Anda di halaman 1dari 19

Gadis Berpayung Senja

Karya : Rizky Akbar


Senja di langit Sidoarjo, awal bulan september entah tahun ke
berapa
Kau tau, mendung di kala senja itu selalu saja membuat
otakku menambahkan kayu untuk memanaskan tungku
perapiannya, setidaknya ia menghangatkan aura-aura suci yang
berseliweran hadir agar mereka tak terbeku oleh kedangkalan
hasratku. Oh, mata itu, yang kusebut ia mata cinta, selalu
memberikanku imaji-imaji liar dan tak terkendali. Kau tau, saat
mata cinta itu menusuk tajam ke dalam pandangku, mataku
semakin sulit membedakan kerlingan awan yang membawa
berkilo liter air surgawi yang tak lain dari daratan semu, dengan
tatapan tajam cahaya petir yang menyibak memecah tirai langit
yang mendung di kala senja.
Gadis itu, selalu hadir saat aku menanti asa, saat aku
menanti mendung menyibakkan tirainya agar ku lihat keemasan
cahaya mentari yang kan tenggelam di bawah horizon. Sialnya,
mendung tak pernah bolos memayungi langkah gadis itu,
sekedar kau tau, dialah pemilik mata cinta yang kuceritakan tadi.
Oh, cantik, aku sungguh menyayangimu. Tapi ku ragu, aku tak
1

yakin aku benar-benar menyayangimu. Saat pandanganku


masuk jauh ke dalam mata cintamu, berbagai hasrat menjilatjilatkan ujungnya lalu mereka menggoreskan lukisan abstrak
nan luas dan indah dalam pikiranku. Bukankah ini hanya
perasaan ingin memiliki saja? Entahlah, semoga tidak,
batinku tersiksa oleh kehadirannya, semakin ia mendekat,
semakin aku berada di tepian jurang, sebuah titik antara hidupmati, antara tenggelamnya mentari dengan pekatnya mendung di
kala senja. Titik keraguan.
Memang tak akan pernah lelah, buaian, belaian frase
indah menghiasi suaranya setiap kali kami bertukar komunikasi.
Aku menggadaikan sedikitnya berkilo keyakinan tiap detik
hanya untuk merasakan buaian kata-kata manisnya, kugadaikan
bagai setetes air yang demi detik mendegradasi partikel besi,
dan korosi akhirnya menghantui. Gadis bermata cinta itu selalu
muncul di tepian senja, membuat wajahnya buram kontras
oleh warna keemasan mentari yang bersiap sembunyi. Dan
mendung, entah siapa gerangan mendung, seperti seorang
kekasih, mendung selalu melindungi langkah gadis itu di kala
senja, dan saat berpayung mendung wajah gadis itu akan
bercahaya cerah mengalahkan cahaya keemasan mentari
silaukan mata.

Terkadang, dan terkadang memang benar dari pandangan


kebenaran subyektifku sendiri bahwa seperti yang kebanyakan
para tetua nasehatkan kalau cinta bisa membutakan logika.
Gadis berpayung mendung senja itu sesekali menyibakkan
sedikit payungnya sehingga sinar keemasan mentari senja
mengintip di samping wajahnya. Yang masuk dalam konsep
pikirku atas apa yang kulihat kala sinar mentari senja mengintip
di samping wajahnya, adalah dua mentari senja sedang bersiap
sembunyi dalam singgasana peraduan. Gadis itu tersenyum, aku
hanya mendengar suara mistisnya, sementara imanku goyah
untuk memilih satu sinar mentari yang benar-benar bersiap tiap
harinya mematuhi siklus alam. Dua sinar mentari harus
diseleksi, satu sinar datang dari wajah gadis berpayung
mendung senja, satu sinar lainnya datang dari senja itu sendiri.
Hahahaha ia tertawa melihatku gundah. Ini sudah
hampir larut malam, tapi mentari masih berada di duniaku,
dunia antara mimpi dan nyata. Sinar mentari senja masih hadir,
datang dari wajahnya yang semakin merayu hasratku. Aku tau,
ini hanyalah sinar semu yang terpancar dari keceriaan wajah
seorang gadis yang kucinta, atau lebih tepatnya yang kuhasratcintai. Aku tau, ini adalah waktu larut malam, bukan antara
siang-malam, bukan antara mendung dan kecerahan langit. Tapi,
cinta, cinta membuatku mencumbui keindahan perasaan,
perasaan yang tercipta di kala senja, di kala ia menyapa, saat ia
3

tertawa dalam kegundahanku bersamanya. Hahahaha Dosa


yang terindah satu gema menyahut di bekas tempat perpisahan
siang dan malam. Gadis itu mengerlingkan mata, mempesonaku
lalu ia melambaikan tangan menembus larut malam.

Hei, jangan kau pergi, jangan pergi dulu. aku


mengingau selalu seperti itu, pun kusadari pagi telah
menjelaskan cahaya sejati, pun embun suci menetesi mataku
yang setengah terpejam. Hari-hariku keruh oleh imaji buta
tentang gadis itu. Tubuhku agaknya lebih senang untuk diajak
bermalasan di bawah rindangnya pohon mimpi. Kupaksakan
beranjak, ia melawan, sedetik saja sebentar rayunya,
kuturuti, ku ajaknya pergi, tapi tubuhku merayu lagi dengan
berbagai alibi logis, begitu seterusnya sehingga aku kalah
dengan nafsu hewani tubuhku sendiri. Seharian aku
menenangkannya di bawah pohon mimpi, daunnya melambailambai mengantarkan sepoi angin membuatku semakin betah
memanjakan diri di sana.
Senja tiba, tubuhku meloncat kegirangan. Ia menyeretku
menemui tempat pertemuan siang-malam. Mendung tak hadir
sore ini, pertanda gadis itu juga tak hadir. Pupus, perasaanku
membaur mengiringi cahaya keemasan mentari senja yang
4

menikahkan siang dan malam di ujung horizon. Perasaan yang


memburamkan batas antara semu-nya keindahan mimpi dan
jujurnya kenyataan. Aku menjadi saksi pernikahan siklus alam
itu, hingga aku benar-benar menyadari pernikahan itu hanya
berlangsung beberapa detik. Sang malam telah menelan siang,
dua sejoli itu menikmati kebersamaan hanya beberapa detik,
atau bahkan tidak sedetik pun mereka bercumbu, hanya nisbinya
khayalku yang bersaksi atas pernikahan itu.
Aku beranjak pulang menidurkan diri. Detik-detik waktu
terdengar jelas mengalun memainkan nada memancing khayalku
tentang gadis berpayung mendung senja itu. Malamku tak lagi
sejelas malam-malam sebelum ku bertemu dengannya. Gadis itu
membawakan siang dalam malamku, dan menidurkanku di kala
siang. Tak jelas lagi kapan aku berada di waktu siang, kapan aku
bersua malam. Yang kupahami hanyalah waktu senja, aku benarbenar paham jika aku selalu berada dalam senja, begitulah
menurut khayalku. Aku benar-benar terobsesi dengan waktu
senja. Setiap detik pergantian waktu, kuhabiskan sisa hanya
untuk menanti kedatangan senja, menjemput pujaan hatiku
gadis berpayung mendung senja.

Hai apa kabar? sapanya menyadarkanku yang


tengah tertidur di bawah rindangnya pohon mimpi pagi itu, oh
malam itu, entahlah, aku bingung. Yang jelas sudah lama sekali
aku menantinya, menanti senja menyapaku hingga tak tersadar
bahwa setiap waktuku berada dalam senja. Senja seperti ini yang
hanya kunanti, senja yang melangkah dari balik batas
horizonnya seorang gadis berpayung mendung. Tubuhku
menggelinjang hebat merasakan dahsyatnya sensasi energi
momentum romansa dua sejoli.
Aku menjemputnya, tak peduli lagi siang atau malamkah
saat ini. Ku berlari menerjang batas, melangkahi horizon samar
tak berujung itu demi rasa yang kusebut cinta. Ia menanti tepat
di batas antara siang-malam, seperti seorang penghulu
menikahkan kedua mempelai siklus waktu. Mentari senja di
sampingnya menjadi saksi pernikahan waktu, sementara gadis
itu tersenyum melihatku berlari menjemputnya. Ia membuang
mendung senjanya, menampakkan padaku wajah aslinya.
Berada di samping mentari senja membuatnya masih terlihat
bersinar, pun payung mendungnya telah ia buang. Seperti
cahaya mentari di kala senja, bersiap menikahkan siang-malam
dan memisahkannya kemudian, gadis itu memberi penawaran :
Melangkahlah padaku sayang, pilihlah siang atau malammu, ku
ingin kau menjadi imamku siang-malamku, dunia-akhiratku,
pilihlah waktumu sebelum senja benar-benar memisahkan kita
6

sekejap perpisahan siang-malam Aku hanya tertegun


mendengar ucapannya. Aku tak memilih, karena ku tau sedetik
atau bahkan sepermilyaran detik kenyataan malam akan segera
menelan siang, tak kan berubah meski aku bersikukuh memilih
siang. Aku hanya menikmati wajahnya, kusadari, aku telah
menikahinya lalu melepasnya hanya dalam waktu sepersekian
detik. Sekejap waktu kebersamaan yang cukup untuk membuat
seumur hidupku tak bisa melupakannya.
Cintaku, bagaimana dengan perasaan itu? ia tak pernah
padam, kusimpan dalam kesucian nurani agar ia tak ternoda lagi
oleh keraguan senja. Aku tetap menanti senja setiap hariku demi
mengenang pernikahan dan perpisahanku dengan gadis itu. Ku
yakin, ia juga selalu setia mengenang masa itu seperti kesetiaan
mentari senja yang tak lelah menjalani rutinitas menikahkan dan
menceraikan siang-malam agar cinta manusia selalu mengingat
momen itu sebagai tanda Kebesaran Pencipta. Agar manusia
sadar cinta pada sesamanya selalu akan berujung perpisahan
nantinya, agar manusia sadar cinta semu itu bermuara pada
ketetapan waktu Sang Pemilik Waktu. Hanya sepermilyar,
sepertriliun, dan tak terhitung seperberapa detik siang-malam
menikmati cumbuan kasih sayang lalu dipisahkan, tak membuat
mereka berpaling dari hukum alam. Begitulah kuusahakan selalu
agar aku bersikap realistis terhadap siklus waktu, agar cintaku
pada gadis itu selalu terjaga tanpa melanggar batas hukum alam
7

agar semesta tak menangis penyesalan hanya karena melihat


cinta buta manusia yang tak disadari telah mengacaukan
semesta, meski seringkali aku melanggarnya sendiri demi bersua
dan bermesra dengan gadis itu sekejap waktu. Sayang, semoga
kau memahami bagaimana perasaan cintaku. Maafkan
kemunafikanku yang tak berani memilih siang malammu,
sekedar kau tau, bagiku beginilah caraku mencintaimu agar
cinta kita tak sebatas pernikahan semu, agar kesetiaan
mengantarkan kita membedakan kesejatian siang-malam
sesunggunhnya, aku selalu mencintaimu, sayang Ia berlalu
pergi, menghilang di balik kegelapan malam. Setetes air
matanya tertinggal dalam saku kenanganku, aku simpan rapatrapat dan kutempatkan di tempat terindah di hatiku. Suara
perpisahannya masih mengiang-ngiang di telingaku. Gadis
berpayung mendung senja itu menyadarkan diriku bahwa aku
benar-benar masih berada di waktu senja. Dan aku masih akan
mengenang senja, mengeja kata-kata yang terselip di antara
quark sinar surya, menanti malam menelan siang hingga aku
benar-benar sadar aku telah tinggal dalam kegelapan malam,
atau aku tersadar bahwa aku telah berjumpa lagi dengan sinar
pagi.
Aku mulai tersadar, dan telah terbangun dari perjalanan
indah mimpi semuku bersama gadis berpayung mendung senja.
Aku telah membuka mata setelah sekian lama terpejam
8

menikmati malam indahku, berkelana menanti senja kala siang


bangunkanku. Gadis berpayung mendung senja telah lama pergi.
Ia tak pernah kembali usai pernikahan singkat lalu. Meski
mentari senja masih tak jemu melakukan rutinitas menikahceraikan siklus waktu: siang-malam. Yah, gadis itu tak pernah
kembali lagi mengiringi mentari senja. Ia pergi seiring
tenggelamnya mentari di ufuk pada hari itu. Entah untuk
mencari dan menemukan galaksi baru, dengan bintang barunya
yang mungkin sinarnya jauh lebih terang dibanding dengan sinar
bintang satu-satunya di galaksi Bimasakti: Matahari. Entah,
mungkin di sana ia juga akan menemui pemuda lain untuk diberi
penawaran yang membingunkan, untuk memilih siang atau
malam saat kita berada di antara keduanya.
Aku masih mengenang senja. Air mata perpisahan gadis
berpayung senja telah mengkristal. Membentuk butiran permata
berkilau yang tak terkalahkan sinarnya oleh permata terindah
yang pernah diketemukan di plenet ini sekalipun. Namun,
seperti halnya perhiasan apapun tetaplah perhiasan, ia hanya
berbicara melalui nostalgia ingatan penglihatnya. Gadis itu
hanya meninggalkan sejarah yang mungkin bisa kumeseumkan.
Air matanya mengkristal, bagaimanapun tetaplah benda
perhiasan, gadis senja tak pernah kembali.

Di sini, di galaksi ini, aku telah terbangun di pagi hari.


Aku menyadari kedatangan bintang satu-satunya galaksi
tempatku berada kini: Matahari. Di momen ini, ku teringat
bagaimana gadis itu membayangkan satu bintang, membuat
miniatur bintang imajinernya. Teringat pula saat ia menawariku
untuk memilih siang ataukah malam, namun tak kupilih
keduanya. Dan gadis itu berlalu pergi meninggalkan air mata
yang telah mengkristal, kini. Yah, ia telah pindah ke galaksi lain
mencari dan menemukan bintang barunya. Kurasa, air mata
kristalnya ini juga berguna untuk memberikan sinyal melalui
pancaran cahaya sehingga aku masih tetap bisa berkomunikasi
dengannya, pun hanya sekedip. Tanpa tatap muka, di ruang
hampa. Mungkin, seperti saat kau menyalakan senter kecil di
tengah laut saat helikopter penyelamat melintas di atasmu, dan
ia tak melihatmu ternyata.
Aku melanjutkan hidup di galaksi ini, bersama
keceriaan sinar mentari pagi yang mengirimkan energi quarkquarknya untuk menggairahkan bunga-bunga di tamanku. Di
sini, di galaksi ini, aku telah tersadar, bahwa aku tak lagi berada
dalam senja yang merumitkan itu. aku tak lagi dibingungkan
dengan siang atau malam. Usai perpisahan itu, aku sadari bahwa
aku telah melewati malam panjangku bersama mimpi-mimpi
dan kini telah kusambut pagi dengan sinar mentari yang
menghangatkanku. Ku sapa bunga-bunga yang menari riang
10

menyambut pasukan sinar. Satu bunga terlihat amat berbeda dari


kebanyakannya, aku memetiknya. Namun, betapa kagetnya aku,
tiba-tiba ia terbang seperti kupu-kupu, lalu berputar-putar di atas
kepalaku. Bolehkah aku hinggap disini, di bahumu ini?
tanyanya. Aku masih kebingungan, tapi mulutku dengan spontan
langsung saja berucap yah, silahkan jika itu membuatmu
gembira jawabku sekenanya. Ia secepat kilat meluncur lalu
hinggap dan tertawa riang sekali. Terima kasih banyak wahai
kesatria, sekarang bawalah aku kemanapun kau mau. Aku ingin
bersamamu selalu. Aku masih tak percaya dengan apa yang
terjadi ini. Dia bunga teraneh yang pernah kutemui, ini diluar
kebiasaan. Aku juga masih tak percaya dengan apa yang aku
lakukan. Aku memetik bunga, dan bunganya terbang berputarputar di atas kepalaku. Lalu seperti seorang putri yang baru saja
dibebaskan pangeran pemberani dari penjara ratu sihir, bunga itu
lantas hinggap di bahuku, mungkin sebagai tanda terima kasih.
Bunga yang aneh, perpaduan kaktus di tanah tandus, dan teratai
di air, sungguh aneh.

Siang telah membuka kehidupan sesungguhnya. Panas


terik mengingatkanku pada gadis berpayung mendung senja. Ia
pernah menyejukkanku saat aku silau oleh mentari senja. Bunga
aneh masih menempel di bahuku, menari-nari di sana.
11

Sementara ingatanku semakin bernostalgia dengan pernikahceraian singkat dengan gadis itu. Aku masih merindukannya.
Aku mengajak bunga aneh ini ke suatu bukit. Di puncaknya
terdapat pohon beringin besar yang dulu membuatku tertidur
kala menanti senja. Di sana aku menunggu lagi, tapi kini
ditemani bunga aneh di bahuku. Sehelai daun gugur menimpa
wajahku saat aku berbaring di bawah pohon rindang itu. Sore
telah menyalakan obornya. Senja segera datang. Aku beranjak
dari pembaringan dan duduk di atas batu besar, beberapa
langkah di sebelah pohon. Aku menatap horizon lekat-lekat
sambil bernostalgia mengenang gadis senja, seperti janjiku dulu.
Bunga aneh ini rupanya tak ingin terbelenggu rasa
penasaran. Ia memaksaku untuk menceritakan kenapa aku di
sini, duduk menghadap barat dan menatap lekat ufuk sore
dengan pandangan kosong nan jauh tanpa berpaling.
Engkau telah memetikku dan terlibat dalam duniaku, sungguh
tak adil jika kau hanya menjawabku dengan tersenyum seperti
itu. Engkau seharusnya bunga itu terus saja mencelotehiku
agar aku mau bercerita. Tapi aku tak hirau, aku terus
bernostalgia sambil sesekali melempar senyum padanya.

12

Aku melihat satu titik kecil berwana putih cerah, hanya


satu titik yang sangat kecil. Tapi entah kenapa ia menyorot tajam
ke mataku. Aku tahu, aku telah berada di galaksi lain. Tapi
kenapa ada sorotan tajam dari sana. Apa ia berasal dari bumi?
Oh tidak, aku tak ingin lagi mengenangnya. Ingatan tentang
bumi dan matahari yang mengiringi perjalanan hidupnya sangat
menyebalkan untuk diingat. Bumi, dan isinya terlalu munafik
bagiku. Ia hanya seutas sangkalan yang hanya menikmati
dirinya sendiri. Apa dia pikir tak ada lagi galaksi lain di luar
Bimasakti? Naif sekali. Huh, ia pikir, ia pemuda satu-satunya.
Waktu terus berjalan, dan ia tak memilih satupun. Ia bilang, ia
mencintaiku, tapi nyatanya ia tak mau beresiko. Ah, dia terlalu
munafik. Untuk apa aku meneteskan airmata saat
meninggalkannya waktu itu?
Oh, di sini, di galaksi ini sungguh sangatlah cerah.
Bintangnya jauh luar biasa indah dibanding Matahari di
Bimasakti. Tapi, kenapa setitik sinar kecil dari bumi itu
menyorot tajam ke mataku? Sungguh, rasaku tak mampu
kubujuk, meski logikaku sangat memusuhinya. Aku
merindunya, pemuda bumi yang kucinta, tapi juga si keparat,
munafik, bah. Barangkali, bintang di sini lebih nyaman dari
yang di sana. Tapi ini benar-benar rumit. Duhai, apa yang harus
kulakukan? Apa harus kuteteskan lagi air mata ini, lalu ku
kristalkan, yang nantinya bisa memantulkan cahaya bintang di
13

tempat baruku ini hingga ia sampai ke bumi dan menyoroti mata


pemuda itu? tidak.. sungguh, jangan sampai aku lakukan itu..
tidak, tidak
Gadis berpayung mendung senja beberapa saat masih
kebingungan ketika ia sampai di tempat barunya. Air mata yang
ia tahan menetes juga pada akhirnya. Air mata itu terjatuh di
daratan beku planet baru yang ia injak kini. Sekejap, airmatanya
mengkristal memancarkan sinar yang sungguh sangat
menyilaukan. Ia berusaha menutupi dengan sisi bawah gaunnya,
tak berhasil. Ia lalu menduduki air mata yang mengkristal itu,
lebih parah. Sinarnya justru terserap ke tubuhnya dan membuat
sinar kristal itu lebih besar lagi hingga cahayanya melebihi
bintang Matahari di Bimasakti. Gadis itu lelah, lalu berdiri
kembali. Perlahan ia ambil air mata yang telah mengkristal itu.
Diangkatnya dengan kedua tangan, diarahkannya ke bumi.
Larutlah ia bersama kenangannya Sayang, kau memang
menyebalkan. Inikah yang kau sebut cinta, hah? Kau, tanpa
memilikiku, terpisah jauh dan mencampakkan pilihan yang
kuberikan. Lalu, kau mengirim sinyal itu dari bumi agar ku
menyambutmu? Inikah maumu, sayang? Baiklah, aku menjawab
sinyal itu. dengan rasa kesal yang teramat. Dan setelah ini, aku
tak ingin lagi menangis untukmu, sayang, aku terlalu
mencintaimu, juga membencimu. Setelah puas
menumpahkan segala emosi, gadis itu akhirnya menguburkan
14

air mata yang mengkristal itu. ia tak lagi bermain di kala senja.
Ia menikmati siang-malam yang jauh lebih indah di galaksi
barunya, bersama bintang yang selalu menyapanya sepanjang
waktu.

Dari kejauhan, kulihat titik putih kecil di langit, pada


sore ini. yah, sore ini aku mengambil airmata gadis senja yang
telah mengkristal ini. air mata yang ditinggalkannya terakhir kali
saat ia meninggalkanku. Aku menghadapkannya ke mentari sore
yang bersiap tenggelam. Aku mengangkatnya tinggi-tinggi
berharap pancaran sinarnya akan terlihat oleh gadis itu, entah di
galaksi mana ia berada. Titik kecil itu, mungkinkah ia menjawab
sinyal dariku ini? entahlah. Yang jelas, ini salam rinduku
untuknya, biar terlihat ataupun tidak olehnya.
Bunga aneh di bahuku mendekapkan hinggapannya lebih
erat. Untuk apa kau lakukan semua ini, wahai kesatria?
tanyanya menghapus lamunanku. Eh, eh ti.. tidak. aku hanya
ingin mempersembahkan untukmu cahaya indah di sore ini. kau
suka? jawabku tergagap mencoba membuatnya senang. Oh,
indah sekali. Terima kasih, sayang. Dalam hati, aku sungguh
sangat merasa kesal pada diriku sendiri. Kenapa ku harus
membohonginya, oh maafkan aku. Mungkin inilah waktunya, di
15

sore yang menanti senja ini, untuk terakhir kalinya aku


mengenang gadis berpayung mendung senja itu. Aku harus
beranjak pada malam. Bersambut dengan mimpi-mimpi indah
yang bisa kurajut dengan bunga aneh yang menempel ini. Dan
mungkin, ini saatnya untukku mencintai apa yang juga
mencintaiku. Selamat tinggal gadis senja. Selamat datang cinta
baru.
Dan malam telah menelan siang. Setitik putih di langit
tak kulihat lagi. Aku menari riang bersama bunga anehku.
Kunang-kunang mengerubungi kami, berkelip indah membentuk
simponi cahaya. Terbang nyata di sekeliling. Seperti kelip
bintang di malam hari, tapi mereka tak semaya bintang nan jauh
yang hanya bisa kupandangi. Kunang-kunang, mampu
kutangkap dengan kepalan tanganku sendiri, ia benar-benar
nyata di hadapanku.

16

Mendekonstruksikan Cerita Pendek Gadis Berpayung Senja


No
1.

Struktur
Abstrak

2.

Orientasi

Arti
Merupakan ringkasan
ataupun inti dari cerita yang
akan dikembangkan menjadi
rangkaian-rangkaian
peristiwa atau bisa juga
gambaran awal dalam cerita.

Pengara
tentang
akan di
dalam c
Sidoarj
entah ta
mata itu
cinta, se
imaji-im
terkend
pembuk
Berkaitan dengan waktu,
Pada ta
suasana, maupun tempat yang mempe
berkaitan dengan cerpen
latar be
tersebut. Menjelaskan latar
dalam c
belakang suatu peristiwa, dan selalu h
17

pengenalan tokoh.

3.

Komplikasi

Ini berisi urutan kejadiankejadian yang dihubungkan


secara sebab dan akibat, pada
struktur ini dapat mengetahui
karakter ataupun watak dari
tokoh cerita sebab kerumitan
mulai bermunculan.

4.

Evaluasi

Struktur konflik yang terjadi


yang mengarah pada klimaks
mulai mendapatkan
penyelesainya dari konflik
tersebut.

18

asa, saa
menyib
lihat ke
yang ka
horizon
Pada ta
urutan k
diketah
didalam
tersenyu
menden
sementa
memilih
yang be
harinya
Dua sin
diseleks
wajah g
mendun
lainnya
sendiri.

Pada ta
tentang
masalah
mulai te
terbang
mimpi s
berpayu
Meski m
jemu m
menika
siang-m

5.

Resolusi

6.

Koda

pernah
mentari
tenggel
pada ha
Pada struktur bagian ini si
Pada ta
pengarang mengungkapkan
mencer
solusi yang dialami tokoh
penyele
atau pelaku.
terjadi d
melanju
ini, bers
mentari
energi q
mengga
tamank
aku tela
tak lagi
yang m
Nilai ataupun pelajaran yang Pengara
dapat diambil dari suatu teks bagaim
ceriita oleh pembacanya.
tersebut
Dapat juga berupa pernyataan menelan
umum tentang berakhirnya
langit ta
cerpen tersebut.
menari
anehku

19

Anda mungkin juga menyukai