Anda di halaman 1dari 83

Kisah Para Naga di Pusaran Badai III

Tarian Liar Naga Sakti


Oleh :
Marshal

Diupload di indozone
Ebook by Dewi KZ
http://dewikz.com

Episode 13: Dara Sakti Dalam Barisan Ajaib


Hari-hari yang teramat berat baru saja dilalui oleh Lembah
Pualam Hijau. Keangkeran dan nama besarnya seperti
"dipermalukan" oleh menyusupnya begitu banyak orang pada
hari dimana Lembah Pualam Hijau menggelar pesta bagi salah
seorang tokohnya. Kondisi ini telah membuat Kiang Ceng
Liong mengeluarkan keputusan Lembah Pualam Hijau kembali
berkelana di Dunia Persilatan.
Sehari setelah pesta nikah yang "rusuh" tersebut, Kiang
Ceng Liong, sebagaimana kebiasaan pertemanan di antara
mereka, telah mengundang Souw Kwi Song, Liang Tek Hoat,
Liang Mei Lan dan Siangkoan Giok Lian untuk bercakap-cakap.
Di ruang kerjanya yang cukup luas, dia menyambut teman-
temannya guna bercakap-cakap. Hanya saja, begitu memasuki
ruangan tersebut, Souw Kwi Song dan Liang Tek Hoat yang
biasanya supel dan banyak bicara "nyaris" kehilangan kebisaan
mereka.
Bukan apa-apa. Suasana di ruangan tersebut yang hening
dan tertata rapih dengan mayoritas simbol hiasan pualam
berwarna hijau di satu sisi, dan keadaan Kiang Ceng Liong
yang nampak anggun dan penuh wibawa, membuat mereka
menahan diri untuk banyak bercanda. Dan kelihatannya, Kiang
Ceng Liong sendiri merasa amat penting untuk membicarakan
banyak hal bersama mereka. Wajahnya terlihat serius. Dan
Kwi Song dan tek Hoat maklum akan hal itu. Apa yang ingin
dipercakapkan Kiang Ceng Liong sedikit banyak sudah mulai
ditebak-tebak sebagian mereka, meski Tek Hoat memiliki
keyakinan tentang sebagian dari percakapan itu setelah tadi
malam dia melewati hal-hal yang mengagetkan dengan Kiang
Ceng Liong.
"Cuwi sekalian, sahabat Kwi Song, Tek Hoat, Nona Giok
Lian dan Lan moi ..... percakapan kita kali ini agak sedikit
menyedihkan dan sekaligus menegangkan ....." Ceng Liong
berhenti sejenak sambil memandangi sahabat-sahabatnya satu
demi satu. Tetapi, tak ada seorangpun yang menanggapi,
karena mereka sadar Ceng Liong sengaja menggantung
percakapan bukan tanpa maksud.
"Kali ini, kita berkumpul tanpa saudara Kwi Beng yang
menurut saudara Kwi Song, kakaknya itu akan segera menjadi
Pendeta Budha Siuw Lim Sie. Tentu hal yang baik bagi Siauw
Lim Sie, tetapi kehilangan bagi kita sekalian. Aku berharap,
suatu saat atas nama Siauw Lim Sie, saudara Kwi Beng akan
kembali bersama kita menyelesaikan tugas-tugas kita yang
masih belum usai ....." ucapan Ceng Liong ini membawa nada
sendu dan sedih bagi mereka berlima, yang biasanya mereka
bertemu berenam. Sampai-sampai keceriaan Kwi Song sama
sekali tidak muncul karena memang dia sendiripun masih
sedikit kurang "rela" dengan keputusan kakak kembarnya itu.
Dan untuk tidak membuat suasana sendu dan haru itu
berkelanjutan, Kiang Ceng Liong memutuskan untuk
melanjutkan percakapan mereka:
"Bukan untuk menyesali dan bersedih tentang saudara Kwi
Beng kita bersua dan bercakap pada hari ini. Tetapi, untuk
menegaskan tuntasnya tugas-tugas perguruan yang
diembankan kepada kita maka kita bertemu pada hari ini ..... "
benar saja, begitu menyelesaikan kalimat ini, Tek Hoat dan
Kwi Song mulai bangkit lagi semangatnya. Tidak ketinggalan
Mei Lan dan Giok Lian yang sinar semangat mulai
menggantikan nada sendu pada sinar mata mereka.
Bagaimanapun, kedekatan Tek Hoat, Mei Lan, Ceng Liong,
dan si kembar Kwi Beng dan Kwi Song memang sangatlah erat
terbangun. Bahkan sejak masa kanak-kanak mereka.
Belakangan bergabung Siangkoan Giok Lian dan membentuk
pertemanan kental 6 Naga Muda. Kedekatan mereka telah
menyatukan hati dan missi perjuangan, sejak masih kanak-
kanak mereka ditelan arus sungai, diselamatkan guru masing-
masing, bertumbuh bersama dalam didikan guru mereka,
bertemu kembali dan berjuang bersama, hingga mengalami
banyak hal yang pahit dan manis secara bersama-sama.
Layaknya mereka sudah seperti keluarga sendiri, saling
memperhatikan dan saling menyayangi.
"Hari ini, aku ingin menegaskan beberapa hal sebagai
upaya menuntaskan tugas tugas yang ditinggalkan suhu kita
semua: Pertama, Lembah Pualam Hijau tampil kembali bukan
semata persoalan penyusupan beberapa hari terakhir ini.
Tetapi jauh sebelum itu, Nenek Thian San Giok Li telah
membawa berita yang membuat Lembah Pualam Hijau harus
melupakan pengunduran dirinya. Berita yang dibawa Nenek
Sakti itu terkait Lembah Pualam Hijau, konflik Thian San Pay
dan Lembah Salju Bernyanyi serta ancaman yang dituliskan
100 tahun silam oleh Koai Todjin, tokoh aneh satu angkatan di
atas Kakek Dewa Pedang ......" sampai disini kembali Ceng
Liong berhenti sambil menarik nafas panjang. Dan sampai saat
itu, masih belum ada satu orangpun selain dia yang
mengeluarkan suara dan pendapatnya.
"Pesan Koai Todjin terutama seputar ancaman yang lahir
dari sebuah liang di Lembah Salju Bernyanyi, dan untuk
memastikannya setelah menyelesaikan pekerjaan di Lembah
Pualam Hijau ini, aku akan berangkat ke Lembah Salju
Bernyanyi, masih di gunung Thian San juga. Tetapi, untuk soal
ilmu busuk Bu-siang-te-im-hu-kut (pukulan dingin pembusuk
tulang), kita semua telah memiliki kemampuan untuk
menghadapinya. Hanya saja, konon, bahaya yang lebih
mematikan masih berada disana, dan menurut kakek sakti
yang ajaib itu, sudah bukan tugas kita untuk
menyelesaikannya. Tetapi, dia masih menulis bahwa bahaya
yang kita hadapi bukanlah terutama ilmu dingin yang busuk
itu ........ dan aku bersama saudara Tek Hoat, baru
mengetahui apa yang lebih berbahaya itu ....."
Ketika Ceng Liong berhenti untuk beberapa saat, Kwi Song
yang telah pulih kondisi normalnya telah angkat bicara:
"Duta Agung, apakah maksudmu persoalan Lhama Tibet
dan pembunuhan di Bu Tong Pay itu yang lebih berbahaya
....?”
Kiang Ceng Liong mengangguk sambil memandang Liang
Tek Hoat. Namun Tek Hoat masih menahan diri untuk ikut
bicara, sepertinya dia sedang "bercengkerama" dengan dirinya
sendiri, dan Ceng Liong memandang dan maklum dengan
kondisi Tek Hoat.
"Itu hanya sebagian saja saudara Kwi Song. Persoalan
Lhama Tibet memang persoalan berat, kita masing-masing
mungkin berbeda tipis kemampuan dengannya, tetapi
pendalaman hampir seratusan tahun tenaga dalam dan tenaga
batinnya bukan hal mudah untuk dilawan. Artinya, kita semua
meski memiliki kemampuan, tetapi masih harus meningkatkan
kemampuan untuk menghadapinya. Suhu pernah berkata, di
Tibet tokoh ini adalah yang paling digdaya selain Wakil Dalai
Lhama ....... dengan kata lain, munculnya dia di Lembah
Pualam Hijau memang menambah keruwetan tugas kita ....."
demikian Ceng Liong menegaskan.
"Koko, apakah maksudmu masih ada hal lain yang justru
lebih berbahaya ....?” terdengar Liang Mei Lan bertanya. Sejak
semalam dia memang menantikan penjelasan kekasihnya
mengenai apa yang dikerjakannya bersama kakaknya Tek
Hoat yang memakan waktu berjam-jam di luar Lembah
Pualam Hijau. Dan hari ini dia benar-benar ingin mengetahui
hal tersebut.
"Lan Moi ...... tepat sekali. Dan ini sesuai dengan tulisan
serta pesan rahasia Kakek Aneh nan sakti Koai Todjin, tetapi
adalah kakakmu Liang Tek Hoat yang terutama akan terkait
sangat erat dengan urusan yang sangat berbahaya ini ....."
Kiang Ceng Liong berkata sambil melirik Liang Tek Hoat. Tek
Hoat yang tadinya kurang konsentrasi alias asyik dengan
dirinya sendiri, kini harus menerima pandangan mata penuh
tuntutan dari teman-temannya untuk bercerita lebih jauh. Dan
akhirnya dia mengangkat pundak untuk kemudian berkata:
"Duta Agung benar sekali. Baru semalam kami menjadi
lebih paham dengan rahasia ilmu Cit Sat Sin Ciang secara
lebih utuh, dan sekaligus memahami makna lebih dalam yang
selama ini sangat rahasia dari ilmu pukulan Pek Lek Sin Jiu
....." Tek Hoat memulai perkataannya dengan tepat dan
langsung memikat perhatian semua teman-temannya. tentu
saja, semua menuntut penjelasan lebih lengkap dan lebih rinci
dari Liang tek Hoat terhadap ucapannya tadi. Semua tidak
perlu menunggu terlalu lama memang, karena Tek Hoat
segera menyambung:
"Bagaimana pandangan kalian semua tentang ilmu pukulan
Ci Sat Sin Ciang yang dilontarkan Majikan Kerudung Hitam
kemaren itu .....?” dengan pintar Tek Hoat menggiring teman-
temannya untuk memahami persoalan secara lebih tepat.
"Luar biasa, sangat kuat dan angin kekuatannya berlipat
ketika beprindah dari satu pukulan ke pukulan lain ....." Giok
Lian menjawab cepat dan memang tepat. Dibanding yang lain,
Giok Lian memang lebih awas mengikuti pertarungan
kekasihnya dengan Kiang Hauw Lam atau Majikan Kerudung
Hitam dahulunya.
"Tepat sekali. Setiap lontaran pukulan Cit Sat Sin Ciang
membawa arus kekuatan pukulan berlipat, itulah kehebatan
dan keistimewaannya. Dan kemaren, Majikan Kerudung Hitam
baru melontarkan lima pukulan ....... bisakah kita
membayangkan bagaimana menangkal 2 pukulan terakhir
....?”
Pertanyaan Tek Hoat membuat Mei Lan, Giok Lian dan Kwi
Song mengernyitkan dahi mereka. Jelas mereka tersentak dan
sadar, bahwa dua pukulan tersisa jika dilontarkan, bukan hal
mudah untuk menangkisnya.
"Apakah kita sanggup menerima dua pukulan lainnya ....?”
tanya Tek Hoat lebih jauh.
"Jika menggunakan jurus dan ilmu pamungkas dari
perguruanku, masih mungkin untuk bertahan dari dua pukulan
terakhir itu ....... " terdengar Kwi Song berkata dengan nada
yang jelas terdengar ragu.
"Koko, rasanya aku masih berkemampuan untuk bertahan
atau setidaknya menahan dua pukulan terakhir Cit Sat Sin
Ciang itu ..... " terdengar Mei Lan juga berkata, kali ini lebih
yakin dari Kwi Song.
"Akupun, setelah menerima gemblengan terakhir dari suhu
Bhiksu Chundamani, rasanya akan mampu bertahan dari sisa
2 pukulan mujijat itu ...." Siangkoan Giok Lian juga memiliki
keyakinan serupa. Terlebih dia memang secara cermat
mengikuti pertarungan Tek Hoat kekasihnya itu kemaren.
Tetapi, betapapun akhir-akhir ini dia merasa semakin kuat,
semakin maju dan semakin menyatu dengan kekuatan yang
diwariskan Bhiksu Chundamani kepadanya.
"Baguslah. Tetapi, tahukah kalian semua jika Pukulan Cit
Sat Sin Ciang yang muncul 100 tahun lalu hanya memuat 7
jurus pukulan dan ketinggalan 1 jurus pamungkasnya?” kejar
Tek Hoat yang membuat semua orang terperanjat.
"Dan tahukah kita bahwa lontaran jurus pamungkas Cit Sat
Sin Ciang itu adalah akumulasi kekuatan tenaga iweekang
yang dilontarkan pemukulnya dan baru bisa dipelajari pada
tingkat kepandaian yang setaraf dengan kemampuan tocu
Lam Hay dan Kauwcu Bengkauw sekarang ini?” Kali ini Kiang
Ceng Liong yang menambahkan.
Kali ini semua terperanjat. Jadi, Cit Sat Sin Ciang 100 tahun
silam hanya 7 jurus minus jurus pamungkasnya. Bagaimana
gerangan kekuatan jurus pamungkasnya jika demikian?
Sungguh susah dibayangkan.
"Nampaknya, ini yang dimaksudkan oleh Suhu dan
locianpwee Kolomoto To Lou bahwa lawan kita kelak, hanya
bisa ditahan dengan tingkat kesempurnaan dari ilmu-ilmu
peninggalan suhu kita masing-masing. Tingkat kedua dari
kemungkinan ilmu Locianpwee Kolomoto Ti Lou dan
mengembangkannya secara perlahan dengan kekuatan batin
kita pada tahapan terakhirnya. Hanya, dibutuhkan puluhan
tahun untuk meningkat lebih jauh ......... " terang Ceng Liong
lebih jauh.
Semua mulai terang dan jelas. Karena memang Kwi Song,
Mei Lan, Tek Hoat sudah mulai memasuki tahapan sempurna
dari ilmu wasiat guru mereka. Sementara Giok Lian justru
telah disempurnakan secara ajaib oleh Bhiksu Chundamani.
Tetapi, itupun hanya sanggup menahan Cit Sat Sin Ciang ......
bagaimana mengalahkannya? Ini yang membuat semua orang
bertanya-tanya.
"Koko, apakah dengan demikian dia tidak terkalahkan jika
sempurna menguasai Cit Sat Sin Ciang ....?” Mei Lan bertanya.
"Dan apakah sudah ada tanda-tanda si pemilik sempurna
ilmu itu ....?” Kwi Song ikut bertanya dengan nada penasaran.
"Menurut berita terakhir, ada satu orang yang sedang
menuju puncak kesempurnaan ilmu Cit Sat Sin Ciang itu. Dan
nantinya, kita akan menghadapi dua orang pemilik sempurna
ilmu ampuh tersebut ...." Tek Hoat menjawab. Dan sekali lagi
mengagetkan semua orang di tempat itu. Akan ada dua lawan
maut bagi mereka. Sungguh sebuah kabar yang menyentak,
mengagetkan tetapi betapapun tidak membuat mereka runtuh
semangat. Tidak, mereka sudah jauh lebih matang
menghadapi bahaya setelah berkelana dan bertarung terus
selama beberapa tahun terakhir ini.
Dan pada akhirnya, Tek Hoat bersama Kiang Ceng Liong
bergantian menceritakan kisah 3 Pulau Rahasia kepada teman-
teman mereka. Mengisahkan ilmu pulau tersebut, tokoh-
tokohnya dan kisah segi tiga ilmu hebat yang saling kalah-
mengalahkan dari 3 pulau yang sangat rahasia tersebut.
Termasuk menceritakan bahwa seratus tahun terakhir ketiga
ilmu itu raib, dan baru muncul akhir-akhir ini meski masih
kurang sempurna penguasaannya. Dan ramailah Naga-Naga
Muda Sakti itu berembuk, bertukar pikiran tentang bagaimana
meningkatkan ilmu masing-masing, serta bagaimana
menghadapi ancaman itu kedepan nanti. Cukup lama mereka
berembug masalah tersebut, sampai mendekati jam makan
siang. Dan pada bagian selanjutnya, Ceng Liong bertanya ....
"Aku membutuhkan persetujuan kawan-kawan soal usulan
Tocu Lam Hay, agar kita saling lebih mengenal, maka dia
bersama Bengkauw Kauwcu mengusulkan agar pada
pertandingan berikutnya sudah bersifat "pertandingan
persahabatan" dan saling mengenal Ilmu. Bukan lagi adu
kesaktian memperebutkan nama. Dan kedua locianpwe
mengusulkan pertemuan pertama dilakukan di Lam Hay agar
kita lebih mengenal Lam Hay ....... bagaimana pendapat kalian
....?”
"Melihat keseriusan dan kewibawaan Tocu Lam Hay dan
bengkauw Kauwcu dewasa ini, rasanya usulan tersebut tidak
mengada-ada. Saya setuju ...." Kwi Song yang bersuara
terlebih dahulu.
"Akupun setuju dengan ide tersebut ...." terdengar Tek
Hoat ikut menyatakan serta mengungkapkan persetujuannya.
"Bagaimana dengan engkau Lan Moi ....?” tanya Ceng Liong
sambiul melirik Liang mei Lan yang duduk disampingnya.
"Akupun setuju saja, jika kita semua memang
menyepakatinya ...." tegas Mei Lan.
"Baiklah, jika memang kita setuju, aku akan
menyampaikannya secara langsung baik kepada Bengkauw
Kauwcu maupun kepada Tocu Lam Hay. Dan mengenai
waktunya, biarlah kita tetapkan setahun setelah pertemuan
besar Kaypang dan tempatnya di Lam Hay ......." demikian
Ceng Liong memutuskan tanpa meminta pendapat Giok Lian.
Karena Giok Lian adalah warga bengkauw dan tidak
merupakan bagian dari Ceng Liong, Mei Lan, Tek Hoat dan
Kwi Song.
Demikianlah, pertemuan merekapun berakhir. Dan Ceng
Liong pada ujung percakapan sekali lagi mengingatkan:
"Saudara Kwi Song, jika aku tidak keliru menangkap
getaran dari suhengmu di Poh Thian, maka engkau harus
segera berada disana. Engkau diminta segera kembali karena
ada kaitan dengan urusan kakakmu dan suhengmu yang akan
segera "pergi". Tetapi, kuharap kita bertemu kembali di
Kaypang 6 bulan ke depan ....."
"Baik, akupun sedikit banyak menangkap getaran itu Duta
Agung. Karena itu, sekalian saja aku mohon diri dari Duta
Agung dan teman-teman sekalian. Kupastikan akan hadir
bersama utusan dari Siauw Lim Sie pada pertemuan besar
Kaypang 6 bulan ke depan. Harap kawan-kawan menjaga diri
masing-masing ........" Kwi Song sekaligus mohon diri dari
Lembah Pualam Hijau.
"Tek Hoat, Nona Giok Lian dan Lan Moi ...... nampaknya
tempat ini cukup memadai untuk kalian menyelesaikan satu
ganjalan terakhir di ilmu-ilmu kalian. Tetapi, selama seminggu
ke depan, aku akan sangat sibuk dengan urusan Lembah dan
akan menutup diri. Kuharap kalian menggunakan waktu
sebaik-baiknya. Jika sangat mendesak, aku akan membuka diri
pada setiap tengah malam ......... sampai urusanku tersebut
tuntas" ujar Ceng Liong.
"Duta Agung, benar sekali. Aku akan menggunakan waktu
beberapa hari untuk memeriksa kembali kemampuanku dan
juga "ilmu itu" ...." Tek Hoat memutuskan, dan berarti juga
atas nama Giok Lian dan adiknya Mei Lan. Jelas Mei Lan
senang saja terus bertahan beberapa hari di Lembah Pualam
Hijau tempat kekasihnya itu.
"Baiklah jika demikian. Mari kita makan siang ......" dan
berakhirlah percakapan Naga Muda Sakti itu pada hari itu.
Mereka selanjutnya harus "bekerja keras".
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-

Kita ikuti bagaimana kisah sebenarnya lolosnya Kiang Hauw


Lam dengan membawa atau menyandera Cui Giok Li, si dara
muda yang berasal dari Lembah Salju Bernyanyi. Sebagaimana
diketahui, Hauw Lam yang di penghujung penggunaan
Gerakan Kelima atau Jurus Kelima dari Cit Sat Sin Ciang, tiba-
tiba entah bagaimana tertotok oleh Kiang Ceng Liong, Duta
Agung Lembah Pualam Hijau. Pada saat tertotok, hawa
iweekang Kiang Hauw Lam sedang penuh dan secara tiba-tiba
mengalami hambatan pelepasan akibat totokan maut Duta
Agung Lembah Pualam Hijau.
Kiang Ceng Liong hanya mengerti satu dan belum mengerti
dua pada saat itu. Ketika menotok Kiang Hauw Lam, nyaris
tidak ada yang tahu bagaimana cara Ceng Liong
melakukannya. Bahkan Kiang Tek Hong dan Kiang In Hong
serta Jayeng Reksa, Nenggala dan Li Hwa yang paling dekat
dengan Kiang Hauw Lam, tidak tahu bagaimana cara Ceng
Liong melakukannya. Tak ada seorangpun yang tahu dan
mengerti, karena pada saat itu yang tahu Ceng Liong
membekal kemampuan luar biasa dalam menotok dengan cara
mujijat, hanya angkatan suhunya, termasuk Kolomoto Ti Lou
yang menunjukkan dan membuka jalannya.
Pada saat menotok, Ceng Liong hanya dibekali
pengetahuan mengenai Cit Sat Sin Ciang yang belum
selengkapnya. Jika tahu, rasanya kecolongan dimana Kiang
Hauw Lam lolos dan menggondol Cui Giok Tin masih dapat
diantisipasinya. Benar, pada waktu menotok, secara luar biasa
karena khawatir Kiang Hauw Lam kehabisan tenaga dan
"tewas" oleh belum sempurnanya dia menguasai Cit Sat Sin
Ciang, Ceng Liong telah menggunakan ilmu mujijatnya,
TATAPAN NAGA SAKTI. Dia telah melatih ilmu mujijatnya ini
sedemikian rupa hingga sanggup menggunakan Ceng Thian
Sin Ci ataupun Tam Ci Pa Siat hanya dengan Sinar Matanya.
Karena itu, tidak ada yang tahu, termasuk Kiang Hauw Lam,
jika dia baru saja terkena totokan secara ajaib dan mujijat
oleh Kiang Ceng Liong. Apalagi karena ilmu itu bisa dilakukan
dari jarak jauh.
Jika saja Ceng Liong tahu bahwa dia hanya menyumbat
daya ledak tenaga besar dalam tubuh Hauw Lam, tetapi tidak
membuyarkannya, maka kejadian Hauw Lam melarikan diri
bisa dicegah. Cit Sat Sin Ciang, mengolah tenaga besar dalam
tubuh untuk dilontarkan setiap pukulan berlipat ganda
kekuatannya. Hanya orang yang sudah di tingkat 7 yang
mampu menggunakannya dengan tanpa cedera. Jadi, Ceng
Liong memang benar menutuk Hauw Lam untuk
menyelamatkannya. Tetapi, tenaga yang terkumpul itu belum
atau tidak membuyar dan masih mengeram minta pelepasan.
Jika dilepas dan dibentur oleh kekuatan besar, maka Hauw
Lam yang belum sempurna menguasainya, alias baru di
tingkat 5, akan menjadi korban liarnya tenaga dalam
tubuhnya. Ini sudah diketahui Ceng Liong.
Tetapi, yang belum diketahui Ceng Liong, tenaga di dalam
tubuh Hauw Lam, sangat mudah dirangsang saking kuatnya.
Dan ketika Cui Giok Li menyentuh bagian lengan Hauw Lam
yang masih dikiranya Lie Hong Po, secara tidak sengaja Giok
Li memberi rangsangan buat tenaga besar itu membobol
totokan. Ketika tenaga tersebut dapat membobol totokan,
Hauw Lam dengan cepat bertindak. Menotok Giok Li dan
kemudian membawanya serta sebagai sandera. Itu yang
nampak. Yang tidak nampak dan hanya Giok Li serta Hauw
Lam yang tahu, sebetulnya Hauw Lam tidak menotok Giok Li
secara keras, tetapi adalah Giok Li yang memberi dirinya
untuk dibawa serta oleh Hauw Lam sebagai "jaminan"
keselamatan Hauw Lam.
Hauw Lam yang terharu dengan apa yang dilakukan Giok Li
segera bertindak cepat. Dia sadar, jika lebih dari dua jam dia
tidak menata dirinya yang berkelebihan hawa iweekang, maka
dia akan habis. Bercacat dan terluka didalam yang tak
mungkin lagi untuk disembuhkan. Karena itu, dia segera
bertindak cepat. Membopong tubuh Giok Li dan segera
melarikan diri untuk mencari tempat yang sepi dan sunyi.
Disanalah dia ingin menata kembali tubuhnya dan
menetralisasi kekuatan yang mungkin saja menyerangnya di
dalam. Untung tenaga di jurus kelima tidak dibentur kekuatan
besar dari Tek Hoat, jika dibentur, maka penguasaan Hauw
Lam yang belum sempurna akan menghanguskan dirinya
sendiri. Disinilah "takdir" yang dimaksudkan oleh Ceng Liong
di bahagian depan. Takdir yang telah diduga dan disuratkan
oleh Koai Todjin dan yang dimengerti oleh Kiang Ceng Liong
belakangan. Dan ini menambah kekagumannya atas tokoh tua
yang masih ada hubungan perguruan dengan leluhur Lembah
Pualam Hijau, yang membuka perspektifnya terhadap takdir
Hauw Lam dan juga Giok Li.
Apa yang terjadi selanjutnya? Dalam keterdesakan waktu,
Hauw Lam yang mulai kelimpungan karena "mabuk tenaga
sakti" secara serampangan mencari tempat yang dianggapnya
aman. Dia terus berlari turun gunung sampai kemudian
menemukan sebuah tempat di pinggiran sungai dan agak sepi
serta terpencil untuk kemudian menurunkan tubuh Giok Li
secara hati-hati dan mulai duduk bersamadhi menghimpun
tenaga guna mengatur dan menata kelebihan tenaga dalam
dirinya. Apa yang terjadi, hampir sama dengan pertemuan
pertama Giok Li dengan Hauw Lam. Hanya, jika pertemuan
pertama terjadi di atas pohon dengan tubuh Hauw Lam penuh
tenaga liar, maka pertemuan kedua terjadi ketika Hauw Lam
tak mampu menata tenaga dalam tubuhnya yang berlebihan.
Ceng Liong menyumbat tenaga berlebihan dari Cit Sat Sin
Ciang tingkat kelima. Padahal Hauw Lam belum menguasai
tingkat ke-7. Teorinya, Hauw Lam jika melepas serangan
tersebut, akan berakibat "kematian" baginya. Itu sebabnya,
Ceng Liong menutuknya agar tenaganya tidak terlontar keluar
dan menghabisi dirinya sendiri. Tetapi, tenaga besar di
gerakan kelima, sudah terlampau besar untuk tetap bersarang
dalam tubuh Hauw Lam, dan Hauw Lam sangat menyadari
keadaan ini. Di satu sisi dia berterima kasih kepada Duta
Agung, tetapi pada sisi lain, dia paham jika kondisinya juga
sangatlah berbahaya.
Hanya beberapa saat saja, Hauw Lam mulai kembali
mengerang-ngerang dan tubuhnya (wadahnya) mulai tak
sanggup menghadapi tenaga sakti yang tersebar liar dalam
tubuhnya. Kekuatan berlebihan itu kadang bersifat menghisap,
menolak, dan berbaur secara liar dalam tubuhnya. Jika tidak
ditata oleh kekuatan yang sama kuat atau mengatasinya,
maka kekuatan tersebut akan sangat merusak. Dan inilah
yang dinamakan takdir. Untuk kedua kalinya proses yang
sama terjadi dan mengakibatkan Hauw Lam yang sekarat
dapat terselamatkan. Dan orang yang melakukannya adalah
orang yang juga secara kebetulan sama: Cui Giok Li.
Cui Giok Li sebenarnya tidaklah tertotok parah. Dan juga
tidak dengan sengaja ditotok oleh Hauw Lam. Bahkan,
kesannya, dialah yang memberi diri ditotok oleh Hauw Lam
untuk membawanya bebas dan keluar dari Lembah Pualam
Hijau. Karena itu, ketika Hauw Lam mulai mengerang
kesakitan karena tak sanggup menyatukan tenaga sakti dalam
tubuhnya, Giok Li mulai siuman dan sebentar saja telah
menguasai dirinya dan tenaga saktinya. Terjadilah sekali lagi
proses Giok Li menolong Hauw Lam. Jika proses yang pertama
terjadi secara tidak sengaja, maka proses kedua terjadi secara
sengaja dan memang dimaksudkan Giok Li untuk membantu
Hauw Lam. Dia menempelkan kedua tangannya dan
menyalurkan tenaga ke dalam tubuh Hauw Lam yang nyaris
kehabisan minyak. Tenaga murni Giok Li menyatu dengan
tenaga murni Hauw Lam dan merangsang sekaligus
memperkuatnya. Dan gabungan tenaga murni keduanya yang
menyatu dalam tubuh Hauw Lam kemudian perlahan mulai
menjinakkan tenaga liar yang sangat besar dan dahsyat dalam
tubuh Hauw Lam.
Harus diketahui, bantuan pertama Giok Li terjadi ketika Lie
Hong Po atau Kiang Hauw Lam berusaha menguasai tahapan
gerakan kelima dari Cit Sat Sin Ciang. Bantuan Giok Li yang
membuatnya mampu menguasai tahap 5 dan mulai bisa
melakukan serangan Cit Sat Sin Ciang yang mematikan.
Kekuatan Giok Li waktu itu belum sebesar sekarang ini, tetapi
sudah dua kali lipat dari bantuannya yang pertama. Itulah
sebabnya, kekuatan yang dimaksudkan menolong Hauw Lam
cukup memadai untuk merangsang dan juga memperkuat
Hauw Lam guna mengendalikan tenaga berlebihan dalam
tubuhnya.
Proses tersebut berlangsung cukup lama. Dan bagian
terakhirnya, Hauw Lam kembali mengirimkan tenaga murni
Giok Li setelah kekuatannya sendiri bertambah. Dan
kelebihannya yang masih teramat besar itu kembali
tersalurkan kedalam tubuh Cui Giok Li. Demikianlah proses
meningkatnya kemampuan mereka berdua terjadi dua kali
dengan cara yang sama dan lewat proses yang sulit ditebak
dan nyaris tidak masuk akal. Tetapi, setelah beberapa jam
kemudian, Hauw Lam mulai kembali menemukan
kesadarannya dan langsung merasa bahwa kekuatan dan juga
kesegaran tubuhnya sudah meningkat secara luar biasa.
Hauw Lam kembali merasa jauh lebih segar, lebih dari
waktu dia belum ditotok Duta Agung. Sementara Giok Li,
tanpa disadarinya kekuatannyapun telah meningkat nyaris dua
kali lipat dari kemampuannya sebelum "mengobati" Kiang
Hauw Lam. Tetapi, keduanya sama sekali belum menyadari
sampai dimana tingkat kemajuan yang mereka alami. Yang
pasti, keduanya merasa jauh lebih kuat dan jauh lebih segar.
Adalah Hauw Lam yang terlebih dahulu menemukan
kesadarannya. Dia menarik nafas panjang begitu melihat
keadaan Giok Li, dan dia merasa sangat terharu karena sadar,
sekali lagi secara ajaib Giok Li telah menolongnya. Bahkan, dia
merasa kekuatannya yang bertambah adalah berkat bantuan
Giok Li:
"Sungguh besar budi Nona Giok Li terhadapku ...."
demikian batin Hauw Lam sambil memandangi Giok Li penuh
rasa terima kasih. Bahkan, sadar atau tidak, dari sinar mata
Hauw Lam, memancar rasa mesra dan kasih terhadap anak
gadis didepannya, yang berumur kurang lebih 10 tahun lebih
muda darinya. Terhitung kali ini, maka sudah dua kali Giok Li
membantunya melewati proses menentukan antara mati dan
hidupnya. Dan dua kali itu, dia mengalami kemajuan yang
tidak sedikit. Meskipun, Giok Li juga mengalami
keberuntungan yang tidak sedikit.
"Entah bagaimana aku harus membalas budi Nona ini ....."
demikian kembali Hauw Lam berkata dalam hatinya untuk
kemudian memalingkan pandangannya ke sekelilingnya. Hari
sudah gelap, maka menjadi kewajibannya untuk menjaga
keselamatan Giok Li yang dia tahu persis masih butuh waktu
hampir satu jam untuk menuntaskan upaya menata dan
menghimpun kembali kekuatan iweekang dalam tubuhnya.
Dan menyadari kewajibannya itu, Hauw Lam kemudian
perlahan-lahan menggerakkan kakinya dan berjalan-jalan
berkeliling arena kecil dimana dia juga tadinya berada.
Maksudnya jelas, menjajaki keadaan sekitarnya dan berjaga
jika ada sesuatu yang mengganggu proses Giok Li menata
kembali tenaganya.
Tetapi, alangkah kagetnya Hauw Lam ketika dia berpaling
kembali kearah Giok Li, dia menyaksikan sesosok tubuh yang
terbungkus kain dan kerudung kelabu telah berdiri disamping
Giok Li. Bukan hanya itu, tangan si pendatang berjubah kelabu
telah terulur siap melesakkan serangan ke tubuh Giok Li. Jarak
memang tidak terlalu jauh, tetapi Hauw Lam yang tadinya
terkesiap, begitu melihat si pendatang langsung urungkan niat
untuk menyerang ataupun menangkis. Sebaliknya, dia menarik
nafas panjang dan kemudian berkata:
"Sudah dua kali dia menyelamatkan nyawaku. Dan, tidak
akan mungkin siapapun kubiarkan untuk mencelakainya ....."
Sepertinya Hauw Lam mengenal si pendatang berjubah dan
berkerudung kelabu tersebut. Dan, nampaknya hubungan
merekapun sangatlah luar biasa. Dan perkataan Hauw Lam
tadi, meski tidak membuat tangannya yang telah terulur buat
menyerang ditarik kembali, tetapi sedikit banyak membuat dia
tersentak. Terdengar si pendatang kemudian berkata:
"Acccchhhhh, apakah engkau jatuh cinta kepadanya .....?”
Tak pelak lagi, si pendatang misterius yang jika didekati
dan diteliti lebih jauh berbadan langsing, dari suaranya
menegaskan jika dia seorang perempuan.
"Bukan soal cinta, tetapi setelah dua kali dia
menyelamatkan nyawaku, adalah tidak pantas jika
memperlakukan dia secara durhaka ......"
"Tetapi, tidakkah engkau melihat jika dia menerima imbalan
tidak kecil dari bantuan yang diberikannya kepadamu itu ....?”
suara si perempuan pendatangpun bertanya.
"Bagaimanapun, aku tidak akan rela membiarkan dia
dicelakai ...." tegas Hauw Lam.
"Engkau harus ingat, bahwa pengorbananmu sejauh ini
serta pengorbanan banyak orang lain bertujuan untuk apa
......" suara si pendatang terdengar menuntut.
"Ibu ...... aku telah terseret sangat jauh dengan dendam
ibu. Percayalah, aku akan menyelesaikan tugas itu. Tetapi, jika
ibu menyakiti gadis yang telah menyelamatkan jiwaku sampai
dua kali, maka ceritanya akan menjadi lain ......" terdengar
suara Hauw Lam mengeras. Dan, hebat luar biasa, ternyata si
pendatang yang berjubah kelabu dan berkerudung kelabu
yang bahkan oleh Hauw Lam sendiri tak terlacak
kedatangannya, ternyata adalah ibunya.
Inilah tokoh serba rahasia yang dahulu menjadi Hu Pangcu
Pertama Thian Liong Pang, Lamkiong Li Cu. Tokoh ini
termasuk tokoh utama yang merancang gerakan-gerakan
penyerangan Thian Liong Pang, menjadi istri Kiang Tek Hong,
Pangcu Thian Liong Pang waktu itu dan memiliki kecerdasan
serta kesaktian yang hebat. Dan, dilihat dari kondisinya saat
ini, kehebatannya sudah bertambah begitu jauh. Dan karena
itu, tokoh ini pastinya menjadi jauh lebih berbahaya lagi.
"Jika demikian, benar tebakan Ibu. Engkau mencintainya.
Dan ini akan menjadi ancaman buat latihanmu seterusnya.
Adalah lebih baik Ibu menyelesaikannya sekarang ini ...."
terdengar suara Lamkiong Li Cu penuh amarah.
"Jangan harap menjumpaiku dan menuntutku untuk
menyelesaikan proyek balas dendam ibu jika begitu. Silahkan"
dengan berani Hauw Lam menantang niat ibunya yang ingin
"membunuh" Giok Li.
"Engkau berani melawan ibumu ......?” suara Lamkiong Li
Cu sampai menggigil
"Aku tidak akan berani Ibu, tetapi jika ibu berniat
membunuh penolong nyawaku sampai dua kali, maka dengan
terpaksa aku akan melakukannya ...." suara Hauw Lam tidak
kalah tegas dan kerasnya. Dan kali ini berhasil ......... lengan
Lamkiong Li Cu perlahan lahan ditarik kembali dari atas kepala
Giok Li.
"Baiklah, kuampuni anak gadis ini. Tetapi, engkau harus
mengikuti Ibu sekarang juga. Ada urusan besar yang harus
segera kita kerjakan ........ " ujar Li Cu setelah menarik nafas
panjang dan melepas amarahnya yang tadinya siap meledak.
Rupanya, melihat kekeraskepalaan anaknya, Hauw Lam, dia
akhirnya luruh juga. Tetapi tidak, bukan tidak mungkin karena
dia punya keinginan lainnya.
"Maksud Ibu ....?” tanya Hauw Lam lega melihat lengan
pembunuh ibunya lalu dari kepala Giok Li.
"Aku mengampuni gadismu ini, tetapi engkau harus
mengikuti ibu sekarang ini..."
"Ibu ........ silahkan berjalan terlebih dahulu. Aku akan
menjagai anak gadis ini sampai dia benar-benar sembuh, dan
setelah itu, percayalah aku akan menyusul kemana Ibu
inginkan aku pergi. Silahkan ibu menyebutkan dimana aku
mesti segera menemui ibu nantinya ...." Hauw Lam masih
tetap berkeras untuk menjaga Giok Li baru menyusul ibunya.
Keadaan yang kembali memancing amarah Li Cu.
"Engkau lebih berat gadis ini ketimbang menyelesaikan
latihan Cit Sat Sin Ciang mu ?”
"Aaaaccccch Ibu, aku pasti akan menyelesaikannya. Aku
barusan mencapai tingkat yang tepat untuk melatih hingga ke
tingkat Ibu sekarang ini ......."
"Engkau sungguh tidak mengerti ...... huhhhhhh " kembali
Li Cu kelihatan kesal dan mulai marah kembali.
"Maksud ibu ....?” tanya Hauw Lam
"Kesempatan kita untuk menyempurnakan Ilmu mujijat Cit
Sat Sin Ciang berada sudah didepan mata, dengan
sempurnanya ilmu itu kita tidak perlu takuti siapapun lagi.
Duta Agung Lembah Pualam Hijau atau bahkan suhunya
sekalipun tidak akan perlu kita takuti lagi ........" tegas Li Cu
dengan berapi-api.
"Benarkah begitu ibu .....?” Kiang Hauw Lam terperanjat,
antara percaya dan tidak percaya dengan ucapan ibunya
barusan.
"Sudah tentu benar. Catatan lengkap sudah Ibu dapatkan
dan caranya juga sudah ibu ketahui. Tetapi, kita hanya punya
waktu sehari dua hari ini ......" tegas Li Cu terus membujuk
Hauw Lam.
Hauw Lam yang "anehnya" antara tertarik dan tidak
tertarik, kembali menoleh kearah Giok Li, kemudian menoleh
memandang ibunya. Dia nampak bingung. Tetapi pada
akhirnya diapun mengambil sikap dan berkata kepada ibunya:
"Ibu, jika demikian tunggulah paling lama 1-2 jam lagi.
Tanggung pada saat itu dia sudah siuman dan berhasil. Tidak
akan ada yang mengganggunya lagi ......." tawar Hauw Lam
yang seperti ingin memperpanjang waktu.
Tetapi Li Cu ibunya yang sudah tidak sabar tiba-tiba
bertindak:
"Ayo ........ Ibu tahu tempat dimana dia aman dan jauh dari
gangguan siapapun. Ibu berjanji dia tidak akan diganggu
siapapun hingga dia menyelesaikan samadhinya ...." sambil
berkata demikian, Li Cu melesat kearah Giok Li hingga Hauw
Lam sendiri tak mampu mencegahnya. Tetapi yang hebat, Li
Cu mampu menggerakkan kekuatannya hingga posisi dan
keadaan samadhi Giok Li sama sekali tidak terganggu, dan
kemudian dia melesat kedepan. Hauw Lam yang awalnya
kaget, tetapi ketika melihat ibunya melakukan hal yang luar
biasa, mau tidak mau meski kesal juga menjadi kagum kepada
ibunya. "Jangan-jangan ibu telah menguasai Cit Sat Sin Ciang
secara sempurna ....? ach, benarkah demikian ........?”
batinnya sambil mengikuti arah dimana ibunya membawa Giok
Li.
Dan tidak butuh waktu lama, dengan gerakan mereka yang
sangat cepat, Li Cu yang "menggendong" Giok Li dalam posisi
samadhi dan Hauw Lam yang mengikutinya, telah jauh
meninggalkan Lembah Pualam Hijau. Bahkan arah dan tempat
yang dituju, benar-benar jauh dari alur dan jalur utama orang-
orang menuju Lembah Pualam Hijau. Hingga mereka tiba di
sebuah goa alam yang nampaknya tidak pernah disentuh
manusia, karena pintu masuknyapun dipenuhi tetumbuhan.
Hanya, sudah ada bekas keluar masuk manusia meskipun
kelihatannya baru beberapa waktu terakhir. Kesanalah Li Cu
membawa Giok Li dan kemudian mencari tempat dan posisi
yang aman untuk meletakkan tubuh sang dara dalam posisi
masih samadhi. Setelah itu Li Cu melesat keluar, menemui
Hauw Lam dan berkata:
"Sekarang gadismu itu sudah sangat aman. Jangan
khawatir, tidak akan ada apapun dan siapapun yang akan
mengusiknya nanti hingga dia siuman ....... sekarang
waktunya engkau ikut ibu ...."
Hauw Lam yang sedang mengamat-amati keadaan
sekitarnya mengangguk-anggukkan kepala. Nampaknya dia
setuju bahwa Giok Li aman di tempat tersebut. Dan memang,
beberapa saat kemudian, diapun mengangguk dan berkata:
"Baiklah ibu, mari kita pergi ....."
Keduanyapun berangkat meninggalkan Cui Giok Li sendirian
dalam gua tersebut. Meninggalkan gadis cantik pemberani itu
dalam sebuah goa yang pada malam hari semestinya gelap
pekat. Tetapi anehnya, entah bagaimana caranya, masih ada
seberkas cahaya yang memberi seberkas cahaya dalam gua
itu hingga menampilkan kondisi gua dalam suasana remang-
remang. Gua dalam keadaan remang-remang karena
kebetulan bulan tidak terhalang awan yang mengirimkan
cahayanya kedalam. Keadaan inilah yang akhirnya dijumpai
Cui Giok Li ketika perlahan-lahan dia menemukan dirinya serta
menyelesaikan pengumpulan tenaga didalam tantiannya.
Dan gadis kecil pemberani yang terkadang nakal,
sebagaimana dia membantu Hauw Lam melarikan diri, begitu
sadar langsung menemukan keadaan dirinya yang segar
bukan main. Satu-satunya hal yang dalam ingatannya adalah,
dia melihat Lie Hong Po yang ternyata adalah Kiang Hauw
Lam yang dikaguminya sedang berkutat dengan masalah
kepenuhan tenaga dan kemudian membantunya. Simpatinya
kepada Lie Hong Po yang belakangan ternyata Kiang Hauw
Lam telah membuatnya secara sadar dan sengaja menolong.
Tanpa pamrih dan tanpa maksud apa-apa. Tetapi, dia justru
kini menemukan dirinya menjadi jauh lebih kuat dari
sebelumnya.
"Apa yang terjadi gerangan? siapakah yang menolongku?
apakah Hong Po koko ataukah ada orang lain lagi ....?
mengapa tubuhku menjadi sangat segar dan rasanya jauh
lebih ringan .....?” Pertanyaan-pertanyaan tersebut memenuhi
benak Giok Li tanpa dia sadar, jika kekuatannya kembali telah
meloncat dua kali lipat dari kondisi sebelum menolong Kiang
Hauw Lam. Dan ketika dia kemudian sadar sepenuhnya, dia
tidak berhalangan dengan kondisi goa yang remang-remang.
Sebaliknya, dia mampu melihat keadaan goa sebagaimana ada
cahaya siang hari.
Dan inilah yang membuat Giok Li menemukan keajaiban
lainnya. Takdir yang dimaksudkan sucouwnya sungguh sangat
tepat. Giok Li lolos keluar Lembah Pualam Hijau yang
membuang kemungkinannya untuk menyempurnakan ilmu
perguruannya, Lembah Salju Bernyanyi. Justru dia meningkat
pesat secara ajaib dari perasaan halusnya menolong orang
tanpa pamrih, dan hasil pertolongan itu meningkatkan
kemampuannya untuk mampu melihat keadaan Goa seperti di
siang hari, meskipun hari justru sedang tengah malam.
Goa tersebut sebetulnya digunakan oleh Lamkiong Sek dan
kawan-kawan untuk menyelidiki keadaan Lembah Pualam
Hijau beberapa waktu lalu. Hanya, mereka tidak menyelidiki
lebih jauh karena sedang tertumpah perhatiannya kearah
Lembah Pualam Hijau. Selain itu, mereka tidak pernah duduk
pada posisi dimana Giok Li duduk samadhi saat ini, dan
karenanya mereka tidak menemukan apa-apa di goa tersebut.
Berbeda dengan Giok Li yang sedang berkonsentrasi
menghabiskan malam dan melatih ilmunya dalam goa itu.
Itulah yang namanya jodoh dan takdir. Adalah Giok Li yang
ditakdirkan untuk menemukan sesuatu dalam goa tersebut
......
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-
Terik panasnya matahari telah berlalu. Perlahan Matahari
mulai doyong ke barat. Mendadak udara mulai terasa dingin.
Matahari yang tadinya masih perkasa menerangi persada
mulai bersembunyi dibalik pekatnya awan. Dan awan yang
tadinya putih bersih perlahan-lahan menjadi semakin hitam
dan pekat, berubah menjadi mendung. Dan benar saja, tidak
berapa lama kemudian hujanpun turun cukup deras, bahkan
diikuti dengan tiupan angin yang tidak kalah kencangnya.
Tiupan angin ini mampu membuat pepohonan di hutan
bagaikan barisan pohon yang sedang menari-nari. Tetapi
tarian itu tidak mendatangkan kesan "menyenangkan", tetapi
mendatangkan kesan seram.
Bumipun basah kuyup. Pepohonan yang basah
memercikkan air ketika bergerak-gerak bagaikan menari
secara tidak teratur. Dan ketika irama tariannya adalah petir
yang menyambar-nyambar, maka lengkaplah sudah rasa tidak
nyaman dan seram yang tumbuh dari kondisi alam ini. Saat
seperti ini adalah saat terbaik berdiam di rumah, berkumpul
bersama keluarga. Bukan saat yang tepat untuk melakukan
perjalanan atau setidaknya berada di luar rumah untuk
aktifitas apapun.
Tetapi, tidak demikian dengan 4 orang yang saling
berhadap-hadapan di alam terbuka disaat alam sedang
mengamuk. Jarak antara ke-empat orang itu cukup jauh, ada
sekitar 100 meteran lebih kurang. Mereka berhadap-hadapan
di depan sebuah tempat berteduh yang dibangun seadanya,
mirip sebuah bangunan dengan dinding seadanya. Atau
tepatnya, dinding depan dan samping kirinya sudah rusak
berat dan nyaris tanpa dinding, sementara dinding belakang
masih baik dan dinding baratnya sudah rusak cukup berat.
Hanya saja, bangunan tersebut memang tepat buat berteduh
karena bagian atasnya masih cukup baik. Paling tidak
menghindarkan orang dari hujan dan tempat berteduh yang
lumayan baik.
Yang menarik adalah posisi kedua belah pihak yang saling
berhadap-hadapan dalam jarak yang cukup jauh tersebut.
Pihak pertama terdiri dari 3 orang yang ketiga-tiganya
mencurahkan perhatian sepenuhnya ke pihak lawan yang
sesekali bergerak sesekali diam. Ketiga orang yang nampak
berdandan mirip, dan ciri khas menonjol dari dandanan
mereka adalah adanya bwee hoa (bunga bwee) yang terlukis
di bagian dada sebelah kiri dari pakaian mereka. Tidak salah,
ketiga orang ini adalah pentolan Bwee Hoa Cung
(Perkampungan Bunga Bwee) yang sangat terkenal di dalam
rimba persilatan saat ini.
Apa yang membuat mereka terkenal? Sebetulnya bukanlah
karena kemampuan ilmu silat yang membuat mereka
dihormati dunia persilatan, tetapi karena kemisteriusan
perkampungan tersebut. Meski tidak membekal ilmu silat yang
luar biasa, tetapi tidak banyak tokoh silat yang sanggup
menerobos masuk ke perkampungan tersebut. Mengapa?
karena perkampungan mereka dipenuhi aneka barisan aneh
dan gaib yang sulit dipecahkan siapapun. Tetapi, meskipun
demikian, perkampungan ini tidaklah nyentrik dan tidaklah
menarik diri dari pergaulan rimba persilatan. Hanya, memang
keistimewaan mereka adalah dalam membentuk ataupun
memecahkan barisan, terutama barisan yang dibentuk dari
alam.
Bahkan seorang tokoh mereka, Bun Tho Hoa, pernah
dimanfaatkan orang untuk membobol Lembah Pualam Hijau
(episode 9) yang dikelilingi barisan aneh dan gaib.
Kemampuan istimewa ini memang dibekal oleh rata-rata tokoh
Bwee Hoa Cung, dan belum pernah tersiar kabar perbuatan
tidak menyenangkan yang dilakukan oleh perkampungan
misterius ini. Yang terasa aneh kemudian adalah, mengapa
pula ketiga tokoh Bwee Hoa Cung ini tiba-tiba muncul di
depan bangunan tempat berteduh dan nampak sedang serius
mengawasi lawan mereka di depan sana?
Dan yang juga mengherankan adalah, tokoh di hadapan 3
orang dari Bwee Hoa Cung ini. Jika dilihat dari dekat, ternyata
adalah seorang dara cantik jelita yang mengenakan warna
putih dengan sabuk cemerlang berwarna biru langit. Yang
menarik dari dara jelita itu adalah pakaiannya yang entah
bagaimana jika dilihat dari jarak yang lebih dekat bagaikan
arak-arakan awan putih. Tetapi, jika disentuh atau dilihat lebih
teliti, kesan awan berarak itu akan lenyap dan nampak seperti
kain putih biasa lainnya. Ini membuat si dara jelita menjadi
semakin menarik untuk dipandangi. Dan apalagi jika
dikombinasikan dengan kecantikannya yang khas, maka
keadaannya menjadi semakin memikat orang untuk
memperhatikan.
Dan hal kedua yang membuatnya menarik adalah, ketika
selintas dia tersenyum, mungkin karena menemukan cara
yang tepat dalam kondisinya saat itu, terlihat sepasang lesung
pipit di pipinya. Dan ini membuatnya menjadi semakin cantik
dan manis untuk dipandang. Hanya saja, pada saat ini senyum
dan lesung pipit itu sangat jarang kelihatan karena sang dara
sepertinya sedang sibuk dengan sebuah urusan. Hal ini dapat
dilihat dari hanya sesekali dia bergerak dengan pesat dan
lincah, dan hanya sesekali dia tersenyum dan itupun sangat
sekilas. Tetapi lebih sering dia berdiam diri dan dalam posisi
yang sangat serius. Jelas dia sedang berkonsentrasi
menghadapi soal yang ada di depan matanya. Yang pasti,
dara itu terlihat sangat menarik dan cantik meskipun sedang
dalam kondisi sangat serius sekalipun.
Tetapi, ada hal ketiga yang juga membuat pemandangan di
sekitar si dara cantik itu menjadi menarik perhatian. Berbeda
dengan tubuh ketiga tokoh yang gampang diidentifikasi
karena bunga Bwee di bagian dada kiri pakaian mereka nyang
sudah basah kuyup; Pakaian si gadis yang putih cemerlang
dengan sabuk biru melingkar di pinggangnya, "ajaibnya"
masih kering dan tidak basah sama sekali. Ada apa? ah ini
hebatnya, jika diteliti lebih jauh ternyata butiran hujan yang
akan menerpa tubuhnya sama sekali tidak menyentuh dan
membuatnya basah. Sebaliknya, butiran-butiran hujan itu
jatuh menyamping ditubuhnya dan seperti dipelesetkan
sebuah kekuatan dari dalam tubuhnya. Hebat. Jika demikian,
anak gadis ini bisa dipastikan bukanlah tokoh sembarangan,
pasti tokoh hebat.
Tetapi, pada saat itu si gadis seperti sedang dalam kondisi
yang serba runyam dan kesulitan. Dilihat dari beberapa kali
dia bergerak kekiri maupun kekanan, berjalan kedepan dan
kemudian kembali pada posisi semula, dia sepertinya sedang
terjaring oleh sebuah kekuatan barisan ajaib. Dan jika melihat
kerut dan ketegangan di wajah 3 pria asal Bwee Hoa Cung
yang memandang dari kejauhan, bisa dipastikan mereka
memang sedang bertarung. Hanya saja, pertarungan mereka
memang ajaib dan aneh. beda dengan pertarungan
menggunakan ilmu silat.
"Hmmmmm, sam te, kelihatannya Bwee Hoa Tin yang
engkau racik akan mampu mengendalikan gadis ini ......"
berbisik salah seorang dari ketiga tokoh Bwee Hoa Cung
tersebut, berbisik kepada orang ketiga dari mereka.
"Ji ko, kelihatannya memang demikian. Tetapi, harus kita
akui, pengetahuannya atas ilmu barisan bukanlah
pengetahuan kacangan. Jelas dia nyaris setaraf dengan kita
untuk urusan ilmu barisan ....." orang yang dipanggil Sam te
menjawab.
"Benar Sam te, engkau benar sekali. Kemampuannya
memecahkan barisan Kiam Hoa Tin (Barisan Bunga Pedang)
kita jelas bukanlah kemampuan kelas bawah. Apalagi Barisan
Lan Tian Bun Tin (Barisan Pintu Langit Selatan) bentukannya
juga sangat ruwet. Ditanggung, selain Bwee Hoa Cung kita,
akan sangat jarang menemukan manusia yang mampu
memecahkannya ....." kembali sang Ji ko berkomentar.
"Ji te, sam te, kita harus tetap bersiaga. Ilmu barisan jelas
kita masih menang setingkat dibandingkan nona itu, tetapi
ilmu silatnya nampaknya berlipat-lipat di atas kita. Untungnya
nona muda itu kelihatannya bukanlah orang jahat, mungkin
benar dia hanya sekedar bertanya kepada kita. Tetapi,
sayangnya kitapun tak mengerti dan tak paham dengan apa
yang ingin dia tanyakan. Bagaimanapun sebaiknya engkau
membangun barisan khas kita menuju ke belakang bangunan
itu Ji te ......" orang pertama dari tiga tokoh Bwee Hoa Cung
itu akhirnya angkat bicara.
"Benar Toako ...... tugas kita meminta bantuan Duta Agung
harus secepatnya kita kerjakan, jika kita bisa membantu nona
itu memang baik. Tapi celakanya, kita tidak tahu apa yang
ingin dia tanyakan dan mintakan bantuan kepada kita ......"
orang kedua kembali berkata dan selesai itu diapun bergerak
ke samping. Terlihat dia menumpuk batu di satu titik,
menancapkan satu atau dua patok pada sudut lainnya,
kemudian bekerja mencabuti rumputan dan memindahkannya.
Gerakannya terlihat sangat cepat dan terampil, pastinya dia
memang lihay dalam urusan membentuk barisan, di alam
terbuka sekalipun.
Sementara itu si Dara Cantik berbaju putih masih terus
terjebak dalam barisan buatan tokoh Bwee Hoa Cung itu.
Tetapi yang luar biasa, meskipun telah makan waktu hampir
setengah jam, di tengah teror hujan dan petir, diganggu angin
yang bertiup keras dan cuaca menjadi gelap menyeramkan
tetapi tidak membuat sang Dara ketakutan dan patah arang.
Sebaliknya, wajah cantik itu nampak semakin serius, semakin
tidak muncul senyum di bibirnya dan lesung pipitnya otomatis
tidak lagi nampak. Sebaliknya, Dara cantik itu sekarang
memejamkan mata. Hal itu dilakukannya setelah dia
mendengar suara yang membisiki telinganya:
"Pejamkan matamu, pandangan matamu membuat semua
ornamen hiasan dalam barisan menjadi aneh dan asing.
Semua itu memang ditanamkan untuk mengganggu
konsentrasimu dan menipu matamu ......"
Dan memang benar, setelah sang Dara memejamkan
matanya bayangan-bayangan yang mengerikan yang
berseliweran di depan matanya dan mengganggu
konsentrasinya lenyap seketika. Hanya, masalahnya sekarang,
dia tidak sanggup mengenali jalan di depan, samping maupun
belakangnya. Kini dia harus mengandalkan kemampuan
instingnya. Tetapi, betapapun dia berterima kasih atas suara
yang tadi membisikinya. Karena kini, konsentrasi dan
kepercayaan dirinya pulih kembali.
Dan kemajuan yang dibuat Dara jelita ini membuat kaget
orang pertama dan orang ketiga dari Bwee Hoa Cung.
Meskipun begitu, mereka tidak menjadi gugup dan gelisah
karena mereka tahu persis kehebatan barisan andalan mereka
tersebut. Benar saja, meski tidak lagi terganggu oleh
kumujijatan barisan yang mendatangkan rasa seram dan
mengerikan dalam hati sang Dara, tetapi menemukan jalan
keluar dari barisan itu bukanlah cara mudah. Beberapa
langkah yang dilakukan si Dara itu hanya sanggup
mengembalikannya ke posisi awal sekali lagi. Dan dalam
hitungannya, posisi tersebut sudah lebih sepuluh kali
ditempatinya. Hal yang mengisyaratkan bahwa hingga saat itu
dia masih belum menemukan kemajuan sedikitpun dari
upayanya keluar dari barisan Bwee Hoa. Satu-satunya
kemajuannya adalah, memejamkan mata sebagaimana
anjuran si pembisik tadi.
Selebihnya, dia telah mencoba lebih dari 6 rumus yang
dirancangnya sejak awal, tetapi tak ada satupun yang nempil
untuk mengalahkan barisan aneh tersebut. Sudah berkali-kali
dia berusaha menemukan titik pusat pergerakan barisan itu,
tetapi berkali-kali juga dia gagal dan kecewa. Tetapi,
kekecewaan tidaklah membuatnya menyerah. Justru
sebaliknya, semakin bersemangat dia mempelajari seluk beluk
barisan yang ditata secara sederhana dengan barisan patok
kayu, rerumputan, bebatuan dan kombinasi benda-benda
tersebut. Dan lagi, anehnya, dia sadar betul bahwa barisan itu
tidaklah besar, tetapi dalam area yang tidak terlampau luas.
Hanya, mengapa dia tak sanggup untuk membobol dan
menemukan jalan keluarnya?
Setelah berkali-kali gagal dan gagal, pada akhirnya sang
Dara kembali berdiam diri. Kelihatannya dia sedang menakar
dan mencari jalur dan alternatif lain untuk memecah rahasia
barisan aneh itu. Dan tiba-tiba dia kembali mendengar suara
dan merekapun berbicara melalui ilmu menyampaikan suara:
"Nona ...... apa yang engkau rasakan sekarang ...?”
"Tidak ada lagi bayangan seram yang menyerangku, tidak
ada lagi pergerakan masing masing benda untuk
mengacaukan pandang mataku, tetapi aku selalu berakhir di
titik awal ini ketika mengayunkan langkah sebanyak 15 kali
....."
"Sudah berapa kali engkau mencoba untuk melangkah
sebanyak 15 kali ...?”
"Sudah sekitar 6 kali dengan beberapa variasi langkah,
tetapi akhirnya tetap juga di tempat yang sama"
"Sudah pasti bukan ..... ach, tapi kenapa tidak ....?”
"Cobalah, tetapi setiap langkah beritahukan apa yang
engkau rasakan ..."
"Baiklah, aku akan mencoba ...." sang Dara terdengar
antusias kini, dan diapun langsung mencobanya. Sebagaimana
petunjuk bisikan tadi, demikianlah dia kembali mencoba
membobol barisna itu.
"Langkah pertama ...... ach, seperti ada yang bergerak ..."
"Benar, meski tidak nampak dari dalam, tetapi bisa
dirasakan. Nampaknya gerakan apapun yang Nona lakukan,
Barisan itu akan ikut bergerak dan mengurung Nona
didalamnya. Bagaimana jika sekiranya nona tidak bergerak
sama sekali selama beberapa saat, apakah yang kira-kira akan
terjadi ...?”
"Hmmmmm, jika memang pusat perubahan ada di langkah
awalku dan barisan selalu berubah mengikuti kemana aku
bergerak dan selalu mengurungku, maka berdiam di satu titik
dan bahkan di pusatnya akan membuatku terkurung disini
selamanya ...."
"Nona, bagaimana jika engkau bergerak secara cepat maju
selangkah dan mundur selangkah, atau maju dua langkah dan
mundur dua langkah pada saat barisan itu belum
menyesuaikan dengan posisimu, atau terlambat menyesuaikan
dengan posisimu yang bergerak berubah secara cepat.
Cobalah, aku akan terus dan selalu mencoba melihatnya dari
luar"
"Baiklah, sungguh ide menarik ....."
Setelah berkata demikian, Dara itu nampak bergerak
sangat cepat, satu langkah ke depan dan diikuti dengan cepat
satu langkah ke belakang ke posisi semula ...."
"Terlalu cepat, barisan itu tidak terlihat bergerak ...."
"Benar, coba kulakukan dengan lebih perlahan ....."
Dan benar, Dara itu kembali melakukan gerakan maju dan
mundur dengan kecepatan dikurangi. Alias, memberi
kesempatan barisan itu untuk ikut bergerak menyesuaikan.
"Ach, benar jika demikian. Barisan ini bergerak terus untuk
mengurungku. Jika demikian apa yang sebaiknya kulakukan
....?”
"Aku sudah menyaksikan dari samping dan dari atas,
tempatmu berdiri adalah pusat perputaran barisan tersebut.
Jika diikuti dengan mata telanjang, baik dari atas maupun
samping, maka siapapun pasti akan diterjang kekuatan mujijat
dari hasil pergerakan barisan itu. Sungguh barisan istimewa
......"
"Jadi, bagaimana membobolnya >>>>?”
"Aku belum tahu karena pemahaman barisanku agak
lemah. Tetapi, jika engkau bergerak, bergerak dan terus
bergerak, maka kekuatan bahan-bahan penopang barisan itu
bukan tidak mungkin akan rusak. Tetapi, aku kurang paham,
apakah cara ini akan berhasil. Mungkin pemahaman nona
yang lebih mendalami ilmu barisan yang akan lebih mengerti
bagaimana menaklukkan barisan tersebut"
"Jika aku bisa memperhatikan pergerakan barisan itu, maka
aku akan sanggup menemukan titik dan pintu keluar barisan.
Hanya, sayang jika aku membuka mata, pergerakan barisan
itu akan membuatku merasa terganggu ....."
"Nona, kemampuan iweekangmu cukup memadai, tetapi
kekuatan batinmu masih sangat kurang. Jika engkau bersedia,
aku akan menurunkan ilmu pernafasan untuk menahan
gangguan kekuatan mujijat yang mengganggu konsentrasi
mata dan pikiranmu. Dan setelahnya kurasa engkau akan
sanggup membuka pintu perubahan barisan itu ....."
"Accccch, aku menjadi muridmu begitu ....?”
"Bukan, tidak perlu nona menjadi muridku. Aku hanya
membuka pintu menggunakan kekuatanmu untuk melawan
gangguan-gangguan kekuatan gaib dari barisan itu ....."
"Hmmmm, benar juga. Baiklah, aku bersedia ........"
"Hanya saja, engkau tidak boleh mengatakan kepada
siapapun jika pelajaran itu berasal daripadaku. Terutama
mengatakan kepada 3 tokoh Bwee Hoa Cung itu ...."
"Baiklah, aku bersedia dan berjanji ....."
Dan beberapa saat kemudian, Nona cantik berbaju putih itu
nampak mencurahkan perhatiannya sehingga dikira 3 tokoh
Bwee Hoa itu dia sedang berkonsentrasi mencari jalan keluar.
Padahal yang benar, Nona itu sedang melatih diri di bawah
petunjuk seseorang yang mengiriminya suara untuk
melatihnya. Dan benar saja, tidak sampai 10 menit, si Nona
sudah berhasil menyelesaikan latihan tersebut.
"Nona muda, tidak kusangka jika kemampuan iweekangmu
begitu luar biasa dan mujijat. Tadinya engkau akan butuh
waktuhampir satu jam, ternyata hanya butuh kurang dari 10
menit belaka. Mudah-mudahan engkau tidak menggunakan
pengumpulan kekuatan seperti itu untuk tujuan yang kurang
baik ...."
"Hihihi, terima kasih, terima kasih. Kalau dulu kutahu
penting belajar ilmu itu, tentu sudah kupelajari. Tapi,
menggunakan untuk tujuan kurang baik, aku benar-benar
kurang paham. Suatu saat kalau sudah paham maksudnya,
jika tidak merugikanku pasti saranmu kuikuti. Untuk saat ini,
aku harus mengucapkan terima kasih kepadamu, terutama
jika aku mampu membobol barisan gaib tiga tokoh sombong
disana itu" Dara sakti itu memberikan jaminan sekaligus
mengeluarkan unek-unek setelah tertahan lama dalam barisan
ajaib itu.
"Baiklah, silahkan engkau mencoba sekali lagi ......"
Tanpa menyahut lagi, Dara baju putih itu kembali bergerak.
Dan kini gerakannya sungguh mengagetkan, bahkan juga
terlihat si pembisik yang ternyata berada dibalik atap
bangunan tempat berteduh sampai geleng-geleng kepala.
Dara putih yang cantik itu bergerak dengan kemampuan hebat
dan luar biasa, bahkan sesekali terbang mengapung dan
seakan terhenti di udara untuk mengamati sesuatu
dibawahnya.
"Aku sudah mulai paham, tetapi masih butuh sekali lagi.
Hihihi, benar-benar hebat ilmumu, kini serangan mujijat itu
tidak lagi mengganggu mata dan pikiranku ...."
Dan bergeraklah si Dara baju putih sekali lagi. Sama
dengan gerakan-gerakan yang pertama tadi, dia melenggang-
lenggok dengan cepat dan dari tubuhnya mengalir kekuatan
luar biasa, kemudian mengapung tinggi beberapa kali, seakan
terhenti beberapa detik di udara, dan kemudian kembali
bergerak ke bawah. Dia menyelusup kekiri dan kekanan, tidak
menunggu barisan itu bergerak menyesuaikan dengan posisi
terakhirnya, dan kemudian mengapung sekali lagi, turun
kembali, dengan empat langkah cepat kekanan, memutar dan
akhirnya diapun keluar dari barisan ajaib itu.
"Hihihi, luar biasa. Sungguh-sungguh sebuah barisan ajaib.
Aku harus berterus terang jika pengetahuan ketiga locianpwee
atas barisan masih berada di atasku. Sudahlah, aku mengaku
kurang lihay di ilmu barisan dibandingkan para locianpwee ...."
si Dara putih sudah cepat menemui 3 tokoh Bwee Hoa Cung
yang sekarang pucat pasi melihat barisan kebanggaan mereka
ternyata bobol juga akhirnya.
Tetapi si orang tertua dengan cepat menemukan dirinya
dan orang ini memang selalu tenang dan punya wibawa
menjadi toako dari kedua adiknya.
"Nona, engkaulah orang pertama yang mampu membobol
barisan andalan kami bertiga. Mungkin benar dalam hal ilmu
barisan kami sedikit di atas nona, tetapi untuk ilmu silat, kami
tidak berani melawan nona. Kemampuan nona berada jauh di
atas kami bertiga kakak-beradik ......"
"Accccch, locianpwee engkau sungguh gagah. Akupun
sadar dalam ilmu barisan masih kalah dibandingkan
pengetahuan dan keterampilan locianpwee bertiga, tetapi aku
tidak akan menggunakan ilmu silatku untuk memaksa
locianpwee. Toch aku hanya ingin bertanya kepada
locianpwee untuk suatu urusan yang ada hubungan dengan
tempat darimana aku datang ...."
"Nona, adu pengetahuan soal barisan tadi mungkin kami
menangkan. Tetapi usia kami jauh di atas nona, jadi boleh
dibilang dan kami merasa demikian, bahwa kami tidaklah
menang dalam pertarungan itu. Tetapi, soal informasi apa
yang nona butuhkan, jika memang kami mengetahuinya,
maka kami akan memberitahukan kepada nona ...."
"Ketiga locianpwee, maafkan aku yang muda dan usil.
Sebenarnya, begitu melihat locianpwee membentuk barisan
menuju hutan dari tempat ini membuatku menjadi iseng. Aku
yang muda mohon maaf ....."
"Ach, nona kami melakukannya karena memang keluar dari
perkampungan secara rahasia. Jika jejak kami ditemukan
penjahat, maka nasib ketua perkampungan kami yang menjadi
sandra akan sulit diduga. Karena itu, kami bertiga selalu
bersembunyi dalam barisan jika berada di tempat umum ......"
"Ach, begitu kiranya. Mohon maaf sekali lagi locianpwe .....
jika aku bisa membantu pasti aku akan melakukannya .....
siapa gerangan penjahat itu ...?”
Terlihat si orang pertama dari ketiga tokoh Bwee Hoa Cung
itu menarik nafas panjang. Dan beberapa saat kemudian dia
berkata:
"Nona, sebaiknya kita berbicara didalam barisan. Maafkan,
ini dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan kami dipergoki
penjahat-penjahat yang sedang menyandra ketua
perkampungan kami ..."
"Baik, mari ......"
Dan merekapun memasuki barisan baru yang baru dibentuk
oleh orang kedua dari tiga tokoh tersebut. Sementara barisan
pertama, dengan satu sentakan saja dari tokoh ketiga Bwee
Hoa Cung telah merusak pergerakan otomatisnya, sehingga
semua benda, rumput, patok ataupun bunga yang tadinya bisa
bergerak otomatis, kini kembali menjadi benda alam yang
tidak bergerak dari tempatnya.
"Begini nona, ketua perkampungan kami sedang disandra
penjahat yang sama sekali tidak kami kenal. Tokoh terhebat
dalam ilmu barisan dan menjadi wakil ketua perkampungan
Bun Tho Hoa, telah dibawah oleh para penjahat entah
kemana. Oleh karena itu, secara rahasia ketua kami mengirimi
kami kabar agar kami menyusup melalui saluran rahasia di
perkampungan guna menemui Duta Agung Lembah Pualam
Hijau, Bengcu Dunia Persilatan Kiang Ceng Liong untuk
membantu perkampungan kami. Hingga kini, Ketua kami
beserta anak dan istrinya masih dalam pengawasan mereka di
Bwee Hoa Cung, sementara wakil ketua perkampungan masih
belum ketahuan jejaknya dimana ...."
"Ahhaaaaa, jadi locianpwee bertiga sedang menuju Lembah
Pualam Hijau ...?”
"Benar sekali nona ......" sahut orang kedua dari 3 tokoh
Bwee Hoa Cung itu
"Kebetulan sekali jika demikian ......" sahut Dara baju putih
nyaris berteriak
"Maksud Nona ...?”
"Akupun sedang menuju kesana, dan justru informasi yang
ingin kudapatkan adalah, bagaimana cara menuju Lembah
Pualam Hijau ....."
"Ach, begitu kebetulan ....." desis sang toako, atau orang
pertama dari ketiga tokoh Bwee Hoa Cung itu.
Sedang mereka bercakap-cakap, tiba-tiba si Dara baju putih
nampak terdiam. Si pengirim suara yang membantunya tadi,
kembali menghubunginya:
"Nona, bolehkah aku meminta bantuanmu ...?”
"Katakan saja, apa yang bisa kubantu ....."
Sementara itu, ketiga tokoh Bwee Hoa Cung terlihat kaget,
tetapi tidak lama. Mereka segera tahu sebagai tokoh-tokoh
dunia persilatan bahwa sang Dara sedang bercakap dengan
orang melalui ilmu pengirim suara. Hal ini menambah
kekaguman mereka, sekaligus kaget, karena tingkat
kepandaian sang gadis sudah pada tahap mampu mengirim
suara. Mereka bertiga masih jauh dari tingkatan itu.
"Engkau harus mengatakan kepada ke-3 tokoh itu bahwa
Duta Agung Lembah Pualam Hijau sudah turun gunung,
katakan bahwa Bun Tho Hoa dimanfaatkan dibawah ancaman
untuk membobol barisan di Lembah Pualam Hijau. Dan
katakan juga, Duta Agung telah mendengar kesulitan mereka
dan karena sedang mengerjakan urusan lain, dia akan
mengirim orang untuk membebaskan Bwee Hoa Cung ...."
"Ha ..... engkau tahu dan paham sebegitu rincinya ....?
Siapa engkau jika demikian ...?”
"Hahahaha, Nona Kwan Hong Li, sudah tentu aku tahu
kisah itu. Bahkan aku juga mengetahui siapa adanya dirimu,
darimana asalmu dan mengenal juga ayahmu ...."
"Haaa, jika begitu engkau curang. Aku tidak akan
menyampaikannya ....." si Dara baju putih yang ternyata
adalah Kwan Hong Li kaget setengah mati mendapati si
pembisik ternyata mengenalinya.
"Mengapa curang Nona ...?”
"Karena engkau mengenalku tetapi aku tidak mengenalmu
....."
"Jadi, apa keinginanmu Nona ...?”
"Engkau harus mau menemuiku dan berkenalan, baru aku
memberitahu kepada mereka apa yang ingin engkau
sampaikan. Dan satu lagi, aku harus mengetahui siapa engkau
gerangan ...."
"Baiklah, jika itu keinginanmu. Setelah suasana
memungkinkan, aku akan menemuimu nantinya ....."
"Bukan nantinya, segera setelah ketiga locianpwee ini
pergi, engkau harus menemuiku"
"Hahaha, engkau sungguh memaksa nona Kwan Hong Li,
tetapi baiklah. Aku memang memiliki urusan yang lain
denganmu. Setelah mereka bertiga pergi aku akan
menyempatkan waktu untuk menemuimu ....."
"Baiklah, sekarang katakan siapa dirimu yang sebenarnya
....."
"Duta Agung Lembah Pualam Hijau, Kiang Ceng Liong ......"
"Apa ....?”
"Sudah jelas aku menyebutkannya Nona ....."
"Ternyata, ternyata engkau .......... achhhhh ...."
"Sekarang engkau katakan pesanku, dan terimalah tanda
pengenal dariku ......"
Kwan Hong Li mengibaskan lengannya dan benar saja,
tanpa ada tanda-tanda sesuatu menuju dirinya, tahu-tahu
ditangannya telah tergenggam sebuah "medali naga hijau".
Medali yang siapapun tokoh persilatan paham, bahwa
pemegangnya berarti mewakili atau mengatasnamakan Duta
Agung Lembah Pualam Hijau dan sekaligus Bengcu Dunia
Persilatan meskipun Kiang Ceng Liong telah mengundurkan
diri.
Tidak satupun dari ketiga tokoh yang tahu apa yang
dipercakapkan dan kemudian dipegang Kwan Hong Li. Mereka
kaget melihat Hong Li berdiam diri, dan kini mereka melihat
nona itu bergerak entah apa yang dilakukannya. Tetapi,
setelah itu, Kwan Hong Li bergerak biasa dan memandang
mereka untuk kemudian berkata:
"Ketiga locianpwee, apakah mengenal medali ini ...?”
Begitu melihat Medali Naga Hijau, ketiga tokoh itu langsung
bersujud dan menyembah sambil berkata:
"Menemui Duta Agung ....."
Kwan Hong Li segera menyimpan kembali Medali itu dan
merasa teramat kaget. Betapa besar kuasa Medali yang
ditangannya itu. "Sehebat apa siy Duta Agung itu ...?” begitu
desisnya dalam hati.
"Ketiga locianpwee, Duta Agung Lembah Pualam Hijau baru
saja meminta kesediaanku untuk menyampaikan pesannya ..."
"Apakah gerangan pesan itu nona ....?”
"Pertama, Lembah Pualam Hijau telah memutuskan turun
gunung dan kalian bertiga tidak akan menemukan siapapun
disana. Duta Agung barusan berangkat dari sini dan telah tahu
apa persoalan Perkampungan Bunga Bwee. Dia berjanji akan
mengurus masalah tersebut secepatnya, tetapi Bun Tho Hoa
masih dibawah penjahat dan bahkan dimanfaatkan membobol
Lembah Pualam Hijau beberapa waktu lalu ..... Diapun
berpesan, tidak perlu ke Lembah Pualam Hijau. Setelah urusan
di Thian San, dia akan mengunjungi Perkampungan Bunga
Bwee untuk membantu ....."
"Ha, benar, benarkah memang demikian Nona ....?” ketiga
tokoh Bwee Hoa Cung itu merasa sangat kaget.
"Duta Agung baru saja memberikan Medali ini tadi. Katanya
dengan melihat Medali ini ketiga locianpwee akan percaya ...."
"Ach, betul, betul nona. Sudah tentu kami percaya. Bahkan
kami gembira karena di tengah jalan misi kami sudah bisa
selesai. Biarlah kami bertiga akan menunggu Duta Agung di
Perkampungan nantinya ....."
"Bagus jika demikian. Pertanyaanku tentang Lembah
Pualam Hijau tidak perlu dijawab lagi. Duta Agung barusan
menjelaskan melalui ilmu penyampai suaranya. Silahkan jika
ketiga locianpwee akan segera berlalu ........ mudah-mudahan
akupun akan ikut membantu Perkampungan Bwee Hoa kelak
...."
"Terima kasih nona. Tetapi, jika diperkenankan, bolehkah
kami mengetahui nama besar Nona yang mulia....?”
"Aku bernama Kwan Hong Li locianpwee ....."
"Baiklah, terima kasih atas pengajaranmu Nona dan terima
kasih atas bantuanmu ..."
Dan tidak lama kemudian ketiga tokoh Bwee Hoa Cung
meninggalkan tempat itu. Dan ketika Kwan Hong Li
memalingkan pandangannya ke arah gedung tempat
perteduhan yang sudah setengah rusak itu, dia mendapati ada
6 orang yang membekal pedang, sudah berusia rata-rata
diantara 50-60 tahun menjaga di halaman bangunan
perteduhan tersebut.
Kwan Hong Li berjalan mendekati mereka, dan begitu tiba
berhadap-hadapan dengan berani dia bertanya ....:
"Siapa gerangan para locianpwee ini ....?”
Bukannya menjawab, salah seorang dari 6 orang tua yang
adalah Barisan 6 Pedang utama dari Lembah Pualam Hijau
telah berdiri dan berkata:
"Nona silahkan, Duta Agung sudah menunggu didalam ....."
Meskipun kaget dan kagum, tetapi Hong Li tidak
menunjukkannya melalui mimik ataupun wajahnya. Dia tetap
bersikap biasa saja untuk kemudian berkata:
"waaaaah, jadi Duta Agung ternyata telah menungguku
disini ......"
"Mari Nona Kwan Hong Li, silahkan. Tetapi mohon maaf,
karena disini tidak kita jumpai tempat memadai untuk dipakai
duduk, selain itu keadaan disini sungguh kurang tertata.
Apalagi karena disana-sini terdapat air bekas hujan yang turun
dengan lebatnya tadi .."
"Ach, jadi engkau ini yang menjadi Duta Agung Lembah
Pualam Hijau. Masih terlalu muda, masih terlalu muda. Tetapi,
betapapun juga terima kasih atas bantuanmu tadi"
Dan sesudah berucap demikian, Kwan Hong Li segera
memandang berkeliling. Nampaknya dia mencari tempat untuk
duduk. Maklum anak gadis, apalagi berpakaian putih, sudah
tentu memiliki naluri untuk menjaga keindahan, kerapihan dan
kebersihan. Terlebih dia sedang berhadapan dengan tokoh
terkenal yang dihormati banyak orang dan ternyata ..........
masih muda lagi. Dan ketika tidak menemukan tempat yang
pas, pada akhirnya dia mengayunkan lengannya, mendorong
kedepan tepat di hadapan Ceng Liong. Tempat itu bagai
dihembus angin besar dan langsung nampak bersih
sesudahnya. Disitu kemudian Kwan Hong Li duduk, kini
berhadapan dengan Ceng Liong yang sejak tadi
mempersilahkan Kwan Hong Li sambil berdiam diri.
"Selamat bertemu Nona Kwan Hong Li ......"
"Jadi namamu Kiang Ceng Liong ya ...... masih terlalu
muda, tetapi bersikap seakan sudah sangat tua ...." Kwan
Hong Li memandang Ceng Liong dengan heran dan berucap
dengan nada yang tak menyembunyikan keheranan dan
kekagumannya.
"Nona, engkau pasti banyak mendengarkan omong kosong
di luaran mengenai diriku. Padahal, sejak dahulu, aku Kiang
Ceng Liong memang seperti ini adanya ....."
"Tapi apa betul engkau sehebat yang dikatakan orang?
jago nomor satu di Tionggoan? Sungguh penasaran, sungguh
penasaran ..."
"Ach, itu pujian kosong orang dunia persilatan Nona. Masih
lebih hebat ayahmu Kwan Siok Bu. Orang tua itu barulah
sungguh-sungguh seorang pendekar yang hebat ....." ujar
Ceng Liong merendah.
"Ceng Liong, ech bukankah itu namamu ya ? bolehkah aku
menyerangmu untuk sekedar mencobamu ?” benar-benar
polos gadis ini. Sampai Kiang Ceng Liong tidak tahu apa yang
harus dikatakan dan dilakukan. Hanya, dia mencoba
memahami bahwa Kwan Hong Li hingga seusia sekarang ini,
belum pernah menginjakkan kaki di Tionggoan. Karena itu,
kalimatnya tadi pasti tidak punya maksud apa-apa. Benar-
benar ungkapan kepenasaran seorang anak muda.
"Boleh ya .... Ceng Liong ...?” nada suaranya masih tetap
biasa, seakan permintaannya itu adalah permintaan biasa saja.
Dan akhirnya dia senang ketika Ceng Liong akhirnya
mengangguk tanda setuju.
"Awas serangan ....."
Begitu suaranya habis, Hong Li benar telah menyerang
Ceng Liong untuk mencobanya. Lengannya bergerak cepat
dan dengan gerakan yang luar biasa karena mendatangkan
hawa mendesak posisi tubuhnya. Ceng Liong terpaksa
mengerahkan kekuatannya dan dalam posisi duduk dan tidak
berdiri menangkis, menolak, mendorong dan sesekali menutuk
kekuatan yang diarahkan kepadanya oleh Hong Li.
"Luar biasa anak ini, kekuatannya sungguh mengagumkan.
Meski kecepatannya tak mampu menandingi Lan Moi, tetapi
daya elaknya masih lebih hebat dan kuat karena membawa
perbawa tenaga yang luar biasa. Tetapi, sayang kekuatan
batinnya belum mampu membantunya secara efketif ..."
demikian Ceng Liong mengagumi kehebatan Kwan Hong Li
yang baru ditemuinya itu.
Serangan Hong Li semakin membadai, bahkan totokan
ataupun serangan Ceng Liong yang ditujukan menghalau
serangan Hong Li entah bagaimana terpeleset atau
menyamping. Ada semacam kekuatan ajaib dari tubuh nona
itu yang membuat tenaga yang menyerangnya bisa
"terpeleset" dan hilang kekuatannya. Hal ini membuat Ceng
Liong semakin kagum. Tetapi, serangan-serangan Hong Li
tidak ada satupun yang tembus ataupun mengancam Ceng
Liong. Kemampuan Ciat Lip Jiu nampaknya semakin matang
dan membuat Ceng Liong mampu memunahkan,
menyelewengkan atau bahkan menggiring tenaga itu kemana
dia mau.
Beberapa saat kemudian Kwan Hong Li menarik
serangannya, duduk kembali di tempatnya semula dan
berkata:
"Ach, engkau berbohong Ceng Liong. Menurut taksiranku,
bahkan ayahanda sendiri belum tantu mampu
mengalahkanmu. Mengimbangimu masih mungkin, tetapi
entah untuk mengalahkanmu ...... engkau hebat Ceng Liong
...." kalimat itu tidak menyembunyikan kekaguman Hong Li
terhadap Ceng Liong.
"Sudahlah Nona Kwan, kita berada diantara sahabat
sendiri. Ayahmu, Kwan Siok Bu dan bibimu Kwan Siok Bi telah
menemuiku langsung di Lembah Pualam Hijau. Mereka berdua
adalah orang-orang sakti yang sulit ditemukan tandingannya
di dunia persilatan dewasa ini. Yang hebat, keduanya adalah
orang yang bijaksana dan, keduanya sangat mengkhawatirkan
keadaanmu saat ini Nona Kwan ...." Kiang Ceng Liong berkata
memuji sambil sekaligus mengingatkan Kwan Hong Li, sengaja
untuk tidak membuat Hong Li tersinggung.
"Hihihi, Ceng Liong, berputar kemanapun engkau berkata-
kata aku tahu. Engkau pasti membawa pesan dari ayahku ....."
Sambil tersenyum Ceng Liong berkata: "Benar Nona Kwan,
pesan ayahmu memang demikian. Meskipun akupun sadar,
bekalmu untuk berkelana sudah lebih dari cukup. Tetapi, aku
telah menjanjikan kepada ayahmu untuk memberitahumu
pesan beliau. Terutama karena penguasa ilmu Cit Sat Sin
Ciang sudah munculkan diri. Inilah yang menjadi kekhawatiran
utama ayahmu, karena menurutnya engkau masih butuh
beberapa waktu untuk menyempurnakan ilmumu.
"Waaaaaaaah, ayah begitu mempercayaimu Ceng Liong,
sampai kisah 3 ilmu itupun telah diceritakan kepadamu ......."
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-

Episode 14: Nona Berbaju Putih


"Bukan begitu Nona, tetapi karena ayahmu tahu jika aku
salah satu yang menguasai ilmu Pek Lek Sin Jiu. Jadi, pada
dasarnya kita memiliki hubungan yang telah dibangun cukup
lama oleh para leluhur kita ...."
"Hihihi, Duta Agung, karena mendengar ada pengguna ilmu
Pek Lek Sin Jiu makanya aku berani keluar dari Pulau Awan
Putih. Jika tidak, kekangan itu akan berlangsung terus sampai
aku mati ........"
"Sebetulnya aku tidak bermaksud mengajari atau
menasehatimu seperti pesan ayahmu Nona, tetapi jika pemilik
ilmu Cit Sat Sin Ciang mendengar kehadiranmu, padahal ilmu
kesaktianmu adalah "anti Cit Sat Sin Ciang", maka
keselamatanmu menjadi sangat diragukan. Inilah
pertimbangan untuk memintamu menyempurnakan ilmumu
Nona ..."
"Aku tidak takut dengan Cit Sat Sin Ciang ......." seru Hong
Li gagah
"Engkau tidak takut, tetapi ayahmu dan keluargamu di
Pulau Awan Putih sangat khawatir, lagipula engkau masih
kurang pengalaman di dunia persilatan nona ..."
"Jika aku berkawan dengan Duta Agung, kan ditanggung
beres. Bukankah demikian Ceng Liong ....?”
Kiang Ceng Liong benar-benar habis akal menasehati Kwan
Hong Li. Anak dara itu memang tidak mengerti bahaya,
dipikirnya semua bisa diselesaikan dengan bercakap. Padahal,
ada banyak ambisi, ada banyak upaya pembalasan dan
banyak lagi motif lain yang masih jauh dari jangkauan berpikir
Hong Li yang besar di pulau terpencil. Kondisi yang benar-
benar runyam.
"Bagaimana Ceng Liong, apakah engkau tidak mau
berkawan denganku ...?”
"Bukankah kita sudah berteman sekarang Nona ....?”
berkata Ceng Liong sambil tersenyum pahit karena merasa
gagal menasehati nona Kwan ini. Tetapi, bagaimanapun harus
terus diusahakan.
"Atau, bagaimana kalau aku menjadi adik angkatmu saja
Ceng Liong? bukankah dengan demikian engkau harus
melindungi aku dari ancaman mereka .....?” sungguh polos
jalan pikiran Hong Li, sampai-sampai Ceng Liong terharu dan
bingung bagaimana harus menjawab.
"Bagaimana Ceng Liong, apakah engkau menolak menjadi
kakak angkatku untuk melindungiku dari mereka ....?” kejar
Hong Li
"Bukan, bukan begitu Nona ......., tapi ..... tapi ....." Kiang
Ceng Liong benar-benar merasa kebingungan.
"Kalau ada tapinya, berarti engkau tidak suka Ceng Liong
...." Hong Li memasang wajah cemberut, merajuk.
"Tapi, engkau memiliki banyak saudara, kakak dan adik
Nona ....."
"Tidak ada salahnya menambah saudara kan Ceng Liong.
Katakan saja jika engkau memang tidak mau memberi muka
kepadaku ...." terdengar suara Kwan Hong Li menukas tajam.
"Huuhhhhhhh, ya sudahlah. Tapi engkau harus berjanji jika
memang menjadi adik angkatku, engkau harus mendengar
kata-kataku. Bagaimana Nona ....?”
"Asal bukan kata-kata menyuruhku kembali ke Pulau Awan
Putih, pasti akan kuturuti. Bagaimana, apakah cukup Ceng
Liong ...?”
Ceng Liong berpikir keras. Sebetulnya kalimat tadi memang
dirancangnya untuk meminta Kwan Hong Li kembali ke Pulau,
tetapi maksudnya tersingkap dan bisa ditebak Hong Li. Apa
boleh buat. "Jika dia mau menuruti kata-kataku, masih
mungkin menjauhkan dia dari ancaman hingga bertemu orang
tuanya" pikir Kiang Ceng Liong. Dan pilihan itu nampaknya
cukup baik.
"Baiklah, jika engkau berjanji benar-benar akan mendengar
kata-kataku aku bersedia menjadi kakakmu"
Dan keduanyapun akhirnya melakukan upacara menjadi
Kakak dan Adik Angkat. Dan karena usia Kwan Hong Li baru
menginjak usia 22 tahun, maka dia tentunya yang menjadi
adik. Upacara itu diakhiri dengan mereka berdua saling
memanggil "Koko" dan "Moi-moi". Dan setelahnya, demi
keselamatan Hong Li, pada akhirnya Kiang Ceng Liong
membawanya serta menuju Thian San Pay. Menuju Thian San
Pay, itulah tujuan Kiang Ceng Liong sebagaimana
dijanjikannya kepada Thian San Giok Li. Sekaligus dia ingin
membuktikan sebuah urusan yang lain sebagaimana yang
diamanatkan oleh sesepuh Lembah Salju Bernyanyi, Koai
Todjin.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-

"Suhu, jika kubiarkan penghinaan atas Thian San Pay,


bagaimana aku mesti bertanggung jawab kepada para leluhur
perguruan Thian San Pay ini? Aku akan malu menghadap
leluhur-leluhur perguruanku ini kelak...." seorang anak muda
berkata sambil menghadapi 3 orang lainnya yang usianya lebih
tua.
"Hok Peng, aku mengerti kegalauanmu sebagai seorang
Ciangbundjin yang harus bertanggungjawab atas keselamatan
ratusan murid anggota Thian San Pay. Dan juga harus
memikul nama besar perguruan yang harum sejak ratusan
tahun silam. Hanya saja, jika engkau mengikuti emosimu saat
ini, maka akan semakin banyak hal yang merugikan yang akan
terjadi ......" ujar seorang dari 3 orang dihadapan si anak
muda yang ternyata adalah Tik Hong Peng, Ciangbundjin
Thian San Pay yang masih berusia sangat muda. Paling
banyak usianya saat ini adalah 20 tahun, hanya terpaut sekitar
8-9 tahun dengan suhunya yang juga masih muda Nenggala.
Percakapan malam itu memang percakapan serius setelah
banyak waktu dihabiskan Tik Hong Peng, Nenggala suhunya
dan Jayeng Reksa yang resminya adalah Kakek gurunya,
tetapi pada kenyataannya juga ikut menggemblengnya.
Dihadapan Tik Hong Peng saat itu adalah tokoh-tokoh sakti,
yakni Nenggala dan istrinya Kiang Li Hwa. Kiang Li Hwa sendiri
masih berstatus Duta Hukum Lembah Pualam Hijau dan saat
itu, selain menemani suaminya Nenggala ke Thian San Pay,
juga mewakili dan mendahului Duta Agung Kiang Ceng Liong
untuk menengahi pertikaian Thian San Pay dengan Lembah
Salju Bernyanyi.
Selain Nenggala dan Li Hwa, masih ada tokoh sakti lainnya,
yakni Jayeng Reksa dengan julukan Bintang Sakti Membara,
murid kedua Kolomoto Ti Lou dari Jawadwipa dan sekaligus
guru dan paman dari Nenggala. Tokoh inipun bukan olah-olah
kehebatan dan kesaktiannya. Dibandingkan tokoh-tokoh sesat
seperti Lamkiong Sek, Naga Pattynam dan Wisanggeni,
Bintang Sakti Berpijar yang juga adik seperguruannya, dia
tidaklah ketinggalan jauh, jika bukan seimbang.
Hanya saja, karena semakin tua, Bintang Sakti Membara ini
lebih banyak beristirahat. Bahkan sekembali dari Lembah
Pualam Hijau, Jayeng Reksa sudah mengutarakan niatnya
untuk kembali ke Swarnadwipa, kampung halamannya. Tetapi,
kehendaknya ini masih ditahan Nenggala, selain itu diapun
masih memiliki janji untuk ikut melatih Tik Hong Peng yang
juga menghormatinya seperti menghormati guru sendiri.
Tokoh-tokoh inilah yang sedang berunding dengan Tik Hong
Peng segera setelah mereka kembali dari Lembah Pualam
Hijau.
Sebetulnya masih ada tokoh hebat lainnya yang ikut
Nenggala dan Li Hwa ke Thian San Pay. Orang itu adalah
Nenek Durganini yang kesaktiannya tidaklah dibawah Jayeng
Reksa maupun pentolan penjahat seperti Naga Pattynam
ataupun Wisanggeni. Tetapi dalam pertemuan yang bersifat
kedalam, Nenek Durganini tidak ikut serta. Selain itu, Nenek
Durganini, selain dengan Li Hwa dan Nenggala, tidak lagi suka
banyak bicara. Nenek ini belakangan lebih banyak menyepi
dan samadhi, terutama setelah mendengar apa yang
dilakukan Bhiksu Chundamani. Seperti saat ketika percakapan
Hong Peng dengan ketiga tokoh lainnya, di tempat
istirahatnya Nenek Durganini sedang samadhi dan seperti
sedang menekuni sesuatu.
"Suhu, aku mengerti semua itu. Aku juga sangatlah paham
apa yang dipesankan dan dimaksudkan oleh Duta Agung yang
akan ikut membantu. Tetapi, rasa-rasanya, semua panggilan
dan teriakan lebih 50 anak murid Thian San Pay yang
terbunuh sangatlah menggangguku akhir-akhir ini. Apakah aku
harus merelakan kematian mereka menjadi kematian yang sia-
saia ...?”
"Hong Peng, sejauh mana engkau mengenal Duta Agung
Kiang Ceng Liong....'? tiba-tiba bertanya Nenggala kepada
muridnya ....
"Accch, Suhu, Duta Agung Kiang Ceng Liong bahkan bagiku
sangatlah kuhormati. Bukan hanya karena kesaktiaanya, tetapi
juga kewibawaannya. Meskipun dia menolak kupanggil
"Suhu", tetapi sebetulnya dia begitu istimewa dan baik dalam
memperlakukan aku yang lebih muda ......"
"Hong Peng, bukan itu maksudku. Tetapi, bagaimana
sikapnya menghadapi situasi yang sangat merugikan Lembah
Pualam Hijau, termasuk merugikan nama baik dan reputasi
Lembah Pualam Hijau yang sudah terbangun ratusan tahun itu
....." Nenggala mendesak Hong Peng lebih jauh
"Suhu, ini ....... ini ......" Hong Peng sampai gagap, bingung
menjawab bagaimana sambil memandang Li Hwa dan Jayeng
Reksa yang juga memandangnya dengan penuh perhatian
menanti jawabannya.
"Dia, ....... Duta Agung itu nampak marah, tetapi memang
....... memang, dia mampu menahan dirinya untuk berlaku
ceroboh ...."
"Hong Peng, jika aku suhumu menyebut Ceng Liong yang
lebih muda dari suhumu ini sebagai contoh, bukannya tanpa
sebab. Ketiga orang tua yang dia hormati dilukai orang,
bibinya juga dalam keadaan kritis, pamannya juga demikian.
Nama besar Lembah Pualam Hijau juga ternoda oleh
banyaknya tokoh sakti yang menerobos masuk. Tetapi,
engkau tahu sendiri, dia tidak menjadi kalap dan bertindak
membabi buta. Bahkan masih menyempatkan diri
menyempurnakanmu, memberimu nasehat dan membagi
beban sebagai sesama Pemimpin Perguruan Persilatan .........
apa engkau sangka dia tidak marah dan tidak murka? Tidak.
Dia menyampaikan langsung kepada suhumu dan subomu
bagaimana murka perasaannya, tetapi dia berusaha sekuat
mungkin agar tidak ditunjukkannya kepada keluarga Lembah
Pualam Hijau lainnya. Apakah engkau tahu mengapa dia
melakukannya ....?”
"Suhu, ....... entah apa maksud Duta Agung menurut suhu
....?” bertanya Tik Hong Peng sambil terkesima menanti apa
yang akan dikatakan gurunya terkait sikap Kiang Ceng Liong
menghadapi tercorengnya nama besar Lembah Pualam Hijau.
"Supaya semua anggota keluarga Lembah Pualam Hijau
tidak panik, tidak kecewa dan tidak melakukan upaya balas
dendam tanpa perhitungan. Dia bertindak demikian justru
membuatnya semakin berwibawa dimata semua warga
Lembah Pualam Hijau dan mereka rela mempercayakan nasib
dan nama Lembah Pualam Hijau kepadanya. Itulah sikap
seorang pemimpin, tenang, teguh dalam pendirian, tidak panik
tetapi mengambil keputusan dengan kepala dingin. Bukan
secara tergesa-gesa ....." demikian Nenggala menjelaskan
panjang lebar posisi dan tindakan Kiang Ceng Liong.
"Benar yang dikatakan Nenggala cucuku ...... meski Duta
Agung masih muda, bahkan dahulunya semuda engkau ketika
dia mulai mengembang tugas berat, tetapi dia belajar dari
tahun ke tahun bagaimana menjadi pemimpin yang baik.
Tidak ada salahnya engkau melihat kearahnya dan belajar
mengekang dirimu. Apa yang terlihat baik pada waktu sedang
diliputi amarah, belum tentu berakibat baik bagi perguruanmu
..." Jayeng Reksa ikut bicara.
"Jadi, apakah maksud guru dan kakek guru aku harus
berdiam dulu pada saat ini ....?”
"Engkau keliru muridku. Berdiam diri sama dengan
membiarkan persoalan tanpa memecahkannya. Yang engkau
butuhkan adalah, menenangkan diri, mengendapkan
persoalan sambil menimbang mengapa itu terjadi, dan
kemudian secara perlahan melihat jalan keluar bagaimana
yang terbaik. Yang terpenting adalah, jangan bertindak karena
emosi dan jangan ragu mendengar pertimbangan orang lain.
Dan ketika mengambil keputusan, jangan ragu jika memang
engkau telah menimbang masak-masak dari banyak segi ...."
demikian Jayeng Reksa memberi penjelasan dan sekaligus
nasehat kepada Hong Peng.
"Guru, apakah menurut guru aku terkesan terlampau
tergesa-gesa dalam mengambil keputusan saat ini ....?"
bertanya Tik Hong Peng
"Hong Peng, sudah berapa hari engkau kembali dari
Lembah Pualam Hijau ...?” Nenggala balik bertanya
"Terhitung hari ini, maka sudah ada 3 hari guru ...." jawab
Hong Peng
"Selama 3 hari terakhir ini, siapa-siapa sajakah yang sudah
engkau dengarkan laporan kejadian tersebut? Dan siapa-siapa
sajakah yang engkau mintakan pendapat terkait dengan
kejadian itu? Dan sudahkah secara detail dan rinci engkau
memetakan kejadian itu dan siapa-siapa sajakah yang terlibat
didalamnya?” kembali Nenggala mencecar muridnya dengan
pertanyaan-pertanyaan
"Hampir semua murid yang terkait sudah kudengarkan
laporannya suhu .... dan rata-rata kisahnya sama ..."
"Dan ingatkah engkau dengan apa yang disampaikan Duta
Agung kepadamu ....?”
"Tentu saja suhu ....."
"Apakah engkau pernah mendengar kisah dari sudut
pandang yang berbeda ....?”
"Maksud suhu ....?”
"Tahukah engkau bahwa ada versi berbeda mengenai
kejadian di Thian San Pay? Bahwa ada tokoh lain yang sangat
mungkin terlibat ...?”
"Tidak ada laporan seperti itu selama ini suhu ....."
"Maka engkau sebaiknya mulai meneliti kejadian ini sebaik-
baiknya. Karena menurut Duta Agung kemungkinan besar ada
tokoh-tokoh misterius yang membokong Thian San Pay dan
membenturkannya dengan Lembah Salju Bernyanyi ...."
"Suhu, Duta Agung memang sempat menyinggung masalah
seperti tadi itu. Tetapi, masalahnya sama sekali tidak ada anak
murid yang melaporkan persoalan tersebut kepadaku hingga
saat ini...."
"Hong Peng, itulah sebabnya gurumu ini memintamu untuk
menyelidiki lebih jauh dengan bertanya kepada murid-murid
dan anggota perguruan Thian San Pay. Jangan khawatir,
persoalan dengan Lembah Salju Bernyanyi jika memang
mereka bersalah, bukan hanya suhumu, tetapi juga Lembah
Pualam Hijau akan ikut bertindak. Gurumu ini yang
menjaminnya ....." tegas Nenggala.
Mendengar jaminan gurunya, Tik Hong Peng yang masih
muda ini nampak tersentak. Benar, bagaimanapun dia
memang masih muda dan membutuhkan banyak tahun guna
menggembleng diri dan emosinya. Tetapi, Hong Peng juga
bukan orang bodoh. Jika gurunya telah memberi jaminan, dan
dia tahu betul siapa gurunya, maka dia tidak perlu ragu lagi.
Dia memang harus lebih teliti agar keputusannya tidak
ngawur. Dan untuk memahami lebih jauh, dia butuh waktu.
"Baiklah Guru, Ibu guru dan kakek guru. Aku mulai lebih
mengerti dan akan mencoba terus belajar lebih memahami
persoalannya. Jika demikian, ijinkanlah aku menyelidiki
keadaan tersebut lebih jauh lagi dan mencoba bertanya lebih
jauh dan lebih rinci kepada anak-anak murid Thian San Pay
...." akhirnya Hong Peng manggut-manggut mengerti dan
membuat ketiga orang dihadapannya juga tersenyum tanda
kagum dengan keputusan anak muda di hadapan mereka itu.
"Baguslah jika engkau mengerti Hong Peng, jangan takut
untuk menunda sebentar keputusanmu. Bagaimanapun
tanggungjawab mengangkat kembali nama besar Thian San
Pay ada dipundakmu. Jadi, jangan terburu nafsu dalam setiap
pengambilan keputusan untuk masalah-masalah besar ......"
terdengar Jayeng Reksa kembali berkata menyemangati Hong
Peng.
Kalimat tadi membuat Hong Peng termenung, karena
kalimat serupa juga disampaikan oleh Duta Agung Kiang Ceng
Liong kepadanya. Dan dia tidak lupa dengan percakapan
mereka tengah malam, tiga hari sebelum keberangkatannya
kembali ke Thian San Pay. Tanpa ada seorangpun yang tahu,
Duta Agung Kiang Ceng Liong yang hanya berselisih 4-5 tahun
lebih tua usianya dibandingkan dirinya, tahu-tahu telah berada
di dalam ruangan atau kamar istirahatnya. Dia tidak
menyadari bagaimana caranya Duta Agung memasuki kamar
istirahatnya.
"Ciangbundjin, maafkan jika aku berlaku kurang hormat
mengunjungimu tengah malam seperti ini...." terdengar Kiang
Ceng Liong.
Tik Hong Peng bagaikan tersengat kalajengking
mendapatkan kehormatan dikunjungi Kiang Ceng Liong, tokoh
yang sangat dikagumi dan dihormatinya pada saat ini. Dan
tokoh yang dihormati dan dikaguminya, tahu-tahu
mengunjungi dirinya dalam kamar istirahatnya. Jika
bagaimana cara masuknya Duta Agung Kiang Ceng Liong tidak
mengagetkannya, lain lagi dengan maksud kedatangannya.
"Adakah kiranya sesuatu yang serius?” Bertanya Hong Peng
dalam hatinya.
"Ach Duta Agung kiranya ........ maafkan jika aku tidak
menyambut selayaknya ...." ujarnya sambil cepat bangun dari
pembaringan dan menjura memberi hormat.
"Sudahlah Ciangbundjin ......." Ceng Liong berkata sambil
mengulurkan tangannya dan Tik Hong Peng tidak sanggup
melanjutkan usahanya untuk menjura lebih dalam memberi
hormat kepada Ceng Liong.
"Ciangbundjin, mohon dimaafkan. Lembah Pualam Hijau
menghadapi cobaan yang sangat berat dan karena itu, sangat
sempit waktuku untuk bercakap-cakap dengan Ciangbundjin
...... mohon dimaafkan ..."
"Acccch, aku mengerti Duta Agung, aku mengerti ....."
"Untuk menuntaskan banyak urusan Lembah, dengan
sangat terpaksa setiap hari aku harus bekerja keras dan baru
setiap tengah malam memiliki sedikit waktu luang. Hal ini
masih akan berlangsung hingga beberapa hari kedepan.
Karenanya aku memiliki waktu terbatas untuk menemui tamu-
tamuku. Harap dimengerti Ciangbundjin ......"
"Menerima kunjungan Duta Agung adalah kehormatan
bagiku. Mari, silahkan duduk Duta Agung. Tapi, pastilah Duta
Agung punya sesuatu yang ingin disampaikan kepadaku ....?”
bertanya Tik Hong Peng yang meski masih muda tetapi
keagungan sebagai seorang Ciangbundjin sudah melekat dan
dimilikinya.
"Ciangbundjin ..... sebetulnya aku hanya ingin
menyampaikan pandanganku mengenai persoalan di Gunung
Thian San Pay ....... itupun jika Ciangbundjin bersedia
mendengar pandanganku ini ...."
"Meskipun Duta Agung mundurkan diri sebagai Bengcu,
tetapi dunia persilatan pada umumnya masing menganggap
Duta Agung sebagai Bengcunya. Dan kami, Thian San Pay
juga masih memandang Duta Agung sebagai Bengcu ....."
tukas Hong Peng tidak menyembunyikan rasa hormat dan
kagumnya kepada Ceng Liong. Dan Ceng Liong terharu
mendengarkannya. Karena itu, dia berkata:
"Ciangbundjin, jangan takut untuk menunda sebentar
keputusanmu begitu tiba di Thian San Pay. Apa yang terlihat
belum tentu benar demikian yang terjadi. Beban dan
tanggungjawab mengangkat kembali nama besar Thian San
Pay ada dipundakmu. Karena itu, janganlah terburu nafsu
dalam mengambil keputusan ketika menghadapi masalah-
masalah besar, termasuk masalah dengan Lembah Salju
Bernyanyi ......" sampai disini Ceng Liong berhenti sejenak
menanti reaksi Hong Peng. Tetapi Hong Peng tetap menanti
kalimat Ceng Liong selanjutnya.
"Karena baik Lembah Salju Bernyanyi maupun Thian San
Pay adalah Perguruan perguruan silat ternama, maka dengan
rendah hati aku ingin menyampaikan bahwa Lembah Pualam
Hijau akan berusaha membantu kedua belah pihak untuk
menyelidiki persoalan ini. Yakinlah, siapapun yang bersalah
harus kita hukum ...... bagaimana menurut Ciangbundjin ..."
Hong Peng terdiam sejenak. Terlihat dia berpikir keras. Dia
harus bersikap terhadap tawaran bantuan Duta Agung. Karena
itu dia paham bahwa selaku Ciangbundjin dia harus
mengatakan sesuatu:
"Duta Agung, selaku Ciangbundjin Thian San Pay aku
menyampaikan terima kasih atas perhatian dan kesediaan
untuk membantu penyelidikan tersebut. Kami akan berusaha
menuntaskan masalah ini sekembali dari Lembah Pualam
Hijau. Tetapi, jika memang Duta Agung berkenan, kami akan
dengan senang hati menyambut uluran tangan dan kesediaan
Duta Agung dalam menjembatani kedua pihak dalam usaha
mencari kebenaran atas peristiwa berdarah di Thian San Pay.
Aku akan menunggu kedatangan Duta Agung nantinya di
perguruanku ...."
"Baiklah, terima kasih Ciangbundjin. Segera setelah
urusanku di Lembah Pualam Hijau tuntas, aku akan bergegas
menuju Thian San Pay. Bahkan mendiskusikan urusan lain
disana yang tak kurang pentingnya. Untuk mendahuluiku,
biarlah kutugaskan Duta Hukum Kiang Li Hwa yang akan
bersama saudara Nenggala, suhumu yang akan menuju Thian
San Pay ..."
"Baiklah, terima kasih Duta Agung ......"
Setelahnya, keduanya bercakap banyak hal. Bahkan, Tik
Hong Peng yang gemar ilmu silat, tidaklah risih untuk
bertanya dan meminta petunjuk dari Kiang Ceng Liong yang
dia tahu dan juga menurut suhunya Nenggala, telah
meningkat ke tataran yang susah dijajaki lagi. Dan dengan
senang hati bahkan tanpa sepengetahuan Tik Hong Peng, hal
ini baru disadarinya belakangan, Kiang Ceng Liong bahkan
telah membantunya untuk meningkatkan penguasaan tenaga
iweekangnya. Disamping itu, Hong Peng juga diberi hadiah
sebuah ilmu sentilan dan totokan jari sakti yang diciptakan
sendiri oleh Ceng Liong, yakni Tan Cit Pa Siat (Telunjuk sakti
menotok jalan darah). Namun, sebelum menerima hadiah ilmu
sentilan dan totokan jari sakti ini, Kiang Ceng Liong sempat
berpesan dan mengatakan:
"Ciangbundjin, jangan menganggapku guru dengan hadiah
ilmu yang kuciptakan sendiri ini. Tetapi, ketika melihat
suhumu Nenggala bersilat dengan ilmu pedang Thian San Pay,
aku terinspirasi melengkapinya dengan totokan ini ....."
Dan ketika selesai bercakap dan berlatih bersama serta
menurunkan salah satu ilmu ciptaannya sendiri, Ceng Liong
kemudian pamit. Sebelumnya dia juga mengingatkan Hong
Peng untuk menyatukan tenaga iweekangnya dan melatih diri
setelah mereka berpisah malam itu. Dan memang benar,
sebagaimana juga kebiasaannya, setelah lewat tengah malam
Tik Hong Peng menghabiskan waktu dengan berlatih. Hal ini
telah bertahun-tahun dilakukannya.
Esoknya ketika Hong Peng bangun dari samadhi dan
melatih kekuatan iweekangnya, sungguh kaget dia ketika
mendapati kemampuan tenaga iweekangnya sudah meningkat
sangat pesat. Badannya terasa sangat segar dan tubuhnya
seperti menjadi jauh lebih ringan. Sungguh diluar
perkiraannya. Ketika dia memberitahukan kepada Nenggala
suhunya, sekaligus juga memberitahu bahwa Duta Agung
Kiang Ceng Liong semalam mengunjungi kamar istirahatnya,
terlihat Nenggala termenung sejenak. Tetapi tidak berapa
lama, dia kemudian bertanya:
"Apa saja yang dilakukannya terhadapmu selain bercakap
....?”
"Dia menurunkan ilmu ciptaannya Tan Cit Pa Siat (Telunjuk
sakti menotok jalan darah) suhu. Lagipula menurut Duta
Agung, ilmu ini sangat cocok mengiringi permainan ilmu
pedang Thian San Pay suhu .."
"Hmmmmmm, hal itu sangat mungkin. Duta Agung yang
sekarang memang memiliki keajaiban tersendiri dan sulit
untuk menjajaki sampai dimana tingkat kesaktiannya sekarang
ini. Tetapi, apakah hanya menurunkan ilmu itu saja yang
dilakukannya kepadamu semalam muridku .....?” kembali
Nenggala bertanya, karena nampaknya dia mencurigai sesuatu
telah terjadi. Sesuatu yang diduganya sangat menguntungkan
Hong Peng muridnya, sekaligus menegaskan dan meneguhkan
dugaannya atas "keajaiban" kesaktian Ceng Liong akhir akhir
ini.
"Tidak ada yang lain lagi suhu. Achh, tetapi tunggu, kecuali
menurunkan ilmu itu pada bagian akhir saat selesai
menurunkan ilmunya itu, dia kemudian berjalan mendekatiku
dan menepuk pundakku sebanyak tiga kali ..... ya benar,
sampai tiga kali. Dan setelah itu, pertemuan kamipun berakhir
...."
"Apa yang dikatakannya sesudah itu ....?” Nenggala
semakin penasaran
"Tidak ada lagi suhu, tetapi dia memintaku agar segera
bersamadhi melatih iweekangku dan melatih ilmunya nanti
saja. Dan aku langsung melakukannya, suhu. Dan pagi
harinya, tahu-tahu kusadari tubuhku semakin ringan dan segar
suhu ......" kisah Hong Peng dan membuat Nenggala akhirnya
tersenyum.
"Hmmmmm, benar dugaan suhu dan para sesepuh Lembah
Pualam Hijau ..." Nenggala bergumam dan menunjukkan
mimik takjub dan senang.
"Suhu, apa maksudnya gerangan ....?” tanya Hong Peng
"Duta Agung yang sekarang bahkan telah melangkah
ketingkat yang mungkin telah melampaui kemampuan
gurunya sendiri yang menjadi sucouw sekaligus suhunya
muridku. Dan kuharap, suatu saat engkaupun melakukannya
dengan melampaui kemampuan gurumu ini ......" berkata
Nenggala yang membuat muridnya kaget.
"Sehebat itukah Duta Agung suhu ....? dan melampaui suhu
.... ach, bukan hal yang mudah kulakukan suhu ....."
"Sudahlah muridku. Sesungguhnya engkau menerima
berkah yang luar biasa dari Duta Agung. Dalam
perhitunganku, setelah hari ini, maka tidak akan butuh waktu
lama bagimu untuk menyelesaikan ilmu rahasia warisan
sucouwmu, Kakek Dewa Pedang. Tetapi, kuharap, engkau
tidak alpa dan lupa diri, sebab jika itu terjadi, sebagai gurumu
aku tidak segan-segan menghukummu ....."
"Suhu, murid berjanji akan selalu berjalan di jalan
kebenaran. Tenangkan hatimu suhu"
Dan tepat seperti dikatakan Nenggala. Hari itu, ketika Hong
Peng melatih ilmu yang diajarkan Duta Agung kepadanya, dia
seperti menemukan banyak celah yang dapat membuatnya
menyatukannya dengan ilmu pedang pusaka perguruannya,
Ilmu pedang terbang. Dan yang lebih membuatnya terperanjat
adalah, dia kini sanggup memainkan ilmu warisan
perguruannya secara jauh lebih baik. Jika sebelumnya, ada
beberapa gerakan yang sulit dilakukannya dengan sempurna,
kini dia sanggup melakukannya secara sangat baik. Dan ketika
melatih secara bersamaan ilmu warisan Ceng Liong dengan
ilmu pusaka Thian San Pay, tepat dugaan Duta Agung, dia
melihat serangan pedang dan sentilan jari saktinya
mendatangkan hawa penyerangan yang berlipat. Tepatnya,
ilmu warisan Ceng Liong telah membuat banyak celah yang
belum tertutupi mampu terpenuhi dan mampu mempertajam
serangan.
Dan sebagaimana perkataan Nenggala, suhunya, dia kini
siap menyelesaikan latihan terakhir ilmu wasiat kakek Dewa
Pedang. Dan inilah yang membuat Hong Peng sampai memiliki
perasaan bahwa Duta Agungpun adalah salah satu dari orang
yang melatih dan menggemblengnya alias salah satu orang
yang dianggapnya sebagai SUHU. Di kemudian hari, Tik Hong
Peng, Ciangbundjin Thian San Pay yang berjaya sebagai salah
seorang pendekar pedang yang paling sakti, selalu mengakui
suhunya adalah Nenggala dan Duta Agung Kiang Ceng Liong.
Dan ketika mengingat kembali kalimat yang disampaikan
Ceng Liong yang diulangi oleh Kakek Gurunya, Jayeng Reksa
yang juga ikut menggemblengnya, Tik Hong Peng merasa
bagaikan diguyur air dingin. Benar sekali, Duta Agung Kiang
Ceng Liong juga menyampaikan kalimat yang sama, persis
sama dengan yang baru diucapkan Kakek Jayeng Reksa,
Bintang Sakti Membara. Dan inilah yang membuatnya teguh
untuk melakukan penyelidikan yang lebih dalam lagi dan tidak
langsung memerintahkan menyerang Lembah Salju Bernyanyi.
"Accccccch, benar. Duta Agungpun menyampaikan hal yang
sama kakek guru. Baiklah, aku mengerti maksudnya tersebut
sekarang. Tetapi, jika aku boleh minta tolong, guru dan kakek
guru, perkenankan ikut membantuku dalam menyelidiki lebih
dalam apa yang sebenarnya terjadi ketika itu, khususnya
ketika sebelum dan sesudah pertarungan berdarah di Thian
San Pay itu ......"
"Hahahahaha ....... benar dugaan muridku. Engkau benar
sekali Nenggala, muridmu ini kelak akan menjadi salah satu
tokoh terbesar di Tionggoan. Tik Hong Peng, Duta Agung
Kiang Ceng Liongpun menduga engkau akan membuka hatimu
karena dia percaya engkau memiliki kemampuan melakukan
hal itu. Sudah tentu, bukan hanya suhumu, tetapi subomu dan
bahkan aku akan membantumu. Bahkan Duta Agung
sebagaimana janjinya, paling lama 10 hari lagi akan tiba di
Thian San Pay untuk membantu Thian San Pay. Pertahankan
itu Hong Peng, maka generasi sesudah Duta Agung akan
menjadi milikmu ......"
"Ach, kakek guru, engkau terlalu berlebihan memandang
diriku ....."
"Hong Peng, engkau boleh bertanya kepada gurumu jika
aku keliru ......" Jayeng Reksa berkeras dengan kalimatnya
soal masa depan Hong Peng.
"Guru, jika terlalu dipuji, maka dikhawatirkan anak ini akan
menjadi besar kepala. Biarlah kepercayaanku, kepercayaan
Duta Agung Lembah Pualam Hijau membesarkan hatinya,
tetapi tidak membesarkan kepalanya ...." terdengar Nenggala
menukas.
Dan hari itu, tepatnya malam itu percakapan 4 orang di
Thian San Pay itupun selesai dengan beberapa catatan. Bahwa
penyelidikan lebih lanjut akan dilakukan sebelum mengambil
keputusan terakhir tentang bagaimana sikap Thian San Pay
terhadap tragedi berdarah yang mengorbankan banyak orang
di Thian San Pay.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-

Sementara itu, di bagian terpisah dari gunung Thay San,


ketegangan yang sama juga semakin merasuk. Tempat itu
bernama Lembah Salju Bernyanyi. Pada saat itu, nampak
beberapa orang sedang berdiri di Pintu Gerbang yang sangat
khas dan unik di Lembah Salju Bernyanyi. Nampaknya orang
yang mereka hadapi bukan orang sembarangan, sebaliknya
kelihatannya adalah salah seorang tokoh Lembah Salju
Bernyanyi:
"Suhu, tiga hari belakangan ini, orang-orang Thian San Pay
semakin sering datang menyelidiki Lembah Salju Bernyanyi
kita ......" lapor salah satu dari 5 orang yang biasanya
mendapatkan tugas giliran berjaga di pintu masuk Lembah
Salju Bernyanyi.
"Hmmmm, apakah mereka berani masuk jauh sampai
mendekati pintu gerbang kita ...?” tanya Tham Sin yang
sekarang menjadi Wakil Majikan Lembah Salju Bernyanyi.
Tham Sin adalah putra ketiga dari Majikan Lembah Salju
Bernyanyi sebelumnya, Thay San Kim Thong yang kini sudah
mengundurkan diri dan menjadi pelindung Lembah. Majikan
Lembah Salju Bernyanyi yang baru adalah Tham Ki, yang tak
lain adalah putra sulung Thay San Kim Thong.
"Tidak suhu, mereka hanya memandangi dari kejauhan dan
hanya beberapa saat untuk kemudian pergi lagi. Tetapi hari ini
ada 2 kali mereka mendekat sekedar mengamat-amati dari
kejauhan ......"
"Hmmmm, kurasa mereka tidak akan begitu berani untuk
kurang-ajar mendekat hingga ke pintu gerbang kita ...." begitu
Tham Sin bergumam sambil kemudian beranjak keluar dari
pintu gerbang. Nampaknya sekedar berjalan-jalan untuk
melihat-lihat keadaan di luar pintu gerbang Lembah Salju
Bernyanyi. Tidak lama dia melihat-lihat dan meninjau keadaan
di luar dan kemudian kembali mendekati pintu masuk.
"Teruslah berjaga-jaga dan segera laporkan ke dalam
setiap ada perkembangan atau setiap ada kejadian baru,
termasuk jika ada orang-orang dari Perguruan Thian San Pay
yang berusaha mendekati atau mengamat-amati pintu masuk
Lembah kita. Jangan sampai ada yang terlewatkan dan
perintahkan semua anggota perguruan untuk selalu bersiaga"
demikian pesan Tham Sin sebelum kemudian kembali
memasuki Lembah.
Tetapi, belum lagi Tham Sin beranjak terlampau jauh dari
gerbang masuk, telinganya yang terlatih menangkap sesuatu
yang diluar kewajaran. Dan ketika dia berpaling, dia kaget
karena melihat kelima muridnya sudah sedang menghadapi
seorang tamu yang sangat tidak biasa. Belum pernah selama
hidup Tham Sin melihat ada seorang tamu yang datang
mengunjungi Lembah Pualam Hijau sebagaimana hari ini.
Lembah Salju Bernyanyi didatangi seorang gadis cantik
berpakaian putih.
"Siapa engkau ...... apa maksudmu mendatangi Lembah
Salju Benryanyi ....?” terdengar salah seorang penjaga
bertanya kepada si pendatang.
"Lembah Salju Bernyanyi ....... oooooooh, tempat ini
namanya Lembah Salju Bernyanyi. Tapi, apa benar ini
merupakan area Gunung Thian San ......?” terdengar si Nona
pendatang bertanya. Dari nada bertanya dan sikapnya yang
kebingungan, sepertinya dia sedang tersesat.
"Benar nona, tetapi Gunung Thian San sungguh amat luas.
Entah kemana sebenarnya tujuan terakhir Nona ....? dan siapa
pulan Nona ? kembali seorang anak murid Lembah Salju
Bernyanyi bertanya.
"Aku .....? aku sendiripun lupa namaku. Tetapi orang-orang
menyebut dan memanggil aku dengan sebutan Nona Berbaju
Putih ...... Dan menurut seorang suhu, hanya dengan ke
Gunung Thian San maka aku akan mendapatkan kembali
ingatanku ..." si Nona berkata dengan nada yang wajar, sama
sekali tidak dibuat-buat.
"Nona, apakah suhu tersebut menyebutkan tempat tertentu
di Gunung Thian San yang harus Nona datangi? Dan siapa
pula gerangan suhu itu ....." Murid Lembah Salju Bernyanyi
yang bertanya nampak jatuh kasihan dengan si Nona Baju
Putih. Bukan hanya dia tetapi hampir semua murid yang
berjumlah 5 orang mulai jatuh kasihan, karena kepolosan
bicara si Nona dan kecantikan yang cemerlang dari nona itu.
Sementara itu, Tham Sin sudah berada di antara murid-
muridnya yang berjaga itu.
"Suhu itu sudah bercacat, tetapi selalu berpakaian dan
berjubahkan kain keemasan. Ilmunyapun hebat sekali, tetapi
suhu itu tidak pernah menyebutkan namanya. Katanya, aku
harus datang ke Gunung Thian San untuk mencari orang yang
mampu mengobati luka kehilangan ingatanku ....." si Nona
kembali berkata dan membuat semua orang ditempat itu
kecuali Tham Sin menjadi bertambah kasihan.
"Hmmmmm, Nona Berbaju Putih, engkau menyebutkan
seorang suhu yang selalu berpakaian keemasan yang
memberitahu engkau untuk datang ke Thian San. Tetapi
engkau bahkan sama sekali tidak mengenalinya, tidak
mengetahui namanya. Bagaimana mungkin kami
mempercayaimu nona?” terdengar Tham Sin bertanya dengan
nada menyelidik.
"Benar tuan, aku sama sekali tidak mengenalinya. Tetapi
ilmu silatnya hebat sekali, aku sendiri masih bukan
tandingannya. Ilmu silat emasnya luar biasa. Belum lagi, dia
tinggal bersama seorang kakek aneh yang berasal dari luar
Tionggoan, nampaknya dari negeri yang jauh. Mereka berdua
kini tinggal bersama dalam gua. Dan kesaktian kakek yang
satu itu, nampaknya tidak berada di bawah si kakek emas ....
engkau harus mempercayaiku tuan ...." si Nona Berbaju Putih
berkata sambil mengernyitkan keningnya, suatu ciri khas dari
si Nona jika emosinya terpancing nampaknya.
" Ooooooh begitu, tetapi engkau tidak mengenali mereka
berdua. Bagaimana mungkin aku mempercayaimu nona ....?”
"Tidak, tidak. Aku mengenali kakek kedua, kakek ini sangat
baik. Dia memberitahu namanya yakni Bintang Sakti 8 Penjuru
dan dia kelihatannya adalah seorang Pendeta dari tanah
seberang ....." berkata si Nona dengan cepat.
"Acchhhhh, tetapi aku tidak mengenali siapa dia nona. Dan
kakek berjubah emas yang satunya lagi yang menyuruhmu
datang ke Thian San bukan? tetapi engkau tidak mengenalnya
...... bagaimana bisa nona ...?”
"Entahlah tuan. Aku terluka parah, mereka berdua
menolongku. Tetapi, begitu aku sadar tidak ada satu hal
lagipun yang aku ingat. Maka setelah beberapa tahun mereka
berdua berusaha mengobatiku, akhirnya kakek yang selalu
berbaju emas yang tidak pernah mau memperkenalkan
namanya menyuruhku datang ke Thian San jika mau sembuh.
Echm tapi tuan, disini benar daerah Gunung Thian San bukan
...?” si Nona menjelaskan dan bertanya kepada Tham Sin yang
jadi kebingungan.
Sebetulnya Tham Sin curiga, jangan-jangan si Nona
Berbaju Putih hanya pura-pura lupa ingatan dan memiliki niat
jelek terhadap Lembah Salju Bernyanyi. Karena itu dia turut
para muridnya yang berjaga untuk menanyai si Nona. Tetapi,
setelah sekian lama, tidak terlihat sedikitpun tanda-tanda
bahwa si Nona Berbaju Putih menyimpan niat jelek terhadap
Lembah Salju Bernyanyi. Kepolosan dan sorot mata yang
lembut bening dari si Nona tidaklah mungkin berdusta. Inilah
yang membuat Tham Sin jadi rikuh dan bingung menghadapi
si Nona. Apalagi, selain itu si Nona tidak menyebutkan kemana
arah tepat yang dituju, si pembisik yang menyuruh si Nona ke
Thian San juga tidak menyebutkan nama spesifik untuk
didatangi. "Ach benar-benar memusingkan. Tapi sudahlah,
biar aku menyebutkan nama secara sembarangan saja ....."
begitu Tham Sin berpikir dalam hatinya dan memang dia
bermaksud untuk menyuruh si Nona Baju Putih pergi dengan
segera.
Tetapi, belum lagi Tham Sin berkata-kata untuk menyuruh
atau menyebutkan nama tempat untuk didatangi si Nona, tiba-
tiba terdengar suara:
"Hmmmm ....."
Dan ketika Tham Sin berbalik, dibelakangnya telah berdiri
dengan agung seorang Nenek. Inilah Thian San Giok Li.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-
"Ach hu-hoat, engkau juga berada disini .....?” Tham Sin
kaget setengah mati. Dia sungguh tidak mendengar suara
sedikitpun guna menyadari kedatangan si Nenek. Dalam hati
dia membatin ..."Nampaknya Nenek ini sudah semakin hebat
saja, padahal sebelum dia turun gunung tempo dulu belum
sehebat ini"
"Tham Sin, aku ingin berbicara banyak dengan nona
Berbaju Putih ini. Latar belakang dan keberadaan nona ini
sangat mencurigakan, tetapi dia sama sekali tidak berbahaya
bagi kita. Sebaliknya, dia akan sangat membantu kita karena
latar belakangnya yang hebat itu ...." terdengar Thian San
Giok Li berkata, tetapi hanya Tham Sin seorang yang bisa
mendengarkannya.
"Ach, begitu hebat keadaannya jika begitu hu-hoat ...."
Tham Sin terperangah. Tetapi Thian San Giok Li telah kembali
berkata:
"Engkau lihatlah jika tidak percaya ...." sambil berkata
demikian, Thian San Giok Li telah bergerak cepat kearah si
Nona Baju Putih. Dan hebat, si Nona yang terlihat lugu dan
polos ternyata memiliki gerakan yang tidak mengecewakan.
Bahkan Tham Sin kaget, karena si Nona nampaknya masih
lebih hebat ketimbang dirinya. Terdengar si Nona berseru
kaget:
"Ech Nenek, kenapa engkau menyerangku ....?”
Tetapi Thian San Giokli tetap terus menyerang si Nona
yang juga bergerak cepat mengimbangi gerakan dan serangan
si Nenek. Dalam waktu singkat telah nampak jelas jika si
Nenek berada diatas angin, tetapi si Nona juga bukanlah
orang lemah. Gerakan gerakan tangan dan kakinya sangat
lincah, dan jelas mengeluarkan ilmu silat bermutu dan
bukannya ilmu silat pasaran. Meski menyerang dengan
gencar, tetapi sinar mata Thian San Giok Li tidaklah
menunjukkan rasa marah dan emosi untuk mengalahkan
lawan. Sebaliknya setelah beberapa lama, nampak dia
tersenyum. Terutama ketika si nona bergerak dengan ilmu
yang telah lama dikuasainya. Si Nenek nampaknya mulai
menemukan titik terang tentang asal-usul si gadis baju putih.
"Hmmmmm, tidak salah. Ini ilmu andalan dari Bengkauw
...... jelas latar belakang Nona ini sangat istimewa. Tetapi,
mengapa aku mendapat firasat yang sangat kuat bahwa dia
memiliki hubungan yang sangat erat dan kuat dengan Duta
Agung ....?” demikian Thian San Giok Li bertanya-tanya dalam
hatinya.
Tiba-tiba Thian San Giok Li menyerang dengan gerakan
semakin cepat, sementara dari tangan si Nona mengalir
tenaga tangkisan yang luar biasa kuat dan membuat si Nenek
menjadi kagum. Tetapi yang mengejutkan adalah, munculnya
jurus mematikan dan berhawa sesat dari si Nona Baju Putih.
Cuma, kematangan si Nenek membuatnya tidak gugup,
sebaliknya dengan cepat dia bergerak kesisi kiri si Nona dan
kemudian menutuk lengan si Nona Baju Putih. Dan selesailah
pertarungan itu. Meski begitu, semua heran karena Gadis
Berbaju Putih itu ternyata sangatlah lihay, bahkan nampaknya
masih melebihi Tham Sin sendiri.
"Tham Sin, jelas Nona ini berlatar belakang istimewa. Aku
ingin menanyainya lebih rinci. Dan yang pasti, Nona ini akan
sangat membantu kita suatu saat nanti. Karena itu, aku akan
membawanya masuk ...." terdengar Thian San Giok Li berkata
kepada Tham Sin yang menjadi wakil penguasa Lembah.
"Jika hu-hoat telah memutuskan demikian, aku yang muda
menurut saja. Biarlah aku yang memberitahukan kepada toako
bahwa masalah disini telah ditangani hu-hoat ..." Tham Sin
berkata dengan penuh hormat. Semua orang di Lembah Salju
Bernyanyi kini telah sadar, bahwa Thian San Giok Li telah
banyak berbuat bagi Lembah dan dewasa ini dialah tokoh
terkuat dari Lembah Salju Bernyanyi. Ayahnya sendiri, Thian
San Kim Thong yang memberitahukan kepada mereka semua.
"Baiklah, jika demikian aku akan membawanya ...."
Nenek Thian San Giok Li hanya mengulurkan tangannya
dan secara ajaib tubuh si Nona Baju Putih melayang
kearahnya. Dan tidak lama kemudian keduanya lenyap dari
pandangan mata ke-enam orang yang berada di pintu masuk
Lembah Salju Bernyanyi. Dan keadaanpun kembali senyap.
Tetapi, penjagaan bukannya menjadi lebih longgar, Tham Sin
malah meminta penjagaan diperketat. Naluri seorang Tham
Sin yang memang patut diacungi jempol. Kejadian datangnya
si Nona Baju Putih bisa mengindikasikan bahwa ada orang lain
yang memanfaatkan kepolosan si Nona, dan bukan tidak
mungkin merencanakan sesuatu yang sulit ditebak. Itu
sebabnya penjagaan malah digandakan, alias ditambah 5
orang lagi murid Lembah Salju Bernyanyi untuk disiagakan
menjaga segala kemungkinan. Tanda-tanda jika Lembah Salju
Bernyanyi memang dalam keadaan tegang.
Tetapi, sampai malam menjelang datang, tidak ada lagi
kejadian mencurigakan yang terjadi. Satu-satunya kejadian
yang agak di luar kebiasaan adalah kedatangan si Nona
Berbaju Putih yang kelihatannya lupa dirinya sendiri, alias
kehilangan ingatan. Toch dengan turun tangannya Thian San
Giok Li kejadian tersebut dapat diatasi dengan baik. Tidak ada
lagi kejadian mencurigakan sesudahnya. Tetapi, bukan berarti
Lembah Salju Bernyanyi melepas kesiagaannya. Apalagi
karena Lembah Salju Bernyanyi sudah mendapatkan informasi
bahwa Ciangbundjin Thian San Pay yang masih muda, yang
waktu mereka menyerang tidak berada di tempat, kini sudah
kembali ke perguruannya. Sesuatu pasti akan segera terjadi.
Esoknya ....... tanpa tahu bagaimana dan darimana
datangnya, tahu-tahu di depan gerbang masuk yang
tersembunyi dan agak unik dari Lembah Salju Bernyanyi telah
berdiri 2 orang. Sepasang laki-laki dan perempuan dan
sepertinya mereka memiliki hubungan yang erat. Dan
nampaknya mereka tidak memiliki maksud tidak baik terhadap
Lembah Salju Bernyanyi. Buktinya laki-laki dan perempuan itu
berdiri menanti para penjaga di luar gerbang masuk Lembah
dan kemudian memberi salam dan hormat. Adalah yang
perempuan yang kemudian membuka suara:
"Kiang Li Hwa, Duta Hukum utusan Duta Agung Lembah
Pualam Hijau mohon bertemu Nenek Sakti Thian San Giok Li
ataupun Majikan Lembah Salju Bernyanyi ....."
Berbeda dengan tokoh-tokoh perguruan lain, Lembah Salju
Bernyanyi yang terisolasi selama 100 tahunan, kurang begitu
mengenal situasi dunia persilatan. Kecuali tokoh tokoh utama
Lembah Salju Bernyanyi, rata-rata anak murid mereka saat ini
relatif kurang begitu mengenal tokoh-tokoh utama dan
perguruan utama di dunia persilatan. Dan para penjaga
gerbang masuk ini, juga bukanlah orang yang banyak
pergaulan dan mengenal tokoh-tokoh dunia persilatan. Tak
heran jika mereka tidak cepat mengenal dan mengetahui jika
yang datang berkunjung adalah salah satu tamu teragung
yang mungkin datang ke Lembah mereka.
"Siapakah gerangan anda berdua .....? Kiang Li Hwa dari
Lembah Pualam Hijau. Sepertinya pernah kami dengar, tapi
apakah kalian bukannya orang-orang utusan Thian San Pay
untuk memata-matai Lembah kami .....?” tanya salah seorang
murid penjaga.
"Kami datang mewakili Duta Agung Lembah Pualam Hijau
yang dimintai tolong oleh Thian San Giok Li untuk
menyelesaikan masalah antara Lembah kalian dengan
Perguruan Thian San Pay. Tolong sampaikan kepada Nenek
Sakti Thian San Giok Li bahwa utusan dari Duta Agung sudah
tiba di Lembah kalian ....." kali ini Kiang Li Hwa berkata
dengan suara berwibawa, sampai-sampai kelima murid
penjaga tersentak oleh suara berwibawa dan seperti
menggedor hati mereka dari Li Hwa.
"Sebentar, sebentar ...... biarkan kami melaporkan kepada
Thian San Giok Li atau Majikan Lembah untuk menyambut
tuan-tuan ...."
Dan berlalulah salah seorang dari penjaga tersebut, tetapi
Li Hwa yang ditemani suaminya Nenggala tetap tidak diijinkan
memasuki gerbang Lembah Salju Bernyanyi. Tetapi, Li Hwa
dan Nenggala cukup maklum dengan keadaan Lembah Salju
Bernyanyi. Kelihatannya tidak jauh berbeda antara Thian San
Pay dan Lembah Salju Bernyanyi, dua-duanya dalam siaga
penuh dan siap untuk saling berperang. Sungguh keadaan
yang sangatlah tidak menyenangkan.
"Maafkan kami tuan-tuan, kami harus mendapatkan ijin dari
Majikan kami sebelum mempersilahkan tuan-tuan memasuki
Lembah kami ....." berkata salah seorang penjaga yang
menghadapi Nenggala dan Li Hwa. Mungkin dia keder juga
melihat betapa gagah dan berwibawanya kedua tamu di
hadapannya. Mereka tampak sangat penuh percaya diri,
sangat kokoh dan berwibawa, dan pasti membekal
kemampuan yang bukan olah-olah hebatnya.
"Tidak apa-apa, kami maklum dengan keadaan Lembah
Salju Bernyanyi ..." berkata Nenggala dengan suara yang lebih
ramah.
Dan tengah mereka berbasa-basi, tiba-tiba dari dalam
Lembah keluar menyambut Majikan Lembah Salju Benryanyi,
yakni Tham Ki, putra sulung Thian San Kim Thong yang
menggantikan ayahnya menjadi Majikan Lembah setelah
pertikaian dan sejumlah kejadian memalukan yang terjadi di
dalam Lembah Salju Bernyanyi. Tham Ki yang menjadi Majikan
Lembah Salju Bernyanyi sudah tidak berusia muda lagi,
usianya saat ini sudah sekitar 60 tahunan. Dan memang, dari
anak-anak Kim Thong, tokoh inilah pada saat ini yang paling
layak menjadi Majikan Lembah.
"Acccchhhh, maafkan anak-anak murid Lembah Salju
Bernyanyi memang kurang mengenal jiwi pendekar yang
datang berkunjung. Mari, mari, silahkan masuk ....." Tham Ki
mengundang kedua tamunya setelah mereka saling memberi
hormat.
"Terima kasih ,,,,,, terima kasih atas kesediaan Majikan
untuk mengundang kami memasuki Lembah Salju Bernyanyi
......" terdengar Li Hwa berbicara sambil berjalan mengikuti
langkah Tham Ki memasuki Lembah.
"Thian San Giok Li hu-hoat telah memberitahuku perihal
kunjungannya ke Bu Tong Pay dan juga pembicaraannya
dengan Duta Agung Lembah Pualam Hijau. Bahkan menurut
hu-hoat, Lembah Salju Bernyanyi masih memiliki hubungan
perguruan dengan Lembah Salju Bernyanyi kami, dan dengan
demikian kita sebetulnya bukan lain adalah orang-orang
sendiri ...." berkata Tham Ki dengan suara yang penuh
keramahan meski tidak meninggalkan wibawanya sebagai
Majikan Lembah Salju Bernyanyi. Dan hal ini mendatangkan
perasaan hangat di hati Li Hwa.
"Benar sekali, Duta Agung juga telah menyinggung masalah
tersebut. Bahkan karena harus memenuhi permintaan Koai
Todjin, leluhur Lembah Salju Bernyanyi yang mulia, Duta
Agung terpaksa menunda keberangkatannya kemari. Karena
itu, dia mengutus kami berdua untuk mendahuluinya sekaligus
mewakilinya mengunjungi Lembah ini dan berbicara lebih jauh
dengan Thian San Giok Li dan juga dengan locianpwe sebagai
Majikan Lembah ini ...."
"Hahahaha, baiklah, baiklah. Jika jiwi tidak keberatan,
biarlah para pelayan kami akan menghantarkan jiwi berdua ke
tempat beristirahat dan lohu akan pergi memberitahu hu-hoat
kami. Jika melihat waktunya, hu-hoat kami akan beristirahat
kurang lebih satu jam di depan, pada saat itu kami
mengundang jiwi untuk bertemu dengan hu-hoat kami.
Bagaimana .....?” Majikan Lembah Salju Bernyanyi, Tham Ki
menawarkan kepada Nenggala dan Li Hwa untuk beristirahat
sejenak. Meski sebenarnya tidak begitu perlu, tetapi untuk
menghormati dan basa-basi dengan tuan rumah, keduanya
sepakat untuk mengaso dan beristirahat sejenak.
Dan memang benar, hampir dua jam kemudian, seorang
utusan Majikan Lembah Salju Benryanyi, Tham Ki telah datang
menyambut dan menjemput Li Hwa dan Nenggala untuk
melakukan percakapan dengan Majikan Lembah dan Thian
San Giok Li. Tetapi, ketika mereka berdua memasuki ruangan
yang akan digunakan untuk percakapan, Kiang Li Hwa dan
Nenggala menjadi sangat kaget ketika melihat ada seorang
Kakek lainnya yang sudah begitu tua. Sekali pandang mereka
paham kakek tua itu bukan orang biasa. Dan nampaknya
usianya tidak begitu berbeda jauh dengan usia Thian San Giok
Li. Dan Kakek tua itu duduk dalam posisi samadhi di tempat
yang sejajar dengan Tham Ki selaku Majikan Lembah duduk.
Dan di samping sebelahnya, duduk dalam posisi yang sama
seorang nenek tua, yang dengan segera dikenali sebagai
Thian San Giok Li oleh Li Hwa dan Nenggala yang memang
pernah bertemu nenek ini. Nenek sakti yang didaulat sebagai
jago nomor dua di Tionggoan.
"Terima kasih atas kesediaan Jiwi berdua mengunjungi
Lembah kami dan sekaligus menurut hu-hoat kami, bertugas
mewakili Duta Agung Lembah Pualam Hijau untuk menengahi
persoalan antara Lembah Salju Bernyanyi dengan Perguruan
Thian San Pay ...." berkata Tham Ki mengawali pertemuan
tersebut sambil memandangi Kiang Li Hwa dan juga Nenggala
yang hanya manggut-manggut tanda setuju.
"Tetapi, sebelum kita bercakap lebih jauh, perkenankan
kami memperkenalkan kedua Hu-hoat dari Lembah Salju
Bernyanyi ........" berkata Tham Ki, dan sambil memandang ke
sebelah kanan, ke arah Thian San Giok Li dia berkata ..."tentu
jiwi telah mengenal Nenek Thian San Giok Li, sesepuh Lembah
ini yang beberapa waktu lalu berkelana ke Tionggoan untuk
tujuan-tujuan khusus". Dan Li Hwa serta Nenggala
mengangguk sambil memberi hormat kepada Thian San Giok
Li, tetapi Nenek itu berkata:
"Sudahlah, diantara kita keluarga sendiri, tidak perlu
penghormatan berlebihan ...."
Sementara itu, Tham Ki telah berpaling ke sisi sebelahnya
dan berkata "dan hu hoat kami yang satunya lagi dikenal
dengan nama Thian San Kim Thong. Sebelumnya merupakan
Majikan Lembah Salju Bernyanyi, hanya karena usia tua,
beliau - ayahanda telah mengundurkan diri. Namun, karena
persoalan dengan Thian San Pay yang pada waktu itu Lembah
ini masih dipimpin ayahanda hu-hoat, maka beliau berkenan
bertemu dan bercakap dengan jiwi berdua ...."
"Achhhhh sungguh kehormatan besar bagi kami boleh
bertemu dengan Pemimpin dan Sesepuh Lembah Salju
Bernyanyi ......" berkata Kiang Li Hwa. Dan memang, dalam
statusnya sebagai Duta Hukum dan sekaligus mewakili Duta
Agung, maka harus Kiang Li Hwa yang banyak berbicara.
"Sudahlah Nona ........ jangan terlampau berlebihan. Lama-
kelamaan lohu menjadi rikuh sendiri ..." terdengar suara si
Kakek tua mengalun lembut dan menggantung, tanda seorang
yang telah mencapai tataran sangat tinggi dalam meyakinkan
ilmunya.
"Baiklah, kami sendiri adalah Majikan Lembah ini generasi
ketiga. Mohon dimaafkan jika ada kekurangan-kekurangan
yang ditemukan selama menjadi tamu dari Lembah kami ini
......" berkata Tham Ki, dan belum Li Hwa menjawab, dia
sudah langsung berkata kembali:
"Secara sekilas, hu-hoat telah memberitahu kami mengenai
maksud kedatangan jiwi berdua. Tetapi, jika boleh kami
mendengar langsung dari jiwi berdua ....... dan, jika berkenan
kami boleh lebih mengenal jiwi berdua ...."
"Baiklah, locianpwee sekalian, tecu sendiri adalah Kiang Li
Hwa, menjabat sebagai Duta Hukum Lembah Pualam Hijau.
Dan yang datang bersamaku adalah Nenggala, suamiku
sendiri, datang menemaniku untuk berkunjung ke Lembah
Salju Bernyanyi mendahului Duta Agung. Sementara mengenai
maksud kedatangan kami, semestinya hu-hoat Thian San Giok
Li sudah paham. Tetapi, dalam perjalanan kemari, termasuk
percakapan dengan Duta Agung, terbersit kecurigaan jika
pertikaian dengan Thian San Pay sepertinya melibatkan pihak-
pihak lain yang memiliki kepentingan terselubung. Nach,
maksud kami mendahului Duta Agung adalah untuk
menyelidiki kemungkinan ini. Adakah pihak atau kelompok lain
yang sengaja membenturkan kedua Perguruan ini dan apa
motif mereka yang sebenarnya ...." berkata Li Hwa langsung
ke pokok persoalan, tidak bertele-tele.
"Duta Hukum ....... kami dari pihak Lembah Salju Bernyanyi
memang memiliki banyak sekali kecurigaan mengenai
keterlibatan pihak luar. Tetapi, kami tidak mampu menyebut
dan menyampaikannya kepada Thian San Pay karena bukti
pada waktu pertarungan di Thian San Pay nyaris nihil. Tetapi,
kejadian yang susul-menyusul terjadi di Lembah ini, bisa
disampaikan oleh kedua hu-hoat kami ....." berkata Majikan
Lembah Salju Bernyanyi sebagai pengantar bagi ulasan Kim
Thong dan Thian San Giok Li.
Dan begitu Tham Ki berhenti berkata-kata, langsung Thian
San Kim Thong angkat suara menjelaskan keadaan di Lembah
Salju Bernyanyi pada waktu itu:
"Kejadian di Thian San Pay adalah anakku Tham Ki yang
paham, karena dia berada disana waktu pertikaian tersebut.
Dan dalam pertikaian tersebut, aku kehilangan seorang anak
dan dua orang murid. Jelas kemurkaanku tidak dibawah
kemurkaan Thian San Pay. Tetapi, untunglah sumoyku Thian
San Giok Li selalu dengan sabar menasehatiku, dan lebih
untung lagi, meski terlambat aku sempat menyadarinya. Jika
ditarik jauh ke belakang, maka banyak kejadian mencurigakan
yang terjadi di Lembah dan pastilah ada hubungan dengan
kejadian di Thian San Pay ....." Kakek Kim Thong berhenti
sejenak, dan kemudian menyambung lagi perkataannya:
"Di hari Lembah Salju Bernyanyi lepas dari isolasi 100
tahun, aku dipancing bertanding adu lari dengan seorang
asing berkerudung yang tidak ingin dikenali identitasnya.
Selain itu, berkali-kali anak murid kami menemukan jejak
orang aneh ini memata-matai Lembah kami ini. Bahkan,
dengan kekuatan sihir yang luar biasa, mereka mampu
menyusup masuk ke Lembah dan menyihir seorang anak
murid kami untuk memasuki ruang rahasia yang dijaga oleh
ketiga sumoyku. Dan pada hari itu, mereka berdua saja
menyerbu masuk dengan target utama memasuki liang
rahasia di dalam Lembah tempat sucouw kami menyekap
penjahat-penjahat brutal 100 tahun silam. Kelihatannya
mereka kemudian kecewa karena target mereka, ilmu-ilmu
iblis yang dituju sudah dikuasai orang lain yang menewaskan
dua orang sumoyku ketika muncul dari liang rahasia itu.
Begitu tahu sasaran mereka sudah gagal, akhirnya merekapun
berlalu dan hingga sekarang tidak pernah lagi menunjukkan
diri mereka di sekitar Lembah kami ini. Itulah sebabnya, kami
menduga, sangat mungkin mereka ini yang menggunakan
kekuatan sihir untuk mengadu domba ....."
"Apakah hu-hoat sudah mengetahui siapa gerangan tokoh-
tokoh yang memasuki Lembah ini dengan kekuatan sihir ...?”
bertanya Li Hwa dengan kening berkerut.
Thian San Kim Thong saling pandang dengan Thian San
Giok Li dan dia mengangguk kepada Nenek itu. Kelihatannya
isyarat agar Nenek itu yang berbicara:
"Duta Hukum, jubah mereka, kepandaian mereka dan
maksud licik mereka, sangat seragam dengan yang
mengganggu di Bu Tong Pay. Aku sangat yakin jika mereka
berdua adalah 2 orang diantara Lamkiong Sek, Naga Pattynam
dan Wisanggeni, ketiga tokoh yang juga mengacau di Bu Tong
Pay. Kekuatan sihir mereka memang sungguh susah untuk
dilawan, bahkan olehku sendiri. Dan jika aku saja kesulitan,
apalagi anak murid Lembah Salju Bernyanyi ...." terang nenek
Thian San Giok Li.
"Jika begitu, pantas ...... bukan perkara mudah bagi
mereka untuk mengacau balaukan Thian San Pay yang
ditinggal pahlawan-pahlawannya ..." Li Hwa berkata sambil
memandang Nenggala. Sekali pandang mereka berdua
maklum, bukan hanya kedua hu-hoat itu tidak berdusta, tetapi
bahwa hampir 100% saling bunuh di Thian San Pay dirancang
oleh mereka bertiga.
"Duta Hukum, terus terang saja, jika harus bertarung, tiada
seorangpun anak murid Thian San Pay yang bisa melukai,
apalagi membunuh adikku dan kedua suteku. Tetapi, entah
bagaimana, ketiga suteku itu terbunuh secara mengenaskan
dan seperti sangat kebetulan menyongsong ujung pedang
anak murid Thian San Pay ...." berkata Tham Ki dengan wajah
berduka mengingat adiknya dan kedua sutenya yang binasa di
Thian San Pay. Sungguh penasaran mereka.
"Kami sempat berpikir ....." Tham Ki melanjutkan sambil
memandang ke arah Thian San Giok Li .... "bahwa kami harus
segera membalas dendam dengan membumihanguskan Thian
San Pay. Tetapi, untungnya hu-hoat kami bertahan dan
menentang rencana kami tersebut. Dan ketika semakin lama
dipikirkan, semakin banyak kecurigaan yang muncul. Tetapi,
sayangnya, kami memang tidak memiliki bukti bahwa ketiga
sute dibunuh dengan cara sihir ....."
"Locianpwe sekalian, kami lebih mengenal Lamkiong Sek,
Naga Pattynam, Wisanggeni dan gerombolannya. Upaya
membasmi mereka sudah berlangsung bertahun-tahun. Dan
cara-cara adu domba yang mereka lakukan, juga bukan baru
sekali ini mereka kerjakan. Ada beberapa perguruan lain yang
mereka rusak dan binasakan, ada yang di adu domba, dan
ada yang dimanfaatkan seperti Bwee Hoa Cung terakhir ini
yang dimanfaatkan untuk membobol barisan rahasia Lembah
Pualam Hijau. Hampir seratus persen kami yakin, jika karya
adu domba ini dikendalikan kelompok mereka ..." Li Hwa
berkata dengan penuh keyakinan.
"Maksud Duta Hukum, mereka memang sudah sering
melakukan hal seperti itu ...?” tanya Tham Ki
"Benar sekali. Perguruan Thian San Pay sendiri sudah
pernah kecolongan sebelumnya ketika mereka menyusupkan
seorang tokoh mereka untuk mengambil alih Thian San Pay.
Untungnya ada Liang Tek Hoat dari Kaypang dan adiknya Mei
Lan dari Bu Tong Pay serta bibiku Kiang In Hong serta
suamiku Nenggala ini yang membantu Thian San Pay. Karena
itu, tidak heran jika mereka kembali melakukan adu domba ini.
Jika mereka muncul di Lembah ini, bisa dipastikan mereka
juga pasti berada di Thian San Pay dibalik "kecelakaan" yang
mereka ciptakan dengan sihir jahat mereka itu"
"Acccccchhhhhhhh, begitu kiranya ...... sungguh licik,
sungguh licik ....." bergumam Kim Thong dan semakin yakin
dia bahwa memang mereka dipermainkan orang.
"Ach sumoy, seandainya aku tidak menuruti emosi sessatku
dan mengikuti saran mendiang sumoy, kita tidak akan terikat
permusuhan dengan Thian San Pay separah ini ...." terdengar
Kim Thong mengeluh.
"Toako, kejadiannya sudah lama berselang. Setidaknya kita
menemukan peluang untuk mengurangi akibat merusak dari
pertikaian yang tidak perlu itu ...." berkata Thian San Giok Li
menghibur Kim Thong.
"Engkau benar sumoy, tetapi aku tidak pernah bisa
melupakan upaya membalas kekalahan Lembah ini dari Kakek
Dewa Pedang ...." berkata Kim Thong.
"Toako, hal itu bisa dibicarakan terpisah sebetulnya.
Sebagaimana Duta Agung memberi contoh bagaimana
permusuhan antara Siauw Lim Sie, Bu Tong Pay, Kaypang dan
Lembah Pualam Hijau melawan Bengkauw, Lam Hay Bun dan
Thian Tok yang bisa berubah menjadi PERTARUNGAN
PERSAHABATAN tanpa menganggap mereka sebagai musuh
yang harus dikalahkan, tetapi sahabat berbagi ilmu. Rasanya
Lembah Salju Bernyanyi dan Thian San Pay perlu meniru
mereka. Bagaimana Tham Ki .....?”
"Hu-hoat, setelah kejadian-kejadian yang tidak
menyenangkan itu, memang lebih tepat dan lebih baik kita
menjalin persahabatan dengan Thian San Pay. Dan
pertarungan Kakek Dewa Pedang dan kakek guru bisa
dilanjutkan sebagai Pertandingan Persahabatan sehingga tidak
melahirkan permusuhan antara dua perguruan. Tetapi, tetap
terasa sulit untuk menjelaskan mengapa saling bunuh itu
terjadi hu-hoat ...." berkata Tham Ki dengan mimik penuh
penyesalan.
"Locianpwe bertiga, jika locianpwe memberi kepercayaan
kepada Lembah Pualam Hijau dan kepada Duta Agung, maka
kami akan membantu sekuat tenaga agar pertikaian lebih jauh
dan lebih berdarah bisa dihindarkan. Sedapat mungkin kami
berdua akan berbicara panjang lebar dengan pihak Thian San
Pay, percayalah, setelah hari ini Thian San Pay pasti akan
menimbang lebih bijak bagaimana menyelesaikan persoalan
tersebut. Jika ketiga locianpwe setuju, kami akan mengatur
pertemuan antara Thian San Pay yang diwakili oleh
Ciangbundjin dan Wakil Ciangbundjin beserta seorang atau
dua orang sesepuhnya dan pihak Lembah Salju Bernyanyi. Jika
boleh mengusulkan, Lembah Salju Bernyanyi kelak diwakili
Majikan dan kedua hu-hoat .... bagaimana menurut locianpwe
semua ...?”
Menanggapi usulan Li Hwa, nampak Tham Ki mengangguk-
angguk tanda setuju. Kematian ketiga sutenya (seorang adik
dan dua orang adik perguruan) dahulu memang membuatnya
sedih dan sangat meradang tempo dulu. Tetapi, lama
kelamaan dia sendiri mulai merasa aneh dan meremang
mengingat bagaimana cara mati ketiga adik seperguruannya
itu. Meski butuh waktu lama, tetapi Tham Ki akhirnya tawar
kemarahan serta emosinya. Upaya Thian San Giok Li untuk
menyadarkannya memang lama tetapi ampuh. Bahkan Kim
Thong sendiri akhirnya mengerti. Dan kini, mereka jadi sering
banyak bertanya kepada Thian San Giok Li. Terlebih ketika
mereka mengetahui bahwa Nenek itu ternyata mulai mampu
melihat jauh "kedepan" sebagaimana juga ibu Kim Thong atau
nenek Tham Ki dulu mampu melakukannya.
"Hmmmm, begitu memang lebih baik. Setelah hidup dalam
kedamaian selama seratus tahun, terasa sangat mengganggu
hidup dalam kecemasan dan ketegangan ..." Tham Ki akhirnya
bicara dan diikuti dengan anggukan kepala tanda setuju dari
Nenek Thian San Giok Li dan juga Kim Thong.
"Upaya mempertemukan kedua perguruan kami serahkan
kepadamu dan Duta Agung Nona, kami percaya kalian bisa
mengatur yang terbaik bagi semua ...." Kim Thong
menambahkan sekaligus menegaskan persetujuan Lembah
Salju Bernyanyi.
Dan pertemuan pun dilanjutkan dengan percakapan-
percakapan ringan serta tukar menukar informasi. Terutama Li
Hwa yang mengisahkan bagaimana perkembangan dunia
persilatan termasuk penyusupan dan penyerangan di Lembah
Pualam Hijau yang juga melibatkan tokoh-tokoh yang sama.
Dan secara samar Li Hwa memberitahu kesibukan Duta Agung
dalam menata kembali Lembah Pualam Hijau serta
mengemban permintaan Thian San Giok Li terkait dengan
murid-muridnya. Dan Li Hwa menjadi kaget ketika Thian San
Giok Li bergumam:
"Sayang anak Giok Li tidak berjodoh dengan warisan
sucouwnya. Tetapi untungnya dia menemukan sesuatu yang
tidak kalah baiknya ....."
"Ach locianpwe ...... engkau sudah tahu ....?” Li Hwa kaget,
tetapi Nenggala menggamit lengan istrinya dan tersenyum.
"Thian San Giok Li telah mencapai tahapan itu istriku .....
dia telah mampu melihat ke depan melebihi orang-orang biasa
....."
"Melihat kalian berdua suami-istri sungguh membuat kami
kagum. Melihat Lembah Pualam Hijau diisi orang-orang seperti
kalian, maka tidaklah mengherankan hatiku mengapa Lembah
itu menjadi tumpuan harapan banyak orang. Mudah-mudahan
kedua muridku sanggup mendidik diri mereka menjadi
pendekar-pendekar tangguh seperti jiwi berdua ....." Thian
San Giok Li tidak menyembunyikan kekagumannya terhadap
Nenggala dan Li Hwa. Sekali pandang tadi, dia kaget
menemukan kenyataan betapa pasangan suami istri yang
berada dihadapannya ini, pastilah tidak berada disebelah
bawah kemampuannya. "Sungguh-sungguh pasangan yang
berisi" desisnya dalam hati penuh kekaguman.
"Hmmmm untuk saat ini, Lembah Salju Bernyanyi memang
sangat mengandalkan binaan dan pendidikan kedua hu-hoat
kami ini. Merekalah yang menjaga dan mendidik kami para
pemimpin Lembah Salju Bernyanyi ......" terdengar Tham Ki
berkata bangga karena melihat kekagetan dimata Li Hwa atas
kemampuan menerawang kedepan yang dimiliki hu-hoat
mereka.
"Achhhhhhhh ...... pujian kosong, pujian kosong. Anakku,
jika aku dan bibi gurumu ini tidak salah hitung, pasangan
suami istri dihadapanmu ini sudah memiliki tingkat kepandaian
yang sejajar dengan kami berdua ....... " terdengar Thian San
Kim Thong berbicara dengan suara lembut. Dan Thian San
Giok Li tampak tersenyum senang dengan kalimat Kim Thong.
Bukan apa-apa, di usia tuanya Kim Thong telah mampu
melepas ambisi dan kekerasan hatinya, dan kini suasana
hatinya dipenuhi kedamaian dan sanggup melihat banyak
persoalan secara lebih dalam.
"Pujian itupun terlampau berlebihan locianpwee, kami
belum sanggup menerima sanjungan sebesar itu ......"
Nenggala berkata dengan suara yang wajar dan tidak dibuat
buat, tenang tetapi juga memiliki wibawa seorang yang
memang benar berisi. Dan mau tidak mau, baik Kim Thong
maupun Thian San Giok Li dibuat senang dan semakin kagum
terhadap Nenggala dan Li Hwa. Percakapan yang kemudian
membawa kelima orang itu pada percakapan panjang dan
baru berakhir menjelang malam.
Tetapi, ternyata kunjungan Kiang Li Hwa dan Nenggala
bukanlah satu-satunya kejadian pada hari itu di Lembah Salju
Bernyanyi. Ada kejadian lain yang menghadirkan suasana
kurang menyenangkan Lembah Salju Bernyanyi ....
Kurang lebih dua jam setelah kedatangan Kiang Li Hwa dan
Nenggala ke Lembah Salju Bernyanyi, seorang tokoh Lembah
Salju Bernyanyi ke luar menemui para murid yang sedang
berjaga-jaga. Hari itu, seperti hari-hari sebelumnya, ada
sekitar 5 orang anak murid yang berjaga di gerbang masuk
Lembah. Beberapa saat kemudian nampak mendekati Gerbang
masuk salah seorang tokoh Lembah Salju Bernyanyi.
Orangnya terlihat masih cukup muda meski telah bersia diatas
30 tahunan, mungkin sekitar 31 atau 32 tahun. Dia adalah
murid bungsu Kim Thong yang bernama Toh Lui dan juga
adalah adik kandung Toh Ling yang berubah setelah secara
tidak sengaja memasuki liang rahasia Lembah Salju Bernyanyi.
Pemeriksaan gerbang masuk memang dilakukan secara
bergiliran oleh tokoh-tokoh pemimpin Lembah Salju Bernyanyi.
Dan kebetulan kali ini, adalah giliran Toh Lui yang datang
melakukan pemeriksaan. Sebagaimana ritual pemeriksaan
sebelumnya, Toh Lui bercakap dengan para penjaga,
kemudian berjalan ke luar dari gerbang masuk, meninjau
keadaan di luar sampai ke dekat pepohonan di dinding
sebelah selatan, dan setelah menemukan semuanya "aman",
maka Toh Luipun kemudian masuk kembali ke gerbang
Lembah.
Dan merekapun kemudian bercakap-cakap tepat di gerbang
masuk Lembah. Karena Toh Lui orang termuda dari para
pemimpin Lembah, maka pertemanannya dengan para
penjaga termasuk erat. Apalagi rata-rata para murid yang
berjaga memang masih berusia muda. Karena itu, kedatangan
Toh Lui biasanya selalu ditunggu dan terhitung paling
menyenangkan dibandingkan tokoh pemimpin lain yang suka
marah-marah. Berbeda dengan Toh Lui yang ramah dan suka
bercanda dengan mereka semua. Tetapi, ketika semua orang
sedang tertawa-tawa dan mendengarkan banyolan serta kisah
lucu dari Toh Lui, tiba-tiba Toh Lui terdiam sesaat. Diapun
memandang kearah barisan pepohonan yang tidak lebat,
maklum daerah gunung bersalju, jadi jenis pepohonan yang
tumbuh sangat terbatas.
Sesaat kemudian Toh Lui berkata sambil memandangi
wajah kelima penjaga yang berdiri tegang dihadapannya,
"kelihatannya ada gerakan mencurigakan di balik gunung-
gunungan salju dan barisan pepohonan itu. Kita periksa .......
siapa gerangan yang berani bermain-main dengan Lembah
Salju Bernyanyi. Hmmm bernarkah mereka berani
mengganggu kita ....?”
Merekapun saling menganggukkan kepala dan dalam waktu
singkat mereka bergerak. Begitu tiba di lokasi yang
mencurigakan, Toh Lui yang tiba terlebih dahulu telah
menemukan jejak orang yang dicurigai memata-matai Lembah
mereka. jejak itu sangat samar tertinggal di tumpukan salju
dekat dinding selatan yang mengarah ke gunung-gunungan
salju dan barisan pepohonan.
"Jika memang dia mau menyembunyikan diri, maka hanya
ada 3 tempat yang memungkinkan ...." berkata Toh Lui diikuti
pandangan mata setuju dari kawan-kawannya atau tepatnya
murid-muridnya.
"Arah ke gunung-gunungan, arah ke barisan pepohonan,
atau arah ke Thian San Pay. Mari kita membagi tiga kelompok,
aku akan ke arah Thian San Pay, kalian berdua ke arah
gunung-gunungan dan kalian bertiga ke arah pepohonan itu.
Ketika bertemu orang mencurigakan langsung memberi tanda
dengan berteriak agar kita bisa saling membantu ......
bagaimana ...?” sudah tentu para penjaga, meski berteman
dengan Toh Lui tetapi tidak akan berani menentang
usulannya. Maka merekapun mengangguk dan langsung
menuju ke tempat yang ditunjukkan oleh Toh Lui.
Tetapi, tidak lama kemudian, gerbang masuk yang
ditinggalkan penjaganya, justru kemasukan orang. Dan orang
yang masuk, kelihatannya sangat mengenal seluk beluk
Lembah Salju Bernyanyi, dalam waktu singkat dia telah
menghilang ke dalam Lembah tanpa bertemu siapa-siapa.
Sementara itu, setelah berputar-putar selama kurang lebih
satu jam, kelima penjaga kembali ke Gerbang masuk. Hanya
mereka berlima, sementara Toh Lui yang ditunggu, justru
tidak pernah kembali.
Pemimpin dari 5 penjaga itu kemudian memutuskan
menyusul kearah yang dituju Toh Lui, tetapi setengah jam
kemudian dia kembali dengan tangan hampa.
"Tidak ada sedikitpun jejaknya disana ...... bagaimana
sekarang ?” sang pemimpin penjaga menjadi kebingungan.
"Kita laporkan saja kepada Majikan Lembah supaya dikirim
orang yang tepat untuk mencarinya ...." usul penjaga yang
lain. Dan nampaknya usulan ini diterima.
Maka, ketika percakapan Tham Sin, Majikan Lembah yang
didampingi Thian San Giok Li dan Thian San Kim Thong,
dengan utusan Lembah Pualam Hijau Kiang Li Hwa dan
suaminya Nenggala usai, diapun disodori kabar tidak
menggembirakan. Toh Lui raib tanpa jejak setelah mengejar
orang yang memata-matai Lembah Salju Bernyanyi. Tham Ki
yang sudah beberapa hari terakhir tegang langsung melesat
ke gerbang masuk untuk melihat-lihat smabil mendengarkan
penjelasan anak muridnya. Bahkan, dia langsung menunjuk
Tham Sin wakilnya untuk mencari keberadaan Toh Lui.
Tetapi sampai malam hari pencarian itu tidak menghasilkan
apa-apa. Entah bagaimana, Toh Lui raib tanpa sedikitpun
meninggalkan jejak. Sampai-sampai Tham Sin menduga:
"Toako, jangan-jangan siauw sute memang berencana
untuk turun gunung tetapi enggan untuk minta persetujuanmu
...."
"Ach, tidak mungkin. Kita mengenal betul anak itu. Dia
begitu mencintai Lembah ini, sangat hormat, berbakti dan
memiliki bakat yang luar biasa. Belum pernah kulihat dia
membantak keputusanku ...." berkata Tham Ki sambil
mengelus jenggotnya. Nampak benar dia sangat kebingungan
dengan raibnya Toh Lui.
Dan ketika Li Hwa dan Nenggala kembali ke Lembah,
temuan merekapun sama. Tidak ada jejak sama sekali.
"Sungguh mengherankan, sama sekali tidak ada jejak Toh
Lui sepanjang jalan menuju Thian San Pay. kejadian ini
sungguh sangat mencurigakan ...." Li Hwa berbisik kepada
Nenggala. Dan analisa yang sama dikemukakan kembali baik
kepada Tham Ki ketika makan malam, maupun ketika mereka
diundang untuk bercakap dengan Thian San Giok Li di dalam
ruangan samadhinya, tepat berhadapan dengan liang rahasia
Lembah Salju Bernyanyi.
Dan komentar Thian San Giok Li sangat sederhana:
"Jika memang takdirnya seperti itu, kita tidak bisa menolak,
membatalkan ataupun membelokkannya. Mudah-mudahan dia
beroleh pencerahan dan memperoleh jawaban yang memang
dibutuhkannya ....."
"Locianpwe, maafkan jika kami keliru. Tetapi, aku yakin
locianpwe tahu betul dimana Toh Lui sebenarnya berada ...."
berkata Nenggala dengan suara yang wajar dan dilontarkan
dengan nada biasa.
"Anak-anakku, sebagaimana kabar dan keadaan Giok Li aku
paham secara garis besar, begitu juga dengan keadaan Toh
Lui sekarang ini. Generasiku dan Thian San Kim Thong
terbelenggu oleh sumpah perguruan, karena itu meskipun
kami paham garis besarnya, tetapi pada saat sekarang ini,
tiada satupun yang bisa kami lakukan. Dan saat ini, hanya
kami berdua yang berkemampuan untuk mendesak Toh Lui,
tetapi untuk itu kami harus melanggar sumpah kepada leluhur.
Tidak anak-anakku. Jalan dan takdir itu sudah ditetapkan,
biarlah berlangsung sebagaimana memang garisannya.
Beberapa waktu terakhir ini, Toh Lui sudah kulatih agar
sanggup mengendalikan dirinya, mudah-mudahan pada suatu
waktu nanti, warisanku akan sangat banyak membantunya.
Tetapi, biarlah thian yang menentukan semuanya ...."
"Jadi, dimana Toh Lui berada jika demikian? apakah berada
di Thian San ...?” Li Hwa yang penasaran bertanya lebih jauh.
"Tidak anakku. Toh Lui tidak pernah membenci Thian San
Pay. Anak itu sangat berbakti, orang santun dan patuh dan
terutama, dia sangat berbakat seperti kakaknya. Yang bisa
memberitahu dimana Toh Lui sekarang ini hanyalah Nona
Liang Mei Lan. Dia paham dimana Toh Lui sekarang ini .......
hanya, sekali lagi, tiada seorangpun yang dapat
mendatanginya dan mendesaknya ......"
"Ha ....? Adik Mei Lan .... benarkah locianpwee ...?” buru Li
Hwa lagi
"Benar, Nona itu pernah memberitahuku tentang kejadian
ini ...." jawab Thian San Giok Li ringan dan nampak tanpa
beban.
"Acccchhhhh, sungguh-sungguh membingungkan ..." Li
Hwa mendesah.
"Sudahlah Hwa moi, jika locianpwe Thian San Giok Li sudah
memahami dan merelakan kejadian ini, berarti tidak ada
suatupun yang bisa kita lakukan. Locianpwe pasti sudah tahu
dan paham bagaimana menanganinya ....." Nenggala kembali
berkata sambil menggamit lengan istrinya yang nampak
sangat penasaran.
"Ach, engkau benar koko. Maafkan aku locianpwee, aku
hanya mengkhawatirkan hal ini jangan-jangan malah bakalan
kembali memperuncing persoalan Thian San Pay dan Lembah
Salju Bernyanyi ..."
Thian San Giok Li tersenyum mendengarkan perkataan
Nenggala dan Li Hwa. Diapun berkata lagi:
"Kematangan dan kedewasaan kalian akan sangat
membantu upaya menyelesaikan pertikaian Perguruan Thian
San Pay dan Lembah Salju Bernyanyi ..."
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-

15

Anda mungkin juga menyukai