Anda di halaman 1dari 8

BUKU

REVIEW

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas perbaikan


mata pelajaran Sejarah Indonesia

oleh
Nama : Salwa Ghassani Rianto
NIS : 181910238
Kelas : XII IPA 4

SMA NEGERI 1 CIANJUR


Jalan Pangeran Hidayatullah No. 62 Cianjur (0263) 261295
2020
Judul Buku : Silam

Penulis : Risa Saraswati

Penerbit : RDM Publishers

Tahun terbit : Cetakan pertama, Mei 2018

Jumlah halaman: 230 halaman

Banyak sekali pelajaran yang saya dapatkan dari buku ini, alur nya sangat jela dan
membuat para pembaca tidak kebingungan ketika membacanya, buku Silam ini memiliki plot
twist tersendiri di dalam ceritanya, dan akan membuat semua orang akan terkejut pada akhir
cerita tersebut. Risa mengarang sebuah cerita yang tujuannya dipersembahkan untuk
siapapun yang merasa tertindas, tersakiti, dan terlupakan. Sehingga hal itu membuat para
pembaca tentu semakin penasaran dengan karangannya.

Novel ini di tunjukkan untuk remaja dan dewasa. Khususnya para penyuka buku
mistis. Karena ceritanya yang bergenre misteri dan dihiasi cerita-cerita horror dan tentu
mistis. Novel karangan Risa sangat bermanfaat bagi pembaca yang merasa dirinya
tertindas. Bahwa kita tidak sendirian, berjuta manusia merasakan hal yang sama. Namun,
hanya beberapa yang bisa bangkit karena mampu membangun rasa percaya diri

Baskara hanyalah seorang anak berumur 13 tahun yang merasa tak pernah
mendapatkan kasih sayang. Seumur hidup, batin dan fisiknya kerap tersiksa oleh perlakuan
orangtua, dan teman teman disekolahnya.
Hidup anak itu hanya seputar rumah, Ibu, dan teman – teman sekolahnya yang
semena-mena, tak ada kawan, tak ada saudara. Hingga suatu hari anak itu menemukan
sebuah kartu nama dengan nama asing tertulis diatasnya. Nama belakang yang tertera dalam
kartu nama itu sama dengan nama keluarga mendiang Ayahnya.

Melalui banyaknya peristiwa ganjil, anak itu pada akhirnya berhasil menemukan
alamat sang pemilik kartu nama tersebut, beralamat di lantai 4 apartemen terbengkalai, tepat
di kamar nomor 4.

Kebahagiaanpun muncul setelah Ia menemukan alamat tersebut, namun seirig


berjalannya waktu banyak pula kejadian-kejadian aneh yang terjadi dan berdatangan sejak dia
menginjakkan kaki disana. Gangguan nenek tua serupa hantu, nyanyian di lubang udara
kamar, hingga larangan untuknya keluar dari kamar nomor 4 di lantai apartemen itu.

Hingga suatu hari Baskara mencari suatu hal-hal yang janggal di rumah itu, dan pada
akhirnya ia pun memberanika diri untuk memecahkan hal-hal yang ia pertanyakan sendiri.

Banyak sekali kutipan-kutipan yang bermanfaat dalam novel tersebut.

Setiap hari, Baskara selalu datang ke makam ayahnya dan menceritakan bagaimana
kesedihan yang dia alami. Dia sangat berduka atas kepergiaan ayahnya sehingga membuatnya
dan ibunya harus tinggal berdua saja. Dengan kayuhan sepeda, setiap pulang sekolah sampai
hampir malam Baskara melakukan hal yang sama.

Setiap kali Baskara pulang, yang dia dapatkan hanya kemarahan tidak jelas ibunya. Baskara
hanya bisa menangis tanpa mengetahui kenapa ibunya berubah jadi sosok yang galak dan
judes. Tidak ada hari tanpa omelan ibu bahkan ketika Baskara tidak melakukan kesalahan
sama sekali.

Dikerjai oleh teman-teman sekelasnya, Baskara dikunci dalam gudang di museum yang
membuat kepalanya terbentur ubin. Saking kerasnya, Baskara pingsan sampai malam dan
bangun dalam keadaan pusing. Sejak kepalanya terbentur, dia bisa melihat semua makluk
astral di sekitarnya dengan berbagai macam bentuk. Namun pada awalnya Ia tidak menyadari
bahwa yang dilihat disekelilingnya ialah para hantu, ia hanya menyadari bahwa itu adalah
orang-orang biasa yang berlagak aneh saja.

Berubahnya sikap sang Ibu membuat Baskara tidak betah di rumah, dia pergi dengan
meninggalkan surat dan berkata bahwa dia menyayangi Ibunya. Dengan bekal foto sang ayah
dan teman baiknya, Baskara yang sudah terbuka mata batinnya mencari rumah sahabat
ayahnya itu.

Silam berhasil mengembangan premis sehingga jalan cerita bisa dinikmati dengan
baik. Sejak awal, rasa penasaran yang dibangun membuat pembaca akhirnya menebak-nebak
bagaimana kelanjutannya. Pengulangan beberapa plot membuat SILAM jadi tidak biasa dan
menarik untuk ditonton.

Melarikan diri mungkin memang penyelesaian yang paling mudah dari masalah-
masalah yang mengukung, baik itu di rumah, di sekolah, di manapun. Actually, minggat bisa
jadi adalah awal dari petualangan terbesar dalam hidup seorang anak atau remaja.
Masalahnya dengan ‘berlari’ begini adalah, pelarian tersebut akan selalu membawa kita balik
pulang.

Memasuki pertengahan, kejadian menjadi repetitif; dan ini bukan saja terasa oleh Baskara
yang terus melihat keluarga pamannya melakukan hal yang itu-itu melulu, namun juga oleh
kita yang terus menyaksikan ‘gangguan malam hari’ yang enggak benar-benar punya
punchline – yang gak punya ujung apa-apa. Selalu hanya malam tiba, Baskara terbangun dari
tidurnya, dan dia melihat hantu-hantu, juga seorang nenek misterius di halaman rumah. Buku
ini tidak membuahkan puncak kepada elemen larangan ke luar rumah malam hari. Tidak ada
kaitan yang menahan kita untuk terus tertarik kepada cerita.

Kesempatan emas untuk hidup dengan emosi, buat buku ini, sesungguhnya bisa datang dari
hubungan Baskara dengan ibunya. Baskara selalu telat pulang, dia jadi sering diomeli oleh
ibunya yang sebenarnya mencemaskan Baskara. Tapi kita tak pernah melihat dari sisi Ibunya,
bahkan setelah Baskara pergi dari rumah.

Saat dimarahipun, kita tidak banyak melihat interaksi. Si anak sepuluh-tahun itu hanya diam,
terlihat seperti mau menangis. Padahal kita perlu melihat ‘api’ di sini. Supaya kita percaya
ada hubungan kasih sayang antara Baskara dengan ibunya. Sehingga ketika Baskara yang
ketakutan dan ingin ‘pulang’, kita bisa merasakan usaha dan ketakutannya.

Kita kurang mengenal ibu dan ‘bentukan’ keluarga Baskara. Ibu dalam amarahnya bilang dia
sudah capek bekerja keras, namun Baskara malah lebih sering menghabiskan waktu di
kuburan ketimbang bersamanya. Buku ini ingin menunjukkan Baskara punya masalah
ekonomi, bahwa Ibu mulai khawatir soal nafkah mereka dan Baskara yang menghambur-
hamburkan uang, tapi kita tidak diperlihatkan apa sih usaha si ibu. Yang ada malah kita
disuapi informasi uang jajan Baskara lima-belas ribu rupiah.

Kutipan – kutipan buku SILAM yang sangat saya sukai dan sangat bermanfaat:

1) “Mereka yang berbuat bodoh, lalu kenapa aku yang menjadi korban atas kebodohan
mereka? Kenapa harus aku?”.
(halaman 6) : pada halaman ini terdapat kutipan diatas yang dimana pada saat itu
Baskara mendapat perlakuan yang tidak senonoh dari teman-temannya.

2) “ Kalau memang Ibu ingin dianggap ada, dimana Ibu saat Baskara tersiksa di
Sekolah? Dimana Ibu saat Baskara butuh orang yang membimbing Bas untuk belajar
membaca dan menulis? Dimana Ibu saat Baskara membutuhkan sosok Ibu yang bisa
menemani Bas melewati masa-masa sulit di Rumah?” (halaman 9)

3) “ Sekolah bagi Baskara adalah Neraka, dan rumah ini juga tak lebih dari sebuah
Neraka yang membuat Bas merasa semakin tak berguna. Kalau Ibu memang tak suka
pada keberadaan Bas, Ibu biloag saja. Bas akan pergi dari Hidup Ibu, Bas akanpergi
dari hidup semua oran

(Halaman 9): pada halaman ini Baskara meluapkan segala kekesalan yang selama ini
hanya dapat dipendam olehnya tanpa meluapkannya.

4) “ Sekolah bagi Baskara adalah Neraka, dan rumah ini juga tak lebih dari sebuah
Neraka yang membuat Bas merasa semakin tak berguna. Kalau Ibu memang tak suka
pada keberadaan Bas, Ibu biloag saja. Bas akan pergi dari Hidup Ibu, Bas akanpergi
dari hidup semua orang.”

(Halaman 9): pada halaman ini Baskara meluapkan segala kekesalan yang selama ini
hanya dapat dipendam olehnya tanpa meluapkannya.
5) “Salah satu kelebihan yang diberikan Tuhan kepadaku adalah rasa sabar”
(halaman 30) , Ujar Baskara.

6) “Kututup mata ini, dan kedua tanganku mulai menempel di kedua telinga. Berusaha
menutup pendengaran dari pertengkaran dua orang dewasa yang kekanakan ini.”
(halaman 54): pada halaman ini terdapat pertengkaran antara paman Baskara dengan
istrinya dengan Baskara ialah penyebabnya.”

7) “ Saat kulihat wajahnya, tiba-tiba saja mulut ini berani untuk memanggil nama itu.
Belum tentu benar, tapi wajah orang ini benar – benar mirip dengan ayahku”
(halaman 67); menunjukkan kerinduan Baskara terhadap sosok Ayah yang selama ini
telah hilang dikehidupannya.

8) “Biasanya dia tak sekritis itu


Biasanya dia tak punya nyali untuk bertanya seberani itu
Baskara berubah, menjadi seorang anak yang selalu ingin tahu
Bukan selalu, tapi “terlalu” ingin tahu”
(Halaman 96)

9) “ Sedang apa ya Ibu dirumah? Apakah Ibu ingat padaku? Apakah Ibu ingin aku
pulang ke Rumah?”. (Halaman 106)

10) “ Jangan keluar, jangan ganggu

Hidup sudah tak lagi sama

Gusti Allah tak ampuni

Jika kau ganggu umatnya

Jangan keluar, Jangan ganggu.”


(Halaman 125): Kalimat itu serta merta membuat bulu kuduk Baskara berdiri, ada
perasaan ngeri mendengar nyanyian parau yang dinyanyikan oleh seseorang di depan
lilin itu.

11) “ Bas, Ibu rindu kamu nak...


Ibu ingin memelukmu, Bas.
Maafkan Ibu yang tak pernah bisa mengerti kamu, Bas.
Jangan marah pada Ibu, nak.
Ibu sunggu berdosa, padamu,
Ibu lebih percya orang lain daripada kamu..
Maafkan Ibu, Bas. “

(Halaman 137):
Kata kata yang tiba-tiba terdengar jelas oleh Baskara, berasal dari mulut Ibu nya.

12) Ya tuhan, Jika ini khayalan..


Mengapa mereka yang belakangan in i menemaniku,
Begitu mirip dengan orang-orang di foto ini
Keman mereka, Ya Tuhan?
Selamatkah mereka semua dari kebakaran ini?. “

(Halaman 188)

Makna silam di KBBI adalah:

gelap; kelam; redup

Demi matahari senja yang menggantung manis manja di cakrawala, demi kebaikan
dan ketulusan yang telaten diberikan semestas, dan demi ragam nama-nama Tuhan
baik yang akrab maupun asing di telinga kita, sesungguhnya, manusia, adalah
mahkluk yang merugi. Kecuali, ia yang mau belajar pada masa silam, berbuat yang
terbaik di masa sekarang, dan menyiapkan segala sesuatu di masa depan, dengan
keyakinan paling yakin pada terwujudnya sebuah impian.

Buku ini juga telah di kembangkan menjadi film di dunia perfilm-an di Indonesia
pada tahun 2019, namun menurut saya lebih seru novelnya karena alur yang jelas.
Karena apabila telah dikembangkan menjadi film itu akan ada “skip” scene
didalamnya, jadi hanya mengambil intinya saja dalam novel.

Namun bagi kalian pecinta film keluarga dan horros wajib menonton filmnya juga,
terutama bagi kalian sebagai pecinta karya Risa Saraswati.

RATING PRIBADI
NOVEL : 9,5/10
FILM : 8/10

Anda mungkin juga menyukai