Anda di halaman 1dari 14

ANTOLOGI CERPEN

Ditulis Oleh :
Aeshoku
DAFTAR ISI

ANTOLOGI CERPEN.....................................................................................1

DAFTAR ISI....................................................................................................2

KATA PENGANTAR......................................................................................3

KUCING..........................................................................................................5

JATUH CINTA JUGA PAKAI OTAK!..........................................................8

TAPI AKU MENCINTAINYA.......................................................................9

GIGITAN IBU...............................................................................................11

TENTANG PENULIS....................................................................................12

2
KATA PENGANTAR

Saya remaja yang bosan. Banyak hal yang terjadi di umur


saya yang hampir remaja sepenuhnya ini. Menyenangkan, suram,
penuh misuh, dan sedikit hal hal yang buat saya memuaskan.
Lebih banyaknya kesialan. Hidup memang sesial itu untuk anak
muda seumur dan senasib saya, mungkin.
Perjalanan menjadi dewasa tidak mudah. Orang dewasa itu
jahat, tidak berperasaan dan munafik. Hidup mendidik anak muda
agar bisa tahan dengan hal-hal seperti itu dan belajar darinya.
Sayangnya belajar adalah meniru, meniru tidak kurang dari
menjadi seperti itu bahkan lebih melebihi. Menjadi dewasa adalah
menjadi sesialan mungkin. Ingin, ataupun tidak ingin.
Cerpen-cerpen ini tidak ada hubungannya dengan cara jadi
dewasa, kesialan-kesialan orang dewasa, ataupun tentang orang
dewasa. Cerpen ini saya buat agar saya apalah gaje bgt
aowkwkwk…..

3
4
KUCING

Sebelum ayah pergi dan ibu menangis berminggu-minggu, ia


pernah bercerita. Ia, ayah, orang yang menjadi suami ibuku ini adalah
tipe orang yang banyak omong. Apa saja dia katakan, kepada
siapapun dia akan sampaikan cerita-cerita. Sejak aku sadar kalau
umurku sudah sebelas tahun, aku mulai suka cerita-cerita ayah.
Kakakku tidak terlalu. Kata dia ayah pintar sekali mengarang. Tapi
adikku beda lagi, dia ngotot pada kami kalau pernah melihat ayah
berbicara dengan awan berbentuk manusia, memasuki terowongan
rahasia di bawah kasur, bertemu macan belang biru dan karangan lain
yang seingatku, ayah saja tidak pernah cerita yang seperti itu.

Di meja makan, sepulang kerja, ayah akan membawakan


sebungkus martabak dan berkata kalau ia membeli martabak ini dari
seorang bapak tuna rungu. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana
penjual martabak ini tau varian apa yang dipesan, adikku bertanya
“emang bapak ikan tuna bisa jualan?”, kakak tidak peduli. Ibu masih
di dapur, membersihkan bekas masak-masak.

Aku sering diajak ke kantor ayah, bagiku tempatnya agak


aneh. Ruangannya seperti gerbong kereta, lengkap dengan kursi satu
arah khas kelas eksekutif. Ruangan ayah ada di Gerbong 8 (cuma aku
yang menyebut kantor-kantor itu gerbong). Nama-nama rekan kerja
ayah juga aneh, ada Spombob, Marijua, Gegar, Bajing, dan lain-lain.
Mereka semua ramah, setidaknya padaku.

Ayah jadi orang yang sibuk sekali di kantor. Kerjaannya


mondar mandir seperti pramusaji. Aku jarang ngobrol dengan Ayah di
sana. Biasanya aku bermain dengan anak teman Ayah yang senasib
denganku. Biasanya juga aku bermain sendiri di luar kantor, di
lapangan kecil berbentuk segitiga, atau di bawah pohon bungkuk. Aku

5
sering bosan kalau bermain sendiri, tapi aku suka diajak ke Kantor
Ayah. Di jam makan, nanti Ayah mencariku dan kita akan bermain
petak umpet sebentar. Kalau berhasil ketemu, kami akan keluar
mencari makan di warung-warung sekitar kantor. Kalau tidak ketemu
aku sendiri yang akan muncul di belakang Ayah, menggerutu kalau ia
bodoh, aku lapar dan ayah membiarkanku kelaparan dengan tidak
serius mencariku. Kata Ayah;

“Ayah juga lapar bodoh, kamu yang tega membiarkan Ayah


bingung. Besok kalau ngumpet di tempat yang sama saja, tak usah
pindah-pindah, biar tidak susah.”

Besoknya aku langsung pergi makan sendiri ke warung


langganan kami dan tidak mau membayar sampai Ayah akhirnya
datang dan meminta maaf kepada Ibu warung kalau Aku selama ini
ngumpet di kamar warungnya. Aku cengengesan.

Di suatu siang, akhir pekan, pertengahan bulan, aku ikut Ayah


ke Kantor. Sekolahku libur dan aku punya tugas menulis dari guruku.
Aku tidak tahu mau menulis apa. Aku ingin bertanya ke Om Marijua,
teman ayah yang buku-buku di meja kerjanya banyak. Orang yang
suka membaca pasti suka menulis, pikirku. Tapi sayangnya orang
yang memiliki buku banyak bukan pasti dia sudah membacanya
semua. Di gerbong 6, Om Marijua menyodoriku banyak buku, tapi dia
tidak tahu yang bagus mana (karena sepertinya dia hanya asal beli).

“Jangan salah, di zaman sekarang membeli buku juga bentuk


kepedulian terhadap literasi loh” jawabnya ketika aku mengejek dia
hanya asal beli.

Ujung-ujungnya waktuku habis buat membaca buku-buku


milik Om Marijua. Aku tidak jadi mengerjakan tugas. Ternyata

6
membaca lebih mudah dari menulis. Nanti-nanti aku ingin meminta
tugas membaca saja kepada guruku.

Besoknya aku minta ikut ke Kantor lagi, Ayah berkata kalau


kantornya libur, tapi aku merengek. Akhirnya Ayah menurutiku. Ibu
yang penasaran dijawab Ayah mau mengambil berkas di kantor, aku
tau Ayah bohong. Tapi aku tidak tahu kalau Ayah ternyata tidak
mengajakku ke kantor. Kami berhenti di seberang sungai kecil. Ayah
mengajakku duduk, bercerita.

Malam di hari itu, aku tidak bisa tidur. Aku tau Ayah nanti
pergi lagi, aku tidak mau memberitahu Ibu. Besok pagi sekali, aku lari
ke kamar mandi, Ibu menangis hebat, Adik ikut menangis walau tidak
tahu dan Kakak pergi entah kemana. Aku tidak ingin mendengar
tangisan Ibu. Kunyalakan keran kencang-kencang, kuguyur badanku
sebanyak mungkin sampai telingaku penuh air.

Aku pergi ke kantor Ayah sendirian, tidak masuk, aku tau


Ayah tidak disana. Aku mendatangi pohon bungkuk lalu duduk lama.
Satu-satunya yang tidak kupahami adalah alasan Ayah pergi. Memang
Ia sudah menjelaskan berkali-kali dan aku mengangguk berkali-kali
juga, tapi aku tidak paham, barangkali aku harus merasakan seperti
yang dialami Ayah, barangkali aku harus kasihan pada sesuatu.

Seekor kucing berjalan aneh, matanya rusak, mulutnya buruk


dan eongannya lebih mirip bayi kesurupan. Aku mengambil batu
seukuran kepalaku, menempelkannya ke kepala kucing itu
berulangkali seperti stempel. Baju sekolahku terciprat darah dan
serpihan otak.

Barangkali Ayah sebentar lagi pulang, pikirku sebelum tidur


pulas. Ibu menonton berita, sebuah keluarga mati. Ia menangis lagi.

7
JATUH CINTA JUGA PAKAI OTAK!

Sabi, adalah babi yang jatuh cinta. Kesehariannya selain


mencumbu kubangan lumpur, dan makan sampah, Sabi akan
duduk di pojokan kandang, menengok langit dan mulai jatuh
cinta. Teman-temannya sering penasaran, siapa yang dicintai
Sabi? Siapa yang bisa membuat Sabi si babi ini tidak sadar
kalau dirinya babi?
“Seekor babi tidak layak dicintai sekaligus mencintai.”
Kata Kane kancil. Tapi apa babi memang tidak selayak
itu perihal cinta? Bagaimana jika yang dicintai Sabi adalah babi
juga? Bukankah akan jadi dua ekor babi yang mencintai dan
dicintai, bukan seekor lagi. Tetap saja tidak ada yang tahu siapa
yang dicintai Sabi, barangkali Sabi sendiri juga tidak tahu dia
mencintai siapa. Yang dia tahu dia sedang jatuh cinta, dan dia
suka melakukan hal itu.
Siba, saudaranya sesama babi -tapi sedikit lebih bau-
tidak tega kalau akhir-akhir ini Sabi dianggap tolol para
binatang. Memangnya mereka tahu apa yang dirasakan orang
yang jatuh cinta, hah. Memangnya mereka pernah merasakan
seperti apa mencintai sesebinatang atau sesuatu. Masalahnya
Siba juga tidak tahu siapa, atau apa yang akhir-akhir ini dicintai
Sabi. Menjelang petang dia mengajak Barus badak dan Moni
monyet untuk mencari tahu siapa atau apa kiranya yang Sabi
cintai itu.

8
“Bagaimana kalau kita tanyakan langsung ke Sabi, siapa yang
membuatnya sedemikian rupa?” Usul Barus badak.
“Aku sudah pernah menanyakannya, dan Sabi hanya tersenyum,
setiap kutanya lagi, senyumnya makin lebar. Aku takut
mulutnya itu sobek kalau kutanya sekali lagi” Sanggah Siba
putus asa.
“Atau kita intai dia setiap waktu. Siapa saja yang dia temui. Apa
saja yang dia lakukan. Bisajadi kita dapat petunjuk.” Aju Moni.
Siba menghela nafas.
“Kita semua juga tahu, tidak ada hal aneh yang dilakukan Sabi.
Memamah sampah, bergulung di lumpur, lalu memojok sampai
malam.” Ucap Barus, tanpa harus dijelaskan Siba. Malam itu
mereka ngorok di kandang babi, tanpa hasil rencana apapun
untuk mencari tahu permasalahan Sabi.
Besok pagi sekali mereka kaget, Sabi membangunkan
mereka dan secara cuma-cuma mengatakan kalau dia akhirnya
tahu mencintai siapa. Setelah mendengarkan semua yang
diucapkan Sabi, mereka bertiga beranjak pergi. Siba langsung ke
tempat pembagian makan para babi, Barus pergi mandi ke
sungai, Moni bergelantungan di pohon-pohon hutan. Sabi juga
tidak berubah. Memamah sampah, bergulung di lumpur, lalu
duduk menatap langit di pojokan kandang.

9
TAPI AKU MENCINTAINYA

Memang An istri yang payah, tidak bisa memasak,


bodoh, dan pemalas. Di malam hari, rumah selalu diserang
tikus, kasur dibayangi nyamuk, dan kamar mandi jadi tempat
rapat kecoa. Pagi harinya, setelah Bob bangun, mandi, dan
sarapan sendiri, dia mulai membangunkan An. Setiap pagi Bob
telat kerja dengan alasan yang sama. Di kantor dia akan
mengeluhkan istrinya yang bodoh kepada temannya, dengan
kalimat akhir yang sama pula.
“Tapi, aku mencintai An.”
Pekerjaannya yang banyak membuat Tom sering keluar
kota, jarang pulang ke rumah, dan melampiaskan kebutuhan
biologisnya pada wanita prostitusi. Sekali dia terpergok Mega,
teman kerjanya, lalu berakhir mereka tidur di kasur yang sama.
Sering Mega bertanya apakah dia tidak kasihan dengan istrinya
yang selalu dia tinggalkan dan menyarankan padanya untuk
bercerai lalu menikahi Mega. Dengan tubuh telanjang, Tom
menggeleng keras dan menjelaskan kalau memang pekerjaannya
itu penting dan kebutuhan biologisnya itu tidak kalah penting.
“Walau begitu, aku masih mencintai istriku.”

10
Di penghujung SMA, Resya memilih tidak naik kelas
dan menunda kelulusan. Teman-temannya berkata kalau Resya
rangking dua tapi bodoh, masa hanya karena Hesti, anak kelas
11 yang tidak cantik, berjerawat dan biasa-biasa saja dia ngotot
untuk tinggal kelas. Ayah ibunya hanya bisa ikut
menggoblokkan Resya. Anak cewek di kelasnya sampai
membuat skandal kalau Hesti sudah jebol dan mengidap AIDS.
Resya yang polos, setengah percaya, setengah menangis.
“Tak peduli! Aku mencintai Hes…”
Sepulang dari rumah sakit, Henri tidak menemukan
istrinya di rumah. Ini sudah kali ketiga perempuannya hilang
malam-malam, lalu jam 6 pagi nanti sebelum Henri berangkat
dia akan mendapati Ves terkapar di atas sofa dengan pakaian
amburadul. Henri bukannya tidak khawatir tentang apa saja
yang dilakukan istrinya malam-malam. Dia sudah pernah
bertanya dan Ves hanya melenguh. Henri punya lebih banyak
hal yang harus dipikirkan di rumah sakit. Pasien sekarat, asisten
tolol, dan peralatan yang penuh darah. Bukannya Istrinya tidak
penting, toh juga Henri bisa saja menelantarkan istrinya entah
dimana itu, mengunci pintu rumah dan membiarkannya jadi
milik jalanan.
“Tapi, ya aku mencintai mantan perawat itu, istriku”
Ceraikan saja aku. Kalimat itu masih terngiang di otak
Sep. Gin mudah saja mengatakannya ketika ia terpergok
gandengan dengan seorang laki-laki di mall, setelah bercumbu
di studio bioskop. Sep ketika membenahi atap lantai 3 sekilas

11
melihat sesosok perempuan dan berharap kalau itu bukan Gin.
Tapi temannya berteriak kepada Sep dan menyadarkan harapan
bodohnya. Iya, Sep kenal dengan laki-laki itu. Orang yang selalu
dibanding-bandingkan oleh Gin dengan dirinya. Walau Sep
menjalani kehidupan yang cukup baik, Gin tak pernah puas dan
selalu mengeluh, Sep tidak pernah ikut mengeluh.
“Yang ku tahu, aku mencintai Gin”
Cinta memang bunga, tapi mencium bunga setiap waktu
hanyalah sesuatu yang dilakukan orang bodoh. Apalagi tetap
menyimpannya walau sudah layu dan busuk.

12
GIGITAN IBU

Seorang Ibu pasti mencintai anaknya, walau kadang si


anak tidak suka dengan cara mencintai yang dipilih Ibu. Ketika
adikku berumur 4 tahun, dia minta kepada Ibu agar digigit
lehernya. Sebelumnya dia melihat seekor Ibu kucing yang
mengangkat anaknya dan bertanya kenapa Ibu kucing itu jahat,
kenapa anaknya sendiri digigit. Ada yang menjawab itu karena
dia sayang anaknya dik. Adikku ngotot, walau Ibu menolak
permintaan anehnya, kata dia Ibu tidak sayang adik, Ibu jahat.
Ibu lantas memarahi adikku.
“Tuh kan, Ibu tidak sayang adik”
Besoknya dia mengelus anak kucing yang kemarin dan
berbisik, betapa beruntungnya karna Ibu kucing itu sayang
dengan si Kucing.

13
TENTANG PENULIS

Aeshoku adalah seorang yang gajelas la ngapa? Gasuka? Sini


gelud bjir.. bejirrr..

14

Anda mungkin juga menyukai