Anda di halaman 1dari 7

Tinta Yang

tak Terlupakan

Lututnya gemetar. Perlahan mulai menjalar ke seluruh sendi sendi tulangnya yang
rapuh itu. Tangannya mulai meremas ujung kaos merah bergambarkan metalika membawa
bunga. Air mata mulai bercucuran dari matanya yang sayup, dan bibirnya mulai menggumam.

“aku takut saat ini, yang”. Lirihnya dalam hati

Gadis itu mulai menghela nafas. Ketika ia sudah sampai di rumah jagal tattoo, ia mulai
merasa ketakutan dan bimbang. Hari itu juga pertama kalinya ia datang kesana bersama
pacarnya. Ratih, demikian namanya. Nama yang indah seperti tubuhnya, ia merupakan anak ke
tiga dari tujuh saudara yang meninggalkannya. Saat kami masih bersahabat dulu, kami sering
menghabiskan waktu bersama. Namun sekarang lingkungan yang berbeda telah memisahkan
kami.

“ aku tahu kita akan bertemu lagi Rat.” ucapku saat berpisah

Ia menggenggam tangan ku sangat erat waktu itu, ku titihkan air mata haru saat ku lepas
genggamannya itu. Rajut tali saudara yang selama ini kita buat hilanglah sudah.

“kalau kau pergi dari kota ini, siapa yang akan berbagi suka dan duka ku?” isak tangis
mengiringi.

“ kau bisa mencari teman lagi, dank au bisa berbagi dengannya” ujar ku.

“ tak akan kudapatkan saudara sepeertimu lagi, apakah kau akan melupakannku?” tanya ratih

Dalam hari itu aku masih mengingat bagaimana Ratih masih ingin berbagi susah dan senang
bersamaku, namun apalah daya ini apabila ayah sudah ditugaskan untuk berpindah dari kota
pahlawan itu. Isak tangis kami mengundang emosi dari orang tua kami yang tak ingin
menjauhkan aku dan Raih. Langit dan gedung-gedung di sekitar rumah menjadi saksi bisu
perpisahan kami.
Waktu pun beranjak dan aku harus pergi meninggalkan semua kenangan di kota ini. Mobil
merah maron, dengan barang bawaan yang seabrak di atas mobil itu mulai menghampiri ku. Ku
sisipkan satu surat penjaga di saku belakangnya untuk menemani ataupun menjaganya.

Waktu berlalu dan semuanya kumulai dari awal lagi. Ku cari teman yang seperti Ratih, namun
tak ku dapatkan sampai aku lulus perguruan tinggi. Sejak dua belas tahun yang lalu, ketika kami
masih sekolah aku sering mendapatkan surat, email, ataupun telepon. Ia selalu menanyakan
bagaimana kabar ku dan kabar orang tua ku. Aku juga sering sekali mengirimkannya surat,
namun baru seminggu datangnya surat itu.

“kali ini aku harus pergi ke kota pahlawan ku” doa ku dalam hati

Waktu berlalu begitu cepat, sampai sampai aku lupa dengan janjiku waktu itu. Aku mulai
mencari waktu luang untuk keluar dari kota kembang ini, namun apalah kata bila sang ayah
harus berpindah tugas lagi. Sampai saat dimana aku sudah bekerja ayah selalu meminta ku untuk
ikut dengannya, dengan alasan aku hanyalah satu satunya putri ayah. Mau tidak mau aku harus
menurutinya, karena aku adalah anak semata wayangnya.

Pindahan kali ini aku tak tahu kemana aku akan bermuara, ayah juga tidak mengatakan apapun.
Ya tentunya aku ikut saja, tanpa banyak bertanya ku kemasi semua barang dan berangkat. Dalam
benak ini yang aku pikirkan hanyalah sahabatku Ratih, aku berhayal akan bertemu dengannya
suatu saat nanti. Ku ingat semua kenangan saat bersamanya dalam senang maupun susah. Dalam
perjalanan ku tersenyum menatap jalan yang penuh dengan ribuan pohon yang indah dan sejuk.
Ku tersenyum sambil menengadahkan tangan ku ke dagu, dan tak sadar selama perjalanan ayah
memerhatikan tingkah laku ku.

“apa yang sedang kamu pikirkan,nak? “ tegur ayah

“aku sedang mengingat diman aku dan Ratih bermain bersama, yah” jawab ku

Ayah mengerti apa yang sedang di rasakan anaknya ini, namun ia membiarkannku untuk
melamun sepanjang perjalanan.

Sampailah kami pada arah tujuan setelah kami menghabiskan waktu berhari hari di
perjalanan. Kota pahlawan, kota dimana aku dilahirkan. Aku terkejut ketika ayah mengatakan
“kota Pahlawan tercinta”. Aku tersadar dalam lamunan, dan mulai menyadari bahwa kami sudah
sampai. “ooooohhhhhh, ini alasan ayah tidak bercerita kepada ku?” sambil ku anggukan kepala.

“surprise kan, sayang?” tanya ayah.

Kota ini merupakan kota kebanggaanku selama ini. Dimana aku membangun persaudaraan
dengan Ratih. Sudah sekian lama kami tidak bertemu dan aku tidak pernah membalah surat-
suratnya. Namun semua surat yang ia kirim masih tersimpan rapi, walaupun sebagian pinggirnya
sudah mulai hilang dimakan kutu. Dari semua surat yang ia kirimkan aku lebih suka ketika ia
menceritakan tentang seseorang yang bisa menggantikan posisiku saat itu. Genta namanya,
seorang laki laki yang mau berbagi dengannya susah ataupu senang bersamanya.

Ia mengirimka foto dan apa saja yang pacarnya suka dan tidak,ia mengirimkan ciri ciri yang
lengkap dengan semua latar belakang pacarnya itu. Dan surat yang terakhir kalinya ia kirimkan
menceritakan tentang sahabat lelakinya. Setelah itu kami tidak saling menghubungi satu sama
lain.

Kami memang sudah berpisah selama dua belas tahun yang lalu, namun kini aku kembali
untuk mendapatkan sahabatku kembali. Sampainya aku di rumah, aku mulai menata semua
barang bawaan yang mengingatkan aku dan ia. Ku tata cermin di sudut ruangan, yang
mengingatkan aku saat kami bermain main dengan alat make up ibu. Ku tata semua foto foto saat
kami masih kecil, dan saat itu mengingatkan aku tentang bagaimana sangat berartinya saudara
untuk ku.

Keesokan harinya ku mulai dengan menyusuru jalan raya kota. Kulihat sepanjang jalan kios
kios pentato dijajakan. Gambar gambar naga, perempuan cantik di pajang di kaca depan dengan
warna hitam putih yang tajam. Ku susuri jalan itu sendirian, ku cari sesuatu namun aku tak tahu.
Kebingungan mulai menghampiri ku, kemana aku harus berjalan saat itu. Matahari mulai berada
tepat di atas kepala, panah mulai terasa menusuk kulit ku. “Memang kota ini sangatlah panas,
ahhhh” ku hela nafas panjang. Ku cari sebotol air dingin disekitar warung tattoo, namun mereka
hanya menjual es saja. Tak apalah dalam benakku saat itu, terpaksa daripada aku pingsan di
tengah jalan, lebih baik aku minum es.

Hari itu memang panas, ku duduk sambil meminum es tebu yang dingin sembari melihat
jalanan kota yang ramai. Asap knalpot dari kendaraan bermotor yang membuat situasi semakin
kacau. Tak sampai sepuluh menit aku duduk di sana bersama para pemuda pemudi yang sedang
memadu kasih. Ku lihat seseorang berkulit sawo matang, dengan hidung agak mancung dan
lesung pipit yang mengingatkan aku akan seseorang. Ku perhatikan semua gerak geriknya dari
mulai ia duduk sampai sahabat lelakinya memesankan minuman untuknya. Dalam fikirku, apa
yang baru saja terjadi dengan mereka berdua. Perempuan itu gemetar ketakutan, bajunya yang
lusuh dengan celana pendek yang sobek di bagian pahanya, membuat aku semakin penasaran.
“apa yang baru saja terjadi?” gumamku sambil menyruput es.

Perempuan malang itu tak sadar ketika aku memperhatikan, namun setelah beberapa saat ia
mulai menatapku dengan tatapan sinis. Tak sopan rasanya jika aku memandang seseorang seperti
itu, namun aku penasaran dengan si gadis itu. Teman lelakinya yang penuh dengan tattoo dan
baju yang seala kadarnya mulai menegokku dari bahu kanannya. Tak sadar waktu itu aku terus
memperhatikannya. Lama kelamaan ia menghampiri dan menggebrak meja ku “brakk!” es dalam
gelas ku pun tumpah. Jantung ku mulai berdegup kencang karena ketakutan. Mungkin ini
pertama kalinya aku di samperin oleh orang asing yang temperamental sekali.

“jangan melihat kami berdua ataupun melihat teman wanita ku!!” dengan nada kasar

Aku yang saat itu shock hanya bisa diam dan memandangi tattoo yang menempel di seluruh
lengannya. Gambarnya bermacam macam, mulai dari gambar macan, buaya, dan gambar wanita
yang tak memakai bajupun ada. Takut dan jijik melihatnya, ku ambil nafas panjang dan ku telan
ludahku karena ketakutan saat itu. ku tundukkan kepala ku karena malu setengah mati, semua
pasang mata mulai melihat ke arah ku dan tak ada satu pun yang membantuku. Sama halnya
dengan ku mereka terlihat takut.

Semenjak saat itu aku tak pernah lagi masuk gang toko tattoo itu. Pada suatu saat aku mulai
mencari sahabatku ke berbagai tempat di kota pahlawan. Ku tak temukan sahabat ku itu saat
dirumahnya, tetangganya bilang kalau ia sudah pindah sejak lima tahun yang lalu. Rumah
berwarna hijau pudar itu sudah semakin tua dan kotor, banyak tumbuh lumut di dinding teras
depan, rumput liar memenuhi halaman rumahnya. Banyangan angker menyelimuti rumah itu,
sejak beberapa tahun lalu.
Ku cari ia di sudut sudut kota besar ini, dan tiba-tiba aku bertemu dengan wanita yang pernah
aku temui di warung es tebu saat itu. Tak sengaja ku lihat ia menangis di kursi taman, dan ku
sandingkan tubuh ini di dekatnya. “ kenapa menangis?” tanya ku

Ia hanya terdiam dan malah mengeraskan suara tangisannya. Semua orang melihat ke arah
kami, seakan bertanya apa yang sedang terjadi terhadap dua gadis ini. Tak sengaja ku lihat di
lengan tangannya bertuliskan tattoo eyla. Dan saat itu juga aku teringat pada sahabatku.

“ darimana kau menatto tubuhmu itu?”

Dan aku teringat saat aku melintasi toko pentatoo saat itu aku melihat beberapa orang memiliki
tattoo yang berinisialkan eyla. Dalam fikirku apakah itu nama dari si pentatoo.

“aku menangis karena sahabat lelakiku ingin mengajak ku untuk mentatoo tubuh ku lagi” isak
tak terbendung.

“kenapa kau tidak menolaknya saj?” sahut ku

“ aku mencintainya, dan aku rela melakukan apapun demi dia” jawabnya

Sakit yang mungkin dia rasakan, tapi mau bagaimana lagi namanya cinta. Kemudian aku
menanyakan dimana tempat ia merajah tubuhnya itu. Ia mengatakan bahwa ia menttatoo tubunya
di studio tattoo ternama di kota ini. Namanya Irat, seorang gadis belia seumuran dengan ku yang
mempunyai skill tattoo yang luar biasa. Namun setelah ia mentattoo, ia akan meninggalkan nama
Eyla di bagian tubuh mereka. Ia melakukan itu karena ia ingin selalu ingat dengan sahabatnya
yang sudah meninggalkannya beberapa tahun yang lalu.

Masa bodoh dengan hal itu. aku pun juga tak mengenal dengan pentatoo wanita itu. Saat ku
mulai beranjak pergi dari sisinya itu, seorang laki-laki mulai datang menghampirinya. Mereka
pergi ked an ku ikuti kemana mereka akan pergi. Selang beberapa saat kami sampai pada tempat
tujuan. Ketika mereka masuk ke studio tattoo aku juga ikut masuk ke dalam tanpa sepengetahuan
dari orang orang di sana. Ku lihat sekeliling ruangan yang gelap penuh dengan orang-orang
bertatoo dan wajah yang sangar.

“hebat sekali wanita ini” gumam ku


Mereka berbondong-bondong merajah tubuh mereka, dan kulihat di bagian lengannya
tertuliskan nama Eyla. Ku teringat dengan sebutan Ratih kepada ku saat kami bersama. Dan aku
pernah merajah tubuh sahabatku di sebelah tangan kanannya dengan nama Eyla, menggunakan
spidol warna warni ku buat tattoo di tubuhnya.

Kemudian giliran ku untuk di tattoo. Ku masuk dalam ruangan yang dingin dan gelap, dan
kulihat banyak jarum dan tinta yang seperti tempat operasi namun ini bukan rumah sakit. Lampu
kecil tersorot hanya di posisi tempat tidur saat itu. ku baringkan tubuh ini dan ku pilih gambar-
gambar yang menarik, namun dalam hatiku sangat takut. “ayah akan membunuhku jika kau
merajah tubuh ini” dalam hati

Selang beberapa menit langkah kaki terdengar memasuki ruangan dan mulai mendekat. Ia
duduk di sebelah ku, dan terdengar “ring..ring..ring” suara dering mesin pentatoo yang membuat
sendi sendi ku ngilu rasanya. “mau di tattoo gambar apa mbk?” tanyanya

Ketakutan mulai menghantui fikiran ku. Aku bangun dari tempat pembaringan dan berdiri di
belakangnya sambil meremas meremas kaos putih ku. Ia berdiri tepat di hadapan ku dan berkata
“kalau takut di tattoo jangan datang kesini mbk”

Dengan gagap aku menjawab “ aaa ku cuma ingin tahu dengan inisial nama Eyla di setiap
tangan yang kau rajah”

Ia tidak menjawab dan hanya memberikan sebuah foto yang sudah usang, dan ku perhatikan
foto itu. Karena ruangan yang sangat gelap sehingga aku sulit mengenali foto itu. Ku arahkan
sorot lampu kecil itu ke foto yang sedang aku pegang, dan tiba-tiba aku tersadar dan aku kenal
wajah kedua anak kecil itu. Satu anak membawa bunga dan memakai baju hijau dengan kuncir
kuda. Satunya lagi memakai baju lusuh dan terdapat banyak coretan di pergelangan tangannya.

Air mata ku pun jatuh, dan kupeluk sahabat ku itu. dan mesin pentatoo itu masih berbunyi.
Dari belakan ku peluk ia dengan erat, isak tangis pun membanjiri ruangan yang dingin itu.

“ku tahu saat dimana kau akan datang menemui ku, Eyla” katanya

Aku menangis dengan isak tangisan yang tak bisa ku bendung lagi. “maaf…,maaf…maaf..”
hanya kata maaf yang bisa aku katakana saat itu. Ia hanya tersenyum saat aku menangis. Ku
ungkapkan semuanya, betapa aku sangat merindukanya selama ini. Pesan pesan yang ia kirimkan
dan tak pernah ada balasan dariku yang membuatnya seperti ini. Ia mencari teman yang baru dan
ia belajar melupakan ku agar bisa hidup seperti dahulu lagi. Ia menuliskan tattoo Eyla di setiap
orang, karena ia ingin suatu saat nanti aku akan mengetahuinya dan mencari keberadaannya.

Untuk mengingatkan semua hal itu ia mentatoo dengan namaku Eyla, karena kau pernah
mentatto tangannya dengan spidol saat kami masih kecil. Ia bertemu dengan kekasihnya dan ia
belajar banyak hal yang tak pernah ia temui sebelumnya. Belajar mentatoo adalah keahliannya
dan membuat studio tatooo yang terkenal saat ini. Ia menjadi pribadi yang berbeda dengan
seluruh tubuhnya dipnuhi tattoo yang menceritakan setiap hidupnya. Perjalanan yang panjang
telah ia lalui, dan tatooo pertama kali yang dia buat adalah Eyla, nama ku. Ia selalu mengingat
namaku dan mengabadikannya di setiap tubuh pelanggannya yang datang.

Dian Ismaya
dianismaya79@gmail.com
tlp. 081317319656
Rekening Bank: 6270-01-010435-53-3

Anda mungkin juga menyukai