Anda di halaman 1dari 6

KECERDASAN EMOSI

Orang sering beranggapan bahwa yang sangat penting adalah kecerdasan otak saja,
sedangkan kemampuan lain menjadi kurang penting. Namun akhir-akhir ini mitos itu
disanggah dengan berbagai macam bukti bahwa yang menentukan sukses dalam hidup
sesorang adalah kecerdasan emosinya,. Kalau kecerdasan otak sangat bergantung pada faktor
genetik dan sulit untuk diubah, maka tidak demikian dengan kecerdasan emosi yang dapat
ditingkatkan untuk meraih sukses da;lam kehidupan.
Menurut (Winkel, 1997) yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah
kemampuan seseorang untuk mengerti, memahami serta mengatur suasana hati agar tidak
melumpuhkan kejelasan berfikir otak rasional, tetapi mampu menunjukkan beberapa
kecakapan, baik itu secara pribadi maupun antar pribadi.
Menurut Coper dan Sawaf (2002: 25), kecerdasan emosional adalah kemampuan
merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai
sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh manusia.
Pendapat lain mengenai kecerdasan emosional disampaikan oleh Carter (2010: 1)
bahwa orang yang memiliki soft competency sering disebut memiliki kecerdasan emosional
atau emotional intelligence adalah kemampuan menyadari emosi diri sendiri dan emosi orang
lain. Emosi mempengaruhi tingkah laku seseorang, seperti memperkuat atau melemahkan
semangat, menganggu konsentrasi belajar, dan mempengaruhi penyesuaian sosial serta sikap
seseorang. Hal ini sesuai dengan pendapat Syamsu (2009: 115) yang mengatakan bahwa
emosi dapat mempengaruhi perilaku individu.
Kecerdasan emosi (EI) adalah sejumlah kemampuan dan keterampilan yang berkaitan
dengan pembinaan hubungan sosial dengan lingkungan yang merujuk pada kemampuan
mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan
kemampuan mengelola emosi dengan baik dan dalam hubungan dengan orang lain. Goleman,
seorang peneliti dalam bidang kecerdasan emosi mengatakan bahwa kecerdasan emosi
merupakan aspek psikologis yang sangat dominan dalam menentukan sukses dalam hidup
( 80% ) ( Mangkunegara, 2010:93 ). Hal ini diakui bahwa mereka yang memiliki IQ rendah
dan mengalami keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin tidak
mampu mengikuti pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia mereka. Namun
fenomena yang ada menunjukan bahwa tidak sedikit orang dengan IQ tinggi yang belajar
rendah, dan ada banyak orang dengan IQ sedang yang dapat mengungguli prestasi belajar
orangdengan IQ tinggi. Hal ini menunjukan bahwa IQ tidak selalu dapat memperkirakan
prestasi belajar seseorang.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Goleman menguraikan tentang tingkatan
flooding yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki akan banyak diam bila
dalam keadaan itu dan perempuan akan banyak bicara. Secara fisiologis laki-laki akan
mengurangi reaksi saraf otonomnya dalam keadaan diam dan reaksi fisiologis perempuan
justru meningkat jika melihat pasangannya diam membisu. Lalu dapat diambil kesimpulan
dari contoh penelitian ini bahwasannya perempuan disebut lebih dapat mengenali emosi
orang lain daripada laki-laki.
Lalu Goleman menganjurkan adanya pertengkaran yang baik dengan cara
menenangkan diri, dialog batin, mendengarkan dan berbicara apa adanya dan berlatih. Selain
itu juga bisa digunakan manajemen yang berlandaskan perasaan. Disini Goleman
mengungkapkan betapa pentingnya menyesuaikan emosi orang lain untuk menunjukkan
kepemimpinan yang peka terhadap bantuan orang lain. Emosi positif dapat meningkatkan
kekebalan tubuh dan emosi negatif merupakan racun. Telah dikaji tentang
psikoneuroimunologi yaitu kaitan antara gejolak emosi terutama saat stress dengan aktivitas
saraf dan kekebalan tubuh. Hasil penelitian membuktikan bahwa dalam keadaan stress,
imunitas dapat menurun. Untuk itu Goleman menyarankan penggunaan kecerdasan emosi
saat menghadapi tindakan medis atau pengobatan pada umumnya yang juga merupakan
sumber stress.
Adanya kesempatan emas, keluarga adalah salah satu tempat yang baik untuk melatih
kecerdasan emosi. Lalu Goleman menyebutkan tujuh kemampuan yang berkaitan erat dengan
kecerdasan emosi adalah keyakinan, rasa ingin tau, niat, kendali diri, keterkaitan, kecakapan
berkomunikasi, kooperatif.
Selanjutnya kecerdasan emosi diadaptasi oleh Daniel Goleman (Nggermanto,
2001:166) menjadi sebagai berikut.
a) Kesadaran diri mengetahui apa yang kita rasakan suatu saat dan menggunakannya
untuk mengambil keputusan diri sendiri; memiliki tolok ukur yang realitas atas
kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
b) Pengaturan diri menangani emosi kita sedemikian sehingga berdampak positif
terhadap pelaksanaan tugas; peka terhadap kata hati dan sanggup menunda
kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran; mampu pulih kembali dari tekanan
emosi.
c) Motivasi menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakkan dan
menuntun kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak
sangat efektif, dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.
d) Empati merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif mereka,
menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-
macam orang.
e) Keterampilan sosial menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang
lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial; berinteraksi dengan
lancar; menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan
memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerja sama
dan bekerja dalam tim.
Kecerdasan emosional mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda dan saling
melengkapi dengan kemampuan kognitif murni yang telah lebih dulu dikenal, yaitu
kecerdasan akademik intelektual rasional (IQ). Meskipun IQ tinggi, tetapi EQ rendah,
biasanya tidak banyak membantu dalam semua aspek kehidupan.
IQ dan EQ mengungkapkan aktivitas-aktivitas yang berbeda dalam otak. IQ didasarkan
pada kerja neokorteks, yakni suatu lapisan yang dalam evolusi berkembang paling akhir di
bagian atas otak. Adapun pusat-pusat emosi berada di bagian otak lebih dalam yang secara
evolusi berkembang lebih duluan. Kerja-kerja otak pada bagian inilah yang mempengaruhi
EQ. Namun demikian aktivitas pusat-pusat emosi tersebut tetap selaras dengan aktivitas kerja
pusat-pusat intelektual.
EQ sangat berperan penting dalam keberhasilan hidup. Jika seseorang membuat kesal
orang lain dengan perilaku kasar, tidak tahu cara membawa dan memposisikan diri, atau
ambruk hanya karena stres sedikit saja, maka orang lain tidak akan betah bersamanya walau
setinggi apapun IQ-nya. EQ biasa disebut “street smart (pintar)”, atau kemampuan khusus
yang disebut “akal sehat”. EQ terkait dengan kemampuan membaca lingkungan sosial dan
menatanya kembali. Juga terkait dengan kemampuan memahami secara spontan apa yang
diinginkan dan dibutuhkan orang lain, demikian juga kelebihan dan kekurangan kemampuan
membaca mereka, kemampuan untuk menjadi orang yang menyenangkan sehingga
kehadirannya didambakan orang lain. Oleh karena itu, semakin tinggi EQ seseorang, semakin
besar kemungkinan untuk sukses sebagai pekerja, orang tua, manager, pelajar, dan
sebagainya.
Indikator Kecerdasan Emosional
Menurut Goleman (2009: 43) indikator kecerdasan emosional adalah sebagai berikut:
1) Kesadaran diri
2) Kesadaran sosial
3) Manajemen diri
4) Manajemen hubungan
Menurut Bar-on (2003: 17) indikator kecerdasan emosional adalah sebagai berikut:
1) Intrapersonal
2) Interpersonal
3) Kemampuan beradaptasi
4) Manajemen stress
5) Komponen mood umum

PENGARUH KECERDASAN EMOSI


Dalam Bidang Pendidikan
Keberhasilan suatu negara dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusianya bisa
ditinjau dari bidang pendidikan yang diterapkan oleh negara tersebut. Pendidikan menjadi
salah satu sarana untuk melahirkan tenaga kerja baru yang siap memberikan inovasi dan
standar baru dalam dunia kerja nantinya. Dunia pendidikan masa kini mengenal tiga
kompetensi penting yang harus dimiliki oleh seorang siswa setelah mengalami proses
pendidikan yaitu, aspek kognitif (pengetahuan umum), psikomotor (praktek), dan afektif
(sikap diri).
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia untuk mengeksplorasi
seluruh kemampuannya dengan bereksplorasi dan berkreativitas. Pendidikan dapat dilihat
sebagai salah satu kebutuhan penting manusia yang tidak dapat diabaikan khususnya dalam
persaingan dunia saat ini. Oleh karena itu, baik pendidikan yang bernaung dibawah
pemerintah maupun swasta terus berusaha untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendikan
demi menghasilkan lulusan yang kompeten dan berprestasi dalam bidang tertentu, sehingga
mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat, bangsa dan dunia. Namun apa jadinya
jika para siswa yang sedang menempuh pendidikan ini tidak memiliki kecerdasan emosi yang
baik, apakah akan berpengaruh? Mari dibahas..
1. Prestasi Siswa
Prestasi belajar merupakan hasil dari pencapaian seseorang baik itu secara
pengetahuan maupun keterampilan yang bisa dilihat dengan perolehan angka maupun
huruf. Prestasi dicapai seseorang dalam dunia pendidikan tidak serta merta dengan IQ
(Intelligence Quotient) yang tinggi seperti anggapan oleh banyak orang (Purwati &
Nurhasanah, 2016). Dengan kata lain seseorang yang memiliki IQ lebih rendah tidak
mampu mencapai prestasi yang tinggi. Hasil prestasi yang dicapai oleh seseorang
tidak saja dipengaruhi oleh aspek inteligensi namun ada aspek lain, karena seseorang
yang mempunyai inteligensi tinggi tetapi bisa saja memperoleh prestasi belajar yang
relatif rendah, sebaliknya ada peserta didik yang walaupun inteligensinya rendah,
namun dapat meraih prestasi belajar yang cukup tinggi. Dari realitas ini kita dapat
melihat bahwa prestasi belajar bukan hanya dipengaruhi kecerdasan intelektual saja
melainkan terdapat faktor-faktor lain yang juga baik secara psikologis, internal
maupun eksternal (Hartika & Mariana, 2019). Padahal selain kecerdasan intelektual
atau intellectual quotient (IQ) masih ada kecerdasan lain yang mempengaruhi prestasi
seseorang, kecerdasan tersebut adalah kecerdasan emosional (emotional quotient atau
EQ) dan kecerdasan spiritual (spiritual quotient atau SQ).
Kecerdasan emosi atau emotional quotient (EQ) mempunyai komponen yang
berbeda dengan kecerdasan intelektual, tapi komponen tersebut saling melengkapi
agar seseorang mampu mencapai kesuksesan dalam belajar. Remaja atau peserta didik
yang memiliki kecerdasan emosional yang baik kemungkinan dapat menentukan
kesuksesan prestasi belajar dan mengurangi agresivitas Penelitian terdahulu yang
dilakukan Sutrisno (2010), Atik Sayekti (2011) dan Andi Hakim (2013)
menununjukkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh signifikan terhadap
prestasi belajar.
Penelitian ini menunjukkan pentingnya kecerdasan emosional terhadap prestasi
belajar, sehingga peserta didik juga harus mengembangkan kecerdasan emosional
selain kecerdasan intelektual yang dimiliki. Peserta didik yang memiliki kecerdasan
intelektual dan kecerdasan emosional yang tinggi maka ia akan lebih mampu
memahami materi yang diajarkan dan lebih memiliki semangat untuk selalu belajar
sehingga prestasi belajar yang tinggi pun akan mudah didapat. Keterampilan
kecerdasan emosi bekerja secara sinergi dengan keterampilan kognitif, orang-orang
yang berprestasi tinggi memiliki keduanya. Makin kompleks pekerjaan, makin
penting kecerdasan emosi. Emosi yang lepas kendali dapat membuat orang pandai
menjadi bodoh. Tanpa kecerdasan emosi, orang tidak akan mampu menggunakan
kemampuan kognitif mereka sesuai dengan potensi yang maksimum.

2. Motivasi Belajar
Motivasi itu merupakan suatu tenaga (dorongan, alasan kemauan) dari dalam
yang menyebabkan kita berbuat/bertindak yang mana tindakan itu diarahkan kepada
tujuan tertentu yang hendak dicapai. Motivasi dapat dilihat dari tiga hal yaitu adanya
kebutuhan. dorongan, dan adanya tujuan. Kebutuhan, yang merupakan sagi pertama
dari motivasi akan muncul dalam diri sendiri seseorang apabila merasa ada
kekurangan pada dirinya atau dapat diartikan kebutuhan akan muncul apabila
dirasakan ada rasa ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki dan yang diharapkan.
Dorongan merupakan suatu kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka
memenuhi harapan atau tujuan. Dengan kata lain tercapainya tujuan berarti akan
mengurangi dorongan pada diri seseorang, sehingga mutu hasil belajar akan menjadi
rendah. Oleh karena itu motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus menerus
agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat, pada tempatnya diciptakan suasana
belajar yang menggembirakan.
Seseorang itu akan berhasil belajar jika pada dirinya sendiri ada keinginan untuk
belajar. Inilah prinsip dan hukum pertama dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran.
Keinginan atau dorongan untuk belajar inilah yang disebut dengan motivasi. Jadi
motivasi dalam hal ini meliputi dua hal:
(1) Mengetahui apa yang akan dipelajari
(2) Memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari.
Dengan berpijak pada ke dua unsur motivasi inilah sebagai dasar permulaan yang
baik untuk belajar. Sebab tanpa motivasi (tidak mengerti apa yang akan dipelajari dan
tidak memahami mengapa hal itu perlu dipelajari) kegiatan belajar mengajar sulit
untuk berhasil.

Sumber Referensi :
Daud. Firdaus. (2012). Pengaruh Kecerdasan Emosional (EQ) dan Motivasi Belajar terhadap
Hasil Belajar Biologi Siswa SMA 3 Negeri Kota Palopo. Vol 19. No 2. Oktober 2012.
Sulastyaningrum. Rizky,dkk. (2019). Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan
Emosional, dan Kecerdasan Spiritual terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Ekonomi
pada Peserta Didik Kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Bulu Tahun Ajaran 2017/2018.
Vol.4. No.2. 2019.
Maditia. Rima. (2021). Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Perilaku Agresif.
Sumbawa. Vol.4. No.1. Hal 49-54. Juni 2021.
Situmorang. Juliana. Betris,dkk. (2020). Pengaruh kecerdasan emosional, lingkungan
kampus, dan penggunaan media sosial terhadap prestasi belajar mahasiswa.
Yogyakarta. Vol.8. No.2. Desember 2020.

Anda mungkin juga menyukai