Anda di halaman 1dari 10

Angin dengan damainya mulai berhembus, mnerpa lembut apa yang ada disekitarnya.

Birunya awan yang


seperti sebuah lukisan abstrak ikut serta dalam membuat sebuah harmoni keindahan alam. Burung burung kecil
berterbangan di langit, mereka berenkarnasi kemanapun yang mereka suka.
Tepat di sebuah Halte Bus terdapat seorang Pria dan seorang Gadis yang masih lengkap mengenakan pakaian
seragam sekolah mereka. Sang Pria yang memiliki paras rupawan, hanya menyenderkan tubuh gagahnya di
barisan tiang yang berjajar sepanjang Halte yang mulai menua di makan waktu itu.

Tak Sempat Terucap


Memejamkan rapat rapat sepasang mata sayunya, menikmati lembutnya angin yang menerpa dan memporak
porandakan rambut hitam legamnya. Sedangkan sang wanita, ia juga lebih memilih bungkam. Ikut
menyenderkan tubuh mungilnya di dinding belakangnya. Lain khalnya dengan pria tampan berwajah oriental itu
yang memilih memejamkan mata. Tapi Siska, gadis itu lebih memilih mengadahkan wajah cantiknya ke atas.
Menatap Aspal yang mulai kering dengan butiran air bening yang sejam lalu membasahi bumi ini. Seutas
senyum terukir jelas di wajah tirus itu.
“Kau tak lupa dengan pertanyaanku 2 hari yang lalu kan ? Hari dimana pertemuan singkat setelah 1 tahun tak
berjumpa” setelah sekian lama bungkam, terjebak dalam mesin waktu yang sepertinya enggan untuk berputar.
Suara serak serak basah milik Tommy, pria itu. Mulai memecah keheningan. Membuat desahan panjang
terdengar dari bibir pink mungil milik Siska.
“Iya, aku ingat. Dan aku memutuskan untuk tidak bersamamu. Itu tak mungkin…” desis Siska lirih. Gadis itu
merasakan sesuatu mencekik leher putihnya. Membuat kerongkongannya merasa kering. Menahan cairan
bening yang entah, begitu mudahnya tercipta saat kembali mengingat sesuatu yang pelik itu.
“Mengapa? Bukankah kau masih mencintaiku.” Raut wajah putus asa itu terlihat jelas di paras tampan nan
rupawan, namun terkesan dingin itu. Ia kini berbalik menatap gadis semasa SMP yang masih ia sayangi.
Menatap dari samping ukiran demi ukiran wajah gadis itu. Seperti sebuah pisau dengan alunan melodi lembut
yang perlahan mengiris hatinya, Tommy kembali mengingat kenangan manis mereka dulu. Kini, saat Tommy
menyadari bahwa ia benar benar menyayangi Siska. Setahun kebelakang terkurung dalam keterpurukan Cinta
yang tak terbalas. Dan karna waktu yang memisahkan. Tommy tak mau menyianyiakan kesempatan ini. Ketika
Tuhan mempertemukan kita lagi, Tommy harap dapat mengungkapkan apa yang selama ini ia rasakan.
“Jangan paksa aku! Aku belum bisa memikirkan matang matang tentang itu.” Balas Siska, diakhiri dengan
hembusan beratnya. Wajah cantik itu terlihat sarat akan kebimbangan. Di mana di satu sisi, ia masih mencintai
sahabatnya itu, sekali pun pria itu berbuat salah padanya, ia akan tetap mencintainya, dan tak bisa
membencinya. Di sisi lain, perasaan sakit itu masih ada. Apa yang harus aku pilih. Batinnya, Bertanya pada hati
kecilnya yang paling dalam.
“Ya, aku memberimu waktu untuk berpikir. Tapi jangan terlalu lama, waktuku untuk menanti… tak terlalu
banyak.” Tommy mengecilkan tempo suara seraknya di akhir kalimatnya. Tersimpan sebuah makna yang jelas di
bagian bait terakhir itu.
Keadaan kembali hening, hanya deruan nafas keduanya yang terdengar. Menderu seolah terbawa ke dalam
negeri entah berantah tak terjamah, yang sangat sulit dimengerti.
***
Gadis cantik itu terjebak di sebuah hujan yang sangat deras. Mengguyur seluruh pelusuk kota Bandung.
Diusapkannya kedua tangan mungilnya, untuk memberikan kehangatan ditengah dinginnya suhu yang
mencekam.
Ekor matanya kini tertuju pada sebuah kedai kopi yang jaraknya tak terlalu jauh dari halte tempatnya berteduh
ini. Ia segera menarik tas selempang birunya yang dari tadi bertengger di lengan mungilnya. Mengadahkan tas
itu di atas kepalanya. Tanpa aba-aba, ia berlari sekencang mungkin. Membelah hujan yang turun dengan
derasnya ini.
Siska terlebih dahulu mengkibas-kibaskan rok abu-abunya yang terkena percikan air. Lalu, perlahan, tangan
mungilnya memegang Handle pintu kedai itu.

Klinting~~~
Suara lonceng yang menandakan kedatangannya, menyambutnya nyaring. Aroma coffe menyapa indra
penciumannya. Membuat rasa hangat itu bergeriliya. Siska mulai melihat kesemua tempat duduk, mencari
tempat kosong yang nyaman untuknya. Hujan, saat hujan. Kedai coffe ini cukup lumayan peminatnya. Kaki
jenjangnya berjalan perlaha, menuju kebangku belakang paling pojok. Dekat dengan jendela kaca yang ber-
embun.
Gadis itu menundukan tulang duduknya di meja paling sudut itu. Mengalihkan wajahnya kea rah kaca jendela
yang berembun itu. Tangan mungilnya mulai bergerak, sedikit mengukir sebuah kalimat dengan memanfaatkan
embun yang tercipta karna hujan itu.
“Aku masih mencintaimu” itu lah sepatah kata yang terukir di sana. Di akhiri desahan panjang olehnya. Tak
berapa lama, seorang pelayan kedai itu datang menghampirinya. Menanyakan pesanan gadis cantik itu, dan
Siska menjawab “Moccacino Latte” dengan suaranya yang lirih. Kembali gadis bermanik mata almond itu,
menatap derasnya hujan yang mengguyur. Entah mengapa, perasaan hatinya menjadi kacau saat ini. semenjak
2 hari lalu, sejak Tommy kembali menyatakan perasaannya untuk mengajaknya menjadi kekasihnya. Ia bingung
harus menjawab apa, karna pilihan itu tak segampang mengungkapkannya. Tapi ada kejadiannya yang
membuatnya tambah kacau. Sudah dua hari semenjak pertemuan mereka di Halte Bi situ, tak pernah lagi terlihat
sosok berparas tampan nan rupawan lagi. Ingin sekali bibir mungilnya bertanya tentang di mana keberadaan
‘Pangeran Hatinya’ itu. Namun, mungkin ini yang di sebut Gengsi. Gadis itu masih enggan melelehkan .
“silahkan di nikmati, mbak!” suara seorang pelayan kedai coffe itu membuyarkan lamunannya. Siska
memberikan seutas senyum tipis, pertanda Terima kasih.
Sruuuuupp~. Diseruputnya moccacino yang masih panas itu, merasakan sensasi hangat kini sedang mengalir
dalam tubuh nya, melalui aliran darahnya.

Klinting ~~~
Lonceng yang menandakan kedatangan seseorang itu kembali berbunyi. Tapi gadis itu tak peduli, sedikit pun tak
merasa penasaran akan siapa yang datang. Terdengar derapan langkah sepatu berjalan mendekat ke arahnya.
Siska terhenyak, menatapi sosok tampan yang tertutup topi serta kaca mata hitam itu, kini duduk tepat di
hadapannya.
“sore, gadisku. Kau tak pulang? “ Siska tertegun, mendengar suara itu. Mirip dengan sosok figure yang sangat di
rindunya dalam hening beberapa hari ini.
“oh, rupanya kau.” Balas Siska Dingin. Begitu sosok pria itu membuka topi serta kaca mata hitamnya.
Menunjukan paras rupawannya yang sangat boomerang. Memporak-porandakan hari Siska.
“tadi aku kerumahmu. Tapi ternyata, kau belum pulang. Hati kecilku mengantarku kemari”

Seolah tak peduli, Siska hanya membungkam bibir merah mudanya. Tatapannya beralih ke coffe hangatnya.
Menurutnya, jauh terasa nyaman memandangi coffee itu. Di banding menatap sosok tampan di depannya.
“aku tak mau bertele-tele. Aku kemari, hanya ingin mendengar jawabanmu.” Gadis itu kini mendongak. Menatap
dengan alis mengernyit Tommy yang berada tepat di depannya. Jika boleh jujur, kini ia sangat ingin berteriak.
Mengatakan jika hatinya pun masih menginginkan menjadi milik pria itu.
“kubilang, beri aku waktu!” jawab gadis itu. Mencoba tenang, memasang ekspresi setenang dan sedingin
mungkin. Ia lalu kembali menyeruput moccacinonya.
“MAAF.. Aku tak bisa memberimu waktu lebih lama lagi. Ku mohon, katakana sekarang tentang apa yang kau
rasakan sekarang!” Siska sedikit terlonjak. Merasakan sesuatu yang hangat, menggenggam jemarinya. Ia
merasakn seolah oksigen semakin menipis dan sangat sulit di raupnya saat ini.
“Aku, tak tau” Siska melepaskan genggaman tangan kekar itu. Namun, Tommy menolak. Pria tampan itu
semakin menggenggam jemari mungil Siska. Menatap manic mata gadisnya dalam.
“Mengapa tak tau? Bukankah hati itu milikmu? Dan kau tau pasti apa yang kau rasakan saat ini.” ucapan Tommy
membuat Siska seolah terjebak dalam ruang hampa kedap udara. Ia bingung, sangat bingung. Bahkan gadis itu
hampir lupa bagaimana carnya bernafas, karna oksigen itu kini tepat di hadapannya.
“Jangan paksa aku! Kau piker mudah mengungkapkannya? Aku terlalu takut. Jangan paksa aku.!” Suara itu
penuh penekanan. Dilepaskannya paksa tangan kekar Tommy yang menggenggamnya. Ia merasakan sesak kini
bersemayam dihatinya. Menyesakan! Menyimpan sebuah rasa yang sudah benar keberadaannya. Tapi terlalu
sulit diungkapkan bermacam-macam untaian kata. Karna terhalangi luka yang eprlahan berubah wujud menjadi
keegoisan.
“ tak perlu enjawab, kurasa… aku sudah tak membutuhkan jawaban itu sekarang. Terima kasih!” dan maaf, aku
telah terlalu melukaimu.” Sebelum kata kata itu sempat dicernanya. Sosok tinggi nan gagah itu sudah beranjak ,
seolah ingin pergi dari genggamannya.
Siska tak mengerti, rasa apa ini? mengapa hatinya merasa seperti diperas lalu dicelupkan ke dalam air garam?
Saat melihat punggung itu mnejauh. Dan lenyap dari pandangan matanya.
Tesss… air mata itu, akhirnya mengalir. Melebur menjadi satu dalam rasa yang sangat sulit diartikan.
Dicengkramnya bagian tengah didadanya yang tertutupi seragam berbalut cardigan merah itu. Sesak, sangat
sesak disini. Tepat di ulu hati. Lama gadis itu menangisi kebodohannya. Yang tak bisa jujur untuk mengatakan
yang sebenarnya. Dengan perlahan, di sekanya cairan itu. Bukan tegar, tapi ia berusah kuat menjadi dirinya
sendiri. Kuat menepis rasa aneh yang seprti kabut hitam nan tebal yang memporak-porandakan hati mungilnya
itu.
***

Dengan gontaiannya, disusuri setapak demi setapak jalanan komplek perumahannya. Matahari telah tenggelam.
Ya, gadis itu memutuskan untuk menghabiskan waktunya di kedai coffe itu. Pikirannya saat ini menerawang
jauh, kesebuah tempat yang disebut masalalu. Tempat yang sangat mustahil dan jauh dari jangkauannya. Hanya
mampu dikenang, dalam balutan memori lama yang sangat indah dan berkesan. Senyuman simpul merekah di
wajah cantik yang tampak kusut itu. Mengingat pada saat pertama kali pangerannya itu menyatakan cintanya.
Langkahnya sempat terhenti, begitu merasakan ada derapan langkah seseorang yang seolah mengikuti gerak
geriknya dari tadi. Siska menoleh, berusaha menemukan seperti apa sosok itu. Kosong, tak ada orang. Hanya
jalanan dengan lamp taman yang remang remang terlihat sepanjang jalan. Kembali gadis itu melanjutkan
langkahnya, membuang jauh jauh pikiran buruknya.
“hei, nona manis..” Siska meneguk air liurnya pahit, wajahnya pucat seketika. Mendapati seseorang mencekal
pergelangan tangannya.
“ngga usah takut…” ucap seorang preman yang berpakaian menyeramkan menurut Siska. Gadis itu
memberontak, Namun ia kembali merasakan tangan kirinya di cekal. Dua orang, preman itu berjumlah dua
orang. Jika boleh menangis, ia ingin sangat menangis. Gang ini begitu sepi, tak ada siapa pun kecuali dirinya,
dan dua orang asing ini.
“Lepaskan!” gertak Siska. Tenaganya yang tak seberapa tak mampu membuatnya lolos. Preman preman itu
semakin tertawa terbahak-bahak, menyadari jika tikusnya kini sudah benar-benar dalam jebakan.
Bugh!
Shock di hati gadis itu belum lah hilang, ia kembali di kejutkan dengan hantaman keras yang mendarat di salah
satu wajah preman itu. Dengan otomatis, saat melihat preman itu lengah. Gadis itu berusaha melepaskan
tangannya. Matanya melirik kea rah seorang pahlawan yang menolongnya, Tommy. Tercengang, menatap
dengan membungkam bibirnya sendiri. Siska perlahan mulai mundur, membiarkan perkelahian sengit dua lawan
satu itu berjalan. Otaknya kosong, tak mampu mencerna apa pun.
Dengan bodohnya, ia mulai berlari begitu saja. Membiarkan sosok tampan itu berkelahi dengan kedua orang
asing yang ingin mencelakainya tadi. Pikiran gadis itu kalut, tak tau harus apa? Berbuat apa? Dan bagaimana ?
yang terbesit saat itu adalah, “ia harus selamat” tanpa memperdulikan apa pun.
***

Dengan tatapan herannya. Ia terus menatap sekerumpulan siswa yang sedari tadi menampakkan wajah
sendunya. Saat Siska melewati gerbang sekolah Tommy. Siska mnyeritkan dahinya, aneh. Pikirnya. Saat
mendapati sebuah ukiran bunga beserta memo memo kecil menemperl di majalah dinding sekolah, yang terlihat
jelas dari sudut luar yang kini ditinggali Siska. Mengikuti rasa ingin taunya. Gadis belia itu mendekat,
memfokuskan tatapan matanya pada sebuah foto sesosok pria yang sangat dikenalinya.
Blussssssh!
Bagai sebuah timah panas yang beracun , benda itu menancap tepat du ulu hatinya. Menyadari jika sosok dalam
foto itu adalah Tommy. Air matanya tak mampu di tahannya, mengalir menganak sungai begitu saja. Membawa
ribuan bahkan jutaan luka yang seperti listrik puluhan wot menyambarnya tanpa ampun.
‘Tommy Kustiadi, meninggal dengan dua buah tusukan yang melubangi paru parunya. Dapat dipastikan, ia
meninggal karna di bunuh, setelah sebelumnya sempat berkelahi.
Seluruh fungsi sendinya benar benar mati rasa saat ini juga. Seperti ada malaikat maut yang mengambil jiwanya
secara paksa. Membuatnya mati rasa, mengetahui berita itu. Tomy meninggal karna keegoisannya. Karna
kebodohannya, dan karna kepicikan otaknya yang membiarkan pria itu bertempur sendiri melawan preman
preman yang hendak melakukan tindakan tidak senonoh padanya. Tak menyangka, dan sangat sulit dipikir oleh
nalar. Mengapa secepat ini? haruskah semuanya berakhir seperti ini?
Sebelum ia sempat mengatakan kejujuran yang sebenarnya. Percuma mengumpat dirinya saat ini, karna
bagaimanapun. Sosok Tommy tak akan pernah kembali lagi, tak akan pernah berdiri di sampingnya lagi. Tubuh
Siska akhirnya beringsut, duduk lemas menyentuh dinginnya lantai.
“Gak!! Ini ngga mungkin !!” teriakan frustasi itu meleset begitu saja dari kerongkongan Siska, sedikit memberikan
kelegaan di tengah kesesakkan hatinya. Air matanya tumpah ruah, bersama hujan yang perlahan .. mulai
menjatuhi bumi lagi. Tommy telah pergi , meninggalkannya dengan luka yang membuatnya hancur lebih dari
serpihan kaca yang sangat kecil dan halus. Membuat seolah cahaya itu perlahan mulai meredup, bersama
dengan kenyataan yang begitu pahit. Masih pentingkah kata “Aku masih Mencintaimu” saat ini, jika orang yang
ditujukan dalam kata kata tersebut telah hilang untuk selama lamnya.
Cinta, kau mengajarkanku untuk benar benar kuat saat aku sangat hancur. Batin Siska, pilu
Kategori: Cerpen Cinta Dalam Hati (Terpendam), Cerpen Cinta Sedih, Cerpen Cinta Segitiga
Lolos moderasi pada: 12 June 2015
Aku tidak pernah punya kesempatan untuk mengenalnya lebih dekat, seseorang yang sampai sekarang menjadi
inspirasi di hidupku. Rama, sebuah nama yang tidak pernah bisa aku sebutkan, entah kenapa aku pun tidak tau,
dia mungkin terlalu sempurna untuk ku, dia baik, pintar, tampan, sholeh, siapa yang tidak menyukainya, aku
mungkin hanya sebagian kecil orang yang beruntung bisa mengenalnya walaupun tidak terlalu dekat, dia
tersenyum padaku namun aku terlalu kaku untuk membalasnya, aku terlalu dingin untuk kehangatannya, aku
terlalu keras untuk kelembutannya, aku seseorang yang mengaguminya dalam diam, aku lebih suka ini, aku
lebih suka melihatnya dari kejauhan, memperhatikan tingkah lakunya dari balik tumpukan buku saat dia di
perpustakaan. Sampai suatu hari aku melihat dia tersenyum dengan seseorang yang aku kenal, sahabat ku ifa,
“semoga kalian bahagia ” hanya seutas kata itu yang mampu aku ucapkan, aku tidak punya hak apapun untuk
melarang mereka, untuk melampiaskan kekecewaanku pada mereka, mereka pun tidak tau aku mengaguminya.

“okha!!” suara dari kejauhan yang memanggilku saat aku akan pergi,
“iya, kenapa, aku buru-buru, cepet” balasku dingin seperti biasa
“kamu pulang sendiri saja ya, aku mau jalan dulu sama rama” sudah ku duga itu yang akan dia katakan padaku
aku hanya membalas dengan senyuman dan berlalu meninggalkannya. Kecewa memang, tapi apa dayaku, aku
sangat berbanding terbalik dengan sahabatku, ifa gadis yang cantik, baik, ramah, pintar dan menyenangkan,
sedangkan aku? Cuek, dingin dan tidak suka dandan seperti ifa.

Pagi ini aku berangkat seperti biasa. Dengan langkah santai aku lewati lorong-lorong sekolah, angin pagi ini
senang sekali memainkan ujung jilbabku dan mengajaknya terbang-terbang kecil bersama. Hari ini aku dengar
kabar yang tidak enak di telingaku, aku dengar rama dan ifa putus kemarin, kenapa?, mungkin akan ku tanyakan
nanti saat ifa datang.

Benar saja ifa datang dengan butiran bening di mata dan pipinya. “kenapa fa?” aku mencoba menenangkannya
dan mengajaknya pelan-pelan menjelaskan masalah yang membuat sahabatku ini menangis.
“aku putus sama rama kemarin, aku tidak tau dia kenapa seperti itu, tapi dia bilang, sebenarnya dia sudah
menyukai wanita lain sejak 7 tahun yang lalu”
Penjelasan ifa membuatku tambah bingung dengan masalah ini. “mungkin ini yang terbaik untuk kalian fa, kamu
kuat dong… kan ada aku” ucap ku pada ifa untuk menguatkannya.

Setelah mendengar curhatan ifa, aku berniat meletakkan buku-buku cetak yang aku bawa ke laci meja, namun
apa yang membuat buku-buku cetak ku tidak bisa masuk seperti biasanya, apa yang menghalanginya?. Ku lihat
kotak berbungkus kertas kado berwarna biru kesukaanku, “punya siapa ini?” tanyaku pada ifa yang duduk
sebangku denganku, namun ifa juga tidak mengetahuinya, aku mencoba membukanya dan terlihat kotak kayu
berisikan mukena dan Al-Qur’an di
dalamnya, “indah” hanya kata itu yang mampu aku ucapkan, “siapa yang meletakkan ini di laci meja ku?”
pertanyaan itu berputar-putar di otak ku hanya ada secarik kertas bertuliskan “suatu saat nanti, saat aku tidak
bisa menjagamu dengan nyata, aku harap Allah selalu melindungimu bidadari cantik” apa arti dari kata-kata ini?.
Seminggu setelah putusnya rama dan ifa, rama menjadi lebih periang tidak seperti biasanya, dia menjadi lebih
jahil tidak seperti biasanya, aku sendiri heran dibuatnya, “kamu gak lagi sakit kan ram?” tanyaku pada rama saat
dia bercanda denganku di taman, hanya tertawa yang dilakukan rama saat aku melayangkan pertanyaan itu
padanya. Mungkin memang dia sudah berubah? Atau ada alasan apa yang aku tidak tahu.
“okha, pulang bareng yuk” tumben apa seorang rama mengajak aku pulang bersamanya? Namun karena aku
sudah ada janji dengan ifa untuk menemaninya ke toko buku, jadi aku menolaknya dengan halus sebisaku.

“okha, kamu ke rumah rama sekarang, rama nunggu kamu” pesan singkat yang aku terima dari indra sepupu
rama yang tinggal bersebelahan dengan rama. Tanpa pikir panjang aku langsung pergi ke rumah rama dan yang
ku lihat keluarga dan teman-teman rama juga berada di situ. Aku mengucapkan salam pada semua orang di situ.
Indra langsung memintaku masuk dan mengantarkan aku sampai di depan sebuah kamar yang di dalamnya
terdapat sekumpulan orang. “ada apa ini dra?” tanyaku pada indra yang masih berdiri di sampingku. “masuklah”
hanya satu kata itu yang indra ucapkan dan menarik ku untuk masuk.

Raga kaku tak bernyawa, tersenyum dalam tidur panjangnya. Seorang wanita paruh baya memelukku dan
menangis di pundakku, “dia sangat mencintai kamu” bisikan lembut wanita itu membuat hatiku lebih teriris dan
lemah di hadapan seseorang yang sangat aku kagumi.
“kamu pergi sebelum mengucapkannya ram?” tanyaku dan butiran beningpun tak kuasa lagi ku bendung. Tak
percaya semua ini terjadi, lamanya penantian kita, berakhir di sini? Bangun ram, bangun…!!, ego ku
memberontak, kenapa tadi aku tidak menerima ajakan rama, kenapa aku tidak pernah peka dengan
perasaannya, kenapa aku membuat dia menunggu teralalu lama?, perasaan bersalah berkecamuk di hatiku.

Kini rama telah dimakamkan, dan aku sungguh sangat terpukul atas semua ini, aku memilih ke taman tempat
terakhirku bertemu rama.

“kecelakaan itu terjadi saat rama sedang menyebrang jalan, bukanya memperhatikan jalan dia malah asik
melihat boneka yang baru saja dia beli dan soal kotak yang ada di laci kamu, itu juga dari rama” terang indra
sambil memberikan sebuah boneka teddy bear coklat dengan surat yang digulung dan dikalungkan di leher
boneka itu. Aku memeluk bonekanya dan membaca surat kecil di lehernya.

To: okha
Okha, maafin aku yang terlalu takut untuk mengungkapkan rasaku
Aku takut saat aku mengungkapkannya kamu malah akan menjauhi ku
Aku sayang sama kamu okha, aku cinta sama kamu
I Love You OKHA FARADILLA

“ramaaaaaaaa” teriakku untuk sedikit mengurangi beban di hati ini, terlalu cepat kamu pergi ram, aku belum
sempat berkata apapun padamu. Tapi inilah takdir dan mungkin ini yang terbaik untuk kita. Selamat jalan rama,
semoga tenang disana, aku juga cinta kamu ram.

Perjuangan Cinta
Cerpen Karangan: Amelia Wulan
Kategori: Cerpen Cinta Segitiga
Lolos moderasi pada: 20 April 2014
Gadis itu berjalan pelan-pelan tidak tergesa-gesa, saat menuju ke sekolah, saat itu masih pukul 06.45. ia adalah
gadis yang cantik, baik, disiplin, tepat waktu. Gadis itu bernama Siska. Ia tidak pernah terlambat untuk datang ke
sekolah dan juga selalu mengerjakan tugas sekolah dengan rajin dan tepat waktu.

Setelah tiba di sekolah, siska bertemu dengan sahabatnya syiva ,ada sekelompok geng yang tidak menyukai
siska dan syifa yaitu angel, bianka dan adisti mereka adalah orang yang sangat tenar di sekolah, dan mereka
bergaya hidup serba mewah, Angel adalah ketua dari geng itu dan sangat disukai banyak anak-anak cowok di
sekolah, tetapi sayang sifatnya egois dan sok berkuasa.
Suatu hari Angel marah dengan siska karena niko adalah cowok yang ditaksir angel, dari awal mereka bertemu,
karena niko itu cowok yang keren, baik hati, ganteng, kece banget. Dan tiba-tiba di hati niko muncul perasaan
bahwa niko menyukai siska, setelah lama dekat, Angel merasa tersingkir dan marah pada siska, angel dan
kedua temannya bianka dan adisti menghadang siska dan syifa, saat bel pulang sekolah. Disitu angel sangat
marah terhadap siska dan beranggapan kalo siska adalah cewek yang genit dan hanya sekedar memanfaatkan
niko saja, tapi itu berbanding terbalik dengan kenyataan.
“Lo itu Cuma memanfaatkan niko aja kan? Jelas angel marah.”
“Aku gak tau maksud kamu apa?” jawab siska polos.
“udah deh, gak usah ngeles, gue udah tau semuanya”
“denger ya, aku gak pernah manfaatin niko sama sekali!”
“tetep aja lo ngeles” jawab siska egois.
“terserah kamu mau ngomong aku gimana, yang penting aku gak seperti apa yang kamu omongin!”.
“dasar! niko itu punya gue dan gak pantes buat lo!”.
Tiba-tiba niko datang dan melerai pertikaian mereka berdua. “kalian itu apa-apaan sih?!, ada masalah apaan
kok, kalian jadi berantem gini, gak malu dilihatin orang?!” sambil melerai mereka berdua
“dia tuh yang cari masalah duluan sama aku” jawab angel ngeles.
“siapa yang cari masalah sama kamu sih, kamu yang tiba-tiba dateng menghadang aku, terus marah-marah
sendiri” jelas siska panjang lebar
“iya bener tuh angel gak ada angin gak ada badai langsung marah-marah ke siska tanpa sebab, aneh!” jelas
syifa balik
“udah syif biarin aja” jawab siska sambil menitikan air mata yang jatuh.
“sis kamu jangan diem gitu aja dong, emang siapa dia marah-marahin kamu gitu aja, niko si angel gak suka dan
marah ke siska gara-gara kamu deketin siska”.
“gak usah bohong deh kamu, niko dia itu mau ngerebut kamu dari aku, dan dia cuma manfaatin kamu aja!”.
“angel dengar ya, aku gak pernah ada perasaan sama kamu dan siska juga gak pernah manfaatin aku sama
sekali, jadi tolong jangan fitnah siska yang enggak-enggak!”.
“terserah deh!”.
“jadi aku mohon kalian baikan, jangan ada permusuhan lagi”
“oke fine, ini aku lakuin demi kamu!” sambil nunjuk ke arah adnan.

Akhirnya mereka akhirnya mau baikan, walau angel ngelakuin itu dengan terpaksa, tapi demi orang yang dia
sayang, dia mau ngelakuin itu semua. Hari demi hari siska dapat bersekolah seperti biasa tanpa ada
permasalahan lagi termasuk dengan angel, sekarang niko dan siska semakin akrab dan dekat.

Cerpen Karangan: Amelia Wulan


Blog: Http://wulanamelia7399.blogspot.com/
Cerpen Perjuangan Cinta merupakan cerita pendek karangan Amelia Wulan, kamu dapat mengunjungi halaman
khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

Anda mungkin juga menyukai