Anda di halaman 1dari 28

UNTUK SAHABATKU

Ketika dunia terang, alangkah semakin indah jikalau ada sahabat disisi. Kala langit
mendung, begitu tenangnya jika ada sahabat menemani. Saat semua terasa sepi, begitu
senangnya jika ada sahabat disampingku. Sahabat. Sahabat. Dan sahabat. Ya, itulah kira-
kira sedikit tentang diriku yang begitu merindukan kehadiran seorang sahabat.

Aku memang seorang yang sangat fanatik pada persahabatan. Namun, sekian lama
pengembaraanku mencari sahabat, tak jua ia kutemukan. Sampai sekarang, saat ku telah
hampir lulus dari sekolahku. Sekolah berasrama, kupikir itu akan memudahkanku mencari
sahabat. Tapi kenyataan dengan harapanku tak sejalan. Beragam orang disini belum juga
bisa kujadikan sahabat. Tiga tahun berlalu, yang kudapat hanya kekecewaan dalam
menjalin sebuah persahabatan. Memang tak ada yang abadi di dunia ini. Tapi paling tidak,
kuharap dalam tiga tahun yang kuhabiskan di sekolahku ini, aku mendapatkan sahabat.

Nyatanya, orang yang kuanggap sahabat, justru meninggalkanku kala ku


membutuhkannya. “May, nelpon yuk. Wartel buka tuh,” ujar seorang teman yang hampir
kuanggap sahabat, Ria pada sahabatku yang lain saat kami di perpustakaan. “Yuk, yuk,
yuk!” balas Maya, ‘sahabatku’. Tanpa mengajakku Kugaris bawahi, dia tak mengajakku.
Langsung pergi dengan tanpa ada basa-basi sedikitpun. Padahal hari-hari kami di asrama
sering dihabiskan bersama. Huh, apalagi yang bisa kulakukan. Aku melangkah keluar dari
perpustakaan dengan menahan tangis begitu dasyat. Aku begitu lelah menghadapi
kesendirianku yang tak kunjung membaik. Aku selalu merasa tak punya teman. “Vy, gue
numpang ya, ke kasur lo,” ujarku pada seorang yang lagi-lagi kuanggap sahabat. Silvy
membiarkanku berbaring di kasurnya. Aku menutup wajahku dengan bantal.

Tangis yang selama ini kutahan akhirnya pecah juga. Tak lagi terbendung. Sesak di
dadaku tak lagi tertahan. Mengapa mereka tak juga sadar aku butuh teman. Aku takut
merasa sendiri. Sendiri dalam sepi begitu mengerikan. Apa kurangku sehingga orang yang
kuanggap sahabat selalu pergi meninggalkanku. Aku tak bisa mengerti semua ini. Begitu
banyak pengorbanan yang kulakukan untuk sahabat-sahabatku, tapi lagi-lagi mereka
menjauhiku. “Faiy, lo kenapa sih ? kok nangis tiba-tiba,” tanya Silvy padaku begitu aku
menyelesaikan tangisku. “Ngga papa, Vy,” aku mencoba tersenyum. Senyuman yang
sungguh lirih jika kumaknai. “Faiy, tau nggak ? tadi gue ketemu loh sama dia,” ujar Silvy
malu-malu. Dia pasti ingin bercerita tentang lelaki yang dia sukai.

Aku tak begitu berharap banyak padanya untuk menjadi sahabatku. Kurasa semua sama.
Tak ada yang setia. Kadang aku merasa hanya dimanfaatkan oleh ‘sahabat-sahabatku’ itu.
Kala dibutuhkan, aku didekati. Begitu masalah mereka selesai, aku dicampakkan kembali.
“Faiy, kenapa ya, Lara malah jadi jauh sama gue. Padahal gue deket banget sama dia.
Dia yang dulu paling ngerti gue. Sahabat gue,” Silvy curhat padaku tentang Lara yang
begitu dekat dengannya, dulu. Sekarang ia lebih sering cerita padaku. Entah mengapa
mereka jadi menjauh begitu. “Yah, Vy. Jangan merasa sendirian gitu dong,” balasku
tersenyum. Aku menerawang,” Kalau lo sadar, Vy, Allah kan selalu bersama kita. Kita
ngga pernah sendirian. Dia selalu menemani kita. Kalau kita masih merasa sendiri juga,
berarti jelas kita ngga ingat Dia,” kata-kata itu begitu saja mengalir dari bibirku.
Sesaat aku tersadar. Kata-kata itu juga tepat untukku. Oh, Allah, maafkanku selama ini
melupakanmu. Padahal Dia selalu bersamaku. Tetapi aku masih sering merasa sendiri.

Sedangkan Allah setia bersama kita sepanjang waktu. Bodohnya aku. Aku ngga pernah
hidup sendiri. Ada Allah yang selalu menemaniku. Dan seharusnya aku sadar, dua
malaikat bahkan selalu di sisiku. Tak pernah absen menjagaku. Kenapa selama ini aku tak
menyadarinya? Dia akan selalu mendengarkan ‘curhatanku’. Dijamin aman. Malah
mendapat solusi. Silvy tiba-tiba memelukku. “Sorry banget, Faiy. Seharusnya gue sadar.
Selama ini tuh lo yang selalu nemenin gue, dengerin curhatan gue, ngga pernah bete sama
gue. Dan lo bisa ngingetin gue ke Dia. Lo shabat gue. Kenapa gue baru sadar sekarang,
saat kita sebentar lagi berpisah…” Silvy tak kuasa menahan tangisnya. Aku merasakan
kehampaan sejenak. Air mataku juga ikut meledak. Akhirnya, setelah aku sadar bahwa
aku ngga pernah sendiri dan ingat lagi padaNya, tak perlu aku yang mengatakan ‘ingin
menjadi sahabat’ pada seseorang. Bahkan malah orang lain yang membutuhkan kita
sebagai sahabatnya. Aku melepaskan pelukan kami. “ Makasih ya, Vy. Ngga papa koki kita
pisah. Emang kalau pisah, persahabatan bakal putus. Kalau putus, itu bukan
persahabatan,” kataku tersenyum.
Akhir sisa-sisa air mataku. Kami tersenyum bersama. Persahabatan yang indah, semoga
persahabatan kami diridoi Allah. Sahabat itu, terkadang tak perlu kita cari. Dia yang
akan menghampiri kita dengan sendirinya. Kita hanya perlu berbuat baik pada siapapun.
Dan yang terpenting, jangan sampai kita melupakan Allah. Jangan merasa sepi. La
takhof, wala tahzan, innallaha ma’ana..Dia tak pernah meninggalkan kita. Maka jangan
pula tinggalkannya.
Unsur Instrinsik :
• Tema : Persahabatan
• Tokoh : Faiy, Maya, Ria, Silvy, Lara
• Watak :
 Faiy : Kurang percaya diri
 Maya : Tidak peduli
 Ria: Tidak peduli
 Lara : Acuh
 Silvy: Peduli
• Alur : Maju mundur
• Latar :
Tempat
 Asrama
 Perpustakaan
 Di kamar silvy
Waktu
Siang Hari
Suasana : Mengharukan
Sudut pandang : Orang Pertama
Amanat : Sebagai makluk hidup kita harus percaya adanya tuhan yang selalu menemani
umatnya dimana pun berada.
Cinta dan Takdir

Jam dinding terus berputar, gerimis semakin menjadi hujan. Sudah hampir tiga jam dan
sekarang hampir mendekati waktu maghrib, Sika yang sejak pulang sekolah terus
mengurung diri di dalam kamanya.

Kembali sika melirik buku catatan kecilnya seraya buku catatan itu berkata "baca aku
sika!". Namun sebaliknya sika melempar buku itu ke lantai karena kesal ia berkata
"aduhhhh susah banget sihhhh masuk ke otak" keluhnya karena belajarnya tidak bisa
maksimal. Karena sika merasa pusing dan lelah akhirnya ia menyelonjorkan kaki di
kasurnya dan mengambil posisi berbaring. Sembari berbaring entah kenapa ia teringat
dengan mantan kekasihnya "hmm andai sajaaaa... AHHH jadi tambah males, kenapa
sihhh!" seru sika karena teringat mantan kekasihnya.

Sama seperti perempuan pada umumnya yang pernah merasakan jatuh cinta dan patah
hati. Sika merasakan hal yang serupa ketika masih berpacaran dengan andri. Dalam
hatinya sika menyesal karena telah menyianyiakan andri "Ah bodoh banget sih aku,
kenapa aku dulu harus menyianyiakan andri" Penyesalan itu terus berlajut ketika ia
melihat foto andri yang disimpannya dalam laci "ih kenapa aku dulu harus membuat
kesalahan". "kenapa aku kurang bersyukur udah punya pacar kayak andri". Meskipun
andri bukan laki-laki yang dewasa dan lebih terkesan kekanak-kanakan namun oada
kenyataanya sika tidak dapat lepas dari andri. Pada saat andri memberikan sepucuk
surat kecil kepada sika tentang perasaanya yang ingin putus sika tidak tahu lagi harus
mengiyakan atau menolak pada saat itu. "kenapa aku tidak bisa berpikir lebih dewasa
sih?" ujar sika. Semenjak putus dengan andri sika sering melamun seorang diri,
berkhayal andaikan waktu dapat diputar dan ia dapat berpikir lebih dewasa pada saat
andri memberikan surat putus itu.

Meskipun sika hidup dalam keluarga yang lebih terkesan "broken home" karena memiliki
seorang ayah yang ringan tangan tidak membuat sika menjadi perempuan yang pendiam
dan sedih. Sejatinya sika adalah perempuan yang tegar.

Telolet Telolet! Bunyi bel istirahat di sekolahnya berdering kencang, namun sika tetap
tidak beranjak dari bangkunya. Dengan tatapan kosong dan tanpa gerakan selayaknya
orang tertidur, sika bengong dan melamun hingga salah seorang temannya membangunkan
sika dari lamunannya.

“Sikkk!” sambil memegang tangannya yang menyangga kepala.


“elu kok melamun aja sih, Kenapa?”
“Aduhhh rin, ngagetin dehh, lagi pusing nih.”
“Ohh Pantesan kok keliatan lesu, biasanya juga sholat dhuha sekarang udah jarang.
hihihi.”

“Ihhh itu ada andri tuh sikk", ujar rini sambil menyenggol sika. "Paan sih! Kalo kamu suka
dia ya jangan nyenggol aku!" "Yeeee, yang suka aku apa kamuuu?" balas rini dengan penuh
sindiran. Sejenak guyonan kedua sahabat itu membuat sika tersenyum kecil hingga ia
iangat peristiwa pemukulan ayahnya yang dilakukan pada ibunya tadi malam. Memang
ayah sika adalah orang yang ringan tangan, meskipun ibu sika hanya sekedar
mengingatkan jangan merokok dan minum miras namun yang didapat malah tamparan dan
pukulan.

"Aku udah putus rin dari andri" ujar rini" sambil menahan ketawa yang sebenarnya
terasa begitu pahit di hati. Bukan tanpa alasan hati sika terasa pahit karena menahan
beban pikiran dan beban kehidupan yang ditanggungnya melihat ibu sika selalu dipukul.

Hari demi hari terus berlalu, Namun perasaan sika pada andri ternyata tidak dapat
berubah. Sika tidak dapat membohongi perasaanya bahwa sika masih memendam rasa
pada andri. Pada satu siang pada pelajaran matematika, seperti biasanya sika terlelap
dalam lamunannya, membayangkan andai saja andri masih menjadi pacar sika "hmm andri
andaikan kamu masih jadi pacarku, aku kangen semasa kita pacaran" ujar sika. Hingga
salah satu temannya yang bernama trimo menepuk pundak sika dan berkata "sikkk kok
ngalamun aja sihhh???" tanpa sengaja sika berteriak karena kaget akan tepukan trimo
"ahhhhhhh" teriak sika. Guru matematika sika yang terkesan galak (karena memang
kebanyakan guru matematika galak hehehe) sontak menoleh ke arah sika yang seperti
orang kebingungan. "Sika kenapa kamu? ayoo maju sini" ujar bu guru. "eee enggak kok
bu" balas sika dengan wajah bingung dan memelas" Seisi kelas menahan rasa ingin ketawa
karena jika mereka ketawa sudah pasti mereka akan jadi korban selanjutnya hehehe.
Terdapat dua orang yang tidak tertawa, justru sebalikanya, malah mereka berpikir
kenapa sika menjadi begini. orang itu tidak lain dan tidak bukan adalah rini dan andri
yang merupakan teman sekelas sika.

"hmmm kenapa ya sama sika, kok makin kesini makin buruk aja dia" ujar andri.
"apa mungkin karena kita habis putus" "atau karena dia ada masalah" hmmm.

Disisi lain bu yuli selaku guru matematika memarahi sika habis habisan. Seperti orang
yang habis makan cabe rawit 1000 biji. Muka ibu yuli memerah karena menahan marah
"Kamu itu yaaaaa, kalo nggak niat ikut pelajaran saya ya gak usah ikut. Ngganggu
temenmu yang lain tau gak?! bikin susah aja!" bentak bu yuli pada sika.

Tulilut tulitu tulilulilut......


Bunyi bell sekolah seperti suara es krim campina itu menyelamatkan rini dari amukan
guru paling galak disekolahnya.
"Kamu ketua kelas pimpin doa" perintah bu yuli.

Karena merasa simpatik akhirnya andri menghampiri sika dan menanyakan perihal
permasalahan tadi siang di kelas. "Sik sebenarnya kamu kenapa sih?" tanya andri. Dengan
perasaan berbunga bunga karena sebenarnya sika masih mencintai andri menjawab
"enggak kok enggak nggak papa". "Hmmm lain kali kamu harus lebih berhati hati kalo
jamnya bu yuli. tau sendiri kan bu yuli kalo marah kek gimana" meskipun andri berceloteh
panjang lebar namun sika tidak memperdulikannya karena yang dilihat sika adalah wajah
dan mata andri yang coklat besar itu membuat sika semakin terpana dan sulit untuk
melupakannya. "sik??? kamu dengerin enggak sih?" tanya andri . "ehhh iya maaf aku
denger kok, jawab sika.

Malam harinya disaat sika tengah berada dikamar tiba-tiba ayah memanggil sika, "Sik,
kesini bapak mau bicara penting". Tidak biasanya bapak sika mengajak bicara sika.
setelah sika berada di depan bapaknya akhirnya bapaknya menceritakan bahwa pada
besok sore dia akan dilamar oleh anak teman bapaknya "APAA???? aku kan masih
sekolah pak? trus gimana sekolahku?!" tanya sika dengan wajah bingung dan kecewa
mendengar berita yang disampiakan ayahnya. "Yaa kamu kan bisa tunangan dulu, lulus
kuliah nanti baru kamu menikah sama dia, orangnya baik kok" jawab ayah. Sebagai
seorang anak sika tidak bisa melakukan apa-apa karena jika ayahnya mengajak berbicara
itu bukanlah negosiasi melainkan sebuah pemberitahuan yang tidak dapat diganggu gugat.
Yang mampu sika lakukan hanyalah bercerita sambil menangis pada ibunya. Sang ibu yang
penyanyang dan penyabar sangat mengerti betul sikap suaminya yang keras kepala.
"Sudahlah nakk, turuti dulu apa mau bapakmu" sambil menangis, ibu memberi nasehat
pada sika.

Keesokan harinya sika tidak masuk sekolah, Bukan tanpa alasan sika tidak mau masuk
sekolah karena ia sangat kelelahan menangisi nasibnya sepanjang malam. Entah karena
kebetulan atau bukan, Namun andri juga tidak masuk sekolah hari itu tanpa
pemberitahuan yang jelas.

Jam sudah menunjukkan pukul 16.00 Sika sudah harus bersiap siap untuk menyambut
calon tunangannya. "Buu, aku nggak mau dilamar dulu" pinta sika sambil merengek pada
ibunya" namun ibu sika hanya bisa menggelengkan kepala sembari menahan kesedihan.

pada pukul 17.00 tepat datanglah iring-iringan rombongan mempelai pria layaknya acara
lamaran pada umumnya. Betapa kagetnya sika ketika melihat siapa yang keluar dari mobil
sedan putih tersebut karena ternyata calon tunangan yang dijodohkan dengan sika
adalah andri sendiri yang merupakan mantan kekasih sika.

"Kamu????" "kok kamu ada disini sih?" tanya sika setengah tidak percaya.
"Iya ini aku andri" Jawab andri dengan suara lirih.
Tanpa basa basi akhirnya sika memeluk erat andri karena memang sika sangat mencintai
andri
"SIk, maafin aku yaa, sebenernya aku sangat sayang dan cinta sama kamu" ujar andri
karena memang andri masih sangat sayang pada sika.
"Iya ndri, aku juga minta maaf"
Betapa terkejutnya sika dan andri karena takdir mempertemukan mereka kembali dalam
ikatan pertunangan setelah mereka lama berpisah.
Unsur Intrinsik Cerpen
Tema: Takdir dan percintaan
Amanat: Dalam kehidupan berpikirlah dua kali sebelum mengambil sebuah tindakan agar
tidak menyesal dikemudian hari.
Alur: Alur yang digunakan adalah alur campuran (Maju dan mundur)

Setting:
Kamar sika pukul 17.00.
Rumah sika Pukul 16.00.
Sekolahan sewaktu jam sekolah.
Kelas pada saat jam istirahat.

Penokohan dan perwatakan:


Sika : sabar, tertutup, tabah, kuat, pelamun, taat beribadah.
Andri : kekanak-kanakan, pemalu, perhatian.
Rini : Setia kawan, perhatian, lucu.
Bapak tari : Keras kepala, emosian, egois.
Ibu tari: Penyayang, sabar.
Trimo: Usil.
Bu yuli: Galak, Tidak sabaran.

Sudut pandang : Sudut pandang yang dipakai adalah sudut pandan orang ketiga karena
pengarang tidak terlibat langsung dalam cerita.
‘’KENANGAN AYAH DAN KUMIS LEBATNYA”

Waktu bagaikan penentu perjalanan manusia yang terjadi dimasa lalu,sekarang hingga
masa depan.Waktu dapat dikatakan sebagai perekam yang merekam perjalanan hidup
dan proses yang dialami oleh setiap umat manusia yang dapat teringat kembali dimasa
yang akan datang. Berbagai waktu senang,waktu sedih, hingga waktu susahpun terselip di
antara waktu yang menceritakan perjalanan seseorang yang kemudian terangkai menjadi
sebuah kisah yang disebut dengan kenangan . Hal inipun tak luput terjadi pada diriku
sendiri, kenangan itu kujadikan sebagai salah satu pelajaran hidup yang berarti maupun
candaan yang tak akan terulang kembali dalam perjalanan hidupku. Banyak kenangan
masa kecil yang selalu telintas dalam ingatanku seperti salah satunya kenangan ketika
aku masih duduk ditaman kanak-kanak, masih teringat dengan jelas bagaimana banyak
kenangan yang terjadi pada masa itu padahal sekarang aku telah duduk dibangku sekolah
menengah atas ,entah mengapa kenangan ini tak dapat lepas dari ingatanku . Kini
kenangan itu kuceritakan kembali untuk mengenangnya.

Inilah salah satu pengalamanku. Ketika aku masih duduk disalah satu taman kanak-kanak
di daerah tempat tinggalku, aku selalu dijemput oleh ayahku. Ayahku adalah orang yang
sangat baik dan penyayang. Ayahku memiliki badan yang cukup tinggi dan besar serta
berkumis lebat. Ayahku bekerja sebagai seorang pegawai negeri yang mengabdi
didaerah tempat tinggalku. Setiap aku pulang sekolah dari taman kanak-kanak ,ayahku
selalu menjemputku dengan mobil dinasnya dan aku selalu menunggunya didepan kelasku.
Seperti biasa yang kulakukan ketika lonceng sekolahku berbunyi disiang hari, aku
menunggu ayahku untuk menjemputku.

Namun hari itu tampak berbeda dengan hari-hari biasanya karena aku tak melihat
ayahku sehingga membuatku gelisah bukan main .Oleh karena itu kuputuskan untuk
berjalan menuju pintu gerbang sekolahku, ketika kuberjalan aku berpapasan dengan
sesosok laki-laki yang menyerupai ayahku berbadan besar dan tinggi namun tak
berkumis lebat. Lalu orang tersebut berkata “ Ayo, Hana mari pulang!” langkahku
terhenti sejenak sambil memerhatikan wajah orang itu, namun tak kukenal sama sekali
siapa orang itu .Sehingga membuat begitu banyak pertanyaan yang muncul dalam
kepalaku, “ siapakah dia? Apakah ia adalah orang utusan ayahku untuk menjeputku?”. Tak
ada satupun jawaban yang terlintas untuk menjawab pertanyaan –pertanyaan itu. Tetapi
aku masih merasa bahwa aku mengenalnya ,lalu kucoba memperhatikan wajahnya kembali.
Betapa terkejutnya dan malunya aku waktu itu.Orang tersebut adalah ayahku namun
ayahku tanpa kumis lebatnya. Lalu ayahku merangkul bahuku mengajakku jalan
bersamanya menuju mobil dan pulang kerumah. Dalam rangkulannya aku tak berani
melihat mukanya karena perasaan sangat malu yang bercampur dengan rasa tawa. Selama
perjalanan aku masih terheran-heran terhadap diriku sendiri karena aku tak bisa
mengenali ayahku ketika ia tidak memiliki kumis, apalagi jika ia botak mungkin aku benar-
benar tak mengenalinya sama sekali dalam benakku .
Oleh karena itu,jika kuteringat kejadian ini kembali aku ingin tertawa yang bercampur
malu,namun itu adalah salah satu kenangan yang mungkin tak akan kulupakan hingga
sekarang dan aku tahu sekarang alasan ayahku tak pernah mencukur habis kumis
lebatnya itu,ia takut aku tak mengenalinya lagi hingga sekarang sehingga ia memilih
untuk memeliharanya. Itu merupakan salah satu kenangan yang kualami ketika kumasih
kecil,mudah-mudahan pengalaman ini dapat menghibur kalian yang membacanya.Salam
kenal…

Unsur Intrinstik Cerpen antara lain:

Tema
-mengenai pegalaman masa kecil yang tidak dapat dilupakan

Tokoh dan penokohan.


-Tokoh : Aku dan ayahku.

-penokohan : Aku :pelupa.

Ayahku : sangat baik dan penyayang.

Alur
-merupakan alur gabungan ( alur yang merupakan gabungan dari alur maju dan alur
mundur) .

Latar
-Latar tempat : Lingkungan sekolah taman kanak-kanak(depan kelas,pintu gerbang
sekolah).

-Latar waktu : Siang hari.


-Latar suasana : bingung,menghibur,gelisa.

Sudut pandang
-Sudut pandang orang pertama ( I ).
-Sudut pandang orang ketiga (III) .

Gaya bahasa
-Menggunakan bahasa yang efektif sehingga isi cerita dapat dimengerti oleh pembaca.

Amanat
-Semua orang mempunyai masa lalu yang berkesan maupun yang mengecewakan namun
semua pengalaman tersebut selalu memiliki makna tersendiri yang dapat kita ambil dan
dikenang kembali dimasa hidup kita kemudian . Selain dikenang pengalaman dapat juga
menjadi obat rindu kita terhadap masa lalu kita. Oleh karena itu apa yang kita lakukan
sekarang akan menentukan pengalaman yang akan dikenang kembali dikemudian hari.
Arin dan Mimpinya

Arin berasal dari keluarga yang cukup harmonis yang terdiri dari ayah ibu dan dengan 2
anak perempuan mereka yaitu Arin dan Raty. Karena keterbatasan dana, sejak SMP Arin
sudah bersekolah jauh dari orang tuanya. Dia tinggal bersama saudara dikeluarga ibunya.
Seringkali ia merasa ingin bersekolah bersama keluarga, ibu, ayah dan 1 adiknya. Tapi
sayangnya, ia sudah terlanjur meminta kepada orang tuanya untuk tinggal dan
bersekolah dengan bibinya yang tinggal sangat jauh dari tempatnya berada.

Tiga tahun sudah berlalu, Arin meminta kepada orangtuanya supaya setelah lulus SMP ia
melanjutkan kesekolah negeri dekat dengan orang tuanya. Permintaan itu dikabulkan
oleh ibunya tetapi ayahnya sedikit keberatan. “kenapa kamu pindah, Rin ? apakah ada
masalah di sekolahmu sehingga kamu ingin pindah?” tanya ayahnya. “Tidak yah, Arin ingin
pindah sekolah karna Arin ingin mencari pengalaman lebih banyak lagi di sekolah lain”
jawab Arin. “Lalu bagaimana dengan bibi mu, apakah dia setuju dengan keputusanmu itu?”
tanya ayahnya. Dengan berat hati Arin menjawab, “Aku belum bicara kepad bibi, tetapi
pasti aku akan mengatakan padanya segera”

Arin sebenarnya tahu jika orang tuanya merasa keberatan bukan karena dia harus
tinggal bersama bibinya. Namun karena mereka tidak mampu untuk mensekoahkan Arin
di sana. Arin pun bimbang dan ragu. Di satu sisi dia ingin kumpul lagi bersama orang
tuanya, di sisi lain dia tahu ayahnya tak punya uang untuk menyekolahkannya. Hari demi
hari berlalu, Arin semakin rindu kepada keluarga kecilnya. Tak jarang dia selalu menangis
hingga larut malam.

Bibi Arin pun menyadari apa yang Arin rasakan saat ini. “Kamu kenapa nak?” tanya
bibinya. “Aku baik-baik saja kok bulek, aku hanya sedang kelelahan,” jawab Arin.
Sebenarnya Bibinya pun sudah mengetahui apa yang sedang Arin rasakan tetapi dia tak
mau menambah beban Arin saat ini. “Nak bibi akan selalu mendoakanmu, Bibi juga akan
selalu mendukung apa yang ingin kau lakukan, berusahalah dengan giat untuk
mendapatkan keinginanmu,” nasehat bibinya. Setelah mendapatkan nasehat itu, Arin
menjadi semangat. Meskipun Arin belum membicarakan masalah kepada bibinya, dia tahu
bahwa bibinya akan selalu mendukungnya.

Beberapa hari setelah itu, Arin mendapat kabar bahwa sekolah SMAN 1 Bumi Putera di
dekat rumah orang tuanya mengadkan lomba pidato dan pemenangnya akan diterima
bersekolah disana dan mendapatkan beasiswa. Arin pun mengikuti lomba pidato itu dan
akhirnya keluar sebagai pemenang. Dia pun memberitahukan kabar gembira itu kepada
orang tua dan Bibinya.

Pada awalnya mereka belum menyetujuinya. Namun setelah mendapatkan penjelasan dari
Arin, akhirnya permintaanny diperbolehkan oleh orangtua dan bibinya. Tapi sayang, pihak
sekolah sempat menahan Arin karena prestasi-prestasi dari dirinya. Sekolah tidak
mengizinkan Arin pindah ke SMA lain karna ia membawa prestasi cemerlang. Tetapi
setelah mendesak kepala pimpinannya, akhirnya Arin diperbolehkan pindah. Ia sangat
senang sekali. Ia juga sedih ketika ia berpamitan dengan teman-temannya yang sayang
padanya. Arin berpesan kepada teman-temannya untuk selalu semangat dan giat dalam
belajar dan juga tidak melupakannya.

Ketika masuk tahun ajaran baru, Arin pun bisa kembali berkumpul bersama orang tuanya.
Ia berkumpul bersama ayah, ibu, dan adiknya. Rasa rindu yang sangat mendalam dapat
berkumpul bersama keluarga walaupun makan dengan lauk sambal akan terasa lebih
nikmat bila berkumpul bersama.

Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Cerpen “Arin dan Mimpinya”


Tema : Kebersamaan keluarga
Latar

Tempat : Rumah bibinya, Sekolah Arin, Rumah Arin


Suasana : Sedih (Tak jarang dia selalu menangis hingga larut malam), Bahagia (Dia pun
memberitahukan kabar gembira itu kepada orang tua dan Bibinya), Haru (Ia juga sedih
ketika ia berpamitan dengan teman-temannya yang sayang padanya)
Waktu : Malam (Terbukti saat Arin menangis karena rindu keluarganya), Pagi hari
(Terlihat ketika Arin mengikuti lomba pidato dan berpamitan kepada temannya)
Alur : Maju
Tokoh: Arin (Antagonis), Bibi dan Ayah (Tritagonis), Tidak ada tokoh antagonis karena
konflik yang terjadi adalah konflik batin tokoh utamanya
Penokohan:
Arin : Penyayang, Pintar, Berkemauan tinggi,
Bibi : Penyayang, Baik
Ayah : Pesimis, Baik
Sudut pandang : Orang ke tiga tunggal
Gaya Bahasa : Pengarang menyampaikaan ceritanya dengan bahasa yang mudah
dimengerti tanpa kiasan sehingga cerita mudah dimengerti
Moral Value: Jangan menyerah dengan keadaan karean setiap masalah pasti ada jalan
keluar

Unsur Ekstrinsik Cerpen “Arin dan Mimpinya”


Nilai-nilai dalam cerita
 Moral : Saat tokoh Bibi mendukung apa yang akan dilakukan oleh Arin.
 Perjuangan : Saat Arin tak berputus asa dengan nasibnya.
 Kekeluargaan : Saat Arin berkumpul bersama keluarganya.
Latar belakang penulis

Penulis menjumpai beberapa fenomena di masyarakat tentang terpisahkannya keluaraga


akibat keadaan. Fenomena ini banyak terjadi di masyarakat, oleh karena itu penulis ingin
menginspirasi semua masyarakat khususnya yang memiliki keadaan yang sama untuk
terus berjuang karena setiap ada masalah pasti ada jalan keluar.
9 Frictions

Aku adalah seorang murid disebuah SMA favorit di daerahku. Aku mempunyai beberapa
teman yaitu Cepy, Afif, Rifki, Gery, Riki dan Irfan.
Pada hari jumat kami mendapat tugas IPA untuk membuat percobaan seputar
Bioteknologi, akantetapi kami tidak lekas mengerjakannya pada hari itu! karna kami
memiliki kesibukan masing-masing akhirnya kami sepakat akan mengerjakan tugas itu
pada hari kamis pulang sekolah minggu depan dan itu juga dilaksanakan berbarengan
dengan latihan tari.
Mulanya kami akan ikut latihan tari dulu di sekolah karena memang sedang diadakan
latihan untuk persiapan sendra tari dua bulan lagi, tetapi karna salah seorang kami yang
merayakan ulang tahun Rizal mengundang kami untuk ikut acara ultahnya. Akhirnya kami
ikut merayakannya, yaaa walaupun sebenarnya tujuan kami hanya ingin mencicipi kue
ulang tahunnya saja, Karena keasyikan makan kue akhirnya kami lupa ada jadwal latihan
tari yang harus dilakukan. hihihi. akhirnya kami bergegas ke rumah Gery tanpa afif
karena dia sedang ada urusan lain.

Sesampainya dirumah Gery aku beristirahat sejenak sembari menunggu Rifki dan Irfan
Tertinggal dibelakang, Tidak lama berselang Irfan dan Rifki sampai yang berbarengan
dengan Gery yang membawakan seikat rambutan dan air dingin, Sontak kami langsung
menikmati suguhan yang diberikan Gery. Tidak lama sesudahnya Irfan mendapat telfon
dari Afif yang katanya minta dijemput di depan komplek karena ingin ikut mengerjakan
tugas. Karena mempertimbangkan jarak rumah Gery dan depan komplek sangat jauh
akhirnya kami sepakat untuk menjemput Afif dan mengerjakan dirumah Rifki karena
rumah rifki memiliki jarak paling dekat dengan depan komplek.

Bersama dengan Afif kami menuju rumah Rifki, Sesampainya disana kami beristirahat
sejenak dirumah rifki yang berada di lantai atas. Kami bercakap cakap layaknya sedang
mengadakan rapat, padahal hal yang dibahas tidak begitu penting sih hehehe, Tidak lama
berselang Rifki memanggil ibunya untuk meminta dibawakan makanan dan minuman untuk
kami. Bukkk bawain makanan saa minuman dong, pinta Rifki pada ibunya. Iya-iya bentar.
Jawab ibunya. Jangan lupa fantanya sekalian bisikku pada Rifki, hehehhe..
Akhirnya kami pergi kebawah untuk berlatih tari, sambil sesekali menyantap makanan
yang diberikan ibu Rifki. hehehe.. memang sih pada awalnya kami hanya bercanda. eh
tidak taunya rifki benar-benar meminta makanan pada ibunya.
Pada saat diperjalanan hujan pun turun kembali kami akhirnya berteduhh di sebuah
saung yang tidakk jauh dari tempat pembuatan roti. Rifki dan Irfan memutuskan utk
pergi ke rumah pembuat roti tersebut agar tugas kami cepat selesai jadi aku, Ceppy ,
Gery dan Riki pun menungguu di saung yang juga merupakan pos ronda. setelah beberapa
menit Irfan dan Rifki keluar menghampiri kami pada saat keadaan masih gerimis, Kami
berharap semuanya sudah beres dan selesai, akan tetapi masih ada proses yakni
mengoven roti, dan ternyata dirumah itu hanya membuat adonan roti saja yang nanti
akan di oven di toko yang letaknya agak jauh dari tempat pembuatan adonan itu. Kami
pun pergi walau keadaan masih gerimis, sesampainya di toko Rifki mengusulkan agar roti
dibentuk seperti kata-kata 9F, akhirnya kami pun setuju ,tetapi Riki mengusulkan kata
kata 9 Fiction yang memiliki arti 9 Fiksi. Jujur saja aku tidak terlalu paham mengapa ia
memilih kata-kata itu namun kami menyetujui usulannya tersebut. karena Rifki khawatir
hujan akan semakin lebat akhirnya ia menyuruh kami untuk pulang kerumah masing-
masing dan sisanya dia yang mengerjakan, maka kami pun menyetujui dan pulang kerumah
kami masing masing.
Keesokan harinya setelah kue jadi, Kami menyerahkannya sebagai tugas boteknologi
kami. Tidak disangka-sangka ternyata kami mendapatkan nilai terbaik dikelas.

Unsur Intrinsik Cerpen


Tema : Pertemanan, dan kegigihan.
Sudut Pandang : Sudut pandang cerpen diatas menggunakan sudut pandang orang
pertama.
Amanat : Dalam pertemanan rasa setia kawan adalah sifat yang harus dimiliki seseorang,
jangan menunda-nunda pekerjaan.
Alur : maju
Latar : sekolah , rumah Rifki , Rumah Gery, Toko Roti, Pos Ronda.
Penokohan dan perwatakan
afif: Baik
Riki: Baik
Cepy: Baik
Aughy: Baik
Gery: Baik
Rifki: Baik, bertanggung jawab dan humoris.
Irfan: Baik
KETIKA SEBUAH MIMPI DIPAHAMI

Tidak kusangka, siang yang tadinya ingin kujadikan waktu bersantai untuk melepas lelah.
Setelah seharian berolahraga seperti minggu biasanya, malah berubah menjadi momen
paling mengasyikan daripada hanya sekedar melepas rasa letih di tubuhku hari ini.
Pukul 13:00 tengah hari tadi, sewaktu mataku yang terjaga ini mulai kehilangan arah
dalam persiagaannya di tempat tidurku, kemudian ia (baca: mata) menutup dirinya dan
membawaku ke alam lain. Dalam khayalnya aku hanya mengikuti kemana alam bawah sadar
mengalir, karena aku berharap bisa bermimpi indah.
Di suatu tempat yang belum jelas asal usulnya, cahaya matahari menyilaukan mataku
yang masih berkedip-kedip mulai memperhatikan keadaan di sekitarnya. Terlihat
bangunan batu bata besar memanjang ke arah pegunungan tinggi berkebut ini seperti
sebuah benteng raksasa tak berujung. Dengan lebar sisinya sekitar 10 meter. Aku
berada di atasnya dan mulai tahu dimana aku berdiri. Betul sekali, TEMBOK BESAR
CINA biasa orang-orang menyebutnya.
“Senangnya bisa berada di tempat indah dan bersejarah seperti ini.” ujarku dalam hati.
Menikmati indahnya monumen paling terkenal, yang bahkan masuk dalam kategori 7
Keajaiban Dunia, membuatku LUPA bahwa dunia yang kutempati saat ini hanya sebuah
fantasi belaka.
“Andai aku membawa sebuah kamera, pasti sudah ku jepret setiap sudut yang kulihat
ini.” pikirku.
Sejuknya angin membuatku penasaran untuk melihat setiap sudut di tembok ini. Ketika
hendak melihat bagian bawah tembok dari atas, tiba-tiba terdengar suara. Gedebuk
gedebuk… Bunyi mulai terngiang di telingaku, disaat indra penghlihatan mengarah ke
kanan jalur perjalanan tembok. Aku melihat dari jarak ku berdiri sekitar 200 meter
disana segerombolan singa besar berlari ke arahku.
Perasaanku yang saat itu bingung bercampur kesal, langsung berlari dengan kencang
lurus ke dapan. Betapa tidak, jika aku melompat ke sisi luar pun, mungkin nyawaku juga
akan hilang karena tingginya benteng ini setara sebuah bukit dan lebih parahnya lagi di
belakangku singa-singa ganas mulai menyerbuku.
Berlari dan terus berlari walau kaki terasa sangat lelah, tapi itulah yang sedang aku
lakukan karena tak ada cara lain kecuali berlari sekencang-kencangnya untuk
menyelamatkan diri.
Beberapa saat kemudian aku terhenti ketika melihat nyawaku sudah tidak punya harapan
lagi ditambah kaki yang sudah tak mampu melangkah dalam peristiwa berbahaya ini,
karena seekor singa buas berada di depanku dengan jarak 50 meter.
“Astaga kalau begini, aku hanya bisa pasrah kepadamu tuhan.” ucapku.
Dalam keadaan yang mungkin tidak bisa dibayangkan. Aku mencoba menenangkan hati,
dan berdamai dengan diriku sendiri. Aku bertanya “Tunggu-tunggu, kenapa aku berada di
tempat ini?”
“Sedangkan aku tidak tahu jalan ke negeri ini.” lanjutku dalam hati yang agak tenang.
Terbesit kesadaranku yang memahami tentang kejadian semua ini. Aku membuka mata
melihat tubuhku masih berada di antara segerombolan singa dari belakang dan seekor
singa paling besar dari depan yang mendekat ke arah se’onggok daging segar, yah daging
itu adalah diriku.
Singa-singa yang berlari langsung melompat ke arahku dengan cakar dan taring-
taringnya yang tajam wuuz… seketika terhanti begitu saja, saat mereka melihatku
tertawa.
“Hahahaha… Hey kalian mau makan apa dariku?” tubuhku dan kalian hanya ilusi dalam
keadaan sekarang ini, aku ini sedang bermimpi.”
“Kalian diciptakan oleh pikiranku sendiri, bahkan bukan kalian saja, semua yang kulihat
cuma ada di halusinasiku.” lanjutku pada binatang-binatang itu yang sepertinya mengerti
ucapanku.
Sekarang singa-singa itu menunduk padaku kemudian lenyap tak tahu kemana. Aku pun
kembali menikmati pemandangan indah dari atas tembok besar, beberapa saat juga
semuanya yang ku lihat sirna seperti singa singa tadi. Mataku yang mulai terbuka
membuatku sadar, kalau aku sudah kembali ke kamarku lagi, dan dalam kelelahan kaki
yang kurasakan karena sudah berlarian dalam pikiranku sendiri, aku pun tersenyum puas
telah melewati mimpi yang mengasyikan hari ini.
Kejadian ini memberiku pesan bahwa ketakutan, keindahan, rasa senang atau derita
semuanya hanya ada di dalam pikiranku, bukan hanya di dunia mimpi, tapi juga dunia
nyata.
Unsur Intrinsik Cerpen :
1.Tema
– Khayalan.
2. Latar
-Waktu : Siang Hari.
-Tempat : Di Kamar Tidur.
-Suasana : Mengasyikan.
3. Alur
-Maju.
-Karena jalan cerita dijelaskan secara runtut mulai dari pengenalan latar dan masalah
sampai ke konflik dan di akhir cerita terdapat penyelesaian konflik.
4. Penokohan :
– Aku : pemimpi, pemberani, periang.
5.Sudut pandang :
-orang pertama sebagai pelaku utama.
-Bukti : Cerpen bangkit menggunakan kata ganti “aku” sebagai tokoh utama dan
mengisahkan tentang dirinya sendiri.
6. Gaya Bahasa
Bahasa yang digunakan menarik, dan dapat di mengerti oleh pembaca.
7. Amanat
Kejadian ini memberikan pesan bahwa ketakutan, keindahan, rasa senang atau derita
semuanya hanya ada di dalam pikiran, bukan hanya di dunia mimpi, tapi juga dunia nyata.
Unsur Ekstrinsik Cerpen :
1. Nilai Sosial
“Sekarang singa-singa itu menunduk padaku kemudian lenyap tak tahu kemana.”
2. Nilai Budaya
“Terlihat bangunan batu bata besar memanjang ke arah pegunungan tinggi berkebut ini
seperti sebuah benteng raksasa tak berujung. Dengan lebar sisinya sekitar 10 meter.
HUJAN, MUSIK, DAN KENANGAN

Hujan yang turun sepanjang petang belum juga berhenti meskipun malam terus
beringsut. Tak banyak yang dapat dikerjakannya sejak turun hujan tadi. Tak banyak
memang, bila itu diartikan sebagai gerakan atau kegiatan fisik yang memadai. Lelaki itu
cuma berdiri di jendela sepenuh waktu petang itu, menatap hujan yang menerpa daun-
daun pinus yang berjajar sepanjang pagar sebelah timur gerbang bambu.
Di arah yang berlawanan, rimbunnya Bougenville dengan bunganya yang merah jambu itu
tampak cantik dihiasi kerlap-kerlip titik air di permukaan daunnya. Ia menikmatinya
dengan penuh sendu. Muram seperti warna langit di petang itu. Sementara malam segera
turun, dan ia masih saja di situ.
Angin malam berembus agak dingin, tetapi ia belum mau menutup jendela. Kalau saja
mendiang istrinya masih ada, dia pun akan melakukan hal yang sama. Ya, Yasmin, istrinya,
akan berbuat yang sama dengannya pada malam seperti itu. Berdiri di jendela, menatap
ke luar memandang hujan yang jatuh, merasakan hembusan angin. Menurut Yasmin hujan
adalah berkah. Alam seakan sedang bernyanyi dan titik-titik air yang menerpa kaca
jendela seolah menciptakan lirik-lirik puisi cinta yang romantis.
Ia hapal kebiasaan-kebiasaan Yasmin, dan itulah yang membuat hatinya teriris. Selalu,
sehabis hujan, kecuali di malam larut, ia akan turun ke halaman dan menghirup napas
dalam-dalam, mmengembuskannya, dan kemudian menghirupnya lagi.
“Bau tanah dan tumbuhan sehabis hujan sangat khas dan menyamankan,” begitu katanya.
Banyak lagi keunikan Yasmin yang dengan jelas masih dingatnya. Sepertinya semua itu
naru terjadi kemarin. Jangan kira Yasmin hanya suka pada suasana hujan. Waktu mereka
bertugas ke selama beberapa tahun di Palembang, kadang-kadang Yasmin mengajaknya
jalan-jalan agak ke luar kota. Tepatnya ke lokasi hutan karet., cuma untuk menikmati
cahaya surya yang menembus lewat dahan ratusan pohon karet yang berjajar rapi
sehingga menimbulkan permainan sinar yang indah menimpa tanah yang sarat oleh daun-
daun yang gugur. Ia akan turun dari mobil, berjalan jauh ke tengah hutan karet dan
berdiri di sana menikmati semuanya itu.
“Yasmin…,” ia berbisik sendu. Betapa mereka selalu saling menyayangi dan akan selalu
begitu. Meskipun ada saat-saat tertentu dia merasa tidak begitu mengerti Yasmin, tapi
itu bukan halangan. Bukankah dengan demikian mereka selalu belajar untuk memahami
sepanjang kehidupan perkawinan mereka. Mungkin karena hal-hal itu pula, hubungan
mereka jauh dari rasa jenuh. Yang penting mereka bisa menyelaraskan diri dengan
pasangan masing-masing, maka perbedaan-perbedaan bukannya mengganggu malah lebih
memperkaya hubungan mereka.
Lelaki itu tersenyum, untuk pertama kali sepanjang petang itu. Memang itulah yang
dirasakannya dalam hidup perkawinannya dengan Yasmin sehingga biarpun mereka tidak
dikaruniai putra, hidup mereka punya isi. Semakin lama, sepanjang lima belas tahun
perkawinan mereka, semakin mereka mendapati diri mereka saling menyukai dan
mencintai.
Yasmin menyimpan baik-baik sebuah lukisan sekuntum mawar merah berukuran 70×60
cm, yang digantungnya di ruang keluarga, tepat berhadapan dengan kursi kesayangannya
tempat ia selalu duduk membaca. Dalam gambar iru, di tangkai mawarnya, ada tulisan
“Love is Enough.”
“Aku setuju dengan ungkapan itu. Kamu, Yang?” tanyanya (Yasmin) sambil menatap
gambar tersebut.
“Yeah… menurutku ungkapan itu tidak selalu benar,” jawabnya (si lelaki).
“Tidak selalu? Apa maksudmu? Cinta, zat yang sakral itu, butuh sikap, Yang,” katanya
(Yasmin) lagi dengan tegas meskipun tetap bernada lembut.
Lelaki itu diam saja, dan iu tandanya oa segan meneruskan perbincangan. Yasmin pun
meneruskan bacaannya.
Kali lain lelaki itu mendengar istrinya nerkata seolah kepada dirinya sendiri, “Cinta
memang tiada berkepentingan lain selain mewujudkan maknanya.”
“Dari penyair Libanon kesukaaanmu kan?” kata lelaki itu.
Yasmin tidak menjawab, cuma brjalan mendekatinya dan membelai pipinya sekilas
sebelum menghilang ke dapur.
Yasmin… Yasmin… kini ia pun masih bisa tersenyum mengenang saat-saat indah itu.
Malam merangkak terus. Hujan tidak lagi sederas petang tadi. Angin yang singgah di
tubunya semakin dingin. Ditutupnya kain jendela, lalu ia mengambil tempat di kursi baca,
menjangkau sebuah buku yang sejak tadi tergeletak di atas meja di sampingnya, dan
mulai membaca. O ya, di saat-saat begini, Yasmin akan memutar piringan hitam koleksi
musik klasik kesayangannya. Lelaki itu menolak melakukannya sekarang, takut kenangan
akan lebih mengiris hatinya. Ia meneruskan bacaannya.
Ketukan pintu menyadarkannya, tapi ia tetap duduk. Sahabatnya masuk, mengibaskan
bekas hujan di jas panjangnya, menanggalkan dan meletakkannya di sandaran kursi dekat
pintu, dan langsung melintas ke ruang tengah. Mereka bertatapan, tersenyum dalam
diam, dan sebelum duduk sahabatnya itu menuju meja di pojok. Lelaki itu tampak
inginprotes tapi ditahannya. Lalu berkumandanglah sebuah sonata karya
Schubert, Gretchen am Spinrade (Greta Pada Roda Pintal). Mereka duduk berhadapan,
diam mendengarkan dan menikmati karya yang konon karya perdana komposer itu. Ini
pun salah satu kesukaan Yasmin. Mereka berdua tahu itu. Lelaki itu ingat, hari-hari
terakhir Yasmin selalu dihiasi dengan simfoni-simfoni indah sampai saat kepergiannya
daridunia ini, pada suatu sore yang cerah di rumah mereka, setelah para dokter tidak
bisa menangani kanker lambung yang diidapnya beberapa bulan yang lalu.
Dia memandang ke arah sahabatnya yang kadang berkunjung, terutama setelah ia dan
Yasmin menetap di ibu kota. Mereka bertiga kadang terlibat dalam percakapan akrab
dan gurauan sampai larut malam, dan mereka sama-sama menikmatinya. Sejak kepergian
Yasmin, sahabtanya lebih sering datang. Ia ingin melarangnya tapi khawatir sahabatnya
itu tersinggung.
Lelaki itu sebenarnya lebih senang sendirian saja mengatasi kepedihan dan kesepiannya.
Ia ingin ruang-ruang itu cuma milik mereka berdua; ia dan Yasmin, dan ia yakin dengan
begitu akan mudah baginya melewati saat-saat yang menyayat itu. Lebih pedih rasanya
bila sahabatnya datang dan menciptakan suasana semacam itu, pada malam yang basah
seperti itu. Tapi demi Tuhan, bagaimana mau melarangnya? Sampai hatikah ia?
Mereka berdua dulu satu kamar di tempat kos selama bertahun-tahun masa kuliah,
sama-sama hobi memotret, sama-sama naksir gadis manis di ujung jalan, dan
berbahagialah lelaki itu karena ternyata gadis itu–Yasmin–memilihnya.
*Sumber: Kalung Dari Gunung, Kumpulan Cerpen Pengarang-Pengarang Aksara (Bestari,
2004) yang diedit sedikit oleh penulis.

Unsur Intrinsik Pada Cerpen di Atas:


 Tema: tentang seorang lelaki yang mengenang kepergian istrinya (Yasmin) beberapa
bulan yang lalu akibat kanker lambung yang diderita sang istri. Dalam mengenan istrinya,
si lelaki juga ditemani oleh sahabatnya semasa kuliah yang dahulu menyukai YAsmin dan
diam-diam mengenang perempuan yang disukainya itu. Hal itu membuat si lelaki kesulitan
melewati masa dukanya.
 Tokoh:
o Lelaki Itu: digambarkan sebagai sosok yang melankolis. Hal ini tercermin dari caranya
mengenang sosok istrinya tersebut.
o Yasmin (istri lelaki Itu): merupakan perempuan yang disukai Si Lelaki sejak kuliah dan
digambarkan sebagai sosok yang menyukai pemandangan alam seperti hujan dan sinar
matahari, serta menyukai kata-kata yang ada hubungannya dengan cinta.
o Sahabat Lelaki Itu: digambarkan sebagai sosok yang setia kepada sahabatnya, dan
diam-diam mengenang Yasmin yang juga dia sukai sewaktu kuliah dulu.
 Latar (Setting):
o Latar Tempat: rumah lelaki itu dan almarhumah istrinya.
o Latar Waktu: sore dan malam hari, serta sehabis hujan dan saat matahari terbit di
hutan karet.
o Latar Suasana: murung.
 Alur: alur yang digunakan adalah jenis-jenis alur cerita mundur, sebab si tokoh utama
(Lelaki Itu) menceritakan banyak hal yang dia alami bersama istrinya di masa lalu.
 Sudut Pandang: sudut pandang yang digunakan penulis pada cerpen di atas adalah sudut
pandang orang ketiga, atau sudut pandang di luar tokoh cerpen.
 Amanat: menurut pandangan penulis, amanat utama yang terkandung pada cerpen di
atas adalah kita senantiasa mengenang hal baik dari orang yang telah meninggalkan kita
untuk selamanya. Kita juga harus bisa melewati kesedihan yang kita alami seberat
apapun itu.
 Gaya Bahasa: gaya bahasa cerpen di atas cenderung lugas, di mana tidak ada kata-kata
bermakna ambigu di dalamnya. Meski begitu, terdapat pula kalimat-kalimat yang
menggunakan macam-macam majas perbandingan, seperti metafora atau personifikasi.
Misalnya:
o Alam seakan sedang bernyanyi dan titik-titik air yang menerpa kaca jendela seolah
menciptakan lirik-lirik puisi cinta yang romantis. (kalimat ini menggunakan contoh majas
personifikasi, di mana pada kalimat ini alam dan totik-titik air yang menerpa kaca
jendela di samakan dengan manusia yang pandai bernyanyi dan menciptakan puisi cinta).
o Ia menikmatinya dengan penuh sendu. Muram seperti warna langit di petang itu. (dua
kalimat ini menggunakan contoh majas metafora, di mana satu kalimat di perbandingkan
dengan kalimat satunya lagi).
BUKAN SEKEDAR TEMAN

“KRINGGG! KRINGGG! KRINGGG!“,Suara itu selalu mengganggu pagi


hariku,dengan sangat terpaksa aku harus beranjak dari tempat tidur,langsung saja aku
bersiap-siap menuju ke sekolah untuk melakukan aktifitas pagi sebagaimana semestinya.
Oiya,Perkenalkan namaku Rina ratika, aku duduk dikelas 10 di SMA 1 Jakarta Barat.

“Rinnn!Rinnn! itu temen kamu jemput,udah siap belum?”,ucap mamaku dari luar
kamar.
“Iya,ini udah mau keluar kok ma”,Dengan membawa tas dan juga sepatu kets
hitam yang biasa rina kenakan.
“Ma Rina berangkat dulu ya”,dengan sopan Rina menyalam tangan serta
berpamitan kepada ibunya.
“Gak sarapan dulu Rin?”,tanya ibu nya.
“Gak deh ma,takut gak keburu ini udah terlambat”,Sambil berlari kearah Tia,dia
teman yang menjemput Rina itu.
Sampailah Rina dan temannya itu disekolah dengan keadaan gerbang yang sudah
tertutup.”Yah... gimana dong ti,ini gerbang udah tutup”,mengeluh seraya turun dari
motor temannya itu.”Ya mau gimana lagi,mau gak mau kita harus dihukum deh”,sambil
berjalan menuju gerbang bersama Rina dan beberapa temannya yang terlambat lainnya.
“Hei kalian yang terlambat baris di sini sekarang!”,ucap bapak Cahyadi selaku
guru BK yang terkenal killer itu. “IYA PAK”,Ucap Rina dan teman-temannya.
“Sudah berapa kali bapak bilangin gerbang tutup jam 07.10 kenapa masih ada juga
yang terlambat? Apa gak ada yang tau peraturan sekolah ini?”,dengan wajah geram pak
Cahyadi mengeluarkan pena dan buku kecil untuk mencatat siapa saja yang terlambat.
Satu persatu nama kami pun dicatat.
“Oke,bapak akan bagi beberapa kelompok untuk hukuman yang akan kalian jalani,
Tedi,Dimas,dan Riyon silahkan bersihkan ruang lab fisika”, Rina tidak terlalu
mendengarkan bapak itu berbicara sampai tiba nama nya disebutkan “Tia,Rina,dan Rahma
silahkan bersihkan toilet belakang”, ucap pak Cahyadi dengan santainya. “HAH!
Bersihkan toilet belakang? Toilet yang terkenal jorok itu?”,ucap Rina dengan sangat
terkejut Karena konon ada rumor bahwa toilet tersebut angker . “Iya Rani,Gak apa-apa
kok kita bertiga jadi gak terlalu sepi disana”.
Sampai lah Rina dengan kedua temannya tadi, dengan sangat terkejut, Rani
melihat betapa joroknya toilet tersebut.Mulai lah Rani dan kedua temannya
membersihkan toilet itu. Dari yang Rani lihat disini sedikit gelap akibat hanya ada 1
lampu yang masih hidup dan juga lampu tersebut tidak terlalu terang. Mulailah Rani dan
kedua temannya mengepel toilet tersebut.
Tiba-tiba lampu mati dan ada bunyi “BRAKK!” sepertinya ada yang menutup pintu
dari luar. Tiba-tiba Rani merasa takut “Ti kamu dimana? Aku takut.... Rahma,kamu
dimana?”, tidak ada yang menyahuti ucapannya tiba-tiba Rani menangis sambil berjalan
memegang tepi dinding toilet itu. Dengan sangat histeris Rani menangis dengan
mengucapkan nama “Tia” tiba-tiba lampu hidup dan terlihat Tia yang sedang tegak
dihadapannya dengan senyum yang hangat dan hasrat akan kekhawatiran akibat melihat
Rani menangis, tiba-tiba Rani memeluk Tia dan Rani mulai mencari-cari Rahma dan dia
tidak melihat Rahma mulai saat itu dia mulai sadar bahwa Tia bukan hanya sekedar
teman baginya melainkan “SAHABAT”.

UNSUR INTRINSIK DARI CERPEN DIATAS :


Tema: Persahabatan
Tokoh: Utama-Rani
Pembantu-Tia,Ibu Rani,Pak Cahyadi
Watak: Rani penakut dan baik hati,Tia baik hati dan dermawan
Alur: Maju
Latar: Tempat- Rumah Rani,Sekolah,Toilet Sekolah
Waktu-Pagi
Suasana-Mengharukan
Sudut Pandang: Orang Pertama
Amanat: Sahabat sejati akan melakukan apapun untuk menyelamatkan kita dan selalu
setia disamping kita.
‘’KENANGAN AYAH DAN KUMIS LEBATNYA”

Waktu bagaikan penentu perjalanan manusia yang terjadi dimasa lalu,sekarang hingga
masa depan.Waktu dapat dikatakan sebagai perekam yang merekam perjalanan hidup
dan proses yang dialami oleh setiap umat manusia yang dapat teringat kembali dimasa
yang akan datang. Berbagai waktu senang,waktu sedih, hingga waktu susahpun terselip di
antara waktu yang menceritakan perjalanan seseorang yang kemudian terangkai menjadi
sebuah kisah yang disebut dengan kenangan . Hal inipun tak luput terjadi pada diriku
sendiri, kenangan itu kujadikan sebagai salah satu pelajaran hidup yang berarti maupun
candaan yang tak akan terulang kembali dalam perjalanan hidupku. Banyak kenangan
masa kecil yang selalu telintas dalam ingatanku seperti salah satunya kenangan ketika
aku masih duduk ditaman kanak-kanak, masih teringat dengan jelas bagaimana banyak
kenangan yang terjadi pada masa itu padahal sekarang aku telah duduk dibangku sekolah
menengah atas ,entah mengapa kenangan ini tak dapat lepas dari ingatanku . Kini
kenangan itu kuceritakan kembali untuk mengenangnya.
Inilah salah satu pengalamanku. Ketika aku masih duduk disalah satu taman kanak-kanak
di daerah tempat tinggalku, aku selalu dijemput oleh ayahku. Ayahku adalah orang yang
sangat baik dan penyayang. Ayahku memiliki badan yang cukup tinggi dan besar serta
berkumis lebat. Ayahku bekerja sebagai seorang pegawai negeri yang mengabdi
didaerah tempat tinggalku. Setiap aku pulang sekolah dari taman kanak-kanak ,ayahku
selalu menjemputku dengan mobil dinasnya dan aku selalu menunggunya didepan kelasku.
Seperti biasa yang kulakukan ketika lonceng sekolahku berbunyi disiang hari, aku
menunggu ayahku untuk menjemputku.
Namun hari itu tampak berbeda dengan hari-hari biasanya karena aku tak melihat
ayahku sehingga membuatku gelisah bukan main .Oleh karena itu kuputuskan untuk
berjalan menuju pintu gerbang sekolahku, ketika kuberjalan aku berpapasan dengan
sesosok laki-laki yang menyerupai ayahku berbadan besar dan tinggi namun tak
berkumis lebat. Lalu orang tersebut berkata “ Ayo, Hana mari pulang!” langkahku
terhenti sejenak sambil memerhatikan wajah orang itu, namun tak kukenal sama sekali
siapa orang itu .Sehingga membuat begitu banyak pertanyaan yang muncul dalam
kepalaku, “ siapakah dia? Apakah ia adalah orang utusan ayahku untuk menjeputku?”. Tak
ada satupun jawaban yang terlintas untuk menjawab pertanyaan –pertanyaan itu. Tetapi
aku masih merasa bahwa aku mengenalnya ,lalu kucoba memperhatikan wajahnya kembali.
Betapa terkejutnya dan malunya aku waktu itu.Orang tersebut adalah ayahku namun
ayahku tanpa kumis lebatnya. Lalu ayahku merangkul bahuku mengajakku jalan
bersamanya menuju mobil dan pulang kerumah. Dalam rangkulannya aku tak berani
melihat mukanya karena perasaan sangat malu yang bercampur dengan rasa tawa. Selama
perjalanan aku masih terheran-heran terhadap diriku sendiri karena aku tak bisa
mengenali ayahku ketika ia tidak memiliki kumis, apalagi jika ia botak mungkin aku benar-
benar tak mengenalinya sama sekali dalam benakku .
Oleh karena itu,jika kuteringat kejadian ini kembali aku ingin tertawa yang bercampur
malu,namun itu adalah salah satu kenangan yang mungkin tak akan kulupakan hingga
sekarang dan aku tahu sekarang alasan ayahku tak pernah mencukur habis kumis
lebatnya itu,ia takut aku tak mengenalinya lagi hingga sekarang sehingga ia memilih
untuk memeliharanya. Itu merupakan salah satu kenangan yang kualami ketika kumasih
kecil,mudah-mudahan pengalaman ini dapat menghibur kalian yang membacanya.
Salam kenal…

Unsur Intrinstik Cerpen antara lain:


 Tema
-mengenai pegalaman masa kecil yang tidak dapat dilupakan
 Tokoh dan penokohan.
-Tokoh : Aku dan ayahku.
-penokohan : Aku :pelupa.
Ayahku : sangat baik dan penyayang.
 Alur
-merupakan alur gabungan ( alur yang merupakan gabungan dari alur maju dan alur
mundur) .
 Latar
-Latar tempat : Lingkungan sekolah taman kanak-kanak(depan kelas,pintu gerbang
sekolah).
-Latar waktu : Siang hari.
-Latar suasana : bingung,menghibur,gelisa.
 Sudut pandang
-Sudut pandang orang pertama ( I ).
-Sudut pandang orang ketiga (III) .
 Gaya bahasa
-Menggunakan bahasa yang efektif sehingga isi cerita dapat dimengerti oleh pembaca.
 Amanat
-Semua orang mempunyai masa lalu yang berkesan maupun yang mengecewakan namun
semua pengalaman tersebut selalu memiliki makna tersendiri yang dapat kita ambil dan
dikenang kembali dimasa hidup kita kemudian . Selain dikenang pengalaman dapat juga
menjadi obat rindu kita terhadap masa lalu kita. Oleh karena itu apa yang kita lakukan
sekarang akan menentukan pengalaman yang akan dikenang kembali dikemudian hari.
KEKUATAN DOA SANG AYAH

Seorang tukang tagih utang masuk ke sebuah rumah. Di dalam rumah itu ada seorang
bapak yang sudah cukup tua usianya. Tanpa mengucapkan salam, tukang tagih hutang
langsung menerobos mendekati orang tua yang sedang duduk di kursi. Bapak tua itu
dipegang kerah bajunya, dan dikatakan kepadanya : “Bapak, mana janjimu mau membayar
hutang ? Aku sudah cukup sabar lebih dari yang semestinya, kini kesabaranku sudah
habis. Apa yang pantas aku lakukan untuk kamu ?”
Masuklah seorang anak laki-laki yang baru saja pulang dari kerja. Anak itu melihat apa
yang diperlakukan oleh tukang tagih hutang kepada ayahnya, lalu berkata: “Berapa
hutang ayahku kepada kamu?” Laki-laki itu menjawab : “Ayahmu telah berhutang lebih
dari 40 juta rupiah.”
Anak itu berkata: “Lepaskan ayahku dan duduklah, aku yang akan membayar hutang
ayahku.” Kemudian anak itu masuk kedalam rumah dan mengambil uang yang jumlahnya
hanya ada 25 juta rupiah, yang dikumpulkan dari hasil kerjanya. Padahal uang itu
sedianya akan digunakan untuk acara pernikahan dirinya. Tidak lama anak itu keluar dan
menyerahkan uang kepada laki-laki yang ada dihadapannya. “Ini baru ada 25 juta rupiah
untuk membayar hutang ayah saya, sisanya saya akan penuhi dalam waktu dekat.”
Sang ayah hanya bisa menangis. Dia meminta kepada tukang tagih hutang itu untuk
mengembalikan uang anaknya yang tidak tahu apa-apa dan tidak punya dosa apa-apa.
Tetapi tukang tagih hutang itu menolak untuk mengembalikan uang tersebut. Sebelum
meninggalkan rumah, tukang tagih hutang berpesan kepada anak muda itu agar menjaga
ayahnya dengan baik, karena lain hari akan datang kembali menagih sisanya.
Pemuda itu mendekat kepada ayahnya, mencium wajahnya dan berkata: “Ayah, nilai ayah
bagi saya jauh lebih besar daripada sejumlah uang dan semua yang dicipta Allah. Jika
Allah memanjangkan umur kita dan memberikan kesehatan, saya akan melunasi hutang
ayah, saya tidak sanggup melihat ayah diperlakukan seperti tadi, saya tidak ingin melihat
air mata ayah menetes membasahi janggut.” Saat itulah ayah memeluk anaknya,
menciumnya dan berkata: “Semoga Allah meridhai kamu nak,semoga Allah menolong kamu
dan semoga Allah menyampaikan cita-cita kamu.”
Pada hari berikutnya, ketika sang anak sedang serius bekerja, datanglah salah seorang
temannya yang sudah lama berpisah. Dia adalah teman dekatnya yang sudah diserahi
orang tuanya untuk mengurus perusahaannya. Terjadilah pembicaraan yang hangat,
saling tertawa dan mengingat masa-masa lalu saat masih belajar bersama. Kemudian sang
teman ini berkata: “Saudaraku,kemarin aku mengadakan rapat dengan para senior,
mereka meminta kepada saya untuk mencari seorang pimpinan yang ikhlas, bisa dipercaya
dan mempunyai akhlak mulia, yang mempunyai visi dan kemampuan untuk meraih
keberhasilan, dan saya sampai sekarang belum menemukannya. Saya tahu, orang yang
mempunyai sifat-sifat seperti tersebut tidak lain kecuali kamu. Bagaimana pendapat
kamu kalau saya memilih kamu untuk menerima pekerjaan ini? Segera kamu
mengundurkan diri dan sore ini kita ke kantor.”
Anak itu langsung mengucapkan takbir, lalu berkata kepada temannya: “Inilah doa ayah
saya yang langsung dikabulkan Allah.” Dia bersyukur kepada Allah, karena telah memberi
jalan untuk membuat senang orang tuanya. Segera sore itu dipertemukan dengan para
senior. Berkatalah temannya dalam pertemuan itu: “Inilah orang yang saya cari sudah
saya dapatkan. Silakan untuk ditanya !”
Mereka semua merasa senang bisa menemukan sorang anak muda yang sesuai dengan
kualifikasi yang ditentukan. Sesudah itu sang teman bertanya: “Saudaraku, berapa gaji
yang Saudara terima di tempat kerja dulu ?” Anak itu menjawab: “5 juta
rupiah.” Temannya langsung berkata: “Saudaraku akan diberi gaji 15 juta perbulan,
ditambah bonus 10 persen, ada fasilitas mobil, dan ada uang pengganti rumah dinas
sebesar 3 kali gaji bulanan.”
Saat itulah sang anak menangis sejadi-jadinya dan mengucapkan kalimat: “Ayah, jangan
bersedih ayah, bergembiralah ayah !” Temannya bingung tidak tahu apa maksudnya, lalu
menanyakan sebabnya. Maka berceritalah anak itu tentang apa yang dialami oleh
ayahnya. Dan benar, belum dua hari sang anak sudah mendapatkan uang pengganti rumah
dinas. Maka ketika tukang tagih hutang itu datang, hutang ayahnya segera terlunasi.
Terbebaslah sang ayah dari kegelisahan yang selama ini dipendam. Yaitu kegelisahan
karena meminjam uang demi membahagiakan anak-anaknya.
Orang tua rela dipermalukan demi masa depan anaknya. Subhanallah…….. doa orang tua

memang luar biasa


Unsur Intrinsik :
1. Tema : Berbakti kepada orang tua
2. Alur : maju
3. Setting : 1. Di sebuah rumah 2. Di kantor
4. Perwatakan : 1. Penagih hutang = Kasar 2. Sang anak = Baik hati, berbakti kepada
orang tua,penuh belas kasihan. 3. Teman sang anak = ramah, penolong. 4. Sang
ayah = renta, tak berdaya.
5. Sudut Pandang : Orang Ketiga serba tahu
6. Amanat : Berbuat baiklah kepada orang tua kita selama beliau masih hidup, karna
tiada doa yang dapat dijabah secara langsung oleh Allah melainkan doa Orang tua
Si “Alhamdulillah”

Pada zaman dahulu di Desa lembah neundeut ada seorang pemuda yang memelihara seekor
kuda sejak dari kecil yang sangat penurut, nama kuda itu adalah “Alhamdulillah”, kuda itu
sangat penurut, apabila di panggil langsung datang. Jika di suruh berjalan kita hanya berkata
“Alhamdulillah” langsung tancap kuda itu akan berjalan, sedangkan jika mau berhenti kita
ucap “Astagfirullah” si kuda akan langsung berhenti. Mungkin karena di rawat sejak kecil
dan latihan yang rutin membuat si kuda menjadi penurut.
Oman adalah pemilik kuda pintar tersebut, dia sangat sayang dengan kudanya. Di suatu sore
hari Oman sedang mengajak bermain kudanya itu keliling taman dekat rumahnya. Ketika
sedang di taman Oman bertemu dengan seorang temannya bernama Asep
“Assalamualaikum…. gimana kabarnya, kudanya bagus bangeeet..”?
“Baik… ia ni kuda penurut, tinggal ucap hamdalah dia akan berjalan, dan kalau mau berhenti
tingal ucap “istigfar”
” aku boleh nyoba gak”?
” oh.. monggo…”
Sang teman mulai mengucapkan hamdalah untuk menjalankannya. “alhamdulilah
berangkatlah kuda” dia merasa bosan karna kudanya jalannya terlalu pelan, dia memukul
kuda supaya berjalan lebih cepat ,tapi belum berhasil juga, akhirnya dia memukul dan
mengucapkan alhamdulillah dengan keras. “PLAK….. ALHAMDULIILLAH……” Kuda itu
berjalan dengan cepat ,sehingga orang itu tidak bisa mengendalikanya, di depan matanya
terlihat jurang yang sangat dalam , karena sangat gugup dia lupa kata-kata untuk
menghentikan kudanya, semua kata-kata keluar dari mulutnya. “ALLAH” kuda belum
berhenti. “ROSULALLAH.” kuda itu masih belum bisa berhenti. ” INALILAH.” kuda itu
masih tak mau behenti.
Dia sudah putus asa , dia mengucapkan istigfar untuk yang terakhir kalinya. ”
ASTAGFIRULOH.” Tiba-tiba kuda itu berhenti pas di depan jurang itu, dia sangat senang,
dan mengucapkan puji syukur kepada Allah. “Alhamdulillah ya Allah kau masih
menolongku”. karena ucapanya itu, kuda tiba-tiba berjalan dan….dan ,,..
UNSUR INTRINSIK
1. Tema : Kuda yang penurut
2. Alur : Cerita Alur maju, karena jalan cerita di jelaskan secara runtut
3. Penokohan:
a. Alhamdulillah (kuda) : berwatak penurut (tokoh utama). Bukti:
nama kuda itu adalah “Alhamdulillah”, kuda itu sangat penurut, apabila di panggil
langsung datang. Jika di suruh berjalan kita hanya berkata “Alhamdulillah” langsung
tancap kuda itu akan berjalan, sedangkan jika mau berhenti kita ucap
“Astagfirullah” si kuda akan langsung berhenti.
b. Oman : penyayang, baik hati (protagonis) bukti:
Oman adalah pemilik kuda pintar tersebut, dia sangat sayang dengan kudanya. Oman
bertemu dengan seorang temannya bernama Asep “Assalamualaikum…. gimana
kabarnya, kudanya bagus bangeeet..”?
“Baik… ia ni kuda penurut, tinggal ucap hamdalah dia akan berjalan, dan kalau mau berhenti
tingal ucap “istigfar”
” aku boleh nyoba gak”?
” oh.. monggo…”
c. Asep : mempunyai Rasa ingin tahu yang tinggi. Bukti:
“Baik… ia ni kuda penurut, tinggal ucap hamdalah dia akan berjalan, dan kalau mau berhenti
tingal ucap “istigfar”
” aku boleh nyoba gak”?
” oh.. monggo…”
4. Latar :
a. Tempat:
 Desa lembah neundet,
 Taman dekat rumah
 dekat jurang.
b. Waktu: Sore hari
c. Suasana: Diawal cerita suasana yang timbul biasa saja, tetapi di akhir cerita menegangkan
karena terdapat konflik dan lucu.
5. Sudut Pandang : Orang ketiga sebagai pengamat
6. Gaya Bahasa :Aptronim (adalah pemberian nama yang cocok dengan sifat atau
pekerjaan.)
UNSUR EKSTRINSIK
Nilai moral:
Dalam cerpen tersebut terdapat kandungan nilai moral yaitu seseorang haruslah bersikap
menyayangi terhadap sesama makhluk hidup, sehingga akan membuat suatu ikatan,
walaupun dengan seekor kuda
Nilai Sosial-budaya:
yaitu sesuai dengan kehidupan kita sehari hari, yaitu seorang yang menyayangi seeokor
binatang dan melatih hingga menjadi seekor binatang yang penurut. Namun hal ini bertolak
belakang dengan kehidupan kita yang tidak menyayangi seekor binatang, bahkan ada diantara
kita yang memburu dan menagkapnnya demi kebutuhan ekonomi
PENYESALAN SELALU DATANG TERAKHIR

Pada siang itu, cuaca sangat panas. Mama melarangku untuk pergi bermain sepeda,
namun aku tetap berisi keras untuk pergi bermain sepeda, karena pada siang ini, anak - anak
sedang ramai bermain sepeda. Mama sudah mencoba untuk terus melaragku, namun pada
akhirnya mamaku mengizinkn dengan berat hati, karena tidak tega melihat raut mukaku yang
merengut sejak tadi.

" Jangan main jauh - jauh, nanti sore mama rasa baka turun hujan " Mama.

Dengan semangat mengeluarkan sepeda dari rumah aku sambil berteriak " Iya ma,
assalamua'laikum "

dan langsung bergegas menuju rumah temanku Vina, Vina langsung keluar dari rumahnya
setelah mendengar bel sepedaku.

" Dari mana saja sih? " ujar Vina.

aku hanya mmejawab dengan tawa kecil. Kami pun langsung bergegas pergi ke lapangan
tempat biasa kami bermain bersama anak - anak lain.

Hari pun sudah semakin gelap, ditambah lagi cuaca yang mendung. Benar kata mama.
Kami pun segera pulang kerumah masing - masing. Karna tadi telalu kelelahan bermain, aku
meminta Vina utuk menggoncengku kali inni. Vina menyetujuinya dan langsung mengambil
alih sepeda. Di tengah jalan, gerimis pun turun, Vina pun memercepat gerakan kakinya. Tak
beraap lama hujan turun dengan sangat lebat.

" Vin, kit berteduh ke mesjid dulu aja yok? " Dila.

" Sebentar lagi sampai Dil, nanggung " ujar Vina.

Kami pun melanjutkan perjalanan. Enam rumah lagi adalah rumah Vina, namun aku
merasa ban sepeda kami bocor, namun aku menghiraukannya karna sebentar lagi samai. Tiba
- tiba saja Vina kehilangan kendalil. Aku langsung panik dan mencoba menahan sepeda
dengan kakiku. Tapi sia - sia, kami terjatuh. Aku menangis bukan hanya karna menahan
sakit, namun juga karna melilhat darah dikakiku yang mengalir - ngalir terbawa air hujan.
Begitu juga dengan Vina, lututnya terluka.
Tanpa berpikir panjang, aku pun segera berjalan cepat dengan kaki terpincang -
pincang menuju rumahku. Bahkan aku menghiraukan keadaan Vina, apalagi sepedaku.
Dengan baju basah kuyup, aku memanggil mamaku sambil menaangi. Mama pun bergegas
mengambil repanol, betadine dan kapas setelah melihat kakiku yang terluka. Mama
membantuku pergi kekamar mandi untuk membersikan luka dan darah. Saat itu juga Vina
datang membawa sepedaku sambil menangis. Mama pun langsung menyuruh Vina untuk
membersihkan lukanya juga. Mama pun mengobati kaki kami. Setelah selesai mengobati
lukaku, aku meminta maaf pada mamaku karna tidak mendegarkan perkataanya dan
menceritakan apa yang terjadi.
Unsur Intrinsik

Tema : Penyesalan

Latar tempat : Rumah, lapangan, rumah Vina

Latar waktu : Siang hari, sore hari

Latar suasana : Marah, senang, menyesal

Penokohan

- Dila / aku : Keras kepala

- Mama : Perhatian

- Vina : Keras kepala

Alur : maju

Sudut pandang : sudut pandang pertama, karna " aku " pelaku utama

Gaya bahasa : menggunakan bahas baku

Amanat : Jangan menghiraukan perkataan orang tua

Anda mungkin juga menyukai