Anda di halaman 1dari 10

MANUSIA SUCI BU ENG HU

By BBS

IV- CHAPTER EMPAT; PEREBUTAN GIOK-CENG

PEREBUTAN GIOK-CENG ( 1 )
Pagi yang cerah menambah suasan baru bagi kehidupan. Semuanya
terbangun untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Semuanya tampak mulai
kerja. Tukang kuda bekerja menyisir rambut kuda peliharaannya. Tukang kuli
bekerja mengangkuti barang-barang. Pelajar mulai bekerja menggunakan
segenap pikirannya untuk belajar. Bagi nelayan, menjaring ikan atau
memancingnya adalah sebuah pekerjaan. Bagi petani, pagi-pagi ke sawah,
walaupun hanya sekedar melihat pekerjaannya kemarin hari adalah bekerja.
Bagi sastrawan, menulis membuat puisi atau melamunpun adalah pekerjaan
baginya. Burung berterbangan mencari makan untuk anak-anaknya adalah
bekerja. Begitu indah kehidupan itu dilihat seandainya kita mau membuka
sedikit mata dan mendengarkan menggunakan kedua telinga. Kita bisa
melihat kehidupan yang mulai bergerak. Apakah bergeraknya mereka
adalah hanya sekedar KEBETULAN?, tentunya tidak. Kalau kita mau menarik
benang merah atau sedikit membuat contoh dari seorang tukang wayang,
maka kita akan menemukan jawabannya. Semuanya gerakan dalam
kehidupan manusia tidaklah KEBETULAN, di puncaknya ada namanya sang
PENGGERAK atau PENGEMUDI. Seorang petani datang ke sawah untuk
mencangkul, pada dasarnya hanya digerakkan oleh sesuatu yang tidak
nampak.
Pertama-tama sang petani digerakkan oleh hatinya yang sedang
dipenuhi oleh ratusan keinginan dan pemikiran. Keinginan dan pemikiran
yang ada di benak sang petani itu siapa sebenarnya yang memberikan,
apakah ia datang begitu saja? Tentunya tidak juga. Keinginan manusia yang
banyak adalah SEBUAH PILIHAN! Ya ! SEBUAH PILIHAN yang diberikan oleh
Tuhan. Siapa yang mampu memilihnya dengan baik, sesuai dengan
kapasitas dirinya, kebaikan dirinya dan sesuai PILIHAN yang DISENANGI
Tuhan, maka sudah bisa mencapai titik PENERANG. Kehidupannya sudah
mendapatkan setitik KEBAIKAN, walaupun kebaikan itu sebenarnya tidak
HAKIKI, atau kadang-kadang malah membuatnya sengsara, padahal
kesengsaraan ini sama dengan KEBAIKAN tadi, yaitu bukan HAKIKI. Artinya
ketika kita memilih salah satu dari KEINGINAN kita yang begitu banyak dan

Perebutan Giok-ceng ( 1 ) Pelataran-38


MANUSIA SUCI BU ENG HU
By BBS

mendapatkan hasil berupa ENAK dan PAHIT, maka dua sifat itu bukan asal
dari HASIL buah keinginan kita, tapi KEKOSONGAN belaka, karena BUAH
asal dari keinginan kita akan terbayar nanti di lain kehidupan, yaitu di
kehidupan ABADI bukan kehidupan SEMU dan PERMAINAN saat ini.
Sun Kay dan rombongannya sudah keluar dari penginapan setelah
sarapan pagi. Mereka akan bernagkat pagi ini menju gunung Siong-san.
Mereka naik kuda untuk mempercepat perjalanan menuju sana. Selain
mereka, ada beberapa rombongan lain yang sudah mulai berjalan menuju
puncak. Jarak antara Lok Yang dengan pegunungan Siong-san bisa
ditempuh sekitar setengah hari dengan naik kuda yang berjalan santai
seperti yang sedang dilakukan oleh rombongan Sun Kay. Memang pelan-
pelan adalah kehendak Lie Yang sambil menikmati pemandangan hutan dan
pegunungan. Lie Yang naik kuda dengan pelan jalannya, sambil membaca
puisi yang pernah dihapalnya, kadang-kadang bacaannya disela-selai siulan
merdu.
Puncak kesadaran adalah mengerti tentang Tuhan
Puncak kebodohan adalah mencaci Tuhan
Tahu boleh dikatakan
Namun tidak tahu jangan mengatakan tahu
Itulah kesesatan!
Nikmat hidup memang berdampingan
Lebih nikmat lagi tidak ada pembunuhan
Caci maki hilang menjadi kasih sayang dan puja-puji Tuhan
Sayang disayang manusia masih memiliki keegoan
Kesadaran tiba hidup disamping Tuhan
Alangkah enaknya mencicipi kenikmatan mistik Tuhan
Ia bersiul-siul sambil membaca puisi, sedangkan Sun Kay yang sedang
mendengarkan puisi itu menjadi kebingungan. Berkali-kali ia mencoba
memahami maksud kandungan puisi yang dinyanyikan oleh Lie Yang.
“Apakah kamu tahu maksud puisi yang kau baca itu, kongcu?”, tanya
Sun Kay tidak tahan lagi ingin tahu maksud puisi itu.

Perebutan Giok-ceng ( 1 ) Pelataran-39


MANUSIA SUCI BU ENG HU
By BBS

Lie Yang menghentikan kudanya. Ia menatap wajah Sun Kay yang


sedang berkerut sepertinya menanggung kepusingan. Lalu ia menjalankan
kudanya lagi.
“Puncak dari kesadaran hidup adalah mengerti hakikat Tuhan, siapa
yang sudah mengerti maka dibayangannya hanya ada TUHAN. Ketika ia
memandang ke pepohonan, maka di sana ia tampak dzat pembuat
pepohonan itu. Ketika ia melihat sesamanya, maka di wajah sesamanya akan
tampak dzat pencipta sesamanya termasuk dirinya. Lebih mudah lagi, ketika
ia melihat apapun, maka yang terlihat adalah hakikat sang pencipta.
Makanya ia tidak berani mencaci maki, menganiaya, merusak, bahkan
membunuh apa yang diciptakan oleh Tuhan. Kalau ia mencaci maki,
menganiaya, merusak, atau membunuh ciptaan Tuhannya, maka tandanya ia
secara langsung menghina dan tidak menghormati ciptaan Tuhannya.
Orang yang sudah tidak menghormati Tuhannya adalah sebodoh-bodohnya
orang dan termasuk orang yang patut dihukum Tuhannya!” kata Lie Yang
menjelaskan arti puisi yang dibacanya.
“Ah, membingungkan sekali filsafatmu itu, kongcu!” kata Sun Kay
tambah bingung.
Lie Yang tertawa renyah mendengar pengakuan polos Sun Kay ini.
Next Chapter: Perebutan Giok-ceng ( 2 )

PEREBUTAN GIOK-CENG ( 2 )
“Suatu saat paman akan mengerti apa yang kukatakan tadi. Yang
terpenting adalah siapa yang melakukan pengerusakan, pembantaian atau
lain-lainnya adalah salah satu bentuk penghinaan terhadap penciptanya,
karena manusia tidak bisa menciptkan makhluk lainnya.”
Mereka sudah memasuki sebuah hutan yang lebat sekitar tiga puluh kilo
meter dari pegunungan Siong-san. Lie Yang masih tetap seperti tadi
membaca puisi sambil bersiul-siul merdu. Namun kali ini tema yang dibaca
bukan lagi tentang filsafat tinggi lagi, namun tentang percintaan.
Cinta itu datang menikam sanubari
Tertancap nikmat bagai manisnya madu di bibir bidadari

Perebutan Giok-ceng ( 2 ) Pelataran-40


MANUSIA SUCI BU ENG HU
By BBS

Dua mata adalah pangkal penyebabnya


Lalu merambat pelan-pelan ke dalam dada
Musim berganti, namun wajah tak kan lupa
Manisnya sang dewi menundukkan hati
Si baju merah nan cantik mata berseri
Apakah wajahmu bisa kutemui lagi?
Baru sedetik berpisah
Namun serasa sudah lama tidak berjumpa
Tiba-tiba paman Sam tertawa terbahak-bahak mengagetkan Lie Yang
dan lain-lainnya. Tadi telinganya begitu geli mendengar puisi Lie Yang yang
morat-marit, namun merujuk pada satu topik indah. Tanpa terasa ia tertawa
lebar hingga yang lainnya berhenti dan memandangnya dengan wajah
penasaran.
Melihat teman-temannya berhenti dan sorot matanya mengandung
teguran dan tanda tanya besar, segera paman Sam diam.
“Apa yang kamu tertawakan paman Sam? Apakah ada yang lucu dengan
puisiku?” tanya Lie Yang dengan senyum. Bocah ini saja yang tidak tampak
marah. Memang sejak kecil Lie Yang jarang sekali memperlihatkan
marahnya. Ia lebih sering tersenyum, walaupun hatinya sedang jengkel atau
marah.
“Tidak ada yang lucu dengan puisi kongcu, namun terasa geli aku yang
sudah tua mendengarnya. Aku jadi ingat dahulu pernah jatuh cinta dengan
anak tetangga, namun tidak diterima karena wajahku seburuk ini. Ketika
kudengar puisi kongcu, entah mengapa aku teringat kisah cintaku di masa
lalu itu. Membuatku tiba-tiba ingin tertawa karena begitu lucunya peristiwa
puluhan tahun yang lalu!” mau tidak mau semua orang melengak
mendengar penuturan paman Sam ini.
Lalu tiba-tiba Sun kay tertawa terbahak-bahak mendengar cerita
percintaan sebelah tangan ini. Sungguh kasihan kehidupan paman Sam
dahulu.
Lie Yang tersenyum senang dan takjub kepada orang tua ini yang
ternyata punya jiwa romantis juga walaupun tampak buruk rupanya.

Perebutan Giok-ceng ( 2 ) Pelataran-41


MANUSIA SUCI BU ENG HU
By BBS

“Apakah paman bisa tahu siapa yang kumaksud dengan si baju merah di
dalam puisiku ini?”, tanya Lie Yang kepada pamannya Sam.
“Apakah nona baju merah di penginapan kemarin yang kongcu
maksud?” jawab paman Sam sambil memicingkan mata sebelah kiri.
“Ternyata paman dapat menebak isi hatiku. Entah apakah aku bisa
melihat wajah itu lagi apa tidak?” katanya senang.
“Apakah kongcu ingin aku menyampaikan rasa sayang dan cinta kongcu
kepadanya seandainya kita bisa menemuinya di Siauw-lim-sie?” tanya
paman Sam.
“Seorang laki-laki sejati harus berani mengutarakan isi hatinya sendiri,
bukan bersembunyi di belakang bayangan orang lain!” jawab Lie Yang
sambil membusungkan badannya meniru seorang jagoan tanpa tanding.
“Omongan bagus!” tiba-tiba terdengar suara seseorang menimbrung.
Semua mata beralih ke arah asal suara. Di samping kiri Lie Yang ada
seorang laki-laki kerdil gemuk. Laki-laki dengan memakai baju terbuat dari
kulit seekor serigala itu duduk di bawah pohon sambil bersendekap tenang.
Rambutnya sudah hampir beruban semuanya, namun tubuhnya yang kecil
pendek terlihat seperti masih bocah.
“Apakah locianpwe (Orang Tua Gagah) di sana adalah Thian-long-cu (Si
Serigala Langit)?” tanya Sun Kay agak tergetar melihat kedatangan Thian-
long-cu.
“Kalau sudah tahu kenapa tidak segera memberi hormat dan
memberikan Giok-ceng yang kamu bawa!” jawab Thian-long-cu acuh tak
acuh.
“Dari... dari mana locianpwe tahu kalau boanpwe saat ini membawa
Giok-ceng?” tanya Sun Kay lagi kaget.
“Apakah kamu belum tahu keahlianku mengendus barang-barang
istimewa?” jengek Thian-long-cu sambil berdiri.
“Hahaha.... Apakah locianpwe ini benar jelmaan siluman serigala
sehingga mempunyai kemampuan mengendus yang begitu hebat?” tiba-
tiba Lie Yang tidak sabar lagi untuk berkata sambil tertawa.
Perebutan Giok-ceng ( 2 ) Pelataran-42
MANUSIA SUCI BU ENG HU
By BBS

Pucat wajah Sun Kay mendengar omongan bocah ini. Lie Yang terlalu
berani berbicara seperti itu di depan Thian-long-cu yang bisa dikatakan
memang siluman serigala dari utara. Hakikatnya apa yang dikatakan oleh Lie
Yang adalah biasa saja baginya, ia tidak merasa ada sesuatu yang
menakutkan terhadap Thian-long-cu, karena memang ia tidak tahu siapa
sebenarnya Thian-long-cu yang sepak terjangnya sangat ditakuti oleh setiap
orang kang-ouw. Di utara sana ia menjadi raja dirajanya kaum sesat, namun
orang tua kerdil ini jarang keluar dari batasan wilayahnya. Namun sekarang
Sun Kay tidak mengerti kenapa orang ini sampai bisa kesasar ke tempat ini,
apakah hanya secara kebetulan saja, atau memang tujuan utamanya ingin
merebut Giok-ceng dari tangannya?.
Next Chapter: Perebutan Giok-ceng ( 3 )

PEREBUTAN GIOK-CENG ( 3 )
“Siapakah namamu pemuda?” tanya Thian-long-cu kepada Lie Yang
sambil berjalan tenang menghampirinya.
“Namaku Lie Yang she Song. Apakah keperluan locianpwe ke sini hanya
ingin merampas Giok-ceng milik orang lain? Ataukah karena ingin
mendatangi undangan Siauw-lim-sie?” tanya Lie Yang sambil tersenyum
ceriwis.
“Song Lie Yang! Nama seorang pemuda pertama kali berani berbicara
secara jujur dihadapanku. Kalau menurutmu apakah tujuan kedatanganku ke
sini ini, pemuda tampan?” Thian-long-cu sudah ada di samping dekat Lie
Yang.
“Em, lebih baik aku turun dari kuda, rasanya tidak sopan kalau berbicara
dengan locianpwe di atas kuda seperti ini!” kata Lie Yang tiba-tiba dan
disambung tawa Thian-long-cu. Teman-teman lainya melengak heran atas
kelakuan dua Lie Yang yang dianggap terlalu berani meladeni Thian-long-
cu.
“Menurutku locianpwe bukan orang yang begitu rendah untuk
merampas barang yang bukan menjadi hak locianpwe! Apalagi locianpwe
sudah punya nama besar di dunia kang-ouw sebelah utara sana. Tentunya

Perebutan Giok-ceng ( 3 ) Pelataran-43


MANUSIA SUCI BU ENG HU
By BBS

sudah merasakan apa itu ketenangan dan ketentraman, sehingga datang


untuk membuat susah hidup sendiri!”
Kali ini yang melengak heran dan terkejut tidak hanya Sun Kay, paman
Sam dan dua pengawalnya, namun Thian-long-cu juga menjadi terheran-
heran atas ucapan pemuda yang sepertinya menembus hatinya. Memang
sudah bertahun-tahun Thian-long-cu hidup di utara sebagai seorang tokoh
ajaib yang aneh, ia pantang mengganggu hidup orang lain, namun tidak
berpantangan membunuh orang lain kalau kehidupannya yang tentram
diusik orang lain.
“Hebat! Hebat sekali ucapanmu anak muda! Kalau saat ini kamu
menyebutku suhu (Guru) aku akan menerimamu menjadi murid tunggalku.
Aku orang tua yang mempunyai pantangan mengambil murid, kali ini akan
melanggarnya melihat ucapanmu itu! Coba katakan kepadaku kenapa kamu
mengatakan tidak berhak merampas Giok-ceng?” kata Thian-long-cu
senang.
“Maafkan kalau aku yang muda mengecewakanmu yang tua! Alangkah
senangnya diriku kalau aku juga bisa menjadi muridmu, namun aku sudah
tidak ingin berguru silat ke orang lain lagi. Aku sudah kapok, karena dahulu
kakiku pernah bengkak-bengkak akibat berlatih kuda-kuda sehari penuh,
sejak itulah aku tidak mau lagi belajar seperti itu lagi! Masalah berhak atau
tidak, tentunya locianpwe tahu benar siapa sebenarnya pemilik asal Giok-
ceng yang ingin diperebutkan oleh orang-orang kang-ouw?”
“Cukup jujur, namun sayang sekali aku tidak bisa memaksamu untuk
menjadikanmu muridku! Memang dahulu Giok-ceng adalah lambang dari
kekuasaan Kim-liong-pay yang dari ratusan tahun dipegang oleh ketua Kim-
liong-pay di Perkampungan Naga Emas di lereng Thai-san. Secara tidak
langsung, Giok-ceng ini adalah milik orang-orang Kim-liong-pay, namun
setelah Kim-liong-pay hancur dan sudah tidak ada lagi ahli warisnya, secara
langsung Giok-ceng ini menjadi milik setiap orang yang mendapatkannya.
Giok-ceng tidak hanya sebagai lambang dari satu partai besar Kim-liong-
pay saja, akan tetapi sebagai lambang bengcu (Pemimpin Rakyat) dunia
kang-ouw seluruhnya tanpa kecuali. Siapa yang memegang Giok-ceng maka
dia adalah bengcu bagi semua orang-orang kang-ouw yang harus ditaati

Perebutan Giok-ceng ( 3 ) Pelataran-44


MANUSIA SUCI BU ENG HU
By BBS

semua perintah dan perkataannya, kalau tidak ia dinyatakan memberontak


dan wajib dimusuhi oleh semua orang!”
Tanpa sengaja Thian-long-cu berkata secara blak-blakan menerangkan
asal-usul Giok-ceng. Memang inilah yang dikehendaki oleh Lie Yang, karena
ia ingin mengetahui dari mana asal Giok-ceng sebenarnya dan ternyata
akalnya tercapai. Matanya berbinar-binar mendengar penuturan jujur orang
ini. Senyuman Lie Yang semakin lebar.
“Bagaimana kalau ada orang yang ingin merebut Giok-ceng dari tangan
seorang bengcu orang-orang kang-ouw?” tanya Lie Yang lagi.
“Orang itu adalah musuh bagi seluruh orang-orang kang-ouw!
Hukumannya hanya MATI!” jawab Thian-long-cu tegas dan semangat,
sedangkan Lie Yang tersenyum puas.
“Tunggu pemuda! Apa maksud pertanyaanmu ini? Dan kamu belum
menjawab pertanyaanku tadi tentang sebab apa aku tidak berhak
merampasnya?”, tanya tiba-tiba Thian-long-cu yang sudah agak merasa ada
kejanggalan dalam pertanyaan pemuda di hadapannya itu.
“Bukankah locianpwe sudah tahu jawabannya?!” tanya balik Lie Yang.
Thian-long-cu diam sejenak, ia berfikir.
“Aha, baru kali ini aku bisa dipermainkan oleh pemuda yang masih hijau
sepertimu Lie Yang! Selama ini belum pernah aku kalah terhadap orang lain,
baik dalam pertandaingan silat maupun perdebadan dan saat ini aku
dikalahkan oleh seorang pemuda hijau sepertimu!”
Thian-long-cu tidak nyana bahwa ia dapat terjungkal oleh Lie Yang yang
masih muda.
“Awas kongcu!” teriak Chi Lam mengingatkan. Namun teriakannya tidak
dapat mencegah Lie Yang dari sergapan mendadak Thian-long-cu. Baik Sun
Kay, Chi Lam, paman Sam, ataupun Sung Huan tidak bisa berbuat apa-apa
kali ini ketika Lie Yang sudah berada di tangan Thian-long-cu dalam
keadaan tertotok. Chi Lam, Sung Huan dan Sun Kay sudah mengeluarkan
senjata mereka siap untuk bergebrak mati-matian melawan Thian-long-cu
yang licik.

Perebutan Giok-ceng ( 3 ) Pelataran-45


MANUSIA SUCI BU ENG HU
By BBS

“Kalian boleh memilih, mau menyerahkan Giok-ceng atau aku akan


mencekik pemuda ini baru membinasakan kalian semua!” ancam Thian-
long-cu.
“Aku bisa menyelamatkan pemuda itu kalau kalian mau berjanji
memberikan Giok-ceng kepadaku! Hik...hik..!” terdengar suara lain dari
belakang Thian-long-cu. Mendengar suara ini, Thian-long-cu lalu
membalikkan badan untuk melihat kedatangan orang ke tiga.
“Aha, ternyata si Bi-sianli (Bidadari Cantik) yang datang! Angin apakah
yang membawa Wanita Cantik dari barat sampai ke sini?” tanya Thian-long-
cu.
“Hm. Angin apakah yang membawa aku ke sini? Memangnya kamu saja
yang hanya boleh ke sini?” jengek Bi-sianli atau Tok-sim Bi-sianli (Bidadari
Cantik Berhati Racun) julukan lengkapnya.
Bi-sianli berjalan mendekati Thian-long-cu, sedangkan ia mundur
beberapa tindak sampai dekat sebuah pohon yang sangat besar. Thian-
long-cu lalu mendudukkan Lie Yang. Ia tidak berani lagi menggeretak Sun
Kay untuk memberikan Giok-ceng kepadanya kalau di sisinya ada lawan
keras. Sebenarnya tadi ia hanya menggeretak mereka saja, bukan benar-
benar ingin membunuh Lie Yang, karena ia masih ingin mengambil Lie Yang
sebagai muridnya dan juga mendapatkan Giok-ceng melalui gertakan
sambalnya. Namun dua keinginanya ini tidak akan lagi dapat terlaksana,
karena adanya Bi-sianli di depannya. Terpaksa ia harus menggunakan
kepandaian untuk mendapatkan Giok-ceng, walaupun harus meninggalkan
calon muridnya.
“Ular! Ular!” tiba-tiba terdengar teriakan ngeri dan takut dari mulut
paman Sam melihat ular yang ada di leher Bi-sianli. Semua orang melihat
keadaan paman Sam yang tampak menggigil ketakutan sambil mundur
beberapa tindak. Lalu ia berlari ketakutan menuju semak-semak. Memang ia
paling takut terhadap ular. Kasihan sekali orang tua ini.
Memang tidak omong kosong kalau Bi-sianli sampai mendapatkan
julukan seperti itu, wajahnya memang sangat cantik menggiurkan. Pakaian
yang dipakai tampak sepertinya tidak lengkap, karena ada beberapa bagian
tubuh pentingnya yang terlihat menonjol membuat orang tidak bisa

Perebutan Giok-ceng ( 3 ) Pelataran-46


MANUSIA SUCI BU ENG HU
By BBS

bernafas. Rambutnya dibiarkan teruarai meliuk-liuk bagaikan ular. Di


lehernya yang tampak putih menggetarkan sukma melingkar seekor ular
berwarna kuning sebesar pergelangan tangannya. Kepala ular itu menjulur
mendesih-desih seperti ingin bicara. Bi-sianli adalah tokoh tua walaupun
masih tampak cantik yang menguasai dunia barat Tiongkok. Kecantikan
wajah dan keindahan tubuhnya tidak sebanding dengan kekejamannya,
sehingga ia mendapatkan tambahan julukan Tok-sim (Berhati Racun). Selain
keji, ia juga termasuk wanita binal, karena ia paling gemar terhadap laki-laki
muda yang kuat. Konon dialah wanita satu-satunya yang berhasil menguasai
suatu ilmu dari datuk wanita Kucing Betina lima ratus tahun yang lalu. Ilmu
itu adalah ilmu menyerap hawa jantan dari tubuh seorang laki-laki lewat
hubungan badan. Hawa sakti yang ada di dalam tubuh korbannya akan
habis terhisab olehnya, sehingga membuat tubuh korbannya itu tewas
dalam keadaan mengenaskan, karena tubuhnya akan mengering seperti
kayu.
Next Chapter: Perebutan Giok-ceng ( 4 )

PEREBUTAN GIOK-CENG ( 4 )
Cerita tentang kekejaman dan kehebatan Bi-sianli ini memang hampir
tidak bisa dipercaya, karena tidak ada seorangpun yang pernah melihatnya.
Hanya di barat sana, ia sangat terkenal dan sangat ditakuti oleh orang-
orang kang-ouw di sana. Sering kali di sana didapatkan pemuda tewas
dalam keadaan mengering tanpa darah sama sekali. Tidak ada yang tahu
apakah itu perbuatan Bi-sianli atau iblis lainnya, namun orang-orang di sana
menyakini bahwa itu adalah akibat hisapan iblis Bi-sianli.
Kali ini ia berjalan sambil memandang tubuh Lie Yang yang tergeletak
tertotok tanpa bisa bergerak. Sambil tersenyum manis, sepertinya ia ingin
memakan bulat-bulat tubuh Lie Yang.
“Kenapa senyum-senyum? Apakah ingin merampas pemuda itu dan
menghisap hawa jantannya?”. Thian-long-cu bertanya sambil bersedakep
merintangi Yan-siali untuk merampas calon muridnya.

Perebutan Giok-ceng ( 4 ) Pelataran-47

Anda mungkin juga menyukai