Anda di halaman 1dari 33

sinopsis

Sensi gadis cantik sekaligus putri tunggal dari keluarga terpandang di kota sioux, sebagai gadis yang
tumbuh di keluarga terpandang, dia sudah terbiasa dengan kehidupan mewah. Tapi disis lain, kedua
orang tua mendidik dalam kehidupan bergama yang taat. Kegiatan beribadah selalu dijalani dengan taat.
Namun berbagai kisah tragis yang pernah dialaminya, kisah teramat ke. Peristiwa yang tidak pernah
muncul dalam mimpi terburuk sekalipun, datang dan merusak masa depan dan kehidupannya. Peristiwa
kelam yang dialaminya membuat dia harus menutup diri dari para pria yang mau menikahinya., akan
tetapi seberapa lama dia harus bertahan. Suatu ketika, lewat sebuah peristiwa yang dialaminya, gadis
cantik ini akhirnya berkenalan denngan seorang pemuda dari wilayah Timur negara tak bernama.
Cintanya begitu mendalam walau ditentang oleh kedua orang tuanya, cinta beda agama memberikan
pilihan bagi dia., untuk memilih, cinta yang yang mendapat pertentangan dari kedua orang tuanya. Akan
tetapi dia tetap berusaha mempertahankan cintanya.dia terpaksa harus meninggalkan orang tuanya
demi mempertahankan cinta pada seorang pemuda miskin dari wilayah Timur ini.
Sebuah kisah romanis nan indah tapi memilukan terucap lewat sebuah catatan harian yang ditemukan
oleh sensi saat berkunjung ke kost pacarnya, hatinya dliputi perasaan sedih, haru bercampur berbunga-
bunga. Ada seribu satu macam perasaan bercampur aduk dalam dada.
Dimataku, kamu sangat berarti bagiku. Kamu bagaikan seorang Puteri Raja yang harus dijaga.
Bagi diriku, kamu bukan wanita yang hanya bisa dinilai, diukur dengan Selembar rupiah yang dipakai
untuk memenuhi kenikmatan sesaat. Jujur saja, aq tak tau bagaimana perasaanku terhadap dirimu.
Apakah itu Cinta.....?? atau persahabatan....??? aq tak tahu, karena antara cinta, perasaan Dan
persahabatan, perbedaannya sangat tipis.
Tapi mungkinkah itu bisa terjadi….Seribu satu macam kata tanya terus berputar-putar dalam memoriku.
Mungkinkah…? Mungkinkah…? Mungkinkah…? Mungkinkah kita bisa bersama menghabiskan sisa-sisa
hidup di tengah derasnya badai dan gelombang kehidupan…? Diantara kau dan aku, terbentang jurang
yang tak terseberangi. Kau disni dan aku disana, ada jurang pemisah begitu dalam Hidupku dan hidupmu
bagaikan surga dan neraka, adakah seberkas cahaya terang, yang bisa menyinari perjalanan cinta ini…?
Aku tak tahu. tapi hanya satu kata yang pasti bahwa aku selalu merindukanmu. Semalam, kau sensiana,
kau hadir dalam mimpi, entah sampai kapan aku harus menunggu, dan terus menunggu dalam
penantian panjang dan melelahkan. Tapi penantianku ini berakhir dalam ketidakpastian, taapi ada satu
peasaan yang meyakinkan diriku, bahwa aku selalu mencintai entah sampai kapan, semua itu karena aku
mencintaimu. Mungkinkah cinta suci ini bertahan walau ada badai dan rintangan… apakah cinta
diciptakan untuk menyatukan perbedaan. Meski agama yang menjadi perbedaannya.?? Karena
Rosarioku berbeda dengan tasbihmuMari kita ikuti kisah selanjutnya.

DISAAT AKU HARUS MEMILIH


Bagian Satu awal perkenalan
Siang itu, udara terasa menyengatkan badan. Diiringi sengatan mentari siang dan hingar bingarnya
susana kota, membuat situasi di kota Sioux yang juga sebagai pusat pemerintahan negara Tak Bernama
semakin ruyam, udara terasa sumpek, asap tebal gas buangan dari kendaraan bermotor turut
membantu peningkatan CO2. Saat itu di pinggiran jalan pahlawan tak dikenal, yang selalu ramai dengan
kesibukan manusia dan lalulintas kendaraan, tampak seorang pemuda berambut ikal dan berkulit agak
kecoklatan, tipikal wajah dari negeri bagian Timur negara Tak Bernama. dia mengenakan pakaian lusuh,
celana jeans yang sudah robek dibagian lutut dan bersendal jepit, sedang berjalan sambil menenteng tas
berisi koran. Pekerjaannya memang seorang penjual koran. Sesekali ia berteriak menawarkan koran.
“koran…..koran….. koran… ada berita hangat dari mancanegara, negara tetangga kita melakukan
embargo ekonomi dan larangan masuk ke negara yang sedang didudukinya. koran…..koran….. koran…
berita dalam negeri, lima ratus penduduk dari propinsi paling ujung meninggal karena mati kelaparan.
Kesibukannya terusik dengan teriakan seorang wanita yang kecopetan
“ tolong……. Tolong,…. Copet…….copet…….aku dicopet teriaknya seraya menunjuk ke arah pencopet
yang sedang berlari cepat. Suasana disekitar tempat itu menjadi tidak menentu, semua orang disekitar
itu ikut turut mengejar pencopet tersebut. Ketika Revan sedang mengangkat muka, tampak seorang pria
berlari cepat menuju ke arahnya sambil membawa sebuah tas wanita. Tanpa berpikir panjang Revan
segera melepaskan tas berisi koran dari punggungnya, lalu menghadang pencopet tersebut. Namun
pencopet itu tampaknya sudah nekad, dengan segera ia mendekati Revan yang sudah siap dengan jurus
naga membelah gunung. Sesaat kemudian terjadilah pertarungan sengit antara kedua pria ini. Masing-
masing pihak tidak ada yang mau menyerah, Revan beberapa kali hampir terpeleset diterjang pencopet
yang berbadan tinggi dan besar, rupanya dia tidak mau memberi kesempatan kepada Revan.
Bukhhh…..bukhhhhh…..bukhhhhh sebuah tendangan bertubi-tubi dari jurus naga membelah gunung
berhasil mengenai wajah si pencopet, tendangan keras ini berhasil merubuhkan pertahanan lawan,
sesaat kemudian pencopet tersebut rubuh seketika itu juga, dari mulut dan hidungnya keluarlah cairan
berwarna merah segar. Tidak lama kemudian para pengejar yang datang secara bergerombolan juga
telah tiba di tempat kejadian itu. Revan lalu menghampiri pencopet yang sudah tak berdaya itu, yang
sudah bermandikan darah dengan mulut dan hidungnya terus mengucurkan darah segar. Revan
kemudian mengambil tas itu dari tangan pencopet, sejurus kemudian Dia memandang ke arah
kerumunan orang yang sudah mengepung pencopet tersebut dan siap menghakimi dia.
“kita bakar saja ini orang” teriak seorang bapak berbadan tinggi dan besar.
“ampun bang…. Ampun bang…” jerit pencopet itu dengan ketakutan amat sangat. Dia membayangkan
panas api yang membakar tubuhnya, berkali-kali Dia berteriak minta ampun.
“bakar…..bakar…. bakar saja, dasar penjahat, kurang ajar, anjing, biadab”
“pemalas kerja, kenapa gak nyari kerja lain aja,”
“dasar Manusia biadap, sebaiknya kau mati saja “
“bakar saja, biar jadi pelajaran bagi yang mau coba-coba mencopet”
Ribuan sumpah serapah dan kata-kata makian meluncur deras dari mulut para pengejar bagaikan ular
mendesis mencari mangsa. Untuk mencegah terjadinya aksi main hakim sendiri, Revan kemudian
berkata kepada para pengejar tersebut,
“ tenang-tenang….. tenang-tenang….. saudara-saudara mohon jangan main hakim sendiri,sebaiknya
mari kita serahkan kepada pihak berwajib. Dan karena ini adalah tugas mereka maka biarlah mereka
menangani kasus ini, sebagai warga negara yang taat hukum, sekali lagi saya mohon kepada saudara-
saudara jangan ada yang main hakim sendiri. Bagaimana, apakah kalian Setuju kalau pencopet ini kita
serahkan kepada aparat penegak hukum……” seru Revan dengan suara nyaring seraya memandang
orang-orang disekelilingnya, yang berkerumun di bawah pohon mahoni yang cukup rindang sekaligus
menjadi tempat berlindung dari teriknya matahari.
“Oke… baiklah kami juga setuju kalau kita serahkan kepada pihak berwajib, tapi sebelumnya rasakan ini”
timpal seorang pemuda di samping kanan pencopet seraya menendang perutnya dengan sepatu laras
milik tentara. Sepertinya pemuda ini bekerja sebagai satuan pengamanan di perusahaan sepatu yang
berdiri tidak jauh dari lokasi tempat kejadian perkara.
“ kami juga setuju …. “ setuju …. setujuuuuuuuuuuuuuuu…………………………” terdengar suara koor dari
para pengejar.
Revan kemudian menyerahkan pencopet tersebut kepada petugas keamanan kota yang baru saja tiba di
tempat kejadian perkara, setelah menerima telepon dari seseorang. Lambat laun kerumunan orang itu
mulai membubarkan diri satu per satu, tinggalah Revan bersama gadis cantik nan jelita. Suasana
kembali normal seperti biasa, orang-orang kembali pada sibuk dengan urusannya masing-masing tanpa
menghiraukan lagi kejadian yang baru saja terjadi. Revan mendekati gadis itu lalu menyerahkan tas
bermerek itu kepadanya.
“ini tas anda, lain kali harus berhati-hati “ berkali-kali ia menelan saliva melihat gadis itu tersenyum
ramah kepadanya.
“terima kasih atas bantuan anda, kamu gak apa –apa ya, seandainya kamu gak ada, aku gak tahu lagi
kejadian selanjutnya” ucap gadis itu dengan suara gemetar hampir tak kedengaran. Ketika matanya
menangkap sosok pemuda berpenampilan sederhana yang baru saja menolong dirinya. Ada perasaan
aneh muncul dalam dirinya, ia terus menatap Revan dengan pandangan yang sulit dimengerti. Ada
perasaan yang belum pernah dirasakannya muncul. Perasaan yang sama juga dirasakan oleh pemuda
bersandal jepit dan berpakaian sederhana. Ada getaran-getaran aneh menggelora dalam dada. Mereka
berdua hanya saling menatap tanpa ada yang memulai. Yang ditatap dan yang menatap hanya berdiam
diri, sesekali terdengar tarikan dan hembusan nafas halus dari kedua hidung mereka berdua. Semilir
angin bertipu perlahan menghembuskan hawa sejuk ditengah teiknya mentari siang. Sementara itu,
suara burung pipit saling bersahutan menyapa waktu yang terus beranjak. Kedua insan manusia hanyut
dalam keheningan panjang, yang ada hanya terdengar deru mensin kendaraan yang bersiliweran
membawa penumpang dan barang ke segala penjuru kota.
“hai kenapa kamu terus memandang aku “ seru gadis itu dengan suara keras. Revan sepertinya tersadar
dari lamunan panjangnya, dengan suara tergagap ia berkata,
“ ohhh tidak tapi perasaanya aku pernah melhatmu, tapi dimana yahhh…..”Dia pura-pura berpikir, aku
tapi kayaknya sudah lupa lanjutnya lagi.
“aku juga hampir setiap hari melihatmu di lampu merah, saat aku pergi dan pulang kampus.” Ujar Gadis
itu seraya menyugar rambut hitam yang tergerai menutupi wajah cantiknya.
“memangnya kamu tinggal dimana” tanya Revan sambil menatap gadis itu secara lebih dekat.
“aku tinggal tidak terlalu jauh kok dari sini” balas gadis itu dengan wajah berbinar-benar.
“entar aku antar kamu pulang yah” ajak Revan
“Memangnya kamu tahu rumah aku” jawab gadis itu sambil membetulkan bandol di rambutnya.
“khan ada kamu yang nunjukin jalannya”ucap Revan dengan memasang mimik jenaka, membuat gadis
itu tersipu malu.
“Ehh… ngomong-ngomong kamu tinggal dimana” tanya gadis itu, sementara matanya terus memandang
ke arah Revan yang hanya berdiri terpaku.
Revan hanya diam saja, Dia bersandar pada batang pohon mahoni yang tumbuh subur di pinggir jalan
sambil memandang satu skuardon pesawat tempur yang baru saja terbang melintas. Pesawat SN 520
dilengkapi senjata canggih buatan putra-putra terbaik negeri tak bernama yang sedang terbang
membelah angkasa, meninggalkan suara gemuruh seperti bunyi petir di musim hujan. Dalam hatinya
muncul rasa kagum dan bangga pada bangsanya sendiri yang sudah berhasil memproduksi pesawat
tempur sendiri,walaupun di tempat lain, di sudut negeri yang tercinta ini, masih ada sekelompok
masyarakat, sekelompok anak bangsa yang masih hidup engan mati tak mau. Masih banyak warga
negara yang masih hdup mengharapkan bantuan dan uluran tangan dari pemerintah, terrmasuk dirinya
yang harus rela berpeluh membiayai kuliah magister di fakultas pertanian universitas negeri tak
bernama.
“ hei…. kamu tinggal di mana’ seru gadis cantik itu kesal
“bagiku tidak penting kamu harus tahu dimana aku tinggal emmm.. seandainya aku tinggal di kolong
jembatan apa kamu mau tinggal bersama aku di kolong jembatan “ jawab Revan dengan memasang
muka serius dia merasa agak jengkel terhadap gadis yang baru saja ditolongnya ini.
“aku gak percaya, masah cowok ganteng seperti kamu mau tinggal di situ” kini gantian gadis ini
memasang muka cemberut
“ ehhh… ngomong-ngomong dari tadi kita belum kenalan yah, namaku Revaldo Antonio, boleh panggil
aku Revan, atau Revanol atau apa saja yang penting jangan panggil aku monyet karena aku bukan
monyet hahaha………. terus nama kamu siapa “ ujar Revan sambil tersenyum, sekaligus mengingat
kembali peristiwa beberapa tahun lalu, gara-gara sebutan monyet bagi sekelompok mahasiswa dari
sebuah suku di negeri paling ujung negara ini, sempat menmbulkan kerusuhan di beberapa kota.kata itu
sempat menjadi trending topik di beberapa media sosial.
Gadis cantik itu membalas senyum, dalam hati ada rasa tertarik dengan pemuda keren berpenampilan
sederhana, tidak seperti dengan pemuda lain yang pernah dikenalnya . pintar juga cowok ini melucu,
umpat gadis itu dalam hatinya.
“keren juga ya nama kamu, seperti nama pemain sepak bola asal Portugal, kayaknya kamu masih ada
hubungan keluarga sama Christian Ronaldo deh……
“bisa juga sih, kayaknya kami sepupuan lain kali , memang pada masa penjajahan, daerah aku pernah
dikuasai oleh Portugis, sehingga banyak keturunan Portu yang tinggal dan menetap disana, dan juga
sebaliknya, banyak orang dari kampung aku dibawa Portugis ke negaranya, mungkin leluhur aku ada
yang yang ikut orang Portugis, lalu berkembang biak dan beranak pinak di sana, terus keturunan mereka
sampai pada Christian Ronaldo,, he….he…he…”timpal Revan tergelak.
“masa sih”
“gak mungkinlah Christian Ronaldo jauh di Portugal sana, sementara aku dari Timur negeri ini “
“pantasan….”
“Pantas apaan”
Pantas black , hahahaahaa… gadis itu tertawa keras, sampai orang –orang di seberang jalan semua pada
menoleh ke arahnya.
“ eh.eh.eh.eh sory yah, biar hitam begini tapi jadi rebutan, buktinya tadi kamu bilang aku ganteng ha…
ha…haaaa…”
“yeeee pede banget kali”
“ya iyalah… jadi orang tuh harus pede gitu,.. eh, terus nama kamu siapa, masa aku harus panggil kamu
hei …. Hei hei …. Hei, emangnya nama kamu hei” seloroh Revan seraya menatap gadis di depan.
“o..o.. iya…um..m..mm namaku Sensiana, kamu boleh panggil aku Sensi, apa aku harus ulang lagi,
namaku S E N S I A N A, gadis itu mengeja namanya satu demi satu huruf-huruf yang membingkai
namanya, dengan suara keras melebih bunyi kendaraan di jalan raya.
“stop…stop… jangan keras –keras, kamu pikir aku tuli yah”
“siapa tahu kamu tuh benaran tuli, hahaha…”
“rasanya aku senang berkenalan dengan kamu Sensi, apalagi kamu gadis yang cantik, menawan dan
penuh pesona, energik dan blaaa…. Blaaaaaaa……”
Air muka Sensi berubah merah menahan lucu dan malu, dadanya berdesiran bagaikan desiran air hujan
dikala senja, saat mendengar pujan dari pria yang baru saja menolong dirinya. Ada rasa damai dan
sukacita menyelimuti hatinya yang selama ini beku dan tertutup.
“Kita udah kenalan., biarkan aku pergi sekarang, takutnya kamu merasa terhina jika dilihat orang, siapa
tahu ada teman atau pacar kamu lewat disini dan melihat ada gadis cantik sedang berdiri dengan
seorang gembel penjual koran” kata Revan seraya siap-siap mau beranjak dari tempat itu.
“ malas tahu ahhh, biarkan saja, yang penting mereka tidak mengusik keberadaan kta disini dan kita juga
tidaak mengganggu mereka juga kok” jawab Sensi sedikit emosi.
Ya… udah aku pamit dulu ya… mau lanjutkan jualan ini” kata Revan seraya menunjukan setumpuk koran
yang berada dalam tas punggungnya. Perasaannya terhadap lawan jenis yang selama ini membeku
kembali mencair, namun Dia takut akan kenangan buruk yang pernah dialaminya kembai terulang, maka
ia buru-buru mohon pamit. Kira-kira baru sepuluh langkah Dia berhenti, seperti ada suara memanggil
namanya.
“Rev…. Revan…”
Revan menghentikan langkahnya sesaat, ketika menoleh, matanya beradu pandang dengan mata Sensi
yang begitu teduh. Sensi hanya diam tertunduk, tak kuasa menatap sorotan mata pemuda didepannya
ini, dadanya kembali bergemuruh, jantungnya seakan mau copot, perasaan aneh kembali merayapi
dirinya.
“kenapa Sen, kamu takut aku tinggal sendirian yah…”
Aku masih ingin ngobrol sama kamu, rasanya tak enak aku sendirian disini… temani aku yah. Ujar Sensi
seraya menyeka peluh di wajahnya.
Revan tidak menjawab, lama ia terpaku di tempat, rasa heran dan kagum pada gadis yang terlihat bukan
sembarang gadis. Ditilik dari penampilannya, dia bukan gadis biasa, tapi mengapa dia rela dan mau
berpanas-panas menemani dirinya dengan mengabaikan gunjingan orang. Revan menatap gadis itu,
sesekali Dia menelan saliva.
“hei… jangan menatap aku seperti itu “ teriak Sensi dengan menampilkan wajah kesal karena ditatapi
seperti itu. Revan sadar dari hayalan panjangnya, tapi otaknya masih berputar cepat mencari alasan
tepat.
“ohhh tidak, aku hanya berpikir, apakah aku bisa menemanimu sementara jualanku masih menumpuk,
lebih baik kamu minta aja cowok yang duduk diseberang jalan itu untuk menemani kamu” serga Revan
seraya menunjuk pada seorang pria gembel yang duduk di bawah pohon mahoni yang tumbuh subur
disamping kantor Pemerintahan Kota Sioux berseberangan dengan jalan Pahlwan tak dikenal tempat
Dia bersama gadis cantik itu berdiri.
“gila kamu, emangnya aku suka sama dia” lagi-lagi Sensi memasang wajah cemberut.
“terima kasih dan Puji Tuhan, ternyata ada gadis tercantik di kota Sioux yang mau dengan pria gembel
seperti saya “ Revan menebarkan senyuman lebar. Dalam hati kecilnya timbul rasa bangga dan senang.
“siapa yang suka sama kamu sembarangan aja kamu”
“terus tadi kamu bilang apa, “
Sensi semakin dipojokan dengan ulah pemuda tampan berpenampilan agak gembel ini. Sesekali Dia
menyugar rambut panjangnya yang tergerai ditiup angin.
“nggak kok, aku Cuma pingin kamu yang menemani aku saja”ujar Sensi dengan tatapan serius. Dia
berhenti sejenak, seraya menatap ke arah jalan yang tak pernah sepi dari suara hingar bingar kendaraan
dan manusia yang berseliweran.
“maaf…. Jika kurang biar nanti aku nambah aja, kebetulan aku ada sedikit uang” lanjutnya lagi.
Revan kaget setengah mau mati, rasa marahnya timbul tiba-tiba pada gadis tercantik di kota Sioux.
Harga dirinya seperti diinjak-injak.
“apaaaaaa….. uang…. Lu mau kasih beta uang…… sonde ( tidak)…. Sonde…sonde ….… beta sonde mau
terima lu pung doi (uang), supaya lu tau ee.. beta sonde mau beta pung harga diri jatuh karena lu pung
doi, lu jangan samakan beta dengan pelacur-pelacur kota. Biar beta miskin tapi masih punya harga diri,
beta bisa cari makan dengan cara yang halal. lu paham itu” teriak Revan dengan dialek keTimur annya,
wujud aslinya sebagai orang Timur yang tidak suka neko-neko muncul seketika. Sensi hanya diam saja
tak memberikan reaksi, matanya menatap pemuda Timur ini dengan tatapan sendu tak bergairah.
Rev….. panggilnya lirih, suaranya pelan hampir tak kedengaran
“maaf…, aku tak bermaksud merendhkan kamu” lanjutnya pelan
“maafkanlah aku Rev, sekali lagi aku minta maaf jika kata-kataku sangat menyinggung perasaan kamu.
Baru kali ini aku temukan seorang pemuda yang rela berpeluh di teriknya matahari demi mencari sesuap
nasi, aku kagum pada kepribadianmu. Ucapan Sensi bagaikan gunung es menabrak matahari. Hancur…
luluh Kata-kata Sensi mampu menghancurkan keegoisan Revan yang berwatak keras.
“maafkan aku juga Sen, sikapku memang seperti itu, lekas tersinggung jika ada orang yang suka pamer-
pamer kekayaan di hadapanku, aku sadar, diriku dilahirkan dari keluarga sederhana. Sekali lagi aku
mohon maafkanlah aku ya..”
“ooo iya,kamu sudah tahu siapa aku dan kita juga sudah berkenalan, maka biarkanlah aku pergi masih
banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan” kata Revan seraya melirik jam dipergelangan tangannya.
“pergilah Rev, aku tak bisa membantumu lebih, hanya ini saja, anggap saja ini sebagai ucapan terima
kasih atas pertolonganmu tadi, aku harap kamu sudi menerimanya” ujar Sensi seraya menyodorkan dua
lembar kertas berwarna merah. Diluar dugaannya Revan menolak secara halus pemberiannya.
“terima kasih atas bantuan dan perhatianmu, aku tidak layak menerimanya, dan aku rasa sebaiknya
bantuanmu ini kamu berikan kepada ibu yang di sana” kata Revan sambil menunjuk kepada seorang ibu
dengan badan penuh borok sedang duduk mengemis sambil menggendong seorang anak kecil di
perempatan lampu merah jalan pahlwan tak dikenal. Sensi sesaat tertegun. Betapa mulia hati pemuda
ini. Sifat asli keTimur an yang lebih peduli pada orang-orang tidak mampu dan berkekurangan. seperti
yang pernah Dia baca disebuah ulasan koran tentang sifat dan karakter orang Timur yang punya
kepedulian terhadap orang miskin dan tersisih begitu tinggi, taat pada agama dan menghargai kaum
hawa, sehingga untuk mau menikahi kekasihnya, seorang pemuda Timur harus menyiapkan sebatang
gading yang nilainya ratusan juta sebagai mahar kepada calon istrinya.
“o iya Sen, sebelum aku pergi, bolehkah aku minta alamat rumah atau nomor kontak kamu, siapa tahu
satu hari nanti aku membutuhkan bantuanmu atau juga sebaliknya” kata Revan sambil memasukan
koran kedalam tas punggung yang tergeletak begitu saja di atas rumput hijau.
“Ok Rev…, aku tinggal di jalan Pusara Tak Bernama di pinggiran kota tua dan ini nomor kontak aku, mau
di whatsapp, telegram atau telepon biasa juga semua ada disitu” ujar Sensi seraya menyebutkan nomor
kontak dan alamat rumahnya. Revan kemudian menyimpan nomor kontak Sensi dan ponsel jadul
miliknya.
“entar aku telpon ya, biar kita ngobrol lebih banyak atau kalau boleh aku bisa main-main ke rumah
kamu” celutuk Revan dengan senyum mengembang dibibirnya.
“Boleh main ke rumah aku, tapi ada syaratnya, yang pertama jangan datang di malam hari entar kamu
dikira maling, yang kedua kalau mau datang harus sms atau telepon aku terlebih dahulu dan yang ketiga
jangan datang di pagi atau siang hari karena aku sibuk kuliah” jawab Sensi dengan hati berbunga-bunga.
Benih asmara yang selama ini kering dan gersang mulai bermunculan dalam dada. Sejenak Dia
melupakan persoalan dalam hidupnya. Prahara kehidupan yang dialaminya sendiri, tak ada yang tahu
bahkan ibu sebagai orang terdekatnya juga tidak tahu peristiwa naas itu. Kegadisannya hancur direnggut
oleh paman kandung, adik dari ibu kandungnya. Perisiwa pemerkosaan itu masih terus membekas dan
tak pernah terlupakan. Peristiwa kelam itu membuat hatinya tertutup unuk menerima kehadiran
seorang pria di hatinya. Tetapi hari ini, hati dan rasa ini perlahan berubah dan mencair, keegoisannya
perlahan sirna, Dia mencoba membuka diri pada pria yang baru saja dikenalnya.
“gimana sih kamu, bertamu malam gak boleh, bertamu siang juga dilarang, kalau begitu aku bertamu di
lain waktu aja yah…”
“terserah kamu aja, yang penting pintar ngatur waktu agar schedul aku gak bertabrakan” timpal Sensi
sedikit jual mahal, padahal dalam hatinya pengen berduaan terus dengan pemuda ini.
“ehhh ngomong-ngomong aku cabut dulu yah, nih masih banyak jualan” kata Revan seraya beranjak
meninggalkan Sensi tanpa menghiraukan lagi ucapan hati-hati dari Sensi. Sesekali Dia bertieriak
menjajakan koran.
Sensi lalu berjalan mendekati gelandangan tua untuk memberikan uang yang tadi ditolak Revan.
“Ibu……” panggil Sensi seraya menepuk bahu gelandangan tua yang badannya penuh borok dari
belakang.. Sensi tidak merasa geli dengan keadaan wanita tua ini, sebagai mahasiswa kedokteran yang
sedang menyelesaikan skripsinya, Dia sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini, bahkan ada yang lebih
parah dari keadaan ibu ini. Pernah suatu ketika, Dia memeriksa seorang pasien yang luka penuh dengan
belatung merayap keluar dari luka itu.
“oohh iya nak” jawab ibu ini dengan wajah memelas, sementara anak atau entah cucunya tertidur lelap
dalam dekapannya ditengah teriknya matahari di kota Sioux.
“ibu sudah makan” tanya Sensi sambil terus mengamati wanita gelandangan dihadapannya. Hati
kecilnya menangis, Dia memberontak melawan ketidakadilan dari penguasa negeri ini, menentang
penguasa yang tidak peduli pada masyarakat, penguasa yang suka menghamburkan uamg negara untuk
proyek-proyek besar yang kebanyakan mangkrak ditengah jalan, tanpa memperhatikan kesejahteraan
rakyat kecil. Rasa iba tiba-tiba menyeruak dalam dada, hatinya bagikan ditikam sebilah tombak tatkala
wanita tua ini mengangkat wajahnya memohon belaskasihan. Tanpa terasa air mata berguguran. Sensi
yang selama hidup tak pernah berkekurangan, tidak tega melihat sesama anak manusia dan sesama
anak bangsa mengalami nasib tak sebaik dirinya.
“anak jangan menangis, begini sudah nasib kami sebagai masyarakat kelas bawah, masyarakat kecil dan
terpinggirkan” gelandangan tua ini berusaha tetap tegar. Gadis cantik itu lalu mengeluarkan dua lembar
kertas berwarna merah dari tas mahal bermerek Hermès, lalu memberikan kepada wanta gelandangan
tua tesebut.
“Ibu…. Ini sedikit pemberian dari saya, mohon diterima yah “
“terima kasih nak, semoga Allah membalas kebaikanmu” ujar wanita tua tersebut dengan mata berkaca-
kaca. Sesekali Dia mengusap matanya dengan ujung baju yang sudah kumal dan tak jelas lagi warna baju
itu.
“ibu….. aku pamit dulu yah”
“iya nak, hati-hati di jalan”
Sensi lalu memesan sebuah ojek online lewat aplikasi di ponsel miliknya, tak menunggu lama sebuah
ojek online tiba dihadapannya, kemudian mengantar Sensi ke rumah di pinggiran kota tua sioux.
Bagian Dua Jangan Salahkan Dirimu.
Sore itu udara di pinggiran kota tua Sioux kelihatan sangat cerah, mega putih pun enggan menampakan
diri, sementara itu mentari senja perlahan-lahan mulai menyusup di ufuk barat, meninggalkan seberkas
warna merah jingga di langit tak berawan. Seminggu setelah kejadian pencopetan berlangsung, tepatnya
di hari sabtu sore mejelang malam, sebuah motor butut tua yang bunyinya seperti bunyi kapal ketinting
milik nelayan dan mengeluarkan asap tebal seperti cerobong kereta api, memasuki kawasan perumahan
griya mandiri permai. Sebuah perumahan elit bagi orang berkantong tebal, kawasan perumahan yang
dilengkapi dengan kamera pengintai dan dijaga ketat oleh sekelompok satuan pengamanan. Tak
sembarang orang bisa masuk di kawasan peumahan elit ini. Setelah melapor diri di pos satuan
pengamanan, pengendara motor butut berhenti persis dimuka sebuah rumah berwarna kuning gading
berlantai tiga, Dia tampak ragu, sesekali Dia melirik di ponsel jadulnya, memcocokan nomor rumah yang
tertulis di layar ponsel jadul miliknya dengan nomor rumah yang tertera di pagar rumah tersebut.
Tangan kekar menekan bel yang berada persis di samping pintu pagar rumah tersebut. Sesaat kemudian
seorang asisten rumah tangga yang sudah cukup berumur keluar membukakan pintu gerbang. Dengan
penuh keheranan dan tanda tanya besar dalam hatinya, dia menatap pengendara motor butut itu dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Penampilannya agak urakan, celana jeans yang dikenakan pengandara
motor ini sudah berubah warna penuh dengan tempelan sticker bergambar manusia setengah telanjang
sana sini, warna biru jeans itu sudah berubah menjadi coklat kehitaman, seakan sudah lama tidak
pernah tersentuh air. Dan kalau dicelup dalam air, pasti ikan –ikan pada mabuk. Demikian baju yang
dikenakannya juga tidak jauh berbeda, ibarat setali tiga uang. Tampangnya mirip gelandang pengemis
yang datang meminta-minta daripada mahasiswa pasca sarjana. Agak keraguan besar terpantul di wajah
asisten rumah tangga yang sudah menua. Agak lama dia memandang si pengendara motor butut Seolah
melihat anak buah lucifer raja penguasa kegelapan yang turun ke dunia mencari mangsa untuk dibawa
ke neraka melayani sang penguasa kegelapan.
“cari siapa om” tanya sang asisten rumah tangga penuh selidik
“om…om….om…, memangnya aku udah mirip om-om, umpat Revan dalam hati.
“maaf bu, apa di sini rumahnya Sensi”
“betul sekali, non Sensi tinggal disini….. om ini siapa” tanya asisten rumah tangga itu lagi.
“saya temannya”jawab Revan sambil melemparkan senyum manis yang teramat manis.
“oo iya, tunggu ya, tapi ingat, jangan masuk ke dalam sebelum dipersilakan masuk. Entar aku
panggilkan non Sensi” asisten rumah tangga itu kemudian menekan tombol ponselnya
“terima kasih bu”
“hallo… Non Sensi ada yang nyari” asisten rumah tangga memanggil Sensi lewat sambungan ponsel.
“siapa bik, laki-laki atau perempuan, kalau laki-laki suruh pulang aja” terdengar suara Sensi lewat bunyi
speaker yang sengaja dibesarkan asisten rumah tangga.
“baik non….. maaf om, non Sensi gak mau terima tamu” kata asisten rumah tangga.
“gak bu, aku gak mau pulang, aku harus bertemu Sensi” desak Revan memaksa masuk.
“om jangan maksa ya, entar aku panggil satpam” jawab asisten rumah tangga seraya menutup pintu
gerbang.
“bilang aja dari temannya…………. Sensi ini aku” teriak Revan dengan suara nyaring, suaranya terdengar
sampai di kamar Sensi yang berada di lantai dua rumah berlantai tiga ini. Sensi yang barusan selesai
mandi, mendengar suara Revan, cepat-cepat bergegas turun menjumpai pemuda yang baru di kenalnya
minggu lalu. Kebetulan suasana rumah saat itu sepi, kedua orang tuanya pergi keluar daerah di propinsi
paling barat negeri ini, mengunjungi ibu dari ayahnya yang lagi sakit keras dan dirawat di rumah sakit.
Putri tunggal tuan Sadam bin Abdullah sendirian di rumah, hanya di temani bibi Reni asisten rumah
tangga yang sejak Sensi masih bayi telah melayani keluarga tuan Sadam.
“biarkan Dia masuk saja bi” seru Sensi dari arah teras rumah.
“mari masuk om”, ajak bibi Reni seraya membuka kembali pintu gerbang yang sempat ditutupnya.
“mimpi apa kamu semalam, tumben datang ke rumah” tanya Sensi seraya melemparkan pantatnya di
kursi depan teras rumah.
“mau pinjam duit, hhahaha…”
“haahaha…emangnya aku bank apa’
“nggaklah Cuma becanda aja, kebetulan mau ke rumah teman”
“teman apa teman….”
“teman aja”
“o..o…ooo teman-temanan hahaha…terus dimana rumah teman kamu itu”
“ya disini…”
“lho… ini khan rumah aku”
“betul sekali, kamu khan teman aku, apa kamu gak mau jadi teman aku”
“ya mau dong” sensi melebarkan senyum manis, baru kali ini ada cowok yang berani main ke rumahnya,
semenjak SMA jarang sekali atau hampir tidak pernah teman-temannya main ke rumah. Menginjak
bangku kuliah juga, Dia jarang bergaul dengan teman-teman, rute tetapnya hanya kampus-rumah – dan
rumah sakit itupun jika ada praktek. Apalagi dengan peristiwa kelam yang pernah dialaminya, membuat
hati ini terasa sulit menerima kehadiran seorang pria. Hatinya telah menjadi benteng yang tertutup
rapat dan sulit ditembus. Tapi kali ini rasa itu muncul, mampukah Dia mengatakan sebenarnya pada pria
yang selama ini menghiasi mimpi-mimpi indahnya. Revaldo Antonio si pria Timur mampu meluluhkan
hatinya yang tertutup rapat.
“ ooo gitu yah, masa tamu dibiarkan berdiri terus’” celoteh Revan
“ohhh maaf, silakan duduk, lupa aku” ujar sensi sambil bergerser sedikit memberikan tempat duduk
untuk Revan.
Sesaat kemudian, asisten rumah tangga, membawa segelas air putih, dan dengan hati-hati meletakan
diatas meja depan mereka berdua.
“silakan diminum, disini gak ada kopi atau teh, jaga kesehatan, kurangi yang namanya gula, berhenti
merokok, biar umur panjang” sensi berceloteh panjang bagai khotbah pastor di gereja.
“terima kasih ini sudah cukup” Revan mengamati sekeliling rumah. Halamannya luas, dengan rumput
hijau tertata rapi, disudut kanan rumah ada pohon mangga yang lagi berbuah lebat, dan dibawahnya
ada kolam ikan dengan air terjun buatan yang terus mengalir tak henti-henti. Suasananya tampak asri
nan sejuk, bagaikan taman surgawi menawarkan sejuta kedamaian di hati yang gersang. Di dinding teras
rumah terdapat tulisan no smoking area. Keduanya kembali terdiam dengan alam pikiran masing-
masing. Sesekali Revan menyesap air putih yang tinggal separoh gelas. Suasana menjadi sepi, dari
kejauhan terdengar suara adzan memanggil umat Allah untuk menunaikan ibadah sholat magrib.
“maaf Rev… aku sholat dulu yah, gak lama kok”suara Sensi mengagetkan Revan dari diam panjangnya.
“silakan, biarkan aku menunggu di sini” dengan mengedepankan sikap toleransi Revan membiarkan
Sensi melaksanakan kewajiban agamanya. Dari nama dan asal usulnya, sensi sudah menebak, Revan
sudah pasti berbeda keyakinan dengan Dia. Senandung suara sensi terdengar merdu melantunkan ayat-
ayat suci Al Qulran. Alunan suara Sensi melantunkan ayat-ayat suci Al Qulran terdengar sampai di teras
rumah. Berbarengan dengan suara adzan mendayu-dayu lembut menambah indahnya susana di senja
itu.
“maaf, menunggu lama” suara Sensi mengangetkan Revan. Senja telah berganti warna, kemuning jingga
berubah kehitaman malam.
“ooohhh gak apa koo, apa kamu ada kegiatan, siapa tahu kedatanganku mengganggu aktifitasmu” tanya
Revan. Sementara itu Kegelapan malam mulai menyelimuti senja, lampu-lampu penerangan di jalan raya
yang tak pernah sepi mulai menampakan cahaya.
“kerjaanku banyak, tapi untuk sementara aku pending dulu, soalnya kali ini kedatangan tamu istimewa”
ujar Sensi seraya melempar senyum. Revan sedikit tersentak. Kerinduan selama ini terpendam
mendapat sambutan hangat. Sejak pertemuan minggu lalu, bayangan wajah Sensi selalu menari di
pelupuk mata.nyawa Sebenarnya Dia mau datang sudah lama, tapi gak ada keberanian untuk berbuat
itu. Kenangan masa dulu, tercampak dan ditinggal mati secara tragis oleh kekasihnya, membuatnya tidak
ada keberanian mendekati kaum hawa. Sisca cinta pertamanya semasa putih abu-abu pergi tanpa pesan,
meninggalkan dirinya dalam kabut kedukaan. Kanker darah. Penyakit kronis itu telah merenggut sang
wanita impian masa depan. Mahasiswi semester terakhir fakultas pertanian universitas Nusa Bunga.
telah pergi dan tak mungkin kembali.dia telah pergi menghadap sang Penciptanya. Rasa tersakiti ini
selalu muncul disaat Revan sendirian. Bertahun sudah rasa ini tak pernah hilang. Revan hidup dalam
bayang-bayang Sisca. Saat ini ketika rasa cinta itu muncul lagi, muncul keberaniannya juga untuk
melangkah maju dalam kepastian panjang untuk meraih impian yang selama ini terpendam dalam dada.
Sisca adalah masa lalunya. Masa lalu biarlah berlalu. Saatnya berubah untuk meraih masa depan
bersama sang impian yang baru, walau badai menghadang Dia tetap berjuang untuk meraih sang impian
ini untuk bersama menggapai masa depan.
“maafkanlah aku Sisca” gumam Revan pelan hampir tak kedengaran.
“sisca siapa Rev” tanya Sensi penuh selidik. Ada rasa kecemburuan di hatinya.
“jujur saja, Dia gadis masa lalu aku”
“terus ada apa dengan dia”
“panjang ceritanya Sen, Dia gadis masa lalu aku, tak baik mengulas kembali cerita yang sudah lama aku
kubur, Ada nada kesenduan terpancar dari suara Revan. Rasa teriris kembali menggores hatinya. Luka
lama yang hampir sembuh kembali timbul.
” Sisca gadis baik, penuh pesona, aktif di organisasi kemahasiwaan, kami menjalani masa-masa indah,
semenjak masih masa putih abu-abu. Sampai kami sama-sama mengikuti perkuliahan di kampus yang
sama dan jurusan yang sama pula”. Lanjut Revan. Matanya menerawang melihat kejauhan. Ada duka
bergelayut di pelupuk mata. “Suatu ketika, saat mengikuti ujian skripsi, Dia jatuh dan tak sadarkan diri,.
Sesuai hasil diagnosa dokter, Sisca menderita sakit kanker darah stadium terakhir, ternyata selama ini ia
menyembunyikan sakitnya. Aku selalu berada disampingnya ketika Dia terbaring di rumah sakit. Berat
badannya terus merosot turun. Dan sebulan kemudian Dia kembali ke sang penciptanya. Dia meninggal
dalam pelukanku, satu hari setelah aku wisuda. Sejak saat itu aku jadi malas menjalin hubungan dengan
wanita. Rasanya hati dan cinta ini telah dibawa pergi. Dia terlahir untukku, tapi Dia bukan milikku ” suara
Revan bergetar menahan kesedihan dan duka yang mendalam.
“maafkanlah aku Rev” ujar Sensi lembut., hatinya ikut larut dalam kesedihan, wanita mana yang tidak
menangis terharu mendengar kisah ini.
“tak apa Sen, yang telah berlalu biarlah berlalu, masa lalu tak mungkin kembali lagi”
“ehhh tunggu, tadi kamu bilang Sisca gadis masa lalu kamu, terus gadis masa depan kamu siapa”
“gadis masa depan saya itu Dia yang lagi duduk di samping saya sekarang ini”. Revan menatap gadis
disampingnya lekat-lekat sembari memegang tangan Sensi dengan erat. “supaya kamu tahu, semenjak
aku mengenalmu, aku selalu teringat kamu., pingin rasanya mau main-main ke rumah kamu, tapi aku
takut kenangan buruk dulu terulang kembali”
“terima kasih Rev, terima kasih, ternyata aku juga mengalami hal yang sama denganmu.ada begitu
banyak kisah hidup dan kehidupan yang aku alami, aku sepertinya trauma dengan masa laluku”
“memangnya masa lalu kamu seperti apa”
“berat bagiku untuk menceritakan kisah ini, kisah yang teramat kelam bagi seorang wanita”
“tak apa, setiap orang pasti mempunyai masa lalu, entah itu baik atau buruk”
“maafkanlah aku Rev, malam itu, aku masih SMA kelas dua. Pamanku pulang dalam keadaan mabuk
berat, sementara aku bersama bibi Reni sendiri di rumah. Kedua orang tuaku sedang ke rumah ibu dari
ayahku
Di propinsi paling ujung negeri ini. Saat itu Kira-kira jam dua belas malam, bibi Reni sudah tidur, diluar
hujan turun dengan lebat. sementara aku masih nonton sinetron kesukaanku di ruang tengah. Di malam
yang kelam itu, harga diriku sebagai wanita seperti tidak berharga, barang suci yang aku jaga dan
pertahankan untuk suamiku nanti terenggut dengan paksa, apa yang saya jaga selama ini hilang karena
ulah pamanku adik dari ibuku, di tengah ketidakberdayaan, pamanku secara paksa dan dengan beringas,
menghancurkan masa depanku. Dia memperkosaku dengan sadissss. Aku tak berdaya. Pamanku saat itu
mengancam akan membunuh aku jika lapor pada orang tuaku, jadi aku mendiamkan sampai sekarang.
Aku takut sekali dengan ancamannya. Dia juga mengancam akan membunuh orang tuaku.rasanya mau
mati saja, timbul niat mau bunuh diri tapi takut dosa, Sampai sekarang aku takut berhubungan dengan
laki-laki. Dia berhenti sejenak, menatap Revan dengan air mata berlinang. Jiwa yang lemah dan rapuh.
Duka dan nestapa yang selama ini terkubur seolah-olah bangkit, hatinya teriris, air mata kepedihan terus
menganaksungai. Rasa dendam terhadap pamannya dan benci pada dirinya bercampur.
“Semenjak peristiwa minggu kemarin, saat kamu menolongku, aku sepertinya tersadar dari mimpi buruk
itu. Dan saatnya itu juga, timbul niat dalam diriku, bahwa aku harus bangkit dari duka dan derita yang
aku alami selama ini, dan memulai hidup baru, aku kagum padamu Rev, kamu orangnya sederhana dan
peduli pada orang miskin” cerita Sensi dengan deraian air mata. Ia sesenggukan,sesekali ia mengusap air
mata yang mengalir deras di pipinya. Kenangan buruk di malam jahanam itu terus berputar-putar di
memorynya.
“setiap orang pasti punya masa lalu Sen, kita tidak bisa terus terlena dengan mimpi buruk itu. Jangan
salahkan dirimu. Situasi yang membuat kamu seperti itu. Saatnya kita bangun dan meraih mimpi indah
kita…. Kau dan aku, maukah kamu jadi kekasihku” tanya Revan seraya meraih gadis cantik penuh
pesona itu dalam pelukannya sembari memberi kecupan sayang di kening wanita yang sedang
meneteskan air mata untuk memberi kekuatan pada dirinya yang rapuh
“aku mau….. aku mau, tapi jujur saja…maafkanlah aku Rev,… aku tidak perawan lagi dan dari awal aku
harap kamu tidak mengungkit-ungkit tentang keperawanan” ujar Sensi dalam pelukan Revan. Sensi
tertunduk. Tangannya memeluk erat kekasihnya, seolah tak mau melepaskannya. Butiran-butiran air
bening terus mengalir membasahi baju sang kekasih.
“jangan takut. Percayalah padaku. Hanya aku yang tahu kamu masih perawan atau tidak, jangan pikirkan
itu biarlah masa kelammu itu terkubur dan sirna bersama hembusan angin malam…yakinkanlah dirimu,
bahwa kamu mampu mengatasinya. Jangan takut, aku hadir disini untukmu. Aku mencintaimu dengan
sepenuh jiwa dan ragaku. Mari kita jalani hidup ini,… kau dan aku. Tak ada yang mampu memisahkan
kita.biarlah untuk saat ini, kita konsen pada kuliah, setelah itu cari kerja dan aku akan datang
melamarmu. aku akan membawamu ke Timur , meninggalkan Sioux, meninggalkan masa kelammu
disini. Biarlah kita mengabdi di sana, membangun peradaban manusia agar setara dengan sesama di
wilayah Barat Negeri ini Kata Revan meyakinkan wanita disampingnya.
“bagaimana kalau orang tuamu tahu tentang masa lalu aku”
“jangan dengar mereka, bahwa yang jalani hidup ini kita berdua. Kau dan aku”
“makasih Rev, akupun berharap seperti itu”
“terima kasih Sen, dari tapi… dari awal aku sampaikan memang, bahwa jalan kita berbeda”
“maksudmu apa Rev”
“banyak perbedaan diantara kita, maaf Sen, aku dari keluarga sederhana dibandingkan dengan keluarga
kamu, selain itu juga agama kita berbeda, aku tidak mau hubungan kita terhalang karena ini” kata Revan
sembari melepaskan pelukannya dari wanita yang dikasihinya. Wanita yang menjalani hidupnya penuh
dengan luka terpendam. Getir-getir derita diterpa prahara kehidupan seakan tak pernah hilang dari
kehidupannya.
“sssttt….. jangan bicara seperti itu, kedua orang tua mendidik aku untuk tidak melihat sesama dari
pangkat, kedudukan, harta dan kekayaan karena semua manusia sama di mata Allah, hmmm……. untuk
agama kita jalani dulu yang sekarang ini, intinya mari kita saling menghormati” kata Sensi tegas
meyakinkan pria yang baru saja menjadi kekasihnya.
“makasih sayang”
“ e… e… e… sayang….sayang, baru jadian udah panggil sayang. Sensi terkekeh, senyum bahagia
tersungging di bibir tipisnya. Ada rasa bahagia menyembur dalam dada. Gejolak asmara berpadu dalam
satu rasa. Matanya berbinar-binar ditimpah cahaya purnama.alampun turut bahagia, semilir angin
bertiup lembut membelai wajah kedua anak manusia ini.
“biar e…e..e…., kamu khan sudah jadi pacar aku, mau panggil sayang terserah aku donk” Revan pun
turut larut dalam suasana gembira, senyum sumringah menghiasi bibirnya. Semburat kebahagian
terpancar di wajah keTimur annya.
Teng….. Teng….. Teng….. jam dinding di ruang tamu berdetang sebanyak sembilan kali. Saatnya Revan
pamit untuk kembali ke kostnya.
“maaf Sen, sepertinya aku harus pulang, tak baik seorang pria bertamu selarut begini, takutnya jadi
bahan gunjingan tetangga”kata Revan seraya bangkit dari tempat duduknya.
“oke Rev, aku juga tidak bisa menahanmu disini. Pulanglah, kalau sudah sampai di rumah, jangan lupa
sms aku yah, hati-hati yah sayang. I love You” sensi pun turut bangun dan menghantar kekasihnya ke
gerbang pagar rumah.
“I love you too, sayang” ujar Revan seraya memberikan ciuman sayang di kening gadis impian masa
depannya.
Revan kemudian meninggalkan perumahan mewah itu dengan hati bergejolak gembira. Motor bututnya
berbunyi seperti pesawat tempur melesat pelan bagaikan jalannya bekicot, dengan asap tebal dan
hitam, meninggalkan Sensi yang berdiri mematung menatap kepergian sang kekasih, Dia pergi
membawa separuh nafas, bersama sepotong cinta yang baru saja bersemi.

Bagian Tiga Pergumulan Batin.


Tut…..tut….tut…. bunyi pesan singkat masuk di ponsel jadul Revan, saat ia baru masuk kamar kost dekat
bundaran tugu pahlawan tak dikenal, sekilas Dia melirik sms di ponsel jadul miliknya. Ternyata ada
pesan masuk dari Sensi
“yang udah nyampe belum”
“ni baru nyampe, udah bobo yah” secepat kilat tangannya mengetik pesan singkat
“Belum, masih nuggu kabar dari kamu”
“ya udah kita bobo aja, aku capai sayang”
”oke sayang, good night, I love you”
“I love you too and God Bless You”
Hati sang pemuda berwajah Timur lagi gembira, senandung lagu Somewhere Between menemani tidur
malam. Perlahan Dia membaringkan diri di tempat tidur beralaskan kasur yang sudah mulai lapuk. Cinta
yang baru saja bersemi. Perlahan Dia berusaha melupakan Sisca Anastasia yang selama ini selalu
mengganggu mimpi indahnya. Dia sudah bulatkan tekad untuk mempertahankan cinta yang baru
bersemi ini, melupakan kenangan lama, menhapus nama Sisca dari bingkai hidup dan menguburkan
dalam-dalam.
“Sisca, biarlah kenangan indah bersamamu pergi bersama dirimu” ucap Revan membatin.
********
Sementara itu di tempat lain sudut kota ini, di pinggiran kota Sioux, Sensi masih terjaga dari tidur
malamnya. Kenangan buruk di malam kelam terus menghantui dirinya. Dia merasa takut kehilangan
pemuda berwajah Timur , hanya karena dirinya tidak perawan lagi. Biasanya seorang wanita akan
mempersembahkan barang berharga, kesucian yang selama ini dijaga buat suami tercinta. Terjadi
peperangan batin yang dasyhat.
“Tuhan…… mengapa aku harus bertemu dengan Dia, aku takut Dia pergi……. Aku takut kehilangan
dirinya…… Tuhan…. Aku sangat mencintai Dia, ….. tapi apakah Dia kelak mau menerima keadaan diriku”
“jangan takut Sensi….. bukankah kamu sudah jujur pada Dia” suara batinnya terus bergemuruh. Hatinya
diliputi kegalauan. Seribu satu macam pertanyaan dan rasa sesal, marah dan kecewa pada keaadaan
dirinya terus bergulat. Untuk mengusir segala macam rasa yang terus berkacamuk, Da mengambil air
wudhu untuk sholat tahajud menenangkan diri yang lagi galau sekaligus mohon kekuatan dari Allah atas
segala macam persoalan hidup yang mendera dirinya. Ada rasa kedamaian dan ketenangan meliputi
dirinya setelah melaksanakan ibadah sholat tengah malam atau Sholat tahajud.
Ting …. Tong… sebuah pesan singkat masuk di ponselnya. Dengan segera Dia menyambar ponselnya
yang terletak di atas meja belajar kamar tidur. Sesaat Dia membaca dengan penuh perasaan. Air mata
haru dan bahagia terus berguguran, bias-bias kebahagiaan merajut, menelusuk sampai di relung hati
terdalam.
"Saat kamu sedang bermimpi dengan hati yang hancur, bangun adalah bagian tersulit., Aku tidak bosan
mencintaimu dan Jangan pernah menyakitiku yang sangat mencintaimu karena hati ini tidak akan
menyakitimu, untuk itu hargai dirimu sendiri, janganlah menangisi keterpurukan ini, krena Setiap hati
memiliki rasa sakit. Hanya cara pengungkapannya saja yang berbeda. Aku tak akan pernah berhenti
mencintaimu, walau kadang cinta ini tersandung kisah dulu, maka aku mohon supaya kamu jangan
pernah lagi menoleh ke belakang. Lupakan segalanya, lupakan kisah kelam itu, demi cinta yang tak
pernah pudar. Aku akan menerima keadaan dirimu seperti yang ada sekarang. I love u sayang…”
“Revan… aku juga mencintaimu terima kasih atas segala pengertian, cinta dan kasih sayangmu. Aku juga
berjanji pada diriku, akan terus mencintaimu sampai kapanpun. Tapi bagaimana dengan agama kita
berbeda” perasaaan terharu menyelimuti dirinya.. Sensi bergumam sendirian sambil membalas pesan
singkat dari kekasihnya ini. Dia terus berulang kali membaca sms tu. Kabut kedukaan dan rasa
keterpurukan telah berlalu bersama masa lalu. Semua telah dikuburkan Dia dalam-dalam. Seberkas
cahaya kebahagiaan menggantikan kabut kedukaan ini. Matanya berbinar-binar terpancar dari wajah
cantik nan anggun. Pingin rasanya memeluk kekasihnya ini jika Dia berada didekatnya untuk
memberikan ciuman nan mesra penuh kasih, sambil berbaring Dia terus menatap henti-henti foto
seorang pemuda yang diambilnya minggu lalu secara sembunyi. Ada gambar seorang pria memikul tas
punggung penuh koran menjadi background ponsel dan laptopnya.
“ternyata Dia tampan juga yah, rambutnya bergelombang bagaikan gulungan ombak menghempas pasir
di pantai, wajahnya keimutan, kulitnya agak gelap tipikal kulit orang Timur . Dan mata itu… terlalu tajam
menakluk setiap wanita yang memandangnya. Senyum sumringah merekah di bibirnya.Sensi terus
hanyut dalam lamunan panjang dan akhirnya Dia terlelap dalam mimpi indah.
********
Semburat cahaya mentari menelisik masuk lewat ventilasi kamar menyambut pagi yang indah. Awan
Gemawan bertaburan laksana permata menghiasi cakrawala. Segerombolan burung Pipit berkicau
merdu di atas pohon mahoni sambil beterbangan kian-kemari menyambut datang mentari pagi. Revan
baru saja bangun, hampir semalam suntuk Dia duduk menyendiri di sudut kamar, bergulat dengan
kegelisahan. Tak sedetikpun Dia memejamkan mata. Hatinya lagi galau memikirkan perjalanan cinta
yang baru saja bersemi.Ting.... sebuah pesan singkat menyerbu masuk, saat Dia mengaktifkan ponsel
jadul miliknya.Revan merasa terharu, saat membaca pesan singkat itu.cinta yang selama ini hilang telah
datang. Tapi ada keraguan besar dalam dirinya, mungkinkah cinta ini bisa bertahan. Ada begitu banyak
perbedaan Diantara mereka. Ada banyak hal yang membuat mereka berdua merasa galau dengan
perjalanan cinta yang baru saja mekar. Dia menarik nafas panjang, sesekali menyeruput kopi yang
tinggal separoh gelas. Larangan dari kekasihnya untuk mengurangi kopi tak dihiraukannya.kopi dan
rokok sarana untuk menghilangkan stress yang dialaminya. Abu rokok berserakan begitu saja di lantai
kamar kostnya. Dalam kegalauan ada keberanian untuk melangkah maju, meraih impian bersama gadis
impian masa depannya. Dia sudah membulatkan tekad untuk tetap menjaga cinta ini walau ada banyak
perbedaan. Seperti ada pepatah kuno mengatakan cinta menyatukan segalanya. Semua karena cinta.
Dan perbedaan agama bukanlah penghalang untuk menyatukan cinta mereka berdua yang baru saja
bersemi.. Dengan cepat Dia membalas SMS tersebut
"Terimakasih sayang, aku juga selalu mencintaimu. Jangan pikirkan soal agama, biarlah kita jalani cinta
ini bagaikan air mengalir, kau selalu ada untuk aku. Tuhan sengaja menciptakan kita di bumi ini dengan
perbedaan. untuk kita ciptaannya di dunia saling mencintai dan saling mengasihi. Antara Lonceng Dan
adzan
Antara kalung salib dileherku dan Tasbih di tangan mu. Antara Dahsyat Syafaat dan Manis syahadat. Tapi
satu Yang Ku percaya antara Genggaman Tanganku Dan sujudmu,kita pasti akan bertemu di amin Yang
Sama, disini aku menunggumu demi cinta dan masa depan kita.ucap Revan dalam pesan singkatnya.
Sebuah lagu dari wilayah Timur bernuansa cinta beda agama yang dpopulerkan Vicky Salamor,
terdengar dari sebelah kamar Riky teman kost yang kuliah di fakultas kelautan dan perikanan turut
menambah semarak di pagi itu.
"Sekarang dan selamanya Beta yakin cuma ale Yang terbaik Paling terbaik
Cinta su di tengah jalan Seng mungkin beta akhiri Hubungan ini Nona jantong hati
Biar orang tau katong berbeda sayang Tapi beta tetap cinta Walau beda agama
Terserah dong semua Mo bilang apa di balakang Beta seng paduli Beta tetap cinta
Nona par beta se anugerah Dari Yang Kuasa Percaya beda keyakinan Tapi se takdir for beta
Doa par nona tulus suci Mau sehidup semati Katong pung cinta Satukan perbedaan
Sekarang dan selamanya Beta yakin cuma ale Yang terbaik Paling terbaik Cinta su di tengah jalan Seng
mungkin beta akhiri
Hubungan ini Nona jantong hati Biar orang tau katong berbeda sayang
Tapi beta tetap cinta Walau beda agama Terserah dong semua Mo bilang apa di balakang
Beta seng paduli Beta tetap cinta Nona par beta se anugerah Dari Yang Kuasa
Percaya beda keyakinan Tapi se takdir for beta Doa par nona tulus suci Mau sehidup semati
Katong pung cinta Satukan perbedaan Aa-aa-aa Biar orang tau katong berbeda sayang
Tapi beta tetap cinta Walau beda agama Terserah dong semua Mo bilang apa di balakang
Beta seng paduli Beta tetap cinta Nona par beta se anugerah Dari Yang Kuasa
Percaya beda keyakinan Tapi se takdir for beta Doa par nona tulus suci Mau sehidup semati
Katong pung cinta Satukan perbedaan Katong pung cinta Satukan perbedaan
Revan termangu dalam lamunan panjang. Sebait lagu cinta beda agama dari kamar sebelah begitu
menjiwai seluruh perasaannya. Suara penyanyi yang merdu dengan lyrik bernuansa beda agama
menggetarkan seluruh jiwa. Hatinya bergetar, cinta beda agama menambah kegalauan di hati dan
perasaan yang lagi galau.
"Tuhan..... Mungkinkah aku bisa memiliki Dia, tapi aku percaya bahwa rancangan-Mu, bukanlah
rancangan ku. Biarlah kehendak-Mu terjadi atas diri kami berdua.'ucap Revan membatin sendiri.
********
Kampus universitas negeri tak bernama, berdiri megah di pusat kota Sioux.di depan kampus berwarna
biru tua, ada sebuah danau buatan dengan sebuah pulau kecil di tengah. Revan baru saja memarkirkan
motor bututnya di parkiran yang luas.banyak kendaraan baik roda dua maupun roda empat terparkir
rapi di halaman parkir. Juru parkir sibuk mengatur kendaraan yang keluar masuk parkiran.banyak calon
mahasiswa baru yang datang dari bebagai daerah di seantero negeri ini, duduk bergerombol di pohon
mahoni sambil mengisi formulir pendaftaran untuk mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru yang
kali ini dilakukan secara online. Di bawah pohon Ketapang yang rimbun, Dia berhenti sejenak. Saat
hendak melangkahkan kaki menuju gedung program pasca sarjana fakultas Pertanian universitas negeri
tak bernama telinganya mendengar ada suara memanggil sebuah nama yang tidak begitu asing lagi.
Revan berusaha menghindari Sensi dengan bersembunyi di balik pohon ketapang ketika melihat Sensi
menoleh ke arah suara yang memanggil namanya tapi keburu terlambat.
"Sen.... Sensi, entar sore ada tugas praktek di rumah sakit" yang dipanggil menoleh ke belakang, sejenak
matanya berpapasan dengan pengendara motor butut yang berdiri di parkiran, dengan tidak
mempedulikan suara yang memanggil namanya, Dia lalu berjalan mendekati si pengendara motor butut.
"Rev.... Ngapain disini"
"Mau jualan”
“jualan ???“ Sensi melihat ke arah motor butut yang terpakir di depannya, tak ada tas atau keranjang
jualan seperti yang biasa digunakan oleh para penjual koran atau penjual lainnya. “katanya mau jualan
kok gak ada tas atau keranjang, sebaiknya aku amati secara diam-diam apa gerangan yang dilakukan
Revan di kampus ini” kata Sensi dalam hati
terus ngapain kamu disini"
"Mau masuk kuliah " jawab Sensi. Seberkas kerinduan mencuat di wajah cantik. Lama kedua berdiri
bagaikan patung pahlawan tak dikenal yang berdiri kokoh di bundaran kota Sioux. Aroma-aroma asmara
mulai menebarkan pesona. Kerinduan yang terputus sejak semalam kembali mencuat.Rindu yang
terpendam kembali merekah. Sinar mata Revan bercahaya memandang gadis cantik impian masa depan
yang berdiri lurus dihadapannya.
‘aku sering jualan disini” ujar Revan mengagetkan Sensi
“Iya yahhh, tapi perasaan aku tidak pernah melihat kamu disini”
“iya … iyalah namanya juga pedagang asongan”
"Abis kuliah jam berapa Sen"
"Mungkin jam satu siang, tapi entar sore aku ada praktek di rumah sakit" jawab Sensi seraya merapikan
rambut panjangnya. Sesekali Dia mengelap wajah dengan tissu.
"Terus mau ngapain" lanjut Sensi sambil melemparkan tisu bekas di tong sampah yang berada persis di
depan Revan.
"Hmmmm.... Gak jadi deh"
"Memangnya kenapa"
"Cuma mau ngajak jalan -jalan"
"Lain kali aja yah, kalau ada waktu, aku akan main ke tempat kamu"
“kamu malu jika jalan bareng Ama aku hanya karena aku penjual koran" tanya Revan dengan nada
sedikit emosi.
"Gak Rev, ngapain aku harus malu, aku gak pernah lihat orang dari pekerjaan, kedudukan ataupun status
sosialnya, aku harap kamu jangan salah paham, aku sudah bilang entar sore ada praktek di rumah sakit.
Andaikata kau mengetahui isi hati ini, kamu tahu gak, betapa aku sangat mencintaimu " ucap Sensi
dengan suara serak. Ada mendung di matanya yang hampir menurunkan hujan di pagi itu.
Revan hanya mengangkat bahu. Dia kemudian meninggalkan Sensi sendiri.
“Rev….” panggil Sensi pelan. Dia takut kesalahpahaman ini bisa menimbulkan masalah. Dia tahu watak
manusia Timur satu ini memang agak keras. Revan sepertinya tidak menghiraukan panggilan Sensi yang
terus memanggil dirinya., Dia pun berjalan terus.
“Rev…. tunggu” Sensi berusaha mengejar laki-laki itu, sesaat kemudian Dia berhasil mensejajarkan
badannya di samping Revan.
“Apalagi yang perlu dijelaskan, aku rasa semuanya sudah jelas. Kamu merasa malu jika jalan bersama
aku” Revan berdiri menatap Sensi di depannya dan melihat ada mendung hitam bergelayut di mata
indah itu.
“bukan begitu Rev, aku hanya sibuk dengan praktek di rumah sakit, aku harap kamu bisa memahami”
“oke Sen, aku terima alasan kamu”
“makasih sayang” senyum merekah keluar di bibirnya. Mendung yang tadi mulai gelap, berangsur-
angsur cerah, secerah hatinya.
"Hssssttt.... Jangan panggil sayang-sayang, nanti ada yang dengar " ujar Revan seraya menempelkan jari
telunjuk di bibirnya.
"Peduli amat, atau kamu ada pacar disini". Ada nada kecemburuan terbesit di wajah Sensi.
"Gak akan ada dan gak mungkin aku ada pacar disini, karena kamu telah hadir mengisi kekosongan jiwa
ini" tegas Revan.
"Mulai gombal e...awas kalau ketahuan, kamu ada pacar, aku akan bunuh diri" ancam Sensi tegas.
"Yahhh udah, entar kalau udah keluar, SMS aku yah, biar aku jemput"
"Oke sayang, aku ke dalam dulu yah."Sensi kemudian meninggalkan Revan yang masih berdiri
menatapnya dari belakang. Sensi pergi menjumpai sahabat karib, teman sekampus yang tadi
memanggilnya.
"Siapa sih cowok yang tadi di parkiran tuh" tanya Lita sesaat setelah Sensi tiba.keduanya berjalan terus
menuju gedung fakultas kedokteran yang berada di samping Timur halaman parkir, berhadapan dengan
gedung rektorat.
"Ohhh... Itu Revan temanku"
"Teman dekat atau jauh"
"Mau tahu aja, ini rahasia R…A…H…A…S…I…A …….. R…H…S
"Kayaknya Dia bukan orang sini deh"
"Iya, Dia berasal dari wilayah Timur "
"Pantas..."
"Pasti kamu mau bilang pantas black Khan"
Lita hanya tersenyum, menatap sahabatnya.sudah lama mereka berteman. Mungkin sejak mereka
berdua masih mengenakan seragam putih merah. Diantara mereka berdua bagaikan saudara kembar.
Wajah mereka berdua sedikit mirip, Walau tak setetes darah Sensi mengalir di tubuh Lita, atau
sebaliknya.Sensi sering main ke rumah Lita, tapi sebaliknya Lita yang hampir tidak pernah main ke
rumah Karena sensi sendiri yang menutup diri.
"Entar kita jalan bareng yah, kalau mau ke rumah sakit"
"Kayaknya aku gak ikut ta"
"Kenapa" ada tanda tanya besar bergayut di wajah Lita.
"Aku ada urusan penting "jawab Sensi datar. Lita tidak menjawab. Ada tanda keheranan besar di
wajahnya. Sensi kok tidak seperti ini. sesaat kemudian mereka berdua telah sampai di gedung megah
tersebut dan memasukinya.
Setelah urusan di kampus selesai kedua teman karib itu lalu berpisah dengan urusan masing-masing.Lita
langsung kembali ke rumah, sementara Sensi menyelinap ke gedung pasca sarjana. Sejenak ekor
matanya tadi sempat melihat pemuda Timur ini memasuki gedung berlantai lima itu. Dari luar pintu
berkaca gelap, Da mendengar suara seseorang.
“tesis anda sudah beres, persiapkan dirimu untuk mengikuti ujian, ooo iya saudara Revan, apakah anda
bersedia bergabung bersama kami di kampus ini, anda akan diberi fasilitas yang memadai”
“terima kasih pak, saya lebih memilih kembali ke Timur untuk membangun daerah di sana”
“kalau begitu alasanmu, saya juga tidak memaksa anda”
“terima kasih pak, saya mohon permisi, mari ”
“mari, silakan” Revan kemudian meninggalkan ruangan ber-ac. Sensi yang tadi mengintip Revan, cepat-
cepat masuk toilet dan bersembunyi.
“ooo ternyata selama in Dia juga kuliah di sini, terus kenapa Dia bilang dirinya seorang penjual koran”
ssensi terus bertanya dalam diam. Rasa kagum pada pemuda ini muncul dengan segera. Dia pemuda
yang rela hidup susah demi suksesnys kuliah. Ada perberbedaan besar dengan pria seusianya, mereka
selalu mengikuti tren anak muda jaman now yang mengandalkan kekayaan orang tua untuk bisa bergaya
sesuai mode jaman sekarang., tetapi Dia si pemuda Timur ini harus bergelut dengan keringat,
membanting tulang demi sebuah cita-cita luhur. Masih sempat terngiang di telinganya saat Revan
datang d rumah kemarin malam.
” biarlah untuk saat ini, kita konsen pada kuliah, setelah itu cari kerja dan aku akan datang melamarmu.
aku akan membawamu ke Timur , meninggalkan Sioux, meninggalkan masa kelammu disini. Biarlah kita
mengabdi di sana, membangun peradaban manusia agar setara dengan sesama di wilayah Barat Negeri
ini, ehh ternyata Dia punya cita-cita begitu mulia. Membangun peradaban wilayah Timur yang selama
ini rata-rata penduduknya masih hidup dibawah garis kemiskinan. wlayah yang sebagian besar
penduduknya masih buta huruf. Hal ini pernah Dia lihat di saluran televisi, penduduk di salah satu kota
di wilayah Timur berdemo menuntut keadilan dalam pembagian bantuan langsung tunai pasca banjir
bandang yang dikenal dengan badai seroja menghantam wilayah itu. Banyak korban tewas saat badai
seroja menghantam wilayah bagian Timur , sampai presiden negara ini terjun melihat langsung
kerusakan akbat badai tersebut. Hati Seni berbunga-bunga, bayangan akan kehidupan di sana,kehidupan
yang sepi jauh dari hiruk pikuk kendaraan dan manusia. Alam yang masih perawan, kehidupan
masyarakat yang sederhana dengan ikatan kekeluargaan begitu tinggi, seperti cerita dari seorang sanak
keluarganya pernah bekerja sebagai dokter di pedalaman Timur , hidup bahagia dengan orang
tersayang, tinggal di rumah sederhana dengan empat orang anak terus mewarnai mimpi indahnya. Dia
tersenyum sendiri seperti orang gila baru.
“sayang, aku akan selalu bahagia dan terus bahagia bersamamu selamanya” Sensi membatin sendiri
sambil senyum sendiri dalam toilet. Bayangkan akan kebahagiaan dengan kekasihnya terus mewarnai
mimpi indahnya.
'tut..... Tut... Sensi kamu dimana' Suara pesan singkat di ponselnya membuyarkan lamunan panjangnya.
Dia masih berada di dalam gedung pasca sarjana. Dengan cepat dia membalas SMS Revan
'sayang kamu dimana'
'Di parkiran'
"Tunggu aku disitu, entar lagi aku mau turun"
Sesaat kemudian sensi keluar dari tempatnya bersembunyi lalu terus berjalan menemui kekasihnya yang
sudah menunggu lama di areal parkiran.
"Terus ke rumah sakit yah, biar aku antar ' ujar Revan setelah bertemu dengan Sensi.
"Aku gak jadi praktek' jawab Sensi. Matanya berbinar menatap pria di depannya.
"Terus mau kemana, atau mau pulang biar aku antar aja, ooo iya, asal kamu gak malu dibonceng pake
motor yang bunyi kayak pesawat tempur ini' gurau Revan seraya melempar senyum paling bahagia.
"Bagaimana kalau kita ke tempat kamu" belum sempat Revan menjawab,
Tolongnya.....diangkat teleponnya....tolong diangkat teleponnya terdengar panggilan di ponsel Sensi,
ternyata Lita menelponnya.
"Hallo... Lita, ada apa"
"Hallo sen, kalau mau keluar jangan lewat pintu satu, sebaiknya lewat pintu dua saja, ada sekelompok
mahasiswa berdemo di depan pintu satu" lewat ponsel, terdengar suara riuh mahasiswa yang berdemo
menuntut pemerintah menurunkan harga sembako. Memang ditengah covid yang menyerang seantero
dunia, harga barang melambung tinggi tak terkendali.
"Oke baik Lita" Sensi kemudian menutup panggilan telepon.
"Rev.... Keluar lewat pintu dua saja, ada demo mahasiswa di depan"kata Sensi sambil memasukan
ponsel dalam tas hitam miliknya.
"Oke naik aja, yang penting kamu jangan malu yah,"
"Ngapain harus malu, jangan lihat dari mode kendaraan saja, yang penting asas pemanfaatan itu yang
perlu" kata Sensi seraya memasang masker di mulutnya.
"Kamu gak bawa masker yah, nih punyaku ada dua kamu ambil satu" sensi menyodorkan sebuah masker
pada Revan. sesaat kemudian kedua pasangan berboncengan pergi ke tempat Revan di ujung Timur
kota Sioux. Bunyi motor seperti pesawat tempur yang sedang lewat dengan asap tebal keluar dari
knalpot racing membuat semua orang di pinggir jalan terus mengumpat
" Hoi brengsek, buang saja motor butut itu'
"Motor kau sudah waktunya dipensiunkan" teriak seorang mahasiswa seraya menutup hidungnya dari
gangguan asap hitam.
"Cuek aja Sen, lagian ini motor aku, peluk aku donk," kata Revan sambil terus memacu kendaraan yang
jalannya kayak bekicot. Sensi mempererat pelukan, tangannya melingkar di pinggang Revan, rasa damai
dalam lindungan begitu terasa.kemacetan terjadi di mana-mana. Tampak di depan pintu satu,
sekelompok mahasiswa melakukan bakar ban dan aksi treatikal. Spanduk besar dengan tulisan
mengecam pemerintah terpampang di baliho besar. Salah satu tuntutan mereka agar pemerintah segera
menurunkan harga barang.Sekitar tiga puluh menit kemudian mereka berdua tiba di kost Revan.
"Mari masuk gadisku, wanita impian masa depan" gurau Revan dengan nada guyon sambil Tangannya
membuka handel pintu. Sensi hanya diam saja, Dia lalu masuk dan menghempaskan pantat si atas
tempat tidur. Kamar kost itu berukuran sedang, lantai keramik. Dinding putih tembok ternoda dengan
coretan -coretan tangan jahil manusia. Di sana sini tampak coretan tangan dengan rumus-rumus fisika.
Hanya ada sebuah kursi dan meja.
"Maaf sen, aku tinggal sebentar. Revan kemudian masuk kamar mandi yang berada di dalam kost.sesaat
kemudian terdengar guyuran air, menandakan ada orang lagi mandi. Sensi hanya diam saja, matanya
menangkap sebuah album foto di bawah meja belajar. Sekilas tangannya meraih album tersebut dan
membukanya satu persatu. 'maaf, nunggu terlalu lama" suara Revan mengagetkan Sensi yang
sementara asyik membuka lembaran demi lembaran album.Revan masuk dengan pakaian yang sudah
rapi, ditangannya ada sebuah baki dengan dua buah gelas berisi teh hangat dan sepiring emping jagung.
"Silakan minum Sen, ini namax jagung titih, makanan khas orang Timur ' kata Revan seraya meletakan
gelas di lantai.
"OOO jadi ini makanan pokok daerah kamu ya Rev" kata Sensi, sementara matanya menangkap sesosok
wanita dalam album itu.
"Ehhh...Rev ini siapa,"
"OOO iya, ini Siska, gadis yang pernah aku ceritain ke kamu"
"Terus yang ini" tangan Sensi menunjuk ke arah sekelompok anak remaja beranjak dewasa yang sedang
mencabut rumput di halaman sebuah gedung mewah,
"Ini foto-foto saat aku masih di SMA,"
"Kok laki-laki semua'
"Iya, namanya juga seminari "
"Apa tuh seminari"
"Seminari itu sekolah khusus untuk para calon pastor, jadi siswanya hanya anak laki-laki saja, terus nanti
ada pembinaan lanjutan di seminari tinggi" Revan terus menjelaskan setiap pertanyaan gadis cantik
penuh pesona bagaikan bidadari yang turun dari kahyangan ini.
"Pastor....?? Apaan tuh”
"Pastor dalam ajaran agama yang aku jalani, adalah mereka yang secara khusus mengikhlaskan dirinya
untuk melayani Tuhan dan sesama, jadi mereka ini tidak menikah"
"Terus kenapa kamu gak jadi pastor'
"Kalau aku jadi pastor, jelas aku gak akan bertemu kamu, lalu jatuh cinta sama kamu dan menikahi sama
kamu' seloroh Revan, senyum tipis mengambang dibibirnya.
Hati Sensi diliputi rasa bahagia mendengar ucapan kekasih yang berkulit coklat kehitaman. Tangannya
terus membolak-balik album kenangan itu, sesekali tangannya menyesap air teh yang tinggal sedikit,
sementara mulutnya komat-kamit mengunyah jagung Titi bercampur kacang tanah. Keras tapi lembut
gurih dan enak.
tak terasa hari sudah gelap. Cahaya kemilau sang Surya, hilang bersama dengan waktu yang terus
berputar, senja berganti warna. Bintang yang selama ini selalu menampakkan batang hidungnya, kini
seolah enggan mau keluar. Awan gelap bergelayut, mendung hitam menyelimuti kota Sioux. Rintik-rintik
hujan turun perlahan membasahi bumi, hujan yang tadi sebatas rintik-rintik kini menjadi lebat bagaikan
air yang ditumpahkan dari langit, sepertinya Tuhan membuka tingkap-tingkap langit untuk meurunkan
hujan bagi para penghuni alam semesta. Udara yang tadi begitu panas dan menggerahkan kini berganti
sejuk dan dingin.
Sepasang anak manusia yang lagi kasmaran duduk menatap senja yang diselimuti kabut tebal Keduanya
hanya diam membisu, tenggelam dalam alam hayalan.

Bagian Tiga Malam Panjang Nan Indah


Rintik-rintik hujan turun di malam gelap semakin lebat dan deras. duaaaarrrr….. duaaaarrrr……..
duaaaarrrr….. suara petir menggelegar diikuti sambaran kilat memutuskan aliran listrik. Malam itu
segenap penjuru kota Sioux menjadi gelap gulita. Dengan bantuan cahaya ponsel, Revan mengambil
sebatang lilin dan menyalakannya. Di bawah ctemaram cahaya lilin, bayangan kedua anak manusia
meliuk-liuk di terpa angin malam yang semakin dingin. Hujan masih turun dengan lebat, tak ada tanda-
tanda mau berhenti. Bayangan akan banjir bandang yang pernah menerjang desa kelahirannya terus
menghantui Revan. Sekitar tahun tujuh puluhan ,banjir besar membawa serta jutaan kubik material
tanah dan pasir dari gunung, menenggelamkan desanya daalam lautan pasir. Banyak penduduk di
desanya menjadi korban keganasan alam, termasuk kakek dan neneknya yang pada malam kejadian
berada di kebun menjaga pada dan jagung dari serangan babi hutan. Bahkan ada yang sampai hari ini
hilang ditelan bumi. Saat itu dirinya masih berusia satu tahun., badannya terlepas dari gendongan ibu
ketika berusaha menyelamatkan diri ke dataran lebih tinggi saat banjir besar itu datang dan sempat
terseret arus sejauh lima kilo meter. Ketika dilakukan pencarian oleh semua penduduk desa yang
selamat, dirinya ditemukan terdampar di dalam rumpun bambu yang tumbuh dengan lebat di area jalur
banjir. Semua itu hanya karena mujizat dari Tuhan, sehingga Dia masih menghirup nafas kehidupan
sampai detik ini.
Sensi beringsut menahan hawa dingin semakin menusuk. Dia menggigil kedinginan. Badannya gemetar.
Kenangan buruk di malam penuh neraka datang lagi. Di saat jam dan suasana hujan seperti ini,
kegadisannya terenggut secara paksa. Sensi berteriak histeris diikuti tangisan menyayat hati. Kisah
kelam di malam itu masih terus menghantui dirinya. Revan lalu menarik gadis itu dalam pelukan,
memberi kehangatan dan kekuatan jiwa pada kekasihnya. Sesaat kemudian Sensi merasa aman dalam
pelukan kekasih yang sangat mencintainya. Pemuda dari wilayah Timur negeri ini, yang mau menerima
dirinya seperti keadaan sekarang ini.
“Gimana nih Sen, udah baikan” kata Revan memecahkan kesunyian, tangannya semakin memeluk erat
pinggang Sensi yang ramping, sesekali Dia membelai rambut panjang gadis cantik yang selalu hadir
dalam mimpi indahnya sekaligus mau menunjukan bahwa betapa Dia sangat mencintai wanita rebutan
seantero kota Sioux. Sensi hanya mengangguk pelan dan berusaha menenangkan diri. Tak lama
kemudian perasaannya menjadi normal kembali, senyum mengembang ketika sadar dirinya ada dalam
pelukan sang pemuda impiannya. Ayah dari calon anak-anak mereka nanti. Tak ada yang bisa
memisahkan Revan dari sisinya, Dia lebih baik mati daripada harus berpisah dengan Revan.
“terus gimana nih, hujan gak berhenti”
“iyah okelah, kita tunggu aja, kalau gak berhenti, ya… terpaksa aja”
“terpaksa….?? Maksud kamu”
“terpaksa nginap laaaa”
“gak boleh”
“kenapa Rev, kamu gak sayang ama aku”
“siapa bilang aku gak sayang sama kamu Sen”
“terus kenapa gak mau aku nginap, anggap aja aku ini istrimu”
“gak baik kamu nginap disini, entar aku antar kamu pulang aja”
“Maaf Rev, jujur saja, aku rasa nyaman disini, kamu jangan memaksa aku pulang. Kamu tahu gak,
bertahun-tahun lamanya aku dilanda kesepian, rasa ditinggalkan dalam kesendirian, disaat aku
mengalami musibah tak ada yang bisa aku andalkan, tak ada yang bisa membantu aku mengatasi
persoalan yang aku alami ini. Ayah ibuku hanya sibuk dengan urusan masing-masing. Aku sepertinya
berjalan dalam kegelapan, tanpa ada yang menuntun aku. Semua kuhadapi sendirian. Lita juga tidak
banyak membantu, Hanya kekuatan do’a yang menguatkan aku” Sensi menatap pemuda yang sedang
memeluk dirinya erat-erat.
“bagaimana kalau orang tuamu mencari” ada rasa cemas terpantul diwajahnya.
“mereka tak akan mencari, buktinya sampai jam begini gak ada telpon, aku sudah bosan di rumah. Kamu
bisa bayangkan gak, bagaimana seorang ibu dikatakan baik kalau dia membawa brondong tidur di
rumah disaat ayahku lagi sibuk dengan urusan bisnisnya. Dan bagaimana seorang ayah disebut ayah
yang penuh tanggung jawab kalau dia lagi sibuk mengurus anak laki-lakinya dari istri kedua, yang adalah
adik dari ibuku. Ayahku sangat menginginkan anak laki-laki sebagai penerus tahta kerajaan
bisnisnya.disaat ibuku hanya memberikan satu anak perempuan kepada ayahku, tanpa sepengetahuan
ibu dan restunya, ayahku menikah adik iparnya. Banyak yang bilang rumah adalah surga dunia, tapi
bagiku rumahku bukan tempat yang nyaman bagi diriku. lagian mereka sekarang di luar propinsi, jadi
jangan maksa aku untuk pulang malam ini” jawab Sensi dengan suara serak. Kedua bola Matanya sudah
mengeluarkan air, ibarat mata itu ssebuah sumber air yang memancarkan air kehidupan. Isak tangis
menahan kepedihan hatinya.ada begitu banyak persoalan hidup yang datang silih berganti.
“Aku mencintaimu Rev, aku takut sekali kehilangan dirimu”
“Aku juga sayang sama kamu, terus masalahnya apa sampai kamu sedemikian takut begini”
Sensi hanya diam terpaku dalam pelukan kekasih yang sangat dicintainya.air mata kepedihan terus
mengucur bagaikan air hujan turun membasahi bumi. Tanga Revan sesekali membelai rambut panjang
untuk memberikan kekuatan pada diri gadis impian masa depan.
“sebenarnya, sebelum aku berjumpa dengan kamu, ayahku sudah menjodohkan aku dengan seorang
pria, anak dari teman ayahku yang saat ini mengambil kuliah di Jerman aku memang sudah mengenal
Dia sejak kecil, tapi aku gak punya perasaan apa-apa terhadap Dia. Aku menganggap Dia seperti
saudara” sensi melanjutkan ceritanya.
“apakah Dia mencintaimu”tanya Revan dengan lembut. Ada rasa cemburu muncul dihatinya.
“gak kok, pernah Dia telepon saya dari Jerman, dan mengatakan, bahwa Dia juga tidak punya perasaan
apa-apa terhadap aku, Dia merasa berat menerimaku sebagai istrinya. Karena sejak kecil kami seperti
saudara. Dia berencana tidak mau pulang ke negara ini, tapi ayahnya mendesak untuk pulang”
“terus Dia juga mau pulang yah”
“sampai saat ini Dia belum mau pulang, dengan alasan mau ambil gelar Doktor”
“saya rasa gak ada yang mau dikuatirkan, jangan takut. Aku selalu disampingmu, segalak apapun
ayahmu, nanti bertemu dengan aku, pasti luluh hatinya mellihat aku mempersunting anak gadisnya,
percayalah padaku. Cinta akan mengalahkan segalanya.” ujar Revan dengan penuh percaya diri sembari
meyakinkan Sensi yang masih diliputi keraguan besar.
“iya… kita harus yakin pada kekuatan cinta” raut wajah Sensi berubah. Binar-binar kebahagian terbesit di
mata indahnya. Hatinya tadi galau, saat ini dihiasi dengan mekaran warna warni bunga cinta. Senyum
indah bermekaran dari bibir tipis nan seksi.
“ooo iya, ngomong-ngomong, dari tadi aku lapar nih, sekarang udah jam begini, hujan gak berhenti.
gelap lagi dimana beli makanan” kata Revan seraya melepaskan pelukan di tubuh kurus Sensi. Diluar
hujan terus bercucuran, kilat dan petir masih sambar menyambar. Tak terasa jam di tangan Sensi hampir
menunjukan pukul dua belas malam.
“gini aja daripada kita tidur dalam kelaparan, sebaiknya kita alas perut dengan makan jagung titi dan
minum teh saja, gak makan satu malam, kita gak mati kelaparan, heheheh…” Revan kemudian masuk ke
belakang dan mengambil sekantong jagung titi kiriman dari ibunya di kampung lewat orang
sekampungnya yang kuliah juga di kampus yang sama dengan Dia.
“ayo dimakan, jangan bilang ini keras seperti batu yah,” seloroh Revan membuat mau-tidak mau Sensi
juga ikut tersenyum sekaligus menghilangkan kegalauan di hatinya. Keduanya duduk sambil terus
mengunyah biji jagung yang sudah goreng pakai mentega. Rasanya gurih dan manis, ada sedikit asin,
kayak permen rasa nano-nano. Sensi sudah beberapa kali menguap. Rasa kantuk tak tertahan lagi.
“tidurlah Sen kalau matamu sudah berat” kata Revan sambil mengemasi sisa makan mereka. Sensi tidak
menggubris, sambil membaringkan diri diatas pembaringan, matanya menerawang menatap langit-
langit rumah.
“kamu diatas, aku dibawah aja, jangan takut, aku gak ngapain-ngapain kamu, percayalah, kta tidak akan
berbuat dosa”
“aku yakin, kamu tak sebodoh itu, aku percaya, kamu selalu menjaga aku, menghormati aku sebagai
layaknya sorang saudara laki-laki melindungi saudara perempuannya”
“aku menghargaimu sayang. Seorang laki-laki dan perempuan kalau sudah berada dalam satu kamar,
pasti timbul pikiran aneh-aneh. Sekali lagi aku menghargaimu. Untuk yang satu ini, bukan saatnya kita
berbuat.nanti satu saat kita akan berbuat ini demi melanjutkan keturunan” Revan kemudian
membentangkan karpet di lantai untuk membaringkan dirinya.
“terima kasih Rev, aku kagum padamu, tak sembarang kamu menyentuh aku, walau aku sadar diriku
mungkin tak seperti yang kamu harapkan, tapi aku kasihan entar kamu kedinginan dan masuk angin”
Sensi membalikan tubuhnya menatap Revan yang terbaring di lantai kamar tidurnya.
“hussss jangan bahas yang itu lagi, aku udah terbiasa kok tidur di lantai, dulu saat masih di SMA, aku
pernah tidur dialam terbuka”
“gak Rev, aku gak rela kamu kedinginan “
“tak apa, biar aku disini aja, met bobo sayang” Sensi hanya diam Dia kehabisan kata-kata untuk
mengajak Revan berbaring disampingnya. Betapa teguhnya hati pria ini. Rasa kagum dan bangga pada
kekasihnya semakin bertambah. Seperti ada cerita yang pernah Dia dengar, bahwa seorang pemuda
Timur selalu menghargai kaum perempuan, setia dalam perkawinan. Jarang terdengar ada pelecehan
dan pemerkosaan terhadap perempuan di wilayah Timur . Dan kalau sudah menikah, jarang terdengar
kata cerai meluncur dari mulut laki-laki Timur . Prinsip orang Timur dalam pernikahan hanya satu
sampai maut memisahkan. Masyarakat diwilayah Timur , walau hidupnya masih sederhana, selalu
mengandalkan kesetiaan dalam perkawinan. Dan tidak ada kata dalam kamus hidup anak Laki-Laki
Timur bisa memiliki istri lebih dari satu.
Sesaat kemudian keduanya tenggelam dalam mimpi yang indah. Memimpikan masa depan bersama.
Masa depan sepasang kekasih ini ada ditangan mereka sendiri. Semua itu karena cinta yang
menyatukan. Karena cinta, mereka saling memguatkan. Karena cinta pula mereka berdua berjanji untuk
tetap saling mencintai walau ada banyak halangan yang menghalangi perjalanan cinta mereka berdua.
Kekuatan cintalah mampu mengalahkan segalanya. Temaram cahaya lilin yang meliuk-liuk diterpa angin
malam mengiringi tidur malam mereka berdua.sementara di luar, hujan masih turun tak henti-henti

********
Di ufuk Timur , fajar pagi kembali merekah. Sang Surya mulai mengintip dibalik punggung bukit di bagian
Utara kota itu, sembari memancarkan biasan-biasan yang masih redup, cahayanya laksana kembang
menguncup di pagi hari. Hujan semalam meninggalkan jalanan becek dan berlumpur. Lampu listrik yang
semalam padam, kini sudah menyala terang benderang menerangi wajah kota yang semula diliputi
kabut kegelapan. Geliat kehidupan pagi mulai nampak. Sesekali terdengar deru kendaraan membawa
arus penumpang dan barang ke segala penjuru kota. Kehidupan kota Sioux mulai perlahan-lahan
berangsur sibuk. Aktifitas ekonomi untuk meningkatkan perekonomian para penghuni kota mulai
menggeliat. Pasar Inpres terletak di seberang kost Revan, dengan warna tembok sudah memudar dan
atap seng sudah karatan sana sini, mulai gaduh dengan suara para pedagang yang sejak pagi-pagi buta
selepas sholat subuh, mulai berdatangan di pasar. Berbagai jenis barang dagangan dijajakan di atas
lapak-lapak bambu. Sementara itu dari kejauhan di masjid sayup-sayup terdengar suara adzan
memanggil jemaah untuk melaksanakan shalat subuh. Revan pun terjaga dari mimpi indahnya, Dengan
segera Dia membangunkan Sensi yang masih terlena dengan mimpi indah untuk melakukan shalat
subuh di kamar. Serta merta Dia menyiapkan koran bekas dan membentang di atas tikar untuk sang
kekasih yang akan melaksanakan sholat subuh.
"Sen....sen... " Panggil Revan seraya mengguncang tubuh Sensi yang masih terlelap.
" Iya... Kenapa sayang'’Sensi dengan suara masih berat menjawab Revan yang terus memanggil dirinya.
"Ingat shalat donk'
Tanpa berkata-kata Sensi lalu bangkit mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat subuh di atas
karpet yang beralaskan dengan koran.
"Terimakasih Rev, udah mengingatkan aku untuk shalat"
"Itu namanya toleransi. Hidup ditengah masyarakat pluralis, kita harus mengedepankan toleransi
terhadap sesama yang berbeda keyakinan. Ak menghormati perbedaan di antara kita"
"Makasih sayang, kamu begitu perhatian "
Sensi lalu melakukan sholat subuh di kamar pacarnya yang berbeda agama dengan dirinya. Suara
lantunan ayat suci Alquran dari mulutnya terdengar merdu.
"Yah...udah, kamu mandi dan entar aku antar pulang" kata Revan setelah melihat sang kekasih telah usai
melakukan sholat subuh.
"Jangan Rev, biar aku pulang Sendiri, jangan repot -repot. Makasih yah atas tawarannya. Lain kali aja
kamu antar aku"
"Kenapa Sen, biar aku antar aja, sekalian mau kenalan Ama calon mertua" Revan berkeras menghantar
Sensi pulang ke rumah di pinggiran kota tua Sioux.
"Aku mohon jangan Rev, biar aku pulang sendiri, lagian ayah ibuku belum kembali"
Sensi terus bersikeras menolak permintaan Revan, tangan memencet aplikasi ojek online untuk
mengantarnya pulang ke rumah.
Kamu tidak tahu bagaimana sikap ayahku Rev, Dia orangnya keras dan kasar. Lain kali aja yah. Sensi
bicara dalam hati. Ada ketakutan besar di hatinya. Ayahnya sangat tidak setuju dengan laki-laki lain.
Jodohnya sudah ditentukan, dan Sensi harus menerima tanpa protes. Laki-laki yang dijodohkan dengan
dirinya, juga menolak untuk dijodohkan. Dalam hati Sensi bertekad untuk kabur ke Timur bersama
dengan kekasihnya ini jika ayahnya terus memaksakan untuk menjodohkan dengan putra temannya.
Ting.... tong……Sebuah pesan muncul di aplikasi, ojek yang dipesannya sudah menunggu di depan.
'maaf sayang, aku pulang yah, kalau udah nyampe baru aku SMS kamu" kata Sensi seraya berjalan keluar
menuju pengojek yang sudah menunggu dari tadi. Revan tidak menjawab, rasa jengkel pada Sensi yang
menolak diantar sangat kentara. Revan hanya memandang Sensi dari belakang. Ada kegusaran
tergambar jelas di wajah pria berkulit gelap.

********

Sementara itu, disebuah rumah di kawasan perumahan elit yang berada dipinggiran kota tua Sioux,
seorang ayah duduk dengan wajah bengis. Sementara istri terus membujuk agar sedikit tenang. Putri
tunggalnya sejak kedatangan mereka semalam, tak ada kabar. Lewat asisten rumah tangga, diperoleh
informasi bahwa putri tunggalnya lagi dekat dengan seorang pemuda dari kawasan Timur . Suatu
tindakan yang tidak bisa diterima. Mau ditaruh kemana wajah ini. Bagaimana Dia menghadapi keluarga
tuan Ilham. Perusahaannya lagi bermasalah, atas bantuan tuan Ilham, masalah keuangan bisa diatasi.
Dia sudah berjanji dengan tuan Ilham untuk tetap menjalin persahabatan dengan menjodohkan anak-
anak mereka. Tapi dengan melihat kenyataan ini, bagaimana Dia memasang mukanya. Anak Tuan Ilham
pewaris harta kekayaan, nilai kalau dihabiskan bisa menghabiskan waktu selama tujuh turunan.
Sementara perusahaannya kali ini mulai goyah, harga saham di pasar modal jatuh di level terendah.
Beruntung tuan Ilham teman semasa kecil yang kini sukses jadi pengusaha tambang batu bara datang
dan memberikan suntikan dana segar, tapi dengan satu syarat, anak-anak mereka harus dijodohkan. Hal
ini yang membuat dirinya pusing ketika mendengar kabar putrinya lagi dekat dengan seorang pemuda
dari wilayah Timur . Saat itu hatinya lagi risau.
Sensi baru saja tiba di rumah. Situasi rumah tampak sepi seperti tak ada penghuni. Dirinya begitu kaget
saat melihat ayah dan ibunya lagi duduk di ruang tamu. Dengan langkah berjingkrat Dia pelan-pelan
melangkah masuk ke dalam rumah. Sambil merapikan rambutnya yang tampak kusut Dia memutar
masuk lewat pintu belakang,
“Ayah udah pulang Bik” tanya Sensi secara berbisik pada asisten rumah tangga yang lagi asyik menyapu
halaman rumah.
“iya, kemarin sore tuan dan nyonya baru sampai. waduh non, tuan marah besar, saat tuan tahu non gak
ada di rumah”
“terus Bik bilang apa sama ayah”
“Bibik jujur aja sama tuan, bibik bilang non lagi ke kampus, Bibik juga bilang non lagi dekat ama orang
Timur ”. Sensi sempat kaget dengan ucapan Bibik yang begitu jujur dan polos.
“kenapa Bibik bilang seperti itu”
“lalu apakah Bibik harus bohong sama tuan”
“yahh udah” sensi mendengus kesal. Ada rasa takut bermunculan di hati. Dia mencoba memberanikan
diri masuk ke kamar di lantai dua. Saat melewati ruang tamu langkahnya sempat terhenti. Suara ibunda
yang menegur membuatnya mati langkah.
“Sensi, darimana nak”
“aku lagi di rumah sakit ada praktek, kebetulan kemarin ada pasien tabrakan jadi terpaksa nginap di
sana” kata Sensi berusaha menutupi kecemasannya. Kemudian Dia melangkah naik ke kamar, tapi
dicegah oleh ayahnya.
“hei mau kemana, kamu jangan bohong sama ayah yah, kemarin di bandara ayah telpon Lita, bilangnya
kamu gak praktek” seru Tuan Sadam dengan suara keras. Sensi hanya diam menunduk. Tak kuasa
melawan ayahnya. Dia tahu sifat ayahnya yang cepat naik darah.
“jawab” teriak Tuan Sadam lebih keras lagi. Sensi terus diam, tak ada suara keluar dari mulutnya, dirinya
seperti tersangka yang sedang diinterogasi aparat penegak hukum.
“Plaaaaaaakkk” sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. Meninggalkan gambar lima jari tangan
manusia tercetak di sana. Pipi mulus itu memar seketika terkena benturan benda keras. Sensi hanya
meringis menahan sakit yang tak terperikan. Matanya berkaca-kaca menahan tangis jangan sampai
meledak. Nyonya Mirna juga hanya diam tak memberikan pembelaan ketika tangan kasar sang ayah
mendarat di pipinya. Tatapan nyonya Mirna terlihat sinis. Dia sangat membenci putrinya, hal ini karena
Sensi tahu rahasia Nyonya Mirna yang sering membawa brondong di kamar saat suaminya tak ada di
rumah.
“ Ayah… maafkan aku” kata Sensi dengan suara serak menahan tangis.
“ duduk dan dengar baik-baik, semalam saat ayah masih di propinsi paling barat, tuan Ilham menelpon
untuk membicarakan pernikahan kamu dan Iwan, ayah sepakat tahun depan kamu dan Iwan akan
menikah” Tuan Sadam menyerocos bagaikan beo saja, tak memberi kesempatan kepada Sensi untuk
berbicara. Berita ini tentu saja sangat mengejutkan sekaligus meresahkan Sensi. Rupanya Dia juga sudah
muak dengan kehidupan yang penuh dengan kemunafikan seperti ini. Dengan mengumpulkan seluruh
keberanian Dia menjawab ayahnya.
“ Ayah, bukannya minggu lalu Iwan pernah telpon aku, Dia bilang tak akan meneruskan hubungan kami,
karena Dia tidak mencintaiku. Iwan juga bilang akan mengambil doktornya”
“ kalian berdua itu anak kami, saya dan tuan Ilham sudah mengatur segalanya. Pokoknya tahun depan
kalian akan menikah” Tuan Sadam bicara dengan tegas tak ada senyum di wajahnya. Sensi hanya
memandang ayahnya dengan linangan air mata. Tanpa banyak bicara Dia lari masuk kamar dan
menumpahkan segala emosi dan kekesalan. Sensi wanita cantk menangis dalam diam tak ada suara
keluar dari mulutnya. Hanya air mata yang terus berderai membasahi bantal dan kasur. Gadis ini sudah
menderita, disaat kebahagian datang menjemput, selalu ada masalah sehingga membuat dirinya tidak
tenang dalam menjalani hidup ini. Rasanya ingin bunuh diri saja. Ketika niat itu timbul, selalu muncul
bayangan akan siksa api neraka, sehingga Dia mengurung niat mau bunuh diri.
“ Sensi anakku, masa depan ada di tanganmu, percayalah pada-Ku, aku akan mengatasi semua persoalan
hidupmu.” Sebuah bisikan menyentuh kalbu terdalam hatinya. Sensi duduk merenung, air mata yang
mengalir bagaikan anak sungai telah kering. Dia hanya merenung kembali pesan suara yang baru
muncul. Apakah gerangan terjadi.
Di ruangan tamu keluarga kaya itu, tuan Sadam sedang menelpon calon besannya.
" Halo tuan Ilham, apa kabar" kata Tuan Sadam sekedar basa basi.
" Halo juga tuan Sadam, kabar baik' jawab tuan Ilham dari seberang.
" Bagaimana dengan perjodohan anak kita"
"Sepertinya agak berat tuan Sadam, anak saya Iwan sepertinya menolak perjodohan ini, Dia mengancam
tidak mau pulang ke negara ini, apabila saya terus memaksa perjodohan ini"
" Sebaiknya Tuan Ilham terus membujuk Dia. Kita ini udah berteman sejak kecil, maka sebaiknya anak-
anak kita juga turut meramaikan pertemanan ini dengan menjodohkan mereka berdua saja'
"Saya juga mau seperti itu, tapi Tuan Sadam tahu kan, anak saya si Iwan ini wataknya sangat keras. Kalau
Dia bilang gak mau, jangan paksa. Tuan tahu, anak saya ini putra tunggal, seperti halnya dengan putri
tunggal tuan. Aku rasa Mereka berdua sangat layak menjadi pasangan suami istri. Saya rasa kita sebagai
orang tua, wajib memberikan pemahaman yang baik terhadap anak-anak kita tuan "
"Iya betul sekali, saya sebenarnya mau seperti itu juga, tapi si Sensi sekarang lagi dekat dengan seorang
pemuda dari Timur, yang sudah jelas agama mereka pasti sduah jelas. Saya menghendaki supaya anak
saya ini jadi menikah dengan anak tuan supaya mereka seagama. itu yang buat saya risau"
“ok. Tak mengapa, saya juga akan membujuk Iwan agar menerima pernikahan ini, dan secepatnya
mereka berdua harus menikah. Dan aku rasa, tahun depan mereka berdua harus menikah setelah Iwan
dan Putri tuan telah menyelesaikan kuliah”
Ok. Baiklah, kita menunggu saja, met sore tuan” kata Tuan Sadam sambil memutuskan sambungan
telepon dan meletakan di atas meja ruang tamu.
Tuan Sadam menghela nafas panjang. Sepertinya Dia sulit menerima kenyataan ini.

*********
Diruangan terpisah agak lebar dan sedikit mewah ukuran orang berduit, Sensi masih merenung
nasibnya.rasa berat menerima perjodohan ini. Bagaimana Dia bisa menikah dengan Iwan sementara
orang yang dijodohkan dengan dirinya tidak mencintainya. Mau mengadu ke siapa. Ibu jelas tidak
membelanya. Ibunya hanya mengikuti kemauan ayah, justru mendukung dengan kemauan ayah. Semua
itu karena harta dan kekayaan. Lebih baik hidup miskin daripada hidup bergelimang harta tapi tidak ada
rasa kedamaian di hati. Sensi duduk termenung, sesekali Dia menatap wallpaper di ponsel. Ada wajah
pemuda Timur tergambar di sana. Tangannya mengacak rambut sebagai tindakan penolakan. Tapi apa
daya, kekuatannya tidak mampu melawan.
"Ahhh.. begitu kejam hidup ini, demi harta dan ketenaran, ayah secara tidak langsung tega menjual anak
gadisnya ini, setan apa yang telah merasuki dirimu" teriak Sensi dalam hati. Sifat pemberontak muncul
setelah diterpa bebagai macam persoalan hidup. "Dimanakah kalian semua, ketika anak gadismu ini,
dipermalukan, dihina dan dinista tanpa belas kasihan". Hanya air mata yang mampu mengalahkan
segalanya. Air mata adalah senjata ampuh bagi kaum hawa untuk membebaskan diri dari persoalan yang
datang bertubi-tubi. Dalam keheningan, dalam kesendirian Dia meluapkan segala uneg-uneg yang
selama ini menghimpit si dada. Dia menangis meratapi nasib, merintih dalam jeritan meyayat hati.

Ketakutan terbesarnya jika Iwan tahu dirinya tidak perawan lagi. Bagaimana Dia menjawab dengan jujur.
Sensi yang selama ini terlihat saleh, rajin sholat, ternyata sudah hilang keperawanan. Apakah Iwan tidak
mengungkit-ungkit lagi soal keperawanannya atau...? Ditengah kegalauannya, masih ada secercah
harapan, bukankah Iwan sendiri juga menolak dijodohkan dengan dirinya. Ternyata masih ada harapan
untuk bertahan ditengah kesulitan. Untuk menguatkan dirinya, Dia hanya bersimpuh memohon
kekuatan dari Allah agar tabah menghadapi persoalan-persoalan hidup ini. Angin berhembus tak tentu
arah, membawa Sukma ini terbang entah kemana. Mungkinkah cinta yang baru dirajut bersama sang
kekasih idaman terkandas di rerumputan hijau. Akankah semua impiannya akan berakhir sia-sia.

Disudut kota Sioux, dalam sebuah kamar kost yang sempit, Revan hanya duduk termenung menatap
keluar jendela. Tatapannya kosong tak bersemangat, sesekali tangannya mengusap dua tetes bening
yang terus mengalir. Dia baru saja menerima pesan singkat dari kota kelahirannya, ibunda tercinta telah
dipanggil oleh sang pemberi kehidupan. Hatinya gundah gulana, mau pulang ke Timur , Dia masih
terbebani dengan kuliah yang hampir rampung, Dua insan manusia berbeda jenis yang saling mencintai
sama-sama menangis. Tuhan mengapa semua ini harus terjadi...?? Semua kenangan tentang
keluarganya muncul dibenaknya. Bayangkan akan penderitaan kedua orang tua tengah bergulat dengan
rumput dan terpanggang teriknya matahari. Ibunda tercinta yang selalu ke pasar menjual hasil bumi
demi keberlanjutan kuliahnya. Dalam kegalauan Dia memutuskan untuk jalan-jalan di seputaran kota
sekaligus menenangkan hati yang dirundung duka. Kakinya terus melangkah dan berjalan terus
mengikuti suara hati. Kendaraan lalu lalang hilir mudik tak tentu arah tidak dihiraukan.

" Woe bangsat, kau sudah bosan hidup ya" umpat sejumlah sopir taksi saat dirinya hampir diserempet
mobil. Tanpa di sadari Dia telah berjalan jauh dan sampai di sebuah gedung megah, sebuah salib besar
terpancang di atas menara. Lonceng berdentang lembut mendayu-dayu memanggil jemaat untuk
datang beribadah. Revan kemudian masuk ke dalam gedung itu dan ikut beribadah, sekaligus
mendoakan keselamatan jiwa ibunda tercinta yang baru saja dipanggil yang maha kuasa. Ada rasa
tenang dan damai saat memasuki gedung itu. Semua beban seolah terangkat dari pundaknya.Setelah
mengikuti ibadah harian, Revan kembali ke kost, ada semangat baru muncul.

Wisuda Pasca sarjana hampir dekat, tekadnya sudah bulat. Kembali ke Timur dan mengabdi disana.
Membangun manusia di wilayah Timur dari keterpurukan menuju kesejahteraan. Wilayah Timur yang
selama ini terkenal dengan daerah termiskin diantara yang paling miskin membutuhkan pemikiran dari
orang –orang muda seperti dirinya. Supaya daerah bisa setara dengan saudara- saudara dari wilayah
barat.

Ketika Revan melakukan penelitian untuk tesisnya, akhirnya ditemukan faktor penyebab kemisinan di
wilayah Timur Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara
berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap
Negara. Berbagai perencanaan, kebijakan serta program pembangunan yang telah dan akan
dilaksanakan pada intinya adalah mengurangi jumlah penduduk miskin. Kemiskinan terjadi karena
kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat
ikut serta dalam proses pembangunan atau menikmati hasil pembangunan.. Akhir Revan sebagai anak
Timur berpendapat bahwa kemiskinan bisa dituntaskan melalui sitem pendidikan yang memadai.

Tapi apakah sensi bersedia mendampinginya untuk mengabdi di sana untuk membangunkan manusia
Timur dari tidur yang panjang. Sensi yang selama ini sudah biasa hidup mewah dengan segala
kemudahan diperoleh, apakah mau berjerih payah membantu masyarakat disana untuk keluar dari
lingkaran kemiskinan itu.

“aku harap kamu bisa memahaminya sensi, aku mencintaimu, tapi aku juga mencintai negeriku, tanah
tumpah darahku, kota kelahiran dengan julukan negeri diatas awan, karena letaknya di atas gunung
sehingga sehingga kalau berdiri diatas puncak gunung serasa berdiri di atas awan., karena itu aku dikirim
untuk mengenyam pendidikan di sini, dan kembali mengabdi disana”

Lima bulan telah berlalu, sejak pertemuan terakhir di kost, Revan tidak mendapat kabar dari sensi, pesan
singkat yang Dia kirim tak pernah di balas, Dia penah melepon di nomor ponsel Sensi, selalu terdengar
pesan suara, nomor yang ada tuju berada diluar jangkauan. Revan menjadi gelisah, mau mengunjungi
Sensi di rumahnya, Dia gak ada keberanian untuk itu. Dirinya hanya berputar –putar di kampus, melihat-
lihat kemungkinan malaikat kesayangannya bisa nongol dkampus. Sementara itu, program pasca
sarjananya telah selesai. Saatnya mau kembali ke Timur dengan memboyong gadis impian masa
depannya. Sensi hilang seperti ditelan bumi. Sahabat terdekatnya Lita juga tidak mengetahui
keberadaan Sensi. Cuma Lita pernah bercerita, setelah wisudah, Sensi pernah menceritakan pada
dirinya, bahwa Dia akan dinikahkan dengan pemuda pilihan orang tuanya.

Cinta kadang membutuhkan sebuah pengorbanan. Mungkinkah Revan harus menyerah pada situasi dan
keadaan tanpa harus memperjuangkan cinta suci ini. Cinta,…. Secepat itukah kau pergi. Bagaimana
mungkin cinta ini berpindah ke lain hati, di saat hati ini telah bertaut pada cinta yang ada….?? Hati ini
merasa sakit mengingat cinta yang sangat dekat, tapi tak tersentuh. Cinta ini ibarat bersemi diseberang
tembok. Mampukah yang dicinta dan saling mencinta serta yang tercinta, dapat merubuhkan sekat-
sekat penghalang ini. Semuanya hanya Tuhan yang tahu.

Kampus biru universitas negeri tak bernama lagi ramai. Suara mahasiswa lagi kumpul -kumpul di kantin
Tante Laras sangat riuh. Tampak beberapa mahasiswa pasca sarjana duduk berdiskusi membahas
tentang situasi negeri. Semua pada menyalahkan pemerintah yang tidak peka dengan keadaan
masyarakat yang semakin terpuruk di tengah Covid yang menerjang dunia. Ditengah keramaian
tersebut, tampak seorang mahasiswa, mengenakan kaos warna ungu, dengan tulisan di dada Timur Uber
aless, sebuah pepatah kuno jerman yang artinya Timur diatas segalanya. Revan Mahasiswa yang baru
saja menyelesaikan program pasca sarjana sedang duduk sendirian disudut kantin sambil mengutak-
atik ponsel jadul miliknya. Segelas kopi hitam dan sebungkus rokok menemani dirinya di siang dengan
hawa cukup panas membakar seolah neraka dunia sudah mendekat. Sebuah nama muncul dilayar
ponsel, dan sesaat kemudian terdengar pesan suara dari ponsel tersebut "nomor yang ada tuju berada
diluar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi atau tekan satu untuk tinggalkan pesan" berulang kali
Revan menekan dinomor yang sama, dan pesan suara yang sama juga selalu muncul.

"Sensi, di mana dirimu berada" sebuah desahan bernada sedih muncul dari bibirnya. Ada kegelisahan
besar menerpa dirinya. Apakah cinta ini hanya berhenti disini, haruskah aku mengalah demi
kebahagiaan sang kekasih pujaan… cinta tanpa rasa, cinta tanpa perasaan. Cinta tanpa keegoisan.
Haruskah semua ini berakhir dengan sia-sia…?? Berjam lamanya, Revan duduk menyendiri, teman
mahasiswa lainpun tak ada yang berani mengusik pemuda berkulit gelap ini. Sesekali nafasnya
mendesah panjang. Saat mau kembali ke Timur sudah semakin medekat. Tenggat waktu batas akhir
kuliah yang diberikan oleh Universitas Nusa Bunga atas beasiswa ini masih setahun lagi. Dirinya
tergolong cepat dalam menyelesaikan study pasca sarjana. Rencana kembali ke Timur membawa serta
dengan gadis impian, calon ibu anak-anaknya, akankah berakhir tanpa kepastian. Dalam
ketakberdayaan, dalam kebingungan Revan memutuskan pulang ke kost. Setelah membayar minuman,
Revan dengan langkah gontai berjalan menuju parkiran.

Anda mungkin juga menyukai