Anda di halaman 1dari 5

KECERDASAN EMOSI (EQ)

Pengertian Kecerdasan Emosional Menurut Para Ahli, Definisi, Faktor - Istilah


kecerdasan emosi pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikologi Peter
Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire
untuk menerangkan kualiti-kualiti emosi yang tampaknya penting bagi keberhasilan
Faktor Kecerdasan Emosi.

Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosi atau yang sering disebut
EQ sebagai himpunan dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau
perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilih kesemuanya
dan menggunakan informasi ini untuk membimbing fikiran dan tindakan. (Shapiro,
1998:8).

Daniel Goleman (1999), adalah salah seorang yang mempopularkan jenis


kecerdasan manusia lainnya yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat
mempengaruhi terhadap prestasi seseorang, iaitu kecerdasan emosi, yang diketahui
sebagai Emotional Quotient (EQ). Menurut Goleman (2002 : 512), kecerdasan emosi
adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to
manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan
pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui
keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan
sosial.

Sebuah model pelapor lain tentang kecerdasan emosi diajukan oleh Bar-On
pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, yang mendefinisikan kecerdasan
emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tututan dan
tekanan lingkungan (Goleman, 2000 :180).
Steiner (1997) menjelaskan pengertian kecerdasan emosional adalah suatu
bentuk kemampuan (abiliti) untuk memahami emosi diri sendiri dan orang lain, serta
mengetahui bagaimana emosi diri sendiri diespresikan untuk meningkatkan EQ sebagai
kekuatan pribadi.

Selain itu, Patton (1998) mengemukakan kecerdasan emosi sebagai


kemampuan untuk mengetahui emosi secara efektif untuk mencapai tujuan, dan
membangunkan hubungan yang produktif dan dapat meraikan keberhasilanya.

Selain itu, Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahawa kecerdasan emosi
adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan
kepekaan emosi sebagai sumber kekuatan dan pengaruh yang manusia. Kecerdasan
emosi menuntut perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan
orang lain serta menanggapnya dengan tepat, menerapkan secara efektif kekuatan
emosi dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Sternberg (1995), kecerdasan kejayaan terdiri daripada tiga


kecerdasan iaitu kecerdasan komponential, kecerdasan pengalaman dan kecerdasan
konteks. Kecerdasan komponential merujuk kepada keupayaan untuk memikir secara
abstrak dan memproses maklumat. Kecerdasan pengalaman pula meruju kepada
keupayaan untuk membina idea baru dan menggabungkan idea lama. Kecerdasan
konteks merujuk kepada keupayaan untuk menyesuaikan diri dengan konteks tertentu
dengan membentuk semula persekitaran berkenaan

Selanjutnya Howes dan Herald (1999) mengatakan pada intinya, kecerdasaan


emosi merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan
emosi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa emosi manusia berada diwilayah dari perasaan
lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan
dihormati, kecerdasaan emosi menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan
lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.
Dulewicz dan Higgs (1990) mendefinasikan kecerdasan emosi sebagai
kecerdasan mengenai kesedaran dan mengurus perasaan dan emosi diri, sensitif dan
mempengaruhi orang lain, memotivasi dan mengimbangkan motivasi dan memantau
diri supaya mencapai intuisi, ketelitian (conscientiousness) dan tingkah laku beretika.

Dari beberapa pengertian tersebut ada kecenderungan bahawa kecerdasan


emosi adalah kemampuan mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan mengolah emosi dengan baik pada
diri sendiri dan orang lain.

KEPENTINGAN KONSEP KOMPETENSI KECERDASAN EMOSI


KEPADA KARIER SESEORANG GURU.

Kompetensi kecerdasan emosi boleh didefinisikan sebagai kebolehan untuk


mengecam perasaan diri sendiri dan juga perasaan orang lain serta memotivasikan diri
untuk mengurus emosi diri serta perhubungan kita dengan orang lain dengan baik.
Kecerdasan emosi banyak dipelajari di dalam hidup kita dan kompetensi kita boleh
berkembang sepanjang hidup kita. Kecerdasan Emosi juga dipanggil EQ (Emotinal
Quotient) seperti IQ (Intelligence Quotient). EQ meninggalkan kesan yang mendalam
dalam keseluruhan aspek dalam kehidupan seseorang individu khasnya kepada
seorang pendidik.

Guru merupakan profesi yang sangat mulia yang berperan mendidik siswa ke
arah yang lebih baik. Untuk membimbing, guru perlu memiliki ciri-ciri tersendiri yang
mungkin tidak sama dengan profesion lain. Guru perlu mengusai ilmu dalam bidang
kepakaranya dengan baik, dan guru juga perlu menguasai ilmu dan kemahiran
mengenai kaedah yang boleh membuat suasana pengajaran yang lebih efektif
(McNergney dan Herbert 1998; Mohd. Sani 2002; Kamarul Azmi & Ab. Halim 2008).
Justeru, ciri kedua ini mengisyaratkan guru perlu kepada ilmu psikologi, agar tugas
mendidik dapat dilaksanakan dengan lebih efektif.

Guru yang baik adalah guru yang sentiasa membina keunggulan akhlak
siswanya. Justeru, guru tidak hanya mementingkan nilai akademik siswa, tetapi mereka
perlu mendidik secara seimbang (Tajul Arifin & Nor Aini Dan 2002; Kamarul Azmi & Ab.
Halim 2008). Guru profesional sentiasa siap untuk meningkatkan kualiti dan prestasi diri
melalui latihan profesionalisme (Tajul Arifin & Nor Aini Dan 2002; Rohaty 2002; Mohd.
Sani, Izham & Jainabee 2008). Rohaty (2002) menggariskan beberapa ciri kepribadian
guru untuk membantu mereka mencapai cita-cita yang digariskan melalui tujuan
pendidikan, seperti guru mestilah bersikap ramah, memiliki sifat empati, suka belajar,
amanah, bertanggungjawab dan mempertahankan etika professional.
Kemahiran guru dalam aspek psikologi, seperti kemahiran EQ perlu ditingkatkan untuk
tujuan memperkukuhkan ciri-ciri yang disebutkan itu. Kemahiran EQ dimaksudkan
adalah seperti kesedaran guru terhadap diri sendiri, kemampuan guru mengendalikan
diri, selalu memotikan diri, empati, memiliki cara bersosial yang baik, memiliki kekuatan
spritual dan selalu belajar melalui pengalaman yang disebut dengan istilah
kematangan.

Menurut Dadang Hawari (2003) pendidik yang memiliki EQ yang tinggi mampu
mengendalikan diri dengan baik, sabar dalam mendidik, tekun, tidak mudah bertindak
secara agresif apa lagi sampai mencederakan pelajar, serta sentiasa berfikiran positif
dalam menjalankan tugas sebagai pendidik. Untuk memperoleh EQ yang tinggi individu
sepatutnya mendapatkan bimbingan semenjak dari awal lagi, cara yang paling
sederhana adalah melalui contoh yang ditunjukkan oleh ibubapa di rumah. Ketika
memasuki alam persekolahan, pelajar banyak menghabiskan masanya di sekolah,
untuk itu guru-guru sepatutnya tidak hanya pandai memindahkan ilmu pengetahuan
tetapi juga dapat memberikan contoh yang baik kepada pelajar

Secara tidak langsung masih terdapat sebahagian guru yang belum


mengamalkan sepenuhnya etika kerja profesi yang menjadi pilihan mereka. Pertanyaan
adalah, apakah yang akan terjadi sekiranya guru kurang menyedari bahawa dirinya
adalah sebagai seorang guru? Apakah yang akan terjadi sekiranya guru kurang
memiliki rasa empati, dan sebagainya... dan seterusnya? Kamarul Azmi & Ab. Halim
(2008) menyatakan baahwa guru perlu berusaha meletakan diri mereka pada
kedudukan yang lebih baik dan terhormat di kalangan pelajar, ini kerana guru tersebut
merupakan contoh teladan, bukan hanya kepada pelajar mereka, malah kepada
ibubapa dan masyarakat sekelilingya.

Secara kesimpulanya, tahap pencapaian kecerdasan emosi guru akan


menentukan tahap pencapaian kecerdasan emosi pelajar melalui pengwujudan
suasana bilik darjah yang menyokong perkembangan emosi secara sihat.

Anda mungkin juga menyukai