Anda di halaman 1dari 2

Sahabat Terakhir

Nama ku Ashara Savira. Aku biasanya dipanggil Ara. Aku mudah bergaul dan memiliki banyak
teman. Sejak kecil aku mempunyai sahabat terbaik yang tak bisa aku lupakan sampai sekarang.
Namanya Putri Cahaya. Aku dan Putri seperti saudara kandung. Kami selalu bersama dimana
pun dan kapan pun itu.
Namun ada satu kisah dimana aku benar-benar kehilangan sahabatku ini. Kurang lebih selama 10
tahun kami bersama selalu ada suka dan duka, ada tawa dan tangisan. Dimana disaat itu dia
masih bisa tertawa bersamaku, dimana disaat aku menjahilinya, dimana disaat kami saling
bercanda diteras kelas hingga lupa waktu yang kian berjalan.
Hari demi hari kami lewati bersama dengan setiap langkah yang selalu beriringan. Hingga tiba
saatnya dimana hari kelulusan sekolah dimana semuanya menangis sedih dan takut akan
perpisahan yang menciptakan segala kenangan. Akupun juga takut. Aku takut semua teman-
teman yang sudah aku anggap bagian dari hidupku akan pergi dan hilang dari pandanganku. Aku
berpikir apakah ini benar-benar nyata? Mengapa semua ini berjalan begitu cepat? Apakah waktu
bisa diulang?
Karena terlalu asik dengan teman-temanku, aku tanpa sadar melupakan sahabat ku satu-satunya.
Aku mencarinya keseluruh penjuru sekolah, namun aku tak menemukannya. Aku bertanya
kepada semua teman-temanku tapi ternyata mereka juga tidak mengetahui dimana
keberadaannya. Tak kunjung menemukannya, aku memilih menyerah dan pasrah karena ia
benar-benar tidak ada disekolah. Mungkin dia ada urusan keluarga, pikirku. Namun aku sedikit
khawatir karna tak biasanya dia tidak memberi kabar seperti itu.
Setelah acara kelulusan sekolah aku bergegas pulang dan berganti pakaian. Setelah itu aku
mengunjungi rumah Putri untuk mengetahui mengapa ia tidak hadir diacara penting sekolah itu.
Sesampainya dirumah Putri aku mengetuk pintu dan mengucapkan salam.
Tok tok tok...
“Assalamualaikum.”
“Waalaikumsallam. Eh, Ara.”
Aku semakin khawatir karena melihat raut wajah Ibu yang begitu lelah, matanya yang sembab,
dan badan yang sedikit kurus seperti kekurangan istirahat. Aku segera menepis kehawatiranku
itu.
“Hm, Ara mau ketemu Putri Bu. Apa Putrinya ada, Bu?”
Aku melihat raut wajah Ibu berubah menjadi sendu. Kedua mata Ibu mulai berkaca-kaca namun
bibirnya tetap menampilkan senyuman yang menenangkan. Aku bingung. Jantungku mulai
berdebar kencang karena sangat khawatir. Pikiran negatif mulai menyerangku.
“Bu apa Putrinya ada dirumah? Putri lagi tidur ya, Bu? Apa Putri sakit Bu? Kok dia gak datang
ke acara perpisahan Bu?” aku kembali bertanya dengan beitu menggebu.
“Putri masuk rumah sakit, Ra” lirih Ibu.
“Astagfirullahal’adzim, Apa penyakitnya parah Bu?” mata ku langsung berkaca-kaca mendengar
penuturan Ibu.
“Putri terkena penyakit kanker Ra.” jawab Ibu sambil menahan isakannya.
Aku terkejut mengetahui fakta itu. Aku tidak pernah tau bahwa ia punya penyakit yang
mematikan itu. Aku langsung menangis tersedu-sedu sambil memeluk Ibu dengan erat. Jelas
sudah bahwa aku sahabat yang buruk karena tak memperhatikan keadaan sahabatnya sendiri.
Tak ingin berlama-lama aku pamit kepada Ibu dengan keadaan yang kacau. Air mata ku tak
berhenti menetes. Rasa sesak didadaku semakin mencabik-cabik hatiku. Aku kecewa kepada
diriku sendiri. Aku berniat esok hari akan pergi menjenguk Putri kerumah sakit karena hari ini
sudah terlalu sore dan tidak memungkinkan karna keadaan ku yang begitu kacau.
Keesokan harinya hal sangat tak terduga terjadi. Aku mendapatkan kabar bahwa Putri pergi
untuk selama-lamanya. Dia pergi meninggalkan aku. Dia pergi meninggalkan kisah persahabatan
kami. Dia pergi meninggalkan berjuta kenangan. Bahkan dia pergi tanpa adanya ucapan
perpisahan. Aku terduduk lemas sambil terisak karena mendengar kabar yang sangat
menyesakkan hati itu. Aku menangis sesegukan sembari memegangi dadaku yang terasa sangat
sesak.
Aku datang kerumahnya dengan keadaan yang sangat kacau dan mengikuti acara pemakamannya
hingga akhir. Tak ada satupun hal yang ingin aku lewatkan karena ini kali terakhir aku bertemu
dengannya. Langkah demi langkah aku telusuri hingga meninggalkan ruangan abadi Putri.
Kenangan itu masih terus berputar-putar diingatan ku. Dia sahabat terbaik dalam mengejar
mimpi. Dia sahabat terhebat untuk mengejar mimpi. Seperti namamu, kamu adalah cahaya yang
menerangi kehidupan ku. Selamat tinggal Putri Cahaya. Semoga kamu tenang di sisi Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai