Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Emosional Quotient (EQ)

Dosen Pengampuh :

Prof. Dr. Nurhayati B, M,Pd

Oleh:

Kelompok 5

Nurul Aqli 220013301049


Anna Majid 220013301071
Sari Utari 220013301057

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa. Berkat

rahmat, taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah

Psikologi Pendidikan yang berjudul Makalah Intelligence Quotient (IQ) dengan

lancar dan tepat pada waktu tanpa suatu kendala yang berarti.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Nurhayati, M. Pd. Selaku

dosen pengampu dari mata kuliah Psikologi Pendidikan atas bimbingannya dalam

proses penyusunan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

seluruh anggota tim yang telah bekerja sama dalam penyusunan makalah ini.

Penulis telah berusaha dengan maksimal dalam penyusunan makalah ini

dengan segala kekurangannya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini

masih memiliki kekurangan, maka dari itu penulis berharap kritik, saran maupun

masukan yang bersifat membangun agar kedepannya penulis dapat membuat karya-

karya yang lebih baik lagi.

Makassar 01 Desember 2022

Kelompok Lima

ii
DAFTAR ISI
MAKALAH ............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................................ 2
D. Manfaat ...................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
A. Definisi Kecerdasan emosisonal.................................................................... 3
B. Teori Kecerdasan Emosi .............................................................................. 4
C. Lima Dasar Kemampuan dalam Teori Kecerdasan Emosi Menurut Daniel
Goleman ..................................................................................................... 5
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi ................................ 6
E. Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional ................................................. 6
F. Aspek-aspek kecerdasan Emosi .................................................................... 7
G. Dimensi-Dimensi Kecerdasan Emosional ...................................................... 9
H. Ciri-ciri Kecerdasan Emosi Tinggi dan Rendah .......................................... 12
I. Pengukuran Kecerdasan Emosional ........................................................... 12
BAB III ................................................................................................................. 16
PENUTUP ............................................................................................................ 16
A. Kesimpulan ............................................................................................... 16
B. Saran ........................................................................................................ 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk paling sempurna diantara makhluk-makhluk

ciptaan Allah SWT di bumi ini. Diberinya daya cipta, rasa dan karsa yang

memungkinkan manusia untuk berbuat lebih besar dari pada otak mereka yang

kecil. Kekuatan berpikir itulah yang sering disebut-sebut dengan intelegensi.

Manusia yang mempunyai intelegensi yang tinggi, tentulah mereka lebih unggul

daripada manusia yang memiliki intelegesi yang rendah. Intelegensi merupakan

kemampuan yang dibawa sejak lahir, bukan timbul secara tiba-tiba. Yang

memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Intelegensi juga

dapat dipahami sebagai kemampuan yang bersifat umum untuk mengadakan

penyesuaian terhadap suatu situasi atau masalah.

Intelegensi merupakan salah satu konsep yang dipelajari dalam psikologi.

Pada hakekatnya, semua orang sudah merasa memahami makna intelegensi.

Sebagian orang berpendapat bahwa intelegensi merupakan hal yang sangat penting

dalam berbagai aspek kehidupan.

Intelegensi erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Banyak problem –


problem manusia yang berhubungan dengan intelegensi. Dalam dunia

pendidikanpun, intelegensi merupakan hal yang sangat berkaitan. Seolah – olah

intelegensi merupakan penentu keberhasilan untuk mencapai segala sesuatu yang

diinginkan, dan merupakan suatu penentu keberhasilan dalam semua bidang

kehidupan

1
2

B. Rumusan Masalah

Adapun rumasan masalah pada makalah ini, yaitu :

1. Apakah pengertian dari emosional quotient ?

2. Apakah pengertian EQ menurut para ahli ?

3. Apakah jenis-jenis dan faktor yang mempengaruhi EQ ?

4. Bagaimana cara pengururan iEQ ?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :

1. Mengetahui pengertian EQ

2. Mengetahui pengertian EQ menurut para ahli

3. Mengetahui jenis dan factor yang mempengaruhi EQ

4. Mengetahui cara pengukuran EQ

D. Manfaat

Manfaat dari terbuatnya makalah ini adalah agar pembaca dapat lebih
mengetahui tentang kecerdasan emosional suatu individu, dan dapat
menempatkan individu tersebut dalam penempatan yang tepat
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Kecerdasan emosisonal

Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh
psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of
New Hampshire untuk menerangkan kualitas- kualitas emosional yang tampaknya
penting bagi keberhasilan. Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional
atau yang sering disebut EQ sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang
melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada
orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk
membimbing pikiran dan tindakan (Yulisubandi, 2009).
Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap,
dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada
masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional.
Gardner (dalam Goleman, 2009) mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan
yang monolitik yang penting untuk meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada
spektrum kecerdasan yang lebar dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik,
matematika/logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal.
Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh Daniel
Goleman disebut sebagai kecerdasan emosional.
Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey
(dalam Goleman, 2009) memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan
intrapersonal untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional
pada diri individu. Menurutnya kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang
untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali
emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama)
dengan orang lain.
Menurut Cooper dan Sawaf (1999), kecerdasan emosi adalah kemampuan
merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi
sebagai sumber energi, informasi, koreksi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan
emosi menuntut penilikan perasaan untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada
diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif
energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Dimana kecerdasan emosi juga merupakan
kemampuan untuk menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai tujuan untuk
membangun produktif dan meraih keberhasilan (Setyawan, 2005).
Goleman (2009) mendefinisikan bahwa kecerdasan emosi adalah suatu
kemampuan seseorang yang didalamnya terdiri dari berbagai kemampuan untuk dapat
memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan impulsive needs
atau dorongan hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan maupun kesusahan, mampu
4

mengatur reactive needs, menjaga agar bebas stress, tidak melumpuhkan kemampuan
berfikir dan kemampuan untuk berempati pada orang lain, serta adanya prinsip
berusaha sambil berdoa. Goleman juga menambahkan kecerdasan emosional
merupakan sisi lain dari kecerdasan kognitif yang berperan dalam aktivitas manusia
yang meliputi kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan
motivasi diri serta empati dan kecakapan sosial. Kecerdasan emosional lebih ditujukan
kepada upaya mengenali, memahami dan mewujudkan emosi dalam porsi yang tepat
dan upaya untuk mengelola emosi
agar terkendali dan dapat memanfaatkan untuk memecahkan masalah kehidupan
terutama yang terkait dengan hubungan antar manusia. Berdasarkan uraian tersebut
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan menuntut
diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan
untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam
kehidupan dan pekerjaan sehari hari, serta merupakan kemampuan seseorang untuk
mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi
orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan
orang lain.

B. Teori Kecerdasan Emosi

Beberapa tokoh mengemukakan tentang teori kecerdasan emosional antara lain, Mayer
& Salovey dan Daniel Goleman. Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan
emosional atau yang sering disebut EQ sebagai, “himpunan bagian dari kecerdasan
sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan
kemampuan pada orang lain, memilah- milah semuanya dan menggunakan informasi
ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.”. Menurut Goleman, kecerdasan
emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan
inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi
dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui
keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan
sosial.
Daniel Goleman mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan
sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati
individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat
emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan
sosial serta lingkungannya. Lebih lanjut Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan
emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri,
ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda
kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut
seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan
mengatur suasana hati. Daniel Goleman (Emotional Intelligence) menyebutkan bahwa
kecerdasan emosi jauh lebih berperan ketimbang IQ atau keahlian dalam menentukan
siapa yang akan jadi bintang dalam suatu pekerjaan.
5

C. Lima Dasar Kemampuan dalam Teori Kecerdasan Emosi Menurut


Daniel Goleman

1. Mengenali Emosi Diri


Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali
perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari
kecerdasan emosional, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri.
Kesadaran diri membuat kita lebih waspada terhadap suasana hati maupun pikiran
tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut
dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum
menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk
mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.

2. Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani
perasaan agar dapat terungkap dengan tepat, sehingga tercapai keseimbangan dalam
diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan
kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan
intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita . Kemampuan ini
mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan,
kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta
kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.

3. Memotivasi Diri Sendiri

Meraih Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri


individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan
dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif,
yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.

4. Mengenali Emosi Orang Lain


Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut
Goleman kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli,
menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan
empati lebih mampu menangkap sinyal- sinyal sosial yang tersembunyi yang
mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu
menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih
mampu untuk mendengarkan orang lain.

5. Membina Hubungan
Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang
menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar sesama.
Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam
6

keberhasilan membina hubungan. Terkadang manusia sulit untuk mendapatkan apa


yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi

1. Faktor Internal

Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi
kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi jasmani
dan segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila
fisik dan kesehatan seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi
proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya pengalaman,
perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi.

2. Faktor Eksternal

Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi


berlangsung. Faktor ekstemal meliputi: 1) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam
memperlakukan kecerdasan emosi tanpa distorsi dan 2) Lingkungan atau situasi
khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang
melatarbelakangi merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan.

E. Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional

1. Membaca situasi. Dengan memperhatikan situasi sekitar, kita akan


mengetahui apa yang harus dilakukan. Mendengarkan dan menyimak lawan bicara
Dengarkan dan simak pembicaraan dan maksud dari lawan bicara, agar tidak terjadi
salah paham serta dapat menjaga hubungan baik.
2. Siap berkomunikasi. Jika terjadi suatu masalah, bicarakanlah agar tidak
terjadi salah paham. Tak usah takut ditolak. Setiap usaha terdapat dua
kemungkinan, diterima atau ditolak, jadi siapkan diri dan jangan takut ditolak.
3. Mencoba berempati. EQ tinggi biasanya didapati pada orang-orang yang
mampu berempati atau bisa mengerti situasi yang dihadapi orang lain.
4. Pandai memilih prioritas. Ini perlu agar bisa memilih pekerjaan apa yang
mendesak, dan apa yang bisa ditunda.
5. Siap mental. Situasi apa pun yang akan dihadapi, kita harus menyiapkan
mental sebelumnya.
6. Ungkapkan lewat kata-kata. Katakan maksud dan keinginan dengan jelas
dan baik, agar dapat salaing mengerti.
7. Bersikap rasional Kecerdasan emosi berhubungan dengan perasaan, namun
tetap berpikir rasional.
8. Fokus Konsentrasikan diri pada suatu masalah yang perlu mendapat
perhatian. Jangan memaksa diri melakukannya dalam 4-5 masalah secara
bersamaan.
7

F. Aspek-aspek kecerdasan Emosi

Goleman menggambarkan kecerdasan emosi dalam 5 aspek kemampuan


utama, yaitu :
1. Mengenali emosi diri

Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk


mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar
dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai
metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer
(Goleman, 2000) kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun
pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah
larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum
menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk
mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.

2. Mengelola emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani


perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai
keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap
terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang
meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita
(Goleman, 2009). Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri
sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-
akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-
perasaan yang menekan.

3. Memotivasi diri sendiri

Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang
berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan
mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif,
yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.
Mengenali emosi orang lain.
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati.
Menurut Goleman (2009) kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau
peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki
kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi
yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu
menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih
mampu untuk mendengarkan orang lain.
Rosenthal (dalam Goleman, 2009) dalam penelitiannya menunjukkan
bahwa orangorang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih
mampu menyesuiakan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah bergaul,
dan lebih peka. Nowicki (dalam Goleman, 2009), ahli psikologi menjelaskan bahwa
8

anak-anak yang tidak mampu membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik
akan terus menerus merasa frustasi. Seseorang yang mampu membaca emosi orang
lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada
emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang
tersebut
Mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain
menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi (Goleman,
2009). Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam
keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang
diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain.
Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses
dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu
berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam
lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya
berkomunikasi (Goleman, 2009). Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai
orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana siswa mampu membina
hubungan dengan orang lain. Sejauhmana kepribadian siswa berkembang dilihat
dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya. Goleman (2009) juga
menambahkan, aspek-aspek kecerdasan emosi meliputi:
a. Kesadaran diri
Mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat dan menggunakannya
untuk memandu pengambilan keputusan untuk diri sendiri memiliki tolak ukur
realitas atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
b. Pengaturan diri.
Menangani emosi kita sedemikian rupa sehingga berdampak positif kepada
pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup untuk menunda kenikmatan
sebelum tercapainya suatu sasaran, mampu pulih kembali dari tekanan emosi.
c. Motivasi.
Kemampuan menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan
menuntut kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak
sangat efektif dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.
d. Empati
Merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami prespektif mereka,
menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam
macam orang.
e. Keterampilan sosial.
Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan
cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar
menggunakan keterampilan keterampilan ini mempengaruhi dan memimpin,
bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerja dalam tim.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan dapat disimpulkan aspek-
aspek kecerdasan emosi meliputi mengenali emosi diri, mengelola emosi,
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, membina hubungan. Untuk
selanjutnya dijadikan indikator alat ukur kecerdasan emosi dalam penelitian,
dengan pertimbangan aspek-aspek tersebut sudah cukup mewakili dalam
mengungkap sejauh mana kecerdasan emosi subjek penelitian.
9

G. Dimensi-Dimensi Kecerdasan Emosional

Berdasarkan definisi tersebut, Mayer & Salovey (1997) membagi emotional


intelligence kedalam 4 (empat) cabang, yaitu :
a. Persepsi Emosi (Emotional Perception)
b. Integrasi Emosi (Emotional Integration)
c. Pemahaman Emosi (Emotional Understanding)
d. Pengaturan Emosi (Emotional Management)
Dimensi-dimensi emotional intelligence menurut Mayer & Salovey (1997)
lebih dikenal dengan sebutan four branch model of emotional intelligence. Keempat
cabang tersebut disusun mulai dari kemampuan yang menggunakan proses
psikologi paling dasar hingga yang kompleks (yang membutuhkan penggabungan
dari beberapa proses psikologi). Dibawah ini akan dipaparkan penjelasan mengenai
keempat cabang tersebut, yaitu :
a. Persepsi Emosi (Emotional Perception)
Kemampuan individu untuk mengenali emosi, baikyang dirasakan oleh diri
sendiri maupun oleh orang lain.Cabang pertama dari emotional intelligence
dititikberatkan pada persepsiemosi, yaitu kemampuan individu untuk
mengidentifikasi emosi secara akurat.Sejak bayi sampai dengan awal masa
kanakkanak, anak mulai belajar untukmengidentifikasi serta membedakan
emosi yang dirasakan oleh diri sendiri danorang lain. Pada awalnya, bay i
akan belajar untuk membedakan emosiberdasarkan ekspresi wajah yang
ditampilkan, kemudian memberiikan responterhadap reaksi tersebut.
Semakin besar, ia akan semakin akurat dalammengidentifikasi sensasi tubuh
yang dirasakan, baik sensasi yang dirasakan olehdiri sendiri maupun sensasi
yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Perasaan dapat dikenali tidak hanya
didalam diri sendiri, melainkan juga pada orang lain atau objek lain. Pada
perkembangannya, anak mulai memberiikan atribut mengenai perasaan
pada benda hidup maupun benda mati. Imajinasi ini akan membantu anak
untuk menggeneralisasi perasaan yang dirasakan oleh diri sendiri pada
orang lain. Ia akan menggunakan pengalamannya pada saat merasakan
sensasi tertentu dalam mengenali sensasi yang dirasakan oleh orang lain.
Lebih lanjut, kemampuan individu dalam memahami emosi yang dirasakan
akan sampai pada tahap dimana ia mampu mengekspresikan perasaan secara
akurat dan mengekspresikan kebutuhan yang mengitari perasaan-perasaan
tersebut. Ia juga sensitif terhadap ekspresi emosi yang tidak sesuai atau yang
dimanipulasi, karena individu dengan emotional intelligence yang baik
memahami ekspresi dan manifestasi dari emosi.
b. Integrasi Emosi (Emotional Integration)
kemampuan individudalam memanfaatkan sensasi emosi yang dirasakan
untuk menghadapi masalahmasalahyang berkenaan dengan sistem kognisi.
Cabang kedua dari emotional intelligence adalah integrasi emosi yang
menitikberatkan peran emosi dalam menghadapi masalah yang berkenaan
10

dengan sistem kognisi. Emosi bertindak sebagai suatu sistem yang


memberiikan tanda atau sinyal-sinyal tertentu sejak lahir. Semakin matang,
sinyal-sinyal tersebut mulai dapat dimanfaatkan dalam aktivitas kognisi
yaitu dengan cara mengarahkan perhatian individu pada hal-hal yang
penting. Kontribusi emosi yang kedua dalam melakukan aktivitas kognisi
adalah dengan “menempatkan” emosi pada suatu hal sehingga dapat lebih
mudah untuk dipahami. Individu akan mencoba untuk menempatkan
dirinya pada posisi oranglain yang merasakan sensasi emosi tertentu dan
mencoba untuk merasakan emosi tersebut pada dirinya sendiri ketika
dimintai pendapat mengenai emosi yang dirasakan oleh suatu karakter pada
sebuah cerita atau pada saat diminta untuk menentukan emosi yang
dirasakan oleh orang lain. Dalam perkembangannya, kemampuan untuk
memanfaatkan sensasi emosi yang dirasakan akan disertai dengan
perencanaan. Ia mampu untuk membuat antisipasi pada saat memasuki
sekolah baru. Dengan kata lain, terdapat sebuah proses dimana emosi dapat
dihasilkan, dirasakan, dimanipulasi, serta diuji sehingga emosi tersebut
dapat lebih mudah untuk dipahami. Semakin akurat individu merasakan
sensasi emosi dan semakin realistis proses tersebut terjadi, individu akan
semakin terbantu untuk melakukan pilihan-pilihan dalam kehidupan.
Perputaran mood yang dirasakan individu dapat merubah cara pandang
individu sehingga mendorong individu untuk melihat suatu hal dari berbagai
sudut pandang. Lebih lanjut, individu akan mampu untuk memahami bahwa
perbedaanpemikiran serta tingkah laku yang ditampilkan disebabkan oleh
jenis mood yang berbeda-beda.
c. Pemahaman Emosi (Emotional Understanding)
the ability to understand complex emotions and emotional “chains”,
how emotions transition from one stage to another, yang artinya adalah
kemampuanindividu untuk memahami emosi yang dirasakan dan dapat
menggunakanpengetahuan mengenai emosi yang dirasakan untuk
mengetahui bagaimanapenerapannya dalam kehidupan sehari-hariCabang
ketiga dari emotional intelligence adalah pemahaman emosi
yangmenitikberatkan pada kemampuan individu untuk memahami emosi
yangdirasakan serta bagaimana penerapannya didalam kehidupan sehari-
hari. Setelahindividu menyadari emosi yang dirasakan, ia mulai untuk
memberii nama danmenyadari hubungan yang terjadi diantara emosi-emosi
yang telah ia beri nama. Kemampuan yang paling mendasar dari cabang ini
adalah individu mampu untuk memberii nama pada emosi yang sedang ia
rasakan serta menyadari persamaan serta perbedaan yang mendasari
terjadinya emosi tersebut. Ia mulai memahami perbedaan dan persamaan
antara suka dan cinta, antara gangguan (annoyance) dan marah, dan lain
sebagainya. Secara bersamaan, individu juga belajar untuk memahami
emosi yang dirasakan pada saat berinteraksi dengan orang lain. Orang tua
mengajarkan anak mengenai hubungan antara emosi dengan suatu situasi
tertentu. Misalnya orang tua mengajarkan hubungan antara rasa sedih dan
kehilangan dengan cara membantu anak untuk menyadari bahwa ia merasa
sedih karena teman dekatnya tidak mau berteman dengannya lagi.
11

Pengetahuan mengenai emosi yang dirasakan dimulai sejak masa kanak-


kanak dan akan berkembang seiring dengan berjalannya waktu, dimana
individu akan semakin memahami arti dari emosi-emosi tersebut. Semakin
berkembang, individu mulai menyadari adanya emosi yang kompleks dan
kontradiktif pada beberapa situasi tertentu. Anak belajar bahwa mungkin
saja ia merasa benci dan cinta pada satu orang yang sama. Kombinasi atau
percampuran antara beberapa emosi mulai terbentuk. Misalnya, perasaan
kagum terkadang dilihat sebagai kombinasi antara rasa takut dan terkejut.
Emosi biasanya terbentuk seperti rangkaian rantai yang berpola; misalnya
rasa marah akan diikuti dengan perilaku marah-marah yang diekspresikan,
kemudian akan diikuti dengan rasa puas atau perasaan bersalah, tergantung
pada situasi yang sedang ia hadapi. Individu memiliki alasan tersendiri pada
saat menampilkan suatu urutan emosi. Misalnya, individu yang merasa tidak
dicintai cenderung untuk menolak perhatian dari orang lain karena nantinya
takut untuk disakiti. Pemikiran atau pertimbangan mengenai urutan emosi
atau perasaan yang akan ditampilkan dalam hubungan interpersonal
merupakan inti dari emotionalintelligence.
d. Pengaturan Emosi (Emotional Management)
Kemampuan individu dalammemadukan data-data mengenai emosi yang
dirasakan oleh diri sendiri maupunorang lain untuk menentukan tingkah
laku yang paling efektif yang akanditampilkan pada saat berinteraksi
dengan orang lain. Cabang keempat dari emotional intelligence adalah
pengaturan emosi yang menitikberatkan pada kemampuan individu dalam
meregulasi emosi yang dirasakan. Individu diharapkan terbuka dan
memiliki toleransi pada reaksi emosi yang timbul, baik reaksi emosi yang
menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Hal ini dapat menjadi
pembelajaran untuk dapat melakukan regulasi emosi ketika merasakan
sensasi emosi yang sama dalam suatu situasi tertentu. Dalam
pertumbuhannya, orang tua mengajarkan anak untuk tidak mengekspresikan
perasaan tertentu, misalnya mengajarkan anak untuk tetap dapat tersenyum
di depan umum ketika ia merasa sedih, mengajarkan anak untuk pergi ke
kamar ketika merasa marah. Anak akan menginternalisasikan pembagian
antara perasaan dan tindakan. Anak mulai belajar bahwa emosi dapat
dipisahkan dari tingkah laku. Orang tua juga mulai untuk mengajarkan anak
mengenai strategi yang dapat digunakan untuk mengontrol suatu reaksi
emosi (misalnya dengan meminta anak untuk menghitung sampai 10 ketika
merasa marah). Hal ini akan membantu individu untuk dapat menampilkan
tingkah laku yang sesuai dengan tuntutan lingkungan meskipun ia
merasakan sensasi emosi yang tidak menyenangkan. Semakin matang,
individu akan semakin mampu untuk meregulasi emosi yang dirasakan. Ia
mulai dapat memilah seberapa besar atensi yang harus ia berikan pada mood
tertentu yang ia rasakan dan ia mengetahui dengan jelas bagaimana mood
tersebut mempengaruhi dirinya dalam berinteraksi di lingkungan sosial.
Regulasi tetap menjadi perhatain meskipun individu mencoba nutuk
meningkatkan mood yang buruk, meminimalisir mood yang baik, atau
mencoba untuk tidak merasakan mood itu sama sekali. Dengan demikian,
12

pengaturan emosi individu dikatakan optimal bila ia mampu untuk mengatur


dan memahami emosi yang dirasakan tanpa perlu membesarbesarkan atau
meminimalisir kepentingannya.

H. Ciri-ciri Kecerdasan Emosi Tinggi dan Rendah

Goleman (1995) mengemukakan karakteristik individu yang memiliki


kecerdasan emosi yang tinggi dan rendah sebagai berikut:

1. Kecerdasan emosi tinggi yaitu mampu mengendalikan perasaan marah,


tidak agresif dan memiliki kesabaran, memikirkan akibat sebelum
bertindak, berusaha dan mempunyai daya tahan untuk mencapai tujuan
hidupnya, menyadari perasaan diri sendiri dan orang lain, dapat berempati
pada orang lain, dapat mengendalikan mood atau perasaan negatif, memiliki
konsep diri yang positif, mudah menjalin persahabatan dengan orang lain,
mahir dalam berkomunikasi, dan dapat menyelesaikan konflik sosial dengan
cara damai.

2. Kecerdasan emosi rendah yaitu bertindak mengikuti perasaan tanpa


memikirkan akibatnya, pemarah, bertindak agresif dan tidak sabar, memiliki
tujuan hidup dan cita-cita yang tidak jelas, mudah putus asa, kurang peka
terhadap perasaan diri sendiri dan orang lain, tidak dapat mengendalikan
perasaan dan mood yang negatif, mudah terpengaruh oleh perasaan negatif,
memiliki konsep diri yang negatif, tidak mampu menjalin persahabatan
yang baik dengan orang lain, tidak mampu berkomunikasi dengan baik, dan
menyelesaikan konflik sosial dengan kekerasan.

I. Pengukuran Kecerdasan Emosional

Untuk melakukan pengukuran terhadap kecerdasan emosional, di


Indonesia, telah dilakukan adaptasi terhadap alat ukur kecerdasan
emosional. Pendekatan alat ukur kecerdasan emosional yang dilakukan oleh
Lanawati (1999), menggunakan model dari Goleman dimana setiap itemnya
merupakan modifikasi dari alat ukur kecerdasan emosional dari Bar-On
yaitu Emotional Quotient Inventory (EQ-I) dan Trait Meta Mood Scale
(TMMS) dari Mayer-Salovey. EQ-I yang disusun Bar-On (2006) mengukur
lima skala kecerdasan emosional dengan masing-masing skala memiliki 15
subskala. Sedangkan TMMS mengukur kepekaan seseorang terhadap emosi
(attention to emotions), kejelasan emosi (emotion clarity), dan perbaikan
emosi (emotion repair) (Ciarrochi dkk. dalam Ciarrochi, Forgas & Mayer,
2001).
Berdasarkan hasil modifikasi dari kedua alat ukur di atas, Lanawati
menghasilkan alat ukur kecerdasan emosional yang dinamakan Emotional
Intelligence Inventory (EII). Alat ukur ini terdiri dari lima dimensi, yaitu
Self Awareness (SA), Self Control (SC), Self Motivation (SM), Empathy
13

(E), dan Social Skills (SS). Relawu (2007), dalam penelitiannya,


menggunakan alat ukur yang telah diadaptasi oleh Lanawati (1999) dengan
mengurangi 10 item yang tidak diskor karena tidak memiliki keterkaitan
dengan kelima dimensi dalam alat ukur tersebut. Hasil uji reliabilitas yang
dilakukan oleh Relawu (2007) dengan menggunakan Cronbach’s Alpha
menunjukkan masing-masing dimensi memiliki nilai alpha ≥ 0.50 yang
membuktikan reliabilitas per dimensi hasilnya bagus. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, kecerdasan emosional mengacu pada potensi
bawaan seseorang (Hein, 2005).
Oleh karena itu, hingga tahap tertentu setiap manusia memiliki
tingkat kecerdasan emosionalnya masing-masing yang diperoleh sebagai
warisan genetiknya (Hein, 2005). Namun untuk perkembangan selanjutnya
faktor lingkungan menjadi sangat berpengaruh dalam perkembangan
kecerdasan emosional seseorang. Pada akhirnya Goleman (dalam Feldman,
Olds, & Papalia, 2004) menyatakan bahwa kecerdasan emosional sebagian
besar terbentuk selama masa remaja, karena pada masa ini otak mulai
bekerja untuk mengontrol bagaimana seseorang akan bersikap berdasarkan
kematangan emosinya. Berikut ini akan dijelaskan mengenai remaja,
dimulai dari definisi, perkembangan yang terjadi pada remaja, hingga
kecerdasan emosional pada remaja.
Kecerdasan emosi bukan sekedar mengenai cara mengendalikan diri
dan tanggapan emosional untuk menciptakan manfaat bagi diri sendiri pun
juga bagi orang lain. Kecerdasan emosi juga berkaitan dengan cara
menggunakan emosi pada saat yang tepat. Kemampuan mengaplikasikan
kecerdasan emosi dapat membuat hati menjadi tentram dan meningkatkan
rasa percaya diri. Emosi dapat memicu reaksi “hadapi” atau “lari”.
Pengendalian emosi penting dilakukan terutama pada saat kita mengalami
sebuah kehilangan, ketakutan, atau kesedihan. Hal itu dilakukan hanya
sekedar untuk mengalihkan perhatian sejenak keluar dari rutinitas bahkan
untuk sedikit menciptakan ruang bahagia bagi orang lain saat bersama kita.
Kecerdasan emosi bukan berarti emosi harus ditekan, “terlihat tapi tidak
terdengar”. Bukan juga bebas mengekspresikan diri sendiri yang akan
membuat orang lain merasa tidak nyaman akan kehadiran kita. Untuk
sedikit melirik tingkat kecerdasan emosi para peserta diklat, maka diminta
untuk menjawab dengan jujur beberapa pertanyaan. Pada setiap pernyataan
berikut ini, pilihlah salah satu dari tiga pilihan A, B, atau C dari sikap emosi
yang diberikan, yang Saudara pikir paling sesuai dengan diri Saudara.
14

No. A B C
kontroversial – terhormat –
1 tahan, tabah – hardy
controversial respectable
2 tak pasti – unsettled berani – audacious dikenal – reputable
3 gelisah – restless yakin – assured semestinya – proper
4 tidak yakin – fidgety pasti – definite mencukupi – sufficient
5 tenang – peaceful tegas – emphatic cakap – able
6 gugup – nervous tegar – decisive tenang – tidy
7 hati-hati – cautious kuat – tough moderat – moderate
sungguh-sungguh –
8 tergugah – excitable maju – forward
conscientious
tak berpendirian – tak memihak –
9 tak gentar – undaunted
unpredictable impartial
bisa berubah – kompromi –
10 setia – steadfast
changeable conforming
berubah-ubah –
11 pasti – sure memadai – adequate
variable
canggih – dapat ditoleransi –
12 giat – vigorous
sophisticated tolerable
13 ragu-ragu – hesitant ulet – tenacious biasa – popular
14 melawan – resisting menahan – endure tenang – balanced
15 malu – shy mantap – solid rasional – rational
16 sementara – tentative teguh – firm biasa – general
mengambang –
17 tegas – resolute kebiasaan – habitual
fluctuating
konsentrasi –
18 terbuka – open tipikal – typical
concentrated
tanpa kecuali –
19 curiga – suspicious terus terang – straight
unexceptional
untung-untungan –
20 tahan lama – durable patut – decent
speculative
21 samaran – cryptic bersemangat – spirited sanggup – capable
22 mendua – ambivalent bergelora – vivacious tepat – punctual
dengan puas – dengan gembira – dengan setia –
23
contently effervescently faithfully
teliti, akurat –
24 tak bahagia – unhappy ulet, tabah – resilient
accurate
tak dapat dipercaya –
25 bersemangat – buoyant pantas, adil – just
unlikely
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990


oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari
University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas- kualitas emosional
yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Salovey dan Mayer mendefinisikan
kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai himpunan bagian dari
kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang
melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan
menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan (Yulisubandi,
2009).
Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap,
dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua
pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan
emosional.

B. Saran

Dengan mengucap syukur alhamdulillah pada Allah SWT, kami dapat


menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tentunya masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu kami masih memerlukan kritik dan saran yang membangun serta
bimbingan, terutama dari Dosen. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca
dan bagi kami sebagai penyusun.

16
DAFTAR PUSTAKA

Suharsono. (2004). Melejitkan IQ, IE dan IS, Depok: Inisiasi Press.


Azwar, Saifuddin. (1990). Pengantar Psikologi Inteligensi, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.

Walgito, Bimo. (1980). Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta : Andi.


Santrock, J. W. (2011). Psikologi Pendidikan, Jakarta : Kencana.
Purwanto. (2019). Konsep intelegensi dan pengukurannya, Jurnal Pendidikan dan
kebudayaan , Vol 16, No. 10.

17

Anda mungkin juga menyukai