Anda di halaman 1dari 2

DIA

5 februari 2017 adalah hari dimana hatiku yang dulunya mati kembali hidup. Dia yang berhasil
membuka hati yang sekian lama tertutup. “Rezaaaaa” itulah namanya, siapasih yang gak kenal dia ? dia
primadona disekolahku, bahkan banyak cewek cewek yang mengidolakannya. Entah kenapa hatiku
berkata iya dan langsung bisa menerimanya, yang aku tahu saat itu hanya dia yang mampu membuatku
tersenyum kembali. Dia yang membuat hariku yang gelap menjadi lebih berwarna, dialah pelangi dalam
senjaku. Hari demi hari kita lalui bersama, luka lama pun kian sembuh karena kehadirannya. Hingga
akhirnya kitapun menjalin hubungan jarak jauh, dikarenakan kampus kita berbeda. Sehingga kita memang
jarang ketemu.

Selang beberapa bulan memasuki bangku perkuliahan, bisa dibilang aku tidak pernah ada waktu
buat dia, tapi itu bukan sebuah alasan untuk aku berhenti menyanyanginya, memahaminya, dan dia
mengerti semua kesibukanku. Dia tidak pernah menuntut apa-apa dariku, dan aku selalu percaya dia
berbeda dengan pria lain. Seiring dengan berjalannya waktu aku ada tuntutan tugas keluar kota dan
mengharuskanku bolak balik luar kota – kampus. Aku tidak tahu dia berbuat apa di sana yang aku tahu
aku menjaga hatiku untuknya berharap dia juga menjaga hatinya untukku. Setia, itulah yang aku
tanamkan di pikiranku, bahkan berpikir untuk menoleh ke pria lain pun aku tidak pernah.

Setelah beberapa hari kabarnya mulai menghilang, aku berusaha mengerti semua itu, pikiran
negatif selalu menghantuiku tapi aku berusaha melawannya. Hingga tibalah hari dimana hubungan kami
sedang diuji. Saat itu bertepatan pada hari Raya Idul Fitri, dia main kerumahku dan menemuiku. Tak lama
kemudian ada chat masuk diHPnya dari seorang wanita yang mengirim sebuah foto. Wanita itu adalah
teman dikampusnya. Dia memberi informasi yang belum langsung aku percaya, hingga akhirnya si wanita
itu menelponnya beberapa kali karena kedapatan chatnya yang disarasa diabaikan oleh Reza. Dadaku
sesak, jantungku seakan mau copot saat melihat foto orang yang aku sayang bersama wanita lain.

Dari semua pertanyaan yang aku sodorkan membuatku mengerti akan semuanya. Wanita yang
bersamanya dalam foto itu adalah wanita yang sudah sebulan terakhir menjalin hubungan denganya.
Tibalah aku di titik yang tak pernah aku bayangkan. Rasa sakit yang tidak bisa aku ungkapkan, luka ini
jauh lebih sakit dari luka yang sudah dia sembuhkan. Hari-hariku dipenuhi air mata kesedihan. Entah aku
harus bagaimana.

Akhirnya ku beranikan diri untuk mengakhiri semuanya, menghapus semua kenangan yang
pernah terukir indah bersamanya, tapi dia selalu menahanku untuk pergi. Lalu aku harus bagaimana?
Layar ponselku menampilkan namanya pertanda ada panggilan masuk darinya. Ku angkatlah teleponnya
dengan rasa yang sedikit kesal, terdengarlah suara yang agak berbeda dari biasanya nampaknya dia sakit,
tapi ahh sudahlah.

“kamu di mana? Aku pengen ketemu ada yang perlu aku jelasin?”

“tidak ada lagi yang perlu dijelasin, semuanya sudah jelas, jalani hidupmu seperti dulu, anggap saja
semua ini tidak pernah terjadi, semakin kamu menggangguku semakin aku merasa berdosa pada
pacarmu”

“bukan seperti itu, aku bersamanya bukan karena aku sayang sama dia, kamu yang aku mau bukan dia,
ada alasan kenapa aku tetap bersamanya, apa kamu sudah tak menyanyangiku?”

“aku menyayangimu, berusaha selalu ada buatmu, aku bahkan tidak pernah menuntut apa-apa darimu,
tapi kenapa kamu tega seperti ini, apa salahku?”

Ku tutuplah teleponnnya tanpa mendengar penjelasannya. Aku takut air mataku kembali jatuh. Berkali-
kali dia menelepon berkali-kali pula aku reject. Bahkan dia menemuiku di tengah gelapnya malam. Tapi
aku tidak peduli sudah ku bulatkan tekadku untuk tidak menemuinya, tapi apalah daya aku hanyalah
manusia biasa yang tidak mampu membohongi perasaanku akhirnya aku luluh juga.

Rasa bersalah mulai menghantuiku, aku berusaha memahaminya tapi aku tidak bisa memahami
diriku. Aku tidak mengerti dengan diriku kenapa aku begitu tega pada wanita itu. Kenapa aku berani
menyakiti sesamaku. Kenapa aku begitu bodoh berada di tengah-tengah mereka. Ini salah, sungguh salah
tapi aku tidak bisa melawan hatiku. Entah hatiku yang mati atau mataku yang buta aku tak tahu. Mungkin
sebagian orang mengagapku sebagai wanita yang jahat, egois, tapi itu bukan sebuah masalah bagiku. Aku
mengerti mereka karena mereka tidak tahu apa yang aku rasakan. Bukaaan! bukan mereka tidak tahu tapi
mereka tidak pernah mau tahu.

Hari-hariku dipenuhi dengan rasa bersalah, bahkan kebahagiaan pun enggan bersahabat
denganku. Aku merasa ada setitik noda hitam di hatiku. Andai aku bisa menemukan waktu yang hilang
aku tidak ingin terperangkap dalam kebodohan ini. Aku benci rasa ini aku benci diriku yang tidak bisa
melepasnya. Aku berusaha menghadirkan orang baru di hidupku, tapi semuanya sia-sia akarnya masih
begitu kuat di hatiku. Aku memutuskan untuk terus menjalani hari-hariku dengan ataupun tanpanya.
Berharap semua akan baik-baik saja. Disini aku masih menunggu. Menunggu jawaban akhir cerita
cintaku bersamanya.

Anda mungkin juga menyukai