Anda di halaman 1dari 3

Hampir Berakhir

Semua berawal dari kegiatan Penerimaan Peserta Didik Baru di sekolahku. Aku yang nota
bene menjadi salah satu anggota OSIS, wajib mengikuti kegiatan tersebut. Disitulah aku
bertemu dengan dia, si bintang pencuri hatiku. Senyumnya, tatapannya, dan tutur katanya
membuatku jatuh padanya pada pandangan pertama.

Hari-hariku disekolah menjadi lebih indah karena keberadaannya. Yang tadinya aku tidak
suka pergi ke perpustakaan karena malas dan harus menaiki begitu banyak anak tangga,
kini aku seperti seorang siswa ambis yang waktu istirahatnya dihabiskan untuk pergi
menjelajahi ruangan yang dipenuhi sumber ilmu itu. Aku seperti itu dikarenakan jalan
menuju perpustakaan harus melewati kelasnya terlebih dahulu sehingga aku bisa mencuri-
curi pandang padanya. Aku juga kerap kali bertingkah untuk mencari perhatiannya. Setiap
harinya seperti itu hingga dua bulan berlalu.

Masih aku ingat pertama kali kita saling berbicara. Saat itu bunyi lonceng tanda untuk
berdoa pagi di kelas masing-masing. Aku sebagai salah satu anggota OSIS segera pergi
untuk mengawasi kelas-kelas agar tidak rebut saat doa berlangsung. Aku pun tiba di
kelasnya. Hal yang pertama kali aku lihat adalah dia, tetapi aku menemukan sebuah
keanehan pada dirinya. Aku pun dengan berani melangkah kearahnya untuk bertanya
padanya. “Dek, dasinya dimana?”, kataku sambil membalas tatapannya yang sedari tadi
mengarah padaku. “Eh, maaf kak. Dasinya ada di dalam tas.” Balasnya sambil tersnyum
polos kearahku. Oh Tuhan!!! Demi apapun aku salah tingkah karena senyumannya, tetapi
aku harus bersikap tenang. Aku kembali menyadarkan diriku, berdehem menutupi
kegugupanku dan berbicara padanya. “Dasinya harus dipakai ya, karena kamu pasti tau
kalau kerapihan itu penting dan dinilai. Kamu bisa ditegur sama bapak/ibu guru kalau
tidak menggunakan dasi.” Aku berbicara dengan nada tegas agar ia merasa takut. “A-ah i-
iya kak, iya.” Jawabnya dengan kikuk dan langsung mengambil dasinya kemudian dipakai.
HAHAHA sungguh percakapan yang dipenuhi dengan banyak drama tetapi membuatku
terbayang-bayang setiap hari.

Singkat cerita, aku mendengar rumor tentang dia yang sudah memiliki seorang kekasih.
Hari itu moodku sangat jelek. Aku menjadi tidak bersemangat untuk pergi ke sekolah dan
menerima pelajaran. Aku juga tidak mengawasi kelasnya di pagi hari. Teman-temanku
sampai terheran-heran karena keaadaanku yang sangat berbeda dari biasanya. Aku hanya
tiduran sambil menopang kepala dimeja karena tidak tau harus berbuat apa. Tiba-tiba
salah satu murid sebelah datang memanggilku atanya dicari oleh petugas perpustakaan.
Dengan berat hati aku pergi ke perpustakaan. Akan tetapi, aku tidak menemukan satupun
petugas perpustakaan. Aku berteriak memanggil tetapi tidak ada yang menyahuti. Ketika
ingin memnggil lagi, aku dikejutkan dengan suara yang begitu familiar ditlingaku. “Disini
gak ada orang, semua petugas perpustakaan lagi istirahat di kantin.” Katanya menjawab
kebingunganku. Itu dia lelaki yang membuatku tidak bersemangat ke sekolah. Aku pun
hanya menganggukkan tanda mengerti dan hendak berjalan meninggalkan perpustakaan
tapi tanganku dicekal olehnya. Kubalikkan badanku dan menaikkan alis dengan raut
bertanya ‘untuk apa menahanku’. Seolah mengerti, dia berkata, “Eee… aku mau ngomong
sesuatu jadi jangan pergi dulu.” Aku berbalik sepenuhnya menghadap dia dan bertanya,
“Mau ngomongin apa? Buruan aku mau balik ke kelas.” Kulihat dia mulai tak nyaman
seperti hendak mengungkapkan sesuatu tetapi ditahan. Aku semakin tak sabar dicampur
emosi karena dia tak kunjunb bersuara. Akhirnya… satu helaan napas terdengar ditelingku
dan diikuti suara lembut yang mengalun indah ditelingaku. “Rumor itu gak bener. Aku gak
punya pacar. Aku juga tau kalau kamu suka sama aku. Maaf udah bikin kamu sedih.”
Ucapnya lirih. Dalam hati aku terkejut karena dia mengetahui semuanya. Tentang aku yang
menyukainya dan tentang aku yag bersedih karena rumor itu. Tapi, dibalik itu aku
tersenyum kecil tanda lega karena telah mendengar pengakuannya. Aku mendongakkan
kepala setlah menunduk dari awal ia berbicara, dan berkata, “Udah-udah… kamu gak salah
kok, jadi gausah minta maaf. Aku juga gapapa kok, tenang aja hahaha.” aku membalas
diakhiri kekehan kecil yang sebenarnya canggung. Dia tersenyum lega. Kulihat jam yang
ada di dinding perpustakaan dan baru menyadari bahwa sebentar lagi akan bel masuk
kelas. “Udah kan, kalau gitu aku ke kelas dulu yaa, bentar lagi mau bel.” Kataku ingin
mengakhiri percakapan diantara kami. Diapun langsung menyahuti, “Bentar, aku mau
mastiin sesuatu.” “Apa?” Beoku. “Kita berdua lah.” Jawabnya yang membuatku seketika
ngebug seperti Jaehyun *hehe candaaa.”Hah? Maksudnya?” Aku bingung sekaligus kaget
dengan jawabannya. “To The Point aja deh. Mulai sekarang kamu jadi pacar aku. Titik gak
pake koma.” Rasanya aku ingin berteriak sambil berlari mengelilingi lapangan. Tetapi, apa-
apaan itu? sangat tidak romantic, ya walaupun jika kubaca di cerita-cerita wattpad akan
terasa lebih romantis. Sepertinya dia cenayang karena seketika itu juga dia tertawa cukup
keras dan setelah berhenti, dia mengambil tanganku dan berbicara dengan tulus dan
serius, bisa kulihat dari raut wajahnya. “Aku tau aku gak romantis seperti laki-laki lain,
tetapi aku serius mau menjadikan kamu sebagai pacarku. Kamu mau kan?” tanyanya
dengan raut yang berubah menjadi antara siap dan pasrah dengan segala keputusanku.
“Iya, aku mau.” Aku pun menjawab dengan lantang dan penuh keyakinan. Kita berdua
saling memandang dan tersenyum. Secara perlahan tubuhku ditariknya dan didekapnya
dengan sangat erat seolah-olah takut kehilanganku. Ahh… sungguh hari dengan kisah yang
sangat indah walaupun diselingi dengan sedikit kesedihan dan kegalauan.

Anda mungkin juga menyukai