Anda di halaman 1dari 6

SINOPSIS NOVEL

BAHASA INDONESIA

Disusun Oleh : NADILA FATHIMATUL AZ-ZAHRA


Kelas : XII MIPA 2
Guru Mata : BERBAHANA PANDUMAU, M.PD
Pelajaran

SMA NEGERI 1 PANDIH BATU


TAHUN 2023
Baskara, seorang anak laki-laki yang tinggal bersama ibunya, Leni. Umurnya baru 13
tahun namun ia merasa dunia tak selalu berpihak kepadanya. Ia tak terlalu dekat dengan
Ayahnya, tak pula dekat dengan sang Ibu. Kematian sang Ayah tak menjadi persoalan
baginya karena Dia merasa terbiasa hidup sendiri tanpa bantuan kedua orang tuanya yang
sibuk bekerja. Sejak kepergian sang Ayah 6 tahun yang lalu, Baskara sudah biasa menerima
berbagai lontaran kemarahan sang Ibu atas segala hal. Dia juga sudah kenyang makan cacian
teman-temannya di sekolah, yang selalu ingin mengganggunya.

Saat hari belum terlalu malam kala itu Baskara dan Ibunya kembali bersitegang
memperdebatkan hal-hal yang tak biasa yang selalu disangkut pautkan Ibunya dengan
kepergian sang Ayah hanya karena baju seragam yang dikenakannya sobek dan kotor.
Berkali-kali Baskara menjelaskan bahwa bukan Dia yang menyeybabkan hal itu terjadi,
namun sang Ibu tetap tidak percaya dan terus menyalahkan Baskara.

Ia mengangkat wajahnya menatap sang Ibu Baskara menunjukkan raut menahan


amarah. Kemarahannya yang memang tak kunjung reda sejak di sekolah, ingatannya
melayang pada kejadian demi kejadian yang terus membuatanya menderita. Dia risih
mendengar kata “Kehilangan sang Ayah” yang selalu Ibunya lontarkan untuk menyalahkan
semua prilaku Baskara yang tak pernah Ia perbuat selama ini, “Sejak kapan Ayahku ada?”
pertanyaan itu yang kini sedang memenuhi relung hatinya. Tapi lebih baik diam saja, orang
bilang diam itu emas, dan Dia berharap emas-emas itu segera bermunculan. Sayang,
ungkapan itu hanya omong kosong belaka.

Kemarahan sang Ibu semakin memuncak tak terkendali hingga sang Ibu tanpa
disadari Leni menampar Baskara, setelah melayangkan tamparan itu perasaan marah
berubah berganti perasaan sesal yang sudah tak mungkin ditarik kembali. Sang ibu memeluk
Baskara sambal menangis dan meminta maaf, namun alih-alih memaafkan sang Ibu Baskara
marah dan meluapkan kekesalannya selama ini kepada Ibunya yang tak pernah ada untuknya
ketika di membutuhkan sosok seorang Ibu.

Ibunya hanya bisa tercengang dengan semua ucapan Baskara. Baskara berlari
meninggalkan ibunya menuju ruang kerja Ayahnya. Baskara meneliti setiap sudut ruang
kerja Ayahnya dan kemudian menemukan sebuah sketsa gambar Ayahnya bersama seorang
laki-laki yang wajahnya sama persis seperti Ayahnya dan sebuah kartu nama berisi alamat,
dan kemudian menemukan bahwa sketsa laki-laki yang bersama ayahnya itu ternyata adalah
saudara kembar sang Ayah, Baskara Bahagia bukan main ketika mengetahui ternyata Ia
memiliki seorang paman, Baskara larut dalam kegembiraan setelah mengetahui fakta itu
hingga ia tertidur dengan mmeluk sketsa mendiang sang Ayah dan pamannya.

Keesokan paginya Baskara mengendap-endap pergi ke sekolah tanpa sepengetahuan


sang ibu, melihat matahari yang mulai meninggi menandakan ia terlambat ke sekolah,
Baskara panik bukan main. Karena beberapa temannya yang selalu menindasnya meminta
basakara untuk mengerjakan PR matematika dan menyuruh Baskara dating lebih pagi hari
ini.

Terlambatnya Baskara pagi itu membuat kemarahan komplotan penindas Baskara


kembali melakukan pemukulan yang tanpa ampun, anak-anak itu membawa Baskara ke
halaman belakang sekolah, namun tidak berakhir sampai di situ penindasan yang di rasakan
Baskara. Baskara kembali diseret ke kamar mandi halaman belakang sekolah yang sudah
bobrok dan dianggap berhantu, di dalam kamar mandi tersebut terdapat bak air yang airnya
sudah sangat keruh dan kotor, baunya tak karuan.

Baskara yang sangat ketakuan memberanikan diri untuk membalas, namun hal itu
membuat kemarahan sang pembully makin menjadi-jadi setelah mendengar Baskara
mengancam mereka akan diadukan kepada kepala sekolah. Anak-anak itu kembali memukuli
Baskara dan kemudian menenggelamkan kepala Baskara kedalam bak air yang sangat kotor
itu hingga Baskara kesulitan bernafas. Beberapa kali kepala Baskara ditenggelamkan ke
dalam bak air itu hingga tubuh Baskara semakin melemah.

***

Merasakan sekujur tubuhnya dipenuhi luka, basah kuyup akibat rembesan air dari
kepala, yang lama-lama menjadi terasa sangat dingin, Baskara menggigil merasakan
dinginnya saat itu. Kemudian ia memutuskan kabur dari sekolah berlari sejauh mungkin,
putus asa atas yg telah terjadi ia juga tak mungkin pulang kerumah sepagi ini dalam bingung
Ia terkejut mendapati seorang anak perempuan yang seusianya dari arah sebrang jalan, Ia
melotot takut lalu berlari menaiki mini bus yang menuju Kota Bekasi, kembali berada dalam
kebingungan sejenak, kemudian Baskara teringat bahwa ia memiliki seorang Paman ia
memutuskan untuk mencari alamat rumah sang Paman.

Baskara dalam perjalanannya menemukan alamat sang Paman Baskara bertemu


dengan seorang wanita yang tidak Ia ketahui bahwa wanita tersebut Ialah seorang
kuntilanak. Baskara larut dalam kehangatan obrolan bersama tante kunti tersebut tanpa
mengetahui fakta yang sebenarnya, dalam perbincangan itu ia bertanya apakah kuntilanak
itu mengetahui rumah sang Paman yang pada akhirnya sang hantu tersebut memutuskan
untuk mengantarkan Baskara ke alamat yang ia tuju.

Hingga sampailah ia di rumah sang paman, mengetuk pintu. Dan kamudian disambut
oleh sang Paman yang awalnya tak mengenali Baskara. Entah sudah berapa malam dan berapa
hari Baskara dirumah sang Paman dengan serba-serbi hal yang tak masuk akal ia terima,
mulai dati tidak adanya cermin, dan tidak di ijinkan keluar dari rumah. Ia sangat bahagia
dengan kehangatan keluarga sang Paman hingga lupa akan ibunya, namun lambat laun Baskara
kembali merindukan sang Ibu, ia memutuskan untuk pulang namun dilarang sang paman.
Dengan segala upaya yang baskara lakukan akhirnya ia bisa kabur dan pulang ke Ibunya.

Dalam perjalan pulang ia melewati rumah tante kunti yang mengantarnya menuju
rumah sang Pamana kemarin, dan mengetahui bahwa disana hanya terdapat batu nisan, bulu
kuduknya berdiri dan Baskara berlari ketakutan. Sepajang perjalanan pulangnya Baskara
selalu berteriak memanggil sang Ibu.

Hingga sampailah ia di rumahnya, meloncati pagar rumah yang sangat menjulang


tinggi tanpa ia sadari. Baskara yang memang berteriak memanggil sang Ibu dari depan
rumahnya sampai ia akhirnya terdiam mendengar suara sang Ibu dengan mengaji, ia terus
memanggil sang Ibu yang tengah membaca Al-Qur’an namun tidak di gubris oleh sang Ibu.
Baskara berpikir inilah konsekuensinya atas kenakalannya.

Tanpa lelah ia memanggil sang ibu dan meminta maaf namun semua itu sia-sia,
baskara berusaha memeluk sang Ibu yang sedang menangis sambal membaca ayat suci Al-
Qur’an. Sampai akhirnya sang Ibu selesai membac Al-Qur’an namun tak berhenti menangis
sambal memeluk sebuah pigura, berkali-kali diciuminya pigura itu.

Baskara terjekut mengetahui bahwa foto yang ada dalam figura itu adalah dirinya,
berkali-kali Baskara berteriak memanggil Ibunya, ia mengikuti ibunya yang pergi menuju
kamar, saat itu mereka melewati sebuah cermin dan tanpa sengaja ia melihat pantulan
bayangan dirinya, terlihat jelas disana sosok baskara yang sangat mengerikan. Wajah dan
tubuhnya seperti mayat hidup, membiru karena lebam, lembab hinga tampak nyaris
membusuk. Baskara terhenyak atas bayangan dirinya, dan mulai paham bahwa Dia telah
mati.

Pesan moral :

satu hal yang bisa kita lihat dari sini yakni adanya hubungan keluarga antara anak dan ibu
yang rumit. Terlepas dari kisah horornya, sesungguhnya novel ini juga menekankan emosi
antara anak dan ibu yang seharusnya menjadi sebuah hubungan baik dan saling mendukung
dan akan mengajak kita semua untuk selalu ingat pentingnya mendukung dan saling
menyayangi.

Dalam kasus ini, utamanya adalah dalam hubungan keluarga. Seorang anak menjadi tak
terbuka pada orang tua mereka karena banyak alasan. Salah satunya adalah karena
pemahaman yang salah. Sering kali orang tua lupa bahwa anak-anak juga memiliki perasaan
yang sensitif dan mampu berpikir mengenai masalah ‘orang dewasa’.
Hal yang nampak sepele ini kadang juga membuat rendahnya tingkat kepercayaan anak pada
orang tua mereka. Dalam novel ini, yang paling terlihat adalah hubungan Leni sebagai
seorang ibu dengan Baskara yang tidak harmonis.

Leni sering kali menyalahkan anaknya, menganggap Baskara tidak memahami situasinya
hingga meninggalkannya. Padahal kenyataannya Baskara hanya membutuhkan tempat untuk
bersandar, dimana dia bisa mengeluhkan perasaannya. Leni mungkin tak pernah sadar bahwa
anaknya mengalami banyak cemoohan di sekolah, bahwa Baskara hanya butuh kasih sayang.

Ironisnya, semua kasih sayang leni untuk sang anak terlambat disampaikannya hingga nafas
terakhir Baskara. Dari cerita dalam novel ini, kita akan menyadari bahwa kasih sayang
sangatlah dibutuhkan terutama untuk orang-orang terdekat.

Anda mungkin juga menyukai