Anda di halaman 1dari 13

Dela Tan


Maret 31, 2020Mei 31, 2022

2HA – Buku 1 ; Bab 2

Yang Mulia Ini Hidup

>> Mo Ran, usia 15, bercinta dengan pelacur

“Hatiku telah berhenti berdetak dan pikiranku menjelma


menjadi debu. Namun tanpa terduga cahaya musim semi
bersinar menembus dingin malam. Mungkinkah itu surga yang
mengasihani bilah rumput di lembah terpencil?”

Suara nyaring seorang wanita memasuki telinganya, bait-bait


puisi mengalir bagai mutiara dan batu giok, tapi semua itu
membuat kepala Mo Ran berdenyut, pembuluh darah di
keningnya berkedut.

“Berisik! Dari mana asal ratapan hantu perempuan ini!


Pelayan, tendang segera perempuan jalang ini ke dasar
gunung!”

Setelah berteriak, Mo Ran tiba-tiba sadar ada sesuatu yang


tidak benar.

…bukankah dia sudah mati?

Kebencian dan kedinginan, keheningan dan rasa nyeri


menghunjam dadanya. Mo Ran membuka mata cepat.
Semua yang terjadi sebelum dia mati, berkelebat bagai salju
tertiup angin. Dia menemukan dirinya terbaring di tempat
tidur, bukan tempat tidur di Puncak Sisheng. Tempat tidur ini
diukir dengan naga dan phoenix, kayunya menguarkan wangi
bedak. Selimut usang berwarna merah muda dan ungu
bersulam bebek mandarin, ini adalah sejenis tempat tidur
yang terdapat di rumah pelacuran.

“…”

Mo Ran membeku.

Dia tahu ini di mana.

Ini adalah tempat hiburan di dekat Puncak Sisheng.

Daerah tempat hiburan yang biasa disebut rumah bordil.


Mudah datang mudah pergi.

Pada usia mudanya, Mo Ran pernah menjalani suatu masa


cabul, menghabiskan sebagian besar waktunya selama
setengah bulan di tempat seperti ini. Tapi, tempat ini telah
dijual dan diubah menjadi toko anggur ketika usianya sekitar
duapuluhan. Bagaimana mungkin dia berakhir di sini setelah
kematiannya?

Mungkinkah dia telah melakukan terlalu banyak kejahatan


selama hidupnya, bersalah pada banyak orang, sehingga raja
neraka menghukumnya dengan membuatnya bereinkarnasi di
rumah bordil untuk melayani pelanggan?

Sementara pikirannya mengembara, Mo Ran membalikkan


tubuh. Di hadapannya, seraut wajah tengah tertidur.

“…”
Demi neraka!!!! Mengapa ada orang yang berbaring di
sebelahnya??

Seorang pria. Telanjang bulat!

Dia cukup tampan, menyenangkan dilihat, dan agak


androginus.

Wajah Mo Ran tanpa ekspresi, tapi hatinya bergemuruh. Dia


menatap wajah cantik pria itu beberapa saat, dan tiba-tiba
teringat.

Bukankah ini anak laki-laki pasangan tidurnya yang sangat


dia sukai ketika muda, yang bernama… Rong San?

Atau Rong Jiu?

Tidak masalah apakah namanya San atau Jiu. Yang jelas,


pelacur ini punya penyakit kelamin dan sudah mati bertahun-
tahun lalu, bahkan seharusnya tulangnya sudah hancur saat
ini. Namun, dia ada di sini sekarang, melingkar lembut di
sisinya, bahu dan lehernya penuh noda gigitan cinta berwarna
biru dan ungu.

Wajah Mo Ran masam, diangkatnya selimut, dan mengintip ke


bawahnya.

“………”

Si Rong ini, entah dia San atau Jiu, mari kita sebut saja dia
Rong Jiu. Tubuh mungil Rong Jiu yang indah penuh dengan
bekas luka cambuk, dan pada pahanya yang lembut masih
terikat tali merah yang diikat dengan cermat.

Mo Ran mengelus dagu. Betapa menarik.

Lihatlah seni tali yang sangat indah ini, teknik yang terampil
ini, pemandangan yang akrab ini.
Bukankah dia yang melakukan semua ini??!!!!

Sebagai kultivator, dia telah membaca konsep reinkarnasi. Dia


mulai curiga, bahwa dia telah hidup kembali.

Untuk menegaskan kecurigaannya, Mo Ran meraih sebuah


cermin perunggu. Cermin perunggu itu sangat usang, tetapi
dalam lingkaran cahaya redup, dia masih bisa melihat
pantulannya sendiri.

Mo Ran berusia tiga puluh dua ketika mati, namun pria di


cermin itu tampak masih muda, sebuah wajah menawan yang
memancarkan kepongahan remaja, terlihat tak lebih dari lima
belas atau enam belas tahun.

Tidak ada orang lain di kamar ini. Karenanya, dia yang pernah
menjadi penguasa dunia kultivasi, Tiran Lalim dari Bashu,
Kaisar Dunia Fana, Tuan Penguasa Puncak Sisheng, Taxian-Jun
Mo Ran, setelah berpikir dalam, ​mengungkapkan perasaannya
dengan gamblang.

“Ngen**t…”

Umpatannya membangunkan Rong Jiu.

Si cantik duduk dengan malas, dan selimut tipis di bahunya


meluncur turun, menyingkapkan sebagian besar tubuhnya
yang berkulit pucat. Dia mengelus rambut panjangnya yang
halus dan mengangkat sepasang mata bunga persik yang
bernoda merah, menguap.

“Oh… Mo-gongzhi, kau bangun awal hari ini.”

Mo Ran tidak menjawab. Dulu, adalah benar dia menyukai


tipe Rong Jiu, lembut dan androginus. Tetapi sekarang, Taxian-
Jun yang berusia tiga puluh dua tahun benar-benar tidak
mengerti bagaimana dulu dia bisa menganggap pria jenis ini
menarik.

“Apakah kau tidak tidur nyenyak semalam? Mimpi buruk?”

Yang Mulia ini sudah mati. Bagaimana jika itu disebut mimpi
buruk.

Rong Jiu mengira dia tetap diam karena suasana hatinya


buruk, jadi dia merosot turun dari tempat tidur, lalu berhenti
di depan jendela berukir, melingkarkan lengan ke tubuh Mo
Ran dari belakang.

“Mo-gongzi, pandanglah aku. Apa yang sedang kau


lamunkan?”

Wajah Mo Ran membiru karena pelukan itu. Tak ada yang


lebih diinginkannya dari merenggut sundal ini  dari
punggungnya, dan menghadiahi wajah yang tampak rapuh itu
dengan tujuh belas atau delapan belas tamparan, tetapi dia
berhasil menahan diri.

Dia masih sedikit pusing dan tidak mengerti situasinya.

Lagi pula, jika dia benar-benar dilahirkan kembali, dia tidak


bisa seenaknya memukuli Rong Jiu setelah menghabiskan
sehari penuh cinta kemarin. Itu akan membuatnya terlihat
hilang akal. Dia tidak bisa melakukannya.

Mo Ran memilah emosinya dan berpura-pura lupa, “Ini hari


apa?”

Rong Jiu menatapnya sejenak, lalu tersenyum, “Hari keempat


bulan Mei.”

“Tahun ketiga puluh tiga?”


“Itu tahun lalu. Ini tahun ketiga puluh empat.  Orang hebat
memang pelupa.”

Tahun ketiga puluh empat…

Otak Mo Ran berputar cepat.

Tahun itu, dia baru menginjak usia enam belas, baru saja
diakui sebagai keponakan pemimpin Puncak Sisheng yang
telah lama hilang, hidup anjing menyedihkan yang sering
dicemooh itu menjadi burung phoenix dalam semalam.

Jadi, dia benar-benar telah dilahirkan kembali?

Ataukah ini hanya mimpi kosong dalam kematian…

Rong Jiu tersenyum, “Mo-gongzi sangat lapar sampai tidak bisa


mengingat hari. Duduklah sebentar, kuambilkan makanan.
Bagaimana jika panekuk yang digoreng?”

Mo Ran baru saja dilahirkan kembali, dia belum tahu


bagaimana menyikapi semua ini. Tetapi sebaiknya dia
mengikuti cara seperti sebelumnya. Dia mengingat-ingat
bagaimana gaya karismatiknya dulu, lalu sambil menahan
jijik, bermain-main mencubit paha Rong Jiu.

“Kedengarannya lezat. Aku juga ingin bubur, dan aku ingin


kau menyuapiku.”

Rong Jiu mengenakan pakaiannya dan berlalu. Sesaat


kemudian kembali dengan semangkuk bubur labu di atas
nampan, dua kue berminyak, dan sepiring lauk pelengkap.

Mo Ran ternyata cukup lapar dan sudah siap mengambil kue


ketika Rong Jiu menyingkirkan tangannya, “Biarkan aku
melayani Gongzi.”

“…”
Rong Jiu mengambil sepotong kue dan duduk di pangkuan Mo
Ran. Dia tidak mengenakan apa-apa selain jubah tipis, kakinya
membuka lebar dan menyentuh Mo Ran, bahkan kini mulai
menggesekkannya, lagi dan lagi tanpa henti.

Mo Ran menatap wajah Rong Jiu.

Rong Jiu mengira dia terangsang lagi, “Mengapa kau


menatapku seperti tu? Nanti makanannya dingin.”

Mo Ran terdiam sesaat, mengingat hal-hal baik yang pernah


Rong Jiu lakukan untuk mendukungnya di kehidupan
sebelumnya, ujung bibirnya perlahan membentuk senyum
manis.

Dia, Taxian-Jun, tidak asing dengan perbuatan menjijikkan.


Selama dia menyukainya, tidak ada apa pun yang terlalu
menjijikkan untuknya. Apa yang harus dilakukan sekarang
hanya berpura-pura, ini hanya permainan anak-anak.

Mo Ran bersandar dengan nyaman ke kursi dan tertawa,


“Duduklah.”

“Aku… aku sudah duduk.”

“Kau tahu di mana yang kumaksud dengan duduk.”

Wajah Rong Jiu memerah, “Mengapa harus terburu-buru,


bagaimana jika Gongzi menghabiskan makanan dul… ah!

Belum selesai dia bicara, Mo Ran telah mendorongnya maju


dan menekan punggungnya. Tangan Rong Jiu bergerak-gerak
dan menumpahkan bubur, dia berusaha bicara di antara
embusan napas, “Mo-Gongzi, mangkuknya…”

“Tidak usah dipedulikan.”

“T-tapi, kau masih harus makan… um… ah…”


“Bukankah aku sedang makan sekarang?” Mo Ran meremas
pinggangnya, pandangannya jatuh pada leher Rong Jiu yang
terulur memanjang, dan wajah indahnya terpantul di pupil
matanya yang hitam.

Di kehidupan sebelumnya, dia sangat suka mencium bibir


merah yang memikat itu saat berhubungan intim.
Bagaimanapun, Rong Jiu berwajah cantik dan dia tahu kata-
kata godaan yang harus diucapkannya. Bohong jika Mo Ran
mengaku tidak pernah punya perasaan apapun padanya.

Tapi sekarang, mengetahui apa yang dilakukan Rong Jiu


dengan mulutnya itu di balik punggungnya, Mo Ran merasa
mulut itu tak tertahankan baunya dan tidak lagi memiliki
keinginan untuk menciumnya.

Dalam segala aspek, Mo Ran yang berusia 32 tahun berbeda


dari Mo Ran yang berusia 15 tahun.

Misalnya, ketika usianya lima belas, dia masih mengenal


kelembutan ketika bercinta, namun di usianya yang ketiga
puluh dua, yang tersisa hanya kekejaman.

Setelah itu, menatap Rong Jiu yang pingsan sesudah


disetubuhi sampai setengah mati, matanya menyipit, bahkan
senyumnya terkembang manis. Dia sangat tampan ketika
tersenyum, matanya dalam, hitam pekat dengan kilau ungu
yang terlihat pada sudut tertentu. Saat ini, dia menarik rambut
Rong Jiu, menyeretnya ke tempat tidur, lalu memungut
pecahan mangkuk dari lantai, memegangnya dekat di
wajahnya.

Dia selalu menuntut balas atas setiap kepedihan, tidak


terkecuali saat ini.
Memikirkan bagaimana dia telah mengurus Rong Jiu di
kehidupan sebelumnya, bahkan berpikir untuk menebus
kebebasannya, dan bagaimana Rong Jiu bersama seseorang
membalas niat baiknya dengan menjebaknya. Matanya tak
bisa menyembunyikan senyum saat menempelkan pecahan
porselen tajam itu di pipi Rong Jiu.

Pria ini mencari uang dengan tubuhnya. Tanpa wajah ini, dia
akan tamat. Dia akan terpaksa keluyuran di jalan seperti
anjing, merangkak di tanah, ditendang, diinjak dan dihina.
Membayangkannya saja membuatnya senang, bahkan rasa
mual yang tertinggal sehabis menidurinya langsung menguap
begitu saja bagai asap.

Senyum Mo Ran bahkan terkembang lebih indah.

Hanya dengan sedikit tekanan, setetes darah yang sangat


merah merembes keluar. Dalam keadaan tidak sadar, pria itu
tampak merasakan sakit, suaranya yang parau mengerang
pelan, terlihat menyedihkan dengan air mata menggantung di
bulu matanya.

Tangan Mo Ran mendadak berhenti.

Dia teringat seorang teman yang disayanginya.

“………”

Tiba-tiba dia menyadari apa yang sedang dilakukannya,


terpana beberapa detik sebelum akhirnya menurunkan
tangannya perlahan.

Dia telah melakukan begitu banyak kekejaman hingga


menjadi kebiasaan. Lupa bahwa dia telah dilahirkan kembali.
Saat ini, semua yang sudah terjadi belum terjadi, kesalahan
besar belum diperbuatnya, dan orang itu… masih hidup. Tidak
perlu melalui jalan kejam yang sama, dia bisa mulai dari awal.

Dia duduk, menjulurkan kaki dari tepi tempat tidur, tanpa


sadar memainkan pecahan porselen di tangannya. Tiba-tiba,
dia melihat panekuk berminyak yang masih terletak di atas
meja, dia mengambil dan melepaskan kertas berminyaknya,
menggigit dan mengunyah sampai remah-remahnya
berjatuhan kemana-mana, dan bibirnya mengilap karena
minyak.

Panekuk adalah hidangan khusus rumah bordil ini, padahal


rasanya biasa saja, apalagi jika dibandingkan dengan
makanan-makanan enak yang disantapnya kemudian. Tetapi
sejak rumah bordil itu bangkrut, Mo Ran tidak pernah makan
panekuk itu lagi. Sekarang, rasa yang akrab dari panekuk itu
sekali lagi mampir ke ujung lidahnya. Perasaan tidak nyata
dari kelahirannya kembali berkurang setiap kali dia menelan
ludah.

Setelah menghabiskan semua kue, dia tak lagi linglung.

Dia benar-benar telah dilahirkan kembali.

Segala kebencian dalam hidupnya, semua hal yang tidak dapat


ditarik kembali, semuanya belum terjadi.

Dia belum membunuh paman dan bibinya, belum membantai


tujuh puluh dua kota, belum mengkhianati guru dan
leluhurnya, belum menikah, belum…

Belum ada seorang pun yang mati.

Dia mengecap rasa dalam mulutnya, menjilati sepanjang garis


giginya, dan merasakan seulas sukacita dalam dadanya
dengan cepat menggembung menjadi gejolak kegembiraan.
Dia membuat murka surga dan bumi di kehidupan
sebelumnya, tenggelam dalam tiga teknik terlarang di dunia
manusia. Dia telah mahir dalam dua teknik terlarang, hanya
teknik terakhir ‘Kelahiran Kembali’ yang telah
menghindarinya, tak peduli betapa pun berbakatnya dia.
Tanpa diduga, yang tidak bisa diraihnya saat hidup, jatuh
tanpa usaha ke atas pangkuannya setelah kematian.

Segala kebencian, rasa  jijik, kesedihan, kesepian, semua rasa


rumit dari kehidupan lalunya terkunci di dadanya.
Penglihatan akan pasukan yang berderap menuju Puncak
Sisheng, nyala api sepanjang sepuluh ribu depa, masih
tercetak di ingatannya.

Pada saat itu, dia benar-benar tidak ingin hidup lagi. Semua
orang mengatakan bahwa keberadaannya adalah kutuk bagi
semua yang dekat dengannya, bahwa dia ditakdirkan untuk
mati sendiri. Semua orang telah berbalik melawannya,.
Hingga pada akhirnya, bahkan dia sendiri merasa bagai mayat
hidup, tak punya rasa, kesepian.

Dia tidak tahu apa dan di mana yang salah, untuk seseorang
yang kejahatannya tak bisa diampuni seperti dia, diberi
kesempatan mengulang segalanya setelah mengakhiri hidup.

Mengapa harus menghancurkan wajah Rong Jiu untuk sedikit


dendam di masa lalu?

Rong Jiu mencintai uang. Jadi, dia hanya tidak akan membayar
kali ini, sebaliknya mengambil uang peraknya saja untuk
menghukumnya sedikit. Untuk kehidupan kali ini, dia belum
ingin menanggung beban dosa.

“Kulepaskan kau dengan mudah, Rong Jiu.” Mo Ran


tersenyum, melemparkan pecahan porselen keluar jendela.
Kemudian, dia mengosongkan semua perhiasan dan barang
berharga Rong Jiu, menjejalkannya ke dalam saku.
Dihabiskannya waktu berpakaian dan mematut diri di cermin
sebelum berjalan santai keluar.

Paman dan bibi, sepupu Xue Meng, Shizun, dan…

Memikirkan orang itu, mata Mo Ran melembut seketika.

Shige, aku datang.

Catatan penulis :

Pasangan di kapal ini adalah Mo Ran & Shizun

Selain itu, ada Shige teratai putih, jangan naik kapal yang salah!

Published by:

delatan

Menjalani hidup menurut jalannya. I live my life as it's meant


to be. Lihat semua pos milik delatan

 2HA, C-novel, Xianxia, Yaoi bab 2, bab2, erha, Yu Wu 1


komentar
Satu pemikiran pada “2HA – Buku 1 ;
Bab 2”

1. Novita Arnanda
September 26, 2022 pukul 2:05 pm
Hahhh rindu banget baca ini, syukurlah masih ada disini,
makasih ya kak^^

Login untuk Membalas

Tema: Cyanotype oleh WordPress.com.

Anda mungkin juga menyukai