Anda di halaman 1dari 903

Tiraikasih Website http://kangzusi.

com/

~ SERI 4 OPAS ~
== 4 Warriors==

Karya : Wen Rui An


Penyadur : Tjan ID
DJVU : Manise Dimhader
Converter : Abu Keisel & Sumahan Dimhader
Final Editing & Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ atau http://dewi.0fees.net/

Empat opas terdiri dari: Put-Cing (si Tanpa perasaan), Tiat-


jiu (si Tangan besi), Tui-bing (si Pengejar nyawa) dan Leng-
hiat (si Darah dingin).

1
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Leng-hiat (si Darah dingin): opas paling muda, ilmu


pedangnya tak bernama. Di kota Ciang-ciu membongkar intrik
pembunuhan yang dilakukan ahli waris si Iblis pedang darah
terbang (Hui-hial kiam-mo) Pa Siok-jin.
Tui-bing (si Pengejar nyawa) sangat mahir dalam ilmu
permainan kaki dan ilmu meringankan tubuh. Membongkar
misteri pembunuhan dalam Yu leng-san-ceng (Perkampungan
Hantu).
Tiat-jiu (si Tangan besi): memiliki sepasang tinju yang tiada
tandingan.
Put-cing (si Tanpa perasaan): mahir dalam akal muslihat
serta senjata rahasia.

Jilid 1

DAFTAR ISI:

Bab I: TANGAN PEMBUNUH


1. Jeritan Mengerikan
2. Dimulai Dari Kecurigaan
3. Diakhiri Dengan Kematian
Bab II: TANGAN BERDARAH
4. Memasuki Alam Baka
5. Bun-lui Dari Kwan-tong
6. Menjebol Barisan
7. Membunuh Sahabat
Bab III: TANGAN BERACUN
8. Buronan Naga Penjara darah
9. Memisah Emas Menyembah Buddha
10.Bertarung Melawan Barisan Serigala
11.Dua Jagoan Gagah
12.Pertempuran Tiga Partai
13.Pertempuran Sebelas Pedang

2
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bab I. TANGAN PEMBUNUH.

1. Jeritan Mengerikan.

Jeritan mengerikan yang begitu memilukan hati


berkumandang secara tiba-tiba! Suara itu berasal dari sebuah
bangunan loteng di sayap timur gedung utama.
Suasana gembira yang sedang meliputi semua orang yang
hadir dalam gedung utama, seperti suara orang yang sedang
minum arak sambil berjudi, seketika terhenti secara
mendadak. Semua orang terhenyak, kaget oleh datangnya
jeritan mengerikan itu.
Sebagian besar orang yang hadir dalam ruang gedung itu
rata-rata bertubuh kekar, bermata tajam dan menggembol
senjata. Dari dandanan serta tampang mereka, dapat
diketahui bahwa asal-usul orang-orang ini pasti bukan orang
sembarangan.
Di tengah ruangan terpampang sebuah tulisan yang besar,
"Siu" atau "panjang usia", sementara semua perabot dan
peralatan yang ada di sana hampir semuanya indah dan
mewah. Jelas keluarga pemiliknya adalah keluarga kaya raya.
Yang lebih hebat lagi, di samping ruang utama ada berjajar
empat buah bangku kebesaran yang terbuat dari kayu
cendana. Di atas keempat buah bangku kebesaran itu duduk
empat orang kakek yang telah berusia lanjut.
Orang pertama berambut putih dan beralis perak. Raut
mukanya bersih, tubuhnya jangkung dan penuh welas-asih.
Sebilah pedang tersoreng di punggungnya. Orang ini tak lain
adalah tokoh persilatan nomor wahid, jago paling termashur di
kota C'iang-ciu. Orang memanggilnya Te-it-tiau-liong (Naga
nomor wahid) Leng Giok-siu.
Konon ilmu pedang Tiang-khong-sip-ci-kiam (ilmu pedang
salib penembus langit) yang dimilikinya tiada tandingan di
kolong langit. Jarang ada jagoan yang sanggup menerima
jurus serangannya. Tapi sayang usianya sudah lanjut, sudah

3
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bertahun-tahun dia simpan pedangnya dan hidup


mengasingkan diri.
Orang kedua adalah seorang kakek berambut putih dengan
wajah yang merah segar. Di pinggangnya tersoreng sebilah
golok yang amat tipis. Senjata itu tak pernah bergeser dari
tubuhnya. Jalan darah Thay-yang-hiat di kiri-kanan jidatnya
menonjol tinggi, jelas tenaga dalamnya amat sempurna.
Dia adalah Te-ji-tiau-liong (Naga nomor dua) Buyung Sui-
in. Ilmu golok Jit-sian-chan (tujuh babatan berputar) yang
diyakininya sangat hebat dan tiada tandingan. Wataknya
keras, tegas dan lurus. Semua jago dari kalangan Hek-to akan
pecah nyali dan buru-buru menyingkir bila mendengar nama
Buyung Sui-in.
Orang ketiga adalah seorang kakek yang dandanannya
setengah Tosu setengah awam. Rambutnya hitam, jenggotnya
panjang, penampilannya dingin lagi angkuh. Sebuah hud-tim
(senjata kebutan) selalu berada di tangannya.
Orang ini bermarga Sim bernama Ciok-kut, berada dalam
urutan keempat berjuluk Te-si-tiau-liong (Naga keempat).
Ilmu silat yang dimilikinya tinggi dan sakti. Senjata hud-
timnya yang merupakan salah satu senjata langka disebut
Ciok-kut-hud (kebutan salah tulang). Tapi sayang wataknya
aneh, dingin, kaku dan tidak berperasaan. Walaupun begitu,
dia terhitung seorang manusia jujur yang berhati lurus dan
setia-kawan. Kelemahannya adalah dia kelewat sadis dan
selalu telengas terhadap lawannya.
Orang-orang dari kalangan Hek-to akan segera menyingkir
atau bersembunyi bila bertemu Buyung Sui-in, maka bila
bertemu Sim Ciok-kut, mungkin mau bergerak selangkah pun
tidak berani.
Orang keempat adalah seorang kakek bercambang hitam
yang mengenakan pakaian penuh tambalan. Sewaktu melotot,
matanya lebih besar dari uang tembaga. Alisnya tebal dengan
mata besar, biarpun perawakan tubuhnya sedikit pendek,
namun kekar berotot seperti sebuah kuali baja. Sepasang

4
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tangannya kasar, dua kali lebih kasar daripada tangan orang


biasa.
Orang ini tidak membawa senjata. Ilmu silat andalannya
adalah ilmu kebal Thiat-poh-san (baju kain baja), ditambah
ilmu Cap-sah-thay-po (tiga belas thay-po) dan Tong-cu-kang
(ilmu jejaka). Konon kesempurnaan ilmunya sudah mencapai
sebelas bagian, bukan saja kebal terhadap berbagai senjata,
biarpun sebuah bukit ambruk dan menindihi tubuhnya pun
belum tentu akan membuatnya mati.
Dari lima ekor naga, wataknya paling keras dan berangas-
an. Dia tak lain Te-ngo-tiau-liong (Naga kelima) Kui Keng-ciu.
Mereka semua disebut orang Bu-lim-ngo-tiau-liong (Lima
naga dari dunia persilatan). Sejak dulu nama mereka sudah
tersohor akan kehebatan serta kependekarannya. Sayang usia
mereka makin bertambah tua, hingga kegiatan mereka pun
bertambah sedikit. Meski begitu, belum ada orang berani
mengutak-atik kebesaran lima naga ini.
Yang disebut Lima naga dari Bu-lim adalah Naga pertama
Leng Giok-siu pandai dalam Tiang-khong-sip-ci-kiam, Naga
kedua Buyung Sui-in mahir memainkan Jit-sian-chan, Naga
ketiga Kim Seng-hui ahli menggunakan Sah-cap-lak-jiu-bu-
kong-pian (tiga puluh enam jurus ilmu ruyung kelabang),
Naga keempat Sim Ciok-kut mahir Ciok-kut-hud dan naga
kelima Kui Keng-ciu mahir ilmu kebal.
Di kota Ciang-ciu dan sekitarnya, nama besar kelima orang
ini ibarat matahari di tengah awan. Hampir semua orang kenal
dan hormat kepada mereka.
Hari ini adalah hari ulang tahun ke-50 Te-sam-tiau-liong
(Naga ketiga) Kim Seng-hui. Para jago yang berkumpul dalam
ruang utama adalah para jago yang datang dari berbagai
daerah untuk mengucapkan selamat kepada Sah-cap-lak-jiu-
bu-kong pian Kui Keng-ciu atas ulang tahunnya yang ke-50.
Suara jeritan mengerikan itu berasal dari atas loteng, dan
ternyata berasal dari mulut Kim Seng-hui, tuan rumah yang
sedang berulang tahun.
Apa yang sebenarnya telah terjadi?

5
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Setelah bergemanya jeritan itu, mendadak suasana pulih


kembali, hening.
Ada beberapa orang jago segera melompat bangun sambil
melolos senjata, ada sementara orang yang tidak tahu apa
yang telah terjadi. Suasana jadi kalut, suara gaduh bergema
memecah keheningan dalam ruangan.
Tiba-tiba terdengar seseorang berbicara. Suara itu lembut
lagi pelan. Namun begitu, suara pembicaraannya mampu
mengatasi suara gaduh yang menggema di ruangan, membuat
semua orang seketika menjadi tenang kembali.
Terdengar orang itu berkata, "Saudara semua, jeritan tadi
memang berasal dari Kim-samte. Kami belum tahu apa yang
telah terjadi, tapi aku mohon kerja-sama saudara sekalian.
Harap tenang dan menahan diri, dengan begitu kami baru bisa
mendengar lebih jelas, melihat lebih jelas apa gerangan yang
telah terjadi. Bila ditemukan ada di antara kalian yang
berusaha meninggalkan arena atau mencoba melarikan diri,
tolong tangkap segera orang itu, terima kasih!"
Berpaling ke arah asal suara pembicara itu, semua orang
melihat Leng Giok-siu masih duduk di kursi utama sembari
berbicara, sementara Buyung Sui-in, Sim Ciok-kut dan Kui
Keng-ciu entah sedari kapan sudah lenyap dari situ.
Malahan semua orang tak ada yang tahu sejak kapan
ketiga orang jago itu meninggalkan ruang utama.
"Saudara sekalian," kembali Leng Giok-siu berkata sambil
tersenyum. "Buyung-jite, Sim-site dan Kui-ngote telah pergi
melakukan pemeriksaan. Dengan kemampuan Kim-samte,
apalagi dibantu jite, site dan Ngote, biar ada kejadian yang
betapa hebat pun rasanya mereka masih sanggup buat
menghadapinya."
Para jago pun duduk kembali ke tempat masing-masing.
Malah ada yang berseru sambil tertawa, "Dari lima naga Bu-
lim, sudah empat naga yang bertindak. Rasanya memang tak
ada masalah yang tak dapat mereka atasi!"
"Ya, betul!" sambung yang lain sambil tertawa pula. "Begitu
suara jeritan bergema, aku lihat Buyung-jihiap dan Kui-

6
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ngohiap telah melesat keluar dari ruangan. Gerakan tubuh


mereka luar biasa cepatnya, sampai aku pun tak sempat
melihat dengan jelas."
"Tentu saja kau tak sempat melihat jelas," jago yang lain
menimpali. "Mereka adalah para Cianpwe yang berilmu tinggi.
Tak heran kalau reaksi serta gerakan tubuh mereka luar biasa
cepatnya. Kita semua ini apa? Mana dapat menandingi
kelihaian mereka?"
Gelak tawa pun bergema lagi memenuhi ruangan.
Leng Giok-siu ikut tertawa, padahal diam-diam ia
mengernyit dahi, sebab tak ada orang lain yang lebih tahu
ketimbang dia. Sah-cap-lak-jiu-bu-kong-pian (tiga puluh enam
jurus ruyung kelabang) Kim Seng-hui tak bakal sembarangan
menjerit kalau bukan menghadapi masalah serius.
Apalagi jeritannya jelas adalah jeritan mengerikan yang
memilukan hati!
Apapun yang terjadi, tiga orang saudaranya yang
melakukan penyelidikan pasti akan kembali untuk memberi
laporan. Paling tidak, akan berusaha menenteramkan
perasaan orang banyak.
Sebenarnya apa yang telah terjadi? Kenapa terjadi justru
pada saat Kim Seng-hui sedang merayakan ulang tahunnya
yang ke-50?
Mendadak terlihat sesosok bayangan manusia berkelebat.
Sim Ciok-kut dengan wajah sehitam pakaian yang dikenakan
telah muncul kembali ke dalam ruangan. Leng Giok-siu segera
berkerut kening, karena ia saksikan sepasang tangan Sim
Ciok-kut penuh belepotan darah.
Jerit kaget dan teriakan terperanjat kembali bergema di
dalam ruangan.
"Toako, coba kau ke sana sebentar," bisik Sim Ciok-kut
kemudian dengan lirih.
"Baik!" sahut Leng Giok-siu. Bagai segumpal awan di
angkasa dia meluncur keluar dari ruangan dengan kecepatan
luar biasa.

7
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Suara bisik-bisik kembali bergema memecah keheningan.


Para jago mulai menduga-duga apa yang telah terjadi.
Sementara itu dengan wajah hijau membesi Sim Ciok-kut
berkata dengan suara keras, sepatah demi sepatah, "Sebelum
duduk perkaranya jelas, harap kalian jangan meninggalkan
tempat ini. Siapa berani membangkang berarti mati!"
Perkataan itu diutarakan dengan suara berat tapi
bertenaga, hawa membunuh yang terpancar bagai sayatan
golok. Sesaat kemudian suasana jadi teramat hening,
sedemikian sepinya hingga suara nyamuk yang terbang pun
terdengar jelas.
Ketika melangkah keluar dari ruang utama, Leng Giok-siu
berpikir tiada habisnya. Tapi begitu berada di luar, ia segera
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk meluncur
pergi dengan kecepatan bagaikan kilat.
Di antara kibaran baju berwarna kuning, sekejap kemudian
dia sudah melewati pesanggrahan Ci-in-khek, berbelok ke arah
gardu Siang-sim-teng lalu setelah melampaui beranda Tiok-
yap-lang dia langsung meluncur ke atas sebuah loteng di sisi
timur.
Baru melangkah masuk ke dalam gedung, Leng Giok-siu
sudah melihat para pelayan keluarga Kim berkumpul di depan
beranda dengan wajah gugup, mata memerah dan tubuh kaku
membeku, sementara para sanak-famili keluarga Kim
berduyun-duyun naik ke loteng untuk melihat apa yang telah
terjadi.
Seorang di antara mereka segera menyongsong
kedatangan Leng Giok-siu sambil berseru diiringi isak-tangis.
"Toaya
"Apa yang telah terjadi?" tegur Leng Giok-siu dengan nada
suara berat.
Sebelum ada jawaban, mendadak Buyung Sui-in
menongolkan kepalanya dari atas loteng sambil berteriak,
"Toako, cepat naik kemari!"

8
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Leng Giok-siu melambung ke udara, lalu menerobos keluar


lewat jendela. Tapi apa yang kemudian terlihat di dalam ruang
kamar itu.membuatnya berdiri tertegun.
Ruangan itu adalah kamar tidur Te-sam-tiau-liong, Kim
Seng-hui.
Sebetulnya ruangan itu dihiasi dengan kain serba merah,
merah segar yang menandakan panjang usia. Tapi kini, merah
yang menyelimuti seluruh ruangan nampak begitu seram,
menakutkan ....
Merah itu bukan merahnya kain, tapi merah darah segar.
Darah segar berwarna merah kehitam-hitaman berceceran
hampir di setiap sudut kamar.
Kim Seng-hui terkapar di tanah, tergeletak di atas
genangan darah.
Dia masih mengenakan jubah sutera yang indah. Separuh
tubuhnya bersandar di pembaringan dengan punggung
menghadap pintu besar. Sesaat menjelang ajal, dia masih
menekan dada sendiri. Darah kental mengucur keluar dari
tempat itu, menggenangi lantai, menodai seluruh
pembaringan.
Luka yang merenggut nyawanya terletak persis di dadanya.
Ceceran darah dimulai dari pintu kamar yang terbuka lebar
hingga tepi pembaringan. Ini menunjukkan jika peristiwa
pembunuhan berlangsung di depan pintu, sementara Kim
Seng-hui yang terluka parah berusaha kabur hingga tepi
pembaringan. Tangannya yang sebelah malah sempat
merogoh ke bawah bantal, berusaha melolos ruyung
hitamnya.
Dia termasyhur dalam dunia persilatan karena Sah-cap-lak-
jiu-bu-kong-pian yang maha hebat. Tapi lantaran hari ini
adalah hari ulang tahunnya yang ke-50, maka senjata itu tidak
digembol dalam saku.
Walau Leng Giok-siu berpengalaman dan banyak
menghadapi pertarungan sengit, namun Kim Seng-hui adalah
saudara angkatnya yang sudah bergaul puluhan tahun. Tak
urung kejadian ini membuat sekujur badannya gemetar,

9
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

gejolak emosi yang menggelora nyaris membuat dia


melelehkan air mata.
Kim-hujin (Nyonya Kim) bersama sanak keluarga Kim
berkumpul di dalam kamar sambil menangis menjerit-jerit.
Sambil berusaha menahan rasa pedih dalam hatinya, Leng
Giok-siu membangunkan Kim-hujin seraya menghiburnya, "En-
so ketiga, kau jangan kelewat sedih. Kematian Samte adalah
urusan kami empat bersaudara. Kami pasti akan berusaha
untuk membalaskan dendam sakit hatinya.
Saking sedihnya menangis, Kim-hujin jatuh tak sadarkan
diri. Segera Leng Giok-siu menyalurkan tenaga murninya
menembus urat penting di tubuh perempuan itu. Ketika sadar
kembali dari pingsannya, sembari menangis tersedu-sedu Kim-
hujin berteriak, "Toapek ... oooh toapek! Seng-hui telah tewas
... bagaimana dengan diriku? Katakanlah ... bagaimana
dengan aku....
Sejak tadi Te-ngo-tiau-liong Kui Keng-ciu sudah mengepal
tinjunya kencang-kencang. Keluhan yang menyayat hati ini
kontan membuat otot-otot tubuhnya semakin menegang,
bahkan seluruh tulang berbunyi gemerutuk keras. Lalu
teriaknya dengan penuh gusar, "Anak jadah, bajingan
terkutuk! Berani amat kau membantai Samkoku? Aku Kui-
longo bersumpah hendak mengadu jiwa denganmu!"
Sembari berteriak, ia menerjang keluar dari ruangan.
Dengan cekatan Buyung Sui-in segera menyelinap keluar,
menghadang jalan perginya.
"Ngote, kau akan mengadu jiwa dengan siapa?" tegurnya.
Kui Keng-ciu agak melengak, menyusul kemudian
teriaknya, "Aku tak peduli siapa orang itu! Pokoknya akan
kucari satu per satu. Semua tamu yang hadir akan kuobrak-
abrik! Masa aku tak bisa mengenalinya?"
Kembali Buyung Sui-in tertegun.
"Ngote, jangan sembrono... cegahnya.
"Jangan halangi aku! Kalau tidak, jangan salahkan kalau
kau pun akan kutinju!" ancam Kui Keng-ciu sambil meraung
marah.

10
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ngote, jangan ceroboh!" dengan suara berat dan dalam


tiba-tiba Leng Giok-siu menghardik.
Tampaknya terhadap Leng Giok-siu, Kui Keng-ciu menaruh
perasaan kagum, hormat dan sangat penurut. Ia tidak berani
berulah lagi. Sambil berjongkok dan menangis tersedu ia
berseru, "Samko ... wahai Samko, siapa yang telah
mencelakaimu? Katakanlah pada Longo, siapa yang telah
membunuhmu .... Aku bersumpah akan mencincangnya
hingga hancur berkeping-keping. Aku harus membalaskan
dendam sakit hatimu ini!"
Sementara itu Leng Giok-siu berkata dengan kening
berkerut, "Enso ketiga, aku rasa peristiwa pembunuhan ini
lebih baik dilaporkan dulu kepada yang berwajib. Mungkin
tindakan itu jauh lebih baik."
Pelan-pelan Kim-hujin mengangkat kepalanya, air mata
membasahi seluruh wajahnya, air mata bercampur darah.
Mendadak ia seperti teringat sesuatu, lalu katanya, "Kedua
sahabat karib Seng-hui semasa hidupnya adalah opas paling
tersohor di kolong langit. Leng-hiat (si Darah dingin) dan Liu
Ce-in. Kini mereka pun hadir di ruang utama. Mengapa tidak
mengundang mereka untuk membantu melakukan
penyelidikan?"
"Mereka berdua pun hadir?" seru Leng Giok-siu kegirangan.
"Aaah, kalau begitu ada harapan kasus pembunuhan Samte
dapat segera terungkap!" Siapakah Liu Ce-in?
Liu Ce-in bukan siapa-siapa. Liu Ce-in adalah opas nomor
wahid di seputar Ngo-ou-kiu-ciu (lima telaga sembilan sungai).
Kalangan hitam maupun kalangan putih serta dua belas partai
besar yang dipuja orang menyebutnya sebagai 'Dewa opas'.
'Dewa opas' bukan dimaksudkan dia adalah dewa di antara
para opas. Gelar ini mencerminkan cara kerjanya yang macam
dewa, sepak terjang yang luar biasa dan kemampuan
mengungkap kasus yang luar biasa.
Selain memiliki kecerdasan yang luar biasa, kungfu yang
dimiliki Liu Ce-in pun sangat hebat. Dia bahkan masih sangat

11
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

muda, usianya belum melampaui tiga puluh tahun, sementara


senjata andalannya hanya sebuah pipa huncwe kecil.
Konon belum pernah ada jago tangguh yang bisa bertarung
lebih dari dua puluh gebrakan di bawah gencaran serangan
huncwe kecilnya itu.
Selain cerdas dan tangguh, Dewa opas Liu Ce-in punya
banyak mata-mata serta informan yang tersebar di seantero
dunia. Khususnya dalam kalangan para opas, dia ibarat
seorang Toa-loya yang jujur dan bijaksana. Nyaris semua
pegawai pengadilan taat dan tunduk kepadanya.
Sudah hampir tujuh tahun Liu Ce-in bersahabat dengan Bu-
lim-ngo-tiau-liong.
Dan kini Kim Seng-hui mati terbunuh. Sudah sewajarnya
bila Liu Ce-in mengerahkan segenap kemampuan yang
dimilikinya untuk membantu melakukan pelacakan serta
penyelidikan.
Tentang Leng-hiat, si Darah dingin, siapa pula dia?
Si Darah dingin baru berusia dua puluh tahun. Dia terhitung
opas paling muda dalam kalangan Lak-san-bun. Biarpun
begitu, dia justru merupakan salah satu di antara 'Empat opas'
yang amat termashur di kolong langit.
Yang dimaksud sebagai Empat opas adalah Put-cing (si
Tanpa Perasaan), Tiat-jiu (si Tangan Besi), Tui-bing (si
Pengejar Nyawa) dan Leng-hiat (si Darah dingin). Sementara
si Dewa opas Liu Ce-in sama sekali tidak tercantum dalam
daftar itu.
Empat opas terdiri dari jago kelas wahid dalam dunia
persilatan. Masing-masing memiliki kemampuan serta
kelebihan yang luar biasa. Si Darah dingin adalah satu di
antaranya.
Ketika berusia enam belas tahun, ia sudah berulang kali
membuat jasa hebat. Karir kerjanya menanjak, belum pernah
ada buronan kelas kakap yang berhasil lolos dari
cengkeramannya. Belum pernah ada kawanan penjahat yang
berhasil mengalahkan dirinya.

12
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika berusia delapan belas tahun, gara-gara ingin


membekuk seorang Mo-ong, Raja iblis, yang berilmu tinggi,
dia rela bersembunyi di dalam sarang iblis selama sebelas hari
tanpa bicara tanpa bergerak. Tidak makan dan tidak minum,
yang dinantikan hanya sebuah kesempatan emas. Begitu
peluang emas muncul, dalam satu sergapan yang tak terduga
ia menghabisi nyawa si Raja iblis itu.
Seorang pemuda yang baru berusia delapan belas tahun
ternyata berhasil membekuk seorang Raja iblis, bisa
dibayangkan betapa gemparnya sungai telaga oleh
keberhasilannya itu.
Ketika berusia sembilan belas, seorang diri ia masuk ke
hutan rjmba mengejar tiga belas orang perampok ulung.
Akhirnya ia berhasil membantai mereka satu per satu, bahkan
pemimpin mereka yang berilmu silat satu kali lipat lebih hebat
dari dirinya pun berhasil dibinasakan di bawah ujung
pedangnya.
Ketika ia balik ke kota karesidenan dengan penuh luka
bacokan di sekujur badannya, semua orang mengira umurnya
tak bakal panjang. Siapa tahu, belum sampai dua bulan ia
sudah bisa menunggang kuda lagi untuk melacak dan
memburu kaum penyamun.
Si Darah dingin pandai menggunakan pedang, penyabar
dan ulet. Ilmu pedangnya tak bernama, tapi setiap tusukan
pedangnya selalu cepat, tepat dan telengas. Semuanya tanpa
nama maupun julukan.
Dia selalu beranggapan jurus .serangan hanya kembangan,
hanya nama kiasan yang tak berarti. Gerakan tusukan yang
bisa mematikan lawan itulah ilmu pedang sejati.
Maka biarpun usia si Darah dingin masih sangat muda,
namun status serta kedudukannya dalam kalangan pengadilan
justru luar biasa tinggi dan terhormat.
Walau begitu, lantaran dia masih muda, lagi pula keras
hatinya, banyak opas dan petugas pengadilan yang enggan
takluk kepadanya. Mereka lebih rela mengabdi kepada Liu Ce-

13
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

in ketimbang kepadanya. Tak heran kalau nama besar Liu Ce-


in justru berada jauh di atasnya.
Si Darah dingin baru setahun kenal dengan Kim Seng-hui.
Namun dengan Leng Giok-siu, dia punya pengalaman bekerja-
sama dalam penumpasan seorang perampok ulung dari Cang-
ciu yang berilmu tinggi. Hubungan persahabatan mereka telah
berlangsung tiga tahun lebih.
Kini Kim Seng-hui tertimpa kemalangan, dibunuh orang
secara misterius. Tentu saja si Darah dingin tak bisa berpeluk
tangan.
Saat ini si Darah dingin sudah berdiri. Selama dia masih
bisa berdiri tak nanti dia duduk. Baginya duduk hanya akan
mengendorkan semangat serta kewaspadaannya. Bila bertemu
musuh, reaksinya pasti kurang cepat, gerak tubuhnya pasti
kurang cekatan.
Sementara itu Liu Ce-in masih duduk. Selama dia bisa
duduk, tak bakal dia bangkit berdiri. Baginya berdiri hanya
membuat semangatnya kendor, tenaganya melemah. Bila
bertemu musuh, reaksinya jadi tidak lincah, kurang cekatan.
Hanya dalam kondisi istirahat yang berlebihan, kondisi tubuh
baru akan segar dan memiliki tenaga yang paling besar.
Biarpun berbeda prinsip, arah pandangan yang mereka tuju
saat ini ternyata sama. Mereka sedang berada di dalam kamar
tidur Kim Seng-hui, mengawasi tubuh Kim Seng-hui yang
terkapar di lantai, tergeletak di tengah genangan darah.
"Saudara Leng," pelan-pelan Liu Ce-in berkata. "Sewaktu
kau naik kemari, apakah keadaan dalam kamar sudah begini?"
"Lohu telah turunkan perintah," sahut Leng Giok-siu
dengan suara berat dan dalam, "siapa pun dilarang
menggeser atau mengalihkan barang yang ada di sini. Siapa
pun dilarang meninggalkan tempat duduknya."
Liu Ce-in menunduk sambil termenung sejenak, lalu
kembali tanyanya, "Saudara Leng, sewaktu naik ke loteng,
apakah kau menjumpai seseorang yang mencurigakan?"

14
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Begitu Samte menjerit kesakitan, Jite, Site dan Ngote


sudah berlarian menyusul kemari, sementara Lohu tetap
tinggal di ruang utama, menenangkan para tamu."
"Sewaktu tiba di atas loteng, pintu sudah berada dalam
keadaan terbuka," Buyung Sui-in menerangkan. "Segera aku
sadar bahwa keadaan tidak beres. Bersama Site dan Ngote,
kami langsung menerjang masuk, dan kami ... kami melihat
Samte bersandar di sisi pembaringan. Dia bersandar sambil
berpekik
"Apa yang dia teriakkan? Kau sempat mendengar secara
jelas?" tergerak paras muka Liu Ce-in.
Dengan pedih Buyung Sui-in menggeleng, "Samko seperti
sedang berseru, 'kau ... loteng (Lo) tahu-tahu nyawanya
sudah melayang. Masih untung Site lebih tenang dia bilang
akan pergi memanggil Toako ... kemudian ... kemudian enso
ketiga dan sanak yang lain berdatangan
Liu Ce-in menghembuskan napas panjang, katanya sambil
menghela napas, "Ai... sayang Kim-samhiap tak sempat
mengutarakan kata-katanya."
"Sempat!" mendadak si Darah dingin menyela.
"Oh ya?"
"Apakah di sini ada orang dari marga Lo (loteng)?" tanya si
Darah dingin dengan suara membeku.
Kim-hujin menghentikan tangisannya, sesudah termenung
dan berpikir sejenak, jawabnya, "Tidak ada. Rasanya di sini
tak ada orang dari marga Lo."
"Di antara tamu undangan juga tak ada," Buyung Sui-in
menimpali.
"Mungkinkah yang dimaksud orang dari marga Liu?" tiba-
tiba Liu Ce-in mengingatkan.
"Betul!" seru Leng Giok-siu sambil menggebrak meja.
"Semestinya ada! Biar Lohu lakukan pemeriksaan."
"Sesaat menjelang kematiannya, Kim-samhiap pasti telah
mengucapkan kata-kata yang sangat penting," gumam Liu Ce-
in

15
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Dan kata-katanya, pasti nama dari pembunuh biadab itu "


sambung si Darah dingin.
Darah dingin jarang bicara, sebab itu ucapannya sering
penuh tekanan, tegas, singkat dan tandas.
Sebaliknya Liu Ce-in agak banyak bicara, tapi setiap
perkataannya selalu dilandasi alasan yang kuat, pemikiran
yang cerdas dan enak didengar.
Tak selang berapa saat kemudian, Leng Giok-siu sudah
balik sambil membawa sebuah daftar nama. Katanya setelah
menghela napas, "Ternyata dugaan kalian betul. Di antara
tamu undangan memang ada dua orang berasal dari marga
Liu, dari anggota keluarga pun ada seorang yang berasal dari
marga Liu."
"Oh ya ...? Apakah ada yang mencurigakan?" tanya Liu Ce-
in.
Leng Giok-siu menggeleng.
"Dari dua orang tamu yang bermarga Liu, seorang bernama
Liu Yap-hu. Dia sama sekali tak tahu ilmu silat. Ia seorang
tauke rumah pegadaian. Lantaran seringkah menjual barang-
barang berharga kepada Samte, maka dalam pesta ulang
tahunnya kali ini, Samte sengaja mengundangnya. Semestinya
orang ini tidak patut dicurigai."
"Yang seorang lagi?"
"Orang ini sedikit tahu kungfu, namanya juga kurang baik.
Tapi dia selalu taat, hormat dan tunduk pada Samte. Bila
orang semacam ini ingin menyerang Samte dan
membunuhnya dalam sekali gebrakan, walau Samte dalam
keadaan tidak siaga, dengan mengandalkan kungfunya
rasanya mustahil. Dia bernama Liu Kiu-ji, julukannya Thi-ci (si
penggaris besi). Namanya kurang seberapa dikenal dalam
dunia Kangouw. Aku rasa kalian berdua pun tak pernah
mendengarnya bukan?"
Liu Ce-in segera tertawa, katanya, "Liu Kiu-ji berusia empat
puluh tiga tahun, senjatanya sebuah penggaris besar dengan
panjang dua depa tiga inci. Suka minum, suka perempuan.
Biar tak punya kemampuan tapi suka membuat keonaran dan

16
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mencari gara-gara. Dia pernah ditangkap satu kali dan


dijebloskan ke dalam penjara besar di kota Liu-ciu. Tak punya
sanak tak punya keluarga, tapi terhadap saudara Kim, dia
memang amat memuja-muja, bahkan sering memuji setinggi
langit bila berada di hadapan orang."
Liu Ce-in, si Dewa opas ini memang luar biasa sekali.
Biarpun cuma seorang Bu-lim-siau-cut yang tak terkenal,
ternyata ia dapat menghapalkan identitas serta biodatanya
dengan begitu jelas dan terperinci.
Leng Giok-siu agak tertegun, pujinya kemudian, "Dewa
opas memang tak malu disebut Dewa Opas. Sungguh
mengagumkan, sungguh mengagumkan."
"Ah, mana, mana ... kita yang makan nasi dari mangkuk
semacam ini, memang mesti hapal di luar kepala semua
biodata orang-orang persilatan itu."
"Tentang Liu Kiu-ji, aku kurang tahu," sela si Darah dingin
tiba-tiba. "Siapa pula sang pelayan yang satunya lagi?"
"Dia semakin tak mungkin," sahut Leng Giok-siu sambil
tertawa, "sebab dia adalah seorang bocah perempuan yang
baru berusia tujuh tahun. Seorang dayang kecil yang baru
dibeli Samte. Jangan lagi melakukan pembunuhan, untuk
membedakan mana perayaan perkawinan dan mana perayaan
kematian pun dia masih rancu."
"Jiwi," tiba-tiba Buyung Sui-in menyela, "apakah kita perlu
memeriksa setiap tamu yang hadir dalam ruang utama?
Adakah di antara mereka yang pernah meninggalkan tempat
perjamuan ketika terjadinya peristiwa ini?"
"Apakah semua yang hadir dalam ruang utama benar-benar
adalah sahabat kalian?" tanya Liu Ce-in.
"Lohu sudah selidiki, tak ada yang datang dengan mencatut
nama orang lain."
"Mungkinkah di antara tamu yang hadir ada yang punya
perselisihan atau ikatan dendam dengan Kim-samhiap?"
"Tidak mungkin," sahut Kim-hujin sembari sesenggukan,
"tidak mungkin. Sewaktu akan mengundang para tamu yang
akan diundang menghadiri pesta ulang tahun ini, Seng-hui

17
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

telah berunding denganku. Oleh karena kami kuatir akan


terjadi hal-hal yang kurang menyenangkan dalam pesta ini,
maka semua orang yang kemungkinan bisa membuat onar,
atau orang yang dulu pernah terlibat perselisihan, tak seorang
pun yang kami undang. Siapa nyana ... siapa nyana ...
ternyata....
Ledakan isak tangis membuat ia tak sanggup
menyelesaikan kata-katanya.
"Kalau begitu, tolong saudara Leng kirim utusan
memberitahukan kepada Sim-sihiap. Suruh dia lepaskan
semua tamu yang tertahan di ruang utama. Kehadiran mereka
tidak banyak membantu, karena siapa pun tak mengira akan
terjadi peristiwa semacam ini."
Tiba-tiba tertampak seorang pelayan berlari masuk dengan
tergopoh-gopoh dan berseru dengan napas tersengal, "Hamba
... hamba ... bukan hamba berhasil kabur, tapi dia ... dia telah
membebaskan hamba
"Siapa yang melepaskan kau?" tegur Leng Giok-siu dengan
kening berkerut. "Bagaimana tampang wajahnya? Apakah kau
sempat melihat jelas?"
"Hamba tidak berani berpaling," kembali pelayan itu
menjawab agak tergagap, "waktu itu hamba sudah ketakutan
setengah mati ... hamba anggap nasib lagi mujur karena tidak
... tidak dibunuh
"Apakah kau tahu, apa alasannya membebaskan dirimu?"
tanya Liu Ce-in.
"Orang itu ... orang itu menyusupkan setahil perak ke saku
hamba ... dia sangat royal ... setahil perak .. lalu menyerahkan
juga sepucuk surat. Dia minta hamba serahkan surat itu
kepada Tayjin ... Bukan ... bukan hamba yang minta persen,
dia bilang ... bila hamba tidak melaksanakan perintahnya, dia
... dia akan mencekik ... akan mencekik tengkuk hamba
sampai mati
"Mana suratnya?" tanya si Darah dingin.
Dengan tangan gemetar pelayan itu menyerahkan sepucuk
surat. Baru saja Kim-hujin akan menerimanya, Liu Ce-in sudah

18
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menggoyangkan tangannya mencegah. Kemudian dia sambut


surat itu, diayun-ayunkan sebentar di muka jendela, lalu
setelah menyumbat lubang hidung sendiri dengan kapas, ia
merobek sampul surat itu.
Ternyata isinya memang sepucuk surat. Tak ada jebakan,
tak ada racun dan tak ada intrik jahat apapun.
Setelah yakin aman, baru Liu Ce-in serahkan surat itu ke
tangan Kim-hujin.
Selesai membaca isi surat itu, tiba-tiba Kim-hujin menjerit
keras lalu roboh tak sadarkan diri. Lekas Leng Giok-siu
menitahkan dayang untuk menggotong pergi Kim-hujin.
Setelah mengambil surat itu, dengan suara lantang dia pun
membaca isinya:
"Ditujukan kepada Naga nomor satu Leng Giok-siu, Naga
nomor dua Buyung Sui-in, Naga nomor empat Sim Ciok-kut,
dan Naga nomor lima Kui Keng-ciu. Masih ingat dengan
hutang darah Hui-hiat-kiam-mo (iblis pedang darah terbang)
Pa Siok-jin sepuluh tahun berselang? Hari ini keturunannya
khusus datang untuk menagih hutang. Korban pertama adalah
Kim Seng-hui, menyusul kemudian dalam tiga hari mendatang
Lima naga dari dunia persilatan akan lenyap dari muka bumi,
akan kubantai semuanya untuk menebus dendam kesumat
sedalam lautan yang telah berlangsung sepuluh tahun
lamanya.
Nantikan saja hari kematian kalian.
Tertanda,
Keturunan Kiam-mo
Hui-hiat-kiam-mo? Iblis pedang darah terbang? Nama yang
disebutkan bukan saja membuat Kim-hujin jatuh pingsan
seketika, bahkan Leng Giok-siu, Buyung Sui-in maupun Kui
Keng-ciu pun dibuat terkesiap hingga paras mereka berubah
jadi pucat pias.
Liu Ce-in serta si Darah dingin ikut tergetar mimik
mukanya!

19
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pertempuran itu adalah pertempuran berdarah 'Lima naga


membantai Iblis latah' yang sangat berdarah dan tersohor di
kolong langit.
Gara-gara pertempuran ini, kehidupan Lima naga dari dunia
persilatan selalu diliputi perasaan waswas. Setiap kali
menyinggung pertempuran melawan Pa Siok-jin, perasaan
mereka selalu terkesiap.
Kalau bukan lantaran Kwan Keng-san sangat ketat
mendidik anak muridnya, hingga murid-muridnya berhasil
meyakinkan kungfu yang tangguh, sulit bagi Lima naga untuk
membinasakan si Iblis latah. Sementara itu meski anak murid
Pa Siok-jin sudah mewarisi ilmu sakti iblis pedang darah
terbang, namun lantaran tidak tekun berlatih dan selalu
membuat keonaran dengan hanya mengandalkan nama besar
gurunya, maka begitu guru mereka terbunuh, para muridnya
pun segera bubar dan melarikan diri, tercerai-berai. Masing-
masing menyembunyikan nama serta hidup terpencil. Tak
seorang pun yang berani muncul lagi dalam dunia persilatan.
Walau begitu, karena ilmu silat Pa Siok-jin sudah diwariskan
semua kepada mereka, maka bila suatu ketika mereka berhasil
menguasai kepandaian silat itu, dunia persilatan pasti akan
kacau-balau lagi, dan bayangan gelap inilah yang selalu
menghantui jalan pikiran Lima naga dari dunia persilatan.
Kini keturunan Iblis pedang darah terbang sudah muncul
kembali, akhirnya muncul untuk membalas dendam. Tak heran
kalau si Darah dingin serta Liu Ce-in yang begitu tangguh pun
ikut terkesiap setelah mengetahui berita ini.
Keheningan yang luar biasa mencekam seluruh ruangan.
Semua orang saling berpandangan dengan perasaan ngeri,
begitu pula dengan Leng Giok-siu, Buyung Sui-in serta Kui
Keng-ciu. Sekilas perasaan ngeri menghiasi wajah mereka.
Tiba-tiba Kui Keng-ciu melompat bangun seraya berseru,
"Kalau mau datang biarlah datang. Si Iblis tua saja sudah kami
pecundangi, masa anak-cucu kura-kura tak mampu kami
hadapi? Hmmm, jika bernyali datanglah kemari, akan kubantai
mereka satu per satu!"

20
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Suasana hening mencekam seluruh ruangan. Tak seorang


pun yang memberi tanggapan. Yang terdengar hanya
suaranya yang keras, nyaring dan lantang.
"Baiklah," seru Leng Giok-siu kemudian sambil melipat
surat itu, "kini keturunan Pa Siok-jin telah datang. Kami Lima
naga dari dunia persilatan pun belum terlalu tua sehingga tak
sanggup mencabut pedang. Rasanya masih punya kemampan
untuk melangsungkan duel berdarah!"
Liu Ce-in termenung sambil berpikir sejenak, kemudian
katanya, "Berbicara kepandaian silat yang kalian berempat
miliki, rasanya memang tak perlu takut menghadapi ahli waris
Pa Siok-jin. Persoalannya sekarang adalah musuh ada di
tempat gelap sedang kita berada di tempat terang. Hingga kini
kita masih belum tahu siapa ahli waris keluarga Pa. Hal inilah
yang bisa menimbulkan kerugian besar bagi kalian."
"Yang lebih penting lagi," sambung si Darah dingin, "dilihat
dari kungfunya, belum tentu dia mampu menandingi kalian
berempat, tapi masalahnya begitu pedang darah terbang Pa
Siok-jin dilepaskan, bila kurang waspada dan tidak siap
menghadapi bokongan pedang darah terbang, maka biar
memiliki kungfu yang sangat lihai pun sulit rasanya untuk
menghindari serangan itu."
"Oleh karena itu, hal paling utama yang harus kita lakukan
sekarang adalah mencari tahu siapakah ahli waris Pa Siok-jin,"
ujar Liu Ce-in lagi. "Aku pikir paling baik jika Sim-sihiap
melepaskan dulu semua tamu yang tertahan di gedung utama.
Kita tak boleh memukul rumput dan mengejutkan ular, hingga
memberi kesempatan kepada lawan untuk semakin
menyembunyikan identitasnya."
Leng Giok-siu manggut-manggut, kepada Buyung Sui-in
segera perintahnya, "Jite, tolong sampaikan masalah ini
kepada Sim-site, sekalian undang dia untuk berkumpul di sini.
Sementara itu, urusan di dalam ruang utama kuserahkan
padamu."
"Baik!" jawab Buyung Sui-in. Dengan sekali lompatan dia
sudah meluncur ke ruang utama.

21
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Liu Ce-in menghela napas panjang, kembali ia termenung


beberapa saat lamanya. Kemudian katanya lagi, "Gerak tubuh
yang dimiliki orang itu amat cepat. Padahal baru saja Kim-
sam-hiap menjerit ngeri, kalian sudah menyusul kemari. Tapi
kenyataannya ia tetap berhasil meloloskan diri."
"Maknya!" umpat Kui Keng-ciu dengan mata melotot dan
kepalan menggenggam. "Kalau sampai kutemukan, akan ku..
Tiba-tiba pelayan yang menyampaikan surat itu kembali
berseru penuh ketakutan, "Lapor ... lapor Leng-toaya
"Ada apa? Cepat katakan!" dengan tak sabar Leng Giok-siu
menghardik.
"Sebelum hamba menuju ke ruang utama tadi, hamba lihat
... hamba seperti melihat A-hok berjalan lewat dengan wajah
pucat pasi. Waktu itu hamba sekedar iseng dan bertanya ...
bertanya apa yang telah dia lakukan. Dia ... dia jawab, dia
sempat melihat orang yang membunuh Loya, tapi ... tapi ...
takut untuk mengatakan
"Apa dia bilang siapa orang itu?" seru Leng Giok-siu sambil
melompat bangun.
"Ti ... ti ... tidak. Kemudian hamba pun menuju ke gedung
utama. Sewaktu lewat kebun, lalu
"Aaah, tak heran sewaktu aku menerjang kemari, A-hok
seperti ingin menyampaikan sesuatu kepadaku ... Waktu itu
karena lagi tergesa-gesa, aku tak sempat berhenti
"Bagus!" seru Liu Ce-in dengan wajah berubah. "Inilah
petunjuk yang sangat penting. Dimana A-hok sekarang?"
"Dia ... dia seperti amat ketakutan, katanya ... katanya
akan menuju ke gudang kayu bakar."
"Bagus," seru Liu Ce-in, "saudara Leng, aku dan Kui-ngo-
hiap akan menginterogasi A-hok untuk mengetahui manusia
macam apa yang telah ia lihat. Kui-ngohiap sangat hapal
dengan situasi gedung Kim. Dengan kehadirannya, akan
diketahui manusia macam apa yang telah dilihat A-hok. Selain
itu, saudara Darah dingin, kau pandai melacak orang dan tak
pernah gagal. Tolong kuntitlah Liu Kiu-ji setelah para tamu
bubar nanti, sebab dulu dia ditangkap di kota Liu-ciu lantaran

22
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dicurigai terlibat dalam sebuah pembunuhan gelap. Dia


kemudian dibebaskan karena kurang bukti. Di antara sekian
banyak orang, dia yang paling mencurigakan. Bila dia
pembunuhnya, maka setelah menguntit sampai di rumahnya,
coba carilah alat senjata yang mungkin dipakai buat
melakukan pembunuhan ... Saudara Leng, urusan Kim-hujin
dan sanak lainnya tolong kau yang atur."
"Hai ..." Leng Giok-siu menghela napas panjang, "gara-gara
urusan kami bersaudara, kalian jadi ikut repot. Sungguh bikin
Lohu merasa tak tenang."
"Kau tak perlu sungkan," jawab Liu Ce-in hambar, "Kim-
samhiap adalah sahabatku serta saudara Darah dingin. Lagi
pula pekerjaan kami memang semacam ini. Jadi kenapa kau
mesti berterima kasih? Bila kasusnya kelewat berat, kami akan
segera minta bantuan Ceng Ci-tong serta Ko San-cing untuk
membantu. Di seputar kota Cang-ciu boleh dibilang mereka
adalah kawakan yang tahu seluk-beluk sini. Dengan kehadiran
mereka, urusan ini tentu akan terungkap lebih dini. Jadi mari
kita bekerja sesuai tugas masing-masing."
Leng Giok-siu kegirangan, katanya, "Asal jago tangguh
macam Ceng Ci-tong dan Ko San-cing mau turun tangan, biar
Pa Siok-jin hidup kembali, belum tentu dia bisa berbuat
banyak terhadap kami."
Oleh karena masalah ini adalah rentetan dari peristiwa
besar dalam dunia persilatan, pelakunya adalah keturunan
seorang tokoh silat tersohor. Dapat dipastikan pembunuhan
sadis lainnya segera akan menyusul.
Karenanya pihak berwajib harus menurunkan seluruh jago
jago tangguhnya untuk menanggulangi kasus ini.
Beberapa tahun terakhir, pihak yang berwajib memang
banyak bermunculan opas-opas hebat. Empat opas serta
Dewa opas adalah beberapa di antaranya.
Untuk wilayah seputar kota Cang-ciu, opas kenamaan yang
paling membuat pusing kawanan okpa dan perompak dari
rimba hijau adalah Thi-jui (si Gurdi besi) Ceng Ci-tong. Usia
orang ini belum lewat tiga puluh tahun, tapi baik dalam ilmu

23
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

silat maupun kecerdasan otak, dia memiliki kemampuan yang


melebihi siapa pun. Ia bahkan memiliki hubungan yang sangat
akrab dengan para pejabat tinggi. Oleh karena itu, di antara
kawanan opas di kota Cang-ciu, dia termasuk Raja opas di
antara kawanan opas lainnya.
Dia mempunyai seorang sahabat sehidup-semati yang
bernama Ko San-cing.
Di kota Cang-ciu terdapat seratus ribu orang pasukan Jing-
peng. Untuk menjadi pelatih seratus ribu orang pasukan Jing-
peng, tentu saja kungfu harus luar biasa. Jabatan pelatih akan
diganti setiap tiga tahun, dan Ki-sin-ciang (si Toya dewa
raksasa) Ko San-cing berhasil merjjabatnya selama tiga
periode secara beruntun.
Kedua orang ini boleh dibilang merupakan tokoh penting di
kalangan pengadilan kota Cang-ciu.
Tentu saja nama besar mereka tak mampu melampaui
kebesaran nama Liu Ce-in maupun si Darah dingin. Tetapi
khusus di kota Cang-ciu, nama besar kedua orang ini jauh
lebih cemerlang, jauh lebih termasyhur ketimbang nama besar
si Darah dingin berdua.
Bila Darah dingin dan Liu Ce-in digabung Ceng Ci-tong dan
Ko San-cing, persis apa yang dikatakan Leng Giok-siu, biar si
Iblis pedang darah terbang Pa Siok-jin hidup kembali, bila
empat opas itu ditambah empat naga dunia persilatan, maka
Pa Siok-jin sendiri juga sulit untuk melakukan tindakan
apapun.
Tapi sedemikian sederhanakah persoalan ini? Mustahil! Tak
mungkin masalahnya begitu sederhana!
Waktu itu Liu Ce-in dan Kui Keng-ciu sedang berjalan
menuju ke gudang kayu bakar. Kui Keng-ciu berjalan di muka
sementara Liu Ce-in mengikuti dari belakang.
Sembari menelusuri jalan, Kui Keng-ciu mengomel tiada
henti. Terdengar ia berseru, "... sewaktu kami berhasil
membantai Pa Siok-jin tempo hari, sebetulnya aku sudah
mengusulkan untuk mencabut rumput hingga ke akarnya.
Maknya! Ketiga orang murid Pa Siok-jin si iblis jahat itu mesti

24
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dibantai juga. Tapi Toako dan Jiko tak setuju, katanya harus
berbelas-kasih dengan memberi kesempatan hidup kepada
mereka ... Memberi kesempatan! Huhhh ... apa jadinya
sekarang? Samko malah dibantai orang! Apakah mereka pun
memberi kesempatan ...?"
Liu Ce-in tidak berkomentar, dia hanya mendengarkan
omelan itu dengan mulut terbungkam.
Sementara itu senja telah menjelang tiba. Matahari senja
sudah tenggelam di balik bukit, suasana terasa hening dan
sepi, tak nampak sesosok bayangan manusia pun.
Sejak terjadinya peristiwa pembunuhan itu, para tamu telah
bubar. Para pembantu pun berkumpul di ruang depan dengan
wajah berduka. Tak heran kalau suasana di tempat lain amat
sepi.
Setelah berjalan sekian lama, akhirnya tibalah Kui Keng-ciu
berdua di depan sebuah rumah bobrok. Dia pun berteriak
keras, "A-hok, A-hok ... cepat keluar! Aku ingin bertanya
kepadamu!"
Orang yang berada di dalam rumah bobrok itu menyahut
dan membuka pintu.
Kembali Kui Keng-ciu membentak gusar, "Pengecut kau!
Dasar manusia tidak bernyali! Kenapa mesti menutup pintu
rapat-rapat? Takut dibunuh orang? Hmmm, kalau ada yang
berani berbuat onar di sini, aku Kui-longo pasti tak akan
mengampuninya
Mendadak Liu Ce-in membungkukkan badan sambil berseru
nyaring, "Ada orang melompati tembok masuk kemari!"
Belum selesai bicara, tiba-tiba badannya melejit ke udara,
seakan baru saja menghindari serangan semacam amgi. Ia
lalu balik melancarkan sebuah pukulan.
"Blaaam!" pukulan itu menghajar telak dinding batu di luar
sana, membuat dinding itu roboh. Di antara debu dan pasir
yang beterbangan di udara, tampak sesosok bayangan
manusia menyelinap keluar dari sana.

25
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sambil membentak gusar Kui Keng-ciu menerjang ke sana,


teriaknya, "Lo Liu, kau kejar dari arah sana, aku mengejar dari
sini. Kita lihat, dia bisa kabur kemana lagi!"
Dengan dua-tiga kali lompatan, ia sudah mengejar keluar
dari lingkungan kebun. Tampak gerakan tubuh orang di depan
sana cepat dan ringan. Melihat dirinya gagal menyusul orang
itu, kembali Kui Keng-ciu menghardik, "Bangsat! Kalau punya
nyali, jangan kabur! Ayo layani dulu beberapa buah pukulan
kakekmu!"
Sambil berkata, ia lepaskan pukulan dahsyat. "Blaam!"
serangan itu bersarang telak pada sebatang pohon, membuat
pohon itu tumbang ke tanah.
Di tengah dentuman keras dan dedaunan yang
beterbangan di udara, tampak Leng Giok-siu, Buyung Sui-in
serta Sim Ciok-kut telah menyusul tiba dengan kecepatan
tinggi.
"Longo, siapa orang itu?" tegur Leng Giok-siu nyaring.
"Ada orang hendak membokong kita!" sahut Kui Keng-ciu
dengan napas tersengal.
"Dimana orangnya?"
Ketika Kui Keng-ciu mengamati lagi dengan seksama, yang
tampak hanya ranting serta dahan pohon yang bertumbangan.
Tak nampak sesosok bayangan manusia pun.
Melihat itu, teriaknya kembali dengan penuh kegusaran,
"Rupanya dia kabur ke sana. Sialan benar bangsat itu,
rupanya dia tak berani bertarung melawanku!"
"Longo, kau sudah menemukan A-hok?" kembali Leng Giok-
siu bertanya.
"Belum. Baru saja tiba di gudang sana, kami berjumpa
dengan orang ini."
"Mana saudara Liu?"
"Dia pun sedang mengejar orang itu."
"Aduh celaka! Cepat kita beri bantuan!" seru Leng Giok-siu
gelisah.
Kembali tampak bayangan tubuh berkelebat. Tahu-tahu
Leng Giok-siu bertiga sudah berada puluhan kaki dari tempat

26
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

semula, tinggal Kui Keng-ciu seorang masih tertinggal di sana


dan berdiri tertegun tanpa mengetahui apa yang harus
diperbuat.
Hampir pada saat bersamaan Leng Giok-siu, Buyung Sui-in
dan Sim Ciok-kut tiba di depan gudang kayu bakar. Tapi apa
yang kemudian terlihat membuat mereka bertiga berdiri
tertegun, terkesima!
Di depan pintu gudang kayu bakar berdiri seseorang yang
berdandan pembantu rumah tangga. Dia adalah A-hok.
Anehnya, ketika melihat kehadiran mereka bertiga, A-hok
tidak memberi hormat, tidak tertawa, juga tidak bicara. Dia
hanya memelototi mereka dengan matanya mendelik.
Kalau seorang pelayan yang bertemu majikannya tak
memberi hormat, malah mengawasi dengan mata melotot,
maka hanya ada dua jawaban. Kalau bukan mata sudah buta,
berarti matanya tidak bisa melihat apa-apa lantaran orangnya
sudah tewas.
A-hok bukan orang buta, berarti dia memang orang yang
sudah tewas.
Dengan wajah hijau membesi Sim Ciok-kun berjalan
menghampirinya. Baru saja ujung jarinya menyentuh tubuh A-
hok, tahu-tahu A-hok sudah roboh terjungkal ke tanah.
Tidak nampak bekas luka apapun di tubuh bagian muka A-
hok, tapi baju di bagian punggungnya sudah basah oleh
cucuran darah segar. Tampaknya luka itu disebabkan tusukan
sebuah senjata yang runcing, langsung menembus jantungnya
tapi sama sekali tak sampai tembus hingga dada bagian muka.
Sepasang mata A-hok melotot. Dia tewas dengan mulut
ternganga lebar. Sorot matanya penuh diliputi perasaan takut
dan ngeri, mulutnya ternganga seperti hendak mengatakan
sesuatu.
Manusia macam apa yang telah dijumpainya? Kenapa ia
nampak begitu takut, gugup dan ngeri.
"Longo keliru besar," ujar Sim Ciok-kut kemudian dengan
suara dingin, "tidak seharusnya ia tinggalkan A-hok."

27
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Buyung Sui-in ikut menghela napas panjang, "Ya, A-hok


sudah tidak punya kesempatan lagi untuk bicara. Tapi apa
yang sebenarnya hendak dia katakan?"
"Semoga saja opas Liu tidak apa-apa," mendadak Leng
Giok-siu menyela.
Belum selesai ia berbicara, tampak seseorang terpeleset
jatuh dari atas atap gudang kayu bakar dan nyaris roboh
terjerembab ke tanah.
"Hah, saudara Liu!" pekik Buyung Sui-in kaget.
Liu Ce-in memaksakan diri untuk menyahut. Paras mukanya
pucat-pasi, tangannya menekan di atas dada sendiri.
Tampaknya ia sedang menahan rasa sakit yang luar biasa.
Segera Leng Giok-siu maju ke depan dan memayang
tubuhnya. Tegurnya kemudian, "Saudara Liu, kenapa kau?"
Dengan biji mata terbalik dan napas tersengal, ia terbatuk
beberapa saat. Selang berapa saat kemudian baru ia mampu
berkata, "Setibanya di sini tadi, kami temukan ada orang yang
mencurigakan. Maka aku bersama Kui-ngohiap melakukan
pengejaran. Orang yang kukejar tampaknya segera akan
tertangkap, namun secara tiba-tiba dari balik tikungan di
sudut dinding sana muncul seorang manusia berkerudung.
Sungguh lihai ilmu silatnya, serangan yang dilancarkan amat
cepat, membuat aku sulit untuk menghindar. Terpaksa aku
pun melayani dengan keras lawan keras! Sebuah pukulannya
bersarang telak tepat di dadaku. Hahaha ... tapi lukanya juga
tak ringan, dia termakan sebuah pukulanku!"
"Hai, gara-gara persoalan ini, nyaris saudara Liu kehilangan
nyawa. Sungguh menyesal keluh Leng Giok-siu sambil
menghela napas panjang.
Liu Ce-in ikut menghela napas panjang. "Sebetulnya bukan
kesalahanmu. Kungfu lawan memang terlalu tangguh,"
katanya.
"Tahukah saudara Liu, ilmu silat apa yang digunakan pihak
lawan?" tanya Sim Ciok-kut dingin.
"Serangan yang dilancarkan pihak lawan kelewat cepat.
Aku sendiri juga tak jelas ilmu pukulan apa yang telah

28
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

digunakan, tapi yang pasti serangan itu tak sampai mencabut


nyawaku! Bila pukulannya tidak kuhadapi dengan keras lawan
keras, keadaanku mungkin akan semakin payah. Karena kami
masing-masing termakan sebuah pukulan lawan, maka
sewaktu melancarkan serangan berikutnya, dia malah sudah
tidak mampu mengerahkan segenap tenaganya lagi."
"Saudara Liu, lebih baik kau beristirahat dulu sejenak," kata
Buyung Sui-in.
"Tidak perlu. Apakah si Darah dingin masih ada di sini?"
"Rasanya dia sudah pergi menguntit Liu Kiu-ji," jawab Leng
Giok-siu.
Liu Ce-in manggut-manggut. Mendadak seperti teringat
akan satu hal, ia menjerit, "Mana Kui-ngohiap?"
"Tak usah kuatir," jawab Buyung Sui-in sambil tertawa,
"baru saja kami bertemu dengannya
Belum selesai bicara, tiba-tiba senyumnya hilang lenyap.
Disusul kemudian terdengar Leng Giok-siu berkata dengan
suara dalam, "Dia ketinggalan barisan, cepat kita periksa!"
Di tengah kebun terlihat sebatang pohon tumbang ke
tanah, dedaunan berserakan di sekelilingnya. Pohon yang
sangat rimbun itu terpapas kutung jadi dua akibat sebuah
pukulan yang dahsyat.
Sewaktu Kui Keng-ciu mengejar musuh tadi, pohon itu
terhajar oleh pukulannya dan tumbang ke tanah. Di samping
pohon yang tumbang terkapar pula sesosok tubuh manusia.
Ceceran darah segar yang mengucur keluar dari tubuh
orang itu terserap oleh guguran dedaunan yang berserakan di
sekelilingnya.
Orang yang terkapar di tengah genangan darah segar itu
tak lain adalah Kui Keng-ciu, Naga kelima dunia persilatan.
Tadi, dialah yang menghajar pohon itu hingga tumbang.
Siapa pula yang menghajarnya hingga terkapar?
Orang semacam dia semestinya tidak gampang
ditumbangkan. Ilmu yang dipelajarinya adalah ilmu kebal Kim-
kong-put-huay-sin-kang. Malah ilmu kebal macam Cap-sah-
thay-po yang diyakini pun sudah mencapai tingkat sempurna.

29
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Masih ditambah lagi dia pun memiliki ilmu Thi-po-san dan


sejak kecil belajar ilmu jejaka Tong-cu-kang.
Tapi kenyataannya, dia sudah roboh terkapar di tanah.
Di kala Leng Giok-siu, Buyung Sui-in dan Sim Ciok-kut
berangkat ke gudang kayu bakar, dia telah dirobohkan orang.
Suara pertarungannya pun tak pernah terdengar. Mungkinkah
orang yang memiliki ilmu kebal ini telah dirobohkan orang
tanpa sempat meronta atau membalas?
Liu Ce-in tidak bicara, dia menyulut sebuah lentera untuk
menerangi sekeliling tempat itu. Di tengah keremangan cuaca,
tampak cahaya api berkilat dan-bersinar menembus
kegelapan.
Tiba-tiba Leng Giok-siu seperti berubah jadi seorang kakek
kurus kering. Belum pernah orang melihat Leng Giok-siu yang
tersohor karena ilmu pedang Tiang-khong-sip-ci-kiam itu
berubah jadi demikian tua, berubah jadi demikian kurus dan
layu.
Sekujur tubuh Buyung Sui-in kelihatan gemetar keras. Dari
balik cahaya yang remang-remang tertampak wajahnya basah
oleh cucuran air mata.
Sementara itu, paras Sim Ciok-kut hijau membesi. Jubah
hitamnya nampak bergelombang karena menahan emosi.
Padahal saat ini baru menjelang senja, senja pertama sejak
terjadinya peristiwa berdarah itu. Sehari saja belum lewat....
Mendadak Sim Ciok-kut berkata dengan suara yang luar
biasa dingin dan tenangnya, "Luka mematikan Ngote berada di
kedua belah keningnya. Tay-yang-hiat di kening kiri dan kanan
nya telah disodok orang dengan jari tangan."
Liu Ce-in manggut-manggut, sambungnya kemudian,
"Dengan perkataan lain, orang yang membunuh Kui-ngohiap
sudah sangat hapal dan mengenali ilmu silat yang ia pelajari.
Dia tahu kalau Tay-yang-hiat merupakan satu-satunya titik
kelemahan yang dimiliki Kui-ngohiap."
"Biarpun begitu," kata Leng Giok-siu dengan suara berat,
"kendatipun Ngote berada dalam keadaan tidak siap, rasanya

30
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mustahil ada orang yang berhasil membunuh Kui-ngote hanya


dalam sekali gebrakan saja."
"Benar," Liu Ce-in manggut-manggut. "Tay-yang-hiat
adalah jalan darah kematian, tapi tak gampang menyerang
bagian itu secara mudah. Apalagi dengan kehebatan ilmu silat
yang dimiliki Kui-ngohiap."
"Kecuali terhadap orang yang sudah sangat dikenal oleh
Ngo-te," sela Sim Ciok-kut tiba-tiba.
"Betul! Berarti pembunuhnya adalah seorang yang sudah
amat dikenalnya!" sambung Buyung Sui-in.
"Tapi kenyataannya, sebelum kita tahu siapa orang itu, kita
telah kehilangan dua orang saudara," seru Sim Ciok-kut sambil
tertawa dingin.
Setelah termenung sebentar, Leng Giok-siu pun berkata
dengan nada berat, "Kalau begitu, mulai sekarang kita tak
boleh saling berpisah hingga memberi kesempatan kepada
pihak lawan untuk turun tangan. Paling tidak, bila ingin
melakukan sesuatu tindakan, harus ada dua orang yang
mendampingi. Kita memang tak takut mati. Tapi paling tidak,
jangan sampai mati konyol!"
"Aduh, celaka!" tiba-tiba Liu Ce-in menjerit. "Ada apa?"
"Tampaknya pihak lawan bukan hanya seorang. Kini si
Darah dingin sedang menguntit Liu Kiu-ji. Bila kematian Kui-
ngohiap dan A-hok ada keterkaitannya dengan Liu Kiu-ji,
berarti posisi si Darah dingin saat ini....
"Jika begitu, mari kita segera menyusulnya!" seru Buyung
Sui-in sambil menggebrakkan kaki.
"Buyung-samhiap tak perlu terburu napsu. Yang mereka
incar adalah nyawa kalian bertiga ... aku rasa, kita perlu
segera minta bantuan Ceng Ci-tong dan Ko San-cing!"
Seraya berkata dia mengeluarkan dua ekor merpati pos dari
sakunya. Selesai mengikat dua lembar surat yang telah
ditulisnya, ia lepaskan burung itu ke udara.
Diiringi suara lirih, dua ekor burung merpati itu melesat ke
balik kegelapan malam. Sekejap kemudian bayangannya
sudah lenyap dari pandangan.

31
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sambil mengawasi bayangan merpati posnya yang


menjauh, Liu Ce-in bergumam lirih, "Semoga saja dengan
hubungan baikku terhadap mereka berdua, besok sebelum
fajar menyingsing, mereka berdua sudah tiba di sini."
Meski sudah berusia empat puluhan tahun, Liu Kiu-ji masih
kelihatan segar, sehat dan kuat. Sejak meninggalkan gedung
keluarga Kim, ia sama sekali tidak menunjukkan rasa sedih
ataupun berduka.
Ketika sudah melalui beberapa gang, dia mulai
mengeluarkan guci araknya dan sambil berjalan menenggak
air kata-kata. Belum lagi tiba di depan pintu rumah, ia sudah
mabuk berat.
Melihat hal itu, si Darah dingin berkerut kening. Nyaris dia
urung melanjutkan kuntitannya. Tapi ia coba bersabar.
Setelah berpikir sejenak, si Darah dingin melanjutkan
kembali kuntitannya. Paling tidak dia ingin tahu apa yang akan
dilakukan orang ini setibanya di rumah.
Liu Kiu-ji seperti belum puas dengan seguci araknya.
Selesai menghabiskan tetesan arak yang terakhir, dia mulai
mengetuk pintu rumah seorang setan arak. Kembali dua orang
itu ngobrol ke sana kemari, yang dibicarakan hanya hal-hal
yang tak penting, sampai akhirnya Liu Kiu-ji jadi tak suka hati
dan meninju orang itu sampai semaput. Kemudian dengan
sempoyongan kembali ia melanjutkan perjalanannya.
Malam sudah makin larut, kegelapan mulai mencekam
seluruh jagad.
Entah berapa banyak jalan dan lorong yang sudah
ditelusuri Liu Kiu-ji, sampai akhirnya ia temukan sebuah rumah
dan menerobos masuk ke dalam.
Ternyata rumah itu adalah sebuah tempat pembuatan
tembikar. Kalau di siang hari para pekerja membakar tembikar
di situ, maka di kala malam tiba, mereka pun pergi
meninggalkan tempat itu. Di tempat seperti inilah Liu Kiu-ji
berdiam.

32
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Suasana semakin hening, malam semakin larut. Yang


terdengar hanya gonggongan anjing yang sahut-menyahut di
kejauhan sana.
Pelan-pelan si Darah dingin mulai mendekati pintu rumah.
Pikirnya, "Kalau toh ia menginap di sini, lebih baik aku
langsung mencari dan mengajaknya bicara duluan."
Baru saja dia akan mengetuk pintu, mendadak ia
menemukan sesuatu yang tak beres. Tiba-tiba saja, entah apa
sebabnya, tahu-tahu gonggongan anjing berhenti secara
mendadak ...
Dalam tertegunnya, tanpa sadar ia tingkatkan
kewaspadaan untuk menghadapi hal yang tak diinginkan.
Benar juga. Di saat dia masih terkesima, mendadak muncul
tujuh delapan belas macam senjata rahasia yang meluncur ke
arahnya dari sekeliling ruang bangunan itu.
Selain cepat dan tepat, serangan berbagai amgi itu muncul
tanpa menimbulkan sedikit suara pun! Yang tampak di bawah
remang cahaya rembulan hanya sinar hijau kebiruan yang
menyilaukan mata. Jelas semua senjata rahasia itu telah
dipoles dengan racun ganas.
Si Darah dingin segera pula mencengkeram ke depan.
Tangan yang semula mengetuk pintu berubah jadi
cengkeraman. "Blaaam!" dia betot pintu rumah itu lalu
ditamengkan ke depan badannya ... "Tuk, tuuk, tuuuk, tukkk,"
semua sambaran senjata rahasia itu menghajar telak persis di
atas permukaan pintu.
"Siapa? Siapa di situ?" dari dalam rumah terdengar Liu Kiu-
ji berseru kaget.
Pada saat itulah, dari setiap bilik dalam rumah itu
bermunculan tiga empat orang yang menghunus golok
panjang. Mereka mengenakan baju berwarna hitam dengan
kain kerudung berwarna hitam pula. Di bawah kilatan cahaya
yang menyilaukan mata, terlihat seluruh golok tajam itu
sedang diayunkan membacok ke tubuh si Darah dingin!
Dalam kondisi seperti ini, si Darah dingin sendiri pun tidak
berminat banyak bicara. Dia kerahkan tenaga dalamnya, lalu

33
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ditelakkan ke atas pintu kayu kuat-kuat. Seketika itu juga


semua senjata rahasia yang semula menancap di dinding pintu
berbalik arah dan menyambar ke arah kawanan manusia
berbaju hitam itu.
Dalam terkesimanya, segera kawanan manusia berbaju
hitam berkelit ke samping sambil mengayunkan golok mereka.
Tiga manusia berbaju hitam segera menjerit kesakitan, lalu
roboh terkapar di tanah.
Ternyata senjata rahasia itu betul-betul sangat beracun.
Tak selang berapa saat kemudian, tiga manusia berbaju hitam
itu sudah tewas dalam keadaan mengerikan.
Melihat kejadian ini, kawanan jago berbaju hitam lainnya
segera berteriak keras, serentak mereka ayunkan golok dan
menyerang si Darah dingin.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, si Darah dingin
mundur selangkah. Tiba-tiba ia lolos pedangnya dan langsung
menyerang ke arah kelompok orang terbanyak.
Ia sadar sudah masuk perangkap. Dalam keadaan demikian
hanya satu jalan yang bisa dia lakukan; menerjang masuk ke
dalam kepungan dan membunuh sebanyak mungkin.
Inilah prinsip kerja si Darah dingin. Tak pernah ada
perbuatan yang tak berani dilakukan si Darah dingin.
Caranya mencabut pedang sangat aneh. Ia mencabut
pedang sambil membalikkan tangan karena pedang itu berada
di pinggangnya, tanpa sarung pedang. Pedang tanpa sarung
biasanya memang lebih cepat dilolos.
Ia berpendapat bahwa pedang digunakan untuk
membunuh lawan, bukan.untuk ditonton atau diperlihatkan
pada orang lain. Dan inipun merupakan prinsip hidup si Darah
dingin.
Bentuk pedang itu ramping dan tipis, panjang tapi tajam.
Gampang menyerang namun susah bertahan. Karena itu, si
Darah dingin hanya tahu menyerang tanpa bertahan. Dia
berpendapat, pertahanan paling bagus adalah melakukan
penyerangan.
Sekali lagi, ini juga prinsip dari si Darah dingin.

34
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Orang persilatan hanya tahu dia memiliki empat puluh


sembilan jurus pedang, semuanya tanpa nama. Tetapi jurus
serangannya sangat mengerikan.
Ketika si Darah dingin mulai menerjang ke muka, kawanan
manusia berkerudung itu mulai menjerit kesakitan. Diiringi
teriakan ngeri, ada yang rpboh terkapar, ada pula yang maju
mengepung.
Di bawah cahaya rembulan, terlihat percikan darah segar
berhamburan kemana-mana .... Seorang jago berkerudung
yang berada di depan si Darah dingin seketika tertusuk telak
dan roboh terkapar. Namun orang kedua kembali mendesak
tiba. Ayunan golok yang berkilauan mengancam bagian tubuh
yang mematikan.
Lagi-lagi orang kedua roboh terkapar bermandikan darah.
Tapi orang ketiga pun kembali meluruk tiba.
Belum lama pertarungan berlangsung, mendadak di tengah
bentakan nyaring dan teriakan keras, terdengar seorang
berseru lantang, "Bangsat ini kelewat hebat, kita tak sanggup
menghadapinya ... Kabur... cepat kabur!"
"Tidak bisa, pemimpin memerintahkan kita untuk
membunuhnya!"
"Kita bukan tandingannya!"
"Biar bukan tandingan, kita tetap harus menyerang!"
"Kami tak sanggup! Cepat kabur... cepat kabur Di tengah
jeritan ngeri yang menyayat hati, lagi-lagi tiga orang jago
berkerudung roboh terkapar.
"Dia sudah terluka!" tiba-tiba terdengar seorang berseru
keras.
"Ya, lihat! Dia sudah termakan sebuah bacokanku!"
"Tidak ... dia masih setangguh tadi
"Lebih baik kita cepat kabur saja! Tampaknya dia sudah
terluka."
"Ya ... coba lihat, darahnya mengucur deras Orang ketiga
kembali terkapar bermandikan darah. Tapi orang keempat
sudah menerjang tiba. Belum lagi pertarungan berlangsung
setengah hari, separuh di antara kawanan jago berkerudung

35
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

itu sudah melarikan diri dengan terbirit-birit. Sisanya juga tak


berminat untuk bertarung lebih jauh. Sambil bertempur
mereka coba melarikan diri .... Tak ada orang kelima!
Yang tersisa saat ini hanya rembulan yang masih bersinar
di awang-awang. Cahaya itu begitu bening, begitu lembut.
Godaankah? Atau sebuah dosa?
Cahaya rembulan yang menyoroti wajahnya itu, menyinari
kepalanya, tubuhnya ... Apakah cahaya itu sedang menembusi
dosa-dosanya? Atau bahkan sedang membersihkan noda-noda
dosanya?
Si Darah dingin berdiri di bawah cahaya rembulan. Di
tangannya masih tergenggam pedang tipis lagi panjang.
Sebuah luka bacokan di atas bahunya, darah segar masih
nampak mengucur.
Betapapun parahnya luka yang ia derita, Darah dingin
bukan jago yang mau roboh hanya lantaran terluka. Apalagi
semenjak terjun ke dunia persilatan, luka semacam ini
terhitung luka yang sangat ringan.
Di bawah pancaran sinar rembulan, yang terlihat sejauh
mata memandang hanya darah! Darah yang berceceran di
setiap sudut ruangan, darah yang menggenangi empat puluh
tiga sosok mayat.
Ya. Ada empat puluh tiga orang yang tewas. Dia terpaksa
harus membunuh, karena setiap kali pedangnya dilolos, maka
pihak lawan akan tergeletak mampus. Jangankan pihak lawan,
dia sendiri pun tak dapat mengendalikan hal itu.
Selesai membantai orang-orang itu, perasaaan hatinya
terasa kosong, terasa hampa. Dia ingin sekali berlutut dan
menangis sepuasnya.
Sebenarrjya dia tak ingin membunuh orang-orang itu. Dia
bahkan tak tahu siapa gerangan orang-orang itu.
Mendadak si Darah dingin teringat sesuatu. Segera dia
menerjang masuk ke dalam ruangan.
Keadaan ruangan itupun porak-poranda. Meja kursi
berserakan. Jelas di situ telah berlangsung pertempuran yang
amat sengit.

36
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sementara itu, Liu Kiu-ji tampak terkapar di tanah, tertindih


meja kursi yang berserakan.
Lekas si Darah dingin menyingkirkan meja dan kursi itu,
kemudian membangunkan Liu Kiu-ji. Sebilah senjata penggaris
baja masih berada dalam genggamannya. Jelas dia telah
terlibat pertarungan yang amat seru.
Di dadanya tampak sebuah luka yang masih mengucurkan
darah, seakan-akan terhajar sebuah benda yang menancap di
dadanya, tetapi kemudian telah dicabut balik. Luka itu persis
menghancurkan isi perutnya.
Kalau ditinjau dari bentuk lukanya, jelas orang inipun
terluka oleh serangan si Iblis pedang darah terbang.
Biarpun parah sekali luka yang dideritanya, beruntung Liu
Kiu-ji belum putus nyawa. Ia nampak masih bernapas, walau
sangat lirih dan lemah.
Segera si Darah dingin menyalurkan hawa murninya ke
dalam tubuh Liu Kiu-ji. Tak lama kemudian orang itu mulai
membuka mata, tapi darah yang mengucur semakin deras.
Si Darah dingin tahu, orang itu tak dapat hidup lebih lama
lagi. Maka segera ia bertanya, "Kau yang telah membunuh
Kim Seng-hui?"
Dengan sangat lemah dan sama sekali tak bertenaga Liu
Kiu-ji membuka matanya. Suara gemerutuk bergema dari
tenggorokannya, namun tak sepatah kata pun sanggup
diucapkan. Dia hanya menggeleng terus, menggeleng tiada
hentinya.
"Tapi kau tahu siapa yang telah membunuhnya?" kembali si
Darah dingin bertanya dengan kening berkerut.
Dengan susah payah Liu Kiu-ji mengangguk. Dia meronta,
seperti ingin mengatakan sesuatu namun darah menyembur
keluar dari tenggorokannya.
Diam-diam si Darah dingin menghela napas panjang. Coba
Liu Kiu-ji tidak memiliki daya tahan tubuh yang hebat,
mungkin dia tewas sejak tadi. Tusukan telak di dadanya telah
menghancurkan seluruh isi perutnya.

37
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba-tiba Liu Kiu-ji mendesis, mendesis dengan sepenuh


tenaga, "Yang membunuh aku adalah dua ... dua orang kong
... "
Ia tak sanggup melanjutkan perkataannya. Darah
menyembur dengan derasnya keluar dari mulutnya, dan ...
seketika tewaslah orang itu.
Pelan-pelan si Darah dingin membaringkan kembali tubuh
Liu Kiu-ji. Pikirannya amat kalut, amat bingung ....
Atas perintah siapa sebenarnya kawanan jago yang begitu
banyak datang menyerangnya? Siapa pula yang telah
membunuh Liu Kiu-ji?
Seandainya pembunuh yang menghabisi nyawa Kim Seng-
hui adalah Liu Kiu-ji, maka kasus pembunuhan itu dapat
diselesaikan sampai di sini. Namun kenyataannya tidak
segampang itu, tidak sesederhana itu ....
Kenyataan bukan saja pihak lawan telah membantai Liu
Kiu-ji untuk membungkam mulutnya, mereka bahkan
berusaha pula untuk membunuh dirinya. Dan bukan hanya
begitu saja.
Kalau ditinjau dari ilmu golok dan ilmu silat yang digunakan
kawanan jago berkerudung yang menyerang dirinya malam
ini, jelas hubungan orang-orang itu adalah sesama saudara
seperguruan. Ini membuktikan mereka berasal dari perguruan
yang sama, dan guru yang sama pula.
Tapi partai apa? Perguruan mana? Kenapa memiliki
kekuatan begitu dahsyat? Begitu menakutkan!
Ditinjau dari cara orang-orang itu membunuh Liu Kiu-ji,
jelas mirip sekali dengan cara yang digunakan untuk
membunuh Kim Seng-hui. Apakah mereka ahli waris si Iblis
pedang darah terbang Pa Siok-jin?
Kalau dibilang mereka adalah ahli waris Pa Siok-jin, lalu
siapakah guru orang-orang itu? Siapa yang mengajarkan ilmu
silat kepada mereka? Semuanya serba membingungkan,
penuh dengan teka-teki. Teka-teki yang susah ditelaah.
Apa pula yang telah diucapkan Liu Kiu-ji menjelang ajalnya
tadi? Apakah yang dimaksud dengan "dua orang kong ..."?

38
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Apakah 'kongjin' (pekerja kasar)? Atau 'kongcu' (tuan muda)?


Atau bahkan Kongsun, nama seseorang? Nama sebuah
marga? Atau nama sebuah organisasi? Sebuah perkumpulan
rahasia?
Lama sekali si Darah dingin berdiri termangu, terkesima ...
Mendadak ia robek pakaian yang dikenakan Liu Kiu-ji, seakan
sedang mencari sesuatu. Setelah mencarinya berapa saat, dia
keluar dari situ, membuka kain kerudung yang menutupi
beberapa sosok mayat itu. Tapi mereka semua hanyalah lelaki
asing baginya.
Akhirnya si Darah dingin merobek pakaian yang dikenakan
orang-orang itu. Dia seperti meneliti dan memeriksa sesuatu.
Lama dan lama kemudian, akhirnya di bawah cahaya
rembulan terlihat si Darah dingin manggut-manggut, seakan
dia telah memahami sesuatu.

0o2o0

Ceng Ci-tong kelihatan sedikit agak pendek lagi kecil.


Dibandingkan Liu Ce-in, usianya jauh lebih muda. Senjata
rantai melilit di pinggangnya, gerak-geriknya cekatan dan
lincah. Jelas seorang jagoan tangguh.
Potongan badan Ko San-cing hampir sama dengan Ceng Ci-
tong. Cuma dia kelihatan lebih gagah dan bersemangat. Oleh
sebab itu Ceng Ci-tong kelihatan seperti orang yang kecil
pendek, sementara Ko San-cing tampak tinggi besar bagai
sekor kuda. Senjata yang berada dalam genggaman orang ini
adalah sebuah toya yang terbuat dari kayu tho. Toya itu
ramping, dengan ujung runcing seperti pisau. Panjangnya
mencapai tujuh depa enam inci.
Waktu itu adalah tengah hari kedua, yaitu hari kedua
setelah keturunan si Iblis pedang mengancam akan
membantai habis Bu-lim-ngo-tiau-liong, lima naga sakti dunia
persilatan, dalam waktu tiga hari.

39
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Di ruang layon berjajar dua buah peti mati. Selain sanak


keluarga Kim, hadir pula Leng Giok-siu, Buyung Sui-in, Sim
Ciok-kut, Liu "Ce-in serta si Darah dingin.
Istri dan putra Leng Giok-siu hadir pula di ruang layon.
Mereka memperoleh kabar duka itu kemarin sore, dan pagi ini
segera menyusul datang ke rumah keluarga Kim. Mereka baru
tahu duduknya perkara setelah bertemu Leng Giok-siu.
Oleh karena sedang dalam suasana berkabung, tentu saja
Leng Giok-siu tak ingin balik ke rumah sendiri.
Di antara Lima naga sakti dunia persilatan, yang benar-
benar punya keluarga lengkap hanya Leng Giok-siu, Buyung
Sui-in serta Kim Seng-hui. Sim Ciok-kut hidup menyendiri
bagai setengah pendeta setengah orang awam. Wataknya
aneh dan tak punya sanak keluarga. Sementara itu Kui Keng-
ciu berwatak be-rangasan, kasar dan cepat naik pitam. Kecuali
beberapa orang sahabat, dia pun tak punya istri.
Untuk menghindari kejadian yang tak diinginkan, Leng
Giok-siu menganjurkan anak-istrinya menyingkir dulu
sementara waktu ke rumah orangtuanya.
Sewaktu Ceng Ci-tong dan Ko San-cing tiba di situ, Liu Ce-
in segera berdiri menyambut. Si Darah dingin pernah bertemu
dengan mereka. Jadi walau tidak kenal secara resmi, paling
tidak mereka pernah saling bersua. Karenanya Liu Ce-in
memperkenalkan kedua orang itu pada Leng Giok-siu, sembari
menuturkan terjadinya peristiwa ini.
Selesai mendengar penuturan itu, dengan sedih Ceng Ci-
tong berkata, "Sungguh bedebah laknat itu, berani amat
mencelakai Kim dan Kui-jiwi Enghiong!"
Dengan suara senyaring genta Ko San-cing berseru pula
dengan nada gusar, "Leng-loenghiong, kau jangan takut. Kami
pasti akan membantu kalian untuk menangkap pembunuh
sadis itu!"
Mendengar ucapan itu, Sim Ciok-kut segera mendengus
dingin. Untung sebelum dia bereaksi, Liu Ce-in yang melihat
gelagat tak baik segera menyela, "Ko-lote, tak perlu takabur.
Kami berterima kasih karena kau bersedia datang membantu.

40
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi kalau ingin membekuk.sang pembunuh sendirian ...


jangankan diriku, bahkan si Darah dingin, salah satu dari
Empat opas yang tersohor pun sempat dibuat gelagapan oleh
ulah mereka."
"Betul!" Ceng Ci-tong segera menimpali, "ucapan Ko-lote
kelewat takabur. Lagi pula Leng-loenghiong, Buyung-enghiong
serta Sim-enghiong pun bukan manusia yang gampang
dipermainkan orang
Tiba-tiba Buyung Sui-in tertawa, katanya, "Anda berdua tak
perlu kelewat memuji. Perkataan saudara Ko memang ada
benarnya juga. Untuk membekuk sang pembunuh, kami
memang sangat membutuhkan bantuan dari jago-jago
tangguh macam saudara Ko berdua. Kedatangan kalian tepat
pada waktunya. Terus-terang, kami sempat merasa cemas
sebelum kehadiran kalian berdua tadi."
"Buyung-jihiap, kau hendak kemana?" mendadak si Darah
dingin menegur.
Sekilas perasaan sedih melintas di wajah Buyung Sui-in,
ujarnya kemudian, "Anak-istriku tinggal di luar kota. Untuk
mengirim berita kepada mereka pun kurang leluasa. Terlepas
bagaimana nasibku nanti, aku tetap harus pulang dulu untuk
mengatur segala sesuatunya. Sebisa mungkin aku akan balik
lagi kemari sebelum malam nanti. Biar kami lima bersaudara
tidak dilahirkan pada tahun, bulan, tanggal dan jam yang
sama, tapi kami berharap bisa mati pada tahun, bulan, tanggal
dan jam yang sama!"
"Buyung-jihiap, rasanya kurang aman membiarkan kau
pulang sendirian," ujar Liu Ce-in dengan nada cemas.
"Seorang lelaki sejati, kenapa harus hidup bagai orang
cengeng? Apa yang perlu ditakuti dengan kematian? Mati di
luar atau mati di atas ranjang toh sama saja," sahut Buyung
Sui-in sambil tertawa santai.
Leng Giok-siu tidak berusaha menghalangi niat saudara
angkatnya itu. Dia hanya menatap orang itu lekat-lekat,
kemudian ujarnya sepatah demi sepatah, "Jite, kita harus

41
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tetap hidup. Kau tak boleh mati, sebab kita masih harus
membalaskan dendam kematian Samte dan Ngote."
"Jihiap," kembali Liu Ce-in berkata, "bila kau bersikeras
hendak pulang, paling tidak mesti membawa teman."
"Bagaimana jika aku yang menemani Buyung-jihiap?" tiba-
tiba Ceng Ci-tong menawarkan diri.
"Bagus sekali," seru Leng Giok-siu. Kemudian kepada
saudaranya, kembali ia berkata, "Jite, di sini ada saudara Liu,
Leng, Ko dan Site yang menemani. Memang paling baik bila
kau berangkat bersama saudara Ceng."
Si Darah dingin yang selama ini cuma membungkam tiba-
tiba menyela, "Rasanya tidak cukup bila Buyung-jihiap hanya
ditemani Opas Ceng. Begini saja, kalau Buyung-jihiap
bersikeras akan pergi, biar aku pun ikut serta. Cuma tolong
Leng-tayhiap dan Sim-sihiap jangan sembarangan berpisah."
"Tak usah kuatir saudara Leng," Liu Ce-in tertawa, "di sini
kan masih ada aku serta saudara Ko. Kamipun bukan manusia
yang gampang dipermainkan."
Pelan-pelansi Darah dingin berbangkit, ujarnya hambar,
Baiklah, kalau sudah begitu, tempat ini kuserahkan tanggung
jawabnya kepada saudara Liu serta saudara Ko!"

2. Dimulai Dari Kecurigaan.

Semakin mendekati luar kota, Buyung Sui-in berjalan di


tengah dengan si Darah dingin mengawal di kiri dan Ceng Ci-
tong mengawal di kanan.
Pemandangan di luar kota sangat indah. Sawah nan hijau
dengan angin yang berhembus sepoi-sepoi. Terdengar burung
berkicau meramaikan suasana.
Buyung Sui-in dilahirkan dalam sebuah keluarga terpelajar.
Sesungguhnya dia gemar membaca, menulis dan membuat
syair. Bila bukan lantaran kematian tragis yang dialami Kim
Seng-hui serta Kui Keng-ciu, dia tak pernah bermuram durja.

42
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba-tiba terdengar ia berkata sambil tertawa, "Sungguh


tak disangka, hari ini aku Buyung Sui-in harus pulang ke
rumah dengan dikawal dua orang opas kenamaan. Hai ...
apakah arti dari sebuah kematian?"
"Aaah, kami hanya pihak berwajib yang sedang
melaksanakan tugas. Bukan jagoan tangguh," sahut Ceng Ci-
tong sambil tertawa. "Kalau saudara Leng memang satu di
antara, empat opas yang tersohor. Sedang aku? Apalah diriku
ini."
Selesai berkata, kembali ia tertawa terbahak-bahak.
Dari kejauhan sana tampak sebuah kereta kuda berlari
mendekat. Beberapa ekor kuda tua menarik sebuah kereta
yang sudah tua, kuno, berat dan seperti sarat dengan barang.
Kusir kereta adalah dua orang pemuda, sementara di atas
kereta tampak bungkusan besar dari karung goni. Tidak jelas
barang berat apa yang berada di dalam karung goni itu.
Sambil menghardik pelan, pemuda itu melarikan kereta
kudanya ke hadapan mereka bertiga. Karena jalanan amat
sempit, lekas si Darah dingin berkelit ke tepi jalan.
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar pemuda yang berada di
depan kereta itu berseru kepada rekannya sambil tertawa,
"Ayo dimulai!"
Teriakan itu diucapkan dengan nada dingin, tapi si Darah
dingin yang mendengar jadi amat terperanjat. Dia masih ingat
betul dengan logat suara itu, persis sama seperti logat bicara
orang yang semalam bertarung sengit melawan dirinya. Dialah
orang yang waktu itu berteriak "Biar bukan tandingan juga
tetap harus dibunuh!".
Si Darah dingin bisa masuk dalam salah satu empat opas
memang tak lain karena memiliki keahlian yang luar biasa.
Apa yang pernah dilihat tak pernah terlupakan, apa yang
pernah didengar tak pernah dilupakan.
Justru karena dia memiliki keistimewaan semacam ini,
maka sudah banyak kali jiwanya luput dari kematian.
Sewaktu saling berpapasan dengan kereta kuda itu,
kebetulan Buyung Sui-in berjalan di depan. Yang ada di paling

43
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

depan adalah Ceng Ci-tong. Karena jalan kelewat sempit,


mereka harus lewat satu per satu.
"Hati-hati!" mendadak si Darah dingin berteriak keras. Saat
itulah tiba-tiba kereta kuda itu berbelok dan langsung
menerjang ke arah si Darah dingin. Dalam keadaan begini, si
Darah dingin hanya bisa mundur. Mustahil bisa maju lagi.
Tapi si Darah dingin tak pernah mundur! Dia segera melejit
ke tengah udara. Namun pemuda di atas kereta itu tidak
tinggal diam. Cambuknya langsung membabat ke tubuh opas
itu.
Sementara itu rekannya telah mencabut golok sambil
melancarkan bacokan. Bukan si Darah dingin yang dituju,
melainkan membacok putus tali yang mengikat bungkusan
karung goni di belakang kereta.
Begitu tali terputus, semua karung goni pun terbuka lebar.
Dua puluhan lelaki kekar berlompatan keluar dari balik karung
dengan golok terhunus! Mereka langsung menerjang ke arah
si Darah dingin.
Dengan berkobarnya pertempuran itu, mau tak mau Darah
dingin harus melayani serbuan lawan. Kebetulan posisinya
terhalang oleh kereta yang melintang di jalanan, sehingga dia
tak dapat melihat bagaimana keadaan Buyung Sui-in.
Walau begitu, ada satu hal yang dia ketahui dengan pasti.
Rombongan jago itu tak lain adalah kawanan jago yang
berhasil melarikan diri semalam.
Selama mereka tidak main bokong secara licik, Darah
dingin yakin dapat membereskan mereka semua. Tapi yang
menjadi masalah sekarang adalah dia butuh waktu yang
cukup lama untuk membereskan kawanan jago itu.
Di sebelah sana ia mulai mendengar Buyung Sui-in terlibat
pertarungan sengit. Bentakan nyaring dan benturan senjata
bergema tiada hentinya....
Saat itulah, ia mendengar suara jeritan ngeri yang
memilukan hati. Jelas jerit kesakitan itu berasal dari Buyung
Sui-in.

44
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam cemas dan gelisahnya, Darah dingin segera


mempergencar serangannya. Dari puluhan orang jago
bergolok itu, kini tinggal empat jago yang masih bertahan.
Gara-gara perhatiannya terpecahkan oleh jeritan itu, tahu-
tahu Darah dingin merasa punggungnya dingin. Sebuah
bacokan golok telah bersarang di tubuhnya!
Bacokan itu sebenarnya tidak terhitung parah.
Menggunakan kesempatan di saat jagoan itu sedang bangga
karena keberhasilannya, Darah dingin melayangkan sebuah
tusukan, persis menembus tenggorokannya.
Tiga orang jago sisanya jadi pecah nyali. Merasa gelagat
tidak menguntungkan, segera mereka melarikan diri.
Darah dingin tak sempat melakukan pengejaran lagi. Lekas
dia melewati kereta dan menghampiri arena pertarungan itu.
Tampaknya pertempuran sempat berlangsung seru, sembilan
orang jago bergolok sudah tergeletak di tanah dalam keadaan
tak bernyawa. Jelas mereka tewas di tangan Ceng Ci-tong dan
Buyung Sui-in.
Saat ini tersisa dua orang jago lagi yang masih terlibat
pertempuran sengit melawan Ceng Ci-tong dengan senjata
rantainya, sementara Buyung Sui-in sudah roboh terkapar di
tanah.
Si Darah dingin segera melompat ke sisinya sambil
membangunkan Buyung Sui-in yang terluka parah. Tampak si
naga kedua ini tergeletak dengan wajah pucat-pias dan napas
lemah.
Segera Darah dingin menyalurkan tenaga dalamnya untuk
membantu jagoan itu. Tak berselang lama, Buyung Sui-in
sudah membuka matanya dengan susah payah. Ujarnya lirih,
"Saudara Leng, aku ... aku ingin ... ingin memberitahu
kepadamu. Sang ... sang pembunuh berhasil ku ... kubacok!
Dia ... dia adalah....
Mendadak sepasang matanya melotot lebar sambil
mengawasi belakang tubuh Darah dingin.
Terkesiap perasaan hati si Darah dingin. Tanpa
membalikkan badan lagi ia lepaskan sebuah tusukan ke

45
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

belakang. Seorang lelaki bergolok panjang segera menjerit


kesakitan dan roboh terkapar.
Ketika ia berpaling, tampak tiga orang lelaki yang semula
sudah kabur itu telah muncul kembali sambil melancarkan
bokongan. Darah dingin menghardik nyaring, beruntun dia
lancarkan delapan belas buah tusukan pedang.
Baru saja lelaki bergolok panjang itu menyerbu maju, tahu-
tahu bayangan pedang bagai lapisan kabut telah meluruk tiba.
Dalam keadaan begini mana ada kesempatan baginya untuk
menghindar? Tahu-tahu dadanya terasa kaku dan badannya
sudah roboh terkapar bermandikan darah.
Lelaki bergolok yang terakhir jadi ketakutan setengah mati.
Tanpa banyak bicara dia putar badan dan kabur terbirit-birit.
Si Darah dingin mendengus dingin, sambil menghardik dia
sambitkan pedangnya ke depan. Diiringi desingan angin tajam,
senjata itu melesat ke depan dan menerjang punggung orang
itu.
Demikian dahsyat tenaga terjangan itu, bukan saja
punggung orang tertembus pedang, bahkan badannya masih
terdorong mundur sejauh tujuh delapan langkah dan akhirnya
ujung pedang yang tembus itu menancap lagi di punggung
seorang lelaki yang sedang bertarung sengit melawan Ceng
Ci-tong!
Terdengar lelaki itu menjerit kesakitan, lalu kedua orang itu
sama-sama roboh terguling di tanah.
Lelaki yang tersisa makin panik. Sepasang matanya
memerah karena gugup. Setelah melepaskan berapa jurus
serangan tipuan, ia balik badan dan melarikan diri terbirit-birit.
Si Darah dingin mendengus, dia menerkam bagai sekor
harimau. Lekas orang itu putar badan sambil membacok, tapi
si Darah dingin menendang lebih dulu. Sebuah tendangan kilat
membuat goloknya mencelat ke udara, bahkan langsung
menghajar batok kepalanya.
Terdengar lelaki kekar itu menjerit kesakitan lalu roboh
terjungkal.

46
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sambil menarik kembaii senjata gurdi bajanya, Ceng Ci-


tong menghembus napas lega. Bisiknya, "Terima kasih banyak
atas bantuanmu! Ayo kita tengok keadaan Buyung-jihiap!"
Ketika si Darah dingin dan Ceng Ci-tong balik ke samping
Buyung Sui-in, tampak si Naga kedua dunia persilatan ini telah
putus nyawa. Ia sudah tewas dalam genangan darah.
Darah dingin tidak bicara apa-apa, begitu juga dengan
Ceng Ci-tong. Walau begitu, dalam hati kecil mereka amat
pedih dan sakit. Malu atas kegagalan mereka melindungi jago
itu.
Padahal mereka berdua adalah opas kenamaan yang
banyak disegani kaum persilatan. Tapi sekarang, ternyata
mereka gagal melindungi seorang yang berada dalam kawalan
serta perlindungan mereka.
Satu hal lagi yang tetap membuat mereka waswas, biarpun
kawanan jago bergolok itu berhasil mereka atasi, berhasil
mereka habisi nyawanya, namun hingga kini pemimpin
mereka belum pernah menampakkan diri.
Darah dingin mulai melakukan pemeriksaan. Ia jumpai
pada punggung Buyung Sui-in terdapat sebuah luka
menganga. Tampaknya bekas tusukan benda tajam yang
menghujam dalam di punggung itu, kemudian dicabut
kembali. Luka yang sangat mematikan.
Di dada bagian depan pun terdapat sebuah luka, bekas luka
yang terjadi karena hantaman semacam benda. Sebuah
hantaman yang keras dan kuat, meski lukanya kecil namun
daging dan kulit di sekelilingnya hancur bagai bubur
bercampur darah.
Berdasarkan kedua luka yang ada, jelas kalau dia bukan
dilukai oleh bacokan atau tusukan golok panjang. Dengan kata
lain, orang yang mencabut nyawa Buyung Sui-in bukanlah
rombongan jago bergolok itu, tapi oleh dua orang jago yang
lain. Dua orang dengan dua macam senjata yang berbeda,
bahkan memiliki kungfu yang sangat hebat karena dapat
menyerang dari depan dan belakang secara bersamaan.
Serangan yang sangat mematikan.

47
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tampaknya Buyung Sui-in tak menyangka akan datangnya


serangan itu, bahkan tak sempat menghindar. Atau mungkin
memang tak menghindar, karena itu serangan itu langsung
menghajar telak dadanya.
Jelas sudah pembunuhan ini lagi-lagi merupakan hasil karya
keturunan si Iblis pedang.
Sambil menggenggam kepalannya dan menggertak gigi
menahan gejolak emosi, si Darah dingin bertanya, "Apakah
kau sempat melihat jelas siapa yang melakukan pembantaian
ini?"
Ceng Ci-tong menghela napas panjang, sahutnya,
"Perubahan ini terjadi sangat mendadak. Bahkan sebelum
sempat kulihat jelas, tahu-tahu ada pembunuh gelap yang
menyerangku. Ketika aku berhasil membantai beberapa orang,
sekilas rasanya aku melihat ada orang muncul dari balik kereta
kuda itu dan menusuk ke belakang punggung Buyung-jihiap
dengan tombak panjang ... Aih, sesaat sebelum
kedatanganmu, lagi-lagi dia menjerit kesakitan. Waktu itu aku
sedang terlibat pertarungan seru melawan dua orang, jadi tak
sempat melihat jelas. Hanya tampak bayangan manusia
berkelebat lewat, tahu-tahu saudara Buyung... aaai!"
Dengan termangu Darah dingin mengawasi mayat-mayat
yang berserakan di tanah, seperti ada yang dipikirkan.
Akhirnya ia berkata, "Tampaknya kita harus mengantar balik
dulu jenazah Buyung-jihiap!"
Suasana hening mencekam di ruang utama gedung
keluarga Kim.
Kaum wanita, anak-anak dan para pembantu sudah masuk
ke kamar masing-masing.
Yang tersisa dalam ruangan utama saat ini tinggal enam
orang, si Darah dingin, Ceng Ci-tong, Liu Ce-in, Leng Giok-siu,
Sim Ciok-kut, serta seseorang yang baru saja terkapar mati ...
Buyung Sui-in.
Bila ditambahkan lagi dengan dua sosok mayat yang
membujur kaku dalam peti mati, Sah-cap-lak-jiu-bu-kong-pian
(tiga puluh enam jurus ilmu ruyung kelabang) Kim Seng-hui

48
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dan Kim-kong-put-huay (si manusia kebal) Kui Keng-ciu,


berarti jumlahnya jadi delapan orang.
Kim Seng-hui, Kui Keng-ciu ditambah Buyung Sui-in, sudah
tiga orang jago yang tewas secara mengenaskan. Kini Bu-lim-
ngo-tiau-liong tinggal dua orang.
Bisa dibayangkan bagaimana perasaan Leng Gibk-siu dan
Sim Ciok-kut saat ini.
Suasana dalam gedung utama terasa hening, sepi dan
dingin, sedingin bongkahan salju yang telah mengeras.
Lama dan lama kemudian, akhirnya Leng Giok-siu buka
suara. Pelan-pelan ujarnya, "Sudahlah. Kalau memang ahli
waris Pedang iblis sudah datang, silakan saja datang!
Bagaimanapun, aku Leng Giok-siu sudah cukup lama hidup di
dunia ini. Kalau toh akhirnya tiba juga giliranku, aku hanya
berharap bisa memberi kematian yang cepat untukku!"
Hanya dalam dua hari, kedua pipinya tampak makin
kempot, semakin kurus dan cekung. Tekanan batin memang
gampang membuat orang menjadi kurus dan loyo.
Paras muka Sim Ciok-kut masih dingin kaku bagaikan
papan besi. Namun di balik nada ucapannya yang tak
berperasaan, kini terselip nada pedih yang tak terkendali.
Katanya pula, "Lotoa, belum tentu kita ikut mati. Jiko setia,
Samko jujur, Ngote gegabah tapi terus terang. Mereka
memang gampang ditipu orang, tapi jangan harap orang-
orang itu bisa menipu di hadapan aku Sim Ciok-kut. Belum
tentu mereka dapat merobohkan aku dengan gampang!"
"Site," kata Leng Giok-siu pula sambil menatap wajah Sim
Ciok-kut, "watakmu nyentrik. Cara kerjamu keras dan
berangasan, itu sudah merupakan titik kelemahanmu. Jadi
lebih baik berhati-hati."
"Toako, kau pun terlalu welas asih. Jadi mesti hati-hati
juga."
Dalam waktu relatif singkat, dari Lima naga sakti dunia
persilatan kini tinggal sisa dua orang. Tak heran bila hubungan
mereka bertambah akrab dan masing-masing saling
memperhatikan dan menguatirkan keselamatan rekannya.

49
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba-tiba Darah dingin berkata, "Leng-tayhiap, bila tak


keberatan, boleh aku tahu gerakan jurus serangan Jit-sian-can
(tujuh babatan berputar) dari Buyung-jihiap?"
"Yang dimaksud Jit-sian-can dari Jite adalah serangan yang
dilancarkan menggunakan golok tipis yang melingkar di
pinggangnya. Semua ada tujuh jurus dan setiap jurus memiliki
tujuh macam perubahan. Tidak banyak orang yang mampu
menerima tujuh kali tujuh, empat puluh sembilan jurus
serangannya!"
"Bagaimana keadaan orang yang terkena sabetan golok Jit-
sian-can miliknya?" kembali Darah dingin bertanya setelah
termenung sejenak.
"Biasanya daging akan merekah bila tergulung golok. Jika
lambung yang tersambar maka usus akan terpotong-potong.
Saudara Leng, kenapa kau menanyakan masalah ini?"
"Aaah, tidak apa-apa, hanya sekedar bertanya saja. Ah
benar, kenapa opas Ko tidak terlihat?" tanya Darah dingin lagi
dengan hambar.
"Oh, sepeninggalmu bersama Ceng-heng tadi, saudara Liu
mengusulkan kalau toh yang diincar keturunan Iblis pedang
adalah kami, kenapa wajah kami tidak diubah menjadi raut
muka orang lain? Dengan begitu bukankah pihak lawan
semakin sulit untuk turun tangan? Maka saudara Ko
berpamitan akan pergi membeli peralatan serta obat untuk
menyaru muka. Konon saudara Ko adalah seorang jago
menyaru muka."
"Oh ya?" seru Darah dingin agak tertegun.
"Saudara Leng, bagaimana menurut pendapatmu soal
usulku itu?" ujar Liu Ce-in pula sambil tertawa.
"Tentu saja sangat luar biasa. Tapi bila sang pembunuh
adalah orang-orang di sekitar kita, berganti rupa pun tak ada
gunanya."
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki berkumandang dari
luar ruangan. Liu Ce-in segera berseru lagi, "Tampaknya
saudara Ko telah balik."

50
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Suara langkah kaki manusia itu makin lama semakin


mendekat, kemudian muncullah seorang pengemis
berperawakan tinggi besar. Raut mukanya istimewa dan
sangat menyeramkan, membuat siapa pun yang melihatnya
pasti enggan melihat untuk kedua kalinya. Pakaian yang
dikenakan compang-camping, tapi dalam genggamannya
tercekal sebuah tongkat kemala putih yang ujungnya runcing.
Sambil terpincang-pincang dan tertawa cengengesan ia
mendekat.
Rupanya yang muncul adalah seorang pengemis tua yang
timpang kakinya.
Sim Ciok-kut segera melompat bangun sambil membentak
gusar, "Mau apa dia datang kemari?"
"Jangan terburu napsu, Site" cegah Leng Giok-siu, "dia
adalah Ko San-cing!"
Sementara Sim ciok-kut masih melengak, pengemis itu
sudah tertawa terbahak-bahak seraya berkata, "Tajam amat
penglihatanmu saudara Leng. Bagaimana? Ilmu menyaru
wajahku cukup hebat bukan? Siapa saja yang pernah menatap
sekali tak bakalan ingin melihat untuk kedua kalinya. Dengan
menyamar seperti ini maka aku pun tak usah banyak risau
hati. Aku memang sengaja menyamar sebagai pengemis, agar
bisa menyelinap di luar pintu rumah kalian, agar orang salah
mengira aku sebagai pengemis yang tak kebagian tempat di
kuil bobrok. Siapa tahu dengan begitu aku pun bisa
membekuk sang pembunuh sadis itu."
"Ilmu menyaru muka Ko-heng memang sangat hebat," puji
Leng Giok-siu sambil tertawa. Liu Ce-in ikut tertawa.
"Betul!" katanya pula. "Padahal sudah bertahun-tahun aku
berkenalan dengan saudara Ko, tapi baru kali ini tahu bila ilmu
menyaru mukanya luar biasa!"
"Lantas kau suruh aku menyaru sebagai apa?" tanya Ceng
Ci-tong pula sambil tertawa.
"Kalau kau lebih cocok jadi penjaga malam, karena
tampangmu macam orang tidak tidur selama sepuluh hari
sepuluh malam!"

51
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Maka Ceng Ci-tong menyamar menjadi seorang penjaga


malam. Tangan sebelah membawa kentongan dan tangan lain
memegang lampu lentera. Bukan saja orang lain akan
menganggapnya sebagai penjaga malam, bahkan dia sendiri
pun nyaris menganggap dirinya memang seorang penjaga
malam.
Buat Liu Ce-in, lantaran dia selalu membawa huncwe, maka
paling cocok baginya untuk menyamar jadi seorang kakek
pengurus rumah tangga. Bajunya berwarna hijau kasar
sementara huncwe diisapnya berulang-kali.
Leng Giok-sui juga menyamar menjadi seorang pembantu
rumah tangga, pedangnya disembunyikan di balik sapu yang
dipegangnya.
Kini Ko San-cing sedang membantu Sim Ciok-kut mengubah
wajahnya. Ia tampil menjadi seorang tukang jual obat.
Ketika semua penyamaran telah selesai, sambil tertawa
Leng Giok-siu berkata, "Saudara Ko, sungguh tajam sinar
matamu. Ilmu menyaru mukamu juga sangat hebat. Kami
semua dapat menyamar sesuai perawakan tubuh masing-
masing."
Ko San-cing tersenyum.
"Saudara Leng tak perlu memuji. Mataku sih tidak tajam,
malah lebih cocok kalau dibilang punya mata tak berbiji! Cuwi
semua adalah orang kenamaan dengan status sosial tinggi,
tapi sekarang telah kuubah jadi rakyat jelata yang berstatus
sosial rendah. Dosa, sungguh dosa. Baiklah, sekarang giliran
saudara Leng untuk mengubah penampilan."
Si Darah dingin masih muda lagi tampan. Tiba-tiba dari
balik wajahnya yang dingin kaku tak berperasaan terlintas
sekulum senyuman yang amat ringan. Senyuman itu ibarat
musim semi yang melumerkan salju beku, tampak sangat
indah dan menawan.
"Tidak usah," tampiknya, "mumpung hari belum gelap, aku
ingin berkunjung dulu ke kota karesidenan dan menyambangi
Bupati Lu, sebab aku punya janji dengannya. Jadi aku mesti
datang melapor sebelum malam nanti. Selain itu, aku juga

52
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

telah berjanji dengan tuan Cukat untuk berangkat besok ...


jadi sebelum tengah malam nanti aku pasti sudah balik
kemari. Dan sekarang mohon saudara Liu, opas Ceng dan
opas Ko untuk menjaga tempat ini."
Ada orang bilang, di saat Darah dingin mulai tertawa, maka
itulah saat yang paling cerah bagi anak buahnya untuk
menyelesaikan semua tugasnya.
Dan kini si Darah dingin telah pergi.
Malam semakin mencekam, kegelapan mulai menyelimuti
seluruh angkasa.
Ketika semua pegawai keluarga Kim sudah kembali ke
kamar masing-masing untuk beristirahat, dalam ruang utama
tersisa lima orang yang masih duduk di bawah cahaya lentera.
Kelima orang itu adalah Leng Giok-siu, Sim Ciok-kut, Liu Ce-in,
Ceng Ci-tong serta Ko San-cing.
Di belakang mereka berlima, berjajar tiga buah peti mati.
Di bawah cahaya lentera yang bergoyang terhembus angin,
suasana dalam ruangan amat hening, sepi, tak terdengar
seorang pun yang bersuara.
Ketika wajah mereka terbias oleh cahaya lentera yang
redup, terasa suasana makin menyeramkan, semakin misterius
dan menggidikkan hati.
Di tengah keheningan, tiba-tiba Leng Giok-siu berkata
dengan nada suaranya yang serak, "Aku seolah merasa, orang
yang sedang bermusuhan dengan keturunan Iblis pedang saat
ini bukan cuma kita berlima. Masih ada pula Jite, Samte serta
Ngote!"
Liu Ce-in memandang peti mati yang berjejer itu sekejap.
Mendadak sekilas perubahan wajah yang sangat aneh
melintas di mukanya. Dengan sedikit agak emosi ia menjawab,
"Sayang sekali mereka adalah orang-orang yang sudah tak
bernyawa."
"Orang mati pun kadang kala bisa membetot sukma,"
dengus Sim Ciok-kut dingin.
"Hahaha Ceng Ci-tong tertawa tergelak, "masa Sim-sihiap
juga percaya takhayul?"

53
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pada saat itulah Liu Ce-in dengan suara yang lirih berbisik
kepada Leng Giok-siu, "Leng-heng, aku punya satu
kecurigaan. Cuma kurang leluasa untuk berbicara di sini. Aku
curiga pembunuhnya adalah....
Paras muka Leng Giok-siu berubah serius. Melihat keraguan
rekannya, dia pun menjawab, "Kalau begitu, mari kita
berbicara di ruang dalam saja."
"Baik! Dengan kehadiran kita berdua, jangan harap
keturunan Iblis pedang dapat menyentuh kita semua!"
Di ruang dalam, Leng Giok-siu duduk di sebuah kursi yang
terbuat dari kayu cendana. Setelah hening sesaat, ia pun
bertanya kepada Liu Ce-in, "Saudara Liu, kau curiga siapa
pembunuhnya?"
Liu Ce-in menghela napas panjang, katanya, "Aku kuatir
biar sudah disebut pun belum tentu kau akan percaya."
"Siapa?" Leng Giok-siu semakin tertarik.
"Si Darah dingin!"
Leng Giok-siu melengak, lalu duduk tertegun. Jubah yang
dikenakannya kelihatan jelas bergetar sangat keras. Ini
membuktikan kalau hatinya amat tergoncang. Sesaat
kemudian ia baru berkata, "Tapi... rasanya tidak mungkin!"
"Ya, memang seakan tak mungkin," Liu Ce-in ikut
mengangguk sambil menghela napas panjang.
"Sampai sekarang aku tetap tak percaya kalau hal ini
adalah benar!" tiba-tiba Leng Giok-siu mengangkat kepala.
"Aku percaya penuh dengan Darah dingin. Dia adalah seorang
pemuda yang patut dipercaya!"
"Mula-mula aku memang tidak percaya," ujar Liu Ce-in
dengan nada menyesal, "tapi coba lihat barang ini. Kau akan
ragu dibuatnya."
Dari sakunya dia mengeluarkan selembar sapu tangan,
kemudian lanjutnya, "Ketika Kim-samhiap tertimpa musibah
waktu itu, sebelum aku dan si Darah dingin masuk ke dalam
kamar tidurnya, dari dalam saku orang itu aku telah
menemukan barang ini."

54
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Leng Giok-siu menerima sapu tangan itu dan diamatinya


sejenak. Ternyata sebuah saputangan dengan bekas darah
yang telah mengering.
"Darah?" bisiknya emosi.
Dengan berat Liu Ce-in manggut-manggut.
"Benar, darah! Darah Kim-samhiap. Coba kau endus,
segera akan terbukti bahwa ucapanku benar."
Leng Giok-siu mencoba mengendus saputangan itu, tiba-
tiba paras mukanya berubah hebat! Saputangan itu segera
dilempar keluar. Bagai sebilah pisau tajam, lembaran kain itu
langsung menancap di atas pilar kayu.
"Ada dupa pemabuknya!" ia berpekik.
Segera dia mencoba untuk berdiri, tapi kepalanya serasa
berputar kencang, pening sekali rasanya. Bukan saja
badannya jadi lemas, langkah badannya juga sempoyongan
tak bertenaga. Ia coba melolos pedangnya, sayang kekuatan
untuk mencabut senjata pun ikut lenyap tak berbekas.
Akhirnya dengan lemas ia jatuh terduduk di atas bangku.
Menyusul kemudian, terdengar Liu Ce-in tertawa terbahak-
bahak.
Leng Giok-siu memaksakan diri untuk membuka matanya,
tapi pandangan matanya telah kabur. Yang terlihat hanya
bayangan manusia yang samar-samar, tak kuasa lagi ia lalu
membentak gusar, "Liu Ce-in, kau...
Sementara itu di luar ruang gedung utama ....
Setelah Leng Giok-siu dan Liu Ce-in masuk ke ruang
belakang, tiba-tiba Sim Ciok-kut berkata dengan suara dalam,
"Saudara Ceng, saudara Ko, ada satu hal yang ingin
kukatakan. Apakah kalian berdua bersedia untuk
mendengarkan?"
"Kalau Sim-sihiap ingin bicara, masa kami berdua enggan
untuk mendengarkan?" sahut Ceng Ci-tong sambil tertawa.
"Maksudku, setelah mendengar perkataanku nanti,
bersediakah kalian berdua untuk tidak memberitahukan pada
orang lain?"

55
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sim-sihiap, bila ingin menyampaikan sesuatu, katakan


saja. Aku orang she Ceng pasti akan tutup mulut rapat-rapat"
jawab Ceng Ci-tong dengan wajah serius.
"Apa yang ingin Sim-sihiap katakan?" tanya Ko San-cing
keheranan.
"Aku mencurigai seseorang sebagai sang pembunuh!" "Oh
ya? Siapa?" agak berubah paras muka Ceng Ci-tong.
"Seseorang yang sangat kita kenal!"
"Seseorang yang sangat kita kenal?"
"Ya, si Darah dingin!"
Ceng Ci-tong dan Ko San-cing saling bertukar pandangan
sekejap. Mendadak, seakan memahami sesuatu, Ceng Ci-tong
berseru, "Darah dingin ... Darah dingin ... Ehmmm, masuk
akal. Ketika terjadi pertempuran hari ini di luar kota, kami
terpisah oleh sebuah kereta. Aku tak sempat melihat jelas apa
yang terjadi, juga tidak melihat dia turun tangan. Tapi ketika
Buyung-jihiap menemui ajalnya, dia memang persis berada di
sampingnya."
Mendengar perkataan itu, bergelora emosi Sim Ciok-kut.
Jubah padrinya nampak bergelombang karena pergolakan
hawa murninya. Dengan suara gemetar gumamnya, "Toako
dan Sam-ko punya hubungan yang sangat akrab dengannya,
bahkan amat mempercayainya. Tapi sekarang, ketika situasi
sangat gawat dan berbahaya, ia justru pamit untuk pergi dari
sini. Begitukah sikap seorang sahabat terhadap rekan-
rekannya?"
"Sim-sihiap, kalau memang begitu, kenapa kau malah tidak
bicara langsung dengan Leng-tayhiap atau saudara Liu?
Kenapa kau malah melarang kami untuk berbicara?" tanya Ko
San-cing keheranan.
Sekali lagi Sim Ciok-kut menghela napas panjang.
"Aaai... kau tidak tahu. Sejak Liu Kiu-ji terbanuh gara-gara
dikuntit olehnya, aku sudah menaruh curiga kepadanya. Ketika
Ngote tewas, dia pun secara kebetulan hadir di situ.
Tampaknya Ngote tewas di tangan orang yang sangat
dikenalnya. Dari situ aku pun jadi curiga, pasti hasil

56
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

perbuatannya. Tapi ... tapi ... toako sangat percaya


kepadanya, sedang saudara Liu jugi sahabat karibnya. Kalau
aku bicara blak-blakan, apakah bukan malah menggebuk
rumput mengejutkan sang ular?
Ehmmm, perkataan Sim-heng sangat masuk di akal, Ceng
Ci-tong manggut-manggut.
Lantas apa rencana saudara Sim untuk menghadapi
manusia macam begini? tanya Ko San-cing pula.
Sim Ciok-kut tertawa dingin.
Bila Toako dan Liu-heng tidak setuju, aku usulkan untuk
membekuk si Darah dingin terlebih dulu ketika ia balik nanti,
lalu paksa dia untuk bicara. Aku tidak kuatir dia tak mengaku.
Bagus, sebuah siasat yang amat jitu! puji Ko Sam-cing
sambil bertepuk tangan.
Ceng Ci-tong segera menjura dalam-dalam di hadapan
ketiga layon, katanya, Bila kami berhasil mengungkap siapa
pelaku pembunuhan ini, arwah Tayhiap bertiga di alam baka
tentu bisa beristirahat dengan tenang.
Suasana kembali mencekam dalam keheningan, yang
tersisa hanya hembusan angin malam yang menggoyangkan
cahaya lilin. Cahaya yang redup dan angin yang dingin
membuat suasana seakan berada di alam baka mengerikan,
menggidikkan hati.
Mendadak Ceng Ci-tong pasang telinga dengan wajah
serius, kemudian bisiknya, Ada suara langkah manusia!
Jangan-jangan si Darah dingin telah kembali? sambung
Ko San-cing.
Malah kebetulan jika dia yang datang, ujar Sim Ciok-kut
dingin, mumpung toako dan saudara Liu tak ada. Lebih baik
kita bekuk dulu orang itu disaat ia tidak siap, kemudian kita
paksa dia untuk mengaku!
Bagus!
Mari kita bersembunyi dulu di balik pintu, usul Ceng Ci-
tong. Bila aku bertepuk tangan nanti, kita bertiga serentak
turun tangan bersama!

57
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Baik! jawab Sim Ciok-kut sambil menyembunyikan diri


terlebih dulu di belakang pintu gerbang.
Ceng Ci-tong dan Ko San-cing juga segera melejit ke
samping dan bersembunyi di balik pintu.
Dalam kegelapan malam, yang terdengar hanya hembusan
angin yang lirih, sama sekali tak ada langkah manusia.
Setelah lama menunggu di balik kegelapan malam namun
tak seorang pun yang muncul, tiba-tiba Sim Ciok-kut berbisik,
Aneh, kenapa aku tidak mendengar suara langkah manusia?
Sssttt ... jangan berisik, bisik Ko San-cing cepat, Ceng
tua memiliki ketajaman pendengaran yang luar biasa. Meski
orang itu memiliki ilmu meringankan tubuh yang sangat hebat,
jangan harap bisa mengelabui dia bila sudah memasuki radius
sepuluh kaki dari sini!
Sssttt, dia sudah mendekati pintu, Ceng Ci-tong segera
memperinga tka n.
Sim Ciok-kut tak bersuara lagi. Sambil mempersiapkan
senjata hud-timnya dia mengawasi pintu gerbang tanpa
berkedip.
Suasana dalam kegelapan malam terasa makin membeku,
beku bagai sebuah bom yang siap meledak. Dan kini sudah
tiba saatnya untuk meledak....
Mendadak Ceng Ci-tong bertepuk tangan satu kali. Secepat
anak panah yang terlepas dari busurnya, Sim Ciok-kut segera
melejit ke udara dan menerjang ke arah pintu gerbang! Tapi
tak ada sesuatu di situ ....
Mungkinkah Ceng Ci-tong salah mendengar? Tiba-tiba Sim
Ciok-kut merasa Ceng Ci-tong dan Ko San-cing juga ikut
melejit ke tengah udara, tapi ... tahu-tahu kedua orang itu
sudah berganti arah dan menerjang ke arahnya, satu dari
depan dan yang lain dari belakang!
Sementara Sim Ciok-kut terkesima, mendadak ... Buuuk!
sebatang tongkat kemala putih yang tajam telah menghujam
di hulu hatinya, menancap dengan telak. Begitu cepat
datangnya tusukan itu hingga tak dapat terlukiskan dengan
kata-kata!

58
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sim Ciok-kut kontan merasakan hatinya seakan tenggelam.


Masih berada di tengah udara, cepat ia menarik napas sembari
melompat mundur ke belakang.
Tapi pada saat yang bersamaan Ceng Ci-tong yang berada
di belakangnya telah membentak nyaring, Kena!
Desingan gurdi membelah angkasa, Sim Ciok-kut hanya
sempat mendengar suara itu, lalu punggungnya ... Buuk!
kembali tertusuk senjata gurdi itu dengan telak. Tembus dari
punggung hingga ke dadanya, kemudian setelah mengebor
beberapa kali, senjata itu ditarik keluar kembali.
Darah segar menyembur keluar bagai pancuran air, rasa
sakitnya bukan kepalang.
Gara-gara rasa sakit yang luar biasa, gerakan tubuhnya
sedikit melamban. Saat itulah ujung toya kemala putih yang
runcing kembali menghujam dada hingga tembus ke
punggung dan ... Criiit! lagi-lagi senjata itu ditarik keluar
diiringi semburan darah segar.
Semburan darah itu amat deras dan kuat, sedemikian
kuatnya hingga menyembur ke udara.
Bersamaan dengan hamburan darah yang berceceran di
seluruh lantai, tubuh Sim Ciok-kut terlempar berapa kaki dari
posisi semula.
Sungguh hebat Sim Ciok-kut. Ketika melayang turun dari
udara, ia masih sanggup berdiri tegak! Dengan sempoyongan
badannya mundur beberapa langkah, lalu bersandar di atas
sebatang pohon waru.
Di bawah cahaya rembulan tampak jubah hitam yang
dikenakan Sim Ciok-kut telah basah oleh darah. Rasa tak
percaya bercampur gusar terpancar dari wajahnya. Sangat
mengerikan.
Kalian pekik Sim Ciok-kut lirih. Darah segar kembali
menyembur keluar dari mulutnya, membuat ia tak sanggup
melanjutkan kata-katanya.
Tampak Ceng Ci-tong yang pendek kecil tapi berotot itu
tersenyum licik, sahutnya, Betul, memang kami!

59
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sambil berkata, ia mempermainkan gurdi yang berlumuran


darah itu dengan mengayun-ayunkannya di udara.
Sementara itu, dengan memegang tongkat runcingnya
yang berdarah, Ko San-cing ikut tertawa bangga. Ujarnya,
Kamilah keturunan Iblis pedang! Sekarang kau boleh mati
dengan mata meram!
Mendadak Sim Ciok-kut memperdengarkan suara geraman
yang keras bagai sekor binatang buas yang terluka. Senjata
hud-tim dalam genggamannya segera digetarkan! Beribu-ribu
lembar bulu kebutan itu serentak berubah bagaikan jarum
panjang yang tajam, menyebar ke seluruh angkasa.
Ceng Ci-tong sangat terperanjat. Cepat dia putar senjata
gurdinya untuk melindungi diri, lalu menyapu rontok bulu-bulu
yang mengancam dirinya itu.
Ko San-cing tidak kalah sibuknya. Dia putar toya kemala
putihnya sedemikian rupa, membuat air hujan pun susah
tembus, apalagi bulu-bulu tajam itu.
Sayang dia lupa melindungi tubuh bagian bawah. Tahu-
tahu kaki kirinya yang bergerak kurang lincah telah tersambar
sebatang bulu tajam itu. Sambil menjerit kesakitan segera ia
cabut keluar bulu tadi. Namun darah telah bercucuran keluar
dengan derasnya.
Sute, kenapa kau? tegur Ceng Ci-tong cemas.
Tidak apa-apa, jawab Ko San-cing sambil menahan sakit.
Untung saja tidak kena jalan darah penting. Sungguh tak
nyana bulu-bulu milik Tosu anak jadah ini begitu lihai dan
mematikan!
Ketika mereka berpaling kembali, tampak tubuh Sim Ciok-
kut yang semula masih bersandar pada batang pohon waru
kini sudah roboh terkapar di tanah. Mati dengan mata
mendelik.
Hmmm, akhirnya mampus juga! jengek Ceng Ci-tong
sambil tertawa dingin.
Entah bagaimana dengan Toa-suko, sudah berhasil
belum? sambung Ko San-cing sembari membalut lukanya.
Ceng Ci-tong tertawa dingin.

60
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Cara kerja Toa-suheng selalu teliti dan cermat. Dia jarang


sekali gagal, katanya.
Kalau begitu mari kita seret mayat si Tosu busuk ini
kembali ke ruang belakang, agar tua bangka itu dapat melihat
bagaimana keadaan Sute kesayangannya!
Bagaimana kalau si Darah dingin tiba-tiba balik?
mendadak Ceng Ci-tong bertanya dengan kuatir. Ko San-cing
tertawa.
Ji-suheng, kau terlalu penakut dan lagi banyak curiga.
Bukankah telur busuk itu sudah bilang, dia baru balik tengah
malam nanti?
Betul, Ceng Ci-tong manggut-manggut sambil tertawa
girang, pengalamanku masih cetek, sudah ingin jadi opas
kenamaan. Orang bilang bila raja akhirat sudah menentukan
kema-tian di kentongan ketiga, siapa yang bisa bertahan
sampai ken-tongan kelima?. Dia sudah dipastikan akan
mampus pada kentongan ketiga. Tentu mustahil bisa muncul
lebih awal!
Biarpun dia muncul saat ini dan mengetahui perbuatan kita
berdua, kenapa mesti takut? Dengan kemampuan kita berdua
sekarang ini, dia masih bukan tandingan kita semua.
Mendadak paras muka Ceng Ci-tong berubah jadi amat
serius. Setelah pasang telinga beberapa saat, dengan wajah
berubah hebat ia berseru, Aduh celaka! Dia benar-benar telah
balik!
Tapi... mana mungkin?
Kungfu yang dimiliki bocah muda itu cukup tangguh. Lebih
baik kita hadapi dengan menggunakan akal saja.
Baik! sahut Ko San-cing. Dengan satu kecepatan yang
luar biasa ia seret jenazah Sim Ciok-kut keluar dari ruangan.
Kemudian, setelah menutupi jenazah itu dengan rumput
ilalang, dia menghapus juga noda darah di lantai dengan
kakinya.
Cepatan sedikit, kembali Ceng Ci-tong berseru cemas,
dia akan segera tiba di sini!

61
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Baru saja Ko San-cing membenahi pakaian yang dikenakan,


pintu telah dibuka orang. Di bawah sinar rembulan, tampak si
Darah dingin dengan pakaian ketat berwarna putih berjalan
masuk dengan langkah santai.
Ceng Ci-tong pura-pura menggerakkan badannya seakan
hendak melancarkan serangan, tapi sambil mengurungkan
niatnya ia berkata sambil tertawa, Kukira siapa yang datang,
ternyata Saudara Leng! Hampir saja aku salah menyerang.
Untung tak sampai mengalami kepahitan di tangan saudara
Leng.
Sambil tersenyum Ko San-cing ikut menyapa, Saudara
Leng, bukankah kau bilang baru akan balik pada kentongan
ketiga? Sekarang baru kentongan kesatu, apakah urusanmu
telah selesai?
Si Darah dingin memperhatikan kedua orang itu sekejap,
kemudian sahutnya hambar, Ya, semua urusan telah beres.
Lantaran kuatir maka aku pikir lebih baik kembali sedikit
awal.
Selapis awan gelap berhembus menutupi cahaya rembulan.
Bukan saja bulan tak bercahaya, bintang pun seolah lenyap
entah kemana. Kini yang tersisa hanya dua baris cahaya lilin
yang redup.
Barusan ada yang datang menyerang, tiba-tiba Ceng Ci-
tong melapor.
Oh ya? Siapa?
Entahlah. Semuanya memakai kerudung muka!
Bagaimana dengan Leng-tayhiap dan Sim-sihiap?
Mereka semua tidak terluka, tapi sudah mundur ke ruang
dalam, karena dari situ lebih mudah bagi kita untuk
menghadapi serangan lawan.
Kalau begitu mari kita susul ke ruang dalam.
Ceng Ci-tong seolah punya kesulitan yang tak bisa
diucapkan, serunya tergagap, Tapi... tapi
Tapi kenapa? tanya si Darah dingin keheranan.
Kami hanya bermaksud baik ingin mengingatkan
kepadamu. Cuma kau tak usah marah.

62
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Baik, katakan saja terus terang. Aku tak bakal marah.


Leng-tayhiap berdua menaruh curiga, jangan-jangan
kaulah pembunuhnya.
Bagaimana dengan kalian, tanya si Darah dingin setelah
termangu sejenak, kalian berdua juga percaya?
Kalau kami percaya, masa mau memberitahukan
kepadamu? Hanya saja....
Hanya saja kenapa?
Mereka sudah menemukan bukti, jadi ... mau tak mau
kami pun jadi percaya.
Barang bukti? Apa buktinya? Darah dingin tertawa dingin.
Kau ingin tahu? tanya Ceng Ci-tong sambil merogoh ke
dalam pinggangnya seperti mengambil sesuatu. Baiklah, akan
ku perlihatkan kepadamu
Darah dingin mengalihkan seluruh perhatiannya mengawasi
tangan Ceng Ci-tong. Dia ingin tahu barang apa yang hendak
diperlihatkan orang ini.
Ceng Ci-tong tidak mengeluarkan barang apa-apa. Dia
justru memencet sebuah tombol di pinggangnya untuk
membuka kunci pengait yang mengikat senjatanya, kemudian
... Sreet! tahu-tahu senjata gurdi berantainya sudah dilolos.
Baru saja si Darah dingin tertegun, dari belakang tubuhnya
kembali bergema suara desiran angin tajam yang membelah
bumi. Ternyata tongkat runcing kemala putih milik Ko San-
cing telah melancarkan serangan bokongan.
Waktu itu konsentrasi si Darah dingin sudah terpecahkan.
Semestinya memang sulit baginya untuk menghindarkan diri
dari ancaman itu....

0ooo0
Liu Ce-in menarik sebuah bangku dan duduk di balik
kegelapan sambil mengisap huncwenya. Cahaya api yang
berkedip dari huncwenya membiaskan secercah cahaya yang
menyinari wajahnya, membuat raut muka itu separuh bersinar
dan separuh tampak gelap.

63
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan mata melotot Leng Giok-siu sedang mengawasi Liu


Ce-in. Hanya saja dia tidak duduk. Ingin duduk pun sulit
baginya.
Setelah mengisap huncwenya beberapa sedotan, Liu Ce-in
mulai mengawasi wajah Leng Giok-siu dengan perasaan
bangga. Tiba-tiba ujarnya sambil tertawa, "Aku tahu apa yang
ingin kau tanyakan."
Leng Giok-siu tidak menjawab, dia hanya mengawasi Liu
Ce-in dengan sinar mata penuh amarah.
Liu Ce-in berlagak seakan-akan tak melihat kemarahan
orang. Dengan santainya kembali ia berkata, "Kau sudah
terkena dupa pelemas tulang. Dupa itu sering dipergunakan
para kaisar untuk mengerjai para dayang, selir dan gadis yang
tidak penurut. Siapa pun yang terkena dupa ini, biar betapa
hebat tenaga dalam yang dimiliki, dalam jangka satu jam,
jangan harap bisa bangkit berdiri. Selain tak punya tenaga
untuk berteriak, mau bicara pun susah."
Leng Giok-siu tetap membungkam. Pancaran hawa
amarahnya makin meledak-ledak. Diawasinya wajah Liu Ce-in
tanpa berkedip.
Kembali Liu Ce-in tertawa terbahak-bahak, katanya, "Kau
tak usah berharap Sim Ciok-kut datang menolongmu. Saat ini
mungkin dia telah berkumpul dengan Buyung Sui-in, Kim
Seng-hui serta Kui Keng-ciu!"
Bicara sampai di situ, pelan-pelan ia duduk kembali sambil
mengisi ulang huncwenya dengan tembakau. Setelah itu ia
mengisapnya dalam-dalam....
0oo0
Ketika si Darah dingin sedang mengawasi tangan Ceng Ci-
tong yang merogoh ke dalam pinggang untuk mengambil
sesuatu, Ko San-cing segera menggetarkan senjata tongkat
kemalanya dan menusuk punggung pemuda itu dengan
sebuah tusukan maut.
Ketika jurus pedang darah terbang dari Iblis pedang darah
terbang dipindahkan ke atas senjata toyanya, daya serang
yang dihasilkan benar-benar luar biasa.

64
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ujung tongkat membelah angkasa dengan membawa


desingan angin tajam. Gelombang udara yang bergetar benar-
benar mengerikan.
Pada saat itulah tiba-tiba si Darah dingin menerjang tiba
dari arah belakang. Dalam keadaan begini dia bukannya
mundur, justru menyerbu ke muka. Hal ini sama artinya
dengan menumbukkan diri ke ujung tongkat yang tajam.
Ko San-cing tertegun. Tanpa mengubah gerak jurusnya ia
melanjutkan tusukan keras ke tubuh lawan.
Agaknya Darah dingin sudah menduga kalau Ko San-cing
akan melanjutkan tusukan mautnya. Ia mundur selangkah.
Biarpun terhindar dari tusukan yang telak, namun tak urung
ujung tongkat menusuk juga di tubuhnya.
Darah dingin mendengus dingin, tiba-tiba "Criiing!" dia
telah melolos pedang andalannya.
Menanti Ko San-cing sadar kalau ia tertipu, keadaan sudah
terlambat. Ternyata tusukan tongkatnya yang dikira telah
berhasil menusuk di tubuh si Darah dingin hanya menerobos
lewat dari bawah ketiak lawan, sementara si Darah dingin
sudah menubruk mendekat dengan kecepatan tinggi.
Sebuah tusukan pedang telah dilancarkan, mengarah iga
sebelah kanannya.
Dengan perasaan kaget Ko San-cing berusaha melompat
mundur. Tapi ia segera sadar kalau senjata tongkatnya telah
terjepit kencang di bawah ketiak lawan.
Dalam posisi begini, seandainya Ko San-cing rela
melepaskan senjatanya sambil melompat mundur, mungkin
masih sempat baginya untuk menyelamatkan diri. Namun
sebagai seorang jago yang tak pernah mau melepas senjata
andalannya, ia hanya berdiri terkesima.
Sementara ia tertegun, tubuh si Darah dingin telah
menempel tubuhnya, lalu ... "Sreet!" pedang tipis milik Darah
dingin telah menusuk ke lambung Ko San-cing hingga tembus
ke tulang punggungnya.
Ko San-cing meraung kesakitan! Sambil menjerit keras
menggetar angkasa, dia membuang senjata tongkatnya lalu

65
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

merentangkan kedua belah tangannya dan mencekik


musuhnya kuat-kuat.
Pada saat yang bersamaan senjata gurdi berantai milik
Ceng Ci-tong telah siap dilancarkan. Tapi ia langsung tertegun
setelah melihat si Darah dingin bukannya maju, sebaliknya
malah mundur.
Saat itulah dia saksikan tongkat Ko San-cing menusuk lewat
dari bawah ketiak kiri si Darah dingin, serangan dari rekannya
itu ternyata meleset.
Bila serangan ini meleset, berarti keselamatan jiwa Ko San-
cing terancam. Ceng Ci-tong membentak keras, senjata
gurdinya segera dilontarkan ke depan.
Sungguh dahsyat serangan senjata gurdi itu. Diiringi deru
angin tajam, langsung mengancam dada si Darah dingin.
Dalam waktu relatif amat singkat itulah si Darah dingin
telah berhasil menyarangkan pedangnya di lambung lawan.
Begitu berhasil dengan serangannya, ia segera berguling ke
samping, gerakannya begitu terburu-buru sampai untuk
mencabut senjata pun tak sempat.
Dengan bergulingnya si Darah dingin ke samping, serangan
senjata gurdi Ceng Ci-tong lagi-lagi mengenai tempat kosong.
Bukan hanya begitu, saking kuatnya serangan tadi, senjata
gurdi itu justru langsung menghantam ke dada Ko San-cing.
Di saat kesakitan karena terluka parah, mana mungkin Ko
San-cing bisa menghindarkan diri? "Duuuk ...!" senjata gurdi
itu menghantam dadanya kuat-kuat.
Ko San-cing menjerit ngeri, sementara Ceng Ci-tong
dengan hati terkesiap buru-buru menarik kembali senjatanya.
Seandainya dia tidak berusaha menarik kembali senjatanya,
mungkin keadaan akan menjadi rada mendingan. Tapi dengan
ditariknya senjata gurdi itu, berarti daging berikut kulit Ko
San-cing ikut terbetot lepas dari tubuhnya.
Percikan darah segar bercampur hancuran kulit dan daging
menyebar ke angkasa. Ko San-cing melolong kesakitan ... tapi
baru separuh jalan, tubuhnya sudah roboh terjengkang ke
tanah dan tak bersuara lagi.

66
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sekali lagi Ceng Ci-tong berdiri tertegun. Semua peristiwa


ini tampaknya jauh di luar dugaannya!
Menggunakan kesempatan ini, si Darah dingin berguling
balik sembari mencabut keluar pedangnya yang masih
menancap di perut Ko San-cing.
Ceng Ci-tong segera tersadar kembali dari lamunannya.
Sebagai jago yang berpengalaman, dia tahu betapa gawatnya
situasi saat itu. Maka begitu melihat si Darah dingin telah
mendapatkan kembali pedangnya, dia segera mengayun
senjata gurdi berantainya, menyapu sekeliling ruangan.
Dalam waktu singkat seluruh lentera yang berada di
seputar ruangan itu jadi padam. Suasana pun segera tercekam
dalam kegelapan.
Kesempatan itu digunakan Ceng Ci-tong untuk berganti
posisi beberapa kali, kemudian ia bersembunyi di belakang
pintu sambil bermandikan peluh dingin.
Mimpi pun dia tak mengira jika si Darah dingin sudah sejak
awal membuat persiapan untuk menghadapi mereka. Bahkan
saat ini, ia tak dapat menentukan berada dimana musuh
tangguhnya itu.
Suasana gelap gulita, apapun tak terlihat. Bahkan cahaya
rembulan pun sudah tertutup awan gelap. Sedemikian
gelapnya, hingga kelima jari tangan sendiri pun tak kelihatan.
Dalam keadaan begini, dia hanya yakin akan satu hal. Di
antara kawanan opas kenamaan, ketajaman pendengarannya
terhitung nomor wahid. Dengan memadamkan seluruh cahaya
lentera yang ada dalam ruangan, sesungguhnya amat
menguntungkan posisi dirinya.
Asal musuh melakukan sedikit gerakan saja, dia akan
menggunakan serangan yang paling cepat untuk
menghancurkan tulang dada musuh dengan senjata gurdi
besinya. Tapi masalahnya sekarang, sang musuh bersembunyi
dimana?
Dia tahu, senjata andalannya jauh lebih panjang dan jauh
jangkauannya ketimbang senjata lawan. Berada dalam
kegelapan begini, senjata miliknya jauh lebih menguntungkan.

67
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi ... tahukah si Darah dingin bahwa dia memiliki


ketajaman pendengaran yang jauh melebihi siapa pun? Dia
pun tak tahu bahwa si Darah dingin meski tidak memiliki
ketajaman pendengaran yang melebihi orang lain, tapi
memiliki ketajaman mata yang luar biasa.
Siapa pun orangnya, termasuk orang dengan daya
penciuman yang biasa pun pasti tahu, dalam kegelapan yang
pekat, biasanya hawa amis darah jauh lebih tebal, jauh lebih
menusuk hidung. Hawa membunuh pun biasanya jauh lebih
menakutkan dan menggidikkan hati.
0oo0
Liu Ce-in masih duduk di kegelapan sambil mengisap hun-
cwenya. Persis di hadapannya duduk seorang. Dialah Leng
Giok-siu.
Walaupun Leng Giok-siu masih mengawasinya dengan
mata melotot, Liu Ce-in justru tidak memandang ke arahnya
walau sekejap pun. Dia masih meneruskan isapan huncwenya
sembari bergumam, "Sepuluh tahun berselang, sejak Suhu
kami Pa Siok-jir. tewas terbantai oleh kalian di puncak gunung
Hoa-san, kami harus hidup pontang-panting untuk
menghindari pengejaran lawan. Aaai... sungguh menyesal,
kami tak pernah mau belajar tekun waktu itu, hingga
kehidupan kami harus terlunta-lunta ... Walau ingin
bersembunyi, tapi sembunyi dimana? Dunia memang luas, tapi
musuh amat banyak! Aaai, pada hakikatnya tak sebuah
tempat pun yang bisa dipakai untuk menyembunyikan diri
Setelah berhenti sejenak, sambungnya, "Kemudian kami
sadar, kenapa tidak bergabung saja dengan pihak pengadilan?
Bukankah di situ kami bisa bersembunyi dengan aman? Maka
kami pun mendaftarkan diri menjadi anggota opas di berbagai
pengadilan yang berbeda, di samping secara diam-diam
melatih lebih tekun ilmu pedang darah terbang ajaran guru
kami. Agar tidak menyolok hingga menimbulkan kecurigaan
orang, terpaksa kami ubah ilmu pedang tersebut, dilebur
dalam ilmu toya, ilmu senjata gurdi serta ... ilmu huncweku
ini....

68
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bicara sampai di situ Liu Ce-in termenung sambil mengisap


huncwenya berulang-kali.
"Akhirnya kami jadi petugas opas dan tersohor. Tak ada
orang yang mencurigai kami lagi. Ketika ilmu silat kami
semakin matang, maka saat balas dendam pun tiba. Aku tahu
bila dendam ini tidak dibalas, maka kalian bisa keburu mati
duluan. Bila sampai begitu, kami bertiga tentu akan
menyesal....
Makin bicara Liu Ce-in semakin bersemangat, lanjutnya
pula, "Waktu itu, ketika aku berhasil membunuh Samte kalian,
dengan tubuh terluka parah dia berusaha mengambil senjata
ruyungnya. Aku tahu dia tak bakal hidup lama, maka aku
sengaja tetap tinggal di ruang perjamuan karena aku yakin
kalian pasti akan mengundangku untuk membantu
mengungkap teka-teki pembunuhan berdarah ini. Bila sampai
begitu, maka aku punya alasan untuk mendatangkan Jisute
dan Samsute. Dan dengan kekuatan kami bertiga, tidak sulit
untuk membantai kalian satu demi satu
Tiba-tiba wajahnya berubah serius, katanya lagi, "Aku sama
sekali tidak menyangka, ternyata si Darah dingin juga hadir di
sana ... Tapi tak apalah, orang itu juga tak bakal bisa hidup
melebihi kentongan ketiga. Dia juga akan menemani kalian
semua
0oo0
"Tok, tok, toook ..." suara kentongan bergema dari luar
pintu. Si penjaga malam dengan membawa lentera berjalan
lewat. Cahaya yang redup membuat orang sulit untuk melihat
dengan jelas betapa gelapnya suasana di malam itu.
Kentongan pertama sudah lewat.
Tampaknya si penjaga malam tidak merasakan hawa
pembunuhan yang memancar keluar dari dalam gedung. Dia
pun seperti tidak mengendus bau anyirnya darah. Ia sudah
pergi menjauh.
Suasana hening dan sepi kembali mencekam seluruh
gedung itu.

69
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Si Darah dingin masih bersembunyi di belakang pintu. Pintu


ruangan itu terdiri dari dua daun pintu yang terbuka. Ceng Ci-
tong bersembunyi di balik pintu satunya.
Karena Darah dingin tidak bergerak, Ceng Ci-tong tidak
tahu si Darah dingin berada dimana.
Sebaliknya Ceng Ci-tong juga tidak bergerak, maka si
Darah dingin pun tidak melihat musuhnya berada dimana.
Padahal selisih jarak mereka berdua hanya berapa depa
saja. Siapa yang mengetahui lebih dulu posisi lawannya dan
melancarkan sergapan mautnya, maka dialah yang akan
memenangkan pertarungan ini.
Tapi siapa pun tidak dapat menemukan siapa. Siapa pun
tak tahu ada dimanakah musuhnya.
Sekarang mereka seakan sedang bertanding, bertanding
siapa yang lebih kuat menahan diri.
Akhirnya si Darah dingin yang tak sanggup menahan diri.
Ketajaman pendengaran Ceng Ci-tong tiba-tiba menangkap
gerakan tubuh si Darah dingin yang menerjang keluar dari
belakang pintu menuju ke ruang utama. Gerakan tubuhnya
sangat cepat dan tak terlukiskan dengan kata.
Secepatnya si Darah dingin bergerak, tidak lebih cepat dari
sambaran senjata gurdi berantai Ceng Ci-tong.
"Kena!" tiba-tiba Ceng Ci-tong menghardik keras dari balik
kegelapan. Menyusul kemudian ... "Duuuk!" ujung senjata
gurdinya seakan menumbuk sebuah benda. "Praaang...!"
Tiba-tiba Ceng Ci-tong merasa ada benda yang berhasil
dihancurkan oleh serangannya, cuma benda itu bukan tubuh
seseorang, melainkan hanya sebuah vas bunga.
Ceng Ci-tong segera sadar kalau dirinya tertipu. Kini
gelagat tidak menguntungkan dirinya, jejaknya telah ketahuan
lawan.
Belum sempat dia melakukan suatu reaksi, belum lagi dia
meneriakkan kata "Kena!" tiba-tiba dari antara celah giginya
yang berlubang menyelinap masuk sebuah benda yang keras
lagi tajam. Sebilah pedang tipis, lembut tapi tajamnya bukan
kepalang!

70
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Belum hilang rasa kagetnya, mendadak tenggorokannya


terasa sakit sekali. Diiringi rasa manis yang aneh, kemudian
apapun sudah tidak diketahui lagi olehnya.

3. Diakhiri Dengan Kematian.

Tiba-tiba Liu Ce-in melihat cahaya rembulan memancar


masuk ke dalam ruangan. Sambil berkerut kening ia
mengawasi Leng Giok-siu, kemudian ujarnya sambil tertawa,
"Saudara Leng, tahukah kau mengapa sampai sekarang aku
belum membunuhmu? Kenapa aku membantai kalian satu per
satu dan tidak sekaligus saja menghabisi nyawa kalian?"
Leng Giok-siu hanya mendelik, ia menggeleng dengan
susah payah.
"Padahal sederhana sekali alasannya," ujar Liu Ce-in sambil
tertawa. "Aku sengaja membantai kalian satu per satu karena
aku ingin kalian pun merasakan bagaimana pedihnya hati
ketika melihat orang terdekat pergi satu per satu! Aku ingin
kau merasakan juga bagaimana tersiksanya bila hidup dalam
teror, hidup dalam ketakutan, hidup dalam kengerian karena
kematian bisa tiba setiap saat! Sekarang aku tinggal menanti
kedatangan Jisute dan Samsuteku, yang akan membawa
batok kepala Sim Ciok-kut. Setelah itu baru tiba giliranmu
Mendadak ia bangkit berdiri, diisapnya huncwe beberapa
sedotan dengan perasaan tak tenang, lalu katanya lebih jauh,
"Tapi aku tak dapat menunggu terlalu lama. Pengaruh obat
pemabuk dalam tubuhmu segera akan berakhir. Lebih baik
kubunuh dirimu terlebih dulu!"
Seraya berkata, selangkah demi selangkah dia mendekati
Leng Giok-siu, gumamnya lagi, "Aneh, sungguh aneh.
Seharusnya Jisute dan Samsute sudah berhasil sejak tadi.
Kenapa belum datang juga?"
"Ya, mereka memang telah berhasil!" tiba-tiba seseorang
menimpali dari luar ruangan dengan suara dingin.
Mendengar ucapan ini, Liu Ce-in terkesiap. Belum sempat
bereaksi apa-apa, mendadak dari balik daun jendela yang

71
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

hancur melesat masuk dua sosok bayangan manusia dan


langsung menubruk ke arah tubuhnya.
Tergopoh-gopoh Liu Ce-in mundur ke belakang.
Ketika bayangan manusia yang menubruk tubuh Liu Ce-in
kehilangan sasaran, tahu-tahu ia sudah roboh terkapar di
lantai.
Kembali tampak sesosok bayangan manusia meluncur
masuk ke dalam ruangan dan langsung menerjang bangku
yang diduduki Leng Giok-siu.
"Blaaam!" Leng Giok-siu berikut bangku yang didudukinya
mencelat sejauh berapa kaki dan roboh terguling, sementara
orang yang menumbuk bangku itu ikut terkapar di tanah
tanpa berkutik.
Cara bertarung semacam ini memang aneh sekali.
Walaupun Liu Ce-in sangat berpengalaman dalam dunia
persilatan, belum pernah ia jumpai kejadian seperti hari ini.
Karena jendela sudah rusak dan berlubang, cahaya
rembulan yang terang benderang pun menyorot masuk ke
dalam ruangan.
Menggunakan penerangan sinar rembulan, Liu Ce-in segera
dapat mengenali bahwa dua orang yang terkapar tanpa
bergerak di tanah itu tak lain adalah dua orang adik
seperguruannya, Ko San-cing serta Ceng Ci-tong!
Kini jarak antara Leng Giok-siu dan Liu Ce-in hanya
beberapa kaki jauhnya. Di tengah selisih jarak mereka berdua,
di bawah cahaya rembulan, sesosok bayangan manusia
melayang turun bagaikan sekor kucing, tanpa suara sedikit
pun. Dia tak lain adalah si Darah dingin!
Dengan sebuah gerakan yang sangat cepat, Liu Ce-in
membalik gagang huncwenya, lalu mengarahkan ujung
gagang yang tajam itu ke arah si Darah dingin.
Sebaliknya Darah dingin juga telah melolos pedangnya,
dengan mengarahkan ujung senjata ke Liu Ce-in.
Mereka berdua sama-sama tidak bergerak, saling
berpandangan dengan penuh kewaspadaan.

72
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan sorot mata yang tajam Liu Ce-in mengawasi si


Darah dingin. Tiba-tiba ujarnya sambil tertawa, "Oh, rupanya
kau!"
"Ya, memang aku."
"Urusan dinasmu telah selesai?"
"Ya, kepulanganku memang tepat pada waktunya," si
Darah dingin tertawa dingin.
"Benar, memang tepat pada waktunya. Leng-tayhiap telah
diloloh orang dengan obat bius. Kini badannya lemas tak
bertenaga, jadi terpaksa aku harus melindungi dirinya
"Betul-betul patut disayangkan
"Apanya yang disayangkan?"
"Omong-kosong selalu enak didengar."
"Omong kosong?"
"Sayang aku sudah berdiri di luar jendela sejak tadi. Semua
pengakuanmu telah kudengar dengan jelas sekali:"
Liu Ce-in segera tertawa tergelak.
"Hahaha ... Saudara Leng, bukannya kau pergi melacak
siapa pembunuh sebenarnya, tak nyana kau malah mencuri
dengar rahasia orang lain."
"Aku tak perlu melacak lagi, karena pembunuhnya sudah
ketahuan."
"Siapa?"
"Kau! Kaulah pembunuhnya!"
Liu Ce-in segera mendongakkan kepala dan tertawa
terbahak. Dia seakan baru saja mendengar sebuah cerita
lelucon yang sangat menggelikan.
Biarpun dia sedang tertawa, sinar matanya sama sekali tak
berniat untuk tertawa. Sorot mata yang tajam mengawasi
terus mata pedang si Darah dingin tanpa berkedip.
Darah dingin pun mengawasi gagang huncwe di tangan
lawan tanpa berkedip. Biarpun kedua belah pihak sedang
berbicara, namun siapa pun tak berani ceroboh. Siapa pun tak
berani memecahkan perhatian hingga memberi kesempatan
kepada lawan untuk melancarkan sergapan dengan sepenuh
tenaga.

73
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Liu Ce-in tertawa beberapa saat lamanya. Ketika tidak


melihat lawannya melancarkan serangan, dia segera
menghentikan gelak tawanya dan berseru, "Hebat, sungguh
hebat!"
"Kau juga hebat. Tapi sayang gagal mengelabui aku."
"Aku ingin tahu, mengapa secara tiba-tiba kau mencurigai
aku?" tanya Liu Ce-in kemudian.
"Kalau mau menyalahkan, mestinya kau salahkan dirimu
sendiri. Kau sangka sergapan yang kau siapkan di depan
rumah Liu Kiu-ji sanggup menghabisi nyawaku? Hmmm, justru
karena itulah kau telah meninggalkan titik kebocoran."
"Titik kebocoran?"
"Benar. Kau berkata kalau Liu Kiu-ji pernah terlibat usaha
pembunuhan di kota Liu-ciu hingga tertangkap. Tapi sewaktu
kuperiksa jenazahnya, aku tak menemukan bekas cap
pengenal dari kota Liu-ciu yang menandakan ia pernah jadi
narapidana. Ketika gagal menemukan pertanda itu, maka aku
pun berpikir, mana mungkin Dewa opas macam kau bisa salah
ingat? Atau sengaja salah memberi informasi? Maka aku pun
memeriksa juga jenazah kawanan manusia berkerudung itu.
Ternyata pada lengan mereka semua tertera jelas cap tanda
pengenal sebagai prajurit dari Jing-ping. Padahal siapa di
tempat ini yang bisa menggerakkan pasukan itu?"
Ditatapnya wajah Liu Ce-in lekat-lekat, kemudian lanjutnya,
"Tanpa sadar aku pun teringat Ko San-cing, pelatih pasukan
Jing-ping. Padahal Ko San-cing secara sengaja telah kau
undang kemari untuk terlibat dalam penyelidikian ini. Maka
aku pun mulai curiga. Kau pasti bermaksud mencelakai Liu
Kiu-ji. Kalau tidak berbuat begini, mana mungkin kau bisa
memecah perhatianku dan mengalihkan sasaran? Ketika kau
minta aku membuntuti Liu Kiu-ji, kau gunakan kesempatan itu
dengan minta bantuan Ko San-cing untuk membunuh aku.
Padahal kau telah salah melakukan satu hal. Bila tidak ada
yang membocorkan rencana penguntitan itu, mana mungkin
ada begitu banyak jago yang muncul secara tiba-tiba hanya
ingin membunuh Liu Kiu-ji seorang? Kau sengaja

74
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mendatangkan banyak jago karena tujuanmu yang


sebenarnya adalah ingin membunuhku. Liu Kiu-ji bukan
sasaranmu yang sesungguhnya. Ketika usahamu untuk
membunuh diriku gagal, kau baru terpaksa membunuh Liu
Kiu-ji agar aku tidak curiga. Sayang ... lagi-lagi kalian telah
melupakan sesuatu
"Kagum, sungguh mengagumkan," sela Liu Ce-in sambil
tertawa dingin.
Darah dingin menjengek sinis.
"Menjelang ajalnya, Liu Kiu-ji sempat mengucapkan
separah kata kepadaku. Dia menyebut kata "kong," tapi 'kong'
apa? Mula-mula aku kebingungan. Tapi ketika selesai
memeriksa tanda yang ada di lengan kawanan pembunuh
berkerudung itu, aku segera teringat satu hal. Yang dimaksud
dengan kata "kong" pastilah "kong-cha" si petugas opas.
Dalam pertempuran sengit itu, Liu Kiu-ji pasti melihat
munculnya kawanan opas, sehingga dia tidak waspada. Itulah
sebabnya serangan kalian dapat mencapai keberhasilan secara
mudah."
"Padahal rencanaku sudah akurat dan hebat. Kalau dibilang
ada satu dua kekeliruan yang menyebabkan kejadian seperti
ini, ya, apa lagi yang bisa kukatakan?"
Darah dingin tertawa dingin.
"Itulah yang orang katakan, 'Jaring langit itu tiada tara!
Siapa yang melakukan kejahatan tak akan lolos dari
hukuman!'. Tak ada rencana yang sempurna di dunia ini,
apalagi keteledoran yang kau lakukan bukan hanya satu."
"Bukan hanya satu?"
"Semenjak kau, Ceng Ci-tong atau Ko San-cing memancing
Kui Keng-ciu agar meninggalkan barisan, sudah timbul
perasaan heran di hati kecilku. Kalau dibilang Kui-ngohiap
yang berangasan dan tak sabaran mengejar musuh tanpa
memikirkan hal yang lain, itu masih masuk akal. Tetapi kenapa
si Dewa opas yang banyak pengalaman bukannya berusaha
mengamankan keselamatan jiwa saksi, sebaliknya malah ikut
mengejar musuh hingga akibatnya A-hok terbunuh? Apa

75
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kejadian ini tidak aneh? Tidak mencurigakan? Ya ... tentu saja


A-hok bersembunyi di dalam gudang kayu bakar dan tak
berani bertemu dengan Kim-hujin, semua lantaran dia telah
melihat kaulah yang telah membunuh Kim-samhiap. Sedang
kau selama itu selalu berada di samping Kim-hujin, tak heran
kalau A-hok tak berani melaporkan kejadian ini kepada Leng-
tayhiap. Ketika Kui-ngohiap berpisah dengan rombongan, kau
segera menggunakan kesempatan ini untuk membunuhnya,
kemudian berlagak terluka dan balik ke gudang kayu bakar.
Kau kira dengan berbuat begitu maka semua orang bisa kau
kelabui ...?
Liu Ce-in tertawa dingin, selanya "Hmmm, tapi kenyataan,
bukankah Lerrg Giok-siu, Buyung Sui-in dan Sim Ciok-kut
berhasil kukelabui habis-habisan?"
"Berapa lama kau sanggup mengelabui mereka?" jengek si
Darah dingin sambil tertawa dingin. "Aku pernah memeriksa
senjata gurdi milik Ceng Ci-tong, lalu membayangkan luka di
tubuh Liu Kiu-ji. Hatiku seketika curiga. Aku tahu tanpa bukti
memang sulit membikin orang percaya. Maka aku pun
mengusulkan untuk pergi bersama Buyung-jihiap. Tapi sayang
kalian telah menutupi pandangan mataku dengan memakai
kereta kuda, kemudian menitahkan Ceng Ci-tong dan Ko San-
cing untuk membunuhnya. Bila tak ada yang membocorkan
rahasia ini keluar, mana mungkin kalian bisa menyiapkan
pasukan untuk melakukan penyergapan?"
"Tapi Ko San-cing toh tidak ikut serta bersama kalian?"
jengek Liu Ce-in sambil tertawa dingin.
"Setelah memeriksa luka Buyung-jihiap yang berada di
dada dan punggungnya, aku semakin menaruh curiga. Waktu
itu Ko San-cing memang tidak ikut. Lalu siapakah pembunuh
satunya lagi? Kemudian aku baru tahu, rupanya ketika kau
mengusulkan agar Ko San-cing pergi membeli bahan obat
untuk menyaru muka, sesungguhnya kau bermaksud
mengirimnya agar turut membantu dalam pembunuhan
berencana itu. Buyung-jihiap memang orang pintar, tapi siapa
sih yang menduga kalau rekan seperjalanannya malah justru

76
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

melancarkan serangan bokongan kepadanya? Apalagi waktu


itu dia sedang bertempur melawan belasan orang jago. Mana
mungkin ia bisa menjaga diri dari bokongan licik itu? Waktu itu
... sebenarnya dia ingin memberitahu kepadaku siapa yang
telah membunuhnya. Tapi Ceng Ci-tong yang merasa gelagat
tidak menguntungkan segera mengirim beberapa orang
pasukan untuk mengancam aku, hingga akhirnya Buyung-
jihiap tewas sebelum sempat memberitahukan rahasia itu."
"Tetapi sayang kalian sudah melakukan kesalahan. Mana
mungkin si gurdi besi Ceng Ci-tong yang begitu tangguh ilmu
silatnya, ternyata tak mampu membereskan kepungan
beberapa orang cecunguk? Ceng Ci-tong mengaku telah
berhasil membunuh beberapa orang penjahat berkerudung.
Tapi setelah aku menanyakan hal ini kepada Leng-tayhiap,
kemudian sempat juga memeriksa beberapa mayat dengan
seksama, dapat kusimpulkan bahwa orang-orang itu tewas
lantaran kena sabetan pedang Jit-sian-chan, dan tak satu pun
yang tewas kena senjata gurdi. Kenapa Ceng Ci-tong harus
membohongi aku? Bukankah hal ini sudah amat jelas?
Sebelum tewas, Buyung-jihiap sempat mengatakan kalau
musuhnya kena sebuah tebasan goloknya. Yang terkena
sabetan golok itu bukan Ceng Ci-tong, tapi Ko San-cing. Itulah
sebabnya dia terpaksa harus menyamar sebagai seorang
pengemis yang timpang kakinya, karena luka bekas tebasan
golok itu justru berada di kakinya!"
Untuk sesaat Liu Ce-in tak sanggup mengucapkan separah
kata pun. Dia hanya bisa tertawa dingin tiada hentinya.
Kembali si Darah dingin berkata, "Tentu saja semua
analisaku hanya hasil tebakanku pribadi. Itulah sebabnya aku
butuh pembuktian. Aku pura-pura bilang mau berkunjung ke
gedung Bupati Lu, padahal aku pergi mencari berita,
menyelidiki sepak terjang kalian belakangan ini. Dan aku tahu
bahwa kau bersama Ceng Ci-tong dan Ko San-cing sering
berkumpul. Jurus serangan yang digunakan juga persis sama,
walaupun beda dalam pemakaian senjata. Belum pernah ada
orang yang sanggup menghadapi serangan kalian. Sementara

77
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kawanan jago berkerudung itu adalah pasukan Jing-ping


pimpinan Ko San-cing, sudah lama mereka patuh pada
pelatihnya. Selain itu, ketika Liu Kiu-ji melakukan percobaan
pembunuhan, Ko San-cing maupun Ceng Ci-tong tak berada di
kantor pengadilan. Bahkan di tempat tinggalnya pun tak ada.
Semua itu merupakan bukti nyata. Maka aku segera balik
kemari. Semula aku ingin membicarakan hal ini dengan Leng-
tayhiap dan Sim-sihiap. Tak disangka ternyata mereka sudah
jatuh ke tangan kalian."
"Bagus, bagus sekali!" seru Liu Ce-in penuh kebencian.
"Masih ada satu hal lagi yang aku tak mengerti."
"Soal apa?"
"Biarpun kau cerdas dan lihai, darimana kau tahu kapan
dan dengan cara apa Ceng Ci-tong dan Ko San-cing akan
menghadapimu? Semisal kau belum tahu, kenapa bisa lolos
dari kerja-sama mereka yang begitu rapi dan hebat?"
"Karena mengira aku tak pernah mencurigai mereka.
Padahal sudah sejak awal aku mencurigai mereka berdua.
Memang ketelitian merupakan kunci utama. Begitu tiba di
gedung keluarga Kim, aku segera menjumpai adanya ceceran
darah di batang pohon waru. Alas sepatu milik Ko San-cing
juga penuh noda darah. Sejak itulah aku sudah tahu, kalau
bukan Leng-tayhiap yang mati duluan, sudah pasti Sim-
tayhiap yang dibantai duluan. Atau mungkin juga mereka
berdua sudah terjebak berbareng. Aku pun lantas berpikir, bila
aku muncul waktu itu, kalian pasti kuatir aku mengetahui
rahasia ini. Berarti pasti kalian akan berusaha untuk
membunuhku. Maka aku pun mulai membuat perhitungan.
Aku percaya Ko San-cing dan Ceng Ci-tong tentu akan
menyerang secara bersama-sama. Apalagi berdasarkan letak
luka di tubuh Buyung-jihiap yang menyebabkan kematiannya,
aku pun menduga arah sasaran mana yang mungkin akan
diserang mereka berdua. Maka aku berusaha untuk
membunuh Ko San-cing duluan. Tinggal Ceng Ci-tong seorang
yang akhirnya pasti tak bisa menahan diri, dan jalan
kematianlah yang akan dia peroleh."

78
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Saudara Leng!" Liu Ce-in memanggil setelah terbatuk-


batuk.
"Ya, ada apa?" jawab si Darah dingin dengan kaku tanpa
perubahan mimik muka.
"Sudah bertahun-tahun kita bersahabat. Kita pun sama-
sama hidup sebagai seorang opas. Bagaimana bila saudara
Leng memberi kesempatan kepadaku dengan membiarkan aku
membawa pergi Leng-tayhiap? Tentang kematian Jisute dan
Samsute, aku tak ingin memperpanjang masalah. Kita sudahi
sampai di sini saja, asal Leng-heng mau mengabulkan
permintaanku ini."
"Dengan Leng-tayhiap kau telah bersahabat berapa lama?"
"Tiga tahun lebih," sahut Liu Ce-in setelah termenung
sejenak.
"Hmmm, sudah bersahabat selama tiga tahun pun masih
tega melakukan pembunuhan. Bila aku lepaskan dirimu hari
ini, siapa tahu lain waktu justru kau yang akan
membunuhku?"
"Lalu apa yang hendak saudara Leng lakukan terhadap
diriku?"
"Hanya ada satu jalan."
"Jalan apa?"
"Berjalanlah dari sini langsung ke pintu pengadilan. Aku
akan mengawalmu agar kau tidak tersesat!"
"Maaf, aku tak bisa berbuat begitu."
"Hanya sebuah jalan itu yang kusediakan. Kalau tidak, aku
akan berusaha untuk membekukmu."
"Kau sanggup membekukku?" jengek Liu Ce-in sambil
tertawa dingin. "Kenapa belum turun tangan juga?"
"Aku telah turun tangan. Masa kau tidak tahu kalau aku
sudah turun tangan?"
"Oh ya?" sekujur badan Liu Ce-in gemetar keras.
"Aku telah mengetahui identitasmu. Sudah kubongkar
rahasiamu. Aku pun telah menunding kau sebagai
pembunuhnya. Malah kedua orang pembantumu telah
kubantai. Sejak awal aku sudah di atas angin. Hawa

79
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

membunuhku jauh melebihi dirimu. Kini wibawamu sudah


kuhancurkan. Apalagi yang bisa kau andalkan untuk bertarung
melawanku? Semangat mana yang kau miliki lagi? Seharusnya
sejak awal kau tak usah mendengarkan perkataanku ini."
"Benar," Liu Ce-in menghela napas panjang.
"Kalau sudah tahu tak bakalan lolos, kenapa tidak
menyerah saja?"
"Kalau toh aku tak bakal lolos, kenapa kau tidak segera
membekukku?" tiba-tiba Liu Ce-in balas bertanya.
"Membekuk kau?" Darah dingin tertawa dingin.
"Benar!" jengek Liu Ce-in sambil tertawa dingin pula.
"Caramu ini hanya bisa menggertak para pencoleng dan
bandit kecil saja. Jangan lupa, aku pun seorang opas. Bahkan
aku pun sudah turun tangan. Masa kau tidak tahu?"
"Kau sudah turun tangan? Yang mana?"
"Selama ini kau mengandalkan kecepatan gerak untuk
merobohkan lawan. Tapi sayang kini punggung dan bahumu
sudah terluka. Jelas luka ini akan mempengaruhi kecepatan
gerak serangan pedangmu. Kau pun sudah sibuk seharian
penuh, sudah bertarung dua babak. Sebaliknya aku masih
segar bugar. Aku belum bertarung, tidak sibuk, juga tidak
terluka. Ketika kau berhasil membunuh dua orang tadi, hawa
membunuhmu sudah surut. Sebaliknya hawa membunuhku
belum lagi dimulai. Bicara soal hawa membunuh, kau tak akan
mampu menandingi aku. Sekarang di sisimu bertambah pula
dengan sebuah beban, Leng Giok-siu yang tidak mampu
bergerak. Serangan yang kulancarkan bisa saja kutujukan
kepadamu, tapi bisa juga kutujukan ke arah Leng Giok-siu.
Sebaliknya aku tak punya beban apa-apa. Aku tak perlu
menjaga keselamatan orang lain. Jadi bicara soal kondisi,
kondisiku jauh melebihi dirimu. Kenapa aku mesti kabur?
Dengan kondisi seperti ini akulah yang justru punya peluang
untuk membunuhmu! Kenapa aku yang mesti menyerahkan
diri?"

80
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Peluh mulai bercucuran membasahi jidat si Darah dingin. Ia


menjengek sinis sambil tertawa dingin, "Kau tak bakal mampu
membunuhku!"
"Mungkin aku memang tak sanggup membunuhmu. Tapi
sayang, tidak seharusnya kau menanyakan persoalan tadi.
Sekarang kau mulai panik, mulai gugup, mulai tak percaya
diri
"Kenapa tidak segera kau buktikan sendiri?"
Tiba-tiba suasana jadi hening. Kedua orang itu sama-sama
bungkam, sama-sama berusaha menenangkan diri.
Suasana di dalam ruangan pun jadi beku, jadi dingin dan
menggidikkan.
Pertempuran sengit segera akan berlangsung. Dalam
keadaan seperti ini, banyak bicara memang tak ada gunanya.
Dalam hati kecilnya, si Darah dingin sadar, dengan
kemampuan silat yang dimiliki Liu Ce-in, bukan pekerjaan
gampang baginya untuk memenangkan pertarungan ini.
Sebaliknya pihak lawan pun tidak mudah merobohkan dirinya.
Hanya saja jurus serangan yang mereka andalkan merupakan
serangan mematikan. Bila terjadi bentrok terbuka, bisa
dipastikan salah satu di antara mereka bakal tewas.
Jalan pikiran Liu Ce-in pun persis sama seperti apa yang
dibayangkan si Darah dingin. Itulah sebabnya dia berusaha
untuk merontokkan mental lawan. Asal musuh dapat dibuat
takut, ragu atau keder, dia baru punya kesempatan untuk
meraih kemenangan.
Dengan sorot mata tajam si Darah dingin mengawasi
gagang huncwe di tangan Liu Ce-in. Sebaliknya, dengan
pandangan tak berkedip Liu Ce-in juga mengawasi ujung
pedang si Darah dingin...
Suasana amat hening ... sepi... tapi sangat menegangkan!
Mendadak terdengar dua kali bentakan gusar bergema
memecahkan keheningan. Dua bentakan keras yang berasal
dari Liu Ce-in serta si Darah dingin, disusul kemudian mereka
berdua saling menerkam dengan kecepatan luar biasa.

81
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Apakah ujung pedang si Darah dingin yang bakal menusuk


tubuh Liu Ce-in? Ataukah gagang huncwe Liu Ce-in yang akan
menyodok badan si Darah dingin?
Ketika gagang huncwe akan saling membentur dengan
pedang lawan, tiba-tiba dari balik huncwe meluncur keluar
belasan titik cahaya bintang berapi yang amat menyilaukan
mata. Ternyata di balik huncwe itu tersembunyi senjata
rahasia yang sangat mematikan.
Tembakau yang dia isap di huncwenya, begitu dibakar akan
berubah jadi letupan api kecil. Benda-benda itulah yang
dijadikan senjata rahasia andalannya, karena setiap saat dapat
dilancarkan.
Percikan bunga api langsung menyebar ke angkasa dan
mengurung seluruh tubuh si Darah dingin.
Dalam posisi seperti ini, sulit bagi si Darah dingin buat
menghindarkan diri. Maka secara beruntun dia melancarkan
serangan pedang yang dahsyat, cepat dan tepat. Ujung
pedangnya langsung menyongsong datangnya percikan bunga
api itu.
Berhasil merebut posisi di atas angin, Liu Ce-in tidak
berdiam diri. Kembali huncwenya digetarkan, lalu secepat
sambaran petir mengancam dada musuh.
Pada saat itulah kembali terdengar seseorang meraung
keras. Berbareng dengan bangku yang didudukinya, Leng
Giok-siu yang berada di belakang si Darah dingin tahu-tahu
sudah melompat di atas kepalanya, menumbuk ke tubuh Liu
Ce-in.
Serangan itu ibarat bukit Thay-san yang menindih di atas
kepala, kekuatannya sangat luar biasa.
Bukan cuma begitu, berbarengan dengan tumbukan itu,
Leng Giok-siu melolos pula pedang mestikanya dari dalam
gagang sapu yang dibawanya.
"Cringgg ...!" cahaya pelangi berwarna emas menggelegar
di udara. Bagaikan bianglala yang panjang, senjata itu
langsung mengancam tubuh Liu Ce-in.

82
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ilmu pedang Tiang-khong-sip-ci-kiam (ilmu pedang salib


penembus langit)!"
Obat pemabuk hanya mampu membuat lemas Leng Giok-
siu selama satu jam. Kini pengaruh dupa pemabuk sudah
hilang. Di saat Liu Ce-in sedang berbincang dengan si Darah
dingin tadi, secara diam-diam Leng Giok-siu telah menyalurkan
hawa murninya untuk memulihkan kembali kekuatannya.
Liu Ce-in membentak gusar, gagang huncwenya
digetarkan, kemudian balas menyodok ke atas.
Gerakan bianglala emas itu cepat, tapi gagang huncwe jauh
lebih cepat lagi. Tahu-tahu senjata itu sudah menerobos
masuk ke balik cahaya pelangi dan membuat pengaruh
serangan pedang itu hilang, lenyap seketika.
"Buuuk ...!" gagang huncwe Liu Ce-in menghajar telak dada
Leng Giok-siu.
Pada saat itulah si Darah dingin telah berhasil mementalkan
serangan cahaya api yang mengancam tubuhnya. Sambil
memutar pinggang ia lancarkan sebuah tusukan kilat.
"Buuuk ...!" sekilas cahaya putih menyambar lewat melalui
sisi tubuh Leng Giok-siu dan langsung menerjang ke badan Liu
Ce-in.
Tatkala gagang huncwe Liu Ce-in berhasil menyodok dada
Leng Giok-siu, serangan pedang Naga nomor wahid dunia
persilatan ini segera tertahan sehingga tak sanggup
dilanjutkan lagi. Namun Leng Giok-siu tak mau menyerah
begitu saja. Badan bersama kursinya segera menindih di atas
tubuh lawan kuat-kuat.
Liu Ce-in menangkis dengan tangannya, lalu dia hajar kursi
itu hingga Leng Giok-siu bersama bangkunya mencelat ke
udara.
Namun tindakannya ini membuat bangku itu menghalangi
pandangan Liu Ce-in atas sekeliling tempat itu.
Pada saat itulah cahaya putih menyambar datang dari
bawah menuju ke atas dan langsung menusuk tenggorokan si
Dewa opas.

83
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Cresss ...!" ujung pedang menembus tenggorokan Liu Ce-


in. Huncwenya yang belepotan darah itu segera terjatuh ke
tanah.
"Duuuk...!"
Dalam waktu bersamaan, Leng Giok-siu beserta bangkunya
terjatuh pula berapa depa dari posisinya.
Darah dingin tidak bergerak, ujung pedangnya masih
menancap di tenggorokan Liu Ce-in. Pedang yang putih dan
berkilauan itu satu inci demi satu inci sedang dicabut keluar.
Sama sekali tiada noda darah.
Liu Ce-in juga tidak bergerak, terlebih Leng Giok-siu. Dia
sama sekali tak mampu bergerak.
Liu Ce-in sedang mengawasi si Darah dingin tanpa
berkedip, seakan tak percaya pedang itu dapat menembus
tenggorokannya.
Mendadak si Darah dingin mencabut pedangnya dengan
satu gerakan cepat. Bersamaan dengan tercabutnya senjata
itu, darah segera menyembur keluar dari tenggorokan Liu Ce-
in.
Dengan penuh kesakitan Liu Ce-in memegangi tenggorokan
sendiri yang terluka parah. Suara gemerutuk aneh memancar
keluar dari balik mulutnya, tapi dia masih berusaha meronta,
melototi si Darah dingin sambil berseru, "Bagus ... bagus ...
empat opas yang menggetarkan kolong langit. Darah dingin ...
aku berangkat duluan
Tubuh Liu Ce-in roboh terkapar di atas genangan darah,
selamanya dia tak sempat lagi untuk menyelesaikan
ucapannya.
Si Darah dingin berdiri tertegun. Sampai lama baru ia ber-'
jalan menghampiri Leng Giok-siu.
Waktu itu si Naga nomor satu dunia persilatan tergeletak di
tanah dengan wajah pucat-pias, genangan darah segar
membasahi pakaian di dadanya.
Ketika mengetahui si Darah dingin sedang memayangnya
untuk duduk, Leng Giok-siu mencoba untuk tersenyum.
Bisiknya, "Te ... teri ... terima ... ka ... kasih

84
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Segera Darah dingin menyalurkan hawa murninya ke dalam


tubuh Leng Giok-siu. Hiburnya kemudian, "Saudara Leng,
cobalah untuk bertahan, kau pasti selamat, akan kupanggilkan
tabib untuk mengobati lukamu ...."
"Tidak u ... usah Leng Giok-siu tertawa pedih, "kau ... kau
cukup be ... beritahu padaku, apa ... apakah Sim-site juga ...
juga telah dicelakai me ... mereka?"
Dengan sedih si Darah dingin tertunduk, dia membungkam
diri.
Dengan mata berkaca-kaca Leng Giok-siu berbisik, "A ...
aku ... aku suu ... sudah tahu ... terima ... terima kasih ... kau
telah ... telah membalaskan den ... dendam sakit hati ka ...
kami lima bersaudara .. Kini mere ... mereka suu ... sudah
mati semua ... biar aku ... aku hidup juga tak ... tak ada
artinya ... saudara Leng ... aku mohon sa ... satu hal kepa ...
damu
"Apa? Cepat katakan!"
"Ce ... cepat am ... ambilkan ka ... kain i ... itu pinta Leng
Giok-siu dengan napas tersengal.
Dengan sebuah gerakan cepat si Darah dingin merobek
kain kuning yang ada dalam ruangan itu. Leng Giok-siu segera
meronta bangun, lalu dengan tangan yang penuh belepotan
darah, ia mulai menulis di kain itu. Sambil menulis ia berkata
dengan gemetar, " ... Aku ... mungkin aku tak ... tak mampu
menghadap ke ... ke pengadilan lagi ... akan ... akan kutulis
suu ... surat berdarah ini ... akan kubeberkan ... se ... semua
do ... dosa yang te ... telah dilakukan Liu Ce-in ber ... bertii...
tiga
Dengan mengerahkan segenap sisa kekuatan yang
dimilikinya, Leng Giok-siu menyelesaikan tulisan darahnya.
Ketika selesai menulis, akhirnya dia roboh terkapar dengan
lemas.
Ketika si Darah dingin menerima surat berdarah itu, dengan
sorot mata sayu Leng Giok-siu memandang sekejap ke
arahnya, kemudian dengan senyum di kulum ia berkata, " ...

85
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Liu ... Ce-in bilang ... kau ... kau adalah pem ... pembunuhnya
... tapi aku ... aku tak percaya ... aku tak ... tak bakal percaya
"Aku tahu, aku tahu dengan mata berkaca si Darah dingin
mengangguk berulang kali.
Ketika ia mengucapkan "aku tahu," Leng Giok-siu pun
tersenyum sambil memejamkan mata, memejamkan mata
untuk selama-lamanya ....
Begitulah nasib Lima naga sakti dunia persilatan, mereka
terbunuh semua di tangan ketiga ahli waris si Iblis pedang
darah terbang.
Tapi ahli waris si Iblis pedang yaitu Liu Ce-in, Ceng Ci-tong
serta Ko San-cing harus mengorbankan pula nyawa mereka
untuk menyelesaikan tugas itu.
Orang bilang: 'Tak seorang pun yang bisa lolos dari Hukum
Langit....
Tapi masalahnya, sampai kapan orang itu tahu tidak bisa
lolos?
Dalam hati kecilnya, Darah dingin berusaha mengulang
kembali kata-kata terakhir Leng Giok-siu menjelang ajal.
" ... Dia bilang kau ... kau adalah pem ... pembunuhnya ...
tapi aku ... aku tak percaya ... aku tak ... tak bakal percaya ..."
Akhirnya butiran air mata jatuh bercucuran membasahi
pipinya.
Tapi bagaimana pula dengan air mata di dalam hati
kecilnya?

0o3o0

Bab II. Tangan Berdarah

4. Memasuki alam baka.

Cahaya rembulan sangat redup, remang-remang dan terasa


agak gelap.

86
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dari balik cahaya yang redup bagai berada dalam alarri


baka itu tiba-tiba terdengar tangisan seorang wanita.
Suaranya lirih, sedih dan memilukan hati.
"... cahaya rembulan mulai redup, malam semakin kelam ...
Dalam alam baka yang gelap, tiada cahaya sang surya, tiada
sinar rembulan ... Hanya roh-roh halus yang gentayangan
Suara itu muncul dari balik sebuah bangunan, mengalun di
atas sungai kecil, menyelinap ke balik hutan lebat dan
menggema tiada hentinya.
Di tengah hutan itu terdapat sebuah api unggun dengan api
yang berkobar besar. Di sekeliling api unggun duduk tiga
orang, tiga orang lelaki bercambang berwajah menyeramkan.
Tiga ekor kuda dibiarkan lepas di tepi pepohonan sambil
mengebaskan ekornya seakan sedang mengebas lalat-lalat
yang terbang mengelilingi tubuhnya.
Dari ketiga orang lelaki kekar itu, seorang sedang
memanggang daging di atas api unggun itu. Bila dilihat busur
serta anak panah yang tergantung di punggungnya, jelas
daging yang sedang mereka panggang adalah hasil
buruannya. Orang kedua sedang menikmati' sekerat daging
yang telah matang dengan penuh kenikmatan, sementara
orang ketiga hanya menggendong tangan sambil berbaring
menengadah ke langit seakan ada yang sedang dipikirkan.
Langit dan bumi serasa bungkam. Selain kobaran api
unggun, hanya suara alunan sedih yang membelah angkasa.
Lelaki kekar yang sedang menikmati daging panggang itu
mulai berkerut kening, dan akhirnya sambil meludah ia
mengumpat penuh kegusaran, "Maknya, sialan! Tengah
malam buta begini masih saja meringkik macam tangisan
setan. Kalau sampai tertangkap, hmmm, pasti akan ku tiduri
sepuasnya
Lelaki yang sedang memanggang daging segera menimpali,
"Yang aneh justru terletak pada tangisan serta orangnya.
Tangisan terdengar jelas, kenapa orangnya tak nampak? Tadi
aku sempat mengelilingi hutan ini sampai tujuh delapan kali.
Jangan kan orangnya, bayangan setan pun tidak nampak,

87
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

padahal suara tangisannya masih jelas terdengar. Aneh ...


benar-benar aneh!"
Mendadak ... "plaaak!" dia menampar wajah sendiri.
"Losam!" teriak lelaki yang sedang makan daging itu kaget.
"Kenapa kau menampar dirimu sendiri? Sudah lama tak
pernah dibelai, apa sekarang badanmu mulai gatal-gatal?"
"Maknya!" umpat lelaki yang memanggang daging sambil
tertawa. "Aku sedang menggampar lalat. Sialan benar ... masa
dalam wilayah tujuh delapan puluh li di sekitar sini terdapat
begitu banyak lalat?"
Lelaki yang sedang makan daging panggang itu termenung
beberapa saat dengan mulut membungkam. Mendadak
ujarnya lagi, "Hei Loji, kenapa kau bungkam melulu malam
ini? Kentut sedikit atau gimana
"Aku sedang memikirkan sesuatu kata lelaki yang berbaring
itu.
"Ide sialan apa lagi yang sedang kau pikirkan? Coba lihat
tampangmu, senang tidak, murung juga tidak
"Toako, malam ini kita perlu melakukan jual beli atau
tidak?" tanya lelaki yang berbaring itu sambil melompat
bangun.
"Jual beli apa lagi?" sahut lelaki yang makan daging itu
agak tertegun. "Dalam radius tujuh delapan puluh li, jangan
kan orang punya duit, mau mencari sekor kerbau saja
susahnya bukan main. Jual beli apa yang bisa kita lakukan?"
Ternyata ketiga orang lelaki kekar itu adalah Soat-say-sam-
ok (tiga manusia bengis dari Soat-say). Mereka tersohor
sebagai perampok ulung di wilayah itu. Lotoa adalah Kay-san-
hu (si kapak pembuka bukit) Pao Liong, Loji ialah Cui-kong-ki
(siasat bandit) Pao Coa dan Losam Juan-in-ciam (panah
penembus awan) Pao Hau.
Ilmu silat ketiga orang itu sangat tangguh. Sudah banyak
jago silat dunia persilatan, para piausu maupun pengawal
kera-jaan yang tewas oleh siasat busuk Pao Coa, panah gelap
Pao Hau serta kapak besi Pao Liong.

88
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Terdengar Pao Coa berkata, "Toako, pernahkah kau


mendengar orang bercerita tentang Perkampungan Hantu
yang ada di sekitar sini?"
"Ya, pernah kudengar tentang Perkampungan Hantu itu,"
sela Pao Hau cepat. "Konon pemilik perkampungan itu kaya
raya, dia paling suka mengumpulkan intan permata dan mutu
manikam. Konon Toako Kiu-cu-leng-lian-huan pernah
menderita kerugian besar di tangannya. Orang menyebutnya
Siang-kiang-te-it-jin (manusia nomor wahid di Siang-kiang).
Memangnya, dengan kekuatan kita bertiga, kita berani
mengincar kekayaan perkampungan Yu-leng-san-ceng?"
"Toako, Perkampungan Hantu sekarang sudah berganti
nama jadi Perkampungan Alam Baka," sela Pao Coa tiba-tiba
sambil tertawa.
"Kenapa bisa jadi begitu?" tanya Pao Liong keheranan.
"Konon Perkampungan Hantu sudah tertimpa musibah yang
sangat mengerikan. Semua penghuninya tewas terbantai, tak
seorang pun berhasil lolos dalam keadaan hidup. Siapa yang
telah melakukan pembantaian berdarah itu? Tak seorang pun
yang tahu. Konon semua mayat yang ditemukan dalam
perkampungan itu tewas dengan cara yang menyeramkan.
Semuanya mati dengan mata mendelik dan gigi meringis.
Bukan saja darah mereka seakan sudah diisap orang, kondisi
mayat pun hancur tak keruan. Itulah sebabnya orang
mengatakan bahwa Perkampungan Hantu sudah jadi tempat
tinggal roh-roh gentayangan. Maka kini orang menyebutnya
Perkampungan Alam Baka!"
Tiba-tiba suara tangisan perempuan itu berhenti secara
mendadak. Kini yang terdengar hanya deru angin malam yang
menggoncangkan api unggun. Suasana amat hening dan
menggidikkan hati.
Dengan badan merinding karena seram, Pao Hau berbisik,
"Jiko, kau jangan menakut-nakuti orang!"
"Siapa yang menakut-nakuti kau?" jawab Pao Coa sambil
tertawa. "Dari mereka yang menggotong keluar mayat-mayat
dari dalam Perkampungan Hantu, aku dengar barang mestika

89
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yang ada di situ berantakan tak keruan. Barang berharga


berceceran dimana-mana tapi tak seorang pun berani
menjamah
"Wah, kebetulan!" seru Pao Liong kegirangan. "Mumpung
perkampungan itu kosong tanpa penghuni, kenapa kita tidak
merampok saja harta kekayaan yang tercecer dalam
Perkampungan Hantu itu?"
"Toako jangan terburu napsu," segera Pao Coa
menggoyang tangan berulang kali. "Perkampungan Hantu
memang sedikit rada aneh. Dalam setahun belakangan ini
sudah banyak sekali saudara sealiran yang mencoba
mengorek rejeki di situ. Bahkan paling tidak ada dua puluhan
orang. Tapi anehnya, begitu memasuki perkampungan itu,
mereka seperti lenyap begitu saja. Sama sekali tak terdengar
kabar beritanya lagi. Konon beberapa buah batok kepala
mereka ada yang ditemukan di belakang bukit, ada juga yang
dadanya dibelah dan jantungnya dicomot keluar. Ada pula
yang di tenggorokannya terdapat bekas gigitan, tampaknya
mati kehabisan darah karena diisap seseorang
Ketika bicara sampai di situ, kebetulan ada angin dingin
berhembus lewat. Tak kuasa lagi dia bersin beberapa kali. Pao
Liong segera tertawa dingin.
"Jite, sejak kapan kau percaya takhayul? Mau setan mau
manusia, yang penting setan pemilik perkampungan telah
mampus. Hmmm! Semisal benar-benar ada setannya, biar
kawanan setan itu mencicipi ketajaman kapakku!" Pao Coa
tertawa.
"Toako hebat dan bernyali besar, tentu saja tidak takut
menghadapi segala setan iblis. Apalagi orang-orang yang
selama ini memasuki Perkampungan Hantu memang terdiri
dari kawanan pencoleng kere, atau kaum bandit yang
menahan tiga bacokan kapak Toako pun tak sanggup. Bila kita
tiga bersaudara turun tangan sendiri, tentu beda sekali
keadaannya. Cuma ... biarpun begitu kita tetap mesti
waspada, karena keanehan dalam perkampungan itu memang
menakutkan. Mungkin saja kawanan bandit yang lenyap dalam

90
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

perkampungan itu dimakan serigala atau diterkam harimau.


Tapi ada yang lebih aneh lagi. Konon kawanan manusia yang
pernah menggotong keluar tumpukan jenazah dari dalam
Perkampungan Hantu itu, dalam waktu sebulan telah tewas
semua dalam keadaan yang sangat aneh. justru karena
banyaknya orang yang tewas secara misterius, Perkampungan
Hantu berubah menjadi Perkampungan Setan Gentayangan.
Bahkan penduduk yang tinggal di sekitar situ pun berbondong-
bondong pindah rumah ... jadi...
"Kalau memang begitu, lebih baik kita tak usah merecoki
Perkampungan Hantu," usul Pao Hau dengan nada gemetar.
"Losam" teriak Pao Liong gusar. "Masa kau akan menyia-
nyiakan intan permata yang berserakan di depan mata?
Jangan bikin malu kita semua!"
"Toako tak usah gusar," lekas Pao Coa menghibur. "Semisal
aku tak berani menyatroni tempat itu, tak nanti akan ku-
beberkan semua hal yang kuketahui tentang perkampungan
itu di hadapanmu. Cuma, alangkah baiknya jika kita
melangkah lebih hati-hati!"
"Hahaha ... Nah, begitu baru Jiteku yang hebat!" Pao Liong
tertawa tergelak. "Biarpun pemilik Perkampungan Hantu, Sik
Yu-beng, belum mampus, akan kusuruh dia mencicipi
beberapa bacokan kapakku. Cari kemenangan mungkin sulit,
tapi untuk kabur rasanya tidak susah. Losam, kau ikut tidak?"
"Bila kalian berdua tetap mau berangkat, mana aku berani
membangkang?" sahut Pao Hau dengan wajah kecut.
"Hmmm, aku tahu kau tak bakalan menolak! Aaah, betul,
Loji. Dimana letak perkampungan itu?"
"Dekat sekali. Itu! Dekat hutan sebelah sana," kata Pao Coa
sambil menunding ke arah di hadapannya.
"Bagus sekali!" seru Pao Liong sambil mengobat-abitkan
kapaknya. "Malam ini aku akan membacok setan! Wes, wes,
wes, satu bacokan satu setan! Hahaha ... ayo kita segera
berangkat!"

91
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiga orang dengan tiga ekor kuda segera bergerak cepat


bagai terbang. Tak selang berapa saat kemudian, mereka
sudah tiba di luar hutan.
Dari balik rimbunnya pepohonan, tampak sebuah bangunan
yang besar berdiri di balik kegelapan. Soat-say-sam-ok segera
saling bertukar pandang. Kemudian sambil mencemplak kuda
tunggangannya, mereka meneruskan perjalanan ke dalam
hutan belantara.
Tak selang berapa saat kemudian, tibalah mereka di depan
sebuah gedung yang amat besar dan luas. Sayang gedung ini
sudah lama terbengkalai sehingga mendatangkan suasana
yang menyeramkan.
Mendadak suara nyanyian diiringi isak tangis itu terdengar
kembali, bergema membelah keheningan malam.
"... cahaya rembulan mulai redup, malam semakin kelam ...
Di alam baka yang gelap, tiada cahaya sang surya, tiada sinar
rembulan ... hanya roh-roh halus yang gentayangan
Pao Liong segera melompat turun dari kudanya sambil
menghardik, "Bising amat suara tangisan itu! Ayo, kita segera
masuk ke dalam!"
Waktu itu bulu kuduk Pao Hau sudah berdiri. Nyanyian
diiringi isak tangis perempuan itu benar-benar membuat
hatinya bergidik. Bisiknya agak gemetar, "Toako ... kau ... kau
benar-benar mau masuk ke situ?"
"Begini saja," tiba-tiba Pao Coa menyela. "Toako, biar
Samte tetap tinggal di sini menjaga kuda kita. Tidak lucu kalau
kuda kita dicuri orang sementara kita masuk ke dalam
perkampungan. Apalagi kita memang butuh kuda tunggangan
untuk mengangkut intan permata dan emas berlian yang
berpeti-peti banyaknya itu. Samte, jika aku dan Toako tak
pernah muncul lagi dari sini, kau segera kabur sejauh-jauhnya
dan selama hidup tak usah datang kemari lagi. Sebab bila aku
dan Toako pun tak sanggup menghadapi orang tersebut, biar
kau ikut pergi juga paling hanya mengantar nyawa!"

92
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pao Hau memang berharap tak usah ikut masuk ke dalam


gedung yang tampak sepi tapi amat menyeramkan itu. Segera
sahutnya, "Baik, aku akan menanti Toako dan Jiko di sini!"
"Lebih baik tingkatkan kewaspadaanmu!" pesan Pao Liong
sambil tertawa dingin, lalu setelah menengok sekejap ke arah
Pao Coa, dia mulai merambat naik ke atas tembok
pekarangan.
Dinding pekarangan di sekeliling Perkampungan Hantu
memang cukup tinggi, bahkan mencapai beberapa kaki. Selain
tinggi juga sangat kokoh. Meskipun Soat-say-sam-ok memiliki
ilmu meringankan tubuh yang hebat, sulit bagi mereka untuk
melewatinya hanya dalam sekali lompatan.
Setibanya di atas tembok pekarangan, Pao Liong dan Pao
Coa mengawasi sekejap sekeliling tempat itu. Kemudian
setelah memberi kode dan melompat turun, tak terdengar lagi
suara apapun.
Pao Hau terpaksa menunggu dengan perasaan kebat-kebit.
Setiap kali angin dingin berhembus lewat yang membuat
dedaunan bergesek menimbulkan suara aneh, dia selalu
merasa bulu kuduknya berdiri. Beberapa kali dia seperti
merasa ada orang sedang meniupkan udara dingin di belakang
tengkuknya ....
Satu kentongan sudah lewat tanpa terasa, namun Pao
Liong dan Pao Coa belum kelihatan juga batang hidungnya.
Suasana di dalam halaman Perkampungan Hantu tetap
hening, sepi dan tak terdengar sedikit suara pun.
Berhubung dinding pekarangan sangat tinggi, Pao Hau tak
mampu melihat kejadian yang sebenarnya di dalam halaman
perkampungan itu.
Sambil memaksakan diri, kembali Pao Hau menunggu satu
kentongan lebih. Namun belum juga terdengar sedikit suara
pun. Seharusnya Pao Liong dan Pao coa sedang mengobrak-
abrik seluruh isi perkampungan itu, selama dua kentongan,
sudah lebih dari cukup untuk merampok seluruh harta
kekayaan yang berada di situ. Seandainya Pao Liong dan Pao

93
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Coa telah berjumpa dengan musuh tangguh, semestinya ada


suara kegaduhan ....
Pikir punya pikir, Pao Hau merasa gelagat semakin tak
beres. Bisikan Pao Coa yang menyuruh dia kabur duluan
kembali mendengung di telinganya. Tapi bagaimana pun dia
termasuk seorang lelaki yang setia kawan. Terbayang
bagaimana selama ini mereka bertiga selalu malang-melintang
bersama dalam dunia persilatan. Jika kedua saudaranya
benar-benar kena musibah, apa artinya dia melanjutkan hidup
seorang diri?
Setelah berpikir lagi, akhirnya sambil mengertak gigi dia
mencabut busur dan "Wesss!" anak panah dibidikkan ke ujung
tembok pekarangan. Pada ekor anak panah itu terikat seutas
tali yang panjang. Dengan berpegangan pada tali itu, Pao Hau
segera merangkak naik ke atas tembok pekarangan, kemudian
melompat turun di balik tembok halaman perkampungan itu.
Siapa tahu baru saja kakinya menginjak permukaan
halaman perkampungan, jeritan ngeri yang menyayat hati
segera berkumandang dari mulutnya. Jeritan sakit bercampur
perasaan takut yang luar biasa! Ketika jeritan itu sirap,
suasana pun kembali hening. Tak terdengar suara lagi.
Perkampungan Hantu seakan dicekam dalam suasana
hening yang luar biasa. Tak nampak ada manusia yang masuk
ke situ, tak ada pula yang keluar dari sana ....
Tak selang lama kemudian, dari belakang bukit sana
terdengar suara lolongan serigala yang panjang dan ramai....
Perkampungan Hantu atau Perkampungan Alam Baka,
tetap berdiri angker di balik kegelapan malam. Kecuali
bayangan yang terbias di permukaan tanah, tak terdengar
suara apapun.
Sejak hari itu tak pernah ada orang yang berjumpa lagi
dengan Soat-say-sam-ok, tiga manusia buas dari Soat-say.
Tali yang tertinggal di dinding pekarangan serta anak
panah yang menancap di ujung tembok masih tertinggal untuk
selamanya di situ. Ketika diterpa hujan dan sinar matahari,

94
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

lambat laun lumut hijau mulai tumbuh dan menyilimuti seluruh


permukaan tali. Ujung anak panah pun berkarat.
Cahaya matahari di pagi hari yang cerah memancar masuk
melalui sela-sela daun dan ranting pohon yang rindang. Ketika
menyorot di atas tubuh, seketika mendatangkan perasaan
hangat yang amat segar dan nyaman.
Suasana dalam hutan sangat lembab, embun pagi
membasahi seluruh permukaan tanah, membasahi rerumputan
nan hijau, membasahi pula ranting dan dedaunan ....
Tiba-tiba terdengar suara derap kaki kuda berkumandang
datang. Suara lari kuda yang sangat cepat dan ramai, dalam
waktu singkat kuda-kuda itu sudah melewati hutan, keluar
dari balik pepohonan dan mendadak berhenti di sana.
Rombongan itu terdiri dari empat orang dengan empat ekor
kuda. Biarpun secara tiba-tiba mereka menghentikan lari sang
kuda, keempat ekor kuda itu tidak menjadi panik dan kaget.
Hal ini menunjukkan bahwa keempat penunggangnya memiliki
kemampuan yang hebat dan tenaga yang besar.
Begitu kuda berhenti, empat orang padri muda yang kekar
segera melompat turun dari atas pelana. Jubah mereka yang
lebar menderu-deru ketika tertimpa angin. Meski mereka
memiliki perawakan tubuh yang kekar dan besar, namun
sewaktu melompat turun dari kudanya, sama sekali tidak
menimbulkan sedikit suara pun.
Keempat orang padri itu berhenti persis di depan pintu
gerbang Perkampungan Hantu. Baru saja mereka memeriksa
sekeliling tempat itu, tiba-tiba dari balik hutan terdengar
seorang tertawa nyaring, disusul kemudian orang itu berseru
lantang, "Ternyata Liong, Hau, Pau dan Pa empat orang padri
sakti dari ruang Tat-mo-wan Siau-lim-si memang bukan nama
kosong belaka!"
Menyusul seruan lantang itu, tampak seorang kakek
berambut putih yang membawa sebuah tongkat berjalan
mendekat. Meski usia orang itu sudah tua, namun sepasang
matanya memancarkan sinar tajam. Tongkat dalam
genggamannya juga paling tidak berbobot empat lima puluh

95
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kati. Namun dalam genggaman kakek itu nampak enteng


sekali.
Di samping kakek berambut putih itu berdiri dua orang
lelaki. Yang seorang berusia empat lima puluhan tahun, beralis
panjang berjenggot hitam, wajahnya gagah dan lurus. Sedang
yang lain berusia dua puluhan tahun, berdandan bagai
sastrawan dan amat halus tindak-tanduknya.
Ketika melihat kemunculan kakek berambut putih itu,
serentak keempat orang padri itu merangkap tangannya di
depan dada memberi hormat.
"Omitohud. Siauceng sekalian datang agak terlambat.
Mohon Ang-sicu jangan marah."
Kakek berambut putih itu tertawa, sahutnya, /'Kali ini Lohu
yang mengundang para jago dari Siau-lim-pay dan Bu-tong-
pay untuk memberikan bantuannya. Sudah barang tentu harus
datang duluan untuk melakukan penyambutan. Lohu sangat
berterima kasih karena kalian berempat mau menempuh
perjalanan jauh untuk datang membantu. Oh ya, benar
Kakek itu segera menuding ke arah lelaki setengah umur
itu sambil memperkenalkan, "Dia adalah Sip-coat-tui-hun-jiu
(Tangan Sakti Pengejar Sukma) Kok Ci-keng. Sedang yang itu
Siau-hi-tui-hun (Senyuman Pembetot Sukma) Yu-bun Siu, Yu-
bun Haksu. Lohu rasa kalian sudah saling bertemu bukan?"
Para padri Siau-lim-pay itu jarang terjun ke dalam dunia
persilatan. Tentu saja mereka belum pernah bersua dengan
kedua orang ini. Biarpun begitu, mereka pernah mendengar
jika di wilayah Holam terdapat seorang Siucay yang
menguasai ilmu bun maupun bu. Orang ini gemar sekali
mengumpulkan cerita dongeng rakyat yang kemudian
ditulisnya menjadi buku. Tampaknya orang yang dimaksud tak
lain adalah Haksu di hadapan mereka ini, si Senyuman
Pembetot Sukma Yu-bun Siu.
Sementara yang seorang lagi konon merupakan seorang
lagoan yang berwatak keras, bernama Kok Ci-keng dan
menguasai sepuluh macam ilmu silat. Muridnya ada sepuluh
orang, masing-masing mewarisi satu macam kepandaiannya.

96
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Namanya amat tersohor di dunia persilatan dan sangat


dihormati orang.
Tahu kalau dua orang yang berada di hadapannya sangat
ternama, walaupun ke empat padri itu selalu memandang
tinggi diri sendiri, tak urung mereka memberi hormat juga
dalam-dalam.
Dengan ketus Kok Ci-keng mengangguk, ujarnya, "Tujuan
kedatanganku berbeda dengan tujuan kalian. Aku datang ke
rumah setan ini karena ingin mencari ketiga orang murid
murtadku untuk dihukum mati. Jadi kita tak perlu saling
berkenalan atau berhubungan. Bila kalian enggan masuk, biar
aku masuk duluan!"
Sebaliknya Yu-bun Siu balas menjura dalam-dalam, setelah
itu baru katanya kepada Kok Ci-keng sambil tertawa,
"Perkataan saudara Kok keliru besar. Kau mesti tahu, dalam
Perkampungan Hantu secara beruntun telah terjadi beberapa
kasus pembunuhan yang sangat aneh. Dua puluh tiga orang
anggota keluarga Sik Yu-beng telah mati secara misterius,
disusul kemudian kematian yang tak jelas dari sekawanan
orang yang berkunjung ke perkampungan ini atau berniat
mencuri barang mestika di sini. Kebetulan Cayhe sedang
menulis buku 'Cong-hay-siu-pit-liok' dan membutuhkan banyak
bahan dan data. Ketika melihat ada begitu banyak orang yang
memasuki Perkampungan Hantu tertimpa bencana kematian
yang tak jelas, Cayhe pun tidak berani masuk ke
perkampungan itu secara sembarangan. Saudara Kok, jika kau
terburu napsu dan bertindak secara gegabah, apakah bukan
sangat berbahaya? Lebih baik kita menunggu sampai
kehadiran Bu-tong-sam-cu, kemudian kita masuk secara
beramai-ramai, sehingga bila bertemu musuh tangguh, kita
bisa menanggulanginya bersama-sama."
Watak Kok Ci-keng memang keras, kasar dan berangasan.
Dia mempunyai sepuluh orang murid, di antaranya murid
ketujuh, kedelapan dan kesembilan adalah tiga bersaudara
yang mempelajari ilmu kapak pembelah bukit, ruyung rantai

97
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

merah serta panah penembus awan.

Di luar tahu gurunya, secara diam-diam ketiga orang ini


banyak melakukan kejahatan sehingga merusak nama baik
Kok Ci-keng.
Sebagai orang berwatak keras dan tegas tindak-tanduknya,
tentu saja Kok Ci-keng tak bisa membiarkan Soat-say-sam-ok
berbuat semena-mena di dunia persilatan. Maka dia pun
memerintah untuk menangkap dan membunuh mereka
bertiga.
Siapa tahu berita penangkapan ini bocor. Soat-say-sam-ok
pun tergopoh-gopoh melarikan diri. Di sepanjang jalan mereka
banyak membunuh, merampok dan memperkosa perempuan
baik-baik. Dalam gusarnya, Kok Ci-keng dan ketujuh murid
lainnya memperketat pengejaran mereka. Akhirnya mereka
mendapat kabar ketiga murid murtadnya telah kabur ke
wilayah Siang-kiang.
Satu bulan berselang, ada orang melaporkan telah
menemukan sebatang anak panah dan seutas tali yang
tergantung di atas dinding pekarangan Perkampungan Hantu.
Kok Ci-keng tahu anak panah dan tali ini merupakan
pemberiannya, maka dia pun berangkat ke perkampungan itu
untuk mencari kabar. Seandainya Soat-say-sam-ok sudah
tewas, dia akan menyudahi persoalan sampai di situ. Tapi jika
masih hidup, maka dia akan membantai mereka dengan
tangannya sendiri.
Di perjalanan secara kebetulan ia berjumpa dengan Yu-bun
Siu. Ketika Haksu ini mendapat tahu kalau Perkampungan
Hantu ada setannya, dan ia tahu Kok Ci-keng hendak menuju
ke sana untuk menghukum mati murid-murid murtadnya,
maka Yu-bun Siu pun mengintil di belakang dan ingin
menyaksikan apa yang telah terjadi di situ.
Ketika tiba di pintu gerbang Perkampungan Hantu, mereka
berjumpa lagi dengan Thi-koay (si Tongkat Besi) Ang Su Sian-
seng. Kakek berambut putih itu pun khusus datang untuk
menyambangi Perkampungan Hantu.

98
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ang Su Sianseng minta kepada Yu-bun Siu dan Kok Ci-keng


agar menanti kedatangan para jago Siau-lim-pay dan Bu-tong-
pay terlebih dulu, sebelum bersama-sama menyatroni
perkampungan itu. Maka Yu-bun Siu pun menuruti permintaan
itu, sedang Kok Ci-keng, meski berangasan dan kasar, namun
takut Ang Su Sianseng kehilangan muka. Terpaksa dia pun
harus menyabarkan diri untuk menunggu.
Perlu diketahui, Thi-koay (si Tongkat Besi) Ang Su Sianseng
bukan saja sangat tangguh ilmu silatnya, dia pun seorang
yang jujur, setia kawan dan dikenal sebagai seorang pendekar
sejati. Sewaktu berada di Hoa-san, secara kebetulan ia pernah
berjumpa dengan para Ciangbunjin tujuh partai besar. Bahkan
dengan Congpiauthau dari perusahaan ekspedisi Hong-im
piau-kiok yang dikenal orang sebagai Bu-lim-te-it-jin (manusia
nomor satu dunia persilatan), Thian-he-te-it-to (golok nomor
wahid di kolong langit), Kiu-toa-kwan-to (sembilan golok
Kwan-to) Liong Pong-siau, ia punya hubungan persahabatan
yang sangat akrab. Karena itu semua jago kalangan Hek-to
maupun Pek-to selalu menaruh empat puluh persen rasa
hormat dan empat puluh persen rasa segan terhadap orang
tua ini.
Adapun maksudnya mencegah Kok Ci-keng memasuki
Perkampungan Hantu seorang diri sebenarnya hanya
terdorong oleh niat baiknya saja. Bila pihak musuh benar-
benar mampu membantai pemilik Perkampungan Hantu Sik
Yu-beng sekeluarga, maka. bila Kok Ci-keng masuk ke
perkampungan itu seorang diri, jelas keselamatan jiwanya
akan sangat terancam.
Kali ini Ang Su Sianseng datang ke Perkampungan Hantu
terutama karena ia pernah bersahabat dengan Sik Yu-beng,
pemilik perkampungan itu. Ketika mengetahui nasibnya kini
menjadi tanda tanya besar, maka ia khusus datang untuk
melihat keadaan.
Tapi sebagai seorang jagoan yang selalu bertindak sangat
hati-hati, dia tak ingin berkunjung secara gegabah. Maka diun-

99
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

danglah para jago tangguh Siau-lim-pay serta Bu-tong-pay


untuk bersama-sama melakukan penyelidikan.
Sembilan tahun berselang, ketika para Ciangbunjin dari
tujuh partai besar sedang berkumpul di puncak Hoa-san,
mereka telah minum air dari mata air yang beracun. Ketika
ketua dari tujuh partai sedang sibuk menyalurkan tenaga
dalamnya untuk mendesak keluar pengaruh racun dari tubuh
mereka, para penjahat dari partai Hiat-i-pay (partai baju
berdarah) memanfaatkan kesempatan itu untuk melancarkan
serangan bokongan.
Kebetulan waktu itu Ang Su Sianseng sedang melewati
puncak gunung itu. Berkat uluran tangannya, para ketua dari
tujuh partai besar berhasil lolos dari kematian.
Sebagai tonggak dunia persilatan, Siau-lim-pay serta Bu-
tong-pay disegani dan dihormati umat persilatan. Peristiwa
pembunuhan di Perkampungan Hantu bukan saja telah
menggegerkan para opas pengadilan, namun juga
mengejutkan partai-partai besar. Maka sewaktu Ang Su
mengajukan permohonan minta bala-bantuan, pihak Siau-lim-
pay segera mengutus para padri sakti ruang Tat-mo-wan
yakni padri Liong, Hau, Pau dan Pa untuk memberikan
bantuan. Sementara itu, pihak Bu-tong-pay mengutus Bu-
tong-sam-cu untuk datang ke Siang-kiang.
Pada saat itulah mendadak terdengar derap kaki kuda
berkumandang tiba dari kejauhan, disusul kemudian muncul
tiga orang Tosu setengah umur berbaju putih.
Thi-koay Ang Su segera tertawa tergelak sambil menyapa,
"Apakah Bu-tong-sam-cu yang datang?"
Tiga orang Tosu itu serentak melompat.turun dari kudanya,
berjalan mendekat, menjura dan menyahut, "Bu-tong-sam-cu
menjumpai Ang-sianseng!"
"Bagus," seru Ang Su manggut-manggut, "sekarang kita
dapat segera memasuki Perkampungan Hantu. Terlepas setan
iblis bangsa apa yang menghuni perkampungan itu, aku rasa
kita bersepuluh sudah lebih dari cukup untuk
menghadapinya!"

100
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Diiringi gelak tawa yang amat nyaring, dia segera


memasuki pintu gerbang perkampungan itu terlebih dulu.
Empat padri sakti dari Siau-lim, tiga Tosu dari Bu-tong
ditambah Kok Ci-keng dan Yu-bun Siu serta Ang Su sendiri
segera beriring memasuki perkampungan itu.
Suasana di dalam Perkampungan Hantu sangat hening,
sepi tak terdengar suara sedikitpun.
Tiba-tiba dari balik gedung perkampungan yang paling
dalam berkumandang suara jeritan manusia. Teriakan kaget,
lolongan seram, rintih kesakitan bergema silih berganti.
Tampaknya kesepuluh orang jago tangguh dari dunia
persilatan itu sudah bertemu musuh tangguh!
Tapi anehnya, biarpun musuh amat hebat, tidak
seharusnya kesepuluh orang jago yang sangat hebat itu
mengeluarkan jeritan panik yang begitu menyayat hati....
Ketika jeritan mengerikan sudah lewat, suasana kembali
pulih dalam keheningan dan kesepian yang luar biasa.
Mendadak terdengar lagi jeritan untuk kedua kalinya. Kali
ini suara itu berkumandang dari halaman tengah
perkampungan. Tampaknya dalam perjalanan mundur dari
tempat itu, kembali kawanan jago itu menjumpai peristiwa
tragis.
Ketika jeritan berkumandang, kembali suasana menjadi
hening ... Tapi lagi-lagi teriakan seram bergema dari tepi
tembok pekarangan perkampungan. Tampaknya sewaktu tiba
di sisi dinding pekarangan, kembali kawanan jago itu
menghadapi teror untuk kesekian kalinya.
"Blam!" pintu gerbang Perkampungan Hantu dihajar orang
hingga terpentang lebar. Seseorang dengan rambut kacau,
pakaian compang-camping penuh berlepotan darah, mata
memancarkan cahaya merah, menerjang keluar bagai orang
kalap. Kesepuluh jari tangannya mulai batas ruas tulang kedua
telah dipatahkan orang. Bukan saja tulangnya telah hancur,
kulit dan dagingnya merekah, darah segar bercucuran. Dia tak
lain adalah Yu-bun Siu.

101
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Padahal di hari biasa si Senyuman Pembetot Sukma Yu-bun


Siu adalah seorang jago yang sangat tenang dan pandai
mengendalikan diri. Tapi sekarang keadaannya tak berbeda
dengan orang kalap! Dia berlari sekuatnya, berusaha
meninggalkan Perkampungan Hantu itu secepatnya. Di atas
jidatnya lamat-lamat terlihat dua buah bekas gigitan yang
dalam.
Sembari berlari kalap, dia menjerit-jerit bagai orang gila,
"Setan ... setan ... Mati aku ...! Lepaskan aku ... Oooh tenaga
dalamku ... aaaah ... setan ... kitab pusaka Liong-leng-pit-kip
... setan!"

5. Bun-lui dari Kwang-tong.

Tiga tahun kemudian, di suatu tengah malam musim dingin


yang sedang dilanda badai salju yang luar biasa.
Tiga puluh li di luar Perkampungan Hantu terletak sebuah
wilayah yang bernama Dermaga Hong-Iim. Wilayah itu berada
di suatu daerah perairan yang dinamakan Siau-lian-huan-wu.
Seluruh penduduk yang semula tinggal di radius tiga empat
puluh li di sekitar situ, kini sudah berbondong-bondong pindah
rumah. Sejak Perkampungan Hantu diisukan muncul setan
iblis yang ganas dan suka membunuh, nama perkampungan
itu benar-benar telah diubah dan dikenal orang sebagai
Perkampungan Alam Baka.
Bukan saja penduduknya pindah, orang yang kebetulan
lewat di sekitar tempat itupun lebih suka berjalan memutar
ketimbang berjalan melewati sisi Perkampungan Alam Baka.
Tentu saja ada di antara mereka adalah kawanan jago yang
jaga gengsi. Mereka enggan memilih jalan berputar. Walau
begitu, ketika melewati sisi Perkampungan Alam Baka, tak
satu pun di antara mereka yang berani menengok, apalagi
mampir di sana. Seakan mereka kuatir ketimpa bencana.
Untuk keluar dari wilayah Siang-kiang dengan melalui
Perkampungan Hantu, orang harus melewati sebuah daerah
yang bernama Siau-lian-huan-wu. Jalan air yang bernama

102
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Siau-lian-huan-wu ini memiliki tiga belas.buah jalur air yang


rumit dan gampang membuat orang tersesat, terutama bagi
mereka yang tidak menguasai jalan air.
Di dalam wilayah Siau-lian-huan-wu ini terdapat sebuah
dermaga yang dinamakan Hong-lim-tok, Dermaga Hutan
Waru. Sejak di dalam Perkampungan Hantu sering terjadi
peristiwa aneh yang mengerikan, tamu yang menyeberang
melalui dermaga ini semakin jarang. Banyak tukang perahu
menghentikan usahanya. Tak heran kalau semakin susah
mencari perahu yang mau menyeberang melalui jalanan itu,
padahal tanpa menyeberangi sungai itu tak mungkin
perjalanan bisa dilanjutkan.
Jika musim dingin tiba, dimana air sungai membeku jadi es,
perjalanan malah semakin gampang, karena tanpa
menggunakan perahu pun orang bisa menyeberangi sungai
itu. Dan kebetulan saat ini adalah permulaan musim salju. Air
sungai mulai membeku, sayang lapisan es masih terlalu tipis
hingga orang tetap sulit untuk menyeberanginya.
Di tepi Hong-lim-tok terdapat sebuah rumah makan kecil.
Sebuah bendera kecil berkibar terhembus angin utara yang
kencang. Di tengah bunga salju yang berguguran, tampak
seorang kakek berambut putih sedang menggapai para
tetamunya.
Banyak tamu yang kebetulan lewat Perkampungan Hantu
akan berhenti di rumah makan itu untuk minum arak
membesarkan nyali, atau beristirahat melepas penat sambil
mengumpulkan tenaga agar bisa melewati perkampungan
setan itu secepatnya.
Karena itu rumah makan kecil itu disebut losmen Hutan
Waru.
Hari ini angin berhembus sangat kencang, salju turun amat
deras. Memandang badai salju yang sedang menerpa di luar
ruangan, kakek penjual arak itu nampak termenung sambil
bergumam, "Kelihatannya, asal Thian menurunkan salju
selama beberapa hari lagi, lapisan salju di dermaga akan

103
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

semakin tebal dan orang pun mulai dapat menyeberang


dengan leluasa."
Sementara dia masih melamun, mendadak terdengar A-
hok, pelayannya, berteriak keras, "Lotia, Lotia! Ada tamu
datang, ada tamu datang!"
Lotia tertegun sambil berpikir, seawal ini sudah ada tamu
yang datang? Ketika melongok keluar pintu, tampaklah
sepasang manusia di tengah badai salju yang kencang.
Mereka tidak menunggang kuda, dan hanya memakai baju
yang sangat tipis. Biarpun begitu, gerak tubuh mereka amat
ringan dan cepat, seakan sama sekali tak menggunakan
banyak tenaga. Tak lama kemudian, kedua orang itu sudah
tiba di depan pintu.
Untuk sesaat Lotia berdiri tertegun dengan mulut melongo.
Belum pernah ia jumpai ada sepasang muda-mudi yang belum
genap berusia dua puluhan tahun, dengan memakai baju yang
begitu tipis, berani mendatangi tempat yang begini terpencil
dan berbahaya. Padahal di sekitar wilayah itu banyak
berkeliaran serigala lapar.
Tampak pemuda itu berperawakan tinggi agak kurus,
matanya tajam dan wajah tampan. Sementara si nona
memakai baju warna-warni dengan rambut dibiarkan terurai
ke belakang. Sebuah pita bunga terikat di pinggangnya,
mengikat dua bilah pedang kecil mungil. Wajahnya cantik
jelita bak bidadari yang turun dari kahyangan.
Melihat kakek penjual arak itu tertegun, si nona segera
menyapa sambil tertawa, "Lotia, baik-baikkah engkau?"
Senyuman itu semakin membuat wajah si nona tambah
cantik. Bukan saja si kakek semakin melongo, para pelayan
pun sampai terkesima dibuatnya.
"Lotia, ada hidangan apa di sini? Segera siapkan satu
mangkuk," terdengar pemuda itu berseru sambil tertawa.
Bagai baru mendusin dari mimpi, lekas Lotia mempersilakan
tamunya duduk. Lalu ia bertanya dengan penuh rasa kuatir,
"Apakah Khek-koan berdua akan melewati dermaga Hong-
lim?"

104
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Benar!" sahut pemuda itu sambil tertawa.


"Khek-koan berdua, bukan aku banyak bicara, cuma perlu
Lohu beritahu, sudah banyak orang yang tewas di dalam
Perkampungan Alam Baka
"Kami sudah tahu, tak usah kuatir."
Walaupun Lotia dapat melihat bahwa sepasang muda-mudi
ini seperti berasal dari keluarga kenamaan, bahkan menyo-
reng pedang di punggungnya, tak urung dia tetap merasa
kuatir.
Kembali ia bertanya, "Kalian berdua tidak takut setan?"
"Aaah, mana mungkin ada setan?" si nona balik bertanya
sambil tertawa merdu.
"Nona, pakaian yang kalian kenakan amat tipis. Masa tidak
takut kedinginan?"
"Kedinginan?" gadis itu tertawa. "Kami tidak merasa
dingin!"
Kakek itu sadar, kedua orang tamunya pasti manusia luar
biasa. Maka tanpa banyak bicara ia segera menyuguhkan
sayur dan arak.
Sementara muda-mudi itu. masih bersantap, entah sedari
kapan tahu-tahu di muka pintu rumah makan telah bertambah
lagi dengan dua orang.
Sepasang muda-mudi itu tidak berpaling, mendongakkan
kepala pun tidak. Mereka melanjutkan santapannya sembari
bercakap-cakap.
Si kakek pemilik rumah makan beserta kedua orang
pelayannya amat terperanjat. Kakek itu malah mengira
matanya berkunang-kunang hingga salah melihat. Dia merasa
tidak melihat dengan jelas bagaimana kedua orang itu muncul,
sebab tahu-tahu sudah melangkah masuk ke dalam ruangan.
Segera dia menyambut kedatangan mereka sambil tertawa,
sapanya, "Tuan berdua, silakan duduk- silakan duduk.
Maafkan Lohu yang sudah tua dengan mata jadi rabun, hingga
tidak melihat kehadiran tuan berdua."
Dua orang tamu yang baru datang mempunyai wajah serta
perawakan badan yang persis sama satu dengan lainnya.

105
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Perbedaan yang mencolok di antara mereka berdua hanya


terletak pada lengannya. Yang seorang kutung lengan
kanannya, sedang yang seorang lagi kutung lengan kirinya.
Dua orang lelaki itu sama sekali tidak menanggapi sapaan
si kakek. Setelah mencari tempat duduk, mereka pun segera
memesan teh.
Tak lama kemudian, lelaki yang di sebelah kanan berkata
dengan suara dingin, "Ketika bunga salju masih beterbangan,
kami sudah masuk kemari."
Kakek itu berpaling. Benar juga, ia melihat bunga salju
sedang beterbangan di luar pintu ruangan. Hanya saja dia tak
paham apa maksud perkataan orang itu.
Mendadak kain tirai kembali disingkap orang, disusul
kemudian tujuh orang lelaki kekar berjalan masuk ke dalam
ruangan rumah makan.
Lekas kakek itu berseru, "A-pun, A-hok, terima tamu!"
Tujuh orang lelaki kekar yang baru datang itu rata-rata
memiliki alis mata yang tebal dengan sepasang mata yang
besar. Mereka masuk dengan langkah lebar, gerak-geriknya
mantap tapi tenang. Perawakan tubuh pun hampir sama.
Yang aneh justru terletak pada persenjataan yang
tergantung di pinggang ketujuh orang itu. Semua senjata
berbeda satu dengan lainnya.
Senjata yang digunakan orang pertama adalah Liu-seng-jui
(palu bintang kejora), orang kedua menggunakan tombak
Lian-cu-jiang, orang ketiga bersenjatakan tombak emas
sepanjang satu kaki dua depa, orang keempat memakai
senjata tali lemas, orang kelima menggunakan senjata peluru
geledek Lui-kong-hong, orang kenam menggunakan sepasang
senjata boan-koan-pit, sedang orang ketujuh menggunakan
sebuah senjata martil besi yang sangat panjang.
Yang lebih aneh lagi, ketujuh orang lelaki kekar itu hampir
semuanya bertelanjang dada. Biarpun di musim salju yang
dingin membeku, ternyata mereka tidak nampak kedinginan.
Di atas dada mereka yang telanjang tergurat dua huruf yang

106
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

terbuat dari sayatan pisau. Tulisan itu berbunyi: "Menuntut


balas."
Mereka bertujuh pun tak banyak bicara. Masing-masing
mengambil tempat duduk dan sama sekali tak bergerak lagi.
Sesaat kemudian, kembali kain tirai dibuka orang. Kali ini
yang muncul adalah empat orang padri tua berbaju abu-abu,
mereka masuk sambil merangkap tangan di depan dada.
Setelah mencari tempat duduk, kawanan padri itupun
membungkam.
Baru saja Lotia, A-pun dan A-hok hendak melayani
keperluan orang-orang itu, mendadak terdengar suara derap
kaki kuda yang sangat ramai. Bersamaan dengan berhentinya
kuda-kuda itu, tampak dua orang Tosu tua yang menyoreng
pedang di punggungnya berjalan masuk ke dalam ruangan.
Ketika melihat kehadiran keempat orang padri itu, mereka
segera menjura dalam-dalam.
Menyusul kemudian muncul lagi seorang lelaki berpakaian
sutera yang anggun gerak-geriknya. Dia minta sepoci arak dan
mulai menenggak tanpa bicara.
Menyusul kehadiran orang itu, dari kejauhan kembali
terdengar suara langkah kaki manusia yang sangat berat.
Orang itu mendekat selangkah demi selangkah, tidak terlalu
cepat, tidak juga lambat. Namun suara langkahnya yang berat
sama sekali tidak menjadi lemah. Ketika tiba di depan pintu, ia
segera menyingkap tirai dan masuk ke dalam.
Ia duduk persis berhadapan muka dengan lelaki berjubah
sutera itu. Setelah duduk, dia pun minum arak tanpa bicara.
Bila ditinjau dari suara langkah kakinya yang berat dan
sama sekali tidak berubah sejak dari jauh hingga berada di
depan mata, bisa diketahui bahwa tenaga dalam yang dimiliki
orang ini sangat luar biasa.
Tanpa terasa sepasang muda-mudi itu mendongakkan
kepala sambil melirik sekejap ke arah manusia berjubah hitam
yang baru muncul itu, kemudian melirik pula ke arah lelaki
berbaju sutera itu. Kebetulan kedua orang itu pun sedang
berpaling ke arah mereka. Empat pasang sorot mata segera

107
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

saling beradu satu sama lainnya. Tetapi hanya sebentar,


kemudian masing-masing melengos sambil menenggak
kembali isi cawan.
Selama hidup belum pernah kakek pemilik rumah makan itu
menjumpai peristiwa seaneh ini. Belum pernah ia mendapat
kunjungan begitu banyak tamu yang aneh-aneh di tengah
malam badai salju yang begini dingin.
Belum sempat dia berbuat sesuatu, lagi-lagi muncul empat
orang Tauwto yang menyelinap masuk dengan kecepatan
tinggi. Hampir saja menumbuk sebuah meja besar, entah
dengan cara apa mereka berkelit, tahu-tahu keempat orang
padri yang memelihara rambut itu sudah duduk tenang di
belakang meja itu.
Setelah itu rumah makan ini secara beruntun kedatangan
lagi empat orang lelaki kekar berbaju emas dan enam orang
jago dunia persilatan.
Dalam waktu singkat seluruh tempat duduk rumah makan
itu sudah terisi penuh! Bisa dibayangkan betapa sibuknya para
pelayan melayani tamu-tamunya.
Entah lewat lama, tiba-tiba dari luar pintu rumah makan
muncul kembali dua orang lelaki yang menyingkap kain tirai,
disusul kemudian seorang pemuda berdandan perlente
berjalan masuk dengan langkah yang angkuh.
Begitu masuk ke dalam ruangan, pemuda itu segera
menutupi hidung sendiri sambil berseru keras, "Bau benar
rumah makan ini!"
"Kongcu, lebih baik ditahan sejenak," sahut lelaki yang lain
sambil tertawa. "Ada baiknya kita beristirahat sebentar di sini.
Setelah salju menebal nanti, baru kita lanjutkan perjalanan."
"Betul Kongcu," sambung lelaki yang lain sambil tertawa
pula, "sebagai seorang pelajar paling hebat di Pakkhia, tempat
mana lagi yang tak pernah kau kunjungi? Rumah makan kecil
ini sudah terhitung sangat hokki karena bisa mendapat
kunjungan kehormatan dari Kongcu."

108
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kongcu itu menggosok botol kecil yang terbuat dari


porselen ke lubang hidungnya, lalu dengan acuh tak acuh dia
berjalan masuk ke dalam.
Di belakang si pemuda ternyata mengikut delapan belas
orang, ada tua ada muda. Wajah mereka kalau tidak bengis,
tentu buas atau licik. Beda sekali dengan wajah sang Kongcu,
selain halus juga mirip wajah perempuan. Hanya sayang
lagaknya banyak sehingga agak menyebalkan.
Setelah kedua puluh orang itu masuk ke dalam ruangan,
melihat semua bangku dan meja sudah dipenuhi tamu,
seorang lelaki kekar yang bersenjatakan gada berkepala
harimau segera tampil ke depan seraya berseru, "Toa-kongcu
dari benteng Pek-te-shia, Siang Bu-thian, Siang-kongcu telah
datang. Kenapa kalian masih belum juga menyingkir? Ingin
mampus semua?"
Suara lelaki itu nyaring, keras agak serak. Tapi walau sudah
diulang berapa kali, ternyata tak seorang pun dari kawanan
tamu itu yang berpaling.
Dengan berang lelaki kekar itu melotot. Tapi setelah
dilihatnya seluruh tamu yang hadir di situ adalah kawanan
jago yang berwajah angker, dengan ketakutan segera ia tutup
mulut dan tak berani bersuara lagi.
Terdengar si nona berbaju warna-warni itu berkata kepada
rekannya sambil tertawa, "Orang yang berdandan macam
seorang Kongcu itu adalah putra orang paling kaya di Pek-te-
shia. Ia bernama Siang Bu-thian. Ayahnya telah mengundang
beberapa orang pengawal untuk mengajar ilmu silat
kepadanya. Cuma sayang, orang semacam ini tak punya bakat
untuk belajar kungfu. Biar sudah berlatih tekun juga
kepandaiannya sangat terbatas. Justru perbuatan bejadnya
yang kian menjadi-jadi
Mendengar keterangan ini, pemuda tampan itu hanya
mengangguk berulang-kali.
Diam-diam pemilik rumah makan beserta pelayannya
bermandikan peluh dingin, sebab gadis itu berbicara cukup

109
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

keras sehingga Siang Bu-thian dapat mendengar semua


perkataannya dengan jelas.
Betul juga, dengan wajah gusar Kongcu jumawa itu
berpaling. Tapi sorot matanya segera berbinar begitu
mengetahui yang berbicara adalah seorang gadis cantik.
Amarahnya padam seketika, dengan wajah cengar-cengir ia
berseru, "Bagus nona cantik. Kau bilang kungfuku jelek? Mari,
mari, mari, ikut aku pulang untuk latihan kungfu. Nanti kau
bakal tahu kalau 'kungfu'ku ln-nar-benar bikin orang
keranjingan, hehehe ... bagaimana....
Mendengar ucapan yang begitu kurangajar, pemuda
tampan di samping nona cantik itu segera menengok sekejap
ke arah Siang Bu-thian. Sorot mata yang begitu tajam kontan
membuat Siang Bu-thian terperanjat ketakutan.
Segera kelima orang lelaki kekar yang berdiri di sisi Siang
Bu-thian berbisik lirih, "Siang-kongcu, bagaimana kalau kami
tangkap nona itu untuk dibawa pulang, sekalian bunuh
mampus yang satu lagi?"
"Bagus, bagus! Jika begitu cepat lakukan. Kalau berhasil
pasti akan kuberi hadiah besar," seru Siang Bu-thian sambil
tertawa girang.
Mendengar ada hadiah besar, otomatis kelima orang lelaki
itu kegirangan. Serentak mereka berebut maju ke depan,
kuatir kehilangan kesempatan memperoleh hadiah itu.
Dalam waktu singkat, kelima orang lelaki itu sudah tiba di
belakang sepasang muda-mudi itu. Seorang di antaranya yang
mempunyai tumor besar di jidat segera menghardik, "Nona
cantik, mau tidak bermain cinta dengan Kongcu kami
Nona berbaju warna-warni itu sama sekali tidak
menanggapi ucapan itu. Dia masih memandang wajah
pemuda di hadapannya dengan mesra, seakan dia belum
merasakan kehadiran kelima orang itu di belakang tubuhnya.
Bahkan dengan santai ia masih berkata, "Mereka itu adalah
teman-teman .keluyuran Siang Bu-thian. Kerjanya tiap hari
cuma bersenang-senang sembari berbuat onar. Sayang
semuanya termasuk gentong nasi yang gemar membantu

110
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kejahatan. Kalau bukan menculik dan memperkosa, tentu


merampok. Seperti misalnya kelima orang lelaki itu. Mereka
disebut Kiang-cho-ngo-ciau (lima naga dari sisi kiri sungai
besar). Di masa mudanya dulu, kerja mereka pun cuma
merampok nelayan dan membunuh orang semaunya sendiri
Tak terlukiskan amarah lelaki bertumor itu sehabis
mendengar ucapan itu. Dengan hawa amarah yang berkobar
dia cabut goloknya, langsung dibacokkan ke batok kepala
pemuda itu sambil berseru, "Baiklah! Biar kujagal batok
kepalamu terlebih dulu untuk kupersembahkan kepada
Kongcu!"
Pemuda tampan itu masih memandang wajah si nona
berbaju warna-warni tanpa berkedip, seakan biar langit
ambruk pun dia enggan mengalihkan sinar matanya dari
wajah nona itu. Terhadap datangnya bacokan golok pun
seolah dia tidak merasakannya.
Pada saat itulah mendadak manusia berjubah hitam yang
duduk di sudut sebelah timur melompat bangun. Tidak tampak
gerakan apa yang dia lakukan, tahu-tahu badannya sudah
berada di hadapan lelaki bertumor itu.
Lelaki bertumor hanya merasakan pandangan matanya
kabur, tahu-tahu sepasang tangan dan kakinya seakan terisap
oleh suatu kekuatan maha dahsyat, membuat ia sama sekali
tak mampu bergerak. Bacokan goloknya otomatis tak dapat
dilanjutkan.
Begitu berdiri saling berhadapan dengan lelaki bertumor
itu, manusia berjubah hitam langsung mencengkeram
badannya kemudian diseret keluar dari rumah makan itu.
Padahal ruangan rumah makan saat itu sudah penuh sekali.
Anehnya, manusia berjubah hitam dapat menyelinap keluar
bagaikan segulung asap. Bukan saja tidak menyinggung tubuh
orang lain, ujung baju pun tidak kena tersampuk.
Kain tirai rumah makan hanya kelihatan bergoyang pelan,
kemudian dari tanah bersalju di luar rumah makan
berkumandang suara jeritan ngeri yang memilukan hati.
Belum sempat orang tahu apa yang terjadi, manusia berbaju

111
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

hitam itu sudah menyelinap balik ke dalam rumah makan dan


duduk kembali di posisinya semula, berhadapan dengan
manusia berbaju sutera itu.
Santai sekali dia mengangkat cawan araknya dengan
sepasang tangan yang belepotan darah, lalu menenggak habis
isinya. Lagak serta sikapnya begitu santai seakan tak pernah
terjadi sesuatu peristiwa apapun.
Sewaktu datang untuk pertama kalinya tadi, suara langkah
kaki orang berjubah hitam ini berat dan mantap, membuktikan
kalau tenaga dalamnya amat sempurna. Gerakan tubuhnya
yang ringan dan cepat saat ini justru membuktikan kalau ilmu
meringankan tubuhnya luar biasa hebatnya.
Tampak gadis berbaju warna-warni itu kembali berkata
kepada sang pemuda sambil tertawa, "... tuan berjubah hitam
itu datang dari Ouw-tong, tenaga dalamnya sudah mencapai
puncak kesempurnaan. Konon sewaktu berusia dua belas
tahun, dengan getaran tenaga dalamnya ia pernah menghajar
mampus Kim-jiau-say-mo, si Iblis singa bercakar emas, Cin Wi
dari Ho-pak. Sementara jurus yang baru digunakannya adalah
gerakan Cun-poh-put-i-to, setengah inci tak mampu bergeser,
dari ilmu isap Sip-boan-toa-hoat. Tentu saja si naga tua itu tak
akan mampu menghadapinya! ... tuan ini punya juluk-an Hek-
bau-khek, si Tamu Berjubah Hitam. Dia dari marga Pa
bernama Thian-sik
Baru bicara sampai di situ, manusia berjubah hitam itu
sudah berpaling dan melirik gadis itu sekejap dengan sinar
mata heran bercampur kaget. Dia tak mengira dari tindakan
yang barusan dilakukannya itu segera dapat diketahui asal-
usulnya oleh gadis itu.
Melihat manusia berjubah hitam itu memandang ke
arahnya, gadis itu balas memandang sambil menghadiahkan
sebuah senyum manis.
Saat itulah keempat naga dari Kiang-cho-ngo-ciau seakan
baru mendusin dari mimpi. Ketika tahu saudara tua mereka
telah terbunuh, serentak mereka membentak gusar, melolos

112
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

senjata dan serentak membacok tubuh si Tamu Berjubah


Hitam Pa Thian-sik.
Manusia berjubah hitam itu hanya mendengus dingin. Ia
tidak berkelit, juga tidak berusaha menghindarkan diri.
Tiba-tiba pemuda itu berkata kepada si nona sambil
tersenyum, "Barusan Pa-sianseng turun tangan menolong aku.
Semuanya gara-gara urusan kita. Sekarang ada empat orang
yang mengusik tubuhnya. Aku rasa sudah saatnya bagi kita
untuk turun tangan
Baru saja kata 'tangan' meluncur keluar, tiba-tiba ia bangkit
berdiri namun tetap berada di posisinya semula. Hanya dalam
genggamannya sudah bertambah dengan sebilah pedang tipis
yang panjang.
"Sreet!" cahaya pedang berkelebat lewat, tahu-tahu senjata
itu sudah disarungkan kembali.
Keempat orang lelaki kekar itu hanya merasakan cahaya
pedang berkilauan lewat kemudian sirap kembali. Belum tahu
apa yang mesti dilakukan, tahu-tahu telapak tangan mereka
terasa sakit. Ternyata sudah ditusuk oleh ujung pedang lawan
yang membuat golok mereka terlepas dari genggaman.
Ternyata bersamaan dengan desiran suara tajam tadi,
empat buah tusukan tajam telah dilancarkan ujung senjata
lawan. Selama hidup belum pernah keempat naga dari utara
sungai besar ini melihat ilmu pedang secepat itu. Sampai
telapak tangan mereka berdarah dan senjata terlepas dari
genggaman, baru merasa kesakitan. Tak kuasa lagi, jeritan
keras bergema di seluruh ruangan.
Dengan sikap hambar pemuda itu duduk kembali.
Di pihak lain, Tamu Berjubah Hitam Pa Thian-sik melirik ke
arah pemuda itu sekejap dengan sorot mata terperanjat
bercampur heran. Kepada lelaki berbaju sutera di hadapannya
ia segera berseru memuji, "Ilmu pedang yang hebat!"
Saat itulah sebuah perubahan aneh kembali terjadi.
Keempat naga dari sisi kiri sungai besar yang sedang
bergulingan di .itas tanah sambil menjerit kesakitan itu tahu-
tahu seperti terisap oleh sebuah tenaga yang maha dahsyat.

113
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tubuh mereka terdo-iiing mundur hingga akhirnya membentur


pintu gerbang rumah m.ikan.
Siapa yang telah melancarkan tenaga isapan yang maha
dahsyat itu sehingga membuat keempat orang itu terbetot
mundur? Dengn perasaan terkesima semua orang
mendongakkan kepalanya sembari berpaling.
Entah sedari kapan, di dalam rumah makan itu telah berdiri
seorang kakek berambut perak berusia enam puluhan tahun.
Mukanya merah membara, perawakan tubuhnya setinggi tujuh
depa dan sangat kekar berotot. Jubah yang dikenakannya
berwarna merah membara bagaikan jilatan api. Sebilah kapak
terselip di pinggangnya. Permukaan kapak berwarna hitam
dan memancarkan sinar tajam, paling tidak bobotnya lima
enam puluh kati.
Kakek berjubah merah itu menarik napas sambil memutar
sepasang tangannya. Dua gulung aliran hawa murni yang
sangat kuat segera memancar keluar dari balik telapak
tangannya, membuat tubuh keempat naga itu langsung
terisap ke arahnya.
Tatkala tubuh si naga ketiga dan keempat nyaris
menumbuk kedua belah telapak tangannya, mendadak kakek
berjubah merah itu merentangkan kedua tangannya kedua sisi
yang berbeda, kemudian dari dua meja yang berbeda dia
mengambil dua batang sumpit.
Pada saat itulah tubuh si naga ketiga dan keempat
menumbuk tiba. "Sret, sreet," dua kali desingan tajam
bergema, sumpit-sumpit itu langsung menghajar punggung
kedua orang itu hingga tembus.
Ketika naga kedua dan kelima menubruk tiba, kakek
berjubah merah segera menyentil ibu jari dan jari telunjuk
tangan kiri kanannya. Lagi-lagi "Sret, sreet," dua kali desingan
tajam membelah udara. Sumpit-sumpit yang semula
menembus punggung naga ketiga dan keempat tahu-tahu
menembus keluar melalui dada bagian depan, lalu diiringi
semburan darah segar kembali menancap di dada belakang si
naga kedua dan kelima!

114
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Empat kali jeritan ngeri yang memilukan hati


berkumandang di udara, tahu-tahu keempat orang lelaki kekar
itu sudah roboh terkapar di tanah dalam keadaan tak
bernyawa.
Demonstrasi yang dilakukan kakek berjubah merah itu
segera membikin semua orang heboh. Dengan terkejut sorot
matasemua orang dialihkan ke wajahnya.
Kemampuan orang itu mengisap tubuh empat orang
sekaligus dengan kedua belah tangannya sudah cukup
menggetarkan hati. Apalagi setelah menyaksikan
kemampuannya membunuh lawan dengan sepasang sumpit.
Bukan cuma setiap ruas, setiap bagian dilakukan sangat cepat
dan tepat. Cara kerjanya juga benar-benar telengas. Biarpun
sudah membantai empat orang dalam sekejap mata, mimik
mukanya sama sekali tak berubah.
Yang lebih aneh lagi, gerak-gerik kakek berjubah merah itu
kelihatan begitu bebal dan berat. Namun tak ada yang tahu
sedari kapan dia tiba di dalam rumah makan itu. Bahkan Siang
Bu-thian sekalian yang kebetulan duduk paling dekat pun tidak
merasakan.
Terdengar kakek berjubah merah itu berseru lantang
sambil menyapu pandang sekejap ke seluruh ruangan, "Lohu
adalah Ji Bun-lui dari Kwang-tong!"
Begitu nama itu diucapkan, dari seluruh yang hadir ada
sembilan puluh persen yang berubah hebat paras mukanya,
termasuk juga si Tamu Berjubah Hitam dan lelaki berbaju
sutera itu. Malah kedua orang Tojin itu agak bergetar
tubuhnya, keempat padri tua dari Siau-lim juga mementang
matanya lebar-lebar.
Yang sama sekali tidak berubah wajahnya hanya pemuda
tampan itu beserta si kakek pemilik rumah makan dan
pelayannya.
Nona berbaju warna-warni itu mengamati wajah Ji Bun-lui
beberapa saat, lalu baru bisiknya kepada pemuda tampan itu,
"Orang ini bernama Ji Bun-lui, disebut juga It-hu-ceng-kwang-
tong (kapak menggetarkan Kwang-tong). Tindak-tanduknya di

115
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

antara lurus dan sesat, wataknya keras, berangasan dan


eksentrik. Namun ia belum pernah melakukan perbuatan yang
melanggar norma susila. Tapi kalau dibilang soal merampok,
membakar dan membunuh, sudah terlalu banyak yang dia
lakukan. Konon ilmu silatnya sangat tinggi, tenaga dalamnya
sempurna dan permainan kapaknya sudah mencapai tingkat
yang luar biasa. Kongcu, apabila pedangmu bertemu
kapaknya, kau mesti berhati-hati. Orang ini suka bekerja
sendirian, dia paling benci berjalan bersama orang lain
Biarpun si nona berbisik dengan lirih, nampaknya Ji Bun-lui
dapat mendengar semua perkataannya dengan jelas.
Mendadak ia berpaling/ sifat buasnya berkurang setengah.
Sambil tertawa ujarnya kepada nona itu, "Nona cilik, tak
kusangka kau pun mengetahui nama besar Toayamu."
Ternyata It-hu-ceng-kwang-tong Ji Bun-lui tahun ini berusia
enam puluh tahun. Tapi semangatnya masih berkobar-kobar,
sepak terjangnya selalu malang-melintang seorang diri.
Selama hidup entah berapa banyak sudah menyakiti orang
persilatan. Tapi berhubung ilmu silat sangat tinggi, belum ada
orang yang bisa mengalahkan dirinya.
Terdengar Ji Bun-lui berkata lagi dengan suara nyaring
bagai geledek, "Orang budiman tidak melakukan perbuatan
gelap. Bila kedatangan anda sekalian disebabkan urusan
Perkampungan Alam Baka, maka aku perlu memberitahu
kedatanganku hanya khusus untuk mendapatkan kitab pusaka
Liong-leng-pit-kip (Pekikan naga). Bila ada di antara kalian
yang punya tujuan yang sama denganku, dipersilakan. untuk
mempertimbangkan dulu kemampuan yang dimiliki. Bila
merasa bukan tandinganku, lebih baik cepat menggelinding
pergi daripada aku mesti repot-repot turun tangan!"
Saking keras dan nyaringnya perkataan itu, seluruh
ruangan bergetar keras, atap bergoncang, debu berguguran.
Dalam pada itu, di antara para begundal yang membuntut
di belakang Siang Bu-thian, sudah ada empat lima orang yang
pernah merasakan kehebatan Ji Bun-lui, diam-diam
mengeluyur pergi. Mereka tak berani mencari gara-gara lagi.

116
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Siang Bu-thian sendiri sebetulnya sudah keder dan pecah


nyali setelah melihat kehebatan orang yang berhasil
membantai lima naga secara begitu mudah. Tapi kemudian
pikirnya, "Aku punya uang punya kekuasaan. Tidak susah
mengundang jagoan agar mau berpihak kepadaku. Kenapa
aku mesti takut
Maka sambil tertawa licik serunya, "Kepandaian silatmu
memang hebat, hebat sekali. Tapi Siauyamu
Mendadak Ji Bun-lui mendelik. Dengan ketakutan Siang Bu-
thian mundur tiga langkah. Belum lagi berdiri tegak, kakek
berjubah merah sudah mengumpat lagi, "Kau si anjing busuk!
Toaya tidak mengajak bicara anjing busuk macam kau!"
Dan ... "Duuuk!" sebuah pukulan dilontarkan ke depan.
Padahal pukulan itu sangat biasa, lurus dan pelan. Tapi
entah kenapa biarpun Siang Bu-thian sudah berusaha berkelit,
nyatanya gagal untuk menghindarkan diri. "Duk!" jotosan itu
langsung bersarang telak di bacotnya hingga dua baris giginya
patah dan mencelat keluar. Malah ada tiga empat biji berikut
darah tertelan ke dalam perut.
Kontan saja ia berkoar-koar gusar sambil berteriak, "Hajar!
Hajar! Hajar! Pokoknya hajar sampai mampus!"
Waktu itu jagoan yang berada di sisi Siang Bu-thian tinggal
empat orang pengawal pribadinya. Walaupun jeri terhadap
kehebatan Ji Bun-lui, namun demi mempertahankan mangkuk
nasi sendiri, mereka tak berani membangkang perintah
majikannya. Pikirnya, "Biarpun tua bangka itu hebat, masa
sepasang kepalannya bisa menandingi empat pasang tangan
kami? Kenapa tidak dikeroyok saja?"
Mereka berempat pun sepakat untuk menyerang bersama.
Diiringi bentakan keras, mereka menyerang orang itu dari
empat penjuru.
Baru saja keempat orang itu mendekat dan belum sempat
melancarkan serangan, sambil tertawa tergelak Ji Bun-lui
berseru kepada lelaki yang berada di sebelah timur, "Akan
kuhajar ubun-ubunmu!"

117
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Baru saja lelaki itu tertegun, kepalan Ji Bun-lui sudah


menghajar telak ubun-ubunnya. Tak ampun lagi, tewaslah
seketika orang itu.
Kembali Ji Bun-lui memutar badan ke arah selatan, serunya
lagi, "Kuhajar Jit-tiong-hiatmu!"
Lelaki itu baru saja menyiapkan kepalan untuk menyerang.
Mendengar bawah hidungnya mau diserang, lekas ia tarik
tangannya 'berusaha menangkis. Tapi ... "Duk!" jalan darah
Jit-tiong-hiat di bawah hidungnya sudah terhajar telak. Darah
segar segera menyembur keluar dengan derasnya, tentu saja
selembar nyawanya ikut melaporkan diri ke langit barat.
Kini Ji Bun-lui sudah menoleh ke arah lelaki ketiga. Orang
itu ketakutan setengah mati, apalagi setelah melihat dua
rekannya dibunuh secara gampang. Belum sempat berbuat
sesuatu, Ji Bun-lui kembali menghardik, "Kuhajar dadamu!"
Cepat lelaki itu membendung dadanya sambil menyilangkan
tangan. Tapi sodokan tinju Ji Bun-lui tetap dilontarkan masuk.
"Kraaak, kraaak ..." pertahanan tangan lelaki itu seketika
jebol terhantam serangan musuh. Bukan cuma pertahanannya
terbuka, bahkan tulang tangannya ikut patah termakan
getaran pukulan lawan.
"Blaam!" dadanya seketika terhajar telak. Sambil
menyemburkan darah segar ia roboh terjengkang dan tewas
seketika.
Melihat semua rekannya tewas, lelaki keempat semakin
ketakutan. Ia merasa tangan dan kakinya jadi lemas seketika.
Tanpa malu lagi dia putar badan dan melarikan diri terbirit-
birit.
"Kuhajar lambungmu!" kembali Ji Bun-lui menghardik.
"Ampun Hohan teriak lelaki itu ketakutan. Tapi ... "Blukkk!"
sodokan tinju itu sudah bersarang di lambungnya. Begitu
keras pukulan itu, membuat badannya segera terlempar keluar
dari rumah makan, mencelat keluar dalam keadaan tak
bernyawa lagi.
Secara beruntun Ji Bun-lui telah menghajar musuhnya
mulai dari atas kepala sampai ke perut. Dalam waktu singkat

118
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

empat nyawa melayang, namun mimik mukanya sama sekali


tak berubah.
Dengan begini Siang Bu-thian sudah tak punya pengawai
lagi. Karena semua jagonya sudah melarikan diri, kini tinggal
dia seorang berdiri terkesima sambil menutupi bibir sendiri
yang berdarah.
Tiba-tiba pemuda tampan itu berbangkit, katanya kepada
nona berbaju warna-warni itu, "Hawa napsu membunuh orang
ini kelewat besar. Biar kucegah perbuatannya lebih jauh."
Lekas gadis itu menarik ujung bajunya dan minta ia duduk
kembali, katanya dengan lembut, "Kongcu tidak usah terburu
napsu. Keempat orang itu memang sepantasnya mati. Mereka
sudah terlalu banyak membantu Siang Bu-thian melakukan
perbuatan bejad. Entah berapa banyak gadis dan wanita baik-
baik yang ternoda di tangan mereka. Jadi tak salah bila hari ini
mereka harus mampus di tangan Ji-toaya."
"Oh...?"
Pendengaran Ji Bun-lui amat tajam. Mendengar pemuda itu
ingin beradu kepandaian dengan dirinya, ia jadi kagum
dengan keberanian orang. Segera di tengoknya sepasang
muda-mudi itu sekali lagi, mendadak seperti teringat akan
sesuatu, segera ujarnya sambil tertawa, "Kukira siapa yang
begitu bernyali, rupanya Siau-cecu dari benteng Lam-ce, yang
disebut empat keluarga besar dunia persilatan In Seng-hong.
Kalau begitu nona ini tentulah Jay-in-hui (si awan pelangi
terbang) Lihiap."
"Tidak berani, tidak berani," segera pemuda itu menjura.
Begitu bangkit, terlihatlah perawakan tubuhnya yang tinggi
semampai, potongan tubuh yang atletis dan gagah. Diam-
diam semua orang bersorak kagum akan kegagahan orang ini.
Rupanya dalam dunia persilatan terdapat 'Thian-he-sam-
toa', tiga paling besar di kolong langit. Ketiga besar itu adalah
Thian-he-te-it-pang, perkumpulan nomor wahid di kolong
langit Tiang-siau-pang (perkumpulan tertawa panjang), Thian-
he-te-it-ceng, perkampungan nomor wahid di kolong langit Si-
kiam-ceng (perkampungan mencoba pedang), serta Thian-he-

119
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

te-it-kiok, perusahaan ekspedisi nomor wahid di kolong langit


Hong-im-piaukiok (perusahaan ekspedisi angin dan awan).
Selama ini Tiang-siau-pang selalu berseberangan dengan
Si-kiam-ceng, hingga akhirnya sama-sama kehabisan jago dan
tumbang dengan sendirinya. Kini yang tersisa hanya Hong-im-
piaukiok.
Hong-im-piaukiok sebagai piauwkiok terbesar di kolong
langit, memiliki banyak jago andalan. Tapi kekuatan yang
paling utama justru datang dari Bu-lim-su-toa-ke, Empat
keluarga besar dunia persilatan yang terdiri dari Tang-po
(benteng timur), Lam-ce (benteng selatan), Se-tin (kota barat)
dan Pak-shia (kota utara).
In Seng-hong, meski baru berusia dua puluh satu tahun,
namun dia tak lain adalah Cecu yang baru diangkat dari Lam-
ce.
Biar masih muda, In Seng-hong mempunyai julukan Ki-tiam
(si Sambaran kilat) yang melukiskan betapa cepatnya gerakan
tubuh, gerakan pedang serta jurus serangan yang dimiliki.
Sejak kecil ia sudah tekun belajar bun (sastra) maupun bu
(ilmu silat) tanpa mau memikirkan persoalan lain. Yang dia
tekuni selama ini hanya satu kata, 'kecepatan'.
Dengan bakatnya yang bagus, ditambah kemauan yang
besar untuk berlatih tekun, tak heran kalau ilmu silatnya
memperoleh kemajuan yang luar biasa.
Ketika Locecu benteng Lam-ce mati terbunuh secara tiba-
tiba, usia In Seng-hong baru mencapai dua puluh tahun.
Biarpun dia diangkat menjadi pengganti Cecu dalam usia yang
sangat muda, namun dengan kepandaian serta kecerdasan
otaknya, kemampuan yang dia tunjukkan sama sekali tidak di
bawah kehebatan Tang-po Pocu, Se-tin Tincu serta Pak-shia
Shiacu.
Lantaran hanya memusatkan seluruh perhatiannya untuk
berlatih silat, otomatis sebelum menerima jabatan sebagai
ketua benteng, pengetahuannya tentang dunia persilatan
boleh dibilang amat cetek.

120
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Namun hal inipun ada untung-ruginya. Yang


menguntungkan, dia jadi lebih tekun berlatih silat hingga
kemajuan yang dicapai pun luar biasa, tapi jeleknya, dia sama
sekali tak punya pengalaman. Pengetahuan tentang dunia
persilatan nol besar.
Untung sekali Cecu dari Lam-ce sebelumnya meninggalkan
seorang putri tunggal. Putrinya itu disebut orang sebagai Jay-
in-siancu, sang bidadari pelangi. Ilmu silatnya diperoleh dari
warisan ayahnya. Meski tidak sehebat kungfu In Seng-hong,
namun tentang masalah dunia persilatan, ia memiliki
pengetahuan yang luas.
Hal ini dikarenakan semasa hidup ayahnya, banyak
berhubungan dengan jago-jago lihai di dalam benteng, sedang
gadis inipun suka membaca banyak buku hingga
pengetahuannya amat luas. Hampir semua partai, aliran dan
perguruan diketahui olehnya bagai melihat jari tangan sendiri.
In Seng-hong sendiri adalah anak angkat Cecu sebelumnya
yang bernama Ngo Kang-tiong. Dia dibesarkan bersama Ngo
Jay-in. Boleh dibilang mereka berdua tak pernah berpisah.
Apalagi setelah pemuda itu diangkat sebagai pengganti ketua
benteng, Ngo Jay-in selalu mendampinginya kemana pun
pemuda itu pergi.
Ngo Jay-in seorang gadis yang saleh. Dari ayahnya dia
mempelajari dua macam kepandaian, ilmu pedang dan ilmu
meringankan tubuh. Tapi lantaran dia seorang gadis yang baik
budi, selama ini tak pernah mau membunuh orang. Karena itu
dia selalu memperdalam ilmu meringankan tubuhnya hingga
mencapai puncak kesempurnaan. Itulah sebabnya orang
persilatan menjulukinya sebagai Bidadari Pelangi.
Begitu tahu sepasang muda-mudi itu adalah In Seng-hong
dan Ngo Jay-in, decak kagum segera bergema di ruangan.
Tiba-tiba terdengar Ji Bun-lui membentak gusar, "Anak
jadah, kenapa belum juga pergi? Kau sudah gatal dan ingin
dibantai oleh Toayamu?"
Siang Bu-thian ketakutan setengah mati hingga wajahnya
pucat bagai mayat. Apalagi setelah dihardik dengan suara

121
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bagai geledek, sekujur badannya gemetar keras, sahutnya


tergagap, "Baik ... baik dengan sempoyongan dia kabur dari
rumah makan itu.
Sepeninggalan Siang Bu-thian, Ji Bun-lui masih berdiri
tegak di depan pintu sambil berkata lagi dengan lantang,
"Liatwi Eng-hiong, dengarkan baik-baik. Kedatanganku Ji Bun-
lui kali ini ke Perkampungan Alam Baka, tujuannya tak lain
adalah untuk mendapatkan kitab pusaka Pekikan naga. Oleh
sebab itu bila ada di antara kalian yang datang dengan tujuan
sama, lebih baik kita segera berduel untuk menentukan siapa
yang lebih berhak untuk maju terus. Atau kalau tidak,
bergabunglah denganku setelah unjuk sedikit kebolehan. Bila
menolak kedua cara ini, lebih baik segera menggelinding pergi
dari sini!"
Dia mengulangi perkataan yang sama sampai tiga kali,
begitu keras dan nyaring suaranya membuat jantung semua
orang terasa berdebar keras dan sakit gendang telinganya.
Enam jagoan dunia persilatan yang duduk satu meja segera
menunjukkan reaksi. Salah seorang di antaranya adalah
seorang lelaki .kekar yang segera membanting cawan araknya
hingga hancur. Kemudian ia membentak sembari menggebrak
meja, "Setan tua sialan! Kedatangan kami pun untuk
mendapatkan kitab pusaka Pekikan naga. Kalau kami tak mau
mengalah, mau apa kau?"
Serentak kawanan jago itu melompat bangun sambil
melolos senjata.
Ji Bun-lui tertawa tergelak, "Hahaha ... tidak mau apa-apa!
Cuma ingin tunjukkan sedikit kebolehan untuk kalian!"
Tiba-tiba dia mencabut senjata kapaknya, lalu dilemparkan
ke udara. Semula orang mengira dia akan menyerang dari
jarak dekat, siapa tahu setelah melemparkan kapaknya, dia
tetap berdiri di tempat tanpa melakukan apa-apa.
Sementara keenam orang jago persilatan itu masih berdiri
termangu, tahu-tahu ... "Wes!" kapak itu melayang dari arah
belakang langsung menyambar tubuh mereka dengan
kecepatan tinggi.

122
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Orang-orang itu berusaha berkelit, tapi sayang sudah


terlambat. Tampak cahaya kapak berkilauan lewat, tahu-tahu
ke enam orang jago itu merasakan kepala mereka sangat
dingin.
Ketika diraba, segera ditemukan bahwa topi yang mereka
kenakan kini sudah terpapas separuh, tali pengikatnya sudah
putus, topinya hilang sementara rambut pun ikut terpangkas
setengahnya.
Terlebih lelaki yang menggebrak meja itu, wajahnya tak
berbeda seperti wajah mayat. Bukan saja rambutnya sudah
terpapas gundul, malah kulitnya ikut tersayat sebagian tanpa
mengucurkan darah. Coba kalau ayunan kapak itu setengah
inci lebih ke bawah, mungkin jiwanya sudah melayang sejak
tadi. Tak heran kalau dia hanya berdiri mematung dengan
wajah keabu-abuan.
Jelek-jelek keenam orang jagoan itu termasuk kawakan
Kangouw yang sudah kenyang berkelana dalam dunia
persilatan.
Biar kasar dan tak pakai aturan namun masih tahu untuk
mengakui kekalahan. Dengan wajah memucat mereka saling
berpandangan sekejap, kemudian tanpa mengucapkan
sepatah kata pun berlalu dari situ.
Kapak sakti yang menggetarkan Kwang-tong ini tertawa
keras. Tiba-tiba ia berpaling, kali ini dia pelototi empat orang
lelaki kekar berbaju emas. Dipandang dengan cara begitu,
keempat lelaki itu jadi gugup, lekas mereka menundukkan
kepala sambil pura-pura minum arak.
Sambil tertawa tergelak Ji Bun-lui berseru, "Hei, kenapa
berlagak bisu tuli? Kalau ingin disebut Hohan, coba sambut
dulu sebuah pukulan dari Toayamu!"
Dengan langkah lebar dia berjalan menghampiri, sebuah
pukulan dilontarkan dengan gerakan yang sangat lamban.
Sejak tadi keempat manusia berbaju emas itu sudah pecah
nyali. Keadaan mereka ibarat kawanan burung yang baru
ditimpuk batu. Baru melihat Ji Bun-lui berjalan mendekat,

123
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mereka sudah berlompatan bangun seperti kucing diinjak


ekornya.
Siapa tahu pukulan Ji Bun-lui yang semula nampak sangat
lamban itu tahu-tahu berubah jadi cepat sekali. "Blaaam!" dia
hantam permukaan meja keras-keras.
Keempat orang lelaki itu tidak menyangka kalau Ji Bun-lui
bakal menghantam permukaan meja di hadapan mereka.
Sementara mereka berempat masih tertegun, tahu-tahu
empat buah cawan berisi arak yang berada di hadapan
mereka sudah mencelat ke udara dan menyiramkan isinya ke
wajah mereka.
Dengan gugup bercampur kaget keempat orang itu kabur
ke belakang sambil berusaha menghindar. Sayang wajah dan
tubuh mereka sudah terguyur arak. Bukan saja basah kuyup,
bahkan kulit muka mereka terasa panas dan sakitnya bukan
kepalang.
Biar isi cawan sudah tumpah ke wajah orang-orang itu,
ternyata cawan maupun poci arak yang berada di meja sama
sekali tidak pecah. Jangan kan pecah, retak pun tidak. Cukup
ditinjau dari kemampuannya ini, bisa ditunjukkan bahwa
tenaga dalamnya sudah amat sempurna dan terkendali
sekehendak hati.
Empat manusia berbaju emas itu saling pandang sekejap
dengan wajah dan tubuh basah kuyup. Mereka sadar, kalau Ji
Bun-lui menghancurkan cawan-cawan itu dengan tenaga
dalamnya, kemudian disemburkan ke wajah mereka, sejak tadi
nyawa mereka berempat sudah melayang.
Maka setelah menghela napas panjang, salah satu dari
keempat lelaki berbaju emas itu maju ke hadapan Ji Bun-lui,
ujarnya sambil menjura, "Selama gunung masih menghijau,
air tetap mengalir, kami tetap akan mengingat terus ulah Ji-ya
yang telah menghalangi kami orang-orang partai baju emas.
Bila bertemu lagi di kemudian hari, kami tetap akan membuat
perhitungan denganmu."
Selesai berkata, tanpa, berpaling lagi dia berlalu dari rumah
makan itu.

124
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Melihat kepergian orang-orang itu, Bidadari Pelangi segera


berbisik kepada In Seng-hong, "Keenam orang jago persilatan
tadi adalah jago-jago yang tergabung dalam Siang-pak-lak-
hau, enam orang gagah dari Siang-pak. Meski kasar dan agak
liar, namun jarang mencelakai kaum lemah. Mereka termasuk
orang yang mau membantu kaum lemah, menindas yang kuat.
Tapi belum cukup untuk disebut 'manusia gagah'. Sedang
keempat orang berbaju emas itu cukup tersohor namanya di
sekitar Siang-kiang. Mereka adalah empat Tocu dari
perkumpulan baju emas. Kecuali sering merampok, selama
hidup mereka jarang melakukan perbuatan yang kelewat
jahat. Tampaknya Ji-toaya sangat bijaksana dalam
menjatuhkan hukumannya, tidak seperti apa yang disiarkan
selama ini. Katanya dia adalah iblis yang membunuh orang
tanpa berkedip
Biarpun perkataan itu diucapkan setengah berbisik, namun
dengan kesempurnaan tenaga dalam Ji Bun-lui, semua
perkataannya dapat didengar amat jelas. Lagi-lagi dia tertawa
ke arah Jay-in-hui, ujarnya, "Nona cilik, tampaknya Toaya
mulai tertarik dengan kalian pasangan sejoli. Jangan kuatir,
aku selalu melakukan apa yang telah kujanjikan. Kalau tidak,
akan kutaruh dimana namaku Ji Bun-lui? Kamu harus
menerima sebuah pu-kulanku. Cuma ingat, jika tak kuat lebih
baik tak usah diterima dengan keras melawan keras."

Sejak Jay In-hui memuji kehebatan Ji Bun-lui, orang tua ini


sangat gembira dan menaruh rasa simpatik terhadap mereka
berdua. Tapi sebagai orang yang kolot dan selalu
beranggapan apa yang telah diucapkan harus dilaksanakan,
maka dia tetap nekad akan menjajal pukulan muda-mudi itu.
Hanya terdorong niat baiknya, maka ia membujuk muda-mudi
itu agar menghindar bila tak mampu.
Ucapan Ji Bun-lui segera membuat pipi Jay In-hui bersemu
merah lantaran jengah. Sudah lama nona itu menaruh rasa
cinta kepada In Seng-hong. Begitu juga pemuda itu mencintai
si nona, tapi hingga kini mereka berdua belum pernah bicara

125
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

soal pernikahan. Maka sebutan pasangan 'sejoli' dari kakek itu


kontan membuat mereka gembira bercampur jengah. Tapi
mendengar bujukan orang agar tidak menerima pukulan
dengan keras la-vv.in keras, mereka anggap kakek itu
mengejek kemampuan mereka yang cetek. Biar tak punya
rasa permusuhan, tak urung muncul juga niat untuk menjajal
kepandaian lawan.
Dengan suara lantang In Seng-hong segera berseru,
"Saudara Ji, silakan mulai menyerang."
Ji Bun-lui tertawa terbahak-bahak. Mendadak ia cabut
senjata kapaknya, tampak cahaya hitam berkelebat bagai
sambaran petir. Cuma sasarannya bukan In Seng-hong,
melainkan meja yang berada di sisinya.
Tenaga dalam dari Ji Bun-lui memang sangat menggiriskan
hati. Kuat dan keras bagai gulungan ombak samudra, lembut
dan lunak bagai gulungan angin topan. Tatkala kapak itu
membelah meja, orang mengira kayu akan beterbangan
karena hancur. Siapa tahu meja itu tetap utuh seperti sedia
kala, hanya saja isi meja seperti sumpit, mangkuk, piring,
cawan dan lainnya segera beterbangan bagaikan ada dua tiga
puluh jenis, senjata rahasia serentak menyergap ke tubuh In
Seng-hong dan Jay In-hui.
Menghadapi datangnya ancaman itu, In Seng-hong
maupun Jay In-hui sama sekali tak berkedip. Dengan cekatan
pemuda itu memutar lengannya, lalu menangkap semua
cawan, piring, sumpit dan mangkuk satu per satu dan
diletakkan kembali di atas meja, sementara Jay In-hui
menyambar sebuah poci arak, memenuhi empat cawan arak
yang masih berputar di udara, lalu satu per satu diletakkan di
atas meja persis sesaat setelah In Seng-hong meletakkan
kembali peralatan makan yang lain.
Sambil tersenyum, Jay In-hui mengebaskan ujung bajunya.
Keempat cawan arak yang sudah dipenuhi arak itu segera
meluncur ke depan, menerjang ke tubuh Ji Bun-lui.

126
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Jiya," serunya sambil tertawa merdu, "kami ingin


mengundang kau minum secawan ... ah, tidak cukup secawan.
Kami akan mengundangmu untuk minum empat cawan arak!"
Cawan arak pertama menyambar dengan kecepatan bagai
sambaran kilat, langsung mengancam wajah Ji Bun-lui.
Biarpun menyambar sangat cepat, ternyata isi cawan sama
sekali tidak tumpah.
Ji Bun-lui tertawa terbahak-bahak, serunya, "Baiklah,
kuterima suguhanmu ini!"
Tanpa berkelit dia pentang mulutnya dan menggigit ujung
cawan, lalu sambil menengadah dia tenggak habis isinya,
sementara senjata kapak didorong ke depan. Tiga cawan arak
yang lain segera berhenti tenang di atas permukaan
senjatanya itu.
Ketika selesai menenggak habis seluruh isi cawan arak itu,
Ji Bun-lui baru berkata sambil tertawa tergelak, "Hahaha ...
masih muda sudah memiliki kungfu hebat! Luar biasa, luar
biasa! Kelihatannya, biarpun aku enggan didampingi kalian
berdua, rasanya juga tak mampu untuk mencegah kalian tetap
ikut per-gi'" '
Selesai berkata, kembali dia tertawa tergelak seraya
membalik badan dan berlalu dari situ.
Padahal diam-diam ia sangat terkejut. Dia tak menyangka
kalau kepandaian silat kedua orang itu luar biasa hebatnya.
Sejak menghajar musuh-musuhnya tadi, baru In Seng-hong
seorang yang mampu mengimbangi kehebatan ilmu kapaknya.
Semisal harus bertarung satu lawan satu, mungkin menang
kalah susah ditentukan. Tapi jika In Seng-hong dibantu Jay In-
hui, jelas dia bakal menderita kekalahan.
Sambil menenteng kapaknya, Ji Bun-lui berjalan menuju ke
hadapan keempat orang Hwesio Siau-lim-si. Empat orang
padri itu segera merangkap tangan di depan dada, salah
seorang di antaranya, seorang padri tua dengan sorot mata
tajam, segera bangkit seraya berkata, "Jisicu, Lolap sekalian
datang kemari karena ingin mencari tahu jejak keempat murid
kami yang hilang di Perkampungan Hantu sejak tiga tahun

127
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berselang. Jadi Lolap bukan datang untuk mencari kitab


pusaka Pekikan naga. Harap lisicu tak usah kuatir."
Para padri Siau-lim-pay ini bukannya jeri terhadap Ji Bun-
lui. Sebagai orang yang beribadah, mereka segan mencari
kemenangan karena hal yang sepele. Oleh sebab itu sebelum
terjadi kerisuhan, mereka mengutarakan dulu tujuan
kedatangannya.
Ji Bun-lui segera manggut-manggut, katanya, "Ya, benar.
Tiga tahun berselang memang ada empat Hwesio muda dari
Siau-lim-pay yang lenyap di dalam Perkampungan Hantu. Aku
percaya sebagai padri, kalian tak bakal berbohong. Asal bukan
lantaran kitab pusaka Pekikan naga, aku pun tak ada urusan
dengan kalian."
Selesai berkata dia ganti menghampiri kedua orang Tosu.
Sebetulnya kedua orang Tosu tua itu ingin sekali menjajal
kepandaian orang. Tapi melihat para padri Siau-lim-pay
berusaha menghindari pertarungan, maka mereka pun segera
bertukar pandang sekejap. Lalu salah seorang di antaranya
berkata, "Jisicu, Pinto berdua juga datang kemari lantaran Bu-
tong-sam-cu yang lenyap di dalam Perkampungan Hantu tiga
tahun berselang. Pinto berdua tak ada sangkut-pautnya
dengan kitab pusaka Pekikan naga."
Ji Bun-lui memperhatikan sekejap kedua orang Tosu itu,
kemudian katanya, "Bu-tong-pay sebagai partai kaum lurus
tak nanti punya murid yang suka berbohong. Kalau toh tak
ada hubungannya dengan kitab pusaka Pekikan naga, tentu
saja Toaya akan melewati jalanan Yang-kwan-to sendiri.
Kalian hidung kerbau melewati jembatan Tok-bok-kiau kalian."
Mendengar ejekan yang tak sopan itu, salah seorang di
antara Tosu tua itu bangkit dan bersiap mengumbar amarah.
Tapi dengan cepat rekannya menahan sambil memberi kode.
Terpaksa Tosu itupun mengurungkan niatnya, sebab mereka
tahu Ji Bun-lui yang sepak terjangnya mirip orang gila ini
sesungguhnya memiliki ilmu silat yang luar biasa.
Sementara itu Jay In-hui telah berbisik kepada In Seng-
hong dengan suara lirih, "Keempat orang Hwesio tua itu

128
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

adalah para penilik ruang Tat-mo-wan yang amat termashur.


Konon Liong, Hau, Piau dan Pa, empat padri sakti Siau-lim-si
telah lenyap dalam Perkampungan Hantu. Keempat padri tua
itu tak lain adalah guru mereka. Ilmu silat mereka luar biasa.
Sedang kedua orang Totiang dari Bu-tong-pay itu adalah para
Suheng Bu-tong-sam-cu yang ikut lenyap dalam
Perkampungan Hantu. Yang seorang bernama Cing Siong-cu,
orangnya keras, bera-ngasan dan telengas, sedang yang
seorang lagi bernama Cing Leng-cu, orangnya tenang dan
pandai membawa diri
Dalam pada itu Ji Bun-lui sudah berjalan menuju ke
hadapan tujuh orang lelaki yang bagian dadanya bertato
tulisan "balas dendam."
Melihat kemunculan jago tangguh ini, diam-diam ketujuh
lelaki itu menggenggam senjata masing-masing.
Tiba di hadapan mereka, Ji Bun-lui segera berkata, "Apakah
kalian sudah mendengar perkataan Toayamu?"
Walaupun di hati kecilnya ketujuh orang lelaki itu agak jeri
terhadap kehebatan ilmu silat Ji Bun-lui, namun mereka
bertujuh termasuk orang yang enggan mengaku kalah di
hadapan orang lain. Biar tahu bukan tandingan lawan, mereka
enggan menyerah begitu saja.
Melihat orang-orang itu cuma membungkam, Ji Bun-lui
segera menegur lagi dengan suara dingin, "Apakah
kedatangan kalian dikarenakan kitab pusaka Pekikan naga?"
Baru saja akan turun tangan, mendadak terdengar Jay In-
hui berseru, "Tunggu sebentar!"
"Ada apa?"
Kepada kawanan jago itu si nona bertanya, "Apakah Toako
sekalian datang dari Soat-say?"
Tujuh orang lelaki kekar itu saling bertukar pandang, belum
sempat menjawab, terdengar Jay In-hui kembali bertanya
sambil tertawa, "Apakah guru kalian adalah Sip-coat-tui-hun-
jiu si Tangan Pengejar Sukma Kok Ci-keng, Kok-cianpwe?"

129
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Benar, darimana nona tahu?" sahut ketujuh lelaki itu


hampir serentak, sikap hormat si nona terhadap guru mereka
menimbulkan perasaan simpatik orang-orang itu terhadapnya.
Kembali Jay In-hui tertawa.
"Dari senjata yang kalian gembol, aku sudah dapat
menduga siapa kalian semua. Senjata milik'kalian sangat
istimewa.
Meski berbeda senjata, namun gerakan tubuhnya serupa.
Jelas berasal dari perguruan yang sama, padahal hanya guru
kalian yang menguasai berpuluh macam senjata sekaligus di
dunia saat ini. Bila ditinjau dari tato di dada kalian yang
bertuliskan 'balas dendam', bukankah kedatangan kalian untuk
membalaskan dendam kematian Kok-cianpwe? Ji-toaya, aku
rasa mereka bukan datang untuk mencari kitab pusaka
Pekikan naga."
"Benar," seorang lelaki yang menggunakan senjata gurdi
berantai menjawab sambil tertawa, "kedatangan kami
memang untuk membalaskan sakit hati guru kami."
Tiba-tiba ketujuh orang lelaki itu bersama-sama
merentangkan dada mereka dan memperlihatkan tato di
depan dada seraya berkata, "Kami bersepuluh dididik dan
dibesarkan Suhu sedari kecil. Tak disangka Lojit, Lopat dan
Lokiu melakukan perbuatan laknat sehingga merusak nama
baik perguruan. Gara-gara itu pula Suhu terpaksa harus
berangkat ke Perkampungan Hantu untuk melakukan
penyelidikan yang berakhir dengan lenyapnya jejak guru. Bisa
jadi beliau telah dicelakai ketiga binatang itu. Kalau guru kami
saja celaka, dengan kepandaian silat yang kami miliki, apa
pula yang bisa diperbuat? Tak mampu membalas dendam bagi
guru kami membuat kami malu hidup sebagai manusia. Maka
sejak tiga tahun berselang kami sayatkan tulisan 'balas
dendam' di dada kami dengan maksud agar kami selalu
teringat dendam ini. Tapi hari ini
Bicara sampai di sini, tiba-tiba ia berhenti dan menghela
napas panjang.

130
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Murid yang selalu teringat untuk membalaskan dendam


sakit hati guru adalah murid teladan yang patut dihormati!"
ujar Jay In-hui sedih. "Konon gara-gara ingin balas dendam,
kalian telah berlatih tekun hampir tiga tahun lamanya dan
sekarang kemampuan kalian sudah jauh di atas kemampuan
Kok-locianpwe. Kejadian semacam ini patut digirangkan
"Benar, sangat mengagumkan, sangat mengagumkan!"
sambung In Seng-hong. "Ji-toaya, silakan lancarkan serangan,
biar cayhe yang mewakili mereka bertujuh untuk menerima
pukulanmu itu."
Lelaki yang bersenjatakan peluru geledek segera tampil ke
muka seraya berteriak keras, "Biarpun sebagai murid si
Tangan Pengejar Sukma, kepandaian kami belum becus dan
bukan tandingan orang, bukan berarti kami adalah pengecut
yang takut mampus. Kami siap menerima pengajaran dari Ji-
sianseng!"
Siapa sangka, Ji Bun-lui bukannya maju menyerang, dia
malah berkata dengan menghela napas panjang, "Kenapa aku
mesti turun tangan terhadap lelaki sejati macam kalian? Biar
berlutut sambil memohon pun belum tentu aku mau turun
tangan. Betapa senang hatiku bila muridku juga memiliki
semangat macam kalian. Baiklah, karena kalian tak punya
minat dengan kitab pusaka Pekikan naga, buat apa aku mesti
menyerang kalian?"
Selesai bicara, ia segera berjalan pergi dari situ.
Melihat kakek itu tidak merecoki mereka, diam-diam
ketujuh jagoan itu bersyukur dalarn hati, sedang Jay In-hui
pun berpendapat bahwa Ji Bun-lui bukan orang yang tidak
bisa membedakan mana yang benar mana salah.
Saat ini selain In Seng-hong dan Jay In-hui yang sudah
bertarung melawan Ji Bun-lui, empat padri Siau-lim dan dua
Tosu Bu-tong yang tidak usah bertarung karena tak berniat
dengan kitab pusaka Pekikan naga, kemudian tujuh jago
pencari balas dendam yang dianggap sebagai ksatria sejati,
dalam rumah makan itu tinggal si Tamu Berjubah Hitam, lelaki

131
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berbaju sutera, empat orang Tauwto serta dua lelaki


berlengan buntung yang belum menunjukkan sikap.
Ketika melihat Ji Bun-lui berjalan mendekat, keempat orang
Tauwto itu segera merasa keder, meski dalam penampilan
berusaha tetap bersikap tenang. Sementara paras muka si
Tamu Berjubah Hitam sudah berubah hijau membesi, si lelaki
berbaju sutera bersikap acuh sambil menenggak minuman,
sedangkan manusia berlengan buntung itu menunjukkan sikap
yang dingin.
Hawa membunuh telah menyelimuti wajahnya.
Ji Bun-lui tertawa terbahak-bahak, dengan langkah lebar
dia berjalan menghampiri keempat orang Tauwto itu.
Dengan wajah serius dan sikap siaga, keempat Tauwto itu
segera bangkit berdiri. Jelas mereka sudah meningkatkan
seluruh kewaspadaannya.
Terdengar Jay In-hui berbisik kepada In Seng-hong dengan
suara lirih, "Keempat orang Tauwto ini sebetulnya berasal dari
Juan-tiong. Ilmu silat mereka tinggi dan tersohor sebagai
empat perampok ulung. Yang pertama bernama Sam-ciat-kun
(si Tongkat Tiga Ruas) Si Tong, orang kedua bernama Pong-
pian-jan (si Sekop kelancaran) Kongci Si, orang ketiga
bernama Toh-hun-leng (Kelentingan pencabut nyawa) Hoa
Pian dan orang keempat bernama Heng-jian-li (si Pejalan
ribuan li) Phang Ku-kian. Suatu kali mereka pernah merampok
sebuah kuda mestika di Juan-tiong, sehingga menggegerkan
empat opas yang tersohor itu. Karena dikejar terus hingga
terdesak, akhirnya mereka menyamar menjadi empat orang
Tauwto dan menyelinap ke wilayah Siang-kiang untuk
menghindar dari penangkapan."
Tak terlukiskan rasa kaget keempat orang Tauwto itu
setelah mendengar penjelasan si nona. Dengan perasaan
terkesiap mereka berpikir, "Darimana dia tahu sepak terjang
kami? Kalau seorang nona pun tak dapat dikelabui, mana
mungkin penyamaran kami bisa mengelabui empat opas yang
tersohor itu?"

132
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mimpi pun mereka tidak menyangka kalau gadis itu bisa


menebak asal-usulnya karena melihat dari senjata yang
mereka gunakan. Wajah boleh diubah, dandanan bisa
disamarkan. Tapi kalau sudah terbiasa menggunakan senjata
andalan, mau menyamar sebagai apapun, senjata yang
digunakan tetap sama saja.
Terdengar Ji Bun-lui tertawa tergelak sambil berseru,
"Hahaha ... bagus, bagus sekali. Rupanya kalian adalah
burung-burung yang lepas dari jaring para opas. Lihat kapak!"
Sambil menghardik keras, sebuah bacokan langsung
dilontarkan.
Ketika Si Tong, Kongci Si dan kawan-kawan menyaksikan
sabetan kapak itu tidak langsung mengarah ke tubuh mereka,
diduganya Ji Bun-lui kembali akan-menggunakan taktik lama
dengan menggetarkan mangkuk sumpit di meja untuk ditim-
pukkan ke arah mereka.
"Sret!" desingan tajam menderu di udara, di antara kilauan
cahaya kapak tiba-tiba permukaan meja ambles ke bawah.
Perubahan ini terjadi sangat mendadak dan sama sekali di
luar dugaan siapa pun. Ternyata dalam sambaran kapak tadi
secara beruntun Ji Bun-lui telah menebaskan kapaknya
sebanyak empat kali dengan empat perubahan yang berbeda.
Namun lantaran kelewat cepat, suara yang ditimbulkan juga
seakan hanya satu kali.
Padahal pada saat itulah mata kapak telah memotong
kutung keempat kaki meja itu. Dengan amblasnya permukaan
meja, seketika semua piring, cawan dan teko arak pun
berhamburan keempat penjuru dan mengotori tubuh mereka
semua.
Si Tong berempat bukan jagoan yang berilmu cetek. Sadar
gelagat tidak menguntungkan, mereka segera mendengus
dingin, senjata dalam genggaman langsung diputar dan
masing-masing menahan satu sudut meja sehingga
permukaan meja yang nyaris tumbang itu segera tertahan di
udara.

133
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ji Bun-lui tertawa nyaring, kembali kapaknya dilontarkan


secepat sambaran halilintar.
Di saat Si Tong berempat berhasil menahan permukaan
meja dengan senjata masing-masing, ayunan kapak Ji Bun-lui
kembali menyambar tiba.
Si Tong, Hoa Pian, Kongci Si serta Phang Ku-kian terkesiap.
Baru saja mereka hendak mengayunkan senjata untuk
menangkis, mendadak terdengar ... "Blum!" permukaan meja
tahu-tahu sudah terbelah jadi dua, terbelah persis di tengah
dan roboh ke lantai. Bersamaan itu pula cahaya hitam lenyap
dari pandangan.
Ternyata ayunan kapak Ji Bun-lui barusan adalah untuk
membelah permukaan meja. Dengan terpapas kutungnya
meja itu, otomatis guyuran arak dan sayur sekali lagi
menyiram tubuh keempat orang itu.
Ketepatan Ji Bun-lui memanfaatkan kesempatan,
ketepatannya menggunakan tenaga serta kecepatan gerak
serangan kapaknya benar-benar menggidikkan hati. Untuk
sesaat Si Tong berempat hanya bisa berdiri dengan wajah
keabu-abuan. Untuk sesaat mereka tidak tahu apa yang mesti
diperbuat.
Terdengar Ji Bun-lui tertawa terbahak-bahak sambil
berseru, "Hahaha ... bagus, bagus sekali! Kalian berempat
ternyata sanggup menahan sejurus seranganku. Biarpun
tujuan kedatangan kalian demi kitab pusaka Pekikan naga,
aku tetap akan mengizinkan kalian turut serta."
Rupanya keberhasilan keempat orang itu menahan
permukaan meja hingga tak jatuh pada serangan pertama
telah mengagumkan hati kakek ini. Meski kemudian ia berhasil
membelah meja itu jadi dua, namun serangan yang dipakai
adalah jurus serangan yang kedua.
Sebagai seorang yang pegang janji, tentu saja dia tak ingin
menjilat ludah sendiri. Maka dengan langkah lebar dia
mendekati dua jagoan berlengan kutung itu.

134
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan wajah amat serius kedua orang jagoan berlengan


kutung itu melompat bangun. Lelaki yang di sebelah kiri
segera berseru, "Kou-hun (si Penggaet sukma) Sim Ciu!"
Lelaki yang di sebelah kanan segera menyambung, "Poh-
hun (si Pembetot nyawa) Sim Sat!"
"Kami datang untuk mendapatkan kitab pusaka Pekikan
naga," sambung yang kiri.
"Orang she Ji, kau boleh mulai menyerang," lelaki yang di
sebelah kanan menambahkan.
Kedua orang itu berbicara saling sambung-menyambung,
satu kerja sama yang amat rapi dan serasi sehingga membuat
semua yang hadir melengak dibuatnya.
Rupanya Kou-hun-poh-hun dua bersaudara sudah cacad
badan semenjak lahir. Karena selalu dipandang remeh orang
lain, mereka bertekad berlatih silat dengan tekun dan gigih
sehingga akhirnya berhasil meyakinkan ilmu silat yang hebat.
"Bagus, bagus sekali!" seru Ji Bun-lui sambil tertawa keras,
sebuah pukulan langsung dilontarkan.
Dia tahu kedua orang bersaudara ini tidak gampang
dihadapi, maka dalam melontarkan serangannya dia telah
menggunakan tenaganya hingga mencapai enam bagian.
Kou-hun Sim Ciu dan Poh-hun Sim Sat tertawa dingin,
secara beruntun mereka melancarkan sebuah pukulan!
Ketika ketiga gulung tenaga pukulan itu saling bentur di
udara, seharusnya terjadi suara benturan yang keras. Tapi
kenyataannya sama sekali tak ada suara. Ji Bun-lui merasa
tenaga pukulannya bagai kerbau lumpur yang kecebur di laut,
hilang lenyap tak berbekas. Kenyataan ini membuatnya
terkejut. Sejak terjun ke dunia persilatan, belum pernah ia
jumpai peristiwa semacam ini.
Pada saat yang bersamaan Sim Ciu dan Sim Sat
mengayunkan kutungan lengan mereka bersama-sama,
segulung tenaga pukulan yang sangat dahsyat langsung
menggulung ke tubuh Ji Bun-lui.
Sebagai seorang jago kawakan yang banyak pengalaman,
Ji Bun-lui segera sadar apa yang terjadi. Rupanya kedua orang

135
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bersaudara itu telah menggunakan sejenis ilmu pukulan yang


istimewa untuk menggiring tenaga pukulan yang dilontarkan
itu ke samping, kemudian melalui lengan mereka yang disertai
tenaga pukulan, kedua orang itu membalikkan ke arah
tuannya.
Dengan begitu berarti ada tiga gulung tenaga pukulan yang
sangat kuat langsung menerjang tubuh Ji Bun-lui.
Menghadapi ancaman seperti ini Ji Bun-lui membentak
keras, wajahnya memerah bagai pantat babi, cambangnya
berdiri bagaikan duri. Dengan mengerahkan dua belas bagian
tenaga dalamnya, ia songsong datangnya serangan itu dengan
keras lawan keras.
"Blaaam!" diiringi benturan keras yang menggetar sukma,
tubuh Ji Bun-lui bergetar keras. Pasir dan debu berguguran
dari atas atap rumah, sementara dua bersaudara Sim terdesak
mundur tiga langkah dengan sempoyongan. Walaupun telah
berusaha, menahan diri, tak urung mereka mundur lagi sejauh
tiga langkah dengan wajah pucat keabu-abuan.
"Hui-ji," terdengar In Seng-hong berbisik, "aneh benar
jurus serangan yang digunakan dua bersaudara ini. Dari aliran
mana ilmu silat mereka?"
"Jurus serangan itu bukan berasal dari aliran mana pun,
tapi hasil ciptaan mereka sendiri," "sahut Jay In-hui sambil
tertawa. "Dengan sebuah tangan memancing tenaga pukulan
lawan, lalu menggunakan lengan mereka yang sebelah,
berikut tenaga pukulan sendiri balik dilontarkan ke tubuh
lawan. Jarang ada yang mampu menghadapi serangan itu.
Mereka sebut ilmu itu sebaeai Toan-Dit-khi-kane (ilmu aneh
lengan kutung)."
Biarpun Ji Bun-lui berhasil memukul mundur dua
bersaudara Sim, namun yang digunakan adalah pukulan
kedua. Bukan cuma begitu, bahkan pihak lawan masih
sanggup melancarkan serangan balasan yang mesti dia hadapi
dengan menggunakan segenap kekuatan yang dimiliki.
Kenyataan ini kontan saja membuatnya amat kagum, serunya
tanpa terasa, "Kungfu hebat, kungfu hebat!"

136
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kali ini dia berbalik menuju ke hadapan si Tamu Berjubah


Hitam serta orang berbaju sutera itu.
Tamu Berjubah Hitam tak bisa menahan diri lagi. Tubuhnya
yang semula membelakangi Ji Bun-lui tiba-tiba berjumpalitan
berdiri dan tahu-tahu sudah berhadapan dengan lawan.
Padahal jarak antara meja kursi itu cukup dekat. Tapi entah
dengan cara apa dia menggeser meja kursi itu, dalam waktu
singkat dia sudah berjumpalitan dan berganti arah, malah
berdiri sambil meneguk arak.
Tampaknya pertempuran sengit segera akan berkobar.
Di saat yang amat kritis itulah, tiba-tiba Jay In-hui berseru
lantang, "Pa-locianpwe!"
Tamu berjubah hitam itu nampak terkejut, tegurnya sambil
berpaling, "Kau kenal aku?"
"Barusan Locianpwe telah mendemonstrasikan kehebatan
Sip-ban-kang (ilmu isapan) dan Say-jian-li (melesat ribuan li).
Masa aku tidak mengenalnya? Di dunia persilatan saat ini, ada
siapa lagi yang mampu menggunakan ilmu mengisap
sesempurna kepandaian Pa-locianpwe?"
Setelah Jay In-hui berkata begitu, semua orang baru
paham apa yang telah terjadi.
Rupanya ilmu mengisap merupakan satu ilmu silat tingkat
atas yang amat susah dilatih. Di dalam dunia persilatan, hanya
Pa Thian-sik seorang yang dapat menggunakan ilmu itu
dengan sempurna.
Adik seperguruannya yang disebut orang si Senyuman
Pengejar Nyawa Yu-bun-siu tak pernah belajar ilmu
menghisap, sebab sebagai seorang Haksu, dia takut ilmu ini
akan mengganggu Citranya. Maka selama ini yang ditekuni
hanya ilmu meringankan tubuh Melesat Ribuan Li.
Kembali Jay In-hui berkata sambil tertawa, "Ji-toaya, aku
rasa kedatangan Pa-cianpwe pasti lantaran lenyapnya Yu-bun
Siu Locianpwe di perkampungan ini."
Pujian dari gadis itu meski mengurangi sifat bengis Pa
Thian-sik, namun dia enggan menerima jilatan pantat itu.
Kembali hardiknya, "Benar, sejak masuk ke Perkampungan

137
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Alam Baka, Yu-bun Sute menjadi gila. Lohu memang sengaja


datang kemari untuk membasmi kawanan setan iblis yang
bercokol di situ."
Ji Bun-lui tahu kepandaian silat yang dimiliki Pa Thian-sik
sangat tangguh. Bila ingin mengunggulinya, paling tidak dia
mesti bertarung dengan mengeluarkan segenap kekuatan
yang dimilikinya.
Padahal bagi Pa Thian-sik, bukan satu pekerjaan yang
terlalu susah untuk menerima sebuah pukulannya.
Pada mulanya, Ji Bun-lui menyangka dengan mengusir
terlebih dulu kawanan jago yang sama-sama berniat mencari
kitab pusaka Pekikan naga, maka dia akan mengurangi banyak
masalah nantinya. Siapa tahu bukan saja dia harus
menghadapi In Seng-hong, Jay In-hui, dua bersaudara Sim
dan Pa Thian-sik, bahkan kemampuan Si tong, Kongci Si, Hoa
Pian serta Phang Ku-kian pun sangat tangguh. Masih ditambah
empat padri Siau-lim-si dan dua Tosu Bu-tong. Maka bila dia
nekad ingin beradu tenaga dengan mereka, besar
kemungkinan justru dia sendiri yang bakal rugi.
Maka sambil tertawa tergelak ujarnya, "Baiklah Pa Thian-
sik, jika kedatanganmu lantaran urusan si sastrawan gila,
rasanya Toaya juga tak perlu banyak urusan denganmu!"
Maka dia pun berjalan menghampiri lelaki berbaju sutera
itu. Diam-diam dia salurkan tenaga dalamnya sampai sepuluh
bagian untuk bersiap melancarkan seranganmendadak.
Belum lagi dia mengucapkan sesuatu, lelaki berbaju sutera
itu sudah berdiri, menjura dalam-dalam seraya berkata,
"Saudara Ji, Cayhe bernama Coa Giok-tan, merupakan sahabat
karib pemilik Perkampungan Hantu Sik Yu-beng. Kini nasib
Sik-cengcu masih diliputi teka-teki, kedatanganku hanya ingin
menengok keadaan sahabatku itu."
Begitu Coa Giok-tan memperkenalkan namanya, kembali
semua orang yang hadir dibuat terperanjat, sebab orang ini
bergelar Jan-si Tayhiap, pendekar sutera. Bukan saja
merupakan seorang pedagang sutera yang kaya-raya, dia pun

138
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

suka membantu orang, luas pergaulannya" dan tinggi ilmu


silatnya.
Pemilik Perkampungan Hantu Sik Yu-beng memang jarang
bergaul. Kalau dibilang punya sahabat karib, maka dia hanya
memiliki Coa Giok-tan seorang. Ketika Sik Yu-beng tertimpa
musibah, memang sudah sepantasnya bila Coa Giok-tan
datang menyelidiki kasus ini.
Namun dalam pemikiran Ji Bun-lui, dia tak ingin ketam-
bahan satu orang yang justru bakal menjadi beban baginya di
kemudian hari. Segera ujarnya, "Kedatangan Toayamu kali ini
adalah untuk mendapatkan kitab pusaka Pekikan naga. Konon
kitab itu tersimpan dalam perkampungan. Kau sebagai
sahabat karib Sik Yu-beng yang hingga kini nasibnya belum
ketahuan, mungkin saja bakal menghalangi niatku ini. Jadi ...
lebih baik sambut dulu sebuah pukulanku!"
Dia berniat mengalahkan Coa Giok-tan dalam satu
gebrakan, agar sedini mungkin dia bisa menyingkirkan
seorang musuh tangguh.
"Kalau memang begitu, Cayhe akan mencoba kehebatan
saudara Ji. Silakan menyerang!" sahut Coa Giok-tan sambil
tertawa.
"Hahaha ... kalau begitu terimalah seranganku!".secepat
kilat Ji Bun-lui melemparkan kapaknya ke udara.
Kapak yang memancarkan sinar kehitam-hitaman itu tidak
langsung menyerang tubuh Coa Giok-tan. Setelah berputar
dulu satu lingkaran, senjata itu baru membabat ke belakang
kepala lawan.
Gerak serangan yang ia gunakan saat ini berbeda sekali
dengan serangan yang digunakan untuk memukul mundur
enam jagoan dari Siang-pak tadi. Kekuatan serangan yang
terkandung dalam sambaran kapaknya ini mungkin sepuluh
kali lebih hebat, sepuluh kali lebih cepat dan sepuluh kali lebih
dahsyat.
Para jago berseru tertahan, semua orang tidak mengira
kalau Ji Bun-lui bakal mengerahkan segenap kekuatan yang
dimilikinya untuk melancarkan serangan ini. Siapa pun tahu

139
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kekuatan daya serangan ini mengerikan hati. Ditangkis dengan


senjata apapun tentu akan hancur duluan.
Coa Giok-tan cuma tersenyum tawar, tiba-tiba dia ia
lepaskan jubahnya, lalu dengan mengobat-abitkan jubah
suteranya itu dia gulung datangnya senjata kapak lawan.
Kembali para jago bersorak di dalam hati. Coa Giok-tan
memang luar biasa. Tak ada senjata lain yang lebih cocok
daripada jubah sutera itu untuk membendung datangnya
bacokan maut itu.
Tak terlukiskan rasa kaget Ji Bun-lui setelah dilihatnya
gulungan jubah lawan berhasil mengisap kapak terbangnya.
Dalam kagetnya, tangan kiri segera disodokkan ke depan.
"Wesss!" kapak itu langsung menerobos keluar dari lipatan
baju lawan. Hanya saja tenaga sambarannya langsung punah
hingga rontok ke tanah. Segera jago marga Ji ini menyambar
kembali senjatanya.
Sekalipun berhasil menangkap kembali senjatanya, tidak
urung keringat dingin sempat bercucuran membasahi jidat Ji
Bun-lui. Seandainya ia gagal menarik kembali senjatanya tadi,
berarti dia sudah keok di tangan Coa Giok-tan. Walau
sekarang senjatanya berhasil merobek baju lawan,
bagaimanapun dia tetap sudah kalah setengah jurus.
Tentu saja sebagai orang yang besar gengsinya, Ji Bun-lui
tak ingin melancarkan serangan berikut. Sementara dia masih
termangu, terdengar Coa Giok-tan sudah berkata sambil
tertawa, "Saudara Ji, tenaga dalammu sungguh hebat! Nyaris
Cayhe ter-luka di tanganmu. Untung baru jubahku saja yang
robek. Kalau sampai nyawa ikut melayang, itu baru sial
namanya
Sambil meletakkan jubahnya di meja, dia kembali ke
tempat duduknya dan mulai meneguk arak lagi.
Belum sempat Ji Bun-lui berulah kembali, tiba-tiba
terdengar seruan tertahan bergema memecah keheningan.
Entah sejak kapan di atas sebuah meja kecil di sudut
ruangan telah bertambah dengan seorang lelaki berbaju kasar.

140
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Orang itu sedang tertidur nyenyak di situ. Kapan dia masuk?


Ternyata tak seorang pun tahu.
Dengan mata mendelik Ji Bun-lui segera bertanya kepada
pemilik rumah makan, "Apakah dia pelayanmu?"
Kakek pemilik rumah makan mengawasinya sekejap,
kemudian sahutnya sambil menggeleng, "Hah? Bukan ...
bukan ... aku tidak kenal
"Aneh, sejak kapan orang ini masuk kemari?" seru A-hok
keheranan.
"Lo ... Loya ..." kata A-pun agak tergagap, "orang itu sudah
menenggak tiga poci arak, aku ... dia minta kepadaku, tapi
aku ... aku belum memberinya ... dia ... dia mencuri arak kita
Mendengar perkataan itu, dengan membawa kapaknya, Ji
Bun-lui segera berjalan mendekatinya, lalu bentaknya nyaring,
"Hei, mau apa kau datang kemari?"
Dia mengulangi pertanyaan itu sampai tiga kali, suara yang
nyaring membuat seluruh ruangan rumah makan bergetar
keras.
Tapi orang itu tidak menggubris, mendusin pun tidak. Ia
masih tidur dengan nyenyaknya.
Sambil tertawa dingin Ji Bun-lui mengayunkan kapaknya.
Serangan itu menggunakan tenaga tiga bagian. Bila orang itu
tidak menghindar, dapat dipastikan jiwanya bakal melayang.
Tapi orang itu masih saja tidur sambil mendengkur,
tampaknya dia segera akan tersambar oleh bacokan kapak itu.
"Ampuni jiwanya!" pekik Jay In-hui tak tahan.
"Tak usah kuatir," sahut Ji Bun-lui sambil tertawa nyaring,
"aku hanya ingin mengiris sebelah telinganya!"
Orang itu belum juga berkutik ... Mendadak, di saat mata
kapak hampir menempel telinganya, orang itu menggeliat
perlahan. Anehnya semua piring, mangkuk, cawan dan
hidangan yang berada di atas meja telah meluncur ke udara
dan langsung menyambar tubuh Ji Bun-lui.
Mimpi pun Ji Bun-lui tak mengira kalau lawan akan
menggunakan cara semacam itu untuk menghadapinya.

141
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Cawan arak yang melayang tiba duluan langsung mengguyur


badannya.
Ji Bun-lui meraung gusar, dia tahan kapaknya secara
mendadak, kemudian diayunkan untuk merontokkan semua
cawan, piring, mangkuk dan sayuran yang mengancam
tubuhnya.
"Sialan!" umpat Ji Bun-lui lagi dengan penuh amarah.
"Tidak kusangka hebat juga kepandaian silatmu!"
Sekali lagi kapaknya dibacokkan ke depan, kali ini
menggunakan tenaga sepuluh bagian dan sama sekali tak ada
belas kasihan.
Tahu kalau orang itu berkepandaian silat amat hebat, Jay
In-hui, In Seng-hong serta Coa Giok-tan tidak berniat memberi
bantuan. Mereka hanya menonton sambil berpeluk tangan.
Sungguh dahsyat datangnya bacokan kapak itu.
Tampaknya orang itu segera akan tertimpa nasib sial ...
Mendadak pandangan jadi kabur, orang itu sudah miringkan
badan, duduk ke samping bangku. Namun tetap dalam kondisi
tidur nyenyak. Dengan duduk di ujung bangku, otomatis
keseimbangan jadi berat sebelah, maka bacokan kapak Ji Bun-
lui pun persis menghantam bangku itu.
Diam-diam Ji Bun-lui terkejut. Dia tahu, bila kapaknya
sampai membacok bangku, bila pada waktu yang bersamaan
orang itu melancarkan serangan balasan, mungkin terpaksa ia
harus mundur dengan meninggalkan senjatanya tetap di
bangku.
Melihat pihak lawan masih tidur nyenyak, Ji Bun-lui segera
mengubah bacokan menjadi pukulan. Dia bermaksud
menghajar bangku itu hingga terbelah jadi dua.
"Akan kulihat apakah kau masih bisa tidur terus?" pikirnya
dalam hati.
Siapa tahu kembali pandangan mata serasa kabur, tahu-
tahu orang itu sudah berpindah ke bangku yang lain, tetap
dalam keadaan tidur sambil mendengkur.

142
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Di sekeliling meja itu terdapat empat buah bangku panjang.


Dengan terbelahnya sebuah, maka masih ada tiga buah
bangku utuh.
Ji Bun-lui merasa terkejut bercampur gusar. Lagi-lagi dia
mengayun kapaknya, tapi untuk kesekian kalinya orang itu
sudah pindah lagi ke bangku yang lain.
Kejar-mengejar pun berlangsung dengan serunya. Tatkala
Ji Bun-lui berhasil membelah bangku keempat, orang itu
melejit ke atas meja dan lagi-lagi tidur mendengkur di situ.
Saking gusarnya, otot hijau di jidat Ji Bun-lui sampai
menonjol keluar. Teriaknya penuh amarah, "Akan kulihat kau
hendak kabur lagi kemana?"
Ayunan kapak membuat meja itu terbelah jadi dua bagian.
Karena sudah kehabisan tempat untuk berbaring, terpaksa
orang itu melompat berdiri, tapi matanya masih terpejam dan
ia tetap tidur sambil mendengkur.
Habis sudah kesabaran Ji Bun-lui. Dengan menggunakan
sebelas bagian tenaga dalamnya, dia lancarkan kembali
serangan dengan ilmu sakti kapak terbangnya.
Mendadak orang itu membuka mata lebar-lebar, sinar
tajam memancar keluar dari balik matanya. Jelas dia tak
berani memandang enteng datangnya serangan maut itu.
Coa Giok-tan cukup tahu betapa lihainya serangan kapak
itu, karena dia telah merasakannya sendiri tadi. Karena itu ia
berteriak keras, "Hati-hati teman!"
"Cepat gunakan bajumu untuk menahan serangan itu!" In
Seng-hong berteriak pula memperingatkan
Ketika kapak terbang itu hampir membacok tubuh orang
tersebut, mendadak ia menjatuhkan badan telentang ke
belakang.
Tindakan yang ia lakukan sama sekali di luar dugaan orang
Tapi senjata kapak itu seperti bernyawa, tiba-tiba saja
gerakannya menukik ke bawah dan langsung membabat
lambung orang.
Setelah menjatuhkan diri telentang, kembali orang itu
mengeluarkan jurus serangan aneh. Ketika kapak lawan

143
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mengancam lambungnya, tiba-tiba dia angkat kedua kakinya


lalu menendang kuat-kuat ke arah senjata itu.
Padahal waktu itu kapak terbang sedang meluncur datang
dengan kecepatan tinggi, bahkan sambil berpusing kencang.
Dihadapi dengan tangan mungkin masih ada harapan.
Bagaimana mungkin dia bisa menghadapinya dengan
tendangan kaki?
Ketika menjejakkan kakinya, semua orang baru dapat
melihat bahwa dia tidak mengenakan sepatu. Dengan ibu jari
kedua kakinya dia sodok pelan punggung kapak yang sedang
meluncur tiba ... "Duuuk!" tahu-tahu kapak terbang itu
kehilangan .irah dan kini malah berbalik meluncur ke tubuh Ji
Bun-lui.
Gerakan serangan yang digunakan orang itu memang
sangat berbahaya dan menyerempet maut. Bukan pekerjaan
gampang untuk mengalihkan sasaran dari sebuah benda yang
sedang berpusing, kecuali dia dapat menghantam titik inti
gerak .pusingan itu. Dari sini bisa disimpulkan bahwa kungfu
yang dimiliki orang itu memang luar biasa.
Tampaknya Ji Bun-lui tahu kelihaian lawan. Dia mengayun
tangan menangkap kembali senjata kapaknya. Baru saja dia
akan melancarkan serangan susulan, orang itu sudah
berjumpalitan dan bangkit berdiri, berdiri persis di hadapan Ji
Bun-lui.
Satu ingatan tiba-tiba melintas dalam benak Jay In-hui. Dia
seperti teringat seorang tokoh dunia persilatan yang sangat
lihai.
Tiba-tiba orang itu membuka mulutnya, lalu ... "Uaaar ...!"
dia semburkan arak ke tubuh lawan.
Bagaikan hujan gerimis yang menyelimuti angkasa,
semburan arak itu meluncur ke tubuh Ji Bun-lui dengan
kecepatan bagaikan halilintar.
Ji Bun-lui tertegun. Masih untung dia bukan orang yang
gampang panik bila bertemu ancaman bahaya. Kapaknya
segera diputar sedemikian rupa membentuk satu lapis jaring

144
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pertahanan yang segera membendung seluruh semburan arak


itu.
Selesai menyemburkan araknya tadi, orang itu tidak
mendesak lebih jauh, sebaliknya Ji Bun-lui yang sadar kalau
pihak lawan bukan manusia sembarangan, segera menyimpan
kembali kapaknya. Saat itulah dia baru menjumpai pakaiannya
telah bertambah beberapa titik lubang kecil akibat semburan
arak tadi. Bisa dibayangkan apa jadinya bila semburan itu
menghajar tubuhnya?
"Wah," seru orang itu kemudian, "setelah tumpah, rasanya
aku jadi lebih sadar."
Kemudian sambil melototi Ji Bun-lui, lanjutnya, "Hei, siapa
kau? Kenapa suka membunuh orang sembarangan? Kau
mengerti hukum tidak?"
Ji Bun-lui tidak menyangka kalau orang itu menyebut soal
hukum. Mendadak seperti teringat akan seseorang, serunya,
"Jadi kau adalah....
Mendadak keempat orang Tauwto itu, Hoa Pian, Phang Ku-
kian, Kongci Si dan Si Tong, bangkit berdiri secara diam-diam
lalu berusaha mengeluyur pergi dari pintu gerbang rumah
makan.
"Ei, tunggu sebentar!" kembali orang itu berteriak, sebuah
tendangan pada sebuah guci arak membuat benda itu
langsung meluncur ke arah pintu gerbang. "Blaaam!" diiringi
suara keras, guci itu menghantam pintu, membuat pintu yang
semula sudah terbuka kini menutup kembali.
Pucat pias wajah Si Tong dan kawan-kawan saking
terkejutnya. Tapi Ji Bun-lui semakin yakin siapa gerangan
orang itu. Serunya sambil tertawa terbahak-bahak, "Hahaha ...
rupanya Tui-bing (si Pengejar Nyawa) yang telah datang? Tak
heran kalau kapak terbangku melempem di ujung kakimu!"
Sementara itu Jay In-hui telah berkata pula sambil tertawa,
"Konon empat opas dunia persilatan masing-masing memiliki
kepandaian andalan yang berbeda, tapi hampir semuanya
tangguh dan hebat. Tui-bing Cianpwe sangat mahir dalam

145
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

semburan arak, ilmu meringankan tubuh serta ilmu kaki.


Konon kehebatannya tiada duanya di kolong langit!" -
"Oh rupanya Cianpwe Pengejar Nyawa," sahut In Seng-
hong girang. "Berkat bantuan Cianpwe yang berulang-kali
tahun lalu, aku Seng-hong belum sempat mengucapkan terima
kasih kepadamu!"
Ternyata orang ini adalah satu di antara empat opas yang
amat termashur dalam dunia persilatan, Tui-bing.
Empat opas terdiri dari Leng-hiat (si Darah dingin), Tui-bing
(si Pengejar Nyawa), Tiat-jiu (si Tangan Besi) serta Put-cing
(si Tanpa Perasaan).
Dari keempat orang opas ini, usia si Darah dingin paling
muda. Pengenalan tentang jago yang satu ini telah diceritakan
pada bab pertama.
Si Pengejar Nyawa sangat mahir dalam ilmu permainan
kaki. Lantaran sepasang kakinya hebat, otomatis ilmu
meringan kan tubuhnya juga luar biasa. Kegemarannya yang
paling utama adalah minum arak, tapi arak justru telah
menyelamatkan jiwanya beberapa kali.
Si Pengejar Nyawa pernah menyelamatkan putri
kesayangan dari Pak-shia si benteng utama Ciu Pak-cu yang
dijuluki Sian-cu-lihiap (Pendekar Bidadari) Pek Sin-ji. Cukup
dengan satu jurus dia telah merobohkan It-kiam-toh-mia
(pedang sakti pencabut nyawa) Si Kok-ching, membunuh Bu-
wi Sianseng serta membantai Bu-tek Kongcu yang namanya
sempat menggetarkan sungai telaga.
Ketika berusaha membunuh Bu-tek Kongcu yang lihai,
berkat semburan arak yang memecahkan perhatian lawannya
itulah dia berhasil mengatasi kehebatan lawan. Maka tak
heran kalau dikatakan bahwa arak telah sering
menyelamatkan jiwanya.
Dalam mengungkap berbagai kasus pembunuhan, si
Pengejar Nyawa tak pernah gagal. Betapa ganasnya perampok
atau pembunuh, akhirnya mereka tetap keok di tangannya.
Lantaran itu orang memanggilnya si Pengejar Nyawa. Tapi
karena ilmu kakinya sangat hebat, ada juga yang

146
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

memanggilnya Sin-tui-Tui-bing (Kaki sakti pengejar nyawa).


Mengenai siapa nama aslinya, tak seorang pun yang tahu
jelas.
Terdengar si Pengejar Nyawa menyahut sambil tertawa,
"Ya, aku memang si Pengejar Nyawa. Apa Ciu Shia-cu baik-
baik saja?"
"Dia sangat baik, terima kasih atas perhatian Cianpwe,"
sahut In Seng-hong dengan sangat hormat. "Boanpwe Seng-
hong bersama adik misan Jay In-hui menyampaikan salam
kepada Cianpwe."
"Aaah, Cianpwe apaan?" si Pengejar Nyawa tertawa
tergelak. "Usiaku hanya sedikit lebih tua darimu. Lebih baik
panggil Toako saja....
"Tapi... tapi... mana boleh begitu
Sementara itu Phang Ku-kian, Hoa Pian, Kongci Si serta Si
Tong hanya berdiri dengan wajah pucat pasi. Untuk sesaat
mereka tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Kepada orang-orang itu si Pengejar Nyawa segera berkata
sambil tertawa, "Sebetulnya orang yang sedang mengejar
kalian bukan aku, tetapi si Tangan Besi. Aku tak ingin
mencampuri urusan orang lain, karena bila aku membantu
menangkap kalian, dia malah tak senang hati. Bila aku
beritahu kepadanya pun belum tentu dia akan terima kabarku
dengan senang. Maka kalian tak usah kuatir, aku tak bakal
menangkap kalian. Tapi ingat, cepat atau lambat kalian pasti
bakal ditangkap olehnya. Oh ya, bukankah kamu semua mau
berkunjung ke Perkampungan Hantu? Kedatanganku pun
untuk mengusut kasus pembunuhan di perkampungan itu.
Jadi sebetulnya tak ada sangkut-pautnya dengan kalian.
Jangan kuatir, aku selalu pegang janji dan kalian boleh
berlega hati."
Jantung yang semula sudah mau copot rasanya, kontan
jadi amat lega sehabis mendengar janji itu. Si Tong berempat
langsung menghembuskan napas lega.
Dalam pada itu semangat Ji Bun-lui sudah surut
setengahnya. Sehabis melihat situasi di depan mata, ia sadar

147
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kepandaian silat yang dimiliki si Pengejar Nyawa masih jauh di


atasnya, sedang kepandaian yang dimiliki In Seng-hong serta
Coa Giok-tan tidak gampang dikalahkan secara mudah.
Apalagi masih ada Pa Thian-sik, dua bersaudara tangan
buntung serta Jay In-hui. Belum lagi empat paderi dari Siau-
lim ditambah dua Tosu dari Bu-tong, jelas semua jago itu
bukan jagoan sembarangan. Maka untuk sesaat dia pun tidak
banyak bicara.
Terdengar si Pengejar Nyawa menegur In Seng-hong
sambil tertawa, "Hei, mau apa kalian sepasang sejoli
mendatangi Perkampungan Hantu?"
"Membekuk setan!" sahut In Seng-hong sambil tertawa.
"Membekuk setan?" kening si Pengejar Nyawa berkerut
kencang.
Jay In-hui turut tertawa, selanya, "Sejak Piauko diangkat
menjadi Lam-ce Cecu, lantaran pengetahuan dan
pengalamannya di dunia persilatan masih cetek, maka kami
sengaja berkelana untuk menambah pengalaman."
"Benar," sambung In Seng-hong pula, "suatu hari kami
dengar di Perkampungan Hantu terdapat banyak setan
gentayangan. Aku pun berpikir, 'Mana mungkin ada setan
gentayangan? Paling orang yang menyaru jadi setan/ maka
aku datang kemari dan ingin membekuknya. Toako, kau mesti
memberi petunjuk!"
"Biar cuma setan gadungan, tidak gampang untuk
membekuk setan macam begini," kata si Pengejar Nyawa
sambil tertawa.
Kemudian sambil berpaling ke arah para jago, lanjutnya
dengan lantang, "Tiga tahun berselang, semua penghuni
Perkampungan Hantu mati dibantai orang. Konon wajah ketua
perkampungan hancur membusuk karena keracunan hingga
tak dikenali lagi. Katanya dia tewas dibunuh musuh tangguh.
Menurut laporan orang-orang yang menggotong jenazahnya,
harta kekayaan perkampungan masih utuh, maka para
perampok dan pencoleng berbondong-bondong datang

148
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menyatroni. Sayang satu per satu mereka mati secara


mengerikan. Bahkan konon Soat-say-sam-ok ikut jadi korban
Ketika mendengar sampai di sini, tujuh jagcan penuntut
balas merasa badannya gemetar keras, sebab bagaimana pun
juga Soat-say-sam-ok adalah bekas saudara seperguruan
mereka.
Tampak si Pengejar Nyawa memandang sekejap sekeliling
ruangan, kemudian lanjutnya, "Sejak peristiwa itu, para
pencari harta berubah jadi orang yang hilang kabar beritanya.
Semakin banyak yang datang semakin banyak pula yang
hilang, sampai akhirnya Sip-coat-tui-hun-jiu Kok Ci-keng Kok
Sianseng datang kemari untuk mengusut hilangnya Soat-say-
sam-ok. Bersama si Tongkat besi Ang Su Sianseng empat
paderi dari Siau-lim-si dan tiga Tosu dari Bu-tong-pay, mereka
datang menyatroni Perkampungan Hantu. Sayang dari sekian
banyak jago yang masuk ke dalam perkampungan, hanya
Senyuman Pengejar Sukma Yu bun Siu seorang yang berhasil
meloloskan diri dalam keadaan terluka parah. Sepuluh jari
tangannya dipapas orang, otaknya juga jadi sinting. Tiap hari
kerjanya hanya berteriak-teriak, tapi semua ucapannya hanya
berkisar soal setan dan hantu
Ketika berbicara sampai di sini, semua tokoh yang merasa
ada sangkut-pautnya dengan peristiwa ini, seperti tujuh
jagoan penutut balas, Pa Thian-sik, empat paderi dari Siau-
lim-si, dua Tosu dari Bu-tong, Coa Giok-tan sebagai sahabat
karib Sik Yu-beng dan In Seng-hong serta Jay In-hui. yang
datang karena rasa ingin tahunya, sama-sama memusatkan
perhatiannya buat mendengarkan penjelasan lebih jauh.
Badai salju .masih turun dengan derasnya di luar rumah
makan, angin kencang yang menderu-deru seakan
mendemonstrasikan kekuatan, berusaha mencegah si
Pengejar Nyawa bertutur lebih jauh.
Sesudah berhenti sejenak untuk tarik napas, kembali si
Pengejar Nyawa berkata lebih jauh, "Dalam gilanya, Yu-bun
Siu Sianseng sering mengoceh tentang sebuah kitab pusaka
ilmu silat yang disebut sebagai kitab pusaka Pekikan naga.

149
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Konon di dalam kitab pusaka itu tercakup ilmu tenaga dalam,


ilmu pedang, ilmu jari, ilmu golok, ilmu meringankan tubuh,
ilmu am-gi dan ilmu seruling. Tujuh macam kepandaian hebat
Menyinggung soal kitab pusaka itu, Hoa Pian, Phang Ku-
kian, Kongci Si dan Si Tong segera memusatkan perhatian
untuk mendengarkan. Bahkan Ji Bun-lui serta dua bersaudara
Penggaet dan Pencabut nyawa pun turut pasang telinga baik-
baik.
"Kitab pusaka Pekikan naga merupakan hasil karya seorang
tokoh sakti dunia persilatan pada lima ratus tahun lalu. Siapa
yang bisa memperoleh kitab itu, dialah yang akan menjadi
jagoan tanpa tandingan. Aku dengar sudah hampir tiga ratus
tahun lamanya kitab pusaka itu tak pernah muncul lagi dalam
dunia persilatan. Entah bagaimana bisa muncul di
Perkampungan Hantu. Ketika berita ini tersiar luas, maka
gemparlah seluruh sungai telaga. Yang percaya dengan kabar
ini segera berbondong-bondong datang kemari untuk mencari
pusaka itu. Kasus pembunuhan banyak terjadi 'di sepanjang
perjalanan ke sini. Rupanya banyak orang takut kedahuluan
sehingga berusaha membungkam saingannya secepat
mungkin. Sayang semua orang yang masuk ke dalam
Perkampungan Hantu ternyata tak satu pun yang muncul
kembali. Konon sudah hampir lima enam ratus orang yang
hilang di perkampungan itu. Tokoh kenamaan pun sudah ada
tiga ratusan orang, tapi semuanya bagaikan ditelan bumi.
Gara-gara kasus inilah aku, si Pengejar Nyawa mendapat
perintah untuk melakukan penyelidikan. Semisal penghuni
Perkampungan Hantu benar-benar adalah sekawanan setan
iblis, kawanan setan itu sudah keterlaluan. Sudah waktunya
bagi kita untuk mengatasi semua kejadian berdarah ini!"
"Jauh-jauh dari wilayah Kwang-tong tujuanku kemari pun
demi kitab pusaka itu," kata Ji Bun-lui dengan suara dalam
"Saudara Pengejar nyawa, silakan kau usut pembunuhan
berdarah itu, sementara aku tetap akan mencari kitab pusaka
itu dan tetap akan membunuh orang itu."

150
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bicara sampai di sini dia melotot sekejap ke arah dua


bersaudara Sim dan Hoa Pian berempat.
Sim Ciu tertawa dingin.
"Memangnya gampang membunuh orang?" ejeknya.
"Ya, jangan-jangan kau tak mampu untuk melakukannya,"
Sim Sat menimpali.
"Aku lihat orang ini cuma pandai omong besar," kembali
Sim Ciu berkata.
"Padahal belum tentu kungfunya hebat!" lanjut Sim Sat.
Sebenarnya maksud kedatangan Phang Ku-kian berempat
ke wilayah Siang-kiang ini tak lain untuk mendapatkan kitab
pusaka Pekikan naga. Pikir mereka, asal bisa melatih sejenis
kungfu yang hebat, maka mereka tak usah kuatir lagi dengan
empat opas. Dan kini, setelah melihat tujuan kedatangan Ji
Bun-lui maupun dua bersaudara Sim juga demi kitab pusaka
itu, dalam hati mereka sangat berharap agar orang-orang itu
bertarung duluan, dengan begitu mereka baru mendapat
kesempatan untuk memperoleh kitab itu.
Siapa sangka pada saat itulah Coa Giok-tan telah bangkit
dan ujarnya sambil tertawa, "Saudara Pengejar Nyawa,
saudara Ji, dua bersaudara Sim. Kalau memang begitu,
mengapa kita tidak bersepakat untuk bekerja sama dan
berbarengan masuk ke Perkampungan Hantu untuk
melakukan penyelidikan?"
In Seng-hong turut berdiri, katanya pula sambil tertawa,
"Perkataan Coa-sianseng sangat tepat. Lebih baik kita masuk
ke Perkampungan Hantu bersama-sama. Mari kita buktikan,
apa benar ada kitab pusaka Pekikan naga di situ. Sekarang
kita tak perlu gontok-gontokan dulu!"
Jelas tujuan pemuda itu adalah untuk mengingatkan semua
orang bahwa kabar tentang Kitab pusaka Pekikan naga belum
tentu benar. Jadi tidak seharusnya mereka ribut duluan
sebelum membuktikan kalau benda mestika itu benar-benar
berwujud dan ada.
Ji Bun-lui saling tukar pandang sekejap dengan dua
bersaudara Sim. Mereka anggap perkataan itu sangat masuk

151
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

akal, maka masing-masing saling menahan amarah. Tinggal


Kongci Si berempat yang diam-diam kecewa, kecewa karena
gagal mengadu domba saingannya.
"Bagaimana kalau sekarang juga kita berangkat ke
Perkampungan Hantu?" usul si Pengejar Nyawa sambil tertawa
getir.
"Baik!" serentak para jago menyatakan setuju.
Lotia si pemilik rumah makan segera berkata, "Toaya
sekalian, semua perahu penyeberang di dermaga Hong-lim
telah pergi, sementara lapisan salju di Siau-lian-huan-wu
belum mengeras. Kalau ingin menyeberangi sungai, lebih baik
tunggulah sampai lapisan salju mengeras."
"Lotia tak usah kuatir," sela si Pengejar Nyawa sambil
lertawa, "kalau menyeberangi sungai yang begitu kecil saja
tak sanggup, buat apa kami mendatangi Perkampungan
Hantu?"
Ji Bun-lui turut tertawa terbahak-bahak, serunya pula, "Lo
tia, semua barang yang pecah dan rusak dalam kedaimu
termasuk semua hidangan dan arak, biar aku yang bayar. Ini,
cukup tidak?"
Sambil berkata dia ambil keluar segebung goanpo dan
dilemparkan ke hadapan Lotia. Kontan saja pemilik rumah
makan itu berseri kegirangan, serunya berulang kali, "Cukup
... cukup ... malah lebih
Mendadak paras mukanya berubah hebat. Ternyata ada
orang menggedor pintu dengan kerasnya dari luar rumah
makan. Dengusan napas yang terdengar di luar sana
terdengar jauh lebih menyeramkan dan mengerikan
ketimbang terpaan badai salju, bahkan seperti suara rintihan
seseorang menjelang ajalnya.
"... Buu ... ka ... pintu ... buka ... pintu....
"Setannya datang lagi... setannya datang lagi..." pekik Lotia
si pemilik rumah makan dengan napas tersengal.
Sementara semua orang bersiap menghadapi hal yang tak
diinginkan, si Pengejar Nyawa sudah melesat ke depan,
menjejak pintu ruangan hingga terbuka dan melejit keluar.

152
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Begitu pintu terbuka lebar, salju dan angin pun menerpa


masuk ke ruangan dengan hebatnya. Selembar kain putih
besar ternyata sudah terpancang di muka pintu, di atas kain
terpampang beberapa huruf yang berbunyi:
"Bila memasuki Perkampungan Hantu. Selamanya tak akan
balik ke rumah!'
Selain kain putih dengan beberapa tulisan darah itu,
tampak sesosok tubuh manusia tergantung pula di depan
pintu. Orang itu digantung dengan seutas tali. Kematiannya
amat mengenaskan, lidahnya tampak menjulur keluar,
sepasang matanya melotot besar, mulutnya penuh berlepotan
darah. Tidak nampak bekas luka di sekujur badannya. Orang
itu mati lantaran digantung.
Si Pengejar Nyawa segera melejit ke udara, dengan dua jari
tangannya pengganti gunting, dia potong tali gantungan itu
hingga putus. Ketika tubuh orang itu direbahkan di lantai,
semua orang pun merasa terkesiap. Ternyata orang itu tak
lain adalah Siang Bu-thian.
Mengapa Siang Bu-thian balik lagi setelah berlalu tadi?
Kenapa ia bisa mati tergantung di sini?
Kenapa kehadiran Siang Bu-thian di depan pintu sama
sekali tak dirasakan para jago yang ada di dalam ruangan?
Andaikata tubuh Siang Bu-thian tidak membentur pintu
karena hembusan badai salju, mungkin hingga sekarang pun
tak ada yang sadar akan kehadirannya. Lalu siapa pula yang
berteriak "buka pintu" dengan suaranya yang aneh?
Lidah Siang Bu-thian menjulur keluar panjang sekali,
matanya memancarkan rasa ketakutan yang luar biasa seakan
dia ingin memberitahu kepada semua orang tentang sesuatu.
Tapi kini dia sudah mati. Tentu saja orang hidup tak akan bisa
menangkap suara perkataan orang mati.
Siapa pula yang menulis surat peringatan di kain putih itu?
Siapa yang mengikat kain putih itu di depan pintu? Padahal
dalam ruangan rumah makan itu hadir begitu banyak jago
tangguh, mengapa tak seorang pun di antara mereka yang
merasakan atau mengetahui hal ini?

153
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Perbuatan manusiakah? Atau jangan-jangan memang hasil


karya setan?
"Ada setan, ada setan!" pekik A-pun dengan nada
ketakutan setengah mati.
Selapis bayangan hitam serasa menyelimuti raut muka
setiap orang. Sambil tertawa kaku Coa Giok-tan berkata
kembali, "Jangan bicara ngawur! Mana ada setan di dunia ini?"
"Biarpun benar-benar ada setan, aku pun tetap akan ke
situ!" mendadak Pa Thian-sik berseru dengan wajah serius.
Belum selesai bicara ia sudah menerjang keluar dari ruangan
dengan kecepatan bagaikan petir. Dalam sekejap mata tinggal
sebuah titik hitam yang nampak di kejauhan sana.
"Jangan gegabah!" pekik si Pengejar Nyawa dengan kening
berkerut.
"Cianpwe Pengejar Nyawa! seru In Seng-hong sambil ber-
bangkit, "... aah, bukan. Toako, jangan biarkan Pa-sianseng
pergi seorang diri. Ayo kita segera menyusulnya beramai-
ramai!"
"Bagus, tepat seperti yang kuharapkan!" sambung Ji Bun-
lui lantang. Dia kuatir kitab pusaka Pekikan naga jatuh ke
tangan orang lain. Siapa tahu tiba-tiba ... "Wes, wees!" dua
kali desingan angin tajam berkelebat lewat dari sisi tubuhnya,
dua bersaudara Sim sudah menyusul keluar duluan.
Tentu saja Ji Bun-lui tidak tinggal diam. Segera dia
menyusul dari belakang. Maka semua jago yang lain pun ikut
membuntuti di belakangnya. Melihat itu si Pengejar Nyawa
hanya bisa menghela napas panjang.
Kawanan jago silat itu berjumlah dua puluh lima orang.
Mereka bergerak cepat menuju ke Perkampungan Hantu
dengan menelusuri permukaan salju yang putih. Pa Thian-sik
bergerak memimpin paling depan, dengan ilmu meringankan
tubuhnya yang tangguh dia hanya nampak seperti titik hitam
di kejauhan sana.
Dua bersaudara Sim berangkat selangkah duluan, namun Ji
Bun-lui yang mengejar dengan mengerahkan tenaga dalamnya
hanya ketinggalan lima langkah di belakang kedua orang itu.

154
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

In Seng-hong dan Jay In-hui menyusul di belakang Ji Bun-


lui, sedang Coa Giok-tan mengintil di belakang In Seng-hong.
Empat padri dari Siau-lim-pay dan dua orang Tosu dari Bu-
tong-pay menyusul di belakang Coa Giok-tan.
Tujuh jagoan penuntut balas berada di belakang empat
padri, sementara Si Tong Hoa Pian, Phang Ku-kian dan Kongci
Si berada di belakang sendiri dikuntit ketat oleh si Pengejar
Nyawa.
Biarpun saat itu badai salju sedang turun dengan hebatnya,
kekuatan alam ini sama sekali tidak mempengaruhi kawanan
jago itu untuk bergerak cepat.
Di tengah terpaan bunga salju yang deras, mendadak si
Pengejar Nyawa tertawa terbahak-bahak. Dengan satu
kecepatan yang iuar biasa ia menerjang terpaan angin utara
dan melampaui Hoa Pian berempat, kemudian dia melewati
juga tujuh jagoan penuntut balas, empat padri dari Siau-lim
dan dua Tosu dari Bu-tong.
Ketika Coa Giok-tan melihat dirinya bakal tersusul, segera
dia tarik napas dan lari dengan terlebih kencang lagi.
Dalam sekejap mata mereka berdua sudah berhasil
melewati In Seng-hong dan Jay In-hui. Dasar anak muda yang
berdarah panas, melihat diri mereka dilampaui orang, lekas
mereka menghimpun tenaga dalam dan melesat lebih cepat.
Tak lama kemudian kedua orang anak muda inipun berhasil
lari bersanding dengan Coa Giok-tan.
Sementara itu Ji Bun-lui juga telah menghimpun tenaga
murninya. Walaupun ilmu meringankan tubuhnya tidak
seberapa hebat, namun karena tenaga dalamnya sempurna
maka makin lama berlari semakin menguntungkan bagi
posisinya. Tiba-tiba ia melepas jubah panjangnya dan
diikatkan di pinggang, kemudian sambil berteriak nyaring ia
melesat lebih cepat ke depan. Akhirnya dia berhasil menyusul
Sim bersaudara.
Baru saja Ji Bun-lui merasa gembira, mendadak desingan
angin bergema datang, tahu-tahu seseorang sudah melewati
atas kepalanya dan melesat beberapa kaki di depannya. Ia

155
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tertegun. Ternyata si Pengejar Nyawa telah meninggalkan


dirinya dua kaki di belakang.
Tak terlukiskan rasa mendongkol Ji Bun-lui. Baru saja akan
menyusul, kembali terdengar suara langkah kaki bergema dari
belakang, ternyata In Seng-hong sudah menyusul dari sisi kiri
dan Jay In-hui menyusul dari sisi kanan. Selangkah di
belakang mereka kelihatan Coa Giok-tan menyusul sembari
tersenyum, sedang dua bersaudara Sim ada di belakang Coa
Giok-tan.
Diam-diam Ji Bun-lui terkesiap, pikirnya, "Aaah, tak
disangka jagoan hebat bukan hanya aku seorang!"
Segera pula dia mengerahkan tenaga dalam dan lari
bersanding In Seng-hong dan Jay In-hui.
Perlombaan lari pun berlangsung semakin seru. In Seng
hong yang hebat dalam hal ilmu pedang dan ilmu
meringankan tubuh, Ji Bun-lui yang hebat dalam tenaga murni
serta Jay In-hui yang unggul dalam ilmu meringankan tubuh,
ternyata lari berjajar secara seimbang.
Coa Giok-tan meski hebat ilmu silatnya dan sempurna
tenaga dalamnya, ternyata dia masih setingkat di bawah Ji
Bun-lui. Karenanya dia ketinggalan satu langkah di belakang.
Ilmu meringankan tubuh Sim bersaudara masih kalah dari
In Seng-hong. Bicara soal tenaga dalam, mereka pun belum
mampu mengungguli Ji Bun-lui serta Coa Giok-tan. Maka
mereka selangkah tertinggal di belakang.
Begitu si Pengejar Nyawa mengerahkan kepandaiannya
untuk meluncur, tampak salju putih beterbangan kian kemari.
Bagaikan awan yang berkejaran di angkasa dia tinggalkan
kawanan jago lain jauh di belakang. Tapi ilmu gerakan tubuh
yang dimiliki Pa Thian-sik memang hebat. Lagipula dia pun
bergerak duluan. Maka selisih jaraknya dengan si Pengejar
Nyawa hampir mencapai puluhan kaki.
Baru saja Pengejar Nyawa hendak menghimpun hawa
murninya untuk menyusul ke depan, tiba-tiba terasa badai
salju turun semakin kencang. Di balik salju lebat terasa pula
hembusan angin utara yang dahsyat, membuat pemandangan

156
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dalam radius satu dua kaki segera terselubung oleh lapisan


salju hingga tak dapat melihat apapun.
Pada saat itulah dari arah depan bergema suara bentakan
gusar disusul suara dengusan tertahan.
Si Pengejar Nyawa terkesiap. Ia sadar mereka telah
melakukan kesalahan fatal. Dengan melakukan kejar-mengejar
semacam ini, sama artinya mereka telah mengendorkan
pertahanan di bagian depan dan belakang. Padahal bila
ditinjau dari kematian Siang Bu-thian yang tergantung di
depan pintu tadi, jelas ada orang ingin mencari keuntungan di
air keruh. Dengan berpencar, bukankah sama artinya mereka
sudah terjebak oleh siasat lawan?
Segera teriaknya dengan suara lantang "Cuwi sekalian,
harap hati-hati! Perlambat gerak lari, musuh yang mulai
menyerang!"
Sembari berteriak, diam-diam dia membuat persiapan
sambil melesat ke depan. Mendadak kakinya seperti
menginjak seseorang.
Terdengar orang itu merintih pelan sambil mencengkeram
kakinya. Si Pengejar Nyawa segera mengenali suara rintihan
itu berasal dari Pa thian-sik. Kembali teriaknya, "Ini aku,
bagaimana keadaanmu?"
Di tengah hembusan angin utara yang kencang, tampak Pa
Thian-sik tergeletak di atas permukaan salju. Darah segar
telah menggenang di atas tanah, membuat salju yang semula
putih kini berubah jadi merah.
Menyusul kemudian tampak Pa Thian-sik berusaha meronta
bangun sambil serunya terbata-bata, "Pung ... punggungku ...
ada orang menyerang dengan senjata rahasia
Cepat si Pengejar Nyawa membalikkan badannya. Benar
juga, di atas punggungnya terdapat tiga buah lubang kecil.
Darah segar mengucur dari luka itu, tapi tak nampak ada
senjata rahasia yang menancap di situ.
Waktu itu Ji Bun-lui, In Seng-hong dan Jay In-hui telah
menyusul tiba. Mereka bertiga mencoba memeriksa sekeliling
tempat itu, namun selain lapisan salju yang membentang

157
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

hingga ujung langit, tak sesosok bayangan manusia pun yang


nampak.
"Maknya!" umpat Ji Bun-lui sambil berkoar-koar. "Kalau
berani jangan berlagak macam setan! Lekas menggelinding
keluar, Toaya akan memberi hajaran yang setimpal untukmu!"
Suaranya keras hingga mendengung sampai di kejauhan,
namun tiada tanggapan.
Si Pengejar Nyawa melihat darah yang mengucur keluar
dari luka Pa Thian-sik masih mengalir sangat deras, bahkan
darah yang berceceran makin lama warnanya makin hitam.
Diam-diam ia terkesiap, segera tegurnya, "Saudara Thian-sik,
kau sudah mencabut keluar senjata rahasianya?"
Kondisi badan Pa Thian-sik makin lama semakin melemah,
sorot matanya mulai buram tak bersinar.
"Dicabut? ... Be ... belum ... aku dapat merasakan ... benda
itu seperti berada di... di dalam tubuhku
Lekas Jay In-hui mengeluarkan obat luka, kemudian
dibubuhkan ke luka di punggung Pa Thian-sik. Sementara itu
Coa Giok-tan yang menyusul tiba dan melihat luka telah
berubah semu hijau, ia sadar bahwa gelagat tidak
menguntungkan. Maka tanyanya, "Saudara Thian-sik, kau
terkena senjata rahasia apa? Apakah senjata rahasianya sudah
dicabut orang? Siapa yang melukaimu?"
Paras muka Pa Thian-sik makin lama semakin bertambah
pucat, sahutnya lirih, "Aku ... aku tidak tahu ... ketika angin
berhembus kencang, aku ... aku merasa ada orang meniupkan
udara dingin di ... di belakang tengkukku ... aku ... aku
membalikkan badan ingin me ... menawan orang itu ... tapi ...
tapi tak ada siapa-siapa ... Kemudian aku ... aku merasa
punggungku kaku dan ... aku pun roboh. Senjata rahasia itu
... tak ada yang mencabutnya ... aku ... aku hanya merasa
benda itu se ... seakan sudah menyusup ke dalam tu ...
tubuhku....
Suaranya makin lama semakin perlahan, makin lirih. Makin
lemah....

158
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dua bersaudara Sim yang kebetulan baru tiba kontan


berubah hebat paras mukanya, sebab mereka masih dapat
membayangkan betapa hebatnya ilmu silat yang dimiliki Pa
Thian-sik, ketika membunuh si naga pertama dari lima naga
dengan ilmu mengisapnya. Tapi sekarang siapa sangka dia
sudah roboh terkapar dalam keadaan luka parah tanpa tahu
siapa yang membokongnya.
Ketika mencoba untuk memeriksa luka, mereka sadar
benda yang melukai Pa Thian-sik sudah pasti bukan benda
sebangsa jarum. Ada sejenis senjata rahasia yang bisa masuk
ke tubuh manusia dengan mengikuti aliran darah. Benda
semacam itukah yang telah bersarang di tubuhnya?
Mendadak dari pucat-pias paras Pa Thian-sik berubah jadi
hijau gelap. Sambil melompat bangun dia mulai merobek
jubah hitam yang dikenakannya hingga robek berkeping-
keping. Hancuran kain beterbangan diterpa badai salju. Satu
putih satu hitam, sebuah perpaduan warna yang amat
memilukan hati.
Dengan suara parau menyeramkan Pa Thian-sik berteriak
keras, serunya sambil menuding kawanan jago itu, "Setan!
Setan! Kalian akan pergi bersamaku ... hehehe ... hee ...
setan! Setan!" rambutnya sudah awut-awutan, terurai ke
belakang punggung, matanya merah berapi, darah segar
belepotan di ujung mulutnya. Mimik mukanya saat ini memang
sangat menyeramkan, tak ubahnya seperti setan iblis.
Untuk sesaat tak seorang pun berani maju mendekat.
Ketika selesai mengucapkan kata terakhir, mendadak Pa
Thian-sik menjerit melengking, darah kental bercucuran dari
ujung mulutnya. Bukan darah berwarna merah, tapi darah
kental berwarna hitam pekat.
Ketika si Pengejar Nyawa maju mendekat sambil
memeriksa dengus napasnya, segera diketahui Pa thian-sik
sudah putus nyawa. Tewas dalam keadaan yang sangat
mengenaskan.
Sementara itu para jago sudah berkumpul di sana.
Menyaksikan kematian Pa Thian-sik yang mengerikan itu,

159
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

diam-diam semua orang merasa bergidik. Mereka tak tahu


kapan giliran mereka akan tiba.
Malam semakin kelam, kegelapan sudah mulai mencekam
seluruh jagad.
Pengejar nyawa mengawasi mayat Pa Thian-sik sambil
menundukkan kepala dan termenung. Coa Giok-tan tidak
banyak bicara, sementara Jay In-hui yang ketakutan sedang
dihibur oleh In Seng-hong....
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar lagi jeritan ngeri yang
memilukan berkumandang datang dari arah belakang sana.
"Aduh celaka!" pekik si Pengejar Nyawa dengan wajah
berubah.
Keempat padri dari Siau-lim-pay dan dua Tosu dari Bu-
tong-pay segera melesat ke udara dan meluncur ke arah
sumber jeritan itu, sedang si Pengejar Nyawa segera melintas
di atas kepala para jago bagai anak panah terlepas dari
busurnya. Sambil berlari ia berteriak, "Saudara Ji, saudara
Coa, In-lote", kita tak boleh berpencar! Segera berangkat
dalam satu rombongan!"
In Seng-hong beramai tentu saja tak berani berjalan
kelewat cepat lagi. Setiap orang selisih jarak tak sampai tiga
depa, dengan In Seng-hong berada paling depan dan Coa
Giok-tan paling belakang.
Lebih dua puluh kaki perjalanan ditempuh, satu
pemandangan mengerikan kembali terbentang di depan mata.
Gumpalan darah bercampur salju berceceran dimana-mana.
Tampak tujuh jagoan penuntut balas dengan senjata
terhunus membuat satu lingkaran mengelilingi si Pengejar
Nyawa. Waktu itu si Pengejar Nyawa sedang berjongkok
memeriksa tubuh seseorang yang terkapar di tanah, gumpalan
darah ternyata berasal dari tubuh orang itu.
Orang yang terkapar di atas permukaan salju itu masih
menggenggam senjata ruyung tiga ruasnya. Dia tak lain
adalah Si Tong.
Tapi apa yang menyebabkan kematiannya? Dan kemana
perginya Kongci Si, Phang Ku-kian serta Hoa Pian?

160
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Terdengar salah satu di antara tujuh jagoan penuntut balas


yang bersenjata gurdi besi berkata, "Kepandaian silat kami
cetek, tak mampu menyusul kalian. Sementara keempat orang
Tauwto ini jauh ketinggalan di belakang kami, kemudian kami
pun tiba-tiba mendengar jeritan ngeri. Ketika balik kemari
"Ketika tiba di sini, kami telah menyaksikan pemandangan
seperti ini," sambung lelaki yang bersenjatakan tombak emas.
"Sementara ketiga orang Tauwto yang lain tak nampak batang
hidungnya, kemudian kalian pun tiba di sini."
"Seharusnya kendati ketiga orang Tauwto itu takut setan,
mustahil mereka akan meninggalkan jenazah rekannya begitu
saja. Apalagi kami balik ke sini dengan kecepatan tinggi.
Seharusnya kami masih sempat melihat mereka semua,"
sambung pula rekan yang lain.
"Ya, tapi mereka seakan lenyap begitu saja. Menguap ke
udara lelaki bersenjata palu berantai menambahkan.
Badai salju masih meraung-raung menerpa permukaan
tanah. Di tengah kegelapan malam, suara itu seakan rintihan
dan jeritan beribu sosok sukma gentayangan yang berasal dari
neraka, membuat paras muka semua orang jadi pucat
kehijauan. Mereka bergidik dengan suasana itu.
Terdengar lelaki yang bersenjata Boan-koan-pit berkata
dengan suara gemetar, "Benar, ketika kami balik kemari,
lamat-lamat seperti mendengar ketiga ... ketiga orang saudara
itu menjerit ngeri... suara mereka seakan ... datang dari
angkasa!"
"Apa?" seru Pengejar Nyawa sambil berkerut kening.
"Maknya! Kau tidak usah menakut-nakuti orang!" umpat Ji
Bun-lui pula dengan gusar.
Sambil membusungkan dada, lelaki yang bersenjata Boan-
koan-pit berkata, "Locu adalah orang yang tidak takut langit
tidak takut bumi. Kenapa mesti menakut-nakutimu? Aku
memang mendengar jeratan itu-seolah berasal dari tengah
langit. Mulut ini mulutku sendiri, kau toh boleh tidak percaya!"
Pengejar Nyawa mendongakkan kepala memandang ke
angkasa. Kegelapan malam telah mencekam seluruh jagad. Ia

161
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tidak melihat apapun, bahkan bintang tak satu pun yang


kelihatan.
Akhirnya Pengejar Nyawa menghela napas panjang,
tanyanya kemudian, "Kalian pernah mendengar ilmu silat yang
dinamakan Auman singa?"
"Tidak. Kecuali jerit kesakitan, kami hanya mendengar ada
suara yang lamat-lamat datang dari tengah udara, namun
tidak melihat apapun."
"Ya," sambung lelaki bersenjata tali lemas, "semisal ada
orang menggunakan ilmu Auman singa, seharusnya kami pun
ikut mendengar."
"Ehm, betul juga perkataanmu," kata si Pengejar Nyawa
setelah termenung sejenak.
Lalu setelah mengawasi para jago sekejap, ia tertawa getir
dan berkata lagi, "Aku tidak menemukan bekas luka di tubuh
Si Tong. Jangankan luka menganga, lubang kecil pun tak
ada.^Tapi kendang telinganya pecah, otak dan isi perutnya
juga hancur. Itulah sebabnya dia memuntahkan darah segar
dalam jumlah banyak. ARu rasa penyebab kematian Si Tong
akibat tergetar oleh ilmu sebangsa Auman singa. Tapi ... jika
dibilang ia mati lantaran ilmu Auman singa, seharusnya semua
orang yang berada di radius lima li ikut mendengar dengan
jelas. Kenyataannya kita tak mendengar apa-apa
Setelah tertawa getir, kembali ujarnya sambil menuding
bekas kaki yang tampak kacau di atas permukaan salju:
"Bekas kaki pun tampak tak masuk di akal. Yang ada hanya
tapak kaki sewaktu datang, dan tidak ada bekas kaki sewaktu
balik. Juga tak nampak bekas kaki menuju ke arah lain.
Padahal di sini tak ada alat rahasia apa-apa. Lalu kemana
perginya Hoa Pian, Phang Ku-kian serta Kongci Si bertiga ...
tak mungkin mereka lenyap begitu saja seakan menguap
Kembali semua orang merasa-hatinya tercekam. Hoa Pian
berempat memiliki kungfu yang cukup hebat, namun dapat
dibunuh orang dalam sekejap. Ini berarti jiwa mereka pun
terancam setiap saat....

162
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Di tengah kegelapan malam yang semakin mencekam, di


tengah badai salju yang menderu-deru, tiba-tiba
berkumandang suara tangisan dan nyanyian seorang wanita
yang memilukan hati:
"... cahaya rembulan mulai redup, malam semakin kelam ...
dalam alam baka yang gelap, tiada cahaya sang surya, tiada
sinar rembulan ... hanya roh-roh halus yang gentayangan
Jagoan yang bersenjata Boan-koan-pit bergidik hingga bulu
kuduk berdiri. Tiba-tiba ujarnya agak gemetar, "Aku ... aku ...
aku ... tak ... tak ingin pergi....
Tiba-tiba terdengar Ji Bun-lui membentak nyaring,
"Menggelinding keluar kau!"
"Wees!" kapak terbangnya segera meluncur ke udara
dengan kecepatan tinggi, kemudian berputar ke tempat
kegelapan di sisi timur-laut hutan.
Suara nyanyian berhenti seketika!
Cahaya berkilauan tampak berputar membelah kegelapan
malam. Setelah membuat pusingan satu lingkaran, senjata itu
terbang kembali ke tangan Ji Bun-lui.
Mata kapak itu tampak ada noda darah. Bukan darah
manusia, tapi darah kepala sekor burung.
Melihat hal ini Ji Bun-lui tertawa getir. Dia tak mengira
kapak terbangnya hanya mampu memenggal kepala sekor
burung.
Sekujur badan lelaki bersenjata rantai terbang gemetar
semakin keras. Dia mulai mundur sempoyongan sambil
berbisik, "Ki ... kita adalah manusia, lebih baik ... lebih baik
jangan mengusik makhluk halus seperti mereka
Ji Bun-lui memandang lelaki itu sekejap dengan penuh
gusar, teriaknya, "Aku dengar ilmu silat kalian sudah dilatih
melampaui guru kalian. Guru kalian adalah si Tangan Sakti
Pengejar Sukma, sementara kalian tak lebih hanya gentong
nasi
"Benar!" sambung lelaki bersenjata peluru geledek sambil
memandang gusar rekannya. "Kita tak boleh merusak nama
baik Suhu!"

163
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Demi membalaskan dendam sakit hati Suhu, kita sudah


berlatih tekun selama tiga tahun. Kau begitu ketakutan, lalu
buat apa ikut latihan selama ini?" seru lelaki bersenjata
tombak emas pula.
"Ya, kita seorang satu nyawa, tujuh orang tujuh nyawa.
Ayo kita luruk Perkampungan Hantu!" sambung lelaki
bersenjata gurdi.
Tiba-tiba dari tengah udara berkumandang lagi suara
nyanyian perempuan, hanya kali ini suaranya jauh lebih
mengerikan ketimbang yang pertama kali tadi.
"... cahaya rembulan mulai redup, malam semakin kelam ...
dalam alam baka yang gelap, tiada cahaya sang surya, tiada
sinar rembulan... hanya roh-roh halus yang gentayangan ...."
Mendadak Ji Bun-lui membentak nyaring "Kena!" kembali
kapak terbangnya melesat ke udara, kali ini senjata ini
meluncur dengan kecepatan satu kali lipat lebih cepat.
Coa Giok-tan tidak tinggal diam, ia getarkan juga tangan
kanannya sembari menyambit ke depan. Sebuah serat yang
terbuat dari emas segera tergetar hingga tegak bagaikan
sebatang tombak, kemudian langsung menusuk ke balik
kegelapan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Menyusul serangan itu, si Pengejar Nyawa melesat ke arah
datangnya suara tadi. Dalam waktu singkat tiga orang jago
tangguh telah turun tangan bersama.
Terdengar jeritan ngeri yang memilukan hati bergema di
angkasa, kemudian suasana kembali hening.
Ji Bun-lui menyambut kembali kapak terbangnya yang telah
meluncur balik. Dia lihat mata kapak sudah dibasahi darah
segar. Coa Giok-tan juga telah menarik kembali serat
emasnya, sementara si Pengejar Nyawa muncul dari balik
kegelapan sambil membopong tubuh seseorang.
Begitu tiba di tengah rombongan, ia langsung menjerit
keras, "Kalian telah salah membunuh!"
Ketika sorot mata semua orang ditujukan pada orang dalam
bopongan si Pengejar Nyawa, terlihatlah orang itu tak lain tak
bukan adalah Phang Ku-kian.

164
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tengkuk Phang Ku-kian telah terhajar kapak terbang Ji


Bun-lui hingga nyaris putus, sementara jalan darah Ki-hay-hiat
di badannya tertusuk pula oleh serat emas yang dilancarkan
Coa Giok-tan. Darah masih mengucur keluar dari lukanya itu.
"Sebelum terbunuh, jalan darah bisu dan jalan darah
lemasnya telah ditotok orang," kata si Pengejar Nyawa dengan
nada dingin. "Tampaknya dia memang sengaja diletakkan di
sana untuk menjebak kita. Mana ada setan yang bisa menotok
jalan darah? Sudah jelas pembunuh itu bukan setan!"
Penjelasan ini kontan membuat perasaan semua orang
sedikit rada lega. Siapa tahu lelaki yang bersenjata Boan-
koan-pit kembali berkata dengan suara gemetar, "Setan
adalah makhluk yang serba bisa. Tentu saja dia pun dapat
menotok jalan darah!"
Ji Bun-lui tidak menggubris perkataan orang, dia melirik
sekejap ke arah Coa Giok-tan dengan mata melotot. Perasaan
hatinya benar-benar diliputi rasa tercengang bercampur kaget.
Dia tak menduga kalau ilmu silat orang jauh lebih hebat
ketimbang apa yang dibayangkan semula.
Ternyata serangan yang dilancarkan oleh Coa Giok-tan dan
Ji Bun-lui tadi, meski dilancarkan hampir bersamaan,
kecepatan serangan Coa Giok-tan setengah langkah lebih
cepat. Senjata serat emasnya menusuk jalan darah Ki-hay-hiat
Phang Ku-kian duluan. Justru karena tusukan itu, maka jalan
darah bisunya yang sudah tertotok terbebaskan. Itulah
sebabnya ketika tengkuknya dibabat kapak terbang, sang
korban sempat menjerit kesakitan.
Dalam pada itu Coa Giok-tan sangat bersedih. Dia tak
menyangka telah salah membunuh rekan sendiri.
Melihat itu, dengan suara dalam si Pengejar Nyawa
berkata, "Mulai sekarang kita harus tingkatkan kewaspadaan,
bersiap dengan kekuatan penuh dan jangan bubar dari
rombongan. Kita semua tak perlu bergerak terlalu cepat.
Saudara Ji, kau bersama aku sebagai pembuka jalan, saudara
Coa dan In-lote berada di barisan paling belakang, sementara
dua bersaudara Sim menjaga bagian tengah barisan."

165
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Berbicara soal ilmu silat, kepandaian silat yang dimiliki


Pengejar Nyawa terhitung paling hebat. Kemudian disusul
kepandaian Ji Bun-lui, In Seng-hong, Coa Giok-tan dan Jay In-
hui berempat. Setelah itu baru disusul dua bersaudara Sim.
Karena itulah beberapa orang ini telah diletakkan si Pengejar
Nyawa pada posisi yang strategis.
Kini sisa rombongan tinggal dua puluh saja. Perlahan-lahan
mereka mulai bergerak menuju ke Perkampungan Hantu. Tak
ada orang yang berlari cepat lagi.
Dalam waktu singkat tiga puluh li sudah dilampaui, tiba-tiba
terdengar suara ringkik kuda berkumandang datang dari
kejauhan. Pengejar Nyawa segera memberi tanda, rombongan
pun menghentikan langkah sambil bersiaga.
Terlihat belasan ekor kuda bergerak mendekat dengan
langkah perlahan. Di setiap punggung kuda itu tampak
seseorang mendekam di sana, sementara belasan ekor kuda
yang lain diikat bergandengan dengan menggunakan seutas
tali panjang. Karena terikat jadi satu, maka kuda-kuda itu tak
dapat memencarkan diri.
Melihat keadaan sangat mencurigakan, dengan lantang si
Pengejar Nyawa segera menegur, "Siapa yang datang? Harap
laporkan namamu daripada terjadi kesalah pahaman!"
Teguran itu diulangi sampai tiga kali, namun orang itu
belum juga bergerak. Bahkan rombongan kuda itu masih
bergerak maju perlahan-lahan.
Si Pengejar Nyawa segera memberi tanda. Bersama Ji Bun-
lui mereka melesat mendekati orang itu dengan kecepatan
tinggi.
Dengan satu cengkeraman maut, Ji Bun-lui menyambar
orang yang mendekam di punggung kuda pertama, kemudian
membetotnya ke bawah.
Pada waktu yang sama, si Pengejar Nyawa menyambar
pula punggung orang kedua yang berada di kuda nomor dua.
"Hah, mayat!" mendadak kedua orang jago itu menjerit
berbareng.

166
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Berhubung kuda yang paling depan berhenti, seketika


rombongan kuda yang berada di belakangnya ikut berhenti
pula. Tampak orang-orang yang berada di atas punggung
kuda-kuda itu mendekam dengan wajah pucat-pias. Ternyata
semuanya sudah menjadi mayat!
Kematian orang-orang ini sangat aneh. Sepasang mata
mereka melotot besar, tubuh lemas bagaikan kapas seakan
tenaga dalam mereka telah punah sama sekali. Bahkan darah
di tubuh mereka pun seakan telah diisap habis jadi mayat
yang kering.
"Setan pengisap darah!" pekik lelaki bersenjata tali lemas
dengan nada kaget.
Semua orang cukup mengenal siapakah mayat-mayat itu,
sebab mereka tidak lain adalah rombongan yang datang
bersama Siang Bu-thian, yaitu para begundal dan tukang
pukul pemuda bejad itu. Tak disangka kini mereka semua
telah menjadi mayat kering.
Pada saat itulah suara nyanyian yang memilukan hati
kembali bergema dari balik kegelapan. Baru saja Ji Bun-lui
berkerut kening dan siap melancarkan serangan, dengan
wajah serius Pengejar Nyawa segera berbisik, "Jangan turun
tangan secara gegabah. Pancing keluar dulu orang itu,
kemudian baru digebuk bersama!"
Suara aneh itu kembali lenyap tak berbekas setelah
bernyanyi dan tertawa aneh berulang-kali.
Dengan serius si Pengejar Nyawa pasang telinga dan
mendengarkan beberapa saat. Tiba-tiba bisiknya kepada Ji
Bun-lui, "Saudara Ji, boleh aku pinjam kapakmu sebentar?"
Ji Bun-lui tak paham apa yang hendak dia lakukan. Tapi ia
percaya si Pengejar Nyawa pasti tak bermaksud jahat. Maka
tanpa ragu dia sodorkan kapaknya.
Seperti sedang memikirkan sesuatu, tiba-tiba si Pengejar
Nyawa membalikkan mata kapak hinga menyorot ke atas
permukaan salju. Pantulan sinar yang menusuk pandangan
segera memancar dari mata kapak itu. Dalam detik yang amat
singkat inilah dari atas mata kapak secara lamat-lamat terlihat

167
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ada sesosok bayangan hitam berkelebat lewat kemudian


lenyap tak berbekas.
Dalam hati kecilnya, si Pengejar Nyawa segera mengerti
.ipa yang telah terjadi. Mendadak ia bertanya kepada In Seng-
bong, "In-lote, sebelum aku membantu Pek Shia-cu
menghadapi Bu-tek Kong-cu di gurun pasir tempo hari, jagoan
di pihak kita sudah mati duluan beberapa orang dengan cara
yang misterius. Konon mereka tewas karena disergap dan
dibokong dalam keadaan yang luar biasa. Waktu itu kita tidak
melihat jejak musuh di padang pasir yang luas, tapi setiap kali
ada anggota rombongan yang tertinggal, mereka selalu tewas
dibunuh secara kejam. Tahukah kau benda apa yang telah
digunakan musuh untuk merobohkan anggota rombongan
waktu itu?
Mula-mula In Seng-hong agak tertegun, tapi setelah
berpikir sebentar ia segera sadar apa yang dimaksud.
Serunya, "Aaah, aku sudah paham. Saudara Pek-i pernah
menceritakan pengalamannya kepadaku
"Asal sudah paham ya sudah," tukas si Pengejar Nyawa
sambil tersenyum.
"Apakah perlu bantuanku?" tanya Ji Bun-lui.
"Ya, apa perlu bantuan kami?" sambung Coa Giok-tan pula.
"Kehebatan saudara Pengejar Nyawa dalam menaklukkan
Butek Kongcu sudah tersohor di seantero jagad. Bila
membutuhkan tenaga kami, Cayhe siap membantu dengan
sepenuh tenaga!"
"Terima kasih banyak," si Pengejar Nyawa tersenyum.
"Sekarang aku, saudara Coa dan In-lote bekerja sama
melemparkan tubuh saudara Ji ke udara. Kemudian dari situ
saudara Ji melemparkan kapak terbangnya ke posisi musuh.
Coba kita lihat apakah dengan cara begini kita dapat
melukainya."
"Baik, tak jadi masalah," Ji Bun-lui menanggapi sambil
tertawa keras.
"Sekarang dia terbang rendah, ayo naik!" bisik si Pengejar
Nyawa tiba-tiba dengan suara lirih.

168
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Coa Giok-tan segera menggetarkan pecut serat emasnya.


Senjata yang panjangnya mencapai dua puluhan depa itu
segera melilit pinggang In Seng-hong dan Ji Bun-lui.
Empat padri dari Siau-lim, dua Tosu dari Bu-tong, tujuh
jagoan penuntut balas serta dua bersaudara Sim kontan
melengak melihat kejadian ini. Semula mereka mengira Coa
Giok-tan hendak membokong kedua orang jago itu.
Belum sempat mereka berpikir jauh, Coa Giok-tan telah
mengayunkan pecut serat emasnya ke udara. Tubuh Ji Bun-lui
dan In Seng-hong segera terlempar ke udara setinggi empat
lima kaki lebih.
Sewaktu badannya dilemparkan ke tengah udara, baik In
Seng-hong maupun Ji Bun-lui sama-sama tidak mengerahkan
tenaga. Tapi begitu badan mereka mulai meluncur ke bawah,
In Seng-hong segera menyambar sepasang kaki Ji Bun-lui, lalu
sambil menarik napas dan mengerahkan ilmu meringankan
tubuhnya yang hebat, ia melambung lagi dua kaki ke udara.
Dengan menggunakan sisa tenaga yang dimilikinya, dia
dorong sepasang tangannya kuat-kuat, melemparkan tubuh Ji
Bun-lui hingga melambung berapa kaki lagi ke atas.
Selama ini Ji Bun-lui sama sekali tidak mengerahkan
tenaga. Menunggu sampai tenaga dorongan In Seng-hong
melemah, dia baru menghimpun tenaga dalamnya kemudian
melejit satu kaki lebih tinggi. Sambil membentak keras, kapak
terbangnya langsung diayunkan ke depan.
Lemparan kapak terbangnya kali ini dilakukan Ji Bun-lui
dengan sekuat tenaga. "Wesss!" diiringi desingan angin tajam,
kapak itu langsung membacok di atas tubuh suatu makhluk
yang sedang terbang di angkasa. "Buuuk!" diikuti pekikan
panjang, darah bercampur rontokan bulu sayap segera
berguguran ke tanah.
Semua kejadian ini berlangsung dalam waktu yang amat
singkat. Di bawah kerja sama yang erat antara Coa Giok-tan,
In Seng-hong dan Ji Bun-lui, kapak terbang itu berhasil
melayang lima kaki lebih di atas permukaan tanah. Serangan
ini berhasil menghajar seekor burung rajawali raksasa.

169
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kini keempat padri dari Siau-lim, dua orang Tosu dari Bu-
tong dan jago lainnya baru mengerti apa yang telah terjadi.
Tak kuasa lagi mereka berseru tertahan.
Berhasil dengan serangan mautnya, kapak terbang itu
berpusing balik ke tangan Ji Bun-lui.
Ketika itu In Seng-hong sudah melayang turun ke
permukaan tanah. Namun lantaran jaraknya kelewat tinggi,
tak urung badannya sempoyongan juga tatkala menginjak ke
permukaan salju.
Ilmu meringankan tubuh Ji Bun-lui jauh di bawah
kemampuan In Seng-hong. Apalagi dia harus menerima
kembali kapaknya yang berpusing, tekanan itu membuat
badannya meluncur ke bawah jauh lebih cepat.
Melihat itu Coa Giok-tan kembali meluncurkan serat
emasnya untuk menggaet badan Ji Bun-lui, kemudian dengan
satu sentakan, dia membawa tubuh jagoan itu mendarat
dengan tenang di tanah.
Kerja sama ketiga orang jago lihai ini memang cepat
bagaikan kilat, rapat bagai jaring langit. Sungguh
mengagumkan.
Bagaimana dengan si Pengejar Nyawa?
Begitu kapak terbang Ji Bun-lui berhasil menghajar tubuh
makhluk terbang itu, si Pengejar Nyawa segera bergerak cepat
m mengejar ke arah rajawali yang terpapas sayapnya itu.
Diiringi tetesan darah yang deras, burung itu terbang lagi
sejauh belasan kaki, kemudian terjatuh ke tanah dan tak
mampu berkutik lagi.
Baru saja tubuh si burung menempel di permukaan salju,-si
Pengejar Nyawa telah menyusul tiba.
Ternyata sayap kiri burung itu nyaris terpapas kutung
setengah. Suara pekikannya amat memilukan hati. Namun
begitu melihat si Pengejar Nyawa menghampiri, dia segera
pentang sayap kanannya dan melakukan sebuah sapuan ke
tubuh lawan
Sungguh dahsyat tenaga sapuan itu! Kekuatannya mungkin
mencapai beribu kati. Diam-diam Pengejar Nyawa terperanjat.

170
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pikirnya, "Untung saja serangan gabungan In Seng-hong, Ji


Bun-lui dan Coa Giok-tan berhasil melukai sayap kirinya. Kalau
tidak, mungkin sulit bagiku untuk menghampiri makhluk ini."
Sambil berpikir, ia segera melancarkan serangan dahsyat.
Tapi burung itu berhasil menghindari datangnya ancaman.
Hanya sayang, lantaran sayapnya terluka parah, dia tak
sanggup terbang kembali ke angkasa.
Pengejar Nyawa tak berani bertindak gegabah, sebab dia
tahu sehebat-hebatnya burung rajawali itu, lebih hebat lagi
orang yang berada di punggungnya. Dia harus mewaspadai
serangan mematikan dari orang itu.
Maka dengan sangat berhati-hati dia menghindarkan diri
dari sapuan sayap itu, begitu mendekat, sebuah tendangan
kilat dilontarkan ke punggung orang yang berada di punggung
rajawali itu.
"Duuuk!" ternyata punggung orang itu terhajar telak oleh
tendangan maut itu. Pengejar Nyawa tidak menyangka kalau
serangannya berhasil menghajar lawan dengan begitu mudah.
Sementara ia masih tertegun, kembali burung rajawali itu
menyerang dengan menggunakan sayapnya.
Sungguh dahsyat sapuan sayap itu, tapi si Pengejar Nyawa
tidak menghindar maupun berkelit. Dengan kaki kiri terpantek
di tanah, kaki kanannya langsung menendang sayap burung
itu.
Begitu sayap terhajar tendangan, burung rajawali itu
tergetar keras dan mencelat ke belakang. Sementara itu,
tubuh si Pengejar Nyawa terpantek di tanah tanpa bergeser
sedikit pun.
Pada saat itulah dua bersaudara Sim telah menyusul
datang. Secepat kilat mereka melancarkan sodokan maut ke
mata burung rajawali itu. Diiringi pekikan ngeri, matilah
burung rajawali itu.
"Hah, rupanya dia!" mendadak Jay In-hui menjerit.
Rupanya orang yang termakan tendangan hingga terjatuh
dari punggung rajawali itu, kini sudah rebah telentang di atas
permukaan salju. Dan orang itu tak lain adalah Kongci Si.

171
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pengejar Nyawa segera maju mendekat. Ia jumpai tulang


rusuk Kongci Si sudah hancur remuk karena termakan
tendangannya tadi. Kini orang itu sudah tewas.

0o4o0

6. Menjebol Barisan.

Menyaksikan kejadian ini, si Pengejar Nyawa tertawa getir.


Dia segera melakukan pemeriksaan lebih teliti.

Ternyata sekujur badan Kongci Si pucat pias, sama sekali


tak ada tanda darah. Dua bekas gigitan tertera jelas di
tengkuknya, cairan darah dalam tubuhnya juga telah diisap
seseorang hingga habis. Jelas dia sudah tewas jauh sebelum
termakan tendangan maut itu.
Pengejar Nyawa tertawa dingin, katanya, "Rupanya setan
penghuni Perkampungan Hantu menguntit kita dengan
menggunakan burung rajawali itu. Karena dia terbang di
angkasa dalam cuaca gelap begini, sudah pasti jejaknya sukar
diketahui kita semua. Lantaran kejadiannya mirip sekali
dengan peristiwa di masa lalu, ketika aku melawan Bu-tek
Kongcu, maka aku lantas menduga kalau pihak lawan tentu
menggunakan burung rajawali untuk mengintai dari udara,
kemudian mencari kesempatan untuk membunuh kita. Itulah
sebabnya tadi aku meminjam kapak
milik Ji Bun-lui untuk memeriksa bayangan tubuhnya dari
pantulan sinar di mata kapak. Tapi aku percaya burung
rajawali ini bukan bertugas membunuh orang. Yang
melakukan pembantaian pasti orang lain. Kalau tidak, dengan
kemampuan burung ini rasanya mustahil bisa membunuh Pa
Thian-sik. Untuk membunuh Kongci Si berempat pun belum
tentu bisa, paling tidak mereka dapat berteriak minta
pertolongan sebelumnya. Maka menurut dugaanku, tugas dari
rajawali ini adalah mengangkut mayat-mayat yang telah
terbunuh menuju ke tempat yang tidak pernah diduga oleh

172
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kita semua, agar kekuatan kita tercerai-berai, agar kita


ketakutan terlebih dulu sehingga akhirnya tak berani
melanjutkan perjalanan menuju ke Perkampungan Hantu.
Jelas sudah semuanya ini adalah hasil karya manusia. Mana
mungkin ada setan memiliki kemampuan seperti ini?"
Kemudian sambil menunding bangkai burung rajawali itu,
lanjutnya lagi, "Sekalipun memang benar ada setan macam
burung itu, kita toh bisa memaksa mereka untuk mati sekali
lagi."
Dengan nada sangat hati-hati, lelaki bersenjata pecut
lembek itu bertanya, "Kalau memang begitu, mengapa
sewaktu tersesat. Si Tong berempat tidak sempat berteriak
minta tolong?"
"Dan mengapa kita selalu mendengar suara tangisan dan
nyanyian wanita yang tak nampak wujudnya?" ujar lelaki
bersenjata Boan-koan-pit dengan tubuh gemetar, lalu
sambungnya, "Kenapa suara itu bisa gentayangan seperti
setan iblis?"
"Ya benar," sambung lelaki bersenjata rantai terbang
dengan nada tak habis mengerti, "kenapa Pa-sianseng mati
dalam keadaan tak jelas? Kenapa setiap korbannya selalu
mempunyai bekas gigitan di tengkuknya? Masa ... masa
musuh kita benar-benar adalah setan pengisap darah?"
"Aku sendiri pun kurang mengerti, dan tak bisa
menjelaskan," sahut si Pengejar Nyawa sambil tertawa. "Bila
ingin mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, hanya satu
jalan yang bisa kita tempuh, yaitu mengunjungi
Perkampungan Hantu!"
Mendadak dari balik badai salju, entah dari arah mana,
terdengar seorang berteriak dengan suara memilukan:
"Su-site ... Sute keempat... kalian ... kalian telah membunuh
Su-siteku
"Akulah yang telah membunuh Su-sitemu," bentak Ji Bun-
lui gusar. "Kalau memang bernyali, ayo cepat menggelinding
keluar, sekalian akan kubunuh dirimu!"

173
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Baru selesai ia berteriak, tiba-tiba dari belakang pohon


kering sana meluncur keluar segumpal makhluk besar.
Diiringi deru angin tajam, makhluk itu langsung menumbuk ke
dada Ji Bun-lui.
Di saat pihak lawan melempar keluar benda besar itu, Ji
Bun-lui pun dapat melihat dengan jelas arah tempat
persembunyian lawan. Kapak terbangnya segera dilontarkan
ke muka, menerjang ke sana, sementara sepasang tangannya
berusaha mencengkeram benda yang dilemparkan ke arahnya.
Di kala Ji Bun-lui mencengkeram benda itu, dari balik
pohon kembali meluncur keluar dua benda, langsung
menerjang iga kiri dan kanan jagoan Kwang-tong ini.
Sementara itu Ji Bun-lui telah berhasil menangkap benda
besar yang pertama. Ternyata benda itu adalah mayat
seseorang. Sekujur tubuhnya berwarna putih pucat tanpa
warna darah, dua bekas gigitan membekas di tengkuknya.
Dia tak lain adalah si Keleningan Pencabut Sukma Hoa Pian!
Namun lantaran tenaga lemparan itu sangat kuat, biar
tenaga dalam yang dimiliki Ji Bun-lui sangat hebat, tak urung
tubuhnya mundur tiga langkah dengan sempoyongan. Pada
saat itulah senjata rahasia bercahaya putih itu sudah
mendekati iga kiri dan kanan Ji Bun-lui.
Saat itu si jago Kwang-tong ini sedang menerima tubuh
Hoa Pian, sementara kapak terbangnya telah dilontar keluar
dan badannya sedang mundur ke belakang dengan
sempoyongan. Mustahil baginya untuk menghadapi datangnya
sergapan senjata rahasia itu. Tampaknya dia segera akan
terhajar amgi itu.
"Duuuk, duuuk!" tahu-tahu kedua benda itu sudah
ditangkap oleh dua tangan yang berbeda dari kiri dan kanan.
Ternyata pada detik yang amat kritis itulah Coa Giok-tan
dan In Seng-hong sudah turun tangan mencengkeram senjata
rahasia itu. Mereka merasa tangannya amat dingin, lekas
benda itu dibuang ke tanah.
"Praaang!" diiringi sudah nyaring, kedua benda itu hancur
berantakan. Ternyata senjata rahasia ini tak lain adalah

174
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kepingan salju yang runcing. Cahaya semu hijau tampak


berkilauan dari hancuran kepingan salju itu.
Jay In-hui yang cerdas segera memahami akan sesuatu.
Teriaknya tanpa sadar, "Aaah, rupanya Pa-sianseng mati
lantaran ini!"
Begitu mendengar teriakan itu, semua orang ikut sadar.
Ternyata Pa Thian-sik memang tewas lantaran terhajar
kepingan salju yang runcing. Ketika kepingan salju itu
menembus badannya, karena bertemu darah yang panas,
kontan kepingan salju itu segera mencair. Tak heran ketika si
Pengejar Nyawa dan yang lainnya tiba di tempat kejadian,
mereka gagal menemukan bekas senjata rahasia.
Meski masih tersisa sedikit yang berhamburan di tanah,
namun karena bercampur dengan lapisan salju, maka orang
tidak terlalu menaruh perhatian. Kalau ada yang melihat,
paling mereka mengira salju itu hancur karena tertumbuk
tubuh Pa Thian-sik yang sedang meronta.
Apalagi ujung tajam dari kepingan salju itu sudah dibubuhi
racun ganas. Tak heran jika sebelum ajal kesadaran Pa Thian-
sik jadi kabur, dan dia mulai mengigau serta berteriak macam
orang gila.
Ji Bun-lui merasa amat terharu dan berterima kasih karena
In Seng-hong dan Coa Giok-tan telah menyelamatkan jiwanya.
Selain itu, dia pun tercengang karena kapak terbang yang
dilontarkan ternyata tidak terbang balik lagi ke tangannya.
Di saat itu si Pengejar Nyawa sudah menyusul ke belakang
pepohonan. Tampak bunga salju berguguran dengan
hebatnya di sekitar situ. Jelas suatu pertempuran sengit
sedang berlangsung di tempat itu.
Ji Bun-lui, In Seng-hong, Jay In-hui dan Coa Giok-tan
berempat serentak menyusul ke belakang pohon.
"Blaaam!" pada saat itulah tampak seorang wanita kurus
kering mirip setan kelaparan dengan rambut awut-awutan
tampak terbang keluar dari balik pepohonan. Ia berusaha
berdiri tegak, namun tak urung badannya sempoyongan
seakan hendak roboh.

175
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan sorot mata buas, ganas dan menakutkan, dia awasi


semua jago yang hadir di situ. Mendadak tubuhnya gemetar
keras, darah segar menyembur keluar dari mulutnya.
Sementara itu kapak terbang milik Ji Bun-lui terlihat menancap
di kakinya. Darah segar bercucuran dari luka itu.
Menyusul kemudian terlihat si Pengejar Nyawa muncul dari
balik pepohonan sembari membersihkan bunga salju dari
tubuhnya. Wajah, rambut dan alis matanya dipenuhi bunga
salju berwarna putih yang lembut. Agaknya pertarungan
singkat yang baru terjadi benar-benar berlangsung amat seru.
Sambil mengawasi perempuan kurus kering macam setan
kelaparan itu, pelan-pelan dia berkata, "Sim-cap-sa-nio, habis
sudah riwayatmu kali ini!"
Ketika semua orang mendengar perempuan ceking itu tak
lain adalah 'Sim-cap-sa-nio', perasaan terkejut segera
menyelimuti hati mereka.
Perempuan yang bernama Sim-cap-sa-nio ini memang
cukup termashur dalam dunia persilatan. Kehebatan ilmu
silatnya jauh di atas dua bersaudara Sim. Tapi kepandaian
andalannya yang paling menghebohkan adalah
kemampuannya yang seperti bunglon. Bila menempel di atas
pohon, maka wujudnya akan mirip sekali dengan selembar
daun. Bila duduk di tanah, maka wujudnya mirip sebuah batu
cadas. Apalagi jika muncul di malam hari yang gelap, memang
jejaknya sulit sekali dilacak.
Selain itu, Sim-cap-sa-nio ahli dalam membidikkan senjata
rahasia beracun. Dia gemar membantai orang. Konon bila
dalam satu hari ia tidak membunuh seorang korban, maka
seluruh badannya akan terasa gatal. Bila dalam tiga belas hari
tidak membunuh, maka ilmu bunglonnya akan mengalami
kemunduran yang drastis!
Sim-cap-sa-nio banyak melakukan kejahatan,
kegemarannya membunuh. Dia tersohor sebagai iblis wanita
dari dunia persilatan. Karena selalu dikejar-kejar empat opas,
akhirnya dia kabur ke wilayah Siang-say untuk bersembunyi.
Konon di situ ia berjumpa dengan iblis wanita lain yang jauh

176
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

lebih ganas, yaitu Hiat-siang-hui (si Selir Darah) Yan Bu-yu.


Sejak itu pamornya makin merosot, hingga akhirnya tak
pernah muncul lagi berkelana dalam dunia persilatan.
Sungguh tak disangka, dalam peristiwa pembunuhan
berdarah ini, kembali Sim-cap-sa-nio memunculkan diri.
"Toako, kau berhasil menghajarnya?" tanya In Seng-hong.
"Dia sudah termakan sebuah tendanganku. Aku rasa
lukanya cukup parah," jawab si Pengejar Nyawa dengan suara
dalam. "Coba kalau saudara Ji tidak menghadiahkan sebuah
bacokan kapak hingga memecah perhatiannya, belum tentu
aku sanggup mengunggulinya."
Ji Bun-lui menghela napas panjang. "Hai, padahal kalau
bukan lantaran kau sedang menyerang siluman wanita itu
habis-habisan, mana mungkin bacokan kapakku mengenai
sasaran? Kalau bukan saudara Coa dan In-lote turun tangan
menolong, mungkin saat ini nyawaku sudah melayang!"
Si Pengejar Nyawa kembali berpaling ke arah perempuan
ceking itu, lalu ia menghardiknya, "Sim-cap-sa-nio, mengapa
kau bersembunyi di sini dan menyaru menjadi setan sambil
membunuh orang? Sebenarnya apa maksudmu?"
"Kau tak usah ikut campur," sahut Sim-cap-sa-nio sambil
tertawa seram. Ditatapnya wajah si Pengejar Nyawa dengan
pandangan penuh kegusaran. Sorot matanya berapi-api.
"Aku tahu, ilmu Jui-hun-mo-ing (irama iblis pembetot
sukma) bukan kepandaian andalanmu. Darimana kau
mempelajarinya? Si Selir Berdarah saat ini berada dimana?"
"Kau tidak usah banyak tanya," tukas Sim-cap-sa-nio sambil
tertawa seram. "Sampai mati pun aku tak bakal menjawab!"
Tiba-tiba tubuhnya bergerak cepat, berusaha
mengundurkan diri dari tempat itu.
Empat padri Siau-lim-pay segera mengebaskan tangannya.
Mereka yang kebetulan berjaga di belakang Sim-cap-sa-nio
segera membentak keras sambil melontarkan pukulan
dahsyat.
Mendadak bayangan tubuh Sim-cap-sa-nio lenyap dari
pandangan. Yang tampak hanya sebuah gulungan bola salju

177
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yang menggelinding pergi. Di antara bola salju itu lamat-lamat


terlihat ada noda darah.
Keempat padri dari Siau-lim-pay sangat terkejut. Mereka
tak mengira musuh dapat menghilang secepat itu. Lekas
mereka mengegos ke samping sambil menarik kembali
pukulannya.
"Hati-hati! Bola salju itu adalah wujud penyamarannya!"
terdengar si Pengejar Nyawa memperingatkan.
Benar saja, tiba-tiba bola salju itu melejit ke udara dan
tampak Sim-cap-sa-nio sedang bersiap kabur dari situ.
"Wees!" terdengar desingan angin bergulir ke muka, tahu-
tahu Coa Giok-tan dengan senjata serat emasnya sudah
menusuk jalan darah Hian-ki, Thian-ki dan Thian-ci di tubuh
perempuan iblis itu.
Serangan yang dilancarkan Coa Giok-tan sangat cepat,
namun Sim-cap-sa-nio memang tidak bernama kosong.
Tubuhnya berjumpalitan tiga kali di udara, meloloskan diri dari
tiga tusukan itu, kemudian melayang melewati atas kepala
tujuh jagoan penuntut balas, tampaknya dia segera akan lolos
dari kepungan.
Tiba-tiba tampak cahaya warna-warni berkelebat lewat.
Dengan sepasang pedangnya Jay In-hui telah menghadang
jalan pergi Sim-cap-sa-nio!
Dalam waktu singkat mereka berdua sudah bertarung
hampir tujuh gebrakan. Begitu cepatnya pertarungan itu
berlangsung, yang nampak di tengah udara hanya bayangan
nenek berambut awut-awutan yang seram bagai iblis dengan
seorang nona berbaju warna-warni yang cantik bagai bidadari.
Semua jurus serangan yang mereka gunakan adalah jurus
maut yang sangat mematikan.
Karena harus berhadapan dengan Jay In-hui, maka si
Pengejar Nyawa segera dapat menyusul tiba.
Tampaknya Sim-cap-sa-nio enggan bertemu jagoan dari
empat opas ini. Takut menderita kerugian lagi, segera dia
berusaha melarikan diri.

178
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Si Pengejar Nyawa membentak keras, sebuah tendangan


kilat dilontarkan mengarah tubuh lawan.
Cepat Sim-cap-sa-nio melejit ke udara dan bersalto
beberapa kali, kemudian melayang turun di belakang tubuh
lawan.
Pengejar Nyawa mendengus dingin. Kakinya yang lain
kembali melancarkan tendangan ke arah belakang. Dengan
begitu, badannya yang berada di udara jadi terbentang lebar
karena satu kakinya menendang ke muka sementara kaki
yang lain menendang ke belakang.
Sim-cap-sa-nio terkesiap. Lekas dia tarik perutnya ke
belakang, menghindarkan diri dari tendangan maut itu.

Kembali si Pengejar Nyawa membentak nyaring, badannya


berputar bagai gangsingan. Kali ini sepasang kakinya
melancarkan tendangan berantai, bagaikan kitiran roda kereta
dia gulung seluruh tubuh perempuan ceking itu.
Sepanjang hidup, belum pernah Sim-cap-sa-nio
menyaksikan ilmu tendangan sehebat ini. Pusingan tendangan
berantai itu bukan cuma cepat, tapi juga amat ganas! Untuk
sesaat dia jadi bingung, tak tahu harus bagaimana
menghadapinya.
Mendadak ia melengking, tangannya diayunkan berulang
kali. Tujuh delapan belas macam senjata rahasia serentak
dilontarkan ke tubuh lawan.
Dalam sekali serangan, Sim-cap-sa-nio dapat melepaskan
tujuh delapan belas macam senjata, sungguh luar biasa,
apalagi ketujuh delapan belas macam senjata rahasia yang
berbeda itu hampir semuanya beracun. Ada yang cepat ada
pula yang lamban, tapi begitu sampai di hadapan musuh,
semuanya menyerang dengan kecepatan tinggi.
Buru-buru si Pengejar Nyawa memutar badan sambil
melancarkan serangkaian tendangan berantai. Dia sapu rontok
seluruh senjata rahasia yang ditujukan ke badannya.
Begitu pengejaran si Pengejar Nyawa terhambat oleh
ancaman senjata rahasia, Sim-cap-sa-nio segera

179
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

memanfaatkan kesempatan itu untuk melarikan diri. Dia


berkelit dari pukulan yang dilancarkan dua bersaudara Sim,
dan sekali lagi bersiap melejit ke udara.
Pada saat itulah mendadak hulu hatinya terasa sakit sekali.
Ternyata tendangan yang bersarang telak di dadanya tadi
membuat ia terluka cukup parah. Ditambah harus menghadapi
hadangan berulang kali dengan menggunakan segenap
kekuatan yang tersisa, nadinya jadi tergetar keras sehingga
membuat rasa sakit di hulu hatinya bagaikan disayat sayat.
Dua Tosu dari Bu-tong-pay segera berpekik nyaring.
Melihat musuhnya kesakitan, mereka segera memanfaatkan
peluang itu dengan melancarkan dua tusukan berantai.
Baru saja ujung pedang mereka berdua hampir bersarang
di tubuh Sim-cap-sa-nio, mendadak bayangan tubuh
perempuan itu hilang tak berbekas. Yang tertinggal hanya
sebatang dahan kayu pohon. Dalam tertegunnya, buru-buru
mereka menarik kembali serangannya.
Siapa tahu belum lagi pedangnya ditarik balik, dahan pohon
itu telah bergerak lagi dan beralih wujud sebagai Sim-cap-sa-
nio. Sadar bahaya mengancam, segera mereka melompat
mundur.
Sayang keadaan terlambat! Sepuluh jari tangan Sim-cap-
sa-nio yang tajam bagai kaitan telah mencengkeram dada
Cing Leng-cu kuat-kuat.
Cing Leng-cu menjerit kesakitan. Dia buang pedangnya lalu
berbalik memeluk tubuh Sim-cap-sa-nio kuat-kuat, sementara
Cing Siong-cu terkesiap ketika melihat kakak seperguruannya
tertimpa bencana. Sebuah tusukan kilat langsung dilontarkan
dan menembus punggung perempuan kurus itu.
Sim-cap-sa-nio menjerit ngeri. Dia meronta sekuat tenaga
melepaskan diri dari pelukan Cing Leng-cu, kemudian sambil
membalik badan, dia gigit tengkuk Cing Siong-cu kuat-kuat.
Sebagai jagoan dari perguruan lurus, belum pernah Cing
Siong-cu melihat cara bertarung senekad itu. Dalam gugupnya
dia tak sempat menghindarkan diri, tengkuknya seketika
tergigit telak.

180
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Waktu itu para jago lainnya berada cukup jauh dari


mereka, sehingga tak sempat memberi pertolongan. Tubuh
Cing Siong-cu segera roboh ke tanah.
Sigap Sim-cap-sa-nio mencengkeram pedang yang
menembus punggungnya, jengeknya sambil tertawa seram,
"Hehehe ... kalian jangan bangga dulu ... Jisuci dan
Toasuhengku segera ... segera akan mencari kalian untuk
balas dendam ..."
Selesai bicara dia cabut pedang itu dari punggungnya.
Darah segar segera menyembur keluar dengan sangat deras.
Sim-cap-sa-nio mundur sempoyongan, akhirnya roboh
terkapar di atas salju, tewas seketika.
Melihat musuh tangguhnya sudah tewas, diam-diam semua
menghembuskan napas lega. Sebagai kawanan jago
termashur dalam dunia persilatan, belum pernah mereka
saksikan cara bertarung sebrutal ini. Bukan saja Sim-cap-sa-
nio bertarung dengan nekad, bahkan dia berhasil kabur dari
kepungan dan membantai dua orang Tosu dari Bu-tong-pay
sebelum akhirnya dia sendiri pun ikut tewas. Paling tidak
kehebatan perempuan itu mampu membuat bergidik perasaan
semua orang.
Si Pengejar Nyawa menghela napas, gumamnya, "Aku rasa
korban yang berjatuhan akan semakin banyak sepanjang
perjalanan menuju Perkampungan Hantu
"Saudara Pengejar Nyawa, kenapa kau bicara begitu?"
tanya Ji Bun-lui tercengang. Dikiranya jagoan itu sudah patah
arang.
Kembali si Pengejar Nyawa menghela napas, ujarnya
serius, "Sebenarnya ilmu silat yang paling diandalkan Sim-cap-
sa-nio adalah ilmu bunglon serta ilmu menyebar senjata
rahasia beracun. Tapi kenyataan sekarang dia telah
mempelajari ilmu pengisap darah serta irama iblis pembetot
sukma yang jelas merupakan ilmu andalan si Selir Berdarah.
Padahal iblis wanita yang bernama Selir Berdarah itu lebih
sukar dihadapi daripada Sim-iap-sa-nio. Justru karena sangat
hebat itulah Sim-cap-sa-nio sampai tunduk di bawah perintah

181
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

iblis wanita ini. Menjelang ajalnya tadi Sim-cap-sa-nio sempat


menyinggung soal Toasuheng dan Jisucinya. Bisa jadi
Jisucinya adalah si Selir Berdarah. Entah siapa pula
Toasuhengnya itu? Tapi yang jelas, orang itu pasti semakin
sulit dihadapi!"
"Perkataan saudara Pengejar Nyawa sangat masuk akal,"
Coa Giok-tan manggut-manggut. "Baik ilmu Jui-hun-mo-ing
(irama iblis pembetot sukma) maupun Hip-hiat-kang (ilmu
pengisap darah), semuanya adalah ilmu andalan si Selir
Berdarah. Sekarang Sim-cap-sa-nio terbukti dapat
menggunakan kedua macam ilmu itu, berarti dia mendapat
petunjuk dari Yan Bu-yu ....
"Saudara Coa," sela In Seng-hong tiba-tiba, "siapa Hiat-
hiang-hui Yan Bu-yu itu? Ilmu macam apa pula ilmu pengisap
darah serta irama iblis pembetot sukma itu?"
"Aku hanya tahu Yan Bu-yu adalah seorang gembong iblis
yang sangat jahat sekali. Selain masih muda, wajahnya cantik
jelita bak bidadari dari kahyangan. Dia tetap awet muda dan
tetap cantik jelita karena mengandalkan ilmu pengisap darah,
dia selalu mengisap habis darah korbannya. Sementara Irama
iblis pembetot sukma adalah sejenis ilmu tenaga dalam yang
sangat aneh. Besar-kecilnya suara dapat dikendalikan sesuai
kehendak. Contohnya seperti suara Sim-cap-sa-nio tadi, dia
bisa membuat lawannya tak tahu dimana ia menyembunyikan
diri. Konon jika seorang telah melatih ilmu irama iblis
pembetot sukma ini hingga mencapai puncak kesempurnaan,
maka dia bisa membuat seorang jadi gila hingga mati. Dia
bahkan bisa menguasai sukmamu hingga kau bersedia
melakukan tugas dan perintah apapun yang diberikannya
tanpa disadari. Soal lain aku kurang tahu, mungkin saudara
Pengejar Nyawa bisa memberi tambahan?"
"Ya, aku bersama tiga orang saudaraku yang lain pernah
menjelajah seluruh wilayah untuk menangkap gembong iblis
wanita itu. Tapi lantaran kungfunya memang luar biasa,
sungguh memalukan ... hingga hari ini kami berempat masih
gagal meringkusnya. Yan Bu-yu memang cantik bagai

182
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bidadari, tapi keji bagai kalajengking. Ia pernah merayu anak


murid partai-partai besar untuk membantunya melakukan
perbuatan bejad. Untuk mewujudkan ilmu Hua-hiat-mo-kang
(ilmu iblis pengubah darah) miliknya, dia tak segan mencuri
hawa kelelakian 'Goan-yang-ceng-khi' dua puluh sembilan
orang jejaka hanya dalam semalam saja. Konon si Selir
Berdarah ini sangat menguasai ilmu sebangsa Khi-bun-ngo-
heng, sering mengurung musuhnya dalam ilmu barisan. Inilah
salah satu alasan mengapa kami berempat gagal
membekuknya. Suatu kali kami pernah terkurung di dalam
ilmu barisannya yang sangat hebat itu. Karena kami gagal
menjeborbarisannya, akhirnya dia berhasil kabur dengan
leluasa."
"Sekarang aku baru sadar, waktu itu Pa Thian-sik bilang di
belakang punggungnya ada suara sehingga dia memutar
badan karena dikiranya ada musuh di belakang. Akhirnya
punggungnya yang terbuka dihajar kepingan salju beracun.
Rupanya dia telah menipu lawannya dengan ilmu Irama iblis
pembetot sukma. Begitu juga dengan lenyapnya Phang Ku-
kian berempat, jelas itupun hasil tipuan irama iblis pembetot
sukma. Kemudian Sim-cap-sa-nio membunuh Si Tong,
mengisap darah Hoa Pian dan memboyong pergi mayat
mereka dengan burung rajawali, rupanya kesemuanya ini
merupakan tipu muslihatnya untuk menakut-nakuti kita.
Mungkin dia ingin kita ketakutan hingga batal mendatangi
Perkampungan Hantu ... Hm! Padahal sekarang semakin
terbukti bahwa penghuni Perkampungan Hantu ternyata
manusia-manusia busuk yang amat jahat. Kita terlebih harus
mendatangi tempat itu dan membasminya.
Ji Bun-lui tertawa keras, serunya kemudian, "Tentu saja
aku tak akan ketinggalan dalam tugas menegakkan keadilan.
Tapi yang ingin kudapatkan adalah kitab pusaka Pekikan naga
Belum selesai dia bicara, mendadak dari kejauhan sana
terlihat ada seorang berbaju putih berlarian mendekat.
Pakaian orang itu compang-camping, rambutnya kusut tidak
terawat. Sambil menari-nari seperti orang gila, ia tertawa

183
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tergelak sambil berteriak, "... Setan... setan... kitab pusaka


Pekikan naga... suara nyanyian... Perkampungan Hantu...
hehehehe.
Gerak tubuh orang itu sangat cepat. Dalam waktu singkat
ia telah tiba di hadapan para jago itu.
Setelah mengamati orang itu sesaat, mendadak terdengar
Coa Giok-tan berseru, "Hah, dia ... Yu-bun Siu?"
Pengejar Nyawa menghela napas panjang. "Hai, rasanya
memang benar dia," katanya. "Sejak hilangnya Ang-sianseng
dan rombongan tiga tahun berselang, hanya Yu-bun Siu
seorang yang berhasil meloloskan diri. Tapi dia jadi gila,
sepanjang hari kerjanya hanya berkeliaran di seputar
Perkampungan Hantu sambil menyebarkan isu kalau di dalam
perkampungan itu terdapat kitab pusaka Pekikan naga
Sementara itu Yu-bun Siu sudah tiba di hadapan para jago
itu. Mendadak ia melotot ke arah Jay In-hui, kemudian dengan
wajah berubah hebat ia menjerit kaget, "Yan Bu-yu ... dewi ...
iblis wanita ... tidak! Aku tak mau ... lebih baik bunuhlah aku.
Mendengar ucapan melantur itu, berubah hebat paras
muka Jay In-hui. Buru-buru In Seng-hong menghadang di
depan gadis itu sambil diam-diam melakukan persiapan,
katanya, "Yu-bun Sianseng, dia adalah adik misanku, bukan
iblis wanita Yan Bu-yu!"
Yu-bun Siu kelihatan agak tertegun. Dipandangnya wajah
Jay In-hui dengan termangu, kemudian gumamnya, "Adik
misan? Adik misanmu? Adik misanku? Adik misan ... hahaha
.... Yan Bu-yu...
Dalam pada itu, para jago penuntut balas telah berjalan
mendekat. Lelaki yang bersenjata gurdi besi itu segera
menegur, "Yu-bun Sianseng, konon guru kami masuk ke
dalam Perkampungan Hantu bersama Sianseng, tapi kemudian
lenyap tak berbekas. Apa sebenarnya yang telah terjadi
dengan guru kami?"
"Guru kami? Apa itu guru kami ... guru ...? Guru siapa?"
Yu-bun Siu yang ditanya semakin tertegun.

184
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Guru kami adalah si Tangan Pengejar Nyawa Kok Ci-keng,"


jelas lelaki bersenjata rantai, "beliau masuk ke Perkampungan
Hantu bersama engkau
Tiba-tiba Yu-bun Siu tertawa keras, tertawa melengking
seperti jeritan setan. Teriaknya, "Kok Ci-keng? Tangan ...
tangan pengejar nyawa ... hahaha ... Perkampungan Hantu ...
mampus semua ... sudah mampus semua ... Yu-bun Siu juga
telah mampus ... lepaskan aku
Tubuhnya segera menyelinap lewat di atas kepala kawanan
jago penuntut balas itu, kemudian kabur ke balik pepohonan.
Langkah yang dilakukan Yu-bun Siu ini sama sekali di luar
dugaan siapa pun. Sementara tujuh jago penuntut balas masih
melenggong, Sim Ciu dari dua bersaudara Sim mendengus
dingin. Dia menghadang jalan pergi orang dan tegurnya
dengan ketus, "Tunggu dulu! Apa benar di dalam
Perkampungan Hantu terdapat kitab pusaka Pekikan naga?"
Sim Sat tidak ketinggalan, dia menghadang pula di depan
Yu-bun Siu sambil berseru, "Jangan bergerak! Katakan dulu
apa kau telah melihat kitab pusaka Pekikan naga? Kitab itu
disimpan dimana?"
Yu-bun Siu tidak langsung menjawab, seakan tidak paham
dengan pertanyaan itu. Dia hanya berdiri melongo, seperti
orang bodoh.
"... Kitab pusaka Pekikan naga ... kitab pusaka Pekikan
naga? ... aku tidak pernah mendengar? ... kitab ... pusaka ...
Pekikan ... naga...."
Mendadak mencorong sinar tajam dari balik matanya.
Kepada dua bersaudara Sim, ia membentak dengan penuh
kegusaran, "Setan! Setan telah datang! Irama iblis telah
datang! Cepat lari... cepat lari dari sini...!"
Biarpun dihadang jalan perginya oleh dua bersaudara Sim,
namun Yu-btfrf Siu seolah sama sekali tidak melihatnya. Dia
melancarkan sebuah pukulan ke depan.
Dua bersaudara Sim tertawa dingin, tangan tunggal mereka
segera diputar dan siap menyambut datangnya serangan itu.

185
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

In Seng-hong sudah pernah menyaksikan kehebatan ilmu


pukulan Toan-pit-khi-kang (ilmu sakti lengan kutung) dari dua
bersaudara Sim. Dia juga tahu kalau tenaga dalam dua
bersaudara itu cukup tangguh. Ketika menyerang Ji Bun-lui
tadi, andaikata tenaga dalam yang dimiliki jagoan Kwang-tong
itu tidak sempurna, mungkin luka yang dideritanya waktu itu
akan cukup parah.
Dan sekarang dia saksikan dua bersaudara Sim itu kembali
menggunakan pukulan yang sama untuk menghadapi seorang
yang tak waras otaknya. Timbul perasaan kuatir di hati
kecilnya. Tanpa sadar teriaknya, "Yu-bun Siu Sianseng, hati
hati ...! Ilmu pukulan lengan kutung!"
Ketika mendengar teriakan itu, Yu-bun Siu malah berpaling
sambil melemparkan sebuah senyuman ke arah In Seng-hong.
Saat itulah pukulan saling membentur, tenaga pukulan yang
dilancarkan Yu-bun Siu seakan lenyap ditelan samudra luas.
Ternyata pukulan itu berhasil diisap oleh dua bersaudara Sim.
Pada saat yang bersamaan, pukulan lengan yang lain telah
menumbuk tiba, maka benturan tiga kekuatan yang sangat
kuat menimbulkan pusaran angin berpusing yang amat
dahsyat.
Dalam perkiraan banyak orang, kali ini Yu-bun Siu bakal
tertimpa kemalangan. "Blaaaam!" tiba-tiba Yu-bun Siu
memutar tangannya, melepaskan satu pukulan lagi.
Menggunakan peluang tersebut, badannya berjumpalitan
mundur.
Dalam waktu singkat tubuhnya sudah berada tujuh delapan
kaki jauhnya dari posisi semula.
Tampak Yu-bun Siu mundur lagi beberapa langkah dengan
sempoyongan, kemudian dengan mengerahkan ilmu
meringankan tubuh It-sia-jian-li, dalam sekejap mata ia sudah
berada di tempat jauh.
Dua bersaudara Sim berdiri tertegun. Mereka tak
menyangka Yu-bun Siu yang tak waras otaknya ternyata bisa
meminjam tenaga pukulan mereka berdua untuk melarikan
diri.

186
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam gusarnya, kedua bersaudara Sim mendelik sekejap


ke arah In Seng-hong. Belum sempat melakukan pengejaran,
terdengar Ji Bun-siu membentak penuh amarah, "Kalian
benar-benar tak tahu malu! Dua orang waras menggebuki
seorang gila. Kalau memang ingin mendapatkan kitab pusaka
Pekikan naga, ayo bergabung dengan Toayamu dan bersama-
sama memasuki Perkampungan Hantu! Buat apa kalian paksa
orang itu bicara?"
Sekali lagi dua bersaudara Sim mendelik gusar ke arah Ji
Bun-lui. Tapi berhubung mereka sudah pernah mencicipi
kehebatan lawan dan sadar kemampuan orang itu luar biasa,
mereka berdua tak lagi berani bertindak gegabah.
Mendadak si Pengejar Nyawa menegur dengan ketus, "Bila
kalian berdua berulah terus, terpaksa kami akan tinggalkan
kalian di sini!"
Agaknya dua bersaudara Sim merasa amat segan terhadap
si Pengejar Nyawa. Terpaksa mereka menahan diri dan tidak
bicara lagi.
Setelah suasana tenang kembali, si Pengejar Nyawa baru
menarik napas panjang dan berkata lagi, "Tampaknya
perjalanan kita menuju Perkampungan Hantu teramat
berbahaya. Bila ada di antara rekan-rekan yang enggan ikut,
dipersilakan tetap tinggal di sini. Aku harap kalian berpikir dulu
yang matang sebelum mengambil keputusan."
Lelaki bersenjata peluru geledek yang tampaknya bernyali
paling besar segera berseru, "Kami tujuh jagoan penuntut
balas bukan manusia lemah yang takut mati! Kami ikut serta!"
Liong-thaysu, satu di antara empat padri Siau-lim-pay
berkata pula, "Lolap sekalian jauh-jauh dari Siong-san datang
kemari, tujuannya adalah untuk menyelidki kasus hilangnya
anggota kami tiga tahun berselang. Sebelum mendapat hasil,
masakah Lolap akan mengundurkan diri?"
Dua bersaudara Sim ikut mendengus dingin, kata Sim Ciu,
"Kami dua bersaudara sudah hadir di sini
"Tentu saja kami tak akan pulang sebelum tujuan tercapai!"
sambung Sim Sat.

187
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

In Seng-hong melirik Jay In-hui sekejap, nona itu segera


membalas dengan senyuman mesra. Melihat itu dia pun
berkata, "Cayhe berdua akan turut serta dalam kunjungan ke
Perkampungan Hantu. Kami ingin mencari pengalaman!"
"Dan aku pun akan turut meramaikan rombongan ini!" kata
Coa Giok-tan pula sambil tertawa hambar.
Ji Bun-lui tertawa tergelak, serunya, "Aku bukan seorang
Kuncu, tapi paling suka mencari gara-gara dengan para Siaujin
dan manusia bangsa kurcaci. Tentu saja aku tak mau
ketinggalan!"
Sambil berkata begitu, dia acungkan kapaknya ke arah dua
bersuadara Sim. Kontan saja kedua orang itu jadi gusar. Tapi
karena harus menahan diri, paras muka mereka berubah hijau
membesi.
Melihat tak ada yang mau tetap tinggal di situ, si Pengejar
Nyawa menghela napas panjang. Katanya kemudian,

"Baiklah, mari kita berangkat. Tapi ingat, jangan tergesa-


gesa dan tak perlu jalan cepat. Lebih baik kita jalan bersama,
sebisa mungkin jangan berpisah dari rombongan. Terlebih
lagi, jangan menyerang secara gegabah!"
Habis berkata demikian, dia berjalan meninggalkan tempat
itu.
Tak lama kemudian kedelapanbelas orang jagoan itu sudah
melewati jalan air Siau-lian-huan-wu yang permukaan airnya
telah membeku. Dengan mengerahkan ilmu meringankan
tubuh, bergeraklah mereka menyeberangi kanal itu.
Setelah lewat hutan di depan Perkampungan Hantu,
akhirnya perkampungan yang menghebohkan itu berada di
hadapan mereka.
Bangunan gedung yang tinggi dan besar itu tampak
mencekam dalam keheningan. Selain lapisan salju yang
menutupi wuwungan rumah, atap, belandar dan lorong,
lamat-lamat terasa pula hawa membunuh yang luar biasa
muncul dari balik gedung.

188
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Si Pengejar Nyawa menarik napas dalam-dalam, bisiknya


kemudian, "Mari kita masuk!"
"Tunggu sebentar!" tiba-tiba Jay In-hui berseru. "Coba
kalian lihat."
Semua orang berpaling. Tampak di atas dinding
pekarangan yang putih karena dilapisi salju, sebuah panah
besi yang telah berkarat menancap di ujung tembok. Kalau
ditinjau dari karat yang ada di atas benda itu, semestinya
sudah cukup lama anak panah itu berada di sana. Tapi
anehnya anak panah itu sekarang berlumuran darah segar,
bahkan masih menetes ke atas permukaan salju.
Di atas permukaan salju yang ada tetesan darahnya itu,
terteralah beberapa huruf besar yang sangat menggiriskan
hati. Tulisan itu berbunyi:
'"Sekali masuk Perkampungan Hantu, selama hidup jangan
harap balik ke rumah."
Membaca tulisan ini, Ji Bun-lui tertawa terbahak-bahak,
katanya, "Hahaha ... aku Ji Bun-lui memang tak berminat
untuk balik lagi ke-Kwang-tong!"
Sebuah pukulan langsung dilontarkan ke depan, bunga
salju pun beterbangan. Tulisan itupun ikut lenyap.
Terdengar lelaki yang bersenjata gurdi besi itu berseru
sambil menuding ke arah anak panah karatan itu.
"Bukankah anak panah itu milik Pau Hau?"
"Ya. Benar, benar tujuh jago penuntut balas yang lain
segera mengiakan.
Pengejar Nyawa ikut berkata, "Konon Soat-say-sam-ok
lenyap pada tiga tahun berselang. Tampaknya anak panah itu
adalah panah penembus bukit milik Pao Hau."
"Kita tak usah peduli anak panah itu lagi," tukas Ji Bun-lui
sambil tertawa nyaring. "Toaya ingin masuk sekarang!"
Sambil berkata, dia bacok pintu gerbang itu dan melangkah
masuk.
Waktu itu langit masih gelap. Begitu pintu gerbang
terbelah, terlihatlah perkampungan bobrok itu membentang

189
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sangat luas. Halaman dengan bangunan tinggi entah berakhir


sampai dimana.
Di hadapan mereka sekarang adalah sebuah lorong yang
panjang sekali, tapi lorong itu sudah dilapisi salju.
Dengan sangat hati-hati, kedelapan belas orang jagoan itu
menelusuri lorong dan masuk ke dalam perkampungan.
Tapi kecuali kegelapan dan deru angin utara yang kencang,
mereka tidak melihat apapun dan tidak mendengar apapun!
Dalam keadaan begini, terpaksa semua orang harus
menghimpun tenaga dalam sambil bersiaga.
Sepanjang perjalanan In Seng-hong merasa kakinya seperti
menginjak sesuatu hingga berbunyi aneh. Terkadang dia
seperti merasa menendang sesuatu benda, kadang seperti
menginjak hancur suatu benda. Dalam heran dan curiganya,
buru-buru ia pasang api untuk memeriksa.
Apa yang kemudian terlihat membuat Jay In-hui menjerit
saking kagetnya. Ternyata permukaan lantai dipenuhi dengan
tulang-belulang manusia. Tampaknya orang-orang itu sudah
mati cukup lama, badannya sudah membusuk dan
keadaannya sangat menyeramkan. Bila ditinjau dari senjata
yang berserakan dimana-mana, tampaknya mayat-mayat
yang membusuk itu adalah mayat para jago dunia persilatan.
Mendadak dari antara bebatuan di atas gunung-gunungan,
si Pengejar Nyawa melihat ada sebuah tongkat baja yang
menancap di situ. Toya itu paling tidak beratnya mencapai
puluhan kati. Bila dilihat benda itu bisa menancap di sana,
dapat dibayangkan betapa hebatnya tenaga sang pemilik.
Di samping toya baja itu, membujur setumpuk tulang-
belulang manusia. Pada bagian tengkorak kepalanya masih
terlihat sisa rambutnya yang berwarna perak keabu-abuan.
Melihat semua itu, si Pengejar Nyawa menghela napas. Ia
berkata, "Ternyata Ang Su Sianseng memang tewas di tempat
ini!"
Waktu itu mereka sudah tiba di depan undak-undakan
menuju ke halaman perkampungan. Dengan sangat hati-hati
kawanan jago itu melanjutkan perjalanannya.

190
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Di tepi lorong sepanjang ruangan, mereka jumpai semakin


banyak tulang-belulang manusia yang berserakan di lantai. Di
dekat empat belandar besar, mereka pun menjumpai empat
kerat tulang-belulang manusia dengan dandanan pakaian
padri bersandar di situ.
Melihat tulang-belulang itu, keempat padri Siau-lim-si
segera merangkap tangan sambil menghela napas panjang,
"Murid sekalian, beristirahatlah dengan tenang. Guru pasti
akan membalaskan dendam kalian!"
Ketika tujuh jagoan penuntut balas melihat jenazah Ang Su
Sianseng dan para padri Tat-mo dari Siau-lim-si telah
ditemukan, mereka pun berharap jenazah guru mereka dapat
segera ditemukan. Tak kuasa menahan diri mereka berteriak
bersama, "Suhu ... Suhu ... Tecu telah datang!"
Teriakan itu diulang beberapa kali, namun tak ada jawaban
dari balik perkampungan. Kobaran darah dalam dada tujuh
jagoan penuntut balas makin berkobar, mereka memburu
masuk lebih dalam.
Di hadapan mereka sekarang terbentang tujuh delapan
puluh buah lorong panjang. Semua lorong saling
bersambungan, setiap sudut tikungan tergantung sebuah
lentera kuning yang berkedip bagai api setan.
Melihat ketujuh jagoan penuntut balas telah masuk duluan
dengan penuh bernafsu, si Pengejar Nyawa beramai segera
membuntuti, mereka kuatir ketujuh orang itu tertimpa
musibah.
Cahaya lentera itu sungguh mengerikan hati. Ketika
menyoroti wajah mereka, persis seperti menyinari wajah
orang mati.
Setelah menelusuri beberapa lorong lagi, akhirnya di ujung
sebuah ruangan ketujuh jagoan penuntut balas menemukan
sesosok mayat yang mengenakan baju hitam membujur di
sudut tembok.
Lelaki bersenjata tombak emas itu segera membuang
lampu lentera ke lantai dan berteriak sedih, "Ahhh ...
bukankah jenazah itu adalah jenazah Suhu ...

191
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tujuh jagoan penuntut balas segera maju mengelilinginya.


Setelah diteliti, akhirnya mereka mengenali tulang-belulang itu
sebagai jenazah Kok Ci-keng. Tak terlukiskan rasa sedih dan
gusar orang-orang itu. Sambil melolos senjata, mereka mulai
berteriak dan bersumpah akan membalas dendam.
Rombongan Si Pengejar Nyawa segera memburu tiba.
Siapa tahu, walaupun sudah satu kentongan lamanya mereka
berlarian dalam kegelapan, namun lorong ketemu lorong,
belandar ketemu belandar, bangunan yang ada di depan mata
seakan berlapis-lapis tiada habisnya.
Si Pengejar Nyawa tahu, gelagat tidak menguntungkan.
Benar juga, setelah berjalan beberapa saat kemudian, mereka
jumpai lagi lentera yang dibuang lelaki bersenjata tombak
emas itu. Kini mereka baru sadar bahwa mereka hanya
berputar-putar di tempat yang sama.
Diam-diam semua orang terkesiap. Langkah mereka
semakin berhati-hati. Setengah kentongan kemudian, akhirnya
mereka berhasil menemukan jenazah tiga jago Bu-tong-pay.
Dengan demikian, semakin terbukti bahwa rombongan Ang Su
Sianseng yang lenyap pada tiga tahun berselang, ternyata
sudah tewas di dalam perkampungan ini!
Perjalanan kembali dilanjutkan. Tapi sayangnya, walaupun
sudah berputar kian kemari, pada akhirnya mereka tetap
kembali ke posisi semula.
Dua kentongan sudah lewat. Semua orang mulai kelelahan,
tapi mereka belum juga berhasil keluar dari lorong panjang
itu.
Melihat kejadian ini, si Pengejar Nyawa segera berkata
dengan nada berat, "Setelah kuamati, dapat kusimpulkan
bahwa lorong panjang ini tampaknya dibangun berdasarkan
barisan Jit-ji-kiu-hui (tujuh tikungan sembilan balikan). Sayang
aku sendiri kurang paham ilmu barisan ini. Tanpa mengetahui
kunci rahasianya, percuma kita berputar terus karena kita
akan kehabisan tenaga dan hasilnya tetap balik ke posisi
semula."

192
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Setelah berlarian sekian lama, jidat Ji Bun-lui mulai dibasahi


keringat. Gagal menemukan jalan keluar membuat dia sangat
mendongkol, teriaknya, "Maknya! Tak usah berlagak seperti
setan! Kalau punya keberanian, ayo keluar dan bertarung tiga
ratus gebrakan melawanku!"
Dia mengulangi perkataan itu sampai beberapa kali,
suaranya menggaung sampai kemana-mana. Namun, kecuali
suara pantulan sendiri, sama sekali tak terdengar jawaban.
Waktu itu si Pengejar Nyawa sedang memperhatikan air
yang berceceran di lantai. Di bawah pantulan cahaya kuning,
mendadak ia melihat adanya biasan sinar hijau kehitam-
hitaman. Segera ia berteriak, "Hati-hati! Besar kemungkinan
air itu beracun!"
Dia robek ujung bajunya, lalu dicelupkan ke dalam air itu.
Benar saja, pakaian itu segera berubah jadi kehitam-hitaman.
Maka sambil tertawa getir ia berkata, "Tampaknya dia sengaja
menyebar racun di dalam air, agar kita semua mati terkurung
di lorong panjang ini. Yan Bu-yu benar-benar sangat lihai!"
"Aku tidak percaya kalau tak bisa melewati bangunan
bobrok ini," teriak lelaki bersenjata rantai itu penuh amarah.
Kematian gurunya membuat dia bertambah sewot hingga
nyaris tak mampu mengekang diri. "Ayo kita segera
berangkat!"
Sambil berkata, ia menerjang maju ke muka.
"Jangan gegabah!" teriak si Pengejar Nyawa
memperingatkan.
Tapi lelaki itu sudah menerjang hingga ke sudut tikungan
lorong sana, diikuti dua rekan lainnya. Mendadak cahaya api di
tikungan padam, disusul kemudian muncul segulung asap
hitam berbau sangit. Jeritan ngeri yang memilukan hati pun
berkumandang memecah keheningan. Jeritan ngeri lelaki
bersenjata rantai!
Dua rekannya yang bersenjata Boan-koan-pit dan tombak
berantai nampak tertegun dan segera menghentikan langkah.

193
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Si Pengejar Nyawa, In Seng-hong, Jay In-hui, Ji Bun-lui dan


Coa Giok-tan dengan cepat melampaui atas kepala mereka,
memburu ke tikungan lorong.
Tampak lelaki bersenjata rantai sudah tergeletak dengan
mata membalik. Seluruh otot badannya mengejang keras, dua
buah lubang kecil membekas di tenggorokannya, luka yang
merenggut jiwanya.
Dalam pada itu kenam jagoan penuntut balas, empat padri
dari Siau-lim dan dua bersaudara Sim telah menyusul tiba.
Melihat rekannya kembali jadi korban pembunuhan gelap,
rekan-rekan yang lain jadi sangat marah.
Si Pengejar Nyawa segera menghardik, "Saudara berenam,
bila kalian tak dapat mengendalikan diri, maka kalian bakal
terbantai habis di dalam Perkampungan Hantu ini!"
Ji Bun-lui tertawa dingin, ujarnya pula, "Bila kalian memang
sudah bosan hidup, silakan saja maju terus. Mau kulihat siapa
yang bakal membalaskan dendam guru kalian!"
Enam jagoan penuntut balas saling bertukar pandang
sekejap. Perkataan Ji Bun-lui sangat mengenai perasaan hati
mereka. Meski secara pribadi mereka tidak takut mati, tapi bila
mereka keburu mati, siapa yang bakal membalaskan dendam
sakit hati mereka?
Coa Giok-tan tidak malu disebut jago kenamaan dunia
persilatan. Setelah melihat sekejap situasi di tempat itu, dia
segera berusaha mengendalikan diri lalu bertanya kepada si
Pengejar Nyawa, "Menurut pendapatmu, apakah kita tunggu
saja sementara waktu hingga fajar menyingsing?"
"Ai, aku sendiri juga tidak tahu," si Pengejar Nyawa
menghela napas panjang, "tapi aku rasa, biar menunggu
sampai esok pagi juga belum tentu kita dapat menjebol ilmu
barisan ini. Bila barisan ini takut sinar, mereka tak perlu
memasang begitu banyak lentera di sini. Jika harus menunggu
sampai esok pagi, mungkin kita akan kehilangan banyak
kesempatan. Selain itu, entah berapa banyak lagi korban yang
akan mati sia-sia. Dapat atau tidak kita menjebol barisan yang
sulit dijebol ini, yang penting adalah berusaha. Menunggu

194
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sambil berpeluk tangan jelas bukan jalan keluar yang tepat.


Hanya saja aku belum menemukan jalan terbaik. Atau
mungkin ada diantara kalian yang punya jalan lebih baik?"
"Ya, bila saudara Pengejar Nyawa pun kehabisan akal,
apalagi aku si orang kasar?" sela Ji Bun-lui.
"Bila kau kehabisan akal, terpaksa kita duduk sambil
menunggu kematian!" ujar Sim Ciu.
"Ya, kalau kau punya kepandaian, carilah siluman
perempuan itu. Tak usah omong besar," sambung Sim Sat
sambil mendengus.
"Kalau aku pun tak sanggup, memangnya kalian dua
manusia banci sanggup?"
Mendengar ejekan itu, sontak saja dua bersaudara Sim naik
pitam.
Melihat keributan itu, si Pengejar Nyawa segera
menghardik, "Sekarang keadaan sedang gawat, jangan hanya
masalah sepele malah saling gontok. Kalau ingin ribut,
menyingkirlah jauh-jauh, agar tidak menyusahkan yang lain!"
Ternyata dua bersaudara Sim paling benci kalau dikatai
orang sebagai banci. Namun mereka berdua pun agak segan
pada wibawa si Pengejar Nyawa. Maka setelah mendelik
sekejap ke arah Ji Bun-lui dengan penuh amarah, Sim Ciu
berseru, "Ingat baik-baik, hutang ini
"Pasti akan kami perhitungkan!" sambung Sim Sat.
"Bagus, lain kali aku pun akan mencari kalian untuk bikin
perhitungan," kata Ji Bun-lui pula menirukan logat mereka.
"Cianpwe Pengejar Nyawa," tiba-tiba Jay In-hui berbisik,
"aku punya akal. Cuma kurang tahu bisa digunakan atau
tidak?"
"Coba katakan."
"Kalau toh kita tak mampu menjebol barisan di lorong ini,
kenapa tidak kita musnahkan saja? Toh barisan ini hanya
terbuat dari kayu, batu dan papan lapuk. Tidak susah untuk
menghancurkannya."
"Hah, benar! Benar! In-lote, binimu memang luar biasa!"
puji si Pengejar Nyawa berulang-kali.

195
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Jay In-hui memang sudah cerdas sejak kecil. Sebagai


seorang perempuan, hatinya welas-asih dan tak terlalu senang
membunuh. Maka dalam soal ilmu silat dia kalah dari In Seng-
hong.
Walau begitu, dia amat senang memutar otak dan selalu
berusaha mencari akal untuk menghadapi setiap musuh
tangguhnya. Maka ketika mereka kesulitan menjebol ilmu
barisan di lorong itu, terlintas dalam benaknya, mengapa tidak
sekalian menghancurkan barisan itu ketimbang peras otak
mencari cara pemecahannya?
Kembali si Pengejar Nyawa berkata sambil tertawa, "Nona
cilik, akalmu memang amat jitu! Daripada buang tenaga
memikirkan cara pemecahan barisan itu, memang lebih
gampang memusnahkannya. Aaai, percuma aku hidup
puluhan tahun lebih lama. Kalau dilihat tonggak-tonggak kayu
itu rasanya sudah lapuk dimakan usia. Dengan kekuatan kita,
paling dalam satu kentongan sudah dapat menyingkirkan
setengah bagian di antaranya. Cuma rekan-rekan harus
waspada, pertama karena ilmu barisan yang terpasang adalah
ilmu barisan Jit-ji-kiu-hui-tin. Bila dibilang kunci kehebatan
ilmu barisan berada pada lampu-lampu minyak itu, maka
pertama-tama kita harus memadamkan dulu semua lentera
yang ada, agar Yan Bu-yu tak sanggup melihat keberadaan
kita. Kedua, bila semua tonggak kayu, penghalang dan atap
bangunan telah kita hancurkan, maka akan terbukalah sebuah
jalan tembus. Cuma kalian mesti waspada, jangan sekali-kali
menginjak di atas papan kayu di bawah kaki kita. Lapisan air
di atas kolam ini tak bakal membeku meski di musim salju.
Bila kalian sampai tercebur, besar kemungkinan akan
mengalami nasib celaka!"
Semua orang kegirangan. Mereka segera turun tangan
membongkar semua penghalang yang ada. Menggunakan
kesempatan itu In Seng-hong melirik sekejap ke arah Jay In-
hui sambil memuji, "Hui-ji, kau memang luar biasa!"
Merah padam wajah Jay In-hui lantaran jengah. Tapi sikap
gadis itu justru membuat In Seng-hong semakin kesemsem.

196
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba-tiba terdengar jeritan ngeri kembali berkumandang. In


Seng-hong segera mengendus bau kebakaran tak sedap.
Rupanya lelaki bersenjata rantai itu secara tak sengaja telah
menumbangkan sebuah lampu lentera ketika

berusaha memadamkannya. Minyak berwarna hitam yang


menodai tangan dan pakaiannya segera membuat seluruh
badannya ikut menghitam.
Melihat itu In Seng-hong berteriak, "Hati-hati, ada racun!"
Ketika lima jagoan penuntut balas hendak memayang lelaki
berantai itu, si Pengejar Nyawa segera menghalangi jalan
perginya. Dengan wajah serius dia berseru, "Tubuhnya
terkena racun jahat. Bagaimanapun juga jangan sampai
tersentuh!"
Waktu itu paras muka lelaki bersenjata rantai sudah
berubah jadi hitam keabu-abuan, sepasang biji matanya
melotot hampir keluar. Kepada kelima orang rekannya dia
berteriak, "Jangan sentuh aku ... aku ... aku tak tahan lagi! Ba
... balaskan dendam kematianku!"
Mendadak dia cabut senjatanya lalu ditusukkan ke lambung
sendiri! Tewaslah jagoan itu.
Dari tujuh jagoan penuntut balas, kini tinggal lima orang
yang masih hidup. Rasa gusar, sedih, dendam bercampur-
aduk dalam perasaan mereka.
Si Pengejar Nyawa menghela napas panjang, ujarnya,
"Ketika rekan kita tewas karena mengendus bau sangit tadi,
seharusnya aku sudah mencurigai hal ini! Aaai, kenapa aku
tidak menduga kalau asap itu mengandung racun?"
"Kalau memang beracun, biar kudorong masuk ke dalam
air!" seru Ji Bun-lui.
"Betul, mari kubantu," sambung Coa Giok-tan.
Ji Bun-lui mengayunkan sepasang tangannya berulang kali.
Dimana angin pukulannya menyambar lewat, cahaya lentera
segera padam, sementara piring berisi minyak langsung
mencelat ke udara dan tercebur ke dalam kolam. Tak setetes
minyak pun yang tercecer di lantai.

197
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Coa Giok-tan tidak tinggal diam. Senjata serat emasnya


diayunkan pula berulang kali menusuk api lentera hingga
padam. Setelah itu dia pun menyampuk piring berisi minyak
hingga mencelat keluar dan tercebur ke dalam kolam.
Tak lama kemudian, seluruh lentera yang ada sudah padam
dan tercebur ke dalam kolam. Anehnya, begitu cahaya lentera
itu padam, ternyata keadaan lorong panjang itupun berubah.
Tidak sepanjang dan sedalam tadi lagi.
Dengan hilangnya rintangan dari lampu minyak, dengan
cepat para jago mulai membongkar benda-benda yang ada di
sepanjang lorong. Dengan kemampuan beberapa orang ini,
tentu saja bukan pekerjaan susah untuk menyingkirkan segala
macam rintangan. Dimana angin pukulan menyambar lewat
atau senjata tajam menyapu datang, semua tonggak,
penghalang dan kayu berguguran roboh ke tanah.
Tiba-tiba kembali terdengar jerit kesakitan bergema.
Ternyata lelaki bersenjata tali karena kurang hati-hati,
menginjak papan hingga kakinya tercebur ke dalam kolam.
Seketika itu juga badannya jadi kaku dan kesemutan. Baru
meronta beberapa kali seluruh badannya sudah tenggelam ke
dasar kolam, yang tersisa hanya buih air.
Tak lama kemudian jenazahnya mengapung di permukaan
air, namun empat anggota badannya sudah membusuk. Yang
masih tersisa hanya bagian kepalanya, sebuah wajah yang
penuh dicekam perasaan ngeri.
Beberapa saat kemudian si Pengejar Nyawa berkata, "Mari
kita lanjutkan pembongkaran. Cuma kalian mesti hati-hati,
jangan sampai mati sia-sia karena tak ada yang bakal
membalaskan dendam!"
Setengah kentongan kemudian semua barang yang
menghadang di sepanjang lorong sudah dibongkar dan
disingkirkan.
Kini jalan masuk maupun keluar sudah terlihat jelas. Maka
sambil tertawa dingin si Pengejar Nyawa berseru,
"Yan Bu-yu, kau gagal mengurung kami!"

198
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba-tiba dari bilik sebelah timur terdengar seseorang


tertawa merdu, kemudian tampak seorang wanita cantik
bagaikan bidadari dari kahyangan pelan-pelan berjalan
mendekat. Gadis itu baru berusia dua puluhan tahun,
senyumnya manis bagai bunga yang mekar, gerak-geriknya
genit merangsang. Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai
di punggung. Dia mengenakan baju berwarna putih salju.
Semula keempat jagoan penuntut balas merasa gusar,
sedih bercampur dendam. Mereka ingin sekali mengumbar
amarah. Tapi setelah mengetahui yang muncul hanya seorang
nona muda yang cantik, lemah dan berwajah pucat, mereka
jadi mele-ngak dan berdiri melongo.
Jay In-hui juga merasa amat simpatik. Tanpa sadar ia
memanggilnya sambil tertawa, "Cici
Perempuan berwajah pucat itu tertawa manis, katanya
lembut, "Nona, kemarilah kau, ayo ... kemari
Tanpa sadar Jay In-hui melangkah maju. Ia merasa
perempuan itu semakin dipandang semakin menarik hati.
Walau dalam hati tak ingin bergerak, namun kakinya seakan
bergeser sendiri.
Tampaknya perhatian semua orang waktu itu sudah terisap
oleh senyuman dan kecantikan perempuan itu. Tak seorang
pun berusaha menghalangi si nona maju mendekat.
Ketika Jay In-hui berjalan maju lagi beberapa langkah, tiba-
tiba perempuan itu menggeser rambut panjangnya dengan
lembut, lalu berbisik, "Ayohlah, mendekat... mendekat
Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring menggelegar, secepat
sambaran kilat In Seng-hong menyelinap ke hadapan Jay In-
hui. "Criiing!" cahaya putih berkelebat, tahu-tahu dia sudah
merontokkan sebatang jarum dengan pedangnya.
Bentakan dan serangan yang dilakukan sangat mendadak,
seketika menyadarkan semua orang dari pengaruh sihir itu.
Untung In Seng-hong mencongkel serangan jarum itu tepat
pada waktunya. Jangan dilihat jarum itu sangat kecil, ternyata
In Seng-hong merasakan pergelangan tangannya kesemutan!
Kenyataan ini tentu saja membuat dia semakin terkesiap.

199
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Jay In-hui yang baru sadar dari pengaruh sihir nampak


ketakutan setengah mati. Wajahnya pucat pasi, dia tidak
menyangka perempuan yang nampak tersenyum ramah dan
selalu bersikap lemah-lembut ini ternyata tega melancarkan
serangan mematikan. Coba jika In Seng-hong tidak segera
sadar, mungkin saat ini jiwanya sudah melayang.
Ilmu Si-hun-toa-hoat (ilmu hipnotis) yang dikuasai Yan Bu-
yu memang luar biasa hebatnya. Asal pikiran orang mulai
terpecah dan memperhatikan dirinya, maka dengan ilmu itu
Yan Bu-yu akan mengendalikan seluruh pikiran dan perasaan
korbannya. Jangan lagi mereka yang berilmu cetek, bahkan
orang dengan tenaga sesempurna si Pengejar Nyawa dan Ji
Bun-lui pun, karena kurang hati-hati, untuk sesaat mereka
kena pengaruh hipnotis si Selir Berdarah ini.
Tenaga dalam ln Seng-hong memang tidak sehebat si
Pengejar Nyawa. Semestinya dia pun sulit terlepas dari
pengaruh sihir itu. Namun berhubung konsentrasinya waktu
itu justru tertuju ke diri Jay In-hui, maka walaupun dia pun
terpikat oleh kecantikan Yan Bu-yu, namun pikirannya tidak
seratus persen terpengaruh. Itulah sebabnya di saat yang
paling kritis, ia masih sempat menyelamatkan jiwa Jay In-hui.
Dengan penuh amarah, para jago mulai melototi Yan Bu-
yu. Tapi perempuan siluman itu masih tetap tertawa genit
sembari berkata, "Nona cilik itu telah merusak Jit-ji-kiu-hui-
tinku. Jadi aku pun ingin mencicipi apakah darahnya manis?
Atau kecut? Atau getir atau asin ...?"
"Siluman perempuan!" umpat Ji Bun-lui gusar, "kau masih
punya ilmu simpanan apa lagi? Ayo cepat keluarkan semua!"
"Ilmu simpanan apa lagi?" Yan Bu-yu tertawa ringan, "Jit-ji-
kiu-hui-tin telah kalian jebol, kolam Huan-kut-ti (kolam
penghancur tulang) gagal melumat tulangmu, minyak neraka
gagal menggoreng kulit kalian, jarum sakti pencabut nyawa
berhasil kalian patahkan, ilmu pembetot sukma juga tak
berhasil mempengaruhi kalian. Aku masih punya simpanan
apa lagi? Ya, rasanya terpaksa harus membiarkan kalian
membunuhku

200
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Walaupun apa yang disinggung merupakan ilmu pembunuh


yang paling menakutkan dan menyeramkan, namun ia justru
mengucapkannya dengan nada begitu sendu, seolah dialah
orang yang patut dikasihani.
Yan Bu-yu sesungguhnya adalah seorang gadis yang
berbakat alam, cerdik dan memiliki ilmu silat sakti. Namun
sejak diperkosa oleh pangeran Se-ih, kemudian dicampakkan
begitu saja, dia selalu berusaha agar pangeran itu mau
mencintai dirinya. Malah dia pun menjuluki diri sebagai
seorang 'selir'. Tapi usahanya itu berakhir dengan kegagalan.
Yan Bu-yu tidak putus asa. Berulang kali dia memohon
kepada Pangeran Se-ih agar tidak mencampakkan dirinya
begitu saja. Tapi dasar berhati kejam dan telengas, bukan saja
sang pangeran menolak cintanya, bahkan merusak wajahnya
dan membuang tubuhnya ke dalam jurang.
Untung dia tidak tewas karena peristiwa itu. Untuk
membalas dendam, dia pun melatih ilmu Si-hun-toa-hoat dan
Sin-hun-mo-ing, kemudian berlatih pula ilmu pengisap darah
untuk memulihkan kecantikan wajah dan kemudian berlatih
pula ilmu jarum pencabut nyawa.
Ketika ia berhasil menguasai seluruh kepandaian itu,
pelacakan pun dilakukan. Akhirnya dia berhasil menemukan
jejak sang pangeran. Dengan ilmu Si-hun-toa-hoat, dia
hipnotis para pengawal hingga tunduk di bawah perintahnya,
lalu dengan ilmu irama iblis dia kalahkan pangeran Se-ih. Dan
dengan menggunakan jarum pencabut nyawa, dia butakan
sepasang mata sang pangeran lalu mengisap darahnya hingga
kering.
Sejak itulah dia terkenal sebagai Selir Berdarah. Namun
wataknya ikut berubah, banyak muda-mudi dan perempuan
hamil yang diisap darahnya demi terwujudnya ilmu iblis Hua-
hiat-mo-kang. Kecantikan wajahnya pun makin menggiurkan.
Banyak tokoh silat dan jago lihai yang murka setelah
mengetahui sepak terjangnya. Mereka berusaha memburu dan
membunuhnya, tapi sayang hampir semuanya mati sia-sia.
Apalagi setelah dia berhasil melatih ilmu barisan yang bisa

201
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mengurung banyak orang, kehebatannya semakin tiada


tandingannya.
"Omitohud," terdengar empat padri Siau-lim-si berkata
sehabis mendengar perkataan yang mengenaskan itu,
"kedatangan Lolap bukan bermaksud akan mencelakai Li-sicu.
Bila Li-sicu mau melepaskan golok pembunuh dan kembali ke
jalan Buddha, Lolap jamin keselamatan Li-sicu hingga tiba di
kuil kami."
"Toa-hwesio, kalian tak boleh membebaskan dia!" teriak
lelaki bersenjata peluru geledek dengan cepat. "Guru kami dan
saudara-saudara kami telah tewas di tangannya. Kau tak
boleh mengampuni jiwanya!"
Yan Bu-yu segera tertawa cekikikan, ujarnya kepada
keempat Hwesio itu, "Coba kalian lihat, kamu berempat
bersedia membebaskan aku, tapi mereka tak mau
"Omitohud!"
"Kalian jangan memuji Buddha melulu, tidak enak didengar.
Lebih baik aku saja yang bernyanyi untuk kalian."
"Jangan beri kesempatan kepadanya untuk bernyanyi tiba-
tiba Pengejar Nyawa membentak nyaring.
Sayang, sebelum dia menyelesaikan perkataannya, Yan Bu-
yu sudah memutar tangannya yang halus sambil menyanyi
merdu:
"Awan ingin pakaian, bunga ingin wajah, angin berhembus
sepoi menyiarkan bau harum.
Si Pengejar Nyawa ingin menghardik, namun dadanya
segera terasa bergolak keras. Lekas dia tutup mulut sambil
menghimpun tenaga dalam melindungi denyut nadi. Dia tak
berani lengah karena sedikit saja kurang hati-hati, pikirannya
pasti akan dikendalikan lawan.
Pengejar Nyawa tahu, Yan Bu-yu telah menggunakan irama
iblis pembetot sukma untuk menguasai pikiran dan perasaan
orang.
Tampak paras muka Ji Bun-lui sudah mulai berubah. Kalau
tadinya keras dan kasar, maka sekarang mulai melemah. Coa
Giok-tan kelihatan agak terharu, sementara dua bersaudara

202
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sim nampak seperti orang bingung. Yang paling parah adalah


empat jagoan penuntut balas, mereka seakan sudah mulai
mabuk kepayang.
Yan Bu-yu semakin menggila. Kini bukan saja menyanyi,
dia pun mulai menari. Tariannya indah, lemah gemulai
bagaikan putri keraton yang sedang menari di singgasana.
"Bila tidak bersua di puncak bukit, kapan bisa bertemu di
tengah kolam
Semua jago makin terpikat, makin terpengaruh. Mereka
seakan sudah mabuk, kesadarannya mulai berkurang.
Pengejar Nyawa amat gelisah. Ia sadar, bila gadis itu tak
dicegah maka semua jago akan celaka. Maka sambil
menghimpun tenaga dalamnya melindungi detak jantung,
selangkah demi selangkah dia paksakan diri maju
menghampiri Yan Bu-yu. Hanya satu keinginannya saat ini,
yaitu segera menghentikan tarian dan nyanyiannya.
Baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba Pengejar Nyawa
merasa hatinya tergiur, perasaan cinta mendadak menyelimuti
hatinya. Ia sadar keadaan tidak menguntungkan, segera hawa
murni dihimpun kembali dan ia berusaha memadamkan napsu
birahi yang muncul secara tiba-tiba itu.
Kalau manusia macam si Pengejar Nyawa saja sulit
mengendalikan diri, bisa dibayangkan keadaan orang lain.
Tapi yang paling parah keadaannya adalah empat jagoan
penuntut balas.
Terdengar Yan Bu-yu bernyanyi lebih jauh:
"Setangkai bunga merah, layu sebelum berkembang, hutan
di tengah bukit, kabur dan gelap diguyur hujan ...."
Ketika perempuan iblis itu bernyanyi sampai di situ, empat
jagoan penuntut balas sudah tak kuasa mengendalikan diri
lagi. Mereka mulai ikut mencak-mencak dan menari seperti
orang gila...
"Byuuurrr ...!" lelaki bersenjata Boan-koan-pit tak dapat
menahan diri lagi, dia mencak-mencak sambil melompat ke
tengah kolam. Akhirnya ... dalam sekejap di dalam kolam

203
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pelumat tulang kembali bertambah dengan sesosok mayat


yang telah membusuk.
Situasi bertambah kritis, tampaknya sejenak lagi semua
jago akan terpengaruh oleh irama iblis itu.
Mendadak terdengar seorang bersenandung nyaring,
suaranya keras dan lantang seakan Pekikan naga yang
membelah angkasa....
"... Bertanya ke istana, siapa penghuninya, kasihan si walet
terbang kehilangan sarangnya...."
Ternyata orang yang bersenandung nyaring itu tak lain
adalah In Seng-hong!
Sebenarnya, jika ilmu irama iblis pembetot sukma dapat
menguasai si Pengejar Nyawa, tentu dapat pula menguasai In
Seng-hong dan Jay In-hui. Tapi berhubung jago yang hadir di
arena saat itu lebih banyak lelakinya, maka Yan Bu-yu
menggunakan irama rangsangan untuk menggiring pikiran
mereka memasuki alam seks, kemudian menuntun mereka
satu per satu agar menceburkan diri ke dalam kolam pelumat
tulang.
Karena irama itu hanya khusus ditujukan untuk kaum pria,
dengan sendirinya pengaruh bagi Jay In-hui hanya sebatas
menumbuhkan perasaan cinta yang lebih mendalam. Apalagi
gadis itu masih perawan dan belum pernah dijamah lelaki,
dengan sendirinya irama iblis itu tak bisa membangkitkan
birahinya.
Sebagai seorang pria, otomatis In Seng-hong terpengaruh
juga oleh irama iblis itu. Namun karena cinta kasihnya
terhadap Jay In-hui adalah cinta sejati, maka yang muncul
pada sikapnya hanyalah sebatas pandangan menerawang.
Jay In-hui segera menyadari kalau gelagat tidak beres.
Maka dengan sekuat tenaga ia pencet jalan darah In Seng-
hong yang membuat pemuda itu sadar seketika. Melihat para
jago mulai dipengaruhi irama iblis sementara si Pengejar
Nyawa su-dah bermandikan keringat, lekas dia kerahkan hawa
murninya dan bersenandung nyaring.

204
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Betapa terperanjatnya Yan Bu-yu ketika melihat irama


iblisnya dijebol oleh seorang anak muda yang sama sekali tak
dikenal sebelumnya.
Begitu pengaruh irama iblis buyar, si Pengejar Nyawa
langsung menerjang ke depan diikuti Ji Bun-lui dan Coa Giok-
tan.
Yan Bu-yu semakin terkesiap. Saking kagetnya, paras
mukanya berubah jadi pucat. Segera dia merubah nada
nyanyiannya, kali ini dia membawakan sebuah lagu sedih dan
menyayat hati....
Waktu itu si Pengejar Nyawa beramai sudah berada di
hadapan iblis wanita itu, tapi belum sempat mereka
melancarkan serangan, nyanyian yang memilukan hati telah
berkumandang. Pikiran mereka kontan tergoncang, dalam
kagetnya mereka tak sempat lagi menyerang iblis wanita itu.
Segera mereka menghimpun tenaga dalam untuk melindungi
diri.
Meskipun In Seng-hong masih bersenandung dengan suara
lantang, tapi karena lagu yang dinyanyikan Yan Bu-yu dalam
irama iblisnya bukan lagu gubahan penyair terkenal, maka
walaupun suara pemuda itu amat nyaring, tenaga dalamnya
belum terlalu sempurna. Lambat-laun suaranya semakin
melemah dan mulai terpengaruh oleh suara nyanyian lawan.
Perlu diketahui, meskipun In Seng-hong berjiwa lurus dan
belum pernah menjamah tubuh Jay In-hui, namun bagaimana
pun juga dia tetap seorang pemuda yang berdarah panas.
Lama-lama imannya goyah juga, perlahan-lahan dia mulai
terpengaruh oleh irama iblis itu dan sukar mengendalikan diri.
Para jago mulai merasa ada segulung hawa panas
berkeliaran di seputar Tan-tian, hawa panas itu mulai
menyembur kian-kemari secara liar. Merasakan hal itu, semua
jago jadi terperanjat.
Mereka sadar, bila hawa sesat itu semakin berkeliaran
secara liar dan tak terkendali, maka mereka semua akan
mengalami Cau-hwe-jip-mo (jalan api menuju neraka). Sekali

205
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

hawa murni buyar, selama hidup jangan harap bisa terhimpun


kembali.
Lekas mereka pusatkan segenap perhatian untuk
menyalurkan hawa murni dan melawan irama iblis itu.
Kembali beberapa saat lewat dengan cepatnya, peluh telah
membasahi wajah semua orang. Bukan cuma jidat yang
basah, pakaian mereka pun basah kuyup.
Nampak musuh mulai kepayahan, Yan Bu-yu semakin
menggila. Dia mulai melepas sebagian pakaiannya dan mulai
menari cabul. Wajahnya yang semula putih, kini berubah
makin memucat. Tampaknya pertempuran ini sudah mencapai
puncaknya, masing-masing pihak berusaha merobohkan lawan
secepat mungkin.
Lelaki bersenjata tombak emas dari tiga jagoan penuntut
balas mulai tak mampu mengendalikan diri. Napasnya mulai
ngos-ngosan seperti kerbau, akhirnya tak kuasa lagi, ia jatuh
tercebur ke dalam kolam. Sesosok mayat membusuk kembali
menjadi penghuni tetap kolam itu.
"Omitohud!" pujian kepada sang Buddha mendadak
mendengung di angkasa. Pujian pertama membawa kekuatan
bagaikan Pekikan naga, disusul pekikan kedua yang membawa
auman harimau. Begitu irama iblis itu sedikit jebol, pujian
kepada sang Buddha yang ketiga dan keempat bergema susul-
menyusul.
Rupanya empat padri sakti dari Siau-lim-si telah
menyelamatkan situasi yang amat kritis itu. Sebagai padri
yang pantang berpikiran cabul, tentu saja mereka lebih
gampang menguasai diri ketimbang jago lainnya.
Pengejar Nyawa, Ji Bun-lui dan Coa Giok-tan kembali
tersadar dari pengaruh irama iblis. Serentak mereka mendesak
ke muka dan siap melancarkan serangan.
Tiba-tiba terlihat paras muka Yan Bu-yu berubah jadi hijau
membesi, sekujur badan gemetar keras. Dia tidak nampak
seluwes dan segenit tadi lagi. Sementara irama iblisnya
kembali berubah, kini dia membawakan suara nyanyian seperti

206
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

jeritan setan iblis dari neraka! Bagai rintihan dan jeritan ngeri
roh-roh gentayangan yang muncul dari alam baka.
Empat padri Siau-lim-pay kembali mengerahkan auman
singanya untuk melawan pengaruh irama iblis itu. Namun
sesaat kemudian perlawanan mereka semakin melemah dan
tiba-tiba darah segar menyembur dari mulut keempat orang
padri itu. Keadaan kembali gawat.
Si Pengejar Nyawa sadar, bila keadaan dibiarkan begitu
terus maka mereka akan kalah total. Maka sambil
memaksakan diri, selangkah demi selangkah dia berusaha
mendekati Yan Bu-yu. Maksudnya agar perempuan iblis itu
pecah perhatiannya.
Yan Bu-yu bukan orang bodoh, tentu saja dia tahu tujuan
lawan. Irama iblisnya semakin diperhebat.
Para jago merasa jantung mereka berdebar makin keras,
terasa ada beribu-ribu setan iblis seakan sedang
mencengkeram hulu hati, membuat bulu kuduk berdiri, peluh
bercucuran bagai hujan gerimis.
Dua jagoan penuntut balas yang tersisa mulai gontai.
Mereka seakan melihat guru mereka, Kok Ci-keng, berdiri di
hadapannya dengan tubuh berlumuran darah, wajahnya
menyeramkan. Bahkan sambil berjalan di tengah lorong,
gurunya berseru agar mereka membalaskan dendam sakit
hatinya dengan membunuh si Pengejar Nyawa!
Hancur sudah pertahanan batin kedua jagoan itu. Mereka
segera menganggap si Pengejar Nyawa benar-benar adalah
musuh besarnya. Sambil mempersiapkan senjata peluru
geledek dan gurdi panjangnya, mereka menyerang si Pengejar
Nyawa habis-habisan.
Irama iblis pembetot sukma Yan Bu-yu merupakan sejenis
ilmu yang boros tenaga dalam. Bila serangan yang
berkepanjangan tidak segera disudahi, maka dia akan
menderita luka parah.
Ketika irama iblisnya dua kali terbendung hingga jebol,
keadaan Yan Bu-yu sudah makin parah. Dalam keadaan begini

207
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dia hanya berharap bisa segera melenyapkan musuh secepat


mungkin.
Waktu itu sebenarnya si Pengejar Nyawa sudah bersiap
melancarkan serangan ke arah Yan Bu-yu. Tapi dengan
datangnya serangan dua jagoan penuntut balas, konsentrasi si
Pengejar Nyawa jadi terbelah.
Di satu pihak si Pengejar Nyawa harus mengerahkan hawa
murni untuk melindungi diri dari pengaruh irama iblis, di pihak
lain harus membendung serangan menggila dua jagoan
penuntut balas. Padahal dia pun merasa tak tega untuk
membunuh kedua orang rekannya. Tak heran kalau dia segera
keteter hebat, terjerumus di bawah angin dan posisinya
sangat berbahaya.
Ji Bun-lui dan Coa Giok-tan berdua, meski punya keinginan
untuk memberi bantuan, namun mereka sendiri pun tak
mampu berkutik karena dengan susah payah mereka harus
melawan pengaruh irama iblis.
Begitu pula keadaan In Seng-hong dan Jay In-hui, dua
bersaudara Sim maupun empat padri dari Siau-lim-si.
Di saat yang amat kritis itulah mendadak terdengar seorang
tertawa keras, suaranya tinggi melengking, tertawanya seperti
orang gila tapi segera menjebol pengaruh irama iblis!
Menyusul tampak seorang berbaju putih compang-camping
menerjang masuk ke dalam ruangan. Begitu bertemu Yan Bu-
yu, ia segera membentak nyaring,
"Kembalikan nyawa Suhengku!"
Begitu berada di sisi Selir Berdarah, sebuah pukulan
langsung dilancarkan.
Ternyata orang ini tak lain adalah Yu-bun Siu!
Tiga tahun berselang, ketika Yu-bun Siu bersama Ang Su
Sianseng dan Kok Ci-keng memasuki Perkampungan Hantu,
dia sudah terbetot sukmanya oleh irama iblis itu hingga
kehilangan kesadaran otaknya.
Meskipun kemudian ia berhasil lolos dari Perkampungan
Hantu, namun perasaan takut selalu mencekam hatinya. Dia
tak pernah berani memasuki perkampungan itu lagi. Maka dia

208
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pun luntang-lantung di dalam dunia persilatan sambil bicara


melantur.
Tadi dia telah bertemu dengan rombongan si Pengejar
Nyawa, bahkan sempat beradu pukulan dengan dua
bersaudara Sim. Kemudian dia pun melihat jenazah si Tamu
Berjubah Hitam Pa Thian-sik yang tewas secara mengenaskan.
Padahal Pa thian-sik adalah saudara seperguruan Yu-bun
Siu. Hubungan batin mereka selama ini sangat akrab melebihi
hubungan persaudaraan. Terbukti kedatangan Pa Thian-sik ke
Perkampungan Hantu pun khusus untuk melacak siapa yang
telah membuat saudaranya itu jadi gila.
Sayang sebelum niatnya membalas dendam tercapai, dia
sudah tewas di tangan Sim-cap-sa-nio.
Tatkala Yu-bun Siu menemukan jenazah Pa Thian-sik tadi,
tiba-tiba kenangan lamanya pelan-pelan muncul kembali.
Dia pun menganggap kakak seperguruannya tewas di
tangan Yan Bu-yu.
Karena itu dia menerobos masuk lagi ke Perkampungan
Hantu dan kebetulan bertemu dengan Yan Bu-yu.
Dalam keadaan masih dipengaruhi irama iblis, dalam benak
Yu-bun Siu hanya tahu dia harus membunuh Yan Bu-yu untuk
membalaskan sakit hati kakak seperguruannya. Dengan
sendirinya dia jadi tidak terpengaruh sama sekali oleh irama
iblis yang masih disenandungkan waktu itu.
Begitu irama iblis jebol, Ji Bun-lui dan Coa Giok-tan segera
melejit ke udara dan mundur ke belakang sambil bersiap,
sementara dua jagoan penuntut balas merasa badan jadi
lemas tak bertenaga. Otomatis serangan mereka pun langsung
terhenti.
Sebaliknya empat padri Siau-lim-pay segera mengatur
pernapasan untuk memulihkan kembali kekuatan, sedang dua
bersaudara Sim seakan baru mendusin dari mimpi buruk.
Diam-diam mereka menyeka keringat dingin.
Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Yu-bun Siu memang
sangat hebat. Oleh karena waktu itu Yan Bu-yu sedang
berkonsentrasi mengerahkan irama iblisnya, ia jadi kaget

209
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ketika melihat pihak musuh tahu-tahu sudah muncul di depan


mata. Untuk berkelit jelas sudah terlambat!
Ketika melihat Yu-bun Siu sedang berusaha menghantam
jalan darah Thian-leng-kay di ubun-ubunnya, Yan Bu-yu tak
sempat lagi mengurusi irama iblisnya. Dia segera melejit ke
samping sambil menggigit tengkuk musuhnya kuat-kuat.
"Kraaak, kraaak ..." suara gemerutuk keras bergema dari
tengkuk Yu-bun Siu. Setelah meronta berapa kali, karena
saluran pernapasannya putus, matilah jagoan itu dengan mata
mendelik.
Pengejar Nyawa segera melihat peluang baik untuk lolos
dari pengaruh irama iblis. Serangan Yu-bun Siu telah
membuat iblis wanita itu pecah konsentrasinya. Buru-buru dia
berseru, "Cepat kita serang Yan Bu-yu! Jangan beri
kesempatan kepadanya untuk menggunakan irama iblisnya
lagi!"
Sementara pembicaraan masih berlangsung, dia telah
melepaskan tiga puluh enam buah tendangan berantai.
Hampir semua jurus serangannya ganas dan hebat! Hal ini
memaksa Yan Bu-yu harus mundur tiga puluh enam langkah
secara beruntun.
Belum lagi dia sempat mengeluarkan irama iblisnya, seutas
tali serat berwarna emas telah menusuk Jin-tiong-hiat di
bawah hidungnya. Lekas perempuan iblis itu menundukkan
kepala menghindar.
Coa Giok-tan tidak tinggal diam. Ia ikut menerjang ke muka
sambil melancarkan serangan maut.
Karena harus menghadapi serangan dari dua arah, Yan Bu-
yu tak punya kesempatan lagi mengeluarkan ilmu irama iblis
pembetot sukmanya.
Padahal ilmu yang paling diandalkan Yan Bu-yu .adalah
ilmu barisan ditambah ilmu pembetot sukma dan irama iblis,
sementara ilmu pengisap darah hanya berguna untuk
pertarungan jarak dekat.

210
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan posisi pertarungan jarak jauh seperti saat ini, Yan


Bu-yu mulai keteter hebat. Dia hanya bisa bertahan sekuat
tenaga.
Beberapa gebrakan kemudian, mendadak perempuan iblis
itu berusaha menggigit tengkuk Coa Giok-tan. Menghadapi
ancaman ini, buru-buru jagoan she Coa ini melompat mundur.
Saat itulah Yan Bu-yu berpekik nyaring, suaranya amat keras
hingga bergema sampai dimana-mana.
Bersamaan dengan bergemanya suara pekikan itu, tiba-tiba
dari dua sisi lorong bermunculan sepuluh orang jago.
Ternyata mereka adalah enam orang gagah dari Siang-pak
serta empat manusia berbaju emas. Saat itu rambut mereka
awut-awutan, sinar mata mereka memancarkan kebuasan.
Dengan senjata terhunus mereka menyerang si Pengejar
Nyawa dengan membabi buta.
ooOOoo

7. Membunuh Sahabat.

Para jagoan tahu, beberapa orang itu pasti sudah


terpengaruh irama iblis sehingga tunduk pada perintah Yan
Bu-yu.
Tak terlukiskan rasa gusar Ji Bun-lui melihat kekejaman
perempuan itu. Tanpa peduli gengsi lagi dia segera mengayun
kapaknya dan ikut mengembut wanita iblis itu dengan
serangan brutal. Yang diharapkan sekarang hanya secepatnya
membunuh sang Selir Berdarah.
Dua bersaudara Sim yang eksentrik dan aneh juga sadar,
bila Yan Bu-yu sampai mendapat kesempatan untuk
menggunakan irama iblisnya, bisa jadi mereka berdua akan
mati mengenaskan. Maka mereka segera maju menyongsong
datangnya serangan dari sepuluh orang itu dan bertarung
mati-matian.
Waktu itu keempat padri dari Siau-lim hanya bisa duduk
mengatur pernapasan, karena mereka telah kehilangan
banyak tenaga. In Seng-hong sadar keadaan sangat gawat,

211
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bersama Jay In-hui mereka ikut menyerang Yan Bu-yu habis-


habisan. Hanya sayang Jay In-hui seakan masih menaruh
simpati terhadap si Selir berdarah, hingga selalu enggan
melancarkan serangan mematikan.
Karena harus menghadapi kerubutan lima orang jagoan
sekaligus, sesaat kemudian seluruh badan Yan Bu-yu sudah
basah keringat. Dia mulai menunjukkan wajah duka yang
mendalam.
Di pihak lain, dua bersaudara Sim dengan mengandalkan
ilmu saktinya, bertarung melawan dua orang jagoan dari
Siang-pak serta seorang lelaki berbaju emas.
Ji Bun-lui yang berangasan dan kasar akhirnya tak mampu
menahan diri lagi, dia lancarkan sebuah bacokan kilat
mengancam punggung Yan Bu-yu.
Tampaknya perempuan iblis itu akan segera tewas oleh
bacokan maut itu ... mendadak terlihat cahaya emas
berkelebat lewat. Ternyata Coa Giok-tan tak tega menyaksikan
perempuan itu tewas mengenaskan, maka dia tangkis bacokan
kapak itu dengan senjatanya.
Menggunakan kesempatan itu, Yan Bu-yu melancarkan
tubrukan nekad! Tampak bayangan putih berkelebat, dia
langsung menggigit tengkuk si Pengejar Nyawa.
Segera opas sakti itu mundur ke belakang, mendadak
kakinya menginjak tempat kosong, tubuhnya terjerumus ke
bawah! Untung si Pengejar Nyawa memang seorang jago
yang hebat. Cepat dia menghimpun tenaga sambil bersalto
berulang kali di udara. Meski berhasil mendarat selamat di
tengah lorong, tak urung peluh dingin membasahi

tubuhnya.
Untuk sesaat si Pengejar Nyawa terpisah dari rombongan.
Yan Bu-yu segera memanfaatkan peluang ini dengan
melepaskan tujuh delapan belas jurus serangan berantai.
Semua ancaman ditujukan ke jalan darah penting di tubuh In
Seng-hong.

212
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dicecar semacam ini, In Seng-hong dipaksa mundur hampir


tujuh delapan langkah. Jay In-hui sendiri sesungguhnya
memang tak berniat bertarung melawan perempuan iblis itu,
sejak awal dia sudah berniat membebaskannya. Maka begitu
melihat Yan Bu-yu menyerang secara nekad, dia pun ikut
mengundurkan diri dari arena.
Sebenarnya inilah kesempatan yang terbaik bagi si Selir
Berdarah Yan Bu-yu meloloskan diri dari kepungan, ketika itu
serat emas Coa Giok-tan sedang digunakan untuk menahan
bacokan kapak Ji Bun-lui. Sayang si Selir

Berdarah memang berwatak brutal. Bukannya mundur, dia


malah tertawa seram dan secara beruntun melepaskan tiga
batang jarum sakti pencabut nyawa.
Tiga batang jarum sakti pencabut nyawa itu semuanya
diarahkan ke tubuh Coa Giok-tan. Padahal waktu itu senjata
serat emasnya sedang menahan bacokan kapak. Dia tak
sempat lagi menarik kembali senjatanya. Segera tangan
kirinya disentil ke depan untuk merontokkan sebatang jarum,
kemudian dia miringkan kepala menghindari jarum kedua.
Namun jarum ketiga langsung menghajar lengan kirinya.
Coa Giok-tan segera merasakan lengannya kaku. Sadar
kalau jarum itu beracun, segera dia tarik kembali senjatanya
dan menggulung ke arah tubuh perempuan iblis itu.
Melihat Coa Giok-tan termakan jarum beracunnya, Yan Bu-
yu kegirangan setengah mati. Serunya sambil tertawa
terkekeh, "Mampus kau! Jarum sakti pencabut nyawa hanya
bisa dipunahkan olehku dan Toasuheng. Lebih baik tunggulah
kematianmu di sini!"
Dengan cepat dia melompati kolam pelumat tulang
kemudian melayang turun di lorong yang lain.
Dalam pada itu Ji Bun-lui telah menarik kapak terbangnya.
Melihat Yan Bu-yu berhasil melukai Coa Giok-tan, ia jadi amat
gusar. Bentaknya, "Siluman perempuan, lihat kapakku!"
"Wees!" kembali kapaknya meluncur ke udara dan
membacok ke atas kepala Yan Bu-yu.

213
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Waktu itu baru saja si Selir Berdarah melayang turun di


lorong lain. Dia jadi kaget ketika melihat datangnya ancaman
itu. Bingung bagaimana cara menghindar, dengan cepat dia
sambar tubuh seorang lelaki berbaju emas yang kebetulan
berada di sisinya dan digunakan untuk menangkis.
"Bluuuk!" diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati, kapak
terbang Ji Bun-lui menghajar telak dada lelaki itu.
Dalam pada itu dua bersaudara Sim baru saja berhasil
memenangkan pertarungannya. Dengan kemampuan yang
mereka miliki, dalam waktu singkat dua jagoan dari Siang-pak
dan seorang lelaki berbaju emas telah berhasil mereka habisi.
Melihat si Selir Berdarah berada dekat mereka, dua
bersaudara Sim segera memutar telapak tangan dan langsung
dihajarkan ke tubuh perempuan itu.
Yan Bu-yu tertawa dingin, dia buang jenazah lelaki berbaju
emas itu dan menangkis datangnya dua pukulan itu.
Siapa tahu serat emas Coa Giok-tan telah menyambar tiba!
Karena perempuan itu sedang terpecah perhatiannya untuk
menghadapi kapak terbang Ji Bun-lui dan serangan dua
bersaudara Sim, dia tak menyangka datangnya serangan serat
emas itu. Sepasang kakinya segera terlilit dan terbelenggu
kuat-kuat.
Tak terkirakan rasa kaget Yan Bu-yu. Dia paksakan
tubuhnya terpantek di lantai, Coa Giok-tan kuatir musuh
terlepas, ia segera menarik senjatanya makin kencang. Saat
itulah si Pengejar Nyawa melompati kolam pelumat tulang.
Begitu tiba di hadapan perempuan iblis itu, secara beruntun
dia lancarkan delapan tendangan berantai.
Dari kedelapan tendangan berantai itu, ada beberapa
tendangan yang menyerang dada Yan Bu-yu, ada yang
menyerang iga kiri-kanannya, bahkan ada pula yang
menyerang punggungnya. Hampir semua ancaman datang
pada situasi yang tak ter-bayangkan dan dari sudut yang tak
terkirakan.
Waktu itu Yan Bu-yu tak bisa mundur, kekuatannya juga
sudah habis. Tatkala berhasil memunahkan kedelapan buah

214
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tendangan berantai itu, tubuhnya sudah gontai hendak roboh.


Pada saat itulah tiba-tiba muncul dua senjata yang
mengancam tubuhnya, senjata peluru geledek dan yang lain
adalah guidi berantai.
Waktu itu posisi Yan Bu-yu sudah sangat parah, tubuhnya
gontai karena delapan tendangan berantai si Pengejar Nyawa.
Dengan sendirinya dia pun tak sanggup menghindari
datangnya serangan dua macam senjata itu.
"Duuuk, duuuk!" dua kali benturan keras, Yan Bu-yu
memuntahkan darah segar.
Melihat serangannya berhasil melukai lawan, lelaki
bersenjata peluru geledek dan gurdi berantai sangat girang.
Baru saja mereka akan menyerang lebih jauh, mendadak
terdengar si Pengejar Nyawa berseru, "Tangkap dia hidup-
hidup, kita butuh obat penawar untuk menolong saudara
Coa!"
Sesudah dua kali menderita luka parah, ditambah lagi
kakinya terjerat serat emas lawan, Yan Bu-yu sadar tiada
harapan lagi baginya untuk meloloskan diri. Dia jadi nekad,
tiba-tiba sambil menjejakkan kaki ke tanah, ia menceburkan
diri ke dalam kolam sembari berseru, "Jangan harap kalian
semua bisa hidup! Toasuheng pasti akan membalaskan
dendam sakit hatiku
Dalam waktu singkat tubuhnya sudah tenggelam ke dasar
kolam dan tidak bersuara lagi.
Coa Giok-tan terperanjat, lekas dia betot senjatanya dan
menarik paksa tubuh Yan Bu-yu ke atas. Terlihat sekujur
badannya sudah mulai mengelupas dan membusuk, kulit dan
daging tubuhnya mulai meleleh, keadaannya sangat
mengerikan dan menggidikkan hati.
Bukan cuma itu, senjata serat emasnya yang tercelup air
kolam pun berubah warna. Jelas air kolam memang betul-
betul beracun.
Selama hidup belum pernah Jay In-hui menyaksikan
pemandangan seseram ini. Dia tak tega, sambil menjerit
tertahan wajahnya ditutup dengan kedua belah tangan.

215
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan tewasnya Yan Bu-yu, suasana di sekitar tempat itu


pun dicekam dalam keheningan. Dua bersaudara Sim juga
telah selesai membantai sisa jago dari Siang-pak serta lelaki
berbaju emas Kini mereka semua beristirahat sambil
meningkatkan kewaspadaan.
Selang beberapa saat kemudian, si Pengejar Nyawa baru
berdehem pelan sambil berkata, "Aku dengar jarum sakti
pembetot sukma sangat jahat dan berbahaya. Korban yang
terhajar senjata ini akan keracunan hebat, racun menyusup ke
dalam tubuh mengikuti aliran darah. Satu jam kemudian racun
akan mulai bekerja, dan menyebabkan kematian. Saudara
Coa, bagaimana rasanya sekarang?"
Coa Giok-tan tertawa getir.
"Kini aku merasa sekujur tubuhku seperti digigit ribuan ekor
binatang, sakitnya bukan kepalang. Hai, sungguh tak nyana
gara-gara menaruh belas kasihan kepada iblis perempuan itu,
akhirnya aku sendiri yang tertimpa bencana! Aaai, memang
salahku sendiri!"
"Kini nasi sudah jadi bubur, percuma disesali," tukas si
Pengejar Nyawa cepat. "Yang harus kita lakukan sekarang
adalah menemukan Toasuhengnya secepat mungkin,
kemudian mencari obat penawar untuk mengobati luka
saudara Coa."
"Benar, kita tak perlu buang waktu lagi. Ayo berangkat
sekarang juga," ajak In Seng-hong.
"Sebelum bergerak, kita perlu tingkatkan kewaspadaan
karena jago yang ada di Perkampungan Hantu tampaknya
seorang lebih hebat dari yang lain. Burung rajawali yang kita
bunuh tadi adalah Su-site, itu pun sudah amat sulit dihadapi.
Sim-cap-sa-nio adalah Sam-sumoay, sedang si Selir berdarah
adalah Jisuci. Dari sini bisa disimpulkan kalau Toasuhengnya
pasti berkepandaian hebat!"
"Ya, kita segera berangkat!" seru Ji Bun-lui pula. "Aku
memang ingin bertanya kepada Toasuhengnya, dimana ia
simpan kitab pusaka Pekikan naga!"

216
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Hmmm, biar sudah tahu pun belum tentu kau mampu


mengambilnya," ejek Sim Ciu sambil tertawa dingin.
"Memangnya kau anggap sudah cukup mampu
mendapatkan kitab pusaka Pekikan naga?" sambung Sim Sat.
Ji Bun-lui sangat berang, teriaknya, "Kalau aku tak mampu,
memangnya kalian dua manusia cacad punya kemampuan
itu?"
Dua bersaudara Sim naik pitam. Selain benci disebut orang
sebagai 'banci', mereka pun benci bila dibilang 'cacad'. Baru
saja mereka akan melancarkan serangan, si Pengejar Nyawa
segera menukas sambil berseru, "Jangan ribut, ayo kita segera
berangkat!"
Maka berangkatlah ketiga belas orang itu menelusuri lorong
hingga ke ujung. Di situ terbentang sebuah ruangan yang
amat lebar, tapi suasana dalam ruangan gelap gulita. Hanya
ada tujuh buah lentera bintang tujuh yang menyinari setiap
sudut.
Di belakang lampu tujuh bintang, lamat-lamat tampak ada
seorang duduk bersila di situ. Dia duduk tak bergerak di
tengah ruangan, persis seperti patung dewa di depan altar.
Semua orang meningkatkan kewaspadaan dan masuk ke
dalam ruangan dengan langkah lamban. Namun orang itu
masih tetap duduk tak bergerak.
Makin lama rombongan itu semakin mendekat, namun
orang yang duduk bersila itu belum juga bergerak. Ketika
cahaya kuning menyoroti wajahnya, tampak wajah orang itu
pucat-pasi, sama sekali tak membawa warna darah.
Potongan wajah orang itu sangat lembut, mirip seorang
sastrawan atau seorang wan-gwe. Alis matanya melengkung
dengan mata sipit, wajahnya lembut, dandanannya bersih, di
janggutnya memelihara jenggot panjang.
Ketika melihat wajah orang itu, Coa Giok-tan nampak
terperanjat. Mula-mula dia mengira pandangannya kabur
lantaran racun di tubuhnya mulai bereaksi. Tapi setelah
dipandang lebih seksama, ia baru berteriak kaget,
"Buuu ... bukankah kau ... kau adalah saudara Yu-beng?"

217
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Betul!" jawab orang itu sambil tertawa. "Aku memang Sik


Yu-beng. Sudah empat tahun aku menunggu kedatanganmu:"
"Jadi kau pemilik Perkampungan Hantu, Sik Yu-beng?" seru
Ji Bun-lui tercengang.
"Sik-cengcu" sapa In Seng-hong, "apa yang telah terjadi
dalam perkampunganmu belakangan ini? Apa yang sedang
kau lakukan di sini?"
"Aku? Aku selalu berada di sini," jawab Sik Yu-beng sambil
tertawa.
"Kitab pusaka Pekikan naga ada dimana?' tanya Sim Ciu
dingin.
"Lebih baik katakan terus terang!" sambung Sim Sat. "Kitab
pusaka Pekikan naga? Oooh, kalian dengar dari Yu-bun Siu?
Padahal akulah yang menyuruh Selir Berdarah membuat gila
orang itu, kemudian sengaja menyuruh dia menguarkan isu
bohong itu. Hahaha ... padahal di sini tak ada kitab pusaka
yang bernama Pekikan naga.
Berubah hebat paras muka dua bersaudara Sim. Sebelum
mereka berang, si Pengejar Nyawa telah bertanya,
"Sik-cengcu, kenapa kau sengaja menyiarkan berita bohong
tentang kitab pusaka Pekikan naga? Sebenarnya apa
tujuanmu?"
Sim Yu-beng memperhatikan Pengejar nyawa sekejap,
kemudian baru menjawab sambil tertawa, "Tentu saja agar
orang-orang yang ingin mendapatkan kitab pusaka Pekikan
naga berdatangan kemari!"
"Hmmm, kalau cuma berita bohong, percuma kami
membuang banyak waktu di sini. Selamat tinggal!" seru dua
bersaudara Sim sambil membalikkan badan dan siap
meninggalkan tempat itu
Tiba-tiba terlihat bayangan putih berkelebat lewat, entah
sedari kapan tahu-tahu Sik Yu-beng sudah menghadang di
depan mereka dan mengawasi kedua orang itu sambil tertawa
licik.
Bergidik perasaan hati dua bersaudara Sim, dengan gusar
Sim Ciu menegur, "Sik-cengcu, mau apa kamu?"

218
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kami dua bersaudara panggaet nyawa tidak takut


menghadapimu!" sambung Sim Sat.
"Bagus, bagus sekali!" kata Sik Yu-beng sambil tertawa.
"Jangan dianggap tempat ini bisa didatangi secara mudah dan
ditinggal pergi semau hati. Sudah bersusah-payah menipu
kalian hingga datang kemari, memangnya aku bakal
melepaskanmu begitu saja?"
Si Pengejar Nyawa yang mengikuti jalannya peristiwa itu
dari sisi arena segera sadar, kepandaian silat dari Sik Yu-beng
memang sudah sempurna. Maka ia pura-pura tak mengerti
dan bertanya lagi, "Sik-cengcu, kami benar-benar tak habis
mengerti. Kenapa kau melakukan semua ini?"
"Tidak habis mengerti?" Sik Yu-beng tertawa keras.
"Padahal gampang sekali jawabannya. Si burung rajawali
gemar menyantap daging manusia, Sim-cap-sa-nio harus
mengisap darah manusia, karena jika tidak mengisap darah
dalam tiga belas hari, kepandaian bunglonnya akan mundur.
Si selir cantik pun butuh mengisap darah untuk menjaga
kecantikan wajahnya. Sedang aku? Aku sedang berlatih
semacam ilmu tenaga dalam, aku harus mengisap tenaga
dalam orang lain untuk memperkuat ilmuku. Dan kini aku
sudah mengisap tenaga dalam dari ratusan orang jago silat.
Kalau dihitung-hitung semestinya sudah hampir jadi tokoh
nomor wahid di kolong langit. Itulah sebabnya kami butuh
jago-jago silat macam kalian. Tentu saja harus pandai
mengarang cerita bohong agar kalian mau tertipu dan
berbondong-bondong datang kemari."
Betapa geram para jago itu setelah mendengar penjelasan
ini. Sambil mengertak gigi menahan emosi, si Pengejar Nyawa
berseru lantang, "Rupanya kaulah dalang semua kasus
pembunuhan yang terjadi selama ini. Aku harus
menangkapmu untuk mempertanggung-jawabkan
perbuatanmu ini!"
Sik Yu-beng mendongakkan kepala dan tertawa terbahak-
bahak, "Hahahaha... mempertanggung-jawabkan kasus
pembunuhan? Untuk melawan aku saja kalian tak mampu,

219
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

apalagi mau membekukku? Oh ya ... terima kasih banyak


kalian telah me-wakiliku membunuh si rajawali, Sim-cap-sa-nio
serta si Selir Berdarah. Jadi aku tak perlu repot-repot turun
tangan sendiri."
"Apa? Jadi kau pun berniat membunuh mereka semua?"
agak berubah paras muka si Pengejar Nyawa.
"Tentu saja!" Sik Yu-beng tertawa hambar. "Ketika
kepandaian silatku sudah menjadi nomor wahid di kolong
langit, tentu saja aku tak bisa berkelana dengan membawa
iblis-iblis wanita itu. Maka aku berniat membunuh mereka,
kemudian tampil di dunia persilatan dengan sebutan pendekar
besar. Orang akan beranggapan Sik Yu-beng yang membantai
para gembong iblis, membalaskan dendam kematian seluruh
penghuni Perkampungan Hantu. Coba bayangkan, betapa
kerennya aku dengan predikat seorang 'Tayhiap'? Hahaha ...
maka dari itu, aku harus membunuh kalian semua, agar
rahasiaku tidak diketahui masyarakat luas
Sebetulnya In Seng-hong sangat kagum dengan nama
besar pemilik Perkampungan Hantu Sik Yu-beng. Tapi setelah
mendengar sendiri bagaimana dia membeberkan semua
rencana busuknya, hawa amarahnya sontak memuncak.
Dengan penuh kegusaran dia berteriak, "Sik-cengcu,
perbuatanmu amat keji, busuk, rendah dan tak tahu malu.
Kau tak pantas disebut seorang Tayhiap!"
Sik Yu-beng sama sekali tidak gusar. Dipandangnya In
Seng-hong sekejap, lalu dengan nada agak tercengang
serunya, "Oh ya? Bila seorang persilatan tidak tegas, buas dan
telengas, mana mungkin ia dapat melakukan pekerjaan besar?
Padahal sebagian besar Tayhiap yang ada di dunia persilatan
berbuat begini. Tahukah kau? Lalu dengan cara apa kau
berkelana di dunia persilatan?"
In Seng-hong seketika bungkam, tak mampu berkata lagi.
Coa Giok-tan tidak menyangka sahabatnya sebejad itu.
Paras mukanya turut berubah hebat. Sambil menunding ke
arah Sik Yu-beng, teriaknya, "Kau ... kau ... selama empat
tahun aku selalu rindu kepadamu, selalu memikirkan

220
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

keselamatanmu. Bahkan aku tak segan meninggalkan toko


suteraku hanya untuk menyelidiki kasus kematianmu!
Sungguh tak kusangka, ternyata semua perbuatan bejad yang
terjadi selama ini adalah hasil karyamu seorang!"
"Aku sendiri pun sudah empat tahun menanti
kedatanganmu," balas Sim Yu-beng sambil tersenyum.
"Tenaga dalammu amat sempurna. Bila kuisap kekuatanmu,
maka besar sekali manfaatnya bagiku. Wahai sobat karibku,
sebagai seorang sobat sejati, sudah sepantasnya kau berikan
semua kekuatanmu untukku. Biar kuisap tenaga dalammu
sehingga kemampuanku bertambah sempurna!"
"Sik Yu-beng, kau memang bukan manusia!" maki Coa
Giok-tan gusar. Dia tak mengira sahabatnya itu hanya
bermaksud membohonginya, agar ia bisa mengisap tenaga
dalam miliknya. "Dengan susah payah aku datang kemari
untuk, membalaskan dendammu, siapa tahu kau justru begitu
keji... dua puluh lima orang anggota Perkampungan Hantu
tewas secara mengenaskan, apakah kau juga yang telah
membantainya, saudara dan anak buahmu itu ....
Sambil mengelus jenggot, Sik Yu-beng manggut-manggut.
"Tepat sekali! Memang akulah yang telah membunuh
mereka. Aku bahkan membunuh seorang tamuku, merusak
wajahnya dan kujadikan pengganti mayatku agar semua orang
mengira aku sudah mati. Di kemudian hari, bila kepandaianku
sudah menjadi jago nomor wahid di kolong langit, orang-
orang itu malah akan sangat merepotkan diriku. Kenapa tidak
kubunuh saja mereka semua? Pertama, bisa kumanfaatkan
kekuatan mereka. Kedua, kejadian ini akan menarik perhatian
orang banyak sehingga merangsang mereka untuk
berdatangan kemari
"Tadi kau bilang aku lupa budi? Membalas air susu dengan
air tuba? Siapa bilang aku membunuh mereka? Yang
kulakukan tak lebih hanya mengisap habis tenaga dalamnya,
padahal yang mengisap darah mereka dan makan dagingnya
bukan aku, melainkan perbuatan Yan Bu-yu, Sim-cap-sa-nio
serta si burung rajawali... Bukankah tadi kalian telah

221
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

membunuh mereka semua? Dan bukankah aku pun sudah


turun tangan membantu kalian?"
Dengan penuh rasa benci dan muak Ji Bun-lui meludah ke
tanah, umpatnya penuh amarah, "Kalau memang tujuanmu
hendak mengisap tenaga dalam kami, kenapa kau harus
menyaru jadi setan untuk menakut-nakuti orang?"
"Bodoh amat kau ini! Rasa ingin tahu orang persilatan amat
besar. Semakin rahasia tempat itu, semakin misterius tempat
itu, semakin besar rasa ingin tahu orang untuk melakukan
penyelidikan. Semakin banyak jago lihai yang berdatangan,
semakin gembira hatiku karena mereka akan menjadi
santapan lezatku. Seperti juga kalian, bukankah kalian datang
karena dorongan rasa ingin tahu?"
"Jadi kau adalah ... adalah Toasuheng yang mereka
maksud ...? tanya Jay In-hui tiba-tiba.
"Hahaha ... tentu saja. Kecuali aku, ada siapa lagi dalam
perkampungan ini?"
Waktu itu Coa Giok-tan yang keracunan hebat sedang
merasa kesakitan luar biasa. Begitu tahu orang yang dimaksud
'Toasuheng' ternyata tak lain adalah manusia berhati iblis ini,
sadarlah dia bahwa kemungkinan untuk mendapatkan obat
penawar tak bisa diharapkan lagi. Maka dengan penuh amarah
serunya, "Sik Yu-beng, kau anggap ilmu silatmu sangat hebat?
Hmm, padahal tempo hari pun kepandaian kita hanya
seimbang
"Giok-tan Sute," tukas Sik Yu-beng cepat, "kenapa kau tak
tahu diri? Aku telah memancing kehadiran rombongan demi
rombongan jago tangguh dunia persilatan, tenaga dalam
mereka sudah kuisap satu per satu. Saat ini, untuk menahan
tiga jurus seranganku pun belum tentu kau mampu ... hehehe
... rupanya rekanmu yang ini adalah satu di antara empat
opas yang menggetarkan sungai telaga, si Pengejar Nyawa ...
orang yang meng-gembol kapak itu pastilah Ji Bun-lui dari
Kwang-tong ... Oooh, masih ada lagi para padri tangguh dari
Siau-lim-pay! Tenaga dalam mereka pasti hebat sekali ...
apalagi ditambah kau, Giok-tan Sute ... hahaha ... bagus,

222
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bagus sekali ... ccttt, ccttt... setelah mengisap tenaga dalam


kalian semua, mungkin di kolong langit benar-benar sudah tak
ada yang mampu menandingi aku lagi ... Jika aku Sik Yu-beng
terjun kembali ke dalam dunia persilatan, gelar Thian-he-te-it
pasti akan jatuh ke tanganku ... hahaha ... Saat itu siapa akan
mengira kalau kesempurnaan tenaga dalamku tak lain adalah
hasil sumbangan kalian semua ... hahaha ... hebat, hebat,
hebat sekali!"
"Hmmm, kau anggap kepandaian silatmu sudah sangat
hebat?" teriak In Seng-hong marah. "Kau yakin bisa
mengalahkan Kiu-toa-kwan-to (sembilan golok kwan-to) Liong
Pang-siau, Liong-loenghiong?"
"Saat ini mungkin belum mampu. Tapi setelah kuisap
tenaga dalam kalian semua hari ini, belum tentu
kemampuanku bisa dikalahkan Liong Pang-siau atau Suto Cap-
ji bahkan Can Pek-sui sekalipun! Apalagi masih banyak jagoan
tangguh yang akan berdatangan kemari!"
"Kau benar-benar bibit bencana yang paling berbahaya di
dunia! Manusia macam kau tak boleh dibiarkan hidup!" maki
In Seng-hong sambil melolos pedang mestikanya.
"Sik Yu-beng" tiba-tiba lelaki bersenjata peluru geledek
berseru, "aku ingin tanya kepadamu, benarkah kau yang telah
membunuh guru kami?"
"Siapa gurumu?"
"Si tangan pengejar nyawa Kok Ci-keng."
Sik Yu-beng berpikir sejenak, kemudian sahutnya sambil
tertawa, "Ooh, Kok Ci-keng? Betul, akulah yang telah
mengisap tenaga dalamnya pada tiga tahun berselang,
ehmmm.... hebat juga tenaga dalam yang dia miliki. Mau apa
kau?"
Dengan perasaan amat pedih lelaki bersenjata gurdi besi
itu berkata, "Guruku berkunjung ke perkampungan bersama
Ang Su Sianseng, padahal Ang Su Sianseng khusus kemari
karena dia sangat menguatirkan keselamatan jiwamu, kenapa
kau pun membunuh guru kami?"

223
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sik Yu-beng tertawa seram, katanya sambil menggeleng


kepala, "Barang siapa berani memasuki perkampungan ini, dia
harus mati, kenapa aku mesti membuat pengecualian? Tenaga
dalam milik Ang Su Sianseng juga telah kuisap sampai habis,
jadi bukan tenaga dalam milik gurumu saja, kau jangan
kelewat memandang hebat orang itu, padahal aku tak pernah
menganggapnya sebagai teman!"
"Aaah..... berarti dialah pembunuh Suhu........ dialah
pembunuh Suhu......." gumam lelaki bersenjata peluru geledek
itu.
"Aku akan membalas dendam bagi kematian guruku!"
teriak lelaki bersenjata gurdi pula dengan suara keras, sambil
mengayun senjata dia menerjang ke muka.
Tiba-tiba si Pengejar nyawa menghalangi niatnya, sambil
memandang Sik Yu-beng, katanya dingin, "Kenapa kau
beritahu semua masalah itu kepada kami?"
"Karena kalian tak bakal hidup terlalu lama lagi."
"Jadi kau hendak membunuh kami?"
"Sudah pasti!"
"Jadi kau mengira dengan kemampuanmu seorang sudah
cukup untuk menghabisi kami semua?" sela In Seng-hong pula
sambil tertawa dingin.
"Tentu saja," jawab Sik Yu-beng seperti orang tercengang,
"memangnya aku bakal memberi kesempatan kepada kalian
untuk hidup? Untuk menyiarkan berita ini keluar?"
Setelah berhenti sejenak, tambahnya, "Mungkin kalian
semua belum tahu, aku punya kebiasaan sebelum membunuh
korbanku, aku senang menjelaskan semua masalah secara
jelas dan gamblang, aaah, aku rasa saudara Giok-tan pasti
masih ingat dengan kebiasaanku ini bukan?"
"Ingat kentutmu!" umpat Coa Giok-tan sambil menahan
rasa sakit yang semakin parah, "aku Coa Giok-tan hanya
menyesal kenapa punya mata tak berbiji sehingga kenal
dengan binatang macam kau!"
Sik Yu-beng melirik ke arah Coa Giok-tan dan
mengamatinya beberapa saat, lalu ejeknya sambil tertawa,

224
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ooh ... rupanya kau terluka? Jangan keburu mati dulu,


sumbangkan dulu tenaga dalammu padaku."
"Aku lebih rela mati daripada membiarkan kau mengisap
tenaga dalamku!" umpat Coa Giok-tan semakin gusar.
"Sayang kau tak bisa menentukan pilihanmu sendiri
"Sik Yu-beng!" teriak lelaki bersenjata peluru geledek
dengan gusar, "kau jangan anggap dunia sudah menjadi
milikmu hari ini kalau bukan kau yang mampus, biar akulah
yang mati "
Sik Yu-beng mendongakkan kepala memandang orang itu
sekejap, kemudian sahutnya sambil tertawa, "Kalau begitu
biar kau saja yang mati duluan!"
Mendadak dia melejit ke udara, dengan gerakan tubuh
yang enteng tapi cepat, tahu-tahu dia sudah berada di
hadapan lelaki itu.
Sejak awal si Pengejar nyawa maupun Ji Bun-lui sudah
bersiap menghadapi segala perubahan, begitu melihat Sik Yu-
beng bergerak, serentak mereka berdua melancarkan
serangan.
Ji Bun-lui mengayunkan kapaknya membacok batok kepala
musuh, sementara si Pengejar nyawa melancarkan
serangkaian tendangan berantai.
Sayang gerak tubuh Sik Yu-beng benar-benar cepat luar
biasa, hanya sedikit menggerakkan tubuh, tahu-tahu dia
sudah melewati semua orang dan tiba di hadapan lelaki
bersenjata peluru geledek itu, otomatis bacokan kapak Ji Bun-
lui mengenai sasaran kosong, begitu juga dengan tendangan
berantai si Pengejar nyawa.
Sadar serangannya mengenai tempat kosong, Pengejar
nyawa tahu gelagat tidak menguntungkan, segera dia
meminjam kekuatan tendangan itu untuk berjumpalitan dan
sekali lagi berusaha menghadang jalan pergi lawan.
Betapa terkejutnya lelaki bersenjata peluru geledek ketika
mengetahui Sik Yu-beng sudah muncul di depan mata, setelah
tertegun sejenak, lekas dia ayunkan senjatanya berusaha
menghajar tubuh lawan.

225
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sik Yu-beng mendengus dingin, dia cengkeram tangan


lelaki itu dengan kuat lalu tersenyum kepadanya, Lelaki
bersenjata gurdi sadar keadaan gawat, "Weess!" senjatanya
langsung disodokkan ke punggung pemilik perkampungan
hantu itu.
Tanpa berpaling Sik Yu-beng menangkap senjata gurdi itu,
kemudian sambil didorong mundur serunya, "Kau tak perlu
terburu napsu, belum sampai giliranmu!"
Sungguh dahsyat tenaga dorongan itu, tubuh lelaki
bersenjata gurdi segera terlempar sejauh beberapa kaki
hingga kepala membentur dinding ruangan, untuk beberapa
saat dia tak mampu merangkak bangun.
Sementara itu si Pengejar nyawa sudah tiba di belakang Sik
Yu-beng, ia melihat dengan jelas bagaimana paras muka lelaki
bersenjata peluru geledek, dari merah berubah jadi putih
memucat, bahkan rontaannya kian lama kian bertambah
lemah, ia sadar keadaan sangat gawat, rupanya Sik Yu-beng
sedang mengisap tenaga dalam lelaki itu.
Maka sambil membentak nyaring, sekali lagi dia lancarkan
sebuah tendangan ke punggung musuh.
Sasaran yang dituju tendangan itu adalah punggung Sik
Yu-beng, tapi dia sadar musuh pasti dapat menangkis, maka
di tengah jalan, sasaran tendangan itu diubah, kini dia
menendang Tiau-huan-hiat di betis musuh.
Tapi begitu hampir mengenai sasarannya, kembali arah
tendangan diubah, kini dia mengancam kepala lawan.
Dalam waktu relatif singkat, dia telah tiga kali mengubah
sasarannya, sehebat apapun ilmu silat yang dimiliki Sik Yu-
beng, dia harus melepaskan tangan untuk menghadapi
serangan lawan.
Siapa tahu Sik Yu-beng sama sekali tidak berpaling, tangan
kirinya masih tetap mencengkeram tangan lelaki bersenjata
peluru geledek, sementara tangan kanan diayun ke belakang,
menangkis tendangan si Pengejar nyawa yang sedang
mengancam tengkuknya, menggunakan kesempatan itu dia
membalik telapak tangannya sambil melepaskan satu pukulan,

226
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dorongan tenaga dalam yang amat kuat kontan membuat


tubuh pengejar nyawa terpental hingga empat lima depa.
Waktu itu dua bersaudara Sim sadar bahwa Sik Yu-beng
tidak mudah dihadapi, setelah tahu kabar tentang kitab
pusaka Pekikan naga hanya kabar bohong, tanpa
mempedulikan keselamatan rekan lainnya, mereka
manfaatkan peluang itu untuk kabur dari perkampungan.
Siapa sangka belum tiba di muka pintu, punggung Sik Yu-
beng seperti punya mata saja, ternyata ia dapat mengikuti
semua tindak-tanduknya dengan sangat jelas, mendadak
jengeknya, "Kalian anggap bisa kabur dari sini?"
Sambil menghardik, dia sentil jari telunjuk dan ibu jari
tangan kanannya ke belakang, senjata peluru geledek segera
mencelat ke angkasa dan meluncur ke belakang dengan
kecepatan tinggi.
Senjata peluru geledek itu sendiri bobotnya tujuh delapan
belas kati, begitu disentil Sik Yu-beng, daya luncurnya jadi luar
biasa. Dalam keadaan begitu, sulit bagi dua bersaudara Sim
menghindarkan diri, terpaksa mereka melepaskan pukulan.
"Blaamm!" diiringi benturan nyaring, senjata peluru geledek
mencelat ke samping dan menancap di dinding ruangan,
sementara dua bersaudara Sim juga tergetar hingga terpaksa
mundur balik ke tengah ruangan.
Melihat itu, si Pengejar nyawa segera berseru dengan
keras, "Bila kalian ingin tetap hidup, mari kita bekerja sama,
kita lawan bersama gembong iblis ini!"
Mendadak Sik Yu-beng melepas tangan kirinya, dengan
tangan kanan dia memayang tubuh lelaki bersenjata peluru
geledek yang lemas itu, kemudian berpaling, katanya dengan
tertawa, "Tepat sekali perkataan itu, kalian mesti mengadu
jiwa!" kemudian sambil memperlihatkan tubuh lelaki yang
lemas itu, lanjutnya, "sayang tenaga dalam yang dia miliki
sangat terbatas."
Mendadak dia lemparkan tubuh lelaki itu ke arah dua
bersaudara Sim, cepat kedua orang itu mengegos ke samping.

227
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Blaaammm!" tubuh lelaki bersenjata peluru geledek segera


menumbuk dinding ruangan hingga hancur berkeping, darah
segar berhamburan kemana mana, tewaslah lelaki itu dalam
keadaan mengenaskan.
Menyaksikan darah yang berhamburan, tiba-tiba Sik Yu-
beng menghela napas panjang, katanya, "Sayang si Selir
darah tidak berada di sini, sayang benar dengan darah itu."
Jay In-hui memperhatikan sekejap sepasang tangan Sik Yu-
beng yang merah padam bagaikan darah, kemudian jeritnya
kaget, "Kau melatih ilmu iblis tangan berdarah?"
"Konon orang yang berlatih ilmu iblis tangan berdarah
biasanya mati dalam keadaan yang mengerikan, kau In Seng-
hong kelihatan tercengang juga.
Sik Yu-beng tertawa dingin, katanya, "Biarpun aku batal
mati dalam keadaan mengenaskan, namun saat itu aku sudah
menjadi seorang pendekar kenamaan di kolong langit, semua
orang hormat, tunduk dan takluk kepadaku, biar tersiksa
sedikit apa salahnya?
"Hormat kepadamu? Hormat tahi makmu!" umpat Ji Bun-lui
sambil menyerang dengan kapak terbangnya.
In Seng-hong dan Jay In-hui segera mengimbangi
serangan ini dengan melepaskan dua tusukan pedang dari kiri
dan kanan, semuanya ditujukan ke dada Sik Yu-beng.
Pemilik perkampungan hantu itu tertawa panjang, tiba-tiba
dia maju selangkah, tangan berdarahnya yang semula
mencengkeram pergelangan tangan lelaki bersenjata gurdi,
tiba-tiba ditarik lepas lalu mencengkeram kapak terbang yang
disambitkan ke arahnya, sambil menarik napas dia bendung
datangnya tusukan pedang In Seng-hong dan Jay In-hui.
Segera sepasang muda-mudi itu melompat mundur dari
posisi semula, tampak pedang mereka sudah gumpil sebagian
kena sampukan lawan.
Pengejar nyawa membentak nyaring, melihat lelaki
bersenjata gurdi sudah dicelakai lawan, ia menyerbu ke muka
dan melepaskan sebuah tendangan kilat mengancam tubuh
lawan.

228
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ji Bun-lui tidak ambil diam, dia ikut membentak nyaring,


bagai harimau kelaparan dia tubruk Sik Yu-beng dengan
garangnya.
Melihat datangnya serangan yang begitu garang dan buas,
Sik Yu-leng tak berani bertindak gegabah, lekas dia ayun
tangannya, kali ini kapak terbang yang berhasil direbutnya itu
diarahkan ke tubuh Ji Bun-lui, kemudian tangan kanan
mendorong ke muka, sebuah pukulan sangat kuat dilontarkan
ke badan Pengejar nyawa.
Dalam keadaan begini, seandainya Ji Bun-lui nekad
menerjang maju maka dia akan memapaki datangnya kapak
terbang itu, sungguh hebat jagoan dari Kwang-tong ini, dalam
keadaan kepepet ia sambar gagang kapak dan digenggamnya
erat-erat.
Walau berhasil menangkap kembali senjatanya, namun
tenaga dorong pada senjata itu sungguh dahsyat, badannya
terseret mundur sampai empat lima depa, nyaris tubuhnya
jatuh telentang.
Si Pengejar nyawa yang tubuhnya masih berada di udara
segera diterjang pukulan dahsyat musuh, opas ini tahu musuh
sangat hebat, ia tak berani menyambut dengan keras lawan
keras, maka sampai menarik napas, tubuhnya bagai selembar
daun pohon mengikuti hembusan angin pukulan itu, melayang
beberapa kaki jauhnya dari posisi semula kemudian baru
melayang turun ke tanah.
Dalam pada itu paras muka lelaki bersenjata gurdi semakin
putih memucat, sementara telapak tangan Sik Yu-beng justru
semakin merah menyala.
Dua bersaudara Sim saling bertukar pandang sekejap,
mendadak mereka melejit ke udara dan melarikan diri lewat
dinding ruangan yang jebol.
Sik Yu-beng mendengus dingin, dengan senjata gurdi hasil
rampasannya dia timpuk kedua orang itu.
Senjata itu mendesir di udara sambil membelah diri jadi
dua, kemudian secara terpisah mengancam tubuh dua
bersaudara Sim.

229
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Melihat serangan itu datangnya sangat cepat dan tidak


sempat lagi menghindarkan diri, terpaksa Sim Ciu dan Sim Sat
menyambut datangnya ancaman dengan kekerasan, tapi
begitu terjadi benturan, mereka berdua mencelat sejauh
beberapa kaki, pergelangan tangan terasa kaku dan
kesemutan.
Tenaga dalam Sik Yu-beng memang luar biasa hebatnya,
bukan saja dia berhasil mematahkan senjata gurdi lawan jadi
dua, bahkan berhasil memaksa kedua orang itu mundur
kembali, malah sekaligus nyaris mencabut nyawanya,
kehebatan ini memang sangat mengejutkan.
Pengejar nyawa tahu keadaan tidak menguntungkan, dia
sadar, sedikit kurang berhati-hati maka semua bakal mampus
di tangan Sik Yu-beng.
Setelah usahanya melarikan diri gagal untuk kedua kalinya,
bahkan mereka harus menderita luka dalam yang cukup
parah, dua bersaudara Sim kontan naik pitam, sambil menjerit
keras mereka lepaskan sebuah pukulan.
Menghadapi datangnya ancaman itu, Sik Yu-beng
tersenyum, dia lepaskan juga sebuah pukulan ke depan, siapa
sangka tenaga pukulannya seolah lenyap di telan bumi.
Melihat itu pemilik perkampungan hantu segera berseru,
"Ooh, rupanya ilmu sakti lengan buntung juga luar biasa
hebatnya!"
Sebuah pukulan sekali lagi dilancarkan.
Terjadi benturan keras antara tenaga pukulan dua
bersaudara Sim dengan tenaga pukulan Sik Yu-beng, tapi kali
ini giliran dua bersaudara berlengan buntung itu yang kaget,
ternyata sewaktu terjadi benturan tadi, bukan saja tidak
menimbulkan suara benturan nyaring bahkan sama sekali tak
bersuara, malah telapak tangan mereka saling menempel jadi
satu dan susah dilepas.
Selang tak lama, mereka rasakan tenaga dalam seakan
terisap keluar dan mengalir dengan cepatnya ke tubuh lawan,
saat itulah mereka baru merasa gugup, sadar bahwa ilmu hiat-
jiu-hua-kang musuh sudah mencapai tingkat sempurna.

230
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sementara itu keempat padri dari Siau-lim-pay telah


membentak nyaring, dengan ilmu pukulan naga, harimau,
macan kumbang dan macan tutul, mereka melepaskan sebuah
pukulan dahsyat ke tubuh lawan.
Sik Yu-beng tertawa nyaring, serunya, "Bagus, bagus sekali
... Nah, terima tubuh orang ini."
Tiba-tiba dia dorong tubuh lelaki bersenjata gurdi untuk
menumbuk datangnya keempat pukulan itu, dalam keadaan
sudah lemas karena kehabisan tenaga, mana mungkin lelaki
itu bisa menghindarkan diri, begitu terhajar empat pukulan
keempat padri itu, tewaslah dia seketika.
Coa Giok-tan tidak tinggal diam, sambil menahan rasa sakit
yang luar biasa, dia serang Ci-ti-hiat di tubuh lawan dengan
senjata serat emasnya.
Merasakan datangnya sergapan ini, lekas Sik Yu-beng
menyentil kedua jari tangannya, dengan sentilan keras dia
singkirkan senjata serat emas itu ke arah lain.
Pengejar nyawa membentak nyaring, sepasang kakinya
kembali melancarkan serangkaian tendangan berantai.
"Aaah, sayang aku tidak memiliki tangan ketiga," keluh Sik
Yu-beng sambil menghela napas panjang.
Dia tarik kembali tangannya yang digunakan untuk
mengisap tenaga dalam dua bersaudara Sim, lalu balas
melancarkan sebuah pukulan, kembali tubuh si Pengejar
nyawa mencelat sejauh beberapa kaki.
Biasanya, bila Sik Yu-beng berhasil menangkap bagian
tubuh seorang, maka sulit bagi korbannya untuk meloloskan
diri dalam keadaan hidup, masih untung ketika Sik Yu-beng
sedang mengisap tenaga dua bersaudara Sim, ia terpaksa
harus menarik kembali tangannya karena harus menghadapi si
Pengejar nyawa.
Menggunakan kesempatan itulah Sim Ciu dan Sim Sat
melompat mundur dari arena, ketika merasa hawa murninya
bergolak keras dan tersisa setengah, perasaan mereka
tercekat.

231
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sementara itu Sik Yu-beng telah berseru sambil tertawa


getir, "Tampaknya ilmu silatmu paling bagus, dan hanya kau
seorang yang selalu membikin kepalaku pusing"
Pengejar nyawa tak sempat menjawab, benturan pukulan
lawan membuat hawa murni dalam tubuhnya bergolak keras,
segera dia mengeluarkan buli-buli arak dari pinggangnya dan
meneguk setengah isinya.
"Ya, bagus, minum arak dulu untuk membesarkan nyali,"
ejek Sik Yu-beng tertawa, mendadak ia berpaling ke arah
empat padri Siau-lim-si, tambahnya, "Sekarang tiba giliran
kalian!"
Secepat sambaran petir dia menerjang ke hadapan
keempat padri itu.
"Hati-hati!" teriak Pengejar nyawa memperingatkan.
Dengan mengembangkan ilmu pukulan masing-masing,
keempat padri itu menyambut datangnya serangan Sik Yu-
beng dengan serangkaian pukulan berantai.
Tapi pemilik perkampungan hantu ini sungguh hebat,
dengan sebuah kebasan kuat dia memaksa mundur padri
naga, lalu dengan satu gerakan kilat dia mencengkeram
tangan padri macan kumbang dan memukul mundur padri
macan tutul.
Begitu tangannya dicengkeram, padri macan kumbang
segera merasa hawa murninya bergolak keras, sekujur badan
kesemutan dan tak sanggup meronta.
Bersamaan waktu Sik Yu-beng menyerang keempat padri
itu, Ji Bun-lui, Pengejar nyawa, In Seng-hong, Jay In-hui serta
dua bersaudara Sim tidak tinggal diam, mereka bersama-sama
melepaskan pula pukulan dahsyat.
Kali ini Sik Yu-beng tidak melepaskan mangsanya, dengan
sebelah tangan masih mencengkeram padri macan kumbang,
tangan lain dia pakai menyambut datangnya pukulan keenam
musuhnya.
"Blaaam......!" diiringi suara benturan keras, keenam orang
jago itu dipaksa mundur sejauh tujuh delapan langkah,
sementara dia sendiri hanya nampak bergoncang sedikit.

232
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Semenjak masuk ke dalam perkampungan hantu, hampir


semua musuh yang dihadapi para jago memiliki ilmu silat yang
lihai, namun dari semuanya belum seorang pun seperti Sik Yu-
beng, yang menghadapi lawan dengan mengandalkan ilmu
silat murni, bukan saja selalu berhasil memukul mundur
serangan lawan, setiap kali dia pun masih sempat menangkap
korbannya untuk diisap tenaga dalamnya, dari sini dapat
dibayangkan betapa hebatnya kemampuan orang ini.
Si Pengejar nyawa sadar, kemampuan mereka masih bukan
tandingan lawan, maka pikirnya, "Apapun yang bakal terjadi,
harus ada satu di antara kami yang bisa lolos dari
perkampungan ini dan menguarkan semua kebobrokan Sik Yu-
beng ke dunia persilatan."
Berpikir begitu maka teriaknya keras, "Siapa pun yang bisa
keluar dari sini, berusahalah untuk keluar, kita tak usah mati
bersama di tempat ini, biar aku menjaga barisan belakang!"
Waktu itu paras muka padri macan kumbang telah berubah
pucat-pias dan sama sekali tak bertenaga lagi. Sambil tertawa
keras, kembali Sik Yu-beng melancarkan pukulan untuk
menghadang dua bersaudara Sim yang sedang berusaha
kabur untuk ketiga kalinya.
Coa Giok-tan amat sedih, terutama setelah melihat keadaan
padri macan kumbang yang lemas tak bertenaga, dia ingin
sekali membantu rekannya, tapi racun dalam tubuhnya
membuat dia sangat menderita, hal ini membuat hatinya
teramat pedih, sadar semua gara-gara kejahatan Sik Yu-beng
yang di luar batas, dia pun membentak nyaring, dengan
menghimpun tenaga senjata serat emasnya sekali lagi
melancarkan tusukan.
Sik Yu-beng memang sangat hebat, seakan punggungnya
bermata, dia ayunkan tangannya ke belakang dan tahu-tahu
sudah mencengkeram serat emas itu, sementara tangan lain
melepaskan si padri macan kumbang sambil ujarnya dengan
tertawa, "Kau sudah tak berguna, pergi sana!"
Dengan menggunakan serat emas Coa Giok-tan yang
berhasil dicengkeramnya, dia tusuk dada padri itu, Coa Giok-

233
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tan kaget dan segera membetot balik senjatanya, sayang


tenaganya tidak mampu menandingi kekuatan lawan, diiringi
jeritan ngeri yang memilukan hati, padri macan kumbang
tewas seketika.
Padri naga, harimau serta macan tutul teramat gusar,
serentak mereka melancarkan pukulan dahsyat ke tubuh
lawan, Sik Yu-beng segera mengebaskan ujung bajunya untuk
memunahkan datangnya pukulan, lalu secepat kilat dia
mengancam padri harimau.
Tampaknya sebentar lagi padri harimau akan terjatuh ke
tangannya ... di saat kritis itulah dua kilatan cahaya pedang
berkelebat lewat dan mengancam tubuh Sik Yu-beng dengan
kecepatan luar biasa.
Dalam keadaan begini, terpaksa Sik Yu-beng menarik
kembali tangannya dan mengurungkan niat mencengkeram
padri harimau, kendatipun cukup cepat dia menarik tangan,
tak urung bajunya robek juga tersambar tebasan pedang itu,
ternyata orang yang melancarkan serangan adalah In Seng-
hong dan Jay In-hui.
"Sebuah tusukan yang amat cepat!" puji Sik Yu-beng
sambil tertawa dingin.
Berhasil dengan serangannya yang pertama, In Seng-hong
dan Jay In-hui menyiapkan serangan berikutnya, Sik Yu-beng
segera melepaskan pukulan, membuat sepasang muda-mudi
ini kembali mencelat ke belakang.
Dengan kemampuan yang sempurna dari Sik Yu-beng saat
ini, memang sulit bagi siapa pun untuk mendekatinya, tentu
saja kecuali dapat memusnahkan dulu sepasang tangannya,
tapi siapa pula yang sanggup memusnahkan sepasang tangan
berdarah miliknya?
Sekali lagi si Pengejar nyawa menenggak sisa arak dalam
buli-bulinya hingga habis, Sik Yu-beng tidak tahu Pengejar
nyawa, salah seorang di antara empat opas yang sangat
termashur ini makin minum arak semakin besar nyalinya,
semakin ganas serangannya dan semakin hebat ilmu silatnya.

234
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam pada itu Sik Yu-beng sedang merasa telapak


tangannya sakit karena menggenggam senjata serat emas
milik Coa Giok-tan, seakan telapak tangannya hangus
terbakar, dia jadi naik pitam, serunya, "Sialan kau, racun apa
yang kau bubuhkan di senjatamu itu?"
Justru karena Sik Yu-beng tahu Coa Giok-tan adalah
seorang pendekar sejati yang enggan membubuhkan racun di
senjatanya, maka dia berani menangkap senjata serat
emasnya tadi, tentu saja dia tak menyangka kalau senjata itu
sempat terbenam di kolam pelumat tulang sewaktu
membelenggu sepasang kaki si Selir berdarah tadi.
Tak heran racun jahat itu menyusup masuk ke dalam kulit
Sik Yu-beng dan menghanguskan tangan kirinya.
Gusar sekali Sik Yu-beng setelah mengalami kejadian ini,
karena tangan kirinya sakit, terpaksa dia gunakan tangan
kanannya untuk mencengkeram dada Coa Giok-tan, serunya
penuh amarah, "Sebenarnya aku ingin mengisap tenaga
dalammu pada urutan terakhir, tapi sekarang kau antar sendiri
kematianmu, jangan salahkan kalau aku bertindak keji!"
Sebetulnya Coa Giok-tan ingin berkelit, sayang sekujur
tubuhnya gatal dan sakit, mana mungkin dia bisa
menghindarkan diri?
Telapak tangan Sik Yu-beng langsung menempel di
dadanya, menyusul kemudian ia merasakan bagaimana hawa
murni miliknya mengalir keluar dengan derasnya dari dalam
tubuh.
Ji Bun-lui membentak gusar, dia memburu ke depan sambil
melancarkan serangan.
Menghadapi ancaman itu terpaksa Sik Yu-beng menangkis
dengan menggunakan tangan kirinya yang terluka, Ji Bun-lui
membentak nyaring, tampaknya dia ingin beradu pukulan
dengan lawannya.
Si Pengejar nyawa, In Seng-hong dan Jay In-hui kuatir Ji
Bun-lui dipecundangi, segera mereka lepaskan pukulan untuk
mendesak mundur gembong iblis itu, sementara dua

235
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bersaudara Sim yang melihat semua jago telah turun tangan,


mereka pun serentak melepaskan sebuah pukulan dahsyat.
"Blaaam!" diiringi benturan dahsyat, keenam jago tangguh
itu terdorong mundur sejauh tujuh delapan langkah,
sementara Sik Yu-beng sendiri, kali ini badannya nampak
gontai dan ikut mundur tiga langkah.
Rupanya tangan kirinya yang terluka oleh air kolam
pelumat tulang membuat kekuatannya berkurang banyak,
untuk sesaat kekuatan itu tak mungkin bisa pulih kembali.
Walau begitu tangan kanannya sama sekali tak mau
mengendor, ia tetap mencengkeram dada Coa Giok-tan sambil
mengisap tenaga dalamnya sekuat tenaga.
Pada saat itulah, mendadak terjadi satu perubahan drastis,
tiba-tiba Sik Yu-beng melepas cengkeramannya pada dada
Coa Giok-tan, lalu dengan wajah berubah hebat serunya
gemetar, "Ada ... ada racun apa di dalam tenaga dalammu?"
Mula-mula para jago agak tertegun mendengar pertanyaan
itu, tapi dengan cepat mereka sadar, rupanya sejak terkena
racun jarum sakti pembetot sukma, darah yang ada dalam
tubuh Coa Giok-tan serta tenaga dalamnya sudah ikut
keracunan.
Kini Sik Yu-beng mengisap tenaga dalam miliknya, sama
juga dia pun ikut mengisap racun jarum pembetot sukma dari
tubuh korbannya.
Menanti Sik Yu-beng sadar akan keadaan tidak beres,
namun sudah terlambat, seluruh badannya terasa amat sakit
bagai digigit beribu ekor ular.
Mengetahui racun itu berasal dari Jarum pembetot sukma,
segera dia lepaskan cengkeramannya pada Coa Giok-tan dan
merogoh keluar obat pemunah dari sakunya.
Dari penuturan Yan Bu-yu menjelang ajalnya, para jago
tahu kalau Toasuhengnya memiliki obat pemunah, Toasuheng
yang dimaksud tentunya Sik Yu-beng, tentu saja mereka tidak
memberi peluang padanya untuk mengambil obat pemunah
itu.

236
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Setelah tenaga dalamnya terisap sebagian besar oleh Sik


Yu-beng, Coa Giok-tan malah merasa kondisi badannya jauh
lebih segar, melihat pihak lawan melepas cengkeramannya,
segera dia mendesak maju, kemudian sepasang telapak
tangannya langsung dihantamkan ke dada lawan.
Waktu itu seluruh perhatian Sik Yu-beng sedang tertuju
pada obat pemunah yang sedang dirogoh keluar, tangan
kirinya juga terluka, dia tak menyangka Coa Giok-tan bakal
melancarkan serangan dalam kondisi seperti ini, dia ingin
menangkis tapi sudah terlambat.
"Duuuk, duuuk ...!" dua kali benturan keras terjadi, semua
pukulan itu bersarang telak di dadanya.
Sik Yu-beng bukan jagoan kemarin sore, hanya lantaran
kurang waspada maka ia terhajar pukulan itu, namun tenaga
dalam Coa Giok-tan sudah terkuras tujuh puluh persen,
sehingga dua pukulan dahsyat itu hanya mampu memaksa Sik
Yu-beng mundur tiga langkah.
Tak terkirakan rasa gusar Sik Yu-beng, sambil membentak
dia lepaskan pukulan dengan tangan kirinya, langsung
menghantam dada Coa Giok-tan.
Sungguh kasihan jagoan marga Coa ini, diiringi jerit
kesakitan yang memilukan hati, dia muntah darah segar dan
tewas seketika.
Dengan bergerak mundur ke belakang, Sik Yu-beng
menerjang ke arah posisi yang dijaga tiga padri dari Siau-lim-
pay.
Sejak tadi padri naga, padri harimau dan padri macan tutul
sudah menaruh dendam terhadap gembong iblis itu, melihat
dia bergeser ke arah mereka, serentak tiga pukulan dahsyat
dilontarkan ke punggungnya.
Waktu itu Sik Yu-beng sedang sibuk menghajar Coa Giok-
tan dengan tangan kirinya, dia tak menyangka kalau ketiga
orang padri itu bakal melancarkan pukulan ke tubuhnya,
ketika sadar akan bencana, keadaan sudah terlambat, "Duuuk,
duuuk, duuuk!" tiga pukulan berantai bersarang telak di
badannya.

237
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sik Yu-beng segera merasakan hawa darahnya bergolak


keras, racun jarum pembetot sukma yang sudah menyusup ke
badannya kembali menjalar kemana-mana, dalam keadaan
begini tak sempat lagi dia mengeluarkan obat pemunah,
sambil membentak gusar dia membalik badan dan melepaskan
serangkaian pukulan berantai.
Padri naga dan padri harimau menyambut pukulan lawan
dengan keras lawan keras, badannya segera bergetar keras
dan mundur satu kaki lebih dengan sempoyongan, sementara
padri macan tutul sama sekali tak tahan menerima pukulan
musuh, ia mencelat ke belakang dengan muntah darah,
kemudian tewas seketika.
Dalam kondisi seperti ini, Sik Yu-beng sudah tak berminat
lagi untuk mengisap tenaga dalam lawan, yang dipikirkan
sekarang hanyalah bagaimana secepatnya mendapatkan obat
pemunah, kemudian membunuh musuhnya satu per satu.
Sebaliknya si Pengejar nyawa sendiri pun sadar, inilah
kesempatan terbaik bagi mereka untuk melenyapkan gembong
iblis ini.
Oleh sebab itu, begitu mereka berenam berhasil mendesak
maju, tiba-tiba mereka memencarkan diri keempat penjuru, si
Pengejar nyawa menghadang persis di hadapan Sik Yu-beng,
In Seng-hong dan Jay In-hui menghadang dari sayap kanan
sedangkan dua bersaudara Sim menghadang dari sayap kiri.
Biarpun mereka berenam belum berpengalaman
menyerang secara bersama-sama, namun dengan pengalaman
dan kecerdasan mereka, tidak sulit bagi jago-jago itu untuk
menjalin kerja sama yang hebat.
Sik Yu-beng tahu, Pengejar nyawa adalah otak dari
rombongan jago itu, sadar kondisi badannya berbahaya, dia
ambil keputusan hendak menyelesaikan pertarungan ini
secepatnya, maka sepasang tangannya langsung diayunkan
bersama menghajar si opas kenamaan itu.
Baru saja Sik Yu-beng mengayunkan tangannya, tiba-tiba ia
sudah merasakan datangnya bokongan dua angin pukulan dari
sisi kiri dan dua tusukan angin pedang dari sisi kanan.

238
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dua desingan angin pedang yang datang dari sebelah


kanan, langsung menusuk telapak tangan serta urat nadi
tangannya, jalan darah penting, seandainya tertembus maka
tenaga pukulannya seketika akan jebol.
Sik Yu-beng bukan bocah ingusan yang belum punya
pengalaman, tangan darahnya sudah dilatih sekuat baja,
sambil mementang kelima jari tangannya, dia berbalik
mencengkeram-an kedua bilah pedang itu, karena
tindakannya ini maka tangan kanannya tak bisa lagi digunakan
untuk menyerang si Pengejar nyawa.
Bila Sik Yu-beng mengangkat lengannya saat itu, dua
gulung tenaga pukulan yang datang dari sisi kiri pasti akan
segera menghajar iga kirinya, terpaksa dia menarik kembali
tangannya sambil menyongsong datangnya ancaman dengan
keras lawan keras, dia menduga pihak lawan terpaksa pasti
akan menarik kembali ancamannya, tapi karena itu pula dia
tak bisa menggunakan tangan kirinya untuk mengancam si
Pengejar nyawa.
Pada saat itulah tiba-tiba si Pengejar nyawa mengangkat
kakinya, Sik Yu-beng mengira lawannya akan melancarkan
tendangan berantai, segera dia mengegos ke samping.
Siapa tahu kali ini si pengejar nyawa tidak melancarkan
tendangan, mendadak dia pentang mulut dan menyemburkan
arak yang baru diminumnya ke udara, beribu-ribu titik hujan
arak, bagaikan hujan senjata rahasia langsung menyembur ke
wajah Sik Yu-beng.
Tempo hari sewaktu melawan Bu-tek Kongcu, Pengejar
nyawa pernah juga menggunakan jurus ini untuk
mengalahkan musuh, dan kini karena situasi kritis, dia
mengulang kembali taktik itu.
Ketika itu sepasang lengan Sik Yu-beng telah dipakai untuk
menghadapi In Seng-hong, Jay In-hui serta dua bersaudara
Sim, untuk berkelit sudah tak sempat, baru saja dia hendak
melompat mundur, tiba-tiba segulung desiran angin tajam
lagi-lagi menyambar tiba dari arah belakang, ternyata Ji Bun-
lui telah menyerang dengan kapaknya.

239
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam keadaan begini, Sik Yu-beng tahu bila dia


memaksakan diri untuk mundur berarti memapakkan
badannya pada bacokan kapak itu, terpaksa dia kerahkan
seluruh kekuatan yang dimiliki untuk menerima hujan arak si
Pengejar nyawa dengan keras lawan keras,
"Buuk, buuk, buuuk, bukkk!" semburan hujan arak
menyembur telak di wajah Sik Yu-beng.
Ketika berada di rumah makan tadi, si Pengejar nyawa
pernah menggunakan ilmu simpanannya itu untuk melubangi
baju yang dikenakan Ji Bun-lui, dan kini dia menyembur wajah
Sik Yu-beng dengan sepenuh tenaga, tak heran kalau timbul
beribu buah bintik merah di seluruh wajah gembong iblis itu,
meski tidak sampai berdarah namun rasa sakitnya luar biasa.
Belum lagi dia melakukan sesuatu reaksi, lagi-lagi si
Pengejar nyawa mencecarnya dengan serangkaian tendangan
berantai, kali ini dia tidak menyerang bagian lain tapi khusus
menghajar tulang lutut musuh.
Padahal saat itu Sik Yu-beng masih memejamkan mata
untuk menghindarkan bagian matanya dari terjangan
semburan arak, tidak terlihat apa yang dilakukan lawan, tahu-
tahu ... "Kraak, kraaak!" tulang lututnya terhajar telak.
Tulang lutut adalah bagian tulang yang lemah, tak heran
kalau tulang itu patah seketika, sakitnya bukang kepalang
hingga merasuk ke tulang sumsum.
Di saat Sik Yu-beng sedang kesakitan, beberapa peristiwa
kembali terjadi bersamaan waktunya.
Sik Yu-beng sadar, keadaan seperti ini harus segera di atasi
dengan memakai sepasang tangan, maka tangan kanannya
langsung melakukan cakaran dengan sepenuh tenaga, tapi
saat itulah bacokan kapak Ji Bun-lui telah membacok telak
punggungnya.,
Waktu itu tulang kaki Sik Yu-beng sudah patah keduanya
hingga badannya roboh terjungkal, tapi tangan kanannya yang
telah melepaskan cengkeramannya pada pedang In Seng-
hong dan Jay In-hui langsung diayunkan ke belakang ....

240
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Blaaam!" pukulan yang amat kuat langsung menghantam


perut Ji Bun-lui.
Dalam gugup dan kalutnya, Sik Yu-beng juga tak sempat
tahu musuh mana yang berada di sebelah kanannya, dia
hanya mengayunkan tangannya buat menyambut datangnya
ancaman.
Siapa sangka musuh yang berada di posisi itu tak lain
adalah dua bersaudara Sim, serangan yang mereka gunakan
adalah ilmu pukulan lengan kutung andalan mereka, maka
ketika tenaga pukulan Sik Yu-beng meluncur tiba, kekuatan itu
segera memental balik setelah membentur tenaga pukulan
dua bersaudara Sim.
Posisi Sik Yu-beng waktu itu betul-betul mengenaskan,
karena racun yang menyusup ke dalam tubuhnya sudah
tersebar, hawa darah dalam badannya bergejolak keras,
matanya tak bisa dibuka, sepasang kakinya patah ditambah
punggungnya kena bacokan, maka dia tak tahu lagi keadaan
sekelilingnya.
Ketika merasakan datangnya desingan angin tajam yang
menumbuk ke arahnya, telapak tangan kirinya langsung
dibalik untuk menyongsong datangnya ancaman dengan keras
lawan keras, dia sangka pukulan itu pasti akan berhasil
menyingkirkan datangnya ancaman.
"Blaaam!" benturan dahsyat segera bergema di udara,
kerugian yang diderita Sik Yu-beng kali ini sangat besar,
lantaran tangan kirinya sudah terluka bakar, daya kemampuan
serangannya sudah jauh berkurang, benturan yang terjadi
saat ini sama halnya dengan membendung tenaga pantulan
milik sendiri, meski dapat dipunahkan, namun dia lupa kalau di
belakang tenaga pantulan itu masih ada dua tenaga pukulan
Sim Ciu dan Sim Sat yang maha dahsyat.
"Blaaam, blaaaam!" dua pukulan hebat itu langsung
menghantam lengan kirinya, membuat tulang lengan Sik Yu-
beng tergetar keras dan patah jadi beberapa bagian.
Setelah secara beruntun Sik Yu-beng mengalami patah
lengan dan sepasang kakinya, dia merasakan kesakitan yang

241
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

luar biasa, menggunakan kesempatan itulah In Seng-hong


menusukkan pedangnya yang sudah dilepas dari cengkeraman
itu ke lengan kanan musuh.
Sekali lagi Sik Yu-beng menjerit kesakitan, suara jeritannya
tinggi melengking dan amat memilukan hati, hanya dalam
waktu yang amat singkat dia telah terluka di beberapa bagian
tubuhnya, bahkan lengan dan kakinya mengalami patah
tulang, segera dia membuka mata untuk memeriksa keadaan.
Siapa tahu pada saat itulah si Pengejar nyawa kembali
menyemburkan araknya ke wajah gembong iblis ini.
Kalau orang lain yang menyemburkan arak, maka sekali
semburan saja araknya sudah habis, berbeda dengan si
Pengejar nyawa yang gemar minum, sejak muda ia sudah
melatih diri bagaimana menenggak habis satu buli-buli arak
kemudian menyembunyikan sebagian arak itu dalam
tenggorokannya, setelah menyembur satu kali, dia masih
dapat menyembur untuk kedua kalinya.
Waktu itu Sik Yu-beng sudah kalut pikirannya lantaran
kesakitan yang luar biasa, dia tidak menduga sampai di situ,
baru saja matanya dibuka, semburan arak telah menerpa
wajahnya, tak ampun sepasang matanya dibuat buta, bahkan
wajahnya dipenuhi burik berwarna merah yang amis baunya.
Dengan susah payah Sik Yu-beng membangun
Perkampungan hantu, tujuannya tak lain untuk menguasai
dunia persilatan, mengisap tenaga dalam orang dan
menjadikan diri pemimpin tertinggi umat persilatan. Tapi
sekarang sepasang matanya buta, wajahnya dipenuhi luka
bakar, mana mungkin ia bertemu orang dengan penampilan
semacam ini?
Gusar bercampur panik, Sik Yu-beng kembali meraung
keras, suaranya menggelegar hingga menggetarkan seluruh
ruangan, tanpa mempedulikan keselamatan diri lagi dia
menerjang ke belakang dengan hebatnya.
Oleh karena tangan dan kaki Sik Yu-beng sudah menderita
luka parah, maka dia himpun segenap kekuatan yang
dimilikinya untuk menumbuk dengan menggunakan

242
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

punggungnya, padahal orang yang berada di belakangnya


adalah Ji Bun-lui.
Setelah menyambut pukulan Sik Yu-beng tadi, Ji Bun-lui
merasakan pergolakan yang dahsyat dalam rongga dadanya,
pergolakan itu begitu kuat nyaris membuatnya tumpah darah,
semisal tenaga dalamnya tidak sempurna, mungkin dia sudah
tewas sejak tadi.
Dan kini, sewaktu melihat Sik Yu-beng datang menerjang,
dia sadar, sulit baginya untuk menghindarkan diri, yang bisa
diharapkan sekarang hanyalah datangnya bantuan dari orang
lain.
Padahal orang yang berada di sampingnya ketika itu adalah
dua bersaudara Sim, sewaktu dia menoleh ke arah mereka
dengan harapan bisa memberi pertolongan, siapa tahu dua
bersaudara Sim malah menjengek dingin, tampaknya mereka
tidak berminat untuk memberi pertolongannya.
Dua bersaudara Sim paling benci kalau dimaki sebagai
orang cacad, mereka telah mendendam sejak Ji Bun-lui
mereka berdua sebagai 'banci', sebagai orang 'cacad', rasa
benci itu sudah merasuk tulang sehingga mereka selalu
berharap bisa membunuh jagoan dari Kwang-tong itu, sudah
barang tentu mustahil mereka mau menyelamatkan jiwanya
sekarang.
Melihat Sik Yu-beng semakin dekat dan dia tak punya
peluang lagi untuk berkelit, Ji Bun-lui segera membulatkan
tekad, meniru apa yang telah dilakukan si Pengejar nyawa
tadi, dia pun menyemburkan gumpalan darah segarnya ke
wajah dua bersaudara Sim.
Mimpi pun dua bersaudara Sim tidak menyangka kalau Ji
Bun-lui bakal menyemburkan darah kental itu ke wajah
mereka, mau menghindar sudah terlambat, wajah mereka
kontan tersembur dengan telak.
Meskipun tenaga dalam yang dimiliki Ji Bun-lui masih
setingkat di bawah si Pengejar nyawa, namun hasil
semburannya itu benar-benar hebat.

243
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sim Ciu dan Sim Sat tidak mengira akan terjadinya


peristiwa ini, baru saja mata mereka kesakitan hingga tak
mampu dibuka, Ji Bun-lui sudah menerjang tiba dan
menghantam punggung kedua orang itu kuat-kuat.
Terhajar oleh pukulan ini, kini posisi Sim Ciu dan Sim Sat
jadi berubah, merekalah yang kini harus berhadapan dengan
Sik Yu-beng.
Sadar kalau gelagat tidak menguntungkan, dua bersaudara
Sim terpaksa mengurungkan niatnya untuk menghajar Ji Bun-
lui, dengan mengerahkan segenap kekuatan yang dimiliki,
mereka sambut datangnya terjangan Sik Yu-beng.
Biarpun ilmu sakti lengan kutung dua bersaudara Sim
sangat hebat, sayang Sik Yu-beng bukan menyerang dengan
tangan, tapi menumbuk dengan punggungnya, hal ini
membuat mereka berdua tak lagi bisa meminjam kekuatan
lawan, terpaksa disambutnya terjangan itu dengan keras
lawan keras.
Meskipun sepasang mata Sik Yu-beng sudah buta, dan dia
tak tahu Ji Bun-lui yang semula berada di belakangnya kini
telah berganti dengan pukulan dua bersaudara Sim, namun ia
tetap menumbuk sekuat tenaga ke belakang.
"Blumm, blummm!" dua benturan keras menggelegar di
udara, serangan dahsyat Sim Ciu dan Sim Sat telah menghajar
telak punggung Sik Yu-beng.
Kekuatan tumbukan Sik Yu-beng ternyata tidak berhenti
karena pukulan itu, malah sebaliknya sepasang lengan dua
bersaudara Sim yang tergetar keras menjadi patah.
"Blaaam!" terjangan punggung itu menghantam tubuh Sim
Sat dan Sim Ciu, dua bersaudara itu menjerit kesakitan,
tubuhnya mencelat ke belakang.
Karena tubuh mereka berdua terlempar ke belakang,
seketika punggung mereka menghantam pula sepasang
tangan Ji Bun-lui yang sedang melakukan dorongan.
Suara tulang yang hancur bergema lagi di udara, ketiga
orang jagoan itu seketika terjungkal ke tanah dan tewas
seketika.

244
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sik Yu-beng sendiri yang secara beruntun termakan empat


buah pukulan memuntahkan darah segar, walau begitu, dia
telah berhasil membunuh tiga orang lawannya sekaligus, bisa
dibayangkan betapa hebatnya tenaga dalam yang dia miliki.
Tapi tumbukan yang kuat itu berakibat fatal juga bagi
dirinya, kapak yang semula menancap di punggungnya,
karena termakan tumbukan itu membuat senjata itu menusuk
lebih dalam lagi di tubuhnya.
Sik Yu-beng menjerit kesakitan, tiba-tiba dua gulung
tenaga pukulan kembali menindih kepalanya, yang menyerang
kali ini adalah padri naga serta padri harimau dari Siau-lim-si.
Dua padri dari Siau-lim ini sangat dendam dengan
musuhnya ini, terutama setelah melihat kedua saudara
seperguruannya tewas di tangan gembong iblis itu, rasa setia
kawan yang kental membuat mereka sakit hati dan ingin
membunuh lawan secepatnya, oleh sebab itu serangan yang
mereka lancarkan kali ini bukan tertuju ke tubuh lawan tapi
langsung membabat ubun-ubun Sik Yu-beng.
Biarpun sudah terluka parah, ketajaman pendengaran Sik
Yu-beng masih terhitung hebat, ia tahu ada dua gulung
kekuatan pukulan yang menghantam kepalanya, sayang
anggota tangannya sudah terluka sehingga mustahil untuk
melayani serangan lawan, dia pun tahu tak bisa menghindar
lagi.
Maka dia himpun segenap tenaga dalam yang masih tersisa
dan melejit ke udara bagaikan sebuah peluru, langsung
menumbuk kepala dua padri dari Siau-lim itu.
Menggunakan badan sendiri sebagai senjata rahasia, sistim
penyerangan yang belum pernah ada sebelumnya,
"Plaaak, plaaak!" pukulan yang dilancarkan padri naga
persis menghantam wajah Sik Yu-beng, sementara pukulan
yang dilancarkan padri harimau menghajar lambungnya.
Akan tetapi serangan Sik Yu-beng pun luar biasa
dahsyatnya, dua orang padri itu tak sanggup menahan
serudukan lawan, kembali terdengar suara tulang patah,
tulang lengan kedua orang padri itu patah.

245
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kepala Sik Yu-beng langsung menumbuk kepala Padri


naga, batok kepala padri itu kontan hancur berantakan dan
tewas seketika, sementara sepasang lutut Sik Yu-beng
menerjang pula wajah padri harimau.
Darah segar berhamburan kemana-mana, dengan wajah
hancur tubuh padri harimau mencelat ke belakang dan ikut
tewas seketika.
Blaaaam!" kembali tubuh Sik Yu-beng terjatuh ke tanah,
secara beruntun dia muntah darah sebanyak tiga kali.
Pertempuran darah yang sangat membetot sukma ini hanya
berlangsung dalam waktu amat singkat, tapi Sik Yu-beng telah
berhasil membunuh dua jagoan penuntut balas, empat padri
Siau-lim-pay, Coa Giok-tan, Sim Ciu, Sim Sat serta Ji Bun-lui.
Semisal Sik Yu-beng belum terluka parah tangan dan
kakinya, dan dia pun tidak terluka semakin parah karena
menumbuk musuh dengan badannya, bisa jadi si Pengejar
nyawa, In Seng-hong dan Jay In-hui pun akan kehilangan
nyawa.
Kini di dalam ruang gedung yang luas tertinggal si Pengejar
nyawa, In Seng-hong, Jay In-hui serta Sik Yu-beng yang
sedang duduk mengatur pernapasan di lantai.
Jay In-hui merasa hatinya bergidik, selama hidup belum
pernah ia saksikan pertarungan berdarah sekejam dan sesadis
ini, saking kagetnya dia sampai memejamkan mata dan tidak
berani melihat lagi.
Jangan kan Jay In-hui yang seorang gadis lembut, In Seng-
hong pun ikut merasakan jantungnya berdebar keras, malah si
Pengejar nyawa yang telah banyak mengalami pertarungan
berdarah pun ikut bergidik.
Kini suasana telah pulih kembali dalam keheningan, darah
berceceran dimana-mana, menodai seluruh lantai ruangan ....
Sekujur tubuh Sik Yu-beng juga berlumuran darah, juga
sepasang tangannya, sulit untuk membedakan panca
inderanya karena hampir seluruh badannya sudah ditutupi
lapisan darah kental.

246
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Selang berapa saat kemudian Sik Yu-beng baru berusaha


bicara, suaranya parau dan terputus-putus.
"Pengejar nyawa ... juga pasangan ... pasangan muda-
mudi ... aku tahu kalian masih ada di situ ... Pengejar nyawa
kalau bukan arakmu ... ditambah dua ... dua kali
tendanganmu ... jangan harap kalian ... kalian mampu
membunuhku ... racun ... racun jarum sakti... pembetot
sukma ... Aii!"
Akhirnya dia telan napas terakhir kalinya dan tidak bergerak
lagi.
Melihat kematian Sik Yu-beng, si Pengejar nyawa
menghembuskan napas panjang, gumamnya, "Sik Yu-beng,
wahai Sik Yu-beng, kau tak usah menyalahkan orang lain, si
Selir berdarah begitu baik kepadamu, tapi kau hanya berpeluk
tangan membiarkan dia mati konyol, tak aneh bila akhirnya
kau pun tewas oleh jarum sakti pembetot sukma miliknya"
In Seng-hong ikut berkata, "Sik-cengcu wahai Sik-cengcu,
inilah akibat perbuatan bejadmu selama ini, Coa-sianseng
adalah sahabat karibmu, dia begitu baik padamu, begitu
memperhatikan keselamatanmu, tapi kau tetap mengisap
habis tenaga dalamnya, itulah sebabnya kau terluka oleh
racun yang terkandung dalam tenagdalamnya ... memang
inilah pembalasan yang paling setimpal untukmu."
Ternyata apa yang selama ini tersiar di dunia persilatan
memang benar, siapa yang mempelajari ilmu iblis tangan
berdarah, dia akan tewas dalam keadaan yang sangat
mengerikan.
Sik Yu-beng mengira, walaupun pada akhirnya dia akan
tewas dalam keadaan yang sangat mengerikan, paling tidak
dia dapat menikmati dulu posisi tertinggi di dunia persilatan.
Siapa tahu nama besar belum diperoleh, kedudukan belum
didapat, dia sudah harus mati secara mengenaskan.
In Seng-hong sadar, dalam pertempuran hari ini,
seandainya si Pengejar nyawa tidak menyemburkan araknya
hingga membutakan sepasang mata Sik Yu-beng, tak nanti
pedangnya berhasil menusuk lengan kanan iblis itu, dua

247
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bersaudara Sim juga tak akan mampu mematahkan lengan kiri


lawannya.
Seandainya si pengejar nyawa tidak berhasil menendang
sepasang kaki Sik Yu-beng hingga patah, lalu membutakan
matanya, bacokan kapak Ji Bun-lui belum tentu bisa
membacok punggungnya, dan mungkin mayat yang tergeletak
di lantai sekarang bukan mayat Sik Yu-beng, melainkan mayat
mereka.
Apapun yang telah terjadi, kasus pembunuhan dalam
Perkampungan hantu sudah berhasil terbongkar, 'setan' yang
selama ini diberitakan bercokol dalam perkampungan itu kini
sudah 'mampus'.
Pengejar nyawa tidak banyak bicara lagi, dia tuang semua
minyak yang ada dalam lentera kemudian menyulut dengan
api, tak lama kemudian kobaran api yang hebat meluluh-
lantakan perkampungan itu hingga rata dengan tanah.
Salju masih turun dengan derasnya, bunga salju kelihatan
semakin putih, seakan dengan warna putih yang
melambangkan kesucian, dia ingin menghapus semua dosa
dan kejahatan yang telah terjadi di dunia ini.
Di atas permukaan salju hanya tertinggal sedikit bekas kaki,
tiga sosok bayangan manusia tampak berjalan menjauhi
perkampungan yang telah rata dengan tanah itu.
Tanpa berpaling lagi si Pengejar nyawa, In Seng-hong dan
Jay In-hui berjalan menjauh, mereka tak pernah berpaling
lagi, tak lama kemudian bayangan tubuh mereka pun ikut
lenyap tertelan hujan salju yang tebal.

0o5o0

Bab III. TANGAN BERACUN.


8. Buronan Naga Penjara darah.

Penjara besar 'Besi berdarah' di kota Ciang-ciu merupakan


salah satu di antara tiga penjara besar yang ada saat itu.
Hampir semua narapidana yang dipenjarakan di sana adalah

248
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

para penjahat kelas kakap yang sudah melakukan banyak


dosa dan kejahatan.
Biasanya menjelang menjalani eksekusi hukuman mati,
para narapidana akan dijebloskan ke dalam penjara ini, agar
mereka tak mampu melarikan diri atau ditolong teman-
temannya, sebab penjara besar 'besi berdarah' mempunyai
penjagaan yang ketat dan bangunan yang kokoh.
Hari ini hujan salju turun dengan derasnya di kota Ciang-
ciu, seluruh permukaan tanah telah dilapisi bunga salju nan
putih.
Di pintu gerbang penjara besar 'besi berdarah' tampak ada
tujuh delapan orang pengawal berdiri tegap bagaikan patung
tembaga, kecuali itu suasana di sekelilingnya terasa hening
dan sepi, hanya suara angin utara yang menderu-deru.
Ada dua orang perwira yang bertugas di penjara besar itu,
tiap bulan secara bergilir mereka bertugas menjaga keamanan
dan keselamatan para narapidana, bila ada buronan yang
berhasil melarikan diri, maka mereka berkewajiban mengejar
hingga berhasil ditangkap kembali.
Oleh sebab itulah para perwira penjara mendapat
perlakuan istimewa, selain cukup pangan, uang mereka pun
cukup banyak, apalagi tiap saat mereka harus melakukan
perjalanan jauh.
Di penjara besar Besi berdarah terdapat dua belas orang
perwira jaga, karena tanggung jawabnya besar dan berat, tak
heran ilmu silat mereka rata-rata lihai, punya nama besar dan
pergaulan luas. Hanya orang yang luas pergaulannya yang
bisa menelusuri jejak seorang narapidana yang kabur.
Bulan ini dua orang perwira jaga yang mendapat giliran
menjaga penjara besar 'besi berdarah' adalah dua orang jago
persilatan yang amat termashur, sang komandan adalah Sin-
ciong si tombak sakti Si Ceng-tong, sementara wakil
komandannya adalah Sam-jiu-sin-wan (monyet sakti
bertangan tiga) Ciu Leng-liong.
Kepandaian silat kedua orang ini benar-benar sangat
tangguh, bila turun tangan bersama, jarang ada jagoan

249
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

persilatan yang mampu bertahan sebanyak tiga puluh


gebrakan.
Apalagi mereka berasal dari kalangan Liok-lim yang dikenal
sebagai penjahat budiman, pengalaman dan pengetahuannya
amat luas, baik golongan hek-to maupun pek-to rata-rata
memberi muka kepada mereka.
Kecuali dua orang perwira jaga itu, di dalam penjara besar
besi berdarah terdapat pula empat orang sipir jaga, sama
seperti para perwiranya, mereka pun menjaga penjara secara
bergilir.
Tentu saja para sipir juga terdiri dari kawanan jago
persilatan yang berilmu tinggi.
Ada empat orang sipir penjara yang mendapat giliran jaga
bulan ini, mereka adalah Thi-tan (si peluru besi) Seng It-piau,
Tiang-to (si golok panjang) Sim In-san, Hun-kim-jiu (si tangan
pemisah emas) Thian Toa-ciok serta Hui-yan (si walet
terbang) Liu Ing-peng.
Peluru besi Seng It-piau adalah keturunan dari benteng
keluarga Seng di Tiangkang, dia juga orang yang berusia
paling tua di antara para sipir lainnya, sepasang senjata peluru
besinya boleh dibilang cukup membetot sukma dan
merontokkan nyali orang.
Sebenarnya keluarga Seng dari Tiangkang ini ahli dalam
permainan golok, hanya putra sulungnya seorang yang tak
pernah belajar golok, semenjak kecil dia sudah berlatih ilmu
peluru terbang, kesempurnaannya boleh dibilang luar biasa.
Sejak bekerja menjadi opas, sudah banyak sampah
masyarakat yang merasakan kehebatan ilmu silatnya, tak
heran kalau para begundal akan pecah nyali begitu
mendengar nama julukannya.
Si golok panjang Sim In-san cerdas otaknya dan amat
cekatan, dia licik, lincah dan gesit, pandai memainkan sebilah
'golok panjang' dengan panjang tujuh depa satu inci, ilmu
golok Lok-be-cian (babatan kuda roboh) yang dikuasainya
sangat hebat, para penjahat biasanya langsung menyerah bila
bertemu dengan golok panjangnya itu.

250
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Si Tangan pemisah emas Thian Toa-ciok memakai


sepasang tangan kosongnya sebagai senjata, biar tangan
kosong namun lebih keras dari baja dan lebih tajam dari
sayatan golok, pernah naik ke Kiu-long-san untuk membekuk
sepuluh serigala sembilan harimau yang hidup di atas bukit
dengan tangan kosong, nama besarnya tersohor di empat
samudra, biar agak gegabah dan tidak sabaran namun setia
kawan dan menjunjung tinggi kebenaran.
Si walet terbang Liu Ing-peng mahir dalam ilmu
meringankan tubuh, semua penjahat terbang yang bertemu
dengannya, ibarat nyamuk bertemu burung walet, biar punya
seribu sayap tambahan pun jangan harap bisa lolos dengan
gampang, dia pintar dan cekatan, dari antara empat orang
opas, dia terhitung paling muda.
Kehebatan ilmu silat keempat orang ini bila dibandingkan
dengan kehebatan si monyet sakti bertangan tiga Ciu Leng-
liong maupun si tombak sakti Si Ceng-tang, boleh dibilang
selisih tidak banyak.
Karena itu, dengan kehadiran beberapa orang ini di penjara
besar besi berdarah, ibarat sebuah tabung yang terbuat dari
baja, jangankan manusia, seekor nyamuk pun jangan harap
bisa lolos dari situ dengan selamat. Pada saat itulah ....
Tiba-tiba ada sesuatu benda menerobos masuk ke dalam
penjara besar besi berdarah, benda itu bukan lalat, bukan
nyamuk tapi seorang manusia.
Seorang narapidana.
Dia bukan narapidana sembarangan, boleh dibilang dia
merupakan narapidana nomor wahid dalam penjara besar besi
berdarah.
Waktu itu, delapan orang penjaga sedang menganggur,
agak terkantuk-kantuk mereka menjaga di depan pintu
gerbang penjara besar besi berdarah, tiba-tiba terdengar
suara derap kaki yang amat gencar berkumandang datang.
Ketika mereka mendongakkan kepala, tampak ada sembilan
orang sedang bergerak mendekat, orang pertama memakai
mantel berwarna hitam dengan liritan merah, berusia tiga

251
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

puluh tahun, alis tipis mata sipit, tampang seorang pintar yang
banyak akal, sebilah golok panjang lagi tipis terpanggul di
punggungnya dia tak lain adalah Sim In-san.
Segera kedelapan orang penjaga itu memberi hormat, salah
seorang di antaranya segera menyapa dengan penuh sopan,
"Komandan Sim, apakah kau ... kau hendak masuk ...?
"Kalau tidak masuk, memangnya aku harus mengendon di
sini sambil merasakan terpaan angin salju?" jawab Sim In-san
sambil tertawa dingin.
"Baik, baik, baik segera penjaga itu menyahut, dengan
cepat dia mengambil anak kunci dan membuka pintu gerbang
penjara.
Sim In-san segera berpaling ke arah delapan orang yang
berada di belakangnya sambil berseru, "Ayo ikut aku masuk!"
Baru berjalan selangkah, tiba-tiba tanyanya lagi kepada
penjaga itu, "Saat ini ada berapa orang perwira yang jaga
penjara?"
Penjaga itu tertawa, sahutnya, "Kedua orang perwira tidak
di tempat, tapi opas Thian, Sin dan Liu bertiga ada di pos
mereka dan menjaga penjara."
Sim In-san termenung sejenak, mendadak tanyanya lagi,
"Kau tahu, opas Seng ada dimana?"
"Agaknya berada di kamar penjara nomor tiga," sahut
penjaga itu sembari garuk-garuk kepala.
Sim In-san tidak bicara lagi, sambil manggut-manggut dia
mengajak kedelapan orang itu masuk ke dalam penjara.
Sewaktu delapan orang itu berjalan melalui sisi penjaga
gerbang itu, tanpa sadar penjaga itu melirik sekejap ke arah
orang-orang itu, tapi... hampir saja dia menjerit saking
kagetnya.
Ternyata kedelapan orang itu hampir semuanya cacad, ada
yang buta mata kirinya, buta mata kanannya, ada yang
kehilangan tangan kiri, ada yang hilang kaki kiri, ada yang
buntung tangan kanannya, ada pula yang memakai kaki palsu
di kaki kanannya, malah ada yang punya bekas bacokan golok

252
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

di wajahnya hingga nyaris membelah separuh wajahnya,


orang kedelapan cacad karena tak punya telinga.
Yang lebih menyeramkan lagi, meski kedelapan orang itu
berdandan sebagai opas, namun rambut mereka awut-
awutan, bukan hanya amis, bau badannya minta ampun,
matanya juling giginya bertaring, gaya mereka ada yang mirip
setan iblis, ada pula yang macam mayat hidup.
Yang lebih aneh lagi, mimik kedelapan orang itu kaku tanpa
perasaan, menanti hingga kedelapan orang itu masuk semua
ke dalam penjara, penjaga itu baru berseru tertahan, "Aduuh,
maknya!
Penjaga yang lain ikut mengeluarkan lidahnya sambil
berbisik, "Entah dari mana kedelapan opas itu? Jangan-jangan
mereka akan menyeret seorang gembong persilatan lagi untuk
dipenggal kepalanya?"
"Aaah, aku rasa tak usah dipenggal kepalanya pun mereka
juga bakal mampus sendiri," sambung rekannya setelah ragu
sejenak.
"Kenapa?" tampaknya rekan yang lain tidak mengerti.
"Kalau narapidananya sudah keburu mampus karena kaget
dan ketakutan, buat apa mesti dipenggal lagi kepalanya?"
Gelak tertawa pun segera meledak memecah keheningan,
makin bicara pokok pembicaraan semakin meluas hingga
akhirnya suasana riuh rendah oleh suara percakapan dan
tertawa mereka.
Gelak tertawa itu baru terhenti ketika secara tiba-tiba
berkumandang suara jeritan ngeri yang memilukan hati dari
dalam ruang penjara.
Bagi mereka, jeritan itu boleh dibilang sangat dikenal,
karena suara yang sesungguhnya tegas, kasar dan penuh
wibawa kini telah berubah jadi erang kesakitan yang amat
memilukan hati.
Jeritan ngeri itu berasal dari opas Seng.
Sementara kedelapan orang penjaga pintu itu saling
berpandangan dengan perasaan bingung dan tak tahu apa
yang mesti dilakukan, tiba-tiba pintu penjara telah dibuka

253
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

orang, hanya saja untuk menjaga segala kemungkinan yang


tidak diinginkan, biasanya pada pintu yang terakhir akan
dikunci dengan sebuah gembok baja, gembok itu hanya bisa
dibuka oleh orang yang menjaga di luar pintu, maka bila orang
di luar tidak membukakan gembok itu, jangan harap orang
yang berada di dalam bisa keluar.
Seorang penjaga pintu segera membuka sebuah lubang
kecil dekat pintu, lalu tegurnya, "Tanda perintah!"
Dari balik lubang kecil itu segera muncul sebuah lencana
kecil berwarna kuning kehijauan, bila seseorang membawa
lencana itu, dia akan diijinkan keluar dari pintu gerbang dan
biasanya lencana itu hanya dikeluarkan oleh perwira yang
bertugas bulan itu.
Petugas yang lain segera berseru pula, "Kata sandi!" Orang
yang ada di balik pintu segera menjawab, "Siang panjang
malam pendek, bukan di musim salju."
Kembali petugas itu berseru, "Di rumah mengandalkan
teman."
Di luar rumah adalah musuh!" orang di balik pintu
menyambung, kemudian dengan nada tak sabar hardiknya,
"Cepat buka pintu, aku adalah opas Sim!"
Segera penjaga pintu itu merogoh anak kunci dari sakunya
dan segera membuka pintu gerbang.
Dari balik pintu penjara muncullah dua belas orang, sebagai
pimpinan adalah Sim In-san, namun gerak-geriknya sedikit
gugup dan tidak tenang.
Orang yang berada di samping Sim In-san sama sekali tak
nampak gugup atau panik, rambutnya panjang terurai di
bahu, usianya sekitar lima puluh tahun, alisnya runcing ke atas
namun sorot matanya bukan saja memancarkan hawa sesat
yang menggidikkan, bahkan pancaran sinar matanya membuat
orang takut memandangnya.
Dua orang yang berada di belakang Sim In-san berusia
empat puluh tahun, amat gesit dan cekatan, sinar matanya
tajam bercahaya. Yang di sebelah kiri agak gemuk sedang
yang di sebelah kanan agak ceking dan tinggi.

254
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mereka bertiga mempunyai satu kesamaan yakni di atas


jidat tertera sebuah cap tanda pengenal berwarna hijau gelap,
itulah cap pengenal bagi para narapidana yang telah dijatuhi
hukuman mati.
Mereka tiada hentinya menggosok pergelangan tangan
sendiri, bahkan pada pergelangan kakinya jelas terlihat ada
bekas yang dalam, bekas yang tertinggal karena sudah banyak
tahun dirantai dengan borgol dan rantai besar, dan kini
setelah terbebas dari beban, mereka masih belum terbiasa
dengan keadaan.
Di belakang keempat orang itu adalah delapan manusia
cacad, mimik mereka masih tetap kaku tanpa perasaan,
mereka berjalan tanpa bergoncang sedikitpun.
Diam-diam beberapa orang penjaga pintu itu menarik
napas panjang, sekalipun perasaan takut mencekam hati
mereka, namun melihat ada narapidana yang berjalan tanpa
borgol, mau tak mau mereka bertanya juga.
Maka salah seorang di antara penjaga itu segera menegur,
"Opas Seng ... kalian ...?
Belum habis ia berkata, sorot mata Sim In-san setajam
sambaran petir telah ditujukan ke wajahnya, bahkan dua
orang yang berada di belakang Sim In-san, seorang dengan
sinar mata setajam pedang dan seorang lain dengan sinar
mata setajam golok memandang bersama ke arahnya,
membuat matanya langsung sakit dan tubuh terasa menggigil.
Kontan penjaga itu tidak melanjutkan kata-katanya, agak
tergagap katanya kemudian, "Kalian ... heheh ... kalian ...
salju begitu deras, masa kalian ... akan ... akan keluar juga
...?
Sim In-san mendengus dingin, setelah mengerling sekejap,
bersama kesebelas orang lainnya dengan cepat berlalu dari
situ dan lenyap di balik salju yang tebal.
Melihat kedua belas orang itu pergi dengan begitu cepat,
para penjaga saling bertukar pandang tanpa sanggup
mengucapkan sepatah kata pun.

255
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mendadak terdengar salah seorang berseru tertahan,


serunya sambil menuding lapisan salju di depan penjara,
"Coba kalian lihat!"
Ternyata di sepanjang permukaan salju bekas dilewati
rombongan orang itu, tertinggal dua baris bekas kaki yang
sangat rapi, semua bekas kaki itu tipis dan rata, hal ini
membuktikan tenaga dalam yang amat sempurna.
Yang lebih mengerikan lagi, di samping Sim In-san ternyata
tidak tampak bekas telapak kaki, sementara dua orang yang
berada di belakang Sim In-san hanya meninggalkan sedikit
sekali bekas, tapi lantaran salju masih turun dengan derasnya,
bekas kaki itu segera lenyap dari pandangan.
Bukankah ilmu itu adalah ilmu Ta-soat-bu-heng (menginjak
salju tanpa bekas) yang maha sakti itu? Konon hanya Pengejar
nyawa, satu di antara empat opas yang amat termashur itu
yang menguasai ilmu sakti ini.
Mungkinkah ilmu silat yang dimiliki orang itu jauh melebihi
kepandaian silat yang dimikili Sim In-san, komandan mereka
yang selama ini disanjung dan dikagumi?
Kembali kedelapan orang penjaga itu saling berpandangan,
untuk sesaat tak seorang pun dapat bicara.
Pada saat itulah mendadak dari balik pintu penjara kembali
muncul seseorang, dia mengenakan baju berwarna hijau
muda, sekali berkelebat bayangan tubuhnya sudah lenyap di
balik salju. "Haah, opas Liu!" delapan orang penjaga itu
menjerit kaget.
Kembali terdengar geraman keras bergema dari balik
penjara, kembali seorang lelaki kekar berbaju emas
menerobos keluar dengan langkah lebar, bunga salju yang
menodai sekujur badannya kini sudah mencair, asap tipis
nampak mengepul keluar dari seluruh badannya.
Terdengar orang itu membentak keras, "Kalian melihat Sim
In-san, si anak jadah itu lari ke arah mana?"
"Haah, opas Thian!" jerit salah satu pengawal itu.
"Mereka lari kemana?" si Tangan pemisah emas Thian Toa-
ciok menghardik nyaring.

256
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Suara bentakan begitu nyaring membuat beberapa orang


penjaga itu merasa jantung berdebar dan kepala pening,
sebab Thian Toa-ciok sedang berdiri tepat di muka lubang
pengintip hingga suara teriakannya menggema dari dalam
penjara ke arah luar.
Mereka semua tahu bahwa opas Thian memang
berangasan, kasar dan cepat naik darah. Selama ini belum
pernah menyaksikan dia begitu marah, saking kagetnya
beberapa orang itu malah berdiri termangu.
Sesaat kemudian salah satu penjaga itu baru menjawab,
"Opas Sim dan rekan-rekannya pergi ke arah sana."
Belum selesai dia berbicara, terasa angin berwarna
keemasan berkelebat lewat, penjaga itu tak sanggup
melanjutkan kembali kata-katanya, ketika berpaling, terlihat
olehnya lelaki tinggi kekar berbaju emas itu sudah berada
puluhan kaki dari tempat semula.
Sepanjang jalanan yang dilampaui olehnya, tampak lapisan
salju yang terinjak retak lalu hancur berantakan, itulah ilmu
tenaga dalam Lok-te-hun-kim (jatuh ke tanah memisah emas)
yang maha dahsyat.
Belum reda rasa kaget dan ragu kedelapan penjaga pintu
itu, kembali terdengar suaka riuh rendah berkumandang dari
balik penjara, menyusul kemudian muncul tiga empat puluhan
orang pengawal bersenjata lengkap yang menggembol kunci
borgol.
Kepada kedelapan orang penjaga itu tegurnya, "Mereka
kabur ke arah mana?"
"Sebenarnya apa yang telah terjadi?" tanya seorang
penjaga pintu.
"Sialan!" umpat pengawal bergolok itu gusar, "bukankah
kalian berjaga di sini? Masa tidak melihat apa-apa?"
"Melihat sih sudah, tapi kami tak paham apa yang
sebenarnya telah terjadi?"
"Kami sendiri pun kurang begitu jelas," sahut seorang
pengawal bersenjata cakar besi dengan perasaan
mendongkol, "kami hanya tahu opas Seng sudah tewas,

257
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sementara Thian-kiam-coat-to (golok sakti pedang langit),


Leng-lam-siang-ok (sepasang manusia bengis dari Leng-lam)
dua bersaudara Si serta Coat-miat-ong (si Raja pemusnah)
Coh Siang-giok telah melarikan diri dari penjara, konon
dibebaskan oleh opas Sim, bahkan mereka telah membunuh
belasan orang saudara kita."
"Apa?" teriak delapan orang penjaga itu terbelalak saking
kagetnya.
"Si golok sakti pedang langit, dua bersaudara dari Leng-lam
sudah kabur dari penjara?"
"Si Raja pemusnah Coh Siang-giok kabur dari penjara?"
Walaupun para penjaga penjara itu kurang tahu asal-usul si
Raja pemusnah Coh Siang-giok, namun bagaimana pun juga
mereka adalah para jago dunia persilatan, sedikit banyak
pernah juga mendengar nama besar dua bersaudara Si yang
dijuluki golok sakti pedang langit, dua manusia bengis dari
Leng-lam itu.
Si bersaudara dari Leng-lam ini yang satu bernama Si
Ceng-jong, yang lain bernama Si Ceng-hong, konon masih ada
seorang saudara lagi yang merupakan putra sulung keluarga
itu, cuma kabarnya mereka terpisah dalam dunia persilatan.
Dua bersaudara dari keluarga Si ini, yang tua disebut
Thian-kiam (si pedang langit), sementara yang muda disebut
Coat-to (si golok sakti), nama busuk mereka sudah termashur
di Seantero jagad, bahkan bocah berusia tiga tahun pun tahu
nama besar mereka, khususnya di wilayah seputar Leng-lam,
hampir semua orang mengenalnya sebagai momok yang
menakutkan, mereka sering menasehati putra-putrinya agar
setelah dewasa nanti jangan meniru perbuatan Si Toa-ok (si
bengis tua) keluarga Si dan Si Siau-ok (si bengis muda) dari
keluarga Si....
Setiap bocah kecil bisa menjawab dengan jelas bahwa yang
dimaksud Si Toa-ok dan Si Siau-ok tak lain adalah Si Ceng-
jong serta Si Ceng-hong
Sudah terlalu banyak perbuatan keji yang mereka lakukan,
mereka merupakan iblis yang bisa membunuh tanpa berkedip,

258
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tak ada perbuatan busuk yang tidak dilakukan, bahkan orang


tua mereka sendiri pun akhirnya tewas di tangan mereka
berdua.
Ketika dua manusia bengis itu malang melintang di wilayah
Leng-lam, sudah berulang kali pihak kerajaan mengutus
petugas untuk melacak dan menangkapnya, bahkan kawanan
jago persilatan pun dengan senang hati membantu pihak
kerajaan untuk melakukan pengejaran, namun selama delapan
sembilan tahun terakhir, petugas negara yang tewas di tangan
mereka berdua sudah mencapai empat puluhan orang, sedang
jago silat yang tewas pun sudah mencapai tujuh delapan
puluh orang, namun kedua manusia bengis itu masih tetap
hidup bebas merdeka.
Hingga tiga bulan berselang, anak murid Cukat-sianseng
yang disebut orang sebagai 'orang paling cerdas di kolong
langit' yaitu Empat opas, si Darah dingin dan si Pengejar
nyawa kebetulan bertemu sepasang manusia bengis itu di
jalan raya Ciang-ciu, mereka berdua berhasil mengalahkan
manusia bengis itu dan menjebloskannya ke dalam penjara
besar besi berdarah, menurut rencana, tiga hari lagi akan
dijatuhi hukuman mati, siapa tahu hari ini mereka telah
ditolong orang kabur dari penjara.
Seandainya kedua orang ini sampai muncul lagi dalam
dunia persilatan, apa yang bakal terjadi? Adakah rasa aman?
Yang lebih menakutkan lagi adalah dalam peristiwa ini
ternyata melibatkan juga si golok panjang Sim In-san.
Kedelapan orang penjaga pintu penjara itu tak berani ayal,
mereka segera memberi petunjuk, rombongan opas itupun
segera berangkat melakukan pengejaran.
Angin berhembus kencang, salju masih turun dengan
derasnya.
Sepeninggal rombongan opas itu, delapan orang penjaga
pintu segera meningkatkan kewaspadaan dengan mengunci
rapat pintu gerbang penjara dan memperketat penjagaan.
Penjara besar besi berdarah di kota Ciang-ciu'kembali pulih
dalam ketenangan dan keheningan.

259
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

oooOOOooo

Dalam ruang tengah sebuah gedung yang megah, tampak


seorang lelaki setengah umur berbaju putih sedang berjalan
mondar-mandir gelisah, perawakan tubuh orang itu tinggi
besar, jenggot panjangnya berwarna hitam, sebuah cincin
kemala melingkar di jari tengah tangan kanannya, mimik
mukanya hijau membesi, keren dan penuh wibawa.
Peluh sebesar kacang nampak membasahi jidatnya, jelas ia
sangat gelisah dan tidak tenang, seakan sedang menanti
kehadiran seseorang.
Tiba-tiba tampak bayangan manusia berkelebat lewat,
seorang lelaki berjubah biru muncul di tengah ruangan, lelaki
berbaju putih itu segera maju menyongsong sembari
menegur, "Kau sudah tahu tentang peristiwa yang terjadi di
penjara besar Besi berdarah?"
Manusia berbaju biru menjawab sambil menyeka keringat,
napasnya agak tersengal, jelas dia baru saja menempuh
perjalanan jauh.
"Ya, aku sudah tahu, sebetulnya aku sedang dalam
perjalanan menuju kota Kim-sah, begitu mendapat laporan,
aku segera balik kemari, karena takut terlambat maka aku
tinggalkan kuda tungganganku untuk segera berangkat
kemari."
Jelas orang itu kuatir lari kudanya terlambat maka dia
pulang dengan berlari.
"Saudara," kembali orang berjubah putih itu berkata
dengan suara dalam, "di wilayah kekuasaanku telah terjadi
peristiwa sebesar ini, tampaknya kopiah kebesaran kita berdua
bakal tidak bertahan lama lagi."
"Ciangkun (panglima), ijinkan Siaute memimpin para jago
untuk melakukan pelacakan ke daratan Tionggoan, biar
sampai ke ujung langit pun akan kutangkap mereka semua."
Orang berbaju putih itu menghela napas panjang. "Aaai,
kini peristiwa besar telah terjadi, tampaknya kita berdua
memang tak bisa berpeluk tangan, masih mending kalau cuma

260
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dua manusia bengis dari Leng-lam yang berhasil kabur dari


penjara, ternyata si Raja pemusnah pun ikut kabur, tidak
mudah bagi kita untuk melacaknya, apalagi aku dengar
peristiwa ini melibatkan juga Thian-jan-pat-hui (delapan
manusia cacad dari langit)
"Tapi ... bila kita gagal menangkap kembali Coh Siang-giok,
mungkin kita berdua tak akan mampu mempertahankan batok
kepala kita ujar orang berbaju biru itu sedikit panik.
Kembali orang berbaju putih mendongakkan kepala sambil
menghela napas panjang, katanya, "Dunia begitu luas,
sementara Coh Siang-giok juga bukan manusia sembarangan,
kemana kita harus melacak dan membekuknya kembali? Aaai,
aku rasa hanya ada satu jalan yang bisa kita tempuh
sekarang
"Apa usulmu?" berbinar sepasang mata lelaki berbaju biru
itu.
"Kita cari Cukat-sianseng, dia adalah manusia paling cerdas
di kolong langit, dia sahabat karib Kaisar, dewa dari para
sastrawan dan sahabat para Hiapto, asal beliau bersedia
membantu, paling tidak memberi petunjuk kepada kita
berdua, mungkin usaha kita untuk menangkap kembali Coh
Siang-giok masih ada sedikit harapan."
"Betul!" seru lelaki berbaju biru itu tersentak kaget, "kita
minta bantuan Cukat-sianseng! Aaai, kenapa tidak teringat
sedari tadi?"
"Kita tak bisa menunda terlalu lama lagi, ayo sekarang juga
kita berangkat!"
"Pelayan, siapkan dua ekor kuda! Ciu Hok, cepat pergi ke
pesanggrahan Siang-bi-khek, bawa kemari enam belas lembar
lukisan kuno dari Mongol itu, cepat!"
Di jalan raya kota Ciang-ciu kembali muncul dua tiga puluh
ekor kuda yang dilarikan kencang, semua penunggang kuda
itu mengenakan mantel tebal, hampir semuanya berdandan
perwira opas.
Seluruh penduduk kota Ciang-ciu segera tahu, di kota pasti
sudah terjadi peristiwa besar, sebab dua orang yangi paling

261
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

depan, yang memakai baju putih adalah panglima wilayah,


pangkatnya sangat tinggi, orang persilatan menyebutnya si
tombak sakti Si Ceng-tang Si-ciangkun (panglima Si).
Sedang lelaki berbaju biru yang berada di sampingnya
adalah Toa-ciangkun, penjaga kota Ciang-ciu yang disebut
orang sebagai Sam-jiu-sin-wan (si monyet sakti bertangan
tiga) Ciu Leng-liong, Ciu-ciangkun.
Dua orang yang menempel ketat di belakangnya, yang
lelaki kekar berbaju emas adalah si Tangan pemisah emas
Thian Toa-ciok, sedang yang masih muda, tampan dan
memakai baju ringkas berwarna hijau adalah si Walet terbang
Liu Ing-peng, ahli ilmu meringankan tubuh.
Kalau sampai beberapa orang tokoh penting itu berlarian
kencang di jalan raya kota Ciang-ciu, apalagi di tengah hujan
salju yang begitu deras, jelas perisiwa yang telah terjadi
bukan perisiwa sembarangan.
oooOOOooo

Dalam sebuah bangunan pesanggrahan yang berwarna


putih dan nampak bersih, di atas sebuah meja terbuat dari
batu kemala putih, di bawah cahaya lilin yang redup, berjajar
enam belas gulung lukisan kuno.
Di ujung meja itu berdiri seorang kakek dengan senyum
kulum, dia sedang menikmati lukisan itu sembari mengelus
jenggotnya, begitu terbuai orang itu menikmati lukisan yang
terpampang di hadapannya hingga lupa diri.
Kakek itu mengenakan jubah panjang berwarna putih
dengan garis hitam di sisi pinggangnya, dia tak lain adalah
Cukat-aianseng, manusia paling cerdas di kolong langit!
Sepanjang hidupnya, Cukat-sianseng paling suka main
khim, catur, membuat syair, membaca buku dan menikmati
lukisan, hampir semua orang persilatan tahu akan hal ini, tak
heran kalau sekarang ada enam belas gulung lukisan kuno
terpapar di hadapannya.
Cukat-sianseng masih tersenyum, di sisinya berdiri seorang
pemuda berusia tiga puluh tahun, dia pun sedang tersenyum.

262
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pemuda itu tak lain adalah si Tangan besi, salah satu


anggota empat opas yang termashur, empat opas adalah
jago-jago pilihan hasil didikan langsung Cukat-sianseng.
Dari keempat orang itu, usia si Darah dingin paling muda,
disusul si Tanpa perasaan, Si tangan besi berusia agak tuaan
dibanding si Darah dingin, tapi orang yang paling tua usianya
adalah si Pengejar nyawa.
Selama tiga puluh tahun lamanya mendidik opas-opas
kenamaan itu, Cukat-sianseng hanya melatih enam orang
saja, keenam orang itu pernah menggetarkan sungai telaga,
hanya sayang dua di antaranya tewas di usia muda.
Dari sisa yang empat orang, Put-cing si Tanpa perasaan
mahir dalam akal muslihat serta senjata rahasia, si Darah
dingin sabar dan teguh imannya, dia ditandai ilmu pedang
yang ganas dan cepat, si Tangan besi memiliki sepasang tinju
yang tiada tandingan ditambah tenaga dalam yang sempurna,
sementara si Pengejar nyawa hebat dalam ilmu meringankan
tubuh serta tendangan berantainya yang tiada duanya.
Di dalam kisah cerita kali ini, jagoan yang akan kita
tampilkan adalah si Tangan besi, kisah pengalamannya
menghadapi jago-jago tangguh dari dunia persilatan.
"Ini lukisan kenamaan terdengar Cukat-sianseng memuji
sambil tersenyum.
"Betul!" sambung si Tangan besi sambil tertawa, "gaya
lukisan itu kuat tapi luwes, jelas tak mungkin dilukis orang
zaman sekarang. Lukisan itu jelas lukisan kuno."
"Dan orangnya juga orang tersohor," Si Ceng-tang
menimpali sambil tertawa.
"Oya?"
"Kalau bukan orang tersohor, mana mungkin bisa
menikmati lukisan kuno?"
"Bila Sianseng suka," sambung Ciu Leng-liong pula, "ku-
hadiahkan lukisan itu untuk Sianseng."
Cukat-sianseng termenung sejenak, tiba-tiba ujarnya sambil
tertawa, "Silakan minum teh!"

263
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Si Tombak sakti Si Ceng-tang dan si monyet sakti


bertangan tiga Ciu Leng-liong sudah sering terjun ke medan
pertempuran, berbagai macam pertempuran berdarah pernah
mereka alami, namun belum pernah merasa sekikuk saat ini,
Ciu Leng-liong tidak mengira niatnya menghadiahkan lukisan
antik, hanya ditanggapi hambar oleh Cukat-sianseng.
Sementara dia masih termangu, si Tangan besi telah
berkata pula sambil tertawa, "Ciangkun berdua, silakan minum
teh"
Segera dua orang itu mengangkat cawannya dan meneguk
satu tegukan sebagai sopan santun, siapa tahu begitu air teh
masuk mulut, terasa harum semerbak menyegarkan badan,
tak tahan mereka teguk habis isi cawannya, kemudian saling
bertukar pandang sekejap.
Sambil tersenyum Si Ceng-tang berkata lagi, "Ternyata
Sian-seng adalah seorang ahli dalam masalah teh, sepanjang
hidup aku orang she Si minum teh, belum pernah mencicipi air
teh seharum ini."
Cukat-sianseng tertawa hambar. "Daun teh yang
kugunakan adalah daun teh Siang-hui dari Tio-ciu, anglo yang
kugunakan untuk masak air teh ini adalah anglo Ang-ni-siau-
hwe-Io dari Swan-ciu, sementara air yang dipakai untuk
memasak teh adalah air Ang-san-sin-bok dari Tong-ciu yang
merupakan mata air nomor satu di kolong langit, itulah
sebabnya air teh ini selain harum dan enak, juga amat tinggi
nilai seninya."
"Aaah, rupanya begitu."
"Silakan duduk," kembali Cukat-sianseng berkata, setelah
duduk ujarnya lebih jauh sambil tersenyum, "Bila dilihat
kedatangan Ciangkun berdua yang menerobos hujan salju,
bahkan bertandang sambil membawa lukisan antik, bisa
kuduga tentu ada masalah serius yang ingin kalian sampaikan,
padahal kalian tak perlu repot-repot membawa sesuatu, demi
negara, Lohu bersedia membantu."
Si tombak sakti Si Ceng-tang saling bertukar pandang
sekejap dengan si Monyet sakti tiga tangan Ciu Leng-liong,

264
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

merah jengah wajah mereka, kedua orang itu tidak


menyangka Cukat-sianseng dapat menebak maksud
kedatangannya.
Dengan rasa menyesal si Tombak sakti Si Ceng-tang
menjawab, "Ketajaman mata Sianseng memang
mengagumkan, ya benar, kedatangan kami memang ada
urusan penting mohon bantuan Sianseng."
"Tak perlu sungkan, kalau dilihat dari kehadiran Ciangkun
berdua, urusan itu pasti amat serius."
Si Ceng-tang menghela napas panjang, "Ya, si Golok maut
pedang langit, dua bersaudara keluarga Si telah kabur dari
penjara."
"Apakah orang yang Ciangkun maksud adalah dua manusia
bengis dari Leng-lam, Si Ceng-jiong dan Si Ceng-hong?" tanya
si Tangan besi agak terkesiap.
"Benar."
"Ehmm!" Cukat-sianseng manggut-manggut sambil
mengelus jenggotnya, "dua bersaudara keluarga Si memang
sudah banyak melakukan kejahatan, ketika ditangkap si Darah
dingin dan Pengejar nyawa tempo hari pun, mereka butuh
banyak waktu dan tenaga, aaai ...! Baru saja semua orang
bersyukur karena mereka berhasil dibekuk, tak disangka
mereka berhasil kabur."
Si Ceng-tang menghela napas sedih, "Semua ini gara-gara
kekhilafan Cayhe berdua sehingga kerja keras Sianseng dan
anak murid Sianseng jadi sia-sia, hai... Cayhe tidak tahu harus
mulai bicara darimana... persoalannya, selain kedua manusia
bengis itu, orang yang berhasil kabur dari penjara kali ini
masih ada seorang gembong iblis lagi yaitu Coh Siang-giok."
Sebetulnya Cukat-sianseng sedang termenung sambil
memutar otak, tapi begitu mendengar nama "Coh Siang-giok"
disinggung, ia segera mengangkat wajahnya, sorot mata
setajam sembilu mencorong dari balik matanya, begitu
tajamnya hingga Si Ceng-tang maupun Ciu Leng-liong
terkesiap.

265
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Yang kau maksud si Raja pemusnah Coh Siang-giok?"


tegas Cukat-sianseng.
"Benar!"
"Aaai Cukat-sianseng menghela napas panjang, "kalau
sampai gembong iblis inipun kabur dari penjara, dunia
persilatan tak bakal aman lagi!"
"Aku pun pernah mendengar tentang hal ini," kata Ciu
Leng-liong pula, "konon Coh Siang-giok dengan ilmu pukulan
Leng-pok-han-kong, Ci-yan-liat-hwe-kang (ilmu pukulan
cahaya dingin inti es, bara api sumber magma) pernah
menjagoi dunia persilatan, bahkan dia cerdas dan banyak akal,
banyak kejahatan telah dia lakukan, tapi... tapi...
Dia kesulitan untuk melanjutkan kata-katanya, maka sambil
berhenti bicara, diawasinya wajah Cukat-sianseng lekat-lekat.
Cukat-sianseng kembali tertawa, "Perkataan Ciu-ciangkun
memang benar, Coh Siang-giok tak lebih hanya seorang
manusia durjana dalam dunia persilatan, tidak seharusnya
ditakuti. Masalahnya dia adalah buronan kerajaan, pernah tiga
kali berusaha membunuh Sri Baginda, bahkan punya ambisi
merajai seluruh kolong langit, malah konon dia pernah
menghubungi para jago Liok-lim dari tujuh puluh dua cabang
atas, ditambah para Tocu dari dua puluh enam cabang air di
selat Sam-shia sungai Tiangkang untuk melakukan
pemberontakan dan berencana menyerbu ibukota ... jangan
dilihat usianya sudah lanjut, namun wajahnya tetap mulus
bagai pualam, berada dalam keadaan sejelek dan seburuk
apapun, dia selalu tampil necis, anggun dan penuh wibawa,
bahkan punya bakat jadi seorang pemimpin, itulah sebabnya
Baginda telah menurunkan titah untuk mengundangnya
bergabung, maksudnya agar bisa memanfaatkan bakat dan
kepandaiannya, tapi kini dia sudah kabur, aku yakin dia tak
akan berpangku tangan, dia pasti akan berusaha mengacau
dan membuat kekalutan di masyarakat... aaai, jika sampai dia
menghimpun kekuatan lagi
Si Ceng-tang ikut menghela napas panjang. "Benar, ketika
si Raja pemusnah Coh Siang-giok melakukan pemberontakan,

266
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

beruntung Cukat-sianseng berhasil membujuk dua puluh tujuh


cabang air agar meninggalkan pasukan pemberontak dengan
mendukung para jago persilatan melakukan penumpasan.
Ketika gagal dengan usaha pemberontakannya, Coh Siang-
giok tiga kali berupaya membunuh Baginda Raja, pertama kali
berhasil digagalkan para pengawal istana sehingga dia
terpaksa kabur dari kepungan ribuan orang pasukan, kedua
kalinya dia berhasil mendekati Baginda, tapi untung berhasil
dicegah para jago tangguh yang melindungi Baginda Raja,
ketika mencoba untuk ketiga kalinya, beruntung Cukat-
sianseng berada dalam istana terlarang sehingga akhirnya Coh
Siang-giok malah berhasil ditangkap."
"Waah, kalau begitu... berubah hebat paras muka Ciu
Leng-liong, "bila Baginda mengetahui kejadian ini... bukankah
bukankah dosa kami teramat besar... bukankah bukankah
batok kepala kami bakal... bakal pindah tempat?"
"Peristiwa ini sangat serius," ujar Cukat-sianseng dengan
wajah bersungguh-sungguh, "sudah pasti Lohu tak akan mem
biarkan manusia macam Coh Siang-giok hidup bebas di dunia
Ciangkun berdua, coba ceritakan secara ringkas apa
yangSelah terjadi, biar kususun rencana untuk melacak dan
membekuk kembali buronan kelas kakap itu."
"Terima kasih Sianseng atas bantuanmu," seru Si Ceng-
tang kegirangan.
"Tak perlu sungkan."
"Ceritanya begini, bulan ini tanggung jawab keselamatan
penjara besar Besi berdarah di kota Ciang-ciu jatuh ke pundak
Cayhe bersama saudara Ciu, selain itu masih ada lagi empat
perwira penanggung jawab yang lain, mereka adalah si Peluru
besi Seng It-piau, si Golok panjang Sim In-san, si Walet
terbang Liu Ing-peng serta si Tangan pemisah emas Thian
Toa-ciok
Cukat-sianseng manggut-manggut, ujarnya, "Penjara Besi
berdarah memang penjara yang kokoh dan penting, demi
keamanan dan keselamatan para narapidana, penjara itu

267
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

memang sepantasnya dijaga Ciangkun berdua ditambah para


Ciangkun lainnya."
"Betul," Si Ceng-tang menghela napas, "seharusnya
kekuatan kami cukup tangguh dan kokoh. Tapi fajar tadi, di
tengah hujan salju yang deras, Sim In-san telah muncul
dengan membawa delapan begundalnya yang menyamar
sebagai perwira jaga, selain membunuh Seng It-piau yang
sedang bertugas di penjara nomor dua, mereka pun sempat
melukai banyak sipir penjara, kemudian setelah merampas
kunci sel, mereka menyelamatkan Coh Siang-giok serta dua
bersaudara keluarga Si."
"Apakah biasanya Sim In-san berada di bawah perintah
Ciangkun?" tanya Cukat-sianseng setelah termenung sejenak.
"Benar!" Si Ceng-tang mengangguk, "dia memang terhitung
orang paling menonjol dalam deretan anak buahku, semula
bekerja untuk Coh-ciangkun, tapi kemudian dialih tugaskan ke
Ciang-ciu dan ditaruh di bawah perintahku."
"Bagaimana dengan sepak terjangnya pada hari-hari
biasa?"
"Ilmu goloknya cepat, dahsyat dan telengas, orangnya
cekatan dan pandai menyesuaikan diri, tapi lebih cenderung
licik dan banyak akal, dia pernah tiga kali membuat jasa besar,
namun selama jadi anak buahku, dia pernah dua kali
melakukan pelanggaran kecil, namun aku tidak menjatuhkan
hukuman kepadanya, pertama karena dia memang tidak
melakukan pelanggaran besar, kedua karena aku memang
butuh anak buah macam dia."
Si Tombak sakti Si Ceng-tang sebagai seorang panglima
besar ternyata sangat memahami seluk-beluk dan sepak-
terjang anak buahnya, bahkan bisa hapal di luar kepala, ini
menunjukkan dia memang punya kemampuan lebih.
Walaupun dia tahu dengan jelas kelicikan serta kelicinan
Sim In-san, namun terpaksa tetap memakainya, dalam hal ini
Cukat-sianseng dapat memahaminya, karena sebagai seorang
pimpinan, dia memang sangat membutuhkan anak buah
semacam ini.

268
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Dia melakukan pelanggaran apa?" tanya Cukat-sianseng


kemudian.
"Pertama kali dia mencuri gaji pegawai dan ketahuan, maka
kuganjar dia dengan enam kali cambukan ditambah kerja
paksa selama tiga hari. Kedua kalinya dia berniat memperkosa
perempuan baik-baik dan kembali ketahuan, aku langsung
menempelengnya dua kali ditambah gebukan tongkat
sebanyak dua belas kali."
"Tunggu sebentar!" tiba-tiba Cukat-sianseng menukas,
"ketika dia melakukan pelanggaran kedua kalinya, apakah
Ciangkun sendiri yang memergoki ulahnya itu?"
Si Ceng-tang segera berpaling ke arah Ciu Leng-liong,
segera Ciu Leng-liong menjelaskan, "Waktu itu Cayhe yang
mengajak mereka pergi ke Si-ciu, saudara Si tidak ikut dalam
rombongan, setelah kembali, baru Cayhe laporkan kejadian ini
kepada saudara Si, waktu itu orang yang kebetulan
memergoki perbuatan busuknya adalah si Peluru besi Seng It-
piau."
"Ooh?"
"Itulah sebabnya Cayhe berpendapat ulah Sim In-saif
membebaskan narapidana kali ini, bukan hanya lantaran dia
punya hubungan yang akrab dengan para narapidana itu,
kemungkinan besar ada juga unsur balas dendam pribadi,
buktinya hanya Seng It-piau seorang yang dibunuhnya," Si
Ceng-tang menambahkan.
"Kau bilang hanya Seng It-piau seorang yang dibunuh?"
mendadak Cukat-sianseng mengangkat wajahnya.
"Sewaktu mereka bersembilan menyerbu masuk ke dalam
penjara, mereka melewati penjara nomor satu dan langsung
masuk ke penjara nomor dua, kebetulan waktu itu opas Thian
berada di situ, karena tidak menyangka, jalan darahnya
ditotok Sim In-san, kemudian mereka menyerbu ke penjara
ketiga, membebaskan Coh Siang-giok dan membantai Seng It-
piau."
"Itu berarti untuk menuju penjara besar Besi berdarah
harus melalui penjara nomor satu dulu, kemudian baru tiba di

269
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

penjara nomor dua, melewati penjara nomor dua baru bisa


tiba di penjara nomor tiga, penjara nomor empat
"Benar!"
"Lalu bagaimana dengan opas Thian yang ditotok jalan
darahnya?" kembali Cukat-sianseng bertanya.
"Dia hanya ditotok jalan darah lemas dan gagunya, karena
itu dia hanya bisa menyaksikan Sim In-san membebaskan
narapidana dan kabur dari penjara."
"Kalau begitu dua bersaudara keluarga Si dikurung dalam
penjara nomor dua dan dijaga opas Seng?" kata Cukat-
sianseng, setelah berhenti sejenak, kembali tanyanya,
"Bagaimana watak dan sepak terjang Seng It-piau di hari
biasa?"
"Seng It-piau adalah seorang lelaki sejati, sepasang peluru
besinya nyaris tak pernah meleset, dia bernyali, ilmu silatnya
hebat, aku sangat mengaguminya," kata Ciu Leng-liong cepat.
'Betul, Seng It-piau memang seorang Hohan sejati," Si
Ceng-tang menambahkan, "aku pun amat mengaguminya,
satu-satunya hal yang paling jelek darinya adalah kelewat
gegabah dan kasar, dari beberapa orang anak buahku, dia
hanya akrab dengan Thian Toa-ciok, sementara dengan yang
lain boleh dibilang pernah geger atau salah paham, jadi
mustahil ada hubungan akrab dengan orang lain. Sungguh tak
disangka gara-gara kecerobohannya, dia harus tewas di
tangan Sim In-san, aaai
"Thian Toa-ciok ada dimana sekarang?"
"Sejak terjadinya peristiwa besar itu, setiap orang yang
tersangkut dalam kejadian itu telah kuajak kemari, apakah
Sian-seng ingin bertemu dengannya?"
"Ya, aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan
kepadanya," sahut Cukat-sianseng dengan nada berat.
"Baik, segera perintahkan opas Thian masuk."
Selang sejenak, seorang lelaki kekar berbaju emas masuk
dengan langkah lebar, mula-mula dia memberi hormat pada Si
Ceng-tang dan Ciu Leng-liong, kemudian baru menjura kepada
Cukat-sianseng.

270
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ooh, ternyata memang seorang Hohan," puji Cukat-


sianseng sambil tersenyum, "Thian-yongsu, silakan duduk."
"Terima kasih," dia segera menarik sebuah bangku dan
duduk.
Dengan senyum di kulum Cukat-sianseng bertanya, "Ketika
terjadi peristiwa itu, apa benar kau sedang berada di penjara
nomor dua?"
"Benar!"
"Bisa kau ceritakan secara ringkas kejadian hari itu?"
"Baik. Fajar itu ketika aku baru mendusin di penjara nomor
dua, dan karena tak ada pekerjaan, aku bersiap-siap berlatih
silat, tiba-tiba telur busuk itu berjalan masuk dengan diiringi
delapan telur busuk lainnya, maknya ... aku tidak menyangka
telur busuk itu ternyata manusia macam itu, ketika aku
bertanya kepadanya apa punya arak, tiba-tiba dia menotok
jalan darah lemasku di saat aku tak bersiap
"Yang kau sebut si telur busuk apakah Sim In-san?" tukas
Cukat-sianseng.
Tampaknya semakin dibayangkan, Thian Toa-ciok semakin
mendongkol, teriaknya keras, "Kalau dia bukan telur busuk,
siapa lagi yang telur busuk? Dia memang cucu kura-kura
busuk!"
Tiba-tiba Si Ceng-tang menghardik, "Lo-thian, begitukah
caramu bicara dengan Cukat-cianpwe ...?" lalu sambil menjura
ke arah Cukat-sianseng, tambahnya, "Toa-ciok hanya seorang
tukang pukul kasar, tak tahu aturan dan tata krama, mohon
Sian-seng sudi memaafkan."
"Tidak masalah," sahut Cukat-sianseng sambil tertawa,
"Lohu memang suka dengan lelaki berdarah panas macam dia,
lanjutkan!"
Sesudah menghembuskan napas panjang Thian Toa-ciok
melanjutkan, "Karena jalan darah lemasku tertotok, aku tak
mampu bergerak, sewaktu beberapa orang saudaraku
mendekat, delapan manusia cacad itu segera turun tangan
dengan telengas, dalam sekejap mereka telah menghabisi
nyawa mereka. Kemudian telur busuk itu mengambil anak

271
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kunci dari sakuku dan membebaskan dua bersaudara Si. Aku


mulai tidak tahan dan mencaci-maki dirinya habis-habisan,
ternyata delapan manusia cacad itu ingin menghabisi
nyawaku. Hmmm, rupanya telur busuk itu masih punya sedikit
perasaan, dia segera mencegah ulah mereka. Lalu dia
bersama dua bersaudara Si menerjang masuk ke penjara
nomor tiga, waktu itu hampir meledak dadaku saking
mendongkolnya
"Tunggu sebentar, tunggu sebentar," kembali Cukat-
sianseng menukas, "jadi Sim In-san mencegah mereka
membunuhmu?"
"Benar, meski aku benci bangsat busuk itu, namun aku
tidak akan melupakan budi kebaikannya."
"Di hari biasa, apakah hubunganmu dengan Sim In-san
cukup baik?" kembali Cukat-sianseng bertanya.
"Kita semua bekerja dalam penjara yang sama, mangkuk
nasi tak berbeda, sebenarnya hubungan kami sangat baik,"
kata Thian Toa-ciok gusar, "siapa suruh telur busuk itu agak
kelewatan, tiga bulan berselang tiba-tiba dia mengajak aku
berkelahi, semenjak kejadian itu kami pun tidak saling
menyapa."
"Ooh, jadi kalian pernah berkelahi?"
"Benar," sahut Ciu Leng-liong, "waktu itu Sim In-san
sedang menganiaya seorang sipir penjara, menendang
mangkuk nasinya hingga tumpah, waktu itu Lo-thian serta
Seng It-piau hadir di sana, mereka pun memaksa Sim In-san
untuk menjilat nasi yang ditumpahkan itu, tentu saja Sim In-
san menolak, maka pertarungan dua lawan satu pun terjadi,
kemudian Siau-liu datang melapor kepadaku, maka aku pun
menyusul ke penjara untuk melerai pertarungan itu
"Kenapa aku tak tahu ada kejadian semacam ini dalam
penjara?" seru Si Ceng-tang tiba-tiba sambil mendelik ke arah
Ciu Leng-liong, "kenapa kejadian ini tidak kau laporkan
kepadaku?"
"Oooh untuk sesaat Ciu Leng-liong tak sanggup menjawab.

272
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Untung Cukat-sianseng telah berseru kembali, "Bagaimana


selanjutnya?"
"Selang berapa saat kemudian, aku pun melihat telur busuk
itu muncul lagi dengan membawa serta bangsat she Coh itu,
mereka langsung kabur dari penjara. Lebih kurang setengah
pe-minuman teh kemudian Siau-liu muncul membebaskan aku
dari pengaruh totokan dan masuk ke penjara nomor tiga,
sedang aku sendiri setelah sedikit melancarkan peredaran
darah, segera menyusulnya."
"Selama jalan darahmu tertotok, apakah kau sempat
mendengar sesuatu suara aneh dan mencurigakan?" kembali
Cukat-sianseng bertanya.
"Ada!" Thian Toa-ciok mengangguk, "awalnya terdengar
ada suara orang terjatuh, kemudian suara para sipir mencabut
golok, menyusul kemudian suara jerit kesakitan, dan paling
akhir terdengar lagi sekali jerit kesakitan, rasanya jerit
kesakitan Lo-seng."
"Kapan terjadinya jeritan terakhir itu?" desak Cukat-
sianseng lebih jauh.
Thian Toa-ciok berpikir sejenak, kemudian sahutnya sambil
menggeleng, "Kurang begitu jelas, karena waktu itu aku
sedang mencaci-maki, tidak terdengar terlalu jelas."
"Siau-liu yang kau maksud apakah si Walet terbang yang
sangat mahir ilmu meringankan tubuh?"
Sebelum Thian Toa-ciok menjawab, Si Ceng-tang sudah
menyahut duluan, "Benar, memang dia orangnya, dari
beberapa orang itu, usianya yang paling muda, tapi
pergaulannya yang paling luas, apakah Cukat-sianseng ingin
bersua dengannya?"
"Untuk memperjelas duduknya perkara, Lohu memang
harus bersua dengan dia."
Liu Ing-peng mempunyai perawakan badan yang langsing
dan enteng, meskipun sangat muda namun wajahnya
menunjukkan keteguhan hati, ulet dan pemberani, dia
memakai baju berwarna hijau dan berdiri beberapa depa di
hadapan Cukat-sianseng.

273
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan sepasang mata yang sipit, Cukat-sianseng


mengamati sekejap dirinya dari atas hingga bawah, lalu
sapanya sambil tertawa, "Jadi kaulah si burung walet terbang?
Hahaha ... bagus, bagus sekali."
Liu Ing-peng segera menjura kepada Cukat-sianseng dan si
Tangan besi sambil berkata, "Salam hormat pada Cukat-
sianseng dan saudara Tangan besi."
Setelah pemuda itu mengambil tempat duduk, Ciu Leng-
liong segera berseru, "Opas Liu, coba kau ceritakan lagi semua
peristiwa yang terjadi dalam penjara besar hari itu"
"Baik, waktu terjadi peristiwa itu, aku berada di penjara
nomor satu, tapi lantaran perutku kurang sehat maka ketika
kejadian aku berada dalam kakus, ketika keluar, kulihat ada
tujuh delapan orang saudara yang tertotok jalan darahnya,
kulihat narapidana di dalam penjara juga telah terlepas, aku
lantas menduga sudah terjadi kekalutan di penjara satu dan
tiga, maka aku pun menyusul ke sana untuk memberi
bantuan, aku lihat Thian-jiko sudah tergeletak di tanah, maka
aku pun membantunya membebaskan diri dari totokan, begitu
bebas, dia langsung berteriak sambil menerjang keluar. Aku
kuatir di penjara nomor tiga terjadi apa-apa, maka aku pun
menyusul ke situ, kujumpai Seng-toako sudah terkapar, maka
aku pun segera ikut menyusul keluar untuk mengejar musuh.
Hingga detik itu aku belum tahu kalau orang yang melakukan
pembunuhan adalah Sim-samko, bahkan tidak tahu
narapidana yang terlepas adalah Coh Siang-giok!"
"Jadi ketika kau tiba di penjara nomor tiga, opas Seng
sudah tewas?"
Liu Ing-peng termenung sambil berpikir sejenak, lalu
sahutnya, "Waktu itu dia sudah terkapar, seluruh lantai
dipenuhi darah, aku pikir sulit baginya untuk tetap hidup
dalam keadaan begitu."
"Apa yang menyebabkan kematiannya?" mendadak si
Tangan besi menyela.
"Waktu itu aku terburu-buru ingin mengejar musuh,
sehingga tak sempat memeriksa dengan jelas."

274
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Seng It-piau tertotok jalan darahnya, lalu baru ditusuk


dadanya dengan sebilah golok," Ciu Leng-liong mene-rangkan.
"Kalau begitu Sim In-san memang benar-benar punya
dendam yang sangat mendalam terhadap opas Seng, buktinya
sehabis menotok jalan darahnya, dia baru puas setelah
mencabut nyawanya," ujar si Tangan besi setelah termenung
sejenak.
Si Ceng-tang berpaling ke arah Cukat-sianseng, lalu ujarnya
pula, "Konon delapan orang pembantu yang diajak Sim Insan
menyerbu penjara adalah Thian-jan-pat-hui (si delapan
manusia cacad), delapan orang itu sudah terbiasa melakukan
kejahatan, mereka kejam dan telengas, susah dihadapi,
apalagi masih ada sepasang manusia bengis dari Leng-lam!
Terus terang saj.i Layhe katakan, kedatangan kami kali ini
adalah mohon petunjuk dari Sianseng."
Cukat-sianseng menengadah sambil termenung, lama sekali
baru berkata, "Petunjuk sih tidak berani, tapi bila delapan
manusia cacad juga terlibat dalam peristiwa ini, bisa jadi
urusan ada sangkut-pautnya dengan kawanan pemberontak
dari Ci-Iian-hong
"Tepat sekali dugaan Sianseng," puji Si Ceng-tang sambil
bertepuk tangan, "menurut laporan yang masuk, ditemukan
ada rombongan dua belas orang sedang bergerak menuju ke
Ho-lam, tepatnya menuju ke Ci-lian-hong."
"Waah, kalau begitu bisa runyam keadaannya, bila mereka
bersama Coh Siang-giok dan Sim In-san bekerja sama dengan
kawanan penjahat dari Ci Lian-hong kemudian menuju ke kota
Si-ciu, Say-keng dan Yang-ciu, dari situ mereka pun
berkomplot dengan para berandal setempat, maka bisa
dibayangkan kekacauan pasti akan semakin parah."
Si Ceng-tang saling bertukar pandang dengan Ciu Leng-
liong, diam-diam mereka terkesiap. Bila terlepasnya Coh
Siang-giok kali ini hendak menghimpun kekuatan untuk
melakukan pemberontakan, maka mereka berdua pasti akan
dijatuhi hukuman berat lantaran menjadi penyebab
terlepaskan pemimpin pemberontakan itu, bukan saja batok

275
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kepala bakal berpindah rumah, mungkin seluruh keluarga


besar mereka pun tak akan luput dari hukuman.
Dalam gugup dan paniknya, segera Si Ceng-tang menjura
kepada Cukat-sianseng sambil serunya, "Sianseng, mohon
memberi petunjuk jalan kehidupan bagi kami."
"Dari sekian banyak orang yang kau kirim, apakah pernah
terjadi pertarungan dengan mereka?" tanya Cukat-sianseng
kemudian.
"Kepandaian silat yang dimiliki Coh Siang-giok sangat
hebat, gerakan tubuh mereka pun amat cepat, dari sekian
banyak orang yang melakukan pengejaran, kalau bukan gagal
menyusul mereka, kebanyakan memang sudah mati terbantai
di tangan mereka."
Cukat-sianseng berbangkit, dengan kening berkerut dan
menggendong tangan, dia berjalan mondar-mandir di dalam
ruangan, sesaat kemudian baru ia berkata, "Si-ciangkun, Ciu-
huciangkun, sekarang keadaan bertambah gawat, seandainya
Coh Siang-giok sudah meninggalkan Ciang-ciu untuk
melakukan kontak dengan para pemberontak di berbagai
daerah, maka pasukan yang digerakkan Ciang-kun berdua
belum tentu dapat membendung kekuatan mereka. Satu-
satunya jalan yang bisa dilakukan adalah selama dia masih
ada di kota Ciang-ciu dan belum sempat menghimpun
kekuatan yang lain ... lebih baik lagi jika mereka belum
sempat berhubungan dengan benteng Lian-in-ci bukit Ci-lian-
hong, berusahalah untuk membekuk mereka dan membasmi
sampai akar-akarnya. Sekarang kalian berdua harus
membentuk satu pasukan pilihan untuk bergerak lebih dulu,
masalah ini tak boleh tertunda lagi, harap segera kalian
laksanakan ... oya, lukisan itu sudah kunikmati, jadi silakan
dibawa pulang."
Si Ceng-tang dan Ciu Leng-liong masih berusaha untuk
meninggalkan lukisan itu, namun melihat sikap Cukat-sianseng
yang tegas, mereka tak berani banyak bicara lagi.
Terpaksa ujarnya, "Terima kasih atas petunjuk Sianseng."
Kemudian setelah tertawa rikuh, lanjutnya, "Sianseng, aku dan

276
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

saudara Ciu memang sudah terbiasa hidup di medan


pertempuran, tentu saja kami pun tak takut menghadapi siapa
pun, tapi Coh Siang-giok ditambah dua manusia bengis dari
Leng-lam dan delapan manusia cacad merupakan jago-jago
yang sulit dihadapi, sedang dari empat orang opas kami sudah
ada dua yang lenyap, kini yang tersisa tinggal opas Thian dan
opas Liu, oleh karena itu kami mohon Sianseng mau
meringankan bahu untuk memberikan bantuan."
Cukat-sianseng menghela napas panjang, sahutnya,
"Sebetulnya aku pun ingin membantumu untuk membekuk
kawanan pemberontak itu, tapi dengan lolosnya Coh Siang-
giok, aku rasa lebih tepat bila aku segera berangkat ke ibukota
untuk melindungi keselamatan Baginda; Jadi seandainya
kalian gagal membekuk Coh Siang-giok, aku sudah berada di
sisi Baginda Raja dan melindungi keselamatan jiwanya. Aku
tahu, memang tidak mudah untuk membekuk Coh Siang-giok
... Tangan besi, coba kau ikut Ciangkun berdua, siapa tahu
tenagamu bisa banyak membantu
Ketika mendengar Cukat-sianseng menolak mendampingi
mereka mengejar si Raja pemusnah, sebetulnya Si Ceng-tang
dan Ciu Leng-liong merasa amat sedih, tapi setelah
mendengar Cukat-sianseng hendak berangkat ke ibukota
untuk melindungi Baginda, mereka segera sadar bahwa
tindakan itu jauh lebih tepat.
Mereka tahu, dengan terlepasnya Coh Siang-giok dari
penjara, bisa jadi dia akan berusaha melakukan percobaan
pembunuhan lagi terhadap Baginda Raja, seandainya hal ini
sampai terjadi, bukankah dosa mereka akan lebih parah lagi?
Bukankah sembilan keturunannya bakal terancam
dimusnahkan?
Maka dengan perasaan girang Si Ceng-tang segera menya
hut, "Di hadapan Baginda nanti, mohon Sianseng sudi
mengucapkan beberapa kata yang meringankan kesalahan
kami."
Lalu sambil menjura ke arah si Tangan besi terusnya,
"Saudara Tangan besi, kami mohon bantuan anda."

277
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Biarpun si Tangan besi masih sangat muda, wajahnya tidak


luar biasa, namun justru mendatangkan kehangatan dan
kecerahan bagi yang melihatnya, jauh berbeda dengan nama
besarnya yang bisa menggetarkan hati para jagoan golongan
Hek-to.
Terdengar pemuda itu menjawab, "Menangkap buronan
merupakan tugas kami, jadi semestinya tak perlu mohon
bantuan."
Lalu sambil berpaling ke arah Cukat-sianseng, tambahnya,
"Sianseng tak usah kuatir, aku pasti akan berhasil membekuk
Coh Siang-giok."
Cukat-sianseng menghela napas panjang.
"Aku sangat percaya dengan kemampuanmu, cuma ilmu
silat Coh Siang-giok sangat hebat, dia pintar dan banyak akal,
jadi dalam tindak-tandukmu mesti lebih berhati-hati dan
waspada."
"Baik."
Dengan kening berkerut, kembali Cukat-sianseng berkata,
"Bicara sesungguhnya, si Raja pemusnah ini meski kejam dan
telengas, dia sebetulnya termasuk seorang jago persilatan
yang sangat langka, sejak dijebloskan ke dalam penjara,
sudah berulang kali tanpa mempedulikan resiko, dia berusaha
melarikan diri dari penjara ... aaah, benar, kebetulan Pak-shia
Shiacu (pemilik benteng utara) Ciu Pek-ih bersama istrinya,
Sian-cu Lihiap (si Dewi sakti) Pek Huan-ji serta Lam-ce Cecu
(pemilik benteng selatan) Ngo Kong-tiong berada di sekitar
sini, biar kubuatkan sepucuk surat untuk meminta bantuan
mereka, apakah Ciangkun berdua setuju?"
"Aaah, itu sangat kebetulan," sahut Si Ceng-tang berdua
kegirangan.
Dalam dunia persilatan terdapat tiga kekuatan besar yakni
Hong-in-piaukiok, Tiang-siau-pang serta Si-kiam-san-ceng.
Karena ketua Tiang-siau-pang Chan Pek-sui tewas setelah
bertarung sengit melawan pemilik Si-kiam-san-ceng, maka
kekuatan yang tersisa di dunia persilatan tinggal Hong-in
piaukiok saja.

278
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketua Hong-in-piaukiok, Kiu-toa-kwan-to (sembilan golok


kwan-to) Liong Pang-siau adalah sahabat karib Cukat-
sianseng.
Sementara jagoan yang tergabung dalam kelompok Hong-
in-piaukiok pun sangat banyak, di antaranya yang paling
diandalkan adalah empat keluarga besar dunia persilatan.
Keempat keluarga besar dunia persilatan terdiri dari Tang-
po (benteng timur), Lam-ce (benteng selatan), Se-tin (kota
barat) dan Pak-shia (benteng utara). Mereka berempat
merupakan tokoh persilatan yang memiliki ilmu silat sangat
tinggi.
Di antara semua jago itu, Lam-ce Cecu Ngo Kong-tiong
berusia paling tua, setelah dia serahkan semua tugas dan
tanggung jawab benteng Lam-ce kepada keponakannya, In
Seng-hong. Dia sendiri berkelana ke Seantero jagad untuk
berpesiar sambil mencari sahabat.
Sementara Pak-shia Shiacu masih muda, baru berusia dua
puluh tahun, bersama calon istrinya si Dewi sakti Pek Huan-ji
mempunyai nama yang amat tersohor dalam dunia persilatan,
belakangan secara kebetulan mereka berkunjung ke kota
Ciang-ciu, kebetulan menjumpai peristiwa pembunuhan ini.
Berhubung Cecu tua benteng selatan Ngo Kong-tiong,
ketua Pak-shia yang baru Ciu Pek-ih dan Dewi sakti Pek Huan-
ji berilmu tinggi, dan lagi mereka amat mengagumi kehebatan
Cukat-sianseng, maka setelah diundang Cukat-sianseng, tentu
saja mereka segan untuk menampik.
Tak terlukiskan rasa gembira Si Ceng-tang dan Ciu Leng-
liong ketika melihat ada begitu banyak jagoan berilmu tinggi
yang menjadi pembantunya, tentu saja mereka pun sangat
berterima kasih atas bantuan Cukat-sianseng.
"Jika begitu, kita tak usah menunda terlalu lama," ujar
Cukat-sianseng kemudian, "sementara Ciangkun berdua
mempersiapkan pasukan, aku akan mengirim utusan untuk
mengundang Ngo-cecu dan Ciu-shiacu, menurut perkiraanku
setelah menerima kabar, mereka pasti segera berangkat ke

279
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

gedung panglima. Tangan besi, sekarang juga kau berangkat


bersama Si-ciangkun dan Ciu-ciangkun."
Si Tangan besi manggut-manggut, katanya, "Silakan
Ciangkun berdua mempersiapkan anak buah, Cayhe ingin
menggunakan kesempatan ini untuk berkunjung dulu ke
penjara besar Besi berdarah sambil melakukan penyelidikan
lagi atas terjadinya peristiwa ini."
"Baik, merepotkan saudara saja!" sahut Si Ceng-tang
kegirangan.
Berbeda dengan Ciu Leng-liong, melihat si Tangan besi
masih begitu muda dan tidak mempunyai sesuatu yang
menonjol, dia mengira bisanya pemuda itu tercantum sebagai
salah satu dari empat opas kenamaan tak lain karena
membonceng nama besar Cukat-sianseng. Maka ketika
mendengar pemuda itu hendak melakukan pelacakan lagi, dia
merasa sangat tidak berkenan, tegurnya, "Mau diselidiki apa
lagi? Toh sepasang manusia bengis dari Leng-lam serta Coh
Siang-giok telah kabur dari penjara, tapi jika saudara Tangan
besi mau melakukan penyelidikan lagi, ya ... silakan saja."
Maksud perkataan itu jelas sekali. Mau diperiksa lagi atau
tidak, toh tak bakalan mendatangkan banyak manfaat.
Cukat-sianseng bukan orang bodoh, tentu saja dia paham
apa yang dimaksud orang, maka ujarnya sambil tertawa,
"Muridku ini mempunyai cara berpandangan dan berpikir yang
berbeda dengan kebanyakan orang, harap kalian percaya
kepadaku, aku justru ingin sekali mendengar pandangan serta
pendapatnya."
Mendengar Cukat-sianseng begitu menyanjung kehebatan
si Tangan besi, tanpa terasa paras muka semua orang agak
berubah.
Si Tangan besi berdiri di depan penjara besar Besi
berdarah, angin dan salju masih turun sangat deras, empat
penjuru yang nampak hanya lapisan salju yang serba putih.
Lama sekali si Tangan besi mengawasi penjara besar itu,
banyak masalah menyelinap dalam benaknya. Bukan baru
pertama kali ini dia berkunjung kemari, banyak narapinada

280
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

penghuni penjara itu adalah hasil karyanya. Banyak di antara


mereka yang sejak masuk ke sana, selama hidup tak pernah
muncul lagi dalam keadaan hidup, terbayang semuanya itu,
tanpa terasa dia menghela napas panjang.
Karena dalam penjara besar Besi berdarah baru saja terjadi
peristiwa besar, penjagaan di sana dilakukan dengan sangat
ketat, untung saja para penjaga di situ hampir semuanya
kenal dengan si Tangan besi, semua tahu kalau dia adalah
pentolan para opas, raja dari para hamba negeri, tentu saja
tak seorang pun berani mencegah atau menghalanginya.
Tiba-tiba si Tangan besi menghampiri seorang penjaga,
kemudian tegurnya, "Lo-liu, sewaktu Sim In-san membawa
kabur para tahanan, apakah kau hadir waktu itu?"
Sudah berapa kali Lo-liu berhubungan dengan si Tangan
besi, dia cukup tahu kehebatan silatnya, maka segera
jawabnya, "Thi-loya, sewaktu kejadian aku memang sedang
mendapat giliran jaga, tentu saja aku tahu sangat jelas."
"Jika begitu coba kau ceritakan sekali lagi peristiwa hari
itu."
Secara singkat Lo-liu segera menceritakan bagaimana hari
itu dia menyaksikan Sim In-san dengan membawa delapan
manusia aneh memasuki penjara, lalu keluar bersama dua
manusia bengis dari Leng-lam serta Coh Siang-giok, kemudian
ia bercerita juga betapa cepatnya ilmu meringankan tubuh
opas Liu dan betapa kerennya opas Thian sewaktu melakukan
pengejaran.
"... Ilmu silat opas Liu betul-betul keren, begitu cepatnya
tahu-tahu sudah lewat di samping telingaku, ketika aku
berpaling, wouw, dia sudah berada jauh di sana ... tapi kungfu
opas Thian lebih keren lagi, cctt, cctt, cctt... setiap kali dia
melangkah, aaah! Lapisan salju segera hancur berantakan."
Untuk membuat si Tangan besi yakin dengan ceritanya, dia
menerangkan sambil melakukan gerakan tangan, kembali
tambahnya, "Waktu itu kami semua sempat berpikir, coba
kalau opas Thian tidak pergi menengok bininya dulu ... belum
tentu dia kalah cepat dari opas Liu."

281
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tampaknya kesan orang ini terhadap Thian Toa-ciok jauh


lebih baik ketimbang kesannya terhadap Liu Ing-peng.
Berbinar sepasang mata si Tangan besi setelah mendengar
cerita itu, desaknya, "Jadi opas Thian pergi menengok bininya
dulu? Darimana kau tahu?"
Timbul rasa curiga di hati kecilnya, sebab Thian Toa-ciok
belum pernah menyinggung persoalan ini kepadanya.
Lo-liu segera tertawa lebar, "Tentu saja aku tahu, karena
bini opas Thian adalah adik perempuanku ... hehehe ... dulu
sikap opas Thian terhadapku sih biasa-biasa saja, namun sejak
adikku bekerja di penjara dan ia tertarik kepadanya, bahkan
berkata mau meminang adikku, meski bilang mau dipinang
tapi sudah lewat dua tahun belum juga dipinang, namun dia
tetap menganggapku sebagai iparnya, sikapnya terhadapku
tentu saja sangat berbeda
Si Tangan besi tahu, orang ini pasti sering mendapat
kebaikan dari Thian Toa-ciok hingga kesannya terhadap orang
itu jadi baik sekali.
Tiba-tiba terdengar Lo-liu berseru, "Adikku, adikku, cepat
kemari, cepat berjumpa dengan Thi-tayjin."
Dari balik penjara muncul seorang wanita membawa bakul
berisi nasi, begitu melihat perempuan itu, hampir saja si
Tangan besi tertawa tergelak.
Mula-mula dia menaruh curiga, jangan-jangan bini opas
Thian adalah orang yang sengaja diselundupkan ke dalam
penjara untuk membantu dari dalam dan menghalangi Thian
Toa-ciok melakukan pengejaran, tapi dia segera tahu kalau
dugaan itu keliru besar.
Adik perempuan Lo-liu adalah seorang wanita yang kasar
kulitnya, besar suaranya dan besar pula sepasang matanya,
mungkin lantaran serba besar, Thian Toa-ciok jadi tertarik
dengan perempuan ini....
Tapi sepasang matanya memang sebesar gundu,
pinggangnya besar bagai gentong air, dari gerak-geriknya
yang lamban, jelas perempuan itu bukan orang yang mengerti
ilmu silat.

282
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sementara dia masih termenung, perempuan itu sudah


berjalan mendekat sambil menyapa dengan suara besar dan
parau, "Selamat pagi Thi-tayjin, aduh... mengerikan sekali,
beberapa hari yang lalu ada narapidana yang melarikan diri,
aaai, gara-gara kejadian ini, Toa-ciok harus berangkat perang
lagi bersama Ciangkun!"
Mendengar panggilan yang begitu mesra terhadap Thian
Toa-ciok, kembali si Tangan besi merasa geli. Mendadak ia
seperti teringat sesuatu, tanyanya kepada Lo-liu, "Tadi kau
bilang, baru saja mendengar jerit kesakitan dari opas, tahu-
tahu opas Sin telah muncul bersama para narapidana?"
"Benar."
"Selisih waktunya kau ingat dengan jelas? Tidak salah?
Coba dipikir lagi."
"Aku rasa tidak salah," jawab Lo-liu setelah berpikir
sejenak, "kalu tidak percaya, coba tanya mereka."
Para penjaga lain membenarkan perkataan itu, kembali Lo-
liu berkata sambil menghela napas panjang, "Padahal
hubungan opas Sim dengan opas Seng masih terhitung cukup
baik, cuma watak opas Seng memang kasar, berangasan dan
gampang naik darah, cekcok atau memukul memang sulit
terelakkan. Bukankah dahulu opas Seng pun pernah bertarung
mati-matian melawan opas Liu? Opas Sim juga pernah
bertarung melawan opas Thian, mereka bertempur dari dalam
penjara hingga ke tanah lapang sana, tapi di saat yang paling
kritis biasanya kedua belah pihak sama-sama menarik diri, tapi
aneh ... kenapa kali ini... kenapa kali ini opas Sim bertindak di
luar batas?"
"Ooh, jadi mereka sering berkelahi?" seru si Tangan besi.
Kembali Lo-liu menghela napas panjang. "Watak serta
tabiat beberapa orang opas itu memang kurang baik, malah
terkadang aku pun mendapat persen bogem mentah hingga
mesti berbaring hampir setengah bulanan, kebanyakan opas
Seng lah yang memberi hadiah bogem mentah itu, untung
sekarang...

283
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sebenarnya dia ingin berkata "untung sekarang opas Seng


sudah mampus", tapi setelah sadar kalau perkataan semacam
ini tidak pantas untuk diutarakan, dia pun segera berhenti
bicara.
Tentu saja si Tangan besi mengetahui hal ini, namun
beberapa pernyataan dari Liu tua justru menambah pusing,
beberapa tanda tanya besar terasa sulit terurai dalam waktu
singkat, walau begitu, paling tidak ia sudah berhasil
membuktikan sesuatu, pengakuan dari Thian Toa-ciok
maupun Liu Ing-peng paling tidak bukan pengakuan yang
jujur seratus persen, masih banyak masalah yang masih
mereka sembunyikan.
Maka dia pun tidak banyak bicara lagi, setelah minta Lo-liu
untuk membuka pintu gerbang penjara besar Besi berdarah,
seorang diri dia masuk ke dalam bangunan itu untuk
melakukan pemeriksaan.
ooOOOoo

9. Memisah emas menyembah Buddha.

Dari kota Ciang-ciu menuju ke Ci-lian-hong, orang harus


menempuh perjalanan sejauh "empat lima ratus li, suatu jarak
yang tak selesai ditempuh dalam tiga hari perjalanan, bukan
saja harus membawa uang,, ransum, kantung air dan kuda,
bahkan harus dilengkapi juga tenda, lampu penerangan, jas
hujan dan lain sebagainya.
Di halaman depan istana Si-ciangkun, saat ini berkumpul
empat puluhan jago gagah perkasa, mereka semua berkumpul
di depan Si Ceng-tang dan Ciu Leng-liong.
Dari keempat puluhan orang jago tangguh itu, ada
sebagian merupakan bekas anak buah Si Ceng-tang dan Ciu
Leng-liong ketika bertugas di medan laga dulu, ada pula
kawanan jago hasil gemblengan kedua orang panglima ini,
boleh dibilang mereka merupakan pasukan inti yang bisa
diandalkan.

284
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Karena perjalanan kali ini adalah untuk membekuk kembali


Coh Siang-giok yang melarikan diri, kawanan jago itu tentu
saja tidak mengenakan dandanan tentara, mereka menyamar
sebagai pelajar, tukang kayu, tukang pikul, pengemis bahkan
nelayan.
Si Ceng-tang dan Ciu Leng-liong membagi pasukannya
menjadi tiga kelompok besar, dua puluhan orang menyamar
jadi piausu pengawal barang, berkumpul menjadi satu
membentuk regu pasukan inti, kemudian Si Ceng-tang dan Ciu
Leng-liong menyamar jadi saudagar, Ngo Kong-tiong
menyamar jadi piau-thau, sementara Ciu Pek-cu dan Pek
Huan-ji menyamar jadi seorang Kongcu dan seorang Siocia.
Pasukan pembantu terdiri dari tiga orang pengemis, dua
orang tukang jual obat, seorang tukang ramal nasib dan
empat orang pemikul tandu, semuanya berjumlah sepuluh
orang, dalam tandu yang digotong berduduk Thian Toa-ciok,
dia adalah kepala regu itu dan sepanjang jalan selalu menjaga
jarak sejauh tujuh li dengan rombongan utama.
Rombongan yang lain terdiri dari dua orang pelajar, dua
orang penebang kayu, seorang tukang pikul, seorang nelayan,
dua orang Tosu, seorang tabib keliling, seorang kakek dusun
yang menggotong seorang pasien, orang yang menyamar jadi
pasien adalah Liu Ing-peng. Mereka berjalan tujuh li di depan
pasukan utama.
Dalam pada itu Cecu dari benteng selatan Ngo Kong-tiong,
Shiacu muda dari benteng utara Ciu Pek-cu beserta Pek Huan-
ji telah saling bertemu dengan si Tangan besi, ternyata orang
yang disebut Sam-coat-it-seng-lui (Tiga kehebatan satu suara
guntur) Ngo Kong-tiong adalah seorang kakek berwajah
merah, bertubuh tegap, bermata jeli dan telah berusia tujuh
puluh tahun, begitu keren dan gagahnya kakek ini, sekali
pandang saja semua orang tahu dia jagoan berilmu tinggi.
Dalam perjalanan kali ini, Ngo Kong-tiong hanya mengajak
dua orang anggota Lam-ce sebagai pengiring, kedua orang itu
terhitung punya sedikit nama dalam dunia persilatan.

285
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Yang seorang berjuluk Hek-sat-sin (si malaikat hitam) Si


Ciang-ji, sedang yang lain bernama Te-siang-to (golok tanah
berguling) Goan Kun-thian.
Yang satu berperawakan tinggi besar dengan senjata
Siang-bun-kun sepanjang satu kaki dua depa, kekuatan
badannya sangat menakutkan, sedang yang lain bertubuh
pendek, kecil, kekar, bermata tikus, berkepala monyet dengan
senjata andalan sepasang Liu-yap-to, dia jago menyerang
tubuh bagian bawah.
Sementara kepala benteng Pak-shia, Ciu Pek-cu adalah
seorang jagoan yang masih sangat muda, biar muda namun
wajahnya keren dengan sinar mata tajam menggidikkan hati,
dia ganteng namun tidak congkak, jelas sudah banyak
pengalaman dalam dunia persilatan.
Si Dewi Pek Huan-ji mengenakan baju ketat berwarna
putih, rambutnya hitam disanggul dengan sebuah tusuk konde
mutiara sebagai penghiasnya, dia mempunyai wajah yang
cantik jelita, berkulit putih dan tubuh yang ramping.
Ngo Kong-tiong dan rombongan sempat terkesiap ketika
berjumpa pertama kali dengan si Tangan besi. Mereka tidak
menyangka pemuda yang tampan dan gagah ini mempunyai
gerak-gerik yang begitu berwibawa, mereka pun tidak
menyangka jagoan yang punya julukan si Tangan besi yang
amat disegani banyak jagoan itu ternyata hanya seorang anak
muda yang sopan.
Setelah semua orang saling bertemu dan bicara beberapa
patah kata, maka rombongan pun dibagi tiga regu dan segera
berangkat untuk mengejar musuh.
Dengan menempuh perjalanan tanpa berhenti selama
hampir empat hari lamanya, mereka telah menempuh
perjalanan hampir tiga empat ratus li jauhnya, menurut
laporan mata-mata, konon sehari sebelumnya rombongan Coh
Siang-giok baru saja melalui tempat itu.
Semua orang tahu bahwa mereka sudah semakin
mendekati Ci-lian-hong, bahkan sebentar lagi bakal menyusul
rombongan Coh Siang-giok, maka mereka tak berani bertindak

286
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

gegabah lagi, dengan penuh kewaspadaan mereka lanjutkan


pengejaran.
Hari itu mereka berada di seputar desa Hau-wi-si, selisih
jarak dengan benteng Lian-in-ce di bukit Ci-lian-hong sudah
tak sampai tujuh puluh li. Si Walet terbang Liu Ing-peng
beserta sepuluh orang prajurit yang tiba duluan di situ segera
menghentikan perjalanan, mereka memang mendapat
perintah untuk menanti rombongan yang lain di suatu tempat
lima puluh li dari benteng Lian-in-ce.
Ha u-wi-si adalah sebuah dusun dengan penduduk dua ra
tusan orang, di tempat seperti ini tidak banyak makanan yang
dijual, Liu Ing-peng segera memerintahkan semua orang
untuk berhati-hati, untuk menghindari dinginnya udara di
musim salju yang membeku itu, mereka memasuki sebuah
rumah makan kecil untuk beristirahat.
Biarpun di tempat itu terdapat juga banyak kereta dan
pedati, namun kebanyakan hanya orang kaya yang mampu
menunggang kereta semacam ini, sementara kebanyakan
orang harus menempuh perjalanan dengan berjalan kaki.
Karenanya kemunculan rombongan Liu Ing-peng tidak
terlalu menyolok mata, sekalipun dalam rombongan mereka
terdapat seorang yang sedang sakit, seorang petani tua dan
seorang tukang obat.
Liu Ing-peng perintahkan semua orang untuk memesan
arak dan menghangatkan badan, tapi dia pun berpesan agar
meningkatkan kewaspadaan dan tak ceroboh memakan
daharan yang dipesan.
Karena itu ketika tiga orang pelayan telah menghidangkan
arak, Liu Ing-peng segera memberi kode kepada semua orang
untuk memeriksa arak hidangan itu dengan jarum perak,
ketika tahu dalam arak tak ada racun, mereka baru sedikit
lega.
Kawanan tentara itu termasuk orang yang gemar minum
arak, begitu mendapat izin untuk minum, tentu saja mereka
amat girang, seorang tentara yang menyamar jadi tukang
kayu segera menyambar cawan araknya dan meneguk hingga

287
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ludes, ia merasa arak itu harum sekali, maka dia minta


rekannya yang menyamar jadi seorang nelayan untuk
mengendus bau harum itu.
Liu Ing-peng adalah seorang komandan regu yang kenyang
pengalaman, melihat tingkah laku anak buahnya itu,
mendadak dia seperti merasakan sesuatu yang tak beres, tapi
sayang tidak ditemukan dimana letak ketidak beresan itu.
Karena curiga, dia pun segera meningkatkan kewaspadaan,
biar tidak melakukan sesuatu tindakan, namun dia pasang
telinga baik-baik dan bersiaga.
Tampak si pemilik warung kembali berjalan mendekati
rombongan sambil membawa sebuah guci arak, seorang
tentara yang menyaru sebagai tukang pikul segera
menyambut guci arak itu.
Terdengar si pemilik warung berkata, "Toaya, silakan
minum arak wangi ini, isi guci adalah arak Tiok-yap-cing yang
sudah disimpan lama, dijamin Toaya pasti puas."
Tentara itu kegirangan, ia segera membuka segel guci arak.
Tiba-tiba Liu Ing-peng merasa hatinya tergerak, dia seperti
telah menemukan sesuatu yang tak beres, baru saja dia
hendak mencegah, tentara itu sudah telanjur membuka segel
guci....
"Sreeet, sreeet, sreeet" desingan angin tajam tiba-tiba
melesat membelah udara, disusul tentara yang menyaru jadi
tukang pikul itu menjerit kesakitan dan roboh terjungkal ke
tanah, tubuhnya sudah ditembusi paling tidak dua puluhan
batang anak panah laras pendek.
Ternyata guci arak itu sesungguhnya merupakan sebuah
peti jebakan berisi anak panah, ketika segel guci dibuka,
pegas kuat yang terpasang segera tergerak hingga
memuntahkan anak panah yang telah disembunyikan di
dalamnya.
Sayang tentara yang menyaru sebagai tukang pikul itu
tidak menduga sejauh itu, dalam keadaan begini, mana
mungkin ia dapat meloloskan diri?

288
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dua orang Tosu yang duduk sebangku dengan tukang pikul


itu dengan sigap melompat ke belakang untuk menghindarkan
diri, untung jaraknya cukup jauh dan reaksi mereka cukup
cepat, dalam waktu singkat mereka sudah merontokkan tujuh
delapan batang anak panah yang mengancam, seorang Tosu
turun tangan sedikit terlambat hingga bahunya terhajar
sebatang panah.
Suasana dalam warung makan seketika kacau-balau,
semua orang melolos senjata, sementara pihak lawan pun
memperlihatkan identitas aslinya.
Tiga orang pelayan sudah melepaskan jubah hingga
nampak pakaian ringkas yang menempel di badannya, dengan
golok di tangan mereka serentak menyerang sambil
melontarkan bacokan mematikan.
Seorang tentara yang menyamar jadi nelayan seketika
terbabat kepalanya hingga putus, sementara tentara lain yang
menyaru jadi seorang pelajar menangkis datangnya bacokan
dengan lengannya, "Creeet!" lengan kirinya seketika terbabat
kutung.
Si tentara yang menyamar jadi tukang obat jauh lebih
sigap, dengan cekatan dia menghindar dari bacokan maut itu
kemudian melolos pedang balas menyerang pelayan itu.
Pasukan yang menyamar jadi tukang kayu sudah melolos
kapak pula dan siap melancarkan serangan balasan, tiba-tiba
ia merasa kepalanya pusing dan mata berkunang-kunang,
tubuhnya mundur beberapa langkah dengan sempoyongan.
Sementara si nelayan juga telah melolos goloknya, namun
dia ikut roboh terjungkal dalam keadaan mabuk berat.
Si pemilik warung yang selama ini hanya berdiri termangu,
tiba-tiba mencabut dua pisau pendek, lalu dengan kecepatan
luar biasa menusuk si tukang kayu dan si nelayan hingga
tewas seketika.
Liu Ing-peng tidak menyangka dalam arak bukan diisi
dengan racun melainkan diisi obat pemabuk, karena tidak
menduga, dalam waktu singkat dia harus kehilangan empat
nyawa dan seorang yang lain terluka parah.

289
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kini dia sadar, musuh yang sedang dihadapi bukan manusia


sembarangan yang bisa dihadapi secara enteng.
Dalam pada itu si pemilik warung telah menyerang si
pelajar dengan serangan gencar dan mematikan, tampaknya
dia bermaksud menghabisi juga nyawa si pelajar yang sudah
kehilangan sebuah lengan itu.
Liu Ing-peng tak bisa tinggal diam lagi, segera dia
menghadang pemilik warung itu, lalu ... "Sreet!" dia lolos
golok lemasnya dari pinggang dan secara beruntun
melepaskan delapan belas serangan berantai.
Pemilik warung terkesiap, beruntun dia mundur delapan
belas langkah, setelah bersusah payah baru berhasil
menghalau datangnya delapan belas buah bacokan golok itu,
sadar telah ber-temu musuh tangguh, pemilik warung itu tak
berani ayal lagi, dia segera mengembangkan serangkaian
serangan gencar, dalam sekejap ia lancarkan tiga puluh enam
bacokan balasan.
Menghadapi desakan musuh yang begitu gencar, terpaksa
Liu Ing-peng harus mematahkan setiap jurus serangan yang
tiba, sehabis memunahkan ketiga puluh enam jurus serangan
lawan, segera teriaknya lantang, "Apa hubunganmu dengan
benteng Lian-in-ce?"
Jurus serangannya segera berubah, goloknya membabat
dengan membawa desingan angin tajam, dia kerahkan tenaga
dalam serangannya..
Dengan cekatan pemilik warung menangkis dengan
sepasang goloknya, begitu berhasil membendung ancaman, ia
menyeringai seram dan ujarnya sambil tertawa, "Tajam amat
pandangan matamu, betul, akulah Pat-cecu (ketua benteng
kedelapan) dari Lian-in-ce!"
"Traaang!" benturan senjata tak terelakkan, diiringi
dentingan nyaring si pemilik warung mundur agak
sempoyongan, pergelangan tangannya terasa kesemutan dan
sakit, nyaris goloknya terlepas dari genggaman.
Liu Ing-peng sendiri pun merasakan pergelangan
tangannya kesemutan, sambil berseru tertahan teriaknya,

290
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kau adalah Siang-to-siu-hun (Sepasang golok pencabut


nyawa) Be-ciang-kwe?"
"Betul!" sahut pemilik warung itu sambil tertawa dingin,
kembali dia mengayun goloknya melancarkan serangan
gencar.
Ternyata Lian-in-ce adalah kelompok perampok paling
ganas dan menakutkan di wilayah Ciang-ciu, anggotanya
mencapai empat lima ratusan orang dan mempunyai sembilan
orang Cecu (kepala benteng).
Cecu nomor delapan adalah Siang-to-siu-hun, dia dari
marga Be, dulunya memang bekerja sebagai ciangkwe, itulah
sebabnya orang persilatan menyebutnya 'Be-ciangkwe',
sedang siapa nama sebenarnya, tak seorang pun yang tahu.
Sementara itu pertempuran telah berkobar sengit, lima
orang prajurit yang belum terluka bertarung seru melawan
tiga orang 'pelayan' itu. Tampaknya ketiga orang 'pelayan' itu
merupakan para thaubak Lian-in-ce, ilmu silatnya cukup
tangguh.
Ketika pertarungan telah berlangsung setengah peminum-
an teh, si pelajar yang buntung lengannya ikut terjun ke
dalam arena pertempuran dengan menghadiahkan sebuah
tusukan golok langsung ke punggung seorang thaubak,
kontan saja orang itu tewas seketika.
Rekannya menjadi sangat murka ketika melihat rekannya
tewas terbunuh, dia balas melontarkan sebuah tusukan ke
dada kiri pelajar itu.
Lantaran lengan kirinya sudah kutung, kurang leluasa bagi
pelajar itu untuk berkelit, terpaksa dia tangkis tusukan itu
dengan keras lawan keras, kemudian dia balik senjatanya dan
dihujamkan ke lambung thaubak itu, tak ampun kedua orang
itu sama-sama tewas dengan dada tertusuk.
Kini tinggal seorang thaubak yang masih bertahan, dia
nampak mulai gugup dan tidak konsentrasi, seorang prajurit
segera memanfaatkan peluang itu dengan menyapu kakinya
hingga thaubak itu jatuh terjerembab, serentak empat orang

291
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

prajurit menghadiahkan tusukan mematikan ke atas


badannya.
Di pihak lain sepasang golok pengejar nyawa Be-ciangkwe
telah bertarung sengit hampir tujuh delapan puluh gebrakan
melawan si Walet terbang Liu Ing-peng, ia mulai merasa
betapa ringan dan lincahnya gerakan tubuh lawan, betapa
garang dan gencarnya ia menyerang dengan sepasang
goloknya, jangan kan melukai musuh, menyentuh ujung
bajunya pun tak mampu, kenyataan ini membuat hatinya
terkesiap.
Pada saat itulah terdengar suara derap lari yang riuh
bergema dari luar, Liu Ing-peng tahu bala bantuan Be-
ciangkwe telah tiba, segera Liu Ing-peng berseru, "Perketat
pen-jagaan di depan pintu, cepat! Pukul mundur semua
serangan musuh!"
Kelima orang prajurit itu memang termasuk jago hebat
yang banyak pengalaman, meski menghadapi ancaman
bahaya, mereka tak jadi gugup dan panik, setelah
membelenggu thaubak terakhir, mereka segera bersembunyi
di balik jendela untuk menanti datangnya ancaman.
"Braakk!" pintu gerbang didobrak orang, tiga orang
penyamun langsung menyerbu masuk ke dalam ruangan.
Sungguh hebat ilmu silat prajurit yang menjaga di tepi
pintu, ia segera menyergap secara cepat dan langsung
membantai mati ketiga orang penyerbu.
Menyusul kemudian muncul lagi empat orang penyamun,
lagi-lagi dua orang prajurit yang bersembunyi di belakang
pintu berhasil menghabisi musuhnya.
Melihat serangan yang dilancarkan melalui pintu gerbang
gagal total, kawanan penyamun itu mulai mengincar dari balik
jendela, kebetulan dalam warung itu terdapat tiga buah
jendela besar. Baru saja kawanan penyamun itu melompat
masuk, para prajurit yang berjongkok di bawah jendela
serentak turun tangan dan membantai semua penyerbu itu
tanpa sisa, lagi-lagi lima orang tewas secara mengenaskan.

292
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam keadaan begini, kawanan penyamun yang lain tak


berani berkutik lagi, mereka hanya berteriak-teriak dari luar
warung, paling tidak jumlah mereka ada tiga puluhan orang.
Be-ciangkwe mulai gugup ketika melihat bala-bantuannya
gagal menyerbu masuk ke dalam rumah makan, pikirnya,
"Celaka, kalau mereka tak berhasil masuk, bukankah aku jadi
hewan dalam perangkap?"
Ketika Liu Ing-peng kembali melancarkan sergapan, dengan
gugup Be-ciangkwe menangkis dengan senjatanya, karena
panik, senjata pendek di tangan kanannya terpental hingga
menancap di atas tiang penglari, segera dia membalik badan
siap melarikan diri.
Liu Ing-peng mendengus dingin, dia cengkeram tangan kiri
lawan dengan ilmu Eng-jiau-kang, kemudian golok lemas di
tangan kanannya membabat ....
Darah segar segera menyembur keluar dari tubuh Be-ciang-
kwe, walau terluka parah ia sempat berteriak keras, "Kau ...
kau jangan segera senang ... bila Kiu-te datang, jangan ...
jangan harap kalian bisa lolos...
Akhirnya dia roboh terjerembab dan tewas seketika.
Diam-diam Liu Ing-peng terkesiap, dia tahu, ketiga empat
puluh orang penyamun itu tak mampu menyerbu ke dalam
warung karena mereka tak mengerti taktik tentara dan lagi
para thaubak mereka sudah keburu terbunuh, namun jika Kiu-
cecu mereka, Pa-ong-kun (si Toya raja bengis) Yu Thian-liong
sudah datang dan memimpin sendiri penyerbuan, jelas dia dan
kelima orang prajuritnya tak akan mampu membendung
serbuan mereka.
Liu Ing-peng mulai bingung, dia tak tahu apa yang harus
dilakukan sekarang?
Sementara dia masih bingung, kembali terdengar suara
hiruk-pikuk bergema dari luar ruangan, sewaktu diintip dari
balik celah pintu, diam-diam Liu Ing-peng mengeluh, ternyata
kembali muncul belasan orang penyamun yang dipimpin
seorang jagoan bersenjata toya tembaga sepanjang satu kaki

293
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dua depa, bila ditinjau dari dandanannya, jelas orang itu


adalah Yu Thian-liong.
Liu Ing-peng semakin gelisah, kalau dia mati bukan
masalah, bila urusan negara terbengkelai, itu baru masalah
besar, apalagi jika musuh menggunakan mereka sebagai
umpan, bukankah pasukan yang dipimpin panglima Si Ceng-
tang bakal musnah?
Sadar akan datangnya ancaman, dengan perasaan
terkesiap Liu Ing-peng berseru lantang, "Kita serbu keluar,
berusaha kabur dari sini dan laporkan peristiwa ini kepada
panglima!"
Kelima prajurit itu serentak menjerit sambil menyerbu
keluar pintu.
Yu Thian-liong yang baru tiba di sana sama sekali tak
menduga akan datangnya serangan itu, sementara dia masih
termangu, kawanan centeng di belakangnya serentak maju
menyerang dan mengepung rapat kelima orang prajurit itu.
Liu Ing-peng memutar goloknya secepat angin, dalam
waktu singkat dia telah menghabisi nyawa empat lima orang
lawan, sebaliknya Yu Thian-liong juga berhasil membantai
seorang prajurit, ia segera membalikkan badan dan mulai
bertarung sengit melawan si Walet terbang.
Jika Liu Ing-peng mengandalkan ilmu goloknya yang ringan
dan lincah, ilmu toya Yu Thian-liong justru keras dan berat,
untuk sesaat mereka bertarung seimbang, tapi tak
berlangsung lama, karena segera muncul tujuh delapan orang
penyamun yang setiap saat melancarkan serangan bokongan,
tak lama kemudian posisi Liu Ing-peng terdesak di bawah
angin.
Keadaan keempat orang prajurit yang bertarung seru
melawan tiga puluhan orang penyamun pun keadaannya mulai
keteter dan sangat berbahaya, ketika mereka berhasil
membantai beberapa orang lawan, akhirnya seorang prajurit
gugur pula ditusuk lawan.
Liu Ing-peng sadar, bila pertarungan dilanjutkan akan kalah
total, segera ia memberi perintah dan bersama tiga orang

294
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

prajurit tersisa mundur ke dalam warung dan mati-matian


bertahan di situ.
Liu Ing-peng berjaga di barisan paling belakang dan
beruntun berhasil membantai tiga orang penyamun, untuk
sesaat penyamun lain tak berani maju sembarangan.
Yu Thian-liong memang hebat tenaga dalamnya tapi
sayang cetek dalam ilmu meringankan tubuh, menanti ia
menyusul tiba di depan warung, Liu Ing-peng beserta ketiga
anak buahnya sudah mundur ke dalam warung.
Tentu saja Yu Thian-liong tak mau membiarkan musuhnya
kabur, serentak mereka menggempur dengan sekuat tenaga.
Liu Ing-peng sadar, keadaan makin gawat dan bila tidak
dihadapi dengan sepenuh tenaga, besar kemungkinan mereka
akan kehilangan nyawa, maka sambil membangkitkan kembali
semangatnya, dia berjaga di depan pintu gerbang dengan
penuh kegarangan.
Ketika Yu Thian-liong mencoba menyerbu masuk, beberapa
kali mengalami kegagalan, dia mulai mengalihkan
perhatiannya ke tiga buah jendela lainnya, ia perintahkan anak
buahnya menggempur secara ketat.
Tiga orang prajurit yang bersembunyi di balik jendela tentu
saja tidak tinggal diam, memanfaatkan kesempitan daun
jendela, musuh hanya bisa menyusup masuk satu per satu,
setiap kali lawan menongolkan kepala, mereka segera
menghajar secara telengas.
Beberapa saat kemudian ada tujuh delapan orang
penyamun yang tewas sia-sia di depan jendela.
Perkiraan Liu Ing-peng, asal dia dapat bertahan maka
pasukan induk segera akan tiba untuk memberi pertolongan,
dengan sendirinya kawanan penyamun akan membubarkan
diri.
Tapi tunggu punya tunggu ternyata pasukan induk belum
muncul juga di tempat itu, Liu Ing-peng mulai berpikir,
jangan-jangan pasukan lain menjumpai hadangan pula
dengan musuh yang lebih tangguh? Sebab kalau dilihat hanya
Cecu kedelapan dan Cecu kesembilan yang menyerang

295
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pasukannya, bisa jadi pasukan yang lain menghadang pasukan


induk.
Membayangkan sampai di situ, peluh dingin bercucuran
membasahi seluruh badan Liu Ing-peng, hatinya tercekat, ia
semakin sadar betapa gawatnya situasi saat itu, sebab
pertahanannya tak mungkin bisa berlangsung lama.
Belum habis pikiran itu melintas, mendadak terdengar
suara gemuruh yang amat keras bergema memecah
keheningan, tahu-tahu warung makan itu sudah ambruk
separuh.
Rupanya si Toya raja bengis Yu Thian-liong sudah habis
kesabarannya, ketika gempurannya berulang kali menemui
kegagahan, ia menjadi jengkel bercampur mendongkol, toya
bajanya langsung dihantamkan ke tiang utama warung.
Begitu bangunan warung ambruk, kawanan penyamun
segera menyerang masuk dengan ganasnya.
Liu Ing-peng sadar hanya mengadu jiwa yang bisa
dilakukannya saat itu, dengan garang seorang diri segera
menghadang jalan pergi Yu Thian-liong dan dua belas orang
anak buahnya, lalu terlibat dalam pertarungan amat sengit.
Di pihak lain, ketiga orang prajuritnya terkurung juga oleh
kepungan enam belasan orang musuh, terpaksa mereka harus
melawan dengan sekuat tenaga.
Sementara Liu Ing-peng dan rombongannya masih terlibat
pertarungan sengit, rombongan yang dipimpin Thian Toa-ciok
juga tidak menganggur. Sebagai pasukan belakang, dia
memimpin sepuluh orang pasukan yang menyamar sebagai
tiga orang pengemis, dua orang tukang obat, seorang tukang
ramal dan empat penggotong tandu dimana Thian Toa-ciok
sendiri duduk di dalam tandu.
Si Ceng-tang bermaksud setibanya di wilayah lima puluh li
,dari benteng Lian-in-ce, semua orang harus berkumpul
kembali, maka Thian Toa-ciok mempercepat lari kudanya
untuk menyusul pasukan induk.
Ketika itu baru saja melewati sebuah hutan lebat, Thian
Toa-ciok melihat bekas telapak kaki baru yang sangat kacau di

296
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

atas permukaan salju, sambil tertawa tergelak Thian Toa-ciok


pun berseru, "Hahaha ... coba kalian lihat bekas kaki itu,
kelihatannya pasukan Si-ciangkun baru saja lewat, mereka
segera akan tersusul."
Salah satu anggota pasukan Thian Toa-ciok, seorang
prajurit yang menyamar sebagai tukang ramal bernama Jit-
sang-sam-kan (Matahari naik sampai tiga tiang bambu) Ceng
Ki-cong, dulu dia adalah seorang penyamun, tapi setelah
ditawan Si Ceng-tang dan bertobat, dia banyak berbakti untuk
negara.
Berhubung pengalamannya selama jadi penyamun amat
luas, lagi pula dia termasuk orang pintar, maka selama ini
selalu dijadikan pengawal pribadi.
Kali ini dia memang sengaja diatur berada dalam pasukan
Thian Toa-ciok, karena Thian Toa-ciok sudah tersohor sebagai
orang yang gegabah dan berangasan, sedangkan Ceng Ki-
cong banyak akal, maka Si Ceng-tang mengutusnya untuk
mendampingi Thian Toa-ciok dengan beberapa tujuan.
Pertama, kepandaian andalan Ceng Ki-cong adalah ilmu
meringankan tubuh, konon dia sanggup melompati tiga buah
galah yang disambung jadi satu.
Kedua, senjata yang digunakan adalah senjata bambu,
maka sekarang dia menyamar menjadi tukang ramal.
Ketiga, Ceng Ki-cong suka tidur dan sering malas bangun,
sehingga orang menyebutnya matahari naik sampai tiga tiang.
Keempat Ceng Ki-cong .walau hanya seorang penyamun
yang tidak terlalu tersohor, namun ilmu silatnya tangguh dan
setiap saat bisa menanggulangi kesulitan yang dilakukan
karena kecerobohan Thian Toa-ciok.
Itulah sebabnya dia diutus untuk mendampingi pasukan ini,
bila terjadi sesuatu hal maka masalah lebih mudah diatasi.
Setelah melihat sekejap bekas kaki di atas permukaan
salju, dengan kening berkerut Ceng Ki-cong berkata, "Opas
Thian, pasukan yang dipimpim Si-ciangkun terdiri dari dua
puluh orang, meski ditambah Thi-tayjin, Ngo-cecu, Ciu-shiacu
dan Pek-lihiap, jumlahnya paling dua puluhan, kenapa bisa

297
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

muncul begitu banyak bekas kaki? Apalagi bekas kaki itu


terbagi dalam dua jenis, yang satu tipis dan segera hilang
ketika terhembus angin, yang kedua masih nampak baru saja
dilalui, masakah di belakang pasukan induk masih ada
pasukan lain?"
Thian Toa-ciok berangasan dan kurang sabaran, dia paling
benci kalau disuruh putar otak, mendengar penjelasan ini
dengan tak sabar katanya, "Aaah ... kamu memang banyak
mulut, memangnya kita mesti takut pada penyamun gunung?"
"Penyamun gunung tak perlu ditakuti, yang dikuatirkan
justru Seorang prajurit yang bernama Kiu-wi-hu (Rase berekor
sembilan) Pok Lu-ci segera menukas sambil tertawa, "Ceng
tua, kau tak usah curiga, meski ada beberapa penyamun yang
menghadang, masakah mereka belum dibikin mampus oleh Si-
ciangkun?"
"Justru yang ditakuti Si-ciangkun gagal menghadapi
mereka kata Ceng Ki-cong dengan kening berkerut.
"Kalau takut, pulang saja ke dalam pelukan makmu!"
umpat Thian Toa-ciok gusar, ia segera mempercepat lari
kudanya dan memasuki hutan lebih dulu, sambil melarikan
kudanya kembali ia berseru, "Lebih bagus lagi kalau
penyamun itu datang mencari kita, jadi kita tak perlu repot!"
"Tapi apa salahnya berhati-hati" seru Ceng Ki-cong dengan
muka masam, "kawanan penyamun dari Lian-in-ce bukan
penyamun biasa
Belum selesai dia berkata, mendadak ... "Sreet, sreeet,
sreet" hujan anak panah meluncur datang dari arah depan.
Thian Toa-ciok yang berada paling depan sama sekali tidak
menduga akan datangnya serangan itu, lagi pula dia pun
sama sekali tidak siap, kelihatannya anak panah itu segera
akan mengubah tubuhnya jadi seekor landak....
Di saat kritis itulah Ceng Ki-cong segera mengayunkan
tongkat bambunya ke depan, dalam waktu singkat dia sudah
merontokkan tujuh delapan belas batang anak panah.
Thian Toa-ciok amat gusar, sambil meraung keras dia
kerahkan Hun-kim-sin-kang untuk melindungi tubuh,

298
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kemudian mementalkan sisa anak panah yang masih


mengarah ke tubuhnya.
Serangan ini hampir sebagian besar ditujukan ke badan
Thian Toa-ciok dan sebagian kecil ditujukan ke arah sepuluh
orang prajurit, menghadapi ancaman yang tak terduga ini,
serentak para jago melolos senjata untuk melindungi diri.
Jerit kesakitan bergema di udara, seorang prajurit yang
menyamar jadi tukang tandu terlambat menghindar, tubuhnya
segera terjerembab ke tanah dan tewas.
Thian Toa-ciok tahu musuh ada di tempat gelap dan
menjadikan mereka sasaran tembak, bila tidak di atasi
secepatnya, tak lama mereka semua pasti akan berubah jadi
rombongan landak.
Maka sambil membentak keras dia melindungi tubuhnya
dengan kedua belah tangan, kemudian menyerbu ke arah asal
hujan anak panah itu.
Thian Toa-ciok termashur sebagai si Tangan sakti pemisah
emas, kepandaian silatnya memang hebat, selapis cahaya
emas yang menyilaukan mata segera memancar keluar dari
telapak tangannya, dengan perlindungan kekuatan itu, selurtlh
anak panah yang ditujukan ke arahnya segera berguguran di
tanah.
Begitu menyerbu ke dalam hutan, ia disambut serangkaian
bacokan golok yang hebat. Thian Toa-ciok mendengus dingin,
serangan demi serangan dilontarkan secara keji, diiringi jeritan
ngeri yang memilukan hati, empat lima orang penyamun
tewas seketika terhajar pukulan pemisah emas itu.
Setelah Thian Toa-ciok berhasil menghadang sumber
datangnya hujan panah itu, kesembilan orang prajuritnya
serentak menyebarkan diri sambil menghampiri para pemanah
yang bersembunyi, beberapa orang pemanah berhasil
ditemukan dan langsung dibantai secara sadis.
Pada saat itulah tiba-tiba mendesing angin tajam dari atas
pohon, disusul munculnya beberapa orang lelaki kekar yang
melompat turun dari balik pepohonan sambil melepaskan
bacokan maut.

299
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Seorang prajurit yang menyamar sebagai tukang tandu


tidak menduga datangnya bokongan itu, kepalanya langsung
terpenggal dan tewaslah dia, sedang seorang prajurit yang
menyamar menjadi pengemis kena terbacok tubuhnya hingga
darah bercucuran.
Thian Toa-ciok meski kasar dan berangasan, dia terhitung
orang yang amat setia kawan, apalagi sudah banyak
pengalamannya dalam menghadapi berbagai pertempuran,
menghadapi situasi yang begini gawat, segera dia gunakan
ilmu tangan sakti pemisah emasnya untuk membunuh empat
lima orang musuh, kemudian bentaknya nyaring, "Kalian cepat
mundur ke sampingku, mari kita bertarung bahu membahu!"
Ia sadar jumlah musuh yang mengepung mereka mencapai
lima enam puluhan orang, sementara kekuatan sendiri hanya
belasan orang, pertarungan yang tercerai-berai jelas sangat
merugikan posisinya, karena itu dia minta anak buahnya agar
bergabung menjadi satu.
Tiba-tiba bergema suara gelak tertawa yang amat nyaring,
kemudian tampak seorang lelaki berjubah merah, berambut
hijau, bertubuh tegap dan berwajah penuh cambang putih
dengan membawa dua buah borgol besi yang sangat besar
melompat turun dari atas pohon, senjata borgol itu sangat
besar dan berat, beratnya mencapai dua tiga puluhan kati,
namun anehnya biarpun sedang membawa benda seberat
enam puluhan kati, orang itu seperti tidak merasa terbeban.
Begitu sampai di tanah, kembali orang itu berseru,
"Sekarang sudah tiba gilirannya untuk merasakan kehebatan
Kau-loyacu dari Lian-in-ce!"
Thian Toa-ciok terkesiap, ia sadar kepandaian silat
kesembilan orang ketua benteng Lian-in-ce sangat hebat,
orang yang baru muncul adalah ketua keenam yang disebut
'Thi-ga' (borgol besi), juga dijuluki Ang-bau-lik-hoat (jubah
merah rambut hijau), dia bernama Kau Cing-hong, ilmu silat
andalannya adalah ilmu silat aliran keras, senjata borgolnya
sangat menggetarkan sungai telaga, sebab hampir setiap
senjata yang terbentur pasti mencelat lepas atau patah.

300
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sementara dia masih termenung, Kau Cing-hong sudah


menghantamkan sepasang borgol besinya ke tubuh seorang
prajurit yang menyamar jadi pengemis, kontan batok
kepalanya hancur.
Menyaksikan hal ini, Thian Toa-ciok sangat gusar, ia
membentak nyaring sambil menghajar mundur dua orang
penyamun, lalu sambil menghadang jalan pergi Kau Cing-
hong, bentaknya nyaring, "Lihat serangan!"
Telapak tangannya dibentangkan, lalu dengan ilmu pukulan
sakti pemisah emas dia melepaskan babatan maut ke depan.
Begitu mendengar desingan angin tajam yang mengham-' piri
tubuhnya. Kau Cing-hong sadar musuh bukan jago semba-*
rangan, ia mendengus dingin, sambil memutar badan, borgol
kirinya diayunkan ke depan menyongsong datangnya pukulan
lawan.
"Blaaam!" ketika tangan Thian Toa-ciok saling bentur
dengan senjata borgol Kau Cing-hong, kedua orang itu
terkesiap dibuatnya, Thian Toa-ciok merasa pergelangan
tangannya kaku kesemutan, ternyata ilmu tangan sakti
pemisah emas yang telah dilatihnya puluhan tahun hingga
mencapai tingkatan tak mempan dibacok senjata tajam,
ternyata kali ini gagal merontokkan senjata borgol lawan.
Sebaliknya Kau Cing-hong kaget lantaran senjata borgolnya
belum pernah gagal menghancurkan senjata lawan, tapi
tangan musuh yang dihajarnya kali ini bukan saja tak berhasil
dihancurkan, sebaliknya pergelangan tangan sendiri dibuat
kesemutan bahkan sepasang kakinya sempat dipaksa
terbenam beberapa senti ke dalam tanah, hal ini membuktikan
kekuatan musuh paling tidak mencapai empat lima ratusan
kati.
Dengan rasa kaget bercampur kagum Kau Cing-hong
mengamati lawannya, tapi begitu melihat sinar keemasan
yang lamat-lamat memancar dari balik lengannya, sambil
mendengus dingin ia segera berseru, "Hmmm, ternyata
tangan sakti pemisah emas memang bukan nama kosong
belaka!"

301
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kau pun cukup hebat!" sahut Thian Toa-ciok ketus.


Dasar keras kepala, setelah gagal dengan serangan
pertamanya, Thian Toa-ciok segera merangkap telapak tangan
di depan dada, lalu dengan jurus Tong-cu-pay-hud (bocah
lelaki menyembah Buddha) ia menyerang lagi dari atas.
Kau Cing-hong sendiri terhitung seorang lelaki dengan
watak kerbau, manusia macam dia tentu saja paling segan
menghindari serangan musuh, melihat datangnya ancaman,
cepat dia dorong sepasang borgol besinya ke depan,
menyongsong datangnya ancaman.
"Blaaam!" sekali lagi terjadi benturan nyaring.
Sepasang tangan Thian Toa-ciok yang ditangkis Kau Cing-
hong segera bergetar keras, badannya yang tinggi besar ikut
ber-goncang hingga mundur tiga depa, sementara sepasang
kaki Kau Cing-hong kembali tenggelam ke dalam tanah
sedalam dua tiga inci.
Thian Toa-ciok mendengus dingin, kembali sepasang
tangannya membacok dengan jurus anak lelaki menyembah
Buddha, pikirnya, "Hmm, aku tidak percaya tak mampu
menghajar remuk borgol rongsokmu itu!"
Setelah melihat serangan musuh, Kau Cing-hong juga
berpikir, "Aku tak percaya tak mampu mematahkan sepasang
tanganmu."
"Blaaam!" sekali lagi terdengar suara benturan yang amat
keras menggelegar di angkasa.
Untuk kesekian kalinya tubuh Thian Toa-ciok mencelat
setinggi tujuh depa, sementara tubuh Kau Cing-hong melesak
ke tanah sedalam setengah depa hingga mencapai lutut.
Tiga serangannya yang gagal merontokkan senjata lawan
membuat rasa ingin menang Thian Toa-ciok makin tebal,
sambil membentak nyaring sekali lagi dia melancarkan
serangan dengan jurus yang sama, bocah lelaki menyembah
Buddha.
Kau Cing-hong tak berani gegabah, apalagi setelah melihat
serangan demi serangan yang dilancarkan lawan semakin

302
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menghebat, segera dia angkat senjata borgolnya untuk


menangkis.
"Blaammm!" benturan keras yang memekikkan telinga
sekali lagi bergema di udara, kali ini tubuh Thian Toa-ciok
mencelat setinggi satu kaki, sebaliknya kaki Kau Cing-hong
semakin melesak masuk ke dalam tanah.
Tak terlukiskan rasa kaget Kau Cing-hong melihat
kenyataan ini, sebetulnya dia sudah jeri menerima serangan
musuh, berhubung serangan tangan sakti pemisah emas
musuh sudah tiba di depan mata, terpaksa dia harus
menerimanya dengan keras lawan keras.
Baru saja Kau Cing-hong hendak melompat keluar dari
dalam tanah, kembali pukulan Thian Toa-ciok dengan jurus
bocah lelaki menyembah Buddha menindih tubuhnya.
Tak terlukiskan rasa kaget bercampur jeri yang dialami Kau
Cing-hong waktu itu, dengan menghimpun tenaga dalam
hingga dua belas bagian dia songsong datangnya ancaman
itu, teriaknya, "Hey, kenapa kalian diam saja? Cepat bantu
aku!"
Bagai baru mendusin dari mimpi, serentak para penyamun
melancarkan serangan, tapi kembali gempuran mereka
dihadang ketu-juh prajurit.
"Blaaam!" untuk kesekian kalinya benturan keras
menggelegar di udara, kali ini bukan saja tubuh Kau Cing-
hong semakin melesak ke dalam tanah, bahkan sepasang
bekas telapak tangan muncul di atas senjata borgolnya. Bisa
dibayangkan apa jadinya bila pukulan itu bersarang di
tubuhnya?
Kini Kau Cing-hong sadar betapa gawatnya situasi yang ia
hadapi, bila pertarungan semacam ini dibiarkan berlangsung
terus, meski senjata borgolnya tak sampai dihancurkan lawan,
paling tidak tubuhnya bisa terpendam hidup-hidup dalam
tanah, bila ingin lolos, satu-satunya jalan hanya
mengharapkan bala-bantuan anak buahnya.
Baru saja pikiran ini melintas, Thian Toa-ciok dengan jurus
yang sama juga kembali menindih tiba, pecah nyali Kau Cing-

303
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

hong, segera dia angkat senjata borgolnya menyambut


serangan itu dengan terpaksa.
Selama puluhan tahun malang melintang di dunia
persilatan, si Borgol baja Kau Cing-hong selalu menganggap
kekuatan lengannya luar biasa dan tiada tandingan, baru kali
ini dia benar-benar ketemu batunya, bahkan sempat membuat
dia pecah nyali dan ketakutan setengah mati.
Kembali empat lima gebrakan berlangsung cepat, kondisi
Kau Cing-hong semakin mengenaskan, kelincahan permainan
lengannya semakin menurun, bila pertarungan dilangsungkan
lebih lanjut, tampaknya dialah yang bakal tewas.
Pada saat itulah mendadak terdengar jerit kesakitan
bergema di angkasa, seorang prajurit yang menyaru jadi
pengemis tewas terbunuh, sisanya yang enam orang makin
keteter menghadapi kerubutan begitu banyak musuh, keadaan
mereka sangat berbahaya.
Thian Toa-ciok orang kasar dan berangasan, namun
terhadap anak buah dia amat sayang, apalagi terjebaknya
mereka kali ini adalah gara-gara kecerobohannya, melihat
anak buahnya terancam bahaya, segera dia berjumpalitan di
udara, tak sempat lagi mendesak Kau Cing-hong, dia langsung
menerjang kawanan penyamun itu sambil merentangkan
lengannya melancarkan serangan dengan jurus Cho-yu-hun-
kim (kiri kanan membagi emas) andalannya.
Dua orang penyamun yang kebetulan berada di sisinya
kontan terhajar telak oleh serangan itu, bukan saja senjatanya
patah, batok kepala mereka langsung hancur berantakan,
tidak berhenti sampai di situ, sisa kekuatannya yang
menumbuk di tubuh dua orang lainnya membuat tulang dada
mereka remuk dan ikut tewas seketika.
Thian Toa-ciok membentak nyaring, kembali sepasang
kakinya melancarkan serangkaian tendangan, "Duuk, duuuk!"
dua orang penyamun terhajar hingga tewas, menggunakan
kesempatan itu dia menjejakkan kembali kakinya di atas
kepala dua orang penyamun lain dan melayang balik ke
hadapan Kau Cing-hong.

304
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Hanya dalam satu gebrakan, Thian Toa-ciok berhasil


membantai enam orang, empat puluh delapan orang
penyamun lainnya jadi pecah nyali dan kalut, kesempatan
bagus ini segera dimanfaatkan enam orang prajurit itu,
mereka menyerang makin gencar dan semakin bersemangat.
Di pihak lain. Kau Cing-hong sedang menghembuskan
napas lega setelah melihat musuhnya mengalihkan sasaran
serangannya, dia girang karena ada waktu untuk melepaskan
diri dari jepitan tanah.
Baru setengah jalan ia menarik diri dari himpitan tanah,
mendadak ia saksikan Thian Toa-ciok meluncur balik bagai
seekor rajawali, hatinya jadi gugup, terpaksa dia gunakan lagi
senjata borgolnya untuk membendung serangan lawan.
Siapa tahu Thian Toa-ciok sudah sebal melihat tampang
musuhnya yang berjubah merah berambut hijau itu, dia ingin
secepatnya menyelesaikan pertarungan ini, maka serangannya
kali ini dia gunakan jurus serangan yang paling mematikan
dalam ilmu tangan sakti pemisah emas miliknya yakni jurus
Ngo-lui-hong-teng (lima guntur menggelegar di puncak).
Kau Cing-hong tidak menyangka musuh akan menyerang
dengan jurus mematikan, meski dengan susah payah ia
berhasil membendung datangnya serangan, namun benturan
yang terjadi membuat badannya semakin terperosok ke dalam
tanah sehingga sepasang lengannya tidak leluasa lagi untuk
digerakkan.
"Mati aku kali ini!" keluh Kau Cing-hong dalam hati.
Di saat kritis itulah mendadak dari balik hutan terdengar
seorang berseru sambil mendengus dingin, "Lak-ko, jangan
kuatir, aku datang!"
"Sreet!" cahaya emas menembus udara langsung menusuk
ke dada Thian Toa-ciok.
Bokongan ini datangnya selain cepat juga tak terduga,
apalagi saat Thian Toa-ciok melancarkan jurus lima guntur
menggelegar di puncak dadanya terbuka lebar tanpa
perlindungan, hal ini membuat jiwa jagoan ini terancam.

305
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam gugupnya tak sempat lagi Thian Toa-ciok mengubah


jurus, segera dia membentak nyaring, jurus serangan lima
guntur menggelegar di puncak yang semula tertuju ke Kau
Cing-hong segera diubah menghantam datangnya cahaya
emas itu.
Ternyata orang yang melancarkan serangan bokongan itu
tak lain adalah Cecu ketujuh Lian-in-ce, Kim-coa-ciong (si
Tombak ular emas) Beng Yu-wi. Dia disebut orang si tombak
ular emas karena sangat menguasai ilmu tombak, bahkan
jurus serangannya cepat dan ganas bagai pagutan ular
berbisa.
Rupanya Toa-cecu benteng Lian-in-ce sadar akan kehadiran
pasukan prajurit kerajaan, maka memerintahkan Pat-cecu, si
sepasang golok pencabut nyawa Be-ciangkwe untuk
menghadapi pasukan yang dipimpin Liu Ing-peng, Lak-cecu si
jubah merah rambut hijau Kau Cing-hong menghadapi
pasukan yang dipimpin Thian Toa-ciok, sementara Jit-cecu, si
Tombak ular emas Beng Yu-wi dan Kiu-cecu, si Tongkat raja
bengis Yu Thian-liong membantu kedua orang rekannya.
Si Tombak ular emas Beng Yu-wi memang licik, dia sengaja
mengincar jalan darah kematian Thian Toa-ciok kemudian
melancarkan bokongan di saat lawan tidak menyangka.
Tusukan maut itu langsung mengancam jalan darah
penting di hulu hati lawan, seandainya bersarang telak, bisa
dipastikan pihak lawan segera akan roboh dalam keadaan
mengenaskan.
Ketika tusukan itu tampaknya akan membuahkan hasil,
tiba-tiba terdengar bentakan keras memekikkan telinga,
pandangan matanya tahu-tahu jadi kabur dan sepasang
tangannya terasa kesemutan, tak ampun tusukan itu
melenceng tiga inci dari sasaran semula.
"Sreet!" ujung tombak langsung menusuk ke iga kiri Thian
Toa-ciok.
Rupanya Thian Toa-ciok telah menggunakan ilmu auman
singanya untuk memecahkan perhatian Beng Yu-wi, kemudian
dengan mengandalkan ilmu Thi-poh-san yang telah dilatihnya

306
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

puluhan tahun, dia sambut tusukan musuh dengan iga kirinya,


ujung tombak musuh hanya mampu menusuk sedalam empat
mili dan tak sanggup dilanjutkan lagi.
Melihat ujung tombaknya yang tajam dan runcing itu gagal
menembus tubuh lawan, dengan tergopoh-gopoh Beng Yu-wi
menarik kembali senjatanya, namun Thian Toa-ciok tidak
memberi kesempatan, dengan jurus lima guntur menggelegar
di puncak kembali dia menghantam batang tombak lawan
kuat-kuat.
"Criiiing!" batang tombak seketika patah.
Jika ujung tombak Beng Yu-wi itu tidak tajam, mustahil
dapat melukai kulit badan Thian Toa-ciok, kini dengan baju
berlepotan darah, si Tangan sakti pemisah emas itu
membentak nyaring, serangan yang dilancarkan teramat
ganas, dia memang paling benci kalau dibokong orang secara
licik.
Tak terlukiskan rasa kaget dan ngeri Beng Yu-wi saat itu,
dia mulai gugup bercampur panik, lima gebrakan kemudian
posisinya berada di bawah angin, ancaman bahaya maut
mengincar tubuhnya setiap saat.
Namun ketika dilihatnya darah telah menodai baju Thian
Toa-ciok, dia merasa sedikit lega, tahu musuhnya sudah
terluka, dengan gerakan tubuh yang lincah, gesit dan lemas
bagai seekor ular, dia berkelit dan menghindari setiap
serangan dahsyat yang mengarah tubuhnya.
Apapun kemampuan Beng Yu-wi, paling tidak ia termasuk
ketua nomor tujuh benteng Lian-in-ce, tentu saja tak
gampang bagi Thian Toa-ciok untuk merobohkannya dalam
waktu singkat.
Sepuluh gebrakan kemudian, posisi Beng Yu-wi semakin
terperosok di bawah angin, mendadak terdengar seorang
membentak keras, "Lojit, aku datang membantu!"
Ternyata Kau Cing-hong sudah berhasil lolos dari jebakan
tanah, sambil mengayunkan senjata borgolnya, ia ikut terjun
ke dalam arena pertempuran.

307
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan datangnya bantuan Kau Cing-hong, maka


pertarungan pun berjalan tak seimbang, karena kemampuan
yang dimiliki Thian Toa-ciok sebetulnya hanya sedikit di atas
kemampuan kedua orang musuhnya, jika satu lawan satu,
jelas Thian Toa-ciok akan menang.
Tapi kini keadaan Thian Toa-ciok satu tingkat di bawah
kemampuan gabungan mereka berdua, bukan saja dia mesti
waspada terhadap kekuatan lengan Kau Cing-hong yang luar
biasa, setiap saat dia pun harus menghadapi kelicikan dan
kelincahan Beng Yu-wi, tak heran sesaat kemudian posisinya
berbalik di bawah angin.
Masih untung tombak ular emas andalan Beng Yu-wi sudah
dihancurkan Thian Toa-ciok lebih dulu, sehingga dia
menyerang dengan tangan kosong, padahal dia sudah jeri
terhadap lawannya maka serangannya sedikit lebih lemah.
Sebaliknya Kau Cing-hong sudah berulang kali merasakan
kehebatan lawan, dia pun tak berani mendekatinya, karena itu
meski serangan gabungan mereka berhasil mendesak Thian
Toa-ciok, namun untuk sesaat mereka pun tak bisa melukai
lawan.
Di pihak lain, enam orang prajurit itupun tak mampu
banyak berkutik, sebab dengan satu lawan delapan orang,
posisi mereka amat berbahaya.
Dengan demikian dua rombongan pasukan yang
dipersiapkan Si Ceng-tang hampir semuanya terperangkap
dalam jebakan lawan. Bedanya, Liu Ing-peng berhasil
membunuh Pat-cecu si Sepasang golok pencabut nyawa Be-
ciangkwe, namun pasukannya hampir musnah karena hanya
tersisa tiga orang, sedang pasukan Thian Toa-ciok dengan
jumlah pasukan yang lebih banyak yaitu enam orang, belum
berhasil membunuh Lak-cecu si Borgol baja Kau Cing-hong.
Kondisi kedua pasukan ini sesungguhnya amat berbahaya,
keadaan mereka sekarang ibarat hewan ganas yang masuk
perangkap, yang bisa mereka lakukan saat ini hanya melawan
dengan sepenuh tenaga.

308
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Satu-satunya harapan kini adalah tibanya pasukan induk


yang akan membantu mereka terbebas dari bahaya.
Sayang harapan mereka sia-sia belaka, bila pasukan
pembantu saja sudah dihadang musuh, mana mungkin
pasukan induk dibiarkan bergerak bebas?
oooOOooo

10. Bertarung melawan Barisan Serigala.

Dengan menyaru sebagai rombongan piaukiok, rombongan


laki perempuan itu menembus hutan dan tibalah di sebuah pa-
dang luas yang dilapisi salju tebal.
Waktu itu Si Ceng-tang dan Ciu Leng-liong menyamar jadi
dua orang saudagar kaya, namun mereka tetap waspada,
pasang telinga baik-baik.
Saat itulah Ciu Leng-liong berkata kepada Si Ceng-tang,
"Ciangkun, setelah lewat tujuh delapan li lagi, kita akan tiba di
Hau-wi-s-i, tempat itu sudah dekat sekali dengan wilayah
kekuasaan Lian-in-ce, bila sampai saatnya kita belum berhasil
menemukan jejak Coh Siang-giok, rasanya kita harus
menyerang dari tiga arah langsung menyerbu ke markas besar
Lian-in-ce"
"Baik," sahut Si Ceng-tang sambil mengangguk, "kalau
begitu kita semua berkumpul di Hau-wi-si!"
Mendadak terendus bau yang sangat amis berhembus
lewat, padahal tanah lapang bersalju tak nampak sesuatu,
namun sebagai orang yang pengalaman. Si Ceng-tang segera
meningkatkan kewaspadaan, dengan terkesiap ia memandang
sekejap sekeliling tempat itu.
Belum sempat dia mengajukan pertanyaan, Lo-cecu dari
Lam-ce, Ngo Kong-tiong telah berseru sambil mengerutkan
dahi, "Bau amis apa ini?"
Sementara semua orang masih berbisik membicarakan
persoalan ini, mendadak terdengar suara derap kaki kuda
yang ramai, bergerak mendekat, bersamaan dengan

309
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mendekatnya suara itu, bau amis yang terendus terasa makin


tebal dan memuakkan.
Ciu Pek-ih yang selama ini hanya membungkam, tiba-tiba
melejit ke udara, dua tiga .lompatan kemudian ia sudah naik
ke puncak sebatang pohon yang berada puluhan kaki jauhnya
dari posisi semula.
Begitu berada di puncak dahan, ia segera memeriksa
sekejap sekeliling tempat itu, namun paras mukanya segera
berubah hebat.
Semua orang tidak tahu apa yang terjadi, tapi diam-diam
mereka mengagumi pemuda itu, tidak disangka dengan usia
yang masih begitu muda ternyata ilmu meringankan tubuhnya
telah mencapai tingkatan yang luar biasa.
Terlihat pemuda itu sudah melayang turun dari dahan
pohon dan dengan beberapa kali lompatan saja sudah
bergabung kembali dengan rombongan, segera ia berseru
pada Si Ceng-tang, "Si-ciangkun, harap bentuk pasukan dalam
barisan lingkaran, masing-masing menyiapkan senjata dan tak
perlu gugup!"
Si Ceng-tang adalah seorang panglima perang yang sudah
kenyang pengalaman menghadapi pertempuran, dia pun amat
menghargai jago tangguh, melihat sikap serius yang
ditunjukkan Ciu Pek-ih, ia segera sadar kalau urusan pasti
amat serius.
Karena itu tanpa bertanya lagi segera serunya lantang,
"Atur barisan dalam bentuk lingkaran, siapkan senjata dan
jangan gugup atau panik, siapa melanggar segera bunuh!"
Begitu perintah diturunkan, kedua puluhan orang prajurit
itu segera melolos golok dan berdiri saling berdampingan
membentuk barisan melingkar, mereka mengelilingi Si Ceng-
tang, Ciu Leng-liong, Ngo Kong-tiong, Ciu Pek-ih, Pek Huan-ji
dan si Tangan besi di tengah arena.
Baru saja barisan terbentuk, tiba-tiba dari empat penjuru
telah muncul cahaya bintang berapi yang memancarkan sinar
kehijauan, bau amis semakin merebak, dalam waktu singkat
rombongan bermata hijau berapi itu sudah mengelilingi arena.

310
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Serigala!" jerit Te-sang-to (golok bumi bergulingan) Goan


Kun-thian, salah seorang anak buah Ngo Kong-tiong dengan
terkesiap.
"Ya, rombongan serigala!" sambung Hek-sat-sin (si
malaikat hitam) Si Ciang-ji tak kalah kagetnya.
Kawanan jago persilatan itu bernyali besar, jangankan
melihat serigala, membunuh binatang itupun sudah sering
mereka lakukan, tapi kemunculan rombongan serigala kali ini
jauh berbeda karena jumlahnya mencapai enam tujuh ratusan
ekor lebih.
Bukan saja sorot matanya menyeramkan, tampaknya
kawanan serigala itu sudah cukup lama tidak bersantap hingga
kelihatan sangat kelaparan, taring dengan air liur yang
menetes keluar membuat keadaan bertambah mengerikan.
Diam-diam kawanan jago itu mulai bergidik, bulu kuduk
berdiri, meski merasa seram namun tak seorang pun yang
berusaha kabur dari situ.
Si Ceng-tang dan Ciu Leng-liong terhitung panglima perang
yang banyak pengalaman dalam pertempuran, namun selama
hidup belum pernah menghadapi ancaman semacam ini,
apalagi harus menghadapi beratus ekor serigala sekaligus,
untuk sesaat mereka tertegun dan tak tahu apa yang mesti
diperbuat.
Tidak lama kemudian dari balik kegelapan malam lamat-
lamat terdengar suara ketukan bokhi yang menyayat hati
bergema di udara. Menyusul suara ketukan itu, ratusan ekor
serigala pelan-pelan bergerak maju, sambil menunjukkan
taringnya yang tajam kawanan binatang itu mulai siap
menerkam mangsanya ....
Si Tangan besi segera menghampiri Si Ceng-tang dan Ciu
Leng-liong, kemudian serunya, "Ciangkun, bagaimana kalau
sementara waktu aku yang memberi perintah?"
"Baik," sahut Si Ceng-tang sambil bergeser, "kau saja yang
memberi perintah!"
"Pasukan pemanah, siapkan anak panah!" si Tangan besi
segera memberi perintah.

311
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam dua puluhan prajurit yang menyertai rombongan


terdapat sepuluh orang pemanah mahir, namun dari sepuluh
pemanah ada dua orang ikut rombongan Liu Ing-peng dan
dua orang bersama Thian Toa-ciok, berarti dalam rombongan
ini tinggal enam orang pemanah saja.
Kembali si Tangan besi berseru, "Siapkan seluruh anak
panah yang tersedia!"
Setelah keenam orang pemanah itu. mempersiapkan anak
panahnya, kembali si Tangan besi memberi perintah, "Arahkan
panah ke sisi barat! Si-ciangkun, Ciu-ciangkun, kalian berdua
mempertahankan posisi timur, Ngo-cecu, saudara Goan,
saudara Si, kalian bertiga menjaga posisi selatan, Ciu-shiacu
dan Pek-lihiap, kalian berdua menjaga posisi utara."
Begitu mendengar perintah ini, semua orang segera sadar
apa yang terjadi, rupanya kawanan serigala itu terlalu banyak,
sebaik apapun ilmu silat seseorang, mustahil bisa menghadapi
kerubutan begitu banyak serigala, karenanya memang paling
tepat bila kawanan binatang itu dihadapi dengan panah, asal
ada banyak yang terluka, otomatis keberingasan binatang-
binatang itu akan berkurang.
Saat itulah suara ketokan bokhi semakin kencang, kawanan
serigala mulai pentang cakar dan menyerbu ke dalam barisan.
"Lepaskan panah!" si Tangan besi segera membentak
nyaring.
Enam orang pemanah serentak melepaskan anak
panahnya, serentetan pekik kesakitan segera bergema di
udara. Para pemanah itu merupakan pemanah unggul, di
bawah hujan anak panah yang begitu rapat, mana mungkin
kawanan binatang itu bisa meloloskan diri?
Hanya dalam waktu singkat belasan ekor serigala telah mati
terpanah, darah berceceran membasahi permukaan salju.
Barisan serigala dari arah barat kontan kacau-balau, tapi
suara ketukan bokhi masih berbunyi tiada hentinya, hal ini
membuat kawanan serigala itu kembali menyerbu secara
nekad.

312
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tak lama kemudian ada empat lima ekor serigala berhasil


menembus hujan panah dan langsung hendak menggigit
keenam orang pemanah itu.
"Tak usah gugup!" seru si Tangan besi cepat, tangan
kirinya segera diayunkan memberi tanda, keempat belas
prajurit yang telah siap dengan senjatanya serentak turun
tangan bersama dan menjagal serigala itu.
Melihat ada orang yang melindungi keselamatan jiwanya,
keenam orang pemanah semakin lega lalu membidikkan anak
panahnya pula, kembali tiga puluhan serigala mati terpanah.
Sekali lagi terjadi kekalutan dalam gerombolan serigala itu,
bahkan ada gejala kawanan binatang buas itu akan mundur
dari arena pertempuran.
Saat itulah suara kentongan bokhi kembali berbunyi,
bahkan suaranya makin keras dan nyaring, begitu mendengar
suara titiran itu, kawanan serigala segera maju menyerang
lagi tanpa menggubris keselamatan sendiri, ganasnya bukan
kepalang.
Dalam situasi seperti ini, jumlah serigala yang berhasil lolos
dari serangan anak panah berlipat ganda jumlahnya, untung
keempat belas prajurit itu cukup terlatih, biar terancam namun
tak sampai panik, datang satu mereka bantai satu, biarpun
agak kerepotan namun untuk sesaat belum ada korban yang
jatuh di pihaknya.
Dari gerombolan serigala yang berada di sisi timur, ada tiga
empat ekor di antaranya mulai mendekati rombongan, namun
Si Ceng-tang maupun Ciu Leng-liong sama sekali tak bergerak,
kedua orang jago itu hanya mengawasi dengan dingin.
Serigala adalah binatang licik, mereka sengaja maju
mendekat karena ingin memeriksa apakah lawannya masih
hidup atau sudah mati, tapi kemudian karena dilihatnya kedua
orang itu tak bergerak, mereka pun segera maju mendekat
sambil menggigit.
Si Ceng-tang serta Ciu Leng-liong bukan jagoan kemarin
sore, melihat datangnya terkaman itu, Si Ceng-tang segera

313
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

memberi tanda, dengan cekatan Ciu Leng-liong mencabut


goloknya dan langsung diayunkan ke depan.
Di antara kilatan cahaya tajam, tahu-tahu golok itu sudah
disarungkan kembali, sementara tiga kepala serigala sudah
mencelat ke udara, sementara badannya masih bergerak
mundur.
Titiran kentongan bokhi kembali berkumandang, empat
ekor serigala ganas menerjang dengan garangnya, tiga ekor
menyerang Ciu Leng-liong sementara yang lain menggigit
leher Si Ceng-tang.
Baru saja Ciu Leng-liong akan bergerak, Si Ceng-tang
segera mengulapkan tangan, maka Ciu Leng-liong pun
membatalkan gerakan tubuhnya.
Ketika kawanan serigala itu hampir menggigit badannya,
mendadak Si Ceng-tang menggerakkan tangannya sambil
meninju ke depan sekerasnya.
"Blaamm!" jotosan itu langsung bersarang di perut serigala
salju hingga isi perutnya hancur berantakan, belum sempat
menjerit, badannya sudah menerjang tiga ekor serigala yang
sedang menubruk ke arah Ciu Leng-liong, "Blaaam!" serigala
itu langsung tertumbuk secara telak.
Tumbukan itu benar-benar hebat, begitu menghantam
tubuh serigala pertama, tubuh serigala itu mencelat
menghantam tubuh serigala kedua, sementara serigala kedua
yang tertumbuk segera mencelat menghajar tubuh serigala
ketiga, dalam waktu yang bersamaan ketiga ekor serigala
yang mengancam Ciu Leng-liong sudah mencelat semua ke
belakang.
Sungguh dahsyat tenaga pukulan ini, bukan hanya serigala
pertama yang mati seketika, ternyata serigala lain yang
tertumbuk pun ikut mampus tanpa sempat bersuara lagi.
Hanya dalam satu kali gebrakan Ciu Leng-liong dan Si
Ceng-tang berhasil membantai tujuh ekor serigala, melihat iu
serigala yang lain tak berani maju untuk sementara waktu,
kendatipun suara bokhi semakin gencar.

314
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Serigala yang menyerang dari sisi selatan juga sudah mulai


maju melancarkan serangan, menghadapi ancaman hewan liar
ini, tak urung kawanan jago di bawah pimpinan Ngo Kong-
tiong bergidik juga.
Si Malaikat hitam Si Ciang-ji berseru setelah menarik napas
panjang, "Aku paling jangkung di antara semua orang,
dagingku paling banyak, mereka pasti akan menyerang aku
duluan
Sementara si Golok bumi Goan Kun-thian ikut berseru pula
dengan badan gemetar, "Badanku paling pendek, mereka
pasti akan langsung menggigit tenggorokanku!"
Ngo Kong-tiong tak malu menjadi Lo-cecu benteng Lam-ce,
sambil melintangkan pedangnya di depan dada ia tertawa
tergelak, katanya cepat, "Bagus, bagus sekali, akulah Lo-cecu
dari Lam-ce, wahai kaum serigala, bila kalian berani
menyerang dari sisi selatan, akan kusuruh kalian rasakan
kehebatanku!"
Menyaksikan kegagahan pemimpin mereka, tanpa terasa Si
Cong-ji dan Goan Kun-thian saling bertukar pandang sekejap,
akhirnya dengan perasaan malu mereka bangkitkan semangat
dan segera berdiri di sisi kiri dan kanan pemimpinnya.
Saat itulah kawanan serigala yang ada di sisi selatan mulai
melancarkan serangan, ada puluhan ekor hewan liar itu yang
mulai menyerbu masuk arena pertarungan.
Goan Kun-thian tidak tinggal diam, goloknya digetarkan
sambil berguling di tanah, cahaya golok berkilauan dan ada
tiga ekor serigala yang segera kehilangan kakinya hingga
bergulingan kesakitan di tanah.
Goan Kun-thian memang tak malu disebut Golok bumi,
sapuan goloknya yang khusus bermain bawah ini memang
terbukti sangat ampuh.
Si Ciang-ji tak mau kalah, sembari menghardik dia
melancarkan pula sebuah serangan dahsyat, tangan kirinya
menghajar batok kepala seekor serigala sementara tangan
kanannya menjotos seekor yang lain, begitu berhasil dengan
pukulannya, tahu-tahu sepasang tangan itu kembali

315
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menggencet ke tengah menghajar lagi seekor hewan buas


lainnya.
"Praaak!" tiga ekor serigala terhajar telak hingga hancur
lebur batok kepalanya
Ngo Kong-tiong tertawa, nyaring, pedangnya digetarkan
dan langsung menyerbu masuk ke dalam gerombolan serigala
itu, dimana pedangnya berkelebat, bangkai serigala
bergelimpangan, sebuah jalan berdarah segera terbentuk oleh
serbuannya itu.
Dalam pada itu titiran ketukan bokhi semakin gencar,
kawanan serigala yang berulang kali menjumpai hantaman
maut itu masih saja menyerbu tiada habisnya, seakan-akan
kawanan hewan itu sudah tidak mempedulikan lagi
keselamatan jiwanya.
Baru setengah kaki Ngo Kong-tiong menyerbu ke depan,
jalan mundurnya segera terpotong oleh serbuan kawanan
serigala lainnya, Si Ciang-ji'dan Goan Kun-thian jadi kaget,
mereka semakin panik setelah gagal menemukan bayangan
tubuh pemimpinnya.
Sementara mereka sudah nekad akan menyerbu ke depan
untuk menyelamatkan majikannya, tiba-tiba tampak bangkai
serigala beterbangan di udara, tahu-tahu Ngo Kong-tiong
sudah muncul kembali sambil berseru, "Hebat benar kawanan
serigala itu, biar sudah kubantai hampir empat lima puluh
ekor, ternyata serbuanku gagal menjebol kepungan ini.
Makanya aku terpaksa balik lagi kemari
Kehebatan yang ditunjukkan pemimpin mereka ini semakin
membuat malu Si Ciang-ji dan Goan Kun-thian, namun rasa
hormat mereka pun tanpa terasa makin meningkat.
Pada bagian utara keadaan tidak jauh berbeda, Pak-shia
Shiacu Ciu Pek-ih serta Pek Huan-ji sudah terlibat juga dalam
pertarungan yang amat seru melawan serbuan kawanan
serigala itu.
Tiba-tiba terlihat ada belasan ekor serigala menembus
kepungan dan langsung menerjang ke arah Pek Huan-ji,

316
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

melihat itu Ciu Pek-ih segera melejit ke udara dan bergerak


mendekat sambil berseru, "Hati hati!"
Sambil melambung di udara ia getarkan pedangnya, di
antara berkelebatnya cahaya putih yang menyilaukan mata,
belasan ekor serigala itu segera terbabat kutung jadi dua dan
mati seketika.
Kembali ada tiga ekor serigala menerjang masuk dan
hendak menggigit kaki Pek Huan-ji.
Gadis itu mendengus dingin, tidak nampak bagaimana dia
menggerakkan senjatanya, hanya tampak ujung bajunya
bergetar pelan, tahu-tahu ketiga serigala itu sudah mampus
tertembus pedangnya.
Dalam waktu singkat ada tiga belas ekor serigala yang mati
terbantai, untuk sesaat kawanan serigala lainnya tak berani
maju, malah ada di antara kawanan hewan itu yang mulai
berebut melahap bangkai rekannya yang berlepotan darah ....
Selama hidup belum pernah Pek Huan-ji menyaksikan
adegan seperti ini, tak kuasa wajahnya berubah pucat pias,
badannya gemetar dan nyaris roboh saking lemasnya.
Sementara itu suara ketukan bokhi semakin gencar,
serbuan kawanan serigala itupun makin lama semakin banyak,
bahkan serangan demi serangan dilakukan semakin ganas.
Dua puluh delapan orang jagoan ini paling tidak sudah
membantai ratusan ekor serigala, namun masih ada delapan
ratusan ekor lain-.nya yang sama sekali tak ada tanda akan
mundur, malah sebaliknya jumlahnya makin meningkat.
Dalam pada itu hujan anak panah dari kawanan pemanah
mahir itu sudah mulai mereda karena kehabisan anak panah,
melihat serangan panah mereda, kawanan serigala mulai
menyerbu lagi dengan garangnya.
Si Tangan besi tahu, bila membiarkan kawanan serigala itu
menyerbu masuk, maka barisan pertahanan mereka akan
kalut, bila sampai begitu, korban di pihaknya akan bertambah
banyak, karenanya dia kembali berseru, "Hadapi dengan
senjata rahasia!"

317
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kedua puluh orang prajurit itu nampaknya sangat kagum


dan takluk kepada si Tangan besi, begitu mendapat perintah
segera mereka menyiapkan amgi.
Kalau dibilang memanah maka hanya enam orang yang
bisa melakukan perintah itu, tapi kalau dibilang memakai am-
gi maka hampir semuanya bisa melakukan.
Begitulah ketika dua puluhan orang mengayunkan
tangannya bersama, dua tiga puluh ekor serigala segera roboh
menemui ajalnya.
Tapi si Tangan besi juga sadar, amgi yang dibawa tentu tak
banyak jumlahnya dan sebentar lagi bila amgi habis
digunakan, maka pertarungan berdarah tak bisa dihindari lagi.
Ngo Kong-tiong sudah berhasil membantai empat lima
puluhan ekor serigala dan lolos dari kepungan, biar orang ini
usianya sudah tua, namun semangat tempurnya sama sekali
tak berkurang, sambil tertawa nyaring dia menyerbu maju
terus dengan gagahnya.
Gelak tertawa yang amat keras itu seketika
menenggelamkan suara bokhi yang bertalu-talu, begitu suara
bokhi sirap, serbuan kawanan serigala mulai kacau-balau,
bahkan ada beberapa ekor yang kabur dari barisan.
Menyaksikan kejadian ini, terlintas ingatan dalam benak si
Tangan besi, dia tahu serbuan kawanan serigala itu diperintah
dari suara bokhi itu.
Tanpa terasa dia pun teringat Cecu kelima Lian-in-ce konon
sangat mahir mengendalikan serigala, orang menyebutnya
Jian-long-mo-ceng (Padri iblis seribu serigala) Kwan Tiong-it.
Berpikir sampai di situ, dengan suara lantang si Tangan
besi segera berseru, "Rekan semua, rupanya Kwan Tiong-it
yang mengendalikan serbuan kawanan serigala itu dari
kejauhan, asal kita tenggelamkan suara bokhi dengan teriakan
nyaring, serbuan kawanan serigala akan buyar dengan
sendirinya."
Mendengar penjelasan itu, para jago segera sadar apa yang
telah terjadi.

318
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Terdengar si Tangan besi mulai berpekik nyaring, suaranya


panjang bersahutan, bukan saja amat memekakkan telinga,
suara bokhi pun segera tenggelam di balik pekikan nyaring itu.
"Ucapan saudara Thi sangat tepat," seru Ciu Pek-ih
kemudian, "mari kita berteriak
Biarpun ucapan itu lamban namun kalimatnya
bersambungan disertai nada suara yang nyaring dan kuat,
suara bokhi makin tenggelam, serbuan kawanan serigala pun
mulai tampak kalut.
Kawanan jago itu hampir semuanya jago kenamaan dunia
persilatan, tentu saja mereka memahami maksud ucapan si
Tangan besi, namun mereka juga tahu, bicara menggunakan
tenaga dalam merupakan tindakan pemborosan hawa murni
yang luar biasa, bila mereka tidak bergiliran bicara hingga
kehabisan tenaga, maka dalam pertarungan berikutnya, jiwa
mereka bakal terancam.
"Benar!" kembali si Tangan besi berseru, "mohon bantuan
Toako sekalian."
Dalam waktu singkat para jago mulai berbicara dengan
mengerahkan tenaga dalam, suara gemuruh yang keras
memekakkan telinga, seketika membuat suara bokhi hilang
tak berbekas.
Begitu suara bokhi tenggelam dan lenyap, serangan
kawanan serigala itu makin kacau, mulai ada puluhan ekor
hewan liar itu yang berbalik badan melarikan diri.
Terdengar si Tangan besi berseru pula, "Ngo-loenghiong,
kau sungguh hebat, malam ini Boanpwe benar-benar kagum
dengan kehebatan It-seng-lui (suara guntur menggelegar) dari
Ngo-cecu."
Ngo Kong-tiong disebut orang Sam-coat-it-seng-lui (suara
guntur tiga kehebatan) karena dia terkenal hebat lantaran
kecepatan ilmu pedangnya, hebat karena ilmu meringankan
tubuhnya dan hebat karena kesempurnaan tenaga dalamnya.
Tetapi setelah mendengar perkataan si Tangan besi, diam-
diam ia ikut merasa terperanjat, pikirnya, "Untuk mengu-
capkan beberapa patah kata saja aku mesti berulang kali

319
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mengatur pernapasan, tapi si Tangan besi bicara tiga kali


secara beruntun, malah suaranya yang terakhir jauh lebih
nyaring dan lantang, masakah tenaga dalam bocah ini benar-
benar sudah mencapai puncak kesempurnaan?"
Saat itulah tiba-tiba terdengar seorang berbicara dengan
suara nyaring bagai suara genta, "Apakah yang datang adalah
jagoan dari Lian-in-ce? Kenapa tidak berani tampil ke muka
dan hanya menyuruh kawanan hewan untuk menyambut,
beraninya kau memandang hina aku orang she Si?"
Ternyata yang berbicara adalah Cap-ji-hui-huan (dua belas
gelang terbang) Si Ceng-tang, jangan dilihat dia hanya
seorang panglima perang kerajaan, ternyata tenaga dalamnya
tidak di bawah kemampuan siapa pun. Hal ini membuat para
jago mengaguminya.
"Kelihatannya orang yang menabuh bokhi adalah Cecu
nomor lima dari Lian-in-ce" kembali si Tangan besi berkata.
"Hei, jagoan yang bersembunyi di balik kegelapan, apakah kau
benar Jian-long-mo-ceng Koan-taysu?"
"Kelihatannya Koan-taysu cuma pintar menabuh bokhi,
mungkin dia memang tak mampu meninggalkan kuilnya?" ejek
Ciu Pek-ih nyaring.
Orang di balik kegelapan belum juga menampakkan diri,
sementara pertarungan antara manusia melawan kawanan
serigala masih berlangsung seru, hanya kali ini serangan
kawanan binatang buas itu sudah kacau-balau karena tak
mendapat komando, dengan sendirinya bangkai serigala
semakin membukit.
Melihat musuhnya belum juga memberi tanggapan, kembali
si Tangan besi berseru nyaring, "Koan-taysu, bokhi itu alat
suci untuk bersembahyang, kenapa kau gunakan sebagai alat
pembunuh?"
"Betul," sahut Ngo Kong-tiong pula, "sudah lama kau
mencukur gundul rambutmu, tapi kenapa tidak berganti
nama? Jangan-jangan kau masih tak kuasa menahan godaan
dan ingin jadi orang preman lagi?"

320
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Koan-taysu" seru si Tangan besi lagi, "apa benar dalam


hatimu sudah tak ada Buddha?"
"Koan Tiong-it, lebih baik kau menyerah saja," sambung Si
Ceng-tang, "asal kau mau kembali ke jalan yang benar, aku
pasti akan memohonkan pengampunan bagimu di hadapan
Kaisar."
Berbicara dengan menggunakan tenaga dalam merupakan
satu tindakan pemborosan hawa murni yang luar biasa, tapi
semua orang memang sengaja memancing agar Koan Tiong-it
mau buka suara. Sebab begitu dia buka mulut, maka tenaga
dalamnya akan buyar dan titiran bokhinya akan hancur
berantakan.
Tampaknya Koan Tiong-it menyadari akan hal ini, karena
itu dia tetap bungkam, bahkan titiran kentongannya semakin
keras, gencar dan nyaring.
Waktu itu kawanan serigala yang melancarkan serangan
sudah buyar separoh bagian, sebetulnya sisanya pun telah
berniat mengundurkan diri, tentu saja si Tangan besi tidak
ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.
Maka dengan suara nyaring kembali dia berseru, "Siancay,
Siancay, bokhi sesungguhnya merupakan peralatan Buddha
untuk bersembahyang, tak disangka setelah berada di tangan
Koan-ngo-cecu malah dipakai sebagai senjata iblis... kau
memang sangat keterlaluan!"
Diam-diam semua orang terperanjat, sebab perkataan si
Tangan besi kali ini ternyata jauh lebih nyaring daripada
semula, bukan saja tenaga dalamnya tidak berkurang, malah
bertambah hebat.
Waktu itu delapan puluh persen kawanan serigala telah
melarikan diri, sambil menghimpun hawa murninya, Ngo
Kong-tiong ikut berseru, "Koan Tiong-it, akan kulihat kau bisa
bertahan berapa lama lagi!"
Biarpun perkataannya singkat namun nadanya
menggelegar bagai bunyi guntur.

321
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Koan Tiong-it" seru si Tangan besi lagi, "kau masih punya


kesempatan terakhir, jika tidak menyerah, jangan salahkan
kalau kami bertindak keji."
Bentakan itu nyaring bagai halilintar membelah bumi,
menyusul hardikan itu, terdengar suara bergema dari sisi
barat, di bawah sebatang pohon tampak duduk bersila
seorang padri.
waktu itu dia masih memukul bokhinya bertalu-talu, namun
darah segar tampak keluar tiada hentinya dari mulutnya.
Koan Tiong-it bukannya enggan menyerah, tapi dia tak
mungkin berbuat begitu, sebab dia kuatir begitu pukulan bokhi
dihentikan malah dia akan mati oleh getaran suara lawan.
"Bedebah ini benar-benar keras kepala," umpat Ciu Pek-ih
kemudian, "rasanya dia memang pantas dibantai."
"Jangan dibunuh," cegah si Tangan besi. "Tujuan
kedatangan kita hanya ingin membekuk buronan kelas kakap
kerajaan, bukan datang untuk menghadapi orang-orang Lian-
in-ce!"
Mendadak Ngo Kong-tiong tertawa nyaring tiga kali secara
beruntun, setiap kali gelak tertawa itu bergema, tubuh Koan
Tiong-it kelihatan gemetar keras, ketika suara tertawa yang
ketiga kalinya bergema, Koan tiong-it sudah tak sanggup
menahan diri lagi, badannya tampak lemas lunglai seperti
orang kehabisan tenaga.
Waktu itu Ngo Kong-tiong sendiri pun sudah kehabisan
tenaga dan tak sanggup tertawa lagi, sebetulnya hawa darah
dalam dadanya sudah bergolak semenjak tadi, hanya rasa tak
mau kalahnya saja yang memaksa dia untuk tertawa nyaring.
"Ngo-loenghiong," seru si Tangan besi cepat, "kau tak usah
gusar, biar Boanpwe yang membereskan cecunguk macam
dia."
Di antara sekian banyak jago, boleh dibilang si Tangan besi
yang bicara paling banyak, namun dia seperti tak nampak
kehabisan tenaga, malah sebaliknya makin bicara suaranya
semakin lantang.

322
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam pada itu suara kentongan bokhi sudah makin


melemah, kawanan serigala yang tinggal belasan ekor itupun
serentak membubarkan diri dan kabur.
"Saudara Thi, hebat benar tenaga dalammu," seru Ciu Pek-
ih, "Siaute benar-benar tak ... takluk
Ucapannya yang terakhir diutarakan amat lemah, jelas dia
pun sudah kehabisan tenaga dalam.
Melihat beberapa ekor serigala yang tersisa berusaha kabur
dari arena pertarungan, si Tangan besi segera menyambar
dua gumpal bunga salju lalu ditimpukkan ke depan sambil
menghardik, "Roboh semua!"
Lolongan kesakitan bergema silih berganti, berpuluh ekor
serigala terakhir segera roboh mampus dalam keadaan
mengenaskan.
Kembali si Tangan besi membentak nyaring, "Blukk!" tiba-
tiba bokhi yang berada dalam genggaman Koan Tiong-it
hancur berantakan, menyusul badannya roboh terjengkang ke
atas permukaan salju.
"Ten ... tenaga dalam ya ... yang hebat!" bisiknya lirih,
darah segar muntah tiada hentinya, jelas orang itu sudah
menderita luka dalam yang amat parah.
Tak selang berapa lama kemudian, suasana kembali
hening, pertarungan berdarah kini telah berakhir, diam-diam
semua orang menyeka keringat dingin yang membasahi tubuh
mereka.
Ngo Kong-tiong sangat kagum dengan kehebatan si Tangan
besi, baru saja dia hendak mengucapkan kata pujian,
mendadak tampak si Tangan besi dengan wajah sangat serius
menempelkan teli-nganya ke permukaan salju dan
mendengarkan beberapa saat.
Tak lama kemudian terdengarlah suara derap kaki kuda
yang amat ramai bergema, dari suara gemuruh yang keras,
dapat diduga paling tidak tiga empat ratusan ekor kuda
sedang bergerak menghampiri mereka.
Berubah hebat paras muka Ciu Leng-liong, serunya
tertahan, "Tidak heran mereka menggunakan gerombolan

323
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

serigala untuk memancing kita menyerang dengan senjata


rahasia, kini kita kehabisan amgi
"Tak punya amgi toh kita masih punya senjata tajam,"
tukas si Malaikat hitam Si Ciang-ji cepat.
"Benar, kalau senjata tajam juga lenyap, kita toh masih
punya kepalan," sambung si Golok bumi Goan Kun-thian.
Dua orang jagoan yang menjadi anak buah Ngo Kong-tiong
ini memang angkuh, meski tadi mereka sempat ketakutan
karena harus berhadapan dengan serbuan gerombolan
serigala, tapi menghadapi manusia, mereka sama sekali tak
takut.
Maka ketika didengarnya Ciu Leng-liong mengucapkan
perkataan ini, mereka anggap panglima perang itu telah pecah
nyali karena ketakutan.
Tentu saja Ciu Leng-liong pun dapat menangkap maksud
perkataan itu, sambil tertawa dingin balasnya, "Bagus sekali
ucapan kalian berdua, sayang aku orang she Ciu belum
pernah takut menghadapi manusia, bahkan ketika diserang
gerombolan serigala pun aku tak pernah ketakutan sampai
kencing dalam celana
Jelas kata-kata ini mengandung sindiran tajam.
Tak terlukiskan rasa gusar Si Ciang-ji dan Goan Kun-thian
mendengar sindiran itu, baru saja mereka mengepal tinju siap
melancarkan serangan, Ngo Kong-tiong dengan gusar telah
menghardik, "Ciang-ji, Kun-thian, kalian sudah lupa dengan
peraturan perguruan? Bukankah sudah aku pesan wanti-wanti,
jangan membuat onar selama berada di luar benteng Lam-
ce?"
"Leng-liong!" Si Ceng-tang juga segera menegur, "dalam
situasi seperti ini, kita butuh kerja sama yang erat, kenapa kau
malah cari gara-gara? Itukah contohmu untuk anak buah?"
Si Ciaong-ji maupun Goan Kun-thian memang sangat
menaruh hormat dan takluk terhadap Ngo Kong-tiong, mereka
segera menundukkan kepala dan tak berani bertindak
gegabah lagi.

324
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Begitu juga dengan Ciu Leng-liong, setelah ditegur Si Ceng-


tang, dia pun tak berani banyak bicara.
Saat itulah si Tangan besi kembali berkata, "Tampaknya
musuh yang muncul berjumlah sekitar empat ratusan, bisa
jadi anak buah Tin-jian-hong (Angin di depan barisan) Mok
Kiu-peng, Cecu nomor empat benteng Lian-in-ce."
"Bila dia memimpin sendiri pasukan itu, akan semakin sulit
bagi kita untuk menghadapinya," ujar Ciu Pek-ih dengan
kening berkerut. "Sebab bila dia muncul, Cecu ketiga dari
Lian-in-ce, Say-cukat (si Cukat cerdik) Wan Beng-tin tentu
datang bersamanya."
"Benar," Ngo Kong-tiong membenarkan. "Antara Mok Kiu-
peng dengan Wan Beng-tin memang ibarat kendil dengan
tutupnya, mereka tak pernah berpisah satu dengan yang lain,
kini dari tujuh ratus orang anggota Lian-in-ce ada empat ratus
orang sudah muncul di sini, besar kemungkinan pasukan ini
dipimpin langsung oleh Mok Kiu-peng serta Wan Beng-in."
Dalam benteng Lian-in-ce sebenarnya hanya terdapat
delapan orang Cecu, boleh dibilang ilmu silat kedelapan orang
ini sangat tangguh dan tiada tandingan.
Tapi kemudian muncul seorang yang bernama Cing Sau-
song, konon dengan membelenggu tangan kanan sendiri dan
mengandalkan tangan kiri, dia berhasil mengalahkan
kedelapan orang Cecu itu secara beruntun hingga membuat
kedelapan jago itu tunduk, sejak itu dia diangkat sebagai
Cong-cecu mereka.
Ilmu silat yang dimiliki orang ini beraneka ragam, tak
seorang pun dapat menebak asal-usul perguruan maupun
asal-usul kehidupannya, karena itu orang menyebutnya Kiu-
sian-sin-liong (Naga sakti sembilan wujud).
Semenjak Naga sakti sembilan wujud Cing Sau-song
memegang tampuk pimpinan benteng Lian-in-ce, secara
beruntun benteng ini berhasil melakukan beberapa kali
peristiwa besar hingga menggemparkan sungai telaga.
Konon Cing Sau-song sangat cerdas, selain menguasai ilmu
silat, dia pun pandai memainkan khim, main catur, membuat

325
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

syair, membaca, melukis maupun taktik perang, setiap kali


habis bertempur, dia selalu berhasil menciptakan sebuah jurus
serangan baru, sayang ambisinya kelewat besar, jiwanya
sempit dan pikirannya pendek.
Cecu nomor dua, Hau-siau-ing-hui-leng-coa-kiam (pedang
ular berbisa, tukikan elang, auman harimau) Lau Hiat-kong
juga terhitung seorang jagoan tangguh dunia persilatan, tapi
dia termasuk seorang Hohan sejati.
Dulu sebelum kehadiran Cing Sau-song, Lau Hiat-kong
adalah ketua utama benteng Lian-in-ce, tetapi sejak
ditaklukkan, dia pun menjabat sebagai Cecu nomor dua.
Adapun julukannya sebagai pedang ular berbisa, tukikan
elang, auman harimau bukan julukan yang ia berikan untuk
diri sendiri, melainkan julukan yang diberikan orang untuk
mengejek dirinya.
Lau Hiat-kong memiliki tenaga dalam sempurna,
bentakannya sanggup membetot sukma, karena itu dia
dikatakan memiliki auman harimau, ilmu meringankan
tubuhnya hebat seakan dapat terbang tanpa sayap, maka
orang menyebutnya seperti tukikan elang, sementara ilmu
pedangnya cepat lagi tele-ngas persis seperti pagutan ular
berbisa, maka ia dinamai pedang ular berbisa.
Ilmu silat yang dimiliki Cing Sau-song serta Lau Hiat-kong
jauh di atas kepandaian ketujuh orang Cecu lainnya, namun
Sam cecu si Cukat cerdas Wan Beng-tin, walaupun tidak hebat
kungfunya, namun dia sangat cerdik, menguasai taktik perang
dan amat teliti dalam tindak-tanduk, dialah kunsu benteng
Lian-in-ce.
Kungfu yang dikuasai Cecu nomor empat, si Angin depan
barisan Mok Kiu-peng juga tidak terhitung hebat, tapi dia
garang, gagah dan pantang mundur dalam setiap peperangan,
ia merupakan panglima perang andalan benteng Lian-in-ce.
Sementara itu dari segala penjuru telah bermunculan
sekitar empat ratusan ekor kuda dengan empat ratusan jago
berpakaian ringkas, kawanan jago itu nampak garang sekali,

326
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dengan tangan sebelah menggenggam golok, tangan lain


memegang obor, mereka adalah begal gunung.
Sewaktu mereka bergerak sambil menyerang, serangan
dilancarkan bagaikan gelombang air bah, benar-benar
menggidikkan hati.
Melihat kemunculan sepasukan begal gunung itu, Si Ceng-
tang segera berseru, "Cayhe Si Ceng-tang dari Ciang-ciu,
sama sekali tak ada urusan dengan benteng kalian, mohon
sudilah kiranya kalian minggir untuk memberi jalan!"
"Anjing sialan!" umpat seorang lelaki tinggi besar berambut
dan berwajah hitam yang memakai pakaian perang berwarna
hitam pula serta membawa tombak panjang, "Kau sudah
melukai saudara kelima kami, sekarang masih banyak bacot,
ayo serang!"
Begitu perintah diturunkan, serentak para begal itu
menyerbu dengan garangnya. Si Tangan besi tahu, orang itu
pastilah si Angin depan barisan Mok Kiu-peng.
Malaikat hitam Si Ciang-ji tertawa, ejeknya, "Hahaha ...
selama ini aku mengira diriku paling hitam, ternyata di kolong
langit ini masih terdapat orang yang jauh lebih hitam
daripadaku! Aku jadi ingin tahu, kekuatan siapa yang paling
tangguh. Nih sambut dulu pukulanku!"
Dia memutar badan mencabut sebatang pohon berikut
akarnya, lalu dilontarkan ke arah Mok Kiu-peng.
"Bagus!" sahut Mok Kiu-peng sambil menangkis dengan
tombak panjangnya, batang pohon itu seketika mencelat balik
dan menerjang ke tubuh Si Cong-ji.
Ketika Si Cong-ji memeluk kembali pohon itu, badannya
seketika tergetar mundur tiga langkah dengan sempoyongan.
Sambil tertawa tergelak si Golok bumi Goan Kun-thian
segera berseru, "Karena kau tak berhasil, biar aku yang unjuk
kebolehan!"
Sambil berseru ia menerjang, senjatanya berubah jadi
selapis cahaya tajam, lalu sambil berguling di tanah, ia babat
keempat kaki kuda hitam yang ditunggangi Mok Kiu-peng.

327
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Melihat datangnya sapuan itu, Mok Kiu-peng membentak


gusar, ia sentak tali kendali kudanya hingga embuat binatang
tunggangan itu melompat ke udara, dengan cepat kuda itu
melompat lewat di atas kepala Goan Kun-thian dan lolos dari
babatan maut itu.
Tiga orang bandit yang kebetulan berdiri di belakangnya
segera mengayunkan golok membacok.
Gagal dengan serangan pertamanya, Goan Kun-thian
berguling lagi di tanah sambil membabat ke belakang, selapis
cahaya golok berkelebat, kaki kuda tunggangan itu segera
terpapas kutung membuat ketiga orang penunggangnya roboh
terjungkal.
Di tengah kekalutan, tiba-tiba tampak sesosok bayangan
melejit ke udara bagai seekor burung rajawali, begitu tiba di
atas kepala Mok Kiu-peng, serangan langsung dilontarkan.
Agak tertegun Mok Kiu-peng menyaksikan kecepatan gerak
orang itu, tanpa pikir panjang, tombaknya langsung
ditusukkan ke tubuh sang penyerang.
Ternyata orang itu adalah si Tangan besi, dia sadar betapa
gawatnya situasi, maka diambil keputusan untuk membekuk
pentolannya lebih dulu, asal komandannya sudah tertawan,
keempat ratus orang anak buahnya akan lebih mudah diatasi.
Tusukan tombak Mok Kiu-peng meluncur tanpa
menimbulkan sedikit suara pun, si Tangan besi terkesiap, dia
tahu kemampuan musuh cukup tangguh, jika harus berkelit
dulu maka beberapa gebrakan kemudian baru ia punya
kesempatan untuk membekuknya.
Berpikir begitu, lantas dia tangkap tusukan tombak itu
dengan kedua belah tangannya.
Betapa kagetnya Mok Kiu-peng melihat tusukannya bukan
saja berhasil dihindari musuh, bahkan pihak lawan sanggup
menangkap tombaknya serta menekuknya hingga
melengkung, dia tak menyangka di kolong langit terdapat
manusia dengan kekuatan sehebat itu.
Sementara belum hilang rasa kagetnya, si Tangan besi
sudah merangsek maju, mendadak tubuhnya mendak ke

328
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bawah, Mok Kiu-peng kontan merasakan datangnya tenaga


dahsyat yang menghimpit tubuhnya, tak ampun badannya
mencelat ke udara.

0o6o0

11. Dua jagoan gagah.

Menyaksikan senjatanya berhasil direbut lawan, Mok Kiu-


peng sama sekali tidak gugup, dia segera membuang
senjatanya sambil melolos pedang.
Si Tangan besi mendengus dingin, dia gunakan ujung
tombak yang tajam dengan jurus Han-ya-tiam-tiam (burung
gagak mengangguk) menyodok jalan darah Tiong-ki, Sau-
jiong dan Seng-hiat di tubuh lawan.
Waktu itu tubuh Mok Kiu-peng masih berada di udara,
begitu jalan darahnya tertotok, tubuhnya segera merosot
jatuh ke bawah dengan lemas.
Secepat kilat si Tangan besi menyambar tubuhnya, lalu
sambil merendahkan badan ia menghindarkan diri dari tiga
tebasan golok lawan.
Waktu itu kedua belah pasukan sudah saling berhadapan,
sedang Mok Kiu-peng sendiri pun hanya maju sepuluh kaki di
depan kawanan anak buahnya, namun ketika para bandit itu
sudah tiba di hadapan lawan, si Tangan besi pun telah
berhasil membekuk Mok Kiu-peng, malah sekaligus menotok
Tiong-leng-hiat dan Ki-hay-hiatnya.
Mok Kiu-peng mati kutu, tanpa perlawanan badannya
diseret ke dalam pasukan Si Ceng-tang, tempik sorak pun
bergema gegap gempita.
Dengan suara lantang Tangan besi segera berseru,
"Teman-teman dari Lian-in-ce, dengarkan baik baik, bila kalian
berani menyerbu maju, aku akan membantai Si-cecu kalian
terlebih dulu!"

329
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mendengar ancaman itu, serentak pasukan bandit


menghentikan serbuannya, suasana jadi amat hening.
Si Tangan besi segera mencabut keluar pedang yang di-
gembol Mok Kiu-peng, setelah dipalangkan di lehernya,
kembali dia menghardik, "Mok-cecu, kau masih ingin hidup?"
"Tentu saja!" jawab Mok Kiu-peng cepat.
"Kalau begitu suruh mereka segera mundur, asal mereka
tidak menyerang, aku pun tak akan mengganggu seujung
rambutmu."
"Tidak mau!"
"Kenapa tidak mau?"
Mok Kiu-peng tertawa dingin. "Jangan harap nyawaku bisa
ditukar dengan mundurnya pasukan Lian-in-ce, Hmm! Mau
bunuh silakan bunuh, mau bantai silakan bantai, aku tak bakal
mengernyitkan dahi!"
Kemudian dengan suara lantang kembali serunya,
"Saudaraku, dengarkan baik baik, bila aku tewas di tangan
mereka, kalian semua harus membalaskan dendam bagi
kematianku!"
Begitu selesai bicara, dia segera menggesekkan lehernya
sendiri di batang pedang itu.
Dengan perasaan terkejut si Tangan besi menarik balik
pedangnya, seketika segaris luka panjang berdarah segera
muncul di leher orang itu.
"Lelaki sejati!" tanpa sadar Si Ceng-tang berteriak memuji.
"Punya nyali!" sambung Ngo Kong-tiong pula.
Sedang Si Ciang-ji bergumam seorang diri, "Tak aneh, dia
lebih hitam dariku, ternyata wataknya memang lebih keras
pula dari pada ku!"
Terdengar Mok Kiu-peng kembali berteriak, "Hei, kenapa
kalian belum menyerang juga, takut aku mampus?"
Namun kawanan bandit itu tak satu pun yang berani
menyerang, mereka hanya duduk di kuda tunggangan dengan
termangu, tampaknya sikap baik Mok Kiu-peng di hari biasa
mum buat kawanan bandit itu merasa sayang untuk
mengorban jiwanya.

330
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sementara Mok Kiu-peng masih mencak-mencak gusar


mendadak ia merasa badannya mengendor, ternyata jalan
darahnya telah dibebaskan orang, dan orang itu tak lain
adalah si Tangan besi sendiri.
Terdengar si Tangan besi berkata sambil menjura,
"Saudara Mok, keberhasilanku tadi hanya lantaran aku telah
membokongmu, harap kau sudi memaafkan."
Mok Kiu-peng tertegun, dia tak percaya apa yang terjadi
merupakan sebuah kenyataan, untuk sesaat dia tak tahu apa
yang mesti diperbuat.
Kembali si Tangan besi berkata sambil tertawa, "Mok-
ciangkun silakan kembali, mari kita bertarung sekali lagi."
Dengan wajah membesi Mok Kiu-peng berjalan
meninggalkan arena, melihat si Tangan besi benar-benar tidak
mencegah, dia tahu pihak lawan betul-betul membebaskan
dirinya, mendadak ia tidak berjalan pergi lagi, malah serunya
dengan lantang, "Saudara sekalian, dalam pertarungan kali ini,
kita telah berjumpa dengan pasukan yang bijaksana, aku tak
mau bertarung lagi, jika kalian mau bertempur, kalian sendiri
saja yang bertempur."
Tindakan yang dilakukan ini jauh di luar dugaan si Tangan
besi, suasana pun jadi heboh, semua orang mulai berbisik-
bisik dan saling berpandangan dengan perasaan bimbang,
untuk sesaat kawanan bandit itu tidak tahu apa yang mesti
diperbuat.
Sebenarnya mereka sangat berterima kasih kepada si
Tangan besi karena mau membebaskan pemimpin mereka,
selain itu di hati kecil mereka pun sudah timbul rasa takut
bercampur jeri setelah melihat kehebatan musuhnya
membekuk Mok Kiu-peng, yang mereka ketahui selama ini
tanpa tandingan, mereka sadar kalau kungfu musuhnya
sangat hebat.
Tapi mereka pun tak berani berpeluk tangan, karena takut
ditegur dan diberi sangsi oleh Toacecu, itulah sebabnya
mereka jadi bingung.

331
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam pada itu si Tangan besi telah menjura seraya


berkata, "Saudara Mok, terima kasih banyak kau menolak
bertarung lagi. Mengenai luka dalam yang diderita saudara
kelimamu itu, bila tidak keberatan, Siaute sanggup
mengobatinya."
Mendengar ucapan ini, semua orang bersorak gembira,
Mok Kiu-peng sendiri pun amat girang, serunya tanpa sadar,
"Benarkah? Bagus sekali..."
Baru saja si Tangan besi akan menjawab, tiba-tiba dari
arah utara terdengar seorang berseru dengan nada dingin,
"Site (adik keempat), kau menolak bertarung, bahkan
mempengaruhi semangat juang para prajurit, sadarkah akan
kesalahanmu itu?"
Mok Kiu-peng tampak terperanjat, segera jawabnya,
"Siaute tahu akan kesalahan."
"Tahukah kau apa hukumannya?" kembali suara itu
bergema.
Mok Kiu-peng tertawa pedih, sambil mengangkat pedang
yang dikembalikan si Tangan besi itu sahutnya, "Sam-suheng,
Siaute akan bunuh diri untuk mempertanggung-jawabkan
perbuatanku."
Tangan besi tahu orang yang barusan bicara tak lain adalah
Say Cukat Wan Beng-tin, maka dia pun tidak ikut campur,
karena dia yakin tak mungkin Wan Beng-tin akan memaksa
saudaranya untuk bunuh diri.
Benar juga ketika melihat Mok Kiu-peng melintangkan
pedangnya di leher sendiri, kembali suara dingin itu berseru,
"Bila kau sanggup membunuh kawanan manusia itu, dosamu
akan tertebus."
Mok Kiu-peng tertawa sedih. "Pertama aku Mok Kiu-peng
tak ingin membunuh sahabat, kedua aku Mok Kiu-peng sadar
kalau bukan tandinganmu, harap Wan-suheng bersedia
mengabulkan permintaanku ini!"
Selesai berkata ia gorok leher sendiri untuk bunuh diri.
Tangan besi merasa terharu sekali ketika mendengar orang
itu telah menganggapnya sebagai sahabat, bahkan tidak

332
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

segan untuk bunuh diri ketimbang harus bermusuhan


dengannya, perasaan antipatinya terhadap Lian-in-ce kontan
musnah tak berbekas.
Ketika Mok Kiu-peng siap menggorok leher sendiri itulah
kembali terdengar suara dengusan dingin, menyusul meluncur
sebilah pisau terbang langsung menghajar pedang itu.
Dengan wajah berubah lekas Mok Kiu-peng berseru, "Wan-
suheng, kau...
"Hmm, bukan saja kau mundur sebelum bertempur, bahkan
membuat semangat tempur prajurit merosot, kau pun
menganggap musuh sebagai sahabat, sadarkah kau bahwa
semua peraturan benteng telah kau langgar?"
Tangan besi gusar sekali, meskipun sudah diduga Wan
Beng-tin tak akan membiarkan rekannya bunuh diri, namun
dia tak mengira kalau tuduhan berlapis telah dijatuhkan
kepada Mok Kiu-peng, seakan dia telah memojokkan rekannya
itu agar menjalani hukuman mati setelah peristiwa ini.
Ia segera mendongakkan kepala, tampak seorang lelaki
setengah umur berbaju putih, berjenggot panjang, berwajah
putih bagai kemala dan dingin sikapnya, berjalan keluar dari
balik hutan, dia tak lain adalah si Cukat cerdik Wan Beng-tin.
Terdengar Mok Kiu-peng berseru sambil setengah berlutut
menghadap ke arah barat-daya, "Tecu siap menerima
hukuman mati!"
"Masih ada yang menolak bertempur?" sekali lagi Wan
Beng-tin berseru.
Tentu saja keempat ratusan anggota bandit itu tak berani
mengatakan "tidak", serentak mereka berseru, "Membunuh
musuh adalah kewajiban setiap anggota!"
"Bagus!" kembali Wan Beng-tin berseru setelah melirik
sekejap ke arah Si Tangan besi. "Sekarang tunjukkan kepada
semua orang bahwa kami anggota Lian-in-ce tidak terdapat
manusia yang mau menjual teman hanya untuk mencari
kehormatan sendiri."
Mendadak ia sambitkan kedua bilah pisau terbang langsung
diarahkan ke sepasang mata Mok Kiu-peng.

333
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tangan besi sama sekali tidak menyangka kalau orang itu


bakal turun tangan sekeji itu terhadap saudara angkat sendiri,
sambil membentak gusar dia melejit ke muka.
Sementara itu sepasang pisau terbang Wan Beng-tin telah
meluncur ke arah mata Mok Kiu-peng dengan kecepatan
tinggi, mata pisau tampak berwarna hijau kebiru-biruan, jelas
mengandung racun yang sangat jahat.
Rupanya sesuai dengan peraturan Lian-in-ce, terhadap
orang yang berani melanggar peraturan, maka sepasang
matanya akan dibutakan lebih dulu, kemudian membiarkan
sang korban mati tersiksa karena keracunan, sebuah hukuman
yang amat kejam dan sadis.
Mok Kiu-peng sama sekali tidak berusaha untuk
menghindar, sambil memejamkan mata ia siap menerima
kematian.
Mendadak "Buuuk, buuuk, buuuk, buuuk" ternyata si
Tangan besi telah melayang turun di hadapannya sambil
menangkap pisau terbang itu dengan kedua belah tangannya,
lantaran sangat gusar, maka begitu pisau terbang itu
tertangkap, segera dihancurkan hingga remuk berkeping-
keping.
Bersamaan ketika Tangan besi menangkap sambitan pisau
terbang itu, tampak sesosok bayangan putih melesat secara
tiba-tiba, langsung mengancam tubuh Wan Beng-tin.
Tujuh delapan orang bandit berniat menghadang, tapi
bayangan putih itu sudah melejit kembali ke udara, terbang
melewati atas kepala kawanan manusia itu dan langsung
menyerang ke arah tujuh delapan orang pengawal yang
berada di hadapan Wan Beng-tin.
Tujuh delapan batang tombak panjang langsung menusuk
ke arah bayangan putih itu secara serentak.
Ternyata bayangan putih itu adalah Pek Huan-ji, saat
tubuhnya melayang, sepasang tangannya bergerak cepat,
dalam waktu sekejap dia sudah dapat menangkap semua
tombak panjang itu, tetapi karena halangan itu ia pun
terpaksa melayang turun.

334
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Wan Beng-tin tak merasa kuatir, jika gempuran Pek Huan-ji


gagal melukainya, maka anak buahnya akan segera
mengepung dan mencincang tubuhnya hingga hancur.
Baru saja Wan Beng-tin hendak memberi perintah untuk
melancarkan serangan, tiba-tiba terlihat sesosok bayangan
putih kembali berkelebat lewat di depannya.
Dengan terkesiap Wan Beng-tin melompat mundur, segera
ia melolos senjatanya, namun serangan pedang orang itu
cepat bagai sambaran kilat, tahu-tahu ujung pedangnya sudah
menempel di atas lehernya.
Saat itulah bayangan orang itu melayang turun, dia tak lain
adalah Pak-shia Shiacu Ciu Pek-ih.
Wan Beng-tin segera sadar, ternyata serangan Pek Huan-ji
tadi hanya bertujuan mengalihkan perhatiannya, padahal
serangan sebenarnya justru datang dari Ciu Pek-ih.
Ketika ia sadar akan siasat itu, tahu-tahu tubuhnya telah
terjatuh ke tangan musuh, tak terlukiskan rasa gusarnya, dia
tak menyangka kecerdasan otaknya gagal mengantisipati
kejadian itu.
Karena terancam pedang lawan, maka dengan wajah hijau
membesi lantaran mendongkol, dia cuma bisa mengawasi Ciu
Pek-ih tanpa berkata.
Sementara itu kawanan bandit yang mengepung sudah
mencabut senjata dan siap melakukan penyerbuan, dengan
suara kasar Ciu Pek-ih segera menghardik, "Bila kalian berani
maju selangkah saja, akan kubantai Sam-cecu kalian ini!"
Serentak para bandit menghentikan langkahnya.
"Bangsat tak bernyali," mendadak Wan Beng-tin
mengumpat, "kenapa kalian tak berani maju? Takut aku
mampus? Hmm, apa artinya sebuah kematian? Kalau kalian
tak berani maju, jangan salahkan kalau akan dijatuhi hukuman
berat
Sebenarnya Ciu Pek-ih hendak menegurnya, mengapa tidak
mengampuni saudara angkat sendiri, siapa sangka orang ini
benar-benar berhati keras, tanpa mengucapkan sepatah kata

335
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pun dia mendongakkan kepala dan sengaja menyongsongkan


lehernya ke ujung senjata lawan.
Tentu saja Ciu Pek-ih tak ingin tawanannya mati sia-sia,
segera dia tarik pedangnya.
Walaupun gagal mati, tak urung luka dalam membekas di
leher Wan Beng-tin, cucuran darah segera membasahi
tubuhnya, namun dia seperti tidak jeri, malah sekali lagi
badannya ditubrukkan ke arah senjata lawan.
Sekali lagi Ciu Pek-ih menarik kembali pedangnya, dan hal
ini berlangsung sampai beberapa kali, setiap Wan Beng-tin
nekad menubrukkan badannya ke ujung pedang, setiap kali
juga Ciu Pek-ih harus menarik senjatanya. Meski begitu, ujung
pedang itu tak pernah jauh dari lehernya sehingga Wan Beng-
tin selain gagal untuk mati, dia pun gagal untuk meloloskan
diri.
"Jangan menghina Samkoku" mendadak terdengar Mok
Kiu-peng membentak gusar. "Siapa berani menganiayanya
berarti memusuhi aku!"
Wan Beng-tin tertawa lantang.
"Losu, tak usah gusar," ia berseru, "tampaknya hari ini kita
bakal mati bersama."
Diam-diam Ciu Pek-ih mengakui kejantanan lawannya,
timbul rasa hormat dalam hati kecilnya, ia kembali menegur,
"Kalau dilihat dari sikapmu, semestinya kau terhitung seorang
Enghiong Hohan, kenapa kau justru bertindak keji terhadap
saudara sendiri?"
Wan Beng-tin melotot sekejap ke arahnya, lalu tertawa
keras. "Hahaha ... bila setiap anggota Lian-in-ce berhati
lemah, hanya gara-gara punya hubungan erat lantas
mengabaikan peraturan dan hukuman, apa jadinya Lian-in-ce?
Bagaimana mungkin kami bisa berdiri sebagai sebuah
organisasi? Betul Mok-sute adalah sahabat karibku, tapi
sebagai komandan pasukan dia berhati lemah, menyerah
kepada musuh dan menolak berperang, apakah dosa
kesalahan ini harus kuampuni? Apakah lantaran dia saudaraku
maka dia bebas dari hukuman? Justru sebagai komandan,

336
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dosa itu mesti ditebus dengan hukuman ganda. Kau pun tak
usah berusaha membujukku, seorang lelaki sejati tak akan
berkerut kening dengan keputusan sendiri, mau bunuh, mau
bantai, lakukan saja segera!"
Ciu Pek-ih maupun si Tangan besi manggut-manggut
sesudah mendengar perkataan itu, tanpa terasa timbul rasa
kagum dan hormat mereka terhadap orang itu.
Terdengar Mok Kiu-peng berseru pula, "Benar, perkataan
Sam-suheng memang tepat, Siaute telah melanggar peraturan
benteng, dosaku memang pantas dijatuhi hukuman mati."
Baru saja Wan Beng-tin memejamkan mata siap menanti
kematian, tiba-tiba Ciu Pek-ih menarik kembali pedangnya,
bahkan sambil menjura berkata, "Wan-sianseng, maafkan
Cayhe bila sudah bertindak kasar kepada kalian berdua."
Semula Wan Beng-tin mengira ucapannya pasti akan
memancing kemarahan Ciu Pek-ih sehingga pedangnya
langsung dihujamkan ke tubuh sendiri, dia tidak menyangka
kalau musuh malah bersikap begitu hormat kepadanya bahkan
mohon maaf.
Maka sambil membuka kembali matanya, dia berseru, "Kau
tak usah pura-pura baik hati, biarpun kau ampuni aku, bukan
berarti aku tak akan memusuhi kalian!"
Sembari menyarungkan keYnbali senjatanya, Ciu Pek-ih
menyahut, "Silakan Wan-sianseng turun tangan, aku
membebaskan anda karena kau seorang lelaki sejati, apalagi
kalau bukan kubokong secara tiba-tiba, belum tentu aku
berhasil membekuk Sianseng
Wan Beng-tin jadi melengak, untuk sesaat dia tak tahu apa
yang mesti diperbuat.
Mendadak terdengar seorang berseru dengan suara
nyaring, "Beng-tin, biasanya kau pintar dan luwes, kenapa hari
ini jadi kaku dan keras kepala hingga menggelikan para
tetamu saja, peraturan yang berlaku dalam Lian-in-ce kita
adalah peraturan hidup, mengapa kau menggunakannya
sebagai sesuatu yang mati?"

337
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika si Tangan besi berpaling, terlihat para bandit yang


ada di sisi utara telah menyingkir ke samping membuka
sebuah jalan, seorang pemuda dengan senyum di kulum
pelan-pelan berjalan mendekat, di sampingnya mengikut
seorang berbaju hitam yang bermimik kaku tanpa perasaan.
"Aaah, Toa-cecu telah datang... Ji-cecu telah datang
Tindak-tanduk pemuda itu amat sederhana, tidak sombong,
tidak angkuh, sebaliknya malah memberi kesan ramah dan
suka bergaul, sembari berjalan mendekat ia langsung menjura
ke arah si Tangan besi sambil menyapa, "Cayhe adalah Cing
Sau-song, maaf kalau kami tidak menyambut dengan baik,
terima kasih juga atas kebaikan kalian yang tidak membunuh
Samte dan Site
Semua orang melengak, mereka tidak menyangka ketua
utama Lian-in-ce ternyata adalah seorang pemuda yang begitu
sederhana, baju warna hijau yang dikenakan meski agak
mencolok warnanya, namun penuh dengan tambalan di sana
sini, bukan saja tampangnya mirip seorang pelajar rudin,
bahkan thauwbaknya jauh lebih keren daripada dirinya, siapa
sangka justru orang yang amat sederhana ini tak lain adalah si
Naga sakti Cing Sau-song.
Si Ceng-tang segera berdehem, lalu ujarnya lembut, "Cing-
cecu, sebetulnya kami hanya kebetulan melewati jalanan ini,
sepantasnya kami menghaturkan kartu nama untuk
berkunjung, sayang sebelum hal ini kami lakukan sudah
keburu bentrok dulu dengan anggota anda
"Aaah, sepantasnya kamilah yang minta maaf," tukas Cing
Sau-song sambil tertawa. "Kalau tak salah tentu anda adalah
Si-ciangkun dari kota Ciang-ciu bukan? Terus terang, kami
mengira pasukan yang datang adalah para pembesar korup
yang sudah sering menindas rakyat kecil, biasanya kami
orang-orang Lian-in-ce paling benci kepada kawanan laknat
seperti itu. Tadi setelah melihat kebesaran hati kalian yang
mau memahami perasaan Sam-te dan Si-te kami, Cayhe yakin
kalian bukan manusia sembarangan, bila tidak keberatan,
bagaimana kalau kita berkenalan?"

338
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Maksud perkataan itu sudah jelas sekali, seandainya


mereka adalah pembesar anjing, maka sejak tadi perintah
pembantaian sudah diturunkan.
Zaman itu rakyat kecil memang hidup tertindas dan
menderita, banyak pembesar korup bertindak sewenang-
wenang dengan memeras rakyat, hanya wilayah Ciang-ciu dan
sekitarnya yang berada dalam kekuasaan Si Ceng-tang, tak
pernah mengalami kejadian seperti ini, bukan saja ia tak
pernah menindas rakyat bahkan sudah terkenal sebagai
pembesar bersih.
Tak heran kalau Cing Sau-song menunjukkan sikap yang
amat bersahabat.
"Aaah, apa maunya orang ini?" pikirnya kemudian,
"tampaknya dia punya cita-cita untuk menegakkan keadilan
dan kebenaran, jangan-jangan dia mau berontak?"
Makin dipikir, panglima perang dari kota Ciang-ciu ini
semakin terkesiap.
Di pihak lain, manusia berbaju hitam itu sudah berjalan
menghampiri Koan Tiong-it, dia periksa sebentar hancuran
bok-hi yang berceceran di tanah, kemudian mengangkat
wajahnya dan melotot sekejap ke arah Tangan besi, sinar
tajam memancar keluar dari balik matanya.
Namun hanya sekejap, ia sudah mengalihkan kembali sinar
matanya, membangunkan Kwan Tiong-it dan menyalurkan
tenaga dalamnya untuk melindungi keselamatan jiwanya.
Mok Kiu-peng sangat menguatirkan keselamatan
saudaranya, tanpa sadar ia berseru, "Jiko, apakah Ngo-te
masih hidup?"
Lau Hiat-kong tidak menjawab, dia tetap membungkam.
"Jite," Cing Sau-song segera berkata, "kuserahkan
keselamatan jiwa Ngo-te kepadamu"
"Jangan kuatir Toako, Ngo-te tetap punya harapan hidup,"
jawab Lau Hiat-kong cepat.
Tak selang lama, paras Koan Tiong-it yang pucat mulai
berubah semu merah, diam-diam para jago bersyukur, sebab

339
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bila Koan Tiong-it sampai tewas, dendam kesumat ini pasti


akan dibalas pihak Lian-in-ce.
Pelan-pelan Cing Sau-song berpaling kembali ke arah
Tangan besi, ujarnya sambil tertawa, "Di antara kita sudah
terjadi kesalah-pahaman yang nyaris berakibat fatal,
semuanya ini merupakan kesalahan kami. Bila tidak keberatan,
bagaimana kalau minum beberapa cawan arak dulu dalam
benteng kami?"
Si Ceng-tang keberatan, katanya, "Terus terang, kami
sedang dalam perjalanan mengejar buronan kerajaan yang
kabur dari penjara, bagaimana jika undangan Cing-cecu baru
kami penuhi setelah selesai bertugas dan menyerahkan
kembali buronan itu ke pihak kerajaan?"
"Kau sedang memburu buronan kerajaan?" seru Cing Sau-
song dengan wajah berubah.
"Benar!" jawab Si Ceng-tang sambil diam-diam
meningkatkan kewaspadaannya.
"Yang kau maksud adalah Raja pemusnah Coat-miat-ong?"
Ceng Sau-song menatap wajah lawannya dengan pandangan
setajam sembilu.
"Benar!" sadar hal ini mustahil dirahasiakan lagi, Si Ceng-
tang menjawab secara terus terang.
"Jangan!" kembali Cing Sau-song berseru nyaring.
Seketika itu juga suasana berubah sangat tegang, masing-
masing pihak bersiap menghadapi segala kemungkinan yang
bakal terjadi.
Si Ceng-tang tertawa getir, ujarnya, "Cing-cecu, kau adalah
orang yang tahu urusan, semestinya tahu juga kalau kami
adalah petugas yang makan nasi dari negara."
"Justru kehadiran kami di sini adalah untuk menghadang
setiap orang yang hendak melakukan pengejaran terhadap
Cukong," ujar Cing Sau-song sambil menggeleng kepala
berulang kali.
Begitu mendengar Cing Sau-song menyebut Coh Siang giok
sebagai "Cukong", si Tangan besi segera tahu hubungan
mereka pasti sangat akrab, maka sambil menjura ujarnya,

340
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Saudara Cing, ilmu silatmu tinggi, kepintaranmu luar biasa,


mengapa tidak menyumbangkan kemampuanmu untuk
berbakti kepada negara? Kenapa kau mesti menyia-nyiakan
masa mudamu?"
Maksud perkataan itu jelas, dengan kepintaran dan
kepandaian silafmu, buat apa kau membela seorang
pemberontak?
Cing Sau-song segera tertawa. "Kalau aku tidak salah duga,
anda tentulah saudara Tangan besi dari 4 opas bukan? Benar,
ucapanmu memang tepat, cuma mari kita perhatikan masalah
pokoknya, sebuah pemerintahan semestinya bertugas
mengayomi dan mensejahterakan rakyatnya, pemerintah tidak
seharusnya melakukan tindakan pemerasan, penindasan dan
penyiksaan terhadap rakyat sendiri. Dan aku berjuang demi
rakyat, aku ingin menumbangkan pemerintah untuk
mengangkat kaisar baru, kaisar yang mau memperhatikan
kesejahteraan rakyatnya, apakah tindakanku ini salah? Apakah
perjuanganku bukan demi negara dan rakyat?"
Tangan besi terkesiap, harus diakui pemerintahan waktu itu
memang sangat korup, bukan saja menindas rakyat, kaisarnya
pun lalim dan tak becus, kesengsaraan dan penderitaan
melanda hampir seluruh negeri.
Si Ceng-tang saling pandang dengan mulut bungkam,
sampai lama kemudian panglima Si baru berkata sambil
tertawa getir, "Aku tak lebih hanya seorang pembesar militer,
aku tak mampu mencampuri urusan pemerintahan. Cing-cecu,
bagaimana kalau kau bermurah hati dengan membiarkan
pasukan kami lewat? Selesai bertugas, kami pasti akan datang
minta maaf "
Cing Sau-song balas tertawa getir. "Aku tahu Si-ciangkun
memang jujur dan seorang ksatria sejati, tak mungkin orang
macam kau akan mengkhianati kera-jaan. Tapi setiap partai
ada peraturan, setiap perkumpulan ada tata cara, aku sangat
menghormati Coat-miat-ong, berarti sudah menjadi
kewajibanku untuk menghadang pasukan yang mengejarnya,
apalagi tujuan serta cita-cita Coh-cukong sangat mirip dengan

341
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tujuan kami, cukup menyinggung soal ini, mustahil bagi kami


untuk berpeluk tangan."
"Bila saudara Cing punya cita-cita luhur, kenapa sampai
sekarang masih mengendon terus dalam benteng?" tiba-tiba si
Tangan besi menyela.
"Karena saatnya belum tiba, kami hanya menunggu waktu
sambil menghimpun tenaga, apalagi aku pun mendapat
perintah dari pasukan keadilan untuk menunggu kehadiran
seorang Toa-ko kami, Toako yang amat tersohor dan amat
bijak."
"Pendekar besar mana yang kau maksud?" tanya si Tangan
besi dengan terkejut.
Ternyata Cing Sau-song tidak berusaha merahasiakan
identitas orang itu, jawabnya dengan nada penuh hormat,
"Dia adalah Sin-ciu Tayhiap (Pendekar besar dari tionggoan)
Siau Ciu-sui!"
"Ehmm, Siau Ciu-sui memang seorang pendekar sejati,
tapi... masakah Siau-tayhiap sudah memberikan
pernyataannya untuk bergabung dengan pasukan
pemberontak?"
"Tentu saja, pasukan keadilan adalah pasukan yang
menegakkan kebenaran, siapa pun bersedia untuk bergabung,
bahkan hampir seluruh anggota persilatan telah menyatakan
kesediaannya untuk bergabung."
"Bagaimana kalau dia menolak untuk bergabung?"
"Kami akan menawarkan berulang kali, meminta kerelaan
hatinya."
"Jika dia tetap menampik?"
Dengan wajah serius Cing Sau-song melakukan gerakan
memotong dengan telapak tangannya, "Kalau dia enggan
menyumbangkan tenaga demi kebenaran, terpaksa kami akan
membunuhnya."
Tercekat hati semua orang setelah mendengar perkataan
itu "Saudara Cing," tiba-tiba si Tangan besi berkata lagi, "kami
terhitung orang luar, bahkan. merupakan hamba negara yang

342
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mendapat sesuap nasi dari kerajaan, mengapa saudara Cing


malah memberitahukan rahasia ini kepada kami?"
Cing Sau-song segera tertawa tergelak. "Aku yakin kalian
adalah jago berjiwa besar dan bersemangat ksatria, apalagi
bagiku tak ada persoalan yang tak boleh diutarakan kepada
orang."
"Bila sekembalinya ke kota Ciang-ciu kami siarkan
rencanamu itu, bukankah hal ini sangat tidak menguntungkan
bagi Lian-in-ce?"
Kembali Cing Sau-song tertawa tergelak. "Hahaha...
saudara Thi memang pandai bergurau," serunya pula,
"sekarang dunia amat kacau, setiap saat pemberontakan bisa
terjadi dimana-mana, ada atau tidak adanya Lian-in-ce sama
sekali tak akan mempengaruhi keadaan, mana mungkin kalian
menjual kami hanya untuk mengejar tanda jasa?"
Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya, "Apalagi jika
berita ini sampai tersiar luas, para Enghiong Hohan di seluruh
kolong langit tak nanti akan mengampuni kalian!"
Ucapan itu seketika membuat semua orang tercekat.
Ucapan Cing Sau-song itu membawa kekerasan di balik
kelembutan.
Kenyataan dunia memang sangat kacau, orang tak akan
banyak bicara bila mereka sebagai pembesar negara tetapi
berjiwa bersih, namun bila sampai mengkhianati kebenaran
hanya demi nama dan pahala, bukan saja dia akan dicari oleh
orang yang dikhianati, orang lain pun tak akan berpeluk
tangan.
Si Ceng-tang dan Ciu Leng-liong meski menjabat sebagai
panglima perang, mereka sendiri pun berasal dari dunia
persilatan, tentu saja peraturan semacam ini sangat
dipahaminya. Belum lagi jika ada pembesar laknat yang
menggunakan kesempatan itu hendak menjatuhkan mereka,
asal laporan palsu diajukan ke Kaisar, bisa jadi seluruh
keluarga besar mereka akan mati dipancung.
Tanpa terasa peluh dingin jatuh bercucuran membasahi
seluruh tubuh.

343
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Setelah tertawa getir ujar Si Ceng-tang, "Cayhe hanya


seorang prajurit penjaga perbatasan, urusan kerajaan belum
pantas bagiku untuk mencampurinya, jadi Cin-cecu tak perlu
kuatir. Tapi Coh Siang-giok kabur dari penjara, menjadi tugas
dan tanggung-jawabku untuk menangkap dan menyerahkan
kembali ke negara, kalau tidak, mungkin seluruh keluarga
besarku akan tertimpa bencana dan terseret oleh dosaku,
karenanya tolong Cin-cecu mau membuka jalan untukku hari
ini, di kemudian hari Cayhe pasti akan berkunjung untuk
menyampaikan rasa terima kasihku."
Cin Sau-song termenung sejenak, kemudian katanya, "Ya,
Cayhe cukup mengerti tentang kesulitan yang Ciangkun
hadapi, tapi aku sendiri pun punya kesulitan, Coh-cukong
adalah junjunganku, sudah menjadi kewajibanku untuk
membantu dan menolongnya, jadi bila kalian hendak melewati
tempat ini untuk menangkapnya, terpaksa pihak Lian-in-ce
tidak bisa berpeluk tangan!"
Semua orang segera merasakan suasana hati yang berat,
sebab bagaimanapun juga beberapa orang Cecu Lian-in-ce
memang sulit dihadapi, apalagi mereka masih didukung tujuh
ratusan orang pasukan.
"Begini saja," ujar Cin Sau-song kemudian, "karena kita
semua adalah sahabat, tentu saja tak bisa mencari
kemenangan dengan mengandalkan jumlah banyak. Lebih
baik masing-masing pihak mengutus tiga orang sebagai wakil
untuk bertarung dengan cara diundi, pihak yang dapat
menangkan dua partai akan keluar sebagai pemenang. Bila
pihak kami yang kalah, akan kami antar kalian melewati bukit
ini, sebaliknya jika kalian yang kalah, harap segera kembali ke
kota Ciang-ciu. Entah bagaimana pendapat anda semua?"
Si Tangan besi memang paling kuatir bila pihak Lian-in-ce
mencari kemenangan dengan mengandalkan jumlah banyak,
bila harus bertarung masai, dapat dipasatikan pihaknya akan
banyak jatuh korban.
Maka ketika mendengar Cing Sau-song mengusulkan
pertarungan tiga partai dengan satu lawan satu, dia jadi

344
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

terharu bercampur terima kasih, ia tahu orang itu berniat baik


dengan memberi peluang kepada mereka.
Si Ceng-tang segera berseru, "Terima kasih atas kebaikan
Cing-cecu, tapi bagaimana cara bertanding?"
"Tidak ada syarat tertentu," sahut Cing Sau-song sambil
tertawa, "kita cuma ingin menjajal kungfu masing-masing,
tentu saja pertarungan hanya sebatas saling menutul. Aku
percaya para Enghiong Hohan mengerti dengan apa yang
kumaksud. Nah, Ciangkun, silakan pilih tiga orang wakil, lalu
kita mulai mengundinya."
Selesai bicara ia segera menarik tangan Wan Beng-tin, Mok
Kiu-peng dan Lau Hiat-kong ditambah Koan Tiong-it untuk
menyingkir ke samping dan berbincang dengan suara lirih.
Di pihak sini. Si Ceng-tang berkata kepada rekan lainnya,
"Dalam pertarungan tiga partai nanti, biar aku ambil satu
partai, apakah ada teman lain yang mau mendampingi Lohu
dalam pertarungan dua partai lainnya?"
"Jangan!" cegah si Tangan besi.
"Apa maksud perkataan Thi-heng? Apakah kau anggap
kungfuku tidak sepandan untuk terjun ke arena pertarungan?"
tanya Si Ceng-tang keheranan.
"Ooh bukan, bukan begitu maksudku, Si-ciangkun adalah
pemegang komando dalam aksi kali ini, bila kau sampai
mengalami sesuatu, siapa yang akan memimpin pasukan ini?
Lebih baik simpan tenaga untuk hal lain yang lebih penting.
Biar Cayhe yang mewakili Ciangkun."
"Tepat sekali ucapan saudara Thi," Ciu Pek-ih
membenarkan, "sebagai pemegang komando, Si-ciangkun
memang tak boleh ikut bertempur, aku pun bersedia
mewakilimu dalam pertarungan ini."
"Hahaha ... jangan tinggalkan aku si orang tua," sambung
Ngo Kong-tiong pula sambil tertawa tergelak. "Asal tidak
menganggap aku sudah tua, rasanya aku pun bersedia ikut
terjun dalam pertempuran ini."
Si Ceng-tang sadar, dari sekian jago yang hadir saat ini,
ilmu silat si Tangan besi, Ciu Pek-ih dan Ngo Kong-tiong

345
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

merupakan tiga orang jagoan paling hebat ilmu silatnya,


melihat ketiga orang itu bersedia turun tangan, tentu saja dia
kegirangan setengah mati.
Segera serunya sambil menjura, "Aku tak akan melupakan
budi kebaikan anda semua."
Segera si Tangan besi dan Ciu Pek-ih membimbingnya
bangun, kemudian si Tangan besi berkata, "Masih ada satu hal
lagi yang perlu diperhatikan."
"Soal apa?" tanya Si Ceng-tang.
"Kalau dugaanku tidak meleset, di dalam pertarungan nanti
pihak mereka pasti akan mengutus Cing-kongcu dan Lau-
jicecu, kepandaian silat kedua orang ini amat tangguh, aku
bersedia menghadapi salah satu di antaranya. Cuma ingat,
dari sepuluh orang Cecu Lian-in-ce, kini hanya muncul lima
orang sementara keempat Cecu lainnya tak nampak batang
hidungnya, itu berarti mereka pasti sudah dikirim untuk
menghadang opas Thian serta opas Liu, bila perhitunganku
tidak meleset, posisi mereka saat ini pasti sangat gawat. Maka
sewaktu pertarungan dimulai nanti, tolong Si-ciangkun segera
mengutus orang untuk membantu mereka. Aku berharap
perhatian semua orang ketika itu sedang tertuju ke arena
pertarungan hingga kesempatan untuk keluar dari sini menjadi
lebih besar."
"Benar," Ciu Pek-ih mengangguk, "jika terlalu banyak
mengirim orang, kemungkinan ketahuan jadi semakin besar.
Cing Sau-song pasti tak akan menduga kalau kita akan
mengirim bala bantuan, apalagi beberapa li seputar tempat ini
tak ada jejak pasukan kerajaan, bisa jadi penjagaan mereka
tidak ketat. Aku pikir lebih baik dikirim dua tiga orang saja
untuk memberi bantuan. Huan-ji, ilmu meringankan tubuhmu
cukup bagus, bagaimana kalau kau saja yang berangkat?"
Semenjak Pek Huan-ji mendemonstrasikan kehebatan ilmu
pedang serta ilmu meringankan tubuhnya, Si Ceng-tang sudah
tahu kalau gadis ini hebat kungfunya, dengan perasaan girang
segera serunya, "Jika Pek-lihiap bersedia, hal ini tentu lebih
bagus lagi!"

346
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ciangkun, harap turunkan perintah kepadaku untuk


menolong opas Liu," tiba-tiba Ciu Leng-liong berbisik.
Si Ceng-tang tahu kungfu Ciu Leng-liong sangat tangguh
dan selama ini merupakan tulang punggungnya, ia segera
menyetujui, "Baik, kalau begitu kau boleh ikut!"
Malaikat hitam Si Ciang-ji dan Golok bumi Goan Kun-thian
segera menawarkan diri, tapi si Tangan besi segera menukas,
"Aku rasa kurang baik jika kelewat banyak yang pergi. Lagi
pula jumlah bandit di sini amat banyak, lebih baik anda berdua
membantu Ngo-cecu menjaga barisan."
Sebetulnya Si Ciang-ji dan Goan Kun-thian merasa tak
senang karena tidak terpilih, namun mendengar si Tangan
besi minta mereka berdua untuk menjaga barisan, apalagi
jumlah bandit di situ pun amat banyak, ditambah lagi mereka
mengua-tirkan keselamatan Ngo Kong-tiong, akhirnya tawaran
itu diterimanya.
Di pihak lain, Cing Sau-song sedang berkata kepada Lau
Hiat-kong, Wan Beng-tin, Mok Kiu-peng serta Koan Tiong-it,
"Bila kita mengalahkan mereka dengan mengandalkan jumlah
banyak, orang-orang itu pasti tidak puas dan melakukan
pembalasan, tapi jika kita berhasil merobohkan mereka satu
lawan satu, dapat dipastikan mereka tak bakal berani balik ke
ibukota, sebagai orang yang pegang janji dan menjunjung
tinggi kesetia-kawanan, mereka pasti tak akan membekuk
Coh-cukong lagi, siapa tahu karena hal ini Lian-in-ce akan
ketambahan beberapa orang jago tangguh."
"Hebat sekali siasat Toako ini." puji Wan Beng-tin, "Dengan
kemampuan yang dimiliki Toako dan Jiko, besar kemungkinan
kita bisa menangkan dua partai pertarungan."
"Semoga saja begitu. Dalam pertarungan tiga partai nanti,
kau boleh ikut tampil. Meskipun kepandaian silatmu masih
belum mampu menandingi si Tangan besi, Ciu Pek-ih, Ngo
Kong-tiong dan Si Ceng-tang, namun kecerdasan otakmu dan
kehebatan taktik perangmu bisa jadi bisa mencuri menang
satu partai. Asal kita dapat menangkan seluruh partai ini,
mereka pasti akan takluk dengan tulus."

347
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Baik, walaupun kungfuku cetek, semoga saja kesadaran


otakku bisa menyumbangkan satu angka."
Tidak lama kemudian si Tangan besi, Ciu Pek-ih dan Ngo
Kong-tiong bertiga sudah tampil ke depan arena dengan
langkah lamban, sementara Cing Sau-song, Lau Hiat-kong dan
Wan Beng-tin segera menyambut kedatangan mereka.
Ketegangan mulai mencekam, perhatian kawanan bandit
itu mulai dialihkan ke tengah arena pertarungan, walaupun
mereka semua tahu ketua Lian-in-ce ini tangguh ilmu silatnya,
mereka jarang melihat dengan mata kepala sendiri kehebatan
ilmu silatnya.
Tak heran kalau semua orang mengawasi gerak-geriknya
dengan seksama, sebab mereka anggap kesempatan
semacam ini merupakan sebuah kesempatan yang sangat
langka.
Memanfaatkan peluang baik ini, Pek Huan-ji segera
berbisik, "Kongcu, kau mesti berhati-hati, aku pergi dulu!"
"Tak usah kuatir, aku bisa menjaga diri, kau sendiri pun
harus berhati-hati," sahut Ciu Pek-ih.
Pek Huan-ji tidak membuang waktu lagi, dengan sekali
kelebatan dia sudah menyelinap pergi dari arena tanpa
diketahui siapa pun.
Ciu Leng-liong segera berpamitan pula dengan Si Ceng-
tang, kemudian mengikut di belakang Pek Huan-ji, berangkai
untuk menolong Liu Ing-peng dan Thian Toa-ciok.
Menanti kedua orang itu lenyap dari pandangan, Tangan
besi baru berkata sambil tertawa, "Saudara Cing, bagaimana
sistim pertarungan kita? Masakah mesti pilih sendiri
lawannya?"
"Benar," Cing Sau-song tertawa, "akan kubuatkan kertas
undian dengan tulisan Cing, Lau dan Wan, kalian bisa
mengambil undian itu dari dalam kotak."
"Aaah, kalian adalah tuan rumah sedang kami cuma tamu,
semestinya huruf yang dicantumkan adalah Thi, Ngo dan Ciu."

348
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Hahaha ... tidak boleh, tidak boleh, tuan rumah harus


menghormati tamunya, yang benar kalian bertiga yang pantas
memilih dulu."
Melihat Cing Sau-song bersikeras dengan pendapatnya,
Tangan besi pun tidak menampik lagi, maka dia pun
mempersilakan lawan untuk menuliskan namanya serta
memasukkan kertas undian ke dalam kotak.
Dalam pada itu, Ciu Leng-liong dan Pek Huan-ji dengan
leluasa berhasil meninggalkan rombongan dan tiba di suatu
tempat yang amat sepi, saat itulah Ciu Leng-liong baru
berkata, "Aku akan pergi menolong opas Liu."
"Baiklah, kalau begitu aku pergi menolong opas Thian, mari
kita berpisah di sini saja," sahut Pek Huan-ji.
"Nona Pek harus berhati-hati
Sepeninggal Ciu Leng-liong, Pek Huan-ji juga meneruskan
perjalanannya ke arah barat-laut dengan mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya, bagaikan seekor burung walet yang
terbang di angkasa, tak lama kemudian ia sudah menempuh
perjalanan sejauh tujuh delapan li dan tiba di sebuah dusun.
Dari kejauhan sudah terdengar suara bentakan dan
pertarungan yang amat sengit.
Pek Huan-ji segera menyelinap maju dan mendekati
sumber suara itu dengan sangat hati-hati.
Waktu itu dia menyaksikan dari enam orang prajurit tinggal
empat orang yang sedang bertarung sengit, musuh yang
mereka hadapi berjumlah melebihi empat puluh lima orang,
sementara Thian Toa-ciok dengan mengandalkan sepasang
telapak tangannya sedang bertempur seru melawan Jubah
merah rambut hijau Kau Cing-hong dan Tombak ular emas
Beng Yu-wi.
Waktu itu keadaan Thian Toa-ciok sudah amat kritis, bukan
saja darah telah membasahi iga kirinya, dari lambung pun
darah mengucur, jelas dia sudah menderita luka yang cukup
parah, namun sambil menggigit bibir dia tetap memberikan
perlawanan yang hebat.

349
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pek Huan-ji tahu dia tak boleh ayal lagi, maka dengan
sebuah serangan kilat ia menerjang maju dan "Sreet, sreet,
sreeet!" beruntun ia merobohkan tiga orang bandit.
Betapa gembiranya para prajurit itu ketika melihat
kemunculan Pek Huan-ji, semangat tempur mereka segera
bangkit kembali, pertarungan pun kembali berlangsung amat
seru.
Empat orang bandit mengayunkan goloknya membabat
pinggang Pek Huan-ji, dengan cekatan gadis itu berkelit ke
samping lalu dengan pedangnya dia tangkis bacokan golok
seorang bandit yang lain.
Dengan rasa kaget bandit itu mencoba menarik kembali
senjatanya, sayang walaupun sudah dibetot dengan sekuat
tenaga, dia gagal melepaskan diri.
Ilmu pedang Soh-li-kiam-hoat dari Soat-san memang
termashur karena penggabungan tenaga Im dan Yang yang
luar biasa, selama ini jarang ada jagoan dalam dunia
persilatan yang bisa memunahkannya, apalagi kemampuan
seorang bandit?
Menggunakan kesempatan itu Pek Huan-ji mendorong
senjatanya ke belakang, ketika orang itu mundur dengan
sempoyongan, dengan gerakan kilat gadis itu segera menotok
jalan darahnya.
Tiga orang rekannya segera menerjang maju sambil
mengayunkan goloknya, Pek Huan-ji mendengus dingin, dia
dorong tubuh lelaki yang tertotok itu ke depan dan dijadikan
tameng.
Kuatir melukai teman sendiri, segera ketiga orang itu
menarik kembali bacokannya.
Pek Huan-ji segera memanfaatkan peluang itu dengan
mendesak maju lebih dekat, dengan gagang pedang dia sodok
jalan darah orang pertama, tangan kiri menotok jalan darah
orang kedua dan sebuah tendangan menotok jalan darah
orang ketiga. Dalam sekejap keempat orang itu sudah roboh
terkulai di tanah.

350
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Begitu terjun ke arena pertarungan, Pek Huan-ji berhasil


membereskan tujuh bandit, ketika datang lagi empat musuh
yang menyerang, gadis itu segera menggunakan jurus Khim-
bing-su-siang (khim bergema empat pekikan) dari ilmu Soh-li-
kiam-hoat dengan melepaskan empat buah tusukan.
Dua orang musuh yang berada paling depan segera
terluka, sisanya jadi jeri dan segera mundur ke belakang,
namun Pek Huan-ji kembali mengebas ujung bajunya menotok
jalan darah satu di antaranya, sisanya yang seorang tak berani
lagi bertarung melawan gadis itu, segera dia balik ke barisan
dan menyerang lagi keempat prajurit.
Dengan robohnya tujuh orang bandit berarti tinggal tiga
puluh lima orang musuh yang menyerang keempat orang
prajurit itu, namun karena kekuatannya berkurang, mereka
pun tak bisa berbuat banyak terhadap para prajurit yang
bertahan dengan gagah berani.
Pek Huan-ji segera berkelebat kembali bagai seekor burung
walet, kali ini dia menghampiri Thian Toa-ciok dan
melancarkan serangan ke arah Beng Yu-wi dan Kau Cing-
hong.
"Sreet, sreet, sreet" dalam sekejap mata gadis itu
melepaskan empat puluh sembilan buah tusukan, hampir
seluruh serangan itu ditujukan ke tubuh si Tombak ular emas
Beng Yu-wi.
Mimpi pun Beng Yu-wi tidak menyangka kalau ilmu pedang
seorang gadis muda ternyata begitu hebat, dengan
mengandalkan tangan kosong beberapa kali dia mencoba
untuk merebut pedang musuh, namun setiap kali juga usaha
itu gagal karena tangannya terpental balik oleh tekanan
tenaga Imkang yang kuat.
Ketika empat puluh sembilan tusukan selesai dilancarkan,
Beng Yu-wi sudah dipaksa mundur sejauh puluhan kaki dari
posisi semula, saking malunya, paras orang itu berubah merah
jengah.
Ilmu silat yang dimiliki Pek Huan-ji pada dasarnya masih
setingkat lebih tinggi ketimbang kepandaian Thian Toa-ciok,

351
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

padahal kungfu Thian Toa-ciok masih setingkat lebih tinggi


ketimbang Beng Yu-wi, oleh sebab itu dalam sekejap gadis itu
sudah di atas angin.
"Rasakan kau!" teriak Thian Toa-ciok setengah mengejek.
Kemudian sambil melototi Kau Cing-hong dan tertawa tergelak
serunya pula, "Bocah monyet, tadi dua lawan satu,
pertarungan itu tidak masuk hitungan, sekarang akan kusuruh
kau merasakan kehebatan tenaga pukulan kakekmu!"
Kau Cing-hong sudah pernah merasakan pukulan Thian
Toa-ciok hingga badannya terjepit ke dalam tanah, masih
untung dia ditolong oleh Beng Yu-wi hingga akhirnya lolos dari
bahaya maut, kini ketika dia harus berhadapan lagi dengan
musuh tangguhnya dengan satu lawan satu, tak urung
bergidik juga perasaannya.
Dengan satu gerakan cepat Thian Toa-ciok
menghampirinya, lalu dengan jurus Lok-te-hun-kim (jatuh ke
tanah memisah emas), jurus serangan yang paling diandalkan
Thian Toa-ciok, dia hajar tubuh lawannya.
Tergopoh-gopoh Kau Cing-hong melompat mundur sambil
bergeser ke samping, maksudnya hendak menghindari
ancaman itu, siapa tahu Thian Toa-ciok merangsek semakin
ke depan, tiba-tiba bentaknya, "Bocah lelaki menyembah
Buddha!"
Waktu itu Kau Cing-hong sudah kelabakan setengah mati,
nyalinya semakin pecah setelah mendengar teriakan "bocah
lelaki menyembah Buddha", tanpa sadar dia angkat senjata
borgolnya ke atas berusaha menyongsong datangnya
ancaman itu dengan keras lawan keras.

Padahal pantangan yang paling besar bagi jagoan yang


sedang bertarung adalah pecah nyali, sekali nyali seseorang
jadi ciut, seketika tenaga dalamnya merosot separoh, padahal
tenaga dalam Kau Cing-hong terhitung cukup tangguh, namun
lantaran dia ketakutan, kekuatannya berkurang banyak.

352
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Begitu serangan musuh disambut dengan kekerasan, ibarat


sebuah tonggak kayu yang dihantam dengan martil, tubuh
Kau Cing-hong segera terbenam ke tanah hingga batas lutut.
Thian Toa-ciok tidak menyia nyiakan peluang baik itu,
sambil membentak nyaring, kembali dia hantam tubuh lawan
dengan jurus Ngo-lui-hong-teng (lima guntur menggelegar di
puncak).
"Blaaam!" benturan nyaring membuat tubuh Kau Cing-hong
terbenam semakin dalam, sebenarnya dia ingin berteriak
minta ampun, siapa tahu Thian Toa-ciok kembali menghardik
keras, "Ji-lui-koan-oh (Bagai guntur membelah telinga)!"
Kau Cing-hong ketakutan setengah mati, dia tak mengira
jurus serangan itu jauh lebih dahsyat ketimbang serangan
sebelumnya, begitu dibendung dengan kekerasan, badannya
terbenam hingga batas dada, keadaannya saat ini tak jauh
berbeda dengan batang kayu yang terpatok dalam tanah,
sama sekali tak mampu berkutik lagi.
Thian Toa-ciok tertawa terbahak-bahak, serunya, "Haha ...
keadaanmu saat ini tak beda dengan posisi tadi, nah,
sekarang rasakan lagi jurus pukulan Lui-heng-tiam-san
(guntur menggelegar kilat menyambar) andalanku!"
Dalam posisi seperti saat ini, tak ada pilihan lain bagi Kau
Cing-hong selain menyambut datangnya serangan itu dengan
kekerasan, "Blaaam!" senjata borgolnya kontan mencelat
beberapa kaki jauhnya dan hancur berantakan seperti barang
rongsok.
Thian Toa-ciok gembira setengah mati, sambil menghimpun
kekuatan, dia melancarkan serangan lebih jauh sembari
membentak, "Sekarang saksikanlah caraku menanam
kentang!"
Tak terlukiskan rasa takut Kau Cing-hong, jiwanya serasa
sudah melayang meninggalkan raganya, terpaksa dia sambut
pukulan itu dengan kedua tangannya.
"Blaaam!" sekujur badan Kau Cing-hong benar-benar sudah
tertancap ke dalam tanah, kini tinggal jari tangannya saja
yang masih bisa bergerak.

353
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bagus, bagus sekali" teriak Thian Toa-ciok kegirangan.


"Rasanya aku mesti menciptakan sebuah jurus baru lagi
khusus untukmu, aaah... betul, bagaimana kalau kuciptakan
sebuah jurus 'Sistim baru menanam kentang'?"
Tiba-tiba seorang bandit menyelinap maju dan langsung
membacok punggungnya dengan golok.
Thian Toa-ciok mendengus dingin, dengan jurus Pa-ong-la-
kiong (raja bengis mementang busur) dia cengkeram orang itu
dan kemudian menghajarnya hingga pingsan.
Kembali tiga orang bandit maju membacok, lagi-lagi Thian
Toa-ciok menggunakan jurus kiri menahan kanan memutar
untuk menghantam dua orang di sisinya, kontan kedua orang
bandit itu muntah darah, sisanya segera melarikan diri.
Kini jumlah bandit yang mengepung tempat itu tinggal dua
puluh enam orang, semangat tempur keempat prajurit itu
makin berkobar, kini bukan mereka yang keteter sebaliknya
kawanan bandit itu yang panik dan ketakutan setengah mati.
Di sisi lain, si Tombak ular emas Beng Yu-wi juga telah
dibikin keteter dan kalang kabut oleh serangan maut Pek
Huan-ji, begitu musuh kalut, gadis itu segera menerobos maju
makin dekat sambil menotok jalan darahnya.
Tak ampun lagi robohlah si Ular emas itu dalam keadaan
tak berkutik.
Thian Toa-ciok masih mendendam karena Beng Yu-wi
membokongnya tadi, sebetulnya dia ingin menghajarnya
hingga mampus, tapi niat itu segera dicegah Pek Huan-ji,
serunya, "Jangan, jangan kau lakukan itu, Lian-in-ce sama
sekali tidak berniat jelek terhadap kita, meski jumlah mereka
banyak, namun kita perlu memberi sedikit muka kepada
orang-orang itu."
"Baiklah," kata Thian Toa-ciok sambil mengangguk. "Akan
kuseret kedua bocah busuk ini dan kuserahkan pada Ciangkun
"
Thian Toa-ciok segera menghampiri Kau Cing-hong yang
tubuhnya terhimpit tanah, dengan sekuat tenaga ia betot
tubuh orang hingga keluar dari tanah, namun karena sudah

354
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

cukup lama terpantek, tampaknya jagoan berjubah merah


berambut hijau ini sudah tak sadarkan diri.
"Hahaha ... rupanya kau semaput seru Thian Toa-ciok
sambil tertawa.
Dalam pada itu Pek Huan-ji telah menempelkan pedangnya
di tengkuk Beng Yu-wi sambil berseru lantang, "Seluruh
anggota Lian-in-ce, dengarkan baik baik. Kedua orang Cecu
kalian sudah jatuh ke tangan kami, apakah kalian ingin
bertarung terus? Cepat pulang ke markas daripada
menghantar kematian di sini."
Semenjak kedua orang pemimpinnya tertawan, sebetulnya
dua puluhan orang bandit itu sudah ketakutan setengah mati,
tentu saja mereka tak mau menyia-nyiakan kesempatan baik
itu, dalam waktu singkat tak seorang pun yang tertinggal di
sana.
Empat orang prajurit itu segera menghembuskan napas
lega, berhasil lolos dari lubang jarum membuat peluh dingin
tanpa terasa jatuh bercucuran.
Tak lama kemudian berangkatlah Pek Huan-ji, Thian Toa-
ciok dan keempat orang prajurit yang membopong Kau Cing-
hong dan Beng Yu-wi menuju ke arena dimana Si Ceng-tang
berada.
Ketika mereka tiba di tempat tujuan, tampak kawanan
manusia sedang mengelilingi sebuah arena, arena itu luasnya
dua kaki lebih, dua orang jagoan sedang bertarung dengan
amat sengitnya.
Salah satu di antara kedua orang itu sangat dikenal Thian
Toa-ciok karena dia tak lain adalah Ngo Kong-tiong,
sedangkan lawannya adalah seorang lelaki berbaju hitam
berwajah hitam, dia tak kenal siapakah orang itu.
Melihat ada musuh sedang bertarung melawan teman
sendiri, tanpa berpikir panjang lagi Thian Toa-ciok membentak
keras, "Rasakan kehebatan jurus sistim baru menanam
kentang.
Bayangan emas berkelebat, menggunakan jurus serangan
ciptaan barunya dia hajar tubuh manusia berbaju hitam itu.

355
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

12. Pertempuran tiga partai.


Ternyata sewaktu Pek Huan-ji dan Ciu Leng-liong
berangkat untuk menolong Thian Toa-ciok dan Liu Ing-peng
tadi, hasil undian sudah telah ditetapkan, hasilnya adalah:
Partai pertama, Tangan besi melawan Wan Beng-tin. Partai
kedua, Ngo Kong-tiong melawan Lau Hiat-kong. Partai ketiga,
Ciu Pek-ih melawan Cing Sau-song. Dengan keluarnya hasil
undian ini. Si Ceng-tang pun sudah bisa membuat analisa,
kecuali partai si Tangan besi melawan Wan Beng-tin yang
agak punya peluang untuk menang, dua partai lainnya sukar
diramalkan, apalagi partai Ciu Pek-ih harus menghadapi Cing
Sau-song.
Untuk adilnya maka ditentukan masing-masing mengambil
undian lagi, untuk menentukan siapa yang berhak
memutuskan pertarungan akan dilakukan dengan sistim
bagaimana, adu tenaga dalam, adu pukulan atau adu senjata.
Hasilnya, partai pertama ditentukan oleh Wan Beng-tin,
partai kedua ditentukan Ngo Kong-tiong dan partai ketiga oleh
Ciu Pek-ih.
Setelah semuanya ditentukan, kedua belah pihak pun tidak
banyak bicara lagi, si Tangan besi segera menjura kepada
Wan Beng-tin sambil berseru, "Boleh tahu Sianseng
menginginkan pertarungan ini dilakukan dengan beradu
kepandaian apa?"
Dia tahu jagoan yang berjuluk si Cukat cerdas ini
merupakan seorang jago yang berjiwa ksatria, bicara
sejujurnya, dia tidak tega melukai orang ini.
Wan Beng-tin segera menghela napas panjang setelah
mendengar pertanyaan itu, sahutnya, "Saudara Tangan besi,
terus terang Cayhe sadar bukan tandinganmu, namun demi
membela nama benteng kami, terpaksa Cayhe pamerkan
kebodohanku."
"Kau tak perlu merendah, aku bisa lolos dari tangan
Sianseng pun sudah merupakan suatu keberuntungan."

356
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Saudara Tangan besi tak usah merendah, begini saja,


dalam dua puluh jurus bila saudara Thi mampu merebut
golokku, anggap saja kau yang memenangkan partai ini."
Diam-diam Tangan besi berpikir, "Kelihatannya dia sadar
bukan tandinganku, maka diajukan tawaran untuk merampas
senjatanya saja ...."
Maka sahutnya kemudian, "Baiklah, mari kita saling
menjajal kemampuan, akan kucoba untuk merampas senjata
Sianseng
Pertama karena si Tangan besi ingin mengabulkan
keinginan lawan, dan kedua karena yang menentukan cara
pertarungan adalah Wan Beng-tin, maka tanpa pikir panjang
dia sanggupi tawaran itu.
Siapa tahu Wan Beng-tin segera berseru kegirangan,
"Terima kasih atas kemurahan saudara Thi, jadi partai
pertarungan ini bisa kau menangkan bila berhasil merampas
senjataku dalam dua puluh gebrakan."
Tangan besi tertegun, ia segera sadar kalau sudah masuk
perangkap, tapi lantaran tawaran itu sudah disanggupi, tentu
saja dia tak bisa memungkiri lagi.
Pikirnya, "Kepandaian silat yang dimiliki Wan Beng-tin tidak
terlampau hebat, bukan pekerjaan yang sulit untuk merampas
senjatanya dalam dua puluh jurus, rasanya belum bisa
dibilang aku tertipu
Sementara dia termenung, Wan Beng-tin telah
melintangkan goloknya di depan dada sambil berseru,
"Silakan!"
Si Ceng-tang sadar bahwa si Tangan besi sudah
terperangkap oleh kelicikan Wan Beng-tin, namun mereka
hanya bisa mengumpat dalam hati, sebab bila Tangan besi
gagal merampas senjata lawan dalam dua puluh jurus maka
partai pertama dianggap kalah, semakin sulit bagi pihak
mereka untuk menangkan partai kedua maupun ketiga.
Sementara itu Tangan besi tidak banyak bicara lagi, tiba-
tiba ia menerobos maju ke depan langsung mengancam
perge-langan tangan lawan.

357
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Wan Beng-tin terperanjat, pikirnya, "Aaah, cepat benar


gerak serangan orang ini." Segera dia menarik tangannya
sambil mundur tiga langkah dengan sempoyongan.
"Jurus pertama!" Cing Sau-song segera berteriak.
Baru saja Wan Beng-tin mundur langkah ketiga, si Tangan
besi telah merangsek maju, sekali lagi dia mencengkeram
pergelangan tangan lawan.
Segera Wan Beng-tin mundur lagi ke belakang untuk
menghindarkan diri, kali ini dia malah mundur sejauh tujuh
delapan langkah.
"Jurus kedua!" kembali Cing Sau-song berteriak.
Ketika si Tangan besi melancarkan serangan hingga jurus
ketujuh, Wan Beng-tin sudah tak punya tempat lagi untuk
mundur, tiba-tiba ia tekuk sikunya dan langsung disodokkan
ke dada lawan.
Tangan besi memutar telapak tangannya menampar ke
depan, dia ancam dada lawan terlebih dulu dengan harapan
serangan tersebut memaksa Wan Beng-tin membatalkan
serangannya karena harus menyelamatkan diri.
Siapa tahu Wan Beng-tin sama sekali tidak menggubris
ancaman itu, dia tetap menerjang dada lawan dengan
sikunya.
Segera terlintas ingatan dalam benak Tangan Besi, pikirnya,
"Aaah benar, aku telah berjanji hanya akan merampas
senjatanya dan tidak melukainya, jika dia sampai terluka,
bukankah sama artinya aku telah melanggar janji? Tak heran
kalau dia sama sekali tidak mempedulikan ancamanku
Dengan perasaan terkesiap segera dia tarik kembali
pukulannya dan segera menangkis sodokan siku lawan.
"Jurus kedelapan, jurus kesembilan!" teriak Cing Sau-song
lantang.
Biarpun serangan yang barusan dilancarkan si Tangan besi
sebenarnya cuma setengah jurus, kemudian sewaktu
menangkis juga hanya memakai setengah jurus, namun pihak
lawan tetap menganggapnya sebagai dua jurus, dengan

358
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

begitu sama artinya dia telah menyia-nyiakan dua jurus


dengan percuma.
Oleh karena Tangan besi harus menarik kembali
serangannya untuk menangkis, Wan Beng-tin segera
memanfaatkan peluang itu untuk melancarkan serangan
balasan, golok besarnya diputar kencang.
Jangan dilihat perawakan tubuhnya kurus kecil, senjata itu
diputarnya sedemikian rupa hingga menimbulkan suara
menderu, secara beruntun dia melancarkan tiga bacokan maut
mengancam tubuh bagian atas, tengah dan bawah lawan.
"Bagus!" sorak-sorai bergema gegap gempita, serangan
golok itu memang manis dan amat mempesona.
Siapa tahu belum selesai orang memuji, cahaya golok
mendadak hilang lenyap, ternyata kelima jari tangan si
Tangan besi telah menjepit golok itu kuat-kuat.
"Jurus kesepuluh!" kembali Cing Sau-song berteriak. Tiba-
tiba Wan Beng-tin melontarkan sebuah pukulan dengan
telapak tangan kirinya, langsung mengancam dada lawan.
Tangan besi angkat lengan kanannya siap memotong
lengan kiri Wan Beng-tin, tiba-tiba hatinya kembali tergerak,
dia tahu bila babatan ini mengenai lengan kiri lawan, dapat
dipastikan lengan lawan akan lumpuh total, tindakan ini sama
artinya dia telah ingkar janji.
Berpikir begitu, terpaksa dia menarik kembali tangannya
sambil berkelit ke samping, ia biarkan pukulan musuh lewat
dari sisi badannya, namun cengkeramannya pada golok lawan
sedikitpun tidak mengendor.
"Jurus kesebelas, kedua belas!" kembali Cing Sau-song
berseru.
Begitu berhasil mencengkeram gagang golok lawan,
Tangan besi tetap mempertahankannya, baru saja dia hendak
membetot sekuatnya, mendadak Wan Beng-tin berikut
senjatanya menumbuk tubuh Tangan besi.
Tangan besi benar-benar terjebak dalam kondisi serba
salah, dia tak bisa melukai lawan, sebaliknya juga tak bisa

359
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bertarung kelewat lama, menghadapi terjangan Wan Beng-tin


ini, dia semakin kikuk.
Bila terjangan itu dihindari, besar kemungkinan Wan Beng-
tin akan terluka oleh golok sendiri, berarti dia ingkar janji.
Menghadapi kondisi seperti ini, akhirnya si Tangan besi
menghela napas panjang, sadar kalau keadaan tidak
menguntungkan, segera dia lepas tangan sambil melompat
mundur.
"Jurus ketiga belas!"
Begitu mundur ke belakang tiba-tiba Tangan besi
merangsek lagi dengan kecepatan bagaikan anak panah
terlepas dari busur, dia mendekati tubuh lawan kemudian
mencengkeram lagi golok yang ada dalam genggaman lawan.
Wan Beng-tin tidak menyangka musuh akan merangsek lagi
setelah mundur ke belakang, bahkan menerjang dengan
kecepatan begitu tinggi, belum lagi senjatanya digerakkan,
tahu-tahu tangan lawan sudah mencengkeramnya kembali.
Dalam gugupnya, segera dia memutar goloknya dengan
sepenuh tenaga.
Waktu itu Tangan besi masih mencengkeram golok itu,
dengan gerak perputaran itu maka besar kemungkinan tangan
kanannya bakal terpapas kutung.
Siapa tahu walaupun Wan Beng-tin sudah memutar
senjatanya dengan sekuat tenaga, ternyata senjata itu sama
sekali tidak bergeming, cengkeraman si Tangan besi bagaikan
tanggam besi yang menjepit gagang golok itu kuat-kuat,
jangan kan berputar, bergeser pun tidak.
"Lepas tangan!" hardik Tangan besi nyaring.
"Criiiiing!" sekuat tenaga ia membetot golok itu ke
belakang, tak ampun golok besar itu segera terlepas dari
genggaman lawan.
Sementara itu Cing Sau-song telah menghitung hingga
jurus kelimabelas.
Baru saja Tangan besi berhasil merampas golok lawan,
mendadak terasa desingan angin tajam mengancam

360
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

wajahnya, semula dia mengira Wan Beng-tin tidak pegang


janji dan menyerangnya lagi dengan senjata lain.
Sambil menarik napas panjang ia berjumpalitan beberapa
kali dan mundur sejauh tujuh depa, tapi ia segera tertegun,
ternyata golok yang berhasil direbutnya itu hanya sebuah
golok besar yang kosong dan tanpa gagang senjata,
sementara dalam genggaman lawan terlihat sebilah golok tipis
yang lebih kecil bentuknya, ternyata golok tipis itu semula
disembunyikan di dalam golok besar yang bertindak sebagai
sarung golok.
Tangan besi terkejut bercampur gusar, sementara Cing
Sau-song sudah menghitung sampai jurus yang keenam belas,
bila dalam empat jurus berikutnya dia masih gagal merampas
senjata di tangan Wan Beng-tin, berarti dia kalah.
Menyembunyikan golok di balik golok oleh Wan Beng-tin ini
sama sekali di luar dugaan Tangan Besi, padahal syarat
kemenangan dalam partai pertarungan ini adalah merebut
senjata di tangannya dalam dua puluh jurus, dan sekarang
Wan Beng-tin masih menggenggam sebilah golok tipis, meski
menggunar kan akal licik namun belum bisa dibilang sudah
kalah.
Tangan besi sadar,. Wan Beng-tin memang orang licik dan
banyak akal muslihatnya, bisa jadi di balik golok tipisnya ini
masih tersembunyi senjata lain, jalan satu-satunya untuk
menangkan partai ini hanyalah berusaha memaksa lawan
melepaskan genggamannya dalam empat jurus selanjutnya.
Rombongan Si Ceng-tang hanya bisa berseru tertahan
setelah menyaksikan semua peristiwa itu, mereka merasa
sayang karena satu jurus terbuang lagi dengan percuma.
Gagal dengan bacokannya, Wan Beng-tin mundur ke
belakang, dia tahu tinggal empat jurus lagi akan meraih
kemenangan, sementara dia pun tidak kuatir lawan akan
ingkar janji dengan melukai dirinya, pikirnya, "Sehebat-
hebatnya ilmu silatmu, asal kusembunyikan golok ini di
belakang badan dan berusaha tidak membiarkan
tercengkeram olehmu, masakah dalam empat jurus kau bisa

361
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

membuatku menyerah? Apalagi jika kulindungi senjata ini


dengan tubuhku, mana berani kau melukai aku? Sekali aku
terluka berarti kau kalah ... tampaknya partai ini akan
dimenangkan Lian-in-ce dengan mudah
Berpikir sampai di situ, Wan Beng-tin segera membulatkan
pikiran dengan melintangkan goloknya di belakang punggung.
Mendadak terdengar Tangan besi membentak keras,
bentakan itu sedemikian nyaring hingga menggetarkan
perasaan setiap orang.
Wan Beng-tin amat terkejut, saking kagetnya sampai
berdiri melongo dengan mata terbelalak lebar, sementara para
bandit Lian-in-ce banyak di antaranya yang mundur dua tiga
langkah, bahkan tak sedikit yang jatuh terduduk saking
kagetnya.
Di tengah suara bentakan Tangan besi yang begitu nyaring,
lamat-lamat terdengar Cing Sau-song berseru, "Jurus ketujuh
belas!"
Ternyata ketua Lian-in-ce ini telah memasukkan auman
singa itu sebagai satu jurus serangan.
Begitu auman singanya membuat Wan Beng-tin tertegun
dan untuk sesaat seakan kehilangan kesadarannya, secepat
kilat Tangan besi menyelinap ke belakang tubuhnya lalu
dengan satu gerakan cepat dia mencengkeram pergelangan
tangan kanan Wan Beng-tin.
Menyusup bagai naga sakti, mencengkeram bagai jepitan
baja, hampir semua gerakan itu dilakukan dalam waktu
bersamaan, karena itu seliciknya Cing Sau-song, dia hanya
bisa menganggap serangan ini sebagai satu jurus serangan,
jurus kedelapan belas.
Begitu Tangan besi berhasil mencengkeram pergelangan
tangan Wan Beng-tin, segera ia kerahkan tenaga dalam untuk
menggetar lepas golok yang berada dalam genggaman lawan.
Terdengar Wan Beng-tin berseru tertahan, kelima jari
tangannya tergetar hingga merentang lebar, tapi sayang golok
tipis itu sama sekali tidak jatuh ke tanah.

362
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tangan besi segera mengamati tangan musuh lebih


seksama, kontan amarahnya meledak, ternyata pada gagang
golok itu terdapat lima buah gelang besi, dan kelima gelang
besi itu tercengkeram jadi satu di kelima jari tangan Wan
Beng-tin, kecuali memapas kutung kelima jari tangan itu,
rasanya sulit untuk memisahkan golok tipis dari tangannya.
Padahal bila hal ini dilakukan, maka Tangan Besi lah yang
harus menelan kekalahan.
Dalam pada itu semua orang sudah dapat melihat jelas
gelang besi yang menyatu dengan jari tangan Wan Beng-tin,
helaan napas panjang segera bergema memecah keheningan.
Si Tangan besi sadar, kini peluangnya tinggal dua jurus
serangan, padahal waktu itu Wan Beng-tin sudah sadar dari
kagetnya, tanpa mempedulikan urat nadinya dicengkeram
lawan, kepalan kirinya langsung dihantamkan ke atas batok
kepala lawan.
Dalam keadaan seperti ini, asalkan Tangan besi
mengerahkan sedikit tenaga saja, dia pasti sudah melukai
Wan Beng-tin dan membendung serangan itu, sayang dia tak
bisa melukai lawannya, terpaksa sambil membuang tubuhnya
ke belakang, dia hindari jotosan itu.
"Tinggal satu jurus!" Cing Sau-song berteriak lantang.
Biasanya jurus serangan yang dihitung dalam satu
pertempuran hanyalah jurus yang digunakan untuk
menyerang, sedang jurus pertahanan tak terhitung, tapi Cing
Sau-song tetap menganggapnya sebagai satu jurus, semua
orang tahu dia sedang main curang, namun tak seorang pun
yang menegurnya.
Pada saat itulah mendadak Tangan besi melepaskan lengan
kiri lawan, Wan Beng-tin segera memutar tangannya dan
membacok lengan lawan dengan goloknya.
Kali ini Tangan besi tidak menghindar, lima jari tangannya
segera disentilkan bersama ke depan.
"Kraaak!" bacokan golok itu langsung menghajar lengan kiri
si Tangan Besi.

363
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kraak, kraak, kraak, criiing!" terdengar berapa kali bunyi


gemerutuk yang keras membelah angkasa, tahu-tahu golok
milik Wan Beng-tin sudah terlepas dari genggaman dan jatuh
ke tanah, tapi sebelum menyentuh tanah sudah disambar oleh
Tangan besi.
Paras muka Wan Beng-tin nampak merah bercampur pucat,
untuk beberapa saat lamanya dia tak sanggup mengucapkan
sepatah kata pun.
Tak ada darah yang mengalir keluar dari lengan kiri si
Tangan besi, meskipun pakaiannya terbabat hingga robek
sebagian besar, namun kulit badan jagoan itu sama sekali
tidak cedera.
Sambil menghela napas panjang kata Cing Sau-song,
"Jurus kedua puluh! Kagum! Kagum!"
Rupanya tindakan si Tangan besi melepaskan cengkeraman
urat nadi lawan adalah bertujuan untuk memancing dia
mengayun goloknya melancarkan babatan, saat itu jari
tangannya pasti akan menggenggam gagang senjata kuat-
kuat, maka sewaktu Tangan besi menyentilkan kelima jari
tangannya, kelima gelang besi di jari tangan Wan Beng-tin
seketika tergetar hingga patah beberapa bagian.
Maka ketika Wan Beng-tin mengayunkan golok sepenuh
tenaga, lantaran gelang genggamannya patah dan hancur,
dengan sendirinya genggaman pada senjata pun jadi tidak
kencang, begitu terkena tenaga sentilan, tak ampun lagi golok
itu terlepas dari genggaman dan jatuh ke tanah.
Di jurus yang kedua puluh, akhirnya Tangan besi berhasil
merampas golok yang berada dalam genggaman Wan Beng-
tin tanpa mencederai tubuhnya.
Tempik sorak segera bergema memecah keheningan, Si
Ceng-tang bersorak karena kemenangan ini.
"Maaf, maaf seru Tangan besi sembari menjura.
Dengan wajah pucat-pasi. Wan Beng-tin menghela napas
panjang, ujarnya, "Saudara Thi memang luar biasa, sudah
beribu kali aku Wan Beng-tin menghadapi berbagai

364
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pertempuran, tapi baru kali ini aku mengaku kalah dengan


setulusnya."
Tentu saja dia harus mengaku kalah dengan setulusnya,
sebab bukan saja dia telah menjebak lawan untuk merampas
senjatanya dalam dua puluh jurus, bahkan dia pun berhasil
memaksa lawannya untuk berjanji tak akan mencederai
dirinya dan dia pun telah mengeluarkan senjata rahasianya di
balik golok besar andalannya.
Kenyataan, dua puluh jurus kemudian senjata dalam
genggamannya benar-benar telah terlepas, menghadapi
kenyataan seperti ini, sudah barang tentu Wan Beng-tin tak
sanggup berkata lagi.
Sementara itu Ngo Kong-tiong telah tampil ke depan sambil
tertawa nyaring, serunya, "Sekarang tiba giliranku untuk
menjajal kehebatan ilmu silat Lian-in-ce, silakan!"
Dengan wajah berat dan serius, Lau Hiat-kong tampil ke
tengah arena, begitu tiba ia segera merentangkan sepasang
kakinya dan berdiri tegak bagaikan sebuah bukit karang, hawa
pembunuhan terasa terpancar keluar dari wajahnya.
"Ngo-cecu, silakan!" ujarnya hambar seraya memberi
hormat.
Ngo Kong-tiong memperhatikan lawannya sekejap, lalu
serunya lagi sambil tertawa tergelak, "Hahaha ... kau adalah
seorang Cecu, sedang aku pun seorang Cecu, pertarungan ini
benar-benar menarik."
Sebelum kehadiran Cing Sau-song, Lau Hiat-kong adalah
Toa-cecu benteng Lian-in-ce, waktu itu pamor Lian-in-ce
memang sedikit di bawah pamor Lam-ce, namun ada kesan
mereka saling mengejar dalam usahanya meraih pamor yang
lebih tinggi.
Kemudian meski pamor Lian-in-ce jauh melebihi pamor
Lam-ce semenjak bergabungnya Cing Sau-song, namun
kehebatan bekas Cecu itu tetap disegani banyak orang.
Ngo Kong-tiong sendiri meski usianya sudah lanjut, namun
wataknya tetap keras dan gemar bergerak, dia paling senang

365
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bila dapat berjumpa dengan musuh tangguh, tak heran kalau


tangannya jadi gatal begitu bersua dengan Lau Hiat-kong.
"Ngo-cecu, silakan memberi petunjuk," ujar Lau Hiat-kong
dingin.
"Hahaha ... kau punya julukan auman macan, tukikan
elang, pedang ular berbisa, hal ini membuktikan tenaga
dalammu sempurna, ilmu Ginkangmu tinggi dan ilmu
pedangmu sangat cepat. Bagaimana kalau dalam pertarungan
kali ini kita beradu tenaga dalam, ilmu meringankan tubuh dan
ilmu pedang?"
Tentu saja Lau Hiat-kong menyambut tawaran itu dengan
senang hati, sebab dia pun tahu Ngo Kong-tiong punya
julukan Sam-coat-it-seng-lui (tiga kehebatan satu suara
guntur) kehebatan yang pertama adalah tenaga dalam,
kehebatan kedua adalah ilmu meringankan tubuh dan
kehebatan yang ketiga adalah ilmu pedang. Persis seperti tiga
macam kepandaian andalannya.
Maka dalam hati dia pun berpikir, "Ngo Kong-tiong sudah
tua, tak mungkin dia mampu bertarung lama, sementara aku
masih muda dan kuat, tenagaku bisa bertahan lama,
kemampuanku naik turun juga lebih tangguh tanpa kuatir
napas tersengal, bila kugunakan ilmu pedang ular untuk
memaksanya bertarung cepat, bisa jadi kemenangan akan
berada di pihakku."
Berpikir sampai di situ, dia pun segera mengangguk. "Baik!"
sahutnya.
"Hahaha ... kalau begitu lihat serangan!" diiringi gelak
tertawa yang nyaring, dia melancarkan sebuah pukulan.
Ngo Kong-tiong sudah terkenal di dunia persilatan sebagai
si pedang cepat, bahkan muridnya pun mendapat julukan si
pedang kilat, hal ini membuktikan bahwa kecepatan serangan
pedangnya luar biasa.
Tapi dalam melancarkan pukulannya saat ini, dia justru
melakukannya dengan sangat lamban, di balik kelambanan
terselip tenaga pukulan yang berat dan serius, lamat-lamat

366
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

malah membawa deru angin dan guntur yang mengerikan,


berbeda sekali dengan julukannya sebagai si pedang cepat.
Lau Hiat-kong tidak berusaha menghindar, sambil
mendengus dingin dia balas melancarkan sebuah pukulan.
Serangan ini nampak dilancarkan secara sembarangan namun
mengandung deru angin tajam dan auman harimau yang
menggidikkan hati.
"Plaaak!" ketika dua telapak tangan saling beradu, tubuh
Ngo Kong-tiong mundur sejauh tiga langkah, sementara paras
muka Lau Hiat-kong berubah hebat, tubuhnya nampak
bergoncang keras.
Tanpa membuang waktu, sekali lagi Ngo Kong-tiong
melancarkan sebuah pukulan yang segera disambut Lau Hiat-
kong dengan sebuah pukulan pula.
"Blaaam!" percikan bunga salju berhamburan ke udara
setinggi tujuh depa lalu berjatuhan, kali ini paras muka Ngo
Kong-tiong berubah sangat hebat, tubuhnya gontai dan
napasnya agak tersengal, sementara Lau Hiat-kong mundur
tujuh langkah dengan sempoyongan.
Begitu langkahnya berhenti, Lau Hiat-kong menyerbu lagi
ke depan sambil melancarkan sebuah pukulan, kekuatan
serangannya kali ini sepuluh kali lipat lebih hebat daripada
serangan pertama tadi.
Ngo Kong-tiong balas membentak, dengan suara bagai
guntur membelah bumi dia sambut datangnya serangan itu
dengan sebuah pukulan pula.
"Blaammm!" ketika benturan terjadi, menggelegarlah suara
bentrokan yang sangat memekakkan telinga, tubuh Lau Hiat-
kong maupun Ngo Kong-tiong berdiri saling menempel tanpa
bergerak, kedua belah pihak sama-sama mengerahkan tenaga
dalam saling beradu.
Betapa terkejutnya Ngo Kong-tiong begitu telapak tangan
mereka saling menempel, dia tak mengira kekuatan tenaga
dalam lawan begitu sempurna bahkan menggencetnya tanpa
henti.

367
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sebaliknya Lau Hiat-kong sendiri pun tidak kalah kagetnya,


mula-mula dia mengira tenaga dalam lawan tak akan begitu
hebat mengingat usianya sudah lanjut, siapa tahu tenaga
yang datang menggencetnya seakan mengalir tiada putus.
Dalam waktu singkat kedua belah pihak tak mampu
berkutik, mereka harus mengerahkan terus tenaga dalamnya
untuk saling bertahan.
Pertarungan adu tenaga dalam semacam ini memang
sangat menakutkan, dalam posisi begini, kecuali kedua belah
pihak sama-sama menarik kembali tenaganya, kalau tidak,
maka pertarungan hanya bisa dihentikan bila salah satu di
antara mereka sudah jadi korban.
Asap putih sudah mulai mengepul dari batok kepala kedua
orang itu, timbunan salju dalam radius sepuluh depa di
sekeliling mereka mulai mencair, sedang tubuh kedua orang
itupun terperosok masuk ke tanah makin dalam.
Dalam situasi yang amat kritis inilah kebetulan Thian Toa-
ciok muncul di tempat itu, melihat kedua orang itu sedang
bertarung sengit, tanpa bertanya dia membentak keras dan
menerjang ke tengah arena dengan jurus kentangnya.
Sementara semua orang terperanjat, tiba-tiba terdengar
seorang membentak nyaring, "Kau pun coba dulu jurus
kentang kecilku!"
Menyusul bentakan itu, seorang lelaki berwajah hitam
berkopiah hitam melompat masuk ke arena sambil
menyodokkan sepasang tinjunya ke lutut lawan.
Siapa tahu Thian Toa-ciok berputar setengah lingkaran di
udara lalu membuang diri ke tanah.
Ternyata orang yang tampil ke tengah arena itu tak lain
adalah Cecu keempat Lian-in-ce, Mok Kiu-peng.
"Blammm!" ketika empat telapak tangan saling beradu,
terjadi suara benturan yang memekakkan telinga, Thian Toa-
ciok yang masih melambung di udara segera terpental sejauh
tiga kaki lebih, sebaliknya Mok Kiu-peng terhajar badannya
hingga terbenam di balik timbunan salju.

368
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Walau begitu, ketika Thian Toa-ciok melayang turun,


kepalanya sempat pusing tujuh keliling hingga tubuhnya ikut
roboh terjungkal ke tanah.
Tapi justru dengan terjadinya peristiwa ini, Ngo Kong-tiong
dan Lau Hiat-kong ikut terbebas juga dari ancaman bahaya
maut.
Sebagai orang yang jujur dan adil, Ngo Kong-tiong tak ingin
ada orang melancarkan serangan bokongan untuk
membantunya, maka ketika menyadari akan datangnya
serangan bokongan itu, segera dia buyarkan tenaga dalamnya
sambil melompat mundur.
Dengan dibuyarkannya tenaga dalam Ngo Kong-tiong,
segera Lau Hiat-kong ikut menarik kembali tenaga dalamnya,
meski kedua belah pihak harus mundur sejauh tujuh langkah,
namun mereka sama-sama tidak terluka.
Dalam hati kecil Lau Hiat-kong mengerti, bila Ngo Kong-
tiong tidak menarik kembali tenaga dalamnya tepat waktu,
dapat dipastikan dia akan menderita luka yang cukup parah,
hal ini membuat dia merasa amat berterima kasih.
Sementara itu Pek Huan-ji sudah melompat keluar dari
arena, melihat itu, sambil tertawa dingin Padri iblis seribu
serigala Koan Tiong-it berseru, "Mau tiga lawan satu?"
"Koan-taysu kelewat serius," sahut Pek Huan-ji sambil
tertawa dan menjura, "sebenarnya kami tidak bermaksud
main keroyok, hanya saja lantaran Thian-ya baru tiba dan
tidak tahu Ji-cecu dan Ngo-loenghiong sudah berjanji akan
bertarung satu lawan satu, maka ia turun tangan secara
gegabah, untuk itu mohon maaf yang sebesar-besarnya."
Cing Sau-song tidak enak untuk mengumbar amarah, dia
cukup tahu kalau Ngo Kong-tiong telah berbaik hati, maka
sahutnya sambil tertawa, "Tidak apa-apa, tidak apa-apa, yang
tidak tahu memang tidak salah."
Di pihak lain, Mok Kiu-peng juga telah melompat keluar dari
dalam tanah, ditatapnya Thian Toa-ciok sekejap dengan mata
mendelik, kemudian gumamnya, "Hebat benar tenaga
dalammu!"

369
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kau pun memiliki kekuatan yang luar biasa, seorang lelaki


sejati!" balas Thian Toa-ciok sambil melotot pula.
Pek Huan-ji segera memberi tanda kepada keempat prajurit
yang menyertainya, keempat orang itupun muncul sambil
membopong Jubah merah rambut hijau Kau Cing-hong dan
Tombak ular emas Beng Yu-wi.
"Tadi rupanya telah terjadi kesalah-pahaman antara kedua
orang Cecu ini dengan pihak kami," kata Pek Huan-ji
kemudian. "Akibatnya mereka telah membunuh enam orang
anggota kami, untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan,
terpaksa kami harus membekuknya, untuk itu mohon Cing-
cecu sudi memaafkan."
Cing Sau-song mengerti, tujuan omongan Pek Huan-ji
adalah untuk menyindir perbuatan Kau Cing-hong dan Beng
Yu-wi yang sudah membokong orang bahkan membunuh,
sehingga kalau sampai terjadi keadaan seperti ini, dia tak bisa
disalahkan, untuk sesaat dia pun terbungkam.
Sementara itu Wan Beng-tin telah memerintahkan orang
untuk memayang kedua orang rekannya sambil pura-pura
mengumpat, "Kalian berdua bisanya hanya membuat
keributan, nona Pek adalah tamu kehormatan kita, kenapa
kalian malah bertindak kurangajar!"
Si Ceng-tang tahu Wan Beng-tin sedang bersandiwara,
namun dia tak ingin membikin malu lawannya sehingga
lantaran malu malah jadi murka dan membuat masalah
semakin berantakan, segera katanya, "Mereka tidak perlu
disalahkan, mungkin tindakan kami yang kelewat gegabah
sehingga terjadi kesalahpahaman ini."
Menggunakan kesempatan ini Wan Beng-tin kembali
memaki Beng Yu-wi dan Kau Cing-hong, kemudian baru
menyudahi urusan.
Keadaan kedua orang jago itu ibarat orang bisu makan
empedu, biarpun pahit harus ditelan juga, padahal mereka
tahu kalau perintah penyerangan ini dari Toa-cecu sendiri,
sudah barang tentu mereka tak mungkin membantah di depan

370
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

orang banyak, apalagi misinya membekuk lawan mengalami


kegagalan total.
Dalam pada itu pertarungan antara Lau Hiat-kong melawan
Ngo Kong-tiong sudah memasuki pertarungan babak kedua,
tampak Lau Hiat-kong merogoh sakunya mengeluarkan sebiji
mata uang tembaga, kemudian ujarnya dingin, "Siapa yang
berhasil menangkap mata uang ini duluan, dialah yang
memiliki ilmu meringankan tubuh paling hebat!"
Selesai bicara dia lempar mata uang itu setinggi tiga kaki
lebih, persis di antara mereka berdua.
Lau Hiat-kong segera melejit ke udara mengejar mata uang
itu, bersamaan Ngo Kong-tiong ikut melejit pula ke udara,
bagaikan dua ekor naga sakti kedua orang itu melesat ke atas.
Dengan menggunakan ibu jari dan telunjuknya, Ngo Kong-
tiong menyambar mata uang itu. Kuatir benda itu jatuh ke
tangan lawan, segera Lau Hiat-kong menyentil mata uang itu
beberapa kaki lebih tinggi dengan sentilan jari tengahnya.
Melihat mata uang itu tersentil hingga mencelat lebih
tinggi, Ngo Kong-tiong membentak gusar, sambil menarik
napas pan jang tubuhnya kembali melejit satu kaki lebih
tinggi.
Lau Hiat-kong tak mau kalah, dia ikut menghimpun tenaga
dalam dan balas menyambar mata uang itu.
Waktu itu tangan Ngo Kong-tiong sudah hampir
menyambar mata uang itu, melihat Lau Hiat-kong ikut
menyambar, cepat serangannya dari mencakar diubah jadi
membacok, langsung menghajar kelima jari tangan musuh.
Lau Hiat-kong cukup mengerti akan kehebatan lawan an
daikata bacokan itu bersarang telak, bisa jadi kelima jari
tangannya akan patah semua, terpaksa dia urungkan niatnya
lalu menarik kembali cengkeramannya.
Gagal dengan babatan mautnya, kembali Ngo Kong-tiong
mengubah pukulan jadi cengkeraman, perubahan jurusnya
dilakukan amat cepat sehingga nyaris tidak tampak perubahan
itu.

371
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tatkala jari tangan Ngo Kong-tiong segera akan menyentuh


mata uang itu, tubuh Lau Hiat-kong yang sedang merosot ke
bawah segera melepaskan sebuah tendangan ke tangan
lawan.
Ngo Kong-tiong terkesiap, sadar akan datangnya ancaman
yang bisa menghancurkan tangannya itu, segera dia tarik
kembali tangannya sembari berkelit.
Mata uang yang terlempar mencapai titik puncaknya,
seketika kehabisan tenaga lontaran dan mulai meluncur ke
bawah.
Waktu itu tubuh Lau Hiat-kong sudah merosot ke bawah,
melihat mata uang itu jatuh lewat sisinya, segera dia ayun
tangannya untuk menyambar.
Melihat itu, Ngo Kong-tiong segera mengerahkan ilmu
bobot seribunya untuk mempercepat gerak luncur tubuhnya,
sebuah tendangan langsung ditujukan ke nadi penting di
tubuh lawan.
Melihat datangnya tendangan maut itu, kembali Lau Hiat-
kong menarik kembali tangannya sambil berusaha
menghindar.
Daya luncur tubuh Ngo Kong-tiong semakin cepat, ketika
nyaris menginjak kaki lawan, segera Lau Hiat-kong
menggunakan ilmu harimau bumi untuk menggelinding ke
samping.
Sebenarnya Ngo Kong-tiong siap merebut mata uang itu
ketika tubuhnya sudah mencapai permukaan tanah, baru saja
dia bersiap menyambar mata uang itu, lagi-lagi Lau Hiat-kong
melancarkan sebuah tendangan kilat yang membuat mata
uang itu terlempar lagi sejauh beberapa kaki.
Ngo Kong-tiong segera menghimpun tenaga dalamnya
sambil melesat miring ke samping. Lau Hiat-kong tak mau
kalah, dia ikut melesat pula dari sisinya.
Kedua orang itu satu dari atas dan yang lain dari bawah
meluncur berjajar ke depan, walau hanya sekejap, namun
kedua belah pihak telah saling menyerang sebanyak beberapa
gebrakan.

372
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tatkala tenaga luncur mata uang itu sudah melewati


puncaknya, Lau Hiat-kong dan Ngo Kong-tiong turun tangan
bersama, tangan kiri Ngo Kong-tiong mencakar ke depan,
ketika hampir menyentuh mata uang itu mendadak tangan
kanan Lau Hiat-kong secepat sambaran kilat mencengkeram
urat nadinya.
Begitu lawan menarik kembali tangannya, sambil tertawa
dingin Lau Hiat-kong menggerakkan tangan kirinya
menyambar mata uang itu.
Ketika tangannya hampir menyentuh uang logam itu, tiba-
tiba Ngo Kong-tiong membalik lagi tangan kanannya sambil
mengancam urat nadi lawan. Sementara mereka berdua masih
saling menyerang, uang logam itu jatuh ke tanah.
Helaan napas panjang bergema memecah keheningan, Ngo
Kong-tiong saling pandang sekejap dengan Lau Hiat-kong
kemudian masing-masing menarik kembali serangannya.
"Ilmu meringankan tubuh yang hebat!" puji Lau Hiat-kong
dengan dingin.
"Ginkangmu juga termasuk hebat!" balas Ngo Kong-tiong
sambil tertawa. "Mari kita selesaikan pertandingan babak
ketiga ini!"
Biar usianya sudah lanjut namun dua partai pertarungan
yang baru saja berlalu seakan sama sekali tidak membuat
tenaga dalamnya jadi lemah.
Melihat itu Lau Hiat-kong berpikir, "Sehebat apapun tenaga
dalam yang dimilikinya, usiaku jauh lebih muda dan tenaga ku
lebih kuat, bagaimanapun juga aku mesti mencari kescm
patan untuk memenangkan pertarungan babak ini."
Waktu itu Ngo Kong-tiong sendiri pun punya pemikiran
yang sama, hanya saja dia anggap meski lawan hebat tenaga
dalamnya serta ilmu meringankan tubuh, namun sangat
berbeda dalam ilmu pedang, selain kematangan dibutuhkan
juga pengalaman yang luas dalam menghadapi lawan, dan
Ngo Kong-tiong menganggap pengalamannya jauh melebihi
lawan.

373
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dia segera cabut keluar pedangnya yang tebal, bunyi


dengungan tajam segera menggema di angkasa.
Lau Hiat-kong mendengus dingin, dia cabut juga
pedangnya, terlihat cahaya bianglala emas bergetar di udara,
senjata yang lentur itu segera menggeliat bagaikan seekor
ular berbisa.
"Bagus, pedang ular berbisa yang hebat!" puji Ngo Kong-
tiong tanpa sadar.
"Rasakan juga kehebatan ilmu pedang ular berbisa!"
dengus Lau Hiat-kong dingin, pedangnya segera menusuk ke
tubuh lawan.
Ngo Kong-tiong membalik tangan sambil merentangkan
senjata, "Traang!" bunga api menyebar, ujung pedang Lau
Hiat-kong tahu-tahu sudah menusuk di tubuh pedang Ngo
Kong-tiong yang tebal.
Sembari membendung serangan pedang lawan, Ngo Kong-
tiong melancarkan tiga serangan balasan, jangan dilihat
pedang miliknya tebal lagi berat, ternyata ketebalan senjata
sama sekali tidak mempengaruhi kecepatan, tapi sayang
semua tusukan itu berhasil dipunahkan oleh Lau Hiat-kong
secara mudah.
Begitu berhasil mementahkan serangan lawan, Lau Hiat-
kong segera melepaskan lima tusukan balasan, semua
serangan dilancarkan dengan jurus yang aneh dan berbahaya,
ibarat pagutan seekor ular berbisa, meliuk-liuk tapi sangat
mematikan.
Secara beruntun Ngo Kong-tiong menangkis kelima buah
tusukan itu, kemudian balas menyerang sebanyak tujuh kali.
Pedang ular berbisa Lau Hiat-kong menggeliat berulang kali
sambil menyambar sana-sini, beruntun dia melancarkan tujuh
congkelan yang membuat semua serangan musuh
terpunahkan, secepat kilat ia lancarkan sepuluh serangan
balasan.
Makin bertarung gerakan tubuh kedua orang ini semakin
cepat, jurus serangan yang dipakai pun semakin hebat dan

374
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mengerikan, hingga pada akhirnya hanya desingan angin


tajam yang terdengar memenuhi arena.
Beberapa saat kemudian, dengan perasaan tercekat si
Tangan besi mulai berpikir, "Celaka, kalau keadaan seperti ini
dibiarkan berlangsung terus, lama kelamaan Ngo Kong-tiong
bisa tak tahan, usianya sudah lanjut, daya tahan Lau Hiat-
kong semestinya jauh lebih tangguh."
Di pihak lain, Cing Sau-song sendiri pun merasakan
terkesiap, dia sadar bahwa pengalaman tempur yang dimiliki
Ngo Kong-tiong jauh melebihi Lau Hiat-kong, bila bertarung
dalam jangka panjang, maka asal Lau Hiat-kong sedikit kurang
berhati-hati, besar kemungkinan dia akan menderita
kekalahan total.
Mendadak kedua orang itu menghentikan gerakan
tubuhnya secara tiba-tiba. Ketika semua orang berpaling,
tampak Lau Hiat-kong dan Ngo Kong-tiong berdiri saling
berhadapan dengan napas tersengal, wajah mereka pucat pias
bagai mayat.
Waktu itu ujung pedang milik Ngo Kong-tiong sudah berada
setengah inci di depan dada Lau Hiat-kong, sementara pedang
ular berbisa milik Lau Hiat-kong berada setengah inci di atas
Bi-sim-hiat di kening Ngo Kong-tiong.
Ternyata sewaktu kedua orang itu bertempur hingga
mencapai puncaknya, Ngo Kong-tiong mulai merasa kehabisan
napas, terpaksa dia berlagak seakan kehabisan tenaga dan
tubuhnya roboh terjengkang.
Lau Hiat-kong menyangka lawannya keok, dia segera
merangsek maju, siapa tahu pada saat itulah ujung pedang
Ngo Kong-tiong sudah menusuk ke arah dadanya.
Sayang dia sudah tua hingga tenaganya banyak terkuras,
sehebatnya taktik yang ia pergunakan, gerak serangannya
tetap lamban, Lau Hiat-kong memanfaatkan kesempatan itu
untuk menusuk Bi-sim-hiat lawan.
Cing Sau-song tertegun sesaat, kemudian segera teriaknya,
"Hanya saling menutul, hanya saling menutul ...!" dia kuatir

375
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kedua orang itu terbakar emosi hingga melanjutkan


tusukannya
"Betul, anggap saja partai ini seri," sambung Si Ceng-laug
cepat.
Karena partai pertama telah dimenangkan si Tangan besi
meski partai kedua seri, asal partai ketiga tidak kalah maka
pihaknya akan menangkan pertandingan ini, oleh sebab itu
segera dia ikut berseru.
Pelan-pelan Ngo Kong-tiong dan Lau Hiat-kong menarik
kembali pedangnya sembari mengatur pernapasan.
"Ilmu pedang yang hebat!" puji Ngo Kong-tiong kemudian.
"Kau pun hebat juga!" balas Lau Hiat-kong.
Kedua orang itu saling berpandangan sekejap, rasa kagum
timbul dalam hati masing-masing.
Dalam pada itu Pak-shia Shiacu Ciu Pek-ih dan Naga sakti
Cing Sau-song sudah tampil ke tengah arena, pertarungan
yang menentukan menang kalah segera akan dimulai.
Di pihak lain, waktu itu Liu Ing-peng telah bertarung sengit
melawan si Tongkat raja bengis Yu Thian-Iiong, setelah
berhasil membunuh Sepasang golok pencabut nyawa Be-
ciangkwe, seorang prajuritnya juga ikut tewas terbunuh,
sisanya yang tinggal dua orang masih terlibat dalam
pertarungan sengit melawan lima belas orang bandit.
Biarpun Liu Eng-peng seorang diri harus berhadapan
dengan belasan orang, namun dengan mengandalkan golok
kilatnya serta gerakan tubuhnya yang enteng, untuk sesaat
belasan orang itu tak mampu berbuat banyak, malah tak lama
kemudian ia berhasil menghajar dua orang lawannya.
Ia sadar bila pertarungan semacam ini dibiarkan
berlangsung terus, meski setengah jam kemudian pun belum
tentu ia berhasil menghabisi sisa sembilan orang bandit yang
masih bertahan, padahal kedua orang sisa prajuritnya tak
mungkin bisa bertahan lama.
Bila kedua orang prajurit itu ikut roboh, maka belasan
orang bandit itu pasti akan ikut mengerubutnya, dalam

376
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

keadaan semacam itu biar dia punya tiga kepala enam lengan
pada akhirnya pasti akan ditawan musuh.
Di saat yang amat kritis itulah mendadak ia mendengar
bentakan gusar seorang, disusul munculnya sesosok bayangan
manusia.
Tiga orang bandit yang sedang mengepung kedua orang
prajurit itu hanya merasakan pandangan matanya kabur, tahu-
tahu seorang berwajah keren seakan memiliki tiga buah
tangan telah menyambar ke arah mereka.
Rasa tertegunnya belum lenyap, tahu-tahu ketiga orang itu
sudah terlempar keluar arena.
Sebagai jagoan berpengalaman, tentu saja ketiga orang itu
mandah menyerah, mereka berjumpalitan di udara, lalu
melayang turun lagi, siapa sangka tenaga lemparan itu sangat
aneh, bukan saja ketiga orang itu gagal melayang turun,
bahkan tubuh mereka terjengkang dengan kepala di bawah,
tak ampun batok kepala mereka menumbuk di batu cadas
hingga hancur, tentu saja nyawa mereka pun ikut berangkat
ke langit barat.
"Ciu-huciangkun!" teriak Liu Ing-peng kegirangan. Ternyata
jagoan yang baru muncul memang tak lain adalah Ciu Leng-
liong!
Panglima perang ini tersohor sebagai si Monyet sakti
bertangan tiga, sewaktu bertarung melawan musuh, dia
seolah memiliki tiga lengan yang bisa melancarkan serangan,
bukan saja jurus serangannya aneh bagai Kwan Im bertangan
seribu, pada hakikatnya musuh tak sempat melihat jelas apa
yang terjadi.
Kembali Ciu Leng-liong menyelinap maju ke depan, lagi-lagi
dia menghadang tiga orang bandit.
Salah seorang bandit yang sempat melihat kehebatan
musuhnya menghabisi nyawa ketiga orang rekannya dengan
sekali gebrakan jadi keder dan pecah nyali, tergopoh-gopoh
dia berkelit ke samping, sementara kedua orang rekannya
maju membacok dengan nekad, "Wees, weesss!" dua kali
desingan tajam bergema, tahu-tahu tubuh kedua orang itu

377
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sudah terlempar sejauh beberapa kaki dan tewas dengan


tulang badan hancur.
ooOOoo

13. Pertempuran sebelas pedang.

Kembali Ciu Leng-liong merangsek maju untuk


menghadang tiga orang bandit lain, dua orang di antara
bandit itu segera melompat mundur untuk berkelit, salah
seorang di antaranya tak keburu kabur, segera ditangkap dan
diangkat tinggi-tinggi, belum sempat ia berontak, tubuhnya
sudah dilemparkan ke arah seorang rekannya.
Dalam keadaan kaget, bandit itu langsung menghujamkan
goloknya ke depan, "Bruuuk!" ujung golok langsung tembus di
tubuh bandit yang terlempar tadi, merasa dirinya ditusuk
rekan sendiri, bandit itu meraung kalap, sesaat menjelang
ajalnya dia melancarkan sebuah bacokan pula, akibatnya
kedua orang itu mati mengenaskan.
Ciu Leng-liong kembali unjuk kebolehan, dalam sekejap dia
telah membunuh tujuh orang penyamun, keangkeran serta
keganasannya memaksa kawanan bandit yang mengepung di
sekelilingnya kabur menghindarkan diri.
Ciu Leng-liong mendengus dingin, tangannya berkelebat
berusaha menyambar tubuh kawanan bandit yang kabur,
ketika sambarannya gagal, segera dia lepaskan tiga tusukan
maut.
Di antara tiga garis cahaya pedang yang menyilaukan
mata, tiga orang bandit menjerit kesakitan dan roboh
terkapar.
Kembali Ciu Leng-liong mendengus, dengan langkah lebar
dia serbu kawanan bandit yang sedang mengepung Liu Ing-
peng.
Kemunculan Ciu Leng-liong yang tiba-tiba, bahkan dalam
sekejap berhasil membantai sepuluh orang bandit, membuat
sisa lima orang yang masih hidup ketakutan setengah mati,
karena semangat tempurnya buyar, dalam waktu singkat

378
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mereka dibikin keteter oleh serangan dua prajurit yang justru


bangkit semangatnya setelah melihat kehadiran sang
panglima.
Tiba di tepi arena pertarungan, kembali Ciu Leng-liong
melancarkan tiga buah serangan kilat, di antara kilauan
cahaya tajam kembali dua orang bandit menjerit ngeri dan
roboh bermandikan darah, ia memutar badannya bagai
gangsing, lagi-lagi tiga buah serangan berantai dilancarkan.
"Traaang, traaang, traaang!" kali ini ketiga buah
serangannya berhasil ditangkis orang, ketika berpaling, Ciu
Leng-liong segera mengenali orang itu adalah si Tongkat raja
bengis Yu Thian-liong.
Waktu itu Yu Thian-liong sedang marah karena posisi di
atas angin yang berhasil diraihnya dengan susah payah
dihancurkan oleh serangan Ciu Leng-liong, tanpa banyak
bicara dia langsung mengayunkan tongkatnya dan
dihantamkan ke tubuh lawan.
"Sreet, sreeet, sreeet" Ciu Leng-liong melepaskan
serangkaian tusukan yang memaksa Yu Thian-liong mundur ke
belakang, kemudian serunya, "Opas Liu, kawanan kurcaci itu
kuserahkan kepadamu."
Lalu sambil berpaling ke arah Yu Thian-liong, ujarnya pula,
"Dalam namamu ada kata naga, namaku juga memakai kata
naga, mari kita buktikan naga mana yang akan menang."
Sementara itu Liu Ing-peng yang merasa daya tekanannya
berkurang banyak, segera memanfaatkan peluang itu untuk
melancarkan serangkaian babatan, kembali tiga orang bandit
roboh binasa.
Sisanya yang tiga orang lagi tak berani bertarung lebih
lama, mereka segera putar badan dan kabur terbirit-birit,
sayang kecepatan lari mereka tak sanggup menandingi
kecepatan Liu Ing-peng, akhirnya orang-orang itu terjungkal
semua dalam keadaan tak bernyawa.
Kembali Liu Ing-peng mengayunkan goloknya bergabung
dengan dua orang prajurit itu, tak selang lama seluruh bandit
sudah habis terbantai, kini tinggal Yu Thian-liong seorang

379
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yang harus bersusah-payah bertarung sengit melawan si


Monyet sakti bertangan tiga Ciu Leng-liong.
Di tengah pertempuran, mendadak Ciu Leng-liong
membentak keras, "Lihat serangan!"
Yu Thian-liong mengira musuh melepaskan senjata rahasia,
segera dia berkelit ke samping, siapa tahu bukan amgi yang
dilepas, pedang Ciu Leng-liong tahu-tahu sudah merangsek ke
depan sambil melancarkan beberapa jurus serangan
mematikan.
"Lihat serangan!" kembali Ciu Leng-liong membentak.
Sekali lagi Yu Thian-liong berkelit ke samping, lagi-lagi tak
ada senjata rahasia yang menyambar tiba, pertarungan pun
kembali berlangsung cepat.
'Lihat serangan!" kembali Ciu Leng-liong membentak sambil
mengangkat tangannya ke atas.
Yu Thian-liong menyangka musuhnya hanya menggertak
saja, dia enggan tertipu, siapa tahu kali ini benar-benar
muncul tujuh delapan belas macam senjata rahasia yang
langsung menyergap ke arahnya.
Yu Thian-liong tak menyangka kali ini pihak lawan benar-
benar melepaskan senjata rahasia, dia pun tidak mengira
kalau ada orang bisa melepaskan belasan macam senjata
rahasia dalam waktu yang bersamaan, tergopoh-gopoh dia
putar toyanya untuk menangkis, sebelas dua belas macam
senjata rahasia segera tersapu rontok, tapi masih ada lima
enam macam am-gi yang tetap menghujam di kaki, lengan,
paha, bahu dan lututnya.
Yu Thian-liong menjerit kesakitan, saking sakitnya dia
sampai tak mampu menggenggam toyanya lagi, badannya
segera roboh terguling di tanah.
Liu Ing-peng segera mengayunkan goloknya siap
membunuh orang itu, tapi Ciu Leng-liong segera menangkis
dengan pedangnya, sekalian ia totok empat buah jalan darah
di tubuh si Toya raja bengis Yu Thian-liong, membuat orang
itu tak mampu berkutik lagi.

380
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Setelah beristirahat sejenak untuk mengatur pernafasan,


Ciu Leng-liong, Liu Ing-peng dan kedua orang prajurit itu
berangkat untuk bergabung dengan pasukan induk.
Ketika itu pertarungan antara Cing Sau-song melawan Ciu
Pek-ih sedang berlangsung amat sengit, deru angin tajam
serasa menyelimuti seluruh angkasa.
Ternyata pertarungan antara Cing Sau-song melawan Ciu
Pek-ih sudah mulai berlangsung, ilmu yang mereka adu adalah
ilmu pedang.
Ciu Pek-ih dengan ilmu pedangnya menyerang lawan habis-
habisan, bagai sambaran petir menggelegar tiada hentinya di
sekeliling tubuh musuh.
Cing Sau-song tak berani bertindak gegabah, pedang hijau
pupusnya diputar bagaikan seekor naga hijau yang
beterbangan di angkasa, sambarannya di antara kilatan
cahaya putih membiaskan satu pemandangan yang indah di
udara.
Setelah bertarung lima puluh gebrakan, jurus serangan
Cing Sau-song makin aneh dan banyak perubahan, sudut
serangan yang diarah pun sukar diduga sebelumnya,
semuanya dilakukan dengan ringan dan lincah.
Jurus serangan Ciu Pek-ih pun cepat, seringkali Cing Sau-
song gagal menemukan titik kelemahan lawan, semakin
diteter semakin sulit baginya untuk mendekati lawan, sehingga
tak satu pun serangan yang dilancarkannya berhasil
mendekati tubuh lawan.
Tujuh puluh gebrakan kemudian, tiba-tiba Cing Sau-song
berseru sambil tertawa terbahak-bahak, "Ternyata ilmu
pedang sambaran petir luar biasa hebatnya, sekarang cobalah
It-cu-kiam-hoat (ilmu pedang satu huruf) ini!"
Cing Sau-song adalah seorang jago berbakat alam, setiap
kali bertemu jurus serangan yang ampuh, dia selau dapat
men-ciptakan sebuah jurus tandingan untuk menjebol gerak
serangan lawan.

381
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Biasanya setiap kali dia menerima satu jurus serangan


lawan, maka jurus berikutnya dia sudah berhasil menciptakan
jurus tandingan.
Namun dalam pertarungan kali ini, berhubung jurus
serangan yang dimiliki Ciu Pek-ih terlalu cepat dan hebat, Cing
Sau-song butuh tujuh puluh gebrakan baru berhasil
menciptakan ilmu pedang satu huruf untuk menandinginya.
Kunci utama yang diandalkan Ciu Pek-ih dalam ilmu pedang
sambaran petirnya adalah kecepatan, dengan kecepatan
penuh, sudut serangan paling jitu dan jarak paling dekat dia
lukai musuhnya.
Sebaliknya inti ilmu pedang satu huruf adalah kelurusan,
seperti tulisan 'Satu' sendiri, gerak serangannya lempang,
datar dan menyatu, keterbukaan justru menjadi kontra dari
kecepatan petir.
Ketika Ciu Pek-ih melepaskan sebuah tusukan dengan
kecepatan luar biasa, Cing Sau-song segera melintangkan
pedangnya untuk menangkis, dengan jurus It-wi-tok-kang
(sebuah sampan menyeberangi sungai) dia giring senjata
lawan ke arah lain.
Merasa senjatanya digiring ke samping untuk dibuang, Ciu
Pek-ih segera miringkan senjata sambil menusuk kembali
dengan jurus Kim-coa-yu-cau (ular emas meluncur pergi), di
antara kilatan cahaya pedang satu tusukan demi satu tusukan
dilontarkan secara beruntun.
Cing Sau-song menjengek dingin, menggunakan jurus It-ci-
tionggoan (menuding daratan tionggoan) dia tusuk tubuh
pedang lawan sesaat sebelum pedang Ciu Pek-ih sempat
diputar, "Triiing!" diiringi dentingan nyaring, tubuh senjata
melenceng ke samping dan gagallah Ciu Pek-ih melanjutkan
gerak serangannya.
Begitu berhasil dengan serangan pertama, Cing Sau-song
tidak menyia-nyiakan kesempatan lagi, secara beruntun dia
lancarkan tiga serangan dengan jurus It-coat-ji-hiong
(menentukan jantan dan betina), It-nian-ci-jak (salah dalam
keputusan sesaat) dan It-tok-ci-hoat (satu sentuhan

382
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mengobarkan semuanya), tiga rangkaian serangan yang


memaksa Ciu Pek-ih harus mundur sejauh tiga langkah.
Untuk sesaat Ciu Pek-ih agak tertegun, segera dia
membalik senjatanya menggunakan jurus Seng-kong-tiam-
tiam (cahaya bin-tang berbintik), serentetan titik cahaya
bintang yang menyilaukan mata langsung membungkus batok
kepala musuh.
Cing Sau-song membentak keras, tiba-tiba dia melambung
ke udara diiringi sekilas cahaya yang menembus berbintik
cahaya bintang, inilah jurus It-hui-jiong-thian (terbang
melambung menembus angkasa), kemudian secepat kilat dia
menusuk ke bawah dengan jurus It-tiam-leng-si (tutulan sakti
membangkitkan sukma) mengancam batok kepala musuh.
Dengan perasaan terkejut Ciu Pek-ih merendahkan
kepalanya, sekalipun berhasil lolos dari babatan lawan, tak
urung kain pengikat kepalanya tersambar hingga lepas.
Tanpa menggubris ikat kepalanya, Ciu Pek-ih mundur
sambil melancarkan sebuah tusukan, dia ancam sepasang kaki
Cing Sau-song dengan jurus To-sit-kim-liong (memanah balik
naga emas).
Cing Sau-song sangat terkejut, dia tidak mengira serangan
balasan Ciu Pek-ih dilancarkan secepat itu, segera dia gunakan
jurus It-bai-ji-san (satu tepukan memisah jadi dua) dengan
menutulkan ujung pedangnya di tubuh senjata Ciu Pek-ih, lalu
menggunakan kesempatan itu badannya melejit ke udara
untuk menghindarkan diri.
Sementara para penonton berseru tertahan karena kaget,
Cing Sau-song yang berada di udara telah melancarkan
sebuah tusukan lagi dengan jurus It-lok-jian-cang (sekali jatuh
ribuan kaki).
Menggunakan tenaga dorongan ke belakang itu dia
menggeser selangkah ke samping, meloloskan diri dari
tusukan itu.
"Bagus!" bentak Cing Sau-song, dengan jurus It-say-jian-li
(sekali bergeser ribuan li) dia lepaskan tusukan lagi ke depan.

383
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Waktu itu ujung pedang Ciu Pek-ih menghadap ke


belakang, dalam keadaan begini tak sempat baginya untuk
berbalik sambil melepaskan serangan, untung saja dia adalah
jago pedang kenamaan, pedangnya digetarkan hingga ujung
pedang mendengung, dengan jurus Tiang-liong-ji-hay (naga
panjang menyusup ke laut) dia tusuk perut Cing Sau-song.
Biarpun jurus serangan ini dilancarkan belakangan, namun
tiba lebih dulu pada sasaran, sebuah jurus pertolongan yang
amat jitu. Agak berubah paras muka Cing Sau-song, meski
kaget namun tak sampai membuatnya panik, dia putar
pedangnya dan dengan jurus It-kian-ji-ku (pertemuan pertama
serasa sahabat lama), "Tring!" dia tahan serangan itu dengan
menangkis pada gagang pedang lawan.
Dalam keadaan begini, bila Ciu Pek-ih tetap melanjutkan
serangannya, niscaya jari tangannya akan tersayat oleh ujung
pedang lawan, terpaksa ia kendorkan tangan sambil
membuyarkan ancaman.
Tujuan Cing Sau-song menggunakan jurus It-kian-ji-ku ini
memang bertujuan memaksa Ciu Pek-ih melepaskan
senjatanya.
Pak-shia Shiacu Ciu Pek-ih bukan jagoan kemarin sore,
begitu pedangnya terlepas dari genggaman, sepasang
tangannya segera diayun menggulung ke angkasa, ia siap
menghajar musuh dengan ilmu Kiu-ku-ceng-jit-sin-kang.
Siapa tahu Cing Sau-song sama sekali tidak menanggapi,
sambil tertawa ia menarik kembali pedangnya.
Dengan perasaan tertegun Ciu Pek-ih berpikir, "Jangan-
jangan dia anggap aku telah kalah lantaran pedangku terlepas
dari genggaman? Tapi toh tak pernah ada perjanjian semacam
ini sebelum bertarung tadi? Biarpun aku kalah dalam hal ilmu
pedang, bukan berarti kalah dalam tenaga dalam."
Berpikir begitu dia pun berseru, "Maaf!" dengan jurus Jit-
cau-tong-sin (sang surya terbit di ufuk timur) sepasang
telapak tangannya melancarkan serangan kilat.
Di saat Ciu Pek-ih masih tertegun, Cing Sau-song
tersenyum, tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia lancarkan

384
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sebuah tusukan lagi ke depan, ternyata jurus serangan yang


digunakan adalah It-siau-tiam-shia (senyuman yang
memabukkan kota) dari aliran sesat.
Sebelum melancarkan serangan, biasanya orang akan
selalu tertawa lebih dulu untuk mengecoh lawan, di saat
musuh tidak waspada dan tak menduga itulah sebuah tusukan
maut langsung dilontarkan.
Ketika melepaskan tusukan itu, ternyata Cing Sau-song
sama sekali tidak menggubris atau menghindarkan diri dari
ancaman sepasang tangan Ciu Pek-ih.
Sebenarnya ilmu pedang sambaran petir Ciu Pek-ih
memang sangat hebat, keunggulannya terletak pada
kemampuannya mendahului serangan musuh, tapi sayang
sekarang ia sudah tak bersenjata, biarpun jurus serangannya
ampuh, telapak tangannya tidak mampu mendahului
kecepatan pedang musuh.
Ketika telapak tangannya masih berada satu inci dari tubuh
Cing Sau-song, ujung pedang lawan sudah menempel di
tenggorokannya.
Padahal waktu itu Cing Sau-song juga amat terkesiap,
sebenarnya dia ingin memanfaatkan kesempatan di saat Ciu
Pek-ih sedang tertegun untuk merebut posisi lebih
menguntungkan, dalam perhitungannya, dia sanggup
mengancam lawan dengan ujung pedangnya sebelum
sepasang telapak lawan mengancam dirinya, siapa tahu gerak
serangan Ciu Pek-ih sedemikian cepat meski telapak
tangannya masih berada satu inci dari tubuhnya, tenaga
pukulan telah menyusup lebih dulu ke dalam badannya
Masih untung dia cepat bereaksi, coba kalau serangannya
sedikit terlambat, dapat dipastikan yang menderita kekalahan
dalam pertarungan ini adalah dirinya bukan Ciu Pek-ih
Pelan-pelan Cing Sau-song menarik kembali pedangnya dan
berkata, "Beruntung, sungguh beruntung!"
Ciu Pek-ih turut menarik kembali serangannya samlnl
menghela napas panjang, katanya, "Kecepatan serangan Cing

385
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sianseng benar-benar luar biasa, selama hidup belum pernah


kusaksikan kehebatan semacam ini"
Hasil dari tiga babak pertarungan adalah:
Babak pertama, si Tangan besi berhasil mengungguli Wan
Beng-tin.
Babak kedua, Ngo Kong-tiong melawan Lau Hiat-kong
dengan hasil seri.
Babak ketiga, Cing Sau-song berhasil mengungguli Ciu Pek-
ih.
Karena dalam tiga babak pertarungan masih belum berhasil
menetapkan siapa pemenangnya, tiba-tiba si Tangan besi
berbisik lirih kepada Si Ceng-tang, "Ciangkun, bagaimana
kalau Cayhe turun sekali lagi untuk membuat keok Cing Sau-
song?"
Si Ceng-tang sendiri pun sadar, lantaran tiga babak
pertarungan berlangsung seri, berarti harus diselenggarakan
satu babak pertarungan lagi dan pada partai terakhir ini pihak
lawan pasti mengutus jagoan yang paling hebat ilmu silatnya,
tentunya adalah si Naga sakti.
Bicara soal ilmu silat, dia sadar bukan tandingan lawan, bila
pihaknya tak ada wakil yang sepadan, dapat dipastikan pihak
mereka akan menelan kekalahan getir.
Mendengar tawaran itu, dengan penuh kegirangan sahut Si
Ceng-tang, "Jika begitu kuserahkan pertarungan itu
kepadamu."
Dengan cepat si Tangan besi melompat maju ke tengah
arena, serunya lantang, "Dalam tiga babak pertarungan tadi
hasilnya sekali seri, sekali menang dan sekali kalah, silakan
kalian utus seorang wakil lagi untuk menentukan menang
kalah melawanku."
"Hahaha Cing Sau-song tertawa tergelak, sambil maju
dengan langkah lebar sahutnya, "kelihatannya aku memang
harus bertarung melawan saudara Thi."
"Setelah menyaksikan kehebatan ilmu pedang Sianseng,
aku merasa kagum sekali," kata si Tangan besi sambil
menjura, lalu dia membungkukkan badan memungut pedang

386
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

milik Ciu Pek-ih dan katanya lagi, "Boleh aku pinjam


pedangmu?"
"Silakan!"
Kembali Tangan besi berkata kepada Cing Sau-song,
"Cayhe ingin menggunakan pedang untuk minta petunjuk ilmu
pedang Sianseng, oleh karena ilmu pedang yang Sianseng
gunakan adalah It-ci-kiam-hoat yang tidak butuh terlalu
banyak jurus serangan, maka aku ingin membatasi diri dengan
sepuluh gebrakan saja, bila dalam sepuluh jurus aku tak
berhasil menangkan Sianseng, anggap saja akulah yang
kalah."
Semua orang terkesiap mendengar perkataan itu, ketika
menyanggupi mengalahkan Wan Beng-tin dalam dua puluh
gebrakan saja dia nyaris kalah, tak disangka sekarang dia
malah sesumbar akan mengalahkan Cing Sau-song dalam
sepuluh gebrakan.
Si Ceng-tang tahu bahwa si Tangan besi dari empat opas
termashur karena kepandaian tangan kosongnya, soal ilmu
pedang jelas dia bukan tandingan si Darah dingin, tapi
sekarang ia justru menantang seorang jago pedang untuk
bertanding pedang, bahkan membatasi diri dalam sepuluh
gebrakan, hal ini jelas sangat memandang rendah
kemampuan lawan.
Terdengar si Tangan besi berkata lebih lanjut, "Oleh karena
ilmu pedang yang Sianseng gunakan adalah It-ci-kiam-hoat,
ilmu pedang satu huruf, maka sepuluh jurus yang akan
kugunakan juga mesti diberi batasan, jurus pertama harus
mengandung kata 'satu' seperti misalnya jurus It-tham-hong-
sui (satu telaga satu air bah) dari Ji-gi-bun, jurus kedua harus
ada angka 'dua' seperti jurus Ji-tok-ciau-hong (bertarung
dalam pertemuan kedua) dari perguruan Hui-eng-bun, jurus
ketiga pun tentu harus mengandung kata 'tiga' seperti jurus
Hong-hong-sam-tiam-tau (burung hong tiga kali mengangguk)
dari perkumpulan Sin-pian-pang. Jadi tegasnya bila ilmu yang
digunakan saudara Cing bukan ilmu pedang satu huruf maka
kau akan dianggap kalah, sebaliknya bila Cayhe tidak

387
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menggunakan jurus dengan angka yang berurutan maka


anggap saja aku yang kalah, entah bagaimana menurut
pendapat Cing-sianseng?"
Sejak terjun ke dunia persilatan, belum pernah Cing Sau-
song dipandang enteng orang lain seperti saat ini, tanpa
terasa pikirnya, "Kurangajar, kalau tidak kuberi pelajaran yang
setimpal hari ini, dianggapnya aku Cing Sau-song gampang
dipermainkan."
Tapi sebagai orang pintar dia enggan masuk perangkap
orang, maka bukannya marah dia malah menjawab sambil
tertawa, "Saudara Thi, Kau ingin merobohkan aku dalam
sepuluh jurus dan bila gagal berarti akan kalah? Apakah
keputusanmu itu tidak terlalu menguntungkan pihakku?"
"Cing-sianseng, aku tak berani memandang rendah dirimu,
padahal aku tak yakin bisa menangkan Sianseng, daripada
malu karena tak bisa mengalahkan dirimu, maka sengaja aku
mencari sebuah alasan untuk menutup rasa maluku sahut si
Tangan besi sambil tertawa.
Maksud perkataan itu sangat jelas. Meski tahu tak bisa
menangkan Cing Sau-song, namun untuk bertahan sebanyak
sepuluh gebrakan masih bukan masalah, walaupun harus
mengaku kalah, kekalahan itu tidak terlalu memalukan.
Ngo Kong-tiong, Sin Ceng-tang dan para jago lainnya
merasa sangat tidak puas, mereka tak senang karena si
Tangan besi mengakui kelemahan sendiri sebelum
pertarungan dimulai.
Pek Huan-ji berkerut kening, baru saja ia ingin bertanya,
Ciu Pek-ih sudah mengulap tangannya sambil menukas, "Aku
percaya saudara Thi tentu mempunyai maksud lain."
Sementara itu Wan Beng-tin memutar biji matanya, sebagai
orang yang sangat berhati-hati ia segera menegur, "Saudara
Thi, kau bilang akan menangkan Toako dalam sepuluh jurus?"
"Betul!"
"Kalau gagal menangkan pertarungan ini?"
"Anggap saja aku kalah."
"Bagaimana kalau kalah?"

388
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Cayhe beserta seluruh jago segera mundur dan pulang ke


kota Ciang-ciu."
"Bila Si-ciangkun menolak?"
"Aku memang bersumpah tak akan mengalah," pikir Si
Ceng-tang di hati kecilnya.
Si Tangan besi melirik panglima perang itu sekejap, lalu
sahutnya, "Jika mereka tidak pergi, aku pergi duluan."
Wan Beng-tin segera berpikir, "Asal Tangan besi pergi
meninggalkan rombongan, seakan Si Ceng-tang kehilangan
lengan kanannya, mereka tak bakal bisa berbuat banyak."
Kembali dia bertanya, "Jadi Toako hanya boleh
menggunakan ilmu pedang satu huruf?"
"Benar."
"Tidak ada batasan untuk menggunakan jurus apapun?"
"Benar!"
"Dan jurus yang kau pergunakan harus sesuai dengan
angka pada jurus ke berapa pertarungan berlangsung? Bahkan
jurus itu harus jurus serangan yang sudah diketahui umum?"
"Benar!"
"Jika kau tidak menggunakan jurus yang benar atau salah
angka?" desak Wan Beng-tin lebih jauh.
"Anggap saja aku yang kalah."
Wan Beng-tin memandang Cing Sau-song sekejap, Ketua
Lian-in-ce itu segera mengangguk seraya berseru, "Perkataan
seorang Kuncu...
"Ibarat lari kuda yang tak bisa dibatalkan," sambung
tangan besi.
Pelan-pelan Cing Sau-song tampil ke tengah arena, katanya
lagi sambil tertawa, "Saudara Thi, tampaknya aku banyak
diuntungkan dalam pertarungan ini."
"Silakan Sianseng menyerang duluan," ucap Tangan besi.
Mendengar itu, Cing Sau-song segera berpikir, "Dari angka
satu sampai sepuluh sudah pasti terdiri dari jurus serangan
karena jurus pertahanan tak bisa dihitung sebagai satu jurus,
tapi si Tangan besi kan tak bisa bertahan melulu tanpa

389
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menyerang, sebab bila begitu terus, akhirnya bakal kalah di


tanganku..."
Berpikir begitu, segera ujarnya sambil tertawa, "Lantaran
saudara Thi hanya memiliki sepuluh jurus, tentu saja harus
disayangkan. Baiklah, kalau begitu biar aku melancarkan
serangan duluan."
Pedangnya segera dicabut keluar, diiringi kilatan cahaya
panjang yang membelah bumi, dia tusuk kening si Tangan
besi dengan jurus It-kiam-kong-han (pedang sakti cahaya
berkilat).
Tangan besi mundur satu langkah, setelah membiarkan
serangan itu lewat, dia lintangkan pedangnya sambil
membacok ke muka.
Menyaksikan gerak serangan itu, Cing Sau-song terkesiap
karena jurus serangan yang digunakan lawan ternyata bukan
jurus pedang melainkan sebuah jurus golok yang disebut It-to-
toan-tau (sekali bacok memenggal kepala), serangan itu
langsung membabat kepala lawan.
Cing Sau-song memutar pedangnya sambil membabat kiri
dan kanan, jurus yang digunakan adalah It-sim-bu-ji (satu hati
tidak mendua), dengan satu babatan dua gerakan dia paksa
Tangan besi menarik kembali senjatanya, disusul kemudian ia
mendesak lawan dengan jurus It-gi-ku-heng (satu niat jalan
sendirian).
Sebenarnya jurus It-sim-bu-ji adalah jurus serangan Thiam-
sim-pay, sedang jurus It-gi-ku-heng merupakan jurus
serangan dari Thian-san-pay, Cing Sau-song sangat
menguasai kedua jurus itu bahkan bisa digunakan
bersambungan tanpa memperlihatkan titik kelemahan, tak
tahan semua jago bersorak memuji.
Tangan besi tidak mundur atau berkelit, dia isap perutnya
hingga cekung ke dalam, begitu lolos dari babatan pedang
lawan, ia kembali getarkan senjatanya dan menyerang sisi kiri
kanan lawan dengan jurus Ji-put-siang-bang (dua pihak tak
saling lupa).

390
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Jurus Ji-put-siang-bang ini merupakan ilmu silat aliran Thi-


pan-bun, bila sampai kena maka bukan saja kendang telinga
akan rusak, korban kalau tidak mampus pun paling tidak akan
gila, yang lebih hebat lagi, dia bukannya menghindar dari
serangan Cing Sau-song, justru dengan serangan balasan dia
punahkan ancaman yang datang.
Sekali lagi tempik sorak bergema gegap gempita.
Paras muka Cing Sau-song sama sekali tidak berubah,
"Sreeet, sreeet!" dua bacokan kilat menyilang di depan tubuh
lawan, memaksa Tangan Besi menarik kembali ancamannya,
inilah jurus It-sik-ji-niau (satu batu dua burung).
Tangan besi mendengus dingin, sambil membalik tangan,
lagi-lagi dia menyerang dengan jurus Sam-jin-tong-hang (tiga
orang jalan bersama).
Cing Sau-song keteter sehingga harus mundur tiga langkah,
baru saja dia akan melancarkan serangan balasan, tiba-tiba
terlintas satu ingatan dalam benaknya, pikirnya, "Kenapa aku
tidak berlagak kalah saja sambil mundur? Asal si Tangan besi
berhasil kupancing menyerang sebanyak sepuluh jurus,
bukankah kemenangan akan berada di pihakku? Buat apa aku
mesti bersusah-payah melawan? Sedikit salah perhitungan
saja bukankah aku yang bakal keok?"
Maka sewaktu melihat serangan itu menghimpitnya, dia
segera mundur berulang kali berlagak gelagapan.
Benar juga, si Tangan besi segera merangsek maju lebih ke
depan, jurus keempat Su-bin-pat-hong (empat arah delapan
penjuru) segera dilancarkan, tampak beribu cahaya pedang
yang menyilaukan menusuk ketua Lian-in-ce itu dari sisi kiri
dan kanan.
Tampak selapis cahaya pedang menembus jaring pedang
lawan dan menjebol keluar dari kepungan, inilah jurus It-soat
jian-li dari Soat-san-pay.
Tangan besi tidak memberi kesempatan kepada lawannya,
jurus kelima Ngo-tok-bwe-kay (lima kali bunga bwe mekar),
jurus keenam Lak-teng-kay-san (Lak Teng membuka bukit)
dilancarkan berbarengan.

391
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Begitu jurus Ngo-tok-bwe-kay dilancarkan, tampaklah lima


bingkai cahaya pedang yang menyerupai lima putih bunga
bwe membias di angkasa, membuat pandangan mata lawan
jadi silau dan kelabakan setengah mati.
Cing Sau-song sama sekali tidak bergeming, dengan jurus
It-kiam-juan-sim (sekali tusuk menembus hati) dia patahkan
jurus serangan itu.
Namun begitu jurus keenam Lak-teng-kay-san dikeluarkan,
ibarat kapak raksasa membelah angkasa, Cing Sau-song tidak
sanggup membendung datangnya babatan itu, beruntun dia
harus mundur tujuh langkah sebelum berhasil lolos dari
sergapan itu.
Tangan besi tidak sungkan lagi, jurus ketujuh Jit-si-gin-ho
(tujuh bintang sungai perak) dilontarkan, selapis bianglala
putih membungkus seluruh angkasa dan menggulung sekujur
tubuh lawan.
Cing Sau-song bukan jagoan kemarin sore, dia sadar
bianglala putih yang membungkus sekeliling tubuhnya adalah
hawa pedang yang maha dahsyat, sadar bila dia tak mampu
membendung ancaman itu, segera dengan jurus It-kian-tiong-
cing (cinta pada pandangan pertama) disusul jurus It-cian-
siang-tiau (sebuah panah sepasang rajawali) dan jurus It-
hoat-jian-kau (nyaris bagai di ujung tanduk) dia berusaha
melindungi dirinya.
Dengan jurus serangan yang pertama tadi ia berusaha
membuka jalan masuk ke balik lapisan pedang lawan,
kemudian dengan jurus kedua dia belah lapisan hawa pedang
lawan jadi dua bagian, baru pada jurus yang ketiga dia benar-
benar berhasil mematahkan jurus Jit-sin-gin-ho itu.
"Bagus!" hardik Tangan besi lantang.
Jurus kedelapan Pat-hong-hong-yu (hujan angin di delapan
penjuru) segera dilontarkan, jurus serangan ini berbeda jauh
bila dibandingkan jurus keempat Su-bin-pat-hong (empat arah
delapan penjuru), dengan jurus Su-bin-pat-hong tadi dia
melancarkan empat tusukan pedang ke arah depan, belakang,
kiri dan kanan, maka dengan jurus Pat-hong-hong-yu kali ini

392
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

selain tusukan dia sertakan juga sapuan, totokan, congkelan


dan babatan, sepuluh kali lipat lebih mengerikan ketimbang
jurus serangan sebelumnya.
Cing Sau-song mundur selangkah sambil mengeluarkan
jurus It-pay-tu-te (kalah total hancur lebur), sebuah jurus
serangan dari aliran sesat, meski tak sedap terdengarnya
namun sangat canggih untuk meloloskan diri dari ancaman
musuh sambil melancarkan bokongan.
Mula-mula serangan Tangan besi yang mengancam dari
arah belakang ditangkis, lalu tanpa menangkis ancaman yang
datang dari kiri kanan, secara beruntun dia mundur sepuluh
langkah.
Diam-diam Cing Sau-song kegirangan, dia tahu Tangan besi
terlalu bernapsu mencari kemenangan cepat sehingga dalam
waktu singkat dia telah menggunakan delapan dari sepuluh
jurus yang dijanjikan, asal dia bisa bertahan dua gebrakan
lagi, maka....
Mendadak ia merasa punggungnya membentur sesuatu
benda dan tak bisa mundur lagi, hatinya tercekat, belum
sempat berbuat sesuatu, si Tangan besi sudah mendesak lagi
dan menyerang dengan jurus Kiu-cu-lian-huan (sembilan
peluru berantai).
Ternyata Cing Sau-song sudah dipaksa mundur tiga
langkah ketika harus menghindari jurus ketiga Sam-jin-tong-
hang, kemudian mundur lagi tujuh langkah ketika menghindari
serangan keenam Lak-teng-kay-san, dan terakhir mundur lagi
sepuluh langkah untuk menghindari jurus kedelapan Pat-hong-
hong-yu, meski para jago sudah menyingkir memberi tempat,
pada akhirnya dia telah mundur hingga di depan sebatang
pohon kering.
Sementara dia masih tertegun, jurus kesembilan Kiu-cu-
lian-huan si Tangan besi telah tiba di depan mata.
Meskipun Kiu-cu-lian-huan hanya terdiri dari satu tusukan
pedang, namun memiliki sembilan macam perubahan, ketika
serangan pertama terbendung akan muncul perubahan kedua,
ketiga, keempat dan seterusnya, setiap perubahan ada yang

393
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kosong ada pula yang serangan nyata, membuat orang yang


menghadapinya jadi kebingungan sendiri.
Cing Sau-song sadar akan kehebatan ancaman itu, karena
tak ada jalan mundur lagi, terpaksa dia harus menghadapi
semua ancaman dengan keras lawan keras.
Dalam waktu singkat dia melancarkan pula sembilan jurus
serangan untuk mematahkan datangnya ancaman itu, It-be-
tong-sian (kuda lari paling depan), It-ciam-kian-hiat (satu
tusukan keluar darah), It-khi-ho-seng (satu sentakan
mencapai sukses), It-bing-keng-jin (satu teriakan mengejutkan
orang), It-lau-yong-gi (satu usaha langgeng abadi), It-gi-ku-
heng (satu niat jalan sendiri), It-kiam-juan-sim (satu tusukan
menembus hati), It-lok-jian-cong (sekali jatuh ribuan kaki) dan
It-ci-tiong-goan (satu tudingan daratan Tionggoan), setiap
jurus serangan yang digunakan untuk menghadapi setiap
perubahan Kiu-cu-lian-huan.
"Trring, triing, triing, triiing" dalam waktu singkat ke
sembilan perubahan jurus serangan itu sudah terpatahkan
semua.
Begitu selesai mematahkan serangan lawan dan sadar
dirinya sudah tak punya jalan untuk mundur, Cing Sau-song
tak ingin mati langkah, tanpa menunggu Tangan besi
melancarkan serangan, ia segera melancarkan tusukan lebih
dulu dengan jurus It-hu-tong-kwan (satu lelaki menghadapi
berbagai masalah).
Serangan ini boleh dibilang sangat hebat, Tangan besi
segera menggetarkan pedangnya dan jurus terakhir Sip-bin-
bay-hok (jebakan di sepuluh penjuru) segera dilancarkan.
Jurus Sip-bin-bay-hok Tangan besi ini justru merupakan
jurus tandingan It-hu-tong-kwan Cing Sau-song, sebagai
seorang jagoan tangguh, paling pantang bila terjebak dalam
perangkap dari sepuluh penjuru, sebab sehebat-hebatnya
seorang memang sulit untuk lolos dari kepungan maut.
Cing Sau-song tentu saja mengerti akan hal ini, begitu
melihat datangnya ancaman dari mana-mana, ia segera

394
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menggunakan jurus It-hui-jiong-thian (terbang cepat


menembus angkasa) untuk lolos dari kepungan.
Sebenarnya gerakan It-hui-jiong-thian ini dapat digunakan
untuk lolos dari jaring pedang Sip-bin-bay-hok, seandainya
Cing Sau-song berhasil melarikan diri, maka si Tangan besi
akan menderita kekalahan total.
Namun secara mendadak Cing Sau-song melihat jurus Sip-
bin-bay-hok yang dipergunakan si Tangan besi ternyata
sasarannya sedikit lebih rendah dari sesungguhnya, dia lebih
suka tidak menusuk kepala lawan tapi lebih menitik beratkan
pada dada musuh.
Dengan demikian seandainya dia melambung ke udara
dengan jurus It-hui-jiong-thian, maka sebelum tubuhnya
berhasil lolos, bisa jadi sepasang kakinya sudah keburu
terpapas kutung duluan.
Meski menghadapi bahaya, Cing Sau-song tidak panik,
ketika jurus pertama It-hu-tang-tau tidak berhasil, dia segera
mengubahnya jadi jurus kedua It-hui-jiong-thian, ketika jurus
inipun gagal ia segera merubahnya jadi gerakan ketiga It-
seng-put-pian (apa yang sudah jadi tak akan berubah).
Sebetulnya bila jurus It-seng-put-pian ini dilancarkan sejak
awal, jurus ini dapat menghasilkan pertahanan yang kuat
sekali bagaikan sebuah benteng baja dan tentu saja tak usah
menguatirkan kehebatan jurus Sip-bin-bay-hok lawan, tapi
berhubung gerakan ini dipakai untuk keadaan darurat,
terpaksa dia ubah ancamannya dengan menusuk pergelangan
tangan si Tangan baja sekaligus menangkis datangnya
ancaman musuh.
Dengan melakukan gerakan ini, selain bisa melindungi diri
dari ancaman si Tangan besi, andaikata lawan bertekad
mengadu jiwa pun Cing Sau-song yakin masih bisa menangkis
serangan lawan dengan mengorbankan pergelangan tangan
sendiri.
"Ploook, ploook!" Tangan besi sama sekali tidak mengubah
arah serangannya dan tangannya benar-benar tertusuk telak

395
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

oleh sepasang pedang Cing Sau-song hingga senjatanya


terjatuh ke tanah.
Belum hilang rasa girang Cing Sau-song, tiba-tiba paras
mukanya berubah hebat, ternyata ujung pedangnya sama
sekali tidak menusuk pergelangan tangan lawan sebaliknya
menusuk sebuah benda yang keras berduri atau sebangsa
lempengan baja.
Segera ketua Lian-in-ce ini menggetarkan senjatanya
sambil melakukan tangkisan, waktu itu jurus Sip-bin-bay-hok
Tangan besi sudah tiba di depan mata, seandainya waktu itu
Tangan besi masih berpedang, maka Cing Sau-song akan
mengikuti gerakan itu dengan mengubah jurus serangannya
jadi It-seng-put-pian dan serangan musuh pasti akan
terbendung semua.
Tapi keadaannya saat ini sama sekali berbeda, lantaran
musuh tak berpedang, maka ketika ujung senjata Cing Sau-
song menggesek di atas lengan si Tangan besi, senjatanya itu
malah mental balik ke belakang.
Ternyata si Tangan besi telah menggunakan tangannya
sebagai pengganti pedang untuk menghabiskan jurus
serangan Sip-bin-bay-hok!
Cing Sau-song sangat kaget, dalam gugup dan paniknya ia
segera mengeluarkan jurus Thian-lo-te-wang (jala langit jaring
bumi), tanpa menarik kembali telapak tangannya, dia gunakan
sepasang siku untuk membendung sepasang telapak tangan
lawan.
Jurus serangan Tangan besi ini merupakan jurus kesepuluh
atau jurus terakhir, akhirnya Sip-bin-bay-hok pun mengenai
sasaran kosong.
Untuk sesaat lamanya kedua orang itu hanya saling
berhadapan tanpa bergerak.
Dalam pada itu Liu Ing-peng, Thian Toa-ciok dan lain-lain
merasa amat sedih, karena Cing Sau-song tidak roboh, ini
berarti Tangan besi telah mengalami kekalahan.

396
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sebaliknya Koan Tiong-it, Mok Kiu-peng, Kau Cing-hong


dan Beng Yu-wi girang setengah mati karena ketua mereka
berhasil membendung jurus Sip-bin-bay-hok lawan.
Lama sekali Cing Sau-song dan Tangan besi saling
berpegangan sambil bertukar pandang, kemudian mereka
mengendorkan tangan masing-masing.
"Sepuluh jurus sudah lewat," kata Tangan besi.
"Ya, dan kau telah memenangkan pertarungan ini,"
sambung Cing Sau-song.
Tiba-tiba dia membalikkan badan seraya berseru keras,
"Kembali ke markas!"
Kawanan jago Lian-in-ce saling berpandangan dengan
perasaan tercengang, namun tak seorang pun berani
bersuara, tak sampai setengah peminuman teh kemudian
seluruh kawanan jago itu sudah lenyap tak berbekas.
Mok Kiu-peng adalah komandan pasukan, tapi sebelum
meninggalkan tempat itu ia sempat menjura ke arah Thian
Toa-ciok dari kejauhan, tampaknya orang ini menaruh kesan
yang baik terhadap opas Thian.
Lau Hiat-kong sendiri pun sempat bertukar pandang
dengan Ngo Kong-tiong, pertarungan tiga babak tadi telah
menumbuhkan rasa kagum di hati masing-masing.
Cing Sau-song sendiri sempat menjura ke arah Tangan besi
sambil memuji, "Anda benar-benar mengagumkan!"
"Ah, yang berhasil Cayhe menangkan bukan ilmu silat,
sungguh memalukan," sahut Tangan besi merendah.
"Saudara Thi tidak perlu merendah, mau adu akal atau
otot, yang jelas aku sudah kalah, sampai jumpa di lain
kesempatan," seru Cing Sau-song sambil tertawa.
Kemudian seluruh anggota Lian-in-ce berlalu dari arena
pertarungan, sebuah pertempuran yang sebenarnya akan
mengubah tempat itu jadi ladang pembantaian akhirnya
berlangsung damai.
Thian Toa-ciok benar-benar tak habis mengerti, setelah
termangu beberapa saat, tanyanya pada Liu Ing-peng, "Liu

397
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kecil, kenapa mereka malah pergi setelah berhasil menangkan


pertarungan ini?"
"Aku sendiri pun kurang jelas," jawab Liu Ing-peng
termangu, "mungkin saja Thi-tayhiap yang telah menangkan
pertarungan ini."
Melihat para jago dibuat kebingungan atas kejadian itu, Ciu
Leng-liong segera menyela sambil tertawa, "Pada saat
terakhir, untuk menghadapi jurus Sip-bin-bay-hok saudara Thi,
Cing Sau-song telah menggunakan jurus serangan Thian-lo-te-
wang, satu jurus serangan di luar ilmu pedang satu huruf
sehingga dialah yang kalah."
"Oooh, rupanya begitu sekarang Liu Ing-peng dan Thian
Toa-ciok baru paham apa yang sebenarnya telah terjadi.
Dalam pada itu Si Ceng-tang telah berkata lagi, "Saudara
Thi, boleh aku menanyakan satu hal?"
"Katakan!"
"Aku hanya heran, padahal semua tahu kalau Cing Sau-
song sangat hebat dan berilmu tinggi, belum tentu ada jagoan
yang sanggup menghadapinya, tapi saudara Thi berani
menantangnya untuk mengalahkan dia dalam sepuluh jurus,
dan aku lihat begitu cepat saudara Thi menyanggupi
tantangan ini, bila dipikir kembali sekarang, rasanya ...
rasanya aku jadi bingung sendiri
Tangan besi segera tersenyum. "Tajam amat pandangan
mata Si-ciangkun, kemenangan ini sebenarnya berhasil kuraih
secara beruntung, padahal bicara soal ilmu silat, aku hanya
mampu soal tenaga dalam dan sepasang tangan besi,
sementara kepandaian lain boleh dibilang amat cetek. Jika
harus bertarung dalam jangka panjang, dapat dipastikan aku
akan keok. Sayangnya dia telah melanggar satu penyakit kecil,
sok pamer, sok hebat dan gemar cari keuntungan dari
kelemahan orang lain."
"Saudara Thi," sela Ngo Kong-tiong, "bila kau pun bukan
tandingan Cing Sau-song, apalagi jago lainnya yang hadir di
sini termasuk Lohu, saudara Ciu, saudara Si, saudara Ciu dan

398
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

lainnya, apa maksudmu mengatakan kalau hanya mencari


keuntungan dari kelemahan orang?"
"Mencari keuntungan dari kelemahan orang termasuk
kejahatan manusia yang sukar dihindari, apalagi aku memang
sengaja memancing dia masuk perangkap, jadi sebenarnya
perkataanku bukan bermaksud menyindir Cing Sau-song.
Bicara terus terang, aku menaruh kagum terhadap orang ini,
dia tenang, mantap, pintar dan cekatan, kecepatan reaksinya
jauh di atas kemampuanku, andai kami harus bertarung dalam
jangka waktu panjang, niscaya kekalahan berada di pihakku,
itulah sebabnya aku mesti mengalahkan dia dengan akal, aku
sengaja membatasi sepuluh jurus pertarungan dengan syarat
dia hanya boleh meng-hadapiku dengan ilmu pedang satu
huruf."
"Saudara Thi, kepandaian silat yang dimiliki Cing Sau-song
memang sangat hebat," timbrung Ciu Pek-ih pula. "Aku
pernah bertarung melawannya dan ternyata aku yang punya
nama lantaran ilmu pedang, akhirnya dikalahkan dia dengan
pedang pula, kehebatannya sungguh mengagumkan. Meski
kau membatasi dia hanya boleh menggunakan ilmu pedang
satu huruf, toh kau sendiri pun hanya membatasi diri dengan
sepuluh gebrakan, jadi menurut pendapatku, kau tidak
mendapat keuntungan darinya
Sambil tertawa si Tangan besi menggeleng, "Padahal kalau
mau bicara sejujurnya, dia lebih terikat ketimbang aku, biar
aku memakai jurus dengan angka yang berurutan, namun
pilihanku lebih luas, sementara dia hanya dibatasi satu huruf
saja, jadi posisinya yang lebih dirugikan, Seperti misal jurus
ketujuh, aku punya banyak pilihan, bisa saja aku memakai
jurus Jit-seng-poan-gwe (tujuh bintang mendampingi
rembulan) dan bukannya jurus Jit-si-gin-ho, kemudian jurus
kedelapan selain Pat-hong-hoUg-yu, aku bisa memakai jurus
Pat-bin-wi-hong (bergaya di delapan penjuru) atau Pat-sian-
ko-hay (delapan dewa menyeberangi lautan) atau bahkan Pat-
hong-ya-cian (pertarungan malam di delapan penjuru),
sebaliknya ilmu pedang satu hurufnya? Pilihannya terbatas

399
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sekali, dia harus selalu memakai jurus yang diawali dengan


huruf 'It' (satu), jadi akulah yang sangat diuntungkan dalam
pertempuran ini, kerugian yang harus dia pikul mungkin lima
kali lipat lebih berat."
"Hahaha ... mendapat keuntungan sih benar, tapi belum
sampai lima kali lipat," seru Thian Toa-ciok sambil tertawa
tergelak.
Tangan besi ikut tertawa. "Kerugiannya yang pertama, dia
tak bisa menggunakan kelebihan ilmu pedangnya untuk
menghadapiku, kerugian kedua, karena dia berpendapat asal
bisa bertahan sepuluh jurus maka kemenangan berada di
pihaknya, maka dia hanya bertahan sementara kesempatan
menyerang berada di pihakku, kerugian ketiga karena aku
yang pegang peranan dalam penyerangan, maka aku punya
kesempatan untuk mendesaknya hingga mundur ke depan
pohon hingga menutup jalan mundurnya, kerugian yang
keempat aku membatasi dia hanya boleh menggunakan ilmu
pedang satu huruf, padahal sebelum bertarung dengannya,
aku sudah mengamati terus semua jurus serangannya yang
digunakan untuk menghadapi Ciu-shiacu tadi, khususnya jurus
It-hui-jiong-thian itu. Karena sudah kuduga dia bakal
menggunakan jurus ini, maka ketika menggunakan jurus Sip-
bin-bay-hok tadi, sengaja aku merendahkan gerak
seranganku, coba kalau tidak, mungkin dia sudah lolos dari
kepungan. Lalu kerugian yang terakhir, ketika menggunakan
jurus Thian-lo-te-wang untuk membobol jurus Sip-bin-bay-hok
tadi, sebenarnya dia tidak kalah, tapi lantaran sudah ada
batasan sejak awal, maka dia jadi kalah
"Ooh ... rupanya begitu ...." kini semua jago baru mengerti
apa yang sebetulnya telah terjadi.
Kembali Tangan besi berkata lebih jauh, "Aku berani
mengajaknya bertaruh sepuluh jurus karena dalam sepuluh
jurus itu aku sudah banyak diuntungkan, bila sudah begitu
masih belum mampu mengunggulinya, maka bertarung lebih
jauh pun akhirnya kekalahan tetap berada di pihakku, itulah
sebabnya aku mengajak dia menyelesaikan pertempuran ini

400
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

secepatnya. Kenyataan Cing Sau-song tetap mampu


menghadapiku hingga ju rus terakhir, walau dia kalah secara
mengenaskan, tapi nyatanya dia tetap pegang janji dan
segera menarik pasukannya tanpa menggerutu, kebesaran
jiwanya betul-betul amat mengagumkan hatiku..."
"Saudara Thi," mendadak Ciu Pek-ih menyela lagi, "meski
kau sudah mendapat lima keuntungan darinya, tapi sewaktu
Cing Sau-song menusukmu dua kali dengan jurus It-seng-put-
pian tadi, kau berhasil menangkisnya dengan memakai tangan
besimu, aku rasa keberhasilanmu bukan lantaran mendapat
keuntungan? Aku percaya kau telah mengandalkan
kepandaian aslimu."
Mendengar hal itu, tanpa terasa perhatian semua orang
ikut dialihkan ke tangan si Tangan besi, namun sepasang
tangan itu kelihatan tak jauh berbeda dengan tangan biasa,
kecuali lebih berotot, lebih kekar dan kuat.
"Tak heran saudara Thi dipanggil orang si Tangan besi,"
puji Si Ceng-tang kemudian sambil tertawa. "Aku bilang dia
lebih cocok disebut si Tangan sakti
"Aduh celaka tiba-tiba Ciu Leng-liong menjerit tertahan.
"Apa yang tak beres?"
"Kita telah melukai Cecu kesembilan dari Lian-in-ce, si To-
ya raja bengis Yu Thian-liong bahkan telah menawannya, aku
lupa menyerahkan kembali orang itu kepada mereka."
"Ya, aku malah sempat membunuh Cecu kedelapan
mereka, Sepasang golok pengejar nyawa Be-ciangkwe."
"Waah ... bisa berabe urusannya," gumam Si Ceng-tang
sambil menghentakkan kakinya dengan gelisah.
"Ya, betapa besarnya jiwa Toa-cecu mereka, bisa jadi
orang-orang itu akan membalaskan dendam bagi kematian
saudaranya," sambung Ngo Kong-tiong.
Setelah berunding beberapa saat, akhirnya mereka
putuskan untuk mengobati dulu luka yang diderita Yu Thian-
liong, kemudian setelah membebaskan totokannya, dia
dibiarkan pergi meninggalkan tempat itu.

401
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Lantaran identitasnya sudah ketahuan, semua orang pun


tidak melanjutkan penyaruannya. Ketika merka mulai
menghitung sisa kekuatan yang ada, diketahui rombongan Liu
Ing-peng yang terdiri dari sepuluh orang, kini sudah mati
delapan orang, sedang rombongan sepuluh orang yang
dipimpin Thian Toa-ciok kehilangan enam orang prajurit.
Setelah tiba di sebuah kota kecil dan mencari kabar,
diketahui rombongan Coh Siang-giok baru dua jam berselang
melewati tempat itu.
Menjelang senja, karena sudah seharian bertempur hingga
badan mulai terasa lelah, rombongan besar itu menuju ke
sebuah losmen untuk mencari kamar, pada saat itulah tampak
ada dua orang lelaki dengan membopong sebuah bungkusan
besar ransum berkelebat lewat memasuki losmen itu.
Dengan ketajaman mata Si Ceng-tang, sekilas pandang
saja mereka telah mengenali kedua orang itu, lelaki berlengan
tunggal dan lelaki berkaki tunggal, wajah mereka buruk dan
menyeramkan, siapa lagi kalau bukan anggota Thian-jan-pat-
hui?
Segera Si Ceng-tang mengutus empat orang prajurit untuk
memata-matai kedua orang itu, sementara mereka mencari
sebuah losmen kecil untuk beristirahat.
Setelah mendapat tempat pemondokan, orang-orang itu
baru merundingkan operasi yang akan dilakukan malam
harinya.
Menurut pendapat mereka, Coh Siang-giok dan rombongan
pasti tak akan melakukan perjalanan di tengah malam buta,
saat itu rombongan pasti sedang beristirahat untuk
mengembalikan tenaga.
Maka setelah mereka beristirahat sejenak di kamar,
bersantap malam dan membersihkan badan, dengan
semangat tinggi kawanan jago itu berkumpul lagi di sebuah
kamar kecil untuk merundingkan rencana lebih jauh.
Saat itulah keempat prajurit yang diutus memata-matai
telah pulang memberikan laporannya.

402
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ternyata dugaan mereka benar, rombongan itu berjumlah


dua belas orang dan opas Sim yang mereka kenal pun berada
dalam rombongan itu, tapi mereka tidak melakukan sesuatu
gerakan, delapan manusia cacad juga kelihatan tinggal dalam
kamar, si Raja pemusnah Coh Siang-giok menempati sebuah
kamar seorang diri, sementara dua manusia bengis dari Leng-
lam dan Sim In-san menempati kamar paling belakang.
Selesai mendengar laporan, kawanan jago itupun mulai
berunding, ujar Ciu Pek-ih, "Sepanjang perjalanan hingga tiba
di sini, Coh Siang-giok dan rombongan tentu sudah
meningkatkan kewaspadaan untuk berjaga-jaga atas segala
kemungkinan, betul jumlah kita lebih banyak ketimbang
mereka, namun bila tidak menggunakan siasat sulit rasanya
untuk membekuk mereka semua."
"Konon delapan manusia cacad adalah kawanan jago cacad
badan yang memiliki ilmu silat sangat aneh," kata Ngo Kong-
tiong pula, "Selain telengas, kepandaian mereka
menggunakan racun juga sangat hebat, aku dengar kedelapan
orang itu merupakan sekawanan jago yang paling
memusingkan kepala dari perkumpulan Thian-jan-pang, lebih
baik kita hati-hati sewaktu menghadapi mereka."
"Menurut pendapatku, justru orang yang paling sukar
dihadapi adalah Sepasang manusia jahat dari Leng-lam, Si
Ceng-jong dan Si Ceng-hong. Ketika berusaha menangkap
kedua orang ini, dua orang saudara seperguruanku telah
kehilangan nyawa, kalau bukan di saat terakhir adik
keempatku menjebol pedang langitnya dengan ilmu pedang
andalannya, dan adik ketiga tidak menjebol ilmu golok mereka
dengan ilmu tendangannya, mungkin tak gampang untuk
membekuk kedua orang ini
"Dua iblis jahat ini memang bedebah!" umpat Si Ceng-tang
tiba-tiba sambil menggebrak meja.
Semua orang tidak mengerti apa sebabnya panglima
perang ini marah, setelah tertegun sejenak mendadak si
Tangan besi berkata, "Si-ciangkun, boleh aku mengajukan
satu pertanyaan?"

403
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Biarpun belum reda amarahnya, Si Ceng-tang tak berani


kurang hormat terhadap si Tangan besi, segera sahutnya,
"Soal apa? Katakan saja saudara Thi, asal tahu pasti akan
kujawab."
"Bila nanti menyinggung soal rahasia pribadi Ciangkun, aku
mohon Ciangkun sudi memaafkan," kata Tangan besi lagi
sambil tertawa.
"Katakan saja saudara Thi."
"Dua puluh tahun berselang, di keluarga Si terdapat tiga
bersaudara yang disebut orang Leng-lam-sam-hiap (tiga
pendekar dari Leng-lam), cara kerja mereka lurus, jujur,
menegakkan kebenaran dan keadilan. Tapi lama kelamaan
Toako dari ketiga orang itu mulai tidak puas dengan sepak
terjang saudara kedua dan ketiganya, karena bukan saja ilmu
silat mereka berdua semakin bergeser ke aliran sesat, tindak-
tanduk dan sepak-terjang mereka pun makin bengis, buas dan
telengas, ketika mereka berdua ditegur orang tuanya, ternyata
mereka malah membunuh orang tua sendiri. Gurunya pun
dicekoki obat pemabuk kemudian dibunuh mereka berdua."
"Dalam gusarnya Toako mereka pun bentrok dengan kedua
orang saudaranya, tapi pertarungan satu lawan dua berakhir
tragis, bahkan nyaris sang Toako tewas di tangan dua orang
saudaranya."
"Setelah peristiwa itu, sang Toako pun pergi ke kota Ciang-
ciu dan sejak itu tak pernah muncul lagi dalam dunia
persilatan, mungkin dia kecewa dan putus asa. Toakonya ini
konon bernama. Si Ceng-tong, kepandaian yang diandalkan
adalah Tombak sakti."
Ketika berbicara sampai di sini, si Tangan besi berhenti
sejenak sambil mengawasi wajah Si Ceng-tang, kemudian
terusnya, "Sebagai seorang opas, aku tahu persis dan hapal
sekali dengan asal-usul setiap buronan maupun narapidana
"Jadi kau sudah tahu semuanya ... jadi kau sudah tahu
semuanya..... gumam Si Ceng-tang sambil duduk termangu.
"Bukannya sudah tahu, aku hanya menduga saja menurut
analisaku, bila salah mohon Ciangkun sudi memaafkan."

404
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Lama sekali Si Ceng-tang duduk termangu, akhirnya


setelah berhasil menenangkan hati dia berkata, "Dugaanmu
memang benar, akulah Si Ceng-tang!"
Kembali semua orang terperanjat, siapa pun tak
menyangka kalau perburuan yang dilakukan Si Ceng-tang kali
ini tak lain adalah untuk menangkap kedua adik kandungnya
sendiri, untuk sesaat semua orang jadi bingung dan tak tahu
apa yang mesti dilakukan.
Terdengar Si Ceng-tang bergumam lagi, "Justru karena
mereka berdua adalah adik kandungku, semakin tak mungkin
bagiku untuk berpeluk tangan membiarkan mereka berbuat
semau sendiri, oleh sebab itu aku mohon kalian semua sudi
memberi muka kepadaku ketika berupaya menangkap
buronan itu, syukur bisa ditawan hidup-hidup, kalau tak bisa,
lebih baik bunuh saja daripada membuat malu nama keluarga
saja."
"Itulah tujuanku mengungkit masalah ini," ujar Tangan besi
dengan muka serius. "Sebab dalam pertarungan nanti, ujung
senjata tak bermata
"Jangan sekali-kali pilih kasih sewaktu mengemban tugas
negara," tukas Si Ceng-tang dengan wajah serius. "Kalau aku
sebagai pejabat pemerintah pilih kasih, siapa lagi yang mai
tunduk kepadaku? Aku mengerti, bukankah saudara Thi ingin
mencari tahu aliran ilmu silat yang dimiliki kedua adikku itu
Bersemu merah paras muka Tangan besi karena jengah,
segera katanya, "Mencari tahu sih tidak berani, hanya saja..."
Si Ceng-tong tertawa tergelak. "Dua puluh tahun berselang,
tombakku gagal membendung serangan mereka berdua
hingga kedua orang tuaku jadi korban keganasan mereka, tapi
dua puluh tahun kemudian aku telah berhasil menciptakan
kepandaian khusus untuk menjebol ilmu pedang langit dan
golok ganas mereka, biar aku saja yang menghadapi mereka
berdua ... tolong Cuwi bersedia memberi muka kepadaku
untuk menyelesaikan masalah pribadi ini
"Ciangkun jangan berkata begitu," sela Ngo Kong-tiong
terharu, "sudah menjadi kewajiban setiap warga negara untuk

405
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menyumbangkan tenaga dan pikiran demi keamanan negara,


apalagi kami adalah anggota dunia persilatan yang selalu
berusaha untuk menjunjung tinggi kebenaran."
"Benar," sambung Ciu Pek-ih, "kami semua sangat
mengagumi Ciangkun, mesti korbankan nyawa, kami siap
untuk berjuang, Ciangkun tak usah kuatir."
Pek Huan-ji ikut berkata, "Aku rasa tujuan saudara Thi
adalah untuk memilah mana yang benar dan mana yang
salah, tak mungkin dia salah mengartikan niat Ciangkun."
Si Ceng-tang segera berbangkit, digenggamnya tangan si
Tangan besi erat-erat, katanya, "Saudara Thi, maaf bila telah
menaruh salah paham kepadamu, rupanya selama ini aku
telah menilai kebesaran jiwamu dari pandanganku yang
sempit
Tangan besi balas menggenggam tangannya, rasa terharu
bercampur kagum membuatnya tak mampu berkata untuk
beberapa saat lamanya.
Ngo Kong-tiong segera tertawa tergelak, "Hahaha ... kalau
memang begitu, mari kita lanjutkan perundingan bagaimana
cara membekuk Coh Siang-giok."
"Benar," kata Ciu Pek-ih setelah berpikir sejenak,
"kepandaian silat yang dimiliki si Raja pemusnah sangat hebat,
ambisinya besar, pergaulannya luas, kecerdasan otaknya tiada
duanya, bisa jadi Cing Sau-song sengaja memberi kesempatan
kepada kita untuk melanjutkan perburuan, karena dia anggap
kemampuan yang kita miliki sekarang masih bukan tandingan
rombongan itu."
"Sampai dimana kehebatan ilmu silat yang dimiliki Coh
Siang-giok?" tak tahan Thian Toa-ciok bertanya.
"Aku sendiri pun kurang tahu," Ciu Pek-ih menghela napas
panjang, "tapi aku dengar Bu-tek Kongcu yang di masa lalu
pernah membikin pusing banyak orang, telah dibikin keok
olehnya hanya dalam pertarungan dua ratus jurus, padahal
jika aku yang mesti berduel melawan Bu-tek Kongcu, mungkin
belum sampai tiga gebrakan sudah keok."

406
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ciu Pek-ih memang pernah bertarung melawan Bu-tek


Kongcu, termasuk juga Pek Huan-ji. Pertempuran waktu itu
boleh dibilang paling sengit dan tak akan pernah terlupakan,
kawanan jago yang ikut dalam pertarungan waktu itu hampir
semuanya mati mengenaskan, bahkan mereka berdua pun
nyaris jadi korban.
Dalam kejadian itu, si Pengejar nyawa dari empat opas pun
mesti berjuang mati-matian sebelum akhirnya berhasil
membunuh Bu-tek Kongcu.
Padahal kepandaian silat yang dimiliki Coat-miat-ong (si
Raja pemusnah) masih jauh di atas kemampuan Bu-tek
Kongcu.
Setiap orang tahu kalau Raja pemusnah memiliki
kepandaian yang menakutkan, tapi anehnya, kenapa Ciu Pek-
ih masih bersedia menampilkan diri untuk turut serta dalam
perburuan terhadap Coh Siang-giok, sebenarnya ada apa di
balik kesemuanya itu?
Apa mungkin karena naluri kependekarannya?
Berbeda dengan Tangan besi, dia adalah seorang opas,
menangkap kembali buronan yang kabur merupakan salah
satu tugas hariannya, jadi keterlibatan orang ini masih bisa
diterima dengan akal sehat.
Terdengar Tangan besi berkata lagi, "Si-ciangkun dan Ciu-
ciangkun adalah panglima perang di garis depan, opas Thian
dan opas Liu adalah jago unggulan dalam ketentaraan, Ngo-
losianseng adalah pemimpin sekumpulan benteng, sementara
Ciu-heng dan Pek-lihiap adalah pimpinan Pak-shia, jadi kalau
bicara soal memburu buronan, semestinya akulah yang paling
sesuai."
"Kami siap mendengar petunjuk saudara Thi," kata Si Ceng-
tang kemudian Sambil tertawa.
"Menurut pendapatku, daripada menyerang secara fisik
lebih baik menyerang secara emosi, sebelum menguasai
musuh kita, mesti menguasai dulu setiap peluang dan
kemungkinan."

407
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Jilid 2

DAFTAR ISI:
Bab III: TANGAN BERACUN
14. Penyergapan
15. Matinya Sang Harimau di Ladang Salju
Bab IV: TANGAN KEMALA
Perbincangan di bawah cahaya lilin
16. Bertarung Melawan Malaikat Iblis
17. Membunuh Dewa Iblis
18. Menggempur Pentolan Iblis
19. Bertempur Melawan Sepasang Iblis
Bab V: PERTEMUAN DI KOTARAJA
20. Gugurnya Bibi Iblis
21. Menangkap Malah Ditangkap
22. Disandera Malah Menyandera
23. Menjebak Malah Terjebak
24. Hutang Budi Harus Dibayar
25. Opas Kenamaan Jadi Manusia Berdarah

Bab III. TANGAN BERACUN.


14. Penyergapan.

Tauke pemilik losmen 'Ko-seng' secara tiba-tiba ditangkap


dua orang tamu yang menginap dalam losmen miliknya dan
diseret keluar melalui beberapa jalan raya, ketika tiba di
sebuah rumah, kedua orang itu segera membuka pintu dan
menyeretnya masuk.
Dalam ruangan telah berkumpul dua tiga puluhan orang
berpakaian ringkas, ada yang berdandan sebagai petugas
pengadilan, ada pula yang memakai baju perang berlapis baja.
Dengan ketakutan tauke losmen segera berlutut sambil
memohon ampun, "Tayjin ampun ... hamba Sun Thian-hong
tidak bersalah
"Tutup mulutmu!"

408
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika tauke losmen melihat bupati pun ikut hadir di sana,


dia semakin ketakutan hingga tak berani mengangkat wajah.
"Jangan berteriak!" tegur sang bupati, "kalau sampai
terdengar orang, terlepas kau salah atau tidak, yang pasti
losmenmu sudah dicurigai terlibat dalam kejahatan
Pucat pias wajah tauke losmen itu, dengan agak tergagap
ia berbisik, "Ham ... hamba benar-benar tak tahu duduk
persoalan yang sebenarnya, mohon Toa-loya memberi
keadilan
Bicara sampai di situ, sekujur badannya mulai gemetar
keras.
Bupati itu baru berusia empat puluhan tahun, mukanya
merah dengan jenggot panjang berwarna hitam, wajahnya
angker lagi berwibawa, tak dipungkiri keberhasilannya
memangku jabatan sebagai Bupati di tempat ini tak lain
adalah berkat promosi Si Ceng-tang, memang dia terhitung
salah seorang murid andalan Si Ceng-tang, lihai dalam
mengumpulkan informasi dan terhitung seorang mata-mata
unggulan, orang memanggilnya Say Hong-ki.
Kemarin, secara tiba-tiba Si Ceng-tang mengirim surat
rahasia dan minta Say Hong-ki segera menyusul ke rumah
penginapan malam itu juga untuk bertemu, setelah
mengetahui duduk perkara yang sebenarnya dan
merundingkan cara yang tepat untuk menangkap lawan, dia
pun mengutus orang untuk mengundang datang Sun-
ciangkwe, tauke pemilik losmen Ko-seng, sebab Si Ceng-tang
tahu, urusan dengan rakyat bawah paling tepat bila
diselesaikan sendiri oleh Bupatinya, karena jauh lebih
gampang dan leluasa.
Begitulah, dengan suara serius sang bupati Say Hong-ki
segera menghardik, "Di tempat ini tak ada urusannya dengan
kau pribadi! Kami sedang memburu buronan kelas kakap
sehingga mau tak mau kami terpaksa harus membakar rumah
penginapanmu. Tiga hari kemudian, kau boleh datang ke
kantor bupati untuk mengambil uang ganti rugi sebesar dua
ratus tahil perak, anggap saja sebagai ganti rugi terbakarnya

409
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

penginapan ini, dengan uang sejumlah itu, kau bisa


mendirikan lagi penginapan yang baru
"Terserah kemauan Tayjin," buru-buru Sun-ciangkwe
menanggapi, "bagaimana pun penginapan bobrokku memang
merugi, dibakar malah kebetulan."
Say Hong-ki segera berpaling memandang Si Ceng-tang,
ketika panglima perang itu mengangguk, dia pun berkata lebih
lanjut, "Sun Thian-hong, aku sengaja memberitahu rahasia ini
kepadamu tak lain karena bermaksud agar kau bisa memberi
kisikan kepada para pelayan, keluarga dan tamu-tamu
tertentu, agar segera membenahi barang berharga dan diam-
diam menyingkir dari sini, sementara tugas pelayan biar
sementara kami tangani. Tapi ingat baik-baik dan peringatkan
juga kepada yang lain, jangan gugup, jangan panik, kalau
sampai kedua belas buronan itu mendapat kabar angin, hm!
Kau mesti bertanggung jawab!"
Bentakan Say Hong-ki itu seketika membuat Sun-tauke
makin ketakutan, dia menyembah berulang kali sambil berbisik
dengan suara gemetar, "Ba ... baik ... baik ... hamba pasti
akan sangat hati-hati ... sangat hati-hati, tidak sampai
ketahuan para ... para buronan
Ciu Pek-ih dan Pek Huan-ji saling bertukar pandang
sekejap, lalu tersenyum penuh arti. Tampaknya kedudukan
seorang Bupati di mata rakyat rendah memang amat
menakutkan dan berwibawa, sementara Say Hong-ki sendiri
pun tahu kalau rakyatnya jeri terhadapnya, tak heran bila
bertemu pejabat korup, rakyat kecillah yang hidup sengsara
dan menderita.
Melihat Si Ceng-tang sudah mengeringkan arak dalam
cawan, Say Hong-ki segera berkata, "Baiklah, segera
laksanakan perintahku, sebelum kentongan pertama, kalian
semua harus sudah mundur dari rumah penginapan dan
jangan membuat kegaduhan."
Setelah menyembah lagi beberapa kali, dengan tergopoh-
gopoh Sun-tauke mengundurkan diri dari situ.

410
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sebelum orang itu berlalu, tiba-tiba Say Hong-ki


menghardik lagi, "Kedua belas orang buronan itu tinggal
dalam tiga bilik kamar kelas satu, dua belas orang masuk
bersama, delapan orang cacad, dua orang berwajah kembar
dan dua yang lain selalu jalan bersanding. Asal kau
menjumpai mereka berdua belas, tak salah lagi, merekalah
sasarannya!"
Begitu dibentak Say Hong-ki, kembali Sun-tauke
menjatuhkan diri berlutut sambil menyembah berulang kali.
"Akan hamba ingat terus, akan hamba ingat terus,"
sahutnya gugup, "kedua belas orang itu bertampang bengis
dan buas, sekilas pandang saja hamba sudah tahu kalau
mereka bukan orang baik-baik
Dengan perasaan tak sabar Say Hong-ki mengulap tangan,
petugas di kiri dan kanannya segera menyeret tubuh Sun-
tauke dan menariknya keluar dari ruangan.
Sepeninggal pemilik losmen itu, Say Hong-ki baru berkata
lagi pada Si Ceng-tang dengan sikap menghormat, "Si-
ciangkun, di bawah komando hamba tersedia ratusan orang
opas yang bisa digunakan tenaganya, perlukah diundang
datang semua guna membantu Ciangkun?"
"Tidak usah," tampik Si Ceng-tang sambil menepuk bahu
anak buahnya, "terlalu banyak orang malah merepotkan,
cukup pilih tujuh puluh orang di antaranya yang paling handal
dan tangguh. Oya, Hong-ki, aku merasa sangat tak enak
karena tanpa pemberitahuan lebih dulu, kami sudah datang
kemari bahkan membuat kau bertambah sibuk ... aku tak
mengira kalau akan menjumpai peristiwa semacam ini."
Say Hong-ki tertawa. "Nyawaku adalah pemberian
Ciangkun, jabatanku juga merupakan jaminan Ciangkun, bila
malam ini aku bisa menyumbangkan sedikit pikiran dan
tenaga, hal ini merupakan satu kebanggaan yang luar biasa.
Aku siap memimpin sendiri pasukan pengepungan dan siap
mati demi Ciangkun."
"Adik Ki jangan berkata begitu," Si Ceng-tang ikut tertawa,
"kau sudah berulang kali membuat jasa, sepantasnya kalau

411
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dihadiahkan pangkat dan kedudukan, andaikata kau tak becus


dan tak punya kemampuan apapun, mana bisa aku
membantumu? Adik Ki, dulu kau tersohor sebagai Tui-hong-
kiam (pedang pengejar angin) dalam dunia persilatan, bila kau
bersedia turun tangan sendiri, tentu saja aku pun ikut merasa
lega."
"Baik, kalau begitu aku segera menyiapkan pasukan,
menyiapkan anak panah serta bahan peledak!"
"Bagus!"
"Sebentar Say-sianseng," tiba-tiba si Tangan besi menyela.
Say Hong-ki sudah diperkenalkan oleh Si Ceng-tang dan
tahu akan nama besar si Tangan besi, buru-buru ia bersoja
sambil bertanya, "Ada apa Tiat-sianseng?"
"Siapa nama asli Sun-tauke? Apakah dia penduduk pribumi
di sini?"
"Agaknya dia baru pindah kemari tiga bulan berselang,
konon berasal dari kotaraja, tak ada sanak tak punya
keluarga, beberapa orang pelayan itupun aku dengar masih
familinya, dia bernama Sun Thian-hong."
Say Hong-ki memang tak malu menjadi murid andalan Sin
Ceng-tang, bahkan urusan yang menyangkut seorang
Ciangkwe losmen kecil pun dia berhasil menyelidiki dan
mengumpulkan datanya secara lengkap.
"Sun Thian-hong?" Tangan besi termenung sejenak,
"apakah dia mempunyai tempat usaha lain?"
"Rasanya tidak ada. Tempat usahanya hanya ada satu
yakni losmen itu."
"Ooh
"Say-lote," tiba-tiba Ciu Leng-liong menyela, "bila pasukan
berkudamu sudah tiba nanti, harap semua pasukan
mengenakan ikatan tali merah di tangannya, agar dalam
pertempuran nanti tidak menjadi korban salah sasaran."
"Untung Ciu-ciangkun mengingatkan," seru Say Hong-ki
sembari mengangguk, "bila Tiat-sianseng tidak mengajak
bicara tadi, hamba memang sudah melaksanakan tugas itu."

412
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ooh, kalau begitu silakan Sianseng melaksanakan tugas,


maaf telah mengganggu," ujar Tangan besi sambil tertawa.
Say Hong-ki segera menjura kepada semua jago yang
hadir, kemudian buru-buru beranjak pergi dari situ,
sedemikian cepatnya dia berlalu membuat cahaya lilin
bergoyang tiada hentinya.
"Aku lihat kita harus merubah semua rencana," tiba-tiba Ciu
Pek-ih berkata dengan suara dalam.
"Pendapat saudara Ciu memang tepat," seru Tangan besi
sambil mengangguk, "kelihatannya tanpa janji kita punya
pemikiran yang sama."
"Jadi bagaimana menurut pendapat saudara Tiat?"
"Kita gunakan tombak untuk meyerang tameng!"
Kentongan pertama telah berlalu, petugas kentongan
dengan langkah gontai telah lenyap di ujung tikungan sana.
Si tukang kentongan sudah bertahun-tahun hidup sebagai
penabuh kentongan, tiap bulan tiap hari tiap malam selalu
bekerja tanpa jemu, setiap sudut jalan, setiap lorong ditelusuri
hingga biarpun harus berjalan dengan mata terpejam pun
tetap bisa menelusuri setiap tempat dengan tepat, oleh karena
itu dia tak pernah celingukan kian kemari karena tahu di
sepanjang jalanan itu tak ada sesuatu yang menarik untuk
diperhatikan.
Tentu saja dia tidak mengira kalau malam ini, di kedua sisi
jalanan itu telah bersembunyi lima puluhan opas yang terlatih.
Begitu si tukang kentongan pergi jauh, Say Hong-ki segera
melompat keluar dari tempat persembunyiannya, selembar
kain berwarna merah darah terselempang di atas bahu
kanannya, ketika pedang diayunkan ke udara, kelima puluhan
orang opas itu serentak melompat keluar dari balik kegelapan,
di bahu kanan mereka semua terikat secarik kain merah.
Begitu keluar dari kegelapan, kawanan jago itu serentak
menyebar ke delapan penjuru dan mengepung rumah
penginapan itu rapat-rapat.
Lamat-lamat Say Hong-ki dapat melihat suasana di dalam
rumah penginapan itu sunyi senyap tak nampak sesosok

413
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bayangan manusia pun, mungkin seluruh penghuninya sudah


melarikan diri, namun suasana di dalam ketiga bilik kamar di
atas loteng masih terang benderang bermandikan cahaya.
Di dalam kamar pertama terdapat delapan orang, mereka
duduk berkumpul mengelilingi sebuah meja, di atas meja ter-
taruh sebuah lentera kecil yang redup sinarnya, mereka duduk
dengan mulut membungkam dan sama sekali tidak melakukan
gerakan apapun.
Suasana dalam kamar kedua jauh lebih terang, namun tak
nampak ada penghuninya.
Di dalam kamar ketiga duduk dua orang, mereka sedang
duduk bersila sambil mengatur pernapasan, yang seorang
menggembol golok panjang yang amat tajam, dialah Sim In-
san salah seorang di antara dua belas komandan penjaga
Penjara besar besi berdarah di kota Ciang-ciu.
Say Hong-ki termasuk seorang panglima perang yang
sudah banyak pengalaman dalam pertempuran, tapi entah
mengapa, saat inipun dia merasakan peluh dingin membasahi
telapak tangannya.
Semua orang mulai tiarap, tutup mulut dan tak bersuara.
Perlahan-lahan Say Hong-ki mencabut keluar pedangnya,
cahaya tajam yang menggidikkan membias keluar dari badan
pedang di tengah kegelapan malam.
Lima belas orang opas sudah memasang panah-panah
berapi pada busurnya, lima belas opas lainnya menggembol
karung yang penuh berisi obat mesiu, sementara dua puluh
orang opas yang lain bersiap di setiap jalan keluar yang ada di
sekeliling tempat itu dengan senjata terhunus, mereka
menanti kehadiran musuh dengan suasana hening.
Asal panah berapi mulai dilepas hingga losmen itu terbakar
hebat, semua penghuni penginapan pasti akan berusaha
melarikan diri, maka mereka akan melumpuhkan semua orang
yang muncul dari losmen itu dengan hujan panah, asal sudah
terkena panah hingga tubuh jadi kesemutan, mereka akan
menyergap dan membelenggunya.

414
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Seandainya ada yang berhasil lolos dari serangan panah,


kawanan petugas yang bersembunyi di sepanjang jalan
serentak akan menyergap dan menghajarnya habis-habisan.
Mereka semua tahu si Raja pemusnah Coh Siang-giok
bukan jagoan yang gampang dihadapi, sepasang manusia
bengis dari Leng-lam pun bukan orang yang gampang
dihadapi, sedang kedelapan manusia cacad itu, cukup melihat
dari tampang dan sepak terjang mereka pun sudah membikin
pecah nyali siapa pun, apalagi di sana masih ada si Golok
panjang Sim Insan yang tersohor di kota Ciang-ciu.
Strategi perang kali ini ibarat musuh di tempat terang dan
kekuatan sendiri di tempat gelap, jelas pada posisi di atas
angin, tentang hal ini Say Hong-ki mengetahui sangat jelas.
Walau begitu, dalam operasinya kali ini dia hanya boleh
berhasil dan tak boleh gagal, sebab sekali menemui
kegagalan maka kesempatan baik semacam ini akan sulit
diperoleh kembali. Apalagi siapa pun jagoan dalam dunia
persilatan, boleh dibilang merasa jeri dan ngeri berhadapan
dengan si Raja pemusnah.
"Begitu kentongan kedua berbunyi, segera lancarkan
serangan!" demikian perintah Si Ceng-tang.
Kentongan kedua telah tiba!
Tak ada yang bisa membayangkan, rumah penginapan
yang nampak hening dan tenang itu sebentar saja telah
berubah menjadi lautan api.
Kecuali suara api yang berkobar menjilat benda apa saja
yang ada dalam rumah penginapan itu, hanya suara desingan
anak panah yang terdengar. Tapi anehnya, tiga buah lentera
yang ada di atas loteng masih tetap bersinar terang, kawanan
manusia yang berada dalam kamar seakan tidak tahu telah
terjadi kebakaran.
Say Hong-ki makin terkesiap. Padahal jilatan api sudah
semakin mendekati loteng, anak tangga malah sudah terbakar
habis, tapi kenapa tak ada reaksi dari ketiga belas orang itu?
Kenapa mereka tidak berusaha menerjang lautan api untuk
menyelamatkan diri? Jangan lagi orang yang berilmu silat

415
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tinggi, orang biasa saja pasti telah mendusin dan berusaha


meloloskan diri.
Khususnya lagi dengan si Raja pemusnah, masakah
seorang jagoan tangguh macam dia bisa ketiduran macam
babi dungu?
Jelek-jelek Say Hong-ki masih terhitung jagoan tangguh
kalangan Hek-to maupun Pek-to, begitu merasa gelagat tidak
beres, buru-buru dia memberi tanda dan kemudian melompat
duluan menerjang masuk melalui daun jendela.
Ternyata kedelapan orang yang duduk mengelilingi meja itu
sudah mampus semua, bukan cuma itu saja, bahkan mereka
semua adalah kawanan opas yang diperintahkan berjaga di
sepanjang jalan, delapan orang di antara dua puluhan jago
opas yang siap menyergap si Raja pemusnah bila berusaha
menerjang keluar kepungan.
Setelah terbunuh mati, kedelapan orang opas itu telah
ditukar pakaiannya dengan pakaian bekas delapan manusia
cacad, Thian-jan-pat-hui, kemudian diatur seakan duduk
mengelilingi meja, delapan butir batok kepala yang terpenggal
berserakan di lantai.
Melihat keadaan ini, Say Hong-ki berani bertaruh, keadaan
di kamar si Raja pemusnah maupun kedua kamar yang dihuni
Sim In-san pasti keadaannya sama dengan tempat ini.
Bila ditambah lagi dengan empat orang itu, jumlahnya
persis dua puluh orang, berarti dari kedua puluhan jago opas
yang dipersiapkan, tak seorang pun lolos dalam keadaan
hidup.
Say Hong-ki mulai merasakan tangannya dingin bagaikan
es, peluh sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran membasahi
jidatnya, baru saja dia akan menerjang keluar ruangan, tiba-
tiba terdengar beberapa kali jeritan ngeri bergema memecah
keheningan, beberapa orang opas yang melepaskan panah
berapi terlempar masuk ke dalam kobaran api dan berteriak
minta tolong.

416
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sret, sret, sret", beruntun Say Hong-ki melancarkan


beberapa bunga pedang untuk melindungi sekeliling tubuhnya,
lalu bentaknya nyaring, "Hati-hati sergapan musuh!"
Mendadak bergema suara tertawa seseorang yang amat
menyeramkan, dari balik kobaran api muncul sesosok
bayangan manusia, dia adalah seorang lelaki buruk rupa yang
kehilangan sebuah kaki kirinya dan dalam genggaman
membawa sekor ular berwarna hitam besi, Tiat-sian-coa.
Orang dengan kaki tinggal satu sanggup bergerak secepat
itu, bisa dibayangkan bagaimana kalau sepasang kakinya
masih utuh, mungkin ilmu meringankan tubuhnya paling top di
kolong langit.
Say Hong-ki sadar saat ini bukan waktu yang tepat untuk
bicara tapi saatnya menggunakan pedang. Sebuah tusukan
kilat langsung dilontarkan ke depan, tusukan ini menyertai
segenap tenaga yang dimilikinya, baru terdengar suara
desiran tajam, tahu-tahu ujung pedang telah tiba di hadapan
lawan, tak heran ia mendapat julukan Tui-hong-kiam, si
pedang pengejar angin.
Orang itu sama sekali tidak menghindar, meski mau berkelit
pun belum tentu gerakan tubuhnya bisa melebihi kecepatan
tusukan pedang si pedang pengejar angin.
Tampak si kaki tunggal menggeser tubuh sedikit ke
samping, lalu menyodokkan senjata ular bajanya ke depan
sambil menggulung pedang lawan, kemudian dengan
menggunakan kepala sang ular dia berusaha mematuk
pergelangan tangan lawan yang menggenggam pedang.
Say Hong-ki tahu bahaya dan tak berani ayal, buru-buru dia
batalkan serangan sambil mengegos ke samping.
Ketika ular itu gagal mematuk tangannya, Say Hong-ki
segera memanfaatkan kesempatan itu sebaik-baiknya, dengan
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk dia sentil tubuh bagian
tiga inci di belakang kepala ular itu.
Ular itu segera menarik mundur badannya sambil
melepaskan lilitan pada tubuh pedang, begitu senjata itu
terjatuh ke tanah, Say Hong-ki segera menyambar kembali

417
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

senjatanya dan menggunakan ilmu pedang pengejar angin


untuk melindungi diri sendiri.
Pertarungan ini berlangsung hanya dalam waktu singkat,
sejak muncul, menusuk, menggulung, mematuk, melepaskan
lilitan, menyentil jari tangan, menyambar balik senjatanya
sambil melancarkan jurus serangan perlindungan, hampir
semuanya dilakukan secara beruntun, si manusia aneh berkaki
tunggal itu sama sekali tidak menyangka gerak tubuh Say
Hong-ki begitu cepat, sebaliknya Say Hong-ki juga tidak
menyangka manusia aneh itu berusaha merebut senjatanya
dalam gebrakan pertama.
Selain itu, manusia aneh berkaki tunggal itupun tidak
menyangka kalau senjata lawan yang telah berhasil dirampas
dapat direbut kembali oleh lawan, sementara Say Hong-ki
sendiri pun tidak menyangka sentilan jarinya untuk
menyingkirkan tubuh sang ular tidak membuat binatang itu
mati, bahkan lamat-lamat dia merasa jari tangannya amat
sakit.
"Siapa kau?" tanpa terasa Say Hong-ki menegur.
"Ular besi bergaris (Tiat-sian-coa)!"
Mendadak dari balik asap tebal muncul seorang lelaki buruk
rupa yang kehilangan kaki kanannya, dalam genggamannya
terdapat sekor ular berwarna hijau.
Sembari menampakkan diri, serunya pula sambil tertawa
seram, "Masih ada pula aku, si Ular bambu hijau (Cing-tiok-
coa)!"
Sementara Say Hong-ki masih terperanjat atas kemunculan
dua manusia cacad itu, terdengar jerit kesakitan telah
bergema silih berganti, kembali ada beberapa orang opas
yang terlempar masuk ke dalam kobaran api. Dari kawanan
petugas yang melolong minta tolong itu, kalau bukan pada
pergelangan tangannya terdapat dua bekas pagutan hitam
berdarah, tentu di atas tengkuk, kaki atau badannya
ditemukan bekas pagutan ular beracun, bahkan kondisi
kematian delapan orang petugas yang' duduk berkerumun pun
tak jauh berbeda.

418
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Delapan manusia cacad?" teriaknya tanpa sadar.


"Tepat sekali," sahut seorang sambil tertawa seram, "aku
adalah si Ular berkaki empat."
Tampak seorang manusia aneh yang kehilangan mata
kirinya muncul dari balik kobaran api, dalam genggamannya
terlihat seekor ular berkaki empat yang besar sekali badannya.
Jeritan ngeri kembali berkumandang susul menyusul, lagi-
lagi beberapa orang opas terlempar ke dalam kobaran api,
tampaknya jalan mundur di empat penjuru sudah tertutup
semua.
Say Hong-ki coba membesut jidatnya, air keringat segera
membasahi tangannya, entah disebabkan udara di sekitar
sana kelewat panas atau karena hal lain? Tapi ada satu yang
jelas, sekarang ia sudah bukan pemburu lagi melainkan
sasaran perburuan.
Pelan-pelan Say Hong-ki coba bergeser mundur, mendadak
seorang menegur dari arah belakang dengan suara dingin,
"Percuma kau berpaling, aku si Ular garis merah sudah lama
menantimu di belakang."
Secepat kilat Say Hong-ki berpaling, tampak seorang
manusia aneh yang kehilangan mata kanannya sedang
memegang sekor ular bergaris merah darah sedang
menunggunya sambil mengobat-abitkan binatang andalannya.
Jeritan ngeri kembali bergema silih berganti, kembali
beberapa orang opas kehilangan nyawa.
Dalam pada itu bala bantuan dari pihak musuh makin lama
berkumpul semakin banyak, padahal Say Hong-ki sadar,
siapapun dari kedelapan manusia cacad itu sudah cukup
memaksanya untuk bertarung imbang, apalagi bila pihak
lawan mengerubutnya berempat, jelas ajalnya tinggal
menunggu waktu.
Ternyata yang muncul bukan hanya berempat, tiba-tiba
terdengar lagi suara aneh seorang berseru, "Akulah Kim-coa-
cu si Ular emas, pemimpin manusia cacad!"

419
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Say Hong-ki sama sekali tidak berpaling, tiba-tiba saja


badannya melejit ke udara langsung menjebol atap ruangan,
maksudnya akan kabur dari situ.
Siapa tahu baru saja dia menggerakkan badannya, empat
orang manusia aneh itu sudah merangsek maju bersama dari
depan, belakang, kiri dan kanan, empat ekor ular beracun
langsung menutup jalan keluarnya.
Tentu saja Say Hong-ki tak ingin terpagut ular-ular jahat
itu, "sret, sret, sret, sret", empat sapuan pedang berantai
dilontarkan, langsung menusuk pinggang empat manusia
cacad yang mengepungnya.
Serangan ini cepat dan di luar dugaan siapa pun, sebab
sudah ia perhitungkan secara matang, bila keempat manusia
cacad itu menghadang jalan perginya, otomatis pinggang
mereka dalam keadaan terbuka, itulah titik kelemahan yang
harus dijadikan sasaran serangannya.
Benar saja dugaannya, keempat manusia cacad itu segera
dipaksa melayang turun lagi ke bawah.
Kelihatannya Say Hong-ki segera akan berhasil menjebol
atap bangunan dan kabur dari kurungan, mendadak
tangannya terasa mengencang lalu terseret sebuah tenaga
yang amat besar ke bawah, ternyata tangannya sudah dililit
sekor ular emas, ular emas itu berada di tangan seorang
manusia aneh yang kehilangan lengan kirinya, waktu itu si
manusia aneh itu sedang tertawa menyeringai sambil
memandang wajahnya.
Lagi-lagi jeritan ngeri bergema dari mulut beberapa orang
opas.
Terdengar seorang berseru lagi dengan suara keras, "Aku
adalah si Ular sanca, mau coba kehebatanku?"
Say Hong-ki merasa pandangan matanya jadi gelap dan
otaknya serasa mau meledak, pekiknya dalam hati, "Habis
sudah riwayatku kali ini!"
Tiba-tiba suara pertempuran di luar ruangan terhenti,
kecuali suara api yang sedang membakar bangunan, yang
tersisa hanya semacam suara pertarungan yang khas, deru

420
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

angin pukulan yang kencang melawan desing angin yang


berasal dari tubuh ular yang sedang meliuk-liuk.
Si Ular emas yang kehilangan lengan kirinya segera berseru
tertahan.
"Hehehe ... kelihatannya kita sudah kedatangan seorang
lawan tangguh," ujar si Ular sanca yang kehilangan lengan
kanan pula dengan suara seram.
"Lebih baik kita habisi dulu monyet muda ini sebelum
membereskan yang lain," seru ular kaki empat yang
kehilangan mata kirinya.
"Benar," si Ular bambu hijau yang kehilangan kaki kanan
menimpali, "cukong butuh bantuan, kita harus menghabisi
monyet ini secepatnya."
Berbareng dengan selesainya perkataan itu, lima ekor ular
beracun serentak menyerang Say Hong-ki secara bersama-
sama.
Waktu itu pedang Say Hong-ki sudah terlilit oleh ular emas
hingga sama sekali tak mampu bergerak, padahal dia harus
membendung datangnya ancaman yang datang bersamaan
itu, sadar tak mungkin lolos dari ancaman, terpaksa sambil
memejamkan mata dia siap menanti datangnya kematian.
"Wes, wes!", mendadak terdengar suara desingan tajam
berkelebat, dua sosok bayangan manusia menerobos masuk
ke dalam ruangan sambil melepaskan pukulan dahsyat,
menyusul deru angin mendesing, seorang manusia berbaju
besi bagaikan seekor burung rajawali telah menerjang datang,
gerakan tubuhnya cepat bagaikan kilat, dalam waktu singkat
dia telah melepaskan tiga buah pukulan telapak tangan dan
dua sodokan tinju.
Say Hong-ki hanya merasakan bau amis, tahu-tahu
orangnya telah lenyap dari hadapannya disusul terdengar ada
orang menjerit kaget, ketika dia membuka kembali matanya,
terlihat seorang jagoan muda telah berdiri persis di
hadapannya, siapa lagi kalau bukan si Tangan besi, salah
seorang dari empat opas kenamaan.

421
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sementara itu di atas loteng telah bertambah lagi dengan


dua orang manusia, yang satu berwajah penuh codet bekas
bacokan, sedang yang lain kehilangan sepasang telinganya.
Yang depan membawa ular perak sementara yang belakang
membawa ular kembang, dengan napas tersengal-sengal
mereka sedang mengawasi si Tangan besi dengan mata
penuh kegusaran, jelas sedang keteter hebat oleh serangan
lawan, mereka dipaksa Tangan besi untuk mundur ke atas
loteng itu.
Ketika memeriksa pula keenam orang lainnya yang
mengembut dirinya tadi, tampak olehnya selain ular emas
yang masih melilit di atas pedangnya, kepala ular bambu hijau
dan ular bergaris merah sudah kena dihajar oleh tinju maut si
Tangan besi hingga gepeng, walaupun ekornya masih bisa
bergerak namun jelas kedua binatang itu tinggal menunggu
saat mampusnya. Sementara ular bergaris besi, ular berkaki
empat dan ular sanca sudah terpental jauh oleh pukulan
lawan.
Say Hong-ki nyaris tidak percaya dengan pandangan mata
sendiri, dia yang menusuk ular lawan dengan pedang pun tak
berhasil melukai binatang itu, kenapa si Tangan besi yang
bertangan kosong justru berhasil membuat mampus binatang
melata itu? Memangnya tangan besi miliknya jauh lebih tajam
dari pedang atau lebih keras dari baja?
Gara-gara pikirannya bercabang, lilitan ular emas seketika
berhasil memaksa pedangnya terlepas dari genggaman dan
jatuh ke tanah.
"Kau si Tangan besi?" tegur si Ular emas dingin.
"Benar!" sahut Tangan besi sambil tertawa dingin, "rupanya
ada orang yang telah membocorkan rahasia operasi ini hingga
kalian sempat mengganti orangmu dengan orang lain, lalu
membokong kami secara diam-diam. Hm! Kalian anggap
dengan cara begini maka ada kesempatan bagi si Raja
pemusnah untuk melarikan diri? Sayang rencana busuk kalian
telah terbongkar, kami sudah mengetahui dengan jelas semua
akal busukmu itu."

422
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Si Ular emas menarik kembali sorot matanya, lalu tertawa


dingin, "Baiklah, kalau memahg begitu, lebih baik kami habisi
dulu dirimu kemudian baru membereskan yang lain."
"Wus!", cahaya emas berkelebat, ular emas dibabatkan ke
arah wajah lawan.
Ular emas ini memiliki kecepatan gerak di atas kecepatan
ular lainnya, sayang gerak serangan si Tangan besi jauh lebih
cepat lagi, dia sambut datangnya babatan itu dengan sebuah
sodokan tinju, langsung menghajar tubuh bagian tiga inci di
belakang kepala sang ular.
"Wes!", ular emas itu melejit keluar kemudian melejit lagi
ke dalam, dengan mulut terpentang lebar, binatang melata itu
siap mematuk musuh.
Ternyata jotosan maut yang dilancarkan si Tangan besi
gagal membinasakannya.
Diam-diam si Tangan besi ikut terperanjat, sebelum ingatan
kedua melintas, tubuh sang ular kembali membelit lengannya,
sambil mengangkat kepala siap menggigit.
Waktu itu si Tangan besi telah berhasil mencengkeram
kepala ular bagian mematikan itu, ketika sang ular siap
mematuk, cepat dia kerahkan tenaga untuk meremas, namun
ular emas itu meronta sekuat tenaga, membuat remasan si
Tangan besi gagal menghancurkan badannya.
Pada saat itulah ular sanca, ular bergaris besi dan ular
berkaki empat menyambar bersama.
Si Tangan besi meraung nyaring, begitu dia kendorkan
cengkeramannya, ular emas itu cepat mengeluyur pergi,
sementara sepasang tangan si Tangan besi berganti
menyambar ular sanca dan ular bergaris besi.
Say Hong-ki tidak tinggal diam, menggunakan kesempatan
itu dia tepis serangan yang dilancarkan ular berkaki empat.
Berhasil dengan cengkeramannya, si Tangan besi segera
meremas tubuh ular bergaris besi hingga gepeng, siapa tahu
meski badannya sudah gepeng bukan berarti ular itu mati,
tiba-tiba binatang melata itu membalikkan kepala sambil
mematuk.

423
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Si Ular sanca yang digencet kuat seketika hancur diikuti


semburan darah segar, namun daya hidup ular jenis ini
memang kuat sekali, biarpun badan sudah hancur namun
tubuhnya yang besar dan kuat tetap melilit tubuh si Tangan
besi.
Berbareng dengan lilitan itu, ular perak dan ular kembang
bersama-sama merangsek sambil memagut.
Waktu itu seluruh badan si Tangan besi sudah terlilit hingga
tak sanggup bergerak, beruntun dia lancarkan dua tendangan
kilat menghajar tubuh ular perak dan ular kembang. Kemudian
sambil menarik napas, dia meronta sekuat tenaga ....
"Plok!", tubuh ular sanca yang melilit badannya seketika
hancur berkeping-keping dan mencelat ke empat penjuru.
Begitu berhasil menghancurkan ulat sanca, sepasang
tangan Tangan besi kembali membetot ke kiri kanan dengan
sepenuh tenaga, akhirnya setelah bersusah-payah ia berhasil
juga membetot tubuh ular bergaris besi itu hingga putus jadi
dua.
Mendadak cahaya emas kembali berkelebat, ular emas lagi-
lagi menyambar ke wajahnya sambil menggigit, ketika Tangan
besi mengayunkan tangannya menyambar, dengan cekatan
ular emas berkelit ke samping, tampaknya dia amat takut
menghadapi Tangan besi hingga berusaha menghindarkan
diri.
Sejak terjun ke dunia persilatan, delapan manusia cacad
sudah banyak mengandalkan kedelapan ekor ular berbisanya
untuk malang melintang di sungai telaga, bukan saja sudah
banyak enghiong hohan yang tewas di tangan mereka, jagoan
ahli racun pun banyak yang keok di tangan mereka, hal ini
disebabkan kedelapan ekor ular berbisa andalan mereka
memiliki tubuh yang kebal terhadap berbagai senjata, selain
pintar dan gesit, bisa mereka pun sangat mematikan, siapa
pun akan tewas seketika bila terpagut.
Namun si Tangan besi memiliki tenaga dalam yang amat
sempurna, sepasang tinju miliknya pun jauh lebih keras
ketimbang tangan orang kebanyakan, bukan saja sulit digigit

424
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

oleh sang ular, sebaliknya secara beruntun malah berhasil


membunuh ular garis merah, ular sanca, ular bambu hijau dan
ular garis besi, tak heran kalau kedelapan manusia cacad itu
menjadi gusar, sedih bercampur kaget.
Yang lebih mengejutkan lagi adalah ular emas, milik
pemimpin delapan manusia cacad, tampaknya binatang
melata inipun jeri menghadapi si Tangan besi, suatu kejadian
yang belum pernah dialami sebelumnya.
Ular emas itu berasal dari negeri Thian-tok (India),
binatang melata yang amat langka dan merupakan ular paling
berbisa yang memiliki kemampuan hidup luar biasa pula, pada
hari biasa bukan saja badannya tidak gepeng walau dihajar
dengan batu cadas, dihantam dengan martil besar pun tak
bakal hancur, namun hari ini, ternyata ular itu begitu
ketakutan sewaktu berhadapan dengan sepasang tangan milik
si Tangan besi.
Ketika ular emas itu menghindar, ular kembang dan ular
perak kembali menyerang tiba, kali ini ketiga ekor ular
beracun itu bergerak lebih hati-hati dan penuh waspada,
mereka tidak berani lagi menyerang secara sembarangan.
Tangan besi sendiri pun untuk kedua kalinya gagal
menangkap ular berbisa itu.
Say Hong-ki yang berada di lain arena juga mulai keteter
hebat, karena tanpa senjata sementara ular berkaki empat
menyerang dengan keempat kakinya ditambah gigitan mulut,
ini sama artinya ada lima jenis senjata yang mengancam
tubuhnya, tak heran sebentar kemudian ia sudah keteter dan
terjerumus dalam posisi yang amat berbahaya.
Kobaran api yang membakar bangunan losmen telah
menghancurkan seluruh bangunan, bahkan memutus jalan
mundur menuju ke pintu ruangan, namun kesepuluh orang
jagoan itu masih terlibat dalam pertempuran yang amat seru.
Sementara itu ada dua orang opas telah memburu tiba,
yang seorang langsung mengayunkan golok membabat tubuh
ular berkaki empat, sementara yang lain buru-buru
menyodorkan sebilah pedang ke tangan Say Hong-ki.

425
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Saat itulah si opas yang menggunakan golok gagal


membabat tubuh ular berkaki empat, sementara dia masih
tertegun, manusia aneh bermata tunggal itu telah merangsek
maju sambil mengayunkan ular berkaki empatnya.
Buru-buru petugas itu berkelit ke samping, pagutan sang
ular berhasil dihindari, siapa tahu ular itu mendadak
membalikkan badan mencakar dengan keempat kakinya.
Seketika petugas itu tercakar telak, begitu tersambar cakar,
racun ganas segera menyerang ke otaknya, tak selang lama
kemudian orang itu sudah roboh tewas seketika.
Kembali ular berkaki empat itu menggigit petugas opas lain,
merasa tidak bersenjata dengan tergopoh-gopoh opas itu
berkelit ke samping, baru selangkah dia berkelit tiba-tiba
pandangan matanya menjadi kabur, sekilas benda besar telah
menyapu ke wajahnya.
Opas itu kaget, buru-buru mundur sambil pasang mata,
ternyata ekor ular berkaki empat itu yang mengancam tiba.
Sedikit saja perhatiannya pecah, ular berkaki empat itu
segera memanfaatkan peluang dengan menggigit tengkuk
jagoan itu, diiringi jeritan ngeri yang menyayat hati, petugas
itu roboh terkapar ke tanah.
Pada saat yang bersamaan terlihat cahaya pedang
berkelebat cepat langsung menghantam tubuh ular berkaki
empat, manusia aneh bermata tunggal merasa tangannya
bergetar keras, karena ularnya sedang menyerang musuh
maka gempuran keras ini membuat genggamannya pada
tubuh binatang melata itu mengendor.
Tak ampun ular berikut pedang terlempar masuk ke tengah
kobaran api, terdengar ular berkaki empat berpekik berulang
kali, namun tak selang berapa lama kemudian suasana
kembali dalam keheningan.
Rupanya Say Hong-ki yang sadar pedangnya tidak mempan
melukai kulit tubuh ular itu, segera mengambil keputusan
untuk menyambit tubuh ular berkaki empat berikut pedangnya
ke dalam kobaran api, dengan demikian matilah binatang
melata yang sangat hebat itu.

426
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan tangan kosong kembali ia menerjang manusia aneh


bermata satu itu, karena sudah kehilangan senjata andalan,
serta merta kekuatan serangannya menjadi lemah, tak lama
kemudian ia mulai keteter hebat dan terdesak di bawah angin.
Untuk ketiga kalinya si Tangan besi melancarkan serangan
kembali.
Kali ini sepasang tangannya mencengkeram tubuh ular
kembang, ternyata ular itu tidak berusaha menghindari
datangnya ancaman, malah dengan satu gigitan maut ia
berusaha mematuk lengan lawan, sebuah serangan kilat untuk
menyelamatkan diri sendiri.
Tangan besi mendengus dingin, dia lebih suka lengannya
digigit ular itu ketimbang kehilangan peluangnya untuk
menjepit remuk kepala ular kembang itu. Dalam sekejap ular
kembang itu telah menggigit di atas lengannya, sayang
gigitannya tak mempan melukai kulit tubuh lawan,
memanfaatkan kesempatan ini si Tangan besi kembali
menggencet tubuh ular perak.
Kini ular bambu hijau, ular garis merah, ular garis besi, ular
sanca, ular kembang, ular perak serta ular berkaki empat
sudah mampus semua, melihat itu ular emas buru-buru
menyusup ke belakang dan ingin menyembunyikan diri di balik
baju longgar yang dikenakan manusia aneh berlengan kanan.
Walaupun geraknya cepat, si Tangan besi jauh lebih cepat,
ia tangkap ular emas itu dengan kedua tangannya, kali ini dia
tidak mencoba menggencet, meremas atau menghantam
dengan tenaga penuh, tapi memelintir badannya kuat-kuat.
Tak ampun tubuh ular emas itu seketika terpelintir hingga
hancur, apalagi si Tangan besi menggencet kepala ular itu
kuat-kuat, membuat binatang melata itu nyaris tak berkutik
lagi.
Menyaksikan semua ini, delapan manusia cacad sangat
terperanjat, sambil berpekik nyaring serentak mereka mundur
ke belakang, maksudnya mau kabur dari arena, sayang
kobaran api yang membara telah menyumbat jalan mundur,

427
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

hal ini membuat mereka jadi panik, terlihat peluh sebesar


kacang kedelai jatuh bercucuran.
Sekarang jalan mundur tinggal satu, yaitu melalui daun
jendela yang masih terbuka lebar, hanya sayangnya justru si
Tangan besi telah siap berdiri tegak di depan jendela.
Sadar keadaan bertambah gawat dan lagi memang tak
punya pilihan lain, kedelapan manusia cacad itu serentak
membentak sambil bergerak maju, tanpa mempedulikan
segala resiko lagi, mereka menerkam ke depan dan berusaha
kabur melalui jendela.
Kehebatan yang selama ini diandalkan delapan manusia
cacad adalah kemampuan delapan ekor ular berbisa
peliharaan mereka, begitu senjata andalannya musnah,
habislah seluruh kemampuan yang mereka miliki, apalagi
dalam keadaan begini mereka sudah panik dan kalut, nyaris
setiap orang hanya berpikir untuk keselamatan jiwa sendiri,
tentu saja serangan mereka jadi lemah dan kedodoran.
Sambil memutar sepasang tinjunya, si Tangan besi
menyongsong kedatangan mereka, hardiknya, "Kalianlah yang
harus bertanggung jawab atas kematian kelima puluh orang
opas yang diutus keresidenan Hau-wi-sian! Sekarang,
serahkan nyawa anjing kalian sebelum pergi dari sini."
Di tengah deru angin pukulan, manusia aneh yang cacad
kaki kirinya muntah darah dan roboh terkapar di tanah,
manusia aneh bermata kanan terjungkal ke dalam lautan api,
manusia cacad telinga kiri dihajar Say Hong-ki hingga terbakar
jadi abu, sementara manusia aneh penuh codet di wajah yang
dihajar Tangan besi hingga terguling ke bawah loteng segera
dicincang oleh kedua puluh orang opas yang menanti di
bawah dengan penuh kemarahan hingga hancur.
Dalam waktu singkat, sisa empat manusia cacad itu terlibat
dalam pertempuran sengit melawan si Tangan besi.
Api yang membara masih berkobar dengan hebat,
membakar semua bahan bangunan yang tersisa hingga
hancur luluh.

428
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Di tengah kobaran api yang membumbung tinggi hingga ke


angkasa itulah tampak Sun-tauke yang berada dalam sebuah
hutan, tak jauh dari tempat kejadian sedang tertawa
terbahak-bahak, tiga orang pelayannya ikut tertawa pula
dengan penuh gembira.
"Coba kalian lihat ujar Sun-tauke sambil tertawa terpingkal,
"kawanan manusia dungu itu berniat membakar rumah, siapa
tahu awak sendiri yang terbakar
"Sayangnya, mereka tak bakal mati terbakar, justru kau
yang bakal mampus dalam waktu singkat," mendadak
terdengar seorang menimpali dengan suara dingin.
Sun-tauke tertegun seketika, perkataan itu datang dari
belakang mereka, sementara ketiga orang anak buahnya
sedang tertawa, jelas ucapan itu bukan berasal dari mereka
bertiga, lalu siapa yang bicara?
Tenaga dalam yang dimiliki Sun-tauke terhitung cukup
tangguh, namun kali ini ternyata dia sendiri pun tidak tahu
berasal darimana datangnya suara itu.
Terdengar suara seorang wanita yang lembut merdu
kembali berkata, "Sun Teng-hong, kau bukan Sun Teng-hong,
Sun-tauke, kau adalah Sun Teng-hong seorang pembunuh
kenamaan dari Pakkhia, aku yakin ketiga orang pelayanmu itu
tentu anak muridmu bukan, Coat-to-sam-hau, tiga harimau
golok sakti?"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, dua sosok
bayangan melayang turun dari atas pohon, seorang pemuda
berjubah panjang warna putih dan seorang nona berpakaian
ringkas warna putih pula.
Senyuman yang menghiasi wajah Sun Teng-hong dan
ketiga orang anak buahnya berubah jadi kaku seketika, lama
sekali mereka tertegun, kemudian Sun Teng-hong baru
menegur, "Kalian adalah Pak-shia Shiacu dan Sian-cu Lihiap?"
"Betul, aku adalah Ciu Pek-ih," jawab pemuda berbaju
putih.
"Dan aku, Pek Huan-ji," sambung si nona.

429
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kembali Sun Teng-hong terbungkam beberapa saat


lamanya, kemudian baru berkata lagi, "Darimana ... darimana
kalian tahu ...?
"Ada dua hal yang sangat mencurigakan," ujar Ciu Pek-ih
dengan wajah serius, "pertama, ketika mendengar kami akan
membakar rumah penginapan Ko-seng, kau justru tampak
sangat gembira, tak ada perasaan sedih barang sedikitpun,
seorang tauke pemilik losmen mustahil akan menampilkan
sikap seperti ini. Kemudian kau bilang sudah membuka usaha
cukup lama di sini, tapi kenyataan kau baru datang beberapa
bulan berselang. Kau bilang usaha di sini kurang menarik,
losmenmu tidak ramai dan tidak menguntungkan, tapi
kenyataan yang berhasil kami selidiki justru bertolak belakang.
Aneh, benar-benar sangat aneh, ketika mendengar ada orang
mau membakar tempat usahanya, bukan sedih malah gembira
setengah mati, terus terang, kalau bukan opas si Tangan besi
yang menemukan kejanggalan ini, siapa pun tak akan
menduga sampai ke situ."
Sun Teng-hong menghela napas panjang, pelan-pelan dia
melolos golok dari pinggangnya.
Terdengar Ciu Pek-ih berkata lebih jauh, "Selain itu, tanpa
bertanya secara jelas siapa buronan kelas kakap yang sedang
kami buru, kau langsung menyetujui permintaan kami dan
membubarkan semua tamu yang sedang menginap, tindakan
macam begini jelas bukan langkah yang biasa diambil seorang
pedagang. Sebaliknya justru lebih mirip tindakan seorang
jagoan Lak-san-bun yang tegas mengambil keputusan. Sun-
sianseng, hawa pembunuhan dari kota Pakkhia yang kau bawa
sama sekali tak berhasil menyembunyikan identitasmu, itulah
sebabnya sepak terjangmu segera berhasil cayhe ketahui."
"Ciu-shiacu ...!" tiba-tiba Sun Teng-hong berbisik lagi.
"Ya, ada apa?"
"Bersediakah kau membuka satu peluang untukku? Selama
hidup, aku Sun Teng-hong pasti tak akan melupakan budi
kebaikan ini."
"Baik!" jawab Ciu Pek-ih cepat.

430
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sun Teng-hong melengak, dia tak menyangka secepat itu


permintaannya dikabulkan.
Belum sempat mengucapkan sesuatu, Ciu Pek-ih telah
melanjutkan kembali kata-katanya, "Tentu saja aku tak akan
membunuhmu sekarang, cuma kau harus ikut aku menghadap
Si-ciangkun
"Itu kan sama artinya mengantar kematianku, bagaimana
kalau aku dilepas saja
"Kau telah membantu buronan kelas kakap, mencelakai
pasukan kerajaan, dosa dan kesalahanmu sangat besar, mana
boleh kuampuni dosa dan kesalahanmu itu? Lebih baik
serahkan dirimu agar diselesaikan secara hukum."
"Secara hukum? Hukum apa?" Sun Teng-hong tertawa
dingin.
Ciu Pek-ih menghela napas panjang, "Mustahil bagiku untuk
membebaskan kau...
Mendadak mencorong sinar buas dari balik mata Sun Teng-
hong, teriaknya tiba-tiba, "Bunuh!"
Sejak tadi tiga harimau golok sakti memang sudah muak
melihat tingkah laku Ciu Pek-ih, begitu mendapat perintah,
mereka segera mencabut golok dan menerjang ke depan.
Begitu menurunkan perintah untuk melancarkan serangan,
Sun Teng-hong bukannya maju membantu, sebaliknya malah
melesat mundur dari arena pertarungan, bagaikan burung
walet terbang di angkasa, dalam waktu singkat dia sudah
melampaui dua-tiga puluh batang pohon, gerak tubuhnya
cepat luar biasa.
Biasanya para pembunuh bayaran dari kota Pakkhja
memang mahir berjalan cepat dan merayap di dinding, apalagi
Sun Teng-hong termasuk seorang pembunuh bayaran yang
amat termashur.
Namun dengan cepat ia jumpai ada sesosok bayangan
menempel ketat di belakangnya, gerak tubuh orang itu sama
sekali tidak menimbulkan suara, tapi kecepatan dan
kelincahannya luar biasa, ternyata dia tak lain adalah Pek
Huan-ji.

431
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kecepatan golok ketiga harimau golok sakti sudah cukup


lama menggetarkan sungai telaga, hampir setiap orang di
kota-raja mengetahui kehebatannya, namun kini setelah
bertemu Ciu Pek-ih, mereka baru sadar apa arti kecepatan
yang sebenarnya.
Belum sempat tiga harimau golok sakti melolos senjatanya,
di antara kilatan cahaya pedang, salah seorang di antara
mereka sudah roboh terkapar. Kemudian ketika golok baru
saja dilolos dari sarungnya, kembali seorang di antara mereka
roboh terjengkang tersambar kilatan cahaya pedang.
Sementara sisa yang terakhir, baru saja berniat mengayunkan
senjatanya, dia pun ikut roboh terjengkang, malah kali ini
tubuhnya terjengkang duluan sebelum cahaya pedang
menyambar.
Hanya dalam waktu singkat, tiga harimau golok sakti sudah
roboh tak berkutik di tanah karena tertusuk jalan darahnya,
kini mereka baru sadar, biar berlatih tiga puluh tahun lebih
lama pun belum tentu mereka sanggup melebihi setengah dari
kecepatan pedang petir Ciu Pek-ih.
Dalam pada itu Sun Teng-hong telah membentak, sambil
membalik badan dia melancarkan sebuah bacokan maut,
bacokan ini bukan hanya cepat, tenaga bacokan pun luar
biasa hebatnya, dibandingkan kemampuan golok tiga harimau,
jelas kemampuannya ibarat pohon berbanding rumput ilalang.
Serangan bacokannya kali ini diarahkan ke pinggang Pek
Huan-ji, seakan dia yakin pasti akan berhasil merobohkan
gadis itu.
Begitu ayunan golok menyambar tiba, Pek Huan-ji segera
menggetarkan pedangnya untuk menangkis.
Serangan Pek Huan-ji ini dilancarkan tanpa menimbulkan
suara, cukup ditinjau dari kemampuannya ini, dapat diketahui
bahwa kecepatan serangannya sedikitpun tidak berada di
bawah kemampuan lawan.
Kalau seorang nona kemampuannya sudah begitu ampuh,
bisa diduga seberapa hebatnya kepandaian yang dimiliki Ciu
Pek-ih, karena berpikir demikian, Sun Teng-hong memutuskan

432
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

untuk menghabisi dulu nyawa Pek Huan-ji kemudian baru


sepenuh tenaga menghadapi Ciu Pek-ih.
Siapa tahu bacokan goloknya yang dilancarkan dengan
kekuatan bagaikan geledek, ternyata tak sanggup
mematahkan pedang Pek Huan-ji yang menangkis serangan
secara lemah gemulai, malah sebaliknya ancaman yang
datang berhasil dibuang ke samping tanpa terjadi benturan
keras.
Tak terlukiskan rasa kaget Sun Teng-hong menghadapi
kejadian ini, bisiknya tanpa sadar, "Siok-li-kiam-hoat, pedang
gadis perawan?"
Pek Huan-ji tidak menjawab, ia memberi tanggapan dengan
sebuah serangan pedang. Hawa pedang yang lembut dingin
seketika mengurung seluruh badan Sun Teng-hong.
Menghadapi ancaman yang begitu hebat, Sun Teng-hong
membentak keras, tubuhnya segera menyatu dengan golok,
lalu dengan menciptakan selapis cahaya golok, ia menerjang
jaring pedang lawan dan berusaha menjebolnya.
Yang ada di dalam dunia persilatan selama ini adalah 'ilmu
mengendalikan pedang', belum pernah ada 'Ilmu
mengendalikan golok', meski serangan golok Sun Teng-hong
kali ini belum mencapai taraf sempurna, namun daya kekuatan
yang terpancar telah mencapai tingkat yang mengerikan.
Pek Huan-ji menjerit kaget, kecuali melancarkan serangan
mematikan, dia terpaksa harus membiarkan musuhnya lolos
dari kepungan, sementara hatinya sedang bimbang, jaring
pedangnya seketika saja gagal mengurung tubuh lawan.
Cepat Sun Teng-hong memanfaatkan kesempatan itu untuk
menerjang keluar dari kepungan, baru saja dia menutul
kakinya untuk kabur ke dalam hutan, tiba-tiba sekilas cahaya
pedang kembali menyambar lewat, tampak sekilas cahaya
putih mengancam datang dengan kecepatan mengerikan, ilmu
mengendalikan pedang!
Tak berhasil meloloskan diri, terpaksa Sun Teng-hong
keraskan kepala menyongsong datangnya serangan pedang
itu dengari goloknya.

433
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Tring!", benturan nyaring bergema memecah keheningan.


Sun Teng-hong segera memutar badan sambil melancarkan
bacokan, sayang tusukan pedang Ciu Pek-ih jauh lebih cepat,
tahu-tahu desingan angin tajam menembus lewat bawah
ketiak, sebuah tusukan maut langsung menghujam ke dada
jagoan she Sun itu.
Tiada jerit kesakitan yang keluar dari mulut Sun Teng-
hong, tahu-tahu jari tangannya tak bertenaga, golok dalam
genggamannya segera terjatuh ke tanah, belum sempat dia
melancarkan bacokan, nyawanya sudah keburu mencelat
keluar dari badan kasarnya.
Pelan-pelan Ciu Pek-ih mencabut keluar pedangnya, ketika
mayat Sun Teng-hong roboh terjungkal ke tanah, ia baru
menyarungkan kembali pedangnya sembari berkata,
"Sebetulnya dia tak bakal mati, sebab aku hanya menjebol
ilmu mengendalikan goloknya dengan ilmu pedangku, kalau
mau aku bisa menusuk mati dia sejak awal, ai ... siapa suruh
dia berniat membacok mati aku, kecuali menusuk mati dirinya,
aku memang tak punya pilihan lain lagi."
Pek Huan-ji ikut menghela napas panjang, "Padahal ilmu
silatnya bagus, tidak seharusnya dia melakukan perbuatan
seperti ini, sungguh tak kusangka ada begitu banyak jago
tangguh dari dunia persilatan yang rela menjual nyawa demi si
Raja pemusnah."
"Entah bagaimana nasib Si-ciangkun dan Ngo-cecu
sekalian? Berhasilkah mereka menghadang jalan lari Coh
Siang-giok?" gumam Ciu Pek-ih.
Kobaran api masih nampak membumbung tinggi ke
angkasa, cahaya kemerahan yang menyelimuti angkasa
seterang cahaya sang surya yang terang menderang, namun
ketika memantul di atas permukaan salju, terbias cahaya
merah seperti ceceran darah.
Bunga salju menyelimuti seluruh permukaan bumi, di atas
sebuah jalan setapak yang kecil dan sulit dikenali, terlihat
empat sosok manusia berjalan mendekat dengan langkah
amat ringan.

434
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Biarpun sedang menempuh perjalanan di tengah lapisan


salju yang tebal, namun keempat orang itu dapat berjalan
tanpa menimbulkan suara sedikit pun, mereka menelusuri
jalan setapak itu dengan sangat ringan dan amat mudah,
seakan hawa dingin yang merasuk tulang sama sekali tidak
mereka rasakan.
Orang yang berjalan paling depan adalah seorang lelaki
berwajah bersih bagai pualam, tenaga dalamnya sudah
mencapai puncak kesempurnaan, di sampingnya mengikut
seorang lelaki berperawakan tinggi kurus dengan sebilah golok
lengkung panjang tersoren di pinggangnya, golok itu tanpa
sarung.
Dua orang yang mengikut di belakangnya mempunyai raut
wajah sangat mirip, hanya saja yang seorang tinggi kurus
sedang yang lain gemuk pendek, hawa sesat menyelimuti
wajahnya, walaupun perawakannya rada aneh namun tidak
menutupi auranya sebagai seorang jagoan tangguh.
Orang pertama adalah si Raja pemusnah Coh Siang-giok, ia
mengenakan jubah besar berwarna hitam, namun wajahnya
bersih dan cerah bagai pualam.
Orang kedua adalah opas yang mengkhianati penjara besar
besi berdarah, si golok panjang Sim In-san, orang ketiga
adalah Si Ceng-jong dan orang keempat adalah Si Ceng-hong.
Gabungan kedua orang ini disebut Si-ke-siang-ok, sepasang
manusia buas dari keluarga Si, mereka disebut juga sebagai
Si-toa-ok (manusia buas besar) dan Si-siau-ok (manusia buas
kecil), orang menyebut juga Leng-lam-siang-ok, sepasang
manusia bengis dari Leng-lam yang bergelar Thian-kiam-coat-
to (pedang langit golok sakti).
Ketika empat orang ini berjalan bersama, mungkin tak ada
orang di dunia persilatan yang sanggup menghadapi mereka.
Dari keempat orang ini, tentu saja Sim In-san yang
memiliki ilmu silat paling lemah, namun ia nampak sangat
gembira, sambil tertawa ringan ujarnya, "Cukong, kali ini kita
pasti berhasil kabur dari sergapan Si Ceng-tang. Selewatnya
lima puluh li, bekas anak buahmu akan datang menjemput,

435
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

saat itulah kau bisa mulai menghimpun kekuatan dengan


menaklukkan tiga perkumpulan enam partai dua belas cabang,
lalu mengirim pasukan untuk menyerbu kotaraja. Aku Sim In -
san tak mau ketinggalan, aku pasti akan membantu usaha
cukong hingga berhasil."
Tentu saja apa yang diucapkan Sim In-san tidak didengar
Si Ceng-tang, karena selisih jaraknya dengan mereka
berempat sangat jauh.
Sepanjang mata memandang, hanya tumpukan salju yang
terhampar di sepanjang jalan, tapi di balik setiap tumpukan
salju yang menebal itu ternyata bersembunyi sekawanan jago
tangguh, setiap jago membawa sebuah gendawa dengan tiga
batang anak panah yang siap dibidikkan, pada ujung anak
panah itu hampir semuanya dilumuri obat pemabuk yang
sangat ganas.
Obat pemabuk itu dibuat oleh Manusia beracun kedua,
Thian-he-te-ji-tok, jangan kata manusia biasa, orang dengan
ilmu silat tangguh pun asal aliran darahnya kemasukan setetes
obat pemabuk ini, sekujur badannya pasti akan kaku dan mati
rasa sampai setengah harian lamanya.
Sedangkan kedua puluh enam orang ini adalah sisa dari
keempat puluh laskar yang dibawa Si Ceng-tang dari kota
Ciang-ciu.
Kawanan jago ini sesungguhnya bukan manusia
sembarangan, setiap orang memiliki keberanian dan
kemampuan bertempur yang hebat, ilmu silatnya juga
tangguh, baru pertama kali ini mereka mengintai empat orang
manusia dengan cara seperti ini.
Bukan hanya para prajurit yang berpendapat demikian,
bahkan Ngo Kong-tiong pun mempunyai perasaan yang sama,
mengintai orang dengan cara begini membuat perasaan
hatinya sangat tak tenang, sampai Si Ceng-tang sendiri pun
ikut merasakan hal ini.
Tampaknya Ciu Leng-liong dapat merasakan jalan pikiran
orang, sebagai orang yang jauh lebih licik ketimbang Ngo
Kong-tiong, lebih cerdas daripada Si Ceng-tang, maka setelah

436
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menyapu sekejap pada rekan-rekannya, dia pun berbisik,


"Ciangkun, Ngo-cecu, saudara Tangan besi minta kita
menyergap si Raja pemusnah, mungkin hal ini dilakukan
karena keadaan terpaksa, bagaimanapun juga dia adalah
seorang opas, dia tentu lebih tahu bagaimana cara membekuk
seseorang. Apalagi ilmu silat yang dimiliki Raja pemusnah
sangat tangguh, bila dirobohkan dengan panah pemabuk,
mungkin korban yang berjatuhan bisa ditekan serendah
mungkin."
"Benar," sambung Liu Ing-peng pula, "apalagi saudara
Tangan besi hanya minta kita membidik si Raja pemusnah
seorang dengan panah pemabuk itu, dia tidak menyuruh kita
membidik yang lain, jadi aku rasa tak bakalan salah
membunuh tiga orang yang lain."
Liu Ing-peng memang seorang yang cekatan, pintar dan
tahu melihat gelagat, melihat kemurungan yang menyelimuti
wajah Si Ceng-tang, dia mengira panglima perang itu kuatir
bidikan panahnya salah sasaran hingga melukai kedua orang
saudaranya, oleh sebab itu dia sengaja berkata demikian.
Si Ceng-tang menghela napas panjang. "Hai, sebenarnya
bukan masalah ini yang kurisaukan, aku hanya merasa main
membokong dengan cara begini tidak mencerminkan
perbuatan seorang lelaki sejati, tapi ... semua orang juga tahu
kalau ilmu silat si Raja pemusnah sangat lihai, sementara
saudara Tangan besi, nona Pek serta Ciu-lote belum kembali,
rasanya kita terpaksa harus menggunakan cara ini untuk
menghadapi mereka."
Ngo Kong-tiong mendengus dingin. "Hm, arahkan semua
panah ke tubuh si Raja pemusnah, apa bukan begitu yang
dimaksud si Tangan besi? Cuma ... kita memang harus
mengakui, kungfu si Raja pemusnah memang luar biasa,
serangan yang seluruhnya ditujukan padanya belum tentu bisa
merobohkan dia, apalagi kalau serangan panah terpecah
dalam empat sasaran berbeda, aku rasa usaha kita bisa gagal,
kalau dibilang ada hasil, paling banyak kita hanya bisa melukai
atau membunuh Sim In-san, urusan jadi tidak bagus. Aku

437
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pikir, lebih baik kita tetap pusatkan seluruh pikiran dan


kekuatan untuk merobohkan Coh Siang-giok. Ai ... sayang aku
tak punya kesempatan untuk mengajak si Raja pemusnah ini
berduel, padahal kepandaian silatnya sangat hebat."
"Ssttt ...!" tiba-tiba Si Ceng-tang mendesis lirih, "mereka
semakin mendekat, siapkan senjata rahasia."
Ngo Kong-tiong, Ciu Leng-liong, Goan Kun-thian, Liu Ing-
peng serta Thian Toa-ciok segera menggenggam senjata
rahasia dan bersiap melancarkan sergapan.
Semua orang bertiarap di atas lapisan salju, dengus napas
yang panas membuat bunga salju mencair, biarpun salju
masih melayang di angkasa, namun saat ini semua orang
hanya merasakan hawa yang panas, sama sekali tidak merasa
dingin.
Tak selang berapa saat, Coh Siang-giok, Sim ln-san dan
dua bersaudara Si sudah berjalan semakin dekat.
Terdengar Coh Siang-giok dengan suara rendah, berat dan
serius sedang berkata, "Jangan kelewat memandang rendah
kemampuan Si Ceng-tang Ciangkun, aku yakin api yang
membakar losmen itu akan mendatangkan kerugian yang fatal
bagi delapan manusia cacad, Cuma ... aaai, hawa napsu
membunuh kedelapan orang itu memang kelewat berat, ada
baiknya juga bila tertumpas dari muka bumi ... ada baiknya
kita bertindak lebih hati-hati!"
Dalam keheningan yang mencekam seluruh jagad, tiba-tiba
terdengar seseorang membentak nyaring, "Serang!"
Dalam waktu singkat berbagai senjata rahasia dan anak
panah berhamburan di angkasa, sedemikian rapatnya
serangan itu hingga sepuluh kali lipat lebih rapat daripada
bunga salju yang sedang berguguran.
Ada senjata rahasia yang membawa desingan suara yang
amat nyaring ada yang menggelegar seperti suara geledek,
yang datang sambil berputar kencang, ada pula yang sama
sekali tak bersuara, yang paling lihai adalah deretan anak
panah yang meluncur datang begitu rapat bagaikan terpaan
air hujan.

438
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika Coh Siang-giok mendongakkan kepala dan melihat


dari angkasa seolah muncul hujan deras yang luar biasa, paras
mukanya seketika berubah hebat, dengan satu gerakan cepat
dia lepaskan jubah merahnya hingga tampak pakaian
ringkasnya yang berwarna merah pula.
Serangan Am-gi itu datang bagaikan hujan lebat,
jangankan manusia dengan dua lengan, biarpun punya
delapan tangan juga belum tentu bisa menghadapi ancaman
seperti ini.
Bagi Coh Siang-giok sendiri-sebenarnya dia bisa
mengandalkan tenaga dalam untuk merontokkan senjata
rahasia yang mendekati tiga depa dari tubuhnya, namun
berhubung senjata yang mengancam tiba beragam
banyaknya, lagi pula dilancarkan bersamaan waktunya, maka
sulitlah bagi si Raja pemusnah untuk menghimpun tenaga
dalam, apalagi para pemanah adalah jago-jago yang memiliki
tenaga dalam amat sempurna.
Sim In-san ikut tertegun, ia sadar, bila anak panah itu
seluruhnya menghujam ke tubuhnya, maka dia sudah berubah
jadi sekor landak.
"Bruk!", sebuah piau bersisik hijau menyambar ke depan
dada Coh Siang-giok, lekas Raja pemusnah memiringkan
badan ke samping untuk mengegos, senjata rahasia itu
langsung menghajar bahu kirinya.
Ternyata senjata rahasia sisik hijau ini dilancarkan oleh Ciu
Leng-liong.
Setelah dihajar dua batang senjata rahasia, tiada senjata
rahasia ketiga yang sanggup menghantam tubuh Coh Siang-
giok lagi.
"Cret!", tiba-tiba berkelebat cahaya emas, sebilah golok
emas tahu-tahu sudah menghujam kaki kanan Raja
pemusnah, ternyata hui-to (pisau terbang) itu dilancarkan oleh
Si Ceng-tang.
Dengan satu lompatan kilat Coh Siang-giok segera
melambung ke udara, sekujur badannya berubah seakan
selapis awan hitam gelap.

439
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kini dia telah melepas jubah hitamnya, dengan benda itu


dia ciptakan selapis awan hitam untuk melindungi terjangan
senjata rahasia lawan. "Trak, trak, trak", sebagian besar Am-gi
menghantam jubah hitam itu seakan menghantam selembar
lempengan baja, hampir semuanya mencelat balik ke
belakang.
Kecuali hui-to Si Ceng-tang dan piau sisik hijau Ciu Leng-
liong yang berhasil menghajar telak tubuh Raja pemusnah,
semua senjata rahasia lainnya berhasil digulung dengan jubah
hitamnya sebelum sempat mendekat.
Baru saja gelombang pertama senjata rahasia itu
dilancarkan, gelombang kedua kembali siap dilontarkan ke
udara.
Tapi kali ini si Raja pemusnah sudah bersiap, ia tidak
memberi kesempatan kepada lawan untuk melepaskan senjata
rahasia gelombang kedua.
Tubuhnya bagaikan selapis awan hitam menerjang masuk
ke balik tumpukan salju di sisi jalan, bersamaan dengan
terjangan itu, jeritan ngeri bergema silih berganti, mayat
empat orang prajurit melayang ke udara dan terkapar di atas
permukaan salju, ceceran darah segar berhamburan kemana-
mana.
Bersamaan waktunya Si Ceng-jong dan Si Ceng-hong ikut
menerjang pula ke arah rombongan yang dipimpin Ngo Kong-
tiong, sedemikian cepat gerak tubuh mereka membuat Monyet
sakti bertangan tiga Ciu Leng-liong pun tak sempat lagi
melepaskan senjata rahasia.
Empat orang prajurit maju serentak dan menghadang jalan
pergi mereka berdua, namun hanya sekejap saja tinggal dua
orang yang masih hidup.
Kini dalam genggaman Si Ceng-hong sudah bertambah
dengan sebilah pedang, tetesan darah masih menodai ujung
pedangnya, sementara dalam genggaman Si Ceng-jong telah
bertambah sebilah golok, mata golok pun basah berlumuran
darah.

440
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dua orang prajurit yang berhasil melarikan diri adalah Leng


Ki-cong dan Pok Lu-ci, coba kalau bukan ilmu silat mereka
sedikit lebih tangguh dibanding dua rekannya, mungkin
mereka pun sudah ikut tewas sejak tadi.
Untuk sesaat lamanya mereka berdua hanya bisa berdiri
tertegun, sebab kecepatan serangan pedang dan golok yang
dilancarkan Si Ceng-jong dan Si Ceng-hong benar-benar telah
membuat nyali mereka pecah.
Sementara mereka belum sempat melakukan sesuatu, Si
Ceng-jong dan Si Ceng-hong kembali menerjang ke balik
gundukan salju, tampaknya nyawa kedua orang itu tak bisa
diselamatkan lagi.
Pada saat itulah mendadak terdengar Si Ceng-tang berseru
dengan suara berat tapi penuh tenaga, "Cepat bekuk Coh
Siang-giok! Ngo-cecu, Toa-ciok, mari kita bersama-sama
menghadapi mereka bertiga."
Begitu ucapan Si Ceng-tang berkumandang, semua orang
merasa kaget dan bergetar hatinya, mereka tahu Coh Siang-
giok sudah terkena senjata rahasia pemabuk, berarti saat
inilah kesempatan yang terbaik bagi mereka untuk
membekuknya, kalau sampai diganggu oleh Pedang langit
golok sakti hingga urusan terbengkalai, itu baru runyam
namanya.
Bagaikan sebatang anak panah yang terlepas dari
busurnya, Ngo Kong-tiong meluncur maju, pedang peraknya
dengan jurus Sian-jin-ci-lok (dewa sakti menunjuk jalan)
diiringi kekuatan yang luar biasa langsung menusuk tubuh Si
Ceng-hong.
Si Ceng-tang sendiri langsung memutar tombak seberat
empat puluh delapan katinya begitu selesai bicara tadi, "wes!",
setelah membuat tiga guratan garis melingkar di atas tanah,
dengan jurus Thian-hwe-sam-hui (api langit bercahaya tiga) ia
menerjang Si Ceng-jong.
Thian Toa-ciok meraung keras, sepasang telapak
tangannya direntangkan ke kiri kanan, dengan jurus Sui-si-

441
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ban-toan (melumat mayat selaksa keping) ia menerkam Sim


In-san.
Si Ceng-hong berteriak nyaring, goloknya diputar sambil
membabat ke depan, dengan jurus serangan yang cepat, aneh
dan di luar dugaan, dia mengancam tubuh Ngo Kong-tiong.
Si Ceng-jong memutar pedangnya menusuk miring dari
samping, ia balas menusuk ke tubuh Si Ceng-tang,
serangannya dahsyat dan mematikan. Begitu dua bersaudara
ini saling bertemu, masing-masing pihak berusaha menghabisi
nyawa lawan.
Di pihak lain, Sim In-san sudah dibuat keder karena
datangnya ancaman, melihat sepasang tangan Thian Toa-ciok
mengancam badannya, "cring", buru-buru Sim In-san melolos
golok panjangnya, kemudian membabat pinggang lawan
dengan jurus Heng-sau-jian-cin (menyapu rata selaksa
prajurit).
Dalam waktu singkat keenam orang itu terbagi dalam tiga
kelompok dan saling menyerang dengan hebatnya.
Mendadak Ciu Leng-liong teringat kembali tujuan utama
kedatangan mereka, buru-buru ia berpaling, ternyata Coh
Siang-giok telah hilang tak berbekas.
Rupanya dalam suasana kalut tadi Coh Siang-giok
menerjang masuk ke tengah arena dan kemudian telah
membunuh empat orang prajurit, setelah itu secara tiba-tiba
bayangannya hilang lenyap begitu saja, seolah menguap.
Padahal dia tidak menerjang keluar dari tumpukan salju,
juga tak ada jalan mundur, bahkan tak lagi membunuh orang,
tapi mengapa tiba-tiba hilang begitu saja?
Ciu Leng-liong tahu, mereka harus segera menemukan Coh
Siang-giok yang masih lemas karena kehilangan tenaga, sebab
kalau tidak, begitu pengaruh obat pemabuk hilang atau
berhasil didesak keluar dari tubuhnya, maka tak akan ada
jagoan lagi yang sanggup menaklukkan si Raja pemusnah ini.
Berpikir sampai di sini, Ciu Leng-liong merasa tubuhnya jadi
panas dingin, jantungnya berdebar keras dan perasaan
hatinya tak tenang, entah karena panik atau tegang?

442
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Lekas dia bertepuk tangan dua kali. Dua puluh orang


prajurit yang bersembunyi di balik gundukan salju serentak
melompat bangun.
Sebetulnya mereka membawa dua puluh enam orang
prajurit, tapi lantaran ada empat orang telah tewas dibantai
Coh Siang-giok dan dua orang lagi tewas dirajam sepasang
manusia bengis dari Leng-lam, maka kini tinggal tersisa dua
puluh orang.
"Kalian melihat Coh Siang-giok kabur kemana?" tegur Ciu
Leng-liong kemudian.
"Aku melihat dia menerobos masuk ke balik gundukan
salju."
"Dia telah membantai Che Si-yong."
"Ya, tadi dia melintas lewat di hadapanku, tubuhnya
bergerak cepat seperti hembusan angin."
"Kami gagal membendung serbuannya, Kim Si-wi ikut
tewas di tangannya."
"Kami lihat dia sudah terluka, banyak darah bercucuran dari
tubuhnya!"
"Bukan, bukan darah, dia mengenakan baju ketat berwarna
merah."
"Tapi sekarang dia lenyap
"Coba lihat, jubah hitamnya tertinggal di situ."
Ciu Leng-liong sangat kalut pikirannya, begitu juga dengan
kawanan prajurit itu, ketika ia berusaha maju menghampiri,
terlihat jubah hitam milik Coh Siang-giok tergeletak di atas
permukaan salju bagaikan seekor kelelawar, jubah itu penuh
tertancap berbagai macam senjata rahasia, selain itu terdapat
pula dua bercak darah yang sangat kental, kelihatannya si
Raja pemusnah memang sudah terluka, malah tidak enteng
luka yang dideritanya.
Tapi kemana orangnya pergi? Dia bersembunyi dimana?
Mau kabur dari sana atau bersembunyi di sekeliling tempat
itu, semestinya emat puluh pasang mata melihat dengan jelas
semua gerak-gerik dan sepak terjangnya.

443
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Ciu Leng-liong,


seratus li di sekeliling tempat itu berupa batu karang yang
dilapisi salju tebal, jangan-jangan seperti juga kawanan
prajurit itu, Coh Siang-giok juga bersembunyi di balik
gundukan salju?
Selewat gundukan salju itu terdapat tanah dasar yang
sangat luas, semisal Coh Siang-giok benar-benar sudah kabur,
tak ada alasan kalau bayangan tubuhnya tidak kelihatan,
apalagi pakaian yang dikenakan berwarna merah cerah yang
sangat mencolok, ditambah lagi ia sudah terluka dan kena
obat pemabuk, jelas langkah dan gerak-geriknya sangat tidak
leluasa
Coh Siang-giok pasti belum kabur dari situ, dia pasti sedang
merawat lukanya sambil bersembunyi di balik gundukan salju,
siapa tahu ia sedang berusaha untuk memaksa keluar
pengaruh obat pemabuk dari tubuhnya?
Seperti juga sekor singa, si raja hutan, bila sedang terluka,
dia pun akan mencari sebuah gua untuk merawat lukanya.
Ciu Leng-liong sudah lama mengikuti Si Ceng-tang, sikap
tegas dan berani mengambil keputusan terpelihara sejak lama
dalam dirinya, maka dengan suara dalam serunya, "Dia sudah
terkena obat pemabuk, pasti bersembunyi di sekitar sini,
periksa semua gundukan salju, teliti semua tempat yang
mungkin bisa digunakan untuk bersembunyi, semuanya,
periksa!"
Begitu perintah diturunkan, Liu Ing-peng mengajak lima
orang mulai menggeledah di sebelah timur, Goan Kun-thian
juga membawa lima orang memeriksa arah selatan, Si Cong-ji
dengan membawa lima orang memeriksa ke arah barat,
sementara sisanya yang lima orang mengikut di belakang Ciu
Leng-liong menggeledah arah utara.
Sistim penggeledahan yang mereka lakukan merupakan
sistim karpet, artinya setiap jengkal tanah tak terlewatkan
untuk diperiksa dengan teliti, dalam keadaan begini, biar
bersembunyi di tempat yang betapa rahasia pun, akhirnya
jejaknya pasti akan ketahuan, atau paling tidak, pada akhirnya

444
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

akan terdesak ke bagian tengah dan terkepung dari empat


penjuru.
Seluruh anggota pasukan di bawah pimpinan Si Ceng-tang
memang sudah mendapat pendidikan serta latihan yang
sangat ketat, sementara dua orang jagoan tangguh dari
benteng Lam-ce pun bukan orang sembarangan.
Penggeledahan yang mereka lakukan selain teliti, rapat, boleh
dibilang hampir setiap jengkal salju ditusuk dengan pedang
atau diobrak-abrik hingga sebagian terbongkar.
Dengan cara semacam ini, berapa banyak orang yang
bersembunyi di balik gundukan salju, pada akhirnya pasti akan
ketahuan juga.
Di atas permukaan salju hanya didapati empat sosok
jenazah prajurit yang tewas bersimbah darah, seandainya
mereka masih hidup, mungkinkah orang-orang itu bisa
menunjukkan dimana Coh Siang-giok menyembunyikan diri?
Setiap jengkal tanah, setiap inci barang sudah mereka
periksa dan geledah dengan seksama, namun bayangan Coh
Siang-giok masih tetap menjadi tanda tanya besar.
Raja pemusnah seakan benar-benar sudah menguap ke
udara, seolah betul-betul sudah lenyap tak berbekas.
0oo0
Pedang langit golok sakti bukan nama dua jenis senjata,
tapi nama sejenis ilmu barisan yang mengutamakan serangan
dengan menggunakan pedang dan golok.
Ketika melancarkan serbuannya tadi, Si Ceng-jong serta Si
Ceng-hong telah mengandalkan ilmu barisan itu untuk
mendobrak musuh.
Namun Si Ceng-tang seakan sudah memperhitungkan
semua gerakan mereka dengan cermat, bersama Ngo Kong-
tiong dia memotong jalan pergi Si Ceng-hong, sementara
tombak panjangnya langsung disodokkan ke samping
mencegat gerakan Si Ceng-jong, dengan demikian dia telah
berhasil menjebol kerja sama kedua orang itu.

445
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Serangan golok yang dilancarkan Si Ceng-hong benar-


benar amat ganas dan aneh gerakannya, serangan golok yang
belum pernah dijumpai Ngo Kong-tiong selama hidup.
Sebaliknya kecepatan serangan pedang Ngo Kong-tiong
begitu cepat, begitu dahsyat bagai sambaran halilintar, juga
belum pernah dijumpai Si Ceng-hong sebelumnya.
Begitu mereka berdua bertarung, berkobarlah suatu
pertempuran yang amat sengit dan luar biasa.
Begitu menerjang maju ke muka, secara beruntun Si Ceng-
hong menggunakan jurus-jurus serangan Jong-kui-cau-kui
(Dewa Jong-kui menangkap setan), Cui-kay-ta-lou (pengemis
mabuk memukul gembrengan), To-pit-hoa-san (membelah
bukit Hoa-san) dan Kay-san-sui-sik (membelah gunung
menghancur batu) untuk mencecar musuh.
Menghadapi desakan lawan, Ngo Kong-tiong sama sekali
tidak menghindar, sebaliknya dia malah mendesak maju ke
depan, dengan jurus serangan Tiang-coa-ji-tong (ular panjang
masuk gua), Ci-to-ui-liong (menerjang langsung naga kuning),
Tiang-gong-ban-li (angkasa tuas laksaan li) dan Bi-lok-ang-kin
(hijau rontok di ujung merah), dia balas menusuk tubuh
lawan.
Pertarungan pun berlangsung makin sengit, kedua belah
pihak sama-sama tidak mundur, semua berusaha mendesak
maju, dalam sekejap mata pertarungan jarak dekat pun
berlangsung hebat, karena senjata tak dapat menjangkau
tubuh lawan, kedua belah pihak menggunakan pukulan tangan
kosong untuk saling menghantam.
Sebetulnya ilmu golok milik Si Ceng-hong ganas dan
telengas, siapa tahu si kakek lawannya justru tangguh, garang
dan kuat, selama pertarungan berlangsung lebih banyak
melancarkan serangan daripada bertahan, dalam keadan
begini, mau tak mau terpaksa dia harus menggunakan ilmu
pukulan Kay-pi-ciang (ilmu pukulan pembelah batu) yang
dilatihnya puluhan tahun untuk merobohkan lawannya.
Begitu pertempuran berkobar, Si Ceng-hong segera merasa
bukan saja orang tua itu tidak lemah meski usianya sudah

446
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

lanjut, bahkan tenaga pukulannya dahsyat, tenaga dalamnya


sempurna, bagaimana pun dia berusaha mencecar dan
merangsek dengan mengandalkan ilmu pukulan Kay-pi-ciang,
semua serangannya selalu mengalami kegagalan.
Dalam terkejut bercampur ngerinya, lekas ia gunakan jurus
Pek-hok-jiong-thian (bangau putih menembus langit) untuk
menerobos naik ke udara.
Dengan jurus Kam-te-pat-jong (mencabut jahe di tanah
kering), tiba-tiba dia ikut melambung ke udara, lalu "Wes!",
kembali Ngo Kong-tiong melancarkan sebuah pukulan.
Biarpun Si Ceng-hong melambung duluan sedang Ngo
Kong-tiong menyusul belakangan, ternyata yang menyusul
belakangan justru sampai duluan, bahkan sedikitpun tidak
ketinggalan, melihat hal ini tak terlukiskan rasa kaget Si Ceng-
hong, satu ingatan segera melintas.
Menurut berita yang tersebar dalam dunia persilatan, konon
benteng selatan Lam-ce dipimpin seorang kakek yang telah
berusia di atas tujuh puluh tahun, namun tenaga dalam, ilmu
meringankan tubuh serta ilmu pedangnya tiada tandingan di
kolong langit, jangan-jangan kakek bermuka merah ini adalah
Cecu dari Lam-ce?
Si Ceng-hong sadar ilmu goloknya sama sekali tidak berada
di bawah kemampuan ilmu pedang Ngo Kong-tiong, namun
bicara soal tenaga dalam, dia masih ketinggalan satu tingkat,
dalam soal ilmu meringankan tubuh pun ketinggalan satu
langkah, karenanya meski tahu serangan lawan yang
mengancam tiba sangat dahsyat, mau tak mau terpaksa dia
tetap harus keraskan kepala untuk menerimanya juga.
Dalam arena lain, Si Ceng-tang dengan mengandalkan
tombak panjangnya sedang bertarung sengit melawan pedang
baja Si Ceng-jong.
Baik tombak panjang maupun pedang baja semuanya
termasuk senjata berat dan besar, namun di tangan Si Ceng-
tang, tombak panjang itu dapat dimainkan sedemikian ringan
dan lincahnya seperti seekor naga sakti yang sedang meliuk di
angkasa.

447
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sebaliknya pedang baja yang dimainkan Si Ceng-jong pun


sangat lincah dan cekatan, biarpun senjata itu berat, namun
seakan sangat ringan dalam genggamannya, sebentar ia
gunakan untuk menyerang ke kiri, sebentar ke kanan,
sebentar keras, sebentar lunak, sebuah kombinasi serangan
yang luar biasa.
"Sret, sret, sret", secara beruntun Si Ceng-tang
melancarkan tiga tusukan maut dengan jurus Sam-jin-tong-
hang (tiga orang jalan bersama), jurus serangan ini pernah
digunakan Tangan besi ketika bertarung melawan Cing Sau-
song tempo hari, namun ketika digunakan dengan tombak,
kehebatan jurus serangannya justru makin kentara.
Jurus serangan ini memang sarat dengan perubahan yang
tidak terduga, di antara tiga buah tusukan tombak itu, hanya
satu tusukan yang merupakan serangan sesungguhnya, setiap
gerakan setiap perubahan seakan serangan nyata tapi seperti
juga serangan tipuan, membuat pihak lawan sukar meraba,
entah berapa banyak panglima kenamaan yang telah tewas
oleh jurus serangan Si Ceng-tang ini.
Berubah hebat paras muka Si Ceng-jong, cepat ia menarik
napas sambil melancarkan sebuah tusukan pedang dengan
sepenuh tenaga.
"Cring!", pedang dan tombak saling membentur hingga
menimbulkan suara benturan yang amat nyaring.
Dengan begitu, serangan Si Ceng-tang pun segera
terbendung.
Sebagaimana diketahui, Si Ceng-tang, Si Ceng-jong dan Si
Ceng-hong sebenarnya adalah tiga bersaudara kandung, ilmu
silat yang mereka andalkan disebut "tombak sakti, pedang
langit, golok sakti", boleh dibilang mereka bertiga hapal dan
menguasai jurus serangan lainnya.
Sejak tiga bersaudara bentrok dan bermusuhan, masing-
masing pihak selalu berusaha untuk menciptakan jurus
serangan baru guna menjebol serangan lawan, seperti apa
yang dilakukan Si Ceng-jong barusan, jurus Pit-yu-wa-say
(pasti ada guru sendiri) yang dia ciptakan memang khusus

448
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ditujukan untuk membendung serangan tombak Si Ceng-tang


yang mematikan.
Benturan yang barusan terjadi membuat lengan mereka
berdua jadi kaku dan kesemutan, hal ini menunjukkan bahwa
tenaga dalam yang mereka miliki seimbang.
Dengan suara nyaring Si Ceng-tang segera membentak,
"Buang pedangmu dan menyerah saja!"
"Menyerah?" sahut Si Ceng-jong sambil tertawa dingin,
"lebih baik kau saja yang membuang tombakmu untuk
menyerah, hari ini aku tak bakal melepaskan dirimu."
"Kau ... berani amat kau bicara begitu terhadap kakak
sendiri?" teriak Si Ceng-tang gusar.
Si Ceng-jong tertawa seram, suaranya tinggi melengking
bagai teriakan kuntilanak, jengeknya sinis, "Kenapa tidak
berani? Bapak ibuku saja berani kubunuh, apalagi kau!"
Sembari berkata, kembali ia melancarkan serangan, bahkan
serangannya sangat mematikan dan sama sekali tak kenal
belas kasihan.
"Kau memang bedebah yang tak bisa ditolong lagi, baik,
hari ini akan kumusnahkan dirimu, agar arwah ayah dan ibu di
alam baka bisa memperoleh ketenangan!"
Kembali Si Ceng-jong tertawa keras. "Hahaha ... mau
bunuh, bunuhlah! Hari ini bila kau tak sanggup membunuhku,
suatu hari nanti aku dan Ceng-hong pasti akan menyerbu ke
kota Ciang-ciu dan membantai seluruh keluargamu."
"Bangsat, kau memang serigala tak berperasaan!" bentak
Si Ceng-tang amat gusar.
Mendadak tombaknya direntangkan ke depan, lalu didorong
kuat-kuat.
Untuk sesaat Si Ceng-jong tertegun, sejak kecil dia sudah
hapal di luar kepala semua jurus serangan yang dimiliki Si
Ceng-tang, setelah saling bermusuhan, beberapa kali mereka
sempat terlibat dalam pertarungan sengit.
Pada pertarungan pertama kali, Si Ceng-tang berhasil
mengalahkan dirinya namun tak tega mencabut nyawanya,
waktu itu dia diminta menyesali perbuatannya dan hidup

449
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sebagai manusia baru, selesai memberi nasehat, dia pergi


dengan sedih meninggalkan dirinya.
Pada pertarungan yang kedua, waktu itu Si Ceng-tang baru
saja pulang dari pertempuran berdarah di medan laga, tahu
kondisi badannya sedang letih dan kehabisan tenaga, ia
manfaatkan peluang itu dengan melancarkan serangan
bokongan, tapi pertarungan ini berakhir dengan seri, karena
masing-masing pulang dalam kondisi terluka parah.
Pada pertarungan yang ketiga, Si Ceng-jong dan Si Ceng
hong turun tangan bersama, waktu itu gabungan mereka
berdua berhasil melukai Si Ceng-tang hingga terluka parah,
tapi beruntung Si Ceng-tang berhasil diselamatkan jiwanya
oleh para anak buahnya.
Sejak pertarungan yang ketiga, Si Ceng-jong belum pernah
bertemu lagi dengan Si Ceng-tang, dan sekarang jurus
serangan yang digunakan untuk menyerang dirinya juga
belum pernah dilihat sebelumnya, jangan-jangan dia telah
menciptakan jurus baru yang khusus untuk menjebol pedang
langitnya? Demikian ia berpikir.
Dengan perasaan tercekat bercampur ngeri, lekas Si Ceng-
jong melompat mundur dari arena pertarungan.
Jurus serangan Heng-ciong (tombak melintang) dari Si
Ceng-tang memang khusus diciptakan untuk menjebol jurus
pedang langit, tapi Si Ceng-jong tidak melayani pertarungan
bahkan mundur berulang kali, hal ini menyebabkan kehebatan
jurus Heng-ciong tak sanggup digunakan semaksimal
mungkin.
Rasa benci dan sakit hati yang membara dalam hati Si
Ceng-tang membuat ia semakin bernapsu untuk menghabisi
lawannya, sambil memegang tombaknya kuat-kuat, "plak!",
mendadak gagang tombaknya patah jadi dua bagian, saat
itulah tiba-tiba Si Ceng-jong menerjang maju ke muka.
Perubahan ini terjadi sangat mendadak, tak ada yang bisa
melukiskan betapa cepatnya gerak tubuhnya.
Dengan cepat Si Ceng-jong tahu kalau tombak andalan Si
Ceng-tang patah jadi dua.

450
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ah, inilah kesempatan langka yang tak boleh kulepaskan


begitu saja.... pikirnya dalam hati.
Tombak sakti andalan Si Ceng-tang patah jadi dua, hal ini
sama artinya panglima perang itu sudah kehilangan senjata
andalannya, siapa pun tentu tak ingin melepaskan peluang
baik itu begitu saja.
Dengan satu gerakan yang luar biasa dia hentikan gerak
tubuhnya yang sedang menyurut mundur, kemudian sambil
berbalik badan, dari mundur dia berubah jadi maju, langsung
menerjang ke muka.
Menyusul gerakan merangseknya, sekilas cahaya pedang
berkelebat, langsung menusuk dada Si Ceng-tang!
Tapi dalam waktu singkat Si Ceng-jong sadar kalau dia
sudah masuk perangkap.
Ternyata tombak sakti Si Ceng-tang yang patah jadi dua,
kini telah berubah jadi sebuah toya dan sebuah tombak, toya
digunakan untuk menangkis tusukan pedang, sementara
tombaknya bagai seekor ular kobra langsung menusuk
tenggorokan Si Ceng-jong.
Jurus serangan inilah yang sesungguhnya merupakan jurus
yang sengaja diciptakan untuk mematahkan serangan pedang
langit.
Si Ceng-tang sudah menduga, begitu melihat ada
kelemahan di tubuhnya, dia pasti akan memanfaatkan peluang
itu dengan melancarkan serangan mematikan, serangan yang
dilancarkan dengan mengerahkan seluruh kekuatannya,
mustahil orang macam dia bersedia memberi jalan mundur
bagi orang lain.
Tiada jalan mundur, seringkali merupakan sebuah jalan
buntu.
Kalau sudah muncul jalan buntu berarti kalau bukan kau
yang mati, pasti akulah yang mampus!
Kini Si Ceng-jong belum sampai mampus lantaran Si Ceng-
tang memang tak tega turun tangan keji terhadap dirinya.
Biarpun begitu, akhirnya dia memahami juga satu hal,
tombak sakti tidak jauh berbeda dengan pedang langit,

451
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

keduanya sama-sama merupakan senjata luar biasa, namun


bila tombak sakti tiba-tiba berubah jadi dua senjata, satu
untuk menangkis pedang langitnya, maka yang lain bisa
digunakan untuk membunuh orang yang membawa pedang
langit itu.
Sementara Si Ceng-jong masih berdiri terbelalak, mendadak
tampak sesosok bayangan berkelebat dan langsung
menerjang punggung Si Ceng-tang.
Orang itu tak lain adalah Si Ceng-hong.
Rupanya waktu itu untuk kedua kalinya telapak tangan Si
Ceng-hong telah saling beradu dengan telapak tangan Ngo
Kong-tiong, padahal mereka berdua sama-sama menggunakan
segenap kekuatan yang dimilikinya, karena berada di tengah
udara, tubuh Ngo Kong-tiong terpental sejauh tujuh depa
lebih, sedangkan tubuh Si Ceng-hong mencelat sampai
beberapa kaki jauhnya.
Karena mencelat ke belakang, kebetulan badan Si Ceng-
hong menumbuk persis di punggung Si Ceng-tang.
Dalam keadaan begini hanya ada dua pilihan yang bisa
ditempuh Si Ceng-tang, menghindarkan diri atau meminjam
tenaga tumbukan itu untuk menerjang maju ke muka, dengan
begitu ia bisa melenyapkan sebagian besar kekuatan yang
menghimpitnya.
Bila ia tidak berbuat demikian, maka paling tidak ada empat
puluh persen tenaga pukulan yang dilancarkan Ngo Kong-
tiong akan menghantam tubuhnya.
Namun Si Ceng-tang tidak memilih jalan yang manapun,
dia tak ingin berkelit agar tubuh Si Ceng-hong persis
menerjang ujung pedang Si Ceng-jong, sebaliknya dia pun tak
tega membiarkan ujung tombaknya langsung menusuk
tenggorokan Si Ceng-jong.
Oleh sebab itu sambil keraskan kepala dia terima saja
gempuran itu, karena dia pun tak tega mengerahkan tenaga
dalamnya guna melukai Si Ceng-hong.
Sekalipun mereka saling bermusuhan, namun
bagaimanapun juga mereka bertiga tetap saudara sekandung.

452
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Blam!", benturan itu membuat Si Ceng-tang muntah


darah, tapi dengan cepat tombak di tangan kirinya berbalik
sambil me lancarkan serangan, dia totok jalan darah lemas di
kedua lutut Si Ceng-hong.
Begitu tertotok, sepasang kaki Si Ceng-hong jadi lemas
hingga ia jatuh berlutut di tanah, namun ia pantang
menyerah, tubuhnya segera berputar, baru saja goloknya
diangkat siap melancarkan serangan, tahu-tahu ujung tombak
Si Ceng-tang sudah menempel di atas ubun-ubunnya.
Dalam keadaan begini, asal Si Ceng-hong berani bergerak
sedikit saja, maka dia segera akan menghajar mati dirinya.
Dalam pada itu ekor tombaknya yang berada di tangan
kanan masih tetap menempel di atas tenggorokan Si Ceng-
jong tanpa bergerak sedikitpun.
Pucat pias wajah Si Ceng-jong, dia ketakutan setengah
mati, sebab asal tombak itu disodokkan setengah inci ke
depan, niscaya jiwanya akan melayang.
Sebenarnya waktu itu Ngo Kong-tiong sangat terperanjat
ketika melihat tubuh Si Ceng-hong menumbuk ke arah Si
Ceng-tang, tapi begitu melihat Si Ceng-tang dengan
mengandalkan sepasang tombaknya berhasil menaklukkan
sepasang manusia bengis itu, diam-diam ia merasa kagum
sekali dengan kehebatan kungfunya.
Sambil berjalan mendekat, segera tegurnya, "Ciangkun...
Belum selesai ia bicara, Si Ceng-jong sambil tertawa pedih
telah berseru, "Sudahlah, toako, aku memang bukan
tandinganmu, lebih baik aku mati saja."
Sambil berkata, ia mengangkat kepalanya sambil
memejamkan mata, kemudian menumbukkan diri ke ujung
tombak di tangan Si Ceng-tang.
Kejadian ini sama sekali di luar dugaan siapapun, Si Ceng-
tang tidak menyangka adiknya yang kejam bisa bersikap
begitu berani, dia pun tidak mengira saudaranya yang telah
bermusuhan selama dua puluhan tahun akan memanggilnya
toako, seketika hawa darah dalam dadanya bergolak keras,

453
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tak kuasa lagi dia muntahkan darah segar, otomatis


tombaknya ikut melenceng sedikit ke samping.
"Sret!", ujung tombak itu menyambar lewat sisi leher Si
Ceng-jong hingga meninggalkan sebuah garis luka berdarah
yang memanjang.
Bersamaan waktunya itulah mendadak Si Ceng-jong
mendorong pedangnya ke depan, "Buk!" pedang itu langsung
menusuk ke dalam perut Si Ceng-tang hingga tembus ke
punggung.
Tak terlukiskan rasa kaget Ngo Kong-tiong menyaksikan
kejadian itu, melihat pedang di tangan Si Ceng-jong telah
menembus punggung Si Ceng-tang hingga darah bercucuran
keluar, sambil meraung gusar ia segera menerjang ke muka
bagaikan seekor burung rajawali.
Sayang keadaan sudah terlambat.
Si Ceng-tang sendiri pun tidak menyangka kalau
saudaranya, Si Ceng-jong, begitu tega turun tangan keji
terhadapnya, tertusuk perutnya ditambah rasa sakit yang luar
biasa membuat ujung tombaknya yang sudah terangkat di
udara segera dihujamkan ke bawah dengan sepenuh tenaga.
Waktu itu Si Ceng-jong tak sempat lagi mencabut keluar
pedangnya, ujung tombak seketika menghujam persis di atas
otaknya, tahu-tahu pandangan matanya jadi gelap, tangannya
mengendor, sambil meninggalkan pedangnya di lambung Si
Ceng-tang, tubuhnya roboh terkapar ke tanah.
Si Ceng-hong yang masih berlutut lemas di tanah tiba-tiba
memanfaatkan peluang itu dengan mencengkeram gagang
tombak, lalu goloknya langsung dibacokkan ke depan
menghajar punggung Si Ceng-tang, bacokan itu keras dan
mengerikan, nyaris membelah punggung saudaranya jadi dua
bagian.
Saat itulah Ngo Kong-tiong telah menyusul tiba, dengan
jurus Hiat-cay-hiat-siang (hutang darah bayar darah) secepat
kilat pedangnya menusuk ke depan.
Ketika mendengar desingan angin tajam menyambar ke
tubuhnya, tergopoh-gopoh Si Ceng-hong berusaha

454
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menghindarkan diri, sayang kakinya masih lemas, tak ampun


dadanya tertusuk hingga tembus ke punggung, tewaslah
manusia bengis itu tanpa sempat mengeluarkan sedikit suara
pun.
Lekas Ngo Kong-tiong berusaha membangunkan Si Ceng-
tang, tapi sayang sorot mata panglima perang itu sudah mulai
memudar, dengan tubuh berlepotan darah ia berusaha
meronta bangun, lalu bisiknya terbata-bata, "Ka ... kalian ...
ha ... harus ber... berhasil me ... menangkap Coh....
Melihat Ngo Kong-tiong manggut-manggut, Si Ceng-tang
tidak melanjutkan kembali kata-katanya, setelah mengatur
napasnya yang tersengal dan menyapu sekejap mayat kedua
orang saudaranya, kembali ia berbisik, "To ... tolong kuburkan
kami ber ... bertiga dalam sa ... satu liang, biar semasa hidup
ka ... kami tidak rukun, biarlah ... biarlah setelah mati ... kami
ber ... bersatu ... ba ... bagaimanapun ... ka ... kami adalah
saudara...
Tiba-tiba suaranya jadi parau dan semakin lirih, akhirnya
dia pun menghembuskan napasnya yang terakhir.
Pelan-pelan Ngo Kong-tiong membaringkan jenazah Si
Ceng-tang ke atas tanah, mengawasi tangannya yang penuh
berlepotan darah, untuk sesaat dia hanya berdiri termangu.
Tadi Si Ceng-tang sengaja mengutus Thian Toa-ciok untuk
bertarung melawan Sim In-san karena meski dalam suasana
kalut, jalan pikiran panglima perang ini sama sekali tak ikut
kalut.
Dia mengetahui cukup jelas kemampuan silat yang dimiliki
keempat komandan anak buahnya, dia tahu kepandaian silat
Thian Toa-ciok paling tangguh disusul Seng It-piau, Sim In-
san menempati posisi ketiga dan Liu Ing-peng berada di posisi
keempat, jadi mengirim Thian Toa-ciok untuk bertarung
melawan Sim In-san boleh dibilang tujuh puluh persen
kemenangan berada di pihaknya.
Dan kini kemungkinan menang yang tujuh puluh persen
telah meningkat menjadi seratus persen.

455
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Biarpun golok panjang Sim In-san menyambar kian kemari


meninggalkan cahaya tajam, menerbangkan bunga salju yang
berada satu kaki di sekeliling tempat itu, namun senjatanya
tak pernah berhasil menyentuh baju emas Thian Toa-ciok.
Ketika pertarungan mulai memasuki jurus keseratus empat
puluh dua, Thian Toa-ciok mulai melakukan satu tindakan,
selangkah demi selangkah dia semakin mendekati Sim In-san.
Tiap kali Thian Toa-ciok melangkah maju satu tindak, daya
pengaruh yang terpancar keluar dari golok panjang Sim In-san
berkurang pula sepuluh bagian.
Biarpun di hari biasa Thian Toa-ciok gegabah, berangasan
dan tidak sabaran, tapi begitu mulai bertarung melawan Sim
Insan, bukan hanya garang, dia pun lebih mantap, tenang dan
pandai menahan diri.
Semenjak dia berkenalan dengan Sim In-san, sudah tujuh
kali mereka terlibat dalam pertarungan yang amat seru, dalam
tujuh kali pertarungan itu, Thian Toa-ciok menang empat kali,
seri satu kali dan kalah dua kali, dua kali dia menderita kalah
lantaran saat itu dia tak sabaran dan ingin mencari
kemenangan cepat, tindakan yang terburu napsu berakibat ia
dikalahkan secara tragis.
Dengan pengalaman tujuh kali pertarungan, tentu saja
Thian Toa-ciok jadi semakin mantap dan percaya diri dalam
pertarungannya kali ini, biarpun Sim In-san telah
mengeluarkan ilmu golok andalannya, Tiang-to-hwe-thian-
cian-te-si-cap-kau-si (empat puluh sembilan jurus golok
panjang pembalik langit penggulung bumi), kenyataan semua
serangannya tak pernah mendatangkan hasil.
Waktu itu Thian Toa-ciok sudah merangsek makin dekat,
kini golok panjang yang diandalkan Sim In-san hakekatnya
sudah tak sanggup digunakan lagi.
Menghadapi tekanan lawan yang begitu gencar, mau tak
mau terpaksa Sim In-san mundur berulang kali.
Ketika Thian Toa-ciok merangsek maju lebih ke depan,
lekas Sim In-san mengegos ke sisi kiri, ketika Thian Toa-ciok
mendesak ke kiri, cepat dia berkelit ke kanan, tapi kembali

456
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Thian Toa-ciok menghadangnya di kanan, hal ini membuat


Sim In-san nyaris tak pernah lolos dari ilmu Hun-kim-jiu
(tangan sakti pembelah emas) yang dilancarkan Thian Toa-
ciok.
Tahu keadaannya bertambah gawat, Sim In-san mulai
bermandikan peluh dingin, dia mulai panik dan ketakutan.
Sementara itu Ciu Leng-liong dan Liu Ing-peng telah
menyusul tiba, setelah menggeledah hampir setiap jengkal
tempat itu dan ternyata gagal menemukan lawan, sebenarnya
mereka datang untuk memberi laporan kepada Si Ceng-tang,
tapi begitu tahu panglima perang itu sudah tewas, suasana
pun seketika berubah jadi amat berduka dan murung.
Dalam pada itu Thian Toa-ciok sudah mulai balas
melancarkan serangan dengan sekuat tenaga, kini tubuhnya
nyaris menempel badan Sim In-san, dalam posisi seperti ini
dia sudah tak perlu menguatirkan golok panjang lawan.
Di antara berkelebatnya bayangan manusia dari balik salju
tebal, tampak dua orang manusia berbaju putih telah muncul
di tengah arena, tapi begitu melihat mayat Si Ceng-tang yang
membujur kaku di atas tanah, seketika mereka jadi tertegun
dan berdiri melongo.
Kedua orang ini tak lain adalah Pek Huan-ji dan Ciu Pek-ih.
Dalam arena pertarungan, Thian Toa-ciok dengan jurus
Hau-jiau-kim-hong (cakar harimau tajam mengkilap) telah
berhasil mencengkeram golok panjang lawan, Sim In-san
segera memutar badan sambil menyikut dengan tangan kiri,
"Duk!", siku itu bersarang telak di hulu hati lawan.
Namun sebelum Sim In-san sempat menarik kembali
sikunya, Thian Toa-ciok dengan ilmu kim-na-jiu telah berhasil
menangkap tangannya dan "Krak ...!", tulang lengan kiri Sim
Insan patah seketika, sedang Thian Toa-ciok memuntahkan
darah segar.
Kembali terdengar suara langkah kaki manusia
berkumandang tiba, Say Hong-ki dengan membawa kedua
puluh orang jagoannya telah menyusul tiba di situ, sedang
Tangan Besi mengikut paling belakang.

457
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tampak paras muka Tangan Besi amat murung dan serius,


sebab hari ini dia paling banyak membunuh orang, padahal
biasanya dia hanya tahu membekuk buronan atau tersangka,
amat jarang melakukan pembantaian secara besar-besaran
seperti apa yang dilakukannya hari ini.
Namun sekarang, secara beruntun dia telah membunuh
enam orang, enam orang manusia cacad.
Selain itu masih ada dua orang lagi, meski bukan tewas di
tangannya namun kedua orang itu mati di tangan Say Hong-ki
dan dua puluh orang jagoan adalah gara-gara dirinya.
Sementara itu Thian Toa-ciok makin bertarung semakin
bertambah garang, dengan ilmu kim-na-jiu-hoat, untuk kedua
kalinya dia menangkap golok panjang milik Sim In-san, ketika
si golok panjang berusaha meronta sekuat tenaga, namun
gagal melepaskan diri dari cengkeraman lawan, apalagi waktu
itu Sim In-san hanya tersisa sebuah tangan.
Tiba-tiba dia mengayunkan kaki melancarkan satu
tendangan kilat ke jalan darah Sut-si-hiat di punggung Thian
Toa-ciok.
Kali ini Thian Toa-ciok sudah bersiap, sepasang lututnya
segera dijepit kencang dan "Krak!", telapak kaki Sim In-san
seketika terjepit hingga hancur.
Sim In-san menjerit kesakitan, peluh sebesar kacang
kedelai bercucuran.
Thian Toa-ciok tidak tinggal diam, kembali dia babat ketiak
kanan Sim In-san dengan telapak tangan kiri, sementara
tangan kanannya membetot ke belakang sekuat tenaga, tak
ampun lagi tulang tangan kanan Sim In-san terlepas dari
engselnya hingga golok panjang itu terjatuh ke tanah.
Dalam keadaan begini, hilang sudah semangat tempur Sim
In-san, apalagi rasa sakit yang luar biasa serasa mencekam
sekujur badannya, membuat dia terjongkok ke tanah sambil
merintih tiada hentinya, otot hijau di wajahnya menonjol
keluar saking menahan sakit yang luar biasa.
Selama pertarungannya melawan Sim In-san sebanyak
tujuh kali, baru kali ini Thian Toa-ciok berhasil meraih

458
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kemenangan secara gemilang, dengan mata melotot besar


menahan amarah, teriaknya keras-keras, "Kau anjing sialan,
pagar makan tanaman, kalau bukan gara-gara kau berkhianat,
tak nanti Ciang-kun meninggal dunia, kau...
Kembali dia mengepal tinjunya dan siap dihantamkan ke
kepala lawan.
Tiba-tiba sebuah tangan menangkap kepalannya,
cengkeraman ini sangat kuat bagaikan sebuah japitan dari
baja.
Tentu saja orang yang menangkap kepalannya tak lain
adalah si Tangan besi.
"Jangan bunuh dia," ujar Tangan besi kemudian, "kita
harus mengadili dia sesuai dengan hukum yang ada."
Pelan-pelan Thian Toa-ciok menurunkan kembali tinjunya,
sementara Ciu Leng-liong manggut-manggut tanda setuju.
Sim In-san yang tergeletak di tanah tiba-tiba menjerit
keras, teriaknya, "Kalau kalian punya nyali, ayo cepat bunuh
aku! Aku tak ingin kembali ke penjara besar, Coh Siang-giok
pasti akan membalaskan dendam sakit hatiku, kalian pasti
akan dibantai satu per satu ... dibunuh sampai habis
Sim In-san pernah bertugas sebagai komandan di penjara
besar besi berdarah, dengan mata kepala sendiri dia pun
pernah menyaksikan keadaan serta suasana di penjara itu,
karenanya dia lebih suka mati ketimbang dijebloskan ke dalam
penjara besar, apalagi setelah terjadinya peristiwa ini, dia
tahu, siapa lagi yang bakal mampu membongkar penjara
besar untuk menyelamatkan para narapidana?
"Sim In-san!" dengan suara dalam Ciu Leng-liong menegur,
"selama bertahun-tahun kau menerima gaji dari kerajaan,
Ciang-kun pun menaruh budi kebaikan untukmu, mengapa
kau begitu tega melakukan perbuatan terkutuk ini?"
Sambil berbaring di atas permukaan salju, Sim In-san
tertawa tergelak, suaranya keras, nyaring dan menyeramkan
bagaikan jeritan kuntilanak, kini sepasang tangan dan sebuah
kakinya sudah remuk, badannya nyaris tak mampu bergerak
lagi, yang tersisa hanya sorot matanya yang membara bagai

459
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

api, mengawasi orang-orang di sekitarnya dengan buas dan


liar, seakan biji matanya ingin melompat keluar dan
menerkam orang-orang itu.
"Hahaha ... apa salahku? Apa salahku? Orang bilang
kerajaan menganyomi rakyatnya, meskipun Si-ciangkun baik
kepadaku, tapi ... kenapa kaisar membantai seluruh anggota
keluargaku hanya gara-gara ibuku yang tua bersin saat
mendengar firman kaisar? Coba kalau Si-ciangkun tidak
berjuang keras melindungi nyawaku, mungkin aku sudah mati
dua puluh delapan kali sejak dulu! Buat apa aku berjuang
demi Kaisar lalim? Kenapa aku tak boleh bekerja untuk Coh
Siang-giok? Coh Siang-giok baik kepadaku, menghargai
kemampuanku, menghargai pribadiku, apa salahnya aku
berbakti kepadanya? Apalagi bila berhasil, Coh Siang-giok
berjanji akan mengangkat aku menjadi pejabat tinggi. Hahaha
... kenapa aku tak boleh melakukan apa yang ingin
kulakukan?"
Mendadak pancaran sinar berapi semakin membara dari
balik matanya, dia berteriak lebih jauh, "Aku tahu aku
memang salah, membalas budi Si-ciangkun dengan air tuba,
tapi terhadap kalian ...? Bukankah aku pun telah membayar
hubungan persahabatan kita dengan tidak membunuh kalian
ketika masih berada dalam penjara tempo hari?"
oooOOooo

15. Matinya sang harimau di ladang salju.

"Omong kosong!" tukas Thian Toa-ciok tiba-tiba dengan


suara nyaring, "kau tidak membunuh aku ketika masih dalam
penjara, untuk itu aku amat berterima kasih, tapi kenapa kau
tak mau mengampuni Seng tua? Kenapa kau bunuh Seng It-
piau dalam penjara? Apakah perbuatanmu itu tidak busuk?
Tidak jahat?"
Angin kencang berhembus menerbangkan bunga-bunga
salju, dengan wajah tertegun Sim In-san berteriak, "Tidak!
Aku tidak membunuh Seng It-piau! Di antara kalian bertiga,

460
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

hubunganku dengannya jauh lebih akrab ketimbang siapa


pun
Tiba-tiba Liu Ing-peng mengumpat dengan suara keras,
wajahnya merah padam karena menahan emosi yang
menggelora, "Sudah membunuh masih mau menyangkal? Aku
harus membalaskan dendam bagi kematian Seng-toako!"
Mendadak ia merangsek maju ke muka dan sepasang
goloknya langsung dihujamkan ke tubuh orang itu.
Tak ada orang yang menduga Liu Ing-peng bakal
melancarkan serangan, paling tidak ada empat orang yang
segera turun tangan mencegah, mereka adalah si Tangan
besi, Ciu Leng-liong, Ciu Pek-ih dan Pek Huan-ji.
Tangan besi sudah pasti harus turun tangan, Ciu Leng-liong
memang wajar turun tangan, sementara Ciu Pek-ih dan Pek
Huan-ji turun tangan lantaran mereka ingin mendengar
perkataan selanjurnya dari Sim In-san dan karena perasaan
simpatik serta tak tega.
Tentu saja gerakan tubuh mereka jauh lebih cepat daripada
ayunan golok Liu Ing-peng, namun entah sedari kapan
ternyata Liu Ing-peng sudah berada begitu dekat dengan Sim
In-san, hanya sekali ayun saja, sepasang goloknya sudah
dihujamkan ke dada Sim In-san.
Saat itu Sim In-san hanya tinggal memiliki sebuah kaki
yang masih utuh, jelek-jelek dia masih terhitung seorang
jagoan tangguh dari penjara besar besi berdarah, berbicara
soal ilmu silat, kepandaiannya bahkan setingkat di atas Liu
Ing-peng.
Maka dengan cepat dia angkat kakinya, langsung
menendang ke arah golok di tangan kanan lawan.
Sayang dia hanya memiliki sebuah kaki. Golok yang berada
di tangan kiri Liu Ing-peng seketika menghujam di dadanya
hingga tembus ke punggung.
Ketika Tangan besi, Ciu Leng-liong, Ciu Pek-ih, dan Pek
Huan-ji tiba di situ, keadaan sudah terlambat.

461
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika si Tangan besi membangunkan badannya, dengan


mata melotot besar Sim In-san berteriak serak, "Aku ... aku
tidak ... tidak membunuhnya
Dia masih berbicara terus, sayang deru angin dan salju
menenggelamkan kata-kata selanjurnya.
Dalam pada itu Ciu Leng-liong juga telah menegur, "Siau-
Liu, kau kelewat emosi
"Aku ... aku benci kepadanya karena setelah membunuh
masih tak mau mengaku!" sahut Liu Ing-peng sambil
menundukkan kepala.
"Dia bukan menyangkal, karena bukan dia yang
membunuh," mendadak si Tangan besi menyela.
Liu Ing-peng tampak terkesiap hingga badannya bergetar
keras, sementara Thian Toa-ciok berteriak lantang, "Apa? Kau
bilang bukan dia yang membunuh Seng tua?"
Tangan besi mengangguk, ujarnya sepatah demi sepatah,
"Komandan Seng It-piau bukan tewas di tangannya."
"Aneh, sungguh membingungkan," gumam Ciu Leng-liong
dengan kening berkerut.
"Sebetulnya sudah sejak lama aku mencurigai persoalan
ini," kata si Tangan besi lebih jauh, "aku sudah curiga
pembunuhnya bukan Sim In-san, pasti ada orang lain yang
melakukan perbuatan ini."
"Lalu siapa pembunuhnya?" seru Liu Ing-peng agak emosi,
"tunjukkan siapa orangnya, biar kubunuh bedebah itu."
"Kau tak mungkin bisa membunuhnya," dengus Tangan
besi dingin, dengan sorot mata setajam sembilu ditatapnya
wajah Liu Ing-peng lekat-lekat, kemudian terusnya, "Karena
pembunuhnya adalah kau!"
Semua orang berdiri tertegun, melengak dan tidak habis
mengerti.
Begitu juga dengan Liu Ing-peng, agak tercengang,
serunya, "Saudara Tangan besi, jangan bergurau, urusan
gawat macam begini lebih baik jangan dibuat bahan gurauan."
"Komandan Thian," pelan-pelan Tangan besi berkata lagi,
"sewaktu Sim In-san membawa orang menyerbu ke dalam

462
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

penjara besar besi berdarah, waktu itu jalan darahmu sudah


tertotok, namun ketika delapan manusia cacad ingin
membunuhmu, bukankah Sim In-san yang mencegah
perbuatan mereka?"
"Benar," Thian Toa-ciok manggut-manggut.
"Aku dengar cerita dari orang-orang penjara besar besi
berdarah, konon tabiat Seng It-piau kurang baik, bukan saja ia
pernah bentrok dengan Sim In-san, konon hubungannya
dengan Liu Ing-peng juga kurang baik, hubungannya dengan
komandan Thian saja yang paling akrab, bukankah demikian?"
"Betul," Ciu Leng-liong mengangguk membenarkan, "aku
masih ingat, di antara keempat orang ini, pertarungan antara
komandan Seng melawan komandan Liu berlangsung paling
sengit dan hebat ... pada hari-hari biasa, komandan Liu jarang
bentrok dengan komandan Thian maupun komandan Sim."
Tangan besi manggut-manggut. "Aku pun telah menyelidiki
persoalan ini dan aku merasa sedikit kurang beres dengan
kenyataan yang ada, komandan Sim bersedia melepaskan
komandan Thian, tak ada alasan baginya untuk membunuh
komandan Seng, karena itu aku pun segera menelusuri kasus
ini dan melakukan penyelidikan lebih jauh."
Paras muka Liu Ing-peng tiba-tiba berubah memucat, kini
wajahnya telah berubah jadi pucat pias bagai mayat.
Terdengar Tangan besi berkata, "Setelah melakukan
pemeriksaan, aku pun berhasil menemukan beberapa titik
kecurigaan, menurut laporan komandan Liu kepada Cukat-
sianseng, katanya dia tidak berada di tempat sewaktu
komandan Sim membebaskan narapidana, ketika dia balik lagi
ke situ, katanya segera dia melakukan pengejaran. Padahal
dia juga yang telah membebaskan jalan darah komandan
Thian yang tertotok, dia bilang ketika menyerbu masuk ke
penjara nomor tiga, komandan Seng telah ditemukan tewas.
Komandan Liu, bukankah demikian pengakuanmu waktu itu?"
"Benar," sahut Liu Ing-peng sambil tertawa dingin, "aku
memang pernah berkata begitu, memangnya kenapa? Kau
anggap bagian perkataanku mana yang mencurigakan?"

463
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kau berhasil membebaskan pengaruh totokan itu?"


"Tentu saja, sekali turun tangan, jalan darah yang tertotok
telah bebas," sahut Liu Ing-peng tertawa dingin.
"Boleh aku tahu jalan darah apa yang tertotok waktu itu?"
"Ketika membebaskan jalan darah yang tertotok, kujumpai
Seng-toako telah tewas, dalam panik dan kalutnya, mana
mungkin aku ingat jalan darah apa yang kubebaskan waktu
itu."
"Jadi begitu menjumpai kematian komandan Seng, kau
langsung melakukan pengejaran?"
"Benar."
"Tapi kenyataan, setelah totokan jalan darahnya
dibebaskan, komandan Thian tidak langsung melakukan
pengejaran, mula-mula dia mengatur dulu keselamatan
seorang wanita, kemudian baru pergi mengejar Sim In-san,
semua penjaga penjara mengetahui dan melihatnya dengan
jelas, begitu kau keluar, komandan Thian segera menyusul
juga keluar dari situ. Atau dengan perkataan lain ada selisih
jarak waktu yang cukup lama ketika komandan Thian harus
menyelesaikan dulu urusannya dengan wanita itu, berarti
waktumu ketika berada dalam penjara nomor tiga pun jadi
lebih lama dan panjang, aku ingin tanya, apa yang kau
lakukan saat itu? Membebaskan totokan jalan darah? Atau
mencaci maki komandan Seng habis-habisan sebelum
membunuhnya untuk balas dendam?"
Paras muka Liu Ing-peng sebentar pucat sebentar
menghijau, sepasang kepalannya digenggam erat sementara
sekujur badannya mulai gemetar keras.
"Selain itu," kembali Tangan besi berkata, "seluruh sipir
penjara tewas lantaran tergigit ular beracun milik delapan
manusia cacad, hanya Seng It-piau seorang yang tewas
karena luka sabetan golok, mulut lukanya pipih tapi lebar,
jelas terluka oleh golok pendek bukan karena golok panjang,
padahal golok yang digunakan para sipir penjara maupun
golok Sim In-san tak mungkin akan mengakibatkan mulut luka
semacam itu."

464
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kini pandangan setiap jago sudah dialihkan ke atas golok


pendek Liu Ing-peng yang sempat ditendang Sim In-san tadi.
Sambil menuding mulut luka di dada Sim In-san, Tangan
besi berkata lagi, "Mulut luka yang tertinggal di dada
komandan Seng waktu itu, persis sama seperti mulut luka ini!"
Sinar mata penuh amarah dan dendam mulai memancar
keluar dari mata setiap orang, mereka bersama-sama
menatap wajah Liu Ing-peng tanpa berkedip.
"Ya, benar!" mendadak Thian Toa-ciok berteriak keras,
"Siau-liu pernah bertarung sengit melawan Seng-lotoa,
pertarungan itu terjadi gara-gara Seng-lotoa mengumpatnya
sebagai banci, biar ilmu meringankan tubuh Siau-liu hebat,
namun peluru besi Seng-lotoa jauh lebih hebat, ketika peluru
itu menghajar di atas betis Siau-liu, maka Siau-liu pun tak
sanggup terbang lagi, Seng-lotoa bilang...
"Dia bilang aku banci, kumis pun tak mau tumbuh di
wajahku," teriak Liu Ing-peng tiba-tiba dengan wajah merah
membara, "dia bilang lebih baik aku jadi bini peliharaannya!"
"Memang begitulah cara Seng-toako mengumpat orang,"
Thian Toa-ciok segera menjelaskan, "bukan hanya terhadap
kau, dengan aku pun dia mengumpat hal yang sama, anak
jadah yang dipelihara anjing, hanya manusia macam kau yang
pendendam, selalu menyimpan kata semacam itu di dalam
hati."
Tangan besi menghela napas panjang. Bisa dimaklumi bila
seorang lelaki akan mendendam dan mengingatnya dalam hati
setelah diumpat dengan kata-kata semacam ini, mungkin Seng
It-piau pun mengumpat Thian Toa-ciok dengan kata-kata yang
kasar, tapi yang jelas tentu bukan perkataan itu, sehingga
kalau sampai jengkel dan sakit hati pun tak akan separah
perasaan Liu Ing-peng.
Sementara itu Liu Ing-peng sudah dapat menenangkan
kembali hatinya, sambil tertawa dingin ia berkata, "Benar, aku
memang pendendam, aku memang selalu mengingat sakit hati
ini, tapi bukan berarti akulah yang telah membunuhnya."

465
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba-tiba Tangan besi menyela, "Semua sipir penjara besar


besi berdarah di Ciang-ciu mengatakan bahwa suara jerit
kesakitan komandan Seng berkumandang justru bertepatan di
saat Sim In-san melangkah keluar dari penjara besar, apakah
mungkin Sim In-san mempunyai kepandaian membelah diri
Paras muka Liu Ing-peng berubah makin pucat.
"Siau-liu!" mendadak Ciu Leng-liong menghardik, "tidak
seharusnya kau mengutamakan kepentingan pribadi
ketimbang kepentingan umum, gara-gara perbuatanmu itu
bukan saja para narapidana terlepas dan kabur, bahkan telah
mencelakai pula nyawa Si-ciangkun
"Aku tetap menyangkal tuduhan ini," teriak Liu Ing-peng
sambil berusaha menenangkan hatinya, "kalian hanya
mencurigai aku, mana buktinya?"
"Kau tidak seharusnya membunuh Sim In-san untuk
membungkam mulutnya," sela Tangan besi tiba-tiba, "kau pun
tidak perlu menuduhnya dan menjadikan dia sebagai kambing
hitmu, karena semua perbuatanmu telah disaksikan seseorang
dengan mata kepala sendiri."
"Siapa orang itu?" seru Liu Ing-peng tanpa sadar dengan
wajah berubah hebat.
"Seng It-piau!"
"Seng It-piau? Hahaha... mustahil, dia sudah mampus!" Liu
Ing-peng tertawa tergelak.
"Siapa bilang dia sudah mati? Dia belum mati, tusukan
golokmu hanya melukai dada dekat bahunya, tak sampai
melukai jantung atau hulu hatinya."
"Hahaha ... omong kosong, benar-benar omong kosong,"
teriak Liu Ing-peng sambil tertawa makin keras, "sudah jelas
aku menusuk hulu hatinya waktu itu...
Mendadak ia tutup mulut dan tak sanggup tertawa lebih
lanjut, ia saksikan sorot mata semua orang sedang tertuju ke
arahnya, sorot mata yang begitu dingin, begitu muak, begitu
sebal ... ia jadi menyesal, sangat menyesal kenapa banyak
bicara, dia ingin menghajar mulut sendiri, agar tak sanggup
berbicara lagi.

466
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan sinar mata bagaikan api Liu Ing-peng melototi


wajah Tangan besi, begitu membara sorot matanya seakan
kalau bisa dia ingin membakar tubuh opas itu, agar hancur
berkeping-keping
Terdengar Ciu Pek-ih berkata setelah menghela napas, "Tak
heran orang bilang empat opas jarang menggunakan alat
siksa, tapi setiap tersangka yang jatuh ke tangan mereka,
jarang ada yang bisa bicara bohong. Hari ini, aku benar-benar
telah menyaksikan sendiri kehebatan ini."
"Menyiksa orang dengan alat siksaan kelewat kejam dan
tidak berperi-kemanusiaan," Tangan besi menerangkan,
"seandainya sampai salah menuduh, bukankah kita akan
mencelakai orang lain dengan percuma? Memangnya dengan
main gebuk dan siksa lantas mereka akan mengaku terus
terang? Menurut pendapatku, khususnya untuk para anggota
Lak-san-bun, kurangilah penggunaan alat siksaan terhadap
para tersangka."
"Wah, wah, luar biasa, luar biasa," puji Pek Huan-ji sambil
tertawa, "bila setiap opas mempunyai pikiran seperti Sianseng,
Lak-san-bun pasti takkan menyandang nama busuk dan
menyeramkan."
Dalam pada itu Ciu Leng-liong telah berpaling ke arah Liu
Ing-peng, setelah menatapnya tajam, ujarnya, "Siau-liu,
walaupun Si-ciangkun telah gugur, bukan berarti kau bisa lolos
dari hukuman atas perbuatan kejimu itu, sebab perbuatanmu
sudah kelewatan, aku percaya siapa pun pasti segan
mengampuni ulahmu itu."
Liu Ing-peng tertunduk sedih, agak seseunggukan
menahan isak tangis, bisiknya, "Aku ... aku tahu salah...
Hujan salju masih turun dengan derasnya, angin kencang
berhembus serasa menyayat tulang. Tangan besi maupun Ciu
Pek-ih sekalian hanya bisa menghela napas panjang setelah
melihat adegan itu.
Hidup sebagai manusia, janganlah sekali-kali melakukan
kesalahan besar, karena satu kali kau salah melangkah,
menyesal di kemudian hari pun tak ada gunanya.

467
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Namun kadangkala ada orang yang walaupun sudah tahu


salah, seringkah dia masih juga melakukan kesalahan yang
lain.
Tiba-tiba Liu Ing-peng melejit ke udara, bagaikan burung
walet terbang di angkasa, mendadak dia melancarkan sebuah
tendangan keras ke jenazah Sim In-san.
Jenazah Sim In-san segera mencelat ke depan, langsung
menumbuk tubuh Tangan besi, sementara dia sendiri
memanfaatkan peluang itu dan segera meluncur mundur
dengan gerakan Sin-siong-kiau-juan-in (dada ramping
menembus awan).
Lekas Tangan besi menerima jenazah Sim In-san yang
menumbuk badannya, karena harus berbuat begitu, dengan
sendirinya dia pun tak sanggup menghalangi jalan pergi Liu
Ing-peng.
Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Ciu Leng-liong
maupun Thian Toa-ciok masih jauh di bawah kepandaian Liu
Ing-peng, sementara Pek Huan-ji nampak gelagapan, sedang
Ciu Pek-ih pun tidak menyangka sampai ke situ, meski
demikian ia tetap melesat ke depan untuk melakukan
pengejaran.
Sebuah tusukan pedang, secepat sambaran kilat langsung
dilepaskan ke depan.
Liu Ing-peng berjumpalitan beberapa kali di udara, dengan
gerakan An-cu-sam-biau-sui (Walet tiga kali mendulang air),
dia melesat lebih cepat lagi ke belakang.
Ketika serangan Ciu Pek-ih mengenai sasaran kosong,
tubuh lawannya tahu-tahu sudah melesat beberapa kaki lebih
jauh dari posisi semula.
Tampaknya dia segera akan berhasil kabur dari tempat
itu....
Mendadak terdengar desingan tajam bergema dari arah
belakang, Liu Ing-peng merasakan pandangan matanya kabur,
tahu-tahu seseorang telah menghadang persis di hadapannya,
bahkan menghalangi dengan menggunakan jurus Tong-san-
liu-khek (menahan tetamu di Tong-san).

468
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bila Liu Ing-peng terhitung jagoan tangguh dalam hal ilmu


meringankan tubuh, maka Ngo Kong-tiong adalah nenek
moyangnya ilmu meringankan tubuh.
Sementara itu Ciu Leng-liong ikut merasa panik ketika
melihat Liu Ing-peng segera akan meloloskan diri dari situ,
sepasang tangannya diayunkan berulang kali, delapan jenis
senjata rahasia langsung menyambar ke tubuh lawan.
Merasa jalan perginya dihadang Ngo Kong-tiong, segera Liu
Ing-peng mengegos ke samping lalu melepaskan satu tusukan
golok dengan jurus Kok-kwan-jan-jiang (melewati kota
menjagal panglima), di tengah jalan jurus serangan itu diubah
lagi jadi Lan-cou-jui-pak-hay-hwat (sampan kecil meluncur
lepas), dan ketika mata golok hampir mengenai tubuh Ngo
Kong-tiong, jurus serangannya diubah lagi jadi To-put-liu-lang
(babatan golok tak kenal ampun).
Dalam satu jurus mengandung tiga perubahan, sebuah
serangan maut yang luar biasa dan menakutkan.
Ngo Kong-tiong sama sekali tidak merubah gerak jurusnya,
sebuah pukulan dahsyat tetap dilontarkan ke depan, segulung
angin pukulan yang dahsyat bagai hembusan topan langsung
menumbuk tubuh lawan.
Belum lagi tusukan golok itu mengenai sasaran, angin
pukulan sudah tiba lebih dulu, dalam keadaan terancam
segera Liu Ing-peng membatalkan serangan sambil melompat
mundur, ia berusaha menghindari dulu tenaga pukulan lawan
yang dahsyat itu.
Pada saat bersamaan, senjata rahasia yang dilepaskan Ciu
Leng-liong telah menyambar tiba, namun karena deru angin
pukulan Ngo Kong-tiong sangat memekikkan telinga, dengan
sendirinya desingan angin tajam yang ditimbulkan senjata
rahasia itupun tertutup.
Liu Ing-peng tidak mendengar desingan senjata rahasia
yang mengancam, dengan bergerak mundur, sama artinya dia
telah menyongsong datangnya ancaman itu dengan
menggunakan punggungnya.

469
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Menanti ia sadar akan datangnya bahaya, sebatang piau


baja, sebatang paku penembus tulang telah menghajar telak
di punggungnya.
Tergopoh-gopoh ia membalikkan badan dengan jurus Yau-
cu-huan-sin (burung belibis membalik badan), baru saja
badannya berputar, lagi-lagi sebatang Kim-ce-piau dan
sebatang panah pemutus sukma telah menghajar dadanya.
Liu Ing-peng segera memutar goloknya rapat-rapat,
sedemikian rapatnya hingga hujan angin tak mampu
menembus, kembali ada empat batang senjata rahasia yang
terpental jatuh, namun dia sendiri sudah kehabisan tenaga,
luka yang dideritanya membuat dia kelelahan dan lemas.
"Bruk!", kembali sebatang Liu-yap-hui-to menghajar
lambungnya.
Tubuh Liu Ing-peng segera terjatuh dari udara, menjelang
ajalnya dia sempat mengajukan satu pertanyaan, "Apakah
Seng It-piau benar-benar sudah mati?"
"Ya, dia sudah mati," dengan mantap Tangan besi
mengangguk.
Mendengar jawaban itu, dengan senyum di kulum Liu Ing-
peng menghembuskan napasnya yang terakhir.
Tangan besi menghela napas panjang, biarpun kematian
Seng It-piau penasaran, namun umpatannya memang
kelewatan batas sehingga sampai mati pun orang tetap tak
bisa melupakannya.
Tiba-tiba Tangan besi teringat akan satu hal, tegurnya
kemudian, "Mana Coh Siang-giok?"
"Dia sudah terkena dua batang senjata rahasia," sahut Ciu
Leng-liong sambil tertawa getir, "namun dalam kekalutan dia
telah menyusup ke dalam gundukan salju, membantai empat
orang anak buah kita dan hingga sekarang jejaknya belum
ditemukan, dia seakan lenyap ditelan bumi."
Sewaktu menyusul ke arena tadi, lantaran tidak menjumpai
Coh Siang-giok, dia menduga si Raja pemusnah telah berhasil
meloloskan diri, karena itulah dia mendahulukan masalah yang
menyangkut kasus Liu Ing-peng.

470
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi setelah mendengar penjelasan ini, paras mukanya


segera berubah hebat, ia sadar, masalah itu penting dan
gawat, dengan sorot mata tajam dia segera mengawasi
sekejap mayat prajurit yang tergeletak di atas salju, kemudian
serunya tertahan, "Ah, dia berada di antara kita, cepat....
Belum selesai perkataan itu diucapkan, seseorang telah
berkata dengan suara perlahan, "Benar sekali, aku memang
berada di sini."
Semua orang segera berpaling ke arah asal suara itu, benar
juga, di antara kelompok prajurit yang berkumpul di samping
arena, terlihat Coh Siang-giok dengan mengenakan seragam
prajurit ikut berdiri di situ.
Sembari perlahan-lahan melepaskan seragam prajurit yang
dikenakan, kembali Coh Siang-giok berkata sambil tertawa,
"Tajam benar sepasang matamu, benar, sewaktu menerjang
ke tengah kerumunan orang banyak, secara beruntun aku
telah membunuh empat orang, orang pertama yang kubunuh
kuambil bajunya, orang kedua kuambil celananya, orang
ketiga mengambil topinya dan orang keempat kuambil
sepatunya. Setelah berseragam lengkap aku baru membaur ke
dalam kerumunan orang banyak sebagai seorang prajurit
kecil, seumpama aku langsung melarikan diri meninggalkan
tempat ini, kalian pasti segera akan mengetahui jejakku, tapi
bila menyusup ke dalam kerumunan orang banyak, sulitlah
bagi kalian untuk mengetahui kehadiranku, apalagi...
Semua orang segera mengalihkan perhatian ke tubuh
keempat prajurit yang tergeletak di atas permukaan salju,
betul saja, ternyata pakaian yang dikenakan jenazah-jenazah
itu sudah tidak lengkap.
Melihat hal ini, diam-diam Ciu Leng-liong mengumpat akan
kebodohan sendiri, selain bersembunyi di balik kelompok
tentaranya, Coh Siang-giok memangnya bisa kabur kemana
lagi? Ternyata hal semacam inipun tidak terpikirkan olehnya,
sungguh merupakan satu kejadian yang patut disesalkan.
Kembali si Tangan besi berkata sambil tertawa, "Apalagi
kau sudah terkena obat pemabuk, dengan badan lemas tak

471
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bertenaga, mana kau mampu kabur lagi? Sebaliknya dengan


menyamar sebagai prajurit dan pura-pura ikut melakukan
pencarian, kau malah bisa memanfaatkan kesempatan ini
untuk memaksa keluar pengaruh obat pemabuk
"Tebakanmu memang tepat sekali, bukan hanya soal
penyamaranku, juga tentang penyamaranku, kini pengaruh
obat pemabuk memang sudah keluar dari badanku," kata Coh
Siang-giok sambil tertawa lebar.
Sambil berkata dia mulai melepas seragam prajurit yang
dikenakan hingga kelihatan pakaian ringkasnya yang berwarna
merah menyala, malah senyuman yang amat ramah dan
lembut sudah tersungging di ujung bibirnya.
Orang ini selain hebat dalam ilmu silat, kecerdasan otaknya
pun sangat mengagumkan, boleh dibilang sudah mencapai
taraf kesempurnaan.
Dari balik pakaian ketatnya yang berwarna merah menyala,
terlihat dua bagian tempat yang warna merahnya lebih
menyala, satu di bahu kiri dan yang lain berada di kaki kanan.
Tangan besi segera mendengus dingin, "Hm, boleh saja
pengaruh obat pemabuk sudah bersih dari tubuhmu, tapi
bagaimana dengan lukamu? Aku kira tak akan secepat itu
sembuh?"
Coli Siang-giok tetap bersikap acuh tak acuh, katanya
sambil tertawa hambar, "Asal badan sudah tak lemas, biar
kaki kaki tangan terluka pun masih bukan halangan bagiku
untuk mengalahkan kalian."
Seraya berkata dia mulai menggerakkan kaki tangannya
sambil melemaskan otot.
Suasana menjadi gempar, semua orang berteriak gusar,
mereka tak tahan melihat kejumawaan musuhnya itu, dari
ucapannya yang santai, dia seolah memberitahu kepada
semua orang bahwa baginya mengalahkan mereka hanya
merupakan suatu perbuatan yang amat gampang, segampang
merogoh barang di saku sendiri.

472
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan penuh amarah Ciu Leng-liong membentak nyaring,


"Coh Siang-giok, jangan sombong dulu! Kami bersumpah akan
menyeretmu kembali ke dalam penjara!"
Coh Siang-giok memperhatikan Ciu Leng-liong sekejap, lalu
jengeknya, "Jadi kau yang disebut orang persilatan si Monyet
sakti berlengan tiga Ciu Leng-liong? Bagus, bagus sekali, kini
Si Ceng-tang sudah mati, asal kau dapat membawaku pulang
ke kotaraja, dapat dipastikan pangkatmu akan dinaikkan jadi
komandan."
Kemudian setelah tertawa terkekeh-kekeh, lanjurnya,
"Hanya sayang kau tak bakal mampu berbuat begitu, bukan
kau yang membawaku pulang, justru kau yang bakal pulang
bersamaku."
Hmm!, kalau begitu mari kita buktikan saja, kau yang akan
membawa aku pulang atau aku yang akan menyeretmu
pulang!"
"Hehehe ... sekali kau berani turun tangan, berarti itulah
saat kematianmu, sayang aku enggan menyeret pulang
mayatmu
Tak terlukiskan rasa gusar Ciu Leng-liong mendengar
ejekan itu, namun Coh Siang-giok tidak menggubris dirinya
lagi.
Setelah tertawa lebar, kembali dia berkata, "Kelihatannya
kepandaian silatmu cukup tangguh, terbukti tadi bersama Si
Ceng-tang kau berhasil membokong aku dengan senjata
rahasia, kebetulan saat ini aku pun sedang membutuhkan
seorang panglima tangguh, bagaimana kalau kutawarkan
jabatan ini kepadamu? Hahaha ... ketika kalian membantai
Sim In-san tadi, aku memang sengaja tidak turun tangan,
pertama lantaran pengaruh obat pemabuk masih belum
selesai kupaksa keluar dari tubuhku, kedua karena aku pun
berharap kalian mau membantu perjuanganku. Aku tahu Sim
In-san adalah musuh bebuyutan kalian, selama dia belum
mampus, tak nanti kalian akan melepaskan dirinya, oleh sebab
itu terpaksa kubiarkan kalian membantainya dulu kemudian
baru menawarkan jabatan kepada kalian."

473
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bergidik juga perasaan para jago setelah mendengar


penuturannya, mereka tidak menyangka orang itu bersikap
begitu tega terhadap anak buahnya yang setia.
Sambil tertawa seram Ngo Kong-tiong segera berseru, "Sim
In-san memang punya mata tak berbiji, siapa suruh sepasang
matanya adalah mata anjing hingga mau berbakti kepadamu!"
"Kau anggap aku kejam? Tega? Tak berperasaan?" sela
Coh Siang-giok sambil tertawa, "tujuan utamaku adalah
membangun sebuah kerajaan yang besar, agar sukses dalam
menjalankan urusan besar, mana boleh kita berhati lemah
macam perempuan? Mana boleh kita tak tegas dan tandas
dalam mengambil keputusan? Cho Beng-tek, Han Ko-cou
semuanya adalah Kaisar besar pendiri sebuah dinasti yang luar
biasa, bukankah tindakan mereka pun sama seperti apa yang
kulakukan sekarang?"
Berubah hebat paras muka semua orang.
Sambil tertawa dingin si Tangan besi berseru, "Berani amat
kau bicara lancang, apa kau tidak kuatir dikutuk Sin-beng dan
dibabat hukum kerajaan?"
Coh Siang-giok tertawa keras. "Hahaha ... dikutuk Sin-
beng? Dibabat hukum kerajaan? Omong kosong, mana ada
manusia di dunia ini yang jadi kaisar sejak dilahirkan? Dunia
harus diperoleh dari perjuangan, bukan didapat dengan
percuma karena pelimpahan, akulah Sin-beng yang dipuja
berjuta-juta umat, akulah Kaisar, apa yang kukatakan, itulah
hukum, hukum kerajaan!"
Dengan sorot mata memancarkan sinar tajam, kembali Coh
Siang-giok melanjutkan kata-katanya, "Sebenarnya aku adalah
saudara misan Kaisar, karena sejak muda sudah bercita-cita
akan melakukan suatu pekerjaan besar yang menggetarkan
kolong langit, maka aku rajin berlatih silat, rajin belajar taktik
perang. Gara-gara itu dia menjadi iri, jadi banyak curiga,
disangkanya aku berniat merampas kedudukan kaisar, maka
dia perintahkan jago-jago lihai dari istana terlarang untuk
membantai anak biniku dalam semalaman!"

474
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bicara sampai di situ ia mengertak gigi, sinar buas kembali


memancar keluar dari balik matanya, hawa pembunuhan
bahkan menyelimuti seluruh tubuhnya, hawa pembunuhan
yang begitu dingin melebihi salju, seakan menghujam di hati
setiap orang.
"Itulah sebabnya aku bercita-cita akan mendongkel dia dari
jabatannya sebagai kaisar, bahkan aku ingin membunuhnya
dengan tanganku sendiri, kaisar macam apa dia itu, hm!
Akulah kaisar sejati! Siapa bilang dia putra langit? Akulah
putra langit sejati! Aku ingin dia mati konyol, mati telantar
tanpa liang kubur, lima telaga empat samudra semua adalah
anak buahku, jika kalian pintar, lebih baik segeralah
menyerahkan diri, kalau tidak, jangan harap kalian bisa pergi
meninggalkan tempat ini dalam keadaan hidup!"
Mendengar Coh Siang-giok mencaci maki kaisar, Tangan
besi dan lainnya hanya bisa berdiri terbelalak, untuk sesaat
mereka tak sanggup membantah, bahkan tak sanggup
mengucapkan sepatah kata pun.
Dengan sorot mata setajam sembilu kembali Coh Siang-
giok menatap si Tangan besi lekat-lekat, kemudian tegurnya,
"Apakah kau adalah salah seorang dari empat opas yang
tersohor di kolong langit itu?"
"Betul. Aku adalah si Tangan besi."
"Dari kemampuanmu membongkar penyamaranku sebagai
prajurit tadi, dapat kusimpulkan bahwa kecerdasanmu
memang luar biasa, aku percaya kungfumu pasti hebat juga,
lebih baik bergabung saja denganku, di kemudian hari aku
pasti akan memberi jabatan tinggi kepadamu, jabatan yang
tidak lebih rendah dari Cing Sau-song."
"Aku pun ingin memberitahu satu hal kepadamu," ujar si
Tangan besi pula sambil tertawa dingin.
"Katakan!"
"Tak seorang pun anak didik Cukat-sianseng yang berbakat
menjadi pengkhianat, kebetulan aku adalah salah seorang di
antara empat pembantu utama Cukat-sianseng"

475
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Menyinggung nama Cukat-sianseng, sekali lagi paras Coh


Siang-giok berubah hebat.
Selama hidup Coh Siang-giok sudah banyak terlibat dalam
pertempuran sengit, namun belum pernah sekali pun
menderita kekalahan.
Dalam tiga kali usahanya membunuh kaisar, pertama kali
dia berhasil lolos dari kepungan beribu orang prajurit pilihan,
kedua kalinya dia pun berhasil melarikan diri setelah bertarung
seimbang melawan dua puluhan orang jago lihai dari istana
terlarang, tapi ketiga kalinya dia benar-benar menderita
kekalahan total di tangan seseorang, waktu dia mencoba
membunuh kaisar untuk ketiga kalinya, kebetulan ia berjumpa
dengan Cukat-sianseng, setelah bertarung seratus gebrakan,
akhirnya ia menderita kekalahan total hingga tertangkap.
Menderita kekalahan di tangan orang lain, bagi Coh Siang-
giok boleh dibilang merupakan satu penghinaan besar, satu
peristiwa yang sangat memalukan.
Sebab itulah setiap kali ada orang berani mengungkit
peristiwa itu, belum pernah Coh Siang-giok melepaskan orang
itu dalam keadaan hidup.
Paras muka si Tangan besi turut berubah hebat, sebab
begitu menyinggung soal Cukat-sianseng, dia sendiri pun
lantas teringat dengan pertarungan di istana kaisar tempo
hari, waktu itu Cukat-sianseng butuh seratus jurus gebrakan
sebelum berhasil mengalahkan Coh Siang-giok, padahal
kepandaian silat yang dimiliki Cukat-sianseng jauh di atas
kepandaian sendiri, selain itu, kekalahan Coh Siang-giok waktu
itupun ada sangkut-pautnya dengan situasi yang dihadapinya,
waktu itu empat arah delapan penjuru terdapat beribu orang
pasukan pengawal istana yang mengepungnya rapat, ketidak-
mampuannya untuk berkonsentrasi merupakan salah satu
penyebab kekalahannya.
"Coba kalau bukan lantaran soal itu," demikian Cukat-
sianseng pernah berkata kepada si Tangan besi, "paling tidak
dia masih mampu bertarung sebanyak seratus lima puluh

476
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

jurus melawan diriku, dia adalah musuh paling tangguh yang


pernah kujumpai selama ini!"
Dari perkataan itu, bisa dibayangkan betapa dahsyat dan
hebatnya kepandaian silat yang dimiliki Coh Siang-giok,
Tangan besi sama sekali tak yakin dengan tenaga gabungan
mereka semua, mampu merobohkan si Raja pemusnah.
Kembali paras muka Coh Siang-giok berubah, mendadak ia
tertawa dan berkata lagi, "Lantaran kau adalah seorang yang
berbakat, aku anggap ucapanmu tadi tidak disengaja, asal
mau bergabung denganku, aku pun tak akan mengusut lagi
perkataanmu tadi."
Tangan besi segera mendongakkan kepalanya dan tertawa
nyaring.
Si Cong-ji sejak tadi sudah tak bisa menahan diri, tiba-tiba
menyela, "Coh Siang-giok, jangan takabur dulu, hari ini belum
tentu kau bisa lolos dari sini dalam keadaan hidup."
Sambil tersenyum Coh Siang-giok menyapu sekejap
sekeliling arena, lalu satu per satu ditatapnya kawanan jago
itu, dua puluh orang prajurit, dua puluh orang opas, Si Cong-
ji, Goan Kun-thian, Pek Huan-ji, Ciu Pek-ih, Ngo Kong-tiong,
Ciu Leng-liong, Thian Toa-ciok, Say Hong-ki dan si Tangan
besi.
Mendadak jengeknya, "Jadi kalian anggap dengan
kemampuan kalian cukup untuk membekukku?"
"Kenapa tidak dicoba saja?" sahut Goan Kun-thian.
"Sepanjang hidupku, aku mempunyai dua macam ilmu silat
yang paling ternama ujar Coh Siang-giok sambil mengelus
jenggotnya yang panjang, tiba-tiba ia berhenti bicara.
"Peng-pok-han-kong-ciang (pukulan cahaya tajam sukma
dingin)!" sambung Ciu Pek-ih.
"Dan Liat-hwe-ci-yan-ciang (pukulan cahaya merah bara
api)!" Pek Huan-ji menambahkan.
Coh Siang-giok melirik dua orang itu sekejap, lalu tertawa
dingin.
"Hebat juga pengetahuan kalian," jengeknya, "ilmu yang
kulatih pada tangan kiriku adalah tenaga pukulan berhawa

477
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dingin, sementara tangan kananku melatih tenaga pukulan


berhawa panas, nah, kalian dengarkan baik-baik, bila
bertarung melawanku nanti lebih baik sedikitlah lebih berhati-
hati... sekarang aku akan membunuh orang itu ... silakan
kalian turun tangan untuk mencegahnya!"
Sembari berkata Coh Siang-giok segera menuding
sembarangan ke depan, menunjuk seorang opas yang berdiri
di kejauhan sana.
Seketika paras muka opas itu berubah jadi hijau kepucat-
pucatan, untuk sesaat dia tak tahu apa yang mesti diperbuat.
Tangan besi tahu, maksud Coh Siang-giok adalah dia akan
membunuh orang itu dan mempersilakan mereka untuk
menghalanginya bila mampu, maka tanpa banyak bicara dia
segera melesat ke depan menghadang di depan opas tadi.
Sungguh hebat si Raja pemusnah, baru selesai dia bicara,
serangan dahsyat telah dilancarkan secepat kilat.
Walaupun di tengah arena hadir empat puluh delapan
orang, ternyata tak seorang pun di antara mereka yang
melihat jelas dengan cara apa pihak lawan melancarkan
serangan.
Ketika bayangan merah melesat di udara, perasaan setiap
orang langsung terkesiap, semua takut dirinya yang dijadikan
sasaran serangan itu, hingga buru-buru mereka gerakkan
tangan untuk menangkis.
"Plak!", saat itulah terdengar suara benturan nyaring, tahu-
tahu telapak tangan Coh Siang-giok yang masih melambung di
udara sudah menghantam perlahan dada opas itu.
Diiringi jeritan tertahan, tampak sekujur tubuh opas itu
mengejang keras, bagaikan disambar kobaran api yang luar
biasa panasnya ia menggeliat berulang kali, tak lama
kemudian nyawanya sudah melayang meninggalkan raganya.
Begitu opas itu roboh tewas ke tanah, kawanan jago
lainnya segera mundur dan menyebar kembali, mereka
mengepung rapat Coh Siang-giok.
Raja pemusnah tertawa dingin, setelah melirik sekejap
mayat sang opas yang terkapar di tanah, ujarnya, "Pukulan itu

478
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

adalah pukulan hawa panas, sekarang akan kutunjukkan


pukulan hawa dingin. Kali ini yang mati adalah ... dia!"
Mendadak Coh Siang-giok menuding seorang prajurit yang
berada di tepi arena, seketika prajurit yang dituding ketakutan
setengah mati hingga tubuhnya jadi kaku.
"Lindungi dia dengan sepenuh tenaga!" bentak Tangan besi
cepat.
Dengan sekali lompatan Ciu Pek-ih, Ngo Kong-tiong dan Ciu
Leng-liong melompat ke hadapan prajurit itu, lalu dengan
membentuk barisan setengah lingkaran mereka menyambut
datangnya serangan lawan, sementara Si Cong-ji dan Goan
Kun-thian melompat ke sayap kiri dan kanan, mereka siap
menghadang jalan pergi si Raja pemusnah bila berniat lewat
situ.
Pek Huan-ji,Thian Toa-ciok serta Say Hong-ki tidak tinggal
diam, mereka ikut melompat ke samping dan belakang tubuh
prajurit itu, semua orang bersiap menghadapi datangnya
ancaman dengan sepenuh tenaga.
Hingga detik ini, belum pernah ada jagoan yang sanggup
merobohkan orang yang berada dalam perlindungan sembilan
orang jago tangguh.
Sayang Coh Siang-giok mampu!
Coh Siang-giok tidak melayang ke depan, juga tidak
melancarkan serangan secara langsung, telapak tangannya
secara tiba-tiba menghantam permukaan salju, tahu-tahu
prajurit yang berada sepuluh depa di hadapannya itu sudah
menjadi beku dan kaku, tubuhnya mencelat ke udara dan
sewaktu rontok ke tanah, sudah berubah menjadi sesosok
mayat beku, darah segar bercucuran keluar dari tujuh lubang
indranya.
Rupanya Coh Siang-giok telah menyalurkan tenaga
pukulannya melalui permukaan salju untuk menghantam
prajurit itu, ketika hawa dingin menumbuk sepasang kaki
prajurit itu, tenaga pukulan langsung menghantam jantungnya
dan membekukan seluruh isi perutnya.

479
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam jangkauan kecil, ilmu "meminjam benda


memancarkan tenaga" bisa menggunakan seruling atau pit
sebagai senjata, dalam jangkauan menengah bisa
menggunakan bulu atau ranting sebagai senjata sedangkan
yang lebih besar, orang bisa melukai musuh dengan
menggunakan daun, membunuh manusia dengan bunga atau
kertas, melukai orang dengan percikan air dan lain
sebagainya.
Namun belum pernah orang menyaksikan cara "ilmu
meminjam benda memancarkan tenaga" seperti apa yang
dilakukan Coh Siang-giok saat ini, bukan saja ketepatannya,
juga kecepatannya, pada hakekatnya tidak banyak orang
dalam dunia persilatan yang sanggup melakukan hal semacam
ini.
Paras muka si Tangan besi, Ngo Kong-tiong, Ciu Pek-ih
serta Ciu Leng-liong Seketika berubah hebat.
"Nah, apa aku bilang?" seru Coh Siang-giok kemudian
dengan wajah serius, "kepandaianku masih cukup mampu
bukan untuk menjadi seorang pemimpin negara? Aku tak
bakal membohongi kalian."
Untuk sesaat si Tangan besi sekalian tak mampu berkata,
mereka terbungkam dalam seribu basa.
Ketika petugas opas pertama tewas terbunuh, waktu itu
mereka masih bisa beralasan karena serangan lawan
dilancarkan secara tiba-tiba, tapi kematian sang prajurit kali
ini, bukan saja mereka telah berusaha mencegah dengan
sepenuh tenaga, bahkan jauh sebelum serangan dilancarkan
mereka telah bersiap, namun kenyataan prajurit itu tetap
tewas tanpa mereka sanggup berbuat apapun.
Ciu Leng-liong tidak banyak bicara lagi, dia segera memberi
tanda, kesembilan belas orang prajurit itu serentak mundur
belasan langkah dari posisi semula, begitu juga dengan Say
Hong-ki, ia pun memberi tanda dan kesembilan orang opasnya
turut mundur sejauh sepuluh depa dari situ.
Semua tahu kemampuan kawanan prajurit dan petugas
opas itu masih tertinggal jauh bila dibandingkan kemampuan

480
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Coh Siang-giok, jika mereka diharuskan menyerang si Raja


pemusnah, ibarat laron yang menubruk jilatan api, mati sia-
sia!
Dengan mundurnya kawanan jago, pertarungan sengit
melawan Coh Siang-giok tergantung pada kemampuan
kesembilan orang jago tangguh itu.
Agaknya Coh Siang-giok juga mengetahui akan hal ini,
ejeknya kemudian, "Jadi kalian tetap ngotot ingin bertarung
melawanku? Sayang, sungguh sayang, aku malah merasa
sayang kalau terpaksa harus membunuh kalian semua!"
"Hm, bekas pecundang di tangan Cukat-sianseng pun
berani bicara takabur, apa kau tidak merasa malu?" tiba-tiba
Tangan besi berteriak keras.
Paras muka Coh Siang-giok berubah hebat, mendadak ia
menyerbu ke depan, bagaikan segulung angin topan berwarna
merah dia langsung melancarkan serangan mematikan.
Tangan besi tak berani bertindak gegabah, lekas dia ikut
menerjang ke depan.
Menghadapi terjangan angin topan yang begitu dahsyat, si
Tangan besi bukannya berkelit, dia justru maju menyongsong.
Ia sengaja berbuat demikian karena tahu, sewaktu angin
puyuh menyambar datang, biarpun menghindar juga tak ada
gunanya, sebaliknya bila dilawan sama artinya seperti seekor
belalang yang berusaha menahan lajunya kereta.
Tak seorang pun di antara para jago yang lebih memahami
arti perkataan "di balik kematian terdapat jalan hidup"
ketimbang si Tangan besi.
Itulah sebabnya jagoan opas yang termashur ini justru
merangsek ke muka menyongsong datangnya bayangan
merah itu.
Sebenarnya Ngo Kong-tiong,Ciu Pek-ih serta Pek Huan-ji
ingin sekali ikut turun tangan, namun mereka tetap berdiam
diri, karena bagi mereka, kalau bukan dipaksa oleh keadaan,
maka siapa pun tak ingin main kerubut untuk mencari
kemenangan.

481
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam pada itu si Tangan besi telah berkelit sebanyak


delapan kali, sementara bayangan hitam delapan kali pula
berkelebat mengejar lawan.
Peluh sebesar kacang kedelai telah bercucuran membasahi
jidat Ngo Kong-tiong, Ciu Pek-ih serta Pek Huan-ji, seandainya
berganti dengan mereka, mungkin dalam delapan gebrakan
nyawa mereka sudah melayang di tangan si Raja pemusnah.
Tangan besi memang terbukti sangat ampuh, tiba-tiba dia
menerobos ke udara dan menjebol lingkaran bayangan merah
yang mengurungnya.
Namun bayangan merah itu turut menerobos ke udara,
gerak tubuhnya jauh lebih cepat, lagi-lagi dia berhasil
mengurung tubuh si Tangan besi.
Berubah hebat paras muka Ciu Pek-ih menyaksikan
kejadian ini, ketika ia bersama si Pengejar nyawa bertarung
melawan Bu-tek Kongcu tempo hari, walaupun ilmu silat lawan
sangat tangguh dan tenaga pukulannya tiada tandingan,
namun kelemahannya justru terletak pada kedua kakinya,
itulah sebabnya dengan kerja sama mereka berdua akhirnya
musuh tangguh itu berhasil dibunuh.
Tapi sekarang, keadaan Coh Siang-giok jauh berbeda,
kehebatan ilmu meringankan tubuhnya jauh di atas
kemampuan Butek Kongcu, boleh dibilang semua kelemahan
yang ada di tubuh orang lain tidak ditemukan pada dirinya,
kepandaian silat yang dimiliki si Raja pemusnah boleh dibilang
telah mencapai tingkat kesempurnaan.
Tampaknya si Tangan besi segera akan tertelan dan
tenggelam di balik bayangan merah lawan, di saat yang kritis
itulah mendadak Tangan besi meluncur turun ke bawah
dengan kecepatan tinggi.
Lagi-lagi bayangan merah turut meluncur ke bawah, sekali
lagi bayangan tubuh si Tangan besi lenyap dari pandangan
mata, yang tersisa hanya bayangan merah yang berkelebat
kian kemari serta angin pukulan yang menderu-deru.
Melihat kenyataan itu, Ciu Pek-ih segera berseru, "Kita tak
boleh mengurus soal peraturan dunia persilatan lagi, kita

482
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

semua masih bukan tandingannya, bila kita berpeluk tangan


terus, saudara Tangan besi bisa berbahaya
Tiba-tiba semua deruan angin pukulan dan desingan angin
tajam lenyap tak berbekas, suasana tercekam dalam
keheningan.
Dengan perasaan tercekat segera kawanan jago itu
berpaling.
Terlihat Coh Siang-giok dengan senyum di kulum sedang
mengawasi si Tangan besi, tangan kanannya telah mencekik
tengkuk lawan.
Sebaliknya si Tangan besi juga sedang memandang ke arah
lawannya, ia tidak berteriak kesakitan, juga tidak berteriak
minta ampun, bahkan kening pun sama sekali tidak berkerut.
Sambil tertawa Coh Siang-giok segera berkata, "Dalam
dunia persilatan saat ini, sudah tidak banyak orang muda yang
sanggup menerima dua puluh lima jurus seranganku, anak
muda, kau hebat dan sangat mengagumkan."
Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba-tiba hardiknya,
"Sekarang kau menyerah tidak?"
"Tidak!"
Coh Siang-giok segera mendongakkan kepala dan tertawa
tergelak, nampaknya dia bangga sekali. "Kau tetap tak mau
menyerah?"
"Tidak!"
"Jadi kau ingin melanjutkan pertarungan ini?" seru si Raja
pemusnah melengak.
"Ya, tarung terus!"
"Mungkin kau lupa, nyawamu sudah berada di tanganku
jengek Coh Siang-giok tertawa.
Kembali semua jago bermandikan peluh dingin, siapa pun
tak ada yang berani maju untuk memberi pertolongan, sebab
mereka tahu, tengkuk si Tangan besi sudah berada dalam
cengkeraman lawan, bila mau, Coh Siang-giok dapat
mematahkan leher Tangan besi segampang mematahkan
leher seekor bebek panggang.

483
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tangan besi mendongakkan kepala dan tertawa keras,


ujarnya pula, "Sebagai seorang lelaki sejati, selama masih bisa
bernapas, perlawanan tetap akan dilakukan!"
Beberapa kali paras muka Coh Siang-giok berubah hebat,
tiba-tiba ia melepas tangan sambil mundur ke belakang,
jengeknya, "Tahukah kau, kenapa aku melepaskan dirimu?"
"Tidak tahu," Tangan besi menggeleng sambil meraba
tengkuknya yang sakit.
"Selama hidup aku sangat menyayangi orang berbakat,
terutama orang yang tak takut mati macam kau, bisa jadi
anak buahku, jelas akan sangat membantu dalam
menyukseskan rencana besarku. Tadi bukankah kau sengaja
memancing amarahku agar turun tangan hingga teman-
temanmu bisa melihat jelas aliran jurus seranganku? Kau
anggap dengan mengetahui aliran ilmu silatku lantas lebih
gampang menghadapiku? Bagus, bagus sekali, anak buah
hebat macam kau memang sangat langka, kemana lagi aku
mesti mencari?"
Setelah berhenti sejenak, dia melirik Ciu Leng-liong
sekejap, lalu lanjutnya, "Baiklah, akan kubantai dulu teman-
temanmu itu, akan kulihat kau bakal menyerah tidak?"
"Mau bunuh, bunuhlah aku lebih dulu!" bentak si Tangan
besi nyaring.
"Wes!", sebuah pukulan langsung dilontarkan ke depan.
Begitu pukulan dilepas, satu pukulan segera berubah jadi
dua pukulan, dari dua pukulan berubah jadi empat pukulan,
ketika tiba di hadapan Coh Siang-giok, serangan itu telah
berubah jadi delapan buah pukulan sekaligus.
Kalau orang lain yag menghadapi serangan macam begini,
dapat dipastikan dia akan tercecar hebat, sayang musuhnya
kali ini adalah Coh Siang-giok.
Tiba-tiba bayangan tubuh si Raja pemusnah lenyap dari
pandangan mata, seluruh pukulan yang dilontarkan Tangan
besi pun mengenai tempat kosong.
Dengan satu dua kali lompatan, tahu-tahu Coh Siang-giok
sudah tiba di tengah kerumunan petugas opas, dimana angin

484
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pukulan menyambar, dua orang opas seketika mati terbakar


sementara dua lainnya mati beku bagaikan balok es.
Ngo Kong-tiong membentak dengan suara keras bagai
geledek, dia yang pertama-tama menerjang ke hadapan Coh
Siang-giok, sebuah tusukan pedang langsung dilontarkan,
kemudian secara beruntun diikuti dengan jurus demi jurus
serangan secara ketat.
"Wouw, sebuah serangan pedang yang amat cepat!" puji
Coh Siang-giok dengan wajah agak berubah, sambil berkata
dia balas melancarkan empat puluh delapan pukulan berantai,
sekaligus membinasakan lagi dua orang opas yang tak sempat
menghindarkan diri.
Dari tengah udara kembali melesat dua garis cahaya
bianglala berwarna putih, gerakannya cepat lagi gencar, sama
sekali tidak berada di bawah kecepatan serangan Ngo Kong-
tiong.
Ternyata Ciu Pek-ih dan Pek Huan-ji telah turun tangan
bersama.
Tampak bayangan merah berputar sambil melayang kian
kemari, sementara dua cahaya putih dan sebuah cahaya hitam
tiada hentinya berputar sambil mengurung bayangan merah
itu dengan ketat, setiap saat tampak tiga kilas cahaya pedang
menembus kepungan menggempur bayangan merah itu.
Bila diambilkan perbandingan, maka dua kilas cahaya putih
itu persis seperti dua ekor kupu kupu putih sementara
bayangan hitam itu tak lebih hanya seekor burung beo,
sedang bayangan merah adalah orang yang menangkap kupu-
kupu atau penangkap burung.
Setelah memperhatikan sekejap situasi dalam arena
pertarungan, Tangan Besi segera ikut menerjang maju ke
muka dan melibatkan diri dalam pertarungan yang amat seru
itu.
Tak lama kemudian, bayangan merah yang melayang kian
kemari semakin leluasa menguasai lapangan, sementara
empat sosok bayangan manusia lain mulai tercecar hebat dan
terperosok dalam situasi yang amat berbahaya.

485
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Minggir!" mendadak Ciu Leng-liong membentak keras.


Dua sosok bayangan putih, sesosok baju besi dan sesosok
jubah hitam serentak menyingkir ke samping, dalam waktu
singkat di tengah arena hanya tertinggal Coh Siang-giok
seorang.
Berbareng puluhan batang anak panah bak hujan badai
langsung meluncur ke tengah arena.
Rupanya secara diam-diam Ciu Leng-liong telah mengatur
kesembilan belas prajuritnya untuk menyiapkan anak panah,
begitu rekan-rekannya sudah menyingkir, dia segera
mengarahkan pemanahnya untuk membidikkan panah yang
mengandung obat pemabuk ke tubuh Raja pemusnah.
Menghadapi serangan hujan panah ini, Coh Siang-giok
tertawa keras, jengeknya, "Hahaha ... memangnya setelah
berhasil dalam bokongan pertama, maka bokongan yang
kedua akan meraih hasil yang sama?"
Dengan melayang sejajar tanah, tiba-tiba ia menerjang ke
muka, sepasang tangannya bergerak silih berganti, semua
anak panah yang dibidikkan ke arahnya tahu-tahu sudah
dipukul rontok semua, bahkan sebelum para prajurit sempat
membidikkan anak panah kedua kalinya, dia sudah menerjang
masuk ke dalam barisan.
Jeritan ngeri yang memilukan hati bergema susul
menyusul, dalam waktu singkat enam sosok mayat prajurit
sudah mencelat.
Si Cong-ji melintangkan badannya ke tengah arena, dengan
kuda-kuda yang kuat dia setengah berjongkok lalu
melontarkan satu pukulan dahsyat ke punggung Coh Siang-
giok dengan jurus Tui-juang-wan-gwe (membuka jendela
menengok rembulan).
Gempuran yang dilakukan Si Cong-ji ini paling tidak
memiliki tenaga gempuran sebesar lima ratus kati, namun
tubuh Coh Siang-giok hanya terdorong maju selangkah,
bahkan dengan meminjam tenaga dorongan itu, lagi-lagi dia
membacok mampus dua orang prajurit.

486
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Si Golok tanah Goan Kun-thian tidak tinggal diam, dia


bungkus sekujur badannya dengan selapis cahaya golok
kemudian langsung membabat kaki Coh Siang-giok.
Merasakan datangnya ancaman dari permukaan tanah, Coh
Siang-giok segera melejit ke udara bagaikan burung rajawali,
kemudian sambil menukik ke bawah, dia tendang batok kepala
Goan Kun-thian dengan kaki kanannya sementara kaki kirinya
menginjak perutnya.
Sungguh kasihan Goan Kun-thian, belum sempat menjerit
kesakitan, nyawanya sudah melayang meninggalkan raganya.
Ciu Pek-ih dan Pek Huan-ji segera merangsek maju dari kiri
dan kanan.
Coh Siang-giok segera merentangkan telapak tangannya ke
samping kiri dan kanan, benturan tangan yang terjadi
membuat tubuh Ciu Pek-ih dan Pek Huan-ji kembali mencelat
mundur ke belakang.
Ngo Kong-tiong membentak gusar, dengan mata merah
membara karena gusar dia ikut menerjang maju, pedangnya
langsung membacok tubuh lawan.
Coh Siang-giok mendengus dingin, lagi-lagi sepasang
telapak tangannya diayunkan bersama, "Trang!", ketika
menghajar di atas pedang Ngo Kong-tiong yang tebal, senjata
itu seketika hancur berkeping-keping.
Semua peristiwa itu berlangsung hanya sekejap saja,
selama ini Ngo Kong-tiong mempunyai hubungan yang sangat
akrab dengan Si Cong-ji maupun Goan Kun-thian, tak heran
kematian Goan Kun-thian yang begitu mengenaskan membuat
amarahnya memuncak, bagaikan banteng terluka dia
menerjang lagi ke depan, "Bluk, bluk!", secara beruntun dia
lontarkan dua pukulan dahsyat ke dada Raja pemusnah.
Mimpi pun Coh Siang-giok tidak menyangka kalau kakek itu
selain cepat dalam ilmu pedang, gerakan tubuhnya juga cepat
sekali, sementara ia masih tertegun, dua pukulan dahsyat itu
telah bersarang telak di dadanya.

487
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Berubah hebat paras muka Coh Siang-giok, ia merasa hawa


dalam dadanya bergolak keras, namun penampilannya tetap
tenang, seakan sama sekali tak terjadi sesuatu apapun.
Waktu itu sebetulnya Ngo Kong-tiong merasa sangat girang
karena melihat serangannya bersarang telak ditubuh lawan,
namun rasa girangnya segera berubah menjadi kaget
bercampur terkesima setelah menyaksikan lawannya seakan
tidak cedera.
Ngo Kong-tiong tersohor sebagai "Tiga kesaktian satu suara
geledek", kecepatan pedangnya termasuk salah satu
kesaktiannya, namun kenyataan sekarang pedangnya hancur
berkeping-keping terkena pukulan lawan, tenaga dalamnya
juga terhitung salah satu andalannya, tapi sekarang pukulan
keras yang bersarang di tubuh Coh Siang-giok seakan tidak
menimbulkan akibat apapun, dalam putus asa dan kecewanya,
tiba-tiba muncul niatnya untuk mengadu jiwa.
Coh Siang-giok dengan mengandalkan ilmu pukulan hawa
panas dan dinginnya telah merajai kolong langit, Cukat-
sianseng sendiri pun butuh delapan pukulan berantai sebelum
berhasil melukai dirinya, maka kemampuan Ngo Kong-tiong
yang dapat membuat hawa darahnya bergolak saat ini,
sebenarnya sudah termasuk satu jagoan yang luar biasa.
Akibat serangan ini, hawa napsu membunuh kembali
berkobar dalam dada Coh Siang-giok.
Gagal dengan gempuran pertama, Ngo Kong-tiong
berusaha mencengkeram dada Coh Siang-giok dengan cakar
mautnya.
Di saat Ngo Kong-tiong melancarkan cengkeraman maut,
berbareng kepalan si Tangan besi telah meluncur tiba di
belakang punggungnya.
Mendadak Coh Siang-giok melancarkan sebuah tendangan,
tendangan ini datangnya sangat aneh, tahu-tahu tubuh si
Tangan besi telah tertendang hingga mencelat ke belakang.
Dalam pada itu cengkeraman Ngo Kong-tiong telah berhasil
mencengkeram dada lawan, dia berniat mengangkat dan
memutar tubuh musuhnya, siapa tahu betapapun dia

488
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mengerahkan segenap kekuatan yang dimiliki, tubuh Coh


Siang-giok sama sekali tidak bergerak!
Memanfaatkan peluang itu, sepasang telapak tangan Coh
Siang-giok langsung didorong ke iga lawan.
Ngo Kong-tiong tidak menyangka musuh bertindak begitu,
dalam paniknya tiba-tiba muncul akal dalam benaknya, dia
lepas cengkeramannya kemudian menubruk ke muka dan
memeluk tubuh musuh kuat-kuat.
Karena gerakan ini, maka kedua pukulan Coh Siang-giok
terhalang oleh badan sendiri hingga tak mungkin dilanjutkan.
Namun si Raja pemusnah memang hebat, ilmu pukulannya
sudah dilatih hingga mencapai puncak kesempurnaan, begitu
terhadang, segera dia alihkan sasarannya dengan menghajar
punggung Ngo Kong-tiong.
Pada saat bersamaan serangan pedang Pek Huan-ji dan Ciu
Pek-ih telah menyambar tiba, dengan cekatan Coh Siang-giok
segera memutar balik badannya kemudian dengan
menggunakan punggung Ngo Kong-tiong sebagai tameng
untuk menyongsong datangnya tusukan maut itu.
Ciu Pek-ih berdua jadi terkesiap, buru-buru mereka menarik
kembali serangannya sambil melompat ke samping, mereka
kuatir serangan itu malah melukai rekan sendiri.
Pada saat itulah pukulan yang dilontarkan si Raja
pemusnah bersarang telak di punggung Ngo Kong-tiong.
Sejak mematahkan pedang milik Ngo Kong-tiong,
menerjang maju, melepaskan pukulan, mencengkeram lalu
membalik tubuh lawan, hampir semua gerakan dilakukan
dalam sekejap, menanti si Tangan besi, Ciu Pek-ih dan Pek
Huan-ji berniat memberikan pertolongan, serangan Coh Siang-
giok sudah keburu menghantam punggung orang tua itu.
Tak seorang manusia pun yang bisa bertahan hidup setelah
terhajar pukulan hawa dingin dan pukulan hawa panas Raja
pemusnah, begitu juga dengan Ngo Kong-tiong.
Dengan satu gerakan kilat, Say Hong-ki melepaskan sebuah
tusukan maut ke tenggorokan Coh Siang-giok.

489
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam keadaan begini, seharusnya Coh Siang-giok dapat


melepaskan Ngo Kong-tiong, kemudian memusatkan perhatian
untuk membantai Say Hong-ki, siapa tahu sebelum dia sempat
melakukan sesuatu, mendadak dadanya terasa panas
bercampur dingin, hal ini membuat hatinya amat terperanjat.
Rupanya ketika Ngo Kong-tiong sadar jiwanya tak mungkin
tertolong lagi, dia pun tidak mengerahkan tenaga dalamnya
untuk melawan, sebaliknya segenap tenaga dalam yang
dimiliki justru dihimpun di punggungnya, begitu serangan
musuh bersarang telak di punggungnya, sesaat sebelum
menghembuskan napas terakhir, dia tumbukkan tenaga dalam
itu ke atas dada sendiri lalu disalurkan langsung ke dada Coh
Siang-giok.
Padahal waktu itu tubuh Ngo Kong-tiong saling menempel
ketat dengan tubuh Coh Siang-giok, karenanya meski dia
sendiri kehilangan nyawa, namun sebagian besar tenaga
pukulan lawan yang menghantam badannya justru berhasil
dialihkan ke tubuh lawan.
Tenaga dalam yang dialirkan keluar itulah yang langsung
menghajar dada Coh Siang-giok secara telak.
Raja pemusnah Coh Siang-giok sama sekali tak menyangka
akan terjadinya peristiwa ini, andaikata ia tidak terlalu
pandang enteng musuhnya hingga membiarkan tubuh lawan
menempel begitu dekat dengan dirinya, bagaimana mungkin
lawan bisa mengalihkan tenaga pukulan itu ke dada sendiri
menjelang ajal.
Dengan kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Coh
Siang-giok, semestinya dia masih sanggup menerima
gempuran yang bagaimana pun hebatnya, tapi sayang
serangan yang harus dia hadapi sekarang bukan tenaga
pukulan biasa, serangan itu tak lain adalah tenaga pukulan
hawa panas dan pukulan hawa dingin milik sendiri.
Betapapun sempurnanya tenaga dalam yang ia miliki, tak
urung wajahnya berubah juga setelah termakan dua pukulan
itu, segulung tenaga pukulan yang amat dingin dan segulung

490
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tenaga pukulan yang panas seketika berkeliaran di dalam


badannya.
Bila saat itu tidak berlangsung pertarungan sengit, Coh
Siang-giok hanya butuh waktu sepeminuman teh lamanya
untuk mendesak keluar hawa serangan itu.
Tapi kini pertarungan yang dihadapi bukan pertarungan
satu lawan satu, pertarungan ini justru pertempuran
keroyokan yang amat mengerikan.
Sementara Coh Siang-giok masih terkesima, tusukan
pedang Say Hong-ki sudah menyambar tiba dengan kecepatan
luar biasa.
Tergopoh-gopoh Coh Siang-giok mengegos ke samping,
serangan pedang Say Hong-ki segera miring ke samping dan
langsung menusuk lengan kanannya.
Coh Siang-giok meraung keras, sebelum tusukan pedang
itu menembus lengan kanannya, ia sudah membalikkan badan
langsung mencengkeram batok kepala Say Hong-ki hingga
hancur.
Pada saat itulah Pok Lu-ci dan Leng Ki-cong dengan
andalan golok serta tongkatnya sudah menyerang tiba.
Coh Siang-giok segera menepuk tangan kirinya, mayat Ngo
Kong-tiong langsung menerjang ke tubuh Pok Lu-ci, tidak
menyangka datangnya serangan semacam ini, Pok Lu-ci tak
sempat berkelit, ia segera tertumbuk telak hingga muntah
darah dan tewas seketika.
Tapi- serangan Leng Ki-Cong tiba bersamaan waktunya,
toyanya langsung menusuk ke bawah.
Biarpun sudah terluka parah, hal ini tidak membuat Coh
Siang-giok panik, dengan pengalamannya yang luas, dalam
waktu singkat ia telah berhasil menguasai diri, baru saja dia
hendak mengerahkan pukulan hawa dingin Peng-pok-han-
kong-ciang dan pukulan hawa panas Liat-hwe-ci-yan-ciang
untuk menghadapi lawan, mendadak sekujur tubuhnya
bergetar keras, hawa darah menerjang ke atas tenggorokan,
kepala seketika pusing tujuh keliling dan badan terasa lemas
tak mampu berkutik.

491
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ternyata setelah badannya terhajar oleh pukulan hawa


panas dan pukulan hawa dingin miliknya, dia belum sempat
memaksa keluar hawa racun itu, selama dia tidak
menggunakan lagi ilmu pukulan itu, keadaan masih rada
mendingan, tapi begitu hawa murninya dihimpun, langsung
saja tenaga pukulan hawa dinginnya menyusup ke dalam
pukulan hawa panasnya, sementara hawa pukulan panasnya
justru menyusup ke dalam pukulan hawa dinginnya, hal ini
menimbulkan rasa sakit dan siksaan yang luar biasa dalam
tubuhnya, apalagi ketika dia hendak menggunakan kedua
macam ilmu pukulan itu lagi, rasa sakit yang timbul serasa
merasuk hingga ke tulang sumsum.
Kedua macam ilmu pukulan ini, yang satu bersifat keras
sedang yang lain bersifat lunak, karenanya Coh Siang-giok
hanya mampu melatih satu macam ilmu pukulan untuk setiap
lengannya, dia tak pernah berani mencampur adukkan kedua
macam ilmu pukulan itu menjadi satu.
Tapi sekarang senjata makan tuan, dia justru terhajar
sendiri oleh tenaga pukulan panas dan dinginnya, kedua
macam tenaga pukulan itu sudah bercampur aduk menjadi
satu, akibatnya ia merasakan siksaan yang luar biasa.
Masih untung tenaga dalamnya cukup sempurna, coba
kalau tidak, mungkin sejak tadi ia sudah terserang Cau-hwe-
jip-mo (jalan api menuju neraka) dan terkapar lumpuh di
tanah.
Karena itulah dia sama sekali tak mampu menghindarkan
diri dari datangnya tusukan maut toya Leng Ki-cong.
Toya panjang itu langsung menjebol pertahanan lambung
si Raja pemusnah, namun tusukan itu hanya mampu
menembus sedalam tiga inci dan tak sanggup menembus lebih
jauh.
Biarpun hawa murni Raja pemusnah sudah tak terkontrol
hingga dia kehilangan kemampuan untuk melakukan
perlawanan, namun tubuhnya masih tetap kebal bagaikan
lapisan baja, ditambah lagi tenaga dalam yang dimiliki Leng

492
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ki-cong masih jauh dibanding Say Hong-ki, dengan sendirinya


dia pun tak mampu melanjutkan lagi tusukan mautnya.
Coh Siang-giok tidak berpangku tangan, ia menerjang ke
muka lalu mematahkan toya panjang itu, lantaran tangan
kanannya sudah lumpuh, Coh Siang-giok menggunakan
tangan kirinya mencekik leher Leng Ki-cong dan diremasnya.
Saat itulah si Tangan besi, Ciu Pek-ih dan Pek Huan-ji telah
menyusul tiba.
Kini Coh Siang-giok sudah terluka parah, kesempatan emas
sudah muncul di depan mata, siapa pun tak ingin melepaskan
peluang itu dengan begitu saja, siapa pun tak ingin
melepaskan lawannya dalam keadaan hidup.
Bila kesempatan emas ini tidak dimanfaatkan, mungkin
mereka tak akan mampu lagi pulang ke Ciang-ciu dalam
keadaan hidup.
Bukan hanya para jago utama saja yang segera bertindak,
termasuk ketiga belas orang opas dan sebelas prajurit pun ikut
menyerbu dengan taruhan jiwa, biarpun kemampuan Coh
Siang-giok membantai dua puluh orang sambil tertawa
membuat perasaan hati mereka bergidik bercampur ngeri,
namun mereka pun mengerti, bila si Raja pemusnah tidak
dilenyapkan, mereka sendiri jangan harap bisa lolos dari situ
dalam keadaan selamat.
Keadaan yang dialami si Raja pemusnah saat ini boleh
dibilang bagaikan "Raja hutan yang dikeroyok anjing di daerah
kota".
Meski begitu, raja hutan tetap raja hutan, tak sembarangan
orang bisa mempermainkan sekor harimau secara gampang.
Dengan gerakan tubuh yang sangat mudah Coh Siang-giok
telah menghindarkan diri dari tujuh tusukan pedang yang
dilancarkan Ciu Pek-ih dan lima bacokan pedang Pek Huan-ji.
Sementara itu si Tangan besi dengan mengandalkan
kepalan besinya masih menyerang terus tanpa belas kasihan,
namun dengan satu gerakan cepat Coh Siang-giok berhasil
mencengkeram pergelangan tangan kanan opas kenamaan

493
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

itu, sementara tangan yang lain berbalik mencekal


pergelangan tangan kirinya.
Walaupun saat ini Coh Siang-giok sudah tak sanggup lagi
menggunakan kedua jenis ilmu pukulan andalannya, namun
dasar tenaga dalamnya amat sempurna, gerak serangannya
juga hebat dan di luar dugaan, dengan kemampuan semacam
ini, dia masih mampu berhadapan dengan kawanan jago
sehebat apapun.
Kini dia berencana mencengkeram kedua tangan lawan,
begitu sepasang tangan opas itu terpegang, maka dengan
satu tendangan kilat dia akan menghabisi nyawa si Tangan
besi.
Jika Tangan besi sudah ditendang, berarti dia punya
kesempatan untuk menghembuskan napas. Asal dia mendapat
peluang untuk mengatur kembali pernapasannya, maka semua
lukanya akan segera teratasi, posisinya yang asor pun segera
akan berbalik menjadi posisi di atas angin.
Sebetulnya apa yang dia harapkan tidak kelewat muluk, dia
hanya berharap bisa memperlambat datangnya serangan atau
paling tidak memperlunak datangnya tekanan dan himpitan
atas dirinya.
Dia memang hebat, dengan kepandaian yang dimilikinya,
mungkin tak ada tangan musuh yang berhasil lolos dari
cengkeraman mautnya.
Sayang ada pengecualian, kecuali sepasang tangan itu,
tangan milik si Tangan besi!
Tangan itu keras lagi licin, lebih keras dari baja dan lebih
licin dari belut.
Baru saja tangan Coh Siang-giok menempel di atas
tangannya, tangan itu sudah menggeliat dan tahu-tahu sudah
lolos dari cengkeramannya, bahkan sepasang kepalan itu
masih melanjutkan kembali serangannya.
Seandainya saat itu Coh Siang-giok mempunyai tangan
kedua, mungkin dia masih bisa menghadang datangnya
serangan sehingga mendapat kesempatan untuk
menghindarkan diri.

494
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sayang tangan kanan Coh Siang-giok nyaris lumpuh akibat


tusukan pedang Say Hong-ki yang menembusi tulangnya,
sementara tangan kirinya baru saja siap berubah jurus, tiba-
tiba dia merasakan badannya jadi kaku, rupanya pengaruh
obat pemabuk yang belum hilang seratus persen ditambah
kehilangan banyak darah membuat kondisi badannya
melemah, hingga tak kuasa lagi gerakan tubuhnya pun
melambat.
Dengan satu kecepatan luar biasa, kepalan kanan si
Tangan Besi langsung menghajar bahu kiri Coh Siang-giok,
satu pukulan telak!
Seketika Coh Siang-giok mendengar suara tulang bahu
sendiri yang remuk terhajar pukulan maut itu!
Tergopoh-gopoh si Raja pemusnah melancarkan sebuah
tendangan kilat.
Kecuali ilmu pukulan hawa panas Liat-hwe-ci-yan-ciang dan
ilmu pukulan hawa dingin Peng-pok-han-kong-ciang, sepasang
kaki Coh Siang-giok mampu melancarkan lima jenis ilmu
tendangan yang paling sulit di kolong langit, salah satu di
antaranya adalah ilmu tendangan lima harimau pemutus
nyawa, Ngo-hou-toan-hun-tui.
Ditinjau dari namanya, tentu saja ilmu tendangan lima
harimau pemutus nyawa berasal dari aliran Ngo-hou-bun
(perguruan lima harimau), tapi selama ini Ngo-hou-bun
tersohor dalam dunia persilatan karena ilmu golok lima
harimau pemutus nyawanya.
Lantaran ilmu tendangan Ngo-hou-toan-hun-tui tidak begitu
tersohor, lagi pula tidak banyak orang yang mengetahui
tentang ilmu tendangan ini, maka begitu banyak korban yang
tewas di ujung kakinya.
Setiap musuh cuma menaruh perhatian khusus menghadapi
ilmu golok lima harimau, siapa pun tidak menyangka di balik
bacokan golok akan muncul serangan tendangan yang
mematikan, tak heran musuhnya kebanyakan kalau bukan
tewas tentu terluka parah.

495
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dan kini Coh Siang-giok telah menggunakan ilmu Ngo-hou-


toan-hun-tui untuk menghadapi musuhnya, sudah pasti
kepandaiannya jauh di atas kemampuan orang-orang Ngo-
hou-bun sendiri.
Tapi sayang tendangannya kali ini dilancarkan dengan
menggunakan kaki yang salah, dia semestinya menendang
dengan kaki kanan, bukan kaki kiri, sama seperti tangan
kirinya, lantaran kehilangan banyak darah dan pengaruh obat
pemabuk yang belum hilang, kaki kanannya nyaris lumpuh
dan tak sanggup digunakan lagi.
Itulah sebabnya tendangan yang dia lancarkan pun jauh
lebih lamban.
Pertarungan antara dua jago silat paling pantang gerak
serangan melamban, sebab seringkali kejadian semacam ini
bisa berakibat kematian.
Begitu tendangan Coh Siang-giok melamban, kepalan
tangan kiri si Tangan besi langsung menghajar dada si Raja
pemusnah.
Coh Siang-giok mengira dia mampu menahan pukulan yang
dilancarkan lawan, siapa sangka tenaga pukulan si Tangan
besi sangat dahsyat, bahkan satu kali lipat lebih hebat dari
apa yang dibayangkan semula.
Tak ampun lagi tubuhnya langsung mencelat, sementara
badannya masih terlempar ke belakang, darah segar berulang
kali memancar keluar dari mulutnya.
Dengan begitu tendangan yang dilontarkan juga mengenai
tempat kosong.
Begitu tubuh Coh Siang-giok mencelat ke belakang, Tangan
besi segera menyusul tiba dengan cepat, sementara Ciu Pek-ih
melepaskan satu tusukan ke depan menyongsong datangnya
tubuh lawan.
Tusukan itu dilancarkan persis menyongsong kedatangan
tubuh Coh Siang-giok yang mencelat, dengan kata lain, tubuh
si Raja pemusnah justru menumbuk ke ujung pedang lawan.
Ujung pedang yang dingin bagaikan es langsung menempel
di tubuh Coh Siang-giok, menembus punggungnya.

496
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bagaimanapun juga Coh Siang-giok sudah banyak


pengalaman dalam menghadapi pelbagai situasi dan
pertarungan, ia berusaha keras menghimpun tenaganya,
berjaga agar tidak jatuh pingsan, dia enggan jatuh tak
sadarkan diri sebelum mengeluarkan seluruh jurus silat
andalannya.
Lekas sepasang kakinya direntangkan sejajar ke samping,
kemudian dia melepaskan tendangan ke kiri dan kanan
dengan jurus Lam-wan-pak-ciat (selatan bergabung utara
berpisah), sebuah ilmu tendangan aliran Bu-khek-pay.
Ketika tendangan itu menyambar tiba, mata pedang sudah
menembus punggungnya sedalam dua setengah inci, Ciu Pek-
ih tidak menyangka tendangan musuh datang begitu cepat,
begitu dadanya terhajar telak, badannya langsung mencelat.
Tangan besi yang menyusul tiba juga tak berhasil
menghindari tendangan yang menyerang secara tiba-tiba itu,
"Duk!", dadanya langsung terhajar telak.
Untung Tangan besi bukan jagoan kemarin sore, dalam
keadaan tak siaga, hanya satu tindakan yang dia lakukan
untuk menyelamatkan diri, tiba-tiba tangannya dilintangkan di
depan dada, dengan demikian tendangan yang datang tidak
langsung menghajar dadanya, tapi menghajar dulu di atas
tangannya.
Tubuh si Tangan besi ikut mencelat ke belakang.
Sambil melayang ke belakang, kedua orang itu
memuntahkan darah, bahkan darah yang memancar keluar
jauh lebih banyak ketimbang Coh Siang-giok, begitu telentang
di atas permukaan salju, untuk sesaat mereka tak sanggup
merangkak bangun.
Sementara itu Si Cong-ji sudah menerjang maju, setelah
kematian Ngo Kong-tiong dan Goan Kun-thian, jagoan inipun
memilih mengadu jiwa dengan lawannya.
Coh Siang-giok tertawa seram, "Bluk!", sepasang pedang
ditambah sebilah golok yang semula menancap di lengan,
punggung dan lambungnya mendadak mencelat ke udara dan
meluncur ke tubuh Si Cong-ji.

497
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sekuat tenaga Si Cong-ji menyambar sebilah pedang dan


sebilah golok, sayang masih ada sebilah pedang lagi yang
lolos dari genggamannya, pedang itu langsung menumbuk
tenggorokannya.
Si Cong-ji menjerit tertahan, tubuhnya jadi lemas dan
langsung roboh ke tanah.
Kini kedua lengan Coh Siang-giok sudah patah, dadanya
termakan dua bacokan golok dan terkena pukulan, perut
terluka oleh Am-gi, punggungnya terluka oleh sabetan pedang
ditambah dua luka senjata rahasia.
Walaupun dalam keadaan demikian, ia masih berhasil
membantai Si Cong-ji, namun darah semakin deras mengucur
keluar membuat badannya semakin lemas, bagaimanapun
juga lubuhnya bukan terbuat dari besi baja, dia mulai tak
mampu menahan diri.
Tapi Raja pemusnah enggan menyerah begitu saja, dalam
keadaan terluka parah, dia melakukan satu tindakan.
Melancarkan serangan balasan!! '
Padahal kenyataan dia memang hanya mempunyai sebuah
jalan ini saja, tak seorang pun tahu jelas kondisi badannya
ketimbang Coh Siang-giok sendiri, dia sadar, bila sekarang
tidak melancarkan serangan balasan, hal ini sama artinya
seperti menunggu kematian saja.
"Serang!!" mendadak Ciu Leng-liong membentak keras.
Kembali puluhan batang anak panah meluncur ke depan,
menghajar tubuh Coh Siang-giok.
Sembari berkelit sebisanya Raja pemusnah menerjang maju
terus ke depan, biarpun tangannya lumpuh namun dia tetap
menerjang bagaikan banteng terluka.
Menghadapi kenekatan lawannya, kawanan prajurit dan
opas itu jadi tertegun, terkesima dibuatnya, selama hidup
belum pernah mereka jumpai manusia yang begitu
menakutkan.
Kembali Coh Siang-giok terhajar tiga batang panah,
tubuhnya telah menerjang masuk ke tengah kerumunan
orang, dia mulai menerjang ke kanan menumbuk ke kiri,

498
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

setiap orang yang kena ditumbuk olehnya kalau bukan mati


terbakar hangus, tentu roboh kaku jadi mayat beku.
Tak seorang pun mampu menghindari kecepatan gerak Coh
Siang-giok, dalam waktu singkat kembali ada delapan orang
tewas mengenaskan.
Coh Siang-giok sadar, sistim pertarungan semacam ini
bukan merupakan serangan balasan, sebab setiap kali dia
menumbuk tubuh seseorang maka dia bisa melimpahkan dua
jenis aliran hawa murni yang bergolak di tubuhnya ke tubuh
lawan.
Kendatipun dengan cara begini ia tak bisa mengurangi luka
dalamnya, paling tidak ia dapat membuang hawa murni yang
tak terkendali keluar dari badannya sehingga pada akhirnya
dia dapat menggunakan lagi ilmu andalannya Peng-pok-han-
kong-ciang dan Liat-hwe-ci-yan-ciang untuk mengalahkan
lawan.
Memang sepasang tangannya terluka parah hingga sulit
digunakan, namun begitu kedua macam ilmu pukulannya pulih
kembali, bila orang ingin membunuhnya, mungkin hal ini akan
lebih sulit ketimbang mendaki langit
Dalam waktu singkat kembali Coh Siang-giok menumbuk
roboh enam orang, sekarang dia tinggal menumbuk dua orang
lagi sebelum tenaga dalamnya pulih kembali.
Mendadak ia ditubruk seseorang dari depan lalu dipeluk
erat, orang itu sangat besar tenaganya, bahkan Coh Siang-
giok nyaris mendengar suara gemerutuk tulang tubuhnya yang
remuk.
Dengan cepat dia mendongakkan kepala lalu menumbuk
dada orang itu dengan keras.
Orang itu segera muntah darah, namun pelukannya bukan
terlepas, malah makin lama semakin kencang, dia tak lain
adalah si Tangan pemisah emas Thian Toa-ciok.
Bersamaan waktunya, Ciu Leng-liong menerjang maju ke
depan, tangan kirinya memegang pedang sementara tangan
kanannya menggenggam golok.

499
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Menyaksikan hal ini, Coh Siang-giok jadi panik, dengan


mengerahkan segenap tenaga dalam yang dimilikinya dia
gempur tubuh Thian Toa-ciok.
Sungguh dahsyat gempuran tenaga dalam itu, Thian Toa-
ciok seketika merasa hawa darah dalam rongga dadanya
bergolak keras.
Coh Siang-giok sendiri pun merasakan seluruh badannya
jadi lemas tak bertenaga, segenap otot badannya serasa
kendor mau lepas, tenaga dalamnya pun nyaris tinggal
setengah, bahkan tak mungkin pulih kembali dalam waktu
singkat.
Waktu itu pelukan Thian Toa-ciok memang sudah
mengendor tapi bukan berarti terlepas, biarpun begitu,
ternyata Coh Siang-giok pun tak sanggup melepaskan diri dari
pelukannya, ia sadar sisa tenaga dalam yang dimilikinya
sekarang sudah tinggal tak seberapa.
Dalam sekejap mata Ciu Leng-liong sudah menerjang tiba,
golok dan pedangnya langsung diayunkan bersama membacok
tubuh lawan.
Coh Siang-giok sadar akan datangnya ancaman yang
membahayakan jiwanya, keinginan untuk mempertahankan
hidup segera bangkit kembali, biarpun tenaga dalamnya nyaris
punah, bukan berarti kungfunya telah hilang, secara beruntun
dia melancarkan tendangan dengan kedua kakinya.
Dalam keadaan amat gawat, ternyata Coh Siang-giok masih
mampu menendang secara jitu, golok dan pedang di tangan
Ciu Leng-liong segera mencelat ke udara.
Tapi sayang dia telah melupakan satu hal.
Ciu Leng-liong tersohor sebagai Monyet sakti bertangan
tiga, dia masih memiliki tangan ketiga yang bisa melancarkan
serangan.
Tiba-tiba dari balik pakaiannya muncul tangan ketiga yang
mencabut keluar sebilah pisau pendek, pisau itu langsung
dihujamkan ke hulu hati Coh Siang-giok hingga tinggal
tangkainya saja.

500
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Coh Siang-giok menjerit kesakitan, suaranya keras hingga


memekakkan telinga, sekali lagi sepasang kakinya melejit ke
depan bagai ular sanca dan langsung menjepit tengkuk Ciu
Leng-liong, setelah itu dengan sekuat tenaga ia memuntirnya.
Tak ampun tengkuk Ciu Leng-liong seketika patah.
Saat itulah Thian Toa-ciok mulai mengendorkan
pelukannya, ketika melihat tusukan pisau Ciu Leng-liong
menghujam telak di hulu hati Coh Siang-giok, ia sadar musuh
besarnya tak mungkin bisa hidup terus, maka dia pun
menghembuskan napasnya yang terakhir dengan perasaan
lega.
Dengan terlepasnya pelukan Thian Toa-ciok, tubuh Coh
Siang-giok pun roboh terkapar di tanah, kebetulan Ciu Leng-
liong pun roboh persis di sampingnya, darah segar segera
berhamburan membasahi seluruh permukaan salju.
Mereka berdua sama-sama belum tewas, setelah mengatur
napasnya yang tersengal, Coh Siang-giok bertanya, "Kenapa
kau memiliki tiga buah tangan?"
"Sebenarnya aku dilahirkan sebagai anak kembar dempet,
tapi saudaraku mati, padahal tangannya tumbuh di badanku,
oleh sebab itu aku mempunyai tiga buah tangan, selama ini
aku takut orang menganggap diriku sebagai makhluk aneh,
maka tangan ketiga ini selalu kusembunyikan di dalam baju."
Tak heran dia dijuluki Monyet sakti bertangan tiga, julukan
ini memang sangat tepat. Hanya saja orang pertama yang
memberi julukan itu kepadanya sama sekali tidak tahu kalau
Ciu Leng-liong benar-benar memiliki tiga buah tangan.
Tanya jawab antara Coh Siang-giok dengan Ciu Leng-liong
saat ini berlangsung damai, tidak ada nada permusuhan, tak
ada nada ejekan, semua pertanyaan diajukan secara tulus dan
semua dijawab secara jujur, karena tanya jawab itu
merupakan percakapan mereka yang terakhir kalinya, setelah
itu mereka tak pernah bisa bertanya jawab lagi.
Angin puyuh dan hujan salju masih turun dengan derasnya,
udara terasa makin dingin mencekam.

501
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sejak si Raja pemusnah kabur dari penjara besar besi


berdarah, hingga terjadinya pertempuran sengit ini, salju dan
angin masih menderu tiada hentinya, seakan alam merasa
gusar.
Tapi sayang betapapun marahnya alam, Raja pemusnah
tak pernah mendengarnya lagi.
Kini di arena tinggal lima orang prajurit dan lima orang
opas yang masih berdiri terkesima karena ketakutan, wajah
mereka masih pucat, tubuh mereka menggigil, mereka masih
kuatir Coh Siang-giok akan melompat bangun lagi dan
membantai mereka satu per satu.
Di situ pun masih berdiri sesosok bayangan manusia
berbaju putih, sejak Ciu Pek-ih kena tendangan hingga roboh,
ia sudah kehilangan semangat tempurnya, saat itu juga dia
telah memburu ke sisi suaminya dan merawat lukanya, orang
itu tak lain adalah Pek Huan-ji.
Saat ia membangunkan Ciu Pek-ih, lelaki itu hanya
membisikkan beberapa patah kata, "Aku tak bakal mati!"
Kemudian ia pun jatuh tak sadarkan diri.
Ciu Pek-ih memang tak mungkin mati, karena pedangnya
menghujam dulu di tubuh si Raja pemusnah, pedang memang
selalu lebih panjang ketimbang tangan atau kaki, tendangan
Coh Siang-giok meski menghajar telak di dadanya, namun
karena tendangan itu dilontarkan setelah ia terluka dulu oleh
tusukan pedang, tentu saja tendangan tadi berkurang banyak
daya penghancurnya, ditambah lagi Coh Siang-giok keburu
terluka dan tidak mengejarnya lebih jauh, dengan demikian
nyawanya pun terselamatkan dari ancaman kematian.
Sekalipun begitu, tendangan itu cukup membuat Ciu Pek-ih
menderita luka dalam yang sangat parah.
Bagaimana dengan si Tangan besi?
Waktu itu Tangan besi masih tergeletak di tanah, anggota
badannya terasa lemas tak bertenaga, dia memang tak
sanggup merangkak bangun, dadanya terasa sakit sekali
bagaikan diiris dengan golok, sekalipun begitu dia tak sampai
kehilangan nyawa.

502
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam keadaan yang amat kritis tadi, rentangan tangannya


telah menyelamatkan jiwanya dari kematian, sepasang tangan
besinya telah menerima tendangan maut dari Coh Siang-giok,
oleh sebab itu dia hanya terluka dalam karena getaran
tendangan itu dan tidak mati tertendang.
Sebaliknya si Raja pemusnah Coh Siang-giok tak mampu
meloloskan diri dari kematian, dia mati secara mengenaskan.
Begitu banyak orang mengepungnya seorang diri... beribu li
ditempuh hanya untuk mengejarnya ... membokong dan
menyergapnya ... pihak pengejar harus kehilangan dulu
banyak jago-jago pilihannya sebelum berhasil mencabut
nyawanya...
Dengan termangu-mangu si Tangan besi mengawasi
lapisan salju yang menggunung di hadapannya, ia terbayang
kembali perkataan Cing Sau-song, terbayang kembali cita-cita
si Raja pemusnah yang setinggi langit....
Untuk sesaat dia tak tahu, semua perbuatan yang telah
dilakukannya selama ini sebenarnya benar atau salah?
Ia merasa sangat lelah, belum pernah perasaan hatinya
kosong dan sedih seperti kali ini ... dia tahu sebenarnya Coh
Siang-giok sanggup menghabisi nyawanya, tapi...
Kini dia hanya berharap dirinya bisa berbaring tenang di
atas permukaan salju, berbaring terus entah sampai kapan ....
Bunga salju masih beterbangan di angkasa, menutupi
wajahnya, kepalanya, mulutnya ... bunga salju nan putih
melayang turun tiada hentinya, seakan hendak membersihkan
dunia ini dari seluruh bercak darah ....
oooOooos

Bab IV. TANGAN KEMALA.


Perbincangan di Bawah Cahaya Lilin.

Cahaya lilin yang terang benderang menerangi sebuah


ruangan yang indah, dalam ruangan duduk dua orang,
seorang kakek dan seorang anak muda, mereka duduk

503
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berhadapan dengan papan catur di sebuah meja kecil, sudah


semalaman mereka saling menyerang dan bertahan.
Tampaknya kedua orang itu menaruh perhatian yang
sangat besar dalam permainan catur itu, meski mereka saling
berbicang, namun suara pembicaraan amat rendah.
Terdengar kakek itu berkata setelah menghela napas
panjang, "Put-cing (Tanpa Perasaan), tampaknya permainan
caturmu bertambah maju."
Pemuda itu termenung sesaat, kemudian baru menjawab,
"Bila sejak awal aku diserang, dapat dipastikan tak sampai
sepeminuman teh aku sudah menderita kekalahan."
Kembali kakek itu tertawa. "Put-cing, usiamu baru dua
puluhan tahun, tapi jalan pikiranmu amat cermat, jauh
melebihi orang yang telah berusia empat puluhan tahun.
Cuma kau mesti pandai mengendalikan diri, kalau tidak, orang
muda dengan pikiran dewasa justru akan mendatangkan
penderitaan bagi diri sendiri."
"Boanpwe bukannya kelewat kesengsem dengan watak
begini, hanya saja sulit rasanya untuk melanggar kebiasaan,"
jawab sang pemuda dengan sangat hormat.
Kembali kakek itu tertawa. "Napsu membunuhmu kelewat
tebal, tentu saja sulit bagimu untuk tidak melanggar
kebiasaan."
Sementara pembicaraan masih berlangsung, tiba-tiba daun
jendela dijebol orang, kemudian tampak tiga orang lelaki kekar
berbaju hitam menerobos masuk ke dalam ruangan, begitu
berada dalam ruangan serentak mereka memencarkan diri dan
mengepung tua muda itu dengan rapat.
Di bawah cahaya rembulan yang memancar masuk lewat
jendela, terlihat sinar tajam memancar keluar dari balik mata
pemuda itu, hanya sekejap kemudian sambil menundukkan
kembali kepalanya ia berkata, "Bagaimana mungkin bisa
melenyapkan napsu membunuh bila sulit menghindari urusan
duniawi?"

504
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bagaimana caranya hilangkan napsu membunuh?" ujar


kakek itu lagi dengan nada sangat tenang, "kenapa harus
dirisaukan?"
Dalam pada itu tiga lelaki berbaju hitam yang menerobos
masuk ke dalam ruangan mulai tak dapat menahan diri, hawa
membunuh makin menebal, tampaknya mereka makin naik
darah setelah melihat kedua orang tua muda itu sama sekali
tak menggubris kehadiran mereka.
Salah seorang di antaranya segera membentak nyaring,
"Kau adalah Cukat-sianseng?"
Kakek itu menghela napas panjang, diambilnya sebiji catur
putih, kemudian sambil meletakkan di papan catur katanya
perlahan, "Hai, nampaknya yang mesti dibunuh tetap harus
dibunuh."
"Benar!" sahut pemuda berbaju putih itu tanpa bergerak,
hanya bibirnya yang tipis bagaikan pedang yang bergetar
pelan.
Lelaki yang membuka suara itu semakin gusar dibuatnya,
kembali ia membentak keras, "Aku tak peduli siapa kau,
jangan salahkan aku bertindak keji kepadamu!"
Goloknya segera dilolos dari sarungnya kemudian diiringi
deru angin tajam langsung membabat belakang kepala kakek
itu.
Bacokan golok ini dilancarkan dengan tujuh bagian tenaga,
tiga bagian lainnya melakukan pertahanan, dalam satu
gerakan terdiri dari lima perubahan. Setiap saat dia bisa maju
atau mundur sekehendak hati.
Dari gerak serangan ini, dapat disimpulkan bahwa orang itu
tentulah seorang jago golok kenamaan dalam dunia persilatan.
Kakek itu masih juga tidak bergerak. Ketika mata golok
nyaris membabat belakang tengkuk sang kakek, tiba-tiba
pemuda berbaju putih mengernyitkan alis, hawa napsu
membunuh menyebar di wajahnya, sekali kelebatan cahaya
putih tahu-tahu terdengar manusia berbaju hitam menjerit
kesakitan lalu roboh di lantai tak bernyawa

505
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sementara pemuda berbaju putih seolah sama sekali tak


bergerak, dia masih duduk di tempat semula.
Dari tenggorokan mayat lelaki berbaju hitam yang
tergeletak di lantai, terlihat ada sebatang paku pengejar
nyawa (Pek-kut-tui-hun-ting) yang berwarna kebiru-biruan
menancap telak di situ.
Dua orang lelaki berbaju hitam sisanya segera saling
bertukar pandang sekejap dengan perasaan amat kaget,
sesaat kemudian mereka segera melolos ruyung kelabang
sembilan ruas (Kiu-ciat-wu-kong-pian) dan sebilah golok tipis
dari sakunya, kemudian dari kiri dan kanan menyerang kakek
dan pemuda itu.
"Hm!" kembali pemuda berbaju putih itu mendengus
dingin, "berani kurangajar terhadap Cukat-sianseng berarti
mampus!"
Waktu itu ruyung kelabang sembilan ruas itu sudah
menyambar tiba dan mengancam kepala Cukat-sianseng,
pemuda itu segera menggetarkan tubuhnya, lagi-lagi setitik
cahaya putih berkelebat.
Walaupun serangan yang dilakukan lelaki berbaju hitam itu
dengan ruyungnya ditujukan ke arah Cukat-sianseng, namun
karena ia tahu kehebatan pemuda berbaju putih itu, apalagi
setelah melihat rekannya tewas dalam sekali gebrakan saja,
maka seluruh perhatiannya tertuju ke arahnya.
Begitu melihat pemuda itu menggetarkan badannya lekas
ruyung kelabang sembilan ruasnya diubah dari serangan
menjadi pertahanan, siapa tahu belum habis ingatan itu
melintas, cahaya putih telah menyambar tiba, dadanya terasa
sakit sekali, begitu ia menundukkan kepala, terlihat sebatang
piau baja telah menancap dalam dadanya.
Lelaki itu menjerit kesakitan, teriaknya terbata-bata, "Kau
... kau adalah Put-cing si Tanpa Perasaan?"
Pemuda berbaju putih itu tidak menjawab, perhatiannya
seolah sedang terpusat di papan catur di hadapannya.

506
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sementara Cukat-sianseng telah berpaling sambil menghela


napas panjang, sahutnya, "Dia memang selalu turun tangan
Tanpa Perasaan!"
Lelaki itu segera roboh terjengkang ke tanah dan tamat
riwayatnya.
Rekannya yang bersenjata golok jadi ketakutan setengah
mati, cepat dia urungkan serangannya lalu setelah menengok
kiri kanan sekejap, tanpa banyak bicara lagi dia melarikan diri
lewat jendela
"Balik!" bisik Cukat-sianseng tiba-tiba sambil menghela
napas.
Ketika mengucapkan kata "ba" tadi, tubuhnya masih duduk
di depan meja catur, namun ketika mengucapkan kata "lik",
tahu-tahu badannya sudah menghadang di depan jendela, hal
ini membuat lelaki bersenjata golok tipis itu nyaris menumbuk
dadanya.
Lelaki bersenjata golok jadi kelabakan, dalam gugupnya dia
mengayunkan goloknya melancarkan sebuah bacokan,
serangan yang dilancarkan dalam keadaan panik memang
sangat berbahaya dan sulit dibendung.
Siapa tahu belum sampai setengah jalan, tiba-tiba golok itu
patah jadi tiga bagian, bagian tengah goloknya yang patah
masih berada dalam jepitan jari tengah dan telunjuk Cukat-
sianseng, sementara bagian kiri dan kanannya sudah rontok
ke tanah.
"Kau adalah si Golok cepat Cho Keng-hiong dari kota Si-
ciu?" tegur Cukat-sianseng sambil tersenyum.
Sadar niatnya untuk kabur mustahil terlaksana, lelaki itu
menghela napas panjang, sambil membuang kutungan
goloknya ke tanah, sahutnya jengkel, "Kau tak usah pedulikan
siapa aku, mau bunuh mau bantai lakukan saja sesuka
hatimu!"
Cukat-sianseng menepuk bahunya pelan, lalu katanya
sambil tertawa, "Pulang dan beritahukan kepada Mo-kouw
(bibi iblis), bila dia menginginkan batok kepalaku, suruh dia
datang dan mengambil sendiri, jangan mengirim orang hanya

507
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

untuk mengantar kematian saja, kalau tidak, Lohu yang akan


pergi mencarinya."
Untuk sesaat Cho Keng-hiong hanya berdiri termangu
dengan biji mata berputar tiada hentinya, dia tak tahu apa
yang mesti dilakukan.
"Pergilah!" kembali Cukat-sianseng berkata sambil
mendorong tubuhnya keluar.
Seketika itu juga badan Cho Keng-hiong mencelat keluar
dari jendela dan roboh terjerembab di luar sana, sesaat
kemudian baru terdengar ia merangkak bangun dan kabur
terbirit-birit meninggalkan tempat itu.
Put-cing menunggu sesaat lamanya, ketika mendengar
langkah Cho Keng-hiong sudah pergi agak jauh, baru ia
berbisik, "Biar kukuntit dia!"
Cukat-sianseng tersenyum "Cho Keng-hiong adalah anak
buah Mo-kouw, tak nanti utusan Peronda dari Mo-kouw
membiarkan orang lain menguntit kepergiannya."
"Ooh, kalau begitu dengan cepat Cho Keng-hiong bakal
balik lagi kemari?" ujar Tanpa Perasaan setelah berseru
tertahan.
Cukat-sianseng tidak menjawab, dia hanya menghela napas
panjang.
Mendadak dari luar jendela berkumandang datang suara
deruan angin puyuh yang sangat kencang, deruan angin tajam
itu serasa membelah ketenangan malam, tampak sesosok
bayangan merah melintas di luar jendela.
Dengan cekatan Cukat-sianseng menundukkan kepalanya,
sebatang gurdi terbang tampak menyambar masuk melalui
jendela dan menghajar dinding ruangan.
"Duk!", dinding itu seketika hancur berantakan diiringi
suara gemuruh keras.
Di ujung gurdi terbang itu tampak seutas kawat baja, ketika
kawat itu disentak keras, sang gurdi terbang pun meluncur
balik melalui daun jendela, bayangan hitam itu segera lenyap
sementara di lantai terbanting tubuh seseorang.
Sesaat kemudian suasana pulih kembali dalam keheningan.

508
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Terdengar Cukat-sianseng berkata sambil tertawa hambar,


"Yang datang adalah utusan Peronda berbaju merah dari arah
timur, Yu-hun-soh-pok-jui (Gurdi pembetot sukma penghancur
nyawa) Cong Ki-ko."
Tanpa Perasaan segera bangkit berdiri siap melakukan
pengejaran, tapi Cukat-sianseng segera mencegah, "Tidak
usah dikejar, cepat atau lambat urusan ini toh bakal
kuserahkan kepadamu untuk diselesaikan."
Si Tanpa Perasaan mengalihkan sorot matanya ke tubuh
orang yang tergeletak di lantai, tampak lambungnya jebol
terhajar gurdi, ceceran darah dan daging berserakan dimana-
mana, kematiannya sangat mengenaskan, orang itu tak lain
adalah Cho Keng-hiong.
Sambil tertawa dingin Tanpa Perasaan segera berseru,
"Kejam dan telengas amat sikap Mo-kouw terhadap anak buah
sendiri!"
"Asal-usul Mo-kouw memang merupakan misteri hingga
kini, belum ada yang tahu asal-usulnya, dari keempat iblis
langit Su-toa-thian-mo yang terdiri dari Kouw (bibi), Tauw
(pentolan), Sian (dewa) dan Sin (malaikat), meskipun
kepandaian silat Mo-sin (malaikat iblis) Cun Yu-siang menjagoi
kolong langit, namun dia masih bukan tandingan dari Mo-sian
(dewa iblis) Lui Siau-jut. si Dewa iblis meski hebat, namun
tidak sehebat Mo-tauw (pentolan iblis) Si Ku-pei, sedang Mo-
kauw (bibi iblis) konon jauh lebih tangguh daripada ketiga
orang ini, bahkan pandai sekali menggunakan ilmu merayu
hingga membuat ketiga jagoan ampuh ini tunduk seratus
persen di bawah perintahnya, rela dan ikhlas bekerja
untuknya. Sementara siapakah bibi iblis yang sebenarnya tak
seorang pun yang tahu jelas, semua orang hanya tahu dia
adalah seorang wanita setengah umur ... setiap jago yang
pernah bertarung melawannya, tak seorang pun yang bisa
lolos dengan selamat, konon mereka semua mati secara
mengerikan
"Lantas apa alasannya ingin membunuh paman?" sela
Tanpa Perasaan.

509
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kembali Cukat-sianseng tertawa. "Aku adalah paman empat


opas yang termashur di kotaraja, kalau dia tidak membunuhku
lantas ingin membunuh siapa?"
"Kalau dia berani datang sendiri untuk membunuhmu,
sama artinya mencari kematian buat diri sendiri."
"Keliru besar, tiga orang pembunuh gelap yang dia kirim
malam ini hanya merupakan bagian dari siasat 'suara di timur
menggempur di barat' yang sedang dia jalankan, sebab saat
ini dia sedang melakukan pekerjaan yang bakal mencelakai
orang banyak di wilayah seputar Pak-shia (benteng utara),
salah satu di antara empat keluarga kenamaan dalam dunia
persilatan."
"Apa yang sedang ia lakukan?"
"Menciptakan manusia obat!"
"Menciptakan manusia obat?"
"Benar," Cukat-sianseng mengangguk, "selain ilmu silatnya
lihai dan luar biasa, Mo-kouw juga sangat menguasai ilmu
racun yang berasal dari perguruan Ciat-yu-bun di lautan timur,
yang lebih menakutkan lagi adalah dia bisa menghilangkan
kesadaran dan watak seseorang dengan menggunakan obat
beracun, pengaruh racun itu akan membuat korbannya
kehilangan pikiran dan keinginan, sepanjang hidup jadi
budaknya, setia kepadanya dan rela mati demi dirinya, orang-
orang semacam itu hanya taat pada perintah Mo-kouw
seorang, manusia jenis inilah yang dinamakan manusia obat."
"Masa ia berani mengincar Pak-shia?"
"Bukan hanya benteng utara saja yang menjadi sasaran
mereka, dia bahkan berencana mengumpulkan kawanan iblis
untuk menciptakan manusia-manusia obat dari anggota
Benteng utara kemudian menyerang juga Tang-po (benteng
timur), Lam-ce (benteng selatan) dan Pak-tin (kota barat)!"
"Permusuhan apa yang terjalin antara dia dengan empat
keluarga kenamaan dunia persilatan?" tanya Tanpa Perasaan
heran.
"Sepuluh tahun berselang, kawanan iblis itu sudah sering
melakukan keonaran dalam dunia persilatan, maka Lam-cecu,

510
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Say Tin-cu dan Pak-shiacu bekerja sama membasmi Mo-kouw


dari muka bumi. Dalam kerubutan itu, iblis wanita itu berhasil
melarikan diri meski menderita luka dalam yang cukup parah.
Maka sepuluh tahun kemudian, Mo-kouw bangkit kembali,
tentu saja tujuannya adalah untuk menuntut balas. Karena
orang yang melukai dia paling parah sepuluh tahun berselang
adalah Lo-shiacu dari benteng utara, maka kali inipun dia
jadikan Lo-shiacu sebagai sasaran pertamanya dalam usaha
balas dendam."
"Shiacu baru dari benteng utara Ciu Pek-ih adalah seorang
jago yang sempurna baik Gwakang maupun Lwekang, ilmu
pedang yang dimiliki pun luar biasa, biar masih muda namun
bukan orang yang gampang diganggu, apalagi masih didukung
para jago dari Tang-po, Say-tin dan Lam-ce, belum tentu Mo-
kouw, Mo-tauw, Mo-sian dan Mo-sin bisa memperoleh
keuntungan secara mudah."
"Ketika terjun kembali ke dalam dunia persilatan, empat
gembong iblis Su-toa-mo-ong telah sesumbar mengatakan
akan menggantikan posisi empat keluarga kenamaan dari
dunia persilatan. Tentu saja langkah ini mereka lakukan
dengan perencanaan yang cermat dan sempurna. Saat ini,
kawanan jago dari Say-tin maupun Lam-ce sedang
menghadapi kesulitan besar di wilayah Soat-say dan
sekitarnya, jelas kekuatan mereka mustahil bisa digeser dari
tempat itu. Sementara Pocu dari benteng timur, Kim-to-bu-tek
(golok emas tanpa tandingan) Ui Thian-seng telah mengirim
kawanan jago lihainya untuk membantu, sementara dia sendiri
akan menyusul ke Pak-shia untuk memberikan bantuan. Jelas
Su-toa-mo-ong sudah memperhitungkan dengan cermat kalau
empat keluarga kenamaan sedang menghadapi kesulitan
hingga mustahil datang membantu Pak-shia, maka mereka
memanfaatkan peluang ini untuk bertindak."
"Jadi tujuan Mo-kouw mengirim anak buahnya untuk
membunuh kita malam ini adalah agar kita mengira dia ada di
kotaraja, karena dia berada di sini maka kita berdua jadi tak
mungkin berangkat ke Pak-shia untuk memberikan bantuan?"

511
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Benar," Cukat-sianseng mengangguk, "dia yakin kita pasti


akan mengutus orang untuk membantu pihak Pak-shia. Su-
toa-mo-ong memang sudah terlalu banyak melakukan
kejahatan, mereka sering menculik lelaki kekar untuk dijadikan
manusia obat, bagaimanapun juga, tanggung jawab kasus
besar ini sudah terjatuh ke pundak kita berdua, jadi mau tak
mau kita memang harus mencampurinya
Setelah berhenti sejenak, kembali lanjutnya, "Apa yang ia
lakukan malam ini seakan memberitahu kepada kita bahwa dia
pun sudah tiba di Pak-shia, padahal beberapa hari mendatang
Baginda Raja akan melakukan perjalanan jauh, dia seperti
memberitahu kepada kita bahwa setiap saat dia bisa berbuat
sesuatu yang tidak menguntungkan bagi keselamatan
Baginda, maka ia peringatkan agar kita jangan turut campur
urusan ini, paling baik jika tetap berada di kotaraja untuk
melindungi keselamatan kaisar
"Hm, apa dia lupa kau mempunyai empat orang murid?"
jengek Tanpa Perasaan sambil tertawa dingin.
"Lupa sih tidak mungkin, tapi dewasa ini si Darah dingin,
Pengejar nyawa dan Tangan besi sudah berada di wilayah
Soat-say, terlibat dalam perseteruan yang melibatkan Say-tin
dan Lam-ce, sementara di sini walaupun masih ada seorang
anak muridku yang paling tangguh, tapi sayang gerak-
geriknya tidak leluasa
"Orang lain mungkin tidak tahu, tapi paman pasti tahu
dengan jelas, walaupun sepasang kakiku lumpuh, namun
masalah pelacakan dan penyelidikan kasus besar masih tak
akan menyulitkan aku."
"Benar, aku tahu akan hal ini. Aku sengaja
memberitahukan semua ini kepadamu karena aku memang
berniat mengirim kau ke sana, tapi kau harus ingat, perjalanan
kali ini sangat berbahaya dan penuh dengan ancaman maut.
Aku pun tahu meski kakimu sudah lumpuh namun ilmu
meringankan tubuhmu sangat hebat, kau pun sangat
menguasai ilmu senjata rahasia sehingga mengabaikan
kepandaian silat lainnya, bagi pihak lawan, mungkin saja

512
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mereka akan memandang remeh dirimu karena kelumpuhan


itu, kelihaian ilmu meringankan tubuhmu justru akan memberi
peluang kepadamu untuk menyerang secara tak terduga.
Orang juga tahu kalau tenaga dalammu telah punah, maka
jurus serangan terakhirmu yang sangat mematikan, kalau bisa
jangan digunakan secara sembarangan apabila bukan
terdesak oleh keadaan. Siasatmu jauh melebihi si Darah dingin
dan lainnya, satu-satunya kelemahanmu hanya kau tak bisa
benar-benar Tanpa Perasaan, kau tak bisa melupakan
perasaan, hal inilah yang membuat kau banyak tersiksa."
"Terima kasih banyak atas nasehat paman," kata Tanpa
Perasaan kemudian dengan kepala tertunduk, "kini keadaan
sudah mendesak, ada baiknya aku segera berangkat."
"Bila kau menggunakan jalan negara menuju Suchuan,
perkiraanku ketika tiba di seputar wilayah Soat-say kau akan
berjumpa dengan Ui Thian-seng dari Benteng timur. Kawanan
jago yang menyertainya antara lain terdiri dari Hong-ta-pit-pay
(tiap bertarung pasti kalah) Khong Bu-ki, Hui-sian (dewa
terbang) Ci Yau-hoa, Siau-thian-san-yan, Chi Ang-kiok dan
lain-lain
"Hong-ta-pit-pay Khong Bu-ki?" senyuman mulai menghiasi
wajah Tanpa Perasaan, "konon kungfu yang dimiliki orang ini
sangat hebat, dia terhitung jago lihai andalan Tang-po, sangat
pemberani, besar nyalinya dan setia sampai mati. Sayang
nasibnya kurang mujur hingga setiap kali giliran dia turun
tangan, musuh yang dihadapi selalu lebih tangguh dari
kemampuannya. Walau begitu, pihak lawan pun tak pernah
berhasil membunuhnya, setiap kali di saat yang paling kritis ia
selalu berhasil meloloskan diri. Semakin tinggi kungfu yang
dimiliki, semakin hebat pula musuh yang harus dihadapi
sehingga tiap kali bertarung harus menelan kekalahan. Konon
semenjak terjun ke dunia persilatan, dia sudah seratus dua
puluh empat kali keok di tangan orang lain. Walau tiap kali
bertarung selalu kalah, namun kekalahan tak sampai
menyurutkan semangatnya, malah dia pun tak pernah mau
mencari musuh yang memiliki kungfu jauh di bawah

513
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kemampuannya untuk diajak bertarung ... lambat-laun orang


mulai menaruh hormat kepadanya. Tiap kali berhasil
mengalahkan dia, selalu tak tega membunuhnya. Kalangan
Pek-to menghormati keberanian dan kesetia-kawanannya,
kalangan Hek-to menaruh hormat karena keberaniannya
menantang maut ... yang mengherankan justru Toa-mong-
liong, Kim-to-bu-tek (naga ganas, golok emas tanpa
tandingan) Ui Thian-seng yang konon lebih menghormati lelaki
ketimbang wanita, kenapa kali ini bisa berangkat bersama Ci
Yau-hoa dan Chin Ang-kiok...?"
"Aku dengar dua orang saudara seperguruan Ci Yau-hoa
telah ditangkap Mo-kouw untuk dijadikan manusia obat.
Saudara tua Chin Ang-kiok yang dijuluki Jian-li-it-tiam-heng
(seribu li setitik noda) Chin Sam-kong juga kena dikerjai Mo-
kouw hingga tewas mengenaskan di atas salju, kebetulan Chin
Ang-kiok sedang pergi mencari Mo-kouw untuk membuat
perhitungan! Kau sendiri tahu keusilan dan ketajaman mulut
Ci Yau-hoa, Ui Thian-seng sebagai lelaki lugu, mana mungkin
bisa menangkan ketajaman mulutnya?"
"Besok pagi aku akan berangkat, kalau tak ada aral
melintang, menurut perkiraanku dalam tiga hari aku pasti
sudah berkumpul dengan Ui-lopocu dan lainnya di jalan raya
menuju Soat-say."
Mendadak paras muka Cukat-sianseng berubah serius,
bisiknya, "Orang itu datang lagi, kelihatannya bajingan ini
memang sedang mengintai dan mengawasi gerak-gerik kita."
Belum selesai ia berkata, dari balik deruan angin malam di
sebelah depan sana, tiba-tiba bergema suara gemuruh angin
topan yang amat kencang dan nyaring, suara itu berasal dari
arah timur, namun dalam sekejap telah tiba di depan jendela
dan ... "Wes!", sebuah benda telah ditimpukkan masuk melalui
daun jendela.
Cukat-sianseng segera melejit ke udara, gurdi terbang itu
segera menyambar melalui bawah kakinya dan menghajar
dinding ruangan.

514
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika sang gurdi menghajar dinding, rantai gurdi


menegang lurus, Cukat-sianseng segera menutulkan ujung
kakinya di atas rantai itu dan meluncur keluar jendela
menelusuri rantai tadi.
Gagal dengan serangannya, segera orang itu menarik
kembali gurdinya, meski senjata berhasil ditarik balik namun
disertai kehadiran Cukat-sianseng.
Begitu melihat Cukat-sianseng sudah berdiri di hadapannya,
orang itu nampak terperanjat hingga tanpa terasa berseru
tertahan.
Dengan gerakan cepat Cukat-sianseng mencakar tubuh
lawan, lekas orang itu melompat mundur sambil berkelit,
"Breet!", di bawah sinar rembulan tampak dalam genggaman
Cukat-sianseng telah bertambah dengan selembar kain merah,
sementara di kejauhan sana terlihat manusia berbaju merah
itu menyelinap ke balik kegelapan dan lenyap dari pandangan.
Sesaat Cukat-sianseng berdiri tegak di situ, kemudian baru
berjumpalitan dengan gerakan Si-siung-juan-kiau-in (pinggang
ramping menembus awan) dan balik kembali ke dalam
ruangan.
Kini ruangan sudah kosong, tak nampak bayangan tubuh
Tanpa Perasaan, tapi di atas dinding tertera beberapa baris
huruf yang berbunyi: "Sudah dua kali anak buah Mo-kouw
melancarkan percobaan pembunuhan, untuk menghilangkan
ancaman ini, sang utusan harus dibungkam lebih dulu".
Di bawah cahaya lilin, Cukat-sianseng termenung sambil
berpikir sejenak, kemudian gumamnya sambil tersenyum,
"Tanpa Perasaan, dalam perjalananmu ke barat menuju
benteng Pak-shia, tak bisa dihindari berbagai pertempuran
sengit harus kau lalui, memang tak ada salahnya bila kau
habisi dulu si Gurdi pencabut nyawa Yu-hun-soh-po-jui.
Bagaimanapun Cong Ki-ko memang seorang jago yang
tersohor karena sepasang gurdi mautnya, sekarang aku telah
merebut salah satu gurdinya, meski begitu bukan berarti
gurdinya yang tinggal sebelah bisa dipandang enteng. Padahal
sejak kecil kau menderita asma, kau tak akan tahan bila mesti

515
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bertarung lama, semoga saja dalam usahamu menumpas


kaum iblis ini, semuanya bisa berjalan lancar dan pulang
dengan selamat, kalau tidak, bagaimana mungkin perasaan
hatiku bisa tenang?"
Yu-hun-soh-po-jui Cong Ki-ko sudah dua puluh lima tahun
berkelana dalam dunia persilatan, di antara sekian waktu, ada
tujuh belas tahun lamanya dia mengikuti Mo-kouw si Bibi iblis,
banyak sudah jagoan yang tewas di tangannya, tapi selama
hidup baru malam ini untuk pertama kalinya salah satu gurdi
andalannya berhasil direbut orang dalam satu gebrakan.
Peristiwa itu sungguh menggidikkan hatinya, dia masih
ingat adegan sewaktu Cukat-sianseng tahu-tahu muncul di
hadapannya sambil mencengkeram salah satu gurdinya,
kegagahan, kewibawan serta keangkeran jago itu sungguh
membuat hatinya tercekat dan bergidik, seandainya ia tidak
mengambil keputusan tegas tepat pada waktunya, bila ia tidak
segera melepaskan salah satu senjata andalannya, sulit
rasanya untuk lolos dari cengkeraman lawan.
Tapi ada satu hal lain yang membuat hatinya semakin
tercekat, sebagai seorang Utusan Timur yang memiliki ilmu
meringankan tubuh luar biasa, ternyata saat ini telah diikuti
orang secara ketat, bagaimanapun juga ia mencoba
melepaskan diri, ternyata dia tak pernah bisa lolos dari
penguntitan orang.
Bukan saja ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu
hebat dan aneh, bahkan seolah seekor binatang terbang saja,
sebentar melayang di udara sebentar lagi menempel di tanah
lalu melayang lagi di udara, tubuh orang itu tampak begitu
ringan hingga terkesan seakan melayang-layang di angkasa.
Mula-mula Cong Ki-ko hanya mendengar ada suara
perlahan menyentuh tanah, suara itu berasal setengah li
jauhnya di belakang tubuhnya, awalnya ia tidak menggubris
bahkan tidak memperhatikan suara itu, namun lambat-laun
suara itu semakin mendekat, bahkan jaraknya tinggal
beberapa ratus kaki, dia mulai berpikir, mungkinkah suara

516
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sentuhan ringan itu berasal dari pemuda tanpa kaki yang tadi
berada dalam ruangan bersama Cukat-sianseng?
Cong Ki-ko nyaris tidak percaya, pemuda itu begitu pucat
wajahnya, begitu kurus badannya bahkan kaki pun tidak
tumbuh sempurna, mungkinkah dia mampu menyusulnya
hanya mengandalkan sepasang tangan?
Satu ingatan segera melintas dalam benaknya, Cong Ki-ko
mulai berpikir, "Konon Cukat-sianseng punya empat orang
murid, salah satunya adalah Put Cing si Tanpa Perasaan,
jangan-jangan pemuda itu adalah orang yang dimaksud?"
Tiba-tiba Cong Ki-ko menghentikan larinya, sekulum
senyuman licik tersungging di ujung bibirnya, kalau memang
Cukat-sianseng susah dibunuh, kenapa tidak membunuh si
Tanpa Perasaan? Asal salah seorang di antara mereka
terbunuh, bukankah dia sama saja dapat memberikan
pertanggung jawaban terhadap Mo-kouw si Bibi iblis?
Apalagi selama hidup dia paling pantang dikuntit orang
secara diam-diam!
Seluruh badan Tanpa Perasaan mendadak berdiri
membeku, menjadi kaku di tengah kegelapan malam dan
hembusan angin dingin.
Tiba-tiba saja dia kehilangan jejak Cong Ki-ko ... suara
desingan angin topan yang tajam, cepat dan nyaring itu
mendadak hilang lenyap, mendadak hening dan tidak bersuara
lagi.
Tanpa Perasaan ragu-ragu sesaat, lalu sepasang tangannya
kembali menepuk tanah, dengan tiga kali loncatan tubuhnya
meluncur sejauh puluhan kaki, namun dengan cepat tubuhnya
membeku untuk kedua kalinya.
Dia segera merasakan munculnya hawa pembunuhan yang
amat tebal menyerang tubuhnya, nyaris menembus tulangnya
....
Sepanjang kariernya, Yu-hun-soh-po-jui Cong Ki-ko sudah
kelewat banyak membunuh orang, akibatnya walaupun
sekarang dia belum turun tangan, namun manusia macam

517
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tanpa Perasaan segera dapat merasakan betapa hebatnya


hawa pembunuhan yang menyelimuti seluruh arena.
Tanpa Perasaan segera menghentikan gerak tubuhnya.
Sekeliling tempat itu berupa sebidang tanah luas dengan
beberapa batang pohon tumbuh di empat penjuru, di bawah
cahaya sinar rembulan terlihat dedaunan bergoyang tiada
hentinya.
Dia sadar, Cong Ki-ko pasti bersembunyi di balik salah satu
pohon di sekeliling sana, menanti saat yang tepat untuk
menyergap, siap melancarkan serangan mematikan.
Tinggal satu hal yang belum jelas, Tanpa Perasaan tak bisa
memastikan pohon yang mana, pada dahan pohon mana
musuhnya menyembunyikan diri.
Dia tak ingin bertindak gegabah, ia sadar dengan
mengandalkan ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya
sekarang, bukan pekerjaan mudah untuk menghindarkan diri
dari serangan gurdi pencabut nyawa yang dilancarkan lawan.
Cong Ki-ko tak lebih hanya salah seorang di antara empat
orang utusan yang dikirim Mo-kouw si Bibi iblis, jika manusia
macam Cong Ki-ko saja tak mampu dia atasi, bagaimana
mungkin ia bisa mengimbangi kepandaian yang dimiliki si Bibi
iblis bila terjadi pertarungan nanti?
Dalam keadaan begini Tanpa Perasaan hanya bisa
menunggu, menunggu kedatangan serangan mematikan,
menunggu pihak lawan melancarkan serangan mautnya
terlebih dulu.
Dipihak lain, Cong Ki-ko sendiri pun merasa kaget
bercampur tercengang ketika melihat si Tanpa Perasaan
selangkah demi selangkah menghampirinya dengan
mengandalkan sepasang tangannya, dia tak menyangka orang
yang lumpuh kakinya ternyata memiliki ilmu meringankan
tubuh sehebat ini.
Setiap orang persilatan tahu bahwa Put-cing si Tanpa
Perasaan adalah seorang pemuda yang banyak akal dan
pandai mengatur siasat, senjata rahasianya tiada tandingan,
bahkan telah melengkapi tandu yang dia gunakan dengan

518
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berbagai macam alat rahasia, konon tak ada jagoan yang


mampu mendekatinya sampai jarak satu kaki, malah konon
keempat orang kacungnya pun memiliki ilmu silat yang luar
biasa.
Dia sudah banyak mendengar tentang kehebatan
lawannya, hanya satu yang belum pernah ia ketahui, Tanpa
Perasaan memiliki ilmu meringankan tubuh yang hebat.
Diam-diam ia mulai menaruh rasa kasihan kepada si Tanpa
Perasaan, sebab bila gurdinya dilontarkan, pemuda cacad itu
seketika akan tercabut nyawanya, dari potongan badan serta
gerak-gerik pemuda itu, ia telah melihat dengan jelas bahwa
pemuda itu meski memiliki ilmu meringankan tubuh yang
hebat, namun tenaga dalamnya tidak sempurna, kekuatan
tubuhnya masih belum sanggup menerima serangan mautnya.
Apalagi sekarang dia berada di tempat gelap, sementara
lawan berada di tempat terang, asal dia melancarkan
serangan lebih dulu, bisa dipastikan si Tanpa Perasaan tak
akan bisa meloloskan diri.
Bagaimanapun juga si Tanpa Perasaan bukanlah Cukat-
sianseng yang ditakuti orang persilatan!
Diam-diam Cong Ki-ko mulai menghimpun tenaga
dalamnya sambil mempersiapkan serangan, dia akan
melepaskan serangan gurdinya di saat si Tanpa Perasaan
sekali lagi melambungkan tubuhnya ke udara.
Serangan mautnya harus berhasil mengenai sasaran,
karena dia tinggal memiliki sebuah gurdi saja, gurdi yang lain
telah direbut Cukat-sianseng.
Dalam waktu singkat itulah tiba-tiba si Tanpa Perasaan
menghentikan seluruh gerakannya, setiap jengkal tubuhnya,
setiap inci pori-pori tubuhnya seakan sudah berada dalam
kesiagaan penuh.
Begitu berhenti, dia tidak melakukan gerakan lagi, seluruh
tubuhnya seolah sudah meleburkan diri ke dalam cahaya
rembulan, melebur jadi satu bagian hingga tak mungkin bisa
dipisahkan kembali.

519
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Jangan-jangan ... pemuda itu sudah mengetahui tempat


persembunyiannya dan siap melancarkan serangan?
Diam-diam Cong Ki-ko bermandikan peluh dingin, padahal
selama hidup, kecuali sedang berhadapan dengan Cukat-
sianseng, dia tak pernah merasa panik seperti saat ini, tak
pernah terpengaruh rasa percaya dirinya seperti apa yang
terjadi ketika berhadapan dengan si Tanpa Perasaan seperti
sekarang ini.
Sebenarnya dialah sang Pemburu, atau justru si Tanpa
Perasaan lah yang telah menjadi pemburu?
Lalu siapa yang menjadi hewan buruan? Dia? Atau dirinya?
Tanpa Perasaan tidak mendongakkan kepala, tapi
telinganya mendengarkan dengan seksama, jangan kan suara
manusia, daun yang bergerak di dahan pohon sepuluh kaki
dari tubuhnya pun dapat ia dengar dengan jelas, tapi anehnya
dia justru tidak mendengar suara napas Cong Ki-ko.
Padahal dengusan napas sendiri justru bertambah cepat,
bertambah memburu, perasaan tegang memang selalu
mendatangkan tekanan batin yang amat besar bagi seseorang
dengan tenaga dalam cetek.
Biarpun tegang, biarpun mulai gelisah, penampilan si Tanpa
Perasaan tetap dingin, tenang dan Tanpa Perasaan.
Rembulan sudah mulai condong ke langit barat, kentongan
keempat sudah lama berlalu, Tanpa Perasaan sadar, ia tak
bisa menunggu lebih lama lagi di situ, sebab dia berada di
tempat terang sedang musuh berada di tempat gelap, kecuali
bila dia bisa memaksa pihak lawan berada di tempat terang.
Tentu saja Cong Ki-ko tak bakal menmpakkan diri secara
sukarela, asal pihak lawan mengeluarkan sedikit suara, si
Tanpa Perasaan segera dapat menetapkan tempat
persembunyiannya.
Mendadak ejeknya dengan suara dingin, "Hm, orang bilang
Yu-hun-soh-po-jui Pak-hay sangat hebat, ilmu gurdi pencabut
nyawanya luar biasa dan tanpa tandingan, tapi malam ini ...
aku sungguh kecewa, ternyata kau hanya manusia tak

520
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bernyali, beraninya hanya bersembunyi macam sukma


gentayangan, kau sungguh amat mengecewakan!"
Suasana tetap hening, sepi, tak terdengar suara apapun,
bahkan suara daun yang jatuh pun tak terdengar.
Kembali si Tanpa Perasaan menjengek dingin, "Ternyata
anak buah Mo-kouw yang disebut orang empat peronda besar
tak lebih hanya manusia begitu, bisa jadi yang disebut Bibi
iblis pun cuma manusia tak berguna."
Suasana tetap hening, tak ada suara manusia, tak ada
suara dedaunan, yang ada hanya cahaya rembulan yang
semakin redup.
Tanpa Perasaan berkata lebih lanjut, "Tapi aku rasa
peronda selatan, peronda barat dan peronda utara jauh lebih
mendingan ketimbang kau si utusan peronda timur yang tak
lebih cuma manusia kurcaci, manusia penakut macam kura-
kura, sungguh bikin malu saja."
0oo0
Suasana tetap hening, sepi, tak ada suara barang
sedikitpun. Peluh sebesar kacang kedelai mulai membasahi
jidat si Tanpa Perasaan.
"Cong Ki-ko!" seru Tanpa Perasaan kemudian sambil
tertawa, "kalau kau tak punya keberanian untuk
menampakkan diri, baiklah, Siauya akan segera pergi."
Mendadak deru angin tajam bergema memecah
keheningan, membelah kegelapan malam yang masih
mencekam.
Deru angin tajam itu muncul dari atas sebuah pohon besar,
pohon ketiga yang berada di posisi tengah, selain
menimbulkan desingan tajam yang memekakkan telinga,
kecepatan dan kedahsyatannya luar biasa, sebuah serangan
gurdi terbang pencabut nyawa!
Waktu itu sebenarnya si Tanpa Perasaan berdiri
menghadap ke selatan, begitu desing angin tajam menderu,
tangannya telah diayunkan ke arah timur.

521
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Begitu tangannya diayunkan, wajahnya ikut berpaling ke


timur, tampak sebuah gurdi terbang meluncur dengan
kecepatan luar biasa, nampaknya sulit untuk dihindari.
Bersamaan dengan ayunan tangannya, tampak cahaya
putih berkelebat, menyusul kemudian terdengar jeritan ngeri
yang memilukan hati bergema memecah keheningan,
serangan gurdi terbang itupun rontok di tengah jalan, terjatuh
ke tanah persis beberapa depa di hadapan si Tanpa Perasaan.
"Bruk!", sesosok tubuh manusia rontok dari atas pohon,
seorang lelaki berbaju merah, tapi pakaian di bagian dadanya
kelihatan jauh lebih merah, merah karena darah!
Sebilah pisau tipis lagi lembut telah menghujam di dada
Cong Ki-ko, menghujam ke dalam tubuhnya hingga tersisa
gagangnya.
Memang hanya pisau sepanjang ini yang bisa
menghancurkan tenaga dalam Cong Ki-ko, merontokkan
tubuhnya dari atas pohon.
Cong Ki-ko roboh terkapar di tanah, rasa tidak percaya,
putus asa dan penasaran masih memancar dari balik
wajahnya, sekuat tenaga dia mengangkat wajahnya, berusaha
memandang ke arah lawan.
Tampak pemuda berbaju putih itu, si Tanpa Perasaan
berjalan menghampirinya, meletakkan gurdi terbang itu ke
samping tubuhnya, kemudian baru bertanya, "Apa lagi yang
ingin kau katakan?"
Dengan rasa sakit yang luar biasa Cong Ki-ko memandang
sekejap pisau yang menghujam di dadanya.
Tanpa Perasaan segera mengerti apa yang dimaksud, dia
cabut keluar pisau terbangnya, darah segar pun menyembur
keluar dari lukanya, berhamburan kemana-mana.
Dengan suara parau karena menahan rasa sakit, Cong Ki-
ko berbisik, "Bibi iblis pasti akan membalaskan dendam atas
kematianku
Dengan pandangan hambar si Tanpa Perasaan
mengangguk.

522
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Suara Cong Ki-ko yang parau dan mengenaskan pun


seketika terputus di tengah jalan, terputus di tengah
hembusan angin malam yang dingin, tewas dalam keadaan
mengenaskan!
Tanpa Perasaan mendongakkan kepalanya memandang
angkasa, dia tahu, masih ada jalan yang lebih panjang, lebih
jauh dan lebih sulit yang harus ditempuh, harus dilaluinya.
oooOOooo

16. Bertarung Melawan Malaikat iblis.

Matahari bersinar amat terik di jalan raya menuju wilayah


Soat-say, terlihat satu rombongan manusia sedang menelusuri
jalan raya dengan susah payah, mereka terdiri dari enam
belas ekor kuda
Penunggang kuda paling depan adalah seorang lelaki
bercambang, dia membawa sebuah panji besar, panji
bersulam seekor naga emas, cakar naga mencengkeram
sebilah golok besar dan di atas golok besar tertera sebuah
huruf besar "Ui", panji kebesaran Ui Thian-seng ketua Benteng
Timur.
Di belakang panji besar mengikut dua orang, masing-
masing menunggang seekor kuda tinggi besar yang nampak
kekar.
Orang di sebelah kiri sudah berusia lanjut, namun sikap dan
gerak-geriknya masih gagah, tangan kanannya membawa
sebuah lembing sepanjang satu kaki delapan depa, beratnya
paling tidak mencapai lima puluh kati.
Di belakang kakek gagah itu mengikut seekor kuda yang
ditunggangi seorang kacung berbaju hijau, kacung itu tidak
membawa apa-apa kecuali di tangan kanannya memegang
sebilah golok besar dengan sangat hati-hati, berat golok itu
paling tidak mencapai tujuh puluh kati.
Orang yang berada di sebelah kiri adalah Toa-mong-hau,
Kim-to-bu-tek (sang harimau perkasa, golok emas tanpa
tanding) Ui Thian-seng, sementara di samping kanannya

523
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

adalah wakil Pocu dari benteng timur yang disebut orang


Hong-ta-pit-pay (tiap bertarung pasti kalah) Khong Bu-ki.
Di belakang kacung berbaju hijau mengikut pula dua orang
perempuan, seorang memakai baju berwarna merah dan yang
lain mengenakan baju warna kuning.
Perempuan di sebelah kanan memakai pakaian ketat
berwarna kuning lembut, sorot matanya liar tapi tajam, genit
namun tidak jalang, gerak-geriknya membawa tiga bagian
keindahan, empat bagian kemalas-malasan dan tiga bagian
lagi kegenitan yang menawan.
Sementara perempuan di sebelah kiri memiliki usia yang
sedikit lebih muda ketimbang perempuan tadi, umurnya
seputar dua puluh enam tahun, dia mengenakan pakaian
ringkas berwarna merah, sepasang alis matanya selalu
berkerut, bibirnya terkatup rapat, sekuntum bunga putih
pertanda berkabung terselip di antara sanggulnya, perempuan
ini membawa hawa pembunuhan yang tipis tapi dingin
bagaikan salju.
Di belakang mereka mengikut empat orang perempuan
berbaju merah, semuanya menyoreng pedang di punggung.
Perempuan di sebelah kanan tak lain adalah Hui-sian (si
Dewi terbang) Ci Yau-hoa, perempuan yang tersohor bukan
saja karena kecantikan wajahnya, juga karena jejaknya yang-
sukar dilacak, orang bilang bagaikan naga yang nampak
kepalanya tak kelihatan ekornya.
Sedangkan perempuan di sebelah kiri adalah Siau-thian-
san-yan (si walet kecil dari Thian-san) Chin Ang-kiok, seorang
jagoan wanita yang dicintai dan juga disegani umat persilatan.
Selain kawanan centeng dan kacung yang berjalan duluan
mengiringi Ui Thian-seng, Khong Bu-ki, Ci Yau-hoa, Chin Ang-
kiok serta keempat dayang wanitanya, di belakang mengikuti
pula enam orang lelaki kekar berbaju kuning, kawanan lelaki
itu membawa senjata tajam berbeda, namun semuanya kekar,
cekatan dan gagah, apalagi sewaktu menunggang kuda,
kegagahan mereka cukup menciutkan hati siapa pun yang
melihatnya.

524
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mereka tak lain adalah enam orang jago lihai pelindung


benteng Tang-po, masing-masing adalah Ko-kwan-to (golok
menembus kota) Yu Ci, Che-tong-ciau-liong (naga sakti dari
kolam Che) Yu Keng-tong, Am-gi-boan-thian (senjata rahasia
memenuhi angkasa) Yau It-kang, Ko-san-poh (langkah
menembusi bukit) Be Lak-ka, Lui-tiam-jui-pak-hay (martil
sambaran petir) Li Kay-san serta Sui-pit-jiu (tangan sakti
penghancur cadas) Lu Ban-seng.
Keenam belas orang jagoan ini sedang menempuh
perjalanan menuju Pak-shia, benteng utara yang sedang
dilanda kesulitan.
Ketika kota Po-ki-tin sudah di depan mata, Hong-ta-pit-pay
Khong Bu-ki mulai mengumpat, "Maknya, sialan, panas dan
menyiksa amat cuaca hari ini, kalau siang panas kalau malam
dingin, beberapa hari lagi bisa gosong semua badanku
Ui Thian-seng meski sudah tua namun semangat dan
tenaganya masih sangat hebat, mendengar perkataan itu dia
segera tertawa lantang, sahutnya, "Hahaha ... cuaca begini
kan masih belum cukup untuk menyusahkan kita semua,
masih ingat pengalaman kita di He-liong-kang? Juga kejadian
di Tibet? Bukankah kita masih tetap bertahan hidup bahkan
berhasil membawa pulang batok kepala musuh kita!"
Baru selesai dia berkata, mendadak kacung baju berhijau
yang berada di belakangnya telah berteriak memanggil, "Loya,
Loya
Waktu itu Ui Thian-seng sedang merasa gembira, sedikit
tak sabar sahutnya, "Ada apa?"
"Tentu saja kau orang tua tidak merasa lelah, tapi keenam
nona di belakang sana ... mereka tidak memiliki kemampuan
sehebat Loya!"
Ui Thian-seng sedikit tertegun, kemudian baru menghela
napas panjang, keluhnya, "Ai ... sungguh merepotkan,
sungguh merepotkan, jalan bersama kaum hawa memang
selalu mendatangkan kerepotan."
"Bagaimana kalau setibanya di kota Po-ke nanti, kita suruh
mereka pulang saja?"

525
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Suruh mereka pulang?" Ui Thian-seng menggeleng kepala


berulang kali, "Jite, tidak gampang menyuruh mereka pulang,
apalagi melawan mulut dua orang perempuan itu, tajam dan
menakutkan, nanti bakalan ada orang bilang aku tidak setia-
kawan, menganggap aku memandang enteng kaum wanita,
menghina kemampuan mereka, wah ... wah ... aku tidak
tahan jika harus menanggung tuduhan dan dosa macam
begitu
Tiba-tiba terdengar derap kaki kuda berjalan mendekat,
tampak Ci Yau-hoa dan Chin Ang-kiok melarikan kudanya
menghampiri, begitu tiba di samping jago tua itu, sambil
tertawa Ci Yau-hoa segera menegur, "Ada apa Ui-enghiong?
Udara begini panas, mengapa kau menggerutu?"
Ah, tidak apa-apa, tidak apa-apa sahut Ui Thian-seng
sambil tertawa paksa.
"Kita tak butuh istirahat," sela Chin Ang-kiok dengan suara
dingin, "selama Ui-pocu masih ingin melanjutkan perjalanan,
jalan saja terus, kami tak akan menyusahkan orang apalagi
merepotkan orang lain"
"Hahaha ... paling baik memang begitu, paling baik
memang begitu," sambung Khong Bu-ki sambil tertawa lebar.
Chin Ang-kiok melotot sekejap ke arahnya dengan
pandangan dingin, kemudian bersama Ci Yau-hoa mundur lagi
ke belakang.
Melihat sikap perempuan itu, Khong Bu-ki merasa hatinya
sangat tak enak, kepada Ui Thian-seng keluhnya, "Toako,
ternyata ucapanmu benar, perempuan ini memang ketus dan
sama sekali tak punya perasaan."
"Loji, kau harap memaklumi perasaannya, saudaranya Jian-
li-it-tiam-heng (seribu li setitik noda) Chin Sam-kong telah
tewas di tangan Bibi iblis pada tiga bulan berselang, konon
saudaranya itu ditangkap untuk dijadikan manusia obat,
kemudian pada tujuh hari berselang, suaminya Leng-siau-hui-
to-jiu (tangan sakti pisau terbang) Wu Si-hiong tewas pula di
tangan Bibi iblis, padahal hubungan batinnya dengan Wu Si-
hiong sangat buruk, tapi bagaimana pun juga mereka toh

526
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

suami istri, bagaimana jeleknya hubungan di masa lalu,


kematian tetap akan mendatangkan kesedihan baginya ... jadi
ada baiknya kita tak usah mengusiknya."
Baru saja Khong Bu-ki akan berbicara lagi, mendadak
terdengar desingan angin tajam membelah bumi, sebuah
benda terlihat melesat ke arah tubuh Ui Thian-seng.
Dengan cekatan Ui Thian-seng menekan pelananya, sang
kuda segera meringkik panjang sambil bergerak mundur,
sementara jagoan tua itu masih tetap duduk di atas kudanya
tanpa bergerak.
Sementara itu Khong Bu-ki telah mempersiapkan
lembingnya sambil memburu ke atas sebuah gundukan tanah,
sambil membentak gusar, "Cepat menggelinding keluar!"
Ci Yau-hoa serta Chin Ang-kiok juga telah memburu ke
samping Ui Thian-seng, mereka jumpai jagoan tua itu sedang
menggapai ke arah mereka dengan wajah serius.
Ketika Khong Bu-ki ikut memburu datang, Ui Thian-seng
segera memperlihatkan sebatang panah dalam
genggamannya, pada ujung anak panah itu terikat selembar
kertas, di atas kertas tertera beberapa huruf berwarna merah
darah:
"Siapa yang tunduk, hidup.
Siapa yang menentang, mati.
Begitu memasuki Po-ke, reinkarnasi!
Tertanda, Cu Yu"
Di samping nama "Cun Yu", tertera pula lambang empat
buah lingkaran bersinar.
Berubah hebat paras muka Ci Yau-hoa, serunya tertahan,
"Ah! Surat dari Malaikat iblis Cun Yu-siang!"
"Ditambah keempat orang pengawalnya pula, Heng-lui-san-
tian, Su-toa-ok-sin (suara guntur sambaran petir, empat
malaikat bengis)!" sambung Chin Ang-kiok dingin.
"Bila kalian berdua merasa takut, silakan pulang mumpung
masih sempat," sela Khong Bu-ki tak tahan, "akan kusuruh
pengawal Yan serta pengawal Lu untuk mengantar."

527
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Chin Ang-kiok mendengus dingin, ditatapnya sekejap wajah


orang itu dengan pandangan dingin, lalu katanya, "Khong-
hupocu, aku harap selanjutnya kau jangan mengucapkan
perkataan semacam ini lagi, kalau tidak, hm! Jangan salahkan
kalau aku Chin Ang-kiok menantangmu lebih dulu untuk
berduel!"
Khong Bu-ki jengkel dalam hati, namun di luar dia tetap
tertawa lantang, katanya, "Hahaha ... aku sengaja berbuat
begini kan demir kebaikanmu, baik! Kalau memang ingin
berkelahi, aku Khong Bu-ki tak pernah takut terhadap
siapapun!"
Tiba-tiba Ui Thian-seng menegur, "Saat ini musuh tangguh
di depan mata, kalau kalian berdua masih saja ribut hingga
membikin pusing orang lain, artinya ingin mencari masalah
dengan aku Ui Thian-seng!"
Melihat keributan yang terjadi, dengan suara lembut Ci
Yau-hoa ikut berkata, "Walaupun Malaikat iblis merupakan iblis
dengan kungfu paling lemah di antara empat iblis langit,
namun kekuatan pukulannya sanggup menghancurkan batu
cadas secara mudah, kehebatan tenaga dalamnya
mengerikan, apalagi keempat anak buahnya yang disebut
orang empat malaikat bengis, kehebatannya pun menakutkan.
Ui-loenghiong, apa rencanamu sekarang?"
"Rencana?" seru Ui Thian-seng, "aku pikir ada baiknya
malam ini kita menginap di kota Po-ke sambil menunggu
kedatangan mereka, cepat atau lambat toh pertarungan sengit
tak dapat dihindari, aku rasa lebih baik kita membuat kejutan
lebih dulu di sini!"
Benteng Tang-po sejajar dengan empat keluarga kenamaan
dalam dunia persilatan, tentu saja bukan karena nama
kosong, mereka punya pengalaman dalam pergaulan di dunia
Kangouw selama ini.
Dalam sebuah rumah penginapan terbesar di kota itulah
mereka menginap, sebelum memasuki rumah penginapan,
suasana dan keadaan di sekeliling tempat itu telah
diperiksanya dengan seksama, bahkan sebelum masuk ke

528
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dalam kamar, urusan hubungan dengan Ciangkwe sampai


urusan pelayan losmen telah diatur petugas khusus secara
teliti dan seksama. Baik soal tidur maupun makan, hampir
semua persoalan ditangani sendiri oleh petugas dari Tang-po.
Kesemuanya ini dilakukan hanya dengan satu tujuan, bila
ada orang berniat mencampur racun ke dalam air teh atau
hidangan mereka, maka orang itu segera akan mati dalam
keadaan mengenaskan.
Untuk berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan yang
terjadi, Ui Thian-seng juga telah menyiapkan uang untuk
memindahkan semua tamu lain yang menginap di losmen itu
ke tempat lain, malah seluruh keluarga pemilik losmen pun
diminta untuk pindah sementara waktu, dengan demikian, bila
terjadi pertarungan nanti, mereka tak sampai sembarangan
menampakkan diri hingga berakibat salah sasaran.
Malam semakin larut, suasana hening pun mulai mencekam
seluruh bumi, penduduk kota Po-ke memang sudah terbiasa
tidur lebih awal.
Suasana terang benderang menyelimuti seluruh rumah
penginapan Peng-an, hampir setiap sudut bermandikan
cahaya terang. Para opas kota yang mendapat kabar pun
sudah berdatangan, tapi begitu tahu yang hadir adalah Ui
Thian-seng ketua benteng timur, mereka pun tak ada yang
berani mencampuri urusan itu.
Petugas opas yang ada di kota itu berjumlah dua-tiga
puluhan orang, namun kemampuan silat mereka masih jauh di
bawah kepandaian seorang pengawal dari benteng timur
sekalipun.
Waktu itu Ui Thian-seng, Khong Bu-ki, Ci Yau-hoa dan Chin
Ang-kiok sedang duduk satu meja menikmati santap malam,
walaupun aneka hidangan tersedia di meja, namun mereka
makan sedikit sekali.
Untuk membuang waktu, Ui Thian-seng dan Khong Bu-ki
berbincang mengenai urusan dunia persilatan, sementara Ci
Yau-hoa dan Chin Ang-kiok berbicara sendiri sambil tertawa.

529
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Langit makin lama semakin gelap, angin kencang mulai


berhembus pertanda sebentar lagi hujan akan turun.
Khong Bu-ki membuka daun jendela sambil melongok ke
luar, angin dingin yang menerpa wajahnya membuat dia
segera mendusin dari pengaruh mabuknya, dia segera
memberi tanda, dari balik wuwungan rumah muncul seorang
jago dengan golok panjang tersoren di pinggang, dia tak lain
adalah Ko-kwan-to (golok menembus kota) Yu Ci.
"Ada gerak-gerik yang mencurigakan?" tanya Khong Bu-ki
kemudian.
"Sama sekali tak ada."
Khong Bu-ki manggut-manggut, maka Yu Ci pun segera
menyelinap kembali ke balik kegelapan.
Ketika Khong Bu-ki membalik badan sambil menutup
kembali daun jendelanya, dia merasa hembusan angin malam
di luar sana terasa semakin kencang.
"Aku kira bangsat itu tak berani datang," kata Chin Ang-
kiok tiba-tiba.
"Tidak mungkin," dengan penuh keyakinan Ci Yau-hoa
menggeleng kepala, "empat iblis langit adalah kawanan iblis
bernyali besar, biarpun mereka sedikit jeri terhadap kita,
bukan berarti mereka tak berani datang menjumpai kita."
Tiba-tiba suara menggelegar yang memekakkan telinga
bergema di udara, suara guntur disertai kilatan halilintar
membelah udara yang gelap, cahaya api dalam ruangan
terlihat ikut bergoyang kencang.
Dengan perasaan berat Khong Bu-ki tertawa paksa,
bisiknya kemudian, "Malam ini halilintar menyambar-nyambar,
suara guntur menggelegar serasa membelah bumi, malam
yang amat cocok untuk melakukan pembantaian!"
Ui Thian-seng tidak dapat tertawa, dengan nada berat
sahutnya, "Jite, coba kau tengok keluar sana, aku seperti
merasa kurang beres dengan suara guntur barusan itu."
Khong Bu-ki menyahut, membuka jendela sambil memberi
kode tangan.

530
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Hujan rintik mulai membasahi bumi, suasana di luar jendela


sana amat gelap, bahkan di atas wuwungan rumah pun tidak
nampak sesuatu gerakan.
Berubah hebat paras muka Khong Bu-ki, segera serunya,
"Pengawal Yu!"
Tak ada jawaban, suasana tetap hening.
Dengan sebuah gerakan cepat Khong Bu-ki melompat
keluar, lalu melayang naik ke atas wuwungan rumah, dengan
cepat ia saksikan sesosok mayat membujur kaku di situ, golok
panjang telah dilolos dari pinggang, namun dari dada hingga
punggung mayat itu terlihat sebuah luka yang besar sekali,
seakan pada saat bersamaan tubuhnya mendapat serangan
guntur secara serentak dari empat penjuru.
Mayat itu tak lain adalah mayat Ko-kwan-to (golok
menembus kota) Yu Ci.
Sementara itu Ui Thian-seng, Ci Yau-hoa dan Chin Ang-kiok
telah menyusul keluar dari ruangan dan tiba di atas
wuwungan rumah.
Angin berhembus makin kencang, hujan mulai turun
dengan amat derasnya.
Dengan suara nyaring Ui Thian-seng segera berseru,
"Musuh mulai menyerang, semuanya segera berkumpul!"
Biarpun di tengah hujan angin yang kencang dan menderu-
deru, namun suara teriakan itu masih tetap berkumandang
sangat jelas.
Pada saat itulah hampir bersamaan waktunya telah terjadi
dua peristiwa besar.
"Blaaam!", tiba-tiba dari dalam ruangan menyembur keluar
jilatan api yang amat besar, cahaya api itu berwarna hijau
kebiru-biruan, langsung membumbung tinggi ke angkasa.
Kemudian terdengar suara bentrokan senjata yang amat
ramai bergema dari tengah halaman rumah penginapan,
tampaknya di tempat itu sudah berlangsung suatu
pertempuran yang amat seru.
Mengikuti terjadinya dua peristiwa besar itu, dari sisi
dinding losmen bermunculan tujuh sosok manusia bersenjata

531
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

lengkap, mereka tak lain adalah kelima pengawal benteng,


lelaki pembawa panji kebesaran serta kacung pembawa golok.
Menyusul berkobarnya cahaya api, terlihat seseorang
berjalan keluar dari balik asap tebal dengan langkah santai,
orang itu mempunyai perawakan tubuh tinggi, seluruh
badannya bersisik naga, matanya memancarkan hawa
membunuh yang tebal, sambil tertawa seram ia berdiri di atas
wuwungan rumah, tampangnya menunjukkan rasa bangga
luar biasa.
Mendadak terdengar Chin Ang-kiok berseru, "Bwe, Lan,
Kiok dan Tiok sedang bertarung sengit melawan empat
malaikat bengis!"
Sambil berseru, ia segera melesat ke depan, menembus
hujan angin dan langsung menyusul ke halaman belakang.
Dalam pada itu Ui Thian-seng telah mengawasi manusia
aneh di ujung wuwungan itu sambil berseru nyaring, "Jadi kau
adalah malaikat iblis Cun Yu-siang? Seorang di antara empat
iblis langit?"
"Tepat sekali," sahut orang aneh itu sambil tertawa seram,
"kini aku sudah muncul di sini, berarti sudah terlambat bagi
kalian bila ingin kabur."
"Kenapa kami harus mundur?" sahut Che-tong-ciau-liong
(naga sakti dari kolam Che) Yu Keng-tong gusar, "kedatangan
kami justru ingin mencabut nyawa anjingmu!"
Lui-tiam-jui-pak-hay (martil sambaran petir) Li Kay-san ikut
membentak pula dengan suara nyaring, "Kembalikan nyawa
Yu-lakte kami!"
Menyusul bentakan nyaring, sepasang martilnya diiringi
deru angin tajam langsung dihantamkan ke tubuh Malaikat
iblis Cun Yu-siang.
Serangan Martil sambaran petir memang luar biasa
hebatnya, deru angin tajam langsung menghimpit iblis itu,
sayang, Cun Yu-siang bukan jago sembarangan.
Biarpun kecepatan serangan Li Kay-san melebihi kecepatan
petir, gerak tubuh Cun Yu-siang justru jauh lebih cepat dari
sambaran kilat.

532
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba-tiba Malaikat iblis melambung ke udara bagaikan


seekor burung aneh, kemudian entah sejak kapan tahu-tahu
dalam genggamannya telah bertambah dengan sebatang
lembing yang langsung ditusukkan ke depan menyongsong
datangnya ancaman itu.
"Blam!" martil dan lembing baja segera berbenturan. Di
antara percikan bunga api yang memancar ke empat penjuru,
tampak martil sambaran petir sudah gumpil sebagian,
menggunakan kesempatan itu lembing langsung disodokkan
ke hulu hati Li Kay-san.
Serangan lembing panjang itu cepat lagi ganas, sulit bagi Li
Kay-san untuk menangkis maupun menghindarkan diri,
nampaknya dia segera akan tewas di tangan orang.
Di saat yang kritis itulah mendadak muncul sesosok
bayangan langsung menangkap lembing panjang itu, tangan
orang itu licin bagai seekor ikan dalam air, begitu berhasil,
lembing panjang itu segera dipegangnya kuat-kuat.
Cun Yu-siang tertawa dingin, lembing panjangnya kembali
disodokkan ke depan lalu dicungkil ke atas, senjata itu
langsung terangkat setinggi satu kaki delapan depa.
Che-tong-ciau-liong Yu Keng-tong meski licin dan cekatan,
namun dia tak sanggup menahan sodokan yang sangat kuat
itu, seketika badannya tercungkil hingga terangkat ke udara.
Dengan satu gerakan cepat bagaikan burung rajawali
mementang sayap, kembali Cun Yu-siang mencungkil
lembingnya lalu disodokkan ke perut Yu Keng-tong.
Waktu itu seluruh tubuh Che-tong-ciau-liong Yu Keng-tong
berada di tengah udara, dalam posisi demikian, sulit baginya
untuk mengerahkan tenaga, nampaknya dia pun segera akan
menemui ajalnya.
Kembali terlihat sesosok bayangan berkelebat, sebuah
tendangan dilontarkan menghajar ujung lembing baja itu,
seketika saja sodokan maut itupun miring ke samping.
Orang yang melepaskan tendangan tak lain adalah Ko-san-
poh (langkah menembus bukit) Be Lak-ka.

533
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Cun Yu-siang mendengus dingin, tiba-tiba tangan kirinya


menyambar ke muka, sambaran itu cepat melebihi sambaran
kilat, dia langsung mencekik leher Be Lak-ka.
Baru saja Malaikat iblis hendak mengerahkan tenaga untuk
memperkuat cekikannya, mendadak sebuah tangan lain telah
mencengkeram pergelangan tangannya, cengkeraman orang
itu sangat kuat dan luar biasa hebatnya, entah sejak kapan
lengannya itu sudah dicengkeram Sui-pit-jiu (tangan sakti
penghancur cadas) Lu Ban-seng.
Cun Yu-siang kembali mendengus, setelah mundur
selangkah, dia melancarkan sapuan dengan tendangan
berantai.
Waktu itu Lu Ban-seng sedang mengerahkan segenap
tenaga dalamnya untuk mencengkeram tangan kiri lawan, dia
tidak mengira datangnya sapuan itu, badannya seketika
tertendang hingga roboh terjengkang ke tanah.
Begitu lawannya roboh terjengkang, Cun Yu-siang
memburu sambil melepaskan pukulan dahsyat dengan tangan
kirinya, serangan itu langsung diarahkan ke batok kepala
lawan.
Tampaknya sebentar lagi ubun-ubun Lu Ban-seng akan
terhajar hancur, di saat kritis itu tiba-tiba tampak senjata
rahasia berhamburan datang dari empat penjuru, lima batang
paku penembus tulang meluncur datang dengan kecepatan
luar biasa, langsung mengancam lima jalan darah penting di
tubuh Malaikat iblis.
Orang yang melancarkan serangan senjata rahasia itu tak
lain adalah Am-gi-boan-thian (senjata rahasia memenuhi
angkasa) Yau It-kang.
Dalam keadaan begini terpaksa Cun Yu-siang mengubah
pukulannya menjadi sapuan, dia hajar kelima batang paku
penembus tulang itu hingga rontok semua ke tanah.
Setelah itu tangan kanannya kembali digetarkan, sekali lagi
lembing itu disodokkan ke depan.
Baru saja sodokan itu mencapai setengah jalan, tiba-tiba
seseorang melintangkan tombaknya melakukan tangkisan,

534
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

percikan bunga api tampak memancar di kegelapan, Cun Yu-


siang merasakan tangannya bergetar keras, ternyata
lembingnya kena ditangkis hingga mencelat balik ke belakang.
Selama ini Cun Yu-siang mengira tenaga sakti miliknya
tiada tandingan, dia tak menyangka ada orang sanggup
menahan serangan lembingnya bahkan berhasil memukul
balik, sambil membentak nyaring sekali lagi lembingnya
disodokkan ke muka.
Ternyata pihak lawan pun tak mau unjuk kelemahan, dia
melancarkan pula sebuah serangan balasan.
Dalam waktu singkat lembing dan tombak saling
menyerang sebanyak tiga gebrakan lebih, benturan demi
benturan bergema memekakkan telinga, meski kedua orang
itu tak sampai tergetar mundur barang setengah langkah pun,
namun atap yang mereka pijak tak mampu menahan suara
getaran yang terjadi, diiringi suara gemuruh yang nyaring,
seluruh bangunan atap ruangan itu roboh berguguran ke
bawah.
Sekarang Cun Yu-siang baru dapat melihat jelas wajah
lawannya, ternyata orang yang sanggup menghadapi
serangan mautnya itu tak lain adalah Hong-ta-pit-pay Khong
Bu-ki.
Bersamaan dengan robohnya atap bangunan itu, tubuh
Khong Bu-ki dan Cun Yu-siang ikut meluncur ke bawah, lima
orang jagoan pengawal benteng lainnya serentak ikut
melompat turun pula ke bawah.
Li Kay-san, Yu Keng-tong, Be Lak-ka, Lu Ban-seng maupun
Yau It-kang termasuk jago-jago yang mempunyai nama besar
dalam dunia persilatan, ilmu silat mereka sangat tinggi dan
pengalamannya amat luas, mereka tak menyangka kerubutan
mereka berlima bukan saja tak berhasil menghadapi gembong
iblis itu, bahkan nyaris kehilangan nyawa sendiri, kenyataan
itu mau tak mau membuat perasaan hati mereka bergidik.
Namun jagoan dari benteng timur selamanya tak pernah
mundur atau kabur karena takut menghadapi orang lain,

535
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bukannya mengundurkan diri, kelima orang itu malah segera


menyusul turun sambil bersiap siaga.
Sementara itu hasil pertarungan antara Cun Yu-siang
melawan Khong Bu-ki sudah mulai nampak jelas, belasan
jurus kemudian serangan Malaikat iblis makin lama semakin
dahsyat, bukan saja membuat debu dan pasir beterbangan ke
udara, angin dan hujan pun serasa tak sanggup menembusi
tubuhnya.
Kalau Cun Yu-siang makin bertarung semakin gagah dan
garang, maka sebaliknya Khong Bu-ki mulai merasakan
pergelangan tangannya kaku, sakit dan kesemutan.
Bila pertarungan berlanjut terus seperti ini, bisa dipastikan
sebelas jurus kemudian Khong Bu-ki akan mencatat rekor baru
kekalahannya yaitu kekalahan yang keseratus dua puluh lima
kali.
Mendadak Ui Thian-seng melompat bangun dari balik
kepulan debu, dengan suara dalam serunya, "Bawa kemari
golokku, akan kulihat sampai dimana kehebatan Malaikat
iblis!"
Kacung kecil itu menyahut sambil menyerahkan goloknya,
Ui Thian-seng segera melolos senjata andalannya, cahaya
emas yang amat menusuk pandangan mata segera menyebar
ke empat penjuru, sembari melepaskan sebuah bacokan
bentak jago tua itu nyaring, "Rasakan bacokanku!"
Malaikat iblis Cun Yu-siang terkesiap, lekas dia
membalikkan badan dan menangkis bacokan itu dengan
lembingnya.
"Traaang!" sekali lagi percikan bunga api memancar ke
empat penjuru, tubuh Ui Thian-seng tergetar hingga mundur
sejauh delapan langkah, dia mesti memperkuat kuda-kudanya
sebelum dapat berdiri tegak, sebaliknya Cun Yu-siang sama
sekali tidak tergetar mundur, namun lembingnya gumpil.
Kejadian ini seketika membuat paras muka kedua orang itu
berubah hebat.
Perkiraan Cun Yu-siang semula dengan kemampuannya dia
sanggup menghadapi kerubutan orang banyak, bahkan tanpa

536
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

membuang banyak tenaga dan pikiran pun sudah mampu


membantai kawanan jago itu hingga ludes.
Siapa tahu bukan saja dia gagal menghabisi nyawa kelima
orang jago pelindung benteng, bahkan harus bertarung pula
melawan Khong Bu-ki dan sekarang Ui Thian-seng, kini dia
baru tahu bahwa pihak lawan selain ternama, kungfunya juga
sangat tangguh, bukan pekerjaan mudah baginya untuk
meraih kemenangan.
Sudah cukup lama Cun Yu-siang malang melintang dalam
dunia persilatan, dia tak pernah memandang sebelah mata
pun terhadap siapa pun, maka tanpa membuang waktu
kembali senjata lembingnya digetarkan lalu menyapu tubuh Ui
Thian-seng.
Menghadapi sapuan ini, Ui Thian-seng memutar goloknya
membentuk selapis cahaya emas yang menyilaukan mata, lalu
dia melancarkan pula serangan balasan.
Ci Yau-hoa segera berbisik kepada kelima orang jagoan
pelindung benteng, "Musuh yang bakal kita hadapi masih
sangat banyak, kita tak boleh kehilangan banyak tenaga,
apalagi untuk menghadapi gembong iblis latah macam ini, kita
tak perlu mentaati peraturan dunia persilatan, sebentar bila
Ui-lopocu menunjukkan gejala tak tahan, serentak kita maju
bersama dan mengerubut Cun Yu-siang!"
Selama ini, Kelima orang jago itu menaruh kesan sangat
baik terhadap Ci Yau-hoa, selain itu mereka pun sudah
merasakan kerugian di tangan Malaikat-iblis, mendengar
ajakan itu serentak mereka mengangguk mengiakan.
"Kenapa Chin-lihiap tidak kelihatan? Dia pergi kemana?"
tiba-tiba Khong Bu-ki bertanya..
"Aku rasa dia pergi membantu keempat orang dayangnya
bertarung melawan empat malaikat bengis, semoga saja dia
selamat."
Siapapun yang bertarung melawan Su-toa-ok-sin (empat
malaikat bengis), anak buah andalan malaikat iblis, tak
seorang pun pernah lolos dalam keadaan selamat.

537
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Chin Ang-kiok dengan tubuh selincah burung walet dan


cepat bagaikan petir meluncur ke halaman belakang, ketika
tiba di tempat itu, keadaan sudah sangat gawat dan kritis.
Empat malaikat bengis dengan pakaian ringkas berwarna
hitam dan mengandalkan serangan secepat halilintar sedang
bertarung sengit melawan Bwe-kiam (pedang bunga bwe) dan
Tiok-kiam (pedang bambu), sementara Lan-kiam (pedang
anggrek) dan Kok-kiam (pedang seruni) sudah menderita luka.
Sambil membentak nyaring Chin Ang-kiok mengayunkan
tangan berulang kali, tujuh batang senjata rahasia walet
terbang Hui-yan-piau segera meluncur ke depan dengan
kecepatan luar biasa, sementara pedangnya digetarkan
menusuk tubuh seorang malaikat bengis.
Empat malaikat bengis saling bertukar pandangan sekejap,
kemudian seorang di antaranya menggunakan ilmu sambaran
petirnya mementalkan senjata rahasia yang mengancam tiba,
kemudian maju menyongsong, sementara seorang yang lain
membalikkan badan menangkis datangnya tusukan pedang
Chin Ang-kiok.
Di saat dia melakukan tangkisan itulah mendadak pedang
di tangan Chin Ang-kiok berubah menjadi dua bilah pedang,
mata pedang pecah jadi dua bagian seperti bercabang, lalu
secepat kilat menusuk ke depan.
Malaikat bengis itu terperanjat, baru saja akan berkelit,
ujung pedang telah menghujam ke dalam perutnya.
Malaikat bengis itu menjerit ngeri, teriaknya gusar,
"Perempuan siluman, kau...
Begitu musuh membuka mulutnya untuk mengumpat,
kembali Chin Ang-kiok mengayunkan tangan kirinya, tiga
batang Hui-yan-piau langsung dihantamkan ke dalam
mulutnya, terhajar tiga batang Am-gi tentu saja suara
malaikat bengis itu-pun terputus di tengah jalan.
Baru saja Chin Ang-kiok hendak mencabut keluar
pedangnya, malaikat bengis kedua telah menerjang tiba,
sebuah pukulan dahsyat menggelegar di udara langsung
menghantam tubuh perempuan itu.

538
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sadar akan datangnya bahaya, Chin Ang-kiok melepaskan


pedangnya sambil melejit ke samping menghindarkan diri
dengan jurus burung walet tiga kali menutul air.
Dalam pada itu Pedang anggrek dan Pedang seruni yang
sudah terluka kembali terjun ke arena pertarungan, bersama
Pedang bunga bwe dan Pedang bambu mengembut dua orang
malaikat bengis lainnya.
Chin Ang-kiok sendiri meski berhasil membantai salah
seorang musuh tangguhnya, namun dia sendiri pun
kehilangan pedang, dalam keadaan seperti ini terpaksa dia
harus mengandalkan ilmu meringankan tubuh dan Hui-yan-
piau untuk bertarung melawan malaikat bengis lainnya.
Di arena lain, Cun Yu-siang dan Ui Thian-seng sudah
bertarung hingga tiga puluh empat gebrakan, semakin
bertarung kedua orang itu saling menyerang makin gencar,
putaran golok menyambar kian kemari ibarat naga sakti yang
bermain di angkasa, namun Cun Yu-siang memang hebat,
bagaikan malaikat iblis dia mencecar musuhnya dengan
serangan yang luar biasa.
Cun Yu-siang tidak menyangka di antara gerombolan jago
itu terdapat seorang jago berilmu silat sangat tinggi macam Ui
Thian-seng, setelah sekian lama serangan dilancarkan dan
tidak membuahkan hasil, ditambah lagi dia sama sekali tidak
mendengar kabar empat manusia bengis, lambat-laun hatinya
mulai gundah, kalut dan bimbang.
Sambil membentak keras lembingnya digetarkan berulang
kali, angin serangan bagaikan ombak yang bergulung-gulung
mengepung tubuh Ui Thian-seng dari delapan penjuru.
Biarpun musuh mencecar dirinya dengan serangan bertubi-
tubi, Ui Thian-seng sama sekali tak gentar, ibarat harimau
garang keluar dari gua, tanpa mempedulikan keselamatan
sendiri, ia menerjang serangan musuh yang berpusing
kencang, sekuat tenaga dia mengayunkan goloknya
melancarkan bacokan

539
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Blaaam!" kembali sepasang senjata berat itu saling bentur,


terlihat dua sosok bayangan saling terpisah, masing-masing
mundur sejauh delapan langkah dengan badan bergetar keras.
Pada saat itulah Ci Yau-hoa membentak dengan suara
lantang, "Serang!"
Tujuh-delapan macam senjata rahasia menghajar tubuh
Cun Yu-siang berbareng, angin tajam segera mendesing
membelah angkasa.
Cun Yu-siang membentak keras, ketika senjata rahasia itu
menghantam tubuhnya, dia segera mengerahkan hawa murni
untuk mementalkan semua senjata itu hingga mencelat ke
belakang.
Tapi pada saat yang bersamaan Lu Ban-seng dengan ilmu
tangan sakti penghancur cadasnya telah mencengkeram
sepasang tangan si malaikat iblis Cun Yu-siang kuat-kuat,
cengkeraman itu sangat kuat seperti dijepit dengan tanggem
besar.
Ko-san-poh (langkah menembus bukit) Be Lak-ka juga
segera menubruk ke muka sambil memeluk sepasang kaki
musuh, ketika Cun Yu-siang meronta sekuat tenaga, Yu Keng-
tong bagaikan seekor ikan belut segera menyelinap sambil
menotok jalan darahnya, sedangkan Li Kay-san mengayunkan
martilnya ke tubuh lawan.
Cun Yu-siang sangat gusar, dia meronta makin keras tapi
gagal melepaskan diri, martil sambaran petir Li Kay-san
seketika menghajar keningnya secara telak.
Begitu membentur jidat lawan, martil itu mencelat ke
belakang, tapi kening Cun Yu-siang retak dan bocor hingga
darah bercucuran, dengan penuh amarah dia meraung keras.
Raungannya sangat keras ibarat guntur membelah bumi,
bukan saja membuat pandangan mata semua orang
berkunang-kunang, gendang telinga pun terasa sakit bagaikan
ditusuk jarum.
Kembali Cun Yu-siang memutar lembingnya sambil berputar
kencang, dia lempar tubuh Yu Keng-tong, Be Lak-ka dan Lu

540
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ban-seng hingga mencelat ke belakang, lalu kepalan tangan


kirinya dihantamkan ke kepala Li Kay-san.
Tapi pada detik itu Khong Bu-ki sudah menyerbu masuk,
tombaknya langsung ditusukkan ke perut malaikat iblis hingga
tembus melalui pinggangnya.
Cun Yu-siang menjerit ngeri, tapi tangan kanannya masih
memegangi tombak musuh.
Khong Bu-ki mencoba mencabut lepas senjata itu namun
tak berhasil, secepat kilat Cun Yu-siang menyodokkan
lembingnya ke depan.
Tampaknya Khong Bu-ki segera akan tertusuk oleh senjata
lawan, pada detik yang amat kritis itulah mendadak meluncur
seutas selendang sutera dan langsung menggulung lembing
itu serta membetotnya ke samping, tusukan lembing pun
mengenai tempat kosong.
Memanfaatkan kesempatan itu Khong Bu-ki melepaskan
tombaknya dan berguling di atas tanah sejauh beberapa kaki.
Orang yang melepaskan selendang sutera itu tak lain
adalah Ci Yau-hoa.
Saat itulah halilintar yang amat terang membelah bumi,
menyinari tubuh Cun Yu-siang yang basah bermandikan
darah, dengan sepasang mata terbelalak lebar malaikat iblis
melotot ke arah Ci Yau-hoa, lalu teriaknya parau, "Kau...
Dalam pada itu si kacung baju hijau dan lelaki kekar
pembawa panji telah menyerbu maju, pedang pendek di
tangan si kacung dan kapak raksasa di tangan lelaki kekar itu
serentak dihantamkan ke punggung Cun Yu-siang.
Kembali Malaikat iblis Cun Yu-siang memekik keras,
suaranya seram bagaikan jeritan kuntilanak, setelah bergontai
berulang kali akhirnya dia roboh terjerembab di atas tanah.
Sekali lagi halilintar berkelebat membelah bumi, dengan
napas tersengal Di Thian-seng mendekat, melihat Cun Yu-
siang telah mati, dia pun menghela napas panjang.
"Ai ... ternyata Malaikat iblis memang sangat lihai ... ayo
kita lihat bagaimana keadaan Chin-lihiap!"

541
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sementara itu si malaikat bengis yang mengejar ketat di


belakang Chin Ang-kiok sudah mulai mengerahkan tenaga
raksasanya untuk memburu dan menyerang, tapi sayang ilmu
meringankan tubuh yang dimilikinya tak mampu menandingi
lawan, lambat-laun dia mulai kelelahan dan kehabisan tenaga,
padahal setiap saat dia mesti waspada terhadap serangan Hui-
yan-piau dari Chin Ang-kiok, hal ini membuat dia makin lama
semakin kepayahan dan mulai kehabisan napas.
Sebaliknya empat orang dayang yang bertarung melawan
dua malaikat bengis pun terdesak hebat dan berada dalam
posisi menguatirkan, namun dibandingkan harus bertarung
satu lawan satu, tentu saja keadaan saat ini jauh lebih longgar
dan lega.
Saat itulah jeritan ngeri Cun Yu-siang terdengar untuk
pertama kalinya, paras muka ketiga malaikat bengis seketika
berubah hebat.
Chin Ang-kiok tahu musuh berusaha kabur dari situ untuk
membantu majikannya, dia enggan lepaskan kesempatan itu
begitu saja, pedangnya secara beruntun melepaskan delapan
belas serangan berantai, membuat malaikat bengis jadi kalang
kabut dan kerepotan setengah mati.
Di tengah serangannya tiba-tiba dia membalikkan badan,
pedangnya langsung ditusukkan ke punggung salah seorang di
antara dua malaikat bengis yang sedang bertarung seru
melawan empat orang dayang itu.
Tertusuk punggungnya membuat malaikat bengis itu
menjerit kesakitan, dengan geram dia membalikkan badannya,
tapi pedang panjang si Pedang bambu segera menggulung ke
muka dan memenggal batok kepalanya.
Dua orang malaikat bengis sisanya jadi ketakutan setengah
mati, dengan wajah pucat-pias mereka saling bertukar
pandang, saat itulah jeritan ngeri Cun Yu-siang berkumandang
untuk kedua kalinya, jeritan itu membuat kedua orang itu
semakin gugup dan gelagapan.
Chin Ang-kiok merangsek maju, dengan pedang bercabang
duanya secepat kilat dia tusuk tubuh lawan, malaikat bengis

542
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

itu semakin keder, tiba-tiba ia membalikkan badan lalu


melarikan diri terbirit-birit.
Baru saja dia melompat naik ke atap rumah untuk
melarikan diri, tiga batang Hui-yan-piau yang dilontarkan Chin
Ang-kiok sudah menghajar telak punggungnya.
Terlihat malaikat bengis itu gontai beberapa kali, akhirnya
terjatuh dan berguling ke tanah.
Malaikat bengis sisanya yang tinggal satu semakin
ketakutan, serasa sukma sudah melayang meninggalkan
raganya, dia melancarkan serangkaian serangan untuk
mendesak mundur keempat orang dayang itu, memanfaatkan
kesempatan di saat Chin Ang-kiok sedang membalikkan
badan, dia melesat naik ke atas wuwungan rumah dan siap
kabur meninggalkan tempat itu.
Tiba-tiba dari atas atap rumah kembali muncul seseorang,
seorang kakek bermata tajam, beralis putih dan membawa
sebilah golok emas.
"Lihat golok!"
Di tengah kegelapan terlihat cahaya golok berkelebat,
padahal waktu itu malaikat bengis sedang gugup dan kalut
pikirannya, baru lolos dari kepungan keempat orang dayang,
terancam pula oleh senjata rahasia yang dilepas Chin Ang-
kiok, sekarang dibacok pula oleh golok Ui Thian-seng, dalam
gugup dan kagetnya lekas ia tangkis datangnya ancaman itu.
"Trang!", di antara dentingan nyaring, senjata penyambar
petirnya patah jadi dua, sementara tubuhnya ikut terbabat
pula hingga terbelah dua.
Hujan turun dengan derasnya, air bagaikan dituang dari
angkasa, mengguyur keenam sosok jenazah itu, membuat
darah yang membasahi permukaan tanah segera tersapu dan
mengalir lewat bagai sungai darah.
Mengawasi mayat-mayat yang membujur kaku itu, Khong
Bu-ki berkata dengan suara dalam, "Dalam pertarungan kali ini
kita telah kehilangan pengawal Yu dan pengawal Li, tapi
berhasil membantai Malaikat iblis Cun Yu-siang dan empat

543
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

malaikat bengis, hitung-hitung pertempuran berdarah ini telah


kita menangkan!"
"Benar!" sahut Ui Thian-seng dengan suara berat, "ternyata
nama besar empat manusia bengis Su-toa-thian-mo memang
bukan nama kosong, seandainya keempat iblis itu menyerang
bersama, aku rasa biar kekuatan kita tiga kali lipat lebih
banyak pun belum tentu sanggup membendung ancaman
mereka."
"Baru bertarung mereka sudah menderita kekalahan, jelas
hal ini merupakan kesalahan perhitungan mereka," ujar Chin
Ang-kiok dingin, "sebab untuk menyerang Pak-shia, mereka
memang tak bisa menggerakkan semua kekuatan untuk
menghadapi kita, asal ketiga orang gembong iblis itu bekerja
secara terpisah, berarti kita punya kesempatan untuk
menghajar serta menumpas mereka satu per satu."
"Menurut apa yang kudengar," ujar Ci Yau-hoa pula dengan
suara lembut, "di antara keempat iblis langit Su-toa-thian-mo,
kepandaian silat Malaikat iblis terhitung paling lemah, padahal
rekan-rekan lainnya mempunyai kungfu yang jauh lebih
tangguh, lebih baik kita bertindak lebih hati-hati."
Maka tanpa banyak bicara lagi rombongan itupun
melanjutkan kembali perjalanannya.
ooOOoo

Hari ini udara sangat cerah, matahari bersinar terik di


angkasa.
Setelah meninggalkan kota Po-ke, Ui Thian-seng dan
rombongan mengambil jalur kanan menelusuri jalan raya
melalui kota Toa-san-kwan menuju ke wilayah Suchuan.
Daerah Toa-san-kwan merupakan sebuah daerah yang
dipenuhi bukit terjal dengan jalan setapak yang sempit, bukan
saja daerah sempit bahkan curam dan dipenuhi tebing tinggi.
Ui Thian-seng termasuk jago tua yang sudah puluhan tahun
mengembara dalam dunia persilatan, setibanya di wilayah itu,
dia pun memerintahkan semua orang untuk meningkatkan

544
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kewaspadaan, berjaga-jaga terhadap setiap kemungkinan


yang terjadi.
Ketika menelusuri jalan setapak yang dihimpit dua tebing
curam, jago tua ini merasa hatinya amat gundah bercampur
kuatir, dia kuatir musuh akan memanfaatkan situasi medan
yang tidak menguntungkan itu untuk melancarkan sergapan.
Setelah berjalan hampir setengah harian lamanya, tiba-tiba
Khong Bu-ki berjalan menghampiri sambil berbisik, "Toako,
sewaktu melewati wilayah ini, lebih baik kita jangan kelewat
letih, bagaimana kalau kita mencari dulu tempat yang aman
untuk beristirahat sejenak?"
Ui Thian-seng mengangguk tanda setuju, maka semua
orang pun mencari tempat yang teduh untuk beristirahat.
Lelaki kekar pembawa panji mulai membagi-bagikan ransum
yang dibawa kepada semua orang, para pengawal mencari
tempat teduh untuk menghindari hawa panas yang
menyengat, Ci Yau-hoa dan Chin Ang-kiok bicara berbisik-bisik
sementara si kacung menjauh untuk buang air di belakang
batu cadas.
Selesai membagikan ransum, lelaki kekar itu melihat si
kacung belum juga balik, maka dipanggilnya beberapa kali, tak
ada jawaban, maka sambil mengumpat dia berjalan menuju ke
belakang cadas itu,
"Hai bocah sialan, orang lain menangsal perut, kau malah
buang hajat, benar-benar kurang ajar... haah?"
Mendadak perkataannya terputus di tengah jalan dan
berganti dengan jeritan kaget yang amat keras.
Bersamaan dengan bergemanya jeritan kaget itu, Ui Thian-
seng, Khong Bu-ki, Ci Yau-hoa dan Chin Ang-kiok berempat
serentak telah tiba di belakang batu cadas itu dan serentak
pula mereka telah melihat si kacung tergeletak di tanah
dengan celana masih terbuka, mulut pun dalam keadaan
terbuka, tampaknya dia ingin menjerit namun tenggorokannya
keburu dicekik orang hingga hancur.
Tak disangka pihak musuh begitu kejam, bahkan seorang
bocah pun tidak dilepaskan begitu saja.

545
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Yang lebih menakutkan lagi adalah ternyata musuh telah


menyusup sedekat itu dengan rombongan mereka, bahkan
setelah membantai, dia pergi begitu saja, namun kawanan
jago itu tak seorang pun yang merasakan.
Biarpun kepandaian silat yang dimiliki kacung itu tidak
sehebat para pengawal benteng, namun dia pun tidak
terhitung manusia sembarangan, kungfunya sempat
memperoleh petunjuk dan bimbingan langsung dari Ui Thian-
seng, tapi kenyataannya sekarang bukan saja sama sekali tak
bersuara, kesempatan untuk memberikan perlawanan pun tak
ada dan dia sudah tewas dalam keadaan mengenaskan.
Dengan seksama Ci Yau-hoa memeriksa tulang
tenggorokan si kacung yang remuk, beberapa saat kemudian
ia baru berkata, "Kelihatannya Mo-sian (dewa iblis) Lui Siau-
jut yang melakukan pembunuhan ini, dia telah membunuh
bocah ini dengan ilmu silat andalannya, Toa-hua-sin-sian-jiu
(tangan dewa pencabut nyawa), padahal orang persilatan
menjuluki ilmu silatnya itu sebagai Giam-ong-kui-jiau (cakar
setan Raja akhirat)."
"Kalau dia sudah datang, kenapa tidak segera menampilkan
diri, memangnya takut beradu kepandaian denganku?" seru Ui
Thian-seng amat gusar.
"Kepandaian silat yang dimiliki Lui Siau-jut sangat lihai,
otaknya cerdas dan banyak akal, anak buahnya Soh-mia-sian-
tong (bocah dewa pembetot sukma) yang terdiri dari empat
orang memiliki kemampuan jauh di atas empat malaikat
bengis, ada baiknya Ui-loenghiong bersikap lebih hati-hati,"
ujar Ci Yau-hoa memperingatkan.
Baru selesai ia bicara, tiba-tiba dari jalan raya di depan
sana muncul suara keleningan yang dibunyikan bertalu-talu,
menyusul kemudian terlihat seseorang dengan mengenakan
topi berwarna putih, berwajah panjang dengan jenggot
cabang tiga di bawah dagunya, mata tajam bagaikan bintang,
mengenakan baju putih celana hitam berjalan mendekat.

546
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tangan orang itu membawa sebuah tongkat bambu, di


ujung tongkat tergantung selembar kain warna putih, pada
kain itu tertera beberapa huruf yang berbunyi:
"Dengan senyuman membahas kehidupan manusia.
Bukan berarti aku adalah dewa."
Tampaknya seorang tukang ramal keliling yang biasa
mengembara dalam dunia persilatan!
Khong Bu-ki menghembuskan napas panjang, dengan
perasaan tak sabar dia segera berlalu dari situ.
Tampaknya tukang ramal itu ingin tahu dengan kehadiran
orang-orang itu di tepi jalan, sambil berjalan lewat ia
memperhatikan rombongan itu beberapa kali, mendadak ia
menghentikan langkahnya persis di hadapan Khong Bu-ki,
setelah menghela napas, gumamnya, "Ccttt ... ccttt ... cct ...
wajah Sianseng lebar dan terang, rupanya seorang terhormat,
punggung tebal perut bulat, banyak hoki, panjang umur,
banyak anak banyak cucu ... cctt... ctt... ctt... cuma sayang...
Dengan perasaan mendongkol Khong Bu-ki segera berkerut
kening, serunya tak sabar, "Pergi, pergi, pergi... aku tak mau
meramal nasib
Baru saja dia akan berlalu dari situ, tiba-tiba tedengar
tukang ramal itu berkata lagi, "Cuma sayang jidatmu berwarna
hitam, alis mata muncul cahaya merah, sebelum menjelang
malam nanti pasti akan menjumpai cahaya darah
Dengan sigap Khong Bu-ki membalikkan badan menghadap
ke arah peramal itu.
Sambil memicingkan mata dan tertawa lebar, kembali
tukang ramal itu berkata, "Toaya, cayhe bukan dewa, tapi
sudah lama mengembara dalam dunia persilatan, ramalanku
lebih manjur daripada ramalan dewa, apakah Toaya mau
meramalkan nasibmu? Murah, cuma satu tangce
Khong Bu-ki berpaling menengok Ui Thian-seng sekejap, Ui
Thian-seng pelan-pelan mengangguk, maka keempat
pengawal benteng dan lelaki kekar pembawa panji pun ikut
merubung ke depan.

547
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sabar, sabar ujar tukang ramal itu sambil tertawa, "jangan


terburu napsu, siapa pun akan kuramal nasibnya
Dia pun mengulurkan tangannya mengukur panjang lebar
wajah Khong Bu-ki, setelah itu katanya sambil tertawa, "Jidat
Toaya tinggi lagi terang, jelas bukan tergolong manusia sesat
atau golongan iblis Kemudian setelah menuding beberapa
tempat di jidat Khong Bu-ki, kembali dia menghela napas
sambil melanjutkan dengan suara berat, "Cuma sayang rejeki
di kemudian hari tak bisa dinikmati, hawa membunuhmu
kelewat berat, aku rasa...
Sambil bicara jari tangannya berulang kali menuding ke
arah sepasang pelipis Khong Bu-ki.
Mendadak Khong Bu-ki menemukan sesuatu yang aneh, di
balik wajah senyum tukang ramal itu dia seperti menangkap
sinar kelicikan yang menyeramkan, bahkan ia tidak melihat
senyuman di wajah orang itu.
Dengan perasaan terkesiap, segera Khong Bu-ki melompat
mundur sambil bersiap siaga.
Benar juga, pada saat itulah jari tangan si tukang ramal
telah menyambar ke depan dengan kecepatan luar biasa.
Walaupun Khong Bu-ki menghindar sangat cepat, namun
serangan yang dilancarkan si tukang ramal itu jauh lebih cepat
lagi, tahu-tahu dia sudah mencekik lehernya.
Khong Bu-ki merasa lehernya yang dicekik bagaikan dijepit
tanggam yang sangat kuat, membuat seluruh badannya lemas
tak bertenaga, namun dengan sekuat tenaga dia meronta dan
berusaha melepaskan diri.
Pada saat bersamaan itulah si tukang ramal telah
mengayun tongkat bambu di tangan kanannya, tongkat
berikut panji putih itu langsung disodokkan ke depan menusuk
lambung Be Lak-ka.
Lu Ban-seng, Yu Keng-tong maupun Yau It-kang jadi
terperanjat, baru saja mereka akan melolos senjata masing-
masing, si tukang ramal itu dengan gerakan tubuh yang lebih
cepat dari macan kumbang telah melancarkan serangkaian

548
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tendangan berantai, tendangan itu menghajar tubuh Lu Ban-


seng dan Yu Keng-tong hingga mencelat ke belakang.
Yau It-kang yang mahir menggunakan senjata rahasia
sebenarnya akan menyambitkan Am-ginya, tapi dia urung
melakukannya karena kuatir melukai wakil pocunya yang
masih dicengkeram lawan.
Nyaris pada waktu yang bersamaan, keleningan emas di
pinggang tukang ramal itu telah meluncur ke depan dengan
kecepatan tinggi, benda itu langsung menghajar ubun-ubun
lelaki kekar yang baru saja mengayunkan kapak untuk
membacok.
Lelaki kekar itu menjerit ngeri, setelah terhuyung mundur
sejauh tujuh-delapan langkah, badannya terperosok dan jatuh
ke dasar jurang yang dalam.
"Wes!", golok emas di tangan Ui Thian-seng menyambar ke
depan, di bawah cahaya keemasan karena terpantul sinar
matahari, senjata itu langsung membabat pergelangan tangan
tukang ramal itu.
"Bagus!" seru tukang ramal itu sambil tertawa nyaring.
Tangannya ditarik ke belakang, kemudian segesit burung
camar dia mengegos menghindari tusukan pedang bercabang
ke arah punggungnya yang dilancarkan Chin Ang-kiok, setelah
itu badannya kembali menerobos ke kiri dan menyusup ke
kanan, beruntun dia pun menghindarkan serangan yang
dilancarkan Pedang bunga bwe, Pedang anggrek, Pedang
seruni dan Pedang bambu.
Terakhir ia membungkukkan badan rendah-rendah,
menghindarkan diri dari sambitan senjata rahasia yang
dilontarkan Ci Yau-hoa.
Begitu lolos dari semua ancaman, kembali dia
mengebaskan ujung bajunya menggulung sambitan sebuah
piau baja yang dilepas Yau It-kang, dalam dua tiga lompatan
kemudian tubuhnya sudah berada tiga kaki lebih dari posisi
semula.

549
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sungguh hebat ilmu meringankan tubuh yang ditunjukkan


si tukang ramal itu, bukan saja amat lincah, juga gesit dan
cepat.
Menyaksikan kehebatan orang, tanpa sadar Lu Ban-seng
dan Yu Keng-tong berseru tertahan, "Dewa iblis!"
"Benar," sahut tukang ramal itu dari kejauhan sambil
tertawa nyaring, "cayhe memang Lui Siau-jut!"
Berubah hebat paras muka Ui Thian-seng, sambil mema-
yang tubuh Khong Bu-ki bentaknya, "Kejar!"
Hingga sekarang Khong Bu-ki masih merasa napasnya
sesak, lima bekas jari tangan berwarna hitam masih
membekas di lehernya, andaikata bacokan golok Ui Thian-
seng tidak tiba tepat pada saatnya, darah beku yang muncul
di lehernya itu mungkin sudah berubah jadi semburan darah.
Semua orang merasa amat masgul, kalau bukan baru saja
lolos dari cengkeraman maut Lui Siau-jut, siapapun tidak akan
merasa jika malaikat pencabut nyawa ternyata telah hadir
sedekat itu di samping mereka, sedemikian dekatnya seakan
sudah menempel di tengkuk sendiri dan mewakili mereka
bernapas.
Langkah kaki Khong Bu-ki masih sempoyongan, namun dia
tetap nekad melakukan pengejaran bahkan kecepatan
geraknya sama sekali tidak di bawah Yu Keng-tong, kekalahan
yang dideritanya kali ini tercatat sebagai kekalahannya yang
keseratus dua puluh enam, satu rekor kekalahan yang belum
pernah ada sebelumnya.
Ui Thian-seng, Ci Yau-hoa dan Chin Ang-kiok berada pada
rombongan paling depan, Chin Ang-kiok dengan gerakan
tubuh seenteng burung walet meluncur dengan kecepatan luar
biasa, sementara Ci Yau-hoa bagaikan hembusan angin
gunung mengikut ketat di samping Chin Ang-kiok bahkan
kemampuannya sama sekali tidak di bawah rekannya itu.
Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Ui Thian-seng tidak
sehebat Ci Yau-hoa maupun Chin Ang-kiok, namun masih jauh
di atas kawanan jago lainnya, apalagi tenaga dalam yang dia
miliki amat sempurna, karenanya setelah berlarian sekian

550
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

lama, makin lama mereka berlari, kecepatan larinya juga


makin cepat.
Walaupun mereka sudah mengerahkan segenap tenaga
yang dimiliki, namun si Dewa iblis Lui Siau-jut masih tetap
memimpin di depan sana, bukan saja gerakan tubuhnya
bagaikan dewa yang sedang melayang di angkasa, bahkan
berulang kali dia memperdengarkan suara tertawanya yang
nyaring.
Kejar mengejar pun berlangsung amat seru, dari Toa-san-
kwan kini mereka telah mengejar sampai di wilayah Kiam-bun-
kwan.
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Ci Yau-hoa,
segera bisiknya kepada Ui Thian-seng, "Ilmu meringankan
tubuh yang dimiliki orang ini sangat lihai, aneh, kenapa ia
tidak melayani pertarungan tapi justru melarikan diri? Jangan-
jangan di balik semua ini tersimpan maksud tertentu?"
Ui Thian-seng terperanjat, lekas dia menghentikan larinya
sambil membentak keras, "Hentikan pengejaran!"
Sementara itu bayangan putih Lui Siau-jut telah menyelinap
masuk ke wilayah Kiam-bun-kwan.
Baru saja semua orang menghentikan pengejaran, Dewa
iblis Lui Siau-jut juga ikut menghentikan larinya, sambil
membalikkan badan menghadang di mulut tebing, ia
mendongakkan kepala dan tertawa nyaring.
ooOOOoo

17. Membunuh Dewa Iblis.

Suara tertawa si Dewa iblis amat nyaring, sedemikian


nyaringnya membuat seluruh dinding tebing curam yang ada
di sekitar tempat itu ikut bergetar keras, tanah dan bebatuan
seakan dilanda gempa dahsyat, bumi serasa ikut bergetar.
Berubah hebat paras muka Ui Thian-seng, melihat kawanan
jago baru akan berbelok menuju ke selat sempit, kembali ia
membentak keras, "Cepat mundur dari tempat ini!"

551
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Terlihat batu dan pasir berguguran ke bawah dengan


hebatnya, batu raksasa yang menggelinding jatuh seketika
menyumbat semua jalan mundur kawanan jago itu, baru
beberapa langkah Khong Bu-ki dan lainnya mengundurkan
diri, ada tujuh delapan buah batu raksasa telah menyumbat
jalan setapak yang sempit itu hingga semua jalan terhadang.
Ketika Ui Thian-seng mendongakkan kepala, lamat-lamat ia
saksikan di atas tebing curam terdapat empat sosok bayangan
manusia yang sedang mendorong batuan besar ke bawah
tebing.
Bebatuan cadas yang besar dan berat memang berserakan
di sepanjang tebing curam itu, karenanya asal didorong sedikit
saja, bebatuan itu akan segera terguling dan meluncur ke
bawah.
Padahal bebatuan cadas itu rata-rata sangat besar, paling
tidak beratnya mencapai tiga ratusan kati, betapapun
hebatnya tenaga dalam seseorang, bila tertumbuk oleh
bebatuan cadas itu niscaya akan hancur.
Hal ini masih ditambah dengan situasi medan yang sangat
tidak menguntungkan, selain jalan setapak sangat sempit,
tidak gampang untuk berkelit, setiap kali ada batu cadas yang
berguling ke bawah, jelas ruas jalan setapak pun bertambah
sempit beberapa depa, jika kurang hati-hati menghindarkan
diri, salah-salah badan bisa tergelincir masuk ke dalam jurang
yang tak terhingga dalamnya.
Setelah meninjau sejenak keadaan situasi Ui Thian-seng
segera sadar, satu-satunya jalan keluar baginya saat ini hanya
menerjang ke arah pintu selat Kiam-bun-kwan.
"Terjang!" bentaknya tiba-tiba.
Cahaya golok berwarna keemasan segera berkilauan
membelah angkasa, dia menerjang lebih dahulu ke arah Kiam-
bun-kwan.
Melihat tingkah polah lawannya, Dewa iblis Lui Siau-jut
hanya tersenyum, tiba-tiba ia melancarkan serangan.
Mulut selat untuk menuju ke Kiam-bun-kwan amat sempit,
permukaan tanah jalan setapak pun amat gembur, bila orang

552
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kurang berhati-hati, besar kemungkinan akan terpeleset dan


jatuh ke dalam jurang, bila ingin masuk selat itu dengan
aman, satu-satunya jalan hanya melalui atas kepala Lui Siau-
jut.
Dalam posisi dan kondisi semacam inilah Dewa iblis
melancarkan serangan!
Ketika golok emas Ui Thian-seng membacok ke bawah, Lui
Siau-jut segera membungkukkan badan sambil menerobos
bawah perut lawan.
Dengan posisi melambung di tengah udara, Ui Thian-seng
akan menderita kerugian besar, bahkan pertahanan tubuhnya
akan terbuka.
Lui Siau-jut segera mementang kelima jari tangannya yang
keras bagai baja untuk menusuk hulu hati jago tua itu.
Lekas Ui Thian-seng menarik napas panjang, dia paksa
tubuhnya melambung setengah depa lagi ke udara.
Lui Siau-jut segera membalik telapak tangan sambil
melanjutkan cengkeraman, kali ini yang diarah adalah ikat
pinggang Ui Thian-seng, begitu terpegang segera dia
mengerahkan tenaganya sambil mengayun kuat-kuat, dia
lemparkan tubuh jago tua itu ke arah jurang di sisi sebelah
kanan.
Ui Thian-seng meraung gusar, tergopoh-gopoh dia
kerahkan ilmu bobot seribu untuk meluncur ke permukaan
tanah, apa mau dikata, badannya sudah terlanjur melewati
batas jalan setapak itu, tanpa ampun badannya segera
meluncur ke dalam jurang.
Mengetahui rekannya dalam bahaya, Khong Bu-ki segera
menghentakkan tombaknya ke arah Ui Thian-seng yang
sedang meluncur bebas.
Melihat ada tombak mengarah dekat tubuhnya, cepat Ui
Thian-seng mencengkeramnya lalu bergelantungan di atas
senjata itu.
Khong Bu-ki menghentakkan senjatanya, meminjam tenaga
hentakan itu, Ui Thian-seng melayang balik ke posisi semula,

553
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

walaupun akhirnya selamat, tak urung semua orang


bermandikan peluh dingin saking tegangnya.
Lui Siau-jut tidak berniat melancarkan sergapan berikut, dia
hanya berjaga di mulut selat dengan senyuman di kulum.
Hanya dalam satu gebrakan saja dia nyaris merenggut
nyawa Ui Thian-seng, tentu saja orang lain semakin tak berani
bertindak gegabah dengan melancarkan serangan ke arah iblis
itu, apalagi mulut selat itu hanya bisa dilewati satu orang,
kalau ingin menyerang pun hanya satu orang yang bisa
melakukannya, tak seorang pun yakin bisa mengalahkan
kesepuluh jari tangan Lui Siau-jut dalam situasi dan kondisi
yang begitu tak menguntungkan ini.
"Blam, blam, blam", lagi-lagi ada batu cadas raksasa yang
terguling dari atas tebing menghantam jalan setapak.
Sambil tertawa Lui Siau-jut berkata, "Inilah hadiah dari
Soh-mia-su-sian-tong empat bocah dewa pembetot sukma,
silakan kalian terima!"
"Lui Siau-jut," umpat Chin Ang-kiok gusar, "kalau punya
nyali ayo kemari, kita berduel untuk menentukan menang
kalah, membokong orang dengan cara busuk dan memalukan
macam begitu, terhitung enghiong macam apa kau!"
Lui Siau-jut mendongakkan kepala tertawa terbahak-bahak,
"Hahaha ... asal dapat menang, peduli amat enghiong atau
bukan, bagi kami, semua cara itu halal!"
Begitulah, hujan batu cadas masih berhamburan dari atas
tebing, sementara Lui Siau-jut berdiri menghadang di mulut
selat yang sempit, Ui Thian-seng mesti pontang-panting
menghindarkan diri dari timpaan batu gunung, keadaannya
selain berbahaya juga amat mengenaskan.
Setelah serangkai hujan batu lewat, jalan setapak yang
sempit itu sudah dipenuhi bebatuan yang berserakan di mana-
mana, nyaris jalanan itu terputus dan susah dilalui lagi.
Ci Yau-hoa, Khong Bu-ki, pedang bambu dan pedang
anggrek berempat terpisah sejauh beberapa kaki dari
rombongan, mereka terhadang bebatuan cadas yang
menggunung, sementara Ui Thian-seng, Chin Ang-kiok serta

554
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pedang seruni, Pedang bunga bwe serta tiga orang pelindung


benteng masih berdiri di mulut selat, saling berhadapan
dengan Lui Siau-jut.
Lui Siau-jut tertawa terbahak-bahak, serunya lagi, "Anak-
anak, ayo sekali lagi!"
Diiringi suara gemuruh keras, kembali bebatuan gunung
bergulingan dari atas tebing, sekali lagi para jago dibuat
kalang-kabut tak keruan, semua orang berusaha
menghindarkan diri, masih untung bagi keempat dayang
bertubuh ramping, mereka punya kesempatan lebih besar
untuk menghindarkan diri.
Berbeda dengan Sui-pit-jiu (tangan sakti penghancur
cadas) Lu Ban-seng yang bertubuh tinggi besar, dia jadi
kurang leluasa untuk menghindarkan diri, akhirnya sebuah
batu besar menimpa di atas tubuhnya.
Baru saja dia muntah darah sambil roboh terjungkal, lagi-
lagi sebuah batu raksasa menindih di atas badannya, tanpa
ampun dia tewas seketika.
Menggunakan kesempatan di kala hujan batu sedang
berlangsung, ketika debu dan pasir sedang beterbangan di
angkasa, Chin Ang-kiok melepaskan tiga batang Hui-yan-piau,
langsung diarahkan ke mulut selat Kiam-bun-kwan.
Pada saat yang sama Yu Keng-tong berusaha menerobos
ke depan, baginya ia lebih suka bertarung habis-habisan
melawan Lui Siau-jut ketimbang mati konyol di dasar jurang
macam Lu Ban-seng.
Tiga batang Hui-yan-piau yang dilepas Chin Ang-kiok
berhasil dihindari Lui Siau-jut secara mudah, baru saja
perempuan itu berusaha menerobos mulut selat, tahu-tahu
dewa iblis sudah muncul di hadapannya.
Segera Chin Ang-kiok melontarkan sebuah tusukan, tapi Lui
Siau-jut membalikkan tangan mencengkeram pedang yang
sedang menyambar tiba.
Perempuan itu terperanjat, sadar tak mungkin bisa
menembus halangan di mulut selat itu, lekas dia mengambil

555
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

keputusan, sambil membuang pedangnya dia melayang keluar


dari selat yang sempit itu.
"Bagus, tindakan yang cerdas!" puji Lui Siau-jut sambil
tertawa nyaring.
Menyusul kemudian terdengar jeritan ngeri yang
memilukan hati berkumandang memecah keheningan, tubuh si
naga sakti dari kolam Che, Yu Keng-tong terpental keluar dari
jalan setapak dan meluncur ke dasar jurang dengan kecepatan
tinggi, di atas dadanya tertancap pedang bercabang milik Chin
Ang-kiok yang baru saja ditinggalkan.
Suasana hening yang mencekam menyelimuti seluruh
tempat, hujan batu pun ikut berhenti sementara waktu.
Lui Siau-jut dengan garang dan gagahnya berjaga di mulut
selat, biar dia hanya seorang diri, namun tak gampang untuk
menembus pertahanannya itu.
Sepasang mata Ui Thian-seng sudah memerah lantaran
gusar bercampur dendam, kepada Chin Ang-kiok serunya,
"Sebentar kalau aku sudah menyerang maju dan menahan
serangannya, kalian gunakan kesempatan itu untuk
menerobos masuk ke dalam selat, tak usah pedulikan
keselamatanku, kalian semua bukan tandingannya."
"Hm!" Chin Ang-kiok mendengus dingin, "bila kau mengadu
jiwa dan kami berhasil lolos, itu masih ada harganya,
celakanya kalau kau sudah mengorbankan jiwa dengan sia-sia,
semua orang di sini tak bisa lolos, konyol namanya!"
Baru selesai mereka berbincang, diiringi suara tertawa
nyaring, Lui Siau-jut berseru kembali, "Anak-anak, mari kita
lakukan serangan yang ketiga kalinya!"
Kembali batu gunung bergulingan ke bawah tebing diiringi
suara gemuruh yang memekakkan telinga, semua orang sekali
lagi pontang-panting berusaha meloloskan diri.
Pedang seruni sudah menderita luka yang cukup serius
semenjak pertarungannya melawan empat manusia bengis
tempo hari, tak heran gerak-geriknya kurang lincah dan sedikit
parah, tanpa disadari tubuhnya bergeser semakin dekat
dengan mulut selat, ketika sadar akan posisinya, keadaan

556
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sudah terlambat, secepat sambaran kilat Lui Siau-jut telah


mencengkeram tenggorokannya dan menggenjet hingga
hancur.
Sekali lagi keheningan mencekam, yang tersisa saat ini
hanya bebatuan gunung dan pasir yang berserakan di
sepanjang jalan setapak itu.
Kini seluruh jalan setapak nyaris tersumbat oleh bebatuan
besar, bila hujan batu sekali lagi dilancarkan, dapat dipastikan
rombongan Ui Thian-seng bakal mati konyol di depan selat
Kiam-bun-kwan itu.
Sadar akan situasi yang semakin tidak menguntungkan, Ui
Thian-seng berbisik kepada Yau It-kang, "Bagaimanapun juga
kita harus mengadu jiwa, daripada duduk menunggu
kematian, lebih baik berusaha hingga titik darah penghabisan,
gunakanlah senjata rahasia untuk menyerang, Chin-lihiap akan
membantumu dengan sepenuh tenaga, sementara aku akan
berusaha menjebol halangan itu."
"Baik!" sahut Yau It-kang.
"Baiklah," sahut Chin Ang-kiok pula sambil menghela
napas.
Pada saat itulah tiba-tiba di atas tebing curam itu muncul
suatu gerakan aneh.
Ketika Ui Thian-seng mendongakkan kepala, tampak
keempat orang yang berada di puncak tebing telah
menghentikan serangannya, sementara di hadapan mereka
telah muncul empat orang manusia berbaju hijau, dilihat dari
kejauhan, keempat orang itu mirip empat bocah lelaki yang
mengusung sebuah tandu, siapa yang berada dalam tandu,
tak seorang pun tahu.
Tampak kawanan bocah dewa pencabut nyawa yang
mengenakan baju ungu itu segera maju mengepung, bahkan
terlihat seperti mengucapkan beberapa patah kata, menyusul
kemudian salah seorang di antara keempat manusia berbaju
ungu itu tiba-tiba roboh terkapar.
Menyusul terlihat seorang manusia berbaju ungu lain
melambung ke udara, di bawah cahaya matahari yang terik,

557
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tampak tubuhnya berjumpalitan beberapa kali di angkasa dan


kelihatannya segera akan menerjang masuk ke balik tandu itu.
Tiba-tiba badannya yang melambung itu terhenti secara
mendadak lalu terlempar ke dalam jurang, melewati jalan
setapak di bawah dan meluncur langsung ke dasar jurang,
jeritan ngeri yang memilukan hati kembali bergema memecah
keheningan.
Ketika tubuh orang itu meluncur ke dasar jurang dan
melalui sisi jalan setapak, semua orang dapat melihat dengan
jelas bahwa di dada Sian-tong atau bocah dewa itu telah
tertancap tiga batang anak panah yang berwarna kebiru-
biruan.
Tak ada yang tahu apa yang sudah terjadi di puncak tebing
itu, tak ada yang tahu siapa manusia yang berada di dalam
tandu itu, tapi bila dalam tandu benar-benar ada penghuninya,
bahkan dalam sekali gebrak saja telah merobohkan dua orang
bocah dewa pencabut nyawa, kehebatan kungfunya benar-
benar menakutkan.
Berubah hebat paras muka Lui Siau-jut, teriaknya, "Anak-
anak, cepat turun kemari!"
Kalau dengan dua tangan pun tak bisa mengalahkan lawan,
apalagi dari dua tangan tinggal tangan sebelah, jelas mustahil
bisa menangkan musuhnya dalam kondisi seperti ini. Lui Siau-
jut sadar, daripada membiarkan dua orang bocah itu mengadu
jiwa melawan orang dalam tandu, lebih baik selamatkan dulu
yang tersisa baru kemudian mencari kesempatan untuk
melakukan pembalasan.
Dalam pada itu Ui Thian-seng dan lainnya tidak terburu-
buru menerjang masuk ke selat Kiam-bun-kwan, asal dari atas
tebing tak ada bebatuan gunung yang dijatuhkan lagi, paling
yang bisa dilakukan Lui Siau-jut sekarang hanya mengurung
mereka di tempat itu.
Menggunakan kesempatan ini Ci Yau-hoa, Khong Bu-ki
melewati tumpukan batu gunung yang berserakan dan
bergabung kembali dengan Chin Ang-kiok.

558
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dua orang bocah dewa tersisa yang ada di puncak tebing


pun kabur ke bawah setelah mendengar teriakan si Dewa iblis,
meski tebing itu curam, dengan kepandaian silat yang
dimilikinya tidaklah terlalu sulit bagi mereka untuk
menuruninya.
Keempat bocah berbaju hijau yang menggotong tandu pun
perlahan-lahan ikut bergerak turun dari puncak tebing.
Padahal jalan tebing itu sempit, licin dan curam, berjalan
seorang diri saja sudah amat sulit apalagi menuruni tebing
sambil menggotong tandu, namun keempat orang bocah itu
dapat berjalan tenang dan santai seakan sedang berjalan di
jalanan datar saja, hal ini membuktikan kepandaian yang
mereka miliki luar biasa.
Terkejut, kagum bercampur terkesima menyelimuti
perasaan Ui Thian-seng, siapa gerangan jago yang berada
dalam tandu itu?
Pertempuran sengit yang berlangsung di puncak tebing itu,
bila dipandang dari punggung bukit yang jauh seakan
pertarungan yang singkat, bahkan lebih mirip orang sedang
menari, padahal sesungguhnya merupakan pertempuran
berdarah yang benar-benar luar biasa tegangnya.
Soh-mia-sia-tong, bocah dewa pencabut nyawa,
sesungguhnya sudah bukan bocah lagi, mereka adalah empat
bersaudara, karena pertumbuhan badan mereka sudah
terhenti sejak berusia sepuluh tahun, maka bentuk badan
mereka menjadi cebol dan kecil selamanya, namun hati
mereka sangat keji, buas dan telengas.
Tangan mereka sudah penuh berlepotan darah, jumlah
korban yang tewas di tangan mereka berempat sudah tak
terhitung jumlahnya, kali ini mereka mendapat perintah dari
Lui Siau-jut untuk mendorong bebatuan dari puncak tebing,
bagi keempat orang itu, tugas ini sangat menggembirakan dan
merangsang hati, bagi mereka, berbuat begini seperti sedang
menginjak mati semut kecil yang sedang merangkak, selain
merangsang juga amat menghibur.

559
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tatkala mereka sedang bersiap mendorong bebatuan


gunung untuk keempat kalinya, tiba-tiba terdengar suara aneh
bergerak mendekat, ketika mereka serentak membalikkan
tubuh, terdengar seorang dengan suara dingin tapi penuh
bertenaga menegur, "Kalian empat bocah dewa pencabut
nyawa?"
Keempat orang itu serentak maju mengepung, justru
lantaran wajah mereka mirip bocah cilik, mereka paling benci
melihat bocah cilik, khususnya bocah-bocah cilik berwajah
tampan, rasa benci mereka seolah ingin menelannya bulat-
bulat.
Padahal bicara sejujurnya, justru korban terbanyak yang
tewas di tangan mereka adalah kawanan bocah cilik yang
berwajah manis.
Menghadapi kepungan keempat bocah berbaju ungu itu,
empat bocah berbaju hijau yang mengusung tandu sama
sekali tidak panik atau gugup, terlihat sebilah pedang yang
berbeda bentuknya tersoren di pinggang mereka.
Salah seorang bocah berbaju ungu segera menegur,
"Manusia busuk darimana yang berada dalam tandu? Suruh
dia cepat merangkak keluar untuk menerima kematian!"
Salah seorang bocah pengangkat tandu segera menjawab
lembut, "Kongcu kami tidak leluasa bergerak sendiri, kalau
hanya mengandalkan kemampuanmu, masih belum berhak
untuk menghadirkan beliau."
Bocah berbaju ungu itu tertawa seram, umpatnya penuh
amarah, "Tajam amat mulut busukmu, kenapa Kongcumu itu
tidak leluasa bergerak sendiri? Memangnya kakinya buntung
atau lumpuh separoh badan?"
Baru ia menyelesaikan perkataan itu, tiba-tiba berkelebat
sinar tajam dari balik tandu, tahu-tahu ia merasa alis matanya
kaku, pandangan mata jadi gelap dan tubuhnya roboh
terjengkang ke tanah.
Ketiga bocah lainnya hanya melihat berkelebatnya sebuah
benda dari balik tandu, tahu-tahu bocah berbaju ungu itu
sudah roboh terkapar dengan sebatang jarum perak

560
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menancap sedalam setengah inci di tengah antara alis


matanya.
Begitu rekannya roboh terkapar, paras muka ketiga bocah
itu berubah hebat, salah seorang di antaranya segera melejit
ke udara sambil menyerang.
Orang ini adalah bocah paling tangguh, paling hebat dan
paling gesit di antara keempat bocah lainnya, begitu tubuhnya
melambung dengan ilmu meringankan tubuh Cau-sang-peng-
po (berombak tenang di atas rumput), ia segera berjumpalitan
sambil membuat satu putaran di udara dengan jurus Hi-ya-
liong-bun (ikan meletik ke pintu naga).
Setelah berjumpalitan beberapa kali, dengan jurus Hui-nio-
tok-lim (burung terbang menembus hutan) dia langsung
menyerang ke arah tandu kayu itu.
Sepintas orang melihat dia hanya berjumpalitan beberapa
kali di udara secara gampang dan sederhana, padahal untuk
melakukan tiga perubahan dalam waktu singkat diperlukan
ilmu gerak tubuh yang sangat hebat.
Begitu merangsek ke depan sambil menempel lekat di
seputar tandu, maka mustahil bagi orang yang berada di balik
tandu melancarkan sergapan dengan senjata rahasianya meski
kungfu orang itu selihai apapun.
Padahal dia sendiri bersenjata tombak panjang yang dapat
menembus papan setebal apapun, asal tusukan maut itu
dilancarkan, maka orang dalam tandu akan tewas seketika,
sekalipun tidak mengalami celaka pun paling tidak musuh
akan dibikin kelabakan, apalagi dia masih mempersiapkan tiga
buah perubahan gerak tubuh yang lain.
Begitu melihat jelas posisi orang di balik tandu, tombaknya
langsung ditusukkan ke depan.
Orang di balik tandu sama sekali tak bergerak.
Tapi tiba-tiba bocah berbaju ungu itu merasakan dadanya
kaku, sekujur badannya bergetar keras kemudian terjatuh ke
bawah jurang.

561
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Hingga detik terakhir menjelang ajalnya, dia masih belum


tahu apa gerangan yang terjadi hingga menyebabkan
kematiannya.
Tapi dua orang bocah berbaju ungu lainnya yang bersiaga
di sisi arena dapat melihat semua kejadian dengan jelas, dari
sudut tandu dekat bocah berbaju ungu itu berdiri, tiba-tiba
terbuka sebuah celah kecil, tiga batang anak panah berwarna
biru secepat kilat melesat keluar dan menghajar dada rekan
mereka.
Seketika itu juga bocah berbaju ungu itu roboh.
Sisa dua orang bocah berbaju ungu terkesima bercampur
ngeri, untuk sesaat mereka hanya bisa termangu tanpa
mampu berbuat sesuatu. Semenjak terjun ke dalam dunia
persilatan, belum pernah mereka mengalami kejadian seperti
ini, bahkan mimpi pun mereka tak pernah mengira kalau
dalam sekali gebrakan saja kedua orang rekannya sudah
tewas secara mengenaskan.
Dalam keadaan begitu, biarpun mereka berani turun tangan
juga untuk sesaat tidak tahu bagaimana cara turun tangan
Saat itulah suara teriakan Lui Siau-jut berkumandang,
datang dari punggung bukit, sejak tadi mereka berdua
memang berharap datangnya perintah itu, tanpa banyak
bicara lagi mereka kabur secepatnya meninggalkan tempat itu.
Dengan menderita kekalahan, dua orang bocah berbaju
ungu itu berlarian turun ke bawah tebing, kemudian
mendekati Lui Siau-jut dan membisikkan sesuatu.
Paras muka Lui Siau-jut seketika berubah hebat, mendadak
dia melejit ke udara dan mendaki ke atas puncak tebing.
Melancarkan serangan dari puncak bukit merupakan posisi
yang paling bagus.
Ui Thian-seng segera memahami maksud dan niat Lui Siau-
jut, lekas ia ikut berlari menaiki tebing curam itu.
Tampak Lui Siau-jut meluncur naik ke atas tebing dengan
kecepatan luar biasa, tampaknya dia segera akan
menghadang di depan tandu itu, mendadak seutas kain

562
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

selendang sutera meluncur ke depan dan membelenggu kaki


si Dewa iblis.
Begitu selendangnya berhasil melilit kaki lawan, Ci Yau-hoa
membetotnya sekuat tenaga.
Lui Siau-jut segera merendahkan tubuh sambil
memperkokoh posisi kuda-kudanya, walaupun pasir dan debu
beterbangan, namun tubuhnya sama sekali tidak bergerak.
Karena hadangan ini, Ui Thian-seng segera menyusul tiba,
golok emasnya dengan jurus Pa-ong-ko-kang (raja bengis
menyeberangi sungai) membabat pinggang lawan.
Rasa benci dan dendam Ui Thian-seng terhadap Dewa iblis
Lui Siau-jut boleh dibilang sudah merasuk hingga tulang
sumsum, bukan saja hal ini disebabkan dia telah menderita
kerugian besar di tangan orang hingga nyaris kehilangan
nyawa, anak buahnya Lu Ban-seng, Yu Keng-tong, Be Lak-ka,
lelaki kekar pembawa panji maupun si kacung pembawa golok
sudah tewas di tangan orang ini, tak heran kalau rasa benci
dan gusarnya mendekati kalap.
Dia sudah memperhitungkan dengan matang, dalam
keadaan kaki terbelit kain selendang sutera, Lui Siau-jut pasti
tak mampu menghindari babatan goloknya, dia harus
menerima serangan itu dengan keras lawan keras.
Dia memang berharap Lui Siau-jut beradu keras lawan
keras dengan dirinya.
Sebetulnya ilmu silat yang dimiliki Ui Thian-seng masih
berimbang dengan kemampuan si Dewa iblis, namun bila ilmu
silat Lui Siau-jut dibandingkan dengan Cun Yu-siang, tentu
saja kemampuan si Dewa iblis jauh lebih hebat.
Kendatipun demikian, sehebat-hebatnya kepandaian silat
yang dimiliki Lui Siau-jut, dia masih belum berani mengadu
kekerasan melawan golok emas si harimau ganas Ui Thian-
seng.
Karena tak bisa menerobos ke atas, tak berani pula beradu
kekerasan, terpaksa dia meluncur turun ke bawah.
Begitu dia meluncur ke bawah, bacokan golok menyambar
lewat di atas kepalanya, Lui Siau-jut segera mementang

563
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kesepuluh jari tangannya, bagaikan kaitan tajam dia


mencengkeram ke arah Ci Yau-hoa.
Dengan sigap Ci Yau-hoa mengegos ke samping, dari
pinggangnya dia lolos sebilah pedang pendek yang
memancarkan sinar keemasan, lalu balas menusuk ke tubuh
lawan.
Baru saja pedangnya menyambar ke depan, mendadak Lui
Siau-jut melejit ke udara, akibatnya serangan itu bukan saja
gagal mengenai tubuh si Dewa iblis, sebaliknya malah
membabat kutung selendang sutera yang melilit kakinya.
Lolos dari belitan selendang sutera, kembali Lui Siau-jut
melejit ke udara, mendadak bayangan merah berkelebat, Chin
Ang-kiok sudah merangsek maju sambil melepaskan sebuah
tusukan.
Lui Siau-jut berkelit ke samping dengan sigap, dalam waktu
singkat kembali ia melancarkan cengkeraman maut.
Pertarungan jarak dekat pun segera berkobar, tak lama
kemudian baju bagian dada Lui Siau-jut telah bertambah
dengan satu sobekan memanjang karena babatan pedang,
sementara rambut Chin Ang-kiok awut-awutan tak keruan,
coba serangan Lui Siau-jut lebih rendah sedikit, niscaya batok
kepalanya akan terluka parah dan bermandikan darah.
Begitu bayangan tubuh kedua orang itu saling berpisah,
dua batang Hui-yan-piau yang dilepas Chin Ang-kiok sudah
meluncur ke muka bagaikan setan pencabut nyawa.
Dayang kesayangan Chin Ang-kiok, si Pedang seruni telah
tewas secara mengenaskan di tangan Dewa iblis, serangan
yang dilakukan perempuan itu sekarang tak lain adalah untuk
membalaskan dendam kematian anak buahnya.
Lui Siau-jut mendengus dingin, tubuhnya berjumpalitan di
udara dan menangkap kedua batang Am-gi itu dengan
cekatan.
Mendadak deru angin tajam menyambar tiba dari belakang
punggungnya, padahal waktu itu Lui Siau-jut sedang
menyurut mundur, menghadapi ancaman yang datang, tiba-

564
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tiba ia melakukan perubahan mendadak, dari mundur


tubuhnya malah menerjang maju dengan kecepatan tinggi.
Deru angin tajam yang muncul di belakang tubuhnya
berasal dari bacokan golok yang dilancarkan Ui Thian-seng,
bacokan itu sangat dahsyat dan mengerikan, golok tampak
berlapis-lapis, secara beruntun bacokan berantai telah
dilontarkan.
Dalam waktu singkat Ui Thian-seng telah melepaskan
delapan belas bacokan, baru saja ia berhenti sejenak, Lui
Siau-jut telah membalikkan badan sambil mencengkeram bahu
kanan Ui Thian-seng dengan tangan kirinya.
Karena bahu kanannya dicengkeram lawan, golok di tangan
Ui Thian-seng tak sanggup melakukan bacokan lagi, namun
dia tak mau menyerah, tangan kirinya segera mencengkeram
pula bahu kanan Lui Siau-jut.
Kelima jari tangan Lui Siau-jut menancap dalam bahu Ui
Thian-seng, sebaliknya tangan Ui Thian-seng yang
mencengkeram bahu kanan lawan justru menimbulkan suara
gemerutuk tulang yang keras, tubuh si Dewa iblis tiba-tiba
merangsek ke tanah sedalam setengah depa lebih.
Kini paras muka Ui Thian-seng telah berubah menjadi
merah padam, sementara paras muka Lui Siau-jut justru
berubah menjadi pucat-pasi bagai mayat.
Melihat keadaan itu, Ci Yau-hoa dan Chin Ang-kiok segera
menyerbu ke depan, mereka tak ingin kehilangan peluang
untuk menghabisi musuhnya.
Meski menghadapi mara bahaya, Lui Siau-jut sama sekali
tak panik atau kalut pikirannya, dia kebaskan ujung bajunya,
dua batang Hui-yan-piau berbalik meluncur ke muka
memapaki datangnya kedua jago wanita itu.
Chin Ang-kiok segera mengayun tangannya ke kiri kanan
untuk mementahkan datangnya serangan Am-gi, tiba-tiba Lui
Siau-jut melepas tangan kirinya kemudian berbalik
mencengkeram leher Ui Thian-seng.
Bila cengkeraman itu sampai mengenai sasaran, niscaya Ui
Thian-seng akan tewas seketika, biar dia pemberani dan tak

565
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

takut bumi, dalam keadaan begini dia pun tak berani


mempertaruhkan nyawanya, lekas dia ikut mengendorkan
cengkeramannya dan melompat mundur.
Begitu Ui Thian-seng mengundurkan diri, Lui Siau-jut
segera berjumpalitan di udara bagai burung belibis membalik
badan, teriaknya sambil mundur dari arena, "Bubar!"
Maksud "bubar" jelas berarti "kabur dari situ", biarpun
seorang diri Lui Siau-jut masih sanggup bertarung imbang
melawan Ui Thian-seng, Ci Yau-hoa dan Chin Ang-kiok tiga
orang jago tangguh, namun dia masih belum lupa diri, dia
tahu di situ masih ada jagoan lain yang lebih tangguh, seperti
Hong-ta-pit-pay Khong Bu-ki, empat orang bocah baju hijau
pengusung tandu serta manusia misterius di balik tandu.
Baru saja Lui Siau-jut melambung ke udara, Am-gi-boan-
thian (senjata rahasia memenuhi angkasa) Yau It-kang segera
mengayun tangan berulang kali, paling tidak ada tujuh-
delapan belas macam senjata rahasia berhamburan di
angkasa.
Berada di udara, Lui Siau-jut mengebas ujung bajunya
ulang kali, seluruh senjata rahasia yang berhamburan ke lubuli
nya hampir semuanya dapat ia terima secara gampang
kemudian setelah berjumpalitan lagi beberapa kali, tampaknya
dia segera akan melewati mulut selat Kiam-bun-kwan dan
meloloskan diri.
Mendadak ia saksikan ada sebuah tandu sedang
menunggunya persis di mulut masuk selat Kiam-bun-kiam.
Tampaknya tandu itu memang khusus menunggu
kedatangannya.
Lui Siau-jut segera menerobos turun ke bawah, hatinya ikut
tenggelam, dia tak ingin apa yang telah dia lakukan terhadap
rombongan Ui Thian-seng, kini terwujud pada dirinya.
Ketika badannya menerobos turun, tangannya tidak tinggal
diam, sekali ayun dia telah menyambitkan semua senjata
rahasia yang barusan ditangkapnya dari serangan Yau It-kang
itu ke arah tandu.

566
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam anggapannya, dengan bertindak demikian, paling


tidak ia bisa memaksa penghuni tandu itu untuk
menampakkan diri.
Senjata rahasia yang dilancarkan Lui Siau-jut seolah
dilancarkan bersamaan waktunya, padahal ada yang duluan
dan ada pula yang belakangan, mungkin musuh bisa
menghindari serangan pertama namun belum tentu bisa
menghindari serangan kedua, dia memang bertindak demikian
untuk berjaga-jaga segala kemungkinan.
Senjata rahasia yang mula-mula dilancarkan adalah sebiji
teratai hijau Cing-lian-cu, menyusul dua batang gurdi segitiga,
disusul lagi empat batang kaitan gigi serigala dan ditutup
dengan delapan batang-jarum penembus tulang.
Ketika semua senjata rahasia itu tampaknya segera
menghajar tandu itu, mendadak terlihat penghuni tandu
menggerakkan badannya, sebutir peluru besi dilontarkan ke
depan dengan kecepatan luar biasa.
Peluru besi itu tidak menyerang tempat lain tapi persis
menumbuk senjata rahasia Cing-lian-cu, "Bluk!", karena daya
luncur peluru besi yang kuat, senjata rahasia Cing-lian-cu
terpental balik persis menumbuk dua batang gurdi segitiga.
Ternyata kekuatan peluru besi dan Cing-lian-cu belum
habis, setelah menerjang tiga batang gurdi segitiga, keempat
macam Am-gi itu menumbuk pula kaitan gigi serigala di
belakangnya kemudian menumbuk pula kedelapan batang
jarum penembus tulang.
Dalam sekejap keenam belas macam senjata rahasia itu
satu per satu rontok ke tanah, menimbulkan suara dentingan
nyaring.
Am-gi-boan-thian Yau It-kang yang termashur dalam dunia
persilatan karena kemampuannya melepaskan senjata rahasia,
sebenarnya sudah dibuat terkesima oleh cara Lui Siau-jut
melepas senjata rahasia, namun sekarang dia semakin
terkesima hingga terbelalak matanya menyaksikan
kemampuan jago dalam tandu itu merontokkan lima belas

567
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

macam senjata rahasia hanya dengan mengandalkan sebiji


peluru besi.
Dalam pada itu Lui Siau-jut juga terbungkam, ketika angin
gunung berhembus menggoyang ujung bajunya, terlihat paras
mukanya telah berubah hijau membesi, sinar matanya tertuju
ke arah tandu itu tanpa berkedip.
Orang di dalam tandu masih tidak bicara maupun
melakukan sesuatu tindakan, seakan tandu itu tanpa
penghuni.
Sampai lama sekali Lui Siau-jut termangu, akhirnya dia
menegur dengan suara berat, "Tanpa Perasaan?"
Tirai penutup tandu pelan-pelan dibuka orang.
Di kolong langit, orang yang sanggup merontokkan lima
belas macam senjata rahasia dengan menggunakan semacam
senjata rahasia tak akan lebih dari sepuluh orang.
Dan orang yang sanggup merontokkan lima belas macam
senjata rahasia yang dilancarkan Lui Siau-jut hanya dengan
menggunakan semacam senjata rahasia, tak akan lebih dari
lima orang.
Kebetulan si Tanpa Perasaan adalah satu di antaranya. Tirai
di depan tandu pelan-pelan disingkap, tapi tidak menunggu
tirai itu tersingkap, Lui Siau-jut dengan menggunakan
sepasang tangannya yang kuat bagai baja dan tajam bagai
anak panah telah melancarkan serangan, dalam serangannya
kali ini dia menggunakan seluruh kekuatan yang dimilikinya.
Orang itu pasti menyingkap tirai tandu dengan
menggunakan tangannya, ketika ia tampil di depan orang
banyak untuk pertama kalinya, ketika ia memandang semua
orang untuk pertama kalinya, seluruh pikiran dan perhatian
orang itu pasti tertuju ke tengah arena, dalam keadaan seperti
ini siapa pun tentu tak akan waspada.
Menyingkap tirai dengan menggunakan tangan jelas tak
mungkin melancarkan serangan menggunakan senjata
rahasia, apalagi Lui Siau-jut tahu si Tanpa Perasaan tak punya
kaki.

568
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Secepat sambaran petir Lui Siau-jut menerjang maju, sebab


inilah kesempatan terbaik baginya untuk bertindak.
Baru saja tirai tandu digulung ke atas, cakar maut Lui Siau-
jut sudah muncul di hadapannya.
"Wes!", bayangan putih tampak berkelebat lewat dari balik
tandu, di saat yang paling kritis orang itu sudah melayang
keluar melalui atas kepala Lui Siau-jut.
Aneh, orang tanpa kaki mengapa bisa memiliki ilmu
meringankan tubuh secanggih itu?
Lui Siau-jut tidak sempat berpikir lebih jauh, "Brak!", tirai
tandu meluncur jatuh kembali ke bawah, sementara musuh
sudah berada di belakang tubuhnya.
Dalam posisi seperti ini, Lui Siau-jut tahu, dia harus
melancarkan serangan sebelum musuh sempat berdiri tegak.
Tiba-tiba ia membalikkan badan, sekali lagi sepasang cakar
mautnya menyambar ke muka dengan jurus perubahan yang
lebih dahsyat.
Orang itu melayang turun satu kaki di belakangnya, waktu
itu sedang mengawasi gerak-geriknya dengan pandangan
dingin.
Lui Siau-jut merasa tercekat, belum habis ingatan kedua
melintas, tiba-tiba ia merasakan datangnya dua desingan
tajam dari belakang tubuhnya.
Lui Siau-jut sadar keadaan tak menguntungkan, tergopoh-
gopoh dia membalikkan badan sambil bersiaga, sayang
keadaan terlambat, tahu-tahu kakinya terasa kaku, tujuh
batang jarum pencabut nyawa telah berjajar menancap di
pahanya.
Sekuat tenaga si Dewa iblis melambung ke udara untuk
melarikan diri, namun pada saat yang bersamaan orang
berbaju putih itu kembali menggetarkan tangannya, tiga titik
cahaya putih secepat petir meluncur tiba.
Buru-buru Lui Siau-jut menarik napas dalam-dalam sambil
melambung lebih tinggi, dua titik cahaya putih itu segera
menyambar lewat melalui kiri kanan ketiaknya, sementara titik
cahaya ketiga langsung menghujam di perutnya.

569
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Lui Siau-jut tidak menjerit kesakitan, dia melayang turun


dengan tenang lalu mengawasi pemuda berbaju putih yang
sedang duduk bersila di atas tanah itu dengan pandangan
putus asa.
Kini Ui Thian-seng dan kawan-kawan baru dapat melihat
secara jelas, paras muka Lui Siau-jut telah berubah pucat
bagai mayat, sepasang matanya merah membara, sebatang
pisau terbang Liu-yap-to telah menancap di perutnya, begitu
dalam pisau itu menghujam dalam perut hingga tinggal
gagangnya saja yang tersisa, sementara dua batang Hui-to
yang lain menancap dalam-dalam di tebing batu cadas yang
keras.
Pedang anggrek yang bernyali kecil tak tahan menyaksikan
adegan itu, dia menjerit keras karena kaget.
Tampak pemuda berbaju putih yang duduk bersila di atas
tanah itu tidak memiliki kaki, sepasang kakinya sebatas lutut
lenyap entah kemana, dia mempunyai alis yang runcing
dengan sorot mata tajam.
Terdengar ia berkata dengan suara hambar, "Aku tahu, kau
pasti sedang heran bukan, apakah di dalam tandu masih ada
orang lain."
Lui Siau-jut melirik sekejap ke arah tandu kayu dengan tirai
yang tertutup rapat itu, kemudian sambil menahan
penderitaan yang luar biasa dia mengangguk.
Seandainya di saat membalikkan badan untuk menghadapi
si Tanpa Perasaan tadi dia tidak melepaskan senjata rahasia
hingga memecahkan perhatiannya dan terluka kakinya, ketiga
batang pisau terbang yang dilepas si Tanpa Perasaan belum
tentu bisa melukainya.
Terdengar si Tanpa Perasaan berkata lebih jauh, suaranya
tetap tenang, dingin dan hambar, "Dalam tandu itu tak ada
orang lain, hanya saja sudah kuduga sejak awal, kau pasti
akan melancarkan serangan mematikan, maka di saat
bersamaan ketika aku sedang menggulung tirai tadi, aku juga
memencet tombol rahasia penyebar paku pencabut nyawa,
ketika seranganmu gagal dan aku melayang keluar dari dalam

570
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tandu, kau malah membalikkan badan melakukan pengejaran,


itulah sebabnya senjata rahasia yang telah kusiapkan dalam
tandu segera menyergap punggungmu. Seandainya kau tidak
duluan membokongku, aku pun tak akan menggunakan cara
yang sama untuk membokongmu. Ketika seluruh perhatianmu
sedang tertuju kepada diriku pun kau masih mampu
menghindari dua baris paku pencabut nyawa yang
menyerang, kemampuan semacam ini terhitung luar biasa dan
patut dibanggakan
Dengan penuh penderitaan Lui Siau-jut menggeleng
kepalanya berulang kali, pakaian berwarna putih yang dia
kenakan sudah basah oleh cucuran darah, tiba-tiba ia jatuh
berlutut, sepasang tangannya direntangkan dengan telapak
tangan menghadap ke atas, setelah mendongakkan kepalanya
memandang angkasa dan menghela napas panjang, akhirnya
pelan-pelan ia roboh terjengkang ke belakang,
menghembuskan napasnya yang terakhir.
Sementara Lui Siau-jut menerjang naik ke atas puncak
tebing kemudian bertarung melawan Ui Thian-seng dan
terakhir bertarung melawan orang dalam tandu, Hong-ta-pit-
pay Khong Bu-ki dengan mengandalkan tombak panjangnya
juga terlibat dalam pertarungan yang seru melawan seorang
bocah berbaju ungu, sedangkan Pedang bambu, pedang
anggrek serta pedang bunga bwe bersatu padu mengurung
seorang bocah berbaju ungu yang lain.
Kedua orang bocah berbaju ungu itu menggunakan tombak
panjang sebagai senjata andalannya, ilmu silat mereka jauh di
atas kehebatan empat manusia bengis, Su-toa-ok-sin.
Yang berbeda adalah waktu itu Su-toa-ok-sin berempat
melawan empat pedang, sedang sekarang tiga jago pedang
melawan sebatang tombak, tak heran sepanjang pertarungan
berlangsung, bocah berbaju ungu itu lebih banyak bertahan
ketimbang melancarkan serangan.
Setelah melancarkan beberapa jurus serangan dengan
gencar, bocah berbaju ungu itu bersiap menerjang keluar dari
selat Kiam-bun-kwan untuk melarikan diri, tiba-tiba terlihat

571
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bayangan hijau berkelebat, seorang bocah cilik telah


menerjang tiba dan menghadang jalan perginya.
"Hmm, lengan seekor belalang juga berani menahan
terjangan sebuah gerobak!" umpat bocah berbaju ungu itu
sambil tertawa seram.
Begitu selesai bicara, bocah berbaju hijau itu telah melolos
pedangnya yang berwarna keperak-perakan, kemudian
dengan jurus Cing-hong-cap-sah-si (tiga belas jurus angin
puyuh) dia melancarkan serangan berulang kali, arah
serangannya tidak menentu, persis seperti arah hembusan
angin puyuh.
Bocah berbaju ungu itu terkesiap, tombaknya ditarik ke
belakang melakukan pertahanan, ketika tiga belas jurus
serangan berlalu, dia sudah terdesak mundur sejauh tujuh
langkah.
Bocah berbaju hijau menarik kembali pedangnya, teriaknya
sambil mundur, "Siau-ji, sekarang giliranmu!"
"Wes!", kembali seorang bocah berbaju hijau melompat
maju ke depan, dia menggenggam sebilah pedang kecil
berwarna keemasan, sebuah serangan dilancarkan, ternyata
jurus serangan yang digunakan adalah Toan-cong-kiam-hoat
(ilmu pedang pemutus usus) dari aliran Cing-sia-pay.
Bocah berbaju ungu tahu akan kelihaian musuh, sambil
memusatkan seluruh perhatian dia membendung seluruh
serangan, tak selang lama sekujur tubuhnya sudah basah
kuyup oleh keringat.
Baru saja dia bersiap melancarkan serangan balasan, tiba-
tiba bocah berbaju hijau mundur dari arena pertarungan
sambil berseru, "Siau-sam-ji, sekarang giliranmu!"
Kembali seorang bocah berbaju hijau melompat ke tengah
arena, "sret, sret, sret, sret", dalam waktu singkat dia sudah
melepaskan empat buah serangan berantai, selain cepat, jurus
serangannya juga ganas dan mengerikan, kali ini yang
digunakan adalah Lok-eng-kiam-hoat (ilmu pedang elang
sakti) dari Thian-san-pay.

572
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sambil bertarung, bocah berbaju ungu mundur terus ke


belakang, beberapa kali nyaris jiwanya melayang tersambar
pedang musuh, malah jidatnya sudah bertambah dengan
sebuah luka memanjang yang mengucurkan darah.
Sepanjang hidupnya sudah kelewat banyak bocah tak
berdosa yang tewas secara mengenaskan di tangannya, baru
kali ini dia terdesak hebat di tangan seorang bocah yang
usianya jauh di bawah umurnya, bukan hanya terdesak,
bahkan keadaannya benar-benar mengenaskan.
Ketika bocah berbaju hijau berhasil mendesaknya mundur
ke tepi tebing cadas, tiba-tiba dia menarik kembali
serangannya seraya berseru, "Siau-su-ji, sekarang tinggal
giliranmu untuk memberi pelajaran kepadanya!"
Kembali muncul seorang bocah berbaju hijau maju
menyerang dengan pedangnya, ilmu pedang yang ia gunakan
hampir semuanya terbuka lebar, rupanya dia menggunakan
Kay-pit-hui-thian-kiam (ilmu pedang pembelah batu pembuka
langit) dari Thay-san-pay.
Waktu itu posisi bocah berbaju ungu sudah mepet dinding
tebing, mustahil baginya untuk berkelit dari ancaman, maka
dia lontarkan tombaknya ke depan.
Ketika bocah berbaju hijau menangkis datangnya lemparan
tombak, bocah berbaju ungu segera memanfaatkan peluang
itu untuk melarikan diri.
Sebenarnya perhitungan orang ini sangat tepat, dia punya
peluang cukup besar untuk kabur dari kepungan musuh,
sayang dia melupakan sesuatu, dia lupa kalau di situ masih
ada Pedang bunga bwe, Pedang anggrek dan Pedang bambu
yang menanti kedatangannya.
Satu babatan pedang dari Pedang bunga bwe segera
memotong jalan pergi bocah berbaju ungu, belum sempat ia
berbuat sesuatu, pedang dari Pedang bambu sudah menusuk
kakinya.
"Blam!", tak ampun tubuhnya roboh terjerembab ke atas
tanah, sebuah tusukan kilat dari Pedang anggrek segera
menyudahi nyawanya yang penuh dosa.

573
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Di saat bocah berbaju ungu itu menemui ajalnya, bocah


berbaju ungu yang lain juga telah terjerumus dalam posisi
yang sangat berbahaya.
Hong-ta-pit-pay Khong Bu-ki sudah bertekad akan
menangkan pertarungan ini, tombak panjangnya diputar
sedemikian rupa hingga menimbulkan deru angin tajam yang
sangat memekakkan telinga, makin bertarung dia makin
perkasa, sebaliknya bocah berbaju ungu itu makin bertahan
makin terdesak, sampai akhirnya kekuatan untuk melawan
pun tak punya.
Bicara sesungguhnya, kepandaian silat yang dimiliki bocah
berbaju ungu itu sebenarnya berimbang dengan kepandaian
Khong Bu-ki. Namun lantaran Lui Siau-jut telah meneriakkan
kata "cabut!", sementara ketiga orang rekannya juga telah
tewas, hal ini membuat kepandaian silat yang dimiliki bocah
berbaju ungu ini mengalami pukulan amat telak.
Barang siapa ketakutan, dia pasti tak akan mampu
mengerahkan segenap tenaga dalam yang dimilikinya.
Berbeda dengan Khong Bu-ki, dia tidak menguatirkan
apapun, juga tidak takut terhadap siapa pun, tak heran makin
bertarung dia makin perkasa, tampaknya dua puluh gebrakan
kemudian dia akan mencabut nyawa bocah berbaju ungu itu.
Pada saat itulah mendadak muncul suatu perasaan aneh
dalam hati kecilnya, walaupun dia sangat membenci
perbuatan kawanan manusia yang senang membokong lawan,
namun dia pun merasa tak tega setelah melihat sorot mata si
bocah berbaju ungu yang penuh minta ampun, dia merasa tak
tega untuk menghabisi nyawa si bocah kerdil, lembut seperti
anak-anak itu.
Mendadak Khong Bu-ki menarik kembali tombaknya dan
"Krak!", ditancapkan ke atas tanah, kemudian sambil
menuding bocah berbaju ungu itu dia menghardik, "Enyah kau
dari sini!"
Bocah berbaju ungu itu tidak menyangka Khong Bu-ki akan
melepaskan dirinya begitu saja, mula-mula ia sangsi,
kemudian dengan penuh rasa terima kasih ia menjatuhkan diri

574
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berlutut sambil berseru, "Terima kasih Toaya karena tidak


membunuhku."
Khong Bu-ki merasa sangat gembira, akhirnya ia berhasil
menangkan pertarungan ini tanpa harus membunuh lawan,
baru saja dia akan maju untuk membangunkan bocah itu,
mendadak terlihat bayangan tombak menyambar lewat, tahu-
tahu senjata itu sudah ditusukkan ke arah hulu hatinya.
Padahal posisi Khong Bu-ki waktu itu dalam keadaan
terbuka, ia tak sempat menarik kembali tombaknya, juga tak
sempat menangkis, terpaksa dia harus berkelit ke samping.
Siapa tahu, begitu dia berkelit, tubuhnya sudah tiba di sisi
tebing yang curam, cepat Khong Bu-ki menghentikan langkah.
Bocah berbaju ungu itu memang berhati keji dan telengas,
sekali lagi dia melepaskan sebuah tusukan ke depan.
Terpaksa Khong Bu-ki berkelit lagi ke samping, kali ini
tubuhnya segera tercebur ke dalam jurang yang dalam.
Tampaknya Khong Bu-ki segera akan tewas dengan badan
hancur, di saat kritis, satu ingatan melintas dalam benaknya,
tombak yang masih ada dalam genggamannya segera
ditusukkan ke atas dinding tebing, lalu badannya pun
bergelantungan di atas tombak itu.
Sungguh jahat dan keji bocah berbaju ungu itu, dia enggan
melepaskan musuhnya begitu saja, sambil melompat
mendekati tebing, sekali lagi tombaknya ditusukkan ke bawah.
Saat itu tubuh Khong Bu-ki masih bergelantungan pada
tombaknya, jelas sulit baginya untuk menghindarkan diri,
dalam gelisahnya, dia segera menangkap tombak lawan dan
dicekalnya kuat-kuat.
Khong Bu-ki gusar bercampur jengkel, dia jengkel pada diri
sendiri, kenapa gara-gara tak tega akhirnya harus menelan
lagi kekalahan yang kesekian ratus kali ... bahkan
kekalahannya kali ini mungkin akan menjadi kekalahannya
yang terakhir.
Pada saat itulah tampak empat titik bayangan hijau
berkelebat lewat.

575
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tak sempat menarik kembali tombaknya, sedang di


hadapannya terbentang tebing yang curam hingga mustahil
maju ke muka, terpaksa bocah berbaju ungu itu membalik ke
belakang.
Tampak empat macam jurus serangan pedang yang
berbeda datang menyergapnya, untuk sesaat dia bingung dan
tak tahu harus menangkis serangan mana terlebih dulu.
Empat bilah pedang pada saat bersamaan menusuk bahu
kiri, bahu kanan, kaki kiri dan kaki kanannya, bocah berbaju
ungu menjerit kesakitan, tenaganya seketika hilang.
Menggunakan peluang itu, buru-buru Khong Bu-ki
mengerahkan tenaganya sambil melompat naik ke bibir
tebing.
Ketika keempat bocah berbaju hijau itu mencabut kembali
pedangnya secara bersama-sama, semburan darah segar
memancar, menyusul kemudian terlihat tubuh bocah berbaju
ungu itu melompat melewati atas kepala Khong Bu-ki dan
langsung menceburkan diri ke dasar jurang.
Dengan perasaan hati kebat-kebit lantaran ngeri bercampur
seram, Khong Bu-ki merangkak ke tepi jalan setapak ...
bagaimanapun akhirnya dia berhasil lolos dari kematian, masih
punya kesempatan baginya untuk menderita kekalahan yang
keseratus dua puluh delapan.
Pada saat bersamaan, Lui Siau-jut ikut terbabat golok
hingga menemui ajalnya.
Setelah melalui selat Kiam-bun-kwan, dengan mengikuti
jalan raya berbelok ke kanan, rombongan mulai meninggalkan
daerah perbukitan terjal dan menuju ke gunung Ci-pak-san.
Asal mereka bertiga belas sudah melalui puncak Ci-kwan-
leng, maka Pak-shia, Benteng utara pun akan muncul di depan
mata.
Selama dua hari perjalanan, si Tanpa Perasaan hanya
duduk dalam tandu yang digotong keempat bocah pedang
emas dan perak, meski begitu pergaulannya dengan Ui Thian-
seng, Khong Bu-ki, Ci Yau-hoa maupun Chin Ang-kiok
berlangsung sangat akrab.

576
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ui Thian-seng dan kawan-kawan menaruh sikap hormat


bercampur kagum terhadap si Tanpa Perasaan, selain
mengagumi kehebatan ilmu silat serta kecerdasannya dalam
mengatur siasat pertarungan, mereka pun menaruh simpati
atas lumpuhnya sepasang kaki pemuda itu serta wajah
murung yang selalu mencekam hatinya.
Di antara sekian banyak orang, yang menaruh perhatian
khusus terhadap si Tanpa Perasaan serta keempat bocah
berbaju hijau itu adalah si Dewi terbang Ci Yau-hoa, menyusul
kemudian Chin Ang-kiok serta ketiga orang dayangnya.
Tentu saja sikap Ui Thian-seng, Khong Bu-ki maupun Yau
It-kang terhadap si Tanpa Perasaan juga sangat baik, namun
bagaimanapun juga sikap seorang lelaki terhadap lelaki lain
memang selalu ada batasnya, apalagi mereka bukan sahabat
lama, bagaimana pun tetap ada jurang pemisah di antara
mereka.
Ci Yau-hoa sendiri sebenarnya terhitung seorang wanita
yang ramah, lembut dan sangat menawan hati, terhadap si
Tanpa Perasaan dia menaruh perhatian serta simpati yang luar
biasa, sementara Chin Ang-kiok termasuk wanita yang tinggi
hati, tapi dia sangat terharu melihat si Tanpa Perasaan yang
lumpuh kakinya, dia berpendapat seandainya si Tanpa
Perasaan tidak lumpuh, kehebatannya tentu jauh lebih
mengerikan.
Padahal seandainya Tanpa Perasaan tidak lumpuh kakinya,
belum tentu dia akan melatih ilmu meringankan tubuhnya
secara tekun, ilmu melepaskan senjata rahasianya juga belum
tentu mencapai tingkatan sehebat itu, mungkin ini yang
disebut 'Orang yang kehilangan kuda, belum tentu merupakan
musibah'.
Chin Ang-kiok lebih suka keempat bocah berbaju hijau itu,
terutama ketiga orang dayangnya yang menanjak usia remaja,
si Pedang bunga bwe, si Pedang anggrek dan si Pedang
bambu, seringkali mereka bermain, bergurau dan bercanda
bersama.

577
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sekalipun canda ria berlangsung terus, namun ada satu hal


yang mereka ketahui dengan jelas, semakin mendekati
benteng utara berarti mara bahaya semakin menghampiri
mereka, setiap saat nyawa mereka bisa hilang begitu saja.
Malaikat iblis Cun Yu-siang memiliki kekuatan luar biasa
hingga menggetarkan empat penjuru, namun kalah jauh bila
dibandingkan kecerdikan serta kelicikan yang dimiliki Dewa
iblis Lui Siau-jut, padahal menurut berita yang tersiar dalam
dunia persilatan, kemampuan Mo-tauw (pentolan iblis) Si Ku-
pei jauh lebih menakutkan ketimbang si Dewa iblis, apalagi di
atas si Pentolan iblis masih ada iblis lain yang lebih
mengerikan, Mo-kouw si Bibi iblis?
Hingga kini tak seorang jago persilatan pun yang
mengetahui siapa nama si Bibi iblis, apa yang diketahui hingga
sekarang hanyalah keempat utusan peronda yang salah satu
anggotanya berhasil dibantai si Tanpa Perasaan.
Padahal kalau bicara soal kehebatan ilmu silatnya,
kepandaian yang dimiliki utusan peronda ini masih jauh di atas
kemampuan Cun Yu-siang.
Selain itu semua orang juga tahu bahwa si Pentolan iblis Si
Ku-pei dengan ilmu toya iblis gilanya sudah merajai sungai
telaga, belum lagi keempat anak buahnya yang dijuluki orang
sebagai Siu-lo-su-yau (empat siluman sakti), konon selain
mahir dalam menggunakan ilmu senjata rahasia, mereka pun
pandai ilmu berganti rupa, ilmu racun maupun ilmu silat, nama
dan kehebatannya jauh di atas kehebatan keempat bocah
berbaju ungu anak buah si Dewa iblis.
Itulah sebabnya, sepanjang perjalanan, rombongan si
Tanpa Perasaan harus selalu berhati-hati dan waspada
terhadap segala kemungkinan.
ooOOOoo

18. Menggempur Pentolan iblis.

Bagaimanapun hati-hati dan waspadanya seorang, kadang-


kala ada juga saatnya teledor dan lupa menjaga diri.

578
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Awan gelap sudah mulai menyelimuti seluruh angkasa,


rembulan yang redup mulai muncul dari langit timur, malam
ini adalah malam yang sangat dingin.
Di atas bukit Ci-pak-san, rombongan jago itu mulai
membuat api unggun untuk bermalam, bagaimanapun
terburunya orang-orang itu, mereka enggan melakukan
perjalanan malam, karena perjalanan semacam itu biasanya
membawa resiko yang lebih besar.
Ketika api unggun telah siap, Yau lt-kang dengan senjata
rahasianya berhasil membunuh dua ekor kelinci, sementara
Khong Bu-ki berhasil membunuh seekor babi hutan, maka bau
harum daging yang dipanggang pun mulai menyelimuti
seluruh tanah perbukitan.
Tanpa Perasaan memilih sebuah tempat kering dan bersih,
duduk di atas sebuah batu besar sambil makan rangsum
kering yang dibekal.
Sementara Chin Ang-kiok meniup seruling membawakan
sebuah lagu yang merdu merayu, membuat suasana malam
ini semakin romantis.
"Chin-lihiap," Khong Bu-ki segera bertepuk tangan memuji,
"tiupan serulingmu sungguh indah, sungguh menawan hati!"
Dengan termangu Ui Thian-seng memandang ke tempat
jauh, sesaat kemudian ia pun berbicara dengan suara dalam,
"Dulu sewaktu berkunjung ke Pak-shia, aku pernah menginap
semalam di sini, waktu itu aku masih sempat melihat deretan
lampu di bawah bukit sebelah sana, deretan lampu itu nampak
sangat indah ketika dilihat dari kejauhan, tapi sekarang tak
sebuah pun yang kelihatan. Ai ... entah bagaimana keadaan
keponakan Ciu saat ini?"

Yau It-kang berdiri di sampingnya, dia seakan seorang


bawahan setia yang selalu mendampingi panglima perangnya,
dalam keadaan begini, tentu saja dia harus mengucapkan satu
dua patah kata menghibur.
"Lo-pocu," ujarnya, "kau tak usah kuatir, aku yakin
kedatangan kita tepat pada saatnya, bukankah benteng Pak-

579
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

shia sedang diserbu musuh sekarang? mana mungkin mereka


memasang lentera untuk menerangi jalanan?"
Kemudian ia mencoba mengalihkan pokok pembicaraan ke
soal lain, tanyanya lagi sambil tertawa, "Dulu Lo-pocu datang
kemari dengan siapa saja?"
"Ooh suara Ui Thian-seng terdengar amat sendu, "dahulu
... dahulu aku sering berkunjung kemari bersama Lan Keng-
thian, Tincu dari Say-tin dan Ngo Kong-tiong, Lo-cecu dari
benteng Lam-ce, kami beramai-ramai datang kemari
mengunjungi Ciu Hong-cun, Lo-siacu dari benteng utara,
hahaha ... bila malam menjelang tiba, kami bersama-sama
menunggang kuda naik kemari dan berbincang-bincang
hingga fajar menyingsing, suasana waktu itu sangat ramai,
amat menggembirakan hati ... tapi kini, ai! Lan Keng-thian
sudah berangkat duluan, disusul beberapa bulan kemudian
Ngo Kong-tiong juga .... Ya, kini tinggal aku seorang, kalau
kedatanganku kali ini untuk menolong keponakan Ciu juga
terlambat, entah bagaimana aku harus bertemu lagi dengan
Hong-cun Lote di alam baka
Yau It-kang tidak menyangka pertanyaannya malah
mengungkit kembali kenangan masa lampau Ui Thian-seng
yang penuh dengan kesedihan, untuk sesaat dia jadi
gelagapan dan tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Sementara itu Ci Yau-hoa sudah berjalan menghampiri
Tanpa Perasaan, dengan suara lembut dia menegur, "Apakah
kau ingin makan lebih banyak lagi?"
Seakan baru tersadar dari lamunan si Tanpa Perasaan
berpaling, ketika melihat Ci Yau-hoa yang cantik bak bidadari
dari kahyangan, mirip juga seorang ibu muda yang penuh
kasih sayang, tiba-tiba ia merasa hatinya bergetar keras,
sahutnya agak tergagap, "Aku ... aku sedang memikirkan
sesuatu...
"Bukan soal itu yang kutanyakan," ujar Ci Yau-hoa sambil
menggeleng kepala dan tertawa, "aku tanya, apakah kau ingin
makan lebih banyak? Ehm, mau?"

580
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Merah jengah wajah Tanpa Perasaan yang semula pucat,


sahutnya makin tergagap, "Maaf ... maaf cici Ci ... aku tidak
mendengar jelas
Ci Yau-hoa seakan tidak mendengar apa yang sedang dia
katakan, seperti orang dewasa memberi hadiah kepada
seorang bocah cilik saja, dari belakang pinggangnya ia
keluarkan sepotong paha kelinci bakar lalu sambil disodorkan,
katanya, "Nih, mumpung masih hangat, cepat dimakan."
Rembulan masih bersinar redup di balik kegelapan tapi
angin berhembus sepoi, walaupun Siong-pak-san bukan
tempat yang indah, walau tempat itu bukan tempat wisata
terkenal, namun ketenangan dan suasana damai yang
menyelimuti tempat itu justru jauh mengalahkan tempat lain.
Dengan termangu Tanpa Perasaan berpaling, mengawasi
wajah perempuan itu tanpa berkedip, ia merasa wajah
maupun sikap Ci Yau-hoa tak ubahnya seperti sikap seorang
ibu yang sedang menyayangi putranya, tapi dia pun merasa
perempuan ini mirip seorang gadis yang polos dan manja,
anehnya justru dua ciri khas dari dua jenis wanita terangkum
semua di balik senyuman manis perempuan itu.
Tanpa Perasaan terkesima, termangu sampai lama sekali.
Tidak banyak lelaki yang tidak menyukai perempuan
dengan sifat dan penampilan seperti ini, sebab untuk
memperoleh salah satunya saja sudah susah, apalagi kedua-
duanya terdapat pada perempuan ini.
Bagaimanapun juga Tanpa Perasaan tetap manusia,
bahkan seorang lelaki yang masih muda, mana mungkin ia
bisa seratus persen Tanpa Perasaan?
Ci Yau-hoa duduk bersanding dengan Tanpa Perasaan di
atas sebuah batu besar, mereka berbincang penuh keasyikan,
usianya memang sepuluh tahun lebih tua ketimbang usia
pemuda itu, tentu saja perasaan lelaki macam dia sangat
dipahami olehnya.
Biasanya lelaki muda semacam ini paling senang
memamerkan semua kegagahan serta kehebatan yang
dimilikinya, terutama ketika berada di hadapan seorang

581
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

wanita, jarang ada lelaki yang mau membicarakan isi hatinya,


apalagi berkeluh-kesah di hadapan seorang gadis dalam
suasana begini romantis.
Ci Yau-hoa sudah bersiap untuk mendengarkan, tapi
sayang Tanpa Perasaan jauh berbeda dengan lelaki
kebanyakan.
Dia tidak berkeluh-kesah, tidak menceritakan segala
kehebatan dan keperkasaannya, dia justru siap mendengarkan
sang wanita bicara.
Maka mereka berdua pun sama-sama tidak bicara, mereka
hanya siap mendengarkan pembicaraan lawan, mendengarkan
suara yang muncul di sekeliling tempat itu.
Hembusan angin sepoi-sepoi terdengar bagai dengusan
napas yang lirih, mereka seakan sedang menikmati suara
angin, menikmati kabut yang mengambang di atas permukaan
tanah, melihat rembulan yang mulai bergeser, bahkan
mendengar detak jantung yang berdebar.
Sebenarnya Ci Yau-hoa telah menganggap Tanpa Perasaan
sebagai anaknya, atau adiknya, atau bahkan kekasih hatinya?
Bagaimana pula dengan Tanpa Perasaan? Dia menganggap
Ci Yau-hoa sebagai ibunya? Sebagai cicinya? Atau sebagai
pujaan hatinya?
Bagaimanapun mereka berdua merupakan orang persilatan
yang sepanjang tahun hidup berkelana.
Akhirnya Ci Yau-hoa membuka suara lebih dulu, nada
suaranya selembut hembusan angin yang menggoyang
dedaunan, ujarnya perlahan, "Kenapa kau tidak bertanya
apakah aku pernah menikah?"
Tanpa Perasaan tersenyum, senyumannya sangat polos,
senyuman tanpa dosa, sahutnya, "Bukankah hal semacam itu
tidak penting?"
Ci Yau-hoa ikut tersenyum, senyumannya bukan saja dapat
menggoyangkan bunga, bahkan pepohonan atau perbukitan
pun akan bergoyang juga, apalagi hanya hati seseorang?
"Tapi aku ingin menanyakan hal itu kepadamu," katanya
kemudian.

582
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bertanya kepadaku?" Tanpa Perasaan keheranan, "tanya


aku sudah pernah menikah atau belum?"
"Tanya kau? Cis, tentu saja tidak!"
Tanpa Perasaan merasakan pipinya jadi panas, lekas
sahutnya sambil tertawa, "Kalau kau ... aku, aku tidak tahu."
"Lantas kakimu itu....
Mendadak paras muka Tanpa Perasaan berubah hebat.
Ci Yau-hoa tidak melanjutkan lagi kata-katanya, ia melihat
si Tanpa Perasaan pelan-pelan mengalihkan pandangannya ke
arah lain, mengawasi tebing bukit di kejauhan sana,
mengawasi kegelapan malam yang mencekam, seakan sebuah
patung arca yang dipenuhi berbagai pikiran dan masalah.
Dengan kepala tertunduk akhirnya Ci Yau-hoa berkata lagi,
"Seandainya perkataanku tadi melukai hatimu, aku mohon
maaf, bila kau merasa keberatan, pertanyaanku tadi tak perlu
kau jawab."
Lewat lama kemudian si Tanpa Perasaan baru menjawab,
suaranya seolah datang dari balik kegelapan sana, "Tidak,
akan kuceritakan hal ini kepadamu."
Lalu ditatapnya wajah Ci Yau-hoa dalam-dalam, mengawasi
biji matanya yang bening dan lembut, ia melanjutkan, "Karena
selama ini aku tak pernah bercerita kepada siapa pun, aku jadi
bingung cerita ini harus kumulai darimana."
"Ooh.... hanya perkataan itu yang muncul dari mulut Ci
Yau-hoa, kemudian ia menunggu dengan tenang jawaban
sang pemuda.
Dengan nada suara aneh, nada suara yang seakan datang
dari tempat yang amat jauh, si Tanpa Perasaan berkata,
"Kisah ceritaku panjang sekali, karena mencakup kisah darah
dan air mata selama enam belas tahun, mungkin bagimu
cerita ini pendek, sebuah cerita yang sama sekali tak
menarik."
"Katakanlah, akan kudengar semua kisahmu itu, mau
panjang atau pendek, aku tetap akan mendengarkan hingga
selesai."

583
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Enam belas tahun berselang, aku adalah seorang bocah


berusia enam tahun yang hidup dalam sebuah keluarga kaya
raya, anggota keluarga kami berjumlah tiga puluh dua orang,
ayahku seorang terpelajar, selain menguasai bun (sastra) juga
pandai bu (silat), ia termashur karena kehebatannya
merangkai syair. Ibuku juga sangat pandai menyulam, dia
mampu menyulam sekuntum bunga yang tumbuh di
pekarangan istana dalam selembar kain, bahkan jarum
sulamnya bisa menusuk tujuh puluh dua buah jalan darah,
selain pandai membunuh juga pandai mengobati penyakit....
"Waktu itu kehidupanku amat gembira, amat senang, tak
ada kemasgulan, tak ada kesulitan ... lalu, pada suatu malam
tiga belas orang manusia berkerudung menyerbu ke dalam
rumah kami...
Paras muka si Tanpa Perasaan berubah jadi pucat, lebih
pucat dari wajah sesosok mayat, setelah lama termenung dia
melanjutkan, "Jeritan ngeri, teriakan kesakitan, ceceran darah,
pembantaian, pembunuhan berlangsung dari waktu ke waktu
... ayahku roboh bermandikan darah, sebuah senjata rahasia
menancap di punggungnya ... ibuku sedang mengawasi
ayahku, waktu itu dia tertangkap lalu disiksa dengan cara
paling keji hingga tewas ... anggota keluargaku ... tiga puluh
dua orang, tak seorang pun yang dibiarkan hidup, bahkan
anjing dan ayam pun mereka bantai hingga ludas....
"Kemudian datang seorang berewok, memaksa aku untuk
menunjukkan dimana pusaka keluarga dan ilmu jarum sakti
disembunyikan, bahkan mengompas aku, menyiksa diriku
habis-habisan, dan ... akibatnya sepasang kakiku jadi begini ...
aku tidak menangis, aku memang tak pandai menangis ...
kemudian datang seorang ceking sambil tertawa keras, ia
menghampiriku lalu sekali tendang membuat badanku
mencelat hingga roboh terjungkal di kebun belakang ....
"Sebelum pergi meninggalkan tempat itu, mereka
membakar seluruh gedung bangunan kami, bukan saja
mereka membakar semua yang ada, bahkan para tetangga
yang berdatangan untuk menolong kebakaran pun dibantai

584
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

satu per satu, kemudian tubuhnya dilempar ke dalam kobaran


api ... waktu itu aku bersembunyi di balik semak belukar,
dengan sepasang tanganku ini aku merangkak selangkah demi
selangkah, akhirnya, aku pingsan dalam kegelapan ....
"Waktu itu aku sanggup merangkak keluar dari lautan api,
karenanya akan aku ingat terus perbuatan keji mereka, akan
kuingat terus dendam kesumat sedalam lautan ini, akan
kuingat sampai mati peristiwa berdarah yang terjadi malam itu
..."
Tubuh si Tanpa Perasaan nampak gemetar keras ketika
terhembus angin dingin, mendadak ia memandang sepasang
tangan sendiri, suaranya terputus, napasnya tersengal-sengal,
dia seakan sedang berusaha mengendalikan gejolak emosinya
yang luar biasa.
Selang beberapa saat kemudian ia baru dapat
mengendalikan diri, lanjutnya, "Ketika sadar dari pingsan, aku
lihat cahaya bintang masih bertaburan di angkasa ... seorang
kakek kurus sedang membopong aku dengan penuh kasih
sayang ... aku masih ingat adegan malam itu dengan sangat
jelas. Aku tahu dia adalah orang baik, seakan Thian yang
mengirim dia untuk merawat dan menjagaku, maka aku pun
menangis sejadi-jadinya, aku bertanya kepadanya kenapa
para opas tidak membalaskan dendam bagi kematian ayah
ibuku ...?"
Bicara sampai di sini, ia tertawa dingin berulang kali, lalu
terusnya, "Kakek itu memberitahu kepadaku, katanya
'Percuma, kawanan opas biasa hanya mampu menindas rakyat
kecil atau melarang orang biasa berbuat begini begitu, setelah
bertemu kaum pedagang kaya atau hartawan lalim, bertemu
jagoan Hekto atau para kerabat kerajaan, mereka akan
kehabisan daya dan tak mampu berbuat apa-apa'. Kemudian
dia berkata pula, 'Percuma kuberitahukan semuanya ini
kepadamu, kau tak bakal mengerti'. Tapi segera kujawab,
'Tidak, aku mengerti, aku sangat mengerti' ....
"Tampaknya orang tua itu tercengang oleh jawabanku,
kemudian dia memberitahu aku, mungkin kehendak dari Thian

585
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

lah hingga dia berjumpa dengan aku, ternyata dia pun orang
yang bekerja di pengadilan. Cuma belum pernah ada seorang
manusia pun yang tak berani dia tangkap dan belum pernah
ada seorang manusia pun yang tak berani dia bunuh. Semua
yang pantas dibunuh akan dibunuhnya ... lalu dia pun
bertanya kepadaku dengan nada iba, 'Inginkah kau membalas
dendam?'
"Tiba-tiba aku tidak menangis lagi, kepadanya aku berkata,
'Tidak ingin'. Dia makin tercengang. Aku bilang, 'Tolong
ajarkan kepandaian kepadaku, aku ingin membalas dendam
sendiri'. Pada mulanya dia bersikeras menolak permintaanku,
maka aku pun mulai menangis lagi bahkan menangis makin
keras ... akhirnya dia melihat sepasang kakiku yang hancur,
aku pun berkata lagi, kalau kau menolak permintaanku, lebih
baik jangan tolong aku, bukan saja aku harus membalas
dendam sendiri, aku pun harus belajar kepandaian seperti
kau, membalaskan dendam bagi ketidak adilan di kolong
langit. Maka dia pun berkata sambil tertawa, 'Tidak kusangka
dengan usiamu sekecil ini, ternyata kau sanggup
mengucapkan kata-kata seperti ini'....
"Akhirnya dia pun mengabulkan permintaanku, bahkan
memberitahu kepadaku, sejak hari itu dia akan mendidik dan
memelihara aku secara seksama, pada saat yang sama dia
pun mendidik pula beberapa orang adik seperguruan ... kalau
membayangkan kembali peristiwa masa lampau, aku sendiri
pun merasa heran, kenapa sekecil itu aku bisa mengucapkan
perkataan macam begitu ... hingga aku tumbuh jadi dewasa
baru kuketahui ternyata orang tua itu adalah Cukat-sianseng
yang amat termashur itu, dan akhirnya kami bersaudara pun
dikenal orang sebagai Empat opas."
Dari balik kegelapan malam, Tanpa Perasaan mulai
tertawa.
Angin telah berhenti berhembus, tak terdengar suara lagi di
sekeliling tempat itu, suasana terasa sangat hening.

586
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dunia seakan sudah berhenti bergerak, seluruh kehidupan


seakan telah berhenti bersuara, entah karena mereka sedang
bersedih atau sedang berduka?
Lewat beberapa saat kemudian Ci Yau-hoa baru menghela
napas sedih, ujarnya, "Akhirnya apakah kau berhasil
menemukan kawanan perampok yang telah membantai
seluruh isi keluargamu?"
Tanpa Perasaan menggoyang tangan dengan perasaan
kaku, sahutnya hambar, "Hingga kini aku masih belum tahu
siapakah mereka, tapi suatu saat nanti ... itulah sebabnya tiap
hari aku sedang membalas dendam, bukan hanya balas
dendam untuk diri sendiri, juga membalaskan dendam bagi
semua orang di dunia ini yang sempat dibikin sengsara ...
akhirnya mereka menyebutku Tanpa Perasaan, sebab setiap
kali turun tangan, aku memang selalu Tanpa Perasaan
Angin tidak berhembus lagi, suasana amat hening, manusia
pun tidak bicara lagi, semuanya jadi sepi.
Ci Yau-hoa menyandarkan bahunya di sisi tubuh Tanpa
Perasaan, bau harum yang aneh lamat-lamat berhembus
keluar dari tubuhnya, mendatangkan perasaan hangat di hati
Tanpa Perasaan.
Tak ada lagi pembicaraan, karena dalam keadaan seperti
ini memang tidak dibutuhkan pembicaraan lagi.
Mendadak dari balik ketenangan yang mencekam malam
yang sepi itu, terdengar suara ringkikan kuda berkumandang
datang dari punggung bukit, suara itu bergema makin
mendekati puncak perbukitan itu, cepat lagi terburu-buru.
"Ada dua ekor kuda!" Tanpa Perasaan hanya mengucapkan
kata yang singkat.
Khong Bu-ki dan Yau It-kang segera melompat bangun dan
menyongsong kedatangan ringkikan kuda itu, sekejap
kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap di balik
kegelapan.
Tampak dua ekor kuda berlari kencang menembus
kegelapan, sekejap kemudian mereka telah tiba di puncak
perbukitan itu.

587
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Di tengah malam buta yang begini sepi, kedua ekor kuda


itu masih menempuh perjalanan begitu cepat dan terburu-
buru, seakan kedatangannya khusus mencari mereka.
Tak lama kemudian kedua ekor kuda itu sudah muncul di
depan mata, kudanya nampak tinggi kekar sementara
penunggangnya nampak cekatan dan gesit, ketika melihat di
puncak bukit hadir rombongan lain, kedua orang itu nampak
sedikit sangsi.
Pada saat itulah dari kedua sisi jalan muncul dua sosok
bayangan manusia yang segera menghadang jalan pergi
kedua ekor kuda itu, mereka adalah Khong Bu-ki dan Yau It-
kang.
"Siapa kalian?" Khong Bu-ki segera menegur.
"Apa urusan denganmu!" sahut lelaki berbaju hitam itu
gusar.
"Ada urusan apa kalian berdua menempuh perjalanan
malam?" tegur Yau It-kang pula sambil tertawa.
Lelaki yang lain juga mengenakan pakaian berwarna hitam,
pada baju bagian dada seakan terlihat sebuah sulaman bunga
berwarna kuning, sambil mengayun pecut dia menghardik,
"Jangan menghalangi Toaya bekerja!"
Khong Bu-ki menangkis cambukan itu dengan tombaknya,
kemudian pertarungan sengitpun segera berkobar.
Dalam pada itu Ui Thian-seng sudah mendekati arena
pertarungan, ia merasa raut muka lelaki bercambuk itu amat
dikenal olehnya.
Sementara itu pertarungan telah berlangsung makin sengit,
terdengar lelaki bersenjata kapak berseru dengan suara
gelisah, "Maknya ... kalian sudah kelewatan menghina kami
orang-orang Pak-shia, baiklah, biar malam ini Locu mengadu
jiwa denganmu!"
Biar sudah tua Ui Thian-seng masih memiliki mata yang jeli,
begitu melihat sulaman bunga kuning di atas baju lelaki
berbaju hitam itu, ia segera berseru tertahan, "Tahan! Orang
sendiri!"

588
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bentakan itu nyaring bagai guntur membelah bumi,


bayangan manusia segera berpencar, lelaki bersenjata
sepasang kapak segera berpaling, wajah yang semula penuh
diliputi kegusaran berubah jadi kejut bercampur gembira,
teriaknya, "Ui-lopocu, ternyata kau sudah datang! Ternyata
kau benar-benar sudah datang!"
Ui Thian-seng mendongakkan kepala sambil tertawa
nyaring, "Hahaha ... ternyata memang benar kau, Nyo Su-hay,
kenapa ilmu Kay-san-hu (kapak pembelah bukit) milikmu tidak
sehebat dulu?"
Nyo Su-hay tertawa lebar hingga nyaris tak sanggup
merapatkan mulut, seakan baru bertemu dengan sanak yang
sudah lama tak bersua, ia segera menarik lengan lelaki kasar
yang lain maju mendekat dan menjura seraya berseru, "Ui-
lopocu, tadi Su-hay memang punya mata tak berbiji hingga
begitu berani bertarung melawan kau orang tua, perbuatanku
patut dihukum mati ... dia adalah saudara kita dari Benteng
Pak-shia, bernama Tiau Sin, ingin menjumpai Ui-lopocu
"Tidak usah banyak adat!" sela Ui Thian-seng sambil
tertawa.
Siapa tahu Tiau sin segera menjatuhkan diri berlutut, lekas
Ui Thian-seng membangunkannya, tapi dengan pedih Tiau Sin
berkata, "Dengan susah payah kami berjuang untuk lolos dari
kepungan, tujuannya tak lain adalah untuk mencari Ui-pocu,
Lam-cecu dan Say-tincu ... Pak-shia sudah berbulan-bulan
dikepung empat iblis langit, kini persediaan ransum sudah
menipis. Orang-orang dalam benteng sudah banyak yang
setengah mati karena kelaparan, dalam kondisi begini dilanda
pula penyakit menular, sungguh kasihan kaum wanita, orang
tua dan anak-anak, selama beberapa bulan terakhir banyak
yang mati karena pertarungan, mati karena sakit dan
kelaparan, sudah mendekati separuh penduduk kota yang
menemui ajalnya, seandainya tidak dicegah nona Pek, sejak
awal dia sudah ingin menyerbu keluar dari benteng untuk
mengadu jiwa dengan kawanan begundal itu."

589
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Cepat bangun seru Ui Thian-seng dengan wajah berubah,


"bagaimana keadaan benteng Pak-shia saat ini?"
Bukannya bangkit berdiri, malah bersama Nyo Su-hay
mereka berlutut sambil memohon, "Pak-shia sudah hampir
jatuh, empat iblis Su-toa-thian-mo dengan memimpin keenam
belas orang jagoannya sedang menyerang kota untuk ketiga
kalinya, kami sudah hampir tak mampu mempertahankan diri.
Dari sepuluh pelindung kota, sudah tiga orang yang tewas dan
tiga orang lainnya dijadikan 'manusia obat' untuk berbalik
menyerang kota, ada dua orang lagi terluka sangat parah,
aaai...
"Cepat bangun, bangun dulu baru bicara," seru Ui Thian-
seng dengan suara berat.
Dengan berat hati Tiau sin merangkak bangun, katanya
lagi; "Kekuatan kami tinggal beberapa puluh orang saja yang
masih mampu bertarung, dengan berbekal nekad, kami
berusaha menjebol kepungan untuk mencari bala bantuan,
tapi kenyataan sekarang ... dari puluhan orang, tinggal kami
berdua yang berhasil lolos, sedang lainnya...
Ui Thian-seng menghela napas panjang. "Pasukan yang
dikirim Lam-ce maupun Say-tin mengalami musibah dan
penghadangan hingga mustahil bisa membantu kalian,
sementara kekuatan benteng kami pun terpaksa harus dibagi
jadi tiga bagian, satu bagian pergi menolong Lam-ce dan Say-
tin, satu bagian tetap mempertahankan benteng Tang-po
sedang sisanya ikut aku menuju Pak-shia, siapa tahu
sepanjang jalan kami berulang kali menjumpai penghadangan,
yang tersisa kini pun tinggal tak seberapa...
"Asal Lo-pocu sudah datang, Pak-shia pasti akan tertolong
gumam Nyo Su-hay lirih, "aneh, keberhasilan kami lolos dari
kepungan pun sebagian dikarenakan kekuatan pihak lawan
secara tiba-tiba melemah, seolah secara tiba-tiba kekuatan
mereka melemah setengahnya
"Padahal tak ada yang perlu diherankan," tukas Ui Thian-
seng cepat, "hal ini dikarenakan malaikat iblis Cun Yu-siang
beserta keempat malaikat bengisnya, Dewa iblis Lui Siau-jut

590
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dengan keempat bocah pencabut nyawanya telah tewas di


tangan kami."
Semacam sorot mata aneh tiba-tiba melintas dari balik
mata Tiau Sin dan Nyo Su-hay, mendadak teriak mereka
kegirangan, "Kalau begitu bagus sekali... bagus sekali... Lo-
pocu, bagaimana kalau sekarang juga kita berangkat ke Pak-
shia, kita tak boleh membuang waktu lagi."
"Baik," sahut Ui Thian-seng memutuskan, "tadinya kami
enggan menempuh perjalanan malam lantaran tidak hapal
seluk-beluk jalanan sekitar sini, kami kuatir terjebak dan, kena
bokongan musuh, selain itu juga kuatir terjadi kesalah
pahaman, tapi sekarang berbeda, dengan kau bertindak
sebagai petunjuk jalan, memang lebih baik jika kita berangkat
sekarang."
Ui Thian-seng berpaling ingin bertanya kepada Tanpa
Perasaan, terlihat olehnya keempat orang bocah berbaju hijau
itu sudah menggotong tandunya siap melakukan perjalanan,
maka dia pun tidak banyak bicara lagi.
Sebaliknya Tiau Sin dan Nyo Su-hay mengawasi tandu itu
sekejap dengan pandangan ragu, seakan ada yang mereka
pikirkan.
Namun tak ada yang buka suara, juga tak terdengar
sedikitpun suara.
Maka kuda pun ditinggalkan di bawah bukit, di bawah sinar
rembulan, rombongan kecil itu mulai bergerak menembus
hutan, langkah mereka sangat cepat namun tidak
menimbulkan suara.
Tak selang dua kentongan, mereka sudah menuruni bukit
Ci-pak-san, menelusuri jalanan setapak, sebuah benteng kuno
sudah mulai nampak di kejauhan sana.
Suasana kota Pak-shia saat ini sudah tidak semegah dahulu
lagi, seluruh kota dicekam kegelapan, tak secercah cahaya
pun yang nampak.
Ketika rombongan itu semakin mendekati pintu kota, maka
terbacalah tiga huruf besar yang terpampang dipintu gerbang
kota," Wu-yangshia!'.

591
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Di sisi huruf besar itu, terukir pula beberapa huruf kecil


yang bertuliskan, "Ditulis oleh Ciu Keng".
Ciu Keng adalah cikal-bakal pendiri benteng, dia adalah
Shia-cu pertama benteng itu, kini sudah menurun sampai
generasi keempat yang dipimpin oleh Ciu Pek-ih.
Hanya saja selama ini kota Pak-shia terkenal karena ramai
dan megah, sepanjang sejarah belum pernah kota itu dicekam
keheningan dan kegelapan seperti malam ini, mendatangkan
kesan mengenaskan bagi yang melihat.
Ui Thian-seng merasa terenyuh, dia menghela napas
panjang.
Tapi Tiau Sin buru-buru mencegahnya bicara lebih jauh,
bisiknya, "Sst ... musuh berada di sisi kiri dan setiap saat
mungkin akan muncul sambil melancarkan serangan, harap Ui-
lopocu jangan berisik, biar kukirim tanda rahasia dulu untuk
mengadakan kontak dengan Ciu-siaushiacu."
Ui Thian-seng manggut-manggut, maka Nyo Su-hay
mengayunkan tangannya melepaskan tiga titik cahaya bintang
ke langit, ketiga cahaya itu melesat ke udara lalu lenyap
ditelan kegelapan.
Tak lama kemudian dari atas benteng kota melesat pula
tiga titik cahaya bintang.
Diam-diam Ui Thian-seng terperanjat, dia tak menyangka
kota yang nampak hening dan sepi itu ternyata memiliki
penjagaan yang begitu ketat, bahkan setiap saat selalu dalam
kewaspadaan tinggi.
Menyusul kemudian pintu kota dibuka orang, setitik cahaya
lentera memancar keluar dari balik pintu.
Tiau Sin kembali berbisik, "Pintu kota sudah dibuka, ayo
cepat kita masuk ke dalam, jangan sampai ditunggangi
musuh."
Hingga kini musuh masih mengepung di sekeliling kota,
sudah pasti penghuni kota tak akan berani membuka pintu
gerbang menyambut kedatangan orang, untuk mengatasi
persoalan ini, mereka hanya berani menggunakan cahaya
lentera sebagai tanda rahasia, bagi mereka yang memahami

592
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tanda rahasia itu tentu saja segera akan bergerak masuk, tapi
bagi yang tidak memahami, dapat dipastikan mereka akan
ragu untuk bertindak.
"Cepat!" bisik Nyo Su-hay kemudian, dengan langkah lebar
dia menerjang masuk terlebih dahulu, maka kawanan jago
yang lain pun menguntit di belakangnya dan langsung
memasuki pintu gerbang kota.
Ketika tiba di samping pintu gerbang, sekuat tenaga Nyo
Su-hay mendorongnya ke belakang, diiringi suara gemuruh
keras pintu baja yang besar itu terbuka setengah depa.
"Cepat menerobos masuk!" kembali Nyo Su-hay berbisik
kegirangan.
Ternyata hingga detik ini musuh masih belum mengetahui
jejak mereka, boleh dibilang hal ini merupakan satu
keberuntungan, masalahnya sekarang mereka berada di
tempat terang sementara musuh berada di tempat gelap, tak
seorang pun di antara mereka mau berdiam lebih lama di luar
kota, maka serentak semua orang menerobos masuk ke dalam
kota.
Di dalam kota berdiri seorang kakek berwajah penuh
keriput, jenggotnya sudah memutih semua, dia tua lagi
bungkuk, tangannya memegang sebuah tongkat besar, kasar
lagi berwarna hitam, tampaknya kakek ini tak akan mampu
berdiri tegak tanpa memegang tongkat itu.
"Cepat masuk, cepat masuk, Pocu sedang menunggu di
dalam."
Dengan langkah lebar Ui Thian-seng melangkah masuk ke
dalam disusul Khong Bu-ki, keempat bocah, berbaju hijau
dengan menggotong tandu ikut menerobos masuk ke dalam
kota. Sementara Chin Ang-kiok, Ci Yau-hoa, Pedang bunga
bwe, Pedang anggrek, Pedang bambu dan Yau It-kang baru
saja akan menyusul masuk, mendadak terlihat salah seorang
di antara bocah berbaju hijau itu membisikkan sesuatu ke sisi
telinga Ui Thian-seng.
Begitu selesai mendengar bisikan itu, Ui Thian-seng yang
sedang melangkah masuk itu segera menghentikan

593
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

langkahnya sembari bertanya, "Mana Ong tua? Bukankah


orang yang menjaga pintu adalah Ong tua?"
"Sudah mati," sahut kakek itu sambil memicingkan mata
dan menghela napas panjang, "dia telah dibunuh oleh
kawanan laknat berhati keji itu."
"Siapa kau?" mendadak Ui Thian-seng membentak nyaring.
Tiba-tiba kakek itu melompat mundur dengan gerakan
cepat kemudian memperdengarkan suara suitan nyaring,
melengking dan memekakkan telinga, tongkat di tangannya
diputar kencang kemudian melontarkah sesuatu ke arah
tandu.
"Blam!", benda yang menghantam tandu kembali terbang
berpusing lalu meluncur balik ke tangan kakek itu.
Semua kejadian itu berlangsung dalam waktu singkat,
tampaknya si Tanpa Perasaan telah dibokong orang!
Ui Thian-seng merasa sedih bercampur gusar, sambil
menghardik nyaring dia melolos goloknya.
Di kala ia sedang melolos senjatanya, pertahanan tubuh
pun terbuka hingga muncul titik kelemahan, tiba-tiba Nyo Su-
hay memanfaatkan kesempatan itu melancarkan sebuah
bacokan maut dengan kapaknya.
Serangan kapak itu cepat bagaikan sambaran kilat.
Mimpi pun Ui Thian-seng tidak menyangka kalau orang
yang melancarkan serangan bokongan justru datang dari
orang yang berada di sisinya.
Tampaknya keempat orang bocah berbaju hijau itu sudah
menduga akan terjadinya peristiwa itu, dua bilah pedang
perak segera disilangkan ke depan dan "Criing!", bacokan
kapak itu segera ditangkis, sementara dua bilah pedang emas
langsung menusuk jalan darah penting di belakang tubuh Nyo
Su-hay.
Oleh karena keempat orang bocah berbaju hijau itu turun
tangan bersama, tandu yang mereka pikul pun segera terjatuh
ke tanah, tepat di depan pintu gerbang kota.
Meski menghadapi ancaman bahaya maut Nyo Su-hay
sama sekali tak panik, mendadak dia mencabut keluar

594
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kapaknya yang lain kemudian menangkis datangnya tusukan


dari sepasang pedang emas itu.
Kemudian sambil mengayunkan sepasang kapaknya, dia
mulai bertarung sengit melawan keempat orang bocah itu,
bukan saja serangannya jauh lebih cepat ketimbang gerak
serangannya sewaktu bertarung melawan Khong Bu-ki dan
Yau It-kang dua kentongan sebelumnya, bahkan jauh lebih
ganas dan hebat.
Pada saat itulah tiba-tiba Tiau Sin menyerbu maju ke muka,
beruntun dia melancarkan belasan serangan dengan cambuk
kudanya untuk memukul mundur keempat orang bocah
berbaju hijau itu.
"Mundur!" tiba-tiba kakek itu membentak nyaring.
Bagaikan segulung asap tipis Nyo Su-hay dan Tiau Sin
segera melesat ke sudut kota di ujung sana, sementara para
jago masih tak habis mengerti oleh ulah lawan, kakek itu
sudah mendongakkan kepala sambil memberi perintah lagi,
"Tuang!"
Begitu rombongan Ui Thian-seng mendongakkan kepala ke
atas, tak terlukiskan rasa terkejut mereka, ternyata di atas
benteng kota berdiri dua orang lelaki berbaju hitam yang siap
menuang segentong minyak mendidih ke arah bawah.
"Cepat mundur!" cepat Ui Thian-seng berteriak.
Tapi rombongan depan sudah telanjur memasuki kota,
sementara orang yang berada di rombongan belakang masih
belum jelas apa yang terjadi, padahal pintu gerbang kota
lebarnya hanya setengah depa, mana mungkiri mereka bisa
maju mundur secara gampang? Mau maju ke depan, di balik
gerbang adalah tanah lapang yang luas, mana mungkin
mereka bisa menyambut datangnya guyuran minyak mendidih
dengan tangan?
Tampaknya rombongan Ui Thian-seng segera akan celaka
terguyur minyak mendidih.
Pada saat itulah dari atas tembok benteng persis
berhadapan dengan pintu gerbang menyambar lewat sekilas
cahaya putih, sambaran itu cepat lagi gencar dan "Wes!",

595
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

langsung menancap di atas batok kepala salah seorang dari


dua lelaki yang siap mengguyur minyak mendidih ke bawah
benteng.
Seketika itu juga lelaki itu roboh terjungkal ke bawah
tembok.
Lelaki yang lain jadi terkesiap bercampur ngeri, dia tak
berani lagi meneruskan guyuran minyak mendidih itu, sambil
melejit ke udara dia mencabut goloknya siap melancarkan
serangan, namun dari atas dinding di seberang sana lagi-lagi
terlihat sekilas cahaya putih berkelebat dengan kecepatan
tinggi.
"Turun!" kakek bersenjata tongkat segera membentak
nyaring.
Buru-buru lelaki bersenjata golok itu menundukkan
kepalanya sambil melompat turun, cahaya putih berkelebat
persis di atas kepalanya, menanti ia berhasil melayang turun
di bawah, beberapa lembar rambutnya yang terpapas kutung
oleh sambaran cahaya putih itu ikut pula melayang turun dari
udara.
Tak terlukiskan rasa takut dan ngeri yang mencekam hati
lelaki itu, wajahnya berubah hijau kepucatan.
Dua buah gentong besar berisi minyak mendidih masih
tertinggal di atas tembok benteng.
Di atas dinding benteng yang gelap duduk sesosok
bayangan manusia, dia tak lain adalah seorang pemuda
berbaju hijau yang cacad kedua kakinya.
Entah sedari kapan, si Tanpa Perasaan telah meninggalkan
tandunya, tak seorang pun yang tahu, sedari kapan pula dia
sudah berada di atas tembok kota.
Tampaknya sejak awal dia sudah tahu kalau gelagat tidak
beres, maka sebelum terjadi sesuatu peristiwa, dia sudah
berada di atas dinding kota duluan, ini yang dinamakan
"belalang menubruk tonggeret, burung nuri mengincar dari
belakang!".
Lelaki yang roboh binasa tadi, keningnya terhajar telak oleh
sebilah pisau terbang sepanjang empat inci, Hui-to itu

596
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menghujam di atas keningnya hingga tertinggal gagangnya


saja.
Dalam pada itu Nyo Su-hay, Tiau Sin beserta lelaki bergolok
itu telah berdiri berjajar di belakang tubuh kakek itu,
sementara si kakek tetap memandang semua orang dengan
sepasang matanya yang sipit, meski setengah terpicing,
namun sorot mata yang memancar keluar sungguh
menggidikkan hati.
Di pihak lain, Chin Ang-kiok, Ci Yau-hoa, Pedang bunga
bwe, Pedang bambu, Pedang anggrek serta Yau It-kang sudah
menerobos masuk ke dalam benteng, kini pintu gerbang kota
sudah didorong hingga terpentang lebar, semua orang pun
saling berhadapan dalam dua rombongan.
Tiba-tiba kakek itu mendongakkan kepala dan tertawa
seram, suaranya keras memekakkan telinga, bukan saja
membikin gendang telinga semua orang terasa sakit, bumi
pun seolah ikut bergetar keras.
Selesai tertawa, dengan sepasang matanya yang licik bagai
rase, kakek itu berseru, "Bagus! Tanpa Perasaan, kau
memang hebat!"
Tak terlukiskan rasa gusar Ui Thian-seng menghadapi
kenyataan itu, mendadak satu ingatan melintas, dia seperti
teringat akan seseorang, segera tegurnya, "Kau adalah Si Ku-
pei?"
Kembali kakek itu mendongakkan kepala dan tertawa
terairi, "Cun Yu-siang adik keempat dan Lui-samte telah tewas
di tangan kalian, kau anggap aku akan berpeluk tangan saja?"
Dengan mata melotot Ui Thian-seng segera berpaling ke
arah dua orang di sampingnya, kemudian tegurnya, "Berarti
kalian juga bukan Nyo Su-hay dan Tiau Sin?"
Dari wajah 'Nyo Su-hay' dilepas selembar topeng kulit
manusia, dia segera tampil sebagai seorang yang lain,
sahutnya, "Tepat sekali, aku adalah anak buah si Pentolan
iblis."

597
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Aku adalah siluman besar Toa-yau dari empat siluman


sakti," ujar 'Tiau Sin' sambil melepas juga selembar topeng
kulit manusia.
Saking gusarnya, paras muka Ui Thian-seng berubah jadi
kuning kehijauan, teriaknya penuh amarah, "Kemana perginya
Nyo Su-hay dan Tiau Sin?"
'Tiau Sin' tertawa, "Topeng kulit manusia buatanku terbuat
dari kulit manusia asli, menurut kau, kulit wajah siapa yang
paling cocok digunakan sebagai bahan dasar topeng ini?"
"Lantas kemana perginya seluruh penghuni kota Pak-shia?"
seru Ui Thian-seng lagi dengan wajah semakin gusar.
Suasana di dalam kota Pak-shia amat sepi, sedemikian
sepinya seakan-akan berada dalam lingkungan tanah kuburan,
bahkan tak sesosok bayangan manusia pun yang kelihatan,
mungkinkah seluruh penghuni kota Pak-shia sudah dibantai
orang?
Kini paras muka Ui Thian-seng telah berubah jadi merah
padam, merah karena amarahnya telah memuncak, teriaknya
keras, "Bagus, bagus sekali perbuatanmu Si Ku-pei! Hari ini
aku bersumpah akan membalaskan dendam bagi kematian
orang-orang Pak-shia!"
Perawakan tubuh Si Ku-pei gemuk, pendek mendekati
cebol, sekilas pandang lebih mirip orang yang seluruh
badannya sedang membengkak, lucu sekali, tapi begitu kau
pandang sorot matanya, maka akan terasa bahwa orang ini
selain jahat, keji, juga liciknya bukan kepalang.
"Biarpun kalian berhasil menjebol rintangan kami yang
pertama, bukan berarti kemenangan telah kalian raih," ujarnya
dingin, "aku pun tak punya pikiran untuk melepaskan kalian
begitu saja, cepat atau lambat, pertarungan pasti akan terjadi.
Cuma, sebelum itu aku ingin tahu, darimana kalian tahu kami
berniat memecah belah kekuatan kalian, mengurung kalian
dalam benteng lalu mengguyurnya dengan minyak mendidih?"
Hawa amarah Ui Thian-seng sudah memuncak hingga ke
ujung rambut, apalagi melihat sikap Si Ku-pei yang begitu

598
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

jumawa, seakan sama sekali tidak menganggap mereka


sebagai musuh yang sepadan.
Namun sebagai orang yang jujur dan berbudi, dia enggan
berebut jasa dengan orang lain, maka sahutnya tegas, "Bukan
aku yang mengetahui ketidak beresan ini, si engkoh cilik itu
yang minta aku bertanya kemana perginya Ong tua si penjaga
pintu, padahal sudah puluhan kali aku berkunjung kemari,
setiap kali datang, penjaga pintunya selalu berbeda, mana ada
yang bernama Ong tua sebagai penjaga pintu gerbang? Hm,
justru jawaban kalian yang menimbulkan kecurigaan kami."
'Si engkoh cilik' yang dimaksud tak lain adalah bocah
berbaju hijau yang menggunakan ilmu pedang pemutus usus
tadi, terdengar ia menyambung dengan suaranya yang polos,
"Padahal pertanyaan itu bukan berdasarkan pikiranku, Kongcu
kami yang menyuruh aku menyampaikan kepada Ui-lopocu,
bahkan dia pun berpesan agar kami selalu waspada atas
bokongan dari orang she 'Nyo' dan orang she 'Tiau' yang bisa
dilakukan setiap saat."
Tanpa terasa semua orang mendongakkan kepala, tampak
si Tanpa Perasaan dengan baju putihnya yang berkibar
terhembus angin masih berada di atas dinding benteng.
Selang beberapa saat kemudian ia baru berkata, "Sebetulnya
aku sendiri pun tidak tahu, bukan saja tak pernah berjumpa
dengan Nyo Su-hay maupun Tiau Sin, aku pun belum pernah
memasuki kota Pak-khia, mereka semua juga tidak
memperlihatkan setitik kelemahan pun yang mencurigakan,
justru yang menimbulkan kecurigaanku adalah pertarungan
antara mereka berdua melawan saudara Khong dan Yau tadi,
pertarungan itu kurang seru seakan dibuat-buat. Selain itu
ketika menuruni bukit, kalian berdua pun menunjukkan
kemahiran dalam ilmu meringankan tubuh, justru yang
membuat aku curiga adalah kenapa kalian berdua sengaja
menyembunyikan kungfu asli yang hebat? Kalau sudah
beberapa hari tidak makan minum maupun beristirahat,
kenapa gerak-gerik kalian tetap segar bugar? Biarpun semua
itu hanya urusan sepele, tapi sangat menyolok bagiku."

599
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Selesai mendengar penjelasan itu, tanpa sadar Si Ku-pei


melotot sekejap ke arah 'Tiau sin' serta 'Nyo Su-hay', kedua
orang yang dipelototi pun hanya bisa saling bertukar pandang.
Terdengar si Tanpa Perasaan melanjutkan kembali kata-
katanya, "Padahal kau tak perlu menyalahkan mereka, jika
kota Pak-shia benar-benar sudah terkepung, mustahil
segampang itu kami bisa memasuki kota ini. Kalian bilang
harus melalui pertarungan berdarah sebelum berhasil lolos
dari kepungan, tapi di seputar tempat ini tiada jejak
pertarungan terbaru, kalaupun ada, jejak pertarungan itu
sudah terjadi tujuh-delapan hari berselang. Yang lebih penting
lagi adalah kalian menggunakan petasan sebagai kode
penghubung, aneh, sungguh aneh, apa kalian tidak kuatir
petasan itu justru menarik perhatian para musuh yang sedang
mengepung? Memangnya justru ingin menunjukkan
keberadaan kalian? Kemudian sebelum masuk ke dalam kota,
aku sempat mengendus bau minyak mendidih, maka setelah
meninggalkan beberapa pesan kepada keempat bocahku,
diam-diam aku melayang naik ke atas benteng dan berputar
kemari, begitu kulihat dua orang dengan dua gentong minyak
mendidih, segala sesuatunya pun jadi jelas."
Si Ku-pei mendongakkan kepala dan tertawa seram, diaj
hujamkan tongkatnya ke tanah, lalu berseru, "Bagus! Bagus
sekali! Kau memang tak malu menjadi salah satu di antara
empat opas kenamaan! Tak aneh kalau aku pun tidak melihat
sedari kapan kau naik ke atas tembok kota, rupanya sebelum
masuki kemari, kau sudah naik duluan, kalau begitu mataku
memang belum rabun!"
"Hm, kalau aku tidak naik duluan sebelum memasuki kota,
mungkin badanku sudah remuk karena gebukan tongkatmu!"
jengek Tanpa Perasaan dingin.
"Sayangnya, mau naik duluan atau naik belakangan,
nasibmu tetap sama, badanmu tetap bakal hancur," ejek Si
Ku-pei tertawa.
Begitu selesai berkata, dia segera melambung ke udara,
badannya berpusing seperti sebuah kitiran langsung meluncur

600
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ke atas dinding kota, bayangan tongkat sebagai kitiran dan


tubuhnya sebagai sumbu.
ooOOoo

19. Bertempur melawan sepasang iblis.

Tongkat milik Si Ku-pei berat lagi kasar, paling tidak


bobotnya mencapai tujuh puluhan kati, ketika diputar
bagaikan gangsing, sulit bagi siapa pun untuk menangkis
maupun menghadapinya. Apalagi serangan itu datangnya
sedemikian cepat, baru saja badannya melambung, tahu-tahu
serangan itu sudah langsung menumbuk ke badan si Tanpa
Perasaan.
Di tengah kegelapan malam, tampak sesosok bayangan
putih melayang ke bawah, dengan posisi tegak lurus si Tanpa
Perasaan langsung melayang turun dari atas dinding.
"Blam!", batu dan pasir beterbangan di udara, dinding
bekas tempat duduk si Tanpa Perasaan sudah terhajar telak
oleh pukulan tongkat, sebuah lubang amat besar segera
muncul di situ.
Sementara Tanpa Perasaan sendiri sudah melayang turun
melewati atap tandu, kemudian menerobos masuk ke balik
tandunya.
Tubuh Si Ku-pei ibarat sebuah piringan yang sedang
berpusing kencang, baru selesai tongkatnya menyentuh tanah,
kembali badannya meluncur balik dengan kecepatan tinggi,
waktu itu tubuh si Tanpa Perasaan belum menyusup ke dalam
tandu, tiba-tiba dia ayunkan telapak tangan, lima titik cahaya
bintang segera melesat ke depan dengan kecepatan tinggi.
Dua titik cahaya bintang langsung menghajar dada dan
perut Si Ku-pei.
Tampaknya si Tanpa Perasaan telah memanfaatkan
peluang yang terbaik untuk melancarkan serangannya.
Tubuh Si Ku-pei yang sedang meluncur balik segera
melakukan perubahan di udara, secara beruntun dia bersalto
hampir tujuh-delapan kali, biarpun sedang berada di udara

601
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yang tak bertenaga, namun dia dapat berjumpalitan secara


mudah dan lincah, bahkan tubuhnya melambung semakin
tinggi, tak ubahnya seperti seekor kutu loncat!
Sehebat-hebatnya senjata rahasia, sulit juga untuk
menghajar seekor kutu loncat.
Kelima titik cahaya bintang itu melesat lewat di samping
tubuh Si Ku-pei, begitu kelima titik cahaya itu berlalu, si
Pentolan iblis kembali memutar tongkatnya seperti
gangsingan, desingan angin berpusing sekali lagi
menggerakkan badannya melayang ke samping arena, sekejap
kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap di balik
kegelapan.
Begitu bayangan tubuh Si Ku-pei lenyap, tiba-tiba saja
keheningan yang luar biasa mencekam seluruh jagad.
Apakah pertempuran sengit yang baru saja berlangsung
akan diakhiri begitu saja? Apakah Si Ku-pei ketakutan dan
melarikan diri?
Jelas mustahil, tidak mungkin!
Keheningan yang mencekam arena pertarungan justru
membuat seluruh jago yang hadir merasa semakin tegang,
peluh dingin mulai bercucuran membasahi jidat mereka.
Yang terlihat saat ini hanya bintang yang bertaburan di
angkasa, tak ada suara, tak ada kehidupan di sekeliling
dinding kota, begitu juga dengan tandu itu, tak ada suara, tak
ada gerakan, entah apa yang sedang dipikirkan penghuni
tandu itu?
Semua orang tahu, Si Ku-pei pasti sedang mempersiapkan
serangan berikutnya, dan serangan itu dapat dipastikan jauh
lebih dahsyat dan hebat ketimbang serangan sebelumnya.
Biarpun Ui Thian-seng sudah lama berkelana dalam dunia
persilatan dan mempunyai banyak pengalaman, saat ini tak
urung bermandikan keringat dingin juga.
Pada saat itulah desingan angin tongkat kembali bergema
membelah keheningan.
Desingan angin tajam itu berasal dari luar pintu gerbang
kota, ketika semua orang mulai mendengar suara itu,

602
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

desingan angin tajam telah menerobos masuk ke balik pintu


kota dan mendekati punggung Pedang bunga bwe, Pedang
anggrek serta Pedang bambu.
Kebetulan ketiga orang dayang itu berdiri persis di
belakang tandu.
Tandu itu menghadap ke dalam kota, ketika si Tanpa
Perasaan melayang masuk ke dalam tandu, dia pun
menghadap ke arah kota, berada pada posisi membelakangi
pintu kota.
Padahal serangan dahsyat itu datangnya dari luar pintu
kota, yaitu datang dari punggungnya.
Baru desingan angin tajam berkumandang, serangan sudah
tiba di depan mata. Tanpa Perasaan tidak memiliki kungfu
hebat, tentu saja dia tak sanggup menangkis datangnya
ancaman, kecuali dia segera melepaskan senjata rahasianya.
Kalau tidak, jika Si Ku-pei sampai menempel di hadapan
tandunya, dia akan kehilangan kesempatan untuk hidup.
Tapi kini Si Ku-pei menerjang tiba dengan mendekati
punggung si Pedang bunga bwe, Pedang anggrek serta
Pedang bambu, sekalipun Tanpa Perasaan masih sempat
membalikkan badan, mustahil baginya untuk menyerang
dengan senjata rahasia ... tentu saja kecuali dia membunuh
dulu ketiga orang dayang itu.
Tentu saja Tanpa Perasaan tak boleh bertindak begitu.
Peluang yang sangat baik berlalu dalam waktu singkat, kini
Si Ku-pei sudah muncul di depan mata.
Bersamaan dengan gerak tubuhnya menghampiri punggung
ketiga orang dayang itu, tongkat Si Ku-pei langsung menyodok
pula ke tengah tirai yang menutupi tandu itu.
Dalam keadaan seperti ini tak mungkin lagi bagi si Tanpa
Perasaan melepaskan senjata rahasianya, seandainya sempat
menyerang pun, dapat dipastikan senjata rahasia yang
dilontarkan akan menghajar punggung beberapa orang korban
tak bersalah.

603
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tubuh Si Ku-pei sudah menerjang hingga menempel kayu


pengusung di belakang tandu, pada saat itulah mendadak dari
balik tandu muncul dua bilah pisau yang sangat tajam.
Kedua bilah pisau tajam itu ditembakkan keluar, sepintar-
pintarnya Si Ku-pei, dia tak menyangka kalau kedua belah
kayu pengusung tandu itu ibarat dua belah tangan manusia
yang bisa menembakkan pisau tajam, dalam keadaan seperti
ini bila dia tetap menerjang maju ke depan, sebelum
tongkatnya sempat menghabisi nyawa penghuni tandu itu,
bisa jadi dadanya sudah ditembusi kedua bilah pisau tajam itu.
Ujung pisau telah menembus pakaian yang dikenakan Si
Ku-pei, dalam keadaan yang amat kritis itulah mendadak
tubuh si Pentolan iblis yang sedang menerjang maju itu
berubah melambung ke atas, sedemikian cepatnya perubahan
itu terjadi seakan sejak awal dia memang berniat melakukan
hal itu.
Bagaikan seekor rajawali raksasa Si Ku-pei melambung ke
udara, kemudian meminjam tenaga tembakan dari pisau itu,
tubuhnya melambung lebih tinggi lagi ... meski begitu, semua
orang sempat melihat dengan jelas, pada ujung pisau yang
ditembakkan keluar dari kayu penggotong tandu itu lambat-
lamat telah dibasahi oleh bercak darah.
Tubuh Si Ku-pei melambung dengan cepat, waktu merosot
turun ke bawah pun sangat cepat... sedemikian cepatnya
seolah sejak dari atas dia telah mengeluarkan jurus Thay-san-
ya-teng (bukit Thay-san menindih kepala) untuk mempercepat
daya luncurnya.
Begitu ayunan tongkat dibabatkan ke bawah, bukan saja
jalan menuju ke atas si Tanpa Perasaan tertutup, mau maju,
mundur, ke samping kiri ataupun ke kanan, hampir dapat
dipastikan semuanya berada dalam jangkauan ancaman
lawan, apalagi yang lebih hebat dari serangan itu adalah
bukan saja dipenuhi jurus serangan bahkan disertai pula
pertahanan yang kokoh, seandainya ada serangan senjata
rahasia yang diarahkan ke tubuhnya, boleh dibilang Si Ku-pei
sudah melindungi seluruh badannya, dari atas hingga ke

604
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bawah sedemikian rapatnya hingga air pun sulit untuk


menembus.
Serangan itu dilancarkan Si Ku-pei dalam suasana hati yang
amat gusar, tampaknya ayunan tongkat itu segera akan
menghancurkan tandu itu.
Secara tiba-tiba dia merasa pemuda pucat tanpa kaki ini
merupakan musuh bebuyutannya dalam penitisan yang lalu,
bila dia tak berhasil menghabisi nyawanya, besar
kemungkinan dialah yang akan mati di tangannya.
Pada saat itulah si Tanpa Perasaan menampakkan diri.
Ia tidak melambung ke udara, juga tidak menerjang keluar
dari tandunya, ternyata pemuda itu menggelinding keluar dari
dasar tandu ... sekali menggelinding, sejauh tujuh-delapan
depa lebih hingga berada pada posisi serong dari sudut Si Ku-
pei berada, dan pada saat yang bersamaan dia mengayunkan
tangannya, tiga titik cahaya putih langsung melesat ke depan
menghajar tubuh bagian bawah si Pentolan iblis.
Tubuh bagian atas Si Ku-pei tentu saja dalam perlindungan
yang kokoh dan rapat, berbeda dengan tubuh bagian
bawahnya.
Saat itu tubuh Si Ku-pei sedang berada di udara dengan
posisi kepala di bawah dan kaki di atas, serangan itupun dia
lancarkan dengan sepenuh tenaga, rasanya mustahil bagi
gembong iblis ini untuk menghindarkan diri dari sergapan
ketiga senjata rahasia itu.
Si Ku-pei memang jagoan tangguh, dalam keadaan begini
mendadak tongkatnya diputar bagaikan kitiran dan dilontarkan
ke bawah.
Ujung tongkat dengan tepat menghajar ketiga batang pisau
terbang itu, terbentur oleh kekuatan yang besar, Hui-to itu
kehilangan arah dan mencelat ke empat penjuru.
Ketika tongkat itu melejit balik ke tangan Si Ku-pei,
gembong iblis ini kembali berjumpalitan dan melayang turun di
atas dinding kota, sementara si Tanpa Perasaan entah sedari
kapan telah balik kembali ke dalam tandunya.

605
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Berada di atas dinding kota yang tinggi, Si Ku-pei berdiri


dengan posisi Kim-ke-tok-lip (ayam emas berdiri di satu kaki),
setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu,
mendadak bagaikan sebuah layang-layang dia melesat menuju
ke bagian kota yang lebih tinggi.
Ketika sang rase bertemu kelinci, biasanya korban tak akan
dilepaskan begitu saja, tapi begitu berjumpa dengan serigala,
siapa pun tentu akan kabur lebih cepat daripada yang lain.
Namun biasanya serigala dapat melakukan pengejaran jauh
lebih cepat lagi.
Baru saja Si Ku-pei menggerakkan tubuhnya, tandu itu ikut
bergerak, ternyata pada tandu itu terdapat dua buah roda
besar terbuat dari kayu yang bisa berputar cepat dan lincah,
ketika tubuh Si Ku-pei melayang turun lagi ke bawah dinding
kota, tandu itu telah menerjang keluar dari pintu gerbang.
Semua kejadian berlangsung dalam waktu singkat,
membuat semua orang merasakan pandangan matanya kabur,
ternyata belasan jago yang hadir di arena tak seorang pun
yang sempat ikut ambil bagian, hingga suara roda tandu
semakin menjauh, baru semua orang tersadar dari
lamunannya.
Jelas Si Ku-pei telah melarikan diri dengan membawa
kekalahan besar, sebelum meninggalkan tempat itu dia
sempat membawa ketiga siluman yang tersisa dari Siu-Io-su-
yau dalam keadaan terluka, ketiga orang siluman itu saling
bertukar pandang sekejap, lalu secara tiba-tiba kabur dari situ
dengan berpencar ke tiga penjuru.
Yang satu kabur ke arah kiri, yang satu ke kanan dan orang
ketiga kabur menuju ke dalam kota ... tentu saja mereka tak
berani menerjang ke arah luar, karena Ui Thian-seng dan
kawan-kawan berada tepat di depan pintu gerbang kota.
Begitu mereka bergerak, Ui Thian-seng dan lainnya ikut
bergerak.
Ketika melihat 'Nyo Su-hay kabur menuju ke dalam kota, Ui
Thian-seng segera mengejar ke dalam kota.

606
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sementara Kim-gin-su-kiam-tong (empat bocah pedang


emas dan perak) menghadang jalan pergi 'Tiau Sin', mereka
pernah merasakan cambuk kuda 'Tiau sin', maka sebagai
bocah yang rasa ingin menangnya besar, mereka tak ingin
membiarkan orang itu kabur.
Khong Bu-ki, Ci Yau-hoa, Chin Ang-kiok, Yau It-kang
beserta si Pedang bambu, Pedang bunga bwe dan Pedang
anggrek serentak melompat naik ke atas dinding kota dan
mengejar lelaki bergolok itu ... hampir saja mereka jadi korban
terguyur minyak mendidih, tentu saja amat mendendam
terhadap lelaki itu, kalau bukan dia yang jadi sasaran, lalu
siapa pula yang akan dikejar?
Ternyata lelaki itu memiliki ilmu meringankan tubuh yang
hebat, tapi sayang di empat penjuru ada musuh yang
mengejarnya, bicara soal kepandaian silat, kemampuannya
sama sekali tidak di bawah Khong Bu-ki, Ci Yau-hoa maupun
Chin Ang-kiok, tapi bila harus tiga melawan satu, lelaki
bergolok itu sadar, sulit baginya untuk lolos dengan selamat,
apalagi di sana masih ada Yau It-kang serta tiga orang budak
pedang.
Dalam keadaan begini, terpaksa lelaki bergolok itu harus
berusaha keras meloloskan diri, dia berlarian di atas dinding
kota dan sedapat mungkin menghindari pertarungan secara
langsung dengan musuh.
Sayang sejauh-jauhnya dia melarikan diri, akhirnya sampai
juga di ujung jalan.
Tempat yang paling jauh nampaknya memang jauh sekali,
tapi suatu ketika kemungkinan akan terdampar di sana,
menjelajahi setiap jengkal tanahnya. Sebaliknya tempat yang
paling dekat, belum tentu pernah kau jelajahi untuk
selamanya.
Biasanya orang memang tak pernah menghargai benda
yang ada di sekelilingnya, orang selalu berharap bisa
mendapatkan sesuatu yang mustahil diperoleh, mengharapkan
sesuatu yang ada di tempat jauh, ketika tersadar kembali dan

607
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mengharapkan barang yang ada disekitarnya, seringkali benda


itu justru telah berubah jadi amat jauh sekali.
Oleh sebab itu, yang jauh seringkali justru dekat,
sebaliknya yang dekat justru seringkali malah jauh sekali.
Si Ku-pei menuju ke tempat yang jauh sekali, maka tibalah
dia di atas sebuah tebing curam yang dikelilingi jurang.
Si pentolan iblis menengok sekejap ke bawah, seakan yakin
tiada jalan lain untuk melarikan diri, pelan-pelan dia
membalikkan tubuh.
Dalam pada itu suara roda kayu yang menggelinding makin
lama semakin dekat, makin lama semakin menghampiri
tempatnya berdiri.
Bila Si Ku-pei tidak memilih arah itu untuk melarikan diri,
mustahil tandu beroda itu dapat menyusulnya.
Tapi sayang, kota Pak-shia memang dikelilingi tiga tebing
curam di sekitarnya, Si Ku-pei hanya memiliki sedikit
kesempatan untuk lolos dari kejaran lawan.
Semenjak terjun ke dalam dunia persilatan tiga puluh tahun
berselang, belum pernah gembong iblis ini mengalami nasib
setragis ini, dikejar orang hingga terdesak ke tebing buntu.
Suara roda tandu sudah semakin dekat, akhirnya tandu itu
berhenti. Di bawah cahaya rembulan, tandu itu mirip dengan
sebuah patung pemujaan, hanya saja tak ada yang melihat
jelas patung pemujaan itu merupakan Sin-beng yang mana.
Dengan menggenggam kencang tongkatnya, Si Ku-pei
berdiri tegak di tempat, serunya kemudian dengan suara
menyeramkan, "Tanpa Perasaan, kalau kau memang bernyali
ayo cepat menggelinding keluar, mari bertempur habis-
habisan!"
Jelas dia mulai menaruh perasaan ngeri dan seram
terhadap tandu kayu yang penuh misteri itu.
Terdengar orang yang berada di balik tandu berkata
dengan suara yang lebih dingin dari salju, "Aku ingin
mengajukan satu pertanyaan kepadamu."
"Tanyakan saja!" sahut Si Ku-pei setelah tertegun sejenak.

608
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Enam belas tahun berselang, di desa Pek-pok-cun, kota


Wei-yang propinsi Kang-siok terdapat seorang yang bernama
Seng Teng-thian, dia disebut juga Seng Pang-gan, orang
persilatan menyebutnya Bun-bu-pang-gan (sastra dan silat
menyolok mata), kau kenal dengan orang ini?"
"Seng Pang-gan ... Seng Pang-gan ... bukankah dia
mempunyai seorang bini yang dijuluki Giok-li-juan-soh (gadis
suci menembus jarum) Cheng Siu-gi?"
"Benar!"
Si Ku-pei segera mendongakkan kepala dan tertawa
panjang, "Hahaha ... benar, waktu itu aku sudah belasan
tahun terjun ke dalam dunia persilatan, selama itu tak pernah
ada orang yang berani merecoki mereka ... seorang saudaraku
yang melakukan suatu perbuatan di luar desa Pek-pok-cun
telah diketahui olehnya, maka dia gunakan jarum sulam untuk
membutakan sebelah matanya, tapi kemudian aku bersama
dua belas orang jago lainnya berhasil membantai seluruh
keluarganya dan memperkosa semua wanita yang ada di sana
... satu pun tak ada yang kami lepas
Berbicara sampai di sini ia berhenti Sejenak, kemudian
tegurnya, "Apa hubunganmu dengan Seng Teng-thian dan
Cheng Siu-gi?"
"Aku adalah putranya," jawab Tanpa Perasaan sepatah
demi sepatah.
Si Ku-pei agak tertegun, ujarnya setelah termenung
sejenak, "Bukankah keluarga Seng hanya berputra satu?"
"Benar!"
"Tapi aku masih ingat dengan jelas, bocah itu sudah
dibantai bahkan terbakar hangus dalam kebakaran besar."
"Aku pun masih ingat peristiwa itu dengan jelas, hanya ...
aku berhasil merangkak keluar dari kobaran api."
"Dan kakimu.... Si Ku-pei seakan menyadari sesuatu.
"Inilah hadiah yang kau berikan untukku," tukas Tanpa
Perasaan dingin.
"Hahaha Si Ku-pei tertawa seram, "kukira siapa kau,
rupanya kita adalah sobat lama."

609
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

......... (hal 211 tidak ada)


*****

..........apapun, malah pisau yang ternoda darah pun sama


sekali tak kelihatan.
Kayu pengusung tandu memang tiada gerakan, namun sisi
tandu justru ada.
Mendadak dari kedua sisi tandu itu terbuka dua buah
lubang, dari balik lubang muncul dua bilah penggaet yang
langsung mencengkeram tongkatnya dan mencekalnya kuat-
kuat.
Si Ku-pei amat terperanjat, lekas dia berusaha menarik
senjatanya ke belakang, namun penggaet itu telah
mencengkeram senjatanya.
Dalam panik dan kagetnya, cepat Si Ku-pei menarik sekuat
tenaga, demikian kuat tenaga tarikannya sehingga membuat
tandu itu ikut terseret maju, namun penggaet itu masih tetap
mencengkeram tongkatnya.
Si Ku-pei bukannya tidak tahu, jalan terbaik dan tercerdas
baginya saat ini adalah melepaskan tongkatnya sambil
mundur, namun dia pun sadar, begitu dia melepaskan
tongkatnya, maka jangan harap ilmu tongkat iblis gilanya bisa
digunakan lagi.
Sementara dia masih ragu, terlihat tiga titik cahaya merah
meluncur keluar dari balik kayu pengusung tandu.
Si Ku-pei enggan melepaskan tongkatnya, cepat ujung
bajunya digulung ke atas untuk melindungi wajahnya, tiga titik
cahaya merah itu seketika menghajar di atas baju itu.
Menggunakan kesempatan di saat lawan menutup
wajahnya dengan ujung baju, si Tanpa Perasaan segera
memanfaatkan dengan melancarkan serangan sekali lagi.
Tujuh buah cahaya kebiru-biruan melesat keluar dari
tangannya, langsung mengancam tujuh buah jalan darah
penting di tubuh Si Ku-pei.

610
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Menanti si Pentolan iblis menyadari datangnya bahaya,


ujung baju yang dipakai menutupi wajahnya itu mendadak
mulai terbakar hebat.
Ternyata ketiga titik cahaya merah yang dilontarkan
pertama kali tadi adalah peluru api.
Dalam posisi terbakar, biarpun Si Ku-pei tak ingin
melepaskan tongkatnya pun tak mungkin lagi, tapi biarpun dia
melepaskan cekalannya, ketujuh titik cahaya biru itu telah
menyambar tiba, untuk menghindarkan diri rasanya juga
sudah terlambat.
Sambil mengerutkan badan, sekuat tenaga Si Ku-pei
beringsut mundur ke belakang.
Dia mundur dengan cepat, namun cahaya biru itu mengejar
jauh lebih cepat lagi. Akhirnya si Pentolan iblis tetap tak
sempat menghindarkan diri maupun menyambut datangnya
serangan itu.
Tiba-tiba tubuh Si Ku-pei terjun ke bawah diikuti jeritan
ngeri yang memilukan hati.
Ketujuh titik cahaya biru memang melintas persis di atas
batok kepalanya, tapi tubuh Si Ku-pei sudah terpelanting
hingga tercebur ke dalam jurang.
Rupanya dia mundur terus dan lupa kalau di belakang
tubuhnya merupakan jurang yang amat dalam
Sehebat-hebatnya kungfu yang dimiliki Si Ku-pei, dia tetap
seorang manusia, jika seorang manusia terpeleset jatuh ke
dalam jurang maka tubuhnya pasti akan hancur lebur.
Tampak segulung bola api yang makin membara meluncur
ke dasar jurang dengan kecepatan luar biasa, bayangan itu
makin lama makin mengecil sebelum lenyap dari pandangan.
Kini yang terdengar hanya jeritan ngeri yang menyayat
hati, jeritan yang makin sayup sebelum akhirnya hilang sama
sekali.
Sebuah tangan yang putih memucat pelan-pelan
menyingkap tirai yang menutupi tandu.
Sinar rembulan yang redup memancar di atas wajah si
Tanpa Perasaan yang pucat, tidak nampak rasa sedih atau

611
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

duka di atas wajahnya yang kaku, juga tak nampak rasa


gembira, yang tersisa hanya lamunan yang lama ....
Ketika Tanpa Perasaan kembali ke Pak-shia, suasana dalam
kota Wu-yang-shia masih sepi bagai kota mati, seluruh kota
dicekam kegelapan, tiada cahaya lentera yang menerangi
tempat itu, pintu gerbang kota setengah terbuka, di situ pun
tak nampak sesosok bayangan manusia pun.
Kemana perginya Ui Thian-seng sekalian?
Diam-diam si Tanpa Perasaan mulai berpikir, dengan
kekuatan yang dimiliki rombongan Ui Thian-seng untuk
menghadapi ketiga siluman Siu-lo-sam-yau, mustahil mereka
dipecundangi lawannya.
Tapi kemana perginya kawanan jago lihai itu? Tanpa sebab
mustahil mereka lenyap begitu saja.
Sekalipun ada urusan penting mereka terpaksa harus pergi,
paling tidak harus meninggalkan orang untuk menyampaikan
berita ini kepadanya, atau paling tidak harus meninggalkan
kode rahasia sebagai petunjuk.
Tapi sekarang, tak ada manusia, juga tak ada kode rahasia.
Tanpa Perasaan segera merasa seakan ada sebuah jaring
raksasa dari laut yang sedang menghimpit dirinya, padahal dia
belum tahu siapa yang telah menyebar jaring raksasa itu.
Mendadak Tanpa Perasaan teringat Ci Yau-hoa, setiap kali
terbayang senyuman wanita itu, ia merasa pikiran dan
perasaan hatinya jadi kacau.
Perlahan-lahan si Tanpa Perasaan menjalankan kereta
tandunya memasuki pintu kota, pada saat itulah tiba-tiba dari
atas dinding kota meluncur sebuah benda yang langsung
mengincar tandunya, bersamaan dengan terjatuhnya benda
itu, terlihat selapis cahaya golok menggulung ke empat
penjuru.
Yang meluncur ke bawah tentu saja sesosok manusia, di
tangannya tergenggam sebilah golok, golok itu terarah dari
atas menuju ke bawah langsung menusuk tubuh si Tanpa
Perasaan.

612
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bokongan ini munculnya sangat tiba-tiba, tatkala Tanpa


Perasaan menyadari akan hal itu, sang pembokong sudah
berada di atas atap tandu.
Tampaknya orang itu cukup menyadari akan kelihaian ilmu
silat yang dimiliki orang dalam tandu, dia lebih suka
menerobos masuk ke dalam tandu terlebih dulu, kemudian
baru mengajak Tanpa Perasaan berduel mati hidup.
Tanpa Perasaan tidak memiliki ilmu silat, tentu saja dia tak
ingin berbuat demikian.
Tangannya segera menekan ke atas sebuah tombol
rahasia, sementara tubuhnya langsung roboh ke belakang.
Ketika orang itu tiba di dalam tandu, Tanpa Perasaan sudah
menyusupkan badannya ke dasar tandu.
Orang itu segera mencabut goloknya siap menusuk ...
menusuk dasar lantai tandu, langsung mengancam tubuh
musuh.
Tapi baru saja orang itu menerobos masuk ke dalam tandu,
jeritan ngeri yang memilukan hati segera berkumandang
memecah keheningan.
Tahu-tahu si Tanpa Perasaan sudah menggelinding keluar
dari dasar tandu, kemudian tanpa merasa jeri atau was-was
dia menyingkap tirai yang menutupi tandu itu ke samping.
Orang yang menyerbu ke dalam tandu masih berada pada
posisi semula, namun di atas dinding tandu telah bertambah
dengan tiga bilah pisau, semua pisau itu bersama-sama
menghujam punggung, dada kiri dan dada kanannya.
Dengan tusukan yang mematikan semacam ini, tentu saja
orang itu sudah tidak bernyawa lagi.
Melihat tampang orang itu, perasaan hati si Tanpa
Perasaan seketika serasa tenggelam ke bawah.
Ternyata orang itu tak lain adalah lelaki kekar bersenjata
golok, salah satu dari tiga siluman sakti yang tadi akan
menyiram minyak mendidih dan berhasil menghindar dari
sergapan pisau terbangnya,

613
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ternyata Siu-lo-sam-yau masih ada yang hidup, kalau


begitu apakah rombongan Ui Thian-seng telah mendapat
celaka?
Tanpa Perasaan tak sempat berpikir panjang lagi, dia
segera memencet lagi tombol rahasianya untuk menarik
kembali ketiga bilah pisau itu, lelaki itu segera roboh terkapar
ke tanah, dia menarik keluar mayat itu kemudian balik lagi ke
dalam tandu.
Tempat paling aman yang dia miliki sekarang adalah tandu
itu, hampir semua tombol rahasia yang ada di dalam maupun
di luar tandu merupakan hasil karyanya, dia sendiri yang
merancang dan memasangnya, oleh sebab itu dia paling
percaya dengan kemampuan tandunya.
Kehebatan yang dimiliki tandu itu bukan saja terkadang
bisa menutup kelemahannya karena tak berkaki, bahkan
kadangkala menjadi sahabat karibnya dalam menghadapi
pertempuran sengit.
Sayang tandu itu bukan manusia, namun karena bukan
manusia, orang lain tak pernah mewaspadainya, dengan
sendirinya makin banyak korban yang tewas olehnya.
Selain itu, lantaran tandu bukan manusia maka tak akan
terjadi jurang pemisah dalam hubungan antara mereka, juga
tak mungkin akan dikhianati. Justru karena 'dia' bukan
manusia, dia jauh lebih bisa dipercaya dan diandalkan.
Terhadap tandu ini, si Tanpa Perasaan menaruh perasaan
sayang dan akrab.
Dia masih ingat, suatu ketika sewaktu dia dibokong lima
puluh tiga orang jago kalangan hitam di puncak gunung Kun-
lun, tak seorang pun di antara kelima puluh tiga orang itu
berhasil menembus garis pertahanan tandu itu, sampai orang
terakhir roboh, tandu itu masih tetap tegap seperti sedia kala.
Tandu ini bukan hanya sahabat seperjuangannya, dia pun
tuan penolongnya sekaligus rumahnya.
Sejak kecil dia telah kehilangan sanak keluarga, kecuali
sewaktu berkumpul bersama Cukat-sianseng serta ketiga

614
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

orang saudara seperguruannya, hanya tandu itu merupakan


tempat yang paling nyaman baginya.
Teringat sanak keluarga, tanpa sadar Tanpa Perasaan
teringat juga akan Ci Yau-hoa.
Pada saat itulah dia pun telah melihat Ci Yau-hoa!
Perempuan itu tergeletak di atas tanah, sama sekali tak
bergerak, tapi ujung bajunya nampak bergerak, bergerak
karena hembusan angin malam yang dingin, ujung baju Ci
Yau-hoa bergerak karena digerakkan oleh angin.
Tiba-tiba saja Tanpa Perasaan merasa seolah dadanya kena
sebuah tonjokan yang sangat keras, seluruh tubuhnya jadi
kaku, tangannya terasa sangat dingin, begitu dingin hingga
merasuk ke tulang sumsum.
Kegelapan yang mencekam jagad semakin tebal, rembulan
lagi-lagi bersembunyi di balik awan tebal, saat itu dia tak
berani memastikan apakah Ci Yau-hoa masih hidup atau tidak.
Sambil menggigit bibir Tanpa Perasaan pelan-pelan
menggeser tandu berodanya mendekati tempat itu, sudah
kelewat banyak kekecewaan yang dialaminya sepanjang
hidup, sedemikian banyaknya hingga membuat dia memiliki
keberanian untuk menghadapi kekecewaan yang lebih banyak,
bahkan lebih berat sekalipun.
Tandu itu sudah tiba di hadapan Ci Yau-hoa, namun
perempuan itu masih juga belum bergerak, Tanpa Perasaan
masih belum bisa memastikan mati hidupnya, maka dia pun
melayang keluar dari balik tandunya.
Di bawah sinar beribu bintang, manusia mengenaskan
tanpa kaki ini tak lain adalah Tanpa Perasaan, opas kenamaan
yang tadi sempat menggetarkan hati kawanan 'iblis'.
Tanpa Perasaan sudah merangkak keluar dari tandunya,
dengan tangan sebelah ia memeriksa hembusan napas Ci Yau-
hoa, tangannya menyentuh kulit pipi yang kenyal dan halus,
bahkan hembusan napasnya masih terasa begitu hangat.
Saking girangnya hampir saja si Tanpa Perasaan menjerit
tertahan, dengan cepat dia menggerakkan tangannya untuk
memeriksa denyut nadi wanita itu.

615
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mendadak tangan Ci Yau-hoa melakukan gerakan


menggunting, dia berbalik mencengkeram urat nadi
tangannya, membuat tubuh pemuda itu tiba-tiba jadi kaku dan
kesemutan.
Sambil berjumpalitan Ci Yau-hoa melompat bangun dari
atas tanah, dengan gerakan yang cepat, lincah tapi indah dia
melancarkan sebuah tendangan, membuat tandu yang berada
di hadapannya terpental sejauh beberapa kaki dari posisi
semula.
Semua perubahan ini terjadi sangat mendadak dan mimpi
pun si Tanpa Perasaan tidak pernah menyangka akan terjadi
peristiwa semacam ini, tapi sekarang, biar sudah tahu pun
keadaan sudah terlambat.
Ia sangat gusar bercampur malu, malu dan gusar lantaran
ditipu mentah-mentah.
Dalam waktu singkat suasana pulih kembali dalam
keheningan, Ci Yau-hoa masih menggenggam tangan si Tanpa
Perasaan, sikapnya persis seperti sepasang kakak beradik
yang saling menyayang.
Perlahan-lahan Ci Yau-hoa berpaling dan memandang
wajah Tanpa Perasaan, senyumannya indah dan manis bagai
sekuntum bunga.
"Kau tahu, siapakah aku?" tegurnya.
"Mo-kouw, si Bibi iblis!" sorot mata Tanpa Perasaan begitu
dingin, begitu beracun, seolah sedang memandang seseorang
yang sangat asing.
Gelak tawa Ci Yau-hoa semakin melengking tapi merdu,
merdu bagai suara keleningan yang terbuat dari perak.
"Betul!" jawabnya, "akulah si Bibi iblis Ci Yau-hoa!"
Tanpa Perasaan menutup mulutnya rapat-rapat, bagaikan
sebongkah batu karang, ia tidak bersuara lagi.
Ci Yau-hoa memandang sekejap ke arahnya, seakan
merasa geli dan terhibur, bagaikan seorang kakak sedang
menggoda adiknya, ia bertanya, "Kau ingin tahu tidak Ui
Thian-seng sekalian berada dimana?"

616
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tanpa Perasaan menggeleng ketus, jika Ci Yau-hoa terbukti


adalah 'Bibi iblis', apa lagi yang bisa dibicarakan tentang Ui
Thian-seng sekalian?
"Aku tahu apa yang sedang kau pikirkan," ujar Ci Yau-hoa
kemudian sambil menggeleng kepala berulang kali, "kau tak
usah kuatir, aku tidak membunuh mereka, sekarang hanya
jalan darahnya saja yang kutotok, tapi bila jalan darah itu
dibiarkan tertotok lebih dua jam, peredaran darah dalam
tubuh mereka lambat-laun akan semakin melamban, nah, saat
itulah mereka akan berwujud 'manusia obat' ciptaanku."
Rupanya setelah Tanpa Perasaan berlalu untuk mengejar Si
Ku-pei si Pentolan iblis, Khong Bu-ki, Chin Ang-kiok, Yau It-
kang beserta tiga dayang pedang yang melakukan pengejaran
terhadap lelaki bergolok itu tiba-tiba merasa pinggangnya jadi
kaku, kemudian badannya roboh terjungkal ke atas tanah
dalam kondisi lemas.
Setelah lelaki bergolok itu melarikan diri, diam-diam dia
menyusup balik ke dalam kota Pak-shia, sebenarnya ia
bertujuan menanti kedatangan Si Ku-pei, ternyata yang
muncul adalah si Tanpa Perasaan, maka memanfaatkan
kesempatan itu dia pun melancarkan serangan bokongan,
daripada dia yang mati di tangan pemuda itu, lebih baik ia
turun tangan terlebih dulu.
Menyusul kemudian empat bocah pedang emas dan perak
pun muncul di sana.
Waktu itu ke empat bocah pedang sedang bertarung sengit
melawan 'Tiau Sin', mendadak salah seorang di antara mereka
roboh lemas, bocah yang lain jadi tertegun melihat
kemunculan Ci Yau-hoa, tidak sempat melakukan sesuatu
tindakan, dia menyusul rekannya roboh lemas ke tanah.
Memanfaatkan kesempatan ini, 'Tiau Sin' melarikan diri dari
tempat itu.
Dua orang bocah yang tersisa, tentu saja bukan tandingan
Ci Yau-hoa, tidak selang berapa saat kemudian mereka berdua
berhasil ditaklukkan.

617
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Di pihak lain, Ui Thian-seng sedang mengejar ketat 'Nyo


Su-hay', ketika tiba-tiba ia merasa di samping tubuhnya telah
bertambah dengan seorang, ketika berpaling dan melihat
orang Hu adalah Ci Yau-hoa, tanpa terasa pikirnya, "Sungguh
apes kalau mesti mengejar musuh bersama kaum wanita
Baru saja pikiran itu melintas, tahu-tahu jalan darah Giok
seng-hiat sudah kaku dan tubuhnya seketika roboh lemas ....
Sambil tertawa genit Ci Yau-hoa pun berkata, "Sekarang
mereka sudah terjatuh ke dalam genggamanku, tak sampai
sebulan lagi, mereka akan menjadi 'manusia obat', anak buah
andalanku, inginkah kau mengetahui kemana saja perginya
penghuni kota Pak-shia?"
Tanpa Perasaan mendengus dingin, sikapnya kaku dan
keras, sekeras batu karang.
"Kau memang keras kepala," kembali Ci Yau-hoa berkata
sambi) tertawa, "tapi aku tetap akan memberitahu kepadamu,
seperempat bagian penghuni kota Pak-shia telah mati di
tangan kami, yang mati kelaparan atau mati lantaran sakit ada
seperempat, yang berhasil kami tangkap dan dijadikan
'manusia obat' ada seperempat bagian, sisanya yang
seperempat sudah kabur ke bukit Cay-kwan-leng lantaran kota
Pak-shia sudah tak dapat dipertahankan lagi, namun sayang
mereka pun terkepung rapat, jangan harap bisa kabur dari situ
dalam keadaan selamat."
Setelah memandang Tanpa Perasaan sekejap, Ci Yau-hoa
berkata lebih jauh, "Kau tentu merasa heran bukan? Padahal
aku berada bersama kalian, sedang si Pentolan iblis, Dewa
iblis serta Malaikat iblis sudah mampus, siapa lagi yang
sanggup mengepung mereka? Terus terang saja kukatakan,
kecuali Ciu Pek-ih dan Pek Huan-ji, mereka sudah tak punya
kemampuan untuk bertarung lebih jauh, maka aku pun
memerintahkan Peronda selatan, Peronda barat serta Peronda
utara untuk mengawasi gerak-gerik mereka ... aku dengar kau
berhasil membantai si Peronda timur, mungkin saja orang-
orangku tak sanggup menahan dirimu, tapi untuk menahan

618
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kawanan prajurit yang sudah cidera parah itu rasanya tidak


susah."
Melihat si Tanpa Perasaan tertawa dingin, Ci Yau-hoa
segera menegur, "Apa yang kau tertawakan?"
"Hm, jika ketiga perondamu punya kemampuan untuk
menahan mereka, kenapa tidak langsung saja menyerbu ke
dalam kuil dan meringkus mereka!" jengek Tanpa Perasaan
ketus.
Dengan wajah sungguh-sungguh Ci Yau-hoa mengangguk.
"Ternyata rahasiaku berhasil kau bongkar! Betul, kami
memang tidak kuatir dengan kemampuan orang-orang itu,
tapi mereka telah sesumbar, katanya jika kami bersikeras
menyerbu masuk, bukan saja mereka tak bakal menyerah
bahkan mereka mengancam akan bunuh diri masal, agar niat
kami menciptakan 'manusia obat' gagal. Tentu saja aku tak
boleh bertindak gegabah, yang kuinginkan adalah manusia
hidup, sebab hanya manusia hidup yang bisa dipakai untuk
menciptakan 'manusia obat'!"
Tiba-tiba si Tanpa Perasaan menatapnya tanpa berkedip.
Ci Yau-hoa tertawa cekikikan, serunya manja, "Ada apa?
Kau sudah tidak mengenali aku?"
"Bukan," tukas Tanpa Perasaan dingin, "aku hanya merasa
tak habis mengerti, buat apa kau menciptakan begitu banyak
manusia obat?"
Mendadak Ci Yau-hoa tertawa terbahak-bahak, seakan baru
saja ia mendengarkan lelucon yang paling menggelikan di
dunia ini, tertawa sampai terbungkuk-bungkuk dan badannya
gemetar keras, namun cekalannya pada urat nadi di
pergelangan pemuda itu sama sekali tidak mengendor.
"Buat apa menciptakan begitu banyak manusia obat? Tentu
saja untuk merajai kolong langit! Di bawah pimpinanku
sekarang, ada begitu banyak jagoan tangguh yang rela dan
ikhlas mengorbankan nyawa demi diriku, seperti Jian-li-it-tiam-
heng (ribuan li hanya setitik noda) Chin Sam-kang, Leng-siau-
hui-to-jiu (tangan golok terbang) Wu Si-hiong, Tiang-siu Tojin
dari Bu-tong-pay, Thiat-cing Taysu dari Siau-lim-pay ... bila

619
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

aku berhasil mengobrak-abrik Tang-po, Lam-ce dan Say-tin,


maka akulah jago nomor wahid di kolong langit. Hahaha...
Tanpa Perasaan mengawasi wajahnya, seakan-akan sedang
mengawasi seekor hewan buas yang mengenakan topeng kulit
manusia, sampai lama sekali dia termenung, kemudian
dengan nada setajam sembilu ia bertanya, "Lantas kemana
perginya kawanan manusia obat itu?"
"Sebuah pertanyaan yang sangat bagus," mendadak Ci
Yau-hoa bersikap jauh lebih tenang, "selama beberapa waktu
terakhir, aku memang belum pernah menggunakan kekuatan
mereka, tapi mulai sekarang, setiap saat aku bakal
mengundang mereka dan memanfaatkan kekuatan mereka."
Tanpa Perasaan mendengus dingin, kembali ia berkata,
"Dulu kau keberatan menggunakan kawanan 'manusia obat'
lantaran si Pentolan iblis, Dewa iblis maupun Malaikat iblis
mengerti juga cara pemakaian kawanan manusia itu, bahkan
merekalah yang telah membantumu menawan kawanan
manusia itu, sedang kau hanya berpikir bagaimana bisa
menguasai kolong langit ini, kau tak rela berbagi kekuasaan
dengan orang lain, kau ingin mengangkangi semua itu
seorang diri, bukankah begitu?"
Berubah hebat paras muka Ci Yau-hoa, tapi sejenak
kemudian sahutnya sambil tertawa, "Ternyata kau sangat
teliti! Betul, aku memang punya pemikiran begitu! Akulah
yang sengaja mengatur siasat agar keempat iblis Su-toa-thian-
mo menghadapi kalian satu per satu sehingga akhirnya satu
demi satu pula berhasil kalian musnahkan. Memancing
amarahmu dan amarah Cukat-sianseng di Pakkhia pun
merupakan usul dan gagasanku. Aku memang berniat
meminjam kekuatanmu untuk memusnahkan Cun Yu-siang,
Lui Siau-jut serta Si Ku-pei, coba kalau aku tidak sengaja
mengatur rencana ini, memangnya kekuatan kalian mampu
menghancurkan kerja sama mereka?"
Kemudian dengan wajah amat kereng dan serius dia tatap
wajah si Tanpa Perasaan lekat-lekat, kemudian dengan
sepatah demi sepatah dia melanjutkan, "Padahal biarpun aku

620
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

hanya seorang diri, aku tetap sanggup merobohkan kalian.


Sebab sejak awal hingga akhir, kalian tak lebih hanya alat atau
kekuatan yang kumanfaatkan demi mencapai tujuan."
Tanpa Perasaan merasakan timbulnya hawa dingin yang
merasuk ke tulang sumsumnya, namun penampilan ia tetap
bersikap tenang seolah sama sekali tak terpengaruh oleh
perkataan itu, katanya setelah menghela napas panjang, "Ai,
sungguh tak nyana manusia macam Cun Yu-siang, Lui Siau-jut
dan Si Ku-pei pun telah kau peralat untuk mencapai tujuan
dan ambisimu, kasihan mereka, sampai ajalnya pun mereka
masih belum tahu apa gerangan yang telah terjadi."
Tiba-tiba Ci Yau-hoa tertawa lagi, suara tawanya amat
merdu bagai keleningan perak, cantik bagaikan sekuntum
bunga di musim semi.
"Kami berempat mengetahui cara dan mengendalikan
'manusia obat', tapi kini, hanya aku seorang yang mengetahui
dan menguasai ilmu rahasia itu. Terus terang, semua kawanan
'manusia obat' yang kami ciptakan kini tersimpan rapi dalam
sarang kami di gua Hian-thian-tong, bukit Kiu-liong-san.
Akulah yang mengusulkan agar sementara waktu jangan
menggunakan 'manusia obat' lebih dahulu, sebab semakin
lama tersimpan, daya kerja obat dalam tubuh kawanan
'manusia obat' semakin berkhasiat dan aman dipakai ...
padahal alasan seperti ini sesungguhnya bohong, hanya
bertujuan membohongi mereka. Aku paling benci
menggunakan barang yang sama dengan orang lain, bagiku,
daripada digunakan bersama, lebih baik aku musnahkan saja
"Sekarang kau sudah cukup puas memperalat diriku,
biarkan aku segera mati," ujar Tanpa Perasaan kemudian
dengan tenang.
Kembali Ci Yau-hoa tertawa, sambil menatap pemuda itu
katanya, "Bagaimana mungkin aku tega melihat kau mati?"
"Memangnya kau akan menciptakan 'manusia obat' dengan
tubuhku?" jengek Tanpa Perasaan sambil tertawa dingin.
"Sayang kawanan 'manusia obat' memiliki sebuah
penyakit."

621
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Perempuan itu mengira Tanpa Perasaan pasti akan


bertanya penyakit macam apa yang dimaksud, siapa tahu
pemuda itu sama sekali tak bertanya, bukan saja mulutnya
terkatup rapat bahkan seakan masalah itu sama sekali tak ada
sangkut-paut dengan dirinya.
Sekali lagi Ci Yau-hoa menghela napas panjang. "Walaupun
kawanan 'manusia obat' itu sangat taat dan setia, namun otak
mereka jadi bebal dan tak sanggup memikirkan persoalan
apapun .... Kejadian pertama yang akan mereka alami karena
pengaruh obat adalah kehilangan daya ingatan, membuat
bebal kepintaran dan kecerdasan berpikir, setelah orang
kehilangan akal budi, dengan sendirinya ilmu silatnya juga jadi
bebal dan kaku, kemampuan bertarungnya pasti berkurang
banyak
Setelah bertukar napas, kembali terusnya, "Bila kau
kujadikan 'manusia obat', sudah pasti kau tak bisa lagi menaiki
tandumu itu, bahkan akan kehilangan seluruh kepintaran serta
daya pikirmu, kemampuanmu melepaskan senjata rahasia
juga bakal terpengaruh, apalagi kau memang tak pandai
bersilat ... terus terang, setelah berkelana selama puluhan
tahun dalam dunia persilatan, aku mulai merasa kesepian ...
mulai merindukan seorang pendamping...
Berbicara sampai di sini, dia menghela napas sedih,
katanya setelah menarik napas panjang, "Sejak perbincangan
kita di atas bukit malam tadi, aku mulai menyukai dirimu. Bila
nanti aku telah menjadi manusia nomor satu di kolong langit,
kau adalah suami dari si manusia nomor wahid itu,
kesempatan semacam ini tak nanti bisa diperoleh orang lain
kecuali kau. Aku memang sangat membutuhkan manusia
secerdas dirimu, untuk membantu aku mewujudkan ambisiku
menguasai seluruh jagat!."
Mimik muka si Tanpa Perasaan saat ini ibarat seorang yang
menelan sebutir telur ayam ... sebutir telur ayam berikut
cangkang luarnya ... begitu terkesima, tertegun bercampur
keheranan.

622
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kau butuh kecerdasanku untuk menyelesaikan ambisimu


menguasai jagad? Masa kau tidak melihat kalau sepasang
kakiku lumpuh, tanpa senjata rahasia di tangan, aku tak
punya kemampuan apapun, sesuaikah manusia macam diriku
sebagai calon pendampingmu?"
"Ketika berada di puncak bukit tadi, aku telah menyelidiki
latar belakang kehidupanmu secara jelas," ujar Ci Yau-hoa
dengan nada mesra, "aku tahu, kau sudah tak punya sanak
keluarga, manusia seperti inilah yang paling cocok dengan
pilihanku. Apalagi dengan posisi dan kedudukanmu sekarang,
aku akan memperoleh banyak kemudahan ketika menaklukkan
ketiga opas lainnya bahkan termasuk Cukat-sianseng
sekalipun. Ketika orang Pak-shia melihat kemunculanmu,
mereka pun pasti akan menyambut kedatanganmu dengan
riang gembira, asal kau berhasil menguasai Ciu Pek-ih dan Pek
Huan-ji dalam sekali gebrakan, mungkin kesempatan bagi
mereka untuk bunuh diri pun akan hilang...
Sekali lagi Ci Yau-hoa tertawa terkekeh-kekeh, dibelainya
rambut si Tanpa Perasaan dengan tangannya yang lain,
kemudian bisiknya lagi, "Biarpun usiamu sedikit lebih muda
dan lagi tidak memiliki sepasang kaki ... namun aku tak bakal
menyia-nyiakan dirimu."
Mendadak Tanpa Perasaan tertawa, selanya, "Sebetulnya
biarpun kau sedikit rada jelek, aku pun tidak keberatan, tapi
sayangnya kau sudah kelewat tua, sedemikian tuanya hingga
lebih cocok jadi ibuku."
Tangan Ci Yau-hoa yang sedang membelai rambut Tanpa
Perasaan tiba-tiba berubah jadi kaku dan tegang bagaikan
baja, secepat kilat dia tampar wajah pemuda itu sambil
menghardik, "Kau sudah bosan hidup?"
Bekas lima jari membekas di wajah Tanpa Perasaan yang
pucat, bercak darah membasahi ujung bibirnya, namun ia
berbicara lagi sambil tertawa, "Memang paling baik kalau kau
membiarkan aku mati duluan, kalau tidak, beberapa tahun lagi
aku mesti hidup menduda ... kalau kau keburu mati duluan

623
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

lantaran tua, bukankah posisi manusia nomor wahid di kolong


langit akan jadi bagianku?"
Ci Yau-hoa mementang kesepuluh jari tangannya siap
menghajar batok kepala Tanpa Perasaan, mendadak paras
mukanya yang telah hijau membesi itu mulai mengendor
kembali, sambil tertawa katanya, "Aku tahu, kau memang
sengaja memanasi hatiku agar kau bisa mati duluan, hm, aku
justru sengaja tidak membiarkan keinginanmu terpenuhi ...
sekarang aku akan membiarkan kau menyaksikan raut
mukaku yang sesungguhnya, aku ingin tahu apakah kau tidak
menyesal lantaran telah menolak pinanganku tadi!"
Sambil berkata Ci Yau-hoa membalikkan tubuh sambil
mengusap wajah beberapa kali, mendadak bentaknya, "Lebih
baik kau jangan sembarangan bergerak, mungkin aku tak
akan membiarkan kau mati, tapi membuat lumpuh sepasang
tanganmu bukan pekerjaan yang sulit bagiku!"
Tak selang lama, Ci Yau-hoa kembali membalikkan badan.
Kini dia tampil dengan wajah aslinya, sebuah wajah yang jauh
lebih matang ketimbang tadi, bahkan paras mukanya jauh
lebih cantik dan menawan hati, apalagi sewaktu tersenyum,
kecantikan wajahnya tak terlukiskan dengan kata-kata.
Sekalipun Ci Yau-hoa telah melepaskan topeng kulit
manusia yang dikenakan, namun raut mukanya tidak jauh
berbeda dengan wajahnya sekarang, karena sehebat-
hebatnya ilmu menyaru muka yang dimiliki seseorang,
mustahil baginya untuk merubah orang tinggi jadi pendek dan
gemuk jadi kurus, orang yang teramat jelek jadi orang yang
teramat cantik, mustahil ada kepandaian ilmu menyaru muka
semacam ini di kolong langit, sebab bila ada yang mampu, di
dunia ini tak mungkin lagi ada orang bertampang jelek.
"Bagaimana?" seru Ci Yau-hoa lagi dengan penuh rasa
bangga.
"Aku hanya ingin kau secepatnya mampus," jawab Tanpa
Perasaan hambar.
"Masa tak ada pilihan lain?" seru Ci Yau-hoa sambil tertawa
manis.

624
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Tidak ada!"
Ci Yau-hoa termenung sambil berpikir sejenak, akhirnya
setelah menghela napas dia mengangkat telapak tangannya
seraya berkata, "Tampaknya terpaksa aku harus
membunuhmu!"
Tanpa Perasaan tidak berkata apa-apa, pelan-pelan dia
memejamkan sepasang matanya
Mendadak Ci Yau-hoa menurunkan kembali tangannya, lalu
berseru keras, "Peronda Ma, bukankah kau ingin membalas
dendam atas kematian Peronda Cong? Kuserahkan orang ini
kepadamu."
Dari atas tembok kota terdengar seorang menyahut.
Ci Yau-hoa segera berpaling dan bisiknya kepada si Tanpa
Perasaan dengan suara lirih, "Kau tahu, kenapa aku serahkan
kau kepada si Peronda barat Ma Kok-kong? Sebab dia punya
julukan Lak-jiu-jui-hun-ciam (Tangan ganas jarum penghancur
sukma), caranya membunuh orang paling keji, paling telengas
dan tak kenal ampun, hubungan batinnya dengan Peronda
Cong paling dekat, sedang si Peronda timur telah tewas di
tanganmu, maka dia pasti akan menusuk seluruh badanmu
hingga mirip seekor landak, membuat sepasang tanganmu
lumpuh kemudian baru mati secara perlahan-lahan
Ketika berbicara sampai di sini Ci Yau-hoa sengaja berhenti
sejenak, kemudian baru tertawa cekikikan. Mendadak serunya
lagi, "Peronda Ma, kuserahkan orang ini kepadamu."
Tampak seorang berbaju biru perlahan-lahan berjalan
mendekat, langkah kakinya yang berat dan kaku sudah lebih
dari cukup membuat perasaan hati orang bergidik.
Bagaikan sesosok sukma gentayangan yang muncul dari
balik kegelapan, orang itu berjalan mendekat, Tanpa Perasaan
merasa hatinya seakan tenggelam ke bawah.
Pada saat itulah tiba-tiba Tanpa Perasaan mengendus
sejenis bau hangus yang sangat aneh dan menusuk
penciuman.
Baru saja Ma Kok-kong berjalan mendekat, sambil tertawa
Ci Yau-hoa sudah bertanya, "Menurut pendapatmu, lebih baik

625
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kita cabuti dulu otot-otot tangannya, atau lebih baik kita tusuk
matanya agar menjadi buta duluan?"
"Orang buta!" sahut Ma Kok-kong dengan suara berat,
begitu selesai bicara sebatang jarum emasnya sudah menusuk
ke depan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Pada saat bersamaan, dengan wajah berubah hebat Ci Yau-
hoa sudah menghardik keras, "Kau bukan....
Jarum emas itu menyambar tiba dengan kecepatan luar
biasa, bukan Tanpa Perasaan yang dijadikan sasaran,
melainkan alis mata Ci Yau-hoa yang diarah.
Bersamaan waktu Tanpa Perasaan yang semula bertangan
kosong, secepat kilat telah mencabut pula sebilah pisau belati
dan langsung dibabatkan ke arah iga kanan perempuan iblis
itu.
Baru saja dua serangan itu berkelebat, dari sisi utara kota
Pak-shia muncul lagi dua sosok bayangan, dua bilah kapak
tajam langsung membabat punggung Ci Yau-hoa, sementara
sebuah cambuk langsung menggulung tenggorokannya.
Dalam waktu singkat Ci Yau-hoa telah menjadi sasaran
orang banyak, berbagai macam senjata tajam yang berbeda
bersama-sama menyambar mengancam sekujur tubuhnya,
sedemikian hebatnya serangan itu membuat perempuan iblis
ini tak berani turun tangan secara gegabah.
Ci Yau-hoa kembali membentak nyaring, sementara tangan
kirinya melancarkan cengkeraman, kepalanya sedikit
dimiringkan ke samping, begitu tangan kanan mengendor,
sebuah tendangan kaki kanan telah dilontarkan, lalu tangan
kanannya kembali dibalik, kali ini mencengkeram dua bilah
kapak tajam yang menyambar tiba.
Tangan kirinya yang melancarkan cengkeraman segera
berhasil menangkap cambuk kuda yang menyambar tiba,
tendangan kaki kanan membuat tubuh Tanpa Perasaan
terpental sejauh beberapa kaki, dengan demikian sabetan
belati yang dilancarkan anak muda itupun mengenai tempat
kosong.

626
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam situasi yang serba ruwet dan kalut, Ci Yau-hoa


miringkan kepalanya menghindari ancaman yang mengarah
alis mata, jalan darah kematiannya, mendadak mata sebelah
kirinya terasa sakit sekali, kemudian secara tiba-tiba segala
sesuatunya berubah menjadi hitam.
Ci Yau-hoa menjerit ngeri, suaranya tinggi melengking
menyayat hati, ibarat lolongan serigala atau jeritan kuntilanak,
membuat siapa pun yang mendengar merasa badannya
menggigil dan hatinya bergidik.
Rupanya gagal mengancam nyawa Ci Yau-hoa, secara tiba-
tiba 'Ma Kok-kong' telah melepaskan jarum emasnya.
Jeritan ngeri Ci Yau-hoa segera berubah jadi pekikan
nyaring yang sangat dahsyat, ketika sepasang tangannya
direntangkan ke depan, orang yang bersenjatakan cambuk
kuda dan sepasang kapak segera terpental jatuh ke belakang,
dengan satu sambaran Ci Yau-hoa mencabut keluar jarum
emas yang menancap di mata kirinya lalu dengan tangan yang
lain dia tekan kelopak matanya yang berdarah itu.
Kini rambutnya sudah awut-awutan terurai ke bawah,
dengan mata kanannya yang melotot besar dia mengawasi
jarum emas yang masih berlepotan darah, darah yang
bercucuran dari mata kirinya.
Dua orang jago yang mencelat karena dorongan tangan
lawannya tadi, kini sudah merangkak bangun dan melakukan
pengepungan, tapi rasa takut bercampur ngeri telah
mencekam perasaan mereka, karenanya tak seorang pun
berani turun tangan secara gegabah.
Dalam pada itu, entah sejak kapan 'Ma Kok-kong' telah
menggenggam sebuah tongkat dan mengawasi si Bibi iblis Ci
Yau-hoa dengan pandangan dingin.
"Hah, kamu!" terdengar Ci Yau-hoa menjerit kaget, "kau ...
kau belum mati?"
'Ma Kok-kong' tertawa seram, "Hehehe ... tentu saja belum
mati, kalau aku mati, kau pasti akan merasa sangat gembira
Sementara itu si Tanpa Perasaan yang tertendang hingga
mencelat sejauh beberapa kaki, hingga kini belum sanggup

627
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

merangkak bangun, tenaga dalamnya memang sangat cetek,


tendangan itu membuatnya amat kesakitan hingga untuk
beberapa saat dia kehilangan tenaga untuk melakukan
sesuatu.
Walaupun begitu, ketika ia mengendus bau sangit karena
barang yang hangus tadi, dia segera tahu kalau orang yang
muncul pasti bukan si Peronda barat Tangan ganas jarum
penghancur sukma Ma Kok-kong.
Sebab dari bau hangus itu, dia dapat memperkirakan bau
itu berasal dari sesuatu benda yang terbakar karena serangan
peluru phospor ciptaannya.
Memang tak salah, orang itu memang tak lain adalah si
Pentolan iblis Si Ku-pei yang terlempar hingga terjatuh ke
dasar jurang tadi.
Bagaimanapun juga, rase memang sangat licik dan banyak
akal, bukan saja gembong iblis itu pandai melakukan
kejahatan, dia pun sangat pintar meloloskan diri bahkan
berpura-pura mati.
Dan seandainya orang itu memang Si Ku-pei, berarti semua
pembicaraan Ci Yau-hoa pun sudah terdengar olehnya,
bagaimana mungkin dia rela melepaskan perempuan iblis itu?
Maka Tanpa Perasaan segera mengambil keputusan, inilah
satu peluang emas baginya, bila dia tidak memanfaatkan
peluang ini untuk meloloskan diri, dapat dipastikan dia bakal
mati di tangan Ci Yau-hoa, bahkan seandainya perempuan
iblis itu bersedia mengampuni nyawanya pun, belum tentu Si
Ku-pei bersedia melepaskan dirinya.
Dia pun tahu, kedatangan Si Ku-pei kali ini bertujuan
membunuh Ci Yau-hoa, tentu saja dia bukan muncul untuk
menyelamatkan nyawanya.
Sementara itu Si Ku-pei telah tertawa seram, suara
tertawanya selicik lolongan rase, ujarnya, "Ci Yau-hoa, biarpun
kau pintar, sayang aku pun tidak bodoh, boleh saja Lui-losam
dan Cun-yu Losu tergila-gila oleh kecantikan wajahmu, namun
aku selalu berada dalam keadaan sadar dan jernih pikiran."

628
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Selama ini aku selalu heran, kenapa kau sengaja memisah


kekuatan menjadi beberapa rombongan, mula-mula kau
beralasan buat apa membunuh ayam menggunakan pisau
penjagal sapi, tapi Cun-yu Losu telah mati, bahkan Lui-losam
pun ikut tewas, sedang kau tetap bersikeras ingin
menggunakan cara begini. Akhirnya mau tak mau timbul juga
kecurigaan dalam hatiku ....
"Sewaktu aku bertarung melawan Tanpa Perasaan di atas
tembok kota, aku sempat melihat ada seorang yang selalu
bersembunyi di belakang orang lain, karena kuanggap Ui
Thian-seng dan rombongannya tak mungkin berbuat
demikian, tanpa sadar aku sempat memperhatikan lagi
beberapa kejap, meski wajahmu telah berubah, namun aku
masih mengenali potongan tubuhmu ... aku segera tahu kalau
orang itu adalah kau....
"Aku semakin curiga ketika melihat kau belum juga turun
tangan membantuku, maka aku pun menggunakan alasan
kabur karena desakan lawan, aku berusaha melarikan diri dari
situ agar bisa lolos dari kejaran Tanpa Perasaan, kemudian
aku pun sengaja terjun ke dalam jurang, padahal aku tahu di
sisi jurang terdapat sebuah pohon besar dengan akar yang
kuat, aku pun tahu dengan gerak-gerik Tanpa Perasaan yang
tidak leluasa, mustahil dia akan menengok ke tepi jurang ...
tapi hebat juga serangan bocah monyet itu, dia sempat
membakar badanku hingga hangus sebagian!"
Sambil berkata, Si Ku-Pei pelototi Ci Yau-hoa dengan mata
mendelik, kembali bentaknya, "Setelah balik kemari, aku
segera mengumpulkan kedua orang sisa anak buahku untuk
menyusup dan bersembunyi di sini, menggunakan kesempatan
di kala kau berbincang-bincang dengan Tanpa Perasaan,
kurobohkan dulu Ma Kok-kong, ketika kau memanggil keluar
aku tadi, kukira rahasiaku sudah ketahuan ... aku pun tahu,
sekali aku unjuk diri maka cepat atau lambat penyamaranku
pasti akan ketahuan, apalagi dengan ketajaman matamu itu,
daripada mati konyol lebih baik turun tangan duluan. Hm,
Yau-hoa, selama ini aku Si ku-pei selalu bersikap ramah dan

629
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

baik kepadamu, aku selalu menganggap kau bagaikan putri


kandungku sendiri, bukan saja menyayangimu, bahkan
mengajarkan ilmu silat kepadamu, agar kau ternama dan
hebat. Tapi sekarang, setelah kungfumu jauh lebih hebat dari
aku, setelah nama dan pamormu jauh mengungguli aku,
bukan saja kau telah membantai yang lain, termasuk aku pun
tidak kau lepas, kau ... sungguh kejam hatimu!"
Ci Yau-hoa masih mengawasi jarum emas dalam
genggamannya dengan matanya yang sebelah, noda darah
telah membasahi seluruh wajahnya, ia nampak sangat
menakutkan dan menggidikkan hati. Sehebat-hebatnya ilmu
menyaru muka yang dia miliki, mustahil bisa menyembuhkan
kembali matanya yang sudah buta.
Sambil tertawa dingin kembali Si Ku-pei berkata, "Hm, coba
kalau bukan lantaran tidak terbiasa dengan senjata tadi,
mungkin saat ini kau bukan hanya buta, mungkin nyawamu
sudah melayang sejak tadi."
Mendadak Ci Yau-hoa berteriak keras, "Coba kalau senjata
yang kau gunakan adalah senjata lain, bukan saja tak akan
mampu mendekati aku, yang mampus sudah pasti kau!"
Si Ku-pei tertawa tergelak, "Hahaha ... Ci Yau-hoa, orang
lain mungkin takut kepadamu, tapi aku tidak takut, apalagi
matamu sudah buta sebelah, sekarang kau lebih mirip seorang
nenek sihir."
Ci Yau-hoa mendongakkan kepalanya, dalam waktu singkat
wajahnya seolah menjadi tua tiga puluh tahun, raut mukanya
penuh keriput dan amat mengerikan, mendadak sambil
menjerit ia menerjang ke muka.
Jeritan lengking itu amat aneh, dari kejauhan sana segera
berkumandang dua kali jeritan lengking yang mirip dengan
jeritan itu.
Sementara itu Ci Yau-hoa sudah bertempur sengit melawan
Si Ku-pei, seluruh angkasa seakan diliputi bayangan tongkat
yang berlapis-lapis serta bayangan kuning yang menyambar
kian kemari, sedemikian cepatnya jurus serangan yang
digunakan hingga nyaris sulit diikuti.

630
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

.......... (halaman 233 tidak ada)

***

............ru, Ui-lopocu, saudara Khong, Chin-lihiap, apakah


kalian berada di sana?
Tak ada jawaban, suasana tetap hening.
Tanpa Perasaan mencoba memasang telinga dan
memperhatikan dengan seksama akhirnya ia mendengar suara
dengusan napas yang sangat lirih, bahkan suara napas itu
rasanya berasal dari dengusan napas tiga empat orang.
Kembali Tanpa Perasaan berkata dengan suara berat, Jika
Ui-lopocu yang ada di dalam dan jalan darah tertotok, harap
gunakan ilmu pernapasan ikan paus untuk membuktikan
identitasmu.
Benar saja, dari dalam gua segera terdengar suara
dengusan napas yang sangat berat dan dalam.
Ketika jalan darah seorang tertotok, bukan saja dia tidak
leluasa untuk bergerak, bahkan napas pun ikut tersendat dan
kurang lancar, maka bila seorang memiliki tenaga dalam
sempurna dan bertemu dengan penotok jalan darah yang
agak lemah tenaga dalamnya, seringkah jalan darah yang
tertotok dapat dijebol sendiri dengan kekuatan hawa
murninya.
Tanpa Perasaan segera menerjang masuk ke dalam,
mengeluarkan geretan dan menyulutnya, betul juga, ia
saksikan Ui Thian-seng, Chin Ang-kiok, Khong Bu-ki, Yau It-
kang, Pedang anggrek, Pedang bunga bwe, Pedang bambu
beserta empat bocah pedang emas dan perak tergeletak tak
keruan di atas permukaan gua, jalan darah mereka telah
tertotok.
Menyaksikan kemunculan Tanpa Perasaan di situ, semua
orang segera memandang ke arahnya dengan sinar mata
berterima kasih bercampur malu.
Dengan cepat pemuda itu berjalan menghampiri dan
berniat membebaskan dulu mereka dari pengaruh totokan,

631
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

namun dia segera menjumpai masalah, tenaga dalam yang dia


miliki sangat lemah, sekalipun dia hapal di luar kepala seluruh
letak jalan darah penting di tubuh manusia, namun kawanan
jago itu ditotok jalan darahnya oleh Ci Yau-hoa, dengan
kekuatan tenaga dalam yang dimiliki Tanpa Perasaan
sekarang, masih belum mampu untuk membebaskannya.
Karena tak sanggup membebaskan pengaruh totokan
mereka, sudah tentu dia pun tak mampu membawa kabur
kawanan jago itu, terpaksa dia hanya berdiri di tempat dengan
wajah tertegun.
Saat ini Tanpa Perasaan tahu hanya ada satu cara untuk
mengatasinya, pikirnya, Segera pergi ke kuil Liu-ho-an,
mencari Ciu Pek-ih dan menghubungi kawanan jago dari Pak-
shia dan minta tolong mereka untuk datang menyelamatkan
kawanan jago itu.
Setelah mengambil keputusan, pemuda itupun segera
keluar dari gua. Dia yakin kuil Liu-ho-an pasti terletak tidak
jauh dari tempat itu, karena Ci Yau-hoa, si peronda berbaju
hijau dan putih selalu berjaga-jaga di seputar tempat itu.
Dia harus berhasil menjumpai para jago Pak-shia sebelum
pertarungan antara Ci Yau-hoa melawan Si Ku-pei berakhir.
Begitu keluar gua, Tanpa Perasaan segera memeriksa
permukaan tanah dengan seksama, begitu bertemu dengan
jalanan yang dipenuhi bekas telapak kaki manusia, dia pun
bergerak mengikuti jalanan itu, betul juga, tak selang lama ia
telah melihat sebuah bangunan kuil kuno berdiri di
hadapannya.
Kuil itu besar, luas dan sangat kuno, dipandang dalam
kegelapan, bangunan itu terasa sangat menyeramkan.
Tanpa Perasaan menarik napas panjang, baru saja hendak
bicara, mendadak ia saksikan banyak mayat bergelimpangan
di depan bangunan kuil itu, bau busuk mayat, anyir darah
berhembus datang dari seputar tempat itu.
Ketika ia mencoba untuk memeriksa lebih seksama,
dijumpai tumpukan mayat tergeletak dalam kondisi yang
sangat mengenaskan, kutungan kepala, kaki dan tangan

632
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berserakan di sana sini, pemandangan sangat mengerikan dan


menggidikkan hati.
Pada saat itulah dari empat sudut bangunan kuil melayang
turun empat sosok bayangan, keempat orang itu muncul dari
arah yang berbeda, belum lagi orangnya tiba, mereka sudah
mengayun tangan masing-masing, tujuh-delapan titik cahaya
bintang segera melesat membelah angkasa langsung
menyerang si Tanpa Perasaan yang berada di dalam tandu.
Dengan satu gerakan cepat Tanpa Perasaan melambung ke
udara, seluruh serangan senjata rahasia itu langsung
menghajar ke dalam tandu.
Tahan! bentak Tanpa Perasaan dari tengah udara.
Namun keempat orang jago itu sama sekali tidak
menanggapi, dua bilah pedang langsung menusuk
tenggorokan pemuda itu sementara dua bilah pedang yang
lain menusuk dadanya.
Berada di tengah udara si Tanpa Perasaan berjumpalitan
beberapa kali, sambil melayang turun di depan pelataran kuil
Liu-ho-an, kembali ia menghardik, Tahan! Dengarkan dulu
perkataanku
Empat bilah pedang dengan membawa desingan angin
tajam menyambar dari arah belakang, terpaksa si Tanpa
Perasaan membalikkan tubuh, cahaya golok berkelebat lewat,
secepat sambaran petir dia lepaskan sebuah babatan di
tengah kegelapan malam.
Keempat orang lelaki kekar itu hanya merasakan
pandangan matanya berkunang-kunang, tahu-tahu
genggamannya jadi ringan, keempat bilah pedang di tangan
mereka telah terpapas kutung jadi dua bagian.
Kembali Tanpa Perasaan berseru, Maaf, aku datang kemari
karena ingin menjumpai....
Belum habis dia bicara, seorang telah menukas dengan
suara nyaring, Bangsat, kami sudah bosan mendengar
ocehan kalian!
Seorang rekannya menambahkan pula, Gara-gara Ting tua
percaya omongan kalian, dia harus mengorbankan nyawanya!

633
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Seorang yang lain berseru pula, Mau bunuh mau bantai


silakan dilakukan, kami tak bakal menyerah, sudah, jangan
banyak bacot lagi!
Orang terakhir sambil mengayunkan kutungan pedangnya
menerjang ke muka sambil berteriak kalap, Bangsat, aku
akan mengadu nyawa denganmu!
Sekali lagi keempat orang itu menerjang ke depan
menghampiri si Tanpa Perasaan, karena tak sanggup
membendung terjangan itu, lagi pula tak mungkin melukai
orang-orang itu dengan senjata rahasianya, terpaksa pemuda
itu mundur dari situ.
Begitu mundur, dia malah memasuki bangunan kuil. Segera
terdengar desingan angin tajam menderu, tujuh-delapan belas
lelaki kekar dengan aneka senjata kembali bermunculan dari
balik kegelapan dan segera mengepungnya rapat.
Bagus sekali! terdengar seorang berseru, ternyata punya
nyali untuk menerjang masuk seorang diri, ayo teman-teman,
kita kepung dia dan cincang tubuhnya!
Berani menerjang masuk seorang diri, bagus, punya nyali!
Sayang kau bisa masuk dengan mudah tapi susah untuk
keluar lagi
Akan kubunuh dia untuk membalas dendam bagi kematian
Siau-sam-cu!
Maknya! Tidak nyana orang ganteng macam dia pun
ternyata anak cecunguk kaum iblis laknat!
Ya, dia anggap kita orang Pak-shia betul-betul tak punya
jagoan!
Tanpa Perasaan berusaha memberi keterangan, namun
lantaran tenaga dalamnya tidak cukup sempurna, suaranya
tenggelam di balik hiruk pikuknya suara teriakan orang-orang
itu.
Sementara itu beberapa buah obor telah dipasang di
sekeliling ruang kuil, membuat suasana di situ nampak jadi
terang benderang.
Tampak ada dua-tiga puluhan orang perempuan tua muda
dan anak-anak dengan tubuh berlepotan darah berbaring atau

634
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bersandar di situ, mereka sedang memandang ke arahnya


dengan sinar mata kebencian.
Diam-diam Tanpa Perasaan mengeluh, pikirnya, Wah, bisa
gawat jika mereka maju menyerang secara bersama-sama,
padahal jalan mundurku sudah tersumbat, bila tidak melukai
orang dengan senjata rahasia, bisa jadi malah aku sendiri
yang bakal mampus.
Mendadak terdengar bentakan nyaring berkumandang,
bersama dengan berkelebatnya sesosok cahaya bianglala
berwarna putih, tampak seorang gadis berbaju putih
menerjang ke muka sambil melepaskan tusukan, serangan itu
dilancarkan dengan cepat dan keji, membuat orang sulit
menghindarkan diri.
Lekas Tanpa Perasaan menggebrak lantai sambil melompat
bangun, dengan cekatan dia meloloskan diri dari tusukan itu
dan mundur hingga ke sudut ruangan.
Gagal dengan serangannya yang pertama, gadis berbaju
putih itu membalik pedangnya lalu tanpa menimbulkan suara
sedikitpun merangsek lebih ke depan dan kembali melepaskan
sebuah tusukan kilat.
Karena tak ada jalan lain untuk mengundurkan diri, Tanpa
Perasaan segera menekan permukaan tanah dengan sepasang
telapak tangannya dan berjumpalitan persis di atas sambaran
pedang gadis berbaju putih itu, teriaknya keras, Aku datang
untuk berjumpa dengan Ciu-shiacu....
Gagal dengan tusukan pedangnya, gadis berbaju putih itu
kembali mengungkit ke atas dengan ujung pedangnya,
sementara badannya ikut pula bersalto dengan gerakan yang
sangat indah, lagi-lagi dia mengejar pemuda itu sambil
melepaskan satu tusukan ke punggung lawan.
Berada di tengah udara, sulit bagi Tanpa Perasaan untuk!
Mengerahkan tenaga, sambil membentak nyaring dia segera
berbalik, cahaya emas berkilauan di antara gerak tangannya,
satu babatan maut dilontarkan ke depan.
Merasa gelagat tidak menguntungkan, lekas gadis berbaju
putih itu melintangkan pedangnya untuk menangkis, Trang!,

635
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

benturan nyaring bergema memecah keheningan, meminjam


tenaga benturan itu, lagi-lagi Tanpa Perasaan melesat ke
samping naik ke atas dinding pekarangan.
Tak terlukiskan rasa kaget gadis berbaju putih itu, dia tak
menyangka secepat itu pihak lawan melancarkan serangan
balasan yang nyaris membabat sebagian rambutnya, paras
mukanya berubah memucat.
Sementara itu Tanpa Perasaan bersiap untuk bicara lagi,
begitu kakinya melayang turun ke atas tanah, belum sempat
buka suara tiba-tiba muncul lagi tiga orang jagoan, seorang
menggunakan tombak berantai, seorang menggunakan trisula
dan seorang lagi menggunakan golok besar, langsung
menerjang datang dan tanpa bicara melepaskan serangan
maut ke arah anak muda itu.
Dalam keadaan begini, Tanpa Perasaan hanya bisa
menghela napas panjang, kini jiwanya terancam dan posisinya
terdesak hebat, bila dia tidak mau melukai lawan, berarti dia
sendiri yang akan terluka, maka tangan kirinya segera
dikebaskan ke depan, tiga batang paku tulang putih segera
melesat keluar dan menyambar ke tubuh lawan.
Biarpun ketiga batang senjata rahasia itu dilepas hanya
untuk melukai lawan dan sama sekali tak berniat menghabisi
nyawa orang-orang itu, bukan berarti serangannya mudah
dihindari, namun ketiga orang itu sungguh hebat, yang
memakai lombak berantai segera memutar senjatanya
sedemikian rapat hingga paku tulang putih yang tertuju ke
arahnya seketika terpental jatuh, sementara orang yang
bersenjata golok segera melambung ke udara dan membacok
paku tulang putih yang mengarah badannya hingga terpapas
kutung jadi dua bagian, sementara orang yang bersenjata
trisula dengan gerakan keledai malas berguling,
menghindarkan diri dari sambitan senjata rahasia itu, bahkan
menggunakan kesempatan itu merangsek lebih ke depan dan
menggunakan gerakan burung hong mengangguk, kembali ia
menusuk si Tanpa Perasaan.

636
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Cukup melihat kemampuan ketiga orang itu dalam


melancarkan serangan, dia tahu mereka bukanlah kawanan
jago sembarangan, tiba-tiba Tanpa Perasaan teringat kembali
perkataan Tiau Sin gadungan,
Kota Pak-shia sudah hampir jebol, pertahanan kami sudah
hampir jebol, sudah tiga kali empat iblis Su-toa-thian-mo
dengan memimpin enam belas orang jagoannya menyerang
kota, kekuatan kami bertambah lemah, dari sepuluh pelindung
hukum sudah tiga orang menemui ajalnya, tiga orang
tertangkap dijadikan manusia obat dan berbalik menyerang
kota, sisanya yang dua orang pun sudah terluka parah
Kini Tanpa Perasaan melihat dari ketiga orang itu, tubuh si
lelaki bersenjata golok sudah dipenuhi balutan kain perban
dan bercak darah, jelas dia telah menderita luka cukup parah,
tapi sebelum dia berpikir lebih jauh, tusukan trisula kembali
sudahi menyambar tiba, dalam keadaan begini dia hanya bisa
menghela napas panjang seraya berkelit.
Tiba-tiba satu ingatan melintas, pikirnya, Kenapa aku tidak
berusaha menangkap seorang di antara mereka hingga
serangan brutal bisa dihentikan sementara waktu? Aku bisa
menggunakan kesempatan itu untuk memberi penjelasan
kepada mereka.
Berpikir begitu dia segera melambung lagi ke udara.
Gagal dengan tusukannya, lelaki kekar itu siap melancarkan
serangan untuk kesekian kalinya, siapa tahu belum sempat dia
bergerak, tiba-tiba terlihat cahaya tajam berkilauan di seluruh
udara, dua-tiga puluh batang senjata rahasia serentak
meluruk tiba dan mengurung tubuhnya rapat-rapat.
Lelaki itu memang tak malu menjadi salah seorang di
antara sepuluh jagoan paling tangguh ilmu silatnya di kota
Pak-shia, biar terancam bahaya dia sama sekali tak panik,
trisulanya diayunkan berulang kali kian kemari, ternyata
kedua-tiga puluhan batang senjata rahasia itu berhasil
ditangkis semua, jangar lagi melukai badannya, menyentuh
pun tak mampu.

637
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi sayang waktu itu Tanpa Perasaan sudah melayang


turun di belakang tubuhnya, di saat lelaki kekar itu sedang
sibuk menyampuk runtuh senjata rahasia yang mengancam
tubuhnya, pisau belati yang sudah siap di tangan langsung
dilintangkan di belakang lehernya.
Golok pembabat kuda dan sepasang tombak berantai dari
dua orang rekannya cepat menyambar tiba, maksudnya untuk
menolong rekannya, tapi si Tanpa Perasaan kembali
menggetarkan tangannya, dua belas senjata rahasia kembali
memancar ke muka dengan kecepatan luar biasa.
Dalam keadaan begini, kedua orang lelaki itu terpaksa
harus berkelit ke samping untuk menghindarkan diri, dengan
demikian mereka pun tak sempat lagi menyelamatkan lelaki
bersenjata trisula itu.
Saat itulah dari sudut kuil kembali muncul seorang, dia
menggunakan gada berkepala harimau sebagai senjata,
sambil meraung gusar, dengan membawa luka di badan dia
langsung menyerbu ke dalam arena pertarungan.
Melihat itu Tanpa Perasaan segera membentak nyaring,
Kalau kalian berani maju selangkah lagi, akan kubunuh dulu
orang ini!
Begitu ancaman itu diuarkan keluar, seketika lelaki
bersenjata gada itu menghentikan gerak serangannya, dengan
sorot mata kuatir bercampur cemas dia mengawasi lelaki
bersenjata trisula itu tanpa berkedip.
Kawanan jago yang lain pun berbondong-bondong maju
mengepung, tapi mereka tak berani maju secara gegabah,
hanya teriaknya penuh amarah, Cepat bebaskan dulu
pelindung hukum Ko!
Jika kau berani mengusik pelindung hukum Ko barang
seujung rambutnya, akan kubikin kau mampus tanpa liang
kubur!
Bajingan cilik, kau ingin mengadu jiwa! Bangsat,
bebaskan pelindung hukum Ko dan kuampuni nyawa
anjingmu!

638
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mendengar teriakan yang simpang siur itu. Tanpa Perasaan


hanya bisa menghela napas panjang, baru saja dia akan
memberi penjelasan, mendadak terdengar lelaki kekar
bersenjata trisula telah berteriak dengan suara parau, Aku
rela mati daripada harus memenuhi permintaan kawanan tikus
itu.
Begitu selesai bicara, sepasang trisulanya dibalik dan
langsung ditusukkan ke jalan darah Thay-yang-hiat di kening
kiri dan kanannya.
Tanpa Perasaan terkesiap, dia tak menyangka lelaki kekar
itu mempunyai watak begitu keras dan tegas.
Kalau tadi dia berhasil menguasai lelaki itu dan
mengancamnya dengan pisau belati, semuanya lantaran pihak
lawan terpecah konsentrasinya karena harus menghadapi
ancaman senjata rahasia, tapi sekarang lelaki itu berniat
bunuh diri, dengan kepandaian silat yang dimiliki Tanpa
Perasaan jelas dia tak sanggup menyelamatkannya.
Padahal bila orang ini sampai mati, maka biarpun Tanpa
perasaan menjelaskan semua hal dengan gamblang dan jelas
pun belum tentu perselisihan itu bisa diselesaikan secara
gampang.
Pada saat itulah mendadak dari sudut kuil berkumandang
dua dentingan nyaring diikuti melesatnya dua kilatan cahaya
pedang, secara beruntun kilatan cahaya pedang itu menghajar
di atas sepasang trisula itu hingga miring ke samping dan
menyambar lewat dari sisi kening lelaki itu.
Ternyata kedua kilatan cahaya pedang itu berasal dari
sebilah pedang yang berada dalam genggaman seorang
pemuda berbaju putih, pemuda itu berwajah tampan tapi
dingin dan serius, ia berdiri di ujung kuil dengan penuh
keangkeran.
Gadis berbaju putih itu segera menghampiri pemuda itu
sambil berbisik, Hati-hati, senjata rahasia milik orang ini
sangat lihai!

639
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tanpa Perasaan menghela napas panjang, dia segera


mendorong lelaki bersenjata trisula itu hingga mundur dari
arena pertarungan.
Pemuda berbaju putih nampak tertegun, agaknya dia tidak
menyangka kalau Tanpa Perasaan akan melepaskan pelindung
hukum Ko.
Terima kasih! ucap Tanpa Perasaan kemudian.
Kenapa berterima kasih kepadaku? pemuda berbaju putih
balik bertanya dengan wajah tertegun.
Terima kasih kau telah selamatkan nyawa Toako itu!
Menolong dia merupakan kewajibanku, kenapa kau mesti
berterima kasih kepadaku?
Seandainya kau tidak menyelamatkan jiwanya, aku akan
susah untuk menjelaskan duduknya persoalan!
Kau juga yang menguasai dirinya, kenapa kau bilang akan
susah untuk menjelaskan duduknya persoalan?
Sementara itu lelaki bersenjata gada sudah berteriak dari
sisi arena, Tidak usah banyak bicara lagi dengan bajingan
macam dia, biar Locu bantai dulu dirinya!
Him-huhoat, kau jangan ribut dulu, biar aku tanyai dulu
sampai jelas, tukas pemuda berbaju putih.
Aku bukan berasal dari komplotan empat iblis langit Su-
toa-thian-mo! Tanpa Perasaan segera menjelaskan.
Oya?
Dengan gemas penuh kebencian lelaki bersenjata golok itu
menyela, Jangan percaya dengan omong kosongnya, kalau
bukan berasal dari komplotan empat iblis langit, buat apa di
tengah malam buta begini dia seorang diri menyelundup
masuk ke dalam kuil Liu-ho-an?
Bagaimana penjelasanmu? pemuda berbaju putih itu
kembali bertanya.
Aku kemari untuk mencari kau.
Oh, mencari aku? Jadi kau tahu siapakah aku?
Tentu saja tahu.
Tapi aku belum pernah berjumpa denganmu.
Tapi aku tahu, kau adalah Pak-shia Shiacu, Ciu Pek-ih!

640
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Benar! pemuda berbaju putih mengakui sambil tertawa.


Mau apa kau datang kemari? kembali lelaki bergolok itu
menegur.
Pocu dari benteng Tang-po, Ui Thian-seng telah tiba,
namun sekarang telah dikuasai si Bibi iblis dan nyawanya
berada di ujung tanduk, aku tak mengerti cara membebaskan
totokan jalan darahnya, maka aku datang kemari untuk minta
bantuan kalian.
Hm, barangkali hanya setan yang mau percaya dengan
omonganmu, sekali lagi lelaki bergolok menyindir.
Tio-huhoat, aku percaya dengan perkataannya, tiba-tiba
Ciu Pek-ih berkata.
Apa? Kau percaya dengan perkataannya? teriak lelaki
bergolok itu tercengang.
Benar, sahut Ciu Pek-ih sambil tertawa, sebab aku pun
sudah tahu siapakah dia.
Siapakah dia?
Dia tak lain adalah si Tanpa kaki menempuh ribuan li,
ribuan tangan susah dibendung ... si Tanpa Perasaan dari
empat opas yang termashur, ujar Ciu Pek-ih kata demi kata.
Apa? Dia adalah si Tanpa Perasaan? seru Tio-huhoat dan
Him-huhoat sekalian dengan perasaan terkejut.
Apakah bala bantuan kita akhirnya tiba juga? seru lelaki
bersenjata tombak itu pula dengan wajah kegirangan.
Benar, kami telah datang, ujar si Tanpa Perasaan, tapi
kerugian yang kami derita pun cukup parah, kecuali diriku,
yang lain telah dikuasai musuh, namun si Dewa iblis, Malaikat
iblis beserta kedelapan orang anak buahnya juga berhasil kami
bunuh, empat di antara delapan anak buah si Bibi iblis dan
Pentolan iblis pun sudah tewas. Kita harus segera berangkat
untuk menolong mereka, kalau tidak, keadaan akan
terlambat.
Baik, kita segera berangkat, Ciu Pek-ih berseru tegas.
Ciu-shiacu, kau percaya dengan perkataannya? seru le
laki bertombak itu ragu.

641
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Orang lain sudah menempuh perjalanan ribuan li untuk


datang menolong kita, kedatangan mereka pun hanya
berbekal percaya dan setia-kawan, masakah sekarang kita
tak percaya kepada mereka dan tidak menunjukkan kesetia-
kawanan kita? Kalau hal ini sampai ketahuan orang, apakah
perbuatan kita tak akan jadi bahan tertawaan umat
persilatan?
Shiacu, aku akan berangkat bersamamu, lelaki bersenjata
trisula segera berseru.
Jangan, Phang-huhoat, kau bersama Tio-huhoat, Him-
huhoat dan Ko-huhoat tetap berjaga di sini, para korban
terluka butuh perawatan kalian. Cukup aku pergi seorang diri
saja, daripada orang lain memanfaatkan kesempatan untuk
menyerang tempat ini.
Baik! serentak keempat orang pelindung hukum itu
menyahut dengan sangat hormat.
Pek-ih, aku ikut denganmu, seru gadis berbaju putih itu
tiba-tiba.
Ketika si Tanpa Perasaan melihat di wajah Ciu Pek-ih
menampilkan perasaan serba salah, dia pun segera berkata,
Aku tahu, bukankah kau adalah calon istri Ciu-shiacu yang
dijuluki pendekar dewi Pek Huan-ji? Aku tahu ilmu pedangmu
sangat bagus, bagaimana kalau kau pun ikut serta membantu
kami?
Akan kubantu sebisa mungkin, jawab Pek Huan-ji
kemudian dengan wajah bersemu merah.
Urusan ini tak bisa ditunda lagi, mari kita segera
berangkat.
Baik, kita teruskan pembicaraan sambil berjalan.
Sepanjang perjalanan secara ringkas Tanpa Perasaan
menceritakan kembali kisah Ui Thian-seng sekalian hingga
ditangkap Bibi iblis.
Sebaliknya Ciu Pek-ih juga menceritakan bagaimana dia
bersama kesepuluh orang pelindung hukumnya bertarung
sengit mempertahankan kota Pak-shia dari ancaman kawanan
iblis Su-ioa-thian-mo.

642
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Selama ini Su-toa-thian-mo sudah tiga kali menyerang kota


Pak-shia yang terkepung, lambat-laun persediaan ransum di
dalam kota makin menipis, sementara korban yang berjatuhan
pun semakin banyak, dari kawanan pelindung hukum itu ada
tiga orang yang telah tewas dan seorang terluka parah.
Dalam keadaan begitu, Ciu Pek-ih berusaha menjebol
pertahanan untuk keluar dari kota, tapi akibat usahanya ini,
kembali dua orang pelindung hukumnya tertawan dan seorang
lainnya terluka, sebaliknya kawanan manusia obat yang
digunakan empat iblis untuk menyerang kota pun ada tujuh
delapan orang yang berhasil dibantai.
Gagal keluar dari kota, salah seorang pelindung hukumnya
kembali terperangkap hingga dijadikan manusia obat,
kemudian bersama tiga orang pelindung hukum lainnya yang
sudah dijadikan manusia obat, mereka menyerang kota.
Dibantu tujuh delapan orang manusia obat ditambah
kawanan iblis dari empat iblis langit, akhirnya serangan
mereka berhasil menjebol pertahanan kota, terpaksa Ciu Pek-
ih dengan membawa seratusan pengikutnya yang tersisa
mundur ke kuil Liu-ho-an di belakang bukit dan menjadikan
tempat itu sebagai tempat pertahanannya yang terakhir.
Dalam pertempuran terakhir, tiga orang pelindung
hukumnya kembali jadi korban, tewas dalam keadaan
mengenaskan.
Oleh sebab itu Ciu Pek-ih bersikeras untuk tetap bertahan
di kuil Liu-ho-an, sesaat sebelum mundur ke sana, kembali
mereka memperoleh tambahan ransum sehingga membuat
semangat kembali berkobar.
Kemudian ketika melihat nasib tragis yang menimpa ketiga
orang rekannya yang dijadikan manusia obat, mereka pun
bersepakat lebih baik tewas hingga titik darah penghabisan
ketimbang tertangkap lawan.
Menghadapi musuh yang semakin nekad, empat iblis langit
Su-toa-thian-mo pun tak berani bertindak secara gegabah, di
samping karena manusia obat andalan mereka sudah
semakin berkurang jumlahnya, keempat iblis langit pun sangat

643
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berharap bisa menawan para jago dari Pak-shia dalam


keadaan hidup sehingga bisa dijadikan manusia obat',
karenanya mereka tak ingin melakukan tekanan yang
berlebihan sehingga membuat rencana mereka malah gagal.
Walau begitu, Ciu Pek-ih sekalian pun sadar bahwa dengan
mengandalkan kekuatan mereka, mustahil bisa lolos dari
kepungan itu, sebab dari seratusan orang yang berkumpul
saat itu, kaum wanita, anak dan orang tua sudah menempati
tiga puluh persen, belasan orang sudah tak punya kekuatan
untuk bertarung lagi, berarti tinggal enam puluhan orang
jagoan saja yang masih bisa bertarung.
Namun bila ingin bertarung melawan empat iblis langit
hanya dengan mengandalkan kekuatan seperti ini, jelas
kerugian besar berada di pihaknya, bisa jadi kekuatan mereka
malah akan musnah sama sekali.
Dalam keadaan demikian mereka malah merasa bertahan di
dalam kuil jauh lebih menguntungkan ketimbang menyerbu
keluar, maka mereka pun memutuskan untuk tetap bertahan
sembari menunggu tibanya bala bantuan.
Keempat iblis langit tidak menyerang lagi, selain karena
jumlah 'manusia obat' andalan mereka sudah semakin
melemah sehingga tak bisa diandalkan lagi untuk melancarkan
serbuan, ternyata di antara mereka berempat juga telah
terjadi saling gontok di antara kalangan sendiri, ditambah lagi
serangan Ui Thian-seng sudah memperlemah daya serang
keempat iblis itu sehingga mereka tak sanggup lagi
menghimpun kekuatan besar untuk melancarkan gempuran.
Sesudah melalui pertempuran berbulan lamanya, kekuatan
kota utara atau Pak-shia boleh dibilang sudah semakin lemah,
selain jumlah jagoannya makin berkurang, kebanyakan pun
sudah letih, Ciu Pek-ih sebagai seorang Shia-cu pun sudah
terdesak hingga mesti mundur dari kota dalam keadaan
mengenaskan, selain rasa benci dan sedih, baginya peristiwa
ini sangat memalukan nama serta pamornya, paling tidak dia
jadi malu karena tak mampu mempertahankan jerih payah
leluhurnya.

644
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kini masalah paling sulit yang dihadapi tinggal dua,


pertama jika pertarungan antara Bibi iblis melawan Pentolan
iblis sudah berakhir, semisalnya Ci Yau-hoa yang menang,
maka dia pasti akan tahu dimana Ui Thian-seng
disembunyikan, besar kemungkinan dia segera akan balik ke
gua itu dan mencelakai rombongan Ui Thian-seng, paling tidak
si Tanpa Perasaan bertiga harus bertarung sengit lebih dulu
melawan Ci Yau-hoa.
Kedua, terlepas Ci Yau-hoa atau Si Ku-pei yang menang,
mereka pasti akan menghimpun kembali semua 'manusia obat'
yang belum digunakan, yang jumlahnya masih ada sekitar
empat lima puluhan orang untuk sekali lagi menyerang Pak-
shia, waktu itu, sekalipun rombongan Ui Thian-seng berhasil
lolos dalam keadaan selamat, bukan berarti serangan
kawanan jago yang kehilangan ingatan itu mudah dibendung,
apalagi baik Si Ku-pei maupun Ci Yau-hoa, mereka termasuk
jagoan tangguh yang sangat memusingkan kepala.
Yang lebih penting lagi, bila saat ini rombongan Ui Thian-
seng sudah jadi 'manusia obat', maka biarpun kekuatan yang
dimiliki Ciu Pek-ih tiga kali lipat lebih banyak pun, pada
akhirnya pasti akan menderita kekalahan yang mengenaskan.
Setelah berbulan-bulan bermuram durja, untuk pertama
kalinya Ciu Pek-ih dan Pek Huan-ji memperlihatkan senyuman
di wajah.
Bahkan si Tanpa Perasaan yang selalu berwajah serius pun,
kini nampak berseri.
Rupanya mereka telah berjumpa dengan Ui Thian-seng,
bahkan mereka telah membebaskan jalan darah sendiri yang
tertotok.
Begitu melompat bangun, Khong Bu-ki langsung mencaci-
maki Ci Yau-hoa habis-habisan, sementara Chin Ang-kiok, si
Pedang bambu, si Pedang bunga bwe, si Pedang anggrek
beserta keempat bocah pedang emas dan perak segera
menghembuskan napas panjang.
Menggunakan kesempatan itu Yau It-kang menceritakan
kisah yang mereka alami hingga tertangkap.

645
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ternyata setelah tertangkap, mula-mula Ci Yau-hoa


berusaha menjejalkan sejumlah obat ke dalam mulut mereka,
namun karena kawanan jago itu mati-matian menutup mulut,
sekalipun sudah terjejal pun segera dimuntahkan kembali,
maka dalam keadaan apa boleh buat terpaksa untuk
sementara waktu perempuan iblis itu meninggalkan mereka di
sana.
Sebelum pergi dia memerintahkan dua orang manusia
aneh, seorang berbaju hijau dan yang lain berbaju putih untuk
mengawasi mereka, pesannya, biarkan mereka kelaparan
selama beberapa hari, ketika kondisi tubuh mereka mulai
melemah karena kelaparan, maka obat-obatan itu akan
dijejalkan kembali.
ooOOOoo

Bab V. PERTEMUAN DI KOTARAJA.


20. Gugurnya Bibi iblis.

Sebelum berlalu dari situ, Ci Yau-hoa juga sesumbar akan


menangkap si Tanpa perasaan, tentu saja Ui Thian-seng
semakin gelisah, sedemikian gelisahnya ibarat semut di atas
kuali panas, apa mau dikata mereka sama sekali tak mampu
berkutik.
Kemudian dari kejauhan berkumandang suara pekikan
lengking yang menusuk pendengaran, manusia aneh berbaju
putih dan hijau segera menunjukkan wajah gelisah bercampur
panik, setelah saling bertukar pandang sekejap, mereka pun
mengeluarkan suara pekikan nyaring lalu pergi meninggalkan
gua dan tak pernah balik lagi. .
Sungguh tak terlukiskan rasa gembira Ui Thian-seng
setelah berjumpa dengan Ciu Pek-ih, pembicaraan di antara
mereka seakan tiada habisnya, sambil tertawa getir Ui Thian-
seng baru berkata kepada si Tanpa perasaan, "Tadinya
kusangka kau pasti ikut tertawan karena tidak mengira nenek
siluman itu ternyata adalah Mo-kouw si Bibi iblis, tak

646
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

terlukiskan rasa cemas dan gelisahku, tadi aku sempat kaget


juga ketika mendengar suaramu berkumandang dari luar gua
... wah, kau memang hebat, sudah waktunya orang lama di
dunia persilatan harus diganti dengan gelombang jago-jago
generasi baru."
"Padahal aku sendiri pun sudah ditangkap Ci Yau-hoa, coba
kalau bukan Si Ku-pei yang muncul di luar dugaan, tak nanti
aku bisa meloloskan diri," ujar si Tanpa perasaan.
"Ketika melihat kau tak mampu membebaskan jalan darah
kami dan segera pergi mencari bala bantuan, sebenarnya kami
sendiri pun merasa kuatir dan bermandikan peluh dingin, kami
kuatir siluman perempuan itu datang duluan dan kemudi.m
menyerang kau secara tiba-tiba, saat itu kami akan jadi
manusi.i berdosa karena telah mencelakaimu." Tanpa
perasaan segera tertawa.
"Untung kejadian itu tidak sampai kita alami ... yang jelas,
aku justru terlibat pertempuran yang cukup alot melawan
jago-jago tangguh dari Pak-shia di kuil Liu-ho-an."
"Ceritanya begini," Ciu Pek-ih segera menjelaskan,
"sewaktu saudara Tanpa perasaan menerjang masuk ke dalam
kuil Liu-ho-arv, dia bertemu dengan beberapa orang saudara
kami, semua orang mengira dia adalah jagoan yang dikirim
Mo-kouw untuk menyergap kami sehingga pertempuran sengit
pun tak bisa dihindari. Kemudian setelah pertarungannya
melawan Tio-huhoat, Him-huhoat, Phang-huhoat dan Ko-
huhoat dibantu Pek Huan-ji belum juga menghasilkan menang
kalah, aku segera tahu dia pasti bukan satu komplotan dengan
si Bibi iblis."
"Tanpa perasaan sebenarnya bukan orang yang tanpa
perasaan," sela Ui Thian-seng, "dia sesungguhnya seorang
jago yang berhati welas-asih dan baik hati ... ah benar, selain
pelindung hukum Him, Phang, Ko dan Tio, apakah enam orang
pelindung hukum lainnya juga dalam keadaan baik-baik?"
"Kekuatan yang dimiliki Pak-shia saat ini tersisa seratusan
orang, itupun hanya enam puluhan orang yang masih mampu
bertempur," sahut Ciu Pek-ih sedih, "Pelindung hukum Thay,

647
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kwan, Leng dan lainnya enam orang telah gugur di medan


laga! Ai, Pak-shia benar-benar tertimpa musibah besar kali ini,
aku Ciu Pek-ih jadi tak punya muka untuk bertemu dengan
leluhur! Sekarang aku hanya berharap bisa secepatnya
membantai semua kawanan iblis itu, kemudian, berusaha
mati-matian untuk membangun kembali Pak-shia!"
"Sebenarnya sasaran yang dituju keempat iblis Su-toa-
thian-mo di dunia persilatan kali ini bukan hanya Pak-shia
saja, mereka bahkan mengincar juga Say-tin, Lam-ce maupun
benteng kami, bahkan mau melibas seluruh dunia persilatan,
Pak-shia tak lebih hanya merupakan sasaran mereka yang
pertama. Aku dengar Lam-ce serta Say-tin juga sudah
menjumpai musuh tangguh yang luar biasa, itulah sebabnya
kenapa kekuatan benteng kami terpaksa harus dibagi tiga
dengan mengirim sepertiga kekuatan untuk menolong yang
lain ....
"Aku rasa dalam peristiwa ini kita tak bisa menyalahkan
siapa pun, aku percaya keluarga persilatan mana pun dari kita
empat keluarga besar, jangan harap bisa membendung
serangan Su-toa-thian-mo seorang diri....
"Contoh yang jelas adalah kekuatan kami yang begitu
banyak dan kuat, sekalipun akhirnya kami berjiasil
menghancurkan empat iblis langit, namun sepertiga kekuatan
yang kami bawa telah menjadi korban, sekarang yang tersisa
pun tinggal Khong tua dan It-kang, sementara lima pelindung
hukum kami Lu, Yu, Yan, Li dan Yau-huhoat ditambah si Han
tua dan kacung baju hijau telah menjadi korban keganasan
mereka, dalam kejadian ini, aku harus menyalahkan siapa?
Kecuali mengubah kesedihan menjadi kekuatan, apa lagi yang
bisa kuperbuat? Justru yang penting saat ini adalah
menggunakan kejadian ini sebagai dasar, kita himpun kembali
kekuatan dan membasmi kawanan iblis itu untuk
membalaskan dendam bagi rekan-rekan kita yang telah
gugur."
"Terima kasih atas nasehat paman," sahut Ciu Pek-ih sedih.

648
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mendadak terdengar Chin Ang-kiok berseru, "Bukankah tadi


kau mengatakan bahwa sisa kekuatan Pak-shia masih
tertinggal di kuil Liu-ho-an dengan persediaan rangsum yang
terbatas? Kenapa kita tidak segera berangat ke sana sambil
berusaha membantu mereka?"
Biarpun Chin Ang-kiok adalah seorang jagoan yang dingin
dan angkuh, sesungguhnya dia masih memiliki perasaan yang
lembut, paling tidak masih mau menaruh perhatian atas
penderitaan orang lain, tidak seperti Ci Yau-hoa, tampangnya
penuh welas asih padahal hatinya keji bagaikan ular berbisa.
"Aku bermaksud naik gunung lebih dulu, aku ingin tahu
bagaimana hasil pertarungan antara Mo-kouw melawan si
Pentolan iblis," kata si Tanpa perasaan.
"Paling bagus lagi bila mereka sama-sama terluka parah,
jadi kita tinggal datang untuk membereskan mereka secara
mudah," sambung Yau It-kang.
"Ayo, kita berangkat," sambung Ciu Pek-ih.
"Baiklah, cuma kalian mesti hati-hati, orang bilang 'ulat
berkaki seribu, biar sudah mati badan tidak kaku', kekejian
Bibi iblis maupun Pentolan iblis sudah cukup kita ketahui
bersama, lebih baik bila kita bertindak lebih hati-hati."
"Sewaktu kau bertempur melawan Pentolan iblis Si Ku-pei,
aku dapat melihat bahwa kau memiliki kemampuan untuk
menangkan iblis itu," ujar Ui Thian-seng, "asal kekuatan kita
bersembilan bergabung dan turun tangan bersama, aku yakin
kita pasti sanggup merobohkan mereka."
Tanpa perasaan menghela napas panjang, katanya,
"Walaupun Ci Yau-hoa berada dalam kondisi terluka parah,
namun begitu dia turun tangan, aku dapat merasakan
kepandaian silat yang dimilikinya jauh di atas kemampuan Si
Ku-pei, untuk merobohkan Si Ku-pei, jelas kekuatan kita lebih
dari cukup, justru yang ditakuti adalah kalau kita gagal
merobohkan perempuan itu."
"Biarpun Ci Yau-hoa tetap merupakan musuh tangguh yang
menakutkan," sela Pek Huan-ji, "bukankah matanya sudah
buta sebelah? Apalagi dia sudah bertarung sekian lama

649
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

melawan Si Ku-pei, aku tidak yakin sisa kekuatan yang dimiliki


masih demikian menakutkan seperti apa yang digembar-
gemborkan dalam dunia persilatan selama ini."
"Yang kita takuti bukan melulu Ci Yau-hoa seorang," kata
Ciu Pek-ih menambahkan, "konon dia memiliki seribu orang
'manusia obat' yang tunduk di bawah komandonya, kekuatan
itulah yang benar-benar menakutkan."
Di bawah sinar rembulan yang mulai tenggelam di langit
barat, pintu gerbang kota Pak-shia berada dalam posisi
setengah terbuka, suasana mengerikan serasa menyelimuti
seluruh tempat, gerbang kota terasa bagaikan gerbang pintu
neraka yang menjadi perjalanan akhir umat manusia, pintu
neraka yang sedang menanti kedatangan mereka semua.
Siapa pun tak tahu jagoan macam apa yang bersembunyi di
balik pintu gerbang itu, tidak tahu apa yang telah mereka
persiapkan untuk menyongsong dan menungga kedatangan
mereka.
Tapi sekarang, jagoan macam apapun yang bersembunyi
dan siap menghadang di situ, ancaman itu tidak menyurutkan
niat rombongan Tanpa perasaan untuk menuntut balas.
Ciu Pek-ih, Pek Huan-ji bersama Chin Ang-kiok dan tiga
dayang pedang melesat ke sisi kiri dinding kota dengan
kecepatan tinggi, sedangkan Ui Thian-seng, Khong Bu-ki dan
Yau It-kang bagaikan sambaran kilat menerjang ke sisi kanan
tembok kota.
Pada saat bersamaan empat bocah pedang perak dan emas
menendang pintu gerbang kota hingga terpentang lebar, lalu
dengan menggotong tandu yang berisi Tanpa perasaan
menerjang masuk ke dalam kota.
Mereka menerjang masuk dalam waktu bersamaan, namun
secara bersamaan pula mereka semua dibuat tertegun.
Ternyata tak ada manusia hidup di dalam kota itu, yang
ada hanya orang mati.
Tampak sesosok mayat melesak di atas dinding kota
beberapa kaki dari permukaan tanah, dinding batu yang
tertumbuk punggungnya nampak hancur berantakan.

650
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Daging punggung orang itupun kelihatan menonjol keluar,


namun dada dan perutnya justru melesak ke dalam, jelas
sebuah pukulan dahsyat telah menghancurkan tulang dada
dan perutnya hingga menekan tulang punggungnya menonjol
keluar.
Bukan hanya begitu, saking kuat dan dahsyatnya tenaga
pukulan itu, darah kental nampak meleleh keluar dari tujuh
lubang inderanya, sebuah biji mata nampak melompat keluar
dari balik kelopaknya, garis merah memenuhi bola mata itu,
sementara sebiji bola mata yang lain nampak tergantung di
atas pipinya lantaran kena jotosan yang sangat kuat, dua
bercak darah kental meleleh keluar membasahi seluruh
wajahnya.
Kematian orang ini sangat menyeramkan, mulutnya
terpentang lebar tapi dipenuhi dengan cairan darah ...
tampaknya sebelum orang itu sempat mengeluarkan suara
jeritan, pihak lawan telah menghajarnya lebih dulu hingga
mampus.
Ternyata orang itu tak lain adalah si Pentolan iblis Si Ku-
pei!
Dilihat dari keadaan jenazah Si Ku-pei, dapat disimpulkan
bahwa dadanya kena sebuah pukulan secara mendadak ketika
sedang bertarung sengit di tengah udara, sedemikian dahsyat
dan kuatnya tenaga pukulan itu membuat badannya mencelat
ke belakang, tapi pihak lawan tidak memberi kesempatan
kepadanya untuk bertukar napas, baru sampai setengah jalan,
musuh telah menyusul tiba dan secara beruntun melepaskan
pukulan berantai di atas dadanya, hingga membuat
punggungnya menumbuk tembok kota dan melesak ke dalam.
Dari kejadian ini bisa disimpulkan bahwa orang itu menaruh
rasa benci dan dendam yang luar biasa terhadap dirinya,
sebelum lawannya tewas dia enggan menghentikan
serangannya.
Bila Si Ku-pei terbukti mati, berarti Ci Yau-hoa masih hidup.
Padahal si Pentolan iblis telah membokong Ci Yau-hoa
hingga iblis wanita itu kehilangan sebelah matanya, namun

651
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kenyataan dia tetap menderita kekalahan yang mengenaskan,


dari sini bisa disimpulkan kalau kepandaian silat yang dimiliki
perempuan itu memang luar biasa.
Di atas dinding kota persis di atas jenah Si Ku-pei
tergeletak lagi sesosok mayat, orang itu tak lain adalah satu di
antara empat siluman yang menyaru sebagai 'Tiau sin',
tengkuknya nyaris patah, darah segar bercucuran
menggenangi seluruh dinding, tangan kanannya dalam
keadaan setengah terangkat, tapi di situ pun terlihat bekas
luka kaitan, pergelangan tangan itu nyaris kutung bahkan kulit
tangannya pun ikut terkelupas.
Tampaknya dalam pertarungan yang sengit antara Tiau sin'
melawan si Peronda selatan Api setan kaitan pencabut nyawa
Cho Thian-seng, tengkuknya berhasil digaet oleh senjata
lawan secara telak, dalam panik dan gugupnya ia gunakan
tangan telanjang untuk merebut kaitan itu, akibatnya lengan
itu tersayat hingga kulitnya mengelupas, bahkan pergelangan
tangannya nyaris putus.
Di depan pintu gerbang kota kembali dijumpai sesosok,
mayat, wajah mayat itu menghadap keluar kota dan terkapar
di tanah dengan dua lubang penuh cucuran darah di atas
punggungnya, dilihat dari luka itu diperkirakan 'Nyo Su-hay'
yang bertarung sengit melawan si Peronda utara si setan
gantung putih akhirnya terdesak hebat sehingga dia berusaha
kabur keluar kota, siapa tahu punggungnya malah terhajar
sepasang Boan-koan-pit lawan hingga akhirnya malah mati
secara mengenaskan.
Kini si pentolan iblis Si Ku-pei telah tewas di tangan Ci Yau-
hoa, sementara sepasang siluman anak buahnya juga sudah
mampus di tangan sepasang peronda dari iblis wanita itu,
boleh dibilang kekuatannya kini sudah musnah.
Tapi dimana Ci Yau-hoa saat ini? Dia bersama Cho Thian-
seng dan Jui Kui-po telah pergi kemana?
Mendadak paras muka si Tanpa perasaan berubah hebat,
serunya nyaring, "Cepat kita balik ke kuil Liu-ho-an!"

652
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Paras muka Ciu Pek-ih turut berubah hebat, dia yang


meluncur pergi paling dulu.
Ketika Ci Yau-hoa berhasil membunuh Si Ku-pei tadi,
dengan sendirinya dia pasti akan berusaha untuk membunuh
si Tanpa perasaan, tapi ketika ia tidak menemukan jejak anak
muda itu, dia pasti akan menduga pemuda itu pergi mencari
sisa pasukan Pak-shia.
Tahu akan hal ini, bisa dipastikan perempuan iblis itu
berusaha menghalangi niat si Tanpa perasaan, atau dia
mendahului datang ke kuil Liu-ho-an dan berusaha
menggempurnya lebih dahulu daripada meninggalkan bibit
bencana di kemudian hari.
Mimpi pun Ci Yau-hoa tidak menyangka kalau si Tanpa
perasaan berhasil menentukan arah tujuan yang benar hanya
berdasarkan asal suara pekikan yang dikumandangkan dua
orang perondanya, bukan saja ia berhasil menemukan Ui
Thian-seng, malah berhasil juga bertemu dengan Ciu Pek-ih
dan mengajaknya berangkat membantu Ui Thian-seng.
Pada saat si Tanpa perasaan mengajak Ciu Pek-ih dan Pek
Huan-ji sekali lagi berkunjung ke gua batu itu, saat itulah Ci
Yau-hoa dengan mengajak sepasang perondanya ditambah
dengan empat-lima puluhan orang 'manusia obat'
melancarkan serangan ke kuil Liu-ho-an dengan sepenuh
tenaga.
Padahal waktu itu tinggal Pelindung hukum Him, Tio, Ko
dan Phang yang menjaga kuil Liu-ho-an, bahkan Ciu Pek-ih
dan Pek Huan-ji pun sedang tidak berada di tempat, dengan
kekuatan sekecil ini mana mungkin mereka sanggup
membendung serbuan yang menakutkan itu?
Tak heran paras muka semua orang berubah hebat, tanpa
banyak bicara lagi segera berangkat menuju ke kuil Liu-ho-an.
Dari kejauhan tampak bangunan kuil Liu-ho-an masih
berdiri angker di balik kegelapan, hanya bedanya saat ini
adalah sekeliling bangunan itu sudah tidak lagi memancarkan
hawa pembunuhan yang menggidikkan, sebagai gantinya
terasa hawa dingin yang merasuk ke tulang.

653
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Apalagi bagi Ciu Pek-ih, dia semakin merasakan hawa


dingin yang mencekam perasaan hati itu.
Kini di sekeliling kuil Liu-ho-an sudah tidak dijumpai
seorang manusia hidup pun, yang berserakan di depan kuil
hanya mayat-mayat yang penuh berlepotan darah, begitu juga
dalam ruang kuil serta di belakang halaman kuil, mayat serasa
membukit di tempat itu.
Mayat pertama yang dijumpai tergeletak di depan kuil
adalah mayat Pelindung hukum Him, lelaki bersenjata gada itu
mati dengan sepasang mata melotot, tengkuknya nampak
berubah bentuk jadi lebih sempit dan kecil, kelihatannya dia
mati karena dijerat selembar kain yang mencekik tengkuknya.
Tapi kemana perginya pelindung hukum Phang, Ko dan
Tio?
Sekali lagi sepasang mata Ciu Pek-ih berbinar, sebab
jumlah mayat yang tergeletak di sekeliling kuil itu paling cuma
tiga puluhan sosok dan kebanyakan merupakan mayat mereka
yang sebelumnya memang sudah terluka atau yang sama
sekali tak mengerti ilmu silat.
Kemana perginya yang lain?
"Mereka mengundurkan diri lewat jalanan ini!" tiba-tiba
terdengar si Tanpa perasaan berseru dari belakang kuil.
Ui Thian-seng dan Ciu Pek-ih segera melompat ke sana,
benar juga terlihat di belakang kuil tampak sederet pepohonan
telah tumbang ke sana kemari, tapi di antara kayu yang
tumbang itu membujur sebuah jalan tembus langsung ke
bagian bukit sebelah belakang, di atas jalan setapak itu penuh
dengan bekas telapak kaki yang kacau, dinodai pula dengan
bercak darah.
Bagaimanapun juga pelindung hukum Phang, Ko dan Tio
termasuk jago silat yang banyak pengalaman, setelah sadar
kekuatan mereka mustahil dapat membendung serbuan
musuh yang begitu tangguh, mereka putuskan untuk mundur
melalui pintu belakang kuil.

654
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Menanti rombongan Ci Yau-hoa yang berkumpul dan


bertempur sengit di depan kuil menyadari hal itu, keadaan
sudah terlambat.
Tentu saja keberhasilan ini tak lepas dari kerelaan
pelindung hukum Him beserta sekelompok jagoannya untuk
memancing serta mengalihkan perhatian musuh, tapi untuk
tindakannya itu pelindung hukum Him dan anak buahnya
harus gugur di medan laga
Ketika Ci Yau-hoa akhirnya menemukan arah ?jalan yang
digunakan mereka untuk melarikan diri, pengejaran pun
segera dilakukan.
Orang-orang Pak-shia harus mundur dengan membawa
kawan-kawan mereka yang terluka dan kaum tua serta anak-
anak, bagaimana mungkin mereka bisa kabur dengan cepat7
Mana mungkin mereka bisa lolos dari kejaran kawanan
pembunuh sadis itu?
Ditinjau dari keadaan di lapangan, nampaknya sudah
terjadi perubahan watak pada diri Ci Yau-hoa setelah matanya
buta sebelah, sekarang dia sudah tak berminat lagi untuk
menangkap hidup kawanan jago dari Pak-shia untuk dijadikan
'manusia obat', yang terpikirkan olehnya saat ini adalah
bagaimana membasmi mereka, rasa dendam dan sakit hatinya
karena kehilangan sebelah mata dilampiaskan ke tubuh
kawanan jago dari Pak-shia yang sebenarnya sama sekali tak
bersalah itu.
Rombongan Tanpa perasaan segera berangkat dengan
kecepatan tinggi, mereka hanya berharap bisa menghadang
dan mencegat Ci Yau-hoa terlebih dulu, serta berduel mati-
matian melawan iblis wanita ini sebelum mereka berhasil
menjumpai sisa kekuatan dari Pak-shia serta membasminya.
Kini mereka sudah menemukan mayat yang keempat belas.
Jalan setapak itu semakin ditelusuri semakin terjal, bukan
saja jalannya sempit dan licin bahkan dikelilingi tebing batu
karang yang tinggi, terjal dan tajam.

655
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sepanjang jalan setapak itu mereka telah menemukan dua


belas sosok mayat dari kawanan jago Pak-shia ditambah dua
sosok mayat dari manusia obat.
Sepasang mata Ciu Pek-ih sudah berubah jadi merah,
tampaknya Ci Yau-hoa dan rombongan telah berhasil
menyusul kawanan jago dari Pak-shia. Para jago dari Pak-shia
harus kabur sembari berusaha membendung serangan yang
tiba, tapi setiap kali bertarung melawan kawanan manusia
obat, korban yang berjatuhan semakin bertambah banyak.
Tiba-tiba si Tanpa perasaan bertanya, "'Sebenarnya jalanan
ini tembus kemana?"
Rupanya secara tiba-tiba ia melihat ada empat huruf besar
terukir di atas tebing berbatu tajam itu, tulisan itu berbunyi:
'Sik-bun-kun-soat', pintu batu salju bergelindingan.
"Jalanan ini langsung tembus ke pintu utara kota Po-shia,
jaraknya kurang lebih dua puluh li dari Pak-be-thou" sahut Pek
Huan-ji.
Berkilat sepasang mata si Tanpa perasaan, serunya
kemudian, "Kalau bisa masuk ke kota Po-shia, mungkin kita
bisa memaksa Ci Yau-hoa bertempur habis-habisan.'
"Semoga kita benar-benar bisa berduel melawan
perempuan iblis itu di kota Po-shia," kata Ui Thian-seng
dengan suara dalam.
Kota Po-shia penuh dengan rumput kering dan ranting
pohon yang mulai layu, hawa panas serasa menusuk hingga
ke balik kulit.
Kota itu dikelilingi tebing berbatu yang tinggi, terjal dan
tajam, di punggung bukit terjal itulah terlihat ada sekelompok
manusia sedang melangsungkan pertarungan mati hidup.
Ketika Tanpa perasaan dan rombongan tiba di tempat itu,
kebetulan terdengar suara jeritan ngeri yang memilukan hati
berkumandang memecah keheningan, tampak seorang
perempuan bermata satu sedang menghujamkan kelima jari
tangannya yang runcing dan tajam ke atas dada Pelindung
hukum Tio.

656
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kawanan jago Pak-shia lainnya sambil mengertak gigi


sedang bertarung sengit melawan sekelompok manusia, ada
empat puluhan 'manusia obat' sedang mengepung dan
menyerang mereka secara kalap.
Ciu Pek-ih merasa darah dalam rongga dadanya mendidih
setelah menyaksikan kejadian itu, dengan mata memerah ia
membentak nyaring, "Perempuan siluman, jangan kurangajar
kau
Tubuh berikut pedangnya langsung menerjang ke tebing
itu, baru saja tubuhnya mendekati Ci Yau-hoa, mendadak
terlihat sesosok bayangan hijau melintas, menyusul kemudian
terlihat munculnya tiga titik cahaya hijau menyerang dari atas,
tengah dan bawah tubuh pemuda itu.
Berada di tengah udara, Ciu Pek-ih segera mengayun
senjatanya, tampak bianglala putih membelah bumi, dengan
tiga kali egosan yang cekatan ia menghindarkan diri dari
ancaman ketiga titik cahaya hijau itu, sementara pedangnya
tetap terarah ke tubuh Ci Yau-hoa.
Sekali lagi bayangan hijau berkelebat, dua kaitan emas
menyambar tiba dari tengah udara, langsung membendung
serangan pedang Ciu Pek-ih.
Menghadapi serangan itu Ciu Pek-ih mendengus dingin,
pedangnya berputar, begitu ditarik ke belakang, satu tusukan
kembali dilancarkan, kali ini dia menyerang jalan darah Bun-
teng-hiat dan Tiau-huan-hiat di tubuh orang berbaju hijau itu,
kemudian sambil membalik tangan ia lepaskan lagi serangan
yang ketiga menusuk Kui-wi-hiat di punggung lawan.
Perlu diketahui jalan darah Bun-teng-hiat letaknya di atas
ubun-ubun, Tiau-huan-hiat berada di tumit sementara Kui-wi-
hiat berada di punggung belakang.
Dalam waktu singkat Ciu Pek-ih telah melancarkan tiga
serangan tanpa mengubah posisinya, tiga serangan dengan
tiga sasaran berbeda, satu serangan maut yang hakikatnya
susah dipercaya dengan akal sehat.

657
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Menghadapi datangnya ancaman maut itu, orang berbaju


hijau itu tidak bermaksud menghindar atau berkelit, sepasang
kaitannya malah langsung digaetkan ke tenggorokan lawan.
Dia rupanya sudah bersiap mengadu jiwa untuk
menghadapi ancaman musuhnya itu.
Menghadapi manusia nekad macam begini, terpaksa Ciu
Pek-ih harus menarik kembali serangannya, dia cepat
melancarkan serangan, cepat pula menarik kembali
serangannya, bahkan dengan satu perubahan jurus yang jauh
lebih cepat lagi dia tangkis datangnya dua serangan maut
lawan.
"Tring, tring!", tahu-tahu sepasang kaitan itu sudah
terpental ke samping.
Semua serangan orang itu segera tertangkis, namun
serangan yang dilancarkan Ciu Pek-ih ikut terhenti sesaat.
Setelah terjadinya bentrokan itu, masing-masing sudah
mempunyai perhitungan sendiri atas kemampuan lawannya,
sambil tertawa dingin Ciu Pek-ih segera menegur, "Setan api
kaitan pencabut nyawa Cho Thian-seng?"
Cho Thian-seng mendengus dingin. "Jadi kau adalah Shia-
cu dari Pak-shia, Ciu Pek-ih?" ia balik menegur.
Pada saat Ciu Pek-ih melompat masuk ke dalam arena
pertarungan tadi, Pek Huan-ji ikut terjun ke dalam arena, tapi
baru saja dia akan melibatkan diri dalam pertarungan,
mendadak terlihat ada bayangan putih berkelebat, menyusul
kemudian seorang berkata dengan suara dingin, "Bocah ayu,
mau apa kau kemari? Mau mengantarkan badanmu yang
montok untuk memuaskan napsuku?"
Tak terlukiskan rasa gusar Pek Huan-ji, pedangnya segera
dibalik sambil menyabet ke depan, sekilas serangan itu tidak
nampak aneh atau hebat, padahal di balik, kecepatan yang
luar biasa tersembunyi kekuatan serangan yang luar biasa,
serangan itu langsung menggulung ke tubuh orang itu.
Orang itu mendengus dingin, dia tak lain adalah si Setan
gantung putih Jui Kui-po, sambil menghimpit pedang Pek

658
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Huan-ji dengan sepasang Boan-koan-pitnya, kembali ia


tertawa sesat, "Kau tahu apa nama jurus seranganku ini?"
Merah padam wajah Pek Huan-ji karena jengah, tiba-tiba
dia lepas tangan, dengan sepasang tinjunya dia melancarkan
serangkaian pukulan berantai.
Jui Kui-po tidak mengira sikapnya yang kelewat
memandang enteng lawan berakibat fatal, baru saja
tangannya terasa enteng, tahu-tahu iga kiri dan kanannya
sudah terhajar pukulan, saking keras dan sakitnya pukulan itu
membuat ia terhuyung mundur sejauh tujuh delapan langkah.
Sementara dia masih mengaduh kesakitan, kembali Pek
Huan-ji membalikkan tangannya menyambar kembali
pedangnya yang dilepas tadi, lalu secara beruntun
melancarkan tujuh delapan jurus serangan.
Dengan terbendungnya Cho Thian-seng oleh Ciu Pek-ih dan
Jui Kui-po oleh Pek Huan-ji, kawanan jago Pak-shia lainnya
segera semangatnya kembali berkobar, dengan "semangat
dan tenaga baru serentak mereka menghadang serbuan
keempat puluhan manusia obat.
Dalam pada itu si Tanpa perasaan yang mengamati
jalannya pertarungan dari atas tebing segera melihat Ci Yau-
hoa sama sekali tidak ikut terlibat dalam pertempuran itu, dia
hanya mengeluarkan pekikan dan siulan aneh dari sisi arena
untuk memberi perintah.
Kawanan manusia obat tampak maju atau mundur
mengikuti suara pekikan dan siulan anehnya itu, tampaknya
suara itulah yang mengendalikan mereka.
Kecuali melancarkan serangan, ternyata kawanan manusia
obat sudah kehilangan kontrol atas diri mereka sendiri, bukan
saja mereka tak tahu bagaimana mempertahankan diri,
bahkan ketika bertarung sampai di tepi jurang pun seolah
tidak tahu untuk berhenti, terlihat salah seorang manusia obat
itu tergelincir dan terjatuh ke dasar jurang.
Tiba-tiba terdengar Chin Ang-kiok menjerit kaget, pekikan-
nya penuh dengan nada sedih, rupanya dia telah menyaksikan
kakaknya si Ribuan li setitik noda Chin Sam-kang serta

659
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

suaminya si Pisau terbang Wu Si-hiong berada di antara


kelompok 'manusia obat' itu, dengan sepasang mata setengah
terbuka dan wajah memancarkan sinar kebengisan, mereka
sedang bertarung sengit melawan kawanan jago dari Pak-shia.
Saat itu jagoan dari Pak-shia yang masih mampu bertarung
tinggal empat puluhan jago, tentu saja ilmu silat mereka
selisih jauh bila dibandingkan kawanan 'manusia obat' itu,
hakikatnya kondisi mereka waktu itu sudah berada di ujung
tanduk.
Melihat keadaan itu, lekas si Tanpa perasaan berseru, "Ui-
lopocu, saudara Khong, Chin-lihiap, ilmu silat yang dimiliki
nenek siluman itu sangat lihai, kalian mesti mengepungnya
secara beramai-ramai, kalau bisa pancing dia agar mau naik
kemari."
Bagaikan rajawali mementang sayap, Ui Thian-seng
melayang turun dengan kecepatan tinggi, begitu juga Chin
Ang-kiok, bagaikan seekor burung walet merah, dia menuruni
tebing itu, sementara Khong Bu-ki dengan menjinjing tombak
panjangnya menyusul di belakang, sedang Yau It-kang
sembari merogoh kantung Am-ginya turut menuruni tebing
terjal itu.
Pedang bunga bwe, Pedang anggrek serta Pedang bambu
sebenarnya ingin turut menyusul, tapi Tanpa perasaan segera
mencegahnya, "Kalian bertiga jangan ikut turun, apakah ada
yang membekal arak api atau korek api dan sebangsanya?"
Semenjak berada di kota Po-ke-tin, Ui Thian-seng memang
sudah memerintahkan semua orang untuk mengurus sendiri
segala perbekalan dan ransum termasuk korek api dan bahan
api lainnya, karena dia tahu, kemungkinan memasak sendiri di
tengah jalan sangat besar, tak heran semua orang memiliki
perbekalan seperti itu.
Setelah menerima semua benda yang diminta, kembali si
Tanpa perasaan menitahkan keempat bocah pedangnya untuk
mengumpulkan semua perbekalan pakaian yang ada, setelah
itu ia berkata, "Coba kalian bertujuh mulai mengumpulkan
semua ranting kering, rumput ilalang serta bahan lain yang

660
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mudah terbakar, makin banyak makin baik, makin cepat makin


baik!"
Empat bocah pedang sudah terbiasa mengikuti si Tanpa
perasaan, mereka cukup tahu kehebatan pemuda itu sehingga
tanpa membantah serentak mereka melaksanakan perintah
itu, berbeda dengan si Pedang bambu, dengan keheranan ia
bertanya,
"Kongcu, buat apa kita mesti mengumpulkan barang-
barang itu?"
"Kepandaian silat yang dimiliki Ci Yau-hoa sangat tinggi dan
hebat, rasanya susah buat kita untuk menghadapinya," ujar si
Tanpa perasaan sambil memanggut, "untuk meraih
kemenangan rasanya kita mesti menggunakan akal. Aku
berencana menggunakan kobaran api untuk membasmi
siluman perempuan itu!"
Pedang bambu. Pedang bunga bwe dan Pedang anggrek
saling bertukar pandang sekejap, kemudian tanpa bicara lagi
mereka berlalu dari situ.
Kini tinggal si Tanpa perasaan seorang yang mengikuti
jalannya pertarungan itu dari dalam tandunya.
Sementara itu Ui Thian-seng sudah tiba di samping Ci Yau-
hoa, golok besarnya dengan jurus Tiang-sah-lok-jit (pasir
kencang merontokkan matahari) langsung dibacokkan ke
batok kepala lawan.
Tampaknya Ci Yau-hoa tercengang juga melihat
kemunculan Ui Thian-seng, dengan nada keheranan tegurnya,
"Hey, rupanya kau berhasil meloloskan diri!"
Sementara berbicara, dia memunahkan bacokan golok Ui
Thian-seng bahkan sempat melancarkan enam buah serangan
balasan yang memaksa jago tua itu mundur sejauh enam
langkah.
Mendadak desingan angin tajam kembali menyambar , kali
ini mengancam punggung siluman wanita itu.
Sekali lagi Ci Yau:hoa mengayun tangan kanannya ke
belakang, di antara gulungan ujung bajunya, dia melilit
pedang Chin Ang-kiok yang menyambar tiba.

661
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Khong Bu-ki yang menyusul segera menghujamkan


tombaknya ke mata kanan perempuan itu.
Ci Yau-hoa tertawa dingin, dalam keadaan begini mau tak
mau terpaksa dia harus lepas tangan, tampak angkin
berwarna kuning itu menggulung ke samping, ia segera melilit
tombak panjang Khong Bu-ki, lalu ketika dibetot ke samping,
dia buang tombak berikut Khong Bu-ki ke arah jurang di sisi
tebing.
Melihat rekannya terancam bahaya maut, Ui Thian-seng
segera merentangkan lengannya merangkul tubuh Khong Bu-
ki erat-erat, di saat terakhir dia betot tubuh rekannya hingga
keluar dari jalur jurang yang dalam itu, meski begitu batu dan
pasir sempat berguguran juga ke dalam jurang.
Ci Yau-hoa tertawa dingin, menggunakan kesempatan itu
dia melancarkan sebuah pukulan ke punggung Khong Bu-ki.
Bila serangan ini sampai bersarang telak, niscaya tubuh
Khong Bu-ki berikut Ui Thian-seng akan tercebur lagi ke dalam
jurang.
Pada saat itulah terlihat tiga titik cahaya terang berkelebat,
langsung meluncur ke tubuh Ci Yau-hoa.
Merasakan datangnya ancaman, cepat Ci Yau-hoa
menempelkan kepalanya ke tanah sembari merendahkan
badan, bagaikan seekor ikan belut dia meloloskan diri dari
ancaman itu.
Rupanya orang yang melancarkan serangan senjata rahasia
itu adalah Yau It-kang.
Begitu lolos dari serangan senjata rahasia, kembali
perempuan iblis itu membalikkan tangan sambil menyerang,
kali ini dalam genggamannya telah bertambah dengan sebilah
pedang pendek berwarna kuning emas.
Yau It-kang sangat terperanjat, belum sempat dia
melakukan suatu gerakan, tahu-tahu Ci Yau-hoa sudah
merangsek maju sambil menempel di hadapan tubuhnya.
Pantangan paling besar bagi seorang ahli senjata rahasia
adalah pertarungan jarak pendek, baru saja Yau It-kang siap

662
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mundur ke belakang, pedang pendek di tangan Ci Yau-hoa


sudah meluncur tiba dan langsung menghujam ke perutnya.
Sambil menjerit ngeri tubuh Yau It-kang terlempar ke
belakang dan jatuh ke dalam jurang yang curam itu.
Baru berhasil dengan tusukan pedangnya dan tidak sempat
mencabut kembali senjata itu, serangan pedang Chin Ang-kiok
telah tiba, terpaksa Ci Yau-hoa harus berkelit ke samping
menghindarkan diri.
Tubuh Yau It-kang pun dengan membawa pedang pendek
segera lenyap ke dasar jurang sana.
Pelan-pelan Ci Yau-hoa membalikkan badan memandangi
wajah Chin Ang-kiok dengan mata melotot, biarpun matanya
tinggal satu, tapi sinar buas yang memancar keluar sungguh
menggidikkan, tiba-tiba dia mengebaskan angkin dalam
genggamannya lalu menerkam ke muka dengan garang.
Chin Ang-kiok tak berani bertarung lebih jauh, mendadak ia
membalikkan badan lalu kabur dari situ, lari menuju ke atas
tebing.
Berkilat sorot mata Ci Yau-hoa, tampaknya dia enggan
membiarkan lawannya kabur, pengejaran segera dilakukan.
Di pihak lain, Ui Thian-seng dan Khong Bu-ki ikut
melakukan pengejaran pula ke arah Ci Yau-hoa, mereka
berusaha menolong jiwa Chin Ang-kiok yang terancam.
Peristiwa yang berlangsung saat itu sungguh di luar dugaan
siapa pun, baru saja pertarungan berlangsung, Ci Yau-hoa
telah berhasil membunuh Am-gi-boan-thian (senjata rahasia
memenuhi angkasa) Yau It-kang, mendesak Hong-ta-pit-pay
(tiap bertarung pasti kalah) Khong Bu-ki sampai nyaris
tercebur ke dalam jurang, lalu memukul mundur Toa-mong-
hau, Kim-to-bu-tek (sang harimau perkasa, golok emas tanpa
tanding) Ui Thian-seng dan mengejar Siau-thian-san-yan (si
walet kecil dari Thian-san) Chin Ang-kiok hingga kabur terbirit-
birit.
Namun di arena pertarungan yang lain, saat itu mulai
terjadi pula perubahan yang sangat besar.

663
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Karena seluruh perhatian Ci Yau-hoa hanya tertuju untuk


menghadapi Ui Thian-seng, tentu saja kawanan 'manusia obat'
tak ada yang mengendalikan, dengan sendirinya kemampuan
serta daya serang mereka pun berkurang banyak,
menggunakan kesempatan itu kawanan jago Pak-shia pun
bisa berganti napas.
Di antara sekian jago, hanya si Peronda selatan Cho
Thianseng dan Peronda utara Jui Kui-po yang sama sekali
tidak terpengaruh, namun kedua orang itupun sedang terlibat
pertarungan seru melawan Ciu Pek-ih dan Pek Huan-ji.
Baik Ci Yau-hoa maupun Chin Ang-kiok, kedua orang
wanita ini sama-sama termashur di dunia persilatan karena
ilmu meringankan tubuhnya yang hebat, tapi nama besar Ci
Yau-hoa selama ini jauh lebih tersohor karena selama ini dia
menggunakan nama julukan si Dewi terbang untuk
menyembunyikan nama busuk sebenarnya si Bibi iblis, dalam
hal ilmu silat maupun ilmu meringankan tubuh dia sengaja
lebih menonjol diri.
Tapi kini begitu mereka berdua saling gempur dengan
sepenuh tenaga, jelas kelihatan kalau Chin Ang-kiok masih
ketinggalan jauh dalam segala hal, tak heran dia terpaksa
harus melarikan diri untuk menghindar.
Ci Yau-hoa sendiri pun cukup mengetahui situasi yang
sedang dihadapi, ia sadar pertarungan harus diselesaikan
secepatnya, maka ia pun berpekik nyaring, dua orang manusia
obat yang berada di sekitar sana segera memberikan
reaksinya, muncul dari sisi kiri dan kanan tebing, mereka
langsung menghadang jalan pergi Chin Ang-kiok sembari
melancarkan sergapan maut.
Tanpa bantuan siapapun, sebenarnya Chin Ang-kiok tak
mampu menerima tiga jurus serangan Ci Yau-hoa, apalagi
sekarang ditambah kepungan dua orang manusia obat,
keadaannya benar-benar gawat, berbahaya dan terancam
jiwanya.
Di saat kritis itulah tiba-tiba muncul sambaran cahaya putih
dari atas tebing, begitu tiba di hadapan Chin Ang-kiok, sinar

664
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

putih itu langsung membelah jadi dua dan secara terpisah


menyambar ke samping kiri dan kanan jagoan wanita itu.
"Bluk, bluk!", dua batang gurdi baja langsung menghajar
dan menghujam hulu hati kedua orang manusia obat.
Sebenarnya kedua manusia obat itu terhitung jagoan lihai
yang cukup termashur dalam dunia persilatan, hanya saja sifat
asli mereka telah terbius dan kesadaran otak mereka hilang,
sementara serangan Am-gi si Tanpa perasaan sangat cepat
dan lincah, sekilas seakan ditujukan ke arah Chin Ang-kiok.
baru setelah tiba di tengah jalan serangan itu berbelok dan
menghajar sasaran, dalam keadaan begini bukan saja jagoan
lihai macam Ci Yau-hoa tidak mampu memberikan
pertolongan, apalagi dua orang manusia obat bagaimana
mungkin dapat menghindarkan diri?
Begitu tahu datangnya serangan Am-gi yang berasal dari
atas tebing, Ci Yau-hoa segera tahu kalau Tanpa perasaan
berada di atas, dia lebih suka tidak membunuh Chin Ang-kiok
daripada kehilangan kesempatan menyerbu ke atas tebing dan
mencabut nyawa pemuda cacad itu.
Meskipun penyebab hilangnya sebelah matanya itu lantaran
serangan Si Ku-pei, namun seandainya si Tanpa perasaan
tidak hadir di situ, tak nanti dia membiarkan Si Ku-pei
mendekati samping tubuhnya sedekat itu, seandainya Tanpa
perasaan tidak melemparkan pisau terbangnya, belum tentu
serangan jarum maut Si Ku-pei akan menghajar matanya, oleh
sebab itu dia menaruh rasa benci yang luar biasa terhadap
anak muda itu, dia bersumpah ingin menghabisi nyawa
pemuda itu untuk membalaskan sakit hati ini.
Dengan menghimpun tenaga dalamnya, Ci Yau-hoa
mempercepat gerakan tubuhnya, dalam sekejap mata dia
telah berhasil menyusul Chin Ang-kiok dan melepaskan sebuah
pukulan.
Sadar akan datangnya bahaya, segera Chin Ang-kiok
menghimpun pula segenap tenaga dalam yang dimilikinya
untuk menerjang ke depan lebih cepat, kemudian melambung
ke udara dan menghindarkan diri dari ancaman.

665
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ci Yau-hoa segera mengayunkan tangan kanannya, kembali


angkin panjang berwarna kuning meluncur ke udara, kali ini
berusaha membelit pergelangan kaki lawan.
Berubah hebat paras muka Chin Ang-kiok, di saat kritis lagi-
lagi terlihat cahaya tajam menyambar, enam titik cahaya
bintang berputar kencang membelah angkasa dan ' langsung
membelah kain angkin itu hingga putus jadi dua.
Tak terlukiskan rasa gusar Ci Yau-hoa, bentaknya keras,
"Sialan kau, jangan bersembunyi terus sambil melepas senjata
rahasia. Hm! Lihat saja nanti, aku si Bibi dewi pasti akan
menyeretmu keluar dan mencincang tubuhmu hingga hancur
Sambil mengumpat marah, dia langsung melesat ke atas
tebing karang.
Ci Yau-hoa memang berilmu tinggi dan bernyali besar,
apalagi dalam kondisi amat gusar dan bertekad ingin
menghabisi nyawa si Tanpa perasaan, begitu tiba di atas
tebing karang, dia langsung menerjang ke arah tandu
misterius itu.
Pada saat bersamaan, tandu itupun sedang bergerak
menerjang ke arahnya.
Dengan mata kepala sendiri Ci Yau-hoa pernah
menyaksikan bagaimana si Tanpa perasaan dengan
mengandalkan alat rahasia yang terpasang di tandunya
menghajar si Pentolan iblis Si Ku-pei hingga kalang kabut,
meski dia sendiri berilmu hebat, namun sedikit banyak merasa
ngeri juga menghadapi serbuan tandu itu, melihat datangnya
terjangan, lekas dia melambung ke udara menghindarkan diri.
Lompatan Ci Yau-hoa tepat pada waktunya, baru saja ia
melejit ke udara, tandu itu sudah menyambar lewat hanya tiga
inci di bawah kakinya.
Belum sempat perempuan iblis itu melayang turun ke
permukaan tanah, mendadak batang kayu pengusung tandu
berputar cepat dan melepaskan dua batang pisau'tajam, pisau
itu masing-masing panjangnya lima inci dan langsung
mengancam dada kiri dan kanannya.

666
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ci Yau-hoa memang dapat memperhitungkan secara tepat


kalau tandu itu bakal melesat tiga inci di bawah kakinya,
namun dia tak menyangka akan datangnya serangan pisau
terbang itu, dalam keadaan begitu biarpun dia bisa
melambung lebih tinggi ke udara pun keadaan sudah
terlambat.
Saat itulah mendadak ... "Tring, tring", Ci Yau-hoa
menyentilkan jari telunjuk dan ibu jarinya, sentilan itu persis
menghajar di atas pisau terbang yang membuat kedua bilah
Am-gi itu patah menjadi dua, setelah mencelat di udara
segera ia berputar balik dan meluncur ke dalam tandu dengan
kecepatan tinggi.
Pada detik terakhir sebelum kedua bilah kutungan pisau
terbang itu menembus tandu, mendadak berkilat lagi sebuah
cahaya tajam dari balik tandu, sebilah pisau terbang melesat
keluar dengan kecepatan tinggi langsung membentur kedua
bilah kutungan pisau itu, kemudian ketiga bilah senjata itu
ber-balik arah dan kembali menerjang ke tubuh Ci Yau-hoa.
Bukan hanya serangan Am-gi, tandu itupun ikut berputar
dan kembali menumbuk ke arah perempuan iblis itu.
Mendadak berkelebat bayangan manusia dengan kecepatan
luar biasa, tahu-tahu bayangan tubuh Ci Yau-hoa sudah
lenyap dari pandangan mata.
Padahal waktu itu Ci Yau-hoa sedang berdiri di tepi tebing
yang curam, dengan lenyapnya bayangan tubuh Ci Yau-hoa
maka terjangan tandu itupun ikut berhenti secara tiba-tiba,
berhenti persis di tepi tebing.
Tiga bilah cahaya pisau berkelebat di udara kemudian
lenyap dari pandangan.
Pada saat itulah tubuh Ci Yau-hoa bagaikan sebuah ayunan
meluncur balik dengan kecepatan tinggi, begitu muncul di
depan tandu, kesepuluh jari tangannya yang tajam bagaikan
sepuluh bilah pisau belati langsung ditancapkan ke balik
tandu.

667
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ternyata ia tidak mundur dari tebing, hanya dalam waktu


singkat sepasang kakinya dikaitkan di sisi dinding tebing
kemudian menjatuhkan diri ke belakang.
Menanti serangan senjata rahasia menyambar lewat, saat
itulah bagaikan sebuah ayunan dia memental balik lagi ke atas
tebing.
Kecepatan Ci Yau-hoa melancarkan serangan sungguh tak
terlukiskan dengan kata, baru saja tubuhnya memunculkan
diri, sama sekali tak terlihat bagaimana cara dia melancarkan
serangan, tahu-tahu tangannya sudah menembus tirai tandu.
Sayang sekali, begitu tangannya menancap masuk ke balik
tirai bambu itu, tiba-tiba saja tirai seakan berubah jadi
selembar papan baja yang sangat tipis.
Ketika kesepuluh jari tangannya menembus 'papan besi' itu,
bukan saja tidak berhasil menembus lebih jauh, bahkan kedua
belah tangannya itu seakan terkunci dan melekat kuat di situ.
Bersamaan waktunya tiga titik cahaya bintang meluncur
keluar dari balik tandu, langsung mengancam dada dan perut
perempuan iblis itu.
Siapapun orangnya, apabila sepasang tangannya terjepit di
hadapannya, maka tubuh bagian- dada dan perut akan berada
dalam keadaan terbuka. Apalagi dalam waktu singkat,
mustahil bagi Ci Yau-hoa untuk menarik kembali tangannya.
Perempuan iblis ini memang luar biasa, sekalipun dia tak
sempat lagi menarik kembali tangannya, bukan berarti dia
membiarkan dadanya terbuka, mendadak sepasang kakinya
diayunkan berulang kali, secara beruntun dia lepaskan empat
buah tendangan berantai.
Tiga tendangan diarahkan menyingkirkan senjata rahasia
yang datang mengancam, menendang senjata rahasia itu
hingga mencelat ke bawah tebing dan mengancam tubuh Ui
Thian-seng, Khong Bu-ki serta Chin Ang-kiok.
Sementara tendangan terakhir diarahkan ke tepi tandu,
bersamaan waktunya kesepuluh jari yang semula dipakai
untuk menusuk, kini berubah jadi mencakar dan menarik tirai
itu dengan kuat.

668
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Brak!", diiringi suara keras, tandu itu tertendang hingga


mencelat sejauh tiga depa, papan baja di atas tandu itu nyaris
terbetot lepas.
Pada saat itulah tiba-tiba dari balik retakan papan baja
kembali meluncur keluar puluhan titik cahaya bintang yang
menyilaukan mata.
Cepat Ci Yau-hoa menyilangkan papan baja yang berhasil
dibetotnya untuk melindungi tubuh sendiri, "Tring, trang,
tring, trang", puluhan benda tajam itu bagaikan terpaan hujan
badai langsung menghajar papan baja itu.
Begitu suara dentingan berhenti, tubuh Ci Yau-hoa ikut
menerjang ke depan.
Rupanya dia telah menggunakan papan besi yang berhasil
direbutnya sebagai tameng untuk melindungi tubuhnya yang
menerjang maju ke muka.
Tandu berlapis baja itu tampaknya tak mampu
membendung terjangan lawan, rangsekan lawan memaksanya
harus mundur terus ke belakang.
Padahal di belakang tebing merupakan tepi jurang yang
sangat dalam, jika tandu itu mundur beberapa depa lagi,
niscaya akan tercebur dan hancur ke dasar jurang yang tak
terhingga dalamnya itu.
Dengan sekuat tenaga Ci Yau-hoa mendorong tandu itu ke
belakang, dalam waktu singkat tandu itu sudah terdorong
hingga tiba di tepi jurang.
Di saat tandu mulai tercebur ke dasar jurang yang dalam,
sesosok bayangan manusia menerjang keluar 'dari balik tandu
dan membumbung tinggi ke udara, kemudian sambil melesat
lewat di atas kepala Ci Yau-hoa, tujuh titik cahaya bintang
kembali meluncur ke bawah dengan kecepatan luar biasa.
Ci Yau-hoa boleh saja menggunakan lempengan baja itu
untuk melindungi tubuh bagian depannya, namun batok
kepala maupun punggungnya berada dalam keadaan terbuka.
Kepala dan punggung Ci Yau-hoa kini menjadi sasaran dan
ancaman dari ketujuh titik cahaya tajam itu.

669
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam waktu yang amat singkat Ci Yau-hoa berhasil


mendorong tandu yang menjadi momok dan kendaraan yang
paling ditakutinya itu meluncur ke dasar jurang.
Berbareng bagian kepala dan punggungnya yang semula
terbuka kini berubah jadi selembar papan baja, ketujuh
batang cahaya tajam itu semuanya menancap rapi di atas
papan besi itu.
Dengan membawa suara gemuruh yang memekakkan
telinga, tandu itu menggelinding dan meluncur ke dasar
jurang, tapi pada saat itulah ada puluhan titik senjata rahasia
yang nyaris sama sekali tidak menimbulkan sedikit suara pun
melesat tiba dengan kecepatan tinggi.
Ci Yau-hoa sama sekali tidak melihat akan datangnya
ancaman itu, sebab selain matanya sudah buta sebelah,
lapisan besi yang digunakan sebagai tameng telah
menghalangi pandangannya.
Dia memang memiliki ketajaman pendengaran yang bagus,
dia pun memiliki lapisan baja sebagai tameng yang hebat
untuk membendung ancaman senjata rahasia, bahkan dia pun
memiliki kemampuan untuk mendengar desingan suara dan
membedakan antara angin biasa dengan serangan senjata
rahasia, pada hakikatnya ancaman senjata rahasia sulit
menjangkau bahkan menjamah tubuhnya.
Tapi sayang kali ini dia tidak mendengar akan datangnya
ancaman, sebab senjata rahasia yang meluncur tiba kelewat
kecil bentuknya, sama sekali tidak menimbulkan desingan
suara, apalagi suara gemuruh yang ditimbulkan tandu yang
terperosok ke dalam jurang sedang menggelegar di angkasa.
Titik cahaya lembut itu tak lain berasal dari sepuluh batang
jarum berwarna perak.
Kesepuluh batang jarum perak itu melesat lewat dan
menembus masuk persis melalui sepuluh lubang bekas jari
tangan Ci Yau-hoa yang menancap di atas lempengan baja
tadi.
Menanti Ci Yau-hoa sadar akan datangnya ancaman, jarum
lembut itu sudah menembus lubang di atas lempengan baja

670
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dan menyambar tiba, ancaman itu sudah berada setengah


depa dari wajahnya.
Bersamaan waktunya, tubuh si Tanpa perasaan telah
meluncur turun dari udara, dalam waktu singkat desingan
angin senjata telah menyelimuti seluruh udara.
Lekas Ci Yau-hoa menghentakkan lempengan baja dalam
cengkeramannya ke depan, tiga empat puluhan macam
senjata rahasia yang semula menancap di atas lempengan
baja itu, kini menyembur keluar dan meluncur ke tubuh anak
muda itu.
Cepat si Tanpa perasaan menarik napas panjang, bukannya
meluncur turun dia malah melambung lagi ke atas, secepat
kilat sepasang tangannya diayunkan berulang kali, dua
puluhan macam senjata rahasia kembali meluncur keluar
dengan kecepatan luar biasa.
Dengan melambung ke udara, si Tanpa perasaan telah
berhasil menghindari setengah dari senjata rahasia yang
mengancam tiba, sedang sisanya yang setengah lagi berhasil
dirontokkan oleh sambitan senjata rahasianya barusan.
Mendadak Ci Yau-hoa melemparkan lempengan baja itu ke
depan, dengan membawa desingan angin tajam lempengan
itu membabat tubuh si Tanpa perasaan yang masih berada di
udara.
Di saat lempengan baja itu meluncur ke udara, sekilas si
Tanpa perasaan telah melihat bagaimana kesepuluh batang
jarum peraknya telah digigit Ci Yau-hoa dalam mulutnya.
Tiba-tiba saja anak muda ini merasakan suatu kegagalan,
suatu kekalahan yang belum pernah dirasakan sebelumnya,
perasaan ini terasa aneh sekali, terutama sewaktu muncul di
detik kritis semacam ini, di saat mati hidupnya' berada di
ujung tanduk.
Lempengan baja itu menerjang tiba dengan kecepatan luar
biasa, Tanpa perasaan sadar, mustahil baginya untuk
menghindarkan diri dari sergapan maut itu.
Kini tandu andalannya sudah musnah, senjata rahasianya
gagal mengenai sasaran, bila papan baja itu hanya meluncur

671
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

datang, mungkin dia masih bisa menghindarkan diri, tapi


sekarang lempengan itu membabat dengan disertai tenaga
serangan yang dahsyat, anak muda itu sadar bahwa dia tidak
memiliki kekuatan yang cukup untuk menghadapinya.
Dalam keadaan seperti ini hanya ada satu cara baginya
untuk menanggulangi ancaman itu yakni menerima dengan
sepasang tangannya, namun tenaga dorongan lawan
sedemikian kuat sementara tenaga dalam sendiri sangat
cetek, bila dia lakukan hal itu, niscaya badannya akan
terpental hingga jatuh dari tebing.
Jika dia sampai terpental jatuh dari atas tebing, bukan saja
mati hidupnya bakal tidakketahuan, rencana terakhir yang
telah dipersiapkan pun akan sulit untuk dilaksanakan.
Belum lagi tubuhnya tenggelam ke dasar tebing, Tanpa
perasaan sudah merasa hatinya serasa tenggelam ke dasar
jurang.
Pada saat itulah terdengar bentakan nyaring menggelegar
di angkasa, bayangan manusia berkelebat, lempengan baja itu
tahu-tahu sudah terpapas kutung jadi dua dan rontok ke
samping kiri dan kanan, terbelah dua karena bacokan golok
yang luar biasa dahsyatnya, ataukah hancur karena suara
bentakan yang menggelegar bagaikan suara guruh?
Jagoan yang muncul tepat pada saatnya itu tak lain adalah
Toa-mong-hau, Kim-to-bu-tek (sang harimau perkasa, golok
emas tanpa tanding) Ui Thian-seng.
Begitu Ui Thian-seng muncul di arena pertarungan, tak
lama kemudian menyusul pula Khong Bu-ki serta Chin Ang-
kiok.
Tombak Khong Bu-ki langsung diayunkan ke muka mele-*
paskan sapuan, sementara pedang Chin Ang-kiok menyambar
secepat petir mengiringi serangan rekannya.
Tiba-tiba Ci Yau-hoa mementang lebar mulutnya,
kesepuluh batang jarum perak yang berada dalam gigitannya
itu segera disemburkan ke depan.
Lekas Khong Bu-ki memutar tombaknya sedemikian rapat
hingga air hujan pun susah menembus, sementara Chin Ang-

672
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kiok terpaksa melayang balik ke belakang bagaikan seekor


burung walet.
Tak lama kemudian Ui Thian-seng sudah berdiri berjajar
dengan si Tanpa perasaan, sementara Khong Bu-ki berdiri
berjajar dengan Chin Ang-kiok.
Begitu mereka berempat berdiri bersama, perasaan hangat
segera menyelimuti hati setiap orang, sebab di saat susah, di
kala jiwa terancam ternyata ada teman rela membela dan siap
mati bersama.
Walaupun begitu, mereka berempat pun merasa terkesiap
bercampur ngeri, sebab kungfu yang dimiliki Ci Yau-hoa
memang luar biasa hebatnya, bukan cuma hebat, pada
hakikatnya telengas, kejam dan buas bukan kepalang.
Dalam pada itu Ci Yau-hoa telah memandang ke arah
mereka dengan sorot mata sedingin salju, jengeknya sambil
bergerak menyerang, "Kalian semua ingin mampus bukan?
Pergilah mampus sekarang!"
"Lepaskan api!" mendadak Tanpa perasaan membentak
keras.
Ketika Ci Yau-hoa terlibat pertarungan sengit melawan
Tanpa perasaan di atas tebing tadi, pertarungan antara para
jago Pak-shia melawan kawanan manusia obat pun sudah
mengalami satu perubahan yang sangat besar.
Ketika kawanan manusia obat menyerang dengan
bimbingan siulan Ci Yau-hoa tadi, para jago dari Pak-shia
memang terdesak dan tak sanggup melakukan perlawanan,
tapi semenjak iblis wanita itu bertarung sengit di atas tebing
hingga kawanan manusia obat itu kehilangan suara komando,
situasinya seketika berubah drastis.
Pengalaman mereka bertarung melawan kawanan manusia
obat selama beberapa bulan ini membuat kawanan jago dari
Pak-shia cukup memahami ciri serta kelebihan musuhnya,
maka mereka pun memanfaatkan situasi medan yang terjal
serta serangan senjata rahasia dan kelincahan tubuh untuk
bertarung melawan manusia manusia obat itu, dengan

673
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mengandalkan kelebihan yang mereka miliki, sementara waktu


keadaan pun berimbang.
Pada awalnya Ci Yau-hoa berniat menghabisi dulu nyawa si
Tanpa perasaan, kemudian baru memberi perintah kawanan
manusia obat itu untuk menghabisi kawanan jago dari Pak-
shia.
Dia memang tak pernah memandang enteng tenaga
serangan yang dimiliki si Tanpa perasaan, namun dia sama
sekali tak menyangka kalau anak muda itu ternyata jauh lebih
sulit dihadapi ketimbang apa yang dibayangkan semula.
Dalam pada itu pertarungan antara Cho Thian-seng
melawan Ciu Pek-ih pun mulai menunjukkan tanda-tanda
berakhir.
Kaitan emas Cho Thian-seng bagaikan jaring langit yang
disebarkan dari angkasa, mengurung seluruh tubuh Ciu Pek-ih
dengan rapat, seakan menganggap lawan bagaikan seekor
ikan yang masuk jaring, biarpun berusaha menerjang ke kiri
kanan pun tak berhasil lolos dari kepungannya.
Namun Ciu Pek-ih bukan jagoan kemarin sore, .dia seperti
sebatang anak panah yang sangat tajam menerjang masuk ke
tengah pusat pusaran kaitan emasnya.
Pusat pusaran kaitan itu tak lain adalah Cho Thian-seng
sendiri.
Cho Thian-seng ibarat sebuah batu karang yang sedang
menyumbat pusaran arus air yang kencang, ketika arus
menghantam di atas karang maka pusaran air pun muncul.
Namun begitu karang penghambat dimusnahkan, yang
tersisa hanyalah arus deras, arus yang mengalir lancar tak
menimbulkan pusaran lagi.
Julukan Ciu Pek-ih dalam dunia persilatan adalah si pedang
kilat, begitu serangan pedang dilancarkan, dia langsung
menusuk ke pusat pusaran angin dari kaitan itu.
Seketika itu juga pusaran yang kuat lenyap tak berbekas.
Kaitan itu satu dari depan yang lain dari belakang, bagaikan
besi semberani saja, langsung melekat di atas pedang lawan
dan menempelnya terus dengan kuat.

674
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ciu Pek-ih sama sekali tidak menjadi panik karena kejadian


ini, dia tetap melayani serangan musuh dengan tenang,
mendadak dengan ilmu Liong-hau-hap-ki-toa-hoat (naga dan
harimau menggempur bersama) dari Liong-hau Sanjin dia
melancarkan serangan balik, tenaga dalamnya disalurkan
susul menyusul, melewati ujung pedang langsung menghimpit
tubuh lawan.
Saat itulah tiba-tiba Cho Thian-seng melepaskan
tangannya, sepasang tangannya langsung digetarkan, dua titik
cahaya api berwarna hijau pupus secepat petir meluncur.
Berubah paras muka Ciu Pek-ih menghadapi kejadian ini.
Saat itu pedangnya sudah ditempel ketat oleh sepasang
kaitan lawan, tidak leluasa baginya untuk menarik kembali
senjatanya seraya menangkis, apalagi memang waktunya tak
sempat lagi, dalam keadaan begini mau tak mau terpaksa dia
harus melepaskan pedangnya.
Begitu pedang dilepas, kelima jari tangannya dengan jurus
Jiu-hui-pi-pe (tangan menyentil pi-pe) dia lepaskan
serangkaian sentilan maut.
Pada detik dia melepaskan pedangnya, Cho Thian-seng
justru membalik tangan menyambar kembali sepasang
kaitannya.
Namun sentilan maut yang dilancarkan Ciu Pek-ih adalah
Sian-jin-ci (ilmu jari dewa) yang dipelajarinya dari Siong-san.
Dalam anggapan Cho Thian-seng, tak seorang manusia pun
di dunia ini yang berani menyambut serangan 'api setan'
miliknya dengan tangan telanjang, namun mimpi pun dia tidak
menyangka kalau ilmu jari dewa milik lawan sanggup
menghancurkan batu pualam, mematahkan batangan emas
tanpa harus menyentuh bendanya, seketika itu juga api setan
yang dilancarkan segera terpental balik.
Api setan memang dibuat dari campuran fosfor dengan
sejenis racun keji, barang siapa terkena api ganas itu, sekujur
tubuhnya niscaya akan membusuk hingga mengakibatkan
kema-tian, jangan kan orang lain, Cho Thian-seng sendiri pun
tahu, tak ada obat yang bisa menyembuhkannya.

675
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam terkesiap bercampur ngerinya, terpaksa dia


melepaskan kaitannya sambil mundur.
Berbareng dengan terlepasnya kaitan itu, tiba-tiba ia
merasakan lambungnya panas sekali dan terasa amat sakit.
Rasa sakit yang luar biasa membuat seluruh badannya
kempis seperti bola yang bocor, langsung roboh terkulai.
Dua biji api setan itu langsung menyambar dan menghajar
tepat sepasang matanya.
Tak ampun Cho Thian-seng menjadi buta seketika, tidak
sampai jerit kesakitan yang ketiga kalinya berkumandang,
nyawanya sudah melayang meninggalkan raga.
Hingga mati pun dia masih belum mengerti, dengan cara
apa Ciu Pek-ih bisa begitu cepat meraih kembali pedangnya
bahkan langsung dihujamkan ke perutnya.
Padahal Ciu Pek-ih sendiri pun tidak sempat meraih kembali
pedangnya, dia hanya melancarkan sebuah tendangan
berbarengan ketika melancarkan serangan dengan ilmu jari
dewa tadi.
Ketika tendangannya mengenai gagang pedang, tubuh
pedang menggerakkan pula kaitan hingga menumbuk ke
depan dan menghujam persis di atas perut si Peronda selatan
Cho Thian-seng.
Tusukan maut itu langsung saja merenggut nyawa jagoan
she Cho itu.
Begitu Cho Thian-seng tewas, sambil menyambar
pedangnya, kembali Ciu Pek-ih bergerak maju ke depan dan
terjun ke arena pertarungan dimana Pek Huan-ji sedang
bertarung seru melawan si Setan gantung putih Jui Kui-po.
Sebenarnya ilmu silat yang dimiliki Jui Kui-po maupun Pek
Huan-ji hampir setara, kalau ilmu pedang yang dimiliki Pek
Huan-ji lebih didominasi oleh tenaga lembut berhawa negatip,
maka ilmu pedang Jui Kui-po lebih mengandalkan pada
tutulan, tusukan, tekanan, gesekan, sodokan maupun
cungkilan, satu gerakan dengan beribu macam perubahan,
ditambah lagi pengalaman bertarung Pek Huan-ji memang

676
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

jauh di bawah lawannya, tak aneh kalau makin bertarung dia


semakin terdesak di bawah angin.
Pada saat itulah tiba-tiba pit kanan Jui Kui-po menusuk ke
arah jalan darah Ki-hay-hiat di tubuh gadis itu.
Cepat Pek Huan-ji menekan pedangnya ke bawah lalu
berusaha menangkis datangnya tusukan itu.
Saat itulah pit kiri Jui Kui-po dengan kecepatan luar biasa
menotok Seng-wi-hiat di bawah mata gadis itu, serangannya
begitu cepat hingga susah diikuti dengan pandangan mata.
Padahal letak Seng-wi-hiat berada di atas sedang Ki-hay-
hiat berada di bawah, dua buah jalan darah yang sama sekali
tak ada sangkut-pautnya dan terpisah jauh itu ternyata
diserang pada saat bersamaan.
Cepat Pek Huan-ji merentangkan kelima jari tangannya
berusaha mencengkeram gagang pit lawan.
Jui Kui-po tertawa seram, sepasang tangannya segera
digetarkan, di saat getaran dilakukan, tahu-tahu dari ujung
kedua batang pit itu menyembur dua gumpal cairan berwarna
hitam.
Cairan hitam berbau amis, tentu saja bukan cairan tinta bak
biasa.
Barang siapa ternoda setitik saja oleh cairan hitam itu,
akibatnya mungkin jauh lebih parah ketimbang terhajar api
setan milik Cho Thian-seng.
Pucat pias wajah Pek Huan-ji, tergopoh-gopoh dia
miringkan kepala untuk berkelit, cairan hitam itu segera
menyembur lewat di sisi pipinya.
Serangan ke atas kepala memang bisa dihindari, namun dia
tak mengira kalau dari arah bawah pun muncul ancaman yang
sama, menanti dia menyadari akan datangnya ancaman itu,
terlambatlah bagi gadis itu untuk menghindarkan diri dari
sem-' buran cairan hitam atas jalan darah Ki-hay-hiatnya.
Untunglah di saat yang paling kritis muncul sentilan tajam
dari tangan seseorang, desingan angin tajam yang disentilkan
dari ilmu jari dewa langsung meluncur ke depan dan
menghantam ke arah semburan tinta hitam itu.

677
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Terhajar angin tajam, gumpalan tinta hitam tadi seakan


membentur dinding baja hingga terpental dan berbelok arah,
kemudian memancar balik ke belakang dan menghantam
tubuh Jui Kui-po.
Tak terlukiskan rasa kaget Jui Kui-po menghadapi kejadian
ini, ia sadar tinta hitam itu mengandung racun yang berpuluh
kali lipat lebih dahsyat daripada racun api setan milik Cho
Thian-seng, tergopoh-gopoh dia berjumpalitan tiga kali di
udara dan menghindar sejauh beberapa kaki dari posisi
semula.
Baru saja tubuhnya melayang turun ke permukaan tanah,
Ciu Pek-ih telah menempel tiba sambil melakukan ancaman.
Jui Kui-po segera memutar sepasang Boan-koan-pitnya dan
melancarkan tusukan berbareng ke kiri kanan tubuh lawan.
Belum sampai serangannya mencapai sasaran, mendadak
sepasang pitnya tercekal oleh sepasang kaitan.
Begitu melihat munculnya kaitan itu, Jui Kui-po seketika
merasa hatinya bergidik, dia segera sadar bahwa Cho Thian-
seng telah menemui ajalnya.
Saat itulah Ciu Pek-ih mengendorkan tangannya lalu
dengan pedangnya dia tusuk perut lawan.
Waktu itu sepasang Boan-koan-pit Jui Kui-po sudah
tertahan oleh sepasang kaitan hingga nyaris tak bisa
digunakan lagi, dalam keadaan begini terpaksa dia hanya bisa
mundur untuk menghindar.
Sayangnya dia hanya sendirian, sementara Ciu Pek-ih dan
Pek Huan-ji berdua. Punggungnya juga tidak bermata, dia tak
tahu pedang Pek Huan-ji sedang menunggu dirinya di situ.
Dia pun sama sekali tidak mendengar adanya desingan
angin serangan, sebab ilmu pedang gadis perawan Siok-li-
kiam-hoat milik gadis itu mengutamakan tenaga Yin yang
lembut, serangan yang dia lancarkan tak pernah membawa
desingan angin sedikitpun.
Jui Kui-po merasakan punggungnya menyentuh ujung
pedang lawan, kagetnya setengah mati, cepat badannya
melejit maju ke depan untuk menghindar.

678
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi Ciu Pek-ih sudah menanti dengan pukulan tangan


kirinya, dengan menggunakan tenaga Bu-siang-sin-kang dia
hajar dada lawan, sedemikian kuatnya hantaman itu bukan
saja membuat tubuh Jui Kui-po tak sanggup bergerak lagi ke
depan, bahkan mendorong badannya hingga menyongsong
datangnya tusukan pedang dari belakang.
"Duk!", begitu pukulan menghajar dadanya, bagaikan
seekor ikan yang mati digencet, sepasang biji matanya
seketika melompat keluar dan tak pernah bergerak lagi untuk
selamanya.
Berbareng dengan kematian si Setan gantung Jui Kui-po,
pelindung hukum Ko dari Pak-shia juga tewas dibantai tiga
orang manusia obat.
Sekalipun sudah tujuh-delapan orang manusia obat yang
mati terbunuh, namun kawanan jago dari Pak-shia juga mulai
terdesak hebat hingga tak sanggup lagi mempertahankan diri.
Melihat keadaan yang gawat itu, Ciu Pek-ih segera
melompat ke depan dan siap terjun ke arena pertarungan, tapi
Pek Huan-ji segera menarik tangannya sambil berbisik,
"Kawanan manusia obat itu dikendalikan Ci Yau-hoa, sedang
Ci Yau-hoa saat ini sudah dipancing si Tanpa perasaan naik ke
tebing atas, ketimbang membunuh mereka, apa tidak lebih
baik kita membantu Tanpa perasaan bersama-sama
menghabisi nyawa perempuan iblis itu? Aku rasa tindakan itu
jauh lebih bermanfaat."
"Baik!" sahut Ciu Pek-ih kemudian.
Saat itulah terdengar si Tanpa perasaan membentak keras
dari atas tebing, "Lepaskan api!"
Ci Yau-hoa tertegun begitu mendengar teriakan itu, tiba-
tiba ia sadar dirinya sedang berdiri di tepi jurang yang dalam
sementara sekeliling tubuhnya telah dikelilingi aneka macam
bahan yang mudah terbakar, malah dia pun sempat
mengendus bau minyak yang sangat menusuk hidung.
Berubah hebat paras muka iblis wanita itu, tanpa pikir
panjang dia segera melambung ke udara dan berusaha
menyingkir dari situ.

679
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tak lama kemudian, tujuh delapan obor api sudah dilempar


dari sisi kiri dan kanan tebing, begitu api menyentuh bahan
yang mudah terbakar itu, jilatan api segera menyebar
kemannmana, kobaran api pun membesar dalam waktu
singkat.
Ci Yau-hoa melambung semakin tinggi, biarpun jilatan api
semakin membesar dan lidah api sudah membumbung ke
angkasa, namun bukan tindakan gampang untuk
mencegahnya me larikan diri.
"Sret, sret", desingan tajam membelah bumi, dua bilah
pisau terbang meluncur dengan kecepatan tinggi langsung
mengancam jalan darah Tiong-tong-hiat dan Sun-hiat di
tubuhnya.
Berada di udara, Ci Yau-hoa berjumpalitan beberapa kali,
dengan satu gerakan kilat dia tangkap kedua bilah pisau
terbang itu, baru saja dia akan mengerahkan tenaga untuk
melompati jilatan api, mendadak pandangan matanya terasa
kabur, kemudian terasa sakit yang luar biasa menusuk
tubuhnya, dalam gugupnya lekas dia melompat balik ke posisi
semula.
Rupanya sewaktu Ci Yau-hoa berjumpalitan di udara tadi,
secara kebetulan dia berhadapan langsung dengan asap tebal
yang dihasilkan jilatan api itu, asap pedas yang tebal langsung
menusuk matanya, padahal Ci Yau-hoa hanya memiliki mata
sebelah, sementara mata yang lain memang sudah terasa
sakit sejak tadi, sekarang ditambah lagi dengan rasa sakit
karena kemasukan asap tebal, bagaimana mungkin dia bisa
menahannya?
Sadar dia sudah terperangkap oleh jebakan yang
dipersiapkan lawannya, Ci Yau-hoa merasa panik bercampur
jengkel, merah padam wajahnya lantaran gusar, sembari
membentak penuh amarah sekali lagi dia melambung ke
udara.
Kali ini dia melambung setinggi empat kaki lebih, jauh
melampaui jilatan api yang berkobar dan langsung menerjang
keluar kepungan.

680
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tanpa perasaan yang sudah menanti sejak tadi kembali


mengayunkan tangan berulang kali, empat batang trisula
disam-bitkan ke atas mengancam sepasang kaki perempuan
iblis itu.
Melihat datangnya ancaman itu, Ci Yau-hoa menyambitkan
dua batang pisau terbang yang berhasil dirampasnya tadi
untuk memukul rontok dua senjata rahasia yang datang
menyerang, kemudian sepasang tangannya kembali meraup
ke depan menangkap dua batang senjata rahasia lainnya,
baru saja tubuhnya siap melampaui garis kobaran api, tiba-
tiba tampak bayangan kuning berkelebat, ibarat burung
rajawali yang sedang menyambar mangsanya, sebuah
bacokan golok langsung dibabatkan ke pinggang lawan.
Menghadapi datangnya ancaman, terpaksa Ci Yau-hoa
menggunakan sepasang trisula rampasannya untuk
menangkis.
"Trang!", di tengah benturan nyaring, kedua orang
berbareng melayang turun ke atas permukaan tanah, Ui
Thian-seng dengan golok siap menyerang berdiri di luar garis
kobaran api, sementara Ci Yau-hoa tetap berada di balik garis
kobaran api.
Sekali lagi Ci Yau-hoa menghimpun tenaga dalamnya untuk
melambung, kali ini dia bergerak dengan amarah luar biasa.
Tanpa perasaan mendengus dingin, lagi-lagi sepuluh butir
biji teratai Cing-lian-cu disambitkan ke arahnya.
Sambil tetap melambung ke udara, Ci Yau-hoa
mengebaskan ujung bajunya, kesepuluh biji Cing-lian-cu itu
segera teraup semua ke balik bajunya.
Ui Thian-seng membentak keras, sambil melambung ke
udara dia melancarkan sebuah bacokan dengan jurus Heng-
to-toan-sui (melintangkan golok membendung air).
Ci Yau-hoa memuntir trisulanya sambil membetot, golok
emas Ui Thian-seng segera terseret hingga miring ke samping,
tampaknya dia segera akan melampaui garis kobaran api itu.
Mendadak sebatang tombak telah menyambar tiba dan
langsung menusuk mata kanannya.

681
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sekali lagi Ci Yau-hoa menangkis dengan trisula di tangan


kirinya, biarpun senjata rahasia itu kecil bentuknya, ternyata
berhasil menjepit tombak itu hingga tak mampu bergerak.
Menggunakan kesempatan itu Ci Yau-hoa bergeser ke
samping, maksudnya ingin menyelinap keluar dari kepungan
api itu melalui celah antara Ui Thian-seng dan Khong Bu-ki,
siapa tahu belum sempat dia menyelinap keluar, kembali
sebilah pedang menyambar langsung menusuk perutnya.
Tusukan maut pedang Chin Ang-kiok.
Ci Yau-hoa berkoar-koar makin gusar, kini tenaganya sudah
habis digunakan, tenaga dalamnya sudah melemah, terpaksa
dia berjumpalitan sekali lagi di udara dan melayang balik ke
dalam lingkaran kobaran api itu.
Baru saja dia bersiap melambung untuk ketiga kalinya,
mendadak langit terasa gelap, menyusul air mata bercucuran
keluar terus dari balik matanya yang semakin perih dan pedas.
Di antara bahan-bahan bakar yang disiapkan di seputar
tebing itu, selain ranting dan daun kering, disertai pula dengan
robekan kain yang basah oleh minyak bakar, ketika jilatan api
mulai membakar gumpalan kain berminyak itu, maka asap
tebal yang dihasilkan pun semakin menebal.
Tatkala Ci Yau-hoa untuk kesekian kalinya gagal melintasi
kobaran api itu, asap tebal sudah makin menyelimuti sekitar
tebing, bukan saja hembusan angin memperparah tebalnya
asap, Ci Yau-hoa dengan mata yang tinggal sebelah semakin
menderita, saat itu nyaris dia tak sanggup lagi untuk
menyaksikan benda di sekelilingnya.
Jilatan api berkobar semakin besar melalap seluruh bahan
kering yang ada di sekitar tebing, kini api sudah makin
mempersempit ruang gerak iblis wanita itu ke arah tepi
jurang, sekalipun mata kiri Ci Yau-hoa tidak sakit, dengan
semakin menebalnya asap hitam yang menyelimuti tempat itu,
rasanya sia-papun tak mungkin bisa mempertahankan diri.
Ci Yau-hoa menjerit keras, kali ini dia kerahkan segenap
tenaga dalam yang dimilikinya, dengan meminjam dinding
tebing yang curam, dia melambung setinggi empat kaki.

682
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika menerjang keluar dari balik asap tebal, dengan


memaksakan diri ia masih sempat melihat benda di
sekelilingnya kendatipun pandangannya kabur, senjata rahasia
Cing-lian-cu yang berhasil diraupnya tadi langsung ditebarkan
ke arah Tanpa perasaan dengan kecepatan tinggi.
Kini kondisinya sudah semakin parah, bukan cuma
pandangan matanya saja yang kabur karena tebalnya asap,
suara kobaran api yang begitu bergemuruh menghalangi pula
ketajaman pendengarannya, dalam situasi seperti ini, yang
paling dia takuti adalah serangan senjata rahasia dari Tanpa
perasaan.
Waktu itu arah hembusan angin menuju ke arah tepi
jurang, sementara Ci Yau-hoa bergerak menentang arah
angin, maka bagi orang yang berada di luar areal kebakaran,
semua gerak-gerik iblis wanita itu dapat terlihat sangat jelas,
sebaliknya bagi Ci Yau-hoa yang menerjang keluar dari balik
asap tebal, sulit baginya untuk melihat jelas keadaan di luar.
Baru saja Tanpa perasaan siap melepaskan senjata rahasia,
ancaman senjata rahasia telah datang duluan, terpaksa dia
sam-bitkan Am-ginya untuk merontokkan Cing-lian-cu yang
mengarah ke tubuhnya.
Di saat hambatan itu berlangsung, Ci Yau-hoa kelihatan
segera akan berhasil melewati garis lingkaran kobaran api.
Dalam terjangannya kali ini, Ci Yau-hoa memang sudah
mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya.
Khong Bu-ki segera menerjang ke muka, tombaknya
langsung disodokkan ke depan mengancam dada lawan.
Ci Yau-hoa berpekik nyaring, dengan trisula dia tangkis
tombak itu sementara tubuhnya merangsek maju, trisula yang
berada di tangan lain ditusukkan ke tenggorokan lawan,
langsung menembus lehernya.
Tiba-tiba Khong Bu-ki mendelik lebar, selama hidup dia
sudah seratus dua puluh delapan kali kalah di tangan orang
lain, bahkan kekalahannya kali ini telah merenggut pula
nyawanya.

683
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Namun Khong Bu-ki tak ingin menyerahkan nyawanya


secara begitu gampang, dia buang tombaknya lalu memeluk
erat tubuh Ci Yau-hoa dan menariknya masuk ke balik lautan
api yang sedang berkobar.
Ci Yau-hoa terkesiap, lekas dia buang trisulanya lalu
menghajar dada Khong Bu-ki berulang kali, sayang Khong Bu-
ki tak pernah mau melepaskan pelukannya, kendatipun waktu
itu tulang iganya telah hancur.
Kedua orang itu segera tercebur ke dalam kobaran api yang
membara.
Saat itu mata kanan Ci Yau-hoa sudah tak mampu melihat
benda apapun, tapi begitu badannya menempel tanah, segera
ia membabat sepasang lengan Khong Bu-ki dengan bacokan
telapak tangannya, kemudian sekali lagi dia menerjang keluar
dari balik kobaran api.
Biarpun berada dalam kondisi yang parah, ternyata
perempuan iblis itu masih mampu membedakan arah, ketika
muncul dari balik kobaran api, seluruh tubuhnya sudah
terbakar sebagian, dari tujuh-delapan buah luka bakar yang
memenuhi badannya, ada empat-lima buah di antaranya
masih mengepulkan asap dan api.
Yang paling penting lagi adalah untuk sesaat dia tak
mampu melihat benda apapun yang berada di hadapannya.
Tapi si Tanpa perasaan dapat melihatnya, Ui Thian-seng
dapat melihatnya pula, tidak terkecuali Chin Ang-kiok.
Mereka bertiga serentak menerjang maju ke muka, kini Ci
Yau-hoa sudah menerjang keluar dari kabut api, bila
kesempatan baik ini tidak dimanfaatkan, mereka tak pernah
akan memiliki peluang untuk membunuhnya lagi.
Tanpa perasaan 'menerjang' ke depan dengan menyentil-
kan dua butir peluru besinya.
Waktu itu Ci Yau-hoa sedang menerjang keluar dari balik
kobaran api, tiba-tiba dia merangkap tangannya ke depan lalu
mencengkeram sebutir peluru besi di antaranya, sayang dia
hanya mampu menangkap sebutir, sementara peluru besi

684
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yang lain segera menghantam kakinya, begitu keras benturan


itu hingga terdengar suara tulang yang hancur dan patah.
Kepandaian silat yang dimiliki Ci Yau-hoa memang sangat
hebat, yang paling menakutkan adalah kehebatan ilmu
meringankan tubuhnya.
Tapi kini tulang kakinya sudah hancur, dia telah kehilangan
senjata andalannya yang paling hebat.
Ui Thian-seng menarik napas panjang, secepat petir
goloknya membacok dengan jurus To-pit-hoa-san (membacok
bukit Hoa-san).
Bacokan itu luar biasa hebatnya, bukan hanya cepat
bahkan amat sempurna, tiada setitik kelemahan pun yang
nampak, tapi dia telah melakukan satu kesalahan.
Ui Thian-seng tidak seharusnya bersuara ketika menarik
napas panjang tadi.
Dengan ketajaman pendengaran yang dimiliki Ci Yau-hoa,
dia segera dapat menangkap asal munculnya suara itu, peluru
besi hasil rampasannya segera diayun ke atas, bacokan golok
itu pun menghajar persis di atas peluru baja itu.
"Tring!", bunga api menyebar ke empat penjuru, bacokan
maut itu pun segera tertangkis hingga mencelat ke samping.
Namun gara-gara benturan itu, kaki Ci Yau-hoa yang sudah
cacad tak sanggup menahan bobot badannya lagi, seketika ia
tergetar hingga roboh ke tanah.
Ui Thian-seng sendiri pun terdesak mundur sejauh lima
langkah.
"Blam!", dengan mengikuti arah datangnya suara itu, Ci
Yau-hoa melontarkan peluru besinya ke depan dengan
sepenuh tenaga.
Senjata itu langsung menghajar dada Ui Thian-seng,
membuat jago tua itu memuntahkan darah segar, badannya
langsung roboh telentang ke tanah.
Chin Ang-kiok tidak tinggal diam, saat itulah tusukan
pedangnya menyambar.
Sebenarnya Chin Ang-kiok melancarkan serangan hampir
bersamaan dengan Ui Thian-seng, hanya saja karena ilmu silat

685
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

jago tua itu lebih hebat maka bacokan goloknya tiba lebih
dulu.
Padahal semua kejadian itu berlangsung hanya dalam
waktu yang amat singkat.
Api masih menjilat di seluruh badan Ci Yau-hoa, namun iblis
wanita itu tidak ambil peduli, dengan satu sambaran kilat dia
mencengkeraman pedang Chin Ang-kiok yang menusuk tiba.
Serangan pedang Chin Ang-kiok memang cepat, tapi
sayang di balik kecepatan serangannya membawa suara
desingan tajam, dengan munculnya suara berarti serangan itu
segera tertangkis.
Bersamaan dengan tangkisan itu, iblis wanita itu berhasil
pula menangkap sebatang Hui-yan-piau yang tertuju ke
tubuhnya.
Rupanya di saat menerjang maju sambil melepaskan
tusukan pedang tadi, Chin Ang-kiok melontarkan juga tiga
batang Hui-yan-piau, yang dilepaskan bukan hanya sebatang
melainkan tiga batang.
Pada saat Ci Yau-hoa berhasil menangkap tusukan pedang
yang meluncur datang, kedua batang senjata rahasia walet
terbang itupun serentak menghujam di atas dadanya secara
telak.
Ketika ujung senjata rahasia menembus kulit badannya
sedalam tiga inci, tusukan itu segera terhenti sebab pada saat
itulah tenaga dalam yang dimiliki Ci Yau-hoa telah dihimpun di
atas dadanya, malah dia berhasil mementalkan balik semua
senjata rahasia yang menancap di badannya itu.
Menyusul terpentalnya kedua batang senjata rahasia itu,
darah segar ikut menyembur keluar bagaikan pancuran air.
Ketika tenaga dalam dialihkan ke dada sebelah depan,
tangan Ci Yau-hoa yang mencengkeram pedang pun ikut
mengucurkan darah, namun dia tidak menyerah karena itu,
cengkeramannya semakin diperkencang.
Senjata rahasia yang memental balik tadi langsung
menyambar ke tubuh Chin Ang-kiok, lekas jagoan wanita itu
merentangkan kelima jari tangannya, dengan jari telunjuk dan

686
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

jari tengah dia tangkap sebatang Hui-yan-piau yang


menyambar tiba, sementara jari manis dan kelingkingnya
menjepit sambaran senjata rahasia yang lain.
Ci Yau-hoa mendengus dingin, dia merangsek ke depan,
tangannya yang lebih tajam daripada mata golok langsung
dihujamkan ke dada lawan.
Tak ada jerit kesakitan, yang terdengar hanya bentakan
gusar.
Pada saat Chin Ang-kiok menemui ajalnya tertusuk telapak
tangan lawan, Pedang bunga bwe, Pedang anggrek dan
Pedang bambu serentak membentak gusar.
"Mundur!" hardik Tanpa perasaan kaget.
Sayang ketiga orang dayang itu enggan menuruti seruan
itu, melihat kematian yang menimpa Chin Ang-kiok, ketiga
orang dayang itu lebih rela mati daripada mundur dari arena
pertarungan.
Maka mereka bertiga pun ikut kehilangan nyawanya.
Setelah berhasil membunuh Chin Ang-kiok, Ci Yau-hoa
segera mengebaskan tangan berulang kali ke seluruh
badannya, dia berusaha memadamkan jilatan api yang masih
membakar beberapa bagian badannya.
Tangannya penuh berlepotan darah, darah dari tubuh Chin
Ang-kiok, dimana tangannya menepuk, jilatan api pun segera
ikut padam.
Sepasang tangannya sudah penuh berlepotan darah,
dipenuhi dengan luka, tapi kuat dan hebatnya bukan
kepalang, dia sanggup menangkap senjata macam apapun
yang menghampirinya, barang siapa berani menyentuh
sepasang tangannya itu, kalau bukan mati tentu akan dibuat
terluka parah, bahkan jilatan api yang membara pun seketika
padam begitu bersentuhan dengan tangan itu.
Tangannya memang sepasang tangan yang hebat,
sepasang tangan yang sangat menakutkan.
Di saat ia berhasil memadamkan kobaran api yang menjilat
tubuhnya, serangan pedang ketiga budak pedang itu telah
menyambar tiba.

687
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ci Yau-hoa pun segera menggunakan sepasang tangan


tlitambah sebuah kakinya melancarkan serangan berantai.
Menyusul kemudian darah muncrat kemana-mana, tubuh
ketiga orang dayang itu mencelat ke dalam kobaran api.
Di saat Ci Yau-hoa belum sempat menarik kembali
sepasang tangan dan kakinya, kembali ada empat sosok
bayangan manusia berbaju hijau menerjang masuk ke dalam
arena pertarungan dengan kecepatan tinggi, dua bilah cahaya
perak diiringi dua kilatan cahaya emas meluncur ke tubuh
lawan secara bersamaan.
Dua kilatan cahaya menghujam sepasang lengan Ci Yau-
hoa, sebuah kilatan cahaya menghujam di atas paha
perempuan itu, sementara yang sebuah menghujam langsung
ke perut iblis wanita itu.
Kaki kiri Ci Yau-hoa sudah remuk tulangnya karena terhajar
peluru besi yang diluncurkan si Tanpa perasaan tadi, sulit bagi
perempuan ini untuk menangkis datangnya serangan yang
mengarah ke bawah, maka tak ampun lagi sebilah pedang
emas langsung menancap di atas perutnya, sementara ketiga
bilah pedang yang lain menancap di atas paha kanan serta
sepasang lengannya.
Tampak keempat orang bocah pedang itu mencelat ke
belakang dan roboh terjungkal ke bawah tebing.
Sementara Ci Yau-hoa juga tak sanggup menahan diri lagi,
tubuhnya ikut roboh terjungkal ke tanah.
Dalam waktu yang amat singkat, dia telah menghajar Yau
It-kang hingga mencelat dan terkubur di dasar jurang,
kemudian membantai Khong Bu-ki, membunuh Chin Ang-kiok,
menghajar Pedang anggrek, Pedang bunga bwe dan Pedang
bambu hingga terbakar di tengah lautan api, kemudian
menghajar pula Ui Thian-seng hingga tak mampu merangkak
bangun lagi bahkan mati hidup keempat orang bocah pedang
pun masih belum ketahuan dengan jelas, hampir sepuluh
jagoan tangguh yang mati di tangannya.
Tapi dia sendiri pun kini terkapar, ada tujuh delapan buah
luka bakar di sekujur badannya, bukan hanya bajunya yang

688
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

terbakar, kulit badannya pun ikut hangus menghitam, dua


lubang kecil muncul di dadanya, terhajar Hui-yan-piau, sebuah
luka memanjang menghiasi telapak tangan kanannya, sebuah
luka yang panjang lagi dalam, tulang kaki kirinya hancur
terhajar peluru besi si Tanpa perasaan, kini paha kanan serta
sepasang lengannya tertusuk pula oleh sambaran pedang.
Tapi dari semua luka yang dideritanya, tusukan pedang
yang menghujam perutnya merupakan sebuah tusukan yang
mematikan, karena pedang itu menembus perutnya hingga ke
punggung, tinggal gagang pedangnya yang tersisa di luar
perut.
Tapi dia belum mati, dia masih meringkuk di atas tanah,
bergerak perlahan-lahan, entah karena rasa sakit yang luar
biasa atau karena dia mulai menyesali semua perbuatan
dosanya, tiba-tiba perempuan itu mulai menangis, menangis
tersedu-sedu.
Waktu itu di tepi lautan api yang berkobar membumbung
tinggi ke angkasa tinggal dia dan Tanpa perasaan dua orang.
Dengan susah payah, dengan mengerahkan segenap sisa
kekuatan yang dimilikinya dia mencoba untuk menggerakkan
tangan kirinya yang masih utuh tanpa cacad, berusaha
menggapai perlahan ke arah Tanpa perasaan.
Menyaksikan adegan itu, seketika itu juga Tanpa perasaan
terbayang kembali dengan tangan lembut Ci Yau-hoa ketika
dibelainya di bukit Ci-pak-san waktu itu, memandangi
tangannya yang halus, membelainya dengan lembut di bawah
sinar rembulan yang redup, di atas batu cadas, sembari
menyuapkan sepotong daging kelinci panggang ke mulutnya
....
Dia terbayang kembali bisikan suaranya yang lembut,
senyumannya yang manis serta keluh-kesahnya yang
mengusik perasaan, dia seakan merasa telah balik lagi ke
kampung halamannya ketika itu, kasih sayang dan kemesraan
yang diberikan perempuan itu membuat Tanpa perasaan
serasa terbuai, membuatnya tak bisa melupakan detik-detik
yang penuh dengan kehangatan itu.

689
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Itukah yang dinamakan ... dinamakan cinta? Itukah cinta


yang nyaris langka dijumpai si Tanpa perasaan dalam
kehidupan, kesepian dan terasing? Itukah cinta yang bahkan
belum pernah dijumpai si Tanpa perasaan selama hidupnya,
hingga membuatnya tidak tahu, tidak paham ... kekasih sama
sekali berbeda dengan musuh, sebuah masalah yang mustahil
bisa diputuskan dalam waktu singkat.
Angin lembut yang berhembus sepoi malam itu, rembulan
yang bersinar redup ketika itu ... tapi kini, tangan yang begitu
lembut, begitu halus, telah berubah menjadi tangan yang
dipenuhi noda darah ... Tanpa perasaan merasakarf hatinya
amat sakit.
Pada saat itulah ia mendengar Ci Yau-hoa mulai mendesis,
mulai memanggil namanya dengan lemah, begitu tak berdaya,
"Tanpa perasaan ... kau ... kemarilah
Tanpa perasaan bukan benar-benar tak berperasaan, bukan
karena dia tak berperasaan tapi dia tetap adalah seorang
manusia, tiada manusia yang tidak memiliki perasaan.
Maka dia pun menekan sepasang tangannya ke tanah, lalu
melayang turun persis di hadapan Ci Yau-hoa.
Sekujur badan Ci Yau-hoa penuh berlepotan darah, bukan
saja tak mampu berdiri bahkan untuk menggeser badannya
pun amat sulit, tapi raut mukanya masih kelihatan begitu
cantik, begitu ayu, begitu mempesonakan.
Itukah detik-detik terakhir menjelang ajalnya? Cahaya lilin
yang hampir padam biasanya akan bersinar lebih terang,
apakah karena itu raut wajahnya pulih kembali dalam
kecantikan yang luar biasa?
Mata kirinya sudah buta, selamanya dia tak pernah bisa
membuka kembali matanya itu, tapi mata kanannya sudah
mulai dapat melihat benda, kobaran api sudah mereda, bahan
bakar mendekati habis, kobaran api pun semakin mengecil,
asap hitam yang semula hitam pekat, kini pun sudah mulai
buyar, buyar karena hembusan angin gunung yang kencang.
Mungkin saja mata itu bisa melihat dengan jelas karena
baru saja tercuci bersih oleh linangan air matanya, membuat

690
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dia dapat melihat dunia ini dengan lebih jelas ... namun bagi
Ci Yau-hoa, mungkin penglihatan yang sangat jelas itu akan
menjadi penglihatannya yang terakhir.
Dengan susah payah Ci Yau-hoa berusaha tersenyum, lalu
ujarnya terbata-bata, "... kecerdasanmu memang hebat ...
ilmu senjata rahasiamu juga hebat ... tapi ... tapi tandumu
telah kuhancurkan ... apakah ... apakah kau akan sedih
karenanya? Apakah kau akan membenciku ... membenciku
untuk selamanya ...T'
Tanpa perasaan menggeleng, sebab yang hancur saat ini
bukan tandunya, melainkan perasaan hatinya.
Asal masih ada manusia hidup, tandu yang hancur masih
bisa dibuat kembali, tapi bagaimana dengan perasaan hati?
"Aku tahu, kau membenciku karena aku telah menipumu ...
aku ... aku takkan memohon pengampunanmu untuk hal ini
Bicara sampai di situ, napas Ci Yau-hoa mulai memburu,
pipinya juga berubah jadi merah membara.
"Kawanan manusia obat itu masih ... masih bisa
diselamatkan ... akan ... akan kuajarkan cara ... cara untuk
menyembuhkan mereka
Ci Yau-hoa mulai menggerakkan tangannya, tangan kiri
yang penuh berlepotan darah meski kelihatan masih begitu
halus dan mulus ....
"Aku ... aku hanya berharap ... mau ... maukah kau
menggenggam tanganku ... menggenggamnya sebentar saja
menjelang ... menjelang ajalku tiba
Orang bilang bila manusia menghadapi maut, semua
perkataannya adalah yang sejujurnya, Tanpa perasaan merasa
matanya mulai berkaca-kaca, terharukah dia? Atau merasa
sedih?
Tanpa sadar dia mulai menggerakkan tangannya,
menggenggam tangan Ci Yau-hoa erat-erat.
Di bawah cahaya matahari terlihat sepasang tangan ilu
mulai bergenggaman, saling menggenggam dengan hangat,
dari sepasang tangan yang berlepotan darah berubah jadi dua
pasang tangan yang dipenuhi noda darah.

691
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sebuah kehangatan yang sangat mengharukan, sebuah


kedamaian yang luar biasa....
Mendadak ... mendadak semuanya berubah.
Berubah sangat cepat, berubah secara tiba-tiba dan di luar
dugaan siapa pun juga.
Mendadak Ci Yau-hoa menggerakkan tangannya sangat
cepat, bagaikan sambaran petir dia mencengkeram urat nadi
pergelangan tangan kanan si Tanpa perasaan.
Berubah hebat paras muka Tanpa perasaan, tangan kirinya
telah menggenggam tiga batang anak panah pendek.
Tapi sayang, ketika Ci Yau-hoa mencengkeram tangannya
lebih kuat, anak panah itu segera terlepas dari
genggamannya, rontok ke tanah.
Menyusul kemudian kedua orang itupun saling berhadapan
dengan kaku, tanpa bergerak sedikit pun, sepasang tangan
mereka masih tetap saling menggenggam, hanya sayang
kemesraan dan kehangatan yang semula menyelimuti
suasana, kini sudah hilang lenyap, menguap ke angkasa
bagaikan segumpal asap.
Ci Yau-hoa nampak tertawa, sebuah senyuman
kebanggaan, senyuman kepuasan, lalu dia pun mulai tertawa
terbahak, tertawa kalap ....
Sembari tertawa kalap, tangannya mulai mencengkeram
lebih kuat, lebih bertenaga. Paras muka Tanpa perasaan ikut
berubah pula, dari hijau membesi berubah jadi pucat bagai
mayat, peluh sebesar kacang kedelai bercucuran membasahi
jidatnya, membasahi wajahnya, sekujur badannya.
Saat itulah tampak dua sosok bayangan manusia berbaju
putih melayang turun di atas tebing karang itu.
Begitu tiba di arena pertarungan, kedua orang itu nampak
berdiri tertegun, tampaknya mereka tidak menyangka akan
disuguhi pemandangan setragis itu.
Empat bocah pedang emas dan perak tergeletak di
sekeliling tebing, waktu itu mereka sedang berusaha
merangkak bangun sambil merintih kesakitan.

692
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kobaran api benar-benar telah padam, asap hitam pun


mulai menipis, tapi di seputar sana telah dipenuhi dengan
mayat yang bergelimpangan, mayat Khong Bu-ki beserta
ketiga orang dayang pedang, di sisi onggokan api tergeletak
mayat Chin Ang-kiok, lalu tubuh Ui Thian-seng yang masih
belum jelas mati hidupnya, sementara mayat Yau It-kang
sama sekali tak nampak, entah terkubur di dasar jurang atau
bahkan sudah hancur be-rantakan?
Pertempuran ini benar-benar merupakan sebuah
pertempuran berdarah, sebuah pertempuran yang
menggidikkan hati.
Dengan badan berlepotan darah Ci Yau-hoa masih
mencengkeram urat nadi Tanpa perasaan, mencekalnya kuat-
kuat, kembali dia tertawa seram.
"Hahaha ... kau anggap mereka mampu menyelamatkan
nyawamu? Hm! Wahai manusia cacad, aku beritahu padamu,
tak seorang pun sanggup menyelamatkan nyawa bobrokmu
itu, kau akan kujadikan manusia obat, agar selama hidup tak
pernah bisa merasakan lagi arti sebuah kehidupan."
Tanpa perasaan tetap bungkam, dalam keadaan seperti ini
dia memang tak sanggup berkata-kala lagi.
Sudah kedua kalinya peristiwa ini dialaminya, pertama kali
sewaktu berada dalam kota Pak-shia, waktu itu dengan siasat
yang sama Ci Yau-hoa berhasil mencengkeram urat nadinya,
semisal Si Ku-pei tidak membokong secara tiba-tiba, mungkin
saat itu dia sudah tewas mengenaskan di sana.
Dan sekarang, untuk kedua kalinya dia tertipu oleh siasat
yang sama.
Sebenarnya benda apa yang telah membutakan matanya?
Membuat bebal otaknya hingga ia begitu tolol, goblok, mau
tertipu untuk kedua kalinya?
Jangankan orang lain, Tanpa perasaan sendiri pun merasa
betapa goblok dan tololnya dia, pada hakikatnya dia adalah
manusia paling tolol di dunia ini.
"Berhenti!" tiba-tiba Ci Yau-hoa membentak, "jika kalian
berani maju selangkah lagi, akan kucabut nyawanya!"

693
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Rupanya Ciu Pek-ih dan Pek Huan-ji berhasil menyelinap ke


belakang tubuh Ci Yau-hoa, tapi sayang, sebelum mereka
sempat bertindak, perempuan iblis itu telah menyadari akan
kehadiran mereka.
Tentu saja Ciu Pek-ih dan Pek Huan-ji tak berani
melangkah maju lagi.
Tiba-tiba sekujur badan Ci Yau-hoa mulai mengejang
kencang, namun cekalannya pada urat nadi Tanpa perasaan
sama sekali tidak mengendor, selang beberapa saat kemudian
baru ia menyapu pandang sekejap sekeliling arena dengan
matanya yang tinggal sebelah, lalu ujarnya diiringi tertawa
dingin, "Akan kubawa kau pulang ke rumah, selama kau
berada di tanganku, 'mereka tak nanti berani bertindak
gegabah ... jangan kuatir, asal aku bisa pulang dalam keadaan
hidup, asal aku dapat menyembuhkan luka-lukaku, semua
yang hadir di sini akan kubantai di kemudian hari, termasuk
juga kau, akan kukirim kau menuju ke alam baka, menyusul
rekan-rekanmu itu
Tanpa perasaan tidak buka suara, tenaga murni yang
memancar masuk melalui tangan Ci Yau-hoa sedang
menerjang dan menumbuk tubuhnya, dia merasa isi perutnya
bergolak, terasa amat sakit bagaikan disayat dengan pisau.
Tiba-tiba Ci Yau-hoa berpekik nyaring, suara pekikannya
amat keras dan tinggi melengking, lalu mungkin karena rasa
kesakitan yang luar biasa dia menghentikan pekikannya,
bernapas dengan tersengal serta melanjutkan pekikannya.
Mendengar suara pekikan itu, serentak manusia obat yang
berada di bawah tebing menghentikan serangannya, lalu
serentak secara bersama menyerbu ke atas tebing karang.
Tampaknya Ci Yau-hoa bermaksud menggunakan si Tanpa
perasaan sebagai sandera kemudian menggunakan manusia
obat untuk melindungi keselamatannya, berusaha mundur dari
situ dengan selamat.
Dia bersumpah dalam hati, asal bisa hidup, suatu hari nanti
dia pasti akan membalas dendam sakit hati itu.

694
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kini keempat anggota badannya sudah terluka, perutnya


tertusuk pedang hingga tembus ke punggungnya, luka-luka itu
membuat gerak serangannya melamban, walau begitu, tenaga
murninya belum buyar, dengan mengandalkan sisa kekuatan,
belum tentu orang dengan tenaga dalam sempurna macam Ui
Thian-seng sanggup menahan cengkeramannya yang kuat
pada urat nadinya, apalagi si Tanpa perasaan.
Ciu Pek-ih maupun Pek Huan-ji ikut tertegun, untuk sesaat
mereka tak tahu apa yang harus dilakukan.
Permusuhan ini dipicu karena perselisihan mereka dengan
Ci Yau-hoa, bahkan antara kedua belah pihak terikat dendam
sakit hati sedalam lautan, sebaliknya si Tanpa perasaan hanya
seorang'tamu yang datang dari jauh, khusus menyusul ke
sana untuk membantu Pak-shia, dan kini pemuda itu dijadikan
sandera, tentu saja mereka tak bisa berpeluk tangan
membiarkan pemuda itu mati di tangan siluman wanita itu.
Bila Ci Yau-hoa dibiarkan pulang ke gunung dengan
selamat, bukan saja Pak-shia dan tiga keluarga besar menjadi
tak aman, seluruh dunia persilatan pun bakal terancam
bahaya yang sangat hebat.
Mendadak terdengar Ci Yau-hoa tertawa seram, serunya
melengking, "Sekarang kau harus ikut aku!"
Tangan kirinya mencengkeram makin kencang dan siap
menyeret pemuda itu berlalu dari situ.
Pada saat itulah sinar tajam tiba-tiba memancar keluar dari
balik mata Tanpa perasaan, sahutnya nyaring, "Tidak!"
Sekilas cahaya hitam yang amat tajam tahu-tahu sudah
menyembur keluar dari balik mulutnya.
Ci Yau-hoa sudah memperhitungkan segala kemungkinan
dengan seksama, dia takut dengan senjata rahasia Tanpa
perasaan, maka semua kemungkinan datangnya ancaman itu
sudah diwaspadai, namun mimpi pun dia tak pernah
menyangka kalau senjata rahasia bakal menyembur keluar
dari mulutnya.
Dia ingin menghindar, tapi sayang sudah terlambat.

695
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Cahaya hitam itu langsung menyambar ke depan dan


menghajar tenggorokannya, menghujam bahkan memotong
saluran pernapasannya.
Ci Yau-hoa melotot besar, suara gemerutuk memancar
keluar dari balik tenggorokannya, wajahnya kelihatan sangat
menyeramkan.
Tanpa perasaan berusaha meronta dengan sekuat tenaga,
namun tak berhasil, dia gagal melepaskan diri dari
cengkeraman perempuan siluman itu.
Di saat itulah Ciu Pek-ih merangsek maju, sebuah babatan
maut segera dilancarkan ke muka.
Ilmu pukulan Bu-siang-sin-kang memang sangat hebat,
jangan kan tulang manusia, emas dan batu karang pun
sanggup dihancurkan, seketika itu juga tangan kiri Ci Yau-hoa
terhajar hingga hancur dan terkulai lemas ke bawah.
Pek Huan-ji ikut mendesak maju, pedangnya langsung
diayunkan ke depan dan menusuk dada Ci Yau-hoa,
menghujamkan senjatanya hingga tembus ke belakang.
Ci Yau-hoa masih mendelik besar, tanpa berkedip dia
mengawasi wajah Tanpa perasaan, walaupun sekujur
badannya sudah bermandikan darah, namun dia masih
berusaha mengangkat tangan kanannya, menuding ke arah
Tanpa perasaan dari kejauhan ....
Bergidik juga Pek Huan-ji menyaksikan adegan itu,
bagaimana pun dia tetap seorang gadis yang berhati lemah,
saking ngerinya, dia segera melepas tangan tanpa sempat
mencabut kembali pedangnya dan segera mundur dari situ.
Jari tangan Ci Yau-hoa yang menuding Tanpa perasaan
kelihatan gemetar keras, dia seakan ingin mengucapkan
sesuatu, namun sampai detik terakhir, tak sepatah kata pun
yang mampu diucapkan. Pelan-pelan tubuhnya roboh
terjungkal ke tanah, roboh telentang di bawah sorotan cahaya
sang surya, roboh dan berbaring untuk selamanya...
Akhirnya si Bibi iblis Ci Yau-hoa tewas, Su-toa-thian-mo,
empat iblis langit yang banyak membuat keonaran dan
bencana bagi umat persilatan akhirnya terbantai musnah,

696
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

musnah berikut keenam belas orang anak buahnya, terbantai


dari muka bumi.
Waktu itu kawanan manusia obat sudah menerjang tiba di
atas tebing, tapi dengan kematian Ci Yau-hoa, mereka pun
serentak ikut bergelimpangan ke tanah bagai tomat yang
kelewat masak, sama seperti nasib Ci Yau-hoa, roboh terkapar
untuk tidak bangun lagi selamanya.
Mereka merupakan badan kasar tanpa nyawa, ibarat mayat
hidup yang dikendalikan Ci Yau-hoa, dengan kematian Ci Yau-
hoa, mereka pun tak mungkin bisa hidup lebih lama.
Sejak ditangkap Ci Yau-hoa untuk dijadikan manusia obat,
sebenarnya mereka memang sudah kehilangan kesempatan
untuk hidup.
Empat bocah pedang emas dan perak belum mati, mereka
hanya dibikin pingsan oleh tenaga getaran Ci Yau-hoa, setelah
termakan empat tusukan pedang mereka yang bersarang
telak, iblis wanita itu memang tidak memiliki kekuatan lagi
untuk menghabisi nyawa keempat orang bocah itu.
Ui Thian-seng juga tidak mati, tapi luka yang dideritanya
amat parah, hantaman peluru besi itu telah menghancurkan
tiga tulang iganya ditambah luka dalam yang sangat berat.
Untung saja si harimau ganas Ui Thian-seng sudah lima
puluh tahun hidup malang melintang dalam dunia persilatan,
tentu saja hantaman sebutir peluru besi masih sanggup
ditahan olehnya.
Si Tanpa perasaan masih duduk termangu di tempat
semula, saat ini dia tak tahu harus merasa gembira ataukah
harus bersedih
Dia sendiri pun tidak tahu, sebenarnya pertarungan ini
dimenangkan siapa? Diakah yang menang? Atau dia justru
telah menderita kekalahan?
"Kau ... sama sekali tak mengerti ilmu silat, hampir semua
jago di kolong langit mengetahui hal ini, maka jurus
terakhirmu itu harus merupakan satu serangan yang sangat
mematikan, jangan pernah kau gunakan serangan terakhirmu

697
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

itu bila keadaan tidak kelewat memaksa ...T" itulah pesan


Cukat-sianseng menjelang keberangkatannya.
Sekarang dia telah menggunakannya, tak ada orang yang
menduga kalau serangan mautnya yang terakhir justru muncul
dari semburan mulut.
Jangankan orang lain, manusia sehebat Ci Yau-hoa pun tak
mampu menghindarkan diri.
Sejak urat nadinya dicengkeram lawan, dia tak pernah
bicara lagi, walau mengucapkan sepatah kata pun, saat itulah
dia sudah mulai menghimpun segenap tenaga dalamnya,
menghimpun kekuatan untuk melancarkan serangan terakhir,
menanti saaf yang paling baik, saat yang paling tepat untuk
melancarkan serangan mematikan.
Akhirnya dia pun berhasil, berhasil membinasakan lawan,
namun dia tak pernah merasa gembira karena keberhasilan
itu.
Waktu itu Ciu Pek-ih sedang menengok ke bawah tebing,
tampak sisa anak buahnya tinggal lima puluhan orang, saat itu
para sisa jago dari Pak-shia juga sedang mendongakkan
kepala memandang ke arahnya, tiba-tiba saja pemuda itu
merasa sangat lelah, lelah sekali, seolah ada beban seberat
ribuan kati yang menindih di atas badannya, membuat dia
terhimpit, membuat dia tak mampu bernapas ....
Sekalipun begitu, Ci Yau-hoa telah tewas, dendam kesumat
mereka pun sudah terbalas.
Asal dia masih bisa hidup, suatu hari nanti pasti akan
mampu dan berhasil membangun kembali Pak-shia.
Pelan-pelan Pek Huan-ji berjalan mendekat, menjatuhkan
diri ke dalam rangkulannya.
Mendadak si Tanpa perasaan mendengar suara derap kaki
kuda yang ramai berkumandang mendekat, ketika ia
menengok ke bawah, tampak dua orang lelaki berbaju ketat
warna biru dengan topi berbulu merah, ikat pinggang
berwarna ungu sedang melarikan kudanya menuju ke atas
tebing karang.

698
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tanpa perasaan segera berkerut kening, sebab dia tahu


kedua orang itu adalah dua orang opas kenamaan dari kota
Yu-ciu, biarpun ada dua ratusan opas di tempat itu,
kemampuan mereka semua tak akan mampu menandingi
kehebatan kedua orang itu.
Hanya Cukat-sianseng seorang yang sanggup mengutus
mereka berdua, kecuali telah terjadi sebuah kasus luar biasa
yang menghebohkan, tak mungkin ia mengutus kedua orang
itu.
Tapi kalau dilihat dari keadaan mereka, kelihatannya kedua
orang opas itu telah menempuh perjalanan siang malam, jelas
mereka khusus menyusul ke sana karena sedang mencari si
Tanpa perasaan.
Pasti sudah terjadi sebuah kasus luar biasa yang sangat
menghebohkan sehingga menunggu kehadiran si Tanpa
perasaan untuk menyelesaikannya.
Pelan-pelan si Tanpa perasaan mendongakkan kepala,
memandang sang surya yang bersinar terang, mengawasi
mayat yang bergelimpangan dimana-mana, ia nampak sangat
murung dan masgul, entah karena ia terlalu lelah ataukah ada
suatu perasaan yang sangat mengganjal hatinya?

21. Menangkap malah ditangkap.

'Cap-ji-pa-to' (dua belas bilah golok) sudah membunuh


piausu yang kedelapan, kini tersisa dua orang piausu yang
masih melawan dengan gigih dan mati-matian.
Tapi sayang, biarpun perlawanan dilakukan dengan gigih,
mereka tak mampu bertahan lama, kalau sepuluh orang
piausu yang turun tangan bersama saja ada delapan orang di
antaranya telah tewas, mana mungkin bagi dua orang yang
tersisa untuk bertarung lebih jauh? Namun demi keselamatan
nyawa sendiri, terpaksa kedua orang piausu yang tersisa itu
tetap melakukan perlawanan dengan gigih.
Bila berjumpa 'Cap-ji-pa-to' sedang membegal barang
kawalan, maka jangan harap mereka bisa melindungi barang

699
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ka-walannya, bisa menyelamatkan nyawa sendiri sudah


merupakan hasil yang luar biasa.
Ketika 'Cap-ji-pa-to' sedang membegal barang kawalan, dia
tak pernah membiarkan korbannya lolos dalam keadaan hidup.
'Cap-ji-pa-to' bukan terdiri dari dua belas orang jago yang
menggunakan golok, melainkan hanya satu orang, satu orang
dengan sebilah golok yang mampu melakukan serangan
bagaikan dua belas bilah golok yang menyerang bersama.
Setiap kali melancarkan satu jurus serangan berarti ada
dua belas gerak serangan yang dilakukan, dua jurus berarti
dua puluh empat gerakan dan tiga jurus berarti tiga puluh
enam gerakan, sedemikian tersohornya gerak serangan itu
hingga orang tak tahu siapa nama sesungguhnya.
'Cap-ji-pa-to' adalah perampok keji dan telengas, para
pengawal barang di wilayah Soat-say paling pusing bila
bertemu dengannya, namun mereka pun tak sanggup berbuat
apa-apa.
Bila seorang mampu menggunakan dua belas bilah golok,
manusia semacam ini memang tidak mudah untuk dikalahkan.
Kini 'Cap-ji-pa-to' mulai memperketat serangan goloknya,
kembali lengan seorang piausu kena dibabat kutung,
menyusul lengan, bahu, leher, tengkuk, dada dan telinga
masing-masing kena sekali babat, setelah itu kaki, betis,
pinggul, lambung dan punggungnya termakan juga oleh
sabetan golok.
Kemudian tubuh piausu itu bagaikan sebuah boneka kayu
yang dikutungi setiap bagian badannya roboh tercerai-berai di
atas tanah, mati dengan potongan badan yang berhamburan
....
Biasanya korban yang tewas termakan babatan golok 'Cap-
ji-pa-to' selalu mati bukan lantaran sebuah bacokan saja,
paling tidak di atas tubuhnya akan ditemukan dua belas buah
luka bacokan, oleh sebab itulah tak pernah ada korban yang
berhasil lolos dalam keadaan hidup, tapi setiap orang tahu
kematian itu merupakan hasil perbuatannya.

700
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Piausu terakhir mulai ketakutan setengah mati, wajahnya


pucat-pias dan tangan gemetar keras, demikian keras dia
gemetar sampai ruyung emasnya pun nyaris tak tergenggam
kuat, dia berbisik mohon belas kasihan, "Am ... ampuni aku
"Enak benar kau omong... mana ada kemurahan macam
begitu?!" jengek 'Cap-ji-pa-to' sambil tertawa sinis.
Sorot mata piausu itu membeku, setelah tertegun sesaat,
akhirnya sambil mengertak gigi ia menerjang maju lagi ke
depan sambil berteriak, "Kalau begitu aku akan mengadu
nyawa denganmu!"
'Cap-ji-pa-to' tertawa dingin, ia miringkan badannya
membiarkan babatan ruyung itu lewat, seperti seekor kucing
yang berhasil menangkap seekor tikus, sebelum membunuh
korbannya paling suka mempermainkan mangsanya.
Untuk kedua kalinya piausu itu menerjang datang, sekali
lagi 'Cap-ji-pa-to' miringkan badan menghindar, kali ini 'Cap-ji-
pa-to' sudah melihat jelas dimana titik kelemahan piausu itu,
dia memang tak pernah mau melepaskan begitu saja setiap
titik kelemahan yang muncul di tubuh lawan.
Pada saat itulah mendadak terdengar seorang mendengus
dingin, suara itu seolah datang dari sisi kirinya.
'Cap-ji-pa-to' terkesiap, segera ia menangkap firasat jelek,
seolah merasa bahwa dirinya pun bakal mampus jika bacokan
golok itu dilanjutkan.
Sambil membalikkan badan, lekas dia mundur dari arena
pertarungan dan berpaling ke arah asal suara itu, di samping
kirinya tak ada orang, dia hanya melihat ada seorang pemuda
yang tinggi tegak bagaikan sebatang tombak sedang berjalan
menghampiri dari arah depan.
Sekali lagi 'Cap-ji-pa-to' merasa hatinya tercekat, orang itu
masih berada sangat jauh dari hadapannya namun suara
dengusannya justru muncul seakan berada di samping
tubuhnya, begitu sempurna tenaga dalam yang dimiliki orang
itu dan yang pasti dia tidak memiliki kemampuan sehebat itu.
Ketika melihat 'Cap-ji-pa-to' mundur dari arena
pertarungan, kembali piausu itu tertegun, dia mengira pihak

701
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

musuh sedang mempermainkan dirinya, sambil membentak


gusar, sekali lagi dia menerjang ke depan.
"Si-piauthau, kau ingin mampus?" mendadak pemuda itu
menegur dengan suara sedingin es.
Si-piausu tertegun, dia memang tidak kenal siapa pemuda
itu, sembari menarik kembali ruyungnya dia berseru cerna;.,
"Saudara cilik, cepat kabur, orang itu kejam dan tak kenal
ampun, dia bisa menghabisi nyawamu
Pemuda itu tidak menjawab, sorot matanya tiba-tiba
dialihkan ke wajah 'Cap-ji-pa-to', sorot mata yang lebih tajam
d.iri sembilu.
'Cap-ji-pa-to' merasa bergidik, tiba-tiba ia menangkap
adanya sebilah pedang tipis tapi tajam melilit di pinggang
lawan, belum lagi pedangnya dilolos, dia sudah merasa hawa
membunuh yang mengerikan, tiba-tiba 'Cap-ji-pa-to' teringat
seorang, seketika paras mukanya berubah jadi pucat-pasi.
"Jadi kau adalah 'Cap-ji-pa-to' dua belas bilah golok?"
pemuda itu menegur dengan suara dingin membeku.
Tanpa sadar 'Cap-ji-pa-to' mengangguk.
"Aku adalah si Darah dingin!" kembali pemuda itu berkata.
Begitu nama itu diucapkan, piausu she Si itu segera berdiri
terbelalak dengan mulut melongo, tak sepatah kata pun
sanggup diucapkan.
Sementara 'Cap-ji-pa-to' segera menarik kembali sorot
matanya yang tajam, sambil meraung keras mendadak
goloknya diayunkan ke depan, langsung membacok batok
kepala Darah dingin.
Luar biasa hebatnya bacokan golok itu, baru menyambar
sampai tengah jalan, satu bacokan telah berubah jadi dua
belas babatan, sebuah ancaman mengerikan yang hakikatnya
sulit untuk dihindari.
Jurus serangan ini merupakan jurus andalannya, kalau
bukan sedang terancam jiwanya, 'Cap-ji-pa-to' tak pernah
mempergunakannya.
Darah dingin tidak menghindar, bukan berkelit dia malah
menyongsong maju ke depan.

702
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika 'Cap-ji-pa-to' belum selesai melancarkan bacokan-


nya yang pertama, cahaya tajam telah berkilauan dari tangan
si Darah dingin, sebuah tusukan pedang telah meluncur ke
depan langsung menusuk tenggorokan 'Cap-ji-pa-to'.
Setelah itu dia mundur kembali ke belakang, ketika
tubuhnya kembali berdiri tegak, pedangnya telah disarungkan
pula di pinggangnya.
Pada saat itulah bacokan pertama 'Cap-ji-pa-to' selesai
dilancarkan, selesai dengan satu bacokan disusul dengan
bacokan berikut, total dia telah melepaskan dua belas kali
bacokan golok sebelum akhirnya kehabisan tenaga, menyusul
menyemburlah darah segar dari tenggorokannya, 'Cap-ji-pa-to'
roboh terkapar ke atas tanah.
Ternyata 'Cap-ji-pa-to' si dua belas bilah golok tak mampu
bertahan terhadap satu tusukan pedang tanpa sarung. Sebuah
serangan pedang yang sangat cepat.
Darah dingin, siapakah Darah dingin?
Darah dingin adalah salah seorang anggota Empat opas
kenamaan, opas tersohor yang bekerja di bawah perintah
Cukat-sianseng, dia menempati urutan keempat.
0oo0
Si Pengejar nyawa tidak mengejar perempuan, yang dia
kejar adalah nyawa orang lain, terutama nyawa orang-orang
yang pantas mati.
Saat ini dia telah melakukan pengejaran selama tiga hari,
konon pihak lawan pernah membeli perahu untuk kabur keluar
samudra, mendaki bukit paling terjal, menerobos gua paling
dalam dan sekarang mulai memasuki lembah bukit itu, tapi dia
selalu membuntutinya, mengejarnya terus dengan ketat.
Darah dingin menang karena pandai menahan diri, punya
jiwa nekat dan cepat dalam serangan pedangnya, sementara
si Pengejar nyawa ampuh karena sepasang kakinya,
kemampuannya minum arak serta kesabarannya melacak jejak
lawan.
Tak pernah ada orang yang bisa lolos dari pelacakannya.

703
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi sekarang dia telah kehilangan jejak lawan, mendadak


orang itu hilang lenyap di tengah lembah bukit itu.
Pengejar nyawa berhenti di tengah lembah bukit,
mengawasi sembilan batang pohon yang tumbuh di
hadapannya, mengawasi batu karang, semak ilalang,
mendadak ia merasa bukan sedang mengejar lawan, orang
lainlah yang sedang mengejar dirinya.
Orang yang mengejarnya bukan hanya terdiri dari satu
orang ... dua ... tiga ... empat ... paling tidak ada empat orang
yang sedang menguntitnya. Tapi dimanakah keempat orang
itu menyembunyikan diri?
Pada saat itulah dari balik batu karang, dari atas
pepohonan mendadak meluncur empat buah bola besi yang
sangat besar, muncul dari empat penjuru dan menyerangnya
secara bersama.
Seketika itu juga si Pengejar nyawa berubah jadi sasaran
serangan, diserang dari empat penjuru pada saat bersamaan,
dia tak bisa maju, tidak dapat mundur, juga tak bisa berkelit
ke samping kiri atau kanan, apalagi bola-bola besi itu berat,
besar dan bertenaga dahsyat, mustahil bagi si Pengejar nyawa
untuk menyambut datangnya ancaman dengan tangan
kosong.
Sementara dia masih sangsi, serangan bola besi telah
menyambar tiba.
Tiba-tiba si Pengejar nyawa ingin tidur, ia benar-benar
tidur, tidur telentang di atas tanah.
Keempat buah bola besi itu menyambar lewat persis di atas
kepalanya bahkan saling bertumbukan dengan menimbulkan
suara keras, kemudian terguling ke samping dan
menggelinding ke belakang batu karang.
Baru saja dua orang yang berada di belakang batu cadas
siap menarik kembali senjatanya, bayangan hitam telah
muncul di depan mata, mereka tak sempat lagi menarik bola
besinya karena ada dua buah kaki sudah melayang tiba.
Bayangan kedua belah kaki itu membesar dalam waktu
singkat dan tahu-tahu sudah tiba di depan mata, mereka tak

704
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sempat lagi menghindar karena awan hitam mendadak


menyelimuti seluruh pandangan mereka.
Dua tendangan maut yang dilancarkan si Pengejar nyawa
telah mendarat secara telak di batang hidung mereka.
Di pihak lain, dua orang yang bersembunyi di atas pohon
juga mulai menarik kembali bola besinya, tapi bagaikan seekor
burung raksasa si pengejar nyawa melambung ke udara dan
menerjang ke atas pohon.
"Wes, wes!", dua bola besi meluncur lagi ke udara dengan
membawa deru angin yang keras.
Berada di tengah udara, kembali si Pengejar nyawa
melepaskan dua kali tendangan berantai.
Apakah dia hendak menggunakan darah dagingnya untuk
menghadang terjangan bola-bola besi itu? Tentu saja tidak!
Rupanya dua tendangan maut itu persis menghajar di atas
rantai pengikat bola besi itu, begitu terhajar, rangkaian rantai
itu segera patah jadi dua, bola besi itupun langsung rontok ke
tanah tanpa tenaga.
Mendadak si Pengejar nyawa mementang mulutnya dan
menyemburkan segumpal arak ke depan.
Suara gemerutuk bergema dari balik pepohonan itu,
menyusul kemudian rampak benda hitam terjatuh ke bawah,
dua sosok manusia roboh ke tanah dari pohon.
Ketika roboh telentang di tanah, raut wajah mereka sudah
dipenuhi dengan luka besar yang mengucurkan darah.
, Sambil bersandar di atas sebatang pohon, si Pengejar
nyawa mulai berpikir, Heng-san-su-thiat-jiu (empat bola besi
dari Heng-san) berhasil dirobohkan, tapi kemana perginya
Toan-jong-to (golok pemutus usus) Si Ko yang sedang
menguntitnya?
Pada saat itulah dahan pohon tempat ia bersandar
mendadak terbelah dua, sebilah golok membacok dengan
kecepatan luar biasa.
Padahal waktu itu punggung si Pengejar nyawa sedang
bersandar di pohon itu, bukan saja bacokan golok itu mampu
memotong ususnya, bahkan dapat pula mencabik nyawanya.

705
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi sayang sebelum serangannya berhasil melukai lawan,


sebuah tendangan maut yang dilontarkan si Pengejar .nyawa
sudah mematahkan pinggangnya lebih dahulu.
Baru saja goloknya dihujamkan ke depan, benda apapun
sudah tak terlihat lagi olehnya, dia hanya sempat melihat si
Pengejar nyawa menggerakkan kaki, tahu-tahu tulang
pinggangnya sudah terhajar patah.
Pandangan matanya segera berubah jadi hitam gelap,
tubuhnya roboh terjungkal ke tanah, dengan sendirinya
tusukan goloknya pun gagal mengenai sasaran.
Sampai menjelang ajal, dia masih tak habis mengerti,
padahal si Pengejar nyawa berada persis di hadapannya,
bagaimana mungkin tendangan mautnya bisa menghantam
pinggang bagian belakang.
Hanya satu orang yang bisa menggunakan tendangan kaki
sebagai sebuah senjata mematikan, senjata yang bisa
digunakan secara lunak maupun keras.
Tapi sayang ia belum pernah mendengar tentang hal ini,
bahkan sebelum sempat mendengar, ia sudah menyaksikan,
bukan hanya menyaksikan malah sudah merasakan
kehebatannya.
Dia sudah telanjur menerima tiga ribu tahil perak sebagai
ongkos pembunuhan, bila tahu si Pengejar nyawa memiliki
tendangan sehebat itu, biar diberi tambahan tiga ribu tahil
perak lagi juga tak nanti dia mau bersembunyi di balik pohon
sembari melancarkan bokongan.
Siapakah si Pengejar nyawa?
Dialah Pengejar nyawa!
Pengejar nyawa merupakan salah seorang di antara emat
opas kenamaan di bawah bimbingan Cukat-sianseng, dia
menempati urutan ketiga.
0oo0
Si Ko mempunyai seorang kakak lelaki yang bernama Si Ko-
jin, Si Ko-jin memang benar-benar memiliki kepandaian me-
lampuai siapapun (Ko-jin), cukup bicara tentang kemampuan

706
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ilmu silatnya, konon kehebatannya sudah mencapai lima kali


lipat dibandingkan kemampuan adiknya.
Apalagi dia memiliki tiga buah barang mestika warisan
keluarga, seekor ular berbisa yang seluruh badannya tumbuh
duri, sebuah sarung tangan yang tak mempan terhadap
berbagai racun dan bisa jahat, serta sebuah gunting tajam
yang mampu memotong emas dan menghancurkan bebatuan.
Dengan menggembol tiga macam senjata itulah dia
berangkat mencari si Pengejar nyawa, dia ingin membalaskan
dendam bagi kematian adiknya.
Dengan wataknya, tentu saja dia tak akan pergi menuntut
balas begitu saja, ketika malam tiba, dia melompat naik ke
atap rumah dan menyelinap ke atas kamar yang dihuni
musuhnya.
Rencananya, mula-mula dia akan melepas ular beracunnya
agar mematuk si Pengejar nyawa, kemudian menggunakan
sarung tangan anti racun untuk meracuninya sampai roboh,
setelah itu batok kepala si Pengejar nyawa baru digunting
dengan menggunakan gunting penghancur emasnya.
Sepak terjang si Pengejar nyawa memang susah
diramalkan, jejaknya tidak gampang dilacak, dia harus
membuang banyak tenaga dan pikiran sebelum berhasil
mengetahui kabar beritanya, dia mendapat tahu, dalam
tugasnya menangkap seorang Jay-hoa-cat (penjahat pemetik
bunga) Ou Giok-tiap bersama dua orang rekannya, malam ini
mereka akan menginap di rumah penginapan Ui-hok.
Itulah sebabnya Si Ko-jin pun menyelinap ke atas atap
rumah penginapan itu, dia sudah bertekad hendak membunuh
musuh besarnya itu.
Tengah malam buta, ketika tiba di atas atap rumah
penginapan Ui-hok, terlihat olehnya seorang lelaki setengah
umur berdiri di sana.
Sambil tertawa, lelaki setengah umur itu bertanya
kepadanya, mau mencari siapa?
Si Ko-jin sangat heran melihat ada orang berpakaian ketat
menyatroni rumah penginapan di malam buta, orang itu

707
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

seakan menganggapnya sebagai kejadian yang lumrah,


selumrah bertemu orang yang berlalu-lalang di siang hari
bolong.
Yang lebih mengherankan lagi adalah di tengah malam
buta begini, ternyata orang itupun berada di atap rumah, dia
seolah menganggap atap rumah bukan sebagai atap
melainkan sebagai pembaringannya.
Terlepas tempat itu sebuah pembaringan atau bukan, Si
Ko-jin sudah tak sanggup menahan diri lagi, siapa berani
menghalangi jalan perginya, dia harus mati. Sebuah sodokan
tinju langsung dilontarkan.
Orang itu justru menjulurkan tangan untuk berjabat
tangan.
Si Ko-jin tak sempat melihat jelas bagaimana orang itu
menggerakkan tangannya, dia hanya melihat tangan itu diulur
ke muka, angin pukulan yang dia lontarkan segera punah,
malah tangannya tahu-tahu sudah dijabat orang itu.
Tak terlukiskan rasa kaget Si Ko-jin menghadapi kejadian
ini, lekas guntingnya menyapu ke depan mengancam tangan
lawan.
Ketika gunting itu dengan telak menggunting di atas tangan
lawan, terdengar suara "Krak!", Si Ko-jin sangat girang, dia
mengira lengan lawan pasti berhasil dikuningi.
Siapa tahu orang itu tetap berdiri sambil tersenyum, bukan
lengan musuh yang kutung, justru mata gunting yang gumpil.
Kini Si Ko-jin benar-benar amat terperanjat, tanpa pikir
panjang dia lontarkan ular berbisanya ke tubuh lawan.
Ular ini bersisik duri, bukan saja sangat beracun, durinya
pun tajam melebihi sembilu, jangankan orang lain terlilit
olehnya, bahkan dia sendiri pun baru berani melemparkan ular
berbisa itu jika mengenakan sarung tangan.
Lagi-lagi orang itu menyambar datangnya ular berbisa itu
dengan tangan telanjang.
Si Ko-jin kegirangan setengah mati, perkiraannya pihak
lawan pasti akan celaka kali ini, siapa tahu orang itu masih

708
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tetap mengawasinya sambil tertawa, bukan saja dia tidak


terluka, ular berbisa itu sebaliknya malah sudah mati digencet.
Sekarang Si Ko-jin baru benar-benar ketakutan, sambil
mengenakan sarung tangan andalannya, ia berpikir, "Aku tidak
percaya kalau sepasang tanganmu benar-benar terbuat dari
besi baja yang amat keras."
Begitu sarung tangan sudah dikenakan, Si Ko-jin langsung
melancarkan sebuah cengkeraman maut, siapa sangka orang
itupun balas melancarkan sebuah cengkeraman, tak
terlukiskan rasa girang Si Ko-jin, asal telapak tangan lawan
tergenggam oleh sarung tangannya, racun ganas segera akan
menyelinap masuk melalui telapak tangannya dan sekejap
kemudian sepasang tangan lawan akan lumpuh dan tak bisa
digunakan lagi.
Siapa tahu bukannya telapak tangan lawan jadi cacad dan
lumpuh, suara gemerutuk tulang remuk justru timbul dari
telapak tangan sendiri, entah apa yang terjadi, tahu-tahu
kelima jari tangannya sudah patah semua.
Pucat kehijauan paras muka Si Ko-jin saking kagetnya,
paras mukanya bukan berubah karena kesakitan melainkan
karena dia mengira telah berjumpa dengan setan.
Baru saja ia membalikkan badan siap melarikan diri,
terdengar orang itu telah berkata sambil tertawa, "Aku tahu
siapa yang sedang kau cari."
Tanpa sadar Si Ko-jin menghentikan langkah.
"Bukankah kau sedang mencari si Pengejar nyawa?"
kembali orang itu berkata sambil tertawa.
Si Ko-jin semakin sangsi, makin curiga dan tidak habis
mengerti, namun dia masih juga membungkam diri.
"Bukankah kau adalah Si Ko-jin, kakak lelaki Si Ko?"
kembali orang itu berkata.
"Sebenarnya siapakah kau?" akhirnya dengan
memberanikan diri Si Ko-jin bertanya.
Orang itu tertawa.
"Orang memanggilku si Tangan besi," sahutnya. Siapakah
si Tangan besi? Dialah si Tangan besi.

709
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Si Tangan besi terhitung jagoan nomor wahid dalam


lingkungan Istana terlarang, dia adalah salah seorang anggota
empat opas, opas kenamaan di bawah pimpinan Cukat-
sianseng, ia menempati urutan kedua.
Ou Giok-tiap mempunyai julukan 'Cap-ji-ci-jiu', jagoan yang
mempunyai dua belas lengan. Bukan hanya terhadap kaum
wanita dan gadis muda saja dia memiliki dua belas tangan,
bahkan sewaktu melepas senjata rahasia pun dia seolah
mempunyai dua belas tangan.
Setiap kali melancarkan serangan, dia bisa melepaskan dua
belas macam senjata rahasia pada saat bersamaan, bahkan
cepat, lambat, berat, enteng semuanya berbeda. Dia memang
seorang jago berbakat alam dalam ilmu meringankan tubuh.
Sayang, dia adalah seorang Jay-hoa-cat, penjahat pemetik
bunga, entah sudah berapa banyak perempuan yang mati
lantaran digagahi dan diperkosa olehnya.
Kini dia sedang kabur dari kejaran, menelusuri jalan
sepanjang tiga ratus li, karena dia harus menghindarkan diri
dari kejaran si Pencabut nyawa.
Di saat si Tangan besi menghancurkan tangan Si Ko-jin,
pada saat yang bersamaan dia telah berjumpa dengan
seorang lain di sisi wuwungan rumah yang lain.
Di bawah cahaya rembulan, orang itu nampak berbaju
putih, berusia dua puluhan tahun, beralis mata tajam, di balik
kelembutan tersembunyi hawa membunuh yang luar biasa,
namun orang itu tak berkaki, sebatas lutut kakinya nampak
lumpuh dan sama sekali tak bertenaga.
Ketika Ou Giok-tiap sudah melarikan diri sejauh ratusan li,
napsu birahinya timbul kembali, malam itu sebetulnya dia
sedang berkeliaran mencari mangsa, siapa tahu secara tak
disengaja dia telah berjumpa dengan pemuda tak berkaki ini.
Sorot matanya seketika membeku, karena ia pernah
mendengar kehebatan empat opas, menurut penuturan umat
persilatan, urutan nama mereka berdasarkan kehebatan dan
kemampuan yang mereka miliki, si Darah dingin menempati
urutan keempat, si Pengejar nyawa menempati urutan ketiga,

710
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

si Tangan besi menempati urutan kedua, sedang urutan


pertama diduduki si Tanpa Perasaan, pemuda buntung yang
ilmu silat pun tidak paham.
Mungkinkah pemuda buntung yang berada di hadapannya
sekarang adalah opas kenamaan itu?
Tampak orang itu sedang meniup seruling dengan asyik,
sikapnya begitu tenang dan santai, seolah tak seorang
manusia pun yang berada di sekelilingnya.
Berubah hebat paras muka Ou Giok-tiap, pikirnya, "Apapun
yang bakal terjadi, aku harus menjajal dulu kemampuannya!"
Mendadak dia mengayunkan tangan, tiga titik cahaya
bintang terbagi atas, tengah dan bawah langsung menghajar
tubuh pemuda berbaju putih itu.
Dengan satu gerakan yang sangat enteng pemuda berbaju
putih itu menutulkan serulingnya tiga kali ke udara, seluruh
senjata rahasia yang tertuju ke badannya seketika terhisap
masuk ke dalam serulingnya itu, dengan tenang pemuda itu
menuang senjata rahasia tadi ke atas telapak tangannya dan
diperiksa sebentar di bawah sinar rembulan.
Tak lama kemudian dengan kening berkerut dia
mendongakkan kepala, sinar tajam memancar keluar dari balik
matanya, sesudah mendengus dingin ia menegur, "Jadi kau
adalah Ou Giok-tiap?"
Selama ini Ou Giok-tiap selalu menganggap ilmu silat yang
dimiliki sangat tinggi, bahkan 'Cap-ji-pa-to' yang ampuh pun
rela mengangkatnya sebagai Toako, tapi kenyataan pemuda
berbaju putih itu hanya meraupkan tangan secara santai dan
tiga batang jarum Sam-coat-ciam yang dilepaskan sudah
tertangkap begitu saja, kejadian ini seketika membuat hatinya
tercekat bercampur ngeri.
"Tanpa perasaan?" ia balik bertanya.
Pelan-pelan orang itu mengangguk dan tidak bicara lagi.
Ou Giok-tiap membentak keras, dia rentangkan sepasang
tangannya, dua belas jenis senjata rahasia segera
beterbangan di angkasa.

711
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Jurus serangan yang dia pergunakan adalah jurus


Boanthian-hoa-yu (bunga hujan memenuhi angkasa), bukan
saja seluruh langit seakan tertutup jaring raksasa, bahkan
kepungan itu luar biasa rapatnya membuat si Tanpa perasaan
tak mungkin bisa terbang dari kepungan meski memiliki sayap
sekalipun.
Tanpa perasaan tidak terbang, dia pun tak perlu terbang.
Pada detik terakhir menjelang kedua belas jenis senjata
rahasia yang dilontarkan Ou Giok-tiap mengepung tubuhnya,
tahu-tahu seluruh Am-gi itu kehilangan tenaga dan
berguguran ke tanah.
Menyusul kemudian tubuh Ou Giok-tiap ikut roboh terkapar
ke tanah.
Barang siapa terhajar jarum maut Sam-coat-ciam miliknya,
tak nanti nyawanya bisa diselamatkan lagi, tidak terkecuali dia
sendiri.
Terdengar si Tanpa perasaan berkata dengan nada dingin,
"Si Pengejar nyawa sudah pergi menghadap Cukat-sianseng
karena ada tugas yang lebih penting, dia tak sempat berjumpa
denganmu, maka akulah yang membuat penyelesaian
untukmu!"
Dia seakan sedang berbicara terhadap mayat itu, di bawah
sinar rembulan ia masih tetap duduk di atas wuwungan
rumah, wajahnya masih menampilkan kesepian dan
keseriusan.
Siapakah si Tanpa perasaan?
Dialah si Tanpa perasaan.
Tanpa perasaan adalah opas nomor wahid di bawah
pimpinan Cukat-sianseng, dia menduduki posisi nomor satu
dalam urutan empat opas.
Empat opas yang menggetarkan sungai telaga terdiri dari
empat orang, Tanpa perasaan, Tangan besi, Pengejar nyawa
dan Darah dingin.
Nama-nama itu mereka peroleh berdasarkan cara kerja,
kepandaian silat serta keberhasilan yang mereka lakukan
sepanjang menyelesaikan kasus demi kasus yang terjadi

712
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dalam dunia persilatan, oleh karena nama julukan mereka


kelewat tersohor, kelewat termashur hingga pada akhirnya
nama asli mereka pun terlupakan.
Tanpa perasaan berusia dua puluh dua tahun, sejak kecil
dia sudah kehilangan sepasang kakinya, karena itu dia
mempelajari ilmu meringankan tubuh yang tidak perlu
mengandalkan kekuatan kaki, mengubah kelemahan menjadi
kelebihan, tapi lantaran kondisi badannya yang lemah
sehingga tak mungkin berlatih silat, dia lebih mendalami ilmu
melepaskan senjata rahasia, orang ini terhitung jago nomor
wahid dalam hal ilmu melepaskan senjata rahasia.
Tak heran ketika Ou Giok-tiap berjumpa dengannya, ibarat
telur bertemu batu, mengantar kematian dengan sia sia.
Dia cermat, cekatan dan pandai bersiasat, meskipun tele-
ngas dan tidak kenal ampun, bukan berarti dia tak
berperasaan, hatinya justru gampang dibuai oleh perasaan,
apalagi perasaan cinta.
Tangan besi berusia tiga puluh tahun, orangnya ramah-
tamah, suka bicara, suka bergurau, memiliki tenaga dalam
yang sempurna, memiliki perubahan jurus serangan yang tak
ter-hingga, kepandaian silatnya terutama kemampuan
sepasang tangannya tak terkalahkan oleh ilmu pukulan mana
pun. Dia berjiwa besar dan amat cerdas, pernah mengalahkan
si naga sakti Chin Sau-song dalam sepuluh gebrakan hingga
namanya menggetarkan seluruh kolong langit.
Pengejar nyawa berusia paling tua di antara keempat opas
kenamaan ini, dia suka berkelana dan pandai bergurau, tidak
suka segala aturan dan senang mempermainkan musuh.
Seringkah berpakaian compang-camping, memakai sepatu
butut dan kemana pun selalu minum arak.
Dia pandai mengubah semburan arak menjadi sejenis
senjata rahasia yang ampuh, tendangannya luar biasa, ilmu
melacaknya hebat dan jarang ada yang bisa lolos dari
pelacakannya, dia termashur di kolong langit karena
keberhasilannya membunuh Bu-tek Kongcu dan Sik Yu-beng.

713
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Darah dingin berusia paling muda tapi memiliki ilmu pedang


yang paling hebat, dia juga yang paling sering dan paling
banyak menderita luka, sekalipun luka yang dideritanya
seringkah sangat parah, namun pada akhirnya pihak lawan
pasti berhasil dibunuhnya, sebab orang ini berjiwa nekad,
berani mengadu nyawa, penyabar dan pandai memanfaatkan
kesempatan.
Kalau beberapa syarat untuk bisa meraih kemenangan
dimilikinya semua, mana mungkin dia tak bisa memenangkan
setiap pertarungan?
Itulah sekelumit tentang kelebihan dan kekurangan yang
dimiliki keempat opas.
0oo0
Istana Cukat-sin-ho
Cukat-sianseng adalah pengawal nomor wahid Baginda
raja, dia merupakan jagoan yang sangat tangguh di istana
terlarang, komandan pelatih dari delapan belas laksa pasukan
pengawal raja, tak seorang pun berani membangkang
perintahnya.
Justru karena itu usaha pembunuhan yang beberapa kali
dilakukan para pengkhianat dan komplotan jahat tak pernah
membuahkan hasil, dan karena kegagalan itu, walaupun para
pengkhianat berhasilTnembeli banyak jago tangguh dalam
istana, mereka tetap tak berani bertindak gegabah, takut akan
kehebatan Cukat-sianseng.
Cukat-sianseng sendiri selain berilmu silat sangat tinggi,
pengetahuan dan pengalamannya sangat luas, sayang kaisar
yang dibelanya adalah kaisar lalim, selalu memikirkan
keselamatan sendiri, mencari kesenangan pribadi dan selalu
memanfaatkan kehebatan Cukat-sianseng untuk melindungi
dirinya.
Meski begitu, dia tak pernah merasa senang akan sikap
ksatria Cukat-sianseng yang lebih mengutamakan
kesejahteraan rakyat dan keselamatan negara.
Cukat-sianseng sudah tidak memiliki ambisi untuk mencari
nama dan kedudukan dalam dunia persilatan, dia pun tidak

714
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mau mencari keuntungan maupun pahala, berbeda dengan


kebanyakan jago silat yang hidup mengasingkan diri dari
keramai-1 an dunia, dia lebih suka mengabdi kepada kerajaan,
tujuannya hanya satu, menyejahterakan rakyat dan
mengamankan negara dari kaum pencoleng.
Istana yang dia tempati pun bukan tergolong sebuah istana
yang mewah dan megah, juga tak nampak penjagaan yang
ketat, yang ada hanya beberapa orang pelayan yang berdiri di
kedua sisi pintu.
Begitu juga dengan keadaan di dalam istana, halaman dan
kebun tersapu bersih dan rapi, para pelayan dan dayang hilir
mudik dengan santai, sedikitpun tidak menunjukkan pertanda
kalau istana itu didiami seorang tokoh persilatan.
Biarpun begitu, para jago baik dari kalangan Pek-to
maupun Hek-to, bahkan kaum Liok-lim sekalipun tahu betapa
ketatnya penjagaan di situ, tak mungkin ada seorang yang
bisa masuk keluar seenaknya di tempat itu.
Tahun lalu, seorang perampok ulung yang namanya
menggetarkan sungai telaga, Kim-ciong-ong si Raja tombak
emas Kongsun Cu-li pernah menyatroni Cukat-sianseng
dengan membawa keenam belas orang jagoan tangguh,
namun pada akhirnya dari ketujuh belas orang itu hanya
Kongsun Cu-li seorang yang berhasil kabur dengan lengan
terpapas kutung, sementara seluruh anak buahnya tewas
dalam keadaan mengenaskan.
Kemudian sang pemberontak Jian-liok-ong dengan
memimpin tiga ribu orang prajuritnya pernah menyerbu ke
sana, tapi akhirnya ketiga ribu orang prajurit itu berhasil
dibelenggu semua, sedang Jian-liok-ong sendiri ditawan dan
dijatuhi hukuman pancung oleh kerajaan.
Sejak peristiwa itu tak pernah ada yang berani lagi
menyatroni istana Cukat-sianseng, bukan saja kaum persilatan
tak berani melakukan, para panglima perang dan prajurit
kerajaan pun tak ada yang berani bertindak gegabah.
Waktu itu Cukat-sianseng sambil bergendong tangan
sedang berdiri di tengah gardu Ang-teng sembari mengawasi

715
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bangunan loteng di hadapannya, dia tak lebih hanya seorang


tua yang amat sederhana.
Tak lama kemudian, dari arah belakang terdengar suara
langkah kaki seorang berjalan mendekat.
Langkah kaki orang itu sangat ringan, dia melangkah
secara beraturan, tidak cepat juga tidak lambat, potongan
badannya tegap kekar, jelas adalah seorang jagoan berilmu
tinggi, padahal dia hanyalah seorang pemuda berusia dua
puluh tahun.
Cukat-sianseng tak tahan untuk tertawa, sebab pemuda itu
tak lain adalah jagoan paling muda yang paling
membanggakannya, si Darah dingin.
Begitu tiba di hadapan Cukat-sianseng, dengan sikap yang
sangat menghormat si Darah dingin menyapa, "Sianseng, aku
telah datang."
"Bagus, kau pasti lelah setelah menempuh perjalanan jauh,
silakan duduk," kata Cukat-sianseng sambil tertawa. "Terima
kasih."
Walaupun sudah mengucapkan terima kasih, dia masih
tetap berdiri tegak.
Sekali lagi Cukat-sianseng tertawa.
"Kau masih saja sama seperti dulu, ketika sedang berdiri
justru malah bisa beristirahat, maka di saat masih bisa berdiri,
kau tak pernah mau duduk," katanya.
Darah dingin tersenyum, sahutnya, "Selagi bisa berjalan
aku tak akan berdiri, jalan merupakan semacam cara
beristirahat yang paling bagus."
"Ah, kau masih tetap seperti dulu, pandai mengendalikan
diri."
Kedua orang itupun tidak berbicara lagi.
Cukat-sianseng bungkam, hanya sinar matanya yang
memandang bangunan di hadapannya kelihatan mulai agak
letih.
Dengan sorot matanya yang tajam Darah dingin menyapu
sekejap sekeliling tempat itu, kemudian ujarnya, "Sianseng,

716
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

apakah hari ini Toa-suheng, Ji-suheng dan Sam-suheng bakal


tiba di sini?"
"Toa-suhengmu segera akan tiba di sini," sahut Cukat-
sianseng sambil tertawa, "Ji-suheng belum tentu bisa datang
sementara Sam-suheng sudah pergi duluan karena ada tugas
yang harus segera dilaksanakan."
Baru selesai Cukat-sianseng berbicara, dari balik pintu ber-
bentuk setengah lingkaran sudah muncul sebuah tandu yang
digotong empat orang bocah berwajah bersih, dalam waktu
sekejap tandu itu sudah tiba di hadapan mereka.
"Sianseng, Tanpa perasaan telah kembali," ujar orang di
balik tandu dengan suaranya yang nyaring.
Sambil tertawa Cukat-sianseng manggut-manggut, dia
cukup mengetahui keadaan si Tanpa perasaan sehingga bisa
memaklumi bila muridnya ini tidak muncul untuk memberi
hormat.
"Toa-suheng!" dengan nada girang Darah dingin menyapa
pula.
"Su-sute!"
Sementara itu tandu sudah berhenti, keempat orang bocah
itupun serentak berlutut di hadapan Cukat-sianseng memberi
hormat, kemudian berdiri berjajar di kiri kanan jalanan.
Saat itulah tirai tandu disingkap orang, lalu tampak seorang
pemuda berwajah tampan muncul dari balik tirai, sorot mata
penuh rasa hormat terpancar keluar ketika berjumpa dengan
Cukat-sianseng.
"Kalian tentu sangat lelah," sapa Cukat-sianseng sambil
tersenyum.
"Ou Giok-tiap telah berhasil kubunuh," lapor Tanpa
perasaan sambil tertawa.
"Hm, dia memang seorang Jay-hoa-cat yang pantas
dibunuh," Cukat-sianseng mendengus dingin.
"Sam-sute mengejar Si Ko hingga rnesti menjelajahi
wilayah Siang-say," ujar Tanpa perasaan lebih jauh, "bajingan
itu memang sangat licik, Sam-sute harus berhari-hari
mengejar jejaknya, kakak Si Ko yang bernama Si Ko-jin

717
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menyusul datang dari wilayah utara, Ji-sute berencana mau


menunda perjalanannya selama beberapa hari untuk
menunggu kedatangan orang ini, dia pikir lebih baik sekalian
menyingkirkan manusia itu ketimbang mendatangkan
kesulitan bagi Sam-sute di kemudian hari. Maka paling cepat
Ji-sute baru bisa tiba di sini esok pagi."
"Aku sengaja mengumpulkan kalian semua karena memang
ada urusan penting yang harus segera ditangani. Dua hari
berselang si Pengejar nyawa telah berhasil menyelesaikan
kasus Si Ko dan pulang kembali, dalam perjalanan pulang
kebetulan ia bertemu dengan masalah itu dan segera
melaporkan kepadaku, lantaran urusan sangat gawat dan
penting maka dia pergi du-luan, aku rasa untuk menyelesaikan
kasus besar ini, kalian berempat harus turun tangan bersama
... kalau toh hari ini si Tangan besi tak mungkin menyusul
kemari, ada baiknya aku beberkan dulu persoalan ini kepada
kalian."
Diam-diam Tanpa perasaan dan Darah dingin terkesiap,
sejak terjun ke dalam dunia persilatan, belum pernah ada
sebuah kasus pun yang mesti menggerakkan empat opas
secara bersama, biasanya cukup seorang di antara mereka
sudah dapat menanganinya, kalau kali ini mereka harus
bekerja sama, jelas masalahnya sangat gawat.
Tampak Cukat-sianseng termenung sambil berpikir sejenak,
kemudian ujarnya, "Tanpa perasaan, kau masih ingat dengan
asal-usulmu?"
Mula-mula Tanpa perasaan agak tertegun, kemudian
dengan wajah tersirat kemarahan dan dendam yang luar biasa
di.i menyahut, "Tentu saja masih ingat. Tengah malam bulan
Tiong ciu delapan belas tahun berselang ada tiga belas orang
poj.il/iii malam
Bicara sampai di sini, hawa amarahnya seketika memuncak,
membuat ia tersedak dan tak sanggup lagi meneruskan kata-
katanya. {Mengenai kisah ceritanya, silakan baca Bab IV)

718
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sambil manggut-manggut sela Cukat-sianseng, "Kini, kabar


berita tentang kedua belas orang pembunuh lainnya sudah
ketahuan."
Tanpa perasaan berseru tertahan, sementara Darah dingin
ikut memasang telinga dengan wajah serius, dia memang
sudah lama ingin membantu Toa-suhengnya membalas
dendam.
"Dari ketiga belas orang pembunuh keluargamu, seorang di
antaranya adalah salah satu dari Empat iblis langit yang
berhasil kau bunuh dalam satu pertempuran sengit, bukankah
begitu?" kata Cukat-sianseng lebih lanjut.
Untuk sesaat Tanpa perasaan merasakan emosinya
bergelora sehingga tak sepatah kata pun yang sanggup
diucapkan.
Terdengar Cukat-sianseng berkata lebih jauh, "Ketika kau
berhasil mengetahui bahwa salah seorang di antara ketiga
belas pembunuh keluargamu adalah si Pentolan iblis Si Ku-pei
yang merupakan anggota Su-toa-thian-mo, aku sendiri pun
ikut merasa kaget bercampur tercengang. Sebab dengan
kehebatan ilmu silatnya, nama besarnya serta statusnya dalam
dunia persilatan, tidak semestinya Si Ku-pei melakukan
perbuatan kotor dengan mengenakan kain kerudung wajah.
Semisalnya Si Ku-pei hanya salah seorang di antaranya,
berarti kedua belas orang lainnya tentu mempunyai ilmu silat,
nama serta kedudukan yang jauh di atas iblis she Si ini. Justru
hal inilah yang menimbulkan minat serta rasa ingin tahuku,
aku ingin tahu kelompok manakah yang melakukan perbuatan
kotor ini dan apa tujuan mereka yang sebenarnya? Kenapa
mereka bisa terikat dendam sedemikian dalam dengan ayah
ibumu, siapa yang menghimpun mereka menjadi satu
kelompok kekuatan? Siapa pula kedua belas orang anggota
lainnya?"
Cukat-sianseng memandang dua orang itu sekejap, melihat
Tanpa perasaan dan Darah dingin sedang mendengarkan
dengan penuh perhatian, dia pun melanjutkan, "Maka aku pun
mulai memeriksa semua berkas kasus besar yang terjadi

719
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dalam tiga puluh tahun terakhir, sungguh mengagetkan,


ternyata aku menemukan ada tujuh kasus besar. Kasus
pertama terjadi pada dua puluh delapan tahun berselang, Liat-
san-sinkun (malaikat sakti dari Liat-san) guru berikut muridnya
sebanyak sembilan belas orang tewas dibantai hanya dalam
semalam, kebetulan saat kejadian ketua Khong-tong-pay Liau
Keng-tin sedang datang berkunjung, sekilas dia melihat ada
tiga belas sosok bayangan hitam menyelinap keluar lewat
pintu belakang kemudian lenyap, lantaran curiga Liau Keng-tin
segera menerobos masuk ke ruang dalam, ia saksikan mayat
Liat-san-sinkun dan anak muridnya bergelimpangan di tengah
genangan darah dalam keadaan sangat mengerikan.
Setelah berhenti sejenak, Cukat-sianseng berkata lagi,
"Menyusul kemudian kasus berdarah yang menimpa Bu-wi-
pay, peristiwa ini terjadi pada dua puluh empat tahun
berselang, hanya di dalam semalam sembilan puluh enam
orang Tosu dan Nikoh anggota Bu-wi-pay tewas dibantai
orang, bukan saja dibantai bahkan para Nikoh sempat
digagahi sebelum dibunuh, seorang pemikul air yang
kebetulan lewat di punggung bukit sempat menyaksikan ada
dua-tiga belasan orang berkerudung hitam menyelinap turun
dari bukit, ternyata peristiwa berdarah itu terjadi pada malam
itu juga.
"Peristiwa berikut terjadi pada dua puluh dua tahun
berselang, Be Kun-tan, seorang Haksu dari Kiu-gi-san beserta
kedua puluh empat orang anggota keluarganya tewas dibantai
orang dalam semalam, walaupun tak ada saksi yang
menyaksikan ada berapa pembunuh yang terlibat dalam
peristiwa itu, namun dari cara kerja, cara bertindak serta hasil
perbuatannya jelas sama dengan peristiwa lainnya.
"Dari ketiga kasus besar itu ditambah empat kasus lainnya,
ternyata semua kejadian memiliki satu ciri yang sama, sang
korban bukan tewas lantaran satu jenis senjata yang sama,
luka para korban pembantaian hampir sebagian besar
berbeda, di antaranya terdapat sejenis luka yang sangat aneh,
tampaknya dilukai oleh sejenis senjata yang disebut Thi-lian-

720
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

hoa, bunga teratai besi. Padahal teramat jarang jago


persilatan yang menggunakan senjata tajam jenis Thi-lian-
hoa, malah tak seorang pun dari kawanan jago berilmu tinggi
yang menggunakan senjata macam begini. Bisa jadi senjata
itu merupakan sebuah tanda khusus dari sekawanan jago
persilatan, karena pada waktu biasa jarang menggunakan
senjata itu secara terbuka, maka jarang ada yang
mengetahuinya.
"Menyusul kemudian kasus berikut lebih menggemparkan
dunia persilatan. Peristiwa ini terjadi pada dua puluh tahun
berselang, yaitu pembantaian terhadap partai Khong-tong-
pay. Menurut penuturan anggota Khong-tong-pay yang
kebetulan tidak berada di markas ketika terjadi peristiwa
berdarah itu, Liau Keng-tin sempat membicarakan soal
terlihatnya tiga belas sosok manusia berkerudung hitam di
bukit Liat-san, hanya Liau Keng-tin tidak percaya orang begitu
tega melakukan perbuatan sebe-jad itu, maka dia berencana
hendak mencari orang itu dan menanyakannya secara
langsung, kemudian baru menuntut balas bagi kematian Liat-
san-sinkun, siapa sangka sebelum niatnya dilakukan dia sudah
keburu dibantai mati.
"Kasus kelima adalah peristiwa berdarah yang menimpa
keluargamu. Konon keluargamu baru pindah ke kotaraja pada
dua tahun sesudahnya, tak ada yang tahu asal-usul mereka,
orang hanya tahu kalau ayah ibumu memiliki kepandaian silat
yang sangat tinggi dan bernama Seng Teng-thian, padahal tak
ada manusia yang bernama begitu dalam dunia persilatan.
Ilmu pedang yang digunakan ayahmu mirip sekali dengan ilmu
silat aliran Hoa-san, ilmu pukulannya mirip ilmu pukulan Lui-
sim-ciang. Sementara kungfu yang dimiliki ibumu mirip aliran
Soat-san, tapi sewaktu aku mengusut hingga di bukit Hoa-san
dan Soat-san, ternyata tak ada yang tahu siapa orang tuamu
itu, maka aku curiga nama yang digunakan ayahmu adalah
nama palsu, karena mereka sedang menghindari pengejaran
musuh tangguh.

721
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Setelah peristiwa itu, untuk sementara suasana jadi


tenang kembali sampai kemudian pada sebelas tahun
berselang, Sik Boan-tong dari benteng keluarga Sik dibantai
orang hingga seluruh keluarganya tertumpas, satu-satunya
saksi hidup yang berhasil selamat dari pembantaian itu adalah
seorang pelayan yang sedang mabuk dan tercebur ke dasar
sumur kering, dari dasar sumur ia sempat mendengar Sik-
hujin mengumpat dengan suara pedih, 'Kalian tiga belas orang
binatang ...!' kemudian suasana hening dan tak terdengar
suara lagi. Bila kita tinjau dari cara kerja mereka, saksi hidup
maupun barang bukti, bisa disimpulkan bahwa kelima kasus
berdarah itu pada hakikatnya merupakan hasil perbuatan
sekelompok manusia yang sama.
"Sampai lima tahun berselang, lagi-lagi terjadi peristiwa
berdarah, yang tertimpa musibah kali ini adalah Jian-liok-ong.
Kalian pasti masih ingat dengan Jian-liok-rong bukan ...
"Ya, masih ingat," jawab si Darah dingin, "karena perintah
kawanan pengkhianat, Jian-liok-ong merencanakan
penyerbuan ke istana Cukat kemudian menyerbu ke istana, dia
dengan membawa tiga ribu orang prajurit melancarkan
serangan kemari
"Sayang, Sianseng sudah menduga ke situ," sambung si
Tanpa perasaan, "maka perangkap pun dipasang, begitu Jian-
liok-ong menyerbu masuk, mereka pun ditangkap dan
diserahkan kepada kejaksaan agung, sayang, sudah terjadi
persekongkolan tingkat atas, tak lama kemudian tersiar berita
yang mengatakan dia mendapat pengampunan dari kaisar
sehingga akhirnya Jian-liok-ong pun bisa berlenggang bebas
keluar dari kota raja
"Benar," Cukat-sianseng mengangguk, "tak lama setelah
dia dibebaskan, pembantaian terhadap seluruh keluarganya
pun terjadi, dua ratus sembilan puluh empat orang anggota
keluarganya habis terbantai hingga tak tersisa seorang pun.
Tapi .ul.i seorang petugas kentongan yang sempat melihat
ada tiga lu-l.is orang manusia berkerudung menyelinap masuk
ke dalam rumah keluarga itu, bahkan sempat pula mendengar

722
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

beberapa patah kata pembicaraan mereka setibanya di depan


istana Jian-liok-ong."
"Apa yang mereka bicarakan?" tak tahan si Darah dingin
bertanya.
"Kelihatannya waktu itu mereka bertiga belas telah berhasil
dengan misinya, sebelum bubar mereka sempat bergurau
dengan riang gembira, salah seorang di antaranya sempat
berkata sambil tertawa, 'Kita bekerja sama sudah melakukan
tujuh kasus besar, tapi nyatanya orang lain masih belum tahu
siapa yang telah melakukan perbuatan itu!'.
"Rekannya yang lain segera menimpali, 'Ilmu kipas Im-
yang-sin-san yang kau miliki sangat hebat dan luar biasa,
cayhe merasa kagum sekali.'.
"Tapi seseorang yang lain segera menghardik, 'Thayjin ada
perintah, sebelum tiba saatnya dilarang saling berkomunikasi,
apalagi saling menyebut nama, kalau tidak, bukan saja tidak
mendapat bayaran dan tidak memperoleh ajaran ilmu sakti,
bahkan akan dihukum mati.'.
"Tampaknya orang lain merasa takut sekali dengan orang
itu, maka orang yang pertama bicara tadipun segera berkata,
'Kalau memang begitu, lebih baik kita jangan bicara.'.
"Mendadak seorang yang lain mendengus sambil
membentak, 'Ada orang mencuri dengar!' Tangannya
melakukan gerakan meremas di tengah udara, ternyata ia
telah menggencet biji tenggorokan petugas kentongan itu
hingga hancur
"Hah! Orang itu menguasai ilmu jari Sam-tiang-leng-khong-
ci!" seru Tanpa perasaan dengan wajah berubah.
"Benar, tidak banyak jago persilatan yang memiliki
kemampuan sehebat itu. Rekannya yang lain tampaknya tidak
puas, dia melemparkan juga sebilah golok lengkung hingga
menebas kutung kedua pergelangan tangan petugas
kentongan itu, ketika berhasil mengenai sasaran, golok
lengkung itu melayang kembali ke tangan orang itu ... dalam
pada itu si petugas kentongan sudah semaput lantaran
kesakitan."

723
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bukankah ilmu golok lengkung itu adalah Hui-hun-pak-


gwe-to (golok rembulan pengembali sukma) dari suku Biau?"
seru Darah dingin dengan wajah berubah.
Mendadak si Tanpa perasaan berkata, "Petugas kentongan
itu bukan orang persilatan, setelah menderita dua luka parah,
bagaimana mungkin dia masih bisa hidup?"
"Sebuah pertanyaan yang sangat bagus," sahut Cukat-
sianseng, "kebetulan pada saat itulah aku dan si Tabib sakti
Ya f It-ci sedang lewat di situ, sewaktu tiba di tempat
kejadian, pe tugas itu belum putus nyawa, maka tabib Yap
pun menjejalkan sebutir pil Siau-huan-wan untuk
mempertahankan nyawanya."
"Sekalipun untuk sementara waktu nyawanya bisa
dipertahankan, tapi tenggorokannya sudah remuk dan
lengannya sudah kutung, dia tak mungkin bisa bicara maupun
menulis, dengan cara apa dia bersaksi?" seru si Darah dingin
keheranan.
"Sebuah pertanyaan yang sangat cermat," Cukat-sianseng
tertawa, "kebetulan petugas itu adalah penduduk asli pulau
Sam-to yang semenjak kecil sudah pandai bicara dengan
perut, maka dia masih tetap bisa berbicara untuk bersaksi
secara jelas, mungkin ketiga belas orang pembunuh mengira
orang itu tak mungkin bisa lolos dari kematian maka tidak
melakukan pembantaian lebih jauh. Dengan demikian kita pun
berhasil menemukan titik terang atas terjadinya ketujuh kasus
besar itu." Kembali Cukat-sianseng menghela napas panjang.
"Sebenarnya bagi kami kecuali ketujuh kasus pembunuhan itu,
tak setitik petunjuk pun yang berhasil kami peroleh. Kemudian
si Tanpa perasaan menemukan salah seorang di antara ketiga
belas orang pembunuh itu adalah Si Ku-pei, hal ini membuat
akvi berani menyimpulkan ketiga belas orang itu pastilah
tokoh persilatan yang punya nama dan kedudukan dalam
dunia persilatan, tapi siapakah mereka? Kekuatan macam apa
yaii)'. sanggup menghimpun mereka sehingga bersedia
membenluk komplotan untuk melakukan pembunuhan secara
bersama-sama

724
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sayang Si Ku-pei telah tewas di tangan Ci Yau-hoa


sehingga titik terang ini terputus di tengah jalan. Selanjutnya
aku pun melakukan penyelidikan dengan seksama atas
kejadian ini, bila ditinjau dari tempat kejadian dan tokohnya,
terasa mereka tidak saling berhubungan satu dengan yang
lain, tapi setelah aku gunakan waktu hampir sebulan lamanya
untuk menelusuri setiap kemungkinan yang ada, akhirnya aku
berhasil menemukan sebuah persamaan yang sangat
mencengangkan
"Persamaan apa?" tak kuasa lagi si Tanpa perasaan dan
Darah dingin berseru bersama.
"Tiga puluh dua tahun berselang, sebelum Liat-san-sinkun
membentuk partai sendiri, dia adalah seorang tabib istana
yang melayani mendiang kaisar tua, kedudukannya sangat
terhormat dan jadi orang amat setia, kemudian karena tak
puas dengan sepak terjang kawanan pengkhianat yang
menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, dia pun
mengasingkan diri di bukit Liat-san sebelum akhirnya tewas
dibantai pada dua puluh delapan tahun berselang.
"Liu Keng-tin yang tewas dibantai orang pada dua puluh
tahun berselang, dulunya dia pun seorang perwira perang
dalam istana terlarang, hubungannya dengan Liat-san-sinkun
sangat akrab, dia pernah bertugas membimbing Baginda
semasa masih muda dulu, kemudian karena tidak
dipergunakan lagi, dia pun mengabdikan diri pada partai
Khong-tong sebelum akhirnya tewas terbunuh.
"Sekilas partai Bu-wi-pay seakan sama sekali tak ada
hubungannya dengan pihak pemerintahan, tapi di kala
mendiang kaisar melakukan pembersihan terhadap kelompok
pengkhianat bangsa, berulang kali partai Bu-wi-pay
memberikan bantuan serta dukungan, pahala mereka besar
sekali, bahkan putra mahkota pernah belajar silat dari partai
itu, walaupun tak membuahkan hasil luar biasa, paling tidak
sang pangeran berhasil mempelajari kepandaian silat yang
bagus ... tapi pada dua puluh empat tahun lalu, partai Bu-wi-
pay telah dimusnahkan orang.

725
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Dua puluh tahun berselang, IV Kim i.m Mil u |ity..i


mengalami pembantaian atas keluarganya, walaupun di.i !<ul
.m seorang panglima perang atau orang yang mengerti nilai,
namun semasa hidupnya dulu pernah memangku jabatan
yang liiigu' l'i bawah perintah Kejaksaan agung yang lampau,
selain kelu.u! besarnya yang dibantai orang, bahkan sang
Jaksa agung Miang thayjin pun turut dibunuh oleh para
menteri dorna.
"Mengenai pembunuhan berdarah atas keluargamu, aku
telah melakukan penyelidikan yang seksama tentang Seng
Teng-thian, ternyata baik dalam pemerintahan maupun dalam
kemiliteran tidak dijumpai orang dengan nama itu, tapi setelah
berpikir lama tiba-tiba aku teringat dengan dua orang pejabat
jujur yang berada di bawah perintah Ong-siangya pada dua
puluh enam tahun berselang, seorang pejabat sipil dan
seorang pejabat militer, yang sipil bernama Be Kun-tan
sementara yang militer bernama Seng Teng-thian, Seng-
ciangkun ternyata memang berasal dari partai Hoa-san, konon
dia pandai menggunakan ilmu pukulan Lui-sim-ciang, istrinya
juga berasal dari keluarga persilatan."
Pucat-pias selembar wajah Tanpa perasaan setelah
mendengar penuturan itu, sekujur badannya gemetar keras.
Sesudah menghela napas panjang, kembali Cukat-sianseng
berkata, "Kau tak perlu kelewat emosi, sebelas tahun
berselang ketua benteng keluarga Sik, Sik Boan-tong pernah
mendapat anugerah sebilah pedang mestika Siang-hong-
pokiam, dia mempunyai hak untuk membunuh dulu sebelum
memberi laporan ke Baginda raja, orang ini sangat membenci
segala tindak kejahatan dan pengkhianatan, konon dia pernah
sesumbar akan membasmi seluruh dorna dan kaum
pengkhianat hingga tuntas, tak lama setelah mengucapkan
perkataan itu, dia ditemukan tewas terbantai bersama seluruh
anggota keluarganya.
"Yang terakhir tertimpa musibah adalah Raja muda J ia n
liok-ong, walaupun mula-mula Jian-liok-ong adalah pembantu
handal bagi kaum dorna, tapi sejak gagal melakukan penytir

726
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

buan dan pemberontakan, meski dia memperoleh


pengampunan dan dibebaskan dari tahanan, namun semua
gerak-geriknya telah berada dalam pengawasanku, dengan
segala upaya dan cara aku berusaha mencari tahu siapa
dalang di balik semua peristiwa berdarah ini, namun tak
pernah berhasil, maka kelompok dorna dan pengkhianat
itupun berusaha menghilangkan duri di kelopak mata mereka,
sayang aku datang terlambat sehingga Jian-liok-ong
sekeluarga keburu dibantai orang."
"Jadi, kalau begitu seluruh kasus pembunuhan berdarah ini
ada sangkut-paut yang erat dengan kelompok pejabat dorna
dan kaum pengkhianat?" seru Darah dingin terkesiap.
Cukat-sianseng tertawa dingin.
"Bukan cuma ada sangkut pautnya, sudah jelas merekalah
dalang dan perencana dari seluruh peristiwa berdarah ini.
Hampir semua pejabat jujur dan setia yang berbakti kepada
kerajaan mereka bantai habis, sementara di dalam dunia
persilatan mereka sengaja melontarkan berbagai isu agar
terjadi kesalahpahaman dan saling bunuh antara para jago
persilatan yang berjiwa ksatria, mereka tak ingin jago silat
membantu pemerintah, maka orang-orang itu sengaja
mengadu domba agar para jago silat saling membunuh, selain
itu mereka juga membeli jago-jago tangguh untuk membantu
usaha mereka mencelakai para pejabat setia. Contohnya
ketiga belas orang pembunuh berilmu tinggi itu, kalau bukan
ada pejabat kerajaan yang membiayai operasi ini dengan
mengiming-imingi balas jasa yang besar, tak nanti kawanan
jago tangguh itu bersedia membantu usaha mereka
Setelah sembilan belas tahun hidup dalam tanda tanya,
untuk pertama kalinya si Tanpa perasaan memahami sebab
musabab kematian kedua orang tuanya, namun pendidikannya
selama delapan belas tahun sebagai seorang opas tangguh
membuat dia dapat mengendalikan gejolak perasaannya untuk
tetap bersikap tenang dan kepala dingin.
Ujarnya kemudian, "Aku rasa bukan melulu karena jumlah
uang jasa yang besar, bukankah Sianseng bercerita tadi

727
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bahwa sang petugas kentongan sempat berkata bahwa ada


perintah dari Thayjin, sebelum tiba saatnya dilarang saling
berbicara, saling menyebut identitas, kalau tidak, bukan saja
tidak memperoleh uang jasa, juga tidak memperoleh warisan
ilmu ... kata yang terakhir ini menunjukkan bahwa di samping
ketiga belas orang pembunuh bayaran itu, masih terdapat
otak pembunuh yang memiliki ilmu silat jauh lebih hebat
ketimbang mereka, dan orang itulah yang mengendalikan
seluruh operasi pembunuhan ini. Kalau tidak, dengan
kemampuan silat yang dimiliki kawanan pembunuh itu, kenapa
mereka masih diiming-imingi warisan ilmu silat?"
Dengan perasaan kagum Cukat-sianseng menengok si
Tanpa perasaan sekejap, tampaknya dia sangat mengagumi
ketenangan dan daya ingat anak didiknya itu, sahutnya sambil
mengangguk, "Benar, bisa jadi sang otak pembunuhan ini
memiliki ilmu silat yang luar biasa hebatnya, orang ini pastilah
seorang anak buah baginda raja, seorang tokoh penting yang
jarang muncul di depan umum. Aku sendiri pun mulai curiga,
paling tidak kita sudah mulai berhasil melacak sedikit titik
terang dalam pelbagai kasus berdarah ini.
"Ketika dalam perjalanan pulang ke Kotaraja, di seputar
Ngo-thay-san si Pengejar nyawa mendengar ada suara orang
bertarung, sewaktu dia memburu ke tempat kejadian,
terdengar ada suara jeritan ngeri disusul tampak seseorang
sedang melarikan diri dari tempat itu. Sewaktu Pengejar
nyawa membangunkan sang korban, dia baru tahu ternyata
korban adalah si mahasiswa bertangan racun Bu Seng-say
Mendengar sampai di situ, si Tanpa perasaan dan Darah
dingin sangat terkejut, tanpa terasa si Tanpa perasaan
berseru, "Bu Sehg-say? Bukankah Mahasiswa bertangan racun
ini masih bersaudara dengan si Sastrawan bertangan keji Bu
Seng-tang? Biasanya mereka hanya malang melintang di
seputar wilayah Kwan-tang, mau apa dia datang ke Ngo-thay-
san?"
"Benar," ujar Darah dingin pula keheranan, "bicara soal
ilmu silat, kemampuan yang dimiliki orang ini belum tentu

728
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kalah dari Si Ku-pei si Pentolan iblis itu, siapa yang memiliki


kemampuan demikian hebat sehingga mampu
membunuhnya?"
Cukat-sianseng menghela napas panjang.
"Ilmu pukulan Ngo-tok-jui-hun-jiu (Lima racun pembetot
sukma) yang dimiliki Bu Seng-say mampu melukai lawan dari
jarak seratus langkah, tidak sedikit kawanan jago silat yang
tewas di tangannya ... tapi dia mati di tangan Bu Seng-tang."
"Dibunuh Bu Seng-tang? Kakaknya sendiri?" seru Tanpa
perasaan tercengang.
"Sepasang iga Bu Seng-say terhajar oleh senjata rahasia
Lak-jiu-tui-hun-piau (piau pengejar sukma) dan berada dalam
keadaan sekarat, ketika Pengejar nyawa tiba di tempat
kejadian, Bu Seng-say memaksakan diri untuk bicara, katanya
yang membunuh dia adalah Bu Seng-tang, sebenarnya
mereka berdua belas mendapat perintah seseorang untuk
melakukan satu tindakan kriminal di Ngo-thay-san, ketika
selesai dengan tugasnya, pemimpin rombongan mengatakan
bahwa saatnya sudah tiba dan mereka boleh melepaskan kain
kerudung masing-masing agar bisa saling mengenal satu
dengan lainnya, sehingga dalam penyerangan atas sasaran
yang terakhir mereka bisa saling membantu ... pada saat
itulah dua bersaudara Bu baru tahu kalau mereka ternyata
berada dalam barisan yang sama, maka setelah berpisah
dengan rombongan, dua bersaudara Bu yang masing-masing
telah memperoleh semacam ilmu silat saling bertukar
kepandaian, tujuannya agar mereka masing-masing bisa
mempelajari lebih banyak kepandaian silat ... tentu saja
kepandaian silat yang dipertukarkan adalah Lak-jiu-tui-hun-
piau dari Bu Seng-tang dan Tok-jiu-jui-hun-ciang dari Bu
Seng-say
"Lihai amat pentolan gerombolan itu," seru Darah dingin
tak tertahankan, "tak nyana dia menguasai juga kedua jenis
ilmu silat yang amat keji dan jahat itu, berarti ilmu toya iblis
gila milik Si Ku-pei pun merupakan hasil ajarannya?"

729
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Setelah bertukar napas, kembali Cukat-sianseng berkata,


"Setelah mereka berdua sepakat untuk saling tukar
kepandaian, maka masing-masing pihak pun mencatat rahasia
dari kepandaian yang dipelajarinya itu dalam sejilid kitab dan
berjanji akan dipertukarkan pada hari itu. Bu Seng-say
menanggapi serius tawaran itu dengan mencatat seluruh
rahasia kepandaian Ngo-tok-jui-hun-ciang di atas bukunya,
sebaliknya buku yang diserahkan Bu Seng-tang ternyata
hanya lembaran buku kosong. Dengan marah dia pun
menegur, Bu Seng-tang tidak menjawab tegurannya malah ia
lepaskan tiga batang senjata rahasia, Bu Seng-say yang sama
sekali tidak menduga dan tidak waspada gagal menghindar,
dia pun terhajar telak oleh senjata rahasia kakaknya. Dalam
gusarnya Bu Seng-say segera menendang buku catatan ilmu
silatnya hingga jatuh ke dalam jurang. Gara-gara kejadian itu,
dua bersaudara Bu pun saling menyerang dengan ganasnya,
tapi berhubung Bu Seng-say sudah terkena piau beracun,
akhirnya dia terhajar lagi sebatang senjata rahasia, saat itulah
secara kebetulan si Pengejar nyawa lewat di sana
"Bukankah orang yang terhajar senjata rahasia Lak-jiu-tui-
hun-piau akan segera mati dalam lima langkah? Kenapa Bu
Seng-say belum juga mampus kendati sudah terhajar dua
batang senjata rahasia?" tanya Darah dingin.
Cukat-sianseng berpikir sebentar, kemudian baru jawabnya,
"Aku rasa Bu Seng-say mengandalkan racun Tok-jiu-jui-hun-
ciang yang dipelajarinya untuk menyerang racun dengan
racun, sehingga untuk sementara waktu dia berhasil
mengendalikan daya kerja racun itu, tapi lantaran harus
bertarung sengit dalam jangka waktu lama, akhirnya racun itu
kambuh juga sehingga merenggut nyawanya."
"Ketika Pengejar nyawa tiba di tempat kejadian, Bu Seng-
tang tidak bermaksud membunuh Sam-sute, kenapa begitu?"
tanya Tanpa perasaan.
"Itu kan gampang untuk dijelaskan," sahut Cukat-sianseng
sambil tersenyum, "Bu Seng-tang si laknat yang tak bermoral
ini ingin lekas turun ke dasar jurang untuk mencari kitab yang

730
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berisi catatan Ngo-tok-jui-hun-ciam, dia kuatir kitab itu keburu


ditemukan orang, apalagi dia anggap Bu Seng-say pasti akan
mampus, maka dia tidak melakukan tindakan sadis dengan
menghabisi si pendatang. Sebaliknya Bu Seng-say yang
sedang sekarat tidak tahu kalau si Pengejar nyawa pandai
bersilat, dia hanya minta si Pengejar nyawa mau melaporkan
kasus ini kepada si kepala komplotan, mengadukan Bu Seng-
tang yang mengajak bertukar ilmu silat kemudian membantai
saudara sendiri, perkiraannya sang kepala komplotan pasti
akan menitahkan kesepuluh orang anak buahnya untuk
membalas dendam sakit hati ini... Pengejar nyawa pun
bertanya siapa nama kepala komplotan itu? Baru saja Bu
Seng-say hendak menjawab, Bu Seng-tang yang telah berhasil
menemukan kitab cacatan ilmu silat itu telah muncul di sana,
tanpa banyak bicara dia langsung melancarkan serangan
mematikan terhadap si Pengejar nyawa
"Lak-jiu-suseng Bu Seng-tang memang hebat dan tinggi
ilmunya, tapi kalau ingin menangkan Sam-suheng, hm! ibarat
mencari penyakit buat diri sendiri," jengek si Darah dingin
sambil tertawa.
"Benar, seandainya dua bersaudara Bu turun tangan
berbareng, bisa jadi Pengejar nyawa tak gampang menangkan
mereka, tapi kalau mesti bertarung satu lawan satu,
kepandaian silat Pengejar nyawa masih setingkat lebih tinggi.
Sepuluh gebrakan kemudian Bu Seng-tang mulai sadar kalau
musuh yang dihadapi sangat tangguh, lima puluh jurus
kemudian dia semakin sadar kemungkinan menang tak ada
lagi, maka secara diam-diam dia sambitkan sebatang piau
beracun ke arah Bu Seng-say, tujuannya untuk membungkam
mulut saksi hidup!"
"Hm, sungguh kejam hati Bu Seng-tang!" umpat Tanpa
perasaan sambil mendengus dingin.
"Betul, manusia macam dia memang jarang dijumpai dalam
dunia persilatan, biar dari kalangan hitam pun belum pernah
ada kakak kandung membantai adik kandung sendiri dengan
cara sekejam itu. Pengejar nyawa tidak menduga sampai ke

731
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

situ, sementara Bu Seng-say sendiri pun sedang menghimpun


segenap tenaganya untuk melawan racun sehingga tak
berdaya melakukan perlawanan, kembali dadanya terhajar
sebatang piau beracun. Pengejar nyawa benar-benar
membencinya hingga merasuk ke tulang sumsum, tapi dia pun
kuatir Bu seng-say keburu mati sehingga mata rantainya
terputus, menggunakan kesempatan di saat Bu Seng-tang
harus memecah perhatian untuk membunuh Bu Seng-say, dia
lancarkan sebuah tendangan dahsyat yang membuat tangan
kiri musuhnya patah. Dengan membawa luka, Bu Seng-tang
segera melarikan diri, sementara Pengejar nyawa juga tidak
melakukan pengejaran karena dia ingin menyelamatkan dulu
nyawa Bu Seng-say
Tanpa perasaan ikut menghela napas panjang.
"Setelah terhajar piau pengejar sukma, aku pikir usaha
pertolongan yang dilakukan Sam-sute bakal sia sia," katanya.
"Betul. Kali ini Bu Seng-say benar-benar mampus, melihat
Bu Seng-tang sudah semakin menjauh dan mata rantai ini
segera akan putus, tiba-tiba muncul sebuah akal bagus dalam
benak Pengejar nyawa, dengan mengerahkan tenaga
dalamnya dia pun berseru, 'hahaha ... ternyata dialah si
pentolan komplotan!'."
"Suara itu sangat keras dan mengalun sampai ke tempat
jauh, sudah pasti Bu Seng-tang ikut mendengar. Perkiraannya,
asal Bu Seng-tang mendengar perkataan itu, dia pasti kuatir
rahasia perbuatannya bocor hingga mendatangkan
pembalasan dendam si pentolan komplotan, untuk
menghindari kejadian ini, satu-satunya jalan adalah
membungkam mulut saksi mata, asal Bu Seng-tang berniat
membunuhnya, berarti dia akan memperoleh kesempatan
untuk menangkap Bu Seng-tang, ini namanya siasat menyiksa
diri," kata Darah dingin kegirangan, "Sam-suheng memang
cerdas dan banyak akal, tapi apakah Bu Seng-tang sempat
mendengar teriakan itu?"
"Dengar sih pasti mendengar," Cukat-sianseng tertawa
"namun Bu Seng-tang bukan orang tolol, dia pasti setengah

732
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pri caya setengah tidak, sekalipun jalan teraman baginya


adalah membungkam mulut saksi mata. Oleh sebab itu tiga
hari berikutnya, beberapa kali Bu Seng-tang melancarkan
bokongan untuk mencelakai si Pengejar nyawa namun selalu
gagal, sebaliknya Pengejar nyawa juga berulang kali gagal
membekuknya, maka main petak umpet pun berlangsung
hingga tiba di Kota-raja. Selama ini pengejar nyawa tidak
berhasil melepaskan diri dari penguntitannya, maka setelah
datang memberi laporan, dia sengaja menampilkan diri di
tempat lain. Tampaknya kali ini dia berjumpa lagi dengan Bu
Seng-tang, menurut laporan mata-mata, pagi tadi si Pengejar
nyawa sempat bertarung sengit melawan seseorang di sekitar
Lau-ho-pei, berarti kejadian berlangsung tak jauh dari sini."
"Dengan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Sam-sute,
bukan pekerjaan yang terlampau susah untuk menghindari
penguntitannya," kata Tanpa perasaan, "jelas dia memang
sengaja membiarkan musuh menguntitnya, dalam kejadian ini
Bu Seng-tang telah bertemu dengan lawan tangguh."
Cukat-sianseng manggut-manggut, katanya, "Dari daftar
tiga belas orang pembunuh, Si Ku-pei dan Bu Seng-say dua
orang sudah mati, sisanya yang sebelas orang jelas
merupakan kelompok manusia buas yang berilmu tinggi dan
berhati kejam. Kali ini si Pengejar nyawa berusaha membekuk
Bu Seng-tang sembari berusaha melacak jejak kesepuluh
orang pembunuh lainnya, jelas keadaannya sangat berbahaya.
Apalagi sang pentolan merupakan tokoh misterius yang sangat
menakutkan, di samping tentu saja peristiwa ini ada hubungan
yang sangat erat dengan dendam kesumat Tanpa perasaan,
itulah sebabnya aku minta kehadiran kalian di kotaraja untuk
membantu Pengejar nyawa menyelesaikan tugas ini."
"Kelihatannya sumber ilmu silat yang dimiliki ketiga belas
orang pembunuh itu berasal dari sang pentolan," kata si Darah
dingin, "Kasus pembunuhan pertama terjadi pada dua puluh
delapan tahun berselang, padahal mereka gunakan kasus
pembunuhan sebagai imbalan untuk memperoleh ilmu silat,
seharusnya kejadian ini berlangsung pada tiga puluh tahun

733
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berselang. Sianseng, kenapa kau tidak memeriksa berkas lama


yang mencatat kawanan jago yang bermunculan pada tiga
puluh tahun berselang
"Aku dan Ko-su Thayjin pernah berpikir begitu," tukas
Cukat-sianseng, "bukan satu pekerjaan mudah untuk
mengumpulkan berkas yang terjadi pada tiga puluh tahun
berselang. Yang lebih sulit lagi adalah tidak semua jago
menjadi tersohor pada saat bersamaan, karena keberhasilan
seseorang menguasai sejenis ilmu sakti pun berbeda ...
walaupun begitu, aku berhasil juga melacak orang yang
menguasai ilmu kipas sakti Yin-yang
"Oh, ilmu silat yang dituturkan si petugas kentongan di
depan istana Jian-liok-ong?"
Cukat-sianseng mengangguk.
"Sebenarnya ilmu yang diandalkan orang itu adalah ilmu
golok pohon liu, tapi semenjak dua puluh lima tahun lalu dia
berganti menggunakan ilmu kipas dan menjadi termashur
pada dua puluh tahun berselang, sejak lima belas tahun lalu
dia memperoleh julukan sebagai Yin-yang-san si kipas Yin-
yang."
"Oh, rupanya si kipas sakti Yin-yang, Auyang Toa," seru si
Darah dingin, "konon orang ini gemar membunuh dan suka
memperkosa wanita, baik kalangan hitam maupun golongan
putih menaruh perasaan jeri kepadanya."
"Cuma kita belum punya bukti, hal itu hanya berdasarkan
dugaan saja," kata Cukat-sianseng dengan kening berkerut,
"tujuan utama dari pelacakan yang kita lakukan kali ini adalah
mencegah mereka turun tangan terhadap sasaran terakhir,
sebab menurut perkiraanku, kejadian ini menyangkut
keselamatan Baginda raja. Selama ini, para dorna dan kaum
pengkhianat mulai rajin berkasak-kusuk, aku sudah banyak
membuang tenaga untuk berjaga-jaga di kotaraja."
"Kalau memang urusan begini gawat, ada baiknya kalau
aku dan Si-sute segera berangkat," kata si Tanpa perasaan.
Cukat-sianseng mengangguk.

734
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Tanpa perasaan, kau harus ingat," pesannya, "jangan


lantaran terbakar oleh api dendam, kau malah kehilangan
ketenangan, dengan kecerdasan dan kepandaian silat yang
kau miliki, semakin kau bersikap tenang, semakin besar
manfaat yang bisa kau peroleh."
Kemudian kepada si Darah dingin pesannya pula, "Darah
dingin, kau pun harus berhati-hati, jangan gampang emosi
dan bertindak gegabah. Nanti, begitu si Tangan besi sudah
balik kemari, aku akan suruh dia segera berangkat membantu
kalian."
0oo0
Si pengejar nyawa minum arak seorang diri di dalam rumah
penginapan, perasaan hatinya sangat berat.
Selama tiga hari beruntun, dia sudah lima kali bertempur
melawan Bu Seng-tang dan selalu berada pada posisi di atas
angin, tapi sayang dia harus menangkapnya hidup-hidup dan
bukan membinasakannya, sebab itulah ada dua kali
sebetulnya Bu Seng-tang sudah tak mungkin kabur, tapi pada
akhirnya berhasil juga meloloskan diri.
Hari ini secara tiba-tiba dia kehilangan jejak Bu Seng-tang,
sebenarnya kemana perginya bajingan yang satu ini?
Tapi dia yakin Bu Seng-tang pasti berada di sekitar sana.
Sebelum berhasil membunuhnya, tak nanti Bu Seng-tang mau
melepaskan dirinya begitu saja.
Walaupun dia tahu bukan pekerjaan gampang untuk
menangkap Bu Seng-tang, namun tidak terlampau sulit untuk
mengalahkan si Sastrawan bertangan bengis ini, tapi entah
mengapa perasaan nya saat ini terasa sangat berat.
Baru saja dia habis meneguk arak dari dalam buli-bulinya,
seorang lelaki berdandan terpelajar berjalan menghampirinya
dengan senyum menghias bibirnya.
Orang itu bukan Bu Seng-tang. Tapi dari gerak-geriknya
yang terpelajar dan penuh sopan santun, siapa pun merasa
segan untuk mengusirnya.

735
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan sikap yang santun dan hormat orang itu berjalan


mendekat, lalu sembari menjura katanya, "Congsu, bolehkah
aku duduk di sini?"
Seorang terpelajar berdandan perlente ternyata memanggil
seorang lelaki berbaju compang-camping macam pengemis
sebagai "Congsu", orang gagah, kalau sang pengemis
menampik untuk duduk sebangku, itu baru aneh namanya.
Siapa tahu si pengejar nyawa segera menampik, "Tidak
boleh!"
Tampaknya orang itu tidak menyangka dengan jawaban
itu, setelah tertegun beberapa saat, kembali ujarnya sambil
tertawa, "Ada seorang menyerahkan sebuah barang
kepadaku, dia minta aku menyerahkannya kepada Sianseng."
"Ada pula sepatah kata yang ingin kusampaikan
kepadamu," sela Pengejar nyawa dengan mata melotot.
"Apa yang ingin kau sampaikan? Silakan Congsu memberi
petunjuk."
"Bila kau mempunyai sangkut-paut dengan Bu Seng-tang,
lebih baik menyingkirlah jauh-jauh, sebab bila kau satu
komplotan dengan Bu Seng-tang dan ingin bermain gila di
hadapanku, hanya kematian yang bakal kau terima."
"Siapa itu Bu Seng-tang, Bu Seng-say? " seru orang itu
tertegun, "saudara Pengejar nyawa, aku adalah bekas anak
buah Cukat-sianseng, masa kau lupa? Ada semacam benda
dari Sianseng yang minta aku untuk menyerahkan kepadamu."
"Oh, benda apakah itu?" tanya si Pengejar nyawa sedikit di
luar dugaan.
Dengan sangat berhati-hati pelajar itu mengeluarkan sd.ni
ah payung kertas dari bawah kempitannya, sambil tertawa s.i
hutnya, "Nih, barang ini yang kumaksud."
"Sebuah payung hujan?" dengan heran si Pengejar nyawa
mengulurkan tangan untuk menyambut. "Benar, sebuah
payung hujan."
Ketika ujung jari tangan si Pengejar nyawa menyentuh
permukaan payung, dirasakan payung itu bukan terbuat dari

736
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kertas melainkan dingin keras seperti lempengan baja, ia


segera menyadari sesuatu.
Belum sempat suatu tindakan dilakukan, mendadak orang
itu membentang lebar payungnya, si Pengejar nyawa segera
menyaksikan selembar payung besar langsung menerjang ke
tubuhnya.
Ujung payung itu ternyata berupa sebilah pisau yang
sangat tajam.
Pengejar nyawa berniat mundur dari situ, namun bangku
yang diduduki telah menghalangi jalan mundurnya.
Pengejar nyawa membentak gusar, masih tetap dalam
posisi duduk, sepasang kakinya menggaet ke atas, sebuah
meja besar segera terangkat ke udara, ujung payung itupun
langsung menghujam di atas permukaan meja.
Ketika ujung pisau yang tajam menancap di atas
permukaan meja dan belum sempat dicabut keluar, si
Pengejar nyawa memanfaatkan kesempatan itu untuk
melancarkan serangan balasan.
Mendadak terasa deruan angin pukulan muncul dari arah
belakang, karena jalan ke depan terhadang si Pengejar nyawa
membentak keras, tubuhnya segera berjumpalitan ke sisi
kanan.
"Krak, krak!", terdengar suara genting yang hancur dan
berguguran menyusul terlihat sesosok bayangan manusia
melayang turun dari udara, tiga batang senjata rahasia
meluncur datang dengan kecepatan luar biasa.
Pengejar nyawa segera berjumpalitan tiga kali di udara,
baru saja lolos dari serangan ketiga batang senjata rahasia itu,
mendadak terasa desingan angin tajam membokong dari sisi
kiri dan kanan tubuhnya.
Serangan dari sebelah kiri berupa sodokan payung besi,
sementara ancaman yang muncul dari sebelah kanan
merupakan pukulan dahsyat.
Dalam posisi seperti ini, sulit bagi si Pengejar nyawa untuk
menghindarkan diri, masih melambung di udara, dia bersalto

737
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berulang kali sementara kakinya melepaskan serangkaian


tendangan berantai.
Baru saja tendangan dilancarkan, "Wes!", lagi-lagi sebatang
piau disambitkan ke arahnya, kali ini yang dituju adalah
sepasang kakinya.
"Aduh celaka!" keluh Pengejar nyawa dalam hatinya, lekas
dia tarik kembali kakinya sambil mencengkeram payung besi
dengan sepasang tangannya, tapi pukulan yang muncul dari
arah belakang segera bersarang telak di punggungnya.
Meminjam tenaga pukulan yang menghajar punggungnya
itu, si Pengejar nyawa mementang mulut lebar-lebar sambil
memuntahkan darah bercampur arak ke wajah pelajar
bersenjata payung besi itu.
Tak ampun seluruh wajah orang itu basah kuyup terhajar
semburan ini.
Untuk beberapa saat lamanya si pelajar tak sanggup
membuka matanya, sementara senjata andalannya berhasil
dicengkeram lawan, mau mundur juga tak bisa, satu sodokan
lutut si Pengejar nyawa segera dilontarkan ke depan.
Hebat juga kepandaian silat yang dimiliki pelajar itu,
biarpun matanya tak dapat melihat namun pendengarannya
sungguh amat tajam, merasa datangnya ancaman, dia segera
menyo-dokkan pula lututnya untuk menangkis.
"Krak!", tulang lutut pelajar itu segera tertumbuk telak
hingga membuat ruas tulang lutut terlepas dari engselnya.
Tendangan Pengejar nyawa memang termashur sebagai
tendangan kaki baja.
Pada saat itulah deru angin tajam kembali bergema dari
belakang, pukulan ketiga telah meluncur tiba.
Lekas Pengejar nyawa berjumpalitan ke depan menghnulai,
namun pada saat bersamaan terlihat ada tiga batang piau
emas yang memancarkan sinar kebiruan menyongsong
kedatangannya dari arah depan.
Kembali si Pengejar nyawa merentangkan sepasang
kakinya, masing-masing menendang sebatang piau yang
meluncur tiba, piau ketiga digigitnya dengan mulut, tapi

738
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sayang sebelum dia sempat memuntahkan keluar senjata


rahasia itu, pihak lawan telah merangsek ke depan langsung
mengancam tubuh bagian tengah, sebuah totokan kilat
membuat jalan darah Sang-tiong-hiat di dadanya terhajar
telak.
Seketika itu juga Pengejar nyawa roboh lemas ke tanah.
Menyusul dia pun mendengar suara tertawa Bu Seng-tang
yang menyeramkan.
Ternyata orang yang terjatuh dari atap rumah dan tiga kali
menyerangnya dengan piau emas itu tak lain adalah Lak-jiu-
suseng si Pelajar bertangan keji Bu Seng-tang, manusia bejad
yang sempat ditendang tulang tangan kirinya hingga patah.
Sambil berdiri di hadapannya dan tertawa seram Bu Seng-
tang menjengek, "Pengejar nyawa, aku rasa kejar mengejar di
antara kita akan berakhir hari ini?"
Pengejar nyawa menghela napas panjang. "Tahu kau telah
mengundang Hud-kou-coa-sim Thiat-san Siucay, pelajar
berpayung besi bermulut Buddha berhati ular, tidak
seharusnya kuberi kesempatan hidup untukmu."
"Hahaha ... jangan lupa dengan orang yang telah
menghadiahkan sebuah pukulan untukmu, Toa-jiu-eng (si
pukulan maut) Kwan-loyacu!" sambung Bu Seng-tang sambil
tertawa seram.
Ketika Pengejar nyawa memaksakan diri untuk menengok,
dia saksikan orang itu adalah seorang kakek kecil pendek yang
berbadan kekar, lengan bajunya digulung tinggi, wajahnya
bengis dan nampak amat licik, dialah orang yang pertama kali
membokong dari belakang, kedua kalinya membokong dari sisi
kanan dan kali ketiga membokong lagi dari belakang.
Pengejar nyawa menghembuskan napas panjang, tak heran
pukulan itu susah dihindari, tak ada orang persilatan yang
tidak dibuat pusing oleh pukulan maut dari Toa-jiu-eng-kim-
kong (pukulan sakti kim-kong) Kwan Hay-beng, Kwan-loyacu
dari Shantong.
Apalagi di situ hadir juga Hud-kou-coa-sim Thiat-san-
siucay, pelajar berpayung besi bermulut Buddha berhati ular

739
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Thio Si-au yang punya nama sejajar dengan Lak-jiu Suseng,


ditambah pula Bu Seng-tang, serangan gabungan dari tiga
orang jagoan itu memang luar biasa, tak heran si Pengejar
nyawa tak sanggup mempertahankan diri.
Terdengar Kwan Hay-beng berkata dengan suara keras,
"Kau memang tak malu sebagai anggota empat opas, biar
sudah termakan sebuah pukulanku, ternyata masih sanggup
mempertahankan diri! Biar dikeroyok tiga orang, kau masih
mampu juga melukai Thio-lote, mengagumkan! Sungguh
mengagumkan!"
"Biarpun berhasil melukai Thio-siucay, tapi apa gunanya?
Toh aku sendiri pun harus mencium tanah," sahut pengejar
nyawa kemalas-malasan.
Bu Seng-tang tertawa dingin. "Hm, tunggu saja, sebentar
lagi akan kusuruh kau mencicipi kehebatan ilmu pemisah
ototku, sampai waktunya kalau kau masih bisa tertawa, aku
baru benar-benar merasa kagum," jengeknya.
Pengejar nyawa tertawa sinis, tiba-tiba ujarnya, "Ada satu
pertanyaan ingin kuajukan kepadamu."
"Katakan saja," sahut Kwan Hay-beng.
"Kalau begitu Kwan-loyacu dan Thio-siucay merupakan
anggota di antara tiga belas pembunuh yang berulang kali
membuat keonaran?"
0oo0

22. Disandera malah menyandera.

"Jika ingin mengetahui hal ini, kau akan kehilangan seluruh


kesempatan untuk hidup," seru Kwan Hay-beng dengan wajah
serius.
"Ah, akhirnya toh dia bakal mati juga, apa salahnya di-
beritahu," sela Bu Seng-tang, "benar sekali dugaanmu, Kwan-
loyacu, Thio-siucay dan aku memang merupakan anggota dari
ketiga belas orang pembunuh."
"Dari pertanyaanmu itu, tampaknya kau masih belum
mengetahui rahasia ini," ujar Thiat-san Siucay pula dengan

740
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

napas tersengal, "nampaknya Bu-loji memang belum


mengkhianati kami!"
Pengejar nyawa segera menangkap ada sesuatu yang tak
beres di balik perkataan itu, lekas katanya lagi, "Aku memang
tidak tahu, sewaktu berada di bawah Ngo-thay-san, aku
terpaksa mencampuri urusan ini dan berusaha membekuknya
lantaran aku menyaksikan Bu Seng-tang sedang membantai
adik kandungnya sendiri."
"Oh Thiat-san Siucay Thio Si-au berseru tertahan,
kemudian sambil mengalihkan sorot matanya ke wajah Bu
Seng-tang, dia bergumam lagi, "Jadi kaulah yang telah
membunuh Bu-loji? Kenapa kau bilang Bu-loji mengkhianati
kami dan membocorkan rahasia kita kepada si Pengejar
nyawa? Kenapa kau bilang terpaksa membunuh Bu-loji karena
dia berkhianat lalu minta kami membantumu membunuh si
Pengejar nyawa agar rahasia ini tidak bocor?"
Sementara itu Kwan Hay-beng sudah mendelik ke arah Bu
Seng-tang sambil berseru kata demi kata, "Benarkah demikian
ceritanya?"
Suara tawa Bu Seng-tang berubah, lekas teriaknya, "Kwan-
loyacu, masa kau lebih mempercayai orang luar ketimbang
mempercayai orang sendiri?"
Begitu melihat suara tertawanya yang tidak wajar, Kwan
Hay-beng segera memahami apa yang telah terjadi, maka
ujarnya, "Oh ... rupanya begitulah duduk perkara yang
sebenarnya, tak heran kau minta kami untuk merahasiakan
peristiwa ini agar si kepala tidak mengetahuinya, tak heran
kau beralasan takut si kepala marah kepadamu karena tahu
kau mempunyai adik yang berkhianat, kau pun minta kami
untuk merahasiakan perbuatanmu menukar ilmu pukulan Tok-
jiu-jui-hun-ciang dengan Bu-loji, ternyata ceritanya begitu
"Kwan-loyacu, kau ... kau jangan percaya omongan orang
itu, dia ... dia sengaja mengadu domba ...!" teriak Bu Seng-
tang tergagap.
"Oya?" seru Kwan Hay-beng.

741
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sementara Thio Si-au lantas bertanya, "Pengejar nyawa,


menurut kau, lantaran apa Bu-lotoa membunuh adiknya, Bu-
loji?"
Secara ringkas si Pengejar nyawa segera menceritakan
semua yang dilihat dan diketahuinya ketika berada di bawah
Ngo-thay-san.
Beberapa kali Bu Seng-tang ingin menukas, namun lantaran
Kwan Hay-beng mengawasinya terus dengan mata mendelik,
terpaksa dia pun membungkam diri.
Dalam hati kecil Bu Seng-tang cukup mengerti, kalau bicara
kepandaian silat, kungfu yang dimiliki mereka bertiga hampir
berimbang, seandainya tangan kirinya belum terluka, dalam
tiga ratus gebrakan dia yakin masih mampu mengalahkan si
Siucay berpayung besi Thio Si-au, tapi tiga ratus gebrakan
kemudian dia bakal keok di tangan Kwan Hay-beng.
Maka begitu si Pengejar nyawa selesai berkisah, Bu Seng-
tang langsung berteriak, "Tidak pernah terjadi peristiwa
semacam itu, kalian jangan percaya dengan segala fitnahnya!"
Dengan sorot mata tajam Thio Si-au mengawasi Bu Seng-
tang dari atas kepala hingga ke ujung kaki, kemudian
menjengek, "Rupanya kau ingin memperalat aku dan Kwan-
loyacu untuk membunuh si Pengejar nyawa, kemudian kau
lalap sendiri kitab i .ttatan ilmu pukulan Ngo-tok-jui-hun-ciang
itu?"
"Mana mungkin?" jawab Bu Seng-tang sambil tertawa
paksa, "kalian jangan percaya dengan fitnahan orang itu."
Sembari berkata dia merogoh ke dalam sakunya dan
mengeluarkan sejilid kitab tipis, kemudian ujarnya lebih lanjut,
"Kitab ini berisi catatan ilmu pukulan lima racun pembetot
sukma, Siaute segera persembahkan kepada kalian berdua."
Pelajar berpayung besi tertawa dingin. "Hm, jangan kau
sangka kami berdua kemaruk ilmu silat macam begitu,"
serunya, "tapi kau telah membunuh adikmu sendiri, merampas
kitab catatan ilmu silatnya dan merusak kerja sama kelompok
kita, perbuatanmu kelewat batas, bagaimanapun juga harus
kulaporkan peristiwa ini kepada kepala."

742
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bergidik hati Bu Seng-tang mendengar ucapan itu, tanpa


terasa bulu kuduknya berdiri, tapi membayangkan kembali
betapa hebatnya kungfu yang dimiliki sang kepala dan betapa
telengasnya hati orang itu, diam-diam ia mengambil
keputusan dalam hati.
"Jadi kalian tak akan membunuh si opas sialan itu?"
teriaknya kemudian.
"Tentu saja harus dibunuh," sahut Thio Si-au sambil
tertawa seram, "kalau tidak bunuh, siapa yang menjamin dia
akan pegang rahasia? Apalagi dia sudah membuat tulang
lututku cidera hebat, sekalipun tak ingin dibunuh pun tetap
harus dibunuh."
Tampaknya Bu Seng-tang merasa sangat terharu
bercampur terima kasih, dia sodorkan kitab catatan Ngo-tok-
jui-hun-ciang dengan tangan kanannya lalu berkata, "Kau
membunuh si Pengejar nyawa sama artinya telah membalas
dendam atas terputusnya lenganku ini. Terlepas kau akan
melaporkan kejadian ini kepada sang kepala atau tidak, aku
tetap ikhlas menyerahkan kitab pusaka ini kepadamu,
anggaplah sebagai ungkapan rasa terima kasihku."
Sambil tertawa dingin Kwan Hay-beng menerima kitab itu,
jengeknya, "Hm, anggap saja kau memang tahu diri!
Bagaimanapun juga, kepandaian silat ini toh bukan milikmu,
tak ada salahnya kalau kami pun ikut mempelajarinya."
"Ya, memang tak ada salahnya, memang tak ada
salahnya," ujar Bu Seng-tang sambil tertawa dingin.
Baru saja Kwan Hay-beng menyentuh ujung kitab itu,
mendadak ia saksikan kitab itu melayang ke atas lalu
menghajar wajahnya.
Sadar Bu Seng-tang berbuat ulah, Kwan Hay-beng
membentak gusar, dengan kedua belah telapak tangannya dia
menjepit kitab pusaka itu lalu disilangkan di atas wajah
sendiri, mendadak dua titik cahaya terang kembali berkelebat,
kali ini menyerang iga kiri dan kanannya.

743
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ternyata Kwan Hay-beng sama sekali tidak mempedulikan


datangnya ancaman senjata rahasia itu, bukannya
menghindar, dia malah merangsek maju ke depan.
Ketika kedua senjata rahasia itu hampir mengenai tubuh
Kwan Hay-beng, tiba-tiba dari tepi arena menyambar datang
sebuah payung besi, munculnya senjata ini persis
membendung datangnya serangan senjata rahasia itu.
Bu Seng-tang sangat kaget, tidak sempat lagi untuk
mundur, sebuah pukulan dahsyat Kwan Hay-beng telah
bersarang telak di dadanya, begitu keras hajaran itu membuat
badannya terlempar mundur ke belakang.
"Duk!", punggung Bu Seng-tang yang terlempar segera
menumbuk tiang rumah, diiringi benturan keras, pasir dan
debu berguguran ke seluruh ruangan.
Belum sempat Bu Seng-tang mengatur napasnya yang
tersengal, secepat sambaran kilat kembali Kwan Hay-beng
merangsek maju, sambil menempelkan telapak tangannya di
atas ubunubun lawan, ia menjengek seraya tertawa tergelak,
"Hahaha ... hanya mengandalkan kepandaian secetek itu, kau
sudah ingin membokong aku? Huh, jangan mimpi!"
Berhubung kakinya terluka, Thio Si-au juga tak sempat lagi
mengambil balik payungnya, sambil tertawa ia berkata,
"Bukankah adikmu yang telah mampus itu tewas dengan cara
begini? Hahaha ... kalau sudah ada contoh sebelumnya,
memangnya kami tak akan berjaga-jaga?"
"Am ... ampuni nyawa ... nyawaku pinta Bu Seng-tang
dengan napas tersengal-sengal.
"Hahaha ... membunuhmu sih tak mungkin," sahut Kwan
Hay-beng sambil tertawa tergelak pula, "kami. akan
membawamu menghadap sang ketua, aku percaya dia pasti
akan menjatuhkan hukuman yang setimpal kepadamu,
sementara kami akan memperoleh hadiah
Bergidik juga Bu Seng-tang mendengar ucapan itu.
Terdengar Thio Si-au kembali menjengek, "Menggelikan,
sungguh menggelikan, coba kalau kau berani bertarung
berhadapan denganku, tanggung belum sampai seratus jurus

744
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kau sudah keok duluan. Coba lihat saja, sudah bersiasat pun
masih sempat merasakan bogem mentah Kwan-loyacu,
hahaha ... kau memang patut dikasihani
Diam-diam Bu Seng-tang coba melirik pakaian bagian
dadanya yang robek terbakar, benar saja, sebuah bekas
telapak tangan berwarna merah muncul di atas dadanya,
biarpun dia sudah meminjam tenaga lawan untuk beringsut
mundur, tidak urung luka dalam yang dideritanya cukup parah
juga.
Maka setelah terbatuk beberapa kali dan memuntahkan
segumpal darah kental, ujarnya dengan napas tersengal,
"Kalian ... kalian berdua memang .. memang lihai... Siaute
mengaku ... mengaku kalah
Sambil berkata, ia berusaha menyingkirkan telapak tangan
Kwan Hay-beng yang masih menempel di atas ubun-ubunnya,
kemudian katanya lagi, "Kwan-loyacu, berbuatlah sedikit
kemurahan untukku, sekarang aku sudah terluka, jelas sudah
bukan tandingan kalian berdua lagi, mana mungkin aku bisa
kabur?"
Kwan Hay-beng tidak menarik tangannya karena perkataan
itu, dia tahu betapa licik dan busuknya hati Bu Seng-tang,
orang ini banyak akal busuknya dan pandai menipu, biarpun
ilmu pukulannya tidak seberapa hebat, tapi kemampuannya
melepaskan senjata rahasia amat jahat dan hebat.
Karena itu sewaktu Bu Seng-tang memegang tangannya
untuk disingkirkan dari ubun-ubunnya, dia sama sekali tidak
bereaksi, dalam anggapannya, cekalan itu bukan berada pada
urat nadi, seandainya secara tiba-tiba dia melancarkan
serangan pun Kwan Hay-beng yakin masih sanggup
menghadapinya.
Siapa tahu begitu tangan Bu Seng-tang menyentuh
lengannya, paras muka Kwan Hay-beng tiba-tiba berubah
hebat, ia merasa gatal dan kesemutan mendadak menyerang
ke dalam tubuhnya, cepat dia berusaha menarik kembali
tangannya.

745
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sayang keadaan sudah terlambat, lengannya sudah


berubah jadi kaku dan kesemutan, bahkan sudah tidak
menurut perintahnya lagi, pada saat itulah tahu-tahu Bu Seng-
tang sudah mencengkeram urat nadinya.
Kwan Hay-beng melihat tangan kanan Bu Seng-tang telah
berubah jadi hitam pekat, sementara lengan sendiri telah
berubah jadi kehijau-hijauan, tak terlukiskan rasa gusar dan
kaget setelah melihat kejadian ini.
"Hati-hati Loyacu!" terdengar Siucay berpayung besi
memperingatkan, "telapak tangannya sangat beracun, cepat
menghindar!"
Ternyata sejak Bu Seng-tang berhasil membunuh adiknya
dan merampas kitab pusaka ilmu pukulan beracun, sembari
berusaha kabur dari pengejaran si Pengejar nyawa, setiap ada
kesempatan dia selalu memanfaatkan untuk melatih diri,
beberapa hari belakangan dia mulai menampakkan
keberhasilannya, kendatipun belum bisa melukai orang
dengan lontaran pukulan beracunnya, dia sudah mampu
menyebarkan racun ganasnya pada permukaan tangan dan
menyalurkannya ke tubuh lawan.
Tentu saja Thio Si-au tidak tahu akan hal ini, padahal Kwan
Hay-beng bukannya tak mampu berkelit, serangan hawa racun
yang menyusup ke dalam tubuhnyalah yang membuat dia tak
sanggup melepaskan diri.
Tak terlukiskan rasa gusar bercampur ngeri yang dialami
Kwan Hay-beng, dia merasa ngeri karena hawa racun sudah
menyusup ke dalam tubuhnya, gusar karena gara-gara
bersikap terlalu gegabah hingga akhirnya dia malah
dipecundangi Bu Seng-tang.
Diam-diam hawa murni dikerahkan untuk melindungi
denyut jantungnya, kemudian sambil membalikkan telapak
tangannya dia menghantam tubuh lawan.
Tiba-tiba Bu Seng-tang melepaskan cengkeramannya,
begitu lolos dari serangan itu, dia mengayunkan tangan
kembali melepaskan tiga batang senjata rahasia, yang

746
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

diancam adalah tubuh bagian atas, tengah dan bawah Kwan


Hay-beng.
Melihat gelagat tidak menguntungkan, Thio Si-au menekan
kedua telapak tangannya ke tanah, bagaikan seekor burung
raksasa dia menyambar payungnya lalu ditusukkan langsung
ke punggung Bu Seng-tang.
Baru saja Kwan Hay-beng berhasil mendesak mundur
lawannya, tiba-tiba ia melihat ada tiga titik cahaya tajam
mengancam tubuh bagian atas dan bawahnya, lekas dia
meraup ke depan menangkap kedua batang senjata rahasia
itu, baru saja akan berkelit dari serangan yang ketiga, tiba-tiba
hawa murninya terasa buyar, hawa "racun langsung
menyusup ke dalam jantungnya, dia merasakan mata
berkunang dan kepala pusing, belum lagi berbuat sesuatu,
senjata rahasia itu telah menghajar hulu hatinya dengan telak.
Kwan Hay-beng menjerit keras, menggunakan segenap sisa
tenaga yang dimilikinya dia lepaskan satu pukulan ke depan.
Waktu itu Bu Seng-tang sedang menerjang maju ke depan
untuk menghindarkan diri dari tusukan payung yang datang
dari belakang, dia tak mengira Kwan Hay-beng melepaskan
satu pukulan dahsyat, ketika sadar akan datangnya bahaya,
keadaan sudah terlambat.
"Duk!", badannya terhajar keras, saking kuatnya pukulan
itu, tubuh Bu Seng-tang mencelat ke udara dan sewaktu
terjatuh ke bawah, persis menghantam di atas sebuah meja.
"Brak!", hancuran meja dan kursi berserakan kemana-
mana, Bu Seng-tang tak berani ayal, cepat dia merangkak
bangun dari tanah dan berusaha bangkit, cucuran darah
tampak meleleh keluar dari panca indranya.
Sementara itu Kwan Hay-beng sudah merenggang nyawa
karena serangan hawa racun yang menyerang jantungnya.
Dengan sempoyongan Bu Seng-tang berusaha
menghampiri si Pengejar nyawa, teriaknya penuh kebencian,
"Kau ... kau

747
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Akhirnya dia tak sanggup melanjutkan kata-katanya,


mendadak tubuhnya roboh terjengkang ke tanah dan tak
pernah bangun lagi untuk selamanya.
Walaupun dengan cara membokong si Sastrawan
bertangan keji Bu Seng-tang berhasil membunuh adiknya Tok-
jiu-cong-goan Bu Seng-say, kemudian secara licik berhasil
membunuh Kwan Hay-beng, namun pada akhirnya dia sendiri
pun gagal lolos dari kematian, dia harus mati konyol diterjang
pukulan, dahsyat Kwan Hay-beng menjelang ajalnya.
Menyaksikan semua adegan itu, si Pengejar nyawa hanya
bisa bergumam, "Siapa suruh kau cari mampus? Jangan
salahkan aku kalau sudah begini."
Thio Si-au sendiri masih belum hilang rasa ngerinya,
setelah memandang mayat Bu Seng-tang sekejap, ujarnya
kepada si Pengejar nyawa, "Biarpun mereka berdua sudah
mati, masih ada aku yang akan menuntut balik nyawa kedua
orang itu."
Pengejar nyawa tertawa.
"Kalau mesti satu lawan satu, belum tentu kau sanggup
melawan diriku!" katanya.
"Mungkin saja," sahut Thio Si-au sambil tertawa pula, "tapi
sayang jalan darahmu sudah ditotok Bu Seng-tang, tubuhmu
tak mampu bergerak, aku hanya cukup menggerakkan jari
tanganku, kau segera akan mampus."
"Wah, kalau begitu terpaksa aku harus pasrah nasib!" kata
Pengejar nyawa sambil memejamkan mata dan menghela
napas.
Baru selesai dia berbicara, tubuhnya bagaikan sebatang
anak panah yang terlepas dari busurnya tahu-tahu sudah
meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa, kaki kirinya
menendang ke arah tenggorokan sementara kaki kanannya
menendang tumit.
Thio Si-au terkesiap, cepat dia pentang payungnya untuk
menangkis datangnya ancaman, siapa tahu tiba-tiba si
Pengejar nyawa menekuk sepasang kakinya dan menghajar
telak sepasang tangan lawan.

748
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Payung besi itupun terlepas tangan lawan, tangan kiri si


Pengejar nyawa segera mencengkeram tenggorokan Thio Si-
au sementara tangan kanan mencengkeram urat nadi
pergelangan tangannya.
"Kau jerit Thio Si-au dengan wajah hijau membesi.
Pengejai nyawa segera tertawa.
"Kalau mesti satu lawan tiga, jelas aku bukan tandingan
kalian, sekalipun aku sudah terhajar sebuah pukulan Kwan-
loyacu, tapi aku pun berhasil melukai kakimu, hitung-hitung
masih kembali modal. Karena itulah aku berlagak seolah kena
totokan Bu Seng-tang, padahal aku memang sedang
menunggu kalian gontok-gontokan sendiri, bila keadaan sudah
parah barulah aku muncul untuk menyelesaikan sisanya,
bukankah cara ini jauh lebih menguntungkan? Selain itu, bila
aku tidak menggunakan cara begini, tidak gampang untuk bisa
membekukmu hidup-hidup."
Suara guntur lamat-lamat terdengar menggelegar di luar
sana.
Pertarungan yang amat seru telah mengacaukan suasana
dalam kedai itu, sedari tadi para tamu dan pelayan entah
sudah kabur dan bersembunyi dimana.
Angin terasa berhembus makin kencang, sesaat menjelang
turunnya hujan deras biasanya angin memang berhembus
amat kencang, sedemikian kencangnya membuat tiga lentera
yang menerangi ruangan ikut bergoyang.
Pengejar nyawa merasakan hawa dingin merasuk tulang.
Dia sadar, dalam keadaan seperti ini dia harus secepatnya
mencari tahu rahasia seputar si kepala komplotan itu, sebab
dengan luka yang dideritanya saat ini, mustahil baginya untuk
bisa menggelandang orang ini pulang ke markas.
Dari daftar tiga belas orang pembunuh, si Pentolan iblis Si
Ku-pei sudah mati, Congkoan bertangan racun Bu Seng-say
sudah mati, Sastrawan bertangan keji Bu Seng-tang sudah
mati, Kwan-loyacu juga sudah mampus, berarti pembunuhnya
tinggal sembilan orang.

749
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dari kesembilan orang itu, kecuali si Siucay berpayung besi


Thio Si-au, siapakah delapan orang lainnya?
Untuk mengetahui rahasia ini, satu-satunya jalan terpaksa
dia harus mencari tahu dari mulut Thio Si-au.
Maka dengan suara dingin dan ketus si Pengejar nyawa
segera bertanya, "Siapakah pentolan kalian itu?"
Thio Si-au mendongakkan kepalanya, terasa olehnya sinar
mata si Pengejar nyawa dingin bagaikan salju di musim dingin,
dalam bagaikan dasar sebuah sumur kuno, tak kuasa lagi dia
bersin berulang kali.
"Lebih baik kau mengaku saja," kembali si Pengejar nyawa
mendesak.
Untuk kedua kalinya Thio Si-au bersin beberapa kali, baru
saja dia hendak menjawab, mendadak terdengar suara
gemuruh yang keras menggelegar dari luar sana, suara guntur
bagaikan membelah bumi.
Di antara kilatan cahaya lilin yang bergoyang, tampak
sekilas cahaya putih yang memucat menerangi seluruh
ruangan.
Hingga detik ini, para pelayan kedai itu belum juga
menampakkan diri.
Sambil berkerut kening si Pengejar nyawa berseru, "Akan
kuhitung sampai tiga, bila kau belum juga mau menjawab,
jangan salahkan kalau tak berlaku sungkan lagi."
Thio Si-au tertawa getir, ia belum juga menjawab.
"Satu Pengejar nyawa mulai menghitung.
0oo0
Awan gelap semakin menyelimuti angkasa, hujan mulai
turun dengan derasnya membasahi seluruh bumi.
Dari tiga buah lentera yang semula menerangi ruangan,
ada sebuah di antaranya telah padam tertiup angin.
"Dua ...Pengejar nyawa menghitung lagi.
Keringat dingin mulai bercucuran membasahi jidat dan
tubuh Thio Si-au.
"Tiga

750
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Thio Si-au segera pentang mulut lebar seraya berseru,


"Akan kujawab ... akan kujawab..
"Krak!", mendadak terdengar bunyi lirih dari arah daun
jendela.
Mendengar suara yang mencurigakan, si Pengejar nyawa
segera berpaling.
Tampak daun jendela sudah hancur, sekilas cahaya putih
yang sangat kuat memancar masuk dengan kecepatan
bagaikan kilat, langsung membabat tenggorokan si Pengejar
nyawa.
Begitu kuat dan dahsyatnya cahaya putih itu, tergopoh-
gopoh si Pengejar nyawa menyambar tubuh Thio Si-au dan
menyingkir ke samping.
Ketika gagal mengenai sasaran, tiba-tiba "Wes!", cahaya
putih itu berputar satu belokan kemudian melayang balik
melalui pecahan daun jendela dan lenyap di balik kegelapan di
luar jendela sana.
Ketika Pengejar nyawa melayang turun kembali ke tanah, ia
merasa alas sepatunya telah terpapas sebagian, ia benar-
benar nyaris terhajar serangan gelap itu.
Kilatan petir dan gelegar guntur masih bersahutan di luar
sana, di tengah derai hujan yang deras tiba-tiba terdengar
seorang berseru dengan nada dingin, "Keluar kau!"
Pengejar nyawa segera menotok jalan darah Ki-hay-hiat di
tubuh Thio Si-au, karena masih kuatir, dia totok pula jalan
darah lemasnya, setelah itu baru melangkah keluar dari
ruangan.
Di luar kedai terlihat ada tujuh delapan orang tergeletak di
atas tanah, ternyata mereka tak lain adalah para tamu,
Ciangkwe serta pelayan kedai itu.
Orang-orang itu tergeletak di atas tanah berlumpur, luka
yang mencabut nyawa mereka berada di tenggorokan, kalau
dilihat dari luka yang tertinggal, tampaknya orang-orang itu
mati tersayat sabetan golok lengkung yang sangat cepat,
sedemikian tajam dan cepatnya sayatan itu hingga yang

751
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tersisa hanya lapisan kulitnya saja, mati tanpa sempat


mengeluarkan sedikitpun suara.
Di tengah kilat yang menyambar dan hujan yang turun
sangat lebat, tampak seseorang berdiri sepuluh kaki di
hadapannya, orang itu mengenakan topi lebar dan
mengenakan jas hujan hingga tak nampak jelas raut
wajahnya, ia berdiri di situ bagaikan sebuah bukit berwarna
hitam, sebilah golok lengkung yang memancarkan sinar
berkilat tersoren di pinggangnya.
Sebilah golok lengkung yang tak mungkin dijumpai di
daratan Tionggoan.
Di ujung golok lengkung itu masih terlihat sisa darah,
butiran darah berwarna merah.
Tiba-tiba si Pengejar nyawa teringat kembali dengan
petunjuk yang dikemukakan Cukat-sianseng kepadanya,
kesepuluh jari tangan si petugas kentongan yang ada di depan
istana Jian-liok-ong terpa pas kutung oleh sebilah golok
lengkung pengejar nyawa yang dapat melayang balik.
Maka dengan kening berkerut dia pun menegur, "Kau
datang dari wilayah Biau?"
Orang itu manggut-manggut tanpa menjawab.
Sekali lagi suara guntur menggelegar membelah bumi,
suara geledek yang menyambar persis seperti suara
genderang perang yang dibunyikan bertalu-talu.
Kembali Pengejar nyawa menegur, "Kau adalah si Dewa
mati dari Jit-ci Ho Thong atau Si golok tanpa darah Ho Lui?
Atau It-to-jian-li (golok sakti seribu li)' Mo-sam Ha-ha? Atau
ma-lah si golok tanpa tanding Leng Liu-peng?"
Orang itu tidak langsung menjawab, sampai lama kemudian
baru ujarnya, "Orang yang akan membunuhmu adalah Mo-
sam Ha-ha!"
Pengejar nyawa tahu jika dia langsung mengajukan perta- j
nyaan siapakah dia, belum tentu orang itu akan memberikan
jawaban, oleh sebab itulah secara sengaja dia menyebutkan
nama empat jagoan golok yang paling dicurigai selama ini,
keempat jagoan golok itu semuanya berasal dari wilayah Biau,

752
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dan menjadi kebiasaan orang persilatan, mereka enggan kalau


salah disangka sebagai jagoan lain, maka biasanya mereka
akan segera mengakui siapa dirinya.
Begitu tahu orang ini adalah Mo-sam Ha-ha, diam-diam si
Pengejar nyawa merasa bergidik, sebab di antara empat orang
jagoan golok yang dia sebut, kecuali si Golok tanpa tanding
Leng Liu-peng, kepandaian silat si Golok sakti seribu li Mo-sam
Ha-ha terhitung paling lihai.
"Jadi kau yang telah membantai orang-orang itu?" tiba-tiba
si Pengejar nyawa menegur sambil tertawa.
Mo-sam Ha-ha tidak menjawab.
"Aku adalah seorang opas!" kembali si Pengejar nyawa j
memperkenalkan diri.
Sekali lagi suara guntur menggelegar di angkasa, hujan tu-
] run semakin deras.
Dengan nada suara yang sama sekali tidak berubah, datar,!
dingin dan kaku, Mo-sam Ha-ha menjawab, "Kau masih ingin
menangkapku?"
Pengejar nyawa mengangguk.
"Tentu saja, siapa membunuh orang dia harus dihukum.
Kau akan kutangkap agar bisa diadili secara hukum."
"Kalau begitu kau harus mampus!" seru Mo-sam Ha-ha.
Begitu selesai berkata, tiba-tiba golok lengkung yang terso-
ren di pinggangnya telah berputar di udara dan "Wes!",
langsung membacok ke tubuh lawan.
Pengejar nyawa membentak nyaring, dia tangkis serangan
itu dengan lengannya, tapi golok lengkung itu seakan
bernyawa, baru tiba di tengah jalan mendadak dia berubah
arah, kali ini belakang kepala yang diancam.
Pengejar nyawa segera membungkukkan badan
membiarkan golok lengkung itu menyambar lewat persis di
atas rambutnya, gagal mengenai sasaran, golok lengkung itu
melayang balik ke tangan Mo-sam Ha-ha.
Di tengah kegelapan malam, golok lengkung itu
memancarkan cahaya bagaikan segumpal kobaran api.

753
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pengejar nyawa tahu dia tak boleh berdiam diri menunggu


lawan melancarkan serangan lagi, bagaikan seekor singa lapar
dia menubruk ke depan.
Tapi baru menubruk sampai tengah jalan, lagi-lagi cahaya
golok berkelebat dari balik tangan Mo-sam Ha-ha, sebuah
serangan yang luar biasa!
Pengejar nyawa membentak marah, sembari membalikkan
badan ia lepaskan tendangan berantai, tendangan itu
langsung menghajar di atas gagang golok membuat senjata
itu mencelat ke udara, namun setelah berputar tiga kali tiba-
tiba "Wes!", sekali lagi menggorok leher Pengejar nyawa.
Golok lengkung itu memang nyata ampuhnya, pada
hakikatnya mirip sebilah golok bernyawa!
Dalam keadaan begini, tak ada jalan lain bagi si Pengejar
nyawa kecuali cepat mundur ke belakang.
"Sret!", kembali golok lengkung itu melayang balik ke
tangan Mo-sam Ha-ha.
Hujan turun semakin deras, sekeliling tempat itu telah
berubah bagai kubangan air yang besar.
Mo-sam Ha-ha tetap berdiri sepuluh langkah di hadapan
lawannya, si Pengejar nyawa sama sekali tak mampu
menghampirinya, terpaksa menjadi sasaran penyerangan
lawan.
Pengejar nyawa mulai merasa telapak tangannya jadi
dingin, dingin karena terkejut bercampur ngeri.
Tatkala Mo-sam Ha-ha sedang menarik balik golok
lengkungnya tadi, sebenarnya dia punya kesempatan untuk
menerjang ke depan sekali lagi, sebab pada saat itulah
perhatian lawan sedikit agak mengendor, biar serangannya
belum tentu mengenai sasaran, paling tidak dia bisa
merangsek lebih ke depan.
Selama ini dia memang pandai memanfaatkan peluang
semacam ini.
Tapi sayang ketika badannya hendak maju ke depan, tiba-
tiba dadanya terasa amat sakit, rasa sakit yang luar biasa
membuat hawa murninya buyar.

754
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Rasa sakit yang luar biasa ini berasal dari bekas pukulan
Toa-jiu-eng yang dilancarkan Kwan Hay-beng tadi.
Pada saat yang amat kritis tadi dia memang berhasil
menghindarkan diri dari sodokan Bu Seng-tang yang
mengarah jalan darah Siang-tiong-hiat di tengah dada, namun
pukulan Kwan Hay-beng bersarang telak di punggungnya.
Justru karena terluka dia tak bisa bertarung kelewat lama,
maka dia gunakan akal dan siasat untuk membekuk Thio Si-
au.
Tiba-tiba satu pikiran aneh melintas dalam benaknya, kalau
si Tanpa perasaan hadir di situ, urusan pasti segera akan
beres, karena golok lengkung yang seakan bernyawa itu
mungkin hanya bisa dikendalikan oleh senjata rahasia si Tanpa
perasaan.
Sekali lagi kilatan halilintar membelah bumi, menerangi
seluruh jagad.
Di antara kilatan cahaya yang amat terang itu, dia
menyaksikan golok lengkung di tangan Mo-sam Ha-ha ikut
berkilat tajam.
Betapapun terangnya cahaya itu, si Pengejar nyawa tak
sempat menyaksikan apapun, dia pun tidak mendengar suara
desingan golok, karena saat itu hujan turun semakin deras.
Tapi dia yakin, saat itu pihak lawan pasti sudah melepaskan
lagi golok lengkungnya.
Sekuat tenaga dia berusaha melambung ke udara, tiba-tiba
pinggangnya terasa panas bercampur pedas, di antara kilatan
cahaya halilintar, sorot mata si Pengejar nyawa segera
berbinar, dia telah menyaksikan sesuatu benda dengan jelas.
Golok lengkung itu telah melayang balik ke tangan Mo-sam
Ha-ha.
Pengejar nyawa merasa pinggangnya sakit. Setelah
melambung di udara, cepat dia berbalik menerobos masuk ke
dalam kedai.
Dia tak boleh bertarung terlalu lama di tempat terbuka
melawan Mo-sam Ha-ha, dia tak boleh menunggu datangnya
kilatan halilintar lagi, sebab dia tidak yakin mampu

755
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menghindar dan lolos dari babatan golok lengkung yang


dilancarkan lawan.
Seandainya dia tidak terluka, bisa saja dia bertarung terus
dengan mempertaruhkan nyawa sendiri, tapi sekarang dia
dalam keadaan terluka, bertarung sama artinya mencari
mampus!
Dalam keadaan begini, dia harus menangkan pertarungan
ini dengan mengandalkan kecerdasan otak, bukan bertarung
dengan otot.
Ketika tiba kembali dalam ruang kedai, dari tiga lentera
yang tersisa kini tinggal sebuah yang masih menyala.
Air hujan diikuti hembusan angin kencang membasahi
ruang kedai, dengan meminjam sisa cahaya yang memancar
dari lentera terakhir, dia dapat menyaksikan warna merah
yang membasahi pakaian bagian pinggangnya.
Pada saat itulah ... "Wes!", golok lengkung menerobos
masuk ke dalam ruang kedai melalui pintu yang terbuka.
Lekas si Pengejar nyawa mendekam di lantai, bersembunyi
di belakang sebuah meja besar, meja itu langsung terpapas
hancur jadi tujuh delapan bagian dan golok itupun melayang
keluar pintu dan lenyap di balik kegelapan malam.
Ruang kedai itu dipenuhi berbagai macam barang, bukan
satu pekerjaan mudah bagi golok lengkung itu untuk
mencabut nyawa si Pengejar nyawa dalam suasana seperti ini.
Sementara orang itu telah menghentikan serangannya, dia
masih berdiri di luar pintu kedai, sepuluh langkah jauhnya.
Mengawasi meja yang hancur serta pintu kedai yang
terpentang lebar, tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak
Pengejar nyawa.
Pada saat itulah cahaya golok kembali berkelebat, golok
lengkung itu kembali mengejar datang melancarkan babatan.
Pengejar nyawa segera menyelinap mundur ke belakang.
Ternyata pusingan golok lengkung kali ini bukan mengarah
ke tubuhnya tapi meluncur ke arah Thio Si-au, gagang golok
lengkung itu menumbuk secara telak jalan darah Ki-hay-hiat di
tubuh Thio Si-au yang tertotok.

756
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pengejar nyawa terkesiap, tapi dengan cepat hatinya


menjadi tenang, sebab masih ada jalan darah lemas di tubuh
Thio Si-au yang belum dibebaskan.
Lagi-lagi golok lengkung itu meluncur masuk!
Pengejar nyawa bersiap, dia tak akan membiarkan gagang
golok itu menumbuk jalan darah lemas di tubuh Thio Si-au
dan membebaskannya, siapa tahu serangannya kali ini
langsung tertuju ke tubuhnya, terpaksa Pengejar nyawa
menyelinap mundur lagi ke belakang.
"Krak!", tiang penyangga ruang terpapas kutung jadi dua.
Pengejar nyawa terkesiap, cepat dia menyelinap lagi ke
belakang sebatang kayu penyangga yang lain, golok lengkung
itu berputar dan "Wes!", kembali tiang penyangga itu terbabat
kutung sebelum senjata itu melayang balik keluar ruangan.
Sungguh dahsyat serangan golok lengkung itu, setelah
membabat kutung dua tiang penyangga masih juga punya
tenaga untuk melayang balik ke tangan pemiliknya,
kedahsyatan serangan itu sungguh menggidikkan hati.
Mo-sam Ha-ha memang tak malu disebut pembunuh nomor
wahid dari wilayah Biau, sekalipun golok lengkungnya tidak
benar-benar mampu membunuh orang dari jarak ribuan li,
namun bukan pekerjaan yang terlalu sulit untuk mencabut
nyawa seseorang dari jarak seratus langkah.
Tapi si Pengejar nyawa yakin, bila bicara soal kepandaian
ilmu pukulan, belum tentu pihak lawan sanggup menangkan
dirinya, apalagi kalau bicara ilmu tendangan, Mo-sam Ha-ha
masih jauh ketinggalan dibanding kemampuannya.
Hanya sayang dia tak mampu menerjang keluar, tak
sanggup mendekati lawan.
"Wes!", kembali golok lengkung pencabut nyawa itu
meluncur masuk ke dalam ruangan.
Pengejar nyawa segera bersembunyi di belakang tiang
penyangga yang lain, "Brak!", tiang itu kembali terpapas
kutung.
Pengejar nyawa segera sadar akan datangnya bahaya, dari
empat buah tiang penyangga yang menahan bangunan kedai

757
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

itu, sudah tiga di antaranya terpapas kutung, sebentar lagi


ruang kedai itu pasti akan roboh.
Jika tiang penyangga keempat ikut terpapas kutung dan
ruang kedai itu ambruk, keselamatan jiwanya pasti akan
terancam.
Belum habis ingatan itu melintas, golok lengkung itu sudah
berpusing masuk ke dalam ruang kedai dan membabat tiang
penyangga keempat.
Pengejar nyawa segera menerjang keluar dari pintu kedai
dengan sekuat tenaga.
Waktu itu golok andalan Mo-sam Ha-ha sedang meluncur
masuk ke dalam kedai, berarti dalam genggamannya tak ada
senjata, inilah kesempatan emas baginya untuk melancarkan
serangan balasan.
Tapi sayang golok lengkung itu seakan bernyawa, tiba-tiba
senjata itu berputar balik di tengah jalan, kali ini mengancam
punggung si Pengejar nyawa.
Untungnya sejak awal si Pengejar nyawa sudah
memperhitungkan, mendadak ia berjongkok menghindari
babatan itu, kakinya segera menyapu ke kiri kanan sejajar
tanah, pintu kedai segera tersapu hingga tertutup rapat.
Gagal dengan serangannya, golok lengkung itu semestinya
melayang balik keluar pintu, tapi ketika pintu kedai mendadak
tertutup rapat, golok itu tentu saja bukan manusia yang
berakal, tenaga yang mengendalikan senjata pun terputus di
tengah jalan, akibatnya bukan saja senjata itu tak bisa
melayang balik ke tangan sang pemilik, sebaliknya malah
menerjang ke atas pintu kayu.
Begitu ujung golok menghajar pintu, pintu kayu itu pun
hancur berantakan.
Kali ini Mo-sam Ha-ha yang terperanjat, lekas dia melejit ke
udara sambil menyalurkan tenaganya menggiring balik sen-
jata andalannya itu, golok lengkung itupun menjebol pintu
kayu dan meluncur keluar.

758
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Golok lengkung itu benar-benar sebilah golok yang kuat


dan luar biasa, sebuah ilmu pengendalian senjata yang luar
biasa hebatnya!
Ketika golok lengkung itu terhalang oleh pintu kayu,
Pengejar nyawa segera memanfaatkan peluang itu untuk
menerjang keluar melalui jendela.
Cahaya kilat kembali menyambar, karena golok andalannya
belum meluncur balik ke tangannya, paras muka Mo-sam Ha-
ha nampak terkejut bercampur gugup.
Ketika golok itu baru berputar dan meluncur balik, Pengejar
nyawa telah merangsek maju dan tiba di hadapannya.
Tanpa membuang waktu lagi si Pengejar nyawa
melancarkan serangkaian tendangan berantai, sasaran yang
dituju adalah jalan darah Tay-yang-hiat di kening kiri kanan
Mo-sam Ha-ha.
Serangan ini dilancarkan tepat pada saatnya, sementara
Mo-sam Ha-ha masih gugup bercampur kaget, tampaknya sulit
bagi pembunuh nomor wahid dari wilayah Biau ini untuk
menghindar.
Pengejar nyawa memang bertekad menghabisi nyawa Mo-
sam Ha-ha terlebih dulu sebelum menghadapi serangan golok
yang muncul dari belakang.
Tampaknya semua rencananya berjalan lancar, sayang si
Pengejar nyawa salah memperhitungkan sesuatu.
Mendadak terdengar deruan angin tajam membelah
angkasa, tahu-tahu sebuah payung baja telah dibentangkan
dan menangkis datangnya dua tendangan maut itu.
"Duk, duk!", sedemikian dahsyat dua tendangan maut itu,
payung besi itu seketika jebol dan muncul dua lubang besar,
tapi sayang tendangan yang tertuju ke tubuh Mo-sam Ha-ha
pun mengenai tempat kosong.
Lekas Mo-sam Ha-ha menggerakkan tangan, ketika si
Pengejar nyawa baru saja mencabut kakinya dari balik
payung, tiba-tiba cahaya tajam berkelebat dan "Crit!", tangan
kanannya terasa sakit, ternyata golok lengkung itu sudah
menusuk tulang bahu di sisi tangan kanannya.

759
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Rasa sakit terasa menusuk hingga ke tulang sumsum,


dengan sempoyongan Pengejar nyawa mundur ke belakang,
melihat golok lengkung itu kembali berputar, lekas dia
kerahkan segenap tenaga dalam yang dimilikinya untuk
menjepit golok lengkung itu agar tetap menancap di bahunya.
Walaupun putaran golok seketika terhenti, namun
tubuhnya terdiri dari darah dan daging, tak urung gerak
perputaran senjata tajam itu melukai juga tubuhnya, tampak
darah dan daging berhamburan.
Pengejar nyawa terluka sangat parah, luka yang demikian
berat membuat dia tak sanggup menahan diri.
Sekalipun dia terluka parah, namun Mo-sam Ha-ha juga
kehilangan golok lengkung andalannya.
Dengan sempoyongan Pengejar nyawa mundur ke
belakang, dia berniat melarikan diri dari situ, namun Mo-sam
Ha-ha segera menghadang jalan perginya, pelan-pelan dia
melepas topi lebar yang dikenakannya.
Ketika cahaya petir kembali menyambar, terlihat orang itu
memiliki sepasang mata yang berwarna merah darah,
wajahnya bengis, buas dan kejam, topi lebar yang berada
dalam genggamannya tampak dipenuhi pisau tajam pada
sekeliling tepinya.
Pengejar nyawa mundur terus ke belakang, mendadak
terdengar suara tertawa dingin, Thio Si-au dengan kaki
terpincang-pincang dan menggenggam payung besinya telah
menghadang jalan perginya.
Pengejar nyawa diam-diam bergidik, tapi segera serunya,
"Aku sungguh menyesal, tahu begini, kenapa tidak sekalian
kuhancurkan kakimu yang lain."
Sebetulnya dua tendangan maut yang dilancarkannya tadi
akan membuahkan hasil, dia tak menyangka di tengah jalan
akan muncul seorang "Thia Kau-kim", sehingga usahanya
gagal, tubuhnya malah terluka parah.
Walaupun tenaga serangan dari golok lengkung itu
melemah terlebih dulu lantaran harus membabat kayu
penyangga ruangan dan menjebol pintu kayu, meski menusuk

760
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bahu si Pengejar nyawa dan membuat Mo-sam Ha-ha


kehilangan golok andalannya, namun luka itu sudah cukup
membuatnya kehilangan hampir sebagian besar
kemampuannya untuk bertarung.
Dia menyesal kenapa kelewat gegabah, seharusnya dia
membayangkan setelah jalan darah Ki-hay-hiat di tubuh Thio
Si-au ditumbuk bebas oleh gagang golok lengkung itu, dengan
mengandalkan tenaga dalam yang dimiliki orang she Thio itu,
bukan pekerjaan yang terlalu sulit untuk menjebol totokan
jalan darah lemas di tubuhnya.
Dan sekarang di saat yang paling menentukan, Thio Si-au
justru berhasil menjebol totokan jalan darahnya dan
melakukan serangan mematikan.
Sambil tertawa seram terdengar si Siucay berpayung besi
Thio Si-au berseru, "Kau telah membuat kakiku pincang,
membuat payung besiku jebol, sudah sepantasnya kalau aku
membuat perhitungan denganmu?"
Sementara itu sambil mempermainkan topi lebarnya yang
bergigi pisau, selangkah demi selangkah Mo-sam Ha-ha
berjalan mendekat, serunya nyaring, "Kembalikan golokku!"
Pengejar nyawa tertawa getir, dengan kemampuannya saat
ini jangan kan bertarung melawan Mo-sam Ha-ha,
menghadapi Thio Si-au yang sudah terluka pun sulitnya
setengah mati.
"Baiklah," ujar Pengejar nyawa kemudian sambil tertawa
sedih, "akan kuserahkan kepadamu."
Sambil membungkukkan badan dia mencabut keluar golok
itu, lalu dengan membentuk bianglala emas dia lontarkan
senjata itu ke arah Mo-sam Ha-ha.
Begitu golok dicabut keluar dari bahunya, semburan darah
segera mengucur deras, tergopoh-gopoh si Pengejar nyawa
kabur ke dalam bangunan kedai.
Sebetulnya Mo-sam Ha-ha bisa saja berkelit dengan mudah
atas lemparan golok lengkung itu dan kemudian melakukan
pengejaran dan membunuh si Pengejar nyawa, tapi ia tidak
berbuat demikian, golok itu merupakan benda mestika yang

761
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

paling disayang Mo-sam Ha-ha, bahkan jauh lebih disayang


ketimbang nyawa sendiri, tentu saja dia tak mau membiarkan
senjata itu terbuang, maka dengan mementangkan tangan ia
sambar senjata itu.
Karena harus mengurus goloknya. Pengejar nyawa pun
memanfaatkan kesempatan itu untuk menerjang masuk ke
dalam kedai.
Jalan pikiran Mo-sam Ha-ha adalah sambut dulu golok
lengkungnya, kemudian baru mengejar Pengejar nyawa dan
berusaha membunuhnya.
Thio Si-au sangat membenci pemuda itu karena telah
membuatnya cacad, tentu saja tidak membiarkan lawannya
kabur, dengan menggunakan payungnya sebagai toya, dia
sapu pinggang lawan.
Sejak awal si Pengejar nyawa sudah bersiap, dia ayunkan
tangannya ke depan, buli-buli yang tergantung di pinggangnya
segera terbang meluncur ke depan.
Ketika Thio Si-au harus menangkis serangan yang datang
dengan payung, si Pengejar nyawa segera kabur ke dalam
ruangan kedai.
Tidak terima musuhnya kabur, kembali Thio Si-au menusuk
ke depan dengan ujung payungnya.
Baru"saja Thio Si-au menyusup ke dalam ruangan,
mendadak terlihat si Pengejar nyawa melepaskan satu
tendangan keras ke atas tiang penyangga ruangan.
Untuk sesaat jagoan she Thio ini tertegun, dia tak tahu apa
yang sedang dilakukan lawannya, belum habis ingatan itu
melintas, tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang sangat
keras menggelegar membelah angkasa, tahu-tahu seluruh
bangunan kedai itu ambruk ke bawah.
Sekarang Thio Si-au baru sadar apa yang terjadi, lekas dia
mundur ke belakang bersiap kabur dari situ, sayang kakinya
yang terluka terbentur kayu, tak ampun tubuhnya segera
roboh terjerembab, hancuran genting, kayu dan batu bata pun
berhamburan menindih di atas tubuhnya.

762
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sementara itu Mo-sam Ha-ha sudah berhasil menangkap


kembali golok lengkungnya, sebetulnya dia siap menyerbu ke
dalam kedai untuk melancarkan serangan, namun ingatan lain
segera melintas, dia tahu golok lengkungnya tidak cocok
digunakan dalam ruangan yang sempit, apalagi si Pengejar
nyawa banyak akal dan tipu muslihatnya, sementara dia masih
sangsi, pada saat itulah seluruh bangunan kedai itu roboh ke
tanah.
Mo-sam Ha-ha segera mengalihkan seluruh perhatiannya
ke balik reruntuhan itu, dia mengawasi setiap benda bergerak
yang muncul dari balik hancuran genting, kayu dan bebatuan.
Benar saja, tak lama kemudian tampak ada sebuah benda
yang bergerak dari balik reruntuhan, perlahan-lahan benda itu
bergerak keluar kemudian bangkit berdiri.
Mo-sam Ha-ha mendengus dingin, tanpa mengucapkan
sepatah kata pun dia mengayunkan tangannya ke depan,
"Wes!", golok lengkungnya segera melesat ke muka
menyambar benda yang sedang bergerak itu.
Golok itu langsung menghajar sasarannya secara telak,
jeritan ngeri segera bergema memecah keheningan, tiba-tiba
Mo-sam Ha-ha terkesiap, lekas dia menarik balik golok
lengkungnya, kemudian maju menghampiri sang korban.
Ternyata orang yang sedang mengaduh sambil bergulingan
kesakitan di tanah tak lain adalah Thio Si-au.
"Aduh ... aduh ... kau telah melukai aku! Kau telah melukai
aku!" terdengar si Siucay payung besi Thio Si-au berteriak
kesakitan.
Ternyata sewaktu bangunan kedai itu roboh, Thio Si-au
tidak sempat melarikan diri, untung dia pandai dan panjang
akal, lekas payung besinya dipentang lebar dan
menyembunyikan tubuh di bawahnya, bebatuan besar dan
batu bata memang tak sampai menghantam badannya, tapi
hancuran batu dan genting cukup mendatangkan rasa sakit di
seluruh badannya, walaupun begitu, dia tetap memusatkan
seluruh perhatiannya untuk mengejar si Pengejar nyawa.

763
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika ia jumpai si Pengejar nyawa melompat keluar lewat


daun jendela yang lain sebelum bangunan kedai iru roboh, ia
jadi panik, sekuat tenaga ia berusaha bangkit berdiri dan
melakukan pengejaran.
Siapa tahu pada saat itulah kilatan cahaya putih
menyambar, lekas dia pentang payung besinya untuk
melindungi diri, golok lengkung itu memang tak berhasil
membacok masuk, sayang permukaan payung sudah terdapat
dua lubang besar karena tendangan si Pengejar nyawa tadi,
ujung golok itu segera menyusup masuk melalui lubang tadi
dan mencongkel biji mata kanannya.
Darah segera menyembur keluar melalui luka itu, saking
kesakitannya dia pun menjerit-jerit macam orang gila.
Melihat serangannya salah sasaran, timbul juga rasa
penyesalan dalam hati Mo-sam Ha-ha, namun sebagai orang
yang berhati kejam, dia pun segera berpikir, "Ah, peduli amat
salah sasaran, siapa suruh kau bersembunyi di situ macam
kura-kura dan tidak berilmu tinggi
Maka dengan suara lantang dia pun menegur, "Kemana
kaburnya si Pengejar nyawa?"
Sambil mengaduh Thio Si-au menuding ke arah sana,
kemudian teriaknya, "Cepat bantu aku menghentikan
pendarahan, cepat hentikan pendarahanku."
"Hm, itu kan urusanmu sendiri!" jengek Mo-sam Ha-ha
sambil tertawa dingin, ia berkelebat ke muka dan lekas
mengejar ke arah yang ditunjuk, sementara di hati kecilnya
kembali berpikir, "Pengejar nyawa sudah menderita luka
parah, tak nanti dia mampu kabur dalam cuaca hujan badai
seperti ini, kalau aku mesti jalan beriring dengan Thio Si-au
yang cacad kakinya, bisa jadi urusanku malah terbengkalai
Di tengah hujan badai yang masih turun dengan hebatnya,
terlihat Siucay berpayung besi Thio Si-au tergeletak di atas
tanah berlumpur sambil mengerang kesakitan, sementara
Pengejar nyawa dengan membawa luka parah melarikan diri,
sedang Mo-sam Ha-ha dengan sepenuh tenaga melakukan
pengejaran.

764
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Air hujan membuat langit seolah terselubung selapis jaring


berwarna putih, Pengejar nyawa menghentikan sejenak
larinya, dia saksikan bekas telapak kakinya telah ternoda oleh
warna merah darah.
Sejak terjun ke dunia persilatan, tiap kali dialah yang selalu
mengejar orang, tapi kali ini justru orang yang mengejar
dirinya.
Dia sadar dirinya tak mungkin bisa berlari terus di tengah
hujan badai yang demikian lebat, padahal dalam radius lima li,
tak sebuah bangunan rumah pun yang nampak, dia pun tak
mungkin bisa menumpang di rumah penduduk, karena
perbuatannya bisa mendatangkan bencana maut bagi seluruh
penghuni rumah itu.
Untung dia masih ingat di dekat situ terdapat sebuah
gedung milik keluarga persilatan, perkampungan itu bernama
Sebun-san-ceng (perkampungan Sebun), semenjak pemilik
lama perkampungan itu tewas dibantai orang dengan pukulan
tenaga dalam yang dahsyat, Sebun-kongcu mewarisi
semuanya, sepak terjang orang ini di antara lurus dan sesat,
dengan sepasang kaitan emasnya dia pernah menjagoi dunia
persilatan.
Pengejar nyawa segera mengambil keputusan untuk kabur
ke perkampungan Sebun-san-ceng dan minta bantuan ke
sana.
Ketika tiba di depan pintu gerbang perkampungan, hujan
sudah mulai reda, tapi dia dapat merasakan musuh yang
sedang mengejarnya semakin dekat.
Bila mengandalkan ilmu meringankan tubuh pada saat
normal, tak nanti Mo-sam Ha-ha mampu menyusulnya, tapi
setelah menderita dua luka bacokan ditambah sebuah luka
pukulan, kungfunya sudah mengalami pukulan yang berat.
Dengan sepenuh tenaga dia mengetuk pintu gerbang,
bersyukur air hujan telah membawa pergi noda darah yang
bercucuran dari tubuhnya.
Dalam pikirannya, seaneh dan seeksentrik apapun Sebun-
kongcu tak nanti menampik kehadirannya, apalagi sebagai

765
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sesama umat persilatan dan anak didik Cukat-sianseng yang


termas-hur, dia percaya pihak tuan rumah pasti akan
menerima kedatangannya dengan baik.
Sampai lama sekali baru nampak seorang membukakan
pintu, seorang pelayan dengan tangan sebelah memegang
payung, tangan lain membara lentera, begitu membukakan
pintu gerbang langsung menegur, "Siapa kau? Kenapa di
tengah malam buta
Namun begitu melihat darah yang membasahi seluruh
tubuh si Pengejar nyawa, untuk sesaat dia tak mampu
melanjutkan kata-katanya.
Dari dalam sakunya, si Pengejar nyawa mengeluarkan
sebutir pil dan segera ditelan, kemudian baru ujarnya lirih,
"Tolong sampaikan kepada Siau-cengcu kalian bahwa murid
Cukat-sianseng dari kotaraja datang mengganggu."
Begitu mendengar nama "Cukat-sianseng", pelayan itu
segera menyahut dan berlari masuk ke dalam untuk memberi
laporan, sementara seorang pelayan lain segera menegur
dengan penuh perhatian, "Parahkah lukamu?"
"Tidak apa-apa," sahut Pengejar nyawa setelah menarik
napas panjang dan tertawa getir, "apakah kau punya obat
luka luar? Tolong ambilkan sedikit untukku."
Tak selang berapa saat pelayan tadi sudah muncul kembali
diiringi seorang Kongcu berbaju perlente.
Pemuda perlente itu berjalan dengan tenang di bawah
curah hujan tanpa membawa payung, tapi anehnya air hujan
segera menepis sendiri, tak setetes pun yang membasahi
bajunya, ini menunjukkan betapa tinggi dan sempurnanya
tenaga dalam yang dia miliki.
"Sebun-kongcu?" Pengejar nyawa segera menyapa. "Siapa
anda?" tanya Kongcu perlente itu sembari bantu membimbing
tubuhnya.
"Murid ketiga Cukat-sianseng, si Pengejar nyawa." "Ah,
rupanya kau!" agak terkejut Sebun-kongcu berseru, "A Siu,
cepat siapkan obat luka luar dan kain perban bersih. A Hok,
segera terima tamu di ruang Pit-bwe-siang!"

766
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ruangan Pit-bwe-siang tak lebih hanya sebuah ruangan


yang terbuat dari batu, tiga sisi berupa dinding batu dengan
pintu di sisi lain, pintu itu dalam keadaan terbuka lebar,
Sebun-kongcu dengan senyuman menghias wajahnya berdiri
menanti di situ.
Memandang sekejap luka yang telah diperban rapi,
Pengejar nyawa berseru, "Sebun-kongcu, terima kasih banyak
atas bantuanmu."
"Bantuan apa? Bila saudara Pengejar nyawa tak keberatan,
tolong beritahu padaku siapa yang telah melukaimu?
Sepasang kaitan Cayhe pasti tak akan melepaskan orang itu
begitu saja."
Pengejar nyawa tertawa getir.
"Ah, sudahlah, luka ini kuperoleh karena sebuah
perkelahian, aku tak berani menyusahkan Kongcu."
Tiba-tiba Sebun-kongcu berkata, "Jika ditinjau dari luka
yang saudara derita, tampaknya luka itu disebabkan bacokan
sebangsa golok, mungkin golok lengkung dari wilayah Biau
atau golok tipis dari Inlam. Sementara bekas telapak tangan
hitam di belakang punggung mirip pukulan Toa-jiu-eng dari
Shantong, bukankah begitu?"
"Sungguh tajam pandangan mata Kongcu," ujar si Pengejar
nyawa sambil tertawa hambar, sementara di hati kecilnya dia
merasa amat kagum.
Pada saat itulah tiba-tiba A Siu muncul dan membisikkan
sesuatu ke sisi telinga Sebun-kongcu, menyusul tampak paras
muka Sebun-kongcu berubah hebat, tapi kemudian ujarnya
sambil tersenyum, "Hari ini benar-benar merupakan hari
langka, ternyata ada begitu banyak tamu yang datang
berkunjung."
Tergerak perasaan si Pengejar nyawa sesudah mendengar
perkataan itu, serunya, "Kongcu
"Tak usah dibicarakan lagi," tukas Sebun-kongcu sambil
menggoyang tangan dan tertawa, "bila si pendatang khusus
kemari untuk melacak jejakmu, tentu aku bisa beralasan
dengan mengatakan tidak tahu."

767
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kalau begitu terima kasih banyak atas pertolongan


saudara Sebun."
"Ah, mana, mana, aku tak berani menerimanya," kata
Sebun-kongcu sambil tertawa, kemudian ia mengundurkan diri
dari situ.
Sepeninggal orang itu, si Pengejar nyawa mulai
memejamkan mata sambil mengatur pernapasan, rasa sakit di
dadanya sudah jauh berkurang, sementara dua luka bacokan
juga sudah tidak mengeluarkan darah, luka di pinggang hanya
lecet di kulit, justru yang paling parah adalah luka di bahu,
sedikit saja bergerak sudah menimbulkan rasa sakit yang luar
biasa.
Tak lama kemudian Sebun-kongcu muncul kembali dengan
senyum di kulum, ujarnya, "Wah, galak benar malaikat iblis
yang muncul barusan, beruntung aku berhasil menyuruhnya
pergi dari sini."
"Terima kasih banyak atas bantuan saudara Sebun," kata si
Pengejar nyawa dengan perasaan lega.
"Saudara Pengejar nyawa, setelah terkena dua bacokan
golok dan satu pukulan dahsyat, kau masih sanggup kabur ke
dalam perkampungan kami, bahkan tidak sampai setengah
jam kondisimu sudah jauh membaik, tampaknya
kemampuanmu memang luar biasa."
Pengejar nyawa hanya tertawa hambar dan tidak
menanggapi.
Sementara itu A Hok sudah muncul dengan membawa satu
stel pakaian, berjalan menuju ke belakang si Pengejar nyawa
katanya, "Toaya, bagaimana kalau berganti dengan pakaian
ini? Daripada kau masuk angin."
"Tidak usah," jawab Pengejar nyawa sambil membalikkan
badan dan tertawa, "aku sudah terbiasa mengenakan pakaian
begini."
"Tapi bajumu itu sudah basah kuyup..
Baru saja si Pengejar nyawa akan menerima tawaran itu,
mendadak ia saksikan perubahan mimik muka yang sangat
aneh di wajah A Hok, tanpa terasa ia perhatikan berulang kali,

768
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tiba-tiba biji mata A Hok memantulkan bayangan di belakang


tubuhnya, ia saksikan Sebun-kongcu dengan menggenggam
sepasang kaitannya kuning keemasan sedang berjalan
menghampirinya.
Kemudian sepasang kaitan itu berkelebat dan dibacokkan
ke punggungnya.
Dalam gugupnya si Pengejar nyawa menarik tubuh A Hok,
kemudian dilontarkan ke belakang, sementara dia sendiri
beringsut maju beberapa langkah, tapi rasa sakit dari luka di
bahunya membuat ia terhuyung, lekas dia berpegangan pada
dinding batu.
Sungguh dahsyat bacokan sepasang kaitan Sebun-kongcu,
kelihatannya begitu dilancarkan harus ada korban yang jatuh,
tak ampun sepasang senjata itu langsung menghujam di dada
A Hok.
Terdengar A Hok menjerit kesakitan lalu roboh terkapar ke
tanah.
Sebaliknya si Pengejar nyawa tak sanggup melancarkan
serangan balasan karena tubuhnya terasa sangat lemah,
serunya dengan napas tersengal, "Kau ... kau...
Gagal dengan serangan bokongan, Sebun-kongcu
menghela napas panjang, keluhnya, "Ternyata kau memang
cekatan dan selalu waspada! Tak heran serangan gabungan
Kwan-loyacu, Bu-lotoa dan Thio-siucay gagal menghadapi
dirimu!"
Dalam waktu singkat si Pengejar nyawa berhasil
memulihkan kembali ketenangannya, setelah tertawa dingin ia
menegur, "Jadi kau pun termasuk tiga belas pembunuh?"
Mendengar pertanyaan itu, Sebun-kongcu tertawa lebar.
"Tentu saja, akulah yang bertugas sebagai penghubung
wilayah selatan, si Pentolan iblis Si, Kwan-loyacu, Mo tua dari
wilayah Biau, Thio-siucay serta dua bersaudara Bu harus
berhubungan terus dengan aku."
"Bagus... bagus
"Lebih baik kuperkenalkan seorang sahabat lama'
untukmu," kembali Sebun-kongcu berkata, baru selesai

769
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ucapan itu, seseorang sudah berjalan masuk bagaikan sukma


gentayangan, orang itu mengenakan topi lebar terbuat dari
bambu.
Begitu melihat siapa yang datang, perasaan si Pengejar
nyawa segera menjadi dingin separoh.
"Barusan ada seorang tamu jauh yang kebingungan
mencarimu ke sana kemari," ujar Sebun-kongcu lagi, "maka
aku jawab, tak usah mencari kemana-mana lagi, sebab dia
sedang berada dalam ruang baruku, maka dia pun ikut datang
kemari menengokmu."
Pengejar nyawa menghela napas panjang, sambil
menyandarkan diri ke dinding ruangan katanya, "Kelihatannya
aku telah salah memilih tempat pemondokan!"
"Hahaha Sebun-kongcu tertawa tergelak, "kau anggap
perkampungan Sebun-san-ceng di selatan dan Lembah
Auyang di Utara adalah tempat yang bisa seenaknya kau
datangi?"
Mendadak terlihat A Siu berlari%masuk dengan tergopoh-
gopoh lalu membisikkan sesuatu ke sisi telinga Sebun-kongcu,
kemudian tampak paras mukanya berubah hebat, kepada Mo-
sam Ha-ha serunya, "Thio-siucay juga ikut kemari, bukankah
kau bilang dia sudah mampus?"
Mo-sam Ha-ha tertawa dingin.
"Hm, memangnya dia masih mampu berjalan pulang?" je-
ngeknya.
"Tidak," jawab A Siu penuh hormat, "ada dua orang
pemuda yang mengantarnya kemari."
"Hm!" kembali Mo-sam Ha-ha mendengus dingin.
Dengan wajah dingin membesi Sebun-kongcu berkata,
"Memang paling baik bila Thio-siucay bisa pulang, suruh dia
segera kemari, katakan kalau orang yang melukainya berada
di sini. Kemudian bunuh dua orang pemuda yang
mengantarnya pulang."
"Baik!" sahut A Siu terus beranjak pergi.

770
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sepeninggal anak buahnya, Sebun-kongcu kembali


berpaling ke arah Pengejar nyawa sambil berkata,
"Tampaknya kau kedatangan lagi seorang sahabat lamamu."
Pengejar nyawa tertawa getir.
"Seorang sahabat lama saja sudah lebih dari cukup, tak
kusangka malam ini aku kedatangan tiga orang sahabat lama
sekaligus."
"Hahaha ... orang bilang empat opas memiliki kecerdasan
dan kecekatan luar biasa, tapi kalau dilihat keadaanmu hari
ini, biar Cukat-sianseng datang sendiri pun belum tentu bisa
kabur dengan gampang."
"Ya, siapa suruh aku salah masuk kedai hitam, aku
memang tak bisa menyalahkan siapa pun."
Sekali lagi Sebun-kongcu tertawa tergelak, "Hahaha ... sele-
watnya malam ini, empat opas besar dunia persilatan akan
tersisa tiga orang."
"Tiga besar?" Mo-sam Ha-ha mendengus dingin, "aku lihat
usia mereka pun tak bakal lama."
Sementara itu dari belakang punggung Sebun-kongcu
kembali muncul seseorang, orang itu berjalan masuk dengan
langkah sempoyongan, begitu bertemu si Pengejar nyawa dia
segera tertawa keras saking gusarnya.
"Bagus, bagus sekali! Biarpun kau sudah mengobrak-abrik
langit dan bumi, pada akhirnya tidak berhasil juga lolos dari
cengkeraman kami!"
Orang itu tak lain adalah si Siucay berpayung besi Thio Si-
au, sekujur tubuhnya tampak basah kuyup, matanya buta
sebelah, kakinya pincang, keadaannya benar-benar
mengenaskan.
Begitu berjumpa Mo-sam Ha-ha, dengan penuh amarah dia
pun mengumpat, "Kau memang bajingan tua! Sudah tahu aku
terluka parah, kau menggubris pun tidak, coba kalau bukan
ada dua orang pemuda pemberani yang mau memayangku
sampai ke sini, mungkin aku benar-benar sudah mati
kesakitan di tempat itu!"
Mo-sam Ha-ha mendengus dingin tanpa menjawab.

771
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kelihatannya Thio Si-au sendiri pun menaruh perasaan


segan bercampur ngeri terhadap Mo-sam Ha-ha, dia tak
berani berjalan kelewat dekat.
"Sudah, sudahlah" Sebun-kongcu segera melerai, "kalau
bukan berkat Mo tua yang telah menggiring musuh besarmu
hingga terjebak di sini, mungkin kau tak akan punya
kesempatan membalas dendam."
"Tapi goloknya telah melukai mata kananku!" teriak Thio Si-
au penuh amarah.
Tiba-tiba Sebun-kongcu merendahkan suaranya dan
berbisik kepada Thio Si-au, "Kau jangan lupa, sekalipun
badanmu tidak menderita luka parah pun belum tentu kau
mampu menandingi kelihaiannya! Kenapa tidak kita bereskan
dulu sang opas, kemudian baru bersama-sama mengadukan
persoalan ini kepada sang kepala!"
Thio Si-au berpikir sejenak, merasa ucapan itu ada
benarnya juga, terpaksa dia harus menahan semua gejolak
emosinya.
Kembali Sebun-kongcu berkata, "Sudah kusuruh A Siu
untuk membereskan kedua orang yang memayangmu
kemari."
"Memang paling bagus dibunuh sampai tuntas," kata Thio
Si-au tanpa berubah wajah, "daripada membiarkan mereka
bertanya ini itu terus, bikin sebal saja!"
Sebun-kongcu tertawa, perlahan-lahan dia berpaling ke
arah si Pengejar nyawa lalu katanya, "Sekarang sudah saatnya
untuk menjagal dirimu!"
Pengejar nyawa menyapu pandang sekejap sekeliling
tempat itu, ketika melihat pintu ruangan sudah dijaga ketat
sementara di sekitar sana tak ada jalan lain lagi, tak tahan dia
pun menghela napas panjang, dalam keadaan begini, satu-
satunya jalan baginya hanya bertarung hingga titik darah
penghabisan.
"Sekarang kau bisa menuntutkan balas bagi kematian dua
bersaudara Bu dan Kwan-loyacu," kembali Sebun-kongcu
berkata dingin.

772
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bukan dia yang membunuh mereka," Thio Si-au segera


menyela, "ternyata Bu-loji bukan mati di tangan bajingan ini,
Bu-lotoa yang telah melakukan pembunuhan itu. Kemudian
tatkala kami tahu duduk persoalan yang sebenarnya, aku dan
Kwan-loyacu pun berusaha membekuk Bu-lotoa, tapi dengan
akal licik Bu-lotoa berhasil meracuni Kwan-loyacu hingga mati,
pukulan terakhir yang dilancarkan Kwan-loyacu berhasil pula
membunuh Bu-lotoa. Sementara aku sendiri karena bertindak
kurang hati-hati, akhirnya malah dipecundangi bajingan ini,
ketika aku terdesak muncul Mo tua ... jadi yang benar dia tak
pernah membunuh orang-orang kita."
"Semula kukira dengan kemampuanmu, kemampuan
Bulotoa dan Kwan-loyacu sudah lebih dari cukup untuk
menghadapi opas ini, namun ketika melihat kalian belum juga
kembali, aku jadi kuatir, maka kuminta Mo tua untuk pergi
menengok, jadi kalau mau jujur, Mo tua justru merupakan
tuan penolongmu. Aku sendiri juga heran, masakah dengan
kerja sama kalian bertiga pun tak berhasil menandingi
kemampuannya ... eh, ternyata kalian malah saling gontok."
"Biarpun mereka bukan tewas di tangan bajingan itu, tapi
kakiku pincang gara gara ditumbuk dia, aku tetap akan
menuntut balas sakit hati ini."
Dalam pada itu Mo-sam Ha-ha sudah melolos golok
lengkungnya, kepada si Pengejar nyawa ejeknya sambil
tertawa dingin, "Akan kulihat apa kau masih mampu
menghindari bacokan golokku!"
Begitu selesai berkata, golok lengkungnya segera melayang
ke depan.
Tiba-tiba terdengar seorang mendengus dingin, menyusul
tampak sesosok bayangan manusia berkelebat, ayunan golok
terbang itu langsung menghajar tubuh bayangan itu.
"Blam!" diiringi suara keras, bayangan tubuh orang itu
roboh terjungkal ke tanah, sementara golok lengkung itu
menancap di atas dadanya, tanpa sempat menimbulkan
sedikitpun suara tewaslah dia.

773
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ternyata orang itu tak lain adalah A Siu. Seharusnya golok


lengkung itu terbang balik ke tangan Mo-sam Ha-ha setelah
menghujam dada A Siu, namun sebelum hal itu terjadi, tiba-
tiba terlihat sesosok bayangan melayang turun dari udara,
tangannya langsung menekan di atas gagang golok itu
sehingga tenaga memantul yang muncul di tubuh golok tadi
menjadi punah, akibatnya golok itu tetap tertinggal dalam
tubuh ASiu.
Tampaknya jago yang melakukan perbuatan itu merupakan
jago yang sangat ahli dalam ilmu senjata rahasia, kalau bukan
begitu, tak mungkin dia bisa memperhitungkan saat yang
tepat untuk menjebol rahasia Hui-hun-tui-gwat-to (golok
pengejar rembulan pembalik sukma).
Ternyata orang itu hanyalah seorang pemuda berwajah
tampan, bermata tajam dan cacad sepasang kakinya.
Tak terlukiskan kaget Mo-sam Ha-ha melihat goloknya
punah begitu saja.
Melihat pemuda yang baru hadir, dengan luapan rasa
gembira si Pengejar nyawa segera berseru, "Toa-suheng!"
"Sam-sute, maaf kalau kedatangan kami agak terlambat
sehingga membuat kau menderita luka," kata pemuda itu
penuh perhatian.
Orang ini tak lain adalah pemimpin dari empat opas, si
Tanpa perasaan.
"Hm, ternyata hanya seorang manusia cacad!" teriak Mo-
sam Ha-ha penuh gusar.
"Hehehe ... sayang orang yang kau hadapi sekarang adalah
seorang ahli senjata rahasia yang sesungguhnya," ejek
Pengejar nyawa sambil tertawa dingin.
Sebun-kongcu ikut tertawa seram, teriaknya, "Kau kira
hanya mengandalkan kemampuanmu seorang dapat
menyelamatkan jiwanya?"
"Tidak, masih ada aku!" terdengar seorang menyambung
perkataan itu dari luar, menyusul ucapan yang dingin itu
terlihat seorang pemuda berwajah dingin dan bermata tajam
telah berdiri di depan pintu.

774
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Su-sute!" teriak Pengejar nyawa kegirangan.


"Sam-suheng, maaf kedatangan kami agak terlambat!"
ucap si Darah dingin dengan perasaan kuatir.
Dalam pada itu Thio Si-au sudah berdiri tergagap dengan
mata terbelalak dan mulut melongo, sesaat dia hanya bisa
mengeluh, "Jadi kalian ... ternyata kalian adalah
Bukan secara kebetulan si Tanpa perasaan dan Darah
dingin tiba tepat pada waktunya, sejak berpisah dengan
Cukat-sianseng, mereka segera berangkat meninggalkan
kotaraja dan berusaha mencari kabar tentang si Pengejar
nyawa.
Berdasarkan tanda rahasia yang ditinggalkan si Pengejar
nyawa, sepanjang jalan mereka mengejar hingga tiba di
rumah kedai itu. Tapi kemudian setelah terluka dan melarikan
diri, ia tak sempat lagi meninggalkan tanda rahasia, akibatnya
pengejaran pun terhenti karena kehilangan jejak.
Pepatah kuno bilang: Berbuat kebaikan atau berbuat jahat,
akhirnya akan tiba juga saat perhitungan.
Thio Si-au yang terluka oleh serangan Mo-sam Ha-ha, gara-
gara ingin membunuh si Pengejar nyawa akhirnya tertinggal di
tempat itu, ia ditinggal sendirian karena Mo-sam Ha-ha
enggan mempedulikan keselamatan jiwanya, saat itulah
secara kebetulan dia bersua dengan si Tanpa perasaan dan si
Darah dingin.
Sekilas pandang saja mereka berdua dapat melihat buli-buli
yang tertinggal di tanah, mereka tahu benda itu adalah milik si
Pengejar nyawa, karena rdia memang gila minum arak, kalau
sampai benda kesayangannya saja tertinggal, menandakan
keselamatan jiwanya sedang terancam, maka dengan tipu
muslihat mereka pun menjebak Thio Si-au.
Diumpak dengan kata-kata manis, akhirnya Thio Si-au pun
banyak bicara, bahkan dia minta mereka berdua mau
mengantar pulang ke perkampungan Sebun-san-ceng, tentu
saja kedua orang itu setuju, mereka gunakan kesempatan ini
untuk menyusup masuk dan mencari tahu ada rahasia apa di
balik semua ini.

775
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Siapa tahu setibanya di perkampungan, Thio Si-au masuk


seorang diri, sementara seorang centeng berusaha membunuh
mereka, dengan kepandaian seorang centeng, mana mungkin
dia berhasil membunuh kedua orang opas kenamaan ini?
Dalam satu gebrakan saja mereka berhasil membekuknya,
setelah dikompas akhirnya centeng itu mengakui segalanya,
maka mereka pun segera menyusul ke ruang batu dan
ternyata tiba tepat pada saatnya, mereka berhasil
menyelamatkan jiwa si Pengejar nyawa.
Sambil tertawa dingin si Tanpa perasaan menjengek,
"Kami?
Bukankah kami adalah petugas yang akan mengatur
jembatan bagi kalian untuk menyeberang ke akhirat?"
Sementara Thio Si-au masih melengak, Sebun-kongcu
sudah tertawa seram sambil berkata, "Percuma saja
kedatangan kalian berdua, paling juga hanya mengantar
kematian!"
Tiba-tiba sepasang kaitannya dikembangkan dan langsung
membabat tubuh si Pengejar nyawa.
Saat itulah tampak bayangan manusia berkelebat,
sementara pandangan matanya terasa kabur, sesosok
bayangan manusia tegak lurus bagaikan sebatang tombak
tahu-tahu sudah berdiri di hadapannya/ dia tak lain adalah si
Darah dingin.
Sebun-kongcu membalik kaitannya dan langsung
membabat tubuh lawan.
Tiba-tiba Darah dingin menggetarkan badannya, sebuah
serangan pedang telah dilancarkan secara mendadak.
Pedang itu bagaikan seekor ular berbisa langsung
menembus dinding pertahanan yang terbentuk dari sepasang
kaitan itu dan langsung menusuk ke tenggorokan lawan.
Berubah hebat paras muka Sebun-kongcu, ia berjumpalitan
satu kali, mundur sejauh beberapa kaki dan meloloskan diri
dari tusukan maut itu.
Darah dingin tak tinggal diam, kembali dia merangsek ke
hadapannya dan "Sret!", kembali sebuah tusukan dilontarkan.

776
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika Sebun-kongcu menangkis dengan kaitannya, sekali


lagi si Darah dingin melepaskan sebuah tusukan, tapi lagi-lagi
Sebun-kongcu menangkis datangnya tusukan itu.
Semakin cepat serangan tusukan dilancarkan, semakin
cepat pula Sebun-kongcu menangkis datangnya ancaman, di
satu pihak menyerang tiada hentinya sementara di pihak lain
berusaha mempertahankan diri, suara dentingan nyaring
segera bergema menghiasi seluruh ruangan.
Darah dingin membungkus seluruh tubuhnya di balik
cahaya pedang yang tebal, sedangkan Sebun-kongcu
mengubah dirinya bagaikan selapis bayangan kaitan,
pertarungan berlangsung makin lama semakin seru.
Begitu Sebun-kongcu mulai turun tangan, Mo-sam Ha-ha
ikut bergerak juga, rencananya dia hendak menerjang ke
muka dan menghampiri jenazah A Siu.
Golok lengkung andalannya masih tertinggal di tubuh A Siu,
karenanya dia harus berusaha mendapatkan kembali senjata
mestikanya itu secepat mungkin.
Baru saja dia bergerak, si Tanpa perasaan sudah
mendongakkan kepala, sinar mata yang amat tajam seketika
membuat Mo-sam Ha-ha bergidik dan berdiri bulu kuduknya.
Dia nyaris dapat merasakan, asal tubuhnya berani bergerak
maju selangkah saja, niscaya yang bakal mati adalah dirinya.
Oleh sebab itulah dia menunda gerakan tubuhnya, setelah
berhasil menenangkan kembali perasaannya, perlahan-lahan
dia melepaskan topi bambunya yang lebar.
Tiga puluh tahun lalu, sebelum dia bergabung dalam
kelompok tiga belas orang pembunuh, waktu itu dia belum
memperoleh ilmu Hwe-hun-tui-gwat-to (ilmu golok pengejar
rembulan pembalik sukma) dan belum memakai golok
lengkung sebagai senjata, namun nama besarnya telah
menggetarkan wilayah Biau, keberhasilannya waktu itu tak
lain karena mengandalkan kehebatan topi bambu bergigi itu.
Tanpa perasaan memandang dingin gerak-geriknya, kini
seluruh badannya sudah dibiarkan mengendor, sepuluh jari
tangannya mulai dilemaskan, ibarat anak panah yang sudah

777
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

terpasang pada busurnya, setiap saat sebuah serangan


mematikan bakal dilontarkan.
Dalam pada itu si Siucay berpayung besi juga mulai
bergerak, dengan mengandalkan payung besinya tiba-tiba ia
tusuk punggung si Darah dingin.
Mendadak terdengar seorang tertawa dingin, "Sobat, akan
kulayani permainanmu itu!"
Baru saja ucapan itu berkumandang, sebuah tendangan
telah menyambar lewat.
Tak sempat menghindarkan diri, Thio Si-au menyongsong
datangnya ancaman itu dengan payung besinya, "Duk!"
benturan keras terjadi, akibatnya kedua belah pihak tergetar
mundur sejauh dua langkah.
Si Pengejar nyawa segera merasakan luka di bahunya
kembali merekah, sakitnya bukan kepalang, sementara
sepasang mata Thio Si-au terbelalak merah membara.
Terdengar Pengejar nyawa berseru dengan lantang, "Toa-
suheng, Su-sute, Mo-sam Ha-ha itu manusia eksentrik,
sementara Sebun-kongcu licik dan berbahaya, kalau mau saksi
hidup lebih baik Thio Si-au saja yang dipilih."
Maksud perkataan itu sangat jelas, dia suruh si Tanpa
perasaan dan Darah dingin tak usah menguatirkan
keselamatannya dan lebih baik berkonsentrasi melenyapkan
kedua orang lawannya itu dari muka bumi.
Sudah berhari-hari lamanya dia menguntit di belakang Bu
Seng-tang, dia cukup mengerti kehebatan ilmu silat yang
dimiliki kawanan manusia itu, kalau ingin menangkapnya
hidup-hidup, jelas hal ini sangat sulit.
Thio Si-au nampak sangat gusar, apalagi setelah
mendengar seruan itu, dengan hawa amarah yang meluap
teriaknya, "Kau jangan sombong dulu, masih kelewat awal
untuk mengetahui siapa yang bakal mampus dan siapa yang
bakal hidup saat ini
Menyusul teriakan itu, dengan jurus Hoa-yu-boan-hui
(bunga hujan terbang menggulung) dia merangsek maju.

778
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam waktu singkat keenam jagoan itu terbagi dalam tiga


kelompok, terlibat dalam pertempuran yang amat sengit.
Tapi dari ketiga kelompok itu, ada satu kelompok yang
sampai sekarang belum terjadi bentrokan, belum terjadi
pertarungan secara fisik.
Tapi justru kelompok yang nampak paling tenang inilah
situasinya jauh lebih berbahaya dan mematikan ketimbang
kelompok lain.
Mo-sam Ha-ha masih berdiri berhadapan dengan si Tanp.
perasaan, namun tak berani bergerak secara gegabah, dia
bersi kukuh mempertahankan posisinya karena sedang
menunggu kesempatan baik, menunggu kesempatan untuk
melancarkan serangan mematikan, menunggu lawannya
lengah.
Begitu musuh menunjukkan gejala lengah, dia akan
menyerang dengan menggunakan seluruh senjata rahasia
yang dimilikinya sekarang, dia harus mencabut nyawa musuh
dalam sekali gebrakan.
Mo-sam Ha-ha sudah terlalu sering membantai musuhnya,
dia mempunyai nama yang amat termashur di Seantero
wilayah Biau, setiap kali ingin membunuh, dia selalu
menikmati dulu perasaan takut, ngeri, seram dan rengekan
minta ampun dari korbannya, walau akhirnya tak seorang pun
berhasil lolos dari cengkeraman mautnya.
Tapi pemuda yang berada di hadapannya sekarang sangat
berbeda, tampaknya orang itu jauh lebih tenang, dingin dan
pandai mengendalikan diri ketimbang dirinya.
Sebenarnya dia ingin menunggu lebih jauh, namun dari dua
kelompok pertarungan, salah satu di antaranya sudah
ketahuan siapa menang siapa kalah.
Sebuah tendangan maut yang dilancarkan si Pengejar
nyawa telah berhasil menendang payung besi milik si Siucay
berpayung besi hingga mencelat ke udara.
Kungfu yang dimiliki si Pengejar nyawa memang jauh di
atas kemampuan Bu Seng-tang, padahal kungfu yang dimiliki
Bu Seng-tang masih berada di atas kemampuan Thio Si-au,

779
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sekalipun si Pengejar nyawa sudah menderita satu pukulan


ditambah dua bacokan golok, namun Thio Si-au sendiri pun
berada dalam kondisi yang tak jauh berbeda, kakinya pincang,
matanya terluka kena golok.
Luka di bahu si Pengejar nyawa memang parah, namun
luka di mata Thio Si-au jauh lebih parah, meski secara
keseluruhan keadaan si Pengejar nyawa cukup runyam,
sayang Thio
Si-au sendiri pun tak mampu bergerak lincah lantaran
kakinya pincang.
Seandainya lawan yang dihadapinya saat itu adalah Bu
Seng-tang, mungkin keadaan masih sedikit berimbang, tapi
bila Thio Si-au yang harus berhadapan dengannya, jelas dia
masih ketinggalan jauh.
Oleh sebab itu tiga puluh gebrakan kemudian, sebuah
tendangan yang dilancarkan si Pengejar nyawa berhasil
membuat payung besi lawan terlempar ke udara.
Dalam waktu singkat posisi Thio Si-au terdesak hebat, dia
dipaksa berada di bawah angin.
Melihat keadaan itu, Mo-sam Ha-ha segera sadar bila dia
tidak juga turun tangan maka seandainya si Pengejar nyawa
berhasil membantai Thio Si-au lalu datang membantu si Tanpa
perasaan, maka dengan posisi dua melawan satu, akan
semakin sulit baginya untuk menghadapinya.
Oleh sebab itulah dia segera turun tangan, topi bambu
bergiginya meluncur ke udara, berputar kencang bagaikan
gang-singan dan menyambar ke tubuh lawan.
Begitu ia turun tangan, s.i Tanpa perasaan ikut pula turun
tangan, dia memang memegang prinsip: Musuh tak bergerak,
aku tak bergerak. Musuh bergerak, aku bergerak duluan.
Mereka berdua memang merupakan jago yang ahli dalam
ilmu senjata rahasia.
Bersamaan waktunya topi bambu bergigi itu meluncur ke
udara, si Tanpa perasaan menggetarkan pula tangannya,
tujuh bilah pisau terbang Liu-yap-to segera menghajar topi
bambu bergigi itu.

780
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tujuh bilah pisau terbang mencelat lalu jatuh ke tanah, tapi


topi bambu itu masih tetap meluncur ke depan mengancam
tubuh lawan.
Padahal si Tanpa perasaan tak pandai ilmu silat, bagaimana
dia akan menghindarkan diri dari pusingan topi bambu? Tanpa
perasaan tidak berkelit, kembali tangannya digetarkan, lima
biji teratai besi segera melesat ke udara dan kembali
menghajar topi bambu itu.
Terhajar kelima biji senjata rahasia itu, topi bambu itu
nampak bergetar, tapi sekali lagi tenaga pusingan yang kuat
menghantam kelima biji teratai besi itu hingga mencelat ke
empat penjuru, sementara topi itu masih meneruskan
gerakannya menyambar ke depan.
Paras muka si Tanpa perasaan sama sekali tidak berubah,
kembali dua butir peluru besi menghajar topi bambu.
Saat itu senjata topi bambu itu sudah berada tak jauh dari
tubuh si Tanpa perasaan, ketika terhantam dua butir peluru
baja, topi bambu itu nampak sedikit tersendat gerakannya.
Sekarang paras muka si Tanpa perasaan baru agak
berubah, secara beruntun dia lepaskan lagi sepuluh batang
duri besi.
Saat itu topi bambu itu sudah berada sangat dekat dengan
tubuh si Tanpa perasaan, ketika kesepuluh batang duri besi itu
menghantam topi bambu itu, lagi-lagi semua senjata rahasia
itu dihajar hingga mencelat.
Namun tenaga berpusing yang terpancar dari topi bambu
itu ikut melemah juga, bahkan setelah menghajar kelima
batang duri besi itu, kekuatannya lenyap.
Kini giliran Mo-sam Ha-ha yang berubah hebat paras
mukanya, lekas dia menggerakkan tangannya dan berusaha
menarik balik senjata topi bambunya itu.
Gagal pada serangan pertama, terpaksa dia
mempersiapkan serangan kedua.
Diam-diam si Tanpa perasaan pun merasa terkesiap, dia
harus empat kali melancarkan dua puluh empat macam

781
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

senjata rahasia sebelum berhasil menghentikan gerakan


berpusing topi bambu itu.
Maka ketika topi itu baru saja akan bergerak kembali ke
udara, si Tanpa perasaan segera melancarkan serangan, dia
tak boleh membiarkan topi bambu itu balik kembali ke tangan
Mo-sam Ha-ha.
Tiga batang senjata cakar ayam baja meluncur ke udara,
menghantam topi bambu itu.
Tampak topi itu sedikit bergetar namun tidak melenyapkan
tenaga pusingannya, benda itu masih tetap melayang di udara
dan meluncur ke tangan Mo-sam Ha-ha.
Sekali lagi si Tanpa perasaan mengayunkan tangannya, dua
batang piau emas mendesing di udara dan segera
menghamtam topi bambu itu dengan keras.
Benturan keras yang kemudian terjadi menyebabkan topi
bambu dan piau emas itu mencelat ke samping arena.
Berubah hebat paras muka Mo-sam Ha-ha, cepat dia
melejit ke udara dan berusaha mengejar topi bambunya.
Baru tubuhnya melambung ke udara, si Tanpa perasaan
sudah mengimbangi gerakan itu dengan melemparkan sebilah
pisau terbang ke tubuhnya.
Diiringi desingan angin tajam, pisau terbang itu melesat ke
udara dan meluncur ke tubuh lawan dengan kecepatan luar
biasa, belum lagi ujung tangan Mo-sam Ha-ha menyentuh topi
bambunya, pisau terbang itu sudah menghujam ke dalam
perutnya dan terbenam hingga tinggal gagangnya.
Mo-sam Ha-ha berjumpalitan satu kali di tengah udara
kemudian rontok ke tanah, dia ingin sekali melemparkan topi
bambunya untuk melancarkan serangan balasan, tapi sayang
dia sudah kehilangan seluruh kekuatannya.
Sebilah pisau terbang sudah terbenam dalam perutnya,
menimbulkan luka yang teramat parah.
Mo-sam Ha-ha memang pada akhirnya berhasil menangkap
kembali topi bambunya, tapi keberhasilan itu sama sekali tak
ada gunanya.

782
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sebelum dia sempat melakukan serangan balasan,


nyawanya sudah keburu melayang meninggalkan raganya.
Perlahan-lahan tubuhnya roboh terkapar ke tanah,
sepasang biji matanya melotot keluar persis seperti mata ikan
mati, melotot ke arah si Tanpa perasaan.
Sudah amat sering si Tanpa perasaan melihat raut muka
orang yang sekarat, tapi amat jarang menemukan raut muka
yang lebih jelek dan lebih menyeramkan daripada wajah Mo-
sam Ha-ha saat ini.
Mereka berdua sama-sama merupakan jagoan kelas wahid
dalam penggunaan senjata rahasia, dan sudah menjadi
rahasia umum bahwa orang yang pandai menggunakan
senjata rahasia biasanya mempunyai cara membunuh yang
sangat telengas dan kejam, sebisa mungkin dalam
serangannya yang pertama sudah dapat merenggut nyawa
lawan.
Oleh karena itu jika manusia macam begini saling
menyerang dan saling bertarung, maka kendatipun kungfu
masing-masing pihak hanya selisih sedikit, biasanya menang
kalah segera akan ditentukan dalam waktu singkat.
Siapa menang dia tetap hidup, siapa kalah dia harus mati.
Mo-sam Ha-ha dan si Tanpa perasaan masing-masing telah
melepaskan satu serangan, maka hanya satu orang yang tetap
bisa hidup, sementara yang lain membujur kaku tak bernyawa
lagi.
Dalam pada itu si Darah dingin sudah melancarkan seratus
delapan tusukan pedang dalam waktu singkat, Sebun-kongcu
harus mengayunkan kaitannya kian kemari berusaha
membendung seluruh ancaman yang tiba.
Dalam waktu singkat Darah dingin berhasil menduduki
posisi di atas angin, sebab jurus pedang yang ia gunakan
memang aneh, cepat dan telengas, sebaliknya sejak awal
Sebun-kongcu sudah dibuat gelagapan dan kalang kabut,
karena itu dia hanya bisa menangkis sambil berusaha
mempertahankan diri.

783
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi setelah pertarungan berlangsung lama, lambat-laun


Sebun-kongcu mulai dapat meraba jalannya jurus pedang si
Darah dingin.
Nama besar perkampungan keluarga Sebun memang tidak
setenar dan seheboh empat keluarga besar dunia persilatan
yaitu Tang-po benteng timur, Lam-ce benteng selatan, Se-tin
kota barat dan Pak-shia kota utara, namun sebagai pemilik
perkampungan, Sebun-kongcu terhitung seorang jago
persilatan berbakat alam, bukan saja kepandaian silatnya
tangguh, hatinya pun kejam dan telengas.
Ketika dia mulai dapat meraba jalannya gerak serangan si
Darah dingin, saat itu jurus yang kedua ratus empat puluh
satu baru saja berlalu.
Maka ketika Darah dingin menusuk untuk kedua ratus
empat puluh dua kalinya, tiba-tiba sepasang kaitan milik
Sebun-kongcu berhasil menggaet pedang si Darah dingin
hingga terkunci.
Selama pertarungan berlangsung dua ratus gebrakan,
mereka berdua tak sempat menarik napas, maka begitu
serangan terhenti, kedua orang jago itu memanfaatkan
peluang itu untuk berganti napas.
Begitu mereka berdua selesai menarik napas, si Darah
dingin segera membetot pedangnya kuat-kuat, sementara
Sebun-kongcu semakin getol mempertahankan sepasang
kaitannya yang berhasil mengunci senjata lawan.
Darah dingin mencoba membetotnya beberapa kali, tapi
usaha itu selalu mengalami kegagalan.
Ternyata kemampuan mengunci senjata lawan yang
digunakan Sebun-kongcu saat ini merupakan ilmu rahasia
yang berhasil dia warisi dari sang pentolan tiga belas
pembunuh, bisa dibayangkan betapa hebatnya gerak serangan
ini.
Melihat Darah dingin gagal membetot kembali senjatanya,
Sebun-kongcu segera mengerahkan tenaga dalamnya
melakukan satu hentakan keras, "krak!", pedang tipis si Darah
dingin seketika patah.

784
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi perbuatannya itu salah besar, Sebun-kongcu telah


melakukan sebuah kesalahan yang berakibat fatal!

23. Menjebak malah terjebak.

Sebun-kongcu telah melakukan sebuah kesalahan besar


yang tak mungkin bisa terobati lagi.
Dia boleh saja mengunci pedang si Darah dingin hingga tak
mampu dibetot kembali, tapi tidak seharusnya dia
mematahkan pedang itu hingga putus jadi dua.
Dengan mematahkan pedang lawan, dia telah melepaskan
kunciannya terhadap pedang itu.
Begitu patahan pedang itu terlepas dari gerakan mengunci,
bagaikan seekor ular berbisa yang mematuk korbannya, si
Darah dingin segera menerobos maju ke depan dan langsung
menusuk tenggorokan lawan.
Berubah hebat paras muka Sebun-kongcu, lekas dia dorong
sepasang kaitannya ke depan membacok tubuh lawan.
Darah dingin ingin membunuhnya maka dia pun akan
membunuh si Darah dingin!
Cara pertarungan yang ia gunakan sekarang adalah
pertarungan adu nyawa, dia yakin bila Darah dingin tak ingin
mati, dia pasti akan mengurungkan ancaman itu dan berusaha
menyelamatkan jiwa sendiri terlebih dulu.
Sayang, lagi-lagi dia telah melanggar satu kesalahan besar
yang tak bisa diampuni.
Dia dipaksa oleh keadaan sehingga mau tak mau harus
mengadu jiwa, sebaliknya Darah dingin memang jagonya
menggunakan jurus nekad.
Sejak awal dia sudah memperhitungkan waktu, tenaga dan
setiap perubahan dengan teliti dan seksama, setiap tindakan,
setiap gerakannya sudah diatur sedemikian rupa hingga tak
mungkin melakukan kesalahan sekecil apapun.
Ketika kaitan itu tiba di atas tengkuk si Darah dingin,
tenaga serangannya mendadak hilang lenyap tak berbekas.

785
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sebab pada saat itulah kutungan pedang si Darah dingin


sudah menancap di tenggorokan Sebun-kongcu, tembus
hingga ke belakang tengkuknya.
Ketika pedang menembus tenggorokannya, Sebun-kongcu
seketika jadi lemas, dia tak mampu lagi menggunakan
kekuatannya.
Biarpun kaitan itu sudah terangkat ke atas dan siap diba-
batkan, sayang kekuatannya sudah tak cukup untuk melukai
Darah dingin.
Sambil tertawa dingin si Darah dingin mencabut keluar
kutungan pedangnya, darah segar segera menyembur keluar
dari lukanya, "Trang!", sepasang kaitan itu terjatuh ke tanah
sementara sambil memegangi tenggorokannya yang robek
besar seru Sebun-kongcu, "Kau ... kau
"Karena kau mengutungi pedangku, maka aku pun
membunuh dirimu!" kembali si Darah dingin berkata ketus.
Akhirnya Sebun-kongcu tak sanggup mengucapkan sepa-
tah kata pun, tubuhnya roboh terkapar ke tanah dan tidak
bergerak lagi.
Senjata rahasia si Tanpa perasaan memang keji, namun
pedang milik si Darah dingin jauh lebih telengas.
Sepasang kaki milik si Pengejar nyawa sebetulnya terhitung
ganas juga, orang yang biasa menyerang dengan kaki
seringkah memang jauh lebih keji ketimbang mereka yang
menggunakan tangan, sebab kekuatan yang ditimbulkan kaki
selalu lebih kuat dan ganas ketimbang kekuatan tangan.
Tapi dalam kondisi terluka apalagi berniat menangkap
musuh dalam keadaan hidup, serangan yang dilancarkan si
Pengejar nyawa jauh berkurang kehebatannya, dia paling
hanya bisa mengurung Thio Si-au hingga tak mampu
melarikan diri.
Beberapa kali Thio Si-au berusaha menerjang ke kiri
menumbuk ke kanan, tapi tak pernah berhasil lolos dari
kepungan bayangan kaki lawan, saat itulah tiba-tiba ia
saksikan Mo-sam Ha-ha menemui ajalnya.

786
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kejadian itu seketika membuat dia ketakutan setengah


mati, sukmanya serasa sudah melayang meninggalkan raga.
Dia paksakan diri untuk menyambut sebuah tendangan maut
si Pengejar nyawa dengan bahu kirinya, kemudian meminjam
kesempatan itu dia melayang ke arah pintu dan berusaha
melarikan diri.
Baru saja tubuhnya melambung ke udara, dua batang
jarum perak sudah meluncur ke arah tubuhnya. Tanpa
perasaan telah melancarkan serangan. Thio Si-au benar-benar
pecah nyali, terkejut bercampur ngeri dia paksakan diri untuk
menarik napas panjang kemudian tubuhnya melambung lagi
tiga depa ke atas.'
Serangan jarum perak pertama berhasil dihindari, tapi
kemudian Thio Si~au merasa kaki kirinya teramat sakit,
demikian sakitnya hingga membuat badannya merosot ke
bawah.
Ketika tubuhnya baru merosot setengah depa, serangan
kedua kembali meluncur tiba, enam batang jarum perak
seluruhnya menancap telak di otot dan tulang kaki kanannya.
Thio Si-au menjerit kesakitan, rasa sakit yang menembus
hingga ke tulang sumsum tak tertahankan lagi, badannya
langsung roboh terjerembab, bukan saja sekujur badannya
terasa sakit linu, pandangan matanya ikut berkunang-kunang.
Menanti dia membuka matanya kembali, tampak sebilah
kutungan pedang sudah menempel di atas tenggorokannya.
Bercak darah masih menempel di ujung pedang itu, tak
usah ditanya pun dia sudah tahu kalau darah itu adalah darah
Sebun-kongcu.
"Kalau mencoba kabur lagi, akan kucabut nyawa
anjingmu!" terdengar si Darah dingin mengancam sambil
mengawasinya dengan pandangan ketus.
Thio Si-au tak berani berkutik lagi, hawa dingin tiba-tiba
muncul dari telapak kakinya dan menjalar hingga ke ujung
rambut.
Ketika luka pada lutut kirinya, luka enam batang jarum di
kaki kanannya, luka bacokan di mata kanan dan luka

787
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tendangan di bahu kirim a meradang bersama, dia merintih


keras lantaran rasa sakit yang luar biasa.
Saat ini keadaan luka yang diderita si Siucay berpayung
besi Thio Si-au jauh lebih parah ketimbang luka yang diderita
Pengejar nyawa.
Dengan pandangan ketus si Darah dingin mengawasinya,
begitu tajam tatapan itu seakan menembus lubuk hatinya, je-
ngeknya dingin, "Biar lebih sakit pun kau tetap harus
menjawab semua pertanyaanku!"
"Tanya saja...bisik Thio Si-au sambil merintih. "Siapa
pentolan kalian? Siapa pula keenam pembunuh lainnya?"
Tiba-tiba Thio Si-au memejamkan matanya sambil
membungkam, dia berlagak seolah sama sekali tidak
mendengar pertanyaan itu.
"Jangan paksa aku menggunakan alat siksaan," ancam
Darah dingin lagi.
Thio Si-au tetap memejamkan matanya rapat-rapat, namun
sekujur badannya mulai gemetar, gemetar keras menahan
rasa takut, ngeri dan seram yang luar biasa.
Si Pengejar nyawa yang duduk bersandar pada dinding
ruangan tiba-tiba tertawa, ujarnya, "Siapa yang
memerintahkan kau datang kemari? Siapa saja rekan-
rekanmu? Apa sasaran kalian selanjutnya? Hm, sudah
terperosok dalam keadaan seperti inipun masih bersikeras
enggan menjawab, kelihatannya kau memang sangat menarik
Bicara sampai di situ dia tertawa hambar, lanjutnya setelah
menarik napas, "Apakah kau sudah lupa dengan perlakuan
rekan-rekanmu terhadap kau? Kalian datang mengejar dan
berusaha membunuhku lantaran mau diperalat Bu Seng-tang,
kenyataan Kwan-loyacu pun sudah dia bunuh, coba kalau
bukan pada saat terakhir Kwan Hay-beng juga mencabut
nyawanya, mungkin kau pun ikut dibantai untuk
menghilangkan jejak!"
Beberapa patah kata itu seketika membuat Thio Si-au
terbelalak dengan wajah tertegun, dia membuka lebar
matanya dan untuk sesaat tak mampu berkata-kata.

788
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Terdengar si Pengejar nyawa berkata lebih jauh, "Coba


bayangkan kejadian terakhir, sewaktu aku bertarung sengit
melawan Mo-sam Ha-ha, kaulah yang menggunakan payung
besimu menangkis dua tendangan mematikan yang
kulancarkan terhadapnya, tapi apa balasannya? Dia justru
melukai mata kananmu hingga buta, dia tak sudi
menggubrismu, meninggalkan dirimu begitu saja di tengah
jalan, coba kalau bukan kedua orang Suheng-te yang
membawamu kemari, memangnya kau bisa bertahan hidup
seorang diri di tengah jalan? Kemudian apakah Sebun-kongcu
berniat membalaskan sakit hatimu itu?"
Thio Si-au menggetarkan bibirnya seperti hendak
mengatakan sesuatu, tapi niat itu kembali diurungkan.
Kembali Pengejar nyawa berkata, "Di antara sekian banyak
luka yang kau derita, bukankah luka di mata kananmu yang
paling parah? Siapa yang mengakibatkan hal ini? Musuh? Atau
justru rekanmu sendiri? Seandainya kau tidak menderita luka
separah itu, belum tentu aku mampu mengurungmu di sini,
tapi sekarang kau sudah terkapar dalam kondisi parah, lukamu
membuat kau bertambah lemah, dengan keadaan seperti ini
mungkinkah bagimu untuk bisa kabur dari cengkeraman kami
bertiga?"
Lama sekali Thio Si-au termenung sambil berpikir, akhirnya
sesudah menghela napas panjang katanya, "Seandainya aku
bersedia menjawab, apa keuntunganku?"
Pengejar nyawa segera berpaling ke arah Tanpa perasaan,
si Tanpa perasaan segera manggut-manggut seraya
menjawab, "Kalau kau berterus terang, aku pun segera akan
membebaskan dirimu. Asal di kemudian hari kau tidak
melakukan kejahatan lagi, kami pun tak bakal membekukmu.
Aku percaya luka yang kau derita hari ini cukup mengingatkan
dirimu."
Thio Si-au tahu semua perkataan empat opas selama ini
bisa dipercaya, maka lekas serunya, "Setelah mengucapkan
janji, ribuan kuda pun tak dapat menariknya kembali "Tentu
saja," Tanpa perasaan mengangguk. "Nah, katakan saja

789
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

secara sukarela," sela si Darah dingin, "sebab memaksa kami


menggunakan cara siksaan pun pada akhirnya kau akan
menjawab juga."
Thio Si-au merasakan rasa sakit yang luar biasa muncul
dari setiap luka di tubuhnya. Tanpa ragu lagi dia pun berkata,
"Baik ... baik ... akan kukatakan..
"Krak!", mendadak terdengar suara gemerutuk dari luar
jendela, seakan ada sesuatu benda yang dilemparkan dekat
jendela dan hancur berantakan.
"Hati-hati!" dengan wajah berubah hebat si Tanpa
perasaan berseru, dua buah batu kerikil segera disambitkan
keluar.
Belum selesai dia berseru, sebuah desingan angin tajam
telah meluncur masuk ke dalam ruangan dan langsung
mengancam tenggorokan si Darah dingin.
Serangan itu muncul secara mendadak, membuat Darah
dingin tak sempat lagi menghindarkan diri, dalam keadaan
kritis, mendadak persendian kakinya terasa kaku dan amat
sakit, lekas dia menjatuhkan diri bertiarap, desingan angin
tajam itupun menyambar lewat persis di atas kepalanya
Rupanya sambitan batu kerikil dari Tanpa perasaan telah
menghantam tulang lutut di kaki kiri dan kanannya, membuat
ia kehilangan tenaga sehingga badannya roboh tertelungkup.
Baru saja si Darah dingin lolos dari ancaman maut,
mendadak terdengar suara gemerutuk bergema dari arah
tulang tenggorokan Thio Si-au, tampak orang itu dengan
wajah ngeri bercampur ketakutan sedang memegangi
tenggorokan sendiri sembari berseru, "Suma
Darah tiba-tiba menyembur keluar dari mulutnya, darah
bercampur hancuran tulang leher, tak sempat menyelesaikan
perkataannya ia sudah roboh tewas di tanah.
Darah dingin segera melejit ke udara dan melesat keluar
ruangan dengan menjebol daun jendela.
"Sam-tiang-leng-gong-soh-ho-ci (ilmu jari tiga kaki
menembus angkasa mengunci tenggorokan)?" pekik si
Pengejar nyawa terkesiap.

790
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Benar!" Tanpa perasaan mengangguk.


Pengejar nyawa kembali menghela napas panjang, ujarnya,
"Cukat-sianseng pernah berkata, di antara ketiga belas orang
pembunuh itu ada seorang di antaranya pernah
menghancurkan biji tenggorokan si petugas kentongan
dengan ilmu jari tiga kaki menembus angkasa mengunci
tenggorokan, waktu itu aku pun lantas berpikir, dalam dunia
persilatan hanya ada tiga orang yang menguasai kepandaian
itu, tapi rasanya dari ketiga orang itu tak nanti mereka sudi
melakukan perbuatan sebejad ini... ai, tak tahunya ternyata
Suma Huang-bong dari Cap-ji-lian-huan-wu belum mampus."
"Ya, seandainya Thio Si-au menjelang ajalnya tidak
meneriakkan kata 'Suma', mungkin hingga kinipun tak ada
yang bisa menebak siapa gerangan orang yang dimaksud,"
Tanpa perasaan menambahkan.
"Berarti tinggal enam orang pembunuh?" kata si Pengejar
nyawa.
"Benar."
"Mungkinkah salah seorang di antaranya adalah Suma
Huang-bong?"
"Benar!"
"Bagaimana kepandaian silat yang dimiliki Suma Huang-
bong dibandingkan Mo-sam Ha-ha?" "Hampir seimbang."
Pengejar nyawa kembali menghela napas panjang.
"Hai ... kalau begitu, kenapa kau masih tidak membantu
Su-sute melakukan pengejaran? Buat apa kau mengurusi aku?
Apalagi masih ada lima orang pembunuh yang belum jelas
identitasnya, jangan sampai lantaran aku, jejak ini kembali
terputus!"
"Tidak usah kuatir, aku tahu dimana letak sarang mereka."
"Sebelah selatan perkampungan Sebun berbinar sepasang
mata si Pengejar nyawa.
"Sebelah utara lembah Auyang," sambung si Tanpa
perasaan cepat.
"Benar. Bukankah sewaktu sesumbar tadi secara tidak
sengaja Sebun-kongcu telah menyinggung soal lembah

791
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Auyang? Bahkan secara terang-terangan mengakui kalau dia


adalah pos penghubung selatan."
"Oleh sebab itu aku mesti berangkat dulu ke Lembah
Auyang untuk melihat keadaan!"
Pengejar nyawa tertawa getir.
"Kalau sampai Auyang Toa yang sangat tersohor namanya
di kolong langit pun sudah menjadi seorang pembunuh,
kenapa kau masih belum juga berangkat ke sana?" katanya.
"Justru lantaran jagoan tangguh seperti Auyang Toa pun
sudah terjun ke air keruh, maka aku semakin tak boleh
meninggalkan dirimu seorang diri. Sekarang kau berada dalam
kondisi luka parah, bila mereka gunakan kesempatan ini untuk
menganiayamu, mungkin sulit bagimu untuk lolos dari maut."
"Lantas kau harus menunggu sampai kapan?" tanya si
Pengejar nyawa dengan nada terharu.
"Bila empat bocah pedang sudah tiba di sini, akan kusuruh
mereka mengantarmu pulang dulu ke istana Cukat-sianseng.
Dengan kemampuan mereka ditambah kau, biar Auyang Toa
turun tangan sendiri pun aku yakin kalian masih bisa
membendung serangan mautnya."
"Jadi kau benar-benar menginginkan aku pulang duluan?"
tanya Pengejar nyawa sambil tertawa getir.
"Luka yang kau derita saat ini cukup parah," ujar Tanpa
perasaan dengan wajah serius, "kalau tidak pulang duluan,
bagaimana mungkin kami bisa bekerja dengan perasaan
tenang?"
Kemudian setelah menarik napas panjang, pintanya, "Bila
kau masih menaruh sedikit saja perasaan percaya kepada
Toasuhengmu ini, berilah muka kepadaku, pulanglah duluan."
Didesak cara begitu, mau tak mau terpaksa Pengejar
nyawa menghela napas panjang.
"Kalau begitu, baiklah!"
"Sebentar lagi empat bocah pedang akan tiba di sini," hibur
Tanpa perasaan lebih jauh, "bila di tengah jalan nanti kau
bertemu dengan Ji-sute, suruh dia langsung berangkat ke
lembah Auyang untuk melakukan pengintaian."

792
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Baik!" sahut Pengejar nyawa sambil menghela napas,


"semoga Toa-suheng baik-baik menjaga diri."
Ketika Darah dingin menerjang keluar ruangan, bayangan
manusia di luar jendela itu segera berkelebat pergi
meninggalkan tempat itu.
Melihat orang itu melarikan diri, Darah dingin pun segera
mengerahkan segenap tenaga yang dimilikinya untuk
melakukan pengejaran.
Yang satu kabur yang lain mengejar, kejar kejaran pun
berlangsung hingga belasan li jauhnya.
Ternyata ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu
hampir berimbang dengan Ginkang yang dimiliki Darah dingin,
semakin mengejar Darah dingin semakin bersemangat,
akhirnya dia pun berlari semakin cepat dan gencar.
Lambat-laun orang itu mulai kelelahan, dengus napasnya
yang agak terengah mulai terdengar dari kejauhan.
"Suma Huang-bong, kau tak bakal lolos dari kejaranku!"
Darah dingin mulai berteriak keras.
Waktu itu rembulan yang melengkung bagai sabit sudah
condong ke langit barat, di antara kabut tebal yang
menyelimuti permukaan tanah, terlihat bentangan tanah di
hadapan mereka adalah sebuah tanah kuburan yang luas.
Tanah kuburan itu sangat kacau dan sama sekali tidak
terawat, tampak bayangan manusia berkelebat, tahu-tahu
Suma Huang-bong sudah menyelinap masuk ke balik sebuah
batu nisan yang besar.
Darah dingin segera menghentikan langkahnya, setelah
menyapu pandang sekejap batu nisan yang amat besar itu,
ujarnya, "Suma Huang-bong, apakah kemampuanmu cuma
bisa membokong orang? Kemana kau kubur semua
keberanianmu untuk membunuh orang di hadapan umum?"
Suara tertawa seram berkumandang dari balik kuburan,
kemudian terdengar orang itu mengejek dengan suara tajam,
"Jadi kau sudah tahu namaku?"

793
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Waktu itu kabut tebal masih menyelimuti permukaan tanah,


sesaat menjelang datangnya fajar biasanya merupakan saat
yang paling gelap.
"Tentu saja, kau bernama Suma Huang-bong!" sahut si
Darah dingin.
"Betul. Huang-bong ... kuburan terbengkalai ... hahaha ...
barang siapa berani memasuki kuburan yang terbengkalai,
biar mati pun tak perlu tempat kubur ..."
Mendadak dia muncul dari balik kuburan.
Biarpun si Darah dingin bernyali besar pun tak urung dibuat
terperanjat juga oleh ulah orang itu.
Di bawah sinar rembulan yang redup, tampak lelaki yang
bernama Suma Huang-bong itu berambut panjang tak
terawat, berwajah penuh codet bekas bacokan dengan panca
indera yang aneh dan luar biasa besarnya, kulit mukanya
penuh lipatan dan kerutan hingga kalau dipandang dari
kejauhan persis seperti daging mayat yang mulai membusuk,
sungguh menakutkan.
Terdengar Suma Huang-bong tertawa seram sembari ber-
pekik, "Kabut telah datang ... kabut telah datang ... tangis
setan di balik kabut, hujan turun menambah kepedihan
Waktu itu kabut memang sangat tebal, sedemikian tebalnya
hingga jarak pandang satu kaki pun tidak terlihat, bukan
hanya benda di sekeliling jadi buram, bayangan hitam Suma
Huangbong pun tak nampak jelas, dari kejauhan hanya
terlihat bayangan tipis yang bergerak, persis seperti setan iblis
yang sedang bergentayangan.
"Lihat pedang!" mendadak si Darah dingin membentak
nyaring.
Kutungan pedangnya langsung menusuk ke balik kabut
tebal, membelah lapisan kabut dan menusuk ke pusat lapisan
kabut tebal itu.
Tiba-tiba berkilauan dua titik cahava kuning dari balik kabut
tebal, Suma Huang-bong dengan masing-masing tangan
menggenggam sebuah sekop tembaga melancarkan bacokan
secepat kilat, "Cring!", bacokan itu langsung menjepit

794
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kutungan pedang si Darah dingin yang sedang menusuk


datang.
Tidak banyak jagoan di kolong langit yang mampu menjepit
kilatan pedang si Darah dingin, bahkan jagoan tangguh
macam Sebun-kongcu pun membutuhkan dua ratus empat
puluh dua jurus sebelum berhasil menjepit pedang jagoan ini.
Sambil mengerahkan tenaga dalamnya si Darah dingin
menggerakkan badan pedang, ketika kutungan pedang saling
bergesek dengan sekop tembaga itu, segera berkumandanglah
suara gemerutuk yang sangat menusuk pendengaran.
Diam-diam ia merasa terkejut juga, namun rasa kagetnya
tidak membuat dia salah tingkah atau gelagapan, sebab
serangannya yang paling diandalkan belum lagi dilancarkan.
Serangan andalannya itu sangat dahsyat, jangankan musuh
yang berada di hadapannya sekarang, musuh tangguh yang
tiga kali lipat lebih hebat dari orang inipun pernah tewas
termakan serangan itu. .
Belum habis ingatan itu melintas, mendadak tanah dimana
kakinya berpijak merekah ke samping dan muncul sebuah
liang besar, dari balik liang itulah muncul sepasang tangan
yang pucat pasi tanpa warna darah, secepat sambaran petir
mencengkeram sepasang tumitnya.
Tiba-tiba terdengar suara bentakan nyaring bergema dari
balik kabut di tempat kejauhan sana, sebilah pedang dengan
ronce warna merah tahu-tahu menusuk tiba dan langsung
membelah pekatnya sang kabut.
Beberapa kejadian itu berlangsung hampir bersamaan
waktunya, karena sepasang kakinya tergenggam, sulit bagi si
Darah dingin untuk menghindarkan diri, satu-satunya cara
hanyalah membuang pedangnya dan menyambut tibanya
serangan tombak itu dengan tangan telanjang.
Baru saja si Darah dingin mengendorkan tangannya, tiba-
tiba Suma Huang-bong merentangkan pula sepasang
sekopnya, lalu secepat sambaran petir menggapit sepasang
bahu Darah dingin dari kiri dan kanan.

795
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Seketika juga si Darah dingin merasakan tenaga tekanan


yang sangat kuat bagai tindihan sebuah bukit karang dan
gulungan ombak di tengah topan menghimpit tubuhnya,
karena sepasang tangannya tak mungkin lagi bisa digerakkan,
lekas dia mengerahkan tenaga dalam untuk melawan,
Saat itulah tusukan tombak panjang itu telah tiba di depan
mata, langsung menyapu wajahnya.
Tombak ini bukan saja amat panjang, juga besar sekali,
andaikata sampai tertusuk wajahnya, aneh kalau raut muka
itu tidak porak poranda seperti disapu angin topan.
Dalam keadaan sepasang tangan terhimpit, sepasang kaki
dicengkeram orang, terpaksa Darah dingin pentang mulutnya
dan menggigit ujung tombak yang menusuk tiba, ternyata
tombak itu tak mampu lagi melanjutkan tusukannya.
Walau begitu seluruh tubuh si Darah dingin pun ikut tak
mampu bergerak lagi, dia sudah kehilangan peluang untuk
menggeserkan badannya.
Tombak itu panjang, ujung lain tombak masih berada di
balik kabut tebal, begitu juga si pemegang tombak itu,
tubuhnya masih terbungkus di balik kabut, hanya terdengar
suaranya yang nyaring bagai gembreng tembaga berseru
lantang, "Bagus, bagus sekali! Ternyata kau sanggup
menerima tusukan tombakku ini!"
"Tapi sayangnya saat ini kau ibarat orang yang sudah ke
hilangan tangan, kehilangan kaki dan kehilangan mulut
sambung orang di balik tanah kuburan itu sambil tertawa
serani
Sembari berkata, sepasang tangannya segera menotok
jalan darah di kaki si Darah dingin, lalu setelah melompat
keluar dari dalam liang tanah, katanya lagi diiringi tertawanya
vang menyeramkan, "Sekarang, apapun yang ingin kami
perbuat, mau tak mau kau harus mentaatinya."
"Entah bagaimana keadaan si Darah dingin sekarang?"
dengan perasaan kuatir si Pengejar nyawa berpikir, tandu
bergerak sangat cepat bagaikan terbang, keempat bocah

796
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pedang yang menggotong tandu itu memang memiliki tenaga


dalam yang tangguh.
Matahari di musim panas memang sangat -menyengat, si
l'engejar nyawa sudah bermandikan keringat lantaran
kepanasan, air keringat yang meleleh membasahi tubuhnya
mendatangkan rasa sakit yang luar biasa ketika membasahi
luka di bahunya
Pada saat itulah tiba-tiba ia mendengar suara pekikan
nyaring yang amat keras.
Begitu suara pekikan itu berkumandang, tandu itupun
berhenti seketika.
Begitu lembutnya tandu itu berhenti hingga sama sekali
tidak menimbulkan getaran apapun dalam tandu.
Baru saja tandu itu berhenti bergerak, suara pekikan
nyaring berkumandang lagi untuk kedua kalinya.
Suara pekikan itu berkumandang dari suatu tempat yang
lauh tetapi lebih dekat daripada tempat asal suara pekikan
pertama
Tatkala si Pengejar nyawa menyingkap tirai tandu,
tampaklah lima-enam sosok bayangan sedang melompat
keluar dari tepi jalan.
Si Pengejar nyawa terkesiap, ia jumpai kelima-enam orang
itu muncul dengan wajah gugup bercampur ketakutan,
terdengar salah seorang di antaranya berseru, "Celaka, kita
sudah dikejar hingga tersudut dan tak ada jalan keluar lagi,
terserah apa akibatnya, terpaksa kita harus bertempur habis-
habisan!"
Tapi seorang rekannya yang lain segera berkata dengan
wajah murung, "Kita Kui-hu-jit-gi (tujuh orang gagah lencana
setan) yang mengerubutnya harus kehilangan Lo-ngo yang
kena dibantai, apalagi sisa kita berenam, apa mungkin kita
bisa menghadapinya?"
Seorang yang lain berkata pula, "Tapi kita sudah kabur
sejauh dua ratusan li, akhirnya masih tetap terkejar, daripada
lari terus mending kita mengadu jiwa saja."

797
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Salah seorang di antara kawanan manusia itu segera


melompat naik ke tempat ketinggian dan melongok sekejap
sekeliling tempat itu, mendadak serunya agak panik, "Dia
sudah datang, dia sudah datang, bajingan tengik itu telah
menyusul datang."
Orang yang tampaknya pemimpin kawanan manusia itu
segera menghardik nyaring, "Bagaimanapun juga mari kita
bersembunyi dulu, nanti kita bokong dia beramai-ramai."
Begitu selesai bicara, keenam orang itu segera
menyebarkan diri mencari tempat persembunyian, gerak-
geriknya cepat, gerakan tubuhnya aneh tapi ampuh.
Melihat dan mendengar apa yang berlangsung di hadapan
mereka, seorang bocah berpedang emas segera berbisik,
"Tampaknya kehadiran mereka bukan untuk memusuhi kita."
"Ya, kelihatannya mereka sedang membuat jebakan di sini
untuk membokong orang yang mengejar mereka."
"Aku dengar mereka menyebut diri sebagai si Lencana
setan, entah organisasi atau perkumpulan apa itu?"
"Itu kan harus ditanyakan kepada Sam-susiok."
Mendengar itu, si Pengejar nyawa pun menerangkan,
"Yang dimaksud lencana setan atau kui-hu adalah sebuah
perguruan yang disebut Kui-hu-bun, mereka terdiri dari tujuh
setan setan harta, setan perempuan, setan pembunuh, setan
penipu setan perampok, setan pengkhianat dan setan
perdagangan m.i-nusia. Ketika mereka bertujuh digabung jadi
satu, maka hampir semua perbuatan amoral dan maksiat
mereka lakukan. Sang Lotoa bernama Oh Hui, pandai
menggunakan golok besar, dia selalu mencabut nyawa orang
pada bacokan pertama dan jarang menggunakan bacokan
kedua. Sang Loji bernama Khu Tok, pandai menggunakan
golok tipis, setiap kali membunuh, dia selalu membiarkan
korbannya tewas karena kehabisan darah. Losam bernama
Kwe Pin, penampilannya seperti seorang kuncu, padahal
hatinya busuk dan keji, dia ahli melukai orang dengan senjata
rahasia beracunnya, Losi si nomor empat bernama Kim Hua,
senjata yang digunakan adalah sepasang Boan-koan-pit

798
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

beracun, barang siapa terkena racunnya, tubuhnya akan


membusuk dan hancur dalam tujuh hari. Sang Longo bernama
Ting Hay, sewaktu membantai korbannya, dia paling suka
membuat cacad lawannya dan mengutungi keempat anggota
tubuhnya. Loliok si nomor enam bernama Gui Kian, senjata
andalannya adalah pukulan langsung ke tenggorokan. Lojit
bernama Phang Hi, dia gemar menyiksa dan mengompas
korbannya secara sadis. Konon suatu kali dia pernah
mengompas seseorang sampai empat puluh sembilan kali,
pada hakikatnya orang yang disiksa sudah tak berwujud
manusia lagi."
Ketika mendengar penuturan itu, tanpa terasa keempat
orang bocah pedang itu menggenggam gagang pedang
masing-masing dengan erat, tampaknya emosi mereka
meluap.
Melihat itu si Pengejar nyawa segera berkata sambil
tertawa, "Tak usah emosi, hari ini mereka bertemu dengan
aku, anggap saja hari naas mereka telah tiba, tapi sebelum
bertindak ada baiknya kita lihat dulu siapa yang sedang
mereka incar, apalagi mereka bertujuh sementara lawannya
cuma satu orang, tapi kenyataannya Ting Hay berhasil
dibantai, hal ini menunjukkan kungfu orang itu pasti hebat
sekali."
Sementara itu keenam setan itu sudah menyembunyikan
diri hingga sama sekali tak terlihat dari tepi jalan.
Waktu itulah tampak seorang berjalan mendekat dengan
langkah lebar, baru saja tiba di dekat tempat persembunyian
keenam orang setan itu, si Pengejar nyawa segera dapat
mengenali siapa gerangan orang tadi, tak tahan sapanya, "Ji-
suheng!"
Orang itu kelihatan agak kaget, dengan sinar mata yang
tajam ia berpaling, tapi segera serunya pula kegirangan,
"Sam-sute!"
"Ji-susiok!" empat bocah pedang berseru pula menyapa.

799
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pengejar nyawa segera menyingkap tirai tandu sambil


melesat keluar, sementara si Tangan besi dengan langkah
lebar memburu mendekat.
Tiba-tiba, "Sret, sret!", desingan angin tajam muncul dari
arah belakang, langsung mengancam punggung si Tangan
besi.
Diikuti cahaya tajam berkilauan dari arah depan, serangan
itu langsung mengancam ke arah tenggorokan.
"Sarn-sute, kenapa kau bisa terluka?" tegur si Tangan besi
kaget, biarpun matanya tertuju ke tubuh si Pengejar nyawa,
namun tangan kirinya bekerja meraup berulang kali ke
belakang, tahu-tahu seluruh senjata rahasia yang mengancam
datang sudah tertangkap olehnya.
Kemudian kepalan kanannya meninju ke muka,
menghantam persis di atas cahaya berkilauan itu, ujung
pedang Gui Kian yang menusuk tiba seketika hancur
berkeping-keping, bahkan ada beberapa bilah kepingan yang
menancap di kaki Gui Kian.
Jerit kesakitan segera bergema memecah keheningan, tak
ampun tubuh Gui Kian roboh terjungkal ke tanah.
"Aku tidak apa-apa," jawab Pengejar nyawa sambil tertawa,
"justru keadaan Toa-suheng dan Su-sute yang sedikit rada
gawat."
Baru selesai ia berkata, sebilah golok tipis telah membabat
ke arah sepasang kakinya, sementara sepasang Boan-koan-pit
muncul dari arah lain menotok jalan darah Tay-yang-hiat di
kening kiri kanannya, masih belum cukup, sebilah kapak baja
diayunkan pula membabat tubuh si Tangan besi.
Dengan kaki sebelah, si Pengejar nyawa menginjak golok
tipis itu, baru saja akan menendang dengan kaki yang lain,
tiba-tiba lukanya terasa sakit sekali. Menggunakan
kesempatan itu golok tipis tadi segera ditarik balik kemudian
dibacokkan ke tubuh Pengejar nyawa.
Terpaksa secara beruntun si Pengejar nyawa melancarkan
tujuh jurus serangan dengan empat puluh sembilan
perubahan, dia paksa Khu Tok untuk mempertahankan diri.

800
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Di pihak lain si Tangan besi telah menggetarkan kapak baja


Phang Hi hingga patah, kemudian menangkap pula senjata
Boan-koan-pit yang mengancam keningnya.
Tiba-tiba terdengar suara pekikan nyaring berkumandang
memecahkan keheningan, empat setan yang tersisa segera
ambil langkah seribu dan kabur terbirit-birit meninggalkan
arena pertarungan.
Ternyata orang yang berpekik nyaring tadi tak lain adalah
OhHui.
"Apakah Toa-suheng dan Su-sute telah berjumpa dengan
pentolan ketiga belas orang pembunuh?" tanya si Tangan besi
sambil mengurung Kim Hua.
Walaupun sudah berusaha menerjang ke sana kemari, Kim
Hua tak pernah berhasil menjebol kepungan si Tangan besi,
dalam keadaan begini terpaksa dia harus melakukan
perlawanan dengan sepenuh tenaga.
Phang Hi menggunakan peluang itu untuk melarikan diri.
Pengejar nyawa yang melihat itu segera meluncur ke udara
sambil melayangkan sebuah tendangan maut, arah yang
dihajar adalah dagu lawan.
"Duk!", tubuh Phang Hi mencelat ke udara lalu roboh
terkapar ke tanah dengan batok kepala hancur, hancur seperti
mangkuk tembikar yang dibanting ke tanah.
Sambil tertawa dingin Pengejar nyawa berkata, "Coba kalau
kau tidak kelewat kejam sewaktu mengompas orang, belum
tentu kubantai dirimu hari ini
Lantaran harus melayang sambil melancarkan tendangan,
hawa murninya jadi bergolak dan lukanya pun jadi kesakitan.
Melihat si Pengejar nyawa terpecah perhatiannya, Khu Tok
melancarkan dua serangan ganas secara berbareng kemudian
membalikkan badan dan kabur.
Belum beberapa langkah dia lari, bayangan hijau kembali
berkelebat, tahu-tahu empat bocah berbaju hijau dengan
pedang terhunus telah mengurungnya.
Khu Tok adalah seorang gembong iblis yang membunuh
orang tanpa berkedip, dia paling suka mencincang tubuh

801
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

korbannya hingga hancur, sudah tentu dia tak pandang


sebelah mata terhadap keempat orang bocah cilik itu.
Siapa sangka tiga puluh gebrakan kemudian, bukan saja ia
tak berhasil menguasai keadaan, bahkan serangan keempat
lawannya itu makin lama semakin gencar dan rapat, bukan
saja kerja samanya terjalin sangat ketat, serangannya pun
makin lama semakin telengas.
Dengan perasaan terkejut Khu Tok segera menegur,
"Kalian adalah keempat bocah pedang si Tanpa perasaan?"
Empat bocah pedang itu kembali merubah jurus
serangannya, tiba-tiba empat bilah pedang pendek melesat ke
udara dengan kecepatan tinggi kemudian menusuk ke
sepasang lengan dan kaki lawannya.
Khu Tok tak sanggup menghindarkan diri, tubuhnya
langsung roboh terkapar ke tanah dengan darah bercucuran,
golok tipisnya ikut mencelat hingga terlepas dari tangan.
Dalam pada itu si Tangan besi telah menghancurkan Boan-
koan-pit Kim iiua hingga patah jadi beberapa bagian,
kemudian setelah menghajar tulang kaki lawannya hingga
hancur, ia berkata, "Lebih baik kalian berdua menyerah saja,
pulang ke kota-raja bersamaku untuk mempertanggung
jawabkan perbuatan kalian secara hukum."
Kim Hua masih mencoba untuk kabur, tapi sebuah jotosan
si Tangan besi memaksa orang itu harus berjongkok di
samping Kho Tok dan Gui Kian sambil merintih kesakitan.
Oh Hui sang lotoa dan losam Kwee Pin segera
memanfaatkan kesempatan itu untuk melarikan diri, kemudian
bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari pandangan.
Sepeninggal kedua setan itu, si Pengejar nyawa memang-
gutkan kepala, empat bocah pedang segera menanggapi kode
itu dengan mengikat tubuh Kho Tok dan Kim Hua.
Menggunakan peluang ini, si Tangan besi datang
menghampiri, setelah memeriksa sekejap luka di tubuh si
Pengejar nyawa, tegurnya, "Terluka oleh golok lengkung
orang Biau dan pukulan Tay-jiu-eng keluarga Kwan di
Shantong?"

802
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Benar," sahut Pengejar nyawa sambil menghela napas, "Ji-


suheng, mungkin saat ini Toa-suheng dan Su-sute sudah
bertemu dengan mereka, nanti saja baru kuceritakan kisah itu
kepadamu."
Kurang lebih delapan puluh tujuh li dari Lembah Auvang
terdapat sebuah tempat yang disebut Sam-sek-kiok (Tiga
tempat pelepas lelah).
Tempat ini dinamakan Sam-sek-kiok karena di situ memang
terdapat tiga buah tempat yang bisa digunakan para
pelancong untuk melepaskan lelah.
Tempat pertama adalah Sui-tau-hu (tahu air), konon
kembang tahu buatan tempat ini amat tersohor hingga
terkenal sampai dimana-mana.
Apalagi di musim panas seperti sekarang ini, dimana orang
gampang dahaga, kembang tahu memang cocok untuk
dinikmati, ditambah lagi si penjual tahu adalah seorang nona
vang sangat ramah dalam melayani tetamunya, siapa
orangnya yang tak ingin mencicipi 'tahu'nya?
Apa mau dikata, hari ini kedai kembang tahu ternyata tidak
buka dasaran. Si Tanpa perasaan yang merasa sangat dahaga
terpaksa harus beralih tujuan, ia mendekati tempat kedua,
sebuah kedai yang berada di bawah sebuah pohon besar yang
rindang, seorang burik menjual wedang teratai di situ.
Tempat teduh ketiga terlihat berada di kejauhan sana,
sebuah kedai yang menjual sau-pia (kue goreng) serta susu
kedelai, selain bisa menghilangkan dahaga, juga dapat
menangsal perut yang lapar.
Tampaknya si tauke penjual sau-pia merasa sangat tidak
puas ketika melihat ada tamu mendekati warung si burik, dari
kejauhan dia berteriak lantang, "He ... tetamu ... kalau ingin
menghilangkan dahaga, datanglah ke warung kami, susu
kedelai yang lembut tanggung membuat kau merasa puas,
jualan kami jauh lebih bersih dan sehat ketimbang wedang
teratai jualan si burik itu!"
Mendengar teriakan itu, si burik naik pitam, kuatir si Tanpa
perasaan berpindah ke warung orang hingga dia kehilangan

803
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

langganan, sambil menahan tandunya dia balas mengumpat,


"He penjual sau-pia, tutup mulut busukmu! Jangan kau
bandingkan susu kedelaimu yang diambil dari air pecomberan
dengan dagangan kami, berani amat kau berebut tamu
dengan aku!"
Meluap amarah si penjual sau-pia mendengar umpatan itu,
tiba-tiba dia berlari mendekat, lalu sambil menuding hidung si
burik umpatnya, "Kau anggap wedang terataimu bersih? Sama
saja, bekas binimu semalam juga kau campurkan ke situ
Secepat kilat si burik mencengkeram tangan si penjual sau-
pia, teriaknya, "Katakan sekali lagi, cepat katakan sekali lagi
Si penjual sau-pia membalikkan tangan seraya mendorong,
balasnya, "Kenapa aku tak berani bicara? Memangnya takut
kepadamu?"
Dengan sempoyongan si burik terjatuh ke samping tandu,
sekuat tenaga dia mencekal tangan si penjual sau-pia sambil
mencaci maki, "Kau si anak jadah
Selama dua orang itu saling dorong, si Tanpa perasaan
>ang berada di dalam tandu sama sekali tak bergerak,
bercak? pun tidak.
Tiba-tiba pertengkaran biasa seorang penjual wedang tera
tai melawan penjual sau-pia berubah jadi sebuah kejadian
yang luar biasa, saat itulah mendadak tubuh si burik
menyelinap masuk ke hadapan tandu kemudian kilatan cahaya
tajam me nyembul keluar dari balik tangannya.
Tak ada yang sempat melihat jelas benda apa yang dia
lontarkan, sebab gerakan itu dilakukan secepat kilat.
Bersamaan dengan berkelebatnya cahaya tajam itu masuk
ke balik tirai tandu, bergema suara dengusan tertahan, tiada
jerit kesakitan, tiada jeritan orang sekarat.
Sesosok bayangan putih tanpa kaki nampak melambung ke
udara dengan kecepatan tinggi.
"Sret!", sekali lagi cahaya tajam berkilauan muncul dari
balik tandu dan meluncur balik ke tangan si burik, ternyata
benda itu adalah sepasang gelang baja, pada gigi gelang
terselip hancuran kayu.

804
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika si Tanpa perasaan masih melambung di udara,


kembali terlihat sesosok bayangan manusia melambung pula
ke angkasa.
Orang itu tak lain adalah si penjual sau-pia, entah sedari
kapan dalam genggamannya telah bertambah dengan sebuah
kipas, sewaktu kipas itu dibentangkan maka terbacalah empat
huruf besar di permukaan kipas itu, tulisannya adalah: "Siapa
menentang aku, mati!"
Baru saja tulisan itu terbaca jelas, paling tidak ada dua
puluh jenis senjata rahasia yang lembut kecil, ada yang
terbang lurus, ada pula yang berpusing, menghajar tubuh si
Tanpa perasaan yang masih melambung di udara.
Dari balik tubuh si Tanpa perasaan segera meluncur keluar
tujuh-delapan buah titik cahaya berwarna hitam.
Ketujuh-delapan titik cahaya hitam itu mula-mula
menghantam dulu senjata rahasia yang tiba duluan, begitu
terjadi tumbukan, senjata rahasia itu tidak lantas rontok tapi
menumbuk kembali senjata rahasia yang datang belakangan,
setelah membaur jadi satu, seluruh senjata rahasia itu
berguguran ke tanah.
Sebelum semua senjata rahasia itu rontok mencapai tanah,
si Tanpa perasaan telah melayang balik ke dalam tandunya.
Kembali si burik menggetarkan tangannya, "Wes!", cahaya
tajam lagi-lagi meluncur dari tangannya menyambar ke udara
dan "Duk!", menghajar ke tengah tandu.
Namun pada saat itulah selembar lempengan baja muncul
di depan tandu itu dan "Cring!", babatan senjata itupun
tertahan oleh lapisan baja itu.
Percikan bunga api segera menyebar ke empat penjuru,
tapi gara-gara benturan itu tenaga serangan pun bertambah
lemah, sapuan itu seketika melenceng ke samping.
Lekas si burik menyambar balik senjatanya, namun air
mukanya telah berubah jadi berat dan serius.
Dalam pada itu si penjual sau-pia telah berjumpalitan di
udara sembari membanting diri ke bawah, senjata kipasnya

805
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

langsung menghajar batok kepala orang yang berada di dalam


tandu.
"Tring!", lagi-lagi muncul sebuah lempengan baja di atap
tandu, karena tidak menduga akan hal ini, serangan kipas pun
tak sempat ditarik balik, diiringi benturan nyaring, kipas itu
segera menyodok di atas lempengan itu.
Tampaknya kepandaian silat yang dimiliki penjual sau-pia
cukup tangguh, memanfaatkan tenaga pantulan yang terjadi,
ia melayang ke samping kemudian turun ke permukaan tanah.
Si burik segera tertawa dingin, serunya lantang, "Bagus,
kalau kau merasa punya kepandaian, ayo cepat keluar, jangan
bersembunyi terus macam kura-kura .... Kalau tidak juga
keluar dari situ, jangan salahkan kalau kudorong tandumu
hingga tercebur ke jurang."
Sembari berkata dia rentangkan sepasang tangannya dan
siap memdorong tandu itu.
"Hati-hati!" mendadak si penjual sau-pia memperingatkan.
Baru dia berteriak, dua desingan angin tajam sudah meluncur
keluar dari balik lempengan baja, dua batang anak panah kecil
melesat ke udara dengan kecepatan luar biasa.
Si burik terkesiap, waktu itu lengannya sudah direntangkan,
mau mundur juga tidak sempat lagi. Cahaya tajam segera
berkilauan, "Wes!", sebatang anak panah berhasil dihajar
hingga rontok, tapi sebatang yang lain segera menghajar
dadanya.
Di saat yang kritis itulah terlihat bayangan manusia
berkelebat, dengan ibu jari dan jari telunjuknya si penjual sau-
pia menjepit anak panah itu.
Si burik benar-benar terperanjat bercampur ngeri, lekas dia
mundur hingga sejauh sepuluh kaki lebih.
Sementara si penjual sau-pia masih berdiri di hadapan
tandu berlapis baja itu dengan pandangan dingin, jari
tangannya masih menjepit anak panah itu.
"Auyang Kokcu, cepat amat gerak tubuhmu!" tiba-tiba
terdengar si Tanpa perasaan memuji dengan suara hambar.

806
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mula-mula si penjual sau-pia itu agak melengak, tapi


kemudian sahutnya sambil tertawa dingin, "Tidak berani!"
"Ilmu kipas sakti Yin-yang-sin-san milikmu kelewat
tangguh, kalau seorang penjual sau-pia bisa memiliki
kepandaian semacam ini, hm luar biasa namanya," ujar Tanpa
perasaan dingin.
Auyang Toa mengangkat bahunya, tiba-tiba ia tertawa
lebar.
"Bagaimana pun seorang opas ampuh memang memiliki
ketajaman mata yang luar biasa, tak kusangka kau berhasil
membongkar penyamaran kami," katanya.
Kembali Tanpa perasaan mendengus dingin.
"Sam-sek-kiok sudah tersohor hampir belasan tahun
lamanya, kalau beberapa sobat lama yang bekerja di tempat
yang sama selama puluhan tahun pun masih ribut tiap hari
untuk memperebutkan tetamu, kejadian ini sangat aneh, bisa
jadi sudah sejak lama tak ada tamu yang berani berkunjung
kemari lagi."
"Oh, rupanya aku telah salah memperhitungkan hal ini,"
Auyang Toa berseru tertahan.
Kembali Tanpa perasaan berkata, "Biarpun kalian saling
dorong seperti anak kecil, namun setiap gerakan yang kalian
lakukan semuanya beraturan, jelas merupakan gerak dasar
seorang ahli silat. Sekilas pandang saja aku tahu kalau kalian
sengaja menyembunyikan kungfu asli dan pura-pura berlagak
untuk mengelabui orang."
Auyang Toa menggeleng kepalanya berulang kali, sekali
lagi dia bentang lebar kipasnya, kemudian sambil berkipas
katanya, "Percuma memiliki kungfu hebat, kenyataannya toh
kami tak mampu menjebol tandu milikmu itu."
Tanpa perasaan tidak mengomentari pernyataan itu, tiba-
tiba ujarnya, "Kalau aku tidak salah lihat, bukankah rekanmu
itu adalah jago golok nomor wahid wilayah Biau, Bu-to-siu si
kakek tanpa golok Leng Liu-peng?"
Semula si burik nampak kasar bercampur bengis, tapi
sekarang sikapnya telah berubah jadi dingin menggidikkan

807
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

hati, dengan pandangan tajam dia mengawasi tandu itu, lalu


ujarnya, "Betul, aku memang Leng Liu-peng. Kau berhasil
menghindari dua bacokan golokku, tapi aku nyaris terhajar
dua batang anak panahmu, kagum! Sungguh mengagumkan!"
Tampaknya si Tanpa perasaan yang berada dalam tandu
ikut bergetar hatinya, jelas ucapan itu merupakan
penghormatan seorang ahli terhadap ahli yang lain.
"Kau tak perlu merendah," ujarnya kemudian, "aku bisa
menghindari dua bacokan mautmu karena mengandalkan
kehebatan tandu ini, coba kalau tanpa tandu, belum tentu aku
sanggup menghadapinya. Apalagi serangan tanpa golokmu
belum kau gunakan, perkataanmu tadi kurang adil bagimu."
Perlu diketahui. Leng Liu-peng merupakan jago paling
ampuh di antara empat pengguna golok asal wilayah Biau.
Cahaya bangga terlintas di wajah Leng Liu-peng setelah
mendengar perkataan si Tanpa perasaan, ia hanya
membungkam diri tanpa bicara lagi.
Sedang Auyang Toa segera berkata, "Kami sudah
melancarkan serangan bokongan terhadapmu, kenapa kau
tidak melancarkan serangan balasan?"
Tanpa perasaan yang berada di dalam tandu tidak langsung
menjawab, setelah termenung beberapa saat dia baru
berkata, "Karena bokongan kalian tidak berhasil, maka aku
mendapat kesempatan untuk melancarkan serangan balasan
walau akhirnya berhasil dipunahkan kalian, sekarang bila aku
mesti menyerang kalian dengan berhadapan, jangan lagi mesti
menghadapi dua musuh tangguh sekaligus, kemungkinan
menang bagiku rasanya kecil sekali.'
Mendengar itu Auyang Toa segera tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha ... benar juga perkataanmu itu. Sebaliknya aku
pun ingin sekali melancarkan serangan lagi, tapi melihat kau
bersiaga penuh di dalam tandumu, aku rasa kami pun hanya
mempunyai kemungkinan empat bagian untuk meraih
kemenangan. Tanpa keyakinan yang melebihi enam bagian
biasanya aku tak akan melakukannya."

808
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bagus," jengek Tanpa perasaan kemudian sambil tertawa


dingin, "kalau memang begitu, kenapa kalian masih belum
pergi juga dari sini?"
"Baik, kami akan pergi dari sini. Tapi sepanjang jalan kami
akan selalu berusaha mencari peluang untuk memancing kau
meninggalkan tandu, kemudian menyergapmu secara tiba-
tiba, jadi lebih baik kau bersikap lebih hati-hati."
"Terima kasih atas perhatianmu, aku akan bertindak lebih
hati-hati!" sahut Tanpa perasaan sambil mendengus dingin.
Kembali Auyang Toa terlawa tergelak.
"Hahaha ... aku segera akan pergi dari sini. Namun
sebelum berangkat, aku ingin mencoba dirimu sekali lagi."
"Mau mencoba dengan cara apa?"
"Aku mempunyai keyakinan delapan bagian atas percobaan
ini
Tiba-tiba kipasnya dikebaskan ke muka, dua titik cahaya
tajam langsung melesat ke depan dan menerobos masuk
melalui lubang kecil di bawah tirai tandu itu, sebuah lubang
kecil yang tak gampang diketahui orang.
Dari lubang kecil itulah suara Tanpa perasaan
berkumandang keluar.
Sedemikian cepatnya perubahan itu membuat orang tidak
menyangka sama sekali, bahkan Leng Liu-peng sendiri pun
tidak menyadari akan hal itu, menanti ia sadar akan kejadian
itu, jarum beracun itu sudah menerobos masuk melalui lubang
kecil itu, tepat dan sama sekali tidak melenceng.
Jarum beracun itu adalah jarum beracun yang mematikan
begitu bertemu darah.
Dengusan tertahan segera berkumandang dari balik tandu.
Auyang Toa kegirangan setengah mati, teriaknya sambil
tertawa terbahak-bahak, "Roboh kau! Roboh kau!"
Mendadak lempengan baja yang melapisi tandu bagian
depan terbuka ke atas, menyusul tampak si Tanpa perasaan
melotot ke arahnya dengan mata mendelik, di antara getaran
sepasang tangannya, paling tidak ada dua-tiga puluh jenis
senjata rahasia segera beterbangan di angkasa.

809
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Senjata rahasia itu ada yang menghajar ke depan, ada


yang ke belakang, ada yang ke sisi kiri dan ada pula yang ke
'sisi kanan, bahkan ada di antaranya yang berpusing menuju
ke belakang kemudian mengancam punggung lawan.
Begitu melihat si Tanpa perasaan menampakkan diri di
hadapannya tadi, Auyang Toa sudah terperanjat, lekas dia
melambung ke udara, kipasnya dibalik lalu dikebaskan ke
samping, dia memutar senjatanya sedemikian rupa
membentuk selapis jaring cahaya yang rapat dan sukar
tertembus air hujan sekalipun.
Leng Liu-peng yang menyaksikan kejadian itupun ikut
terkejut, segera dia membentak gusar, tangannya diayun ke
depan dan sekilas cahaya tajam segera menyambar ke muka.
"Krak!", diiringi suara nyaring, lempengan baja di pintu
depan randu itu menutup kembali, kilatan cahaya tajam itupun
segera berputar di tengah jalan dan kembali ke tangan Leng
Liu-peng.
"Tring, tring, tring", dentingan nyaring bergema susul
menyusul, kedua-tiga puluh senjata rahasia itu segera
berguguran ke tanah, menyusul kemudian Auyang Toa
melayang turun ke permukaan tanah, namun bahunya
kelihatan sudah basah kuyup oleh cucuran darah.
"Kau tidak apa-apa bukan?" Leng Liu-peng segera
memburu maju sambil bertanya.
Auyang Toa menggeleng kepala berulang kali, setelah
tertawa paksa sahutnya, "Sungguh tak disangka, pada
akhirnya aku sendiri yang terkena jebakanmu. Aku lupa
kakimu cacad, aku rasa kedua batang jarum Kian-hiat-coat-
mia-siu-hun-ciam (jarum pembetot sukma bertemu darah
merenggang nyawa) yang kusambit masuk melalui lubang
kecil itu hanya menghajar di atas bajumu bukan?"
Tanpa perasaan mendengus dingin dan tidak memberi
tanggapan.
Auyang Toa kembali berkata, "Untung senjata rahasiamu
tak ada yang dipoles racun, kalau tidak, kali ini mungkin aku
sudah mendapat musibah besar."

810
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Selamanya senjata rahasiaku tak perlu dipoles racun,"


dengus Tanpa perasaan ketus.
Auyang Toa agak tertegun, tapi kemudian ia tertawa
tergelak, "Hahaha ... bagus, punya semangat! Kau memang
tak malu disebut jagoan senjata rahasia! Cuma kau mesti
ingat, kegagalanmu merobohkan aku pada hari ini tak nanti
akan terulang lagi di masa mendatang. Baik, selamat tinggal."
Dia lipat sejata kipasnya, lalu beranjak pergi dari situ
dengan langkah lebar.
Leng Liu-peng mengawasi pula tandu itu sekejap dengan
pandangan mendalam, kemudian katanya sebelum beranjak,
"Semoga di kemudian hari kau bisa keluar dari tandumu dan
beradu senjata rahasia melawan aku."
Di bawah teriknya matahari, tandu itu masih tetap tak
bergeser dari posisi semula.
Lewat lama sekali, matahari sudah berada di tengah
angkasa, ketika bayangan tandu makin mengecil, pintu depan
tandu itu baru pelahan-lahan terbuka dan muncullah wajah si
Tanpa perasaan yang murung.
Waktu itu dia pun sedang berpikir, "Siapa bilang aku tak
ingin menampilkan diri untuk berduel melawan Leng Liu-peng?
Tapi kalau aku harus satu melawan dua, jelas aku masih
bukan tandingan Auyang Toa berdua. Ai ... entah bagaimana
keadaan si Darah dingin yang mengejar Suma Huang-bong?
Bisa jadi kondisi mereka lebih banyak celaka daripada selamat
0oo0
"Banyak celaka daripada selamat?" bocah berpedang emas
mengedipkan mata berulang kali, setelah garuk-garuk kepala
dan tertawa, lanjutnya, "Mana mungkin? Ilmu pedang yang
dimiliki Su-susiok sangat tangguh, apalagi masih ada Suhu
yang membantu, tak nanti dia tertimpa musibah."
Pengejar nyawa tertawa hambar, kembali dia meneguk
araknya.
Ketika para tamu warung melihat ada seorang lelaki terluka
yang dekil berduduk bersama empat orang bocah berbaju

811
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

hijau, tanpa terasa mereka berpaling dan memperhatikan


dengan sorot mata keheranan.
Pada saat itulah dari luar kedai terdengar seorang berseru
dengan suara merdu, "Tahu air ... tahu air
Sambil berteriak menawarkan barang dagangannya, orang
itu menyerbu masuk ke dalam ruang kedai.
Beberapa pelayan segera maju mengepung dan mengusii
nya keluar sembari memaki, "Perempuan sialan, masakah
berjualan sampai ke dalam kedai orang."
"Coba kalau bukan kulit tubuhmu putih mulus, sedari tadi
sudah kulempar tubuhmu keluar dari sini."
Teriakan itu segera menyadarkan beberapa berandal untuk
memanfaatkan kesempatan, beberapa orang segera tampil ke
depan seraya berseru, "Wah ... cantik juga gadis ini!"
"Benar, kita harus mencicipi 'tahu'nya!"
"Aku lihat tahunya pasti empuk, putih dan nikmat!" Sambil
menggoda mereka maju merubung, bahkan ada beberapa di
antaranya mulai usil dengan menjawil pantatnya.
Melihat tingkah laku kawanan berandal itu, keempat bocah
pedang mulai tak bisa menahan diri, dengan mata melotot dan
wajah merah padam, mereka siap turun tangan.
Tapi melihat si Pengejar nyawa tidak memberi izin, mereka
tak berani bertindak gegabah, beberapa saat kemudian,
paman guru mereka memanggutkan kepala, serentak mereka
melompat ke depan dengan wajah berseri.
Begitu tiba di belakang keenam orang berandal itu, si
bocah berpedang perak segera membentak, "He, kawanan
anjing, memangnya kalian anggap hukum tidak berlaku di
sini?"
Mula-mula berandalan itu agak terkejut, tapi setelah
berpaling dan melihat mereka tak lebih hanya beberapa orang
bocah, seketika sambil tertawa menyeringai bentaknya keras,
"Maknya, sialan, aku kira siapa yang datang, ternyata hanya
beberapa orang anak jadah!"

812
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Hm, bocah ingusan sudah berani mengumpat tuanmu,


tampaknya kau memang sudah bosan hidup," seru seorang
lelaki berwajah garang gusar.
Sambil berseru dia segera merentangkan tangan sambil
melancarkan cengkeraman.
Tiba-tiba terdengar si bocah berpedang besi berteriak
keras, "Paman guru ketiga, buat seorang hidung belang yang
suka menganiaya seorang bocah, hukuman apa yang paling
pantas?"
"Harus diganjar badan sakit semua!" jawab si Pengejar
nyawa setelah meneguk araknya.
Baru selesai ia berkata, empat cahaya pedang telah
berkelebat di angkasa dan keenam orang berandal itu tahu-
tahu sudah roboh terjungkal sambil mengaduh, ada yang
segera berjongkok minta ampun, ada pula yang jatuh pingsan
lantaran kesakitan. Dari keenam orang itu, dua orang
kehilangan jari tangan, satu kehilangan kaki, dan satu
tercongkel otot kakinya hingga tak mampu merangkak
bangun.
Selama hidup belum pernah para tetamu warung
menyaksikan serangan pedang secepat itu, hampir semua
yang hadir jadi melongo dan berdiri tertegun.
Tampaknya si nona pun agak tertegun, tapi tak selang
lama ia sudah menangis tersedu-sedu, sambil menjura ke arah
keempat bocah pedang itu, ujarnya, "Siauya berempat, terima
kasih atas pertolonganmu, aku tak tahu bagaimana harus
membalas budi kebaikan ini
"Cici tak usah berlaku sungkan," sahut bocah berpedang
besi cepat, "lebih baik lain kali bertindak lebih hati-hati, sebab
nona secantik Cici memang paling gampang memancing
godaan dan tangan jahil"
Mendengar perkataan itu si nona segera tersenyum
kembali, katanya, "Sungguh tak kusangka dengan usia
semuda ini dan kungfu sehebat itu, kalian tidak gampang
kesemsem oleh kecantikan wajah seseorang."

813
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Nona cantik sekali, siapa bilang kami tak kesemsem?"


sahut bocah berpedang emas tertawa.
"Coba lihat lagak kalian," kata si nona sambil tertawa,
"dianggapnya kalian memang benar-benar tajam
penglihatan?"
Begitu selesai bicara, tahu-tahu dalam genggaman nona itu
telah bertambah dengan sepucuk Thiat-lian-hoa, bunga teratai
baja, secepat sambaran kilat senjata itu langsung menyodok
ke tubuh si bocah berpedang emas.
Melihat datangnya ancaman, ketiga orang bocah pedang
lainnya terperanjat, belum sempat mereka berbuat sesuatu,
mendadak melesat lewat kuncup bunga teratai dari balik
senjata lawan dan langsung menghajar tubuh bocah
berpedang perak hingga roboh terjengkang.
Baru saja bocah berpedang tembaga akan mencabut
pedangnya, sebuah totokan di dadanya membuat ia
terjungkal, sementara si bocah berpedang besi baru saja
melepaskan satu tusukan, mendadak dari balik senjata teratai
itu menyembur keluar segumpal asap merah, tak ampun
tubuhnya ikut roboh terkapar di atas tanah.
Perubahan ini terjadi sangat tiba-tiba, bukan saja semua
tamu dalam kedai dibuat terkesiap, termasuk kawanan
berandal itupun ikut dibuat tertegun saking kagetnya.
Paras muka si Pengejar nyawa berubah hebat, ketika ia
menyadari ada sesuatu yang tak beres dan baru saja akan
berteriak memperingatkan, pihak lawan telah turun tangan
terlebih dahulu.
Serangan ini sangat mendadak dan sama sekali di luar
dugaan, sedemikian cepatnya sampai keempat bocah pedang
yang mendapat didikan langsung dari si Tanpa perasaan dan
Cukat-sianseng pun tak mampu meloloskan diri.
Terdengar nona itu tertawa dingin, sepasang kakinya
melepaskan serangkaian tendangan berantai membuat dua
tong tahu mencelat ke udara kemudian mengguyur tubuh
keenam orang berandal yang masih tergeletak di tanah.

814
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bukankah kalian ingin mencicipi tahuku? Sekarang


makanlah sepuasnya!" hardik nona itu dengan wajah hijau
mem-besi.
Tak terkirakan rasa kaget dan takut keenam orang berandal
itu, hantaman tahu yang mengguyur dari balik tong membuat
tubuh mereka terluka parah, jerit kesakitan bergema tiada
hentinya, tak lama kemudian tampak tubuh mereka
mengejang keras lalu putuslah nyawa orang-orang itu.
Kematian kawanan berandal itu sama sekali tidak membuat
paras muka nona itu berubah, justru para penghuni kedai
lainnya yang berubah wajahnya.
Dengan pandangan sedingin es nona itu menyapu pandang
sekejap para tamu dan pelayan warung yang sudah mundur
ketakutan itu, kemudian ujarnya sambil tertawa dingin, "Kalian
pun jangan harap bisa hidup...."
"Tok-lian-hoa (bunga teratai beracun), kau akan
membantai mereka yang tidak bersalah?" mendadak terdengar
seorang menegur dengan suara ketus.
Bunga teratai beracun berpaling dan memandang si
Pengejar nyawa sekejap, lalu sahutnya seraya tertawa, "Nona
mu tak pernah membiarkan korbannya hidup, kalau mau
disalahkan, kalianlah yang mesti disalahkan karena sebagai
penyebab pembunuhan ini
"Oh, rupanya kedatanganmu memang khusus untuk
mencari gara-gara dengan diriku?"
Bunga teratai beracun tertawa genit.
"Kau tak usah berlagak pilon," jengeknya, "coba kalau kau
tidak terluka, terpaksa nona pun mesti takut kepadamu. Tapi
sekarang kau sudah terluka, keempat bocah cilik itupun sudah
kurobohkan, buat apa kau tertawa terus? Hati-hati, suara
tertawamu bisa membuat lukamu merekah lagi."
"Sudah kau apakan keempat bocah itu?"
"Tak usah kuatir, anggap saja keempat bocah itu memang
pintar, lantaran mereka telah memuji kecantikan nonamu
maka kali ini akan kuampuni jiwa mereka, sementara yang
lain...

815
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kau berani?" bentak Pengejar nyawa sambil melotot gusar.


Bunga teratai beracun tertawa lebar.
"Siapa bilang nona tak berani?"
Secepat kilat si Pengejar nyawa merangsek maju, dalam
waktu singkat dia melancarkan delapan belas buah tendangan
berantai ke tubuh nona itu.
Dengan sigap Bunga teratai beracun mengegos ke kiri
kanan sebanyak delapan belas kali, baru bisa lolos dari
ancamann dan siap melancarkan serangan balasan, lagi-lagi si
Pengejar nyawa melepaskan tiga puluh enam tendangan,
bukan saja lebih cepat daripada delapan belas tendangan
pertama, bahkan lebih dahsyat, lebih aneh dan lebih
mengerikan.
Paras muka si Bunga teratai beracun berubah hebat,
tangannya digetarkan, segumpal asap merah kembali
menyembul keluar dari balik senjatanya.
Pengejar nyawa segera menutup pernapasannya sambil
membuang tubuhnya ke belakang, secara beruntun dia
berjum palitan tujuh delapan kali, lalu sambil menyambar
tubuh keempat bocah pedang dia menerjang dinding ruangan
dan melompat keluar dari situ.
Menanti dia berpaling, terlihat semua penghuni kedai itu
sudah roboh terjungkal ke tanah, ada yang masih berbatuk-
batuk, ada pula yang sedang kejang.
Melihat si Bunga teratai beracun mengejar keluar ruangan,
si Pengejar nyawa segera membentak gusar, "Tu Lian,
persoalan ini merupakan perselisihan pribadi antara kau dan
aku, tapi sekarang kau telah melakukan pembantaian secara
sadis, ingat, suatu hari aku pasti akan menangkapmu dan
menjatuhi hukuman yang setimpal untukmu."
"Hm, untuk menyelamatkan diri sendiri saja masih susah,
buat apa kau mesti mengurus urusan orang lain. Nonamu
sudah melakukan tujuh buah kasus besar, tak terhitung
jumlah korban yang tewas di tanganku, mau menghukum
nonamu? Hehehe ... mesti dilihat dulu kemampuanmu untuk
berbuat begitu."

816
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pengejar nyawa tertawa dingin.


"Sungguh luar biasa organisasi yang menampung kalian
semua, bukan saja Kwan Hay-beng dari Kwangtong sudah di
tarik, bahkan Sebun-san-ceng, Lembah Auyang, Mo-sam Ha-
ha dari Biau dan kau pun sudah bergabung jadi satu."
Tu Lian si Bunga teratai beracun kembali tertawa terkekeh.
"Kau tak perlu mengulur waktu sebab ketiga orang
rekanmu tak nanti bisa datang menolong dirimu," katanya, "si
Darah dingin sudah ditangkap Suma Huang-bong, Tanpa
perasaan mungkin sudah diantar rohnya ke langit barat oleh
Auyang Toa dan Leng Liu-peng. Sementara si Tangan besi ...?
Hm, kalau si Monyet emas berlengan panjang Tok Ku-wi
sudah terjun sendiri ke arena, memangnya dia bisa berbuat
apa?"
"Kalau begitu kau saja yang roboh duluan!" bentak si
Pengejar nyawa gusar.
Berbareng dengan selesainya bentakan itu, dia sudah
melepaskan tujuh puluh satu jurus serangan, begitu rapat dan
cepatnya serangan itu membuat Tu Lian harus menghadapi
dengan napas tersengal-sengal.
Baru saja si Pengejar nyawa siap menerjang dengan
sepenuh tenaga, tiba-tiba luka di bahunya terasa amat sakit,
pinggangnya jadi linu dan gerak kaki pun ikut melambat,
menggunakan peluang itu lekas Tu Lian berganti napas.
Si Pengejar nyawa segera membalik tangannya dan
mencengkeram gagang senjata lawan kuat-kuat.
Tapi dia segera merasakan telapak tangannya jadi kaku,
rupanya ujung senjata lawan telah dipasang beratus batang
duri yang amat tajam.
Si Pengejar nyawa sangat gusar, dia menghimpun segenap
tenaganya sambil mendesak ke depan, sekuat tenaga dia
lepaskan sebuah tendangan maut.
Dalam melancarkan serangannya kali ini, dia telah
menggunakan segenap kekuatan yang dimiliki, bisa
dibayangkan betapa dahsyat dan hebatnya ancaman itu.

817
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Berubah hebat paras muka Tu Lian, ia tahu akan


dahsyatnya serangan itu, dia pun sadar kemampuan vang
dimilikinya masih belum mampu untuk menyambut datangnya
ancaman itu.
Pada saat itulah tiba-tiba ia menyaksikan sebuah titik
kelemahan yang terbuka di tubuh si Pengejar nyawa, bagian
tubuh yang tidak terlindung itu terbuka saat lawannya sedang
melambung di udara.
Tu Lian tak ingin kehilangan kesempatan baik itu, "Sret!"
sebatang senjata rahasia berwarna biru segera melesat ke
udara dan mengancam iga kanan si Pengejar nyawa, begitu
selesai me nyerang, cepat dia mundur ke belakang.
Pengejar nyawa tidak menyangka pihak lawan telah mene
mukan titik kelemahan pada pertahanan tubuhnya, baru saja
dia melambung ke udara, tubuhnya kembali roboh terjungkal
ke tanah.
Dalam keadaan seperti ini dia tak bisa berbuat banyak
selain mengeluh sedih, "Coba kalau bukan gara-gara pukulan
Kwan-loyacu, tak nanti kau bisa lolos dari tendangan
mautku... "
Tandu yang ditumpangi si Tanpa perasaan berhenti di
sebuah pos pemberhentian, tiga puluh delapan li dari lembah
Auyang, sambil dahar ransum ia merasa sangat masgul dan
murung.
Dia dapat merasakan begitu banyak musuh yang berada di
sekelilingnya, sementara nasib, si Darah dingin, si Tangan besi
dan si Pengejar nyawa masih belum jelas hingga kini.
Dia seolah-olah mendapat firasat mereka telah tertimpa
nasib malang.
Kini dia berada di depan sebuah toko peti mati, suasana
dalam toko itu amat sepi, tidak nampak pegawai yang sedang
bekerja, juga tidak nampak ada langganan yang mampir di
toko itu.
Tapi si Tanpa perasaan tahu, tak lama lagi pesanan akan
banyak mengalir ke toko peti mati ini, sebab ada banyak orang
mati yang membutuhkannya.

818
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mungkin para penyerang gelap yang membutuhkannya,


mungkin juga si Tanpa perasaan sendiri, tapi mungkin juga si
tauke penjual peti mati yang membutuhkan.
Sebab ia telah menemukan, walaupun ilmu menyaru muka
si tauke penjual peti mati amat sempurna, namun dengan
pengalaman Tanpa perasaan yang sudah belasan tahun
mengembara dalam dunia persilatan, dia dapat merasakan
orang itu sudah pasti bukan seorang tauke penjual peti mati
yang sederhana.
Selain itu ada satu hal lagi yang membuat telapak tangan si
Tanpa perasaan berkeringat dingin, biasanya pada pandangan
pertama paling tidak ia bisa menilai kemampuan serta
kehebatan lawannya.
Tapi terhadap orang ini, ternyata ia tak dapat melihat atau
menilai apapun, dia tak bisa menduga sehebat apa ilmu silat
yang dimiliki orang ini.
Diam-diam si Tanpa perasaan menghela napas panjang,
tandunya mulai digerakkan dan perlahan-lahan bergeser
menuju ke pintu depan toko peti mati itu.
Dia tahu musuh sudah menanti kedatangannya, dalam
keadaan begini percuma saja melarikan diri, daripada kabur
memang jauh lebih baik menghadapi tantangan itu secara
gagah berani.
Pada saat itulah terlihat seorang yang berperawakan tinggi
besar, berlengan panjang muncul dari balik sebuah bangunan
sambil menyeret lengan seorang pincang.
Orang berlengan panjang tinggi besar itu mempunyai p-
otongan badan gemuk, gerak-geriknya seakan tidak leluasa
namun tenaganya luar biasa, si pincang yang ditelikung
olehnya sambil diseret keluar dari ruangan, mengumpat tiada
hentinya, "Hei, kau ... kau tahu aturan tidak? Aku toh hanya
berhutang duit kepadamu, mau ditagih juga duitnya, kenapa
mesti main pukul? Kau ... kau pakai aturan tidak?"
Sambil saling membetot kedua orang itu bergeser
mendekati tandu si Tanpa perasaan.

819
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dua orang yang lain, seorang berdandan sebagai


sastrawan, vang lain berdandan penjual jamu keliling dengan
membawa golok besar ikut berjalan mendekat, lagak mereka
seolah hendak melerai pertikaian itu.
Tampaknya keempat orang itu berasal dari dusun yang
sama, karena mereka seperti sudah saling mengenal satu
sama lain.
Terdengar kakek yang membawa golok besar kwan-to itu
berseru, "Sudah, jangan berkelahi lagi, entar bisa merusak
tandu orang lain."
"Betul A Wi, kau jangan kelewatan terhadap Lopek!" bujuk
si sastrawan pula.
Kelihatannya orang berlengan panjang itu merasa jalan
lewatnya terhadang tandu hingga membuatnya tidak leluasa,
sambil berusaha mendorong tandu itu, teriaknya, "Apa
pedulinya dengan kalian?"
Si kakek bergolok besar naik pitam, serunya, "Kalau kau
berani mengganggu orang lagi, kubacok tengkukmu!" Sembari
berkata, goloknya langsung dibabatkan ke depan.
Tapi begitu serangan tiba di tengah jalan, tiba-tiba arah
bacokannya dialihkan ke atas tandu itu.
Golok itu sangat panjang, tenaga bacokannya kuat,
tampaknya dia hendak membelah tandu itu jadi dua bagian.
Tapi sayang, kedua kayu penggotong tandu yang ada di
depan tandu itu tidak terhitung pendek, ketika sang golok
hampir menyentuh tandu, kayu panjang itupun sudah berada
tak jauh dari tubuh kakek itu.
Selisihnya tidak terlalu jauh, hanya kurang lebih dua depa.
Pada saat itulah tiba-tiba dari ujung kedua kayu penandu
itu muncul dua bilah pisau yang sangat tajam.
Hampir seluruh tubuh pisau itu menghujam ke dalam perut
kakek itu.
Bacokan golok terhenti seketika di tengah udara, terdengar
kakek itu membentak gusar, "Tanpa perasaan, kau
Tanpa perasaan mendengus dingin.

820
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Hm, It-to-toan-hun (golok sakti pemutus sukma) Oh Hui,


sudah bertahun-tahun si Tangan besi berusaha membekukmu,
hari ini biarlah aku yang mewakilinya membunuhmu!"
Oh Hui tak sempat berteriak lagi, tubuhnya roboh
terjungkal ke tanah.
Pada saat itulah si sastrawan, si lelaki berlengan panjang
dan lelaki pincang turun tangan bersama.
Sastrawan itu mengayunkan tangannya, tiga belas titik
cahaya bintang serentak meluncur keluar dan seakan
membungkus angkasa.
Gerakan tubuh si pincang jauh lebih cepat lagi, bagaikan
sambaran petir yang berkelebat tahu-tahu dia sudah
menyelinap ke belakang tandu, terlihat cahaya tajam
berkilauan dari tangannya, ia sudah menyerang dari arah
belakang.
Si lengan panjang tak mau kalah dari rekan-rekannya, dia
mencabut keluar sebatang tombak emas lalu ditusukkan ke
dalam tandu.
Gerak serangannya amat cepat bagaikan kilat, sedemikian
cepatnya hingga tiba terlebih dulu ketimbang datangnya
ketiga belas titik cahaya Am-gi.
Tanpa perasaan sendiri pun tak sempat melihat dengan
jelas bagaimana cahaya emas itu berkelebat, tahu-tahu ujung
tombak sudah menyambar lewat di sisi pipinya.
Begitu mendadak datangnya serangan itu membuat pintu
depan tandu tak sempat lagi diturunkan.
Lempengan baja paling hanya bisa digunakan untuk
membendung serangan senjata rahasia, tapi saat itu tombak
emas itu sudah telanjur menerobos masuk ke dalam ruang
tandu.
Jangan kan lempengan baja tak sempat diturunkan, biar
sempat ditutup pun rasanya tidak mudah untuk membendung
tusukan maut ini.
Tanpa perasaan tidak berusaha menutup tandunya, dia pun
tidak berkelit, ujung bajunya tiba-tiba dikebaskan ke muka,

821
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sekilas cahaya golok tahu-tahu sudah membabat keluar


dengan kecepatan luar biasa.
Pisau terbang itu langsung mengancam hulu hati Tok Ku-
wi.
Dalam keadaan begini, seandainya Tok Ku-wi melanjutkan
niatnya membunuh si Tanpa perasaan, maka dia sendiri pun
pasti akan tewas pula terhajar pisau terbang itu.
Tok Ku-wi membentak gusar, tombaknya diputar sambil
mencongkel, dia tangkis pisau terbang yang mengancam tiba
kemudian beringsut mundur ke belakang, setelah itu sambil
menyilangkan tombaknya di depan dada, ia berdiri tanpa
bereaksi lagi.
Bila gagal dengan serangan pertama, segera mundur
sambil menanti kesempatan lain, itulah prinsip dari seorang
jagoan berpengalaman.
Ketika tiga belas titik cahaya tajam yang dilancarkan
sastrawan itu menerjang ke dalam tandu, mendadak tirai
mutiara yang tergantung di depan tandu bergoncang keras.
Diiringi dentingan nyaring, ketiga belas titik cahaya itu
segera terbendung oleh getaran mutiara di atas tirai dan
rontok ke tanah.
Ternyata sastrawan ini tak lain adalah Kwe Pin, jagoan
yang berhasil kabur dari cengkeraman si Tangan besi maupun
Pengejar nyawa.
Tidak seperti rekannya, Tok Ku-wi, ketika melihat
serangannya gagal, Kwe Pin segera menerjang maju lagi
menghantam tandu itu.
'Dia tahu kepandaian silat yang dimiliki si Tanpa perasaan
tidak lebih sama seperti orang biasa, opas ini hanya lihai
dalam penggunakan senjata rahasia dan ilmu meringankan
tubuh.
Ruang tandu itu sempit, asal dia berhasil menerjang masuk
ke dalam tandu itu, maka Tanpa perasaan tak mungkin bisa
menggunakan senjata rahasia dan ilmu meringankan
tubuhnya, berarti dia punya kesempatan besar untuk
membekuk lawan.

822
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Asal si Tanpa perasaan berhasil dibekuk, maka mereka bisa


menggunakan orang ini sebagai umpan untuk memancing si
Tangan besi datang menuntut balas.
Tubuh Kwe Pin sudah menerjang masuk ke dalam tandu.
Pada saat bersamaan si Tanpa perasaan harus menghadapi
ancaman tombak emas Tok Ku-wi, bokongan dari si pincang
dan ketiga belas titik cahaya tajam itu, tampaknya dia tak
sempat lagi mencegah Kwe Pin menerobos masuk ke dalam
tandu.
Di saat kritis itulah mendadak atap tandu terbuka lebar, si
Tanpa perasaan dengan bajunya yang serba putih sudah
melambung ke udara.
Begitu tubuh Kwe Pin menerjang masuk ke dalam tandu,
lempengan baja di depan pintu tandu segera menutup, lalu
terdengar suara alat rahasia yang bergerak dan disusul
dengan suara dengusan tertahan.
Tanpa perasaan tertawa dingin, dengan cepat tubuhnya
melayang balik ke dalam ruang tandu.
Saat itulah si pincang yang sudah mengintai dari belakang
mulai bergerak melancarkan serangan.
"Wes!", cahaya tajam berkelebat, langsung membacok
punggung pemuda cacad itu.
Tanpa perasaan segera menyadari datangnya ancaman,
sebelum tubuhnya berbalik, tiga titik cahaya terang sudah
meluncur duluan, sementara badannya meluncur lebih cepat
lagi kembali ke dalam ruang tandu.
Ketiga titik cahaya tajam itu bukan diarahkan ke dalam
tandu, melainkan menghajar di atas kilatan cahaya tajam itu,
"Tring! Tring! Tring!", diiringi tiga kali dentingan nyaring,
cahaya tajam itu bergetar lalu terbang balik ke belakang.
Bercak merah terlihat pula di atas baju si Tanpa perasaan
yang putih bersih, namun tubuhnya sudah keburu meluncur
masuk ke dalam tandunya.
"Sret!", cahaya tajam itu kembali membelok satu
tingkungan sebelum akhirnya terbang kembali ke tangan si
pincang.

823
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Saat itulah lempengan besi di depan pintu tandu terbuka


lebar, kemudian tubuh Kwe Pin kelihatan terlempar keluar,
seluruh tubuhnya tertancap berpuluh jenis senjata rahasia
hingga keadaannya seperti landak.
"Leng Liu-peng?" tegur Tanpa perasaan kemudian setelah
mendehem pelan.
Si pincang yang berada di belakang tandu mendengus
dingin, tapi dia tak pernah mau berjalan keluar menuju depan
tandu.
"Hebat, hebat" jengek Tanpa perasaan lagi dengan suara
hambar, "ternyata nama besar si golok paling cepat dari Biau
memang bukan nama kosong belaka."
Paras muka Leng Liu-peng berubah sebentar memerah
sebentar memucat, namun ia tetap membungkam diri.
"Tahukah kau, apa sebabnya aku bisa termakan oleh
sebuah bacokan golokmu?" Tanpa perasaan bertanya lagi.
Leng Liu-peng menggigit kencang ujung bibirnya, tapi
akhirnya dia berkata juga, "Kenapa?"
"Hahaha ... hal ini bukan dikarenakan serangan golokmu
kelewat cepat, tapi lantaran aku tidak percaya kalau manusia
macam Leng Liu-peng pun bisa melancarkan serangan
bokong-an!"
Berubah hebat paras muka Leng Liu-peng, tangannya yang
menggenggam gelang besi nampak menegang kencang
hingga otot-ototnya menonjol keluar.
Setelah tertawa tergelak, kembali Tanpa perasaan berkata,
"Aku rasa kita sudah tak perlu berduel satu lawan satu di luar
tandu lagi."
Paras muka Leng Liu-peng berubah jadi hijau membesi, ia
tetap membungkam.
Monyet emas berlengan panjang Tok Ku-wi tak bisa
menahan rasa ingin tahunya, setelah melirik rekannya
sekejap, tanyanya, "Kenapa?"
"Karena aku tidak senang," sahut Tanpa perasaan sambil
tertawa, "aku tak senang berduel melawan orang yang

824
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sukanya membokong dengan senjata rahasia dari arah


belakang."
Sambil menarik muka Tok Ku-wi menegur, "Tanpa
perasaan, kau sudah berpikir bagaimana kondisimu saat ini?"
"Tentu saja, aku terluka dan sekarang sedang dikepung
orang."
"Kau sudah tahu siapa saja yang telah mengepungmu saat
ini?" kembali Tok Ku-wi mengejek sambil tertawa
"Tok Ku-wi, si kakek tanpa golok, Leng Liu-peng serta
jagoan yang melemparkan tombak untukmu tadi ... Oh Hui
dan Kwe Pin sudah mampus, jadi tak masuk hitungan lagi,
ditambah seorang yang hingga kini belum kujumpai
kemunculannya."
"Betul sekali," Tok Ku-wi membenarkan, "tak perlu
menyinggung jagoan lain, memangnya kau sanggup
menghadapi serangan gabungan antara aku dan saudara
Leng?"
"Ehm, kemungkinan untuk menang memang sangat kecil,"
jawaban dari Tanpa perasaan sangat tenang.
Leng Liu-peng yang selama ini tak pernah muncul ke
hadapan tandu mendadak berteriak keras, "Tanpa perasaan,
aku tidak peduli lagi dengan kejadian hari ini, bila kau berhasil
lolos dari musibah hari ini, aku tetap akan menantangmu
untuk berduel secara adil!"

24. Hutang budi harus dibayar.

Begitu selesai mengucapkan perkataan itu, Leng Liu-peng


segera membalik tubuh dan beranjak pergi dengan langkah
lebar, dia pergi tanpa menengok lagi ke arah tandu itu, biar
sekejappun.
"Saudara Leng, saudara Leng!" Tok Ku-wi segera berteriak
memanggil.
"Ternyata Leng Liu-peng memang seorang lelaki sejati!"
puji Tanpa perasaan.
Tok Ku-wi kembali tertawa dingin.

825
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Tak kusangka hanya dengan beberapa patah kata kau


berhasil mengusir si tanpa golok dari tempat ini, mau tak mau
aku mesti menyatakan kekagumanku."
Kemudian setelah berhenti sejenak, terusnya, "Boleh aku
mengajukan satu pertanyaan?"
"Tanyakan saja."
"Darimana kau tahu kami sedang bermain sandiwara?"
Tanpa perasaan segera tertawa.
"Sebab kemarin aku baru mendengar suara Leng Liu-peng,
sekalipun raut mukanya telah berubah namun dia lupa
mengubah logat bicaranya."
"Oh, rupanya begitu, tak heran kau bisa tahu," seru Tok
Ku-wi seakan baru paham.
Mendadak terdengar seorang berseru sambil tertawa,
"Saudara Tanpa perasaan, kalau toh kau masih mengenali
suara Leng Liu-peng, tentunya kau pun masih ingat dengan
logat suaraku bukan?"
"Saudara Auyang?" Tanpa perasaan menyahut sambil
tertawa pula, "apakah lukamu masih terasa sakit? Tentu saja
logat bicara Kokcu pun tak akan kulupakan."
Sambil menggoyang kipasnya dan berjalan santai Auyang
Toa muncul dari sisi kanan tandu, kemudian berhenti di situ,
kain putih yang membalut bahunya terlihat bercak darah.
"Kelihatannya sih jauh lebih enteng ketimbang luka
bacokan yang saudara Tanpa perasaan terima hari ini."
"Ya, tampaknya memang begitu," Tanpa perasaan
mengakui sambil tertawa getir.
Tiba-tiba Tok Ku-wi menyela, "Kalau toh saudara Tanpa
perasaan sudah terluka
"Tidak seharusnya kita sia-siakan kesempatan emas yang
diberikan Thian kepada kita semua sambung Auyang Toa
cepat.
"Karena itu untuk kedua kalinya terpaksa kita harus
melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan saudara
Tanpa perasaan...kata Tok Ku-wi lagi.

826
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan suara lantang Auyang Toa segera menghardik,


"Tuan opas Tanpa perasaan, tolong berilah sedikit petunjuk
atas kemampuan Im-yang-sin-san milikku ini!"
Selesai berkata dia mengayun kipasnya lalu didorong
sejajar dada ke depan.
Segulung tenaga pukulan tanpa wujud seketika
menggulung keluar dari balik kipas, langsung menghantam sisi
kanan tandu itu.
Hampir pada saat bersamaan Tok Ku-wi menggetarkan pula
lengannya yang panjang, tombaknya disertai suara guntur
yang menggelegar langsung menusuk tandu dari sisi kiri.
Dua gulung tenaga maha dahsyat menjepit datang dari kiri
dan kanan, sedemikian dahsyatnya kekuatan itu membuat
tandu itu meski terbuat dari lempengan baja rasanya tak
sanggup menahan gempuran ini.
Tujuan utama mereka adalah memaksa si Tanpa perasaan
mau menampilkan diri dari balik tandu, namun mereka pun
sangat menguatirkan kehebatan senjata rahasia lawan, oleh
sebab itu mereka bertekad menghancurkan tandu itu terlebih
dulu sebelum mendesaknya lebih jauh
Tiba-tiba tandu yang ditunggangi Tanpa perasaan
menerjang maju, padahal di hadapannya adalah toko peti
mati, maka tandu bersama Tanpa perasaan langsung
menerjang masuk ke dalam toko peti mati itu.
Begitu serangan mengenai tempat kosong, tubuh Auyang
Toa dan Tok Ku-wi nyaris saling bertumbukan, lekas mereka
tarik balik serangannya sambil berusaha menghadang jalan
mundur tandu itu.
Saat itulah dari hadapan tandu menerjang masuk
seseorang, sambil menyerbu datang teriaknya keras, "Tanpa
perasaan, coba lihat siapakah aku!"
Dalam waktu singkat situasi arena jadi sangat kalut, Tanpa
perasaan dengan menggerakkan tandunya berusaha
menghindarkan diri dari serangan gabungan Auyang Toa dan
Tok Ku-wi, dengan menyerbu masuk ke dalam toko peti mati

827
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sama halnya seluruh perhatian si Tanpa perasaan terpusat


pada tauke penjual peti mati itu.
Menghadapi perubahan yang tiba-tiba itu, si tauke penjual
peti mati tetap berdiri tenang, dia seakan tidak peduli dengan
kejadian itu.
Saat itulah terdengar suara bentakan keras bergema di
udara, menyusul muncul seorang sambil melancarkan
bacokan.
Tanpa perasaan segera tertegun, dua puluh tiga macam
alat rahasia yang terpasang dalam tandu tak satu pun yang
bisa digunakan lagi.
Dia memang tak bisa berbuat apa-apa, sebab orang yang
muncul secara tiba-tiba itu tak lain adalah si Darah dingin.
Darah dingin menerjang datang dengan kecepatan luar
biasa, Tanpa perasaan tak sempat lagi mengetahui lebih jelas
apa yang sedang terjadi, tapi ada satu hal dia tahu dengan
pasti, senjata rahasianya tak boleh menghajar di tubuh adik
seperguruannya itu.
Sementara dia masih gelagapan dan tidak tahu apa yang
mesti diperbuat. Darah dingin sudah menerjang masuk ke
dalam tandu.
Baru saja Tanpa perasaan siap mengulurkan tangan
menyambut, mendadak ia temukan dua buah tangan lain
berada di bawah ketiak Darah dingin.
Tangan itu putih, halus dan kecil bentuknya, namun
dengan kecepatan bagaikan sambaran petir telah melancarkan
dua totokan maut ke atas jalan darah pentingnya.
Ketika ia menemukan kejanggalan itu, si Darah dingin
sudah berdiri persis di hadapannya, siapa pun tak bakal
menyangka kalau di belakang punggung Darah dingin ternyata
masih menempel seseorang.
Dalam keadaan seperti ini siapa pun jangan harap bisa
menghindarkan diri, apalagi si Tanpa perasaan yang tak
pandai bersilat.

828
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam situasi yang amat kritis, mendadak Tanpa perasaan


berpekik nyaring, tubuhnya menerjang ke udara dan nyaris
menghindarkan diri dari ancaman kedua buah tangan itu.
Setelah berjumpalitan beberapa kali di udara, dengan gaya
burung belibis membalik tubuh, dia melayang turun di tepi
sebuah peti mati.
Dalam keadaan seperti ini, memang mustahil baginya untuk
menerobos balik ke dalam ruang tandunya.
Sekali dia keluar meninggalkan tandu, orang lain tak akan
memberi kesempatan lagi baginya untuk balik kembali ke
tandu andalannya itu.
Kini dia merasa gusar, tapi juga merasa amat sedih.
Dapat dimaklumi bagaimana perasaannya saat ini, sebagai
seorang yang cacad kaki, memang tidak mudah baginya untuk
menghadapi sekian banyak jago tangguh yang buas bagaikan
serigala itu.
Auyang Toa menggoyang kipasnya dan Tok Ku-wi
menenteng tombaknya langkah demi langkah berjalan
mendekat, lalu satu di kiri dan yang lain di kanan berdiri
berjaga di tepi tandu.
"Sun si pejalan bawah tanah?"
"Tajam amat pandangan matamu, benar, akulah Sun Put-
kiong," jawab orang dalam tandu sambil tertawa keras,
kemudian tirai disingkap dan seorang manusia cebol berwajah
coklat, bertangan putih dan memelihara kumis tikus
menampakkan diri.
Setelah berhenti sejenak, kembali ia berkata, "Tandumu
sangat hebat, pajangannya tidak kalah dengan sebuah istana
berjalan."
Hawa napsu membunuh berkelebat dari balik mata si
Tanpa perasaan, dia seperti ingin mengucapkan sesuatu tapi
kemudian diurungkan.
Tok Ku-wi kembali berseru sambil tertawa, "Seandainya
Leng Liu-peng tahu kalau kau sudah keluar dari tandu,
mungkin dia segera akan balik kemari dan menantangmu
untuk berduel."

829
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam keadaan tak mampu berjalan, tenaga dalam pun


sangat cetek, terpaksa si Tanpa perasaan hanya bisa duduk
bersandar di tepi peti mati.
"Saudara Tanpa perasaan, bila kau tidak balik ke tandumu,
berdiri terus akan membuat kau lelah," jengek Auyang Toa
sambil tertawa.
Tanpa perasaan tertawa dingin, dia sama sekali tidak
menggubris sindiran itu, sebaliknya kepada si cebol hardiknya,
"Cebol Sun, kau sudah apakan si Darah dingin?"
"Diapakan?" Sun Put-kiong tertawa, "dia sendiri yang
datang mengejar kami, ketika aku muncul dari dalam tanah,
dia pun kutangkap."
Darah masih meleleh keluar dari baju Tanpa perasaan, tapi
badannya gemetar keras bukan lantaran rasa sakit lukanya,
luka di hati jauh lebih membuatnya tersiksa.
Tok Ku-wi yang melihat hal itu segera tertawa dingin.
"He, Sun tua, kau jangan menempel emas di wajah sendiri,
aku turut punya andil dalam membekuk si Darah dingin"
"Masih ada lagi aku si sepasang uang tembaga," seorang
dengan suara parau tak sedap didengar bergema dari suatu
tempat yang tak jelas letaknya, "kalian jangan mengangkangi
sendiri keberhasilan itu."
Begitu ucapan tadi selesai diutarakan, peti mati yang
berada di belakang Tanpa perasaan mendadak terbuka lebar,
sesosok mayat kaku melompat keluar dari dalam peti itu,
cahaya kuning berkelebat, sepasang sekop sudah menjepit ke
arah lengan Tanpa perasaan.
Orang itu masih berdiri di tepi peti mati, perawakannya
kurus lagi tinggi sehingga cenderung agak membungkuk, saat
itu sepasang sekopnya sudah menjepit sepasang lengan si
Tanpa perasaan dari arah belakang hingga memaksa pemuda
itu tak sanggup bergerak lagi.
Merah padam sepasang mata Tanpa perasaan saking
gusarnya, dengan penuh amarah dia membentak, "Suma
Huang-bong

830
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan langkah lebar Auyang Toa berjalan ke depan,


ujarnya sambil tertawa dan menggoyang kipasnya berulang
kali, "Saudara Tanpa perasaan, kali ini kau boleh mati dengan
mata meram, kau tahu, untuk membekukmu kali ini siapa saja
yang harus dihadirkan? Ada Leng Liu-peng dari Biau, ada
Suma-sianseng dari Cap-ji-Iian-huan-wu, ada dua orang murid
kesayangan To-yu-sinkun (dewa sakti golok sukma) dari
Siang-san yaitu saudara Sun dan Tok Ku-wi, kemudian ada
pula aku si Auyang Toa. Wah, kau mesti berbangga karena
ada begitu banyak orang yang mesti ikut beraksi, hahaha
Sambil menenteng tombak emasnya, Tok Ku-wi ikut
mendekati si Tanpa perasaan selangkah demi selangkah,
ujarnya pula sambil tertawa, "Empat opas kenamaan dari
dunia persilatan ... hehehe ... saat ini kemungkinan besar si
Pengejar nyawa sudah mampus di tangan Tu Lian, sedang
kau...
"Masih ada lagi si Darah dingin, Lote," sambung si cebol
Sun sambil membanting tubuh Darah dingin ke atas tanah,
"kami telah berhasil memaksa si Tanpa perasaan keluar dari
sarangnya, berarti nilai penggunaanmu sudah habis
Berbicara sampai di situ, kelima jari tangannya segera di-
pentang lebar, kemudian bagaikan cengkeraman kuku garuda
mencengkeram ke bawah.
Waktu itu si Darah dingin hanya bisa membelalakkan mata
lebar-lebar, sayang jalan darahnya sudah tertotok hingga dia
sama sekali tak mampu berkutik.
Tanpa perasaan sendiri pun tak mampu bergeser sedikit-
pun karena dia berada dalam cengkeraman Suma Huang-
bong.
Cengkeraman si cebol Sun segera terhenti di tengah jalan
ketika melihat si Darah dingin tidak menunjukkan perasaan
takut, dengan heran kembali dia menegur, "Kau tidak takut
mati?"
Darah dingin masih juga tidak menjawab, namun sorot
matanya dialihkan ke belakang si cebol dan menatapnya tanpa
berkedip.

831
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Si cebol Sun terkesiap, tanpa sadar ia berpaling ke


belakang, mendadak seorang bagaikan hembusan angin topan
telah menerjang tiba, sebelum manusia cebol ini sempat
melakukan sesuatu tindakan, tahu-tahu badannya sudah kena
dirangkul lalu dibanting dengan kuat.
Tubuh si cebol yang kecil pendek itu seketika terlempar ke
belakang, langsung menumbuk di atas badan Tok Ku-wi.
Sambil membentak marah Tok Ku-wi menyambut lemparan
itu, kedua orang itu seketika saling bertumbukan hingga
mundur sejauh tujuh delapan langkah.
Berbareng orang itu sudah meluncur ke arah Suma Huang-
bong dan menerjang secara hebat.
Menghadapi perubahan yang sangat mendadak dan sama
sekali di luar dugaan ini Suma Huang-bong jadi gugup,
terpaksa dia tarik kembali senjata sekopnya untuk
menghadapi datangnya ancaman.
Auyang Toa tidak tinggal diam, dia memutar kipasnya
sambil maju menyongsong kedatangan orang itu.
Waktu itu manusia tadi sedang menerjang ke arah Suma
Huang-bong, mendadak di tengah jalan dia berputar arah,
kakinya langsung menjejak ujung lain dari peti mati itu.
Sungguh dahsyat jejakan itu, peti mati itu langsung
mencelat hingga miring ke samping, padahal waktu itu Suma
Huang-bong sedang berbalik badan, dia tak mengira
tempatnya berpijak tiba-tiba terguling ke samping, karena
tempat berpijaknya hilang, kakinya langsung terjerumus ke
dalam peti mati.
Dengan satu gerakan cepat orang itu menyambar penutup
peti mati, kemudian ditutupkan ke atas peti mati itu rapat-
rapat.
Sementara itu Auyang Toa sudah merangsek ke depan,
sebuah serangan langsung dilontarkan ke arah orang itu.
Pada saat itulah tampak cahaya tajam berkelebat langsung
menerjang ke tubuh Auyang Toa, menghadapi ancaman itu,
terpaksa dia kebaskan kipasnya sambil melompat mundur,

832
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sebatang pisau terbang tersampuk hingga mencelat ke


samping.
Ternyata orang yang melancarkan serangan senjata rahasia
itu adalah si Tanpa perasaan.
Ketika orang itu sudah selesai menutup kembali peti mati
itu, sebuah pukulan keras segera dilontarkan ke bawah.
Jangan dilihat kayu penutup peti mati itu sangat tebal lagi
kuat, jotosan itu ternyata berhasil menjebolnya hingga muncul
sebuah lubang besar, tangan orang itu bagaikan sebuah
jepitan baja langsung menerobos masuk melalui lubang itu
dan mencengkeram tenggorokan Suma Huang-bong.
Sebenarnya kepandaian silat Suma Huang-bong cukup
hebat, namun lantaran kakinya terpeleset hingga jatuh ke
dalam peti mati, semua kepandaiannya jadi terbelenggu
hingga tak mampu digunakan lagi.
Baru saja dia akan melompat bangun, tahu-tahu peti mati
ditutup orang, dalam paniknya dia berusaha meronta bangun.
Siapa tahu saat itulah peti mati dihajar orang hingga
berlubang, hancuran kayu langsung menghajar wajahnya
hingga terluka dan berdarah, belum sempat dia berbuat
sesuatu, tahu-tahu tenggorokannya sudah dijepit orang,
dalam keadaan begini dia pun mati kutu.
Tok Ku-wi meraung penuh amarah, setelah melempar
tubuh si cebol ke tanah ia siap menerjang ke depan.
Namun hatinya langsung terkesiap sambil menghentikan
langkah, ternyata seorang pemuda telah berdiri tegak persis di
hadapannya dan saat itu sedang mengawasinya dengan
pandangan dingin.
Orang itu adalah si Darah dingin, dalam genggamannya tak
ada pedang tapi sudah mencekal sebilah golok panjang yang
tadi digunakan si Tanpa perasaan untuk membidik Auyang
Toa, ujung golok sudah menempel di atas tenggorokannya.
Tok Ku-wi merasakan seolah kulit tenggorokannya mulai
merinding, tanpa sadar bulu kuduknya berdiri.
Saat Tanpa perasaan sedang mengawasi Auyang Toa
dengan pandangan dingin, Auyang Toa yang berdiri pada

833
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

jarak sepuluh langkah di hadapannya tak berani bertindak


gegabah lagi, dia hanya berdiri tertegun di situ.
Kemudian terdengarlah si Tanpa perasaan berkata, "Ji-sute,
terima kasih atas bantuanmu."
Ternyata manusia itu tak lain adalah si Tangan besi, opas
kedua dari empat opas, jagoan yang memiliki sebuah tangan
sakti dengan tenaga dalam yang amat sempurna.
Dan dia, ternyata tak lain adalah si tauke pemilik toko peti
mati itu.
Waktu itu tangannya masih mencengkeram di atas
tenggorokan Suma Huang-bong, sahutnya sambil tertawa,
"Aku memang selalu menunggu datangnya kesempatan paling
baik!"
Kemudian sorot matanya dialihkan ke atas luka di iga kiri
saudara seperguruannya itu.
"Aku tahu," kata Tanpa perasaan, "kami tak akan
menyalahkan dirimu, sedang mengenai lukaku ini tidak terlalu
me-nguatirkan, kau tak usah kuatir!"
Tindakan yang dilakukan si Tangan besi kali ini boleh
dibilang luar biasa sempurnanya, mula-mula dia melempar
dulu tubuh si cebol Sun hingga menumbuk Tok Ku-wi, akibat
tumbukan itu tombak panjangnya tak dapat menjangkau
tubuh si Tanpa perasaan, setelah itu dia menyingkirkan
Anyang Toa, kemudian baru menaklukkan Suma Huang-bong
di dalam peti mati, dengan terlepasnya si Tanpa perasaan dari
ancaman, ancaman Auyang Toa pun dapat diatasi sendiri oleh
saudara seperguruannya, setelah itu secepat kilat dia
bebaskan totokan si Darah dingin hingga kekuatan mereka
jadi bertambah.
Kini si Tanpa perasaan saling berhadapan dengan Auyang
Toa, si Tangan besi mencengkeram Suma Huang-bong, si
Darah dingin mengawasi gerak-gerik Tok Ku-wi dan si cebol
Sun.
Suasana pun berubah jadi hening dan sepi. Beberapa saat
kemudian Auyang Toa baru menegur, "Kau adalah si Tangan
besi?"

834
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Benar," jawab Tangan besi sambil tertawa. "Hebat benar


kepandaian silatmu."
"Terlalu memuji. Tapi asal kau berani turun tangan, maka
aku pun bisa memberikan satu jaminan kepadamu."
"Jaminan apa?"
"Asal kau berani bergerak, Suma Huang-bong benar-benar
akan masuk kubur!"
"Oya?" paras muka Auyang Toa segera berubah jadi hijau
membesi.
Tangan besi kembali tertawa.
"Sebenarnya sih aku tak ingin membunuh Suma Huang-
bong aku hanya ingin menyeretnya ke pengadilan agar dia di
adili menurut hukum. Tapi seandainya kau turun tangan
terlebih dulu, terpaksa aku pun harus membantu Toa-
suhengku, aku tak boleh membiarkan kau melukai saudara
seperguruanku itu. Terpaksa aku mesti menghabisi dulu
nyawa Suma-sianseng."
Beberapa kali paras muka Auyang Toa berubah hebat, tapi
akhirnya dia tak berani bergerak lagi.
Auyang Toa memang dapat melihat bagaimana darah
masih mengucur keluar dari luka si Tanpa perasaan, jika ingin
membunuh orang itu, sekaranglah saat yang paling tepat,
apalagi si Tanpa perasaan sudah meninggalkan tandunya.
Tapi beberapa patah kata si Tangan besi membuatnya mati
kutu, dia tahu bila dirinya bersikeras turun tangan, hal ini
sama artinya membiarkan Suma Huang-bong mati duluan,
padahal dia sendiri tidak yakin apakah serangannya akan
berhasil membunuh si Tanpa perasaan.
Karena Auyang Toa tidak menyerang, Tok Ku-wi terlebih
tak berani berkutik.
Dengan suara hambar kembali Tanpa perasaan berkata,
"Ji-sute, aku lihat ilmu menyaru mukamu makin sempurna,
tadi aku masih mengira kau adalah musuh."
Tangan besi tertawa.

835
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bukan ilmu menyaru mukaku yang bertambah sempurna,


mungkin sejak lahir aku memang punya tampang jadi tauke
penjual peti mati."
Bicara sampai di sini ia segera berpaling ke arah Suma
Huang-bong dan tertawa.
Hampir meledak dada Suma Huang-bong saking
dongkolnya, namun ia tak berani bertindak gegabah, maka
tubuhnya sama sekali tak bergerak.
Selama hidupnya Suma Huang-bong paling senang
bergumul di antara barang-barang keperluan orang mati,
seperti kuburan, peti mati dan lain sebagainya, tapi dia justru
ditangkap musuh di dalam peti mati, bisa dibayangkan
bagaimana perasaan hatinya sekarang.
Dengan pandangan ketus si Darah dingin mengawasi Tok
Ku-wi, lalu katanya, "Rupanya selain Si Ku-pei, Bu Seng-tang,
Bu Seng-say, Kwan-loyacu, Thio Si-au, Mo-sam Ha-ha dan
Sebun-kongcu bertujuh yang sudah mampus, kini tersisa
kalian berenam yaitu Tok Ku-wi, si cebol Sun, Auyang Toa,
Suma Huang-bong, Leng Liu-peng dan Tu Lian?"
Merah padam muka Tok Ku-wi lantaran mendongkol,
teriaknya gusar, "Mau apa kau menanyakan hal ini? Kau
sedang menanyai aku? Atas dasar apa aku mesti beritahu
padamu?"
"Sayang bokonganmu di kuburan tempo hari tidak kena
sasaran, tusukan tombakmu kurang hebat," jengek si Darah
dingin ketus.
"Kemarin malam pandanganku memang agak kabur hingga
tidak melihat jelas, tapi hari ini aku bisa melihat lebih tajam
lagi," sahut Tok Ku-wi sambil menarik kembali sinar matanya.
"Betul, hari ini kita berdua bisa melihat lebih jelas, ini baru
adil namanya," kata si Darah dingin lagi.
Sementara pembicaraan berlangsung, ujung tombak dan
mata golok telah dipersiapkan.
"Blam!", mendadak terdengar suara benturan keras,
menyusul tampak peti mati itu melambung ke udara.

836
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tangan besi terperanjat, tiba-tiba ia melihat sepasang


tangan muncul dari dalam tanah dan secepat kilat
mencengkeram sepasang kakinya.
Menghadapi ancaman seperti ini, mau.tak mau si Tangan
besi harus melejit ke udara, peti mati itupun langsung
bergeser ke samping.
Belum lagi peti mati itu menyentuh tanah, Suma Huang-
bong sudah melompat keluar, sambil meraung kalap dia putar
sepasang sekopnya menghantam jalan darah Tay-hiang-hiat di
kening kiri dan kanan si Tangan besi.
Tentu saja peti mati itu tak bisa terbang sendiri, apalagi
Suma Huang-bong tidak memiliki kemampuan sehebat itu.
Peti mati itu didorong ke udara oleh seorang dari dalam
tanah, diangkat lalu dilempar ke angkasa.
Dan orang yang muncul dari dalam tanah itu tak lain adalah
si cebol yang memang ahli soal menggangsir tanah, Sun Put-
kiong.
Tentu saja bukan cuma kepalaya yang muncul dari dalam
tanah, masih.ada pula sepasang tangannya, tangan yang
langsung mencengkeram kaki si Tangan besi.
Dengan cara inilah Darah dingin tertangkap tempo hari.
Begitu peti mati mencelat ke udara, si Tangan besi baru
terperanjat, segera ia sadar apa yang telah terjadi, saat itulah
dia baru menyesal kenapa telah melupakan Sun Put-kiong.
Walaupun tadi dia sudah melemparkan tubuh si cebol,
namun tak sempat menotok jalan darahnya, padahal Sun Put-
kiong menduduki posisi nomor satu di bawah bimbingan si
setan tua dari Kiu-yu, kedudukannya masih di atas Tok Ku-wi,
sudah barang tentu dia memiliki ilmu simpanan yang luar
biasa.
Kepandaian yang paling diandalkan olehnya selama ini
adalah menggangsir tanah, seperti seekor trenggiling, dia bisa
menyusup ke dalam tanah lalu tiba-tiba muncul di atas
permukaan.
Pada saat Tok Ku-wi mendorong badannya tadi, dia sudah
menyusup masuk ke dalam tanah lewat ujung peti mati, maka

837
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

begitu peti mati itu disundul dengan kepalanya hingga


mencelat ke udara, tangannya langsung menyergap kaki
lawan.
Untung saja si Tangan besi segera menyadari akan hal itu,
tepat pada saat terakhir tubuhnya melejit ke udara.
Namun dengan terjadinya peristiwa itu, Suma Huang-bong
pun berhasil meloloskan diri.
Di saat si cebol Sun muncul dari bawah tanah itulah tiba-
tiba si Tanpa perasaan melancarkan serangan, sepasang
tangannya diayunkan bersama, tujuh-delapan belas titik
cahaya hitam langsung menyergap ke tubuh Auyang Toa.
Serangan ini muncul secara mendadak dan di luar perkiraan
siapa pun, dengan perasaan terkejut Auyang Toa memutar
kipasnya berulang kali, dengan menepuk, menutul,
membentur dan menangkis dia hajar semua senjata rahasia
itu hingga mencelat ke samping.
Tapi pada saat itulah si Tanpa perasaan menepuk
tangannya ke tanah dan segera menyelinap masuk ke dalam
tandunya.
Menanti Auyang Toa berusaha mencegah, keadaan sudah
terlambat.
Sementara kejadian itu berlangsung, dua peristiwa besar
terjadi pada saat yang bersamaan. Seorang gadis tiba-tiba
muncul di depan pintu kedai, sedang yang lain adalah Suma
Huang-bong siap melancarkan serangan ke arah si Tangan
besi.
"Semuanya berhenti!" Auyang Toa segera membentak.
Seketika suasana di dalam toko peti mati itu jadi hening,
sepi dan tak terdengar suara lagi.
Sesaat kemudian terdengar gadis itu berkata dengan
suaranya manja, "Aduh, kenapa begitu aku datang, kalian
semua malah berlaku sungkan?"
Tangan besi, Tanpa perasaan dan Darah dingin segera
berpaling, namun paras muka mereka seketika berubah hebat.
Tampak nona itu berjalan masuk dengan tangan kanan
memegang senjata berbentuk bunga teratai, sementara

838
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tangan kirinya memayang seorang lelaki setengah umur dalam


keadaan tidak sadar.
"Jadi kau adalah si Bunga teratai beracun Tu Lian?" tegur si
Tangan besi gusar.
"Benar, memang aku si nona yang kau maksud," kata Tu
Lian tertawa.
"Apa yang hendak kau perbuat terhadap si Pengejar
nyawa?"
"Itu kan tergantung bagaimana kalian bersikap."
Sementara itu Auyang Toa sudah tertawa terbahak-bahak
sambil memuji, "Tu-hiangcu, hebat perbuatanmu, hebat
sekali!"
Kemudian sambil berpaling ke arah para jago lainnya, ia
menambahkan, "Bagus sekali, sekarang nyawa si Pengejar
nyawa sudah berada dalam genggaman kami, bila kalian ingin
menyelamatkan jiwanya, datanglah ke lembah kami malam
nanti dan kita bersua di depan telaga Bu-tok-tham, selewat
malam ini, kami tidak tanggung keselamatan jiwanya."
Selesai berkata dia segera beranjak pergi dengan langkah
lebar, Tu Lian tertawa getir dan menyusul di belakangnya.
Suma Huang-bong, si cebol Sun dan Tok Ku-wi nampak
tertegun, tapi akhirnya mereka pun menyusul di belakangnya.
Dengan kening berkerut si Darah dingin siap melakukan
pengejaran, tapi segera dicegah si Tangan besi, sambil
menarik tangannya ia berbisik, "Jangan gegabah!"
Dengan langkah lebar Auyang Toa berjalan keluar dari toko
itu, baru mencapai jalan raya, Suma Huang-bong telah
menyusulnya, dengan perasaan tak habis mengerti Tu kian
segera menegur, "Sekarang kita berada di atas angin, apalagi
kita masih mempunyai sandera yang bisa digunakan sebagai
ancaman, kenapa bukannya bertempur habis-habisan kita
malah mundur?"
Auyang Toa hanya menggelengkan kepala sambil tertawa.
Dengan geram Suma Huang-bong mendepakkan kaki ke
tanah, lalu teriaknya sangat marah, "Hari ini kau mesti

839
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

memberi penjelasan kepadaku, kenapa kesempatan sebaik ini


kau buang begitu saja?"
Sambil melanjutkan langkahnya, jawab Auyang Toa,
"Sepintas tampaknya kita memang berada di atas angin, posisi
memang menguntungkan pihak kita, tapi aku ingin bertanya,
yakinkah kau bisa menangkan si Tangan besi?"
Suma Huang-bong tertegun, tapi segera sahutnya, "Kalau
mesti satu lawan satu, rasanya sulit untuk dikatakan, tapi jika
dibantu Sun-lotoa, aku rasa tidak sulit untuk membunuh
bajingan itu."
"Baiklah, anggap saja kau dan Sun-lotoa sanggup
menghadapi si Tangan besi, Tok Ku-wi l.oji menghadapi si
Darah dingin, sedang aku dan Tu-niocu belum tentu berhasil
menjebol tandu yang dihuni si Tanpa perasaan."
"Sangat masuk di akal, sangat masuk di akal," Tok Ku-wi wi
menimbrung, "sekalipun begitu, tidak seharusnya kau buang
kesempatan baik ini begitu saja, paling tidak kita masih punya
kesempatan untuk menang!"
Mendadak si cebol Sun berkata, "Aku pikir Auyang Toako
bukannya bermaksud melepas peluang ini, tapi dia ingin men-
ciptakan satu peluang lain yang jauh lebih besar."
"Oya?"
Auyang Toa seketika tertawa tergelak.
"Hahaha ... betul sekali, kelihatannya hanya Sun-lotoa yang
bisa menyelami jalan pikiranku."
Kemudian setelah berpaling ke arah Tok Ku-wi, lanjutnya,
"Jangan lupa si Pengejar nyawa masih berada di tangan kita,
malam ini mereka pasti akan datang menolong karena urusan
itu dianggap sangat penting, jadi menurut pendapatku mereka
akan mengerahkan segenap kekuatan yang dipunyai untuk
melakukan pertolongan, dalam keadaan tergesa-gesa tak
sempat lagi mereka untuk mengundang bala bantuan, asal
yang datang hanya tiga orang Auyang Toa tertawa seram, lalu
melanjutkan, "belum termasuk kekuatan kita semua, cukup
mengandalkan alat rahasia yang ada di lembah Auyang pun

840
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sudah lebih dari cukup untuk mencabut nyawa mereka. Jadi


kau pilih mana?"
Suma Huang-bong tidak dapat bicara lagi, dia segera
terbungkam.
"Apa yang kita lakukan jika malam nanti Cukat-sianseng
ikut datang?" tiba-tiba Sun Put-kiong bertanya.
Dengan cepat Auyang Toa menggeleng kepala berulang
kali, jawabnya sambil tertawa, "Kemungkinan besar sang
ketua sudah mulai bergerak saat ini, aku pikir sudah tak ada
waktu lagi bagi Cukat-sianseng untuk ikut mencampuri urusan
ini."
"Betulkah alat rahasia yang terpasang di lembah Auyang
sangat tangguh seperti apa yang kau katakan?" tanya Tok Ku-
wi.
"Kalau soal itu kau tak usah kuatir" seru si cebol Sun sambil
tertawa dingin.
"Kenapa?"
"Sebab lembah Auyang merupakan jalan mundur yang
dipersiapkan sang ketua, seluruh alat rahasia dan jebakan
yang ada di sana dirancang, dipersiapkan dan dipasang sendiri
oleh sang ketua bersama guruku."
Setelah mendengar penuturan si cebol Sun, Suma Huang-
bong pun tenang kembali.
Sampai dimana kehebatan ilmu silat dan kecerdasan yang
dimiliki sang ketua, semua orang sudah tahu dan merasa
sangat yakin, ilmu barisan Ngo-heng-tin dari Kiu-yu-sinkun
sang malaikat sakti dari Kiu-yu juga tak terbantahkan. Maka
komplotan Suma Huang-bong saat ini seolah sedang melihat
dan mendengar jerit kesakitan, teriakan minta tolong si Tanpa
perasaan, si Darah dingin dan si Tangan besi....
Suasana remang sudah mulai menyelimuti langit di luar
toko peti mati, bianglala senja membias di udara, burung
gagak mulai terbang kembali ke sarangnya, bayangan tubuh
rombongan Auyang Toa pun sudah lama lenyap di kejauhan
sana.

841
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Saat itulah si Darah dingin bertanya, "Kenapa tidak kita


kejar?"
Di balik senja yang mencekam, nada suaranya terdengar
begitu murung, begitu letih.
"Kau sudah terluka?" seru si Tangan besi.
"Tidak, karena mereka akan menggunakan diriku sebagai
umpan agar bisa memaksa Toa-suheng tinggalkan tandunya,
selain itu mereka pun menganggap aku serta Toa-suheng tak
bakal lolos dari cengkeraman mereka, maka selama ini aku tak
pernah dicelakai, walau begitu, totokan jalan darah semalam
suntuk cukup membuat tubuhku amat lelah."
"Syukurlah kalau tidak terluka," kata si Tanpa perasaan,
"kini si Pengejar nyawa sudah terjatuh ke tangan mereka,
apabila kita gunakan kekerasan untuk merebutnya sekarang,
bagaimana pun juga kemungkinan besar Sam-sute yang bakal
celaka."
"Tapi kau sudah terluka dan kondisi badanku lemah,
padahal kita mesti berangkat ke lembah Auyang, tahukah kau
apa nama lain dari lembah itu?"
"Lembah penggaet sukma!"
"Jauh sebelum kita terjun ke dunia persilatan, tahukah kau
apa yang menyebabkan kematian Jian-li-sin-eng si elang sakti
ribuan li, si opas kenamaan dari Khong-ciu dan Sian-yan
Thianhong?" tanya si Darah dingin lebih jauh.
"Gara-gara mengejar seorang bajingan yang berkhianat
kepada kerajaan, Sian-yan Locianpwe mati karena menyentuh
alat perangkap."
"Dia mati dimana?"
"Dalam lembah Auyang."
"Sekarang kita harus menolong Sam-suheng di sana, bukan
saja harus menempuh perjalanan jauh, kondisi kita sendiri pun
sedang lemah, bukankah kepergian kita sama halnya dengan
mengantar kematian?"
"Siapa bilang kita baru akan turun tangan setibanya di
sana?"

842
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Benar," sambung si Tangan besi, "seharusnya tadi kita


segera berangkat untuk melakukan pengejaran, bila perlu kita
serang Auyang Toa habis-habisan. Tapi sekarang..
"Sekarangpun kita bisa mengejar secara diam-diam," kata
si Darah dingin tergerak hatinya, "lalu kita tunggu kesempatan
baik baru turun tangan
"Ya. Meskipun pada akhirnya tidak menemukan
kesempatan seperti itu, paling tidak kita bisa membuntuti
mereka serta melewati setiap alat jebakan dengan lebih
aman," terus si Tangan besi sambil tertawa.
"Aku rasa persoalan ini tak bisa ditunda lagi, kita harus
segera menguntit mereka."
"Toa-suheng kurang leluasa ikut dalam penguntitan ini,
lebih baik dia menjadi penghubung saja."
Tanpa perasaan menundukkan kepala memperhatikan kaki
sendiri, lalu bisiknya, "Tentu saja aku tak bisa ikut, kalau
begitu biarlah kita berhubungan sepanjang jalan dengan
menggunakan kode rahasia."
"Baik," si Tangan besi segera menjura, "kami segera
berangkat, semoga Toa-suheng bisa baik-baik menjaga diri!"
Ketika berada dua puluh dua li dari lembah Auyang,
rombongan Auyang Toa yang telah menempuh perjalanan
jauh sedang bersiap untuk istirahat.
Saat itulah Tu Lian berkata, "Auyang-kokcu, dimana kau
akan mengurung si Pengejar nyawa?"
"Rawa Bu-tok-tham," sahut Auyang Toa sambil tertawa
keras, "hanya di tempat itu dengan gampang kita bisa
mengirim nyawa mereka terkubur di dasar Rawa."
"Menurut pendapatmu, apakah si Tanpa perasaan dan
lainnya pasti akan datang kemari?"
"Mereka adalah kawanan pendekar yang mengutamakan
kesetia kawanan, biar nyawa dijadikan taruhan juga mereka
pasti akan datang untuk menolong si Pengejar nyawa."
"Bila Tanpa perasaan, si Tangan besi dan si Darah dingin
pasti akan datang memenuhi janji, berarti si Pengejar nyawa
tidak mesti dalam keadaan hidup."

843
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Maksudmu...
"Kita bunuh saja daripada meninggalkan bibit penyakit di
kemudian hari" seru Tu Lian dengan wajah hijau membesi.
"Tidak boleh."
"Kenapa?"
"Jika si Pengejar nyawa sudah jadi mayat, Tanpa perasaan
dan lainnya pasti akan mengetahui hal ini, dan belum tentu
mereka mau mempertaruhkan nyawa untuk menyeberangi
rawa."
"Selain itu," sambung si cebol Sun, "bila sekarang juga kita
bunuh si Pengejar nyawa, bisa jadi mereka yang menguntit
akan segera mengadu jiwa dengan kita."
"Mereka menguntit?" gumam Tok Ku-wi melengak.
"Benar. Paling tidak di antara si Tanpa perasaan, si Tangan
besi dan si Darah dingin, pasti ada dua orang yang menguntit
kita secara diam-diam."
"Kenapa aku tidak mendengar apa-apa?"
"Sebab ilmu meringankan tubuh mereka sangat hebat, aku
sendiri pun tidak mendengar apa-apa," kata si cebol Sun.
Kemudian setelah berhenti sejenak, tambahnya, "Tapi aku
dapat menebaknya."
Suma Huang-bong mendengus dingin.
"Kalau akan dibunuh, siapa pun yang datang juga percuma,
tak seorang pun dapat menyelamatkannya."
Sambil berkata, dengan ibu jari dan jari telunjuknya dia
melakukan sentilan ke udara.
"Betul" Tu Lian segera menyambung, "Sam-tiang-leng-
gong-soh-ho-ci (ilmu jari tiga kaki menembus angkasa
mengunci tenggorokan) saudara Suma sangat hebat, si
Tangan besi mau mencegah pun tak ada gunanya.
Persoalannya adalah perlukah kita membunuhnya sekarang?"
"Asal setiap gempuran kita mendatangkan hasil, tidak ada
salahnya kita bunuh dulu si Pengejar nyawa, berarti kita kehi-
angan seorang musuh tangguh, kemudian baru kita bantai
kedua orang penguntit itu," tiba-tiba si cebol Sun berkata.

844
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Betul," Suma Huang-bong mengerling sekejap ke arah


Auyang Toa, "dengan demikian, kita pun tak usah
mengganggu alat jebakan yang ada di lembah Auyang lagi."
Auyang Toa tertawa getir.
"Baiklah kalau begitu," katanya, "jika aku tak setuju, kalian
bisa mencurigai aku punya maksud lain."
"Ucapan saudara Auyang kelewatan," ujar si cebol Sun
hambar, "selama ini ketua selalu menganggap Kokcu bagaikan
lengan kiri dan lengan kanannya, bahkan bertanggung jawab
untuk mengadakan kontak dengan kami, mana berani kami
menaruh curiga kepada Kokcu?"
Dalam pada itu Suma Huang-bong sudah merentangkan
kesepuluh jari tangannya, diiringi suara gemerutuk seperti
kayu yang dibelah, dia siap melancarkan serangan mematikan.
Pada saat itulah tampak sesosok tubuh manusia melayang
bagai seekor burung elang, tanpa menimbulkan sedikit suara
pun orang itu melayang turun persis di hadapan orang
banyak.
Tanpa banyak pikir Tok Ku-wi segera menggetarkan
tombaknya, siap melancarkan tusukan.
"Jangan, yang datang adalah saudara Leng!" cegah si cebol
Sun segera.
Leng Liu-peng tertawa hambar, dia tetap tidak berkata-
kata. "Bagus sekali Leng si tanpa golok," Tok Ku-wi segera
mengumpat, "tadi kami harus bertarung mati-matian dalam
toko peti mati, sebaliknya kau pergi dengan santai, kau
memang hebat, kau memang luar biasa!"
Tadi sewaktu berada dalam toko peti mati, bila Leng Liu-
peng tidak pergi meninggalkan tempat itu, dengan kekuatan
komplotan Auyang Toa, paling tidak mereka sudah punya
kesempatan untuk menangkan pertarungan itu, dan sejak tadi
pula Auyang Toa mungkin sudah turun tangan.
Leng Liu-peng tertawa hambar, katanya perlahan, "Itulah
sebabnya aku khusus kemari untuk menghaturkan permintaan
maaf, harap kalian jangan marah lagi."

845
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kakek tanpa golok Leng Liu-peng sudah terkenal karena


wataknya yang aneh, tapi ilmu goloknya sangat hebat dan
sudah mencapai tingkat sempurna, dia jarang mau tunduk
kepada orang, tapi kini, secara terbuka dia minta maaf, tentu
saja Tok Ku-wi sekalian jadi tak enak untuk memojokkannya
lebih jauh.
Sambil tertawa Tu Lian segera berkata, "Saudara Leng tak
usah banyak adat, tak mau mengembut musuh dengan jumlah
banyak memang merupakan tindakan seorang ksatria, justru
kami yang merasa malu."
Nada suaranya penuh mengandung sindiran yang tak sedap
didengar.
Padahal Leng Liu-peng sangat berangasan dan kasar,
biasanya dia gampang naik darah, tapi kali ini dia justru
bersikap amat tenang, dengan tenang katanya, "Aku datang
karena ingin meminjam orang."
"Pinjam orang?" Auyang Toa mulai merasakan gelagat tidak
beres.
"Betul, mau pinjam seseorang," senyuman Leng Liu-peng
sangat tenang dan wajar, "asal aku masih hidup, hutang ini
pasti akan kubayar."
"Siapa yang hendak kau pinjam?" tanya si cebol Sun
keheranan.
"Dia!" sambil menjawab Leng Liu-peng menuding ke
tempat jauh.
Tanpa terasa si cebol Sun dan Auyang Toa berpaling,
namun hanya kegelapan malam yang nampak di situ, bukan
saja tak nampak seorang manusia pun, bayangan pun tidak
kelihatan.
Pada saat itulah tubuh Leng Liu-peng sudah melambung ke
udara, di antara kilatan cahaya yang muncul dari balik
tangannya, dia serang Tok Ku-wi dengan tangan kanannya
sementara tangan kirinya menyerang Tu Lian.
Si Bunga teratai beracun tidak menyangka dirinya diserang,
karena tak sempat melawan dengan senjata teratai

846
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

beracunnya, terpaksa dia sambut datangnya serangan dengan


telapak tangan kirinya.
Siapa tahu tiga jurus serangan yang dilancarkan Leng Liu-
peng mengandung tiga gerakan setiap jurusnya, berarti da
sudah melepaskan dua puluh enam jurus serangan.
Ketika Tu Lian selesai menyambut serangan kedua puluh
tujuh, tubuhnya sudah dipaksa mundur sejauh tujuh langkah.
Cahaya tajam yang muncul dari tangan kanan Leng Liu-
peng langsung mengarah tenggorokan Tok Ku-wi, karena
tombaknya kelewat panjang, ia tak sempat menangkis
ancaman itu, lekas badannya berbongkok untuk
menghindarkan diri.
Menggunakan kesempatan itu, Leng Liu-peng segera
melepaskan tendangan mengarah punggung si Pengejar
nyawa.
Berubah hebat paras muka Suma Huang-bong, bentaknya,
"Leng tanpa golok, kau cari mampus!"
Ilmu Sam-tiang-leng-gong-soh-ho-ci (tiga kaki menembus
angkasa mengunci tenggorokan) segera disentil ke depan, dua
gulung desingan angin tajam langsung melesat ke depan
menghajar tenggorokan lawan.
Ketika babatan golok Leng Liu-peng menyambar, Tok Ku-wi
segera menundukkan kepala menghindar, saat itulah Leng Liu-
peng menendang punggung si Pengejar nyawa, sementara
tangan kirinya mendesak mundur Tu Lian, semua gerakan ini
dilakukan hampir pada saat bersamaan.
Ketika dua desingan angin tajam dari Suma Huang-bong
meluncur tiba, cahaya tajam kembali berkilat dari tangannya
dan meluncur ke udara menyongsong datangnya ancaman.
"Duk, duk!", desingan jari tangan segera terpapas kutung,
saat itulah Leng Liu-peng sudah menyambar tubuh si Pengejar
nyawa lalu melambung ke udara, setelah menghindar dari
sapuan kipas Auyang Toa, dia tarik kembali cahaya tajam
yang berkilat di udara dan melesat pergi dari situ.
Si cebol Sun membentak keras, secepat sambaran kilat dia
cengkeram sepasang kaki Leng Liu-peng.

847
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kalian sudah tidak mau nyawa si Pengejar nyawa?" tiba-


tiba Leng Liu-peng mengancam.
Baru saja teriak itu bergema, mendadak dari atas sebatang
pohon meluncur datang sesosok bayangan manusia, sepasang
tinju bajanya langsung dihantamkan ke atas pergelangan
tangan si cebol.
Merasakan datangnya ancaman yang begitu hebat,
terpaksa si cebol Sun menarik kembali tangannya, mendadak
ia mencengkeram dada orang itu.
Sekali lagi orang itu berganti jurus, kali ini sepasang
tinjunya mengancam sepasang iga lawan, jelas jurus serangan
semacam ini merupakan jurus serangan mengadu jiwa.
Tentu saja si cebol Sun tak ingin mati konyol, terpaksa dia
tarik kembali ancamannya sambil melompat mundur
Menggunakan kesempatan itu, orang itu segera
membalikkan badan dan kabur dari situ.
Auyang Toa membentak gusar, tubuhnya melambung ke
udara, kipasnya langsung disodokkan ke jalan darah Tay-
yang-hiat di kening orang itu.
Mendadak dari sisi lain berkelebat cahaya tajam, sinar
dingin itu langsung mengancam tenggorokannya.
Lekas Auyang Toa menarik kembali kipasnya sambil di-
pentang lebar di depan lehernya, "Crit!", pedang itu langsung
menusuk di atas kipasnya.
Ternyata tusukan itu tidak berhasil menembus permukaan
kipas, sebaliknya Auyang Toa sendiri juga dipaksa mundur ke
belakang.
Begitu musuhnya mundur, orang itu menarik kembali
pedangnya lalu balik badan dan kabur dari situ.
"Lihat serangan!" hampir bersamaan Tu Lian dan Tok Ku-wi
membentak keras.
Dari balik senjata bunga teratainya tampak berpuluh titik
cahaya biru menyembur ke depan dengan dahsyatnya.
Tapi gerakan tubuh kedua orang itu sangat cepat, hanya
dalam waktu singkat bayangan mereka sudah lenyap dari
pandangan mata.

848
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Suma Huang-bong hendak mengejar, namun sudah


terlambat.
Merah padam wajah Auyang Toa saking jengkelnya,
dengan penuh kebencian dia mengumpat, "Leng ... Liu ...
Peng ... kau si pengkhianat!"
Sementara Tok Ku-wi sedang mengawasi arah dimana
bayangan tadi lenyap dengan pandangan termangu,
gumamnya, "Ternyata Leng si tanpa golok sudah bergabung
dengan Cukat-sianseng ... ternyata mereka satu komplotan
...!"
"Tidak mungkin, tidak mungkin," seru si Cebol Sun dengan
kening berkerut, "tampaknya mereka tidak mirip!"
"Betul, dua orang yang muncul terakhir memiliki kungfu
yang sangat hebat," sambung Tu Lian cepat.
Auyang Toa melotot sekejap ke arah perempuan itu,
kemudian ujarnya, "Walaupun gerakan tubuh orang pertama
sangat cepat, tapi aku masih dapat mengenalnya, dia adalah
si Tangan besi!"
"Benar, setelah diamati lebih teliti, aku pun merasa orang
kedua mirip dengan si Darah dingin!" sambung Tok Ku-wi.
Tu Lian tidak berkata apa-apa, dia berjalan ke muka dan
memungut senjata rahasianya satu per satu, setelah
termenung sejenak, dia mendongakkan kepala dan berkata,
"Ayo kita kejar mereka."
"Memangnya bisa disusul?"
"Tadi aku melepaskan dua puluh tiga jenis senjata rahasia,
satu di antaranya meledak secara otomatis di tengah jalan dan
menyemburkan tiga jenis senjata rahasia kecil, berarti jumlah
keseluruhan adalah dua puluh enam senjata rahasia."
Kemudian sambil memperlihatkan senjata rahasianya yang
lebih lembut dari bulu di atas telapak tangannya ia
melanjutkan, "Sekarang yang tersisa tinggal dua puluh lima
senjata rahasia, di antaranya dari tiga jenis Am-gi terkecil, ada
satu yang tidak ditemukan. Padahal yang kuserang si Tangan
besi, dia hanya menghindar dengan gerakan tubuhnya, sama
sekali tidak berusaha menangkapnya."

849
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Maksudmu si Tangan besi sudah terhajar oleh senjata


rahasiamu?" tanya si cebol Sun.
"Sekalipun sudah terhajar telak, memangnya senjata
rahasia sekecil itu bisa berbuat apa terhadapnya?" sambung
Suma Huang-bong.
Tu Lian segera menarik wajahnya, dengan ketus dia
berkata, "Suma-sianseng, tahukah kau apa yang
menyebabkan kema-tian keempat puluh dua jiwa di Huang-
ho-piau-kiok?"
"Memangnya?" Suma Huang-bong tertawa paksa.
Sambil menunjukkan jarum lembut yang berada di telapak
tangan kirinya, Tu Lian berkata, "Aku hanya melemparkan
sebatang jarum seperti ini ke dalam sumur mereka, akibatnya
mereka pun mampus semua."
Lalu sambil membuat angka empat dan dua dengan jari
tangannya, ia menambahkan, "Empat... puluh ... dua ... jiwa!"
Meskipun sepanjang hidupnya Suma Huang-bong sudah
terbiasa membunuh orang, tak urung hatinya bergidik juga
menyaksikan tingkah Tu Lian.
Terdengar perempuan kejam itu berkata lagi, "Aku sengaja
membunuh mereka karena Congpiautau perusahaan Huang-
ho-piau-kiok itu, Ui Jit-hay, pernah sesumbar dia tidak takut
dengan racunku si Bunga teratai beracun Tu Lian!"
Ucapan yang pertama bermaksud untuk membuktikan
kalau senjata rahasianya sangat beracun, tapi ucapannya yang
terakhir jelas sengaja ditujukan kepada Suma Huang-bong."
Lekas Auyang Toa melerai sambil tertawa tergelak, "Untung
saja nona Tu telah melepaskan senjata rahasia, mari kita
segera mengejar si Tangan besi."
"Betul!" sambung Tok Ku-wi sambil tertawa dingin, pelan-
pelan dia menyeret tombaknya ke belakang, kemudian
terusnya, "mumpung mereka belum pergi terlalu jauh."
Di ujung mata tombaknya terlihat bercak darah yang belum
mengering.
Si cebol sun segera bertanya, "Siapa yang telah kau tusuk
tadi?"

850
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Darah dingin!"
0oo0
Darah dingin!
Sambil berlari kencang si Tangan besi memperhatikan
keadaan si Darah dingin, tiba-tiba ia berhenti berlari, sambil
me-mayang tubuh si Darah dingin tegurnya cemas, "Kau
terluka?"
"Tidak!"
"Lantas darimana datangnya darah di tubuhmu?" Darah
dingin tertawa dingin.
"Tempo hari, ketika sedang mengejar Suma Huang-bong
aku pernah mencicipi kehebatan tombak panjang Tok Ku-wi."
Sambil berkata dia mengeluarkan sebuah bungkusan kain
dari sakunya, kain itu penuh berlepotan darah, katanya lebih
jauh, "Tadi aku memang sengaja merobek kain ini lalu
memoleskan sedikit darah di ujung tombaknya, darah babi!"
"Ah, tak kusangka, dalam keadaan begini pun kau masih
sempat berbuat jahil" seru si Tangan besi.
"Bukan, aku tidak bermaksud jahil" bantah si Darah dingin
cepat, "aku memang sengaja berbuat begitu agar mereka
salah mengira kita sudah terluka, kemudian melakukan
pengejaran terhadap kita. Asal kita sebar bercak darah
dimana-mana, mereka pasti akan melacak terus jejak kita.
Dengan berbuat demikian Toa-suheng baru terhindar dari
kawanan bandit itu."
Setelah berhenti sejenak, mencorong sinar pembunuhan
dari balik matanya, lanjutnya, "Apalagi mereka mengira kita
sudah terluka, kewaspadaan mereka pasti mengendor, kita
bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk membunuh mereka
satu per satu "
Dengan pandangan dalam si Tangan besi mengawasi Darah
dingin sekejap, kemudian serunya sambil tertawa tergelak,
"Hahaha ... Su-sute, tampaknya pengalamanmu maju pesat,
aku merasa ketinggalan darimu."

851
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Baru saja si Darah dingin akan menyangkal, tiba-tiba


sekujur tubuhnya jadi kaku, serunya tertahan, "Kau sudah
terkena senjata rahasia beracun si Bunga teratai beracun?"
Tangan besi berpaling dan mengawasi lengan kiri sendiri,
betul juga, sebatang jarum kecil berwarna hijau pupus
menancap di tempat itu, dia segera mengerahkan tenaga
dalamnya, jarum lembut itu tergetar keras lalu mencelat dan
terjatuh ke tepi jalan. Seketika itu juga rerumputan di
sekeliling tempat itu berubah jadi kuning layu, seakan terbakar
oleh api.
Melihat itu si Tangan besi berseru tertahan, "Wouw, jahat
benar racun senjata rahasia ini."
"Apakah kau keracunan?" tegur Darah dingin sangsi.
Kembali si Tangan besi tertawa tergelak, sambil
menggerakkan sepasang lengannya ia berseru, "Su-sute,
masih ingat dengan julukanku?"
"Sepasang lengan bagai tembaga, kebal racun kebal
senjata, mampu menghancurkan emas melumat cadas, kau
adalah si Tangan baja!"
"Itulah, biar racun yang dipoleskan di ujung senjata
rahasianya sepuluh kali lipat lebih jahat pun bagiku sama saja
... tak berguna ..."
Kemudian setelah menghela napas panjang, terusnya,
"Masih untung senjata rahasia itu mengenai lenganku, coba
kalau tidak..."
"Coba kalau aku yang terkena senjata rahasia itu, mungkin
saat ini aku sudah jadi mayat," sambung si Darah dingin, "aku
memang tidak memiliki tangan baja seperti yang dimiliki Ji-
suheng."
Si Tangan besi tertawa.
"Sebaliknya jika tusukan tombak Tok Ku-wi itu ditujukan
kepadaku," katanya, "tanpa pengalaman apapun dalam
menghadapi tusukan tombaknya, mungkin keadaanku saat ini
jauh lebih parah ketimbang terkena senjata rahasia si Bunga
teratai beracun!"

852
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bicara sampai di sini ia mulai menggerakkan tubuhnya lagi,


ujarnya, "Ayo kita lanjutkan pelarian ini, sebentar lagi
komplotan Auyang Toa pasti akan menyusul kemari."
Sambil berlari menyusul di samping rekannya, Darah dingin
berkata lagi, "Ji-suheng, menurut pendapatmu mengapa Leng
Liu-peng menyelamatkan Sam-suheng?"
"Aku sendiri pun tidak tahu apa alasannya. Menurut apa
yang kuketahui, selama ini Sam-sute tak pernah berhubungan
dengan Leng Liu-peng, jadi menurut perkiraanku, pertolongan
ini belum tentu didasari niat baik."
"Sekarang kita pun tak tahu harus menemukan Leng Liu-
peng dimana!"
"Tapi ada satu hal bisa dipastikan, paling tidak Sam-sute
jauh lebih baik terjatuh ke tangan Leng Liu-peng ketimbang
berada di tangan Auyang Toa."
"Sayang kita belum tahu apa maksud tujuan Leng Liu-
peng?"
"Ingat, Leng Liu-peng pernah membokong Toa-suheng!"
"Menurut dugaanku Leng Liu-peng tak bakal mengambil
jalan balik, dia pasti berusaha menghindari Toa-suheng, mari
kita mengejar dari arah sini saja, mungkin inilah arah yang
ditempuh Leng Liu-peng, di samping itu kita pun bisa
menghindari orang yang mengejar kita."
"Toa-suheng cerdas dan cekatan, sayang kondisi badannya
kurang baik, sepasang kakinya pun cacad, sedikit banyak dia
gampang menderita kerugian," gumam si Tangan besi.
Bukan hanya si Tanpa perasaan yang cerdas dan cekatan,
si Tangan besi dan Darah dingin pun termasuk jagoan yang
mahir dalam bun maupun bu.
Tapi sayang kali ini dugaan mereka keliru besar.
Dengan sekuat tenaga mereka berlari terus, sampai lama
sekali belum mereka temukan bayangan tubuh Leng Liu-peng,
menanti mereka sadar gelagat tidak menguntungkan, keadaan
sudah terlambat.
Leng Liu-peng berhasil menghadang si Tanpa perasaan.

853
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Siapa di situ?" hardik Tanpa perasaan dengan suara


dingin.
Sepasang tangannya yang berada dalam tandu sudah
memegang tombol kedua puluh empat alat jebakannya,
senjata rahasia pun sudah dalam genggaman dan siap
dilancarkan, dalam keadaan demikian jangan kan manusia,
seekor lalat pun jangan harap bisa terbang lewat tempat itu
dengan selamat.
Ia bersikap begitu tegang karena dia tahu si pendatang
adalah seorang jago persilatan yang berilmu tinggi.
Sepanjang perjalanan dia bergerak dengan mengikuti kode
rahasia yang ditinggalkan si Tangan besi dan Darah dingin,
ketika tiba di tepi hutan dia segera menangkap suara langkah
kaki manusia yang sangat ringan, selain enteng juga sangat
cepat.
Begitu mendengar suara langkah kaki itu, dia segera
menghentikan tandunya.
Tampaknya orang itupun sadar kalau jejaknya sudah
ketahuan, dia ikut menghentikan langkahnya dan sama sekali
tidak bersuara.
Menyusul terdengar ranting pohon yang berada puluhan
kaki jauhnya dari situ bergerak perlahan, sejenak kemudian
ranting pohon yang berada tujuh delapan kaki dari sana
kembali bergerak.
Tanpa perasaan tak boleh membiarkan si pendatang terlalu
dekat dengan tandunya, namun dia pun tak ingin membunuh
orang tanpa alasan.
Bila senjata rahasianya sudah dilontarkan keluar, maka
termasuk dia sendiri pun tak mampu mengendalikannya lagi.
Jika pihak lawan dapat menyambut serangan itu berarti dia
akan hidup, bila tak mampu menghadapinya maka biar dia
sendiri pun tak akan mampu menolongnya.
Senjata rahasianya memang sangat ampuh dan luar biasa,
tapi kehebatannya sama sekali tak ada sangkut-pautnya
dengan keberanian yang dia miliki.

854
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Terdengar seorang berseru memuji, suara itu berasal dari


atas sebatang pohon pinus delapan belas langkah di sisi
tenggara.
"Tajam amat pendengaranmu!"
Suaranya datar, sama sekali tak berperasaan.
"Leng Liu-peng?" sapa Tanpa perasaan dengan sorot mata
menyusut.
Seorang melayang turun ke tanah tanpa menimbulkan
suara, sorot mata yang lebih tajam dari sembilu mengawasi
tandu di hadapannya tanpa berkedip.
"Aku datang untuk mengantar hadiah untukmu," katanya.
"Oya?"
"Nih, kuberikan padamu!" hardik Leng Liu-peng nyaring.
"Blam!", telapak tangannya menghantam ke atas sebatang
pohon pinus, ketika batang pohon itu bergetar keras, sesosok
tubuh manusia terjatuh dari ketinggian, jatuh persis di
samping tandu
Jalan darah orang itu tertotok, lagi pula sedang menderita
luka cukup parah, kejatuhan dari tempat yang tinggi ini
seketika menimbulkan rasa sakit yang luar biasa, rasa sakit
yang merasuk tulang sumsum, namun orang itu tetap
mengertak gigi, mengeluh pun tidak.
Suasana hening, kejadian ini tampaknya cukup
mengejutkan si Tanpa perasaan, sampai lama kemudian baru
menyapa, "Sam-sute?"
"Benar Toa-suheng" sahut si Pengejar nyawa sambil
tertawa paksa.
Kembali suasana hening untuk beberapa saat, sejenak
kemudian baru ia berkata lagi, "Aku yang telah
mencelakaimu."
"Kenapa begitu?"
"Tidak seharusnya kubiarkan kau pulang seorang diri, aku
pun tidak seharusnya membiarkan Darah dingin mengejar
musuh sendirian, akibatnya kalian berdua harus menderita."

855
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mendengar itu si Pengejar nyawa tertawa tergelak,


walaupun akibatnya lukanya pecah kembali, namun paras
mukanya sama sekali tak berubah.
"Peduli amat," serunya, "prinsipku, selama gunung masih
menghijau, kenapa mesti takut kehabisan kayu bakar?"
Setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata, "Toa-
suheng, kau tak usah menguatirkan mati hidup kami, ingatlah
beribu-ribu jiwa rakyat di kotaraja, asal kau perhatikan
kesejahteraan orang banyak, aku pun akan merasa tenteram."
Maksud perkataan itu sangat jelas, dia minta si Tanpa
perasaan tidak menerima ancaman Leng Liu-peng gara-gara
menguatirkan keselamatan jiwanya.
Tanpa perasaan termenung lama sekali, kemudian
sahutnya setelah menghembuskan napas panjang, "Aku tahu!"
Suasana jadi hening, tak ada yang berbicara lagi.
Lama kemudian si Tanpa perasaan baru berseru, "Saudara
Leng!"
"Ada apa?" suara Leng Liu-peng dingin bagaikan salju.
"Boleh tahu saudara Leng...
Belum selesai perkataan itu diucapkan, Leng Liu-peng telah
menukas, "Karena menyelamatkan si Pengejar nyawa, aku
tidak mempunyai permintaan lain, aku hanya berharap kau
bersedia keluar dari tandumu dan berduel melawan aku."
"Soal ini...Tanpa perasaan agak tertegun.
"Jangan kau anggap Leng Liu-peng adalah seorang
manusia yang lupa budi dan takut mati!" wajahnya mendadak
memerah, ototnya menongol keluar karena menahan gejolak
emosi, dengan susah payah akhirnya dia dapat mengendalikan
diri, lanjutnya, "Aku merasa sangat berterima kasih karena
sewaktu berada di Sam-sek-kiok (Tiga tempat pelepas lelah),
kau telah mengampuni aku, juga tidak membocorkan rahasia
itu, aku merasa berterima kasih sekali atas kebaikanmu itu."
Pagi itu, di tengah kota kecil, di depan toko peti mati, si
pincang ribut dengan lelaki gemuk.
Si pincang itu tak lain adalah Leng Liu-peng, sementara
lelaki gemuk itu adalah Tok Ku-wi.

856
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mereka bergebrak, waktu itu masih ada pula Kwe Pin dan
Oh Hui.
Oh Hui belum sempat mendekati tandu, goloknya belum
sempat dibacokkan, dia sudah keburu mati.
Kwe Pin menyerang dengan senjata rahasia, menerjang
masuk ke dalam tandu, tapi akhirnya mampus juga.
Di saat Tanpa perasaan melambung ke udara, Leng Liu-
peng ikut bergerak pula.
Tanpa perasaan melepaskan senjata rahasia untuk
menangkis sinar tajam, tapi akhirnya tetap terluka oleh
sambaran cahaya tajam itu.
Semua pengalaman itu bagi Leng Liu-peng bukan sesuatu
yang patut dibanggakan, sebaliknya justru dianggap sebuah
aib, suatu kejadian yang amat memalukan.
Selama hidup dia memang enggan melakukan perbuatan
yang memalukan.
Wataknya aneh karena sewaktu masih kecil dulu, seluruh
anggota keluarganya di wilayah Biau telah mati dibantai
orang, ketika musuh besarnya melihat dia berbakat bagus
maka ditangkaplah dia dan dibawa pulang, selama dalam itu
dia harus menerima berbagai siksaan dan hinaan, tapi dia
bersikukuh mempertahankan hidup, diam-diam mulai melatih
diri secara tekun dengan kesetiaan dan keringat bercampur
darah dia berusaha menarik simpati musuh hingga dapat
mempertahankan hidup.
Ketika ia menginjak dewasa, ilmu silat telah berhasil
dikuasainya, dia mulai menghabisi nyawa sanak saudara
musuh besarnya itu, kemudian mengejar musuhnya sejauh
delapan ratus li hingga gurun pasir.
Sampai akhirnya dia berhasil membantai musuhnya itu,
menguliti mayatnya dan memenggal kepalanya untuk dibawa
pulang ke wilayah Biau, Leng Liu-peng baru mulai
mengembara kian kemari sambil membunuh orang semau
hati.
Dia masih teringat jelas dengan peristiwa yang terjadi
kemarin sore, waktu dia menyamar jadi si burik bersama

857
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Auyang Toa yang menyamar sebagai penjual sau-pia,


berusaha membokong Tanpa perasaan di Sam-sek-kiok.
Waktu itu dia tak percaya tak mampu menjebol tandu itu
hingga mencoba mencongkelnya, siapa tahu serangan
sepasang anak panah membuatnya tak sempat
menghindarkan diri.
Waktu itu, sebatang anak panah di antaranya berhasil
disambut Auyang Toa, tapi sebatang yang lain tak sanggup
dia hadapi sehingga terpaksa harus ditangkis dengan gelang
bajanya.
Ditinjau dari kekuatan serangan itu, jelas posisinya tidak
menguntungkan, seharusnya serangan itu tak mudah
dipatahkan, siapa tahu anak panah itu mendadak rontok
sendiri di tengah jalan.
Hal ini membuktikan Tanpa perasaan memang sama sekali
tak berminat untuk menghabisi nyawanya.
Padahal dia sudah dua kali berusaha membokong Tanpa
perasaan, tapi pada akhirnya Tanpa perasaan justru telah
mengampuni nyawanya, bukan begitu saja, malah rahasia itu
tak pernah dibocorkan pemuda itu.
Benarkah si Tanpa perasaan memang tak berperasaan?
Dia tak tahu, tapi baginya dia lebih suka mati ketimbang
menjadi Leng Liu-peng yang mirip kura-kura!
Senyuman mulai muncul dari balik mata Tanpa perasaan,
sapanya, "Saudara Leng..
"Aku pernah menerima budi kebaikan sang ketua," tukas
Leng Liu-peng cepat, "aku pun telah mewarisi kepandaian
silatnya, aku tak boleh melakukan perbuatan yang
mengkhianati dirinya."
"Aku mengerti!"
"Itulah sebabnya aku harus membayar lunas budimu
terlebih dulu, kemudian baru menantangmu berduel."
Tanpa perasaan segera menekan tangannya di tempat
duduk dan melayang keluar dari tandunya, setelah duduk di
atas tanah, ujarnya, "Sekarang aku sudah keluar"

858
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika melihat Tanpa perasaan hanya bisa duduk dan tak


mungkin berdiri, kembali Leng Liu-peng berkata, "Aku tahu
cara seperti ini tidak adil karena tubuhmu sudah bersatu
dengan tandu itu, tapi aku tahu, bila kau tidak kusuruh keluar,
bila kau masih berada-di dalam tandu, maka kemungkinanku
untuk menang sama sekali tak ada."
"Tandu itu hanya barang luar, aku merasa cara seperti ini
sangat adil, tentu saja kecuali kau memandang enteng aku si
manusia cacad ini."
Perasaan hormat bercampur kagum memancar keluar dari
balik mata Leng Liu-peng, kembali ujarnya, "Aku memang
sengaja menotok jalan darah si Pengejar nyawa, karena aku
tak ingin dia mencampuri urusan ini, aku tak ingin dalam duel
nanti aku mesti memecah perhatian, begitu juga dengan
dirimu."
Ketika dua jago sedang bertarung, menguatirkan
keselamatan seorang yang berada di luar arena memang
sangat mengganggu.
"Aku mengerti," Tanpa perasaan manggut-manggut.
Leng Liu-peng mulai mundur dua langkah ke belakang,
perlahan-lahan pakaian yang dia kenakan mulai
menggelembung besar, tampaknya dia sudah mulai
menghimpun tenaga dalamnya.
Tanpa perasaan menundukkan kepalanya, sorot matanya
yang tajam mengawasi terus jarum pohon pinus yang banyak
berserakan di tanah, dia duduk seakan seorang pendeta yang
sedang bersemedi, sorot matanya seolah tak pernah mau
bergeser dari situ.
Pelan-pelan Leng Liu-peng menarik tangannya ke belakang,
melolos gelang besinya, semua gerakan dilakukan amat
lamban, tegas, bertenaga dan tidak memberi peluang kepada
lawannya untuk menyergap, setelah itu ujarnya, "Orang bilang
Tanpa perasaan mempunyai empat keampuhan, keampuhan
pertama terletak pada tandunya, keampuhan kedua pada ilmu
senjata rahasianya, keampuhan ketiga pada ilmu meringankan
tubuh dan keampuhan terakhir pada bakat dan

859
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kecerdasannya. Biarlah hari ini kujajal tiga keampuhanmu


yang terakhir."
Tanpa perasaan masih tetap memandang ke tanah, tapi
suara jawabannya aneh dan sangat berat, sahutnya, "Orang
bilang jagoan pengguna golok 'terhebat dan paling sempurna
dari wilayah Biau adalah Jit-ci-si-sin (dewa mampus dari Jit-ci)
Ho Thong, tapi kenyataan Ho Thong harus menelan kekalahan
di tangan 'tanpa golok' mu. Orang bilang ilmu golok tercepat,
tanpa titik kelemahan dan kokoh pertahanannya di wilayah
Biau adalah si golok sakti ribuan li Mo-sam Ha-ha, tapi
nyatanya Mo-sam Ha-ha sangat kagum dan takluk oleh 'tanpa
golok' milikmu
Masih tetap mengawasi jarum pinus yang bertebaran di
tanah, dia menambahkan, "Terus terang, aku sendiri pun tidak
yakin dapat menjebol ilmu tanpa golokmu, oleh sebab itu
perasaan hatiku kini ... kau tahu, bagaimana perasaan hatiku
kini?"
"Bagaimana?"
"Sangat gembira!" jawaban Tanpa perasaan tetap tenang,
tanpa gelombang.
Leng Liu-peng menarik kembali sorot matanya, kata demi
kata ujarnya, "Dalam dua puluh lima tahun ini, kaulah orang
pertama yang merasa gembira karena berduel melawanku."
"Ilmu silat adalah pekerjaan kita, bila kita tidak merasa
gembira ketika harus menghadiri sebuah pesta pertarungan
paling akbar, apakah pantas kita disebut seorang pesilat?"
Sesudah berhenti sejenak, kembali terusnya, "Apalagi
sewaktu menghadapi kau, seorang jagoan yang sangat ahli di
bidang senjata rahasia serta ilmu golok."
"Bila kita tidak mati lantaran pertarungan ini, aku pasti
akan bersahabat dengan kau!" mendadak Leng Liu-peng
berkata, kemudian setelah berhenti sejenak, tambahnya,
"selama hidup aku belum pernah memiliki seorang sahabat
sejati."

860
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ya, tapi sayang begitu kita turun tangan, siapa pun tak
akan mampu mengendalikan nasib lawan," ucap Tanpa
perasaan sedih.
"Ada satu hal aku perlu memberitahu kepadamu lebih
dulu," mendadak Leng Liu-peng berbisik. "Katakan!"
"Bila aku telah selesai berkata nanti, kita segera akan turun
tangan, kalau tidak, mungkin kita tak bakal bertarung lagi."
Mereka berdua mulai saling menyayangi, mulai saling
simpati dan cocok, bila pertarungan tidak segera dilakukan,
pertarungan itu memang tak mungkin berlangsung.
Tapi mereka berada di pihak yang saling berseberangan,
mereka berada pada posisi saling bermusuhan, antara lurus
dan sesat, pertarungan semacam ini sulit untuk dihindari.
Bila pertarungan mulai dilakukan, seorang di antara mereka
mungkin harus berangkat menuju ke langit barat.
Angin gunung berhembus kencang, semakin banyak jarum
pohon pinus yang berguguran.
Tebing bukit yang curam berada tiga puluh kaki di belakang
Leng Liu-peng, dari situlah angin gunung berhembus datang.
Tempat apakah di seberang tebing curam itu? Tak ada
yang tahu.
"Apapun yang bakal terjadi di antara kita, si Pengejar
nyawa tetap harus hidup," teriak Leng Liu-peng dengan suara
keras.
Bila dia dapat membunuh Tanpa perasaan, maka ia bisa
pulang untuk memberikan pertanggung jawaban kepada sang
ketua.
Dia sengaja mengucapkan perkataan yang lain, tujuannya
agar Tanpa perasaan tak usah menguatirkan nasib rekannya,
agar dia bisa memusatkan perhatian dalam pertarungan yang
segera akan berlangsung.
Tentu saja Tanpa perasaan mengetahui hal ini.
Itulah ucapan terakhir Leng Liu-peng sebelum pertarungan
berlangsung.
"Terima kasih!" jawab Tanpa perasaan dengan keras.

861
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Perkataan inipun merupakan perkataan terakhir Tanpa


perasaan sebelum berlangsungnya pertempuran.
Begitu kata "terima kasih" selesai diucapkan, Tanpa
perasaan melancarkan serangan lebih dulu daripada Leng Liu-
peng.
Meskipun pertarungan tetap harus dilangsungkan, namun
ucapan "terima kasih" tetap harus disampaikan.
Akan tetapi dia tak yakin mampu menghadapi serangan
'tanpa golok' lawan, terpaksa dia berebut melancarkan
serangan terlebih dulu.
Menyerang dulu, tangkap semua kesempatan yang ada dan
bendung semua kesempatan lawan untuk melancarkan
serangan balasan.
Baru saja Leng Liu-peng akan melancarkan serangan
dengan senjatanya yang gemerlapan, serangan senjata
rahasia Tanpa perasaan telah mengancam tiba.
Senjata rahasia jarum pohon pinus!
Biarpun jarum pohon pinus itu lembek namun setelah
disentil Tanpa perasaan dengan disertai tenaga yang kuat,
benda itu seketika menyebar ke angkasa bagaikan hujan
bunga, langsung mengancam tubuh Leng Liu-peng.
Dengan satu gerakan ringan Leng Liu-peng melejit ke
samping, serangan jarum pinus seketika mengenai tempat
kosong.
Tapi baru saja serangan pertama gagal mengenai sasaran,
kembali muncul tiga belas titik cahaya tajam langsung
menghajar tubuh lawan.
Sekali lagi Leng Liu-peng melompat mundur, kali ini dia
mundur sejauh satu depa lebih.
Tanpa perasaan tidak tinggal diam, bagaikan burung
merpati dia melesat ke depan melakukan pengejaran, kembali
tangan kirinya diayunkan ke depan, sekilas cahaya putih
mengancam dada jagoan tanpa golok itu.
Leng Liu-peng menarik napas panjang, golok yang
sebenarnya sudah siap di balik baju terpaksa ditarik balik,
kembali tubuhnya melambung ke udara.

862
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sekali ini dia mundur sejauh sepuluh depa, dari situ dia
bersiap melancarkan serangan balasan.
Siapa sangka baru saja tubuhnya menyentuh tanah, si
Tanpa perasaan telah menghardik lagi, "Awas Am-gi!"
Serangkaian titik cahaya tajam membentuk satu rangkaian
cahaya kembali meluncur ke depan mengancam tubuh lawan.
Dengan gerakan burung belibis membalik badan, Leng Liu-
peng berjumpalitan di udara, cahaya tajam menyambar, dia
babat rantai putih itu hingga putus jadi dua, tiba-tiba "Sret,
sret", kembali desingan tajam mendekati tubuhnya, delapan
biji timah berduri meluncur datang dengan kecepatan luar
biasa.
Terpaksa Leng Liu-peng melompat mundur lagi.
Tanpa perasaan mengimbangi terus gerakan lawannya,
setiap kali pihak lawan mundur dia merangsek maju
Kali ini Leng Liu-peng mundur terlebih dulu sebelum si
Tanpa perasaan sempat melancarkan serangannya, sambil
mundur dia siap melepaskan serangan mautnya.
Asal cahaya tajam itu sudah dilontarkan, maka posisinya
dari bertahan akan berubah jadi menyerang, gerakan mundur
bagi seorang ahli senjata rahasia tidak terhitung sesuatu yang
luar biasa.
Baru saja dia mundur setengah jalan, mendadak kakinya
menginjak tempat kosong, keseimbangan tubuhnya seketika
hilang, badannya terpeleset jatuh ke belakang.
Sekalipun tebing dimana ia berpijak tadi merupakan
punggung bukit, seandainya dia terjatuh ke dasar jurang,
paling tidak tulangnya akan patah.
Sejak awal pertarungan, Tanpa perasaan memang berebut
melancarkan serangan terus menerus, sementara sejak awal
Leng Liu-peng hanya mundur terus ....
0oo0

25. Opas kenamaan berubah jadi manusia berdarah.

863
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tatkala Leng Liu-peng berhasil menghindari serangan


jarum pinus tadi, tubuhnya sudah mundur sejauh tujuh-
delapan depa, ketika menghindari sergapan dua belas titik
cahaya tajam, dia mundur lagi sejauh beberapa depa, ketika
menghindari serangan pisau terbang, dia mundur sejauh
sepuluh depa, menanti dia menghindari piau terbang,
tubuhnya mundur pula sejauh enam belas depa.
Saat itu tubuhnya sudah mundur hingga tiba di tepi jurang.
Lekas Leng Liu-peng menghentikan gerak tubuhnya,
dengan kesempurnaan tenaga dalam yang dimilikinya, meski
gerak mundur segera terhenti namun kakinya yang sudah
telanjur menginjak tempat kosong tak mungkin bisa ditarik
lagi, badannya tetap tenggelam ke bawah dengan kecepatan
tinggi.
Kali ini Leng Liu-peng memang salah perhitungan, tindakan
yang dilakukan si Tanpa perasaan sebetulnya hanya
bermaksud memotong jalan mundurnya, dia sama sekali tak
berniat mendesaknya hingga tercebur ke dalam jurang.
Waktu itu gerakan tubuh mereka dilakukan secepat kilat,
dalam keadaan seperti itu mustahil bagi mereka untuk
mengutarakan isi hati melalui ucapan.
Leng Liu-peng telah salah mengartikan niat Tanpa pera
saan, dia mengira pihak lawan menyerang dengan sepenuh
tenaga, maka dia pun mundur lebih cepat lagi hingga akhirnya
terperosok ke dalam jurang.
Seketika itu juga Leng Liu-peng merasa kepalanya pening,
begitu kehilangan keseimbangan badan dia segera terperosok
ke bawah, sambil berteriak aneh, lengannya mengayun ke
sana kemari, bermaksud mencari sesuatu benda untuk
berpegangan.
Mendadak lengan kirinya terasa mengencang, sebuah
benda telah mencengkeram pergelangan tangan kirinya kuat-
kuat.
Tangan manusia, tangan si Tanpa perasaan.
Sayang Tanpa perasaan tidak memiliki tenaga dalam yang
cukup, walaupun dia berhasil menangkap lengan lawannya

864
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tepat waktu, namun terbetot oleh tenaga Leng Liu-peng yang


terperosok ke bawah, tak tahan tubuhnya ikut terperosok pula
ke bawah.
Kini si Tanpa perasaan ikut terseret hingga tiba di tepi
jurang, masih untung dia bertindak sigap, dengan tangan
sebelah dia menangkap lengan Leng Liu-peng, tangan yang
lain segera digunakan untuk berpegangan pada benda apapun
yang tumbuh di tepi tebing.
Dalam posisi begini, beberapa kali Tanpa perasaan
berusaha membetot naik tubuh Leng Liu-peng, tapi sayang
tanpa tenaga dalam yang sempurna, mustahil baginya untuk
berbuat begitu, beberapa kali percobaan yang dia lakukan
membuat lengannya semakin linu dan kaku, ia sadar bila
dicoba beberapa kali lagi niscaya dia tak sanggup
mempertahankan betotannya lagi.
Dalam keadaan begini dia pun menghentikan percobaannya
dan membiarkan tubuhnya ikut bergelantungan di tepi jurang.
Beberapa saat kemudian, setelah rasa kagetnya berhasil
teratasi, Leng Liu-peng mulai bertanya, "Kenapa kau
menolong aku?"
"Sebab gelang bajamu belum sempat kau gunakan, mana
boleh kubiarkan kau mati duluan?"
Leng Liu-peng menutup mulut, kemudian katanya lagi,
"Lepaskan aku!"
"Kenapa?"
"Sebab dengan menahan tubuhku, kau tak bakal bisa
bertahan lama."
"Hm, tak kusangka kau pun cengeng macam perempuan,"
jengek Tanpa perasaan sambil tertawa dingin.
Maka Tanpa perasaan dan Leng Liu-peng pun saling
bergelantungan di tepi jurang.
Matahari telah condong ke barat, burung gagak mulai
beterbangan kembali ke sarangnya, malam sudah menjelang
tiba.
Tanpa perasaan mulai merasakan lengannya linu dan
lemas, tenaganya makin lama semakin lemah.

865
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Setelah berdiam diri sekian lama, akhirnya Leng Liu-peng


berkata lagi, "Aku tak peduli kau akan memakiku cengeng
atau tidak, mirip perempuan atau bukan, aku tetap memohon
satu hal kepadamu."
"Apa?"
"Tolong lepaskan tanganmu!"
"Tutup mulutmu!" bentak Tanpa perasaan tak sabar.
Padahal andaikata Leng Liu-peng mau meminjam tenaga
rekannya untuk melejit ke atas, dia masih mempunyai peluang
untuk lolos ke atas tebing, namun bila dia berbuat begitu,
maka Tanpa perasaan yang sudah mulai kehabisan tenaga itu
pasti akan terperosok ke dalam jurang dan mati
mengenaskan.
Tentu saja dia tak ingin melakukan hal itu.
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara langkah kaki
manusia berkumandang datang, suara langkah itu makin lama
semakin dekat.
Angin berhembus kencang, senja sudah berlalu, malam pun
menjelang tiba.
Darah dingin dan Tangan besi telah menelusuri setiap
pelosok tempat, namun gagal menemukan jejak Leng Liu-
peng.
Hampir pada saat bersamaan, Darah dingin dan Tangan
besi menghentikan langkah di luar sebuah hutan. "Tidak
benar," bisik Tangan besi.
"Ya, memang tidak benar," Darah dingin mengangguk,
"kenapa Leng Liu-peng menyerempet bahaya pergi menolong
si Pengejar nyawa? Padahal antara dia dan Pengejar nyawa
tak ada budi maupun dendam, pasti dia mempunyai maksud
tertentu."
"Masalahnya apa maksudnya?"
"Sebelum terjadinya pertempuran dalam toko peti mati,
Tanpa perasaan telah memanasi hati Leng Liu-peng hingga
jagoan itu pergi dengan gusar."

866
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Gara-gara kejadian itu, Leng Liu-peng bersumpah akan


menantang si Tanpa perasaan untuk berduel satu lawan satu,"
sambung Tangan besi.
"Tapi selama ini Leng Liu-peng takut dengan tandu yang
digunakan Tanpa perasaan."
"Itulah sebabnya dia menantang Tanpa perasaan untuk
berduel satu lawan satu dan harus keluar dari tandunya."
"Benar, jika Tanpa perasaan masih berada di dalam tandu,
tak mungkin Leng Liu-peng punya kesempatan untuk meraih
kemenangan."
"Padahal tidak gampang untuk memaksa Tanpa perasaan
keluar dari tandunya."
"Kecuali menggunakan umpan," ujar Darah dingin
kemudian.
"Ya, Pengejar nyawa adalah umpannya!" "Kalau begitu kita
telah salah arah."
"Leng Liu-peng tahu kalau kita bersembunyi di atas pohon,
dia pun tahu kalau Tanpa perasaan pasti berada di belakang
kita."
"Berarti mereka telah saling bertemu," seru Darah dingin
dengan wajah berubah.
"Kalau begitu kita harus segera menyusul ke sana," seru
Tangan besi.
Baru saja dia memutar badan, mendadak langit
bertaburkan senjata rahasia, seluruh senjata rahasia dengan
kecepatan luar biasa dan membawa desingan angin tajam
menghajar ke tubuh mereka.
"Tu Lian!" teriak Darah dingin.
"Auyang Toa!" hardik si Tangan besi pula dengan penuh
amarah.
Rupanya lantaran mereka asyik memikirkan keselamatan
Tanpa perasaan hingga tidak sadar dirinya sudah dikuntit
orang, begitu larinya melambat, mereka pun tersusul dari
belakang.

867
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika mendengar ada orang mendekati tebing, dengan


kegirangan Leng Liu-peng segera berteriak, "He ... tolong ...
kami berada di dalam jurang!"
Tampaknya orang itu segera menghentikan langkah,
setelah agak ragu sejenak akhirnya dia berjalan mendekat.
"Loko!" Tanpa perasaan berteriak pula, "kami terpeleset
hingga jatuh ke jurang, tolonglah tarik kami naik ke atas."
Orang itu berjalan semakin dekat lalu melongok ke bawah,
Leng Liu-peng segera dapat melihat dengan jelas orang di
atas tebing, dengan wajah berubah dia berseru tertahan.
Sementara itu orang yang berada di atas tebing telah
menyahut sambil tergelak, "Hahaha . . rupanya kalian
berdua."
Perasaan si Tanpa perasaan serasa tenggelam.
Ketika berada di depan toko peti mati, orang inilah yang
berhasil memaksanya keluar dari dalam tandu, si manusia
cebol she Sun.
Dia masih hapal betul dengan suara si cebol, bahkan tak
pernah akan terlupakan.
Si cebol itu tak lain adalah murid kesayangan Kiu-yu
Sianseng, si tukang gangsir Sun Put-kiong.
"Wah, kelihatannya kita memang berjodoh," seru Sun Put-
kiong sambil tertawa tergelak.
Tanpa perasaan tidak bicara, makin lama tanganya terasa
makin linu, makin lama semakin kaku dan mulai mati rasa
Kembali Sun Put-kiong berkata sambil tertawa, "Saat ini
Auyang Toa, Tu Lian, Suma Huang-bong dan Tok Ku-wi
sedang mengejar si Tangan besi dan Darah dingin, sementara
aku selalu berpendapat bahwa Leng Liu-peng dengan watak
keledainya pasti akan mencari kau untuk ditantang berduel.
Dengan kemunculan si Tangan besi dan Darah dingin, berarti
kau pasti menyusul di belakang, karena kau tidak leluasa
bergerak. Itulah sebabnya aku berpisah dengan mereka, aku
ingin mencari peluang bagus, dan ternyata ... hahaha ...
memang aku si Sun tua yang lagi beruntung!"

868
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sun tua," teriak Leng Liu-peng gusar, "paling tidak kau


mesti menarik aku naik dulu, ada urusan dibicarakan nanti."
Paras muka Sun Put-kiong berubah dingin dan ketus, je-
ngeknya sambil menyeringai seram, "Kenapa aku mesti
menarikmu naik?"
Paras muka Leng Liu-peng berubah hebat, dia seperti ingin
mengucapkan sesuatu tapi akhirnya diurungkan.
Sambil tertawa dingin Sun Put-kiong mulai melangkah ke
depan, perlahan kakinya diangkat ke atas, lalu dengan wajah
berseri dan penuh ejekan dia mulai menginjak jari tangan si
Tanpa perasaan yang masih berpegangan di pinggir jurang.
Julukan yang diberikan orang kepada Tu Lian adalah Bunga
teratai beracun, sejak terjun ke dunia persilatan dia selalu
membawa sebatang teratai beracun dalam genggamannya,
dia kejam dan telengas, di balik bunga teratainya selalu
disembunyikan senjata rahasia yang lembut dan sangat
beracun, karenanya orang yang tewas di tangannya mungkin
lebih banyak jumlahnya ketimbang senjata rahasia yang
dimiliki.
Dia jarang sekali membokong, karena senjata rahasia milik-
Mendadak terdengar suara desingan aneh bergema
membelah angkasa, terlihat sekilas cahaya tajam berkelebat
membelah bumi.
Waktu itu Sun Put-kiong sama sekali tidak berada dalam
posisi siaga, seluruh perhatiannya sudah tertuju pada tepi
jurang, karena nyawa dua tokoh silat sudah terjatuh ke
tangannya, keadaan itu membuat dia sangat bangga, sangat
gembira.
Ketika mata golok membacok datang, dia tak sempat lagi
menggangsir tanah, terpaksa tubuhnya melejit ke udara.
Reaksinya memang cukup cepat, tapi sayang gerakan golok
itu jauh lebih cepat.
Dengan melambung ke udara dia memang berhasil
menyelamatkan lututnya dari bacokan, tapi kelima jari
tangannya, mulai ruas tulang kedua telah terpapas kutung.

869
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ibu jari dan jari telunjuknya semula akan dipakai untuk


mematahkan ibu jari si Tanpa perasaan, tapi sekarang jari-jari
itu sudah terpapas kutung duluan, bahkan rontok persis di
atas jari tangan si Tanpa perasaan.
"Wes!" setelah berputar satu lingkaran besar, cahaya tajam
itu meluncur balik ke bawah tebing, kembali ke dalam
genggaman Leng Liu-peng.
Sun Put-kiong tidak sempat merasakan sakit, menanti ia
sadar, keempat jari tangannya sudah lenyap, ia baru
memegangi pergelangan tangannya dengan tangan yang lain,
membelalak-, kan matanya lebar-lebar dan memperdengarkan
suara jeritan melengking dan amat menyayat hati.
Kemudian ia mulai melotot ke arah si Tanpa perasaan.
Dengan pandangan dingin Tanpa perasaan memandang
pula ke arahnya.
Leng Liu-peng yang berada di bawah Tanpa perasaan,
memandang pula ke arahnya dengan pandangan hambar.
"Kau... jerit Sun Put-kiong.
"Kau yang ingin membunuh aku duluan," ujar Leng Liu-
peng tenang.
Wajah Sun Put-kiong sudah berubah merah padam, merah
seperti babi panggang, pada saat itulah dia baru merasakan
sakit yang luar biasa pada luka di kelima jari tangannya.
Rasa sakit yang merasuk tulang justru membuat si cebol
menjadi tenang kembali, serunya setelah tertawa dingin,
"Jangan lupa, kalian masih bergelantungan di tepi jurang, asal
kupotong jari tangan si Tanpa perasaan, kalian segera akan
mati di tanganku."
Leng Liu-peng balas tertawa dingin.
"Hm, kalau kau berani mendekat, meski sekarang aku
masih bergelantungan di tepi jurang, tapi golokku masih
sanggup membantai dirimu."
"Hahaha ... bagaimanapun juga kalian toh sudah tak
mampu naik lagi, buat apa mesti repot-repot turun tangan
sendiri, baiklah, akan kutunggu sampai kalian tercebur sendiri
ke dalam jurang

870
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Begitu selesai berkata, dia pun berjalan menuju ke sisi


sebatang pohon siong di sebelah kanan, katanya lagi, "Tapi ...
terus terang saja, aku lebih suka membunuh sendiri kalian
berdua ... bahkan kujamin tak perlu mendekati sisi tebing
lagi."
Tanpa perasaan memandang ke arah pohon siong raksasa
itu, sedang Leng Liu-peng memandang ke arah Sun Put-kiong,
paras muka mereka berubah hebat.
Dengan satu gerakan cepat si Tangan besi menerjang ke
arah Tu Lian, sementara si Darah dingin menyerang Auyang
Toa.
Waktu itu lengan si Tangan besi telah berubah jadi sebuah
lengan baja, ketika semua senjata rahasia menghajar seluruh
lengannya, hampir seluruh senjata itu mencelat ke empat
penjuru kemudian rontok ke tanah.
Dalam waktu singkat tubuh si Tangan besi sudah
merangsek maju menghampiri tubuh perempuan itu.
Tu Lian terkesiap, lekas bunga teratainya dibabatkan ke
kepala lawan.
Tangan besi sama sekali tidak berkelit, dia malah
mengayunkan tangan mencengkeram datangnya senjata itu.
Tu Lian kegirangan, bukannya menarik kembali senjatanya
dia malah memapaki tangan lawan, sebab dia tahu bunga
teratai beracunnya penuh dengan duri, asal satu saja di antara
duri itu menantap di tubuh lawan, niscaya musuh akan roboh
keracunan.
Tangan besi mendengus dingin, begitu berhasil
mencengkeram senjata itu, dia langsung membetot sambil
melepaskan babatan.
Tangan besi memang memiliki tangan yang luar biasa
kerasnya, bunga teratai beracun sama sekali tak mampu
melukai tubuhnya.
Baru saja serangannya gagal mengenai lawan, tahu-tahu
bunga teratai beracun itu sudah direbut Tangan besi, melihat
hal ini Tu Lian terkesiap.

871
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Berhasil dengan serangan pertama, Tangan besi merangsek


lebih ke depan, kembali sebuah pukulan tinju dilontarkan.
Ketika pukulan itu mencapai tengah jalan, serangan yang
jelas tertuju ke tubuh Tu Lian mendadak berganti arah dan
menghantam ke arah belakang.
Rupanya pukulan itu diarahkan ke tubuh Suma Huang-
bong.
Waktu itu sebenarnya Suma Huang-bong sudah berhasil
menyelundup ke belakang tubuh si Tangan besi, dia sedang
menyiapkan Sam-tiang-leng-gong-soh-ho-ci (ilmu jari tiga kaki
menembus angkasa mengunci tenggorokan) untuk menyerang
dengan sepenuh tenaga.
Ketika tinju si Tangan besi menyambar ke belakang,
serangan itu datang secara tiba-tiba, dalam keadaan tidak
siap, Suma Huang-bong segera memaksakan diri berkelit ke
samping.
"Blam!", bahu kanannya seketika termakan oleh pukulan
itu, tanpa ampun tubuhnya mencelat ke belakang.
Di saat tubuhnya terlempar itulah Suma Huang-bong
segera melepaskan ilmu sentilan Sam-tiang-leng-gong soh-ho-
ii (ilmu jari tiga kaki menembus angkasa mengunci
tenggorokan) andalannya.
Lekas Tangan besi mengegos ke samping, desingan angin
tajam itu memang gagal membidik tenggorokannya, namun
tak urung bahu kirinya tersambar juga.
Untung saja lengannya sangat kuat, pada saat bahu kirinya
terhajar serangan itu, dia pun sempat mendengar suara lain
yani; sangat aneh.
Rupanya suara itu berasal dari hancurnya tulang bahu
Suma Huang-bong yang dihantam secara telak tadi.
Posisinya waktu itu memang sangat rawan, dia harus satu
lawan dua, bila ia tidak bertindak nekad, sulit baginya untuk
lolos dalam keadaan selamat.
Itulah sebabnya di saat musuh masih kelimpungan, dia
segera mengerahkan seluruh kekuatannya ke dalam sepasang
tangannya, lalu berusaha menggempur posisi lawan.

872
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kini lengan kirinya sudah tak sanggup lagi diangkat ke atas,


tapi dia tak ambil perduli, tangan kanannya kembali bekerja
keras dan meremas senjata bunga teratai beracun yang
berhasil dirampasnya itu hingga hancur berkeping-keping.
Kemudian dia baru menerjang ke arah Tok Ku-wi.
Dia harus menghajar orang itu, sebab serangan maut Tok
Ku-wi sudah mulai mengancam keselamatan jiwa rekannya.
0oo0
Dengan sekuat tenaga Sun Put-kiong mulai mendorong
pohon siong raksasa itu, baru digoyang beberapa kali, jarum
pinus sudah mulai berguguran, akar pohon pun sudah mulai
mencuat sebagian dari permukaan tanah.
Tiba-tiba si cebol menghentikan goyangannya, dia mundur
sedikit, memeriksa posisi kemudian melanjutkan goyangannya.
Batang pohon itu memang miring ke sisi tebing, dengan
diarahkan posisinya, maka sekarang batang pohon raksasa itu
mengarah ke tangan si Tanpa perasaan yang mulai kelelahan.
Seandainya batang pohon raksasa itu benar-benar tumbang
dan menindih di atas tangan si Tanpa perasaan, bagaimana
mungkin pemuda itu bisa menahan diri?
"He cebol, hentikan perbuatan terkutukmu!" kembali Leng
Liu-peng membentak penuh kegusaran.
Sun Put-kiong menyeringai sinis, dia melanjutkan
goyangannya terlebih kencang, ketika kelima jari tangannya
mulai terasa sakit lagi, dia berhenti sejenak lalu melanjutkan
kembali perbuatannya, sambil bekerja ejeknya, "Tutup
mulutmu Leng Liu-peng, lebih baik menyerah saja!"
Leng Liu-peng mendengus dingin, tangannya digetarkan
dan "Wes!", kembali cahaya tajam meluncur dari tangan
kanannya.
Cahaya tajam itu langsung membabat ke arah batok kepala
si cebol.
Setelah pengalaman tadi, Sun Put-kiong tak berani
gegabah, lekas dia menyelinap dan bersembunyi di belakang
pohon raksasa itu.

873
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Duk!", cahaya tajam itu langsung menancap di batang


pohon.
Sun Put-kiong seketika tertawa terbahak-bahak, teriaknya,
"Leng Liu-peng, terima kasih banyak atas pemberian golokmu,
hahaha..
Golok itu menancap dalam pada dahan pohon itu, hal ini
membuat batang pohon yang hampir tumbang itu semakin
gawat keadaannya.
Dengan cepat si cebol mencabut golok dari atas dahan,
siapa tahu golok itu mendadak bergetar dan terbang balik ke
bawah tebing, lekas Sun Put-kiong menarik kembali
tangannya, namun tak urung jari kelingkingnya kena terpapas
juga.
Cahaya tajam itu terbang balik ke bawah tebing dan
meluncur kembali ke tangan Leng Liu-peng.
Sun Put-kiong benar-benar sangat gusar, sambil berkaok-
kaok dia rendahkan badannya sambil menyusup ke bawah
tanah, debu dan pasir pun beterbangan di angkasa, dalam
waktu singkat akar pohon siong itu sudah tergali setengahnya,
hingga setiap saat batang pohon itu bisa tumbang.
Mendadak si Tanpa perasaan membisikkan sesuatu ke sisi
telinga Leng Liu-peng, menyusul kemudian jagoan golok dari
wilayah Biau itu menggetarkan lengannya, sekali lagi cahaya
tajam berkelebat ke atas.
Waktu itu tangan kiri si Tanpa perasaan berpegangan pada
tebing jurang sedang tangan kanan memegang tangan kiri
Leng Liu-peng, maka hanya tangan kanan Leng Liu-peng yang
leluasa bertindak bebas, coba kalau bukan lantaran ilmu golok
Leng Liu-peng sanggup mencabut nyawa orang dari jarak
jauh, mungkin sedari tadi si cebol sudah berhasil
melaksanakan niatnya.
Cahaya tajam terbang ke atas tebing langsung menyambar
kepala si cebol, cepat Sun Put-kiong menundukkan kepala
sambil menyusup ke dalam tanah.
Setelah berputar dua lingkaran, cahaya tajam itu kehabisan
tenaga dan meluncur balik ke bawah tebing, pada saat itulah

874
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tiba-tiba si cebol Sun memunculkan diri dari bawah tanah,


segumpal pasir segera ditimpukkan ke arah kilatan cahaya itu.
Sebenarnya cahaya berkilat itu tak lain adalah gelang besi,
ketika dihajar oleh segumpal pasir, gelang besi itu segera
terpukul hingga terbang ke samping dan jatuh entah kemana,
benda itu tidak lagi terbang balik ke tangan Leng Liu-peng.
Melihat hal ini, si cebol Sun segera muncul kembali dari
dalam tanah, ejeknya sambil tertawa tergelak, "Hahaha ...
Leng Liu-peng, akan kulihat kau akan menyerangku dengan
menggunakan apa lagi!"
Setelah tertipu satu kali, si cebol belajar dari pengalaman,
dia tak berani mendekati sisi tebing, sambil merangkul batang
pohon itu dia membentak, "Sekarang mampuslah kalian...."
Tampaknya batang pohon itu segera akan terangkat dari
dalam tanah, bila hal ini terjadi, Tanpa perasaan dan Leng Liu-
peng segera akan terlempar ke dalam jurang dan mati konyol.
Waktu itu Sun Put-kiong sudah kehilangan keenam jari
tangannya, sakit hati ini membuatnya mata gelap, dalam hati
kecilnya dia telah bersumpah akan menghabisi nyawa si Tanpa
perasaan dan Leng Liu-peng.
Di saat yang amat kritis itulah mendadak paras muka Sun
Put-kiong berubah hebat, sebab segulung desingan angin
tajam tiba-tiba menyergapnya dari belakang.
Serangan itu cepat lagi kuat, tak kalah hebatnya dengan
sambaran halilintar.
Karena tak sempat masuk kembali ke dalam tanah, juga tak
sempat melompat keluar ke permukaan tanah, mau tak mau
terpaksa dia membalikkan tubuh sambil menangkis.
Tapi dia lupa kalau tangan kirinya sudah tak berjari,
padahal saat itu dia sedang menggunakan tangan kirinya.
"Blam!", tangkisannya langsung jebol, tubuh si cebol Sun
Put-kiong seketika tersapu telak oleh tendangan dahsyat itu.
"Duk!", punggungnya menghantam dahan pohon siong
dengan keras, saat itulah dia baru sempat berpaling.
Pengejar nyawa telah berdiri di hadapannya, waktu itu dia
sudah mulai melepaskan tendangannya yang kedua.

875
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sun Put-kiong sama sekali tidak menangkis, karena seluruh


kekuatannya sudah dibikin buyar oleh tendangan pertama
tadi.
Dia benar-benar tidak habis mengerti, bukankah Pengejar
nyawa tergeletak dengan jalan darah tertotok? Kenapa dia
bisa bangkit berdiri sambil menghadiahkan sebuah gempuran
ke tubuhnya?
Sewaktu tubuhnya terhajar oleh tendangan kedua, Sun Put-
kiong sudah kehilangan kesadarannya, pada tendangan yang
ketiga, nyawanya langsung menghadap raja akhirat, padahal
si Pengejar nyawa total menghadiahkan empat tendangan
berantai untuk dirinya.
Setelah tendangan keempat berlalu, batang pohon itu mulai
tumbang ke arah tepi tebing.
Dengan gerakan cepat Pengejar nyawa segera menerjang
ke tepi jurang, lalu dengan menggunakan kakinya dia
mencongkel tubuh si Tanpa perasaan dan Leng Liu-peng.
Meminjam tenaga congkelan itu, mereka segera melayang
ke atas tebing, saat itulah tubuh Pengejar nyawa kembali
roboh terjungkal ke tanah.
Siksaan yang diterimanya selama berhari-hari ditambah
luka yang dideritanya membuat kondisinya sangat lemah, tadi
dia hanya mengandalkan sisa kekuatan yang dimilikinya untuk
membunuh Sun Put-kiong dan menyelamatkan kedua orang
itu, sekarang karena kehabisan tenaga dia pun jatuh pingsan.
Untung dengan sigap Leng Liu-peng menyambar tubuh
Pengejar nyawa dan menyingkir sejauh tiga kaki.
Sedangkan Tanpa perasaan segera menggebrak tanah dan
ikut menyingkir pula sejauh empat kaki.
Diiringi suara gemuruh yang keras, pohon raksasa itu
tumbang ke arah jurang dengan membawa serta mayat si
cebol Sun Put-kiong, dalam waktu singkat pohon itu lenyap
dari pandangan mata.
Peristiwa yang baru lewat benar-benar menegangkan,
untuk sesaat baik si Tanpa perasaan maupun Leng Liu-peng
hanya bisa berdiri tertegun.

876
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sebenarnya apa yang terjadi? Mimpi pun si cebol Sun Put-


kiong tidak menyangka kalau serangan cahaya terbang
terakhir yang dilepaskan Leng Liu-peng sesungguhnya bukan
bermaksud membunuhnya, biarpun dia berhasil memunahkan
ancaman yang datang, namun gelang besi itu justru terjatuh
ke arah dimana Pengejar nyawa sedang berbaring, senjata itu
memang diarahkan untuk membebaskan jalan darahnya yang
tertotok.
Kejituan arah sasaran memang tergantung pada
keampuhan Leng Liu-peng, tapi orang yang merancang siasat
itu justru si Tanpa perasaan.
Waktu itu persoalannya hanya satu, setelah dibebaskan
dari pengaruh totokan, apakah Pengejar nyawa masih memiliki
kekuatan untuk membunuh si cebol Sun Put-kiong.
Kuncinya justru terletak pada keenam jari tangan Sun Put-
kiong yang sudah dipapas kutung lebih dahulu oleh Leng Liu-
peng, karena datangnya serangan sangat mendadak dan di
luar dugaan, dia pun tak mampu menahan tendangan maut
Pengejar nyawa.
Dalam proses pengejaran terhadap ketiga belas orang
pembunuh ini, Pengejar nyawa merupakan opas pertama yang
terlibat dalam pengejaran ini, tapi juga merupakan orang
pertama yang terluka.
Sun Put-kiong terhitung buronan pertamanya dan
merupakan satu-satunya buronan yang tewas di tangannya,
sedang pembunuh lainnya seperti Si Ku-pei dan Mo-sam Ha-ha
tewas di tangan Tanpa perasaan, Kwan loya-cu, Bu Seng-
tang, Bu Seng-say dan Thio Si-au mati karena saling bunuh,
sementara Seebun kongcu tewas di tangan si Darah dingin.
Darah dingin telah menerjang ke arah Auyang Toa, belum
lagi tubuhnya tiba, dia sudah melepaskan tiga puluh tujuh
tusukan pedang.
Sebenarnya jurus pedang yang ia miliki merupakan jurus
serangan, tapi sekarang dia gunakan sebagai jurus bertahan,
dengan tiga puluh tujuh jurus pedang dia rontokkan tiga puluh
enam senjata rahasia.

877
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika jurus yang ketiga puluh delapan dilancarkan, ujung


pedangnya telah tiba di depan tenggorokan Auyang Toa.
Jumlah pihak lawan lebih banyak, dia harus menggunakan
serangan kilat untuk menyelesaikan pertarungan itu
secepatnya.
Auyang Toa baru bisa merasa yakin akan sesuatu setelah
Darah dingin melancarkan serangan pedangnya yang ketiga
puluh enam, dia yakin Darah dingin tidak pernah terluka oleh
tusukan tombak raja bengis Tok Ku-wi.
Sadar akan keampuhan lawan, Auyang Toa segera
menghimpun segenap kekuatan Im-yang-sin-kang yang
dimilikinya untuk melancarkan serangan balasan, kipasnya
seketika dilapisi hawa ungu yang menggidikkan hati.
Serangan pedang si Darah dingin sangat cepat, sebaliknya
gerakan kipas Auyang Toa amat lamban, biarpun begitu, kipas
Auyang Toa berhasil mengetuk badan pedang si Darah dingin
tepat pada saatnya.
"Tring!", pedang itu patah jadi dua.
Auyang Toa memang jagoan paling tangguh dalam peng-
gunakan ilmu Im-yang-sin-san, bukan saja ilmu kipas telah
dikuasai dengan sempurna, termasuk tiga macam kepandaian
andalan yang tercakup dalam ilmu kipas itupun telah dikuasai
dengan baik, justru karena ilmunya tinggi maka dialah yang
menjadi pemimpin Suma Huang-bong sekalian.
Im-Yang-sin-kang merupakan jenis kedua kepandaian
andalannya.
Begitu pedangnya patah, Darah dingin segera
menggetarkan kutungan senjatanya dan langsung menusuk
tubuh Auyang Toa.
Kutungan pedang merupakan ilmu simpanan si Darah
dingin.
Sebun-kongcu justru tewas oleh serangan semacam ini,
tapi sayang Auyang Toa tidak menyadari akan hal itu, menanti
kilatan cahaya kutungan pedang itu berkelebat, tahu-tahu
ujung senjata sudah berada tiga inci dari tenggorokannya.

878
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tergopoh-gopoh Auyang Toa membentang lebar kipasnya,


ketika melancarkan serangan balasan, dia hanya mampu
menggunakan tiga bagian kekuatan ilmu kipasnya.
"Sret!", tanpa ampun kutungan pedang itu menusuk bahu
kiri Auyang Toa, sebaliknya babatan kipas itu menghantam
pula dada lawan.
Tubuh si Darah dingin segera terlempar ke belakang,
menembus pepohonan dan melayang turun beberapa kaki
jauhnya dari posisi semula, darah muncrat keluar dari
mulutnya.
Sebaliknya bahu kiri Auyang Toa juga terluka cukup parah,
darah bagaikan pancuran air menyembur keluar dengan
derasnya.
Pada pertarungan kali ini hasilnya adalah seri, tapi Darah
dingin tahu kemenangan diraihnya lantaran dia menyerang
duluan secara tiba-tiba sementara pihak lawan hanya
menggunakan tiga bagian tenaga Im-yang-sin-kang, coba
kalau dia menggunakan tujuh bagian tenaga serangannya,
mungkin saat ini dia sudah roboh terkapar di tanah.
Auyang Toa pun berubah hebat paras mukanya, sebab dia
tahu di antara empat opas yang tersohor di dunia persilatan,
Tanpa perasaan merupakan jago yang paling susah dihadapi,
disusul kemudian si Tangan besi, Pengejar nyawa dan terakhir
si Darah dingin.
Tapi nyatanya sekarang, Darah dingin berhasil
membuatnya terluka parah.
Sementara kedua belah pihak terkesiap, mendadak
terdengar Tok Ku-wi membentak nyaring, tombaknya bagai
seekor ular berbisa secepat petir menusuk datang.
Darah dingin sebenarnya ingin berkelit, namun serangan
tombak itu datang dengan garangnya, hal ini memaksanya
harus menghadapi dengan keras lawan keras, akan tetapi hal
inipun tak dapat dia lakukan, sebab mustahil baginya untuk
mendekati tubuh lawan.
Untunglah di saat itulah si Tangan besi muncul.

879
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tonjokan maut yang dilontarkan si Tangan besi segera


membentur keras tombak emas itu, meski gagal membuat
senjata itu mencelat ke udara namun tombak telah dihajarnya
hingga melengkung.
Menggunakan kesempatan itu, si Darah dingin segera
menerobos maju ke depan.
Sebenarnya Tok Ku-wi berada pada posisi yang sang.il
menguntungkan, tombaknya yang panjang membuat dia
berada pada posisi yang jauh dari jangkauan lawan, tapi
ketika si Darah dingin berhasil merangsek ke depan bahkan
mendekati tubuhnya, Tok Ku-wi pun mati kutu, tombak
panjangnya sama sekali tak berguna lagi.
Menggunakan kutungan pedangnya, si Darah dingin
langsung menggorok leher Tok Ku-wi.
Dia pernah dibokong Tok Ku-wi, juga pernah menderita
kerugian besar di tangan orang ini, maka ia bertekad
menghabisi dulu musuh tangguhnya ini sebelum menghadapi
yang lain.
Siapa tahu tiba-tiba berkelebat cahaya hitam, tangan kiri
Tok Ku-wi tahu-tahu sudah menggenggam lagi sebatang
tombak.
Tombak itu sangat pendek, ujung tombak yang tajam
secepat kilat menotok ke depan, ternyata tombak rahasia
inilah yang sebenarnya disebut tombak raja bengis.
Biarpun bentuknya pendek dan langsing, namun ketika
membelah angkasa, berkumandanglah suara gemuruh yang
memekakkan telinga.
Banyak orang persilatan yang selama ini salah mengira,
mereka menganggap Tok Ku-wi hanya pandai bertarung jarak
jauh dan lemah bertarung jarak dekat, seringkah mereka
berupaya mendekati lawan, alhasil banyak di antara mereka
yang harus mengorbankan jiwanya dengan percuma.
0oo0
Suasana hening mencekam seluruh tanah perbukitan, suara
gemuruh yang datang dari batang pohon yang terjun ke dasar
jurang sudah lama hilang, kini tak terdengar suara apapun.

880
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sampai lama kemudian Tanpa perasaan baru berkata,


"Sekarang kau boleh turun tangan."
"Tidak," Leng Liu-peng menggeleng, "aku sudah tak ingin
bertarung lagi melawan dirimu."
"Tidak bisa."
"Kenapa?"
"Sembilan belas tahun berselang, pernahkah kalian bertiga
belas menyerbu ke rumah milik seorang yang bernama Seng
Teng-thian? Pernahkah kalian membantai seluruh keluarganya
dan membumi hanguskan rumahnya?"
"Jadi kau adalah ... sekujur badan Leng Liu-peng gemetar
keras.
"Aku adalah satu-satunya korban yang masih hidup hingga
kini."
Dalam kegelapan tak nampak jelas bagaimana perubahan
wajah Leng Liu-peng, tapi sampai lama kemudian ia baru
berkata, "Ya, benar, cepat atau lambat kita memang harus
bertempur."
"Daripada cepat atau lambat, kenapa tidak sekarang saja?"
"Tidak bisa," tukas Leng Liu-peng.
"Kenapa?"
"Saat aku melarikan Pengejar nyawa dari tangan Auyang
Toa tadi, perbuatanku ini telah mengejutkan si Darah dingin
dan Tangan besi, aku kuatir saat ini mereka
Berubah paras muka Tanpa perasaan setelah mendengar
ucapan itu, selanya, "Kalau begitu biar kuselesaikan dulu
persoalan itu, kemudian baru bertarung melawanmu!"
"Keliru besar!" tukas Leng Liu-peng dingin.
"Apanya yang salah?"
"Aku masih tetap merupakan salah satu komplotan mereka,
aku mengerti jalan, biar kuajak kau datang ke sana, -sampai
waktunya kau boleh menjadi opas dan-aku tetap menjadi
pembunuh, kita bisa sekaligus menyelesaikan urusan dinas
maupun urusan pribadi."
Tiba-tiba Tanpa perasaan tertawa, sahutnya, "Baik!"

881
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Cepat bimbing saudara Pengejar nyawa masuk ke dalam


tandu, selama berada dalam tandu, orang lain tak akan berani
berbuat gegabah."
"Sepasang kakiku lumpuh, aku kurang leluasa untuk
berbuat begitu, bagaimana kalau minta tolong kau saja yang
mm bawanya naik ke dalam tandu?"
Leng Liu-peng melengak, serunya tak tahan, "Kau tidak
kuatir aku merampas barang mestikamu itu?"
"Aku percaya kau bukan manusia macam begitu!" jawab
Tanpa perasaan kata demi kata.
Lama sekali Leng Liu-peng termangu, akhirnya setelah
tertawa nyaring ujarnya, "Sungguh beruntung aku bisa
bersahab.il dengan teman macam kau, biar mati pun aku tak
menyesal."
Dengan cepat dia membopong tubuh si Pengejar nyawa
dan menuju ke dalam tandu.
"Kalau begitu mari kita segera berangkat!" ujar Tanpa
perasaan dengan suara hambar.
Ujung tombak sudah menyentuh tenggorokan si Darah
dingin!
Serangan pedang yang dilancarkan si Darah dingin
mendadak membacok miring, membabat persis ujung tombak.
Ketika benturan terjadi, kutungan pedang itu segera patah
lagi jadi beberapa bagian, akan tetapi ujung tombak itupun
terhantam miring ke arah lain.
Ketika ujung tombak menusuk ke dada kanan si Darah
dingin, di saat darah belum lagi menyembur keluar, tiba-tiba si
Darah dingin melolos lagi sebilah pedang.
Bukankah di tangan si Darah dingin sudah tak berpedang,
darimana dia bisa melancarkan serangan pedang?
Ketika Tok Ku-wi menyadari apa yang terjadi, keadaan
sudah terlambat, ternyata Darah dingin menggunakan
tangannya sebagai pengganti pedang, cahaya keemasan
lamat-lamat muncul dari balik telapak tangannya, secepat kilat
telapak tangan itu dihujamkan ke depan.
"Telapak pedang!"

882
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Baru saja Tok Ku-wi merasa girang karena tusukan


tombaknya mengenai sasaran, 'telapak pedang' lawan telah
menghajar tenggorokannya.
Dalam sekejap air liur, air mata dan kotorannya meleleh
keluar, dia ingin menjerit keras namun saluran
tenggorokannya telah robek besar, tak sepatah kata pun
sanggup diutarakan.
Dan saat itu pula tubuh Tok Ku-wi roboh terkapar ke tanah.
Sementara itu si Tangan besi sudah terjerumus dalam
posisi yang sangat berbahaya.
Ketika dia memukul mundur serangan tombak Tok Ku-wi,
Tu Lian, Auyang Toa dan Suma Huang-bong sudah menerjang
ke depan dan mengurungnya.
Waktu itu Tu Lian amat gusar karena bunga teratai beracun
telah hancur di tangan si Tangan besi.
Suma Huang-bong pun sangat marah karena tangan
kanannya remuk terhajar kepalan tinju lawan.
Auyang Toa ikut merangsek ke depan, tapi serangannya
bukan ditujukan ke arah si Tangan besi melainkan
dihantamkan ke tubuh si Darah dingin, sebab bahu kanannya
terluka parah gara-gara ditusuk si Darah dingin.
Begitu merangsek maju ke depan, kesepuluh jari tangan Tu
Lian langsung ditusukkan ke wajah Tangan besi, rasa bencinya
terhadap jagoan opas ini sudah merasuk hingga ke tulang
sumsum.
Menghadapi ancaman seperti itu, si Tangan besi hanya
melakukan satu perbuatan.
Dia lontarkan bunga teratai beracun yang sudah
diremasnya ke wajah perempuan itu.
Meskipun seluruh alat rahasia yang terpasang dalam bunga
teratai beracun telah rusak berantakan, namun senjata rahasia
yang tersimpan di dalamnya masih menyembur keluar tiada
hentinya.
Ketika melihat senjata andalannya dilontarkan ke arahnya,
serta merta Tu Lian menyambut dengan kedua belah
tangannya, siapa tahu senjata rahasia masih menyembur

883
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

keluar dengan hebatnya, kali ini bahkan menyembur ke arah


tubuhnya, lekas dia mengegos ke samping, tapi sayang
beberapa batang di antaranya menghajar tubuhnya dengan
telak.
Paras muka Tu Lian seketika berubah jadi pucat keabu-
abuan, dia segera merasakan sakit dan gatal yang luar biasa
menyerang sekujur tubuhnya.
Sebagai pemilik racun senjata rahasia itu, tentu saja
perempuan ini tahu sampai dimana kehebatan racun
ganasnya, segera dia merobek pakaiannya dan membubuhkan
obat penawar racun di sekitar luka, biarpun begitu, racun
ganas yang telanjur bekerja dalam tubuhnya membuat dia
gemetar keras, seluruh badannya jadi kaku dan gerak-
geriknya pun jadi terhambat.
Tangan besi tahu, inilah kesempatan emas baginya untuk
menghabisi perempuan itu, baru saja tubuhnya memburu ke
depan, tiba-tiba tampak bayangan manusia berkelebat, Suma
Huang-bong dengan sekopnya telah melancarkan sebuah
bacokan.
Waktu itu lengan kiri si Tangan besi sudah terluka, terpaksa
dia gunakan lengan kanannya untuk menangkis.
"Blam!", di tengah benturan keras, kedua orang itu sama-
sama mundur tiga langkah, darah panas di rongga dada
serasa bergolak.
Dalam pertarungan yang berlangsung amat singkat ini, si
Tangan besi telah berhasil menghancurkan bunga teratai
beracun, meremukkan lengan Suma Huang-bong, melontarkan
tombak raja bengis dan melukai Tu Lian hingga luka parah,
tapi dia sendiri pun dilukai oleh Suma Huang-bong hingga
akibatnya tenaga serangannya jadi amat berkurang.
Di pihak lain, Auyang Toa sedang menerjang ke arah si
Darah dingin dengan garangnya.
Selisih jarak antara si Darah dingin dan Tok Ku-wi
sebenarnya sangat dekat, ketika ia melihat rekannya
bertarung sengit melawan Darah dingin, lalu melihat kutungan

884
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pedang opas itu berhasil dihancurkan, saat itu sebenarnya


Auyang Toa sudah menghembuskan napas lega.
Dia mengira si Darah dingin sudah mampus.
Tapi kemudian ketika melihat orang yang roboh ternyata
Tok Ku-wi, Auyang Toa baru terkesiap, kipas Im-yangnya
segera didorong sejajar dada, segulung tenaga pukulan
berwarna ungu langsung menghantam tubuh Darah dingin.
Ketika merasakan datangnya ancaman, Darah dingin
segera berpaling, namun sayang di antara sekian banyak jurus
pedang yang dimilikinya, tak satu pun di antaranya yang
mampu digunakan untuk menjebol pukulan hawa sakti itu.
Dalam keadaan terdesak terpaksa dia tusukkan telapak
pedangnya ke tengah gulungan angin berwarna ungu itu.
Sewaktu hawa pedang berwarna emas itu saling bentrok
dengan tenaga pukulan berwarna ungu, luka di dada karena
pukulan kipas dan luka tusukan tombak yang diderita si Darah
dingin segera me*ekah, akibatnya seluruh kekuatannya
lenyap, dia menjerit keras lalu memuntahkan darah dan roboh
tak sadarkan diri.
Auyang Toa kegirangan, lekas dia mendesak maju,
kipasnya dirapatkan lalu disodokkan ke jalan darah Pek-hwe-
hiat di tubuh Darah dingin.
Waktu itu langit sangat gelap, halilintar menyambar tiada
hentinya, hujan deras tampaknya segera akan turun.
Saat itulah tiba-tiba terlihat sekilas cahaya terang
berkelebat, langsung menghajar punggung Auyang Toa.
Merasakan datangnya serangan yang begitu tajam, Auyang
Toa terkesiap, tak sempat lagi melanjutkan niatnya, segera dia
berjumpalitan beberapa kali di udara kemudian melayang
turun beberapa kaki dari posisi semula.
"Duk!", sebilah pisau panjang sudah menancap pada dahan
pohon hingga tersisa gagangnya.
Sebuah tandu berwarna hitam tampak muncul tiga kaki di
hadapannya, di samping tandu berdiri seorang kakek kurus
kering.

885
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tentu saja orang yang melancarkan serangan pisau


terbang itu tak lain adalah si Tanpa perasaan.
Sementara kakek kurus yang berdiri di samping tandu itu
tak lain adalah kakek tanpa golok Leng Liu-peng.
"Hah, kalian?" setelah menarik napas dingin Auyang Toa
tertawa dingin.
Leng Liu-peng bergerak cepat, melesat ke udara dan
melayang turun di samping tubuh Auyang Toa, serunya,
"Auyang Toa, kami...
Sebenarnya dia ingin bilang "kami tetap berada di satu jalur
tapi sayang sebelum perkataan itu selesai diucapkan, Auyang
Toa sudah mementang kipasnya dan melepaskan Im-yang-sin-
kang langsung menghantam dada Leng Liu-peng.
Serangan itu dilancarkan membabi buta tanpa memberi
kesempatan kepada lawan untuk memberi keterangan, hal ini
terjadi karena kesalah pahamannya terhadap Leng Liu-peng
sudah kelewat mendalam.
Ketika dia menculik si Pengejar nyawa siang tadi, Leng Liu-
peng memang muncul dikawal si Tangan besi dan Darah
dingin, kemudian dia muncul kembali .saat ini didampingi si
Tanpa perasaan, dalam anggapannya Leng Liu-peng sudah
menyeberang ke pihak lawan dan sekarang sedang mencari
peluang untuk membokongnya.
Auyang Toa beranggapan: siapa turun tangan lebih dulu,
dia yang kuat, maka tak ingin didahului lawan, dia
melancarkan serangannya terlebih dulu.
Sebaliknya Leng Liu-peng biasanya menyebut Auyang Toa
sebagai Kokcu, tapi hari ini karena dia tak ingin bermusuhan
lagi dengan si Tanpa perasaan, selain itu dia pun merasa tak
puas terhadap cara Auyang Toa menghadapi lawan dengan
mengandalkan jumlah banyak, maka sengaja dia mengubah
panggilannya dengan menyebut nama langsung. Siapa sangka
perbuatannya ini justru telah memancing napsu membunuh
rekannya itu.
Ketika melihat Auyang Toa melancarkan serangan
mautnya, Leng Liu-peng terperanjat karena tidak menduga

886
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sebelumnya, maka dengan tergopoh-gopoh dia lemparkan


gelang besinya ke depan langsung membabat tubuh lawan.
Auyang Toa tak ingin mengadu jiwa, cepat dia memutar
hawa ungunya ke samping, kemudian langsung menumbuk
cahaya dingin itu.
Begitu cahaya dingin tertumbuk hawa ungu, senjata gelang
segera mencelat ke samping, menancap di dahan pohon dan
tidak pernah balik lagi ke tangan Leng Liu-peng.
Semestinya serangan Leng Liu-peng belum tentu sanggup
menandingi kehebatan Im-yang-sin-kang, namun dia tak
seharusnya kehilangan senjata gelangnya pada gebrakan
pertama.
Hal ini bisa terjadi lantaran Leng Liu-peng melepaskan
serangannya tadi secara tergesa-gesa, apalagi tenaga
dalamnya belum terhimpun, dengan sendirinya serangan itu
langsung jebol ketika terhajar serangan Im-yang-sin-kang
lawan.
Begitu gelang lawan berhasil dihajar hingga mencelat,
sekali lagi Auyang Toa melancarkan pukulan dengan ilmunya
itu, kali ini serangan diarahkan ke tubuh Leng Liu-peng.
Lekas Leng Liu-peng melejit ke udara untuk berkelit, tapi
Auyang Toa segera menempel ketat di belakangnya.
Kembali Leng Liu-peng menarik napas panjang, tubuhnya .
melambung beberapa kaki lebih ke atas, Auyang Toa
membentak nyaring, dia ikut melambung, sementara hawa
pukulannya yang berwarna ungu sudah mencapai ke hadapan
lawan.
"Bagus!" bentak Leng Liu-peng keras, berada di tengah
udara, sebuah bacokan kilat dilontarkan.
Bukankah gelang baja milik Leng Liu-peng sudah hilang?
Darimana datangnya pedang dalam genggamannya?
Cahaya tajam itu bukan berasal dari senjata, tapi muncul
dari tangannya, ketajaman tangannya saat ini bahkan lebih
tajam dari sebilah golok mestika.
Inilah yang dinamakan 'tangan golok', sebuah ilmu pukulan
menggempur tanpa golok tingkat atas.

887
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Golok tangannya sudah dilatih menyatu dengan pikirannya,


serangan itu mirip dengan ilmu pengendali pedang tingkat
tinggi.
Begitu Leng Liu-peng mengeluarkan ilmu "gempuran tanpa
golok", cahaya emas segera menyelimuti angkasa dan
menjebol tenaga pukulan berwarna ungu, bahkan permukaan
kipas Im-yang-sin-san ikut jebol karenanya, seketika ilmu
pukulan Im-yang-sin-kang pun tak dapat digunakan lagi.
Berhasil menjebol serangan lawan, Leng Liu-peng segera
melayang turun ke tanah, dia sama sekali tidak melancarkan
serangan berikutnya.
Mendadak tampak cahaya hitam berkelebat, walaupun
kipas di tangan Auyang Toa sudah jebol, namun belasan
kerangka kipasnya masih utuh, tiba-tiba saja kerangka kipas
itu berubah jadi sebuah ruyung panjang yang meluncur ke
depan dengan kecepatan luar biasa.
Ruyung itu langsung meluncur ke depan dan menghujam
hulu hati Leng Liu-peng dengan kecepatan luar biasa.
Cahaya kilat berkelebat, suara guntur pun menggelegar
membelah bumi.
Sambil memegangi hulu hatinya, Leng Liu-peng menjerit
tertahan, darah menyembur keluar dengan derasnya, sambil
menuding ke arah Auyang Toa teriaknya, "Kau ... kau
Auyang Toa tertawa dingin.
"Hm, inilah jurus terakhir kipas sakti Im-yang, Im-yang-it-
sian (Im Yang satu garis)!"
Sambil berkata dia betot kembali ruyungnya, diiringi
semburan darah yang lebih deras, Leng Liu-peng pelan-pelan
berjongkok ke tanah kemudian roboh terkapar.
Di saat Leng Liu-peng tewas terhajar ruyung maut Auyang
Toa, di pihak lain si Tanpa perasaan juga sedang menghadapi
kesulitan.
Waktu itu Tu Lian telah selesai minum obat penawar
racunnya, tapi ketika dia meraba wajahnya dan menjumpai
seluruh kulit mukanya telah membengkak besar, hatinya
merasa t panik bercampur benci, begitu melihat si Tangan besi

888
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sedang bertarung melawan Suma Huang-bong, dengan hati


penuh amarah dia segera menyelinap ke belakang dan berniat
membokong lawannya.
Tapi pada saat itulah Tu Lian segera menjumpai ada
sebuah tandu berwarna hitam telah menghadang jalan
perginya.
Diam-diam hatinya tercekat, tanpa terasa dia pun mulai
membayangkan cerita yang pernah didengar tentang tandu
itu, tapi lantaran selama ini dia belum pernah dirugikan oleh
tandu itu, maka sembari meningkatkan kewaspadaan dia tetap
melanjutkan maju ke depan.
Mendadak dia menjejakkan kaki langsung menerjang ke
arah Tangan besi.
Begitu tubuhnya bergerak, dari balik tandu segera melesat
pula tiga titik cahaya bintang berhawa dingin.
Tu Lian segera miringkan badan berbalik menerjang ke
arah tandu, seketika ancaman tiga titik cahaya bintang itupun
mengenai tempat kosong.
Dengan ujung kakinya menutul di atas kayu tandu, Tu Lian
meloncat ke udara bagaikan capung menutul air, begitu naik
ke atap tandu hitam tadi, sebuah pukulan dilontarkan ke
bawah.
Belum lagi pukulan dilepas, tiba-tiba atap tandu terbuka
lalu menyembur keluar puluhan batang batu terbang yang
semuanya mengarah ke tubuhnya.
"Aduh celaka!" pekik Tu Lian dalam hati, lekas dia
berjumpalitan dengan gaya burung belibis berbalik badan,
tubuhnya melejit sejauh beberapa kaki dari posisi semula.
Tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan manusia berbaju
putih, di antara getaran tangan kanannya sekilas cahaya putih
melesat keluar dan menembus udara.
Tu Lian semakin terkesiap, dia sadar orang yang sedang ia
hadapi sekarang adalah pemimpin empat opas, si Tanpa
perasaan.

889
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Lagi-lagi dia mencukil tombak raja bengis yang tergeletak


di tanah dengan ujung kakinya, lalu dengan senjata itu dia
melakukan tangkisan.
Tombak raja bengis terbuat dari baja murni, sudah tentu
tajamnya luar biasa, "Trang!", cahaya putih itu segera
menghantam batang tombak.
Karena benturan yang sangat keras itu, cahaya putih
mencelat ke arah sebatang dahan pohon dan menancap
hingga tinggal gagangnya.
Sebaliknya Tu Lian merasakan pergelangan tangannya kaku
dan kesemutan, tombak panjang itu ikut terlepas dari
genggamannya.
Hujan mulai turun dengan deras, sedemikian derasnya
sehingga tercipta selapis kabut yang sangat tebal.
Di tengah suara gemuruh yang memekakkan telinga,
lamat-lamat masih terdengar suara pertarungan antara si
Tangan besi melawan Suma Huang-bong serta suara
pertarungan antara Leng Liu-peng melawan Auyang Toa.
Tu Lian terkejut bercampur takut, ketika cahaya kilat
menyambar, tiba-tiba ia menjumpai sebuah sekop yang
tergeletak di tanah.
Sekop itu sebetulnya berjumlah dua dan merupakan
senjata andalan Suma Huang-bong, namun sejak lengan
kanannya dihajar Tangan besi hingga hancur, salah satu
senjata andalannya itu sudah terlepas dari tangannya.
Tu Lian tergerak hatinya, sekali berjumpalitan dia
menyambar sekop itu dari atas tanah, kemudian secepat kilat
menerjang ke depan tandu.
Hujan turun semakin deras, membuat seluruh pakaian yang
melekat di tubuh Tu Lian basah kuyup, tapi sekop itu telah
melindungi seluruh bagian tubuhnya yang mematikan dari
kemungkinan serangan.
"Sret, sret", kembali dua titik cahaya terang meluncur
keluar dari balik tandu, "Trang, trang", semua serangan itu
menghajar sekop itu hingga mencelat ke samping.
Tu Lian merangsek maju lebih ke depan.

890
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sret, sret", kembali dua batang anak panah kecil meluncur


ke tubuh perempuan itu, tapi lagi-lagi semua ancaman
berhasil disampuk rontok oleh sekop itu.
Tu Lian menerjang maju makin cepat.
"Wes, wes, wes", tiga desingan tajam membelah bumi, tiga
butir peluru besi dari tiga jurusan mengancam tubuh bagian
atas, tengah dan bawah.
"Celaka!" pekik Tu Lian dalam hati, lekas dia menjejakkan
kaki ke tanah sambil melambung ke udara.
Dua butir peluru besi berhasil dihindari dengan gampang,
tapi sebutir yang lain menyambar di atas kepalanya, "Duk!",
ketika membentur tusuk konde pada sanggulnya, peluru itu
rontok ke tanah.
Hati Tu Lian bergidik, masih untung dia menghindar
dengan cepat, kalau tidak, bisa jadi batok kepalanya sudah
hancur.
Cepat tubuhnya melambung lagi ke udara, dengan sekop
itu dia melindungi tubuhnya dan menerjang langsung ke arah
tandu itu.
Seluruh tubuhnya telah tersembunyi di belakang senjata,
sehebat apapun serangan senjata rahasia yang muncul dari
dalam tandu, tak nanti bisa melukai tubuhnya lagi.
Dengan gerakan secepat petir Tu Lian menyerbu ke atas
tandu dan siap menyerang.
Tiba-tiba tandu itu miring ke samping, kemudian terguling.
Melihat kejadian ini, Tu Lian kegirangan setengah mati, tapi
sayang sebelum dia sempat berbuat sesuatu, tiba-tiba terasa
desingan angin tajam menyambar, "Bles!", sebatang senjata
berwarna putih tahu-tahu sudah menusuk punggungnya
hingga tembus ke dada.
Tu Lian tertegun, pelan-pelan dia membalikkan tubuh, di
balik kegelapan malam dan di tengah hujan yang amat deras,
tampak si Tanpa perasaan sedang duduk bersila di belakang
tubuhnya, saat itu pemuda berbaju putih itu sedang
mengawasinya dengan pandangan dingin.

891
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam waktu singkat Tu Lian terbayang kembali akan


banyak kejadian, dia sadar apa yang menyebabkan dirinya
kehilangan nyawa.
Senjata yang mencabut nyawanya' adalah sebilah pisau
terbang yang dilepaskan si Tanpa perasaan, dia bisa terkena
hajaran pisau terbang itu karena tak sadar kalau Tanpa
perasaan sudah menanti di belakang tubuhnya, dia tak tahu
lawan sudah menyelinap ke belakang tubuhnya, dia sudah
bersembunyi di balik sekop itu namun justru senjata itu telah
menghalangi pandangan matanya.
Dia melindungi seluruh tubuhnya dengan senjata itu karena
seluruh perhatiannya hanya tertuju menghadapi tandu,
padahal dia keliru, bukan tandu yang seharusnya diperhatikan,
sebab musuh utamanya bukan tandu itu, melainkan si Tanpa
perasaan.
Maka dia harus menerima kematian dalam keadaan yang
amat mengenaskan.
Perlahan-lahan tubuh Tu Lian terkulai ke tanah, roboh
untuk selamanya.
Baru saja Tanpa perasaan menekan permukaan tanah
untuk balik ke dalam tandunya, mendadak terlihat sesosok
bayangan manusia berkelebat, seorang telah menghadang di
depan tandunya.
"Kau telah membunuh Leng Liu-peng?" tegur Tanpa
perasaan ketus.
"Dan kau pun telah membunuh Tu Lian," sahut Auyang Toa
sambil menyiapkan ruyung hitamnya.
Tanpa perasaan termenung, kemudian mendongakkan
kepala, membiarkan air hujan membasahi seluruh wajahnya,
setelah itu katanya, "Tahukah kau, sebelum tewas Leng Liu-
peng sudah menjadi sahabatku?"
"Aku tahu, justru karena itu aku terpaksa membunuhnya,"
jawab Auyang Toa sambil tertawa hambar.
"Dan karena itu pula aku harus membalas dendam
baginya," sambung Tanpa perasaan tenang.

892
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Perlahan-lahan Auyang Toa mengalihkan sorot matanya ke


tubuh Tu Lian yang tergeletak di tanah, mendadak dia
bertanya, "Tahukah kau, apa hubunganku dengan dirinya?"
Tanpa perasaan tidak menjawab.
Setelah menarik napas panjang Auyang Toa berkata lebih
lanjut, "Setahun berselang, dia telah melahirkan seorang
anakku!"
Sekilas perasaan duka melintas di balik mata Tanpa
perasaan, namun sejenak kemudian sudah pulih, sebuah
ketenangan yang amat dingin dan sadis.
Auyang Toa mendongakkan kepala mengawasi hujan yang
turun semakin deras itu, katanya lagi, "Oleh sebab itu sehebat
apapun ilmu silat yang kau miliki, aku pun akan membalas
dendam bagi kematiannya."
"Tahukah kau, bila aku tinggalkan tanduku dan berduel
melawan Leng Liu-peng, berapa bagian kemungkinanku untuk
meraih kemenangan?" tiba tiba Tanpa perasaan bertanya.
"Menurut kau?"
"Hanya enam bagian!"
"Sangat bagus."
"Ya, sangat bagus, tapi kenyataan kau berhasil
membunuhnya."
"Kau tak perlu kuatir, sebab aku sendiri pun hanya memiliki
lima bagian kemungkinan untuk meraih kemenangan."
"Dan sekarang, aku menantangmu untuk berduel," sela
Tanpa perasaan dingin.
Auyang Toa segera mendongakkan kepala dan tertawa.
"Hahaha ... apapun yang hendak kau ucapkan, yang pasti
tak mungkin kau punya kesempatan lagi untuk kembali ke
dalam tandumu."
Di tengah hujan yang turun semakin deras, lamat-lamat
terdengar suara bentakan yang bergema berulang kali,
tampaknya pertarungan antara Tangan besi melawan Suma
Huang-bong sudah mencapai puncaknya, kedua belah pihak
sudah mengeluarkan jurus pamungkas untuk memaksa
lawannya mengadu jiwa.

893
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kepandaian silat Suma Huang-bong maupun Darah dingin


boleh dibilang berimbang. Setiap kali melancarkan serangan,
Darah dingin selalu mengarahkan ancamannya ke
tenggorokan lawan, begitu pula dengan Suma Huang-bong,
dia selalu mengancam tenggorokan opas itu.
Sebenarnya ilmu silat si Pengejar nyawa masih sedikit lebih
tinggi daripada kungfu Darah dingin, sebaliknya kungfu yang
dimiliki Tangan besi masih sedikit di atas kemampuan
Pengejar nyawa.
Tapi lantaran sejak awal pertarungan, si Tangan besi harus
bertempur sengit melawan Suma Huang-bong, Tu Lian dan
Tok Ku-wi bertiga, pertempuran itu banyak menguras
tenaganya, harus pula memecah perhatian, maka dia berhasil
didesak oleh Suma Huang-bong, walau masih ada sebuah
lengan bajanya yang bisa digunakan, namun dalam
pertarungan ini dia lebih banyak tercecar daripada memegang
peran dalam penyerangan.
Sekali Suma 1 luang-bong berhasil menduduki posisi di atas
angin, semakin sulit bagi si Tangan besi untuk menyelamatkan
kedudukan, sebab pada dasarnya kemampuan mereka tidak
selisih banyak.
Setelah lewat tiga puluh gebrakan dan ternyata si Tangan
besi belum juga dapat dirobohkan, situasi dalam pertarungan
pun mulai terjadi perubahan.
Tulang bahu si Tangan besi telah dihajar Suma Huang-
bong hingga terluka parah, tapi lengan Suma Huang-bong
juga kena dihajar hingga remuk dan lumpuh.
Padahal lengan si Tangan besi yang terluka adalah tangan
kirinya, sementara lengan Suma Huang-bong yang lumpuh
adalah tangan kanan.
Suma Huang-bong bukan termasuk orang kidal, dia seperti
juga kebanyakan orang, lebih terbiasa menggunakan tangan
kanannya, apalagi senjata andalannya adalah sepasang sekop,
setelah kehilangan sebuah senjata andalannya, tentu saja dia
jadi tidak leluasa untuk melancarkan serangan.

894
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Itulah sebabnya begitu mendapat kesempatan baik, Tangan


besi segera menarik napas panjang dan mulai melancarkan
serangan balasan sepenuh tenaga.
Delapan puluh jurus kemudian, pertarungan antara Tangan
besi melawan Suma Huang-bong sudah berada pada posisi
berimbang.
Tapi seratus jurus kemudian, Tangan besi mulai berhasil
meraih posisi di atas angin.
Tentu saja Suma Huang-bong sangat menyadari akan
posisinya itu, dia mulai panik bercampur gelisah, beberapa kali
dia berusaha mencari peluang untuk melarikan diri, namun si
Tangan besi tidak membiarkan lawannya berbuat begitu,
pukulan maut yang dilontarkan menutup rapat seluruh jalan
mundurnya.
Seratus tiga puluh jurus kemudian, Suma Huang-bong
sudah mulai menunjukkan pertanda bakal kalah, posisinya
makin berbahaya dan terancam maut.
Sadarlah Suma Huang-bong, bila pertarungan dibiarkan
terus berlangsung, akhirnya dia pasti akan kehilangan nyawa,
mendadak sambil membentak keras, senjatanya diayunkan ke
depan.
Lemparan sekop Suma Huang-bong ini mesti tidak setajam
serangan Leng Liu-peng dan tidak sekeji pisau terbang Mo-
sam Ha-ha, namun cukup mendatangkan ancaman yang
menakutkan.
Tangan besi tak berani gegabah, dia memutar tangannya si
ap menyambut lemparan itu dengan sepenuh tenaga, tapi
sebelum ia melakukan hal itu, mendadak dilihatnya Suma
Huang-bong sudah menyentilkan jari tangannya, ternyata dia
hendak mengunci tenggorokannya dengan ilmu jari tiga kaki
menembus angkasa mengunci tenggorokan.
Untuk menghindar sudah tak sempat lagi, terpaksa Tangan
besi menyambut datangnya ancaman itu dengan kekerasan,
tapi masalah lain segera timbul, andaikata dia menangkis
datangnya lemparan sekop, dia takkan bisa menangkis
serangan jari tangannya, sebaliknya bila dia menangkis

895
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

serangan jarinya, maka tak bisa menahan lemparan senjata


lawan.
Ilmu jari tiga kaki menembus angkasa mengunci
tenggorokan sudah termashur sebagai sebuah kepandaian
untuk meremukkan tulang leher, sebuah serangan yang
sangat mematikan, sementara sekop milik Suma Huang-bong
pun tidak mudah ditangkis begitu saja, jelas dia sudah
menggunakan jurus mengadu jiwa.
Dalam keadaan seperti ini. Tangan besi lebih suka
menyambut datangnya lemparan sekop, ketimbang dia mesti
menerima serangan jari penghancur tenggorokan itu.
Bukannya mundur, tiba-tiba Tangan besi malah bergerak ke
depan.
Dengan mengandalkan lengan kanan, si Tangan besi
menangkis datangnya desingan angin tajam itu, "Sret, sret",
angin serangan sentilan jari menghajar telak lengannya,
membuat pakaian yang dikenakan hancur tercabik-cabik,
bahkan muncul dua garis hangus yang dalam, masih untung
tulangnya tidak sampai terluka.
Pada saat bersamaan, lemparan sekop menghajar pula
pinggangnya.
Waktu itu Tangan besi telah menghimpun segenap
kekuatan tubuhnya di atas pinggang, dia memang sudah
mempersiapkan diri untuk menerima lemparan senjata itu
dengan keras lawan keras.
Selain memiliki sepasang lengan yang kuat bagai baja, si
Tangan besi juga tersohor sebagai jago yang memiliki tenaga
dalam paling sempurna di antara empat opas.
"Duk!", senjata itu menghajar telak pinggangnya, darah
segera muncrat akibat luka yang ditimbulkan gesekan itu,
namun lemparan sekop itupun berhasil ditangkis hingga
mencelat ke samping.
Tangan besi tak tinggal diam, segera merangsek maju
hingga nyaris tubuhnya saling bertumbukan dengan Suma
Huang-bong.

896
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Suma Huang-bong tidak mengira musuhnya akan


merangsek maju, mau menghindar sudah tak sempat, sisi lain
sekop itu segera membabat dadanya.
Suma Huang-bong sama sekali tidak menduga akan terjadi
peristiwa seperti ini, sehingga dia tidak mengerahkan tenaga
dalamnya untuk berjaga-jaga, apalagi tenaga dalamnya
memang kalah dibanding si Tangan besi, maka tak heran
sekop itu membelah dadanya.
Jeritan ngeri yang memilukan hati pun berkumandang di
tengah gemuruhnya suara hujan.
Memanfaatkan kesempatan ini, si Tangan besi merangsek
maju, sebuah pukulan dihujamkan ke wajah lawan.
Tanpa ampun wajah kuda Suma Huang-bong langsung
hancur, diiringi jeritan ngeri yang menggidikkan, tubuhnya
roboh terkapar ke tanah.
Melihat Suma Huang-bong sudah roboh, si Tangan besi pun
menghembuskan napas lega, ia cabut sekop yang menancap
di pinggangnya, darah pun menyembur keluar dari lukanya.
Dia membalikkan tubuh, lalu bersandar pada sebatang
pohon, napasnya tersengal-sengal, dia biarkan air hujan
mencuci bersih noda darah yang membasahi tubuhnya.
Sekarang dia dapat bernapas lega, sebab musuh
tangguhnya, Suma Huang-bong, sudah tak pernah bisa
mengganggunya lagi, karena saat itu nyawanya sudah dalam
perjalanan menuju ke langit barat.
Hujan turun semakin deras, seluruh pakaian si Tanpa
perasaan maupun Auyang Toa sudah basah kuyup.
Tiba-tiba si Tanpa perasaan bertanya, "Siapa ketua kalian?"
"Hahaha ... kenapa aku mesti menjawab pertanyaanmu,"
sahut Auyang Toa sambil tertawa tergelak, kemudian dengan
mata berkilat dan tertawa seram, dia menambahkan, "aku
takut sewaktu kau balik ke kotaraja nanti, istana terlarang
sudah bukan menjadi istana terlarang lagi."
"Semisalnya kau pun tewas, berarti ada tiga belas jago
yang mengorbankan nyawa demi dirinya, apakah kau anggap
itu semua berharga?"

897
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Baik, akan kuberitahu teriak Auyang Toa tiba-tiba, cahaya


hitam berkelebat, bagaikan pagutan seekor ular berbisa dia
menyerang dada lawan.
Tanpa perasaan menggetarkan tangan kanannya, sekilas
cahaya putih meluncur keluar dan membumbung ke angkasa.
Saat itu seluruh badan Auyang Toa sudah dilapisi segumpal
hawa murni berwarna ungu, tanpa melalui kipas andalannya
pun dia mampu mengerahkan tenaga Im-yang-sin-kang.
Ketika cahaya putih membentur lapisan hawa ungu, pisau
terbang itu segera rontok ke tanah.
Namun si Tanpa perasaan pun sudah melejit ke udara dan
lolos dari tusukan ruyung berwarna hitam itu.
"Wes!", ruyung itu meluncur balik ke tangan Auyang Toa.
Tidak menunggu si Tanpa perasaan melayang turun,
kembali Auyang Toa melepaskan tusukan kedua.
Berada di udara, lekas si Tanpa perasaan menarik napas
panjang, tubuhnya melambung naik tiga depa ke atas,
kemudian sepasang tangannya digetarkan, dua titik cahaya
putih kembali meluncur.
Sekali lagi tusukan Auyang Toa mengenai tempat kosong,
namun hawa khikang yang melindungi tubuhnya juga berhasil
menggetarkan kedua bilah pisau terbang itu hingga mencelat
ke arah lain.
Tidak menunggu Tanpa perasaan mencapai tanah, Auyang
Toa merangsek maju, sekali lagi dia lepaskan tusukan.
Tanpa perasaan segera menghimpun tenaga murninya siap
berkelit ke samping, mendadak pinggangnya terasa amat
sakit, rasa sakit yang luar biasa membuat hawa murninya
buyar, tubuhnya seketika terperosok jatuh ke bawah.
Rasa sakit yang timbul di pinggangnya itu disebabkan luka
yang ia derita karena babatan golok Leng Liu-peng, ketika itu
ia dipaksa keluar dari tandu oleh si cebol Sun sewaktu berada
di depan toko peti mati tempo hari.
Dalam gugup dan paniknya, kembali si Tanpa perasaan
melepaskan sebuah pisau terbang.

898
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pisau itu meluncur ke arah Auyang Toa, tapi baru sampai


tengah jalan sudah kehabisan tenaga, akibatnya senjata itu
mencelat ke arah lain. Kini yang masih bisa dikendalikan
Tanpa perasaan hanyalah gerakan tubuhnya yang meluncur
jatuh ke bawah.
"Sret!", Auyang Toa segera menusuk iga kirinya dengan
jurus sakti Im-yang-sin-san. Ruyungnya langsung melesat ke
depan dan menghajar tubuh si Tanpa perasaan, diikuti
cucuran darah, ruyung itu jatuh ke tanah.
"Hahaha ... serahkan nyawamu teriak Auyang Toa sambil
tertawa seram.
Baru saja dia menyiapkan tusukan terakhir, tiba-tiba
punggungnya terasa kaku.
Sebilah pisau berwarna putih telah menembus puntung dan
keluar melalui dadanya.
Detik itu juga Auyang Toa menyaksikan sebuah ujung pr.au
yang penuh bercak darah muncul dari dalam dadanya, lak .nl.i
kejadian lain yang lebih mengejutkan dirinya daripada peii-
.tiw.i ini, dia mengawasi ujung pisau itu dengan terkesima,
seolah tidak percaya dengan pandangan mata sendiri.
Dengan napas tersengal, Tanpa perasaan berbisik, "Kau
kau tak usah heran ... tusukan itu ... muncul ... muncul il.in
dalam tandu ... kau telah menyentuh tombol rahasia di ... di
aLr. tandu ... maka ... maka pisau itupun meluncur keluar
Ketika selesai mendengar penjelasan itu, Auyang Toa bani
roboh ke tanah, roboh terkapar di tengah genangan darah.
Selama ini dia paling takut menghadapi tandu milik Tanpa
perasaan, maka dia berusaha dengan segala cara memaksa
Tanpa perasaan keluar dari tandunya, tapi pada akhirnya dia
tetap tewas oleh tandu itu.
Tubuh Auyang Toa sudah roboh terkapar di atas genangan
lumpur, air hujan telah mengguyur darah yang mengucur
keluar dari tubuhnya, membawanya masuk ke dalam endapan
lumpur.
Akhirnya hujan pun reda.

899
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Orang pertama yang sadar dari pingsannya adalah si


Pengejar nyawa.
Dengan langkah sempoyongan dia berjalan keluar dari
dalam tandu, ia merasa udara amat segar, suasana pun amat
hening. Tapi kemudian ia melihat mayat yang
bergelimpangan, mayat Tu Lian, Leng Liu-peng, Tok Ku-wi,
Suma Huang-bong bahkan mayat Auyang Toa.
Dia sangat kaget, sekujur badannya terasa menegang
kencang.
Menyusul ia lihat seorang meronta bangun dari kubangan
lumpur, dia adalah si Tangan besi.
Bahu kiri si Tangan besi sudah terhajar oleh ilmu jari tiga
kaki menembus angkasa mengunci tenggorokan yang
membuat lukanya sangat parah, masih untung bukan bagian
tubuh yang mematikan, maka dengan kesempurnaan tenaga
dalamnya, ia segera tersadar dari pingsannya.
Lekas si Pengejar nyawa memayangnya, tapi ia sendiri
belum sembuh dari lukanya yang parah, dengan sempoyongan
akhirnya dia bersandar pada sebatang pohon dan berdiri
dengan napas tersengal.
Saat itulah mereka mendengar suara rintihan, ternyata si
Darah dingin sedang merangkak bangun, luka yang
dideritanya paling parah karena selain ditusuk tombak Tok Ku-
wi, dia pun kena dihajar Im-yang-sin-kang Auyang Toa.
Masih untung Darah dingin memiliki badan yang keras
bagaikan baja, bukan cuma badan, semangat dan daya
tahannya pun luar biasa.
Maka dia pun bangkit berdiri, selama masih bisa bernapas,
dia memang tak ingin merangkak di tanah.
Tangan besi, Pengejar nyawa dan Darah dingin saling
bergandengan tangan, sampai lama sekali mereka tak bicara,
kemudian hampir bersamaan waktunya mereka berseru,
"Mana Toa-suheng?"
Melihat tandu yang terbalik, perasaan mereka sudah dingin
separoh, apalagi melihat si Tanpa perasaan yang tertelungkup

900
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

di tengah kubangan tanpa bergerak, tak sepatah kata pun


sanggup mereka ucapkan.
Tanpa perasaan tertelungkup di tengah kubangan, sekujur
tubuhnya penuh lumpur, lumpur bercampur darah.
Mereka tak tahu apakah Tanpa perasaan masih hidup atau
sudah mati. Melupakan luka yang mereka derita, selangkah
demi selangkah mereka mendekat, namun Tanpa perasaan
belum juga bersuara.
Mereka saling bertukar pandang sekejap, rasa sedih yang
tak terlukiskan muncul dari balik mata mereka, kemudian
mereka pun membangunkan Tanpa perasaan, membalik
tubuhnya.
Lumpur menodai seluruh wajah Tanpa perasaan, tapi dia
tidak pingsan, sambil perlahan-lahan membuka mata, dia
menj; awasi wajah Tangan besi, Pengejar nyawa dan Darah
dingin silili berganti, kemudian senyuman pun menghias ujung
bibirnya.
"Kita semua selamat, kita semua sehat sentosa ... sayang
hingga kini kita masih belum tahu siapakah ketua mereka
demikian ia bergumam.
Tangan besi, Pengejar nyawa dan Darah dingin berbareng
melompat bangun, kemudian mendongakkan kepala dan
tertawa terbahak-bahak.
Asal persahabatan masih utuh, kekalahan bukan masalah
bagi mereka, apalagi hasil pertarungan ini tidak terhitung
suatu kekalahan.
Sekalipun kalah, mereka pun kalah sebagai seorang ksatria.
Pertarungan boleh kalah, tapi semangat, tujuan dan prinsip
tak boleh kalah.
Sebagai seorang ksatria sejati, apa arti dari suatu
kekalahan?
TAMAT

901
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Siapakah ketua komplotan 13 pembunuh itu? Ikutilah kisah


selanjutnya di:
Misteri Lukisan Tengkorak
Wisma pedang..........................................42 hal
Putri Es..................................................287 hal
Naga Bersiul Harimau Mengaum..................301 hal
Pedang Sakti Langit Hijau...........................579 hal
Kisah si Naga Terbang................................615 hal
Pendekar Mata Keranjang...........................313 hal
Duri Bunga Ju..........................................936 hal
Rahasia Pedang Buntung.............................456 hal
Romantika Sebilah Pedang............. 2tmt= 720 hal
Lembah Kuburan Pedang.................2 tmt = 669 hal
Pedang Bunga Mei.........................3 tmt = 1127 hal
Arca Emas Keramat...................................245 hal
Gelang Baja Harimau Putih..........................249 hal
Pedang Sesat Pisau Kematian............3 tmt = 1059 hal
Terbang Harum Pedang Hujan............5 tmt = 1429 hal
Pendekar Panji sakti.........................6 tmt = 1905 hal
Walet Besi.................................2 tmt = 508 hal
Perintah Berdarah.........................2 tmt = 553 hal
Pisau Pusaka..........................................207 hal
Pedang Satu Kata.....................................352 hal
Tiga Ilmu Sakti...........................2 tmt = 437 hal
Pendekar Sakti dari Lembah Liar......2 tmt = 522 hal
Laut Bersalju Sungai berdarah..................... 367 hal
Badai Persilatan...........................3 tmt = 757 hal
Pendekar Pedang Buruk Rupa...........4 tmt = 1190 hal
Ksatria Brandalan................................... 363 hal
Si Pedang Tumpul........................5 tmt = 1390 hal
Butong It Kiam.............................6 tmt =1931 hal
Legenda Golok Halilintar..................2 tmt = 531 hal
Buku Pusaka..........................................365 ha!
Jejak Pendekar Bayangan Setan..........2 tmt = 500 hal
Pendekar Gila........................................105 hal
Pedang yang Menggetarkan Pelangi... 3 tmt =1001 hal

902
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pendekar Kail Emas............................


Plakat Utara Seruling Selatan.....
Pembunuhan 13 Pendekar Golok

903

Anda mungkin juga menyukai