Anda di halaman 1dari 10

TUGAS RESENSI BUKU FIKSI AKU

NAMA : KM GILANG AL AMIN

KELAS : 95

PELAJARAN : BAHASA INDONESIA

SEKOLAH : SMP PGRI 11


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah nya serta karunianya sehingga kami dapat
menyelesaikan resensi yang berjudul’AKU’buku fiksi ini menceritakan tentang
perjalanan hidup dan karya penyair Chairil Anwar.
Laporan Resensi merupakan salah satu buku biografi yang berisi mengenai sosok
penyair karya yang bernama Chairil Anwar.Laporan ini disusun untuk melengkapi
tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Kami mengucapkan terimakasih yang setulus tulusnya kepada ibu guru yang
mengajar mata pelajaran Bahasa indonesia yang telah banyak membantu kami dalam
penyelesaian tugas ini
Selain itu,kami berharap semoga laporan resensi buku biografi Chairul Anwar ini
dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan menjadi referensi untuk menambah
pengetahuan umum.
Oleh karena itu,kami mengharap segala kritik dan saran yang membangun dan
dapat menjadikan laporan ini jauh lebih baik lagi.Kami mohon maaf setulus-tulusnya
atas kesalahan maupun kekurangan dalam penyusunan laporan ini.
IDENTITAS BUKU :

1.JUDUL BUKU : AKU

2.PENGARANG BUKU : KM GILANG AL AMIN

3.PENERBIT BUKU : PT GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA

4.TEMPAT TERBIT : KOMPAS GRAMEDIA BUILDING


JL.PALMERAH BARAT NO.29-37

5.TAHUN TERBIT : APRIL 2016


Bom atom pertama meledak di kota Hiroshima.Langit berselaput awan cendawan
berbisa.Ketika memburai awan ini,bumi laksana ditimpa hujan salju yang
ganas.Gedung-gedung beton runtuh.Aspal-aspal jalan terbakar menyala.Bumi retak
retak berdebu di segala penjuru.Dan beribu tubuh manusia meleleh,tewas atau terluka.
Seekor kuda paling binal,berbulu putih dan rambut kuduk tergerai,berlari ke
pusat kota,tidak peduli pada yang adadi sekelilingnya,juga tidak pada manusia.Dia
meringkik alangkah dahsyatnya,menapak dan menyepak alangkah merdekanya.Dunia
ini seolah cuma milik dia.Dan sekaligus seolah bicara”Kalau sampai waktuku,kumau
tak sorang merayu,tidak juga kau.Tak perlu sedu sedan itu,aku ini binatang jalang dari
kumpulannya terbuang.Gaung suara ini seolah membelah langit,membelah
bumi”.Membelah juga rel kereta api di pinggir kota,akhirnya juga membelah peron
stasiun yang berpagar kawat duri.Tapi sang kuda binal melompat tidak peduli
walaupun sepotong kawat duri menggores perut,menggores juga paha.Darah segar
menyembur keluar,membuat noktah-noktah merah di bulunya yang putih.Sampai juga
sang kuda melayang diatas gerbong kereta dan gubuk-gubuk liar,gerbong dan gubuk
busuk,milik perempuan-perempuan berdaki.Meneteslah darah segar ketika kuda
melayang diatas sana dan jatuh menimpa sebuah wajah lelaki kurus berambut
panjang,bermata cekung tapi tajam,berdada telanjang dan kurus bertulang-tulang.Tapi
dialah lelaki resah berwajah gelisah dan mata merah.Lelaki itu terkejut seketika
memandang langit sambil mengusap mukanya.Dia Cuma menemukan langit kosong di
ujung-ujung atap gubuk yang menyesak.Lelaki ini masih menatap langit seperti
semula,dengan hati masih resah dan mata merah.Wajah dan mata yang ini tiba-tiba
tampil berlipat ganda.Mula-mula dari satu,kemudian dua,tiga,sampai menjadi enam
memenuhi ruang.Sesudah itu terdiam tiba-tiba,seolah mati membeku.Maka pada saat
yang ini timbul di permukaan ruang sebuah judul’AKU’.Ketika ruang kembali
terang,itulah terangnya matahari yang menembus celah dedaunan.Embun pagi seolah
menguap diatas jalan-jalan berlumpur,diatas tegalan.Dan puluhan kaki kasar petani
bergerak sigapnke hilir.Puluhan kaki petani ini kemudian berubah menjadi
seratus,seribu,puluhan,bahkan ratusan ribu di atas rumput,di aspal tengah kota.Di
tempat lain,diatas rel yang lengang terpisah dengan yang lainnya,lelaki telanjang dada
dan mata merah basah berjalan sendiri dan tetap gelisah.Matanya nanap gemetar
memandang jauh ke depan seperti melihat dua jalur kereta yang menyatu ujung-
ujungnya di kejauhan,juga ujung-ujungnya yang terbias embun dan seolah gemetar.
Pada saat itu,sepasang suami istri duduk makan bersama,berhadap-
hadapan,porak poranda.Yang lelaki tinngi lagi besar berkumis melintang dan
hebat,bermata bundar,merah menyala seperti terwaris pada lelaki kurus yang telanjang
dada.Yang perempuan pendek walau tidak kalah tambunnya,berwajah bundar seolah
lembut,tapi alangkah kerasnya dia.Yang lelaki membanting serbet putih diatas meja
sambil matanya terbuka menyala dan seluruh kumisnya ikut bergetar seolah
berkata”Bi-na-tang kau adanya!”.Yang perempuan diam tidak berbicara,cuma
ditariknya taplak meja yang panjang juga berwarna putih,dan binasalah seluruh yang
teratur rapi di atasnya.
Lelaki pewaris mata merah dengan dada terbuka dan sudah dewasa,masih
berjalan menyusuri jalan kereta sambil mengepit buku di ketiaknya.Baju yang
disandangnya semula sudah dipakainya dan dada itu tidak lagi terbuka.Namun sang
mata masih tetap nanap ke depan,dan lelaki kumis melintang di kamar tidur dengan
istrinya.Kembali tirai-tirai kelambu,lemari kaca,bantal,guling,kain sarung,jas,porak
poranda.Dan dibalik pintu kamar yang sedikit terbuka,sepasang mata sang anak yang
merah menjadi saksinya.Umbi biji mangga yang tumbuh telah menjadi pohon kecil
dekat sumur tua.Sang nenek memeluk bocah bermata merah depan pintu dapur
rumahnya.Sebuah smash yanf teramat sangat sengit menghantam bola badminton di
lapangan terbuka,dipukul oleh seorang anak yang sudah jadi remaja,remajanya si anak
bermata merah saga.Gadis-gadis remaja di pinggir lapangan sama berteriak gembira
mengelu-elukannya,tapi lawannya yang jauh lebih tua dapat
mengembalikannya.Remaja mata merah pun mengembalikannya lebih sengit,namun
sang lawan berhasil menahannya.Remaja menjadi seolah menyala matanya,gemetar
mata dekujur tubuhnya.Remaja yang pantang menyerah dan pantang putus asa.Maka
sekali lagi bola yang melambung tinggi sekali ini dengan bengis
dihantamnya.Semacam petir yang cuma sekilas bola itu jatuh di sisi lawan tanpa
berhasil ditahannya.Sang remaja melompat gembira,sementara remaja-remaja putri
bersorak-sorak menyambut kemenangannya.Remaja mata merah segera lari ke luar
lapangan langsung mendapatkan putri tercantik yang berada di sana,bernama Ida.Putri
ini langsung dikecup pada pipinya,membuat orang-orang tua menjadi terkejut
melihatnya.Putri ini bahkan lantas dilarikannya pulang meninggalkan semuanya yang
jadi Cuma sanggup menggeleng-gelengkan kepala.Masih dalam sorak-sorak
bergembira remaja sampai dirumah.Tidak ditemuinya ibu maupun ayah.Remaja jadi
kelihatan curiga,dengan serta merta melesat keluar.Di sebuah rumah yang lain,akad
nikah baru saja berlangsung.Dan astaga...,sang remaja menyaksikan sang ayah
berkumis melintang memeluk perempuan lain yang masih muda ke dalam
kamar.Langit seolah runtuh diatas kepala remaja bermata merah.Dia lari dan lari seolah
mau berpacu dengan angin,sampai tersungkur kejang dia diatas pasir di tepi
pantai.Nenek dan Kakek duduk termangu berdua di halaman depan tanpa bunyi ketika
cucu kesayangannya datang.Sama halnya dengan sang cucu,kedua orang tua ini seolah
sedang menunjang beban seberat langit di atasnya.Keduanya bahkan tidak kuasa
membuka suara ketika sang cucu menanyakan ibunya.
Jam dinding berdentang satu kali.Ibu yang sendiri terbangun dari tidurnya,dan
menemukan tempat tidur anaknya yang masih kosong.Ibu jadi mengambil selendang
hangat dan menutupi punggungnya.Dengan itu dia lantas jalan ke luar rumah,duduk
termangu di depan menanti anaknya.Ibu sudah terlena di luar,ketika pulanglah dia si
anak hilang.Chairil membangunkan ibunya dan membimbingnya masuk.Chairil
memasuki kamar,sesudah menidurkan kembali ibunya.Sebuah kamar sempit yang
dipenuhi buku di atas meja,di lemari,di atas kasur,di mana-mana! Dibukanya segera jas
dan dasinya,sesudah itu anak ini tenggelam dalam membaca sampai fajar tiba.Betapa
tiba-tiba wajah sang anak menjadi berubah.Mata yang memang selalu merah itu
menjadi bertambah merah.Bibir itu juga gemetar seperti mengucapkan sesuatu yang
tidak jelas,tapi penuh kegeraman.Diraihnya tangan ibu yang berada di
kepalanya,dikecup,di peluknya tangan itu,tapi dia lantas berkata dengan ringannya”Ibu
masih membekal perhiasan-perhiasan.Ibu tidak memerlukan itu semua
kini.Jual!”.Maka ibu nampak jadi menahan sesuatu yang sangat pedih,dan
berkata”Sudah terjual semuanya,Nak...!,Untuk sewa rumah,untuk makan,untuk bayar
sekolahmu,nuku-bukumu,juga dansa-dansa dan kesenangan-kesenanganmu... selama
ini!”.Sang anak jadi termangu sekarang,sambil membantingkan buku ditangannya ke
atas meja.Yang meledak di pantai adalah bom!.Sesudah itu disusul pendaratan
balatentara Dai Nippon ke Indonesia.Maka mulailah periode masa pendudukan jepang
di tanah air.Maka dia sekarang sudah bukan anak lagi,bukan remaja,juga bukan
dewasa.Dia adalah Lelaki!.Dan lelaki itu sekarang berada di sebuah toko
buku.Diselipkannya dua buah buku tebal ke balik jaketnya,lalu dia menyelonong keluar
seenaknya.Di luar,pada dinding-dinding tembok toko dan restoran,pada tiang-tiang
listrik atau di mana saja,sangat bisa dikenali puluhan poster-poster perang Asia Timur
Raya.Selebihnya adalah kere-kere yang kotor dan nelangsa.Itulah gambaran daerah
Senen Raya,dimana lelaki itu berada.Tidak urung sampai juga dia ke daerah gerbong
kereta,di daerah gerbong Stasiun Senen lama.Dimasukinya sebuah gubuk reot mesum
dari ratusan yang berdiri disana,dan di temuinya Marsiti,seorang perempuan kenalan
lama.Marsiti sedang hamil,tapi tidak menjadi halangan baginya untuk segera membuka
kain dan bajunya,menerima seorang pelanggan,yang nampaknya pelanggan
lama.Telaten sekali dilucutinya baju sang lelaki,dan dipijitinya lutut-lututnya.Tapi
lelaki ini terus saja asyik s buku-buku yang barusan saja dicurinya.Dia bahkan segera
menyuara”Bukan main,kau pasti senang mendengarkan yang ini.Omong kitanya kira-
kira begini,dengarkan Siti’Kawan,jika usia kelak meloncer kita sampai habis-
habisan,jika tubuh seluruh,pehong lagi bengkok,hanya encok tinggal menentu
kemudi,menyerah sampai di sini saja...!’” “Idih,joroknya!”Marsiti tertawa.”Terus,kok
pake ada pehong segala,encok,dibawa-bawa sih?Memangnya boleh syair ngomong
yang begituan?”.Lelaki jadi tersenyum simpul memandang Marsiti.Tapi dia terus
mengambil buku lain dan mulai membaca lagi sambil katanya”Baik,baik!Aku pilihkan
yang ini,barang kali kau akan jadi senang.Yang ini tidak pake’encok’atau yang jorok-
jorok itu.Nah dengar’Dara,dara yang sendiri berani mengembara mencari di pantai
senja.Dara,ayo pulang saja,Dara!’”.Marsiti toh masih menyala,katanya
bertanya”Lho,pulang kemana?”Lelaki tidak peduli.Dengan isyarat tangan dia meminta
Marsiti berdiam diri,dan dia terus membaca”’Tidak,aku tidak mau!Biar angin malam
menderu menyapu pasir,menyapu gelombang dan sejenak pula harus menyisir
rambutku aku mengembara sampai menemu.Dara,rambutku lepas terurai apa yang kau
cari,di laut dingin di asing pantai,Dara,Pulang!Pulang!’”
Lelaki menutup buku memandang Marsiti,seolah mau mengetahui persepsi
perempuan jelata ini.Marsiti tersipu,seperti anak perawan yang barusan mendapat
puji.Marsiti merasa,sejak itu seolah ditunjukkan kepadanya.Maka dia menjadi genit dan
memanja.Sang lelaki lantas kembali bertanya”Bagaimana,syair yang bagus
bukan?”Marsiti masih memanja”Yang ini bagus sekali.Kedengarannya enak.Tapi Siti
bukan dara lagi kan Bang.Abang tau,Siti diketawain anak-anak di sini waktu bilang
Abang seorang tukang sa’ir!Mereka tanya’Apaan itu tukang sa’ir?Namanya siapa dia?
Bapaknya siapa?Siapa sih nama Abang?Boleh tau kan?”Dan lelaki itu seenaknya
menjawab”Boleh!Namaku...AKU!” “AKU?Kok’AKU’ sih?Terus nama bapaknya
siapa?” “Atang!” “Lho,si Atang yang tinggal di Kalipasir itu?” “Ah bukan,dia tinggal
di Medan!” “Jadi lengkapnya nama itu,’Aku...bin...Atang’!”.Marsiti jadi pelan-pelan
mengulanginya”Aku bin Atang?”.Marsiti tertawa.Terlalu sekali tertawa ini,sambil dia
memegangi perutnya yang terbuka dan mulai berkilat karena gendutnya.Lelaki
mengusap perut itu dan terlena diatasnya.
Di sebuah gedung elit di daerah Menteng,suasananya sangat berkabung.Seorang
lelaki bertubuh pendek,kecil,berwajah sangat cendekia,ramah,dan berambut ikal,pagi
itu dihadap oleh adik dan saudara-saudaranya.Sepotong surat terbuka di atas meja
tulisnya,dan sang adik yang tersedu melipat surat itu sambil katanya”Chairil sudah dua
hari tidak pulang,katanya karena itu Ibu Tulus datang sendiri kemari membawa surat
ini!Padahal kemarin pagi dia baru sarapan di sini.Waktu pulang dia mengantongi buku
dari kamar ini.Entah buku apa.Kau periksa sendirilah nanti,Rir!”.Seorang saudara
perempuan lain menyambung sambil juga tersedu”Aih...Nenek!Tapi Chairil musti
segera dicari,Kak.Saya tahu persis,betapa dia dekat sekali dengan Nenek.Dia pasti akan
merasa kehilangan sekali!”.Saudara laki-laki lainnya menimpali”Dia lebih dekat
dengan Nenek daripada kepada Bang Tulus,bapaknya.Ya,Chairil musti dicari!”.Tiba-
tiba sebuah suara tawa yang khas dan keras berderai di tengah ruang dalam itu”Kenapa
musti dicari?Aku ada disini!Dan ada apa pula pakai bertangisan?Ada ayam kalian yang
mati dipotong jepang rupanya?”.Semua terkejut diam memandang orang yang tertawa
dan bicara barusan.Itulah si Chairil yang klimis mengempit buku,sudah muncul saja
tiba-tiba dan tegak di ruang dalam itu.Sang adik dan lain-lainnya segera jadi
kikuk.Mereka pelan-pelan dan diam-diam mengundurkan diri dari sana.Membuat
Chairil jadi keheranan.Tapi sebelum dia menyuara lagi,laki-laki cendekia itu sudaj
mendekatinya.Suaranya terdengar juga ramah ketika lantas berkata”Dari mana saja kau
dua hari ini,Ril?” “Aku?” “Ibumu barusan saja dari sini membawa surat ini.Surat dari
Medan,Ril.” “Ada apa? Si Tulus bangkrut dirampok Jepang dan istri mudanya,karena
itu tidak pernah lagi bisa kirim uang?” “Kalau Cuma itu,Tentu Tantemu tidak perlu
sampai bertangisan!” “Lantas,apa dong?” “Nenekmu Ril! Meninggal bulan
lalu!”.Chairil Cuma sedikit saja tergagap dan sekilas.Tapi dia lantas bergerak ke meja
tulis sambil terdengar suaranya parau”Punya rokok,Om?”.Lelaki itu tidak
menjawab,dan Chairil membuka kotak cerutu di atas meja,mengambil tiga batang.Dua
batang dimasukkan ke saku bajunya,yang sebatang lagi dibakarnya sambil tangannya
meraba surat di atas meja.Tidak sampai dibacanya surat itu,ketika tiba-tiba dia berbalik
dan bergegas jalan keluar.Ketika melewati laki-laki itu,dia sempat cuma berkata”Aku
pergi dulu om!”.Lelaki yang dipanggil “Ril” itu sekarang berjalan cepat sekali seolah-
olah mau berpacu dengan angin.Dia berada di atas rel kereta ketika itu,dan di
wajahnya,di matanya,tersembunyi kepedihan yang tidak tertahankan.
Dan ombak di pantai Cilincing pagi itu,juga seolah menghidap kepedihan yang
sama.Bergulung-gulung dia ke depan menghantam pantai,menghantam batu
karang,menghantam batang-batang nyiur,di bawah salah satu batangnya,lelaki pedih itu
tersandar sambil matanya pejam.Ketika mata itu kemudian terbuka,alangkah basahnya dia
dan semakin merah.Baru sekarang dirasakannya lututnya bergetar,dan pelan-pelan tubuh itu
menggelusur terkulai duduk.Dua buah buku yang baru tadi atau kemarin dicurinya,jatuh di
atas pasir dan terbuka di antara lutut-lututnya.Kedua belah tangannya kemudian merejam
rambutnya sendiri,sampai kepala tertarik tunduk di atas lututnya.Bagi mereka yang
melihatnya,Lelaki itu tidak lenih daripada seseorang yang tengah tenggelam membaca.Dan
memang ada sebuah keluarga kebetulan sedang tamasya.Itulah keluarga Mirat,terdiri dari
seorang lelaki setengah tua sebagai Mirat Tua,bersama istri dan adik-adiknya.Seorang lelaki
yang masih remaja dan seorang gadis menjelang dewasa.Mirat sekeluarga,bukan tidak
melihat lelaki yang sedang dirundung duka ini,walau mereka berpikir bahwa orang itu sedang
asyik membaca.Adik perempuan Mirat bahkan kemudian terlampau lama,terlampau khusus
memandangi lelaki itu.Sehingga Mirat Tua menegurnya”Ada anak lagi naksir lelaki di bawah
pohon kelapa itu!”Dan sang adik perempuan yang merasa diperolok jadi cepat
memprotesnya”Idih apaan kamas nggak lucuSegala lelaki kurus kering begitu...!”Mirat Tua
tertawa,juga istrinya.Dia terus melanjutkan sambil berjalan ke arah lelaki itu”Biar aku tilik
wajahnya sebentar.Kalau melihat cara dia membaca,dia itu pasti calon sarjana,atau bisa juga
seorang kunstenar...seniman!”.Lelaki mengangkat kepala memandang ke depan,kepada
ombak yang datang bergulung-gulung datang,dia melihat bayangan masa kanak-kanaknya
yang begitu manis,manja,bersama neneknya!.

Di rumah,ditemuinya ibu sedang duduk sendiri,sedih dan menanti.Lelaki bermata


merah dan basah,jatuh memeluk haribaannya,persis seperti dia berbuat sama terhadap
neneknya dulu,dimasa kanak-kanaknya!.Malam-malam berikutnya,lelaki mengunci diri dan
tenggelam dalam kamar.Dia pun mulai menulis...Pada saat mana terdengar juga narasi dari
apa yang dia tuliskan:
Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertahta...

Narasi dan sajak di atas,gaungnya sampai di mana-mana karena sejak ini tercetak
sudah dalam sebuah majalah yang dikelola oleh penerbit “Balai Pustaka”.Seluruh redaksi
majalah seni,seluruh seniman dari segala kategori,secara berantai membaca beberapa potong
sajak yang terasa bernafas baru,hangat,kuat,kental dari sangat bersemangat,dari seorang
penyair yang sama sekali belum dikenal.Dan lahirlah seorang seorang penyair yang bernama
CHAIRIL ANWAR.
Kelebihan : Buku ini dapat menginspirasikan anak muda jaman
sekarang untuk lebih semangat untuk menjadi penyair yang di
akui oleh semua orang dengan cara melihat perjalanan hidup
CHAIRUL ANWAR yang begitu kerasnya sampai beliau menjadi
sukses.
Kekurangan : Di buku ini banyak sekali kata-kata yang sulit
untuk dipahami dan buku ini memiliki kata-kata yang sedikit
kotor.
DAFTAR PUSTAKA
Nama pengarang : AL AMIN GILANG KM
Tahun terbit : 2016
Judul buku : AKU
Tempat terbit : KOMPAS GRAMEDIA BUILDING JL.PALMERAH BARAT NO 29-37
Penerbit : PT GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA

Anda mungkin juga menyukai