Anda di halaman 1dari 5

AWAL ATAU AKHIR

Eko Budiarto adalah namaku. Aku biasa dipangil dengan sebutan Eko. Aku anak
pertama dari tiga bersaudara atau biasa disebut anak sulung. Sekarang aku duduk di
bangku Madrasah Aliyah kelas 3. Waktu itu pertama kali aku masuk di sekolah ini
dengan tujuan untuk bisa memperdalam ilmu agama. Pada saat itu aku hampir saja
mengikuti sebuah organisasi pramuka karena menurutku ”jika aku ikut organisasi itu
mungkin aku bisa menambah teman dan pengalaman” ucapku. Namun aku menyadari
bahwa tempat tinggalku jauh dari sekolah sedangkan jika aku mengikuti organisasi
maka harus bisa kapan saja ada di sekolah. Piikiranku berubah mungkin jika saya tidak
ikut organisasi mungkin saya bisa lebih fokus untuk belajar.
Pada waktu itu ada sebuah acara di sekolah, saat itulah aku bertemu dengan Dini.
Pada saat itu aku dan dia menjadi pemeran utama dalam sebuah drama Rama dan
Shinta, aku berperan sebagai Rama dan dia sebagai Shinta. Awalnya aku mengira
bahwa Dini adalah seorang perempuan yang cuek dan jutek, namun itu berubah waktu
dia menyapaku. “Hei, kamu yang jadi Rama itu kan” ujarnya. Aku menjawab. “Iya,
kenapa?”. “Gapapa cuman nanya, emang nggak boleh” ucapnya sambil pergi ke
kantin.
Disuatu hari, saat aku sedang main game di hand phone tiba-tiba dia menelponku,
dia memintaku untuk memberi jawaban hasil ulanganku. Pada saat itulah aku dan dia
mulai saling mengenal, saat itu yang aku pikirkan aku harus bisa dekat dengan orang
ini mungkin aku bisa meniru bagaimana cara belajarnya karena dia adalah peringkat
pertama dikelasku. Sejak saat itu mulailah timbul rasa yang sebelumnya belum pernah
terbayang olehku. Setelah itu aku dan dia sering keluar atau menghabiskan waktu
bersama. Suatu hari aku pernah dikasih tau temanku. “Kamu ngapain kok dekat sama
cewek itu, pasti kamu bakal jadi pelampiasan doang, dia gak mungkin tulus sama
kamu” ucap temanku. Waktu itu aku tak menghiraukan ucapan temanku itu, entah
mungkin karena sudah jatuh cinta ataupun apa aku tak tahu. Suatu hari barulah aku
mengerti bahwa apa yang dibicarakan temanku itu benar dia pergi dengan laki-laki
yang aku tak tau dia siapa.
“Dia siapa?” aku bertanya dengan nada tinggi. “Dia itu cuman mantanku, lagi pula
dia juga masih ada hubungan saudara denganku” jawab Dini. Semakin lama aku mulai
terbiasa dengan itu, sampai suatu saat aku lelah karena selalu menjadi yang tak
dianggap, sampai aku memutuskan untuk menjauhinya, namun karena teramat
besarnya rasa ini aku pun masih berkomunikasi dengannya sampai saat ini. Aku masih
belum bisa menghilangkan rasa ini. Sore itu aku mau mengantarnya pulang, dia
sedang duduk di kantin. Tiba-tiba aku pun teringat sampai kapan aku dan dia seperti
ini terus?. Sepanjang perjalanan aku hanya diam, dia pun bertanya “Kamu kenapa,
kok diem aja?” dengan menarik nafas yang dalam akhirnya kutanyakan sesuatu yang
menggangu pikiranku dari tadi “Din, sampai kapan kita kayak gini terus?. Dia kaget
dan hanya diam tak menjawab pertanyaanku sampai dirumahnya “Kamu yang sabar
yah, aku gak bermaksud untuk permainin kamu, aku tahu aku memang salah aku gak
bisa milih dia atau kamu, mungkin dengan berjalannya waktu aku bisa menentukan
itu, makanya aku minta kamu yang sabar yah”. “Yaudah kalo gitu terserah kamu aja,
aku gak bisa maksain kehendakku” jawabku sambil menatap matanya yang mulai
berkaca-kaca. Setelah itu aku pulang dan besok paginya, aku berniat untuk meminjam
sebuah buku. Dia bilang “Iya besok ambil aja ke rumah”.
Pada keesokan harinya akupun mengambil buku itu dirumahnya, ketika sampai
dirumah aku pun kaget karena didalam buku itu ada sepucuk surat. Aku bingung
antara ingin membacanya atau tidak. Akhirnya aku membacanya ternyata itu adalah
sebuah surat yang ditulisnya untuk seseorang yang paling dia sayangi. Dan aku pun
membacanya.
“Dear kamu, bagaimana kabarmu hari ini? Semoga sehat selalu dan terus berada
dilindungan Allah SWT. Tak terasa sudah dua tahun yang lalu semenjak kita bertemu
pertama kali. Aku tak menyangka bahwa kita bisa sedekat ini. Suka dan duka pun kita
lewati bersama. Aku sadar, hingga saat ini aku belum bisa membuatmu bahagia
seutuhnya, akan tetapi kamu perlu tahu bahwa kamu lah satu-satunya orang yang
membuatku tetap semangat menjalani hidup.

Dengan ini aku hanya ingin mengucapkan terima kasih banyak karena selama ini
kamu selalu sabar menghadapi sikapku yang kadang egois, kadang menyebalkan dan
kadang sering membuatmu terluka. Terima kasih karena selalu ada disaat banyak
orang lain yang pergi meninggalkanku, semoga engkau selalu melantunkan doa
untukku disetiap sujudmu. Semoga dengan surat ini, bisa mengungkapkan seluruh isi
hatiku yang sangat sulit aku ucapkan dengan kata-kata”. Setelah membacanya aku
bingung surat ini ditujukan pada siapa.
Keesokan harinya aku hampir saja menanyakan tentang surat itu tapi aku malu
karena telah membaca tanpa persetujuannya. Aku pun membuat kesimpulan sendiri
bahwa surat itu adalah untukku dan merupakan akhir dari kisah yang selama ini
membuatku merasa menjadi orang yang beruntung karena telah memilikinya. Sejak
saat itu aku jarang sekali berkomunikasi dengan dirinya, pada masa-masa seperti itu
aku berpikir untuk mencari seseorang yang baru dalam hidupku. Hampir lima bulan
sejak kejadian itu ada seseorang bernama Sukma dia adalah perempuan yang tidak
pernah kupikir bisa menjadi seseorang yang bisa menghibur dan membantuku disaat
sedih maupun susah. Tapi entah kenapa disaat yang sama Dini pun menghubungiku
lagi dia menceritakan bahwa surat yang dulu pernah aku baca memang untukku dan
maksud dari surat itu adalah ingin membuat hubunganku dengannya semakin dekat.
“Eko, apa kabarmu?” sapa Dini. “Oh, kamu Din baik memang kenapa?” sahutku.
“Gapapa aku cuman mau kasih tahu dulu waktu kamu pinjam bukuku, aku sengaja
menaruh surat itu untukmu. Aku tahu kamu mungkin mengira bahwa surat itu adalah
akhir dari segalanya, akan tetapi surat itu ku buat agar kita bisa saling mengerti satu
sama lain” ucapnya dengan berat hati. Aku pun hanya bisa terdiam ketika dia selesai
bicara.
Setelah itu kita pun kembali sering berkomunikasi lagi, meski dia belum tahu bahwa
ada seseorang diantara aku dan dia. Aku tahu ini tidak akan berlangsung lama, tapi
semoga suatu saat nanti aku bisa menentukan siapa yang pantas menjadi
pendampingku untuk selamanya. Sekarang aku bingung ini awal dari sebuah
kebahagiaan ataukah akhir dari semua kebahagiaan.

Anda mungkin juga menyukai