Anda di halaman 1dari 3

PERPISAHAN TERMANIS

Waktu selalu menjadi hantu bagi orang-orang yang saling mwncintai, tetapi terpisah jauh
sekali. Jauh itu adalah jarak yang berasal dari semua perpisahan. Setiap perpisahan selalu
menyisahkan tanya dihati, tentang akankah suatu pertemuan yang dinanti akan terjadi lagi?
Entahlah waktu yang akan menjawab sendiri.

Kini dua tahun sudah aku sendirian tanpa dirinya. Sosok gadis pemilik sepasang mata
coklat nan indah dengan wajah bulat, rambut hitam panjang kini berada jauh dariku. Dia adalah
ledis pemilik semua keindahan itu. Tapi kini semuanya telah berubah. Lagi-lagi jarak dan waktu
menjadi tembok pemisah antara aku dan ledis. Ledis memutuskan untuk melanjutkan masa
depannya dipulau seberang, sementara aku didekap disebuah penjara suci yang disebut biara.
Aku sempat berpikir bahwa cinta seorang pria dan wanita hanyalah sebuah hiburan belaka
sesuadah itu berakhir. Habis. Selesailah sudah sandiwara di dunia ini.

Namun aku tak tau mengapa sejak perpisahan itu aku tak mampu berkonsentrasi dalam
belajar. Wajah ledis selalu terbayang. Senyuman dan tatapan matanya yang indah telah
mempora-porandakan tatanan kerohanianku sebagai calon biarawan. Aku merasa benar-benar
kalah disetiap bayangan hanya dia yang datang rasnaya disetiap lamunan dan anganku inginku
dirikan monument kenagan untuknya

Aku dan ledis mencoba untuk Long Distance Relationship, tapi hal itu kadang
menyakitkan sebap cinta tak sekedar kata-kata manis dan rayuan gombal belaka, tetapi lebih
pada kebersaman dalam setiap keadaan. Tertawa bersama, bahagia bersama, menagis bersama
itulah yang membuat cinta semakian kuat dan subur, seperti tanaman yang dipupuk. Aku lalau
mencoba menjalin cinta dalam pikiran dan di atas kertas aku menulis lusinan cerita dan puisi
tentangnya sekedar melempiaskan rasa rinduku.

Hingga suatu hari dipertengahan bulan mei ketika aku tengah asik menikmati liburanku
bersma familiku, tiba-tiba handphoneku berdering tanda sebuah pesan singkat. Degan cepat
kuraih Samsung 4G-ku dan kubuka 085205437XXX Selamat sore kalau ada waktu tolong
jemput aku di pelabuhan sekarang,,,,,, leadis,,,,,

1
Seperti disambar petir aku dikejutkan dengan isi pesan singkat itu. Tanpa menunggu lama
kuraih motor hondaku lalu ku pacu menuju pelabuhan. Hari telah senja sang raja langit sebentar
lagi keperaduannya kukencangkan tarikan gas motorku dengan kecepatan di atas rata-rata aku
seperti sedang berada sirkuit balap. Dan rasanya marques tak mampu bila mengejarmu saat itu.
Dari kejauhan kulihat sosok gadis yang ku kenal itu berada sendirian, hanya sebuah koper dan
tas kecil yang ada disampingnya mungkin itu alasan leadis memintaku untuk menjemputnya
ketika aku menghampirinya ia langsung memelukku erat. Akupun sebaliknya. Tak ada kata-kata
meskipun hanya sekedar basa-basi hanya desaan nafas yang aku dengar. Kuliahat dua mutiara
yang mulai keluar mengalir di bola matanya. Mungkinkah ini tangisan bahagia? Ataukah ada
sesuatu dibalik tangisan itu? Entahlah…….. kulihat leadis tidak berubah. Ia masih seperti dulu.
Tatapan matanya, senyumannya, semuanya masih seperti dua tahun lalu. Bebeda dengan gadis-
gadis lain seusianya jikalau kembali dari kota penampilannya sok kekotaan. Padahal orang kota
itu sebenarnya kumpulan orang kampung yang tak menyadari kampungannya. Tapi leadis itu
memilih natural dan memang ia kelihatan tetap montok dan cantik.

Karena diilangit bintang-bintang mulai bergantungan aku segera mengantar leadis


kerumahnya. Tak banyak kata, aku dan dia saat itu. Mungkin karena dia Lelah, mungkin juga
karena ia tak mampu mengungkapkan keadaan batinnya saat itu. Di atas motorpun ia hanya diam
membisu tanpa kata hanya tangannya yang bergerak dan memeluku dengan kuatnya, aku
mengerti semua hal dapat di bahasakan.

Tak terasa aku sudah sampai dirumahnya. Aku lalu membawa kopernya kedalam rumah.
Setelah kulihat semuanya beres akupun pamit pulang “Tidak singgah dulu? kata leadis. Tidak.
Lain kali saja”. Kataku menolak. Aku lalu mengandarai motorku pergi dari tempat itu.

Ini,,,, adalah malam yang sempurna. Cepat-cepat kurai handphone dan mengetik pesan”
Selamat malam leadis sayang”. Selama beberapa menit tidak ada balasan. Setelah cukup lama
menunggu akhirnya sebuah pesan singkat muncul; “ Selamat malam juga kak”, akhirnya ketemu
lagi, tetapi bertemu disaat yang tidak tepat. Kak mungkin masih simpan benda pemberianku, tapi
tidakah kak lihat tadi? Saya sudah mengenakan cincin pertunangan. Kalung yang kak gunakan
itu lambang cinta. Tetapi cincin pertunangan bukan saja lambang cinta, tapi juga lambang
persatuan dua insan. Saya sudah bertunangan dengan Eman. Kak pantas menggapai cita-cita

1
yang mulia itu, dan saya berharap perpisahan ini menjadi perpisahan yang termanis. “Tak ada
air mata diantara kita. Dan semoga kakak bisa merelakanku”

Hatiku seolah teriris, kalung pemberiannya yang kini ada dileherku seakan seperti
gantungan kunci tanpa makna. Dunia terasa gelap, aku seperti kehilangan segalanya. Kupikir ia
yang menunda hari kematianku. Tapi rasanya…ia seakan mempercepat hari kematianku.

Aku sempat membalas chatnya satu kali. Kenapa perpisahan kita secepat ini? Tidakkah
kau tahu bahwa perjalanan panggilanku ini masih terlalu panjang?? Aku membutuhkanmu untuk
berdiri di sampingku sebagai pemberi motivasi ulung untukku. Tapi mengapa seperti ini
akhirnya?? Tak ada balasan darinya. Segalanya seperti kidung duka. Ingin kuteguk racun, tapi
aku malu bila kematianku hanyalah sebuah perjuangan demi mempertebal keegoanku dan bukan
demi kebenaran. Ingin rasanya kubunuh diri tapi aku malu bila kematianku hanyalah sebuah
kebodohan tanpa makna, mencelakakan diri sendiri yang diciptakan Tuhan tidak baik adanya.
Aku harus tidur lebih cepat malam ini. Tidur dan mermimpikan semua ini tidak pernah terjadi,
hari ini tidak pernah ada masa lalu dan esok hanyalah bayang-bayang semu. Karena cara paling
sulit mencintainya adalah merelakannya. Aku harus cepat tidur malam ini.

Selamat malam.

Anda mungkin juga menyukai