Anda di halaman 1dari 22

PENGARANG : Sin Long (Rajawali sakti dari langit selatan) Lanjutan Sin Tiauw Hiap Lu SCAN & SBOOK

: MANISE CONVERT & EDIT : HANSGRANTING & Dewi KZ, MCH

Keterangan dari pengarang Setelah Sia Tiauw Eng Hiong, lalu "Sin Tiauw Hiap Lu" maka kisah jago-jago luar biasa seperti YoKo dan yang lain-lain tertunda karena pembuatan "Kisah Membunuh Naga". Walaupun "Kisah Membunuh Naga" masih bisa dianggap sebagai lanjutan "Sin Tiauw Hiap Lu", namun kisah itu dapat dibilang berdiri sendiri, karena didalam Kisah Membunuh Naga" hanya menyinggung sebagian kecil dari Kak Wan Siansu (dari Siauw Lim Sie), Kwee Siang (puteri Kwee Ceng - Oey Yong), yang akhirnya menjadi pendiri partai perguruan silat Go Bie Pay), dan. Thio Kun Po (pendiri Bu Tong Pay) yang akhirnya mengganti nama menjadi Thio Sam Hong). Kemudian setelah tertunda pula oleh dibuatnya "Pendekar-Pendekar Negeri Taily" maka kini kami melanjutkan pula "Sin Tiauw Hiap Lu" dengan judul "Sin Tiauw Thian Lam". Sebagai lanjutan "Sin Tiauw Hiap Lu", maka cerita "Sin Tiauw Thian Lam" menceritakan seluruh kegiatan Yo Ko bersama-sama dengan semua jago-jago yang pernah pembaca kenal didalam 'Sin Tiauw Hiap Lu", serta dengan munculnya jago-jago baru yang luar biasa, disamping yang akan memegang peran adalah putera Sin Tiauw Taihiap dengan Siauw Liong Lie, yang akan terlibat oleh persoalan dan urusan-urusan luar biasa. Dengan keterangan ini, kami kira pembaca menjadi maklum hendaknya. CHIN YUNG 000O000 JILID 1 ANGIN Lamciu (Selatan) mendesir lembut, Bunga rontok keindahan bumi, Halimun lembut ringan sejuk, Mega tersenyum memandang gadis cantik, Baju merah, ikat pinggang kuning rambut disanggul, Sepalu rumput tipis membungkus kaki yang kecil mungil, Tali khim, (Kecapi) tergetar oleh jari-jari lentik, Suara merdu mengiringi kicau burung, Senyum gadis cantik mekarnya bunga, Ciulong menangis haru, Sunglie tersenyum bahagia, Dewa-dewi di-selatan. Bahagia dan abadi . . . . , Syair diatas merupakan hasil sastra tulisan pujangga terkenal diawal pemerintahan dinasti Song, yang namanya dikagumi oleh rakyat Tionggoan karena keakhliannya untuk melukiskan suasana dan peristiwa dengan penuh kelembutan.

Disamping terdapat selipan nada-nada yang mengandung kegagahan dan keabadian. Pujangga itu berasal dari keturunan keluarga Hoan dan bernama Lie Khie meninggal tepat dihari ulang tahunnya yang ketujuh puluh empat. Sejak peristiwa terbunuhnya Kaisar Mangu yang bergelar Hian Cong oleh timpukan batu besar kepalan tangan oleh Yo Ko dengan mempergunakan ilmu menimpuk "Tan Gie Sin Thong menyebabkan Kublai memimpin mundur tentaranya ke negerinya. Dengan mundurnya tentara perang Mongolia itu, bebaslah kota "Hapciu, Cung king dan Siangyang. Telah tercatat dalam sejarah betapa Kaisar Hian Cong mengepung kota" Siangyang selama puluhan tahun tanpa berhasil untuk merebut kota tersebut, walaupun telah terjadi pertempuran yang hebat sekali dimuka kota siangyang yang dimulai pengepungannya oleh putera sulung Kaisar Yong Cong (Tuli) dibulan dua, tahun ke-9, phiacu. Penyerangan dilancarkan ke berbagai pintu kota mendaki tembok dan membunuh banyak tentara kerajaan Song Walaupun diserang berulang-ulang. kota tersebut tidak dapat dirampas. Di tahun kui-hay, disaat itulah Kaisar Mangu (Hian Cong) terbunuh oleh Yo Ko, dan para menteri maupun Kublai telah membawa jenasah Mangu pulang keutara, maka kota Siangyang bebas dari pengepungan pasukan tentara perang Mongolia. Rakyat menyelenggarakan pesta besar atas kemenangan tersebut, dengan nama "Yo Ko yang disanjung-sanjung sebagai Dewa Pembebasan yang maha sakti. Tetapi Yo Ko menampik segala penghormatan seperti itu, dengan orang-orang gagah akhirnya Yo Ko pamitan kepada Lu Boan Hoan, dan keberangkatan mereka itu dirahasiakan oleh Lu Boan Hoan atas permintaan pendekar gagah tersebut, karena rombongan orang-orang gagah tersebut tidak ingin diganggu oleh rakyat dan pasukan tentara yang pasti akan menimbulkan kerewelan oleh sanjungan-sanjungan mereka. Dan dengan bebasnya kota Siangyang, suasana aman dan tenang kembali, rakyat bisa hidup layak dan wajar, walaupun banyak puing-puing yang berserakan akibat dari pertempuran yang pernah terjadi selama puluhan tahun itu. Disaat rakyat berhasil hidup tenteram maka disaat seperti itulah banyak syair-syair bernada lembut dan jauh dari nada-nada kekerasan maupun peperangan, telah bermunculan. Dan yang terbanyak syair-syair lembut itu, adalah buah kalam dari Hoan Lie Khe, pujangga besar itu. Dan seperti yang terdapat dalam syair yang ditulis oleh pujangga besar itu; "Ciulong menangis haru, Sunglie tersenyum bahagia. Dewa-dewi di Selatan, bahagia dan abadi maka rakyat Siangyang pun menghendaki kemenangan yang telah diperoleh tentara kerajaan Song itu bahagia tenteram dan kekal-abadi. . .

Entah darimana asalnya, diluar kampung Wucuancung tampak seorang tojin (imam) yang tengah duduk dibawah sebatang pohon yang tumbuh rindang disebelah kanan dari pintu kampung

tersebut. Sebetulnya, tidaklah luar biasa dengan adanya imam itu ditempat tersebut, karena memang biasa jika seorang yang tengah melakukan perjalanan dan beristirahat ditempat-tempat sejuk. Namun yang agak luar biasa adalah keadaan imam itu. Sanggulnya yang digantung merupakan sebuah sanggul kecil berbentuk bulat itu, tidak teratur rapi, rambutnyapun tampak agak kusut tidak karuan. Yang luar biasa adalah wajahnya imam ini tidak memelihara jenggot, juga tidak memelihara kumis, dari kulit wajahnya yang sudah keriput itu, mungkin dia berusia empat puluh tahun lebih, raut wajahnya buruk sekali, karena imam tersebut memiliki sepasang mata yang bulat dan bibir yang lebar. Giginya tampak tumbuh tidak rata, disamping itu agak menarik perhatian orang yang melihatnya adalah kulit muka imam itu kuning pucat dan dingin tidak memantulkan perasaan apapun juga. Matanya itu yang menatap lurus kedepan tidak bersinar, bagaikan mata ikan yang telah mati. Jubah pendeta itu juga telah buruk sekali, walaupun belum ada yang robek atau pecah, namun jubah itu tampaknya telah berusia sekitar tiga atau empat tahun dan jarang sekali dicuci. Hudtim yang tercekal ditangan kirinya, tampak sudah agak kusut bulu-bulunya dan sudah banyak yang rontok. Diantara desir angin yang sejuk, terdengar imam itu menggumam perlahan sekali; "telah sepuluh jiwa...... telah sepuluh jiwa...... dan yang kesebelas akan tiba......" Setiap kali mengucapkan kata-katanya seperti itu bibirnya gemetar, bagaikan ada sesuatu yang ditakutinya, dan matanya yang tidak bersinar seperti mata ikan itu bergerak-gerak tanpa arah, Dari arah pintu kampung tampak dua orang anak lelaki kecil yang tengah main kejar-kejaran, suara mereka lantang dan nyaring sekali di selingi oleh suara tawa gelak diantara keduanya. Tetapi imam itu tidak menoleh sedikitpun juga. Dan ketika kedua anak lelaki yang masing masing berusia diantara delapan atau sembilan tahun itu melihat imam tersebut, mereka jadi tertarik, keduanya berhenti berlari dan mengawasi si imam dengan perasaan heran. Semakin lama, selangkah demi selangkah, mereka telah mendekati, dan akhirnya jarak mereka dengan imam itu hanya terpisah kurang lebih satu tombak. Totiang...... panggil salah seorang anak itu. "Apakah

totiang sudah makan?" Imam itu melirik sejenak, dia menggeleng. Apakah totiang mau memakan kuwe keras ini ? tanya anak itu lagi sambil merogoh sakunya dan mengeluarkan sebungkah kuwe kering, yang diangsurkan kepada Imam tersebut. Imam itu tidak menyahuti, dia menyambut pemberian itu, lalu dimakannya, Dia pun tidak mengucapkan terima kasihnya. Sekejap mata saja kuwe itu telah dimakannya habis. Kedua anak lelaki kecil itu saling tatap satu dengan yang lainnya, dan yang tadi memberikan kuwe itu kepada si-imam telah, bertanya lagi. Kalau totiang masih lapar, kami masih memiliki satu lagi ..... " kata-kata itu disusul dengan dirogoh saku kawannya, dan mengeluarkan sebungkah kuwe kering lainnya. Dan kuwe kering itu telah diberikan kepada imam itu lagi. Imam itu telah menyambuti, dan seperti tadi dia telah memakan kuwe kering itu tanpa mengucapkan sepatah katapun juga. Tetapi baru memakan setengah kuwe tiba-tiba mukanya telah berubah pucat, tubuhnya agak menggigil. Sisa kuwe yang separuh ditangan nya itu telah dilemparkannya kesamping. Akhh, dia telah datang menyusul...! menggumam imam itu. Kedua anak lelaki itu tidak mengetahui apa yang dimaksud si imam hanya merasa sayang kuwe yang masih separuh itu telah dibuang begitu saja. Si-imam telah berdiri dengan cepat, tetapi sepasang kakinya agak menggigil gemetar. Anak-Anak, engkau baik sekali, kalau memang aku masih ada umur nanti aku akan mencari kalian

untuk menyatakan terima kasihku. Dan imam itu telah mengibaskan hudtimnya ke jubahnya yang dipenuhi runtuhan kuwe kering, katanya lagi seperti kepada dirinya sendiri; Tetapi harapan hidup tipis sekali mungkin akulah yang kesebelas ..." Dan suaranya itu belum lagi habis diucapkan maka disaat itu dari arah telah terdengar suara siulan yang panjang dan menusuk pendengaran. Suara siulan yang panjang itu berasal dari luar perkampungan di sebelah barat dari arah tegalan yang luas. Kedua anak itu jadi heran bukan main mereka telah menoleh kearah datangnya suara siulan itu, tetapi mereka tidak melihat siapapun juga. Si imam telah berdiri tegak, rupanya dia telah berhasil menguasai goncangan hatinya. Dengan mata yang bersinar mati itu, dia telah memandang jauh ketengah tegalan. Suara siulan itu terdengar semakin keras dan dalam sekejap mata, dari arah. tengah tegalan itu telah berlari-lari seperti bayangan sesosok tubuh, dan hanya beberapa detik saja sudah berada dihadapan si imam. Gerakan orang yang baru datang itu sangat cepat, karena disaat dia mengeluarkan suara siulan yang panjang tadi. tubuhnya belum tampak dan hanya diseling oleh sebuah siulan lagi, dia sudah berada dihadapan siimam. Dengan sendirinya, hal itu membuktikan orang yang baru datang itu memiliki ilmu meringankan tubuh yang sempurna sekali. Kedua anak lelaki kecil penduduk kampung itu melihat, orang yang baru datang itu seorang gadis yang memiliki raut wajah sangat cantik memakai baju warna hijau dengan ikat pinggang merah dan rambut disanggul tinggi. Ditangan. gadis itu tercekal sepotong kayu panjang, yang ujungnya telah hitam seperti terbakar. Kui Im Cinjin ! Akhirnya engkau berhasil kucari !" kata gadis itu dengan suara yang nyaring.

Muka imam itu tampak berobah muram, tampaknya disamping ketakutan, juga gusar dan penasaran, tengah mengaduk menjadi satu didalam hatinya. San Ciam Liehiap Bong Cun Lie ! kata si imam akhirnya dengar suara berputus asa Aku memang menyadari tidak mungkin lolos dari tanganmu. Kau terlalu mendesak, pinto memang tolol dan tidak memiliki kepandaian apa-apa, tetapi jika demikian, baiklah, silahkan . . silahkan maju, mari kita mengadu jiwa !". Sigadis yang dipanggil dengan sebutan San Ciam Lie Hiap (Pendekar wanita Penyebar Jarum) itu telah tertawa, merdu sekali suara tertawanya itu, enak untuk didengar. Kui Im Cinjin, " katanya kemudian sambil memperlihatkan sikap yang bersungguh-sungguh. Memang selama ini kalian pihak Ngociat-kauw (perkumpulan Lima Penjahat) ingin membela diri dengan segala macam alasan yang engkau miliki namun sekarang, walaupun bagaimana engkau seperti yang lain-lainnya tak mungkin ter-lolos dari tanganku. Kematian Hoan Lian Taisu harus dipertanggung jawabkan oleh kalian . ." Muka Kui Im Cinjin jadi berobah ketika mendengar perkataan tersebut, dia rupanya sudah tidak dapat menahan kemurkaan yang bergolak dihatinya, mukanya yang memang telah kuning pucat itu jadi semakin pucat dan kehijau-hijauan. Baiklah, pinto ingin mengadu jiwa dengan kau, perempuan siluman !" bentak imam itu, dan tanpa membuang waktu lagi, hudtim ditangan kirinya telah bergerak menuju kearah pinggang sigadis. Hudtim merupakan senjata yang dapat dipergunakan oleh jago yang telah memiliki lwekang sempurna,

karena bulu-bulu Hudtim itu dapat dibuat keras seperti godam kalau bulu-bulu itu bergabung menjadi satu, dan dapat di pergunakan juga untuk menotok, disamping itu bisa dibuyarkan sehingga bulu-bulu hudtim itu menyambar sekaligus keperbagai jalan darah di-sekujur tubuh lawan yang diserang. Tetapi gadis itu, Bong Cun Lie, rupanya juga memang hebat, dia melihat datangnya sambaran hudtim siimam kearah pinggangnya, yang akan menotok jalan darah Sun-kie-hiatnya, cepat luar biasa dan mudah sekali, dia mengelakkan dengan menggerakkan pinggulnya sedikit saja, di susul dengan kayu yang ada ditangannya itu terayun akan menggempur batok kepala dari imam tersebut. Kui Im Cinjin jadi mengeluarkan seruan tertahan, cepat sekali dia membatalkan serangannya dengan menarik pulang hudtimnya dan memiringkan kepalanya berkelit dari samberan kayu sigadis. Tetapi serangan yang dilancarkan oleh San Ciam Liehiap Bong Cun Lie benar-benar luar biasa, karena disaat si imam berkelit dari serangannya jatuh disasaran yang kosong, cepat bukan main dia telah memutar tangannya, sehingga kayu di tangannya ikut berputar, dan berbalik arah menyambar kearah dada imam itu. Serangan serupa itu memang merupakan serangan yang sangat luar biasa, tidak mudah dilakukan oleh orang-orang yang belum memiliki kepandaian sempurna. Tetapi sigadis yang rupanya telah memiliki ilmu meringankan tubuh dan lwekang yang sempurna dapat melakukan serangan seperti itu dengan baik sekali. Tentu saja siimam tidak menduga sama sekali bahwa

dirinya akan diserang begitu rupa, maka dia telah merasakan semangatnya seperti terbang meninggalkan tubuhnya. Mati-matian imam itu telah berusaha mengelak serangan tersebut, karena imam itu menyadarinya jika sampai dirinya terserang, niscaya iga-iganya akan menjadi patah dan remuk. Dengan mempergunakan "Tiat Pian Ko (Jembatan Besi), dia telah merubuhkan dirinya kebelakang, dan kedua kakinya tetap menempel ditanah, tetapi tubuhnya terlentang sampai punggungnya hampir menyentuh tanah. Kayu sigadis telah lewat dua dim dari dadanya dan keringat dingin mengucur deras dari siimam dan dia cepat-cepat melompat berdiri begitu dirinya berhasil lolos dari serangan dahsyat tersebut. Tetapi Bong Cun Lie tidak bekerja hanya sampai disitu saja, ketika melihat lawannya ber hasil mengelakkan serangannya itu dengan caranya yang manis, maka sigadis telah mengeluarkan suara dengusan mengejek, dan dia telah melancarkan kembali dengan mempergunakan kayu ditangan kanannya itu, disusul Oleh seruan: Terimalah ini. " Imam itu baru saja berhasil berdiri tetap, atau serangan sigadis she Bong telah tiba lagi, sehingga dia mengeluarkan seruan putus asa. Tidak ada harapan lagi baginya untuk mengelakkan diri dari segala serangan kayu sigadis yang menyambar kearah dada sebelah kirinya berarti jika dia tergempur oleh serangan yang disertai oleh tenaga dalam yang kuat seperti itu jika tidak binasa sedikitnya dia akan bercacad. Karena terlalu terdesak demikian rupa, akhirnya tojin itu menjadi nekad. Dia tahu-tahu telah memutar Hudtimnya dengan gerakan yang cepat kearah atas, maksudnya mengibas kearah kayu Bong Cun Lie, menyusul mana tangan kanannya tahu-tahu akan mencengkeram

dada sebelah kiri sigadis, yang akan dicengkeram keras dari kuat jalan darah Pai sie-hiatnya. Kalau memang jalan darah Pai-sie-hiat didada kiri sigadis berhasil dicengkeram, walaupun sigadis memiliki kepandaian sepuluh kali lebih tinggi dari sekarang jelas, gadis itu akan rubuh binasa. Sigadis telah mendengus ketika melihat cara menyerang imam itu, Dia berkelit kesamping kanan dengan gerakan mundur kebelakang beberapa dim, sehingga berhasil mengelakan serangan siimam. Serangan yang kejam!" dia berseru dengan suara yang dingin. Dan, rasakanlah jarum ku ini" Sigadis telak membarengi suaranya itu dengan menggerakkan tangan kirinya, maka disaat itulah tampak empat sinar emas, meluncur kearah empat jalan darah terpenting ditubuh Kui Im Cinjin, yaitu Bong-su-hiat, Tiang-hehiat, Kwan lu-hiat dan Tie-pie-hiat. Dua jalan darah yang pertama terletak dibagian ketiak kanan, sedangkan kedua jalan darah lainnya terletak masing-masing dipinggang kiri dan kanan; Sigadis juga bukan hanya menyerang dengan jarumnya itu, dia telah membarengi dengan serampangan kayunya kearah batok kepala imam itu. Ahh berseru imam itu putus asa. Umpama kata dia memiliki kepandaian lima kali lebih hebat dari sekarang tentu dia tidak mungkin mengelakkan diri dari serangan Bong Cun Lie, karena serangan yang dilancarkan oleh sigadis she Bong itu benarbenar telah menutup jalan mundurnya imam itu. Untuk menangkis, Kui lm Cinjin juga sudah tidak memiliki kesempatan. tidak kusangka akhirnya aku harus binasa dengan cara demikian penasaran !" mengeluh imam itu, dan dengan putus asa dia memejamkan matanya, dia pasrah

untuk menerima kematiannya, disaat mana tongkat kayu tengah meluncur akan menghantam batok kepalanya, sedangkan keempat jarum emas yang dilontarkan San Ciam Liehiap tengah menyambar kearah empat jalan-darah terpenting ditubuhnya. Kedua anak lelaki kecil itu yang berdiri dipinggiran hanya menyaksikan tanpa mengetahui bahwa siimam telah terancam kematian, keduanya hanya heran, tadi siimam dan sigadis telah bergerak-gerak cepat sekali bagaikan dua sosok bayangan, sehingga mereka jadi bengong menyaksikan dengan mata berkunang-kunang, mau mereka duga bahwa disaat itu mereka tengah menyaksikan tarian seorang dewa dan dewi yang turun dari kahyangan. San Ciam Liehiap Bong Cun Lie melihat seranganya akan mencapai sasarannya, dia jadi girang bukan main, terlebih lagi dia melihat imam itu telah memejamkan matanya rapat-rapat. justru dia telah menambahkan tenaga serangannya. Sehingga jika kayu ditangannya itu berhasil mencapai sasaran, tentu kepala imam itu akan hancur lebur... Sungguh serangan yang baik sekali... tiba-tiba terdengar suara seruan nyaring yang terdengar disaat itu, disusul oleh suara "tring, tring tring", empat kali, lalu disusul terpentalnya sesosok tubuh. Semua peristiwa itu terjadi hanya sekejap mata, sigadis she Bong itu jadi terkejut bukan main, karena tahu-tahu si imam telah lenyap dari hadapannya sehingga kayunya jatuh ditempat kosong. Dan begitu juga keempat batang jarum emasnya itu telah runtuh diatas tanah. Dengan gusar sekali, sigadis telah menoleh kesampingnya, dilihatnya Kui Im Cinjin tengah merayap berdiri, karena tadi disaat jiwanya tengah terancam bahaya kematian imam itu merasakan

menyambarnya angin serangan yang kuat sekali sehingga tubuhnya terpental dan terpelanting ditanah, yang membuat dia terhindar dari sambaran kayu sigadis she Bong itu, dan terhindar dari keempat batang jarum maut lawannya. Apa yang terjadi itu benar-benar diluar dugaan Kui Im Cinjin maupun Beng Cun Lie. Begitu pula kedua anak lelaki yang sempat menyaksikan pertempuran itu diliputi keheranan yang mencengangkan mereka, sebab mereka melihat tahu-tahu siimam telah terlempar dan jatuh bergulingan ditanah. Sungguh peristiwa yang membuat anak itu jadi memandang tertegun tanpa mengerti mengapa siimam telah membuang diri seperti itu. Dengan sorot mata yang tajam, gadis itu telah menoleh ke sampingnya, kini baru dilihatnya seorang pemuda berpakaian sebagai Siucai ( pelajar ) warna putih, dengan kopiah hitam dan ditangannya tercekal kipas terbuat dari sutera, tengah duduk ditanah dengan sikap yang manis, karena selain wajahnya tampan dan senyumannya manis, matanya bersinar cemerlang. Jangan menurunkan kematian......dosa besar apakah yang telah dilakukan totiang itu sehingga nona demikian ganas ingin mengambil jiwanya ?" sapa pemuda itu, manis cara menegur gadis itu, Dia bertanya sambil menggerak-gerakkan kipasnya dan kepalanya kekiri dan kekanan. Muka Bong Cun Lie berobah merah padam dia lalu mendengus dengan gusar. Mengapa kau begitu usil mencampuri urusan kami ? tanyanya dengan suara tak senang, "urusan ini urusan penasaran, yang tidak ada sangkut paut dan hubungannya dengan kau ... harap engkau tidak mencampurinya.. .. Pemuda pelajar itu telah tersenyum sabar, manis sekali sikapnya waktu dia bangkit perlahan-lahan.

Kamu demikian cantik gagah dan perkasa, tidak kusangka jiwa dan hatimu kejam sekali, dalam urusan itu aku memang tidak memiliki hubungan apa-apa, kenalpun tidak tetapi masakan aku harus berpeluk tangan mengawasi sepotong jiwa manusia yang ingin dibinasakan ? bukankah jiwa harus dibuat sayang.? baik, baik." berseru sigadis dengan murka. Jika memang kau merasa sebagai pendekar yang baik hati dan tidak bisa menyaksikan kematian seorang bangsat, biarlah engkaupun bersama-sama dia pergi menghadap Giam-Ong!" Dan sigadis bukan hanya membentak, karena tahu-tahu kayu yang ditangannya telah melayang, menyambar kearah dada pelajar itu dengan gerakan yang cepat luar biasa, karena sigadis telah menimpuk. Begitu pula menyusul lima batang jarum emas menyambar lima jalan darah ditubuh pelajar itu. Serangan yang dilancarkan oleh gadis itu luar biasa, karena, dia mengetahui pelajar itu memiliki kepandaian tinggi, yang telah disaksikannya tadi, dengan sendirinya dia tidak tanggung-tanggung dalam melancarkan serangan. Tetapi pelajar itu berdiri tenang ditempat nya, dia hanya mengawasi datangnya serangan. Disaat kayu yang meluncur itu hampir tiba, hanya terpisah beberapa dim lagi dari dadanya, pelajar itu mengibaskan lengan bajunya, maka seperti terdorong sebuah tenaga yang kuat, kayu itu telah terlontar mental kesamping menghantam batang pohon, sedangkan dengan kipasnya dia mengebut kelima jarum emas yang menyambar kearahnya. Kui Im Cinjin mengawasi peristiwa itu dengan mulut yang terpentang, karena dia kagum bukan main melihat kepandaian yang diperlihatkan oleh pemuda itu

dengan sempurna sekali, walaupun usia pelajar itu mungkin baru dua puluh tahun, namun lwekangnya benar-benar sempurna. Sigadis tidak kurang kagetnya, untuk sejenak dia jadi memandang tertegun ditempatnya. Pelajar itu tersenyum, dia menggerak-gerakan kipasnya seperti juga tengah menikmati sejuknya angin dari kipasnya tersebut. Tidak mudah untuk membinasakan manusia. Kata pelajar itu dengan suara yang tetap sabar. sayang sekali, sungguh sayang...." Sigadis she Bong tersadar dengan murka. Apanya yang sayang ?" bentaknya dengan, bengis. nona demikian cantik, dan yang jelas tentu banyak pria yang bermimpi untuk mempersunting nona. Tetapi jika adat nona begitu buruk tentu mereka akan mundur sendiri dan tidak berani mendekati nona, Nah, jika terjadi begitu. bukankah harus dibuat sayang?" Muka Bong Cun Lie jadi merah padam dan tubuhnya gemetar karena murka, yang tidak kepalang, dia menyadari pemuda pelajar itu tengah mengejek dia. Cisss !" dia telah meludah, dan membarengi dengan itu, tangannya bergerak lagi disusul oleh suara "serrr, serrr" berulang kali, kali ini dia melepaskan senjata rahasianya itu dengan mempergunakan kedua tangannya, belasan sinar kuning telah menyambar mengurung pelajar itu. Tetapi pelajar itu membawa sikap yang tenang sekali, dia menggerak-gerakkan kipasnya berulang kali, maka setiap jarum yang menyambar kearah dirinya semua berhasil dipukul runtuh ketanah. Hebat cara pemuda pelajar itu melayani serangan sigadis, Semakin lama, sigadis menyerang semakin penasaran, dan akhirnya dia berdiri diam tidak

melancarkan serangan lagi, mengawasi mendelik lawannya, karena seluruh persediaan jarumnya telah habis, tidak satupun jarum emasnya berhasil mengenai sasaran. Wajah sigadis jadi agak lucu, dibilang tertawa bukan tertawa, disebut menangis juga tidak menangis. Waktu tadi dirinya diserang terus menerus oleh sigadis, pelajar itu sambil berkelit dan mengibas dengan kipasnya tidak hentinya dia telah memuji dengan ejekannya ; Serangan yang bagus, sungguh berbahaya ! Bagus sekali ! Oh, benar-benar indah serangan ini !" tetapi begitu sigadis berhenti menyerangnya, sipemuda telah berhenti dengan guraunya itu, dia telah merangkapkan ke dua tangannya memberi hormat kepada sigadis. Aku yang rendah memang telah lancang mencampuri urusan nona, seharusnya memang itu adalah urusan nona selama tidak menyangkut urusan jiwa. Maafkanlah, Siauwte (adik) tidak memiliki kepandaian apa-apa dan bodoh, telah begitu lancang menyambuti serangan nona" yang ternyata hebat luar biasa. Jika nona tidak berlaku murah hati, tentu jiwaku telah melayang.... Waktu berkata-kata, pelajar itu memperlihatkan sikap yang bersungguh-sungguh. Bolehkah Siauwte mengetahui she dan nama nona yang harum ?", Si gadis mendongkol bercampur gusar, tetapi pelajar itu memiliki kepandaian yang hebat sekali, maka walaupun dia ingin berlaku nekad, tetapi tentu tidak ada faedahnya apa-apa. Maka akhirnya dia hanya dapat membanting-banting kakinya. Tidak perlu kau mengetahui namaku, tinggalkan namamu, kelak aku akan mencarimu untuk menyelesaikan urusan ini !" kata sigadis akhirnya. Siauwte she Cu dan bernama Kun Hong," menyahuti pelajar itu. Perkataan" kelak akan mencari itu terlalu berat, Siauwte tidak berani menerimanya, karena pertama Siauwte dari golongan muda, juga bodoh dan tidak memiliki kepandaian istimewa."

Dada sigadis seperti ingin meledak mendengar jawaban pemuda pelajar itu. Karena jelas pelajar itu ingin mempermainkan dirinya dan mengejeknya, sigadis maksudkan dengar Kelak akan mencari" dia maksudkan untuk mencari pemuda itu guna menuntut balas. Tetapi sipemuda sengaja pura-pura tidak mengerti maksud perkataan sigadis dengan kelak akan mencari" itu seperti juga sigadis dari golongan muda ingin menyampaikan hormatnya kepada golongan tua. Tentu saja sigadis jadi murka bukan main. Pemuda pelajar itu Cu Kun Hong telah tertawa lagi. Baiklah, jika nona keberatan menyebutkan she dan memperkenalkan nama, Siauwte juga tidak memaksa, tetapi maukah nona memberitahu kan murid siapa ?" tanyanya lagi. Apa perdulimu, tunggu saja dalam satu bulan, aku pasti akan mencarimu . . . ! dan setelah berkata begitu, sigadis menoleh kepada Kui Im Cinjin yang tengah mengawasi dengan tertegun, mata sigadis mendelik lebar penuh kebencian, lalu dia memutar tubuhnya dengan beberapa kali lompatan dia telah berlalu dan lenyap dari penglihatan Imam itu cepat-cepat menghampiri penolongnya. Terima kasih atas pertolongan Siangkong, budi yang besar ini entah bagaimana caranya pinto membalas ..." kata Kui Im Cinjin sambil membungkukan tubuhnya dalam menjura memberi hormat kepada pemuda pelajar itu. "Pinto Kui Im Cinjin tentu tidak akan melupakan budi besar itu...." Sipelajar tersenyum, dia mengelakkan pemberian hormat dari si-imam. Jangan berkata seberat itu, Totiang. Bukan kah sudah selayaknya jika "kita tolong menolong?" kata pelajar itu. Siauwte tidak memiliki kepandaian apa-apa dan bodoh, hanya mengerti cara mengipas untuk

meruntuhkan jarum, itu tidak berarti apa-apa . . . . " Jika tidak ada Siangkong, mungkin pinto sudah tidak jadi manusia . . . . " kata si imam. Sungguh memalukan! Kalau diceritakan memang sungguh memalukan . . . " kata imam itu. Mari kita masuk kekampung ini untuk mencari kedai arak, nanti disana pinto akan menjelaskan duduknya persoalan." Pelajar itu mengangguk menyetujui usul dari si imam, dia telah mengiringi imam itu memasuki perkampungan itu. Dan kedua anak lelaki yang tadi menyaksikan pertandingan yang terjadi diantara jago-jago r i m b a persilatan itu, telah cepatcepat memunguti jarum-jarum emas milik Bong Cun Lie yang banyak berserakan ditanah, yang mereka simpan disaku dan kemudian melanjutkan permainan petak mereka saling kejar.... Tojin yang bergelar Kui Im Cinjin telah mengajak pelajar yang mengaku bernama Cu Kun Hong itu kesebuah kedai arak yang berada didekat pintu kampung. Imam itu memesan dua kati arak untuk Sipelajar sedangkan dia sendiri duduk dengan sikap tenang, sambil sekali-kali melirik ke jendela. Melihat sikap si-imam, Kun Hong jadi memandang heran, dia menduga tentu ada sesuatu yang menggelisahkan imam itu. Totiang panggilnya dengan disertai suara tertawanya. Sesungguhnya siapakah gadis yang tadi mengejar-ngejar Totiang?" Siimam telah menghela napas dalam tampaknya dia benarbenar berduka sekali: Gadis itu bergelar Sam Ciam Liehiap, namanya Bong Cun Lie." siimam mulai dengan ceritanya Sam Ciam Liehiap Bong Cun Lie?" berseru sipelajar dengan terkejut. Itulah seorang pendekar yang cukup terkenal dengan sepak terjangnya, terlebih lagi untuk bilangan Kwiecu. Mengapa dia bisa memusuhi totiang ?"

Siimam telah menghela napas panjang lagi, dia mengambil cawannya dan meneguk araknya perlahanlahan. Sebetulnya, memang peristiwa ini diawali oleh sesuatu kesalah pahaman saja, sehingga akhirnya keempat saudara angkatku harus buang jiwa cumacuma dan enam sahabat karib harus menemui kematian dengan penasaran sekali...... Datar suara siimam waktu berkata-kata, mungkin dia tengah diliputi oleh kesedihan yang sangat, tetapi cara dia berkata-kata begitu mengesankan, sehingga menimbulkan kesan bahwa urusan yang telah menimpanya merupakan urusan yang agak luar biasa, terlebih lagi dengan disebutsebut jumlah sepuluh jiwa yang telah meninggal ..! Cu Kun Hong jadi tertarik, dan dia memasang telinganya baik-baik. Rupanya yang akan dikisahkan oleh imam itu merupakan urusan penasaran. Seperti diketahui oleh sababat-sababat rimba persilatan, bahwa pinto berasal dari pintu perguruan Ngo-ciat-kauw, yang semuanya berjumlah lima orang. Keempat saudara seperguruan pinto itu, semuanya juga mensucikan diri, masing-masing bergelar Kui San Cinjin, Kui Lie Cinjin, Kui Liong Cinjin. Kui Ban Cinjin dan pinto sendiri bergelar Kui Im Cinjin Kami walaupun menamakan pintu perguruan kami dengan nama yang kurang sedap didengar, yaitu Ngo-Ciatkauw, tetapi hati kami berlima tidak buruk dan selalu berusaha mendirikan pahala dengan memberantas kejahatan dan membela yang tertindas. "Tetapi, seperti juga urusan didalam dunia ini, yang selalu ada Im dan ada pula Yang, ada yang mencinta kami, tetapi ada juga yang tidak menyukai kami." Sesungguhnya jika saja kami tidak terlalu usil, tentu kamipun tidak akan terlibat dalam urusan seperti hari ini. Disaat mana kebetulan kami tengah berada di Kanglam,

maksud kami memang ingin berpelesiran untuk menikmati keindahan daerah Kanglam. Tetapi ketika tiba di pintu kota Wai-siang-kwan disebelah barat justru kami menyaksikan urusan yang tidak adil, yang mengganggu mata kami. Disaat itu, kami melihat diluar pintu kota terjadi suatu pertempuran yang janggal bagi pendapat kami, yaitu seorang tosu tua yang telah lanjut usianya tengah dikepung oleh lima-orang hweeshio dan dua orang wanita, wanita yang seorangnya telah lanjut usianya, sedangkan wanita yang seorang lagi merupakan gadis cantik jelita. Kami tidak bisa menyaksikan tosu tua, itu dikeroyok beramai-ramai seperti itu, jika akhirnya kami turun tangan juga, bukan berarti disebabkan si tosu sama-sama menganut agama To. dengan kami, melainkan karena keadilan belaka. Salah, seorang diantara kelima orang hwe-shio itu ada yang bergelar Hoan Lian Taisu yang memiliki kepandaian tertinggi diantara kawan-kawannya itu. Dialah yang tergarang dan sulit diajak bicara. Walaupun kami berusaha untuk mendamaikan dengan cara baik, namun mereka tidak mau mengerti dan akhirnya melibatkan kami dalam suatu pertempuran. Begitu hebat pertempuran yang terjadi tidak bisa dicegah lagi, sehingga akhirnya terjadi suatu peristiwa yang tidak diinginkan, kami kesalahan tangan sehingga Hoan Lian Taisu terbinasa. Sejak saat itulah rombongan hweshio itu melakukan pengejaran terhadap kami! Telah berulang kali kami berusaha untuk memberikan pengertian bahwa kematian Hoan Lian Taisu tidak disengaja, tetapi mereka itu tidak mau mengerti. Dan setahun yang lalu itulah rombongan hweshio itu memperoleh bantuan seorang gadis yang bergelar Sam Ciam Liehiap, yang kepandaiannya luar biasa, sehingga sulit untuk kami tempur keempat saudaraku telah dibinasakan dengan mudah dan menyedihkan sekali, dan aku yang berhasil meloloskan diri meminta bantuan Shantung Liokhiap (Enam Pendekar

dari Shantung), namun keenam sahabat itupun terbinasa ditangan Sam Ciam Liehiap, dan tadi giliran pinto yang dikejar terus olehnya untung saja ada Siangkong yang telah menolongi. Setelah bercerita imam itu menghela napas sambil mengambil cawan, lalu menghirup araknya perlahan-lahan dengan mata yang kosong, karena dia teringat kematian saudara-saudara seperguruannya dan bagaimana menderitanya dia yang dikejarkejar oleh lawan-lawannya, sehingga tidak sempat merawat dirinya yang menjadi mesum dan kumal begitu, karena dia selalu dikejar oleh perasaan ketakutan terus menerus. Lalu bagaimana dengan tosu tua yang kalian tolong itu?" tanya Kun Hong yang tertarik mendengar kisahnya siimam. Entahlah waktu kami menghadapi Hoan Lian Taisu dan kawan-kawannya dia telah mempergunakankesempatan itu untuk melarikan diri. Justru sampai saat sekarang ini aku masih belum mengetahui sesungguhnya tersangkut urusan apakah antara rombongan Hoan Lian Taisu dengan tosu tua itu, yang menjadi sesalanku adalah Kematian Hoan Lian Taisu yang menyebabkan salah paham ini semakin mendalam. Baru saja Kun Hong ingin bertanya lagi, tiba-tiba dia mendengar ada orang yang memasuki ruang kedai. Dia menoleh kearah pintu, dilihatnya seorang wanita setengah baya tengah melangkah masuk kedalam ruangan kedai dengan diikuti oleh seorang lelaki setengah baya juga, yang tubuhnya tegap dan gagah. Wajahnya tampan dan memancarkan sinar yang gagah disamping sepasang matanya yang tajam bersinar, memperlihatkan bahwa lelaki setengah baya itu memiliki lwekang yang sempurna. Disamping itu, siwanita setengah baya yang berjalan didepannya juga

memperlihatkan sikap yang gagah, rambutnya di sanggul menjadi satu, walau usianya sudah cukup tinggi, namun wajahnya masih cantik, di samping itu dia memakai pakaian polos warna merah muda, dengan angkin putih. Keduanya mengambil meja disebelah kanan terpisah tiga meja dengan Kun Hong dan Kui Im Cinjin. Tetapi sama-sama Kun Hong masih sempat mendengar wanita itu berkata perlahan waktu ingin duduk dikursinya ; Engko Ceng, malam ini biarlah kita beristirahat disini saja dulu, besok baru melakukan pengejaran lagi ......... Lelaki setengan baya yang dipanggil engko itu mengangguk tanpa bilang apa-apa. kepada pelayan dia memesan arak dan makanan. Sejak dua orang memasuki kedai arak ini, hati Kun Hong terkejut bukan main. Begitu juga saat dia mendengar wanita setengah baya itu memanggil silelaki setengah baya itu dengan sebutan engko Ceng', maka yakinlah Kun Hong kedua orang itu memang merupakan dua orang jago yang diduganya, Totiang, engkau akan tertolong dari kesulitanmu, tidak perlu kau bersedih terus kata Kun Hong Kemudian, perlahan suaranya, hanya mau atau tidak mereka menolongmu, totiang..... Si . . . siapa ?" tanya sitojin dengan sikap setengah percaya dan setengah tidak. Dia menyaksikan kepandaian pemuda ini yang hebat sekali, yang berhasil merubuhkan Sam Ciam Liehiap tetapi jika pendekar wanita penyebar jarum itu datang bersama-sama dengan beberapa orang kawannya urusan menjadi lain dan belum tentu Kun Hong sanggup melindunginya.

Engkau mendengar Kwee Ceng Taihiap?" tanya Kun Hong dengan suara yang perlahan juga. Ihh, pendekar besar itu?" tanya siimam terkejut. Ya, rupanya Thian mengetahui kesulitanmu sehingga orang gagah itu berada disini bersama isterinya," menyahuti Kun Hong. Kau ,kau maksudkan Oey Yong Liehiap? tanya siimam. Kun Hong mengangguk, dia bangkit berdiri. Kau tunggu dulu disini, biar aku menemui mereka," katanya. Siimam jadi mengawasi tertegun, dia melihat sipemuda pelajar menghampiri tamu yang baru datang tadi, seorang pria setengah baya bersama wanita setengah baya. Merekakah Kwee Ceng Taihiap dan isterinya Oey Yong Liehiap ?" menduga-duga Kui Im Cinjin dengan hati tergoncang. Dia memang telah mendengar kebesaran nama Kwee Ceng dan Oey Yong yang seperti menggetarkan jagad yang merupakah jago tiada tandingan dimasa ini. Tetapi siimam tidak mengenal kedua pendekar besar itu. Cu Kun Hong telah menghampiri meja pria dan wanita setengah baya itu, dia merangkap kedua tangannya dan menjura memberi hormat.

Anda mungkin juga menyukai