Anda di halaman 1dari 15

Fakultas Psikologi Diserahkan kepada:

Universitas Kristen Maranatha Dra. Endeh Azizah, M.Si, Psikolog


Bandung Trisa Genia C. Zega, M.Psi.,
Psikolog

PSIKOLOGI DASAR
“Thingking, Kecerdasan, Bahasa”

Disusun oleh:

Rayvaldi Tedjasaputra 2230129


Elyora Prica Maria Zega 2230161
Najwa Farhah Ismail 2230172
Jogia Risland Nahotson P 2230193
Diva Helena Hakim S 2230182
Fanshurina Syifa Kania Dewi 2230140
Andrea Serafina Dwi Adlinugroho 2230151

Kelompok 2
Kelas C

Diserahkan tanggal:
16 November 2022
Daftar Isi

THINKING, KECERDASAN & BAHASA...........................................................................


A. KECERDASAN EKSTREM.............................................................................................
B. KECERDASAAN EMOSIONAL.....................................................................................
C. GAGASAN MULTIPLE INTELLIGENCE OLEH HOWARD
GARDNER...........................................................................................................................
D. AREA BROCA dan WERNICKE.....................................................................................
E. BILINGUAL ENVIRONTMENT.....................................................................................
F. PENELITIAN BAHASA PADA BINATANG...............................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................
DAFTAR RUJUKAN.............................................................................................................

1
THINKING, KECERDASAN & BAHASA

A. KECERDASAN EKSTREM

Tes IQ dilakukan agar kita dapat mengetahui bahwa ada beberapa


orang yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata maupun di bawah rata-
rata. Kecerdasan ektrem adalah kecerdasaran yang dimiliki oleh
kelompok-kelompok orang yang memiliki IQ diatas rata-rata dan di bawah
rata-rata. Satu kelompok ini biasa disebut sebagai orang yang "jenius" dan
kelompok yang lainya dianggap cacat intelektual.

 Kecacatan Intelektual
Kecacatan intelektual adalalah suatu kondisi keterbatasan
kemampuan mental yang mempengaruhi fungsi dalam 3 domain . Ada
beberapa cara untuk mendefinisikan hal tersebut. yang pertama orang
tersebut menunjukan kekurangan dalam kemampuan mental. yang kedua
adalah keterampilan yang dimiliki seseorang untuk bisa hidup mandiri
atau biasa disebut perilaku adaptif. Cacat intelektual ini terjadi pada 1%
populasi. (American Psychiatric Association, 2013).
Dampak fungsi domain yaitu:
A. Konseptual (memori, penalaran, bahasa, membaca,
menulis, matematika dan keterampilan akademik lainnya)
B. Sosial (empati, penilaian sosial, komunikasi interpersonal,
kemampuan lain yang berdampak pada kemampuan dalam
membuat dan memelihara pertemanan)
C. Praktis ( keterampilan manajemen diri dan tanggung jawab)
(American Psychiatric Association, 2013).

Kondisi hidup yang tidak sehat dapat mempengaruhi perkembangan


otak yang menjadi peyebab dari kecatatan intelektual. Penyebab lainnya
yaitu kekurangan oksigen dari lahir, kerusakan janin dalam kandungan

2
akiibat penyakit, infeksi atau penggunaan obat-obatan pada ibu, penyakit
dan kecelakaan selama masa kanak-kanak. (Murphy et al., 1998)
 Giftedness
Giftedness ialah orang-orang yang memiliki kemampuan lebih dari
pada orang lain seperti siswa A+, atlet bintang, musisi yang
memiliki bakat yang ada sejak lahir. Orang yang memiliki IQ 130
keatas atau memiliki keahlian didalam bidang tertentu adalah orang
yang berbakat.

B. KECERDASAAN EMOSIONAL
Beberapa tokoh mengemukakan tentang teori kecerdasan
emosional antara lain, Mayer & Salovey dan Daniel Goleman. Salovey
dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut
EQ sebagai, “himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan
kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada
orang lain, memilahmilah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk
membimbing pikiran dan tindakan.”. Menurut Goleman, kecerdasan
emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya
dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence);
menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of
emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri,
pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi

a. Faktor Internal.
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang
mempengaruhi kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua
sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis. Segi jasmani adalah
faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan kesehatan
seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi proses
kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya
pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi.

3
b. Faktor Eksternal.
Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan
emosi berlangsung. Faktor ekstemal meliputi:
1) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam
memperlakukan kecerdasan emosi tanpa distorsi dan
2) Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses
kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang melatarbelakangi
merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan.

Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosi

1. Membaca situasi
Dengan memperhatikan situasi sekitar, kita akan mengetahui apa yang
harus dilakukan.

2. Mendengarkan dan menyimak lawan bicara


Dengarkan dan simak pembicaraan dan maksud dari lawan bicara, agar
tidak terjadi salah paham serta dapat menjaga hubungan baik.

3. Siap berkomunikasi
Jika terjadi suatu masalah, bicarakanlah agar tidak terjadi salah paham.

4 . Tak usah takut ditolak


Setiap usaha terdapat dua kemungkinan, diterima atau ditolak, jadi
siapkan diri dan jangan takut ditolak.

5. Mencoba berempati
EQ tinggi biasanya didapati pada orang-orang yang mampu berempati
atau bisa mengerti situasi yang dihadapi orang lain.

6. Pandai memilih prioritas


Ini perlu agar bisa memilih pekerjaan apa yang mendesak, dan apa
yang bisa ditunda.

7. Siap mental
Situasi apa pun yang akan dihadapi, kita harus menyiapkan mental
sebelumnya.

8. Ungkapkan lewat kata-kata


Katakan maksud dan keinginan dengan jelas dan baik, agar dapat
salaing mengerti.

9. Bersikap rasional
Kecerdasan emosi berhubungan dengan perasaan, namun tetap berpikir
rasional.

4
10. Fokus
Konsentrasikan diri pada suatu masalah yang perlu mendapat
perhatian. Jangan memaksa diri melakukannya dalam 4-5 masalah
secara bersamaan.

C. GAGASAN MULTIPLE INTELLIGENCE OLEH HOWARD


GARDNER
Multiple intelligence atau yang dikenal juga dengan kecerdasan
majemuk adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau melakukan
sesuatu yang ada nilainya dalam kehidupan sehari-hari. Kecerdasan bukan
sesuatu yang dapat dilihat atau dihitung, melainkan potensi sel otak yang
aktif atau nonaktif tergantung pada pengalaman hidup sehari-hari, baik di
rumah, sekolah atau di tempat lain. Gardner menyatakan bahwa: An
intelligence entails the ability to solve problems or fashion products that
are of consequence in a particular cultural setting or community. The
problem solving skill allows one to approach a situation in which a goal is
to be obtained and to locate the appropriate route to that goal.

Multiple Intelligence memiliki bermacam-macam kecerdasan, yaitu:

 Kecerdasan Matematika-Logika.
Memuat kemampuan seseorang dalam berpikir secara induktif dan
deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisis
pola angka-angka serta memecahkan masalah dengan menggunakan
kemampuan berpikir.
 Kecerdasan bahasa.
Memuat kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan
katakata, baik secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang
berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya.

 Kecerdasan Musikal.

5
Memuat kemampuan untuk peka terhadap suara-suara nonverbal
yang berada disekelilingnya, termasuk dalam hal nada dan irama.

 Kecerdasan Visual-Spasial.
Memuat kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih
mendalam hubungan antara objek dan ruang.

 Kecerdasan Kinestetik.
Memuat kemampuan untuk secara aktif menggunakan bagian-
bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan
berbagai masalah.

 Kecerdasan Interpersonal.
Menunjukkan kemampuan untuk peka terhadap perasaan orang
lain. Mereka cenderung memahami dan berinteraksi dengan orang lain,
sehingga mudah bersosialisasi dengan lingkungan di sekelilingnya.

 Kecerdasan Intrapersonal.
Menunjukkan kemampuan untuk peka terhadap perasaan dirinya
sendiri. Cenderung mampu mengenali berbagai kekuatan maupun
kelemahan yang ada pada dirinya sendiri.

 Kecerdasan Naturalis.
Kemampuan untuk peka terhadap lingkungan alam, misalnya
senang berada di lingkungan alam yang terbuka, seperti pantai, gunung,
cagar alam atau hutan.

 Kecerdasan Eksistensialis.

6
Menyangkut kepekaan dan kemampuan seseorang untuk menjawab
pertanyaan tentang eksistensi dirinya sebagai makhluk manusia. Orang
tersebut tidak hanya puas menerima keberadaannya namun mencoba
menyadari dan mencari jawaban yang terdalam, tentang siapa dia, apa
sesungguhnya tujuan hidupnya,apa hubungannya dengan Sang Pencipta,
hubungannya dengan manusia dan masyarakatnya, dengan alam semesta
ini, kemana hidupnya akan bermuara, dan sebagainya.

D. AREA BROCA dan WERNICKE

a. Area Broca
Area Broca terletak di lobus frontal kiri kebanyakan orang adalah
area otak yang terlibat untuk memproduksi bahasa (sebagian kecil berada
di sebelah kanan lobus frontal). Area Broca merupakan area yang
memungkinkan seseorang untuk berbicara dengan lancar dan fasih. Area
ini disebut area Broca setelah ahli saraf abad ke-19 Paul Broca, yang
pertama kali mempelajarinya orang dengan kerusakan pada daerah ini
(Leonard, 1997).
Kerusakan pada area Broca menyebabkan seseorang untuk tidak
bisa mengeluarkan kata-kata dengan cara yang lancar dan terhubung.
Orang dengan kondisi ini mungkin tahu persis apa yang ingin mereka
katakan dan mengerti apa yang mereka dengar dari orang lain, tetapi
mereka tidak dapat mengontrol produksi sebenarnya dari kata-kata
mereka sendiri. Bicara terhenti dan kata-kata sering salah diucapkan,
seperti mengatakan “cot” bukan “clock” atau “non” bukan "nine"
Beberapa kata mungkin dihilangkan sama sekali, seperti "the" atau "for."
Ini disebut Broca afasia.
Broca afasia mengacu pada ketidakmampuan untuk menggunakan
atau memahami baik bahasa tertulis atau lisan (Goodglass et al., 2001).
Kondisi afasia Broca akibat kerusakan pada area Broca, menyebabkan

7
orang yang terkena tidak dapat berbicara dengan lancar, salah
mengucapkan kata-kata, danuntuk berbicara terbata-bata.

b. Area Wernicke
Area Wernicke terletak di lobus temporal kiri (pada kebanyakan
orang). Area otak ini tampaknya terlibat dalam memahami arti kata-kata
(Goodglass et al., 2001). Area ini yang disebut Area Wernicke, dinamai
menurut ahli fisiologi dan kontemporer Broca, Carl Wernicke, yang
pertama kali mempelajari masalah yang timbul dari kerusakan di lokasi
ini.
Saat anak laki-laki ini meniru gerakan yang dilakukan ayahnya
melalui saat bercukur, area tertentu di otaknya lebih aktif daripada yang
lain, area yang mengontrol gerakan mencukur. Tetapi bahkan jika bocah
itu hanya mengawasi ayahnya, area saraf yang sama akan melakukannya
menjadi aktif — neuron di otak anak laki-laki itu akan aktif mencerminkan
tindakan ayah yang dia amati. Biologis seseorang dengan afasia Wernicke
akan dapat berbicara dengan lancar dan mengucapkan kata-kata benar,
tetapi kata-katanya akan menjadi kata yang salah sepenuhnya. Misalnya,
Elsie menderita stroke pada lobus temporal, sehingga merusak area otak
ini. Saat perawat UGD memeriksa tekanan darah, Elsie berkata, “Oh, hari
Sabtu yang berat.” Elsie pikir dia masuk akal. Dia juga kesulitan
memahami apa yang dikatakan orang-orang di sekitarnya padanya. Dalam
contoh lain, Ernest menderita stroke pada usia 80 dan juga menunjukkan
tanda-tanda afasia Wernicke. Misalnya, dia meminta istrinya untuk
mengeluarkan susu untuknya dari pendingin udara (AC).
Afasia Wernicke kondisi akibat kerusakan pada area Wernicke,
menyebabkan yang terkena dampak seseorang menjadi tidak dapat
memahami atau menghasilkan bahasa yang bermakna.

8
Secara sederhana dapat di simpulkan bahwa area broca merupakan pusat
pengelola penyampaian lisan dan area wernicke merupakan pusat
pemahaman lisan.

9
E. BILINGUAL ENVIRONTMENT
Bilingual atau dwibahasa adalah kemampuan menggunakan dua
bahasa. Kemampuan ini tidak hanya dalam berbicara dan menulis tetapi
juga kemampuan memahami apa yang dikomunikasikan orang lain secara
lisan dan tertulis. (Hurlock,1993)
Tujuan utama pembelajaran bilingual ialah memberikan bekal
keterampilan berbahasa kepada anak yang mencangkup keterampilan
menyimak dan berbicara yang dibungkus dalam kegiatan memperkaya
kosakata anak.
Untuk melihat apakah seseorang tergolong monolingual atau
bilingual, dalam psikologi terdapat istilah bahasa pertama (first language)
untuk bahasa ibu, dan bahasa kedua (second language) untuk bahasa
selain bahasa ibu (Matlin,1994:320). Monolingual berarti seseorang yang
hanya berkomunikasi dengan bahasa ibu saja, sedangkan bilingual adalah
oarang yang menggunakan baik abahasa ibu maupun bahasa keduanya
sesuai dengan konteks sosial pembicaraan.

Kerugian anak yang dibesarkan pada Bilingual Environment :


 Memerlukan energi lebih banyak untuk menghaluskan pengucapan
dan biasanya mereka agak lambat dalam membuat keputusan
tentang bahasa, meskipun hal ini tidak menghalangi komunikasi.
 Kemampuan otak untuk menguasai dan mengingat dua bahasa akan
mengurangi kemampuan anak mempelajari hal-hal lain yang
mungkin sebaiknya dipelajari, kapasitas berpikir seorang anak itu
terbatas dan pemikirannya kurang efektif karena otak menyimpan
dua sistem ilmu bahasa. (Jefferson (1922:148))
 Cenderung berpengaruh kurang menguntungkan terhadap prestasi
belajar yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa
pengantar di sekolah, meskipun tidak berpengaruh negative
terhadap perkembangan tingkat kecerdasan (IQ). (Gage & Berliner
(1975) Sapir & Nitzburg (1973))

10
 Memberi pengaruh yang kurang menguntungkan bagi
perkembangan keribadian dan sikap sosial anak usia SD yang bahasa
ibunya bukan bahasa Inggris. (Gage & Berliner (1975) Sapir & Nitzburg (1973))

F. PENELITIAN BAHASA PADA BINATANG


Jika berbicara mengenai komunikasi hewan, terdapat dua pertanyaan
yaitu, “Bisakah hewan berkomunikasi?”, lalu yang kedua yaitu, “ Bisakah
hewan menggunakan bahasa?”. Jawaban untuk pertanyaan yang pertama,
bisa dijawab dengan “Ya”. Hewan tentu saja bisa berkomunikasi, terlebih
kepada sejenisnya. Mereka dapat berkomunikasi dengan suara seperti
contohnya ular derik, ada juga perilaku fisik seperti gerak tarian yang
dilakukan lebah madu untuk berkomunikasi dengan kawanannya. Namun
untuk menjawab pertanyaan kedua, hal tersebut lebih rumit, dikarenakan
bahasa dapat didefinisikan sebagai penggunaan symbol. Symbol sendiri
adalah hal-hal yang berdiri untuk sesuatu yang lain. Symbol juga bisa
sebagai isyarat, yang tentunya bisa menjadi sebuah gerakan yang
dilakukan hewan. Namun gerakan yang dilakukan hewan merupakan
sebuah naluri yang dikendalikan oleh genetik hewan tersebut.

Dengan contohnya lebah madu yang melakukan tarian untuk


berkomunikasi dengan kawanannya berbeda dengan bahasa symbol
manusia. Dalam bahasa manusia, symbol digunakan dengan sengaja dan
sukarela, bukan dengan naluri seperti hewan. Bisakah hewan diajarkan
symbol abstrak? Percobaan yang paling berhasil adalah dengan Kanzi,
yaitu simpanse bonobo dilatih untuk menekan symbol abstrak pada
keyboard computer. Kanzi sendiri bukanlah subjek penelitian, melainkan
ibunya yang menjadi subjek awal peneltian. Tetapi karena melihat ibunya
menekan-nekan keyboard computer, Kanzi jadi belajar caranya dan pada
hitungan akhir, Kanzi dapat memahami sekitar 150 kata bahasa Inggris
lisan. Dengan percobaan Kanzi pun, para peneliti dapat mengidentifikasi

11
empqat suara yang tampak mewakili pisang, anggur, jus, dan kata ya. Juga
setelah di tes suara tersebut tampaknya memenuhi syarat untuk disebut
sebagai bahasa.

Namun para ahli masih memperdebatkan apakah hewan-hewan ini


benar-benar belajar bahasa jika mereka tiak juga belajar bagaimana
menggabungkan kata-kata secara gramatik. Namun tidak ada bukti yang
konklusif bahwa salah satu hewan telah mampu menguasai sintaksis

Pada intinya, hewan memang memiliki cara komunikasi mereka


sendiri-sendiri. Namun jika kita lihat, cara mereka berkomunikasi adalah
melalui mimikri dari sesuatu yang mereka lihat ataupun gesture mereka
sendiri. Pada dasarnya, binatang tidak mempunyai bahasa yang alami dari
mereka sendiri sehingga mereka tidak bisa membuat dan mengerti kalimat
kompleks seperti manusia. ,

12
DAFTAR PUSTAKA

Ciccarelli, Saundra K; J Noland White,2015. PSYCHOLOGY. 4Th Edition. New


Jersey : Pearson Education, Inc Fanuel

King, Laura A. 2007. THE SCIENCE OF PSYCHOLOGY : An Appreciative


View. New York : McGraw-Hill Kalat

Ninawati, Mimin. 2012 . Kajian Dampak Bilingual Terhadap Perkembangan


Kognitif Anak Sekolah Dasar.

White, S. K. (2020). Psychology, Global Edition. Pearson Education Limited.

13
DAFTAR RUJUKAN

Indira, Anita. (2021). Jurnal Kajian dan Pengembangan Umat. Diakses pada tanggal 14
November 2022, melalui
https://jurnal.umsb.ac.id/index.php/ummatanwasathan/article/view/1968

Fakultas Psikologi Universitas Medan Area. (2018). KECERDASAN EMOSI. Diakses


pada tanggal 14 November 2022, melalui
https://psikologi.uma.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/KECERDASAN-EMOSI.pdf.

14

Anda mungkin juga menyukai