Anda di halaman 1dari 8

Nama : Kms. M.

Aqbar Martino
Kelas : 6KC
NIM : 061730400977
MK : Etika Profesi
Dosen : Ir. Sofiah, M.T

Ringkasan

Peranan IQ, EQ, SQ, CQ, dan AQ dalam Etika Profesi

1. Kecerdasan/Intelegensi
Kecerdasan/inteligensi berasal dari bahasa Latin “intelligence” yang
berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain (to organize, to relate, to bind
together). Pengertian inteligensi memberikan bermacammacam arti bagi para ahli yang
meneliti. Menurut mereka, kecerdasan merupakan sebuah konsep yang bisa diamati
tetapi menjadi hal yang paling sulit untuk didefinisikan. Hal ini terjadi karena
inteligensi tergantung pada konteks atau lingkungannya.

1.1. Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan/Intelegensi

Inteligensi/kecerdasan orang satu dengan yang lainnya cenderung berbeda-


beda. Hal ini karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor
yang mempengaruhinya sebagai berikut :

 Faktor bawaan, dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang di bawa sejak
lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam pemecahan
masalah antara lain ditentukan oleh faktor bawaan.

 Faktor minat dan pembawaan yang khas, dimana minat mengarahkan


perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.
dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia
untuk berinteraksi dengan dunia luar, sehingga apa yang diminati oleh
manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
 Faktor pembentukan, dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri
seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi. Faktor
pembentukan disini dibedakan antara pembentukan sengaja, seperti yang
dilakukan disekolah dan pembentukan tidak disengaja, seperti pengaruh alam
disekitarnya.

 Faktor kematangan, dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami


pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun
psikis dapat dikatakan telah matang jika ia telah tumbuh dan berkembang
hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Oleh
karena itu, tidak mengherankan bila anak-anak belum mampu mengerjakan
atau memecahkan soal-soal matematika, karena soal-soal itu masih terlalu
sukar baginya. Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih belum matang
untuk menyelesaikan soal tersebut dan kematangan berhubungan erat dengan
umur.

 Faktor kebebasan, yang berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam
memecahkan masalah yang dihadapi. Disamping kebebasan memilih metode
juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.

Gardener (2002) memaparkan pengertian kecerdasan (intelligen) mencakup


tiga faktor :

 Kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan


manusia.

 Kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan.

 Kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang akan memunculkan penghargaan


dalam budaya seorang individu.

1.2. Ciri-Ciri Mendasar Kecerdasan/Intelegensi

 To judge well (dapat menilai)

 To comprehend well (memahami secara menyeluruh).


 To reason well (memberi alasan dengan baik).

1.3. Ciri-Ciri Perilaku Intellegen / Cerdas

 Masalah yang dihadapi merupakan masalah baru bagi yang bersangkutan.

 Serasi tujuan dan ekonomis (efesien).

 Masalah mengandung tingkat kesulitan.

 Keterangan pemecahannya dapat diterima.

 Sering menggunakan abstraksi.

 Bercirikan kecepatan.

 Memerlukan pemusatan perhatian.

2. Kecerdasan Intelektual/Intellegence Quotient (IQ)


Intellegence Quotient merupakan kepanjangan dari IQ yang artinya ukuran
kemampuan intelektuas, analisis, logika, dan rasio seseorang. IQ adalah istilah
kecerdasan manusia dalam kemampuan untuk menalar, perencanaan sesuatu,
kemampuan memecahkan masalah, belajar, memahaman gagasan, berfikir,
penggunaan bahasa dan lainnya. Anggapan awal bahwa IQ adalah kemampuan
bawaan lahir yang mutlak dan tidak bisa berubah adalah mitos (alias salah kaprah),
karena penelitian modern membuktikan bahwa kemampuan IQ seseorang dapat
meningkat dari proses belajar. Kecerdasan ini pun tidaklah baku untuk satu hal saja
tetapi untuk banyak hal.

Rumus kecerdasan umum, atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuwan adalah :

Usia Mental Anak


X 100=IQ
Usia Sesungguhnya

Contoh : Misalnya anak pada usia 3 tahun telah punya kecerdasan anak-anak yang
rata-rata baru bisa berbicara seperti itu pada usia 4 tahun. Inilah yang disebut dengan
Usia Mental. Berarti IQ si anak adalah 4/3 x 100 = 133.
Tabel Interpretasi atau penafsiran dari IQ

TINGKAT KECERDASAN IQ
Sangat cerdas Di atas 140
Cerdas 120 – 140
Pandai 110 – 120
Normal 90 – 110
Bodoh 70 – 80
Debil 50 – 70
Embisil 30 – 50
Idiot Dibawah 50

3. Kecerdasan Emosional/Emotional Quotient (EQ)


Emosi menurut para psikolog adalah salah satu dari trilogy mental yang
terdiri dari kongnisi, emosi, dan motivasi. Akar kata emosi adalah moverre, kata kerja
Bahasa latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e” untuk
memberi arti “bergerak menjauh”. Ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak
merupakan hal mutlak dalam emosi (Goleman, 1998: 7).
Jenis-jenis emosi menurut Daniel Goleman (1998: 411) adalah sebagai
berikut :
1. Amarah; beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, rasa
pahit, tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan dan kebencian patologis.
2. Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri,
putus asa, depresi berat.
3. Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, was-warrs, perasaan takut
sekali, waspada, sedih, tidak tenang, dan panik.
4. Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, senang, riang, terhibur,
bangga, rasa terpesona, kegirangan luar biasa, dan batas ujungnya mania.

3.1. Ciri-Ciri Perilaku Cerdas Emosi


 Menghargai emosi negative orang lain.
 Sabar menghadapi emosi negative orang lain.
 Sadar dan menghargai emosi diri sendiri.
 Emosi negative untuk membina hubungan.
 Peka terhadap emosi orang lain.
 Tidak bingung menghadapi emosi orang lain.
 Tidak menganggap lucu emosi orang lain.
 Tidak memaksa apa yang harus dirasakan.
 Tidak harus membereskan emosi orang lain.
 Saat emosional adalah saat mendengatkan

3.2. Ciri-ciri Orang yang Memiliki EQ Tinggi


 Berempati
 Mengungkapkan dan memahami perasaan
 Mengendalikan amarah
 Kemandirian
 Kemampuan menyesuaikan diri
 Disukai
 Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi
 Ketekunan
 Kesetiakawanan
 Keramahan
 Sikap hormat

4. Kecerdasan Spiritual/Spiritual Quotient (SQ)

SQ merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan


makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk mendapatkan perilaku dan hidup kita dalam
konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan
atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ adalah
landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan, SQ
merupakan kecerdasan tertinggi kita.
Kecerdasan spiritual sering disebut SQ (Spiritual Quotient) (penemunya
DANAH ZOHAR dan LAN MARSHALL, LONDON, 2000) (Moh. Solihin,
2013:137). Kecerdasan spiritual ini digunakan oleh manusia sebagai kemampuan
untuk berhubungan dengan sang penciptanya atau dengan tuhannya. Melibatkan
kemampuan, menghidupkan kebenaran yang paling dalam yang artinya iialah
mewujudkan hal yang terbaik untuk dan paling manusiawi dalam batin.

4.2. Ciri-Ciri Orang yang Memiliki SQ Tinggi

 Memiliki Prinsip dan visi yang kuat


 Mampu melihat kesatuan dalam keanekaragaman
 Mampu memaknai semua kehidupan
 Mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan pendengaran

5. Kecerdasan Kreatifitas/Creativity Quotient (CQ)


Creativity/Kreativitas adalah potensi seseorang untuk memunculkan
sesuatu yang penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi serta semua
bidang dalam usaha lainnya. Kreatifitas adalah kemampuan untuk mencipta dan
berkreasi, tidak ada satupun pernyataan yang dapat diterima secara umum mengenai
mengapa suatu kreasi itu timbul. Kreativitas sering dianggap terdiri dari dua unsur:
1. Kepasihan yang ditunjukkan oleh kemampuan menghasilkan sejumlah besar
gagasan dan ide-ide pemecahan masalah secara lancar dan cepat.
2. Keluwesan yang pada umumnya mengacu pada kemampuan untuk menemukan
gagasan atau ide yang berbeda-beda dan luar biasa untuk memecahkan suatu
masalah.

5.2. Hambatan untuk Menjadi Lebih Kreatif

Kebiasaan, waktu, dibanjiri masalah, tidak ada masalah, takut gagal,


kebutuhan akan sebuah jawaban sekarang, kegiatan mental yang sulit diarahkan,
takut bersenangsenang, kritik orang lain. Beberapa cara memunculkan gagasan
kreatif yaitu:

 Kualitas Gagasan
Teknik-teknik kreatif dalam berbagai tingkatan keseluruhannya bersandar
pada pengembangan pertama sejumlah gagasan sebagai suatu cara untuk
memperoleh gagasan yang baik dan kreatif. Akan tetapi, bila masalahnya besar
dimana kita ingin mendapatkan pemecahan baru dan orisinil maka kita
membutuhkan banyak gagasan untuk dipilih.

 Teknik Brainstorming

Merupakan cara yang terbanyak digunakan, tetapi juga merupakan teknik


pemecahan kreatif yang tidak banyak dipahami. Teknik ini cenderung
menghasilkan gagasan baru yang orisinil untuk menambah jumlah gagasan
konvensional yang ada.

 Sinektik

Suatu metode atau proses yang menggunakan metafora dan analogi untuk
menghasilkan gagasan kreatif atau wawasan segar ke dalam permasalahan, maka
proses sinektik mencoba membuat yang asing menjadi akrab dan juga sebaliknya.

 Memfokuskan tujuan

Membuat seolah-olah apa yang diinginkan akan terjadi besok, telah terjadi
saat ini dengan melakukan visualisasi yang kuat. Apabila prose itu dilakukan
secara berulang-ulang, maka pikiran anda akan terpusat ke arah tujuan yang
dimaksud dan terjadilah proses auto sugesti ke dalam diri maupun keluar.

6. Kecerdasan dalam Menghadapi Masalah/Adversity Quotient (AQ)

AQ (Adversity Quotient) adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang


dalam mengatasi kesulitan dan sanggup bertahan. Dengan AQ seseorang bagai diukur
kemampuannya mengatasi setiap persoalan hidup untuk tidak putus asa. Dalam
bukunya Ary Ginanjar menjelaskan bahwa pada saat umat manusia ketika bersa‟i. Ini
menjelaskan bahwa ketika kemampuan logika sudah habis (putus asa), atau bisa
dikatakan sudah kehabisan akal di tengah tengah padang pasir. Tetapi Siti Hajar tidak
menyerah untuk mencari air di tengahtengah padang pasir, setelah itu Allah memberi
setitik cahaya pencerah dengan lewat kaki Nabi Ismail kecil, Allah memberi sumber
air (sekarang disebut sumur zam-zam). Dari sini bisa diambil untuk melatih seseorang
agar tidak mudah putus asas dalam menghadapi kesulitan yang sedang melanda,
karena Tuhan akan memberi jalan keluar dari setiap kesulitan yang Tuhan berikan.

Paul G. Stoltz, merinci AQ berdasarkan penelitiannya:

a. AQ Tingkat “Quitters” (Orang-orang yang Berhenti)


Tingkatan AQ paling rendah yakni orang yang langsung menyerah
ketika menghadapi kesulitan hidup. Orang yang tidak berikhtiar dan hanya
berkeluh kesah menghadapi penderitaan kemiskinan dan lain-lain.

b. AQ Tingkat “Campers” (Orang yang Berkemah)

Campers adalah AQ tingkat bawah. Awalnya giat mendaki/berusaha


menghadapi kesulitan hidup, ditengah perjalanan mudah merasa cukup dan
mengakhiri pendakian atau usahanya. Contoh : orang yang sudah merasa cukup
dengan menjadi sarjana, merasa sukses bila memiliki jabatan dan materi.

c. AQ Tingkat “Climbers” (Orang yang Mendaki)


Climbers adalah pendaki sejati. Orang yang seumur hidup mendaki
mencari hakikat kehidupan menuju kemuliaan manusia dunia dan akhirat.

Kabar baik kita semua adalah bawah AQ ternyata bukan sekadar anugerah
yang bersifat given. AQ ternyata bisa dipelajari. Dengan latihan-latihan tertentu,
setiap orang bisa diberi pelatihan untuk meningkatkan level AQ-nya. Di banyak
perusahaan yang dilatihnya, Stoltz berhasil melihat peningkatan kinerja – dalam
berbagai ukuran – para karyawannya. Di sebuah perusahaan farmasi multinasional,
Stoltz mendapatkan fakta bahwa peningkatan AQ para karyawan, membuat
perusahaan lebih mudah melakukan perubahan strategis. Padahal kita semua mafhum,
banyak perubahan strategis yang mahal biayanya karena resistensi para karyawannya.

Anda mungkin juga menyukai