Anda di halaman 1dari 10

MANUSIA SUCI BU ENG HU

By BBS

Next Chapter:Si Hitam dan Si Merah (1)

SI HITAM DAN SI MERAH (1)


Malam itu begitu terasa mencekam. Sinar bulan tampak memancarkan
cahayanya dengan terang. Bukannya suasana seperti itu sangat indah dan
neyaman, malahan terasa seperti begitu menakutkan. Angin yang
menghembuskan hawa dingin, tidak terasa sama sekali. Ratusan pengemis
berdiri di depan kelenteng tua di luar kota Taiyuan. Ratusan lainnya
berjongkok di rerumputan yang ada di dalam hutan. Puluhan lainnya
berjaga di kejahuan. Mereka diam membisu. Tidak ada suara apapun yang
terdengar dari mulut mereka, hanya suara pernafasan yang berat terdengar
keras. Suara detak jantung yang semakin cepat karena rasa takut dan ngeri
terdengar melagu seram. Di tempat ini benar-benar seram.
Di tempat lain di dalam sebuah gedung besar terlihat seorang pemuda
yang tampak cemas mondar-mandir di dalam kamarnya. Berkali-kali ia
mendesah berat serasa begitu berat beban pikirannya. Di bawah
penerangan lilin Lie Yang tampak cemas, ia memikirkan keselamatan teman-
temannya di luar. Lalu ia berjalan ke tempat tidurnya dan istirahat.
“Apapun yang terjadi, semuanya sudah digariskan! Sulit untuk
membelokkan atau meluruskannya”, gumamnya sebelum memejamkan
mata.
Di luar kota Taiyuan masih terasa sepi. Malam semakin larut tapi
pasukan Ang-hong-pay belum juga datang. Tiba-tiba terdengar suara jeritan
di dalam hutan memecah keheningan. Sebelum semuanya sadar apa yang
telah terjadi di dalam sana, tiba-tiba dari dalam hutan sudah melayang
turun puluhan manusia dengan pakaian hitam dan berkedok. Tanpa terasa
kemenjing para pengemis naik turun karena rasa takutnya. Belum pernah
mereka merasakan kehidupan yang begitu menakutkan sebelumnya. Di
depan kelenteng tua sudah berdiri puluhan orang dengan pakaian hitam
menyeramkan. Hanya dua mata mereka yang terlihat mencorong membetot
sukma. Suasana tambah hening dan menakutkan. Pakaian mereka serba
hitam, kecuali sebuah gambar di dada mereka yang berwarna merah darah.

Si Hitam dan Si Merah (1) Pelataran-9


MANUSIA SUCI BU ENG HU
By BBS

Jarak antara mereka dengan para pengemis cukup dekat sehingga mereka
bisa melihat gambar ‘Tawon Merah’ di dada mereka.
“Inikah pasukan Ang-hong-pay yang telah membantai ratusan nyawa?
Dan mereka hanya terdiri dari dua puluh lima orang sajakah? ” tanya Sun
Kay pada dirinya sendiri. Tanpa terasa ia merasakan begitu ngeri suasana
malam ini. Dan kadang-kadang ada rasa kagum juga terhadap mereka yang
memiliki ilmu tinggi-tinggi.
“Siapakah yang menjadi pemimpin di sini?” tiba-tiba terdengar suara
menyeramkan.
Sesaat Sun Kay dengan kaget menoleh mencari suara itu datang dari
mana. Suara itu terasa begitu dekat terdengar di telinganya.
“Apakah kamu tidak bisa melihat keberadaanku di sini?” ejek orang itu.
Tanpa terasa bulu kuduknya meremang takut. Orang ini seperti iblis
mengirim suara tapi tidak terlihat orangnya. Suara itu terdengar dari
belakangnya, bukan dari depannya. Ia menoleh mencari orang itu apakah
ada di belakangnya.
Lalu matanya melihat sosok yang berdiri di atas kelenteng. Pakaian yang
dipakai berbeda dengan orang-orang yang ada di depannya. Pakaiannya
berwarna merah semua menandakan bahwa orang ini mempunyai pangkat
lebih tinggi dari pada dua puluh lima orang di depannya. Beberapa detik
kemudian, bayangan merah itu menghilang.
Wajah Sun Kay tambah pucat melihat ginkang pemimpin mereka ini.
Ginkang yang hebat sekali. Sampai-sampai ia tidak tahu sejak kapan orang
memakai pakaian merah itu pergi.
“Siapakah diantara kalian yang bernama Sun Kwe San ketua Kay-pang
cabang Shansi?” terdengar suara lagi bertanya. Kali ini Sun Kay benar-benar
gelagapan karena ia tidak bisa lagi menemukan dimana orang itu berada.
“Aku di sini! Apakah kamu tidak punya mata untuk melihat?” jengak
setengah ejek orang itu. Suara itu terdengar dari dalam kelenteng yang
kosong. Tidak lama kemudian, orang berbaju merah itu keluar.

Si Hitam dan Si Merah (1) Pelataran-10


MANUSIA SUCI BU ENG HU
By BBS

“Berapa orangkah pemimpin berbaju hitam itu? Menakutkan sekali!”


katanya di dalam hati.
“Akulah yang bernama Sun Kwe San!” jawab Sun Kay tegas dan lugas.
“Apakah kamu tahu untuk apakah kedatangan kami ke sini?” tanya
orang berbaju merah itu.
“Kami tidak akan pernah bergabung dengan kalian! Lebih baik kami
mati dengan terhormat dari pada kami dikutuk nenek moyang kami!” jawab
Sun Kay.
“Hahaha... kalian begitu bodoh, lebih-lebih engkau Sun Kwe San! Kami
datang bukan untuk mengajak kalian bergabung dengan kami, tapi ingin
membantai kalian semuanya!” kata si baju merah membuat merinding para
pengemis Kay-pang. Ketika menyebut kata-kata ‘membantai’ si baju merah
itu mengeraskan sehingga terdengar dan bergema di mana-mana.
“Apakah kalian mampu membantai kami semuanya?” tantangnya
berapi-api. Ia sudah melupakan lagi keraguan dan ketakutannya. Seperti
seorang yang sedang kedinginan kalau bisa mendapatkan api akan terasa
hangat dan panas. Seperti itulah jiwa Sun Kay. Tadinya ia ragu untuk
bergebrak dengan si baju merah itu, tapi bicaranya yang terlalu menghina
membuatnya marah.
“Hahaha... hanya cacing-cacing tanah seperti kalian kenapa kami tidak
mampu? Seandainya kalian bertambah sepuluh lipat lagipun kami masih
bisa membantai kalian semuanya.” Besar sekali omongan ini.
Kali ini Sun Kay sudah dibakar habis oleh lawannya sehingga tidak bisa
mengontrol lagi jiwanya. “Bangsat, rasakan ini!”. Sambil berseru keras ia
berlari ke arah si baju merah. Tongkat yang ada di tangannya dilemparkan
ke arah bayangan merah di depannya. Kali ini ia langsung menggunakan
jurus paling berbahaya Hui-tung (Tongkat Terbang) andalannya. Baru saja
tongkat itu melayang menyerang dada si baju merah. Tiba-tiba saja tongkat
itu membalik, seperti ada penghalang besi di depan si baju merah itu.
Sebaliknya si baju merah hanya berdiri sambil memperlihatkan senyum sinis
dan mengelak. Tongkat yang ia lemparkan kali ini menyerang balik ke
arahnya sendiri. Ini baru namanya senjata makan tuan.

Si Hitam dan Si Merah (1) Pelataran-11


MANUSIA SUCI BU ENG HU
By BBS

“Aih!!!” ia menjerit sambil menghindar dengan membuang dirinya ke


samping kanan. Melihat tongkat terbang ketuanya ini para pengemis tanpa
terasa semakin ketakutan. Mereka tidak bisa membantu ketuanya karena di
sini hanya ketuanya saja yang mempunyai ilmu silat paling tinggi. Ketuanya
kalah dengan mudah apalagi mereka. Untung saja tongkat itu bisa ia hindari
sehingga ia tidak terkena gebukan tongkat itu. Ia berdiri dengan muka
pucat melihat kemampuan lawannya itu. Tongkatnya yang sudah jatuh di
tanah ia ambil lagi. Ia heran kenapa lawannya tidak segera menyerangnya
malah masih berdiri sambil mengejek.
“Ah, begitu goblok dan bodoh kamu Sun Kay! Kenapa menggunakan
kekerasan kalau masih ada jalan lain untuk menyelamatkan diri sendiri dan
teman-temanmu!” katanya dengan nada sedih, padahal ia tidak bersedih.
“Permainan apa lagi yang ingin kamu lakukan?” tanyanya setengah
membentak.
“Ah, hebat, hebat sekali! Sudah tidak ada kemampuan sedikitpun untuk
melawan masih berani membentak-bentak. Tapi sayang sekali nyali yang
begitu tinggi tidak disertai akal yang cerdas!”
“Bangsat, setan! Apakah kalian datang hanya ingin menghina kami yang
lemah? Bunuh sekalian dari pada kami harus mendengarkan ocehanmu
yang berbau busuk seperti kentut itu!”
“Hahaha... menarik, menarik sekali! Dengar baik-baik! Kami datang
memang ingin membantai kalian, cuma sayang aku tidak tega
melakukannya. Aku akan melepas dan tidak akan mengganggu kalian jika
kamu mau menyerahkan Kim-liong Giok-ceng (Kemala Hijau Naga Emas)
padaku!”
Next Chapter: Si Hitam dan Si Merah (2)

SI HITAM DAN SI MERAH (2)


“Kim-liong Giok-ceng (Kemala Hijau Naga Emas)? Baru kali ini aku
mendengar nama ini. Apakah kamu sudah gila mengatakan kalau aku
mempunyai barang itu?” kata Sun Kay heran campur bingung. Ternyata

Si Hitam dan Si Merah (2) Pelataran-12


MANUSIA SUCI BU ENG HU
By BBS

kedatangan mereka untuk barang itu, bukan untuk membantai seperti apa
yang dilakukan mereka terhadap partai-partai lainnya. Aneh sekali orang ini.
“Tidak usah berlagak pilon! Aku tahu kamu mempunyai barang itu.
Sekarang serahkan barang itu dan aku akan membiarkan kalian semua
hidup! Tapi kalau masih bandel, hmm. Jangan salahkan diriku jika tempat ini
menjadi kuburan kalian!”
“Eh! Jangan mabuk. Benar-benar aku tidak mempunyai barang itu.
Bahkan medengar namanya saja baru malam ini kudengar.” Jawab Sun Kay
jujur.
Ia benar-benar tidak tahu apa itu Kim-liong Ceng-giok, bahkan baru
malam ini ia mendengar nama barang itu.
“Baik! Jangan salahkan aku jika kugenangi tanah ini dengan darah
kalian!” katanya yang diikuti dengan suara ‘sringgg, sringggg’ bunyi pedang
dikeluarkan berbareng oleh dua lima orang berbaju hitam.
“Baik! Akan kukabulkan impianmu!” jawab Sun Kay dengan didahului
dengan terjangan mengadu nyawa. Baru saja ia meloncat satu langkah, ia
sudah berhenti secara mendadak. Kakinya terasa tiba-tiba saja tidak bisa
digerakkan. Seperti ada yang memegang atau yang menutuk urat nadi di
pergelangan kedua kakinya. Benar-benar ia tidak bisa bergerak. Lalu ia
memejamkan kedua matanya untuk menunggu ajal menjemput.
Tiba-tiba ia merasakan tongkat yang dipegangnya terlepas seperti
ditarik seseorang. Beberapa menit kemudian ia mendengar suara ‘Bug-bag-
big-bug” seperti suara tubuh terkena pukulan. Lalu terdengar pekik ngeri
dari belakangnya. Sebenarnya ia tidak berharap melihat atau mendengar
suara pekikan ngeri saudara-saudaranya, tapi apa dayanya saat ini.
Tubuhnya tidak bisa digerakkan untuk segera menemui ajalnya.
Setelah itu tidak terdengar lagi suara jeritan. Suasana menjadi sepi dan
hening. Hanya suara detak jantung yang terdengar sangat memburu. Dua
matanya ia buka dan alangkah kagetnya ketika melihat orang berpakaian
merah itu terlihat kedua matanya sepertinya melotot ke arahnya dengan
seram. Dan ia melihat juga betapa mata semua orang beralih ke arahnya.
Wajah teman-temannya tampak pucat seperti mayat. Apakah yang terjadi?

Si Hitam dan Si Merah (2) Pelataran-13


MANUSIA SUCI BU ENG HU
By BBS

Selagi ia bertanya-tanya pada dirinya apa yang terjadi. Tiba-tiba matanya


melihat tongkatnya itu melayang berputaran mengelilingi tubuhnya.
Tongkatnya itu seperti hidup.
“Oh, apakah aku sudah gila atau mati?” katanya terkesiap dan
meremang bulu kuduknya.
Tongkatnya itu melayang di udara sambil melenggok-lenggok menuju
ke arah orang berpakaian merah itu. Dua mata orang berpakaian merah itu
tampak melotot entah apa yang dipikirkannya itu. Ia semakin heran.
“Kenapa melotot seperti itu, apakah sudah bosan hidup?” tiba-tiba
terdengar suara mengejek. Suara itu terdengar dari dalam tongkat. Apakah
tongkatnya sudah menjadi arwah gentayangan sehingga mampu bicara?
Benar-benar tongkat menakutkan. Suara itu sulit ditentukan apakah suara
orang muda atau tua, laki-laki atau perempuan.
Orang yang memakai pakaian berwarna merah itu tambah melotot dan
tiba-tiba ia tertawa terbahak-bahak entah apa yang ditertawainya.
“Locianpwe kumohon sudi menampakkan diri, jangan memperlakukan
orang lemah seperti itu?” kata si merah setelah selesai tertawa. Ia ternyata
baru sadar bahwa tongkat yang melayang-layang itu sebenarnya
dikendalikan oleh seseorang berkepandaian tinggi dengan menggunakan
semacam ilmu Menjerat Angin. Dilihatnya anak buahnya telah tergeletak
malang melintang dalam keadaan tidak sadarkan diri. Ia sudah tidak berani
lagi membayangkan bagaimana kepandaian orang yang memainkan
tongkat itu. Pikirannya hanya bergejolak bagaimana harus kabur.
Tiba-tiba terdengar suara ‘duk’ tongkat yang melayang-layang itu jatuh.
Sedangkan Sun Kay sudah bisa bergerak. Ia semakin kaget ketika
membalikkan badan karena ia melihat dua puluh lima orang berpakaian
hitam itu sudah roboh semuanya. Entah dengan ilmu apa orang itu bisa
merobohkan lawannya begitu cepat? Ngeri dan girang campur aduk
dipikirannya.
“Apakah locianpwe masih tidak mau menampakkan diri?” seru si baju
merah.

Si Hitam dan Si Merah (2) Pelataran-14


MANUSIA SUCI BU ENG HU
By BBS

Suasana masih sepi tidak ada suara apapun, hanya suara angin yang
terdengar menderu. Dingin.
“Apakah kamu tidak bisa melihat keberadaanku di sini?” terdengar
suara mengejek di mana-mana. Kali ini si baju merah yang dipermainkan
seperti ia tadi mempermainkan Sun Kay. Jawabannya juga sama dengan
jawaban si baju merah.
“Locianpwe, jangan main-main lagi!” tiba-tiba suara si baju merah
meninggi agak tergetar karena mengekang rasa marahnya sehingga
terdengar bergetar.
“Aku di sini! Apakah kamu tidak punya mata untuk melihat?” katanya
meniru suara si baju merah.
Aneh sekali. Suara angin malah terdengar seperti lantunan suara yang
sangat merdu. Membuat orang semakin nyaman, tidak tegang dan ngeri
seperti tadi. Para pengemis tampak tiba-tiba tersenyum mendengar suara
angin. Suara itu semakin tinggi bertambah menggema merdu. Si baju merah
bukannya tambah senang seperti para pengemis Kay-pang, malah semakin
beringasan.
“Kim-liong Hong-hoat-sut (Sihir Angin Naga Emas)!” teriak si baju
merah setengah tercekik.
“Ternyata engkau mengenal juga ilmu ini. Kukira engkau seorang yang
goblok! Aku ada di sini. Lihat baik-baik !” terdengar suara terbawa angin.
Seketika si baju merah melihat sesosok memakai baju hitam seperti
anak buahnya. Tapi baju itu bukan baju ringkas, malahan baju longgar dan
besar. Baju itu berkibar-kibar tertiup angin. Sesosok hitam itu berdiri di atas
pucuk pohon yang ada di depan kelenteng tua. Semua mata menyorot ke
pucuk pohon itu. Luar biasa tingginya ginkang (Ilmu Meringan Tubuh) orang
itu. Hanya dengan pucuk dedaunan di atas pohon ia mampu berdiri dengan
anteng tanpa goyang. Sepertinya tubuh hitam itu hanya seenteng kapas,
sehingga dedaunan itu tampak tidak terbebani. Lalu sesosok bayangan
hitam itu melayang ke bawah tanpa menggerakkan kedua kaki atau badan
lainnya sama sekali. Tubuhnya seperti melayang terbawa angin dan turun di
atas tanah tanpa suara atau ada debu mengepul sama sekali.

Si Hitam dan Si Merah (2) Pelataran-15


MANUSIA SUCI BU ENG HU
By BBS

“Bagaimana locianpwe bisa menggunakan ilmu Sin-hong Sin-kang


(Tenaga Sakti Angin Sakti)? Siapakah sebenarnya locianpwe?” tanya si baju
merah tiba-tiba ke sosok hitam itu.
“Mestinya aku yang bertanya dari mana kamu bisa ilmu itu juga? Yang
muda mestinya menjawab pertanyaan yang tua, bukan sebaliknya. Itu
namanya tidak sopan! Dan barang siapa tidak sopan kepada orang tua,
maka hukumannya hanya MATI!” kata sosok hitam pelan membuat si merah
tambah takut.
“Hm, jangan sok hebat di depanku? Memang ilmuku masih jauh dari
pada hebat, namun dibelakangku masih ada yang lebih hebat daripada
locianpwe kuasai dan miliki!” katanya tidak takut-takut lagi.
“Hahaha... luar biasa berani dan besar amat nyalimu, sayang sebentar
lagi akan menjadi mayat seperti lima puluh anak buahmu!” kata sosok hitam
pelan. Si merah mundur beberapa langkah. Ia benar-benar kaget dengan
apa yang didengarnya. Ternyata anak buah yang dibawa oleh si merah tidak
dua puluh lima, bahkan lima puluh pasukan dan mereka mati semua dalam
sekejab saja, padahal lima puluh pasukannya adalah pasukan istimewa.
Benar-benar ia ketakutan. Kali ini ia baru mengenal apa artinya takut. Lucu
sekali wajahnya seandainya tampak.
Ia tahu bahwa ia toh akan mati saja. Makanya mumpung ia masih ada
kesempatan, ia akan menggunakan kemampuannya dengan sebaik-baiknya.
Lalu dengan jeritan hebat ia menyerang menggunakan ilmu Sin-hong Sin-
kang yang sudah ia latih sampai tingkatan tiga. Lebih baik mati dari pada ia
dipaksa membocorkan rahasia. Kali ini ia mencoba mengadu nasib.
Melihat gerakan si merah ini para pengemis sampai terbelalak lebar. Si
merah itu melayang menggunakan sin-kang (hawa saktinya) untuk
menunggangi angin dan menggunakannya sebagai senjata menyerang
lawan. Jarak antara si merah dengan sosok hitam hanya ada sepuluh
langkah saja, sedangkan jarak mereka agak jauh. Sun Kay juga sudah mulai
minggir. Hawa pukulan yang digunakan oleh si merah benar-benar hebat.
Terdengar suara mendesih-desih hebat sampai kadang-kadang suara itu
terdengar seperti suara gesekan pedang memekakkan telinga. Hawa yang

Si Hitam dan Si Merah (2) Pelataran-16


MANUSIA SUCI BU ENG HU
By BBS

dipantulkan juga membuat sebagian pengemis sampai mundur beberapa


langkah. Angin yang menyambar mereka sangat menyakitkan.
Next Chapter: Si Hitam dan Si Merah (3)

SI HITAM DAN SI MERAH (3)


Belum pernah mereka melihat pertandingan tenaga dalam seperti ini,
bahkan Sun Kay yang sudah mempunyai banyak pengalamanpun sampai
bengong hampir tidak percaya apa yang dilihatnya. Beberapa kali si merah
menyerang dari jarak jauh menggunakan angin sebagai senjatanya. Kadang-
kadang angin itu bisa berubah menjadi sebuah tangan yang menjulur
panjang atau kadang-kadang menjadi setajam pedang, sehingga dengan
tenaga dalam yang kuat dan menggunakan ketajaman angin ia bisa
memotong kayu atau tubuh orang. Tapi anehnya pukulan-pukulannya tidak
ada yang bisa mencapai tubuh lawannya. Nyatanya lawanya masih diam
tidak bergoyang sedikit pun, bahkan tambah mencorong matanya.
Lalu ia semakin nekat. Ia lebih mendekat dengan bertubi-tubi
melakukan pukulan sambil melayang-layang terbawa angin. Nyatanya
bobotnya juga bisa seringan itu. Berkali-kali terdengar desiran angin seperti
desiran pedang ketika angin pukulan si merah membacok ka arah lawan.
Sosok hitam itu masih diam sambil menggendong dua tangannya di
belakang.
Setelah mendekat, si merah baru tahu bahwa lawan telah melindungi
tubuhnya dengan angin yang membentuk perisai. Makanya pukulan dan
sayatan hawa sinkangnya tidak bisa menembus lawan.
Lalu dengan jeritan histeris ia menyerodok dengan menggunakan
kepalanya ke arah tubuh sosok hitam di depannya. Kali ini ia sudah siap
mati, karena ia tidak mampu melawan sosok hitam itu.
Baru mendekat ia merasakan diterjang oleh gelombang dahsyat sinkang
yang sangat hebat. Sinkang yang menyusup bersama diantara terjangan
angin topan dan badai itu membuatnya ikut tergulung. Ia tersedot ke dalam
angin yang sangat kencang. Tubuhnya berputar-putar mengikuti
gelombang angin. Beberapa kali ia merasakan angin berhawa dingin dan

Si Hitam dan Si Merah (3) Pelataran-17


MANUSIA SUCI BU ENG HU
By BBS

panas dalam badai yang menggulung dirinya. Bajunya robek-robek hangus


oleh singkang panas yang menyusut ke tubuhnya. Setelah itu ia tidak
sadarkan diri karena terlalu lelah diombang-ambingkan di dalam
gelombang angin puyuh yang menyakitkan. Hanya sekejap saja angin sudah
tenang seperti biasa, sedangkan tubuh si merah tampak terkoyak-koyak
hancur.
Para anggota Kay-pang benar-benar terbengong melihat atraksi gratis
ini. Sebelum mereka sadar dengan apa yang mereka lihat. Sosok hitam itu
sudah melayang sambil membawa tubuh si merah yang lagi pingsan.
“Sun Kay – pangcu, tolong jangan membikin susah para anggota Ang-
hong-pay yang dalam keadaan pingsan itu. Besok pagi mereka akan segera
siuman dan biarkan mereka pergi. Mereka telah kehilangan ilmu silat dan
tenaga sakti. Mereka akan menjadi orang-orang biasa lagi!” terdengar suara
berkali-kali menggema membuat para anggota Kay-pang tersadar.
Setelah suara itu hilang, baru mereka bisa bernafas lega. Di tempat itu
lalu terdengar suara ramai sekali. Ada yang bertanya-tanya siapa penolong
mereka, atau tertawa karena mereka terbebas dari kematian dan lain-
lainnya.
Hanya Sun-pangcu yang diam dengan seribu pertanyaannya. Setelah
menghela nafas panjang, lalu ia menyuruh anak buahnya untuk tidak
mengusik tumpukan orang pingsan itu. Kali ini ia benar-benar tidak percaya
ada orang mempunyai kemampuan seperti itu. Orang itu dengan mudah
bisa menyetir dan mengendalikan angin menggunakan sinkangnya. Hanya
sinkang yang sudah benar-benar sempurna saja yang mampu melakukan
hal itu. Dan entah ilmu apa yang dimainkan oleh penyelamatnya. Mungkin
ilmu sihir. Berkali-kali ia geleng-geleng kepala sambil meninggalkan tempat
menyeramkan itu.

KIM-LIONG-PAY JI-SIAN ( 1 )
Di tengah kota Taiyuan terdapat sebuah kedai besar yang menjual arak
paling enak dan harum. Di dalam kedai lantai dua terdapat banyak orang
minum arak sampai teler mengoce kesana-kemari. Orang di lantai dua itu
semuanya adalah orang-orang Kay-pang. Bajunya tambal-tambal berwarna-

Kim-liong-pay Ji-sian ( 1 ) Pelataran-18

Anda mungkin juga menyukai