Kibo no Uta
Chingky
Gadis di Pinggir Jalan
Halaman pertama buku puisi terbuka, Qamira membacakan enam bait puisi
di sana, anak-anak mendengarkan. Itulah puisi pertama. Singkat. Berkias. Bermakna.
Anak-anak memutar imajinasi dan kepandaian mereka. Berlomba memahami puisi
pertama menurut pemikiran mereka. Namun, agaknya puisi itu terlalu sederhana
sehingga tidak butuh waktu yang terlalu lama untuk mereka memahaminya.
"Ibu yakin kalian pasti mengerti. Ini perihal sederhana. Beruntungnya menjadi
manusia yang bersahaja."
"Apakah berarti sesederhana itu pula memahami sebuah kesederhanaan?" Murid
paling dewasa melepas ikat rambutnya, dia merasa kedinginan.
"Ya, sederhana itu mudah dipahami, namun sukar 'tuk dijalani jika kalian
berada di tengah orang-orang yang besar cakap serta yang menganggap tolak ukur
dari suatu kemuliaan adalah harta benda. Orang-orang seperti ini menjadikan kasta
sebagai aturan hidupnya. Mereka juga tidak akan enggan menistakan siapa saja yang
hidupnya amat bersahaja, sekalipun di satu waktu orang itu amat bijak. Sederhana
senantiasa membawa kebaikan, dan kebaikan juga menjadi jalan untuk menggapai
kesederhanaan. Untuk sampai pada suatu kesederhanaan, adakalanya membutuhkan
jalan yang kompleks, di mana kompleksitas itu dipenuhi oleh kebaikan, tidak ada
manipulasi atau cara instan seperti yang biasa dilakukan orang-orang untuk mencapai
tujuannya. Misalnya saja dalam hidup ini kalian sekadar ingin bersekolah atau belajar
tanpa mengharap suatu hal yang lebih. Ya, itu salah satu contoh sebuah sederhana.
Namun untuk menggapai maupun menjalaninya, kalian membutuhkan kemauan,
kecerdasan, keselarasan, kerja keras, pendirian yang teguh, dan yang paling penting
adalah kesabaran. Sebab akan selalu ada orang-orang yang gelarnya,
kemasyhurannya, maupun namanya yang jauh lebih tinggi dan dihormati, pasti akan
memandang hina kesederhanaanmu. Di saat itulah kau dihadapkan pada dua pilihan,
memilih untuk tetap menjalani kesederhanaanmu dengan apa yang kau punya, atau
mulai bernafsu menggapai perkara kemewahan dan ketenaran dengan melakukan
berbagai cara, tak peduli apakah itu dibenarkan atau tidak.
"Memang setiap manusia itu ambisius, selalu tidak puas dengan apa yang dia
miliki. Namun mereka yang bersahaja tidak akan membenarkan semua jalan untuk
bisa mencapai tujuan selanjutnya. Mereka yang bersahaja selalu mengikuti waktu, ke
mana waktu akan membawa nasib mereka, selama itu adalah suatu kebaikan, maka
mereka akan menerimanya. Hidup mereka mengalir lembut seperti air. Setiap
hambatan tidaklah terasa berat karena cara yang mereka tempuh adalah kebaikan.
"Perempuan penulis puisi ini telah merasakan suatu kesederhanaan sejak ia
lahir, lantas ketika ia beranjak dewasa ia pun menuai kebaikan dari
kesederhanaannya. Sejak kecil ia tak mengenal kemewahan atau harta benda. Bagi
dirinya, bisa makan, beribadah, belajar, dan menolong orang pun sudah sangat cukup.
Tidak ada keinginan untuk mencapai hal lebih perihal duniawi. Namun demikian pun
ia bersahaja perkara harta, di satu sisi perempuan ini amat rakus akan pengetahuan.
Seperti yang Ibu katakan tadi, sederhana selalu membawa kebaikan, dan kebaikan
menjadi jalan untuk menggapai kesederhanaan. Pengetahuan selalu membawa
kebaikan, dan kebaikan menjadi jalan untuk menggapai segala pengetahuan.
"Perempuan ini telah menjadi manusia paling bersahaja. Dia telah berhasil
menjalani setiap esensi hidup. Bertahan dari segala hinaan dan teguh demi kebaikan.
Ia lahir di sebuah rumah kecil, hidup sendiri, dan tak tahu siapa gerangan malaikat
jauh yang telah membantunya. Ia menjalani semuanya dengan penerimaan,
kenyamanan, dan kesyukuran. Itulah kesederhanaan. Suatu hal di mana kamu berjalan
sepanjang perjalanan hidup dengan segala sesuatu yang kau butuhkan, bukan yang
sekadar kau inginkan. Sederhana itu membawa kenyamanan dan kebahagiaan yang
abadi, sedangkan kemewahan hanya membawa kenikmatan yang fana, yang akan
hilang setelah kau bosan. Perempuan ini sederhana dalam berbagai sisi, baik
penampilan, pikiran, maupun hubungan.
"Sederhana dalam penampilan adalah ketika kau mengutamakan kenyamanan
diri, bukan penilaian orang lain. Mereka yang selalu mengikuti segala macam corak
eksternal dari setiap zaman tidak akan pernah puas dengan apa yang mereka dapatkan.
Sebab akan selalu ada hal baru yang membuat mereka dengan sudi membuang hal
lama, lantas menjadikannya sebagai barang-barang tak berguna. Tanpa mereka sadari,
mereka telah merugikan diri sendiri.
"Namun, ini tidaklah berlaku untuk mereka yang sederhana. Sebab mereka
pandai menghargai semua hal yang mereka miliki, termasuk segala corak pakaian
yang mungkin tidak lagi diminati. Sedikit pun mereka tidak merugi akibat nafsu dan
ambisi. Meski terkadang mendapat hinaan karena tak selaras dengan yang lain, itu
bukanlah masalah besar bagi mereka. Karena seperti yang Ibu katakan tadi, salah satu
pokok dari kesederhanaan adalah kesabaran, dan di sinilah kesabaran itu berlaku.
Kesabaran dalam menghadapi hinaan dan semacamnya.
"Yang kedua, sederhana dalam pikiran. Sederhana dalam pikiran adalah
penyelarasan antara nalar dengan keadaan. Keadaan sendiri adalah peristiwa atau
situasi yang terjadi pada kita, orang lain, atau semua yang berjalan di muka bumi.
Segala hal tidak pernah lepas dari keadaan. Bahkan ketika kehidupan menjadi mati,
keadaan tetaplah berlaku, hanya saja aktivitas di dalamnya berhenti. Aktivitas sendiri
merupakan mutlak milik manusia dan semua makhluk di alam semesta, bahkan alam
semesta pun punya aktivitasnya sendiri. Sementara itu, keadaan merupakan sesuatu
yang berlaku pada setiap waktu, tidak dapat diubah, dan berjalan sesuai kehendak
Yang Kuasa. Keadaan ada sebagai ruang untuk aktivasi, dan aktivitas ada sebagai
perwujudan dari pikiran.
"Keadaan tak bisa menyesuaikan diri dengan aktivitas atau pikiran manusia, tapi
pikiran atau aktivitas itu sendiri bisa menyesuaikan diri dengan keadaan. Keadaan
adalah salah satu kompleksitas, di mana di setiap waktunya akan berbeda-beda.
Karena itu, alangkah pentingnya berpikir sederhana dalam setiap waktu agar mampu
menyelaraskannya dengan keadaan. Ada sebagian orang yang lebih suka berpikir
rumit. Hal ini tidak sepenuhnya salah jika memang keadaan yang menimpanya tak
bisa diselesaikan dengan cara yang sederhana. Poin pentingnya, berpikir dan
beraktivitas terhadap keadaan sesuai porsinya, tanpa ada pikiran atau aktivitas
tambahan yang tidak diperlukan. Berpikir sederhana untuk keadaan yang rumit hanya
akan menyisakan hal-hal yang belum dijangkau pikiran, dan akhirnya tak bisa sampai
pada titik penyelesaian. Sedangkan, berpikir rumit untuk keadaan yang sederhana
hanya akan membuang-buang waktu, sebab terlalu banyak memikirkan dan
melakukan sesuatu yang sebetulnya tidak perlu.
"Yang terakhir, sederhana dalam hubungan. Sederhana dalam hubungan adalah
penerimaan dan pemahaman akan sesuatu yang berada di luar diri. Setiap yang hidup
pasti menjalani sebuah hubungan, bukan hanya hubungan sesama manusia, namun
bisa juga hubungan dengan semesta atau lingkungan. Kesederhanaan dalam suatu
hubungan adalah sifat keterbukaan satu sama lain. Seseorang akan menerima,
menghargai, dan bersikap apa adanya terhadap orang lain, tidak ada sedikit pun
kepura-puraan. Karena mereka tahu bahwa hanya dengan sikap apa adanya, kebaikan
dalam suatu hubungan pasti bisa dicapai.
"Dalam setiap hubungan, seseorang harus memahami apa yang ia jalani itu.
Pentingnya memahami sebuah hubungan dimaksudkan agar setiap orang tidak
membeda-bedakan antara hubungan satu dengan yang lain. Hal ini juga membuat kita
untuk belajar menghargai orang lain. Bahagia dan berbagi kesedihan bersamanya.
Karena dari hal itulah perasaan solidaritas tumbuh sehingga kita paham bahwa kita
bagian dari kelompok yang disatukan oleh ikatan bersama.
"Anak-anakku, kesederhanaan bukanlah kemiskinan atau kemelaratan. Justru
kesederhanaan adalah kunci hidup bahagia. Orang yang sederhana tidak akan pernah
merugi dalam hidupnya, sebab mereka menjunjung suatu kebaikan, bukan keindahan.
Mereka berjalan di muka bumi hanya dengan barang bawaan yang dibutuhkan.
Kesederhanaan adalah seni menata hidup agar lebih rapi, terampil, dan teratur."