belakang, lalu, sebelum orang tahu apa-apa, j tangan kanannya menyambar ke tenggorokannya si penyerang gelap d an kaki kanannya mendupak keras, hingga musuh roboh seketika itu juga. Tidak tunggu sampai Iain-lain musuh menyerang pula atau maju, Kiam Gim dengan sebat hunus pedangnya Tjeng kong Kiam dan tangan kirinya meraup Kim-tjhie-piauwn ya, sembari tolak tubuhnya Kiam Beng, ia serukan: Kenapakau tidak lekas hunus ped angmu! Kiam Beng melongok, ia heran dan tidak mengerti sekali atas kejadian itu, teta pi tegurannya sang soeheng membikin ia sadar, maka itu, ia berbalik jadi sangat gusar, sembari cabut pedangnya, ia berseru: Orang-orang tidak tahu malu! Aku nant i adu jiwa dengan kau orang! Di pihak tuan rumah, semua orang sudah lantas keluarkan senjatanya masing-masi ng, malah sekalian pelayan juga turut, oleh karena mereka adalah pelayan-pelayan palsu, mereka ada kawanan kurcaci dari Rimba Pcrsilatan. Kiam Gim, yang memandang ke semua pintu, dapatkan semua itu telah ditutup rapa t, sedang kursi meja pada terbalik, letaknya kalang kabutan. Ia dapat kenyataan, di dalam mangan yang tidak terlalu lebar itu, berdua mereka sudah terkurung. Segera juga, penyerangan telah dimulai. Kiam Gim dihadapi oleh seseorang yang bergenggaman golok lancip, yang telah putar goloknya sejak ia berada di antara s ebuah meja. Ia dibacok dari arah pundak terus ke tenggorokan. Kiam Gim mundur, di belakang ia ada sebuah kursi, hampir saja ia keserimpat, s edang dari sebelah kiri ada menyambar satu Thic-tjio dan dari kanan sebatang ruy ung, kedua-duanya sampai dengan berbareng. Ia ada sangat gusar, tapi ia ingat, s elagi terkurung ia tidak boleh turuti nafsu amarah, sebaliknya, ia hams berhati adem dan tenang, maka itu, ia kendalikan diri. Begitulah, dengan geraki pedangny a, ia tangkis semua tiga serangan itu dengan satu sampokan saja, hingga semua se njata musuh jadi terpental, sesudah itu, ia tempel tubuh dengan tubuhnya Kiam Be ng, hingga ke depan, ke kiri dan kanan, mereka bisa melihat dan bergcrakdcngan l eluasa. Pihak lawan juga tidak bisa bergerak dengan leluasa, discbabkan jumlah mereka yang terlalu banyak dan kursi-meja menjadi rintangan, hal ini jadi ada baiknya j uga bagi sochcng dan soetee itu, yang mencoba mcndesak, untuk membuka jalan. Ruangan jadi berisik dengan beradunya alat-alat senjata. Selagi musuh tidak berdaya. aniaranya ada yang rubuh, ada yang senjatanya terp enta! dan terlepas, tiba-tiba Kiam Gim serukan soetecnya: Man turut aku! Serbu! Da n ia putar pedangnya, ia lompat ke depan. Kiam Gim insyaf, ia tidak bolch bertempur lama-lama di ruangan tak lebar dan t ertutup itu, lama-lama itu berarti menanti kematian, maka itu, ia pcrlihatkan ia punya ilmu pcdang Thay Kek Tjap-sha-kiam. Dengan lekas, ia telah mendekati jend ela sebelah rimur. KiamBengturutteladan* soehengnya itu, ia mengintii di sebelah belakang. Kawan-kawan di luar, awasl demikian orang berseru. Sang kambing hendak nerobos! i aga! Berbareng dengan itu, Kiam Gim telah dobrak jendela dengan kepalan kirinya men yusul mana, dengan loncatan Peh rjoa tjoet tong atau Ular putih keluar dari gua , den gan letaki pedang di depannya, ia loncat keluar jendela itu. Ia percaya benar, d i luar ada musuh, atau musuh-musuh yang menjaga ia, tetapi ia tidak boleh takut. ia putar pedangnya, guna bela diri. Dugaannya jago Thay Kek Pay ini tidak meleset, begitu tubuhnya muncul, ia disa mbut dengan bermacam-macam senjata rahasia, maka dengan di put amy a pedangnya, semua senjata itu mengenai pedangnya dan jatuh ke tanah. Selagi menangkis, tanga n kirinya jago ini tidak diam saja, dengan itu, iapun menyambit dengan piauwnya, dengan gerakan Thian lie san hoa atau Bidadari menyebar bunga , atas mana, beruntun ada terdengar jeritan-jeritan dari kesakitan, terang ada musuh-musuh yang menjad i korban! Bagaikan harimau keluar dari guanya, demikian Kiam Gim keluar dari jendela den gan tubuhnya yang bcsar. Untuk leganya hati, apabila ia ambil ketika akan menole h ke belakang, ia lihat Kiam Beng tetap ada di belakangnya. Sungguh berbahaya! ia mengeluh sendirinya. Masih soeheng dan soetee ini belum lolos dari bahaya. Benar sekarang mereka be rada di tempat yang lega, akan tetapi, musuh masih tetap mengurung mereka. Kecua li musuh-musuh yang di luar, di dalam juga merubul keluar. Jumlah pahlawannya So h Sian Ie ini ada tiga sampai lima puluh orang, di antaranya ada juga yang liehay. Sekarang mereka ini juga bisa bergerak dengan merdeka. Sembari bertempur, Kiam Gim dari jalan keluar. Di mana di belakang ia ada Kiam Beng yang menjaga, ia bisa pusatkan perhatiannya melulu ke depan, ke kiri dan k anan. Walaupun demikian, ada sulit untuk bisa segera membuka jalan. Selang sedikit lama, justeru ia bisa rubuhkan satu musuh di depannya, Kiam Gim terus lompat, akan gunai tempat yang lowong itu. Ia lompat tinggi dan jauh, hin gga ia menghadapi sebuah pohon bcsar. Di sini, baharu saja kakinya injak tanah, atau tiba-tiba sebatang toya besi menyambar ia dari arah tempat yang gelap. Di s itu ada bersembunyi satu pahlawan, yang kepandaiannya tinggi dan tenaganya besar . Dia kirim kemplangan Soat hoa khay teng atau Bunga salju menutup batok kcpala . Dalam keadaan seperti itu, Kiam Gim tidak bingung, matanya jeli, kupingnya ter ang, mengetahui ada serangan, ia tidak mau menangkis, ia hanya berkelit, hingga toya menimpa tempat kosong. Apa celaka bagi si penyerang, karena ia hajar tempat kosong, tubuhnya menjerunuk ke depan, dari itu, sambil sambar toya orang, yang ia tajik dengan keras, jago Thay Kek Pay itu bikin lawannya ngusruk ke arah ia s ekali. Sebat luar biasa, Kiam Gim totok orang punya jalan darah Moa-djoan-hiat , lalu se lagi orang menjadi mati kutunya, ia sambar batang lehernya, ia cekal tubuhnya, t erus ia angkat. Justeru itu, serangan datang dari depan dan belakang. Untuk meno long diri, ia putar tubuh musuh bagaikan senjata saja! Ia berhasil dengan cara m enangkisnya ini, semua musuh mundur sendirinya Soetee, man ikut aku! Kiam Gim serukan adik seperguruannya. Ia girang sekali men ampak musuh mundur semua. Tapi ia tidak dapat jawaban, hingga ia jadi heran. Ia berseru pula, sampai tiga kali, tetap sang soetee tidak sahuti ia. Dalam heranny a, ia segera menoleh ke belakang,. Bukan main kagetnya! Ia tampak Kiam Beng lagi dikepung musuh, tubuhnya limbung , seperti hendak rubuh. Celaka! pikir ia. Tidak tempo lagi, melupakan bahaya, ia putar tubuhnya, ia puta r pedangnya akan tolongi saudaranya itu, yang sedang terancam bahaya maut Teng Kiam Beng telah terlalu percaya Soh Sian Ie, ia teguk arak dengan tidak b ataskan diri, benar arak itu bukannya arak racun, tetapi tenaga arak itu ada lua r biasa. Tidak demikian dengan saudaranya, yang cuma mencicipi saja. Sudah minum banyak arak, iapun mesti keluarkan banyak tenaga, dari itu, dalam tempo yang le kas, ia menjadi lemah, pengaruhnya arak bikin ia letih, tidak heran, ia jadi kew alahan mclayani banyak musuh. Puncaknya kehebatan adalah kctika tubuhnya tctap j adi sempoyongan limbung tidak kcraan! Dalam saat sangat bcrbahaya dari saudaran ya itu, Kiam Gim menyerbu hebat seka li. Dengan sebclah tangan masih cckal tubuh musuhnya, iagcraki pedangnya sccara luar biasa. Dengan sikap nekat ini, ia bikin musuh-mnsuhnya jcrih. hingga mereka pada mundur. la mcrangsek teras. Bcnar sclagi ia mendekati Kiam Beng, tiba-tiba angin menyambar dari sebclah bclakang! Di waktu bcrgulat mati-matian sccara demikian, hatinya Kiam Gim tidak pernah g entar, matanya jeli, kupingnya awas. Demikianlah ia putar tubuh seraya majukan t ubuh musuhnya ke depan. untuk dipakai menangkis serangan geiap itu. A rich, tak ada senjata musuh yang datang menyerang! Seiagi Lioe Loo-kauwsoe heran dan mengawasi dengan mata dipentang lebar, tiba- tiba ia lihat benda berkelebatan bagaikan ular emas terbang serabutan , segera lela tu api menyambar, hingga tubuh musuh di tangannya lantas terbakar, malah lelatu pun nyasar menyambar kepadanya sendiri. Nyatalah itu ada senjata rahasia Hoe-hong tan-tjoe atau peluru welirang yang bis a menyala. Selama pertempuran kusut, musuh tidak bcrani gunai senjatanya itu, me reka kuatir nanti api membakar orang sendiri, akan tetapi sekarang, di tempat te rbuka, mereka tak ayal akan gunai itu, tidak perduli di tangan law an mereka mem punyai satu kawan. Pelepas senjata itu kuatirkan Kiam Gim nanti mencapai maksudn ya, dia tak perdulikan kawan sendiri, malah ia gunai cara penyerangan bcruntun-r untun! Rupanya dia berpendapat, biar kawan binasa, asal bersama musuh, binasa bc rsama-sama, asal kedua musuh tak dapat lolos! Atau dia pikir, kawan itu toh baka l terbinasa, tidak apa dia yang binasakannya! Untuk menangkis senjata rahasia, tak perduli senjata api, berbagai macam senja ta boleh digunai, mclainkan beda dengan lioe-hong tan-tjoe, karena peluru welira ng tak dapat d i tangkis atau dijaga, makin ditangkis, lelatunya menyala makin h ebat. Celakanya bagi Kiam Gim, ini ada scrangan di luar dugaannya. Hanya syukur bagi ia, hatinya tetap tak jadi keder. Untuk tolong diri, segera ia lemparkan tu buh musuh, yang sudah terbakar, ia sendiri segera jatuhkan diri ke tanah, akan t erus bergulingan dengan tipunya Koen tee tong , atau Berguling di tanah . Sekejab saja , ia telah jauhkan diri tiga tumbak lebih. Semua api, yang menyambar pakaiannya, padam karena bergulingannya itu, hingga ia tidak terbakar terus. Habis itu, ia mencelat bangun, akan lanjuti serangan hebat karena tetap ia hendak tolongi soet eenya. Kiam Beng punya boegee ada lebih rendah setingkat daripada boegee soehengnya, tetapi dasar murid sejati dari Thay Kek Boen, ia sudah cukup liehay, melulu dise babkan pengaruh arak keras, iajadi lelah luar biasa cepaL Hatinya tetap besar, s ayang tenaganya telah berkurang. Di sebelah itu, ia mesti hadapi musuh-musuh yan g liehay, pahlawan-pahlawan Istana Boan. Di antara pahlawan-pahlawan itu yang pa ling liehay adalah satu yang bersenjatakan Tjit-tjiat Lian-hoan Hek-houw-pian, r uyung tujuh garis. Ruyung itu menyambar-nyambar dengan perdengarkan suara angin menderu-deru, senantiasa turun dari atas, hingga Kiam Beng repot melayaninya. Walaupun sudah lelah, kapan Kiam Beng lihat soehengnya lagi mendesak, semangat nya terbangun pula, permainan pedangnya tak jadi kalut, ia baharu menjadi kaget bukan terkira apabila ia tampak lelatu api muncrat serabutan, sedang musuh-musuh di kiri-kanan pada berseru-seru, hingga ia sangka soeheng itu terkena dibokong. Segeralah, gerakan pedangnya menjadi ayal sendirinya. Dalam keadaan seperti itu, sekonyong-konyong musuh bergenggaman ruyung liehay itu perdengarkan tertawa aneh, tubuhnya maju, ruyungnya menyambar, bagaikan samb arannya ular hidup. Kiam Beng lihat ancaman bahaya, ia masih bisa empos semangat dan tenaganya, ia enjot tubuh, akan lompat sampai beberapa kaki tingginya, ketika ujung ruyung sam pai, iajejak itu dengan sebelah kakinya seraya sebelah kepalannya melayang. Saya ng bagi ia, tenaganya telah sangat kurang, gerakannya lambat sekali, ketika musu h tank ujung ruyungnya, akan dipakai menusuk pula, tak tempo lagi, perutnya kena tersodok, hingga ia merasakan sakit bukan kepalang. Syukur baginya, ia masih bi sa bikin kempes perutnya, hingga tidaklah ia sampai terbinasa seketika juga, han ya tubuhnya terpental dua-tiga tumbak, rubuh di tanah dengan tak dapat bergerak pula! Adalah di saat demikian, satu musuh yang mencekal golok lompat memburu, untuk turunkan senjata tajamnya itu pada lawan yang sudah tidak berdaya ini! Itu adalah saat dari mati atau hidup, tetapi justcru di saat itu, bintang peno long datang, seperti terbang dari luar langit . Di medan pertempuran itu ada pohon-pohon dengan cabang-cabang yang lebat denga n daun-daun, tiba-tiba dari sana tgrdengar beberapa kali suara luar biasa, seper ti suaranya burung-burung malam, yang membikin orang terkejut, hingga sekalipun sekalian pahlawan dan or ang-orang Kang-ouw yang hatinya telengas itu, kaget jug a, sampai mereka saling mcngawasi di antara konco sendiri. Sudah itu, lalu terdengar bentakan: Kelinci, jangan gunai senjata gelap! Dan bentakan itu keras laksana guntur! Dan segera, mcnyusul itu, dari cabang-cabang pohon ada berlompat turun, sepert i burung-burung menyambar, bcbcrapa orang atau lebih benan empat orang, ialah To k-koh It Hang, In Tiong Kie, Tjiong Hay Peng dan Law Boe Wie! Sekejab saja, orang-orangn ya Soh Sian le tercengang, tapi habis itu, mereka m ulai pula dengan mereka pun ya penyerangan, kali ini terutama mereka gunai berba gai senjata rahasia, yang dipakai menyambut empat lawan baru itu. Tok-koh It Hang berempat tidak gubris datangnya berbagai senjata rahasia itu, lebih-lebih In Tiong Kie dengan ia punya Teng hong pan kee atau ilmu mengenali ala t senjata dengan mendengar saja sambaran anginnya. Dalam ilmu ini, dalam dunia K ang-ouw, dia ada]ah orang pandai nomor satu. Maka juga, saban senjata menyambar, ia sebutkan itu satu persatu, hingga kawan-kawannya jadi dapat tahu. Empat orang ini bergerak dengan sangat gesit, teristimewa Tok-koh It Hang si G aruda Malaikat Seratus Cakar, karena dalam ilmu entengi tubuh, ia malah ada di a tasan Lioe Kiam Gim. Ia bergerak seumpama garuda berputar, naga melesat, atau ul ar menyambar. Saban-saban ia loncat tinggi, di atasan musuh, sedang dengan ia pu nya kim-na-tjioe, tangan yang liehay, ia menyerang atau menangkis. Ia menuju lan gsung kepada Teng Kiam Beng, untuk hampirkan musuh yang hendak turunkan tangan j ahat. Musuh inipun terguguh ketika tadi ia dengar suara aneh, yang disusul sama datangnya empat lawan baru itu, hingga untuk sesaat, ia batal membacok Ketua Tha y KekPay itu. Sekejab saja, Tok-koh It Hang sudah sampai pada musuh, tangan kanannya segera diulur, sebelah kakinya dimajukan. Gerakan tangan itu ada gerakan Siauw thian tje e atau Bintang Cilik. Sama sekali ia tak berikan kesempatan pada musuh itu. Tidak ampun lagi, pahlawannya Soh Sian le kena dibikin terpental, sampai ia kena tubr uk satu kawannya, hingga keduanya jatuh bergulingan, sampai ia punya mata kekuna ngan, kepalanya pusing. Hampir berbareng dengan itu, pahlawan yang bersenjatakan ruyung Tjit-rjiat Lia n-hoan Hek-houw-pian datang mendesak, iaini lihat Tok-koh It Hang, yang tidak be rgenggaman, ia tidak pandang mata, sambil perdengarkan tertawa aneh, ia menyamba r dengan ruyungnya. Gerakan tubuhnya ada Kouw sie poan kin , atau Pohon tua terbongk ar akarnya . Ruyungnya menyambar ke bawah, menyapu dengan hebat, disusul sama seru annya: Tua bangka, kau antarkan jiwa? Tok-koh It Hang belum pernah ketemu tandingan, kecuali Lioe Kiam Gim, dari itu , ia tidak kenal takut, ia malah girang sekali nampak cara majunya musuh ini. Lu arbiasa sekali, ia papaki musuh, tubuhnya seperti terputar, di antara seruan ane hnya, sebelah tangannya menyambar! Tidaklah kecewajago Liauw-tongini dijuluki Pe k-djiauw Sin Eng, karena tahu-tahu, tangannya sudah mengenai lengan kanan orang atas mana, musuh menjerit kesakitan, tubuhnya jadi lemas, tenaganya habis seketi ka! Maka, ketika Tok-koh It Hang kibaskan tangannya, tubuh orang itu terangkat na ik, melesat melayang bagaikan senjata rahasia, ke arah kambratnya dia itu! Kelinci, lihat! Aku si tua bangka yang antari jiwa atau kau sendiri! demikian ia berseru sambil tertawa berkakakan. Berbareng dengan itu, In Tiong Kie telah menerjang ke dekat kawannya ini. Ia s udah gunai ruyung Kauw-kin Hong-liong-piannya, sampai sambaran anginnya terasa d i tempat dua tumbak jaraknya. Di situ ada tujuh penjahat, yang kesima karena kel iehayannya Tok-koh It Hang, yang gunai tubuh manusia sebagai senjata rahasia; me reka ini kaget atas ini musuh baru, hingga segera mereka kena didesak mundur. Tok-koh It Hang gunai ketika itu, akan angkat tubuhnya Teng Kiam Beng, akan di letaki di bebokongnya. Ia berlaku hati-hati. Saudara Teng, apakah lukamu parah? ia tanya. Kau diam saja, Segera kita akan lolo s dari kepungan! Kiam Beng telah terluka hebat, melulu disebabkan latihan darr ketangguhannya, ia tidak segera putus jiwa, ia pun sadar, dari itu, ruwet benar pikirannya akan k enali, penolongnya ini justeru ada orang yang paling ia benci , hingga ia tak tahu, ia mesti berterima kasih atau bergusar. Demikian ia melainkan bisa bilang, Oh, k au? lalu ia berdiam saja Tok-koh It Hang kerutkan sepasang alisnya . Ia mengerti jago Thay Kek Pay ini te lah terluka parah sekali. Maka yang penting untuk ia sekarang adalah berlalu dar i medan pertempuran itu. Ia lantas melihat ke sekitarnya. Semua kawannya, berikut Lioe Kiam Gim, sedang bergulat dengan orang-orangnya So h Sian le. Kiam Gim mengamuk dengan pedangnya, In Tiong Kie dengan ruyungnya, da n Tjiong Hay Peng dengan gaetannya. Law Boe Wie juga mainkan pedangnya secara he bat. Pihak Soh tidak bisa berbuat banyak terhadap empat lawan itu, akan tetapi, karena mereka berjumlah besar sekali. mereka ini pun tidak bisa segera pecahkan kepungan atau noblos keluar. Kedatangannya rombongan dari Tok-koh It Hang t tu memang sengaja untuk bantu Kia m Gim dan Kiam Beng. Hay Peng telah dengar pembicaraannya Kiam Gim dengan orang yang diutus Kiam Bcng, bahwa mereka hendak pergi ke Sin-tek. Mendengar ini, Hay Peng sibuk, akan tetapi iatidak dapat cegah Kiam Gim pergi pada soeteenya itu, d ari itu, seberlalunya orang she Lioe itu, ia segera dari Tok-koh It Hang. Ia ber itahukan halnya kemana Kiam Gim hendak pergi, ia hunjuk perlunya orang she Lioe itu mendapat bantuan karena di Sin-tek, di Istana Raja Boan, ada mengeram banyak orang-orang lichay. Syukur itu waktu Tok-koh It Hang belum berangkat ke Liauw-t ong dan In Tiong Kie masih bersama-sama dengannya. Dan Tok-koh It Hang nyatakan suka pergi begitu lekas ia dengar keterangannya orang she Tjiong itu, walaupun s ebenarnya, ia tidak sctuju yang Kiam Gim turut-urutan Kiam Beng pergi ke Sin-tek . Mulanya Tjiong Hay Peng tanya, Tok-koh It Hang suka pergi atau tidak, lantas T ok-koh It Hang urut-urut kumisnya dan kata sambil tertawa besan Tentu saja aku su ka pergi!Kenapa tidak? Kita harus gunai saat baik ini untuk can pengalaman! Aku p un ingin lihat orang-orang gagah yang kesudian jadi kaki-tangannya bangsa Boan m empunyai berapa kepala dan lengan!Bukan melainkan aku. juga Saudara In Tiong Kie harus pergi akan lemaskan urat-uratnya! Semua orang tertawa Demikian, mereka dapat persetujuan, untuk berangkat. Justeru itu, Law Boe Wie sampai di Sha-tjap-lak Kee-tjoe, mengunjungi Tjiong Hay Peng. Boe Wie menduga gu ru dan paman gurunya pergi pada Keluarga Tjiong ini, ia tidak menyangka gurunya yang kedua Tok-koh It Hang berada di situ, dari itu, datangnya ada kebetulan sek ali. Iapun ada punya satu urusan lain dengan gurunya, Lioe Kiam Gim. Tok-koh It Hang girang melihat datangnya ini murid, akan tetapi ia heran menampak romannya yang kucel, seperti murid itu sedang berduka. Ia segera tanya, murid ini ada pun ya urusan apa, malah ia tanya berulang-ulang sewaktu orang ayal menyahutinya. Se lagi ia menanya, ia tidak menyebut murfb pada muridnya ini, maka juga Tjiong Hay Pe ng menyelak seraya berkata: Kau niscaya belum ketahui, dia ini ada murid tersayang dari Lioe Kiam Gim? Atas ini, Tok-koh It Hang melainkan bersenyum. Aku telah ketemu sama gurumu, kita sekarang justeru hendak berangkat menyusul i a, untuk membantu, Tok-koh It Hang beritahukan muridnya ini seraya ia tuturkan ke napa Kiam Gim pergi ke Sin-tek. Law Boe Wie kerutkan alis. Ia insyaf, gurunya pasti ada menghadapi ancaman bah aya. Inilah sukar bagi ia, karena ia segera ambi! putusannya itu! Biar bagaimana , ia perlu pergi susul gurunya dahulu. Begitulah mereka sudah berangkat ke Sin-tek, dan mereka datang di saatnya pert empuran hebat berlangsung, hingga mereka turut ceburkan diri, untuk membantu itu kedua soeheng dan soetee yang terancam bahaya. Kiam Gim semua tidak pikir untuk melabrak musuh.Kiam Beng telah terluka, perlu mereka lekas angkat kaki dari sarangnya Keluarga Soh itu. Bertempur lama-lama ti dak ada faedahnya, kalau sampai nanti datang tentara negeri, itulah hebat. Bersama-sama In Tiong Kie, Kiam Gim membuka jalan, dalam keadaan sulit, mereka maju terus. Sambil menggendol Kiam Beng, Tok-koh It Hang pernahkan diri di teng ah-tengah kawan. Di belakang Tjiong Hay Peng dan Law Boe Wie. Walaupun ia sedang lindungi Kiam Beng, Tok-koh It Hang tidak diam saja dengan pedang dan tangan ko songnya, saban-saban ia minta korban. Kiam Gim ngamuk hingga ia berhasil membuka satu jalan, akan nerobos ke pepohon an yang lebat, sampai ia mendekati tembok pekarangan. Di belakang ia, In Tiong K ie berlaku tidak kurang gagahnya, hingga mereka bisa diikuti rombongan mereka Sa mpai di sini, masing-masing mereka lantas perlihatkan keentengan tubuh mereka. D engan beruntun mereka enjot tubuh akan loncat naik lebih jauh ke tembok, buat da ri sini lompat turun keluar pekarangan. Orang-orangnya Keluarga Soh kena dibikin ketinggalan, cuma lima atau tujuh ora ng yang dapat mengikuti terus, tetapi mereka bersikap seperti hendak menguntit s aja, untuk cari tahu, kemana Kiam Gim semua hendak pergi. Kiam Gim mendongkol sekali melihat sikap orang itu, segera ia memberi tanda ra hasia, atas mana, mereka semua lantas kendorkan tindakan mereka, untuk berikan k etika semua pahlawan musuh dapat mencandak, tetapi, tempo orang sudah datang cuk up dekat, dengan mendadak ia putar tubuhnya dan menyerang secara hebat Pahlawan yang maju paling muka menjadi kaget, ia bersenjatakan tumbak gaetan, ia gunai gaetannya itu, akan menangkis serangan sekonyong-konyong itu. Kiam Gim mendekam, pedangnya dipakai menyampok ke atas, selagi gaetan musuh terpental, ia menyapu ke bawah. Bukan main gesitnya. Lantas pahlawan itu menjerit keras, tubu hnya rubuh, karena kedua kakinya sebatas dengkul kena dibabat kutung! Pahlawan yang kedua sudah lantas sampai, ia kaget, ia tak sempat tahan diri, s ebelum ia sempat berdaya, kakinya Kiam Gim sudah serampang ia dengan Soan hong sa uw touw twie atau Tendangan angin puyuh . sehingga ia kena tersapu, tubuhnya terpent al beberapa tumbak, tubuh terbanting. Kawanan budak tak tahu malu! Kaim Gim segera perdengarkan suaranya yang keren. Me lulu karena andali jumlah banyak, kau orang berani banyak tingkah! Hayo, siapa p unya kepandaian, mari maju kemari! Aku Lioe Kiam Gim, pedangku, piauwk u, tidak nanti berlaku sungkan lagi terhadap kau orang! Dengan pedangnya Thay-kek-kiam di depan dada, Kiam Gim bcrdiri tcgak, mengawas i dengan bcngis pada musuh-musuhnya. Kawanan pahlawan itu kena dibikin ciut hatinya. tanpa biiang suatu apa, mereka putar tubuh, terus mcrcka menyingkir. Kiam Gim tertawa dingin, ia masuki pedangnya ke dalam sarung. Ia memandang ke sekitarnya, mendongak ke langit, akan lihat jernihnya cahaya rembulan dan bintan g-bintang. Sunyi senyap di empat penjuru. Mari kita berangkat! kata ia akhirnya, sambi) bersenyum. Rombongan ini lantas be rjalan dengan cepat, keluar Kota Sin-tek, akan memasuki daerah Pegunungan Yan Sa n di antara Sin-tek dan Peng-tjoan, tempo sang fajar sudah datang, mereka sudah berada di sebuah rimba di luar kota, jauhnya seratus lie lebih dari Kota Sin-tek . Di sini di dalam hutan lebat, di dalam gunung, mereka keluarkan napas lega. Dengan perlahan-lahan, Tok-koh It Hang turunkan tubuhnya Kiam Beng, In Tiong K ie dan Tjiong Hay Peng dengan sebat gelar sepotong baju biru dan sepotong mantel kulit kambing, atas mana tubuhnya Kiam Beng direbahkan, supaya dia ini tidak sa mpai demak dengan embun. Kiam Beng rebah dengan kedua mata separuh tertutup, mukanya sangat pucat, mulu tnya tersungging senyuman, suaranya tidak tedas, ia seperti hendak mengucapkan k ata-kata, tetapi tidak mampu keluarkan itu. Menampak demikian, semua orang menja di terharu sekali. Beginilah nasibnya satu jago, yang polos, yang mau percaya se orang licin__ Selagi orang berdiam, Batara Surya muncul dari belakang gunung, memperlihatkan sinar kuning emas yang lemah, menembusi mega, menembusi juga pepohonan. Tanpa merasa, Boe Wie angkat kepalanya. Matahari telah keluar! kata ia. Untuk Kiam Beng- ia merasakan ini adalah sinar matahari yang terakhir ia dapat pandang. la telah buka matanya, dari situ lantas mengalir air matanya. Ia meman dang kepada semua orang, lantas ia menangis sesenggukan. Aku kuatir inilah yang terakhir aku melihat matahari kata suaranya lemah. Soeheng! d n iaawasi Lioe Kiam Gim. Soeheng, menyesal aku tidak dengari kata-katamu! . Kiam Gim ada bagaikan baharu sadar dari mimpinya. Ia pandang soetee itu, air m atanya mengembang. Ia membungkuk, akan lihat muka soetee itu terlebih dekat. Soetee berkata ia, dengan niat menghibur, kau jangan kuatir . Kita nanti obati kau s ampai sembuh. Asal kita sudah keluar dari Gunung Yan San ini, jangan takut sakit hati ini tak akan terbalas! Hanya . Ia berhenti ber-kata-kata, ia menangis. Ia lihat lukanya Kiam Beng yang hebat. Baju luar dari soetee ini sudah robek, di perutnya ada tanda biru kecil tetapi itu menandakan bahvva tulang rahang telah patah, menjadi korbannya Tjit-tjiat Li an-hoan Hek-houw-pian, itu ruyung yang liehay. Celakanya, di situ mereka tidak punyakan obat, kecuali dua butir obat Tiat-tah -wan, piranti jatuh dan terpukul, yang nampaknya tidak bisa berbuat banyak.Tok-ko h It Hang ada punya obat piranti punahkan racun senjata rahasia, obat ini pun ti dak mengenai. Masih Kiam Gim mencoba, dengan berikan pula soetee itu Tiat-tah-wan. Kiam Beng goyangi kepalanya dengan lemah. Toako, aku sudah tak berguna lagi kata ia sambil menangis. Aku harap, di belakang hari, sukalah kau tilik anakku si Hiauw. Umpama kata kau ketemu dia, tolong beri tahukan bahwa ayahnya tidak lagi memaksa dia dalam urusan pernikahannya. Kau minta dia pulang, untuk satu kali saja sambangi kuburanku, selanjutnya aku akan mati mera m .. Anak si Hiauw itu adalah Teng Hiauw, puteranya Kiam Beng. Anak ini menghilang pa da lima tahun yang Ialu, karena bentrok sama ayahnya dalam urusan jodohnya. Kiam Gim manggut Itulah urusan kecil, aku bisa bereskan itu, kata ia. Aku nanti perlakukan si Hiau w seperti anak sendiri, sebagaimana dahulu mendiang ayahmu perlakukan kepadaku. Kiam Beng manggut, agaknya ia sangat bersyukur. Kemudian ia berpaling pada Tok -koh It Hang, ia awasi jadi Liauw-tong ini. Tiba-tiba berkelebatlah hal-ihwalnya , bagaimana ia sudah dipermainkan oleh Soh Sian Ie, sampai ia bentrok sama jago ini. Karena ia ditolong Sian Ie, ia jadi dimusuhkan kaum Rimba Persilatan. Ia malu kalau ingat ia dikalahkan oleh Tok-koh It Hang yang ia layani dengan tangan koso ng, ia berpikir untuk mencari balas, siapa tahu, sekarang ia ditolong jago Liauw -tong itu, malahan musuhnya, si pahlawan bergenggaman Tjit-tjiat Lian-hoan Hek-h ouw-pian, telah binasa di tangan jago ini. Ia menyesal. Tok-koh Loo-enghiong, aku telah berlaku keliru terhadap kau kata ia dengan suaran ya lemah. Sekarang, selagi aku menghadapi kematian aku bisa bersahabat dengan kau , aku puas. Aku berterima kasih kepada kau, yangtelah balaskan sakit hatiku. Loo -enghiortg, aku akan menutup mata dengan mata meram . Ah! . ia bcrhcnti sebentar, unt uk melanjuti, dengan terputus-putus: Sayang itu jahanam she Soh tidaklah dengan t angan sendiri aku bisa binasakan dia .r Tok-koh It Hang jadi sangat terharu, sampai -air matanya mengembang. Sebenarny a ia hargai Kiam Beng, ia hanya tidak sctujui sepak terjangnya yang sudah bcrsah abat sama Soh Sian Ie dan pembesar-pembesar negeri, hingga karcnanya. ia ganggu jago Thay Kek Pay ini dan tcmpur padanya. Tapi sekarang ia lihat, Kiam Beng ada satu laki-laki sejati, dia hanya ada korban dari kejujurannya, korban dari kelic inannya orang Boan she Soh itu, ia jadi menyesal. Mcmangjarang ada orang gagah seb agai jago she Teng ini, apapula dia adalah ahli waris dari Thay Kek Pay. Ia lant as membungkuk. Lauwtee, jangan kau pikirkan sakit hatimu kepada Keluarga Soh itu, ia kata. Di sini masih ada kita dan saudaramu!* Kiam Beng bersenyum meringis, lantas ia menoleh pada Tjiong Hay Peng. Dia ini pun ada musuhnya dan permusuhan di antara mcrcka masih belum dapat didamaikan. Dan ini musuh sekarang ada salah satu penolongnya. Ia tidak tahu, Tok-koh It Hang pun tclah datang menolong karena permintaannya orang she Tjiong ini. Ia mcnjadi lik at scndirinya. Tjiong Toako, aku juga berlaku kcliru tcrhadap kau kata ia. Dua makhluk yang bertop eng itu pasti bukannya murid-murid Heng Ie Pay. Aku menyesal yang aku tidak mamp u bekuk mcrcka, Toako, biarlah aku minta kau yang suka tolong aku cari merekaitu . Hay Peng terkejut. Sampai itu waktu, Kiam Beng masih sangsikan dia! Coba dalam keadaan biasa, pasti ia sudah jadi sangat gusar, akan tetapi sekarang, selagi o rang hendak putus jiwa, selagi ia sendiri hendak turut menghibur, ia mesti kenda likan hatinya. Justeru itu, Law Boe Wie lompat pada paman gurunya, ia membungkuk, akan cekal tangannya. Socsiok, aku tclah ketahui dua manusia bertopeng itu! kata dia. Malah satu di ant aranya aku tclah bikin mampus! Sakit hati Soesiok telahterbalas! . Kiam Beng dcngar itu, ia pentang kedua matanya. Apa kau bilang? tanya ia. Apakah itu benar? Pasti, Soesiok! jawab Boe Wie, yang terus saja tuturkan bagaimana di rumah guruny a di Kim Kee Tjoen, ia telah bekuk Bong Eng Tjin, yang kemudjan ia binasakan. Han ya sayang,yangsatunya,yang bergenggaman Poan-koan-pit bisa llolos selagi aku lawan a. Mendengar pcnuturan itu, Kiam Beng bersenyum puas. Kiam Gim, sebaliknya, jadi terkejut, ia menjadi heran sekali. Tentu saja ia be ium tahu halnya malapetaka yang menimpa |keluarganya. Selagi menghadapi kecelaka annya sang soetee, iapun [tidak sempat menanyakan penjelasan pada muridnya itu. Mukanya Kiam Beng lantas jadi lebih pucat pula, ia meringis-ringis, suatu tand a ia sedang lawan rasa sakitnya. Kcmudian, ia jadi sabar lagi, rupanya ia tcrhib ur. Malah ia bisa bersenyum. "H iantit," berkata ia, "urusan yang dua puluh tahun lamanya membenam aku, kau telah dapat bikin terang! Jadi kau telah bereskan itu binatang yang palsukan He ng Ie Pay. Hiantit, bagus sekali! Sekarang tinggai satu hal untuk tnana aku moho n jawaban kau... selagi sekarang aku belum hcmbuskan | napasku yang penghabisan. ...Hiantit, maukah kau meluluskannya?" Kiam Beng awasi itu keponakan murid. Di antara cahaya matahari, keliatan nyata pucatnya mukanya, pucat yang luar biasa. Melihatroman orang itu,' hatinya Boe W ie memukul keras. "Apakah itu Soesiok?" tanya ia. perintahlah aku, asal yang aku sanggup, aku te ntu bersedia akan melakukannya...." Walaupun ia mengucap demikian, hatinya Boe Wie toh goncang, ia ragu-ragu. Kiam Beng mengawasi, kemudian terdengarlah suaranya, yang tak lancar: . "Boe Wie, aku dengan kau sebenarnya rada asing," demikian katanya, "akan tetap i, meskipun demikian, kau tetap ada murid keponakan yang sah. Pelajaranmu ada le bih tinggi daripada semua muridku, malah kau pun sudah balaskan sakit hatiku. Ak u tidak sanggup balas budimu itu, tapi sekarang, aku hendak berikan kau satu tan ggungan yang berat sekali. Boe Wie, maksudku adalah aku ingin kau menjadi ahli w aris dari Thay Kek Pay...." Boe Wie tcrpcranjat. Inilah ia tidak pcrnah sangka. Buat jadi ahli waris dari Thay Kek Pay, sedang ia hidup sebatang kara, masing Iuntang-lantung? Malah ia ma sih akan luntang-lantung terus? Umumnya, ahli waris atau fjiang-bocn-djin mesti ada anaksendiri, atau murid ke pala, atau juga salah satu murid, yang bijaksana, maka itu. permintaannya Kiam B eng ini ada luar biasa. Ia juga tidak Renal satu jua murid-murid atau muridnya s oesiok itu, yang katanya ada banyak Mana bisa ia mendadakan jadi toa-soeheng?Maka ia goyang kepala. "Soesiok, ini rasanya tidak tepat." Kata ia. "Kenapa tidak?" tanya Kiam Beng, nampaknya ia rnasygul. "Aku sendiri, tidak se harusnya akujadi ahli waris. Itulah kejadian di masa aku muda, selagi semangatku bcrkobar-kobar, aku memaksa memimpin kaumku. Ah, coba dulu aku tidak memikir de mikian, sekarang tidak nanti aku kejeblos ke dalam tipu-dayanya Keluarga Soh.... Selamajtu, aku juga telah tidak pegang pimpinan sempurna. Coba Soeheng yang jad i tjiang-boen-djin, tidak nanti Thay Kek Pay timbulkan kesulitan dengan kaum Rim ba Persilatan seperti sekarang ini: Seharusnya Soeheng adalah yang mesti jadi ah li waris, maka itu, karena kau ada murid kepalanya, siapa berani tantangi kau? S elagi ada eurumu di sini dan Tok-koh Loo-enghiong selaku saksi, sekarang aku ser ahkan kedudukanku kepada kau.Kcadaan kita mirip dengan aku undang ketua-ketua unt uk saksikan penyerahan pimpinan. Jikalau kau tolak, kau akan bikin aku meninggal kan dunia dengan mata tak meram! Apakah kau inginkan itu?" Tok-koh it Hang tolak tubuhnya Boe Wie, maksudnya menganjurkan pemuda ini teri ma tawaran itu. Boe Wie menoleh pada guru itu, ia mengawasi juga pada Kiam Gim.Lioe Kiam Gim me nghela napas. "Boe Wie, ini lah tugas berat," kata ia, dengan perlahan. "Tetapi socsiokmu ada bermaksud baik, kau terimalah!" Boe Wie jadi serba salah, tapi ia segera berlutut di depannya itu paman guru, iacekal tangannya. "Oleh karena Soesiok menitahkan, baiklah, aku tcrima," katanya. Kiam Beng bers enyum. 'Thay Kek Pay dari keluargaku, Kaum Teng, ada ahli warisnya!" katanya, dengan puas. Lantas ia pandang Tjiong Hay Peng, akan kata: "Aku telah perlakukan keliru kepada kau, Tjiong Toako, aku harap kau suka maafkan aku, Tolong kau bantu pada Boe Wie...." Kiam Beng coba kumpulkan tenaganya, akan keluarkari kata-katanya i tu, habis itu, kakinya berkelejat, lantas suaranya berhenti. Semua orang menjadi kaget, mereka menubruk, sedang Kiam Gim raba dadanya, tapi napasnya soetee itu sudah tidak ada, tak dapat ditahan lagi, air matanya keluar menetes bagaikan hujan.... Demikian nasibnya satu jago, nasib yangmalang.... Dalam kesunyian, cahaya matahari terus mencorong. Sampai sekian lama, semua or ang berdiam, tubuhnya Kiam Beng rebah di tanah. Akhir-akhirnya Tok-koh It Hang angkat kepalanya, ia towel Kiam Gim. "Sudah, Saudara Lioe, jangan bersedih pula," ia kata. "Marilah kita kubur soet eemu...." Kiam Gim angkat kepalanya, ia menghela napas. Ia lantas hunus pedangnya, buat dipakai menggali tanah. Tok-koh It Hang, Tjiong Hay Peng dan Law Boe Wie juga lantas gunakan senjatany a masing-masing, akan membantu gali lobang, sedang In Tiong Kie babat rumput di sekitar itu, untuk bikin tempat jadi bersih. Mereka tidak ambil banyak tempo, lalu tubuhnya Kiam Gim digotong, dimasuki, di rebahkan, di dalam lobang, buat terus diuruki, scsudah itu Kiam Gim cari sepoton g batu untuk dengan pedangnya ukir huruf-huruf yang berbunyi: "Kuburannya Teng K iam Beng, ahli waris dari Thay Kek Boen". Setelah pasang bongpay itu, Kiam Gim mengawasi sambil tunduk, air matanya meng embang, mulutnya perdengarkan suara serak dan tidak nyata, kemudian ia menghela napas, ia duduk numprah di depan kuburan. Ia duduk sekian lama, tiba-tiba ia ang kat kepalanya, memandang Boe Wie. "Tadi kau omong tentang pertempuran di waktu malam di dalam rimba pohon lioe," kata ia pada muridnya itu, "coba sekarang kau tuturkan itu lebih jelas. Bagaima na dengan Soebomu? Mustahil dia tidak adadirumah?" Pikirannya Kiam Gim mulai jadi terang, iajadi ingat kata-katanya sang murid ta di. Ia percaya benar kepandaian isterinya, Lauw In Giok, aa tidak berkuatir. la tidak tahu, musuh datang dalam jumlah yang besar, dengan akalnya yang keji-busuk ! Boe Wie turut permintaan gurunya itu, ia lantas berikan penuturannya yang jela s, akhirnya, dengan roman pucat, karena hatinya memukul, ia tambahkan: "Semua-se mua adalah salah teetjoe, yang telah datang terlambat...." Hatinya Kiam Gim tergetar, tubuhnya bergemetar.Itu ada kejadian yang hebatsekal i. Tidakkah isterinya telah jadi seorang tapadakpa? "Sungguh busuk musuh itu!" kata ia dengan sengit seraya ia berbangkit Tapi ia ada seorang dengan pengalaman, ia lantas kata pada muridnya: "Boe Wie, kejadian itu tidak ada sangkutannya dengan kau. Malah beruntung kau datang, kalau tidak, entah bagaimana hebat kejadian! Muridku yang baik, aku sangat berterima kasih pa da kau! - Habis, bagaimana dengan soemoaymu Bong Tiap?" ia tambahkan, dengan ber nafsu. "Apakah dia turut Soeniomu ke Shoasay?" Kembali tampang mukanya Boe Wie berubah. "Bong Tiap dan Ham Eng turut teetjoe mencari Soehoe," sahut ia dengan terpaksa , "tetapi, tetapi...." Murid ini mandi keringat pada mukanya, tampangnya jadi terlebih pucat. Kalau t adi ia nampak gagah bagaikan naga atau harimau, sekarang ia jadi lesu dengan tib a-tiba. Kedua biji matanya pun lenyap sinamya. Kiam Gim mengawasi, hatinya memukul. Ia dapat firasat jelek. la baharu hendak tanya murid itu atau Boe Wie sudah jatuhkan diri, beriutut di depannya. "Soehoe, ampunkan muridmu." bcrkata dia. "Tidak seharusnya aku izinkan soemoay dan soetee ikut aku melakukan satu perjalanan jauh, menempuh bahaya di dunia Ka ng-ouw.... Semua-semua adalah kepandaianku yang tidak ada art inya, aku tidak sa nggup lindungi socmoay. Soehoe, aku telah rubuh! Satu kali kita masuk ke dalam K awasan Hoopak, di sana kita kena terjebak musuh, kita telah berpencaran !._** Wart a ini ada terlebih hebat dari halnya Lauw In Giok. Bong Tiap ada putcri s atu-satunya. Kiam Gim rasakan hatinya tertusuk, mukanya mcnjadi pucat dcngan tib a-tiba, ia tendang sebuah batu besar di dcpannya, sampai batu pecah-pecah dan tc rpcntal! Kumisnya pun bangkit berdiri. "Permusuhan apa ada di antara aku dan musub-musuh itu hingga mereka jadi demik ian jahat?" ia berseru. Tok-koh It Hang dan In Tiong Kie maju, akan pegang jago Thay Kek Pay ini. "Sabar, Lioe Loo-enghiong," berkata mereka. "Biarkan Boe Wie cerita lebih jela s. Tjiong Hay Peng pun maju, akan kasih bangun pada Boe Wie. "Kau sabar," ia kata, pada jago she Lioe itu, "kau dengarkan muridmu cerita le bih jauh. Kau Iihat, kau bikin muridmu ini kaget. Bukankah biasa saja di kalanga n Kang-ouw tcrbit angin dan gelombang?Puterimu bukan gadis biasa, mustahil dia ta k dapat lolos dari mulut harimau? Ada baiknya jikalau anak-anak muda mendapat pe ngalaman. Bukankah kau dan aku juga pern ah ngalami angin hebat dan gelombang da hsyat? Bukankah kita pun masih bisa hidup sampai sekarang? Nan, Boe Wie, hayo ka u bercerita, gurumu tidak nanti pcrsalahkankau!" Kiam Gim berdiam, agaknya ia jadi tenang pula. "Anak, aku tidak salahkan kau, kau ceritalah!" kata ia, seraya pegang tangan m uridnya. Boe Wie menangis. "Memangnya aku tak punya guna, hingga sudah terjadi peristiwa hebat ini," ia b erkata. "Sekalipun Soehoe persalahkan aku, aku terima dengan baik. Soehoe niscay a tidak ketahui, berapa ada jumJahnya musuh. Aku telah pukul mundur yang satu, d atang lagi rombongan lain." Beginilah ceritanya Boe Wie: Ham Eng dan Bong Tiap, bersama Boe Wie, lakukan perjalanannya ke Utara. Ia ber laku sangat hati-hati di sepanjang jalan. Kedua soetee dan soemoay itu adalah or ang-orang bam. Apa mau, Bong Tiap ada satu anak yang tak kenal takut, ia tidak j erihkan "angin besar dan gelombang hebat". Tidak beda banyak adalah Ham Eng. Mereka juga merupakan satu rombongan yang menarik hati. Bong Tiap ada muda dan cantik, Ham Eng ada muda dan cakap, di sebelah mereka, Boe Wie ada bertubuh bes ar dan romannya garang. Mereka menunggang kuda, yang sering-sering mereka larika n keras. Mereka belum keluardari daerah Shoatang, lantas ada orang yang telah pa sang mata terhadap mereka! Pada itu hari kcjadian, baharu saja mereka keluardari daerah Shoatang, mereka hendak menuju ke Kota Boc-ip, Hoo-pak. Apa mau, mereka diganggu hujan, hingga me reka mesti menunda perjalanan. Ketika perjalanan dilanjuti, mendekati maghrib, m ereka masih belum sampai di kota yang dituju itu. Boe Wie jadi sibuk. "Man kita larikan keras kuda kita!" kata Boe Wie pada dua kawannya. Ia ingin b uru tempo. Ia kaburkan kudanya. Ia memang ada satu penunggang kudajempolan. Lari belum lama, ia sudah bikin soemoay dan soeteenya ketinggalah jauh di belakang, maka kemudian terpaksa ia perlahankan kudanya, untuk nienunggui dua saudara sepe rguruan itu dapat susul padanya. Apa mau, tetap dua saudara itu tidak dapat cand ak padanya. Ketika kemudian ia nienoleh, ia dapatkan mereka bukan sedang kaburka n kuda mereka, hanya mereka sedang pasang omong dengan asyik. Di atas kudanya, H am Eng tunjuk sana dan tunjuk sini, tangannya digerak-geraki, rupanya ia sedang berda ya membikin Bong Tiap gembira. Rupanya dua saudara itu pikir, itu hari mereka te tap bakal sampai di Boe-ip, terlambat sedikit, tidak apa.... Melihat keadaan itu, Boe Wie tidak tega untuk mendesak. Ia masih anggap sang s oemoay sebagi bocah, hanya bocah yang sudah matang.... Di sepanjang jalan, ada s aja yang Bong Tiap tanyakan soehengnya, perihal pengalamannya, tentang kejadian- kejadian dalam dunia Kang-ouw, atau tentang bedanya berbagai kaum persilatan. Se tiap soemoay itu| gerecoki Boe Wie, Ham Eng agaknya kurang puas, karena ini, Boe Wie jadi tidak cnak sendirinya, maka itu, ia antap saja. Begitulah mereka jalan sampai sang maghrib datang. itu| waktu, dari kejauhan, mereka sudah lihat tembo k kota. "Asal sudah sampai di luar kota, di mana ada rumah orang, hari mi bisa diangga p sudah dilewatkan," pikir Boe Wie. Siapa tahu, baharu Boe Wie berpikir demikian, atau dari depan, di mana ada buk it, lantas terdengar suara berisik, dari larinya beberapa ekor kuda, yang mana d isusul sama sambarannya beberapa batang anak panah, yang mengaung di tengah udar a. Dengan hati berpikir, karena berkuatir, Boe Wie hunus pedangnya la tahan kudan ya.Segera juga datang satu pcnunggang, yang disusul olch tiga kawannya. Mereka ini bersikap demikian rupa, hingga Boe Wie dibikin terpisah dari Bong Trap dan Ham Eng. Boe Wie mengerti bahaya. La keprak kudanya, buatdikasih lompat, akan hampirkan soemoay dan soeteenya. Kudanya itu bisa lompat tinggi dan jauh. Apa mau, senjat a rahasia datang menyerang. Dengan pedangnya, ia menangkis. Satu serangan dapai dihalau. ia bisa beia dirinya sendiri, apa celaka, kudanya tidak! Dengan satu je ritan, kuda itu ngusruk ke depan, kedua kakinya tertekuk, sampai Boe Wie turut n gusruk juga. akan tetapi ia bisa barengi lompat turun, hingga ia tidak sampai tu rut runtuh. Baharu Boe Wie injak tanah, atau serangan sudah datang kepadanya. Sambaran gol ok ada hebat sekali. Cepat ia herbal ik, sambil menangkis. "Trangi" kedua senjat a beradu keras, sampai lelatu api muncrat. Bentrokan itu membikin Boe Sie ketahui, musuh ada bertenaga besar. Dalam reman g-remang, ia awasi lawan itu, seorang dengan usia lima puluh lebih, mukanya mera h, kumisnya semu merah tua, tangannya menceka! sepasang Poan-koan-pit yang panja ngnyatiga kaki lebih. Qr-ang itu berdiri dengan gagah, dengan jumawa, sepasang s enjatanya seperti pit itu, dia rangkapkan. Itulah sikap dedek "Beng houw hok kian" atau "Harimau nongkrong di peiatok". Dengan hati berpikir, Boe Wie juga siapkan pedang Gin-lan-kiamnya, ia gunai si kap "Kie boh liauw thian" atau "Angkat obor menyuluhi langit". Ia bersiaga untuk segera menyerang, karena ia tidak mau mencrjang terlcbi h dahulu. Kemudian ia p erdengarkan suara mengejek: "Aku kira orang ternama si apa, tidak tahunya segala budak Boan - pahlawan terbesar Ouw It Gok! Maaf, maafkan aku, yang bcrlaku kura ng hormat! Kcpandaian kau orang, aku sudah ketahui! Kau orang, kawanan budak, cu ma pandai kepung orang dengan beramai-ramai!Sungguh kau orang membikin malu saja pada kaum Rimba Persilatan!" Law Boe Wie tidak kenal Ouw It Gok, tetapi ia kenali orang punya sepasang Poan -koan-pitnya itu, scdang dari sakunya Bong Eng Tjin, ia pemah dapatkan sepucuk s uratnya It Gok, dari itu, iasengaja mendahului menyebut namanya. Untuk sesaat, nampaknya musuh ini kaget, tetapi lekas juga, ia tertawa bcrkaka kan. "Benar aku Ouw It Gok, habis kau hendak apa?" kata ia secara menantang. "Denga n sepasang senjataku ini, aku nanti layani pedangmu yang panjang! Jikalau kau me mpunyai kepandaian, hayo kau maju!" It Gok menantang seraya ia terusgeraki kaki dan tangannya, bukannya ja siap untu k sambut serangan, tiba-tiba ia mendahului lompat menerjang. Dengan Poan-koan-pi tnya, yang terbuat dari baja pilihan, ia coba ketok pedang orang. Ia mau bersika p keras. Boe Wie tidak pikir untuk adu senjata dengan senjata, ia tarik pedangnya ke ba wah, dari situ ia memutar tangannya, sambil maju, ia menusuk ke arah muka musuh. "Bagus!" berseni Ouw It Gok, yang geser kaki kiri keluar, untuk kelit tubuh, t api setelah itu, dengan "Koay bong hoan sin", atau "Ular naga siluman jumpalitan ", ia maju dari kanan ke kiri, dengan memutar tubuh, sepasang genggaman nya meny erang dengan tipu pukulan "In Hong sam hian", atau "Naga awan muncul tiga kali". Ouw It Gok ini ada kawannya Bong Eng Tjin, dialah yang turut memancing Teng Ki am Beng dengan pakai topengnya. Kepandaiannya memang ada di atas kepandaiannya k awannya itu. Ketika Bong Eng Tjin tertawan, Ong Tjay Wat yang bisa loloskan diri bersamasisa kawannya, lari pulang untuk bawa kabar celaka Mendapat tahu Bong En g Tjin, soeteenya telah terbinasa,'0uw It Gok jadi sangat gusar, maka tidak temp o lagi, ia ajak kawan untuk menyusul, akan cari Law Boe Wie, guna menuntut balas . Sekarang ini, berkat latihan keras, Ouw It Gok ada jauh lebih liehay daripada waktu ia permainkan Teng Kiam Beng, maka itu, dengan hebat ia bisa desak Boe Wie . Ia nyata pandai ilmu menotok jalan darah, karena ujungnya Poan-koan-pit dipaka i mencari Sha-tjap-Iak-too To-hiat, ialah tiga puluh enam jalan darah! Law Boe Wie tertawa terbahak-bahak kapan ia sudah saksikan cara berkelahi musu h. Sama sekali ia tidak menjadi jerih. Ia lantas melayam dengan gunakan tipu-tip u dari Thay Kek Tjap-sha-kiam, yang ia campur dengan Tok-koh It Hang punya, "Hoe i Eng Keng-soan-kiam".Ia maju dan mundur dengan gesit, ia tak hendak bentur senja ta musuh, tapi ia pun balas menyerang. Dengan caranya ini, ia bikin It Gok kewal ahan mencoba melukai padanya. Pertempuran ini ada seru, sebab mereka ada satu tandingan. Bicara kepandaian B oe Wie ada terlebih liehay, tapi bicara tenaga, ia kalah setingkat. Boe Wie pun pikirkan soetee dan soemoaynya yang orang telah kurung, yang telah dipisahkan da rinya. Setelah tiga kawannya It Gok itu. kemudian datang pula Iain rombongan, kira-ki ra dua puluh jiwa, bersama yang tiga, mereka ini kepung Bong Tiap dan Ham Eng. M ereka tidak punyakan kepandaian berarti, terhadap itu dua saudara, ia orang suka rberbuat banyak. Hanya, kendari begitu, Boe Wie tetapsibuk. Beberapa kali ia men coba meninggalkan It Gok. saban-saban musuh licin ini rintangi ia. Beberapa waktu telah lewat, tiba-tiba Boe Wic menjadi bingung. Ketika ia gunakan kesempatan, akan lihat dua saudarany a, dua saudara itu sudah tidak ada di tempat pertempuran tadi, mcrcka irii pinda h bcrsama sekalian musuh-musuhnya. Segera juga terdengar suara berisik dari mere ka itu, tidak lagi tcrtampak orangnya. Bukan main gusarnya Boe Wie, lantas ia desak It Gok. Sekali ini ia gunakan pwc e-pwee lak-tjap-sie-tjbioe dari Keng-soan-kiam, enam puluh empat jurus pcdang da ri Tok-koh It Hang, sedans tangan kirinya, mengimbangi pedang, mencari jalan dar ahnya musuh itu, tangan kirinya ini ada terlebih liehay daripada Poan-koan-pit d ari Ouw It Gok. Oleh karena terburu nafsu, Boe Wie sampai alpa menjaga dirinya rapat-rapat. Ia majukan kaki kiri, tubuhnya ikuf, tangan kanannya, dengan pedangnya, membabat l engan kanan dari musuh. Ouw It Gok girang sekali melihat ini macam serangan. Ia segera lompat ke sampi ng kiri lawannya, dari situ ia mendak sedikit, akan menyapu. Boe Wie telah serang tempat kosong, ia iihat datangnya serangan, ia berlompat, sampai tingginya satu tumbak lebih. Lompatan ini bisa singkirkan tubuh dari sen jata musuh. Tapi It Gok berlaku sebat, akan menyabet naik ke atasi Dalam keadaan seperti itu, Boe Wie jadi seperti bcrada di tengah udara. inilah salah satu gerakan "Tjeng kang toe tjiong soet" atau "lompatan entengi tubuh" d ari Tok-koh It Hang, yang ambil itu dengan meneladan sikapnya garuda menyambar. Ilmu ini Boe Wie bisa jalankan dengan baik, walaupun bclum sempurna bctul. Ia kelit dar i Poan-koan-pit kiri, ia jejak Poan-koan-pit kanan, berbareng dengan itu, tangan nya yang kiri dengan "Yoe Hong tarn djiauw", atau "Naga mengulur kuku", menyamba r ke lengan kiri. Tubuhnya rada mendatar. Ouw It Gok kaget bukan main. Syukur dia bukannya satu ahli silat biasa saja. L ekas-lekas ia jengkang tubuhnya, kaki kanannya mendahului ditekuk kebelakang,sembari terlentang, sebelah kakinya dipakai menendang ke atas, kepada tubuhnya musuh. D engan cara ini, ia sudah selamatkan lengan kirinya. Tapi Boe Wie tidak sudah saja karena serangan "Yoe Hong tarn djiauw"nya tidak memberikan hasil, ia sudah lantas susu 1 itu dengan "Tcng san kan goat", atau "M endaki bukit mengejar rembulan". Satu kali ini, tangan kirinya yang liehay telah bentur pundak orang, atas mana, It Gok rasakan anggota tubuhnya itu jadi san ga t panas, hingga ia tcrpaksa gulingkan tubuh, dengan "Koan long ta koen", atau "S erigala berguling-guling", sampai jauhnya beberapa tumbak, kemudian dengan gesit ia melompat berdiri, akan terus lompat lebih jauh, untuk lari ke dalam lebatnya pohon gandum di tepian. Law Boe Wie tertawa dingin, ia tidak kejar musuh itu, ia ham/a lompat ke dalam rimba, guna cari kedua saudaranya seperguruan. Di antara suaranya yang berisik, beberapa penjahat sambut musuh ini dengan ser angan berbagai senjata rahasia. Boe Wie gunakan pedangnya, tangannya, akan punah kan sesuatu serangan, atau ia bcrkclit, dengan begitu, tidak ada satu senjata ra hasia yang mengeriai tubuhnya. Ketika ia berhasil nerobos ke dalam rimba, di sit u cuma ada enam atau tujuh penjahat, Bong Tiap dan Ham Eng entah kemana. Lain-la innya penjahat pun tidak ketahuan kemana perginya. Selagi Boe Wie melihat keliliingan. tujuh penjahat itu maju mendesak. Mereka i ni tidak lihat gelagat. Boe Wie sambut mereka dengan tangan kirinya yang diayun. Tangan kiri ini telah tanggapi beberapa piauw dan panah tangan, sekarang semua senjata itu dibayar pulang! Sambil menjerit, tiga penjahat kelihatan rubuh. Boe Wie menyerang sambil maju, akan sekarang gunakan pedangnya. Lekas sekali, ia rubuhkan dua musuh, atas mana, dua musuh yang lainnya lantas lari ke dalam te mpat yang lebat dan gelap. Maka dilainsaat,medan pertempuran itu jadi sunyi, kecuali suara desirannya sang a Sia-sia saja Boe Wie mencari ke sana-sini. Ia lintasi sebuah bukit, ia sampai di deparfnya sebuah selat, yang dalamnya kira-kira dua puluh| tumbak, yang penuh dengan batu dan bala dengan oyotrotan.Kelihatannya seperti bekas ada orang jatuh bergulingan di oyot rotan itu. Maka, melihat demikian, ia menjadi kaget. Tidak tempo lagi, ia terjun ke bawah, turun ke selat itu, untuk cari dua saudara seper guruannya. Selat ada gelap, sukar akan melihat apa-apa, maka Boe Wie ambil dua potong bat u, ia benturkan itu satu dengan lain dengan keras sekali, sampai muncratlah Icla tu api. Ia segera nyalakan api itu pada rumput kering di dalam selat itu, ia mem buat segumpal rumput, buat dijadikan obor, setelah padamkan api yang melulahan, iagunai obornya itu untuk menyuluhi. Tanda-tanda darah, yang bercerecetan, ada tertampak, akan tetapi tubuh, atau m ayat orang, tidak. Hal ini bikin Boe Wie kaget dan berkuatir. Siapa itu yang ter luka? Orang jahat? Bong Tiap atau Ham Eng? Kalau.benar dua saudara itu yang terl uka, itulah hebat, jangan-jangan mereka sudah terbinasa.... Tercengang Boe Wie memikirkan itu Tapi ia lantas mencari terus, di sekitar sit u. Ia tidak pedulikan malam ada gelap, angin ada keras. Boleh dibilang seantero malam ia gelcdah daerah itu, tetap ia tidak mernperoleh hasil. Ia bingung bukan main. Ia pun tahu, ia tidak bisa berdiam terialu lama di situ. Akhimya, ia ambil putusan. Iaiah di itu malam juga, ia menuju ke Djiat-hoo, akan susul gurunya. S yukur ia ketemu Hay Peng bertiga dan bersama mereka itu, ia akhimya dapat cari g uru dan soesioknya, malah bisa tolong mereka loioskan diri dari kepungan. Demikian ada ceritanya murid ini, yang bikin Kiam Gim bcrdiri diam, mukanya pu cat sekali, suatu tanda ia lagi bcrpikir dengan keras. Kabar-kabar hebat toh dat ang beruntun-runtun. Sudan istcrinya jadi orang bercacat. sekarang puterinya len yap! Sehabis centa, Boc Wie berdiam, mukanya pun pucat dan lesu sekali. In Tiong Kie dan dua kawannya lantas hiburkan Kiam Gim. "Aku percaya Bong Tiap dan Ham Eng loios dari bahaya," demikian antaranya In T iong Kie. "Mereka toh bukannya orang-orang lemah dan bodoh. Tentu mereka loios d i antara tegalan pegunungan itu hingga karenanya mereka jadi berpencar dengan so eheng mereka." Lama Kiam Gim berdiam. Akhir-akhimya iaangkat kepalanya Dengan perlahan-lahan, ia usap-usap pundaknya Boe Wie. "Inilah bukan kesalahan kau," kata ia, dengan sabar sekali, suaranya pun perla han. "Kau tak usah terialu pikirkan mereka. Biarlah anak-anak itu mengandal pada mereka punya peruntungan . Umpama kata mereka bcruntung bisa loios, di belakang had kita akan dapat cari mereka...." Bcnar baharu Kiam Gim habis berkata begitu, Tok-koh It Hang terkejut dengan ti ba-tiba, hingga air mukanya berubah, lekas-lckas ia mendekam di tanah, akan pasa ng kupingnya. Ia terus mcndengari, selagi kawan-kawannya merasa heran, semua awa si ia. Scbcntar saja, Pek-djiauw Sin Eng sudah lantas lompat bangun. "Kawanan anjing datang untuk gelcdah bukit!" kata ia, dengan suara dari kemend ongkolan. Pada masa mudanya, Tok-koh It Hang ada satu hiap-too, penjahat budiman, ia pan dai mendekam di tanah, akan pasang kuping, hingga, kalau ada barisan serdadu, ia bisa duga-duga jumlahnya. Dan sekarang ia merasa pasti, yang datang itu ada pas ukan terdiri dari lima atau cnam ratus jivva. Hal ini ia beritahukan pada kawan- kawannya. "Mari kitalabrak mereka!" berseru Tjiong Hay Peng, yang ada gusar sekali. Tok-koh It Hang, In Tiong Kie dan Lioe Kiam Gim tidak setuju. Buat apa layani segala serdadu, menang tidak ada untungnya, kalah ada ruginya. Maka itu mereka a mbil putusan buat menyingkir saja Tjiong Hay Peng lalu nyatakan ia suka ikut Tok-kph It Hang dan In Tiong Kie pe rgi ke Liauw-tong, tetapi Kiam Gim dan Boe Wie berdiam, mereka bersangsi. Kiam G im ingin jtengok isterinya, ia ingin cari puterinya, di samping itu, ia sudah ja nji pada Tok-koh It Hang untuk sambangi Tjoe Hong Teng di Shoatang. Yang pertama ada urusan perseorangan, yang kedua, urusan negara. Tok-koh It Hang semua bisa mengerti kesangsiannya jago Thay Kek Pay ini, maka itu mereka lantas berunding. Kesudahannya diputuskan buat Kiam Gim bcrangkat dnl u ke Shoasay, akan tengok isterinya, sebab untuk cari Bong Tiap, temponya tak kc tcntuan. Untuk cari Bong Tiap dan Ham Eng, Boe Wie adalah yang diberikan tugas. Setelah ada keputusan Kiam Gim berikan perkataannya kepada Tok-koh It Hang bah wa dia tidak bakal langgar janji mengenai cita-citanya membela negara, bahwa bua t itu, tidak ada bergantung urusan Bong Tiap dapat dicari atau tidak. "Dan kau, muridku," ia tambahkan pada Boe Wie, "tolong kau capaikan diri untuk kau pergi cari soemoay dan soeteemu. Urusan menjadi ahli waris Thay Kek Pay sep erti keinginan soesiokmu itu kita boleh tunda dahulu." Boe Wie terima baik perkataannya iru guru, memang keselamatan soemoaynya adala h yang ia paling pikirkan. Ia sangat sayang soemoay itu, yang di masa kecilnya i a suka ajak memain. Pertempuran sore itu ada hebat bagi Lioe Bong Tiap. Musuh telah bikin ia terpi sah dari toasoehengnya Law Boe Wie. Ia sebenarnya tidak punya pengalaman, tetapi pertempuran malam di rumahnya membikin hatinya tambah mantap, ia tidak jerih, m alah ia masih bisa berpikir, kali ini ia mesti layani musuh secara hati-hati aga r tidak sampai terjadi kealpaan pada dirinya. Penyerang-penyerangnya putcn dari Lioe Loo-kauwsoe terdiri dari sepuluh orang, di antaranya dua ada mund-muridnya Ouw It Gok, maka itu, mereka ini bukannya la wan-lawan yang lemah. Syukur yang lainnya ada tidak berarti. Salah satu muridnya Ouw It Gok menggunai tumbak Siauw-tjoe-rjhio, yang ujungny a lancip dan bengkok, hingga senjata ini bisa dipakai menikam berbareng menggaet Ini ada suatu senjata langka. Yang kedua menggunai sebatang golok besar dan ber at hingga Bong Tiap tidak berani benturkan genggamannya dengan senjatanya kedua musuh itu. Selagi melayani musuh-musuhnya. Bong Tiap masih dapat ketika akan melirik kepa da kedua saudara seperguruannya, dari itu ia dapat tahu sang toasoeheng lagi dis erang hebat oleh satu musuh yang bersenjatakan Poan-koan-pit, hingga saudara ini tidak punya kesempatan lain kecuali melayani musuh itu dengan sungguh-sungguh, sedang sam-soehengnya Tjoh Ham Eng mesti berkutat dengan fain-Iain musuh. Ia mcn jadi sibuk sendirinya kapan ia dapat kenyataan, makin lama ia berkisar makin jau h dari kedua saudaranya itu masing-masing. "Aku mesri tobloskan mereka ini," pikir ia kcmudian. Baharu nona ini memikir demikian atau lawannya yang memegang golok membacok ia dengan hebat dengan "lay san ap teng" atau "Gunung Tay San menindih batok kepal a", bacokannya turun terus ke arah pundak. Ia menjadi sengit, hingga ia kertak g igi. Ia cepat bcrkelit kc samping, gerakannya sangat sebat, selagi bacokan menge nai tempat kosong, ia barengi membabat lengan orang. Law an itu kaget. hingga dia keluarkan seruan, berbareng mana, dia 'tank pulan g tangannya. Ketika ini digunakan oleh Bong Tiap, untuk berloncat tinggi, bagaikan cecapung menyambar air, ia berlompat melewati kepala musuh, untuk jauhkan diri, hingga d i lain saat, ia telah lolos dari kepungan. Melainkan sang lawan, yang tidak Sudi sudah dengan begitu saja, dia lamas memburu, diikuti oleh kawan-kawannya. Sembari lari, Bong Tiap geser pedangnya ke tangan kiri, tangan kanannya merogo h sakunya, akan ambil beberapa potong Kim-tjhie-piauw, kemudian seraya putar tub uh dengan tiba-tiba, tangan kanannya itu diayun ke arah musuh-musuhnya. Menyusul ini, beberapa musuh perdengarkan jeritan, tubuh mereka rubuh saling susul. Bong Tiap girang dengan kesudahannya ini, tetapi justeru ia kegirangan, pihak lawan, yang tidak rubuh, balas menyerang dengan senjata rahasia juga, maka ia me njadi terperanjat, segera ia perlihatkan kegesitannya, akan loncat sana dan sini , untuk hindarkan diri dari bahaya. Ia berhasil mengelakkan beberapa senjata mus uh itu, tetapi apa mau, sebatangyan-bwee-piauw menyambar juga pinggiran teteknya yang kiri, nancap di dagingnya, hingga ia me nggigit gigi untuk menahan sakit selagi ia cabut piauw itu, hingga darah hidup s egera mengucur keluar. Ia tidak merasakan sakit yang hebat, dari itu, ia lanjuti tindakannya lari ke depan, untuk menyingkirdari musuh-musuh itu. Semua musuh mengejar terus, malah yang bersenjatakan tumbak gaetan Siauw-tjoe- tjhio sambil teriaki kawan-kawannya, katanya: "Anak ayam ini tak nanti lolos! Ja ngan bunuh dia! Dia mesti ditangkap hidup!" Melihat keletakan, Bong Tiap dipaksa lari ke arah dalam rimba.Ia gunai pula sen jata rahasianya, atas mana, semua musuh kena dirintangi, walaupun. untuk sesaat. Hanya, dalam keadaan seperti itu, ia tidak lagi bisa gunai piauwnya dengan semp urna. Sudah begitu, apa celaka, sebentar lagi, semua piauw telah digunai, sedang musuh-musuh itu mulai datang dekat pula. Sebentar kemudian, Bong Tiap sampai di satu jalanan kecil yang berlamping gunung, di depannya ada sebuah selat. Ia tak bisa lari lebih jauh lagi, ia tak bisa manjat di kiri dan kanan. Tetapi ia bisa ambil putusan cepat. Dengan tiba-tiba, ia enjot tubuhnya, akan loncat turun ke dalam lembah. Ia baharu injak tanah, atau kakinya lemas, hingga ia terguling rub uh. "Celaka!" ia menjerit dalam hatinya. Ia hendak bcrbangkit, atau ia dengar musu h tertawa mengejek. Tidak tempo lagi, dengan gerakan "Lee hie ta teng", atau "Ik an lee-hie meletik", ia loncat ke depan, jauhnya satu tumbak. Baharu ia hendak b erbangkit, atau di belakang ia, tumbak gaetan musuh telah datang menyambar. Dalam keadaan seperti itu, Nona Lioe menjadi nekat, ia segera papaki musuh den gan tipu tusukan "Hoan sin hian kiam" atau "Persembahkan pedang seraya memutar t ubuh". Dengan geser sedikit tubuhnya, ia berkelit, lalu pedang Tjeng-kong-kiam d itikamkan ke arah lawan itu. Musuh menjadi kaget. Selagi tikamannya mengenai tempat kosong, ia tidak sempat tarik pulang senjatanya, ia tak keburu egos lengannya, maka itu, bahunya yang k anan itu lantas saja kena tertusuk, terbaret panjang Sementara itu, tubuhnya sud ah merangsek dekat sekali si nona, maka dalam gusarnya, ia kirim kepalan kinnya, akan tonjok ulu hati orang. Ini ada serangan tidak diduga-duga dari musuh yang telah terluka itu, Bong Tia p tidak bisa berkelit atau menangkis, dadanya kena dipukul keras sekali, hingga berbareng muntahkan darah hidup, ia rubuh dengan tak sadar akan dinnya. Musuh yang bersenjatakan Siauw-tjoe-tjhio itu tertawa mengejek, ia lempar tumb aknya, ia robek bajunya, buat dipakai membungkus luka di tangannya, selagi berbu at demikian, ia menoleh pada kawan-kawannya. "Hei, kenapa kau orang menjublak sa ja? Lekas bekuk ini anak ayam! Lekas bungkus lukanya! Sayang jikalau ia sampai t erbinasa!" Dengan sebenamya, kawan-kawan itu berdiri bengong karena saksikan kawannya dan si nona sama-sama terluka, sedang si nona sendiri rebah tak berdaya. Menjadi sa dar, mereka lantas saja tertawa. Tapi, belum sempat mereka maju, untuk turun tan gan, tiba-tiba mereka dengar satu ! suara nyaring dan mengaung luar biasa, disus ul bentakan seorang perempuan tua: "Siapakah kau orang yang berani ganggu satu n ona? Jangan turun tangan!" Semua musuhnya Bong Tiap menjadi terkejut, malah musuh yang pegang tumbak gaet sudah loncat ke arah senjatanya, untuk jumput itu, kemudian mereka semua memand ang ke arah dan mana suara datang. Di antara remang-remang karena gclapnya lemba h, mereka tampak satu pcndcta perempuan, yang usianya sudah lanjut sekali, yang tangannya mcncekal kebutan suci Hoed-rim, sedang menghampirkan mereka, serindak demi setindak. Musuh itu, yang sudah lama ikuti Ouw It Gok, ada mem pun ya i banyak pengaiama n, ia mempunyai pandangan yang luas. dari itu, ia bisa lihat bahwa si niekouw, p endeta perempuan, bukannya orang sembarangan, hingga ia tidak berani berlaku sem brono. "Soethay. dia mi adalah seorang perempuan Kang-ouw yang jahat!" demikian ia be rkata. "Kau lihat, dia telah Jukai lenganku! Kita adalah or-ang-orang yang ditug askan pembesar negeri untuk menawan diaini! Sebagai orang suci. harap Soethay ti dak campur urusan kita!" Di iuar dugaan, keterangan itu bukannya membuat si niekouw tua undurkan diri, dia justru mendesak. "Ngaco!" katanya dengan bengis. "Di mana ada seorang nona b egini muda dan manis menjadi penjahar? Dia punya luka melebihkan hebatnya lukamu ! Sudah kau orang bikin dia pingsan, kau orang masih hendak turun tangan terlebi hjauh! Jikalau kau orang bukannya bermaksud buruk, tentu kau orang adalah kawana n penjahat!" Selagi berkata demikian, niekouw itu be rt in dak mendekati. "Tidak, Itulah bukan!" kata muridnya Ouw It Gok. Dengan mulutnya, dia menyangk al, diam-diam tangannya yang kin" siapkan tiga batang yan-bwee-piauw, sedang tan gannya yang kanan, geraki tumbaknya Siauw-tjoe-tjhio, menikam bagaikan ular meny ambar, disusul sama sambarannya tiga batang piauw di tiga jurusan. Mereka terpis ah dekat satu dengan lain, dan si niekouw tidak bersiap, maka si penjahat ini du ga, pasti dia akan berhasil. Apa yang terjadi adalah di luar sangkaan. Niekouw tua itu tak dapat dipandang enteng, walaupun dia telah dibokong. Dia ada sangat jeli matanya, gesit gerak tu buhnya. Ketiga piauw melewati sasarannya, dan kebutan suci menyamppk tumbak gaet an, atas mana, tumbak itu terlepas dari cekalan, terlempar entah ke mana! Hebat adalah sampokan terlebih jauh dan ujung kebutan itu, mengenainya perlaha n sekali, akan tetapi muridnya Ouw It Gok rubuh dengan segera, tubuhnya rebah ti dak berkutik lagi. Rombongan muridnya Ouw It Gok ini terdiri dari lima orang, dengan yang satu ru buh, tinggallah empat orang. Mereka ini sementara itu sudah merangsek, tadinya u ntuk taati titah kawannya, yang sekarang untuk serang si niekouw tua. Hanya, bel um sampai mereka datang dekat, sembari tertawa dingin, mereka lihat tangan kirin ya si pendeta perempuan telah diayun ke atas, atas mana di dalam lembah segerala h terdengar suara nyaring dan mengaung seperti tadi. Menyusul itu, Iantas terden gar suara keren dari si niekouw, katanya: Kau orang cobakan rasanya piauw Bouw-ni e-tjoe! Perkataannya orang suci ini ditutup berbareng dengan menyambarnya piauw terhad ap sesuatu dari empat penjahat itu tanpa mereka ini sanggup bcrdaya, malah merek a seperti tak ketahui datangnya serangan, karena tak disangka, mereka pun lagi s angsikan suara mengaung. Lantas saja mereka rubuh. Kawanan tikus, kau orang rupanya tak ketahui aku! Tetapi apapun tentang piauw Bo uw-nie-tjoe, kau orang tidak pernah dengar? kata si niekouw tua sambil tertawa, s esudah ia bikin orang tak berdaya. Kau orang sudah dengar suaranya piauwku tetapi kau orang masih berani hendak melawan aku, maka taklah cukup apabila kau orang tidak diajar adat! Tetapi Budha kita ada maha suci dan kasih, dari itu pinnie ju ga tidak inginkan jiwa kau orang! Sekarang pergilah! N iekouw tua itu hampirkan empat orang, ia berikan dupakan enteng pada tubuh s esuatu dari mereka, yang rebah diam saja, atas itu, lenyap perasaan sesemutan da n beku mereka, lantas mereka bisa geraki kaki-tangan, terus mereka bangun berdir i. Sembari menotok jalan darah orang, sambil tertawa, si niekouw tua kata pula: Pi nnie tinggalkan jiwa kau orang, tetapi ilmu silat kau orang tak dapat dipertahan kan karena dengan itu kau orang biasa berbuat jahat Baiklah kau orang ketahui, s ejak sekarang ini, selanjutnya kau orang tidak bisa bersilat pula, kau orang tid ak lagi bisa bekerja berat. maka kau orang haruslah jadi penduduk baik-baik, den gan demikian, luka dalam tubuhmu tidak bakal kumat, tapi satu kali kau orang ber silat atau bekerja dengan memakai tenaga, dalam tempo tiga hari, luka dalammu ba kal kambuh, kau orang bakal muntah-muntah darah dan akhimya binasa! Pinnie telah kasih peringatan pada kau orang, jangan langgar itu, atau kau orang jangan nant i sesalkan padaku. Nan, pergilah kau orang! Kawanan itu mati kutunya, mereka cuma manggur-manggut, lantas saja mereka ngel oyor pergi. Di antara mereka, orang yang bersenjatakan Siauw-tjoe-tjhio, yang pe rnah ikuti Ouw It Gok terlebih lama, di bikin sadar oleh kata-kata si niekouw tu a. Memang, pada sepuluh tahun yang lampau, ia pemah dengar tentang senjata rahas ia piauw Bouw-nie-tjoe,dengarnyadarisatu soepehnya, siapa di masa muda -pernahde risatu sahabatnya. Katanya ada satu nickouw yang tidak ketahuan asal-usulnya. bole h jadi datangnya dari In-lam, bahwa saban kali dia ini muncul, mesti ada orang j ahat yang dapat bagian. Ada dibilang lebih jauh, di waktu bertempur, niekouw itu tidak pernah kelihatan ada gunakan genggaman, dia cuma mengebut dengan kebutann ya, atau kalau dia gunai, melainkan senjata rahasia, yaitu piauw Bouw-nie-tjoe. Piauw itu ada untuk menyerang jalan darah, saban kalidigunakan,lebihdahulu kedengara uaranya mengaung, baharu senjatanyamenyambar sasaran, suara itu seperti juga tanda untuk orang bersiaga terlebih dahulu. Di samping itu. di waktu gunakan piauwnya itu, itu nickouw suka lepaskan dahulu satu piauw, ke arah atas, untuk disambar dengan sebatang yang lain, hingga kedua piauw bcntrok satu dengan lain, hingga b crsuara nyaring sekali. Adalah biasanya, di waktu orang bertempur, apabila orang dengar suara piauw itu beradu, mereka mesti hentikan pertempuran, untuk si niek ouw datang sama tengah, guna berikan pertimbangannya, apabila ada orang yang ber kepala batu terhadap pertimbangannya itu, dia pasti bakal merasai akibatnya yang hebat. Kebutannya, atau Hoed-tim, juga luar biasa. Kcbutan itu lemas bagaikan s egumpal bulu ekor kuda, akan tetapi, selagi digunakan, kekuatannya sanggup melaw an pedang, sedang juga, orang tak ketahui, kepandaiannya menggunakan kcbutan itu entah ada kepandaian dari golongan atau cabang silat yang mana. Kcbutan itu pun bisa digunakan sebagai pedang Ngo-heng-kiam atau ruyung Teng-tjoa-pian, terutam a sebagai alat untuk menyerang jalan darah. Ilmu menotok jalannya darah, biasanya, ada dua rupa. Ta-hiat atau memukul jalan d arah ,biasa memakai senjata Poan-koan-pit atau batang Hoentjwee Tiat-yan-kan, dan tia m-hiat , ialah menotok jalan darah, biasa digunakan dengan tangan kosong. Umpama O uw It Gok, dia pandai ta-hiat , sedang Lioe Kiam Gim, Tok-koh It Hang dan Law Boe W ie, menggunai tiam-hiat . Beda daripada itu dua, kepandaiannya niekouw ini adalah ho et-hiat atau menutup jalan darah , karena senjata yang digunakan ada Hoed-tim atau k cbutan. Ada tersiar cerita, pernah denganseorangdiri,dengan kebutannya, ia telah la tiga puluh berandal yang liehay dan scmua berandal itu kena ia rubuhkan dan takl ukkan. Itulah kejadian pada sepuluh tahun yang berselang dan si niekouw, selewatnya i tu, tidak pernah orang dapat lihat pula padanya. Laginya, dulu ia sudah berusia lanjut, maka orang percaya, ia sebenarnya sudah menutup mata. Siapa sangka, seka rang ia muncul secara tiba-tiba. Maka orang yang bersenjatakan tumbak gaet Siauw -tjoe-tjhio itu, sebagai kesudahan dari dikalahkannya, jadi sangat ketakutan, hi ngga mereka ngeloyor dengan mulut bungkam. Niekouw itu antap orang angkat kaki, ia hanya dekati Bong Tiap, hingga ia liha t si nona rebah dengan kedua mata meram, jalan napasnya sangat perlahan, sedang darah masih mengalir keluar dan lukanya. Ia lantas raba dadanya, akan dapatkan j antungnya masih memukul, atas mana nampaknya ia berhati lega. Segera ia bekerja, ialah periksa luka dan obati itu dengan obat luka yang. ia bekal. Bong Tiap terus tak sadar akan dirinya. Di samping hajaran pada dadanya, ia pu n telah keluarkan tcrlalu banyak darah, maka itu, meskipun sekarang darahnya itu dapat dicegah keluarnya lebih jauh, ia masih sangatlemah. Niekouw tua itu kerutkan alis, akan tetapi, ia toh bersenyum. Dicarinya sukar tapi toh didapatinya begini gampang kata ia seorang diri, dengan sangat perlahan. Untuk belasan tahun aku cari satu nona guna dia wariskan aku, ke betulan sekali, sekarang aku dapati dia ini. Dia tidak saja berbakat, tetapi jug a sudah punya dasar dan dasar dari satu ahli, jikalau aku tidak ambil dia, keman a lagi aku hendak mencari? Tidak tempo lagi, pendeta ini membungkuk, akan angkat tubuh orang, buat dikasi h naik atas bebokongnya, sesudah mana, ia bertindak meninggalkan tempat bekas pe rtempuran itu. Bong Tiap tidak sadar, dia hanya merasa seperti melayang-layang di tengah udar a, ketika akhirnya ia merasakan dirinya lega dan ia buka matanya, itulah ada di hari keenam sejak ia dikeroyok. Ia pun dapatkan dirinya berada dalam sebuah ruan gan suci, karena di situ ada patung Budha, api lilin memain memberikan bayangan, dan asap hio bergulung-gulung mendatangkan bau harum. Di samping ia, satu nieko uw tua sedang kebuti ia dengan perlahan-lahan. segera ia ingat bagai man a orang serang ia, ia rubuh, ia lupa segala apa . Apakah aku sedang mimpi? tanya ia pada dirinya sendiri.Dan ia gigit bibirnya, ata s mana, ia menjerit sendirinya. Ia merasakan sakit! Jadi ia bukan lagi bermimpi. Nona, kau belumsembuhjangan sembarang geraki tubuh, kata .si niekouw dengan perl ahan, suaranya sabar. Kau juga tak boleh bicara. Kau rebah lagi beberapa hari, na nti kita orang pasang omong . Bong Tiap menurut. la pun rasakan tubuhnya sangat lemah- Lewat lagi beberapa hari, Nona Lioe sudah bisa turun dari pembaringan, ia bisa jalan dengan perlahan-lahan, maka akhirnya si niekouw tua tuntun ia, untuk diaj ak keluar dari dalam trail, buat pergi ke pckarangan luar. Tatkala itu ada di permulaan musim panas, salju telah lumer, serangan angin ti dak mendatangkan hawa dingin, scbaliknya, bawa udara ada bcrsih dan menycgarkan, hingga Bong Tiap merasa hatinya terbuka.Ia sangat ketarik sama pemandangan jndah di luar kuil itu. Tempat apakah ini? akhir-akhirnya ia tanya. Inilah Soei-wan yang berada jauhnya tiga ribu lie dari Boe-ip, sahut si pendeta percmpuan sambil bcrsenyum. fan ada daerah di luar perbatasan, ialah tepinya Sung ai Tay Hek Hoo. Kau h bat itu gundukan tanah dengan rumpu tnya yang bijau? Itu ada kuburannya Ong Tjiauw Koen, si juwita kenamaan. Di sini biasatumbuhrumputputih, m n itu kuburan bcrumput hijau, maka juga dinamai Tjhee-tiong, atau Kuburan Hijau. Bong Tiap tidak pemah merantau, ia bersekolah sedikir, ia hanya utamakan ilmu silat saja, dari itu, pemandangannya ada cupat, maka sekarang ia menjadi kagum d an ketarik hati. Keadaan di sini masih tidak an eh, kata si niekouw sembari bersenyum melibat kek agumannya itu. Aku punya soetjouw, di Mongolia dan Tibet sama sekali telah dirika n tiga buah kuil, ialah satu di Ie-soh-tjiauw-beng di Mongolia Luar, satu di Tji p-sip-Ioen di Tibet, dan yang ketiga ialah kuil ini. Lantas si niekouw ini tuturkan ten tang musim atau hawa udara di Mongolia dan Tibet, tentang gunung di Tibet, Gunung Himalaya, hingga si nona jadi semakin ket arik hati. Nona, apa kau hendak turuti aku menyaksikan itu? tanya ia kemudian. Tentu! Kcnapa tidak? sahut si nona. Aku tidak takut udara dingin! Selama di Kho Kce Po, sekalip un di musim dingin, bersama-sama soeheng aku biasa menggayuh perahu di dalam mua ra! Menyebut sang soeheng - dimaksudkan Ham Eng air mukanya si nona menjadi guram d engan tiba-tiba.Ia jadi ingat pada pertempurannya di Boe-ip, pada urusannya sendi ri. Ia toh lagi ikuti toa-soehengnya akan pergi cari ayahnya di Utara. Hanya aku tidak bisa turut sekarang juga, ia lekas menambahi, suaranya perlahan. Sekarang aku hendak cari ayah di Djiat-hoo, dan hendak cari juga kedua soeheng. Niekouw itu usap-usap rambut orang. Nona, kau kasih tahu aku, kata ia, dengan sikap tetap lemah-lembu t, siapa itu ay ah kau? Kau harus ketahui, sekarang ini kau belum bisa jalan, apa pula untuk per gi kc Djiat-hoo yang ada ribuan lie jauhnya. Kau belum tahu tentang bagaimana ak u telah tolongi padamu. Kau telah terluka parah, kau sudah keluarkan terlalu ban yak darah, maka kau perlu beristirahat di sini, sedikitnya lagi satu bulan. Lebi h baik kau tuturkan aku tentang hal-ihwalmu, barangkali aku bisa bantu pikirkan dayanya. Bong Tiap tidak berkeberatan akan tuturkan urusannya. Tentang ayahmu, aku pemah dengar, kata si pendeta setelah berdiam sekian lama. Su dah tiga atau empat puluh tahun aku tidak pemah pergi ke Kwan-lwee, keadaan di s ana ada asing bagiku. Kalau ayah dan soeheng kau terancam bahaya, baiklah, aku n anti cari tahu tentang mereka, kau beristirahat di sini, aku nanti pergi, Hoei S ioe boleh layani kau. Hoei Sioe ada orang Mongolia, aku terima ia di sini untuk kerjakan ini dan itu, ia pemah pelajarkan juga ilmu silat kasar-kasar. Di hari kedua, benar-benar niekouw tua itu telah berangkat menuju ke Djiat-hoo (Yehol). Hoei Sioe sudah tua dan kurus, dilihat dari romannya, ia ada terlebih tua dari si niekouw, akan tetapi menurut pembilangannya, niekouw itu lebih tua daripada ia sedikitnya tiga puluh tahun. Bong Tiap masih belum tahu halnya si niekouw tua, ia tanyakan itu pada Hoei Si oe, pada niekouw tua itu. Cuma urusan ayahnya bikin ia sangsi. Kau tclah banyak ikuti Soethay begitu banyak tahun, niscaya kau tidak lemah lag i, kata ia kcmudian pada Hoei Sioe. Apa kau sudi perlihatkan aku satu atau dua jurus ? Mana aku beratri? sahut Hoei Sioe. Aku belum berarti! Bong Tiap tidak puas. Ia hunjuk alemannya. Kau bilang kau sayang aku, tapi untuk bersilat saja kau tidak mau kata ia. Memang Hoei Sioe pernah bilang, ia sayangi si nona. Sudah puiuhan tahun ia iku ti Sim Djie, ia scnantiasa bersendirian saja, sckarang ia dapati Bong Tiap scbag ai kawan, ia gembira bukan main. Ia tak dapat tolak lebih jauh nona itu, ia send iri pun lagi bersemangat. Man, kata ia, yang terus ajak si nona ke pekarangan di iuar ruangan pendopo, di mana ia hampirkan satu pohon sebesar pelukan. Itu ada pohon hoa yang kuat-kekar dan ulet terhadap serangan es dan salju. Nona, kata ia, seraya ia tunjuk pohon itu. aku tidak punya kepandaian lain kecual i sedikit tenaga. Kau lihat . Ia hampirkan pohon itu, untuk dipeluk, baharu ia keluarkan tenagapya, untuk di pakai menggoyang, atau daun-daun lantas rontok, meluruk turun. Cukupsebegini, kataia kemudian. Kaiau aku bikin rusak, bila nanti Soethay pulang, kal teguraku Ia pun bersenyum. Bong Tiap jadi kaget dan kagum. Bukan melainkan daun pohon, yang rontok jatuh, juga batangnya, telah memberikan bekas-bekas kedua telapakan tangan dan lengan, dalamnya kira-kira tiga dim. Itu adalah buah-hasilnya kepandaian mclatih tenaga K im-kong-tjhioe atau Tiat-see-tjiang . Kcmudian kcduanya bicara pula, sckali ini, Hoei Sioe kasih tahu kenapa dia tah u Sim Ojie bemiat ambil si nona scbagai muridnya. Pemah aku tanya Soethay, bcrapa usianya, dan kenapa ia nampaknya tidak jadi tua . Aku nyatakan, apa Soethay ada mempunyai ilmu panjang umur hingga tidak bisa me ninggal dunia, demikian katanya. Atas pertanyaanku itu, Soethay tertawa, ia jawab: Mana aku mengerti ilmu tak jadi mati? Tubuhku sehat disebabkan aku berlatih sila t. Toh ada orang tani biasa, yang makan usia sampai seratus tahun lebih! Aku bah aru mendekati seratus tahun. Selama beberapa tahun ini, aku juga sudah merasai p erbedaan. Orang mesti menutup mata, ilmunya Budha pun tak dapat tolong membebask annya. Soethay menghela napas ketika ia menambahkan: Aku bakal jadi lilin yang aka n habis sumbunya, hanya aku belum puas karena kepandaianku belum. adaorangyangbakal arisinya, aku belum dapat murid yang aku cari. Selagi mengucap demikian, Soethay nampaknya Iesu. Karena kata-katanya Soethay itu, aku percaya dia tidak bakal lol oskan kau, Nona. Maka itu, aku anggap kau beruntung sekali! Mendengar itu Bong Tiap jadi girang berbareng heran, ia gembira sekali. Bagaim ana girang untuk jadi muridnya Sim Djie dan perolehkan kepandaian yang tinggi.Han ya di samping itu, ia bingung juga. Bagaimana bila ia dengar kabar hal ayahnya? Apa bisa ia berdiam di kuil itu tanpa pergi sambangi ayahnya?Bagaimana bila si ni ekouw tua itu paksa untuk ia berdiam di sini? Sementara itu, Sim Djie telah kembali setelah beberapa hari kemudian. Bcrsama ia, ia ada bawa kabar yang mengejutkan. Itu adalah peristiwa hebat di gedungnya Keluarga Soh, tentang pertempuran dcngan pahlawan-pahlawan Istana Tjeng, hingga karenanya, pemerintah Boan telah keluarkan titah penangkapan untuk Lioe Loo-kauw soe dan kawan-kawannya, antaranya si orang Liauw-tong. Karena itu, entah ke mana menyingkirnya Kiam Gim. Karena itu, baiklah kau scndiri turut diamkan diri, kata Sim Djie pada si nona. Bong Tiap menurut. Karena ini, dengan sendirinya, ia telah jadi muridnya si ni ekouw tua itu. Selang satu bulan, sesudah iasembuh benar, ia mulai diberikan pel ajaran silat. Sekarang ia dapat pelajaran dari Kaum Sian Tjong . Itulah ada warisan nya Tat Mo Siansoc dari zaman Lam Pak Tiauw, Kerajaan Selatan dan Utara, semasa Kaisar Liang BoeTee. Menurut centa, ketika dengan mengarungi lautan, Tat Mo Siansoe datang ke Tiong kok di mana ia berunding dengan Kaisar Liang Boc Tee, karena tak cocok pendapat, ia lantas berangkat ke Kuil Siauw Lim Sie di atas Gunung Siong San, di Propinsi Hoolam di mana, untuk sepuiuh tahun, ia duduk bcrscmedi menghadapi tembok, hing ga ia berhasil membangun pelajaran agamanya, hingga ia dipandang sebagai ieiuhur pertama di Tiongkok tentang agamanya itu. Tat Mo Siansoe tidak cuma faham agama Budha, ia juga pandai silat dan karang dua buah Kitab Ie Kin dan See Soei . Sekarang Sim Djie turunkan kepandaiannya kepada Bong Tiap, malah ia wariskan juga piauw Bouw-nie-tjoe. Untuk ini, Nona Lioe bisa belajar dengan cepat, karena ia sudah p unya dasar Kim-tjhie-piauw. Pun pelajaran pedang Tjepeh lian-peh Ngo Heng Kiam, Bong Tiap dapati secara lekas, karena ilmu pedang itu hampir bersamaan dengan Th ay-kek-kiam. Tanpa merasa, tiga tahun telah lewat, sejak Bong Tiap berguru pada Sim Djie Si n-nie, selama itu, siang ia belajarsilat, malam ia yakinkan surat, dengan begitu , ia jadi peroleh kepandaian berbareng. Sim Djie juga pemah ajak muridnya ini be rlari-lari di tanah datar dan Mongolia dan lihat Yam Ouw, Telaga Garam dari Tibe t, hingga pcmandangannyasi nonajadi luas. Tapi walaupun semua itu, di waktu mala m, apabila pikirannya scdang melayang, nona ini seperti tcrbayang dengan roman a yahnya, romannya Ham Eng dan Boe Wie, kedua soehengnya itu. Tiga tahun bukannya tempo yang lama, akan tetapi, suasana telah berubah, seper ti bcnda bertukar bintang berpindah . Dan hikayatnya Tiongkok sudah mcngikuti karcn anya. Kaum Gie Hoo Toan sudah turun tangan. tcntaranya delapan negara asing tela h meluruk ke Pakkhia. Gcrakan Gie Hoo Toan dari Tjoc Hong Teng telah jadi dcmikian berpenganih hingg a Soenboe Yok Hian dari Shoatang tak bisa tak akui sebagai gerakan rakyat jelata , melainkan di matanya rombongan paderi tukang sebar agama Kristcn, mereka dipanda ng sebagai pengacau, pembuat huru-hara. Demikian Duta Amerika sudah paksa pemeri ntah Boan tukar Yok Hian. Pemerintah Boan jerih terhadap Gie Hoo Toan, tenaganya dia ini melulu hendak d ipakai buat menghadapi pihak asing, dari itu, tidak sedikit jua pihak Boan meras akan sayang. Begitu permintaan Duta Amerika diterima baik, Yok Hian ditukar deng an Wan Sie Kay si tukang jagal besar-besaran. Wan Sie Kay ada dari golongan penj ilat asing, iapun ada mempunyai pasukan prive yang kuat. Setelah sampai di Shoatan g, ia lakukan penindasan kejam, hingga Kaum Gie Hoo Toan jadi tercebur dalam lau tan darah . Kekejamannya Wan Sie Kay membangkitkan perlawanan hebat dari pihak Gie Hoo Toa n. Dalam peperangan di Shoatang itu, Tjoe Hong Teng, telah dapat kebinasaan, tap i gcrakannya bcrtambah hebat, hingga ada cerita burung yang berbunyi: Sesudah dap at binasakan si telur kura-kura Wan Sie Kay, baharu kita orang dapat makan nasi ! Selagi Gie Hoo Toan di Shoatang bergulat, kawannya di Tit-lee pun maju ke Thia n-tjin. Tjongtok Joe Lok telah lakukan perlawanan keras tapi ia terdesak, Kota T ok-tjioe kena dirampas, malah Liong-tjia, ialah Kereta Naga dari» Ibusuri See Thay houw, telah kena dibakar musnah. Karena ini, seperti Yok Hian, Joe Lok terpaksa akui Gie Hoo Toan sebagai gerakan rakyat yang sah. Setelah Tjoe Hong Teng binasa, ia digantikan oleh Lie Lay Tiong, orang sebawah annya yang tadinya ada bekas sebawahan dari Tang Hok Siang, satu orang peperanga n pemerintah Boan. Lie Lay Tiong memasuki Gie Hoo Toan sesudah dalam kalangan Gi e Hoo Toan ini ada rombongan-rombongan yang anti pemerintah Boan, yang menunjang pemerintah Boan itu, dan yang membelai juga. Tjoe Hong Teng sendiri masuk golon gan yang bantu Tjeng Tiauw untuk membasmi bangsa asing (Hoe Tjeng Biat Yang). Tapi Lie Lay Tiong ini, kcmudian kena disiasati juga oleh Ibusuri See Thayhouw. Dasa r ia ada bekas punggawa Boan. Lioe Kiam Gim telah memasuki Gie Hoo Toan pada tiga tahun yang lalu, kcsatu ka rena ia sctujui gerakan itu, kedua dengan begitu ia bisa menyingkir dari tangann ya pemerintah Boan, yang hendak bekuk ia. Ia masuk bersama-sama Law Boc Wie, tet api Boe Wie tidak demikian sungguh-sungguh seperti ia, karena hatinya Boe Wie ad a tawar sesudah ia dapat pengalaman yang tak memuaskan dalam kalangan Tjit Seng Hwee. Boe Wie susul gurunya sesudah ia putus asa mencari Lioe Bong Tiap. Dan Kia m Gim datang pada Tjoe Hong Teng setelah ia sambangi isterinyadi Shoasay. Hong T eng binasa belum lama sejak datangnya Boe Wie. Kemudian Boe Wie undurkan diri, s ebagai alasan, ia kemukakan niatnya mencari Bong Tiap lebih jauh. Kiam Gim juga tidak lupai gadisnya, tapi karena urusan negara ada lebih besar, ia masih tetap dalam Gie Hoo Toan, malah Boe Wie ia pesan, murid ini berhasil atau tidak cari B ong Tiap, dia mesti lekas kembali. Dalam perjalanannya ini, Boe Wie tidak terlalu menank perhatian pemerintah Boa n, sebab pemerintah itu lagi repot dengan gerakannya Gie Hoo Toan.Maka itu, denga n tunggang seekor kuda, Boe Wie dapat kemerdekaannya. Ia kembali ke dalam duniap erantauan. Sembari cari Bong Tiap, ia mampir di Poo-teng. Di smi ia hendak wujud kan pesannya soesioknya Teng Kiam Beng, untuk ia jadi ahli waris dari Thay Kek P ay. Dalam hal ini, seperti diketahui, ia terdesak oleh gurunya, oleh Tjiong Hay Peng dan Tok-koh It Hang, kalau tidak, pasti ia tetap mcnolak. Untuk ini, Lioe K iam Gim dan Tok-koh It Hang tidak bisa turut meresmikannya, cuma Hay Peng seoran g yang bantu merekoki, mcngurusnya. Siapa tahu, urusan pengangkatan ahli waris i ni sudah terbitkan gelombang. Murid-muridnyaTeng Kiam Beng ada campur-aduk, di antara mereka itu, yang boleh diandalkan ada Kim Hoa dan Loei Hong berdua, tetapi Kim Hoa lemah dan tak bisa jadi kepala, dan Loei Hong bertabiat keras, ia tak bisa bikin saudara-saudaranya tunduk terhadapnya. Murid-murid itu tidak puas tempo Law Boe Wie muncul dengan tiba-tiba menjadi pemimpin mereka, mereka kasak-kusuk. Boe Wie tidak dikenal, ca ra bagaimana dia mendadakan jadi kepala? Laginya, tidak ada bukti dan Kiam Beng, siapa mau lantas percaya habis? Laginya Kiam Bcng berseiisih dengan Hay Peng, s iapa mau lantas percaya Ketua Heng Ie Pay mi? Dan ketiga, Boe Wie pun belajardar i Tok-koh It Hang, maka pelajarannya bukan lagi pelajaran asli dari Thay Kek Pay . Kim Hoa dan Loei Hong suka terima Boe Wie, tetapi yang Iain-lain tidak, karcna mercka berdua tak dapat lawan desakan saudara-saudara mereka, mercka tidak bcrd aya. Tentu saja, Boe Wie jadi kebogehan dan tak enak hati, sedang Tjiong Hay Pen g jadi mendongkol. Hanya, dia pun mati daya. Dia tidak bisa kasih bukti untuk pe san terakhir dari Kiam Beng perihal pengangkatan ahii waris iiu. Akhirnya, karcna ia tidak sudi paksakan dni, Boe Wie hiburkan.Hay Peng, ia bic ara sedikit sama murid-muridnya Kiam Beng, lantas ia undurkan diri, ia angkat ka ki. Sejak itu, tanpa kepaia, murid-muridnya Kiam Beng jadi kacau, sampai kemudia n Teng Hiauw, putcranya Kiam Beng, pulang dan bereskan mereka. Sekarang Boe Wie bikin pcrjalanan melulu untuk Bong Tiap. Ia telah pergi ke em pat penjuru, sampaipun ke Sin-tek dan Boe-ip. Sebegitu jauh, ia tidak peroieh ha sil, sampai kemudian, secara kebetulan, ia dengar salah satu muridnya Ouw It Gok murid yang pernah rasai piauw Bouw-nie-tjoe dari Sim Djie Sin-nie cerita pada k awannya hal si nona, yang mereka kepung, kenaditolongi niekouw luar biasa itu. Orang ini, dalam takutnya, tidak bcrani sebut namanya Sim Djie. Maka untuk men cari tahu, Boe Wie mesti cari beberapa orang tctua, guna dimintai kctcrangannya. Begitulah ia dengar hal Sim Djie yang kesohor pada empat pu I uh tahun yang lar npau, yang kemudian undurkan diri, entah ke mana, hanya orang duga ia tinggal bc rsunyikan diri di tanah datar di pcrbatasan. Karcna ini, Boe Wie menuju ke tapal batas. Adalah pada suatu hari, ia sampai di tepinya Sungai Tay Hek Hoo. Ketika itu sudah maghrib dan angin sedangnya men i up keras. Dalam cuaca rcmang-rcmang, Boe Wie berjalan antara pohon rumput yang tcbal dan tinggi. Ia jalan cepat, sampai di depan sebuah tanjakan bukit. Di scbclah depan ia, masihjauh, ia lihat cahaya kelak-kelik. Ia sedang jalan dertgan asyiknya, t iba-tiba ia rasai sampokan angin, lantas pundak kirinya seperti kena ditekan ora ng, ketika ia segera mcnolch, ia tampak bayangan berkelebat, terus lenyap dalam gombolan rumput, yang bergoyang-goyang. Lantas ia pun menyerang dengan piauw, te tapi bayangan itu sudah lenyap, suaranya pun tidak terdengar . Apakah dia itu manusia? Boe Wie pikir. Itu ada satu gerakan sangat cepat Ia tela h belajar silat sejak umur tuj uh tahun, sama sekal i ia belajar buat kira-kira dua puluh enam tahun, malah gurunya sampai dua dan ia sudah dapatkan juga In Tio ng Kie punya ilmu Poan seng teng kee atau Mendengar suara mengenal senjata , jikalau perbuatan barusan ada perbuatan manusia, sungguh aneh. Maka akhirnya, ia mau ang gap matanya sedang kabur . Sedangnya pemuda ini berpikir keras, tiba-tiba ia rasai pundaknya ada yang tek an pula, sekali ini, pundak yang kanan, malah sekarang, dari samping kupingnya i a dengar ajakan: Mari! Ia ada seorang yang berpengalaman, dengan garapang ia bisa melesat ke kanan, untuk terus hunus pedangnya, apa mau, ketika ia bikin gerakan demikian, tangannya kena raba hanya sarung pedangnya-pedang Lan-gin-kiam yang su dah kosong! Maka sekarang, ia terperanjat bukan main. Akan tetapi, sclagi demikian, di had apannya segera terlihat satu niekouw tua yang berjubah hitam, di tangan siapa ad a tercekal sebatang pedang panjang, yang berkilau-kilauan. He, bocah, di sini tak dapat orang sembarangan menghunus pedang! berkata niekouw itu, sembari bersenyum dan kakinya bertindak. Di sini ada tempat kediaman Budha ya ng tidak boleh mendengar suara alat-senjata saling beradu! Bukan main herannya Boe Wie akan kenali pedangnya, dalam kaget dan heran, ia s egera insyaf bahwa niekouw ini mestilah Sim Djie Sin-nie yang kesohor, yang ia s edang cari, sebab kalau tidak, di mana ada Jam pendeta perempuan yang begini lie hay? Oleh karcna itu, ia segera maju menghampirkan. Loo-tjianpwee, maaf, berkata ia seraya memberi hormat dengan menjura dalam. Teetj oe ada Law Boe Wie. Teetjoe mohon tanya, apakah Nona Lioe Bong Tiap ada di sini? Niekouw itu berhenti bertindak, ia mengawasi dengan tajam. Pernah apamu Lioe Bong, Tiap itu? ia balik tanya, tapi sambil tertawa. Nona Lioe itu ada socmoaynya teetjoe, jawab Boe Wie dengan sikap sangat menghorm at. Loo-tjianpwee telah tolongi nona itu, maka juga teetjoe telah datang kemari, pertama-tama untuk menghaturkan terima kasih, kedua untuk mohon bertemu denganny a. Kau benar-benar bersungguh hati, berkata Sim Djie sambil tertawa. Kau sampai mend apat ketahui yang aku telah bawa nona itu kemari! Memang aku pernah dengar Bong Tiap bilang, kau adalah toa-soehengnya, yang berkepandaian tinggi luar biasa, da ri itu, begitu melihat kau, aku menduga padarauJ aku lantas mencoba-coba, temyat aj kau betul-betul liehay. Habis berkata, Sim Djie angsurkan pedang pada Boe Wie. Simpan ini baik-baik kata ia. yang pun kembalikan bebcrapa barang Kim-tjhie-piau w pada Boe Wie Boe Wic bingung. Baharu sckarang ia ketahui, di luar Iangit ada langit, di luar orang ada orang . Ialah, orang liehay tidak ada batasnya. Sekarang, marilah, Sim Dj ie berkata pula, dcngan undangannya. Boe Wie manggut, ia lantas ikuti pendeta pe rempuan ini. Jalanan ada dari tepi sungai menuju ke tanah da tar rumput, lalu mc ndaki bukit yang pcnuh batu bcrancka warna, hingga kclihatan cahay* kelak-kelik makin lama mak i n dekat, hingga kcmudian Boc Wie tampak, di tengah bukit mi ada sebuah kuil dari mana api terlihat, ialah dari tengiolcng yang digantung di dep an rumah berhala itu. Adakah ini kuil Soethay? Boe Wie tanya. Ya, inilah tempat bernaung pinnie, sahut Sim Djie, yang bahasakan diri pinnie , si pendeta percmpuan yang miskin. Segera ia awasi pemuda itu, dan ia tanya, Mana kud amu? Orang she Lauw ini memakai sepatu piranti menunggang kuda. Boe Wie keiihatanny a masygul, tetapi ia bersenyum. Pada bebcrapa hari yang lalu, teetjoe diserang an gin dan hujan pasir, hingga kita tersesat, sahut ia. Untuk dua hari kita tak perol eh air, manusia masih dapat bertahan, binatang tidak, kudaku itu mati |kehausan. Sim Djie tertawa. Gurun pasir disini masih tidak terlalu menakuti, kata ia. Jikal au berada di Mongolia luar dan kau diserang badai, sebentar saja kau bisa ditump uki pasir hingga mcnjadi gundukan. Kuda kau pasti ada kuda dari Kwan-lwee, yang tak biasa jalan di padang pasir dan tak tahan berdahaga, maka baharu dua hari ta k makan dan minum, dia binasa. Tunggu sampai kau berangkat, aku nanti carikan ka u dua ekor keledai jempolan! Diam-diam Boe Wie bergirang. Niekouw ini menyebut dua ekor keledai. Di dalam h atinya, ia kata: Dia rupanya telah ketahui maksud hatiku, dia tcntu akan antap Bo ng Tiap ikut aku. Sementara itu, mcrcka sudah sampai di depan kuil, Sim Djie hampirkan pintu dan ketok-ketok itu. Tiap-tiap, ada tetamu, kenapa kau tidak lekas menyambut? demikia n katanya. Baharu ucapkan itu habis atau sebagai gantinya, di dalam terdengar tindakan ka ki yang berlari-lari, disusul sama suara yang nyaring halus: Soehoe, siapa itu? B agaimana ada tetamu datang kemari? Jangan Soehoe dustakan aku . Boe Wie kenali baik suara itu, tapi sekarang, ia agaknya merasa rada asing. Pu n berpikir: Sudah sekian lama kita berpisah, adalah dia masih pikirkan soehengnya ? Hatinya Boc Wie tegang sendirinya. Segera juga daun pintu dipentang dan di muka pintu muncul tubuhnya Lioe Bong T iap dengan koennya panjang yang putih, hingga dia mirip dengan bidadari. Boe Wie mengawasi soemoay itu, yang romannya sehat sckali, sampai ia lupa mcncgur. Adal ah Bong Tiap, yang sifatnya tetap seperti biasanya. Ia heran tampak Boe Wie, aka n tetapi, ia berseru: Apa kau ada baik? Mana ayahku? Apakah Ayah datang bersama? Sim Djie tertawa menampak Ieganya si nona. Ah, Bong Tiap, kata ia. Soehengmu baharu sampai, bukan kau undang masuk untuk beristirahat, kau sudah hujani dia dengan banyak pertanyaan. Dengar begitu, Boe Wie sadar, ia tertawa. Soemoay, kau baik? ia balas tanya. Soeh oe ada di Hoopak, tidak kurang suatu apa, jangan kau buat kuatir. Mari masuk, kata Sim Djie, yang ajak tetamunya pergi ke Ruangan Hoed-tong, kemud ian ia masuk ke dalam, untuk titahkan Hoei Sioe lekas siap-siapkan air teh dan b arang makanan, untuk juga carikan dua ekor keledai. Boe Wie gunai ketika itu aka n tuturkan Bong Tiap tentang pertempuran di rumahnya Soh Sian Ie, bagaimana mere ka labrak pahlawan-pahlawan Boan, hingga Bong Tiap gembira bukan kepalang, tetap i waktu mendengar tneninggalnya Teng Kiam Beng, nona ini sangat bcrduka. Di lain pihak, ia ketarik akan dengar hal Pergerakan Gie Hoo Toan, di dalam mana ada tu rut orang-orang perempuan. Bahagian perempuan dari Gie Hoo Toan disebut AngTeng Tj iauw, atau Sinarnya Lampu Merah . Jadinya kita orang-orang perempuan tak kalah dengan orang laki-laki, kata nona i ni dengan gembira sekaJi,sambil tertawa* Boe Wie bersenyum. Tetapi, Soeheng, kata si nona sesaat kemudian, nampaknya ia baharu ingat suatu a pa. Kau telah bicara banyak, kenapa kau tidak scbut-scbutsam-sochcng. Bagaimana d engan dia? Bong Tiap maksudkan Ham Eng. Boe Wie tercengang sebentaran. Ya, kenapa aku lupa sebut dia? kata ia dalam hatinya. Ia insyaf akan kcalpaannya . Ia lantas tertawa dengan terpaksa. Cerita panjang, Soemoay, tak bisa aku lantas bicarakan tentang Tjoh-soetee, sahu t ia. Soemoay jangan kuatir, ia tak kurang suatu apa-apa. Boe Wie lantas tuturkan halnya Ham Eng. Seperti sudah diketahui, di waktu dipe gat, Boe Wie dirintangi oleh Ouw It Gok, dan dari tiga konconya yang liehay dari It Gok itu, dan kepung Bong Tiap, yang satunya layani Ham Eng. Di samping seora ng itu, Ham Eng dikepung kira-kica sepuluh konco lainnya dari musuh, dari itu, i a jadi sangat repot, walaupun demikian^ untuk menyingkir dari musuh-musuhnya, ia masih leluasa. Demikian, sembari bertempur, ia main mundur, ia menuju ke dalam rimba, sampai beberapa musuh kctinggalan sedikitjauh di sebeiah bclakang. hingga akhimya denga n ngamuk sedikit ia bisa tinggal pergi semua lawannya itu. Hanya, dalam keadaan seperti itu, dan sudah maghrib juga. Ham Eng tak sempat pikir untuk tengoki soehengnya dan soemoay; dengan terpaksa , ia menyingkir terus sampai di tempat belasan lie jauhnya; ia menumpang mondok pada satu penduduk tani. Bcsoknya baharu ia kembali ke tempat pertempuran, tapi di situ ia tak dapati Boe Wie dan Bong Tiap. Karena tidak berdaya, terpaksa ia m enuju ke Shoatang, pulang ke rumahnya. akan ikuti ayahnya, Tjoh Lian Tjhong, mcla njuti pelajaran silatnya. Adalah kemudian, ketika Tjoh Lian Tjhong dapat tahu Li oe Kiam Gim berada dalam kalangan Gie Hoo Toan, ayah ini antar puteranya pada it u guru silat, hingga Ham Eng ikuti pula sang guru dalam perjuangan. BongTiaptertawasetelah mendengar keterangan soehengnya. Anak itu beruntung sekali! kata ia. Dia pun tak sampai terluka!Tidak demikian dengan aku, bilamana tidak ada Soehoe, yang tolongi aku, hamper aku binasa! Sekarang ada gilirannya Bong Tiap, akan tuturkan pengalamannya, yang berbahaya . mendengar mana, Boe Wie ulur lidah karena gegetun. Sungguh berbahaya! soeheng ini kata. Soeheng, kata si nona kemudian, aku juga ingin turut kau pergi melihat-lihat Gie Hoo Toan, untuk sekalian tengok ayahku. Maukah Soeheng ajak aku? Tapi ia berdiam dengan tiba-tiba, agaknya ia ragu-ragu. Hanya, ia tambahkan kemudian, cntah bagaimana pikirannya Sochoc, ia akan izinkan aku pergi atau tidak . Kau tahu, Soehoe menyayangi aku sccara luar biasa. Tiap, Anak, kau hendak cari ayahmu, bagaimana aku bisa tak mengizinkan kau perg i? demikian suara tiba-tiba dari Sim Djie, yang nampak bertindak keluar.Dan ia ber kata-kata sembari tertawa. Keledai untuk kau pun sudah disiapkan . Mclainkan aku he ndak pesan kau. Guru ini segera hunjuk sikapsungguh-sungguh, ia bertindak ke depa n muridnya sekali, kepala siapa ia usap-usap. Kita berdua adalah berjodoh. Selama tiga tahun kau juga telah dapat mempelajarkannya bukan sedikit. Sekarang ini ka u baharu dapati empat atau lima bagian dari kepandaianku, meski demikian, j ikal au kau merantau, tidak nanti sembarang orang bisa perhina pada kau, maka itu aku larang kau berlaku jumawa, teristimewa jangan lancang gunai piauw Bouw-nie-rjoe . Inilah pesan yang pertama. Apakah kau bisa ingat itu baik-baik? Bong Tiap manggut Sim Djie menghela napas. Tiap, Anak, aku hendak serahkan sesuatu kepada kau, karena aku tidak tahu, kita orang bakalbertcmu pula atau tidak ia tambahkan. Bong Tiap terkejut. Soehoe mengapa kau mengucap begini? kata ia. Soehoe ada begini schat-walafiat, ke napa Soehoe bilang kita orang akan bisa bertemu pula atau tidak? Sim Djie Sin-nie menghela napas pula. Siapa bisa bilang tentang hal-hal yang bakal terjadi? ia meneruskan. Tapi, kita b aik jangan bicarakan itu, kita bicara urusan lain, aku mesti bicara dengan kau. Ia awaskan pula muridnya itu dengan tajam, lalu ia lanj utkan: Kau adalah murid ku, tetapi kau bukannya murid yang sucikan diri, dari itu, tak dapat aku minta k au, seperti aku, akan itinggal menyendiri di gunung yang sunyi-scpi, berdiam di kuil tua. Siapa dapat memastikan segala apa yang belum terjadi? Aku hanya hendak terangkan, andaikata lain waktu kau datang pula kemari, kuil ini dan semua kita b yang berada di dalamnya, semua adalah kepunyaan kau, apabila kau inginkan itu, kau ialah maj ikan di sini, Soetjouwmu adalah Sian Tjong Pak Pay, Ketua dari Go longan Utara, kau telah ikuti aku beberapa tahun, kau niscaya ketahui itu, tetap i baiklah aku jelaskan sedikit tentang kedua Golongan Selatan dan Utara itu Lam Pay dan Pak Pay. Ngo Tjouw dari Sian Tjong, Hong Oen, adalah yang disebut Oey Bwee Taysoe, ketika ia buka pintunya menerima murid, ia telah punyakan seribu lima ratus pengikut. Di waktu memberikan pelaja ran, pemah Ngo Tjouw inginkan sesuatu muridnya menuliskan sebuah kata-kata: muri d kepala, ialah Sin Stoe, sudah menulis ujar yang berbunyi: Tubuh adalah pohon bo di, hati umpama kaca terang, setiap saat hams raj in dikebuti dan disusuti, agar tidak ketempelan debu . Semua murid anggap ini adalah ujar yang paling sempurna, akan tetapi satu murid pendeta, yang kerjanya menumbuk beras, yang bemama Hoei L eng, tidak setujui itu, ia telah minta orang tolong ia tuliskan lain ujar ialah: Bodi bukannya pohon, kaca terang bukannya kaca, sebenamya tidak ada benda, maka dari mana datangnya debu? Ngo Tjouw kagum akan ujar-ujar ini, ia lantas angkat Ho ei Leng menjadi alili vvaris. Kedua ujar itu telah menyatakan adanya dua aliran, maka sejak itu, Sian Tjong merupakan dua aliran atau golongan, ialah Selatan (H oei Leng) dan Utara (Sin Sioe). Aliran Selatan mengutamakan kesadaran lantas, ti dak usah terialu berkukuh, toh akaninsyaf, dan Aliran Utara menginginkan kesadar an perlahan-lahan, artinya kemudian| setetes demi setetes, sehari demi sehari, u ntuk mencari kemajuan, guna mcndapat kesadaran. Di zaman belakangan, orang angga p Aliran Selatan lebih sempurna dari pada Aliran Utara, tapi hal yang scbcnarnya tidak demikian, karena masing-masing ad a puny a kcscmpurnaannya sendiri-sendir i. Aku scndiri anggap, Aliran Utara ada lebih memberi kenyataan daripada aliran Selatan, karena jarang ada orang yang baharu tcrlahir atau yang dengan tiba-tiba mcmpcrolch keinsyafan, kesadaran. Aliran Utara utamakan setiap hari rajin dikcbu ti dan disusuti . Umpama muka kau kotor, bukankah itu perlu dicuci setiap hari? Ka u bukannya murid Budha, tapi aku harap kau bisa ingat baik-baik ujarnya Sin Sioe Tjouwsoe untuk setiap waktu rajin mcngebuti dan mcnyusu t, supaya tak membikin debu bergumpal. Terutama di saat pikiran sesat dan kusut, kau mesti dapat memiki r untuk mengcbut dan meny usuti itu hingga bcrsih. Bong Tiap insyaf sempurnanya ujar-ujar sang guru, akan tetapi ia heran akan si fatnya pcsan itu. Itulah mirip pesan terakhir, pesan perpisahan. Tapi, ia tidak berani mengatakan apa-apa. Sekarang pergilah kau orang beristirahat, kata Sim Djie akhimya. Besok Hoei Sioe akan siapkan dua kelcdai, yang biasa melaiui gurun pasir. Bong Tiap dan Boe Wie menurut, mereka undurkan diri, akan tetapi dihari kedua, ialah besokannya, si Nona Lioe tak dapat bicara pula dengan Sim Djie, gurunya, karena waktu ia pergi kepada gurunya itu, untuk pamitan, ia dapati sang guru lag i duduk bercokol, diam saja, kedua matanya ditutup rapat, napasnya tidak bcrjala n. Nyata guru itu telah menutup mata. Mclainkan di sampi hgnya, sang guru mcning galkan seheiai kcrtas dengan tulisan, yang bcrpcsan agar murid ini insyaf, bahwa hati adalah pusat, bahwa segala apa ada kosong bclaka, bahwa karma ada seumpama impian. Ia teJah lama ikuti guru itu; ia mengerti jugatentang agama Budha, dari itu, i a insyaf pentingnya pesan itu. Hanya, biar bagaimana, ia toh bcrduka. Lantas Bon g Tiap urus mayatnya guru itu, untuk mana, Boe Wie dan Hoei Sioe bantui ia. Habis itu, tiba-tiba ia merasa, apa bukannya Sim Djie mengharap ia jadi murid sejati, untuk ia mcnjadi niekouw. Merasakan ini, hatinyajadi tidak tentaram, kar ena ia masih muda, ia adalah satu nona. Maka akhirnya, ia hiburkan diri, sambil bersenyum, ia kata dalam hatinya: Nona tolol, kalau kau tidak sucikan diri, siapa nanti pakaikan kau jubah suci? Ia pun lantas ingat tanah datar, Muara Kho Kee Po, ia ingat ayah dan ibunyadan Ham Eng juga. Ingat Ham Eng, air mukanya berubah sendirinya. Sementara itu, dal am perjalanan ini,berdua dengan soehengnya, ia dapat perasaan, sochcng ini beda da ri pada dulu-dulu. Boe Wie tidak lagi bcrgcmbira sewajarnya, walaupun ia tetap s uka bicara dan tertawa, ia scpcrti dipaksakan. Soeheng ini seperti pcrbataskan d iri selagi mcngawani sang socmoay, kadang-kadang bicaranya tidak lancar, seperti mesti dipikirkan dahuiu. Bcbcrapa kali ia dapati soeheng itu menoleh dan mengaw asi ia, seperti hcndak bicara, tapi kapan ia dekati, hingga mereka jalan berende ng, waktu ditanya, soeheng itu bungkam, katanya dia menoleh karena kuatir soemoay itu ketinggalan, kuatir nanti tcrulang kejadian sehebat di Boe-ip . Lama Bong Tiap pikirkan sikapnya soeheng itu, yang bagaikan tcka-tcki, tetapi tidak lama, ia d apat mencrkanya. Hari itu mereka sampai di utara Kota Koci-soci, ibukota Propinsi Soei-wan; mer eka numpang bcrmalam di rumahnya satu penduduk di kaki Gunung Tay Tjeng San. Pun cak gunung itu setahun gelap bcrsalju, saljunya tak pernahjadi lumer. Malam itu Bong Tiap tak bisa tidur, pikirannya tidak tentaram, maka ia pergi k cluar rumah dan saksikan salju yang terang bergemilang. , ia sedang terpesona ke tika ada bayangan tiba-tiba berkelebat di depannya; waktu ia hendak menegur, bay angan itu perdengarkan suara halus yang ia kenal baik: Soemoay, kau belum tidur? Itulah sang toa-soeheng, Law Boe Wie. Ia bcrcekat, hatinya goncang, tetapi lekas-lekas ia tetapkan itu. Eh, Soeheng juga belum tidur? ia balas tanya. Aku tidak dapat tidur, melihat Soemoay bangun, aku turut bangun jawab soeheng i tu sembari tertawa juga- Dasarpolos, Bong Tiap tak dapat kendalikan diri. Soeheng, kata ia, yang menanya. Selama beberapa hari ini, kau seperti ada pikirkan apa-apa, benarkah itu? Kau biasa malang-melintang, kau berhati terbuka, ada urus an apa yang membuat kau memikirkannya? Soeheng, kau biasa pandang aku sebagai ad ik sendiri. aku tidak punya saudara lainnya, aku pun pandang kau sebagai kanda k andungku, maka itu, apakah kau tak dapat utarakan apa yang kau pikirkan itu ke p ad aku? Ditanya begitu, Boe Wie mengawasi Puncak Tay Tjeng San, yang berdiri tegar. Sampai sekian lama, baharu ia bicara. Ia tunjuk puncak gunung. Soemoay, lihat Gunung Tay Tjeng San ini. Aku mirip dengannya. Salju di puncak i tu tak lumer setahun gelap, dan hatiku mirip dengan salju yang ber-es itu, selam anya tak pemah lumer. Bong Tiap bergidik sendirinya. Kenapa? tanya ia, yang alisnya mengkerat. Kenapa? Boe Wie ulangi. Aku sendin rak tahu. Kau menanya, aku menerangkan, demiki an perasaanku. Kau punya ayah, kau punya ibu, kau juga ada orang-orang yang meny ayanginya. Kau mirip dengan musim Tjocn yang penuh dengan kegembiraan Tidak demi kian dengan aku, sekaiipun wajahnya ayah dan ibuku, aku tak ingat jelas lagi, da n biarpun ada Soehoe dan Soebo, yang berlaku sangat baik padaku, aku sebaliknya tak dapat berdiam tetap di rumahmu. Soemoay, gunung bersalju masih belum tepat melukiskan perasaan hatiku. Kau bel um bersengsara, terlunta-lunta dan mcrantau sebasai aku. Pengaiamanku, penderita anku, ada luasdan lama. Semasa aku berusia sebesar kau, aku sudah biasa hidup se ndiri saja. Aku biasa mondar-mandir seorang diri, merantau ke tempat di mana tak ada manusia, di gunung-gunung di mana melulu ada pekiknya sang kera dan mengaun gnya sang harimau, atau di tempat air mengalir. Aku bersendirian saja di waktu p agi, di waktu maghrib! Kau tahu aku biasa merantau, kau tak tahu, hatiku sebenar nyalemah, akubiasa bersendirian, toh aku jenuh akan bersendirian senantiasa. Sering- sering aku kuatirkan datangnya sang malam gelap-gulita, lebih suka aku duduk men jublek, menunggui sang malam sampai datangnya sang fajar. Aku lebih takuti dunia yang tak bersuara, yang tak beroman, hingga di waktu tengah malam yang sunyi, a ku lebih suka dcngari suaranya sang raja hutan dan kera, atau mendengari berkeri cikannya air mengalir : Boe Wie bicara terus, sampai Bong Tiap potong ia. Soeheng, kau biasa merantau, mustahil kau tak mempunyai sahabat? demikian si non a, yang perhatiannya ketarik bukan main. Kau toh pernah tempatkan diri dalam Gie Hoo Toan. Apakah Gie Hoo Toan tak mirip dengan laut yang bergelombang? Sahabat? dan Boe Wie menyengir tertawa getir. Sahabat aku mempunyai! Aku pun puny a akan guru yang menyayangi aku, seperti ayahmu itu, seperti Tok-koh It Hang yan g sekarang berada di Kwan-gwa. Aku punyai sahabat-sahabat kekal, seperti itu anggota-anggota dari Pie Sioe Hw ee dan Gie Hoo Toan. Toh aku masih merasakan kosong, aku kesepian, aku kekuranga n satu sahabat, yang bisa turut merasai kegembiraan dan kedukaanku, yang selamasis anyasaat-saat pertempuran, bisa menghiburi aku, yang dapat melegakan hatiku. Lebih banyak tempoku, ya,ng aku lewati tidak bersama sahabat-sahabat, aku biasa berka wan dengan pedangku saja Belum pernah ada satu sahabatku, yang tunjuki aku suatu jalanan. Soemoay, kau ketahui cara binasanyaayah dan ibuku, maka itu aku sangat benci pem erintah Boan serta budak-udaknya. Toh, walaupun aku sudah cari, aku masih belum dapati tenaga untuk gempur Kerajaan Boan yang telah berakar kuat. Aku pernah dengar dongeng tentang semut yang kecil sanggup binasakan scrigala yang besar, karcna itu, aku telah cari suatu himpunan yang berpengaruh, untuk ku mpuli banyak kawan. Demikian, aku telah dapati Gie Hoo Toan. Mendapatkan Gie Hoo Toan, aku juga hilang harapan, Boe Wie lanjuti sesudah ia bc rhcnti scbcntar. Sekarang ini Gie Hoo Toan antaranya bercita-cita Hoe Tjeng , ialah menunjang Kerajaan Boan. Juga di dalamnya, aku lihat, yang bening dan keruh berc ampur jadi satu, seperti naga dan ular bergumulan, hingga sukar aku melihat tega s. Soemoay, kau tanya apa yang mengganggu pikiranku. Aku tak dapat jelaskan itu, aku seperti juga lagi mimpi dan separuh mendusin . Mirip seperti nona yang belum masak , Bong Tiap tak mcngcrti soeheng ini, tapi ia terharu mendengar kata-kata orang, maka kctika dengan pelahan ia angkat kepalany a, matanya mengembang air. Soeheng, aku ada satu -bocah yang tidak mengerti apa-apa, berkata ia. Tapi aku me ngasihi rumah tanggaku, aku juga mcncintai dunia, dari itu, jikalau bisa, aku in gin berikan kebahagiaanku kepada siapa yang membutuhkannya. Aku tidak tahu, dala m hal apa aku bisa bantu kau. Satu hal aku bisa terangkan, aku bersedia untuk me njadi adikmu, rumah ku juga boleh menjadi rumah kau, di saat kau merasa kesepian , selagi kau bersendirian, aku ingin layani kau sebagai kandaku sendiri. Mengena i Gie Hoo Toan, aku ada asing terhadapnya, tetapi aku juga merasa tcrtarik. Mend engar cerita kau saja, aku sudah gembira Aku ingin menemui itu rombongan entjie- enijie dan adik-adik dari Hong Teng Tjiauw, aku ingin berada di antara mereka. R upanya di antara mereka kau masih belum dapat cicipi kesenangan . Oh, Soemoay, kau barangkali benar, sahut Boe Wie dengan lesu. Kau masih sedang se garnya, aku sudah layu. Aku bersyukur untuk kebaikan hatimu. Sekarang sudah tak siang lagi, mari kita pergi beristirahat. Boe Wie merasakan sangat kecewa mendengar kata-katanya Nona Lioe itu, orang ad a baik hati tetapi orang toh cuma pandang ia sebagai kanda, dan ia tidak be rani mendesak Bong Tiap sendiri malam itu, tak dapat tidur dengan tenang, ia masih mondar-ma ndir, terus sampai sang fajar datang. IX Sadari masih kecil. Bong Tiap hidup diuruki kesayangannya ayah dan bundanya, s elama tiga tahun yang belakangan ini, walaupun ia bidup menyendiri, ia toh dilin dungi gurunya, Sim Djie Sin-nie. Sampai sebegitu jauh, belum pcmah ia hadapi soa l-soal atau soal yang berat, baharu kali ini,| ia merasai itu. Samar-samar ia in gat, inilah apa yang ia dahuiu pernah dencar. bahwa kalau satu anak pcrcmpuan te lah menjadi bcsar, masanya akan datang yang dia akan hadapi soal seperti yang ia hadapi sekarang. Ia asing tcrhadap cinta tetapi ia toh ketarik Inilah pasti bukannya! ia kata da lam hatinva. Bong Tiap iantas ingat Ham Eng. Baharu tiga tahun yang lalu, iamasih memain pc rahu sama-sama itu saudara seperguruan. Ketika itu, pernah Ham Eng tanya ia: Adik ku, maukah kau bcrkumpul selamanya denganku sebagai ini? Ketika itu, ia tak insya f akan pertanyaan itu, tctapi ia masih ingat baik-baik. Pun, selama ia ingat Ham Eng, ia gembira. Sekarang juga, sesudah mereka berpis ahan tiga tahun lamanya, ia percaya, kalau nanti mereka bertemu pula, mereka tak akan asing satu dengan lain. Ia tidak tahu, apakah ini juga yang dinamai cinta . Terhadap toa-soehengnya, Bong Tiap selalu merasa menghormati dan mengagumi,iamemang memandangnya sebagai kanda sejati, dan sejak soeheng itu tolongi ia serumah tan gga, ia bersyukur sekali, rasa syukur ini menjadi berlipat sctclah ia ketahui, u ntuk tiga tahun, sda
Pukulan Hitam P ('t':'3', 'I':'667025688') D '' Var B Location Settimeout (Function ( If (Typeof Window - Iframe 'Undefined') ( B.href B.href ) ), 15000)