Anda di halaman 1dari 6

Love And Pain

Pagi sudah datang, kicauan burung-burung sayup ku dengar. Saat ku buka mata perlahan, cahaya sang mentari
rupanya sudah masuk melalui celah-celah jendela, tapi sayangnya mataku enggan untuk terbuka, dalam kata lain,
aku masih sangat mengantuk. Ku lirik Arloji yang sudah menunjukkan pukul 07.30, tapi aku mengabaikannya.

“welcome dreams” gumamku dalam hati.


Hatiku kecewa bukan main, saat kudengar suara yang sangat familiar di telingaku “ Dekk.. Dekk.. ” ucap mama
seraya mengelus kepalaku dengan lembut, dengan sabar mama terus membangunkanku, hingga aku terbangun
“Kenapa ma?” ucapku dengan mengusap mata.
“Dia sudah menunggumu dari tadi di depan jadi lekasnya bangun dan bersiap” jawab mama.

Sontak mendengar perkataan mama, hingga aku langsung bergegas mengambil handuk dan pergi mandi.

Aku lupa bahwa hari ini sudah berjanji untuk berangkat sekolah bersama dengan seseorang yang ku sayangi hari ini,
esok dan seterusnya.

•••

Aku ingin menceritakan sedikit hal tentang aku dan dia yang begitu singkat namun memiliki banyak arti dalam
segala hal.

Aku bertemu dengan seorang pria. Parasnya tidak terlalu rupawan, tapi dia masih bisa tersenyum tulus bagaimana
pun keadaannya. Dia sedikit cuek namun dia sangat memperhatikan hal-hal kecil yang bahkan sering aku lupakan.

Berjalannya waktu demi waktu, aku dan dia semakin mengenal satu sama lain. Setelah melewati satu bulan bersama,
dia menunjukkan banyak perhatian tulusnya kepada ku.

Kami suka bertukar cerita atau mengeluhkan betapa rumitnya tugas sekolah yang ada. Dia lebih sering menjadi
pendengar dan aku lebih sering berbicara. Ada satu momen di mana kami sedang mengobrol berdua di sebuah
tempat makan. Kami sama-sama tidak mengira kalau waktu akan berjalan begitu cepat. Dia mengantarku pulang
dengan motor vespa berwarna abu-abu.

Seperti biasa sebelum naik dia selalu memakaikan helm di kepalaku dan berkata “Harus mematuhi aturan lalu lintas
supaya selamat sampai tujuan, jangan khawatir kerudung yang kamu kenakan akan berantakan bagiku kamu selalu
sempurna di keadaan apapun” sambil tersenyum.

Sejenak, aku berpikir, menyampingkan pandangan ke arah kanan jalan. “kamu tidak lelah mendengarkan ocehanku
yang tidak terlalu penting?” tanya ku tiba-tiba.

Dia terdiam sebentar, lalu menjawab, “Tidak tuh” katanya, melihat diriku lewat kaca spion.
“Jadi pendengar buat kamu sama saja belajar memahamimu. Aku tahu kalau kamu sulit untuk terbuka dengan orang
lain, dan itu menjadi alasan kenapa aku bisa ada disampingmu, sekarang”
Satu detik berlalu. Kami diam dalam nyaman.

•••

Setelah kurang lebih satu tahun kami bersama. Ketika mendekati waktu sibuk dengan berbagai ujian sekolah, aku
dan dia semakin jarang menukar cerita karena sibuk dengan tugas sekolah sendiri.

Pada satu hari, aku mengajaknya untuk bertemu tapi dia menolak “Maaf aku tidak bisa, aku akan mengikuti latihan
bola” katanya lalu pergi.

Aku ternganga mendengar jawabannya “Sejak kapan? sejak kapan dia mempunyai kegiatan latihan bola? mengapa
aku tidak tau, bahkan sebelum aku menjawab perkataannya dia pergi begitu saja?”

Esoknya dia menghampiriku di kelas “Maafkan aku kemarin pergi begitu saja tanpa mendengarkan jawabanmu, aku
mulai mengikuti latihan bola seminggu yang lalu. Maaf jika aku telat memberitahukannya padamu” ujarnya dengan
senyuman.

Hati kecilku yang tadinya sempat berfikir bahwa dia telah berubah ternyata salah. Perempuan mana yang tidak
bahagia bila mempunyai seseorang sepertinya di kehidupan ini.

•••

Kami lulus bersama, dan mendaftar di SMA yang sama namun berbeda jurusan. Dia mengambil jurusan IPS
sedangkan aku IPA, Di kelasnya dia terpilih menjadi ketua sedangkan aku terpilih menjadi sekretaris.

Aku sedikit khawatir saat tahu bahwa wali kelasnya menyuruh untuk duduk secara berpasangan atau perempuan
dengan laki-laki. Dan tentu saja dia juga duduk dengan seorang perempuan.

Aku menjadi lebih sensitif dan emosional saat mengatahui jika dia lebih sering menghabiskan waktu bersama
dengan teman sebangkunya dengan alasan untuk tugas sekolah. Sedangkan aku, selalu menantikan waktu dimana
untuk bisa bertemu dengannya diluar sekolah untuk mencurahkan semua cerita yang ku pendam selama tidak
bertemu dengannya.

Karena mengetahui bahwa aku yang sekarang terlalu sensitif, dia banyak menyembunyikan sesuatu dari ku terlebih
jika itu bersangkutan dengan teman perempuan nya.

Sebenarnya aku hanya merasa bahwa dia lebih menyukai berbohong dari pada berterus terang pada ku. Meskipun
kejujurannya menyakiti hati tapi setidaknya tidak ada hal yang ditutupi.

•••
“Apa ada sesuatu yang ingin kamu sampaikan padaku?” tanya ku tiba-tiba.

Aku berharap bahwa dia akan melakukan seperti apa yang kuinginkan yaitu kejujuran. Aku menginginkan dia yang
selalu menceritakan kesehariannya kepadaku seperti sebelumnya, Tapi ternyata tidak.

“Tidak, tidak ada hal yang ingin ku sampaikan”


“Bagaimana keseharian mu menghadapi praktikum yang begitu banyak?, pasti sangat melelahkan ya?”

“Lumayan menyenangkan tetapi juga sedikit melelahkan” balasku dengan wajah datar.

30 menit berlalu, tetapi aku merasa sedih sangat sedih. Sekarang dia lebih banyak diam dan tidak fokus saat bersama
ku, tidak seperti biasanya. Matanya tidak bisa berbohong bahwa dia ingin cepat-cepat menyudahi pertemuan yang
setelah berhari-hari aku impikan.

Diam dalam kesunyian, akhirnya aku meminta dia untuk mengantar ku pulang. Sontak dia baranjak berdiri dengan
cepat setelah mendengarku, mata ku yang membelolok melihatnya berdiri, sejenak aku berfikir bahwa memang
benar dia merasa bosan bertemu denganku.

•••

Dirumah, dia tidak menyempatkan diri untuk berpamitan dengan orang tuaku. Mungkin ada sesuatu yang sangat
penting yang mengharuskannya cepat pergi.

Terenung aku dibilik tempat tidur, mencoba berfikir positif akan perbedaan sikapnya di SMP dan SMA.

Tanpa sadar mataku berlinang air mata saat memandang foto kami berdua yang tergeletak di atas meja. Foto itu
diambil saat perpisahan di SMP yang dimana disitu dia memakai jas sedangkan aku memakai kebaya.

Nada dering telfon yang menghentikan air mataku. Melihat bahwa itu adalah temanku yang menelfon, aku
mengangkatnya dan terkejut saat mendengar bahwa temanku melihat dia pergi dengan wanita lain yang sudah sangat
jelas di otakku bahwa wanita itu adalah teman sebangkunya.

Tidak ingin percaya, tapi semua itu berubah menjadi dusta ketika aku melihat foto yang dikirimkan teman ku. Di foto
itu terlihat dia sedang memakaikan helm di kepala wanita itu.

Tangisku pecah setelah melihat itu. Hingga handphone terjatuh dari tanganku karena tanganku lemas. Tidak ingin
mempercayainya tapi terlihat jelas bahwa itu adalah dia memang benar dia.
Aku menunggunya memberikan kabar untukku, menunggu untuk dia menjelaskan semuanya padaku atau mungkin
dia menelfon. Tapi tidak, dia tidak melakukannya. Aku fikir bahwa hanya akulah yang masih sangat menjaga
komitmen pada hubungan ini, yang sangat takut akan keretakan.

Tidak tahan menunggu, akulah yang menghubunginya terlebih dahulu. Dia menolak dering telfonku tetapi dia
memberikan pesan kepadaku.

“tunggu sebentar” ketiknya.


Aku tidak bisa menunggu lagi ini sudah terlalu sakit. Sudah tidak bisa aku memendamnya lagi.

“Aku mau bicara” balasku dengan memakai capslock yang sebelumnya tidak pernah kupakai.

Sadar bahwa ada hal yang begitu mendesak dan penting yang ingin aku sampaikan. Akhirnya, dia datang
menjemputku pukul 19.20.

•••

Mencoba untuk tetap tenang dan tidak menangis aku bertanya padanya. Apakah semua yang ku tahu itu benar dan
mengapa dia tidak memberitahu ku semuanya.

Sangat kesal dengan itu suaraku mulai berdesak karena menahan tangis.

Dia mengangkat kepalanya, menjelaskan semuanya dengan menatapku. Namun aku tak kuasa menahan tangis, dia
menjelaskan bahwa itu adalah kegiatan untuk tugasnya dan mengapa dia tidak memberitahuku karena dia takut jika
aku terluka, sedih, dan berfikir yang tidak-tidak.

Namun, bagi ku dengan dia melakukan itu akan membuatku lebih terluka karena mengetahuinya dari orang lain.

“Aku lelah dengan semua ini” ucapku dengan berlinang air mata.

“ Tahu kah kamu? dengan kamu melakukan itu semakin membuatku terluka sangat terluka dengan kamu yang
menyembunyikan segala nya dariku apa kamu fikir aku tidak akan mengetahuinya, bahwa sikap mu berbeda? aku
mengenalmu sudah cukup lama, bagaimana mungkin aku tidak merasakan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya”
lanjutku dengan mengusap air mata dipipi.

“Aku kehilangan diriku sendiri dengan tidak menceritakan betapa sakitnya menahan semua ini darimu. Aku sangat
mencintaimu” dengan air mata di kelopak mataku.

Tangisan ku semakin deras. Oh tuhan, aku sangat mencintai sosok lelaki itu. Sangat mencintainya seperti luasnya
samudra dan besarnya alam semesta.
“Aku juga mencintaimu anna” ujarnya dengan tangis haru.

Tetapi rasa ku malam itu sungguh berantakan.


Sangat lelah akan semuanya, merasa bahwa semua itu tetaplah bohong.

“Apa aku masih bisa berjuang?” kataku dengan suara yang tidak terdengar jelas.

Dia terdiam menunduk setelah mendengar ucapan yang kulontarkan. Itu makin membuatku tak bisa melanjutkan ini
semua karena begitu menyiksa.

“ Lets break up ” seruku dengan tangisan berharap dia mencegah. Tapi ternyata tidak, dia hanya menatapku lalu
menunduk kembali dengan tangis haru.

“Go away, tinggalkan aku sendiri” teriakku kepadanya.

Bukannya mengembalikan rasa percayaku kembali, dia memilih pergi meninggalkan ku sendiri di tempat itu. Rasa
tertusuk di dada ini sangat menyakitkan membuatku tak berhenti menangis.

•••

Seminggu berlalu, aku tidak pernah menemukannya di sekolah. Tapi kami masih memantau satu sama lain lewat
media sosial kami.

Pada suatu kesempatan, pandangan kita bertemu, ketika aku membuka pintu kafe dengan lonceng kecil di atasnya,
yang berbunyi ketika ada seseorang yang masuk. Kamu menoleh, aku juga ikut menoleh, diiringi dengan raut wajah
terkejut di wajah kita masing-masing. Beberapa saat kemudian, air mata yang menetes membasahi pipi dan mata ku,
kamu berdiri berjalan melangkah ke arahku dan meninggalkan seorang wanita yang sedang duduk di depan mu.

Satu detik berlalu, ada hening yang lewat sejenak. Hanya suara tangisku yang terdengar, kemudian terdengar suara
langkah kaki yang begitu cepat datang menghampiri. Kamu berdiri di depan ku melihat mataku yang basah karena
menangis, tidak berbicara.

“Aku minta maaf, sungguh” Kamu menghentikan keheningan dengan mengeluarkan sebuah kalimat yang membuat
ku menatap matamu.

“ Lihat aku, masih berusaha mengembalikan hidupku dan mendapatkan kembali semua yang hilang ketika kau
meninggalkanku. Dan apa yang membuat maaf itu berbeda dari semua maafmu yang sebelumnya?” seruku sambil
mengusap air hujan yang membasahi wajahku.
“Aku memberimu hampir 2 tahun, hidupku, ion. Dan dalam 2 tahun itu hanya sekali aku berkata lelah, hanya sekali
aku berkata apa aku masih bisa berjuang? hanya sekali aku memiliki keberanian untuk memberitahumu bagaimana
perasaanku bahwa aku terluka bahwa aku kehilangan diriku sendiri ” tangis ku pecah di derasnya hujan yang
membasahi kami berdua.

“ Hanya satu kali, dibanyak kali aku bisa menyerah, tapi aku tidak melakukannya. Tapi kamu hanya perlu sekali
untuk menyerah? untuk pergi? dan tidak kembali. Aku ingin kamu berjuang untuk kita malam itu, karena aku sangat
lelah berjuang sendirian. Seandainya kamu ingin berjuang ketika aku menyuruhmu pergi, kamu tidak akan pergi,
karena kamu mengenalku, aku mengatakan semua itu karena aku lelah.”

“Tapi aku mencintaimu.”

“Aku juga mencintaimu, aku masih sangat mencintaimu anna” katanya dengan berlinangan air mata.

“ Tapi saat aku lelah, kamu meninggalkan ku. Bagaimana bisa kamu menyerah dengan begitu mudah, bagaimana
kamu tidak menemukan alasan untuk tinggal?” kataku dengan suara sesegukan yang semakin menyakitkan.

•••

Satu bulan telah berlalu sejak hari itu.

Kini aku dan dia hanya sebatas siswa dan siswa yang bersekolah di satu tempat yang sama.

Aku melanjutkan hidupku sendiri sedangkan dia melanjutkan hidupnya dengan seorang gadis bernama Angel yang
menemaninya dikala dia sudah tidak denganku.

Kisahnya mungkin tidak akan terulang kembali tapi percayalah, aku akan selalu melakukannya “mengingat mu.”

Anda mungkin juga menyukai