Anda di halaman 1dari 11

Inteligensi atau kecerdasan menurut Dusek (Casmini,2007:14)

dapat didefinisikan melalui dua jalan yaitu secara kuantitatif adalah


proses belajar untuk memecahkan masalah yang dapat diukur dengan tes
inteligensi, dan secara kualitatif suatu cara berpikir dalam membentuk
konstruk bagaimana menghubungkan dan mengelola informasi dari luar
yang disesuaikan dengan dirinya. Howard Gardner (Agus Efendi, 2005:
81) kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan atau menciptakan
sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu.
Munzert mengartikan kecerdasan sebagai sikap intelektual
mencakup kecepatan memberikan jawaban, penyeleasaian, dan
kemampuan menyelesaikan masalah. David Wescler juga memberi
pengertian kecerdasan sebagai suatu kapasitas umum dari individu untuk
bertindak, berpikir rasional dan berinteraksi dengan lingkungan secara
efektif (Syaiful Sagala, 2010: 82).Sehingga dapat diartikan pula bahwa
kecerdasan atau Intelligensi adalah kemampuan untuk menguasai kemampuan tertentu.
Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan membaca, menulis
dan berhitung yang merupakan keterampilan kata dan angka yang menjadi fokus di pendidikan
formal (sekolah), dan sesungguhnya mengarahkan seseorang untuk mencapai sukses di bidang
akademis. Tetapi definisi keberhasilan hidup tidak hanya itu saja. Pandangan baru yang
berkembang mengatakan bahwa ada kecerdasan lain di luar kecerdasan intelektual (IQ), seperti
bakat, ketajaman pengamatan sosial, hubungan sosial, kematangan emosional, dan lain-lain yang
harus juga dikembangkan.
Emosi menurut Goleman (2005: 7) pada dasarnya adalah
dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah
yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi.Akar kata
emosi adalah movere, kata kerja dalam Bahasa Latin adalah
menggerakkan atau bergerak. Kecenderungan bergerak merupakan hal
mutlak dalam emosi. Emosi memancing tindakan, emosi menjadi akar
dorongan untuk bertindak terpisah dari reaksi-reaksi yang tampak di
mata. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Anthony Dio Martin,
2003: 91) emosi di definisikan sebagai (1) luapan perasaan yang
berkembang dan surut dalam waktu singkat (2) keadaan dan reaksi
psikologis dan fisiologis
Selama ini banyak orang menganggap bahwa jika seseorang memiliki tingkat kecerdasan
intelektual (IQ) yang tinggi, maka orang tersebut memiliki peluang untuk meraih kesuksesan
yang lebih besar di banding orang lain. Pada kenyataannya, ada banyak kasus di mana seseorang
yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi tersisih dari orang lain yang tingkat
kecerdasan intelektualnya lebih rendah. Ternyata IQ (Intelligence Quotient) yang tinggi tidak
menjamin seseorang akan meraih kesuksesan.

Daniel Goleman, seorang profesor dari Universitas Harvard menjelaskan bahwa ada
ukuran/patokan lain yang menentukan tingkat kesuksesan seseorang. Dalam bukunya yang
terkenal, Emotional Intelligence, membuktikan bahwa tingkat emosional manusia lebih mampu
memperlihatkan kesuksesan seseorang.
Intelligence Quotient (IQ) tidak dapat berkembang. Jika seseorang terlahir dengan
kondisi IQ sedang, maka IQ-nya tidak pernah bisa bertambah maupun berkurang. Artinya, jika
seseorang terlahir dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cukup, percuma saja dia mencoba
dengan segala cara untuk mendapatkan IQ yang superior (jenius), begitu pula sebaliknya. Tetapi,
Emotional Quotient(EQ) dapat dikembangkan seumur hidup dengan belajar.
Kecerdasan Emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga
meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, dan contoh-contoh
yang didapat seseorang sejak lahir dari orang tuanya. Kecerdasan Emosi menyangkut banyak
aspek penting, yang agaknya semakin sulit didapatkan pada manusia modern, yaitu:

empati (memahami orang lain secara mendalam)

mengungkapkan dan memahami perasaan

mengendalikan amarah

kemandirian

kemampuan menyesuaikan diri

disukai

kemampuan memecahkan masalah antar pribadi ketekunan

kesetiakawanan

keramahan

sikap hormat

Orang tua adalah seseorang yang pertama kali harus mengajarkan kecerdasan emosi kepada
anaknya dengan memberikan teladan dan contoh yang baik. Agar anak memiliki kecerdasan
emosi yang tinggi, orang tua harus mengajar anaknya untuk :

membina hubungan persahabatan yang hangat dan harmonis

bekerja dalam kelompok secara harmonis

berbicara dan mendengarkan secara efektif

mencapai prestasi yang lebih tinggi sesuai aturan yang ada (sportif)

mengatasi masalah dengan teman yang nakal

berempati pada sesama

memecahkan masalah

mengatasi konflik

membangkitkan rasa humor

memotivasi diri bila menghadapi saat-saat yang sulit

menghadapi situasi yang sulit dengan percaya diri

menjalin keakraban

Jika seseorang memiliki IQ yang tinggi, ditambah dengan EQ yang tinggi pula, orang
tersebut akan lebih mampu menguasai keadaan, dan merebut setiap peluang yang ada tanpa
membuat masalah yang baru.
Istilah kecerdasan emosional pertama kali dikemukakan oleh psikolog Peter Saloveny
dari Harvard university dan John Mayer dari Universitas of New Hampshire pada tahun 1990

yang bertujuan untuk menjelaskan kualitas-kualitas emosional yang penting bagi keberhasilan
seseorang. Kualitas tersebut meliputi : empati, mengungkapkan dan memahami perasaan,
mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan
menyelesaikan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat
Saloveny dan Mayer mula-mula mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian
dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi, baik emosi
diri sendiri maupun orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi ini untuk
membimbing pikiran dan tindakan (Lawrence E. Shapiro, 1997 : 5 - 8).
Istilah kecerdasan emosional muncul secara luas pada pertengahan tahun
1990-an. Sebelumnya Gardner (Goleman, 2009:51-53) mengemukakan 8
kecerdasan pada manusia (kecerdasan majemuk). Menurut Goleman
(2009:50) menyatakan bahwa kecerdasan majemuk yang dikemukakan oleh
Gardner adalah manisfestasi dari penolakan akan pandangan intelektual
quotient (IQ). Salovey (Goleman, 2009:57), menempatkan kecerdasan
pribadi dari Gardner sebagai definisi dasar dari kecerdasan emosional.
Kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan
antar pribadi dan kecerdasan intrapribadi. Kecerdasan emosi dapat
menempatkan emosi individu pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan
mengatur suasana hati. Koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan
sosial yang baik.
Menurut Wibowo (2002) dalam Melandy dan Aziza (2006) kecerdasan emosional adalah
kecerdasan untuk menggunakan emosi sesuai dengan keinginan, kemampuan untuk mengendalikan
emosi sehingga memberikan dampak yang positif. Kecerdasan emosional dapat membantu
membangun hubungan dalam menuju kebahagiaan dan kesejahteraan. Sedangkan menurut Cooper
dan Sawaf (1998) dalam Mutadin (2002) kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan,
memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi,
informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi. Menurut Salovey dan Mayer, dalam Rissyo dan
Aziza (2006), Pencipta istilah kecerdasan emosional, mendefinisikan kecerdasan emosional adalah
kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu
pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga
membantu perkembangan emosi dan intelektual.

Pendapat lain dikemukakan Daniel Goleman (2001 : 512) bahwa kecerdasan emosional
atau Emotional Intelligence (EI) merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan
perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan dalam hubungannya dengan orang
lain. Dengan demikian EI mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda tetapi saling

melengkapi dengan IQ. Berdasarkan pendapat ini, maka seseorang dianggap ideal jika dapat
menguasai keterampilan kognitif (daya pikir), sekaligus keterampilan sosial dan emosional. Ciriciri kecerdasan emosional menurut Goleman (2002 : 45) diantaranya : memiliki kemampuan
dalam memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati,
tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, menjaga agar beban stres tidak
mengurangi kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa.
Lebih lanjut Goleman (2002 : xiii) menyatakan aspek-aspek kecerdasan
emosional mencakup kemampuan : pengendalian diri, semangat dan
ketekunan, memotivasi diri sendiri.
Aspek-aspek kecerdasan emosional tersebut selanjutnya diperluas
menjadi beberapa kemampuan yang lain yang menurut Solovey (Goleman,
2002 : 57 59) merupakan kemampuan utama, yaitu kemampuan untuk :
mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali
emosi orang lain, dan membina hubungan antar sesama.
Mayer dan Salovey (Makmun Mubayidh 2006:15) mendefinisikan
bahwa:
Kecerdasan emosi sebagai suatu kecerdasan sosial yang berkaitan
dengan kemampuan individu dalam memantau baik emosi dirinya
maupun emosi orang lain, dan juga kemampuannya dalam
membedakan emosi dirinya dengan emosi orang lain, dimana
kemampuan ini digunakan untuk mengarahkan pola pikir dan
perilakunya.
Sejalan dengan itu, Robert dan Cooper (Ary Ginanjar Agustian,
2001:44) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan
merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan
emosi sebagai sumber energi, emosi, koneksi dan pengaruh yang
manusiawi. Individu yang mampu memahami emosi individu lain, dapat
bersikap dan mengambil keputusan dengan tepat tanpa menimbulkan
dampak yang merugikan kedua belah pihak. Emosi dapat timbul setiap
kali individu mendapatkan rangsangan yang dapat mempengaruhi kondisi
jiwa dan menimbulkan gejolak dari dalam. Emosi yang dikelola dengan
baik dapat dimanfaatkan untuk mendukung keberhasilan dalam berbagai
bidang karena pada waktu emosi muncul, individu memiliki energi lebih
dan mampu mempengaruhi individu lain. Segala sesuatu yang dihasilkan
emosi tersebut bila dimanfaatkan dengan benar dapat diterapkan sebagai
sumber energi yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas,mempengaruhi
orang lain dan menciptakan hal-hal baru.

Menurut Shapiro (2001:5) mendefinisikan kecerdasan emosional


sebagai himpunan suatu fungsi jiwa yang melibatkan kemampuan
memantau intensitas perasaan atau emosi, baik pada diri sendiri maupun
pada orang lain. Individu memiliki kecerdasan emosional tinggi memiliki
keyakinan tentang dirinya sendiri, penuh antusias, pandai memilah
semuanya dan menggunakan informasi sehingga dapat membimbing
pikiran dan tindakan.
Davies (Casmini, 2007: 17) menjelaskan bahwa kecerdasan emosi
adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosi dirinya sendiri
dan orang lain, membedakan satu emosi dengan lainnya dan
menggunakan informasi tersebut untuk menuntun proses berpikir dan
berperilaku seseorang.
Menurut Suharsono (2004 : 120 121), kecerdasan emosional tidak
hanya

berfungsi

untuk

pengendalian

diri,

tetapi juga

mencerminkan

kemampuan dalam mengelola ide, konsep, karya, maupun produk. Ada


banyak keuntungan bila seseorang memiliki kecerdasan emosional secara
memadai, diantaranya :
a. Mampu menjadi alat untuk pengendalian diri, sehingga seseorang tidak
terjerumus ke dalam tindakan-tindakan bodoh yang merugikan diri sendiri
maupun orang lain.
b. Dapat

diimplementasikan

sebagai

cara

untuk

memasarkan

atau

membesarkan ide, konsep, bahkan produk.


c. Modal

penting

bagi

seseorang

untuk

mengembangkan

bakat

kepemimpinan dalam bidang apapun.


Kesimpulan yang dapat diperoleh mengenai pengertian
kecerdasan emosi adalah jenis kecerdasan yang fokusnya memahami,
mengenali, merasakan, mengelola dan memimpin perasaan sendiri dan
orang lain serta mengaplikasikannya dalam kehidupan pribadi dan sosial.
Kecerdasan dalam memahami, mengenali, meningkatkan, mengelola dan
memimpin motivasi diri sendiri dan orang lain serta mengaplikasikannya
dalam kehidupan pribadi dan sosial.
Kecerdasan dalam memahami, mengenali, meningkatkan,
mengelola dan memimpin motivasi diri sendiri dan orang lain untuk
mengoptimalkan fungsi energi, informasi, hubungan dan pengaruh bagi
pencapaian-pencapaian tujuan yang dikehendaki dan ditetapkan.
Menurut Goleman (2003) dalam Nuraini (2007) terdapat lima dimensi atau komponen kecerdasan
emosional (EQ) yaitu:
1. Pengenalan diri (Self awareness)

Menurut Mutadin (2002), kesadaran diri dalam mengenali perasaan


sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Pada
tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar
timbul pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan untuk mencermati
perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan.
Sehingga tidak peka akan perasaan sesungguhnya yang berakibat buruk bagi
pengambilan keputusan suatu masalah. Gea et al. (2002) dalam Melandy dan Aziza (2006), mengenal
diri berarti memahami kekhasan fisiknya, kepribadian, watak dan temperamennya, mengenal bakatbakat alamiah yang dimilikinya serta punya gambaran atau konsep yang jelas tentang diri sendiri
dengan segala kesulitan dan kelemahannya. Ada beberapa cara untuk mengembangkan kekuatan dan
kelemahan dalam pengenalan diri yaitu introspeksi diri, mengendalikan diri,
membangun kepercayaan diri, mengenal dan mengambil inspirasi dari tokohtokoh
teladan, dan berpikir positif dan optimis tentang diri sendiri.
2. Pengendalian diri (self regulation)
Menurut Goleman (2000) dalam Nuraini (2007) Pengendalian diri
merupakan sikap hati-hati dan cerdas dalam mengatur kehidupan, keseimbangan
dan kebijakan yang terkendali, dan tujuannya adalah untuk keseimbangan emosi,
bukan menekan emosi, karena setiap perasaan mempunyai nilai dan makna.
3. Motivasi (motivation)
Menurut Goleman (2000) dalam Nuraini (2007) Motivasi
didefinisikan sebagai suatu konsep yang digunakan jika menguraikan
kekuatan-kekuatan yang bekerja terhadap diri individu untuk memulai dan
mengarahkan perilaku atau segala sikap yang menjadi pendorong timbulnya
suatu perilaku.
Motivator yang paling berdaya guna adalah motivator dari dalam,
bukan dari luar. Keinginan untuk maju dari dalam diri mahasiswa akan
menimbulkan semangat dalam meningkatkan kualitas mereka. Para
mahasiswa yang memiliki upaya untuk meningkatkan diri akan menunjukkan
semangat juang yang tinggi ke arah penyempurnaan diri yang merupakan inti
dari motivasi untuk meraih prestasi.
4. Empati (empathy)
Menurut Goleman (2000) dalam Nuraini (2007) Empati adalah perasaan
simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagi pengalaman
atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain. Empati atau
mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika
seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan
terampil membaca perasaan orang lain.
5. Keterampilan sosial (Social skills)
Menurut Jones (1996) dalam Melandy dan Aziza (2006), kemampuan
membina hubungan dengan orang lain adalah serangkaian pilihan yang dapat
membuat anda mampu berkomunikasi secara efektif dengan orang yang
berhubungan dengan anda atau orang lain yang ingin anda hubungi.

Sedikit berbeda dengan pendapat Goleman, menurut Tridhonanto (2009:5)


aspek kecerdasan emosi adalah:
a. Kecakapan pribadi, yakni kemampuan mengelola diri sendiri.
b. Kecakapan sosial, yakni kemampuan menangani suatu hubungan.
c. Keterampilan sosial, yakni kemampuan menggugah tanggapan yang
dikehendaki orang lain.

Aspek aspek kecerdasan emosi yang dikemukakan Goleman setelah


peneliti kaji lebih jauh merupakan jabaran dari pendapat Al Tridhonanto.
Dalam kecakapan pribadi menurut Al Tridhonanto terdapat aspek-aspek
kecerdasan emosi menurut Goleman yaitu; mengenali emosi diri, mengelola
emosi diri dan memotivasi diri sendiri . Kemudian dalam kecakapan sosial
menurut Al Tridhonanto juga terdapat aspek kecerdasan emosi menurut
Goleman yaitu mengenali emosi orang lain. Sedangkan ketrampilan social
menurut Al Tridhonanto terdapat aspek kecerdasan emosi menurut Goleman
yaitu membina hubungan.
Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini menggunakan aspek-aspek
dalam kecerdasan emosi dari Goleman yang meliputi: mengenali emosi diri,
mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan
membina hubungan dikarenakan aspek aspek menurut Goleman mencakup
keseluruhan dan lebih terperinci.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi


Kecerdasan emosi tidak ditentukan sejak lahir tetapi dapat dilakukan
melalui proses pembelajaran. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kecerdasan emosi individu menurut Goleman (2009:267-282), yaitu:
a. Lingkungan keluarga. Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama
dalam mempelajari emosi. Peran serta orang tua sangat dibutuhkan
karena orang tua adalah subyek pertama yang perilakunya
diidentifikasi, diinternalisasi yang pada akhirnya akan menjadi bagian
dari kepribadian anak. Kecerdasan emosi ini dapat diajarkan pada saat
anak masih bayi dengan contoh-contoh ekspresi. Kehidupan emosi
yang dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi anak kelak di
kemudian hari, sebagai contoh: melatih kebiasaan hidup disiplin dan
bertanggung jawab, kemampuan berempati, kepedulian, dan
sebagainya. Hal ini akan menjadikan anak menjadi lebih mudah untuk
menangani dan menenangkan diri dalam menghadapi permasalahan,
sehingga anak-anak dapat berkonsentrasi dengan baik dan tidak
memiliki banyak masalah tingkah laku seperti tingkah laku kasar dan
negatif.
b. Lingkungan non keluarga. Dalam hal ini adalah lingkungan
masyarakat dan lingkungan penduduk. Kecerdasan emosi ini
berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan mental anak.
Pembelajaran ini biasanya ditunjukkan dalam aktivitas bermain anak
seperti bermain peran. Anak berperan sebagai individu di luar dirinya
dengan emosi yang menyertainya sehingga anak akan mulai belajar
mengerti keadaan orang lain. Pengembangan kecerdasan emosi dapat
ditingkatkan melalui berbagai macam bentuk pelatihan diantaranya
adalah pelatihan asertivitas, empati dan masih banyak lagi bentuk

pelatihan yang lainnya.


Menurut Le Dove (Goleman 1997:20-32) bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosi antara lain:
a. Fisik. Secara fisik bagian yang paling menentukan atau paling
berpengaruh terhadap kecerdasan emosi seseorang adalah anatomi
saraf emosinya. Bagian otak yang digunakan untuk berfikir yaitu
konteks (kadang kadang disebut juga neo konteks). Sebagai bagian
yang berada dibagian otak yang mengurusi emosi yaitu system limbik, tetapi
sesungguhnya antara kedua bagian inilah yang menentukan
kecerdasan emosi seseorang.
1) Konteks. Bagian ini berupa bagian berlipat-lipat kira kira 3
milimeter yang membungkus hemisfer serebral dalam otak.
Konteks berperan penting dalam memahami sesuatu secara
mendalam, menganalisis mengapa mengalami perasaan tertentu
dan selanjutnya berbuat sesuatu untuk mengatasinya. Konteks
khusus lobus prefrontal, dapat bertindak sebagai saklar peredam
yang memberi arti terhadap situasi emosi sebelum berbuat sesuatu.
2) Sistem limbik. Bagian ini sering disebut sebagai emosi otak yang
letaknya jauh didalam hemisfer otak besar dan terutama
bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan implus. Sistem
limbik meliputi hippocampus, tempat berlangsungnya proses
pembelajaran emosi dan tempat disimpannya emosi. Selain itu ada
amygdala yang dipandang sebagai pusat pengendalian emosi pada
otak.
b. Psikis. Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian individu,
juga dapat dipupuk dan diperkuat dalam diri individu.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat dua
faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang yaitu secara
fisik dan psikis. Secara fisik terletak dibagian otak yaitu konteks dan
sistem limbik, secara psikis diantarnya meliputi lingkungan keluarga dan
lingkungan non keluarga.
Menurut Goleman (2005: 274) ada tujuh unsur kemampuan
anak yang berkaitan erat dengan kecerdasan emosi adalah
a. Keyakinan
Perasaan kendali dan penguasaan seseorang terhadap tubuh,
perilaku, dan dunia; perasaan anak bahwa ia lebih cenderung
berhasil daripada tidak dalam apa yang dikerjakannya,dan
bahwa orang-orang dewasa akan bersedia menolong.
b. Rasa ingin tahu
Perasaan bahwa menyelidiki sesuatu itu bersifat positif dan
menimbulkan kesenangan.
c. Niat
Hasrat dan kemapuan untuk berhasil, dan untuk bertindak

berdasarkan niat itu dengan tekun, ini berkaitan dengan perasaan


terampil, perasaan efektif.
d. Kendali diri
Kemampuan untuk menyesuaikan dan mengendalikan tindakan
dengan pola yang sesuai dengan usia; suatu rasa kendali
batiniah.
e. Keterkaitan
Kemampuan untuk melibatkan diri dengan orang lain
berdasarkan pada perasaan saling memahami.
f. Kecakapan berkomunikasi
Keyakinan dan kemampuan verbal untuk bertukar gagasan,
perasaan dan konsep dengan orang lain. Ini ada kaitannya
dengan rasa percaya pada orang lain dan kenikmatan terlibat
dengan orang lain, termasuk orang dewasa
g. Koperatif
Kemampuan untuk menyeimbangkan kebutuhannya sendiri
dengan kebutuhan orang lain, termasuk orang dewasa.
Apabila unsur-unsur di atas dapat terpenuhi dengan baik,
akan mempermudah peserta didik untuk mencapai keberhasilan
dalam menguasai, mengelola emosi dan memotivasi diri yang
berkaitan erat dengan kecerdasan emosi.
Seseorang akan memiliki kecerdasan emosi yang berbeda-beda.
Ada yang rendah, sedang maupun tinggi. Dapsari (Casmini, 2007: 24)
megemukakan ciri-ciri kecerdasan emosi yang tinggi antara lain :
a. Optimal dan selalu berpikir positif pada saat menangani situasisituasi
dalam hidup. Seperti menagani peristiwa dalam hidupnya dan
menangani tekanan-tekanan masalah pribadi yang dihadapi.
b. Terampil dalam membina emosi
Terampil di dalam mengenali kesadaran emosi diri dan ekspresi
emosi dan kesadaran emosi terhadap orang lain.
c. Optimal pada kecakapan kecerdasan emosi meliputi : intensionalitas,
kreativitas, ketangguhan, hubungan antar pribadi, ketidakpuasan
konstruktif
d. Optimal pada emosi belas kasihan atau empati, intuisi, kepercayaaan,
daya pribadi, dan integritas.
e. Optimal pada kesehatan secara umumkualitas hidup dan kinerja yang
optimal.
Kategori kecerdasan emosi
Kecerdasan emosi seseorang dapat pula dikategorikan seperti
halnya kecerdasan inteligensi.Tetapi kategori tersebut hanya dapat
diketahui setelah seseorang melakukan tes kecerdasan emosi. Dalam penelitian ini juga akan
diketahui anak yang memiliki kecerdasan emosi
tinggi, rendah maupun sedang. Hal tersebut dapat dilihat setelah anak
melakukan tes kecerdasan emosi. Kategorisasi kecerdasan emosi akan

diketahui pada skor tertentu, tergantung pada jenis kecerdasan emosinya.


Pada bab selanjutnya akan dijabarkan skor-skor yang menjadi kategori
kecerdasan emosi tinggi, rendah dan sedang terhadap hasil belajar
matematika pada materi pecahan yang diberikan.
Adapun ciri-ciri seseorang dikatakan memiliki kecerdasan emosi
yang tinggi apabila ia secara sosial mantap, mudah bergaul dan jenaka.
Tidak mudah takutatau gelisah, mampu menyesuaikan diri dengan beban
stres.Memiliki kemampuan besar untuk melibatkan diri dengan orangorang
atau permasalahan, untuk mengambil tanggung jawab dan
memiliki pandangan moral. Kehidupan emosional mereka kaya, tetapi
wajar, memiliki rasa nyaman terhadap diri sendiri, orang lain serta
lingkungannya (Goleman, 2005: 60-61).
Seseorang dikatakan memiliki kecerdasan emosi rendah apabila
seseorang tersebut tidak memiliki keseimbangan emosi, bersifat egois,
berorientasi pada kepentingan sendiri.Tidak dapat menyesuaian diri
dengan beban yang sedang dihadapi, selalu gelisah.Keegoisan
menyebabkan seseorang kurang mampu bergaul dengan orang-orang
disekitarnya.Tidak memiliki penguasaan diri, cenderung menjadi budak
nafsu dan amarah. Mudah putus asa dan tengelam dalam kemurungan
(Goleman, 2005: xi-xv).

BACA FILE KECERDASAN EMOSI.pdf

Anda mungkin juga menyukai