Anda di halaman 1dari 10

SITI NURJANAH

Riwayat hidup seorang adakalanya menarik untuk dibaca, misalnya saja


bambang Wicaksono di dalam buku ini Pergulatan hidup nya sejak sekolah rakyat,
kemudian menyaksikan masa pra G 30 S/PKI, masa sesudah itu dan akhirnya berhasil
menjadi pengusaha yang bergerak di bidang perhotelan.

Kesendirian tidak membuat nya senang. Ia sangat mendambakan kehadiran Siti


Nurjanah, sahabatnya di sekolah rakyat dan berpisah ketika mereka tamat SR,
kerinduanya akhirnya berakhir ketika secara tiba tiba Siti Nurjanah muncul
dihadapannya. Mereka sempat bercanda dan berjanji akan menikah. Dan di hari di hari
pernikahan yang jijanjikan itu pula bambang meninggal. Namun Siti Nurjanah tidak
merasa sedih, baginya itu adalah yag terbaik untuk sang kekasih.

Dan bambang dimakamkan disamping makam di samping makam Siti Nurjanah


yang meninggal 32 tahun yang lalu yang dalam usia 17 tahun. Siapakan Siti Nurjanah
yang terbaring disamping bambang, Hanya buku inilah yang mampu menjawabnya.
Selain itu, pengarang yang bernama sunaryono basuki KS sudah banyak kenal dengan
gayanya yang khas, sehingga apa yang ia sajikan akan selalu menarik pembacanya.
SATU

Ketika aku memasuki rumah itu, beberapa orang


kelihatan sedang mengeluarkan kursi dan ruang tamu.
“ Untung Bapak Segera datang, “ Kata seorang dari mereka.
Lalu mereka meneruskan pekerjaannya.
Disudut ruangan aku jumpai Mbok Rah duduk sambil menghapus air matanya.
“ Sudahlah, Mbok. Jangan bersedih lagi. Relakanlah
Semua ini terjadi, sudah kehendak Gusti Allah,”kataku.
Mbok roh mengangkat wajahnya. Matanya kelihatan merah dan berair.
Lalu dia bangkit berdiri.
Den Mase ada titip sesuatu.” Lalu, tanpa berkata lebih lanjut
Mbok rah masuk kedalam kamar, dan keluar membawa kotak Disket dan
memberikannya padaku.
“Inilah titipan itu.”
“Apakah ada pesan-pesan lainnya ?”
“Tidak ada.
Aku menarik nafas dalam-dalam. Apa pula yang ingin disampaikan padaku.
Ketika kubuka kotak itu, ternyata berisi dua buah disket,
dengan tanda NUR dan WP.”Nur” itu pasti nama file yang tersimpan didalamnya,
dan dia telah mengerjakannya dalam “word perfect”.
Disket itu kumasukan ke dalam kotaknya, dan kotak itu kuletakkan diatas
Lemari buku dikamar tengah.
Kubantu orang-orang yang bekerja itu dan setelah setelah semuanya beres,
Aku tidak sabar lagi untuk mengetahui apa yang yang tersimpan didalam disktet
Yang ditinggalkan untuk ku itu. Kumasuki kamar Kerja Bambang Wicaksono dan
Kunyalakan komputer yang terletak diatas meja.
Kumasuki disket DOS sampai komputer itu siap dipakai. Didalam daftar file,
Yang dapat kulihat dilayar monitor, ternyata terdapat file “NUR.1”,NUR.2”,NUR.3”
Dan sebagainya diantaranya, ternyata ada file “PESAN”.
Apa pula yang ingin dipesankan? Kugerakan kursor ke file `PESAN`
Kemudian kuletakan nomor 1 sekarang, di layar monitor dengan jelas dapat ku
baca.

tempat kerja, 05 Maret 1995


Yon, sahabatku yang baik.
Akhirnya aku dapat menjelaskan `NUR` yang selama hidupku telah menjadi obsesi
yang terus menerus, kau boleh menyebutnya sebuah novel, karena isinya mirip sebuah
dongeng belaka, tetapi, dapat juga kau sebut sebagai Biografi atau Autobiografi, karena
semuanya memang tentang diriku dan kutulis sendiri.
Memang aku ingin menulisnya? Semuanya tentu gara-gara Nur sendiri, yang
dengan rajin mengunjungiku bulan-bulan terakhir ini, kami bercanda kembali, bergelagak
tertawa mengenangkan masa kanak kami yang indah, dan tahu-tahu, aku
menyelesaikannya, selancar pertemuan-pertemuanku dengan NUR.
Sebagai seorang wartawan, kau pasti mampu menyalurkan kisahku ini kepada
masyarakat pembaca, itupun kalau menurut pertimbanganmu naskah ini layak dibaca
oleh orang lain.
Aku telah puas yon, puas sepuasnya karena telah menyelsaikan naskah ini, rasanya
badan dan jiwa ku telah terasa ringan sekkarang, aku bagaikan kapas yang melayang-
layang dalam tiupan angin senja. Aku dapat merasakan bagaimana rasanya terbang
diantara mega-mega, meliuk kecelah bukit dan menyusur danau memandangi tepi taman
bunga yang kaya warna, semua itu bukanlah sebuah mimpi, tetapi suatu kenyataan yang
indah, karena Nur menyertaiku kemana-mana, kedalam penjelajahanku ke tepi tasik yang
tenang dan punggung gunung yang hijau.
Kami berpegangan tangan dan be,sama-sama melayang-layang kesana kemari,
seakan kami ingin mengucapkan salam terakhir pada penghuni jagat raya ini, kadang-
kadang kami saling memandang, matanya yang inda, masih seindah dulu, dan senyumnya
yang tenang, sama sekali tidak sensual.
Apakah yang lebih baik bagiku daripada berpegang-pegangan tangan dengan NUR
dan mengembara kesana kemari selau dalam kebersamaan? Kami tidak berbicara, tetapi,
banyak sekali makna yang saling kami pahami, kami ingin mencurahkan kerinduan kami
dalam saling berpegangan. Darahnya mengalir kedalam urat dan darahku, mengalir
kedalam urat dan darahnya, kami telah menjadi satu, sesuai dengan apa yang kami
dambakan selama hidupku.
Tidak kukira Allah memberikan izin kepadaku untuk bertemu kembali dengan Nur
dan aku sangat sangat bahagia sekarang.
Sekarang tidak ada lagi yang kutakutkan kukhawatirkan,sama sekali aku tidak merasa
gentar. Aku sekarang sudah pasrah, benar-benar kepasrahan sejati.
Yon, saudaraku, sekarang semuanya telah kuserahkan padamu buat mengaturnya.
Mbok Rah adalah wanita yang menyayangi diriku, dia bagaikan ibu kandungku sendiri,
kadang-kadang dia memarahiku, dan itu bisa dilakukan oleh seseorang yang telah
menganggap aku ini sebagai kerabatnya sendiri, tanpa menimbulkan rasa benci,
Karena itu, pertama-tama kau harus memperhatikan mbok Rah. Yang lainnya terserah
padamu.semua sudah aku siapkan untuk kau tangani.
Anak-anakmu adalah anak-anakku. Mereka sangat sayang padaku. Pada saat
berlibur dari tempat mereka menempuh kuliah, mereka tidak lupa menjengukku. Mereka
ini sudah merupakan bagian dari keluargakku.
Selebihnya, kau tahu sendiri apa yang harus kau lakukan.
Tentera nama Bambang Wicaksono disitu, tetapi, tentu saja, tanpa dibubuhi tanda
tangan nya.
Aku jadi penasaran Siapakah Nur yang ia sebut itu? Dia pernah bicara mengenai
Nur, bahka seingatku, tidak pernah menyinggung nama Nur.
Aku beranjak kefile berikutnya, yang diberinya Nama Nur 1, dan seterusnya.
Semalaman bagaikan orang yang terpukau oleh pesona ajaib aku terlahap terpampang di
layar monitor. Menjelang subuh, akku selesai membaca seluruh tulisannya, mataku terasa
perih, namun aku merasa puas, terdengar orang membaca surat yasiin.
Aku mengambil wudhu dan bersiap-siap untuk shalat subuh, kukira, kau harus pula
mengetahiu apa yang telah ditulisnya, agar kau mendapatkan pula kepuasan seperti yang
telah aku dapatkan,.aku tidak mengubah satu katapun dari apa yang telah ditulisnya.
Semuanya dalah karyanya, termasuk mungkin beberapa salah ketik yang tak sempat ia
perbaiki. Semuanya aku perbaiki seperti adanya agar naskah itu benar-benar otentik.
Bilamana penyunting yang menerbitkan naskah itu kemudian mengadakan perbaikkan
atau ejaan, hal itu bukan menjady tanggung jawabku. Aku sudah jelaskan bahwa naskah
yang kukirim adalah naskah asli, tanpa perubahan satu huruf pun.
Terserah sekarang pada sidang pembaca utuk menilainya
DUA

Tiba-tiba saja aku merasa harus menulis tentang Nurjanah, wanita sempurna yang
menyertai perjalanan hidupku dalam kerahasiaan. Dorongan untuk bercerita tentangnya
Demikian besar, sampai-sampai ku tidak mampu memincingkan mata, dan tak mampu
menghirupkan udara kedalam paru-paruku tanpa mengingatnya. Sekarang ini aku benar-
benar seperti dimasuki roh ajaib yang membuka hati dan pikiranku, yang menjernihkan
ingatanku akan masa lampauku, dari hari kehari yang telah kulalui dari mimpi dan
kenyataan yang datang silih berganti.
Namanya Nurjanah, Siti nurjanah, wanita paling mulia yang pernah kukenal, yang
kemudian menyertai ku kemanapun aku pergi. Siti Nurjanah bagaikan di lahirkan khusus
untukku, hadir kedunia ini untuk membimbingku, dia adalah wanita yang sangat
istimewa. Baiklah akan kucoba untuk melukiskan dirinya semampuku, namun aku
percaya, sebenarnya aku tidak bisa menguasai banyak kata-kata untuk melukiskan
kesempurnaannya.
Siti Nurjanah, wanita cantik budi dan rupa, wanita cantik luar dan dalam kalau
anda bertemu dengannya, pastila anda setuju akan penampilanku terhadap wanita ayu
itu.
Aku mulai dengan kulitnya karena orang yang biasanya memang sangat tertarik
pada apa yang terletak diluar dan segera dapat dilihat, kulitnya berwarna lebih muda dari
kuning langsat, dari wajahnya, dari siku-sikunya sampai jari jemarinya, dan dari lutut
samapai keujung kakinya, itu saja yang dapat aku lihat dari kulitnya. Yang lain hanya
tuhan yang maha mengetahui. Wajahnya agak lonjong,matanya bulat, hidungnya
mancung, alisnya hitam lebat, dan rambutnya juga tumbuh sehat dan hitam pekat, selalu
digelung atau dijalin dua menjadi ekor yang menyentuh pantatnya. Mulut dan hidungnya
sangat purna. Mulut yang selalu menyungging senyum itu seakan memancarkan cahaya
keteduhan, yang sama sekali tidak merefleksi rasa benci dan dengki hati pemiliknya. Tidak
sama sekali tidak. Bila kita pandang mulut yang indah itu, seakan kita dapat mendengar
suara merdu yang melantumkan kedamaian suara yang menjanjikan kedamaian hidup,
lepas dari lekuk pikuk caci maki dan amarah. Demikian marahnya. Bila dia bicara, aku
ingin mendengar ia bicara terus, karena suaranya penuh kesabaran, bukan saja ketika ia
berbicara padaku , tetapi juga ketika ia berbicara pada teman-teman yang lain. Bahkan,
nada sabar itu tidak berubah walaupun ada seorang teman yang dengan keterlaluan
mengajaknya bertengkar. Maklumlah, ada saja yang merasa iri dan dengki pada wanita
sebaik Siti Nurjanah.
Pandangan matanya yang tulus, dengan sorotan langsung ke dalam mata kita bila
dia sedang berbicara pada kita, membuat diri kita diperhatikan, kuperhatikan, bahwa Siti
Nurjanah tidak pernah membeda-bedakan temannya bila sedang berbicara. Berbicara
kepada siapapun, dia selalu menatap mata yang diajaknya berbicara, seakan dia ingin
mengajak bicara dari hati kehati, bukan hanya sekedar dari mulut kemulut. Dan mata itu
selalu kelihatan bersinar-sinar, bersama-sama dengan gerak bibirnya yang lembut.
Badannya tinggi semampai, tinggi untuk ukuran rata-rata gadis dikelas kami.waktu
itu,tingginya hampir menyamai tinggi badanku,padahal,kemudian aku tumbuh menjadi
lelaki yang sehat dengan tingti sekitar seratus tujuh puluh lima centi meter.bentuk seluruh
tubuhnya,dan tanganya kelihatan gemulai,bagaikan sebuah lukisan naturalis yang tiada
taranya.gadis yang duduk di atas batu sungai mengenakan kebayak,rambutnya basah
terurai,dan bersama sama dengan pemandangan alam sungai,matanya memancarkan
keteduhan yang benar benar alami,memancarkan cahaya ajaib yang membuat orang
setiap memandanya menarik napas panjang dan mengucapkan”Tuhan Maha Besar”.
Namun demikian,kecantikan Siti Nurjan tidak pernah menerbikan nafsu
birahiku.Apakah hal itu disebabkan kami masih duduk di bangku sekolah rakyat waktu
itu? Rupanya tidak demikian. Pada saat aku sudah mampu menerima rangsangan dari
lawan jenisku, gambaran tentang Siti Nurjanah tetap tidak menggetarkan birahiku.
Siti Nurjanah tetap menjadi wanita mulia yang kukagumi, yang ku puja, tetapi, sama sekali
aku tidak pernah membayangkan akan berada selapik seketiduran dengannya. Kelak aku
belajar bahwa rasa cintaku pada Siti Nurjanah sungguh luar biasa, cinta yang mengambil
bentuk aslinya,yang murni,dan tak terkotori oleh noda dunia.cinta itu bagaikan mimpi
yang tak pernah menjadi kenyataan,cinta yang hanya mampu berada di awang-awang.
Kelak,orang akan menertawakan diriku. Karena bagi mereka cinta tanpa bersatunya
tubuh merupakan omong kosong besar. Mereka tidak mampu memahami bahwa cinta
semacam itu ada,bisa ada dan tumbuh didalam diri seseorang,sebagaimana cinta itu
tumbuh dan hidup di dalam diriku.
Di kelas enam Sekolah Rakyat Jalan Kauman,aku duduk di belakang Siti Nurjanah.
Diam-diam selalu dapat kukagumi keindahan dan kesempurnana yang berada di depan ku
itu. Kadang-kadang dia menoleh dan bertanya padaku tentang pelajaran yang sedang
kangkami tempuh. Kesempatan untuk Siti Nurjanah menoleh selalu ku tunggu-tunggu.
Ketika itu,matanya yang indah dan bibirnya yang lembut mekar di
hadapanku,menghadirkan kedamaian di hatiku.
Ketika bel telah berbunyi dan bapak Prawiroharjono mengizinkan kami pulang,aku
tidak pernah membuang kesempatan untuk berjalan dibelakang Siti Nurjanah. Rumahnya
tidak jauh dari gedung sekolah,yakni di daerah Kauman juga,sedangkan aku harus
menembus Kampung Talun untuk sampai kebareng Kartini. Dari belakang aku selalu
memperhatikan bagaimana dia berjalan.langkahnya bagaikan langkah Bidadari yang
sempurna. Tidak pernah selama hidupku melihat langkah yang begitu indah.kelak,ketika
aku sering melihat Pragawati bejalan di atas Catwalk,aku Cuma bisa mengatakan di dalam
hati,”Ah langkahmu Cuma langkah komersial yang palsu, yang dibuat disebuah sekolah
modeling, yang tidak keluar dari sanubarimu. Jangan-jangan, apa yang terjadi justru
sebaliknya, langlah buata itu akan mempengaruhi perkembangan jiwamu, padahal,
seharusnya langkah itu merupakan cerminan dari langkah hati pemilik kaki”.
Tetapi mereka tidak pernah perduli. Langkah-langkah yang dibuat menawan itu
memang telah menawan banyak orang yang menyaksikannya. Bahu ditekuk sedikit
kedalam kepala diangkat agak tinggi, kaki dan tangan diayunkan, jadilah sebuah produk
yang bisa dijual. Andai kata Siti Nurjanahmenjadi pragawati, maka dia tidak perlu
mengambil kursus Modelling, dan dia tidak perlu membawakan langkah yang sudah
Fabricated. Dan dia harus membawakan langkahnya sendiri, yang menjadi
cerminkepribadiaannya, yang bukan kepura-puraan dan kepalsuan, dan orang-orang akan
menerimanya dengan rasa kagum.
Pasti mereka tidak akan mampuberanjak dari kursi, mereka menyaksikan langkah
anggun sang Dewi ksempurnaan, yang berjalan diatas catwalk tanpa tujuan untuk menjual
apa-apa namun tentulah pakaian yang melekat ditubuhnya akan menjadi rebutan para
bintang film, para aktris menyanyi, para yang empunya duit mereka akan berebut
membeli pakaian itu dengan harapan dapat mengenakkannya seanggun Situ Nurjanah,
dan dapat mempesona banyak orang tetapi Siti Nurjanah tidak pernah punya tujuan
untuk mempesona orang lain tanpa maksud itu dirinya sudah penuh pesona dan mampu
mempesona orang lain tanpa dia sendiri berusaha untuk mengekploitasinya.
setelah makan siang sebetulnya ayah dan ibuku menyuruh aku tidur siang, tetapi,
biasanya aku hanya masuk kekamar tidur dan ketika orang lain sudah tidur aku
menyelinap keluar dan mengambil layang-layangku aku sengaja bermain layang-layang
sampai kehalaman sekolah, dengan harapan dapat berjumpa dengan Siti Nurjanah. Pada
siang hari itu, Siti Nurjanah berjalan keluar dari rumahnya kepalanya ditutup kerudung
dan didadanya didekap alqur`an siang hari adalah acara belajar mengaji bagi Siti
Nurjanah, sementara aku berpanas-panas memandang langit yang dipenuhi layang-
layang.
Ketika berpapasan, Siti Nurjanah selalu menyapaku dengan kelembutan yang tak
dibuat-buat, dengan keramahan-tamahan yang wajar.
ituah bagian awal dari ceritaku menganai tokoh yang akan selalu membayang hidupku.
Kenangan dari masa sekolah rakyat di jalan kauman tidak pernah habis-habisnya
mewarnai lakon hidupku,semua yang di jalani selalu seakan dapat di kembalikan
kehalaman sekolah itu. Dulu,gedung sekolah itu termasuk yang paling megah di kota
ini,terletak di pusat kota,disamping sebuah hotel terbesar saat itu,di sudut selatan alun-
alun kota. Dulu,gedung sekolah yang berhalaman luas itu hanya berpagar batu merah
ditambah pipa besi dengan garis tengah sekitar tujuh centimeter. Sering kami melompati
pagar itu untuk menghindari pintu depan,walaupun Bapak Prawiroharjono,Kepalak
sekolah kami,selalu menganjurkan agar kami melewati pintu depan,bukan melompat
pagar,walaupun pagar itu rendah dan dapat di lompati.
Dari sekolah itu banyak yang aku kenang. Bu Min yang gemuk dan pandai
bercerita. Bila hari sudah siang,Bu Min selalu bercerita kepada kami. Waktu itu kami baru
duduk di kelas lima, Bu Min menceritakan tentang seorang mata-mata Rusia yang terbuka
rahasianya berkat kebiasaan yang aneh di meja makan,yakni yang menyimpang dengan
kebiasaan orang Eropa lainnya yang memegang pisau di tangan kanan dan garpu di tangan
kiri. Mendengar cerita-cerita Bu Min pada siang hari,khayalanku mengembara dengan
bebas. Sesaat aku merasa sebagai seorang mata-mata,pada saat lain aku bisa menjadi
tokoh yang lain lagi.
Di sekolah itu juga ada perpustakaan yang dikelola oleh anak-anak sendiri. Untuk
meminjam buku kami harus membayar, jumlahnya aku lupa, mungkin hanya lima sen, dan
aku bertugas mengumpulkan uangnya. Uang itu aku simpan didala kardus bundar bekas
tempat bedak.buku-buku diperpustakaan itu habis kubaca. Ada cerita tentag Baron yang
menunggang peluru meriam, ada cerita tentang anak yang sebatang kara didunia
karangan Hector Malot, dan ada pula buku tentang seorang gadis bernama Heidi yang
paling laku tentu saja buku-buku karangan Karl May seperti “ Di Sudut-sudut Balkan” atau
“Winnetou Gugur”.
Guru kelas seorang lelaki yang telah bercerai dengan istrinya. Satu hal yang paling
ku ingat tentangnya iyalah omongan teman-teman ketika bapak guru ini ikut melayat
kekuburan. Di sana dia menggosokan sepatunya yang penuh lempur pada sebuah nisan.
Bagi kami prbuatannya itu sungguh ke terlaluan sehingga menjadi pembicaraan murid-
murid sampai beberapa hari lamanya. Katanya dia juga suka minum-minuman keras dan
juga suka main perempuan. Tapi,aku tidak perduli.
Yang aku ingat justru Pak Prayit yang mengajar di kelas tiga,yang berkaca mata itu
ternyata kenalan ayahku. Sesama orang yang bergerak di dunia pendidikan. Pak Prayit
punya kebiasaan yang tak pernah kulupakan. Setiap hari dia minum sebutir telur ayam
yang masih mentah. Ketika kami mengerjakan tugas yang di tulis di papan tulis,Pak Prayit
berdiri didepan jendela dan memecah telur ayam itu,lalu dengan kepala mendongat dan
mulut di buka lebar-lebar,dia menumpahkan isi telur itu dalam mulutnya. Sering juga
terdengar dia mengeluakan dahak yang ada di tenggorokan itu dengan suara keras. Aku
dengar Pak Prayit sakit paru-paru,tetapi dia sangat kuat merokok. sambil menjelaskan
pelajaran, tak henti-henti dia menghisap rokoknya dan mengepulkan asapnya ke seluruh
ruangan kelas. Banyak orang mengatakan bahwa memang seorang guru memang punya
bakat untuk sakit TBC. Kalau mau jadi guru, harus siap untuk menderita TBC. Apalagi,
didalam buku-buku yang aku baca, penderita TBC digambarkan sulit untuk disembuhkan.
Dia harus diisolasi disebuah tempat peristirahatan yang disebut sanatorum. Kata orang,
Jendral Sudirman juga menderita sakit paru-paru. Pastilah beliau sangat menderita pada
waktu masih hidup. Sayang sekali, beliau tidak sempat menikmati kemerdekaan dan
segala fasilitas kesehatan yang didapatkan memberantas sakit paru-paru dengan mudah.
Bapak Prawiroharjono, meskipun perokok berat tida pernah kulihat melahap telor
mentah didepan kelas. Beliau yang mengenakan kaca mata berbingkai tebal ini sangat
penyabar. Sebagai Kepala Sekolah dan guru kelas enam, barang kali Bapal Prawiroharjono
terlalu penyabar. Seingatku, beliau tidak pernah marah. Juga tidak pernah ketika Mas
Suroto, murid lelaki yang paling besar dan tua dikelasku itu kedapatan mengambil
stempel sekolah dan stempel tanda tangan Pak Prawijoarjono yang tersimpan dilaci meja
guru. Kedua stempel itu dipakai menyempel surat keterangan milik beberapa orang
murid, termasuk surat keterangan milik beberapa orang murid, termasuk surat
keterangan punyaku. Surat itu menyatakan bahwa pemiliknya sudah berusia tiga belas
tahun. Surat itu sudah kami tunjukan ke penjaga gedung bioskop yang memutar film-film
yang dipertunjukkan bagi penonton yang berusia iga belas tahun keatas. Maklumlah,
ketika kami duduk dikelas enam, rata-rata kami baru berusia dua belas tahun. Mas Suroto
sendiri tentunya sudah berusia lebih tiga belas tahun. Menginat dia anak yang paling
besar diantara kami, dan dia pindahan dari sekolah desa.
Diantara siswa-siswa sekelas kami, kelak ada yang menjadi insinyur, seperti
Aryono sahabat karibku, ada yang menjadi dokter ahli penyakit jantung, seperti Puruhita
yang rumahnya dijalan Ijen. Mas Suroto kalau tidak salah menjadi tentara dan masuk
menjadi pasukan Cakrabirawa. Aku tidak tahu bagaimana nasibnya selanjutnya. Ada
Basuki yang berkulit kuning berwajah bundar,, Ada Suhartoyo yang kemudian menjadi
guru mahasiswa IKIP, ada pila Farida yang paling kuingat yang bau keringatnya yang
sangat menusuk. Dan sebelu masa ujian akhir tiba, dia sudah dipingit oleh keluarganya
yang arap tulen, ada Sidharta yang suka menonton film hayalan bayangan saja. Kudengar
dia juga lulus menjadi insinyur mungkin dari UGM. Tetapi, yang lebih penting, tentu saja
ada Siti Nurjanah, murid paling ayu dan paling baik dimataku. Karena cantiknya, Bapak
guru kelas empat yang menjadi pembicaraan kami itu, pernah ingin melamar Siti
Nurjanah. Kami semua terkejut akupun dalam hati berharap-harp cemas, agar orang tua
hanya membuang-buang waktumu yang sangat berharga, sebaiknya tidak kau lanjutkan
membacanya. Cukup sampai disini saja, dan biarlah rahasia ini mengenai Siti Nurjanah
hanya kusimpan sendiri, atau diketahui oleh mereka-mereka yang benar-benar ingin
mendengarnya adakah diantara anda yang bernama Puruhita, yang bernama Suhartoyo
yang bernama Suroto, yang bernama Faridah, yang bernama Sidhaharta, yang bernama
Aryono? Atau tokoh-tokoh lain yang pernah duduk dibangku sekolah rakyat jalan
Kauman? Mungkin nama-nama inilah yang akan paling tertarik mengenai kisahku ini.
TIGA
Bila musim hujan tiba, datang pula penderitaan rutin bagiku. Di punggung kakiku
selalu tumbuh bintul yang membesar dan tumbuh air. Kadang-kadang bintul itu tumbuh
diatas mata kaki. Dan bintul itu belum akan sembuh kalau belum matang. Ketika kulit
yang membungkus bintul berisi air itu mulai terasa tegang, itu berarti sudah `matang`, dan
sudah waktunya kupecahkan dengan memakai peniti. Air yang meleleh keluar aku
keringkan dengan kapas dan kucelupkan dengan air garam. Kalau sudah musim hujan,
maka kaki ku akan penuh dengan perban dan ditempel dengan plester . melihat kakiku
yang bertampal-tampal itu aku sering merasa malu. Orang bilang, itu cacar air. Tetapi
seingatku, ketika aku duduk dikelas dua dan tinggal didesa Pakisaji, aku pernah sakit yang
serupa. Ayahku membawa kesebuah klinik yang terletak di Kebon Agung, sekitar empat
kilometer dari Pakisaji. Disana aku mendapat suntikan, katanya suntikan kalk. Waktu obat
merasuk ke dalam tubuhk, seluruh tubuh terasa hangat, dan keluar dari klinik aku cepat-
cepat kencing karena tiba-tiba terasa kandung kencingku penuh air. Katanya, dengan
suntikan kalk itu kulit ku akan menjadi kuat, mantri yang menyuntikku mengatakan, aku
sering sakit kulit karena aku kekurangan kalk. Mungkin saja dia benar, sebab selama
dalam pengungsian,siapanyang sempat memikirkan tentang makanan dengan gizi yang
baik? Bisa makan saja kami sudah merasa bersyukur.

Anda mungkin juga menyukai