Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Intelegensi merupakan sesuatu yang menghubungkan atau menyatukan satu sama lain.
Bakat adalah anugerah yang tidak boleh disia-sikan dan harus dikembangkan secara
maksimal. Setiap manusia terlahir dengan memiliki bakat-bakat tertentu. Bakat adalah
sesuatu yang dimiliki secara alamiah,yang mutlak memerlukan latihan untuk membangkitkan
dan mengembangkannya. Seperti halnya bakat, kreativitas yang dimiliki oleh seseorang juga
merupakan anugerah yang harus dipergunakan secara tepat sasaran.

2.  Rumusan Masalah
        1.2.1  Konsep dan Teori intelegensi, bakat dan kreativitas ?
        1.2.2  Faktor yang mempengaruhi dan menentukan intelegensi, bakat dan kreativitas ?
        1.2.3  Jenis tes dan pengukuran intelegensi dan bakat  ?
        1.2.4  Penerapan intelegensi, bakat dan kreativitas dalam keperawatan ?

3. Tujuan
Untuk memenuhi tugas kuliah Ilmu Keperawatan Dasar II dan menambah wawasan
serta pengetahuan tentang intelegensi, bakat dan kreativitas.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep dan Teori Intelegensi
1. Konsep Intelegensi
Kata inteligensi berasal dari bahasa Inggris, yaitu intelgencei. Secara harfiah artinya
kecerdasan. Kecerdasan artinya pemahaman dan penyelesaian masalah secara tepat. Pada
mulanya kecerdasan hanya berfokus pada kemampuan pikiran, akal atau aspek-aspek kognitif
saja. Dalam perkembangan selanjutnya, kecerdasan bukan hanya mencakup kecerdasan
intelektual tetapi berkembang pada aspek-aspek psikis lainnya seperti emosional dan
spiritual. Sehingga, muncul kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.2).p.157

    A. Kecerdasan Intelektual


Kata inteligensi dan intelek adalah dua kata yang erat hubungannya karena berasal
dari kata latin yaitu intellegere artinya memahami. Intelek adalah bentuk kata pasif dan
inteligensi adalah bentuk kata aktif. Jadi, intelek adalah kekuatan, daya, atau potensi untuk
memahami sedangkan inteligensi atau kecerdasan adalah aktivitas untuk perilaku
mewujudkan daya tersebut. Jadi bila digabungkan kedua kata tersebut, maka istilahnya
menjadi lebih lengkap yaitu intiligensi atau kecerdasan intelektual.
Utami Munandar (1987) menyatakan inteligensi adalah (a) kemampuan berpikir
abstrak, (b) kemampuan menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar, dan (c)
kemampuan menyesuaikan diri dengan situasi lingkungan baru. Pengertian inteligensi yang
dikemukakan Munandar adalah kemampuan, meliputi kemampuan untuk berpikir,
kemampuan untuk menyesuaikan diri. Adapun Terman mendefinisikan inteligensi secara
sederhana yaitu kemampuan berpikir abstrak.
Teori Terman tentang inteligensi adalah teori dua faktor (two factorr theory) yaitu
faktor kemampuan umum (general ability) dan faktor kemampuan khusus ( special ability).
Kedua faktor tersebut bekerjasama secara integral. Teori yang lebih luas dan komprehensif
tentang inteligensi dikemukakan oleh Thurstone, dengan teori multifaktor yang terdiri dari
tujuh faktor dasar, yaitu :

1) Verbal Comprehension, kemampuan memahami kata-kata.


2) Word Fluency, kemampuan dan kefasihan mengucapkan kata-kata.
3) Number, kemampuan memecahkan masalah yang berhubungan dengan angka- 
angka.
4) Space, kemampuan tilikan ruang.
5) Memory, kemampuan untuk mengingat.
6) Perceptual, kemampuan mngamati dan menafsirkan persamaan dan perbedaan objek
tertentu.
7) Reasoning, kemampuan penalaran.

    Distribusi tingkat kecerdasan menurut Terman (dalam Mahmud, 1990)


IQ (Intelligence Quotient/ Tingkat Deskripsi Verbal
Kecerdasan)
0-19 Idiot
20-49 Embicile
50-69 Moron
70-79 Inferior
80-89 Bodoh
90-109 Normal
110-119 Pandai
120-129 Superior
130-139 Sangat superior
140-179 Gifted
180 ke atas Genius

     B. Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence)


            Berikut ini ditemukan pendapat para pakar tentang kecerdasan emosional:
1. Shapiro (1997) mendefinisikan kecerdasan emosional adalah kemampuan memantau perasaan
diri sendiri dan perasaan orang lain serta menggunakan informasi untuk mengarahkan pikiran
dan tindakan. Shapiro menekankan kecerdasan emosional pada pengelolaan emosi untuk
mengontrol perilaku sendiri.
2. Cooper (2000) mengatakan kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami,
menerapkan kepekaan, emosi sebagai energi, informasi, koreksi dan pengaruh yang
manusiawi. Cooper menekankan pengertian kecerdasan emosi pada kemampuan memahami
dan menerapkan emosi sebagai kekuatan untuk perilaku yang baik.
3. Goleman (1996) mengatakan kecerdasan emosional adalah pengendalian diri, semangat,
ketekunan, kemampuan memotivasi diri serta berempati. Goleman menekankan bahwa
kecerdasan emosional terletak pada empat aspek. Yaitu, pengendalian, semangat, ketekunan,
dan motivasi diri.
4. Davis (2006) mengatakan kecerdasan emosional adalah kmampuan mengenali, memahami,
mengatur, menggunakan emosi secara efektif kalau hidup. Davis memfokuskan pengertian
kecerdasan emosional pada pemahaman dan penggunaan emosi secara efektif dalam hidup.
5. Patton (1998) mengatakan kecerdasan emosional adalah menggunakan emosi secara efektif
untuk mencapai tujuan, membangun hubungan produktif, dan mencapai keberhasilan
ditempat kerja. Definisi yang dikemukakan Patton lebih luas karena telah menghubungkan
dengan keberhasilan atau produktivitas kerja.

            Menurut Solovery, seperti yang dikutip oleh Goleman 1996 memberikan ciri-ciri
kecerdasan emosional dalam lima wilayah :
1. Mengenali diri
     Mengenali diri artinya mengenal perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Ini merupakan   dasar
kecerdasan emosi yaitu kemampuan memantau perasaan dari waktu ke waktu.   Kesadaran
orang akan emosinya sendiri yang memiliki makna waspada terhadap suasana hati.
2. Mengelola emosi
     Kemampuan menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat. Tergantung kepada
kesadaran sendiri seperti kemampuan untuk menghadapi badai emosi juga dapat
memperkirakan beberapa lama emosi berlangsung.2).P.160
3. Memotivasi diri sendiri
     Kemampuan menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan, yaitu kemampuan menahan
diri.

4. Mengenali emosi orang lain


     Ketrampilan bergaul berdasarkan kesadaran diri emosinya. Piawai mengenali emosi orang
lain, dikatakan juga memiliki kesadaran yang tinggi. Semakin terbuka pada emosi diri
sendiri, makin mampu mengenal dan mengakui emosi orang lain. Makin mudah seseorang
membaca perasaan orang lain.
5. Membina hubungan
     Membina hubungan merupakan salah satu kemampuan mengelola emosi orang lain. Agar
terampil membina hubungan dengan orang lain, seseorang harus mampu mengenal dan
mengelola emosinya. Untuk bisa mengelola emosi orang lain, seseorang perlu terlebih dahulu
mampu mengendalikan diri. Mengendalikan emosi yang mungkin berpengaruh buruk dalam
hubungan sosial, menyimpan dulu kemarahan dan beban stres tertentu, dan mengekspresikan
perasaan diri.

     C. Kecerdasan Spiritual


               Kata spiritual berasal dari kata spirit. Spirit artinya keberanian, semangat, energi atau
tekad. Spiritual artinya makna dan nilai, hidup bermakna. Kecerdasan spiritual artinya bagian
dalam diri yang hubungannya dengan kearifan dan luar ego yang disebut God Spot.
Kecerdasan spiritual adalah kemampuan memahami diri sendiri dan lingkungan sehingga
dapat memaknai hidup. Baik dan buruk tidak hanya dicapai dengan akal, tetapi dengan
memerlukan bimbingan sang pencipta. Kecerdasan spiritual adalah kemampuan dalam
memanfaatkan kekuatan nonfisik dan kesadaran yang menghubungkan kita langsung dengan
tuhan. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan menuju kearifan, lalu meraih kebahagiaan,
kemampuan manusia menjawab makna hidup.
     Orang yang mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi biasanya bekerja secara tenang,
damai, puas dengan hasil kerjanya. Pekerjaannya dapat selesai sesuai prosedur yang telah
ditentukan.
       Dalam kenyataan banyak orang yang cerdas intelektualnya, misalnya sebagai juara kelas
atau lulusan perguruan tinggi dengan predikat sangat memuaskan bahkan cumlaude, tetapi
dalam bekerja mengalami kegagalan atau berprestasi biasa-biasa saja karena ia mampu
mengendalikan emosi dan dapat memperlakukan emosi orang lain secara tepat.
       Tanda-tanda kecerdasan spiritual yang tinggi menurut Zohar dan Marshall (2000) yakni,
kemampuan bersikap Fleksibel (aktif), tingkat kecerdasan tinggi, kemampuan untuk
menghadapi dan melampaui rasa takut, kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai,
keengganan menghadapi kerugian yang tidak perlu, kecenderungan untuk melihat keterkaitan
antara berbagai hal(berpandang holistic) dan kecenderungan nyata untuk bertanya mengapa
atau bagaimana jika dan mencari jawaban yang mendasar. Kesuksesan hidup tidak hanya
ditentukan oleh kecerdasan intelektual, tetapijuga oleh kecerdasan emosional, dan kecerdasan
spiritual.

 
2 Teori Intelegensi
        Terdapat beberapa teori Intelegensi, antara lain :
1. Teori Daya (Faculty theories)
Teori ini dipengaruhi oleh psikologi daya yang dikemukakan oleh Thorndike. Menurut
Thorndike bahwa dalam otak manusia terdapat daya-daya jiwa khusus. Teori ini
menyebutkan bahwa “ Intelegensi adalah integrasi daya-daya jiwa yang khusus ”. oleh karena
itu, pengukuran intelegensi dilakukan dengan cara menukur daya-daya jiwa khusus,
misalnya: daya mengamati, daya memproduksi, daya berpikir, daya fantasi, dan daya
penalaran.
2. Teori Pragmatis
Dikemukakan oleh Boring, yang mengatakan bahwa “ Intelegensi adalah hal yang    diuji
oleh tes intelegensi “.
3. Teori Faktor
      a) Two Factor Theories, dikembangkan oleh Spearman, dengan menyelidiki dan mencari
sifat hakekat intelegensi menggunakan teknik analisis faktor, yang mengatakan bahwa
kecakapan intelektual manusia dimungkinkan karena adanya dua faktor, yaitu:
- Faktor Umum/kecakapan umum (general factor/general ability, dilambangkan  dengan
faktor “g”).
- Faktor Khusus/kecakapan khusus (special factor/special ability, dilambangkan dengan
faktor “s”).
Faktor “g” dan “s” tersebut, bekerja sama menjadi satu kesatuan. Kemampuan seseorang
bertindak dalam setiap situasi sangat bergantung pada kemampuan umum (faktor “g”)
maupun kemampuan khusus (faktor “s”), yang memberi sumbangan pada setiap tingkah laku
yang intelegen. Pada tingkah laku yang berbeda, fungsi faktor “g” yang ditambah faktor “s”
yang khusus untuk tingkah laku yang bersangkutan. Ternyata, faktor “g” berkaitan dengan
herediter, sedangkan faktor “s” dipengaruhi oleh lingkungan (pengalaman dan pendidikan).
    b)  Multiple Factor Theories, dikembangkan oleh thorndike, yang menyatakan bahwa
“Intelegensi ada pertalian aktual dan potensial yang khusus antara stimulus dan respons”. ada
empat atribut intelegensi, yaitu : tingkatan, rentang, daerah dan kecepatan.
4. Primary Mental Ability Theory
    Teori ini dikembangkan oleh Thurston, yang mengatakan bahwa “Intelegensi tidak terdiri dari
dua faktor maupun multifaktor, tetapi terdiri dari sejumlah kecakapan-kecakapan mental yang
primer. Faktor primer dari intelegensi adalah kemampuan verbal, kefasihan kata-kata, faktor
bilangan, relasi ruang, faktor ingatan, kecepatan persepsi, dan faktor induksi.
5. Teori Struktur Intelek (structur of intellect model)
Teori ini dikembangkan oleh Guilford, yang mengatakan bahwa “Intelegensi   memiliki 3
dimensi, yang masing-masing terdiri dari  kecakapan intelek,yaitu: operasi, isi, dan produk.
a) Dimensi isi atau materi kegiatan intelektual (figural,simbolik,semantik,dan behavioral).
b) Dimensi operasi atau tindakan (kognitif, memori, berpikir divergen, berpikir konvergen,
dan evaluasi).
c) Dimensi produk (satuan, kelas, hubungan, sistem, transformasi, dan implikasi).
 6. Teori Hierarkis
Teori ini dikembangkan oleh Vernon, yang memadukan faktor umum (“g”) dan faktor
spesifik (”s”) dan faktor “(c)” yang terletak antara faktor “g” dan “s”. Vernon berusaha
menggambarkan skema organisasi faktor-faktor kecakapan intelek dan memberi gambaran
secara hierarkis hubungan antara faktor intelek yang bersifat umum sampai yang bersifat
khusus.

2.  Faktor yang mempengaruhi dan menentukan intelegensi


        2.2.1   Faktor yang mempengaruhi intelegasi
            Gangguan Intelegensi:
                 1) Retardasi Mental, ialah keadaan dengan intelegensi kurang (abnormal) sejak masa
perkembangan (sejak lahir atau sejak masa kanak-kanak) (Maramis,1999) atau keadaan
kekurangan intelegensi sehingga daya guna sosial dan dalam pekerjaan seseorang menjadi
terganggu.

-          Penyebab Retardasi Mental yaitu a) Retardasi Mental Primer, kemungkinan faktor keturunan
(Retardasi mental genetik) dan kemungkinan tidak diketahui (Retardasi mental simpleks). b)
Retardasi Mental Sekunder, faktor luar yang diketahui dan memengaruhi otak (prenatal,
perinatal,dan postnatal), misalnya infeksi/intoksikasi, rudapaksa, gangguan metabolisme/gizi,
penyakitotak, kelainan kromosom, prematuritas, dan gangguan jiwa berat.
-          Tingkat reterdasi mental menurut kesepakatan asosiasi keterbelakangan mental Amerika
Serikat (American Association of Mental Retardation) seperti dikemukakan oleh Sarwono
Sarlito Wirawan (1999) sebagai berikut :

a) Retardasi mental lambat belajar (slow learner), IQ= 85-90


b) Reterdasi mental taraf perbatasan (borderline), IQ= 70-84
c) Retardasi mental ringan (mild), IQ= 55-69
d) Retardasi mental sedang (moderate), IQ= 36-54
e) Retardasi mental berat (severe). IQ= 20-35
f) Retardasi mental sangat berat (profound), IQ= 0-19

Pendidikan bagi penderita retardasi mental, yaitu di SLB bagian C (Tuna Mental).
- Tanda-tanda Retardasi Mental
a) Taraf kecerdasannya (IQ) sangat rendah
b) Daya ingat (Memori) lemah
c) Tidak mampu mengurus diri sendiri
d) Acuh tak acuh terhadap lingkungan (Apatis)
e) Minat hanya mengarah pada hal-hal yang sederhana.
f) Perhatiannya mudah berpindah-pindah (Labil)
g) Miskin dan keterbatasan emosi (hanya perasaan takut,marah,senang,benci dan terkejut).
h)kelainan jasmani yang khas.
                       
2) Demensi, kemuduran intelegensi karena kerusakan otak yang sudah tidak dapat
diperbaiki lagi.

       2.2.2   Faktor yang menentukan intelegensi


Para ahli belum sepenuhnya sependapat mengenai faktor-faktor apa saja yang terdapat
dalam inteligensi itu sendiri. Sebuah pendapat mengatakan bahwa faktor yang menentukan
intelegensi seseorang antara lain :
1. Herediter (Pembawaan), merupakan faktor utama dan terpenting dalam menentukan
inteligensi.
    Contoh :
    Dalam mengerjakan soal Ujian Akhir Semester, mahasiswa tingkat I Akper, dengan soal yang
sama, materi yang sama, waktu yang sama, kenapa ada yang cepat selesai, ada yang lambat,
ada yang nilainya bagus, dan ada nilainya yang jelek ?
2. Kematangan, menyangkut pertumbuhan fisik dan perkembangan psikologis yang dipengaruhi
faktor internal.
     Contoh :
     Anak usia 6 tahun apabila diberi soal penjumlahan dan pengurangan sampai   dengan 100
mungkin masih mampu karena faktor kematangan untuk itu sudah dimiliki. Namun, apabila
ia dihadapkan pada soal matematika untuk anak SLTP, seperti 2x + 10 = 2, berapa x? Jelas
anak tersebut akan kesulitan karena belum matang untuk berpikir abstrak.
3.  Pembentukan, yaitu perkembangan individu yang dipengaruhi faktor lingkungan.
     Contoh :
     Anak yang normal dan telah berumur 12 tahun, pada umumnya sudah mengenal dengan baik
perhitungan yang menyangkut penambahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian. Yang
menjadi pertanyaan kita, apakah setiap anak yang normal dan berumur 12 tahun pasti sudah
mengenal hal itu ? (apabila anak tersebut didaerah terpencil, tidak sekolah, tidak ada yang
mengajari). Walaupun anak itu sudah matang untuk itu, tetapi karena tidak dibentuk oleh
lingkungan, akhirnya tidak dapat mengerjakan.

3.   Jenis Tes Intelegensi dan Pengukuran


        2.3.1 Jenis Intelegensi
        Jenis tes intelegensi dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
a. Tes inteligensi individual, antara lain : Stanford-Binet Intelligence Scale, Wechsler Bellevue
Intelligence Scale (WBIS), Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC), Wechsler Adult
Intellegence Scale (WAIS), Wechsler Preschool and Primary Scale of Intellegence (WPPSI).
b. Tes Inteligensi Kelompok,antara lain : Pintner Cunningham Primary Test, The  California
Test of Mental Maturity, The Henmon Nelson Test Mental Ability, Otis Lennon Mental
Ability Test and Progressive Matrices.
c.  Tes inteligensi dengan tindakan atau perbuatan.

4. Pengukuran
Prinsip pengukuran intelegensi adalah membandingkan individu yang dites dengan
norma tertentu. Secara umum, yang dipakai sebagai norma adalah inteligensi kelompok
sebaya. Cara untuk mengetahui inteligensi quatient (IQ) seseorang menurut Binet adalah
dengan membandingkan antara umur kecerdasan (mental age= MA) dengan umur kalender
(cronological age = CA).

   Rumus :

    IQ= MA × 100


                        CA
      MA = Mental Age diperoleh dari hasil tes inteligensi
      CA = Chronological Age diperoleh dari menghitung umur berdasarkan tanggal kelahiran atau
umur kalender.

Contoh 1 :
Adi berumur 10 tahun (umur kalender). Setelah dites dengan tes intelegensi, ternyata ia dapat
mengerjakan soal-soal untuk anak yang berumur 12 tahun.

IQ Adi = 12  × 100 = 120              


          10
Contoh 2 :
Adi berumur 7 tahun 4 bulan. Dites IQ dengan 6 buah soal untuk anak-anak usia 6-10 tahun,
hasilnya sebagai berikut.

Soal untuk Umur Jawaban Nilai


6   Tahun         X    X    X    X    X    X 6 Thun
7   Tahun         X    X    X    X     -     X 5/6 Tahun
8   Tahun         X     -       -      -   X    X 3/6 Tahun
9   Tahun         X      -      -     -    -     - 1/6 Tahun
10 Tahun            -      -      -     -     - 0 Tahun
Umur Kecerdasan 7 3/6 Tahun

X = Jawaban Benar
-  = Jawaban Salah

Penyelesaian :
Umur Adi 7 tahun 4 bulan = 7 1/3 tahun (CA), tes untuk usia 6 tahun benar semua = 6 tahun,
untuk 7 tahun benar 5= 5/6 tahun, untuk 8 tahun benar 2 = 2/6 tahun, dan untuk 9 tahun benar
1= 1/6 tahun. MA = 6+ 5/6 +2/6 +1/6 = 7 3/6 tahun.

IQ Adi = MA =  7 3/6  × 100


                CA      7 2/6
           = 45  × 6 × 100
               6      44
          = 45 × 100 = 102,27.
             44
Jadi, IQ Adi adalah 102.

5.  Penerapan Intelegensi dalam Keperawatan


            Dengan memahami teori integelensi, seorang perawat dapat introfeksi diri, sejauh man
intelegensi kreatifitas yang dimiliki dirinya. Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien yang memiliki keunikan, intelegensi dan kreativitas yang berbeda-beda, hendaknya
masalah intelegensi dan kreativitas pasien perlu dipahami agar asuhan keperawatan yang
diberikan betul-betul dapat memuaskan pasien. Seperti :
       1.Terjalin hubungan interpersonal, hubungan interpersonal didukung oleh keterbukaan perawat.
Perawat membuka diri tentang pengalaman yang berguna untuk terapi klien. Tukar menukar
pengalaman ini memberikan keuntungan pada klien untuk mendukung kerjasama dan
member dukungan. Melalui penelitiaan ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara
perawat dan klien menurunkan tingkat kecemasan perawat dan klien. (Johnson, dikutip oleh
Stuart dan Sundeen,1987,hal134). Tujuan terjalinnya hubungan interpersonal antara lain :
a. Menyenangkan hati klien.
b. Mengetahui dan mengerti pembicaraan klien.
c. Memberikan rasa puas kepada klien.
d. Memberikan rasa aman pada pembicara.
e. Menunjukkan rasa saling percaya.
f. Menghargai pembicaraan.
       2. Komunikasi yang baik antara perawat dengan klien(empathy).
           Rasakan apa yang dirasakan klien. Perawat yang merasakan apa yang dirasakan klien akan
mampu mengkomunikasikan dengan seluruh sikap tubuhnya kepada klien. Perawat
menyampaikan bahwa ia sungguh mengerti perasaan,tingkah dan pengalaman klien,dan
mengkomunikasikan pengertian itu kepada klien. Sehingga klien merasa bahwa ia
dimengerti. Melalui penelitian,Mansfield (dikutip oleh Stuart dan Sundeen 1987,hl.129)
mengidentifikasi perilaku verbal dan non verbal yang menunjukkan tingkat empati yang
tinggi sebagai berikut :
   a. Memperkenalkan diri dengan klien.
   b. Kepala dan badan membungkuk kearah klien.
   c. Respon verbal terhadap pendapat klien,khususnya pada kekuatan dan sumber daya  klien.
   d.Kontak mata dan respon pada tanda non verbal klien,misalnya nada suara,gelisah,ekspresi
wajah.
    e. Tunjukkan perhatian, minat, kehangatan melalui ekspresi wajah.
    f.Nada suara konsisten dengan ekspresi wajah dan respon verbal.
       3. Adanya rasa saling percaya antara perawat dan klien.
 Rasa saling percaya sangat dibutuhkan guna tercipta rasa percaya bahwa segala yang
dilakukan perawat adalah untuk kesembuhan,kenyamanan dan keamanan klien sehingga tidak
terjadi salah paham antara tugas-tugas perawat pada klien. Selain itu antara perawat dank lien
dapat tercipta kedekatan layaknya keluarga sendiri. Hal ini berguna agar tercipta rasa nyaman
dan aman pada klien.
      4. Adanya motivasi yang muncul dari perawat untuk mempercepat kesembuhan klien.
           Motivasi yang datang dari perawat untuk klien antara lain :
            a. Menghindari sikap yang negatif
            b. Menghibur klien
            c. Meyakinkan kesembuhan klien

6.   Konsep dan Teori Bakat


         Menurut William B. Micheel(1960), “ Bakat adalah kemampuan individu untuk
melakukan sesuatu yang sedikit sekali bergantung pada latihan mengenai hal tersebut ”
(Notoadmodjo,1997). Guilford (1959) menyatakan bahwa “ Bakat bertalian dengan
kecakapan untuk melakukan sesuatu”(Notoadmodjo,1997). Bkat merupakan suatu kondisi
atau suatu kualitas yang dimiliki individu, yang memungkinkan individu itu untuk
berkembang pada masa mendatang(Sukardi,1997). Menurut Woordworth dan Marquis
(1957),” Bakat adalah salah satu kemampuan manusia (achievement,capacity, dan aptitude)’’
(Notoadmodjo,1997). Bakat adalah taraf kecerdasan individu yang bersifat khusus dalam
bidang atau pekerjaan tertentu.
            a. Achievement = actual ability, dapat di ukur menggunakan tes tertentu.
            b. Capacity = ability, tidak dapat di ukur secara langsung.
            c. Aptitude, kualitas psikis yang hanya dapat diungkapkan dengan tes.

 2.6  Faktor yang Mempengaruhi dan Menentukan Bakat


      2.6.1 Faktor yang mempengaruhi bakat
            1. Genetik
            2. Latihan
            3. Struktur tubuh

7.  Faktor yang menentukan bakat


Menurut Guilford (1959) yang kemudian dikutip oleh Notoatmodjo (2003), bakat
berhubungan dengan kecakapan tertentu untuk melakukan sesuatu. Bakat mencakup dimensi
perseptual,psikomotor, dan intelegensi.
a. Dimensi perseptual, merupakan kemampuan melakukan persepsi yang mencakup faktor
kepekaan indra, perhatian, orientasi ruang dan waktu, dan kecepatan persepsi.
b. Dimensi psikomotor, mencakup faktor kekuatan, impuls, kecepatan gerak, kecermatan, dan
koordinasi.
c. Dimensi intelektual, mencakup faktor ingatan, pengenalan, berpikir, dan evaluatif.1).

2.7  Jenis Tes dan Pengukuran Bakat


Jenis tes bakat yang dapat digunakan adalah SAT (Scholastic Aptitude Examination) dan
(Graduate Record Examination)yaitu, tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi
belajar pada bidang tertentu.contohnya TPA(Tes Potonsi Akademi). Hasil kedua jenis tes ini
adalah memperkirakan keberhasilan studi di perguruan tinggi. Selain itu, terdapat jenis tes
lain di antaranya DAT (Differential Aptitude Test), FACT (Flanogol Aptitude Classification),
dan GATB (General Aptitude Test Battery).

8.  Penerapan Bakat dalam Keperawatan


Dengan memahami teori bakat, seorang perawat dapat introfeksi diri, sejauh mana bakat
yang dimiliki dirinya. Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang memiliki
bakat, keunikan, intelegensi dan kreativitas yang berbeda-beda, hendaknya masalah
intelegensi dan kreativitas pasien perlu dipahami agar asuhan keperawatan yang diberikan
betul-betul dapat memuaskan pasien.

9.  Konsep dan Teori Kreativitas


Kreativitas adalah istilah yang mengacu kepada bagaimana seseorang berpikir kreatif.
Ciri atau suatu perilaku yang kreatif adalah sesuatu hasil yang baru, akibat perilaku tersebut.
Kreativitas seseorang berhubungan dengan motivasi dan pengalaman serta dipengaruhi oleh
intelegensi, cara berpikir, ingatan, minat dan emosinya, bakat, sikap, persepsi, perasaan, dan
kepribadian. Munculnya kreativitas seseorang dapat dipicu karena seseorang mengalami
tantangan atau kendala dalam memecahkan suatu masalah dalam hidupnya. Kreativitas
adalah suatu kemampuan untuk memecahkan masalah, yang memberikan individu
menciptakan ide-ide asli atau adaptif fungsi kegunaannya secara penuh untuk
berkembang(Widayatun,1999). Kreativitas adalah keterampilan untuk menentukan pertalian
baru, melihat subyek dari persepsi baru, dan membentuk kombinasi-kombinasi baru dari dua
atau lebih konsep yang telah tercetak dalam pikiran (James R. Evans,1994).

10.  Faktor yang Mempengaruhi dan Menentukan Kreativitas


        1. Faktor yang mempengaruhi kreativitas
a) Faktor intrinsik yang meliputi : Intelegensi, bakat, minat, kepribadian, dan perasaan.
b) Faktor ekstrinsik yang meliputi : Adat-istiadat, sosial budaya, pendidikan, dan lingkungan.

2. Faktor yang menentukan kreativitas


         a.  Pengetahuan
         b. Imajinasi dan
         c.  Evaluasi

11.   Penerapan kreativitas dalam Keperawatan


          Dengan memahami teori kretivitas dan integelensi, seorang perawat dapat introfeksi
diri, sejauh mana kreativitas dan intelegensi kreatifitas yang dimiliki dirinya. Dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang memiliki keunikan, intelegensi dan
kreativitas yang berbeda-beda, hendaknya masalah intelegensi dan kreativitas pasien perlu
dipahami agar asuhan keperawatan yang diberikan betul-betul dapat memuaskan pasien.

12. Cara memotivasi kreativitas


a. Menguasai teori Problem Solving
b. Memancing agar seseorang menjadi ingin tahu.
c. Introspeksi diri
d. Tanggung jawab.
BAB 3
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
 Inteligensi ini adalah persatuan (kumpulan yang di persatukan) daripada daya-daya
jiwa yang khusus. Jadi peranan Intelegensi atau kecerdasan setiap orang sangat
mempengaruhi kreativitas, bakat , dan prestasi belajarnya. Seseorang yang Tingkat
intelegensinya (IQ) tinggi belum tentu memiliki kreativitas, bakat, dan prestasi belajarnya
tinggi pula karena setiap individu memiliki motivasi yang berbeda. Tetapi individu yang
memiliki IQ lebih tinggi akan lebih mudah berkreativitas dan meraih prestasi belajar yang
tinggi dibandingkan dengan yang memiliki IQ rendah. Bakat adalah kemampuan tertentu
yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Kreativitas adalah istilah yang
mengacu kepada bagaimana seseorang berpikir kreatif. Kreativitas, disamping bermakna
untuk pengembangan diri maupun pembangunan masyarakat, juga merupakan salah satu
kebutuhan pokok manusia, yaitu kebutuhan akan perwujudan diri sebagai salah satu
kebutuhan paling tinggi manusia. (Maslow, 1968 ).
faktor yang mempengaruhi intelegensi antara lain faktor bawaan, aktor minat dan
pembawaan yang khas, faktor pembentukan, faktor pematangan, Faktor kebebasan.Peranan
perawak dalam intelegensi, bakat dan kreativitas yaitu dengan memahami teori integelensi,
seorang perawat dapat introfeksi diri, sejauh man intelegensi kreatifitas yang dimiliki dirinya.
Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang memiliki keunikan, intelegensi
dan kreativitas yang berbeda-beda, hendaknya masalah intelegensi dan kreativitas pasien
perlu dipahami agar asuhan keperawatan yang diberikan betul-betul dapat memuaskan
pasien.
3.2  Saran
Penulis sangat berharap adanya berbagai kalangan terutama yang memiliki keahlian
dalam intelegensi, bakat dan kreativitas untuk memberikan saran dan kritik agar kiranya
memperluas pengetahuan kami. Apabila para pembaca masih kesulitan dalam memahami
materi ini dapat ditanyakan kepada ahlinya atau mencari referensi lain, karena penulis
membuat makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
DAFTAR PUSTAKA

Sunaryo, Drs. M.Kes. 2004.”Psikologi untuk Keperawatan”. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC.Saam Prof. Dr. Zulfan, M.S. dan Wahyuni Sri, M.Kep.,
Sp.Kep.J. 2012 “Psikologi Keperawatan” Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Makalah Psikologi
(Ditujukan untuk memenuhi tugas)

Disusun oleh kelompok 5:


1. Reza Yuliani Y
2. Mita Anggraini
3. Delvia Fachreza A
4. Andita Arya Seta P
5. Birju Anggara

Kelas: 1B Keperawatan

Dosen Pembimbing:
Ns.Titin Aprilatutini,S.Kep., M.Pd

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN


D3 KEPERAWATAN UNIVERSITAS BENGKULU
2019-2020

Anda mungkin juga menyukai