Hijau
Setelah aku nyetir, di sana ia hadir.
Menegurku saat sedang berpikir.
Matanya bak penyihir hingga kesadaranku terkilir.
Kulitnya putih sebersih air dan bibirnya selembut
permainan takdir.
Kurasa Tuhan terlalu serius menciptakan makhluk
seindah safir.
Di bawah rerimbunan dedaunan yang bergeletakan di
udara seakan-akan menertawakan matahari yang sedang
lingsir, aku berbincang tanpa gangguan tabir.
Lalu dia meminum secangkir kopi khas dari pulau yang
katanya penuh orang kafir.
Bertukar ceritalah kami sampai-sampai detak jantungku
berada di titik nadir.
Dalam hatiku bersyair: "Semoga ini takkan berakhir."
Hari Safira
Kemerdekaan Indonesia tidak berarti bagiku, mekarnya
hati ini lebih membuatku bebas sebebas-bebasnya.
Suasana hari berubah menjadi mewah, saat di mana
bintang-bintang malu untuk menampakkan dirinya.
Aku tersedak sehabis mereguk gumpalan kata-katanya
yang mengobati jiwa.
Dan itu mengajak kehendakku tuk menyembah bulan
Agustus yang menghapus kaktus busuk di dalam
dinginnya batin yang mulai kembali bersuara.
Sekiranya aku dapat menafsirkan hari yang kunamakan
Safira ini, namun apa daya,,, kejelasan makna tak perlu
dijabarkan lama-lama.
Hari Safira
Kemerdekaan Indonesia tidak berarti bagiku, mekarnya
hati ini lebih membuatku bebas sebebas-bebasnya.
Suasana hari berubah menjadi mewah, saat di mana
bintang-bintang malu untuk menampakkan dirinya.
Aku tersedak sehabis mereguk gumpalan kata-katanya
yang mengobati jiwa.
Dan itu mengajak kehendakku tuk menyembah bulan
Agustus yang menghapus kaktus busuk di dalam
dinginnya batin yang mulai kembali bersuara.
Sekiranya aku dapat menafsirkan hari yang kunamakan
Safira ini, namun apa daya,,, kejelasan makna tak perlu
dijabarkan lama-lama.
Seorang Bule di Tanah Sunda
Aku sedikit linglung..
Seorang Bule di Tanah Sunda.
Seputih susu.
Aku sedikit bingung..
Seorang Bule di Tanah Sunda.
Serupa tisu.
Marganya Shahab, dan apa artinya?
Berketurunan Arab.
Dia mengajariku berperspektif, melatih akal semakin
aktif.
Dirumuskan oleh Alberti dari Itali.
Menumbuhkan ilmu Geometri.
Aku merenung..
Seorang Bule di Tanah Sunda.
Nona Merida
Hey Nona, sebab apa yang menyebabkan kucuran deras
keringat ini?
Hey Nona, mengapa tanganku bergetar amat keras bak
udara yang terkena dorongan kencang kereta api?
Hey Nona, siapa dirimu sebenarnya? Adakah kamu
orang yang sama atau kadang berbeda?
Hey Nona, di zaman apa sekarang kita bertempat
tinggal? Silahkan engkau menduga, setidaknya
jawabanmu akan kupelajari guna membongkar rahasia
pertanyaan yang kugumamkan dalam pikiran: "Mengapa
surga bisa mengirimkan seorang Wanita ke Penjara?
Bagaimana bisa Wahai Merida?"
Hey Nona, sungguh sama sekali aku tak ada niat untuk
berulah sinting. Aku masih waras, dan ingat baik-baik:
Rubizhan tidak lagi memainkan peranan, aku adalah
Bagir Alatas.
Hey Nona, alangkah bahagianya aku jika engkau
bersedia menerima jamuan selanjutnya pada pagi hari,
sembari melihat Matahari yang terbelah menjadi dua.
Hey,
hey..
Siapapun namamu itu, entah Merida atau Mata Hari,
engkau tetap di Hati.
Hey,
hey..
Berapapun alter-egomu, masih saja terselip kata kamu.
Ibarat Dia yang memiliki banyak nama.
Ibarat Dia yang memiliki banyak ego.
Kesatuan yang mengandung Kejamakan.
Kejamakan dalam Kesatuan.
Karena Dia Esa.
Angka-angka lain hanyalah bayangan dari Satu,
kumpulan Satu-Satu.
Begitupun juga kamu.
.
.
.
.
.
.
.
Alias terbaikmu adalah Safira,
karena nama adalah Doa.
Santai saja, Mata Hari tetap berada di dirimu selalu,
mungkin Rubizhan juga begitu.
Dirimu
Ketika melihat matahari, mengingatkanku kepadamu,
bersama serbuan kicau burung yang berharap
diperhatikan.
Cahayanya memukau batinku yang bergejolak perlahan-
lahan.
Di manakah dirimu kawan?
Aku terlalu rindu.. Tak salahkah hal ini terjadi begitu
cepat, wahai keseimbangan?
Di hadapanmu kala itu, pribadiku seakan-akan
dienyahkan. Egoku dihancurkan, dibentuk menjadi lebih
rupawan.
Gerombolan Bunga Pink cantik sekali, merekah dan
basah pula, seperti dirimu kala itu, menyedot seluruh
inderaku untuk bergabung dengan manisnya seluruh
suara yang terlempar keluar dari hatimu.
Hei Matahari, taman rumahku penuh semerbak nafas
Kasih semesta yang membisikkan sesuatu ke telingaku:
"Dekatilah dirinya, kamu akan mempelajari keindahan."
Aku selalu gemar membunuh kebosanan dengan cara
seperti ini, dengan cara menyaksikkanmu dalam mimpi.
Apalah arti minuman yang memabukkan?
Apalah nikmatnya mendengarkan secara seksama musik
Blues pada Pagi hari?
Dirimu adalah Anggur Murni tanpa pewarna alami...
Wanita Abu-Abu
Di Panglima Polim, akhirnya bersama dia.
Lebih dari dia daripada dia.
Menatap matanya dapat menyulut kata-kataku bertekuk
lutut kepada makna.
Bagaimana aku mampu menjelaskanmu lebih lanjut?
Kata tanya menyangkut dalam kepala yang memiliki
rambut kusut.
Wajahnya tak kuingat, apalagi seluruh tubuhmu. Hanya
saja, aku merasa seperti berbincang dengan sesosok
wanita abu-abu.
Apa itu Wanita Abu-Abu?
Apakah kamu mau tahu?
Berkesan misterius, tak memiliki ambisi rakus. Jiwanya
stabil dan membius. Dia juga berhasil mendiruskan
aroma kudus.
Kenangan bersamamu disaksikan oleh waktu yang
menunggu hingga tersedu-sedu..
Hamparan pesonanya melekat erat, merobek diriku yang
berkarat.
Wah, ucapan syukur macam apalagi yang bisa
kugerayangi ke pelataran rumahMu Tuhan? Aku tahu
takkan cukup pertanyaan ini membocorkan sebuah
jawaban atas alasan dari tujuan Esensi Penciptaan.
Diamnya menghadirkan musim semi..
Celotehnya memberhentikan bunyi nadi..
Wanita Matang
Aku menawarkan rasa bingung kepada kucuran deras
awan yang menangisi kepergian cahaya matahari pagi,
mengapa mesti begini?
Di satu sisi, aku menyadari situasi dan kondisi yang
menyelimuti hidupku bak peri. Sisi lainnya, aku berharap
agar dia dapat kupinang suatu saat nanti.
Maaf jika aku hanya mampu menulis saja untukmu,
namun sungguh kukuras segala hal dalam hatiku.
Engkau tidak meninggalkan jejak-jejak berbekas di
sepanjang tubuhku, karena itu tidaklah perlu.
Begitu manis dirimu yang menganggu dalam khayalku,
begitu pula aku bersedih membayangi dugaanku akan
terjadi, oh madu..
Tapi masih terdapat keyakinan sekuat belati, kendati
kemunculannya belum secepat petir yang berani.
Wahai Sang Pemberi Harapan, aku mencintainya. Aku
tak tahu kapan waktu yang tepat untuk berkata
kepadanya.
Wahai Sang Pemberi Obat, adakah aku memaksa?
Dengan sungguh hambamu meminta, toh aku juga tidak
punya daya.
Wahai Kesenangan Abadi, aku menyukai makhlukmu..
Dia mampu membekukan lidah keluku yang kaku.
Bukankah Begitu Wanita Malang?
Telah banyak umpatan manusia yang mencelamu,
bukankah begitu?
Telah menumpuk penyesalan di dadamu, bukankah
begitu?
Hei Wanita Malang, ludahi semua ancaman yang
menerpa sebagian kisah pilihanmu. Aku selalu
membantu..
Hei Wanita Malang, luluh-lantahkan segala buih-buih
penderitaan semu.
Hei Wanita Malang, panaskan kepedihan hati yang
ambigu.
Hei Wanita Malang, aku selalu membantu.
Hei Wanita Malang,
hei wanita,
hei.
Kekang keimananmu dengan pengetahuan akan Cinta.
Hidup ini sementara, tetapi karya selamanya.
Karyakanlah kebaikan kepada sesama.
Telah mewabah keletihan jiwa dan raga, telah hilang
ketakutanmu kepada segala, jika Engkau mengabdi
kepada Yang Maha.
Gairah Menggebu-gebu
Sudah kuikuti cara mainku yang baru, yang sulit ditipu.
Dia mengawasi sembari merajut jerat-jerat mematikan
jika aku bertindak melawan Hukum Kepatuhan.
Mundur ke belakang, aku melihat penampakan dalam
kegelapan.
Maju ke depan, aku menatap aura kemenangan
gemilang.
Gairahku menggebu-gebu..
Akibat Wanita Abu-Abu..
Aku bisa bertahan sangat lama kalau Tuhan memberkati,
tanpaNya aku bukan apa-apa,
bahkan denganNya,
bersamaNya,
menjadi diriNya.
Batu-batu keras segera kuhancurkan, memakai palu
berbahan dasar cinta dan pengetahuan. Adakalanya rasa
sakit menghujam, namun bukan berarti kejam.
Keromantisan alam yang melantukan puja-puji
kepadaNya, adalah pendorong gairah ini sehingga tidak
lagi membatu,
namun menggebu-gebu,
akibat Wanita Abu-Abu..
Ayo Bercerialah!
Ayo Bercerialah!
Jangan bertengkar dengan dirimu sendiri, karena
memarahi yang bodoh dan lugu memang kemestian
dalam proses menjadi manusia utuh.
Ayo Bergembiralah!
Ayo Bergembiralah!
Jangan sungkan-sungkan memaki-maki metaformu yang
gagu serta lusuh.
Gairahku menggebu-gebu,
akibat Wanita Abu-abu.
Kecuplah langit di mata ketika mendongak ke atas, mari
ikut bersamaku menjadi makhluk kelas atas,
meninggalkan tanah sementara, biarkan saja..
Ini Bukan Mimpi
Kapan pertama kali aku bersenang-senang sangatlah
tidak penting. Aku sekarang lebih dari kata senang yang
dibicarakan orang-orang.
Gugusan bayanganmu yang menari di atas awan cukup
indah untuk dipandang. Bak santapan makan siang yang
menentram-kan jiwaku yang kelaparan.
Bahkan, bisa kubilang ini pertama kalinya aku
kegirangan setelah musim-musim kelam menghimpitku
dalam kesendirian.
Rasa malas telah kugandrungi semenjak masih esde,
semakin meningkat hingga aku gede. Namun kini
terputus oleh buaian auramu yang mengilhamiku untuk
menumbuhkan kemandirian.
Malamku penuh larutan Cinta beraneka ragam rasa yang
tertumpah setetes demi setetes ke dimensi keabadian.
Malam-malam terus berlanjut, merajut kegelapan yang
menenangkan. Sungguh, aku nyaman. Pengaruhmu
berhasil menyergap kegemaranku membuang waktu
pada siang ataupun petang.
Bolehkah aku memanggilmu sayang?
Berubah
Dia yang diawali dengan nama adikku.
Dia yang diakhiri dengan nama ibuku.
Dia juga memiliki nama depan kakakku.
Dia juga memiliki nama depan ayahku.
Dia seperti keluargaku.
Dia itu F yang baru kukenal dalam hidupku.
Kalaupun kamu menjadi apapun.
Jadi ayah, aku mencintaimu.
Jadi Ibu, aku merindukanmu.
Jadi kakak, aku menyayangimu.
Jadi adik, aku menciumimu.
Kalaupun kamu menjadi apapun, walaupun menjadi
apapun, aku tetap membayangimu.
Bagaimana aku tidak bisa tanpa kamu, sementara aku
adalah kamu?
Sekilas Saja
Aku mendapatkan petuah untuk memberi kejutan
terhadapnya di hari Kamis pagi.
Telat bangun sudah kuduga, sebenarnya akibat
kemalasan ini yang betah di diri.
Oh Safira, alangkah menakjubkannya matahari kali ini,
memanaskan kulitku yang belum mandi.
Sekilas saja tak apa-apa, aku rindu kepadamu sejak
pertemuan kita yang sebelumnya.
Ramai suasana jalanan sering kulihat, bermacam-macam
manusia berlomba merebut posisi terdepan agar cepat
sampai ke tujuan.
Sekilas saja tak apa-apa, pelan-pelan namun mematikan.
Menunggu situasi yang tepat lalu jika sempat, bolehlah
aku masuk tanpa bertanya.
Semua kepala terlihat marah, begah dan bosan karena
keadaan yang mengacaukan khayalan.
Sekilas saja tak apa-apa, aku mencarinya di Sudirman,
berharap berpapasan. Yah, aku tahu hasil akhirnya,
dengan itu aku menuju perkantoran.
Helm-helm hijau berkeliaran, memungut uang, modalnya
hanya kendaraan. Di pelipir jalan, yang mana banyak
penjual minuman dingin, memenuhi rasa ingin.
Sekilas saja tak apa-apa, hampir sampai, aku berjalan
melewati jembatan. Melihat gedung-gedung mengkilap
bak bangunan di sebuah permainan.
Sementara rokok masih di dalam tas kecil-ku yang
sangat menarik. Orang-orang memandangku seperti
seorang yang asik.
Sekilas saja tak apa-apa, aku mulai memasuki kantin
yang pengap akan suara. Aku belajar menjadi seseorang
yang istimewa, baginya.
Aku menyayanginya, tidak tahu mengapa. Memang
terdapat beberapa alasan, tapi apa perlu aku
menyebutkan semuanya?
Dia manis, peri cinta. Memakai gaun hijau bersama
daun-daun cantik yang punya karisma.
Kemudian,
aku merasakan kehadirannya lebih dalam.
Sekilas saja tak apa-apa..
Tak Tertebak
Tak bosan aku menulis tentangmu, gairah ini selalu
menggebu-gebu. Kehendakku bersikeras untuk
melafalkan kata-kata dalam kepala yang terbalut makna.
Nafasku teraliri wangimu yang menembus kesibukan
angin mengejar rencana langit menonton hujan yang
diiiringi misteri awan mendung gelap gulita.
Hidupku mengandung arti, dipenuhi istilah berwarna-
warni.
Aku terus berdiri ,
menanti sebuah pesan dari Tuhan,
untuk menentukan,
kapan kita akan melaksanakan pernikahan.
Jalan jauh aku tak peduli, kekuatan sedang kuserap dari
rohmu yang kudekap setiap hari.
Tertatih-tatih,
mendekatimu,
bahkan jika harus begitu,
aku takkan pernah merintih.
Flamenco Sketches (Bagian Pertama)
Mengecup jiwa,
penuh dengan madu surga.
Wangi anggur,
ketegangan melebur.
Bercampur-campur rasa,
bekerja bagaikan memiliki seribu nyawa.
Bermetafisika..
Waktu terbentur,
menunggu senyap angin mengguyur.
Semua punya cerita,
yang sama tapi berbeda.
Menolak kabur,
apalagi tergusur.
Bermetafisika..
Ketukan kehendak,
menjambak-jambak.
Memukul khayalan,
tidur dalam kenyataan.
Menghirup suara luluh-lantak,
tak tertebak.
Bermetafisika..
Mengigit Keabadian,
bak Akar Tumbuhan.
Memasak otak,
tersulut arzak.
Bermetafisika..
Jeritan politis begitu manis, menghajar telingaku yang
tipis.
Upaya Kesungguhan
Menghirup mimpimu,
akan kujadikan nyata,
sampai usai cerita kita.
Tak Ada Kata Habis
Berdiri memandang kaca,
kupandangi matanya,
tiada hingga.
Berkat Awan
Gagasanku bergugus-gugusan,
meracik jiwamu yang unik,
yang baik.
Celoteh Dalam Diam
Kudengar suara: "Berikanlah semua terhadapnya, jadilah
hamba keabadian."
Aku sungguh sudi, demi menghapus rasa sakit yang
engkau tanggung selama ini.
Percikan
Aku dihujani rasa yang berbeda,
membasahi kesamaran hati.
Aku diterangi rasa yang sama,
menyengat bulu kuduk yang berdiri.
Kliyengan
Berputar-putar,
mencari jalan keluar.
"Sering sekali matamu mendongak ke atas."
"Masalahku begitu luas."
Beri Aku Jalan Masuk
Aku ingin menjadi perekat hatinya yang terbelah oleh
darah.
Aku ingin mengental lebih dalam dan tenggelam,
agar ia tenang.
Beri Aku Jalan Masuk (Bagian Dua)
Sayang, aku akan membalas siapa saja yang
melecehkanmu,
kecuali engkau memberikan maafmu.
Gerakku tergantung keputusanmu,
di saat-saat tertentu.
Sebentar Lagi Hilang
Triliunan buih menggumpal di kepala Safira,
aku sedang menyedotnya,
dan menggantinya dengan cinta.
Juru Selamatku Seorang Wanita
Beranikan dirimu melawan rasa takut,
hanya setan yang pengecut.
Engkau terlahir seorang diri,
sesungguhnya engkaulah orang yang terpilih.
Pemantik
Engkau meraut aku punya akal,
hingga terang seperti lampu.
Mengusir laron-laron nakal,
yang akhirnya merapu.
Tertawan Keberadaannya
Asam dan manis menggeliat di lidah.
Aku butuh penyedap.
Dia datang si Pipi Merah,
merasa tersadap.
Kekaguman
Perempuan Pendekar,
tetap di situ.
Jangan ragu,
menghapus segala rasa gusar.
Kekaguman (Bagian Dua)
Kenalilah dirimu betinaku,
matikan yang lama,
hidupkan yang baru,
sisihkan segala sisi dirimu yang penuh praduga.
Kekaguman (Bagian Tiga)
Ohhhh kenapa engkau sangat manis?
Semacam tetesan jeruk nipis,
jatuh ke dalam mataku yang tipis,
menghilangkan si Iblis.
Ramai
Tertusuk sesuatu,
sedikit ambigu,
bukan abu,
bukan pula batu,
namun rasa rindu.
Mainkan Kesadaran
Jembatan Keabadian,
jangan ditutup.
Sungguh, kata-kata itu telah termaktub,
dalam kesunyian.
Maka dari itu, pergi meninggalkan kedirian bukan satu-
satunya alasan melawan hidup yang penuh cobaan.
Terbakar (Bagian Dua)
Terjadi pembunuhan terhadap matahari.
Terjadi penyelewengan di malam hari.
Melihat kekasih memakai hati nurani,
bak cahaya berapi-api.
Ilham Laba-Laba
Tersangkut, bagaimana cara menerawang masa depan?
Oh, aku lupa menyebut,
tentang hasrat bersama wanita,
sampai kematian menyatukan.
Prasasti Purba Berbahan Cinta
Apa artinya keindahan tanpa ada yang merenungkan?
Peninggalan sia-sia.
Selalu dan selalu mengajakmu membentuk kenangan,
yang menyublim.
Musik
"Ambil atau tidak?"
Silahkan tebak..
Terkandung makna permainan anak-anak..
Pertolongan Pertama
Matikan lampu secepatnya.
Aku tidak sabar melihat cahaya,
begitu terasa,
dan perkasa..
Kaca
Kotoran mata menumpuk,
pandangan suntuk.
Sedetik kemudian,
apalah arti keletihan,
kalau bukan kemudahan.
Terkadang Aku Suka Engkau Mengeluh
Pegal-pegal,
rambut juga gatal.
Antrian memori berbaris,
akselerasi seorang kapitalis,
bergaya komunis.
Sadar akan Sesuatu
Invansi terlembut dalam sejarah,
gertak-gertak basah,
berbibir merah,
menancapkan penjuru arah,
di tanah basah,
sesekali terbegal..