Anda di halaman 1dari 17

Sukma Yang Tertawan

Oleh: Ade Anto


"Hai kamu lagi ngapain duduk ditaman tengah malam begini?". Tanyaku ketika kebetulan aku
lewat di taman Centrum memergoki seorang gadis yang sedang duduk termangu seperti menunggu
seseorang. Dia memakai gaun berwarna krem keputih putihan dalam mode yang kuno seperti gadis
jaman dahulu.
"Aku lagi suntuk, mencari angin disini", dia menatapku tajam dan dingin. Mata yang bulat bening
berwarna keabu-abuan jelas terlihat memantulkan sinar lampu taman yang tidak begitu terang. Dia
cantik dengan hidung mungil yang mancung seperti orang Eropa.
"Boleh aku sedikit ngobrol dengan kamu?", Aku penasaran ingin tahu lebih dekat.
Dia tersenyum, kemudian menganggukan kepala tanda setuju, aku duduk disampingnya. Ada
semacam perasaan aneh yang menelusup kebalik otak kecilku, seperti sedang dihipnotis. Aku jadi lupa
dengan tujuanku semula yang sebenarnya hendak pulang. Kemudian aku mengulurkan tangan
mengajaknya bersalaman, dia menyambutnya dengan antusias.
"NADIA,... NADIA VANDERLARCK atau orang-orang memanggilku NANCY".
"Ouw… sebuah nama yang bagus, panggil aku Anto". Aku duduk disampingnya, ditembok pot
bunga yang melingkar ditengah taman.
Hening...., kami tak saling berbicara, kesunyian malam dengan angin semilir dan dingin
menusuk tulang, sesekali terdengar suara mobil atau motor yang melintas dijalan Sumbawa atau
Belitung.
Kata-kata seperti hilang. Secara tak sengaja dia beradu tatap denganku, matanya yang tajam
seolah mencoba untuk mengetahui lebih akrab lagi. Kemudiaan dia tersenyum manis sekali, aku
membalasnya. Kutatap wajahnya yang putih pucat dan sangat dingin.
"Sepertinya aku baru melihatmu?, kamu tinggal dimana?" aku mencoba membuka kembali
pembicaraan.
"Ya…. memang kita baru pertama kali berhadapan, tapi aku sering melihatmu disekitar sini,
aku tinggal digedung itu". Nadia menunjuk sebuah kompleks bangunan tua yang ada diseberang jalan.
Aku terperanjat dibuatnya, bukankah gedung itu sekarang dipakai untuk sekolah 2 SMU favorit
dikota ini, dan aku cukup mengenalnya. Aku sontak berdiri, mundur agak menjauh dua langkah dari
gadis itu. Aku tidak tahu apakah wajahku memucat?. Kemudian aku memperhatikannya lebih seksama.
"Kenapa kamu terkejut seperti itu? Jangan takut aku tak sejahat yang mereka kira!", dia seperti
tahu pikiranku.
"Aku hanya ingin mencari teman saja, biar bebanku ini bisa aku ceritakan. Syukur-syukur kalau
ada yang bisa menolongku", katanya kemudian sehingga ketakutanku berkurang.
Dia mengusap rambut keemasannya yang dibelah tengah dan dibiarkan jatuh terurai sebahu,
tetapi ujung rambutnya melingkar keluar.
"Maksudmu, menolong bagaimana?", aku sudah menguasai diri.
"Bukankah kamu telah tahu cerita tentangku, walau itu tak semuanya benar!".
"Maksud kamu cerita tentang Nancy ?".
"Iya! Akulah Nancy itu, orang-orang mengenalku seperti itu. Padahal namaku yang sebenarnya
adalah Nadia…. Nadia Vanderlarck". Dia menatapku dengan sorot mata begitu dingin dengan raut
wajah yang sedih.
Aku hanya terdiam kaku, membalas tatapannya. Otakku seperti ikut beku.
"Kamu mau tahu? dan harus tahu kisah hidupku yang sebenarnya. Mari ikut aku!!".
Nadia mengulurkan tangan kanannya. Seperti terhipnotis aku menyambutnya, memegang erat salaman
tangannya. Kemudian dia menatapku tepat dibola mataku, sehingga menembus sukmaku.
Perlahan aku dengan Nadia mulai berjalan bergandengan, memasuki sebuah jalan yang asing
bagiku. Suasananya tenang dengan cahaya seperti bulan purnama. Tidak ada cahaya matahari. Semakin
jauh kami melangkah keadaan semakin terang dengan udara yang sejuk. Tidak dingin tidak panas,
konstan begitu terus.
Nadia terus menuntunku memasuki halaman sebuah gedung yang megah, besar bercat putih. Di
halamannya kulihat banyak orang asing, bule seperti orang-orang Eropa. Banyak anak-anak yang
sebaya dengan Nadia, seperti anak sekolah. Hampir semuanya bule, tapi ada juga anak yang berkulit
kecoklatan.
Kami berjalan berkeliling kesetiap lorong, ada ruang kelas, ada aula yang luas yang ditata dan
penuh dengan perlengkapan sebuah bar, seperti tempat dansa. Ruang itu dihiasi lampu susun kristal.
Kami terus berkeliling dengan cepat dan akhirnya Nadia membawaku kembali keluar. Aku banyak
berpapasan dengan orang-orang, tetapi tak satupun aku kenal, semua asing bagiku. Tak ada yang
menyapa, walau beradu bahu sekalipun.
Aku dengan Nadia berjalan menuju halaman depan dan disana ada kursi panjang dari kayu
dibawah sebuah pohon yang rindang. Nadia masih memegang tangan kiriku dan kemudian menarik aku
untuk duduk dibangku itu.
"Begitulah tempat aku belajar. Umurku 16 tahun waktu itu, aku tinggal disebelah bawah sana,
dipemukiman khusus orang-orang Eropa", dia menunjuk kesebelah selatan dari bangunan tadi kami
berkeliling.
"Papaku seorang wakil residen di kota Parahiangan ini. Waktu umurku 15 tahun, aku
pertamakali jatuh cinta pada seorang pemuda pribumi yang umurnya lebih tua 3 tahun dariku",
lanjutnya.
Aku hanya bisa memperhatikannya bicara, tak ada kata yang keluar dari mulut ku.
"Nama pemuda itu Soebrata, aku memanggilnya kang Soebrata. Dia tampan, ramah dan selalu
baik padaku. Sebenarnya aku kenal dia sejak aku berumur 10 tahun. Ayahnya adalah pegawai
kepercayaan papaku. Kami sering bermain bersama", mata Nadia seperti menerawang jauh, aku hanya
mendengar saja.
"Aku lahir di Denhaag tahun 1903, kata mamaku waktu aku masih berumur 5 tahunan, kami
sekeluarga merantau ke Batavia. Aku masih ingat masa kecilku, aku habiskan di Batavia sampai aku
berumur 10 tahunan. Entahlah mengapa keluargaku sampai ke Batavia, aku belum pernah bertanya
tentang itu. Kemudian papaku ditugaskan dikota ini", dia berhenti sejenak.
"Pada awalnya aku tidak menyadari aku mencintainya. Mungkin karena kami sering bermain
bersama, diam-diam aku membutuhkannya, begitu juga kang Soebrata, diam-diam dia mengutarakan
perasaannya padaku, bahwa dia mencintaiku. Aku sangat bahagia waktu itu. Begitulah kami berpacaran
secara sembunyi-sembunyi, kami sangat saling menyayangi. Mama dan papa tidak tahu hubungan kami
yang sebenarnya, kami menyembunyikannya bila dihadapan mereka. Hampir setahun hubungan kami
aman-aman saja", dia berhenti seperti mengingat sesuatu.
"Sampai suatu pagi yang indah, kami ketemuan disebuah taman. Taman itu sepi, rimbun dan
jarang orang pergi kesana. Mungkin karena seminggu sebelumnya kami tidak bertemu, aku sangat
rindu padanya. Tanpa tahu siapa yang memulai kami akhirnya melakukan hubungan badan. Kami
melakukannya atas dasar cinta kami, indah sekali", matanya tampak berbinar dan tersenyum malu
padaku.
Dia menarik napas panjang dan tiba-tiba roman wajahnya berubah menjadi murung, beku dan
seperti sedih sekali. Dengan sedikit terbata Nancy melanjutkan ceritanya.
"Kemudian setelah beberapa bulan dari semenjak kami melakukan hubungan badan itu,
malapetakapun datang. Ada seorang teman kelasku yang iri dan kemudian melaporkan hubungan
percintaan kami pada papaku. Pemuda yang melaporkan itu adalah anak atasan papa, dia sebenarnya
naksir padaku dan papa setuju itu, malah papa sering menjodohkan aku dengan Mayer namanya. Tapi
aku tidak menyukai Mayer, karena dia sombong dan playboy, dia suka melecehkan gadis-gadis.
Bahkan telah banyak gadis pribumi yang menjadi korban kebejatan moralnya"
"Mengetahui kebenaran laporan itu, jelas papa dan mama sangat marah besar padaku dan kang
Soebrata. Mereka merasa malu,aib dan jabatannya terancam dengan kejadian itu. Pada jaman kami
jelas aib, bila seorang gadis bangsa kami jatuh cinta pada lelaki pribumi atau "INLANDER" begitu
papa menyebutnya. Apalagi aku dengan kang Soebrata melakukan hubungan lebih jauh lagi.Berita
tentangku cepat menyebar, teman-teman sekolahku sering mencemoohku atau mengolok-olok aku,
mereka membenciku. Sehingga pada puncaknya, papa mengusir keluarga kang Soebrata dan bahkan
berencana membunuh kang Soebrata. Entahlah apakah kang Soebrata jadi terbunuh atau tidak?. Dari
semenjak itu aku tidak pernah melihat dia lagi sampai sekarang, hilang entah kemana seperti ditelan
bumi, kabar keluarganya pun tak pernah kudapat. Papa melakukan perbuatan jahat itu karena merasa
malu, terhina, aib dan jabatannya terancam dipecat, apalagi atasan papa sudah terkena hasutan anaknya
si Mayer". Nadia mulai menitikan air mata dan jatuh meleleh dipipinya yang putih pucat.
"Sejak itu otomatis beban hidupku begitu berat, aku mendapat begitu banyak tekanan. Belum
rasa rindu dan cintaku yang menggebu kepada kang Soebrata, cintaku sangat menyayat hati, rinduku
padanya tak tertahankan. Papa dan mama memarahi dan membenciku, teman-temanku yang tadinya
baik padaku kemudian berbalik membenci dan menghinaku. Mereka mengucilkan aku, sehingga aku
tak kuat menahan beban kehidupan itu. Aku putus asa, tak ada tempat mengadu lagi, tak ada tempat
berkeluh kesah, tak ada kang Soebrata".
"Akhirnya aku menemukan suatu jalan, yaitu : "KEMATIAN". Aku memilih jalan terakhir itu
setelah sebelumnya aku memikirkan untuk lari dan mencari kang Soebrata, walau kepenjuru bumi
manapun. Tapi ternyata keputus asaanku lebih kuat, meskipun beberapa bulan sebelum kami
melakukan hubungan badan ditaman itu, kang Soebrata berjanji dan mengajakku merried. Aku
menantikan janji itu, tapi ternyata aku kecewa karena kang Soebrata tak pernah kudengar kabarnya
lagi".
Nadia berhenti bercerita dan mengusap air matanya yang dari tadi sudah membasahi pipinya,
dia terisak pilu. Aku merasa iba dibuatnya tapi kepenasarananku lebih besar.
"Jadi kamu memilih jalan kematian itu? Kenapa kamu lakukan?". Tiba-tiba pertanyaan bego
dari mulutku yang penasaran tak bisa kutahan.
"Ya!, kematian itu yang kupilih, karena kukira dengan kematian segala persoalanku akan
musnah dan selesai, ternyata……, ternya….ta…", dia terbata dan tak bisa melanjutkan kata-katanya.
Nadia kelihatan semakin sedih dan pucat. Kini dia tidak berani memandangku, entah apa yang
ada didalam perasaannya.
"Tapi ternyata apa Nancy?. Memang kau dengan jalan apa memilih kematian itu?, kapan?,
dimana?", kepenasaranan begoku muncul lagi.
Nancy menatapku dengan sorot ketidak pastian, marah, benci dan kesedihan yang memuncak.
"Nadia namaku!! Bukan Nancy…!!", dia membetulkan panggilanku padanya, kali ini dengan
suara yang agak tinggi.
"Maaf aku salah memanggilmu!!. Tapi tolong jawab pertanyaanku Nadia!", seruku agak kecut.
"Aku memilih jalan kematian itu dengan cara menggantung diri didalam ruang kelasku sendiri.
Malam itu umurku tepat 16 tahun, yaitu tanggal 13 Maret tahun 1919. Mama sama papa lagi
mengadakan pesta dansa, menyambut tamunya dari Batavia, diruang bar diatas sana. Aku menyelinap
diam-diam kedalam gudang dan berhasil mendapatkan seutas tali. Kemudian aku menyelinap keruang
kelasku. Dengan menaiki meja aku berhasil mengikatkan ujung tali kegantungan lampu, dan salah
satunya keleherku. Sebelum meloncat aku memanggil nama papa VANDERLARCK, mama
MEREDITH dan kang SOEBRATA, kemudian……., kemudian yang terasa adalah sakiiit sekali, sakit
tiada terkira. Lalu aku tak lagi ingat apa-apa", Nadia meringis ngeri.
"Jadi, kau bunuh diri dalam keadaan sadar?".
Kemudian aku berdri dihadapannya, menatapnya dengan penuh keheranan dan sedikit rasa
takut.
"Iya memang, dalam keadaan sadar tapi penuh dengan keputus asaan", jawabnya terisak.
"Selanjutnya apa yang terjadi pada diri kamu Nadia?", kepenasarananku ingin rasanya
kuhabiskan detik itu juga.
"Ternyata aku menyesal, aku kira semuanya akan berakhir dengan baik. Tapi ini adalah sebuah
kekeliruan yang nyata, aku tersesat dan sampai sekarang tak pernah menemukan jalan yang
kumaksud".
"Maksud kamu, tersesat bagaimana?", aku memotong pembicaraannya dan aku masih berdiri.
"Begini….! setelah aku ingat dan kesadaranku pulih, aku melihat tubuhku masih tergantung
dengan lidah yang menjulur, mata membeliak keatas dan dari hidung serta telingaku mengucurkan
darah, sedangkan wajahku jadi biru. Sungguh aku kaget melihat keadaanku yang mengenaskan itu, aku
menjerit sejadi-jadinya. Menjerit memanggil mama, memanggil papa dan memanggil kang Soebrata.
Aku menangis, kemudian berlari mencari mereka. Dan ternyata aku bisa menembus tembok dan
seketika itu sampai diruang bar tempat mereka berdansa. Sambil menangis keras, aku panggil mama
Meredith,kupeluk dan kuguncang-guncang tubuhnya, tapi sepertinya mama tidak mendengar dan
merasakan apa yang kulakukan. Dia tetap berdansa dan tertawa-tawa dengan laki-laki yang tak
kukenal, begitu juga papaku dan yang lain. Mereka tidak melihat dan mendengar teriakanku. Akhirnya
aku capek lalu kembali ketempat tubuhku yang tergantung, kucoba untuk masuk lagi, tapi itu tidak
bisa. Hanya sia-sia saja. Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku menangis sejadi-jadinya, menangis
dan terus menangis. Kuterpuruk disudut ruang kelas sambil meratapi keputus asaanku", Nadia terdiam,
lalu dia melanjutkan ceritanya.
"Sampai matahari bersinar aku masih tetap diruangan itu. Dan tubuhku yang tergantung baru
ditemukan oleh teman sekelasku TASYA OLDMARK yang datang paling awal. Dia menjerit sejadi-
jadinya ketika melihat tubuhku, kemudian dia jatuh pingsan".
Nadia menangis keras, melengking, memiriskan hati, membuat bulu kuduk meremang dan
menggetarkan jiwa yang mendengarnya. Ingin rasanya aku berlari meninggalkannya, tapi aku tak bisa
begitu saja keluar dari lingkaran itu. Selain penasaran dengan kisahnya, aku malah jadi kasihan
padanya. Ingin pada waktu itu memeluknya dan kemudian membawanya entah kemana.
Aku mencoba menyentuhnya, memegang tangannya. Terasa lembut dan dingin seperti salju.
Entah kenapa seperti ada kekuatan yang menuntun tanganku untuk membelai rambutnya. Akh…aku
seperti menyentuh kapas yang terembun, lembut tapi dingin. Nadia mengurangi tangisannya,dia kini
hanya terisak-isak.
"Sudahlah Nadia…!! Tak usah kau menyesalinya terlalu dalam,itu mungkin sudah suratan
takdir". Aku mencoba menhiburnya, apakah dia mengerti ucapanku atau tidak.
"Aku tidak bermaksud membuatmu sedih dengan kamu bercerita kisahmu ini. Tapi aku ingin
kau menyelesaikannya untukku, biar aku menuliskannya sehingga orang tahu kisahmu yang
sesungguhnya. Bukankah kau yang menginginkannya?".
Aku kembali duduk disampingnya. Udara tetap lembab dengan cahaya tetap seperti terang
bulan purnama.
"Maukah kau melanjutkan cerita kisahmu itu?". Aku bertanya setengah membujuk, seperti
kepada adik kecilku yang ngambek. Nadia menganguk pelan, lalu dia bersiap dengan ceritanya.
"Mama dan papa begitu shock/terpukul melihat kenyataan itu. Mama pingsan, aku begitu sedih
melihatnya, aku menyayangi mama. Papa kelihatan sangat menyesal dengan kejadian itu, tapi
penyesalan itu sudah terlambat. Orang-orang berkerumun lalu menurunkan tubuhku yang sudah kaku.
Aku masih tetap diruangan itu, kucari-cari kang Soebrata, tetapi aku tidak melihatnya, aku penasaran.
Ketika aku hendak mencari keluar dari gedung ini, ada cahaya yang panas dan menyilaukan
pandanganku. Itu ternyata cahaya matahari, sampai sekarang terkadang aku tidak bisa menahan atau
melawan cahaya matahari".
"Aku tetap terkurung di gedung ini, ketika tubuhku dibawa oleh mereka entah kemana. Biarlah
aku tidak ingin memperdulikannya". Nadia berhenti sejenak, menunduk dalam-dalam, lalu melanjutkan
kisahnya.
"Berita kematianku cepat menyebar, disekolahku gempar. Sehingga beberapa hari kemudian
mama dan papa pindah keBatavia. Aku tidak bisa ikut, aku tidak bisa kemana-mana karena masih
kuharap kang Soebrata akan muncul, tetapi penantianku sia-sia.Aku sedih dan kecewa. Hampir 40 hari
aku terkurung dialam yang disana, aku hanya bisa menyesal dan kadang menangis. Untuk menghibur
diri terkadang pada malam hari aku melayang mengitari kompleks bangunan ini. Aku juga suka pergi
ketaman tempat kami melakukan percintaan pertama kali, aku mengenangnya, menanti janjinya kang
Soebrata. Selama 40 hari itu aku tersiksa, aku juga berusaha mencari JALAN MENUJU TUHAN,
KATANYA KALAU KITA MATI, KITA DIAMBIL TUHAN. TAPI TERNYATA TAK ADA
JALAN MENUJU TUHAN DISINI!!. Mungkin CARA KEMATIANKU YANG SALAH. AKU
TERLALU BANYAK DOSA BESAR YANG TAK TERAMPUNI!!", Nadia mengutuk menyesali diri.
"Nadia!, aku pernah dengar bahwa kau suka menampakan diri, suka memainkan piano dan kau
suka menjerit, menangis menyayat hati. Benarkah itu?".
"Kadangkala bila aku ingin memberitahukan keberadaanku pada orang, aku mencoba
menampakan diri, dengan jalan sebelumnya aku harus membesarkan energiku dulu. Itupun
penampakanku hanya bisa beberap saat saja. Kadangkala aku juga suka terhadap lagu-lagu classic
seperti Sonata in C mayornya Mozart atauBach; Concerto in D Minor, aku juga suka memainkan
Piano Sonata No 8 in C Minor dari Beethoven. Aku bisa memainkannya karena aku belajar sewaktu
masih di Batavia dan disini mama memanggilkan guru les musik kerumah. Di gedung ini ada piano
yang sering aku mainkan. Tapi bila aku mengingat semua kisah hidupku aku sering menangis sambil
menjeerit-jerit, terutama bila aku ingin keluar dari LINGKARAN PENJARA SETAN ini". Nadia
berhenti bicara dan wajahnya seperti menahan ketakutan yang sangat.
"Lingkaran penjara setan? Maksudmu apa?", aku tidak mengerti.
"Inilah penyesalan yang paling besar dari segala penyesalanku. Pada hari ke 41 dari aku bunuh
diri, ketika kesedihanku memuncak, entah kenapa waktu itu seperti ada kekuatan yang besar, yang
menyedotku masuk kealam yang seperti sekarang ini. Aku berusaha melawan kekuatan atau energi
itu,tapi aku tak kuat. Seperti ada tangan sangat besar yang menahan dan menangkapku. Ketika aku
menyadarinya, aku berada dalam genggaman sebuah tangan dari sesuatu makhluk yang sangat
menyeramkan. Aku berontak dan meronta-ronta tapi sia-sia dan makhluk itu berkata;"Hai sukma
manusia laknat, akulah raja jin disini,yang kini menguasai sukmamu. Akan kutawan kau dipenjara
setanku. Kau tidak akan kulepaskan sampai alam ini berakhir, sampai TUHAN MENEPATI
JANJINYA PADA HARI KIAMAT". Ya, aku ternyata masuk kealam jin, aku ditawan oleh raja jin
disini. Aku tak bisa kemana-mana, selain atas suruhan dan kekuatan energinya. Dialam ini aku tak bisa
lagi menghitung hari, karena disini tak ada sinar matahari, terang selamanya seperti ini tak bisa
membedakan siang dan malam. Dikeraguan ini juga aku melihat banyak tawanan manusia yang lain,
kadang baru datang dan masih sangat muda. Mereka banyak yang dijadikan budak dan disiksa, tetapi
ada juga yang sedikit beruntung, dipaksa dikawinkan dengan putra-putri raja atau bangsa jin lain. Aku
juga sedikit beruntung tidak dijadikan budak oleh mereka, ataupun dikawinkan dengan bangsa mereka.
Kini aku diberi tugas menggoda manusia, menyesatkan dan merasuki mereka yang energi dan
keimanannya lemah", Nadia diam beberapa saat.
"Aku kira tugas ini ringan, ternyata aku malah tersiksa lagi. Ketika aku harus merasuki
seseorang,aku harus mengumpulkan banyak energi. Dan bila aku berhasil merasukinya, aku juga harus
perang dengan orang yang berusaha menyembuhkannya. Aku sering dibantu oleh tuan TAKSAKA
Raja JIN yang menawanku ini. Pernah suatu kali aku merasuk keseorang perempuan yang sebaya
denganku dan orang yang mengeluarkan aku, berhasil memotong-motong tubuh halusku. Sakit….sakit
sekali tak tertahankan, seketika itu aku tersedot kembali kealam jin, dan seketika itu pula aku sehat
kembali. Semenjak itu aku jarang merasuk ketubuh orang. Yang kulakukan adalah teknik baru yang
aku pelajari dari tuan TAKSAKA. Yaitu; aku hanya tinggal mengganggu gelombang otaknya dengan
energiku. Aku mengzam kelenjar pineal diotaknya, menyentuhnya dan itu selalu berhasil dengan baik.
Orang itu bisa berbuat diluar kesadarannya, tergantung aku menginginkannya. Cara seperti ini adalah
yang paling sulit bagi orang untuk menyembuhkannya".
Mimik wajah Nadia berubah-ubah, dia berhenti sambil membetulkan letak duduknya lebih rapat
padaku, aku bergeser mengambil jarak. Kemudian Nadia melanjutkan ceritanya.
"Sering aku tidak mau melakukan tugasku, sesering itu pula aku mendapat siksaan dari tuan
Taksaka. Mereka kejam dan tak punya perasaan. Karena tidak kuat menerima siksaan, beberapa kali
aku mencoba kabur dari penjara ini. Tapi malah energiku semakin surut, aku semakin lemah. Aku ingin
kabur !!. Aku ingin keluar dari alam ini!. Aku ingin MENEMUI TUHAN!!. BIARLAH AKU
MENDAPAT SIKSA DARI TUHAN,TETAPI TIDAK DARI MAKHLUK JIN JAHAT ITU.
Tolonglah, keluarkan aku dari penjara ini!. Tolonglah….!!, kau bisa menolongku??". Nadia menatapku
seperti meratap dan sorot matanya begitu mengharap.
Aku hanya terdiam lalu tercenung,tak tahu apa yang harus aku perbuat. Aku bertanya dalam
hati, mampukah aku menolongnya?. Dengan cara apa……?. Dengan energi yang aku punyakah…..?.
Ataukah dengan ayat-ayat suci Al-Qur`an yang aku pelajari….?. Sekali lagi aku hanya menyisakan
tanya dalam hati.
Nadia memegang tanganku erat-erat, seolah tidak ingin melepaskanya. Wajahnya semakin
menampakan ketakutan, kemudian dia bergumam:
"Dia datang!!, tuan Taksaka datang!. Sepertinya dia mengetahui keberadaanmu dan
pembicaraan kita".
Dia berdiri kemudian merapatkan tubuhnya padaku yang sudah berdiri dari tadi. Dia
memandang penuh ketakutan kearah bangunan gedung berdiri.
Aku juga merasakannya, ada energi yang datang dari arah puncak gedung. Energi yang cukup
besar dan terasa panas.
Sejenak kemudian aku melihat seberkas cahaya kemerah-merahan, berputar seperti berpilin
kencang datang dari arah puncak bangunan itu. Cahaya itu semakin lama semakin besar dan jelas
membentuk sebuah bayangan yang baru aku lihat, sesosok makhluk yang menyeramkan.
Aku kaget karena secara tiba-tiba makhluk itu telah berada dihadapanku dan Nadia. Aku
mencoba menatap dan memperhatikannya, walau lututku gemetaran dengan persendiaan yang serasa
copot.
Oh!!, inikah raja Jin si Taksaka itu?. Rutukku dalam hati sambil memperhatikan bulu -bulu
ditubuhnya yang lebat berwarna hitam kemerah-merahan. Tubuhnya yang hampir setinggi empat
meteran, dengan perawakan yang besar. Tampak begitu menjulang tinggi dihadapan kami. Matanya
merah menyala begitu tajam menatap kami. Nadia Vanderlarck terlihat begitu ketakutan sehingga
tubuhnya nampak menggigil, dia masih merapatkan tubuhnya pada tubuhku dan aku spontan
memeluknya.
Aku mencoba membalas tatapan si Taksaka dengan jalan memusatkan energi batinku pada
kedua mataku. Dia nampak marah dan menatapku semakin tajam. Aku mengakhiri tatapanku dengan
jalan mengalihkan perhatianku, kekedua telinganya yang besar dan runcing seperti telinga kelinci.
Diatas telinga itu tumbuh dua buah tanduk yang runcing dan panjang, seperti tanduk kerbau tetapi
lurus.
Aku perhatikan hidungnya yang pesek, dengan ujung hidung yang besar. Dan ditengah antara
kedua lobangnya dipasang anting-anting besar yang mengkilap, entah terbuat dari apa benda itu.
Mulutnya yang lebar menyeringai padaku, tampak gigi-giginya yang kotor dengan empat buah taring
begitu runcing. Dari mulutnya keluar semacam lendir berwarna hitam dan mengeluarkan bau busuk
yang menyengat, bercampur dengan bau badannya yang apek, bau pesing. Rupa wajahnya tidak
begitu jelas karena selain tertutup rambutnya yang gimbal juga ditumbuhi bulu-bulu yang lebat. Atau
kata orang, mungkin sudah merupakan rahasia bangsa Jin bila menampakan diri pada manusia, maka
dia tidak akan pernah meperlihatkan rupa wajahnya yang asli, walaupun itu berada dialamnya sendiri.
Taksaka mempunyai dua tangan yang besar dan panjang menjuntai, hamper mencapai lututnya.
Jari-jarinya besar hitam dihiasi dengan kuku-kuku panjang, runcing dan hitam kotor. Selain itu dia juga
mempunyai ekor yang ujungnya mengait, tetapi tidak terlalu panjang.
Ketika aku memperhatikannya, tiba-tiba saja dia menjulurkan tangannya, memegang leher
Nadia dan kemudian dalam satu kali tarikan Nadia telah berada didalam cengkramannya. Aku kaget
dibuatnya sehingga aku hanya terbengong saja.
"Hey…! Sukma manusia laknat, waktumu kali ini telah hampir habis…!. Kembalilah kau
kepenjara setanku…!". Si Taksaka memarahi Nadia sambil mendekatkan wajahnya Nadia ke mulutnya
yang berlendir itu. Matanya yang merah menyala melotot seperti hendak keluar.
Nadia meringis, berusaha berontak untuk lepas dari cengkraman tangan Taksaka.
"Ampuuun Tuan…!, Kali ini tolong lepaskanlah saya. Biarkan saya menemui Tuhan !. Biarkan
saya bebas untuk menerima hukuman dari Tuhan !", Nadia memelas sambil menahan sakit akibat
cengkraman tangan Taksaka.
" Tidak…!, tidaak akan pernah terjadi!, sampai dunia ini kiamat , aku tidak akan pernah
melepaskan tawananku. Karena itu adalah merupakan komitmen bangsa kami dan permintaan kami
kepada Tuhan". Suara Taksaka begitu menggelegar, keras dan mengetarkan hati orang yang
mendengarnya.
"Anto..! Tolong Nadia…!, lepaskan aku dari cengkraman tangannya!". Nadia menatapku
dengan wajah yang penuh harap padaku.
Aku masih terdiam, tak tahu apakah aku bisa melawan Jin Taksaka. Harus dengan apa aku
membebaskannya?. Mampukah aku melawannya?, mampukah aku membebaskanya?. Haruskah aku
membebaskannya?. Ini adalah beberapa pertanyaan besar, yang mungkin aku tidak bisa menjawabnya
dengan kenyataan.
"Hey, anak Adam !!. Aku Taksaka, aku yang mengatur kerajaan dan rakyatku didaerah ini. Kau
tak boleh ikut campur tehadap urusan bangsa kami!. Alam kamu dengan alam kami berbeda. Kalian
hidup dialam kasar, sedangkan kami hidup dialam halus". Taksaka berbalik kearahku, memandangku
seperti menyepelekanku. Dia mendengus keras-keras.
"Taksaka …! Aku tidak bermaksud ikut campur terhadap urusan bangsamu. Bangsa kami tidak
membutuhkanmu, kami punya Tuhan tempat kami dan seluruh makhluk dijagat raya ini meminta,
memohon perlindungan. Termasuk seluruh bangsamu, harus tunduk terhadap perintah-Nya".
"Tolong Taksaka…!! Lepaskanlah sukma bangsa kami, sukma Nadia dengan yang lain yang
telah kau tawan!. Tuhan tidak memerintahkan kita makhluk-Nya untuk saling menyakiti, dan saling
memusuhi. Sebaliknya, Tuhan memerintahkan kita, untuk saling mengenal, saling menghormati, saling
menyayangi dan bekerja sama untuk beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa". Aku berusaha
mempengaruhinya agar dia mau melepaskan Nadia dan yang lain yang telah mereka tawan.
Aku memusatkan energiku melalui kedua mataku. Aku kembali memandang matanya yang
merah menyala.
"Tidak….. , tidak bisa begitu saja kami melepaskan sukma yang telah kami tawan. Itu bukan
kesalahan atau keserakahan bangsa kami menawan sukma bangsa manusia. Tetapi juga merupakan
kesalahan bangsamu juga, yang telah menempuh kematiaan dengan cara yang tidak diridoi oleh Tuhan.
Atau ada sebagian bangsamu yang telah mengadakan perjanjian dengan bangsa kami".
"Maksud kamu, mengadakan perjanjian apa?". Aku tidak mengerti dengan pernyataanya.
"Begini, hey anak Adam!. Ada sebagian bangsa manusia yang mengadakan perjanjian dengan
bangsa kami, yang memiliki kemampuan dan kekayaan untuk membantu manusia itu, didalam hal
meraih keinginan mereka". Kini Taksaka mulai melepaskan Nadia dari cengkramannya. Nadia
menjauhi Taksaka dan beberapa langkah mendekatiku.
"Apa saja keinginan mereka itu?". Aku bertanya lagi.
"Misalnya bangsamu menginginkan kekayaan atau kekuatan, lalu memintanya kepada bangsa
kami, tidak kepada Tuhan. Maka kami mengadakan perjanjian timbal balik dengan mereka. Kami
berikan kekayaan atau kekuatan, maka kami meminta imbalan kepada mereka. Imbalan itu berupa
tumbal jiwa manusia, untuk kami jadikan budak atau pemuas nafsu kami. Jika manusia itu tidak bisa
lagi memberikan tumbal atau persembahan kepada kami, maka kami ambil paksa jiwanya mereka.
BEGITULAH BILA MENGADAKAN PERJANJIAN DENGAN BANGSA KAMI MAKA BANGSA
KAMI AKAN MENEPATINYA. BERBEDA DENGAN BANGSAMU YANG SERING
MENGINKARI PERJANJIAN".
"Aku mengerti sekarang!. Ternyata banyak bangsa kami yang meminta kekayaan atau kekuatan
kepada bangsa Jin sepertimu, bukan kepada Tuhan. Tapi mengapa kaummu mau melakukannya?". Aku
balik bertanya kembali.
"Banyak bangsa kami yang mengingkari perintah dan larangan Tuhan, kami melakukan itu
untuk mencari teman sebanyak-banyaknya agar dihari pembalasan nanti kami mempunyai pengikut
bukan saja bangsa kami sendiri. Tetapi banyak juga bangsa kami yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan seru sekalian alam. Namun aku dengan rakyatku termasuk kaum yang tidak mau beriman
kepada Tuhan. Karena kami telah mengikat dan sepakat untuk mengikuti nenek moyang kami Tuanku
AZAZIL (DAZZLU) yang telah Tuhan kutuk. Nenek moyang kami adalah "IBLISS atau ABLASSA".
Kami telah meminta ijin kepada Tuhan untuk menggoda bangsamu, sekalipun yang beriman".
"Sesunguhnya telah banyak bangsa manusia yang tertipu oleh muslihat dan perangkap bangsa
kami. Banyak diantara mereka yang tidak menyadari perbuatannya itu telah masuk kedalam perangkap
kami. Secara tidak sadar mereka telah bersekutu dengan bangsa kami".
Jin Taksaka menerangkan dengan panjang lebar mengenai kebusukan dan kelicikan bangsa
mereka dan tertipunya manusia oleh perangkap bangsa Jin.
"Lalu kenapa kau tidak membebaskan dia!", aku menunjuk kearah Nadia yang masih berdiri
ketakutan.
"Apakah dia juga termasuk kedalam golongan orang yang mengadakan perjanjian denganmu?".
"Bukan…! Dia bukan termasuk manusia yang punya perjanjian dengan kami. Tetapi dia
menjadi tawananku, karena dia mati dengan cara yang tidak diampuni Tuhan. Aku menangkap
sukmanya, ketika dia masih melayang-layang tidak mengetahui arah tujuan. Selain itu aku
menyukainya dan memberikan tugas untuknya". Taksaka melangkah menghampiri Nadia yang semakin
ketakutan.
"Kesinilah Nadia…! Aku adalah masih tuanmu. Kau tidak akan aku lepaskan, karena itu adalah
takdirmu. Kaulah yang telah memilih jalanmu yang salah". Tangan Taksaka mulai meraih pundak
Nadia Vanderlarck dan mencengkramnya.
Nadia berusaha berontak dan lepas dari cengkraman tangan Taksaka. Dia menoleh padaku dan
melambaikan tangan, seperti meminta pertolongan padaku.
Aku merasakan kecemasannya, ketakutannya dan aku juga merasakan kegelisahanku sendiri.
Nadia Vanderlarck, haruskah aku bertempur dan berkelahi demi membebaskannya.
"Taksaka…!, aku ingin bertanya sekali lagi. Bolehkah aku tahu sudah berapakah umurmu?,
sudah berapa lamakah kau dan bangsamu ada disisni?".
Taksaka menoleh padaku, lalu mendengus keras seperti ingin marah. "Untuk apa kau
menanyakan umurku?, aku hidup didunia ini sudah hampir 450 tahun. Dari sejak aku ada aku sudah
disini, karena aku adalah pewaris tahta kerajaanku sekarang. Kenapa?, apakah kau juga ingin membuat
perjanjian dengan bangsa kami?".
Aku melotot padanya, "Tidak…! Sama sekali tidak, aku tidak akan pernah membutuhkannya.
Kecuali kau tunduk pada Tuhan dan bangsa kami!!", aku bersiap dengan jalan memusatkan energi
metafisisku kekedua tanganku. Aku berjaga diri dan takut dia marah, lalu menyerangku secara tiba-
tiba.
"Sudahlah wahai anak Adam…! Waktuku sudah hampir habis sekarang. Aku akan membawa
kembali temanmu ini kepenjaraku, karena dia telah menjadi tawananku sampai akhir. Kami tidak bisa
melepaskannya begitu saja. Selamat tinggal manusia….!!", Taksaka mendengus keras menggetarkan
jiwaku.
Dengan sekali hentakan, tubuh Taksaka yang mencengkeram tubuh halus Nadia, berpilin,
berputar kencang, semakin lama semakin kencang, lalu pelan tapi pasti bentuk tubuh mereka berubah
menyusut dan hanya meninggalkan seberkas cahaya kemerah-merahan yang terang. Aku hanya
terbengong tak bisa berbuat apa-apa. Tapi sebelum tubuh halus mereka menyusut, aku sempat melihat
sorot mata Nadia yang memelas penuh dengan pengharapan dan keputus asaan. Aku juga sempat
mendengar teriakannya yang memanggilku.
"Annntoooo…….! To o o l l l o o o n n g g .. l a h N a d i a….!!", suaranya melengking lalu
menghilang bersamaan dengan hilangnya tubuh halus mereka.
Seiring dengan lenyapnya cahaya kemerah-merahan itu, maka lenyaplah pula cahaya putih
kebiru-biruan dari alam tempat kami berdialog tadi. Kini aku merasakan seperti terjatuh atau tersedot
kekuatan dahsyat menuju kesuatu lubang yang dalam dan tak berujung. Lorong lubang itu penuh
warna-warni yang indah seperti pelangi, aku tersedot begitu cepat sehingga kesadaranku hampir
hilang.
Lorong itu kemudian berubah menjadi gelap dan secara tiba-tiba aku merasakan terjatuh keras.
Kini aku mendapati tubuhku terbaring disuatu tempat yang gelap. Aku terkejut, takut dan
penglihatanku kabur. Aku mencoba memulihkan kondisi kesadaranku. Ternyata aku berada dibawah
pohon yang besar, di taman halaman depan gedung tadi.
Aku melihat sekeliling, suasananya tampak remang -remang. Ada sorot lampu mobil dari arah
timur yang melintas dengan cepat, sedikit menerangi sekelilingnya. Dari arah tenggara aku mendengar
lamat-lamat alunan Adzan subuh begitu merdu. Aku bangun dari terbaring lalu duduk diatas rumput
yang agak tebal dan basah oleh embun pagi yang dingin. Pakaianku juga basah oleh embun, dinginnya
menusuk tulang. Aku bertanya dalam hati, benarkah kejadian yang kualami tadi?, sudah berapa
lamakah aku terbaring atau berada disini?. Aku tak tahu jawabnya.
Aku hanya duduk termenung, memikirkan kejadian yang baru saja terlewati. Sebuah
Pengalaman yang baru pertama kali aku alami. Aku teringat kembali pada Nancy yang mengaku
bernama asli Nadia Vanderlarck. Benarkah dia bernama seperti itu? Benarkah apa yang dia ceritakan
padaku dan mengapa dia meminta tolong padaku?. Aku seperti menyangsikan pengakuannya. Tetapi
melihat dari energi yang aku rasakan, sorot mata yang begitu memelas dan tangisannya yang menyayat
hati, aku percaya itu adalah kenyataan yang benar-benar menimpa dirinya.
Keadaan sekitar tempat aku duduk, kini sudah mulai terang oleh sinar pajar yang menyingsing
menyambut datangnya mentari pagi. Aku mulai bangkit untuk kemudian pergi meninggalkan tempat
yang membuatku mempunyai pengalaman batin yang sulit aku lupakan. Suatu Pengalaman yang
muskil dan aneh yang baru pertama kali aku alami. Aku berjalan meninggalkan komplek bangunan tua
itu dengan wajah yang kusut dan tubuh yang letih. Energi dan tenaga fisikku hampir terkuras habis,
seperti habis bekerja yang berat.
Sesampainya dirumah, aku mandi kemudiaan mengambil air wudlu terus mendirikan sholat
subuh. Selesai sedikit berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, kemudiaan aku melemparkan tubuhku
di tempat tidur. Niatku tadinya ingin tidur untuk memulihkan kondisi fsikis dan fisikku yang lelah.
Tetapi aku tidak bisa memejamkam mataku. Kejadian yang baru saja menimpaku terus saja terbayang.
Sehingga aku malah duduk termenung dipinggir tempat tidur.
Kini aku mendapatkan tambahan pengetahuan, bahwa kehidupan memang memerlukan
pengorbanan, walaupun ternyata harus mengorbankan nyawa sekalipun. Tetapi pengorbanan nyawa
dengan tanpa pertimbangan akal dan pikiran yang rasional, adalah suatu kesia-siaan yang nyata.
Ternyata menempuh kematian dengan jalan yang tidak diridloi Tuhan adalah merupakan suatu
dosa besar yang tidak akan pernah diampuni Tuhan Yang Maha Esa. Apabila kita mati dengan jalan
bunuh diri misalnya, dan Tuhan telah menggariskan dalam setiap firman-Nya yang dibawa dalam
agama semenjak Nabi Adam A.S sampai Nabi Muhammad S.A.W. Bahwa perbuatan membunuh diri
sendiri maupun orang lain adalah perbuatan yang diharamkan dan merupakan dosa besar yang tidak
terampuni.
Dilihat secara logika saja sudah ketahuan bahwa bunuh diri adalah perbuatan yang tidak
terampuni, karena kita tahu bahwa orang yang mati, tidak pernah ada yang bisa kembali lagi kealam
dunia ini. Kalau kita tidak kembali hidup dialam dunia, bagaimana kita bisa bertaubat kepada
Tuhan?. Sedangkan Jasad dan Ruh kita telah terpisah. Bertaubat adalah merupakan suatu perbuatan
minta pengampunan yang sebenar-benarnya kepada Tuhan. Bertaubat mutlak baru bisa dilakukan
apabila Jasad dengan Ruh masih utuh atau menyatu. Tidak bisa satu persatu. Karena Ruh dan jasad
adalah merupakan satu pasangan yang telah diciptakan Tuhan. Telah merupakan ketentuan Tuhan,
sejak dari Lauthul Mahfudz.
Dan apabila kita mati dengan cara yang tidak diridloi Tuhan, secara otomatis segenap alam ini
tidak akan menerima cara-cara seperti itu. Karena Tuhan yang mempunyai alam semesta ini, tidak
meridloi cara seperti itu, maka semua ciptaan-Nya juga sama.
Ruh atau sukma yang tidak diterima oleh Tuhan, tidak akan menemukan jalan menuju Tuhan.
Sehingga sebelum hari Kiamat tiba, maka sukma yang tidak diterima itu akan melayang-layang tidak
tentu arah tujuan. Itu mungkin dalam rangka pencariannya menemukan jalan Tuhan.
Apabila energi sukma itu mulai mengecil dan melemah serta kemudian ada energi yang lain
yang lebih besar lalu menangkapnya, maka sukma itu akan ditawan atau dijadikan budak. Energi yang
labih besar itu bisa saja berasal dari energi bangsa Jin. Bangsa Jin akan senang bila mendapatkan
sukma dari bangsa manusia yang tersesat. Mereka menawannya untuk tujuan dan kepentingan mereka,
propagandanya, ataupun menjadikannya budak. Kepentingan mereka itu diantaranya adalah untuk
menggoda dan menyesatkan bangsa manusia, agar nanti pada hari pembalasan diakhirat kelak banyak
manusia yang menjadi teman mereka masuk dalam neraka yang telah ditetapkan Tuhan.
Aku pernah dengar bahwa bangsa Jin & Iblis laknatullah, didalam hal menggoda manusia
akan menggunakan berjuta-juta cara. Sehingga keturunan Nabi Adam yang mereka anggap musuh
bebuyutannya, menjadi tergelincir dan menjadi temannya diakhirat kelak. Bangsa Jin yang inkar &
Iblis, akan selalu mengoda dan menipu manusia agar ingkar kepada Tuhan.
Padahal sesungguhnya, sebelum penciptaan Nabi Adam A.S, Tuhan "Jadikan", maka Tuhan
telah memerintahkan kepada bangsa JIN untuk pertama kali menghuni Bumi. Tetapi akibat dari
kecerobohan teknologi nuklir yang mereka kembangkan, sehingga terjadilah ledakan yang
menimbulkan kerusakan yang dahsyat dan hampir memusnahkan bangsa mereka sendiri. Kejadian pada
jutaan ribu tahun yang lalu, sehingga Tuhan mengambil/ mengangkat seorang anak cucu Jin yang
bernama Azzazil ke Surga. Azzazil diambil dan ditempa disuatu tempat yang Tuhan rahasiakan,
sehingga Azzazil hanya menjadi saripati dari api. Seperti yang kita tahu bahwa Jin, Tuhan ciptakan
dari api. Maka Azzazil, Tuhan tempa menjadi saripati dari api. Lalu Tuhan berkehendak menjadikan
Azzazil, seorang makhluknya yang penuh keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Jadilah Azzazil seorang yang penuh keimanan dan ketaqwaan yang hampir sempurna, seperti malaikat.
Ketika Tuhan menciptakan Adam dari tanah lempung yang liat, lalu Tuhan memerintahkan
kepada seluruh Malaikat dan Azzazil untuk memberi penghormatan dan tunduk kepada Adam. Maka
para Malaikat tunduk pada perintah Tuhan itu, kecuali Azzazil. Azzazil melanggar perintah Tuhan itu,
karena merasa sombong akan dirinya yang diciptakan Tuhan dari saripati api. Dia juga merasa sudah
ribuan tahun beribadah kepada Tuhan dan menjadi makhluk kesayangan Tuhan. Dia merasa dirinya
lebih tinggi daripada Adam yang baru diciptakan Tuhan dari Tanah lempung yang liat.
Dengan kesombongan dan keangkuhannya, dia menentang dan memberontak perintah Tuhan.
Sehingga Tuhan menjadi murka terhadap tingkah laku Azzazil. Maka Tuhan melontarkan kutuknya
pada Azzazil dengan berkata:"Anta Ablassa!!" (Terkutuk kamu). Kemudian semenjak itu Azzazil
berubah nama menjadi Ibbliss. Yaitu sesuatu yang terkutuk.
Iblis laknatullah terperdaya oleh kesombongannya sendiri sehingga menyebabkan dia dikutuk
oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Iblis merasa penyebab dia menjadi terkutuk adalah Adam, maka dia
mempunyai rasa dendam yang membara kepada Adam. Kemudian Iblis meminta kesempatan kepada
Tuhan, untuk menggoda Adam dan keturunannya sampai hari akhir. Tuhan Maha Luas Kasih-Nya,
Tuhan Maha Adil terhadap makhluk-Nya. Tuhan memberikan kesempatan kepada Iblis untuk
membuktikan pembangkangan dirinya terhadap Tuhan. Tuhan juga ingin menguji keimanan Adam dan
anak keturunannya, seberapa kuat & teguhnya pernyataan keimanan Adam dan keturunannya kepada
Tuhan.
Perbuatan Iblis dalam pembangkangannya terhadap Tuhan, kejahatan dan godaan terhadap
Adam serta anak keturunannya, dideklarasikan menjadi naskah syaiton. Maka segala perbuatan
kejahatan,pembangkangan,pemberontakan, keingkaran dan kemungkaran terhadap Tuhan dan perintah
serta larangan-Nya adalah bagian dari naskah syaiton itu. Syaiton adalah segala perbuatan kejahatan,
kemungkaran dan pengingkaran terhadap Tuhan yang dilakukan oleh Iblis dan siapapun dari semua
makhluk, termasuk manusia.
Kisah ini adalah merupakan sebuah gambaran tentang pengambilan suatu keputusan yang salah
dan dalam keputus asaan yang begitu besar. BUKAN KISAH CINTANYA YANG SALAH,
KARENA RASA CINTA TIDAKLAH MEMANDANG PERBEDAAN SUKU BANGSA, RAS,
AGAMA ATAUPUN GOLONGAN. TIDAK JUGA MEMANDANG RENDAH TINGGINYA
DERAJAT PELAKUNYA. CINTA TIDAK MENGENAL TUA ATAUPUN MUDA . CINTA
ADALAH HAKIKI. KARENA CINTA DAN KASIH SAYANG ADALAH MERUPAKAN
RAHMAT DAN ANUGRAH TUHAN YANG MAHA ESA KEPADA SETIAP MAKHLUK-NYA.
KARENA TUHAN MAHA PENGASIH DAN MAHA PENYAYANG TERHADAP SEMUA
CIPTAAN-NYA. TUHAN MAHA ADIL ! . Tapi terkadang persangkaan makhluk-Nya saja yang
salah.
Terlepas percaya atau tidak terhadap kisah yang tertulis diatas, itu adalah hak masing-masing
orang. Tetapi kisah ini tertulis berdasarkan pengakuan sukmanya Nancy atau Nadia Vanderlarck.
Kejadian ini menimpaku pada tahun 1996 lalu.
Terima kasihku pada Tuhanku, Allah SWT yang telah memberikan kehidupan dan segalanya.
Terima kasih saya untuk Rendy yang telah meminjamkan kamar dan komputernya, untuk
menuliskan kisah ini. Walau terperatur kamar dan komputernya sempat berubah-ubah, menjadi panas
dan nyala sendiri. Meskipun telah dipasang kipas angin.
Permohonan maaf saya untuk semua orang yang tersebut namanya didalam cerita ini. Mungkin
ini hanya sebuah persamaan nama saja.
Mohon maaf kami bila ada kata-kata yang tidak berkenan dihati. Terima kasih semuanya.
Bandung, 31 Desember 2003.

I dedication this for: N.D.P.A

Anda mungkin juga menyukai