0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
149 tayangan83 halaman
Kisah Para Naga di Pusaran Badai III menceritakan pertemuan Kiang Ceng Liong dengan teman-temannya untuk membahas tugas baru yaitu menyelidiki ancaman yang disebutkan dalam tulisan Koai Todjin. Kiang Ceng Liong akan berangkat ke Lembah Salju Bernyanyi untuk menyelidiki masalah tersebut. Liang Tek Hoat menjelaskan bahwa ia dan Kiang Ceng Liong telah mengetahui rahasia ilmu Cit Sat Sin Ciang dan
Kisah Para Naga di Pusaran Badai III menceritakan pertemuan Kiang Ceng Liong dengan teman-temannya untuk membahas tugas baru yaitu menyelidiki ancaman yang disebutkan dalam tulisan Koai Todjin. Kiang Ceng Liong akan berangkat ke Lembah Salju Bernyanyi untuk menyelidiki masalah tersebut. Liang Tek Hoat menjelaskan bahwa ia dan Kiang Ceng Liong telah mengetahui rahasia ilmu Cit Sat Sin Ciang dan
Kisah Para Naga di Pusaran Badai III menceritakan pertemuan Kiang Ceng Liong dengan teman-temannya untuk membahas tugas baru yaitu menyelidiki ancaman yang disebutkan dalam tulisan Koai Todjin. Kiang Ceng Liong akan berangkat ke Lembah Salju Bernyanyi untuk menyelidiki masalah tersebut. Liang Tek Hoat menjelaskan bahwa ia dan Kiang Ceng Liong telah mengetahui rahasia ilmu Cit Sat Sin Ciang dan
Diupload di indozone Ebook by Dewi KZ http://dewikz.com
Episode 13: Dara Sakti Dalam Barisan Ajaib
Hari-hari yang teramat berat baru saja dilalui oleh Lembah Pualam Hijau. Keangkeran dan nama besarnya seperti "dipermalukan" oleh menyusupnya begitu banyak orang pada hari dimana Lembah Pualam Hijau menggelar pesta bagi salah seorang tokohnya. Kondisi ini telah membuat Kiang Ceng Liong mengeluarkan keputusan Lembah Pualam Hijau kembali berkelana di Dunia Persilatan. Sehari setelah pesta nikah yang "rusuh" tersebut, Kiang Ceng Liong, sebagaimana kebiasaan pertemanan di antara mereka, telah mengundang Souw Kwi Song, Liang Tek Hoat, Liang Mei Lan dan Siangkoan Giok Lian untuk bercakap-cakap. Di ruang kerjanya yang cukup luas, dia menyambut teman- temannya guna bercakap-cakap. Hanya saja, begitu memasuki ruangan tersebut, Souw Kwi Song dan Liang Tek Hoat yang biasanya supel dan banyak bicara "nyaris" kehilangan kebisaan mereka. Bukan apa-apa. Suasana di ruangan tersebut yang hening dan tertata rapih dengan mayoritas simbol hiasan pualam berwarna hijau di satu sisi, dan keadaan Kiang Ceng Liong yang nampak anggun dan penuh wibawa, membuat mereka menahan diri untuk banyak bercanda. Dan kelihatannya, Kiang Ceng Liong sendiri merasa amat penting untuk membicarakan banyak hal bersama mereka. Wajahnya terlihat serius. Dan Kwi Song dan tek Hoat maklum akan hal itu. Apa yang ingin dipercakapkan Kiang Ceng Liong sedikit banyak sudah mulai ditebak-tebak sebagian mereka, meski Tek Hoat memiliki keyakinan tentang sebagian dari percakapan itu setelah tadi malam dia melewati hal-hal yang mengagetkan dengan Kiang Ceng Liong. "Cuwi sekalian, sahabat Kwi Song, Tek Hoat, Nona Giok Lian dan Lan moi ..... percakapan kita kali ini agak sedikit menyedihkan dan sekaligus menegangkan ....." Ceng Liong berhenti sejenak sambil memandangi sahabat-sahabatnya satu demi satu. Tetapi, tak ada seorangpun yang menanggapi, karena mereka sadar Ceng Liong sengaja menggantung percakapan bukan tanpa maksud. "Kali ini, kita berkumpul tanpa saudara Kwi Beng yang menurut saudara Kwi Song, kakaknya itu akan segera menjadi Pendeta Budha Siuw Lim Sie. Tentu hal yang baik bagi Siauw Lim Sie, tetapi kehilangan bagi kita sekalian. Aku berharap, suatu saat atas nama Siauw Lim Sie, saudara Kwi Beng akan kembali bersama kita menyelesaikan tugas-tugas kita yang masih belum usai ....." ucapan Ceng Liong ini membawa nada sendu dan sedih bagi mereka berlima, yang biasanya mereka bertemu berenam. Sampai-sampai keceriaan Kwi Song sama sekali tidak muncul karena memang dia sendiripun masih sedikit kurang "rela" dengan keputusan kakak kembarnya itu. Dan untuk tidak membuat suasana sendu dan haru itu berkelanjutan, Kiang Ceng Liong memutuskan untuk melanjutkan percakapan mereka: "Bukan untuk menyesali dan bersedih tentang saudara Kwi Beng kita bersua dan bercakap pada hari ini. Tetapi, untuk menegaskan tuntasnya tugas-tugas perguruan yang diembankan kepada kita maka kita bertemu pada hari ini ..... " benar saja, begitu menyelesaikan kalimat ini, Tek Hoat dan Kwi Song mulai bangkit lagi semangatnya. Tidak ketinggalan Mei Lan dan Giok Lian yang sinar semangat mulai menggantikan nada sendu pada sinar mata mereka. Bagaimanapun, kedekatan Tek Hoat, Mei Lan, Ceng Liong, dan si kembar Kwi Beng dan Kwi Song memang sangatlah erat terbangun. Bahkan sejak masa kanak-kanak mereka. Belakangan bergabung Siangkoan Giok Lian dan membentuk pertemanan kental 6 Naga Muda. Kedekatan mereka telah menyatukan hati dan missi perjuangan, sejak masih kanak- kanak mereka ditelan arus sungai, diselamatkan guru masing- masing, bertumbuh bersama dalam didikan guru mereka, bertemu kembali dan berjuang bersama, hingga mengalami banyak hal yang pahit dan manis secara bersama-sama. Layaknya mereka sudah seperti keluarga sendiri, saling memperhatikan dan saling menyayangi. "Hari ini, aku ingin menegaskan beberapa hal sebagai upaya menuntaskan tugas tugas yang ditinggalkan suhu kita semua: Pertama, Lembah Pualam Hijau tampil kembali bukan semata persoalan penyusupan beberapa hari terakhir ini. Tetapi jauh sebelum itu, Nenek Thian San Giok Li telah membawa berita yang membuat Lembah Pualam Hijau harus melupakan pengunduran dirinya. Berita yang dibawa Nenek Sakti itu terkait Lembah Pualam Hijau, konflik Thian San Pay dan Lembah Salju Bernyanyi serta ancaman yang dituliskan 100 tahun silam oleh Koai Todjin, tokoh aneh satu angkatan di atas Kakek Dewa Pedang ......" sampai disini kembali Ceng Liong berhenti sambil menarik nafas panjang. Dan sampai saat itu, masih belum ada satu orangpun selain dia yang mengeluarkan suara dan pendapatnya. "Pesan Koai Todjin terutama seputar ancaman yang lahir dari sebuah liang di Lembah Salju Bernyanyi, dan untuk memastikannya setelah menyelesaikan pekerjaan di Lembah Pualam Hijau ini, aku akan berangkat ke Lembah Salju Bernyanyi, masih di gunung Thian San juga. Tetapi, untuk soal ilmu busuk Bu-siang-te-im-hu-kut (pukulan dingin pembusuk tulang), kita semua telah memiliki kemampuan untuk menghadapinya. Hanya saja, konon, bahaya yang lebih mematikan masih berada disana, dan menurut kakek sakti yang ajaib itu, sudah bukan tugas kita untuk menyelesaikannya. Tetapi, dia masih menulis bahwa bahaya yang kita hadapi bukanlah terutama ilmu dingin yang busuk itu ........ dan aku bersama saudara Tek Hoat, baru mengetahui apa yang lebih berbahaya itu ....." Ketika Ceng Liong berhenti untuk beberapa saat, Kwi Song yang telah pulih kondisi normalnya telah angkat bicara: "Duta Agung, apakah maksudmu persoalan Lhama Tibet dan pembunuhan di Bu Tong Pay itu yang lebih berbahaya ....?” Kiang Ceng Liong mengangguk sambil memandang Liang Tek Hoat. Namun Tek Hoat masih menahan diri untuk ikut bicara, sepertinya dia sedang "bercengkerama" dengan dirinya sendiri, dan Ceng Liong memandang dan maklum dengan kondisi Tek Hoat. "Itu hanya sebagian saja saudara Kwi Song. Persoalan Lhama Tibet memang persoalan berat, kita masing-masing mungkin berbeda tipis kemampuan dengannya, tetapi pendalaman hampir seratusan tahun tenaga dalam dan tenaga batinnya bukan hal mudah untuk dilawan. Artinya, kita semua meski memiliki kemampuan, tetapi masih harus meningkatkan kemampuan untuk menghadapinya. Suhu pernah berkata, di Tibet tokoh ini adalah yang paling digdaya selain Wakil Dalai Lhama ....... dengan kata lain, munculnya dia di Lembah Pualam Hijau memang menambah keruwetan tugas kita ....." demikian Ceng Liong menegaskan. "Koko, apakah maksudmu masih ada hal lain yang justru lebih berbahaya ....?” terdengar Liang Mei Lan bertanya. Sejak semalam dia memang menantikan penjelasan kekasihnya mengenai apa yang dikerjakannya bersama kakaknya Tek Hoat yang memakan waktu berjam-jam di luar Lembah Pualam Hijau. Dan hari ini dia benar-benar ingin mengetahui hal tersebut. "Lan Moi ...... tepat sekali. Dan ini sesuai dengan tulisan serta pesan rahasia Kakek Aneh nan sakti Koai Todjin, tetapi adalah kakakmu Liang Tek Hoat yang terutama akan terkait sangat erat dengan urusan yang sangat berbahaya ini ....." Kiang Ceng Liong berkata sambil melirik Liang Tek Hoat. Tek Hoat yang tadinya kurang konsentrasi alias asyik dengan dirinya sendiri, kini harus menerima pandangan mata penuh tuntutan dari teman-temannya untuk bercerita lebih jauh. Dan akhirnya dia mengangkat pundak untuk kemudian berkata: "Duta Agung benar sekali. Baru semalam kami menjadi lebih paham dengan rahasia ilmu Cit Sat Sin Ciang secara lebih utuh, dan sekaligus memahami makna lebih dalam yang selama ini sangat rahasia dari ilmu pukulan Pek Lek Sin Jiu ....." Tek Hoat memulai perkataannya dengan tepat dan langsung memikat perhatian semua teman-temannya. tentu saja, semua menuntut penjelasan lebih lengkap dan lebih rinci dari Liang tek Hoat terhadap ucapannya tadi. Semua tidak perlu menunggu terlalu lama memang, karena Tek Hoat segera menyambung: "Bagaimana pandangan kalian semua tentang ilmu pukulan Ci Sat Sin Ciang yang dilontarkan Majikan Kerudung Hitam kemaren itu .....?” dengan pintar Tek Hoat menggiring teman- temannya untuk memahami persoalan secara lebih tepat. "Luar biasa, sangat kuat dan angin kekuatannya berlipat ketika beprindah dari satu pukulan ke pukulan lain ....." Giok Lian menjawab cepat dan memang tepat. Dibanding yang lain, Giok Lian memang lebih awas mengikuti pertarungan kekasihnya dengan Kiang Hauw Lam atau Majikan Kerudung Hitam dahulunya. "Tepat sekali. Setiap lontaran pukulan Cit Sat Sin Ciang membawa arus kekuatan pukulan berlipat, itulah kehebatan dan keistimewaannya. Dan kemaren, Majikan Kerudung Hitam baru melontarkan lima pukulan ....... bisakah kita membayangkan bagaimana menangkal 2 pukulan terakhir ....?” Pertanyaan Tek Hoat membuat Mei Lan, Giok Lian dan Kwi Song mengernyitkan dahi mereka. Jelas mereka tersentak dan sadar, bahwa dua pukulan tersisa jika dilontarkan, bukan hal mudah untuk menangkisnya. "Apakah kita sanggup menerima dua pukulan lainnya ....?” tanya Tek Hoat lebih jauh. "Jika menggunakan jurus dan ilmu pamungkas dari perguruanku, masih mungkin untuk bertahan dari dua pukulan terakhir itu ....... " terdengar Kwi Song berkata dengan nada yang jelas terdengar ragu. "Koko, rasanya aku masih berkemampuan untuk bertahan atau setidaknya menahan dua pukulan terakhir Cit Sat Sin Ciang itu ..... " terdengar Mei Lan juga berkata, kali ini lebih yakin dari Kwi Song. "Akupun, setelah menerima gemblengan terakhir dari suhu Bhiksu Chundamani, rasanya akan mampu bertahan dari sisa 2 pukulan mujijat itu ...." Siangkoan Giok Lian juga memiliki keyakinan serupa. Terlebih dia memang secara cermat mengikuti pertarungan Tek Hoat kekasihnya itu kemaren. Tetapi, betapapun akhir-akhir ini dia merasa semakin kuat, semakin maju dan semakin menyatu dengan kekuatan yang diwariskan Bhiksu Chundamani kepadanya. "Baguslah. Tetapi, tahukah kalian semua jika Pukulan Cit Sat Sin Ciang yang muncul 100 tahun lalu hanya memuat 7 jurus pukulan dan ketinggalan 1 jurus pamungkasnya?” kejar Tek Hoat yang membuat semua orang terperanjat. "Dan tahukah kita bahwa lontaran jurus pamungkas Cit Sat Sin Ciang itu adalah akumulasi kekuatan tenaga iweekang yang dilontarkan pemukulnya dan baru bisa dipelajari pada tingkat kepandaian yang setaraf dengan kemampuan tocu Lam Hay dan Kauwcu Bengkauw sekarang ini?” Kali ini Kiang Ceng Liong yang menambahkan. Kali ini semua terperanjat. Jadi, Cit Sat Sin Ciang 100 tahun silam hanya 7 jurus minus jurus pamungkasnya. Bagaimana gerangan kekuatan jurus pamungkasnya jika demikian? Sungguh susah dibayangkan. "Nampaknya, ini yang dimaksudkan oleh Suhu dan locianpwee Kolomoto To Lou bahwa lawan kita kelak, hanya bisa ditahan dengan tingkat kesempurnaan dari ilmu-ilmu peninggalan suhu kita masing-masing. Tingkat kedua dari kemungkinan ilmu Locianpwee Kolomoto Ti Lou dan mengembangkannya secara perlahan dengan kekuatan batin kita pada tahapan terakhirnya. Hanya, dibutuhkan puluhan tahun untuk meningkat lebih jauh ......... " terang Ceng Liong lebih jauh. Semua mulai terang dan jelas. Karena memang Kwi Song, Mei Lan, Tek Hoat sudah mulai memasuki tahapan sempurna dari ilmu wasiat guru mereka. Sementara Giok Lian justru telah disempurnakan secara ajaib oleh Bhiksu Chundamani. Tetapi, itupun hanya sanggup menahan Cit Sat Sin Ciang ...... bagaimana mengalahkannya? Ini yang membuat semua orang bertanya-tanya. "Koko, apakah dengan demikian dia tidak terkalahkan jika sempurna menguasai Cit Sat Sin Ciang ....?” Mei Lan bertanya. "Dan apakah sudah ada tanda-tanda si pemilik sempurna ilmu itu ....?” Kwi Song ikut bertanya dengan nada penasaran. "Menurut berita terakhir, ada satu orang yang sedang menuju puncak kesempurnaan ilmu Cit Sat Sin Ciang itu. Dan nantinya, kita akan menghadapi dua orang pemilik sempurna ilmu ampuh tersebut ...." Tek Hoat menjawab. Dan sekali lagi mengagetkan semua orang di tempat itu. Akan ada dua lawan maut bagi mereka. Sungguh sebuah kabar yang menyentak, mengagetkan tetapi betapapun tidak membuat mereka runtuh semangat. Tidak, mereka sudah jauh lebih matang menghadapi bahaya setelah berkelana dan bertarung terus selama beberapa tahun terakhir ini. Dan pada akhirnya, Tek Hoat bersama Kiang Ceng Liong bergantian menceritakan kisah 3 Pulau Rahasia kepada teman- teman mereka. Mengisahkan ilmu pulau tersebut, tokoh- tokohnya dan kisah segi tiga ilmu hebat yang saling kalah- mengalahkan dari 3 pulau yang sangat rahasia tersebut. Termasuk menceritakan bahwa seratus tahun terakhir ketiga ilmu itu raib, dan baru muncul akhir-akhir ini meski masih kurang sempurna penguasaannya. Dan ramailah Naga-Naga Muda Sakti itu berembuk, bertukar pikiran tentang bagaimana meningkatkan ilmu masing-masing, serta bagaimana menghadapi ancaman itu kedepan nanti. Cukup lama mereka berembug masalah tersebut, sampai mendekati jam makan siang. Dan pada bagian selanjutnya, Ceng Liong bertanya .... "Aku membutuhkan persetujuan kawan-kawan soal usulan Tocu Lam Hay, agar kita saling lebih mengenal, maka dia bersama Bengkauw Kauwcu mengusulkan agar pada pertandingan berikutnya sudah bersifat "pertandingan persahabatan" dan saling mengenal Ilmu. Bukan lagi adu kesaktian memperebutkan nama. Dan kedua locianpwe mengusulkan pertemuan pertama dilakukan di Lam Hay agar kita lebih mengenal Lam Hay ....... bagaimana pendapat kalian ....?” "Melihat keseriusan dan kewibawaan Tocu Lam Hay dan bengkauw Kauwcu dewasa ini, rasanya usulan tersebut tidak mengada-ada. Saya setuju ...." Kwi Song yang bersuara terlebih dahulu. "Akupun setuju dengan ide tersebut ...." terdengar Tek Hoat ikut menyatakan serta mengungkapkan persetujuannya. "Bagaimana dengan engkau Lan Moi ....?” tanya Ceng Liong sambiul melirik Liang mei Lan yang duduk disampingnya. "Akupun setuju saja, jika kita semua memang menyepakatinya ...." tegas Mei Lan. "Baiklah, jika memang kita setuju, aku akan menyampaikannya secara langsung baik kepada Bengkauw Kauwcu maupun kepada Tocu Lam Hay. Dan mengenai waktunya, biarlah kita tetapkan setahun setelah pertemuan besar Kaypang dan tempatnya di Lam Hay ......." demikian Ceng Liong memutuskan tanpa meminta pendapat Giok Lian. Karena Giok Lian adalah warga bengkauw dan tidak merupakan bagian dari Ceng Liong, Mei Lan, Tek Hoat dan Kwi Song. Demikianlah, pertemuan merekapun berakhir. Dan Ceng Liong pada ujung percakapan sekali lagi mengingatkan: "Saudara Kwi Song, jika aku tidak keliru menangkap getaran dari suhengmu di Poh Thian, maka engkau harus segera berada disana. Engkau diminta segera kembali karena ada kaitan dengan urusan kakakmu dan suhengmu yang akan segera "pergi". Tetapi, kuharap kita bertemu kembali di Kaypang 6 bulan ke depan ....." "Baik, akupun sedikit banyak menangkap getaran itu Duta Agung. Karena itu, sekalian saja aku mohon diri dari Duta Agung dan teman-teman sekalian. Kupastikan akan hadir bersama utusan dari Siauw Lim Sie pada pertemuan besar Kaypang 6 bulan ke depan. Harap kawan-kawan menjaga diri masing-masing ........" Kwi Song sekaligus mohon diri dari Lembah Pualam Hijau. "Tek Hoat, Nona Giok Lian dan Lan Moi ...... nampaknya tempat ini cukup memadai untuk kalian menyelesaikan satu ganjalan terakhir di ilmu-ilmu kalian. Tetapi, selama seminggu ke depan, aku akan sangat sibuk dengan urusan Lembah dan akan menutup diri. Kuharap kalian menggunakan waktu sebaik-baiknya. Jika sangat mendesak, aku akan membuka diri pada setiap tengah malam ......... sampai urusanku tersebut tuntas" ujar Ceng Liong. "Duta Agung, benar sekali. Aku akan menggunakan waktu beberapa hari untuk memeriksa kembali kemampuanku dan juga "ilmu itu" ...." Tek Hoat memutuskan, dan berarti juga atas nama Giok Lian dan adiknya Mei Lan. Jelas Mei Lan senang saja terus bertahan beberapa hari di Lembah Pualam Hijau tempat kekasihnya itu. "Baiklah jika demikian. Mari kita makan siang ......" dan berakhirlah percakapan Naga Muda Sakti itu pada hari itu. Mereka selanjutnya harus "bekerja keras". -0o~Marshall~DewiKZ~0o-
Kita ikuti bagaimana kisah sebenarnya lolosnya Kiang Hauw
Lam dengan membawa atau menyandera Cui Giok Li, si dara muda yang berasal dari Lembah Salju Bernyanyi. Sebagaimana diketahui, Hauw Lam yang di penghujung penggunaan Gerakan Kelima atau Jurus Kelima dari Cit Sat Sin Ciang, tiba- tiba entah bagaimana tertotok oleh Kiang Ceng Liong, Duta Agung Lembah Pualam Hijau. Pada saat tertotok, hawa iweekang Kiang Hauw Lam sedang penuh dan secara tiba-tiba mengalami hambatan pelepasan akibat totokan maut Duta Agung Lembah Pualam Hijau. Kiang Ceng Liong hanya mengerti satu dan belum mengerti dua pada saat itu. Ketika menotok Kiang Hauw Lam, nyaris tidak ada yang tahu bagaimana cara Ceng Liong melakukannya. Bahkan Kiang Tek Hong dan Kiang In Hong serta Jayeng Reksa, Nenggala dan Li Hwa yang paling dekat dengan Kiang Hauw Lam, tidak tahu bagaimana cara Ceng Liong melakukannya. Tak ada seorangpun yang tahu dan mengerti, karena pada saat itu yang tahu Ceng Liong membekal kemampuan luar biasa dalam menotok dengan cara mujijat, hanya angkatan suhunya, termasuk Kolomoto Ti Lou yang menunjukkan dan membuka jalannya. Pada saat menotok, Ceng Liong hanya dibekali pengetahuan mengenai Cit Sat Sin Ciang yang belum selengkapnya. Jika tahu, rasanya kecolongan dimana Kiang Hauw Lam lolos dan menggondol Cui Giok Tin masih dapat diantisipasinya. Benar, pada waktu menotok, secara luar biasa karena khawatir Kiang Hauw Lam kehabisan tenaga dan "tewas" oleh belum sempurnanya dia menguasai Cit Sat Sin Ciang, Ceng Liong telah menggunakan ilmu mujijatnya, TATAPAN NAGA SAKTI. Dia telah melatih ilmu mujijatnya ini sedemikian rupa hingga sanggup menggunakan Ceng Thian Sin Ci ataupun Tam Ci Pa Siat hanya dengan Sinar Matanya. Karena itu, tidak ada yang tahu, termasuk Kiang Hauw Lam, jika dia baru saja terkena totokan secara ajaib dan mujijat oleh Kiang Ceng Liong. Apalagi karena ilmu itu bisa dilakukan dari jarak jauh. Jika saja Ceng Liong tahu bahwa dia hanya menyumbat daya ledak tenaga besar dalam tubuh Hauw Lam, tetapi tidak membuyarkannya, maka kejadian Hauw Lam melarikan diri bisa dicegah. Cit Sat Sin Ciang, mengolah tenaga besar dalam tubuh untuk dilontarkan setiap pukulan berlipat ganda kekuatannya. Hanya orang yang sudah di tingkat 7 yang mampu menggunakannya dengan tanpa cedera. Jadi, Ceng Liong memang benar menutuk Hauw Lam untuk menyelamatkannya. Tetapi, tenaga yang terkumpul itu belum atau tidak membuyar dan masih mengeram minta pelepasan. Jika dilepas dan dibentur oleh kekuatan besar, maka Hauw Lam yang belum sempurna menguasainya, alias baru di tingkat 5, akan menjadi korban liarnya tenaga dalam tubuhnya. Ini sudah diketahui Ceng Liong. Tetapi, yang belum diketahui Ceng Liong, tenaga di dalam tubuh Hauw Lam, sangat mudah dirangsang saking kuatnya. Dan ketika Cui Giok Li menyentuh bagian lengan Hauw Lam yang masih dikiranya Lie Hong Po, secara tidak sengaja Giok Li memberi rangsangan buat tenaga besar itu membobol totokan. Ketika tenaga tersebut dapat membobol totokan, Hauw Lam dengan cepat bertindak. Menotok Giok Li dan kemudian membawanya serta sebagai sandera. Itu yang nampak. Yang tidak nampak dan hanya Giok Li serta Hauw Lam yang tahu, sebetulnya Hauw Lam tidak menotok Giok Li secara keras, tetapi adalah Giok Li yang memberi dirinya untuk dibawa serta oleh Hauw Lam sebagai "jaminan" keselamatan Hauw Lam. Hauw Lam yang terharu dengan apa yang dilakukan Giok Li segera bertindak cepat. Dia sadar, jika lebih dari dua jam dia tidak menata dirinya yang berkelebihan hawa iweekang, maka dia akan habis. Bercacat dan terluka didalam yang tak mungkin lagi untuk disembuhkan. Karena itu, dia segera bertindak cepat. Membopong tubuh Giok Li dan segera melarikan diri untuk mencari tempat yang sepi dan sunyi. Disanalah dia ingin menata kembali tubuhnya dan menetralisasi kekuatan yang mungkin saja menyerangnya di dalam. Untung tenaga di jurus kelima tidak dibentur kekuatan besar dari Tek Hoat, jika dibentur, maka penguasaan Hauw Lam yang belum sempurna akan menghanguskan dirinya sendiri. Disinilah "takdir" yang dimaksudkan oleh Ceng Liong di bahagian depan. Takdir yang telah diduga dan disuratkan oleh Koai Todjin dan yang dimengerti oleh Kiang Ceng Liong belakangan. Dan ini menambah kekagumannya atas tokoh tua yang masih ada hubungan perguruan dengan leluhur Lembah Pualam Hijau, yang membuka perspektifnya terhadap takdir Hauw Lam dan juga Giok Li. Apa yang terjadi selanjutnya? Dalam keterdesakan waktu, Hauw Lam yang mulai kelimpungan karena "mabuk tenaga sakti" secara serampangan mencari tempat yang dianggapnya aman. Dia terus berlari turun gunung sampai kemudian menemukan sebuah tempat di pinggiran sungai dan agak sepi serta terpencil untuk kemudian menurunkan tubuh Giok Li secara hati-hati dan mulai duduk bersamadhi menghimpun tenaga guna mengatur dan menata kelebihan tenaga dalam dirinya. Apa yang terjadi, hampir sama dengan pertemuan pertama Giok Li dengan Hauw Lam. Hanya, jika pertemuan pertama terjadi di atas pohon dengan tubuh Hauw Lam penuh tenaga liar, maka pertemuan kedua terjadi ketika Hauw Lam tak mampu menata tenaga dalam tubuhnya yang berlebihan. Ceng Liong menyumbat tenaga berlebihan dari Cit Sat Sin Ciang tingkat kelima. Padahal Hauw Lam belum menguasai tingkat ke-7. Teorinya, Hauw Lam jika melepas serangan tersebut, akan berakibat "kematian" baginya. Itu sebabnya, Ceng Liong menutuknya agar tenaganya tidak terlontar keluar dan menghabisi dirinya sendiri. Tetapi, tenaga besar di gerakan kelima, sudah terlampau besar untuk tetap bersarang dalam tubuh Hauw Lam, dan Hauw Lam sangat menyadari keadaan ini. Di satu sisi dia berterima kasih kepada Duta Agung, tetapi pada sisi lain, dia paham jika kondisinya juga sangatlah berbahaya. Hanya beberapa saat saja, Hauw Lam mulai kembali mengerang-ngerang dan tubuhnya (wadahnya) mulai tak sanggup menghadapi tenaga sakti yang tersebar liar dalam tubuhnya. Kekuatan berlebihan itu kadang bersifat menghisap, menolak, dan berbaur secara liar dalam tubuhnya. Jika tidak ditata oleh kekuatan yang sama kuat atau mengatasinya, maka kekuatan tersebut akan sangat merusak. Dan inilah yang dinamakan takdir. Untuk kedua kalinya proses yang sama terjadi dan mengakibatkan Hauw Lam yang sekarat dapat terselamatkan. Dan orang yang melakukannya adalah orang yang juga secara kebetulan sama: Cui Giok Li. Cui Giok Li sebenarnya tidaklah tertotok parah. Dan juga tidak dengan sengaja ditotok oleh Hauw Lam. Bahkan, kesannya, dialah yang memberi diri ditotok oleh Hauw Lam untuk membawanya bebas dan keluar dari Lembah Pualam Hijau. Karena itu, ketika Hauw Lam mulai mengerang kesakitan karena tak sanggup menyatukan tenaga sakti dalam tubuhnya, Giok Li mulai siuman dan sebentar saja telah menguasai dirinya dan tenaga saktinya. Terjadilah sekali lagi proses Giok Li menolong Hauw Lam. Jika proses yang pertama terjadi secara tidak sengaja, maka proses kedua terjadi secara sengaja dan memang dimaksudkan Giok Li untuk membantu Hauw Lam. Dia menempelkan kedua tangannya dan menyalurkan tenaga ke dalam tubuh Hauw Lam yang nyaris kehabisan minyak. Tenaga murni Giok Li menyatu dengan tenaga murni Hauw Lam dan merangsang sekaligus memperkuatnya. Dan gabungan tenaga murni keduanya yang menyatu dalam tubuh Hauw Lam kemudian perlahan mulai menjinakkan tenaga liar yang sangat besar dan dahsyat dalam tubuh Hauw Lam. Harus diketahui, bantuan pertama Giok Li terjadi ketika Lie Hong Po atau Kiang Hauw Lam berusaha menguasai tahapan gerakan kelima dari Cit Sat Sin Ciang. Bantuan Giok Li yang membuatnya mampu menguasai tahap 5 dan mulai bisa melakukan serangan Cit Sat Sin Ciang yang mematikan. Kekuatan Giok Li waktu itu belum sebesar sekarang ini, tetapi sudah dua kali lipat dari bantuannya yang pertama. Itulah sebabnya, kekuatan yang dimaksudkan menolong Hauw Lam cukup memadai untuk merangsang dan juga memperkuat Hauw Lam guna mengendalikan tenaga berlebihan dalam tubuhnya. Proses tersebut berlangsung cukup lama. Dan bagian terakhirnya, Hauw Lam kembali mengirimkan tenaga murni Giok Li setelah kekuatannya sendiri bertambah. Dan kelebihannya yang masih teramat besar itu kembali tersalurkan kedalam tubuh Cui Giok Li. Demikianlah proses meningkatnya kemampuan mereka berdua terjadi dua kali dengan cara yang sama dan lewat proses yang sulit ditebak dan nyaris tidak masuk akal. Tetapi, setelah beberapa jam kemudian, Hauw Lam mulai kembali menemukan kesadarannya dan langsung merasa bahwa kekuatan dan juga kesegaran tubuhnya sudah meningkat secara luar biasa. Hauw Lam kembali merasa jauh lebih segar, lebih dari waktu dia belum ditotok Duta Agung. Sementara Giok Li, tanpa disadarinya kekuatannyapun telah meningkat nyaris dua kali lipat dari kemampuannya sebelum "mengobati" Kiang Hauw Lam. Tetapi, keduanya sama sekali belum menyadari sampai dimana tingkat kemajuan yang mereka alami. Yang pasti, keduanya merasa jauh lebih kuat dan jauh lebih segar. Adalah Hauw Lam yang terlebih dahulu menemukan kesadarannya. Dia menarik nafas panjang begitu melihat keadaan Giok Li, dan dia merasa sangat terharu karena sadar, sekali lagi secara ajaib Giok Li telah menolongnya. Bahkan, dia merasa kekuatannya yang bertambah adalah berkat bantuan Giok Li: "Sungguh besar budi Nona Giok Li terhadapku ...." demikian batin Hauw Lam sambil memandangi Giok Li penuh rasa terima kasih. Bahkan, sadar atau tidak, dari sinar mata Hauw Lam, memancar rasa mesra dan kasih terhadap anak gadis didepannya, yang berumur kurang lebih 10 tahun lebih muda darinya. Terhitung kali ini, maka sudah dua kali Giok Li membantunya melewati proses menentukan antara mati dan hidupnya. Dan dua kali itu, dia mengalami kemajuan yang tidak sedikit. Meskipun, Giok Li juga mengalami keberuntungan yang tidak sedikit. "Entah bagaimana aku harus membalas budi Nona ini ....." demikian kembali Hauw Lam berkata dalam hatinya untuk kemudian memalingkan pandangannya ke sekelilingnya. Hari sudah gelap, maka menjadi kewajibannya untuk menjaga keselamatan Giok Li yang dia tahu persis masih butuh waktu hampir satu jam untuk menuntaskan upaya menata dan menghimpun kembali kekuatan iweekang dalam tubuhnya. Dan menyadari kewajibannya itu, Hauw Lam kemudian perlahan-lahan menggerakkan kakinya dan berjalan-jalan berkeliling arena kecil dimana dia juga tadinya berada. Maksudnya jelas, menjajaki keadaan sekitarnya dan berjaga jika ada sesuatu yang mengganggu proses Giok Li menata kembali tenaganya. Tetapi, alangkah kagetnya Hauw Lam ketika dia berpaling kembali kearah Giok Li, dia menyaksikan sesosok tubuh yang terbungkus kain dan kerudung kelabu telah berdiri disamping Giok Li. Bukan hanya itu, tangan si pendatang berjubah kelabu telah terulur siap melesakkan serangan ke tubuh Giok Li. Jarak memang tidak terlalu jauh, tetapi Hauw Lam yang tadinya terkesiap, begitu melihat si pendatang langsung urungkan niat untuk menyerang ataupun menangkis. Sebaliknya, dia menarik nafas panjang dan kemudian berkata: "Sudah dua kali dia menyelamatkan nyawaku. Dan, tidak akan mungkin siapapun kubiarkan untuk mencelakainya ....." Sepertinya Hauw Lam mengenal si pendatang berjubah dan berkerudung kelabu tersebut. Dan, nampaknya hubungan merekapun sangatlah luar biasa. Dan perkataan Hauw Lam tadi, meski tidak membuat tangannya yang telah terulur buat menyerang ditarik kembali, tetapi sedikit banyak membuat dia tersentak. Terdengar si pendatang kemudian berkata: "Acccchhhhh, apakah engkau jatuh cinta kepadanya .....?” Tak pelak lagi, si pendatang misterius yang jika didekati dan diteliti lebih jauh berbadan langsing, dari suaranya menegaskan jika dia seorang perempuan. "Bukan soal cinta, tetapi setelah dua kali dia menyelamatkan nyawaku, adalah tidak pantas jika memperlakukan dia secara durhaka ......" "Tetapi, tidakkah engkau melihat jika dia menerima imbalan tidak kecil dari bantuan yang diberikannya kepadamu itu ....?” suara si perempuan pendatangpun bertanya. "Bagaimanapun, aku tidak akan rela membiarkan dia dicelakai ...." tegas Hauw Lam. "Engkau harus ingat, bahwa pengorbananmu sejauh ini serta pengorbanan banyak orang lain bertujuan untuk apa ......" suara si pendatang terdengar menuntut. "Ibu ...... aku telah terseret sangat jauh dengan dendam ibu. Percayalah, aku akan menyelesaikan tugas itu. Tetapi, jika ibu menyakiti gadis yang telah menyelamatkan jiwaku sampai dua kali, maka ceritanya akan menjadi lain ......" terdengar suara Hauw Lam mengeras. Dan, hebat luar biasa, ternyata si pendatang yang berjubah kelabu dan berkerudung kelabu yang bahkan oleh Hauw Lam sendiri tak terlacak kedatangannya, ternyata adalah ibunya. Inilah tokoh serba rahasia yang dahulu menjadi Hu Pangcu Pertama Thian Liong Pang, Lamkiong Li Cu. Tokoh ini termasuk tokoh utama yang merancang gerakan-gerakan penyerangan Thian Liong Pang, menjadi istri Kiang Tek Hong, Pangcu Thian Liong Pang waktu itu dan memiliki kecerdasan serta kesaktian yang hebat. Dan, dilihat dari kondisinya saat ini, kehebatannya sudah bertambah begitu jauh. Dan karena itu, tokoh ini pastinya menjadi jauh lebih berbahaya lagi. "Jika demikian, benar tebakan Ibu. Engkau mencintainya. Dan ini akan menjadi ancaman buat latihanmu seterusnya. Adalah lebih baik Ibu menyelesaikannya sekarang ini ...." terdengar suara Lamkiong Li Cu penuh amarah. "Jangan harap menjumpaiku dan menuntutku untuk menyelesaikan proyek balas dendam ibu jika begitu. Silahkan" dengan berani Hauw Lam menantang niat ibunya yang ingin "membunuh" Giok Li. "Engkau berani melawan ibumu ......?” suara Lamkiong Li Cu sampai menggigil "Aku tidak akan berani Ibu, tetapi jika ibu berniat membunuh penolong nyawaku sampai dua kali, maka dengan terpaksa aku akan melakukannya ...." suara Hauw Lam tidak kalah tegas dan kerasnya. Dan kali ini berhasil ......... lengan Lamkiong Li Cu perlahan lahan ditarik kembali dari atas kepala Giok Li. "Baiklah, kuampuni anak gadis ini. Tetapi, engkau harus mengikuti Ibu sekarang juga. Ada urusan besar yang harus segera kita kerjakan ........ " ujar Li Cu setelah menarik nafas panjang dan melepas amarahnya yang tadinya siap meledak. Rupanya, melihat kekeraskepalaan anaknya, Hauw Lam, dia akhirnya luruh juga. Tetapi tidak, bukan tidak mungkin karena dia punya keinginan lainnya. "Maksud Ibu ....?” tanya Hauw Lam lega melihat lengan pembunuh ibunya lalu dari kepala Giok Li. "Aku mengampuni gadismu ini, tetapi engkau harus mengikuti ibu sekarang ini..." "Ibu ........ silahkan berjalan terlebih dahulu. Aku akan menjagai anak gadis ini sampai dia benar-benar sembuh, dan setelah itu, percayalah aku akan menyusul kemana Ibu inginkan aku pergi. Silahkan ibu menyebutkan dimana aku mesti segera menemui ibu nantinya ...." Hauw Lam masih tetap berkeras untuk menjaga Giok Li baru menyusul ibunya. Keadaan yang kembali memancing amarah Li Cu. "Engkau lebih berat gadis ini ketimbang menyelesaikan latihan Cit Sat Sin Ciang mu ?” "Aaaaccccch Ibu, aku pasti akan menyelesaikannya. Aku barusan mencapai tingkat yang tepat untuk melatih hingga ke tingkat Ibu sekarang ini ......." "Engkau sungguh tidak mengerti ...... huhhhhhh " kembali Li Cu kelihatan kesal dan mulai marah kembali. "Maksud ibu ....?” tanya Hauw Lam "Kesempatan kita untuk menyempurnakan Ilmu mujijat Cit Sat Sin Ciang berada sudah didepan mata, dengan sempurnanya ilmu itu kita tidak perlu takuti siapapun lagi. Duta Agung Lembah Pualam Hijau atau bahkan suhunya sekalipun tidak akan perlu kita takuti lagi ........" tegas Li Cu dengan berapi-api. "Benarkah begitu ibu .....?” Kiang Hauw Lam terperanjat, antara percaya dan tidak percaya dengan ucapan ibunya barusan. "Sudah tentu benar. Catatan lengkap sudah Ibu dapatkan dan caranya juga sudah ibu ketahui. Tetapi, kita hanya punya waktu sehari dua hari ini ......" tegas Li Cu terus membujuk Hauw Lam. Hauw Lam yang "anehnya" antara tertarik dan tidak tertarik, kembali menoleh kearah Giok Li, kemudian menoleh memandang ibunya. Dia nampak bingung. Tetapi pada akhirnya diapun mengambil sikap dan berkata kepada ibunya: "Ibu, jika demikian tunggulah paling lama 1-2 jam lagi. Tanggung pada saat itu dia sudah siuman dan berhasil. Tidak akan ada yang mengganggunya lagi ......." tawar Hauw Lam yang seperti ingin memperpanjang waktu. Tetapi Li Cu ibunya yang sudah tidak sabar tiba-tiba bertindak: "Ayo ........ Ibu tahu tempat dimana dia aman dan jauh dari gangguan siapapun. Ibu berjanji dia tidak akan diganggu siapapun hingga dia menyelesaikan samadhinya ...." sambil berkata demikian, Li Cu melesat kearah Giok Li hingga Hauw Lam sendiri tak mampu mencegahnya. Tetapi yang hebat, Li Cu mampu menggerakkan kekuatannya hingga posisi dan keadaan samadhi Giok Li sama sekali tidak terganggu, dan kemudian dia melesat kedepan. Hauw Lam yang awalnya kaget, tetapi ketika melihat ibunya melakukan hal yang luar biasa, mau tidak mau meski kesal juga menjadi kagum kepada ibunya. "Jangan-jangan ibu telah menguasai Cit Sat Sin Ciang secara sempurna ....? ach, benarkah demikian ........?” batinnya sambil mengikuti arah dimana ibunya membawa Giok Li. Dan tidak butuh waktu lama, dengan gerakan mereka yang sangat cepat, Li Cu yang "menggendong" Giok Li dalam posisi samadhi dan Hauw Lam yang mengikutinya, telah jauh meninggalkan Lembah Pualam Hijau. Bahkan arah dan tempat yang dituju, benar-benar jauh dari alur dan jalur utama orang- orang menuju Lembah Pualam Hijau. Hingga mereka tiba di sebuah goa alam yang nampaknya tidak pernah disentuh manusia, karena pintu masuknyapun dipenuhi tetumbuhan. Hanya, sudah ada bekas keluar masuk manusia meskipun kelihatannya baru beberapa waktu terakhir. Kesanalah Li Cu membawa Giok Li dan kemudian mencari tempat dan posisi yang aman untuk meletakkan tubuh sang dara dalam posisi masih samadhi. Setelah itu Li Cu melesat keluar, menemui Hauw Lam dan berkata: "Sekarang gadismu itu sudah sangat aman. Jangan khawatir, tidak akan ada apapun dan siapapun yang akan mengusiknya nanti hingga dia siuman ....... sekarang waktunya engkau ikut ibu ...." Hauw Lam yang sedang mengamat-amati keadaan sekitarnya mengangguk-anggukkan kepala. Nampaknya dia setuju bahwa Giok Li aman di tempat tersebut. Dan memang, beberapa saat kemudian, diapun mengangguk dan berkata: "Baiklah ibu, mari kita pergi ....." Keduanyapun berangkat meninggalkan Cui Giok Li sendirian dalam gua tersebut. Meninggalkan gadis cantik pemberani itu dalam sebuah goa yang pada malam hari semestinya gelap pekat. Tetapi anehnya, entah bagaimana caranya, masih ada seberkas cahaya yang memberi seberkas cahaya dalam gua itu hingga menampilkan kondisi gua dalam suasana remang- remang. Gua dalam keadaan remang-remang karena kebetulan bulan tidak terhalang awan yang mengirimkan cahayanya kedalam. Keadaan inilah yang akhirnya dijumpai Cui Giok Li ketika perlahan-lahan dia menemukan dirinya serta menyelesaikan pengumpulan tenaga didalam tantiannya. Dan gadis kecil pemberani yang terkadang nakal, sebagaimana dia membantu Hauw Lam melarikan diri, begitu sadar langsung menemukan keadaan dirinya yang segar bukan main. Satu-satunya hal yang dalam ingatannya adalah, dia melihat Lie Hong Po yang ternyata adalah Kiang Hauw Lam yang dikaguminya sedang berkutat dengan masalah kepenuhan tenaga dan kemudian membantunya. Simpatinya kepada Lie Hong Po yang belakangan ternyata Kiang Hauw Lam telah membuatnya secara sadar dan sengaja menolong. Tanpa pamrih dan tanpa maksud apa-apa. Tetapi, dia justru kini menemukan dirinya menjadi jauh lebih kuat dari sebelumnya. "Apa yang terjadi gerangan? siapakah yang menolongku? apakah Hong Po koko ataukah ada orang lain lagi ....? mengapa tubuhku menjadi sangat segar dan rasanya jauh lebih ringan .....?” Pertanyaan-pertanyaan tersebut memenuhi benak Giok Li tanpa dia sadar, jika kekuatannya kembali telah meloncat dua kali lipat dari kondisi sebelum menolong Kiang Hauw Lam. Dan ketika dia kemudian sadar sepenuhnya, dia tidak berhalangan dengan kondisi goa yang remang-remang. Sebaliknya, dia mampu melihat keadaan goa sebagaimana ada cahaya siang hari. Dan inilah yang membuat Giok Li menemukan keajaiban lainnya. Takdir yang dimaksudkan sucouwnya sungguh sangat tepat. Giok Li lolos keluar Lembah Pualam Hijau yang membuang kemungkinannya untuk menyempurnakan ilmu perguruannya, Lembah Salju Bernyanyi. Justru dia meningkat pesat secara ajaib dari perasaan halusnya menolong orang tanpa pamrih, dan hasil pertolongan itu meningkatkan kemampuannya untuk mampu melihat keadaan Goa seperti di siang hari, meskipun hari justru sedang tengah malam. Goa tersebut sebetulnya digunakan oleh Lamkiong Sek dan kawan-kawan untuk menyelidiki keadaan Lembah Pualam Hijau beberapa waktu lalu. Hanya, mereka tidak menyelidiki lebih jauh karena sedang tertumpah perhatiannya kearah Lembah Pualam Hijau. Selain itu, mereka tidak pernah duduk pada posisi dimana Giok Li duduk samadhi saat ini, dan karenanya mereka tidak menemukan apa-apa di goa tersebut. Berbeda dengan Giok Li yang sedang berkonsentrasi menghabiskan malam dan melatih ilmunya dalam goa itu. Itulah yang namanya jodoh dan takdir. Adalah Giok Li yang ditakdirkan untuk menemukan sesuatu dalam goa tersebut ...... -0o~Marshall~DewiKZ~0o- Terik panasnya matahari telah berlalu. Perlahan Matahari mulai doyong ke barat. Mendadak udara mulai terasa dingin. Matahari yang tadinya masih perkasa menerangi persada mulai bersembunyi dibalik pekatnya awan. Dan awan yang tadinya putih bersih perlahan-lahan menjadi semakin hitam dan pekat, berubah menjadi mendung. Dan benar saja, tidak berapa lama kemudian hujanpun turun cukup deras, bahkan diikuti dengan tiupan angin yang tidak kalah kencangnya. Tiupan angin ini mampu membuat pepohonan di hutan bagaikan barisan pohon yang sedang menari-nari. Tetapi tarian itu tidak mendatangkan kesan "menyenangkan", tetapi mendatangkan kesan seram. Bumipun basah kuyup. Pepohonan yang basah memercikkan air ketika bergerak-gerak bagaikan menari secara tidak teratur. Dan ketika irama tariannya adalah petir yang menyambar-nyambar, maka lengkaplah sudah rasa tidak nyaman dan seram yang tumbuh dari kondisi alam ini. Saat seperti ini adalah saat terbaik berdiam di rumah, berkumpul bersama keluarga. Bukan saat yang tepat untuk melakukan perjalanan atau setidaknya berada di luar rumah untuk aktifitas apapun. Tetapi, tidak demikian dengan 4 orang yang saling berhadap-hadapan di alam terbuka disaat alam sedang mengamuk. Jarak antara ke-empat orang itu cukup jauh, ada sekitar 100 meteran lebih kurang. Mereka berhadap-hadapan di depan sebuah tempat berteduh yang dibangun seadanya, mirip sebuah bangunan dengan dinding seadanya. Atau tepatnya, dinding depan dan samping kirinya sudah rusak berat dan nyaris tanpa dinding, sementara dinding belakang masih baik dan dinding baratnya sudah rusak cukup berat. Hanya saja, bangunan tersebut memang tepat buat berteduh karena bagian atasnya masih cukup baik. Paling tidak menghindarkan orang dari hujan dan tempat berteduh yang lumayan baik. Yang menarik adalah posisi kedua belah pihak yang saling berhadap-hadapan dalam jarak yang cukup jauh tersebut. Pihak pertama terdiri dari 3 orang yang ketiga-tiganya mencurahkan perhatian sepenuhnya ke pihak lawan yang sesekali bergerak sesekali diam. Ketiga orang yang nampak berdandan mirip, dan ciri khas menonjol dari dandanan mereka adalah adanya bwee hoa (bunga bwee) yang terlukis di bagian dada sebelah kiri dari pakaian mereka. Tidak salah, ketiga orang ini adalah pentolan Bwee Hoa Cung (Perkampungan Bunga Bwee) yang sangat terkenal di dalam rimba persilatan saat ini. Apa yang membuat mereka terkenal? Sebetulnya bukanlah karena kemampuan ilmu silat yang membuat mereka dihormati dunia persilatan, tetapi karena kemisteriusan perkampungan tersebut. Meski tidak membekal ilmu silat yang luar biasa, tetapi tidak banyak tokoh silat yang sanggup menerobos masuk ke perkampungan tersebut. Mengapa? karena perkampungan mereka dipenuhi aneka barisan aneh dan gaib yang sulit dipecahkan siapapun. Tetapi, meskipun demikian, perkampungan ini tidaklah nyentrik dan tidaklah menarik diri dari pergaulan rimba persilatan. Hanya, memang keistimewaan mereka adalah dalam membentuk ataupun memecahkan barisan, terutama barisan yang dibentuk dari alam. Bahkan seorang tokoh mereka, Bun Tho Hoa, pernah dimanfaatkan orang untuk membobol Lembah Pualam Hijau (episode 9) yang dikelilingi barisan aneh dan gaib. Kemampuan istimewa ini memang dibekal oleh rata-rata tokoh Bwee Hoa Cung, dan belum pernah tersiar kabar perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh perkampungan misterius ini. Yang terasa aneh kemudian adalah, mengapa pula ketiga tokoh Bwee Hoa Cung ini tiba-tiba muncul di depan bangunan tempat berteduh dan nampak sedang serius mengawasi lawan mereka di depan sana? Dan yang juga mengherankan adalah, tokoh di hadapan 3 orang dari Bwee Hoa Cung ini. Jika dilihat dari dekat, ternyata adalah seorang dara cantik jelita yang mengenakan warna putih dengan sabuk cemerlang berwarna biru langit. Yang menarik dari dara jelita itu adalah pakaiannya yang entah bagaimana jika dilihat dari jarak yang lebih dekat bagaikan arak-arakan awan putih. Tetapi, jika disentuh atau dilihat lebih teliti, kesan awan berarak itu akan lenyap dan nampak seperti kain putih biasa lainnya. Ini membuat si dara jelita menjadi semakin menarik untuk dipandangi. Dan apalagi jika dikombinasikan dengan kecantikannya yang khas, maka keadaannya menjadi semakin memikat orang untuk memperhatikan. Dan hal kedua yang membuatnya menarik adalah, ketika selintas dia tersenyum, mungkin karena menemukan cara yang tepat dalam kondisinya saat itu, terlihat sepasang lesung pipit di pipinya. Dan ini membuatnya menjadi semakin cantik dan manis untuk dipandang. Hanya saja, pada saat ini senyum dan lesung pipit itu sangat jarang kelihatan karena sang dara sepertinya sedang sibuk dengan sebuah urusan. Hal ini dapat dilihat dari hanya sesekali dia bergerak dengan pesat dan lincah, dan hanya sesekali dia tersenyum dan itupun sangat sekilas. Tetapi lebih sering dia berdiam diri dan dalam posisi yang sangat serius. Jelas dia sedang berkonsentrasi menghadapi soal yang ada di depan matanya. Yang pasti, dara itu terlihat sangat menarik dan cantik meskipun sedang dalam kondisi sangat serius sekalipun. Tetapi, ada hal ketiga yang juga membuat pemandangan di sekitar si dara cantik itu menjadi menarik perhatian. Berbeda dengan tubuh ketiga tokoh yang gampang diidentifikasi karena bunga Bwee di bagian dada kiri pakaian mereka nyang sudah basah kuyup; Pakaian si gadis yang putih cemerlang dengan sabuk biru melingkar di pinggangnya, "ajaibnya" masih kering dan tidak basah sama sekali. Ada apa? ah ini hebatnya, jika diteliti lebih jauh ternyata butiran hujan yang akan menerpa tubuhnya sama sekali tidak menyentuh dan membuatnya basah. Sebaliknya, butiran-butiran hujan itu jatuh menyamping ditubuhnya dan seperti dipelesetkan sebuah kekuatan dari dalam tubuhnya. Hebat. Jika demikian, anak gadis ini bisa dipastikan bukanlah tokoh sembarangan, pasti tokoh hebat. Tetapi, pada saat itu si gadis seperti sedang dalam kondisi yang serba runyam dan kesulitan. Dilihat dari beberapa kali dia bergerak kekiri maupun kekanan, berjalan kedepan dan kemudian kembali pada posisi semula, dia sepertinya sedang terjaring oleh sebuah kekuatan barisan ajaib. Dan jika melihat kerut dan ketegangan di wajah 3 pria asal Bwee Hoa Cung yang memandang dari kejauhan, bisa dipastikan mereka memang sedang bertarung. Hanya saja, pertarungan mereka memang ajaib dan aneh. beda dengan pertarungan menggunakan ilmu silat. "Hmmmmm, sam te, kelihatannya Bwee Hoa Tin yang engkau racik akan mampu mengendalikan gadis ini ......" berbisik salah seorang dari ketiga tokoh Bwee Hoa Cung tersebut, berbisik kepada orang ketiga dari mereka. "Ji ko, kelihatannya memang demikian. Tetapi, harus kita akui, pengetahuannya atas ilmu barisan bukanlah pengetahuan kacangan. Jelas dia nyaris setaraf dengan kita untuk urusan ilmu barisan ....." orang yang dipanggil Sam te menjawab. "Benar Sam te, engkau benar sekali. Kemampuannya memecahkan barisan Kiam Hoa Tin (Barisan Bunga Pedang) kita jelas bukanlah kemampuan kelas bawah. Apalagi Barisan Lan Tian Bun Tin (Barisan Pintu Langit Selatan) bentukannya juga sangat ruwet. Ditanggung, selain Bwee Hoa Cung kita, akan sangat jarang menemukan manusia yang mampu memecahkannya ....." kembali sang Ji ko berkomentar. "Ji te, sam te, kita harus tetap bersiaga. Ilmu barisan jelas kita masih menang setingkat dibandingkan nona itu, tetapi ilmu silatnya nampaknya berlipat-lipat di atas kita. Untungnya nona muda itu kelihatannya bukanlah orang jahat, mungkin benar dia hanya sekedar bertanya kepada kita. Tetapi, sayangnya kitapun tak mengerti dan tak paham dengan apa yang ingin dia tanyakan. Bagaimanapun sebaiknya engkau membangun barisan khas kita menuju ke belakang bangunan itu Ji te ......" orang pertama dari tiga tokoh Bwee Hoa Cung itu akhirnya angkat bicara. "Benar Toako ...... tugas kita meminta bantuan Duta Agung harus secepatnya kita kerjakan, jika kita bisa membantu nona itu memang baik. Tapi celakanya, kita tidak tahu apa yang ingin dia tanyakan dan mintakan bantuan kepada kita ......" orang kedua kembali berkata dan selesai itu diapun bergerak ke samping. Terlihat dia menumpuk batu di satu titik, menancapkan satu atau dua patok pada sudut lainnya, kemudian bekerja mencabuti rumputan dan memindahkannya. Gerakannya terlihat sangat cepat dan terampil, pastinya dia memang lihay dalam urusan membentuk barisan, di alam terbuka sekalipun. Sementara itu si Dara Cantik berbaju putih masih terus terjebak dalam barisan buatan tokoh Bwee Hoa Cung itu. Tetapi yang luar biasa, meskipun telah makan waktu hampir setengah jam, di tengah teror hujan dan petir, diganggu angin yang bertiup keras dan cuaca menjadi gelap menyeramkan tetapi tidak membuat sang Dara ketakutan dan patah arang. Sebaliknya, wajah cantik itu nampak semakin serius, semakin tidak muncul senyum di bibirnya dan lesung pipitnya otomatis tidak lagi nampak. Sebaliknya, Dara cantik itu sekarang memejamkan mata. Hal itu dilakukannya setelah dia mendengar suara yang membisiki telinganya: "Pejamkan matamu, pandangan matamu membuat semua ornamen hiasan dalam barisan menjadi aneh dan asing. Semua itu memang ditanamkan untuk mengganggu konsentrasimu dan menipu matamu ......" Dan memang benar, setelah sang Dara memejamkan matanya bayangan-bayangan yang mengerikan yang berseliweran di depan matanya dan mengganggu konsentrasinya lenyap seketika. Hanya, masalahnya sekarang, dia tidak sanggup mengenali jalan di depan, samping maupun belakangnya. Kini dia harus mengandalkan kemampuan instingnya. Tetapi, betapapun dia berterima kasih atas suara yang tadi membisikinya. Karena kini, konsentrasi dan kepercayaan dirinya pulih kembali. Dan kemajuan yang dibuat Dara jelita ini membuat kaget orang pertama dan orang ketiga dari Bwee Hoa Cung. Meskipun begitu, mereka tidak menjadi gugup dan gelisah karena mereka tahu persis kehebatan barisan andalan mereka tersebut. Benar saja, meski tidak lagi terganggu oleh kumujijatan barisan yang mendatangkan rasa seram dan mengerikan dalam hati sang Dara, tetapi menemukan jalan keluar dari barisan itu bukanlah cara mudah. Beberapa langkah yang dilakukan si Dara itu hanya sanggup mengembalikannya ke posisi awal sekali lagi. Dan dalam hitungannya, posisi tersebut sudah lebih sepuluh kali ditempatinya. Hal yang mengisyaratkan bahwa hingga saat itu dia masih belum menemukan kemajuan sedikitpun dari upayanya keluar dari barisan Bwee Hoa. Satu-satunya kemajuannya adalah, memejamkan mata sebagaimana anjuran si pembisik tadi. Selebihnya, dia telah mencoba lebih dari 6 rumus yang dirancangnya sejak awal, tetapi tak ada satupun yang nempil untuk mengalahkan barisan aneh tersebut. Sudah berkali-kali dia berusaha menemukan titik pusat pergerakan barisan itu, tetapi berkali-kali juga dia gagal dan kecewa. Tetapi, kekecewaan tidaklah membuatnya menyerah. Justru sebaliknya, semakin bersemangat dia mempelajari seluk beluk barisan yang ditata secara sederhana dengan barisan patok kayu, rerumputan, bebatuan dan kombinasi benda-benda tersebut. Dan lagi, anehnya, dia sadar betul bahwa barisan itu tidaklah besar, tetapi dalam area yang tidak terlampau luas. Hanya, mengapa dia tak sanggup untuk membobol dan menemukan jalan keluarnya? Setelah berkali-kali gagal dan gagal, pada akhirnya sang Dara kembali berdiam diri. Kelihatannya dia sedang menakar dan mencari jalur dan alternatif lain untuk memecah rahasia barisan aneh itu. Dan tiba-tiba dia kembali mendengar suara dan merekapun berbicara melalui ilmu menyampaikan suara: "Nona ...... apa yang engkau rasakan sekarang ...?” "Tidak ada lagi bayangan seram yang menyerangku, tidak ada lagi pergerakan masing masing benda untuk mengacaukan pandang mataku, tetapi aku selalu berakhir di titik awal ini ketika mengayunkan langkah sebanyak 15 kali ....." "Sudah berapa kali engkau mencoba untuk melangkah sebanyak 15 kali ...?” "Sudah sekitar 6 kali dengan beberapa variasi langkah, tetapi akhirnya tetap juga di tempat yang sama" "Sudah pasti bukan ..... ach, tapi kenapa tidak ....?” "Cobalah, tetapi setiap langkah beritahukan apa yang engkau rasakan ..." "Baiklah, aku akan mencoba ...." sang Dara terdengar antusias kini, dan diapun langsung mencobanya. Sebagaimana petunjuk bisikan tadi, demikianlah dia kembali mencoba membobol barisna itu. "Langkah pertama ...... ach, seperti ada yang bergerak ..." "Benar, meski tidak nampak dari dalam, tetapi bisa dirasakan. Nampaknya gerakan apapun yang Nona lakukan, Barisan itu akan ikut bergerak dan mengurung Nona didalamnya. Bagaimana jika sekiranya nona tidak bergerak sama sekali selama beberapa saat, apakah yang kira-kira akan terjadi ...?” "Hmmmmm, jika memang pusat perubahan ada di langkah awalku dan barisan selalu berubah mengikuti kemana aku bergerak dan selalu mengurungku, maka berdiam di satu titik dan bahkan di pusatnya akan membuatku terkurung disini selamanya ...." "Nona, bagaimana jika engkau bergerak secara cepat maju selangkah dan mundur selangkah, atau maju dua langkah dan mundur dua langkah pada saat barisan itu belum menyesuaikan dengan posisimu, atau terlambat menyesuaikan dengan posisimu yang bergerak berubah secara cepat. Cobalah, aku akan terus dan selalu mencoba melihatnya dari luar" "Baiklah, sungguh ide menarik ....." Setelah berkata demikian, Dara itu nampak bergerak sangat cepat, satu langkah ke depan dan diikuti dengan cepat satu langkah ke belakang ke posisi semula ...." "Terlalu cepat, barisan itu tidak terlihat bergerak ...." "Benar, coba kulakukan dengan lebih perlahan ....." Dan benar, Dara itu kembali melakukan gerakan maju dan mundur dengan kecepatan dikurangi. Alias, memberi kesempatan barisan itu untuk ikut bergerak menyesuaikan. "Ach, benar jika demikian. Barisan ini bergerak terus untuk mengurungku. Jika demikian apa yang sebaiknya kulakukan ....?” "Aku sudah menyaksikan dari samping dan dari atas, tempatmu berdiri adalah pusat perputaran barisan tersebut. Jika diikuti dengan mata telanjang, baik dari atas maupun samping, maka siapapun pasti akan diterjang kekuatan mujijat dari hasil pergerakan barisan itu. Sungguh barisan istimewa ......" "Jadi, bagaimana membobolnya >>>>?” "Aku belum tahu karena pemahaman barisanku agak lemah. Tetapi, jika engkau bergerak, bergerak dan terus bergerak, maka kekuatan bahan-bahan penopang barisan itu bukan tidak mungkin akan rusak. Tetapi, aku kurang paham, apakah cara ini akan berhasil. Mungkin pemahaman nona yang lebih mendalami ilmu barisan yang akan lebih mengerti bagaimana menaklukkan barisan tersebut" "Jika aku bisa memperhatikan pergerakan barisan itu, maka aku akan sanggup menemukan titik dan pintu keluar barisan. Hanya, sayang jika aku membuka mata, pergerakan barisan itu akan membuatku merasa terganggu ....." "Nona, kemampuan iweekangmu cukup memadai, tetapi kekuatan batinmu masih sangat kurang. Jika engkau bersedia, aku akan menurunkan ilmu pernafasan untuk menahan gangguan kekuatan mujijat yang mengganggu konsentrasi mata dan pikiranmu. Dan setelahnya kurasa engkau akan sanggup membuka pintu perubahan barisan itu ....." "Accccch, aku menjadi muridmu begitu ....?” "Bukan, tidak perlu nona menjadi muridku. Aku hanya membuka pintu menggunakan kekuatanmu untuk melawan gangguan-gangguan kekuatan gaib dari barisan itu ....." "Hmmmm, benar juga. Baiklah, aku bersedia ........" "Hanya saja, engkau tidak boleh mengatakan kepada siapapun jika pelajaran itu berasal daripadaku. Terutama mengatakan kepada 3 tokoh Bwee Hoa Cung itu ...." "Baiklah, aku bersedia dan berjanji ....." Dan beberapa saat kemudian, Nona cantik berbaju putih itu nampak mencurahkan perhatiannya sehingga dikira 3 tokoh Bwee Hoa itu dia sedang berkonsentrasi mencari jalan keluar. Padahal yang benar, Nona itu sedang melatih diri di bawah petunjuk seseorang yang mengiriminya suara untuk melatihnya. Dan benar saja, tidak sampai 10 menit, si Nona sudah berhasil menyelesaikan latihan tersebut. "Nona muda, tidak kusangka jika kemampuan iweekangmu begitu luar biasa dan mujijat. Tadinya engkau akan butuh waktuhampir satu jam, ternyata hanya butuh kurang dari 10 menit belaka. Mudah-mudahan engkau tidak menggunakan pengumpulan kekuatan seperti itu untuk tujuan yang kurang baik ...." "Hihihi, terima kasih, terima kasih. Kalau dulu kutahu penting belajar ilmu itu, tentu sudah kupelajari. Tapi, menggunakan untuk tujuan kurang baik, aku benar-benar kurang paham. Suatu saat kalau sudah paham maksudnya, jika tidak merugikanku pasti saranmu kuikuti. Untuk saat ini, aku harus mengucapkan terima kasih kepadamu, terutama jika aku mampu membobol barisan gaib tiga tokoh sombong disana itu" Dara sakti itu memberikan jaminan sekaligus mengeluarkan unek-unek setelah tertahan lama dalam barisan ajaib itu. "Baiklah, silahkan engkau mencoba sekali lagi ......" Tanpa menyahut lagi, Dara baju putih itu kembali bergerak. Dan kini gerakannya sungguh mengagetkan, bahkan juga terlihat si pembisik yang ternyata berada dibalik atap bangunan tempat berteduh sampai geleng-geleng kepala. Dara putih yang cantik itu bergerak dengan kemampuan hebat dan luar biasa, bahkan sesekali terbang mengapung dan seakan terhenti di udara untuk mengamati sesuatu dibawahnya. "Aku sudah mulai paham, tetapi masih butuh sekali lagi. Hihihi, benar-benar hebat ilmumu, kini serangan mujijat itu tidak lagi mengganggu mata dan pikiranku ...." Dan bergeraklah si Dara baju putih sekali lagi. Sama dengan gerakan-gerakan yang pertama tadi, dia melenggang- lenggok dengan cepat dan dari tubuhnya mengalir kekuatan luar biasa, kemudian mengapung tinggi beberapa kali, seakan terhenti beberapa detik di udara, dan kemudian kembali bergerak ke bawah. Dia menyelusup kekiri dan kekanan, tidak menunggu barisan itu bergerak menyesuaikan dengan posisi terakhirnya, dan kemudian mengapung sekali lagi, turun kembali, dengan empat langkah cepat kekanan, memutar dan akhirnya diapun keluar dari barisan ajaib itu. "Hihihi, luar biasa. Sungguh-sungguh sebuah barisan ajaib. Aku harus berterus terang jika pengetahuan ketiga locianpwee atas barisan masih berada di atasku. Sudahlah, aku mengaku kurang lihay di ilmu barisan dibandingkan para locianpwee ...." si Dara putih sudah cepat menemui 3 tokoh Bwee Hoa Cung yang sekarang pucat pasi melihat barisan kebanggaan mereka ternyata bobol juga akhirnya. Tetapi si orang tertua dengan cepat menemukan dirinya dan orang ini memang selalu tenang dan punya wibawa menjadi toako dari kedua adiknya. "Nona, engkaulah orang pertama yang mampu membobol barisan andalan kami bertiga. Mungkin benar dalam hal ilmu barisan kami sedikit di atas nona, tetapi untuk ilmu silat, kami tidak berani melawan nona. Kemampuan nona berada jauh di atas kami bertiga kakak-beradik ......" "Accccch, locianpwee engkau sungguh gagah. Akupun sadar dalam ilmu barisan masih kalah dibandingkan pengetahuan dan keterampilan locianpwee bertiga, tetapi aku tidak akan menggunakan ilmu silatku untuk memaksa locianpwee. Toch aku hanya ingin bertanya kepada locianpwee untuk suatu urusan yang ada hubungan dengan tempat darimana aku datang ...." "Nona, adu pengetahuan soal barisan tadi mungkin kami menangkan. Tetapi usia kami jauh di atas nona, jadi boleh dibilang dan kami merasa demikian, bahwa kami tidaklah menang dalam pertarungan itu. Tetapi, soal informasi apa yang nona butuhkan, jika memang kami mengetahuinya, maka kami akan memberitahukan kepada nona ...." "Ketiga locianpwee, maafkan aku yang muda dan usil. Sebenarnya, begitu melihat locianpwee membentuk barisan menuju hutan dari tempat ini membuatku menjadi iseng. Aku yang muda mohon maaf ....." "Ach, nona kami melakukannya karena memang keluar dari perkampungan secara rahasia. Jika jejak kami ditemukan penjahat, maka nasib ketua perkampungan kami yang menjadi sandra akan sulit diduga. Karena itu, kami bertiga selalu bersembunyi dalam barisan jika berada di tempat umum ......" "Ach, begitu kiranya. Mohon maaf sekali lagi locianpwe ..... jika aku bisa membantu pasti aku akan melakukannya ..... siapa gerangan penjahat itu ...?” Terlihat si orang pertama dari ketiga tokoh Bwee Hoa Cung itu menarik nafas panjang. Dan beberapa saat kemudian dia berkata: "Nona, sebaiknya kita berbicara didalam barisan. Maafkan, ini dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan kami dipergoki penjahat-penjahat yang sedang menyandra ketua perkampungan kami ..." "Baik, mari ......" Dan merekapun memasuki barisan baru yang baru dibentuk oleh orang kedua dari tiga tokoh tersebut. Sementara barisan pertama, dengan satu sentakan saja dari tokoh ketiga Bwee Hoa Cung telah merusak pergerakan otomatisnya, sehingga semua benda, rumput, patok ataupun bunga yang tadinya bisa bergerak otomatis, kini kembali menjadi benda alam yang tidak bergerak dari tempatnya. "Begini nona, ketua perkampungan kami sedang disandra penjahat yang sama sekali tidak kami kenal. Tokoh terhebat dalam ilmu barisan dan menjadi wakil ketua perkampungan Bun Tho Hoa, telah dibawah oleh para penjahat entah kemana. Oleh karena itu, secara rahasia ketua kami mengirimi kami kabar agar kami menyusup melalui saluran rahasia di perkampungan guna menemui Duta Agung Lembah Pualam Hijau, Bengcu Dunia Persilatan Kiang Ceng Liong untuk membantu perkampungan kami. Hingga kini, Ketua kami beserta anak dan istrinya masih dalam pengawasan mereka di Bwee Hoa Cung, sementara wakil ketua perkampungan masih belum ketahuan jejaknya dimana ...." "Ahhaaaaa, jadi locianpwee bertiga sedang menuju Lembah Pualam Hijau ...?” "Benar sekali nona ......" sahut orang kedua dari 3 tokoh Bwee Hoa Cung itu "Kebetulan sekali jika demikian ......" sahut Dara baju putih nyaris berteriak "Maksud Nona ...?” "Akupun sedang menuju kesana, dan justru informasi yang ingin kudapatkan adalah, bagaimana cara menuju Lembah Pualam Hijau ....." "Ach, begitu kebetulan ....." desis sang toako, atau orang pertama dari ketiga tokoh Bwee Hoa Cung itu. Sedang mereka bercakap-cakap, tiba-tiba si Dara baju putih nampak terdiam. Si pengirim suara yang membantunya tadi, kembali menghubunginya: "Nona, bolehkah aku meminta bantuanmu ...?” "Katakan saja, apa yang bisa kubantu ....." Sementara itu, ketiga tokoh Bwee Hoa Cung terlihat kaget, tetapi tidak lama. Mereka segera tahu sebagai tokoh-tokoh dunia persilatan bahwa sang Dara sedang bercakap dengan orang melalui ilmu pengirim suara. Hal ini menambah kekaguman mereka, sekaligus kaget, karena tingkat kepandaian sang gadis sudah pada tahap mampu mengirim suara. Mereka bertiga masih jauh dari tingkatan itu. "Engkau harus mengatakan kepada ke-3 tokoh itu bahwa Duta Agung Lembah Pualam Hijau sudah turun gunung, katakan bahwa Bun Tho Hoa dimanfaatkan dibawah ancaman untuk membobol barisan di Lembah Pualam Hijau. Dan katakan juga, Duta Agung telah mendengar kesulitan mereka dan karena sedang mengerjakan urusan lain, dia akan mengirim orang untuk membebaskan Bwee Hoa Cung ...." "Ha ..... engkau tahu dan paham sebegitu rincinya ....? Siapa engkau jika demikian ...?” "Hahahaha, Nona Kwan Hong Li, sudah tentu aku tahu kisah itu. Bahkan aku juga mengetahui siapa adanya dirimu, darimana asalmu dan mengenal juga ayahmu ...." "Haaa, jika begitu engkau curang. Aku tidak akan menyampaikannya ....." si Dara baju putih yang ternyata adalah Kwan Hong Li kaget setengah mati mendapati si pembisik ternyata mengenalinya. "Mengapa curang Nona ...?” "Karena engkau mengenalku tetapi aku tidak mengenalmu ....." "Jadi, apa keinginanmu Nona ...?” "Engkau harus mau menemuiku dan berkenalan, baru aku memberitahu kepada mereka apa yang ingin engkau sampaikan. Dan satu lagi, aku harus mengetahui siapa engkau gerangan ...." "Baiklah, jika itu keinginanmu. Setelah suasana memungkinkan, aku akan menemuimu nantinya ....." "Bukan nantinya, segera setelah ketiga locianpwee ini pergi, engkau harus menemuiku" "Hahaha, engkau sungguh memaksa nona Kwan Hong Li, tetapi baiklah. Aku memang memiliki urusan yang lain denganmu. Setelah mereka bertiga pergi aku akan menyempatkan waktu untuk menemuimu ....." "Baiklah, sekarang katakan siapa dirimu yang sebenarnya ....." "Duta Agung Lembah Pualam Hijau, Kiang Ceng Liong ......" "Apa ....?” "Sudah jelas aku menyebutkannya Nona ....." "Ternyata, ternyata engkau .......... achhhhh ...." "Sekarang engkau katakan pesanku, dan terimalah tanda pengenal dariku ......" Kwan Hong Li mengibaskan lengannya dan benar saja, tanpa ada tanda-tanda sesuatu menuju dirinya, tahu-tahu ditangannya telah tergenggam sebuah "medali naga hijau". Medali yang siapapun tokoh persilatan paham, bahwa pemegangnya berarti mewakili atau mengatasnamakan Duta Agung Lembah Pualam Hijau dan sekaligus Bengcu Dunia Persilatan meskipun Kiang Ceng Liong telah mengundurkan diri. Tidak satupun dari ketiga tokoh yang tahu apa yang dipercakapkan dan kemudian dipegang Kwan Hong Li. Mereka kaget melihat Hong Li berdiam diri, dan kini mereka melihat nona itu bergerak entah apa yang dilakukannya. Tetapi, setelah itu, Kwan Hong Li bergerak biasa dan memandang mereka untuk kemudian berkata: "Ketiga locianpwee, apakah mengenal medali ini ...?” Begitu melihat Medali Naga Hijau, ketiga tokoh itu langsung bersujud dan menyembah sambil berkata: "Menemui Duta Agung ....." Kwan Hong Li segera menyimpan kembali Medali itu dan merasa teramat kaget. Betapa besar kuasa Medali yang ditangannya itu. "Sehebat apa siy Duta Agung itu ...?” begitu desisnya dalam hati. "Ketiga locianpwee, Duta Agung Lembah Pualam Hijau baru saja meminta kesediaanku untuk menyampaikan pesannya ..." "Apakah gerangan pesan itu nona ....?” "Pertama, Lembah Pualam Hijau telah memutuskan turun gunung dan kalian bertiga tidak akan menemukan siapapun disana. Duta Agung barusan berangkat dari sini dan telah tahu apa persoalan Perkampungan Bunga Bwee. Dia berjanji akan mengurus masalah tersebut secepatnya, tetapi Bun Tho Hoa masih dibawah penjahat dan bahkan dimanfaatkan membobol Lembah Pualam Hijau beberapa waktu lalu ..... Diapun berpesan, tidak perlu ke Lembah Pualam Hijau. Setelah urusan di Thian San, dia akan mengunjungi Perkampungan Bunga Bwee untuk membantu ....." "Ha, benar, benarkah memang demikian Nona ....?” ketiga tokoh Bwee Hoa Cung itu merasa sangat kaget. "Duta Agung baru saja memberikan Medali ini tadi. Katanya dengan melihat Medali ini ketiga locianpwee akan percaya ...." "Ach, betul, betul nona. Sudah tentu kami percaya. Bahkan kami gembira karena di tengah jalan misi kami sudah bisa selesai. Biarlah kami bertiga akan menunggu Duta Agung di Perkampungan nantinya ....." "Bagus jika demikian. Pertanyaanku tentang Lembah Pualam Hijau tidak perlu dijawab lagi. Duta Agung barusan menjelaskan melalui ilmu penyampai suaranya. Silahkan jika ketiga locianpwee akan segera berlalu ........ mudah-mudahan akupun akan ikut membantu Perkampungan Bwee Hoa kelak ...." "Terima kasih nona. Tetapi, jika diperkenankan, bolehkah kami mengetahui nama besar Nona yang mulia....?” "Aku bernama Kwan Hong Li locianpwee ....." "Baiklah, terima kasih atas pengajaranmu Nona dan terima kasih atas bantuanmu ..." Dan tidak lama kemudian ketiga tokoh Bwee Hoa Cung meninggalkan tempat itu. Dan ketika Kwan Hong Li memalingkan pandangannya ke arah gedung tempat perteduhan yang sudah setengah rusak itu, dia mendapati ada 6 orang yang membekal pedang, sudah berusia rata-rata diantara 50-60 tahun menjaga di halaman bangunan perteduhan tersebut. Kwan Hong Li berjalan mendekati mereka, dan begitu tiba berhadap-hadapan dengan berani dia bertanya ....: "Siapa gerangan para locianpwee ini ....?” Bukannya menjawab, salah seorang dari 6 orang tua yang adalah Barisan 6 Pedang utama dari Lembah Pualam Hijau telah berdiri dan berkata: "Nona silahkan, Duta Agung sudah menunggu didalam ....." Meskipun kaget dan kagum, tetapi Hong Li tidak menunjukkannya melalui mimik ataupun wajahnya. Dia tetap bersikap biasa saja untuk kemudian berkata: "waaaaah, jadi Duta Agung ternyata telah menungguku disini ......" "Mari Nona Kwan Hong Li, silahkan. Tetapi mohon maaf, karena disini tidak kita jumpai tempat memadai untuk dipakai duduk, selain itu keadaan disini sungguh kurang tertata. Apalagi karena disana-sini terdapat air bekas hujan yang turun dengan lebatnya tadi .." "Ach, jadi engkau ini yang menjadi Duta Agung Lembah Pualam Hijau. Masih terlalu muda, masih terlalu muda. Tetapi, betapapun juga terima kasih atas bantuanmu tadi" Dan sesudah berucap demikian, Kwan Hong Li segera memandang berkeliling. Nampaknya dia mencari tempat untuk duduk. Maklum anak gadis, apalagi berpakaian putih, sudah tentu memiliki naluri untuk menjaga keindahan, kerapihan dan kebersihan. Terlebih dia sedang berhadapan dengan tokoh terkenal yang dihormati banyak orang dan ternyata .......... masih muda lagi. Dan ketika tidak menemukan tempat yang pas, pada akhirnya dia mengayunkan lengannya, mendorong kedepan tepat di hadapan Ceng Liong. Tempat itu bagai dihembus angin besar dan langsung nampak bersih sesudahnya. Disitu kemudian Kwan Hong Li duduk, kini berhadapan dengan Ceng Liong yang sejak tadi mempersilahkan Kwan Hong Li sambil berdiam diri. "Selamat bertemu Nona Kwan Hong Li ......" "Jadi namamu Kiang Ceng Liong ya ...... masih terlalu muda, tetapi bersikap seakan sudah sangat tua ...." Kwan Hong Li memandang Ceng Liong dengan heran dan berucap dengan nada yang tak menyembunyikan keheranan dan kekagumannya. "Nona, engkau pasti banyak mendengarkan omong kosong di luaran mengenai diriku. Padahal, sejak dahulu, aku Kiang Ceng Liong memang seperti ini adanya ....." "Tapi apa betul engkau sehebat yang dikatakan orang? jago nomor satu di Tionggoan? Sungguh penasaran, sungguh penasaran ..." "Ach, itu pujian kosong orang dunia persilatan Nona. Masih lebih hebat ayahmu Kwan Siok Bu. Orang tua itu barulah sungguh-sungguh seorang pendekar yang hebat ....." ujar Ceng Liong merendah. "Ceng Liong, ech bukankah itu namamu ya ? bolehkah aku menyerangmu untuk sekedar mencobamu ?” benar-benar polos gadis ini. Sampai Kiang Ceng Liong tidak tahu apa yang harus dikatakan dan dilakukan. Hanya, dia mencoba memahami bahwa Kwan Hong Li hingga seusia sekarang ini, belum pernah menginjakkan kaki di Tionggoan. Karena itu, kalimatnya tadi pasti tidak punya maksud apa-apa. Benar- benar ungkapan kepenasaran seorang anak muda. "Boleh ya .... Ceng Liong ...?” nada suaranya masih tetap biasa, seakan permintaannya itu adalah permintaan biasa saja. Dan akhirnya dia senang ketika Ceng Liong akhirnya mengangguk tanda setuju. "Awas serangan ....." Begitu suaranya habis, Hong Li benar telah menyerang Ceng Liong untuk mencobanya. Lengannya bergerak cepat dan dengan gerakan yang luar biasa karena mendatangkan hawa mendesak posisi tubuhnya. Ceng Liong terpaksa mengerahkan kekuatannya dan dalam posisi duduk dan tidak berdiri menangkis, menolak, mendorong dan sesekali menutuk kekuatan yang diarahkan kepadanya oleh Hong Li. "Luar biasa anak ini, kekuatannya sungguh mengagumkan. Meski kecepatannya tak mampu menandingi Lan Moi, tetapi daya elaknya masih lebih hebat dan kuat karena membawa perbawa tenaga yang luar biasa. Tetapi, sayang kekuatan batinnya belum mampu membantunya secara efketif ..." demikian Ceng Liong mengagumi kehebatan Kwan Hong Li yang baru ditemuinya itu. Serangan Hong Li semakin membadai, bahkan totokan ataupun serangan Ceng Liong yang ditujukan menghalau serangan Hong Li entah bagaimana terpeleset atau menyamping. Ada semacam kekuatan ajaib dari tubuh nona itu yang membuat tenaga yang menyerangnya bisa "terpeleset" dan hilang kekuatannya. Hal ini membuat Ceng Liong semakin kagum. Tetapi, serangan-serangan Hong Li tidak ada satupun yang tembus ataupun mengancam Ceng Liong. Kemampuan Ciat Lip Jiu nampaknya semakin matang dan membuat Ceng Liong mampu memunahkan, menyelewengkan atau bahkan menggiring tenaga itu kemana dia mau. Beberapa saat kemudian Kwan Hong Li menarik serangannya, duduk kembali di tempatnya semula dan berkata: "Ach, engkau berbohong Ceng Liong. Menurut taksiranku, bahkan ayahanda sendiri belum tantu mampu mengalahkanmu. Mengimbangimu masih mungkin, tetapi entah untuk mengalahkanmu ...... engkau hebat Ceng Liong ...." kalimat itu tidak menyembunyikan kekaguman Hong Li terhadap Ceng Liong. "Sudahlah Nona Kwan, kita berada diantara sahabat sendiri. Ayahmu, Kwan Siok Bu dan bibimu Kwan Siok Bi telah menemuiku langsung di Lembah Pualam Hijau. Mereka berdua adalah orang-orang sakti yang sulit ditemukan tandingannya di dunia persilatan dewasa ini. Yang hebat, keduanya adalah orang yang bijaksana dan, keduanya sangat mengkhawatirkan keadaanmu saat ini Nona Kwan ...." Kiang Ceng Liong berkata memuji sambil sekaligus mengingatkan Kwan Hong Li, sengaja untuk tidak membuat Hong Li tersinggung. "Hihihi, Ceng Liong, berputar kemanapun engkau berkata- kata aku tahu. Engkau pasti membawa pesan dari ayahku ....." Sambil tersenyum Ceng Liong berkata: "Benar Nona Kwan, pesan ayahmu memang demikian. Meskipun akupun sadar, bekalmu untuk berkelana sudah lebih dari cukup. Tetapi, aku telah menjanjikan kepada ayahmu untuk memberitahumu pesan beliau. Terutama karena penguasa ilmu Cit Sat Sin Ciang sudah munculkan diri. Inilah yang menjadi kekhawatiran utama ayahmu, karena menurutnya engkau masih butuh beberapa waktu untuk menyempurnakan ilmumu. "Waaaaaaaah, ayah begitu mempercayaimu Ceng Liong, sampai kisah 3 ilmu itupun telah diceritakan kepadamu ......." -0o~Marshall~DewiKZ~0o-
Episode 14: Nona Berbaju Putih
"Bukan begitu Nona, tetapi karena ayahmu tahu jika aku salah satu yang menguasai ilmu Pek Lek Sin Jiu. Jadi, pada dasarnya kita memiliki hubungan yang telah dibangun cukup lama oleh para leluhur kita ...." "Hihihi, Duta Agung, karena mendengar ada pengguna ilmu Pek Lek Sin Jiu makanya aku berani keluar dari Pulau Awan Putih. Jika tidak, kekangan itu akan berlangsung terus sampai aku mati ........" "Sebetulnya aku tidak bermaksud mengajari atau menasehatimu seperti pesan ayahmu Nona, tetapi jika pemilik ilmu Cit Sat Sin Ciang mendengar kehadiranmu, padahal ilmu kesaktianmu adalah "anti Cit Sat Sin Ciang", maka keselamatanmu menjadi sangat diragukan. Inilah pertimbangan untuk memintamu menyempurnakan ilmumu Nona ..." "Aku tidak takut dengan Cit Sat Sin Ciang ......." seru Hong Li gagah "Engkau tidak takut, tetapi ayahmu dan keluargamu di Pulau Awan Putih sangat khawatir, lagipula engkau masih kurang pengalaman di dunia persilatan nona ..." "Jika aku berkawan dengan Duta Agung, kan ditanggung beres. Bukankah demikian Ceng Liong ....?” Kiang Ceng Liong benar-benar habis akal menasehati Kwan Hong Li. Anak dara itu memang tidak mengerti bahaya, dipikirnya semua bisa diselesaikan dengan bercakap. Padahal, ada banyak ambisi, ada banyak upaya pembalasan dan banyak lagi motif lain yang masih jauh dari jangkauan berpikir Hong Li yang besar di pulau terpencil. Kondisi yang benar- benar runyam. "Bagaimana Ceng Liong, apakah engkau tidak mau berkawan denganku ...?” "Bukankah kita sudah berteman sekarang Nona ....?” berkata Ceng Liong sambil tersenyum pahit karena merasa gagal menasehati nona Kwan ini. Tetapi, bagaimanapun harus terus diusahakan. "Atau, bagaimana kalau aku menjadi adik angkatmu saja Ceng Liong? bukankah dengan demikian engkau harus melindungi aku dari ancaman mereka .....?” sungguh polos jalan pikiran Hong Li, sampai-sampai Ceng Liong terharu dan bingung bagaimana harus menjawab. "Bagaimana Ceng Liong, apakah engkau menolak menjadi kakak angkatku untuk melindungiku dari mereka ....?” kejar Hong Li "Bukan, bukan begitu Nona ......., tapi ..... tapi ....." Kiang Ceng Liong benar-benar merasa kebingungan. "Kalau ada tapinya, berarti engkau tidak suka Ceng Liong ...." Hong Li memasang wajah cemberut, merajuk. "Tapi, engkau memiliki banyak saudara, kakak dan adik Nona ....." "Tidak ada salahnya menambah saudara kan Ceng Liong. Katakan saja jika engkau memang tidak mau memberi muka kepadaku ...." terdengar suara Kwan Hong Li menukas tajam. "Huuhhhhhhh, ya sudahlah. Tapi engkau harus berjanji jika memang menjadi adik angkatku, engkau harus mendengar kata-kataku. Bagaimana Nona ....?” "Asal bukan kata-kata menyuruhku kembali ke Pulau Awan Putih, pasti akan kuturuti. Bagaimana, apakah cukup Ceng Liong ...?” Ceng Liong berpikir keras. Sebetulnya kalimat tadi memang dirancangnya untuk meminta Kwan Hong Li kembali ke Pulau, tetapi maksudnya tersingkap dan bisa ditebak Hong Li. Apa boleh buat. "Jika dia mau menuruti kata-kataku, masih mungkin menjauhkan dia dari ancaman hingga bertemu orang tuanya" pikir Kiang Ceng Liong. Dan pilihan itu nampaknya cukup baik. "Baiklah, jika engkau berjanji benar-benar akan mendengar kata-kataku aku bersedia menjadi kakakmu" Dan keduanyapun akhirnya melakukan upacara menjadi Kakak dan Adik Angkat. Dan karena usia Kwan Hong Li baru menginjak usia 22 tahun, maka dia tentunya yang menjadi adik. Upacara itu diakhiri dengan mereka berdua saling memanggil "Koko" dan "Moi-moi". Dan setelahnya, demi keselamatan Hong Li, pada akhirnya Kiang Ceng Liong membawanya serta menuju Thian San Pay. Menuju Thian San Pay, itulah tujuan Kiang Ceng Liong sebagaimana dijanjikannya kepada Thian San Giok Li. Sekaligus dia ingin membuktikan sebuah urusan yang lain sebagaimana yang diamanatkan oleh sesepuh Lembah Salju Bernyanyi, Koai Todjin. -0o~Marshall~DewiKZ~0o-
"Suhu, jika kubiarkan penghinaan atas Thian San Pay,
bagaimana aku mesti bertanggung jawab kepada para leluhur perguruan Thian San Pay ini? Aku akan malu menghadap leluhur-leluhur perguruanku ini kelak...." seorang anak muda berkata sambil menghadapi 3 orang lainnya yang usianya lebih tua. "Hok Peng, aku mengerti kegalauanmu sebagai seorang Ciangbundjin yang harus bertanggungjawab atas keselamatan ratusan murid anggota Thian San Pay. Dan juga harus memikul nama besar perguruan yang harum sejak ratusan tahun silam. Hanya saja, jika engkau mengikuti emosimu saat ini, maka akan semakin banyak hal yang merugikan yang akan terjadi ......" ujar seorang dari 3 orang dihadapan si anak muda yang ternyata adalah Tik Hong Peng, Ciangbundjin Thian San Pay yang masih berusia sangat muda. Paling banyak usianya saat ini adalah 20 tahun, hanya terpaut sekitar 8-9 tahun dengan suhunya yang juga masih muda Nenggala. Percakapan malam itu memang percakapan serius setelah banyak waktu dihabiskan Tik Hong Peng, Nenggala suhunya dan Jayeng Reksa yang resminya adalah Kakek gurunya, tetapi pada kenyataannya juga ikut menggemblengnya. Dihadapan Tik Hong Peng saat itu adalah tokoh-tokoh sakti, yakni Nenggala dan istrinya Kiang Li Hwa. Kiang Li Hwa sendiri masih berstatus Duta Hukum Lembah Pualam Hijau dan saat itu, selain menemani suaminya Nenggala ke Thian San Pay, juga mewakili dan mendahului Duta Agung Kiang Ceng Liong untuk menengahi pertikaian Thian San Pay dengan Lembah Salju Bernyanyi. Selain Nenggala dan Li Hwa, masih ada tokoh sakti lainnya, yakni Jayeng Reksa dengan julukan Bintang Sakti Membara, murid kedua Kolomoto Ti Lou dari Jawadwipa dan sekaligus guru dan paman dari Nenggala. Tokoh inipun bukan olah-olah kehebatan dan kesaktiannya. Dibandingkan tokoh-tokoh sesat seperti Lamkiong Sek, Naga Pattynam dan Wisanggeni, Bintang Sakti Berpijar yang juga adik seperguruannya, dia tidaklah ketinggalan jauh, jika bukan seimbang. Hanya saja, karena semakin tua, Bintang Sakti Membara ini lebih banyak beristirahat. Bahkan sekembali dari Lembah Pualam Hijau, Jayeng Reksa sudah mengutarakan niatnya untuk kembali ke Swarnadwipa, kampung halamannya. Tetapi, kehendaknya ini masih ditahan Nenggala, selain itu diapun masih memiliki janji untuk ikut melatih Tik Hong Peng yang juga menghormatinya seperti menghormati guru sendiri. Tokoh-tokoh inilah yang sedang berunding dengan Tik Hong Peng segera setelah mereka kembali dari Lembah Pualam Hijau. Sebetulnya masih ada tokoh hebat lainnya yang ikut Nenggala dan Li Hwa ke Thian San Pay. Orang itu adalah Nenek Durganini yang kesaktiannya tidaklah dibawah Jayeng Reksa maupun pentolan penjahat seperti Naga Pattynam ataupun Wisanggeni. Tetapi dalam pertemuan yang bersifat kedalam, Nenek Durganini tidak ikut serta. Selain itu, Nenek Durganini, selain dengan Li Hwa dan Nenggala, tidak lagi suka banyak bicara. Nenek ini belakangan lebih banyak menyepi dan samadhi, terutama setelah mendengar apa yang dilakukan Bhiksu Chundamani. Seperti saat ketika percakapan Hong Peng dengan ketiga tokoh lainnya, di tempat istirahatnya Nenek Durganini sedang samadhi dan seperti sedang menekuni sesuatu. "Suhu, aku mengerti semua itu. Aku juga sangatlah paham apa yang dipesankan dan dimaksudkan oleh Duta Agung yang akan ikut membantu. Tetapi, rasa-rasanya, semua panggilan dan teriakan lebih 50 anak murid Thian San Pay yang terbunuh sangatlah menggangguku akhir-akhir ini. Apakah aku harus merelakan kematian mereka menjadi kematian yang sia- saia ...?” "Hong Peng, sejauh mana engkau mengenal Duta Agung Kiang Ceng Liong....'? tiba-tiba bertanya Nenggala kepada muridnya .... "Accch, Suhu, Duta Agung Kiang Ceng Liong bahkan bagiku sangatlah kuhormati. Bukan hanya karena kesaktiaanya, tetapi juga kewibawaannya. Meskipun dia menolak kupanggil "Suhu", tetapi sebetulnya dia begitu istimewa dan baik dalam memperlakukan aku yang lebih muda ......" "Hong Peng, bukan itu maksudku. Tetapi, bagaimana sikapnya menghadapi situasi yang sangat merugikan Lembah Pualam Hijau, termasuk merugikan nama baik dan reputasi Lembah Pualam Hijau yang sudah terbangun ratusan tahun itu ....." Nenggala mendesak Hong Peng lebih jauh "Suhu, ini ....... ini ......" Hong Peng sampai gagap, bingung menjawab bagaimana sambil memandang Li Hwa dan Jayeng Reksa yang juga memandangnya dengan penuh perhatian menanti jawabannya. "Dia, ....... Duta Agung itu nampak marah, tetapi memang ....... memang, dia mampu menahan dirinya untuk berlaku ceroboh ...." "Hong Peng, jika aku suhumu menyebut Ceng Liong yang lebih muda dari suhumu ini sebagai contoh, bukannya tanpa sebab. Ketiga orang tua yang dia hormati dilukai orang, bibinya juga dalam keadaan kritis, pamannya juga demikian. Nama besar Lembah Pualam Hijau juga ternoda oleh banyaknya tokoh sakti yang menerobos masuk. Tetapi, engkau tahu sendiri, dia tidak menjadi kalap dan bertindak membabi buta. Bahkan masih menyempatkan diri menyempurnakanmu, memberimu nasehat dan membagi beban sebagai sesama Pemimpin Perguruan Persilatan ......... apa engkau sangka dia tidak marah dan tidak murka? Tidak. Dia menyampaikan langsung kepada suhumu dan subomu bagaimana murka perasaannya, tetapi dia berusaha sekuat mungkin agar tidak ditunjukkannya kepada keluarga Lembah Pualam Hijau lainnya. Apakah engkau tahu mengapa dia melakukannya ....?” "Suhu, ....... entah apa maksud Duta Agung menurut suhu ....?” bertanya Tik Hong Peng sambil terkesima menanti apa yang akan dikatakan gurunya terkait sikap Kiang Ceng Liong menghadapi tercorengnya nama besar Lembah Pualam Hijau. "Supaya semua anggota keluarga Lembah Pualam Hijau tidak panik, tidak kecewa dan tidak melakukan upaya balas dendam tanpa perhitungan. Dia bertindak demikian justru membuatnya semakin berwibawa dimata semua warga Lembah Pualam Hijau dan mereka rela mempercayakan nasib dan nama Lembah Pualam Hijau kepadanya. Itulah sikap seorang pemimpin, tenang, teguh dalam pendirian, tidak panik tetapi mengambil keputusan dengan kepala dingin. Bukan secara tergesa-gesa ....." demikian Nenggala menjelaskan panjang lebar posisi dan tindakan Kiang Ceng Liong. "Benar yang dikatakan Nenggala cucuku ...... meski Duta Agung masih muda, bahkan dahulunya semuda engkau ketika dia mulai mengembang tugas berat, tetapi dia belajar dari tahun ke tahun bagaimana menjadi pemimpin yang baik. Tidak ada salahnya engkau melihat kearahnya dan belajar mengekang dirimu. Apa yang terlihat baik pada waktu sedang diliputi amarah, belum tentu berakibat baik bagi perguruanmu ..." Jayeng Reksa ikut bicara. "Jadi, apakah maksud guru dan kakek guru aku harus berdiam dulu pada saat ini ....?” "Engkau keliru muridku. Berdiam diri sama dengan membiarkan persoalan tanpa memecahkannya. Yang engkau butuhkan adalah, menenangkan diri, mengendapkan persoalan sambil menimbang mengapa itu terjadi, dan kemudian secara perlahan melihat jalan keluar bagaimana yang terbaik. Yang terpenting adalah, jangan bertindak karena emosi dan jangan ragu mendengar pertimbangan orang lain. Dan ketika mengambil keputusan, jangan ragu jika memang engkau telah menimbang masak-masak dari banyak segi ...." demikian Jayeng Reksa memberi penjelasan dan sekaligus nasehat kepada Hong Peng. "Guru, apakah menurut guru aku terkesan terlampau tergesa-gesa dalam mengambil keputusan saat ini ....?" bertanya Tik Hong Peng "Hong Peng, sudah berapa hari engkau kembali dari Lembah Pualam Hijau ...?” Nenggala balik bertanya "Terhitung hari ini, maka sudah ada 3 hari guru ...." jawab Hong Peng "Selama 3 hari terakhir ini, siapa-siapa sajakah yang sudah engkau dengarkan laporan kejadian tersebut? Dan siapa-siapa sajakah yang engkau mintakan pendapat terkait dengan kejadian itu? Dan sudahkah secara detail dan rinci engkau memetakan kejadian itu dan siapa-siapa sajakah yang terlibat didalamnya?” kembali Nenggala mencecar muridnya dengan pertanyaan-pertanyaan "Hampir semua murid yang terkait sudah kudengarkan laporannya suhu .... dan rata-rata kisahnya sama ..." "Dan ingatkah engkau dengan apa yang disampaikan Duta Agung kepadamu ....?” "Tentu saja suhu ....." "Apakah engkau pernah mendengar kisah dari sudut pandang yang berbeda ....?” "Maksud suhu ....?” "Tahukah engkau bahwa ada versi berbeda mengenai kejadian di Thian San Pay? Bahwa ada tokoh lain yang sangat mungkin terlibat ...?” "Tidak ada laporan seperti itu selama ini suhu ....." "Maka engkau sebaiknya mulai meneliti kejadian ini sebaik- baiknya. Karena menurut Duta Agung kemungkinan besar ada tokoh-tokoh misterius yang membokong Thian San Pay dan membenturkannya dengan Lembah Salju Bernyanyi ...." "Suhu, Duta Agung memang sempat menyinggung masalah seperti tadi itu. Tetapi, masalahnya sama sekali tidak ada anak murid yang melaporkan persoalan tersebut kepadaku hingga saat ini...." "Hong Peng, itulah sebabnya gurumu ini memintamu untuk menyelidiki lebih jauh dengan bertanya kepada murid-murid dan anggota perguruan Thian San Pay. Jangan khawatir, persoalan dengan Lembah Salju Bernyanyi jika memang mereka bersalah, bukan hanya suhumu, tetapi juga Lembah Pualam Hijau akan ikut bertindak. Gurumu ini yang menjaminnya ....." tegas Nenggala. Mendengar jaminan gurunya, Tik Hong Peng yang masih muda ini nampak tersentak. Benar, bagaimanapun dia memang masih muda dan membutuhkan banyak tahun guna menggembleng diri dan emosinya. Tetapi, Hong Peng juga bukan orang bodoh. Jika gurunya telah memberi jaminan, dan dia tahu betul siapa gurunya, maka dia tidak perlu ragu lagi. Dia memang harus lebih teliti agar keputusannya tidak ngawur. Dan untuk memahami lebih jauh, dia butuh waktu. "Baiklah Guru, Ibu guru dan kakek guru. Aku mulai lebih mengerti dan akan mencoba terus belajar lebih memahami persoalannya. Jika demikian, ijinkanlah aku menyelidiki keadaan tersebut lebih jauh lagi dan mencoba bertanya lebih jauh dan lebih rinci kepada anak-anak murid Thian San Pay ...." akhirnya Hong Peng manggut-manggut mengerti dan membuat ketiga orang dihadapannya juga tersenyum tanda kagum dengan keputusan anak muda di hadapan mereka itu. "Baguslah jika engkau mengerti Hong Peng, jangan takut untuk menunda sebentar keputusanmu. Bagaimanapun tanggungjawab mengangkat kembali nama besar Thian San Pay ada dipundakmu. Jadi, jangan terburu nafsu dalam setiap pengambilan keputusan untuk masalah-masalah besar ......" terdengar Jayeng Reksa kembali berkata menyemangati Hong Peng. Kalimat tadi membuat Hong Peng termenung, karena kalimat serupa juga disampaikan oleh Duta Agung Kiang Ceng Liong kepadanya. Dan dia tidak lupa dengan percakapan mereka tengah malam, tiga hari sebelum keberangkatannya kembali ke Thian San Pay. Tanpa ada seorangpun yang tahu, Duta Agung Kiang Ceng Liong yang hanya berselisih 4-5 tahun lebih tua usianya dibandingkan dirinya, tahu-tahu telah berada di dalam ruangan atau kamar istirahatnya. Dia tidak menyadari bagaimana caranya Duta Agung memasuki kamar istirahatnya. "Ciangbundjin, maafkan jika aku berlaku kurang hormat mengunjungimu tengah malam seperti ini...." terdengar Kiang Ceng Liong. Tik Hong Peng bagaikan tersengat kalajengking mendapatkan kehormatan dikunjungi Kiang Ceng Liong, tokoh yang sangat dikagumi dan dihormatinya pada saat ini. Dan tokoh yang dihormati dan dikaguminya, tahu-tahu mengunjungi dirinya dalam kamar istirahatnya. Jika bagaimana cara masuknya Duta Agung Kiang Ceng Liong tidak mengagetkannya, lain lagi dengan maksud kedatangannya. "Adakah kiranya sesuatu yang serius?” Bertanya Hong Peng dalam hatinya. "Ach Duta Agung kiranya ........ maafkan jika aku tidak menyambut selayaknya ...." ujarnya sambil cepat bangun dari pembaringan dan menjura memberi hormat. "Sudahlah Ciangbundjin ......." Ceng Liong berkata sambil mengulurkan tangannya dan Tik Hong Peng tidak sanggup melanjutkan usahanya untuk menjura lebih dalam memberi hormat kepada Ceng Liong. "Ciangbundjin, mohon dimaafkan. Lembah Pualam Hijau menghadapi cobaan yang sangat berat dan karena itu, sangat sempit waktuku untuk bercakap-cakap dengan Ciangbundjin ...... mohon dimaafkan ..." "Acccch, aku mengerti Duta Agung, aku mengerti ....." "Untuk menuntaskan banyak urusan Lembah, dengan sangat terpaksa setiap hari aku harus bekerja keras dan baru setiap tengah malam memiliki sedikit waktu luang. Hal ini masih akan berlangsung hingga beberapa hari kedepan. Karenanya aku memiliki waktu terbatas untuk menemui tamu- tamuku. Harap dimengerti Ciangbundjin ......" "Menerima kunjungan Duta Agung adalah kehormatan bagiku. Mari, silahkan duduk Duta Agung. Tapi, pastilah Duta Agung punya sesuatu yang ingin disampaikan kepadaku ....?” bertanya Tik Hong Peng yang meski masih muda tetapi keagungan sebagai seorang Ciangbundjin sudah melekat dan dimilikinya. "Ciangbundjin ..... sebetulnya aku hanya ingin menyampaikan pandanganku mengenai persoalan di Gunung Thian San Pay ....... itupun jika Ciangbundjin bersedia mendengar pandanganku ini ...." "Meskipun Duta Agung mundurkan diri sebagai Bengcu, tetapi dunia persilatan pada umumnya masing menganggap Duta Agung sebagai Bengcunya. Dan kami, Thian San Pay juga masih memandang Duta Agung sebagai Bengcu ....." tukas Hong Peng tidak menyembunyikan rasa hormat dan kagumnya kepada Ceng Liong. Dan Ceng Liong terharu mendengarkannya. Karena itu, dia berkata: "Ciangbundjin, jangan takut untuk menunda sebentar keputusanmu begitu tiba di Thian San Pay. Apa yang terlihat belum tentu benar demikian yang terjadi. Beban dan tanggungjawab mengangkat kembali nama besar Thian San Pay ada dipundakmu. Karena itu, janganlah terburu nafsu dalam mengambil keputusan ketika menghadapi masalah- masalah besar, termasuk masalah dengan Lembah Salju Bernyanyi ......" sampai disini Ceng Liong berhenti sejenak menanti reaksi Hong Peng. Tetapi Hong Peng tetap menanti kalimat Ceng Liong selanjutnya. "Karena baik Lembah Salju Bernyanyi maupun Thian San Pay adalah Perguruan perguruan silat ternama, maka dengan rendah hati aku ingin menyampaikan bahwa Lembah Pualam Hijau akan berusaha membantu kedua belah pihak untuk menyelidiki persoalan ini. Yakinlah, siapapun yang bersalah harus kita hukum ...... bagaimana menurut Ciangbundjin ..." Hong Peng terdiam sejenak. Terlihat dia berpikir keras. Dia harus bersikap terhadap tawaran bantuan Duta Agung. Karena itu dia paham bahwa selaku Ciangbundjin dia harus mengatakan sesuatu: "Duta Agung, selaku Ciangbundjin Thian San Pay aku menyampaikan terima kasih atas perhatian dan kesediaan untuk membantu penyelidikan tersebut. Kami akan berusaha menuntaskan masalah ini sekembali dari Lembah Pualam Hijau. Tetapi, jika memang Duta Agung berkenan, kami akan dengan senang hati menyambut uluran tangan dan kesediaan Duta Agung dalam menjembatani kedua pihak dalam usaha mencari kebenaran atas peristiwa berdarah di Thian San Pay. Aku akan menunggu kedatangan Duta Agung nantinya di perguruanku ...." "Baiklah, terima kasih Ciangbundjin. Segera setelah urusanku di Lembah Pualam Hijau tuntas, aku akan bergegas menuju Thian San Pay. Bahkan mendiskusikan urusan lain disana yang tak kurang pentingnya. Untuk mendahuluiku, biarlah kutugaskan Duta Hukum Kiang Li Hwa yang akan bersama saudara Nenggala, suhumu yang akan menuju Thian San Pay ..." "Baiklah, terima kasih Duta Agung ......" Setelahnya, keduanya bercakap banyak hal. Bahkan, Tik Hong Peng yang gemar ilmu silat, tidaklah risih untuk bertanya dan meminta petunjuk dari Kiang Ceng Liong yang dia tahu dan juga menurut suhunya Nenggala, telah meningkat ke tataran yang susah dijajaki lagi. Dan dengan senang hati bahkan tanpa sepengetahuan Tik Hong Peng, hal ini baru disadarinya belakangan, Kiang Ceng Liong bahkan telah membantunya untuk meningkatkan penguasaan tenaga iweekangnya. Disamping itu, Hong Peng juga diberi hadiah sebuah ilmu sentilan dan totokan jari sakti yang diciptakan sendiri oleh Ceng Liong, yakni Tan Cit Pa Siat (Telunjuk sakti menotok jalan darah). Namun, sebelum menerima hadiah ilmu sentilan dan totokan jari sakti ini, Kiang Ceng Liong sempat berpesan dan mengatakan: "Ciangbundjin, jangan menganggapku guru dengan hadiah ilmu yang kuciptakan sendiri ini. Tetapi, ketika melihat suhumu Nenggala bersilat dengan ilmu pedang Thian San Pay, aku terinspirasi melengkapinya dengan totokan ini ....." Dan ketika selesai bercakap dan berlatih bersama serta menurunkan salah satu ilmu ciptaannya sendiri, Ceng Liong kemudian pamit. Sebelumnya dia juga mengingatkan Hong Peng untuk menyatukan tenaga iweekangnya dan melatih diri setelah mereka berpisah malam itu. Dan memang benar, sebagaimana juga kebiasaannya, setelah lewat tengah malam Tik Hong Peng menghabiskan waktu dengan berlatih. Hal ini telah bertahun-tahun dilakukannya. Esoknya ketika Hong Peng bangun dari samadhi dan melatih kekuatan iweekangnya, sungguh kaget dia ketika mendapati kemampuan tenaga iweekangnya sudah meningkat sangat pesat. Badannya terasa sangat segar dan tubuhnya seperti menjadi jauh lebih ringan. Sungguh diluar perkiraannya. Ketika dia memberitahukan kepada Nenggala suhunya, sekaligus juga memberitahu bahwa Duta Agung Kiang Ceng Liong semalam mengunjungi kamar istirahatnya, terlihat Nenggala termenung sejenak. Tetapi tidak berapa lama, dia kemudian bertanya: "Apa saja yang dilakukannya terhadapmu selain bercakap ....?” "Dia menurunkan ilmu ciptaannya Tan Cit Pa Siat (Telunjuk sakti menotok jalan darah) suhu. Lagipula menurut Duta Agung, ilmu ini sangat cocok mengiringi permainan ilmu pedang Thian San Pay suhu .." "Hmmmmmm, hal itu sangat mungkin. Duta Agung yang sekarang memang memiliki keajaiban tersendiri dan sulit untuk menjajaki sampai dimana tingkat kesaktiannya sekarang ini. Tetapi, apakah hanya menurunkan ilmu itu saja yang dilakukannya kepadamu semalam muridku .....?” kembali Nenggala bertanya, karena nampaknya dia mencurigai sesuatu telah terjadi. Sesuatu yang diduganya sangat menguntungkan Hong Peng muridnya, sekaligus menegaskan dan meneguhkan dugaannya atas "keajaiban" kesaktian Ceng Liong akhir akhir ini. "Tidak ada yang lain lagi suhu. Achh, tetapi tunggu, kecuali menurunkan ilmu itu pada bagian akhir saat selesai menurunkan ilmunya itu, dia kemudian berjalan mendekatiku dan menepuk pundakku sebanyak tiga kali ..... ya benar, sampai tiga kali. Dan setelah itu, pertemuan kamipun berakhir ...." "Apa yang dikatakannya sesudah itu ....?” Nenggala semakin penasaran "Tidak ada lagi suhu, tetapi dia memintaku agar segera bersamadhi melatih iweekangku dan melatih ilmunya nanti saja. Dan aku langsung melakukannya, suhu. Dan pagi harinya, tahu-tahu kusadari tubuhku semakin ringan dan segar suhu ......" kisah Hong Peng dan membuat Nenggala akhirnya tersenyum. "Hmmmmm, benar dugaan suhu dan para sesepuh Lembah Pualam Hijau ..." Nenggala bergumam dan menunjukkan mimik takjub dan senang. "Suhu, apa maksudnya gerangan ....?” tanya Hong Peng "Duta Agung yang sekarang bahkan telah melangkah ketingkat yang mungkin telah melampaui kemampuan gurunya sendiri yang menjadi sucouw sekaligus suhunya muridku. Dan kuharap, suatu saat engkaupun melakukannya dengan melampaui kemampuan gurumu ini ......" berkata Nenggala yang membuat muridnya kaget. "Sehebat itukah Duta Agung suhu ....? dan melampaui suhu .... ach, bukan hal yang mudah kulakukan suhu ....." "Sudahlah muridku. Sesungguhnya engkau menerima berkah yang luar biasa dari Duta Agung. Dalam perhitunganku, setelah hari ini, maka tidak akan butuh waktu lama bagimu untuk menyelesaikan ilmu rahasia warisan sucouwmu, Kakek Dewa Pedang. Tetapi, kuharap, engkau tidak alpa dan lupa diri, sebab jika itu terjadi, sebagai gurumu aku tidak segan-segan menghukummu ....." "Suhu, murid berjanji akan selalu berjalan di jalan kebenaran. Tenangkan hatimu suhu" Dan tepat seperti dikatakan Nenggala. Hari itu, ketika Hong Peng melatih ilmu yang diajarkan Duta Agung kepadanya, dia seperti menemukan banyak celah yang dapat membuatnya menyatukannya dengan ilmu pedang pusaka perguruannya, Ilmu pedang terbang. Dan yang lebih membuatnya terperanjat adalah, dia kini sanggup memainkan ilmu warisan perguruannya secara jauh lebih baik. Jika sebelumnya, ada beberapa gerakan yang sulit dilakukannya dengan sempurna, kini dia sanggup melakukannya secara sangat baik. Dan ketika melatih secara bersamaan ilmu warisan Ceng Liong dengan ilmu pusaka Thian San Pay, tepat dugaan Duta Agung, dia melihat serangan pedang dan sentilan jari saktinya mendatangkan hawa penyerangan yang berlipat. Tepatnya, ilmu warisan Ceng Liong telah membuat banyak celah yang belum tertutupi mampu terpenuhi dan mampu mempertajam serangan. Dan sebagaimana perkataan Nenggala, suhunya, dia kini siap menyelesaikan latihan terakhir ilmu wasiat kakek Dewa Pedang. Dan inilah yang membuat Hong Peng sampai memiliki perasaan bahwa Duta Agungpun adalah salah satu dari orang yang melatih dan menggemblengnya alias salah satu orang yang dianggapnya sebagai SUHU. Di kemudian hari, Tik Hong Peng, Ciangbundjin Thian San Pay yang berjaya sebagai salah seorang pendekar pedang yang paling sakti, selalu mengakui suhunya adalah Nenggala dan Duta Agung Kiang Ceng Liong. Dan ketika mengingat kembali kalimat yang disampaikan Ceng Liong yang diulangi oleh Kakek Gurunya, Jayeng Reksa yang juga ikut menggemblengnya, Tik Hong Peng merasa bagaikan diguyur air dingin. Benar sekali, Duta Agung Kiang Ceng Liong juga menyampaikan kalimat yang sama, persis sama dengan yang baru diucapkan Kakek Jayeng Reksa, Bintang Sakti Membara. Dan inilah yang membuatnya teguh untuk melakukan penyelidikan yang lebih dalam lagi dan tidak langsung memerintahkan menyerang Lembah Salju Bernyanyi. "Accccccch, benar. Duta Agungpun menyampaikan hal yang sama kakek guru. Baiklah, aku mengerti maksudnya tersebut sekarang. Tetapi, jika aku boleh minta tolong, guru dan kakek guru, perkenankan ikut membantuku dalam menyelidiki lebih dalam apa yang sebenarnya terjadi ketika itu, khususnya ketika sebelum dan sesudah pertarungan berdarah di Thian San Pay itu ......" "Hahahahaha ....... benar dugaan muridku. Engkau benar sekali Nenggala, muridmu ini kelak akan menjadi salah satu tokoh terbesar di Tionggoan. Tik Hong Peng, Duta Agung Kiang Ceng Liongpun menduga engkau akan membuka hatimu karena dia percaya engkau memiliki kemampuan melakukan hal itu. Sudah tentu, bukan hanya suhumu, tetapi subomu dan bahkan aku akan membantumu. Bahkan Duta Agung sebagaimana janjinya, paling lama 10 hari lagi akan tiba di Thian San Pay untuk membantu Thian San Pay. Pertahankan itu Hong Peng, maka generasi sesudah Duta Agung akan menjadi milikmu ......" "Ach, kakek guru, engkau terlalu berlebihan memandang diriku ....." "Hong Peng, engkau boleh bertanya kepada gurumu jika aku keliru ......" Jayeng Reksa berkeras dengan kalimatnya soal masa depan Hong Peng. "Guru, jika terlalu dipuji, maka dikhawatirkan anak ini akan menjadi besar kepala. Biarlah kepercayaanku, kepercayaan Duta Agung Lembah Pualam Hijau membesarkan hatinya, tetapi tidak membesarkan kepalanya ...." terdengar Nenggala menukas. Dan hari itu, tepatnya malam itu percakapan 4 orang di Thian San Pay itupun selesai dengan beberapa catatan. Bahwa penyelidikan lebih lanjut akan dilakukan sebelum mengambil keputusan terakhir tentang bagaimana sikap Thian San Pay terhadap tragedi berdarah yang mengorbankan banyak orang di Thian San Pay. -0o~Marshall~DewiKZ~0o-
Sementara itu, di bagian terpisah dari gunung Thay San,
ketegangan yang sama juga semakin merasuk. Tempat itu bernama Lembah Salju Bernyanyi. Pada saat itu, nampak beberapa orang sedang berdiri di Pintu Gerbang yang sangat khas dan unik di Lembah Salju Bernyanyi. Nampaknya orang yang mereka hadapi bukan orang sembarangan, sebaliknya kelihatannya adalah salah seorang tokoh Lembah Salju Bernyanyi: "Suhu, tiga hari belakangan ini, orang-orang Thian San Pay semakin sering datang menyelidiki Lembah Salju Bernyanyi kita ......" lapor salah satu dari 5 orang yang biasanya mendapatkan tugas giliran berjaga di pintu masuk Lembah Salju Bernyanyi. "Hmmmm, apakah mereka berani masuk jauh sampai mendekati pintu gerbang kita ...?” tanya Tham Sin yang sekarang menjadi Wakil Majikan Lembah Salju Bernyanyi. Tham Sin adalah putra ketiga dari Majikan Lembah Salju Bernyanyi sebelumnya, Thay San Kim Thong yang kini sudah mengundurkan diri dan menjadi pelindung Lembah. Majikan Lembah Salju Bernyanyi yang baru adalah Tham Ki, yang tak lain adalah putra sulung Thay San Kim Thong. "Tidak suhu, mereka hanya memandangi dari kejauhan dan hanya beberapa saat untuk kemudian pergi lagi. Tetapi hari ini ada 2 kali mereka mendekat sekedar mengamat-amati dari kejauhan ......" "Hmmmm, kurasa mereka tidak akan begitu berani untuk kurang-ajar mendekat hingga ke pintu gerbang kita ...." begitu Tham Sin bergumam sambil kemudian beranjak keluar dari pintu gerbang. Nampaknya sekedar berjalan-jalan untuk melihat-lihat keadaan di luar pintu gerbang Lembah Salju Bernyanyi. Tidak lama dia melihat-lihat dan meninjau keadaan di luar dan kemudian kembali mendekati pintu masuk. "Teruslah berjaga-jaga dan segera laporkan ke dalam setiap ada perkembangan atau setiap ada kejadian baru, termasuk jika ada orang-orang dari Perguruan Thian San Pay yang berusaha mendekati atau mengamat-amati pintu masuk Lembah kita. Jangan sampai ada yang terlewatkan dan perintahkan semua anggota perguruan untuk selalu bersiaga" demikian pesan Tham Sin sebelum kemudian kembali memasuki Lembah. Tetapi, belum lagi Tham Sin beranjak terlampau jauh dari gerbang masuk, telinganya yang terlatih menangkap sesuatu yang diluar kewajaran. Dan ketika dia berpaling, dia kaget karena melihat kelima muridnya sudah sedang menghadapi seorang tamu yang sangat tidak biasa. Belum pernah selama hidup Tham Sin melihat ada seorang tamu yang datang mengunjungi Lembah Pualam Hijau sebagaimana hari ini. Lembah Salju Bernyanyi didatangi seorang gadis cantik berpakaian putih. "Siapa engkau ...... apa maksudmu mendatangi Lembah Salju Benryanyi ....?” terdengar salah seorang penjaga bertanya kepada si pendatang. "Lembah Salju Bernyanyi ....... oooooooh, tempat ini namanya Lembah Salju Bernyanyi. Tapi, apa benar ini merupakan area Gunung Thian San ......?” terdengar si Nona pendatang bertanya. Dari nada bertanya dan sikapnya yang kebingungan, sepertinya dia sedang tersesat. "Benar nona, tetapi Gunung Thian San sungguh amat luas. Entah kemana sebenarnya tujuan terakhir Nona ....? dan siapa pulan Nona ? kembali seorang anak murid Lembah Salju Bernyanyi bertanya. "Aku .....? aku sendiripun lupa namaku. Tetapi orang-orang menyebut dan memanggil aku dengan sebutan Nona Berbaju Putih ...... Dan menurut seorang suhu, hanya dengan ke Gunung Thian San maka aku akan mendapatkan kembali ingatanku ..." si Nona berkata dengan nada yang wajar, sama sekali tidak dibuat-buat. "Nona, apakah suhu tersebut menyebutkan tempat tertentu di Gunung Thian San yang harus Nona datangi? Dan siapa pula gerangan suhu itu ....." Murid Lembah Salju Bernyanyi yang bertanya nampak jatuh kasihan dengan si Nona Baju Putih. Bukan hanya dia tetapi hampir semua murid yang berjumlah 5 orang mulai jatuh kasihan, karena kepolosan bicara si Nona dan kecantikan yang cemerlang dari nona itu. Sementara itu, Tham Sin sudah berada di antara murid- muridnya yang berjaga itu. "Suhu itu sudah bercacat, tetapi selalu berpakaian dan berjubahkan kain keemasan. Ilmunyapun hebat sekali, tetapi suhu itu tidak pernah menyebutkan namanya. Katanya, aku harus datang ke Gunung Thian San untuk mencari orang yang mampu mengobati luka kehilangan ingatanku ....." si Nona kembali berkata dan membuat semua orang ditempat itu kecuali Tham Sin menjadi bertambah kasihan. "Hmmmmm, Nona Berbaju Putih, engkau menyebutkan seorang suhu yang selalu berpakaian keemasan yang memberitahu engkau untuk datang ke Thian San. Tetapi engkau bahkan sama sekali tidak mengenalinya, tidak mengetahui namanya. Bagaimana mungkin kami mempercayaimu nona?” terdengar Tham Sin bertanya dengan nada menyelidik. "Benar tuan, aku sama sekali tidak mengenalinya. Tetapi ilmu silatnya hebat sekali, aku sendiri masih bukan tandingannya. Ilmu silat emasnya luar biasa. Belum lagi, dia tinggal bersama seorang kakek aneh yang berasal dari luar Tionggoan, nampaknya dari negeri yang jauh. Mereka berdua kini tinggal bersama dalam gua. Dan kesaktian kakek yang satu itu, nampaknya tidak berada di bawah si kakek emas .... engkau harus mempercayaiku tuan ...." si Nona Berbaju Putih berkata sambil mengernyitkan keningnya, suatu ciri khas dari si Nona jika emosinya terpancing nampaknya. " Ooooooh begitu, tetapi engkau tidak mengenali mereka berdua. Bagaimana mungkin aku mempercayaimu nona ....?” "Tidak, tidak. Aku mengenali kakek kedua, kakek ini sangat baik. Dia memberitahu namanya yakni Bintang Sakti 8 Penjuru dan dia kelihatannya adalah seorang Pendeta dari tanah seberang ....." berkata si Nona dengan cepat. "Acchhhhh, tetapi aku tidak mengenali siapa dia nona. Dan kakek berjubah emas yang satunya lagi yang menyuruhmu datang ke Thian San bukan? tetapi engkau tidak mengenalnya ...... bagaimana bisa nona ...?” "Entahlah tuan. Aku terluka parah, mereka berdua menolongku. Tetapi, begitu aku sadar tidak ada satu hal lagipun yang aku ingat. Maka setelah beberapa tahun mereka berdua berusaha mengobatiku, akhirnya kakek yang selalu berbaju emas yang tidak pernah mau memperkenalkan namanya menyuruhku datang ke Thian San jika mau sembuh. Echm tapi tuan, disini benar daerah Gunung Thian San bukan ...?” si Nona menjelaskan dan bertanya kepada Tham Sin yang jadi kebingungan. Sebetulnya Tham Sin curiga, jangan-jangan si Nona Berbaju Putih hanya pura-pura lupa ingatan dan memiliki niat jelek terhadap Lembah Salju Bernyanyi. Karena itu dia turut para muridnya yang berjaga untuk menanyai si Nona. Tetapi, setelah sekian lama, tidak terlihat sedikitpun tanda-tanda bahwa si Nona Berbaju Putih menyimpan niat jelek terhadap Lembah Salju Bernyanyi. Kepolosan dan sorot mata yang lembut bening dari si Nona tidaklah mungkin berdusta. Inilah yang membuat Tham Sin jadi rikuh dan bingung menghadapi si Nona. Apalagi, selain itu si Nona tidak menyebutkan kemana arah tepat yang dituju, si pembisik yang menyuruh si Nona ke Thian San juga tidak menyebutkan nama spesifik untuk didatangi. "Ach benar-benar memusingkan. Tapi sudahlah, biar aku menyebutkan nama secara sembarangan saja ....." begitu Tham Sin berpikir dalam hatinya dan memang dia bermaksud untuk menyuruh si Nona Baju Putih pergi dengan segera. Tetapi, belum lagi Tham Sin berkata-kata untuk menyuruh atau menyebutkan nama tempat untuk didatangi si Nona, tiba- tiba terdengar suara: "Hmmmm ....." Dan ketika Tham Sin berbalik, dibelakangnya telah berdiri dengan agung seorang Nenek. Inilah Thian San Giok Li. -0o~Marshall~DewiKZ~0o- "Ach hu-hoat, engkau juga berada disini .....?” Tham Sin kaget setengah mati. Dia sungguh tidak mendengar suara sedikitpun guna menyadari kedatangan si Nenek. Dalam hati dia membatin ..."Nampaknya Nenek ini sudah semakin hebat saja, padahal sebelum dia turun gunung tempo dulu belum sehebat ini" "Tham Sin, aku ingin berbicara banyak dengan nona Berbaju Putih ini. Latar belakang dan keberadaan nona ini sangat mencurigakan, tetapi dia sama sekali tidak berbahaya bagi kita. Sebaliknya, dia akan sangat membantu kita karena latar belakangnya yang hebat itu ...." terdengar Thian San Giok Li berkata, tetapi hanya Tham Sin seorang yang bisa mendengarkannya. "Ach, begitu hebat keadaannya jika begitu hu-hoat ...." Tham Sin terperangah. Tetapi Thian San Giok Li telah kembali berkata: "Engkau lihatlah jika tidak percaya ...." sambil berkata demikian, Thian San Giok Li telah bergerak cepat kearah si Nona Baju Putih. Dan hebat, si Nona yang terlihat lugu dan polos ternyata memiliki gerakan yang tidak mengecewakan. Bahkan Tham Sin kaget, karena si Nona nampaknya masih lebih hebat ketimbang dirinya. Terdengar si Nona berseru kaget: "Ech Nenek, kenapa engkau menyerangku ....?” Tetapi Thian San Giokli tetap terus menyerang si Nona yang juga bergerak cepat mengimbangi gerakan dan serangan si Nenek. Dalam waktu singkat telah nampak jelas jika si Nenek berada diatas angin, tetapi si Nona juga bukanlah orang lemah. Gerakan gerakan tangan dan kakinya sangat lincah, dan jelas mengeluarkan ilmu silat bermutu dan bukannya ilmu silat pasaran. Meski menyerang dengan gencar, tetapi sinar mata Thian San Giok Li tidaklah menunjukkan rasa marah dan emosi untuk mengalahkan lawan. Sebaliknya setelah beberapa lama, nampak dia tersenyum. Terutama ketika si nona bergerak dengan ilmu yang telah lama dikuasainya. Si Nenek nampaknya mulai menemukan titik terang tentang asal-usul si gadis baju putih. "Hmmmmm, tidak salah. Ini ilmu andalan dari Bengkauw ...... jelas latar belakang Nona ini sangat istimewa. Tetapi, mengapa aku mendapat firasat yang sangat kuat bahwa dia memiliki hubungan yang sangat erat dan kuat dengan Duta Agung ....?” demikian Thian San Giok Li bertanya-tanya dalam hatinya. Tiba-tiba Thian San Giok Li menyerang dengan gerakan semakin cepat, sementara dari tangan si Nona mengalir tenaga tangkisan yang luar biasa kuat dan membuat si Nenek menjadi kagum. Tetapi yang mengejutkan adalah, munculnya jurus mematikan dan berhawa sesat dari si Nona Baju Putih. Cuma, kematangan si Nenek membuatnya tidak gugup, sebaliknya dengan cepat dia bergerak kesisi kiri si Nona dan kemudian menutuk lengan si Nona Baju Putih. Dan selesailah pertarungan itu. Meski begitu, semua heran karena Gadis Berbaju Putih itu ternyata sangatlah lihay, bahkan nampaknya masih melebihi Tham Sin sendiri. "Tham Sin, jelas Nona ini berlatar belakang istimewa. Aku ingin menanyainya lebih rinci. Dan yang pasti, Nona ini akan sangat membantu kita suatu saat nanti. Karena itu, aku akan membawanya masuk ...." terdengar Thian San Giok Li berkata kepada Tham Sin yang menjadi wakil penguasa Lembah. "Jika hu-hoat telah memutuskan demikian, aku yang muda menurut saja. Biarlah aku yang memberitahukan kepada toako bahwa masalah disini telah ditangani hu-hoat ..." Tham Sin berkata dengan penuh hormat. Semua orang di Lembah Salju Bernyanyi kini telah sadar, bahwa Thian San Giok Li telah banyak berbuat bagi Lembah dan dewasa ini dialah tokoh terkuat dari Lembah Salju Bernyanyi. Ayahnya sendiri, Thian San Kim Thong yang memberitahukan kepada mereka semua. "Baiklah, jika demikian aku akan membawanya ...." Nenek Thian San Giok Li hanya mengulurkan tangannya dan secara ajaib tubuh si Nona Baju Putih melayang kearahnya. Dan tidak lama kemudian keduanya lenyap dari pandangan mata ke-enam orang yang berada di pintu masuk Lembah Salju Bernyanyi. Dan keadaanpun kembali senyap. Tetapi, penjagaan bukannya menjadi lebih longgar, Tham Sin malah meminta penjagaan diperketat. Naluri seorang Tham Sin yang memang patut diacungi jempol. Kejadian datangnya si Nona Baju Putih bisa mengindikasikan bahwa ada orang lain yang memanfaatkan kepolosan si Nona, dan bukan tidak mungkin merencanakan sesuatu yang sulit ditebak. Itu sebabnya penjagaan malah digandakan, alias ditambah 5 orang lagi murid Lembah Salju Bernyanyi untuk disiagakan menjaga segala kemungkinan. Tanda-tanda jika Lembah Salju Bernyanyi memang dalam keadaan tegang. Tetapi, sampai malam menjelang datang, tidak ada lagi kejadian mencurigakan yang terjadi. Satu-satunya kejadian yang agak di luar kebiasaan adalah kedatangan si Nona Berbaju Putih yang kelihatannya lupa dirinya sendiri, alias kehilangan ingatan. Toch dengan turun tangannya Thian San Giok Li kejadian tersebut dapat diatasi dengan baik. Tidak ada lagi kejadian mencurigakan sesudahnya. Tetapi, bukan berarti Lembah Salju Bernyanyi melepas kesiagaannya. Apalagi karena Lembah Salju Bernyanyi sudah mendapatkan informasi bahwa Ciangbundjin Thian San Pay yang masih muda, yang waktu mereka menyerang tidak berada di tempat, kini sudah kembali ke perguruannya. Sesuatu pasti akan segera terjadi. Esoknya ....... tanpa tahu bagaimana dan darimana datangnya, tahu-tahu di depan gerbang masuk yang tersembunyi dan agak unik dari Lembah Salju Bernyanyi telah berdiri 2 orang. Sepasang laki-laki dan perempuan dan sepertinya mereka memiliki hubungan yang erat. Dan nampaknya mereka tidak memiliki maksud tidak baik terhadap Lembah Salju Bernyanyi. Buktinya laki-laki dan perempuan itu berdiri menanti para penjaga di luar gerbang masuk Lembah dan kemudian memberi salam dan hormat. Adalah yang perempuan yang kemudian membuka suara: "Kiang Li Hwa, Duta Hukum utusan Duta Agung Lembah Pualam Hijau mohon bertemu Nenek Sakti Thian San Giok Li ataupun Majikan Lembah Salju Bernyanyi ....." Berbeda dengan tokoh-tokoh perguruan lain, Lembah Salju Bernyanyi yang terisolasi selama 100 tahunan, kurang begitu mengenal situasi dunia persilatan. Kecuali tokoh tokoh utama Lembah Salju Bernyanyi, rata-rata anak murid mereka saat ini relatif kurang begitu mengenal tokoh-tokoh utama dan perguruan utama di dunia persilatan. Dan para penjaga gerbang masuk ini, juga bukanlah orang yang banyak pergaulan dan mengenal tokoh-tokoh dunia persilatan. Tak heran jika mereka tidak cepat mengenal dan mengetahui jika yang datang berkunjung adalah salah satu tamu teragung yang mungkin datang ke Lembah mereka. "Siapakah gerangan anda berdua .....? Kiang Li Hwa dari Lembah Pualam Hijau. Sepertinya pernah kami dengar, tapi apakah kalian bukannya orang-orang utusan Thian San Pay untuk memata-matai Lembah kami .....?” tanya salah seorang murid penjaga. "Kami datang mewakili Duta Agung Lembah Pualam Hijau yang dimintai tolong oleh Thian San Giok Li untuk menyelesaikan masalah antara Lembah kalian dengan Perguruan Thian San Pay. Tolong sampaikan kepada Nenek Sakti Thian San Giok Li bahwa utusan dari Duta Agung sudah tiba di Lembah kalian ....." kali ini Kiang Li Hwa berkata dengan suara berwibawa, sampai-sampai kelima murid penjaga tersentak oleh suara berwibawa dan seperti menggedor hati mereka dari Li Hwa. "Sebentar, sebentar ...... biarkan kami melaporkan kepada Thian San Giok Li atau Majikan Lembah untuk menyambut tuan-tuan ...." Dan berlalulah salah seorang dari penjaga tersebut, tetapi Li Hwa yang ditemani suaminya Nenggala tetap tidak diijinkan memasuki gerbang Lembah Salju Bernyanyi. Tetapi, Li Hwa dan Nenggala cukup maklum dengan keadaan Lembah Salju Bernyanyi. Kelihatannya tidak jauh berbeda antara Thian San Pay dan Lembah Salju Bernyanyi, dua-duanya dalam siaga penuh dan siap untuk saling berperang. Sungguh keadaan yang sangatlah tidak menyenangkan. "Maafkan kami tuan-tuan, kami harus mendapatkan ijin dari Majikan kami sebelum mempersilahkan tuan-tuan memasuki Lembah kami ....." berkata salah seorang penjaga yang menghadapi Nenggala dan Li Hwa. Mungkin dia keder juga melihat betapa gagah dan berwibawanya kedua tamu di hadapannya. Mereka tampak sangat penuh percaya diri, sangat kokoh dan berwibawa, dan pasti membekal kemampuan yang bukan olah-olah hebatnya. "Tidak apa-apa, kami maklum dengan keadaan Lembah Salju Bernyanyi ..." berkata Nenggala dengan suara yang lebih ramah. Dan tengah mereka berbasa-basi, tiba-tiba dari dalam Lembah keluar menyambut Majikan Lembah Salju Benryanyi, yakni Tham Ki, putra sulung Thian San Kim Thong yang menggantikan ayahnya menjadi Majikan Lembah setelah pertikaian dan sejumlah kejadian memalukan yang terjadi di dalam Lembah Salju Bernyanyi. Tham Ki yang menjadi Majikan Lembah Salju Bernyanyi sudah tidak berusia muda lagi, usianya saat ini sudah sekitar 60 tahunan. Dan memang, dari anak-anak Kim Thong, tokoh inilah pada saat ini yang paling layak menjadi Majikan Lembah. "Acccchhhh, maafkan anak-anak murid Lembah Salju Bernyanyi memang kurang mengenal jiwi pendekar yang datang berkunjung. Mari, mari, silahkan masuk ....." Tham Ki mengundang kedua tamunya setelah mereka saling memberi hormat. "Terima kasih ,,,,,, terima kasih atas kesediaan Majikan untuk mengundang kami memasuki Lembah Salju Bernyanyi ......" terdengar Li Hwa berbicara sambil berjalan mengikuti langkah Tham Ki memasuki Lembah. "Thian San Giok Li hu-hoat telah memberitahuku perihal kunjungannya ke Bu Tong Pay dan juga pembicaraannya dengan Duta Agung Lembah Pualam Hijau. Bahkan menurut hu-hoat, Lembah Salju Bernyanyi masih memiliki hubungan perguruan dengan Lembah Salju Bernyanyi kami, dan dengan demikian kita sebetulnya bukan lain adalah orang-orang sendiri ...." berkata Tham Ki dengan suara yang penuh keramahan meski tidak meninggalkan wibawanya sebagai Majikan Lembah Salju Bernyanyi. Dan hal ini mendatangkan perasaan hangat di hati Li Hwa. "Benar sekali, Duta Agung juga telah menyinggung masalah tersebut. Bahkan karena harus memenuhi permintaan Koai Todjin, leluhur Lembah Salju Bernyanyi yang mulia, Duta Agung terpaksa menunda keberangkatannya kemari. Karena itu, dia mengutus kami berdua untuk mendahuluinya sekaligus mewakilinya mengunjungi Lembah ini dan berbicara lebih jauh dengan Thian San Giok Li dan juga dengan locianpwe sebagai Majikan Lembah ini ...." "Hahahaha, baiklah, baiklah. Jika jiwi tidak keberatan, biarlah para pelayan kami akan menghantarkan jiwi berdua ke tempat beristirahat dan lohu akan pergi memberitahu hu-hoat kami. Jika melihat waktunya, hu-hoat kami akan beristirahat kurang lebih satu jam di depan, pada saat itu kami mengundang jiwi untuk bertemu dengan hu-hoat kami. Bagaimana .....?” Majikan Lembah Salju Bernyanyi, Tham Ki menawarkan kepada Nenggala dan Li Hwa untuk beristirahat sejenak. Meski sebenarnya tidak begitu perlu, tetapi untuk menghormati dan basa-basi dengan tuan rumah, keduanya sepakat untuk mengaso dan beristirahat sejenak. Dan memang benar, hampir dua jam kemudian, seorang utusan Majikan Lembah Salju Benryanyi, Tham Ki telah datang menyambut dan menjemput Li Hwa dan Nenggala untuk melakukan percakapan dengan Majikan Lembah dan Thian San Giok Li. Tetapi, ketika mereka berdua memasuki ruangan yang akan digunakan untuk percakapan, Kiang Li Hwa dan Nenggala menjadi sangat kaget ketika melihat ada seorang Kakek lainnya yang sudah begitu tua. Sekali pandang mereka paham kakek tua itu bukan orang biasa. Dan nampaknya usianya tidak begitu berbeda jauh dengan usia Thian San Giok Li. Dan Kakek tua itu duduk dalam posisi samadhi di tempat yang sejajar dengan Tham Ki selaku Majikan Lembah duduk. Dan di samping sebelahnya, duduk dalam posisi yang sama seorang nenek tua, yang dengan segera dikenali sebagai Thian San Giok Li oleh Li Hwa dan Nenggala yang memang pernah bertemu nenek ini. Nenek sakti yang didaulat sebagai jago nomor dua di Tionggoan. "Terima kasih atas kesediaan Jiwi berdua mengunjungi Lembah kami dan sekaligus menurut hu-hoat kami, bertugas mewakili Duta Agung Lembah Pualam Hijau untuk menengahi persoalan antara Lembah Salju Bernyanyi dengan Perguruan Thian San Pay ...." berkata Tham Ki mengawali pertemuan tersebut sambil memandangi Kiang Li Hwa dan juga Nenggala yang hanya manggut-manggut tanda setuju. "Tetapi, sebelum kita bercakap lebih jauh, perkenankan kami memperkenalkan kedua Hu-hoat dari Lembah Salju Bernyanyi ........" berkata Tham Ki, dan sambil memandang ke sebelah kanan, ke arah Thian San Giok Li dia berkata ..."tentu jiwi telah mengenal Nenek Thian San Giok Li, sesepuh Lembah ini yang beberapa waktu lalu berkelana ke Tionggoan untuk tujuan-tujuan khusus". Dan Li Hwa serta Nenggala mengangguk sambil memberi hormat kepada Thian San Giok Li, tetapi Nenek itu berkata: "Sudahlah, diantara kita keluarga sendiri, tidak perlu penghormatan berlebihan ...." Sementara itu, Tham Ki telah berpaling ke sisi sebelahnya dan berkata "dan hu hoat kami yang satunya lagi dikenal dengan nama Thian San Kim Thong. Sebelumnya merupakan Majikan Lembah Salju Bernyanyi, hanya karena usia tua, beliau - ayahanda telah mengundurkan diri. Namun, karena persoalan dengan Thian San Pay yang pada waktu itu Lembah ini masih dipimpin ayahanda hu-hoat, maka beliau berkenan bertemu dan bercakap dengan jiwi berdua ...." "Achhhhh sungguh kehormatan besar bagi kami boleh bertemu dengan Pemimpin dan Sesepuh Lembah Salju Bernyanyi ......" berkata Kiang Li Hwa. Dan memang, dalam statusnya sebagai Duta Hukum dan sekaligus mewakili Duta Agung, maka harus Kiang Li Hwa yang banyak berbicara. "Sudahlah Nona ........ jangan terlampau berlebihan. Lama- kelamaan lohu menjadi rikuh sendiri ..." terdengar suara si Kakek tua mengalun lembut dan menggantung, tanda seorang yang telah mencapai tataran sangat tinggi dalam meyakinkan ilmunya. "Baiklah, kami sendiri adalah Majikan Lembah ini generasi ketiga. Mohon dimaafkan jika ada kekurangan-kekurangan yang ditemukan selama menjadi tamu dari Lembah kami ini ......" berkata Tham Ki, dan belum Li Hwa menjawab, dia sudah langsung berkata kembali: "Secara sekilas, hu-hoat telah memberitahu kami mengenai maksud kedatangan jiwi berdua. Tetapi, jika boleh kami mendengar langsung dari jiwi berdua ....... dan, jika berkenan kami boleh lebih mengenal jiwi berdua ...." "Baiklah, locianpwee sekalian, tecu sendiri adalah Kiang Li Hwa, menjabat sebagai Duta Hukum Lembah Pualam Hijau. Dan yang datang bersamaku adalah Nenggala, suamiku sendiri, datang menemaniku untuk berkunjung ke Lembah Salju Bernyanyi mendahului Duta Agung. Sementara mengenai maksud kedatangan kami, semestinya hu-hoat Thian San Giok Li sudah paham. Tetapi, dalam perjalanan kemari, termasuk percakapan dengan Duta Agung, terbersit kecurigaan jika pertikaian dengan Thian San Pay sepertinya melibatkan pihak- pihak lain yang memiliki kepentingan terselubung. Nach, maksud kami mendahului Duta Agung adalah untuk menyelidiki kemungkinan ini. Adakah pihak atau kelompok lain yang sengaja membenturkan kedua Perguruan ini dan apa motif mereka yang sebenarnya ...." berkata Li Hwa langsung ke pokok persoalan, tidak bertele-tele. "Duta Hukum ....... kami dari pihak Lembah Salju Bernyanyi memang memiliki banyak sekali kecurigaan mengenai keterlibatan pihak luar. Tetapi, kami tidak mampu menyebut dan menyampaikannya kepada Thian San Pay karena bukti pada waktu pertarungan di Thian San Pay nyaris nihil. Tetapi, kejadian yang susul-menyusul terjadi di Lembah ini, bisa disampaikan oleh kedua hu-hoat kami ....." berkata Majikan Lembah Salju Bernyanyi sebagai pengantar bagi ulasan Kim Thong dan Thian San Giok Li. Dan begitu Tham Ki berhenti berkata-kata, langsung Thian San Kim Thong angkat suara menjelaskan keadaan di Lembah Salju Bernyanyi pada waktu itu: "Kejadian di Thian San Pay adalah anakku Tham Ki yang paham, karena dia berada disana waktu pertikaian tersebut. Dan dalam pertikaian tersebut, aku kehilangan seorang anak dan dua orang murid. Jelas kemurkaanku tidak dibawah kemurkaan Thian San Pay. Tetapi, untunglah sumoyku Thian San Giok Li selalu dengan sabar menasehatiku, dan lebih untung lagi, meski terlambat aku sempat menyadarinya. Jika ditarik jauh ke belakang, maka banyak kejadian mencurigakan yang terjadi di Lembah dan pastilah ada hubungan dengan kejadian di Thian San Pay ....." Kakek Kim Thong berhenti sejenak, dan kemudian menyambung lagi perkataannya: "Di hari Lembah Salju Bernyanyi lepas dari isolasi 100 tahun, aku dipancing bertanding adu lari dengan seorang asing berkerudung yang tidak ingin dikenali identitasnya. Selain itu, berkali-kali anak murid kami menemukan jejak orang aneh ini memata-matai Lembah kami ini. Bahkan, dengan kekuatan sihir yang luar biasa, mereka mampu menyusup masuk ke Lembah dan menyihir seorang anak murid kami untuk memasuki ruang rahasia yang dijaga oleh ketiga sumoyku. Dan pada hari itu, mereka berdua saja menyerbu masuk dengan target utama memasuki liang rahasia di dalam Lembah tempat sucouw kami menyekap penjahat-penjahat brutal 100 tahun silam. Kelihatannya mereka kemudian kecewa karena target mereka, ilmu-ilmu iblis yang dituju sudah dikuasai orang lain yang menewaskan dua orang sumoyku ketika muncul dari liang rahasia itu. Begitu tahu sasaran mereka sudah gagal, akhirnya merekapun berlalu dan hingga sekarang tidak pernah lagi menunjukkan diri mereka di sekitar Lembah kami ini. Itulah sebabnya, kami menduga, sangat mungkin mereka ini yang menggunakan kekuatan sihir untuk mengadu domba ....." "Apakah hu-hoat sudah mengetahui siapa gerangan tokoh- tokoh yang memasuki Lembah ini dengan kekuatan sihir ...?” bertanya Li Hwa dengan kening berkerut. Thian San Kim Thong saling pandang dengan Thian San Giok Li dan dia mengangguk kepada Nenek itu. Kelihatannya isyarat agar Nenek itu yang berbicara: "Duta Hukum, jubah mereka, kepandaian mereka dan maksud licik mereka, sangat seragam dengan yang mengganggu di Bu Tong Pay. Aku sangat yakin jika mereka berdua adalah 2 orang diantara Lamkiong Sek, Naga Pattynam dan Wisanggeni, ketiga tokoh yang juga mengacau di Bu Tong Pay. Kekuatan sihir mereka memang sungguh susah untuk dilawan, bahkan olehku sendiri. Dan jika aku saja kesulitan, apalagi anak murid Lembah Salju Bernyanyi ...." terang nenek Thian San Giok Li. "Jika begitu, pantas ...... bukan perkara mudah bagi mereka untuk mengacau balaukan Thian San Pay yang ditinggal pahlawan-pahlawannya ..." Li Hwa berkata sambil memandang Nenggala. Sekali pandang mereka berdua maklum, bukan hanya kedua hu-hoat itu tidak berdusta, tetapi bahwa hampir 100% saling bunuh di Thian San Pay dirancang oleh mereka bertiga. "Duta Hukum, terus terang saja, jika harus bertarung, tiada seorangpun anak murid Thian San Pay yang bisa melukai, apalagi membunuh adikku dan kedua suteku. Tetapi, entah bagaimana, ketiga suteku itu terbunuh secara mengenaskan dan seperti sangat kebetulan menyongsong ujung pedang anak murid Thian San Pay ...." berkata Tham Ki dengan wajah berduka mengingat adiknya dan kedua sutenya yang binasa di Thian San Pay. Sungguh penasaran mereka. "Kami sempat berpikir ....." Tham Ki melanjutkan sambil memandang ke arah Thian San Giok Li .... "bahwa kami harus segera membalas dendam dengan membumihanguskan Thian San Pay. Tetapi, untungnya hu-hoat kami bertahan dan menentang rencana kami tersebut. Dan ketika semakin lama dipikirkan, semakin banyak kecurigaan yang muncul. Tetapi, sayangnya, kami memang tidak memiliki bukti bahwa ketiga sute dibunuh dengan cara sihir ....." "Locianpwe sekalian, kami lebih mengenal Lamkiong Sek, Naga Pattynam, Wisanggeni dan gerombolannya. Upaya membasmi mereka sudah berlangsung bertahun-tahun. Dan cara-cara adu domba yang mereka lakukan, juga bukan baru sekali ini mereka kerjakan. Ada beberapa perguruan lain yang mereka rusak dan binasakan, ada yang di adu domba, dan ada yang dimanfaatkan seperti Bwee Hoa Cung terakhir ini yang dimanfaatkan untuk membobol barisan rahasia Lembah Pualam Hijau. Hampir seratus persen kami yakin, jika karya adu domba ini dikendalikan kelompok mereka ..." Li Hwa berkata dengan penuh keyakinan. "Maksud Duta Hukum, mereka memang sudah sering melakukan hal seperti itu ...?” tanya Tham Ki "Benar sekali. Perguruan Thian San Pay sendiri sudah pernah kecolongan sebelumnya ketika mereka menyusupkan seorang tokoh mereka untuk mengambil alih Thian San Pay. Untungnya ada Liang Tek Hoat dari Kaypang dan adiknya Mei Lan dari Bu Tong Pay serta bibiku Kiang In Hong serta suamiku Nenggala ini yang membantu Thian San Pay. Karena itu, tidak heran jika mereka kembali melakukan adu domba ini. Jika mereka muncul di Lembah ini, bisa dipastikan mereka juga pasti berada di Thian San Pay dibalik "kecelakaan" yang mereka ciptakan dengan sihir jahat mereka itu" "Acccccchhhhhhhh, begitu kiranya ...... sungguh licik, sungguh licik ....." bergumam Kim Thong dan semakin yakin dia bahwa memang mereka dipermainkan orang. "Ach sumoy, seandainya aku tidak menuruti emosi sessatku dan mengikuti saran mendiang sumoy, kita tidak akan terikat permusuhan dengan Thian San Pay separah ini ...." terdengar Kim Thong mengeluh. "Toako, kejadiannya sudah lama berselang. Setidaknya kita menemukan peluang untuk mengurangi akibat merusak dari pertikaian yang tidak perlu itu ...." berkata Thian San Giok Li menghibur Kim Thong. "Engkau benar sumoy, tetapi aku tidak pernah bisa melupakan upaya membalas kekalahan Lembah ini dari Kakek Dewa Pedang ...." berkata Kim Thong. "Toako, hal itu bisa dibicarakan terpisah sebetulnya. Sebagaimana Duta Agung memberi contoh bagaimana permusuhan antara Siauw Lim Sie, Bu Tong Pay, Kaypang dan Lembah Pualam Hijau melawan Bengkauw, Lam Hay Bun dan Thian Tok yang bisa berubah menjadi PERTARUNGAN PERSAHABATAN tanpa menganggap mereka sebagai musuh yang harus dikalahkan, tetapi sahabat berbagi ilmu. Rasanya Lembah Salju Bernyanyi dan Thian San Pay perlu meniru mereka. Bagaimana Tham Ki .....?” "Hu-hoat, setelah kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan itu, memang lebih tepat dan lebih baik kita menjalin persahabatan dengan Thian San Pay. Dan pertarungan Kakek Dewa Pedang dan kakek guru bisa dilanjutkan sebagai Pertandingan Persahabatan sehingga tidak melahirkan permusuhan antara dua perguruan. Tetapi, tetap terasa sulit untuk menjelaskan mengapa saling bunuh itu terjadi hu-hoat ...." berkata Tham Ki dengan mimik penuh penyesalan. "Locianpwe bertiga, jika locianpwe memberi kepercayaan kepada Lembah Pualam Hijau dan kepada Duta Agung, maka kami akan membantu sekuat tenaga agar pertikaian lebih jauh dan lebih berdarah bisa dihindarkan. Sedapat mungkin kami berdua akan berbicara panjang lebar dengan pihak Thian San Pay, percayalah, setelah hari ini Thian San Pay pasti akan menimbang lebih bijak bagaimana menyelesaikan persoalan tersebut. Jika ketiga locianpwe setuju, kami akan mengatur pertemuan antara Thian San Pay yang diwakili oleh Ciangbundjin dan Wakil Ciangbundjin beserta seorang atau dua orang sesepuhnya dan pihak Lembah Salju Bernyanyi. Jika boleh mengusulkan, Lembah Salju Bernyanyi kelak diwakili Majikan dan kedua hu-hoat .... bagaimana menurut locianpwe semua ...?” Menanggapi usulan Li Hwa, nampak Tham Ki mengangguk- angguk tanda setuju. Kematian ketiga sutenya (seorang adik dan dua orang adik perguruan) dahulu memang membuatnya sedih dan sangat meradang tempo dulu. Tetapi, lama kelamaan dia sendiri mulai merasa aneh dan meremang mengingat bagaimana cara mati ketiga adik seperguruannya itu. Meski butuh waktu lama, tetapi Tham Ki akhirnya tawar kemarahan serta emosinya. Upaya Thian San Giok Li untuk menyadarkannya memang lama tetapi ampuh. Bahkan Kim Thong sendiri akhirnya mengerti. Dan kini, mereka jadi sering banyak bertanya kepada Thian San Giok Li. Terlebih ketika mereka mengetahui bahwa Nenek itu ternyata mulai mampu melihat jauh "kedepan" sebagaimana juga ibu Kim Thong atau nenek Tham Ki dulu mampu melakukannya. "Hmmmm, begitu memang lebih baik. Setelah hidup dalam kedamaian selama seratus tahun, terasa sangat mengganggu hidup dalam kecemasan dan ketegangan ..." Tham Ki akhirnya bicara dan diikuti dengan anggukan kepala tanda setuju dari Nenek Thian San Giok Li dan juga Kim Thong. "Upaya mempertemukan kedua perguruan kami serahkan kepadamu dan Duta Agung Nona, kami percaya kalian bisa mengatur yang terbaik bagi semua ...." Kim Thong menambahkan sekaligus menegaskan persetujuan Lembah Salju Bernyanyi. Dan pertemuan pun dilanjutkan dengan percakapan- percakapan ringan serta tukar menukar informasi. Terutama Li Hwa yang mengisahkan bagaimana perkembangan dunia persilatan termasuk penyusupan dan penyerangan di Lembah Pualam Hijau yang juga melibatkan tokoh-tokoh yang sama. Dan secara samar Li Hwa memberitahu kesibukan Duta Agung dalam menata kembali Lembah Pualam Hijau serta mengemban permintaan Thian San Giok Li terkait dengan murid-muridnya. Dan Li Hwa menjadi kaget ketika Thian San Giok Li bergumam: "Sayang anak Giok Li tidak berjodoh dengan warisan sucouwnya. Tetapi untungnya dia menemukan sesuatu yang tidak kalah baiknya ....." "Ach locianpwe ...... engkau sudah tahu ....?” Li Hwa kaget, tetapi Nenggala menggamit lengan istrinya dan tersenyum. "Thian San Giok Li telah mencapai tahapan itu istriku ..... dia telah mampu melihat ke depan melebihi orang-orang biasa ....." "Melihat kalian berdua suami-istri sungguh membuat kami kagum. Melihat Lembah Pualam Hijau diisi orang-orang seperti kalian, maka tidaklah mengherankan hatiku mengapa Lembah itu menjadi tumpuan harapan banyak orang. Mudah-mudahan kedua muridku sanggup mendidik diri mereka menjadi pendekar-pendekar tangguh seperti jiwi berdua ....." Thian San Giok Li tidak menyembunyikan kekagumannya terhadap Nenggala dan Li Hwa. Sekali pandang tadi, dia kaget menemukan kenyataan betapa pasangan suami istri yang berada dihadapannya ini, pastilah tidak berada disebelah bawah kemampuannya. "Sungguh-sungguh pasangan yang berisi" desisnya dalam hati penuh kekaguman. "Hmmmm untuk saat ini, Lembah Salju Bernyanyi memang sangat mengandalkan binaan dan pendidikan kedua hu-hoat kami ini. Merekalah yang menjaga dan mendidik kami para pemimpin Lembah Salju Bernyanyi ......" terdengar Tham Ki berkata bangga karena melihat kekagetan dimata Li Hwa atas kemampuan menerawang kedepan yang dimiliki hu-hoat mereka. "Achhhhhhhh ...... pujian kosong, pujian kosong. Anakku, jika aku dan bibi gurumu ini tidak salah hitung, pasangan suami istri dihadapanmu ini sudah memiliki tingkat kepandaian yang sejajar dengan kami berdua ....... " terdengar Thian San Kim Thong berbicara dengan suara lembut. Dan Thian San Giok Li tampak tersenyum senang dengan kalimat Kim Thong. Bukan apa-apa, di usia tuanya Kim Thong telah mampu melepas ambisi dan kekerasan hatinya, dan kini suasana hatinya dipenuhi kedamaian dan sanggup melihat banyak persoalan secara lebih dalam. "Pujian itupun terlampau berlebihan locianpwee, kami belum sanggup menerima sanjungan sebesar itu ......" Nenggala berkata dengan suara yang wajar dan tidak dibuat buat, tenang tetapi juga memiliki wibawa seorang yang memang benar berisi. Dan mau tidak mau, baik Kim Thong maupun Thian San Giok Li dibuat senang dan semakin kagum terhadap Nenggala dan Li Hwa. Percakapan yang kemudian membawa kelima orang itu pada percakapan panjang dan baru berakhir menjelang malam. Tetapi, ternyata kunjungan Kiang Li Hwa dan Nenggala bukanlah satu-satunya kejadian pada hari itu di Lembah Salju Bernyanyi. Ada kejadian lain yang menghadirkan suasana kurang menyenangkan Lembah Salju Bernyanyi .... Kurang lebih dua jam setelah kedatangan Kiang Li Hwa dan Nenggala ke Lembah Salju Bernyanyi, seorang tokoh Lembah Salju Bernyanyi ke luar menemui para murid yang sedang berjaga-jaga. Hari itu, seperti hari-hari sebelumnya, ada sekitar 5 orang anak murid yang berjaga di gerbang masuk Lembah. Beberapa saat kemudian nampak mendekati Gerbang masuk salah seorang tokoh Lembah Salju Bernyanyi. Orangnya terlihat masih cukup muda meski telah bersia diatas 30 tahunan, mungkin sekitar 31 atau 32 tahun. Dia adalah murid bungsu Kim Thong yang bernama Toh Lui dan juga adalah adik kandung Toh Ling yang berubah setelah secara tidak sengaja memasuki liang rahasia Lembah Salju Bernyanyi. Pemeriksaan gerbang masuk memang dilakukan secara bergiliran oleh tokoh-tokoh pemimpin Lembah Salju Bernyanyi. Dan kebetulan kali ini, adalah giliran Toh Lui yang datang melakukan pemeriksaan. Sebagaimana ritual pemeriksaan sebelumnya, Toh Lui bercakap dengan para penjaga, kemudian berjalan ke luar dari gerbang masuk, meninjau keadaan di luar sampai ke dekat pepohonan di dinding sebelah selatan, dan setelah menemukan semuanya "aman", maka Toh Luipun kemudian masuk kembali ke gerbang Lembah. Dan merekapun kemudian bercakap-cakap tepat di gerbang masuk Lembah. Karena Toh Lui orang termuda dari para pemimpin Lembah, maka pertemanannya dengan para penjaga termasuk erat. Apalagi rata-rata para murid yang berjaga memang masih berusia muda. Karena itu, kedatangan Toh Lui biasanya selalu ditunggu dan terhitung paling menyenangkan dibandingkan tokoh pemimpin lain yang suka marah-marah. Berbeda dengan Toh Lui yang ramah dan suka bercanda dengan mereka semua. Tetapi, ketika semua orang sedang tertawa-tawa dan mendengarkan banyolan serta kisah lucu dari Toh Lui, tiba-tiba Toh Lui terdiam sesaat. Diapun memandang kearah barisan pepohonan yang tidak lebat, maklum daerah gunung bersalju, jadi jenis pepohonan yang tumbuh sangat terbatas. Sesaat kemudian Toh Lui berkata sambil memandangi wajah kelima penjaga yang berdiri tegang dihadapannya, "kelihatannya ada gerakan mencurigakan di balik gunung- gunungan salju dan barisan pepohonan itu. Kita periksa ....... siapa gerangan yang berani bermain-main dengan Lembah Salju Bernyanyi. Hmmm bernarkah mereka berani mengganggu kita ....?” Merekapun saling menganggukkan kepala dan dalam waktu singkat mereka bergerak. Begitu tiba di lokasi yang mencurigakan, Toh Lui yang tiba terlebih dahulu telah menemukan jejak orang yang dicurigai memata-matai Lembah mereka. jejak itu sangat samar tertinggal di tumpukan salju dekat dinding selatan yang mengarah ke gunung-gunungan salju dan barisan pepohonan. "Jika memang dia mau menyembunyikan diri, maka hanya ada 3 tempat yang memungkinkan ...." berkata Toh Lui diikuti pandangan mata setuju dari kawan-kawannya atau tepatnya murid-muridnya. "Arah ke gunung-gunungan, arah ke barisan pepohonan, atau arah ke Thian San Pay. Mari kita membagi tiga kelompok, aku akan ke arah Thian San Pay, kalian berdua ke arah gunung-gunungan dan kalian bertiga ke arah pepohonan itu. Ketika bertemu orang mencurigakan langsung memberi tanda dengan berteriak agar kita bisa saling membantu ...... bagaimana ...?” sudah tentu para penjaga, meski berteman dengan Toh Lui tetapi tidak akan berani menentang usulannya. Maka merekapun mengangguk dan langsung menuju ke tempat yang ditunjukkan oleh Toh Lui. Tetapi, tidak lama kemudian, gerbang masuk yang ditinggalkan penjaganya, justru kemasukan orang. Dan orang yang masuk, kelihatannya sangat mengenal seluk beluk Lembah Salju Bernyanyi, dalam waktu singkat dia telah menghilang ke dalam Lembah tanpa bertemu siapa-siapa. Sementara itu, setelah berputar-putar selama kurang lebih satu jam, kelima penjaga kembali ke Gerbang masuk. Hanya mereka berlima, sementara Toh Lui yang ditunggu, justru tidak pernah kembali. Pemimpin dari 5 penjaga itu kemudian memutuskan menyusul kearah yang dituju Toh Lui, tetapi setengah jam kemudian dia kembali dengan tangan hampa. "Tidak ada sedikitpun jejaknya disana ...... bagaimana sekarang ?” sang pemimpin penjaga menjadi kebingungan. "Kita laporkan saja kepada Majikan Lembah supaya dikirim orang yang tepat untuk mencarinya ...." usul penjaga yang lain. Dan nampaknya usulan ini diterima. Maka, ketika percakapan Tham Sin, Majikan Lembah yang didampingi Thian San Giok Li dan Thian San Kim Thong, dengan utusan Lembah Pualam Hijau Kiang Li Hwa dan suaminya Nenggala usai, diapun disodori kabar tidak menggembirakan. Toh Lui raib tanpa jejak setelah mengejar orang yang memata-matai Lembah Salju Bernyanyi. Tham Ki yang sudah beberapa hari terakhir tegang langsung melesat ke gerbang masuk untuk melihat-lihat smabil mendengarkan penjelasan anak muridnya. Bahkan, dia langsung menunjuk Tham Sin wakilnya untuk mencari keberadaan Toh Lui. Tetapi sampai malam hari pencarian itu tidak menghasilkan apa-apa. Entah bagaimana, Toh Lui raib tanpa sedikitpun meninggalkan jejak. Sampai-sampai Tham Sin menduga: "Toako, jangan-jangan siauw sute memang berencana untuk turun gunung tetapi enggan untuk minta persetujuanmu ...." "Ach, tidak mungkin. Kita mengenal betul anak itu. Dia begitu mencintai Lembah ini, sangat hormat, berbakti dan memiliki bakat yang luar biasa. Belum pernah kulihat dia membantak keputusanku ...." berkata Tham Ki sambil mengelus jenggotnya. Nampak benar dia sangat kebingungan dengan raibnya Toh Lui. Dan ketika Li Hwa dan Nenggala kembali ke Lembah, temuan merekapun sama. Tidak ada jejak sama sekali. "Sungguh mengherankan, sama sekali tidak ada jejak Toh Lui sepanjang jalan menuju Thian San Pay. kejadian ini sungguh sangat mencurigakan ...." Li Hwa berbisik kepada Nenggala. Dan analisa yang sama dikemukakan kembali baik kepada Tham Ki ketika makan malam, maupun ketika mereka diundang untuk bercakap dengan Thian San Giok Li di dalam ruangan samadhinya, tepat berhadapan dengan liang rahasia Lembah Salju Bernyanyi. Dan komentar Thian San Giok Li sangat sederhana: "Jika memang takdirnya seperti itu, kita tidak bisa menolak, membatalkan ataupun membelokkannya. Mudah-mudahan dia beroleh pencerahan dan memperoleh jawaban yang memang dibutuhkannya ....." "Locianpwe, maafkan jika kami keliru. Tetapi, aku yakin locianpwe tahu betul dimana Toh Lui sebenarnya berada ...." berkata Nenggala dengan suara yang wajar dan dilontarkan dengan nada biasa. "Anak-anakku, sebagaimana kabar dan keadaan Giok Li aku paham secara garis besar, begitu juga dengan keadaan Toh Lui sekarang ini. Generasiku dan Thian San Kim Thong terbelenggu oleh sumpah perguruan, karena itu meskipun kami paham garis besarnya, tetapi pada saat sekarang ini, tiada satupun yang bisa kami lakukan. Dan saat ini, hanya kami berdua yang berkemampuan untuk mendesak Toh Lui, tetapi untuk itu kami harus melanggar sumpah kepada leluhur. Tidak anak-anakku. Jalan dan takdir itu sudah ditetapkan, biarlah berlangsung sebagaimana memang garisannya. Beberapa waktu terakhir ini, Toh Lui sudah kulatih agar sanggup mengendalikan dirinya, mudah-mudahan pada suatu waktu nanti, warisanku akan sangat banyak membantunya. Tetapi, biarlah thian yang menentukan semuanya ...." "Jadi, dimana Toh Lui berada jika demikian? apakah berada di Thian San ...?” Li Hwa yang penasaran bertanya lebih jauh. "Tidak anakku. Toh Lui tidak pernah membenci Thian San Pay. Anak itu sangat berbakti, orang santun dan patuh dan terutama, dia sangat berbakat seperti kakaknya. Yang bisa memberitahu dimana Toh Lui sekarang ini hanyalah Nona Liang Mei Lan. Dia paham dimana Toh Lui sekarang ini ....... hanya, sekali lagi, tiada seorangpun yang dapat mendatanginya dan mendesaknya ......" "Ha ....? Adik Mei Lan .... benarkah locianpwee ...?” buru Li Hwa lagi "Benar, Nona itu pernah memberitahuku tentang kejadian ini ...." jawab Thian San Giok Li ringan dan nampak tanpa beban. "Acccchhhhh, sungguh-sungguh membingungkan ..." Li Hwa mendesah. "Sudahlah Hwa moi, jika locianpwe Thian San Giok Li sudah memahami dan merelakan kejadian ini, berarti tidak ada suatupun yang bisa kita lakukan. Locianpwe pasti sudah tahu dan paham bagaimana menanganinya ....." Nenggala kembali berkata sambil menggamit lengan istrinya yang nampak sangat penasaran. "Ach, engkau benar koko. Maafkan aku locianpwee, aku hanya mengkhawatirkan hal ini jangan-jangan malah bakalan kembali memperuncing persoalan Thian San Pay dan Lembah Salju Bernyanyi ..." Thian San Giok Li tersenyum mendengarkan perkataan Nenggala dan Li Hwa. Diapun berkata lagi: "Kematangan dan kedewasaan kalian akan sangat membantu upaya menyelesaikan pertikaian Perguruan Thian San Pay dan Lembah Salju Bernyanyi ..." -0o~Marshall~DewiKZ~0o-