Anda di halaman 1dari 5

BIODATA

Nama: Risyda Rafika Laily

Umur: 20 Tahun

Tempat Tanggal Lahir: Klaten, 10 Februari 2000

Alamat: Jl. Widuri Baru RT 05/05, Bangetayu Kulon, Genuk, Semarang

No. Telpon: 089644407274

Jurusan/Prodi: S1 Terapan Keperawatan Semarang

Tingkat: III (Semester 5)

Status: Mahasiswa Poltekkes Semarang

Motto Hidup: Jadilah lebih baik setiap harinya, meski itu hanya perubahan yang sebesar biji
zarrah.

LOVE IS MY WORST STRESSOR

Hello! Perkenalkan, aku Risyda, seorang mahasiswi keperawatan biasa di sebuah Perguruan
Tinggi Kedinasan. Di sini, aku akan menceritakan salah satu stressor terberatku di tahun
2020. Sesuai dengan judul, stressor-ku adalah cinta. Ya, kisah percintaan yang kualami.
Sebenarnya aku orang yang banyak fokus dengan kuliahku, menikmati hidupku dan tidak
peduli dengan pria. Tadinya, aku dikenal dengan ukhti-ukhti berjilbab lebar yang memegang
prinsip menjaga hati sampai halal. Namun, ini adalah cerita kehilafanku setelah 3 tahun
lamanya aku tidak mengalami jatuh cinta kepada seorang laki-laki.

Kala itu, aku mengenal seorang pria saat aku PKL online semester 4. Tepatnya, pada akhir
bulan Juni. Dia merupakan teman lamaku di sosmed, orang yang pernah kusukai dahulu pada
tahun 2016. Sebut saja namanya Rey. Dia anak ITB jurusan Ekonomi yang sebaya denganku.
Singkat cerita, aku menemukannya on kembali di sosial media Line. Tadinya, dia sudah lama
menghilang dari peredaran. Nah, mulai dari situ, aku jadi lumayan sering berkomunikasi
dengannya. Dia orang yang membuatku nyaman meskipun menyebalkan juga. Kepedeannya
yang selangit itu tidak berubah sejak dulu. Sok ganteng, padahal biasa saja. Dia hanya banyak
gaya karena dulu dia playboy. Dia mengaku sih, kalau sudah tidak lagi memainkan hati
wanita. Dia lebih fokus mencari uang tambahan melalui olshop. Namun tak apa, tak ada
salahnya berteman dengannya. Dia bukan orang jahat.

Nah singkat cerita, kami sering chat sampai pada pertengahan bulan Juli. Ada sesuatu yang
lain. Dia mengirimiku chat dengan penuh perhatian, juga memberiku gombalan. Aku takut
kalau sesuatu terjadi padaku, kalau-kalau aku menjadi salah satu korbannya lagi seperti
dahulu. Jadi kutanya teman-teman yang juga chat dengannya, tapi tak ada yang diberinya
perhatian yang sama. Aku pun memutuskan untuk membalas cuek, menghindarinya. Aku
hanya merasa aku harus menjaga jarak, aku tak ingin terjadi sesuatu padaku. Pasti dia iseng
membuatku nyaman, tidak benar-benar suka. Mana mungkin kan dia mendekatiku dengan
tujuan lain yang tulus seperti itu. Jadi kuputuskan untuk melepasnya.

Dan beberapa hari berikutnya, terjadi suatu hal yang aneh. Dia terus-terusan mendekatiku,
mengirimi chat yang tidak penting dan tidak jelas. Dia menanyakan apakah aku ada waktu
luang atau tidak. Hingga 4 hari lamanya, dia membicarakan sesuatu yang tidak kumengerti.
Katanya, dia mau bilang sesuatu, tapi perlu di fix-kan dahulu keputusannya. Ya sudah, aku
menunggunya, sampai aku benar-benar muak. Aku yang biasanya sabar dibuatnya kesal.
Habis, kata-katanya membuatku hidup dengan penasaran Aku jadi sering kepikiran tentang
itu selama beberapa hari lamanya. Setelah aku marah, dia pun akhirnya mau mengungkapkan
sesuatu. Sesuatu itu bahwa dia ada perasaan untukku. Dia mengajakku untuk taaruf.

Aku terkejut, “Kok bisa? Mana mungkin?” Tapi mulai dari situ, aku jadi terbawa perasaan.
Kata “taaruf” merupakan hal yang sakral bagiku. Ditambah, dulu aku pernah menyukainya.
Jadi aku mencoba untuk membuka hatiku untuknya. Lagipula dari yang kulihat, dia seperti
orang yang sudah berubah. Dia jadi lebih alim sekarang, baru adzan langsung ke masjid. Dia
sibuk oleh kuliah, pekerjaannya di olshop dan membantu orang tuanya. Orang yang
menurutku baik dan tidak neko-neko, meskipun kepedeannya agak menyebalkan.

Namun kemudian, kita tidak jadi taaruf. Setelah dipikir-pikir, aku dan dia sama-sama masih
kuliah. Setelah mengerti dan mencari maknanya, dia belum siap dan akupun juga, sedangkan
taaruf itu menjelang pernikahan, benar-benar serius, tidak seperti yang dia pikirkan.
Akhirnya, statusku dengannya pun menjadi teman, tapi masih tidak jelas. Awalnya dia
menganggapku spesial. Tak jarang, aku diberi kabar tanpa kutanya, perhatian, dan dia
bercerita mengenai kehidupannya padaku. Dia tak mau aku khawatir. Dia juga mengirimiku
foto mengenai pekerjaannya yang membantu ibunya mengantar katering. Dan juga, dia lebih
sering mencari topik untuk sekadar bicara denganku.

Tapi, tiba-tiba dia jadi berubah. Sebabnya, waktu itu aku moody dan labil sekali hingga
mungkin membuatnya ilfeel atau apa aku tidak tahu. Karena masalah itu, kini aku yang
berusaha lebih dekat. Aku mencoba untuk meminta maaf berjanji tak akan mengulangi lagi.
Aku berusaha lain dari biasanya. Aku mengikuti saran dari orang lain untuk menjadi manja,
perhatian, dan lainnya. Aku seperti benar-benar bukan diriku. Aneh rasanya. Aku mau tidak
mau melakukannya dengan harapan supaya dia bisa kembali seperti kemarin. Aku tiap selesai
tahajud juga berdoa supaya hatinya luluh. Sedikit-sedikit, dia mulai membuka diri, namun
pada suatu saat, tiba-tiba dia menghilang.

Aku menyadari bahwa aku memang ada perasaan untuknya. Aku merasa, aku mulai
bergantung padanya. Dia adalah sumber dari kebahagiaanku. Dan aku seperti kehilangan
nyawa saat dia pergi. Otakku dipenuhi oleh pikiran tentangnya, seperti dia kenapa, apa yang
dia lakukan di sana, dan apakah perasaannya sudah berubah. Rasanya benar-benar sulit,
karena dia tidak berada di dekatku, di sampingku. Kita beda kota, dia di Bandung dan aku di
Semarang. Aku pun menjadi galau. Aku bertanya pada seluruh teman-temanku, namun aku
tidak pernah puas dengan jawabannya, karena aku tak tahu betul apa yang menjadi
kebenarannya. Orang-orang di sekitarku terus memberiku prasangka buruk, hingga akupun
susah untuk percaya dengannya. Ya, percaya dengan orang yang hubungan dengannya pun
menurutku masih tidak jelas.

Kuliahku di Poltekkes menjadi ambyar. Aku menjadi tidak konsen, tidak mood, dan sama
sekali tidak bergairah. Aku hanya terus mencari sumber kebahagiaan melalui hal lain seperti
bercerita dengan sahabatku, main game namun tak pernah puas, sampai aku yang terus-
menerus tidur dan mengurung diri di kamar. Orang tuaku jadi lebih sering marah padaku
karena aku yang terus terlihat malas-malasan. Iya, aku jadi malas dengan semuanya, tidak
seperti biasanya. Biasanya aku fine-fine saja dan aku melakukan peranku sebagai perempuan
yang membantu memasak, merapikan tempat tidur, membersihkan rumah, hingga mencuci
piring.

Aku merasa cinta telah membuatku menjadi hampir gila. Ya, setelah aku mendengar ciri-ciri
orang gangguan jiwa dari mata kuliah keperawatan jiwa, aku adalah salah satu orang yang
mempunyai ciri-ciri tersebut. Tidak bergairah, sedih berkepanjangan, tidak mau merawat diri,
sering melamun, tidak mau beraktivitas, hingga lebih sering tertidur. Bahkan pada saat tidur
pun aku beberapa kali bermimpi bahwa dia akan kembali lagi.

Astagfirullah, aku sebenarnya tidak tahu apakah ini cinta atau nafsu. Jika ini nafsu, kenapa
sejak aku dekat dengannya aku jadi lebih baik dan sering beribadah serta mendekat kepada
Allah? Namun jika ini cinta, kenapa aku menjadi bergantung padanya dan galau tidak tenang
seperti ini? Mungkin sepertinya, ini adalah cinta yang kemudian ternodai kesuciannya oleh
nafsu. Aku tidak mengerti. Aku memiliki prinsip bahwa aku akan menyukai seseorang
secukupnya dan tidak berharap kepada manusia. Akan tetapi, aku tidak bisa mengontrol
perasaanku sendiri. Akal sehatku bilang apa, hatiku bilang apa, keduanya benar-benar tidak
sinkron. Memang hal yang paling berbahaya adalah saat kita sudah dimabuk oleh asmara,
seperti kata seorang Syech. Kita jadi lupa daratan dan lupa kewajiban kita yang seharusnya.

Maklum, aku sudah lama tidak merasakan cinta. Namun kok jadi segini hebatnya dampaknya
untukku. Termasuk menjadi stressor yang cukup berat yang pernah kualami. Aku tak ingin
mengingat semuanya karena hal itu menyakitkan untukku. Aku hanya ingin bercerita sedikit
mengenai akhirnya. Jadi setelah 7 hari tidak ada kabar darinya, aku memutuska untuk move
on. Namun, semua usaha yang kukumpulkan malah gagal, karena dia akhirnya memberiku
kabar pada hari ke-10 dia menghilang. Kukira dia meninggalkanku, mengganti nomernya
tanpa bilang-bilang. Ya aku menyadari bahwa aku bukan siapa-siapa. Aku bisa apa saat dia
menghilang? Aku tidak bisa marah dan aku juga tidak bisa menuntut.

Lalu hubungan pertemanan namun tidak jelas ini membuatku stress. Apalagi dengan Rey
yang orangnya sedikit-sedikit suka menghilang tanpa kabar. Aku baru menyadari bahwa aku
berada di fase dia menggantungkanku, bukan aku yang menggantungnya. “Dan terjadi lagi,
kisah lama yang terulang kembali~” Kata Ariel Peterpan. Sepertinya keputusanku untuk
menerimanya kemarin salah oleh Allah. Seharusnya aku menolaknya saja sejak awal, namun
penyesalan selalu terjadi di belakang.
Baiklah, solusi dari masalah stressorku ini adalah dengan bertanya mengenai kepastian
hubunganku dengannya. Apakah dia mau berkomitmen atau tidak dan lainnya. Namun saat
kutanya, dia seperti belum yakin dengan perasaannya. Dia bilang dia tidak punya hak untuk
melarangku dekat dengan yang lain. Itu pilihanku sendiri, apakah aku mau atau tidak.
Lancang untuknya kalau hubungan dengan Allah saja belum kuat, sementara dia memintaku
untuk menjaga hati buat dia. Dia juga tidak mau aku berharap kepadanya, dia mau aku
berharap kepada Allah saja.

Singkat cerita, setelah aku paham semua yang terjadi, akhirnya aku menyuruhnya untuk
melupakan semuanya. Anggap saja tidak pernah terjadi apa-apa. Meski berat untukku
melangkah, aku akan mencoba untuk melupakan dan menghilangkan perasaanku untuknya.

Sebulan lebih telah berjalan dari kejadian itu. Hari-hariku terkadang masih diselingi dengan
ingatan tentang dia. Namun yang pasti, perasaanku untuknya sudah hampir tidak ada, sudah
seperti biasa, selayaknya dia bukan orang yang spesial lagi untukku. Semuanya berkat Allah
SWT. Dia membantuku dan mendorongku untuk berusaha menjadi lebih baik. Mau tahu
usaha-usaha yang kulakukan?

Jadi sejak hari itu, setiap hari sehabis solat tahajud dan lainnya, aku berdoa, “Ya Allah, jika
dia bukan jodohku, maka tolong bantu aku untuk melupakannya dan hilangkanlah
perasaan yang Engkau berikan padaku untuknya. Aku tidak berharap apa-apa kepadanya,
aku hanya berharap perasaanku untuknya segera menghilang.”

Dan jawabannya pada hari ini, detik ini saat aku mengetik tulisan ini, tepatnya pada tanggal
29 September 2020 pukul 18.59 WIB, aku sudah tidak ada perasaan kepadanya, yang berarti
kalian tahu kan apa maksudnya? Ya, dia bukan jodohku dan aku tidak apa-apa, aku baik-
baik saja. Sudah kubilang, aku berprinsip bahwa aku tidak berharap kepada manusia.
Kemarin saat dimabuk asmara memang, tanpa sadar aku jadi berharap. Saat kita memiliki
perasaan dengan seseorang, tanpa sadar kita jadi berekspetasi dengan seseorang itu. Namun
sekarang tidak lagi. Lalu kurasa, jodohku yang berada di belahan bumi lain pasti sedang
berusaha memantaskan dirinya dan menata masa depannya, sama seperti yang sedang
kulakukan sekarang.

Kini aku berusaha untuk fokus pada masa depanku. Untuk move on dan untuk mencintai
diriku sendiri, aku menyibukkan diri dengan belajar dan belajar mengenai apapun, entah itu
pelajaran di perkuliahan, agama, memperbaiki aqidah dan akhlak, kebiasaanku, dan
semuanya yang perlu kuperbaiki. Aku pun sedang menggarap buku motivasi yang kuharap
semoga dapat lauching pada tahun 2021. Buku apa yang sedang kugarap? Adalah buku yang
mengenai motivasi agar para muslimah di luar sana jadi menguatkan prinsipnya untuk
menjadi singlelillah.

Semua kisah cinta, manis dan pahit yang kualami menjadikanku terinspirasi untuk membuat
sebuah buku motivasi agar orang-orang tak terjebak oleh pahitnya cinta sebelum halal. Entah
bagaimanapun caranya, buku itu harus jadi dan aku tak mau tahu. Diriku sendiri harus rajin
dan disiplin. Kalau ada waktu luang, aku harus mengisinya dengan konten, searching sumber
relevan dan menaruh ide abstrakku di note buku. Aku tak akan banyak bacot, dengan bantuan
dari Allah dan orang-orang terdekat seperti sahabatku, aku akan buktikan semuanya bisa
terwujud.

Baiklah, sekian dulu cerita mengenai stressorku dan penanganannya. Semoga bisa
menginspirasi yang membacanya.

Semarang, 29 September 2020

Tertanda

Risyda Rafika Laily

Anda mungkin juga menyukai