By BBS
Jarak antara mereka dengan para pengemis cukup dekat sehingga mereka
bisa melihat gambar ‘Tawon Merah’ di dada mereka.
“Inikah pasukan Ang-hong-pay yang telah membantai ratusan nyawa?
Dan mereka hanya terdiri dari dua puluh lima orang sajakah? ” tanya Sun
Kay pada dirinya sendiri. Tanpa terasa ia merasakan begitu ngeri suasana
malam ini. Dan kadang-kadang ada rasa kagum juga terhadap mereka yang
memiliki ilmu tinggi-tinggi.
“Siapakah yang menjadi pemimpin di sini?” tiba-tiba terdengar suara
menyeramkan.
Sesaat Sun Kay dengan kaget menoleh mencari suara itu datang dari
mana. Suara itu terasa begitu dekat terdengar di telinganya.
“Apakah kamu tidak bisa melihat keberadaanku di sini?” ejek orang itu.
Tanpa terasa bulu kuduknya meremang takut. Orang ini seperti iblis
mengirim suara tapi tidak terlihat orangnya. Suara itu terdengar dari
belakangnya, bukan dari depannya. Ia menoleh mencari orang itu apakah
ada di belakangnya.
Lalu matanya melihat sosok yang berdiri di atas kelenteng. Pakaian yang
dipakai berbeda dengan orang-orang yang ada di depannya. Pakaiannya
berwarna merah semua menandakan bahwa orang ini mempunyai pangkat
lebih tinggi dari pada dua puluh lima orang di depannya. Beberapa detik
kemudian, bayangan merah itu menghilang.
Wajah Sun Kay tambah pucat melihat ginkang pemimpin mereka ini.
Ginkang yang hebat sekali. Sampai-sampai ia tidak tahu sejak kapan orang
memakai pakaian merah itu pergi.
“Siapakah diantara kalian yang bernama Sun Kwe San ketua Kay-pang
cabang Shansi?” terdengar suara lagi bertanya. Kali ini Sun Kay benar-benar
gelagapan karena ia tidak bisa lagi menemukan dimana orang itu berada.
“Aku di sini! Apakah kamu tidak punya mata untuk melihat?” jengak
setengah ejek orang itu. Suara itu terdengar dari dalam kelenteng yang
kosong. Tidak lama kemudian, orang berbaju merah itu keluar.
kedatangan mereka untuk barang itu, bukan untuk membantai seperti apa
yang dilakukan mereka terhadap partai-partai lainnya. Aneh sekali orang ini.
“Tidak usah berlagak pilon! Aku tahu kamu mempunyai barang itu.
Sekarang serahkan barang itu dan aku akan membiarkan kalian semua
hidup! Tapi kalau masih bandel, hmm. Jangan salahkan diriku jika tempat ini
menjadi kuburan kalian!”
“Eh! Jangan mabuk. Benar-benar aku tidak mempunyai barang itu.
Bahkan medengar namanya saja baru malam ini kudengar.” Jawab Sun Kay
jujur.
Ia benar-benar tidak tahu apa itu Kim-liong Ceng-giok, bahkan baru
malam ini ia mendengar nama barang itu.
“Baik! Jangan salahkan aku jika kugenangi tanah ini dengan darah
kalian!” katanya yang diikuti dengan suara ‘sringgg, sringggg’ bunyi pedang
dikeluarkan berbareng oleh dua lima orang berbaju hitam.
“Baik! Akan kukabulkan impianmu!” jawab Sun Kay dengan didahului
dengan terjangan mengadu nyawa. Baru saja ia meloncat satu langkah, ia
sudah berhenti secara mendadak. Kakinya terasa tiba-tiba saja tidak bisa
digerakkan. Seperti ada yang memegang atau yang menutuk urat nadi di
pergelangan kedua kakinya. Benar-benar ia tidak bisa bergerak. Lalu ia
memejamkan kedua matanya untuk menunggu ajal menjemput.
Tiba-tiba ia merasakan tongkat yang dipegangnya terlepas seperti
ditarik seseorang. Beberapa menit kemudian ia mendengar suara ‘Bug-bag-
big-bug” seperti suara tubuh terkena pukulan. Lalu terdengar pekik ngeri
dari belakangnya. Sebenarnya ia tidak berharap melihat atau mendengar
suara pekikan ngeri saudara-saudaranya, tapi apa dayanya saat ini.
Tubuhnya tidak bisa digerakkan untuk segera menemui ajalnya.
Setelah itu tidak terdengar lagi suara jeritan. Suasana menjadi sepi dan
hening. Hanya suara detak jantung yang terdengar sangat memburu. Dua
matanya ia buka dan alangkah kagetnya ketika melihat orang berpakaian
merah itu terlihat kedua matanya sepertinya melotot ke arahnya dengan
seram. Dan ia melihat juga betapa mata semua orang beralih ke arahnya.
Wajah teman-temannya tampak pucat seperti mayat. Apakah yang terjadi?
Suasana masih sepi tidak ada suara apapun, hanya suara angin yang
terdengar menderu. Dingin.
“Apakah kamu tidak bisa melihat keberadaanku di sini?” terdengar
suara mengejek di mana-mana. Kali ini si baju merah yang dipermainkan
seperti ia tadi mempermainkan Sun Kay. Jawabannya juga sama dengan
jawaban si baju merah.
“Locianpwe, jangan main-main lagi!” tiba-tiba suara si baju merah
meninggi agak tergetar karena mengekang rasa marahnya sehingga
terdengar bergetar.
“Aku di sini! Apakah kamu tidak punya mata untuk melihat?” katanya
meniru suara si baju merah.
Aneh sekali. Suara angin malah terdengar seperti lantunan suara yang
sangat merdu. Membuat orang semakin nyaman, tidak tegang dan ngeri
seperti tadi. Para pengemis tampak tiba-tiba tersenyum mendengar suara
angin. Suara itu semakin tinggi bertambah menggema merdu. Si baju merah
bukannya tambah senang seperti para pengemis Kay-pang, malah semakin
beringasan.
“Kim-liong Hong-hoat-sut (Sihir Angin Naga Emas)!” teriak si baju
merah setengah tercekik.
“Ternyata engkau mengenal juga ilmu ini. Kukira engkau seorang yang
goblok! Aku ada di sini. Lihat baik-baik !” terdengar suara terbawa angin.
Seketika si baju merah melihat sesosok memakai baju hitam seperti
anak buahnya. Tapi baju itu bukan baju ringkas, malahan baju longgar dan
besar. Baju itu berkibar-kibar tertiup angin. Sesosok hitam itu berdiri di atas
pucuk pohon yang ada di depan kelenteng tua. Semua mata menyorot ke
pucuk pohon itu. Luar biasa tingginya ginkang (Ilmu Meringan Tubuh) orang
itu. Hanya dengan pucuk dedaunan di atas pohon ia mampu berdiri dengan
anteng tanpa goyang. Sepertinya tubuh hitam itu hanya seenteng kapas,
sehingga dedaunan itu tampak tidak terbebani. Lalu sesosok bayangan
hitam itu melayang ke bawah tanpa menggerakkan kedua kaki atau badan
lainnya sama sekali. Tubuhnya seperti melayang terbawa angin dan turun di
atas tanah tanpa suara atau ada debu mengepul sama sekali.
KIM-LIONG-PAY JI-SIAN ( 1 )
Di tengah kota Taiyuan terdapat sebuah kedai besar yang menjual arak
paling enak dan harum. Di dalam kedai lantai dua terdapat banyak orang
minum arak sampai teler mengoce kesana-kemari. Orang di lantai dua itu
semuanya adalah orang-orang Kay-pang. Bajunya tambal-tambal berwarna-